Pedang Kiri 5
Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok Bagian 5
Lekas In Thian-lok mengiakan, tanpa bicara dia putar tubuh
membuka jalan. Cepat sekali langkah kedua orang, sekejap saja
mereka sudah berada di kamar buku. Waktu Ji-ping angkat kepala, dilihatnya jendela sudah tertutup semuanya, agaknya In Thian-lok membawa Cin cu-ling hendak memberi laporan kepada Cu-hujin di
belakang. Cara kerja yang dia lakukan sedemikian rapi, kalau
kejadian ini tersiar di kalangan Kangouw, tentu ceritanya adalah pintujendela takterbukadan pamannyalenyaptanpabekas.
Dari kejadian ini dapatlah di simpulkan bahwa lenyapnya kepala
keluarga Tong dan Un pasti dilakukan secara berkomplot oleh
orang2 dalam keluarga masing2, demikian pula mata2 sudah
menyelundup ke Siau-lim-si.
Dikala dia meng-amat2i keadaan, In Thian-lok maju setapak dan
katanya lirih: "Ada urusan apa nona, sekarang boleh kau katakan
?" Kuatir orang mengenali suaranya, maka Ji-ping tahan suaranya:
"Tadiakulupa memberitahukepadaIncongkoan,pa....."hampir saja dan menyebut "paman", ia pura2 merandek. lalu ber-kata pula sambil menghela napas: "Yaitu . . . . " dalam gugupnya timbul akalnya, suaranya tetap lirih: "Di kamar buku cengcu ada sebuah kamar rahasia, Lok-hun-san tersimpan di kamar rahasia itu."
"Kamar rahasia?" seru In Thian-lok melongo.
"Kenapa cayhe tidak tahu?" bersinar biji mata In Thian-lok.
tanyanyacepat:"Nonatahudi manaletakkamarrahasiaitu?"
"Aku hanya pernah melihat sekali, yaitu . . . ." sembari berkata dia pura2 mengingat2 sambil mengitari rak buku seperti mencari
apa2, lain menyambung: "Agaknya di sini." Dengan badan terbungkuk dia meraba dan menekan rak buku, dalam hati dia
menduga2: "Entah paman sudah kembali ke kamar belum?"
Lekas In Thian-lok mendekatinya dan berdiri di belakang
Kwi-hoa samaran Pui Ji-ping, kata-nya lirih: "Sudah puluhan tahun aku ikut Cu-cengcu, nona baru tiga tahun, tapi sudah berhasil
sedemikian rupa. . . . "
Ji-ping hanya mendengus. Pada saat itulah, terdengar suara
getaran lemah, dua rak buku di depannya mendadak terpisah ke
sisi samping dan muncul sebuah pintu. Dengan pura2 girang
.Ji-ping berseru: "He, kutemukan sekarang"
Mendadak didengarnya suara sang paman dengan ilmu
Thoan-im jip-bit (mengirim gelombang suara ) mengiang dipinggir kuping: "Jiping, suruh In Thian-lok berjalan di depan-Ingat, sedikitnya kau harus lima kaki di belakangnya, jangan terlalu
dekat" Sementara itu, In Thian-lok sudah mengambil lentera di atas
meja dan menghampiri mulut pintu lalu berhenti, dengan seksama
dia pasang kuping dan lepas pandang ke dalam, tapi kamar rahasia itu gelap gulita, tiada sesuatu yang dapat dilihatnya. Agaknya dia juga tahu bahwa Cu-cengcu sangat lihay, malah seorang ahli
pencipta alat2 perangkap. maka ia tidak berani sembarangan
masuk. Melihat orang ragu2 dan jeri,Ji-ping lantas mengejek dingin:
"Incongkoan, waktu kita terlalu mendesak."
In Thian-lok menyengir, katanya: "Ya, ya, biar cayhe masuk melihatnya." dalam keadaan begitu, terpaksa dia keraskan kepala dan melangkah masuk dengan hati kebat kebit.
Ji-ping tertinggal lima kaki lebih dibelakangnya, pelan2 iapun
masuk dan pintu di belakang mereka lantas menutup, Betapapun
In Thian-lok sudah puluhan tahun menjadi pembantu Cu Bun-hoa,
sedikit banyak dia juga tahu tentang segala peralatan rahasia,
walau pintu di belakang mereka menutup tanpa mengeluarkan
suara, tapi nalarnya ternyata sangat tajam, reaksinyapun cepat, sigap sekali dia membalik tubuh, pintu dari mana tadi mereka
masuk kini sudah menjadi sebuah dinding tebal, entah ke mana
letak pintu tadi" Keruan wajahnya yang kelam itu menjadi semakin gelap. tangan yang pegang lenterapun gemetar, tanyanya kepada
Ji-ping "Nona yang menutupnya?"
"Tidak." seru Ji-ping pura2 kaget dan gelisah, "aku mengintil di belakangmu, sedikitpun tanganku tak bergerak."
In Thian-lok terbeliak, katanya: "Tak mungkin, setelah pintu ini terbuka, tak mungkin menutup sendiri, kecuali di dalam kamar ini ada orang yang menguasai alat rahasianya."
"Orang ini ternyata licik dan licin," demikian batin Ji-ping, tapi dia tetap pura2 ketakutan, katanya: "Memangnya ada siapa pula di dalam kamar ini?"
Serius wajah In Thian-lok. kedua matanya jelilatan mengawasi
sekelilingnya, akhirnya ia berhenti di arah dipan yang terukir indah itu, bentaknya kereng: "Siapa kau" Lekas bangun"-Di bawah penerangan lentera yang dia angkat tinggi tampak di atas dipan
rebah celentang kaki seorang, badannya ditutupi kemul tipis
sampai kepalanya sehingga tak diketahui siapa dia"
Memangnya kamar ini gelap. tahu2 melihat sesosok tubuh rebah
kaku berkerudung rapat begitu, sungguh amat menakutkan-Kalau
Ji-ping tidak menduga bahwa yang rebah itu pasti paman-nya,
tentu ia sudah menjerit kaget.
Orang yang rebah itu diam saja tidak bergeming meski sudah
dihardik berulang kali oleh In Thian-lok. Keruan In Thian-lok
semakin murka, katanya geram: "Tuan tidak mau bangun, terpaksa orang she In tidak sungkan2 lagi." tapi orang itu tetap tidak bergerak.
Mata In Thian-lok mencorong terang laksana obor ditengah
keremangan, kelima jari tangan kiri menekuk laksana cakar
melintang di depan dada, mendadak dia melompat maju terus
menarik kemul yang menutupi tubuh orang. Seketika pandangnya
yang garang buas terbeliak kaget, tubuhpun tergetar hebat.
Pui Ji-ping yang berada dibelakangnya dapat melihat jelas,
orang yang rebah di atas dipan ternyata seorang perempuan,
rambut panjang awut2an, wajah yang semula putih halus kini
sudah berubah hijau mengkilap. matanya mendelik besar hampir
mencotot keluar. Warna hijau sebetulnya warna yang kalem indah, warna yang
tidak menakutkan-Tapi kulit muka manusia dan biji matanya mana
ada yang berwarna hijau" Muka hijau yang dilihatnya ini sungguh menyerupai warna setan yang menggiriskan-Perempuan yang
rebah itu ternyata adalah Kwi-hoa. Sekali pandang sudah dapat
diketahui bahwa dia sudah mati. Mati keracunan-
Belum pernah Ji-ping menyaksikan pemandangan yang seram
ini, keduakakiseketika menjadi lemas, badangemetar.
Betapa cerdik In Thian-lok. melihat mayat yang mati keracunan
itu adalah Kwi-hoa, segera ia menyadari ganjilnya keadaan ini,
mendadak dia putar badan menatap Ji-ping, hardiknya bengis.
"Siapa kau?" Jarak Ji-ping hanya beberapa kaki di belakang, jadi pamannya
sudah memperingatkan supaya dia berdiri saja tanpa bergerak di
tempatnya, segera dia membusungkan dada, dengusnya, "coba
katakan, siapa aku?"
In Thian-lok tidak berani pandang sepele padanya, karena dia
tahu racun yang menyebabkan kematian Kwi-hoa adalah Lok-hu-
san, racun milik Liong-bun-san yang paling ganas. Bahwa dirinya dipancing masuk ke kamar rahasia ini, tentu orang sudah punya
cara lihay untuk menundukkan dirinya. Maka iapun tidak berani
mendesak terlalu dekat, tetap berdiri beringas ditempatnya, pelan2
dia menarik napas lalu berkata: "Kau bukan Kwi-hoa"
Belum Ji-ping menjawab mendadak sebuah suara dingin
menanggapi: "Dia memang bukan Kwi-hoa."
Sejak masuk tadi In Thian-lok sudah yakin kecuali orang yang
rebah di pembaringan, kamar ini tiada orang keempat. Kini sudah jelas bahwa yang rebah dan mati adalah Kwi hoa, ini berarti tiada orang ketiga yang masih hidup, tapi orang yang menanggapi
kata2nya ini jelas berada di dalam kamar juga, malah selama
puluhan tahun dia sudah sering dan apal mendengar suara orang
ini, tanpa menoleh iapun tahu siapa yang berbicara itu. Dalam
sekejap itu, laksana disamber geledek kepala In Thian-lok, darah tersirap. dengan gugup dia berpaling ke arah datangnya suara.
Betul juga, di samping almari sebelah kiri sana, entah kapan tahu2
sudah muncul satu orang. Dia berdiri menggendong kedua tangan,
wajahnya mengulum senyum, namun kedua biji matanya kemilau
dingin, tidak kelihatan gusar, tapi wibawanya cukup menggetar
nyali In Thian-lok yang ditatapnya. Siapa lagi dia kalau bukan
ciam-liong Cu Bun-hoa adanya.
Pelan2 Cu Bun-hoa berkata: "In Thian-lok. apa pula yang ingin kau katakan?"
Pucat pias seperti kapur wajah In Thian-lok, keringat dingin
gemerobyos, sahutnya membungkuk. "Ampun cengcu ......."
Sebelah tangan mengelus jenggot, tangan yang lain tetap
dibelakang punggung, dingin suara Cu Bun-hoa: "coba terangkan, siapayangjadibiang keladi komplotanmu ini?"
"Harap cengcu maklum, karena ceroboh...", sembari bicara matanya melirik kearah Ji-ping, lalu meneruskan: "Kwi-hoalah yang menjadi biang keladinya, siapa sebetulnya orang yang berdiri di belakang layarperistiwaini hambajugatidaktahu."
"Kau sudah tahu bahwa anak Ping yang menyamar Kwi hoa,
masih berani kau mungkir menumplekkan dosa kepadanya,"
damprat Cu Bun-hoa, In Thian-lok memang licik dan banyak
muslihatnya, jelas dia saksikan sendiri Kwi-hoa sudah mati dan
rebah di atas ranjang, jawaban itu memang disengaja untuk
mengorek keterangan Cu Bun-hoa siapa sebetulnya orang yang
menyaru jadi Kwi-hoa ini" Semula dia mengira puteri cengcu Cu
Yakhim, sungguhtak diduganyabahwaPui Jipingyang menyamar.
Sudah tentu Ji ping juga berguna baginya, karena dia adalah
keponakan Cu-cengcu, asal dirinya berhasil membekuk nona itu
sebagai sandera, dirinya tetap akan bisa lolos dengan selamat.
Maka tanpa terasa ia melirik pula ke arah Pui Ji-ping setelah
mendengar keterangan Cu Bun-hoa.
Lirikan ini diam2 memperhitungkan jarak kedua pihak. jarak Ji-
ping kira2 ada beberapa kaki, sementara cengcu ada di samping
almari sebelah kiri sana, jaraknya dengan dirinya ada setombak
lebih. Inilah kesempatan baik dan harus menempuh bahaya. Ia
cukup kenal perangai sang cengcu, jelas jiwanya takkan diampuni.
Diam2 ia berpikir cara bagaimana harus mengelabui sang cengcu
untuk secara mendadak menyergap Pui Ji-ping. Maka dengan
pura2 gelisah dan jeri, berulang kali dia menjura, katanya:
"Sukalah cengcu dangarkan penjelasaan .... " mendadak tubuhnya berputar dan melompat kesana menerkamPuiJi-ping.
Sergapan ini dilakukan secara mendadak, gerak geriknya cepat
dan gesit lagi, jelas Cu Bun-hoa tidak sempat menolong, sementara Ji-ping sendiri juga tak menduga bahwa orang bakal menerkam
dirinya. Tahu2 orang sudah menubruk tiba, keruan kaget Ji-ping tidak
kepalang, secara refleks dia menjerit seraya mundur selangkah,
sementaraitutangan kananIn Thian-loksudah beradadi atasbatok
kepalanya. Pada detik2 gawat itulah mendadak didengarnya Cu Bun-hoa
bergelak tertawa, serunya:
"Anak Ping jangan takut"
Belum lenyap suaranya, terdengar dua kali "trang-trang"
beradunya barang besi. Lekas Ji-ping tenangkan diri, waktu dia
angkat kepala, tampak In Thian-lok yang menubruk ke arah dirinya itu berdiri tanpa menggunakan kaki, kedua tangannya terbelenggu oleh dua gelang besi yang tiba2 turun dari langit2 rumah sehingga tubuhnya terangkat sedikit, demikian pula kedua kakinya
terbelenggu juga oleh dua gelang besi yang timbul dari bawah
lantai, baru sekarang dia sadar kenapa pamannya berseru supaya
dirinya tenang dan tak perlu takut.
Karena kaki tangan terbelenggu dan tak mungkin berkutik lagi
In Thian-lok. katanya sambil menghela napas panjang, "Hamba tahu diri tidak sepandai cengcu, pantas segala gerak gerikku selalu di bawah pengawasan cengcu."
Cu Bun-hoa tertawa, katanya: "Kau mengorek keteranganku,
diam2 berniat menyergap anak Ping, kalau maksud jahatmu ini tak bisa kuraba, memangnya Liong-bin-san-ceng bisa berdiri di
kalangan Kangouw." Setelah menghela napas, ia menambahkan:
"Tapi kalau malam ini anak Ping tidak keburu pulang memberi kabar, akutohtetapakanterjebakolehmu."
Terpancar sorot mata aneh dari mata In Thian-lok. tanyanya
sambil mengawasi Ji-ping: "cara bagaimana Piau-slocia bisa mengetahui?"
Pui Ji-ping tertawa dingin dengan bangga, katanya: "Kalau ingin orang lain tidak tahu, kecuali awak sendiri tak berbuat. Waktu aku melihat kelima blok kain katun yang termuat di depan toko Tekhong, lantas aku tahu kau adanya."
Berubah air muka In Thian-lok. dia menunduk dan tidak
bersuara lagi. "In Thian-lok," kata Cu Bun-hoa, "sudah puluhan tahun kau menjadi pembantuku, biasanya kau kerja keras dan setia terhadap junjungan, tak pernah melakukan kesalahan pula, bagaimana kau
sampai hati timbul niat jahatmu, kalau dipikir sungguh amat
mengecewakan-" InThian-loktetap menunduktak bersuara.
Berubah kelam air muka Cu Bun-hoa, katanya sambil
menggerung gusar: "orang lain mungkin tidak tahu, tapi kau sudah puluhan tahun mengikutiku, tentunya sudah jelas tindakan apa
yang harus kulakukan sekarang."
Pucat muka In Thian-lok, katanya. "Selama puluhan tahun
membantu cengcu, hamba banyak menerima kebaikan cengcu,
bukannya hamba berusaha membalas kebaikan ini, tapi malah
membantu dan diperalat orang, memang memalukan hidupku ini,
sekali terpeleset akan menyesal selamanya, biarlah hamba
menebus dosa ini dengan kematian-"
"Mengingat kesetiaanmu selama ini, asal kau mau bertobat,
Lohu akan memberi kesempatan padamu untuk menebus dosa ini."
Sedih tawa In Thian-lok, katanya: "Sudah terlambat, kalau
cengcu katakan hal ini sejak tadi mungkin masih keburu, sekarang sudah terlambat."
Cu Bun-hoa menatap tajam muka In Thian-lok, tanyanya:
"Katakan, kenapa terlambat?"
"Hambasudah menelanracun,"sahutInThian-lok.
Guram air muka Cu Bun-hoa, katanya: "Bahwa kau sudi
diperalat orang lain, kenapa tidak mau membantuku malah?"
"Ya, hambaakan menembus kesalahaninidengan kematian-"
Mendadak Cu Bun-hoa tanya dengan suara bengis: "Siapa pula mata2 yang berada diperkampungan kita ini?"
Megap2 mulut In Thian-lok, matanya melotot, tapi suaranya
tidak keluar. Cu Bun-hoa menatap tajam, dari gerakan bibir dan lebarnya
mulut, agaknya In Thian-lok hendak mengatakan "delapan", cepat dia tanya: "Semua kau yang membawanya kemari?"
Entah dengar atau tidak pertanyaan ini, kepala In Thian-lok
seperti mengangguk sedikit, tapi lantas lertunduk lemas tak
bergerak lagi. "Paman, diasudah mati?" tanyaPuiJi-ping.
Pelahan Cu Bun-hoa menghampiri, ia raba dada In Thian-lok,
katanya manggut: "Ya, sudah mati"
Tiba2 kakinya menggentak lantai, terdengariah suara
"cret-cret", gelang yang membelenggu kaki tangan In Thian-lok tiba2 lepas, maka tubuh In Thian-lok yang mulai dingin segera
jatuh gedebukan di lantai.
Tanpa bicara lagi Cu Bun-hoa melangkah ke sana, dari dalam
bajunya dia keluarkan sebuah botol kecil warna hijau, dia cukil sedikit obat bubuk dengan kuku jarinya terus ditaburkan ke muka In Thian-lok, tepat ke mulut dan hidungnya.
"Paman," tanya Pui Ji-ping, "Budak Kwi-hoa itu juga mati menelan racun?"
"Dia mengaku bukan komplotan Cin-Cu-ling, maka secara
sukarela dia menuturkan kejadian sesungguhnya, katanya dia dibeli seorang laki bernama Hoa Thi-jiu, lalu diselundupkan kemari,
tugasnya mengirim kabar keluar, dia minta aku mengampuni
jiwanya, sudah tentu dia takkan menelan racun."
"Jadipamanyang membunuhnya?"tanyaJi-ping.
"Ya, kulihat dia pernah memperoleh gemblengan yang
meyakinkan-seorang agen yang lihay, sudah tentu takkan
kulepaskan dia .... Sekarang lekas kau ikut keluar, kita harus
segera menyamar untuk membuntuti jejak mereka."
Pui Ji-ping berjingkrak senang, tanyanya: "Maksud paman
hendak mengejar jejak Ling toako?"
"Ya, Kwi-hoa dan In Thian-lok tidak mau menerangkan siapa
biang keladi dari komplotan Cin-Cu-ling ini dan dimana sarangnya"
Terpaksa kita kuntit saja jejak Ling-lote secara diam2, setiba di tempattujuan, kitabisa memberibantuan kepada-nya."
"Tapi mereka sudah pergi sejam yang lalu, ke mana kita harus mengejarnya?"
"Paman sudah suruh orang mengejar membawa anjing secara
diam2, sepanjang jalan ini mereka pasti meninggalkan tanda
pengenal, kenapa takut tak menemukannya" Sekarang kau ber-
siap2, aku akan bereskan mata2 yang lain, segera kita akan
berangkat." "Bagaimana dengan kedua mayat ini, paman?" tanya Ji-ping.
Waktu dia bepaling, seketika dia berseru kaget dan heran, hanya sekejapsaja mayatKwi-hoa danIn Thian-lokternyatasudahlenyap.
cairan air darah tampak menggenang lantai.
Cu Bun-hoa berpesan-"Anak Ping, ada satu hal yang harus kau perhatikan, jangan kau usik Piaucimu, si budak Ya-khim itu juga liar sepertikau, kalau diatahu, tentudia mauikut."
Ji-ping mengangguk, katanya: "Paman jangan kuatir, aku tidak akan mengajaknya."
00oodwoo00 Fajar telah menyingsing, baru saja Kun-gi turun dari ranjang,
Ing-jun, si pelayan montok ini sudah masuk membawa baskom,
katanya tertawa sambil mengerling: "Cu-cengcu, silakan cuci muka" Sebagai tempat penginapan para tamu agung, sudah tentu semua perabot dan peralatan yang digunakan serba baru.
Inilah hari permulaan Kun-gi datang dengan maksud tertentu,
makasikapnyatakacuhdandiam2 melihatgelagatsaja.
Menunggu Kun-gi selesai cuci muka, segera Ing-jun bertanya:
"Pagi ini cu-cengeu ingin sarapan apa" Hamba akan segera
menyiapkan." Kun-gi mendapat angin, katanya "Di tempat ini apapun yang
kuinginkan pastiakan disediakan?"
"Demi menyesuaikan selera para tamu yang ada di sini, sengaja cengcu mengundang koki kenamaan, apapun yang diinginkan para
tamu pasti bisa disediakan," sahut Ing-jun.
Tergerak hati Kun-gi, sambil mengelus jenggot, dia bertanya:
"Dari apa yang barusan nona katakan, jadi tamu2 yang diundang cengcu kalian bukan hanya Lohu seorang?"
"Hamba juga kurang jelas," sahut Ing-jun tertawa sambil menutup mulut dengan lengan baju, "beberapa kamar di sekitar sini memang diperuntukkan tempat tinggal para tamu." Lalu
dengan gerakan menantang dia bertanya pula: "cengcu pesan
hidangan apa, hamba segera menyediakan."
"Licin juga budak ini," demikian batin Kuni-gi, dengan tertawa dia lantas berkata: "Kalau pagi Lohu suka makan bubur."
Cemerlang biji mata Ing-jun, katanya tertawa, "Bubur selalu tersedia, hamba akan siapkan pula beberapa lauk-pauk yang lain-"
Lalu dia putar tubuh hendak pergi.
"Tunggu dulu nona," seru Kun gi.
"Hamba Ing-jun, harap Cu-cengcu panggil nama hamba saja,
Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kalau cengcu dengar hamba di-panggil nona, tentu hamba akan di
caci maki," tanpa menunggu Kun-gi bicara lagi, segera ia bertanya pula: "Cu-cengcu masih ada pesan apa?"
"Setiap bangun tidur, Lohu punya kebiasaan jalan2 di kebun, apa aku boleh keluar?"
"Tempat kita ini dikelilingi air, di luar air terkurung gunung lagi, dalam kebun ada tanaman yang terus berkembang selama empat
musim, panorama sangat permai, sebagai tamu undangan, sudah
tentu Cu-cengcu boleh pergi ke mana saja, nanti kalau Cu-cengcu kembali ke kamar, hidangan-pun sudah kuantar kemari."
Kemanapun boleh pergi, memangnya mereka tidak takut tamu
agung yang diundang secara paksa ini melarikan diri" Kun-gi lantas berkata: "Baik, Lohu akan jalan di luar."
Ing-jun menyingkap kerai, Kun-gi lantas melangkah keluar
kamar, kini dia berada di sebuab ruang tamu yang luas dan serba mewah, pekarangan mungil di luar sana, berderet dan puluhan pot kembang berbagai jenis sedang mekar semerbak, harum
memabukkan-. Ing-jun mendahului membuka pintu besar yang bercat merah,
sembari melangkah keluar dia berkata: "Cu-cengcu baru datang, keadaan di sini masih asing perlukah hamba memberi sekedar
penjelasan?" Lalu dia tuding ke tempat jauh, katanya: "Kebun ini luasnya ada beberapa hektar, air mengelilingi tempat ini di bagian timur, selatan dan barat, sebelah utara adalah puncak gunung
yang terjal dan mencakar langit, tepat di sebelah selatan, di mana bangunan gedung2 bertingkat itu adalah letak dari Coat Sin-sanceng, cengcukitabertempattinggaldisana. "
"Dari Coat Sin-san-ceng kearah timur adalah Hiat-ko-cay.
Menuju ke utara tiba di Kwi-ping-kip. di mana ada lima bilangan, tempat kita ini adalah bilangan ketiga yang bernama Lan-wan-Dari sini ke barat, itulah Thian-oe-tong, menuju ke selatan akan tiba di Amhung-ih, maju lagi adalah Goa-kiam-khek dan Hiat-ko-cay yang
terletak secara berhadapan, tepat di tengah2 ada sebuah
gunungan palsu besar dengan puncak Kok-hun-ting, dari sini dapat melihat pemandangan disekitarnya, begitulahkira2 keadaandisini."
Kun-gi manggut2 ber-ulang2, katanya tersenyum: "Terima kasih atas petunjuk nona," Lalu dia menyusuri jalanan kecil bertabur batu2 putih. Taman bunga ini ternyata amat luas, di mana2
pepohonan tumbuh subur dan lebat, teratur dan terawat baik, bau bunga semerbak, burung berkicau, suasana pagi hari ini sungguh
cerah dan segar. Berjalan ditengah taman nan indah permai ini, orang akan lupa
segala2nya, memang siapa akan percaya bahwa di tengah2 taman
ini merupakan sumber kekacauan di kalangan Kangouw dan
menjadi pusat komplotan Cin-Cu-ling.
Sedikit banyak Kun-gi sudah mendapat gambaran dari
keterangan Ing jun mengenai seluk-beluk taman ini, pikirnya: "Aku baru datang, lebih baik kupanjat gunung buatan menuju ke Kek-hun-ting, ingin kulihat denah dari keseluruhan taman ini."
Langsung dia menyusuri jalanan kecil di tengah2 itu. Tak lama
kemudian, betul tibadidepangunung buatanitu.
Gunung buatan ini dibangun dari tumpukan batu2 yang diuruk
tanah, tak ubahnya seperti bukit2 umumnya, di atas gunung
buatan inipun tumbuh pepohonan, namun yang terindah adalah
pohon2 bambu kuning, berbagai jenis kembang juga tumbuh
semerbak. jauh lebih teratur dan terawat, undakan dan jalan liku2 menanjak tinggi ke atas, untuk membangun gunung buatan yang beberapa
puluh tombak tingginya ini terang menghabiskan biaya dan pikiran yang tidak sedikit. Tepat di puncak bukit terdapat sebuah gardu, itulah Kek-hun-ting, "gardu sekuntum mega".
Dengan berlenggang Kun-gi telah menuju ke atas, lain dengan
gardu umumnya yang berbentuk petak. gardu di sini dipagari
kayu2 merah setinggi pinggang yang berbelak-belok. pajangannya
cukup megah, ke arah manapun menghadap. seluruh
pemandangan taman ini dapat terlihat jelas.
Begitu Kun-gi melepas pandangannya, seketika ia berdiri
melongo. Semalam waktu turun kereta, walau kedua matanya
ditutup kain, tapi ketika dia diturunkan oleh Hou Thi-jiu, pernah dia mengintip sebentar, kereta benar2 berhenti di depan sebuah pintu gerbang perkampungan-Tapi tempat sekarang dirinya berada
justeru di bangun di tengah pegunungan-Dia ingat lelaki baju abu2
menggendongnya turun kereta, lalu membelok ke kiri masuk pintu
seperti melewati beberapa pekarangan dan rumah baru sampai di
taman belakang. Dari pintu taman yang bersuara berat itu terang terbuat dari besi tebal, lalu Hou Thi jiu sendiri yang menjinjing dirinya menyelusuri lorong berbatu ke Kwi-pin koan. Meski tidak
melihat dengan mata terpentang, namun semua itu diingatnya
betul2. Menurut rekaannya, letak dari taman belakang ini pasti berada
paling belakang dari perkampungan-Karena orang2 yang di
"undang" kemari sudah di bius, malah di dalam obat bius dicampur obat yang dapat membuat seseorang kehilangan tenaga,
betapapun tinggi ilmu silat seseorang, setelah minum obat itu,
kekuatannya paling tersisa tiga bagian saja dari keadaan biasanya.
Untuk lari melompat pagar tembok yang amat tinggi terang
mustahil, apalagi penjagaan dari jago2 berkepandaian tinggi tentu juga sangat ketat, yang terang setiap gerak-gerik dirinya tentu diawasisecara diam2.
Tapi kenyataan yang dilihat dan dihadapi Kun-gi sekarang
justeru berlainan. Apa yang dijelaskan oleh Ing-jun si pelayan tadi memang tidak salah, taman bunga ini di kelilingi air, hanya bagian utara berdiri puncak gunung tinggi mencakar langit yang curam
dan terjal. Jadi perkampungan besar sebetul-nya terletak di bagian selatan, tapi yang dia lihat sekarang hanyalah Coat Sin-san-ceng, di selatan Coat Sin-san-ceng adalah sungai yang lebarnya puluhan tombak pepohonan Yang-liu tampak melambai2 di seberang sana,
mana ada perkampungan besar lain"
Jelas semalam kereta berhenti di depan perkampungan dan
dirinya digusur turun, kalau letaknya terpaut sebuah sungai, cara bagaimana kereta bisa sampai di sini" jelas dirinya melihat
bangunan tembok yang tinggi, pintu gerbang perkampungan
begitu angker, lalu ke mana pula sekarang perkampungan besar
itu" Sejak dirinya masuk kemari sampai sekarang, keadaan dirinya
tetap segar bugar, terang tak mungkin dipindah ke tempat
lain-Begitulah Kun-giberdiri menjublekditempatnya.
Waktu dia berpaling ke utara, puncak mencakar langit yang
terjal itu seperti sudah amat dikenalnya, itulah puncak gunung
tinggi yang semalam dilihat berada di belakang perkampungan itu.
Dan di sini letak keanehannya, perkampungan besar itu lenyap.
namun puncak tinggi ini tetap bercokol di tempatnya. Ini
membuktikan bahwa apa yang dilihatnya semalam tentu tidak
salah. Hati semakin heran dan bingung, terasa pula bahwa urusan rada ganjil.
Coat Sin-san-ceng (perkampungan yang lepas dari keramaian
dan kotoran duniawi), nama ini memang tepat dan tidak
berkelebihan, karena tiga bagian sekelilingnya dilingkari permukaan air yang luas, memang merupakan tempat yang terasing dan
terpencil dari luar. Tujuan Kun-gi hanya ingin melihat dan memeriksa keadaan
sekeliling, kini keadaan sudah dilihatnya dengan jelas, maka
melalui jalandatangnyatadidia menuju ke Lan-wan
Masih ada suatu hal yang membuatnya heran, di tempat ini
tiada seorangpun yang dijumpainya, se-akan2 pemilik tempat ini
tidak merasa kuatir, sehingga tidak perlu mengutus orang
mengawasi dirinya secara diam2.
Hal ini malah menambah rasa curiga Ling Kun-gi, dengan susah
payah, menggunakan berbagai daya upaya mengundang para
tamu agung ini kemari, apakah maksud tujuannya"
oo 0dwoo Lan-wan, sesuai dengan namanya, yang ada di tengah2
lingkungan taman ini seluruhnya adalah bunga anggrek melulu,
ratusan pot2 bunga tersebar dan diatur begitu rapi, terbagi
menjadi kelompok dari berbagai jenis2 yang berlinan, di bawah pot bunga ditaruh tatakan berisi air bening untuk mencegah semut
menggerogoti akarnya. Tatkala itu Kun-gi berada di antara deretan rak bunga, sambil
menggendong tangan, dengan seksama dia melihat2 bunga.
Sifatnya bebas dan rileks, se-olah2 dialah tuan rumah dari semua yangadaditaman ini.
Waktu itu hari sudah menjelang lohor, tampak seorang pelayan
baju hijau sedang mendatangi dari jalanan kecil berbatu krikil sana.
Dari gerak langkahnya yang enteng, sekali pandang orang akan
tahubahwapelayanini memilikidasar Ginkangyangamatbagus.
Tiba di depan pintu Lan-wan, pelayan itu hanya bicara beberapa
patah kata dengan Ing-jun.
Tampak Ing-jun mengantarnya memasuki taman menuju ke
arah Ling Kun-gi. Tapi Kun-gi pura2 tidak tahu, dengan tekun dia memeriksa tanaman bunga. Setelah mereka dekat di belakangnya
baru Ing-jun bersuara: "Cu-cengcu"
"o."Kun gi bersuarasekali, pelan2dia membaliktubuh.
Ing-jun berkata, "cengcu sudah menunggu di ruang depan Jun hiang ci-ci sengaja diutus kemari untuk mengundang Cu-cengcu ke sana."
Jun-hiang, pelayan baju hijau, lantas maju selangkah dan
memberi hormat, katanya: "Hamba Jun-hiang memberi hormat
kepada Cu-cengcu."-Gadis pelayan ini ternyata berparas elok laksana puteri kahyangan dalam lukisan
Kun-gi manggut2, katanya: "Lohu memang ingin menemui
cengcu kalian, silakan nona menunjukkan jalan-" Jun-hiang
mengiakan, lalu dia mendahului jalan di muka.
Jalan yang menuju ke Coat Sin-san-ceng dari Lan-wan cukup
lebar beralas batu2 gunung, kedua pinggir jalan dipagari tanaman pohon yang tidak diketahui apa namanya, angin mengembus
sepoi2, dahan pohon sama bergoyang menerbitkan paduan suara
yang mengasyikkan. Berjalan di belakang Jun-hiang, tiba2 tergerak hati Kun-gi,
batinnya: "Semalam waktu Hoa Thi-jiu membawaku kemari juga kudengar suara lirih dari gesekan dedaunan pohon, mirip sekali
dengan keadaan sekarang yang kulewati ini, jadi jalan yang
menuju ke kebun kiranya berada di dalam Coat Sin-san-ceng. Ya,
kebun ini dikelilingi air tiga jurusan, Coat Sin-san-ceng tepat berada di selatan kebun bunga, mungkin sekali harus melalui
lorong bawah tanah untuk keluar masuk, maka pintunya harus
menggunakan papan besi yang berat."
Coat Sin-san-ceng terdiri dari lima lapis bangunan gedung yang
menghadap ke utara tanah-nya luas, bentuknya megah dan
angker, tembok dan pilar2 gedungnya bercat dan terhias dengan
berbagai warna lukisan berbagai corak. hanya di bilangan gedung besar inilah Kun-gi merasakan adanya gaya hidup kaum persilatan-Diatas undakan lebar setinggi puluhan tingkat itu, di samping
empat saka merah besar berdiri empat laki2 yang membusungkan
dada dengan seragam hijau menyoreng golok.
Jun-hiangbawa Kun-ginaik keatasundakan langsung menuju ke
serambi. Tepat di depan sebuah pendopo besar berdiri seorang
berperawakan sedang berjubah sutera.
Begitu melihat Kun-gi, segera ia bergelak tertawa sambil
menyongsong maju, katanya sambil menjura: "Sudah lama siaute mendengar nama besar Cu-cengcu, hari ini dapat mengundang
ceng-cu kemari sungguh merupakan kehormatan besar yang tiada
taranya, semalam tak sempat menyambut selayaknya, harap
dimaafkan dan jangan Cu-cengcu berkecil hati"
Orang ini lelaki setengah baya, wajahnya bersih, tulang pipinya menonjol, sorot matanya tajam, perawakannya sedang, tapi
suaranya keras bergema seperti genta, di antara sikapnya yang
ramah tampak kereng dan berwibawa.
Mendengar nada ucapannya, Kun-gi lantas tahu orang inilah
cengcu dari Coat Sin-san-ceng. Lekas dia balas menjura, katanya tertawa: "Tuan ini tentunya Cek-cengcu pemilik tempat ini" Beruntung Siaute bisa berkunjung ke sini."
Berulang kali laki2 jubah sutera membungkuk badan, katanya:
"Tidakberani, SiautesendiriCekSeng-jiangadanya."
"Tak pernah dengar seorang tokoh Bu lim yang bernama Cek
Seng-jiang," demikian batin Ling Kun-gi, "kalau dia tidak menggunakan nama palsu, tentunya karena dia jarang muncul di
kalangan Kangouw." .
Tanpa menunggu Kun-gi buka suara, CekSeng-jiang berseritawa
sambil angkat tangan: "Silakan, silakan Harap Cu-cengcu duduk di dalam."
Di bawah iringan tuan rumah, Kun-gi masuk ke ruang pendopo
yang penuh ukiran ini, dilihatnya tiga orang sudah di tengah ruang pendopo sana. Ketiga orang ini adalah seorang paderi tua berjubah abu2, alisnya panjang matanya sipit, usianya sekitar 60, duduk
tegakmenunduk kepala, tangannya memegangserencengtasbih.
Dua orang yang lain adalah kakek berjubah biru, alisnya tebal
matanya lebar, muka persegi kuping besar, jenggot hitam
menjuntai didepan dada, usianyamendekatisetengahabad.
Seoranglagi laki2 berjubah coklat, wajahnya putih, tubuhnya
sedang tapi rada gemuk. dagunya tumbuh jambang yang lebat,
usianya lebih 50 tahun. WaktuCekSeng-jiangmengiringiKun-gimelangkah masuk-sorot
mata mereka lantas menatap ke arah Ling Kun-gi. Dari sorot mata mereka diam2 Kun-gi tahu bahwa ketiga orang ini sebetulnya
memiliki dasar Lwekang yang tangguh, sayang sinarnya redup
buyar. Sembari tertawa Cek Seng jiang angkat tangan, katanya: "Cu-hengpertama kalidatang, silakandudukditempatatas."
Kun-gi tidak sungkan2, dengan sewajarnya dia lantas duduk di
tempat yang di tunjuk. Cek Seng-jiang mengiringi duduk. dua
pelayan segera maju mengisi dua cangkir arak. Sambil mengangkat cangkirnyaCekSeng-jiangberkata:"Mari,silakan minum"
Setelah minum dan meletakkan cangkirnya, Cek Seng-jiang
lantas berdiri, katanya: "Tuan2 tentunya sudah lama saling dengar nama masing2, tapi belum pernah berkenalan. Nah, marilah
kuperkenalkan satu persatu. Lalu dia menunjuk Ling Kun-gi,
katanya: "Inilah cengcu dari Liong-bin-san-ceng. Di kalangan Kangouw mendapat julukan ciam-liong, tentunya, tuan2 bertiga
tidakasing akan namanya."
Lekas Kun-gi berdiri seraya menjura. Ketiga orang yang duduk
segera berdiri juga dan membalas hormat, sorot mata mereka
membayangkan rasa heran dan tidak habis mengerti. Paderi tua
jubah abu2 segera bersabda: "Kiranya cu-tayhiap. sudah lama Lolap ingin berkenalan-"
CekSeng-jiangtuding padritua, katanya:inilah Lok-san Taysu."
Tergetar hati Kun-gi, Katanya: "Kiranya Taysu adalah paderi sakti Siau-lim-si."
Melihat wajah orang mengunjuk kaget dan heran, tanpa terasa
Cek Seng-jiang mengulum senyum, katanya pula sambil menunjuk
kakek tua berjubah biru: "Inilah Tong Thian-jong, Tong-toako dari Sujwan-" Lalu dia tunjuk laki2 Jubah coklat pula. "Yang ini adalah Un It-hong, Un-lauko dari Ling-lam."
"Ketiga orang ini sudah hadir di sini, lalu di mana ibuku" Pasti beradadidalamtamaninipula,"demikianKun-gi membatin.
Karena pikiran ini, mendadak berubah air mukanya, katanya
dingin menatap Cek Seng-jiang: "Jika demikian, jadi Cek-cengcu adalah pemimpin Cin-cu-ling yang membikin geger dunia
persilatan?" Cek Seng-jiang tertawa lebar, ujarnya: "Mana berani, mana
berani. soalnya kawan2 Kangouw tidak tahu duduknya perkara
sehingga timbulsalah pahamterhadap Siaute ...."
Kata Kun-gi tegas: "Lalu apa maksud tujuan Cek-cengcu
menculik kami beramaikemari?"
"Cu-heng jangan salah paham," ujar Cek Seng jiang tertawa,
"Sudah lama Siaute mengagumi nama besar kalian berempat,
bahwa para pendekar kami undang kemari adalah untuk
menghindarkan suatu petaka yang bakal menimpa Bu-lim, se-kali2
tiada terkandung maksud2 pribadi, soal ini panjang kalau
dijelaskan-Nah marilah, hidangan sudah tersedia, marilah sambil makan minum kita mengobrol."
Kun-gi mengemban tugas dari gurunya untuk menyelidiki
peristiwa Cin-Cu-ling, sudah tentu dia tidak boleh bersikap keras terhadap si tuan rumah, maka sambil mendengus dia duduk
kembali ke tempatnya, walau wajah masih menampilkan rasa
gusar, tapi dia tekan amarahnya. Sikap pura2nya memang tepat,
seperti masih menaruh curiga terhadap Cek Seng jiang, tapi iapun ingin mendengar penjelasannya.
Dua pelayan mengisi pula cangkir mereka dengan arak. hanya
Lok san Taysu yang minum teh. Cek Seng jiang angkat cangkirnya
lebih dulu, katanya: "Cu-heng tiba diperkampungan kita, demi keselamatan Bu-lim, Siaute aturkan dulu secangkir arak ini kepada Cu-heng." Demi keselamatan Bu-lim, tidak kecil arti kalimat yang dia kemukakan ini.
Setelah hadirin sama mengeringkan cangkirnya, maka
pembicaraan selanjutnya menjurus pada soal pokok. Kun-gi buka
suara lebih dulu: "Tadi Cek-cengcu bilang bahwa Siaute diundang kemari demi untuk melenyapkan petaka Bu-lim yang sudah ada di
depan mata, bagaimana duduk persoalannya, bolehkah cengcu
menerangkan saja?" Kembali Cek Seng-jiang tenggak habis secangkir arak. katanya:
"Tanpa Cu-heng tanya juga Siaute akan menerangkan" Setelah merandek sebentar, lalu ia menyambung: "Soal ini harus
dibicarakan dari diriku sendiri. Keluarga cek kami sebetulnya
mengikat persaudaraan kental sejak beberapa keturunan dengan
keluarga Ui, dulu badanku terlalu lemah, kesehatan sering
terganggu, maka pernah aku menyembah guru kepada Seks-poh
Lojin, beliaupun kuangkat sebagai ayah angkat ...."
Guru Kun-gi memang pernah bercerita bahwa ayah Ui-san
Tayhiap Ban Tin-gak bergelar sekpoh, pada tujuh puluh tahun yang lalu pernah dijuluki Ui-san-it-kiam,jadi Cek-cengcu ini adalah anak angkat Sek-poh Lojin.
Sampai di sini Cek Seng-jiang mengawasi Ling Kun-gi, tanyanya:
"Permulaan tahun yang lalu, mendadak kuperoleh kabar bahwa saudara angkatku telah wafat, tentunya Cu-heng juga dengar
kabar ini. Dia terluka oleh semacam pukulan beracun yang jahat, akhirnya muntah darah dan meninggal."
"o", Kung-gipura2 mengunjukrasa kaget.
"Sebab dari kematiannya itu lantaran dia menemukan suatu
muslihat keji yang bakal menimbulkan malapetaka bagi kaum
persilatan .... " "Muslihat apa?" tanya Kun-gi pura2 ketarik.
"Pada suatu tempat di sebuah pegunungan yang tersembunyi,
tanpa sengaja saudara angkatku itu menemukan tiga gembong
iblis yang dulu terkenal jahat, telah mendirikan perkumpulan
bersama Sam-goan-hwe, mereka sedang mempersiapkan diri dan
mengirim kartu hitam mencari hubungan dengan gembong2 aliran
hitam secara rahasia ..."
"Kartu undangan hitam?" Kun-gi menegas.
Cek Seng-jiang mengangguk sambil menoleh kepada tiga orang
yang lain-"Betul, di atas kartu undangan hitam itu mereka lumuri semacam racun, yang amat jahat dan aneh, setiap orang yang
menerima undangan pasti terkena racun, maka mereka harus
tunduk dan menyerahkan jiwa raga sendiri kepada Sam-goan-hwe
untuk menerima obat penawarnya dalam waktu terbatas, kalau
tidak jiwa takkan tertolong lagi."
"Apa tujuan mereka?" tanya Kun-gi.
"Mereka punya dua langkah kerja yang sempurna, pertama,
mengumpulkan semua tokoh2 aliran hitam, supaya menjadi
anggota dan terikat dengan Sam-goan hwe. Langkah kedua,
mereka membuat rencana jangka tiga tahun, semua aliran putih
serta tokoh2 silat siapa saja yang menentang Sam-goan-hwe akan
diracun satu persatu ......"
Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setengah percaya setengah curiga Kun-gi mendengarkan cerita
ini, katanya bimbang "Betulkah ada kejadian ini?"
Lok-san Taysu sejak tadi mendengarkan sambil pejam mata
tiba2 bersabda Buddha dua kali.
"Mereka telah berhasil menciptakan semacam getah beracun
yang amat jahat, setetes saja orang kena jiwanya pasti melayang, tiada obat yang dapat menolongnya. Mendengar muslihat keji ini, tidak kepalang kaget saudara angkatku itu. Maka secara diam2 dia berhasil mencuri sebotol kecil getah beracun itu, sayang pada saat dia hendak meninggalkan tempat, jejaknya konangan, sebetulnya
saudara angkatku cukup cerdik, tapi sepasang tangan sukar
melawan empat kepalan, akhirnya dia terkena hantaman Bu-sing-
ciang lawan, dengan membawa luka2 dia melarikan diri."
Sampai di sini dia mengunjuk rasa sedih, katanya lebih lanjut:
"Dia tahu lukanya tidak ringan, tapi mengingat sebotol getah beracun yang dicurinya ini teramat besar artinya bagi keselamatan kaum Bulim umumnya, tanpa menghiraukan keselamatan sendiri,
dengan luka parah akhirnya dia-berhasil mencapai tempatku ini,
setelah habis mengisahkan pengalamannya, dia minta kepadaku
supaya getah beracun ini di kirim ke Siau-lim atau Bu-tong.
Mendadak dia muntah darah tak henti2-nya, melihat keadaannya
yang gawat, malam itu juga aku membawanya pulang ke Ui-san,
tapi dia sudah tak bisa bicara, karena tiada obat, akhirnya dia meninggal."
Hatinya tampak berduka, sesaat kemudian baru menambahkan:
"Sejak pulang dari Ui-san, belum berhasil kuperoleh langkah yang tepat untuk menghadapi peristiwa ini, pertama lantaran Siaute tak pernah muncul di Kangouw, umpama botol getah itu kuantar ke
Siau-lim atau Bu-tong, kukuatir ke dua aliran besar itu belum
percaya kepadaku. Kedua botol getah itu diperoleh saudara
angkatku dengan mempertaruhkan jiwa raganya, kejadian
menyangkut seluruh Bu-lim, jiwa ribuan orang, jika ciangbunjin
dari kedua aliran tidak menaruh perhatian, bukankah sia2 saja jerih payah saudara angkatku itu?"
Kun-gi hanya mendengarkan dengan tenang2, tidak bersuara.
"Oleh karena itu," tutur Cek Seng-jiang lebih lanjut, "kuputuskan akan mencari sendiri obat penawarnya serta memikul tugas ini,
waktu itu Siaute lantas teringat kepada Ko-hi Ko Put-hwi dari
cionglam-san, dia pandai dan ahli dalam bidang obat2an,
julukannya saja Yok-su (juru obat) tapi Siaute sudah menjelajahi seluruh pegunungan ciong -lam tanpa menemukan jejak Ko Put-hi,
kudengar dari seorang penebang kayu bahwa Ko Put-hi telah
meninggal dunia tiga tahun yang lalu, maka perjalananku ke cong-lamitu hanyasia2belaka."
Setelah meneguk secangkir arak baru dia melanjutkan
ceritanya: "Kembali dari cong-lam-san Siaute lantas teringat kepada Tongheng dan Un-heng, yang seorang ahli racun yang lain
ahli obat bius, mungkin mereka mampu menawarkan getah racun
itu" "Terima kasih atas perhatian besar Cek-cengcu, tapi kami
berdua amat mengecewakan ........" Tong Thian-jong dan Un
It-hong bersuara bersama.
"Kedua saudara tidak usah merendah hati, disamping itu siaute juga teringat kepada Lok-san Taysu dari Siau lim-si yang sudah
puluhan tahun mengetuai Yok-ong tian ...... " demikian sambung Cek Seng-jiang.
"Pinceng juga amat mengecewakan," ujar Lok-san Taysu.
Cek Seng-jiang tertawa tawar, katanya: "Sudah dengar bahwa Cu-cengcudari Liong-bin-san-ceng jugaahliracun ........."
Kun-gi tertawa sambil mengelus jenggot, katanya: "Mungkin
Cekcengcu salah dengar. Dulu ayahku almarhum pernah menolong
seorang tua yang terluka selama tiga tahun sampai sembuh,
sebelum pergi dia meninggalkan secarik resep obat, ayahku
dipesan untuk membuatnya menurut resep itu dan disebarkan tiga
li di sekeliling kampung, kawanan penjahat dapat dicegah
menyerbu kampung kami, tapi sejak ayah meninggal, resep obat
itu tak kutemukan lagi "
Belum habis dia bicara Cek Seng-jiang sudah menyela sambil
goyang tangan: "Cu-heng jangan curiga, tujuanku hanya mencari penawar getah racun itu, bukan niatku mengincar resep obat itu."
Lalu dia melanjutkan: "Sebetulnya siaute hendak bawa getah itu dan berkunjung ke tempat kalian berempat, tapi setelah ku-pikir2
lagi, bila peristiwa ini sampai bocor, tentu jiwa siaute bakal menjadi incaran Sam-goan-hwe, jiwaku tidak jadi soal, kuatirnya kalau
getah racun ini tak kuasa kupertahankan lagi, maka setelah kupikir dengan seksama, terpaksa kugunakan akal untuk mengundang
kalian kemari, atas kesalahan dan kekasaran mana harap Cu-heng
suka maklum dan memberi maaf," lalu ia memberi hormat kepada Ling Kun-gi.
Tergerak hati Kun-gi, lekas dia balas hormat, katanya
sungguh2: "Demi keselamatan insan persilatan umumnya,
Cek-cengcu berjerih payah sungguh Siaute amat kagum, memang
Siaute ada sedikit mengenal sifat obat2an, tapi entah dapat tidak membantu kesulitan Cek-cengcu ini."
Melihat cerita panjang lebarnya berhasil mengetuk hati Cu Bun-
hoa, sudah tentu bukan kepalang senang hati Cek Seng-jiang,
katanya ter-gelak2: "Kabarnya getah itu merupakan kombinasi berbagai racun jahat dari seluruh jagat ini, apakah kita bisa
mendapatkan penawar obatnya itu soal lain, yang terang Thian
punya kuasa manusia punya usaha, asal kita mau berusaha,
umpama tidak berhasil juga tidak mengapa, bahwa Cu-heng sudi
bekerja sama sungguh Siaute teramat senang dan berterima kasih"
"cengcu-jangan terlalu sungkan," ujar Kun-gi. Segera ia bertanya lagi: "Kecuali kami berempat, entah adakah orang lain yang Cekcengcu undang kemari?"
Tanpa pikr Cek Seng-jiang menjawab: "Tiada, terhadap soal ini Siaute amat hati2, memang tidak sedikit ahli racun yang punya
nama di Kang-ouw, tapi kalau aku mengundang mereka semua,
terlalu banyak orang, urusan tentu bisa bocor, oleh karena itu
orang lain tidak kuundang kemari."
Diam2 Kun-gi bertanya dalam hati: "Agak-nya dia tidak
membual, jadi ibu bukan terculik olehnya." Sambil manggut2 iapun berkata: "Memang betulucapan Cek-cengcu."
Habis makan, dibawah iringan tuan rumah, mereka keluar dari
coat sin-san-ceng, menyusuri serambi menuju ke timur, berjalan
kira2 seratusan langkah, mereka tiba di Hiat-ko cay. Sesuai dengan namanya, Hiat-ko-cay adalah kamar buku tempat menyimpan
kitab2 kuno, di mana terdapat sebuah ruang tamu dan empat
petak kamar baca. Letak kamar tamu di tengah, pajangannya
serba antik, semua perabot serba ukiran, tata warnanya serasi,
dihias lukisan2 kuno pula didinding sehingga suasana
tampaksemarak. Cek Seng-jiang persilakan para tamunya masuk. lalu katanya
kepada Ling Kun-gi: "Di sinilah tempat kalian bekerja, ruang tamu ini tempat kalian istirahat."
"Ruang kerja?" tergerak hati Kun-gi, batinnya: "ruang kerja yang dimaksud tempat untuk menyelidiki getah racun dan mencari
obat pemunahnya." Dua pelayan lain berpakaian hijau pupus muncul membawa
nampan berisi masing2 dua cangkir teh.
"Leng hong dan Long-gwat," kata Cek Seng-jiang, "ke marilah menemuiCu-cengcu ini."
Lekas kedua pelayan itu maju ke depan Ling Kun-gi, sedikit
menekuk lutut dan memberi hormat, sapanya dengan suara
aleman, "Hamba menghadap Cu-cengcu."
"Mereka adalah pelayan yang ditugaskan melayani tamu di sini,"
ujar Cek Seng jiang, "selanjutnya bila ada keperluan apa2 boleh Cucengcu berpesan kepada mereka."
"Siaute mohon petunjuk Cek-cengcu," kata Kun gi, "bagaimana keadaansebenarnyadaricarakerjayangakan kami lakukan?"
"Memang akan kuterangkan," kata Cek Seng-jiang, "tempat kaliau menginap anggap saja rumah kalian sementara, pagi
bekerja sore kembali, tempat ini hanya khusus untuk menyelidiki racun serta mencari obat penawarnya. Siaute berpikir kerja ini
adalah tugas luhur dan mulia bagi keselamatan jiwa kaum
persilatan umumnya, padahal getah racun itu adalah racun yang
teramat ganas dijagad ini, supaya kalian bisa saling tukar pikiran, sengaja kami sediakan kamar ini untuk kalian"
"Mungkin selama kerja kalian ini tidak suka diganggu orang, maka kamisediakanpula masing2-kamaruntukbekerja, bukansaja
bisa saling berkunjung, bisa pula menyelidiki secara tersendiri, semoga mencapai hasil yang gemilang, semua ini demi
kesejahteraan insan persilatan umumnya . "
Kun-gi manggut2, katanya: "Sempurna sekali persiapan Cek-
cengcu.." Cek Seng jiang berdiri, katanya: "Kamar Cu-heng adalah yang pertama di sebelah kanan, mari silakan periksa." Lalu iapun memberi hormat kepada tiga orang yang lain, katanya: "Taysu, Tong-heng dan Un-heng boleh silakan-"
Ketiga orang itupun secara balas menghormat lalu
mengundurkan diri masuk ke kamar masing2, Kun-gi coba
mengamati, kamar Lok-san Taysu adalah paling kiri, sementara
kamar Thong Thian-jong ada di belakang sebelah kiri, sedangkan
kamar Un It-hong ada di sebelah kanan bagian depan .Jadi
kamarnya sendiri di belakang kamarnya Un It-hong, seberang
menyeberang dengan kamar Tong Thian-jong.
CekSeng-jiang angkattangan, katanya:"Di belakang ruangtamu ini adalah kamar obat, di sana ada seorang pelayan bernama Hing hoa yang menguasai dan mengurusnya, semua obat2an yang
diperlukan di sini adalah bahan obat2an yang sengaja siaute
kumpulkan dari berbagai tempat aslinya ......." sembari bicara mereka sudah memasuki kamar petak seluas dua tombak persegi
ini, tigasisi ruangan memang dipajang lemaridanrakobat-obatan
Seorang pelayan baju hijau melihat kedatangan cek cungcu dan
Ling Kun-gisegera memapak maju dan memberihormat.
Cek Seng-jiang mengulap tangan, katanya: "inilah tamu agung kita Cu-cengcu yang baru saja ku undang kemari."
"Hamba Hing-hoa," pelayan itu menjura kepada Ling Kun-gi,
"terimalah hormat hamba."
Menuding lemari obat2an Cek Seng-jiang ber-kata: "Setiap
petak dari laci yang ada di sini sudah dibubuhi nama2 obatnya,
obat apa saja yang Cu-heng perlukan boleh mengambilnya sendiri
atau boleh juga suruh Hing-hoa mengambilkan, umpama obat2an
perlu digodok. boleh serahkan kepadanya pula, sudah tentu
umpama cucengcu punya cara tersendiri dari warisan keluarga dan tak ingin diketahui orang lain, boleh silakan kerja sendiri, semua perabot dan peralatan tersedia lengkap." Dari sini Cek Seng jiang ajak Kun-gi ke kamar tugas, yaitu kamar di mana dia harus
menyelidiki getah racun itu, setelah memberi penjelasan ala
kadarnya, sebelum berialu dia berkata pula : "Siaute doakan semoga Cu-heng mencapai sukses yang kita harapkan sehingga
petaka yang mengancam jiwa kaum persilatan dapat kita
lenyapkan, mewakili berlaksa jiwa kaum persilatan Siaute
mendahului mengucapkan terima kasih. Nah, Cucengcu terimalah
hormatku." Lekas Ling Kun-gi balas menghormat, katanya tertawa: "Jangan Cek-cengcu lupa, Siaute juga se-orang persilatan-"
Cek Seng-jiang tertawa keras, katanya: "Mendengar ucapan Cu-cengcuini, legalah hatiSiaute:"
Setelah Cek Seng-jiang pergi, Kun-gi membuka sebuah almari
kecil, di mana tadi Cek Seng-jiang menunjuk sebuah cupu2 kecil
yang berisi getah beracun itu, sebentar dia melongo mengawasi
cupu2 hijau itu lalu dikembalikan serta menutup dan menguncinya pula. Pelan2 dia mundur lalu duduk kursi malas yang beralas kasur empuk.terasanyamandudukdikursi malasini.
"Sedemikian sempurna segala keperluan yang disediakan bagi para tamu yang diundang kemari," demikian batin Ling Kun-gi,
"apa yang dikisahkan Cek Seng-jiang sudah tentu bisa dipercaya, tapi orang yang diculik kemari bukan dipaksa menyerahkan resep
rahasia dari keluarga masing2, bukan dipaksa untuk membikin
semacam racun jahat lagi, tapi hanya diminta jerih payah kami
berempat untuk menemukan obat penawar dari getah racun itu,
agaknya tiada maksud mencelakai orang, lalu di mana letak
muslihatnya?" "Kalau tidak mencelakai orang, sudah tentu tak bisa dikatakan muslihat. Tapi Suhu berpesan sewaktu diriku akan berangkat
bahwa dibalik peristiwa Cin-Cu-ling ini pasti ada suatu muslihat jahat, supaya diriku menyelidiki dengan seksama. Apa yang dikata guru tentu tidak akan salah, lalu bagaimana tindakan diriku
selanjutnya?" inilah tugas berat dan rumit yang direnungkan Kun-gi pula..
oooodwoooo Jilid 7 Halaman 61/62 Hilang
--ganas, dalam jangka satu jam si korban akan semaput
keracunan, setengah jam kemudian, kalau tidak di obati sekujur
badan akan gatal2 dan linu sampai ajal, kalau tidak kepepet,
kularang kau menggunakannya."
"Paman, mana obat penawarnya?" tanya Ji-ping.
"Ada di dalam kantong kulit itu, ditelan dan dibubuhkan pada luka masing2 cukup satu butir, di samping itu paman juga
menyediakan 120 batang yang lain, tersimpan pula di dalam
kantong itu." Ji-ping kegirangan, serunya "ibu angkatku memberi satu stel oow-tiap-piau (piau kupu2 ), ditambah bumbung ini, betapapun
lihaynya musuh tak perlu kutakuti lagi."
Tiba2 Cu Bun-hoa menarik muka, katanya serius: "Seperti Yakhim, kaupun punya cacat, yaitu tidak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, betapa banyak orang2 lihay di Bu-lim, memangnya
dengan senjata rahasiamu itu saja lantas boleh sembarangan
bertindak" berkelana di Kangouw yang penting adalah
menyembunyikan keaslian diri sendiri, sedapat mungkin jangan
pamer. " "Baiklah paman, marilah berangkat,"desakJi-ping.
"Nanti dulu paman juga perlu berdandan ala kadarnya," lalu dia buka kamar rahasia serta masuk kedalam. Tak lama kemudian dia
sudah keluar mengenakan pakaian ketat dengan mantel segala,
kepala ditutupi topi lebar, wajahnya yang semula putih bersih
mendadak berubah kelam dan tua penuh keriput, jenggot yang
hitam kini menjadi ubanan
Melenggong Ji-ping, serunya. "Hah,jadi paman juga pandai
meriasdiri, selamaini kau mengelabuhikitasemua."
"Ini hanya cara menyamar yang paling gampang, kaum
persilatan umumnya juga bisa, kalau dibandingkan Ling-lote, jauh sekalibedanya,." ujar Cu Bun-hoa.
Teringat kepada Ling-toako, Ji-ping menjadi gelisah, serunya
mendesak: "Paman, hayolah lekas berangkat"
"Nanti dulu, paman masih ada pesan padamu, setelah
meninggalkan Liong-bin-san-ceng kita tidak boleh jalan bersama, kau harus di belakangku, kuntitlah aku dari kejauhan, umpama
makan atau menginapdi hotel, pura2tidak kenalsaja."
"He kenapa?" tanya Ji-ping.
"Menurut dugaan paman, sepanjang jalan ini mata2 musuh pasti tersebar di mana", maka kita harus ber-hati2," sampai di sini dia menggerakkan tangan-"Baiklah Ji-ping, sekarang kita berangkat, akan kusuruh mengeluarkan dua ekor kuda"
"Tidak usah paman, waktu datang bersama Ling-toako aku
sudah menambat dua ekor kuda di luar hutan sana."
"Bagus kalau begitu," seru Cu Bun-hoa.
Sinar cemerlang mulai terpancar di ufuk timur, fajar telah
menyingsing. Cu Bun-hoa keprak kudanya ke timur menuju ke Sau-
thian-tin. Orang2 desa ber-bondong2 jalan cepat menuju ke kota, tapi Cu
Bun-hoa tidak masuk kota, sorot matanya bersinar tajam dan
melirik ke arah kaki tembok dari sebuah gubuk reyot, lalu keprak kuda-nya menuju ke arah barat.
Pui Ji-ping hanya tertinggal setengah li di belakang, tidak lama setelah Cu Bun-hoa berlalu ia-pun tiba di luar kota Sau-thian-tin terus menuju ke arah barat pula.
Daerah ini termasuk pegunungan Hoa-san, dengan pegunungan
Pak-say-san dari Tay-piat-san merupakan daerah segi tiga, tiada tanah datar, aliran sungai bercabang lintang melintang, antara kota dan kampung hanya dihubungi sebuah jalanan kecil, tiada jalan
raya. Sebelumnya Cu Bun-hoa mengirim dua anak buahnya membawa
anjing pelacak mengejar dan mengikuti Ling Kun-gi, sepanjang
jalan ini sudah ditinggaikan tanda2 rahasia. Sesuai tanda inilah Cu Bunhoa menempuh perjalanan
Kira2 tengah hari dia tiba di Tay-hoat-ping. Dia cukup teliti,
setelah melakukan pengejaran setengah hari ini, akhirnya
ditemukan suatu rahasia olehnya. Yaitu sepanjang jalan yang
dilaluinya ini dia mendapatkan rumput2 liar dipinggir jalan ada bekas tergilas roda kereta, bekas roda kereta ini menjurus ke arah yang sama dengan jalan yang harus ditempuhnya ini.
Dalam wilayah ini umum mengetahui hanya ada kereta dorong
beroda tunggal selain gerobak keledai atau menunggang kuda,
jarang yang menggunakan kereta kuda. Darinya ia kuda yang dia
temukan sepanjang jalan ini, dia dapat menganaliaa bahwa kereta ituditarikolehduaekor kuda.
Terutama diantara kampung dengan kampung banyak
persimpangan jalan, tapi bekas2 rumput tergilas roda itu terus
muncul di depan kudanya, Hakikatnya dia tidak perlu lagi meneliti tanda2 peninggalan kedua anak buahnya lagi, cukup asal
mengikuti bekas2rodaitu, pastitidakakan salah lagi.
Maklumlah untuk menculik dirinya (yang disamar Ling Kun gi),
supaya tidak menimbulkan curiga orang lain, jalan paling baik
adalah dimasukan ke dalam kereta yang tertutup.
Dia berhenti dan sarapan di sebuah warung di luar kota.
Warung ini hanya dikuasai seorang laki2 tua, setelah persilakan tamunya dudukdiaantartehlalubertanya:"Tuan maumakanapa?"
Cu Bun-hoa minta sekati arak. dimintanya pula sepiring sayur
asin dan kacang goreng, serta satu porsi mi. Baru saja pemilik
kedai mengiakan dan mengundurkan diri, segera Cu Bun-hoa
mendengar suara kelentingan kuda, cepat sekali seekor kuda
berlari mendatang ke warung kecil ini..
Semula Cu Bun-hoa kira Ji-ping telah menyusul tiba, tapi waktu
dia angkat kepala, yang masuk adalah laki2 berbaju kelabu
bercelana biru, golok terselip di pinggang, sebelah tangan
memegang pecut terus duduk di meja dekat jalan, seru-nya ke
arah dalam: "Hai, si tua, lekas beri rumput kepada kudaku, setelah aku makan akan segera melanjutkan perjalanan. "
Si tua tadi mengiakan sambil munduk2, bergegas dia lari keluar
menyediakan yang diminta.
Sekilas pandang Cu Bun-hoa lantas tahu, laki2 baju kelabu yang
bermuka tirus dan bermata tikus ini adalah orang yang mengamati gerak-geriknya di Mo-cu-tiam tadi, tadi dia berjongkok di kaki
tembok, kini ternyata berani terang2an me-nguntitnya. Diam2 Cu
Bun-hoa tertawa dingin. Waktu itu Pui Ji-ping juga sudah datang menunggang kuda, dia
berpakaian pelajar, tangan pegang kipas, langkahnya memang
mirip anak sekolahan, dia duduk di meja tengah, tanyanya:
"Tiam-keh, kalian jual apa" Keluarkan yang enak2."
Pemilik kedai yang sudah tua itu lekas me-nyambut, katanya
tertawa: "Siangkong harap sabar, kami hanya menyediakan sayur asin, daging rebus, telur pindang juga ada, kacang dan bakmi juga lengkap. minum ada arak, teh dan wedang kacang, Siangkong
pesan yang mana?" "Aku minta arak saja, seporsi daging rebus, usus babi dan dua telur, satuporsibakmi,"demikianpesanJi-ping.
Diam2 Cu Bun-hoa mengerut kening, pikirnya: "Anak
perempuan juga minumarak segala?"
Pemilik kedai menjadi repot lari kian kemari melayani
permintaan ketiga tamunya, sebentar ke luar, lain kejap berlari ke dapur lagi.
Sembari minum arak. lelaki baju abu2 sering melirik ke arah Cu
Bun-hoa. Kalau dia ini komplotan penjahat, paling2 dia hanya
seorang keroco, maka Cu Bun-hoa anggap tidak tahu, sikapnya
tetap wajar dan makan minum seenaknya.
Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tak lama kemudian lelaki baju abu2 sudah kenyang makan
minum, sambil mengusap mulut, dia merogoh uang dan
digabrukan keatas meja, serunya:"Haisi tua, hitungrekeningnya"
Lekas pemilik kedai memburu datang, katanya: "Semuanya 32
ketip." Setelah membayar, dengan langkah lebar laki2 itu lantas keluar
menceplak kuda terus dikeprak pergi.
Cepat Cu Bun-hoa juga bayar rekening, kudanyapun dibedal
memburu dengan kencang. Kuda tunggangannya semula milik Ling
Kun-gi, pemberian keluarga Tong, merupakan kuda pilihan yang
larinya pesat, sekejap saja kuda di depannya itu sudah diausulnya.
Waktu menoleh dan melihat Cu Bun-hoa mengejar datang, lelaki
baju abu2 segera pecut kuda-nya supaya lari lebih kencang lagi. Cu Bun-hoa tertawa dingin, mendadak d ia jepit perut kuda dan kuda itu segera berlari lebih cepat, tahu2 sudah menyusul beriring
diaampingnya. Secepat kilat Cu Bun-hoa ulur lengan
mencengkeram baju kuduk laki2 itu serta dijinjingnya dari
punggung kuda tunggangannya.
Menghadapi jago lihay seperti Cu Bun-hoa, sudah tentu seperti
kambing berhadapan dengan harimau, kecuali mencak2 dan
meronta, mulutpun ber-kaok2 seperti babi hendak diaembelih,
orang itu tak mampu berbuat apa2.
Begitu Cu Bun-hoa kendorkan kakinya, kuda tunggangannyapun
berlari semakin lamban. Dengan tangkas Cu Bun-hoa lantas
melompat turun, sekilas matanya memandang sekelilingnya,
kebetulan dilihatnya tak jauh di sana ada sebuah batu besar,
dengan tangan kanan menjinjing si baju abu2 dia menghampiri ke
sana. "Blang", laki2 itu dia banting ke atas tanah, saking keras laki2 itusampaisekian lamahanya menggeliatsajatak
mampubangun. Terdengar Cu Bun-hoa yang duduk di atas batu bertanya dingin,
"Kenapa kau menguntit aku?"
Laki2 itu meringia kesakitan, katanya: "cayhe tidak tahu apa maksud perkataanmu?"
Mendelik mata Cu Bun-hoa, desisnya: "Ya, sebentar akan
kuberitahu apa maksudku."
Selagi dia bicara, mendadak laki2 itu melolos golok di
pinggangnya, sembari menyeringai, goloknya terus membacok
kepala Cu Bun-hoa. Gerak-annya ternyata tangkas dan cepat,
"Trang", kembang api terpercik, Cu Bun-hoa yang duduk di atas batu tetap tidak bergeming, tapi golok itu membacok lewat
disamping badannya mengenaibatu.
Keruan sibaju abu2 kaget, dia kira saking terburu nafsu
sehingga serangannya kurang mantap. mendadak dia menghardik,
pergelangan tangan membalik, golok menyamber pula melintang
membabat pundak Cu Bun-hoa. Kali ini dia sudah mengincar betul
baru melancarkan serangan, kalau sampai sasarannya kena, batok
kepala Cu Bun-hoa pasti dipenggalnya putus.
Tapi samberan goloknya hanya mengeluarkan deru angin belaka
tanpa rintangan, itu berarti babatan goloknya mengenai tempat
kosong. . Kini baru dia betul terperanjat, tapi untuk mengerem
gerakannya sudah tak sempat lagi, terasa sejalur tenaga maha
dahsyat tiba2 menindih punggung goloknya terus dibetot keluar
sehingga golok tak kuasa dipegangnya lagi, goloknya mencelat dan jatuh ke semak2 rumput di kejauhan sana, telapak tangan terasa
linu dan lecet. Cu Bun-hoa tetap duduk di atas batu tanpa -bergerak. suaranya
kereng dingin: "sekarang mau percaya tidak-jatuh ke tangan Lohu, mau lari atauadujiwahanyasia2, demijiwamu lebih baik menyerah
dan mengaku terus terang, Siapa suruh kau menguntit Lohu,
kepada siapa pula kau hendak laporan" Mungkin Lohu akan
memberiampun padamu"
Si baju abu2 menjublek. sekian lama dia mengawasi dengan
mata mendelong, sesaat kemudian baru tertawa getir, katanya,
"Tiada gunanya kalau cayhe mengaku, jiwaku tetap takkan
selamat." "Asal kau mengaku terus terang, Lohu pasti akan melindungi jiwa ragamu."
Laki2 itu menggeleng, katanya: "Percuma, walau ilmu silatmu tinggi ......"
Mendadak badannya mengejang, terus jatuh tersungkur.
Melihat keadaan orang agak ganjil. lekas Cu Bun-hoa
memeriksanya, setelah berkelejetan sebentar, laki2 itu tak
bergerak lagi, darah kental hitam meleleh dari ujung mulutnya,
Prihatin wajah Cu Bun-hoa, katanya menghela napas: "Bunuh
diri pakai racun, orang2 ini berani mati, tapi tak berani membeber rahasia untuk cari hidup?" Ia menggeleng dan melompat ke sana menjemput golok orang lalu menggali liang dan mengubur mayat
laki2 itu, setelah selesai baru meneruskan perjalanan-
Sepanjang jalan ini tanda2 rahasia tinggalan anak buahnya
masih terus dia temukan, jalur bekas roda kereta juga masih
kelihatan, setelah melewati Lui-clok-ho, dia terus maju ke
Wan-cui-ho, haripun sudah petang. Maju lebih lanjut Cu Bun-hoa
sudah akan berada di pegunungan Tay-piat-san
"Mungkinkah sarang penjahat ada di Tay-piat-san?" demikian ia membatin.
Di Wan-cui-ho dia cari, sebuah rumah makan, cukup lama dia
berhenti dan menunggu, tapi tidak tampak Ji-ping menyusul
datang, hati sedikit was2 tapi sepanjang jalan ini ia sudah
meninggalkan tanda2 rahasia, si nona pasti akan terus mengikuti jejaknya sesuai petunjuk tanda2 itu. Maka dia lantas meneruskan pengejarannya ke depan-Menuju ke barat lagi jalanan tidak rata, jalan kecil yang harus ditempuhpun ber-liku2 melingkar di antara pegunungan yang turun naik, tat-kala itu sudah petang, di antara lebatnya hutan di tengah pegununganterdengargemasuaraburung kokokbeluk yangseram,
namun bagi ciam-liong Cu Bun-hoa yang berkepandaian tinggi,
semua itu bukan soal. cuma sejak keluar dari Wan-cui-ho, sejauh ini tanda rahasia yang dia harapkan ditinggalkan oleh kedua anak buahnya ternyata tak kelihatan lagi, keruan ia heran dan mulai
curiga. Memang untuk meninggalkan tanda rahasia tak mungkin
ditempat yang terang dan menyolok mata, umumnya kalau tidak di
ujung atau di kaki tembok. akar pohon, kalanya di bawah batu
atau tempat yang agak tersembunyi. Kini hari sudah petang,
tempat2 yang tersembunyi ini jadi lebih sukar ditemukan-
Tapi ini hanya bagi orang2 biasa, bagi jago silat seperti si naga terpendam Cu Bun-hoa yang memiliki Lwekang tinggi, walau di
tengah udara gelap. dalam jarak setombak masih dapat dilihat-nya denganjelas. Tapi tandarahasiayangditinggalkan oleh keduaanak
buahnya yang menguntit kereta pengangkut Ling Kun-gi telah
putus, sementara bekas roda kerota itu masih tetap kelihatan jelas.
Kalau kedaan anak buahnya itu kesasar, ini tidak mungkin,
karena untuk menuju ke barat, sejak dari Wan cui-ho sudah tiada jalan lain kecuali jalan pegunungan kecil yang melingkar turun naik ini.
Kembali 20 li sudah ditempuhnya, keadaan jalan semakin
menanjak dan sukar ditempuh. maju lebih jauh lagi dia akan tiba di Liong-bun-kiu. Liong-bun-kiu adalah sebuah jalan pegunungan
yang sempit dan diapit batu2 cadas yang runcing dan semrawut
letaknya, kecuali pohon2 cemara yang tersebar jarang2, hanya
pepohonan rambat saja yang memenuhi sekitarnya, jalan
pegunungan sempit ini ada lima lijauhnya, setelah keluar dari
daerah Liong-bun kin barujalananakan kembaliagak datar.
Pada saat cu Bun-boa berjalan itulah, agak jauh di depan sana
kelihatan meringkuk segulung benda hitam, lari kudanya cukup
kencang, begitu dia melihat gundukan hitam ini, sementara kuda-
nyapun sudah berlari dekat, lekas Cu Bun-hoa tarik tali kendali menghentikan kudanya. Waktu dia mengawasi gundukan bayangan
hitam yang menggeletak ditengah jalan itu, kiranya seekor anjing, menggeletaktanpa bergerak.
Betapa tajam mata Cu Bun-hoa, sekali pandang dia lantas
mengenali anjing ini adalah anjing pelacak peliharaannya, seketika dia menjublek. Lalu dia melompat turun, waktu diperiksa anjing ini sudah dingin kaku, namun seluruh badannya utuh tidak kelihatan
lukaapa2, mungkinterpukulmatiolehsemacampukulanlunakyang
maha kuat, atau mungkin juga mati terkena racun jahat.
Bahwa anjing pelacak ini sudah mati, bukan mustahil jejak
kedua anak buahnya pasti sudah konangan oleh musuh, pantas
sejak dari Wan-cui-hosampai sinidirinyatidak menemukan lagi
tanda2rahasia peninggalan mereka.
cepat ia Cemplak kudanya lari beberapa tombak ke depan pula,
seekor anjing yang lain ditemukan pula meringkuk di jalan, jelas nasib anjing yang ini mirip juga kawanannya tadi, maka dia tidak turun memeriksanya pula. Kuda dia keprak membedal terus ke
depan, jarak lima li hanya ditempuh beberapa kejap saja, akhirnya dia memasuki mulut lembah, maka dilihatnya dilamping gunung
kira2 tiga tombak tingginya, diatas pohon cemara kanan kiri
masing2 menggelantungsesosoktubuh.
Waktu Cu Bun-hoa mengawasi, siapa lagi kalau bukan kedua
Centingnya yang dia suruh menguntit jejak musuh" Kedua tangan
mereka menjulur turun, kontal-kantil tertiup angin malam tanpa
meronta lagi, jelas jiwa merekapun sudah melayang.
Sudah tentu tidak kepalang gusar Cu Bun-hoa, dada terasa
hampir meledak. dua anjing dibunuh dan dibiarkan menggeletak di tengah jalan, kedua centingnya juga dibunuh dan digantung di atas pohon, jelas musuh sengaja hendak pamer kekuatan dan
merupakan ancaman terhadap dirinya.
Cu Bun-hoa kerahkan tenaga murni, sekali jejak dengan gaya
ciam-Liong-siang thian (naga terpendam naik ke langit), dia
melompat tinggi ke atas dari punggung kudanya, di tengah udara
dia melolos pedang meluncur ke kiri, dimana pedang berkelebat,
tali pengikat jenazah orang telah di babat putus, Dengan enteng kakinya menutul dinding gunung, badannya melambung miring ke
sebelah kanan, di mana pedangnya bekerja, tali yang mengikat
jenazah disebelah kananpun dia tusuk putus, lalu dia anjlok ke
bawah. Gerakannya tangkas dan cepat luar biasa, waktu dia
menginjak tanah baru terdengar suara "bluk", mayat kedua centingnya juga berjatuhan pula. Kuda tunggangannya itu memang
kuda pilihan dari keluar Tong, begitu merasakan penunggangnya
meloncat ke atas, segera dia berhenti sendiri tanpa diperintah, agaknya kuda ini memang sudah terlatih baik sekali.
Cu Bun-hoa simpan kembali pedangnya, dengan seksama dia
periksa keadaan mayat kedua centing, kematian mereka mirip
dengan kedua ekor anjing itu. tiada bekas luka apa2 yang
ditemukan--cuma kulit anjing tumbuh bulu rada sukar diperiksa,
tapi kulit muka kedua centing ini berwarna kelabu, jelas mereka mati oleh pukulan semacam Tok-sat-ciang yang lihay dan beracun, kadar racun menyerang jantung, maka jiwapun melayang.
Di tempat itu juga dia kubur kedua centingnya, mulutnya
berkata lirih: "Lohu akan menuntut balas bagi kematian kalian-"
Segera dia cemplakkudadandibedalke mulutlembah.
Sejak keluar dari lembah sempit, timbul kewaspadaan Cu Bun-
hoa, matanya menjelajah dengan teliti keadaan sekitarnya, tanah berumput yang luas dan datar tampak sunyi di tengah kegelapan,
tapibayangan orang tampakberdiridisana.
Semuanya ada empat orang, tak bersuara dan tak bergerak.
empat orang berseragam hitam, mereka seperti empat pucuk
pohon, se-olah2 dirinya sudah terkepung di antara mereka .Jelas keempat orang inilah pembunuh kedua anjing dan kedua centing
nyaitu, dari posisi mereka berdiri, agaknya memang sedang
menunggu kedatangan dirinya.
Agaknya mereka sudah memperhitungkan dengan cermat,
sekeluar dari lembah dirinya pasti akan menghentikan kuda di
tengah tanah berumput yang lapang ini, maka posisi berdiri
mereka tepat mengepung sehingga dirinya tidak diberi kesempatan untuk meloloskan diri.
Sudah tentu belum tentu Cu Bun-hoa punya niat melarikan diri.
Keempat orang itu mengenakan jubah hitam yang kedodoran, dan
yang lebih aneh lagi, mereka sama memiliki wajah yang kaku
dingin, tak ubahnya muka mayat hidup. Mereka sama menjulurkan
tangan ke bawah, berdiri kaku seperti tonggak kayu.
Tampaknya mereka tidak membekal senjata, tapi dari punggung
kuda Cu Bun-hoa dapat melihat jelas keempat orang tengah
mengumpulkan semangat, mata merekapun berkilauan ditempat
gelap. kepandaian keempat orang ini agaknya tidak kepalang
lihaynya. Ginkang merekapun tidak lemah. Di kala Cu Bun-hoa
mengawasi mereka, serentak keempat orang jubah hitam itu
melangkah ber-sama menghampiri, kira2 setombak disekitar
dirinya baru berhenti. Sudah tentu Cu Bun-hoa pandang enteng keempat musuhnya
ini, dengan Celingukan seperti melihat suatu benda aneh layaknya, dia berkata: "Kalian mencegat jalan Lohu, apa maksud kalian?"
Terdengar orang yang tepat di depannya bersuara dingin: "Tua bangka, turunlah kau."
Cu Bun-hoa menjawab: "Lohu masih akan meneruskan
perjalanan, kenapa harus turun?"
"Karena kau sudah sampai akhir jalanmu," ketus suara orang itu.
Sambil mengelus jenggot, Cu Bun-hoa terseyum, katanya:
"Kukira kalian keliru, ke utara aku masih bisa sampai Say-gong-kiu, ke barat bisa mencapai ceng-thay-koan, kenapa kau bilang sudah
sampai di akhir jalan?"
"Maksudku kau sudah mencapai akhir hidupmu," jengek laki2
jubah hitam. Cu Bun-hoa ngakak sambil menengadah, katanya: "Kalian
sendiri belum mencapai akhir hidup kalian, bagaimana tahu kalau Losiu sudah mencapaiakhir hidup?"
Tajam dingin sorot mata orang itu, dengusnya: "Nada dan sikap bicara tuan kelihatan bukan kaum keroco, sebutkan namamu."
"Di kalangan Kangouw ada pameo yang bilang, di atas langit masih ada langit, orang pandai ada yang lebih pandai. Siapa nama Lohu, biar kukatakan juga kalian tidak mengenalnya"
orang di depan ini agaknya pemimpin rombongan, katanya
sambil menyeringai: "Tuan memang bermulut besar, entah
bagaimana bekal kungfumu?"
"Kalian mencegat dan mengelilingi Lohu, tentu ada maksud
turun tangan, kenapatidaklekascobasaja?" tantangCuBun-hoa.
Menyipit mata orang itu, jengeknya: "Sekali kami turun tangan jiwamu pasti tamat, hanya ada satu cara untuk menghindari
kematian atau luka2 parah."
"cara apa?" tanya Bun-hoa.
"Kutungi sendiri sebelah lenganmu, lalu ikut kami menemui
Thian-su." "Thian-su (utusan langit)?" tergerak hati Cu Bun-hoa. "Siapakah Thian-su kalian?"
"Setelah kau tabas lenganmu, ku bawamu menemui beliau."
Lantang gelak tawa Cu Bun-hoa, ujarnya: "Suruhlah Thian-su kalian menemuiku di sinisaja."
Orang berjubah hitam sebelah kiri menggeram gusar, teriaknya:
"Jangan membual, tua bangka. Tak perlu kita membuang waktu lagi, ringkus dia saja"
Cu Bun-hoa pandang sekelilingnya, katanya dengan tersenyum:
"Hanya kalian berempat saja, mampukah meringkus Lohu?"
"Berani kau memandang enteng kami?" bentak orang di sebelah kiri. Mendadak dia melompat maju seraya ulur tangan diri, secepat kilat pundak Cu Bun-hoa dicengkeramnya.
Di atas kudanya terasa oleh Cu Bun-hoa Cengkeraman orang
setajam pisau sekuat tanggam, keruan ia heran, batinnya: "Senjata apa yang dia gunakan?" -otak bekerja, sementara tangan kanan sudah melolos pedang terus membabat pergelangan tangan lawan-Gerakan pedangnya sungguh secepat kilat, maka terdengar
suara "trang", dengan telak pedangnya membabat pergelangan tangan lawan, tapi tangan orang sedikitnya tidak terluka, malah mengeluarkan suara keras nyaring dan memercikkan kembang api.
Sudah tentu terkesiap hati Cu Bun-hoa, tapi orang berjubah
hitam itupun terpental oleh getaran pedang Cu Bun-hoa. Tapi pada detik lain, ketiga orang yang lain juga bergerak bersama, serentak mereka menubruk maju.
Cu Bun-hoa belokkan kudanya, pedang berputar sekeliling
menciptakan tabir sinar kemilau, maka terdengarlah suara "trang, tang, tang," tiga kali secara berantai. Sekali gerak dia berhasil menangkis tiga serangan musuh, tapi tangan sendiri yang
memegang pedang juga terasa kesemutan-Kini baru dia jelas
bahwa tangan keempat orang ternyata semuanya dipasang lengan
besi. Semakin kaget dan heran hatinya: "Ilmu silat keempat orang ini amat tinggi, entah dari aliran mana" Belum pernah terdengar jago silat menggunakan tangan besi di tangan kirinya di kalangan Kangouw."
Tatkala pikirannya bekerja, pada saat lawan terpental mundur,
iapun sudah melompat turun dari kudanya serta menepuk sekali
pantat kuda. Begitu kaki menancap di tanah, Cu Bun-hoa lantas
bergelak tertawa, katanya: "Kalian mau main keroyok. nah,
majulah bersama." Keempat orang berjubah hitam agaknya tidak mengira bahwa
tua b angka tak ternama ini ternyata memiliki lwekang dan
kepandaian tinggi, walau wajah mereka membesi kaku tidak
menampilkan perasaan, tapi sorot mata mereka tak urung
meng-unjuk rasa kaget dan melenggong, sekilas mereka saling
pandang dan tidak lantas turun tangan pula.
"Sebetulnya tuan dari kalangan mana?" tanya si jubah hitam sebelah depan
"Lohu sendiri juga ingin tanya kalian?" balas Cu Bun-hoa tak acuh. .
"Jadituantidak mauperkenalkandiri?"
"Kalian toh tak mau memperkenalkan diri?"
"Tuan harus tahu, bukan kami gentar terhadap-mu, soalnya
kami perlu tahu siapa tuan, baru akan bertindak. menamatkan
jiwamu atau membekukmu hidup,hidup,"
"Kalau begitu boleh silakan turun tangan," ujar Cu Bun-hoa tertawa tawar.
Pemimpin berjubah hitam itu angkat sebelah tangan, matanya
yang mencorong memandang ke-tiga kawannya, lalu berkata
dengan suara berat, "Baik, kalian dengar, tak peduli mati atau hidup, ganyang dia" Belum habis bicara dia sudah mendahului menubruk maju, laksana kilat tangan kirinya mencengkeram tiba.
Tiga orang berjubah hitam yang lain serempak beraksi pula dengan menubruk maju.
Cu Bun-hoa bergelak lantang panjang, sebat sekali pedangnya
melingkar bundar, segera ia kembangkan ilmu pedangnya dan
meluruk sengit ke-empat lawannya.
Cu Bun-hoa, naga terpendam yang berkuasa di daerahnya
sendiri memang memiliki kepandaian yang mengejutkan sekali dan
tidak bernama kosong, pedangnya bergerak laksana naga sakti
yang lincah dan gesit, cahaya dingin yang memancar dari batang
pedangnya se-akan2 menaburkan bintik2 sinar kemilau ke delapan
penjuru angin. Karena dia jarang berkelana di Kangouw, maka keempat
musuhnya jadi sukar dan belum dapat menyelami jalan ilmu
pedangnya, betapa tinggi kepandaian keempat orang ini dibuat
keripuhan juga, tapi kepandaian keempat orang ini memang juga
aneh, apalagi lengan kiri mereka semua terpasang lengan baja,
kelima jari bagai cakar tidak takut segala senjata tajam, walau sementara Cu Bun-hoa berada di atas angin, namun dalam waktu
singkat terang dia tidak akan mampu merobohkan atau melukai
lawan-Dengan cepat 20 jurus telah berlalu. Mau tak mau Cu Bun-
Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hoa mencelos juga hatinya, batinnya: "Kepandaian silat keempat orang ini terhitung kelas wahid di kalangan Kangouw, permainan
merekapun berlainan satu dengan yang lain, kenapa sama2
mengutungi lengan sendiri serta menggantinya dengan tangan
besi?" Pada saat itulah, tiba2 dari kejauhan berkumandang sebuah
bentakan keras: "Kalian berhenti" Bentakan ini bergema laksana bunyi genta, lembah pegunungan serasa bergetar oleh bentakan
keras ini. Pui Ji-ping yang ketinggalan setengah li di belakang pamannya,
waktu Cu Bun-hoa mengompes keterangan laki2 baju abu2 dan
menemukan bangkai anjing dan kedua anak buahnya di selat
sempit tadi, iapun menyusul tiba, sudah tentu iapun melihat semua kejadian yang dialami pamannya.
Cuma dia selalu ingat pesan pamannya agar diri-nya mengambil
jarak tertentu, dilarang bicara lagi, maka kini dia hanya berdiri di tempat kejauhan saja. Setelah Cu Bun-hoa naik kuda dan
berangkat pula baru diapun membedal kudanya kedepan.
Tak tahunya baru saja dia tiba di mulut lembah, segera ia
mendengar suara beradanya senjata tajam. Lekas dia melompat
turun dari kudanya, pelan2 dia merunduk maju terus lompat ke
atas sebuah batu besar dan menyembunyikan diri serta mengintip
ke bawah. Dilihatnya empat orang berjubah hitam tengah mengerubut
pamannya. Melihat orang2 berjubah hitam itu, tergerak pula
hatinya, pikirnya: "Hou Thi jiu juga menggunakan lengan besi di tangan kirinya, demikian juga keempat orang ini, terang mereka
adalah sekomplotan dengan Hou Thi-jiu."
Tak lama kemudian lantas didengarnya seo-rang membentak
keras: "..Kalian berhenti"
Kuping Ji-ping mendengung pekak oleh bentakan keras bagai
bunyi genta itu, keruan kagetnya bukan main, lekas dia berpaling ke sana, di-lihatnya kira2 setengah li di kejauhan sana ada dua titik sinar seperti api setan tengah terbang turun naik menyusuri kaki bukit berlari ke arah sini. Bertambah besar rasa kejutnya, batinnya:
"Masih setengah li jauhnya, tapi suara orang ini dapat membuat pekak kuping, kalau dia menghardik berhadapan mungkin aku bisa
jatuh semaput." Mendengar bentakan keras ini, keempat orang jubah hitam tadi
segera melompat mundur berpencar pada posisi masing2. Dengan
pedang melintang di depan dada Cu Bun-hoa berpaling ke arah
datangnya suara, tertampak dari pegunungan sana beriring
mendatangi enam orang berjubah hitam pula. Keenam orang ini
bukan saja berpakaian sama, wajah dan sikap merekapun sama.
kaku dingin tidak berperasaan-Masing2 dua orang berjajar beriring datang, gerak langkah mereka kaku mirip mayat hidup dan seperti tonggak berjalan
Diam2 kaget juga cu Bun-goa melihat orang2 ini, dia insaf untuk menghadapi keempat lawan ini sudak cukup berat, kini
ketambahan enam orang lagi. agaknya nasib dirinya malam ini
lebih banyak celaka daripada selamat, semoga Ji-ping jangan
lekas2 menyusul ke mari. Demikian batinnya.
Lekas sekali keenam orang ini sudah tiba di tanah berumput
sebelah kiri, mendadak tampak pula sesosok bayangan orang
tinggi besar berlenggang mendatangi, jangan kira gerak kakinya
kelihatan seperti berlengang, mirip badut di atas panggung, lapi setiap langkah kakinya mencapai jarak dua tiga tombak jauhnya,
kedua kakinya seperti tidak menyentuh tanah.
Sekali pandang Cu Bun-hoa lantas tahu bahwa kepandaian si
gede inijauh lebih tinggi dari kawanan jubah hitam ini, maka dia tumplekperhatiannyaterhadapsi gedeini.
Badan orang ini tingginya delapan kaki, dada lebar lengan
besar, wajahnya mengkilap mirip tembaga, alisnya pendek.
matanya sipit, hidung besar mulut lebar, jubah sempit warna
tembaga yang dipakainya hanya sebatas di lutut, kaki telanjang
memakai teKiek tembaga. Sebagai cengcu dari Liong-bin-san-ceng, meski jarang berkelana
di Kangouw, tapi tokoh-tokoh Kangouw kenamaan pada jaman ini
tidak sedikit yang dikenalnya, paling tidak pernah mendengar nama atau keahlian dan keistimewaannya. Kini melihat dandanan si gede yang aneh ini, mendadak diingatnya seseorang, keruan hatinya
kaget bukan main, batinnya: "Mungkinkah dia ini Lam-kiang-it-ki Thong-pi-thian-ong?"
Jabatan atau kedudukan si gede serba tembaga ini terang jauh
lebih tinggi daripada kawanan jubah hitam, ini jelas kelihatan dari sikap keenam orang jubah hitam yang baru datang serta cara
mereka berdiri, kelihatan memberi peluang untuk si gede ini nanti, tapi toh masih ada tempat kosong lagi di sebelah mereka, hal ini membuat Cu Bun-hoa men-duga2 pula bahwa kecuali si gede
agaknya pihak lawan masih ada tokoh lain pula yang
berkedudukan lebih tinggi yang belum tiba. Siapakah orang yang
belumtiba ini" Maklumlah si tokoh aneh dari Lam-kiang (wilayah selatan) ini
biasanya merajai daerah selatan, selamanya belum pernah tunduk
terhadap orang lain, lalu siapakah yang telah mampu
menundukkan dia sekarang"
Begitu si gede tiba dan berdiri di samping, Cu Bun-hoa lantas
buka suara: "Yang menghentikan pertempuran tadi apakah tuan?"
Mendelik sebesar jengkol mata si gede, bentaknya: "Diam, tak bolehribut"Suaranya memang kerassepertibunyi genta.
Kini Cu Bun-hoa lebih yakin bahwa si gede memang Thong-pi-
thian-ong adanya, tapi caranya bicara jelas dia hanya mengawal
seseorang belaka. Sungguh luar biasa. Semakin kejut dan heran Cu Bun-hoa, mendadak dia mendongak sambil bergelak tawa,
katanya: "Dandanan dan tampang tuan ini mirip sekali dengan Lam-kiang-itki Thong-pi-thian-ong, entah sejak kapan tuan terima diperbudak orangataujadipengawal pribadinya"
Semakin bulat mendelik mata si gede, suara-nya menggerung
gusar: "Kusuruh kau diam, kau harus diam, memangnya kau tua bangkainisudah bosanhidup?"
Gerungannya yang dahsyat itu membuat Pui Ji ping yang
sembunyi di atas batu hampir pecah kupingnya,jantungnya ber-
debar2, hampir saja dia menjerit.
Tiba2 terasa dari belakang tersalur sejalur tenaga yang tidak
kelihatan membantu dirinya mengendalikan darah yang bergolak,
kupingpun lantas mendengar suara lirih berbisik seperti bunyi
nyamuk: "jangan bersuara Siau-sicu, itulah Kim-loh-ong yang hebat dariThong-pi-thian-ong. "
Heran Ji-ping, baru saja dia kendak berpaling, suara lirih seperti nyamuk berkata pula: "Situasi malam ini amat gawat dan
berhahaya, sekali2 jangan Sicu menoleh ke belakang, mata dan
kuping Thong-pi-thian-ong amat tajam. Jarakmu hanya sepuluh
tombak dengan mereka, sedikit lena, jejakmu pasti konangan."
Tatkala itu tampak dua buah lampion tengah mendatangi dari
jalanan gunung sana. Dua gadis belia baju hijau tengah
mendatangi dengan gemulai sambil menenteng dua lampion-
Malam di tengah pegunungan sudah tentu amat gelap sehingga
cahaya lampu lampion ini terasa terang benderang. Tak jauh di
belakang kedua gadis membawa lampion menyusul sebuah tandu
mewah dan indah, dan laki2 kekar memikul tandu mini ini, langkah mereka enteng seperti berlari menuju ke tanah berumput ini.
Selarik kain warna merah sutera panjang semampir di pundak
dan pinggang kedua laki2 kekar pemikul tandu itu bertuliskan
empat huruf warna hitam yang berbunyi: "Wakil langit
mengadakan ronda". Akhirnya tandu mini itupun berhenti dan diturunkan di tanah
berumput sebelah kanan atas. Kedua gadis pembawa lampion
berdiri di kiri kanan tandu, di bawah sinar lampion tandu itu
tampak indah gemerlapan, kerai menjuntai lembut dan rapat
sehingga tidak kelihatan siapa yang duduk di dalamnya" Tapi
Thong-pi-thian-ong dan kesepuluh kawanan jubah hitam serempak
memberi hormat lalu berdiritegak denganprihatin
Tiba2 tergerak hati, Cu Bun-hoa melihat keadaan ini, tadi dia
dengar salah seorang jubah hitam pernah menyinggung "Thiansu"
atau duta langit, setelah melihat tulisan "Wakil langit mengadakan ronda", jelas bahwa orang di dalam tandu adalah Thian-su yarg dimaksud, cuma siapa dia dan tokoh macam apa pula"
Pedang disimpan kembali, Cu Bun-hoa berdiri membusung dada
sikapnya gagah berwibawa, tapi hatinya kebat-kebit, diam2 dia
kerahkan Lwekang-nya, mempersiapkan diri untuk bertindak bila
menghadapi sergapan musuh.
Maka terdengarlah sebuah suara halus nyaring berkumandang
dari dalam tandu: "Thio thijiu" Suaranya bagai kicau burung kenari, lembut dan merdu.
Tak pernah terpikir dalam benak Cu Bun-hoa bahwa Thian-cu
atau "duta langit" ini ternyata seorang perempuan, dari suaranya kedengaran bahwa dia adalah gadis belia pula.
Tampak salah seorang jubah hitam yang berdiri paling depan
tadi mengiakan sambil melangkah ke depan tandu.
Terdengar perempuan dalam tandu bertanya: "Kalian sudah
tanya asal usulnya?"
"Dia tidak mau mengatakan," sahut Thio thi-jiu.
"Bagaimana ilmu silatnya?" tanya perempuan dalam tandu pula.
"Kami berempat mengeroyoknya, tapi tak mampu mengalahkan
dia." "Pada jaman ini. dengan kekuatan kalian berempat, memangnya siapa yang tak mampu kalian kalahkan, tapi siapakah dia" kata2
terakhiramatlirih, sepertibicarauntuk dirinyasendiri.
Thio thi-jiu berdiri tegak lurus, sudah tentu dia tak berani
bersuara. Sesaat kemudian perempuan dalam tandu berkata pula:
"Baiklah, kau boleh minggir."
Thio-thi-jiu mengiakan, lalu mundur ke tempatnya semula.
Perempuan dalam tanda lantas berpesan kepada gadis
pembawa lampion sebelah kiri. katanya: "Mintalah orang tua itu maju kemari, ada pertanyaan hendak kuajukan padanya."
Gadis itu segera tampil ke depan Cu Bun-hoa, katanya setelah
memberi hormat. "Tuan ini diharap maju kedepan, Siancu ( dewi ) kami ingin bicara dengan kau"
Cu Bun-hoa juga ingin tahu asal usul pihak sana, memangnya
siapa sebetulnya Thian-cu yang serba misterius ini" Maka dengan mengelus jenggot dan tertawa lebar, katanya: "Lohu memang ingin bertemu dengan Siancu kalian." Lalu dengan langkah lebar dia menghampiri, beberapa kaki di depan tandu dan berhenti, katanya sembari memberi hormat: "Silakan Siancu, terima kasih akan undanganmu, entah ada petunjuk apa?"
Perempuan dalam tandu cekikik riang, katanya: "Loyacu adalah tokoh kosen Bu-lim, sungguh beruntung kita bertemu di sini."
Sampai di sini tiba2 dia berseru keras: "Kenapa tidak singkap kerai ini?"
Kedua gadis yang berdiri di kiri kanan segera menyibak kerai
kedua sisi, kedua lampionpun di-arahkan ke depan tandu sehingga perempuan yang duduk di dalam tandu kelihatan wajahnya.
Ternyata "Dewi yang mewakili langit menga-dakan ronda" ini hanyalah seorang nyonya muda belia yang berusia sekitar 25,
berpakaian serba putih, dandanannya mirip puteri keraton, tengah tersenyumsimpul mengawasidirinya.
Sesaat Cu Bun-hoa melenggong, dia jarang keluar pintu, tapi
semua tokoh Kangouw yang sedikitpunya nama pasti pernah
didengarnya. Nyonya muda molek ini mampu menundukkan Lam-
kiang-it-ki sampai terima menjadi pengawal pribadinya, kenapa
belum pernah dia mendengar adanya perempuan selihay ini, serba
misterius lagidalamtindaktanduk.
Memang otaknya cerdik, banyak akal dan pandai mengikuti
situasi, sekilas melenggong segera Cu Bun-hoa berdehem, katanya tertawa: "Siancu me-ronda mewakili langit tentunya kau inilah Thian-suadanya"Entahsiapakahnama harumSiancu yang mulia?"
Jari jemari nan runcing halus dari nyonya muda itu terangkat
dan mengelus gelung kundainya, katanya tertawa: "Agaknya tidak sedikit yang Loyacu ketahui. aku she Coh, karena biasanya aku
suka mengenakan pakaian serba mulus begini, maka orang
memanggilku Hian-ih-sian-cu, harap Loyacu tidak mentertawakan
diriku." "Hian-ih-sian-cu" Cu Bun-hoa tetap tidak pernah dengar nama julukan ini.
Mengerling biji mata Hian-ih-sian-cu, katanya sambil cekikikan
"Loyacu adalah tokoh kosen pada jaman ini, mohon tanya siapakah nama besar Loyacu?"
Cu Bun-hoa bergelak tertawa, katanya: "Lohu Ho Bunpin, orang liar yang hidup di gunung, mana berani disebut tokoh kosen
segala." Hian-ih-sian-cu cekikikan genit, katanya: "Nama yang Loyacu sebutkan kukira bukan nama tulen bukan?"
"Mungkin Siancu belum pernah dengar nama-ku yang tidak
terkenal ini, dan lagi apa perlunya Lohu harus menyembunyikan
nama dan asal-usul?"
"Betul," kata Hian-ih-sian-cu, "menurut penglihatanku, wajah Loyacujugadirias, entahbetultidak perkataanku?"
Semakin terkejut hati Cu Bun-hoa, katanya dingin: "Tidak perlu Lohu mainsembunyidengancara menyamarsegala."
"Berkelana di Kangouw, supaya tidak menarik perhatian orang, merias diri dan ubah wajah asli itu sudah biasa, apakah Loyacu
merias diri tiada sangkut pautnya dengan aku" cuma ingin
kutanya, Loyacu main selidik memasuki daerah Tay-piat-san ini,
entah apa maksudnya"
"Betul, Lohu juga ingin tanya kepada Siancu, tanpa sebab anak buahmu merintangi perjalananku, apa pula maksudnya?"
"Bukankah Ho-loyacu telah saksikan sendiri" Malam ini
kebetulan aku meronda sampai di sini, anak buahku melihat
Loyacu memasuki selat gunung seorang diri, gerak-geriknya
mencurigakan lagi, sudah tentu kau harus dimintaiketerangan-"
Cu Bun-hoa mendengus, katanya: "Sekarang Siancu sudah jelas tentang keteranganku?"
"Pertanyaanku tadi sia2 belaka, karena Loyacu tidak menjawab sejujurnya."
"Lalu apa pula kehendak siancu?"
"Silakan Ho-loyacu ikut kami, setelah kami jelas menyelidiki asalusulmu akan kuantar kau ke luar gunung."
Terangkat alis Cu Bun-hoa, katanya: "Siancu kira orangmu
banyak. mau main keroyok terhadap-ku seorang?" Mendadak dia mundur selangkah tangan sudah siap melolos pedang.
"Aku tak perlu turun tangan terhadapmu," ujar Hian-ih sian-cu sambil tertawa.
Hanya sekejap itu, Cu Bun-hoa sudah merasakan adanya
gejala2 yang tidak normal pada diri sendiri. Sudah timbul pikiran Cu Bunhoa untuk mundur dan melolos pedang, tapi kaki tangan
ternyata tidak menurut perintah lagi, keruan kejutnya bukan main, air mukapun berubah hebat, bentak-nya: "Sundel keparat .........."
Hian-ih-sian-cu tetap unjuk senyum menggiurkan, katanya
riang: "Dapat mengundang Ho-loyacu, sungguh merupakan
kebanggaanku." Lalu dia mengulap tangan dan menambahkan:
"Mari kita kembali"
Kedua gadis menurunkan kerai, pemikul tandu lalu berputar
balik, di bawah pimpinan Lam-kiang-it-ki, kesepuluh kawanan
jubah hitam menggusur CuBun-hoa mengintildibelakangtandu.
Hampir saja Pui Ji-ping yang sembunyi di utas batu menjerit lagi melihat adegan yang aneh ini. Suara lembut bagai bunyi nyamuk
mengiang pula dipinggir kupingnya "Siau-sicu harus tahan sabar, jangan gegabah"
Mencelos hati Ji-ping, terpaksa dia tekan perasaannya, dengan
cemas dia awasi kawanan jubah hitam itu menggusur pamannya
pergi, waktu dia menoleh, dilihatnya setombak di belakangnya
berdiri seorang Hwesio tua kurus, sorot matanya berkilauan sedang mengawasi dirinya dengan tersenyum.
Tahu berhadapan dengan tokoh kosen, lekas Ji-ping menekuk
lutut memberi hormat, katanya: "Losuhu, lekas tolong pamanku"
Karena gelisah ia lupa dirinya sedang menyaru laki2, cara memberi hormatsepertianakgadis lazimnya.
Hwesio tua kurus pendek lekas merangkap kedua tangan,
katanya heran: "Sicu kiranya seorang nona, jadi yang ditawan Hianih-lo-sat tadiadalah pamanmu?"
Merah muka Ji-ping, diam2 ia sesali kecerobohan sendiri,
katanya mengangguk: "Ya, dia pamanku, apakah perempuan
dalam tandu itu yang Losuhu maksudkan bernama Hian-ih-lo-sat"
Jadi orang2 itu ada hubungannya dengan Cin-Cu-ling?"
"Lolap juga belum tahu asal-usul mereka," kata Hwesio tua itu,
"cuma menurut apa yang kuketahui, Hian ih-lo-sat ini amat lihay, orang2 yang terjatuh ke tangannya sudah cukup banyak, termasuk
Kwi-kian-jiu Tong-citya, Un It-kiu dari keluarga Un, suteku Kim Kaythay dan lain2 ....."
Ji-ping kaget, serunya: "Jadi Kim-loya cu juga tertawan oleh perempuan siluman itu."
"Nona juga kenal Kim-sute?" tanya si Hwesio tua.
"Aku tidak kenal, Tapi Toakoku adalah kenalan baik
Kim-loyacu." "Siapakah Toako nona?"
"Toako bernama Ling Kun-gi," sahut Ji-ping, lalu bertanya:
"Losuhu tentunya paderi sakti dari Siau-lim-si, entah siapa nama gelaran Taysu yang mulia?"
"Lolap Ling-san,"jawab Hwesio tua kurus, "pejabat Bun-cu-wan dari Siau-lim-si."
Biasanya hanya paderi2 dari Lo-han-tong saja yang
diperbolehkan keluar Siau-lim-si, kini ketua Bun-cu-wan (ruangan agama) pun terpaksa harus dikerahkan keluar, dapatlah di
simpulkan bahwa pihak siau lim menaruh perhatian besar terhadap peristiwa Cin-Cu-ling ini.
Lekas Ji-ping menjura, katanya " Losuhu ternyata pemimpin
Bun-cu-wan, paman sudah tertawan perempuan siluman itu, aku
akan segera pergi. "
"Tunggu sebentar nona."
"Ada petunjuk apa Losuhu?"
"Bolehkah nona memberitahu padaku, siapa sebenarnya
pamanmu itu?" "Tak enak kumain sembunyi atas pertanyaan Losuhu, paman
adalah cengcu Liong-bin-san-seng Cu Bun-hoa "
Bergetar tubuh Ling san Taysu, katanya: "Kiranya cu cengcu . . .
." "Losuhu, menolong orang seperti menolong kebakaran, aku
harus cepat susul mereka."
Ling-san Taysu kaget, katanya: "Hian-ih-lo-sat amat lihay, Thong-pi-thian-ong membantu dia berbuat jahat, Cu-cengcupun
bukan tandingan mereka, mana boleh nona menempuh bahaya
secara sia2," "Bukan begitu," ujar Ji-ping cekikik geli, "aku akan sampaikan kabar tertawannya Toako dan Tong-cityakepada ibu angkatku."
"Siapa pula ibu angkat nona?" tanya Ling-san Taysu.
"ibu angkatku adalah Tong-lohujin dari keluarga Tong di
Sujwan." "JadiTong-lohujin juga datang?"
"ibu angkatsekarangberadadiPat-kong san"
"Baiklah silakan nona berangkat Lolap akan menguntit
Hian-ih-losat lebih lanjut, akan kulihat di mama sarang komplotan orang2 ini?"
Ji-ping membatin: "Hwesio tua ini hanya berani menguntit
secara diam2, agaknya iapun gentar terhadap Hian-ih-lo-sat,
terpaksa aku harus cepat2 kembali kePat-kong san minta
bantuan-" Tanpa banyak bicara lagi, cepat ia lompat turun terus cemplak kuda dan dibedalbalik kearahdatangnyatadi.
Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Itulahhari keduasetelah Ling Kun-giberadadiCoatSin-san-ceng
atau hari pertama mulai tugas kerjanya di Hiat-ko-cay. Pagi hari itu setelah sarapan pagi, seorang diri dia langsung menuju ke Hiat ko-cay, begitu tiba, Long-gwat, si pelayan segera menyambut
kedatangannya . Long-gwat bantu membuka pintu kamar kerjanya, dengan
langkah tetap Kun-gi masuk serta mengeluarkan kunci membuka
gembok lemari kecil, dia keluarkan segala perabot keperluan
kerjanya, ada pisau, mangkok, tatakan dan cawan2 kecil serta
peralatan lain yang sukar disebut namanya, terakhir ia keluarkan cupu2 berisi getah beracun itu. Sementara itu Long-gwat
menyeduh teh dan disuguhkan di atas meja.
Dengan hati2 Kun gi membuka sumbat cupu2 lalu pelan2
menuang sedikit getah di atas sebuah tatakan, kembali dia tutup cupu2 itu serta dikembalikan ke almari.
Duduk di kursi kerjanya, sekenanya dia ambil sebatang jarum
perak. dua kali dia celupkan ke dalam getah beracun, tampak
ujung jarum yang runcing seketika berubah menjadi hitam. kadar
racun ini ternyata keras dan hebat, lalu dia mendekatkan hidang mengendus ujung jarum
Long-gwat berdiri di sebelahnya jadi kaget, serunya kuatir:
"Awas Cu-cengcu, racun ini amat jahat, sedikit kena saja jiwa orang tak dapat diselamatkan."
" Kenapa kau tidak menungguku?"
"Nona mau ke mana"
"Kau menyamar lagi bukankah ka hendak menemuka pengejaranmu?" , u n "Betul, kenapa?"
"Aku ikut, boleh tidak?"
K n gi te teg n sah tn a menggeleng "Jangan
non cant Kun-gi tersenyum dan memandang lekat2 pelayan itu, katanya:
"Terima kasih atas perhatian nona, Lohu hanya ingin menciumnya
"Terinta kasih, kalau ada tugas lain hamba di belakang,
sekarang hamba mohon diri," lalu dia dia beranjak keluar.
Sambil tetap pegang jarum perak tiba2 Kun-gi memanggilnya:
"Nona Long-gwat, tunggu sebentar."
Long-gwat berhenti di ambang pintu, tanyanya: "Ada pesan apa lagi Cu cengcu?"
"Lohu baru datang, tidak tahu tata tertib yang ada di sini, ingin kutanya suatu hal padamu. Di sini ada empat kamar kerja, apakah satu sama lain boleh saling berkunjung?"
Long-gwat tertawa lebar, katanya: "Kalian berempat adalah
tamu agung undangan cengcu kami segala keperluan sudah kami
sediakan, sudah tentu gerak-gerik kalian juga tidak dibatasi,
tempat ini memang khusus untuk kerja, supaya tidak terpecah
perhatian dan dapat bekerja dengan tenteram, maka masing2
diberikan satu kamar tersendiri, membagi tugas untuk sama2
mencapai tujuan, satu sama lain boleh saling berunding akan
penemuan masing2, Sudah tentu boleh pula saling kunjung
mengunjungi" "Baiklah, getah racun ini amat lihay, mereka datang lebih dulu, tentunya sudah memperoleh sedikit bahan penyelidikan, sebelum
kerja, Lohu ingin mendengar saran dan pendapat mereka bertiga."
Setelah Long-gwat keluar, Kun-gi segera buka pintu dan keluar,
dalam hati diam2 dia menimang2, akhirnya dia berkeputusan untuk mengunjungi Lok-san Taysu lebih dulu, setiba didepan pintu kamar orang, pelan2 dia mengetuk pintu. Terdengar suara Lok-san Taysu berkata: "Siapa" Silahan masuk"
Kun-gi menjawab dengan suara lantang: "cay-he Cu Bun-hoa,
sengaja kemari mohon petunjuk Taysu." Sembari bicara dia
mendorong pintu serta melangkah masuk.
Mendengar Cu Bun-hoa yang datang, lekas Lok-san Taysu
berdiri dari kursinya, katanya sambil merangkap kedua tangan:
"Maaf Lolap terlambat menyambut, silahkan Cu-cengcu duduk."
Ternyata Lok-san Taysu hanya duduk2 sama-diam saja di
kursinya, tidak melakukan kerja apa2, perabot keperluan kerja
tiada yang dia keluarkan Setelah menutup pintu kembali, Kun-gi menjura, katanya,
"Sengaja cayhe kemari mohon petunjuk Taysu."
Lok-san Taysu rendah hati, Kun-gi dipersilakan duduk di depan
meja, iapun kembali ke tempat duduknya, katanya: "Entah ada petunjuk apa kedatangan Cu-cengcu."
"Barusan cayhe sudah periksa getah beracun dari
Sam-goan-hwe itu, kukira kecuali amat beracun, sukar diraba
sebetulnya barang beracun dari jenis apa" Taysu paham soal
obat2an, selama ini juga selalu mengadakan penyelidikan, apakah sudah berhasil menyelaminya?"-Habis berkata lalu dengan ilmu Thoa-im-jip-bit (ilmu mengirim gelombang suara) ia
menambahkan: "Bagaimana pendapat Taysu tentang pribadi Cek Seng-jiang?"
Lok-san Taysu berlagak merenung sebentar, yang benar dia
termenung karena mendengar pertanyaan Ling Kun-gi terakhir itu
lalu sedikit mengangguk ia menjawab: "Lolap juga amat menyesal, sejauh ini belum berhasil menemukan terbuat dari bahan apakah
getah beracun ini, kalau cuma diselidiki sukar dibedakan, obat2an umumnya harus dicicipi dengan mulut dan diendus baunya baru
bisa dibedakan keasliannya. Tapi getah ini amat beracun masuk
mulut jiwa melayang, hakikatnya sukar dirasakan, paling hanya
bisa diraba sesuai dengan sifatnya yang ganas, selama tiga bulan ini boleh dikatakan hasil Lolap nol besar." Lalu ia menambahkan pula dengan suara Thoa-im-jip-bit. "Menurut pengamatan Lolap dalam persoalan ini ada tersembunyi suatu muslihat besar"
Kun-gi manggut2, katanya: "Memang betul omongan Taysu,
getahini merupakanhasilcampuradukyangdlolahsedemikianrupa
sehingga sudah kehilangan bentuk aslinya, kalau beberapa jenis
racun yang sama sifatnya diaduk menjadi satu, maka kekuatan dan keganasannya menjadi berlipat ganda pula, kalau tidak, tak
mungkin getah ini begini keras." Lalu ia menambahkan pula
dengan ilmu bisik2: "Apakah Taysu tahu mereka punya muslihat apa?"
"Siancai siancay" Lok-san Taysu bersabda. "Cu-cengcu benar2
seorang ahli, demikian juga pendapat Lolap, beruntung Cu-cengcu hari ini datang, selanjutnya kita bisa saling bertukar pikiran. .... "
Lalu, iapun menjawab pelahan: "Soal ini Lolap belum bisa
mengatakan, yang terang tujuannya bukan untuk menghindarkan
petaka yang bakal menimpa kaum persilatan-"
"Usul Taysu baik sekali," kata Kun-gi rendah hati, "Taysu paham ilmu pengobatan, cayhe memang ingin mohon petunjuk." Lalu
dengan gelombang suara dan bertanya: "Apakah Taysu juga
terbius oleh mereka waktu diculik kemari?"
"Memang sudah beberapa kali Lolap mengadakan percobaan
dengan getah racun itu, tapi tiada yang kuperoleh, entah
Cu-cengcu punya pendapat apa?" Habis kata2nya lalu dia
menjawab dengan gelombang suara: "Ya, betul."
Dengan pura2 membicarakan penyelidikan getah beracun,
kedua orang secara diam2 tukar keterangan dengan ilmu
gelombang suara. Kun-gi berkata lebih lanjut: "Di dalam obat mereka mencampur obat beracun yang membuyarkan Lwekang orang, bagaimana
Taysu?" "Hawa murni dalam tubuh Lolap tak mampu dihimpun, sisa
tenaga paling2 hanya satu dua bagian dari keadaan normal,
selama tigabulan inibetapapunusahaku tetaptakberhasil
kukumpulkan-" "Apakah Taysu masih mampu mengerahkan tenaga murni?"
tanya Kun-gi. Terang sinar mata Lok-san Taysu tanyanya menatap Kun-gi
lekat2: "Maksud Cu-cengcu ."
Kun-gi tersenyum, ujarnya: "Taysu jangan tanya, jawablah dulu pertanyaanku."
Terbayang rasa sangsi pada muka Lok-san Taysu, katanya:
"Sedapat mungkin Lolap masih bisa mengerahkan hawa murni."
Girang Kun-gi. katanya: "Itulah baik." Dia keluarkan Pi-tok-cu dan ditaruh ke tangan Lok-san Taysu, katanya: "Genggamlah
mutiara ini pada kedua telapak tangan Taysu, pelahan2 kerahkan hawa murni
ketelapaktangan, terusdisalurkan kesekujurbadan".
Betapapun Lok-san Taysu adalah orang yang cukup luas
pengetahuan dan pengalamannya diam2 dia mengintip ke telapak
tangan sendiri, katanya kaget dan heran, "Ini kan
Le-liong-pi-tok-cu, mutiara yang dapat menawarkan segala racun."
"Lekas Taysu merangkap tangan dan kerahkan tenaga,
lenyapkan dulu kadar racun yang mengeramdalamtubuh Taysu."
Sampai di sini percakapan mereka menggunakan Thoan-im-jip
bit. Lok-san Taysu sedikit mengangguk. lalu berkata: "Harap Cucengcu duduk sebentar, belakangan ini Lolap sering merasa letih, sewaktu2 harus bersamadi, harap jangan berkecil hati." Segera Loksan merangkap kedua telapak tangan di depan dada, pelan2
matapun terpejam. Kun-gi duduk di hadapannya, iapun diam saja menunggu
dengan sabar, kira2 satu jam barulah didengarnya Lok-san Taysu
menarik napas panjang, mendadak matapun terbuka.
Begitu orang membuka mata, sinar matanya seketika tampak
mencorong terang dan kuat, jelas racun yang menggangu
Lwekangnya telah tercuci bersih, dalam hati diam2 Kun-gi
bergirang, tanyanya:"Sudahagakbaik Taysu"
Pelan2 Lok-san Taysu berdiri, katanya sambil tetap merangkap
kedua tangan: "Bikin repot Cu-cengcu menunggu lama, kini Lolap sudah segar kembali."
Sembari memberi hormat, lekas dia angsurkan Pi tok cu pada
Ling Kun-gi, lalu berkata dengan gelombang suara: "Terima kasih atas bantuan Cu-cengcu, berkat kasiat Pi-tok cu, kadar racun
dalam tubuh Lolap sudah tersapu bersih, tapi karena cukup lama
Lwekang buyar, mungkin dalam dua-tiga hari ini baru bisa pulih
seperti sediakala." Kun-gi terima mutiara yang dikembalikan, iapun berkata dengan
gelombang suara: "Ku hatur-kan selamat kepada Taysu."
"Budi dan bantuan cengcu menyembuhkan racun yang
membuyarkan Lwekangku ini takkan terlupakan selama hidupku,
entah apa pula rencana Cu-cengcu selanjutnya?"
"Dalam tahap permulaan ini, rencana sih belum ada, lebih baik kita bekerja melihat perkembangan selanjutnya saja".
Lok-san Taysu manggut2, katanya: "Betul ucapan Cu-cengcu,
menurut penyelidikan dan pengawasan Lolap selama tiga bulan ini, Cek Seng-jiang adalah manusia cerdik yang licik dan licin, banyak akal muslihatnya, terang dia bukan biang-keladi dalam peristiwa ini, umpama betul ada muslihat, sekarang masih sukar dijajaki
sampai di mana tujuan mereka yang sebenarnya, terutama kalau di belakang layarperistiwainiadaorang lainyang mengendalikan."
Berpikir sejenak. lalu Kun-gi berkata: "Bagaimana pendapat Taysu tentang Tong Thian-jong dan Un It-hong?"
"Selama tiga bulan berkumpul dengan mereka, pengalaman
merekapun sama seperti kita, walau Cek Seng-jiang ada maksud
merangkul mereka, segala keperluan mereka dilayani serba
berlebihan, tapi selama ini mereka tak pernah bertekuk lutut,
menurut hemat Lolap. boleh Cu-cengcu secara diam2 bantu
mereka melenyapkan kadar racun di tubuh mereka, dengan
gabungan kekuatan kita berempat mungkin lebih gampang
menyelidiki tujuan mereka yang sebenarnya menculik kita kemari
dan dari mana asal mula getah beracun ini."
"Pendapat Taysu memang tepat, cayhe akan bekerja menurut
keadaan," kata Kun-gi. Untuk menjaga percakapan mereka tidak didengar orang maka mereka pura2 bicara pula tentang
penyelidikan getah beracun itu, berselang agak lama baru Kun-gi pamitan-Kembali ke kamar kerjanya, sengaja dia mencelup ujung jarum
ke dalam getah beracun, lalu di-amat2i serta berpikir sambil
mengerut kening. Betul juga belum lama dia kembali ke kamar, secara diam2
Longgwat sudah menarik pintu terus menyelinap masuk. dengan
senyum manis dia memberi hormat, katanya: "Cu-cengcu tentu sudah letih, santapan siang sudah kuantar kemari, silakan makan dulu."
Dengan hati2 Kun-gi letakkan jarum perak serta getah beracun
di atas tatakan, lalu disimpan ke dalam lemari serta dikunci. Waktu dia memasuki kamar makan, hidangan memang sudah
Badai Awan Angin 29 Sarang Perjudian Karya Gu Long Badai Laut Selatan 17
Lekas In Thian-lok mengiakan, tanpa bicara dia putar tubuh
membuka jalan. Cepat sekali langkah kedua orang, sekejap saja
mereka sudah berada di kamar buku. Waktu Ji-ping angkat kepala, dilihatnya jendela sudah tertutup semuanya, agaknya In Thian-lok membawa Cin cu-ling hendak memberi laporan kepada Cu-hujin di
belakang. Cara kerja yang dia lakukan sedemikian rapi, kalau
kejadian ini tersiar di kalangan Kangouw, tentu ceritanya adalah pintujendela takterbukadan pamannyalenyaptanpabekas.
Dari kejadian ini dapatlah di simpulkan bahwa lenyapnya kepala
keluarga Tong dan Un pasti dilakukan secara berkomplot oleh
orang2 dalam keluarga masing2, demikian pula mata2 sudah
menyelundup ke Siau-lim-si.
Dikala dia meng-amat2i keadaan, In Thian-lok maju setapak dan
katanya lirih: "Ada urusan apa nona, sekarang boleh kau katakan
?" Kuatir orang mengenali suaranya, maka Ji-ping tahan suaranya:
"Tadiakulupa memberitahukepadaIncongkoan,pa....."hampir saja dan menyebut "paman", ia pura2 merandek. lalu ber-kata pula sambil menghela napas: "Yaitu . . . . " dalam gugupnya timbul akalnya, suaranya tetap lirih: "Di kamar buku cengcu ada sebuah kamar rahasia, Lok-hun-san tersimpan di kamar rahasia itu."
"Kamar rahasia?" seru In Thian-lok melongo.
"Kenapa cayhe tidak tahu?" bersinar biji mata In Thian-lok.
tanyanyacepat:"Nonatahudi manaletakkamarrahasiaitu?"
"Aku hanya pernah melihat sekali, yaitu . . . ." sembari berkata dia pura2 mengingat2 sambil mengitari rak buku seperti mencari
apa2, lain menyambung: "Agaknya di sini." Dengan badan terbungkuk dia meraba dan menekan rak buku, dalam hati dia
menduga2: "Entah paman sudah kembali ke kamar belum?"
Lekas In Thian-lok mendekatinya dan berdiri di belakang
Kwi-hoa samaran Pui Ji-ping, kata-nya lirih: "Sudah puluhan tahun aku ikut Cu-cengcu, nona baru tiga tahun, tapi sudah berhasil
sedemikian rupa. . . . "
Ji-ping hanya mendengus. Pada saat itulah, terdengar suara
getaran lemah, dua rak buku di depannya mendadak terpisah ke
sisi samping dan muncul sebuah pintu. Dengan pura2 girang
.Ji-ping berseru: "He, kutemukan sekarang"
Mendadak didengarnya suara sang paman dengan ilmu
Thoan-im jip-bit (mengirim gelombang suara ) mengiang dipinggir kuping: "Jiping, suruh In Thian-lok berjalan di depan-Ingat, sedikitnya kau harus lima kaki di belakangnya, jangan terlalu
dekat" Sementara itu, In Thian-lok sudah mengambil lentera di atas
meja dan menghampiri mulut pintu lalu berhenti, dengan seksama
dia pasang kuping dan lepas pandang ke dalam, tapi kamar rahasia itu gelap gulita, tiada sesuatu yang dapat dilihatnya. Agaknya dia juga tahu bahwa Cu-cengcu sangat lihay, malah seorang ahli
pencipta alat2 perangkap. maka ia tidak berani sembarangan
masuk. Melihat orang ragu2 dan jeri,Ji-ping lantas mengejek dingin:
"Incongkoan, waktu kita terlalu mendesak."
In Thian-lok menyengir, katanya: "Ya, ya, biar cayhe masuk melihatnya." dalam keadaan begitu, terpaksa dia keraskan kepala dan melangkah masuk dengan hati kebat kebit.
Ji-ping tertinggal lima kaki lebih dibelakangnya, pelan2 iapun
masuk dan pintu di belakang mereka lantas menutup, Betapapun
In Thian-lok sudah puluhan tahun menjadi pembantu Cu Bun-hoa,
sedikit banyak dia juga tahu tentang segala peralatan rahasia,
walau pintu di belakang mereka menutup tanpa mengeluarkan
suara, tapi nalarnya ternyata sangat tajam, reaksinyapun cepat, sigap sekali dia membalik tubuh, pintu dari mana tadi mereka
masuk kini sudah menjadi sebuah dinding tebal, entah ke mana
letak pintu tadi" Keruan wajahnya yang kelam itu menjadi semakin gelap. tangan yang pegang lenterapun gemetar, tanyanya kepada
Ji-ping "Nona yang menutupnya?"
"Tidak." seru Ji-ping pura2 kaget dan gelisah, "aku mengintil di belakangmu, sedikitpun tanganku tak bergerak."
In Thian-lok terbeliak, katanya: "Tak mungkin, setelah pintu ini terbuka, tak mungkin menutup sendiri, kecuali di dalam kamar ini ada orang yang menguasai alat rahasianya."
"Orang ini ternyata licik dan licin," demikian batin Ji-ping, tapi dia tetap pura2 ketakutan, katanya: "Memangnya ada siapa pula di dalam kamar ini?"
Serius wajah In Thian-lok. kedua matanya jelilatan mengawasi
sekelilingnya, akhirnya ia berhenti di arah dipan yang terukir indah itu, bentaknya kereng: "Siapa kau" Lekas bangun"-Di bawah penerangan lentera yang dia angkat tinggi tampak di atas dipan
rebah celentang kaki seorang, badannya ditutupi kemul tipis
sampai kepalanya sehingga tak diketahui siapa dia"
Memangnya kamar ini gelap. tahu2 melihat sesosok tubuh rebah
kaku berkerudung rapat begitu, sungguh amat menakutkan-Kalau
Ji-ping tidak menduga bahwa yang rebah itu pasti paman-nya,
tentu ia sudah menjerit kaget.
Orang yang rebah itu diam saja tidak bergeming meski sudah
dihardik berulang kali oleh In Thian-lok. Keruan In Thian-lok
semakin murka, katanya geram: "Tuan tidak mau bangun, terpaksa orang she In tidak sungkan2 lagi." tapi orang itu tetap tidak bergerak.
Mata In Thian-lok mencorong terang laksana obor ditengah
keremangan, kelima jari tangan kiri menekuk laksana cakar
melintang di depan dada, mendadak dia melompat maju terus
menarik kemul yang menutupi tubuh orang. Seketika pandangnya
yang garang buas terbeliak kaget, tubuhpun tergetar hebat.
Pui Ji-ping yang berada dibelakangnya dapat melihat jelas,
orang yang rebah di atas dipan ternyata seorang perempuan,
rambut panjang awut2an, wajah yang semula putih halus kini
sudah berubah hijau mengkilap. matanya mendelik besar hampir
mencotot keluar. Warna hijau sebetulnya warna yang kalem indah, warna yang
tidak menakutkan-Tapi kulit muka manusia dan biji matanya mana
ada yang berwarna hijau" Muka hijau yang dilihatnya ini sungguh menyerupai warna setan yang menggiriskan-Perempuan yang
rebah itu ternyata adalah Kwi-hoa. Sekali pandang sudah dapat
diketahui bahwa dia sudah mati. Mati keracunan-
Belum pernah Ji-ping menyaksikan pemandangan yang seram
ini, keduakakiseketika menjadi lemas, badangemetar.
Betapa cerdik In Thian-lok. melihat mayat yang mati keracunan
itu adalah Kwi-hoa, segera ia menyadari ganjilnya keadaan ini,
mendadak dia putar badan menatap Ji-ping, hardiknya bengis.
"Siapa kau?" Jarak Ji-ping hanya beberapa kaki di belakang, jadi pamannya
sudah memperingatkan supaya dia berdiri saja tanpa bergerak di
tempatnya, segera dia membusungkan dada, dengusnya, "coba
katakan, siapa aku?"
In Thian-lok tidak berani pandang sepele padanya, karena dia
tahu racun yang menyebabkan kematian Kwi-hoa adalah Lok-hu-
san, racun milik Liong-bun-san yang paling ganas. Bahwa dirinya dipancing masuk ke kamar rahasia ini, tentu orang sudah punya
cara lihay untuk menundukkan dirinya. Maka iapun tidak berani
mendesak terlalu dekat, tetap berdiri beringas ditempatnya, pelan2
dia menarik napas lalu berkata: "Kau bukan Kwi-hoa"
Belum Ji-ping menjawab mendadak sebuah suara dingin
menanggapi: "Dia memang bukan Kwi-hoa."
Sejak masuk tadi In Thian-lok sudah yakin kecuali orang yang
rebah di pembaringan, kamar ini tiada orang keempat. Kini sudah jelas bahwa yang rebah dan mati adalah Kwi hoa, ini berarti tiada orang ketiga yang masih hidup, tapi orang yang menanggapi
kata2nya ini jelas berada di dalam kamar juga, malah selama
puluhan tahun dia sudah sering dan apal mendengar suara orang
ini, tanpa menoleh iapun tahu siapa yang berbicara itu. Dalam
sekejap itu, laksana disamber geledek kepala In Thian-lok, darah tersirap. dengan gugup dia berpaling ke arah datangnya suara.
Betul juga, di samping almari sebelah kiri sana, entah kapan tahu2
sudah muncul satu orang. Dia berdiri menggendong kedua tangan,
wajahnya mengulum senyum, namun kedua biji matanya kemilau
dingin, tidak kelihatan gusar, tapi wibawanya cukup menggetar
nyali In Thian-lok yang ditatapnya. Siapa lagi dia kalau bukan
ciam-liong Cu Bun-hoa adanya.
Pelan2 Cu Bun-hoa berkata: "In Thian-lok. apa pula yang ingin kau katakan?"
Pucat pias seperti kapur wajah In Thian-lok, keringat dingin
gemerobyos, sahutnya membungkuk. "Ampun cengcu ......."
Sebelah tangan mengelus jenggot, tangan yang lain tetap
dibelakang punggung, dingin suara Cu Bun-hoa: "coba terangkan, siapayangjadibiang keladi komplotanmu ini?"
"Harap cengcu maklum, karena ceroboh...", sembari bicara matanya melirik kearah Ji-ping, lalu meneruskan: "Kwi-hoalah yang menjadi biang keladinya, siapa sebetulnya orang yang berdiri di belakang layarperistiwaini hambajugatidaktahu."
"Kau sudah tahu bahwa anak Ping yang menyamar Kwi hoa,
masih berani kau mungkir menumplekkan dosa kepadanya,"
damprat Cu Bun-hoa, In Thian-lok memang licik dan banyak
muslihatnya, jelas dia saksikan sendiri Kwi-hoa sudah mati dan
rebah di atas ranjang, jawaban itu memang disengaja untuk
mengorek keterangan Cu Bun-hoa siapa sebetulnya orang yang
menyaru jadi Kwi-hoa ini" Semula dia mengira puteri cengcu Cu
Yakhim, sungguhtak diduganyabahwaPui Jipingyang menyamar.
Sudah tentu Ji ping juga berguna baginya, karena dia adalah
keponakan Cu-cengcu, asal dirinya berhasil membekuk nona itu
sebagai sandera, dirinya tetap akan bisa lolos dengan selamat.
Maka tanpa terasa ia melirik pula ke arah Pui Ji-ping setelah
mendengar keterangan Cu Bun-hoa.
Lirikan ini diam2 memperhitungkan jarak kedua pihak. jarak Ji-
ping kira2 ada beberapa kaki, sementara cengcu ada di samping
almari sebelah kiri sana, jaraknya dengan dirinya ada setombak
lebih. Inilah kesempatan baik dan harus menempuh bahaya. Ia
cukup kenal perangai sang cengcu, jelas jiwanya takkan diampuni.
Diam2 ia berpikir cara bagaimana harus mengelabui sang cengcu
untuk secara mendadak menyergap Pui Ji-ping. Maka dengan
pura2 gelisah dan jeri, berulang kali dia menjura, katanya:
"Sukalah cengcu dangarkan penjelasaan .... " mendadak tubuhnya berputar dan melompat kesana menerkamPuiJi-ping.
Sergapan ini dilakukan secara mendadak, gerak geriknya cepat
dan gesit lagi, jelas Cu Bun-hoa tidak sempat menolong, sementara Ji-ping sendiri juga tak menduga bahwa orang bakal menerkam
dirinya. Tahu2 orang sudah menubruk tiba, keruan kaget Ji-ping tidak
kepalang, secara refleks dia menjerit seraya mundur selangkah,
sementaraitutangan kananIn Thian-loksudah beradadi atasbatok
kepalanya. Pada detik2 gawat itulah mendadak didengarnya Cu Bun-hoa
bergelak tertawa, serunya:
"Anak Ping jangan takut"
Belum lenyap suaranya, terdengar dua kali "trang-trang"
beradunya barang besi. Lekas Ji-ping tenangkan diri, waktu dia
angkat kepala, tampak In Thian-lok yang menubruk ke arah dirinya itu berdiri tanpa menggunakan kaki, kedua tangannya terbelenggu oleh dua gelang besi yang tiba2 turun dari langit2 rumah sehingga tubuhnya terangkat sedikit, demikian pula kedua kakinya
terbelenggu juga oleh dua gelang besi yang timbul dari bawah
lantai, baru sekarang dia sadar kenapa pamannya berseru supaya
dirinya tenang dan tak perlu takut.
Karena kaki tangan terbelenggu dan tak mungkin berkutik lagi
In Thian-lok. katanya sambil menghela napas panjang, "Hamba tahu diri tidak sepandai cengcu, pantas segala gerak gerikku selalu di bawah pengawasan cengcu."
Cu Bun-hoa tertawa, katanya: "Kau mengorek keteranganku,
diam2 berniat menyergap anak Ping, kalau maksud jahatmu ini tak bisa kuraba, memangnya Liong-bin-san-ceng bisa berdiri di
kalangan Kangouw." Setelah menghela napas, ia menambahkan:
"Tapi kalau malam ini anak Ping tidak keburu pulang memberi kabar, akutohtetapakanterjebakolehmu."
Terpancar sorot mata aneh dari mata In Thian-lok. tanyanya
sambil mengawasi Ji-ping: "cara bagaimana Piau-slocia bisa mengetahui?"
Pui Ji-ping tertawa dingin dengan bangga, katanya: "Kalau ingin orang lain tidak tahu, kecuali awak sendiri tak berbuat. Waktu aku melihat kelima blok kain katun yang termuat di depan toko Tekhong, lantas aku tahu kau adanya."
Berubah air muka In Thian-lok. dia menunduk dan tidak
bersuara lagi. "In Thian-lok," kata Cu Bun-hoa, "sudah puluhan tahun kau menjadi pembantuku, biasanya kau kerja keras dan setia terhadap junjungan, tak pernah melakukan kesalahan pula, bagaimana kau
sampai hati timbul niat jahatmu, kalau dipikir sungguh amat
mengecewakan-" InThian-loktetap menunduktak bersuara.
Berubah kelam air muka Cu Bun-hoa, katanya sambil
menggerung gusar: "orang lain mungkin tidak tahu, tapi kau sudah puluhan tahun mengikutiku, tentunya sudah jelas tindakan apa
yang harus kulakukan sekarang."
Pucat muka In Thian-lok, katanya. "Selama puluhan tahun
membantu cengcu, hamba banyak menerima kebaikan cengcu,
bukannya hamba berusaha membalas kebaikan ini, tapi malah
membantu dan diperalat orang, memang memalukan hidupku ini,
sekali terpeleset akan menyesal selamanya, biarlah hamba
menebus dosa ini dengan kematian-"
"Mengingat kesetiaanmu selama ini, asal kau mau bertobat,
Lohu akan memberi kesempatan padamu untuk menebus dosa ini."
Sedih tawa In Thian-lok, katanya: "Sudah terlambat, kalau
cengcu katakan hal ini sejak tadi mungkin masih keburu, sekarang sudah terlambat."
Cu Bun-hoa menatap tajam muka In Thian-lok, tanyanya:
"Katakan, kenapa terlambat?"
"Hambasudah menelanracun,"sahutInThian-lok.
Guram air muka Cu Bun-hoa, katanya: "Bahwa kau sudi
diperalat orang lain, kenapa tidak mau membantuku malah?"
"Ya, hambaakan menembus kesalahaninidengan kematian-"
Mendadak Cu Bun-hoa tanya dengan suara bengis: "Siapa pula mata2 yang berada diperkampungan kita ini?"
Megap2 mulut In Thian-lok, matanya melotot, tapi suaranya
tidak keluar. Cu Bun-hoa menatap tajam, dari gerakan bibir dan lebarnya
mulut, agaknya In Thian-lok hendak mengatakan "delapan", cepat dia tanya: "Semua kau yang membawanya kemari?"
Entah dengar atau tidak pertanyaan ini, kepala In Thian-lok
seperti mengangguk sedikit, tapi lantas lertunduk lemas tak
bergerak lagi. "Paman, diasudah mati?" tanyaPuiJi-ping.
Pelahan Cu Bun-hoa menghampiri, ia raba dada In Thian-lok,
katanya manggut: "Ya, sudah mati"
Tiba2 kakinya menggentak lantai, terdengariah suara
"cret-cret", gelang yang membelenggu kaki tangan In Thian-lok tiba2 lepas, maka tubuh In Thian-lok yang mulai dingin segera
jatuh gedebukan di lantai.
Tanpa bicara lagi Cu Bun-hoa melangkah ke sana, dari dalam
bajunya dia keluarkan sebuah botol kecil warna hijau, dia cukil sedikit obat bubuk dengan kuku jarinya terus ditaburkan ke muka In Thian-lok, tepat ke mulut dan hidungnya.
"Paman," tanya Pui Ji-ping, "Budak Kwi-hoa itu juga mati menelan racun?"
"Dia mengaku bukan komplotan Cin-Cu-ling, maka secara
sukarela dia menuturkan kejadian sesungguhnya, katanya dia dibeli seorang laki bernama Hoa Thi-jiu, lalu diselundupkan kemari,
tugasnya mengirim kabar keluar, dia minta aku mengampuni
jiwanya, sudah tentu dia takkan menelan racun."
"Jadipamanyang membunuhnya?"tanyaJi-ping.
"Ya, kulihat dia pernah memperoleh gemblengan yang
meyakinkan-seorang agen yang lihay, sudah tentu takkan
kulepaskan dia .... Sekarang lekas kau ikut keluar, kita harus
segera menyamar untuk membuntuti jejak mereka."
Pui Ji-ping berjingkrak senang, tanyanya: "Maksud paman
hendak mengejar jejak Ling toako?"
"Ya, Kwi-hoa dan In Thian-lok tidak mau menerangkan siapa
biang keladi dari komplotan Cin-Cu-ling ini dan dimana sarangnya"
Terpaksa kita kuntit saja jejak Ling-lote secara diam2, setiba di tempattujuan, kitabisa memberibantuan kepada-nya."
"Tapi mereka sudah pergi sejam yang lalu, ke mana kita harus mengejarnya?"
"Paman sudah suruh orang mengejar membawa anjing secara
diam2, sepanjang jalan ini mereka pasti meninggalkan tanda
pengenal, kenapa takut tak menemukannya" Sekarang kau ber-
siap2, aku akan bereskan mata2 yang lain, segera kita akan
berangkat." "Bagaimana dengan kedua mayat ini, paman?" tanya Ji-ping.
Waktu dia bepaling, seketika dia berseru kaget dan heran, hanya sekejapsaja mayatKwi-hoa danIn Thian-lokternyatasudahlenyap.
cairan air darah tampak menggenang lantai.
Cu Bun-hoa berpesan-"Anak Ping, ada satu hal yang harus kau perhatikan, jangan kau usik Piaucimu, si budak Ya-khim itu juga liar sepertikau, kalau diatahu, tentudia mauikut."
Ji-ping mengangguk, katanya: "Paman jangan kuatir, aku tidak akan mengajaknya."
00oodwoo00 Fajar telah menyingsing, baru saja Kun-gi turun dari ranjang,
Ing-jun, si pelayan montok ini sudah masuk membawa baskom,
katanya tertawa sambil mengerling: "Cu-cengcu, silakan cuci muka" Sebagai tempat penginapan para tamu agung, sudah tentu semua perabot dan peralatan yang digunakan serba baru.
Inilah hari permulaan Kun-gi datang dengan maksud tertentu,
makasikapnyatakacuhdandiam2 melihatgelagatsaja.
Menunggu Kun-gi selesai cuci muka, segera Ing-jun bertanya:
"Pagi ini cu-cengeu ingin sarapan apa" Hamba akan segera
menyiapkan." Kun-gi mendapat angin, katanya "Di tempat ini apapun yang
kuinginkan pastiakan disediakan?"
"Demi menyesuaikan selera para tamu yang ada di sini, sengaja cengcu mengundang koki kenamaan, apapun yang diinginkan para
tamu pasti bisa disediakan," sahut Ing-jun.
Tergerak hati Kun-gi, sambil mengelus jenggot, dia bertanya:
"Dari apa yang barusan nona katakan, jadi tamu2 yang diundang cengcu kalian bukan hanya Lohu seorang?"
"Hamba juga kurang jelas," sahut Ing-jun tertawa sambil menutup mulut dengan lengan baju, "beberapa kamar di sekitar sini memang diperuntukkan tempat tinggal para tamu." Lalu
dengan gerakan menantang dia bertanya pula: "cengcu pesan
hidangan apa, hamba segera menyediakan."
"Licin juga budak ini," demikian batin Kuni-gi, dengan tertawa dia lantas berkata: "Kalau pagi Lohu suka makan bubur."
Cemerlang biji mata Ing-jun, katanya tertawa, "Bubur selalu tersedia, hamba akan siapkan pula beberapa lauk-pauk yang lain-"
Lalu dia putar tubuh hendak pergi.
"Tunggu dulu nona," seru Kun gi.
"Hamba Ing-jun, harap Cu-cengcu panggil nama hamba saja,
Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kalau cengcu dengar hamba di-panggil nona, tentu hamba akan di
caci maki," tanpa menunggu Kun-gi bicara lagi, segera ia bertanya pula: "Cu-cengcu masih ada pesan apa?"
"Setiap bangun tidur, Lohu punya kebiasaan jalan2 di kebun, apa aku boleh keluar?"
"Tempat kita ini dikelilingi air, di luar air terkurung gunung lagi, dalam kebun ada tanaman yang terus berkembang selama empat
musim, panorama sangat permai, sebagai tamu undangan, sudah
tentu Cu-cengcu boleh pergi ke mana saja, nanti kalau Cu-cengcu kembali ke kamar, hidangan-pun sudah kuantar kemari."
Kemanapun boleh pergi, memangnya mereka tidak takut tamu
agung yang diundang secara paksa ini melarikan diri" Kun-gi lantas berkata: "Baik, Lohu akan jalan di luar."
Ing-jun menyingkap kerai, Kun-gi lantas melangkah keluar
kamar, kini dia berada di sebuab ruang tamu yang luas dan serba mewah, pekarangan mungil di luar sana, berderet dan puluhan pot kembang berbagai jenis sedang mekar semerbak, harum
memabukkan-. Ing-jun mendahului membuka pintu besar yang bercat merah,
sembari melangkah keluar dia berkata: "Cu-cengcu baru datang, keadaan di sini masih asing perlukah hamba memberi sekedar
penjelasan?" Lalu dia tuding ke tempat jauh, katanya: "Kebun ini luasnya ada beberapa hektar, air mengelilingi tempat ini di bagian timur, selatan dan barat, sebelah utara adalah puncak gunung
yang terjal dan mencakar langit, tepat di sebelah selatan, di mana bangunan gedung2 bertingkat itu adalah letak dari Coat Sin-sanceng, cengcukitabertempattinggaldisana. "
"Dari Coat Sin-san-ceng kearah timur adalah Hiat-ko-cay.
Menuju ke utara tiba di Kwi-ping-kip. di mana ada lima bilangan, tempat kita ini adalah bilangan ketiga yang bernama Lan-wan-Dari sini ke barat, itulah Thian-oe-tong, menuju ke selatan akan tiba di Amhung-ih, maju lagi adalah Goa-kiam-khek dan Hiat-ko-cay yang
terletak secara berhadapan, tepat di tengah2 ada sebuah
gunungan palsu besar dengan puncak Kok-hun-ting, dari sini dapat melihat pemandangan disekitarnya, begitulahkira2 keadaandisini."
Kun-gi manggut2 ber-ulang2, katanya tersenyum: "Terima kasih atas petunjuk nona," Lalu dia menyusuri jalanan kecil bertabur batu2 putih. Taman bunga ini ternyata amat luas, di mana2
pepohonan tumbuh subur dan lebat, teratur dan terawat baik, bau bunga semerbak, burung berkicau, suasana pagi hari ini sungguh
cerah dan segar. Berjalan ditengah taman nan indah permai ini, orang akan lupa
segala2nya, memang siapa akan percaya bahwa di tengah2 taman
ini merupakan sumber kekacauan di kalangan Kangouw dan
menjadi pusat komplotan Cin-Cu-ling.
Sedikit banyak Kun-gi sudah mendapat gambaran dari
keterangan Ing jun mengenai seluk-beluk taman ini, pikirnya: "Aku baru datang, lebih baik kupanjat gunung buatan menuju ke Kek-hun-ting, ingin kulihat denah dari keseluruhan taman ini."
Langsung dia menyusuri jalanan kecil di tengah2 itu. Tak lama
kemudian, betul tibadidepangunung buatanitu.
Gunung buatan ini dibangun dari tumpukan batu2 yang diuruk
tanah, tak ubahnya seperti bukit2 umumnya, di atas gunung
buatan inipun tumbuh pepohonan, namun yang terindah adalah
pohon2 bambu kuning, berbagai jenis kembang juga tumbuh
semerbak. jauh lebih teratur dan terawat, undakan dan jalan liku2 menanjak tinggi ke atas, untuk membangun gunung buatan yang beberapa
puluh tombak tingginya ini terang menghabiskan biaya dan pikiran yang tidak sedikit. Tepat di puncak bukit terdapat sebuah gardu, itulah Kek-hun-ting, "gardu sekuntum mega".
Dengan berlenggang Kun-gi telah menuju ke atas, lain dengan
gardu umumnya yang berbentuk petak. gardu di sini dipagari
kayu2 merah setinggi pinggang yang berbelak-belok. pajangannya
cukup megah, ke arah manapun menghadap. seluruh
pemandangan taman ini dapat terlihat jelas.
Begitu Kun-gi melepas pandangannya, seketika ia berdiri
melongo. Semalam waktu turun kereta, walau kedua matanya
ditutup kain, tapi ketika dia diturunkan oleh Hou Thi-jiu, pernah dia mengintip sebentar, kereta benar2 berhenti di depan sebuah pintu gerbang perkampungan-Tapi tempat sekarang dirinya berada
justeru di bangun di tengah pegunungan-Dia ingat lelaki baju abu2
menggendongnya turun kereta, lalu membelok ke kiri masuk pintu
seperti melewati beberapa pekarangan dan rumah baru sampai di
taman belakang. Dari pintu taman yang bersuara berat itu terang terbuat dari besi tebal, lalu Hou Thi jiu sendiri yang menjinjing dirinya menyelusuri lorong berbatu ke Kwi-pin koan. Meski tidak
melihat dengan mata terpentang, namun semua itu diingatnya
betul2. Menurut rekaannya, letak dari taman belakang ini pasti berada
paling belakang dari perkampungan-Karena orang2 yang di
"undang" kemari sudah di bius, malah di dalam obat bius dicampur obat yang dapat membuat seseorang kehilangan tenaga,
betapapun tinggi ilmu silat seseorang, setelah minum obat itu,
kekuatannya paling tersisa tiga bagian saja dari keadaan biasanya.
Untuk lari melompat pagar tembok yang amat tinggi terang
mustahil, apalagi penjagaan dari jago2 berkepandaian tinggi tentu juga sangat ketat, yang terang setiap gerak-gerik dirinya tentu diawasisecara diam2.
Tapi kenyataan yang dilihat dan dihadapi Kun-gi sekarang
justeru berlainan. Apa yang dijelaskan oleh Ing-jun si pelayan tadi memang tidak salah, taman bunga ini di kelilingi air, hanya bagian utara berdiri puncak gunung tinggi mencakar langit yang curam
dan terjal. Jadi perkampungan besar sebetul-nya terletak di bagian selatan, tapi yang dia lihat sekarang hanyalah Coat Sin-san-ceng, di selatan Coat Sin-san-ceng adalah sungai yang lebarnya puluhan tombak pepohonan Yang-liu tampak melambai2 di seberang sana,
mana ada perkampungan besar lain"
Jelas semalam kereta berhenti di depan perkampungan dan
dirinya digusur turun, kalau letaknya terpaut sebuah sungai, cara bagaimana kereta bisa sampai di sini" jelas dirinya melihat
bangunan tembok yang tinggi, pintu gerbang perkampungan
begitu angker, lalu ke mana pula sekarang perkampungan besar
itu" Sejak dirinya masuk kemari sampai sekarang, keadaan dirinya
tetap segar bugar, terang tak mungkin dipindah ke tempat
lain-Begitulah Kun-giberdiri menjublekditempatnya.
Waktu dia berpaling ke utara, puncak mencakar langit yang
terjal itu seperti sudah amat dikenalnya, itulah puncak gunung
tinggi yang semalam dilihat berada di belakang perkampungan itu.
Dan di sini letak keanehannya, perkampungan besar itu lenyap.
namun puncak tinggi ini tetap bercokol di tempatnya. Ini
membuktikan bahwa apa yang dilihatnya semalam tentu tidak
salah. Hati semakin heran dan bingung, terasa pula bahwa urusan rada ganjil.
Coat Sin-san-ceng (perkampungan yang lepas dari keramaian
dan kotoran duniawi), nama ini memang tepat dan tidak
berkelebihan, karena tiga bagian sekelilingnya dilingkari permukaan air yang luas, memang merupakan tempat yang terasing dan
terpencil dari luar. Tujuan Kun-gi hanya ingin melihat dan memeriksa keadaan
sekeliling, kini keadaan sudah dilihatnya dengan jelas, maka
melalui jalandatangnyatadidia menuju ke Lan-wan
Masih ada suatu hal yang membuatnya heran, di tempat ini
tiada seorangpun yang dijumpainya, se-akan2 pemilik tempat ini
tidak merasa kuatir, sehingga tidak perlu mengutus orang
mengawasi dirinya secara diam2.
Hal ini malah menambah rasa curiga Ling Kun-gi, dengan susah
payah, menggunakan berbagai daya upaya mengundang para
tamu agung ini kemari, apakah maksud tujuannya"
oo 0dwoo Lan-wan, sesuai dengan namanya, yang ada di tengah2
lingkungan taman ini seluruhnya adalah bunga anggrek melulu,
ratusan pot2 bunga tersebar dan diatur begitu rapi, terbagi
menjadi kelompok dari berbagai jenis2 yang berlinan, di bawah pot bunga ditaruh tatakan berisi air bening untuk mencegah semut
menggerogoti akarnya. Tatkala itu Kun-gi berada di antara deretan rak bunga, sambil
menggendong tangan, dengan seksama dia melihat2 bunga.
Sifatnya bebas dan rileks, se-olah2 dialah tuan rumah dari semua yangadaditaman ini.
Waktu itu hari sudah menjelang lohor, tampak seorang pelayan
baju hijau sedang mendatangi dari jalanan kecil berbatu krikil sana.
Dari gerak langkahnya yang enteng, sekali pandang orang akan
tahubahwapelayanini memilikidasar Ginkangyangamatbagus.
Tiba di depan pintu Lan-wan, pelayan itu hanya bicara beberapa
patah kata dengan Ing-jun.
Tampak Ing-jun mengantarnya memasuki taman menuju ke
arah Ling Kun-gi. Tapi Kun-gi pura2 tidak tahu, dengan tekun dia memeriksa tanaman bunga. Setelah mereka dekat di belakangnya
baru Ing-jun bersuara: "Cu-cengcu"
"o."Kun gi bersuarasekali, pelan2dia membaliktubuh.
Ing-jun berkata, "cengcu sudah menunggu di ruang depan Jun hiang ci-ci sengaja diutus kemari untuk mengundang Cu-cengcu ke sana."
Jun-hiang, pelayan baju hijau, lantas maju selangkah dan
memberi hormat, katanya: "Hamba Jun-hiang memberi hormat
kepada Cu-cengcu."-Gadis pelayan ini ternyata berparas elok laksana puteri kahyangan dalam lukisan
Kun-gi manggut2, katanya: "Lohu memang ingin menemui
cengcu kalian, silakan nona menunjukkan jalan-" Jun-hiang
mengiakan, lalu dia mendahului jalan di muka.
Jalan yang menuju ke Coat Sin-san-ceng dari Lan-wan cukup
lebar beralas batu2 gunung, kedua pinggir jalan dipagari tanaman pohon yang tidak diketahui apa namanya, angin mengembus
sepoi2, dahan pohon sama bergoyang menerbitkan paduan suara
yang mengasyikkan. Berjalan di belakang Jun-hiang, tiba2 tergerak hati Kun-gi,
batinnya: "Semalam waktu Hoa Thi-jiu membawaku kemari juga kudengar suara lirih dari gesekan dedaunan pohon, mirip sekali
dengan keadaan sekarang yang kulewati ini, jadi jalan yang
menuju ke kebun kiranya berada di dalam Coat Sin-san-ceng. Ya,
kebun ini dikelilingi air tiga jurusan, Coat Sin-san-ceng tepat berada di selatan kebun bunga, mungkin sekali harus melalui
lorong bawah tanah untuk keluar masuk, maka pintunya harus
menggunakan papan besi yang berat."
Coat Sin-san-ceng terdiri dari lima lapis bangunan gedung yang
menghadap ke utara tanah-nya luas, bentuknya megah dan
angker, tembok dan pilar2 gedungnya bercat dan terhias dengan
berbagai warna lukisan berbagai corak. hanya di bilangan gedung besar inilah Kun-gi merasakan adanya gaya hidup kaum persilatan-Diatas undakan lebar setinggi puluhan tingkat itu, di samping
empat saka merah besar berdiri empat laki2 yang membusungkan
dada dengan seragam hijau menyoreng golok.
Jun-hiangbawa Kun-ginaik keatasundakan langsung menuju ke
serambi. Tepat di depan sebuah pendopo besar berdiri seorang
berperawakan sedang berjubah sutera.
Begitu melihat Kun-gi, segera ia bergelak tertawa sambil
menyongsong maju, katanya sambil menjura: "Sudah lama siaute mendengar nama besar Cu-cengcu, hari ini dapat mengundang
ceng-cu kemari sungguh merupakan kehormatan besar yang tiada
taranya, semalam tak sempat menyambut selayaknya, harap
dimaafkan dan jangan Cu-cengcu berkecil hati"
Orang ini lelaki setengah baya, wajahnya bersih, tulang pipinya menonjol, sorot matanya tajam, perawakannya sedang, tapi
suaranya keras bergema seperti genta, di antara sikapnya yang
ramah tampak kereng dan berwibawa.
Mendengar nada ucapannya, Kun-gi lantas tahu orang inilah
cengcu dari Coat Sin-san-ceng. Lekas dia balas menjura, katanya tertawa: "Tuan ini tentunya Cek-cengcu pemilik tempat ini" Beruntung Siaute bisa berkunjung ke sini."
Berulang kali laki2 jubah sutera membungkuk badan, katanya:
"Tidakberani, SiautesendiriCekSeng-jiangadanya."
"Tak pernah dengar seorang tokoh Bu lim yang bernama Cek
Seng-jiang," demikian batin Ling Kun-gi, "kalau dia tidak menggunakan nama palsu, tentunya karena dia jarang muncul di
kalangan Kangouw." .
Tanpa menunggu Kun-gi buka suara, CekSeng-jiang berseritawa
sambil angkat tangan: "Silakan, silakan Harap Cu-cengcu duduk di dalam."
Di bawah iringan tuan rumah, Kun-gi masuk ke ruang pendopo
yang penuh ukiran ini, dilihatnya tiga orang sudah di tengah ruang pendopo sana. Ketiga orang ini adalah seorang paderi tua berjubah abu2, alisnya panjang matanya sipit, usianya sekitar 60, duduk
tegakmenunduk kepala, tangannya memegangserencengtasbih.
Dua orang yang lain adalah kakek berjubah biru, alisnya tebal
matanya lebar, muka persegi kuping besar, jenggot hitam
menjuntai didepan dada, usianyamendekatisetengahabad.
Seoranglagi laki2 berjubah coklat, wajahnya putih, tubuhnya
sedang tapi rada gemuk. dagunya tumbuh jambang yang lebat,
usianya lebih 50 tahun. WaktuCekSeng-jiangmengiringiKun-gimelangkah masuk-sorot
mata mereka lantas menatap ke arah Ling Kun-gi. Dari sorot mata mereka diam2 Kun-gi tahu bahwa ketiga orang ini sebetulnya
memiliki dasar Lwekang yang tangguh, sayang sinarnya redup
buyar. Sembari tertawa Cek Seng jiang angkat tangan, katanya: "Cu-hengpertama kalidatang, silakandudukditempatatas."
Kun-gi tidak sungkan2, dengan sewajarnya dia lantas duduk di
tempat yang di tunjuk. Cek Seng-jiang mengiringi duduk. dua
pelayan segera maju mengisi dua cangkir arak. Sambil mengangkat cangkirnyaCekSeng-jiangberkata:"Mari,silakan minum"
Setelah minum dan meletakkan cangkirnya, Cek Seng-jiang
lantas berdiri, katanya: "Tuan2 tentunya sudah lama saling dengar nama masing2, tapi belum pernah berkenalan. Nah, marilah
kuperkenalkan satu persatu. Lalu dia menunjuk Ling Kun-gi,
katanya: "Inilah cengcu dari Liong-bin-san-ceng. Di kalangan Kangouw mendapat julukan ciam-liong, tentunya, tuan2 bertiga
tidakasing akan namanya."
Lekas Kun-gi berdiri seraya menjura. Ketiga orang yang duduk
segera berdiri juga dan membalas hormat, sorot mata mereka
membayangkan rasa heran dan tidak habis mengerti. Paderi tua
jubah abu2 segera bersabda: "Kiranya cu-tayhiap. sudah lama Lolap ingin berkenalan-"
CekSeng-jiangtuding padritua, katanya:inilah Lok-san Taysu."
Tergetar hati Kun-gi, Katanya: "Kiranya Taysu adalah paderi sakti Siau-lim-si."
Melihat wajah orang mengunjuk kaget dan heran, tanpa terasa
Cek Seng-jiang mengulum senyum, katanya pula sambil menunjuk
kakek tua berjubah biru: "Inilah Tong Thian-jong, Tong-toako dari Sujwan-" Lalu dia tunjuk laki2 Jubah coklat pula. "Yang ini adalah Un It-hong, Un-lauko dari Ling-lam."
"Ketiga orang ini sudah hadir di sini, lalu di mana ibuku" Pasti beradadidalamtamaninipula,"demikianKun-gi membatin.
Karena pikiran ini, mendadak berubah air mukanya, katanya
dingin menatap Cek Seng-jiang: "Jika demikian, jadi Cek-cengcu adalah pemimpin Cin-cu-ling yang membikin geger dunia
persilatan?" Cek Seng-jiang tertawa lebar, ujarnya: "Mana berani, mana
berani. soalnya kawan2 Kangouw tidak tahu duduknya perkara
sehingga timbulsalah pahamterhadap Siaute ...."
Kata Kun-gi tegas: "Lalu apa maksud tujuan Cek-cengcu
menculik kami beramaikemari?"
"Cu-heng jangan salah paham," ujar Cek Seng jiang tertawa,
"Sudah lama Siaute mengagumi nama besar kalian berempat,
bahwa para pendekar kami undang kemari adalah untuk
menghindarkan suatu petaka yang bakal menimpa Bu-lim, se-kali2
tiada terkandung maksud2 pribadi, soal ini panjang kalau
dijelaskan-Nah marilah, hidangan sudah tersedia, marilah sambil makan minum kita mengobrol."
Kun-gi mengemban tugas dari gurunya untuk menyelidiki
peristiwa Cin-Cu-ling, sudah tentu dia tidak boleh bersikap keras terhadap si tuan rumah, maka sambil mendengus dia duduk
kembali ke tempatnya, walau wajah masih menampilkan rasa
gusar, tapi dia tekan amarahnya. Sikap pura2nya memang tepat,
seperti masih menaruh curiga terhadap Cek Seng jiang, tapi iapun ingin mendengar penjelasannya.
Dua pelayan mengisi pula cangkir mereka dengan arak. hanya
Lok san Taysu yang minum teh. Cek Seng jiang angkat cangkirnya
lebih dulu, katanya: "Cu-heng tiba diperkampungan kita, demi keselamatan Bu-lim, Siaute aturkan dulu secangkir arak ini kepada Cu-heng." Demi keselamatan Bu-lim, tidak kecil arti kalimat yang dia kemukakan ini.
Setelah hadirin sama mengeringkan cangkirnya, maka
pembicaraan selanjutnya menjurus pada soal pokok. Kun-gi buka
suara lebih dulu: "Tadi Cek-cengcu bilang bahwa Siaute diundang kemari demi untuk melenyapkan petaka Bu-lim yang sudah ada di
depan mata, bagaimana duduk persoalannya, bolehkah cengcu
menerangkan saja?" Kembali Cek Seng-jiang tenggak habis secangkir arak. katanya:
"Tanpa Cu-heng tanya juga Siaute akan menerangkan" Setelah merandek sebentar, lalu ia menyambung: "Soal ini harus
dibicarakan dari diriku sendiri. Keluarga cek kami sebetulnya
mengikat persaudaraan kental sejak beberapa keturunan dengan
keluarga Ui, dulu badanku terlalu lemah, kesehatan sering
terganggu, maka pernah aku menyembah guru kepada Seks-poh
Lojin, beliaupun kuangkat sebagai ayah angkat ...."
Guru Kun-gi memang pernah bercerita bahwa ayah Ui-san
Tayhiap Ban Tin-gak bergelar sekpoh, pada tujuh puluh tahun yang lalu pernah dijuluki Ui-san-it-kiam,jadi Cek-cengcu ini adalah anak angkat Sek-poh Lojin.
Sampai di sini Cek Seng-jiang mengawasi Ling Kun-gi, tanyanya:
"Permulaan tahun yang lalu, mendadak kuperoleh kabar bahwa saudara angkatku telah wafat, tentunya Cu-heng juga dengar
kabar ini. Dia terluka oleh semacam pukulan beracun yang jahat, akhirnya muntah darah dan meninggal."
"o", Kung-gipura2 mengunjukrasa kaget.
"Sebab dari kematiannya itu lantaran dia menemukan suatu
muslihat keji yang bakal menimbulkan malapetaka bagi kaum
persilatan .... " "Muslihat apa?" tanya Kun-gi pura2 ketarik.
"Pada suatu tempat di sebuah pegunungan yang tersembunyi,
tanpa sengaja saudara angkatku itu menemukan tiga gembong
iblis yang dulu terkenal jahat, telah mendirikan perkumpulan
bersama Sam-goan-hwe, mereka sedang mempersiapkan diri dan
mengirim kartu hitam mencari hubungan dengan gembong2 aliran
hitam secara rahasia ..."
"Kartu undangan hitam?" Kun-gi menegas.
Cek Seng-jiang mengangguk sambil menoleh kepada tiga orang
yang lain-"Betul, di atas kartu undangan hitam itu mereka lumuri semacam racun, yang amat jahat dan aneh, setiap orang yang
menerima undangan pasti terkena racun, maka mereka harus
tunduk dan menyerahkan jiwa raga sendiri kepada Sam-goan-hwe
untuk menerima obat penawarnya dalam waktu terbatas, kalau
tidak jiwa takkan tertolong lagi."
"Apa tujuan mereka?" tanya Kun-gi.
"Mereka punya dua langkah kerja yang sempurna, pertama,
mengumpulkan semua tokoh2 aliran hitam, supaya menjadi
anggota dan terikat dengan Sam-goan hwe. Langkah kedua,
mereka membuat rencana jangka tiga tahun, semua aliran putih
serta tokoh2 silat siapa saja yang menentang Sam-goan-hwe akan
diracun satu persatu ......"
Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setengah percaya setengah curiga Kun-gi mendengarkan cerita
ini, katanya bimbang "Betulkah ada kejadian ini?"
Lok-san Taysu sejak tadi mendengarkan sambil pejam mata
tiba2 bersabda Buddha dua kali.
"Mereka telah berhasil menciptakan semacam getah beracun
yang amat jahat, setetes saja orang kena jiwanya pasti melayang, tiada obat yang dapat menolongnya. Mendengar muslihat keji ini, tidak kepalang kaget saudara angkatku itu. Maka secara diam2 dia berhasil mencuri sebotol kecil getah beracun itu, sayang pada saat dia hendak meninggalkan tempat, jejaknya konangan, sebetulnya
saudara angkatku cukup cerdik, tapi sepasang tangan sukar
melawan empat kepalan, akhirnya dia terkena hantaman Bu-sing-
ciang lawan, dengan membawa luka2 dia melarikan diri."
Sampai di sini dia mengunjuk rasa sedih, katanya lebih lanjut:
"Dia tahu lukanya tidak ringan, tapi mengingat sebotol getah beracun yang dicurinya ini teramat besar artinya bagi keselamatan kaum Bulim umumnya, tanpa menghiraukan keselamatan sendiri,
dengan luka parah akhirnya dia-berhasil mencapai tempatku ini,
setelah habis mengisahkan pengalamannya, dia minta kepadaku
supaya getah beracun ini di kirim ke Siau-lim atau Bu-tong.
Mendadak dia muntah darah tak henti2-nya, melihat keadaannya
yang gawat, malam itu juga aku membawanya pulang ke Ui-san,
tapi dia sudah tak bisa bicara, karena tiada obat, akhirnya dia meninggal."
Hatinya tampak berduka, sesaat kemudian baru menambahkan:
"Sejak pulang dari Ui-san, belum berhasil kuperoleh langkah yang tepat untuk menghadapi peristiwa ini, pertama lantaran Siaute tak pernah muncul di Kangouw, umpama botol getah itu kuantar ke
Siau-lim atau Bu-tong, kukuatir ke dua aliran besar itu belum
percaya kepadaku. Kedua botol getah itu diperoleh saudara
angkatku dengan mempertaruhkan jiwa raganya, kejadian
menyangkut seluruh Bu-lim, jiwa ribuan orang, jika ciangbunjin
dari kedua aliran tidak menaruh perhatian, bukankah sia2 saja jerih payah saudara angkatku itu?"
Kun-gi hanya mendengarkan dengan tenang2, tidak bersuara.
"Oleh karena itu," tutur Cek Seng-jiang lebih lanjut, "kuputuskan akan mencari sendiri obat penawarnya serta memikul tugas ini,
waktu itu Siaute lantas teringat kepada Ko-hi Ko Put-hwi dari
cionglam-san, dia pandai dan ahli dalam bidang obat2an,
julukannya saja Yok-su (juru obat) tapi Siaute sudah menjelajahi seluruh pegunungan ciong -lam tanpa menemukan jejak Ko Put-hi,
kudengar dari seorang penebang kayu bahwa Ko Put-hi telah
meninggal dunia tiga tahun yang lalu, maka perjalananku ke cong-lamitu hanyasia2belaka."
Setelah meneguk secangkir arak baru dia melanjutkan
ceritanya: "Kembali dari cong-lam-san Siaute lantas teringat kepada Tongheng dan Un-heng, yang seorang ahli racun yang lain
ahli obat bius, mungkin mereka mampu menawarkan getah racun
itu" "Terima kasih atas perhatian besar Cek-cengcu, tapi kami
berdua amat mengecewakan ........" Tong Thian-jong dan Un
It-hong bersuara bersama.
"Kedua saudara tidak usah merendah hati, disamping itu siaute juga teringat kepada Lok-san Taysu dari Siau lim-si yang sudah
puluhan tahun mengetuai Yok-ong tian ...... " demikian sambung Cek Seng-jiang.
"Pinceng juga amat mengecewakan," ujar Lok-san Taysu.
Cek Seng-jiang tertawa tawar, katanya: "Sudah dengar bahwa Cu-cengcudari Liong-bin-san-ceng jugaahliracun ........."
Kun-gi tertawa sambil mengelus jenggot, katanya: "Mungkin
Cekcengcu salah dengar. Dulu ayahku almarhum pernah menolong
seorang tua yang terluka selama tiga tahun sampai sembuh,
sebelum pergi dia meninggalkan secarik resep obat, ayahku
dipesan untuk membuatnya menurut resep itu dan disebarkan tiga
li di sekeliling kampung, kawanan penjahat dapat dicegah
menyerbu kampung kami, tapi sejak ayah meninggal, resep obat
itu tak kutemukan lagi "
Belum habis dia bicara Cek Seng-jiang sudah menyela sambil
goyang tangan: "Cu-heng jangan curiga, tujuanku hanya mencari penawar getah racun itu, bukan niatku mengincar resep obat itu."
Lalu dia melanjutkan: "Sebetulnya siaute hendak bawa getah itu dan berkunjung ke tempat kalian berempat, tapi setelah ku-pikir2
lagi, bila peristiwa ini sampai bocor, tentu jiwa siaute bakal menjadi incaran Sam-goan-hwe, jiwaku tidak jadi soal, kuatirnya kalau
getah racun ini tak kuasa kupertahankan lagi, maka setelah kupikir dengan seksama, terpaksa kugunakan akal untuk mengundang
kalian kemari, atas kesalahan dan kekasaran mana harap Cu-heng
suka maklum dan memberi maaf," lalu ia memberi hormat kepada Ling Kun-gi.
Tergerak hati Kun-gi, lekas dia balas hormat, katanya
sungguh2: "Demi keselamatan insan persilatan umumnya,
Cek-cengcu berjerih payah sungguh Siaute amat kagum, memang
Siaute ada sedikit mengenal sifat obat2an, tapi entah dapat tidak membantu kesulitan Cek-cengcu ini."
Melihat cerita panjang lebarnya berhasil mengetuk hati Cu Bun-
hoa, sudah tentu bukan kepalang senang hati Cek Seng-jiang,
katanya ter-gelak2: "Kabarnya getah itu merupakan kombinasi berbagai racun jahat dari seluruh jagat ini, apakah kita bisa
mendapatkan penawar obatnya itu soal lain, yang terang Thian
punya kuasa manusia punya usaha, asal kita mau berusaha,
umpama tidak berhasil juga tidak mengapa, bahwa Cu-heng sudi
bekerja sama sungguh Siaute teramat senang dan berterima kasih"
"cengcu-jangan terlalu sungkan," ujar Kun-gi. Segera ia bertanya lagi: "Kecuali kami berempat, entah adakah orang lain yang Cekcengcu undang kemari?"
Tanpa pikr Cek Seng-jiang menjawab: "Tiada, terhadap soal ini Siaute amat hati2, memang tidak sedikit ahli racun yang punya
nama di Kang-ouw, tapi kalau aku mengundang mereka semua,
terlalu banyak orang, urusan tentu bisa bocor, oleh karena itu
orang lain tidak kuundang kemari."
Diam2 Kun-gi bertanya dalam hati: "Agak-nya dia tidak
membual, jadi ibu bukan terculik olehnya." Sambil manggut2 iapun berkata: "Memang betulucapan Cek-cengcu."
Habis makan, dibawah iringan tuan rumah, mereka keluar dari
coat sin-san-ceng, menyusuri serambi menuju ke timur, berjalan
kira2 seratusan langkah, mereka tiba di Hiat-ko cay. Sesuai dengan namanya, Hiat-ko-cay adalah kamar buku tempat menyimpan
kitab2 kuno, di mana terdapat sebuah ruang tamu dan empat
petak kamar baca. Letak kamar tamu di tengah, pajangannya
serba antik, semua perabot serba ukiran, tata warnanya serasi,
dihias lukisan2 kuno pula didinding sehingga suasana
tampaksemarak. Cek Seng-jiang persilakan para tamunya masuk. lalu katanya
kepada Ling Kun-gi: "Di sinilah tempat kalian bekerja, ruang tamu ini tempat kalian istirahat."
"Ruang kerja?" tergerak hati Kun-gi, batinnya: "ruang kerja yang dimaksud tempat untuk menyelidiki getah racun dan mencari
obat pemunahnya." Dua pelayan lain berpakaian hijau pupus muncul membawa
nampan berisi masing2 dua cangkir teh.
"Leng hong dan Long-gwat," kata Cek Seng-jiang, "ke marilah menemuiCu-cengcu ini."
Lekas kedua pelayan itu maju ke depan Ling Kun-gi, sedikit
menekuk lutut dan memberi hormat, sapanya dengan suara
aleman, "Hamba menghadap Cu-cengcu."
"Mereka adalah pelayan yang ditugaskan melayani tamu di sini,"
ujar Cek Seng jiang, "selanjutnya bila ada keperluan apa2 boleh Cucengcu berpesan kepada mereka."
"Siaute mohon petunjuk Cek-cengcu," kata Kun gi, "bagaimana keadaansebenarnyadaricarakerjayangakan kami lakukan?"
"Memang akan kuterangkan," kata Cek Seng-jiang, "tempat kaliau menginap anggap saja rumah kalian sementara, pagi
bekerja sore kembali, tempat ini hanya khusus untuk menyelidiki racun serta mencari obat penawarnya. Siaute berpikir kerja ini
adalah tugas luhur dan mulia bagi keselamatan jiwa kaum
persilatan umumnya, padahal getah racun itu adalah racun yang
teramat ganas dijagad ini, supaya kalian bisa saling tukar pikiran, sengaja kami sediakan kamar ini untuk kalian"
"Mungkin selama kerja kalian ini tidak suka diganggu orang, maka kamisediakanpula masing2-kamaruntukbekerja, bukansaja
bisa saling berkunjung, bisa pula menyelidiki secara tersendiri, semoga mencapai hasil yang gemilang, semua ini demi
kesejahteraan insan persilatan umumnya . "
Kun-gi manggut2, katanya: "Sempurna sekali persiapan Cek-
cengcu.." Cek Seng jiang berdiri, katanya: "Kamar Cu-heng adalah yang pertama di sebelah kanan, mari silakan periksa." Lalu iapun memberi hormat kepada tiga orang yang lain, katanya: "Taysu, Tong-heng dan Un-heng boleh silakan-"
Ketiga orang itupun secara balas menghormat lalu
mengundurkan diri masuk ke kamar masing2, Kun-gi coba
mengamati, kamar Lok-san Taysu adalah paling kiri, sementara
kamar Thong Thian-jong ada di belakang sebelah kiri, sedangkan
kamar Un It-hong ada di sebelah kanan bagian depan .Jadi
kamarnya sendiri di belakang kamarnya Un It-hong, seberang
menyeberang dengan kamar Tong Thian-jong.
CekSeng-jiang angkattangan, katanya:"Di belakang ruangtamu ini adalah kamar obat, di sana ada seorang pelayan bernama Hing hoa yang menguasai dan mengurusnya, semua obat2an yang
diperlukan di sini adalah bahan obat2an yang sengaja siaute
kumpulkan dari berbagai tempat aslinya ......." sembari bicara mereka sudah memasuki kamar petak seluas dua tombak persegi
ini, tigasisi ruangan memang dipajang lemaridanrakobat-obatan
Seorang pelayan baju hijau melihat kedatangan cek cungcu dan
Ling Kun-gisegera memapak maju dan memberihormat.
Cek Seng-jiang mengulap tangan, katanya: "inilah tamu agung kita Cu-cengcu yang baru saja ku undang kemari."
"Hamba Hing-hoa," pelayan itu menjura kepada Ling Kun-gi,
"terimalah hormat hamba."
Menuding lemari obat2an Cek Seng-jiang ber-kata: "Setiap
petak dari laci yang ada di sini sudah dibubuhi nama2 obatnya,
obat apa saja yang Cu-heng perlukan boleh mengambilnya sendiri
atau boleh juga suruh Hing-hoa mengambilkan, umpama obat2an
perlu digodok. boleh serahkan kepadanya pula, sudah tentu
umpama cucengcu punya cara tersendiri dari warisan keluarga dan tak ingin diketahui orang lain, boleh silakan kerja sendiri, semua perabot dan peralatan tersedia lengkap." Dari sini Cek Seng jiang ajak Kun-gi ke kamar tugas, yaitu kamar di mana dia harus
menyelidiki getah racun itu, setelah memberi penjelasan ala
kadarnya, sebelum berialu dia berkata pula : "Siaute doakan semoga Cu-heng mencapai sukses yang kita harapkan sehingga
petaka yang mengancam jiwa kaum persilatan dapat kita
lenyapkan, mewakili berlaksa jiwa kaum persilatan Siaute
mendahului mengucapkan terima kasih. Nah, Cucengcu terimalah
hormatku." Lekas Ling Kun-gi balas menghormat, katanya tertawa: "Jangan Cek-cengcu lupa, Siaute juga se-orang persilatan-"
Cek Seng-jiang tertawa keras, katanya: "Mendengar ucapan Cu-cengcuini, legalah hatiSiaute:"
Setelah Cek Seng-jiang pergi, Kun-gi membuka sebuah almari
kecil, di mana tadi Cek Seng-jiang menunjuk sebuah cupu2 kecil
yang berisi getah beracun itu, sebentar dia melongo mengawasi
cupu2 hijau itu lalu dikembalikan serta menutup dan menguncinya pula. Pelan2 dia mundur lalu duduk kursi malas yang beralas kasur empuk.terasanyamandudukdikursi malasini.
"Sedemikian sempurna segala keperluan yang disediakan bagi para tamu yang diundang kemari," demikian batin Ling Kun-gi,
"apa yang dikisahkan Cek Seng-jiang sudah tentu bisa dipercaya, tapi orang yang diculik kemari bukan dipaksa menyerahkan resep
rahasia dari keluarga masing2, bukan dipaksa untuk membikin
semacam racun jahat lagi, tapi hanya diminta jerih payah kami
berempat untuk menemukan obat penawar dari getah racun itu,
agaknya tiada maksud mencelakai orang, lalu di mana letak
muslihatnya?" "Kalau tidak mencelakai orang, sudah tentu tak bisa dikatakan muslihat. Tapi Suhu berpesan sewaktu diriku akan berangkat
bahwa dibalik peristiwa Cin-Cu-ling ini pasti ada suatu muslihat jahat, supaya diriku menyelidiki dengan seksama. Apa yang dikata guru tentu tidak akan salah, lalu bagaimana tindakan diriku
selanjutnya?" inilah tugas berat dan rumit yang direnungkan Kun-gi pula..
oooodwoooo Jilid 7 Halaman 61/62 Hilang
--ganas, dalam jangka satu jam si korban akan semaput
keracunan, setengah jam kemudian, kalau tidak di obati sekujur
badan akan gatal2 dan linu sampai ajal, kalau tidak kepepet,
kularang kau menggunakannya."
"Paman, mana obat penawarnya?" tanya Ji-ping.
"Ada di dalam kantong kulit itu, ditelan dan dibubuhkan pada luka masing2 cukup satu butir, di samping itu paman juga
menyediakan 120 batang yang lain, tersimpan pula di dalam
kantong itu." Ji-ping kegirangan, serunya "ibu angkatku memberi satu stel oow-tiap-piau (piau kupu2 ), ditambah bumbung ini, betapapun
lihaynya musuh tak perlu kutakuti lagi."
Tiba2 Cu Bun-hoa menarik muka, katanya serius: "Seperti Yakhim, kaupun punya cacat, yaitu tidak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, betapa banyak orang2 lihay di Bu-lim, memangnya
dengan senjata rahasiamu itu saja lantas boleh sembarangan
bertindak" berkelana di Kangouw yang penting adalah
menyembunyikan keaslian diri sendiri, sedapat mungkin jangan
pamer. " "Baiklah paman, marilah berangkat,"desakJi-ping.
"Nanti dulu paman juga perlu berdandan ala kadarnya," lalu dia buka kamar rahasia serta masuk kedalam. Tak lama kemudian dia
sudah keluar mengenakan pakaian ketat dengan mantel segala,
kepala ditutupi topi lebar, wajahnya yang semula putih bersih
mendadak berubah kelam dan tua penuh keriput, jenggot yang
hitam kini menjadi ubanan
Melenggong Ji-ping, serunya. "Hah,jadi paman juga pandai
meriasdiri, selamaini kau mengelabuhikitasemua."
"Ini hanya cara menyamar yang paling gampang, kaum
persilatan umumnya juga bisa, kalau dibandingkan Ling-lote, jauh sekalibedanya,." ujar Cu Bun-hoa.
Teringat kepada Ling-toako, Ji-ping menjadi gelisah, serunya
mendesak: "Paman, hayolah lekas berangkat"
"Nanti dulu, paman masih ada pesan padamu, setelah
meninggalkan Liong-bin-san-ceng kita tidak boleh jalan bersama, kau harus di belakangku, kuntitlah aku dari kejauhan, umpama
makan atau menginapdi hotel, pura2tidak kenalsaja."
"He kenapa?" tanya Ji-ping.
"Menurut dugaan paman, sepanjang jalan ini mata2 musuh pasti tersebar di mana", maka kita harus ber-hati2," sampai di sini dia menggerakkan tangan-"Baiklah Ji-ping, sekarang kita berangkat, akan kusuruh mengeluarkan dua ekor kuda"
"Tidak usah paman, waktu datang bersama Ling-toako aku
sudah menambat dua ekor kuda di luar hutan sana."
"Bagus kalau begitu," seru Cu Bun-hoa.
Sinar cemerlang mulai terpancar di ufuk timur, fajar telah
menyingsing. Cu Bun-hoa keprak kudanya ke timur menuju ke Sau-
thian-tin. Orang2 desa ber-bondong2 jalan cepat menuju ke kota, tapi Cu
Bun-hoa tidak masuk kota, sorot matanya bersinar tajam dan
melirik ke arah kaki tembok dari sebuah gubuk reyot, lalu keprak kuda-nya menuju ke arah barat.
Pui Ji-ping hanya tertinggal setengah li di belakang, tidak lama setelah Cu Bun-hoa berlalu ia-pun tiba di luar kota Sau-thian-tin terus menuju ke arah barat pula.
Daerah ini termasuk pegunungan Hoa-san, dengan pegunungan
Pak-say-san dari Tay-piat-san merupakan daerah segi tiga, tiada tanah datar, aliran sungai bercabang lintang melintang, antara kota dan kampung hanya dihubungi sebuah jalanan kecil, tiada jalan
raya. Sebelumnya Cu Bun-hoa mengirim dua anak buahnya membawa
anjing pelacak mengejar dan mengikuti Ling Kun-gi, sepanjang
jalan ini sudah ditinggaikan tanda2 rahasia. Sesuai tanda inilah Cu Bunhoa menempuh perjalanan
Kira2 tengah hari dia tiba di Tay-hoat-ping. Dia cukup teliti,
setelah melakukan pengejaran setengah hari ini, akhirnya
ditemukan suatu rahasia olehnya. Yaitu sepanjang jalan yang
dilaluinya ini dia mendapatkan rumput2 liar dipinggir jalan ada bekas tergilas roda kereta, bekas roda kereta ini menjurus ke arah yang sama dengan jalan yang harus ditempuhnya ini.
Dalam wilayah ini umum mengetahui hanya ada kereta dorong
beroda tunggal selain gerobak keledai atau menunggang kuda,
jarang yang menggunakan kereta kuda. Darinya ia kuda yang dia
temukan sepanjang jalan ini, dia dapat menganaliaa bahwa kereta ituditarikolehduaekor kuda.
Terutama diantara kampung dengan kampung banyak
persimpangan jalan, tapi bekas2 rumput tergilas roda itu terus
muncul di depan kudanya, Hakikatnya dia tidak perlu lagi meneliti tanda2 peninggalan kedua anak buahnya lagi, cukup asal
mengikuti bekas2rodaitu, pastitidakakan salah lagi.
Maklumlah untuk menculik dirinya (yang disamar Ling Kun gi),
supaya tidak menimbulkan curiga orang lain, jalan paling baik
adalah dimasukan ke dalam kereta yang tertutup.
Dia berhenti dan sarapan di sebuah warung di luar kota.
Warung ini hanya dikuasai seorang laki2 tua, setelah persilakan tamunya dudukdiaantartehlalubertanya:"Tuan maumakanapa?"
Cu Bun-hoa minta sekati arak. dimintanya pula sepiring sayur
asin dan kacang goreng, serta satu porsi mi. Baru saja pemilik
kedai mengiakan dan mengundurkan diri, segera Cu Bun-hoa
mendengar suara kelentingan kuda, cepat sekali seekor kuda
berlari mendatang ke warung kecil ini..
Semula Cu Bun-hoa kira Ji-ping telah menyusul tiba, tapi waktu
dia angkat kepala, yang masuk adalah laki2 berbaju kelabu
bercelana biru, golok terselip di pinggang, sebelah tangan
memegang pecut terus duduk di meja dekat jalan, seru-nya ke
arah dalam: "Hai, si tua, lekas beri rumput kepada kudaku, setelah aku makan akan segera melanjutkan perjalanan. "
Si tua tadi mengiakan sambil munduk2, bergegas dia lari keluar
menyediakan yang diminta.
Sekilas pandang Cu Bun-hoa lantas tahu, laki2 baju kelabu yang
bermuka tirus dan bermata tikus ini adalah orang yang mengamati gerak-geriknya di Mo-cu-tiam tadi, tadi dia berjongkok di kaki
tembok, kini ternyata berani terang2an me-nguntitnya. Diam2 Cu
Bun-hoa tertawa dingin. Waktu itu Pui Ji-ping juga sudah datang menunggang kuda, dia
berpakaian pelajar, tangan pegang kipas, langkahnya memang
mirip anak sekolahan, dia duduk di meja tengah, tanyanya:
"Tiam-keh, kalian jual apa" Keluarkan yang enak2."
Pemilik kedai yang sudah tua itu lekas me-nyambut, katanya
tertawa: "Siangkong harap sabar, kami hanya menyediakan sayur asin, daging rebus, telur pindang juga ada, kacang dan bakmi juga lengkap. minum ada arak, teh dan wedang kacang, Siangkong
pesan yang mana?" "Aku minta arak saja, seporsi daging rebus, usus babi dan dua telur, satuporsibakmi,"demikianpesanJi-ping.
Diam2 Cu Bun-hoa mengerut kening, pikirnya: "Anak
perempuan juga minumarak segala?"
Pemilik kedai menjadi repot lari kian kemari melayani
permintaan ketiga tamunya, sebentar ke luar, lain kejap berlari ke dapur lagi.
Sembari minum arak. lelaki baju abu2 sering melirik ke arah Cu
Bun-hoa. Kalau dia ini komplotan penjahat, paling2 dia hanya
seorang keroco, maka Cu Bun-hoa anggap tidak tahu, sikapnya
tetap wajar dan makan minum seenaknya.
Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tak lama kemudian lelaki baju abu2 sudah kenyang makan
minum, sambil mengusap mulut, dia merogoh uang dan
digabrukan keatas meja, serunya:"Haisi tua, hitungrekeningnya"
Lekas pemilik kedai memburu datang, katanya: "Semuanya 32
ketip." Setelah membayar, dengan langkah lebar laki2 itu lantas keluar
menceplak kuda terus dikeprak pergi.
Cepat Cu Bun-hoa juga bayar rekening, kudanyapun dibedal
memburu dengan kencang. Kuda tunggangannya semula milik Ling
Kun-gi, pemberian keluarga Tong, merupakan kuda pilihan yang
larinya pesat, sekejap saja kuda di depannya itu sudah diausulnya.
Waktu menoleh dan melihat Cu Bun-hoa mengejar datang, lelaki
baju abu2 segera pecut kuda-nya supaya lari lebih kencang lagi. Cu Bun-hoa tertawa dingin, mendadak d ia jepit perut kuda dan kuda itu segera berlari lebih cepat, tahu2 sudah menyusul beriring
diaampingnya. Secepat kilat Cu Bun-hoa ulur lengan
mencengkeram baju kuduk laki2 itu serta dijinjingnya dari
punggung kuda tunggangannya.
Menghadapi jago lihay seperti Cu Bun-hoa, sudah tentu seperti
kambing berhadapan dengan harimau, kecuali mencak2 dan
meronta, mulutpun ber-kaok2 seperti babi hendak diaembelih,
orang itu tak mampu berbuat apa2.
Begitu Cu Bun-hoa kendorkan kakinya, kuda tunggangannyapun
berlari semakin lamban. Dengan tangkas Cu Bun-hoa lantas
melompat turun, sekilas matanya memandang sekelilingnya,
kebetulan dilihatnya tak jauh di sana ada sebuah batu besar,
dengan tangan kanan menjinjing si baju abu2 dia menghampiri ke
sana. "Blang", laki2 itu dia banting ke atas tanah, saking keras laki2 itusampaisekian lamahanya menggeliatsajatak
mampubangun. Terdengar Cu Bun-hoa yang duduk di atas batu bertanya dingin,
"Kenapa kau menguntit aku?"
Laki2 itu meringia kesakitan, katanya: "cayhe tidak tahu apa maksud perkataanmu?"
Mendelik mata Cu Bun-hoa, desisnya: "Ya, sebentar akan
kuberitahu apa maksudku."
Selagi dia bicara, mendadak laki2 itu melolos golok di
pinggangnya, sembari menyeringai, goloknya terus membacok
kepala Cu Bun-hoa. Gerak-annya ternyata tangkas dan cepat,
"Trang", kembang api terpercik, Cu Bun-hoa yang duduk di atas batu tetap tidak bergeming, tapi golok itu membacok lewat
disamping badannya mengenaibatu.
Keruan sibaju abu2 kaget, dia kira saking terburu nafsu
sehingga serangannya kurang mantap. mendadak dia menghardik,
pergelangan tangan membalik, golok menyamber pula melintang
membabat pundak Cu Bun-hoa. Kali ini dia sudah mengincar betul
baru melancarkan serangan, kalau sampai sasarannya kena, batok
kepala Cu Bun-hoa pasti dipenggalnya putus.
Tapi samberan goloknya hanya mengeluarkan deru angin belaka
tanpa rintangan, itu berarti babatan goloknya mengenai tempat
kosong. . Kini baru dia betul terperanjat, tapi untuk mengerem
gerakannya sudah tak sempat lagi, terasa sejalur tenaga maha
dahsyat tiba2 menindih punggung goloknya terus dibetot keluar
sehingga golok tak kuasa dipegangnya lagi, goloknya mencelat dan jatuh ke semak2 rumput di kejauhan sana, telapak tangan terasa
linu dan lecet. Cu Bun-hoa tetap duduk di atas batu tanpa -bergerak. suaranya
kereng dingin: "sekarang mau percaya tidak-jatuh ke tangan Lohu, mau lari atauadujiwahanyasia2, demijiwamu lebih baik menyerah
dan mengaku terus terang, Siapa suruh kau menguntit Lohu,
kepada siapa pula kau hendak laporan" Mungkin Lohu akan
memberiampun padamu"
Si baju abu2 menjublek. sekian lama dia mengawasi dengan
mata mendelong, sesaat kemudian baru tertawa getir, katanya,
"Tiada gunanya kalau cayhe mengaku, jiwaku tetap takkan
selamat." "Asal kau mengaku terus terang, Lohu pasti akan melindungi jiwa ragamu."
Laki2 itu menggeleng, katanya: "Percuma, walau ilmu silatmu tinggi ......"
Mendadak badannya mengejang, terus jatuh tersungkur.
Melihat keadaan orang agak ganjil. lekas Cu Bun-hoa
memeriksanya, setelah berkelejetan sebentar, laki2 itu tak
bergerak lagi, darah kental hitam meleleh dari ujung mulutnya,
Prihatin wajah Cu Bun-hoa, katanya menghela napas: "Bunuh
diri pakai racun, orang2 ini berani mati, tapi tak berani membeber rahasia untuk cari hidup?" Ia menggeleng dan melompat ke sana menjemput golok orang lalu menggali liang dan mengubur mayat
laki2 itu, setelah selesai baru meneruskan perjalanan-
Sepanjang jalan ini tanda2 rahasia tinggalan anak buahnya
masih terus dia temukan, jalur bekas roda kereta juga masih
kelihatan, setelah melewati Lui-clok-ho, dia terus maju ke
Wan-cui-ho, haripun sudah petang. Maju lebih lanjut Cu Bun-hoa
sudah akan berada di pegunungan Tay-piat-san
"Mungkinkah sarang penjahat ada di Tay-piat-san?" demikian ia membatin.
Di Wan-cui-ho dia cari, sebuah rumah makan, cukup lama dia
berhenti dan menunggu, tapi tidak tampak Ji-ping menyusul
datang, hati sedikit was2 tapi sepanjang jalan ini ia sudah
meninggalkan tanda2 rahasia, si nona pasti akan terus mengikuti jejaknya sesuai petunjuk tanda2 itu. Maka dia lantas meneruskan pengejarannya ke depan-Menuju ke barat lagi jalanan tidak rata, jalan kecil yang harus ditempuhpun ber-liku2 melingkar di antara pegunungan yang turun naik, tat-kala itu sudah petang, di antara lebatnya hutan di tengah pegununganterdengargemasuaraburung kokokbeluk yangseram,
namun bagi ciam-liong Cu Bun-hoa yang berkepandaian tinggi,
semua itu bukan soal. cuma sejak keluar dari Wan-cui-ho, sejauh ini tanda rahasia yang dia harapkan ditinggalkan oleh kedua anak buahnya ternyata tak kelihatan lagi, keruan ia heran dan mulai
curiga. Memang untuk meninggalkan tanda rahasia tak mungkin
ditempat yang terang dan menyolok mata, umumnya kalau tidak di
ujung atau di kaki tembok. akar pohon, kalanya di bawah batu
atau tempat yang agak tersembunyi. Kini hari sudah petang,
tempat2 yang tersembunyi ini jadi lebih sukar ditemukan-
Tapi ini hanya bagi orang2 biasa, bagi jago silat seperti si naga terpendam Cu Bun-hoa yang memiliki Lwekang tinggi, walau di
tengah udara gelap. dalam jarak setombak masih dapat dilihat-nya denganjelas. Tapi tandarahasiayangditinggalkan oleh keduaanak
buahnya yang menguntit kereta pengangkut Ling Kun-gi telah
putus, sementara bekas roda kerota itu masih tetap kelihatan jelas.
Kalau kedaan anak buahnya itu kesasar, ini tidak mungkin,
karena untuk menuju ke barat, sejak dari Wan cui-ho sudah tiada jalan lain kecuali jalan pegunungan kecil yang melingkar turun naik ini.
Kembali 20 li sudah ditempuhnya, keadaan jalan semakin
menanjak dan sukar ditempuh. maju lebih jauh lagi dia akan tiba di Liong-bun-kiu. Liong-bun-kiu adalah sebuah jalan pegunungan
yang sempit dan diapit batu2 cadas yang runcing dan semrawut
letaknya, kecuali pohon2 cemara yang tersebar jarang2, hanya
pepohonan rambat saja yang memenuhi sekitarnya, jalan
pegunungan sempit ini ada lima lijauhnya, setelah keluar dari
daerah Liong-bun kin barujalananakan kembaliagak datar.
Pada saat cu Bun-boa berjalan itulah, agak jauh di depan sana
kelihatan meringkuk segulung benda hitam, lari kudanya cukup
kencang, begitu dia melihat gundukan hitam ini, sementara kuda-
nyapun sudah berlari dekat, lekas Cu Bun-hoa tarik tali kendali menghentikan kudanya. Waktu dia mengawasi gundukan bayangan
hitam yang menggeletak ditengah jalan itu, kiranya seekor anjing, menggeletaktanpa bergerak.
Betapa tajam mata Cu Bun-hoa, sekali pandang dia lantas
mengenali anjing ini adalah anjing pelacak peliharaannya, seketika dia menjublek. Lalu dia melompat turun, waktu diperiksa anjing ini sudah dingin kaku, namun seluruh badannya utuh tidak kelihatan
lukaapa2, mungkinterpukulmatiolehsemacampukulanlunakyang
maha kuat, atau mungkin juga mati terkena racun jahat.
Bahwa anjing pelacak ini sudah mati, bukan mustahil jejak
kedua anak buahnya pasti sudah konangan oleh musuh, pantas
sejak dari Wan-cui-hosampai sinidirinyatidak menemukan lagi
tanda2rahasia peninggalan mereka.
cepat ia Cemplak kudanya lari beberapa tombak ke depan pula,
seekor anjing yang lain ditemukan pula meringkuk di jalan, jelas nasib anjing yang ini mirip juga kawanannya tadi, maka dia tidak turun memeriksanya pula. Kuda dia keprak membedal terus ke
depan, jarak lima li hanya ditempuh beberapa kejap saja, akhirnya dia memasuki mulut lembah, maka dilihatnya dilamping gunung
kira2 tiga tombak tingginya, diatas pohon cemara kanan kiri
masing2 menggelantungsesosoktubuh.
Waktu Cu Bun-hoa mengawasi, siapa lagi kalau bukan kedua
Centingnya yang dia suruh menguntit jejak musuh" Kedua tangan
mereka menjulur turun, kontal-kantil tertiup angin malam tanpa
meronta lagi, jelas jiwa merekapun sudah melayang.
Sudah tentu tidak kepalang gusar Cu Bun-hoa, dada terasa
hampir meledak. dua anjing dibunuh dan dibiarkan menggeletak di tengah jalan, kedua centingnya juga dibunuh dan digantung di atas pohon, jelas musuh sengaja hendak pamer kekuatan dan
merupakan ancaman terhadap dirinya.
Cu Bun-hoa kerahkan tenaga murni, sekali jejak dengan gaya
ciam-Liong-siang thian (naga terpendam naik ke langit), dia
melompat tinggi ke atas dari punggung kudanya, di tengah udara
dia melolos pedang meluncur ke kiri, dimana pedang berkelebat,
tali pengikat jenazah orang telah di babat putus, Dengan enteng kakinya menutul dinding gunung, badannya melambung miring ke
sebelah kanan, di mana pedangnya bekerja, tali yang mengikat
jenazah disebelah kananpun dia tusuk putus, lalu dia anjlok ke
bawah. Gerakannya tangkas dan cepat luar biasa, waktu dia
menginjak tanah baru terdengar suara "bluk", mayat kedua centingnya juga berjatuhan pula. Kuda tunggangannya itu memang
kuda pilihan dari keluar Tong, begitu merasakan penunggangnya
meloncat ke atas, segera dia berhenti sendiri tanpa diperintah, agaknya kuda ini memang sudah terlatih baik sekali.
Cu Bun-hoa simpan kembali pedangnya, dengan seksama dia
periksa keadaan mayat kedua centing, kematian mereka mirip
dengan kedua ekor anjing itu. tiada bekas luka apa2 yang
ditemukan--cuma kulit anjing tumbuh bulu rada sukar diperiksa,
tapi kulit muka kedua centing ini berwarna kelabu, jelas mereka mati oleh pukulan semacam Tok-sat-ciang yang lihay dan beracun, kadar racun menyerang jantung, maka jiwapun melayang.
Di tempat itu juga dia kubur kedua centingnya, mulutnya
berkata lirih: "Lohu akan menuntut balas bagi kematian kalian-"
Segera dia cemplakkudadandibedalke mulutlembah.
Sejak keluar dari lembah sempit, timbul kewaspadaan Cu Bun-
hoa, matanya menjelajah dengan teliti keadaan sekitarnya, tanah berumput yang luas dan datar tampak sunyi di tengah kegelapan,
tapibayangan orang tampakberdiridisana.
Semuanya ada empat orang, tak bersuara dan tak bergerak.
empat orang berseragam hitam, mereka seperti empat pucuk
pohon, se-olah2 dirinya sudah terkepung di antara mereka .Jelas keempat orang inilah pembunuh kedua anjing dan kedua centing
nyaitu, dari posisi mereka berdiri, agaknya memang sedang
menunggu kedatangan dirinya.
Agaknya mereka sudah memperhitungkan dengan cermat,
sekeluar dari lembah dirinya pasti akan menghentikan kuda di
tengah tanah berumput yang lapang ini, maka posisi berdiri
mereka tepat mengepung sehingga dirinya tidak diberi kesempatan untuk meloloskan diri.
Sudah tentu belum tentu Cu Bun-hoa punya niat melarikan diri.
Keempat orang itu mengenakan jubah hitam yang kedodoran, dan
yang lebih aneh lagi, mereka sama memiliki wajah yang kaku
dingin, tak ubahnya muka mayat hidup. Mereka sama menjulurkan
tangan ke bawah, berdiri kaku seperti tonggak kayu.
Tampaknya mereka tidak membekal senjata, tapi dari punggung
kuda Cu Bun-hoa dapat melihat jelas keempat orang tengah
mengumpulkan semangat, mata merekapun berkilauan ditempat
gelap. kepandaian keempat orang ini agaknya tidak kepalang
lihaynya. Ginkang merekapun tidak lemah. Di kala Cu Bun-hoa
mengawasi mereka, serentak keempat orang jubah hitam itu
melangkah ber-sama menghampiri, kira2 setombak disekitar
dirinya baru berhenti. Sudah tentu Cu Bun-hoa pandang enteng keempat musuhnya
ini, dengan Celingukan seperti melihat suatu benda aneh layaknya, dia berkata: "Kalian mencegat jalan Lohu, apa maksud kalian?"
Terdengar orang yang tepat di depannya bersuara dingin: "Tua bangka, turunlah kau."
Cu Bun-hoa menjawab: "Lohu masih akan meneruskan
perjalanan, kenapa harus turun?"
"Karena kau sudah sampai akhir jalanmu," ketus suara orang itu.
Sambil mengelus jenggot, Cu Bun-hoa terseyum, katanya:
"Kukira kalian keliru, ke utara aku masih bisa sampai Say-gong-kiu, ke barat bisa mencapai ceng-thay-koan, kenapa kau bilang sudah
sampai di akhir jalan?"
"Maksudku kau sudah mencapai akhir hidupmu," jengek laki2
jubah hitam. Cu Bun-hoa ngakak sambil menengadah, katanya: "Kalian
sendiri belum mencapai akhir hidup kalian, bagaimana tahu kalau Losiu sudah mencapaiakhir hidup?"
Tajam dingin sorot mata orang itu, dengusnya: "Nada dan sikap bicara tuan kelihatan bukan kaum keroco, sebutkan namamu."
"Di kalangan Kangouw ada pameo yang bilang, di atas langit masih ada langit, orang pandai ada yang lebih pandai. Siapa nama Lohu, biar kukatakan juga kalian tidak mengenalnya"
orang di depan ini agaknya pemimpin rombongan, katanya
sambil menyeringai: "Tuan memang bermulut besar, entah
bagaimana bekal kungfumu?"
"Kalian mencegat dan mengelilingi Lohu, tentu ada maksud
turun tangan, kenapatidaklekascobasaja?" tantangCuBun-hoa.
Menyipit mata orang itu, jengeknya: "Sekali kami turun tangan jiwamu pasti tamat, hanya ada satu cara untuk menghindari
kematian atau luka2 parah."
"cara apa?" tanya Bun-hoa.
"Kutungi sendiri sebelah lenganmu, lalu ikut kami menemui
Thian-su." "Thian-su (utusan langit)?" tergerak hati Cu Bun-hoa. "Siapakah Thian-su kalian?"
"Setelah kau tabas lenganmu, ku bawamu menemui beliau."
Lantang gelak tawa Cu Bun-hoa, ujarnya: "Suruhlah Thian-su kalian menemuiku di sinisaja."
Orang berjubah hitam sebelah kiri menggeram gusar, teriaknya:
"Jangan membual, tua bangka. Tak perlu kita membuang waktu lagi, ringkus dia saja"
Cu Bun-hoa pandang sekelilingnya, katanya dengan tersenyum:
"Hanya kalian berempat saja, mampukah meringkus Lohu?"
"Berani kau memandang enteng kami?" bentak orang di sebelah kiri. Mendadak dia melompat maju seraya ulur tangan diri, secepat kilat pundak Cu Bun-hoa dicengkeramnya.
Di atas kudanya terasa oleh Cu Bun-hoa Cengkeraman orang
setajam pisau sekuat tanggam, keruan ia heran, batinnya: "Senjata apa yang dia gunakan?" -otak bekerja, sementara tangan kanan sudah melolos pedang terus membabat pergelangan tangan lawan-Gerakan pedangnya sungguh secepat kilat, maka terdengar
suara "trang", dengan telak pedangnya membabat pergelangan tangan lawan, tapi tangan orang sedikitnya tidak terluka, malah mengeluarkan suara keras nyaring dan memercikkan kembang api.
Sudah tentu terkesiap hati Cu Bun-hoa, tapi orang berjubah
hitam itupun terpental oleh getaran pedang Cu Bun-hoa. Tapi pada detik lain, ketiga orang yang lain juga bergerak bersama, serentak mereka menubruk maju.
Cu Bun-hoa belokkan kudanya, pedang berputar sekeliling
menciptakan tabir sinar kemilau, maka terdengarlah suara "trang, tang, tang," tiga kali secara berantai. Sekali gerak dia berhasil menangkis tiga serangan musuh, tapi tangan sendiri yang
memegang pedang juga terasa kesemutan-Kini baru dia jelas
bahwa tangan keempat orang ternyata semuanya dipasang lengan
besi. Semakin kaget dan heran hatinya: "Ilmu silat keempat orang ini amat tinggi, entah dari aliran mana" Belum pernah terdengar jago silat menggunakan tangan besi di tangan kirinya di kalangan Kangouw."
Tatkala pikirannya bekerja, pada saat lawan terpental mundur,
iapun sudah melompat turun dari kudanya serta menepuk sekali
pantat kuda. Begitu kaki menancap di tanah, Cu Bun-hoa lantas
bergelak tertawa, katanya: "Kalian mau main keroyok. nah,
majulah bersama." Keempat orang berjubah hitam agaknya tidak mengira bahwa
tua b angka tak ternama ini ternyata memiliki lwekang dan
kepandaian tinggi, walau wajah mereka membesi kaku tidak
menampilkan perasaan, tapi sorot mata mereka tak urung
meng-unjuk rasa kaget dan melenggong, sekilas mereka saling
pandang dan tidak lantas turun tangan pula.
"Sebetulnya tuan dari kalangan mana?" tanya si jubah hitam sebelah depan
"Lohu sendiri juga ingin tanya kalian?" balas Cu Bun-hoa tak acuh. .
"Jadituantidak mauperkenalkandiri?"
"Kalian toh tak mau memperkenalkan diri?"
"Tuan harus tahu, bukan kami gentar terhadap-mu, soalnya
kami perlu tahu siapa tuan, baru akan bertindak. menamatkan
jiwamu atau membekukmu hidup,hidup,"
"Kalau begitu boleh silakan turun tangan," ujar Cu Bun-hoa tertawa tawar.
Pemimpin berjubah hitam itu angkat sebelah tangan, matanya
yang mencorong memandang ke-tiga kawannya, lalu berkata
dengan suara berat, "Baik, kalian dengar, tak peduli mati atau hidup, ganyang dia" Belum habis bicara dia sudah mendahului menubruk maju, laksana kilat tangan kirinya mencengkeram tiba.
Tiga orang berjubah hitam yang lain serempak beraksi pula dengan menubruk maju.
Cu Bun-hoa bergelak lantang panjang, sebat sekali pedangnya
melingkar bundar, segera ia kembangkan ilmu pedangnya dan
meluruk sengit ke-empat lawannya.
Cu Bun-hoa, naga terpendam yang berkuasa di daerahnya
sendiri memang memiliki kepandaian yang mengejutkan sekali dan
tidak bernama kosong, pedangnya bergerak laksana naga sakti
yang lincah dan gesit, cahaya dingin yang memancar dari batang
pedangnya se-akan2 menaburkan bintik2 sinar kemilau ke delapan
penjuru angin. Karena dia jarang berkelana di Kangouw, maka keempat
musuhnya jadi sukar dan belum dapat menyelami jalan ilmu
pedangnya, betapa tinggi kepandaian keempat orang ini dibuat
keripuhan juga, tapi kepandaian keempat orang ini memang juga
aneh, apalagi lengan kiri mereka semua terpasang lengan baja,
kelima jari bagai cakar tidak takut segala senjata tajam, walau sementara Cu Bun-hoa berada di atas angin, namun dalam waktu
singkat terang dia tidak akan mampu merobohkan atau melukai
lawan-Dengan cepat 20 jurus telah berlalu. Mau tak mau Cu Bun-
Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hoa mencelos juga hatinya, batinnya: "Kepandaian silat keempat orang ini terhitung kelas wahid di kalangan Kangouw, permainan
merekapun berlainan satu dengan yang lain, kenapa sama2
mengutungi lengan sendiri serta menggantinya dengan tangan
besi?" Pada saat itulah, tiba2 dari kejauhan berkumandang sebuah
bentakan keras: "Kalian berhenti" Bentakan ini bergema laksana bunyi genta, lembah pegunungan serasa bergetar oleh bentakan
keras ini. Pui Ji-ping yang ketinggalan setengah li di belakang pamannya,
waktu Cu Bun-hoa mengompes keterangan laki2 baju abu2 dan
menemukan bangkai anjing dan kedua anak buahnya di selat
sempit tadi, iapun menyusul tiba, sudah tentu iapun melihat semua kejadian yang dialami pamannya.
Cuma dia selalu ingat pesan pamannya agar diri-nya mengambil
jarak tertentu, dilarang bicara lagi, maka kini dia hanya berdiri di tempat kejauhan saja. Setelah Cu Bun-hoa naik kuda dan
berangkat pula baru diapun membedal kudanya kedepan.
Tak tahunya baru saja dia tiba di mulut lembah, segera ia
mendengar suara beradanya senjata tajam. Lekas dia melompat
turun dari kudanya, pelan2 dia merunduk maju terus lompat ke
atas sebuah batu besar dan menyembunyikan diri serta mengintip
ke bawah. Dilihatnya empat orang berjubah hitam tengah mengerubut
pamannya. Melihat orang2 berjubah hitam itu, tergerak pula
hatinya, pikirnya: "Hou Thi jiu juga menggunakan lengan besi di tangan kirinya, demikian juga keempat orang ini, terang mereka
adalah sekomplotan dengan Hou Thi-jiu."
Tak lama kemudian lantas didengarnya seo-rang membentak
keras: "..Kalian berhenti"
Kuping Ji-ping mendengung pekak oleh bentakan keras bagai
bunyi genta itu, keruan kagetnya bukan main, lekas dia berpaling ke sana, di-lihatnya kira2 setengah li di kejauhan sana ada dua titik sinar seperti api setan tengah terbang turun naik menyusuri kaki bukit berlari ke arah sini. Bertambah besar rasa kejutnya, batinnya:
"Masih setengah li jauhnya, tapi suara orang ini dapat membuat pekak kuping, kalau dia menghardik berhadapan mungkin aku bisa
jatuh semaput." Mendengar bentakan keras ini, keempat orang jubah hitam tadi
segera melompat mundur berpencar pada posisi masing2. Dengan
pedang melintang di depan dada Cu Bun-hoa berpaling ke arah
datangnya suara, tertampak dari pegunungan sana beriring
mendatangi enam orang berjubah hitam pula. Keenam orang ini
bukan saja berpakaian sama, wajah dan sikap merekapun sama.
kaku dingin tidak berperasaan-Masing2 dua orang berjajar beriring datang, gerak langkah mereka kaku mirip mayat hidup dan seperti tonggak berjalan
Diam2 kaget juga cu Bun-goa melihat orang2 ini, dia insaf untuk menghadapi keempat lawan ini sudak cukup berat, kini
ketambahan enam orang lagi. agaknya nasib dirinya malam ini
lebih banyak celaka daripada selamat, semoga Ji-ping jangan
lekas2 menyusul ke mari. Demikian batinnya.
Lekas sekali keenam orang ini sudah tiba di tanah berumput
sebelah kiri, mendadak tampak pula sesosok bayangan orang
tinggi besar berlenggang mendatangi, jangan kira gerak kakinya
kelihatan seperti berlengang, mirip badut di atas panggung, lapi setiap langkah kakinya mencapai jarak dua tiga tombak jauhnya,
kedua kakinya seperti tidak menyentuh tanah.
Sekali pandang Cu Bun-hoa lantas tahu bahwa kepandaian si
gede inijauh lebih tinggi dari kawanan jubah hitam ini, maka dia tumplekperhatiannyaterhadapsi gedeini.
Badan orang ini tingginya delapan kaki, dada lebar lengan
besar, wajahnya mengkilap mirip tembaga, alisnya pendek.
matanya sipit, hidung besar mulut lebar, jubah sempit warna
tembaga yang dipakainya hanya sebatas di lutut, kaki telanjang
memakai teKiek tembaga. Sebagai cengcu dari Liong-bin-san-ceng, meski jarang berkelana
di Kangouw, tapi tokoh-tokoh Kangouw kenamaan pada jaman ini
tidak sedikit yang dikenalnya, paling tidak pernah mendengar nama atau keahlian dan keistimewaannya. Kini melihat dandanan si gede yang aneh ini, mendadak diingatnya seseorang, keruan hatinya
kaget bukan main, batinnya: "Mungkinkah dia ini Lam-kiang-it-ki Thong-pi-thian-ong?"
Jabatan atau kedudukan si gede serba tembaga ini terang jauh
lebih tinggi daripada kawanan jubah hitam, ini jelas kelihatan dari sikap keenam orang jubah hitam yang baru datang serta cara
mereka berdiri, kelihatan memberi peluang untuk si gede ini nanti, tapi toh masih ada tempat kosong lagi di sebelah mereka, hal ini membuat Cu Bun-hoa men-duga2 pula bahwa kecuali si gede
agaknya pihak lawan masih ada tokoh lain pula yang
berkedudukan lebih tinggi yang belum tiba. Siapakah orang yang
belumtiba ini" Maklumlah si tokoh aneh dari Lam-kiang (wilayah selatan) ini
biasanya merajai daerah selatan, selamanya belum pernah tunduk
terhadap orang lain, lalu siapakah yang telah mampu
menundukkan dia sekarang"
Begitu si gede tiba dan berdiri di samping, Cu Bun-hoa lantas
buka suara: "Yang menghentikan pertempuran tadi apakah tuan?"
Mendelik sebesar jengkol mata si gede, bentaknya: "Diam, tak bolehribut"Suaranya memang kerassepertibunyi genta.
Kini Cu Bun-hoa lebih yakin bahwa si gede memang Thong-pi-
thian-ong adanya, tapi caranya bicara jelas dia hanya mengawal
seseorang belaka. Sungguh luar biasa. Semakin kejut dan heran Cu Bun-hoa, mendadak dia mendongak sambil bergelak tawa,
katanya: "Dandanan dan tampang tuan ini mirip sekali dengan Lam-kiang-itki Thong-pi-thian-ong, entah sejak kapan tuan terima diperbudak orangataujadipengawal pribadinya"
Semakin bulat mendelik mata si gede, suara-nya menggerung
gusar: "Kusuruh kau diam, kau harus diam, memangnya kau tua bangkainisudah bosanhidup?"
Gerungannya yang dahsyat itu membuat Pui Ji ping yang
sembunyi di atas batu hampir pecah kupingnya,jantungnya ber-
debar2, hampir saja dia menjerit.
Tiba2 terasa dari belakang tersalur sejalur tenaga yang tidak
kelihatan membantu dirinya mengendalikan darah yang bergolak,
kupingpun lantas mendengar suara lirih berbisik seperti bunyi
nyamuk: "jangan bersuara Siau-sicu, itulah Kim-loh-ong yang hebat dariThong-pi-thian-ong. "
Heran Ji-ping, baru saja dia kendak berpaling, suara lirih seperti nyamuk berkata pula: "Situasi malam ini amat gawat dan
berhahaya, sekali2 jangan Sicu menoleh ke belakang, mata dan
kuping Thong-pi-thian-ong amat tajam. Jarakmu hanya sepuluh
tombak dengan mereka, sedikit lena, jejakmu pasti konangan."
Tatkala itu tampak dua buah lampion tengah mendatangi dari
jalanan gunung sana. Dua gadis belia baju hijau tengah
mendatangi dengan gemulai sambil menenteng dua lampion-
Malam di tengah pegunungan sudah tentu amat gelap sehingga
cahaya lampu lampion ini terasa terang benderang. Tak jauh di
belakang kedua gadis membawa lampion menyusul sebuah tandu
mewah dan indah, dan laki2 kekar memikul tandu mini ini, langkah mereka enteng seperti berlari menuju ke tanah berumput ini.
Selarik kain warna merah sutera panjang semampir di pundak
dan pinggang kedua laki2 kekar pemikul tandu itu bertuliskan
empat huruf warna hitam yang berbunyi: "Wakil langit
mengadakan ronda". Akhirnya tandu mini itupun berhenti dan diturunkan di tanah
berumput sebelah kanan atas. Kedua gadis pembawa lampion
berdiri di kiri kanan tandu, di bawah sinar lampion tandu itu
tampak indah gemerlapan, kerai menjuntai lembut dan rapat
sehingga tidak kelihatan siapa yang duduk di dalamnya" Tapi
Thong-pi-thian-ong dan kesepuluh kawanan jubah hitam serempak
memberi hormat lalu berdiritegak denganprihatin
Tiba2 tergerak hati, Cu Bun-hoa melihat keadaan ini, tadi dia
dengar salah seorang jubah hitam pernah menyinggung "Thiansu"
atau duta langit, setelah melihat tulisan "Wakil langit mengadakan ronda", jelas bahwa orang di dalam tandu adalah Thian-su yarg dimaksud, cuma siapa dia dan tokoh macam apa pula"
Pedang disimpan kembali, Cu Bun-hoa berdiri membusung dada
sikapnya gagah berwibawa, tapi hatinya kebat-kebit, diam2 dia
kerahkan Lwekang-nya, mempersiapkan diri untuk bertindak bila
menghadapi sergapan musuh.
Maka terdengarlah sebuah suara halus nyaring berkumandang
dari dalam tandu: "Thio thijiu" Suaranya bagai kicau burung kenari, lembut dan merdu.
Tak pernah terpikir dalam benak Cu Bun-hoa bahwa Thian-cu
atau "duta langit" ini ternyata seorang perempuan, dari suaranya kedengaran bahwa dia adalah gadis belia pula.
Tampak salah seorang jubah hitam yang berdiri paling depan
tadi mengiakan sambil melangkah ke depan tandu.
Terdengar perempuan dalam tandu bertanya: "Kalian sudah
tanya asal usulnya?"
"Dia tidak mau mengatakan," sahut Thio thi-jiu.
"Bagaimana ilmu silatnya?" tanya perempuan dalam tandu pula.
"Kami berempat mengeroyoknya, tapi tak mampu mengalahkan
dia." "Pada jaman ini. dengan kekuatan kalian berempat, memangnya siapa yang tak mampu kalian kalahkan, tapi siapakah dia" kata2
terakhiramatlirih, sepertibicarauntuk dirinyasendiri.
Thio thi-jiu berdiri tegak lurus, sudah tentu dia tak berani
bersuara. Sesaat kemudian perempuan dalam tandu berkata pula:
"Baiklah, kau boleh minggir."
Thio-thi-jiu mengiakan, lalu mundur ke tempatnya semula.
Perempuan dalam tanda lantas berpesan kepada gadis
pembawa lampion sebelah kiri. katanya: "Mintalah orang tua itu maju kemari, ada pertanyaan hendak kuajukan padanya."
Gadis itu segera tampil ke depan Cu Bun-hoa, katanya setelah
memberi hormat. "Tuan ini diharap maju kedepan, Siancu ( dewi ) kami ingin bicara dengan kau"
Cu Bun-hoa juga ingin tahu asal usul pihak sana, memangnya
siapa sebetulnya Thian-cu yang serba misterius ini" Maka dengan mengelus jenggot dan tertawa lebar, katanya: "Lohu memang ingin bertemu dengan Siancu kalian." Lalu dengan langkah lebar dia menghampiri, beberapa kaki di depan tandu dan berhenti, katanya sembari memberi hormat: "Silakan Siancu, terima kasih akan undanganmu, entah ada petunjuk apa?"
Perempuan dalam tandu cekikik riang, katanya: "Loyacu adalah tokoh kosen Bu-lim, sungguh beruntung kita bertemu di sini."
Sampai di sini tiba2 dia berseru keras: "Kenapa tidak singkap kerai ini?"
Kedua gadis yang berdiri di kiri kanan segera menyibak kerai
kedua sisi, kedua lampionpun di-arahkan ke depan tandu sehingga perempuan yang duduk di dalam tandu kelihatan wajahnya.
Ternyata "Dewi yang mewakili langit menga-dakan ronda" ini hanyalah seorang nyonya muda belia yang berusia sekitar 25,
berpakaian serba putih, dandanannya mirip puteri keraton, tengah tersenyumsimpul mengawasidirinya.
Sesaat Cu Bun-hoa melenggong, dia jarang keluar pintu, tapi
semua tokoh Kangouw yang sedikitpunya nama pasti pernah
didengarnya. Nyonya muda molek ini mampu menundukkan Lam-
kiang-it-ki sampai terima menjadi pengawal pribadinya, kenapa
belum pernah dia mendengar adanya perempuan selihay ini, serba
misterius lagidalamtindaktanduk.
Memang otaknya cerdik, banyak akal dan pandai mengikuti
situasi, sekilas melenggong segera Cu Bun-hoa berdehem, katanya tertawa: "Siancu me-ronda mewakili langit tentunya kau inilah Thian-suadanya"Entahsiapakahnama harumSiancu yang mulia?"
Jari jemari nan runcing halus dari nyonya muda itu terangkat
dan mengelus gelung kundainya, katanya tertawa: "Agaknya tidak sedikit yang Loyacu ketahui. aku she Coh, karena biasanya aku
suka mengenakan pakaian serba mulus begini, maka orang
memanggilku Hian-ih-sian-cu, harap Loyacu tidak mentertawakan
diriku." "Hian-ih-sian-cu" Cu Bun-hoa tetap tidak pernah dengar nama julukan ini.
Mengerling biji mata Hian-ih-sian-cu, katanya sambil cekikikan
"Loyacu adalah tokoh kosen pada jaman ini, mohon tanya siapakah nama besar Loyacu?"
Cu Bun-hoa bergelak tertawa, katanya: "Lohu Ho Bunpin, orang liar yang hidup di gunung, mana berani disebut tokoh kosen
segala." Hian-ih-sian-cu cekikikan genit, katanya: "Nama yang Loyacu sebutkan kukira bukan nama tulen bukan?"
"Mungkin Siancu belum pernah dengar nama-ku yang tidak
terkenal ini, dan lagi apa perlunya Lohu harus menyembunyikan
nama dan asal-usul?"
"Betul," kata Hian-ih-sian-cu, "menurut penglihatanku, wajah Loyacujugadirias, entahbetultidak perkataanku?"
Semakin terkejut hati Cu Bun-hoa, katanya dingin: "Tidak perlu Lohu mainsembunyidengancara menyamarsegala."
"Berkelana di Kangouw, supaya tidak menarik perhatian orang, merias diri dan ubah wajah asli itu sudah biasa, apakah Loyacu
merias diri tiada sangkut pautnya dengan aku" cuma ingin
kutanya, Loyacu main selidik memasuki daerah Tay-piat-san ini,
entah apa maksudnya"
"Betul, Lohu juga ingin tanya kepada Siancu, tanpa sebab anak buahmu merintangi perjalananku, apa pula maksudnya?"
"Bukankah Ho-loyacu telah saksikan sendiri" Malam ini
kebetulan aku meronda sampai di sini, anak buahku melihat
Loyacu memasuki selat gunung seorang diri, gerak-geriknya
mencurigakan lagi, sudah tentu kau harus dimintaiketerangan-"
Cu Bun-hoa mendengus, katanya: "Sekarang Siancu sudah jelas tentang keteranganku?"
"Pertanyaanku tadi sia2 belaka, karena Loyacu tidak menjawab sejujurnya."
"Lalu apa pula kehendak siancu?"
"Silakan Ho-loyacu ikut kami, setelah kami jelas menyelidiki asalusulmu akan kuantar kau ke luar gunung."
Terangkat alis Cu Bun-hoa, katanya: "Siancu kira orangmu
banyak. mau main keroyok terhadap-ku seorang?" Mendadak dia mundur selangkah tangan sudah siap melolos pedang.
"Aku tak perlu turun tangan terhadapmu," ujar Hian-ih sian-cu sambil tertawa.
Hanya sekejap itu, Cu Bun-hoa sudah merasakan adanya
gejala2 yang tidak normal pada diri sendiri. Sudah timbul pikiran Cu Bunhoa untuk mundur dan melolos pedang, tapi kaki tangan
ternyata tidak menurut perintah lagi, keruan kejutnya bukan main, air mukapun berubah hebat, bentak-nya: "Sundel keparat .........."
Hian-ih-sian-cu tetap unjuk senyum menggiurkan, katanya
riang: "Dapat mengundang Ho-loyacu, sungguh merupakan
kebanggaanku." Lalu dia mengulap tangan dan menambahkan:
"Mari kita kembali"
Kedua gadis menurunkan kerai, pemikul tandu lalu berputar
balik, di bawah pimpinan Lam-kiang-it-ki, kesepuluh kawanan
jubah hitam menggusur CuBun-hoa mengintildibelakangtandu.
Hampir saja Pui Ji-ping yang sembunyi di utas batu menjerit lagi melihat adegan yang aneh ini. Suara lembut bagai bunyi nyamuk
mengiang pula dipinggir kupingnya "Siau-sicu harus tahan sabar, jangan gegabah"
Mencelos hati Ji-ping, terpaksa dia tekan perasaannya, dengan
cemas dia awasi kawanan jubah hitam itu menggusur pamannya
pergi, waktu dia menoleh, dilihatnya setombak di belakangnya
berdiri seorang Hwesio tua kurus, sorot matanya berkilauan sedang mengawasi dirinya dengan tersenyum.
Tahu berhadapan dengan tokoh kosen, lekas Ji-ping menekuk
lutut memberi hormat, katanya: "Losuhu, lekas tolong pamanku"
Karena gelisah ia lupa dirinya sedang menyaru laki2, cara memberi hormatsepertianakgadis lazimnya.
Hwesio tua kurus pendek lekas merangkap kedua tangan,
katanya heran: "Sicu kiranya seorang nona, jadi yang ditawan Hianih-lo-sat tadiadalah pamanmu?"
Merah muka Ji-ping, diam2 ia sesali kecerobohan sendiri,
katanya mengangguk: "Ya, dia pamanku, apakah perempuan
dalam tandu itu yang Losuhu maksudkan bernama Hian-ih-lo-sat"
Jadi orang2 itu ada hubungannya dengan Cin-Cu-ling?"
"Lolap juga belum tahu asal-usul mereka," kata Hwesio tua itu,
"cuma menurut apa yang kuketahui, Hian ih-lo-sat ini amat lihay, orang2 yang terjatuh ke tangannya sudah cukup banyak, termasuk
Kwi-kian-jiu Tong-citya, Un It-kiu dari keluarga Un, suteku Kim Kaythay dan lain2 ....."
Ji-ping kaget, serunya: "Jadi Kim-loya cu juga tertawan oleh perempuan siluman itu."
"Nona juga kenal Kim-sute?" tanya si Hwesio tua.
"Aku tidak kenal, Tapi Toakoku adalah kenalan baik
Kim-loyacu." "Siapakah Toako nona?"
"Toako bernama Ling Kun-gi," sahut Ji-ping, lalu bertanya:
"Losuhu tentunya paderi sakti dari Siau-lim-si, entah siapa nama gelaran Taysu yang mulia?"
"Lolap Ling-san,"jawab Hwesio tua kurus, "pejabat Bun-cu-wan dari Siau-lim-si."
Biasanya hanya paderi2 dari Lo-han-tong saja yang
diperbolehkan keluar Siau-lim-si, kini ketua Bun-cu-wan (ruangan agama) pun terpaksa harus dikerahkan keluar, dapatlah di
simpulkan bahwa pihak siau lim menaruh perhatian besar terhadap peristiwa Cin-Cu-ling ini.
Lekas Ji-ping menjura, katanya " Losuhu ternyata pemimpin
Bun-cu-wan, paman sudah tertawan perempuan siluman itu, aku
akan segera pergi. "
"Tunggu sebentar nona."
"Ada petunjuk apa Losuhu?"
"Bolehkah nona memberitahu padaku, siapa sebenarnya
pamanmu itu?" "Tak enak kumain sembunyi atas pertanyaan Losuhu, paman
adalah cengcu Liong-bin-san-seng Cu Bun-hoa "
Bergetar tubuh Ling san Taysu, katanya: "Kiranya cu cengcu . . .
." "Losuhu, menolong orang seperti menolong kebakaran, aku
harus cepat susul mereka."
Ling-san Taysu kaget, katanya: "Hian-ih-lo-sat amat lihay, Thong-pi-thian-ong membantu dia berbuat jahat, Cu-cengcupun
bukan tandingan mereka, mana boleh nona menempuh bahaya
secara sia2," "Bukan begitu," ujar Ji-ping cekikik geli, "aku akan sampaikan kabar tertawannya Toako dan Tong-cityakepada ibu angkatku."
"Siapa pula ibu angkat nona?" tanya Ling-san Taysu.
"ibu angkatku adalah Tong-lohujin dari keluarga Tong di
Sujwan." "JadiTong-lohujin juga datang?"
"ibu angkatsekarangberadadiPat-kong san"
"Baiklah silakan nona berangkat Lolap akan menguntit
Hian-ih-losat lebih lanjut, akan kulihat di mama sarang komplotan orang2 ini?"
Ji-ping membatin: "Hwesio tua ini hanya berani menguntit
secara diam2, agaknya iapun gentar terhadap Hian-ih-lo-sat,
terpaksa aku harus cepat2 kembali kePat-kong san minta
bantuan-" Tanpa banyak bicara lagi, cepat ia lompat turun terus cemplak kuda dan dibedalbalik kearahdatangnyatadi.
Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Itulahhari keduasetelah Ling Kun-giberadadiCoatSin-san-ceng
atau hari pertama mulai tugas kerjanya di Hiat-ko-cay. Pagi hari itu setelah sarapan pagi, seorang diri dia langsung menuju ke Hiat ko-cay, begitu tiba, Long-gwat, si pelayan segera menyambut
kedatangannya . Long-gwat bantu membuka pintu kamar kerjanya, dengan
langkah tetap Kun-gi masuk serta mengeluarkan kunci membuka
gembok lemari kecil, dia keluarkan segala perabot keperluan
kerjanya, ada pisau, mangkok, tatakan dan cawan2 kecil serta
peralatan lain yang sukar disebut namanya, terakhir ia keluarkan cupu2 berisi getah beracun itu. Sementara itu Long-gwat
menyeduh teh dan disuguhkan di atas meja.
Dengan hati2 Kun gi membuka sumbat cupu2 lalu pelan2
menuang sedikit getah di atas sebuah tatakan, kembali dia tutup cupu2 itu serta dikembalikan ke almari.
Duduk di kursi kerjanya, sekenanya dia ambil sebatang jarum
perak. dua kali dia celupkan ke dalam getah beracun, tampak
ujung jarum yang runcing seketika berubah menjadi hitam. kadar
racun ini ternyata keras dan hebat, lalu dia mendekatkan hidang mengendus ujung jarum
Long-gwat berdiri di sebelahnya jadi kaget, serunya kuatir:
"Awas Cu-cengcu, racun ini amat jahat, sedikit kena saja jiwa orang tak dapat diselamatkan."
" Kenapa kau tidak menungguku?"
"Nona mau ke mana"
"Kau menyamar lagi bukankah ka hendak menemuka pengejaranmu?" , u n "Betul, kenapa?"
"Aku ikut, boleh tidak?"
K n gi te teg n sah tn a menggeleng "Jangan
non cant Kun-gi tersenyum dan memandang lekat2 pelayan itu, katanya:
"Terima kasih atas perhatian nona, Lohu hanya ingin menciumnya
"Terinta kasih, kalau ada tugas lain hamba di belakang,
sekarang hamba mohon diri," lalu dia dia beranjak keluar.
Sambil tetap pegang jarum perak tiba2 Kun-gi memanggilnya:
"Nona Long-gwat, tunggu sebentar."
Long-gwat berhenti di ambang pintu, tanyanya: "Ada pesan apa lagi Cu cengcu?"
"Lohu baru datang, tidak tahu tata tertib yang ada di sini, ingin kutanya suatu hal padamu. Di sini ada empat kamar kerja, apakah satu sama lain boleh saling berkunjung?"
Long-gwat tertawa lebar, katanya: "Kalian berempat adalah
tamu agung undangan cengcu kami segala keperluan sudah kami
sediakan, sudah tentu gerak-gerik kalian juga tidak dibatasi,
tempat ini memang khusus untuk kerja, supaya tidak terpecah
perhatian dan dapat bekerja dengan tenteram, maka masing2
diberikan satu kamar tersendiri, membagi tugas untuk sama2
mencapai tujuan, satu sama lain boleh saling berunding akan
penemuan masing2, Sudah tentu boleh pula saling kunjung
mengunjungi" "Baiklah, getah racun ini amat lihay, mereka datang lebih dulu, tentunya sudah memperoleh sedikit bahan penyelidikan, sebelum
kerja, Lohu ingin mendengar saran dan pendapat mereka bertiga."
Setelah Long-gwat keluar, Kun-gi segera buka pintu dan keluar,
dalam hati diam2 dia menimang2, akhirnya dia berkeputusan untuk mengunjungi Lok-san Taysu lebih dulu, setiba didepan pintu kamar orang, pelan2 dia mengetuk pintu. Terdengar suara Lok-san Taysu berkata: "Siapa" Silahan masuk"
Kun-gi menjawab dengan suara lantang: "cay-he Cu Bun-hoa,
sengaja kemari mohon petunjuk Taysu." Sembari bicara dia
mendorong pintu serta melangkah masuk.
Mendengar Cu Bun-hoa yang datang, lekas Lok-san Taysu
berdiri dari kursinya, katanya sambil merangkap kedua tangan:
"Maaf Lolap terlambat menyambut, silahkan Cu-cengcu duduk."
Ternyata Lok-san Taysu hanya duduk2 sama-diam saja di
kursinya, tidak melakukan kerja apa2, perabot keperluan kerja
tiada yang dia keluarkan Setelah menutup pintu kembali, Kun-gi menjura, katanya,
"Sengaja cayhe kemari mohon petunjuk Taysu."
Lok-san Taysu rendah hati, Kun-gi dipersilakan duduk di depan
meja, iapun kembali ke tempat duduknya, katanya: "Entah ada petunjuk apa kedatangan Cu-cengcu."
"Barusan cayhe sudah periksa getah beracun dari
Sam-goan-hwe itu, kukira kecuali amat beracun, sukar diraba
sebetulnya barang beracun dari jenis apa" Taysu paham soal
obat2an, selama ini juga selalu mengadakan penyelidikan, apakah sudah berhasil menyelaminya?"-Habis berkata lalu dengan ilmu Thoa-im-jip-bit (ilmu mengirim gelombang suara) ia
menambahkan: "Bagaimana pendapat Taysu tentang pribadi Cek Seng-jiang?"
Lok-san Taysu berlagak merenung sebentar, yang benar dia
termenung karena mendengar pertanyaan Ling Kun-gi terakhir itu
lalu sedikit mengangguk ia menjawab: "Lolap juga amat menyesal, sejauh ini belum berhasil menemukan terbuat dari bahan apakah
getah beracun ini, kalau cuma diselidiki sukar dibedakan, obat2an umumnya harus dicicipi dengan mulut dan diendus baunya baru
bisa dibedakan keasliannya. Tapi getah ini amat beracun masuk
mulut jiwa melayang, hakikatnya sukar dirasakan, paling hanya
bisa diraba sesuai dengan sifatnya yang ganas, selama tiga bulan ini boleh dikatakan hasil Lolap nol besar." Lalu ia menambahkan pula dengan suara Thoa-im-jip-bit. "Menurut pengamatan Lolap dalam persoalan ini ada tersembunyi suatu muslihat besar"
Kun-gi manggut2, katanya: "Memang betul omongan Taysu,
getahini merupakanhasilcampuradukyangdlolahsedemikianrupa
sehingga sudah kehilangan bentuk aslinya, kalau beberapa jenis
racun yang sama sifatnya diaduk menjadi satu, maka kekuatan dan keganasannya menjadi berlipat ganda pula, kalau tidak, tak
mungkin getah ini begini keras." Lalu ia menambahkan pula
dengan ilmu bisik2: "Apakah Taysu tahu mereka punya muslihat apa?"
"Siancai siancay" Lok-san Taysu bersabda. "Cu-cengcu benar2
seorang ahli, demikian juga pendapat Lolap, beruntung Cu-cengcu hari ini datang, selanjutnya kita bisa saling bertukar pikiran. .... "
Lalu, iapun menjawab pelahan: "Soal ini Lolap belum bisa
mengatakan, yang terang tujuannya bukan untuk menghindarkan
petaka yang bakal menimpa kaum persilatan-"
"Usul Taysu baik sekali," kata Kun-gi rendah hati, "Taysu paham ilmu pengobatan, cayhe memang ingin mohon petunjuk." Lalu
dengan gelombang suara dan bertanya: "Apakah Taysu juga
terbius oleh mereka waktu diculik kemari?"
"Memang sudah beberapa kali Lolap mengadakan percobaan
dengan getah racun itu, tapi tiada yang kuperoleh, entah
Cu-cengcu punya pendapat apa?" Habis kata2nya lalu dia
menjawab dengan gelombang suara: "Ya, betul."
Dengan pura2 membicarakan penyelidikan getah beracun,
kedua orang secara diam2 tukar keterangan dengan ilmu
gelombang suara. Kun-gi berkata lebih lanjut: "Di dalam obat mereka mencampur obat beracun yang membuyarkan Lwekang orang, bagaimana
Taysu?" "Hawa murni dalam tubuh Lolap tak mampu dihimpun, sisa
tenaga paling2 hanya satu dua bagian dari keadaan normal,
selama tigabulan inibetapapunusahaku tetaptakberhasil
kukumpulkan-" "Apakah Taysu masih mampu mengerahkan tenaga murni?"
tanya Kun-gi. Terang sinar mata Lok-san Taysu tanyanya menatap Kun-gi
lekat2: "Maksud Cu-cengcu ."
Kun-gi tersenyum, ujarnya: "Taysu jangan tanya, jawablah dulu pertanyaanku."
Terbayang rasa sangsi pada muka Lok-san Taysu, katanya:
"Sedapat mungkin Lolap masih bisa mengerahkan hawa murni."
Girang Kun-gi. katanya: "Itulah baik." Dia keluarkan Pi-tok-cu dan ditaruh ke tangan Lok-san Taysu, katanya: "Genggamlah
mutiara ini pada kedua telapak tangan Taysu, pelahan2 kerahkan hawa murni
ketelapaktangan, terusdisalurkan kesekujurbadan".
Betapapun Lok-san Taysu adalah orang yang cukup luas
pengetahuan dan pengalamannya diam2 dia mengintip ke telapak
tangan sendiri, katanya kaget dan heran, "Ini kan
Le-liong-pi-tok-cu, mutiara yang dapat menawarkan segala racun."
"Lekas Taysu merangkap tangan dan kerahkan tenaga,
lenyapkan dulu kadar racun yang mengeramdalamtubuh Taysu."
Sampai di sini percakapan mereka menggunakan Thoan-im-jip
bit. Lok-san Taysu sedikit mengangguk. lalu berkata: "Harap Cucengcu duduk sebentar, belakangan ini Lolap sering merasa letih, sewaktu2 harus bersamadi, harap jangan berkecil hati." Segera Loksan merangkap kedua telapak tangan di depan dada, pelan2
matapun terpejam. Kun-gi duduk di hadapannya, iapun diam saja menunggu
dengan sabar, kira2 satu jam barulah didengarnya Lok-san Taysu
menarik napas panjang, mendadak matapun terbuka.
Begitu orang membuka mata, sinar matanya seketika tampak
mencorong terang dan kuat, jelas racun yang menggangu
Lwekangnya telah tercuci bersih, dalam hati diam2 Kun-gi
bergirang, tanyanya:"Sudahagakbaik Taysu"
Pelan2 Lok-san Taysu berdiri, katanya sambil tetap merangkap
kedua tangan: "Bikin repot Cu-cengcu menunggu lama, kini Lolap sudah segar kembali."
Sembari memberi hormat, lekas dia angsurkan Pi tok cu pada
Ling Kun-gi, lalu berkata dengan gelombang suara: "Terima kasih atas bantuan Cu-cengcu, berkat kasiat Pi-tok cu, kadar racun
dalam tubuh Lolap sudah tersapu bersih, tapi karena cukup lama
Lwekang buyar, mungkin dalam dua-tiga hari ini baru bisa pulih
seperti sediakala." Kun-gi terima mutiara yang dikembalikan, iapun berkata dengan
gelombang suara: "Ku hatur-kan selamat kepada Taysu."
"Budi dan bantuan cengcu menyembuhkan racun yang
membuyarkan Lwekangku ini takkan terlupakan selama hidupku,
entah apa pula rencana Cu-cengcu selanjutnya?"
"Dalam tahap permulaan ini, rencana sih belum ada, lebih baik kita bekerja melihat perkembangan selanjutnya saja".
Lok-san Taysu manggut2, katanya: "Betul ucapan Cu-cengcu,
menurut penyelidikan dan pengawasan Lolap selama tiga bulan ini, Cek Seng-jiang adalah manusia cerdik yang licik dan licin, banyak akal muslihatnya, terang dia bukan biang-keladi dalam peristiwa ini, umpama betul ada muslihat, sekarang masih sukar dijajaki
sampai di mana tujuan mereka yang sebenarnya, terutama kalau di belakang layarperistiwainiadaorang lainyang mengendalikan."
Berpikir sejenak. lalu Kun-gi berkata: "Bagaimana pendapat Taysu tentang Tong Thian-jong dan Un It-hong?"
"Selama tiga bulan berkumpul dengan mereka, pengalaman
merekapun sama seperti kita, walau Cek Seng-jiang ada maksud
merangkul mereka, segala keperluan mereka dilayani serba
berlebihan, tapi selama ini mereka tak pernah bertekuk lutut,
menurut hemat Lolap. boleh Cu-cengcu secara diam2 bantu
mereka melenyapkan kadar racun di tubuh mereka, dengan
gabungan kekuatan kita berempat mungkin lebih gampang
menyelidiki tujuan mereka yang sebenarnya menculik kita kemari
dan dari mana asal mula getah beracun ini."
"Pendapat Taysu memang tepat, cayhe akan bekerja menurut
keadaan," kata Kun-gi. Untuk menjaga percakapan mereka tidak didengar orang maka mereka pura2 bicara pula tentang
penyelidikan getah beracun itu, berselang agak lama baru Kun-gi pamitan-Kembali ke kamar kerjanya, sengaja dia mencelup ujung jarum
ke dalam getah beracun, lalu di-amat2i serta berpikir sambil
mengerut kening. Betul juga belum lama dia kembali ke kamar, secara diam2
Longgwat sudah menarik pintu terus menyelinap masuk. dengan
senyum manis dia memberi hormat, katanya: "Cu-cengcu tentu sudah letih, santapan siang sudah kuantar kemari, silakan makan dulu."
Dengan hati2 Kun-gi letakkan jarum perak serta getah beracun
di atas tatakan, lalu disimpan ke dalam lemari serta dikunci. Waktu dia memasuki kamar makan, hidangan memang sudah
Badai Awan Angin 29 Sarang Perjudian Karya Gu Long Badai Laut Selatan 17