Pencarian

Setan Harpa 5

Setan Harpa Karya Khu Lung Bagian 5


menunjukkan perasaan takut terhadap lawannya"
Kembali kedengaran orang itu tertawa dingin sambil
berkata: "Kui-jin suseng, sudah belasan tahun aku mencarimu,
kau memang betul-betul mempunyai kepandaian, ternyata
selama banyak tahun kau berhasil menyembunyikan dirimu
serahasia mungkin." "Mau apa kau sekarang?"
"Apa lagi" Tentu saja membinasakan kau!"
"Apa pula dendam sakit hati yang terikat di antara kita
berdua?" "Sudah terlalu banyak yang kau ketahui, aku tidak
membunuhmu akhirnya suatu saat kau pasti akan
mencariku, bukankah begitu?"
Kui jin suseng tertawa dingin. "Betul!" jawabnya.
Selama ini hanya suara pembicaraannya yang
kedengaran tapi tidak nampak batang hidungnya, Ong Bunkim
tidak tahu manusia semacam apakah lawannya itu"
"Orang itu adalah muridmu...?" kembali pihak lawan
membentak dengan suara dingin.
"Betul!" "Putra Ong See-liat?"
"Tepat!" "Bagus sekali, nah Kui-jin suseng! Apakah kau ada pesan
terakhir yang hendak kau sampai kan?"
"Tidak ada!" "Bagus sekali!" kembali orang itu berseru dengan suara
menyeramkan, "aku akan segera membinasakan kau!"
"Lebih baik turun tanganlah secepatnya!"
"Siapakah mereka?" tak tahan Ong Bun kim berbisik.
"Asal aku tidak mampus, semua rahasia ini akan
kuberitahukan kepadamu ... " jawab Kui jin suseng,
"sekarang aku sudah tak punya waktu untuk banyak
berbicara lagi!" Diam-diam bergidik juga Ong Bun-kim menghadapi
kejadian tersebut. Sementara itu Kui-jin suseng telah menggenggam harpa
besinya, lalu bentaknya lirih:
"Kau juga harus bersiap sedia, dia pasti akan membunuh
pula dirimu..!" Sekali lagi Ong Bun-kim merasakan hatinya tercekat, dia
tidak tahu siapakah lawan mereka, dan iapun tidak tahu
kenapa Kui-jin suseng begitu takut menghadapinya ...
Sekarang ia baru tahu, ternyata selama ini Kui-jin suseng
tak berani munculkan diri lantaran dia kuatir berjumpa
muka dengan orang tersebut...
Mendadak Kui-jin suseng membentak keras:
"Sobat, kenapa kau belum juga melancarkan serangan?"
Belum habis perkataan itu diucapkan, tiba-tiba
kedengaran bentakan keras menggelegar di udara,
serentetan cahaya putih dengan kecepatan luar biasa
menyambar ke tubuh Kui-jin suseng.
Ketika cahaya putih itu menyambar lewat, Kui-jin
suseng segera membentak keras:
"Sobat, aku akan beradu jiwa denganmu!"
Cahaya putih berkelebar lewat, tiba-tiba Kui-jin suseng
mempergunakan harpa besinya untuk menyongsong
tibanya sinar putih itu. Bayangan manusia berputar mengikuti gerakan cahaya
putih itu, mendadak serentetan jerit kesakitan
berkumandang memecahkan keheningan.
Tubuh Kui-jin suseng menjelat ke belakang dan roboh
terjengkang ks atas tanah.
Sementara itu cahaya putih itu kembali menyambar
lewat, terpaksa ia harus kabur lagi sejauh tujuh delapan kaki
dari posisi semula. Kecepatan gerak dari cahaya putih itu sungguh
mengerikan hati, selama ini Ong Bun-kim tidak berhasil
mengetahui dengan jelas manusiakah atau kilatkah yang
menyambar-nyambar, sebab kecepatan bergeraknya sinar
putih itu sulit dilukiskan dengan kata-kata.
Sinar matanya yang penuh rasa kaget dan ngeri itu
dialihkan kembali ke tubuh Kui-jin suseng, ternyata ia
sudah tergeletak tak berkutik lagi, tampaknya cukup parah
luka yang dideritanya... Ong Bun-kim merasakan denyutan nadinya bertambah
cepat, tak kuasa lagi ia menjerit: "Suhu!"
Tiba-tiba suara yang dingin menyeramkan itu
berkumandang kembali di sisi telinganya: "Ia sudah mati!"
Ong Bun kim merasa dadanya seperti terkena pukulan
martil yang sangat berat, kepalanya pusing telinganya
mendengung keras, nyaris tubuhnya roboh terjengkang ke
tanah. Pada saat itulah, tiba-tiba suara yang dingin
menyeramkan tadi kembali menggelegar:
"Serahkan juga selembar nyawamu . . ."
Cahaya putih sekali lagi berkelebat lewat dan
menyambar ke arah Ong Bun-kim.
Pada saat cahaya putih itu berkelebat lewat tiba-tiba
sesosok bayangan manusia bergerak ke depan dan
menyongsong datangnya cahaya putih itu..
Suatu bentakan yang memekikkan telinga berkumandang
memenuhi seluruh angkasa, cahaya putih serta bayangan
manusia itu segera saling berpisah ke belakang . . .
Ternyata orang yang melancarkan serangan pertama kali
tadi adalah kakek berambut putih yang pernah dijumpainya
tadi, cuma raut wajahnya kini sudah berubah agak pucat.
Cahaya putih kembali berkelebat lewat dan kabur dari
situ. Selama pertarungan berlangsung, ternyata Ong Bun-kim
tidak berhasil mengikuti jalannya pertarungan antara si
kakek berambut putih dengan cahaya putih tadi, diapun
tidak tahu sesungguhnya siapa yang berhasil menangkan
pertarungan itu. Tapi kalau dilihat dari kemampuan si kakek berambut
putih yang sanggup menerima serangan dari cahaya putih
itu tanpa roboh seperti halnya dengan Kui-jin suseng, hal
ini sudah cukup mengejutkan hati, sebab dari sini semakin
membuktikan bahwa ilmu silat yang dimilikinya betu-betul
sudah mencapai tingkatan yang luar biasa.
Kakek berambut putih itu berdiri termangu-mangu untuk
sesaat lamanya, kemudian sambil memandang sekejap diri
Ong Bun kim katanya: "Coba tengoklah dulu gurumu, apakah dia masih hidup
ataukah sudah mati?"
Mendengar perkataan itu dengan perasaan bergetar keras
Ong Bun kim memburu ke sisi tubuhnya lalu merobek kain
cadar yang menutupi wajah Kui jin suseng.
Segera terlihatlah bahwa Kui jin suseng adalah seorang
kakek berusia limapuluh tahunan yang berwajah tampan
dan gagah. Sementara itu darah segar masih saja mengucur ke luar
dengan derasnya, warna hitam agak menyelimuti wajahnya,
tapi dia belum tewas. "Suhu . . . . " dengan perasaan yang bergolak keras Ong
Bun kim berteriak memanggil.
Tapi Kui jin suseng sama sekali tak berkutik.
Kakek berambut putih itu segera menghampiri ke
hadapan Kui jin suseng, ia mengeluarkan sebutir pil dan
dijejalkan ke dalam mulutnya, kemudian sambil
mengerahkan tenaga dalamnya ia bantu untuk
menyadarkan kembali jago tersebut.
Dengan perasaan sedih Ong Bun-kim mengawasi
perubahan di atas wajah Kui-jin suseng, kurang lebih
setengah jam kemudian gurunya baru tampak bergerak dan
siuman kembali dari pingsannya.
"Suhu . . ." sekali lagi Ong Bun-kim berteriak dengan
penuh luapan emosi. Pelan-pelan Kui-jin suseng mengalihkan sinar matanya
ke atas wajah Ong Bun-kim, sikapnya tampak pula
terpengaruh oleh golakan emosi, air mata mengembang
dalam kelopak matanya. Ong Bun-kim ikut merasa bersedih hati, terlepas apakah
Kui-jin suseng telah membunuh ayahnya atau tidak,
bagaimanapun juga ia telah memeliharanya selama
limabelas tahun dan mewariskan semua kepandaian silat
yang dimilikinya kepadanya.
Rasa sayang dan benci segera berkecamuk dalam hatinya
membuat ia merasa makin sedih dan tersiksa . .
Dengau sinar mata yang redup Kui-jin suseng
memandang sekejap wajah si kakek berambut putih itu,
tiba-tiba serunya dengan terkejut:
"Locianpwe, kau?"
Kakek berambut putih itu mengangguk lirih.
Kembali Kui jin suseng menghela napas panjang,
katanya: "Bun kim, aku . . . aku merasa telah berbuat salah
kepadamu ..." "Suhu, mengapa kau membunuh ayahku" Maukah kau
memberitahukan latar belakang kejadian itu kepadaku?"
pinta Ong Bun kim dengan luapan emosi yang berkobarkobar
Dengan sedih Ku jin suseng mengangguk.
"Yaa, aku memang seharusnya memberitahukan
persoalan ini kepadamu... sebelum aku mati, semua rahasia
ini harus kuberitahukan kepadamu, karena aku sendiri
sudah tak sanggup menyelesaikan pekerjaan yang harus
kuselesaikan." "Kau . . . kau tidak akan mati ... " Kui jin suseng
mendongakkan kepalanya lalu tertawa tergelak - gelak
seperti orang kalap. "Haaaahhb . . . haaahhh . . haaahhh. . . limabelas tahun
sudah aku bersembunyi dan menghindarkan diri dari
perjumpaan dengannya, tapi pada akhirnya aku tak dapat
meloloskan diri dari tangan kejinya..."
"Siapakah dia?"
"San tian jin (manusia kilat)!"
Mendengar perkataan itu tiba-tiba Ong Bun kim
bergidik, bulu romanya pada bangun berdiri, secara tiba-tiba
ia teringat akan sesuatu, serunya tak tahan:
"San tian jin" Dia . . . bukankah dia adalah "pembunuh
dari Kiam hay lak yu ... "
"Dari mana kau bisa tahu?" tiba - tiba kakek berambut
putih itu menyela dari samping.
"Sesaat sebelum tewas Lui tian jiu berkata bahwa orang
yang membunuh mereka bernama San . . . waktu itu
perkataannya sudah tidak jelas sehingga mungkin yang
dimaksudkan adalah "San" (kilat) bukan san (tiga) seperiti
yang kudengar . . . maklumlah karena dua huruf kata itu
hampir sama suaranya, kecuali dia, ilmu silat dari Sam jiu
hek hou (rase hitam berlengan tiga) masih belum mampu
untuk membinasakan mereka semua."
"Benar!" kata Kui jin suseng, "yang membunuh Kiam
hay lak yu adalah San tian jin si manusia kilat !"
Dengan perasaan teramat pedih dan bingung Ong Bun
kim mengawasi wajah gurunya, lalu setelah termenung
sekian lama katanya: "Mengapa kau harus membunuh ayahku?"
"Karena cinta!"
"Cinta ....?" "Yaa, benar. Karena cinta, sebab aku dengan Siau Huiun
pernah terlibat dalam suatu hubungan cinta!"
Perkataan itu sangat mengejutkan hati Ong Bun-kim,
sebab kenyataan tersebut benar-benar amat di luar
dugaannya . . . . Ketika Kui jin suseng menyasikkan Ong Bun-kim
memandang ke arahnya dengan wajah tertegun, ia lantas
bertanya: "Kau .... kau tidak percaya?"
"Aku tidak tahu!"
"Yaa, kau tidak akan tahu, sebab persoalan ini justru
menyeretku sehingga membunuh ayahmu...."
"Kenapa kau membunuhnya?"
Kui-jin suseng termenung sebentar, lalu katanya:
"Beginilah kejadiannya.....Aku dengan Siau Hui-un
sesungguhnya adalah sepasang kekasih yang saling cinta
mencintai, persoalan ini jarang diketahui oleh orang-orang
dari dunia persilatan, waktu itu kebetulan sekali kami
berpisah dalam jangka waktu yang cukup lama lantaran
saling mengambek oleh sebab suatu masalah kecil.
Di dalam saat perpisahan tersebut, aku mengikuti guruku
berdiam di atas gunung dan belajar silat selama lima tahun
lamanya, di dalam lima tahun itu, aku selalu merindukan
kekasihku Toan-kiam-giok-jin Siau Hui-un yang kucintai
itu. -oo0dw0oo- BAB 26 LlMA tahun kemudian akupun turun gunung, tapi ketika
itu Siau Hui-un telah kawin dengan ayahmu. Atas peristiwa
tersebut aku merasa amat bersedih hati bahkan mengalami
tekanan batin selama banyak waktu, aku mulai membenci
setiap persoalan yang ada di dunia ini, akupun mulai
membenci setiap manusia yang kujumpai, semenjak itulah
aku mulai gemar membunuh orang.
"Suatu hari, aku bertemu dengan Siau Hui un. Setelah
mengalami perpisahan selama lima tahun, kami berdua
sama-sama merasakan bahwa cinta kami sesungguhnya
begitu dalam dan terukir dalam hati kami, dari mulutnya
dapat ku ketahui pula bahwa kehidupannya setelah
perkawinan tidak bahagia.
Seorang suami dengan dua istri memang kebanyakan tak
bisa memperoleh kebahagiaan, itu bukan berarti ayahmu
kurang baik kepadanya, sebaliknya karena ia selalu
beranggapan bahwa cinta yang diperolehnya hanya
separuh. Karena itu dalam perjumpaan tersebut kamipun
melakukan hubungan suami istri sampai beberapa kali,
kemudian kamipun berpisah dengan penuh kesedihan.
Setelah meninggalkan Siau Hui un, tiba-tiba muncul
sebuah siasat keji dalam benakku, aku ingin membunuh


Setan Harpa Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ayahmu, kebetulan pada waktu itupun aku berkenalan
dengannya. Ilmu silat yang dimiliki ayahmu memang amat lihay,
hakekatnya tiada tandingan lagi di dunia waktu itu, aku
pernah beradu kepandaian dengannya tapi tak pernah
kulampaui jurus ke delapan.
Untuk mewujudkan tekadku untuk mendapatkan Siau
Hui un kembali, maka secara diam diam kucuri kitab
pusaka ilmu silat dari enam partai besar, setelah berhasil
akupun menyembunyikan diri dan mulai berlatih diri
dengan tekun. Selama mengasingkan diri, setiap sepuluh hari sampai
setengah bulan, Siau Hui un selalu datang mengunjungiku,
kecuali bermesraan dan melakukan hubungan suami istri,
kami tidak melakukan yang lain, tapi setiap kali setelah
melakukan hubungan sex, iapun pergi meninggalkan aku.
Suatu hari tiba-tiba Siau Hui un datang mencariku, ia
bertanya kenapa aku tidak berusaha untuk melenyapkan
Ong See liat dari muka bumi" Katanya setelah Ong See liat
di bunuh, maka pasti dapat hidup berdampingan terus
hingga tua nanti. Tentu saja persoalan ini sudah menjadi rencanaku sejak
awal, maka akupun membeberkan rencanaku itu
kepadanya, waktu itu ia bersedia untuk melakukan
serangan lebih dulu secara diam-diam dan minta aku
menetapkan waktu yang tepat untuk melaksanakan rencana
itu. Pada hari yang telah ditetapkan, Siau Hui un
memasukkan sejenis racun yang kuat dan tidak berbau
dalam air minum ayahmu, ketika ayahmu sudah mulai
keracunan, akupun menyergapnya secara tiba tiba dan
membinasakan ayahmu. Coba kalau ayahmu tidak keracunan lebih dulu.
mungkin bukan lengan kiriku saja yang dibacok kutung,
bahkan selembar nyawaku mungkin ikut melayang.
Maka akupun memburu kembali ke tempat tinggal
kalian. Ketika itu ibumu Coa Siok oh sedang berlarian ke luar,
aku segera menghantamnya sampai terluka, tapi ketika aku
tiba dalam ruangan belakang, tiba-tiba kujumpai suatu
peristiwa lain yang sama sekali di luar dugaanku.
Waktu aku masuk ke ruang dalam, dari balik kamar tiba
tiba terdengar suara Siau Hui-un sedang bercakap-cakap
dengan seorang pria. Terdengar pria itu berkata begini:
"Adik Siau, caramu ini memang benar-benar jitu, setelah
Kui jin suseng melenyapkan Ong See liat, lantas kitapun
melenyapkan dirinya, selanjutnya dalam dunia persilatan
tentu akan tersiar kabar yang mengatakan bahwa Ong See
liat berhasil membebaskan sakit hatinya sendiri . . . ."
Ketika mendengar sampai di situ, api amarah yang
berkobar dalam dadaku sudah tak ter-kendalikan, karena
tanpa kusadari ternyata Siau Hui un telah mempergunakan
siasat keji untuk mencelakaiku, dalam kenyataannya ia
sudah mempunyai kekasih gelap yang lain.
Ketika mendengar perkataan laki laki tadi, Siau Hui un
bertanya: "Apakah dengan ilmu silatmu dapat membunuh Kui jin
suseng?" "Jangankan baru Kui jin suseng, sekalipun Ong See liat
juga tidak kupandang sebelah matapun!"
"Kalau memang begitu, bagus sekali..."
Belum lagi kata kata dari Siau Hui un habis diutarakan,
tiba tiba kedengaran suara anak kecil menangis
berkumandang memecahkan kesunyian.
Siau Hui un lantas bertanya.
"Bagaimana dengan anak jadah itu?"
"Apa salahnya kalau kita bereskan saja?"
"Jangan, jangan dibunuh, konon Ong See liat
mempunyai sejilid kitab pusaka yang di sembunyikan
dalam tubuhnya." "Kalau begitu kita bawa saja anak jadah itu, jika kitab
pusaka itu sudah ditemukan baru kita jagal dia!"
"Baik!" Pada waktu itulah tiba tiba timbul suatu ingatan dalam
hatiku, aku segera memburu ke dalam kamar dan
menyaksikan kau sedang menangis menjerit jerit, tanpa
banyak bicara kau kusambar lalu kubawa kabur dari
ruangan itu. Rupanya Siau Hui un berhasil mengetahui jejakku,
sambil menyusul dari belakang ia lantas membentak:
"Hei, mau kau bawa ke mana Ong Bun kim?"
Dengan marah aku mendamprat:
"Siau Hui un, aku telah terperangkap oleh siasat kejimu,
kau perempuan berhati bisa, rupanya dengan siasat satu
batu membunuh dua burung kau ingin mencelakai aku
dengan Ong See liat" Hmm, ingat saja! Suatu hari akupun
akan membunuh kau . . . ."
Ketika aku memburu ke luar ruangan, tiba tiba seseorang
telah membentak keras. "Saudara, meskipun kau telah mengetahui rencanaku,
tapi jangan harap bisa lolos dari cengkramanku!"
Bayangan putih berkelebat lewat, seorang laki laki
berusia tigapuluh tahunan sudah menghadang jalan
pergiku, tak usah ditanya lagi orang itu bukan lain adalah
kekasih gelap kedua dari Siau Hui un yang ia menyebut diri
sendiri sebagai San tian jin, si manusia kilat.
Maka kamipun terlibat dalam suatu pertarungan sengit,
tapi ilmu silat orang itu sungguh mengejutkan hati, dalam
tiga gebrakan saja aku sudah termakan oleh sebuah
pukulannya. Ketika itu aku cukup menyadari bahwa kalau tidak kabur
lagi, nyawaku pasti akan ludas seketika itu jua, maka secara
nekad kulancarkan tiga buah serangan berantai yang paling
dahsyat lalu melejit dan kabur dari situ.
Ternyata mereka tak mau lepaskan aku dengan begitu
saja, kejar mengejar berlangsung seru, ketika sampai di tepi
sebuah jurang maka sambil menggigit bibir akupun terjun
ke bawah. Ketika mencapai tanah, sekali lagi aku menahan tanah
dengan tangan kiriku karena tangan kiriku sudah terluka,
sekalipun kutung toh nyawa kita berdua berhasil di
selamatkan. Tapi dengan begitu akupun berhasil lolos dengan
selamat, maka akupun membawa kau menuju tebing Kui
ong gan, di sana kuwariskan semua ilmu silatku. Rasanya
cerita selanjutnya dapat kau ketahui sendiri bukan?"
Ketika berbicara sampai di situ, keadaan Kui jin suseng
sudah amat payah, nafasnya amat lirih dan jiwanya makin
terancam... Saking pedihnya air mata jatuh bercucuran membasahi
wajah Ong Bun kim, tanyanya:
"Jadi kalau begitu kematian ayahku di tanganmu
sebetulnya sama sekali tak ada hubungannya dengan Mo
kui kiam jiu itu kwancu dari Hou kwan . . . ".
"Yaa, sama sekali tak ada hubungannya, kami belum
pernah saling berjumpa muka."
"Kini enam jilid kitab pusaka dari enam partai besar itu
berada di mana. . . ?"
Kui jin suseng menghembuskan nafas panjang, setelah
berhenti sebentar katanya:
"Setelah kubawa kau menuju ke Kui ong gan, diam-diam
kubalik kembali ke tempat tinggalku semula, ternyata ke
enam jilid kitab pusaka itu sudah dibawa kabur oleh Siau
Hui un serta manusia kilat, sedang ia sendiripun pergi entah
ke mana." Aku lantas bersumpah akan mendidik kau menjadi
seorang jago yang lihay dalam dunia persilatan, agar kau
dapat membalaskan dendam atas kematian ayahmu.
"Hingga tujuh - delapan tahun kemudian aku baru
muncul sekali dalam dunia persilatan, kukunjungi lembah
Sin li kok untuk mencari Siau Hui un, tapi ilmu silatku
masih bukan tandingannya.
Demi terwujudnya cita-citaku untuk membalas dendam,
akhirnya teringat olehku akan mata uang kematian, sebab
mata uang kematian mungkin bisa menunjukkan tempat
persembunyian Si ong mo ci, kata orang asal mata uang
kematian bisa ditemukan mungkin saja bisa mendapatkan
pula serangkaian ilmu silat tinggi.
Ketika kau sudah tamat belajar, akupun suruh kau pergi
mencari Tui hong pocu, sebab bila kau memperkenalkan
diri sebagai Ong See liat, dia akan menceritakan kejadian
ini kepadamu. Sedang aku untuk sementara waktu tak ingin
berjumpa dulu denganmu, bila iblis cantik pembawa maut
telah kutemukan dan dendamku sudah terbalaskan, aku
baru akan munculkan diri di hadapanmu untuk menebus
dosa ... " Ong Bun kim menggigit bibir menahan diri, dalam
kesedihan yang tak terhingga ditatapnya Kui jin suseng
dengan termangu-mangu, lama sekali ia membungkam
dalam seribu basa. Kedengaran Kui jin suseng berkata lagi:
"Kini semua duduknya persoalan telah kau fahami, tugas
membalas dendampun terpaksa harus kuserahkan kembali
ke atas bahumu !" "Kalau memang begitu, bolehkah aku meng-ajukan
sebuah pertanyaan lagi . . . .?"
"Katakan . . . katakanlah !"
"Ayahku masih mempunyai seorang sahabat yang
bernama Hiat hay ki khek . . apakah kau tahu ?"
"Yaa, aku tahu !"
"Kau pernah berjumpa dengannya?"
"Belum !" "Sekarang dia berada di mana?"
"Konon sudah jauh pergi ke Lam hay, hingga kini tiada
kabar berita tentangnya !"
"Apakah kau juga tahu kalau aku mempunyai sebuah
Liong bei?" "Yaa, aku tahu ! Waktu itu ayahmu pernah
memberitahukan persoalan tersebut kepadaku, katanya
sebuah Hong bei yang melukiskan burung hong, ia
hadiahkan untuk seorang sahabat karibnya, diapun bilang
barang siapa mengenakan Hong bei tersebut, dia adalah
istrimu !" "Kenapa ibuku tak pernah memberitahukan persoalan ini
kepadaku?" "Soal itu aku kurang begitu tahu!"
Dengan berat hati dan sedih Ong Bun kim
menganggukkan kepalanya, mungkin saja menjelang
kematiannya ibunya hendak memberitahukan persoalan itu,
sayang ia sudah tak sanggup buka suara lagi. . ."
Terdengar Kui jin suseng kembali berkata: "Seandainya
aku tidak mendengar kalau kau sudah terkena pedang
beracun Liu yap kiam dari Mo kui kiam jiu hingga
nyawamu berada di ambang kematian, akupun tak akan
munculkan diri. Nah, apakah kau menghendaki mata uang
kematian itu?" "Benar !" Kui jin suseng segera merogoh ke dalam sakunya dan
mengeluarkan dua biji mata uang kematian yang mana
lantas diserahkan kepada Ong Bun kim . .
Dalam pada itu paras muka Kui jin suseng makin lama
semakin menghitam dan keadaannya makin lemah ....
Dalam keadaan"demikian Ong Bun kim betul-betul tidak
tahu bagaimana sikapnya terhadap gurunya itu, dia tak tahu
haruskah merasa dendam ataukah merasa berhutang budi.
Kui jin suseng kembali menghembuskan napas panjang,
katanya: "Bersedia . . . bersediakah kau untuk . . . untuk
melakukan suatu . . . suatu pekerjaan bagiku . . , ?"
"Katakanlah !" "Bantu .... bantulah aku un . . . untuk menemukan
kembali ke enam jilid ki . . . kitab pusaka milik enam par . .
. partai besar ... "
"Aku pasti akan melakukannya untukmu, aku pasti akan
merampasnya kembali dan dikembalikan kepada enam
partai besar..." "Kaa . . . kalau begitu.... ba...baik sekali . . ." nafasnya
amat memburu hingga agak tersengal, terusnya agak
terputus-putus, "ber. .. bersediakah kau un . . . untuk
memaafkan aku . . . ?"
"Aku bersedia memaafkanmu!"
Sekulum senyuman sehingga menghiasi ujung bibir Kui
jin suseng, tapi senyuman itu hanya berlangsung dalam
waktu singkat sebab kepalanya tiba-tiba terkulai dan Kui-jin
suseng yang termashur namanya di mana-mana inipun
menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Memandang jenazah gurunya yang membujur di depan
mata, tidak tahan dua titik air mata jatuh berlinang
membasahi pipi pemuda itu, sekalipun ia telah melakukan
suatu perbuatan yang tak bisa diampuni, tapi
bagaimanapun juga dia mempunyai budi kebaikan
kepadanya. Cinta dan dendam sudah seharusnya dihapus mengikuti
kematian yang menjelang padan ya... oleh karena itu
diapun memaafkan kesalahannya! Memandang jenazah
Kui-jin suseng yang hitam seperti arang, kakek berambut
putih yang selama ini hanya berdiam diri itu menghela
napas panjang lalu katanya:
"Hidup sebagai seorang manusia, sungguh amat sulit
untuk membedakan mana yang buruk dan mana yang baik
!" "Benar" gumam Ong Bun - kim pula, "sebagai seorang
manusia, memang sulit untuk membedakan mana yang baik
dan mana yang buruk ...locianpwe, terima kasih banyak
atas budi pertolonganmu tadi!"
"Aaaah, itu tidak terhitung seberapa!"
Baru selesai kakek berambut putih itu berbicara, tiba-tiba
kedengaran suara langkah hianusia berkumandang
memecahkan kesunyian, ketika Ong Bun-kim coba
berpaling, terlihatlah dua orang dayang berbaju biru sedang


Setan Harpa Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berjalan menghampiri ke arahnya.
Ong Bun-kim agak tertegun, dengan cepat ia menarik
kembali sinar matanya dan dialihkan ke atas jenazah Kuijin
suseng, kemudian dibopongnya jenazah itu untuk
berlalu dari situ. Mendadak dua orang dayang berbaju biru itu
menghadang jalan perginya ....
Menyaksikan perbuatan mereka itu paras muka Ong
Bun-kim berubah hebat, segera bentaknya:
"Mau apa kalian?"
"Apakah kau beroama Ong Bun-kim?" tarya dayang
berbaju biru yarg ada di sebelah kiri. "Benar!"
"Siocia kami ingin bertemu dengan kau!"
Ong Bun-kim tertegun oleh ucapan tersebut, segera
serunya: "Aku tak pernah kenal dengan siocia kalian, mau apa dia
mengundangku untuk berjumpa?"
"Tentang soal ini, kau akan mengetahui dengan
sendirinya setelah berjumpa nanti!"
Paras muka Ong Bun-kim agak berubah.
"Siapakah nona kalian itu?" tegurnya.
"Asal kau telah berjumpa dengannya, nanti toh akan kau
ketahui sendiri!" "Sebelum kalian menerangkan siapakah nona kalian,
jangan harap aku akan mengikuti kalian!"
Akhirnya dayang berbaju biru yang rada di sebelah
kanan itu menjawab sejujurnya:
"Nona kami adalah Gin Lo-sat (iblis perempuan-berbaju
perak) dari pekumpulan Hui-mo pang (iblis terbang)!"
Ong Bun-kim merasa asing dengan nama orang itu, ia
agak tertegun dibuatnya, sedang kakek berambut putih yang
ada di belakangnya agak berubah muka, ditatapnya sekejap
kedua orang dayang berbaju biru itu dengan pandangan jeri.
Ong Bun-kim segera tertawa dingin, katanya.
"Tapi aku tidak merasa kenal dengan nona kalian aku tak
ingin pergi ke sana . . . "
"Tidak, bagaimanapun jua kau harus pergi
menjumpainya!" Kontan saja Ong Bua kim tertawa dingin. "Apakah nona
berdua hendak memaksaku dengan kekerasan?" ejeknya.
"Setiap orang yang diundang nona kami belum pernah
ada yang berani menolak undangan nya, apalagi tak mau
pergi menemuinya!" "Tapi kalau aku tak mau ikut, lantas kalian mau apa?"
kembali Ong Bun-kim mengejek.
"Saudara, kuanjurkan kepadamu lebih baik jangan
menolak arak kehormatan dengan me milih arak
hukuman!" Ong Bun-kim tertawa dingin, mendadak ter dengar ujung
baju tersampok angin, kembali ada puluhan sosok bayangan
manusia melayang datang dari kejauhan.
Mereka segera membentuk barisan dan menghadang
semua jalan mundur dari tempat itu, karena mereka tak lain
adalah anak murid dari enam partai besar"
Paras muka Ong Bun-kim berubah hebat.
Pendeta tua yang menjadi pemimpin rombongan itu
melirik ke arah Ong Bun-kim sekejap, lalu sinar matanya
dialihkan kembali ke atas jenazah Kui-jin suseng,
tampaknya ia merasa terkejut dan sedikit tercengang,
hingga tanpa sadar serunya:
"Suhumu telah mati?"
"Betul!" jawab Ong Bun-kim dingin.
"Di manakah keenam jilid kitab pusaka kami?"
"Kalian tak usah kuatir," jengek Ong Bun kim dingin,
"asal aku Ong Bun-kim tidak mati, dalam waktu setahun ke
enam jilid kitab pusaka dari enam partai besar pasti akan
kukembalikan!" Seorang imam tua yang berada di barisan depan segera
mendengus dingin, katanya ketus:
"Lantas, bagaimana pula pertanggungan jawab saudara
atas puluhan lembar nyawa anggota enam partai besar kami
yang tewas di tanganmu?"
Paras muka Ong Bun-kim berubah hebat.
"Kalau begitu kalian datang mencari balas denganku?"
serunya lantang. "Kami cuma berharap agar sicu bersedia mengembalikan
ke enam jilid kitab pusaka itu kepada kami!"
0oodwoo0 BAB 27 "TADI kan sudah kukatakan bahwa pada suatu hari
kitab-kitab tersebut pasti akan kuserahkan kembali kepada
kalian enam partai besar!"
"Kami minta kitab itu detik ini juga!"
"Kalau aku tak sanggup menyerahkannya, maka kalian
hendak menggunakan kekerasan?"
"Benar!" "Kalau begitu coba saja untuk mempraktekkan kelihayan
kalian!" Imam tua yang berada di barisan depan itu segera
menggerakkan pedang ditangannya, dengan jurus Hong-siajian
im (angin membuyarkan sisa awan) langsung
menerjang tubuh Ong Bun-kim, sungguh cepat gerakan
serangan tadi. Pada saat yang bersamaan, sesosok bayangan biru
berkelebat lewat diiringi bentakan nyaring:
"Pingin mampus ... "
Ternyata dia adalah dayang berbaju biru yang ada
disebelah kanan, secepat kilat tubuhnya menerjang ke
depan, seketika itu juga serangan pedang dari imam tua itu
terbendung oleh ancamannya.
Terkesiap juga Ong Bun-kim setelah menyaksikan
kehebatan dayang baju biru itu.
"Kalau kalian berani turun tangan lagi, jangan salahkan
kalau kucabut nyawamu!" demikian dayang baju biru itu
mengancam. Paras muka pendeta tua itu agak berubah, diapun
menghardik: "Li-sicu, siapakah kau?"
"Dayang dari Gin lo-sat, perkumpulan Hui mo-pang!"
"Apa" Perkumpulan Hui-mo-pang?"
Hampir dengan suara yang sama kerasnya semua jago
dari enam partai besar berteriak kaget, sekilas rasa kaget
dan tercekat segera menyelimuti seluruh wajahnya.
Dari sini dapatlah diketahui bahwa perkumpulan Huimo-
pang bukanlah suatu perkumpulan biasa.
"Betul!" sahut dayang berbaju biru itu dengan dingin,
"Ong Bun-kim adalah orang yang telah diundang oleh
pangcu perkumpulan kami, jika kalian berani menyinggung
seujung rambut nya saja, segera akan kujagal kalian semua,
kalau tidak percaya boleh saja untuk mencoba nya!"
Untuk sementara waktu semua jago dari enam partai
besar tak berani berkutik, mereka dibuat tertegun oleh
kejadian tersebut. Seorang dayang baju biru yang lain segera berkata pula
kepada Ong Bun-kim dengan suara dingin:
"Hayo berangkat saudara!"
"Sayang aku tidak mempunyai waktu untuk memenuhi
harapanmu itu!" jawab Ong Bun kim dengan paras muka
agak berubah. "Jadi kau enggan pergi?"
"Tepat sekali, aku memang enggan pergi!"
Baru selesai Ong Bun-kim menjawab, tiba tiba terdengar
bentakan keras menggelegar di angkasa, menyusul pendeta
tua itu berseru: "Perkumpulan Hui-mo-pang dapat membuat orang lain
jeri, tapi jangan harap bisa menakut kan kami enam partai
besar!" Belum habis perkataan itu, ia sudah maju ke depan dan
menerjang tubuh Ong Bun-kim.
Ketika pendeta tua itu melejit ke udara sambil
melancarkan terkaman, dayang berbaju biru itu segera
membentak keras: "Hmm . . . ! Rupanya kau sudah bosan hidup!"
Secepat sambaran petir ia menyongsong datangnya
tubrukan itu, sebuah pukulan dahsyat dilepaskan pula ke
depan. Bayangan manusia saling menyambar, puluhan sosok
bayangan manusia secara bersamaan meluncur pula ke
depan menyerang Ong Bun-kim.
Dayang berbaju biru lainnya membentak pula dengan
suara nyaring, tubuhnya ikut me nerkam ke depan ...
Jeritan-jeritan ngeri yang menyayatkan hati seketika
memecahkan keheningan malam, keadaan kian lama kian
bertambah seram. Pada saat itulah, dengan tangan kirinya menjepit tubuh
Ong Bun-kim, tiba-tiba kakek berambut putih itu berseru:
"Hayo berangkat ... "
Tubuhnya melejit ke udara, seperti seekor kelelawar
hijau, ia melayang ke udara dan kabur dari itu.
Sungguh cepat gerakan melayang dari kakek berambut
putih itu, boleh dibilang melebihi kecepatan dari sambaran
kilat, hanya dalam beberapa kali lompatan saja tubuhnya
sudah berada puluhan kaki dari tempat semula.
la kabur terus menuju ke arah sebuah bukit yang tinggi,
satu li kemudian dia baru menghentikan larinya dan
menurunkan tubuh Ong Bun-kim dari dukungan.
Dengan termangu-mangu Ong Bun-kim mengawasi
sekejap kakek berambut putih itu, lalu katanya:
"Locianpwe, banyak terima kasih atas bantuan mu,
sekali lagi kau telah menyelamatkan jiwa mu!"
"Aaaah . . . cuma urusan sepele kenapa musti kau
risaukan" Kata terima kasih lebih baik tak usah disinggung
kembali!" "Locianpwe, sesungguhnya apakah yang disebut Huimo-
pang itu" Organisasi macam apakah dia?"
Selapis rasa murung menyelimuti wajah kakek berambut
putih itu, jawabnya sesudah termenung sejenak:
"Organisasi macam apakah sesungguhnya Hui-mo-pang
itu, hingga kini tidak diketahui oleh siapapun, cuma ia
sudah muncul selama beberapa bulan dalam dunia
persilatan." "Menurut apa yang kuketahui, Hui-mo-pang bukan
didirikan dalam dunia persilatan di daratan Tionggoan kita,
melainkan datangnya dari suatu tempat lain, siapa
pangcunya tidak diketahui orang, bagaimana raut wajahnya
juga tak pernah dijumpai orang, tapi katanya ilmu silat yang
dimilikinya luar biasa lihaynya sehingga boleh dibilang
belum pernah ada orang yang mampu menerima tiga jurus
serangannya." "Beberapa bulan berselang, Hui-mo pang telah
menciptakan beberapa kejadian berdarah dalam dunia
persilatan, seperti misalnya perkumpulan Cing ih pang (
baju hijau), "Lui hong kau (perkumpulan angin geledek),
lantaran mereka menolak untuk menggabungkan diri
dengan organisasinya, maka akibatnya semua anggota
perkumpulan mereka dibantai oleh orang-orang Hui mo
pang hingga ludas, seorangpun tak ada yang berhasil lolos
dengan selamat . . ."
Menggigil sekujur tubuh Ong Bun kim setelah
mendengar perkataan itu, serunya tertahan:
"Oooh...kiranya sudah berlangsung peristiwa berdarah
yang demikian mengerikan?"
"Benar!" kakek berambut putih itu kembali manggutmanggut,
"malahan ada beberapa orang jago silat kelas satu
dari dunia persilatan, seperti misalnya Tiong ciu siang kiam
(sepasang pedang, dari Tiong ciu), Giok bin koay khek
(tamu aneh berwajah pualam) dan Ngo gak sin kay
(pengemis satu dari panca bukit) sekalian telah tewas pula
di tangan mereka . . . ."
"Oooh.. . . sungguh mengerikan perbuatan mereka itu!"
bisik Ong Bun kim dengan perasaan bergidik.
"Oleh karena itulah bbanyak sekali jdago lihay dari
adunia persilatabn yang dewasa ini terpaksa
menggabungkan diri dengan mereka . . ."
"Tapi, ada persoalan apa ia datang mencariku?"
"Apa lagi" Sudah barang tentu ia hendak menarikmu
agar bergabung dengan organisasinya!"
Kontan saja Ong Bun kim tertawa dingin.
"Heehh . . heeehhh . . heeehh . . . sayang sekali ia salah
perhitungan, sebab aku Ong Bun kim bukanlah manusia
semacam itu!" Kakek berambut putih itu kembali manggut manggut,
katanya. "Kecuali perkumpulan Hui mo pang yang
kemunculannya dalam dunia persilatan telah
menggemparkan seluruh dunia persilatan, aku dengar
sebuah perguruan lain yang hanya kudengar namanya tapi
tak kujumpai anggota perguruannya yang telah muncul juga
dalam dunia persilatan . . ."
"Perguruan apakah itu?"
"Yu leng jin!" "Manusia tanpa sukma . . .?"
"Betul, Manusia tanpa sukma ini sudah pernah muncul
beberapa kali dalam dunia persilatan, diapun telah
menciptakan beberapa peristiwa berdarah yang mengerikan,
tapi tak seorang manusiapun yang mengetahui bahwa
musuh nya sesungguhnya seorang manusia ataukah sesosok
sukma gentayangan belaka!"
Ong Bun kim menarik napas dingin, sekali lagi tubuhnya
menggigil keras ..... Kakek berambut putih itu menghela napas panjang,
kembali ia berbisik dengan murung:
"Aaaai . . . beberapa organisasi misterius mulai menteror
dunia persilatan kita, tampaknya suatu badai pembunuhan
yang mengerikan segera akan menjelang tiba.. ."
Ong Bun kim tertegun sekian lamanya tanpa mengetahui
apa yang musti dilakukan, lama sekali, ia baru berkata:
"Bolehkah boanpwe mengetahui nama besar dari
locianpwe?" Kakek berambut putih itu gelengkan kepalanya berulang


Setan Harpa Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kali. "Tidak perlu tahu, ketika kusambut sebuah pukulan dari
si manusia kilat tadi, lukaku sampai sekarang masih belum
sembuh . . ." "Apa . ." Locianpwe, kau . . . kau telah ter-luka?" seru
Ong Bun kim sangat terkejut.
"Betul, aku sudah terluka, hanya saja secara paksa
kutekan luka itu di dalam tubuh sehingga tidak kambuh,
jika luka itu tibdak segera kuobdati maka akibatanya
selembar jibwaku juga akan ikut melayang, oleh karena itu
aku harus segera meninggalkan tempat ini!"
"Silahkan Locianpwe!"
Kakek berambut putih itu manggut-manggut, ia lantas
melejit ke udara dan berlalu dari situ.
Sepeninggal kakek berambut putih tadi, Ong Bun kim
mengebumikan jenazah Kui jin suseng di situ, di depan
kuburan ia bersembahyang lama sekali, lalu dengan
termangu mangu dia baru mengeluarkan seluruh mata uang
kematian yang diperolehnya itu.
Bentuk dari keenam buah mata uang itu ternyata berbeda
antara yang satu dengan lainnya, tapi bila digabungkan
menjadi satu secara berurutan, maka terbacalah beberapa
buah huruf kata yang berbunyi demikian:
"Thian san Bwee nia Hong shia,"
Membaca tulisan tersebut, Ong Bun kim menjadi
tertegun dan untuk sesaat lamanya dia hanya berdiri
termangu seperti orang bodoh..
Kemungkinan besar di atas bukit Thian san tebing Bwe
nia kota Hong shia itulah Si ong mo ci (iblis cantik
pembawa maut) disekap orang. Ooh Thian! Padahal ia
hanya mempunyai kesempatan hidup selama tiga hari lagi,
bagaimana mungkin dalam tiga hari yang amat singkat itu
dia dapat mencapai bukit Thian san"
Dari sana menuju ke bukit Thian san, paling tidak juga
membutuhkan waktu di atas sepuluh hari, pada hakekatnya
suatu hal yang mustahil uptuk mencapai bukit tersebut
dalam tiga hari yang singkat.
Kehidupannya kembali dari harapan terjatuh ke dalam
keputus asaan, ia merasa saat kematian baginya sudah
makin mendekat. Memandang ke enam biji mata uang kematian tersebut,
untuk sesaat lamanya ia hanya berdiri dengan sedih.
Yaa, kehidupannya sudah tiada harapan lagi, api yang
bisa ia lakukan sekarang hanya menunggu tibanya saat
kematian, kecuali itu ia sama sekali tiada harapan
lainnya.... Tiba-tiba... Dikala Ong Bun kim sedang berdiri termangu dengan
perasaan amat sedih, dari belakang tubuhnya kedengaran
seseorang memanggil: "Ong sauhiap!" Mendengar perkartaan tersebut Otng Bun kim
meraqsakan tubuhnya rbergetar keras, ia berpaling ke
belakang, dilihatnya Lan Siok ling yang telah menyaru
sebagai gurunya "Kui jin suseng" telah berdiri kurang lebih
satu tombak di belakangnya.
Paras muka Lan Siok ling yang diliputi kemurungan dan
kesedihan membuat jantung Ong Bun kim berdebar sangat
keras. Seandainya bukan lantaran dia, kemungkinan besar Kui
jin suseng tak akan munculkan diri dan .diapun
kemungkinan besar masih belum mengetahui sebab
terbunuhnya ayah dan ibunya.
Terhadap dirinya, kecuali Lan Siok-ling menaruh
perasaan simpatik dan memperhatikan, diapun menaruh
cinta kepadanya. Sekalipun ia sendiri tidak mencintainya, tapi seseorang
yang dicintai adalah suatu kejadian yang membahagiakan
sekarang, ia baru dapat merasakan betapa berharganya
cinta. Dengan wajah yang murung, sedih dan layu ia tertawa
lirih. Lan Siok ling memandang sekejap kuburan dari Kui jin
suseng, kemudian -dengan sedih bisiknya:
"Ia sudah tiada?"
"Yaa, benar!" "Akulah yaog telah mencelakai jiwanya . ."
"Tidak . . ." "Ong sauhiap, aku. . .aku merasa amal bersalah
kepadanya ... " Ketika berbicara sampai di situ, tak bisa dicegah lagi air
matanya jatuh berlinang membasahi pipinya.
Ong Bun kim sendiripun merasa amat sedih, ia
menjawab: "Aku tidak menyalahkanmu. lagi pula sepantasnya kalau
kuberterima kasih kepadamu, seandainya kau tidak
mencatut namanya dan menyaru sebagai dia, sampai
sekarang dia tak akan munculkan diri!"
"Kau tidak menyalahkan aku?" bisik ^sang nona dengan
sedih tapi lebih lega perasaannya.
"Tentu saja tidak!"
"Oooh . . . Ong sauhiap . . ."
Dengan sedih ia memanggil nama si anak muda itu, lalu
tidak tahan lagi ia menjatuhkah diri ke dalam pelukannya
dan menangis tersedu-sedu.
Ia sendiripun tak tahu, luapan emosinya itu karena rasa
terima kasihnya ataukah karena ia sudah menaruh bibit
cinta kepadanya. Ong Bun kim membalas pelukannya dan membelai
rambutnya yang hitam dengan sedih, ia merasa dalam alam
kehidupan yang serba susah dan tersiksa ini, orang yang
dicintainya adalah orang yang paling berbahagia . . .
Lama .. lama sekali, ia baru mendongakkan kepalanya
dan memandang wajah Ong Bun kim, mukanya yang basah
oleh air mata menambah daya pesona gadis itu.
Lama kelamaan Ong Bun kim tidak tahan juga,
dirangkulnya gadis itu dengan mesra lalu diciumnya bibir
yang mungil dan merah merekah itu dengan lembut.
Kejadian di luar dugaan ini disambut kaget oleh si nona,
tiba-tiba saja tubuhnya menggigil keras.
Keadaannya waktu itu persis seperti keadaan dari gadis
manapun di dunia ini ketika untuk pertama kalinya dicium
orang, tubuh yang menggigil menunjukkan luapan rasa
gembira dan senang yang mencekam perasaannya waktu
itu. Ciuman, membuat ia merasa amat puas.
Ciuman, membuat mereka melupakan semua kebusukan
dan kejelekan yang ada di dunia ini.
Lama-lama kemudian, mereka baru melepaskan diri dari
rangkulan. Dengan sedih gadis itu bertanya:
"Cintakah kau kepadaku?" Ong Bun-kim memandangnya
dengan tatapan kosong, agaknya belum pernah ia
mempertimbangkan persoalan ini . . . cintakah" Atau tidak
men cintainya" Yaa, sebelum perkenalan belum pernah ia jumpai gadis
itu . . . satu-satunya orang yang di cintai hanya seorang
gadis yang bernama Bunga iblis dari neraka.
Sekarang, apa yang musti ia jawab" Ia tak tahu
bagaimana caranya mengatasi persoalan itu.
Sekalipun ia mencintainya, ia percaya cinta nya kepada
gadis itu sudah tidak sempurna lagi"
Maka sambil tertawa getir ucapnya:
"Aku . . . aku tidak tahu!"
"Apa" Kau tidak tahu?"
"Kalau ciuman sebagai perlambang cinta, aku telah
mencintaimu . . ." "Kalau begitu kau mencintai aku?" tanya Lan Siok Ling
dengan wajah yang amat sedih.
"Benar!" Dengan sedih Lan Siok ling membandang sekejap dke
arah Ong Buna kim, bibirnya bbergetar seperti hendak
mengucapkan sesuatu, tapi akhirnya ia batalkan niatnya itu,
ia merasa sekalipun ada berjuta juta perkataan yang ingin
diucapkan, tapi dia tak tahu dari manakah dia harus mulai
dengan pembicaraannya. Tiba tiba Ong Bun kim seperti teringat akan sesuatu, dia
lantas bertanya dengan suara keras:
"Nona Lan, apakah kau mencintai diriku?"
"Yaa, aku cinta padamu!"
"Bersediakah kau melakukan suatu pekerjaan! bagiku?"
"Aku bersedia, apa yang kau inginkan" Katakanlah
dengan cepat kepadaku!"
"Kawinlah dengan aku!"
"Apa?" Tanpa sadar Lan Siok ling menjerit tertahan, lalu dia
mundur dua tiga langkah dengan tindakan lebar;
Ucapan dari Ong Bun kim itu benar benar berada di luar
dugaannya, hal mana membuat hatinya merasa amat
terperanjat. "Kawin dengan kau?" bisiknya dengan suara gemetar.
"Betul!" Dengan perasaan tertegun dan sedikit di luar dugaan
gadis itu memandang wajah Ong Bun kim tanpa berkedip,
seakan akan ia sedang bertanya kepadanya: . "Kenapa ., ."
"Tahukah kau bahwa aku sudah hampir mati?" demikian
Ong Bun kim berkata lagi.
"Kau sudah pernah memberitahukan soal ini kepadaku!"
"Aku masih ada kesempatan hidup selama tiga hari,
maka aku minta agar kau bersedia kawin denganku!"
"Kenapa?" "Sebab aku sangat berharap aku mempuyai seorang
keturunan yang bisa membalaskan dendam bagi sakit
hatiku!" Setelah menghela napas panjang, pemuda itu kembali
berkata: "Aku tahu bahwa permintaanku ini adalah suatu
permintaan yang mau menang sendiri dan tidak pakai
aturan, tapi aku tak bisa tidak harus berbuat begini,
seandainya kau bersedia mengorbankan diri demiku,
sekalipun aku sudah berada di alam baka, aku tetap akan
merasa sangat berterima kasih kepadamu . . . "
"Bukankah kau telah berhasil mendapatkan mata uang
kematian?" tanya Lan Siok-ling se sudah termenung
sebentar. "Benar . .b . "
"Kalau begditu, kau tak akaan mati!"
"Akub sudah tiada waktu sepanjang itu lagi untuk
berangkat ke tempat yang dimaksudkan!"
"Di manakah letak tempat itu?"
"Bukit Thian-san!"
"Thian-san?" Lan Siok ling membelalakkan sepasang
matanya lebar-lebar, kemudian dengan sedih ia menghela
napas panjang, "yaa, kau . . . kau memang tiada cukup
waktu untuk mencapai tempat tersebut, paling tidak kau
membutuhkan waktu selama sepuluh hari untuk mencapai
bukit Thian-san dari tempat ini..."
"Oleh sebab itulah aku harus kawin denganmu," kata
Ong Bun kim dengan sedih, "aku tahu peristiwa ini
mungkin merupakan suatu peristiwa yang keji bagimu, tapi
aku mohon kepadamu agar kau bersedia mengabulkan
permintaanku ini, bersediakah kau memenuhi keinginanku
ini" Bersediakah kau . . !"
"Aku...." "Bila kau merasa keberatan, aku tidak akan memaksamu,
katakan saja berterus terang!"
"Engkoh Ong, aku mengabulkan permintaanmu itu!"
Kembali jawaban tersebut membuat Ong Bun kim
tertegun, suatu jawaban yang sama sekali di luar dugaan.
Dengan luapan perasaan terima kasih yang tak terhingga
Ong Bun kim segera berseru:
"Kau benar-benar telah mengabulkan permintaanku?"
Lan Siok ling amat sedih, air matanya jatuh berlinang
membasahi pipinya, ia menubruk ke dalam pelukan Ong
Bun kim, kemudian menangis tersedu-sedu.
"Aku bersedia, aku aku bersedia melakukan pekerjaan
apapun untukmu!" Sekali lagi Ong Bun-kim merasa amat terharu dan
berterima kasih, tanpa terasa titik air matanya jatuh
bercucuran membasahi pipinya.
Yaa, kejadian ini memang merupakan suatu peristiwa
yang cukup mengharukan, bukan suatu hal yang lumrah
seorang gadis bersedia mengorbankan semua kebahagiaan
hidupnya demi orang lain.
Dengan penuh kasih sayang dibelainya gadis itu,
sementara titik air mata tanpa terasa jatuh menetes
membasahi pipinya. Lama, lama sekali, dia baru berkata:
"Mari kita pergi!"
"Ke mana?" "Mencari suatu rtempat yang romtantis, kita harqus
hidup secarar baik-baik dan gembira selama tiga hari ini!"
"Seandainya aku tak dapat memberikan anak untukmu?"
tanya Lan Siok-ling penuh rasa kuatir.
-ooo00dw00ooo- Bab 28 SEMOGA Thian melimpahkan rahmat dan hidayatnya
untuk diri kita berdua," jawab pemuda itu lirih.
"Kalau begitu mari kita pergi!"
Ong Bun-kim mengambil harpa besinya yang tergeletak
di tanah, merangkul gadis itu dan pelan-pelan berlalu dari
situ. Ia tidak memperdulikan ke mana mereka akan pergi,
mereka pergi tanpa tujuan, mereka pun tak tahu kemana
harus tinggal. Tak jauh di depan sana terdapat sebuah gua karang yang
besar, sambil merangkul gadis itu ia masuk ke dalamnya.
Gua karang itu sangat besar, dalam lagi, Ong Bun-kim
berpaling dan memandang gadis itu sekejap, lalu katanya:
"Adik Lan, bersediakah kau tinggal bersamaku selama


Setan Harpa Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tiga hari di sini ....?"
"Aku bersedia . . . . "
"Aku sangat berterima kasih kepadamu, sekalipun berada
di alam baka . . . . "
"Sudahlah engkoh Ong, jangan kau bicarakan lagi kata
kata semacam itu." Ia menciumnya.... ciuman tersebut pertanda dari
permulaan suatu kematian.
Malam semakin sepi, udara makin gelap gulita.
Di tengah keheningan malam yang panjang dan sepi, di
tengah suasana yang hening dan penuh kemurungan, ia
telah mempersembahkan kesuciannya untuk pemuda yang
ia cintai, sedang yang tersisa hanya kenangan yang penuh
dengan penderitaan. Ketika mereka telah menyelesaikan hubungan suami
istri, gadis itupun menangis.
Seperti pula gadis gadis lain yang baru kehilangan
perawannya, ia menangis sedih, isak tangisnya membuat
orang merasa terharu dan ikut beriba hati.
Mendadak . . . . Dikala Lan Siok ling sedang menangis dengan sedihnya,
dari luar gua berkumandang suara langkah manusia,
menyusul kemudian seorang gadis membentak keras:
"Siapa yang berada dalam gua?"
Ong Bu-kim dan Lan Siok ling sama sama merasa
terperanjat, sebelum mereka melakukan suatu tindakan,
bayangan manusia telah berkelebat lewat, seorang gadis
berbaju merah tahu-tahu sudah melayang masuk dan berdiri
di hadapan mereka. Padahal waktu itu pakaian Lan Siok ling masih acak
acakan tidak keruan, noda darah masih membekas di atas
lantai, tentu saja terhadap kemunculan si nona berbaju
merah yang sangat tiba-tiba itu mereka berdua sama sama
merasa tertegun. Gadis berbiju merah itu mempunyai raut wajah yang
cantik jelita, dengan biji matanya yang jeli ia menyapu
sekejap sekeliling tempat itu, lalu dengan paras muka
berubah hebat bentaknya: "Bajingan cabul!"
Ong Bun-kin terkesiap, ia berdiri melongo.
Lan Siok ling terparanjat pula, saking kagetnya diapun
tak mampu berkata apa apa.
Terdengar gadis berbaju merah itu kembali membentak
marah: "Bajingan cabul, berani betul menggagahi gadis di tempat
ini, kubunuh kau . . . : "
Tubuhnya menerjang maju ke depan, begitu tiba di
hadapan Ong - Bun kim pergelangan tangannya segera
diayunkan ke depan melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Sungguh cepat gerakan tubuhnya, membuat orang bukan
saja kaget pun merasa kagum.
"Tahan," Lan Siok ling segera berteriak keras.
Mendengar bentakan itu, tanpa sadar si nona berbaju
merah itu menghentikan gerakan tabuhnya dan
memandang ke arah Lan Siok liag dengan wajah tertegun,
tampaknya ia merasa tidak habis mengerti dengan kejadian
yang sedang berlangsung di hadapan matanya.
"Dia ... dia bukan penjahat cabul!" kata Lan Siok ling
kemudian dengan nada sedih.
"Se . . . sesungguhnya apa yang telah terjadi?"
"Aku bersedia untuk ..... untuk tidur dengannya!"
"Kau bersedia?"
"Yaa, benar!" "Kalau memang bersedia, mengapa kau musti
menangis?" "Aku..." Oleh pertanyaan itu Lan Siok lbing dibikin terdtegun,
gelagapaan dan tak mampub menjawab.
Tampaknya gadis berbaju merah itu belum pernah
merasakan bagaimana perasaan seorang gadis bila selaput
daranya direnggut orang, kalau tidak, tak mungkin dia akan
mengajukan pertanyaan seperti itu.
"Nona, kalau tak ada urusan lagi di tempat ini, aku harap
kau segera pergi tinggalkan tempat ini!" kata Ong Bun kim
kemudian dengan suara dingin.
Si nona berbaju merah itu memandang Ong Bun kini
sekejap, tiba tiba ia beranjak dan maju beberapa langkah
lagi ke depan, tapi secara mendadak ia menghentikan
kembali langkah kakinya. Tentu saja kejadian itu sangat mencengangkan Ong Bun
kitn maupun Lan Siok ling
"Aku lihat, tampaknya saudara menderita luka yang
cukup parah?" kata gadis berbaju merah lagi.
"Benar, dari mana kau bisa tahu?" seru Ong Bun-kim
dengan perasaan hati yang tercekat.
"Menurut penglihatanku, umurmu tinggal empat hari
lagi, benar bukan?" "Betul!" jawab si anak muda itu pelan meski sekujur
badannya telah menggigil karena ngeri.
"Kalau demikian kejadiannya, maka aku rasa persoalan
ini tidak sederhana . . . ."
"Persoalan apa yang tidak sederhana?"
"Kau adalah seseorang yang sudah hampir mati, kenapa
nona itu bersedia menyerahkan tubuhnya untukmu?"
"Justru karena dia sudah hampir mati, maka aku baru
bersedia menyerahkan tubuhku kepadanya!" jawab Lan
Siok ling cepat. "Kenapa?" "Karena ia membutuhkan seorang keturunan untuk
membalas dendam bagi kematiannya!"
Paras muka gadis berbaju merah itu segera berubah
hebat, serunya tak tahan:
"Jadi kau adalah Ong Bun kim?"
"Benar!" "Apakah mata uang kematian berada di tanganmu?"
Mendengar pertanyaan tersebut paras muka Ong Bun
kim berubah hebat, sabutnya dengan dingin:
"Benar! Apakah nona datang ke mari lantaran mata uang
kematianku itu?" "Betul!" Mencorong sinar tajamb dari balik matda Ong Bun kim
saetelah mendengabr pengakuan tersebut, katanya:
"Akan tetapi, mata uang kematian itu justru berada di
sakuku . . ." Si nona berbaju merah itu segera tertawa dingin.
"Heeehh . . .heeehhh .... heeehhh . . , kau anggap aku tak
bisa turun tangan untuk merampas mata uang kematian itu
dari tanganmu?" "Kalau memang demikian, kenapa kau tidak mencoba
untuk merampas sendiri mata uang kematian itu dari
tanganku?" Si nona berbaju merah itu segera melompat ke udara lalu
menerjang ke tubuh Ong Bun kim.
Sebelum si anak muda itu sempat menghindarkan
dirinya, tahu tahu ia merasa tubuhnya menjadi kaku dan
jalan darahnya sudah kena ditotok secara telak.
Tangannya lantas disambar ke depan, dan tubuh Ong
Bun kim sudah kena dicengkeram oleh gadis baju merah
itu. "Hei, mau apa kata?" Lan Siok ling segera membentak
gusar. Sebuah pukulan segera dilontarkan ke muka untuk
membendung tibanya ancaman musuh.
Dengan cepat si nona berbaju merah itu mengebaskan
tangan kirinya ke depan: "Mundur kau ... . ."
Di bawah kebasan ringan dari si nona berbaju merah itu,
Lan Siok Ling tak mampu berdiri tegak dan secara beruntun
mundur tujuh delapan langkah dengan terhuyung-huyung,
nyaris tubuhnya jatuh tertelentang di atas tanah.
Menggunakan kesempatan itulah si nona berbaju merah
itu melejit ke muka dan melon: pat ke luar dari gua tersebut.
Buru-buru Lan Siok-ling memburu ke Iuar gua, tapi
gerakan tubuh si nona berbaju merab itu cepat seperti
sambaran kilat, dalam sekali kelebatan saja tahu tahu
tubuhnya sudah berada puluhan kaki jauhnya dan posisi
semula. Mendadak... Suara bentakan nyaring kembali berkumandang
memecahkan kesunyian, sesosok bayangan hitam
melompat ke luar dari balik kegelapan dan menghadang
jalan perginya. Karena merasa munculnya bayangan manusia lain, serta
merta nona berbaju merah itu meng-hentikan gerakan
tubuhnya. Dengan biji matanya yang jeli ia menyapu sekejap
sekeliling tempat itu, kemudian katanya dengan dingin:
-oo0dw0oo-- Jilid 10 "BUNGA iblis dari neraka, lagi-lagi kau!"
"Bertul, memang lagi-lagi aku yang muncul di
hadapanmu. Aku hanya ingin tahu, hendak kau bawa ke
mana adik Ong ku itu?"
"Jangan kuatir, pokoknya aku tidak akan membinasakan
dirinya!" "Apa yang hendak kau lakukan terhadapnya?"
"Mungkin akan menyelamatkan jiwanya!"
"Kau dapat menolongnya ?" tanya Bunga iblis dari
neraka dengan paras muka berubah.
"Kemungkinan besar! Kau dapat berlega hati bukan?"
Bunga iblis dari neraka mengangguk pelan, sahutnya:
"Dia adalah seorang pemuda yang bernasib jelek, semoga
saja kau tak akan membinasakan dirinya!"
"Jangan kuatir!"
Selesai berkata ia sudah siap meninggalkan tempat itu.
Tapi belum sempat ia berlalu dari situ, tiba tiba terdengar
seseorang membentak lagi:
"Berhenti!" Mendengar seruan itu, si nona berbaju merah segera
membatalkan niatnya untuk pergi dari situ.
Bayangan manusia berbaju biru segera ber-kelebat lewat,
dua orang dayang berbaju biru yang pernab dijumpainya
tadi, kini sudah menghadang kembali jalan pergi mereka.
"Mau apa kalian berdua datang kemari?"
"Minta kepadamu untuk lepaskan dia!" sahut dayang
baju biru yang ada di sebelah kanan.
"Siapakah kalian berdua?"
"Pesuruh dari Gin Lo sat, perkumpulan Hui mo pang!"
Mendengar nama itu, si nona berbaju merah itu segera
tertawa terbahak bahak. "Haahhh . . . haaahhh . . . haaahhh . . . apa hubungan
kalian berdua dengan Ong Bun-kim?"
"Nona kami ingin menjumpainya!"
"Kalau aku enggan menyerahkannya kepadamu?"
"Aku pikir nona adalah seorang yang pintar, masa tak
akan kau serahkan orang itu kepada kami?"
Si nona cantik berbaju merah kembali tertawa dingin.
"Heeabhh . . . heeehhh . . . heoehhh . . . secara terus
terang kuberitahukan kepada kalian, nama besar Hui mo
pang mungkin bisa membuat orang lain menjadi takut, tapi
jangan harap bisa memecahkan nyaliku!"
Mendengar perkataan itu, paras muka dua orang dayang
berbaju birupun ikut berubah hebat.
"Jadi kau tetap bersikeras tak akan menyerahkan
kepadaku?" "Kalau kalian merasa punya kepandaian yang bisa
diandalkan, apa salahnya kalau dicoba sendiri?"
Tampaknya dayang berbaju biru itu sudah tak dapat
menahan sabar lagi, sambil membentak keras ia langsung
menubruk ke arah nona cantik berbaju merah itu, sebuah
pukulan dahsyat langsung ditujukan ke dada lawan.
Serangan itu dilancarkan dengan kecepatan yang luar
biasa dan sulit dilukiskan deogan kata-kata.
"Cari mampus . . . ." bentak nona berbaju merah itu
marah. Bayangan merah berkelebat lewat, dua serangan gencar
dilepaskan untuk membendung kedua buah serangan
lawan. Habat juga pukulannya itu, secara tepat ia berhasil
mendesak kedua orang dayang berbaju biru itu untuk
menarik kembali serangan mereka.
Hawa napsu membunuh segera menyelimuti wajah nona
cantik berbaju merah itu, bentaknya:
"Kalian pingin mampus?"
Belum habis dua orang dayang itu mem-bentak keras,
sambil melompat ke depan sekali lagi mereka telah
melancarkan serangan kilat.
Nona cantik berbaju merah itu tak tahan lagi segera
bentaknya: "Kurangajar, kubunuh kalian berdua!"
Secepat kilat ia meleparkan tiga buah serangan berantai.
Ilmu silat yang dimiliki gadis cantik berbaju merah itu
memang tinggi dan mengerikan, tampak bayangan merah
berputar kian ke mari, dua orang dayang itu gagal untuk
mendekati musuhnya. Tiba tiba ..... Sesosok bayangan manusia kembali me-nerjang masuk
ke dalam arena, ternyata orang itu adalah Lan Siok ling,
ketika dilihatnya nona cantik berbaju merah itu sedang
terlibat dalam suatu pertarungan yang sengit melawan dua
orang dayang berbaju biru itu, mendadak ia ikut menerjang
pula ke depan. Bungab iblis dari nerdaka segera bertaindak cepat, iab
maju ke depan dan menghadang jalan perginya.
"Mau apa kau?" bentaknya.
"Engkoh Ong berada ditangannya!" teriak Lan Siok ling
penuh kecemasan. Bunga iblis dari neraka segera tertawa dingin.
"Heehhb . . . hehhh . . . heehh jangan kuatir, dia tak akan
membunuhnya."

Setan Harpa Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siapakah orang itu?"
"Dia mempunyai nama julukan yang amat tersohor, aku
pikir kaupun pasti akan terkejut setelah mengetahuinya . ..."
"Siapa dia?" "Dawi mawar merah . . . . "
"Aaaah...!" dengan perasaan amat terkejut Lan Siok ling
menjerit tertahan, sepasang matanya terbelalak lebar lebar
seperti dua buah gundu, ia benar benar amat terkejut oleh
ke nyataan tersebut. Sementara itu dua kali dengusan tertahan berkumandang
dari arah gelanggang, dua orang dayang berbaju biru itu
terlempar ke luar dari arena, lalu muntah darah segar dan
tak dapat bangun kembali Dewi mawar merah tertawa dingin, tubuh-nya segera
melompat ke depan dan berlalu dari situ.
Tak seorang manusiapun yang tahu . . . . atau
menduganya, apa yang hendak di lakukan Dewi Mawar
merah atas Bun kim, menyelamatkan jiwanya" Ataukah
mempunyai tujuan tertentu"
Dengan suatu kecepatan yang luar biasa Dewi mawar
merah membawa Ong Bun kim berlalu dari situ, sangat
cepat ia berlarian di tengah kegelapan malam, dalam waktu
singkat tubuhnya sudah lenyap dibalik tikungan di depan
sana. Setelah melewati suatu masa yang lama dan panjang
sekali, akhirnya Ong Bun kim sadar kembali dari
pingsannya, ia merasa tubuhnya masih berada di bawah
ketiak Dewi mawar merah, bahkan sama sekali tak mampu
berkutik. Paras mukanya segera berubah, segera bentaknya:
"Hei, sebenarnya apa yang hendak kau lakukan?"
Dewi mawar merah menengok pemuda itu sekejap ketika
dilihatnya Ong Bun kim telah sadar, lalu sahutnya ketus:
"Pokoknya aku tak akan membunuhmu, kenapa musti
kuatir?" "Sebenarnya apa yang hendak kabu lakukan
terhaddapku?" "Menyelaamatkan jiwamu!b"
"Apa..." Kau .... kau dapat menyelamatkan jiwaku?"
"Benar..." Ketika kata terakhir selesai diucapkan, ia telah menotok
kembali jalan darah Ong Bun-kim.
Kemudian dengan beberapa kali lompatan Dewi mawar
merah telah melewati tebing bukit itu, kemudian tubuhnya
berputar dan lari menuju ke atas sebuah tebing curam yang
amat terjal letaknya. Di atas tebing curam yang terjal terdapat sebuah gua
kecil, dengan sekali lompat Dewi mawar merah menerobos
masuk ke dalam gua tersebut.
Baru saja gadis itu menginjakkan kakinya ke atas tanah
dalam gua itu, dari balik gua segera berkumandang suara
bentakan nyaring: "Siapa di situ?"
"Aku, suhu!" Dewi mawar merah segera menyahut.
"Kau" Muridku?"
Belum selesai perkataan itu, Dewi mawar merah telah
menerobos masuk ke dalam gua.
Jangan dilihat ruangan masuk gua itu sempit sekali,
ternyata ruangan dalamnya mana lebar, bersih lagi:
Kecuali sebuah pembaringan batu dan beberapa buah
kursi batu, dalam gua tersebut tidak tampak perabot lain.
Seorang perempuan tua berbaju hitam yang kira kira
berusia limapuluh tahun pelan-pelan bangkit berdiri dan
menyongsong kedatangan gadis itu.
Dewi mawar merah maju serta memberi hormat, lalu
katanya; "Tecu memberi hormat buat suhu!"
"Tak usah banyak adat, eei siapa yang kau bawa?"
Dewi mawar merah membaringkan tubuh Ong Bun-kim
di atas tanah, lalu ujarnya: "Suhu, ia menderita luka parah!"
Setajam sembilu sinar mata perempuan tua berbaju
hitam itu, diawasinya sekujur tubuh Ong Bun-kim, lalu
secara tiba-tiba ia berseru tertahan.
"Aaah....!" jeritan itu mengadung nada kaget dan heran,
membuat Dewi mawar merah menjadi tertegun.
-ooo0dw0ooo- BAB 29 "KENAPA suhu?" Di atas raut wajah perempuan tqua berbaju hitarm yang
penuh berkeriput itu segera menampilkan luapan emosi dan
perasaan keheranan yang sangat tebal, tegurnya. "Siok-cu,
sia... siapakah dia?"
"Ia bernama Ong Bun-kim!"
"Ong Bun-kim ?"
"Betul.... ada apa dengan dia?"
"Aneh, benar-benar sangat aneh."
"Apanya yang aneh?"
"Coba lihatlah, bukankah bukankah raut wajahnya rada
mirip dengan wajahmu sendiri?"
"Apa?" Dewi mawar merah menjerit kaget.
Ucapan tersebut sungguh di luar dugaannya, ia tak
menyangka rampai ke situ maka bisa dibayangkan betapa
terkejutnya setelah mendengar perkataan dari gurunya.
Lama, lama sekali, ia baru bertanya dengan suara
gemetar: "Suhu, kau . . .kau mengatakan wajahnya agak mirip
dengan wajahku?" "Benar!" Tanpa terasa Dewi mawar merah mengamati wajah Ong
Bun kim tajam tajam, benar juga, semakin dipandang ia
merasa wajan Ong Bun kim semakin mirip dengan
wajahnya, untuk sesaat lamanya ia menjadi tertegun dan
berdiri mematung di situ.
Selang sesaat kemudian, dengan alis mata berkerut
perempuan tua berbaju hitam itu berkata lagi:
"jangan... jangan..."
Jangan jangan kenapa" Ia tidak mengutarakan lebih
lanjut, hanya secara tiba-tiba ia mengalihkan
pembicaraannya ke soal lain.
"Di mana letak lukanya?"
"Di atas punggung!"
"Terluka karena apa?"
"Terkena pedarg beracun Liu yap kiam milik Mo kui
kiam jiu!" Perempuan tua berbaju hitam iiu seperti
mempertimbangkan sesuatu, lama-lama sekali ia
membungkam dalam seribu basa...
Tiba tiba Dewi mawar merah kerkata lagi.
"Suhu, ada satu persoalan aku lupa mem-beritahukannya
kepadamu..." "Soal apa?" "Mata uang kematian berada disakunya!"
Sekujur badan perempuan tua berbaju hitam itu
menggigil keras, lalu dengan suara gemetar bisiknya:
"Sung... sungguhkan perkataanmu itu?"
"Sungguh!" "Dia memiliki berapa biji?"
"Enam biji!" "Dari dari mana kau bisa tahu?"
"Setiap umat persilatan sudah mengetahui akan kejadian
ini, aku rasa berita itu tak mungkin bisa salah lagi!"
Sekali lagi sekujur badan perempuan tua berbaju hitam
itu menggigil keras, wajahnya penuh pancaran emosi... di
balik kesedihan yang meliputi wajahnya, dia seakan-akan
sedang memikirkan sesuatu...
"Suhu!" kembali Dewi mawar merah berkata, "Konon
dia membutuhkan mata uang kematian karena katanya
hanya Iblis cantik pembawa maut yang dapat
menyelamatkan jiwanya, bila suhu berhasil menyelamatkan
jiwanya sekarang, aku pikir dia pasti rela untuk
menyerahkan mata uang kematian untuk kita!"
Perempuan tua berbaju hitam itu menghela napas sedih,
katanya kemudian: "Aaaai... akhirnya mata uang kematian ada juga kabar
beritanya..." setelah menghela, napas lagi, ia baru berkata,
"Balikkan tubuhnya, akan kuperiksa mulut luka pada
punggungnya itu!" Sambil berkata, pelan-pelan perempuan tua berbaju
hitam itu berjalan menghampiri si anak muda itu.
Dewi mawar merah telah membalikkan tubuh Ong Bun
kim dengan punggungnya menghadapi ke atas, pakaian
bagian punggung yang terluka dirobeknya pula, maka
tampaklah dua bilah pedang Lui yap kiam telah menembusi
tubuhnya hingga tinggal gagangnya, tiga inci diseputar
mulut luka telah berubah menjadi hitam pekat.
"Suhu, kau dapat menolong jiwanya?" tanya Dewi
mawar merah kemudian dengan perasaan cemas.
"Aaai... tampaknya sulit!" jawab perempuan tua berbaju
hitam itu sambil menggelengkan kepalanya.
"Aaaah . . . !" mendengar jawaban tersebut Dewi mawar
merah menjerit keras karena kaget.
"Cuma, untungnya masih ada sedikit harapan!
"Kalau begitu cepat tolonglah jiwanya!" pinta si gadis
cemas. Tiba tiba perempuan tua barbaju hitam itu bertanya:
"Sudah berapa lama kau kenal dengannya?"
"Baru beberapa jam!"
"Tampaknya kau sangat menguatirkan keselamatan
jiwanya?" Kontan saja selembar wajah Dewi mawar merah berubah
menjadi merah padam seperti kepiting rebus.
"Suhu, aku berbuat demikian semuanya demi mata uang
kematian!" belanya cepat-cepat.
Perempuan tua berbaju hitam itu tertawa ewa.
"Baiklah!" katanya kemudian, "akan kucoba untuk
menolongnya, tapi seandainya sampai gagal atau dia
sampai mati, aku tak mau menanggung resikonya..."
"Tidak mungkin suhu, aku percaya tenaga dalam suhu
amat sempurna, ilmu pertabibanmu juga tak terkalahkan."
"Cukup, kau tak perlu menyanjung diriku!"
Sambil tertawa perempuan tua berbaju hitam itu
mengeluarkan sebutir pil berwana hitam dari sakunya lalu
dijejalkan ke dalam mulut Ong Bun-kim....
Kemudian ia serahkan pula dua bungkus bubuk obat
kepada Dewi mawar merah sambil pesannya:
"Ingat, ketika kugunakan hawa murni untuk mengisap ke
luar pedang Liu yap kiam yang bersarang di punggungnya
nanti, kau harus menaburkan bubuk obat itu secara terpisah
di atas mulut lukanya!"
"Aku mengerti, suhu!"
Dengan perasaan berat perempuan tua ber-baju hitam itu
mengangguk, tangan kanannya segera bekerja keras untuk
menepuk sadar jalan darah Oag Bun-kim yang tertotok.
Bersamaan waktunya ketika ia menotok bebas jalan
darah tersebut, dengan suatu gerakan yang sangat cepat,
tangan kanannya ditempelkan di atas punggung si anak
muda itu, kemudian pelan-pelan digerakkan naik ke atas...
Pada saat tangannya bergerak naik ke atas itulah, dua
bilah pedang Liu yap kiam yang ber-sarang dalam tubuhnya
itu ikut terdorong ke luar dari dari dalam badan.
Akhirnya dengan mengikuti gerakan tangan kanan
perempuan tua berbaju hitam tadi, pedang itu menongol ke
luar dari kulit badan dan diiringi jerit kesakitan yang
mengakibatkan Ong Bun kim jatuh tak sadarkan diri, kedua
bilah pedang Liu yap kiam tadi dapat dikeluarkan
semuanya... Darah hitam yang kental dan berbau busuk mengalir
keluar dengan derasnya membasahi seluruh badan.
Djwi mawar merah bertindak cepat, dua bungkus bubuk
obat yang telah dipersiapkan itu segera ditaburkan di atas
mulut luka. Pada saat itu juga tangan kanan perempuan tua berbaju
hitam itu kembali digerakkan dengan cepat untuk menekan
di atas jalan darah Mia-bun hiat di tubuh Ong Bun kim,
hawa murninya segera disalurkan ke luar dengan dahsyat
untuk menyembuhkan luka yang diderita si anak muda itu.
Dewi mawar merah mengawasi mereka berdua dengan
wajah cemas, ia tak bisa berbuat banyak dalam keadaan ini
kecuali memandang mereka belaka dengan peluh
membasahi tubuh-nya . . .
Kurang lebih satu jam kemudian, paras muka Ong Bun
kim lambat laun berubah semakin merah dan segar....peluh
sebesar kacang kedelai-pun menetes ke luar dengan
derasnya membasahi seluruh badan.
Dua jam kemudian tangan si perempuan tua berbaju
hitam yang menempel di atas jalan darah Mia bun hiat
akhirnya bergeser juga ke bawah....
Dengan mengerahkan segenap kekuatan tenaga dalam
yang dimilikinya, perempuan tua berbaju hitam itu berhasil
memaksa ke luar racun keji yang bersarang dalam tubuh
Ong Bun kim, selembar jiwanya yang sudah berada di tepi
lembah kematian akhirnya berhasil diselamatkan juga.
Pelan-pelan perempuan tua itu membuka matanya dan
memandang Dewi mawar merah sekejap, lala bisiknya:
"Ia sudah tidak berbahaya lagi keadaannya!"
"Terima kasih banyak suhu . . . ."
Perempuan tua berbaju hitam itu tertawa getir.
"Berilah sebutir obat lagi kepadanya, dalam tiga hari
kemudian, kesehatan tubuhnya tentu akan pulih kembali
seperti sediakala!" Sambil berkata ia merogoh ke dalam saku-nya dan
mengeluarkan sebutir pil untuk di serahkan kepada Ong
Bun kim. Tak lama kemudian, Ong Bun kim telah sadar pula... ia
merasakah sekujur badannya nyaman dan segar, mulutnya
harum dan semua rasa sakitnya lenyap tak berbekas, tentu
saja ia lantas mengetahui apa gerangan yang telah terjadi.
Sinar matanya dialihkan ke samping untuk
memperhatikan perempuan tua berbaju hitam dan Dewi
mawar merah sekejap, kemudian se-telah tertegun sekian
lamanya dia baru bertanya.


Setan Harpa Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kenapa dengan kau?"
"Kau tidak akan mati!" kata Dewi mawar merah.
"Kau....kau telah menolongku?"
"Bukan! Suhuku yang telah menyelamatkan jiwamu!"
"Aku....aku benar-benar tak akan mati?" tiba tiba Ong
Bun-kim bertanya lagi. "Yaa, kau tidak akan mati, suhuku telah menolong
jiwamu dari ancaman bahaya!"
Tampaknya Ong Bun-kim tidak merasa gembira karena
jiwanya berhasil diselamatkan, sebaliknya ia malah
terjerumus dalam kemurungan, kesengsaraan dan tekanan
batin. Justeru karena dia menganggap dirinya pasti mati, maka
ia melakukan hubungan suami istri dengan seorang gadis
yang sesungguhnya tidak ia cintai, bukankah kejadian ini
merupakan suatu tragedi yang amat menyedihkan hati"
Berpikir sampai di sini, tanpa sadar ia bergumam seorang
diri: "Aaai. .terlalu tambat....terlalu lambat..."
"Persoalan apa yang terlambat?" tanya Dewi mawar
merah dengan wajah keheranan.
Ong Bun kim tertawa getir, ia bangun dari atas tanah dan
menyahut dengan pedih: "Aaah . . . tidak apa apa . . . . "
Jawabannya hampir berbisik sehingga beberapa patah
kata itu sukar didengar dengan jelas . . ."
Kepada Perempuan tua berbaju hitam itu dia memberi
hormat, lalu katanya pelan:
"Locianpwe, terima kasih banyak atas budi
pertolonganmu!" Perempuan tua berbaju hitam itu tertawa getir.
"Aaaah . . . hanya urusan sekecil itu bukan terhitung
seberapa, aku lihat sepertinya terdapat banyak persoalan
yang merisaukan hatimu?"
Ong Bun kim hanya tertawa getir, ditatapnya wajah
perempuan tua berbaju hitam itu dengan pandangan
kosong.... Selang sejenak kemudian, perempuan tua berbaju hitam
itu baru bertanya kembali.
"Kau bernama Ong Bun-kim?"
"Betul!" "Di mana kah ayah ibumu?"
"Mereka sudah berpulang ke alam baka!"
"Siapa nama mereka?"
"Ong See-liat dan Coa Siok-oh!"
"Ooh.......rupanya mereka....tahukah kau, bahwa
wajahmu sangat mirip dengan wajah muridku?"
Ong Bun kim terperanjat, dengan sinar mata sangsi
ditatapnya Dewi mawar merah sekejap, kemudian serunya
tak tertahan: "Wajahnya mirip sekali dengan wajahku?"
"Benar!" "Kenapa?" "Aku sendiripun tidak tahu! "
Ong Bun kim segera tertawa ewas katanya:
"Bukankah nona ini menghendaki mata uang kematian?"
"Benar, sudah banyak tahun ia mencari jejak dari benda
tersebut!" Ong Bun kim segera merogoh ke dalam sakunya dia
mengeluarkan ke enam biji mata uang kematian itu, sambil
diserahkan kerada Dewi mawar merah katanya:
"Aku membutuhkan mata uang kematian demi
menyelamatkan jiwaku, tapi sekarang jiwaku telah
diselamatkan, itu berarti mata uang kematian sudah tidak
berarti lagi bagiku, nah terimalah mata uang kematian itu,
akupun hendak mohon diri lebih dahulu!"
Selesai berkata dia mengambil harpa besinya dari atas
tanah lalu selangkah demi selangkah berjalan ke luar dari
gua tersebut... Tindakan tersebut sungguh di luar dugaan orang, baik
perempuan tua berbaju hitam maupun Dewi Mawar merah
sama sama dibbikin tertegun odleh kejadian tearsebut.
"Tunggub sebentar saudara!" tiba-tiba parempuan tua
berbaju hitam itu membentak keras.
Ong Bun kim berhenti seraya berpaling, tanyanya:
"Masih ada persoalan apa lagi yang hendak locianpwe
katakan?" "Kenapa kau musti terburu buru pergi meninggalkan
tempat ini?" "Aku tak ingin terlalu lama mengganggu ketenangan
kalian . . . " "Tidak menjadi soal, aku masih ada beberapa persoalan
ingin kutanyakan kepadamu!"
Terpaksa Ong Bun - kim menghentikan langkahnya
sambil berjalan balik ke tempat semula.
"Silahkan Locianpwe memberi petunjuk!" katanya.
"Bukankah orang tuamu mati terbunuh?" tanya
perempuan tua berbaju hitam itu kemudian. "Benar!"
"Dibunuh oleh Kwancu dari perguruan Hou kwan?"
"Dia hanya termasuk salah seorang di antaranya, tapi
yang pasti masih ada orang yang lain."
"Siapa?" "Manusia kilat!"
Tampaknya perempuan tua berbaju hitam itu merasaamat
asing sekali dengan manusia kilat itu, dia agak
tertegun lalu tanyanya lagi.
"Tinggikah ilmu silat yang dimilikinya?"
"Menurut apa yang kuketahui, mungkin agak sulit untuk
menemukan orang yang sanggup menandingi
kepandaiannya!" "Kalau memang begitu, bukankah harapan-mu untuk
membalas dendam menjadi tipis sekali?"
"Sekalipun agak sulit, tapi boanpwe percaya suatu ketika
aku pasti akan berhasil untuk membalas sakit hati ini!"
"Ehmm. . . punya semangat! Cuma, aku merasa amat
suka dengan dirimu, bolehkah aku tahu berapa usiamu
tahun ini?" "Tahun ini boanpwe berusia delapan belas tahun!"
"Tahukah kau mengapa selama ini kami selalu berusaha
untuk menemukan mata uang kematian?"
"Boanpwe tidak tahu!
"Engkau ingin tahu?"
"Harap cianpwe memberi penjelasan!"
"Pernahkah kau dengar bahwa puluhan tahun berselang,
dalam dunia persilatan terdapat sebuah perkumpulan yang
bernamba Hui - yan-pandg?"
Agak terkesaiap Ong Bun-kimb ketika mendengar nama
tersebut, sahutnya dengan cepat: "Yaa, aku pernah
mendengar!" "Aku adalah Hian i-lihiap (pendekar wanita baju hitam)
istrinya Si-hun-kiam-khek (jago pedang pembetot sukma)
pangcu dari perkumpulan Hui-yanpang."
"Bukankah perkumpulan Hui-yan-pang telah dibasmi
orang?" sela Ong Bun-kim tanpa sadar.
"Yaa, benar!" "Lantas kau......."
"Aku adalah satu-satunya orang yang berhasil
meloloskan diri dari cengkeraman iblis!"
Ketika berbicara sampai di sini, mukanya tampak jelas
terpengaruh oleh emosi, agaknya peristiwa tadi telah
membangkitkan kembali perasaan dendam yang tersimpan
dalam hatinya selama ini.
Ong Bun-kim seperti teringat akan suatu hal, kembali dia
bertanya: "Perkumpulan Hui yang-pang dibasmi oleh siapa
" Kenapa sampai dibasmi orang?"
00odwo00 BAB 30 HIAN-IH-LIHIAP menghela napas sedih, katanya:
"Puluhan tahun berselang, ketika suatu hari mendiang
suamiku pulang dari bepergian, ia muncul dengan
membawa seorang bayi dan bayi itu bukan lain adalah
muridku ini sekembalinya ke rumah, wajahnya tampak
sedikit gugup dan tidak tenang, ia menitahkan kepadaku
agar membawa bayi perempuan ini melarikan diri."
"Kenapa?" tidak tahan Ong Bun-kim menyela lagi.
"Ada orang yang hendak membunuhnya," jawab Hian-ih
lihiap sambil menghela napas panjang, kemudian terusnya,
"pada malam itulah dua sosok bayangan manusia, sukar
bagi kita untuk membedakan apakah dia manusia ataukah
sukma gentayangan...."
"Aaaah....dia adalah Yu leng jiu (manusia tanpa sukma).
. ."seru Ong Bun kim tertahan. Hian ih lihiap agak tertegun,
lalu katanya: "Sebutan itu memang cocok sekali dengan
keadaannya, begitu munculkan diri Manusia tanpa sukma
segera memaksa suamiku agar menyerahkan bayi
perempuan serta enam biji mata uang kematian yang
berhasil diperolehnya itu."
"Tentu saja suamimu tak akan menyerahkan kepada
mereka bukan" Dan kedua orarg Manusia tanpa sukma itu
lantas membunuh suamimu?" tukas Ong Bun kim lebih
jauh. "Benar ketika itu aku cukup menyadari gawatnya
persoalan maka kami bersembunyi di dalam kamar rahasia
di bawah tanah, ruang bawah tanah itu tidak diketahui oleh
siapapun termasuk anggota perkumpulan kami kecuali aku
dan suamiku. "Maka aku dan mruridku berhasilt lolos dari benqcana
tersebut, rhingga hari kedua aku baru berani ke luar dari
ruang bawah tanah ini, tapi waktu itu semua anggota
perkumpulanku telah telah di bunuh habis, keadaannya
mengerikan sekali. "Sementara aku masih menangis karena sedih, tiba tiba
kudengar ada orang tertawa dingin, aku tahu Yu leng jin
pasti sudah mundul kembali di situ, maka akupun
melarikan diri terbirit birit ....
"Manusia manusia tanpa sukma itu mengejar terus
dengan ketat, karena terdesak akupun terjun ke dalam
sungai, untungnya jiwaku masih dapat diselamatkan, maka
akhirnya sampailah aku di sini. Tapi setelah berada di
tempat ini baru kuketahui bahwa mata uang kematian yang
berada dalam bungkusan disaku muridku telah lenyap entah
sedari kapan." "Apakah mata uang kematian itu sebenarnya berada
dalam sakunya?" tanya Ong Bun kim.
"Benar, oleh karena itulah sebagaimana kukatakan tadi,
mata uang kematian sesungguh-nya erat sekali
hubungannya dengan asal usul muridku ini!"
Kembali merupakan suatu peristiwa, yang sama sekali
berada di luar dugaan Ong Bun kim ditinjau dari kejadian
tersebut, jelaslah sudah bahwa perkembangan peristiwa itu
sesungguhnya tidak sederhana.
Ong Bun kim kembali bertanya: "Tahukah kau kalau
suamimu pernah berjumpa dengan Iblis cantik pembawa
maut?" "Apa yang kudengar hanya dari cerita orang saja, benar
atau tidak bisa dipercaya, cuma kematian suamiku dan
anggota perguruan di tangan orang-orang tanpa sukma itu
adalah suatu kenyataan."
"Kalau memang demikian, kenapa kau tidak
membalaskan dendam bagi kematian suami dan anggota
perkumpulanmu" Aku lihat ilmu silat yang kau miliki lihay
sekali?" "Pada waktu itu kepandaian silatku masih belum
sanggup untuk menandingi kelihayan manusia-manusia
tanpa sukma, kemudian setelah masuk ke dalam gua ini,
tanpa sengaja ketemukan sejilid kitab pusaka peninggalan
orang pintar di sini, sekalipun seluruh isi kitab berhasil
kupelajari, sayang manusia manusia tanpa sukma tak
pernah munculkan diri kembali."
Setelah mendengar penjelasan itu, Ong Bun kim baru
berpikir: "Tak heran kalau ilmu silat yang dimiliki nya lihay
sekali, rupanya ia pernah memperoleh sejilid kitab pusaka. .
. . Berpikir sampai di situ, kembali dia bertanya.
"Nona ini sangat membutuhkan mata uang kematian,
mungkinkah hal ini ada sangkut pautnya dengan asal
usulnya?" "Yaa, mungkin sekali benar!"
Ong Bun kim kembali termenung sejenak, akhirnya ia
berkata: "Locianpwe, kalau tak ada urusan lagi, aku ingin mohon
diri lebih dahulu!" "Apa salahnya kalau berdiam beberapa hari lagi di sini"
Mungkin saja kau dan aku punya jodoh, aku ingin sekali
menghadiahkan sebutir obat mestika peninggalan jago aneh
itu kepada-mu, konon obat ini kalau di makan seorang pria
dapat menambah tenaga dalamnya sebesar dua puluh tahun
hasil latihan!" Sekalipun dihati kecilnya Oig Bun kim merasa sangat
girang, tapi ia tetap berkata merendah:
"Boanpwee tidak berani menerima pemberian yang amat
tak ternilai harganya ini!"
"Tak usah menampik lagi!" kata perempuan tua berbaju
hitam itu cepat. "Bagaimanapun juga tak ada gunanya obat ini disimpan
terus, sebab obat ini Khusus hanya untuk seorang pria, dan
lagi akupun ingin mewariskan isi dan kitab pusaka ilmu
silat itu kepadamu!"
Berdenyut keras jantung Ong Bun kim serunya:
"Tapi boanpwe . . ."
"Sudahlah, kau tak perlu menampik terus menerus,
tinggal saja barang sepuluh hari di sini!"
Niatnya untuk membalas dendam memaksa Ong Bun
kim mau tak mau harus tetap tinggal di situ, dia harus
belajar ilmu silat, dengan bekal ilmu yang tinggi ia baru bisa
membalas dendam, sebab itu diapun menerima tawaran
baik orarg. Hian ih lihiap kembali menghadiahkan sebutir pil
berwarna kuning emas untuk Ong Bun kim, ketika obat


Setan Harpa Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tersebut telah ditelannya, si anak muda itu segera
merasakan seluruh angota badannya menjadi panas seperti
terbakar menderitanya bukan kepalang.
Dengan suatu gerakan yang sangat cepat Hian ih lihiap
turun tangan untuk menguruti jalan darah penting disekujur
tubuh pemuda itu. Kurang lebih setengah jam kemudian, Ong Bun kim baru
mengeluarkan keringat sebesar kacang kedelai, ia
merasakan semangatnya segar kembali, tenaga dalamnya
juga terasa lebih kuat dan dahsyat.
Terhadap kebaikan hati Hian ih lihiap, di samping rasa
terima kasihnya, Ong Bun kim tak tahu apa yang musti
dikatakan. Sejabk itulah Hian idh lihiap secaraa sabar dan telibti
mewariskan ilmu silatnya kepada Ong Bun kim...
Sepuluh hari berlalu seperti sekejap mata.
Bukan saja Ong Bun kim berhasil diselamat-kan
selembar jiwanya dari bahaya maut, bahkan lantaran
bencana ia mendapat rejeki, tenaga dalamnya bukan cuma
memperoleh kemajuan yang amat pesat, diapun
memperoleh serangkaian ilmu silat yang amat tinggi.
Sepuluh hari kemudian, dengan air mata barcucuran ia
berpamitan dengan Hian ih lihiap, katanya:
"Seandainya boanpwe berhasil membalas dendam, tak
akan kulupakan budi kebaikan dari locianpwe . . . , "
"Tak perlu berterima kasih, pergilah! Baik baik menjaga
diri.... " "Selamat tinggal cianpwe!" Hian ih lihiap manggutmanggut,
kepada Dewi mawar merah katanya pula,dengan
lembut. "Muridku, kau boleh pergi pula dari sini, kunjungilah
tempat seperti yang tercantum di atas mata uang kematian,
coba periksalah tempat macam apakah di sana, jangan lupa
bila kau berjumpa dengan manusia tanpa sukma, segera-lah
kembali untuk melaporkan kepadaku!"
"Aku tahu suhu!"
"Nah, kalian boleh berangkat bersama-sama!"
Maka setelah berpamitan dengan Hian ih lihiap,
berangkatlah Ong Bun kim dan Dewi mawar merah
meninggalkan gua itu. Sepanjang perjalanan kedua orang itu membisu dalam
seribu basa, lama, lama sekali, Dewi mawar merah baru
berkata: "Kau hendak ka mana?"
"Akan kucari musuh musuh besarku untuk membalas
dendam, dan kau" "Menuju ke bukit Thian san?"
"Yaa, aku akan berkunjung ke situ . . . Ong sauhiap,
menurut .... menurut pendapatmu . . . . mungkinkah kita
berdua sebenarnya ada sedikit hubungan?"
"Hubungan?" "Yaa, benar!" "Aaaah, mana mungkin?"
"Yaaa, mana mungkin" Cuma wajah kita berdua mirip
sekali antara yang satu dengan lainnya, dan hal ini justru
merupakan sbuatu kenyataan d...."
"Tidak seakitar sedikit mbanusia di dunia ini yang
mempunyai wajah agak mirip antara yang satu dengan
lainnya.!" "Semoga saja demikian . . . Ong sauhiap, bagaimana
kalau kita berpisah sampai di sini saja?"
"Baiklah, jaga dirimu baik baik!"
"Kaupun harus baik baik pula menjaga dirimu!"
Diiringi ucapan selamat tinggal, kedua orang itupun
berpisah....tentu saja dibalik perpisahan itu tercermin juga
luapan perasaan sedih dan murung.
Sekalipun hanya berkumpul selama belasan hari, siapa
yang bilang tak mungkin timbulkan benih benih cinta di
antara mereka" Hanya saja rasa cinta di antara mereka masih terbatas
oleh suatu jarak yang cukup jauh, tentu saja mereka berdua
sama sama tak irgin mengutarakannya ke luar.
Untuk sementara waktu baiklah kita tinggalkan dulu
perjalanan Dewi mawar merah menuju bukit Thian san.
Dalam pada itu, setelah berpisah dengan Ong Bun kim
segera berangkat menuju ke bukit Cing liong san.
Senja itu, ia telah tiba kembali di lembah Cing liong kok
di atas bukit Cing liong san.
Sekarang dia harus membunuh Mo kui kiam-jin (jago
pedang setan iblis) untuk membalas dendam, seandainya
tiada pertolongan dari Hian ih lihiap, mungkin selembar
jiwanya sudah lama melaporkan diri ke alam baka.
Terbayang semua penderitaan dan siksaan yang
dialaminya selama ini, hawa napsu mem-bunuh yang
sangat tebal segera menyelimuti seluruh wajahnya.
Ia memandang sekejap dua buah patung harimau batu di
depan pintu gerbang, lalu sambil tertawa dingin ejeknya:
"Heeehhh . . . heeehhh . . . heeehhh . . perguruan Hou
kwan! Hari ini akan kulenyap-kan kalian semua dari muka
bumi!" Ketika sepasang telapak tangannya di dorong ke depan,
gulungan angin pukulan yang maha dahsyat segera
menyambar ke muka. "Blaang! Blaang!" di tengah dua kali bentur-an keras
yang memekikkan telinga, dua buah patung harimau yang
besar dan berat itu segera terhajar hingga hancur berkeping
keping. Ong Bun kim tertawa dingin, setelah meng-amati sekejap
hasil karyanya, kembali ia melanjutkan perjalanannya
menuju ke dalam. Mendadak .... prada saat Ong Butn kim sedang
meqlanjutkan perjarlanannya memasuk" lembah, suatu
bentakan geledek menggelegar memecahkan kesunyian:
"Berhenti!" Beberapa sosok bayangan manusia berbaju kuning tiba
tiba saja menghadang jalan pergi anak muda itu.
Sebagai pemimpin rombongan tidak lain adalah Mo
huan jiu (tangan sakti gelang iblis).
"Minggir!" bentak Ong Bun kim gusar.
Agaknya baru sekarang Mo huan jiu mengetahui
siapakah musuhnya itu. kontan saja paras mukanya
berubah hebat. "Aaaah....rupanya kau !" ia menjerit tertahan.
"Yaa, betul! Memang aku . . . . "
Bersamaan dengan selesainya kata "aku", secepat
sambaran kilat Ong Bun kim menerjang ke muka, telapak
tangannya diayunkan berulang kali, tiga kali jeritan ngeri
yang menyayatkan hati berkumandang memecahkan
keheningan. Tidak sempat berpikir untuk kedua kalinya, ternyata Mo
huan jiu serta dua orang kakek berbaju kuning itu sudah
terhajar telak oleh serangan Ong Bun kim hingga tewas
seketika itu juga. Anak muda itu sama sekali tidak menghentikan gerakan
tubuhnya, begitu berhasil dengan serangannya, kembali ia
meneruskan perjalanannya menerobos ke dalam lembah.
Keadaannya sekarang ibarat malaikat bengis yang baru
turun dari khayangan, dengan membawa hawa
pembunuhan yang mengerikan ia menerjang masuk ke
dalam lembah, hanya beberapa kali lompatan saja ia sudah
berhasil melewati dinding pekarangan.
Puluhan orang jago berbaju kuning segera tampilkan diri
dan menghadang di depan pintu.
Salah seorang kakek berbaju kuning yang menjadi
pemimpin rombongan kangsun menegur setelah tertawa
dingin: "Heeehhh . . . heeehhh ... heeehhh . . sungguh tak
kusangka kau tidak mampus di ujung pedang Liu yap kiam,
kejadian ini benar-benar berada di luar dugaanku..."
"Tidak usah banyak bicara, hayo cepat menyingkir!"
bentak Ong Bun kim sambil menahan geramnya.
"Menyingkir" Hmm! Jangan bermimpi di siang hari
bolong .... " "Bangsat, rupanya kau sudah pingin mampus."
Di antara bentakan nyaring, secepat petir Ong Bun kim
menerjang ke depan. Tapi baru saja ia menggerakkan tubuhnya, puluhan
gulung angin pukulan yang maha dahsyat serentak
dilontarkan pula ke arahnya.
Sungguh dahsyat tenaga pukulan yang terkandung dalam
serangan tersebut, ibaratnya gulungan ombak di tengah
samudra bebas, gelombang angin dahsyat tadi menyapu
tiba. Ong Bun-kim tidak berani menerima serangan tersebut
dengan keras lawan keras, ia cukup mengetahui kehebatan
ancaman tersebut, dengan suatu gerakan yang gesit ia
mundur ke belakang untuk menghindar.
Tapi begitu mundur, seperti anak panah yang terlepas
dari busurnya ia melompat kembali ke depan, bayangan
manusia berkelebat lewat, jeritan ngeri yang menyayatkan
hati ber kumandang berulang kali.
Napsu membunuh yang berkobar dalam dada Ong Bunkim
betul-betul telah mencapai pada puncaknya, kembali ia
membentak nyaring: "Hari ini aku Ong Bun-kim akan mencuci seluruh
perguruan Hou-kwan dengan darah...."
Serangan gencar dilancarkan bertubi-tubi, jeritan ngeri
yang menyayatkan batipuh bergema susul menyusul....
Pembunuhan brutal mulai berlangsung.
Sungguh pembunuhan itu merupakan suatu
pembunuhan yang mengerikan.
Puluhan jago perguruan Hou kwan yang kebetulan
berada di situ dalam waktu singkat telah menyurut makin
sedikit, kini tinggal tujuh delapan orang saja yang masih
hidup dan berdiri dengan wajah ngeri serta ketakutan.
"Tahan...!" seru bentakan menggeledek tiba-tiba
menggelegar di angkasa. Suara tersebut nyaring dan sangat memekikkan telinga,
dari sini dapat terbukti bahwa tenaga dalam yang dimiliki
orang itu betul-betul sudah mencapai tingkat
kesempurnaan. Ong Bun kim menarik kembali serangannya sambil
mundur, sinar matanya yang tajam menyapu sekejap
sekeliling tempat itu. Tampaklah empat sosok bayangan
manusia meluncur datang ke tengah gelanggang.
Begitu mengetahui siapa yang ditang, paras muka Ong
Bun kim berubah sangat hebat.
Ternyata orang yang berjalan paling duluan tak lain
adalah Kwancu dari perguruan Hou kwan, Mo kui kiam jiu
(jago pedang sbetan iblis), seddangkan di belaakangnya
mengikubti perempuan Cantik baju kuning yang menjabat
sebagai tongcu ruang siksa serta manusia aneh berbadan
bungkuk dan bertubuh cebol.
Mo kui kiam jiu sendiripun berubah wajahnya setelah
bertemu dengan Ong Bun kim, tanpa sadar ia berseru:
"Haaah, kau . . .?"
Ong Bun kim menengadah dan tertawa tergelak-gelak.
"Haaahhh . . . haaahhh . . . haaahhh . . .betul, memang
aku! Tak pernah kau sangka bukan ?"
"Kau belum mampus ?"
"Mampus" Haaahhh .... haaahhh .... haaahh..." sekali
lagi Ong Bun kim tertawa seram, "Jago pedang setan iblis,
yang bakal mampus sekarang bukan aku melainkan kau,
hayo cabut ke luar pedangmu!"
Seraya membentak nyaring, Ong Bun kim menggenggam
harpa bajanya erat erat, kemudian selangkah demi
selangkah ia maju mendekat ....
Paras maka Mo kui kiam jiu berubah hebat, katanya
dengan suara menyeramkan.
"Tempo hari aku telah mengampuni selembar jiwamu,
tapi kali ini aku tidak akan membiarkan kau tinggalkan
tempat ini dalam keadaan hidup ....!"
"Crrring!" sebilah pedang baja yang memancarkan sinar
berkilauan segera diloloskan dari sarungnya.
"Mo kui kiam jiu!" bentak Ong Bun kim dengan nada
keras, "sebelum ajalmu tiba, pesan terakhir apa yang
hendak kau sampaikan?"
"Haaahhh..:...haaahhh. haaahhh Ong Bun kim, kau
jangan sombong dulu, siapa menang siapa kalah belum
diketahui, apa guna-nya kau keburu senang lebih dahulu!"
Ong Bun kim tak dapat menahan diri lagi, segera
bentaknya: "Bangsat, tak usah banyak kerbicara lagi, lihat serangan!"
Berbareng dengan selesainya perkataan itu, harpa
besinya dengan menciptakan selapis cahaya tajam yang
berkilauan langsung menerjang tubuh Mo kui kiam jiu
serangannya amat cepat dan sungguh mengerikan bagi
siapapun yang menghadapinya.
Mo kui kiam jiu tak mau mengalah, dia ikut membentak
keras, pedangnya diputar untuk menangkis serangan harpa
besi itu, kemudian gerakan pedangnya berubah, dan secara
beruntun ia lepaskan tiga buah serangan berantai.
Ketiga buah serangan itupun diblancarkan dengadn
kecepatan yanag luar biasa sebrta tenaga dalam yang hebat.
Dengan dasar kepandaian silat yang dimiliki Ong Bun
kim sekarang, pada hakekatnya ia tidak pandang sebelah
matapun atas kehebatan Mo kui kiam jiu, sambil tertawa
dingin harpa besinya diputar ke sana ke mari, secara
beruntun diapun membalas dengan tiga buah serangan pula.
Bayangan manusia saling menyambar, seketika itu juga
Mo kui kiam jiu kena didesak hingga mundur tujuh delapan
langkah. Setelah berlangsungnya kejadian ini, si Jago pedang
setan iblis baru merasa terperanjat, ia tak mengira kalau
ilmu silat yang dimiliki Ong bun kim sekarang telah
mencapai taraf sedemikian lihaynya.
Sementara masih tertegun. Ong Bun kim telih bergerak
lebih jauh, kali ini dia melepas-kan empat buah serangan.
Padahal waktu itu Mo kui kbm jiu sudah tidak bertenaga
lagi untuk memberi perlawanan, dengan susah payah ia


Setan Harpa Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bendung semua serangan dari pemuda itu, kemudian
merogoh ke dalam sakunya dan mencabut keluar pedang
Liu yap kiam itu. Belum lagi pedang Liu yap kiam yang di rogoh dari
sakunya terpegang oleh jari tangan Mo kui kiam jiu,
mendadak Ong Bun kim membentak keras, tangan kirinya
membacok ke bawah, berbareng kaki kanannya melepaskan
sebuah tendangan maut. Suatu kombirasi serangan yang sangat indah, lihay dan
cepat. "Blaaang . . . !" serangan bersarang telak di tubuh lawan,
diiringi jerit kesakitan yang memilukan hati tubuh si Jago
pedang setara iblis mencelat ke belakang sejauh tiga kaki
dan muntah darah segar. Ong Bun kim melejit ke udara, secepat kilat ia memburu
ke depan lalu dicengkeramnya tubuh jago tersebut.
Ketika Ong Bun kim sedang mencengkeram tubuh Mo
kui kiam jiu, dua bentakan keras menggelegar di udara, dua
orang manusia aneh bungkuk dan cebol itu serentak maju
ke depan melancarkan tubrukan kilat.
Ong Bun kim segera memutar harpa bajanya seraya
membentak: "Berhenti! Kalian ingin mampus?"
Menyusul putaran senjata harpa besi itu tubuhnya
mundur satu kaki ke belakang, me-nyaksikan hawa
pembunuhan yang menyelimuti wajah si anak muda itu
bergidik juga perasaan dua manusia aneh yarng bungkuk
dan tcebol itu. Jagoq pedang setan irblis membuka matanya
memandang Ong Bun kim sekejap, diantara wajahnya yang
pucat pasi terlintas warna kelabu yang mengenaskan .....
"Jago pedang setan iblis!" bentak Ong Bun kim dengan
suara tajam, "kau tidak mengira akan mengalami keadaan
seperti ini bukan ?"
"Mau .....mau apa kau?"
"Apa lagi" Dengan cara yang sama aku hendak
membalas kepadamu!" Selesai berkata mengempit tubuh Mo kui-kiam jiu
dengan tangan kanannya, sedang tangan kirinya merogoh
ke dalam satu dan mengeluarkan tiga bilah pedang Liu yap
kiam. Ia, tertawa dingin, dengan kaki kirinya Mo-kui kiam jiu
ditendang keras keras. "Blaaang!" seperti sebuah bola kulit, tubuh jago pedang
setan iblis mencelat ke udara dan meluncur ke depan
dengan cepatnya. Ong Bun kim tidak berhenti sampat di situ saja, begitu
Mo kui kiam jiu mencelat ke udara, cahaya putih berkelebat
lewat, pedang Liu yap kiam yang berada di tangan pemuda
itu sudah disambit ke depan...
Jeritan ngeri yang menyayatkan hati sekali lagi
berkumandang di udara, tiga bilah pedang Liu yap kiam
tersebut semuanya menancap di tubuh Mo kui kiam jiu,
pembalasan dendam dengan cara yang samapun berakhir.
Menyaksikan kekejaman serta keteguhan hati pemuda
itu. sedikit banyak manusia bungkuk manusia cebol dan
perempuan cantik berbaju kuning itu begidik juga.
Ong Bun kim segera tertawa tergelak, ia merasa puas
sekali dengan hasil yang diperoleh dari pembalasan dendam
itu... "Ong Bun kim!" mendadak dari belakang tubuhnya
berkumandang suara teguran, "sungguh keji perbuatanmu
itu...." Ong Bun kim berpaling, ketika mengetahui siapa yang
berada di situ, paras mukanya kontan berubah hebat.
"Haaah... Siau Hui un! Kiranya kau....." teriaknya.
"Benar!" Ong Bun kim menengadah dan tertawa seram.
"Perempuan sundal! Aku memang sedang berusaha
mencarimu, sungguh kebetulan sekali kau mengantarkan
dirimu sendiri..." Berbareng dengan bentakan itu, tubuhnya langsung
menerjang ke arah Siau Hui un.
Perempuan itu tertawa dingin, ia tak merasa jeri barang
sedikitpun terhadap pemuda itu, tapi sebelum ia sempat
mengucapkan sesuatu, tiba-tiba berkumandang suara
bentakan nyaring: "Bajingan cilik, aku akan beradu jiwa denganmu!"
Manusia bungkuk dan manusia cebol dengan gerakan
cepat telah menubruk datang, satu dari kiri yang lain dari
kanan langsung menyergap si anak muda itu dengan
serangan dahsyat. 0oo0dw0oo0 BAB 31 SERANGAN yang dilepaskan manusia bungkuk dan
manusia cebol itu betul-betul amat dahsyat, bayangan
manusia baru saja berkelebat lewat, tahu tahu angin
pukulan sudah berada di depan mata.
"Kalian pingin mampus?" bentak Ong Bun-kim
Harpa bajanya diayun dan sebuah serangan telah
dilancarkan pula. Sesungguhnya serangan tersebut sudah cukup untuk
mendesak mundur serangan dari dua orang manusia aneh
itu, tapi tampaknya mereka berdua seperti sudah kalap,
tanpa mempedulikan keselamatan sendiri serangan demi
serangan di lancarkan secara bertubi-tubi.
Menghadapi kekalapan orang, hawa napsu membunuh
di hati Ong Bun kim segera berkobar, ia membentak keras
lalu secara beruntun melepaskan dua buah serangan untuk
menghajar kedua orang lawannya.
Jerit kesakitan kembali berkumandang me-mecahkan
kesunyian, ketika bayangan manusia saling berpisah,
tampaklah manusia cebol dah manusia bungkuk itu sudah
roboh terkapar di tanah dengan batok kepala pecah, darah
kental berhamburan ke mana mana.
Semua peristiwa itu berlangsung dalam waktu singkat,
begitu selesai membereskan dua orang manusia aneh itu,
dengan kecepatan paling tinggi ia menerjang ke hadapan
Siau Hui un. Rupanya atas kemajuan pesat yang diperoleh Ong Bun
kim dalam ilmu silatnya, Siau Hui un merasa amat
terperanjat, ia tertawa dingin, kemudian katanya:
"Sungguh tak kusangka kepandaian silatmu telah peroleh
kemajuan yang pesat sekali!"
"Heeehhh....heeehhh....heeehhh... Siau Hui un, aku
hendak bertanya kepadamu..."
"Apa yang hendak kau tanyakan?"
"Benarkah suhuku Kui jin suseng adalah kekasihmu?"
"Betul!" "Benarkah Manusia kilbat adalah kekasdihmu yang
keduaa?" "Tepat sekali!"
"Siapakah manusia kilat itu?"
"Selama hidup jangan harap kau akan mengetahuinya!"
"Lalu di manakah keenam jilid kitab pusaka lari enam
partai besar?" bentak pemuda itu lebih jauh.
"Semuanya berada di sakuku!"
"Serahkan kepadaku!"
"Woouw, Ong Bun kim! Dengan andalkan kepandaian
apa kau berani memaksaku dengan cara begitu!"
"Siau Hui un, dendam orang tuaku bagaimanapun harus
dibalas, hutang darah bayar darah, hutang nyawa buyar
nyawa, lihat serangan . . . ."
Berbareng dengan kata yang terakhir, tubuhnya melesat
ke depan dan menubruk perempuan itu, sebuah serangan
segera dilepaskan. Setelah berjumpa dengan musuh besarnya, kobaran api
dendam yang berkorbar dalam dada Ong Bun kim tak
terkendalikan lagi, ketika tangan kanan melepaskan
serangan, tangan kiripun digetarkan pula melancarkan
sebuah pukulan. Tampaknya Siau Hui un tidak bermaksud untuk
melayani Ong Bun-kim dengan suatu pertarungan, ketika
pemuda itu melancarkan serangan, pedang kutungnya
segera diputar untuk membendung tibanya ancaman,
kemudian bentaknya keras keras:
"Tunggu sebentar!"
Ong Bun kim mundur dua tiga langkah, lalu tegurnya:
"Apa lagi yang hendak kau katakan?"
"Jika kau benar benar ingin bertarung, kenapa kita tidak
tinggalkan dulu tempat ini?"
Begitu selesai berkata ia lantas berkelebat meninggalkan
tempat itu, setelah keluar dari lembah Cing liong kok,
tubuhnya masih saja bergerak maju terus tiada hentinya.
Ong Bun kim tertawa dingin, ia percepat langkahnya
untuk menyusul perempuan itu.
Kurang lebih beberapa li kemudian, Siau Hui un baru
menghentikan larinya, ia berhenti sambil memutar badan.
Ong Bun kim tertawa seram, dengan sinar mata
memancarkan hawa pembunuhan yang tebal diawasinya
Siau Hui un tanpa berkedip ..
Kemudian selangkah demi selangkah ia maju
mendekatinya, sambil menggigit bibir katanya:
"Siau Hui un, aku hendak menghbancur lumatkan
dtubuhmu menjadia berkeping kepibng, aku hendak
mempergunakan batok kepalamu untuk bersembahyang di
depan kuburan ibuku."
"Huuuh....! Enak betul perkataanmu" ejek Siau Hui un
sambil tertawa dingin, "aku kuatir yang mati bukan aku
melainkan kau sendiri!"
Mendengar perkataan itu Oag Bun kim segera tertawa
kalap, dengan hawa pembunuhan yang tebal ia tertawa
sekeras-kerasnya, kemudian sambil menarik wajahnya ia
membentak: "Perempuan sundal, kalau begitu cobalah dulu
kehebatanku ini!" Di tengah bentakan nyaring tubuh Ong Bun kim
bagaikan sgulung angin puyuh langsung menerjang ke
muka, lalu dengan mempergunakan jurus serangan yang
terampuh ia lepaskan tiga buah serangan berantai.
Dalam keadaan kalap Ong Bun kim sudah tidak
memikirkan apa-apa lagi, semua jurus serangan yang
dipakai rata rata adalah jurus mematikan yang paling keji,
perubahan gerakannya sukar diduga tapi arahnya selalu
tepat dan menggidikkan. Menghadapi serangan semacam ini, dengan kaget Siau
Hui un mengunci serangan itu lalu dengan tangan kirinya ia
lepaskan sebuah serangan balasan.
Bayangan manusia berputar ke sana ke mari, dalam
waktu singkat Siau Hui un sudah kena didesak hingga
mundur sejauh tujuh delapan langkah dari posisi semula.
Ong Bun kim membentak keras lalu menubruk ke muka,
tapi sebelum pemuda itu sempat meneruskan gerakannya,
mendadak terdengar suara bentakan nyaring yang
mengerikan menggema memecahkan kesunyian;
"Tahan!" Suaranya dingin dan penuh kewibawaan, dengan
perasaan tercekat Ong Bun kim segera menarik kembali
tubuhnya dan memeriksa ke adaan di sekeliling tempat itu,
tapi suasana tetap sepi dan tak nampak sesosok banyangan
manusiapun. Paras mukanya berubah hebat, bentaknya.
"Siapa di situ?"
Orang itu hanya tertawa dingin tiada hentinya, suara
tertawanya persis seperti suara tertawa si Manusia kilat
ketika pertama kali berjumpa dengan gurunya tempo hari..
Terbayang sampai di situ, dengan wajah hijau membesi
Ong Bun kim segera berseru:
"Kau adalah Manusia kilat?"
"Benar!" Berdebar keras rjantung Ong Bunt kim meng-hadapqi
orang itu, mernyusul kemudian sambil tertawa seram
katanya: "Manusia kilat, jika kau memang bernyali, kenapa kau
tak berani ujukkan dirimu?"
"Aku memang bertujuan mencarimu, kenapa tidak
berani menampakkan diri ?"
Ketika kata terakhir diucapkan, cahaya putih berkelebat
lewat, dan tahu tahu lima kaki di depan sana telah
bertambah dengan sesosok bayangan berwarna putih.
"Haaahhh . . . haaahhh . . . haaahbh . . . Manusia kilat,
akupun sedang mencarimu." seru Ong Bun kini sambil
tertawa seram. "Mau apa kau mencari aku?"
"Mencincang tubuhmu!"
Kontan saja Manusia kilat tertawa dingin.
"Kau masih belum mampu untuk melakukannya!" ia
mengejek. "Bisa atau tidak, kita buktikan saja bersama!"
Selesai berkata Ong Bun kim melompat ke depan secepat
kilat, sasarannya adalah si Manusia kilat.
Baru saja pemuda itu bergerak, cahaya putih menyambar
pula bersamaan waktunya, tahu-tahu manusia kilat telah
mendahului serangan dengan menggulung anak muda itu.
Pada hakekatnya gerakan tubuh kedua belah pihak sama
sama cepatnya, tapi sampai di tengah jalan, Ong Bun kim
merasa tubuhnya ditahan oleh segulung tenaga pukulan dan
tak sanggup bergerak lebih jauh.
Cahaya putih berkelebat lewat dan Manusia kilat
kembali telah mundur satu kaki ke belakang, katanya:
"Ong Bun kim, kau ingin mati atau ingin hidup?"
"Kalau mati bagaimana" Kalau hidup bagaimana?"
"Kalau ingin hidup, menjadi muridku..."
"Setelah menjadi muridmu lantas bagaimana?" ejek Ong
Bun kim sambil tertawa dingin.
"Kita bersama-sama akan membangun kerajaan yang
menguasai seluruh dunia persilatan!"
"Boleh saja, tapi ada sebuah syarat!"
"Apa syaratmu?"
"Batok kepalamu dan Siau Hui un harus diserahkan dulu


Setan Harpa Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepadaku!" "Jadi kalau begitu, kau lebih suka mampus?" bentak
Manusia kilat. "Betul!" "Bajingan cilik, kujagal engkau!"
Dengan geramnya manusia kilat maju ke muka, tampak
selapis cahaya putih berkelebat lewat, tahu-tahu ia sudah
menyerang pemuda itu. Ong Bun kim sedikitpun tidak jeri, sambil membentak
harpa bajanya bekerja pula dengan cepat, sebuah serangan
balas disapu ke depan dengan disertai tenaga dahsyat.
Gerakan yang dilakukan kedua belah pihak sama sama
cepat dan sama sama mematikan, Ong Bun kim merasakan
tenaga pukulan lawan yang menekan padanya amat berat
sekali. Selain dari pada itu gerakan tubuhnya cepat pula, entah
sampai taraf mana kepandaian yang dimilikinya itu.
Diantara berkelebatnya bayangan manusia, seketika itu
juga ia didesak mundur sejauh tujuh delapan langkah.
Manusia Kilat tertawa seram, katanya:
"Ong Bun kim, seandainya aku tidak memandang bahwa
tubuhmu masih ada nilainya, tak nanti kuterima kau
sebagai muridku, benar-kah kau masih juga tak sadarkan
diri?" "Karena ditubuhku terkandung sejilid kitab pusaka?" ejek
Ong Bun kim sambil melancarkan tiga buah serangan.
"Mungkin benar mungkin juga tidak, sesungguhnya kitab
pusaka itu kau sembunyikan di mana" Kalau tidak kau
akui, jangan salahkan kalau aku tidak akan berlaku sungkan
sungkan lagi kepadamu."
"Haaahhh . . . haaahhh . . . haaahhh . . bukankah sudah
kau katakan bahwa barangnya berada di sakuku" Kenapa
tidak lalu bunuh saja diriku lalu dicari pelan-pelan..."
"Bangsat, rupanya kau sudah bosan hidup..."
Diiringi bentakan marah Manusia Kilat melancarkan tiga
buah serangan berantai. Ong Bun kim tidak berdiam diri saja, dalam keadaan
terancam bahaya secara beruntun ia lancarkan pula dua
buah serangan untuk menghalau ancaman tersebut.
Tapi hasilnya, kendatipun kedua buah serangan itu
berhasil menggagalkan serangan Manusia kilat, namun
darah di dalam tubuhnya ikut bergelora juga.
Pada saat itulah, suara tertawa dingin yang
menggidikkan hati memecahkan keheningan, lalu seseorang
membentak: "Tahan!" Cahaya putih berkelebat lewat, manusia kilat mundur
tiga kaki ke belakang lalu tegurnya: "Siapa di situ?"
Tiada seorangpun yang menjawab.
Suasana menjadi hening dan sepi, suatu keheningan
yang penuh diliputi hawa pembunuhan yang mengerikan.
Tiba - tiba Manusia kilat membentak lagi.
"Sobat, kalau memang sudah datang, kenapa tidak berani
menampakkan diri....?"
Suara tertawa dingin kembali berkumandang dua sosok
bayangan hitam bagaikan sukma gentayangan melayang
tiba dari jarak tiga kaki, ilmu meringankan tubuhnya amat
lihay dan mengejutkan hati.
Menyaksikan kemunculan kedua orang itu. Manusia
kilat segera tertawa dingin.
"Hesehh....heeehhh... .heeehh....kukira siapa yang teiah
datang, rupanya jago-jago dari perguruan Yu leng bun
(sukma gentayangan)..."
Mendengar ucapan tersebut, Ong Bun kim merasa
terperanjat pula, tanpa sadar ia berseru.
"Kalian adalah Yu leng jin (manusia tanpa sukma)?"
"Benar!" Peristiwa yang dijumpainya hari ini benar-benar hebat,
dalam satu tempat dan satu keadaan secara beruntun ia
telah menjumpai dua jenis manusia paling misterius, yakni
Manusia kilat dan Manusia tanpa sukma, hal ini cukup
menggetarkan perasaannya.
"Ada urusan apa kau datang kemari?" tegur Ong Bun
kim sambil tertawa dingin.
"Mencari kau!" "Mencari aku ada persoalan apa?"
"Bukankah mata uang kematian berada di tanganmu?"
"Benar!" "Berapa banyak yang kau miliki?"
"Enam biji!" "Serahkan kepada kami sekarang juga!"
"Heeehhh....beeehhh....heeehhh. ...enak benar kalau
omong" ejek Ong Bun kim sambil tertawa dingin, "sayang
semua mata uang kematian telah kuserahkan kepada orang
lain!" "Kau serahkan kepada siapa?" bentak manusia tanpa
sukma yang berada di sebelah kanan.
"Pemiliknya yang sah!"
"Pemiliknya yang sah?"
"Benar, bukankah mata uang kematian itu mempunyai
pemiliknya yang sah" Puluhan tahun berselang, ketika
kalian hendak membunuh Hian ih li hiap dan seorang bayi
perempuan..." "Apa" Mereka masih hidup"
"Betul, mereka masih hidup?"
"Bayi perempuan itu...."
"Sekarang sudah menjadi seorang gadis remaja, aku telah
serahkan mata uang kematian tersebut kepada mereka!"
"Sungguhkah perkataanmu itu?"
"Tentu saja sungguh!"
Manusia tanpa sukma yang berada di sisi kanan itu
segera menghardik: "Sekarang mereka berada di mana"
Hayo jawab!" Di balik bentakan itu penuh mengandung nada
mengancam dan hawa pembunuhan yang mengerikan.
Ong Bun-kim tertawa dingin, katanya: "Kalian tak usah
kuatir, dia pasti dapat menemu kan kalian semua!"
"Hayo jawab ! Sekarang mereka berada di mana?"
-oo0dw0oo-- Jilid 11 "KALAU aku enggan menjawab?"
"Memangnya sudah kepingin mampus?"
"Haaahh haaahh haaahh tepat sekali perkataanmu itu!"
Ong Bun-kim tertawa terbahak bahak.
Bayangan manusia berputar kencang seperti sukma
gentayangan saja manusia tanpa sukma itu bergerak maju
ke muka menghampiri Ong Bun kim, sebelum tubuhnya
tiba, segulung angin pukulan yang berhawa dingin telah
menggulung tiba lebih dahulu.
Baru saja Ong Bun-kim hendak menghindarkan diri dari
ancaman itu, manusia tanpa sukma sudah melayang
mundur kembali ke posisi semula, katanya dengan dingin:
"Sebelum pertarungan dilangsungkan, terlebih dulu aku
hendak menanyakan satu persoalan kepadamu!"
"Katakan cepat!"
"Kau pernah membaca isi tulisan yang tertera di atas
mata uang kematian tersebut?"
"Benar!" "Selain dari pada itu, apakah kau adalah putranya Ong
See-liat?" "Perkataanmu juga benar!"
"Kalau begitu, kami lebih-lebih tak akan mengampuni
jiwamu!" Kembali bayangan hitam berkelebat lewat lalu
menerjang ke muka secepat sambaran kilat, tapi berbareng
itu pula cahaya putih menyambar ke tengah gelanggang,
pada saat yang bersamaan Manusia kilat melepaskan
sebuah serangan dahsyat ke tubuh manusia tanpa sukma.
Wanita Iblis 15 Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen Pedang Tanpa Perasaan 7
^