Jejak Di Balik Kabut 5
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja Bagian 5
perguruan Sad itu termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian wajahnya menjadi tegang. Ia melihat seorang
perempuan lain yang melangkah mendekati perempuan yang
hampir dikalahkannya itu. Perempuan yang muncul berjalan
dari antara banyak orang yang menyaksikan pertempuran itu
dari jarak yang agak jauh.
Murid perguruan Sad itu tidak segera menjawab. Yang
dilihatnya adalah seorang perempuan dalam pakaian yang
wajar, seperti perempuan-perempuan lain yang pergi ke
pasar. Ia mengenakan kain lurik berwarna coklat. Bajunyapun
berwarna coklat pula. Selembar selendang lurik yang juga
berwarna coklat, tetapi sedikit lebih tua dari bajunya,
tergantung di pundaknya. Langkah perempuan itupun tidak
menunjukkan langkah yang berbeda dengan kebanyakan
perempuan. Langkah-langkah kecil meskipun cepat.
Perempuan yang berpakaian asing, yang lengannya terluka
itu memandang perempuan yang datang itu dengan penuh
harap. Bahkan ketika perempuan dalam pakaian lurik coklat
itu mendekat, perempuan yang terluka pundaknya itu
mengangguk sambil merendahkan tubuhnya pada lututnya.
"Aku sudah melihat apa yang terjadi," berkata perempuan berpakaian coklat itu.
"Ya, Guru," jawab perempuan yang terluka lengannya.
"Anak dari perguruan Sad itu mencampuri urusanku."
Perempuan berpakaian coklat itu memandang laki-laki yang
disebutnya dari perguruan Sad itu dengan tajamnya. Sekali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lagi ia berkata, "Kau sengaja membuat persoalan dengan
kami, perguruan Goa Lampin?"
"Bukan maksudku," jawab laki-laki itu.
"Jadi kenapa kau campuri urusan muridku?"
"Ialah yang mula-mula mencampuri urusan orang dengan
sikap yang tidak adil."
"Apapun yang dilakukan, biarlah dilakukan."
"Tetapi perempuan itu telah merendahkan harga diri, justru seorang perempuan seperti dirinya."
"Sudah aku katakan, apapun yang dilakukan, jangan
mencampurinya. Aku tidak senang melihat kelakuanmu seperti
itu. Ingat." "Tetapi selama orang-orang dari perguruan Goa Lampin
masih tetap mencampuri persoalan orang lain dengan sikap
yang tidak adil, maka kami tidak akan tinggal diam."
"Sejak kapan gurumu mengajarimu berlaku seperti itu" Kau
tentu bukan orang baru di perguruan Sad, menilik
kemampuanmu. Justru karena itu kau tentu tahu, apa saja
yang dilakukan oleh gurumu. Iblis yang licik dan curang."
"Aku menduga bahwa kau adalah guru dari perguruan Goa
Lampin sesuai dengan sikap perempuan yang terluka itu.
Tetapi itu bukan berarti bahwa kau dapat menghina guruku."
"Lalu apa yang akan kau lakukan, he" Apa" Kau tidak perlu membunuh diri disini untuk sekedar membela nama baik
gurumu. Aku sudah mengenal gurumu dengan baik. Kaupun
tentu juga sudah mengenalnya. Apalagi?"
Laki-laki yang masih terhitung muda dari perguruan Sad itu
termangu-mangu. Namun tiba-tiba orang dari Goa Lampin itu
berkata, "Aku ulangi tawaran muridku. Kami mengundangmu
untuk datang ke Goa Lampin. Kau pantas tinggal bersama
kami." "Cukup," wajah laki-laki dari perguruan Sad itu menjadi merah.
Tetapi perempuan yang berpakaian coklat itu tersenyum.
Katanya, "Jangan marah. Hanya sebuah tawaran."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku masih mempunyai harga diri sebagai seorang laki-laki.
Aku bukan sebangsa laki-laki yang kau kumpulkan di
perguruanmu." Tetapi perempuan yang berpakaian coklat itu tersenyum.
Orang-orang yang berkerumun dari jarak yang agak jauh
itu menjadi berdebar-debar. Perempuan itu memang cantik.
Apalagi ketika ia tersenyum sambil melangkah mendekati laki-
laki dari perguruan Sad itu.
Orang-orang yang menyaksikan sikap perempuan itu
menjadi tegang. Paksipun mengerutkan dahinya. Laki-laki dari
perguruan Sad itu masih menggenggam senjatanya. Tetapi
perempuan cantik itu masih saja tersenyum sambil melangkah
lebih dekat lagi. Laki-laki itu tiba-tiba saja telah mengacukan pedangnya.
Dengan lantang ia berkata, "Jangan mendekat lagi. Aku dapat membunuhmu."
Tetapi perempuan itu menjawab dengan tenang, "Kau tidak
akan melakukannya, anak manis."
Ketika perempuan cantik dengan pakaian coklat itu menjadi
semakin dekat dengan senyumnya yang masih saja
mengembang, tiba-tiba saja ujung pedang laki-laki itu
menunduk. Semakin dekat perempuan itu daripadanya, maka
pedang itupun menjadi semakin merunduk pula.
"Nah," berkata perempuan berpakaian coklat itu,
"bukankah lebih baik begitu" Kau memang bukan seorang
laki-laki yang jahat. Kau adalah laki-laki yang lembut, yang
pantas untuk tinggal bersama kami."
Laki-laki itu menunduk. "Jangan malu, pandang wajahku," berkata perempuan
cantik itu. Laki-laki itu memang mengangkat wajahnya, memandang
wajah perempuan cantik itu. Sementara perempuan cantik itu
juga memandang mata laki-laki itu seakan-akan tembus
sampai ke pusat jantungnya.
Paksi menjadi berdebar-debar. Laki-laki dari perguruan Sad
itu adalah laki-laki yang tegar. Namun tiba-tiba saja kepalanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menunduk. Pedangnya terkulai di tangannya yang lemah.
Laki-laki itu seakan-akan menjadi tidak berdaya sama sekali.
Perempuan cantik berpakaian coklat itu tertawa. Ia benar-
benar telah menguasai laki-laki yang masih terhitung muda
itu. "Sarungkan senjatamu. Kau tidak akan pernah
mempergunakannya lagi."
Laki-laki itu seakan-akan telah kehilangan penalarannya.
Disarungkannya senjatanya tanpa disadarinya.
Paksilah yang benar-benar menjadi tegang. Ia tidak dapat
membiarkan laki-laki itu begitu saja jatuh ke tangan
perempuan berpakaian coklat itu. Paksipun tahu bahwa
perempuan itu adalah perempuan yang cantik. Tetapi
Paksipun menyadari bahwa kecantikan itu hanya nampak pada
ujud lahiriahnya saja. Sikapnya terhadap laki-laki dari
perguruan Sad itu telah menunjukkan wataknya yang
sebenarnya. Apalagi sikap itu dilakukannya di hadapan banyak
orang tanpa malu. Namun Paksi masih harus memperhitungkan banyak hal
tentang perempuan itu. Paksi mulai membayangkan, apa
jadinya jika dirinya yang kemudian berdiri dengan kepala
tunduk tanpa dapat memberikan perlawanan sama sekali.
"Tentu ada kekuatan yang tidak terlawan oleh laki-laki itu,"
berkata Paksi di dalam dirinya.
Namun dalam pada itu, ketika laki-laki dari perguruan Sad
itu benar-benar telah kehilangan kesadarannya, sehingga
seakan-akan telah menjadi seekor lembu yang telah dicocok
hidungnya, tiba-tiba saja terasa angin berhembus perlahan-
lahan. Tidak terlalu kencang.
Namun angin yang tidak terlalu kencang itupun kemudian
telah berputar, seperti sebuah angin pusaran kecil. Hanya
debu-debu kecil yang terangkat oleh angin pusaran yang
lemah itu. Namun angin pusaran yang lemah itu telah
bergerak dengan cepat. Tiba-tiba saja angin pusaran itu
seakan-akan telah membelit laki-laki dari perguruan Sad yang
telah kehilangan kesadarannya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perempuan cantik dari Goa Lampin itu terkejut. Tiba-tiba ia
menengadahkan wajahnya. Beberapa langkah ia bergerak
surut menjauhi laki-laki dari perguruan Sad itu.
"Setan tua. Kenapa kau selalu menggangguku" Marilah,
kita selesaikan persoalan kita sampai tuntas."
Tidak terdengar jawaban. Tetapi yang terjadi kemudian
adalah, bahwa laki-laki yang kehilangan kesadaran itu tiba-tiba mengangkat wajahnya. Seperti orang terbangun dari tidurnya
ia memandang berkeliling.
Namun tiba-tiba saja laki-laki itu meloncat mundur sambil
menarik senjatanya dari sarungnya. Dengan garang iapun
berkata, "Apa yang sudah kau lakukan?"
Perempuan yang semula nampak cantik dengan senyum
yang selalu menghiasi bibirnya itu mengerutkan dahinya.
Wajahnya tidak lagi nampak ramah seperti sebelumnya.
"Baik," tiba-tiba perempuan itu melangkah mundur, "aku bebaskan muridmu yang satu ini sekarang. Tetapi jika sekali
lagi ia mencampuri urusan muridku tentang apa saja, maka ia
akan hanyut ke dalam dunia mimpinya yang indah. Sayang,
kau sudah terlalu tua untuk itu."
"Cukup," laki-laki yang memegang senjatanya itulah yang membentak.
Tetapi perempuan itu tertawa berkepanjangan sambil
berkata, "Jangan menyalak begitu garang serigala kecil. Kau dapat melakukannya jika gurumu ada di dekatmu."
Laki-laki itu tidak menjawab. Sementara perempuan cantik
yang berpakaian coklat itupun melangkah meninggalkan laki-
laki itu sambil berkata kepada muridnya, perempuan yang
lengannya tergores senjata itu, "Marilah. Biarlah anak itu kita lepaskan kali ini."
Laki-laki dari perguruan Sad itu tidak memburunya. Tetapi
ketika ia memandang berkeliling, maka wajahnya serasa
menjadi panas. Laki-laki itu merasa sangat malu, setelah ia
sadari apa yang terjadi atas dirinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena itu, maka dengan serta-merta laki-laki itupun segera
melangkah pergi, meninggalkan lingkungan pasar yang
dicengkam oleh ketegangan itu.
Demikian laki-laki itu pergi, sementara kedua orang
perempuan yang aneh itu tidak nampak lagi, maka orang-
orangpun menjadi sibuk. Merekapun segera membenahi
barang dagangan mereka. Paksi sendiri masih berdiri termangu-mangu. Bahkan
kemudian Paksi itu telah berdiri bersandar sebatang pohon di
depan pasar yang menjadi semakin sepi.
Ketika Paksi melihat seorang penjual makanan yang duduk
dengan wajah sendu menunggui dagangannya, iapun
melangkah mendekat. Sambil duduk di sebelahnya, Paksi
bertanya, "Kau tidak pulang, Bibi?"
Perempuan itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Kau
lihat, Ngger. Daganganku masih banyak. Jika tidak ada orang
yang membeli lagi serba sedikit, aku tidak akan dapat
berjualan lagi besok, karena aku tidak mempunyai uang cukup
untuk membeli bahan-bahannya. Hari ini daganganku hampir
masih utuh." "Apakah karena ketegangan tadi, maka makanan yang Bibi
jajakan ini tidak laku?"
"Siapa yang akan sempat berpaling pada makanan yang
aku jajakan?" jawab perempuan itu.
Paksi menarik nafas panjang. Sementara perempuan itu
berkata, "Aku tidak tahu, apa yang dapat aku lakukan besok."
Sejenak Paksi merenungi makanan itu. Ia sendiri sedang
menjalani laku. Ia hanya dapat makan tiga jenis bahan
pangan setiap hari. Satu jenis makanan itu tentu sudah
mengandung tiga atau bahkan lebih jenis bahan pangan.
Sepotong wajik terbuat dari ketan, gula, garam dan santan
kelapa. Bahkan kadang-kadang dengan penyedap manis
jangan.. Tetapi Paksi tidak sampai hati melihat kegelisahan
perempuan tua itu. Karena itu, maka Paksipun kemudian
berkata, "Bibi, di rumahku akan ada tamu, kebetulan bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bibi masih mempunyai makanan yang cukup. Karena itu, aku
akan membeli beberapa potong."
"Kau akan membeli makananku?" wajah perempuan itu
menjadi cerah. "Tetapi tidak terlalu banyak, Bibi."
Ternyata Paksi membeli lebih dari separo sisa makanan
yang dijajakan itu, sehingga perempuan itu mengucapkan
terima kasih berkali-kali sambil tersenyum berulang kali.
Sejenak kemudian, maka Paksipun telah membawa
makanan yang dibungkus dengan daun pisang itu. Tetapi
Paksi tidak tahu untuk apa makanan sebanyak itu, karena ia
sendiri tidak dapat memakannya.
Sementara itu, pasar memang menjadi semakin sepi.
Perempuan yang menjual makanan itupun telah membenahi
dagangannya pula. Nampaknya dengan uang yang didapatnya
dari Paksi, ia akan dapat berjualan lagi esok pagi.
Sementara itu Paksi masih kebingungan dengan
makanannya. Namun akhirnya Paksi berkesimpulan untuk
membawa makanan itu pulang.
Ketika di jalan pulang ia melihat sekelompok gembala
sedang beristirahat di bawah sebatang pohon yang rindang,
sementara kambing-kambing merekapun berkeliaran di
padang rumput yang hijau, maka Paksi tertegun. Beberapa
orang anak di antaranya sudah dikenalnya, karena Paksi
pernah berbincang-bincang dengan mereka.
Karena itu, maka Paksipun telah mendatanginya. Sambil
duduk bersama mereka, Paksi berkata, "He, aku membawa
makanan buat kalian."
"Makanan apa, Kang?" bertanya seorang anak yang
kuncung di ubun-ubunnya memanjang sampai ke dahi.
Paksi membuka bungkusan makanannya. Di antaranya
beberapa potong wajik, jadah, beberapa bungkus hawug-
hawug dan cemplon. Anak-anak gembala itu nampak ragu-ragu. Sementara
Paksi berkata, "Jangan malu. Aku sengaja membelinya untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang yang sedang berkumpul seperti ini. Hari ini hari ulang
tahun kelahiranku. Tumbuk."
Tetapi dengan tidak terduga seorang dari anak-anak itu
bertanya, "Tumbuk berapa" Dua atau tiga. Kalau dua, Kakang nampaknya terlalu tua. Kalau tumbuk tiga, Kakang nampaknya
terlalu muda. Ayahku baru saja memperingati ulang tahunnya,
pada tumbuk tiga." Paksi tersenyum. Katanya, "Umurku sudah duapuluh
ampat, sama dengan umur ayahmu."
"Tetapi ayah sudah nampak tua."
"Sekarang berapa umurmu?" bertanya Paksi.
"Tujuh tahun," jawab anak itu.
"Hitung, berapa tahun umur ayahmu ketika ibumu
melahirkan, jika sekarang umurnya baru duapuluh ampat."
Anak itu termangu-mangu. Ia tidak dapat menjawab
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pertanyaan Paksi. Namun Paksipun bertanya pula, "Siapa yang mengatakan bahwa ayahmu baru saja ulang tahun pada
tumbuk tiga" Tentu keliru. Mungkin tumbuk ampat."
Anak itu masih saja termangu-mangu.
Tetapi Paksipun kemudian berkata, "Nah, lupakan saja
umur ayahmu dan umurku. Sekarang, marilah kita makan
bersama-sama." Anak-anak itu tidak menunggu lebih lama lagi. Mereka
segera memungut makanan sesuai dengan selera masing-
masing. "Ini masih ada," berkata Paksi.
Anak-anak itu hanya saling berpandangan. Masih seonggok
makanan yang tersisa. Tetapi anak-anak itu nampaknya
enggan untuk mengambil lagi.
Paksi tersenyum. Namun iapun segera bangkit sambil
berkata, "Aku akan pulang. Terserah kepada kalian, apakah kalian
akan menghabiskan makanan itu atau tidak."
Tidak ada yang menyahut. Karena itu, maka Paksipun
kemudian berkata, "Sudahlah. Aku minta diri."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diusapnya kepala beberapa orang anak yang sedang
menggembalakan kambing itu. Kemudian Paksi itupun segera
melangkah pergi. Ketika Paksi sudah meloncati parit dan berdiri di jalan,
maka iapun berpaling. Dilihatnya anak-anak itu sedang sibuk
berebut makanan yang ditinggalkan oleh Paksi.
Paksi tersenyum. Seorang anak yang melihat Paksi
berpaling, menggamit kawan-kawannya. Tetapi ketika mereka
melihat Paksi mengangkat tangannya, maka merekapun
bersorak sambil melambaikan tangan mereka yang masih
menggenggam sepotong makanan.
Paksipun menjadi gembira melihat anak-anak itu menjadi
gembira. Sekilas memang terbayang kembali masa kanak-
kanaknya. Ia juga sering berada di dalam satu lingkungan
permainan dengan kawan-kawannya. Ia sempat bergembira.
Tertawa lepas tanpa kekangan. Bahkan sampai umurnya
menginjak tujuh belas. Namun jika ia sudah menginjak
ambang pintu rumahnya, maka rasa-rasanya hidupnya
menjadi sepi dalam kesendiriannya. Kedua adiknya dapat
bergaul rapat dengan ayahnya. Tetapi Paksi sendiri merasa,
hubungannya dengan ayahnya terasa renggang.
Paksi menarik nafas dalam-dalam.
Namun masa-masa itu sudah lewat. Ia tidak lagi harus
bertanya-tanya tentang dirinya. Di gubuk kecil di kaki gunung
itu ia telah berjuang di bawah bimbingan Ki Marta Brewok
untuk bukan saja menjadi dirinya, tetapi membentuk dirinya
sendiri. Paksi berjalan terus. Panas matahari tidak dihiraukannya. Ia
sudah terbiasa terpanggang sinar matahari saat-saat ia
berlatih di sanggarnya yang terbuka.
Ketika Paksi kemudian sampai di gubuknya, maka iapun
segera berbenah diri, sehingga sejenak kemudian ia sudah
siap untuk melakukan latihan-latihan ringan, menggerakkan
urat-urat darahnya serta melemaskan otot-ototnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi tidak terlalu lama berlatih. Iapun kemudian pergi ke
sungai untuk membersihkan badannya dan mencuci
pakaiannya. Ketika matahari menjadi semakin rendah, Paksi sempat
beristirahat, duduk di belakang gubuk kecilnya. Ia melihat
seekor ular yang merayap dengan cepat melintas menuju ke
semak-semak belukar. Seperti dikatakan oleh Ki Marta Brewok, di sekitar tempat
itu memang terdapat banyak sekali ular dari berbagai macam
jenis, sehingga karena itu, maka Paksi tidak pernah lupa
setiap hari menelan obat yang diberikan oleh Ki Marta Brewok
untuk menawarkan racun. Sambil beristirahat, Paksi sempat merenungi apa yang
dilihatnya di pasar itu. Ia memang merasa pengalamannya,
bahkan pengalaman jiwanya, menjadi semakin kaya. Ia
melihat seorang ayah yang ingkar akan kewajibannya, dan
bahkan telah menjadi benalu bagi isteri dan anak-anaknya.
Iapun melihat dua orang dari dua perguruan yang berbeda. Ia
sempat mengenali gaya dan ciri ilmu dua perguruan. Namun
iapun sempat mengenali watak dari dua perguruan itu.
Terutama perguruan Goa Lampin. Ketika Paksi sempat mengenang apa yang
terjadi atas laki-laki yang sempat dihisap ke dalam lingkungan perguruan Goa Lampin, maka rasa-rasanya bulu-bulu
tengkuknya meremang. "Laki laki yang terkurung di dalam goa itu akan menjadi
apa saja nantinya?" pertanyaan itu telah membuat Paksi
merasa ngeri. Sementara itu, ia harus mengakui bahwa
perempuan cantik yang berpakaian coklat itu tentu perempuan
yang berilmu tinggi. Dalam keadaan yang demikian, rasa-rasanya ia ingin
segera bertemu dan berbicara dengan Ki Marta Brewok. Ia
ingin menanyakan apa yang sebenarnya terjadi dengan laki-
laki dari perguruan Sad itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Iapun kemudian bangkit
berdiri. Diraihnya kapaknya yang terselip pada dinding
rumahnya. Namun sambil melangkah ke halaman, Paksi teringat pada
perempuan tua yang berjualan makanan. Nampaknya
hidupnya dan barangkali juga dengan keluarganya, tergantung
dari setampah makanan yang dijajakannya itu.
Namun sejenak kemudian Paksipun telah tenggelam dalam
kerjanya. Dengan kapaknya ia membelah gelondong-
gelondong kayu bakar. Kemudian kayu yang sudah terbelah
itu dijemurnya di sisa panasnya matahari.
Tetapi kayu-kayu itu tidak perlu ditempatkan di tempat
yang terlindung, karena nampaknya hujan masih belum
segera turun. Paksipun kemudian telah mengisi waktunya dengan berlatih
pula. Sambil duduk di atas sebongkah batu, Paksi
mempertajam kemampuan bidiknya dengan sasaran yang
lebih kecil yang pernah dilakukan. Seikat jerami yang
digantung di tempat yang lebih jauh dari latihan-latihannya
terdahulu. Paksi mengakhiri latihannya ketika senja turun. Tiba-tiba
saja ia telah mengharapkan Ki Marta Brewok datang
secepatnya. Ternyata Ki Marta Brewok seolah-olah mengetahui
keinginan Paksi itu. Demikian gelap turun, Ki Marta Brewok
telah berada di tempat itu.
"Aku memang mengharap Ki Marta Brewok datang lebih
awal," desis Paksi. "Aku juga tahu," jawab Ki Marta Brewok. "Kau tentu melihat peristiwa yang terjadi di pasar itu. Kau tentu melihat murid dari perguruan Goa Lampin dan murid dari perguruan
Sad bertempur. Kau juga tahu kedatangan iblis betina, maha
guru dari perguruan Goa Lampin itu."
"Apakah Ki Marta Brewok juga melihatnya?"
"Aku tidak sengaja melihatnya. Tetapi aku mengikuti
perkembangan keadaan sejak semula. Aku melihat laki-laki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang memukul isterinya itu. Aku melihat bagaimana
perempuan Goa Lampin itu mencampuri persoalan suami isteri
itu dan bagaimana anak dari perguruan Sad itu ikut pula
melibatkan diri." "Ki Marta," desis Paksi, "ada yang ingin aku tanyakan. Apa yang sebenarnya terjadi ketika laki-laki dari perguruan Sad itu tiba-tiba kehilangan pribadinya. Ia menjadi seakan-akan
pasrah serta melakukan segala perintah perempuan
berpakaian coklat itu."
"Perempuan itu mempunyai kekuatan semacam kekuatan
sihir. Siapa yang dipandangi matanya serta orang yang
dipandangi matanya itu memandang matanya pula, maka ia
akan terpengaruh oleh kuasa ilmu perempuan itu. Orang yang
demikian, tidak lagi tahu apa yang dilakukan. Ia berbuat apa
saja sesuai dengan kehendak perempuan yang menyihirnya
itu. Bahkan untuk membunuh diri sekalipun."
Paksi menarik nafas dalam-dalam.
Sementara itu Ki Marta Brewok berkata, "Ada baiknya kau
melihatnya, Paksi. Dengan demikian kau mendapat satu
pengalaman baru. Sehingga kau harus belajar, bagaimana
menghadapi pengaruh sihir seperti itu." Paksi mengangguk-
angguk kecil. "Di samping itu," berkata Ki Marta Brewok, "kau harus mengenali kedua perguruan itu pula. Serba sedikit kau tentu
sudah mendapat gambaran isi dari perguruan Goa Lampin.
Goa Lampin sebenarnya adalah nama sebuah goa kecil.
Namun padepokan yang dibangun di sekitar goa itu kemudian
disebut Padepokan Goa Lampin. Padepokan itu dibangun
sedemikian rupa, sehingga goa itu berada di dalam padepokan
itu." Paksi masih mengangguk-angguk, sementara Ki Marta
Brewokpun berkata, "Sedangkan perguruan Sad adalah
perguruan yang samar-samar. Aku tidak dapat mengetahui
dengan pasti garis kebijaksanaan pemimpinnya. Tetapi untuk
sementara kau harus berhati-hati. Aku melihat sifat-sifat yang agak licik pada perguruan itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki Marta," berkata Paksi kemudian, "apakah ada cara-cara khusus untuk mengatasi kekuasaan sihir itu" Ilmu itu sangat
mengerikan. Aku tidak pernah menjadi gelisah melihat
berbagai macam ilmu. Tetapi aku benar-benar ngeri
mengenang kekuatan ilmu sihir itu. Aku selalu dibayangi oleh
angan-angan, apa yang terjadi dengan diriku jika aku jatuh ke
tangan iblis betina itu. Lebih baik dadaku ditembus oleh ujung tombak daripada terpengaruh oleh ilmu itu."
Ki Marta Brewok tersenyum. Katanya, "Baiklah. Aku akan
berusaha membantumu. Kau harus melapisi kesadaranmu
dengan ketahanan jiwani yang tinggi."
"Aku akan menjalani laku apapun untuk menemukan
kekuatan yang dapat melawan ilmu sihir itu."
"Kau harus menyelesaikan laku yang sedang kau jalani
sekarang lebih dahulu, Paksi. Sementara itu, kau dapat
mempersiapkan dirimu untuk menjalani laku berikutnya. Kau
tidak usah berpikir, kapan kau harus berangkat untuk
meneruskan pencarianmu atas cincin itu. Aku yakin bahwa
dalam waktu satu dua tahun, cincin itu masih belum
diketemukan. Seandainya cincin itu sudah diketemukan, maka
masih dapat dipertanyakan, siapakah yang menemukan cincin
itu." Paksi mengangguk-angguk. Namun rasa-rasanya ia menjadi
semakin mantap. Namun Ki Marta Brewok itu masih berkata pula, "Untuk
sementara Paksi, kau dapat menghindarkan diri dari pengaruh
sihir itu dengan lembaran ketabahan hati serta berusaha untuk
tidak memandang orang yang kau curigai mempunyai ilmu
sihir itu pada matanya. Namun menurut pengetahuanku, di
perguruan Goa Lampin hanya perempuan iblis yang menjadi
pemimpinnya itu sajalah yang memiliki kemampuan ilmu sihir.
Sedangkan kau sudah pernah melihat orang itu, sehingga kau
dapat berhati-hati seandainya kau karena sesuatu hal
berhadapan dengan orang itu. Bukankah sebagaimana kau
lihat, perempuan yang lengannya terluka itu sama sekali tidak
mempunyai kemampuan ilmu semacam itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi mengangguk-angguk. "Baiklah," berkata Ki Marta Brewok. "Kau harus
mempersiapkan diri. Kita akan berlatih lagi. Meskipun
sebenarnya kau sudah sampai ke puncak, tetapi kau masih
harus berusaha membuka pintu-pintu inderamu lebih lebar
lagi, agar ilmumu dapat menjadi semakin berkembang."
Sejenak kemudian Paksipun telah tenggelam lagi dalam
latihan-latihan yang berat. Ia harus mengasah penglihatan,
pendengarannya dan bahkan panggraitanya.
Sedikit lewat tengah malam, Ki Marta Brewok mengakhiri
latihan itu. Setelah beristirahat sejenak, Ki Marta Brewok
sempat makan bersama Paksi. Namun Paksi masih terikat
dengan laku yang sedang dijalaninya.
"Aku terpaksa harus ikut makan hanya dengan garam,"
desis Ki Marta Brewok. Paksi tersenyum. Meskipun hanya dengan garam, ternyata
Ki Marta Brewok itu makan cukup banyak. Katanya, "Supaya
tenaga di dalam tubuh ini tidak menyusut, maka kita harus
makan banyak. Menurut pendapatku kau sudah memilih laku
yang benar dengan cara yang benar. Setiap hari kau ganti
jenis makanan yang tiga itu. Sekali-sekali kau makan bayam
rebus saja di samping nasi. Lain kali, ikan air yang kau
panggang dengan garam. Kemudian kau makan ketela yang
kau rebus dengan gula kelapa."
"Dengan demikian aku tidak merasa jenuh dengan satu dua
jenis makanan, Ki Marta."
"Otakmu cukup terang. Kau dapat melanjutkannya sampai
pada suatu saat kau harus melakukan pati-geni."
Demikianlah, seperti yang dikatakan oleh Ki Marta Brewok,
Paksi melanjutkan laku yang dijalaninya. Di samping laku itu,
Paksi sekali-sekali juga turun untuk pergi ke pasar.
Beberapa orang telah dikenalnya. Anak muda yang hampir
setiap hari pergi mengantar dan menjemput ibunya yang
berjualan kain lurik, telah dikenalnya dengan akrab pula.
Sementara itu, setiap kali Paksi berada di pasar, ia selalu
mencari Kinong meskipun hanya untuk berbincang sebentar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bahkan dengan diam-diam Paksi telah mengikuti dan melihat,
dimana rumah Kinong itu. Rumah Kinong sebenarnya termasuk rumah yang sedang.
Meskipun bukan joglo, tetapi di bagian depan rumahnya
terdapat pendapa. Namun rumah itu menjadi tidak terpelihara.
Sebuah kandang berdiri di sebelah rumah. Tetapi kandang itu
juga sudah kosong. Tidak ada seekor lembupun yang berada
di dalam kandang itu. Yang masih nampak berkeliaran di
halaman adalah beberapa ekor ayam.
Sementara itu, Paksi tidak lagi melihat murid-murid dari
perguruan Goa Lampin berkeliaran di pasar. Kecuali jika
mereka tidak mengenakan ciri-ciri perguruannya sehingga
tidak dapat mengenalinya. Demikian pula para cantrik dari
padepokan Sad. Namun dengan demikian Paksi sendiri harus berhati-hati
agar tidak menarik perhatian orang lain. Terutama orang-
orang dari perguruan Goa Lampin. Apalagi jika perempuan
yang disebut sebagai mahagurunya itu.
Dalam pada itu, laku yang dijalani Paksi sudah hampir
sampai pada saatnya genap ampat puluh hari ampat puluh
malam. Karena itu, maka Ki Marta Brewokpun kemudian
berkata, "Paksi, bersiaplah. Kau akan segera sampai pada
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
puncak laku yang harus kau jalani. Kau harus mengetahui apa
yang harus kau lakukan saat kau menjalani pati-geni."
"Apa yang harus aku lakukan, Ki Marta?"
"Kau akan aku bawa ke satu tempat yang tersembunyi,
agar selama kau menjalani laku terakhir, kau tidak terganggu.
Kau jangan membawa makanan apapun kecuali pisang, kunyit
dan kencur. Selama tiga hari tiga malam, sehingga selama kau
menjalani laku itu, kau hanya boleh makan tiga buah pisang."
Paksi menyadari, bahwa laku yang harus dijalaninya tentu
sangat berat. Tetapi Paksi tidak akan ingkar. Apapun yang
harus dilakukan, akan dilakukan menurut kemampuannya.
Namun dalam pada itu Ki Marta Brewokpun berkata,
"Tetapi apapun yang kau lakukan, kau tidak boleh melupakan kewajibanmu terhadap Sumber Hidup-mu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi mengangguk-angguk. Sejak kecil ibunya telah
memperkenalkannya dengan Sumber Hidup-nya, sehingga
Paksi tumbuh di dalam ikatan yang semakin lama semakin
erat. Sikap ayahnya yang mendorong Paksi semakin dekat
dengan ibunya, membuat Paksi semakin dekat pula dengan
Yang Maha Agung sesuai dengan tuntunan yang diberikan
oleh ibunya. Ketika Paksi berada di gubuk kecil di kaki gunung itu, maka
ia justru merasa hubungannya menjadi semakin erat dengan
Sumber Hidup-nya itu. Demikianlah, maka Ki Marta Brewokpun nampak menjadi
semakin berhati-hati membimbing Paksi. Laku yang
dijalaninyapun menjadi semakin berat. Ia tidak lagi harus
melakukan latihan-latihan yang berat di sanggar terbukanya.
Tetapi di setiap tengah malam, Paksi duduk di atas sebuah
batu yang besar bersama Ki Marta Brewok. Tuntunan yang
diberikanpun mulai berkisar. Ki Marta Brewok mulai
memperkenalkan kekuatan-kekuatan yang tersimpan di dalam
diri Paksi. Ki Marta Brewok mulai mengajarkan, bagaimana
Paksi dapat mengungkapkan kekuatan-kekuatan itu. Latihan-
latihan mengatur pernafasan sebagai landasan untuk
melakukan sikap dan perbuatan selanjutnya dilakukan dengan
bersungguh-sungguh. Ki Marta bahkan menilik setiap gerak
yang terjadi di dalam tubuh Paksi.
Menjelang hari ke empat puluh maka latihan-latihanpun
menjadi semakin khusus, latihan-latihan kewadagan pun
menjadi semakin sedikit. Ki Marta Brewok menganjurkan agar
Paksi memanfaatkan waktu yang luang di siang hari untuk
melakukan latihan-latihan kewadagan.
Dengan demikian, maka Paksipun telah mengalami
tempaan lahir dan batin. Dengan segenap kemampuan yang
ada, Paksi melakukan segalanya dengan kesungguhan.
Akhirnya Paksipun telah sampai pada hari ke empat puluh.
Paksi menyadari, bahwa ia akan sampai pada puncak laku
yang berat. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Ki Marta Brewok telah mempersiapkannya dengan
sebaik-baiknya. Lahir dan batin.
Ketika senja turun, maka Paksipun menjadi berdebar-debar.
Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan kemudian. Ia sudah
menyediakan tiga buah pisang sebagaimana dipesankan oleh
Ki Marta Brewok. Kemudian kunyit dan kencur serba sedikit.
Ketika kemudian Ki Marta Brewok itu datang, Paksipun
benar benar telah siap. "Nampaknya kau telah mempersiapkan diri dengan baik,
Paksi. Sudah waktunya kau menjalani puncak laku yang akan
membuka kemungkinan bagimu untuk mengendalikan semua
unsur kekuatan di dalam dirimu sesuai dengan kehendakmu.
Kekuatan yang bagi banyak orang tersimpan dan tidak dapat
dipergunakan karena mereka tidak mengenali diri mereka
sendiri seutuhnya, akan dapat kau pergunakan sebaik-
baiknya. Tetapi ingat Paksi. Pada dasarnya manusia adalah
makhluk yang baik, yang hidup di dalam lingkungan
sesamanya. Karena itu, jika Yang Maha Agung
memperkenankan kau memiliki kemampuan yang lebih dari
orang lain, kau dapat mempergunakannya dengan sebaik-
baiknya sesuai dengan martabat kita. Kita tidak boleh
mempergunakannya dengan semena-mena. Bukan saja atas
sesama, tetapi juga atas lingkungan kita. Karena kita dan
lingkungan kita adalah satu keutuhan yang saling bergantung
dan saling mempengaruhi."
Paksi mengangguk dalam-dalam sambil menjawab, "Ya, Ki
Marta. Aku mengerti."
"Nah, baiklah. Sekarang, ikut aku."
Paksi termangu-mangu sejenak. Sementara Ki Marta
Brewok berkata selanjutnya, "Tutup pintu rumahmu.
Simpanlah barang-barang terpentingmu. Benahi alat-alat
dapurmu. Kita akan pergi selama tiga hari tiga malam."
Demikianlah, maka Paksipun kemudian telah mengikuti Ki
Marta Brewok meninggalkan gubuknya. Mereka berjalan di
dalam kegelapan, melalui lereng dan tebing gunung yang
rumit yang belum pernah dikenal oleh Paksi. Namun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
betapapun gelapnya, maka Paksi yang sudah terlatih dengan
baik, masih mampu melihat keadaan di sekelilingnya. Ia masih
dapat mengenali beberapa ciri yang akan dapat diingatnya jika
ia harus berjalan melalui tempat itu lagi.
Paksi menjadi berdebar-debar ketika ia harus menuruni
sebuah tebing. Sebelum ia sampai ke tempat yang dituju,
telinganya yang juga sudah menjadi semakin tajam telah
mendengar gemuruhnya air terjun.
Beberapa saat kemudian, Paksi telah sampai ke sebuah
aliran sungai. Dalam keremangan malam ia melihat air terjun
dari ketinggian. Meskipun tidak terlalu besar, tetapi suaranya yang bergelora berkepanjangan terdengar seirama dengan
hembusan angin di lereng gunung.
"Kita akan bersembunyi dalam goa di belakang air terjun
itu. Dengan demikian, maka kau tidak akan terganggu selama
tiga hari tiga malam penuh."
Paksi mengangguk kecil. Demikianlah, maka merekapun kemudian menyusuri lereng
berbatu-batu padas mendekati air terjun itu.
Tetapi Paksi tidak melihat sebuah goa di sekitar air terjun
itu. Namun Paksi mengira, bahwa ketajaman penglihatannya
saja yang masih belum dapat menangkap mulut goa yang
dimaksud oleh Ki Marta Brewok.
Tetapi ternyata dugaan Paksi keliru. Ki Marta Brewok telah
membawa Paksi menembus air terjun itu, karena mulut goa
itu berada di belakangnya, tertutup oleh air yang meluncur
dari ketinggian. Dengan demikian, maka keduanya menjadi basah kuyup
ketika mereka kemudian berdiri di sebuah mulut goa.
"Marilah," berkata Ki Marta Brewok. Namun iapun
mengingatkan pula, "Juga di dalam goa ini terdapat banyak ular dari berbagai jenis. Tetapi jika kau sudah minum obat itu, maka kau tidak usah menjadi cemas."
Paksi tidak menjawab. Ia melangkah dengan hati-hati di
belakang Ki Marta Brewok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di dalam goa itu gelap terasa menjadi semakin pekat.
Tetapi perlahan-lahan penglihatan Paksi yang tajam mulai
membiasakan diri dengan kegelapan itu. Meskipun sangat
samar, namun Paksi mulai dapat melihat isi goa itu.
Yang nampak tidak lebih dari bebatuan. Batu-batu yang
tajam menggantung dan yang lain mencuat dari bawah.
Keduanya melangkah semakin lama menjadi semakin
dalam. Titik-titik air menetes dimana-mana sehingga di bawah
kaki mereka, air itu berkumpul dan mengalir keluar.
Beberapa saat kemudian, Ki Marta Brewok telah membelok
memasuki cabang goa yang lebih kecil, memanjang menusuk
perut bumi. Di ujung cabang goa yang dalam itulah kemudian Ki Marta
Brewok memerintahkan Paksi untuk mencari tempat duduk.
"Di sebelah ini ada sebuah ruang yang agak luas," berkata Ki Marta Brewok. "Nanti kau dapat melihatnya sendiri. Tetapi itu tidak penting. Kau untuk sementara tidak memerlukan
ruangan yang luas. Kau hanya memerlukan tempat duduk
yang cukup memuat tubuhmu saja, karena selama tiga hari
tiga malam, kau akan melakukan latihan-latihan dengan sifat
halusmu serta pemahaman-pemahaman terpenting dari laku
yang kau jalani." Paksi mengangguk kecil. -ooo00dw00ooo- Jilid 05 DEMIKIANLAH, maka Paksi mulai menjalani puncak
lakunya. Bersama Ki Marta Brewok ia berada di dalam goa
yang gelap pekat. Namun Paksi sama sekali tidak merasa
terganggu pernafasannya. Ia yakin bahwa ada lubang-lubang udara
yang membuat ruangan-ruangan di dalam goa itu tetap
mendapat udara yang segar meskipun ruangan itu tetap saja
terasa pengap. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata laku yang dijalani Paksi memang berat. Ia harus
melakukan gerakan-gerakan khusus dan bahkan kemudian
pemusatan nalar budi yang harus dilatihnya tataran demi
tataran. Dengan tekun dan bersungguh-sungguh pula orang yang
menyebut dirinya Ki Marta Brewok itu memberikan tuntunan
setapak demi setapak. Sekali-sekali ia bersikap lembut seperti kepada kanak-kanak yang baru belajar berjalan, namun
kadang-kadang ia bersikap keras. Bentakan-bentakan kasar
telah menyengat telinga Paksi yang sedang memusatkan nalar
dan budinya itu. Namun dengan dengan perlahan-lahan Paksi telah
memasuki sikap samadi. Laku yang dijalani tidak lagi bersifat
semata-mata wadag. Paksi yang duduk di atas batu karang di
hadapan Ki Marta Brewok itu mulai membayangkan gerakan-
gerakan perlahan-lahan sebagaimana diungkapkan oleh Ki
Marta Brewok. Sekali dua kali, namun kemudian Paksi harus
dapat menuntun penglihatan batinnya sendiri. Diucapkannya
apa yang telah diucapkan oleh Ki Marta Brewok tentang
makna dari unsur-unsur gerak itu serta watak dan sifat-
sifatnya. Kekuatan dan kelemahannya serta beberapa
perbandingan unsur-unsur gerak yang sejajar.
Dengan demikian, maka beberapa unsur gerak yang paling
rumit telah dilakukan tanpa kesertaan wadagnya. Namun
unsur-unsur itu bagaikan telah terpahat di dinding jantungnya, sehingga tidak akan pernah dilupakannya.
Demikianlah terjadi untuk waktu yang terasa panjang.
Panjang sekali. Begitu banyak unsur-unsur yang harus
dikuasainya. Bukan sekedar kemampuan untuk melakukannya,
tetapi juga penguasaan sampai ke kedalamannya.
Waktu yang tiga hari tiga malam itu terasa betapa panjang.
Tetapi yang panjang itu rasa-rasanya masih belum cukup
untuk menampung segala-galanya.
Di hari pertama dan kedua, Paksi masih mendapat
kesempatan untuk beristirahat di tengah malam untuk makan
sebuah pisang dan minum beberapa teguk air yang menetes
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari ujung-ujung batu karang yang mencuat. Namun
kemudian pada hari yang ketiga, Paksi harus memasuki
puncak dari segala laku yang telah dijalaninya.
Demikian ia duduk di tempatnya, maka Ki Marta Brewok
telah menuntunnya untuk memasuki alam halusnya.
Paksi yang duduk di atas sebongkah batu padas dengan
mata terpejam itu seakan-akan telah melihat dirinya sendiri
bangkit berdiri. Kemudian dengan mendengarkan perintah-
perintah Ki Marta Brewok, Paksi Pamekas melihat dirinya
sendiri menjalani sikap dan gerak sebagaimana dikatakan oleh
Ki Marta Brewok. Sekali dua kali dan satu unsur gerak ke
unsur gerak yang lain. Sekali dua kali ia melihat dirinya sendiri mengulangi dan mengulangi. Kemudian melakukan tingkat
selanjutnya dan selanjutnya.
Tingkat demi tingkatpun telah dijalani. Menurut penglihatan
batin Paksi yang wadagnya masih tetap duduk di atas batu
karang itu, ia melihat dirinya melakukan latihan yang semakin
berat. Setiap gerak mengandung tenaga yang semakin lama
menjadi semakin besar dan semakin kuat, sehingga di ujung
dari puncak laku yang dijalaninya itu, Paksi melihat dirinya
sendiri mampu mengungkapkan inti kekuatan yang terangkum
di dalam diri dan kemudian mengangkat ke permukaan.
Demikian puncak laku itu dijalani, maka terasa betapa
seluruh tubuh Paksi itu bergetar. Ia melihat dirinya sendiri
bergetar, namun ia mulai merasakan wadagnyapun bergetar.
Perlahan-lahan mata batin Paksi melihat dirinya sendiri itu
bergerak perlahan-lahan seakan-akan melayang tanpa batasan
bobot dan ruang. Batu-batu yang tajam bergayutan serta yang
mencuat dari permukaan, sama sekali tidak menyentuhnya.
Perlahan-lahan ia masih sempat melihat dirinya itu semakin
dekat pada wadagnya yang semula bagaikan terlupakan
adanya. Namun tiba-tiba terjadi benturan yang sangat
dahsyat. Dirinya sendiri yang nampak di mata hatinya itu
seakan-akan lebur dan luluh di dalam ujud kewadagannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tubuh Paksi benar-benar telah bergetar. Keringatnya
semakin banyak mengalir membasahi ujud wadagnya. Namun
terasa betapa kesadaran dirinya menjadi baur.
Paksi masih mendengar suara Ki Marta Brewok, "Paksi,
jangan tenggelam ke dalam kesamaran dirimu. Kau harus
segera bangun dari samadimu. Kau harus segera kembali
kepada kesadaran unsur wadagmu sebelum wadagmu
kehilangan arti sama sekali dan tenggelam ke dalam
kebekuan." Paksi merasakan goncangan yang keras pada wadagnya,
sehingga dengan serta-merta Paksipun telah terbangun dan
serasa telah terhempas kembali dari dunia pemusatan nalar
budinya yang terdalam. Tiba-tiba saja Paksi akan bangkit berdiri. Tetapi Ki Marta
Brewok dengan cepat menahannya sambil berdesis,
"Duduklah." Paksi merasakan tubuhnya yang gemetar. Paksi merasakan
tubuhnya menjadi sangat lemah. Seandainya Ki Marta Brewok
tidak mencegahnya, maka demikian ia berdiri, maka ia akan
terjatuh terhempas pada batu-batu padas yang tajam di
bawah kakinya. Kepala Paksi terasa pening.
"Kau masih mempunyai sebuah pisang Paksi," berkata Ki Marta Brewok.
Setelah minum beberapa teguk, maka Paksipun makan sisa
pisang yang dibawanya. Tetapi pisang itu tidak cukup untuk
membuat tubuhnya yang lemah itu pulih kembali.
Namun Ki Marta Brewok kemudian berkata, "Kau telah
berhasil mengatasi semua hambatan di dalam dirimu. Laku
yang kau jalani sudah selesai. Kau sudah memiliki ilmu yang
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pada dasarnya sudah sampai ke puncak. Tetapi belum berarti
bahwa dengan ilmumu ini kau adalah orang yang tidak
terkalahkan. Banyak orang yang mampu mencapai puncak
kemampuan sebagaimana kau capai sekarang. Tetapi sedikit
orang yang mampu mengembangkannya dengan baik,
sehingga kemampuan itu kemudian benar-benar mencapai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tataran yang sulit dijangkau oleh orang lain. Dengan kata lain, orang itu akan memiliki kelebihan. Dengan demikian, maka
untuk selanjutnya terserah kepadamu. Kau sudah mempunyai
landasan dan bahan yang cukup. Namun pengalaman yang
akan mematangkan ilmumu itu."
Paksi mengangguk-angguk kecil. Tubuhnya masih lemah.
Terasa urat-uratnya masih tegang. Namun terasa inderanya
menjadi semakin jernih. Penglihatannya, pendengarannya,
peraba dan panggraitanya serta penciumannya.
"Nah, Paksi. Kau dapat beristirahat sampai esok pagi. Kau dapat melihat ruang yang luas di sebelah. Besok, jika langit
jernih dan matahari bersinar, kau akan dapat melihat ruangan
yang cukup luas itu. Ada lubang di atasnya, sehingga serba
sedikit cahaya dapat masuk ke dalam ruang itu."
Dalam pada itu, Paksi yang telah minum beberapa teguk air
dan makan sebuah pisang, berusaha untuk bangkit. Ki Marta
Brewok melangkah mendekat dan mengamatinya.
Namun Paksi Pamekas itupun berjalan sendiri sambil
berpegangan pada batu-batu karang yang mencuat.
Di sebelahnya memang terdapat sebuah ruang. Beberapa
saat Paksi sempat mengamati ruang itu. Namun karena malam
masih kelam, maka tidak ada cahaya seleret pun yang masuk
dan menerangi ruang itu. Namun menurut Ki Marta Brewok, di
siang hari, ada sinar matahari yang sempat menyusup dari
celah-celah batu padas di atasnya.
Beberapa saat Paksi berdiri termangu-mangu. Namun
kemudian terdengar Ki Marta Brewok berkata, "Marilah, kita keluar dari tempat ini. Besok kau dapat datang kemari lagi."
Paksi tidak menjawab. Dengan tubuh yang lemah, maka
iapun melangkah di atas batu-batu padas perlahan-lahan
menuju ke pintu goa di bawah sebuah air terjun.
Ki Marta Brewok masih harus membimbing Paksi yang
lemah itu. Apalagi ketika kemudian mereka keluar dari mulut
goa dan menyusup di bawah air terjun itu.
Meskipun dengan agak sulit, namun akhirnya Paksi sampai
di rumahnya. Demikian ia melangkah masuk, maka iapun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
segera menjatuhkan dirinya duduk di atas ketepe belarak yang
dipakainya alas tidur. "Nah, sekarang tolong dirimu sendiri. Kau dapat berbuat
sesuatu agar kau tidak menjadi kelaparan, bahkan aku sudah
membayangkan untuk ikut makan bersamamu. Sebenarnyalah
aku juga lapar. Meskipun aku tidak harus memeras tenaga,
nalar, dan budi sebagaimana kau lakukan, tetapi aku ikut serta pati-geni bersamamu meskipun sebenarnya itu tidak harus aku
akukan. Tetapi karena aku tidak memerlukan tenaga
sebagaimana kau perlukan, maka aku tidak mengalami
keletihan sebagaimana kau. Akupun dapat minum sebanyak
aku inginkan selama berada di dalam goa itu. Apalagi
sebelumnya aku memang menyembunyikan beberapa potong
gula kelapa di dalam kantong bajuku."
Paksi mengerutkan keningnya sambil memandangi Ki Marta
Brewok. Tetapi Ki Marta Brewok itu tertawa. Katanya, "Kau tidak boleh iri. Kau sedang menjalani laku. Sedang aku tidak."
Paksi menarik nafas dalam-dalam.
"Nah," berkata Marta Brewok kemudian, "sekarang kau harus berganti pakaian, kemudian membuat perapian.
Bukankah kau masih mempunyai persediaan beras?"
Paksi mengangguk-angguk. Pakaiannya memang basah
kuyup ketika ia menyusup di bawah air terjun. Namun iapun
juga bertanya, "Bagaimana dengan Ki Marta" Bukankah
pakaian Ki Marta juga basah?"
"Nanti aku juga akan mengambil ganti pakaian. Sekarang,
buat saja api. Aku akan beristirahat di luar."
Paksi mengangguk-angguk. Ketika Ki Marta Brewok sudah berada di luar gubuknya,
maka Paksipun segera berganti pakaian. Tubuhnya masih
terasa sangat lemah, sehingga rasa-rasanya ia ingin segera
membaringkan dirinya. Tetapi sebenarnyalah bahwa ia
memang merasa lapar. Dalam kegelapan Paksi mencari batu titikan dan emput
gelugut aren. Untunglah bahwa batu titikan dan emput
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gelugut aren itu tidak dibawanya ke dalam goa sehingga tidak
ikut menjadi basah. Beberapa saat kemudian, Paksi sudah membuat perapian.
Ki Marta Brewok yang beristirahat di luar membiarkannya
bekerja sendiri dalam keadaan letih.
Ketika api sudah menyala, maka Paksi masih harus mencuci
berasnya. Tertatih-tatih ia pergi ke sebuah belik kecil tempat ia terbiasa mengambil air.
Malam itu Paksi tidak menanak nasi seperti biasanya. Ia
tahu bahwa perutnya sudah cukup lama kosong, sehingga ia
harus mulai mengisinya dengan makanan yang lunak. Karena
itu, maka Paksi telah membuat bubur beras yang agak cair. Ki
Marta tentu juga lebih baik makan makanan yang lunak
seperti dirinya. Ketika Paksi kembali dari belik kecil, maka dilihatnya Ki
Marta Brewok sudah duduk di depan api untuk memanaskan
tubuh dan pakaiannya yang basah.
Sambil menunggu bubur berasnya masak, Ki Marta Brewok
sempat memberikan beberapa pesan kepada Paksi. Sebagai
seorang yang berilmu tinggi, maka Paksi justru bertanggung
jawab sepenuhnya terhadap Sumbernya.
"Paksi, arti dari ilmu yang kau kuasai kemudian tergantung kepadamu. Apakah ilmumu itu akan berarti bagi sesama atau
justru menjadi racun, itu tergantung kepadamu. Jika kau
selalu menyadari, bahwa kau terhitung satu di antara mereka
yang mendapat kurnia kelebihan dari orang kebanyakan, maka
sebagai ungkapan terima kasihmu, maka kau harus
mempergunakan ilmu itu di jalan-Nya."
Paksi mengangguk-angguk kecil. Ia mengerti sepenuhnya
pesan Ki Marta Brewok yang bukan untuk pertama kalinya
dikatakannya. Tetapi seperti Ki Marta Brewok yang tidak jemu-
jemunya menyampaikan pesan itu, maka Paksipun tidak jemu-
jemunya pula mendengarkannya dan menekankan ke dalam
jantungnya. Ketika kemudian bubur beras itu masak, maka
keduanyapun telah makan bersama-sama. Meskipun mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hanya makan bubur hangat yang diberi sedikit garam, namun
mereka merasa betapa nikmatnya.
Paksi dan Ki Marta Brewok tidak makan terlalu banyak.
Tetapi yang sedikit itu telah membuat tubuh mereka menjadi
segar. "Beristirahatlah," berkata Ki Marta Brewok. "Kau tentu letih sekali lahir dan batinmu."
Paksi mengangguk. Namun ia masih bertanya, "Bagaimana
dengan Ki Marta?" "Aku akan beristirahat di luar gubukmu."
Paksi tidak menjawab. Setelah memadamkan api, maka
Paksi memang berbaring di dalam gubuknya.
Tetapi karena anak muda itu merasa sangat letih, di luar
sadarnya, Paksi telah tertidur di ujung malam itu.
Ternyata Paksi terlambat bangun. Tidak biasanya ia bangun
setelah cahaya matahari nampak merah di langit. Tetapi saat
itu Paksi yang merasa sangat letih itu ternyata terlambat
bangun. Ketika ia keluar dari gubuknya, maka dilihatnya cahaya
matahari telah menebar di langit meskipun mataharinya masih
berada di balik bukit. Angin pagi telah mulai mengalir
menyentuh dedaunan yang basah oleh embun. Suara burung-
burung liar di hutan lereng gunung terdengar bersahutan
menyanyikan kidung pagi menyambut matahari yang mulai
memanjat naik. Di ujung rerumputan, embun yang menggantung seperti
butir-butir mutiara yang berkilau memantulkan cahaya
matahari pagi. Namun Paksi sudah tidak melihat Ki Marta Brewok lagi.
Seperti biasanya, Ki Marta Brewok telah hilang bersamaan
dengan datangnya dini hari.
Paksi yang sudah merasa terlambat bangun itu duduk di
atas sebuah batu di sebelah gubuknya. Sejenak ia sempat
mengingat, apa yang telah dilakukannya selama ampat puluh
hari ampat puluh malam dan kemudian tiga hari tiga malam
menjalani puncak laku di dalam goa di balik air terjun itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Namun di dalam hatinya
ia mengucap sukur, bahwa ia termasuk salah satu di antara
mereka yang mendapatkan kurnia kelebihan dari yang Maha
Agung sebagaimana dikatakan oleh Ki Marta Brewok.
Baru beberapa saat kemudian, Paksi bangkit dan
melangkah pergi ke sungai setelah menutup pintu gubuknya.
Demikian Paksi selesai mandi dan mencuci pakaiannya yang
semalam basah kuyup, terasa tubuhnya menjadi segar
kembali. Apalagi ketika kemudian sesudah ia makan bubur
berasnya yang masih tersisa, terasa tenaganya perlahan-lahan
telah tumbuh kembali. Hari ini Paksi sengaja tidak melakukan latihan apapun. Ia
benar-benar beristirahat.
Meskipun demikian, jika Paksi duduk termenung, maka
bayangan-bayangan yang lewat di dalam benaknya adalah
bayangan-bayangan laku yang ditempuhnya di dalam goa.
Setiap kali serasa ia masih saja melihat dirinya sendiri
bergerak dengan cepat, memeragakan unsur-unsur yang
rumit. Meskipun kemudian geraknya menjadi semakin lama
semakin lamban, namun terasa pada setiap geraknya,
memancar tenaga yang semakin besar, sehingga akhirnya
Paksi itu mampu mengungkapkan inti kekuatan yang
sebelumnya seakan-akan tersembunyi di dalam dirinya.
Satu kurnia yang sangat besar baginya.
Paksi Pamekas itu menarik nafas dalam-dalam. Iapun
kemudian bangkit dan melangkah turun ke jalan sempit yang
jarang sekali dilalui orang. Bahkan orang mencari kayu
sekalipun. Tiba-tiba saja timbul keinginannya untuk menuruni kaki
gunung itu. Sambil berjalan, Paksi membenahi pakaiannya. Kemudian
melihat apakah ia sudah membawa uang beberapa keping.
Ternyata Paksi kemudian hampir di luar sadarnya telah turun
sampai ke pasar. Karena matahari sudah menjadi semakin
tinggi, maka keramaian pasar itu mulai menyusut. Meskipun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
demikian, penjual dawet di dekat pintu gerbang pasar itu
masih duduk di belakang dagangannya.
Penjual dawet itu tersenyum melihat Paksi yang sudah
dikenalnya dengan baik itu. Dengan ramah ia bertanya, "He, sudah beberapa hari kau tidak nampak, anak muda?"
"Aku sedang sibuk, Paman," jawab Paksi sambil duduk di sebelahnya.
"Sibuk apa" Bukankah sekarang tidak sedang musim
tanam?" bertanya penjual dawet itu.
"Aku sedang sibuk memagari pategalan pamanku yang
sudah rusak sekaligus membuat lanjaran kacang panjang,"
jawab Paksi. "Dan karena itu, kau tidak membeli cendol dawetku?"
"Aku sekarang akan membeli dawet saja, Paman. Bukan
hanya cendolnya." "Nampaknya kau sudah jemu meramu dawet sendiri."
Paksi tertawa pula. Sementara penjual dawet itu menuang
santan ke dalam mangkuk. Kemudian cendol dan legen
kelapa. Ketika Paksi meneguk dawet itu, terasa alangkah
segarnya setelah beberapa hari ia menempa dirinya dengan
mengekang jenis bahan makan yang masuk ke dalam
mulutnya dan yang pada ujungnya, Paksi harus menjalani
pati-geni. Sementara Paksi minum dawet, ia melihat Kinong lewat
sambil menjinjing keranjangnya. Maka dipanggilnya anak itu
dan ditawarinya untuk minum dawet pula.
"Terima kasih, Kang," jawab Kinong sambil duduk di
sebelah Paksi. "Kalau dua hari yang lalu Kakang datang ke pasar ini, maka Kakang akan melihat keributan lagi."
"Keributan apa lagi?" bertanya Paksi. "Orang-orang yang itu juga?"
"Bukan hanya orang-orang itu. Tetapi ada yang lain,"
penjual dawet itulah yang menjawab.
"Apalagi yang mereka ributkan?" bertanya Paksi pula.
"Aku tidak tahu. Tetapi mereka nampaknya sedang mencari
sesuatu." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mencari apa?" desak Paksi.
"Mereka mengatakan bahwa semalam sebelumnya mereka
telah melihat ndaru meluncur dari langit dan jatuh di sekitar
tempat ini." "Tetapi kenapa mereka jadi bertengkar?"
"Itulah yang terjadi. Perempuan aneh itu datang lagi.
Kemudian datang pula dua orang yang garang. Tidak seorang
pun yang tahu apa sebabnya mereka telah berselisih. Tetapi
seorang perempuan yang dahulu berpakaian lurik coklat itu
datang lagi dan membawa perempuan yang berpakaian asing
itu pergi sebelum terjadi perselisihan yang semakin
memburuk." "Mereka bertengkar memperebutkan ndaru itu," berkata Kinong.
Paksi tertawa. Katanya, "Siapa yang dapat memperebutkan
ndaru" Kenapa mereka tidak berebut dahulu menemukannya,
seandainya ndaru itu berujud. Katakanlah sebuah bintang
yang meluncur dan jatuh di bumi."
Kinong menggeleng. Katanya, "Entahlah."
Sementara penjual dawet itu berkata, "Kami orang-orang
yang tinggal di sekitar tempat ini, tidak ada yang melihat
sesuatu jatuh dari langit. Malam itu aku juga berada di sawah
menunggui air yang mengalir ke kotak sawahku. Tetapi aku
tidak melihat apa-apa. Sementara orang-orang asing itu ribut
mempersoalkannya." Paksi mengangguk-angguk. Ia juga pernah melihat ndaru
yang meluncur dan seakan-akan jatuh di sekitar tempat ini.
Tetapi menurut Ki Marta Brewok ndaru itu bukan benda
mawujud. Berbeda dengan gumpalan bintang yang meluncur
jatuh dari langit yang memang pernah terjadi.
Tetapi Paksi tidak mengatakan apa-apa.
Namun yang kemudian diingat oleh Paksi bahwa dua hari
yang lalu, ia sedang berada di dalam goa di belakang air
terjun itu. Namun dalam pada itu, Kinongpun berkata, "Aku
mendengar setelah perempuan asing itu pergi, orang-orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang nampak garang seperti ayah itu menyebut-nyebut cincin
bermata tiga butir batu akik."
"O," Paksi menjadi tertarik mendengar ceritera Kinong.
Tetapi ia menahan diri agar Kinong tidak justru segan untuk
melanjutkan ceriteranya. "Orang-orang itu mengatakan bahwa yang meluncur dan
disebut ndaru itu mungkin sebuah cincin yang bertuah."
"Cincin meluncur dari langit?" Paksi tertawa.
Tetapi wajah Kinong menjadi gelap. Katanya, "Aku hanya
menirukan orang-orang itu."
"O, ya," Paksi mengangguk angguk lagi.
"Sudahlah," berkata Kinong, "aku akan mencari embokku."
"Tunggu. Kau belum selesai dengan ceriteramu," berkata Paksi. "Aku mau membelikan kau dawet lagi."
"Sudah. Ceriteraku sudah habis."
Kinongpun segera bangkit dan berlari-lari meninggalkan
Paksi. Anak itu melihat ibunya menggendong beban yang
cukup berat dari seseorang yang sudah terbiasa
mengupahnya. "Aku bantu, Mbok," berkata Kinong.
Ibunya berpaling. Sambil tersenyum ia berkata, "Tidak usah Kinong. Tidak terlalu berat."
Tetapi orang yang mengupahnya itu tersenyum pula
kepada anak itu sambil berkata, "Nah, kau bawa saja kreneng ini."
Kinong mengangguk. Dimasukkannya kreneng itu di dalam
keranjangnya dan kemudian diusungnya di atas kepalanya.
Paksi memandanginya dari kejauhan. Namun merekapun
kemudian hilang di antara banyak orang.
Penjual dawet itulah yang kemudian masih berceritera
serba sedikit tentang orang-orang yang berselisih dan bahkan
hampir saja terjadi perkelahian lagi.
"Laki-laki itu memang berwajah garang," berkata penjual dawet itu. "Tetapi perempuan-perempuan yang wajahnya
nampak cantik dan mengenakan pakaian yang asing itu
ternyata tidak kalah garangnya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Menurut pendengaranku waktu itu, mereka datang dari
sebuah perguruan yang disebut Perguruan Goa Lampin.
Sedangkan laki-laki itu datang dari Perguruan Sad."
"Ya. Perempuan asing itu memang datang dari Goa Lampin.
Tetapi laki-laki yang berwajah garang itu bukan orang-orang
dari Perguruan Sad sebagaimana yang terdahulu."
"Mereka datang dari mana?" bertanya Paksi.
Penjual dawet itu menggeleng. Katanya, "Aku tidak
mendengar dengan jelas. Tetapi mereka memang menyebut
sebuah perguruan." Paksi mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak mendesak lagi.
Jika ia tidak dapat mengekang diri maka penjual dawet itu
dapat mencurigainya. Karena itu, maka Paksipun tidak
bertanya lagi. Ketika hari menjadi semakin siang, maka Paksipun
meninggalkan pasar itu setelah ia membeli beberapa beruk
beras dan kebutuhan-kebutuhannya yang lain.
Di rumah kecilnya, Paksi mulai melihat-lihat tanah yang
terbentang di sekitarnya yang sudah digarapnya menjadi
kebun yang menghasilkan jagung dan bahkan padi gaga. Pada
pagar yang mengelilingi kebunnya, Paksi menanam kacang
panjang yang batangnya merambat.
Namun Paksi mulai menjadi khawatir, bahwa orang-orang
yang berkeliaran di lingkungan itu untuk mencari ndaru, akan
sampai ke rumah kecilnya.
Tetapi Paksipun kemudian berkata kepada diri sendiri, "Biar saja mereka datang. Justru akulah yang akan pergi. Aku tidak
akan dapat tinggal di sini untuk seterusnya."
Meskipun demikian, Paksipun kemudian menyadari
ketergantungannya kepada Ki Marta Brewok.
Tetapi Paksi tidak menyesal. Ki Marta Brewok telah
memberikan sesuatu yang sangat berharga baginya dan bagi
masa depannya. Hari itu Paksi mulai lagi memanjat pohon-pohon kelapanya
untuk mengambil legennya. Sudah beberapa hari ia tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melakukannya, sehingga seakan-akan ia harus memulainya
lagi. Di hari berikutnya Paksi sudah mulai dengan kehidupannya
sehari-hari sebagaimana sebelum ia menjalani laku. Tetapi
masih ada satu lagi kegiatan yang sebelumnya tidak pernah
dilakukannya. Seperti yang dikatakan oleh Ki Marta Brewok,
bahwa di dalam goa di belakang air terjun itu terdapat sebuah
ruangan yang agak luas, yang mendapat sinar dari lubang-
lubang batu padas di atasnya.
Ketika Ki Marta Brewok datang ke gubuknya di malam hari,
maka Paksipun menyatakan keinginannya, bahwa esok ia akan
memasuki goa itu lagi. "Lakukanlah," jawab Ki Marta Brewok. "Mungkin ada manfaatnya bagimu. Tetapi ingat, jangan ada orang lain yang
sempat melihat kau memasuki goa itu."
Paksi mengangguk-angguk. Katanya, "Bukankah tempat ini
jarang sekali atau bahkan tidak pernah dikunjungi orang?"
"Tetapi akhir-akhir ini ada beberapa orang yang berkeliaran di sekitar tempat ini," berkata Ki Marta Brewok. "Mereka menyangka bahwa di daerah ini telah jatuh dari langit ujud
yang mereka kenal dengan ndaru sebagaimana pernah kau
lihat sebelumnya. Mereka menganggap bahwa ada hubungan
antara ndaru itu dengan sebuah cincin bermata tiga butir batu
akik sebagaimana pernah aku katakan kepadamu."
"Apakah itu benar, Ki Marta Brewok?"
Ki Marta Brewok itu tertawa. Katanya, "Cincin itu sebuah
benda yang kecil. Sementara itu yang mereka lihat adalah
benda langit yang meluncur."
"Tetapi apakah ndaru itu termasuk benda langit yang
jatuh" Bukankah Ki Marta juga membedakan antara benda
langit yang jatuh dan sebuah ndaru yang bersinar kehijau-
hijauan atau kebiru-biruan?"
Ki Marta Brewok tertawa pula. Katanya, "Sudahlah. Yang
penting berhati-hatilah. Aku kira kau juga tidak pernah
menemukan cincin di sini. Padahal sebelum mereka datang,
kau sudah ada di sini. Bahkan kau pernah melihat setahun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang lalu, ndaru yang meluncur dari langit dengan sinarnya
yang menyilaukan itu, seakan-akan juga jatuh di sini."
Paksi mengangguk-angguk. Sementara Ki Marta Brewok itu
berkata, "Meskipun demikian, apakah kau merasa menemukan
sesuatu yang lain kecuali sebuah cincin atau tidak?"
Paksi termangu-mangu sejenak. Tetapi Ki Marta Brewok itu
berkata, "Kau tidak usah sibuk memikirkannya sekarang. Yang penting, apakah nasimu sudah masak?"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian iapun
telah bangkit dan melihat periuk yang masih berada di atas api yang sudah dikecilkannya.
Malam itu, Ki Marta Brewok tidak membawa Paksi untuk
melakukan latihan. Tetapi ia lebih banyak berceritera tentang
sebuah perjalanan yang pernah ditempuhnya. Ki Marta Brewok
menyebut beberapa tempat yang pernah dikunjungi. Ia
berceritera tentang arah dan jalan yang dilaluinya serta
kebiasaan serta adat orang-orang yang tinggal di daerah yang
pernah dilewatinya itu. Paksi mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Ia sadar,
bahwa Ki Marta Brewok sedang memberikan beberapa
petunjuk kepadanya tentang sebuah pengembaraan. Karena
itu, maka Paksi berusaha untuk mengingat-ingat semuanya itu
dengan baik. Paksi memang memerlukan bekal bagi satu
pengembaraan. Ketika ia meninggalkan rumahnya, sama sekali tidak
terbayang apa yang harus dilakukannya dan apa yang bakal
terjadi pada sebuah pengembaraan yang panjang dan bahkan
seakan-akan tidak diketahui batas akhirnya.
Namun tiba-tiba Ki Marta Brewok itu berkata, "Sudahlah.
Aku harus pergi. Ada sesuatu yang memerlukan kehadiranku."
Sebelum Paksi menjawab, Ki Marta Brewok itu sudah
bangkit dan melangkah meninggalkan Paksi memasuki
kegelapan. Paksi menarik nafas dalam-dalam. Namun iapun kemudian
telah berbaring pula di dalam gubuk kecilnya di atas selembar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketepe yang dianyamnya dari lembaran-lembaran belarak
kelapa. Di hari berikutnya, maka seperti yang sudah dikatakan
kepada Ki Marta Brewok, Paksipun telah pergi ke goa di
belakang air terjun itu. Mengingat pesan Ki Marta Brewok,
maka Paksi memasuki goa itu sebelum matahari terbit,
sehingga ia yakin, bahwa tidak seorang pun yang melihatnya.
Tetapi Paksi harus menunggu sampai matahari memanjat
tinggi di langit. Baru kemudian ia benar-benar melihat berkas-
berkas cahaya matahari yang menyusup masuk ke dalam
ruangan yang memang agak luas itu.
Dengan demikian, maka ruangan itu menjadi lebih terang.
Sehingga dengan demikian, maka Paksipun dapat melihat
lekuk-lekuk dinding ruangan yang luas itu.
Paksi menjadi berdebar-debar ketika ia melihat bagian
dinding goa yang datar Paksi tidak mengerti, apakah dinding
itu memang datar secara alami, atau dibuat oleh tangan
seseorang. Tetapi pada dinding yang datar itu Paksi melihat
lekuk-lekuk yang sangat menarik perhatiannya.
Hampir di luar sadarnya Paksi menyentuh dinding itu.
Namun debu yang tebalpun telah runtuh.
Yang sangat menarik bagi Paksi kemudian bukannya debu
yang runtuh itu. Tetapi di balik debu itu ia melihat goresan-
goresan yang cukup dalam. Goresan-goresan yang nampaknya
bukannya tanpa arti. Karena itu, maka Paksipun kemudian telah mencoba
menghapus debu yang melekat pada dinding itu pada
permukaan yang agak luas.
Yang nampak kemudian ternyata sangat mengejutkannya.
Ia melihat beberapa lukisan pada dinding goa itu. Lukisan
yang menggambarkan sekelompok orang yang sedang
berburu lembu liar. Namun ketika Paksi membersihkan
permukaan yang lebih luas lagi, maka ia melihat lukisan
beberapa orang yang sedang berkelahi.
Paksi menjadi semakin berdebar-debar ketika kemudian ia
melihat lukisan itu. Ia melihat unsur-unsur gerak yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dikenalnya. Lukisan orang yang berkelahi itu meskipun
nampaknya sekedar coretan-coretan, namun jelas bagi Paksi.
Ia melihat bagaimana unsur-unsur gerak itu ditrapkan dalam
benturan ilmu. Paksi menjadi semakin sibuk membersihkan debu itu.
Bahkan kemudian ia telah melepas bajunya yang basah.
Dengan bajunya itu Paksi membersihkan permukaan dinding
itu semakin luas. Bahkan kemudian seluruh wajah dinding
yang datar itu telah dibersihkannya, sehingga ia dapat melihat lukisan-lukisan yang terpahat di dinding itu semakin jelas.
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Dengan melihat dan
mengamati dengan sungguh-sungguh lukisan itu, maka
seakan-akan Paksi melihat bagaimana unsur-unsur gerak yang
telah dikuasainya itu ditrapkan dalam benturan ilmu yang
sebenarnya. Sementara itu, matahari yang bergerak perlahan di langit
telah mencapai puncaknya. Cahaya yang tegak meluncur
langsung menggapai lantai ruangan yang agak luas itu.
Untuk beberapa saat lamanya Paksi masih dapat melihat
lukisan-lukisan di dinding itu dengan jelas. Dengan daya
angannya yang sangat kuat, Paksi yang memperhatikan
lukisan di dinding itu dengan seksama, seakan-akan telah
melihat pertempuran yang sebenarnya terjadi. Seorang yang
memiliki ilmu sebagaimana telah dikuasainya, bertempur
melawan seorang yang juga berilmu tinggi. Paksi kemudian
tidak lagi melihat lukisan yang patah-patah dari satu adegan
ke adegan yang lain. Tetapi Paksi serasa melihat lukisan-
lukisan itu menjadi hidup dan bergerak sebagaimana dirinya
sendiri. Paksipun kemudian tenggelam ke dalam ketajaman daya
angannya. Yang dilihatnya itu seakan-akan telah terjadi pada
dirinya. Paksi tidak tahu sudah berapa lama ia berada di ruang itu.
Namun kemudian ia menyadari keadaannya ketika sinar
matahari perlahan-lahan menjadi pudar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun Paksi memang sudah menjadi letih. Meskipun ia
tidak bergerak dengan wadagnya, tetapi yang dilakukan oleh
daya angannya itulah yang membuatnya letih.
Karena itu, maka Paksipun kemudian telah menghentikan
pengamatannya atas lukisan-lukisan itu. Namun ia sudah
mendapat bekal yang akan dapat dipergunakan untuk
melengkapi latihan-latihannya malam nanti.
"Aku harus membicarakannya dengan Ki Marta Brewok,"
berkata Paksi kepada diri sendiri.
Beberapa saat kemudian, maka Paksipun telah
meninggalkan ruang yang sudah menjadi suram itu. Tetapi
ketika ia berada di belakang air terjun, ia menjadi ragu.
"Apakah tidak ada orang yang berada di sekitar tempat
ini?" bertanya Paksi kepada diri sendiri.
Namun Paksi memang yakin, bahwa ia tidak pernah melihat
seseorang berada di sekitar tempat itu.
Sebenarnyalah, ketika kemudian Paksi menembus air terjun
itu, maka ia memang tidak melihat seorang pun berada di
sekitar tempat itu. Juga panggraitanya tidak menyentuh getar
seseorang. Di malam hari, ketika Ki Marta Brewok itu datang
kepadanya, maka Paksipun segera menceriterakan apa yang
dilihatnya di dalam goa itu.
"Inilah salah satu ujud keberuntunganmu setelah kau
melihat ndaru itu," berkata Ki Marta Brewok sambil tertawa.
Paksi mengerutkan keningnya. Ia tidak tahu apakah Ki
Marta Brewok itu bersungguh-sungguh atau sekedar bergurau.
Tetapi Paksi sendiri merasa bahwa ia memang menemukan
keberuntungan di tempat itu. Justru karena ia bertemu
dengan Ki Marta Brewok. Namun Ki Marta Brewokpun kemudian berkata, "Baiklah.
Kita akan berlatih malam ini. Mudah-mudahan kau dapat
mencerna apa yang telah kau saksikan di dalam goa itu."
Ketika kemudian Paksi melakukan latihan bersama Ki Marta
Brewok, maka Paksi merasakan perkembangan dari ilmu yang
telah dipelajarinya. Tenaga yang dapat diungkapkannya pun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi jauh lebih besar. Sementara ketahanan tubuhnya pun
rasa-rasanya menjadi berlipat.
Ketika keduanya kemudian selesai berlatih, maka Ki Marta
Brewokpun berkata, "Aku bangga dengan kemajuan yang
sudah kau capai, Paksi. Tetapi aku masih berharap kau berada
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di goa itu untuk beberapa hari lagi."
"Baik, Ki Marta," jawab Paksi.
"Bagus. Nah, sekarang, mana nasimu?"
Demikianlah, maka hari-hari berikutnya Paksi selalu berada
di dalam goa itu. Dengan demikian, maka untuk beberapa hari
ia tidak turun ke padukuhan dan tidak pula pergi ke pasar.
Namun kerjanya sehari-hari tidak dilewatkannya. Setiap pagi
dan sore ia masih saja memanjat pohon kelapanya untuk
mengambil legen, meskipun kadang-kadang ia hanya sempat
melakukannya sekali dalam sehari. Namun jika Paksi tidak
mengambil legennya dengan teratur pagi dan sore, maka
hasilnya akan menyusut. Dari hari ke hari, penguasaan Paksi atas ilmunya benar-
benar menjadi semakin matang. Di siang hari ia
memperhatikan lukisan-lukisan yang ada di dinding,
sementara di malam hari ia melakukan latihan yang lebih
berat dengan Ki Marta Brewok.
Di dalam goa Paksi melihat lukisan seorang yang harus
bertempur melawan dua atau tiga orang. Bahkan lebih banyak
lagi. Sedangkan di bagian lain, Paksi melihat lukisan dari
orang-orang yang sedang berburu yang kadang-kadang ada
yang terpaksa berkelahi melawan binatang-binatang buas
buruannya. Namun semuanya itu ternyata mampu memperluas
wawasan Paksi tentang olah kanuragan, khususnya tentang
ilmu yang disadapnya. Ketika Paksi merasa bahwa ia sudah melihat dan
mempelajari lukisan-lukisan yang ada di dinding goa itu
seluruhnya, maka hal itu telah disampaikannya pula kepada Ki
Marta Brewok. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus, Paksi. Waktunya memang hampir tiba. Kau dapat
melanjutkan usahamu untuk menemukan cincin itu. Tetapi
sebaiknya kau tidak tergesa-gesa meninggalkan tempat ini.
Justru orang lain berdatangan kemari."
Paksi mengangguk-angguk sambil menjawab, "Baiklah, Ki
Marta. Aku akan menunggu perkembangan keadaan di sini
sebelum aku meninggalkan tempat ini."
"Bagus," berkata Ki Marta Brewok. Namun katanya
kemudian, "Tetapi selanjutnya aku tidak merasa perlu untuk datang setiap malam. Mungkin dua malam atau tiga malam
sekali, jika aku ingin makan nasimu atau ketela pohonmu yang
kau rebus dengan legen."
Paksi mengangguk-angguk pula meskipun ia menjawab,
"Tetapi bukankah Ki Marta Brewok tidak akan meninggalkan
aku begitu saja?" Ki Marta Brewok tertawa. Katanya, "Kita masih terikat oleh sebuah perjanjian. Kau harus menemukan cincin itu dan kelak
menyerahkan kepadaku di alun-alun Pajang. Bukankah
dengan demikian aku tidak akan meninggalkanmu sebelum
hutangmu itu lunas" Selama ini aku sudah memberimu bekal.
Karena itu, kau tidak dapat begitu saja pergi tanpa imbalan
apapun." Paksi tersenyum. Tetapi ia mengangguk sambil menjawab,
"Baiklah, Ki Marta."
Demikianlah, seperti yang dikatakan oleh Ki Marta Brewok,
maka sejak malam itu, ia tidak lagi datang setiap malam.
Tetapi dua atau tiga malam sekali. Sedangkan Paksi sudah
mulai lagi turun ke padukuhan dan ke pasar.
Meskipun demikian, dua hari atau tiga hari sekali, Paksi
masih juga masuk ke dalam goa untuk lebih memahami
lukisanlukisan yang terdapat di dalam dinding goa itu,
sehingga tidak ada sebuah garispun yang luput dari
pengamatannya. Dalam pada itu, ternyata sebagaimana dikatakan oleh Ki
Marta Brewok, semakin banyak orang asing yang sering
nampak berkeliaran di pasar itu. Paksi sendiri yang sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sering berada di pasar itu, sudah tidak dianggap orang asing
lagi. Ia mengenal semakin banyak orang yang terbiasa berada
di pasar itu. Sedangkan Kinong menjadi semakin terbiasa pula
berhubungan dengan Paksi. Bahkan dalam keadaan yang
memaksa, Kinong pernah minta Paksi membelikan nasi
tumpang, karena Kinong tidak dapat menahan lapar.
"Aku tidak berani mengambil uang di dalam tabunganku,"
berkata Kinong. "Aku takut ayah melihatnya dan
merampasnya, sehingga aku tidak akan dapat menyisakan
sama sekali. Uang Embok benar-benar sudah habis."
"Bagaimana dengan kakak perempuanmu?" bertanya Paksi.
"Embok masih menyisakan sebuah ketela pohon yang akan
dapat direbusnya setelah ayah pergi."
Paksi mengangguk-angguk kecil. Katanya, "Makanlah.
Bagaimana dengan embokmu?"
"Embok sedang mengikat dan membawa barang-barang
belanjaan. Mudah-mudahan embok mendapat uang yang
dapat dibelikannya nasi atau apapun bagi embok sendiri."
Paksi hanya dapat menarik nafas dalam-dalam. Meskipun
Paksi mempunyai kepuasan tersendiri melihat Kinong makan,
namun Paksi menyadari, bahwa masih banyak anak-anak yang
mengalami kesulitan sebagaimana dialami Kinong, meskipun
sebabnya tidak selalu sama.
Kinong yang sedang makan nasi tumpang itu terkejut
ketika ia mendengar suara ibunya memanggilnya.
"Kau sedang apa, Kinong?"
"Makan nasi tumpang, Mbok. Kakang Paksi membelikan
nasi tumpang buatku."
Ibu Kinong memandang Paksi dengan kerut di dahinya.
Namun kemudian iapun berdesis, "Terima kasih, Ngger."
"Apakah Bibi tidak makan sama sekali?" Paksi menawarkan.
Perempuan itu tersenyum. Katanya, "Aku sedang mencari
Kinong. Ia belum makan sama sekali sejak kemarin sore. Aku
membawa uang jajan buatnya. Tetapi ternyata kau sudah
berbaik hati, membelikan nasi buat Kinong."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudahlah," berkata Paksi. "Uang itu dapat Bibi belikan apa saja buat Bibi sendiri atau buat kakak perempuan Kinong."
Mata perempuan itu berkaca-kaca. Tetapi ia tersenyum.
Katanya, "Kau baik sekali, Ngger."
"Ah sudahlah. Lupakan saja, Bibi," sahut Paksi.
"Tetapi Angger tidak hanya sekali ini membelikan makanan
dan jajan bagi Kinong."
Paksi tersenyum. Katanya, "Kebetulan saja, Bibi."
Kinong yang telah selesai makan itupun kemudian
membuang pincuk daun kelapanya sambil berkata, "Terima
kasih, Kakang. Aku sekarang sudah kenyang. Aku sudah dapat
membantu Simbok." Paksi mengusap kepala anak itu sambil berdesis, "Bagus.
Bantu embokmu." Kinongpun kemudian melangkah pergi bersama ibunya
setelah berulang kali mengucapkan terima kasih.
Namun di pasar itu, Paksi juga mendengar ceritera tentang
orang-orang yang berkeliaran di pasar itu. Orang-orang asing
yang sebelumnya tidak dikenal sama sekali. Penjual nasi
tumpang itu menyatakan kecemasannya, bahwa kehadiran
orang-orang itu akan dapat menimbulkan persoalan.
"Mereka meributkan ndaru yang jatuh di sekitar tempat
ini," berkata penjual nasi tumpang itu. Seperti penjual dawet, maka penjual nasi itupun mengatakan. "Sementara itu, tidak seorangpun di antara kita di sini yang melihat ndaru itu jatuh.
Apalagi menemukannya."
Paksi hanya mengangguk-angguk saja
Sementara itu, selama Paksi duduk di sebelah penjual nasi
tumpang itu, ia sudah melihat dua orang yang memang
menarik perhatian lewat. Penjual nasi itu mengamatinya
sambil berbisik, "Nah, kau lihat orang itu" Bukankah kita belum pernah melihat sebelumnya?"
Paksi mengangguk-angguk. Kedua orang itu memang
nampak garang dengan senjata di lambung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun Paksipun sempat bertanya, "Kenapa mereka
berkeliaran di pasar ini" Apa mereka mengira bahwa ndaru itu
jatuh di tengah-tengah pasar ini?"
"Tentu tidak," jawab penjual nasi tumpang itu. "Tetapi itu pertanda bahwa mereka berkeliaran di sekitar tempat ini. Jika
mereka pergi ke pasar itu karena mereka harus membeli
makan atau makanan. Tetapi kami menjadi cemas, bahwa
mereka akan berbuat sewenang-wenang. Sudah ada di antara
mereka yang membayar tidak sewajarnya."
"Maksudmu?" bertanya Paksi.
"Ada di antara mereka yang hanya membayar separo dari
harga yang seharusnya ketika mereka membeli minum dan
makan di kedai itu."
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Kehadiran orang-orang
yang dianggap orang orang asing itu ternyata tidak
memberikan penghasilan tambahan bagi orang-orang di
sekitar tempat itu, tetapi justru merugikan mereka. Sementara
itu mereka tidak berani berbuat apa-apa terhadap orang-orang
yang dianggap asing, tetapi yang pada umumnya orang-orang
garang itu. Tetapi Paksi masih belum ingin melibatkan diri. Ia masih
saja bersikap seperti biasanya.
Meskipun demikian, di gubuk kecilnya Paksi masih saja
merenungi orang-orang yang mencari ndaru di sekitar tempat
itu. Bahkan mereka menghubungkannya dengan hilangnya
cincin dari istana Pajang itu.
Ketika kemudian malam turun, maka Paksipun telah
membuat perapian seperti biasanya. Ia mulai menjerang air
dan menanak nasi. Paksi masih mempunyai pepes ikan bader
yang ditangkapnya kemarin di sungai. Nampaknya Paksi baru
mujur, karena ia mendapat ikan lebih banyak dari biasanya.
Namun ketika Paksi baru asik menunggui perapiannya, tiba-
tiba saja ia terkejut. Telinganya yang tajam, yang sudah
diasahnya dengan baik, telah mendengar desir langkah
seseorang di belakang dinding gubuknya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksipun segera menduga bahwa seseorang telah datang
mendekati gubuknya itu dan orang itu tentu bukan Ki Marta
Brewok, karena Ki Marta Brewok tidak pernah berbuat
demikian. Sebenarnyalah, sekali lagi Paksi terkejut. Tiba-tiba saja
pintu rumahnya itu telah terbuka. Seseorang telah
menghentakkannya dari luar.
Ketika Paksi kemudian bangkit berdiri, maka dalam
kegelapan di luar gubuknya yang tidak dapat digapai oleh
sinar dlupaknya, seseorang berdiri bertolak pinggang.
Ketajaman mata Paksi mampu melihat orang itu seutuhnya.
Tetapi Paksi tidak dapat melihat wajah orang itu dengan jelas.
"Siapa kau?" bertanya Paksi.
Orang yang berdiri di luar pintu itu tertawa, "Jadi ada juga orang yang tinggal di sini. Agaknya bukan baru kemarin kau
berada di sini, anak muda. Aku sudah melihat tanaman
jagungmu, kacang panjangmu dan ketela pohon yang di
pinggir hutan itu." "Ya," jawab Paksi. "Aku memang tinggal disini sejak lama."
"Bagus. Jika demikian, kau tentu tahu, di mana ndaru itu
jatuh." "Ndaru apa?" bertanya Paksi. "Aku sama sekali tidak melihat ndaru."
"Jangan bohong. Ndaru itu meluncur dari langit dan jatuh
di sekitar tempat ini."
Paksi memandang orang itu dengan tajam. Dengan nada
berat Paksi berkata, "Aku tidak melihat ndaru itu, Ki Sanak.
Aku selalu berada di dalam gubukku ini. Seandainya ada ndaru
turun di sekitar tempat ini, maka aku tentu tidak melihatnya."
"Apakah kau sudah memungut ndaru itu" Aku tahu bahwa
yang jatuh sebagai ndaru itu tentu cincin kerajaan yang
hilang. Siapa yang memakai cincin itu akan dapat menurunkan
seorang yang akan menguasai tanah ini. Apakah ia laki-laki
atau perempuan." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku juga tidak tahu apa-apa tentang cincin kerajaan yang kau katakan itu. Selama aku tinggal di sini, aku hanya
bergumul dengan lingkungan kecil ini."
"Sudahlah. Jangan banyak bicara. Sekarang, serahkan
cincin itu kepadaku."
"Kenapa kau mengigau seperti itu?"
"Ndaru itu adalah wahyu. Karena itu, dengan cara apapun
juga ndaru itu harus aku miliki."
"Ki Sanak. Aku tidak akan memperebutkan wahyu. Aku
tidak percaya bahwa wahyu itu dapat diperebutkan seperti
orang memperebutkan benda-benda mawujud."
"Jadi, bagaimana menurut pendapatmu?"
"Wahyu itu berhubungan erat dengan sikap, tingkah laku
dan laku yang dijalaninya. Tetapi terakhir, kuasa Yang Maha
Agung." "Tetapi itu tidak akan dapat datang dengan sendirinya.
Seseorang harus berjuang untuk mendapatkannya."
"Bukan dengan cara yang kau tempuh, Ki Sanak. Seolah-
olah dalam sehari kau akan mendapatkannya. Bahkan
mungkin merebut dari orang lain. Wahyu akan datang
kepadamu bukan berdasarkan kerja sehari apapun yang kau
kerjakan. Tetapi atas penilaian yang panjang dari sikap,
tingkah laku dan laku yang dijalaninya."
"Jadi aku harus bertapa di goa-goa atau bersamadi di
lereng gunung seperti yang kau lakukan ini?"
Paksi menggeleng. Katanya, "Tidak, Ki Sanak. Menurut
guruku, bukan laku seperti itu. Tetapi laku yang kita jalani
akan nampak pada sikap dan tingkah laku. Apa yang kita
yakini dan apa yang kita lakukan sesuai dengan hubungan kita
dengan Yang Maha Agung bagi sesama."
"Jadi kenapa kau berada di sini" Kau tentu sedang bertapa pada saat-saat tertentu di goa goa yang ada di sekitar tempat
ini. Kau tentu juga menjalani laku, menyiksa diri di sini.
Dengan demikian kau mengharap bahwa ndaru itu akan jatuh
kepadamu. Cincin itu akan kau ketemukan dan kau pakai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sehingga kau akan dapat menurunkan penguasa di atas tanah
ini." "Jika aku menjalani laku di sini, itu adalah laku yang sangat sempit dibanding dengan lingkup kehidupan. Menurut guruku,
apa yang aku dapatkan dengan laku yang aku jalani ini tidak
lebih dari sekedar bekal untuk menjalani laku yang lebih luas
dalam garangnya arus kehidupan."
"Jadi kau bermaksud mengatakan bahwa laku yang kau
jalani di sini sekedar untuk mendapatkan ilmu yang kemudian
harus kau amalkan?" "Ya," jawab Paksi.
Orang itu tertawa berkepanjangan. Katanya, "Kau telah
berbicara tentang hal-hal yang tidak kau ketahui sendiri.
Sekarang, berikan cincin itu kepadaku. Kau akan selamat."
"Jangan berpandangan picik tentang wahyu."
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tetapi aku tahu pasti apa yang aku lakukan. Sedangkan
kau tidak. Apa yang kau katakan itu tidak lebih dari
tangkapanmu yang dangkal terhadap ajaran-ajaran orang
yang kau sebut gurumu itu. Kau masih harus mendalami
maknanya, bukan sekedar permukaannya saja."
Paksi mengerutkan dahinya. Orang itu tentu orang yang
aneh. Jika ia menganggap bahwa tangkapannya atas ajaran
gurunya terlalu dangkal, bagaimana mungkin ia sendiri
berusaha untuk mencari wahyu dengan caranya. Mencari
sebuah cincin yang dipercaya akan memberikan arti yang
sangat tinggi kepada pemakainya. Bahkan orang yang
memakainya akan dapat menurunkan penguasa di tanah ini.
"Kenapa kau menjadi bingung?" orang itu tiba-tiba
bertanya. "Sekarang berikan cincin itu. Seandainya cincin itu bukan ujud dari wahyu tertinggi, maka setidak-tidaknya aku
akan mendapatkan sesuatu yang berarti bagi hidupku. Pada
dasarnya ndaru itu akan memberikan keberuntungan padaku.
Itu saja. Karena itu berikan cincin itu."
"Sudahlah, Ki Sanak," berkata Paksi yang menjadi curiga terhadap sikap orang itu. "Apa maumu sebenarnya" Aku yakin bahwa kau tidak sedang sekedar mencari ndaru itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jadi kau kira aku sedang mencari apa?" bertanya orang itu.
"Justru itulah yang ingin aku tanyakan kepadamu."
"Jangan banyak bicara lagi. Berikan cincin itu atau aku akan menghancurkan tatanan kehidupanmu di sini dan bahkan jika
kau tetap berkeras kepala, aku akan membunuhmu. Nilai
cincin itu jauh lebih berharga dari nyawamu."
"Kau kira aku akan membiarkanmu melakukannya?"
bertanya Paksi. "Setan kau," geram orang itu. "Jadi kau benar-benar tidak mau memberikannya?"
"Tidak ada yang dapat aku berikan kepadamu."
Tiba-tiba saja orang itu menggapai sepasang uger-uger
pintu gubuk Paksi. Sambil mengguncang gubuk kecil itu ia
berkata, "Kau tahu bahwa aku akan dapat merobohkan
gubukmu ini dalam sekejap."
Tetapi Paksi tidak menunggu lebih lama lagi. Tiba-tiba saja
ia lelah meloncat menyerang orang itu. Ia tidak ingin
gubuknya roboh dan terbakar karena perapiannya.
Orang itu terkejut. Dengan cepat ia meloncat surut,
sementara Paksipun telah meloncat keluar gubuknya.
Pertempuran tidak dapat dihindarkan lagi. Paksi yang
marah itu telah menyerang dengan garangnya, sehingga
orang itu berloncatan menghindar.
Namun kemudian, orang itu menjadi mapan, sehingga
dengan demikian, maka merekapun telah bertempur dengan
sengitnya. Dengan keras orang itu membalas serangan Paksi dengan
serangan pula. Beberapa kali orang itu sengaja tidak
menghindar dari serangan-serangan Paksi. Tetapi dengan
sengaja orang itu justru telah membentur serangan dengan
serangan pula. Dengan demikian, baik orang itu maupun Paksi dapat
menjajagi kekuatan lawan di samping menjajagi pula tingkat
ilmu mereka. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, maka pertempuran itu semakin lama menjadi
semakin sengit. Mereka berloncatan di atas lereng-lereng
berbatu karang di kaki gunung itu. Semakin lama semakin
cepat. Benturan-benturan pun menjadi semakin sering terjadi,
sehingga jika benturan itu terjadi, maka keduanya beberapa
kali terdorong surut. Paksi yang baru saja selesai menjalani laku, telah
menunjukkan kemapanan ilmunya yang tinggi. Ternyata
menghadapi orang yang mencari ndaru itu, Paksi mampu
mengimbanginya. Meskipun orang itu meningkatkan ilmunya
semakin tinggi. Bahkan keduanyapun kemudian telah mengungkap tenaga
dalam mereka masing-masing, sehingga dengan demikian,
maka pertempuran itu menjadi semakin sengit.
"Demit kecil," geram orang itu. "Darimana kau
mendapatkan ilmu itu he?"
Paksi tidak menjawab. Tetapi anak muda itu justru
bertempur semakin sengit.
Dalam pertempuran itu, Paksi justru seakan-akan mendapat
kesempatan untuk mencoba kemampuannya. Apa yang telah
diwarisinya dari gurunya yang terdahulu, kemudian yang
dituangkan oleh Ki Marta Brewok, yang kemudian seakan-akan
diuraikan dengan terperinci oleh lukisan-lukisan di dinding goa itu, telah dicoba untuk diuapkan dalam keadaan yang
sesungguhnya. Ternyata bahwa Paksi tidak mengecewakan. Ia mampu
mengimbangi lawannya yang berilmu tinggi, yang kadang-
kadang bergerak cepat seakan-akan tidak berjejak di atas
tanah, namun kemudian sepasang kakinya seakan-akan
menghunjam dan berakar di dalam bumi. Namun di setiap
geraknya, telah menggetarkan udara di seputarnya. Orang itu
seakan-akan tidak lagi bergerak berputar, meloncat atau
melenting dengan cepat. Tetapi berdiri tegak dan hanya
sekedar beringsut setapak-setapak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun apapun yang dilakukan oleh orang itu, Paksi masih
mampu mengimbanginya. Bahkan ketika orang itu
meningkatkan ilmunya, Paksi masih belum dapat dikuasainya.
Dengan demikian maka pertempuranpun menjadi semakin
sengit. Berganti-ganti keduanya saling menyerang. Benturan-
benturan kekuatan terjadi semakin sering, sehingga keduanya
saling mendesak dan saling bertahan.
Semakin lama mereka bertempur, Paksi menjadi semakin
curiga terhadap lawannya. Meskipun kadang-kadang keduanya
berdiri berhadapan, namun Paksi masih belum berhasil melihat
wajah lawannya dengan jelas.
Bahkan kemudian Paksi sempat menduga bahwa orang itu
adalah Ki Marta Brewok sendiri yang ingin mengujinya.
Tetapi Paksi tidak mau salah duga. Jika ia keliru dan
mengira bahwa orang itu tidak bersungguh-sungguh, maka ia
akan dapat terjerat dalam kesulitan.
Karena itu, maka pertempuran itu menjadi semakin keras.
Serangan-serangan mereka mulai menembus pertahanan
lawan. Sehingga sekali-sekali seorang di antara mereka
terdorong beberapa langkah surut. Bahkan ketika serangan
Paksi tepat mengenai dada lawannya, maka orang itupun
terhuyung-huyung sesaat. Namun paksi telah mengulangi
serangannya dengan ayunan kaki mendatar sambil berputar.
Kaki Paksi tepat mengenai lambung orang itu, sehingga orang
itu benar kehilangan keseimbangannya dan jatuh berguling di
tanah. Tetapi ketika paksi memburunya, maka dengan cepat orang
itu meloncat bangkit. Demikian Paksi mengayunkan tangannya
ke arah kening, maka orang itu sempat merendahkan diri.
Kakinya justru terjulur menyamping menghantam bahu Paksi.
Tubuh Paksi bagaikan diputar. Tetapi demikian lawannya
mengulangi serangannya, Paksi justru menjatuhkan dirinya
dan bergulir menjauh. Namun lawannya tidak melepaskannya. Dengan sigapnya ia
meloncat memburu. Namun Paksi justru meluncur dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cepat. Kakinya memutar tubuhnya, maka lawannya itupun
jatuh terbanting di tanah.
Tetapi sekejap kemudian, keduanya telah meloncat
melenting berdiri. Keduanya telah bersiap menghadapi segala
kemungkinan. Namun ternyata orang yang datang untuk mencari ndaru
itu sudah kehilangan kesabaran. Dengan geram ia berkata,
"Anak yang tidak tahu diri. Jika kau tetap keras kepala dan tidak mau menyerahkan ndaru itu kepadaku, maka kau akan
menyesali nasibmu yang buruk. Kau akan mati dan terkubur di
sini tanpa ditunggui oleh orang tuamu."
Tetapi Paksi sama sekali tidak menjawab. Dipersiapkannya
dirinya untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang
lebih berat. Sebenarnyalah bahwa tidak terhenti sampai sekian. Mata
Paksi yang menjadi setajam mata burung hantu di malam hari
melihat lawannya itu mempersiapkan serangan dengan
tataran ilmu yang semakin tinggi.
Paksi telah mendapat tuntunan yang lengkap dari Ki Marta
Brewok. Ia telah melihat dirinya sendiri pada puncak lakunya,
mengetrapkan ilmu yang lebih tinggi dari sekedar kekuatan
dan kemampuan kewadagan. Paksipun telah melihat,
bagaimana ilmu seperti itu ditrapkan dalam pertempuran yang
sebenarnya. Karena itu, ketika ia melihat lawannya mengatupkan
telapak tangannya, maka Paksipun segera memusatkan nalar
budinya, memasuki puncak kemampuannya sebagaimana
pernah dilakukannya dalam samadinya.
Paksi belum pernah mengetrapkan ilmunya dalam
pertempuran yang sebenarnya. Tetapi ia tidak mau begitu saja
dihancurkan oleh lawannya dalam benturan ilmu. Karena itu,
apapun yang terjadi, Paksi berusaha untuk melindungi diri
sebaik-baiknya. Paksipun kemudian melihat kedua telapak tangan lawannya
itu bagaikan membara. Dalam gelap malam, nampak asap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
putih yang tipis mengepul dari antara kedua telapak tangan
itu. Namun dalam pada itu, Paksipun segera menyilangkan
kedua tangan di dadanya. Namun di saat terakhir, Paksi
mengangkat kaki kirinya dan mengayunkannya sambil
meloncat menyongsong serangan lawannya.
Satu benturan ilmu dahsyat telah terjadi. Paksi terlempar
beberapa langkah surut. Tubuhnya jatuh terbanting di tanah
berbatu padas. Dadanya menjadi sesak seakan tertindih oleh
batu hitam sebesar gubuknya itu. Sementara itu, kulitnya yang
terluka oleh tajamnya batu-batu padas, terasa menjadi sangat
pedih. Tetapi paksi masih memaksa dirinya untuk bangkit. Ia
masih melihat lawannya yang juga terpental jatuh. Namun
seperti Paksi orang itupun berusaha untuk bangkit dengan
susah payah. Sejenak kemudian, maka kedua orang itu telah berdiri
berhadapan pula. Tetapi keduanya seakan-akan sudah tidak
mampu lagi berdiri tegak. Tenaga dan kekuatan mereka telah
terkuras habis. Benturan yang terjadi seakan-akan membakar
isi dada mereka, memusnahkan tenaga yang tersimpan di
dalam diri mereka. "Kau anak iblis," geram orang itu. "Ternyata kali ini kau mampu mengimbangi ilmuku. Tetapi jangan tertawa lebih
dahulu. Pada suatu saat aku akan datang untuk membunuhmu
jika kau tidak mau memberikan ndaru itu kepadaku."
Paksi tidak menjawab, nafasnya terengah-engah. Bahkan
hampir saja ia tidak dapat bertahan untuk tetap berdiri.
Tetapi Paksi tidak mau jatuh di hadapan lawannya. Ia harus
tetap bersiap menghadapi segala kemungkinan dengan sisa-
sisa tenaga yang ada padanya.
Orang yang datang kepadanya, agar Paksi memberikan
ndaru yang dianggapnya telah dimilikinya itu melangkah surut.
Ternyata orang itupun nampaknya menjadi sangat lemah.
Meskipun demikian, ia masih berkata lantang, "Tunggu. Dalam waktu dekat aku akan kembali."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun kedua orang yang sudah hampir kehabisan tenaga
itu terkejut. Tiba-tiba saja mereka mendengar suara orang
tertawa. Tidak terlalu keras. Namun cukup menggetarkan
udara malam di lereng gunung itu.
Ketika keduanya berpaling, maka mereka melihat Ki Marta
Brewok bergerak selangkah demi selangkah mendekati Paksi.
Namun kemudian iapun berhenti sambil berkata kepada orang
yang baru saja bertempur melawan Paksi, "Jadi kau ganggu
anakku, he?" "Kau siapa?" bertanya orang itu.
"Aku yang telah memelihara anak ini. Itulah agaknya hatiku selalu merasa berdebar-debar. Sebenarnya malam ini aku
tidak berniat datang kemari. Tetapi ternyata kau di sini
sekarang. Nah, jika kau memang seorang yang berilmu tinggi,
kau jangan hanya berani mengganggu anak-anak. Sekarang,
biarlah yang tua berhadapan dengan yang tua."
Orang yang datang mencari ndaru itu mengumpat.
Katanya, "Kau akan memanfaatkan saat aku kelelahan.
Baiklah. Aku terima tantanganmu. Tetapi tidak sekarang."
"Bagus. Tetapi jangan datang seperti seorang pencuri
justru saat aku tidak ada di sini."
"Bagaimana aku tahu bahwa kau ada di sini?"
"Bertanyalah kepada anakku. Jika aku tidak ada, jangan
mengganggu anak-anak. Biarlah ia bermain sesuai dengan
caranya. Kita yang tua akan berhadapan dengan cara orang-
orang tua." "Jangan menyesal jika aku datang pada kesempatan lain.
Persoalan kita akan kita selesaikan dengan cara orang tua."
"Sekarang pergilah sebelum aku menjadi semakin muak
melihatmu. Jika tiba-tiba saja timbul keinginanku untuk
membunuhmu, maka kau benar-benar akan mati."
"Persetan kau," geram orang itu.
Tetapi tertatih-tatih orang itu melangkah meninggalkan
tempat itu. Demikian orang itu lenyap dalam kegelapan, maka Ki Marta
Brewokpun telah mengajak Paksi masuk ke dalam biliknya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi yang pernafasannya masih terasa sesak itu kemudian
terduduk di atas ketepenya. Tenaganyapun bagaikan terkuras
habis. "Atasi kesulitan di dalam dirimu, Paksi," berkata Ki Marta Brewok.
Paksi tidak menjawab. Tetapi iapun kemudian duduk tegak
dengan menyilangkan kaki dan tangannya. Paksipun kemudian
telah mengatur pernafasannya.
Ki Marta Brewok membiarkan Paksi mengatasi kesulitan di
dalam dirinya. Sementara itu Ki Marta Brewok justru
menyurukkan kayu bakar pada perapian Paksi yang hampir
padam untuk merebus air dan menanak nasi.
Meskipun Paksi kemudian berhasil mengatasi kesulitan di
dalam dirinya, namun ketahanan tubuhnya yang tinggi masih
belum mampu mengatasi perasaan sakit dan nyeri di bagian-
bagian tubuhnya. Bahkan di beberapa tempat nampak kulitnya
memar kebiru-biruan. Keningnya terasa lebam dan tulang
punggungnya terasa sakit. Selain nyeri-nyeri pada tulang dan
dagingnya, maka luka-lukanyapun terasa pedih. Ketika ia
terbanting jatuh, maka batu-batu padas telah menggores
kulitnya yang tidak menjadi kebal.
Menjelang fajar, Paksipun mengakhiri usahanya mengatasi
kesulitan di dalam dirinya. Ketika ia kemudian bangkit, ia tidak melihat Ki Marta Brewok. Yang ada hanyalah sebuah mangkuk
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang telah dipakainya untuk makan. Daun pembungkus
pepesan ikan bader dan periuk nasi yang sudah diturunkan
dari atas perapian. Apipun telah padam dan air yang sudah
mendidih itu masih hangat.
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Ketika ia menggeliat,
terasa tulang-tulangnya masih nyeri.
Perlahan-lahan Paksi melangkah keluar gubuknya. Pintunya
masih terbuka lebar sehingga angin malam yang berhembus di
lereng gunung itu menyusup masuk
Dlupak minyak kelapa di atas ajug-ajugnya masih menyala.
Sinarnya seperti terayun dibuai angin.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi tertegun. Ternyata Ki Marta Brewok tidak pergi. Ia
justru berbaring di atas batu di luar gubuknya.
Ketika Ki Marta Brewok itu melihat Paksi melangkah keluar,
maka iapun segera bangkit. Dengan nada dalam ia bertanya,
"Bagaimana keadaanmu, Paksi?"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Sudah
menjadi semakin baik Ki Marta."
"Bagus. Sebenarnya aku mempunyai keperluan lain malam
ini. Tetapi aku harus menunggu, apakah kau berhasil
mengatasi kesulitan di dalam dirimu."
"Tetapi tulang-tulangku masih terasa nyeri, Ki Marta."
Ki Marta Brewok itupun kemudian mengambil sebutir obat
yang dibungkus dengan selembar kelaras daun pisang.
"Setelah kau makan nasi, maka makanlah obat ini. Mudah-
mudahan keadaanmu bertambah baik."
"Terima kasih," desis Paksi sambil menerima obat itu.
"Nah, sekarang aku akan pergi. Selanjutnya kau akan dapat mengatasi keadaanmu dengan baik. Orang itu tidak akan
kembali dalam waktu dekat, karena ia juga mengalami
kesulitan di dalam dirinya sebagaimana kau alami. Seandainya
ia ingin datang lagi, maka ia akan datang setelah keadaanmu
pulih kembali." Paksi mengangguk. Sementara itu Ki Marta Brewok berkata lebih lanjut, "Paksi, jika orang itu datang lagi, aku kira kau akan dapat
mengatasinya. Jika kau mampu mengungkit lebih dalam
tenaga yang tersimpan di dalam dirimu, maka kekuatan
ilmumu akan menjadi semakin besar. Kau harus lebih
memahami kekuatanmu yang berlandaskan pada pijakan
bumi. Api yang mengalir dan menghangatkan darahmu.
Udara yang berhembus di dalam dadamu dan air yang
menggairahkan dan menyegarkan tubuh serta otakmu. Tetapi
ingat, bahwa api, udara dan air bahkan bumi akan dapat
melambungkan kemampuanmu, tetapi tanpa memahami
wataknya dengan baik, maka dalam keseimbangan yang
goyah, justru akan dapat menimbulkan malapetaka pada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dirimu. Karena itu, setelah kau selesai menjalani laku, bukan
berarti bahwa segala-galanya telah selesai. Masih banyak
sekali yang harus kau kerjakan."
Paksi mengangguk-angguk kecil. Dengan nada dalam iapun
berkata, "Baiklah, Ki Marta. Aku akan mencobanya."
Ki Marta Brewok itupun kemudian menengadahkan
wajahnya. Cahaya merah menjadi semakin menyala di langit. Karena
itu, maka katanya, "Sudahlah. Aku tidak ingin terlambat.
Makanlah obat yang aku berikan itu setelah kau makan nasi.
Tetapi aku masih ingin memperingatkanmu, kau tidak boleh
lupa menelan obat penawar racun itu. Di sini ular berkeliaran
tanpa mengenal waktu."
Paksi tidak sempat menjawab. Ki Marta Brewok itupun
kemudian bangkit dan melangkah meninggalkan Paksi yang
berdiri termangu-mangu ditempatnya. Ia hanya dapat
memandangi Ki Marta Brewok yang berjalan dengan cepat
meninggalkannya. Paksi menarik nafas dalam-dalam. Hampir saja ia menduga,
bahwa orang yang datang dan minta kepadanya agar ia
memberikan ndaru yang disangkanya ada padanya itu adalah
Ki Marta Brewok yang ingin menjajagi peningkatan ilmunya.
Ternyata orang itu adalah orang lain.
Meskipun demikian, Paksi masih saja dibayangi oleh
perasaan aneh terhadap orang-orang yang tiba-tiba saja
datang menyerangnya. Seakan-akan yang terjadi itu telah
tersusun dalam satu perencanaan yang mapan.
"Aku tidak boleh terjebak pada perasaan seperti itu,"
berkata Paksi kepada diri sendiri. "Jika aku kemudian terbuai dalam mimpi yang demikian, maka pada suatu saat aku akan
benar-benar dihancurkan lawan sebelum aku sampai pada
puncak perlawanan." Paksi menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian ia
kembali masuk ke dalam gubuknya. Dibenahinya mangkuk,
periuk dan tenong kecilnya. Namun Paksi sendiri kemudian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyempatkan diri untuk makan serba sedikit, agar ia dapat
menelan obat yang diberikan oleh Ki Marta Brewok.
Baru kemudian, setelah ia minum obat, maka Paksi
melakukan kewajibannya sehari-hari menjelang fajar.
Ketika kemudian matahari terbit, Paksi sudah berada di
sungai untuk mandi dan mencuci pakaiannya. Seonggok daun
dilam telah disiapkannya untuk menyedapkan pakaiannya
setelah dicuci bersih. Setelah minum obat yang diberikan oleh Ki Marta Brewok,
tubuh Paksi terasa menjadi semakin segar. Perasaan nyeri
pada tulang-tulangnya telah jauh menyusut.
Tetapi Paksi masih harus mengobati luka-luka pada kulitnya
yang tergores batu-batu padas.
Setelah mandi, maka tubuh Paksi terasa menjadi segar.
Sambil beristirahat, Paksi menunggui pakaiannya yang
dijemurnya di belakang gubuk kecilnya.
Namun Paksipun kemudian telah bangkit. Tiba-tiba saja ia
telah teringat sesuatu. Diambilnya tongkat kayunya yang
diberikan oleh pengemis ketika ia harus bertempur melawan
orang-orang yang garang di sebuah kedai nasi.
Sejenak Paksi merenungi tongkatnya itu. Namun kemudian,
Paksipun mulai menimang-nimang tongkatnya.
"Aku akan pergi ke goa itu," berkata Paksi tiba-tiba saja kepada diri sendiri.
Sambil membawa tongkatnya Paksipun telah menuruni
lereng, meloncati bebatuan dan batu-batu padas, menuju ke
mulut goa yang tersembunyi di balik air terjun.
Ketika Paksi berada di dalam ruang yang cukup luas di
dalam goa itu, maka matahari telah memanjat semakin tinggi.
Sinarnya mulai menusuk lubang-lubang batu padas di atas goa
itu, sehingga ruang yang cukup luas di dalam goa itu menjadi
semakin terang. Seperti hari-hari yang telah lewat, paksi memperhatikan
lukisan-lukisan yang terdapat di dinding itu dengan seksama,
ia melihat beberapa macam senjata yang dipergunakan oleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang-orang yang nampak dalam lukisan itu, di antaranya
adalah tongkat. Paksi semakin memperhatikan, bagaimana orang-orang itu
memegang tongkat. Arah gerak tongkat dan bagaimana
mereka menyerang dan menangkis dengan tongkat itu.
Paksi memperhatikan lukisan itu dengan seksama. Di dalam
lukisan itu, ia akan mendapat kesempatan untuk mempelajari
penggunaan berbagai macam senjata. Meskipun yang paling
menarik bagi Paksi di antara senjata-senjata itu adalah
tongkat, namun Paksi juga tertarik untuk mempelajari
penggunaan senjata yang lain.
Dengan demikian, maka beberapa hari mendatang, Paksi
masih akan datang lagi ke tempat itu. Sebagaimana dikatakan
oleh Ki Marta Brewok, bahwa meskipun ia sudah selesai
menjalani laku, tetapi masih banyak yang harus
dikerjakannya. Tetapi di hari-hari mendatang, Paksi tidak berada di goa itu
setiap hari. Paksi lebih banyak berlatih di sekitar gubuknya.
Sehari ia mengamati lukisan-lukisan itu, dua tiga hari ia
berlatih mempergunakannya. Meskipun Paksi tidak mempunyai
lawan, namun ia mampu mewujudkannya di dalam ketajaman
angan-angannya. Bahkan di malam hari, jika Ki Marta Brewok
kebetulan datang ke gubuknya, ia tidak berkeberatan untuk
membantu Paksi mematangkan latihan-latihan penggunaan
senjata. "Kau harus mematangkan bersama-sama, Paksi," berkata Ki Marta Brewok. "Menggunakan senjata dan mengungkapkan
ilmumu yang akan mempunyai kemampuan yang tidak kalah
dahsyatnya dengan senjata di tanganmu. Tetapi pada suatu
saat, kedua-duanya akan dapat luluh menyatu, sehingga
senjata di tanganmu akan mampu memuat kekuatan ilmumu
itu pula." Paksi mengangguk-angguk kecil. Ternyata memang masih
sangat banyak yang harus dipelajarinya.
Namun dalam pada itu, di sela-sela hari-hari latihan yang
bahkan sekali-sekali dilakukan di dalam ruangan yang cukup
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
luas di goa itu, Paksi masih sempat pergi ke pasar. Ia masih
sempat berbincang dengan Kinong, dengan penjual dawet,
penjual nasi tumpang dan beberapa orang yang kemudian
dikenalnya dengan baik, Paksipun telah melihat pula beberapa
orang yang dianggapnya asing selain orang-orang dari
Perguruan Goa Lampin dan dari Perguruan Sad.
Paksipun kadang-kadang juga melihat orang-orang itu
berbuat sesuatu yang menyinggung perasaan dan bahkan
merugikan beberapa orang yang berjualan di pasar itu. Tetapi
Paksi masih menahan diri. Ia tidak mau segera terlibat karena
hal itu akan menyibak keberadaannya di kaki gunung itu.
Namun setiap kali ia berada di pasar itu, ia selalu teringat
bagaimana perempuan berbaju coklat yang disebutnya
sebagai pemimpin Perguruan Goa Lampin itu mampu
mempengaruhi orang lain dengan pandangan matanya.
Namun setiap kali ia juga teringat pesan Ki Marta Brewok,
jangan pandangi matanya jika tidak ingin jatuh di bawah
pengaruh sihirnya. Namun untuk beberapa lama, Paksi tidak melihat
perempuan itu lagi. Tetapi ketika hal itu disampaikan kepada Ki Mana Brewok,
maka Ki Marta Brewok telah berkata, "Kau sudah menjalani
laku. Kau sudah menempa dirimu sendiri lahir dan batin.
Karena itu, selama kau teguh akan sikap dan keyakinanmu,
maka sihir itu tidak akan mempengaruhimu meskipun kau
tatap mata perempuan itu. Tetapi kau tidak perlu
memamerkannya dan bahkan dengan sengaja mencarinya
untuk menunjukkan bahwa sihirnya tidak mampu
menundukkan ketahanan kesadaranmu atas pribadimu."
Paksi mengangguk-angguk. Sementara itu, Ki Marta
Brewokpun berkata, "Duduklah. Aku ingin mengatakan
sesuatu kepadamu." Paksipun kemudian duduk berhadapan dengan Ki Marta
Brewok di dalam gubuk kecilnya. Ia melihat kesungguhan di
wajah Ki Marta Brewok. Tetapi ia tidak pernah dapat
memandang wajah itu dengan jelas. Sengaja atau tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sengaja, wajah itu tentu terlindung di bawah bayang-bayang
apapun. Bahkan Ki Marta Brewok lebih banyak duduk
membelakangi lampu minyak yang cahayanya samar-samar.
Tetapi satu hal yang dapat ditangkap oleh penglihatan Paksi,
wajah orang yang wajahnya tertutup oleh brewok yang tebal
itu adalah wajah yang cacat.
Agaknya karena itulah, maka Ki Marta Brewok membiarkan
jambang, kumis dan janggutnya tumbuh melingkari mulutnya
serta menutup keningnya. Sementara itu, ikat kepalanyapun
dipakainya terlalu rendah melekat di atas kupingnya.
Dalam pada itu, maka Ki Marta Brewok itupun kemudian
berkata, "Paksi. Kau sudah cukup lama berada di tempat ini.
Menurut ingatanmu, apakah kau sudah genap setahun berada
di sini?" Paksi mengangguk sambil menjawab, "Sudah Ki Marta.
Bahkan sudah lebih dari setahun."
"Jadi, berapakah umurmu sekarang?" bertanya Ki Marta Brewok itu pula.
Paksi termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun
menjawab, "Ketika aku meninggalkan rumahku setahun yang
lalu, umurku menginjak tujuh belas."
"Jika demikian, umurmu sekarang sudah delapan belas."
Paksi mengangguk. Katanya, "Ya. Umurku sudah delapan
belas sekarang." "Kau sudah menjadi semakin dewasa, Paksi. Meskipun kau
belum dewasa penuh, namun kau sudah harus dapat
mendudukkan dirimu pada tiga landasan. Kau harus sudah
benar-benar menyadari bahkan kau sudah waktunya untuk
mandiri. Kemudian kau harus sudah dengan jernih dapat
membedakan antara buruk dan baik. Selanjutnya, kau sudah
harus mempertanggung-jawabkan sikap dan tingkah lakumu.
Baik kepada dirimu sendiri, kepada sesamamu dan kepada
Yang Maha Agung." Paksi mengangguk-angguk. Sementara Ki Marta Brewok
itupun berkata selanjutnya, "Paksi. Sudah tentu aku tidak akan selalu bersamamu, sebagaimana kau tidak akan dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selamanya bergantung kepadaku. Aku merasa bahwa bekal
yang aku berikan kepadamu sudah cukup. Selanjutnya segala
sesuatunya tergantung kepada dirimu sendiri. Karena itu,
untuk selanjutnya aku akan menjadi semakin jarang datang ke
gubuk ini. Bahkan aku tidak dapat mengatakan, apakah aku
masih sempat atau tidak. Karena itu, segala sesuatunya
terserah kepadamu. Apakah kau masih merasa perlu untuk
tinggal lebih lama lagi atau tidak. Mungkin sebulan dua bulan.
Tetapi mungkin kau memandang perlu untuk tinggal lebih
lama lagi. Segalanya terserah kepadamu. Kalau kau masih
terikat oleh goa itu, lakukanlah. Mungkin masih ada yang
dapat kau sadap pada dinding goa itu. Tetapi jika kau merasa
perlu untuk meninggalkan tempat ini dan mencari cincin
Rahasia Mo-kau Kaucu 2 Rahasia Lukisan Kuno Seri Pendekar Cinta Karya Tabib Gila Geger Dunia Persilatan 15
perguruan Sad itu termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian wajahnya menjadi tegang. Ia melihat seorang
perempuan lain yang melangkah mendekati perempuan yang
hampir dikalahkannya itu. Perempuan yang muncul berjalan
dari antara banyak orang yang menyaksikan pertempuran itu
dari jarak yang agak jauh.
Murid perguruan Sad itu tidak segera menjawab. Yang
dilihatnya adalah seorang perempuan dalam pakaian yang
wajar, seperti perempuan-perempuan lain yang pergi ke
pasar. Ia mengenakan kain lurik berwarna coklat. Bajunyapun
berwarna coklat pula. Selembar selendang lurik yang juga
berwarna coklat, tetapi sedikit lebih tua dari bajunya,
tergantung di pundaknya. Langkah perempuan itupun tidak
menunjukkan langkah yang berbeda dengan kebanyakan
perempuan. Langkah-langkah kecil meskipun cepat.
Perempuan yang berpakaian asing, yang lengannya terluka
itu memandang perempuan yang datang itu dengan penuh
harap. Bahkan ketika perempuan dalam pakaian lurik coklat
itu mendekat, perempuan yang terluka pundaknya itu
mengangguk sambil merendahkan tubuhnya pada lututnya.
"Aku sudah melihat apa yang terjadi," berkata perempuan berpakaian coklat itu.
"Ya, Guru," jawab perempuan yang terluka lengannya.
"Anak dari perguruan Sad itu mencampuri urusanku."
Perempuan berpakaian coklat itu memandang laki-laki yang
disebutnya dari perguruan Sad itu dengan tajamnya. Sekali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lagi ia berkata, "Kau sengaja membuat persoalan dengan
kami, perguruan Goa Lampin?"
"Bukan maksudku," jawab laki-laki itu.
"Jadi kenapa kau campuri urusan muridku?"
"Ialah yang mula-mula mencampuri urusan orang dengan
sikap yang tidak adil."
"Apapun yang dilakukan, biarlah dilakukan."
"Tetapi perempuan itu telah merendahkan harga diri, justru seorang perempuan seperti dirinya."
"Sudah aku katakan, apapun yang dilakukan, jangan
mencampurinya. Aku tidak senang melihat kelakuanmu seperti
itu. Ingat." "Tetapi selama orang-orang dari perguruan Goa Lampin
masih tetap mencampuri persoalan orang lain dengan sikap
yang tidak adil, maka kami tidak akan tinggal diam."
"Sejak kapan gurumu mengajarimu berlaku seperti itu" Kau
tentu bukan orang baru di perguruan Sad, menilik
kemampuanmu. Justru karena itu kau tentu tahu, apa saja
yang dilakukan oleh gurumu. Iblis yang licik dan curang."
"Aku menduga bahwa kau adalah guru dari perguruan Goa
Lampin sesuai dengan sikap perempuan yang terluka itu.
Tetapi itu bukan berarti bahwa kau dapat menghina guruku."
"Lalu apa yang akan kau lakukan, he" Apa" Kau tidak perlu membunuh diri disini untuk sekedar membela nama baik
gurumu. Aku sudah mengenal gurumu dengan baik. Kaupun
tentu juga sudah mengenalnya. Apalagi?"
Laki-laki yang masih terhitung muda dari perguruan Sad itu
termangu-mangu. Namun tiba-tiba orang dari Goa Lampin itu
berkata, "Aku ulangi tawaran muridku. Kami mengundangmu
untuk datang ke Goa Lampin. Kau pantas tinggal bersama
kami." "Cukup," wajah laki-laki dari perguruan Sad itu menjadi merah.
Tetapi perempuan yang berpakaian coklat itu tersenyum.
Katanya, "Jangan marah. Hanya sebuah tawaran."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku masih mempunyai harga diri sebagai seorang laki-laki.
Aku bukan sebangsa laki-laki yang kau kumpulkan di
perguruanmu." Tetapi perempuan yang berpakaian coklat itu tersenyum.
Orang-orang yang berkerumun dari jarak yang agak jauh
itu menjadi berdebar-debar. Perempuan itu memang cantik.
Apalagi ketika ia tersenyum sambil melangkah mendekati laki-
laki dari perguruan Sad itu.
Orang-orang yang menyaksikan sikap perempuan itu
menjadi tegang. Paksipun mengerutkan dahinya. Laki-laki dari
perguruan Sad itu masih menggenggam senjatanya. Tetapi
perempuan cantik itu masih saja tersenyum sambil melangkah
lebih dekat lagi. Laki-laki itu tiba-tiba saja telah mengacukan pedangnya.
Dengan lantang ia berkata, "Jangan mendekat lagi. Aku dapat membunuhmu."
Tetapi perempuan itu menjawab dengan tenang, "Kau tidak
akan melakukannya, anak manis."
Ketika perempuan cantik dengan pakaian coklat itu menjadi
semakin dekat dengan senyumnya yang masih saja
mengembang, tiba-tiba saja ujung pedang laki-laki itu
menunduk. Semakin dekat perempuan itu daripadanya, maka
pedang itupun menjadi semakin merunduk pula.
"Nah," berkata perempuan berpakaian coklat itu,
"bukankah lebih baik begitu" Kau memang bukan seorang
laki-laki yang jahat. Kau adalah laki-laki yang lembut, yang
pantas untuk tinggal bersama kami."
Laki-laki itu menunduk. "Jangan malu, pandang wajahku," berkata perempuan
cantik itu. Laki-laki itu memang mengangkat wajahnya, memandang
wajah perempuan cantik itu. Sementara perempuan cantik itu
juga memandang mata laki-laki itu seakan-akan tembus
sampai ke pusat jantungnya.
Paksi menjadi berdebar-debar. Laki-laki dari perguruan Sad
itu adalah laki-laki yang tegar. Namun tiba-tiba saja kepalanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menunduk. Pedangnya terkulai di tangannya yang lemah.
Laki-laki itu seakan-akan menjadi tidak berdaya sama sekali.
Perempuan cantik berpakaian coklat itu tertawa. Ia benar-
benar telah menguasai laki-laki yang masih terhitung muda
itu. "Sarungkan senjatamu. Kau tidak akan pernah
mempergunakannya lagi."
Laki-laki itu seakan-akan telah kehilangan penalarannya.
Disarungkannya senjatanya tanpa disadarinya.
Paksilah yang benar-benar menjadi tegang. Ia tidak dapat
membiarkan laki-laki itu begitu saja jatuh ke tangan
perempuan berpakaian coklat itu. Paksipun tahu bahwa
perempuan itu adalah perempuan yang cantik. Tetapi
Paksipun menyadari bahwa kecantikan itu hanya nampak pada
ujud lahiriahnya saja. Sikapnya terhadap laki-laki dari
perguruan Sad itu telah menunjukkan wataknya yang
sebenarnya. Apalagi sikap itu dilakukannya di hadapan banyak
orang tanpa malu. Namun Paksi masih harus memperhitungkan banyak hal
tentang perempuan itu. Paksi mulai membayangkan, apa
jadinya jika dirinya yang kemudian berdiri dengan kepala
tunduk tanpa dapat memberikan perlawanan sama sekali.
"Tentu ada kekuatan yang tidak terlawan oleh laki-laki itu,"
berkata Paksi di dalam dirinya.
Namun dalam pada itu, ketika laki-laki dari perguruan Sad
itu benar-benar telah kehilangan kesadarannya, sehingga
seakan-akan telah menjadi seekor lembu yang telah dicocok
hidungnya, tiba-tiba saja terasa angin berhembus perlahan-
lahan. Tidak terlalu kencang.
Namun angin yang tidak terlalu kencang itupun kemudian
telah berputar, seperti sebuah angin pusaran kecil. Hanya
debu-debu kecil yang terangkat oleh angin pusaran yang
lemah itu. Namun angin pusaran yang lemah itu telah
bergerak dengan cepat. Tiba-tiba saja angin pusaran itu
seakan-akan telah membelit laki-laki dari perguruan Sad yang
telah kehilangan kesadarannya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perempuan cantik dari Goa Lampin itu terkejut. Tiba-tiba ia
menengadahkan wajahnya. Beberapa langkah ia bergerak
surut menjauhi laki-laki dari perguruan Sad itu.
"Setan tua. Kenapa kau selalu menggangguku" Marilah,
kita selesaikan persoalan kita sampai tuntas."
Tidak terdengar jawaban. Tetapi yang terjadi kemudian
adalah, bahwa laki-laki yang kehilangan kesadaran itu tiba-tiba mengangkat wajahnya. Seperti orang terbangun dari tidurnya
ia memandang berkeliling.
Namun tiba-tiba saja laki-laki itu meloncat mundur sambil
menarik senjatanya dari sarungnya. Dengan garang iapun
berkata, "Apa yang sudah kau lakukan?"
Perempuan yang semula nampak cantik dengan senyum
yang selalu menghiasi bibirnya itu mengerutkan dahinya.
Wajahnya tidak lagi nampak ramah seperti sebelumnya.
"Baik," tiba-tiba perempuan itu melangkah mundur, "aku bebaskan muridmu yang satu ini sekarang. Tetapi jika sekali
lagi ia mencampuri urusan muridku tentang apa saja, maka ia
akan hanyut ke dalam dunia mimpinya yang indah. Sayang,
kau sudah terlalu tua untuk itu."
"Cukup," laki-laki yang memegang senjatanya itulah yang membentak.
Tetapi perempuan itu tertawa berkepanjangan sambil
berkata, "Jangan menyalak begitu garang serigala kecil. Kau dapat melakukannya jika gurumu ada di dekatmu."
Laki-laki itu tidak menjawab. Sementara perempuan cantik
yang berpakaian coklat itupun melangkah meninggalkan laki-
laki itu sambil berkata kepada muridnya, perempuan yang
lengannya tergores senjata itu, "Marilah. Biarlah anak itu kita lepaskan kali ini."
Laki-laki dari perguruan Sad itu tidak memburunya. Tetapi
ketika ia memandang berkeliling, maka wajahnya serasa
menjadi panas. Laki-laki itu merasa sangat malu, setelah ia
sadari apa yang terjadi atas dirinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena itu, maka dengan serta-merta laki-laki itupun segera
melangkah pergi, meninggalkan lingkungan pasar yang
dicengkam oleh ketegangan itu.
Demikian laki-laki itu pergi, sementara kedua orang
perempuan yang aneh itu tidak nampak lagi, maka orang-
orangpun menjadi sibuk. Merekapun segera membenahi
barang dagangan mereka. Paksi sendiri masih berdiri termangu-mangu. Bahkan
kemudian Paksi itu telah berdiri bersandar sebatang pohon di
depan pasar yang menjadi semakin sepi.
Ketika Paksi melihat seorang penjual makanan yang duduk
dengan wajah sendu menunggui dagangannya, iapun
melangkah mendekat. Sambil duduk di sebelahnya, Paksi
bertanya, "Kau tidak pulang, Bibi?"
Perempuan itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Kau
lihat, Ngger. Daganganku masih banyak. Jika tidak ada orang
yang membeli lagi serba sedikit, aku tidak akan dapat
berjualan lagi besok, karena aku tidak mempunyai uang cukup
untuk membeli bahan-bahannya. Hari ini daganganku hampir
masih utuh." "Apakah karena ketegangan tadi, maka makanan yang Bibi
jajakan ini tidak laku?"
"Siapa yang akan sempat berpaling pada makanan yang
aku jajakan?" jawab perempuan itu.
Paksi menarik nafas panjang. Sementara perempuan itu
berkata, "Aku tidak tahu, apa yang dapat aku lakukan besok."
Sejenak Paksi merenungi makanan itu. Ia sendiri sedang
menjalani laku. Ia hanya dapat makan tiga jenis bahan
pangan setiap hari. Satu jenis makanan itu tentu sudah
mengandung tiga atau bahkan lebih jenis bahan pangan.
Sepotong wajik terbuat dari ketan, gula, garam dan santan
kelapa. Bahkan kadang-kadang dengan penyedap manis
jangan.. Tetapi Paksi tidak sampai hati melihat kegelisahan
perempuan tua itu. Karena itu, maka Paksipun kemudian
berkata, "Bibi, di rumahku akan ada tamu, kebetulan bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bibi masih mempunyai makanan yang cukup. Karena itu, aku
akan membeli beberapa potong."
"Kau akan membeli makananku?" wajah perempuan itu
menjadi cerah. "Tetapi tidak terlalu banyak, Bibi."
Ternyata Paksi membeli lebih dari separo sisa makanan
yang dijajakan itu, sehingga perempuan itu mengucapkan
terima kasih berkali-kali sambil tersenyum berulang kali.
Sejenak kemudian, maka Paksipun telah membawa
makanan yang dibungkus dengan daun pisang itu. Tetapi
Paksi tidak tahu untuk apa makanan sebanyak itu, karena ia
sendiri tidak dapat memakannya.
Sementara itu, pasar memang menjadi semakin sepi.
Perempuan yang menjual makanan itupun telah membenahi
dagangannya pula. Nampaknya dengan uang yang didapatnya
dari Paksi, ia akan dapat berjualan lagi esok pagi.
Sementara itu Paksi masih kebingungan dengan
makanannya. Namun akhirnya Paksi berkesimpulan untuk
membawa makanan itu pulang.
Ketika di jalan pulang ia melihat sekelompok gembala
sedang beristirahat di bawah sebatang pohon yang rindang,
sementara kambing-kambing merekapun berkeliaran di
padang rumput yang hijau, maka Paksi tertegun. Beberapa
orang anak di antaranya sudah dikenalnya, karena Paksi
pernah berbincang-bincang dengan mereka.
Karena itu, maka Paksipun telah mendatanginya. Sambil
duduk bersama mereka, Paksi berkata, "He, aku membawa
makanan buat kalian."
"Makanan apa, Kang?" bertanya seorang anak yang
kuncung di ubun-ubunnya memanjang sampai ke dahi.
Paksi membuka bungkusan makanannya. Di antaranya
beberapa potong wajik, jadah, beberapa bungkus hawug-
hawug dan cemplon. Anak-anak gembala itu nampak ragu-ragu. Sementara
Paksi berkata, "Jangan malu. Aku sengaja membelinya untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang yang sedang berkumpul seperti ini. Hari ini hari ulang
tahun kelahiranku. Tumbuk."
Tetapi dengan tidak terduga seorang dari anak-anak itu
bertanya, "Tumbuk berapa" Dua atau tiga. Kalau dua, Kakang nampaknya terlalu tua. Kalau tumbuk tiga, Kakang nampaknya
terlalu muda. Ayahku baru saja memperingati ulang tahunnya,
pada tumbuk tiga." Paksi tersenyum. Katanya, "Umurku sudah duapuluh
ampat, sama dengan umur ayahmu."
"Tetapi ayah sudah nampak tua."
"Sekarang berapa umurmu?" bertanya Paksi.
"Tujuh tahun," jawab anak itu.
"Hitung, berapa tahun umur ayahmu ketika ibumu
melahirkan, jika sekarang umurnya baru duapuluh ampat."
Anak itu termangu-mangu. Ia tidak dapat menjawab
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pertanyaan Paksi. Namun Paksipun bertanya pula, "Siapa yang mengatakan bahwa ayahmu baru saja ulang tahun pada
tumbuk tiga" Tentu keliru. Mungkin tumbuk ampat."
Anak itu masih saja termangu-mangu.
Tetapi Paksipun kemudian berkata, "Nah, lupakan saja
umur ayahmu dan umurku. Sekarang, marilah kita makan
bersama-sama." Anak-anak itu tidak menunggu lebih lama lagi. Mereka
segera memungut makanan sesuai dengan selera masing-
masing. "Ini masih ada," berkata Paksi.
Anak-anak itu hanya saling berpandangan. Masih seonggok
makanan yang tersisa. Tetapi anak-anak itu nampaknya
enggan untuk mengambil lagi.
Paksi tersenyum. Namun iapun segera bangkit sambil
berkata, "Aku akan pulang. Terserah kepada kalian, apakah kalian
akan menghabiskan makanan itu atau tidak."
Tidak ada yang menyahut. Karena itu, maka Paksipun
kemudian berkata, "Sudahlah. Aku minta diri."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diusapnya kepala beberapa orang anak yang sedang
menggembalakan kambing itu. Kemudian Paksi itupun segera
melangkah pergi. Ketika Paksi sudah meloncati parit dan berdiri di jalan,
maka iapun berpaling. Dilihatnya anak-anak itu sedang sibuk
berebut makanan yang ditinggalkan oleh Paksi.
Paksi tersenyum. Seorang anak yang melihat Paksi
berpaling, menggamit kawan-kawannya. Tetapi ketika mereka
melihat Paksi mengangkat tangannya, maka merekapun
bersorak sambil melambaikan tangan mereka yang masih
menggenggam sepotong makanan.
Paksipun menjadi gembira melihat anak-anak itu menjadi
gembira. Sekilas memang terbayang kembali masa kanak-
kanaknya. Ia juga sering berada di dalam satu lingkungan
permainan dengan kawan-kawannya. Ia sempat bergembira.
Tertawa lepas tanpa kekangan. Bahkan sampai umurnya
menginjak tujuh belas. Namun jika ia sudah menginjak
ambang pintu rumahnya, maka rasa-rasanya hidupnya
menjadi sepi dalam kesendiriannya. Kedua adiknya dapat
bergaul rapat dengan ayahnya. Tetapi Paksi sendiri merasa,
hubungannya dengan ayahnya terasa renggang.
Paksi menarik nafas dalam-dalam.
Namun masa-masa itu sudah lewat. Ia tidak lagi harus
bertanya-tanya tentang dirinya. Di gubuk kecil di kaki gunung
itu ia telah berjuang di bawah bimbingan Ki Marta Brewok
untuk bukan saja menjadi dirinya, tetapi membentuk dirinya
sendiri. Paksi berjalan terus. Panas matahari tidak dihiraukannya. Ia
sudah terbiasa terpanggang sinar matahari saat-saat ia
berlatih di sanggarnya yang terbuka.
Ketika Paksi kemudian sampai di gubuknya, maka iapun
segera berbenah diri, sehingga sejenak kemudian ia sudah
siap untuk melakukan latihan-latihan ringan, menggerakkan
urat-urat darahnya serta melemaskan otot-ototnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi tidak terlalu lama berlatih. Iapun kemudian pergi ke
sungai untuk membersihkan badannya dan mencuci
pakaiannya. Ketika matahari menjadi semakin rendah, Paksi sempat
beristirahat, duduk di belakang gubuk kecilnya. Ia melihat
seekor ular yang merayap dengan cepat melintas menuju ke
semak-semak belukar. Seperti dikatakan oleh Ki Marta Brewok, di sekitar tempat
itu memang terdapat banyak sekali ular dari berbagai macam
jenis, sehingga karena itu, maka Paksi tidak pernah lupa
setiap hari menelan obat yang diberikan oleh Ki Marta Brewok
untuk menawarkan racun. Sambil beristirahat, Paksi sempat merenungi apa yang
dilihatnya di pasar itu. Ia memang merasa pengalamannya,
bahkan pengalaman jiwanya, menjadi semakin kaya. Ia
melihat seorang ayah yang ingkar akan kewajibannya, dan
bahkan telah menjadi benalu bagi isteri dan anak-anaknya.
Iapun melihat dua orang dari dua perguruan yang berbeda. Ia
sempat mengenali gaya dan ciri ilmu dua perguruan. Namun
iapun sempat mengenali watak dari dua perguruan itu.
Terutama perguruan Goa Lampin. Ketika Paksi sempat mengenang apa yang
terjadi atas laki-laki yang sempat dihisap ke dalam lingkungan perguruan Goa Lampin, maka rasa-rasanya bulu-bulu
tengkuknya meremang. "Laki laki yang terkurung di dalam goa itu akan menjadi
apa saja nantinya?" pertanyaan itu telah membuat Paksi
merasa ngeri. Sementara itu, ia harus mengakui bahwa
perempuan cantik yang berpakaian coklat itu tentu perempuan
yang berilmu tinggi. Dalam keadaan yang demikian, rasa-rasanya ia ingin
segera bertemu dan berbicara dengan Ki Marta Brewok. Ia
ingin menanyakan apa yang sebenarnya terjadi dengan laki-
laki dari perguruan Sad itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Iapun kemudian bangkit
berdiri. Diraihnya kapaknya yang terselip pada dinding
rumahnya. Namun sambil melangkah ke halaman, Paksi teringat pada
perempuan tua yang berjualan makanan. Nampaknya
hidupnya dan barangkali juga dengan keluarganya, tergantung
dari setampah makanan yang dijajakannya itu.
Namun sejenak kemudian Paksipun telah tenggelam dalam
kerjanya. Dengan kapaknya ia membelah gelondong-
gelondong kayu bakar. Kemudian kayu yang sudah terbelah
itu dijemurnya di sisa panasnya matahari.
Tetapi kayu-kayu itu tidak perlu ditempatkan di tempat
yang terlindung, karena nampaknya hujan masih belum
segera turun. Paksipun kemudian telah mengisi waktunya dengan berlatih
pula. Sambil duduk di atas sebongkah batu, Paksi
mempertajam kemampuan bidiknya dengan sasaran yang
lebih kecil yang pernah dilakukan. Seikat jerami yang
digantung di tempat yang lebih jauh dari latihan-latihannya
terdahulu. Paksi mengakhiri latihannya ketika senja turun. Tiba-tiba
saja ia telah mengharapkan Ki Marta Brewok datang
secepatnya. Ternyata Ki Marta Brewok seolah-olah mengetahui
keinginan Paksi itu. Demikian gelap turun, Ki Marta Brewok
telah berada di tempat itu.
"Aku memang mengharap Ki Marta Brewok datang lebih
awal," desis Paksi. "Aku juga tahu," jawab Ki Marta Brewok. "Kau tentu melihat peristiwa yang terjadi di pasar itu. Kau tentu melihat murid dari perguruan Goa Lampin dan murid dari perguruan
Sad bertempur. Kau juga tahu kedatangan iblis betina, maha
guru dari perguruan Goa Lampin itu."
"Apakah Ki Marta Brewok juga melihatnya?"
"Aku tidak sengaja melihatnya. Tetapi aku mengikuti
perkembangan keadaan sejak semula. Aku melihat laki-laki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang memukul isterinya itu. Aku melihat bagaimana
perempuan Goa Lampin itu mencampuri persoalan suami isteri
itu dan bagaimana anak dari perguruan Sad itu ikut pula
melibatkan diri." "Ki Marta," desis Paksi, "ada yang ingin aku tanyakan. Apa yang sebenarnya terjadi ketika laki-laki dari perguruan Sad itu tiba-tiba kehilangan pribadinya. Ia menjadi seakan-akan
pasrah serta melakukan segala perintah perempuan
berpakaian coklat itu."
"Perempuan itu mempunyai kekuatan semacam kekuatan
sihir. Siapa yang dipandangi matanya serta orang yang
dipandangi matanya itu memandang matanya pula, maka ia
akan terpengaruh oleh kuasa ilmu perempuan itu. Orang yang
demikian, tidak lagi tahu apa yang dilakukan. Ia berbuat apa
saja sesuai dengan kehendak perempuan yang menyihirnya
itu. Bahkan untuk membunuh diri sekalipun."
Paksi menarik nafas dalam-dalam.
Sementara itu Ki Marta Brewok berkata, "Ada baiknya kau
melihatnya, Paksi. Dengan demikian kau mendapat satu
pengalaman baru. Sehingga kau harus belajar, bagaimana
menghadapi pengaruh sihir seperti itu." Paksi mengangguk-
angguk kecil. "Di samping itu," berkata Ki Marta Brewok, "kau harus mengenali kedua perguruan itu pula. Serba sedikit kau tentu
sudah mendapat gambaran isi dari perguruan Goa Lampin.
Goa Lampin sebenarnya adalah nama sebuah goa kecil.
Namun padepokan yang dibangun di sekitar goa itu kemudian
disebut Padepokan Goa Lampin. Padepokan itu dibangun
sedemikian rupa, sehingga goa itu berada di dalam padepokan
itu." Paksi masih mengangguk-angguk, sementara Ki Marta
Brewokpun berkata, "Sedangkan perguruan Sad adalah
perguruan yang samar-samar. Aku tidak dapat mengetahui
dengan pasti garis kebijaksanaan pemimpinnya. Tetapi untuk
sementara kau harus berhati-hati. Aku melihat sifat-sifat yang agak licik pada perguruan itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki Marta," berkata Paksi kemudian, "apakah ada cara-cara khusus untuk mengatasi kekuasaan sihir itu" Ilmu itu sangat
mengerikan. Aku tidak pernah menjadi gelisah melihat
berbagai macam ilmu. Tetapi aku benar-benar ngeri
mengenang kekuatan ilmu sihir itu. Aku selalu dibayangi oleh
angan-angan, apa yang terjadi dengan diriku jika aku jatuh ke
tangan iblis betina itu. Lebih baik dadaku ditembus oleh ujung tombak daripada terpengaruh oleh ilmu itu."
Ki Marta Brewok tersenyum. Katanya, "Baiklah. Aku akan
berusaha membantumu. Kau harus melapisi kesadaranmu
dengan ketahanan jiwani yang tinggi."
"Aku akan menjalani laku apapun untuk menemukan
kekuatan yang dapat melawan ilmu sihir itu."
"Kau harus menyelesaikan laku yang sedang kau jalani
sekarang lebih dahulu, Paksi. Sementara itu, kau dapat
mempersiapkan dirimu untuk menjalani laku berikutnya. Kau
tidak usah berpikir, kapan kau harus berangkat untuk
meneruskan pencarianmu atas cincin itu. Aku yakin bahwa
dalam waktu satu dua tahun, cincin itu masih belum
diketemukan. Seandainya cincin itu sudah diketemukan, maka
masih dapat dipertanyakan, siapakah yang menemukan cincin
itu." Paksi mengangguk-angguk. Namun rasa-rasanya ia menjadi
semakin mantap. Namun Ki Marta Brewok itu masih berkata pula, "Untuk
sementara Paksi, kau dapat menghindarkan diri dari pengaruh
sihir itu dengan lembaran ketabahan hati serta berusaha untuk
tidak memandang orang yang kau curigai mempunyai ilmu
sihir itu pada matanya. Namun menurut pengetahuanku, di
perguruan Goa Lampin hanya perempuan iblis yang menjadi
pemimpinnya itu sajalah yang memiliki kemampuan ilmu sihir.
Sedangkan kau sudah pernah melihat orang itu, sehingga kau
dapat berhati-hati seandainya kau karena sesuatu hal
berhadapan dengan orang itu. Bukankah sebagaimana kau
lihat, perempuan yang lengannya terluka itu sama sekali tidak
mempunyai kemampuan ilmu semacam itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi mengangguk-angguk. "Baiklah," berkata Ki Marta Brewok. "Kau harus
mempersiapkan diri. Kita akan berlatih lagi. Meskipun
sebenarnya kau sudah sampai ke puncak, tetapi kau masih
harus berusaha membuka pintu-pintu inderamu lebih lebar
lagi, agar ilmumu dapat menjadi semakin berkembang."
Sejenak kemudian Paksipun telah tenggelam lagi dalam
latihan-latihan yang berat. Ia harus mengasah penglihatan,
pendengarannya dan bahkan panggraitanya.
Sedikit lewat tengah malam, Ki Marta Brewok mengakhiri
latihan itu. Setelah beristirahat sejenak, Ki Marta Brewok
sempat makan bersama Paksi. Namun Paksi masih terikat
dengan laku yang sedang dijalaninya.
"Aku terpaksa harus ikut makan hanya dengan garam,"
desis Ki Marta Brewok. Paksi tersenyum. Meskipun hanya dengan garam, ternyata
Ki Marta Brewok itu makan cukup banyak. Katanya, "Supaya
tenaga di dalam tubuh ini tidak menyusut, maka kita harus
makan banyak. Menurut pendapatku kau sudah memilih laku
yang benar dengan cara yang benar. Setiap hari kau ganti
jenis makanan yang tiga itu. Sekali-sekali kau makan bayam
rebus saja di samping nasi. Lain kali, ikan air yang kau
panggang dengan garam. Kemudian kau makan ketela yang
kau rebus dengan gula kelapa."
"Dengan demikian aku tidak merasa jenuh dengan satu dua
jenis makanan, Ki Marta."
"Otakmu cukup terang. Kau dapat melanjutkannya sampai
pada suatu saat kau harus melakukan pati-geni."
Demikianlah, seperti yang dikatakan oleh Ki Marta Brewok,
Paksi melanjutkan laku yang dijalaninya. Di samping laku itu,
Paksi sekali-sekali juga turun untuk pergi ke pasar.
Beberapa orang telah dikenalnya. Anak muda yang hampir
setiap hari pergi mengantar dan menjemput ibunya yang
berjualan kain lurik, telah dikenalnya dengan akrab pula.
Sementara itu, setiap kali Paksi berada di pasar, ia selalu
mencari Kinong meskipun hanya untuk berbincang sebentar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bahkan dengan diam-diam Paksi telah mengikuti dan melihat,
dimana rumah Kinong itu. Rumah Kinong sebenarnya termasuk rumah yang sedang.
Meskipun bukan joglo, tetapi di bagian depan rumahnya
terdapat pendapa. Namun rumah itu menjadi tidak terpelihara.
Sebuah kandang berdiri di sebelah rumah. Tetapi kandang itu
juga sudah kosong. Tidak ada seekor lembupun yang berada
di dalam kandang itu. Yang masih nampak berkeliaran di
halaman adalah beberapa ekor ayam.
Sementara itu, Paksi tidak lagi melihat murid-murid dari
perguruan Goa Lampin berkeliaran di pasar. Kecuali jika
mereka tidak mengenakan ciri-ciri perguruannya sehingga
tidak dapat mengenalinya. Demikian pula para cantrik dari
padepokan Sad. Namun dengan demikian Paksi sendiri harus berhati-hati
agar tidak menarik perhatian orang lain. Terutama orang-
orang dari perguruan Goa Lampin. Apalagi jika perempuan
yang disebut sebagai mahagurunya itu.
Dalam pada itu, laku yang dijalani Paksi sudah hampir
sampai pada saatnya genap ampat puluh hari ampat puluh
malam. Karena itu, maka Ki Marta Brewokpun kemudian
berkata, "Paksi, bersiaplah. Kau akan segera sampai pada
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
puncak laku yang harus kau jalani. Kau harus mengetahui apa
yang harus kau lakukan saat kau menjalani pati-geni."
"Apa yang harus aku lakukan, Ki Marta?"
"Kau akan aku bawa ke satu tempat yang tersembunyi,
agar selama kau menjalani laku terakhir, kau tidak terganggu.
Kau jangan membawa makanan apapun kecuali pisang, kunyit
dan kencur. Selama tiga hari tiga malam, sehingga selama kau
menjalani laku itu, kau hanya boleh makan tiga buah pisang."
Paksi menyadari, bahwa laku yang harus dijalaninya tentu
sangat berat. Tetapi Paksi tidak akan ingkar. Apapun yang
harus dilakukan, akan dilakukan menurut kemampuannya.
Namun dalam pada itu Ki Marta Brewokpun berkata,
"Tetapi apapun yang kau lakukan, kau tidak boleh melupakan kewajibanmu terhadap Sumber Hidup-mu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi mengangguk-angguk. Sejak kecil ibunya telah
memperkenalkannya dengan Sumber Hidup-nya, sehingga
Paksi tumbuh di dalam ikatan yang semakin lama semakin
erat. Sikap ayahnya yang mendorong Paksi semakin dekat
dengan ibunya, membuat Paksi semakin dekat pula dengan
Yang Maha Agung sesuai dengan tuntunan yang diberikan
oleh ibunya. Ketika Paksi berada di gubuk kecil di kaki gunung itu, maka
ia justru merasa hubungannya menjadi semakin erat dengan
Sumber Hidup-nya itu. Demikianlah, maka Ki Marta Brewokpun nampak menjadi
semakin berhati-hati membimbing Paksi. Laku yang
dijalaninyapun menjadi semakin berat. Ia tidak lagi harus
melakukan latihan-latihan yang berat di sanggar terbukanya.
Tetapi di setiap tengah malam, Paksi duduk di atas sebuah
batu yang besar bersama Ki Marta Brewok. Tuntunan yang
diberikanpun mulai berkisar. Ki Marta Brewok mulai
memperkenalkan kekuatan-kekuatan yang tersimpan di dalam
diri Paksi. Ki Marta Brewok mulai mengajarkan, bagaimana
Paksi dapat mengungkapkan kekuatan-kekuatan itu. Latihan-
latihan mengatur pernafasan sebagai landasan untuk
melakukan sikap dan perbuatan selanjutnya dilakukan dengan
bersungguh-sungguh. Ki Marta bahkan menilik setiap gerak
yang terjadi di dalam tubuh Paksi.
Menjelang hari ke empat puluh maka latihan-latihanpun
menjadi semakin khusus, latihan-latihan kewadagan pun
menjadi semakin sedikit. Ki Marta Brewok menganjurkan agar
Paksi memanfaatkan waktu yang luang di siang hari untuk
melakukan latihan-latihan kewadagan.
Dengan demikian, maka Paksipun telah mengalami
tempaan lahir dan batin. Dengan segenap kemampuan yang
ada, Paksi melakukan segalanya dengan kesungguhan.
Akhirnya Paksipun telah sampai pada hari ke empat puluh.
Paksi menyadari, bahwa ia akan sampai pada puncak laku
yang berat. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Ki Marta Brewok telah mempersiapkannya dengan
sebaik-baiknya. Lahir dan batin.
Ketika senja turun, maka Paksipun menjadi berdebar-debar.
Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan kemudian. Ia sudah
menyediakan tiga buah pisang sebagaimana dipesankan oleh
Ki Marta Brewok. Kemudian kunyit dan kencur serba sedikit.
Ketika kemudian Ki Marta Brewok itu datang, Paksipun
benar benar telah siap. "Nampaknya kau telah mempersiapkan diri dengan baik,
Paksi. Sudah waktunya kau menjalani puncak laku yang akan
membuka kemungkinan bagimu untuk mengendalikan semua
unsur kekuatan di dalam dirimu sesuai dengan kehendakmu.
Kekuatan yang bagi banyak orang tersimpan dan tidak dapat
dipergunakan karena mereka tidak mengenali diri mereka
sendiri seutuhnya, akan dapat kau pergunakan sebaik-
baiknya. Tetapi ingat Paksi. Pada dasarnya manusia adalah
makhluk yang baik, yang hidup di dalam lingkungan
sesamanya. Karena itu, jika Yang Maha Agung
memperkenankan kau memiliki kemampuan yang lebih dari
orang lain, kau dapat mempergunakannya dengan sebaik-
baiknya sesuai dengan martabat kita. Kita tidak boleh
mempergunakannya dengan semena-mena. Bukan saja atas
sesama, tetapi juga atas lingkungan kita. Karena kita dan
lingkungan kita adalah satu keutuhan yang saling bergantung
dan saling mempengaruhi."
Paksi mengangguk dalam-dalam sambil menjawab, "Ya, Ki
Marta. Aku mengerti."
"Nah, baiklah. Sekarang, ikut aku."
Paksi termangu-mangu sejenak. Sementara Ki Marta
Brewok berkata selanjutnya, "Tutup pintu rumahmu.
Simpanlah barang-barang terpentingmu. Benahi alat-alat
dapurmu. Kita akan pergi selama tiga hari tiga malam."
Demikianlah, maka Paksipun kemudian telah mengikuti Ki
Marta Brewok meninggalkan gubuknya. Mereka berjalan di
dalam kegelapan, melalui lereng dan tebing gunung yang
rumit yang belum pernah dikenal oleh Paksi. Namun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
betapapun gelapnya, maka Paksi yang sudah terlatih dengan
baik, masih mampu melihat keadaan di sekelilingnya. Ia masih
dapat mengenali beberapa ciri yang akan dapat diingatnya jika
ia harus berjalan melalui tempat itu lagi.
Paksi menjadi berdebar-debar ketika ia harus menuruni
sebuah tebing. Sebelum ia sampai ke tempat yang dituju,
telinganya yang juga sudah menjadi semakin tajam telah
mendengar gemuruhnya air terjun.
Beberapa saat kemudian, Paksi telah sampai ke sebuah
aliran sungai. Dalam keremangan malam ia melihat air terjun
dari ketinggian. Meskipun tidak terlalu besar, tetapi suaranya yang bergelora berkepanjangan terdengar seirama dengan
hembusan angin di lereng gunung.
"Kita akan bersembunyi dalam goa di belakang air terjun
itu. Dengan demikian, maka kau tidak akan terganggu selama
tiga hari tiga malam penuh."
Paksi mengangguk kecil. Demikianlah, maka merekapun kemudian menyusuri lereng
berbatu-batu padas mendekati air terjun itu.
Tetapi Paksi tidak melihat sebuah goa di sekitar air terjun
itu. Namun Paksi mengira, bahwa ketajaman penglihatannya
saja yang masih belum dapat menangkap mulut goa yang
dimaksud oleh Ki Marta Brewok.
Tetapi ternyata dugaan Paksi keliru. Ki Marta Brewok telah
membawa Paksi menembus air terjun itu, karena mulut goa
itu berada di belakangnya, tertutup oleh air yang meluncur
dari ketinggian. Dengan demikian, maka keduanya menjadi basah kuyup
ketika mereka kemudian berdiri di sebuah mulut goa.
"Marilah," berkata Ki Marta Brewok. Namun iapun
mengingatkan pula, "Juga di dalam goa ini terdapat banyak ular dari berbagai jenis. Tetapi jika kau sudah minum obat itu, maka kau tidak usah menjadi cemas."
Paksi tidak menjawab. Ia melangkah dengan hati-hati di
belakang Ki Marta Brewok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di dalam goa itu gelap terasa menjadi semakin pekat.
Tetapi perlahan-lahan penglihatan Paksi yang tajam mulai
membiasakan diri dengan kegelapan itu. Meskipun sangat
samar, namun Paksi mulai dapat melihat isi goa itu.
Yang nampak tidak lebih dari bebatuan. Batu-batu yang
tajam menggantung dan yang lain mencuat dari bawah.
Keduanya melangkah semakin lama menjadi semakin
dalam. Titik-titik air menetes dimana-mana sehingga di bawah
kaki mereka, air itu berkumpul dan mengalir keluar.
Beberapa saat kemudian, Ki Marta Brewok telah membelok
memasuki cabang goa yang lebih kecil, memanjang menusuk
perut bumi. Di ujung cabang goa yang dalam itulah kemudian Ki Marta
Brewok memerintahkan Paksi untuk mencari tempat duduk.
"Di sebelah ini ada sebuah ruang yang agak luas," berkata Ki Marta Brewok. "Nanti kau dapat melihatnya sendiri. Tetapi itu tidak penting. Kau untuk sementara tidak memerlukan
ruangan yang luas. Kau hanya memerlukan tempat duduk
yang cukup memuat tubuhmu saja, karena selama tiga hari
tiga malam, kau akan melakukan latihan-latihan dengan sifat
halusmu serta pemahaman-pemahaman terpenting dari laku
yang kau jalani." Paksi mengangguk kecil. -ooo00dw00ooo- Jilid 05 DEMIKIANLAH, maka Paksi mulai menjalani puncak
lakunya. Bersama Ki Marta Brewok ia berada di dalam goa
yang gelap pekat. Namun Paksi sama sekali tidak merasa
terganggu pernafasannya. Ia yakin bahwa ada lubang-lubang udara
yang membuat ruangan-ruangan di dalam goa itu tetap
mendapat udara yang segar meskipun ruangan itu tetap saja
terasa pengap. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata laku yang dijalani Paksi memang berat. Ia harus
melakukan gerakan-gerakan khusus dan bahkan kemudian
pemusatan nalar budi yang harus dilatihnya tataran demi
tataran. Dengan tekun dan bersungguh-sungguh pula orang yang
menyebut dirinya Ki Marta Brewok itu memberikan tuntunan
setapak demi setapak. Sekali-sekali ia bersikap lembut seperti kepada kanak-kanak yang baru belajar berjalan, namun
kadang-kadang ia bersikap keras. Bentakan-bentakan kasar
telah menyengat telinga Paksi yang sedang memusatkan nalar
dan budinya itu. Namun dengan dengan perlahan-lahan Paksi telah
memasuki sikap samadi. Laku yang dijalani tidak lagi bersifat
semata-mata wadag. Paksi yang duduk di atas batu karang di
hadapan Ki Marta Brewok itu mulai membayangkan gerakan-
gerakan perlahan-lahan sebagaimana diungkapkan oleh Ki
Marta Brewok. Sekali dua kali, namun kemudian Paksi harus
dapat menuntun penglihatan batinnya sendiri. Diucapkannya
apa yang telah diucapkan oleh Ki Marta Brewok tentang
makna dari unsur-unsur gerak itu serta watak dan sifat-
sifatnya. Kekuatan dan kelemahannya serta beberapa
perbandingan unsur-unsur gerak yang sejajar.
Dengan demikian, maka beberapa unsur gerak yang paling
rumit telah dilakukan tanpa kesertaan wadagnya. Namun
unsur-unsur itu bagaikan telah terpahat di dinding jantungnya, sehingga tidak akan pernah dilupakannya.
Demikianlah terjadi untuk waktu yang terasa panjang.
Panjang sekali. Begitu banyak unsur-unsur yang harus
dikuasainya. Bukan sekedar kemampuan untuk melakukannya,
tetapi juga penguasaan sampai ke kedalamannya.
Waktu yang tiga hari tiga malam itu terasa betapa panjang.
Tetapi yang panjang itu rasa-rasanya masih belum cukup
untuk menampung segala-galanya.
Di hari pertama dan kedua, Paksi masih mendapat
kesempatan untuk beristirahat di tengah malam untuk makan
sebuah pisang dan minum beberapa teguk air yang menetes
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari ujung-ujung batu karang yang mencuat. Namun
kemudian pada hari yang ketiga, Paksi harus memasuki
puncak dari segala laku yang telah dijalaninya.
Demikian ia duduk di tempatnya, maka Ki Marta Brewok
telah menuntunnya untuk memasuki alam halusnya.
Paksi yang duduk di atas sebongkah batu padas dengan
mata terpejam itu seakan-akan telah melihat dirinya sendiri
bangkit berdiri. Kemudian dengan mendengarkan perintah-
perintah Ki Marta Brewok, Paksi Pamekas melihat dirinya
sendiri menjalani sikap dan gerak sebagaimana dikatakan oleh
Ki Marta Brewok. Sekali dua kali dan satu unsur gerak ke
unsur gerak yang lain. Sekali dua kali ia melihat dirinya sendiri mengulangi dan mengulangi. Kemudian melakukan tingkat
selanjutnya dan selanjutnya.
Tingkat demi tingkatpun telah dijalani. Menurut penglihatan
batin Paksi yang wadagnya masih tetap duduk di atas batu
karang itu, ia melihat dirinya melakukan latihan yang semakin
berat. Setiap gerak mengandung tenaga yang semakin lama
menjadi semakin besar dan semakin kuat, sehingga di ujung
dari puncak laku yang dijalaninya itu, Paksi melihat dirinya
sendiri mampu mengungkapkan inti kekuatan yang terangkum
di dalam diri dan kemudian mengangkat ke permukaan.
Demikian puncak laku itu dijalani, maka terasa betapa
seluruh tubuh Paksi itu bergetar. Ia melihat dirinya sendiri
bergetar, namun ia mulai merasakan wadagnyapun bergetar.
Perlahan-lahan mata batin Paksi melihat dirinya sendiri itu
bergerak perlahan-lahan seakan-akan melayang tanpa batasan
bobot dan ruang. Batu-batu yang tajam bergayutan serta yang
mencuat dari permukaan, sama sekali tidak menyentuhnya.
Perlahan-lahan ia masih sempat melihat dirinya itu semakin
dekat pada wadagnya yang semula bagaikan terlupakan
adanya. Namun tiba-tiba terjadi benturan yang sangat
dahsyat. Dirinya sendiri yang nampak di mata hatinya itu
seakan-akan lebur dan luluh di dalam ujud kewadagannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tubuh Paksi benar-benar telah bergetar. Keringatnya
semakin banyak mengalir membasahi ujud wadagnya. Namun
terasa betapa kesadaran dirinya menjadi baur.
Paksi masih mendengar suara Ki Marta Brewok, "Paksi,
jangan tenggelam ke dalam kesamaran dirimu. Kau harus
segera bangun dari samadimu. Kau harus segera kembali
kepada kesadaran unsur wadagmu sebelum wadagmu
kehilangan arti sama sekali dan tenggelam ke dalam
kebekuan." Paksi merasakan goncangan yang keras pada wadagnya,
sehingga dengan serta-merta Paksipun telah terbangun dan
serasa telah terhempas kembali dari dunia pemusatan nalar
budinya yang terdalam. Tiba-tiba saja Paksi akan bangkit berdiri. Tetapi Ki Marta
Brewok dengan cepat menahannya sambil berdesis,
"Duduklah." Paksi merasakan tubuhnya yang gemetar. Paksi merasakan
tubuhnya menjadi sangat lemah. Seandainya Ki Marta Brewok
tidak mencegahnya, maka demikian ia berdiri, maka ia akan
terjatuh terhempas pada batu-batu padas yang tajam di
bawah kakinya. Kepala Paksi terasa pening.
"Kau masih mempunyai sebuah pisang Paksi," berkata Ki Marta Brewok.
Setelah minum beberapa teguk, maka Paksipun makan sisa
pisang yang dibawanya. Tetapi pisang itu tidak cukup untuk
membuat tubuhnya yang lemah itu pulih kembali.
Namun Ki Marta Brewok kemudian berkata, "Kau telah
berhasil mengatasi semua hambatan di dalam dirimu. Laku
yang kau jalani sudah selesai. Kau sudah memiliki ilmu yang
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pada dasarnya sudah sampai ke puncak. Tetapi belum berarti
bahwa dengan ilmumu ini kau adalah orang yang tidak
terkalahkan. Banyak orang yang mampu mencapai puncak
kemampuan sebagaimana kau capai sekarang. Tetapi sedikit
orang yang mampu mengembangkannya dengan baik,
sehingga kemampuan itu kemudian benar-benar mencapai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tataran yang sulit dijangkau oleh orang lain. Dengan kata lain, orang itu akan memiliki kelebihan. Dengan demikian, maka
untuk selanjutnya terserah kepadamu. Kau sudah mempunyai
landasan dan bahan yang cukup. Namun pengalaman yang
akan mematangkan ilmumu itu."
Paksi mengangguk-angguk kecil. Tubuhnya masih lemah.
Terasa urat-uratnya masih tegang. Namun terasa inderanya
menjadi semakin jernih. Penglihatannya, pendengarannya,
peraba dan panggraitanya serta penciumannya.
"Nah, Paksi. Kau dapat beristirahat sampai esok pagi. Kau dapat melihat ruang yang luas di sebelah. Besok, jika langit
jernih dan matahari bersinar, kau akan dapat melihat ruangan
yang cukup luas itu. Ada lubang di atasnya, sehingga serba
sedikit cahaya dapat masuk ke dalam ruang itu."
Dalam pada itu, Paksi yang telah minum beberapa teguk air
dan makan sebuah pisang, berusaha untuk bangkit. Ki Marta
Brewok melangkah mendekat dan mengamatinya.
Namun Paksi Pamekas itupun berjalan sendiri sambil
berpegangan pada batu-batu karang yang mencuat.
Di sebelahnya memang terdapat sebuah ruang. Beberapa
saat Paksi sempat mengamati ruang itu. Namun karena malam
masih kelam, maka tidak ada cahaya seleret pun yang masuk
dan menerangi ruang itu. Namun menurut Ki Marta Brewok, di
siang hari, ada sinar matahari yang sempat menyusup dari
celah-celah batu padas di atasnya.
Beberapa saat Paksi berdiri termangu-mangu. Namun
kemudian terdengar Ki Marta Brewok berkata, "Marilah, kita keluar dari tempat ini. Besok kau dapat datang kemari lagi."
Paksi tidak menjawab. Dengan tubuh yang lemah, maka
iapun melangkah di atas batu-batu padas perlahan-lahan
menuju ke pintu goa di bawah sebuah air terjun.
Ki Marta Brewok masih harus membimbing Paksi yang
lemah itu. Apalagi ketika kemudian mereka keluar dari mulut
goa dan menyusup di bawah air terjun itu.
Meskipun dengan agak sulit, namun akhirnya Paksi sampai
di rumahnya. Demikian ia melangkah masuk, maka iapun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
segera menjatuhkan dirinya duduk di atas ketepe belarak yang
dipakainya alas tidur. "Nah, sekarang tolong dirimu sendiri. Kau dapat berbuat
sesuatu agar kau tidak menjadi kelaparan, bahkan aku sudah
membayangkan untuk ikut makan bersamamu. Sebenarnyalah
aku juga lapar. Meskipun aku tidak harus memeras tenaga,
nalar, dan budi sebagaimana kau lakukan, tetapi aku ikut serta pati-geni bersamamu meskipun sebenarnya itu tidak harus aku
akukan. Tetapi karena aku tidak memerlukan tenaga
sebagaimana kau perlukan, maka aku tidak mengalami
keletihan sebagaimana kau. Akupun dapat minum sebanyak
aku inginkan selama berada di dalam goa itu. Apalagi
sebelumnya aku memang menyembunyikan beberapa potong
gula kelapa di dalam kantong bajuku."
Paksi mengerutkan keningnya sambil memandangi Ki Marta
Brewok. Tetapi Ki Marta Brewok itu tertawa. Katanya, "Kau tidak boleh iri. Kau sedang menjalani laku. Sedang aku tidak."
Paksi menarik nafas dalam-dalam.
"Nah," berkata Marta Brewok kemudian, "sekarang kau harus berganti pakaian, kemudian membuat perapian.
Bukankah kau masih mempunyai persediaan beras?"
Paksi mengangguk-angguk. Pakaiannya memang basah
kuyup ketika ia menyusup di bawah air terjun. Namun iapun
juga bertanya, "Bagaimana dengan Ki Marta" Bukankah
pakaian Ki Marta juga basah?"
"Nanti aku juga akan mengambil ganti pakaian. Sekarang,
buat saja api. Aku akan beristirahat di luar."
Paksi mengangguk-angguk. Ketika Ki Marta Brewok sudah berada di luar gubuknya,
maka Paksipun segera berganti pakaian. Tubuhnya masih
terasa sangat lemah, sehingga rasa-rasanya ia ingin segera
membaringkan dirinya. Tetapi sebenarnyalah bahwa ia
memang merasa lapar. Dalam kegelapan Paksi mencari batu titikan dan emput
gelugut aren. Untunglah bahwa batu titikan dan emput
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gelugut aren itu tidak dibawanya ke dalam goa sehingga tidak
ikut menjadi basah. Beberapa saat kemudian, Paksi sudah membuat perapian.
Ki Marta Brewok yang beristirahat di luar membiarkannya
bekerja sendiri dalam keadaan letih.
Ketika api sudah menyala, maka Paksi masih harus mencuci
berasnya. Tertatih-tatih ia pergi ke sebuah belik kecil tempat ia terbiasa mengambil air.
Malam itu Paksi tidak menanak nasi seperti biasanya. Ia
tahu bahwa perutnya sudah cukup lama kosong, sehingga ia
harus mulai mengisinya dengan makanan yang lunak. Karena
itu, maka Paksi telah membuat bubur beras yang agak cair. Ki
Marta tentu juga lebih baik makan makanan yang lunak
seperti dirinya. Ketika Paksi kembali dari belik kecil, maka dilihatnya Ki
Marta Brewok sudah duduk di depan api untuk memanaskan
tubuh dan pakaiannya yang basah.
Sambil menunggu bubur berasnya masak, Ki Marta Brewok
sempat memberikan beberapa pesan kepada Paksi. Sebagai
seorang yang berilmu tinggi, maka Paksi justru bertanggung
jawab sepenuhnya terhadap Sumbernya.
"Paksi, arti dari ilmu yang kau kuasai kemudian tergantung kepadamu. Apakah ilmumu itu akan berarti bagi sesama atau
justru menjadi racun, itu tergantung kepadamu. Jika kau
selalu menyadari, bahwa kau terhitung satu di antara mereka
yang mendapat kurnia kelebihan dari orang kebanyakan, maka
sebagai ungkapan terima kasihmu, maka kau harus
mempergunakan ilmu itu di jalan-Nya."
Paksi mengangguk-angguk kecil. Ia mengerti sepenuhnya
pesan Ki Marta Brewok yang bukan untuk pertama kalinya
dikatakannya. Tetapi seperti Ki Marta Brewok yang tidak jemu-
jemunya menyampaikan pesan itu, maka Paksipun tidak jemu-
jemunya pula mendengarkannya dan menekankan ke dalam
jantungnya. Ketika kemudian bubur beras itu masak, maka
keduanyapun telah makan bersama-sama. Meskipun mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hanya makan bubur hangat yang diberi sedikit garam, namun
mereka merasa betapa nikmatnya.
Paksi dan Ki Marta Brewok tidak makan terlalu banyak.
Tetapi yang sedikit itu telah membuat tubuh mereka menjadi
segar. "Beristirahatlah," berkata Ki Marta Brewok. "Kau tentu letih sekali lahir dan batinmu."
Paksi mengangguk. Namun ia masih bertanya, "Bagaimana
dengan Ki Marta?" "Aku akan beristirahat di luar gubukmu."
Paksi tidak menjawab. Setelah memadamkan api, maka
Paksi memang berbaring di dalam gubuknya.
Tetapi karena anak muda itu merasa sangat letih, di luar
sadarnya, Paksi telah tertidur di ujung malam itu.
Ternyata Paksi terlambat bangun. Tidak biasanya ia bangun
setelah cahaya matahari nampak merah di langit. Tetapi saat
itu Paksi yang merasa sangat letih itu ternyata terlambat
bangun. Ketika ia keluar dari gubuknya, maka dilihatnya cahaya
matahari telah menebar di langit meskipun mataharinya masih
berada di balik bukit. Angin pagi telah mulai mengalir
menyentuh dedaunan yang basah oleh embun. Suara burung-
burung liar di hutan lereng gunung terdengar bersahutan
menyanyikan kidung pagi menyambut matahari yang mulai
memanjat naik. Di ujung rerumputan, embun yang menggantung seperti
butir-butir mutiara yang berkilau memantulkan cahaya
matahari pagi. Namun Paksi sudah tidak melihat Ki Marta Brewok lagi.
Seperti biasanya, Ki Marta Brewok telah hilang bersamaan
dengan datangnya dini hari.
Paksi yang sudah merasa terlambat bangun itu duduk di
atas sebuah batu di sebelah gubuknya. Sejenak ia sempat
mengingat, apa yang telah dilakukannya selama ampat puluh
hari ampat puluh malam dan kemudian tiga hari tiga malam
menjalani puncak laku di dalam goa di balik air terjun itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Namun di dalam hatinya
ia mengucap sukur, bahwa ia termasuk salah satu di antara
mereka yang mendapatkan kurnia kelebihan dari yang Maha
Agung sebagaimana dikatakan oleh Ki Marta Brewok.
Baru beberapa saat kemudian, Paksi bangkit dan
melangkah pergi ke sungai setelah menutup pintu gubuknya.
Demikian Paksi selesai mandi dan mencuci pakaiannya yang
semalam basah kuyup, terasa tubuhnya menjadi segar
kembali. Apalagi ketika kemudian sesudah ia makan bubur
berasnya yang masih tersisa, terasa tenaganya perlahan-lahan
telah tumbuh kembali. Hari ini Paksi sengaja tidak melakukan latihan apapun. Ia
benar-benar beristirahat.
Meskipun demikian, jika Paksi duduk termenung, maka
bayangan-bayangan yang lewat di dalam benaknya adalah
bayangan-bayangan laku yang ditempuhnya di dalam goa.
Setiap kali serasa ia masih saja melihat dirinya sendiri
bergerak dengan cepat, memeragakan unsur-unsur yang
rumit. Meskipun kemudian geraknya menjadi semakin lama
semakin lamban, namun terasa pada setiap geraknya,
memancar tenaga yang semakin besar, sehingga akhirnya
Paksi itu mampu mengungkapkan inti kekuatan yang
sebelumnya seakan-akan tersembunyi di dalam dirinya.
Satu kurnia yang sangat besar baginya.
Paksi Pamekas itu menarik nafas dalam-dalam. Iapun
kemudian bangkit dan melangkah turun ke jalan sempit yang
jarang sekali dilalui orang. Bahkan orang mencari kayu
sekalipun. Tiba-tiba saja timbul keinginannya untuk menuruni kaki
gunung itu. Sambil berjalan, Paksi membenahi pakaiannya. Kemudian
melihat apakah ia sudah membawa uang beberapa keping.
Ternyata Paksi kemudian hampir di luar sadarnya telah turun
sampai ke pasar. Karena matahari sudah menjadi semakin
tinggi, maka keramaian pasar itu mulai menyusut. Meskipun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
demikian, penjual dawet di dekat pintu gerbang pasar itu
masih duduk di belakang dagangannya.
Penjual dawet itu tersenyum melihat Paksi yang sudah
dikenalnya dengan baik itu. Dengan ramah ia bertanya, "He, sudah beberapa hari kau tidak nampak, anak muda?"
"Aku sedang sibuk, Paman," jawab Paksi sambil duduk di sebelahnya.
"Sibuk apa" Bukankah sekarang tidak sedang musim
tanam?" bertanya penjual dawet itu.
"Aku sedang sibuk memagari pategalan pamanku yang
sudah rusak sekaligus membuat lanjaran kacang panjang,"
jawab Paksi. "Dan karena itu, kau tidak membeli cendol dawetku?"
"Aku sekarang akan membeli dawet saja, Paman. Bukan
hanya cendolnya." "Nampaknya kau sudah jemu meramu dawet sendiri."
Paksi tertawa pula. Sementara penjual dawet itu menuang
santan ke dalam mangkuk. Kemudian cendol dan legen
kelapa. Ketika Paksi meneguk dawet itu, terasa alangkah
segarnya setelah beberapa hari ia menempa dirinya dengan
mengekang jenis bahan makan yang masuk ke dalam
mulutnya dan yang pada ujungnya, Paksi harus menjalani
pati-geni. Sementara Paksi minum dawet, ia melihat Kinong lewat
sambil menjinjing keranjangnya. Maka dipanggilnya anak itu
dan ditawarinya untuk minum dawet pula.
"Terima kasih, Kang," jawab Kinong sambil duduk di
sebelah Paksi. "Kalau dua hari yang lalu Kakang datang ke pasar ini, maka Kakang akan melihat keributan lagi."
"Keributan apa lagi?" bertanya Paksi. "Orang-orang yang itu juga?"
"Bukan hanya orang-orang itu. Tetapi ada yang lain,"
penjual dawet itulah yang menjawab.
"Apalagi yang mereka ributkan?" bertanya Paksi pula.
"Aku tidak tahu. Tetapi mereka nampaknya sedang mencari
sesuatu." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mencari apa?" desak Paksi.
"Mereka mengatakan bahwa semalam sebelumnya mereka
telah melihat ndaru meluncur dari langit dan jatuh di sekitar
tempat ini." "Tetapi kenapa mereka jadi bertengkar?"
"Itulah yang terjadi. Perempuan aneh itu datang lagi.
Kemudian datang pula dua orang yang garang. Tidak seorang
pun yang tahu apa sebabnya mereka telah berselisih. Tetapi
seorang perempuan yang dahulu berpakaian lurik coklat itu
datang lagi dan membawa perempuan yang berpakaian asing
itu pergi sebelum terjadi perselisihan yang semakin
memburuk." "Mereka bertengkar memperebutkan ndaru itu," berkata Kinong.
Paksi tertawa. Katanya, "Siapa yang dapat memperebutkan
ndaru" Kenapa mereka tidak berebut dahulu menemukannya,
seandainya ndaru itu berujud. Katakanlah sebuah bintang
yang meluncur dan jatuh di bumi."
Kinong menggeleng. Katanya, "Entahlah."
Sementara penjual dawet itu berkata, "Kami orang-orang
yang tinggal di sekitar tempat ini, tidak ada yang melihat
sesuatu jatuh dari langit. Malam itu aku juga berada di sawah
menunggui air yang mengalir ke kotak sawahku. Tetapi aku
tidak melihat apa-apa. Sementara orang-orang asing itu ribut
mempersoalkannya." Paksi mengangguk-angguk. Ia juga pernah melihat ndaru
yang meluncur dan seakan-akan jatuh di sekitar tempat ini.
Tetapi menurut Ki Marta Brewok ndaru itu bukan benda
mawujud. Berbeda dengan gumpalan bintang yang meluncur
jatuh dari langit yang memang pernah terjadi.
Tetapi Paksi tidak mengatakan apa-apa.
Namun yang kemudian diingat oleh Paksi bahwa dua hari
yang lalu, ia sedang berada di dalam goa di belakang air
terjun itu. Namun dalam pada itu, Kinongpun berkata, "Aku
mendengar setelah perempuan asing itu pergi, orang-orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang nampak garang seperti ayah itu menyebut-nyebut cincin
bermata tiga butir batu akik."
"O," Paksi menjadi tertarik mendengar ceritera Kinong.
Tetapi ia menahan diri agar Kinong tidak justru segan untuk
melanjutkan ceriteranya. "Orang-orang itu mengatakan bahwa yang meluncur dan
disebut ndaru itu mungkin sebuah cincin yang bertuah."
"Cincin meluncur dari langit?" Paksi tertawa.
Tetapi wajah Kinong menjadi gelap. Katanya, "Aku hanya
menirukan orang-orang itu."
"O, ya," Paksi mengangguk angguk lagi.
"Sudahlah," berkata Kinong, "aku akan mencari embokku."
"Tunggu. Kau belum selesai dengan ceriteramu," berkata Paksi. "Aku mau membelikan kau dawet lagi."
"Sudah. Ceriteraku sudah habis."
Kinongpun segera bangkit dan berlari-lari meninggalkan
Paksi. Anak itu melihat ibunya menggendong beban yang
cukup berat dari seseorang yang sudah terbiasa
mengupahnya. "Aku bantu, Mbok," berkata Kinong.
Ibunya berpaling. Sambil tersenyum ia berkata, "Tidak usah Kinong. Tidak terlalu berat."
Tetapi orang yang mengupahnya itu tersenyum pula
kepada anak itu sambil berkata, "Nah, kau bawa saja kreneng ini."
Kinong mengangguk. Dimasukkannya kreneng itu di dalam
keranjangnya dan kemudian diusungnya di atas kepalanya.
Paksi memandanginya dari kejauhan. Namun merekapun
kemudian hilang di antara banyak orang.
Penjual dawet itulah yang kemudian masih berceritera
serba sedikit tentang orang-orang yang berselisih dan bahkan
hampir saja terjadi perkelahian lagi.
"Laki-laki itu memang berwajah garang," berkata penjual dawet itu. "Tetapi perempuan-perempuan yang wajahnya
nampak cantik dan mengenakan pakaian yang asing itu
ternyata tidak kalah garangnya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Menurut pendengaranku waktu itu, mereka datang dari
sebuah perguruan yang disebut Perguruan Goa Lampin.
Sedangkan laki-laki itu datang dari Perguruan Sad."
"Ya. Perempuan asing itu memang datang dari Goa Lampin.
Tetapi laki-laki yang berwajah garang itu bukan orang-orang
dari Perguruan Sad sebagaimana yang terdahulu."
"Mereka datang dari mana?" bertanya Paksi.
Penjual dawet itu menggeleng. Katanya, "Aku tidak
mendengar dengan jelas. Tetapi mereka memang menyebut
sebuah perguruan." Paksi mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak mendesak lagi.
Jika ia tidak dapat mengekang diri maka penjual dawet itu
dapat mencurigainya. Karena itu, maka Paksipun tidak
bertanya lagi. Ketika hari menjadi semakin siang, maka Paksipun
meninggalkan pasar itu setelah ia membeli beberapa beruk
beras dan kebutuhan-kebutuhannya yang lain.
Di rumah kecilnya, Paksi mulai melihat-lihat tanah yang
terbentang di sekitarnya yang sudah digarapnya menjadi
kebun yang menghasilkan jagung dan bahkan padi gaga. Pada
pagar yang mengelilingi kebunnya, Paksi menanam kacang
panjang yang batangnya merambat.
Namun Paksi mulai menjadi khawatir, bahwa orang-orang
yang berkeliaran di lingkungan itu untuk mencari ndaru, akan
sampai ke rumah kecilnya.
Tetapi Paksipun kemudian berkata kepada diri sendiri, "Biar saja mereka datang. Justru akulah yang akan pergi. Aku tidak
akan dapat tinggal di sini untuk seterusnya."
Meskipun demikian, Paksipun kemudian menyadari
ketergantungannya kepada Ki Marta Brewok.
Tetapi Paksi tidak menyesal. Ki Marta Brewok telah
memberikan sesuatu yang sangat berharga baginya dan bagi
masa depannya. Hari itu Paksi mulai lagi memanjat pohon-pohon kelapanya
untuk mengambil legennya. Sudah beberapa hari ia tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melakukannya, sehingga seakan-akan ia harus memulainya
lagi. Di hari berikutnya Paksi sudah mulai dengan kehidupannya
sehari-hari sebagaimana sebelum ia menjalani laku. Tetapi
masih ada satu lagi kegiatan yang sebelumnya tidak pernah
dilakukannya. Seperti yang dikatakan oleh Ki Marta Brewok,
bahwa di dalam goa di belakang air terjun itu terdapat sebuah
ruangan yang agak luas, yang mendapat sinar dari lubang-
lubang batu padas di atasnya.
Ketika Ki Marta Brewok datang ke gubuknya di malam hari,
maka Paksipun menyatakan keinginannya, bahwa esok ia akan
memasuki goa itu lagi. "Lakukanlah," jawab Ki Marta Brewok. "Mungkin ada manfaatnya bagimu. Tetapi ingat, jangan ada orang lain yang
sempat melihat kau memasuki goa itu."
Paksi mengangguk-angguk. Katanya, "Bukankah tempat ini
jarang sekali atau bahkan tidak pernah dikunjungi orang?"
"Tetapi akhir-akhir ini ada beberapa orang yang berkeliaran di sekitar tempat ini," berkata Ki Marta Brewok. "Mereka menyangka bahwa di daerah ini telah jatuh dari langit ujud
yang mereka kenal dengan ndaru sebagaimana pernah kau
lihat sebelumnya. Mereka menganggap bahwa ada hubungan
antara ndaru itu dengan sebuah cincin bermata tiga butir batu
akik sebagaimana pernah aku katakan kepadamu."
"Apakah itu benar, Ki Marta Brewok?"
Ki Marta Brewok itu tertawa. Katanya, "Cincin itu sebuah
benda yang kecil. Sementara itu yang mereka lihat adalah
benda langit yang meluncur."
"Tetapi apakah ndaru itu termasuk benda langit yang
jatuh" Bukankah Ki Marta juga membedakan antara benda
langit yang jatuh dan sebuah ndaru yang bersinar kehijau-
hijauan atau kebiru-biruan?"
Ki Marta Brewok tertawa pula. Katanya, "Sudahlah. Yang
penting berhati-hatilah. Aku kira kau juga tidak pernah
menemukan cincin di sini. Padahal sebelum mereka datang,
kau sudah ada di sini. Bahkan kau pernah melihat setahun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang lalu, ndaru yang meluncur dari langit dengan sinarnya
yang menyilaukan itu, seakan-akan juga jatuh di sini."
Paksi mengangguk-angguk. Sementara Ki Marta Brewok itu
berkata, "Meskipun demikian, apakah kau merasa menemukan
sesuatu yang lain kecuali sebuah cincin atau tidak?"
Paksi termangu-mangu sejenak. Tetapi Ki Marta Brewok itu
berkata, "Kau tidak usah sibuk memikirkannya sekarang. Yang penting, apakah nasimu sudah masak?"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian iapun
telah bangkit dan melihat periuk yang masih berada di atas api yang sudah dikecilkannya.
Malam itu, Ki Marta Brewok tidak membawa Paksi untuk
melakukan latihan. Tetapi ia lebih banyak berceritera tentang
sebuah perjalanan yang pernah ditempuhnya. Ki Marta Brewok
menyebut beberapa tempat yang pernah dikunjungi. Ia
berceritera tentang arah dan jalan yang dilaluinya serta
kebiasaan serta adat orang-orang yang tinggal di daerah yang
pernah dilewatinya itu. Paksi mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Ia sadar,
bahwa Ki Marta Brewok sedang memberikan beberapa
petunjuk kepadanya tentang sebuah pengembaraan. Karena
itu, maka Paksi berusaha untuk mengingat-ingat semuanya itu
dengan baik. Paksi memang memerlukan bekal bagi satu
pengembaraan. Ketika ia meninggalkan rumahnya, sama sekali tidak
terbayang apa yang harus dilakukannya dan apa yang bakal
terjadi pada sebuah pengembaraan yang panjang dan bahkan
seakan-akan tidak diketahui batas akhirnya.
Namun tiba-tiba Ki Marta Brewok itu berkata, "Sudahlah.
Aku harus pergi. Ada sesuatu yang memerlukan kehadiranku."
Sebelum Paksi menjawab, Ki Marta Brewok itu sudah
bangkit dan melangkah meninggalkan Paksi memasuki
kegelapan. Paksi menarik nafas dalam-dalam. Namun iapun kemudian
telah berbaring pula di dalam gubuk kecilnya di atas selembar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketepe yang dianyamnya dari lembaran-lembaran belarak
kelapa. Di hari berikutnya, maka seperti yang sudah dikatakan
kepada Ki Marta Brewok, Paksipun telah pergi ke goa di
belakang air terjun itu. Mengingat pesan Ki Marta Brewok,
maka Paksi memasuki goa itu sebelum matahari terbit,
sehingga ia yakin, bahwa tidak seorang pun yang melihatnya.
Tetapi Paksi harus menunggu sampai matahari memanjat
tinggi di langit. Baru kemudian ia benar-benar melihat berkas-
berkas cahaya matahari yang menyusup masuk ke dalam
ruangan yang memang agak luas itu.
Dengan demikian, maka ruangan itu menjadi lebih terang.
Sehingga dengan demikian, maka Paksipun dapat melihat
lekuk-lekuk dinding ruangan yang luas itu.
Paksi menjadi berdebar-debar ketika ia melihat bagian
dinding goa yang datar Paksi tidak mengerti, apakah dinding
itu memang datar secara alami, atau dibuat oleh tangan
seseorang. Tetapi pada dinding yang datar itu Paksi melihat
lekuk-lekuk yang sangat menarik perhatiannya.
Hampir di luar sadarnya Paksi menyentuh dinding itu.
Namun debu yang tebalpun telah runtuh.
Yang sangat menarik bagi Paksi kemudian bukannya debu
yang runtuh itu. Tetapi di balik debu itu ia melihat goresan-
goresan yang cukup dalam. Goresan-goresan yang nampaknya
bukannya tanpa arti. Karena itu, maka Paksipun kemudian telah mencoba
menghapus debu yang melekat pada dinding itu pada
permukaan yang agak luas.
Yang nampak kemudian ternyata sangat mengejutkannya.
Ia melihat beberapa lukisan pada dinding goa itu. Lukisan
yang menggambarkan sekelompok orang yang sedang
berburu lembu liar. Namun ketika Paksi membersihkan
permukaan yang lebih luas lagi, maka ia melihat lukisan
beberapa orang yang sedang berkelahi.
Paksi menjadi semakin berdebar-debar ketika kemudian ia
melihat lukisan itu. Ia melihat unsur-unsur gerak yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dikenalnya. Lukisan orang yang berkelahi itu meskipun
nampaknya sekedar coretan-coretan, namun jelas bagi Paksi.
Ia melihat bagaimana unsur-unsur gerak itu ditrapkan dalam
benturan ilmu. Paksi menjadi semakin sibuk membersihkan debu itu.
Bahkan kemudian ia telah melepas bajunya yang basah.
Dengan bajunya itu Paksi membersihkan permukaan dinding
itu semakin luas. Bahkan kemudian seluruh wajah dinding
yang datar itu telah dibersihkannya, sehingga ia dapat melihat lukisan-lukisan yang terpahat di dinding itu semakin jelas.
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Dengan melihat dan
mengamati dengan sungguh-sungguh lukisan itu, maka
seakan-akan Paksi melihat bagaimana unsur-unsur gerak yang
telah dikuasainya itu ditrapkan dalam benturan ilmu yang
sebenarnya. Sementara itu, matahari yang bergerak perlahan di langit
telah mencapai puncaknya. Cahaya yang tegak meluncur
langsung menggapai lantai ruangan yang agak luas itu.
Untuk beberapa saat lamanya Paksi masih dapat melihat
lukisan-lukisan di dinding itu dengan jelas. Dengan daya
angannya yang sangat kuat, Paksi yang memperhatikan
lukisan di dinding itu dengan seksama, seakan-akan telah
melihat pertempuran yang sebenarnya terjadi. Seorang yang
memiliki ilmu sebagaimana telah dikuasainya, bertempur
melawan seorang yang juga berilmu tinggi. Paksi kemudian
tidak lagi melihat lukisan yang patah-patah dari satu adegan
ke adegan yang lain. Tetapi Paksi serasa melihat lukisan-
lukisan itu menjadi hidup dan bergerak sebagaimana dirinya
sendiri. Paksipun kemudian tenggelam ke dalam ketajaman daya
angannya. Yang dilihatnya itu seakan-akan telah terjadi pada
dirinya. Paksi tidak tahu sudah berapa lama ia berada di ruang itu.
Namun kemudian ia menyadari keadaannya ketika sinar
matahari perlahan-lahan menjadi pudar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun Paksi memang sudah menjadi letih. Meskipun ia
tidak bergerak dengan wadagnya, tetapi yang dilakukan oleh
daya angannya itulah yang membuatnya letih.
Karena itu, maka Paksipun kemudian telah menghentikan
pengamatannya atas lukisan-lukisan itu. Namun ia sudah
mendapat bekal yang akan dapat dipergunakan untuk
melengkapi latihan-latihannya malam nanti.
"Aku harus membicarakannya dengan Ki Marta Brewok,"
berkata Paksi kepada diri sendiri.
Beberapa saat kemudian, maka Paksipun telah
meninggalkan ruang yang sudah menjadi suram itu. Tetapi
ketika ia berada di belakang air terjun, ia menjadi ragu.
"Apakah tidak ada orang yang berada di sekitar tempat
ini?" bertanya Paksi kepada diri sendiri.
Namun Paksi memang yakin, bahwa ia tidak pernah melihat
seseorang berada di sekitar tempat itu.
Sebenarnyalah, ketika kemudian Paksi menembus air terjun
itu, maka ia memang tidak melihat seorang pun berada di
sekitar tempat itu. Juga panggraitanya tidak menyentuh getar
seseorang. Di malam hari, ketika Ki Marta Brewok itu datang
kepadanya, maka Paksipun segera menceriterakan apa yang
dilihatnya di dalam goa itu.
"Inilah salah satu ujud keberuntunganmu setelah kau
melihat ndaru itu," berkata Ki Marta Brewok sambil tertawa.
Paksi mengerutkan keningnya. Ia tidak tahu apakah Ki
Marta Brewok itu bersungguh-sungguh atau sekedar bergurau.
Tetapi Paksi sendiri merasa bahwa ia memang menemukan
keberuntungan di tempat itu. Justru karena ia bertemu
dengan Ki Marta Brewok. Namun Ki Marta Brewokpun kemudian berkata, "Baiklah.
Kita akan berlatih malam ini. Mudah-mudahan kau dapat
mencerna apa yang telah kau saksikan di dalam goa itu."
Ketika kemudian Paksi melakukan latihan bersama Ki Marta
Brewok, maka Paksi merasakan perkembangan dari ilmu yang
telah dipelajarinya. Tenaga yang dapat diungkapkannya pun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi jauh lebih besar. Sementara ketahanan tubuhnya pun
rasa-rasanya menjadi berlipat.
Ketika keduanya kemudian selesai berlatih, maka Ki Marta
Brewokpun berkata, "Aku bangga dengan kemajuan yang
sudah kau capai, Paksi. Tetapi aku masih berharap kau berada
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di goa itu untuk beberapa hari lagi."
"Baik, Ki Marta," jawab Paksi.
"Bagus. Nah, sekarang, mana nasimu?"
Demikianlah, maka hari-hari berikutnya Paksi selalu berada
di dalam goa itu. Dengan demikian, maka untuk beberapa hari
ia tidak turun ke padukuhan dan tidak pula pergi ke pasar.
Namun kerjanya sehari-hari tidak dilewatkannya. Setiap pagi
dan sore ia masih saja memanjat pohon kelapanya untuk
mengambil legen, meskipun kadang-kadang ia hanya sempat
melakukannya sekali dalam sehari. Namun jika Paksi tidak
mengambil legennya dengan teratur pagi dan sore, maka
hasilnya akan menyusut. Dari hari ke hari, penguasaan Paksi atas ilmunya benar-
benar menjadi semakin matang. Di siang hari ia
memperhatikan lukisan-lukisan yang ada di dinding,
sementara di malam hari ia melakukan latihan yang lebih
berat dengan Ki Marta Brewok.
Di dalam goa Paksi melihat lukisan seorang yang harus
bertempur melawan dua atau tiga orang. Bahkan lebih banyak
lagi. Sedangkan di bagian lain, Paksi melihat lukisan dari
orang-orang yang sedang berburu yang kadang-kadang ada
yang terpaksa berkelahi melawan binatang-binatang buas
buruannya. Namun semuanya itu ternyata mampu memperluas
wawasan Paksi tentang olah kanuragan, khususnya tentang
ilmu yang disadapnya. Ketika Paksi merasa bahwa ia sudah melihat dan
mempelajari lukisan-lukisan yang ada di dinding goa itu
seluruhnya, maka hal itu telah disampaikannya pula kepada Ki
Marta Brewok. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus, Paksi. Waktunya memang hampir tiba. Kau dapat
melanjutkan usahamu untuk menemukan cincin itu. Tetapi
sebaiknya kau tidak tergesa-gesa meninggalkan tempat ini.
Justru orang lain berdatangan kemari."
Paksi mengangguk-angguk sambil menjawab, "Baiklah, Ki
Marta. Aku akan menunggu perkembangan keadaan di sini
sebelum aku meninggalkan tempat ini."
"Bagus," berkata Ki Marta Brewok. Namun katanya
kemudian, "Tetapi selanjutnya aku tidak merasa perlu untuk datang setiap malam. Mungkin dua malam atau tiga malam
sekali, jika aku ingin makan nasimu atau ketela pohonmu yang
kau rebus dengan legen."
Paksi mengangguk-angguk pula meskipun ia menjawab,
"Tetapi bukankah Ki Marta Brewok tidak akan meninggalkan
aku begitu saja?" Ki Marta Brewok tertawa. Katanya, "Kita masih terikat oleh sebuah perjanjian. Kau harus menemukan cincin itu dan kelak
menyerahkan kepadaku di alun-alun Pajang. Bukankah
dengan demikian aku tidak akan meninggalkanmu sebelum
hutangmu itu lunas" Selama ini aku sudah memberimu bekal.
Karena itu, kau tidak dapat begitu saja pergi tanpa imbalan
apapun." Paksi tersenyum. Tetapi ia mengangguk sambil menjawab,
"Baiklah, Ki Marta."
Demikianlah, seperti yang dikatakan oleh Ki Marta Brewok,
maka sejak malam itu, ia tidak lagi datang setiap malam.
Tetapi dua atau tiga malam sekali. Sedangkan Paksi sudah
mulai lagi turun ke padukuhan dan ke pasar.
Meskipun demikian, dua hari atau tiga hari sekali, Paksi
masih juga masuk ke dalam goa untuk lebih memahami
lukisanlukisan yang terdapat di dalam dinding goa itu,
sehingga tidak ada sebuah garispun yang luput dari
pengamatannya. Dalam pada itu, ternyata sebagaimana dikatakan oleh Ki
Marta Brewok, semakin banyak orang asing yang sering
nampak berkeliaran di pasar itu. Paksi sendiri yang sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sering berada di pasar itu, sudah tidak dianggap orang asing
lagi. Ia mengenal semakin banyak orang yang terbiasa berada
di pasar itu. Sedangkan Kinong menjadi semakin terbiasa pula
berhubungan dengan Paksi. Bahkan dalam keadaan yang
memaksa, Kinong pernah minta Paksi membelikan nasi
tumpang, karena Kinong tidak dapat menahan lapar.
"Aku tidak berani mengambil uang di dalam tabunganku,"
berkata Kinong. "Aku takut ayah melihatnya dan
merampasnya, sehingga aku tidak akan dapat menyisakan
sama sekali. Uang Embok benar-benar sudah habis."
"Bagaimana dengan kakak perempuanmu?" bertanya Paksi.
"Embok masih menyisakan sebuah ketela pohon yang akan
dapat direbusnya setelah ayah pergi."
Paksi mengangguk-angguk kecil. Katanya, "Makanlah.
Bagaimana dengan embokmu?"
"Embok sedang mengikat dan membawa barang-barang
belanjaan. Mudah-mudahan embok mendapat uang yang
dapat dibelikannya nasi atau apapun bagi embok sendiri."
Paksi hanya dapat menarik nafas dalam-dalam. Meskipun
Paksi mempunyai kepuasan tersendiri melihat Kinong makan,
namun Paksi menyadari, bahwa masih banyak anak-anak yang
mengalami kesulitan sebagaimana dialami Kinong, meskipun
sebabnya tidak selalu sama.
Kinong yang sedang makan nasi tumpang itu terkejut
ketika ia mendengar suara ibunya memanggilnya.
"Kau sedang apa, Kinong?"
"Makan nasi tumpang, Mbok. Kakang Paksi membelikan
nasi tumpang buatku."
Ibu Kinong memandang Paksi dengan kerut di dahinya.
Namun kemudian iapun berdesis, "Terima kasih, Ngger."
"Apakah Bibi tidak makan sama sekali?" Paksi menawarkan.
Perempuan itu tersenyum. Katanya, "Aku sedang mencari
Kinong. Ia belum makan sama sekali sejak kemarin sore. Aku
membawa uang jajan buatnya. Tetapi ternyata kau sudah
berbaik hati, membelikan nasi buat Kinong."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudahlah," berkata Paksi. "Uang itu dapat Bibi belikan apa saja buat Bibi sendiri atau buat kakak perempuan Kinong."
Mata perempuan itu berkaca-kaca. Tetapi ia tersenyum.
Katanya, "Kau baik sekali, Ngger."
"Ah sudahlah. Lupakan saja, Bibi," sahut Paksi.
"Tetapi Angger tidak hanya sekali ini membelikan makanan
dan jajan bagi Kinong."
Paksi tersenyum. Katanya, "Kebetulan saja, Bibi."
Kinong yang telah selesai makan itupun kemudian
membuang pincuk daun kelapanya sambil berkata, "Terima
kasih, Kakang. Aku sekarang sudah kenyang. Aku sudah dapat
membantu Simbok." Paksi mengusap kepala anak itu sambil berdesis, "Bagus.
Bantu embokmu." Kinongpun kemudian melangkah pergi bersama ibunya
setelah berulang kali mengucapkan terima kasih.
Namun di pasar itu, Paksi juga mendengar ceritera tentang
orang-orang yang berkeliaran di pasar itu. Orang-orang asing
yang sebelumnya tidak dikenal sama sekali. Penjual nasi
tumpang itu menyatakan kecemasannya, bahwa kehadiran
orang-orang itu akan dapat menimbulkan persoalan.
"Mereka meributkan ndaru yang jatuh di sekitar tempat
ini," berkata penjual nasi tumpang itu. Seperti penjual dawet, maka penjual nasi itupun mengatakan. "Sementara itu, tidak seorangpun di antara kita di sini yang melihat ndaru itu jatuh.
Apalagi menemukannya."
Paksi hanya mengangguk-angguk saja
Sementara itu, selama Paksi duduk di sebelah penjual nasi
tumpang itu, ia sudah melihat dua orang yang memang
menarik perhatian lewat. Penjual nasi itu mengamatinya
sambil berbisik, "Nah, kau lihat orang itu" Bukankah kita belum pernah melihat sebelumnya?"
Paksi mengangguk-angguk. Kedua orang itu memang
nampak garang dengan senjata di lambung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun Paksipun sempat bertanya, "Kenapa mereka
berkeliaran di pasar ini" Apa mereka mengira bahwa ndaru itu
jatuh di tengah-tengah pasar ini?"
"Tentu tidak," jawab penjual nasi tumpang itu. "Tetapi itu pertanda bahwa mereka berkeliaran di sekitar tempat ini. Jika
mereka pergi ke pasar itu karena mereka harus membeli
makan atau makanan. Tetapi kami menjadi cemas, bahwa
mereka akan berbuat sewenang-wenang. Sudah ada di antara
mereka yang membayar tidak sewajarnya."
"Maksudmu?" bertanya Paksi.
"Ada di antara mereka yang hanya membayar separo dari
harga yang seharusnya ketika mereka membeli minum dan
makan di kedai itu."
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Kehadiran orang-orang
yang dianggap orang orang asing itu ternyata tidak
memberikan penghasilan tambahan bagi orang-orang di
sekitar tempat itu, tetapi justru merugikan mereka. Sementara
itu mereka tidak berani berbuat apa-apa terhadap orang-orang
yang dianggap asing, tetapi yang pada umumnya orang-orang
garang itu. Tetapi Paksi masih belum ingin melibatkan diri. Ia masih
saja bersikap seperti biasanya.
Meskipun demikian, di gubuk kecilnya Paksi masih saja
merenungi orang-orang yang mencari ndaru di sekitar tempat
itu. Bahkan mereka menghubungkannya dengan hilangnya
cincin dari istana Pajang itu.
Ketika kemudian malam turun, maka Paksipun telah
membuat perapian seperti biasanya. Ia mulai menjerang air
dan menanak nasi. Paksi masih mempunyai pepes ikan bader
yang ditangkapnya kemarin di sungai. Nampaknya Paksi baru
mujur, karena ia mendapat ikan lebih banyak dari biasanya.
Namun ketika Paksi baru asik menunggui perapiannya, tiba-
tiba saja ia terkejut. Telinganya yang tajam, yang sudah
diasahnya dengan baik, telah mendengar desir langkah
seseorang di belakang dinding gubuknya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksipun segera menduga bahwa seseorang telah datang
mendekati gubuknya itu dan orang itu tentu bukan Ki Marta
Brewok, karena Ki Marta Brewok tidak pernah berbuat
demikian. Sebenarnyalah, sekali lagi Paksi terkejut. Tiba-tiba saja
pintu rumahnya itu telah terbuka. Seseorang telah
menghentakkannya dari luar.
Ketika Paksi kemudian bangkit berdiri, maka dalam
kegelapan di luar gubuknya yang tidak dapat digapai oleh
sinar dlupaknya, seseorang berdiri bertolak pinggang.
Ketajaman mata Paksi mampu melihat orang itu seutuhnya.
Tetapi Paksi tidak dapat melihat wajah orang itu dengan jelas.
"Siapa kau?" bertanya Paksi.
Orang yang berdiri di luar pintu itu tertawa, "Jadi ada juga orang yang tinggal di sini. Agaknya bukan baru kemarin kau
berada di sini, anak muda. Aku sudah melihat tanaman
jagungmu, kacang panjangmu dan ketela pohon yang di
pinggir hutan itu." "Ya," jawab Paksi. "Aku memang tinggal disini sejak lama."
"Bagus. Jika demikian, kau tentu tahu, di mana ndaru itu
jatuh." "Ndaru apa?" bertanya Paksi. "Aku sama sekali tidak melihat ndaru."
"Jangan bohong. Ndaru itu meluncur dari langit dan jatuh
di sekitar tempat ini."
Paksi memandang orang itu dengan tajam. Dengan nada
berat Paksi berkata, "Aku tidak melihat ndaru itu, Ki Sanak.
Aku selalu berada di dalam gubukku ini. Seandainya ada ndaru
turun di sekitar tempat ini, maka aku tentu tidak melihatnya."
"Apakah kau sudah memungut ndaru itu" Aku tahu bahwa
yang jatuh sebagai ndaru itu tentu cincin kerajaan yang
hilang. Siapa yang memakai cincin itu akan dapat menurunkan
seorang yang akan menguasai tanah ini. Apakah ia laki-laki
atau perempuan." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku juga tidak tahu apa-apa tentang cincin kerajaan yang kau katakan itu. Selama aku tinggal di sini, aku hanya
bergumul dengan lingkungan kecil ini."
"Sudahlah. Jangan banyak bicara. Sekarang, serahkan
cincin itu kepadaku."
"Kenapa kau mengigau seperti itu?"
"Ndaru itu adalah wahyu. Karena itu, dengan cara apapun
juga ndaru itu harus aku miliki."
"Ki Sanak. Aku tidak akan memperebutkan wahyu. Aku
tidak percaya bahwa wahyu itu dapat diperebutkan seperti
orang memperebutkan benda-benda mawujud."
"Jadi, bagaimana menurut pendapatmu?"
"Wahyu itu berhubungan erat dengan sikap, tingkah laku
dan laku yang dijalaninya. Tetapi terakhir, kuasa Yang Maha
Agung." "Tetapi itu tidak akan dapat datang dengan sendirinya.
Seseorang harus berjuang untuk mendapatkannya."
"Bukan dengan cara yang kau tempuh, Ki Sanak. Seolah-
olah dalam sehari kau akan mendapatkannya. Bahkan
mungkin merebut dari orang lain. Wahyu akan datang
kepadamu bukan berdasarkan kerja sehari apapun yang kau
kerjakan. Tetapi atas penilaian yang panjang dari sikap,
tingkah laku dan laku yang dijalaninya."
"Jadi aku harus bertapa di goa-goa atau bersamadi di
lereng gunung seperti yang kau lakukan ini?"
Paksi menggeleng. Katanya, "Tidak, Ki Sanak. Menurut
guruku, bukan laku seperti itu. Tetapi laku yang kita jalani
akan nampak pada sikap dan tingkah laku. Apa yang kita
yakini dan apa yang kita lakukan sesuai dengan hubungan kita
dengan Yang Maha Agung bagi sesama."
"Jadi kenapa kau berada di sini" Kau tentu sedang bertapa pada saat-saat tertentu di goa goa yang ada di sekitar tempat
ini. Kau tentu juga menjalani laku, menyiksa diri di sini.
Dengan demikian kau mengharap bahwa ndaru itu akan jatuh
kepadamu. Cincin itu akan kau ketemukan dan kau pakai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sehingga kau akan dapat menurunkan penguasa di atas tanah
ini." "Jika aku menjalani laku di sini, itu adalah laku yang sangat sempit dibanding dengan lingkup kehidupan. Menurut guruku,
apa yang aku dapatkan dengan laku yang aku jalani ini tidak
lebih dari sekedar bekal untuk menjalani laku yang lebih luas
dalam garangnya arus kehidupan."
"Jadi kau bermaksud mengatakan bahwa laku yang kau
jalani di sini sekedar untuk mendapatkan ilmu yang kemudian
harus kau amalkan?" "Ya," jawab Paksi.
Orang itu tertawa berkepanjangan. Katanya, "Kau telah
berbicara tentang hal-hal yang tidak kau ketahui sendiri.
Sekarang, berikan cincin itu kepadaku. Kau akan selamat."
"Jangan berpandangan picik tentang wahyu."
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tetapi aku tahu pasti apa yang aku lakukan. Sedangkan
kau tidak. Apa yang kau katakan itu tidak lebih dari
tangkapanmu yang dangkal terhadap ajaran-ajaran orang
yang kau sebut gurumu itu. Kau masih harus mendalami
maknanya, bukan sekedar permukaannya saja."
Paksi mengerutkan dahinya. Orang itu tentu orang yang
aneh. Jika ia menganggap bahwa tangkapannya atas ajaran
gurunya terlalu dangkal, bagaimana mungkin ia sendiri
berusaha untuk mencari wahyu dengan caranya. Mencari
sebuah cincin yang dipercaya akan memberikan arti yang
sangat tinggi kepada pemakainya. Bahkan orang yang
memakainya akan dapat menurunkan penguasa di tanah ini.
"Kenapa kau menjadi bingung?" orang itu tiba-tiba
bertanya. "Sekarang berikan cincin itu. Seandainya cincin itu bukan ujud dari wahyu tertinggi, maka setidak-tidaknya aku
akan mendapatkan sesuatu yang berarti bagi hidupku. Pada
dasarnya ndaru itu akan memberikan keberuntungan padaku.
Itu saja. Karena itu berikan cincin itu."
"Sudahlah, Ki Sanak," berkata Paksi yang menjadi curiga terhadap sikap orang itu. "Apa maumu sebenarnya" Aku yakin bahwa kau tidak sedang sekedar mencari ndaru itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jadi kau kira aku sedang mencari apa?" bertanya orang itu.
"Justru itulah yang ingin aku tanyakan kepadamu."
"Jangan banyak bicara lagi. Berikan cincin itu atau aku akan menghancurkan tatanan kehidupanmu di sini dan bahkan jika
kau tetap berkeras kepala, aku akan membunuhmu. Nilai
cincin itu jauh lebih berharga dari nyawamu."
"Kau kira aku akan membiarkanmu melakukannya?"
bertanya Paksi. "Setan kau," geram orang itu. "Jadi kau benar-benar tidak mau memberikannya?"
"Tidak ada yang dapat aku berikan kepadamu."
Tiba-tiba saja orang itu menggapai sepasang uger-uger
pintu gubuk Paksi. Sambil mengguncang gubuk kecil itu ia
berkata, "Kau tahu bahwa aku akan dapat merobohkan
gubukmu ini dalam sekejap."
Tetapi Paksi tidak menunggu lebih lama lagi. Tiba-tiba saja
ia lelah meloncat menyerang orang itu. Ia tidak ingin
gubuknya roboh dan terbakar karena perapiannya.
Orang itu terkejut. Dengan cepat ia meloncat surut,
sementara Paksipun telah meloncat keluar gubuknya.
Pertempuran tidak dapat dihindarkan lagi. Paksi yang
marah itu telah menyerang dengan garangnya, sehingga
orang itu berloncatan menghindar.
Namun kemudian, orang itu menjadi mapan, sehingga
dengan demikian, maka merekapun telah bertempur dengan
sengitnya. Dengan keras orang itu membalas serangan Paksi dengan
serangan pula. Beberapa kali orang itu sengaja tidak
menghindar dari serangan-serangan Paksi. Tetapi dengan
sengaja orang itu justru telah membentur serangan dengan
serangan pula. Dengan demikian, baik orang itu maupun Paksi dapat
menjajagi kekuatan lawan di samping menjajagi pula tingkat
ilmu mereka. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, maka pertempuran itu semakin lama menjadi
semakin sengit. Mereka berloncatan di atas lereng-lereng
berbatu karang di kaki gunung itu. Semakin lama semakin
cepat. Benturan-benturan pun menjadi semakin sering terjadi,
sehingga jika benturan itu terjadi, maka keduanya beberapa
kali terdorong surut. Paksi yang baru saja selesai menjalani laku, telah
menunjukkan kemapanan ilmunya yang tinggi. Ternyata
menghadapi orang yang mencari ndaru itu, Paksi mampu
mengimbanginya. Meskipun orang itu meningkatkan ilmunya
semakin tinggi. Bahkan keduanyapun kemudian telah mengungkap tenaga
dalam mereka masing-masing, sehingga dengan demikian,
maka pertempuran itu menjadi semakin sengit.
"Demit kecil," geram orang itu. "Darimana kau
mendapatkan ilmu itu he?"
Paksi tidak menjawab. Tetapi anak muda itu justru
bertempur semakin sengit.
Dalam pertempuran itu, Paksi justru seakan-akan mendapat
kesempatan untuk mencoba kemampuannya. Apa yang telah
diwarisinya dari gurunya yang terdahulu, kemudian yang
dituangkan oleh Ki Marta Brewok, yang kemudian seakan-akan
diuraikan dengan terperinci oleh lukisan-lukisan di dinding goa itu, telah dicoba untuk diuapkan dalam keadaan yang
sesungguhnya. Ternyata bahwa Paksi tidak mengecewakan. Ia mampu
mengimbangi lawannya yang berilmu tinggi, yang kadang-
kadang bergerak cepat seakan-akan tidak berjejak di atas
tanah, namun kemudian sepasang kakinya seakan-akan
menghunjam dan berakar di dalam bumi. Namun di setiap
geraknya, telah menggetarkan udara di seputarnya. Orang itu
seakan-akan tidak lagi bergerak berputar, meloncat atau
melenting dengan cepat. Tetapi berdiri tegak dan hanya
sekedar beringsut setapak-setapak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun apapun yang dilakukan oleh orang itu, Paksi masih
mampu mengimbanginya. Bahkan ketika orang itu
meningkatkan ilmunya, Paksi masih belum dapat dikuasainya.
Dengan demikian maka pertempuranpun menjadi semakin
sengit. Berganti-ganti keduanya saling menyerang. Benturan-
benturan kekuatan terjadi semakin sering, sehingga keduanya
saling mendesak dan saling bertahan.
Semakin lama mereka bertempur, Paksi menjadi semakin
curiga terhadap lawannya. Meskipun kadang-kadang keduanya
berdiri berhadapan, namun Paksi masih belum berhasil melihat
wajah lawannya dengan jelas.
Bahkan kemudian Paksi sempat menduga bahwa orang itu
adalah Ki Marta Brewok sendiri yang ingin mengujinya.
Tetapi Paksi tidak mau salah duga. Jika ia keliru dan
mengira bahwa orang itu tidak bersungguh-sungguh, maka ia
akan dapat terjerat dalam kesulitan.
Karena itu, maka pertempuran itu menjadi semakin keras.
Serangan-serangan mereka mulai menembus pertahanan
lawan. Sehingga sekali-sekali seorang di antara mereka
terdorong beberapa langkah surut. Bahkan ketika serangan
Paksi tepat mengenai dada lawannya, maka orang itupun
terhuyung-huyung sesaat. Namun paksi telah mengulangi
serangannya dengan ayunan kaki mendatar sambil berputar.
Kaki Paksi tepat mengenai lambung orang itu, sehingga orang
itu benar kehilangan keseimbangannya dan jatuh berguling di
tanah. Tetapi ketika paksi memburunya, maka dengan cepat orang
itu meloncat bangkit. Demikian Paksi mengayunkan tangannya
ke arah kening, maka orang itu sempat merendahkan diri.
Kakinya justru terjulur menyamping menghantam bahu Paksi.
Tubuh Paksi bagaikan diputar. Tetapi demikian lawannya
mengulangi serangannya, Paksi justru menjatuhkan dirinya
dan bergulir menjauh. Namun lawannya tidak melepaskannya. Dengan sigapnya ia
meloncat memburu. Namun Paksi justru meluncur dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cepat. Kakinya memutar tubuhnya, maka lawannya itupun
jatuh terbanting di tanah.
Tetapi sekejap kemudian, keduanya telah meloncat
melenting berdiri. Keduanya telah bersiap menghadapi segala
kemungkinan. Namun ternyata orang yang datang untuk mencari ndaru
itu sudah kehilangan kesabaran. Dengan geram ia berkata,
"Anak yang tidak tahu diri. Jika kau tetap keras kepala dan tidak mau menyerahkan ndaru itu kepadaku, maka kau akan
menyesali nasibmu yang buruk. Kau akan mati dan terkubur di
sini tanpa ditunggui oleh orang tuamu."
Tetapi Paksi sama sekali tidak menjawab. Dipersiapkannya
dirinya untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang
lebih berat. Sebenarnyalah bahwa tidak terhenti sampai sekian. Mata
Paksi yang menjadi setajam mata burung hantu di malam hari
melihat lawannya itu mempersiapkan serangan dengan
tataran ilmu yang semakin tinggi.
Paksi telah mendapat tuntunan yang lengkap dari Ki Marta
Brewok. Ia telah melihat dirinya sendiri pada puncak lakunya,
mengetrapkan ilmu yang lebih tinggi dari sekedar kekuatan
dan kemampuan kewadagan. Paksipun telah melihat,
bagaimana ilmu seperti itu ditrapkan dalam pertempuran yang
sebenarnya. Karena itu, ketika ia melihat lawannya mengatupkan
telapak tangannya, maka Paksipun segera memusatkan nalar
budinya, memasuki puncak kemampuannya sebagaimana
pernah dilakukannya dalam samadinya.
Paksi belum pernah mengetrapkan ilmunya dalam
pertempuran yang sebenarnya. Tetapi ia tidak mau begitu saja
dihancurkan oleh lawannya dalam benturan ilmu. Karena itu,
apapun yang terjadi, Paksi berusaha untuk melindungi diri
sebaik-baiknya. Paksipun kemudian melihat kedua telapak tangan lawannya
itu bagaikan membara. Dalam gelap malam, nampak asap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
putih yang tipis mengepul dari antara kedua telapak tangan
itu. Namun dalam pada itu, Paksipun segera menyilangkan
kedua tangan di dadanya. Namun di saat terakhir, Paksi
mengangkat kaki kirinya dan mengayunkannya sambil
meloncat menyongsong serangan lawannya.
Satu benturan ilmu dahsyat telah terjadi. Paksi terlempar
beberapa langkah surut. Tubuhnya jatuh terbanting di tanah
berbatu padas. Dadanya menjadi sesak seakan tertindih oleh
batu hitam sebesar gubuknya itu. Sementara itu, kulitnya yang
terluka oleh tajamnya batu-batu padas, terasa menjadi sangat
pedih. Tetapi paksi masih memaksa dirinya untuk bangkit. Ia
masih melihat lawannya yang juga terpental jatuh. Namun
seperti Paksi orang itupun berusaha untuk bangkit dengan
susah payah. Sejenak kemudian, maka kedua orang itu telah berdiri
berhadapan pula. Tetapi keduanya seakan-akan sudah tidak
mampu lagi berdiri tegak. Tenaga dan kekuatan mereka telah
terkuras habis. Benturan yang terjadi seakan-akan membakar
isi dada mereka, memusnahkan tenaga yang tersimpan di
dalam diri mereka. "Kau anak iblis," geram orang itu. "Ternyata kali ini kau mampu mengimbangi ilmuku. Tetapi jangan tertawa lebih
dahulu. Pada suatu saat aku akan datang untuk membunuhmu
jika kau tidak mau memberikan ndaru itu kepadaku."
Paksi tidak menjawab, nafasnya terengah-engah. Bahkan
hampir saja ia tidak dapat bertahan untuk tetap berdiri.
Tetapi Paksi tidak mau jatuh di hadapan lawannya. Ia harus
tetap bersiap menghadapi segala kemungkinan dengan sisa-
sisa tenaga yang ada padanya.
Orang yang datang kepadanya, agar Paksi memberikan
ndaru yang dianggapnya telah dimilikinya itu melangkah surut.
Ternyata orang itupun nampaknya menjadi sangat lemah.
Meskipun demikian, ia masih berkata lantang, "Tunggu. Dalam waktu dekat aku akan kembali."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun kedua orang yang sudah hampir kehabisan tenaga
itu terkejut. Tiba-tiba saja mereka mendengar suara orang
tertawa. Tidak terlalu keras. Namun cukup menggetarkan
udara malam di lereng gunung itu.
Ketika keduanya berpaling, maka mereka melihat Ki Marta
Brewok bergerak selangkah demi selangkah mendekati Paksi.
Namun kemudian iapun berhenti sambil berkata kepada orang
yang baru saja bertempur melawan Paksi, "Jadi kau ganggu
anakku, he?" "Kau siapa?" bertanya orang itu.
"Aku yang telah memelihara anak ini. Itulah agaknya hatiku selalu merasa berdebar-debar. Sebenarnya malam ini aku
tidak berniat datang kemari. Tetapi ternyata kau di sini
sekarang. Nah, jika kau memang seorang yang berilmu tinggi,
kau jangan hanya berani mengganggu anak-anak. Sekarang,
biarlah yang tua berhadapan dengan yang tua."
Orang yang datang mencari ndaru itu mengumpat.
Katanya, "Kau akan memanfaatkan saat aku kelelahan.
Baiklah. Aku terima tantanganmu. Tetapi tidak sekarang."
"Bagus. Tetapi jangan datang seperti seorang pencuri
justru saat aku tidak ada di sini."
"Bagaimana aku tahu bahwa kau ada di sini?"
"Bertanyalah kepada anakku. Jika aku tidak ada, jangan
mengganggu anak-anak. Biarlah ia bermain sesuai dengan
caranya. Kita yang tua akan berhadapan dengan cara orang-
orang tua." "Jangan menyesal jika aku datang pada kesempatan lain.
Persoalan kita akan kita selesaikan dengan cara orang tua."
"Sekarang pergilah sebelum aku menjadi semakin muak
melihatmu. Jika tiba-tiba saja timbul keinginanku untuk
membunuhmu, maka kau benar-benar akan mati."
"Persetan kau," geram orang itu.
Tetapi tertatih-tatih orang itu melangkah meninggalkan
tempat itu. Demikian orang itu lenyap dalam kegelapan, maka Ki Marta
Brewokpun telah mengajak Paksi masuk ke dalam biliknya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi yang pernafasannya masih terasa sesak itu kemudian
terduduk di atas ketepenya. Tenaganyapun bagaikan terkuras
habis. "Atasi kesulitan di dalam dirimu, Paksi," berkata Ki Marta Brewok.
Paksi tidak menjawab. Tetapi iapun kemudian duduk tegak
dengan menyilangkan kaki dan tangannya. Paksipun kemudian
telah mengatur pernafasannya.
Ki Marta Brewok membiarkan Paksi mengatasi kesulitan di
dalam dirinya. Sementara itu Ki Marta Brewok justru
menyurukkan kayu bakar pada perapian Paksi yang hampir
padam untuk merebus air dan menanak nasi.
Meskipun Paksi kemudian berhasil mengatasi kesulitan di
dalam dirinya, namun ketahanan tubuhnya yang tinggi masih
belum mampu mengatasi perasaan sakit dan nyeri di bagian-
bagian tubuhnya. Bahkan di beberapa tempat nampak kulitnya
memar kebiru-biruan. Keningnya terasa lebam dan tulang
punggungnya terasa sakit. Selain nyeri-nyeri pada tulang dan
dagingnya, maka luka-lukanyapun terasa pedih. Ketika ia
terbanting jatuh, maka batu-batu padas telah menggores
kulitnya yang tidak menjadi kebal.
Menjelang fajar, Paksipun mengakhiri usahanya mengatasi
kesulitan di dalam dirinya. Ketika ia kemudian bangkit, ia tidak melihat Ki Marta Brewok. Yang ada hanyalah sebuah mangkuk
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang telah dipakainya untuk makan. Daun pembungkus
pepesan ikan bader dan periuk nasi yang sudah diturunkan
dari atas perapian. Apipun telah padam dan air yang sudah
mendidih itu masih hangat.
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Ketika ia menggeliat,
terasa tulang-tulangnya masih nyeri.
Perlahan-lahan Paksi melangkah keluar gubuknya. Pintunya
masih terbuka lebar sehingga angin malam yang berhembus di
lereng gunung itu menyusup masuk
Dlupak minyak kelapa di atas ajug-ajugnya masih menyala.
Sinarnya seperti terayun dibuai angin.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi tertegun. Ternyata Ki Marta Brewok tidak pergi. Ia
justru berbaring di atas batu di luar gubuknya.
Ketika Ki Marta Brewok itu melihat Paksi melangkah keluar,
maka iapun segera bangkit. Dengan nada dalam ia bertanya,
"Bagaimana keadaanmu, Paksi?"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Sudah
menjadi semakin baik Ki Marta."
"Bagus. Sebenarnya aku mempunyai keperluan lain malam
ini. Tetapi aku harus menunggu, apakah kau berhasil
mengatasi kesulitan di dalam dirimu."
"Tetapi tulang-tulangku masih terasa nyeri, Ki Marta."
Ki Marta Brewok itupun kemudian mengambil sebutir obat
yang dibungkus dengan selembar kelaras daun pisang.
"Setelah kau makan nasi, maka makanlah obat ini. Mudah-
mudahan keadaanmu bertambah baik."
"Terima kasih," desis Paksi sambil menerima obat itu.
"Nah, sekarang aku akan pergi. Selanjutnya kau akan dapat mengatasi keadaanmu dengan baik. Orang itu tidak akan
kembali dalam waktu dekat, karena ia juga mengalami
kesulitan di dalam dirinya sebagaimana kau alami. Seandainya
ia ingin datang lagi, maka ia akan datang setelah keadaanmu
pulih kembali." Paksi mengangguk. Sementara itu Ki Marta Brewok berkata lebih lanjut, "Paksi, jika orang itu datang lagi, aku kira kau akan dapat
mengatasinya. Jika kau mampu mengungkit lebih dalam
tenaga yang tersimpan di dalam dirimu, maka kekuatan
ilmumu akan menjadi semakin besar. Kau harus lebih
memahami kekuatanmu yang berlandaskan pada pijakan
bumi. Api yang mengalir dan menghangatkan darahmu.
Udara yang berhembus di dalam dadamu dan air yang
menggairahkan dan menyegarkan tubuh serta otakmu. Tetapi
ingat, bahwa api, udara dan air bahkan bumi akan dapat
melambungkan kemampuanmu, tetapi tanpa memahami
wataknya dengan baik, maka dalam keseimbangan yang
goyah, justru akan dapat menimbulkan malapetaka pada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dirimu. Karena itu, setelah kau selesai menjalani laku, bukan
berarti bahwa segala-galanya telah selesai. Masih banyak
sekali yang harus kau kerjakan."
Paksi mengangguk-angguk kecil. Dengan nada dalam iapun
berkata, "Baiklah, Ki Marta. Aku akan mencobanya."
Ki Marta Brewok itupun kemudian menengadahkan
wajahnya. Cahaya merah menjadi semakin menyala di langit. Karena
itu, maka katanya, "Sudahlah. Aku tidak ingin terlambat.
Makanlah obat yang aku berikan itu setelah kau makan nasi.
Tetapi aku masih ingin memperingatkanmu, kau tidak boleh
lupa menelan obat penawar racun itu. Di sini ular berkeliaran
tanpa mengenal waktu."
Paksi tidak sempat menjawab. Ki Marta Brewok itupun
kemudian bangkit dan melangkah meninggalkan Paksi yang
berdiri termangu-mangu ditempatnya. Ia hanya dapat
memandangi Ki Marta Brewok yang berjalan dengan cepat
meninggalkannya. Paksi menarik nafas dalam-dalam. Hampir saja ia menduga,
bahwa orang yang datang dan minta kepadanya agar ia
memberikan ndaru yang disangkanya ada padanya itu adalah
Ki Marta Brewok yang ingin menjajagi peningkatan ilmunya.
Ternyata orang itu adalah orang lain.
Meskipun demikian, Paksi masih saja dibayangi oleh
perasaan aneh terhadap orang-orang yang tiba-tiba saja
datang menyerangnya. Seakan-akan yang terjadi itu telah
tersusun dalam satu perencanaan yang mapan.
"Aku tidak boleh terjebak pada perasaan seperti itu,"
berkata Paksi kepada diri sendiri. "Jika aku kemudian terbuai dalam mimpi yang demikian, maka pada suatu saat aku akan
benar-benar dihancurkan lawan sebelum aku sampai pada
puncak perlawanan." Paksi menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian ia
kembali masuk ke dalam gubuknya. Dibenahinya mangkuk,
periuk dan tenong kecilnya. Namun Paksi sendiri kemudian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyempatkan diri untuk makan serba sedikit, agar ia dapat
menelan obat yang diberikan oleh Ki Marta Brewok.
Baru kemudian, setelah ia minum obat, maka Paksi
melakukan kewajibannya sehari-hari menjelang fajar.
Ketika kemudian matahari terbit, Paksi sudah berada di
sungai untuk mandi dan mencuci pakaiannya. Seonggok daun
dilam telah disiapkannya untuk menyedapkan pakaiannya
setelah dicuci bersih. Setelah minum obat yang diberikan oleh Ki Marta Brewok,
tubuh Paksi terasa menjadi semakin segar. Perasaan nyeri
pada tulang-tulangnya telah jauh menyusut.
Tetapi Paksi masih harus mengobati luka-luka pada kulitnya
yang tergores batu-batu padas.
Setelah mandi, maka tubuh Paksi terasa menjadi segar.
Sambil beristirahat, Paksi menunggui pakaiannya yang
dijemurnya di belakang gubuk kecilnya.
Namun Paksipun kemudian telah bangkit. Tiba-tiba saja ia
telah teringat sesuatu. Diambilnya tongkat kayunya yang
diberikan oleh pengemis ketika ia harus bertempur melawan
orang-orang yang garang di sebuah kedai nasi.
Sejenak Paksi merenungi tongkatnya itu. Namun kemudian,
Paksipun mulai menimang-nimang tongkatnya.
"Aku akan pergi ke goa itu," berkata Paksi tiba-tiba saja kepada diri sendiri.
Sambil membawa tongkatnya Paksipun telah menuruni
lereng, meloncati bebatuan dan batu-batu padas, menuju ke
mulut goa yang tersembunyi di balik air terjun.
Ketika Paksi berada di dalam ruang yang cukup luas di
dalam goa itu, maka matahari telah memanjat semakin tinggi.
Sinarnya mulai menusuk lubang-lubang batu padas di atas goa
itu, sehingga ruang yang cukup luas di dalam goa itu menjadi
semakin terang. Seperti hari-hari yang telah lewat, paksi memperhatikan
lukisan-lukisan yang terdapat di dinding itu dengan seksama,
ia melihat beberapa macam senjata yang dipergunakan oleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang-orang yang nampak dalam lukisan itu, di antaranya
adalah tongkat. Paksi semakin memperhatikan, bagaimana orang-orang itu
memegang tongkat. Arah gerak tongkat dan bagaimana
mereka menyerang dan menangkis dengan tongkat itu.
Paksi memperhatikan lukisan itu dengan seksama. Di dalam
lukisan itu, ia akan mendapat kesempatan untuk mempelajari
penggunaan berbagai macam senjata. Meskipun yang paling
menarik bagi Paksi di antara senjata-senjata itu adalah
tongkat, namun Paksi juga tertarik untuk mempelajari
penggunaan senjata yang lain.
Dengan demikian, maka beberapa hari mendatang, Paksi
masih akan datang lagi ke tempat itu. Sebagaimana dikatakan
oleh Ki Marta Brewok, bahwa meskipun ia sudah selesai
menjalani laku, tetapi masih banyak yang harus
dikerjakannya. Tetapi di hari-hari mendatang, Paksi tidak berada di goa itu
setiap hari. Paksi lebih banyak berlatih di sekitar gubuknya.
Sehari ia mengamati lukisan-lukisan itu, dua tiga hari ia
berlatih mempergunakannya. Meskipun Paksi tidak mempunyai
lawan, namun ia mampu mewujudkannya di dalam ketajaman
angan-angannya. Bahkan di malam hari, jika Ki Marta Brewok
kebetulan datang ke gubuknya, ia tidak berkeberatan untuk
membantu Paksi mematangkan latihan-latihan penggunaan
senjata. "Kau harus mematangkan bersama-sama, Paksi," berkata Ki Marta Brewok. "Menggunakan senjata dan mengungkapkan
ilmumu yang akan mempunyai kemampuan yang tidak kalah
dahsyatnya dengan senjata di tanganmu. Tetapi pada suatu
saat, kedua-duanya akan dapat luluh menyatu, sehingga
senjata di tanganmu akan mampu memuat kekuatan ilmumu
itu pula." Paksi mengangguk-angguk kecil. Ternyata memang masih
sangat banyak yang harus dipelajarinya.
Namun dalam pada itu, di sela-sela hari-hari latihan yang
bahkan sekali-sekali dilakukan di dalam ruangan yang cukup
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
luas di goa itu, Paksi masih sempat pergi ke pasar. Ia masih
sempat berbincang dengan Kinong, dengan penjual dawet,
penjual nasi tumpang dan beberapa orang yang kemudian
dikenalnya dengan baik, Paksipun telah melihat pula beberapa
orang yang dianggapnya asing selain orang-orang dari
Perguruan Goa Lampin dan dari Perguruan Sad.
Paksipun kadang-kadang juga melihat orang-orang itu
berbuat sesuatu yang menyinggung perasaan dan bahkan
merugikan beberapa orang yang berjualan di pasar itu. Tetapi
Paksi masih menahan diri. Ia tidak mau segera terlibat karena
hal itu akan menyibak keberadaannya di kaki gunung itu.
Namun setiap kali ia berada di pasar itu, ia selalu teringat
bagaimana perempuan berbaju coklat yang disebutnya
sebagai pemimpin Perguruan Goa Lampin itu mampu
mempengaruhi orang lain dengan pandangan matanya.
Namun setiap kali ia juga teringat pesan Ki Marta Brewok,
jangan pandangi matanya jika tidak ingin jatuh di bawah
pengaruh sihirnya. Namun untuk beberapa lama, Paksi tidak melihat
perempuan itu lagi. Tetapi ketika hal itu disampaikan kepada Ki Mana Brewok,
maka Ki Marta Brewok telah berkata, "Kau sudah menjalani
laku. Kau sudah menempa dirimu sendiri lahir dan batin.
Karena itu, selama kau teguh akan sikap dan keyakinanmu,
maka sihir itu tidak akan mempengaruhimu meskipun kau
tatap mata perempuan itu. Tetapi kau tidak perlu
memamerkannya dan bahkan dengan sengaja mencarinya
untuk menunjukkan bahwa sihirnya tidak mampu
menundukkan ketahanan kesadaranmu atas pribadimu."
Paksi mengangguk-angguk. Sementara itu, Ki Marta
Brewokpun berkata, "Duduklah. Aku ingin mengatakan
sesuatu kepadamu." Paksipun kemudian duduk berhadapan dengan Ki Marta
Brewok di dalam gubuk kecilnya. Ia melihat kesungguhan di
wajah Ki Marta Brewok. Tetapi ia tidak pernah dapat
memandang wajah itu dengan jelas. Sengaja atau tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sengaja, wajah itu tentu terlindung di bawah bayang-bayang
apapun. Bahkan Ki Marta Brewok lebih banyak duduk
membelakangi lampu minyak yang cahayanya samar-samar.
Tetapi satu hal yang dapat ditangkap oleh penglihatan Paksi,
wajah orang yang wajahnya tertutup oleh brewok yang tebal
itu adalah wajah yang cacat.
Agaknya karena itulah, maka Ki Marta Brewok membiarkan
jambang, kumis dan janggutnya tumbuh melingkari mulutnya
serta menutup keningnya. Sementara itu, ikat kepalanyapun
dipakainya terlalu rendah melekat di atas kupingnya.
Dalam pada itu, maka Ki Marta Brewok itupun kemudian
berkata, "Paksi. Kau sudah cukup lama berada di tempat ini.
Menurut ingatanmu, apakah kau sudah genap setahun berada
di sini?" Paksi mengangguk sambil menjawab, "Sudah Ki Marta.
Bahkan sudah lebih dari setahun."
"Jadi, berapakah umurmu sekarang?" bertanya Ki Marta Brewok itu pula.
Paksi termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun
menjawab, "Ketika aku meninggalkan rumahku setahun yang
lalu, umurku menginjak tujuh belas."
"Jika demikian, umurmu sekarang sudah delapan belas."
Paksi mengangguk. Katanya, "Ya. Umurku sudah delapan
belas sekarang." "Kau sudah menjadi semakin dewasa, Paksi. Meskipun kau
belum dewasa penuh, namun kau sudah harus dapat
mendudukkan dirimu pada tiga landasan. Kau harus sudah
benar-benar menyadari bahkan kau sudah waktunya untuk
mandiri. Kemudian kau harus sudah dengan jernih dapat
membedakan antara buruk dan baik. Selanjutnya, kau sudah
harus mempertanggung-jawabkan sikap dan tingkah lakumu.
Baik kepada dirimu sendiri, kepada sesamamu dan kepada
Yang Maha Agung." Paksi mengangguk-angguk. Sementara Ki Marta Brewok
itupun berkata selanjutnya, "Paksi. Sudah tentu aku tidak akan selalu bersamamu, sebagaimana kau tidak akan dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selamanya bergantung kepadaku. Aku merasa bahwa bekal
yang aku berikan kepadamu sudah cukup. Selanjutnya segala
sesuatunya tergantung kepada dirimu sendiri. Karena itu,
untuk selanjutnya aku akan menjadi semakin jarang datang ke
gubuk ini. Bahkan aku tidak dapat mengatakan, apakah aku
masih sempat atau tidak. Karena itu, segala sesuatunya
terserah kepadamu. Apakah kau masih merasa perlu untuk
tinggal lebih lama lagi atau tidak. Mungkin sebulan dua bulan.
Tetapi mungkin kau memandang perlu untuk tinggal lebih
lama lagi. Segalanya terserah kepadamu. Kalau kau masih
terikat oleh goa itu, lakukanlah. Mungkin masih ada yang
dapat kau sadap pada dinding goa itu. Tetapi jika kau merasa
perlu untuk meninggalkan tempat ini dan mencari cincin
Rahasia Mo-kau Kaucu 2 Rahasia Lukisan Kuno Seri Pendekar Cinta Karya Tabib Gila Geger Dunia Persilatan 15