Pencarian

Pedang Kiri 8

Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok Bagian 8


"Bagian belakang juga tiada orang."
Ternyata mereka lalai akan buntalan makanan yang tertaruh di
lantai, paling tidak beberapa buah pangsit dan bakpau telah
dilangsir ke perut Ling Kun-gi. Mereka tiada menduga api yang
mendadak padam dalam sekejap itu, siapa yang mampu mencuri
makanan mereka" Waktu makan tadi mereka sedang makan
minum, hilang beberapa pangsit dan bakpao tentu dikira dimakan
oleh mereka sendiri. Liau-hoa si kacung tiba2 bergidik, katanya jeri: "Giok-"cici"
mungkindisini adasetan."
Merindang juga bulu kuduk Ping-hoa, katanya sambil
celingukan: "Ya, angin tadi terasa dingin semilir membuat aku merinding"
Walau merasa curiga, tapi "Pemuda" Giok-je tak bisa berbuat apa2, katanya: "Jangan membual, makanan sudah dingin, hayolah dihabiskan bersama."
-ooo0dw0ooo Dari penuturan si mawar hitam Cu Jing mengetahui bahwa Ban
Jin-cun mungkin mengalami bahaya di tengah jalan, entah kenapa
jantungnya jadi dag-dig-dug, semalam suntuk dia gulak-gulik tak bisa nyenyak. Untung dia menunggang kuda Giok-liong-ki, larinya jauh lebih kencang daripada kuda biasa, walau Ban Jin-cun
dan-Kho Keh hoa sudah berangkat dulu setengah hari, tapi dia
yakin, masih bisa menyusul mereka, Baru saja hari terang tanah
dia sudah ber-siap2 terus berangkat keluar kota.
Cu Jing jarang keluar pintu, tapi jalan yang harus ditempuhnya
ini sudah apal sekali baginya, sepanjang jalan dia bedal kudanya, sampai tengah hari dia tiba di Tong-seng, sepanjang jalan ini tidak dilihatnya bayangan Ban Jin-cun dan Kho Keh-hoa, hatinya
semakin murung dan gelisah.
Tanpa masuk kota dia mampir di warung makan di pinggir jala n
dan makan sekenyangnya. Tak lama kemudian dia sudah
congklang kudanya melanjutkan perjalanan
Beberapa jam kemudian dia tiba di Sha-cap-li-poh, dipinggir
jalan ada orang menjual minuman.
Pesat sekali Cu Jing membedal kudanya, tapi sekilas ia melihat
di dalam barak penjual minuman tampak bayangan Ban Jin-cun
bersama Kho Keh-hoa yang sedang minum sambil istirahat, keruan
hatinya girang, lekas dia hentikan kudanya terus melompat masuk.
serunya tertawa: Ban-heng, Kho-heng, kirauya kalian berada di
sini, beruntung aku bisa susul kalian"
Ban Jin-cun dan Kho Keh-hoa berdiri menyambut
kedatangannya. "Silakan duduk Cu-heng" kata Kho Keh-hoa.
CuJingdudukdisamping mereka, dia mintasecangkirteh.
Mengawasi Cu Jing, Ban Jin-cun bertanya: "Cu-heng menyusul kemari, entah ada urusan apa?"
Merah muka Cu Jing, katanya: "Kalau tidak ada urusan buat apa jauh2 aku menyusul kemari?"
Tanpa tunggu pertanyaan lagi, dia balas bertanya: "Kalian tidak mengalamisesuatu kesukarandalamperjalanan?"
"Tidak." sahut Ban Jin-cun heran, "Cu-heng mengalami kejadian apa?"
"Jadi mereka belum bergerak" Cu Jing menghela napas lega.
"Cu-heng mendengar berita apa?" tanya Kho Keh-hoa.
"Semalam aku bertemu seorang anggota Pek-hoa-pang,"
demikian tutur cu-Jing, "dia bilang komplotan jahat Hek-liong-hwe mungkin hendak melakukan pencegatan terhadap kalian-. . "
"Pek-hoa-pang", Hek-liong-hwe?" tanya Ban Jin-cun kepada Koh Keh-hoa. "Belum pernah kudengar nama ini, saudara Kho tahu?"
"Aku juga belum pernah dengar," sahut Kho Keh-hoa.
"Cu-heng, apa pula yang dikatakan?" tanya Ban Jin-cun.
Sementara pemilik warung seorang kakek tua menyuguhkan
secangkir teh, Setelah orang pergi baru Cu Jing menceritakan
pengalamannya semalam. "Hek-liong-hwe" ujar Ban Jin-cun, "kukira suatu sindikat gelap dari Kangouw, memangnya punya permusuhan apa mereka
dengan keluarga kita," Kenapa ingin main bunuh?"
"Memangnya kita hendak cari mereka, kebetulan biar mereka
rasakan kelihayan kita" kata Kho Keh hoa.
Cu Jing menggeleng, katanya: "orang2 itu jahat dan banyak
muslihatnya, bahwa aku susul kalian ke sini karena kuatir kalian tidaktahuapa2dan dikerjai merekatanpasadar"
"Terima kasih atas perhatian Cu-heng" kata Ban Jin-cun.
Panas muka Cu Jing, matanya memancarkan cahaya, katanya:
"Sesama saudara, kenapa sungkan?"
"Hayolah kita berangkat, "ajak Kho Keh-hoa.
Ban Jin-cun keluarkan uang bayar rekening, bertiga lantas
keluar menuntun kuda. Tanya Ban Jin cun. "Kalian tahu di mana letak tempattinggal Cu-ki-cudi-Pak-siam-san?"
"Kabarnya dia bersemayam di cit-sing-wan (ngarai tujuh
bintang),"ujarCuJing, "cuma akubelumpernahke sana."
"Asal tempat itu ada namanya, tidak sulit menemukannya," ujar Ban Jin-cun.
Cu Jing menuntun kuda, Ban Jin-cun dan Kho Keh-hoa tidak
membawa tunggangan, maka Giok-liong-ki diumbar jalan sendiri.
Untung jarak Pak-siam-san hanya enam-tujuh li saja, dengan cepat mereka sudah tiba ditempat tujuan, yang tampak hanya gunung
gemunung, entah di mana letak cit-sing-wan itu". . .
Dikala mereka berjalan sambil Celingukan, dari jalan kecil di
lamping gunung sana tampak seorang penebang kayu sedang
mendatangi. Ban Jin-cun lantas menapak maju, katanya sambil
memberi hormat: "Numpang tanya pada Toako ini, entah di mana letakcitsing-wan?"
Sekilas penebang kayu mengamati mereka lalu, menuding ke
timur, katanya: "Dari sini ketimur kira2 lima li, di sana ada Mo-thianhong (bukit pencakar langit) disanalah letaknya
cit-sing-wan." Lalu dia pikul kayu dan pergi.
Melihat langkah orang yang ringan dan tangkas seperti orang
biasa berlari, diam2 tergerak hati Ban Jin-cun, katanya ragu2:
"langkahnya enteng dan cekatan, agaknya seorang persilatan-"
Begitulah mereka terus menuju ke timur, Giok-liong-ki terus
mengintil di belakang Cu Jing Jarak lima li sebentar saja sudah mereka tempuh, memang di depan mengadang sebuah puncak
yang bertengger tinggi menembus awan, pepohonan yang tumbuh
lebat, sungai mengalir mengelilingi bukit, pemandangan permai,
hawa sejuk. Mereka maju terus menyusuri sungai terus menanjak
ke atas, di lamping gunung mereka mendapatkan sebuah gubuk
beratapalang2kering terdiri daritigapetakberjajar.
Ban Jin-cun berhenti, katanya: "Disini hanya ada gubuk ini, mungkin itulah tempat semayam Cu-ki-cu."
Tiba di bawah bukit Cu Jing lantas tepuk kudanya dan berkata:
"Giok liong-ki, kau diam disana saja, kalau ada orang
mengganggumu, cukup kau meringkik panjang sekali saja, tahu
tidak?" Kuda ini sudah paham kata2 orang, matanya berkedip2 seraya
bersuara pelahan serta manggut2.
"Baiklah, mari ke atas," ajak Cu Jing.
Tiba di depan gubuk mereka berhenti, Ban Jin-cun berteriak:
"Ada orang di dalam?"
"Siapakah di luar?"adaorang menyahutdidalamgubuk.
"Kami bersaudara kemari mohon bertemu dengan Cu-ki-cu
Totiang," kata Ban Jin-cun.
Daun pintu yang terbuat dari bambu dibuka pelan2, muncullah
seorang kakek enam puluhan, pipinya kempot jenggot jarang2
menghiasi dagu, memakai jubah butut warna biru yang sudah
luntur warnanya. Sorot matanya jelilatan seperti mata tikus,
dengan seksama dia amati mereka bertiga sebentar lalu bertanya:
"Kalian cariCu-ki-cuada keperluanapa?"
Mendengar nada orang, Ban Jin-cun tahu bahwa orang ini pasti
Cu-ki-cu sendiri. Semula dia membayangkan Cu-ki-cu yang terkenal di kalangan Kangow tentu seorang Tojin yang berpakaian bersih,
bersikap agung, seorang pertapa yang berwibawa dan welas asih.
Tapi kakek dihadanan mereka ini berkepala botak berjenggot
jarang, mukanya tirus lagi, sekujur badannya tinggal kulit
pembungkus tulang, keruan hatinya merasa kecewa, tanyanya:
"ApakahLotiang iniadalah Cu-ki-cu Totiang."
Sebelah tangan mengelus jenggotnya yang jarang2, kakek itu
tersenyum, katanya: "Losiu memang Cu-ki-cu, silakan kalian duduk di dalam."
"Ternyata memang Totiang adanya," ujur Ban Jin-cun memberi hormat. "cayhe bersaudara sudah lama kagum akan nama besar Totiang, kami sengaja kemari mohon petunjuk." beramai mereka lantas masuk ke dalam gubug.
Di dalam rumah hanya ada sebuah meja kayu, empat kursi
rapuh tanpa ada perabot lainnya lagi.
Setelah silakan tamunya duduk, Cu-ki-cu batuk2 kering, lalu
berkata dengan nada menyesal.
"Lohu orang gunung, selama hidup jarang kedatangan tamu,
gubugku yang reyot ini tidak sesuai untuk melayani tamu, harap
kalian duduk seadanya saja," sembari bicara dia sudah mendahului dudukdi kursi palingdalam.
Ban Jin-cun bertiga lantas duduk, katanya: "Kami bersaudara sengaja mengganggu ketenangan Totiang, mohon Totiang suka
memberipenerangan kepadakami."
"JadikalianmintaLosiu meramal?"tanyacu-ki-cu
"Totiang sudah lama terkenal, luas pengalaman dan
pengetahuan, terhadap segala peristiwa dan seluk-beluk Kangeuw
amat apal, kami bertiga kemari mohon petunjuk satu hal kepada
Totiang." "Tentang apa?" tanya Cu-ki-cu.
Dari dalam kantongnya Ban Jin-cun keluarkan buntalan kain
kecil terus dibeberkan di atas meja, isinya adalah sebentuk senjata rahasia bersegi delapan, dengan kedua tangan dia angsurkan
benda itu, katanya: "Totiang luas pengalaman, entah pernahkah melihat senjata rahasia macam ini?"
Begitu melihat bentuk senjata rahasia itu, tampak berubah air
muka Cu-ki-cu, dia terima bersama kain buntalannya, dengan
seksama dia bolak-balik memeriksanya, katanya kemudian:
"Sungguh amat menyesal, Losiu hanya tahu senjata rahasia ini dibubuhi racun jahat. kadar racunnya keras sekali, bentuk senjata rahasia seperti ini memang belum pernah kulihat."-lalu dia bungkus kembali serta dikembalikannya kepada Ban Jin-cun.
Sudah tentu Ban Jin-cun melihat perubahan air muka orang
waktu melihat senjata rahasianya tadi, jelas orang sengaja tak mau bicara terus terang, maka dia bertanya lebih lanjut: "Apakah Totiang pernah dengar di kalangan Kangouw ada suatu
perkumpulan gelap yang bernama Hek-liong-hwe?"
Cu-ki-cu tertawa sambil mengelus jenggot, katanya: "Sudah 20
tahun Losiu mengasingkan diri di sini, jadi sudah lama terasing dari percaturan Kangouw, tapi Losiu dapat memberitahu, 20 tahun
yang lalu tiada Hek-liong-hwe dikalangan Kangouw."
Ban Jin-cun menoleh kepada Kho Keh-hoa, sorot matanya
seakan2 menyatakan sia2 kedatangannya ini, mereka bertiga sama
kecewa. Seperti dapat meraba isi hati mereka, Cu-ki-cu tertawa sambil
memegang jenggotnya, katanya.-"Lo-siuorang gunung, sejak lama lepas dari percaturan Kangouw, tentunya mengecewakan kalian
bertiga, tapi Losiu bisa meramal, biarlah kalian kuramal saja,
mungkin dari ramalanku dapat kulihat gejaia2 yang dapat
kuberitahukan, entah bagaimana pendapat kalian." Bahwa Cu-ki-cu pandai meramal memang sudah terkenal di Kangouw, kini dia
bilang mau meramal mereka, sudah tentu sangat kebetulan.
"Harap Totiang suka memberi petunjuk dan petuah," kata Ban Jin-cun.
Pelan2 Cu-ki-cu berdiri, katanya: "Kalian ikut Losiu." Lalu dia putar masuk kamar di sebelahnya.
BanJin-cun, KhoKeh-hoadanCuJingmengikutidibelakangnya.
Itulah sebuah kamar yang dipisah jadi dua, bagian depan adalah
kamar prakteknya, tepat di tengah dinding bergantung sebuah
gambar Pat-kwa, ada sebuah meja, di mana ada sebuah hlolo,
bumbung bambu berisi batang2 bambu kecil bertulisan serta enam
keping uang tembaga, segelas air putih, ada bak. pensil dan
kertas, sebuah kursi mepet dinding, jadi tempat luangnya hanya
cukup untuk tiga orang berdiri saja. Bagian belakang kamar
tertutup kain gordyn, agaknya kamar tidurnya.
Dengan gerakan tangan Cu-ki-cu suruh mereka berdiri jajar di
depan meja, lalu dengan gayanya tersendiri dia duduk di kursi.
Terlebih dulu dia menyalakan api menyulut tiga batang dupa
wangi, entah apa yang diucapkan, mulutnya berkomat-kamit, lalu
satu persatu dia tancapkan dupa itu di atas hlolo, wajahnya
tampak serius dan khidmat, katanya kepada mereka bertiga: "Soal apa yang ingin kalian tanyakan, boleh kalian berdoa menghadap
gambar Pat kwadi belakangku ini, tapitidak bolehbersuara."
Mereka menurut dan menghadap gambar Pat-kwa dengan
sedikit mendongak, mata mengawasi gambar Pat-kwa serta berdoa
di dalam hati. Sementara Cu-ki-cu jemput keenam keping mata uang tembaga terus dimasukkan ke bumbung bambu yang lain,
pelan2 dia menggoncang bumbung itu sehingga mengeluarkan
suara berisik, lalu satu persatu dia keluarkan mata uang tembaga itu dan dijajar di atas meja, dengan melotot dia awasi keenam
mata uang. Sesaat kemudian baru dia angkat kepala mengawasi mereka
bertiga, sikapnya kelihatan aneh, katanya: "Sekarang kalian satu persatu sebutkan nama masing2."
"cayhe Ban Jin cun" Ban Jin-cun mendahului bersuara. sorot mata Cu-ki-cu menatap Kho Keh-boa. "cayhe Kho Keh-hoa."
Sorot mata Cu-ki-cu lantas beralih ke arah arah Cu Jing. "cayhe bemama Cu Jing."
Pada saat itulah mendadak dari bawah gunung terdengar suara
ringkik Giok-Liong-ki yang panjang dan ketakutan-Cu-ki-cu
mendadak mendelik, terbayang senyuman sadis pada mukanya,
sekali raih dia ambil bumbung bambu terus digabrukan keras-keras di atas meja seraya tertawa: ."Kalian tidak segera roboh, tunggu apa lagi?" Belum habis dia berkata, Ban Jin-cun, Kho Keh-hoa dan Cu Jing mendadak merasakan kepala pusing dan pandangan
menjadi gelap. kedua lutut lemas lunglai, tanpa berjanji mereka sama jatuh terkapar.
Ooood woooo Ling Kun-gi meringkuk di dalam karung dan semalam telah
berlalu. Fajar baru menyingsing, Giok-ji segera perintahkan Liau-hoa
dan Ping hoa angkut karung besar itu ke atas kuda, tanpa
membuang waktu mereka berangkat, setelah keluar kota langsung
menuju ke sungai. Kota An-khing terletak di utara tiang-kang, merupakan kota
yang penting di darat dan di air maka suasana di sini amat ramai.
Giok-ji berlima tidak hiraukan keramaian sekitarnya, mereka
langsung menghampiri sebuah perahu besar, seorang yang
berpakaian kelasi segera memapak, katanya sambil menjura:
"Hamba menyambut kedatangan Hoa-kongcu "Pemuda" Giok-ji bertanya: " Kau inikah, Kiang-lotoa?"
Sikap tukang perahu sangat hormat, sahutnya: "Ya, ya, hamba adalah Kiang-lotoa. Perahu berada di depan sana, silakan turut
hamba." Mereka menuju ke barat, kira2 lima puluhan meter, betul juga di mana ada sebuah perahu besar dan tinggi.
Mereka turun punggung kuda, seorang memasang sebuah
papan besar, empat laki2 berpakaian ketat lantas keluar memberi hormat kepada Giok-je, kata salah seorang: "Kami mendapat
perintah menyambut kedatangan Kongcu"
"Bikin repot kalian saja," kata Giok-je, lalu ia berpaling kepada Ping-hoa berdua: "Naikkan dulu karung itu ke atas perahu."
Kedua Hoa-hoat-su-cia segera menjura, katanya: "Semoga
Kongcu selamat sampai di tempat tujuan, kami berdua tidak
menghantar lebih lanjut." mereka cemplakkudateruspergi.
Giok-ji bertiga naik ke atas perahu baru keempat laki2
berpakaian ketat ikut melompat naik, terakhir adalah Kiang-lotoa, segera dia perintahkan pembantunya pasang layar dan melajukan
perahu ke tengah sungai. Daripada meringkuk di dalam karung, kini Ling Kun-gi bisa tidur nyaman di atas kasur, ternyata setiba di atas perahu Giok-ji suruh Ping-hoa berdua keluarkan Ling Kun-gi serta ditidurkan di
pembaringan-Dia keluarkan sebutir pil dan dimasukkan ke cangkir berisi teh terus dicekokkan pada Ling Kun-gi, katanya: "Kira2
setengah jam lagi baru dia akan siuman, kalian ikut aku keluar."
pelan2 pintu kamar lantas ditutup dari luar.
Sudah tentu Kun-gi mendengar percakapan mereka. Setelah
mereka keluar segera dia membuka mata, ternyata dirinya
berbaring di dalam kamar yang bersih dan sederhana, dinding
dilembari kain kuning, lantai papan tampak mengkilap. Kecuali
dipan dimana dia rebah, di bawah jendela sana terdapat sebuah
meja kecil persegi dan sebuah kursi. Kalau perahu ini tidak
bergoyang turun naik serta mendengar suara percikan air, orang
tidak akan mengira bahwa kamar ini berada di dalamperahu.
Diam2 Ling Kun-gi membatin: "Entah perkumpulan macam apa
Pek-hoa-pang mereka?"
Satu hal sudah meyakinkan dia bahwa anggota Pek-hoa-pang
semua terdiri dari kaum wanita, malah setiap orang memakai nama kembang. inilah perjalanan serba romantis, tamasya yang aneh
dan menyenangkan- Dari Coat Sin-san-ceng dirinya diselundup ke-luar, entah apa
tujuannya" Ke mana pula dirinya akan dibawa" Bahwa dirinya
dibawa naik perahu, memangnya markas mereka berada di
sepanjang pesisir sungai besar ini"
Langkah pelahan mendatang dari luar, lekas Kun-gi pejamkan
mata, waktu pintu terbuka, yang masuk hanya seorang, Kun-gi
membatin: "Agak-nya mereka sudah ganti pakaian perempuan-"
Setelah orang itu maju ke dekat pembaringan sengaja Kun-gi
menggeliat, lalu berbangkit. Pelan2 dia membuka mata. Pandangan pertama hinggap pada tubuh semampai menggiurkan seorang
gadis nelayan berpakaian warna hijau. Usianya enam-belasan,
berwajah bulat telur, bola matanya bundar besar dan hitam
bening, pipinya bersemu merah, sikapaya malu2. Wajahnya
memang tidak begitu cantik,namuncukup
menggiurkanhatisetiaplaki2:
"Cu-cengcu sudah bangun," sapa pelayan baju hijau.
Sudah tentu Kun-gi tahu gadis inilah yang bernama Liau-hoa,
tapi dia sengaja bersuara heran, katanya: "Siapa kau" Mana Ing-jun?" ing-jun adalah pelayan yang melayani segala
keperluannya di coatsin-san-ceng.
"Hamba adalah Liau-hoa," pelayan itu menekuk lutut memberi hormat.
"Tempat apakah ini?" tanya Kun-gi sambil menyapu pandang ke sekitarnya. "Rasanya seperti di atas kapal?"


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Liau-hoa menyilakan sambil menunduk. Kun-gi tampak kurang
senang, katanya mendengus: "Apa yang terjadi" Kalian mau bawa Lohu ke mana lagi?"
"Hambatidaktahu,"sahut Liau-hoatakut2.
Kun-gi tahu orang sengaja bohong, tapi melihat sikap nona itu
jeridan malu2, takenak dia bertanyalebih lanjut.
Mengawasi Kun-gi, Liau-hoa bertanya dengan suara lembut:
"Apakah Cu-cengcu mau sarapan pagi?"
"Lohu belum lapar."
"Baiklah hamba ambilkan air teh saja," bergegas dia hendak mengundurkan diri, jelas hendak memberi laporan kepada Giok-je,
"Tak usahlah Lohu tidak haus. Ada persoalan yang ingin
kutanyakan, apakah di atas kapal ini ada orang yang berkuasa?"
"Harap cengcu tunggu sebentar, hamba akan panggil Giok je
cici kemari." "Giok-je, kan pelayan pribadi Hian-ih-lo-sat itu" Apa
kedudukannya tinggi?" sengaja Kun-gi bertanya, secara tidak langsung dia ingin tahu betapa tinggi kedudukannya Giok-je
didalam Pek-hoa-pang. Liau-hoa manggut2 sambil mengiakan terus melangkah pergi
dengan buru2. Tak lama kemudian, tampak dengan langkah lembut gemulai
Giok je menyingkap kerai dan masuk ke kamar, katanya sambil
memberi hormat kepada Kun-gi: "Cu-cengcu memanggil hamba,
entah ada urusan apa?" Perawakannya memang yahut, setelah
ganti pakaian perempuan kelihatan lebih menarik setiap laki2 yang memandangnya.
"Ada satu hal ingin Lohu minta keterangan nona," kata Kun-gi.
"Terlalu berat ucapan cengcu, entah soal apa yang hendak
ditanyakan?" "Lohu ingin tahu ke mana diriku hendak di-bawa?" "Soal ini ........."
"Nona tidak mau menjelaskan?" Giok-je tertawa manis, katanya:
"Lebih baik Cu-cengcu ajukan
persoalanlainsaja,asalhambabisa menjawabtentukuterangkan-"
"Pintar dan licik juga gadis ini," demikian ba-tin Kun-gi, katanya:
"Baiklah, Lohu ingin tanya, nonakan anak buah kepercayaan coh-siancu, tentu kau tahu seluk-beluk Coat Sin-san-ceng, entah
bagaimana asal-usulnya?"
"0, mereka ........."
"Apakah nona tidak mau menerangkan" Baiklah persoalan ini
tak usah dibicarakan-" Giok-je meliriknya sekali, katanya kemudian dengan sikap apa
boleh buat:-"Mereka adalah orang2 Hek liong-pang."
"Hek-Liong-pang" Belum pernah kudengar nama ini?"
"Jejak mereka serba tersembunyi, umpama berkecimpung di
Kangouw juga belum tentu diketahui orang, sudah tentu
Cu-cengcu belum pernah mendengarnya."
"Apakedudukan CekSeng jiang di Hek-Liong-pang?"
"Mereka hanya memanggilnya cengcu, apa kedudukannya
hamba tidak tahu." "Lalu, coh-siancu?"
"Hamba tahu dia adalah salah satu dari Su-toa-thian-su (empat besarrasullangit), tugasnyamengawasi daerahselatan"
"Apakah tujuan mereka menculik Lok-san Taysu bertiga hanya lantaran getah beracun itu?"
"seharusnya demikian-"
"Nona bukan orang Hek-Liong-hwe?"
"Darimana Cu-cengcu tahu hamba bukan orang dari Hwe itu?"
"Kalau kau orang mereka, tak mungkin membongkar rahasia
mereka." Giok-je tertawa, ujarnya: "Cu-cengcu memang amat cermat."
Sampai di sini pembicaraan mereka, tiba2 Liau-hoa muncul di
pintu, katanya: "Giok-je cici, harap keluar sebentar"
Giok-je melangkah keluar, tanyanya: "Ada apa?" di ambang pintu dia membalik dan berkata: "Cu-cengcu, hamba mohon diri sebentar."
Mendadak dia angkat jari terus menjentik, dari balik lengan
bajunya menyamber keluar sejalur angin kencang meluncur ke
Hiatto Ling Kun-gi. Gerakannya aneh dan cepat, di luar dugaan
lagi, Kun-gi pura2 tidak tahu, dia duduk di kursi tanpa bergerak, hatinya diam2 kaget, batinnya: "Tak nyana gadis semuda ini memiliki kepandaian begini tinggi, aku memandang rendah
dirinya." Maklumlah Kun-gi sendiri meyakinkan hawa murni pelindung
badan, asal pikiran bergerak dan hati ada niat, hawa murni dalam tubuhnya akan timbul daya perlawanan, walau cepat jentikan
Gioknje, tak mungkin bisa menutuknya pingsan-
Melihat Kun gi duduk mematung dan tidak bergerak. segera
Giok-je menyelinap keluar, tanyanya: "Ada apa sih?"
"Kiang lotoa melihat di belakang perahu kita ada dua kapal besar menguntit dari kejauhan-"
"Mungkin orang2 Hek liong-hwe?" kata Giok-je,
"Cu-cengcu . . . . "
"Tidakapa2,akutelah menutukHiat-tonya."
Lalu mereka keluar dan naik keatas dek, entah apa pula yang
mereka bicarakan Kun-gi tersenyum, pelan2 dia mendekati jendela, dengan ujung
jarinya dia membuat lubang kecil pada kertas jendela, lalu
mengintip keluar, air sungai luas menyentuh langit di kejauhan, tak kelihatan bayangan apa2, agaknya kedua kapal yang dicurigai
masih menguntit dari jarak yang jauh sekali.
Pada saat itulah tiba2 didengarnya suara gaduh air bergolak dari buritan, kejap lain mendadak sebuah sampan yang laju cepat
tahu2 muncul kira2tigatombakdisebelah belakang.
Diam2Kungi membatin:"Apaknyakeduapihakakanbentrok."
Ter-sipu2 Giok-je menuju ke belakang. Sikap Ping-hoa tampak
tegang, serunya: "Giok-je cici, lekas kemari, kedua sampan itu sudah makin dekat."
"Jangan kita perlihatkan diri, belum waktunya biar mereka yang menghadapi," kata Giok-je, mereka yang dia maksud adalah
keempat laki2 berpakaian ungu itu.
Sembari bicara mereka menempelkan muka ke jendela yang
teraling kain, tampak ke dua sampan itu sedang melaju memecah
gelombang ke arah sini, jaraknya tetap bertahan puluhan tombak.
Tak lama kemudian kedua sampan itu tiba2 berpencar ke
kanan-kiri terus berlaju lebih cepat mendahului ke depan
"Keparat, jelas mereka sengaja hendak cari perkara pada kita"
kata Giok-je, Terdengar suara Kiang-lotoa berkata di luar: "Nona, kedua
sampan ini menunjuk tanda2 sengaja menunggu kita."
"Kiang-lotoa," seru Giokrje, "Kau sudah lihat betul, siapakah orang diatas sampan?"
"Mereka berada di dalam barak perahu, ke-cuali dua orang yang pegang dayung, hamba tidak melihat orang yang lain-"
"merekasengaja mau cariperkara, nantijugapasti unjuk diri."
"Ya, hamba mohon petunjuk nona."
"Jangan hiraukan dulu, lajukan perahumu seperti biasa."
Kiang-lotoa mengiakan, baru saja dia hendak mengundur diri.
"Kiang-lotoa,"tiba2 Giok-je memanggilnyapula.
Lekas Kiang-lotoa berhenti dan menyahut hormat: "Nona masih ada pesan apa?"
"Di An-khing kau sudah tinggal beberapa tahun, situasi di
perairan sini tentu apal, belakangan ini adakah orang2 Hek-Liong-hweyang munculdiperairan?"
"Terus terang nona, belum pernah hamba mendengar nama
Hekliong-hwe, terutama di perairan sini selamanya tenang2 saja
tak pernah terjadi seperti hari ini."
"Jadi, mereka memang betul2 mau cari perkara pada kita,"
dengus Giok je, "kau boleh pergi urus tugasmu. o, ya, kau harus tetap berdiam di An-khing, kalau tidak terpaksa jangan kau
bocorkan asal usul dirimu, nanti kalau kedua pihak bentrok, kau bersama2 kawanmu tidak usah turut campur, kalian menyingkir
saja, anggaplah perahumu ini kita sewa." Kiang-lotoa mengiakan dan mengundurkan diri.
Baru saja Giok-je kembali ke kursinya, terdengar Ping-hoa
berkata: "Giokje cici, di belakang kita muncul pula dua sampan-"
"Bagaimana kedua sampan yang laju ke depan tadi?"
"Kok tidak kelihatan-"
"Mereka kerahkan empat sampan, agaknya hendak turun
tangan diair"ujar Giok-je,
Belum habis dia bicara Liau-hoa sudah berteriak pula, "Giok-je cici, itu dia duasampanyang lewattadi kiniputarbalikpula."
Giok je menuju kejendela sebelah kiri serta melongok keluar,
waktu itu hawa sejuk dan angin menghembus sepoi2, tiada
gelombang tiada badai, air tenang2 saja, sementara kedua sampan dibelakangsudah semakin dekat.
Giok-je merogoh sebuah kaca tembaga dari dalam bajunya,
badan sedikit miring terus memandang haluan perahu yang
mereka naiki ini, empat sampan jadi dalam posisi mengepung, setelah
jarak semakin dekat laju sampanpun diperlambat.
Tiba2 pada sampan sebelah kiri sana menyelinap keluar seorang
laki2 jubah hitam panjang, mukanya kelabu kaku, berdiri di depan sampan dan membentak: "Hai, tukang perahu, memangnya
matamu buta, hayo hentikan perahumu"
Pada waktu yang sama muncul pula dua orang di sampan
sebelah kanan, muka mereka kuning seperti malam, keduanya
membekal pedang panjang. Agaknya mereka betul2 hendak turun
tangan- Sesuai petunjuk Giok-je, lekas Kiang-lotoa perlambat laju perahu lalu menghentikannyaditengah2sungai.
Arus sungai cukup deras sehingga perahu besar mereka terseret
miring, Kiang-lotoa bersama beberapa kelasi dengan gugup sibuk
bekerja, sedapat mungkin mereka kendalikan perahu supaya tidak
oleng. Sementara seorang laki2 setengah baya muncul di depan
perahu, dengan mendelik dia pandang orang2 di atas
sampan,jengeknya dingin: "Siang hari bolong, kalian mencegat perahu, memangnya mau apa?"-Di belakang laki2 setengah baya berbaju abu2 ini mengintildua laki2 kekarbergolokberpakaian ketat.
Dingin sorot mata si muka kuning kaku di atas sampan sana
sekilas dia lirik laki2 setengah baya baju kelabu, tanyanya: "Tuan ini siapa?"
Laki2 setengah baya baju kelabu berkata dengan kereng:
"cayhe Liok Kian-lam dari Ban-ceng-piaukiok di Lam-jiang." Lalu dia menarik muka dan balas bertanya: "cayhe sudah sebutkan nama, saudara harus perkenalkan diri" Apa tujuan kalian mencegat
perahu ditengah sungai?"
"Tiga budak yang melarikan diri rupanya menyewa pengawal"
Ketahuilah, kamisedang menguberbudak2yanglari itu."
Liok Kian lam menjengek. katanya, "Saudara salah alamat, kami sedang mengantar Hoa-kongcu dari Lam-jiang, orang Kangouw
mengutamakan kebenaran, untuk itu harap kalian memberi muka
kepada kami." Berkedip2 mata si muka kuning, ia menyeringai dan berkata:
"Tuan besarmu selamanya belum pernah dengar di Lam-jiang ada Ban-seng-piaukiok segala, hayolah, periksa perahu ini" Kedua laki2
baju hitam di sampan sebelah kiri mengiakan, sampan mereka
mendadak menerjang maju, kedua laki2 itu terus melompat keatas
perahu sini. Mendelik mata Liok Kian-lam, bentaknya: "Saudara tidak patuh aturan Kangouw, jangan salahkan kalau kami tidak kenal kasihan-"
Sembari bicara dia memberi tanda kepada kedua laki2 di
belakangnya. Sejak tadi kedua laki2 ini memang sudah pegang golok. sigap
sekali mereka berkelebat maju memapak kedua laki2 muka kuning
yang menubruk tiba, maka terjadi pertempuran sengit dihaluan
perahu. Si muka kelabu tergelak2, serunya: "Agak-nya sebelum melihat peti mati saudara Liok ini tidak akan mengucurkan air mata, biarlah Tin-toaya sempurnakan kau." sekali menutul, dia keluarkan gaya It-ho-coan-thian, tubuhnya melambung tinggi terus menukik turun ke arah Liok Kian-lam, kelima jarinya terpentang dengan jurus
Hweing-kik-tho (burung elang menerkam kelincil) terus
mencengkram batok kepala lawan-
Melihat serangan orang agak aneh dan lihay, Liok Kian-lam tidak beranipandangrendah mu-suh,kakigesermundursetengahtindak.
sementara tangan kiri memutar terus menutuk pergelangan tangan
si muka kelabu. "Jeng-bun ci (jari menembus awan)," seru si muka kelabu
tertawa aneh, "kiranya saudara murid Hoa -san-pay." Mendadak ia mendesak maju, tangan kiri menggunakan jurus lay-san-im-ciang
menebas lurus kedepan, cara turun tangan orang ini rada aneh,
gerakannya membawa deru angin kencang lagi sehingga Liok kian-
lamkena didesak mundur selangkah.
Tapi Liok Kian-lam juga bukan lawan enteng, setelah dia
menyingkir dari tebasan telapak tangan si muka kelabu, cepat
iapun mengeluarkan pedang, "sret", tahu2 pedangnya membabat miring dari samping bawah.Jurus ini merupakan gerakan kombinasi di samping meluputkan serangan musuh sekaligus balas
menyerang gerakannyapun cepat leksana kilat.
Si muka, kelabu yang merangsak dengan bernafsu tidak
menduga sama sekali, hampir saja dia kecundang, dalam
kesibukannya, lekas ia tekuk kedua kaki melompat mundur, untung diaterhindardaribabatanpedang LiokKian lam.
Berhasil mendesak lawan, sudah tentu Liok Kian-lam tidak
memberi peluang lagi, sembari menghardik iapun melompat tinggi, pedangnya mengembangkan jurus Hoat-bun-kay-loh (menyibak
awan membuka jalan) ia mencecar musuh lebih sengit.
Dikala tubuh melambung mundur itulah, si muka kelabu juga
telah mengeluarkan pedang, ia segera menangkis, "trang", kedua pedang beradu, keduanya sama terpental dan meluncur turun di
atas geladak. Begitu kaki menginjak lantai perahu si muka kelabu
perdengarkan tertawa gusar, pedang panjangnya berwarna hitam
legam terus merangsak pula dengan beringas.
Liok Kian-lam memang murid Hoa-san-pay, Hoa-san-kiam-hoat
yang dia mainkan memang lincah dan tangkas sekali, maju mundur
sangat cepat, setiap jurus permainannya matang dan mantap. Ke-
dua orang sama melancarkan ilmu pedangnya, sinar perak laksana
ular sakti berkelebat naik turun dan saling gubat dengan bayangan hitam yang mengamuk seperti naga mengaduk air, pertempuran
semakin memuncak dan seru.
Sementara itu, kedua sampan di belakang sudah mendekati
perahu, di atas sampan masing2 berdiri seorang berjubah hijau,
mukanya lonjong kurus, kulitnya kuning semu hijau, tampangnya
kelihatan kejam, seorang lagi berwajah agak tampam, itulah
seorang pemuda berjubah biru yang bersikap angkuh, pedang
tergantung di pinggangnya, bajunya melambai ditiup angin,
kelihatan gagah dan berwibawa sekali.
Kedua orang ini lebih mirip majikan dan kacung, jarak sampan
mereka masih dua tombak lebih dari perahu besar, tiba2 si kurus jubah hijau membentang kedua lengan, tahu2 tubuhnya melejit ke
atas dan bersalto sekali di tengah ualara terus meluncur ke arah perahu. Gerakan ini sangat tangkas, sedikit kakinya menutul di
pinggir perahu, tubuhnya terus berkelebat ke depan menembus
sinar pedang yang silau dan langsung, meluncur ke dalamperahu.
Pada saat itulah seorang laki2 yang berdiri di luar pintu
menghardik sekali terus mengadang, di mana pedangnya bergetar,
kontania menusuk duaHiat-tosijubahhijau.
Tapi sijubah hijau tak berkelit juga tak menangkis, tangan
malah dia angkat terus menyentak ke pedang lawan-Sudah tentu
gerakan ini di luar dugaan laki2 berpakaian ketat yang berjaga di depan pintu, betapa tajam pedangnya ini, tapi orang ini berani
melawan pedangnya dengan tangan telanjang" Sekilas melengak.
tahu2 didengarnya suara keras beradu, pedang panjangnya telah
kena dijepitjari lawan- Ternyata lengan kiri sijubah hijau kelihatan berwarna hijau ke-
coklat2an, kelima jarinya runcing kaku seperti baja, jelas itulah jari2 yang terbuat dari besi. Jadi lengan kirinya itu adalah tangan palsu yang terbuat dari besi, dari warnanya yang mengkilap itu, jelas jari2 besiitutelah dilumuriracun jahat.
Kejadian begitu cepat laksana percikan api, begitu tangan
besinya berhasil menjepit pedang panjang lawan, tangan kanan
sijubah merah lantas menghantam ke muka lawan pula.
Sebenarnya kepandaian laki2 berpakaian ketat itu tidak rendah,
tapi lantaran pedang dijepit lawan, sedetik dan melengak. tahu2
pundak kiri sudah kena ditampar oleh angin pukulan lawan, walau dia bisa bergerak cepat sehingga tubuhnya tidak terpukul telak, tapi samberan angin pukulan yang mengenai tubuhnya juga tidak
ringan. Terasa tulang pundak kirinya sakit luar biasa, hampir saja ia
jatuh kelengar, tatkala tubuhnya terlempar hampirjatuh, sigap
sekali kakinya melayang menendangke ulu hatisijubah hijau.
Sijubah hijau menjengek: "Tong-long-cui, ternyata kau murid Tong-long-bun. "Jaribesitangankirinyasegeramencengkeramke
tungkak kaki orang. Setelah pundak kiri teriuka, sudah tentu gerak-gerik laki2 baju ketat ini menjadi kurang tangkas, tapi mengingat mati-hidup jiwa sendiri terletak pada gerak tendangan kakinya ini, maka dengan
nekat dia meyerempet bahaya dan melancarkan serangan,
harapannya cukup bertahan untuk sementara waktu lagi.
Sekali berhasil sijubah hijau kerjakan kedua tangannya dengan
kencang, beruntun tangan kanan menggempur dengan gencar,
sehingga laki2 baju ketat didesaknya mundur keripuhan-
Sementara itu pertempuran sengit di haluan perahu di depan
sana semakin sengit, senjata terus berdenting keras, mendadak
terdengar suara "byuur", salah satu dari laki2 baju ketat warna kelabu yang melawan kedua musuh baju hitam tercebur ke air
dengan luka parah. Sementara seorang lagi juga sudah terluka,
tapi dia bertahan mati2an dengan nekat.
Melihat anak buahnya bukan tandingan lawan2nya dan tahu
gelagat jelek. semakin berkobar amarah Liok Kian-lam, kedua
matanya mendelik dan membara seperti terbakar, pedang berputar
laksana tabir cahaya, sekuat tenaga dia menggempur musuh.
Sayang musuh yang satu ini berkepandaian tinggi, meski sudah
seratus jurus kemudian dia tetap tak mampu merobohkan lawan-
Setelah musuhnya jatuh ke air, salah seorang baju hitam
menjadi tiada lawan lagi, maka sambil menenteng pedang segera
dia melurukpada musuh yang sedang di cecar kawannya.


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Memangnya sudah terdesak di bawah angin, kini digencet lagi dari depan dan belakang, sudah tentu dia bukan tandingan kedua
musuhnya, hanya beberapa gebrak saja, dia kena terbabat oleh
lawan di depan, lengan kanannya terbacok putus. Laki2 baju ketat warna kelabu menjerit ngeri, saking kesakitan dia jatuh semaput, serempak musuh di belakangnya ayun kaki menendangnya
tertempar jatuh keair juga.
Liok Kian-lam jadi beringas, bentaknya: "Biar aku adu jiwa dengan kalian-Tiba2 dia gentak pedang menaburkan tabir kemilau, ia bertekad gugur dan menyerang dengan gencar, yang dicecar
adalah Hiat-to mematikan ditubuh si muka kelabu.
Rangsakan gencar ini dilakukan tanpa mengingat keselamatan
jiwa sendiri, sudah tentu sijubah hijau tidak mau diajak gugur
bersama, dia berkelit mundur berulang2. Liok Kian-lam
memperoleh peluang untuk mencecar lebih sengit, serangannya
semakin ganas hingga si muka kelabu juga kerepotan-
Sementara itu, pemuda jubah biru yang sejak tadi hanya
menonton di atas sampannya tiba2 melompat ke atas perahu,
gerak tubuhnya sungguh amat aneh dan cepat sekali, hanya sekali berkelebat bayangan biru, tahu2 dia sudah berada di tepi perahu, dari kejauhan jarinya menuding, sekali tutuk dia membikin Liok
Kian-lamlumpuhtakberdaya.
Tatkala melancarkan serangan gencar, tiba2 Liok Kian-lam
merasakan pinggang kesemutan, badan lantas tersungkur ke
depan, pedangnya menusuk tembus ke dalam papan geladak yang
tebal itu. Lekas si muka kelabu rampas senjata lawan, memberi hormat
kepada pemuda jubah biru, kata-nya: "Terima kasih atas bantuan Kongcu."
"Tin-sincu tidak usah sungkan," kata pemuda jubah biru.
Ternyata si muka kelabu adalah Thian-kau-sing, si bintang anjing langit.
Thian-kau-sing melangkah maju, sekali cengkeram dia jinjing
tubuh Liok Kian-lam, sementara tangan lain menekan punggung
orang, katanya kepada si jubah hijau. "Hou-heng, harap berhenti."
lalu dia membentak laki2 baju kelabu "Kawan ini supaya
dengarkan, Liok-piauthau kalian sudah berada di tangan orang she Tin, kalau kau tidak ingin dia mampus, lekas minggir dan buang
senjata." Sijubah biru segera tarik tangan seraya melompat mundur, lalu
berdiridibelakang pemudajubah biru.
Laki baju kelabu memang sudah terluka, ter-desak di bawah
angin lagi, melihat Liok Kian lam tertawan musuh, empat orang
kawannya hanya tinggal dirinya seorang, jelas lebih2 bukan
tandingan musuh, terpaksa dia melompat mundur sambil
melintangkan pedang, katanya setelah menarik napas panjang:
"Kalian sebetulnya orang dari golongan mana" Selama malang melintang di utara dan selatan belum pernah pihak Ban-seng
piaukiokberbuatsalahkepada kawan2 Kangouw. . . . "
Sebelum orang habis bicara Thian-kau-sing segera menukas,
"Saudara tak usah banyak omong, tadi sudah kujelaskan kepada Llok-piauthau, tujuan kami adalah budak2 yang melarikan diri itu, tiada sangkut pautnya dengan piaukiok kalian, sekarang ada Dian-kongcu kami di sini, lekas suruh orang2-mu keluar, biar kami
geledah perahu ini."
Pada saat itulah terdengar suara merdu nyaring menanggapi:
"Aku ada di sini, kalian main cegat, melukai para Piausu,
perbuatanmu mirip penjahat, memangnya apa maksudmu?" Dari
dalam perahu melangkah keluar seorang pemuda sekolahan
berjubah hijau dengan kepala dibungkus kain. Di belakangnya
kanan kiri mengintil kacungnya dengan langkah ringan dan mantap mereka beranjak ke depan, Ketiga orang ini terang adalah Giok-je bersama Ping-hoa dan Liau-hoa.
Laki2 baju kelabu segera menghampiri, katanya dengan nada
penuh sesale "cayhe beramal bukan tandingan mereka, tak mampu bertanggung jawab sebagai pelindung, sehingga Kongcu dibuat
kaget " Dengantakacuh Giok je menukas:"Bukansalahkalian."
Dingin dan tajam sorot mata pemuda jubah biru menatap Giok
je bertiga seperti ingin mencari apa2, tanyanya: "Kalian dari mana dan mau kemana?"
Giok-je mendengus seperti sengaja meremehkan mereka,
katanya: "Apakah aku harus menjawab?"
"Apa yang kutanyakan, mau atau tidak hartus kau
menjawabnya,"dengus pemuda jubah biru.
Seperti apa boleh buat Giok-je berpikir sebentar, lalu berkata:
"Baiklah, cayhe Hoa Siang-yong dari An-khing, mau pergi ke Lam-Siang."
Waktu orang bicara, pemuda jubah bieu sedikit miringkan muka
memberi isyarat kepada sijubah biru yang berdiri di sampingnya.
Tanpa bersuara sijubah biru tiba2 mengayun tangan kanan,
tampak dua titik sinar cokelat melesat terbang terpencar ke arah Liau -hoa dan Ping-hoa.
Sejak keluar Liau-hoa dan Ping-hoa sudah bersiaga, diam2
merekapun perhatikan setiap gerak-gerik lawan-Melihat sijubah
hijau menimpukkan dua titik coklat ke arah mereka, keduanya
bersama mengeluarkan pedang, sekali sinar dingin berkelebat,
"Ting, ting", dua panah kecil berwarna kehijauan tersampuk jatuh di atas geladak. Betapa cepat dan tangkas gerakan mencabut
pedang serta menyampuk itu sungguh amat mengagumkan-
Pemuda jubah biru tersenyum, sorot matanya bercahaya,
katanya: "Budak hina, kalian lari dari coat-sin-san-ceng dan menyaru sebagai laki2, memangnya aku tak bisa mengenali" Kini
berhadapan dengan Kongcu, tidak lekas kalian lemparkan pedang
dan menyerah saja" Tenang saja sikap Giok-je, katanya sambil menatap tajam: "Apa katamu" Aku tidak mengerti."
"Giok je, kau masih berani mungkir, atas dirimu?" bentak pemuda-jubah biru.
"Kalau bicara harap tuan tahu aturan, cayhe Hoa Siong-yong, pendudukasli kotaLamjiang, siapaitu Giok-je?" menghadapisituasi yang berubah secara mendadak ini ternyata dia tidak kaget,
sikapnya tetap tenang. Pemuda jubah biru naik pitam, katanya sambil menuding: "Hou Thi-jiu, tangkap dia"
Ternyata pemuda jubah biru ini adalah Dian Tiong-pit, anak
angkat Cek Seng-jiang yang berkuasa di coat-sin-san-ceng itu,
sijubah hijau adalah Hou Thi-jiu. Mereka ditugaskan menangkap
ketiga budak yang melarikan diri ini.
Mendapat perintah majikannya, Hou Thi-jiu segera berkelebat
maju ke depan Giok-je, kata-nya dingin: "Giok-je, kau masih inginkan aku orang she Hoa turun tangan?"
Pucat muka Giok-je saking marah, serunya murka: "Kurang ajar, kalian berani menghina orang sekolahan, seorang lelaki sejati
seperti orang she Hoa ini kalian anggap sebagai budak pelarian, sungguh kurang ajar"
"Jangan cerewet, kalau tidak mau menyerah, terpaksa aku tidak sungkan terhadapmu,"
kelima jari Hou Thi-jiu terulur terus mencengkeram pundak Giok
je, Kini Giok-je menyamar pemuda sekolahan, sudah tentu dia tidak
sudi turun tangan terhadap budak keluarga orang -lain" Sambil
menggeser selangkah dia berpaling, katanya "Hoa wok. layani dia beberapa jurus."
Hoa wok adalah Ping-hoa, dia menyahut sekali terus melompat
maju, pedang di tangan menuding sambil membentak: "Kau ini barang apa" berani kurang ajar terhadap Kengcu kami?" -Sret, pedangnya lantas memapas ke pergelangan tangan Hou Thi-jiu.
Hou Thi-jiu terkekeh2, katanya: "Budak jelita, kau ini Ping-hoa atau Liau-hoa?" Secepat kilat tangan besi segera mencengkeram pedang.
Ping-hoa menggetar batang pedang sehingga menerbitkan
cahaya, ia menusuk tiga Hiat-to sekaligus. Lekas Hou Thi jiu
gunakan tangan kiri menangkis, dia sambut serangan lawan secara keras. Dia pikir lawan adalah perempuan yang baru berusia
belasan tahun, betapa tinggi lwekang dan ilmu silatnya mana kuat menandingi tangkisan lengan besinya, sekali tangkis dan kepruk
pedang lawan tentu terpental lepas.
Tak terduga kenyataan justeru diluar perhitungan Hou Thi-jiu,
tatkala lengannya menangkis ke atas, "trang", serangan Hoa-ping memang dia punahkan, tapi orang tidak tergetar mundur atau
terlepas pedangnya, keruan ia kaget, tahu2 pedang Hoa-ping
sudah turun ke bawah terus memotong ke lambung Hou Thi-jiu.
Jurus ini dinamakan It-yap-cu-khiu (selembar daun di musim
rontok), gaya pedangnya mantap dan cepat, "bret", baju di depan dada Hou Thijiu terobek panjang satu kaki lebih.
Keruan Hou Thi-jiu marah, lengan kiri turun naik, segera dia
lancarkan serangan gencar, tampak di dalam tabir cahaya warna
cokelat kehijauan itu, jari2 besi yang runcing itu selalu mengincar batokkepala Ping-hoa.
Sudah tentu Ping-hoa tidak berani lena, pedang dia putar
secepat angin, iapun bergerak cepat melayani kecepatan lawan,
tubuhnya terselubung tabir cahaya kemilau, gerakannya cepat dan banyak variasinya lagi, dengan balas menyerang dia hadapi
rangsakan lawan- Seperti diketahui Dian Tiong-pit adalah anak Cek Seng jiang,
cengcu Coat Sin-san-ceng, iapun murid kesayangan Jek-tongcu,
atasan Thian-kau-sing, maka sedapat mungkin dia melakukan apa
saja untuk menjilat pemuda ini, kini melihat Hou-Thi jiu melabrak lawan, tanpa disuruh dia melabrak maju, katanya menyeringai,
"Kalian tiga budak ini, di hadapan Dian kongcu masih berani membangkang, besar benar nyali kalian-"
Laki2 baju kelabu yang sudah terluka itu segera melompat
maju, hardiknya beringas: "Berani kau melangkah maju, aku tidak sungkan2 lagi."
Thian-kau-sing menyeringaisadis, jengeknya, "Kau ingin
mampus apa susahnya, orang she Tin cukup angkat sebelah
tangan saja untuk menyempurnakan keinginanmu."-"Sreng", dia cabut sebatang pedang tipis dan sempit.
"Sim-piauthau," kata Giok-je, "luka dipundakmu belum diobati, kau mundursaja, oranginibiardibereskanHoa Lok."
Hoa Lok adalah Liau-hoa. Mendengar kisikan Giok-je segera dia
mendahului kedepan, katanya: "Kongcu suruh aku bereskan dia, Sim-piauthau, silakan mundur." Habis kata2nya dengan jurus Ham-bwe-pan-jun (kembang Bwe menyambut musim semi), pedangnya
tiba2 menutul ke iga kiriThian-kau-sing.
cepat Thian-kau-sing menangkis, di luar tahunya bahwa setiap
anggota Pek-hoa-pang pernah meyakinkan Pek hoa-kiam-hoat,
sekali gebrak. sinar pedang yang ceplok2 seperti rangkuman bunga bermunculan silih berganti, jumlahnya semakin ber-tambah2.
Tenaga pembawaan perempuan memang tidak sekuat laki2,
tapi ilmu pedang yang mereka yakinkan ini justeru teramat lincah dan tangkas sekali untuk menambal kekurangan ini.
Ilmu pedang Thian-kau-sing aneh dan ganas, tapi sudah tujuh-
delapan jurus melayani Liau-hoa tetap tak kuasa menempatkan diri diposisi yang lebih unggul, keruan ia bertambah gusar, mulutnya berkaok2, pedang menyamber ke kanan-kiri, bayangannya laksana
segumpalawan hitamyang bergolaknaikturun-
Hanya menghadapi dua budak saja Hou Thi-Tjiu dan Thian-kau
sing sekian lamanya tidak bisa menang, keruan pancaran sinar
mata Dian Tiong-pit semakin membara, katanya mengulum
senyum sinis: "Agaknya memang kalian berasal-usul luar biasa, hari ini tak bisa kulepas kalian pergi begini saja." ia mendesak maju beberapa langkah serta membentak: "Giok je budak keparat, keluarkan pedangmu, dalam 10 jurus jiwamu akan kurenggut."
Insaf keadaan serba salah, Giok-je juga pantang mundur, dia
tahu kepandaian Dian Tiong-pit sangat lihay, dirinya terang bukan tandingannya, maka sedapat mungkin sejak tadi dia bersikap
tenang, malah Ping-hoa dan Liau-hoa sudah diberi pesan supaya
tidak sembarang bertindak. Kini keadaan sudah mendesak dan
terpaksa dia harus ambil putusan nekat, katanya: "Dian-kongcu terlalu mendesak, terpaksa kita harus menentukan kalah dan
menang baru urusan bisa berakhir, baiklah, akan kulayani
kehendakmu." Pelan2 dia copot jubah hijau bagian luar, tampak dia mengenakan pakaian ketat, "sreng", pedang, dilolos lalu berdiri tenang dan tegak.
Dingin pancaran mata Dian Tiong-pit, katanya: "Budak keparat, masihtidakmau mengakukauiniGiok-je,budakpelarian?"
"Siapa bakal mampus di antara kita belum bisa ditentukan,
setelah kau mengalahkan pedang di tanganku boleh kau mengoceh
seenakmu sendiri," jengek Giok-je,
Berkobar nafsu membunuh Dian tong-pit, sambil menggerung
gusar pelan2 dia mencabut pedang, tapi sedapat mungkin dia
bersabar, katanya menuding dengan pedang. "Asal kalian serahkan orang yang menyaru Cu Bun-hoa itu, aku akan menaruh belas
kasihan terhadap kalian.Jadi tujuannya mengudak kemari adalah
orang yang memalsu Cu Bun-hoa itu. Persoalan tiada lain karena
Cu Bun-hoa palsu itu sudah berhasil menawarkan getah beracun.
Giok-je tertawa dingin: "omongan Dian-kongcu sungguh lucu
dan menggelikan kita toh belum bergebrak, menang atau kalah
belum ketentuan, bukankahomonganmu initerlaludinidiucapkan"
Membesi muka Dian Tiong-pit, jengeknya: "Baik, setelah
kuringkus kau, masa kau bisa mungkir?"
Tiba2 bentaknya mengguntur: "Budak keparat, lihat pedang"
Angin kencang terus menampar, tenaga kuat bagai gelombang
dingin tiba2 menyerang berbareng selarik sinar menyamber
menusuk ke perut lawan Giok-je memang sengaja memancing kemarahannya, melihat
Dian Tiong-pit melancarkan serangan dengan gusar, diam2 ia
senang, lekas dia melompat ke samping, berbareng pedang di
tangan kanan berputar melintir pedang lawan, bagai kilat
berkelebat tahu2 ia mendesak maju dan sekaligus dia melontarkan tiga kali tusukanDian Tiong-pit tertawa menghadapi tiga tusukan ini, sekali ayun pedang, dia punahkan serangan lawan terus balas menyerang.
Tampak ceplok2 bunga bertaburan, sinar kemilau berkelebat
membawa samberan angin dingin, begitu sengit dan memuncak
pertempuran ini sehingga tampaknya laksana puluhan ekor ular
peraksedangterjangkian kemaridiantarataburanbunga.
Puluhan jurus kemudian, mendadak Giok-je merasakan
pergelangan tangan bergetar, pedangnya kena dibentur oleh
pedang Dian Tiong-pit dan menerbitkan suara gemerincing
nyaring, kedua pedang terbuat dari baja murni, untung tiada yang cidera, Giok-je tetap bergerak dengan lincah, sebat sekali dia
gunakan langkah ou-kut-lou-poh (bergerak dengan menekuk
lutut), tahu2 sudah berkisar ke kanan Dian Tiong-pit, tiba2 ujung pedangnya menusukkepinggangorangsepertiular memanggut.
Dian Tiong-pit tertawa dingin, setelah ujung pedang Giok-je
menyentuh pakaiannya baru mendadak dia menggeser kaki ke
belakang, sementara badan ikut berputar, pedang di tangan kanan menabas turun ke bawah dan telapak tangan kiri terayun keatas,
dua serangan dilancarkan bersama.
Padahal serangan Giok-je sudah keburu dilancarkan, diam2 ia
mengeluh, untuk menarik serangan terang tidak keburu lagi,
Apalagi tabasan pedang Dian Tiong-pit dilandasi kekuatan besar, maka terdengar suara "trang", pedang Giok-je tergetar lepas jatuh berkelontang di atas geladak, sementara telapak tangan kiri lawan laksana geledek menyamber tahu2 sudah mengancamdada.
Bukan kepalang kejut Giok-je, dalam keadaan gawat ini terang
tak sempat lagi menjemput pedangnya yang jatuh, cepat2 ia
mendak tubuh seraya melompat mundur ke belakang, untung dia
lolos dari lubang jarum. Tapi sebelum dia sempat bernapas, sambil bergelak tawa Dian
Tiong-pit kembali ayun pedang setengah lingkar, kaki melangkah
setindak. mulut membentak: "Kalau tidak menyerah, jangan
salahkankalauaku tidak kenalkasihan lagi"
Baru saja dia habis bicara tiba2 didengarnya seorang
menanggapi dengan suara lantang. "Dian-kongcu, kukira sudah tiba saatnya kau berhenti."
Terkejut Dian Tiong-pit, lekas dia berpaling , seraya
membentak: "Siapa?"
Tampak pakaian melambai2 tertiup angin, entah sejak kapan
seorang telah berdiri di haluan perahu, kepalanya pakai kerudung hitam, sikapnya gagah, katanya setelah tertawa panjang: "Dian-kongcu masa tidak kenal cayhe lagi?"
Kejadian hanya berlangsung dalam waktu yang amat singkat,
waktu Dian Tiong-pit menoleh ke sana, Piausu bernama Llok Kian-
lam yang tadi tertutuk roboh itu kini tampak merangkak berdiri.
Sementara kedua laki2 anak buah Thian-kau sing yang menjaga
tawanannya kini berbalik kena tertutuk Hiat-tonya dan berdiri kaku ditempatnya. Dan masih ada lagi, Hou Thi jiu danThian kau-sing
yang sedang bertempur melawan Ping-hoa dan Liau-hoa itu semula
sudah berada di atas angin, kini merekapun seperti tertutuk
Hiat-tonya oleh orang, yang satu membentang jari2 tangan
besinya bergaya seperti hendak menerkam, seorang lagi
mengangkat pedang menusuk tempat kosong, hanya bergaya tapi
tak bergerak. Sementara Ping-hoa dan Liau-hoa sudah simpan pedang serta
menyingkir kepinggir dengan berdiri tersenyum simpul, jelas semua kejadianadalah hasil kerjasiorang berkedok ini.
Waktu dia muncul di atas perahu, Hou Thi-jiu dan
Thian-kau-sing sedang melabrak lawannya, orang ini tiba2
membokong pada saat orang tumplek perhatian menghadani
musuh, sudah tentu berhasil dengan gemilang. Tapi apapun yang
telah terjadi, bahwa orang ini bisa menutuk Hiat-to Hou Thijiu dan Thian-kau-sing dalam segebrakan saja, terang memiliki ilmu silat yang amat mengejutkan. Sudah tentu perubahan mendadak yang
tak pernah dibayangkan ini membuat Dian Tong-pitkagetdan pucat
mukanya, tapijugagusar. Tadi pihaknya sudah diatas angin, karena orang berkedok ini
mendadak muncul, situasi lantas berubah sama sekali, dari unggul kini menjadi asor, usahanya menjadi gagal total. Karena
amarahnya memuncak. serunya murka: "Kau yang membekuk
mereka?" "Betul," jawab orang berkedok, "aku tak senang melihat mereka main keroyok. main cegat menganiaya tiga nona cantik ....." secara gamblang dia mengatakan bahwa Giok-je bertiga memang
samaran gadis2 ayu. "Siapa kau?" bentak Dian Tiong-pit gusar.
Orang berkedok tertawa, katanya: "Dian-Kongcu tak
mengenalku, umpama kusebutkan namaku, kau tetap tidak akan
kenal aku, betul tidak?"
Gusar dan dangkol Dian Tiong-pit, bentak-nya: "Bagus?" Tiba2
pedangnya bergerak, selarik sinar bersama orangnya melesat
kencang menerjang ke arah orang berkedok.
Orang berkedok bertangan kosong, sudah tentu dia tidak berani
menyambut secara keras, lekas dia tutul kedua kaki melambung
tinggi. Melihat orang berkelit dengan melompat tinggi, Dian Tiong-pit tertewa dingin, dengan gaya Pek-hung-koan-jit (bianglala
menembus sinar matahari), sinar pedang berputar, laksana
anakpanah menyamber iapun meloncat keatas membayangilawan-
Mumbul sekitar dua tombak mendadak di tengah udara orang
berkedok menggunakan gerakan Hun-li-hoan sin (membalik badan
di tengah awan), pada tangannya sudah memegang sebatang
pedang pendek sepanjang satu kaki lebih, ia menukik
menyongsong Dian Tiong-pit yang baru menjulang ke atas.
"Trang", di tengah udara berkumandang suara nyaring benturan senjata.
Di tengah udara kedua orang bentrok secara keras, lalu
bayangan orang segera berpencar, keduanya sama2 meluncur ke
bawah. ilmu silat Dian Tiong-pit amat tinggi, pendengarannya
tajam dan matanya jeli, tadi waktu kedua senjata beradu dan
merasakan bunyi benturan agak ganjil, waktu dia menatap sambil


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

angkat tangannya, dilihatnya pedang sendiri yang terbuat dari baja murni ujungnya tertabas kutung sepanjang satu dua dim.
Bertambah kaget dan marah hatinya, mukanya merah padam,
sambil menghardik dan menubruk maju, pedangnya menerbitkan
kesiur angin santer. Serangan dilancarkan dengan amarah yang
meluap. dalam sekejap beruntun dan menyerang belasan kali.
Orang berkedok layaninya dengan enteng, katanya tertawa:
"Begini besar nafsu Dian-kongcu"-Sebat sekali ia bergerak ke kanankiri, badannya meliukkesana kemari.
Bagai angin badai rangsakan pedang Dian Tiong-pit, betapa
cepat gerak serangannya, tapi ke timur tusukan pedangnya, tahu2
lawan sudah berada di barat, menusuk ke barat, orang tahu2
sudah berpindah ke utara, namun orang berkedok itu tidak pernah balas menyerang.
Tiga belas serangan pedang Dian Tiong-pit menimbulkan
gelombang hawa dingin, setombak di sekeliling gelanggang
dilingkupi sinar perak laksana naga mengamuk. bayangan orang
berkedok seperti tergubat di dalamnya, dari luar kelihatan kelebat sinar pedang yang kemilau itu saban2 hampir menabas kutung
bayangannya, tapi hanya terpaut serambut saja, tahu2 pedang
menyamber ke samping, ujung pakaian orangpun tidak mampu
disentuhnya. Lama kelamaan semakin membara amarah Dian Tiong-pit,
saking murka hampir gila rasanya, hardiknya keras: "Kau berani tampil mencampuri urusan ini, kenapa tidak berani melawan
pedangku ini, main kelit dan menyingkir begini terhitung apa"
Memangnya gurumu hanya memberi pedang pendek saja dan tidak
mengajarkan ilmunya?"kata2nyasengitdancukup pedas
menusukperasaan- Mendadak si orang berkedok menghentikan gerakannya,
katanya tertawa dingin: "Tiong-pit, aku ingin memberi muka padamu, supaya kau tahu diri dan mundur teratur, ternyata kau
berhasrat berkenalan dengan ilmu pedangku, nah awas, hati2lah"
Sembari bicara pedangnya mendadak bergetar, seketika
menaburkan delapan atau sembilan larik cahaya dan berjatuhan ke depan Dian Tong pit. Anehnya larikan sinar pedang itu panjang
pendekberlainansatusamalain, manayangkosongdan manayang
betul2 berisi sungguh sukar diraba, perubahannya cepat dan
mengandung banyak variasi,
Sejak kecil Dian Tiong-pit sudah digembleng meyakinkan ilmu
pedang, di bidang ini boleh dikatakan ahli, maka ia kira orang
hanya mengaburkan cahaya untuk mengelabui pandangannya.
Karena menurut kebiasaan, orang2 yang mengembangkan ilmu
pedangnya sering juga menciptakan tabir sinar pedang seperti ini, di antara sekian banyak jalur2 sinar yang bertebaran itu terang hanya satu yang merupakan serangan telak. yang lain hanya
merupakan bayangan yang membikin kabur pandangan lawan-
Maka dalam hati Dian Tiong-pit tertawa dingin, belum lagi lawan merangsak maju dengan sinar pedangnya, cepat ia membalik
tangan kanan, dengan jurus Hun-kong-kik-ing (memencar sinar
menyerang bayangan) iapun menaburkan secercah cahaya pedang
dingin, ia malah menyongsong bayangan pedang lawan-
Betapa cepat gerakan kedua pihak yang saling labrak ini,
kelihatan dua larik sinar saling gubat sekali lalu berpencar kembali, dua kali berkumandang suara berdering. Karena memandang
rendah musuh dan terburu nafsu, Dian Tiong-pit membuat
perhitungan salah dan menilai rendah larikan sinar pedang lawan, jika satu di antara larikan sinar pedang itu merupakan serangan telak. maka larik sinar yang lain hanya untuk mengaburkan
pandangan dan perhatian lawan saja dan tak mungkin
menimbulkan suara berdering ber-kali2, kini jelas bah-wa sinar
pedang itu semuanya merupakan serangan yang sesungguhnya.
Benturan pedang itu berlangsung dalam waktu yang amat
singkat sekali, tapi Dian Tiong-pit sudah merasakan sesuatu yang ganjil, setiap kali tabasan pedang lawan dapat mengikis pedangnya menjadi lebih pendek. pedang yang semula panjang tiga kaki lebih itu kini hampir sisa gagangnya saja.
Untunglah laki2 berkedok itu segera berhenti serta mundur,
katanya dingin. "Dian Tiong-pit, kau sudah mau mengaku kalah?"
Watak Dian Tiong-pit berangasan, tinggi hati dan angkuh, kapan
dia pernah tunduk kepada orang lain, selama berkelana di
kangouw belum pernah kecundang, apalagi dipermainkan
seterunya ini, keruan amarahnya bukan kepalang, ia berteriak.
mendadak gagang pedang digunakan sebagai senjata rahasia terus
ditimpukkan, serentak kelima jarinya menekuk laksana cakar
menyerang dengan jurus Tok-liong tam-jiau (naga beracun ulur
cakar), secepat kilat ia mencengkeram dada musuh,
Maklumlah pada serang menyerang tadi jarak kedua pihak
hanya kurang lebih tiga kaki jauhnya, dalam jarak sedemikian
dekat, serangan Dian Tiong-pit yang mendadak ini sudah tentu
membuat orang tidak menduuga dan tidak berjaga2.
Gagang pedang itu ditimpukan sepenuh tenaga, tahu2 sudah
melesat tiba di depan hidung si orang berkedok. sementara kelima jari tangannya tajam laksana cakar bajapun sudah mengincar dada orang.
Si orang berkedok memang tidak menduga akan datangnya
serangan berganda ini, sementara gagang pedang sudah berada di
depan mata terpaksa dia doyong tubuh ke belakang sambil angkat
pedang tegak ke atas, "Trang", gagang pedang itu dia sampuk patah menjadidua potong.
Sementara cakar Dian Tiong-pit yang terpentang itu tahu2 juga
sudah menyentuh pakaian si orang berkedok baru saja dia
kerahkan tenaga hendak mencengkerann, tiba2 terasa urat nadi
tangannya, menjadi kesemutan dan lenganpun menjadi lemas,
ternyata pada detik yang menentukan itu pergelangan tangan Dian Tiong-pit sudah terpegang oleh si orang berkedok malah, keruan
kagetnya bukan kepalang, lekas dia meronta sekuatnya, tak nyana orang berkedok lebih cepat lagi, tahu2 tangan kiri terangkat,
dengan jurus "mendorong perahu menurut aliran air", dengan enteng dia mendorong, maka Dian Tiong-pit tidak sempat meronta
lagi, tanpa kuasa tubuhnya mencelat dan melayang setombak
lebih. "Blang", dengan keras terbanting di atas geladak. hampir saja dia terguling jatuh ke sungai.
Betapapun kepandaian silat Dian Tiong-pit tidak lemah, begitu
badan terbanting di lantai papan, sekali mengerahkan tenaga,
dengan lincah ia sudah meletik bangun, begitu berdiri tegak sinar matanya seketika mencorong beringas, sekian saat dia tatap orang berkedok itu, bentaknya: "Sebutkan nama tuan, orang she Dian akan segera berlalu."
Orang berkedok cudah simpan pedangnya, katanya tertawa:
"cayhe tak perlu menyebut nama segala, kalah menang sudah
terang, lekas kau pergi dengan anak buahmu, kelak kita masih
akan berhadapan lagi di medan laga." Habis berkata dia malah pergi lebih dulu daripada Dian Tiong-pit, badannya meluncur ke
sana dan hinggap diatas sebuah sampan-
Sejak orang berkedok muncul dan kembali ke atas sampan,
kejadian hanya berselang beberapa kejap saja, keruan orang2 Pekhoa-pang sama melongo kebingungan-Melihat orang mau pergi
baru Giok je bersuara: "Tayhiap ini, harap tunggu sebentar"
Orang berkedok itu sudah berada di atas sampan, seperti tidak
dengar seruannya, dia melajukan sampan itu ke arah belakang
sana. Seperti diketahui sampan yang dipakai ini sebetulnya adalah salah satu milik Dian Tiong-pit.
Sementara itu Dian Tiong-pit sedang sibuk membuka Hiat-to
Hou Thijiu, Thian-kau-sing dan kedua laki2 bermuka kuning itu,
lalu katanya: "Hayo pergi." Dengan anak buahnya segera mereka berlalu.
Dikala pertempuran berlangsung dengan sengit, diam2 Kiang-lo
toa sudah perintahkan anak buahnya menolong kedua laki2 baju
kelabu yang terjungkal ke sungai tadi, kini sudah dlobati lagi.
Diam2 Giok-je terheran2 melihat orang berkedok itu mendayung
sampannya sedemikian pesatnya ke arah belakang, batinnya:
"orang ini tadi muncul mendadak di atas perahu, pergi pula secara tergesa2 dengan sampan Dian Tiong-pit, memangnya dari mana
dia datang?" Melihat Giok-je menjublek mengawasi ke buritan, Llok Kian-lam
bertanya: "Apakah Hoa-kongcu sudah tahu asal-usul orang
berkedok itu?" Giok je menggeleng, ujarnya: "Ilmu silat orang ini amat tinggi, begitu cepat gerakannya, sukar aku mengikuti permainannya,
entah dari perguruan mana . . . . "
Tiba2 Liau-hoa menyeletuk "He, mungkinkah orang itu adalah Cu-cengcu?"
"Hah" mendadakGiok-jeberseru."Lekaskitatengok....."
ooo(000dw000)ooo Sebelum mulai dengar ramalannya Cu-ki-cu menyulut tiga
batang dupa, lalu satu persatu dia suruh Ban Jin-cun, Kho Keh-hoa dan Cu Jing memperkenalkandiri, jadipersoalannyaadapada
ketigabatang dupa yang mengeluarkan asap wangi yang
memabukkan ini, siapa saja setelah bicara pasti menyedot bau
harum ini, maka cepat sekali merekapun terjungkali roboh. Keruan Cu-ki-cu tergelak kegirangan sambil bangundaritempatduduknya.
Mendadak terdengar suara nyaring merdu berkumandang di luar
pondok: "Ada orang di dalam?"
AgakterkejutCu-ki-cu, bentaknya:"siapa?"
"Kami maucarituaCu-ki-cu"agaknyadiatidakseorangdiri.
Cu-ki-cu mengerut alis, sekilas dia pandang tiga orang yang
menggeletak di tanah, lalu menyingkap kerai berjalan keluar,
tertampak orang telah berada diruang tamu. Itulah dua pemuda
sekolahan yang berusia tujuh-belasan, wajahnya sama cakap dan
ganteng. Sambil mengelus jenggot menguning di bawah dagunya yang
jarang itu, Cu-ki-cu pandang kedua tamunya itu sekian saat,
setelah batuk2 kering baru bertanya: "Kalian ada perlu apa?"
Salah seorang yang lebih tua berkata dengan tertawa: "Kami ingin mohon tuan Cu-ki-cu meramalkan nasib kami, apakah kau
tuan Cu-ki-cu?" "Sayang sekali, kebetulan Cu-ki-cu sedang ke luar," sahut Cu-kicu.
Pemuda yang lebih muda celingukan, longok sana toleh sini, lalu bersuara heran: "He, mana mereka?"
"Apa kata Siang kong?" tanya Cu-ki-cu.
"Tadi tiga orang teman kami sudah kemari lebih dulu, di mana mereka?"
Terbayang sinar aneh pada mata Cu-ki-cu, katanya tersenyum:
"o, apakah ketiga pemuda yang Siang kong maksud?"
"Ya, satu di antaranya adalah Piaukoku, dimana mereka?" tanya pemuda yang lebih muda.
"Memang tadi ada tiga pemuda kemari mau cari Cu-ki-cu, Lohu beritahu bahwa Cu-ki-cu sedang keluar, maka mereka lantas
pergi." Kedua pemuda saling pandang, kata yang lebih muda: "Tidak
mungkin, kuda tunggangan Piaukoku masih berada di luar sana,
mana mungkin dia sudah pergi?"
Kata Cu-ki-cu kurang senang: "Losiu sudah setua ini, masa
berdusta pada kalian?"
Mendadak yang lebih muda itu tertawa lebar, katanya: "Kukira kau ini justeru Cu-ki-cu sendiri, Piauko selalu larang kami ikut kemari, katanya cu-ki-cu tidak suka digangggu orang, supaya
ramalannya tepat orang tidak boleh datang ber-bondong2,
tentunya Piauko sengaja suruh kau keluar untuk menolak
kedatangan kami, betul tidak" Hm, aku tidak percaya, mereka
tentu sembunyi di dalam."
Habis berkata mendadak dia berteriak keras2: "Piauko" -Tiba2
pula dia menerobos kedalam.
Berubah air muka cu-ki-cu, sekali berkelebat dia mengadang
seraya membentak: "Berhenti" Tangan kanan terus menepuk ke pundak si pemuda.
Sebelum telapak tangannya menyentuh pundak pemuda itu,
mendadak dia rasakan punggung tangannya seperti digigit
nyamuk, seketika seluruh lengan menjadi lemas lunglai dan pati
rasa, tenaga yang dikerahkanpun sirna, keruan kagetnya bukan
main, cepat dia periksa tangan sendiri, dilihatnya sebatang jarum sulam menancap dipunggungtangannya, jarumini
memancarkancahayakehijauan-
Seketika berubah pucat muka Cu-ki-cu, teriaknya ketakutan:
"Tong-bun-ceng-bong-ciam (jarum cahaya hijau keluarga Tong)"
Dalam berkata2 ini Cu-ki-cu kembali merasa kedua kakinya
mulai lemas dan pati raga pula.
Kadar racun pada jarum kemilau hijau ini tidak terlalu keras dan memang khusus untuk membekuk musuh, yang diincar umumnya
adalah kaki dan tangan, musuh seketika akan lena dan tak mampu
melawan lagi. Pemuda yang lebih tua mengejek. katanya: "Betul, kiranya kau kenal juga"
Sambil mengawasi pemuda yang lebih tua, Cu-ki-cu bertanya:
"Kau, Siangkong ini dari. . dari keluarga Tong?"
Yang lebih muda cekikikan, katanya: "Jangan cerewet, berdiri saja disitu"
Pada saat itulah kain gordyn di kamar sebelah timur tiba2
tersingkap. dua laki2 bersenjata golok menerobos keluar. demikian pula dari kamar sebelah barat juga melompat keluar dua orang
laki2 bersenjata golok pula, begitu keluar mereka berpencar terus mengancam dengan golok mereka.
Gerakan keempat laki2 baju hitam cukup tangkas, begitu lompat
keluar terus berpencar, dari kerja uhan mereka acungkan golok
mengincar kedua pemuda yang terkepung itu.
Pemuda yang lebih muda melirik dan mencibir, katanya tak
acuh: "Kalian mau apa?"
Laki2 yang berdiri di muka mereka menyeringai, katanya. "Anak kura2, ini yang dinamakan sorga ada pintu tak mau masuk-neraka
tertutup rapat kau malah menerjangnya, rupanya kau sendiri ingin mampus,jangan menyesalbilatuanbesarmuberlakukejam."
"Kami hendak mencari Cu-ki-cu, siapa bilang ingin mati?" ujar si pemuda.
"Tuanmu bilang, kaliananak kura2 initamatlahhari ini."
Pemuda yang lebih tua tidak sabar lagi, matanya memancarkan
cahaya terang, katanya dingin: "Dik, tak perlu banyak omong dengan mereka, kaum keroco ini bukan orang baik, enyahkan
mereka saja." Yang lebih muda mengiakan seraya mencabut pedang pendek,
berbareng pemuda yang lebih tua juga mengeluarkan sebatang
pedang panjang. Laki2 yang bicara tadi menyeringai hina, katanya tergelak2:
"Anak kura2 ini ternyata pandai main silat juga."
Cu-ki-cu yang menyingkir ke samping segera menyela: "Mereka adalahanak murid keluarga Tong dariSujwan-"
"Berani kau omong, biar kugampar muka dan kutamatkan
jiwamu" bentak pemuda yang lebih tua. Sorot matanya yang dingin menyapu pandang, lalu menudingkan pedangnya kepada keempat
musuh, katanya: "Siapa di antara kalian yang maju lebih dulu."
Laki2 yang bicara tadi berkata pula: "Keluarga Tong kalian sebetulnya tak pernah bermusuhan dengan kami, tapi kaliann
justeru main seruduk kemari mencari gara2, umpama kalian putera raja juga, hari ini tak boleh dilepaskan lagi"-Golok bergerak. dia memberi tanda, dua orang laki2 baju hitam segera menubruk ke
depan pemuda yang lebih tua. ia sendiri dengan seorang laki2 lain segera meluruk pemuda yang lebih muda, empat orang
mengeroyok dua orang. Pemuda yang lebih tua berdiri tenang2 tanpa bergerak. kedua
musuh yang menyerbu berpencar dari kanan kiri, yang kanan
menabas lengan kanan yang memegang pedang, sementara
musuh yang sebelah kiri menggerakkan golok mengancam
pinggang. Ketika senjata kedua musuh hampir menyentuh badan baru
pemuda yang lebih tua mengejek. mendadak kaki kiri menggeser
mundur berbareng pedang di tangan bergetar, selarik sinar
ke-milau segera berputar. "Trang, trang", sekaligus dia tangkis golok kedua musuhnya, pedangnya masih bergerak menabas
miring. Kepandaian silat kedua laki2 ini ternyata tidak lemah, sebat
sekali mereka berkelit sembari angkat golok balas menyerang,
gabungan serangan golok mereka cukup gencar dan mengincar
tempat mematikanditubuh pemudayang lebih tua.
Sementara pemuda yang lebih muda mengembangkan ilmu
pedangnya yang cukup hebat, sinar pedangnya menyamber seperti
rantaikemilau menciptakanbayangancahayayangberlapis2.
Hanya beberapa gebrak. kedua musuhnya telah dicecar di
bawah angin. Sebetulnya kedua laki2 ini biasanya mempunyai cara tersendirijlka mengeroyok musuh, tapi entah mengapa hari ini
rangsakan sengit mereka tidak manjur lagi.
Lain halnya dengan kedua temannya yang mengeroyok pemuda
yang lebih muda, mereka sudah berada di atas angin-Pemuda yang
lebih muda bersenjata pedang pendek. Lwekangnya memang lebih
rendah dan latihan kurang matang, kalau satu lawan satu mungkin lebih unggul, tapi dikeroyok dua, dia betul2 kewalahan, niatnya melawan dan merobohkan kedua musuh itu, apa daya tenaga tak
sampai. Sepuluh jurus kemudian keadaannya sudah semakin
runyam, pedang pendeknya tangkis kanan pukul kiri, gerak
pedangnya menjadi kacau dan tak teratur lagi. Sudah tentu hatinya kaget tapi juga geram, teriaknya: "Kalian kawanan kunyuk yang ingin mampus, jangan bikin marah hatiku, nanti kupenggal kepala kalian."
Laki2 baju hitam disebelah kiri tertawa, ejeknya: "Anak kura2, pandaijuga membual."-Sret, sret, tiba2gerakgoloknyadipercepat, duakalidia membacokdan menabas.
Pemuda yang lebih muda dipaksa menangkis dan melompat
mundur dengan kalang kabut. Laki2 baju hitam tertawa riang,
golok dibolang-balingkan, mendadak dia mendesak maju seraya
membentak: "Anakkura, barusekarangkau tahurasa"
Belum habis bicara, pada saat mulutnya masih terbuka,
mendadak dia menjerit keras dan roboh terjungkaL
Melihat temannya tanpa sebab mendadak terjungkal, keruan
laki2 yang lain terperanjat, sedikit lena tahu2 pedang si pemuda sudah menyamber tiba, hendak berkelitpun kasip. baju pundaknya
terpapas, walau kulitnya tidak terluka, namun dia sudah patah
semangat,bergegasdiajejakkakidan melompatmundur.
Si pemuda meradang seraya membentak: "Kaupun jangan
harap bisa lari" -Dari balik lengan bajunya tiba2 menyamber keluar sebatang panah kecil lembut. Baru saja laki2 baju hitam mau
berkelit, tapi sudah terlambat, terasa pergelangan kanan yang
memegang golok kesakitan, "trang", golok jatuh terlepas di tanah, tanpa kuasa iapun jatuh tersungkur.
Kejadian berlangsung dalam beberapa kejap saja, kedua
temannya yang mengeroyok pemuda lebih tua itu sebetulnya
sudah berada di atas angin, serta melihat kedua temannya roboh
terkena senjata rahasia, mereka menjadi gugup dan ciut nyalinya, sedikit lena pedang pemuda lebih tua segera menusuk iga kiri laki2
yang beradadisebelah kanan-Laki2 itu menjeritkeras2, sambil
mendekap lukanya dia terjung keluar dan melarikan diri. Sudah
tentu temannya tak berani bertempur lebih lanjut, segera iapun
ngacir masuk ke kamar sebelah barat.


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Empat musuh, dua rebah tak berkutik, dua lagi lari mencawat
ekor. Tinggal Cu-ki-cu yang masih berdiri di sana seperti patung, wajahnya cemberut kecut, katanya dengan nada yang minta
" Kenapa kau tidak menungguku?"
"Nona mau ke mana"
"Kau menyamar lagi bukankah ka hendak menemuka pengejaranmu?" , u n "Betul, kenapa?"
"Aku ikut, boleh tidak?"
K n gidikasihani: te teg n "Siangkong berdua
sah tn a menggele hara ng p tahu "Janga , n orang2 jahat su non da cant h ada "Bukankah tadi kau bilang Cu-ki-cu tidak di rumah?" ejek pemuda lebih muda.
Cu-ki-cu menghela napas, katanya: "Siang kong tidak tahu latar belakang persoalannya, tadi Losiu bilang Cu-ki-cu tidak ada,
maksudku mau memberi peringatan kepada kalian supaya lekas
pergi, karena Losiu diancam oleh keempat penjahat tadi dan tak
mungkin memberipenjelasankepada kalian-"
"ManaPiaukokubertiga" desakpemudayanglebih muda.
"Ada, ada," kata Cu-ki-cu sambil menyengir, "mereka semaput terkena dupa wangi, harap Siang-kong ampuni Losiu, segera
kuambilobat pemunahnya."
Pemuda yang lebih tua sudah simpan pedangnya, dari dalam
kantong dia keluarkan sebutir obat dan diangsurkan, katanya:
"cabutlah ceng-bong-ciamdan telan obat ini."
Dengan tangan kiri Cu-ki-cu terima obat itu, sambil berterima
kasih ia mencabut jarum yang menancap dipunggung tangannya,
lalu telan pil itu. Mengawasi kedua orang yang menggeletak di tanah, pemuda
yang lebih tua bertanya sambil menoleh: "Dik, panahmu dibubuhi racun, apakah kedua orang ini masih bisa ditolong?"
Pemuda lebih muda cekikikan, katanya: "Baru pertama kali ini aku gunakan senjata rahasia pemberian paman, paman pernah
bilang, dalam setengah jam kalau mereka tidak dlobati, jiwa bisa melayang."
"Kau punya obatnya" Kedua orang ini harus ditawan hidup2."
"Ada saja, obatnya kusimpan di dalam kantong." Mendengar percakapan mereka, terunjuk cahbaya aneh pada sorot mata cu-ki-cu, setelah makan obat, lengan kanannya kini sudah bisa bergerak.
lekas dia menuding sambil berkata: "Siang kong, silakan ikut Losiu, teman kalian di sebelah timur, Losiu akan ambil obat penawarnya."
Dia lantas menyingkap kerai, tertampak tiga orang menggeletak di dalam kamar, mereka ialah Ban Jin-cun, Kho Keh hoa dan cu-jing.
"Di mama kau simpan obatmu, lekas ambil"
"Kusimpan di kamar, segera Losiu mengambilnya," sahut Cu-ki-cu, bergegas dia lari ke kamarnya.
Pemuda yang lebih muda sudah keluarkan obat penawar
mendekati kedua laki2 baju hitam, panah dia cabut lalu
membubuhi obat di tempat luka serta membuka hiat-to, tapi
mendadak ia menjerit:"He,kenapakeduaoranginisudah mati?"
"Tadi kau bilang setengah jam baru racun bekerja, mana
mungkin mati?" ujar pemuda yang lebih tua.
"Memang, tapi mereka. ......" mendadak dia berseru heran:
"He,Ji-ko, bukankah iniceng-bong-ciam miiikmu?".
"ceng-bong-ciam milikku?" seru pemuda yang lebih tua. "Di mana?"
Dilihatnya pada dada kedua laki2 yang rebah di tanah masing2
tertancap sebatang jarum sulam yang kemilau kehijauan, memang
itulah ceng-bong-ciam. seketika alianya menegak. katanya gusar:
"Bangsat keparat, kita ditipu olehnya. Cu-ki-cu jelas sekomplotan dengan kawanan penjahat ini."
"Pantas" ujar pemuda yang lebih muda. Jarum yang melukai dia tadi dia gunakan untuk membunuh kedua orang ini. Kenapa
mereka dibunuh" Kuatir membocorkan rahasia"
"Agaknya kau sudah tambah pintar." Sahut pemuda yang lebih tua. "Nah, sekarang kita semprot muka mereka dengan air dingin supaya siuman."
"Memangnya begitu gampang?"
"Tidakpercaya, bolehkau buktikan"
Dari tempat sembahyang pemuda yang lebih muda ambil
secangkir kecil air suguhan terus di -semprotkan kemuka ketiga
orang. Ban Jin-cun melompat bangun lebih dulu, segera ia menjura
kepada mereka, katanya: "Apakah saudara berdua yang menolong kami bertiga?"
Pemuda yang lebih muda memang ceriwis, katanya:
"Memangnya Cu-ki-cu mau menolong kalian pula?"
Kho Keh hoa pun sudah berdiri, tanyanya: "Kemana bangsat Cu-ki-cu itu?"
"Dia sudah lari," kata pemuda yang lebih tua.
Yanglebihmuda, mendekatiCuJing,katanya.,"Piauko,kautidak
kenal Siaute lagi?" Sekilas Cu Jing melengak karena dipanggil Piauko, dengan
menatap mukaorang ia menjura danbertanya:"Saudarainisiapa?"
"Kenapa Piauko jadi pelupa, memang sesama saudara misan
kita baru bertemu sekali, mungkin Piauko sudah lupa, entah
Ya-khim Piauci baik2 saja?"
Merah muka cu-Jing, tanyanya heran, "Kau. . ."
"Siaute Ling Kun-ping . . . . " tukas pemuda yang lebih muda.
Mendadak dia pegang lengan Cu Jing terus diseret ke sana serta
berbisik di telinga-nya: "Piauci, aku adalah Ji-ping." Ternyata pemuda ini samaran Pui Ji-ping, jadi Cu Jing adalah Piaucinya,
yaitu Cu Ya-khim. Cu Ya-khim alias Cu Jing kembali melenggong, ia tatap muka
"Ling Kun-ping", katanya: "Jadi kau . . . . "
"Aku menyamar,"kataJi-ping lirih.
Mendengar suara orang memang betul Pui Ji-ping, lekas Cu Ya-
khim berpesan dengan suara lirih: "Jangan kau bocorkan
rahasiaku." "Ya, tahu sama tahu," ujar Ji-ping.
Cu Ya-khim genggam tangannya, cepat katanya dengan girang:
"Piaute, siapakah dia" Lekas perkenalkan pada Piauko."
Pui Ji-ping menjawab: "Dia adalah nona kedua keluarga Tong dari Sujwan dan bernama Tong Bun-khing." Lalu dengan suara keras dia tuding pemuda lebih tua dan berkata: "Inilah Tong Bunkhing, Tong-jiko."
Lekas cu Ya khim menjura, katanya: "Kira-nya Tong-heng,
sudah lama siaute ingin berkenalan-"
Tong Bun-khing tertawa, katanya: "Akupun sudah lama dengar nama besar Cu-heng."
Tak lupa Cu Ya-khim perkenalkan juga mereka kepada Ban Jin-
cun dan Kho Keh-hoa. Ban Jin-cun lantas berkata: "Entah Tong-heng dan Ling-heng bagaimana bisa mencari ke tempat ini?"
"Hanya kebetulan saja, kami berdua lewat di Tong-seng, kulihat cu-piauko ter-buru2 menempuh perjalanan ke utara, entah apa
yang telah terjadi" Maka secara diam2 kami menguntit kemari,"
lalu dia ceritakan kejadian yang baru lalu.
"Bangsat itu lari terbirit2, dalam kamarnya ini tentu ketinggalan barang2nya, marikitaperiksabersama," demikian usul BanJin-cun.
Demikianlah waktu mereka sibuk bekerja, tiba2 didengarnya
suara deru angin, Ban Jin-can cukup cerdik, lekas dia memberi
tanda kepada yang lain supaya diam, pelan2 dia menyingkap
gordyn dan melongok keluar. Dilihatnya seekor burung dara pos
tengah hinggap di depan gubuk. seketika tergerak hatinya, lekas dia menerobos keluar. Agaknya burung dara itu cukup terlatih,
melihat orang asing yang tidak di kenalnya, segera dia pentang
sayap hendak terbang pergi,
Sudah tentu Ban Jin-cun tidak berpeluk tangan, sigap dia
menjemput sebutir batu terus ditimpukkan, berbareng dia jejak
kaki, badan melambung ke atas sambil ulur tangan menangkap
burung yang meluncur jatuh terkena timpukan batunya. Lekas Cu
Ya-khim ikut lari keluar, tanyanya: "Bagaimana Ban-heng?"
Dengan kedua tangan memegang burung dara jin-cun sudah
melangkah balik, katanya: "inilah burung dara pos."
Sementara itu Tong Bun -khing, Kho Keh-hoa dan Pui Ji-ping
juga sudah keluar. Ban Jin-cun bertanya: "Ada yang ditemukan di dalam rumah?"
"Tiada, kecuali pakaiantiadabenda2 laindirumahnya."
Dari kaki burung dara Ban Jin-cun melepaskan sebuah bumbung
kecil, lalu dituang keluarkan secarik kertas gulungan serta
dibeberkan dan dibaca, tulisan itu berbunyi:
"segera diperiksa asal usul Kiang-lotoa pemilik warung
teh Hin-liong di dermaga An-khing. orang ini ada sangkut
pautnya dengan para budak yang lari menculik Cu Bun-hoa
palsu, segera bekerja, jangan terlambat. Tertanda Tin."
Mendelu hati Cu Ya-khim melihat bunyi "Cu Bun-hoa palsu", batinnya: "Entah siapa yang memalsu ayahku?"
Ban Jin-cun angsurkan kertas itu kepada yang lain, katanya:
"Peristiwa budak2 lari, entah apa yang terjadi" Agaknya bertambah ruwet persoalan dalam Kangouw."
Mendadak Pui Ji-ping berjingkrak kegirangan sambil goyang2
lengan Tong Bun-khing, teriaknya: "Jiko, jejak Piauko sudah diketahui, tekas kita susul ke An-khing."
"Piaute, apa katamu?" tanya Cu Ya-khim heran-"Siapa Piaukomu itu?"
Jengah muka Pui Ji-ping, katanya sambil mengawasi Tong Bun-
khing: "Panjang kalau diceritakan, nanti kujelaskan, sekarang lekas kita susul ke An-khing."
Cu Ya-khim menoleh kepada Ban Jin cun dan Kho Keh-hoa,
tanyanya: "Ban heng dan Kh-o-heng mau pergi ke An-khing juga?"
"Kami hendak cari klomplotan Hek-liong-hwe. dari tulisan ini dapat kami simpulkan bahwa kasus larinya budak2 ini pasti ada
hubungannya dengan Hek liong-hwe, sudah tentu kita akan pergi
kesana juga. Girang Cu Ya-khim, katanya: "Syukurlah, kita masih
seperjalanan-" Mimiknyayangberseri senangitu diam2 di-perhatikanolehPuiJi-
ping, dalam hati ia membatin: "Agaknya Piauci sudah kasmaran terhadap Ban Jin-cun ini."
Layar sudah berkembang sehingga perahu laju dengan pesatnya
melawan gelombang ombak sungai.
Waktu pintu kamar dibuka, Cu Bun-hoa palsu yang mengenakan
jubah biru berjenggot hitam tampak duduk menyandang meja,
mata terpejam seperti tertidur. Pelan2 gordyn tersingkap. Giok-je, Pinghoa dan Liau-hoa satu persatu melangkah masuk. . Setelah
berada didalamkamar, Liau-hoa lantasberbisik:"Agaknyabukandia."
Sebelum berlalu tadi. Giok-je telah menutuk Hiat-tonya, kini
orang tetap berduduk dalam sikap yang sama, sudah tentu dia
bukan orang berkedoktadi.
Giok-je menoleh kepada Liau-hoa maksud-nya supaya jangan
banyak bicara, pelan2 dia maju ke depan Ling Kun-gi, dengan
seksama ia memeriksa. Baru sekarang dia mau percaya, karena
tadi dia menutuk Ki-bun-hiatnya, sampai sekarang kain baju tepat dibawah dada kiri mendekuk ke dalam sebesar kacang, jelas sejak tadi dia tidak pernah bergerak. Tujuannya menutuk Hiat-to orang bukan untuk mencegah orang bergerak. tapi hendak menjajal
apakah kepandaian silatnya sudah pulih kembali.
Seperti diketahui, setiap "tamu agung" yang di "bertandang" ke coat-sin-san-ceng semuanya sudah dicekoki racun pembuyar
Lwekang. Tapi kabar yang menyusul belakangan mengatakan
waktu Coat Sin-san-ceng di serbu musuh, Lok-san Taysu berempat
sudah pulih kepandaiannya sehingga Hian-ih-lo-sat mengalami
kekalahan total. Cu Bun-hoa asli yang ada di Coat Sin-san-ceng itu adalah usaha selundupan Giok-je sendiri, kalau tiga yang lain
sudah pulih kepandaiannya, maka Cu Bun-hoa tentu juga sudah
pulih Lwekangnya. Sejak terjadi peristiwa aneh di Sam-koan-tian malam itu, di
mana secara mendadak dan di luar sadar mereka jatuh semaput
serta kedatangan orang berkedok di atas perahu tadi, diam2
Giok-je sudah curiga hahwa semua itu adalah ulah atau perbuatan orang yang menyamar jadi Cu Bun-hoa ini.
oleh karena itu, sebelum berlalu tadi, diambang pintu mendadak
dia menutuk dengan kekuatan angin jarinya, kelihatan orang tidak siaga dan tanpa melawan, ini membuktikan bahwa racun penawar
Lwekang dibadannya masih bekerja. Kini setelah terbukti bahwa
kecurigaannya meleset, dia lebih yakin bahwa orang berkedok
yang muncul tadijuga bukan orangyang menyamarCuBun-hoa ini.
Kalau bukan dia, lalu siapa" Jelas orang itu datang tanpa naik
perahu atau sampan, waktu pergi dia bawa sampan orang2 Hek-
liong-hwe, meluncur kira2 puluhan tombak, sampan itu tahu2
sudah berhenti, sementara orang berkedok di atas sampan itupun
lenyap tak keruan parannya. Kecuali dia terjun ke air, hanya ada situ kemungkinan, yaitu dia menyelundup balik ke atas perahu.
Analisa ini memang masuk akal, tapi kini dia harus menumbangkan rekaannya sendiri, sebab kecuali Cu-cengcu palsu ini boleh
dikatakan tiada orang lain yang patut dicurigai di atas perahu ini.
Sekian lama Giok-je berdiri menjublek dihadapan Ling Kun-gi tanpa bersuara.
"cici, bukankah engkau hendak membuka Hiat-tonya?" kata Pinghoa.
Mendadaktergerakhati Giok-je, la manggut2dan menepuksekali
dipundak orang untuk mem-buka hiat-tonya, mulutnya bersuara
lirih: "Cu-cengcu bangunlah"
Badan Ling Kun-gi sedikit bergetar, tiba2 dia membuka mata,
katanya sambil mengawasi Giok-je "Lohu tertidur sambil duduk.
entah waktu apa sekarang?"
"Sudah lewat lohor, tiba saatnya makan siang," sahut Giok-je, Ping-hoa dan Liau hong sudah buka tenong dan keluarkan
hidengandan arakditaruhdi atasmeja.
Giok-je berpaling, katanya: "Kalian keluar saja." lalu ia menambahkan: "Cu-cengcu silahkan makan-"
Kun-gi berdiri, dilihatnya empat macam hidangan sudah tersedia
di atas meja, sepoci arak dan seteko teh, tanyanya: "Apakah nona sudah makan?"
"Hamba sudah makan di luar," sahut Giok-je, la mengisi secangkir arak dan disuguhkan kepada Ling Kun-gi, katanya
dengan tersenyum manis: "Yang tersedia di perahu hanya
hidangan kasar, harap Cu-cengcu makan seadanya saja."
Kun-gi tidak sungkan, baru saja dia angkat cangkir arak hendak
minum, mendadak cangkir dia turunkan pula, tanyanya: "Nona2
menolongku keluar dari Coat Sin-san-ceng, tertunya punya maksud tujuan tertentu?"
Giok-je pandang cangkir arak orang, sahutnya: "Cu-cengcu
kuatir hamba menaruh racun dalam arak" Kalau begitu biarlah
hamba minum dulu secangkir arak ini."
Kun-gi tertawa, katanya: "Nona tidak menjawab pertanyaanku, itu berarti tidak mau memberi keterangan-" Tanpa tunggu reaksi si nona kembali ia angkat cangkir arak, ujarnya: "Lohu sudah terkena racun penawar Lwekang di Coat Sin-san-ceng, buat apa nona
harus taruh racun lagi dalam arak ini, untuk ini Lohu tidak perlu kuatir." Sekali tenggak ia habiskan arak itu.
Giok-je tertawa tawar, kembali dia isi cangkir orang, katanya:
"Cu-cengcu berhasil menawarkan getah beracun mereka, tentunya takperlutakutorang menaruhracundidalamarak."
Kun-gi cukup cerdik, dia tahu orang sengaja hendak memancing
keterangan dirinya tentang getah beracun itu, maka iapun sengaja menggeleng, katanya: "Bicara soal obat penawar getah beracun itu, terus terang Lohu sendiri juga tidak percaya akan hasil yang telah kucapai itu."
"Tong-locengcu dari Sujwan adalah ahli racun di Bu-lim dan terkenal sebagai dedangkotnya racun, selama tiga bulan dia tak
mampu berbuat apa2, namun Cu-cengcu hanya dalam tiga hari
berhasil menawarkan getah itu menjadi air jernih, semua ini jelas memerlukan pengetahuan luas dan pengalaman yang dalam, tak
mungkin hanya terjadi secara kebetulan saja."
Kun-gi geli, katanya sambil mengawasi Giok-je. "Jadi nona juga yakin bahwa Lohu pasti bisa menawarkan getah beracun itu?"
Giok-je menarik kursi dan duduk di sebelah samping, katanya
sambil membetulkan sanggul rambutnya: "Apa perlu dikatakan lagi, bukankah sudah terbukti Cu-cengcu berhasil menawarkan getah
beracun itu?" "Ya, oleh karena itulah Lohu menduga nona menjalankan
perintah menyelundupkan Lohu ke luar dari Coat-siu-sau-ceng,
tentunya punya tujuan tertentu bukan?"
Giok je melengos dari tatapan tajam Ling Kun-gi, katanya:
"Pandangan Cengcu memang tajam dan teliti, untuk ini hamba tidak perlu mungkir lagi"
"Kalau begitu, kenapa nona tidak berterus terang kepada Lohu?"
"Bukan hamba tidak mau menerangkan, soalnya apa yang
hamba ketahui amat terbatas, ini disebabkan oleh kedudukan
hamba, ada persoalanyangtakboleh dibocorkan kepadaorangluar."
"Tak banyak yang ingin kuketahui, misalnya nona dari Pang
atau Hwe mana, ke mana Lohu hendak dibawa, soal ini tentu nona
bisa memberi keterangan?"
Terunjuk sikap serba salah pada wajah Giok-je katanya setelah
menepekur sebentar: "Bicaraterusterang, kamidari.....dariPek-hoa-pang......"
Sebetulnya Ling Kun-gi sudah tahu, dengan tersenyum dia
berkata: "Pek-hoa-pang, bukan saja namanya segar dan enak
didengar, tentunyaanggotaPangkalian seluruhnyaterdiridari kaum
hawa?" Merah muka Giok-je, tapidia manggut2.
"Kemana Lohuhendakdibawa?"
"Hal inihamba tidak berani menjelaskan."
"Tentunya tujuan kita adalah suatu tempat yang terahasia
sekali" Lalu siapa nama gelaran Pangcu kalian?"
Berkedip2 bola mata Giok-je, katanya dengan tertawa nakal:
"Setelah Cengcu tiba di sana dan berhadapan dengan Pangcu, boleh kau tanya sendiri."
"Jadinonatak berani menerangkan?""
"Cu-cengcu jangan memancing, hamba adalah anak buahnya,
betapapun hamba tidak berani sembarang menyebut nama gelaran
Pangcu."

Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sesaat lamanya keduanya bungkam, suasana menjadi hening
sekejap. Kun-gi sikat hidangan yang tersedia, kejap lain Ping-hoa dan Liau-hoa sudah bereskan piring mangkuk, lalu menyuguh
secangkir teh. Giok-je berdiri serta memberi hormat, kata-nya:
"Silakan Cengcu istirahat, hamba mohon diri."
Dengan langkah lembut dia lantas keluar. Beruntun dua hari,
kecuali Ping-hoa dan Liau-hoa yang meladani makan minumnya,
Giok-je tidak pernah unjuk diri. Agaknya dia sudah kapok dan
berlaku hati2 terhadap Ling Kun-gi, banyak bicara tentu bisa
kelepasan omong, maka lebih baik dia hindari bicara atau ngobrol dengan Ling Kun-gi.
Selama itu Kun-gi juga tidak keluar kamar, tapi dia tahu bahwa
kamar tempat tinggalnya selalu diawasi orang,jelas mereka adalah Liok-piauthau dari Bau-seng-piau-kiok dan anak buahnya. Kamar
belakang yang terletak di buritan dan terpisah oleh dinding papan dengan kamar Ling Kun-gi adalah kamar tinggal Giok-je bertiga.
Selama dua hari ini Giok-je sembunyi dalam kamar, dari celah2
dinding papan secara diam2 selalu dia mengawasi gerak-gerik Ling Kun-gi. TapiKun-gipura2tidaktahu.
Perjalanan dua hari ini mereka lewatkan dengan tenang dan
tenteram, tak pernah bentrok atau bersua dengan orang2 Hek-
liong-hwe lagi. Hari kedua setelah nakan malam, cuaca sudah
gelap, terasa perahu ini seperti membelok memasuki sesuatu selat.
Biasanya di waktu petang perahu memang cari tempat yang
terlindung dari hujan badai, tapi hari ini sudah gelap, perahu masih terus laju dengan kecepatan sedang, malah selat ini rasanya terlalu sempit dan belak-belok ke kanan-kiri, ini terasa dari seringnya perahu oleng ke kanan atau ke kiri.
Peralatan perahu ini serba lengkap, tapi tiada membawa lampu
atau lentera sehingga keadaan dalam perahu amat gelap, maka
para kelasi bekerja mengandalkan kemahiran dan pengalaman
saja. Kira2 setengah jam kemudian hingga hampir mendekati
kentongan pertama, laju kapal baru mulai terasa tenang, tak lama lagi terdengar suara rantai gemerincing, agaknya kelasi
menurunkan jangkar menghentikan perahu, suara ombak
berdebur2 kiranya kapaltelah merapatdidermaga.
Dalam keheningan itulah, tiba2 pintu diketuk pelahan, lalu
terdengar suara Liau-hoa berkata: "Apakah Cu cengcu sudah
tidur?" SengajaKun-gi menggeliatsepertiterjagadari tidurnya, tanyanya
dengan suara parau: "Siapa ?"
"Hamba Liau-hoa," sambut orang di luar pintu, "silakan Cengcu mendarat."
"O,jadi sudah sampai tempat tujuan ?" tanya Kun-gi, "tunggu sebentar, segera Lohu keluar."
Sengaja dia malas2 mengenakan pakaian, lalu membuka pintu.
Tampak Liau-hoa menenteng sebuah lampion yang terbuat dari
kulit hitam, maka sekelilingnya tetap gelap, cahaya lampu hanya remang2.
Melihat Kun-gi keluar, lekas Liau-hoa memberi hormat, katanya:
"Malam pekat, harap Cengcu ikuti hamba" Lalu dia mendahului beranjak ke sana.
Mata Kun-gi bisa melihat di tempat gelap, walau malam pekat
dia masih bisa melihat jelas keadaan sekelilingnya. Ternyata
perahu berhenti disuatu tempat penuh belukar, tak jauh di sebelah depan adalah hutan lebat, lebih jauh lagi adalah tanah pegunungan yang semakin meninggi. Ping-hoa tampak berdiri dipinggir sungai, tangannya juga membawa lampion berkerudung kulit hitam,
agaknya hendak menyambut dirinya. Beberapa tombak di daratan
tersebar puluhan orang berseragam hitam, itulah Liok Kiau-lam
bersama anak buahnya serta orang2 Kiang-lotoa, semuanya
bersenjata lengkap, penjagaan ketat,jelas mereka kuatir kalau
dirinya melarikan diri. Kun-gi anggap tidak melihat, dia ikuti Liau-hoa terus naik ke daratan. Di tempat atas berhenti sebuah kereta yang tertutup rapat, Ping-hoa berhenti di samping kereta, katanya sambilangkatlampiontinggi: "Cu-cengcu naik keataskereta."
Waktu Kun-gi naik ke dalam kereta, tampak Giok-je sudah
duduk di situ, disusul Ping-hoa dan Liau-hoa juga naik, keduanya padamkan lampion, dudukdidua sisi.
Kusir kereta segera tarik tali kendali menjalankan kereta. Dalam kereta gelap gulita, lima jari tangan sendiri juga tidak kelihatan, masing2 duduk tegak tak bergerak dan tak bersuara, maka
suasana menjadi hening mencekam. Akhirnya Kun-gi tidak tahan,
setelah menarik napas panjang.dia buka suara: "Kenapa belum sampai juga ?"
Giok-je terpaksa berkata. "Cu-cengcu bisa beristirahat saja, setelah sampai nanti hamba memberi tahu."
"Agaknya nona segan berbicara dengan Lohu," kata Kun-gi.
"Cengcu adalah tamu agung Pang kita, mana hamba berani
kurang adat" Soalnya peraturan Pang kami amat keras, banyak
bicarapastikelepasanomong, terpaksahambabungkamsaja."
"Memangnya banyak persoalan yang ingin Lohu ajukan,
agaknya sebelum tiba di tempat tujuan Lohu tidak akan
memperoleh jawaban."
"Betul, kedudukan hamba rendah, apa yang Cengcu ingin
ketahui mungkin hamba tidak bisa menerangkan, tapi setiba di
tempat tujuan pasti ada orang yang ditugaskan melayani Cengcu,
semua pertanyaan pasti terjawab dengan memuaskan." Habis
berkata Giok-je peluk tangan duduk ke belakang serta pejamkan
mata. Begitulah tanpa terasa beberapa jam telah berlalu, kereta yang berjalan di atas tanah pegunungan berbatu berguncang
dengan hebatnya, kini mendadak berjalan dengan enteng dan rata, derap kuda-pun terdengar pelahan teratur dan berirama, kiranya
kereta sudah berada dijalan raya yang lapang dan rata.
Kira2 satu jam lagi baru kereta berhenti, lima tombak disebelah kanan sana terdengar ada orang membuka sebuah pintu besar,
cepat kereta bergerak pula ke depan. Hanya sejenak lagi akhirnya kereta benar2 berhenti.
Terdengar suara kusir kereta berseru lantang: "Hoa-kongcu
sudah sampai, Giok-je sudah berpakaian perempuan, tapi orang
masih memanggilnya Hoa-kongcu..
Begitu kusir membuka pintu, Ping-hoa dan Liau-hoa mendahului
melompat turun. Melihat Kun-gi memejamkan mata, Giok-je kira
orang tertidur pulas, maka ia memanggil lirih: "Bangunlah Cucengcu, kita sudah sampai."
Waktu Kun-gi melangkah turun, dilihatnya dua gadis remaja
berpakaian serba hijau memhawa lampion berdiri di kanan kiri.
Waktu dia angkat kepala ternyata mereka sekarang berada di
sebuah pekarangan dari sebuah gedung besar.
"Silakan masuk" kata Giok-je yang turun terakhir dari kereta.
Kedua gadis remaja pembawa lampion segera bergerak lebih dulu
menunjukkan jalan. Tanpa bersuara Kun-gi ikuti langkah mereka memasuki sebuah
lorong panjang yang tembus pada sebuah pekarangan, di depan
berderet tiga buah petak bangunan, tanaman bunga bertebaran
rapi dan teratur, suasana sejuk nyaman. Kedua gadis remaja bawa mereka menuju ke gedang sebelah kiri, langsung dorong pintu
terus melangkah masuk, Giok-jeberkata:"Silahkan
masukCu-cengcu." Kuw-gi melangkah masuk, tampak meja kursi lengkap, pajangan
kamar ini serba berkelebihan, mepet dinding sebelah kiri terdapat sebuah ranjang kayu besar yang terukir indah, kasur seprei dan
bantal guling serba baru. Giok-je berada di belakangnya.
Katanya dengan tertawa: "Inilah kamar untuk Cu-cengcu, kamar sebelah adalah ruang perpustakaan, entah Cu-cengcu kerasan
tidak tinggal di sini?"
Kun-gi tertawa sambil mengelus jenggot, katanya: "Baik sekali, setelah berada di sini, tidak kerasan juga harus kerasan, rasanya Lohu masih bisa menyesuaikan diri."
Seorang gadis remaja yang lain datang membawakan sebaskom
air buat cuci muka. Giok-je segera menuding gadis remaja ini, katanya: "Dia,
bernama Sin-ih, khusus tugasnya disini meladeni segala keperluan Cu-cengcu, kalaun perlu apa2 boleh Cengcu berpesan padanya"
Kun-gi pandang nona bernama Sin-ih ini, usianya sekitar tujuh-
belasan, alisnya lentik melengkung, wajahnya molek dan mungil,
kulitnya yang putih bersemu merah, ditambah pupur yang
semerbak, kelihatan agak kurang wajar.
Lekas Sin-ih melangkah maju serta memberi hormat, katanya:
"Hamba menyampaikan hormat dan selamat datang kepada Cu-
cengcu, ada perlu apa2 silahkan Cengcu pesan saja kepada
hamba." "Cu-cengcu tentu lelah setelah menempuh perjalanan jauh,
biarlahhamba mengundurkandirisaja,"kataGiokje.
Kun-gi tahu orang terburu2 hendak memberi laporan kepada
Pangcunya, maka dengan tertawa dia berkata: "Nona sendiri tentu juga letih dan perlu istirahat, silakan saja."
Waktu Giok-je keluar, Kun-gi menutup pinggir jendela mencuci
muka, belum lagi dia duduk Sin"ih sudah menyuguhkan secangkir
teh. Kun-gi menerimanya dan meneguknya sekali lalu ditaruh di
meja, katanya:"Lohu ingintidur, nonatidakusahrepot2 lagi."
"Hamba bertugas disini, kalau sampai Cengcu kurang puas dan pekerjaan tidak beres, bila ketahuan Congkoan, tentu hamba bisa dihukum."
"Tidak, Lohu tidak ingin bikin repot kau, boleh kau pergi tidur juga. Eh, nantidulu, siapakah Cong-koan kalian?"
"Congkoan bernama Giok-lan, apa Cengcu ada pesan?"
"Tidak, Lohu hanya tanya sambil lalu saja. Kau boleh pergi."
Sin-ih mengundurkan dan merapatkan pintu sambil mengawasi
bayangan orang, diam2 Kun-gi membatin: "Nona ini terang
mengenakan topeng kulit yang tipis."
Bahwa dirinya membekal Pi-tok-cu dan Jing-sin-tan pemberian
nona Un, maka dia tidak perlu takut terhadap segala racun dan
obat bius, walau berada di sarang harimau, hatinya tetap tenteram dan sikapnya wajar. Dia yakin Pek-hoa-pang tentu juga punya
tujuan tertentu terhadap dirinya. Malam sudah larut, dia tahu
besok pasti banyak urusan yang melibat dirinya, segera dia
tanggalkan pakaian terus merebahkan diri. Malam ini dia tidur
dengan pulas. waktu bangun hari sudah terang tanah, lekas di
kenakan pakaian, buka pintu dan melangkah keluar.
Sin-ih sudah menunggu di luar kamar, melihat Kun-gi keluar
segera dia tertawa, sapanya sambil membungkuk: "Selamat pagi Cu-cengcu."
"Selamatpagi nona" Kun-gibalas menyapa.
"Hamba tak berani di panggil begitu, panggil nama hamba saja"
Sin-ih terus lari menuju ke belakang sambil berkata: "Hamba akan bawakanairuntukcuci muka."
Lekas sekali dia sudah kembali membawa sebaskom air dan
handuk hangat, selesai Kun-gi cuci muka, iapun menyiapkan
semeja hidangan di kamar tamu sebelah, katanya: "Silakan Cengcu sarapan pagi."
Kun-gi melangkah ke kamar sebelah, tersipu2 Sin-ih tarik kursi
menyilakan dia duduk, tanpa bicara Kun-gi habiskan dua mangkuk
bubur, habis makan Sin-ih sudah sodorkan sapu tangan putih pula untuk membersihkan mulut dan tangan. Pada saat itulah dari luar pekarangan terdengar derap langkah pelahan, tampak seorang
perempuan cantik berpakaian serba putih muncul di ambang pintu.
Kecuali rambutnya yang hitam legam mengkilap, sekujur badan
perempuan cantik ini serba putih laksana salju, sampaipun
perhiasan disanggulnya juga berwarna putih, perawakannya
semampai, tak ubahnya seperti dewi dari kahyangan. Begitu
melihat perempuan cantik ini Sin-ih segera berbisik: "Cu cengcu, Congkoan telah datang."
Mendengar perempuan remaja berpakaian serba putih, ini
adalah Pek-hoa-pang Congkoan yang bernama Giok-lan, lekas Kun
gi berdiri. Sementara itu gadis jelita itu sudah masuk ke kamar tamu, dia memberi hormat kepada Kun-gi serta menyapa:
"Cu-cengcu datangdarijauh, maafhambaterlambatmenyambut."
"Terlalu berat kata2 nona, mana Lohu berani menerima
kehormatan setinggi ini."
Setelah berhadapan baru Kun-gi melihat jelas alis orang yang
melengkung bulan sabit seperti dilukis, bola matanya bersinar
cemerlang bak bintang kejora, hidung mancung bibir tipis seperti delima merekah, begitu cantik, begitu molek, sikapnya agung
berwibawa pula. Cuma kulit mukanya, kelihatan rada pucat. Sekilas pandang Kun gi lantas tahu bahwa gadia secantik bidadari ini
ternyata juga mengenakan kedok muka. Maklumlah gurunya
Hoan-jiu-ji-lay, pada 50 tahun yang lalu adalah ahli tata rias, begitu besar dan tersohor namanya di Bu-lim, sebagai murid tunggal yang mewarisi segala kepandaian gurunya, sudah tentu Kun-gi cukup
mahir pula membedakan wajah orang apakah dia dirias atau pakai
kedok, Dengan tersenyum manis gadisjelita ini berkata: "Hamba
bernama Giok-lan, menjabat Congkoan dalam Pang kita, mohon
Cucengcu suka memberi petunjuk,"
Matanya ber kedip2 lalu menambahkan dengan tawa manis:
"Pangcu dengar Cu-cengcu telah tiba, maka senangnya bukan
main dan aku diutus kemari untuk membawa Ceng-cu menghadap
beliau." "Losiu sudah ada di sini, memang sepantasnya menemui Pangcu kalian," ujar Kun-gi.
"Pangcu sudah menunggu di Sian-jun-koan, silakan Cu-cengcu?"
"Terima kasih, nona silahkan dulu."
Giok-lan segera mendahului berjalan keluar. Tanpa bersuara
Kungi mengikut di belakangnya. Keluar dari pekarangan mereka
menyusuri serambi pinggir rumah, bangunan gedung di sini
berlapis2 dikelilingi serambi yang berliku2 pula. Jelas Giok-lan juga mengenakan kedok muka yang buatannya halus dan tipis sekali
untuk menyembunyikan muka aslinya. Orang jalan di depan,
Kun-gi melihat kuduk lehernya putih halus, rambutnya yang terurai legam halus bak sutera, langkahnya lembut gemulai,
lenggak-lenggok dengan perawakan yang semampai, begitu elok
menggiurkan, pakaiannya yang serba putih halus melambai tertiup angin membawa bau harum yang menimbulkan gairah setiap laki2.
Siapapun apa lagi dia masih jejaka, kalau berjalan di belakangnya, pasti timbul pikiran bukan2. Kun-gi bukan pemuda bergajul, bukan laki2 mata keranjang, tapi toh dia merasa jantung berdebar,
pikirannya jadi butek dan napas sesak, berapa jauh dan tempat
apa saja yang mereka lewati tidak diperhatikan lagi. Cepat sekali mereka sudah tiba di depan sebuah gedung berloteng yang di
luarnya dikelilingitanamanbunga danpepehonanrindang.
Gedung yang satu ini bangunannya serba ukiran, dicat berwarna
warni disesuaikan dengan bentuk gambar ukiran sehingga
kelihatan semarak, tepat di atas pintu melintang sebuah pigura
besar yang bertuliskan tiga huruf "Sian-juu-koan".
Giok-lan berhenti di depan pintu sambil membalik badan,
katanya: "Sudah sampai, silakan Cengcu masuk"
Kun-gi tertawa, katanya:, "Losiu baru datang, silakan nona tunjukkan jalan."
Giok-lan tertawa, dia bawa Kun-gi masuk ke dalam, kembali
mereka menyusuri serambi yang dipagari bambu, serambi ini
dirancang sedemikian rupa sesuai keadaan taman yang di-petak2,
di dalam petak2 yang dipagari bambu itu ditanami berbagai macam bunga dari jenis yang sukar dicari. Akhirnya mereka tiba di depan tiga deret villa mungil, kerai bambu menjuntai menutupi keadaan dalam villa.
Di depan pintu berdiri dua gadis menyoreng pedang, melihat
Giok-lan datang membawa Ling Kun-gi, mereka memberi hormat
serta menyambut dengan suara lirih:" Pangcu sudah menunggu, silakan Congkoan bawa tamu ke dalam.."
Laluseorangdiantara mereka menyingkap kerai.
Giok-lan angkat tangannya, katanya: "Silakan Cu-cengcu."
Sedikit mengangguk Kun-gi terus melangkah ke dalam. Di dalam
adalah sebuah ruang yang cukup luas,jendela berkaca, meja kursi tampak mengkilat bersih, sampaipun lantainya yang terbuat dari
papan kayupun memancarkan cahaya kemilau, lukisan menghias
sekeliling dinding, pajangannya amat serasi, mentereng tapi
sederhana. Di sebuah kursi cendana besar di sana berduduk
seorang perempuan berpakaian gaun kuning, wajahnya tertutup
kain sari. Melihat Giok-lan membawa Ling Kun-gi segera ia
berbangkit, bibirnyapun bergerak, katanya: "Cengcu datang dari jauh, kami terlambat menyongsong, mohon Cengcu memberi
maaf." Suaranyalembut nyaring, sepertikicauburung kenari.
Sekilas Kun-gi melenggong, perempuan gaun kuning ini terang
adalah Pek-hoa-pang Pangcu, tapi dari suaranya jelas usianya
tentu masih muda belia. Giok-lan yang ada di samping Ling Kun-gi segera berkata-"Cu-cengcu, inilah Pangcu kami."
Kun-gi tergelak2, katanya sambil merangkap tangan: "Pangcu mengepalai kaumhawa, beruntung Losiu dapatbertemu."
Pek-hoa-pangcu angkat tangan kirinya, kata-nya merdu:
"Silakan duduk, Cu-cengcu"
Sambil mengelus jenggot Kun-gi menghampiri kursi yang di
tunjuk serta berduduk setelah sang Pangcu duduk, Giok-lanpun
duduk di kursi sebelah bawahnya. Pelayan remaja berpakaian
pupus segera menyuguhkan minuman.
Kun-gi batuk2 lirih, matanya terangkat mengawasi Pek-hoa-
pangcu serta memberi hormat, kata-nya: "Pangcu mengutus. nona Giok-je membawa Losiu kemari dari Coat Sin-san-ceng, entah ada
keperluan apa" mohon petunjuk.."
"Tidak berani memberi petunjuk," ujar Pek"hoa-pangcu,
"Giok-je membawa Cengcu kemari tanpa mendapat persetujuan
Cu-cengcu sendiri, sebagai Pek-hoa pangcu, kami mohon
Cu-cengcu memaafkan kesalahan ini, soalnya Pang kami memang
Pendekar Bodoh 10 Petualangan Manusia Harimau Seri Manusia Harimau Karya S B Chandra Pendekar Pendekar Negeri Tayli 15
^