Pencarian

Jejak Di Balik Kabut 41

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja Bagian 41


"Ya, Ngger" Paksi itupun kemudian berpaling kepada Wijang sambil
berdesis, "Apakah kita juga akan pergi ke Karangwaru" Kita
akan dapat mendengar sedikit keterangan tentang perampok
itu" Wijang mengangguk. Katanya, "Baiklah. Kita akan pergi
bersama mereka ke Karangwaru"
"Kalian berdua juga akan pergi ke Karangwaru?" bertanya
kakek tua itu. "Ya, Kek" jawab Wijang. "Kami ingin mendapat sedikit
keterangan tentang para perampok yang telah mengganggu
ketenangan orang-orang Karangwaru"
"Baik, anak-anak muda. Tetapi silahkan menunggu
sebentar. Kami akan membenahi peralatan kami"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wijang dan Paksipun kemudian duduk di atas amben
panjang di depan gubuk itu. Sementara itu, beberapa orang
yang telah mengemasi barang-barang dagangan mereka,
maka mereka pun telah meninggalkan pasar itu pula.
Sambil membenahi alat-alatnya pande besi yang tua itupun
berkata, "Aku juga harus berbicara dengan Ki Bekel di
padukuhan ini, anak muda. Pasar ini merupakan penghasilan
yang baik bagi padukuhan ini, sehingga jika pasar ini mati,
maka padukuhan ini akan kehilangan sumber yang terhitung
deras. Karena itu, Ki Bekel harus mengambil langkah-langkah
untuk mengatasi gerombolan-gerombolan seperti gerombolan
Sura Tunda yang merasa dirinya berkuasa di daerah ini"
"Bukankah Kakek dan Ki Bekel dapat bekerja sama dengan
orang-orang Karangwaru yang telah terlanjur mempersiapkan
diri?" "Ya. Itu adalah rencana yang sangat menarik. Orang-orang
Karangwaru bukan sekelompok orang penakut. Tetapi
perampok yang pernah datang ke Karangwaru itu dipimpin
oleh seorang yang berilmu sangat tinggi. Orang-orang
Karangwaru yakin, bahwa sebenarnya mereka bukan
sekelompok perampok. Hanya karena keadaan yang
memaksa, maka mereka telah merampok rumah seorang
saudagar kaya di Karangwaru. Pemimpinnya telah
memperlihatkan kelebihannya, dan bahkan tidak masuk akal
bagi orang-orang Karangwaru"
Wijang dan Paksi mengangguk-angguk. Bagi keduanya,
keterangan itu sudah mengarah. Sekelompok orang yang
merampok di Karangwaru itu tentu Ki Gede Lenglengan dan
beberapa orang yang mengikutinya.
Dengan demikian, maka mereka menjadi semakin yakin,
bahwa arah yang mereka tempuh adalah arah yang benar.
Demikianlah, setelah para pande besi itu selesai mengemasi
alat-alatnya, maka merekapun meninggalkan gubuk mereka
sambil membawa pedang yang telah siap untuk mereka
serahkan kepada orang-orang Karangwaru.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karangwaru terletak tidak terlalu jauh dari pasar. Bahkan
Karangwaru adalah sebuah padukuhan yang terletak di
kademangan yang sama. Ternyata Ki Bekel di Karangwaru adalah seorang yang
ramah. Beberapa orang pande besi yang membawa pedang
itu diterimanya dengan baik.
Demikian pula Wijang dan Paksi yang datang bersama
dengan mereka. "Baru sebagian, Ki Bekel" berkata pande besi tua itu.
"Terima kasih" jawab Ki Bekel. "Aku baru merencanakan
untuk melihat seberapa jauh pesanan kami sudah dikerjakan
bersama Ki Jagabaya. Sebenarnya pagi tadi kami akan pergi
ke pasar. Tetapi kami harus menunggui perbaikan bendungan,
sehingga kami menunda rencana kami itu"
"Adalah kebetulan bahwa Ki Bekel tidak pergi ke pasar pagi
tadi" desis pande besi itu.
"Kenapa?" Pande besi itupun kemudian menceriterakan apa yang telah
terjadi di pasar. Sekelompok orang yang dipimpin oleh
seorang yang menyebut dirinya Sura Tunda telah datang ke
tempat kerja pande besi itu.
"Untunglah ada kedua anak muda ini, sehingga kami dapat
mengatasi gerombolan yang jumlahnya cukup banyak itu"
Ki Bekel mendengarkannya dengan sungguh-sungguh,
kemudian dengan nada ragu iapun bertanya, "Apakah ciri-ciri
pimpinan segerombolan perampok itu seperti yang pernah aku
katakan datang merampok di padukuhan ini?"
"Tidak, Ki Bekel. Sama sekali berbeda. Bahkan Sura Tunda
telah menyatakan diri untuk menjadi pelindung di daerah ini,
termasuk Padukuhan Karangwaru"
Ki Bekel mengangguk-angguk. Katanya, "Dengan demikian
Sura Tunda itu akan dapat dengan leluasa memeras daerah
yang disebutnya dilindunginya itu"
"Ya. Karena itu, maka Karangwaru tidak memerlukan lagi
pedang-pedang ini, sehingga pedang-pedang ini akan diambil
oleh Sura Tunda" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jadi Sura Tunda itu bukan orang yang ilmunya tidak dapat
dimengerti itu?" "Tidak, Ki Bekel. Ternyata bahwa kami mampu
melawannya. Meskipun agaknya tanpa kedua orang anak
muda itu kami mengalami kesulitan, karena jumlah mereka
terlalu banyak" "Baiklah. Terima kasih atas kesediaan kami
mempertahankan pedang-pedang kami dan bahkan
mengantarkannya kemari"
"Mungkin kalian memerlukannya. Jika Sura Tunda itu
datang kemari, maka sebagian dari laki-laki di Karangwaru
sudah memiliki senjata yang memadai. Sedangkan sebagian
yang lain akan segera kami selesaikan"
"Terima kasih" "Namun aku ingin minta kepada Ki Bekel, agar kita dapat
bekerja bersama menghadapi Sura Tunda dan para
pengikutnya" "Tentu. Kita saling membutuhkan. Apalagi kedua orang
anak muda itu. Mudah-mudahan kita akan dapat melawan
Sura Tunda dan para pengikutnya. Namun kami, orang-orang
Karangwaru harus berhati-hati menghadapi sekelompok orang
yang dipimpin oleh orang yang berilmu sangat tinggi itu.
Jumlah mereka tidak banyak. Tetapi nampaknya mereka tidak
akan terlawan" "Aku kira mereka tidak akan datang lagi ke padukuhan ini,
Ki Bekel" berkata Wijang menyela.
Ki Bekel itu mengerutkan dahinya. Pande besi yang tua itu,
serta kawan-kawannya pun merasa tertarik kepada
keterangan Wijang itu. "Kenapa orang-orang itu tidak akan datang lagi?" bertanya
Ki Bekel. "Mereka hanya lewat. Pada dasarnya mereka memang bukan
perampok" jawab Wijang.
"Dari mana kau tahu?" bertanya Ki Bekel.
Wijang termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun
berkata, "Aku juga berkepentingan dengan mereka"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Bekel memandang Wijang dan Paksi berganti-ganti.
Sementara itu pande besi yang tua itupun berkata, "Jadi
kehadiran kalian di sini ada hubungannya dengan perampok
yang berilmu tinggi itu?"
"Aku hanya sekedar mengikuti arah perjalanannya"
"Tentu bukannya tanpa maksud"
Wijang termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
katanya, "Sudahlah. Kami akan segera meneruskan perjalanan
kami mengikuti arah perjalanan orang-orang yang kalian sebut
perampok itu" Tetapi Ki Bekel masih bertanya, "Jika mereka sebenarnya
bukan perampok, siapakah mereka itu?"
"Mereka pada dasarnya memang bukan perampok. Mereka
justru lebih berbahaya dari sekelompok perampok. Orang itu
jauh lebih berbahaya dari Sura Tunda"
Ki Bekel dan pande besi yang tua itu mengangguk-angguk.
Sementara Wijangpun berkata, "Sebaiknya kami minta diri.
Kami akan melanjutkan perjalanan kami"
"Kenapa kalian tidak bermalam barang semalam di sini"
Besok pagi-pagi kalian dapat melanjutkan perjalanan.
Seandainya kalian berangkat juga sekarang, maka beberapa
saat lagi langit pun akan menjadi suram. Senja akan segera
turun" "Terima kasih, Ki Bekel. Mudah-mudahan di perjalanan
pulang kelak kami dapat singgah. Jika sebentar lagi malam
turun, kami tidak harus segera berhenti. Sebagai pengembara
kami dapat saja berjalan siang atau malam"
Pande besi yang tua itu juga tidak dapat mencegah kedua
anak muda itu untuk bermalam. Wijang dan Paksi berniat
untuk melanjutkan perjalanan mereka.
Setelah minum minuman hangat serta makan beberapa
potong makanannya, maka keduanyapun telah minta diri.
"Sura Tunda bukan orang yang menakutkan" berkata
Wijang. "Jika Ki Bekel berhasil menggerakkan semua laki-laki
di padukuhan ini maka Sura Tunda tidak akan berani berbuat
apa-apa di sini. Apalagi jika Ki Bekel berhubungan dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
para bekel di padukuhan yang lain serta berbicara dengan Ki
Demang. Kakek pande besi itu tentu bersedia bekerja sama dengan
padukuhan-padukuhan di kademangan ini"
"Tentu, Ngger" sahut pande besi itu. "Dengan bekerja sama
kami akan menjadi semakin kuat"
"Ki Bekel" berkata Wijang kemudian, "kami mohon diri.
Mudah-mudahan padukuhan ini untuk selanjutnya tidak akan
diganggu oleh siapapun. Kek, dan saudara-saudaraku pande
besi yang lain, kami minta diri"
Demikianlah Wijang dan Paksipun meninggalkan
padukuhan itu. Namun dengan demikian mereka yakin, bahwa
mereka telah menempuh jalan yang benar. Mereka berada di
jalan yang telah dilalui oleh Ki Gede Lenglengan, menuju ke
sisi selatan kaki Gunung Merapi.
Ketika kemudian malam turun, maka keduanya berada di
sebuah padukuhan kecil. Meskipun padukuhan itu kecil, tetapi
lingkungannya nampak sangat subur. Air melimpah di mana-
mana. Parit-parit nampaknya tetap mengalir di segala musim.
Meskipun demikian, nampaknya kehidupan di padukuhan itu
tetap saja sederhana. Orang-orang padukuhan itu
memanfaatkan kesuburan tanahnya secukupnya saja.
Tetapi seperti kebanyakan orang-orang di padukuhan yang
pernah dilewatinya, maka penghuni padukuhan itu agaknya
juga orang-orang yang ramah. Wijang dan Paksi telah
mendapat kesempatan untuk bermalam di banjar. Bahkan
penunggu banjar itu telah menyuguhi mereka ketela rebus
yang masih hangat menjelang tengah malam.
"Kami telah merepotkan Paman dan Bibi" berkata Wijang.
"Tidak apa-apa. Ketela itu adalah ketela yang kami tanam
di kebun belakang banjar ini. Ternyata ketela itu berarti juga sebagaimana dapat kami suguhkan bagi kalian malam ini"
"Kami hanya dapat mengucapkan terima kasih"
Penunggu banjar itu tersenyum. Ditinggalkannya Wijang
dan Paksi yang duduk di serambi banjar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Silahkan tidur di amben bambu itu, Ki Sanak. Maaf, hanya
seperti inilah yang dapat kami sediakan bagi kalian"
"Sudah lebih dari cukup, Paman. Terima kasih atas
semuanya ini" "Besok pagi, jika kalian ingin pergi pagi-pagi sekali,
tinggalkan saja mangkuk itu di situ. Kalian dapat mandi di
pakiwan. Jika aku belum bangun esok pagi, kami
mengucapkan selamat jalan.
Tetapi jika kalian tidak tergesa-gesa, kalian dapat
menunggu aku bangun. Maaf, kadang-kadang aku memang
terlambat bangun. Apalagi jika sampai tengah malam aku
belum tidur. Mungkin karena aku tidak mempunyai banyak
kerja di pagi hari" "Baik, Paman. Kami tidak ingin terlalu banyak mengganggu.
Jika Paman esok belum bangun, kami mohon diri"
Penunggu banjar itupun kemudian meninggalkan Wijang
dan Paksi di serambi gandok itu. Tetapi rumah penunggu
banjar itu hanya beradu dinding halaman saja dengan
halaman banjar itu. Pada dinding itu terdapat sebuah pintu
butulan. "Meskipun hidupnya sederhana saja, tetapi orang itu
agaknya terbiasa membantu orang lain yang memerlukannya"
berkata Wijang sambil berbaring.
"Ya. Ia orang baik" desis Paksi yang masih duduk di bibir
amben. "Aku hanya akan tidur sebentar. Nanti, jika kau mengantuk,
bangunkan aku. Ganti kau yang tidur" berkata Wijang sambil
memejamkan matanya. Paksi tidak menjawab. Tetapi iapun kemudian bersandar
dinding sambil menyilangkan kakinya di amben bambu, di
sebelah Wijang. Sejenak kemudian, Wijangpun telah tertidur nyenyak. Di
dini hari, Wijang itupun terbangun dengan sendirinya sebelum
Paksi membangunkannya. Wijanglah yang kemudian duduk
bersandar dinding. Sementara Paksi berbaring untuk dapat
tidur barang sekejap. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pagi-pagi sekali keduanya sudah berbenah diri. Kemudian
bersiap untuk berangkat. "Bukankah kita tidak perlu membangunkan penunggu
banjar ini untuk minta diri?" bertanya Paksi.
Wijang menggeleng. Sebelum matahari terbit, maka kedua orang anak muda itu
telah meninggalkan banjar. Mereka berjalan menyusuri jalan
padukuhan yang masih sepi. Namun satu dua sudah ada
orang yang terbangun dan menyapu halaman rumah mereka
dengan sapu lidi. Ketika kemudian matahari terbit, Wijang dan Paksi sudah
berada di tengah-tengah bulak panjang. Di hadapan mereka,
di seberang tanah persawahan yang subur, terdapat sebuah


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

padang perdu. Di seberang padang perdu terdapat hutan di
lereng gunung yang lebat.
Sementara itu, penunggu banjar itupun telah terbangun.
Ketika ia menggeliat, iapun teringat bahwa ada dua orang
yang bermalam di banjar. "Nyi" penunggu banjar itu dengan serta-merta bangkit dan
mencari istrinya. "Ada apa, Kang?"
"Kau sudah merebus air?"
"Sudah, Kang. Ada apa?"
"Kau sudah memberi minum kedua orang yang bermalam
di banjar?" "O, belum. Aku lupa bahwa ada orang yang bermalam di
banjar" "Tolong. Buatkan mereka minuman. Apa saja. Aku akan
menengoknya" Penunggu banjar itupun dengan tergesa-gesa lewat pintu
butulan melihat dua orang anak muda yang bermalam di
banjar. Tetapi keduanya sudah tidak ditemuinya. Yang masih
terdapat di serambi gandok itu tinggal sebuah mangkuk yang
masih berisi ketela rebus yang tinggal sepotong.
"Anak-anak itu sudah pergi" desis penunggu banjar itu.
"Kasihan. Mereka belum sempat minum minuman hangat.
Apalagi makan apa saja. Ketela atau pisang rebus"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sambil mengambil mangkuk dengan sepotong ketela rebus
yang tersisa, orang itu masih saja bergumam, "Padahal
mereka akan menempuh perjalanan di daerah yang jauh dari
padukuhan. Mereka akan menempuh perjalanan melewati
padang perdu yang panjang. Kemudian menyusuri jalan di
pinggir hutan yang lebat. Mereka tidak akan bertemu dengan
makanan sampai mereka melintasi hutan itu. Mungkin baru
sore nanti mereka sampai ke lingkungan yang berpenghuni"
Namun tiba-tiba saja mata orang itu terbelalak. Ketika ia
memungut mangkuknya, dilihatnya di bawah sepotong ketela
rebus itu beberapa keping uang.
"Uang. Ini benar-benar uang" katanya kepada diri sendiri.
Dengan gemetar ia meraba uang itu. Katanya, "Bagaimana
mungkin di mangkuk ini ada uang. Apakah kedua orang
pengembara itu yang meletakkannya" Jika demikian, mereka
tentu orang yang mempunyai banyak sekali uang. Dengan
uang ini aku akan dapat membeli dua ekor kambing. Jika
mataku tidak rabun, uang yang ada di mangkuk itu adalah keping-
keping uang perak" Ketika ia mengatakan kepada istrinya, maka istrinya pun
menjadi gemetar. Katanya, "Apakah itu benar-benar uang,
Kakang. Aku belum pernah melihat keping-keping uang perak"
"Uang. Ini uang. Kita pernah mempunyai sekeping uang
perak di antara beberapa keping uang tembaga ketika kita
menjual kambing kita untuk membiayai pengobatan anak kita.
Waktu itu kita memerlukan uang untuk membayar tabib yang
baik dan membeli reramuan obat-obatan, sehingga kita harus
menjual kambing kita meskipun ditangisi oleh anak kita. Tetapi kita ingin anak itu sembuh"
"Sekarang kita dapat membeli kambing lagi, Kakang"
"Ya. Besok hari pasaran aku akan pergi ke pasar"
"Yang Maha Pencipta itu agaknya selalu memelihara
ciptaanNya. Anak kita akan menjadi sangat bergembira jika ia
dapat menggembalakan kambing lagi bersama teman-
temannya" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku akan membeli dua ekor kambing muda. Jantan dan
betina. Sisanya dapat untuk membeli kain panjang buatmu,
Nyi" "Aku dapat memakai kain panjang apa saja. Kau yang
membutuhkannya, Kakang. Jika ada tamu di banjar, kau
memerlukan pakaian yang lebih pantas"
"Kita akan membeli kain panjang dua lembar, ya Nyi"
"Terserah kepada Kakang. Tetapi apakah uang itu memang
untuk kita?" "Jika tidak untuk kita, uang itu tentu tidak akan diletakkan
di dalam mangkuk itu"
"Jika mereka hanya sekedar meletakkan selama mereka
tidur, tetapi mereka lupa untuk memungutnya kembali?"
"Kita akan menunggu sampai hari pasaran. Jika benar
mereka sekedar lupa, maka mereka akan segera kembali.
Tetapi jika sampai pada hari pasaran mereka tidak kembali,
berarti mereka tidak sekedar lupa"
"Jika mereka kembali?"
"Kita harus mengembalikannya, Nyi. Utuh seperti saat kita
temukan" Perempuan itu mengangguk-angguk.
"Sekarang, biarlah aku simpan uang itu bersama mangkuk
dan ketela yang sepotong itu. Jika mereka memang kelupaan
dan kembali lagi, kita berikan mangkuk itu sebagaimana saat
aku mengambilnya" Penunggu banjar itupun kemudian menyimpan uang di
dalam mangkuk bersama sepotong ketela rebus itu di dalam
geledeg di ruang dalam rumahnya yang tidak begitu besar.
Anaknya tidak pernah membuka geledeg itu, sehingga ia tidak
akan melihat bahwa di geledeg itu ada uangnya.
Dalam pada itu, Wijang dan Paksi yang sudah berada di
bulak panjang berjalan semakin jauh dari padukuhan kecil itu.
Sambil menengadahkan wajahnya Wijangpun berdesis,
"Penunggu banjar itu agaknya sudah bangun sekarang"
"Ia akan terkejut melihat uang di mangkuk itu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mudah-mudahan uang itu tidak diketemukan oleh orang
lain" "Kelak jika ada kesempatan kita singgah lagi. Mungkin
orang itu masih ingat kepada kita"
"Tetapi nampaknya kita memerlukan waktu yang panjang
bagi pengembaraan itu" Paksi mengangguk-angguk. Katanya, "Ya. Agaknya kita
memerlukan waktu yang panjang"
Untuk sesaat keduanyapun saling berdiam diri. Mereka
melangkah di jalan yang semakin lama semakin sempit dan
agaknya semakin jarang dilewati orang. Jalan itupun kemudian
berbelok memasuki padang perdu yang miring. Di seberang
padang perdu itu, nampak hutan di kaki gunung yang lebat.
"Kita sudah memasuki sisi selatan kaki Gunung Merapi,
Paksi" berkata Wijang kemudian. "Sekarang kita akan pergi ke
mana?" "Marilah kita cari gubuk yang pernah kita tinggalkan itu"
Wijang mengerutkan dahinya. Katanya, "Mungkin kita
masih menemukan bekasnya"
Perjalanan merekapun menjadi semakin sulit. Mereka mulai
berjalan di tanah yang berlekuk. Kadang-kadang mereka harus
mendaki. Namun kadang-kadang mereka harus menuruni
tebing, menyusuri sungai-sungai kecil yang berbatu-batu
besar. Hutan di sebelah adalah hutan yang lebat, yang tentu
dihuni oleh beberapa jenis binatang buas.
"Kita akan pergi ke sebelah gumuk itu" berkata Paksi sambil
menunjuk puncak sebuah gumuk yang tidak begitu besar di
kaki Gunung Merapi itu. Wijang mengangguk-angguk. Sementara itu, mataharipun
mulai turun di sisi barat.
"Kita tidak akan menemui padukuhan lagi di jalur
perjalanan kita" berkata Wijang.
"Ya" "Kita harus menemukan sesuatu"
"Kau mulai lapar?" Wijang tersenyum.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tentu ada sesuatu yang kita dapatkan di gumuk kecil itu"
berkata Paksi. Keduanyapun kemudian berjalan melingkari gumuk kecil.
Seperti yang dikatakan oleh Paksi, maka merekapun
menjumpai bukan sekedar beberapa batang pohon pisang,
tetapi beberapa rumpun. Beberapa batang di antaranya
berbuah. Dan beberapa tandan di antaranya sudah masak.
Bahkan nampaknya tidak seorang pun yang pernah
mengambil buahnya, sehingga nampaknya beberapa tandan
telah membusuk dan jatuh di tanah.
"Kau salah jika kau menganggap bahwa buah pisang itu
utuh" berkata Wijang.
Paksi mengangguk-angguk. Sebagian dari buah pisang itu
nampaknya sudah dimakan burung. Tetapi agaknya di sekitar
gumuk itu terdapat banyak sekali pohon pisang, sehingga
masih banyak juga pisang yang tidak tersentuh oleh paruh
burung. Wijang dan Paksi kemudian duduk beristirahat di atas
sebuah batu yang besar. Mereka tidak menghadapi minuman
hangat dan nasi yang masih mengepul seperti di kedai-kedai.
Tetapi di depan mereka terdapat setandan pisang.
Tetapi keduanya hanya memerlukan beberapa buah pisang
saja. Keduanya sudah terbiasa menjalani laku mengurangi
makan dan minum. Bahkan mereka pun pernah menjalani laku
selama tiga hari tiga malam yang pada setiap hari mereka
hanya minum semangkuk air putih dan tiga buah pisang raja.
Setelah makan pisang dan menghirup air di sebuah mata
air kecil di pinggir sungai kecil, mereka masih duduk
beristirahat sambil memperhatikan lingkungan di sekitarnya.
Mereka memperhatikan puncak Gunung Merapi yang bersih.
Jalur-jalur yang agaknya lekuk-lekuk yang dalam, menjulur
dari puncaknya. Wijangpun kemudian berdesis, "Kita tinggal melingkari
gumuk ini. Kita akan segera berada di sekitar gubuk yang
pernah kita tinggalkan itu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi mengangguk-angguk. Dipandanginya puncak Gunung
Merapi. Hutan lereng gunung, jalur-jalur jurang yang dalam di
lambung serta beberapa bukit yang ada di kaki Gunung Merapi
itu. "Ya. Kita sudah tidak jauh lagi"
Wijang itupun kemudian bangkit berdiri sambil berkata,
"Kita akan meneruskan perjalanan. Mudah-mudahan kita akan
sampai sebelum gelap"
Keduanyapun kemudian melanjutkan perjalanan mereka.
Masing-masing membawa beberapa buah pisang untuk bekal
di perjalanan mereka yang sudah tidak terlalu panjang lagi.
Sebenarnyalah, setelah mereka melingkari gumuk kecil itu,
mereka sampai di tempat yang sudah mereka kenal. Mereka
berada di pinggir sebuah sungai. Sebuah gerojogan berada
tidak jauh agak di arah udik.
"Air terjun itu" desis Paksi.
"Ya" Wijang mengangguk-angguk, "gubuk itu ada di
seberang" Wajah keduanya menjadi cerah. Rasa-rasanya mereka
menemukan kembali sesuatu yang pernah hilang.
"Ingat, Paksi" berkata Wijang, "di sini banyak ular. Kau
harus bersiap-siap sebelum kakimu dipatuk ular yang paling
tajam bisanya" Paksi tersenyum. Iapun mengangguk sambil berkata, "Aku
akan menelan reramuan itu"
Demikianlah maka keduanyapun kemudian menuruni
jurang yang agak dalam. Demikian kaki mereka menyentuh
air, maka rasa-rasanya seluruh tubuh mereka menjadi segar
kembali setelah mereka berjalan di teriknya sinar matahari.
Lelah dan panas yang serasa membakar kulit tiba-tiba telah
hilang. "Kita lihat air terjun itu" desis Paksi.
"Apakah kita tidak melihat gubukmu lebih dahulu" Nanti
atau besok kita masih mempunyai banyak waktu untuk pergi
melihat air terjun itu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi mengangguk kecil sambil berkata, "Ya. Kita akan
melihat gubuk itu dahulu"
Demikian merekapun telah naik tebing di seberang.
Demikian mereka sampai di atas, rasa-rasanya mereka ingin
segera meloncat ke gubuk yang pernah mereka tinggalkan.
Untuk sesaat mereka mengamati keadaan di sekitar
mereka. Semuanya memang telah berubah. Pohon perdu
tumbuh di mana-mana di sela-sela batang ilalang. Namun
agaknya lingkungan itu tidak lagi pernah dijamah oleh
seseorang. "Kita akan menemukan kembali rumah kita" desis Paksi.
Wijang menarik nafas dalam-dalam. Keduanyapun
kemudian menyibak batang ilalang dan berjalan ke arah gubuk
yang telah mereka tinggalkan.
Gubuk mereka memang tidak begitu jauh lagi. Beberapa saat
kemudian, ketika matahari sudah menjadi semakin rendah,
Paksi dan Wijang itu telah menemukan sisa-sisa gubuk yang
pernah mereka huni. Tetapi gubuk yang sederhana itu telah rusak. Atapnya
sudah diterbangkan angin. Beberapa tiang sudah roboh.
Sedangkan dindingnya sudah lapuk.
Paksi dan Wijang berdiri termangu-mangu. Mereka
memandangi sisa-sisa gubuk mereka dengan jantung yang
bergetar. "Kita harus mulai dari permulaan" berkata Paksi.
"Apa salahnya?" desis Wijang. "Kau masih mempunyai
beberapa alat dapur yang masih utuh"
"Apakah kita masih dapat memakainya" Mangkuk-mangkuk
dari tanah itu sudah menjadi kehijau-hijauan oleh lumut yang
tebal" Wijang mengangguk-angguk. Katanya, "Kita haru membeli
lagi yang baru" "Kita dapat membeli di pasar itu. Aku kira pasar itu masih
ada. Atau bahkan menjadi semakin besar"
"Kita tidak tergesa-gesa. Kita dapat membuat perapian dan
mengasapi buruan kita"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika kita akan menanak nasi?" Wijang menarik nafas
dalam-dalam. Namun Paksipun kemudian berkata, "Tetapi hari ini kita
belum memerlukannya. Bahkan mungkin kita tidak
memerlukannya untuk selanjutnya, karena kita akan segera
bergerak" "Ya. Kita memang akan segera bergerak. Tetapi bukankah
ada baiknya jika kita mempunyai sarang tempat untuk


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hinggap?" "Aku tidak berkeberatan. Tetapi kita jangan terlena dengan
sarang kita saja" "Paksi, bukankah ketika kita mendekati tempat ini, kita
seakan-akan tidak sabar lagi untuk segera sampai" Untuk
segera melihat apakah gubuk itu masih ada?"
"Aku memang ingin segera melihat gubuk yang pernah kita
huni ini. Tetapi setelah itu, aku merasa terlalu lamban
bergerak untuk menemukan adikku. Jika kita tertambat pada
gubuk ini, maka kesempatan kita untuk menemukan adikku itu
menjadi semakin tipis"
"Aku setuju untuk bergerak lebih cepat, Paksi. Tetapi
bukankah kita harus merenungkan, ke mana kita akan pergi.
Siapa yang pertama-tama akan kita hubungi dan mencari
jawab dari berbagai macam pertanyaan yang lain?"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Sementara Wijangpun
berkata, "Besok kita khususkan waktu kita sehari untuk
memperbaiki gubuk ini. Ada sebagian bahannya yang masih
dapat dipergunakan" Paksi tidak menjawab. Tetapi ia mengangguk kecil.
Sementara itu, langitpun menjadi semakin muram. Senja
mulai turun. Sementara itu, Paksi dan Wijang masih
mempunyai beberapa buah pisang yang dapat mereka makan.
Malam itu keduanya tidur di atas ketepe yang masih
mereka temukan di gubuk itu. Bergantian. Mereka tidak tahu,
apakah lingkungan itu masih saja seperti pada saat-saat
mereka tinggal di gubuk itu, atau menjadi lebih garang.
Karena itu, maka mereka harus lebih berhati-hati.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wijanglah yang tidur lebih dahulu. Baru kemudian di
tengah malam tanpa dibangunkan, Wijang itupun bangun
sendiri. "Tidurlah" berkata Wijang. "Aku sudah terlalu lama tidur.
Kepalaku akan dapat menjadi pening jika aku tidur lebih lama
lagi" Paksilah yang kemudian berbaring berselimut kain
panjangnya. Dinginnya malam serasa menggigit tulang. Kaki
Gunung Merapi itu rasa-rasanya telah membeku. Dedaunan,
pepohonan dan rerumputan berdiri diam mematung. Tidak
ada angin seberapa lembutnya pun.
Sejenak kemudian, Paksipun terlelap. Ia memang sudah
mulai mengantuk pada saat Wijang itu terbangun.
Menjelang fajar Paksipun telah bangun. Keduanyapun telah
pergi ke sungai untuk membersihkan diri.
Ketika langit terang, keduanya telah duduk di depan gubuk
mereka yang berserakkan. Dengan nada berat Wijangpun
bertanya, "Apakah kau sudah siap untuk memperbaiki gubuk
kita?" Paksi mengangguk sambil berdesis, "Marilah. Aku kira kita
tidak memerlukan waktu terlalu lama"
"Ya. Besok kita dapat turun untuk melihat suasana. Kita
harus mengenali kembali lingkungan ini sebelum kita
bergerak. Menurut jejak pelacakan kita, Ki Gede Lenglengan
memang berada di sisi selatan Gunung Merapi. Sedang
sepasang suami-istri itu untuk sementara kita anggap saja
Repak Rembulung dan Pupus Rembulung, sebelum kita
menemukan kemungkinan lain"
Paksi mengangguk-angguk. Sementara itu Wijang yang
benar-benar bersikap sebagai seorang kakak yang sangat
memperhatikan adiknya berkata, "Nah, apakah kita akan
mencari makanan lebih dahulu sebelum mulai dengan kerja?"
"Ke mana kita mencari makanan?"
"Di sebelah ada hutan yang memberikan kesempatan kita
berburu. Di sungai banyak terdapat ikan. Nah, kita akan dapat
mengasapinya. Kita buat api di pinggir sungai itu. Mungkin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
asapnya akan membubung. Mudah-mudahan tidak ada orang
yang memperhatikannya dan apalagi datang untuk
menengoknya" "Nanti saja, Wijang. Sekarang kita mulai dengan kerja. Kita
berharap bahwa di rumpun pisang itu kita mendapatkan
pisang yang sudah masak"
Wijang mengangguk-angguk. Iapun kemudian bangkit
berdiri sambil menarik sepasang pisau belatinya. Katanya,
"Nah, kau pakai yang satu. Kau siapkan tiangnya. Aku akan
mengambil pelepah kelapa itu untuk membuat ketepe. Dinding
gubuk ini harus diperbaharui"
Paksi tidak menjawab. Diterimanya pisau belati itu. Namun
ketika Wijang melangkah pergi, Paksipun berkata, "Kau akan
memanjat pohon kelapa itu?"
"Ya. Bukankah di pinggir kali kecil itu berderet pohon
kelapa yang berdaun lebat" Bukan hanya daunnya, tetapi juga
buahnya. Tidak ada yang memetiknya, sehingga berjatuhan
dan hanyut ke hilir. Yang tersangkut di tepian akan tumbuh
dan berbuah pula" Paksi tidak bertanya lagi. Tetapi ia mulai memilih potongan-
potongan bambu yang masih mungkin dipakai. Yang sudah
lapuk telah disingkirkan. Untuk menggantikan bambu yang
sudah tidak dapat dipergunakan lagi, maka Paksipun harus
memotong bambu dari rumpun bambu atau batang kayu yang
tegak dan lurus, di pinggir hutan.
Sehari itu, keduanya telah bekerja keras untuk membangun
kembali gubuk itu. Wijangpun kemudian menyeret beberapa
pelepah kelapa untuk membuat ketepe yang dapat
dipergunakan untuk dindingnya.
Sementara itu, mereka masih menemukan bekas atap
ilalang yang dihanyutkan angin. Merekapun harus
memperbaharuinya pula. Dicarinya ilalang kering untuk
melengkapi atap gubuknya.
Seperti yang mereka perhitungkan, maka hari itu juga
mereka telah menyelesaikan sebagian besar dari gubuk
mereka. Atap pun telah terpasang. Demikian pula dinding
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketepe meskipun lembar-lembar daun kelapanya masih basah.
Jika daun itu kering dan menyusut, maka mereka harus
merangkapinya dengan yang baru agar menjadi rapat.
Ketika matahari menjadi semakin rendah, maka Paksipun
berkata, "Kita sudahi kerja kita hari ini. Kita sempat mencari ikan dan mandi di sungai. Malam nanti kita akan mengasapi
beberapa ekor ikan yang dapat kita tangkap. Sementara itu,
kita dapat memetik buah pisang di rumpun-rumpun pisang di
dekat tebing sungai itu"
Wijang mengangguk. Katanya, "Baiklah. Malam nanti kita
sudah dapat tidur di dalam sebuah gubuk yang tertutup serta
beratap" Demikianlah, maka keduanyapun pergi ke sungai untuk
membersihkan diri. Mereka sempat lewat di rumpun batang
pisang yang lebat. Beberapa tandan pisang yang masak masih
bergayut di batangnya. Ada di antaranya yang telah roboh.
Tetapi ada pula yang telah dimakan burung.
Ketika malam turun, maka Wijang dan Paksi yang letih
telah berbaring di dalam gubuknya. Beberapa ekor ikan yang
telah diasapi diletakkan di atas selembar daun pisang. Di
sebelahnya, terkumpul duri beberapa ekor ikan yang telah
dimakan dagingnya serta kulit pisang kapok kuning.
Sambil berbaring keduanya masih sempat berbincang
tentang rencana apa yang segera akan mereka lakukan.
"Paksi" berkata Wijang kemudian, "kita tidak boleh tergesa-
gesa. Kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di
lingkungan ini setelah kita beberapa lama meninggalkannya.
Mungkin adikmu berada di tangan Repak Rembulung dan
Pupus Rembulung. Namun kita ketahui, bahwa sebelumnya
ada permusuhan antara Repak Rembulung dan Pupus
Rembulung serta beberapa perguruan yang lain dengan Harya
Wisaka. Jika adikmu merupakan bagian dari anak-anak muda
yang dipersiapkan bagi masa datang oleh Harya Wisaka,
seharusnya mereka tidak berada di lingkungan Repak
Rembulung dan Pupus Rembulung"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi mengangguk-angguk. Katanya, "Menurut perhitungan
nalar memang demikian. Tetapi mungkin ada perubahan sikap
justru setelah Harya Wisaka tertangkap. Kita pun tidak tahu
hubungan antara Ki Gede Lenglengan dengan Repak
Rembulung dan Pupus Rembulung"
"Ya. Banyak kemungkinan yang dapat terjadi. Karena itu,
apakah yang sebaiknya kita lakukan" Apakah berusaha
mencari hubungan dengan Repak Rembulung dan Pupus
Rembulung" Mungkin kita dapat pergi ke Panjatan. Atau
mungkin ke tempat yang lain. Tetapi kita harus tetap
menyadari, bahwa sebenarnyalah di antara perguruan-
perguruan itupun terdapat persaingan. Mereka dahulu terikat
dalam satu kerjasama untuk menentang Paman Harya Wisaka.
Tetapi sekarang setelah Paman Harya Wisata tertangkap,
persoalannya tentu berbeda. Aku tidak yakin, bahwa mereka
sudah melupakan cincin kerajaan yang mereka anggap berada
di daerah ini. Sepanjang cincin itu masih belum mereka
ketemukan, maka mereka tentu masih berusaha mencarinya"
"Tetapi berita bahwa cincin itu sudah berada di istana tentu
sudah mereka dengar pula. Pangeran Benawa telah berada di
istana pula" "Tetapi Pangeran Benawa itu sekarang sedang
meninggalkan istana, sementara cincin itu masih ada
padanya" Paksi menarik nafas dalam-dalam. Iapun kemudian
bergumam seolah-olah ditujukan kepada diri sendiri, "Tidak
seorang pun tahu, ke mana perginya Pangeran Benawa
sekarang. Tidak pula ada ceritera tentang daru yang jatuh di daerah
ini, sehingga agaknya mereka tidak berkumpul saling
bermusuhan di sisi selatan kaki Gunung Merapi"
"Kau benar, Paksi. Meskipun demikian, daerah ini
merupakan daerah yang asing bagi kita sekarang"
Paksi mengangguk-angguk. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudahlah" berkata Wijang, "kita beristirahat. Aku akan
tidur sampai tengah malam. Kemudian bergantian kau yang
tidur" Paksi mengangguk pula. Ketika Wijang memejamkan matanya, maka Paksi justru
bangkit berdiri dan melangkah ke pintu. Didorongnya pintu
gubuknya yang juga terbuat dari ketepe yang dirangkap.
Demikian Paksi berada di luar pintu, maka terasa dingin
malam menjadi semakin mencengkam. Langit nampak bersih
ditaburi bintang yang jumlahnya tidak terhitung. Hutan lereng
gunung nampak hitam pekat. Gumuk-gumuk kecil yang
berserakan bagaikan batu-batu raksasa yang tergolek
membeku. Paksipun duduk di atas sebuah batu yang besar. Batu itu
sudah berada di tempat itu sejak ia membual gubuknya
pertama kali. Paksi sempat merenung beberapa lama. Wajah-wajah dari
orang-orang terdekat mulai membayang di angan-angannya.
Ibunya, adik perempuannya dan yang paling jelas nampak
adalah adik laki-lakinya. Wajah itu nampak muram dengan
beberapa bercak noda yang melekat.
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Pertanyaan itu semakin
lama semakin menghunjam di dadanya. Apakah ia akan dapat
menemukan adiknya" Tetapi seandainya ia dapat
menemukannya, apakah adiknya mau mendengar kata-
katanya, bahkan seandainya ia mengatas-namakan ibunya"
Jantung Paksi terasa berdentang semakin cepat. Ia merasa
betapa beratnya hari-hari yang akan dijalaninya dalam
hubungannya dengan usahanya mencari dan membawa
adiknya pulang dan menyerahkannya kepada ibunya.
Paksipun menyadari, bahwa di hati adiknya telah tertabur
racun. Adiknya tidak lagi menganggapnya sebagai saudaranya.
Tetapi justru sebagai musuhnya.
Ketika Paksi kemudian menengadahkan wajahnya,
dilihatnya sebuah bintang meluncur dengan cepat. Ia sudah
sering melihat lintang alian yang meluncur di langit. Bahkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
apa yang disebut ndaru dan teluh braja, yang berwarna
kehijau-hijauan dan kemerah-merahan.
Paksi itupun kemudian bangkit berdiri. Beberapa langkah ia
berjalan ke samping gubuk kecilnya. Langkahnya terhenti
ketika Paksi mendengar aum seekor harimau di pinggir hutan
lereng gunung. Suaranya bergaung oleh gema yang seakan-
akan sahut-menyahut. Namun ketika dingin malam terasa semakin menusuk-
nusuk kulit, Paksipun masuk kembali ke dalam gubuknya.
Kemudian ditutupnya kembali pintunya rapat-rapat.
Seperti malam sebelumnya, menjelang tengah malam,
Wijang telah terbangun. Sambil duduk dan mengusap
matanya, Wijangpun berdesis, "Sekarang giliranmu tidur"
Paksi tidak menjawab. Dibaringkannya tubuhnya di atas
anyaman ketepe berselimut kain panjangnya.
Wijanglah yang kemudian duduk sambil menyilangkan
kakinya. Namun beberapa saat kemudian, setelah Paksi
tertidur, Wijangpun bangkit dan melangkah keluar pula dari
gubuknya. Tetapi Wijangpun tidak lama berada di luar. Ia
merasa lebih hangat berada di dalam gubuknya daripada di
luar. Sementara itu kabut pun mulai turun dari lambung bukit,
menyelimuti Gunung Merapi yang seakan-akan kedinginan itu.
Menjelang fajar, Paksipun telah terbangun. Berdua mereka
pergi ke sungai yang tidak terlalu jauh dari gubuk itu.
Sementara itu kabut masih tersangkut di kaki bukit, sehingga
Wijang dan Paksi harus sangat berhati-hati. Kecuali jalan yang licin, pandangan mata mereka pun terhalang oleh lapisan
kabut yang keputih-putihan itu.
Setelah mereka berbenah diri, maka Wijangpun berkata,
"Paksi, sebaiknya kita mengamati keadaan di sekitar tempat
ini untuk menentukan sikap kita lebih jauh"
Paksi mengangguk. Katanya, "Ya. Kita akan melihat-lihat.
Apakah telah terjadi perubahan di lingkungan ini"
Menjelang matahari terbit, maka keduanyapun telah
meninggalkan gubuk mereka. Keduanya belum merencanakan
untuk membersihkan lingkungan di sekitar gubuk itu. Mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih belum tahu, apakah mereka akan tinggal untuk waktu
yang panjang di gubuk itu.
Beberapa saat kemudian, keduanya mulai menuruni kaki
Gunung Merapi. Mereka berjalan di padang perdu yang


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bagaikan bergelombang. Gerumbul perdu berserakkan di
sana-sini. Tidak jauh dari padang perdu itu nampak hutan
lereng gunung yang garang. Pohon-pohon raksasa tumbuh
saling berdesakan. Namun pohon-pohon perdu pun tumbuh
pula di antaranya, sehingga agaknya sulit untuk menyibak
memasuki hutan yang lebat dan liar itu.
Beberapa saat kemudian, Wijang dan Paksi sampai pada
sebuah jalan setapak yang sempit di sela-sela lekuk-lekuk
tanah di padang perdu itu. Tetapi agaknya jalan itu tidak
pernah tersentuh kaki. Mungkin sekali dua kali ada orang yang
sedang mencari kayu lewat di jalan setapak itu. Itupun tentu
jarang sekali, karena di hutan itu masih berkeliaran berbagai
jenis binatang buas. Menurut penglihatan Wijang dan Paksi, masih belum
terdapat banyak perubahan di sekitar tempat itu. Yang mereka
lihat masih yang dahulu juga. Ada sebatang pohon raksasa di
dekat sebuah gumuk kecil yang roboh. Agaknya angin pusaran
yang kuat telah memutar dan mencabut pohon itu sehingga
roboh. Daun-daunnya sudah rontok. Namun beberapa tunas
baru justru telah tumbuh di pangkal batang yang roboh itu.
Agaknya sebagian akarnya yang masih menghunjam ke bumi,
masih juga mampu menghisap makanan dari dalam tanah
untuk menghidupi tunas-tunas yang baru itu.
"Nampaknya kita akan sampai ke jalan yang menuju ke
pasar, Paksi" berkata Wijang kemudian.
"Ya. Tetapi apakah sebaiknya kita benar-benar pergi ke
pasar?" "Baiklah. Mungkin ada yang dapat kita dengar apa yang
terjadi di pasar itu"
Dengan kesepakatan itu maka merekapun berjalan lebih
cepat menuju ke pasar. Ketika mereka semakin mendekati
pasar yang sering mereka kunjungi, jantung mereka menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berdebar-debar. Dari kejauhan mereka sudah melihat, bahwa
masih ada kesibukan di pasar itu.
Namun rasa-rasanya pasar itu menjadi lebih sepi dari
beberapa saat yang lewat, ketika mereka masih sering datang
ke pasar itu. Beberapa puluh langkah dari pintu gerbang pasar mereka
berhenti. Dengan nada dalam Paksipun berdesis, "Apakah
karena hari ini bukan hari pasaran, maka pasar itu nampak
agak sepi?" "Bukan karena itu, Paksi. Ketika kita sering datang ke pasar
ini, merupakan bukan hari pasaran, pasar ini nampak lebih
ramai dari hari ini"
Paksi mengangguk-angguk. Sudah cukup lama ia tidak
pergi ke pasar itu. Agaknya memang sudah terjadi banyak
perubahan. "Marilah. Kita masuk. Kita sudah berada di pasar. Jika nanti
kita kembali ke gubuk, kita dapat membawa beberapa alat
yang barangkali kita perlukan. Di pasar itu tentu masih ada
orang yang berjualan gerabah. Kita dapat membeli mangkuk,
periuk dan barangkali kuali, di samping bumbu dapur,
terutama garam" ajak Wijang.
Paksi mengangguk sambil menjawab, "Marilah, kita akan
melihat, apakah isi pasar itu masih seperti dahulu"
Keduanyapun kemudian melangkah mendekati pintu
gerbang pasar. Beberapa buah kedai masih nampak berdiri di
depan pasar. Tetapi pada hari itu hanya ada dua buah kedai
yang dibuka. Sesaat kemudian, maka mereka pun telah berada di dalam
pasar. Masih banyak orang berjualan. Masih banyak pula
orang yang berbelanja. Tetapi memang tidak seramai
beberapa waktu yang lalu.
Ketika keduanya berjalan untuk melihat-lihat, merekapun
terkejut. Demikian mereka berpaling, mereka melihat penjual
dawet itu masih berjualan, meskipun tempatnya agak
bergeser. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukankah kalian berdua yang dahulu sering membeli
dawetku?" bertanya penjual dawet itu.
Wijang dan Paksipun melangkah mendekat. Sambil
tersenyum Paksipun menjawab, "Ya, Paman. Kami dahulu
sering membeli dawet di sini. Tetapi bukankah dahulu Paman
tidak berjualan di sini?"
"Hanya sedikit beringsut, anak muda. Agak lebih jauh dari
pintu gerbang. Duduklah. Apakah sekarang kalian juga akan
membeli dawet lagi?"
"Ya, Paman" jawab Wijang dengan serta-merta.
Paksipun tersenyum pula. Iapun ingin juga minum dawet
cendol yang manis itu setelah sebelumnya ia hanya minum air
dari belik saja. Sambil menyendok cendol ke dalam mangkuk, penjual
dawet itupun bertanya, "Ke mana saja kalian selama ini"
Sudah lama sekali kalian tidak nampak di pasar"
"Menengok pamanku, Paman"
"Ya. Saat itu kau memang mengatakan akan menengok
pamanmu. Tetapi begitu lama?"
"Kami tidak boleh pulang. Paman dan bibi sendirian di
rumah" "Apakah mereka tidak mempunyai anak?"
"Ada, Paman. Tetapi tidak seorang pun dari anak-anaknya
yang tinggal bersamanya. Setelah mereka menikah, maka
satu-satu mereka meninggalkan paman dan bibi, ikut suami
mereka masing-masing"
"Apakah anaknya semuanya perempuan?"
"Ya. Enam orang. Semuanya perempuan. Sementara itu
paman dan bibi tidak mau meninggalkan rumah warisan dari
kakek dan nenek. Jika saja paman dan bibi mau tinggal
bersama salah seorang anaknya, maka tidak akan ada
masalah lagi. Semua anak perempuannya minta agar paman dan bibi
tinggal bersama mereka. Tetapi mereka tidak mau. Mereka
memilih kesepian tinggal di rumah warisan. Nah, ketika aku
dan Kakang menengok mereka, maka kami berdualah yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jadi pengganti anak-anak mereka. Kami mau tidak mau harus
tinggal bersama mereka"
"Sekarang, kenapa mereka kalian tinggalkan?"
Paksi termangu-mangu sejenak. Yang menyahut adalah
Wijang, "Anak paman yang bungsu baru saja melahirkan. Ada
alasan baginya untuk minta bibi menungguinya. Bahkan
bersama paman" "Lalu rumah paman dan bibimu kalian tinggal begitu saja?"
"Tidak. Rumah itu kami titipkan tetangga. Tetapi tetangga
ini masih ada juga hubungan darah meskipun sudah agak
jauh" Penjual dawet itu terdiam. Sementara itu mangkuk Wijang
dan Paksipun telah kosong pula.
"Tambah lagi, Ngger?" bertanya penjual dawet itu.
Meskipun masih terhitung pagi, tetapi rasa-rasanya Wijang
dan Paksi itu sudah kehausan. Karena itu, maka merekapun
telah minta tambah lagi semangkuk dawet cendol.
"Lagi, Ngger?" bertanya penjual dawet itu ketika melihat
mangkuk dawet cendol Wijang dan Paksi telah habis kembali.
Wijang tertawa. Katanya, "Perutku sudah penuh dawet,
Paman. Meskipun kami belum makan pagi, rasa-rasanya perut
kami sudah kenyang" "Tetapi ada seorang yang minum dawet empat mangkuk
sekaligus, Ngger" Paksi mengerutkan dahinya. Rasa-rasanya ia memang
pernah mendengar penjual dawet itu berkata demikian.
Namun Wijangpun menjawab, "Perutku tidak cukup untuk
menampung empat mangkuk dawet itu, Paman"
Penjual dawet itu tertawa
Dalam pada itu, selagi mereka masih duduk di lincak di
depan penjual dawet itu, Paksipun bertanya, "Paman, kenapa
pasar ini terasa sepi" Mungkin hari ini memang bukan hari
pasaran, tetapi bukankah biasanya tidak di hari pasaran pun
pasar ini terasa lebih ramai?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hari ini pasar ini sudah bertambah ramai. Tiga hari yang
lalu, pasar ini menjadi sangat sepi. Hampir tidak ada seorang
pun yang berjualan dan berbelanja di pasar ini"
"Kenapa?" Orang itu menarik nafas dalam-dalam. Ketika ada seorang
perempuan yang membimbing anaknya membeli dawet, maka
Paksi dan Wijangpun bergeser menepi, sehingga perempuan
dan anaknya itu duduk pula di lincak panjang itu.
"Pasarnya sudah mulai agak ramai lagi, ya Kang?" berkata
perempuan itu. "Ya. Dua hari dawetku tidak laku"
"Jadi kemarin dan kemarin lusa, Kakang juga berjualan?"
"Ya. Menurut pendapatku, aku tidak akan diganggu"
"Bukan itu, Kang. Tetapi seharusnya Kakang juga
memperhitungkan, bahwa pasar ini akan menjadi sepi dan
tidak ada orang yang membeli"
"Aku sudah memperhitungkan. Aku pun hanya membuat
dawet dan cendolnya seperempat dari hari-hari biasanya.
Namun ternyata yang seperempat itu pun tidak habis"
"Seharusnya Kakang tahu, bahwa pasar ini akan menjadi
kosong barang dua tiga hari. Baru hari ini Kakang keluar
dengan dagangan Kakang"
"Aku salah hitung. Barangkali aku hanya ingin
menyombongkan diri bahwa aku tidak takut meskipun terjadi
kerusuhan" "Kakang tidak usah berbuat seperti itu. Kecuali dagangan
Kakang tidak laku, jika terjadi sesuatu dengan Kakang, itu
karena salah Kakang sendiri"
Penjual dawet itu mengangguk-angguk. Sementara itu,
perempuan dan anaknya itu telah selesai menghirup dawet
semangkuk. Perempuan itupun kemudian membayar harga
dawet itu sambil berkata, "Sudahlah, Kang. Tetapi lain kali,
Kakang harus lebih berhati-hati. Uang memang dapat dicari,
Kang. Tetapi di mana Kakang akan membeli nyawa, jika
nyawa Kakang hilang?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Penjual dawet itu tertawa. Katanya, "Baiklah. Lain kali aku
akan berhati-hati" Ketika perempuan dan anaknya itu sudah pergi, maka
Wijangpun bertanya, "Ada apa sebenarnya beberapa hari yang
lalu itu?" Penjual dawet itu termangu-mangu. Diedarkannya
pandangannya ke sekelilingnya, seakan-akan ada yang sedang
dicarinya, namun kemudian penjual dawet itupun berkata,
"Ada orang ngamuk, Ngger"
"Orang ngamuk?"
"Semula orang itu memang tidak mengamuk. Tetapi
agaknya ia memerlukan uang. Karena itu maka orang itu pun
memaksa beberapa orang yang berjualan di pasar untuk
memberi uang kepadanya, yang jumlahnya terhitung besar"
Wijang dan Paksi mendengarkan ceritera penjual dawet itu
dengan seksama. Sementara itu penjual dawet itupun berkata,
"Tentu saja ada yang merasa berkeberatan. Apalagi mereka
yang dagangannya belum laku"
"Orang itu tidak mau mengerti?"
"Ya. Orang itu tidak mau mengerti. Karena itu, maka
segera terjadi perselisihan. Ketika beberapa orang laki-laki
termasuk orang yang bertugas di pasar ini berusaha
mengusirnya, maka orang itupun telah mengamuk"
"Ia seorang diri?"
"Sebenarnya ia tidak seorang diri. Tetapi agaknya kawan-
kawannya tidak ikut campur"
"Orang itu telah membunuh?"
"Tidak ada yang terbunuh. Tetapi beberapa orang terluka
cukup parah. Ia berhenti ketika beberapa orang menyatakan
kesediaan mereka untuk mengumpulkan uang sebagaimana ia
minta" "Paman dapat menyebut ciri-ciri orang itu?"
"Untuk apa kau mengetahui ciri-cirinya?"
"Tidak apa-apa, Paman. Sekedar ingin tahu saja"
Penjual dawet itupun kemudian telah menyebut ciri-ciri
orang itu dan satu dua orang yang datang bersamanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wijang dan Paksi mendengarkan dengan sungguh-
sungguh. Ciri-ciri orang itu menunjukkan bahwa orang itu
ialah Ki Gede Lenglengan.
"Jadi orang itu telah pernah berada di pasar ini?" berkata
Paksi di dalam hatinya. Dengan demikian, maka Paksipun
menjadi berdebar-debar. Ia merasa bahwa ia sudah berada
tidak terlalu jauh lagi dari adiknya. Tetapi ke mana ia harus
mencarinya" Menurut dugaannya, maka Ki Gede Lenglengan
tidak akan kembali lagi ke pasar itu. Ia tentu akan
melanjutkan perjalanan. Tetapi jika tempat tinggal suami isteri yang menerima anak-anak muda dari padepokan Ki Gede
Lenglengan itu tidak jauh dari pasar ini, maka Ki Gede
Lenglengan itu tentu akan pernah kembali lagi.
Hampir di luar sadarnya Wijangpun bertanya, "Bagaimana
dengan perempuan-perempuan cantik yang dahulu sering
berbelanja di pasar ini tetapi mereka membayar menurut
kehendak mereka sendiri itu" Mereka yang tidak mau tahu
tentang harga yang sebenarnya dari bahan-bahan makan atau
alat-alat yang mereka beli?"
"Sudah jarang sekali terjadi, Ngger. Dahulu memang
berkeliaran orang-orang aneh di pasar ini. Tetapi mereka tidak mengamuk seperti beberapa hari yang lalu itu"
"Tetapi bukankah perkelahian sering terjadi?"
"Ya. Di antara orang-orang asing itu"
"Tetapi apakah sepasar ini tidak mampu menangkap satu
orang yang mengamuk itu?"
"Tidak, Ngger. Bahkan orang itu telah menunjukkan
pangewan-ewan. Ia dapat menunjukkan hal-hal yang tidak
masuk akal. Kau lihat cabang pohon yang patah itu" Kami
tidak tahu apa yang sudah terjadi. Tiba-tiba saja yang kami
lihat, cabang itu berderak dan patah"
Wijang dan Paksi hanya mengangguk-angguk saja. Mereka
pun hampir pasti, bahwa orang itu adalah Ki Gede
Lenglengan. Dalam pada itu, beberapa saat lamanya Wijang
dan Paksi duduk di lincak panjang di depan penjual dawet itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sejenak kemudian, dua orang perempuan telah berhenti di
lincak itu pula.

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Paman" berkata Paksi kemudian, "kami minta diri. Besok
kami akan singgah lagi jika kami pergi ke pasar"
"Kalian tidak kembali ke rumah paman kalian?"
"Ya. Tetapi kami masih mempunyai waktu selama paman
dan bibi masih menunggui cucunya yang baru lahir itu"
Demikianlah, Wijang dan Paksi telah melangkah lagi
berkeliling di dalam pasar. Mereka tidak melihat penjual nasi
megana itu. Mungkin orang itu masih takut kepada orang
yang mengamuk. Tetapi mungkin juga karena orang itu
memang sudah tidak berjualan lagi.
Namun beberapa saat kemudian, Wijangpun berkata, "kita
berhenti di kedai itu, Paksi"
Paksi mengerutkan dahinya. Namun kemudian iapun
mengangguk. Katanya, "Marilah"
Keduanyapun kemudian telah singgah di salah satu kedai
yang buka di depan pasar itu. Dari pemilik kedai itu, Wijang
dan Paksi mendengar ceritera tentang orang yang mengamuk
beberapa hari yang lalu seperti ceritera penjual dawet cendol
itu. Bahkan orang-orang yang sudah lebih dahulu duduk di
kedai itu, juga masih memperbincangkannya.
"Tidak ada seorang pun yang dapat mencegahnya" berkata
salah seorang yang duduk di kedai itu. "Berapa pun
banyaknya uang yang dimintanya, harus disediakan. Jika
tidak, maka akibatnya akan menjadi sangat buruk"
"Mudah-mudahan ia tidak kembali lagi"
"Ya. Agaknya orang itu hanya sekedar lewat. Sebelumnya
belum pernah ada yang melihat orang itu berkeliaran di sini
atau di sekitar padukuhan ini"
Wijang dan Paksi ikut mendengarkan pembicaraan itu.
Tetapi tidak ada petunjuk-petunjuk lebih jauh. Sambil
menyuapi mulutnya Paksipun bertanya, "Apakah kita akan
pergi ke Panjatan?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wijang mengerutkan dahinya. Dengan nada tinggi iapun
bertanya, "Kenapa tiba-tiba saja kau akan pergi ke Panjatan"
Apakah kau mengira bahwa Ki Gede Lenglengan menemui
Repak Rembulung dan Pupus Rembulung di Panjatan?"
"Bukankah itu satu kemungkinan?"
Wijang mengangguk-angguk. Panjatan memang salah satu
tempat yang harus dilihat. Mungkin adik Paksi itu memang
dibawa ke Panjatan, karena Repak Rembulung dan Pupus
Rembulung seakan-akan memiliki lingkungan tersendiri di
padukuhan itu. "Baiklah" berkata Wijang, "kita sudah tahu, setidak-
tidaknya dugaan kita kuat, bahwa Ki Gede Lenglengan itu
sudah pernah singgah di pasar ini, sehingga menurut dugaan
kita, Ki Gede Lenglengan itu berada di sekitar tempat ini.
Dengan demikian, maka kita akan mencoba mencarinya di
tempat-tempat yang ada hubungannya dengan Repak
Rembulung dan Pupus Rembulung, karena kita juga menduga,
bahwa adikmu yang diasuh oleh dua orang suami-istri itu
berada di tangan Repak Rembulung dan Pupus Rembulung"
Paksipun mengangguk-angguk. Sementara itu Wijangpun
berkata perlahan-lahan, "Tetapi kita harus sangat berhati-hati.
Jika Ki Gede Lenglengan berada bersama-sama dengan Repak
Rembulung dan Pupus Rembulung, maka kumpulan itu akan
menjadi kumpulan yang sangat berbahaya"
Paksi masih mengangguk-angguk. Dihirupnya wedang sere
yang hangat setelah ia menghabiskan nasinya.
"Aku mengerti" berkata Paksi kemudian. "Kita memang
harus sangat berhati-hati"
"Jika kita ingin pergi ke Panjatan, menurut pendapatku
sebaiknya kita pergi di malam hari. Banyak perlindungan yang
kita dapatkan dari kegelapan malam. Apalagi Repak
Rembulung dan Pupus Rembulung sudah mengenal kita
berdua, meskipun mereka hanya mengenal ujud saja. Tetapi
jika adikmu melihat kita, maka keadaan akan menjadi sangat
gawat" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika aku ingin bertemu dengan adikku, maka ia tentu akan
melihat aku" "Tetapi bukankah tidak dengan serta-merta" Jika kita tahu
di mana adikmu itu berada, maka kita dapat membuat
rencana khusus untuk dapat menemuinya"
Paksi mengangguk-angguk. Ia sependapat dengan Wijang,
bahwa mereka berdua tidak dapat begitu saja datang ke
Panjatan untuk mencari adik laki-lakinya. Karena itu, maka
keduanyapun kemudian sepakat untuk pulang ke gubuk
mereka lebih dahulu, agar mereka dapat merenungi langkah-
langkah yang akan mereka lakukan.
Sebelum keduanya pulang, maka keduanya masih
memerlukan singgah di pasar. Paksipun kemudian setuju
untuk membeli kelengkapan sehari-hari serta bahan makan
yang mereka butuhkan sehari-hari pula, terutama garam.
Ketika mereka keluar dari pintu gerbang pasar, merekapun
terkejut. Tiba-tiba saja di hadapan mereka berdiri Kinong.
"Kinong" Kau Kinong, kan?"
"Ya, Kakang" "Kau cepat menjadi besar, Kinong. Kau sudah begitu tinggi
sekarang" "Ya, Kakang" "Kau masih bekerja di pasar ini?"
"Masih, Kakang. Setiap hari aku berada di pasar. Ibu juga
setiap hari masih berada di pasar. Aku pernah berhenti dan
membantu tetangga bekerja di sawah. Tetapi di musim seperti
sekarang ini, untuk sementara tidak ada kerja di sawah.
Karena itu, aku kembali ke pasar"
"Tetapi kau datang terlalu siang"
"Aku ragu-ragu untuk datang hari ini, Kakang. Beberapa
hari ini pasar kosong, setelah orang yang berilmu sangat
tinggi itu mengacaukannya"
"Tetapi bukankah sekarang sudah menjadi ramai lagi?"
"Aku tadi sekedar ingin melihat. Besok aku akan datang
pagipagi" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mungkin besok kita akan ketemu lagi. Sementara pasar
akan menjadi lebih ramai"
"Kakang sudah tahu apa yang terjadi beberapa hari yang
lalu?" "Sudah, Kinong. Aku sudah mendengar dari paman penjual
dawet cendol dan dari pemilik kedai itu"
"Kakang sekarang sudah kembali kemari?"
"Tetapi pada saatnya aku harus pergi lagi"
"Seharusnya Kakang tidak pergi lagi"
Paksi dan Wijang tertawa. Kinong memang tidak lagi
kanak-kanak seperti saat mereka tinggalkan. Sekarang Kinong
sudah menjadi remaja. Tubuhnya cepat tinggi. Tetapi nampak
kurus. Wijang dan Paksipun kemudian minta diri.
Sambil mengangguk hormat Kinong berkata, "Silahkan,
Kakang. Besok aku mengharap Kakang datang pula ke pasar"
Paksi tertawa. Diambilnya keping uang dari kampilnya
sambil berkata, "Belilah nasi megana. He, di mana penjual
nasi megana itu sekarang" Apakah ia masih berjualan atau
tidak?" "Masih, Kakang. Tetapi agaknya ia menjadi ketakutan
sehingga sampai hari ini ia masih belum nampak"
"Kalau begitu, belilah yang lain. Nasi tumpang, atau ketan
ragi di ujung sana" Kinong nampak ragu-ragu untuk menerima uang itu.
Namun Paksi mendesaknya, "Jangan segan, Kinong. Bukankah
kita tetap berkawan seperti dahulu?"
Kinong akhirnya menerima uang itu sambil berdesis,
"Seharusnya aku melakukan sesuatu untuk menerima
imbalan" "Ini bukan upah, Kinong. Tetapi sebagai seorang kawan,
kita wajib saling membantu. Pada satu saat, akulah yang akan
membutuhkan bantuanmu. Apa pun ujudnya"
Kinong mengangguk. Katanya, "Terima kasih, Kakang. Jika
Kakang memerlukan tenaga untuk mengerjakan apa saja di
rumah Kakang, panggil aku. Hampir setiap hari aku berada di
pasar" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi menepuk bahu Kinong sambil berkata, "Sudahlah.
Aku akan pulang" "Jika saja aku tahu, Kakang berdua datang pagi ini"
Wijanglah yang menyahut, "Besok kami datang pagi-pagi"
"Aku juga akan datang pagi-pagi sekali"
Ketika Wijang dan Paksi kemudian meninggalkan pasar itu,
maka Kinong pun telah tenggelam di antara orang banyak.
Tetapi Kinong masih belum membawa keranjangnya. Seperti
yang dikatakan, ia baru melihat-lihat, apakah pasar itu sudah
menjadi ramai lagi. Hari itu, Wijang dan Paksi telah mempunyai seperangkat
alat dapur lagi, meskipun baru yang paling penting.
Disingkirkannya alat-alat dapurnya yang lama yang sudah
menjadi hijau karena lumutan. Namun di antaranya masih ada
yang dapat dipergunakannya.
Tetapi Wijang dan Paksi baru akan membuat api setelah
hari menjadi gelap, agar asap yang naik, tidak mudah dilihat
orang dari kejauhan. Namun Wijang dan Paksi sudah
merencanakan, malam nanti, mereka akan pergi ke Panjatan.
Di sisa hari itu, keduanya telah sibuk membersihkan ilalang.
Mula-mula di sekitar gubuk mereka, sehingga halaman gubuk
mereka menjadi nampak bersih seperti saat mereka masih
tinggal di situ. Beberapa bagian dari gubuk mereka yang
masih belum mapan, telah mereka perbaiki lagi. Wijang masih
saja memanjat pohon kelapa untuk mengambil pelepahnya. Ia
masih memerlukan beberapa lembar ketepe untuk merangkapi
dinding gubuknya yang kurang rapat, sehingga angin masih
mengalir masuk ke dalam. Namun keduanya belum merencanakan untuk menanam
jagung atau tanaman lain seperti sebelumnya.
Hari itu, keduanya sempat melihat goa yang ada di
belakang air terjun. Goa yang pernah menjadi tempat Paksi
menempa diri, melengkapkan dasar-dasar ilmunya.
Semuanya masih sama seperti saat ditinggalkannya.
Namun lumut yang tebal telah menutup guratan yang ada di
dinding ruangan yang agak luas di dalam goa itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun Paksi tidak memerlukannya lagi. Apalagi Wijang.
Mereka sudah menguasai dengan baik, apa yang terpahat di
dinding padas yang keras itu.
Ketika kemudian malam turun, maka merekapun telah
menyalakan api. Merebus air dan menanak nasi. Mengasapi
ikan yang mereka tangkap. Menyiapkan sambal terasi dan
membuat wedang jahe dengan gula kelapa. Karena mereka
belum sempat membuat gula sendiri, maka mereka membeli
gula kelapa ketika mereka pergi ke pasar.
Sedikit lewat wayah sepi bocah, Wijang dan Paksi telah siap
untuk berangkat ke Panjatan.
Perjalanan yang mereka tempuh memang agak panjang.
Tetapi sebagai pengembara mereka memiliki ingatan yang
tajam terhadap lingkungan yang pernah mereka jelajahi.
Karena itu, maka mereka tidak mengalami kesulitan untuk
menemukan jalan ke Panjatan.
Jalan yang menuju padukuhan itu masih seperti dahulu.
Masih banyak pohon gayam yang tumbuh di pinggir jalan.
Namun tiba-tiba saja Wijang memberi isyarat kepada Paksi
untuk berhenti. "Ada yang mengawasi kita" desis Wijang.
Paksi mengangguk. Katanya, "Ya. Aku juga merasakannya"
Karena itu, maka keduanyapun berhenti. Keduanya duduk
di bawah sebatang pohon gayam yang terhitung besar. Lebih
besar dari pohon gayam yang tumbuh di sebelah-menyebelah.
"Mereka masih berada di sekitar tempat ini" desis Wijang.
"Ya. Mereka justru mendekat"
Wijang dan Paksipun segera mempersiapkan diri. Paksi
meletakkan tongkatnya dekat di sisinya, sementara di
pergelangan tangan Wijang telah dikenakan pula perisai
khususnya. Sebenarnyalah empat orang telah merayap mendekati
Wijang dan Paksi yang duduk di bawah pohon gayam itu.
Namun Wijang dan Paksi masih saja tetap berdiam diri.
Bahkan Wijang sempat bersandar pohon gayam yang besar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu, meskipun sebenarnya ia sudah siap menghadapi segala
kemungkinan. Tetapi agaknya keempat orang yang merayap mendekat itu
juga masih menunggu, apa yang akan dilakukan oleh kedua
orang yang berjalan malam-malam menuju ke Panjatan. Untuk
beberapa saat mereka beradu kesabaran. Paksi sebenarnya
sudah tidak sabar lagi. Tetapi setiap kali Wijang memberinya
isyarat untuk tetap berdiam diri.
Akhirnya, keempat orang yang merayap mendekat itulah
yang tidak sabar lagi. Merekapun kemudian berloncatan ke
tanggul parit di pinggir jalan. Tetapi Wijang masih tetap
bersandar pohon gayam, sementara Paksipun masih saja
duduk di tempatnya. "Setan alas" geram seorang yang bertubuh tinggi besar dan
berkumis lebat, "apa yang kalian lakukan di sini?"
Wijang yang masih bersandar pohon gayam itu berkata,
"Kalian mengejutkan kami"
Tetapi keempat orang itu tidak yakin. Mereka sama sekali
tidak melihat kedua orang itu terkejut.
"Apa yang kalian lakukan di sini malam-malam, he?"
"Bukankah kalian melihat bahwa kami tidak berbuat apa-
apa" Kami duduk saja di sini sambil mengantuk"
"Jangan mencoba berpura-pura. Katakan, siapakah kalian
berdua?" Wijang termangu-mangu. Namun setelah merenung
sejenak, iapun berkata, "Sebenarnya apakah yang kalian cari,
sehingga malam-malam kalian mengawasi jalan menuju ke
Panjatan?" "Kalian belum menjawab pertanyaanku, siapakah kalian?"
"Kami orang baru di Panjatan" jawab Wijang.
Paksi mengerutkan dahinya. Karena ia tidak tahu maksud
Wijang, maka Paksi lebih baik berdiam diri daripada ia salah
ucap jika ia mencoba menyambung kata-kata Wijang.


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, orang yang bertubuh tinggi besar dan
berkumis tebal itupun bertanya untuk meyakinkan
pendengarannya, "Jadi kalian orang baru di Panjatan?"
"Ya" "Kalian berasal dari mana?"
"Kami datang dari Pajang"
Orang yang bertubuh tinggi besar itu menggeram. Katanya,
"Jadi benar berita bahwa Repak Rembulung dan Pupus
Rembulung sudah berkhianat"
"Berkhianat" Maksudmu?"
"Bukankah kalian berada di Panjatan tinggal bersama-sama
Repak Rembulung dan Pupus Rembulung?"
"Ya" jawab Wijang.
"Kau pengikut Harya Wisaka?"
Wijang menjadi ragu-ragu sejenak. Namun kemudian iapun
menjawab, "Ya. Tetapi sayang sekali, Harya Wisaka sudah
tertangkap. Apakah kau tidak mendengar?"
"Tentu aku mendengar. Orang di seluruh Pajang
mendengarnya. Tetapi aku tidak peduli. Aku mendendam
kepada Harya Wisaka dan sisa-sisa pengikutnya. Beberapa
orang saudara-saudaraku seperguruan telah dibunuh oleh
Harya Wisaka dan para pengikutnya. Bahkan Harya Wisaka
sendiri telah membunuh beberapa orang di antara mereka
dengan tangannya" "Para pengikut Harya Wisaka tidak bersalah. Kami juga
tidak bersalah. Kami sama sekali tidak tahu-menahu tentang
perbuatan Harya Wisaka, karena kami berada di sebuah
padepokan terpencil"
"Tetapi justru kalian adalah anak-anak muda yang
dipersiapkan oleh Harya Wisaka untuk meneruskan apa yang
disebutnya perjuangan itu. Pada saat yang gawat, kalian telah
dititipkan kepada Repak Rembulung dan Pupus Rembulung
yang sebelumnya bersama-sama kami menentang gerombolan
yang dipimpin oleh Harya Wisaka itu"
"Tetapi Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung
telah menerima kami dengan baik"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Itulah yang kami maksudkan dengan pengkhianatan.
Seharusnya Repak Rembulung dan Pupus Rembulung
membunuh kalian, anak-anak muda yang dipersiapkan bagi
masa mendatang itu. Karena kalian adalah bagian dari
gerombolan Harya Wisaka"
"Ada beberapa alasan kenapa Ki Repak Rembulung dan Nyi
Pupus Rembulung menerima kami" berkata Wijang. "Yang
terpenting adalah, bahwa Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus
Rembulung mulai meyakini kebenaran perjuangan Harya
Wisaka. Penyebab yang lain adalah, menurut kepercayaannya
yang tidak tertangkap, Harya Wisaka, memberikan uang
kepada Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung untuk
membiayai hidup kami serta balas jasa kepada mereka.
Selebihnya, Harya Wisaka menjanjikan masa depan yang
terbaik bagi Repak Rembulung dan Pupus Rembulung"
"Omong kosong. Yang terpenting bagi Repak Rembulung
dan Pupus Rembulung adalah uangnya. Bukan pengertian
tentang kebenaran perjuangan Harya Wisaka"
"Apa pun alasannya, tetapi kami sekarang adalah keluarga
Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung"
"Nah, dengan demikian, maka kami mempunyai alasan
ganda untuk menangkap kalian dan membawanya ke
perguruan kami" "Alasan ganda apa?"
"Pertama, kau merupakan bagian dari Harya Wisaka. Kalian
akan dapat menjadi sasaran dendam perguruan kami. Kedua,
kalian adalah keluarga Repak Rembulung dan Pupus
Rembulung yang telah berkhianat terhadap kebersamaan kami
menentang Harya Wisaka"
"Sebenarnya itu bukan kesalahan kami. Karena itu, kalian
tidak dapat menuntut balas kepada kami. Baik kami sebagai
bagian dari gerombolan Harya Wisaka, maupun kami sebagai
keluarga baru Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus
Rembulung" "Persetan dengan alasanmu. Yang penting bagi kami, kami
harus membalas dendam atas kejahatan yang pernah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dilakukan oleh Harya Wisaka sendiri serta para pengikutnya
atas perguruan kami"
"Jadi untuk itukah kalian malam-malam begini
merayaprayap di pematang sawah yang basah" Sekedar untuk
menunggu apakah ada orang yang kau anggap ikut bersalah
itu lewat atau tidak?"
"Bukan itu" sahut orang yang bertubuh tinggi besar itu.
"Sebenarnya kami hanya ingin tahu, apakah benar Repak
Rembulung dan Pupus Rembulung berada di Panjatan
bersama beberapa orang anak muda pengikut Harya Wisaka
yang disebut angkatan mendatang itu. Sekarang, setelah kami
kebetulan menemui kalian di sini, maka kami yakin, bahwa
Repak Rembulung dan Pupus Rembulung berada di Panjatan
bersama para pengikut Harya Wisaka itu"
"Kalian keliru. Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus
Rembulung tidak berada di Panjatan sekarang. Tadi siang
mereka sedang pergi ke tempat yang tidak kami ketahui"
"Kami tidak tergesa-gesa. Jika mereka pergi, maka pada
suatu saat mereka akan kembali. Yang sekarang ada adalah
kalian. Nasib kalianlah yang buruk. Kenapa kalian malam-
malam berkeliaran sehingga kalian telah berjumpa dengan
kami, yang mendendam para pengikut Harya Wisaka sampai
ke ujung rambut, serta yang merasa perlu untuk menghukum
Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung yang sudah
berkhianat" "Jika Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung tahu
bahwa kalian telah bertindak licik maka perguruan kalian akan
diratakan dengan tanah"
"Tidak ada yang tahu, siapa yang melakukannya. Keluarga
Repak Rembulung dan Pupus Rembulung hanya akan
menemukan mayat kalian di bawah pohon gayam ini. Repak
Rembulung dan Pupus Rembulung akan meratapi kematian
kalian, karena kalian dapat mendatangkan uang baginya.
Selanjutnya, kami akan dapat memanfaatkan kemarahan
Repak Rembulung dan Pupus Rembulung untuk menghimpun diri dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghancurkan mereka sama sekali, karena bagi kami, kedua
orang itu selain pengkhianat, juga orang yang sombongnya
sampai menggapai langit"
"Kalian telah membuat kami marah" geram Wijang.
"Jika kalian marah, apa yang akan kalian lakukan?"
"Membunuh kalian dan meninggalkan mayat kalian di
bawah pohon gayam ini. Perguruan kalianlah yang akan
meratapi kematian kalian. Setelah saudara-saudara
seperguruan kalian mati dibunuh oleh Harya Wisaka dan para
pengikutnya, sekarang adalah giliran kalian"
"Bersiaplah" geram orang yang bertubuh raksasa itu. "Kami
bukan orang-orang licik yang menyerang kalian sebelum
kalian bersiap" "Jika benar kalian bukan orang-orang licik, maka kita akan
bertempur seorang melawan seorang"
"Nasib kalianlah yang memang teramat buruk. Kami akan
melakukan bersama-sama, membunuh kalian berdua"
Wijangpun kemudian bangkit berdiri sambil menggeliat.
Bahkan sambil menguap iapun berkata kepada Paksi, "Adikku,
berdirilah. Ada empat ekor cecurut yang sedang menjelang
kematiannya" Paksi berusaha menyesuaikan diri dengan gaya Wijang.
Karena itu, maka katanya, "Apakah kau tidak dapat
menyelesaikan mereka seorang diri" Aku letih sekali. Aku ingin tidur barang sejenak. Nanti, menjelang fajar kita harus sudah
berada di sanggar untuk berlatih"
Wijang termangu-mangu sejenak. Kemudian jawabnya,
"Mungkin aku akan dapat membunuh mereka. Tetapi aku
sedang malas bekerja sendiri. Marilah, kita selesaikan mereka
sebentar, baru kemudian kita beristirahat"
Kesombongan kedua orang yang dianggap sebagai
pengikut Harya Wisaka itu membuat keempat orang itu
menjadi sangat marah. Seorang yang bertubuh pendek
berkata lantang, "Kita gantung tubuh mereka pada cabang
pohon gayam ini" Tetapi Paksi menyahut, "Apakah kalian membawa tali?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Diam, kau" bentak yang lain, yang bertubuh sedang agak
kekurus-kurusan. "Kainmu dapat dipergunakan untuk
menggantungmu setelah kalian berdua kami cincang sampai
mati" Wijang dan Paksipun kemudian bergeser ke tengah jalan,
sementara keempat orang itupun berloncatan mengepung
mereka dari segala arah. Wijang dan Paksi tidak berkata apa-apa lagi. Tetapi
merekapun telah mempersiapkan diri untuk menghadapi
keempat orang itu. Ketika keempat orang itu mulai bergerak, maka Wijang dan
Paksi telah mengambil jarak.
Sejenak kemudian, maka orang-orang itupun mulai
menyerang. Mereka telah menggenggam senjata di tangan
mereka. Dua orang di antara mereka bersenjata golok.
Seorang bersenjata bindi dan seorang yang lain bersenjata
kapak. Sementara itu Wijangpun telah memegang sepasang pisau
belatinya di kedua belah tangannya. Wijang dan Paksi masih
belum tahu tataran kemampuan lawan-lawan mereka. Karena
itu, maka mereka harus berhati-hati. Mereka tidak boleh
mengalami kesulitan karena kelengahan mereka sendiri.
Sejenak kemudian, Wijang dan Paksi itupun sudah terlibat
dalam pertempuran. Masing-masing harus menghadapi dua
orang lawan. Orang yang bertubuh tinggi dan besar itu bersama orang
yang bertubuh pendek bersama-sama menghadapi Wijang.
Sedang dua orang yang lain, seorang yang bertubuh sedang
agak kekurus-kurusan dan yang seorang lagi berwajah
garang, bertempur melawan Paksi.
Orang yang bertubuh raksasa itu sambil menggeram telah
mengayun-ayunkan kapaknya. Sedangkan orang yang
bertubuh pendek, memutar bindinya seperti baling-baling.
Ternyata bahwa keempat orang itu cukup tangkas
mempermainkan senjata mereka. Agaknya mereka benar-
benar menguasai senjata mereka dengan baik. Sehingga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan demikian, maka serangan-serangan merekapun
menjadi sangat berbahaya.
Namun Wijangpun menguasai senjatanya dengan matang
pula. Meskipun di tangan Wijang hanya tergenggam pisau
belati, namun pisau belati itu menjadi sangat berbahaya bagi
lawan-lawannya. Sementara itu, dua orang yang bertempur melawan Paksi,
masing-masing menggenggam golok yang besar dan panjang
di tangan mereka. Mereka menempatkan diri di arah yang
berlawanan, sehingga mereka dapat menyerang Paksi dari
arah yang berlawanan pula.
Tetapi Paksi cukup tangkas menghadapi mereka. Meskipun
kedua orang lawannya berada di arah yang berlawanan,
namun Paksi sama sekali tidak menjadi bingung menghadapi
mereka. Dalam pertempuran yang terjadi kemudian, maka Wijang
dan Paksipun telah mampu menjajagi ilmu lawannya. Mereka
memang harus berhati-hati, karena lawan-lawan mereka
memang memiliki bekal yang kuat.
Dengan senjatanya yang pendek, Wijang harus bergerak
dengan cepat. Setiap kali ia menyerang, maka Wijangpun
harus segera keluar dari jarak jangkau senjata lawannya yang
terayun-ayun mengerikan itu. Suara kapak dan bindi itu ber
desing susul-menyusul seperti suara beberapa ekor kumbang
yang berterbangan mengitari tubuh Wijang.
Tetapi dengan kecepatan gerak yang melampaui kecepatan
ayunan senjata lawannya, maka Wijang selalu berhasil
menghindar dari serangan kapak dari orang yang bertubuh
raksasa itu, serta bindi orang yang bertubuh pendek.
Karena serangan-serangannya tidak juga kunjung
menyentuh sasaran, maka orang yang bertubuh tinggi besar
itu semakin menjadi marah. Dendamnya yang menyala di
dadanya, dibumbui oleh kegagalan-kegagalan serangannya,
membuat orang bertubuh raksasa itu mengerahkan
kemampuannya. Ia Ingin segera berhasil menghancurkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang yang dianggapnya pengikut Harya Wisaka yang sangat
dibencinya itu. Tetapi Wijang itu masih saja mampu menghindar. Dan
bahkan menangkis dengan senjatanya yang pendek itu.
Umpatan-umpatan kasar telah meluncur dari mulut orang
yang bertubuh raksasa itu. Kapaknya semakin cepat berayun
mengarah ke tubuh Wijang. Namun setiap kali, kapak itu tidak
menyentuh apapun juga. Sementara itu orang yang bertubuh pendek telah memilih
sasaran yang rendah. Ia ingin mematahkan tulang kaki
lawannya. Dengan derasnya bindinya terayun menyapu kaki
Wijang. Tetapi dengan ringannya Wijang itu melenting tinggi,
sehingga ayunan bindi itu tidak menyentuh sasaran.
Namun ketika keduanya bersama-sama mengerahkan
segenap kemampuan mereka, maka Wijang tidak selalu
sempat menghindari serangan lawannya. Beberapa kali ia
harus menangkis dengan pisau belatinya. Kadang-kadang
Wijang menepis serangan lawan. Namun kadang-kadang
Wijang terpaksa menangkis ayunan kapak lawannya dengan
menyilangkan pisau belatinya.
Tetapi kedua lawannya berusaha mendesaknya. Serangan-
serangan mereka menjadi semakin cepat. Namun justru
karena itu, jantung orang yang bertubuh tinggi besar itu
terguncang ketika ia melihat lawannya menangkis kapaknya
dengan pergelangan tangannya. Demikian kerasnya ia
mengayunkan kapaknya pada saat lawannya dalam
kedudukan yang lemah. Baru saja Wijang meloncat menghindari serangan bindi
orang bertubuh pendek itu, namun demikian kakinya


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyentuh tanah, maka kapak lawannya yang bertubuh
raksasa itu terayun ke arah kepalanya. Wijang tidak sempat
menghindar. Iapun tidak dapat penangkis dengan pisau
belatinya, karena ayunan itu cukup keras. Karena itu, maka
Wijangpun telah mempergunakan perisai yang melindungi
pergelangan tangannya untuk menangkis tajamnya kapak
lawannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan cepat Wijang tidak menyilangkan pisau belatinya,
tetapi kedua pergelangan tangan Wijanglah yang bersilang di
depan kepalanya. Kapak orang bertubuh raksasa yang terayun deras itu
membentur perisai di pergelangan tangan Wijang dengan
kerasnya. Akibatnya justru sangat mengejutkan bagi orang
bertubuh raksasa itu. Kapaknya bagaikan telah membentur
dinding baja yang tebal, sehingga justru karena itu, maka
getar dan benturan itu telah menjalar sampai ke ujung tangkai
kapaknya. Tangan raksasa itupun terasa menjadi sangat pedih. Hanya
dengan susah payah saja ia berhasil mempertahankan
kedudukannya, sehingga orang bertubuh raksasa itu telah
meloncat surut Wijang telah siap meloncat memburunya. Namun lawannya
yang seorang lagi telah mengayunkan bindinya ke arah
punggung. Namun Wijang sempat berbalik. Sambil merendah dengan
berlutut pada sebelah kakinya, Wijang menangkis bindi itu
dengan menyilangkan pisau belatinya. Namun tiba-tiba saja
bindi itu bagaikan berputar dan terhisap lepas dari tangan
orang yang bertubuh pendek itu, jatuh setapak di depan kaki
Wijang. Ketika orang itu siap untuk meloncat dan meraih bindinya,
maka ujung pisau belati Wijang telah terangkat siap mematuk
orang bertubuh pendek itu.
Orang itu meloncat surut. Sementara itu, orang yang
bertubuh raksasa itupun belum siap sepenuhnya untuk
kembali bertempur. "Masih ada kesempatan untuk menyerah" berkata Wijang
kemudian. Namun orang yang bersenjata kapak itu justru menggeram.
Tangannya yang sudah menggenggam tangkai kapaknya
dengan baik, telah siap untuk mengayunkan kapaknya lagi.
"Apakah kita akan bertempur terus?" bertanya Wijang.
"Persetan, kau" geram orang berkapak itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kawanmu telah kehilangan senjatanya"
"Kau akan kehilangan nyawamu"
Wijang tertawa. Katanya, "Apakah kau merasa akan
menang dalam pertempuran ini" Jika para pengikut Harya
Wisaka telah membunuh saudara-saudara seperguruanmu, itu
peringatan bahwa kemampuan para pengikut Harya Wisaka
lebih tinggi dari kemampuan saudara-saudara seperguruanmu.
Nah, sekarang aku akan membuktikannya"
"Kau akan menyesali kesombonganmu"
"Bukan aku yang akan menyesal. Tetapi kau"
Orang bersenjata kapak itu tiba-tiba telah berlari sambil
mengangkat kapaknya siap untuk diayunkannya ke kepala
Wijang. Sementara itu, kawannya yang kehilangan bindinya
menunggu kesempatan. Jika perhatian lawannya itu
sepenuhnya tertuju kepada kawannya yang bersenjata kapak,
maka ia berniat untuk menggapai senjatanya.
Ternyata Wijang tidak beranjak dari tempatnya. Ia berdiri
sambil menyilangkan tangannya sebagaimana dilakukan
sebelumnya. Ia telah siap menangkis serangan itu dengan
perisai di pergelangan tangannya.
Tetapi lawannya benar-benar telah mengerahkan segenap
tenaga dan kekuatannya. Dengan ancang-ancang yang cukup,
maka serangannya itu akan merupakan serangan yang
menentukan. Dengan gelora yang bagaikan hendak meledakkan
dadanya, orang itupun berteriak keras-keras. Kapaknya
terangkat semakin tinggi. Kemudian pada saat kapak itu mulai
bergerak berayun mengarah ke kepala Wijang, sementara
orang itu masih berlari. Namun yang terjadi sangat mengejutkannya. Ternyata
Wijang tidak menangkis serangan itu. Bahkan iapun telah
bergeser, menghindar sambil merendahkan tubuhnya.
Tangannya yang bersilang itupun telah ditariknya pula di sisi
tubuhnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kapak itu terayun mengerikan. Tetapi kapak itu tidak
menyentuh apa-apa sama sekali. Dengan demikian, maka
tubuh orang itu justru telah terseret oleh ayunan kapaknya,
sehingga orang itu justru terhuyung-huyung.
Ketika kaki Wijang menyentuh punggungnya, maka orang
itupun tidak mampu lagi mempertahankan keseimbangannya,
sehingga iapun jatuh tertelungkup.
Terdengar orang itu menyeringai menahan sakit. Dadanya
telah menimpa kapaknya sendiri. Untunglah, bahwa tulang-
tulang iganya itu hanya membentur punggung dari kapaknya.
Jika saja tulang-tulangnya itu terkena tajam kapaknya, maka
tulang-tulang iganya itu tentu menjadi rantas.
Meskipun demikian, meskipun tulang-tulang iganya itu
hanya menimpa punggung kapaknya, namun rasa-rasanya
tulang-tulang iganya itu telah menjadi retak.
Meskipun demikian, orang bersenjata kapak itu masih
berusaha untuk bangkit berdiri. Meskipun ia harus
menyeringai menahan sakit, namun ia masih saja menggeram,
"Aku bunuh kau"
Wijang tersenyum sambil berkata, "Jadi kau masih belum
mengakui kenyataan ini?"
"Kenyataan yang mana" Kenyataan bahwa aku akan
mengambil nyawamu?" "Kau memang gila" berkata Wijang. "Tetapi jangan
menunggu aku kehilangan kesabaran"
"Aku akan mengoyak mulutmu"
Wijang memandang orang itu dengan tajamnya. Kemudian
katanya, "Aku akan mengembalikan bindi kawanmu. Kita akan
mulai lagi. Tetapi aku tidak akan mengendalikan diri lagi.
Kalian akan mengalami kenyataan yang amat pahit"
Orang yang bertubuh pendek dan bersenjata bindi itu
termangu-mangu. Ia ragu-ragu mengambil bindinya. Ia
menyangka bahwa lawannya itu sekedar menjebaknya.
Namun Wijang itu bergeser beberapa langkah sambil berkata,
"Cepat. Ambil senjatamu sebelum aku mulai"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan tergesa-gesa orang itupun menggapai bindinya.
Kemudian berdiri tegak menghadapi kemungkinan untuk
bertempur lagi. Tetapi orang bertubuh agak pendek dan bersenjata bindi
itu telah dicengkam oleh perasaan aneh. Kenapa lawannya itu
membiarkannya mengambil bindinya" Sementara itu, dalam
pertempuran yang akan terjadi lagi, bindinya itu akan dapat
mencelakainya. Tetapi ia tidak sempat berpikir terlalu panjang. Kawannya
yang bertubuh tinggi besar dan bersenjata kapak itu sudah
mulai mengayunkan kapaknya lagi, meskipun dadanya masih
terasa sakit. Wijangpun segera memutar pisau belatinya seperti baling-
baling di kedua belah tangannya. Ketika orang yang
bersenjata kapak itu menyerangnya, maka Wijangpun dengan
cepat mengelak. Sementara itu, Paksipun bertempur dengan sengit pula.
Kedua lawannya yang bersenjata golok menyerangnya
beruntun dari arah yang berbeda. Dengan tenaga yang besar,
kedua lawan Paksi itu mengayunkan golok mereka tanpa
terkendali lagi. Mereka benar-benar ingin menebas leher Paksi hingga
terpisah dari tubuhnya, atau mengoyak lambungnya sehingga
isi perutnya terburai keluar.
Namun sepasang golok itu tidak mampu menembus
pertahanan Paksi. Tongkatnya berputar dengan cepatnya,
sehingga seakan-akan tubuhnya dikelilingi kabut yang rapat.
Setiap serangan dari mana pun arahnya, tentu membentur
perisai putaran tongkat anak muda itu.
Namun kedua orang lawan Paksi itu tidak segera berputus
asa. mereka masih saja menyerang dengan garangnya.
Kadang-kadang serangan mereka datang beruntun. Namun
kadang-kadang serangan mereka pun datang bersamaan.
Tetapi tidak segores pun serangan mereka berhasil
mengenai kulit lawannya. Bahkan ketika Paksi sudah mulai
berkeringat, maka Paksipun telah mulai menyerang pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tongkat Paksi yang berputar seperti baling-baling, sehingga
tubuhnya bagaikan diselimuti oleh kabut itu, sekali-sekali
justru telah mematuk dengan cepat seperti kepala seekor ular.
Namun kemudian tongkat itu menebas mendatar.
Semakin lama serangan-serangan Paksipun menjadi
semakin cepat. Tongkatnya mulai menyentuh tubuh lawannya.
Seorang di antara kedua orang lawannya yang bertubuh
sedang agak kekurus-kurusan itu meloncat surut sambil
mengaduh tertahan ketika tongkat Paksi mematuk pundaknya.
"Anak iblis" justru orang yang berwajah garang itulah yang
mengumpat. "Kau akan menyesal karena kau sudah menyakiti
seorang di antara kami"
Namun baru saja mulutnya terkatup, orang itu justru
berteriak sambil mengumpat semakin kasar. Ternyata tongkat
Paksi yang terayun mendatar telah menyambar lengannya.
Terasa tulang di lengannya itu menjadi nyeri seakan-akan
telah menjadi retak. Tongkat Paksi tidak berhenti berputar. Rasa-rasanya
semakin lama justru menjadi semakin cepat. Ujungnya
bagaikan lalat yang berterbangan di seputar tubuh kedua
lawannya yang setiap kali akan dapat hinggap di tubuh
mereka. Sebenarnyalah beberapa kali Paksi berhasil mengenai
lawannya. Orang yang bertubuh tinggi kekurus-kurusan itu
terpelanting jatuh ketika tongkat Paksi mendorong dadanya,
justru pada saat orang itu meloncat surut mengambil jarak.
Dengan sigapnya ia berdiri. Tetapi sebelum ia tegak benar,
maka kawannya telah terlempar pula. Kaki Paksilah yang telah
mengenai dadanya, sehingga orang itu terjatuh dan menimpa
kawannya yang sedang berusaha untuk berdiri tegak.
Dengan demikian, maka keduanya telah berguling-guling
lagi di tanah. Namun Paksipun tidak melepaskan mereka.
Dengan cepat ia meloncat memburu.
Ketika orang yang berwajah garang itu dengan cepat
melenting berdiri, tongkat Paksipun telah terayun dengan
derasnya, menghantam punggung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang itu berteriak kesakitan. Dengan derasnya ia jatuh
tertelungkup. Wajahnya telah tersuruk ke dalam tanah yang
kotor berdebu. Sementara itu, ketika lawannya yang lain telah
berdiri tegak, maka sambil membelakanginya, tongkat Paksi
terjulur mematuk perut orang itu, sehingga orang itu
terbungkuk kesakitan. Dalam keadaan yang demikian, maka Paksipun meloncat
sambil memutar rubuhnya. Satu kakinya terayun mendatar
menyambar kening lawannya.
Tidak ada kesempatan untuk mempertahankan
keseimbangan tubuhnya. Dengan kerasnya orang itu
terpelanting jatuh menimpa pohon yang tumbuh di pinggir
jalan itu. Dengan serta-merta orang itupun mengaduh kesakitan.
Ketika ia mencoba untuk bangkit, maka iapun terhuyung-
huyung dan jatuh pula di tanah sambil menahan sakit. Tulang-
tulang di punggungnya rasa-rasanya telah berpatahan.
Lawan Paksi yang seorang menjadi bimbang. Ia sadar,
bahwa ia tidak akan menang melawan anak muda itu.
"Pengikut Harya Wisaka ini memang berilmu tinggi" berkata
lawannya itu di dalam hatinya
Paksi melihat kebimbangan di sorot mata lawannya. Karena
itu, maka iapun berkata, "Nah, apakah kalian masih akan
berusaha menangkap kami" Sebaiknya kalian melihat
kenyataan bahwa kalian tidak akan mungkin dapat
melakukannya" Kedua lawannya tidak menjawab. Yang seorang masih
kesakitan, sedangkan yang seorang lagi semakin dicengkam
oleh kebimbangan. Selain lawan Paksi itu masih dicengkam oleh keragu-
raguan, maka tiba-tiba saja mereka melihat orang yang
bersenjata kapak itu terlempar dan jatuh ke dalam kotak-
kotak sawah yang tanahnya basah berlumpur. Kapaknya
terlepas dari tangannya dan jatuh ke dalam parit yang airnya
nampak bening, gemericik mengalir tidak berkeputusan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, orang yang bersenjata bindi itupun telah
meletakkan senjatanya di tanah sambil berkata, "Aku
menyerah" Wijang menggeram. Katanya, "Aku akan membunuhmu"
Orang bersenjata bindi itu memandang Wijang dengan
sorot mata yang memelas. Tetapi ia tidak berkata apapun
juga. Wijang masih berdiri sambil bertolak pinggang.
Sementara itu Paksipun datang mendekatinya sambil berdesis,
"Apa yang akan kita lakukan atas mereka?"
Sebelum Wijang menjawab, ia melihat orang yang bertubuh
tinggi besar dan bersenjata kapak yang tercebur ke dalam
lumpur itu berusaha untuk bangkit Namun kemudian Wijang
itupun bertanya kepada orang yang bersenjata bindi itu,
"Kalian datang dari perguruan mana?"
Orang itu bersenjata bindi itu termangu-mangu. Di luar
sadarnya ia berpaling kepada kawannya yang masih berusaha
naik ke tanggul parit. "Jawab pertanyaanku" Wijang membentak, "kalian murid
dari perguruan mana?"
Orang itu masih belum menjawab.
"Baik, baik. Jika kalian tidak mau menjawab, maka kalian
akan mati tanpa kami kenali, siapakah yang telah kami bunuh.
Tetapi jika kalian datang dari sebuah perguruan yang sudah


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pernah kami dengar namanya, maka kami akan mengabari
saudara-saudara seperguruan kalian, bahwa kalian mati di
sini. Atau bahkan kami akan membiarkan kalian pergi"
Orang-orang itu masih tetap berdiam diri. Sementara itu
orang yang bertubuh tinggi besar dan bersenjata kapak itu
sudah berdiri di atas tanggul parit.
Wijanglah yang berkata kepadanya, "Kapakmu terjatuh ke
dalam parit. Jika kau ingin mengambilnya, ambil. Kau akan
lebih berbangga mati dengan senjata di tangan daripada
dengan merundukkan kepalamu di hadapanku sebelum
pisauku menghunjam menusuk punggungmu menembus
sampai ke jantung" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang bertubuh raksasa itu berdiri dengan ragu. Namun
akhirnya iapun berkata, "Aku menyerah. Apa pun yang kami
lakukan, tidak akan berarti apa-apa"
"Apakah kau juga berkeberatan menyebut perguruanmu"
Apakah kalian datang dari Perguruan Sad, Umbul Telu, Tegal
Arang atau dari mana?"
"Kau kenali nama-nama perguruan itu?"
"Ya. Aku kenal juga dengan orang-orang dari Goa Lampin"
Orang bertubuh raksasa itupun kemudian menjawab, "Kami
datang dari perguruan yang belum kau sebut"
"Perguruan apa?"
"Perguruan Kayu Legi"
Wijang dan Paksi termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian Wijangpun menggeram, "Kau akan menipu kami?"
"Tidak. Aku berkata sebenarnya. Kami mendengar bahwa
ada beberapa orang anak muda yang memang dikirim oleh
para pengikut Harya Wisaka ke daerah ini dan diserahkan
kepada Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung yang
mempunyai beberapa tempat tinggal. Satu di antaranya
adalah Panjatan. Karena itu, kami mendapat tugas untuk
mengawasi padukuhan ini"
Wijang mengangguk-angguk kecil. Iapun kemudian
berpaling kepada Paksi sambil berkata, "Biarlah mereka pergi.
Biarlah berita itu tersebar di daerah ini, bahwa anak-anak
muda yang dikirim oleh Harya Wisaka, bukan anak yang masih
ingusan. Biarlah mereka memberitahukan kepada guru
mereka, bahwa tidak ada gunanya memusuhi kami, karena
kami tidak berniat memusuhi mereka"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Kemudian katanya
kepada orang yang bertubuh tinggi besar itu, "Pergilah.
Katakan bahwa kami memang tidak berniat memusuhi siapa
pun di sini. Kami dipersiapkan untuk pada satu saat berada di
istana Pajang. Dengan atau tanpa cincin kerajaan itu. Jika hal itu terjadi, maka kami akan melihat, perguruan yang manakah
yang dapat kami ajak bekerja sama dengan kami serta
perguruan manakah yang harus kami hancurkan untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selama-lamanya. Jika setelah beberapa perguruan bergabung
kalian tidak dapat mengalahkan kekuatan Harya Wisaka, maka
perguruan-perguruan yang terpisah itu tidak akan mampu
berbuat apa-apa" "Tetapi sekarang Harya Wisaka sudah tertangkap"
"Kekuatan kami tidak terletak hanya pada satu orang.
Meskipun Harya Wisaka sudah tertangkap, tetapi pancaran
perjuangannya tidak meredup. Jika sekarang kami tidak
bergerak, karena kami bukan orang-orang bodoh yang tidak
mempunyai perhitungan"
Orang-orang itupun terdiam. Sementara Wijangpun
berkata, "Sampai sekarang, yang sudah menyatakan
kesediaannya berjuang bersama kami adalah Ki Repak
Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung. Keduanya memiliki
beberapa orang pengikut dari beberapa tempat. Tetapi dalam
waktu dekat, tidak akan ada gerakan apa-apa, karena kami
tidak mau terperosok lagi ke dalam satu kegagalan yang pahit.
Baru setelah kami benar-benar bersiap, kami akan mulai
dengan gerakan kami. Nah, terserah kepada kalian, kepada
orang-orang Kayu Legi, di mana kalian akan berdiri"
Orang-orang yang mengaku dari Perguruan Kayu Legi itu
mengangguk-angguk kecil. Sementara Wijangpun berkata,
"Pergilah. Sampaikan salam kami kepada guru kalian. Dendam
yang membakar jantungnya tidak perlu dikipasi terus. Yang
pernah terjadi biarlah terjadi. Kita memandang masa-masa
mendatang. Namun seandainya gurumu tidak setuju, tidak
apa-apa. Tetapi jangan ganggu kami. Jangan ganggu Ki Repak
Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung agar kalian tidak
memaksa kami bergerak lebih cepat di daerah ini. Sekali lagi
aku beritahukan, bahwa anak-anak dari angkatan mendatang
itu bukan anak-anak ingusan. Sekarang kalian berhadapan
dengan dua orang di antara mereka. Sementara itu beberapa
kelompok di antara kami telah berada di daerah ini. Siapa
yang membuka permusuhan dengan kami, nasibnya sudah
dapat diramalkan" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keempat orang itu masih tetap berdiam diri. Sementara itu,
Paksipun berkata, "Sekarang pergilah. Ambil senjata kalian
yang terjatuh. Kami beritahu sekali lagi, bahwa Ki Repak
Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung hari ini tidak berada di
Panjatan" Keempat orang itu masih saja merasa ragu. Namun
kemudian orang yang bertubuh raksasa itupun berkata,
"Baiklah. Kami minta diri"
Demikianlah, maka keempat orang itupun segera
meninggalkan tempat itu. Mereka yang senjatanya terlepas
dari tangan masih sempat memungutnya dan membawa pergi.
Seorang di antara mereka harus dibantu oleh kawannya,
karena punggungnya yang kesakitan. Rasa-rasanya tulangnya
menjadi retak. Demikian keempat orang itu berjalan menjauh, maka
Paksipun berdesis, "Ternyata bahaya bagi anak-anak itu dapat
datang dari segala arah"
"Ya. Banyak orang yang mendendam terhadap Harya
Wisaka" "Jika kita tidak segera berhasil, mungkin sekali para
petugas sandi dari Pajanglah yang akan berhasil lebih dahulu
menangkap mereka. Tetapi tentu dengan pilihan, hidup atau
mati" Wijang mengangguk-angguk. Ia menangkap penyesalan
yang tersirat dari kata-kata Paksi, bahwa mereka telah terlalu lama berhenti di perjalanan.
Namun Wijang dapat mengerti, sehingga karena itu, ia
sama sekali tidak menanggapinya agar tidak timbul salah
paham. Namun Paksi itu kemudian bertanya, "Sekarang,
apakah kita akan langsung pergi ke Panjatan?"
Wijang mengangguk. Katanya, "Ya. Kita akan langsung
pergi ke Panjatan" "Marilah. Kita masih mempunyai waktu"
Demikianlah, maka Wijang dan Paksipun segera
meneruskan perjalanan mereka ke Padukuhan Panjatan.
Wijang dan Paksi masih ingat betul, di mana mereka pernah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berdiri di depan regol rumah yang dihuni oleh Ki Repak
Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung. Pada waktu mereka
datang ke Panjatan, maka tiba-tiba saja mereka sudah
berhadapan dengan seorang perempuan yang mengenakan
pakaian berwarna hijau pupus. Nyi Pupus Rembulung.
Ketika mereka kemudian berdiri beberapa puluh langkah
dari regol Padukuhan Panjatan, merekapun berhenti. Dengan
nada dalam Wijang berdesis, "Jika dugaan orang-orang yang
mengaku dari perguruan Kayu Legi itu benar, bahwa anak-
anak muda yang dikirim kepada Ki Repak Rembulung dan Nyi
Pupus Rembulung berada di Panjatan, maka padukuhan itu
tentu dapat perlindungan lebih dari biasanya oleh para
pengikut Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung.
Apalagi jika Ki Repak Rembulung Nyi Pupus Rembulung sendiri
ada di padukuhan itu. Bahkan jika demikian, maka Ki Gede
Lenglengan tentu juga berada di Panjatan"
Paksi mengangguk-angguk. Katanya kemudian, "Kita akan
mendekati regol padukuhan itu tidak melewati jalan ini"
"Baik" sahut Wijang, "kita akan turun ke sawah"
Demikianlah, Wijang dan Paksipun segera turun ke sawah.
Mereka merayap mendekati regol padukuhan dari arah
samping. Mula-mula mereka bergeser ke arah dinding
padukuhan. Sambil berlindung di antara batang-batang perdu
mereka semakin mendekati regol.
Dengan mengetrapkan ilmu mereka, Sapta Pandulu dan
Sapta Pangrungu, mereka mencoba untuk mengetahui apakah
ada penjagaan khusus di regol padukuhan.
Namun menurut penilikan mereka berdua, tidak seorang
pun berada di regol padukuhan itu. Tidak terdengar suara dan
bahkan tidak terdengar desah nafas. Apalagi nampak sosok
tubuh seseorang. Meskipun demikian, keduanya tidak ingin memasuki
padukuhan itu lewat regol. Merekapun kemudian telah
meloncati dinding padukuhan setelah mereka yakin, bahwa
tidak ada pengawasan atas dinding padukuhan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesaat kemudian, maka mereka berdua telah berada di
dalam lingkungan Padukuhan Panjatan. Padukuhan yang
mempunyai ciri yang khusus, karena di padukuhan itu tinggal
Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung, meskipun
mereka tidak selalu berada di padukuhan itu, karena Ki Repak
Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung mempunyai tempat
tinggal yang lain. Bahkan mungkin tidak banyak yang tahu, bahwa sepasang
suami-istri yang seakan-akan dibayangi oleh kabut rahasia
itulah yang disebut Repak Rembulung dan Pupus Rembulung.
Namun Wijang dan Paksi tidak melihat sesuatu yang
menarik di dalam padukuhan itu. Di malam hari, padukuhan
ini nampak lengang seperti padukuhan-padukuhan yang lain.
Sepi. Tidak ada seorang pun yang berada di jalan.
"Kita lihat gardu itu. Bukankah tidak jauh dari regol rumah
Repak Rembulung itu terdapat sebuah gardu?"
Paksi mengangguk-angguk. Dengan sangat berhati-hati mereka berusaha mendekati
gardu yang pernah mereka lihat. Tetapi keduanya tidak
menyusuri jalan utama padukuhan itu. Mereka telah memilih
melintasi halaman dan kebun, sehingga setiap kali mereka
harus meloncati dinding halaman.
Baru beberapa saat kemudian mereka sampai ke halaman
yang terletak berseberangan dengan gardu yang pernah
mereka lihat. Ternyata gardu itu kosong. Tidak seorang pun berada di
gardu itu. Bahkan lampu di gardu itu pun tidak menyala sama
sekali. Wijang dan Paksi itupun kemudian bergeser pula.
Merekapun kemudian berhenti di halaman rumah yang
berseberangan dengan regol rumah seorang perempuan yang
dikenalnya sebagai Pupus Rembulung itu.
Ternyata regol itupun sepi-sepi saja. Tetapi ada satu atau
dua orang yang berjaga-jaga.
Wijangpun kemudian telah menggamit Paksi sambil
berbisik, "Tidak ada tanda-tanda bahwa mereka berada di sini"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi mengangguk-angguk. Namun iapun kemudian
bertanya, "Apakah mungkin Ki Repak Rembulung dan Nyi
Pupus Rembulung sengaja menyamarkan keberadaan
mereka?" "Memang mungkin. Tetapi seandainya demikian, permainan
Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung itu sangat
berbahaya" jawab Wijang.
"Mungkin mereka terlalu yakin akan kekuatan yang
tersimpan di dalam rumah itu. Kehadiran Ki Gede Lenglengan
bersama beberapa orangnya, menambah keyakinan Ki Repak
Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung akan kekuatan yang
tersimpan di rumah mereka, sehingga mereka tidak
memerlukan pengawasan di luar rumah"
Keduanya akhirnya mengambil keputusan untuk
meninggalkan Padukuhan Panjatan. Mereka berkesimpulan
bahwa Repak Rembulung dan Pupus Rembulung serta anak-
anak muda yang diserahkan oleh Ki Gede Lenglengan kepada
mereka, tidak berada di Panjatan.
Meskipun demikian, Paksi itupun berkata, "Kita dapat
menghubungi pande besi di pasar itu"
Wijangpun mengangguk-angguk. Salah seorang di antara
mereka adalah orang Panjatan.
"Ya. Besok kita dapat berhubungan dengan Lebak. Mudah-
mudahan ia masih bekerja di pasar. Agaknya besok pasar itu
sudah menjadi lebih ramai lagi"
Dengan demikian, maka kedua orang itupun kemudian
telah meninggalkan Padukuhan Panjatan. Mereka berharap
bahwa Lebak, yang rumahnya di Padukuhan Panjatan itu,
akan dapat memberikan sedikit keterangan tentang tempat
tinggal Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus Rembulung,
meskipun seandainya Lebak tidak tahu pasti, apa yang
sebenarnya terjadi. Mungkin Lebak dapat menyebut orang-
orang baru yang tinggal di Panjatan, terutama anak-anak
muda. -ooo00dw00ooo- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 38 DI PERJALANAN kembali ke gubuk mereka, Wijang dan
Paksi tidak menemui hambatan apapun. Tetapi agaknya
mereka tidak akan tidur semalam suntuk, karena ketika
mereka sampai di gubuk mereka, langit telah nampak menjadi
semburat merah. "Sebentar lagi fajar akan menyingsing" berkata Wijang.
Lalu iapun bertanya, "Apakah kau masih akan tidur meskipun
sebentar?" Paksi menggeleng. Katanya, "Tidak. Bukankah sudah
saatnya kita bangun sekarang seandainya kita tidur
semalam?" Wijang mengangguk-angguk.
"Namun lebih baik kita pergi ke sungai"
Merekapun kemudian membersihkan diri di sebuah belik
kecil dengan mata air yang bening, yang terdapat di pinggir
sungai. Ketika kemudian matahari terbit, maka Wijang dan
Paksi sempat duduk di dalam gubuknya. Sebelum cahaya
matahari menembus cahaya fajar, Paksi masih sempat
memanasi minuman. Namun demikian langit menjadi cerah,


Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Paksipun telah memadamkan apinya agar asapnya tidak
menarik perhatian. Sambil menghirup minuman hangat, Wijang dan Paksi
masih berbincang tentang keberadaan Repak Rembulung dan
Pupus Rembulung. "Kita nanti akan menemui Lebak di pasar" desis Paksi.
"Ya. Kita kemarin juga berjanji untuk datang pagi-pagi"
"Berjanji?" "Ya. Kepada Kinong"
Paksi tersenyum. Katanya, "Jika demikian, apakah kita akan
berangkat sekarang?"
"Ya. Kita tentu sudah terlambat menurut perhitungan
waktu Kinong" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keduanyapun kemudian telah berkemas serta membenahi
pakaian mereka. Sesaat kemudian, merekapun sudah
menuruni kaki Gunung Merapi untuk pergi ke pasar. Ternyata
pasar itu sudah menjadi semakin ramai. Mereka yang
berjualan di pasar itu sudah menjadi semakin banyak.
Demikian pula para pembelinya.
Demikian mereka berdiri di depan pintu gerbang pasar,
mereka melihat Kinong membawa bakul di atas kepalanya.
Agaknya Kinong tergesa-gesa. Namun ternyata Kinong sempat
melihat mereka pula. Seperti yang dikatakan Wijang, maka
Kinong itu berkata, "Kalian datang terlalu siang"
Wijang dan Paksi tersenyum. Tetapi mereka tidak sempat
menjawab, karena Kinong tidak berhenti. Dengan berlari-lari
kecil Kinong membawa bakul itu ke sebuah pedati yang
berhenti di ujung deretan kedai yang juga sudah semakin
banyak yang membuka pintunya. Sudah ada empat buah
kedai yang sudah menjajakan dagangannya. Nasi hangat,
sayur dengan berbagai lauknya serta bermacam-macam
makanan. Namun nampaknya tidak hanya sebakul saja barang yang
dibawa Kinong ke pedati yang berhenti di ujung deretan kedai
itu. Ternyata anak itu masih berlari-lari kecil masuk kembali ke pasar.
Wijang dan Paksi yang tidak terburu-buru itu menunggu
sampai Kinong selesai. Mereka justru ingin tahu, apa yang
dibawa Kinong dan dimuat di pedati itu.
Setelah berlari-lari kecil hilir-mudik, maka Kinongpun telah
selesai. Sambil tersenyum-senyum ia melangkah mendekati
Wijang dan Paksi yang masih berada di luar pagar.
"Kau sibuk hari ini, Konong?" bertanya Paksi.
Kinong yang masih tersenyum-senyum itupun berkata, "Ya.
Rejeki" "Apa saja yang kau bawa ke pedati itu?"
"Bahan makan. Ada beras, ada jagung, dan kebutuhan
dapur. Garam, gula kelapa, terasi, ikan yang sudah diasinkan
dan beberapa kebutuhan yang lain"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah ada orang yang akan mengadakan perhelatan atau
upacara?" Kinong menggeleng sambil menjawab, "Entahlah. Aku tidak
tahu" "Siapa yang berbelanja itu?"
Kinong termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun
menjawab, "Kau lihat dua orang perempuan yang menuju ke
pedati itu" Nah, merekalah yang berbelanja"
"Kau pernah lihat mereka sebelumnya?"
Kinong mengerutkan dahinya. "Mungkin. Mungkin aku
pernah melihatnya, tetapi kapan, aku lupa"
"Di pasar ini" Sudah lama?" desak Paksi.
"Agaknya belum terlalu lama. Juga di pasar ini. Entah
kapan" Paksi tersenyum. Katanya, "Sukurlah. Mudah-mudahan kau
mendapat banyak rejeki seperti hari ini"
Tiba-tiba saja Kinong itu bertanya, "Kakang sudah makan
pagi?" "Sudah. Kenapa?"
"Kalau Kakang berdua belum makan pagi, marilah, kita
makan pagi. Nasi tumpang atau ketan ragi atau ketela rebus
legen" Nah, apa saja. Aku yang bayar"
Wijang dan Paksi tertawa serentak, sehingga beberapa
orang di sekitarnya berpaling.
"Terima kasih, Kinong" jawab Wijang. "Sayang, kami sudah
makan pagi meskipun hanya nasi wadang. Nasi yang semalam
tersisa. Tetapi kami sudah kenyang. Nah, kau dapat
menabung uangmu itu. Bukankah kau masih senang
menabung?" Kinong itu mengangguk. "Nah, lihat, pedati itu sudah mulai bergerak"
Kinong pun memandang pedati yang memang sudah mulai
bergerak itu. Iapun berdesis, "Jarang orang memberikan upah
sebanyak kedua orang perempuan itu"
"Tetapi barang yang kau bawa cukup banyak, Kinong. Nah,
sebaiknya sekarang kau beristirahat di depan penjual nasi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tumpang itu. Minum dawet cendol, makan nasi tumpang,
lempeng gendar dan besengek tempe"
Kinong tersenyum. Namun ia masih berkata, "Marilah.
Makan apa saja. Aku ingin makan bersama Kakang berdua"
Paksi menepuk bahu Kinong sambil berkata, "Makanlah.
Aku ingin melihat pande besi itu. Nampaknya pande besi itu
sudah mulai bekerja lagi"
"Ya. Sudah sejak pagi-pagi tadi. Tanpa pande besi itu, rasa-
rasanya pasar ini memang sepi" jawab Kinong. Namun iapun
kemudian bertanya, "Tetapi apa yang Kakang cari pada pande
besi itu?" "Kami ingin membeli kapak kecil untuk membelah kayu
bakar. Atau parang atau sebangsanya"
"Nanti aku cari Kakang di tempat pande besi itu"
"Baik. Sekarang pergilah ke penjual nasi itu"
Tetapi sebelum Kinong pergi ke penjual nasi, terdengar
seseorang memanggilnya. Kinong berpaling. Seorang
perempuan memberi isyarat kepadanya untuk mendekat.
"Sebentar ya, Kang" berkata Kinong sambil berlari
membawa keranjangnya. Perempuan yang memanggil Kinong
itu adalah seorang penjual sayuran. Seorang perempuan yang
sedang berbelanja cukup banyak memerlukan bantuan Kinong
untuk membawanya. "Kau bersedia membawa sayuran itu sampai ke rumah?"
bertanya perempuan itu. "Di mana Bibi tinggal?" bertanya Kinong.
"Tidak jauh. Padukuhan di seberang bulak sebelah"
"Banyuurip?" "Bukan. Masih menyusur parit di sebelah gumuk"
"Padukuhan mana?"
"Tegalsari" Kinong termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun
mengangguk sambil menjawab, "Baik, Bi. Aku akan mengantar
Bibi ke Tegalsari" Wijang dan Paksi saling berpandangan. Kinong adalah
seorang anak yang sangat rajin bekerja. Nampaknya ia tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempunyai kesempatan untuk bermain sebagaimana para
remaja sebayanya. "Sukurlah bahwa Kinong mengerjakan pekerjaannya
dengan gembira" desis Wijang.
Paksi mengangguk-angguk. Dipandanginya Kinong yang
bekerja dengan tangkasnya, mengisi keranjangnya dengan
berbagai macam sayuran yang telah dibeli oleh perempuan
itu. Sementara itu perempuan itu sendiri masih membawa
sebakul sayuran pula, yang kemudian digendongnya di
punggungnya. Sejenak kemudian, maka Kinongpun telah mengusung
keranjangnya di atas kepalanya, mengikuti perempuan yang
mengupahnya. "Sekarang kita ke mana?" desis Paksi.
"Bukankah kita berniat menemui Lebak" Kita pergi ke
pande besi itu" Keduanyapun kemudian melangkah menyusup di antara
orang-orang yang sedang berbelanja di pasar. Mereka menuju
ke tempat para pande besi bekerja membuat berbagai macam
alat dari besi dan baja. "Lebak ada di sana" desis Paksi.
"Apakah kita dapat mengganggunya" Nampaknya ia sedang
sibuk" "Kita bertanya saja kepadanya, apakah ada sedikit waktu
untuk berbicara" Di depan tempat para pande besi itu bekerja, keduanya
berhenti. Dengan agak ragu Paksipun berkata, "Lebak"
Apakah ada waktu sedikit" Aku ingin bertanya serba sedikit.
Pedang Kayu Harum 24 Munculnya Jit Cu Kiong ( Istana Mustika Matahari) Seri Pengelana Tangan Sakti Karya Lovelydear Senopati Pamungkas I 23
^