Pencarian

Si Pedang Tumpul 3

Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo Bagian 3


gerakan silat lagi, melainkan gerakan seorang perempuan
yang marah, mencakar, mencengkeram, menampar dan
menjambak! Menghadapi anak perempuan yang mengamuk itu, Sin Wan
menjadi kewalahan bahkan pipi kirinya sudah kena dicakar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kuku jari tangan anak itu sehingga lecet dan berdarah! Namun
akhirnya dia dapat menangkap kedua pergelangan tangan
anak itu. Anak itu meronta, kemudian menggigit lengan Sin
Wan. "Aduh!" Sin Wan merenggut lengannya lepas dan kulit
lengannya juga lecet berdarah.
"Kau anak liar!" bentaknya dan berhasil menelikung kedua
lengan anak itu ke belakang. Ditariknya anak itu mendekati
kereta. Dia lalu duduk di anak tangga kereta dan memaksa
anak perempuan itu menelungkup melintang di atas pahanya,
kemudian, dengan tangan kanan memegang kedua
pergelangan tangan anak itu sehingga tidak mampu bergerak
lagi, dia menggunakan telapak tangan kirinya untuk
menampari pinggul yang menonjol ke atas itu.
"Engkau mencakar dan menggigit, hukumannya kutambah
menjadi sepuluh kali pukulan!" Dan tangan Sin Wan
menampari pinggul anak perempuan itu, berulang-ulang.
"Plak .. plak .. plak .......!"
Anak perempuan itu menjerit-jerit, bukan karena sakit pada
pantatnya, melainkan sakit pada hatinya. Ia merasa dihina
bukan main oleh anak laki-laki itu.
"Plak .. plak .. plak ......" Setelah sepuluh kali, baru Sin Wan menghentikan tamparannya. Telapak tangannya terasa panas
setelah sepuluh kali menampar itu.
"Subo ..... tolong .....!" Anak perempuan itu menjerit-jerit dan menangis!
"Hemm, engkau bersalah, pantas dihukum, kenapa
menangis?" Sin Wan melepaskan anak itu dan memandang
dengan hati mulai merasa kasihan. Bagaimanapun galaknya,
ia hanya seorang anak perempuan kecil.
Dia mulai merasa malu atas perbuatannya sendiri, akan
tetapi ketika melihat lengan dan pipinya berdarah,
penyesalannya menghilang dan dia bahkan merasa geli
melihat anak itu menggunakan kedua tangan mengusap-usap
pinggulnya yang ditampari tadi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Anak perempuan itu menoleh kepada subonya untuk minta
bantuan. Akan tetapi, ia tertegun melihat subonya terlempar
dan jatuh terjengkang! Wanita itu bangkit, maklum bahwa ia tidak akan menang
melawan mereka bertiga, lalu mengebut-ngebutkan
pakaiannya yang kotor, kedua tangan mulai menyanggul
rambutnya yang awut-awutan, tiada hentinya memandang
kepada tiga orang itu dan bertanya, "Siapakah kalian bertiga?"
Suaranya tetap merdu akan tetapi mengandung kemarahan
tertahan. Dewa Arak mewakili rekan-rekannya berkata, "Hemmm,
kepandaianmu hebat sekali, nona, akan tetapi sayang, engkau
sungguh ganas dan kejam! Kami adalah tiga orang tua yang
tidak suka mencari permusuhan. Aku Si Tukang Mabuk, dia ini
Si Tukang Pedang dan yang itu Si Rambut Putih!" Mereka
bertiga tidak pernah menganggap diri mereka sebagai dewa
seperti yang dikatakan orang-orang kang-ouw untuk
menghormati mereka, walaupun kadang-kadang untuk
mengejek mereka saling menyebut dewa!
Wanita itu terbelalak. Kini ia telah selesai menyanggul
rambutnya, walaupun masih kasar dan kacau kusut. "Aih,
kiranya aku berhadapan dengan Huang-ho Sam Sian (Tiga
Dewa Sungai Kuning)" Baiklah Sam Sian, sekali ini aku
mengaku kalah. Akan tetapi akan tiba saatnya aku mencari
kalian untuk menebus kekalahan ini!"
"Hei, kamu! Siapa namamu agar kelak aku membalas
penghinaan ini!" anak perempuan itupun bertanya kepada Sin
Wan. "Aku tidak punya nama," jawab Sin Wan yang tidak ingin
anak itu mengingat namanya sebagai musuh dan kelak
mencarinya seperti yang dikatakan wanita itu terhadap ketiga
orang gurunya. "Kau tidak bernama" Kau kerbau sapi kuda babi anjing
kucing ......! Yang mana di antara itu namamu?" Anak
perempuan yang galak itu memaki saking marahnya.
"Semua itu namaku," jawab Sin Wan sambil tersenyum.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau jahat .......!" anak perempuan itu mengepal tinju dan
hendak menyerang lagi. "Li Li, mari kita pergi!" kata gurunya, dan wanita cantik itu berkelebat, menyambar lengan muridnya dan iapun lari sepertl
terbang cepatnya meninggalkan tempat itu.
"Siancai ..... seorang gadis yang amat berbahaya!" kata
Pek-mau-sian Thio Ki. "Benar, ilmu pedangnyapun hebat. Kelak ia pasti akan
merupakan lawan yang amat sukar dikalahkan," sambung
Kiam-sian Louw Sun. "Sayang, kita tidak tahu siapa wanita itu," kata pula Ciu-
sian Tong Kui. "Suhu, teecu tahu siapa namanya .....!" Sin Wan
menghampiri tiga orang gurunya, akan tetapi pada saat itu
terdengar suara ringkik kuda dan dua ekor kuda di depan
kereta itu roboh! Tiga orang pendeta itu cepat meloncat ke dekat kereta,
untuk menjaga agar peti pusaka tidak diambii orang, dan
mereka masih melihat berkelebatnya bayangan wanita tadi
yang kini melarikan diri amat cepatnya.
Mereka memeriksa dan dua kuda itu sudah mati. Leher
mereka ditembusi pisau kecil yang beracun, tepat mengenai
jalan darah besar sehingga racun cepat membunuh dua ekor
binatang itu. "Hemm, ia membunuh kuda kita," kata Dewa Arak.
"Pinto tahu maksudnya. Tentu ia bermaksud agar
perjalanan kita ke kota raja membawa pusaka"pusaka itu
menjadi lambat," sambung Dewa Pedang.
"Siancai ......!" Benar sekali. Ini berarti bahwa wanita ganas
itu masih ingin mencoba untuk merampas pusaka. Ia lihai,
kalau ia membawa teman"teman yang banyak, bisa
berbahaya. Kita harus mencari jalan agar dapat
menyelamatkan pusaka-pusaka ini. Kalau sampai terjatuh ke
tangan golongan sesat, akan sukarlah merampasnya kembali,"
kata Dewa Rambut Putih. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku tahu jalannya!" Dewa Arak berseru sambil tersenyum
gembira. "Tidak jauh dari sini terdapat benteng pasukan
penjaga keamanan tapal batas. Kalau kita datang ke sana dan
memperlihatkan tek-pai (bambu tanda kuasa) tentu komandan
pasukan itu akan suka memberi pasukan untuk mengawal
keamanan pusaka untuk dikirim kembali ke kota raja."
"Itu bagus sekali!" kata Kiam-sian, "Kalau begitu, mari kita cepat bawa pusaka itu ke sana!"
Mereka lalu membuka peti pusaka, mengambil isinya dan
membagi belasan buah benda pusaka itu menjadi tiga bagian,
menyimpan dalam bungkusan masing-masing dan
menggendongnya di punggung.
"Kau tadi mengatakan bahwa engkau mengetahui nama
wanita itu. Siapakah namanya, Sin Wan?" tanya Dewa Rambut
Putih. "Ketika ia memukul teecu, ia mengatakan bahwa ia tidak
membunuh teecu agar teecu dapat memberitahu Se Jit Kong
bahwa wanita itu yang bernama Bi-coa Sian-li akan
membunuh Se Jit Kong!"
"Bi-coa Sian-li (Dewi Ular Cantik)?" Dewa Arak berkata
sambil tertegun. "Belum pernah aku mendengar julukan itu.
Akan tetapi melihat kelihaiannya, mungkin sekali masih ada
hubungannya dengan See-thian Coa-ong (Raja Ular Daerah
Barat)!" "Siancai ......" Dewa Pedang berseru. "Raja Ular itu
memang memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi. Akan
tetapi dia bukanlah golongan sesat, bukan orang jahat
walaupun dia merupakan datuk yang memiliki watak luar
biasa." "Wanita tadipun belum tentu jahat walaupun ia ganas dan
kejam. Buktinya, ia mencari Se Jit Kong untuk dibunuhnya.
Siapa yang memusuhi Se Jit Kong, agaknya tidak dapat
digolongkan sesat." Tiga orang kakek itu lalu melakukan perjalanan cepat.
Bahkan Sin Wan digendong bergantian oleh mereka agar
perjalanan dapat dilakukan secepat mungkin. Hal ini dilakukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
agar mereka dapat segera tiba di benteng pasukan penjaga
keamanan, sebelum tiba serangan dari orang-orang yang
hendak merampas pusaka istana.
Perhitungan mereka memang tepat. Setelah dilakukan
perjalanan sehari penuh, pada sore harinya mereka tiba di
benteng itu. Dan komandan benteng menyambut mereka
dengan penuh kehormatan ketika tiga orang itu mem
perlihatkan tek-pai dan memberi keterangan bahwa mereka
adalah utusan kaisar untuk mencari dan merampas kembali
pusaka yang hilang dari gudang pusaka istana.
Setelah bermalam satu malam di benteng itu, pada
keesokan harinya, mereka berangkat melanjutkan perjalanan.
Akan tetapi sekali ini, perjalanan dilakukan dengan kereta dan
dikawal oleh seratus orang perajurit!
Tentu saja orang-orang golongan sesat yang tadinya
hendak menghadang dan merampas pusaka, menjadi mundur
teratur melihat pengawalan yang ketat itu. Menghadapi Sam
Sian saja adalah merupakan usaha yang berbahaya dan berat,
apa lagi ditambah pasukan seratus orang perajurit! Andaikata
mereka memberanikan diri menyerbu pasukan itu, mereka
akan dicap pemberontak dan selanjutnya kehidupan mereka
tidak akan aman lagi, menjadi orang-orang buruan atau
musuh pemerintah! Tiga orang pertapa itu bersama Sin Wan merasa tenang
dan mereka dapat tiba di Nan-king, kota raja yang baru dari
Dinasti Beng-tiauw dengan selamat.
*** Pada waktu itu, yang menjadi kaisar dari Kerajaan Beng
adalah Kaisar Thai-cu, yaitu kaisar pertama atau pendiri dari
Dinasti Beng-tiauw. Pendiri Kerajaan Beng (Terang) ini berasal
dari keluarga petani. Dia dilahirkan dalam tahun 1328 di dusun
yang terletak antara Sungai Huai dan Sungai Kuning, di
daerah pertanian, dari keluarga petani biasa.
Ketika dia berusia enam tahun, di dusun tempat tinggalnya
berjangkit wabah yang membunuh banyak keluarga para
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
petani di dusun itu. Keluarga anak yang kini menjadi Kaisar
Thai-cu, dan yang dulu bernama Chu Goan Ciang ini pun
terbasmi habis. Ayah ibunya, saudara-saudaranya, mati semua
oleh wabah. Hanya tinggal Chu Goan Ciang seorang diri yang
tinggal. Dia menjadi seorang anak berusia enam tahun yang
yatim piatu dan hidup sebatang kara!
Riwayat kaisar pertama Dinasti Beng ini ketika masih
kecilnya memang amat menarik, hidupnya selain miskin juga
penuh dengan kesengsaraan! Setelah hidup seorang diri,
sebatang kara, dia lalu bekerja sebagai penggembala kerbau.
Kemudian dia bahkan mengikuti seorang hwesio tua ke kuil
dan menjadi seorang hwesio kecil berkepala gundul.
Bertahun-tahun dia mempelajari ilmu bun dan bu (sastera
dan silat) di kuil itu, berguru kepada para hwesio (pendeta
Buddha) sehingga dia menjadi pandai, bukan saja bertubuh
kuat dan pandai ilmu silat, bersemangat, juga pandai dalam
hal ilmu membaca dan menulis.
Namun, kehidupan sebagai pendeta di kuil tidak
memuaskan hatlnya. Dia meninggalkan kuil, hidup terlunta-
lunta dan dalam usia belasan tahun itu, dia bahkan pernah
mengikuti seorang pengemis sakti, hidup sebagai seorang
pengemis! Akhirnya, karena kegagahan dan kepandaiannya, karena
bakatnya menjadi pemimpin, setelah bertualang di dunia
kang-ouw, dia berhasil diangkat menjadi seorang beng-cu
(pemimpin rakyat). Dia telah menjadi dewasa, berpengalaman
dan berpengetahuan luas, sudah lenyap sama sekali bekas-
bekas kehidupan petani di pedesaan.
Dia memperkuat kedudukannya, memperkuat para
pengikut yang dihimpunnya menjadi pasukan, melatihnya dan
dalam usia duapuluh delapan tahun, dia sudah demikian
kuatnya dan memperoleh dukungan dari rakyat jelata, dari
golongan rendah sampai menengah, memberontak terhadap
kekuasaan Kerajaan Mongol yang telah menjajah Cina selama
hampir seratus tahun. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dia memimpin pasukan rakyatnya menyerbu dan
menguasai Nan-king yang kemudian menjadi pusat
kekuasaannya, bahkan kemudian menjadi kotarajanya. Dan
dalam tahun 1368, dalam usia empatpuluh tahun, dia telah
berhasil menguasai seluruh wilayah kekuasaan Mongol di
daratan Cina. Dia lalu mendirikan dinasti baru, yaitu Dinasti
Beng dan dia menjadi kaisar pertamanya yang bernama Kaisar
Thai-cu. Semenjak itu, Kaisar Thai-cu terus mengadakan
pembersihan, mengirim pasukan di bawah pimpinan Jenderal
Su Ta, yaitu seorang panglima yang menjadi tangan
kanannya, jauh ke utara dan barat untuk mengejar sisa-sisa
pasukan Mongol dan bahkan membakar kotaraja Karakorum,
kota raja lama yang dulu menjadi pusat kekuasaan pendiri
Kerajaan Mongol, yaitu Jenghis Khan.
Jilid 4 KETIKA Sam Sian dan Sin Wan diperkenankan menghadap
kaisar untuk menyerahkan pusaka-pusaka yang berhasil
ditemukan kembali oleh Tiga Dewa itu, Kaisar Thai-cu telah
tujuh tahun menjadi kaisar (1375). Tentu saja Kaisar Thai-cu
gembira bukan main ketika menerima Sam Sian dan melihat
betapa semua pusaka yang dicuri maling itu telah dapat
ditemukan kembali. Kaisar yang sebelum menjadi kaisar sudah
banyak bertualangan di dunia kang-ouw ini tahu benar bahwa
mengandalkan pasukan saja, akan sulit untuk dapat
menemukan kembali pusaka-pusaka yang hilang. Oleh karena
itulah maka dia mengutus Sam Sian untuk mencari dan
membawa kembali pusaka-pusaka itu. Ular
Saking gembiranya Kaisar Thai-cu menawarkan kedudukan


Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepada mereka bertiga. Ketika Sam Sian menolaknya dengan
halus, Kaisar Thai-cu yang sudah mengenal watak-watak para
tokoh dan datuk persilatan, tidak menjadi marah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau begitu, kalian pilih sebuah di antara pusaka-pusaka
yang dapat ditemukan kembali ini. Pilihlah sebuah yang paling
disukai, dan kami hadiahkan pusaka itu kepada kalian."
Karena seorang demi seorang yang ditawari, Dewa Arak
berkata, "Hamba tidak membutuhkan pusaka, karena
kesukaan hamba hanyalah minum arak."
Kaisar Thai-cu tertawa dan dia lalu mengutus seorang
petugas untuk mengambilkan sebuah guci arak yang
merupakan benda pusaka pula karena guci itu terbuat dari
semacam batu kumala yang berkhasiat. Bukan saja arak yang
disimpan dalam guci itu akan menjadi semakin lezat, juga
kalau ada racun terkandung dalam minuman atau makanan,
begitu dimasukan ke dalam guci yang warnanya putih
kebiruan itu akan menjadi hitam! Tentu saja Dewa Arak
merasa gembira sekali menerima guci arak yang ada
gantungannya itu, apalagi guci itu diisi arak yang paling tua di
istana. Dia cepat menghaturkan terima kasih.
Ketika tiba giliran Dewa Rambut Putih, dia memberi
hormat, "Hamba juga tidak membutuhkan pusaka, karena
kesukaan hamba hanyalah membaca kitab dan meniup suling
membuat sajak." Kaisar Thai-cu mengangguk-angguk senang dan
memandang kagum. Lalu dia mengutus petugas lain untuk
mengambilkan sebuah kitab kumpulan huruf-huruf (semacam
kamus) dan sebuah suling yang terbuat dari perak dan
mempunyai suara yang amat nyaring dan merdu.
Mendapatkan hadiah yang baginya lebih bernilai dari pada
segala macam pusaka. Dewa Rambut Putih menghaturkan
terima kasih dengan hati gembira.
Tinggal Dewa Pedang yang ditawari memilih sebuah di
antara pusaka yang ditemukan kembali. Bagi seorang ahli
pedang seperti Kiam-sian, tentu saja ia mengincar pedang
yang dianggapnya paling hebat di antara pusaka-pusaka itu,
yaitu Gin-kong-kiam (Pedang Sinar Perak) yang pernah
dipergunakan mendiang Se Jit Kong melawan pedangnya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yaitu Jit-kong-kiam dan ternyata pedang pusaka kerajaan itu
tidak kalah ampuhnya dibandingkan pedangnya sendiri.
Akan tetapi, dia teringat akan Sin Wan. Pernah Sin Wan
bercerita kepadanya tentang Pedang Tumpul, yaitu pedang
buruk yang pernah dilihat anak itu dan bahkan Se Jit Kong
pernah menceritakan riwayat pedang itu kepada Sin Wan. Sin
Wan mengatakan kepadanya bahwa anak itu amat suka
dengan Pedang Tumpul. Ketika ditanya mengapa menyukai
pedang tumpul yang tentu kurang bermanfaat sebagai
pedang, anak itu membantah.
"Suhu, teecu sudah bersumpah kepada ibu bahwa teecu
tidak akan menjadi jahat dan kejam seperti mendiang Se Jit
Kong. Bahkan teecu di depan makam ibu bersumpah tidak
akan melakukan pembunuhan. Pedang tumpul itu cocok sekali
untuk teecu. Karena tidak tajam, dan tidak runcing, maka
pedang itu tidak berbahaya bagi nyawa lawan, akan tetapi
cukup baik untuk dipakai membela diri. Apa lagi menurut
mendiang Se Jit Kong, pedang itu dahulunya bernama Pedang
Asmara yang sudah dirombak, pedang yang menjadi lambang
kasih sayang." Kini, ketika Kaisar Thai-cu menawarkan sebuah di antara
pusaka-pusaka itu untuk dipilihnya, diapun memberi hormat.
"Kalau paduka mengijinkan, hamba mohon diberi hadiah
Pedang Tumpul ini." Dia menunjuk ke arah pedang di antara
tumpukan pusaka itu. "Apa" Pedang yang buruk ini pilihanmu, totiang (bapak
pendeta)?" Kaisar bertanya sambil mengangkat pedang yang
amat buruk itu, kemudian menghunusnya. "Aih, pedang ini
bukan saja gagang dan sarungnya amat sederhana, akan
tetapi pedangnya sendiri tumpul dan buruk!"
"Ampun, Sribaginda. Keburukan melahirkan kebaikan, dan
kebaikan melahirkan keburukan, keduanya tak terpisahkan.
Akan tetapi hamba memilih yang buruk kulitnya akan tetapi
baik isinya, daripada yang baik kulitnya akan tetapi buruk
isinya." Tiraikasih Website http://kangzusi. com/
Kaisar Thai-cu tertawa senang. "Ha-ha-ha, totiang benar.
Pedang ini memang gagal pembuatannya sehingga nampak buruk, akan tetapi kabarnya pedang ini terbuat dari pada batu bintang hijau. Nah, terimalah, totiang, dan mudah-mudahan bukan saja isinya yang baik, akan tetapi juga kegunaannya."
Kiam-sian menerima pedang itu dengan gembira dan menghaturkan terima kasih. Kemudian mereka mendapat ijin untuk mengundurkan diri. Diam-diam Sin Wan yang diajak guru-gurunya menghadap kaisar, kagum bukan main. Selama hidupnya, belum pernah dia melihat gedung yang demikian indah seperti istana itu, dan melihat perabot-perabot dan barang"barang yang luar biasa sehingga dia merasa seperti dalam mimpi saja.
Ketika Sam Sian dan Sin Wan keluar dari pintu gerbang istana yang terakhir dan menghadap ke jalan umum, di luar pintu gerbang itu terdapat seorang anak perempuan yang ditemani seorang wanita setengah tua. Begitu melihat Sam Sian, anak perempuan itu segera menjatuhkan diri berlutut di atas tanah di tepi jalan.
"Sam-wi lo-cianpwe (tiga orang tua gagah), saya Lim Kui Siang mohon agar diterima sebagai murid sam-wi."
Tentu saja tiga orang kakek itu saling pandang dan merasa heran. Mereka mengamati anak perempuan itu. Seorang anak perempuan yang usianya sembilan atau sepuluh tahun, wajahnya yang cantik manis dengan kulit putih mulus itu nampak berduka, pakaiannya menunjukkan bahwa ia seorang anak bangsawan atau hartawan.
"Nona kecil, jangan begitu. Kami tidak menerima murid, dan jangan berlutut di tepi jalan, nanti menjadi tontonan orang." kata Dewa Arak dan menghampiri anak itu hendak mengangkatnya bangun.
"Sam-wi lo-cianpwe, sebelum sam-wi menerima saya sebagai murid. Saya akan tetap berlutut di sini sampai mati!"
Tentu saja ucapan ini membuat tiga orang kakek itu terkejut bukan main, akan tetapi mereka lalu tersenyum dan di dalam hati mereka tidak percaya bahwa anak perempuan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang jelas anak seorang bangsawan ini akan benar-benar
senekat itu. "Nona, sudah kami katakan bahwa kami tidak menerima
murid. Bangkitlah dan pulanglah, nona," kata pula Dewa Arak
dan kepada wanita setengah tua yang berpakaian pelayan itu
diapun berkata, "Ajaklah nonamu pulang. Tidak baik
membiarkan ia bersikap seperti ini di tempat umum."
Akan tetapi wanita pelayan itu memberi hormat dan
berkata dengan suara sedih. "Sudah sejak di rumah tadi saya
mencoba untuk membujuk siocia (nona), bahkan paman-
paman dan bibi-bibinya membujuk. Akan tetapi siocia berkeras
hati." "Kalau begitu, biarkan sajalah kalau ia ingin berlutut di sini
sampai mati," kata pula Dewa Arak dan diapun memberi
isyarat kepada dua orang rekannya untuk meninggalkan pintu
gerbang itu, tidak mau menoleh lagi.
Sin Wan yang beberapa kali menoleh! Melihat betapa anak
itu masih tetap berlutut, tidak bergerak sama sekali, dia
merasa kasihan sekali. "Kenapa suhu bertiga membiarkan ia berlutut di sana
terus" Bagaimana kalau ia benar-benar tidak mau bangkit lagi
dan akan berlutut terus di sana sampai mati seperti yang ia
katakan tadi?" "Ha .. ha .. ha!" Dewa Arak berkata, "Ia anak bangsawan
yang tentu sejak kecil dimanja dan setiap keinginannya harus
dipenuhi. Ia hanya menggertak saja."
"Siancai ..... pinto (aku) belum pernah mendengar, apalagi
melihat ada anak sekecil itu demikian teguh hati akan berlutut
terus sampai mati kalau tidak dipenuhi permintaannya," kata
Kiam-sian si Dewa Pedang.
"Ia tentu dibuai khayal, mendengar bahwa kita telah
berhasil menemukan kembali pusaka-pusaka itu, dan ia
bermimpi untuk kelak menjadi seorang pendekar wanita.
Seorang anak bangsawan yang biasa hidup mewah dan
senang, mana mungkin dapat menghadapi kehidupan sulit di
pertapaan?" kata pula Si Dewa Rambut Putih.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi Sin Wan tidak setuju dengan pendapat tiga
orang gurunya. Dia tadi melihat betapa anak perempuan itu
nampak bersedih dan sinar matanya seperti orang yang putus
harapan. Dalam keadaan seperti itu tidak akan aneh kalau
anak itu berlaku nekat dan benar-benar akan berlutut di sana
sampai mati! "Suhu, hati teecu merasa tidak enak. Bagaimana kalau ia
benar-benar berlutut di sana sampai mati" Kalau hal itu
terjadi, apakah suhu bertiga tidak akan merasa berdosa dan
menyesal?" Tiga orang kakek itu berhenti melangkah. Pintu gerbang
istana itu sudah tertinggal jauh dan tidak nampak lagi, akan
tetapi mereka menengok ke belakang seolah hendak melihat
apakah anak perempuan itu masih berlutut di sana.
"Hemmm, Sin Wan., Apakah engkau hendak mengatakan
bahwa kami harus menerima anak itu menjadi murid?" tanya
Dewa Pedang sambil menatap tajam wajah Sin Wan.
Wajah Sin Wan menjadi kemerahan dan dia menjawab,
"Tentu saja keputusan itu terserah kepada suhu bertiga.
Teecu hanya hendak mengatakan bahwa anak itu bersikap
seperti tadi tentu ada alasan dan sebabnya yang kuat.
Setidaknya, alangkah baiknya kalau suhu bertiga mengetahui
sebabnya, dan sebelum kita meninggalkannya, kita dapat
membujuk agar ia tidak bersikap nekat seperti itu."
Tiga orang kakek itu saling pandang. Mereka bukanlah
orang-orang yang bersikap acuh dan kejam. Merekapun
tertarik melihat sikap anak perempuan itu, akan tetapi mereka
tadi bersikap seolah-olah mereka acuh justeru untuk menguji
dan mengetahui bagaimana Sin Wan menghadapi peristiwa
itu."Ha .. ha .. ha, kalau begitu, biar kita tunggu dan lihat
nanti. Kalau ia hanya berlutut selama semalam ini saja, kurasa
ia tidak akan mati karena itu. Besok pagi-pagi baru kita lihat
apakah ia masih berada di sana. Ha .. ha .. ha agaknya
memang sudah takdir bahwa kita harus tinggal semalam lagi
di kota raja." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka tidak mau bermalam di rumah penginapan. Berita tentang mereka yang berhasil menemukan kembali pusaka istana yang hilang tentu sudah tersiar dan kalau mereka bermalam di tempat umum, tentu hanya akan menarik perhatian orang.
Dewa Arak yang banyak pengalamannya di kota raja lalu mengajak dua rekannya dan Sin Wan melewatkan malam itu di sebuah kuil tua yang sudah tidak terpakai lagi, terletak di daerah pinggiran yang terpencil. Kuil tua itu kini menjadi tempat bermalam para pengemis dan mereka yang tidak mempunyai rumah, atau pendatang dari luar kota raja yang tidak mampu membayar sewa kamar yang mahal.
Malam itu Sin Wan gelisah tidak dapat pulas. Bukan karena tempatnya yang buruk.
Semenjak mengikuti tiga orang gurunya, dia sudah terbiasa hidup seadanya, tidur di mana saja, bahkan di tempat terbuka.
Bukan karena tempat itu yang membuat dia tidak dapat tidur, melainkan dia selalu teringat kepada anak perempuan itu!
Akan tetapi, tiga orang gurunya tidur dengan nyenyaknya!
Dia tidak bermaksud melakukan sesuatu di luar tahu guru-gurunya. Akan tetapi mereka sudah pulas dan dia tidak ingin mengganggu mereka. Maka, dengan hati-hati Sin Wan meninggalkan ruangan di bagian belakang kuil itu, mengambil jalan dari samping agar tidak mengganggu mereka yang tidur di ruangan tengah dan depan, lalu meninggalkan kuil itu, pergi menuju ke arah istana!
Begitu dia keluar, hujan turun rintik-rintik, akan tetapi Sin Wan melanjutkan perjalanannya melalui pinggir rumah ke rumah sehingga tidak basah kuyup pakaiannya. Akhirnya, dia tiba di depan pintu gerbang istana yang menghadap jalan raya.
Anak perempuan itu masih di sana! Jantungnya seperti ditusuk karena haru dan iba. Anak perempuan itu masih berlutut seperti tadi siang!
Pelayan wanita setengah tua tadipun masih di belakangnya, kini memegang sebuah payung terbuka untuk memayungi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
anak perempuan itu, melindunginya dari air hujan rintik-rintik.
Akan tetapi, anak perempuan itu tidak perduli, masih berlutut
pada hal air hujan telah menggenangi tempat ia berlutut
sehingga kaki dan pakaiannya menjadi basah dan kotor oleh
lumpur. "Siocia marilah kita pulang dulu. Hari sudah malam, hujan
turun. Besok, boleh siocia lanjutkan lagi," berulang kali
pelayan itu membujuk dengan suara hampir menangis.
Akan tetapi anak perempuan itu sama sekali tidak bergerak
atau menjawab. Sebuah kereta berhenti di dekat tempat itu dan empat
orang turun dari kereta. Mereka adalah dua pasang suami
isteri yang berusia antara tigapuluh sampai empatpuluh tahun,
berpakaian seperti hartawan. Empat orang itu menghampiri si
gadis kecil dan merekapun membujuk-bujuk, mengajak anak
perempuan. itu pulang. Akan tetapi anak itu tetap tak bergerak dan tidak
menjawab. Ketika dua orang pria yang menyebutkan diri
sendiri sebagai paman kepada anak perempuan itu hendak
memaksanya, menarik lengannya untuk dipaksa pulang,
pelayan wanita ini mencegah dengan suara memohon.
"Harap siocia jangan dipaksa. Tadi siocia mengatakan
kepada saya bahwa kalau ia dipaksa pulang, sampai di rumah
siocia akan, membunuh diri!"
Mendengar ucapan itu, dua orang pria itu terkejut dan
melepaskan tangan anak perempuan itu yang terus berlutut
dan menundukkan mukanya. Akhirnya, karena hujan turun
semakin deras, dua pasang suami isteri itu naik ke dalam
kereta dan kereta itupun meninggalkan tempat itu. Anak
perempuan itu masih, berlutut dan pembantunya masih berdiri
di belakangnya sambil memayunginya.
Sin Wan tak dapat menahan keharuan hatinya dan diapun
nekat menempuh hujan, menghampiri anak perempuan itu.
Dilihatnya anak itu masih berlutut seperti arca, sama sekali
tidak bergerak dan mukanya menunduk. Biarpun wanita itu
memayunginya, namun angin membuat air hujan menyiram
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari samping dan pakaian anak itu sudah basah kuyup,
demikian pula rambutnya dan air menetes-netes dari dagunya
yang hampir menempel dada.
"Nona, kenapa engkau berkeras hendak menjadi murid tiga
orang lo-cianpwe itu?"
Anak perempuan itu diam saja, mengangkat mukapun
tidak, apa lagi menjawab.
"Nona, tidak baik menyiksa diri seperti ini. Engkau bisa
masuk angin dan jatuh sakit. Kalau hanya ingin belajar ilmu
silat, bukankah di kota raja ini terdapat banyak guru silat"
Kenapa nona berkeras hendak belajar dari tiga orang lo-
cianpwe itu?" Sin Wan kembali bertanya, suaranya lembut.
Namun yang ditanyanya tidak menjawab, bergerakpun tidak.
"Orang muda, harap jangan ganggu siocia. Siapapun yang
mengajaknya bicara, ia tidak akan mau menjawab, kecuali
kalau tiga orang kakek tadi yang datang bicara dengannya,"
kata pelayan yang memayungi.
Akhirnya Sin Wan meninggalkan anak itu, di dalam hatinya
mencela tiga orang gurunya yang dianggap kejam dan acuh
terhadap seorang anak yang mempunyai tekad sedemikian
hebatnya. Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Sin Wan yang
sama sekali tidak tidur malam itu, sudah menyambut tiga
orang gurunya yang baru bangun dengan permintaan agar
mereka segera menengok anak perempuan yang berlutut di
depan pintu gerbang istana!
"Marilah, suhu. Kasihan anak perempuan yang berlutut
semalam suntuk di sana, pada hal semalam hujan turun ....."
Dewa Arak tertawa. "Ha .. ha .. ha. bagaimana engkau tahu
bahwa ia masih berada di sana, Sin Wan " Siapa tahu
semalam ia sudah pulang dan tidur nyenyak di kamarnya yang
indah dan hangat." "Tidak suhu. Ia memang semalam suntuk berlutut di sana,
Maaf, semalam teecu menengok ke sana. Teecu tidak dapat
memberi tahu kepada suhu bertiga karena suhu sudah tidur
pulas. Teecu bahkan membujuknya agar ia menghentikan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kenekatannya, namun sia-sia. Ia tidak akan mau bangkit
sebelum suhu bertiga datang dan mengajaknya seperti yang
dikatakannya kemarin."
Tentu saja tiga orang sakti sudah mengetahui akan semua
ini. Semalam mereka mempergunakan kepandaian mereka
untuk membayangi murid mereka, dan merekapun melihat


Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semuanya. Kalau kini mereka berpura-pura, hal itu mereka
lakukan untuk menguji sampai di mana kejujuran murid
mereka. "Hemm, baiklah. Mari kita pergi ke sana," kata Dewa
Rambut Putih dan Sin Wan ingin bersicepat, bahkan berjalan
paling dulu untuk segera tiba di pintu gerbang itu.
Benar saja. Anak perempuan itu masih berlutut di situ!
Pelayan wanita juga masih di sana, menangis! Dan mulailah
banyak orang datang merubung karena tentu saja amat
menarik melihat seorang anak perempuan bangsawan berlutut
di situ, apa lagi mendengar bahwa anak itu berlutut disitu
sejak kemarin siang, dan semalam bahkan berhujan-hujan di
situ!Sam Sian menghampiri anak itu dan Dewa Arak menyentuh
kepala anak perempuan itu. "Hemm, engkau sungguh keras
hati, anak baik. Marilah kita bicara tentang dirimu sebelum
kami mengambil keputusan. Mari, bangkitlah!" Dewa Arak
memegang tangan anak itu dan menariknya berdiri.
Anak itu sudah lemas dan tentu akan roboh kalau
tangannya tidak digandeng Dewa Arak. Wajahnya yang manis
itu agak pucat, akan tetapi matanya bersinar cerah ketika ia
memandang kepada tiga orang kakek itu. Ia menurut saja
ketika dibimbing menuju ke sebuah rumah makan yang buka
pagi-pagi menjual sarapan bubur ayam dan teh panas.
Dewa Arak memesan bubur ayam untuk dia, Sin Wan, anak
perempuan itu dan pelayan wanita yang terus mengikuti
nonanya, sedangkan Dewa Pedang dan Dewa Rambut Putih
memesan bubur tanpa daging ayam.
"Makanlah dulu, baru kita bicara," kata Dewa Arak kepada
anak perempuan itu yang tanpa membantah segera makan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bubur ayam. Sarapan hangat ini penting sekali bagi
kesehatannya, setelah ia berlutut sejak kemarin, semalam
berhujan-hujan di tempat terbuka, tidak makan tidak minum.
Setelah mereka makan, barulah Dewa Arak bertanya, "Nah,
sekarang katakan mengapa engkau bersikap seperti itu"
Siapakah engkau dan mengapa pula engkau ingin menjadi
mu-rid kami?" Anak itu ingin menjawab, akan tetapi hanya bibirnva yang
bergerak gemetar dan iapun menundukkan mukanya,
menangis! Pelayannya yang duduk di sebelahnya merangkul
nonanya dan iapun mewakili nonanya menceritakan riwayat
anak itu. "Siocia (nona) bernama Lim Kui Siang, berusia hampir
sepuluh tahun. Saya adalah pelayan dan pengasuhnya sejak ia
masih bayi. Siocia ini puteri dari keluarga Lim, bangsawan dan
pejabat tinggi yang tadinya menjabat sebagai pengurus
gudang pusaka istana. Ketika terjadi pencurian pusaka-pusaka itu, Lim-taijin
(pembesar Lim) tewas pula dibunuh pencuri. Ibunya, yang
sedang menderita sakit, terkejut mendengar akan tewasnya
suaminya, apalagi keluarga Lim harus bertanggung jawab
mengenai kehilangan itu. Maka, kedukaan akhirnya membuat
ibu siocia ini meninggal pula."
"Hemm ......, apa hubungannya semua itu dengan
kenekatannya untuk menjadi murid kami?" Dewa Arak
bertanya. "Saya tidak tahu ...... nona, ceritakanlah sendiri mengapa
nona bersikeras untuk belajar ilmu dari mereka ......."
Arak perempuan itu, Lim Kui Siang, sudah dapat menguasai
kesedihannya dan iapun mengangkat muka memandang
kepada tiga orang pendeta itu. Wajahnya tidak begitu pucat
lagi dan sinar matanya penuh harapan.
"Saya telah menjadi yatim piatu. Kedua orang paman saya,
adik dari ibu saya, bersikap baik, akan tetapi saya tahu bahwa
mereka itu berbaik kepada saya karena menghendaki harta
warisan orang tua saya. Saya muak dengan kepalsuan mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semua itu. Kematian ayah dan ibu membuat saya kehilangan
sagala-galanya. Saya mendendam kepada pembunuh ayah
yang menjadi pembunuh ibuku pula. Saya mendengar bahwa
Sam-wi lo-cianpwe telah berhasil menemukan kembali pusaka-
pusaka itu. Ini berarti bahwa sam-wi lebih pandai dari pada
pencuri itu. Maka saya bertekad untuk berguru kepada sam-
wi!" katanya dengan suara mantap dan tegas.
"Ho .. ho .. ha .. ha .. ha !" Dewa Arak tertawa. "Kalau engkau ingin bersusah payah mempelajari ilmu untuk
membalas dendam, jerih-payahmu itu akan sia-sia belaka,
nona. Ketahuilah bahwa orang yang kau musuhi itu, pencuri
yang membunuh ayahmu itu, dia telah mati!"
Akan tetapi anak perempuan itu tidak kelihatan kaget.
"Biarpun dia telah mati, saya tetap ingin mempelajari ilmu dari
sam-wi lo-cianpwe," katanya tegas.
"Ehh" Untuk apa seorang anak perempuan bangsawan
seperti engkau mempelajari ilmu silat, sedangkan orang yang
kau musuhi itu sudah tidak ada?" tanya Dewa Arak, tertarik
oleh kekerasan dan kesungguhan hati anak itu.
"Ayahku tewas karena dia tidak pandai ilmu silat, ibuku
juga meninggal dunia karena tubuhnya lemah. Saya ingin
menjadi orang yang pandai silat sehingga saya dapat
membela diri, melindungi orang-orang yang tidak bersalah,
menentang penjahat-penjahat keji, dan saya ingin mempunyai
tubuh kuat tidak seperti ibu. Nah, saya mohon sam-wi sudi
menerima saya sebagai murid."
Dan kembali anak perempuan itu menjatuhkan diri berlutut.
"Sekali ini saya tidak akan nekat berlutut seperti kemarin,
akan tetapi kalau sam-wi menolak, selamanya saya akan
menganggap sam-wi tidak mempunyai belas kasihan kepada
seorang anak yatim piatu seperti saya."
Tiga orang kakek itu saling pandang. Anak ini memang lain
dari pada yang lain. Kecuali keras hati dan bersemangat, juga
pandai bicara! "Siancai .....! Kami suka saja menjadi gurumu, akan tetapi
bagaimana dengan keluargamu" Bagaimana dengan rumah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
peninggalan orang tuamu" Tentu banyak sekali harta
peninggalan orang tuamu. Kalau kau tinggalkan, bagaimana
dengan semua warisan itu?"
"Saya tidak perduli! Paman-paman saya dan keluarga
mereka sudah selalu mengincar harta itu. Biarlah mereka bagi-
bagi. Saya tidak butuh harta, saya butuh ilmu dari sam-wi
suhu (guru bertiga)!"
"Ha .. ha .. ha, sungguh aneh mendengar ucapan itu keluar
dari mulutmu, nona kecil. Kalau bagi kami bertiga, memang
kami tidak membutuhkan harta karena kami suka hidup di
tempat sunyi, tldak membutuhkan apa-apa lagi. Akan tetapi,
engkau adalah seorang anak perempuan, puteri seorang
bangsawan. Kelak engkau akan membutuhkan untuk
keperluan hidupmu. Kebetulan aku mempunyai seorang
kenalan di kota raja, yaitu Ciang-ciangkun. Biar kutitipkan
semua harta peninggalan orang; tuamu itu kepadanya untuk
dilindungi, agar kelak engkau dapat menerimanya kembali
darinya." Anak perempuan itu memandang kepada tiga orang kakek
itu dengan wajah berseri. "Ini berarti bahwa sam-wi suhu
menerima saya sebagai murid!"
Tiga orang itu saling pandang dan tersenyum, lalu
mengangguk. Jarang ditemukan seorang anak perempuan
seperti itu. Mereka sudah mengambil Sin Wan sebagai murid,
tidak apa ditambah seorang murid perempuan lagi.
"Suhu .......!" Anak perempuan itu lalu memberi hormat
kepada mereka bertiga secara bergantian. Lalu ia bangkit dan
merangkul wanita setengah tua yang menjadi pengasuhnya
sejak ia masih kecil. "Kiu-ma, engkau sudah mendengar sendiri. Aku diterima
menjadi murid ketiga orang suhu ini dan aku akan pergi
mengikuti mereka. Kiu-ma, engkau pulanglah dan kalau
engkau masih suka, tinggal ah di rumah keluargaku. Kalau
tidak, engkau boleh pulang ke dusun dan semua yang
kuberikan kepadamu itu dapat kaubawa pulang."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siocia .....ah, siocia ......!" Wanita itu merangkul dan
menangis sedih. "Sudahlah Kiu-ma. Peristiwa ini amat membahagiakan
hatiku, kenapa engkau sambut dengan tangis" Jangan
mendatangkan kesedihan bagiku, Kiu-ma. Kalau aku sudah
selesai belajar ilmu kelak, tentu kau akan kucari dan kita akan
dapat bertemu kembali."
Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya pelayan yang setia ini
meninggalkan nonanya dan menyerahkan buntalan pakaian
yang memang sudah dipersiapkan lebih dulu oleh Kui Siang.
Anak perempuan ini memang sudah mengambil keputusan
tetap, maka ketika meninggalkan rumah untuk menghadang
tiga orang kakek itu di depan pintu gerbang, ia telah
membawa bekal, bahkan sudah meninggalkan banyak emas
kepada Kiu-ma, pelayannya yang setia.
Pada keesokan harinya, Dewa Arak mengajak Kui Siang
pergi ke gedung Ciang-ciangkun (perwira Ciang), seorang
komandan pasukan yang terkenal gagah perkasa. Perwira ini
pernah ketika terjadi perang menumbangkan kekuasaan
Mongol, dan dia sedang memimpin pasukannya, dia terjepit
dan terkepung musuh. Dia dengan belasan orang
pengawalnya saja dikepung ratusan orang perajurit Mongol
dan kalau tidak muncul Dewa Arak yang menyelamatkannya,
sukarlah bagi perwira itu untuk menghindarkan diri dari
kematian. Inilah sebabnya mengapa Dewa Arak mengenal
perwira Ciang itu. Kunjungannya pada pagi hari itu diterima oleh Ciang-
ciangkun yang kini berusia empatpuluh tahun itu dengan
penuh kehormatan dan kegembiraan. Biarpun kini dia sudah
memperoleh kedudukan tinggi, panglima ini tidak melupakan
orang yang pernah merenggutnya dari cengkeraman maut.
Ketika Dewa Arak menerangkan bahwa Lim Kui Siang,
puteri dari mendiang bangsawan Lim akan ikut dengan dia
menjadi muridnya, dan bahwa Dewa Arak menitipkan harta
kekayaan anak itu sebagai peninggalan orang tuanya dalam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pengawasan Ciang-ciangkun, perwira itu menerimanya dengan
penuh kesungguhan hati. "Jangan khawatir, totiang. Saya mengenal baik mendiang
Lim-taijin, seorang pembesar yang baik dan jujur. Memang
amat malang nasibnya, akan tetapi sungguh beruntung
puterinya dapat menjadi murid totiang. Saya akan menjaga
semua harta milik nona Lim Kui Siang dan kelak, kalau ia
sudah kembali ke sini tentu akan saya serahkan semua hak
miliknya kepadanya."
Anak perempuan itu lalu disuruh membuat pernyataan
tertulis mengangkat perwira Ciang menjadi kuasanya untuk
mengurus dan menguasai seluruh harta peninggalan orang
tuanya Setelah itu, Dewa Arak mengajak muridnya
meninggalkan perwira Ciang dan mereka bergabung dengan
Dewa Pedang dan Dewa Rambut Putih, bersama Sin Wan
meninggalkan kota raja. Ketika Kui Siang dan Sin Wan saling bertemu dan saling
pandang, Sin Wan tersenyum dan berkata, "Sumoi, aku girang
sekali kita dapat menjadi saudara seperguruan."
"Aku juga girang sekali, suheng."
Hanya itulah ucapan mereka karena mereka belum saling
mengenal. Kelak kalau mereka sudah akrab, keduanya
semakin merasa suka karena memiliki nasib yang sama, yaitu
keduanya sudah yatim piatu. Akan tetapi ketika menceritakan
riwayatnya kepada sumoi (adik seperguruan) itu, Sin Wan
tidak pernah menyinggung tentang Se Jit Kong, hanya
menceritakan bahwa ayahnya bernama Abdul ah dan ibunya
Jubaedah, keduanya Bangsa Uigur dan sudah meninggal
dunia. Sam Sian atau Tiga Dewa membawa dua orang murid
mereka ke sebuah puncak yang diberi nama Pek-ln-kok
(Lembah Awan Putih), satu di antara lembah Pegunungan Ho-
lan-san yang terletak di pantai barat Sungai Kuning. Pek-in-
kok inilah yang menjadi tempat Sam Sian mengasingkan diri
selama ini. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lembah yang berada dekat puncak ini berhawa sejuk dan bertanah subur. Akan tetapi untuk mencapai tempat itu merupakan hal yang amat sulit karena melalui dinding karang yang terjal dan sulit didaki orang biasa. Ini sebabnya maka tempat itu tidak pernah dikunjungi orang luar dan menjadi tempat pertapaan yang benar-benar amat tenang dan tenteram.
Di sebeIah timur kaki Pegunungan Ho-lan-san terdapat sebuah kota di tepi Sungai Kuning. Kota ini cukup besar dan ramai, yaitu kota Yin-coan dan sedikitnya sebulan sekali, Sin Wan dan Kui Siang mendapat kesempatan turun gunung dan berkunjung ke kota ini untuk membeli keperluan untuk mereka berlima. Selain itu, mereka tidak pernah berhubungan dengan orang luar dan setiap hari, kedua orang anak itu menerima gemblengan ilmu-ilmu silat yang tinggi dari tiga orang guru mereka.
*** Waktu merupakan suatu kenyataan yang amat aneh.
Segala sesuatu di dalam kehidupan manusia di dunia ini, akhirnya menyerah kepada sang waktu kesemuanya, satu demi satu akan menyerah untuk ditelan habis oleh Sang Waktu! Waktu merupakan bukti akan kekuasaan Tuhan, merupakan bahwa segala sesuatu di permukaan bumi ini tidak abadi adanya. Hanya Tuhan yang abadi, tanpa awal tanpa akhir. Segala sesuatu akan berubah menjadi permainan sang waktu.
Apabila tidak diperhatikan, sang waktu melesat cepat melebihi cahaya, melebihi kecepatan apapun juga sehingga seorang kakek yang mengenang masa kanak-kanaknya akan merasa betapa sang waktu lewat sedemikian cepatnya sehingga puluhan tahun bagaikan baru kemarin dulu saja!
Sebaliknya, kalau orang menanti sesuatu dan memperhatikan sang waktu akan merangkak atau merayap seperti seekor siput.
Waktu juga mempermainkan pikiran dengan pembagiannya sebagai kemarin, hari ini dan esok atau masa lalu, saat ini dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masa depan. Pikiran yang mengenang masa lalu hanya
mendatangkan dendam, duka den penyesalan. Sedangkan
pikiran yang membayangkan masa depan hanya
mendatangkan rasa malu, rasa takut dan khayalan muluk.
Masa lalu sudah lewat, hanya kenangan, masa depan belum
ada, hanya khayalan. Menghadapi saat ini, detik demi detik,
berarti menghadapi kenyataan dan itulah hidup.
Hidup merupakan tantangan setiap saat yang harus kita
hadapi, yang hanya kita tanggulangi. Bagi yang hidup, dari
saat ke saat bebas dari masa lalu dan masa depan. Saat ini
adalah pelaksanaan hidup, saat ini adalah cara hidup, jalan
hidup, sedangkan besok hanyalah ambisi, khayalan. Yang lalu
sudah mati, yang kelak belum datang. Sekarang benar,
nantipun benar. Benar dan tidak terletak pada saat sekarang
ini!Tuhan sudah menciptakan kita dalam keadaan sempurna,
serba lengkap dengan perabot dan alat yang dapat kita
pergunakan untuk menghadapi dan menanggulangi hidup,
lengkap dengan jasmani yang serba lengkap, panca indera,
hati dan akal budi. Semua itu masih ditambah lagi dengan
kekuasaan Tuhan yang meliputi diri kita luar dan dalam,
kekuasaan Tuhan yang melindungi, membimbing, asal kita
mendasari semua ikhtiar dengan penyerahan kepada Tuhan
Maha Kasih dengan sabar, tawakal dan ikhlas! Semua
kehendak Tuhan jadilah! Tanpa terasa lagi sepuluh tahun telah lewat sejak
terjadinya peristiwa-peristiwa yang telah diceritakan di bagian
depan. Pagi itu udara amat cerah di Pek-in-kok (Lembah Awan
Putih) biarpun sinar matahari pagi masih terlampau lunak
untuk dapat mengusir hawa yang dingin sejuk dan terasa
menusuk tulang bagi mereka yang tidak biasa tinggal di


Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tempat yang berhawa dingin.
Sudah sejak subuh tadi Sin Wan dan Kui Siang
meninggalkan lembah dan pergi ke kota Yin-coan. Tahun baru
tinggal sebulan lagi dan tiga orang guru mereka menyuruh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka pergi ke Yin-coan untuk membeli pakaian baru untuk
kedua orang murid itu. "Akan tetapi, suhu. Untuk apa teecu berdua harus membeli
pakaian baru?" tanya Sin Wan yang kini telah menjadi seorang
pemuda berusia duapuluh tahun.
Pemuda ini bertubuh tegap dan sedang, dengan dada lebar
dan kaki tangan kokoh kuat. Dahinya lebar, rambutnya hitam
panjang digelung ke atas, alisnya tebal berbentuk golok
melindungi sepasang mata yang besar dan bersinar cerah.
Hidungnya mancung agak besar, dan mulutnya
membayangkan keramahan dengan dagu yang berlekuk
membayangkan keteguhan hati. Seorang pemuda yang gagah
dan ganteng, dengan kulit yang agak gelap.
"Teecu juga heran. Kenapa teecu berdua diharuskan
berbelanja pakaian baru" Pakaian teecu masih baik dan masih
cukup banyak." Kui Siang juga membantah.
Dewa Arak yang mewakili dua orang rekannya menyuruh
dua orang murid itu, tersenyum. Tiga orang pertapa yang di
juluki Sam Sian (Tiga Dewa) itu kini telah tua. Usia mereka
sudah enampuluh tahun lebih, akan tetapi mereka masih
nampak sehat dan kuat. Terutama sekali Ciu-sian Tong Kui.
Dewa Arak yang memiliki pembawaan gembira ini nampak
lebih muda dari dua orang rekannya. Usianya yang enampuluh
dua tidak meninggalkan bekas. Nampaknya dia belum ada
limapuluh tahun! "Sin Wan dan Kui Siang, kalian adalah orang-orang muda.
Kalian sudah sepatutnya hidup penuh gairah, mengenakan
pakaian yang bersih dan rapi. Menjelang tahun baru ini, kalian
harus mempunyai pakaian baru untuk dipakai pada hari-hari
tahun baru!" "Tapi, suhu. Teecu sudah sepuluh tahun berada di sini dan
teecu tidak pernah mengikuti tahun baru seperti para
penduduk di bawah lembah," bantah Sin Wan.
"Dan pula, untuk apa teecu mengenakan pakaian baru di
hari tahun baru" Hendak dipamerkan kepada siapa" Teecu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak saling berkunjung dengan keluarga," bantah pula Kui
Siang. "Siancai, murid-muridku yang baik," kata Dewa Pedang.
Kiam-sian Louw Sun ini termasuk orang yang berpakaian
paling bersih di antara Tiga Dewa itu. "Mengenakan pakaian
baru di hari tahun baru bukan sekedar untuk berpamer,
melainkan mempunyai arti yang mendalam. Tahun baru
mengingatkan kita bahwa usia kita bertambah setahun lagi.
Kita wajib mawas diri, menyadari semua kesalahan di tahun
yang lewat, mengubur semua kenangan masa lalu sehingga
tidak ada tertinggal dendam di hati. Hati harus bersih, seolah
tahun baru membawa pula kehidupan baru yang ditandai
dengan pakaian baru. Jadi, pakaian baru melambangkan hati
yang baru, cara hidup yang baru, yang bersih seperti juga
pakaian yang baru. Bersih itu pangkal sehat, bukan" Nah,
siapa bilang mengenakan pakaian baru di hari tahun baru
hanya untuk pamer belaka?"
Karena alasan yang dernikian kuat, dua orang murid itu
tidak mampu membantah lagi. Pula, di sudut paling dalam di
hati mereka, harus mereka akui bahwa pakaian baru juga
menarik dan menyenangkan hati mereka. Hal itu menandakan
bahwa memang ada gairah dalam hati dua orang muda ini, hal
yang wajar bagi orang muda.
Ketika Sin Wan dan Kui Siang pertama kali naik ke Pek-in-
kok, mereka baru baru usia kurang lebih sepuluh tahun. Kini
mereka telah dewasa. Sin Wan telah menjadi seorang pemuda
dewasa yang gagah dan ganteng, sedangkan Kui Siang juga
telah menjadi seorang gadis yang cantik jelita dan manis.
Tubuhnya sedang dan langsing berisi mengarah montok,
kulitnya putih mulus. Wajahnya bulat telur dengan dagu runcing dan di dagu
kanan terhias tahi lalat hitam kecil. Matanya lembut akan
tetapi kadang sinarnya mencorong. Bibirnya merah segar.
Mata dan mulutnya merupakan daya tarik terbesar pada diri
gadis ini. Sikapnya halus dan anggun dan pembawaan ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mungkin karena ia adalah puteri bangsawan yang ketika
kecilnya terbiasa melihat sikap yang demikian.
Pada waktu dua orang muda kakak beradik seperguruan itu
menuruni lembah di bagian timur, di luar tahu mereka tentu
saja, dari barat terdapat dua orang yang mendaki lembah
bukit itu dengan gerakan yang ringan dan cepat sekali. Mereka
itu adalah seorang wanita cantik berpakaian mewah yang
kelihatan baru berusia tigapuluhan tahun, dan seorang gadis
berusia sembilan belas tahun yang lebih cantik lagi. Wanita itu
bukan lain adalah Bi-coa Sian-li (Dewi Ular Cantik) Cu Sui In.
sedangkan gadis manis itu adalah muridnya yang bernama
Tang Bwe Li dan yang biasa dipanggil Lili oleh gurunya.
*** Seperti telah diceritakan di bagian depan, guru dan murid
yang keduanya galak ini pernah mencoba untuk merampas
pusaka-pusaka istana yang dibawa oleh Sam Sian, namun
Dewi Ular Cantik itu tidak mampu mengalahkan Sam Sian.
Terpaksa ia mengajak muridnya pergi dengan marah dan
hatinya penuh dendam kepada Sam Sian yang telah
mengalahkannya. Apalagi ketika ia mendengar bahwa pusaka-pusaka itu oleh
Sam Sian telah dikembalikan kepada kaisar. Ia segera
mengajak muridnya pergi ke barat untuk mengunjungi
ayahnya, yaitu seorang datuk besar bernama Cu Kiat dan
berjuluk See-thian Coa-ong (Raja Ular Dunia Barat). Datuk
besar ini tinggal di puncak Bukit Ular di Pegunungan Himalaya
ujung timur dan sudah belasan tahun dia tidak lagi terjun ke
dunia ramai. Namun nama besar See-thian Coa-ong pernah
menggemparkan dunia persilatan karena wataknya yang aneh
dan ilmunya yang tinggi. Dia seorang datuk aneh, tidak
condong kepada golongan sesat, tidak pula condong kepada
para pendekar. Dia berdiri di tengah-tengah dan menentang
siapa saja yang tidak cocok dengan seleranya.
Kepada ayahnya yang juga menjadi gurunya, Bi-coa Sian-li
Cu Sui In mengadukan kekalahannya terhadap Sam Sian dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia ingin memperdalam ilmunya agar dapat menebus
kekalahannya itu. Kakek yang tinggi kurus itu mengelus jenggotnya dan
mulutnya yang biasanya selalu dibayangi senyum mengejek
itu kini tertawa. Matanya yang sipit dengan lindungan alis
hitam tebal itu semakin sipit ketika dia tertawa, matanya yang
tajam bersinar-sinar gembira.
"Ha .. ha .. ha, engkau dikalahkan Sam Sian bertiga" Ha ..
ha .. ha, Sui In, engkau tidak perlu penasaran. Ayahmu
sendiripun tidak akan menang kalau maju sendiri menghadapi
pengeroyokan mereka bertiga. Mereka itu masing-masing
memiliki ilmu yang khas dan lihai sekali. Pusaka-pusaka itu
telah dikembalikan kepada kaisar. Sudahlah, tak perlu dibuat
kecewa." "Tapi, ayah. Aku merasa terhina sekali. Aku harus
membalas kekalahan itu, dan aku ingin memperdalam ilmuku.
Karena itulah aku datang menghadap ayah!" kata wanita
cantik itu dengan tegas. "Teecu juga harus membalas penghinaan yang teecu alami
dari Si Kerbau-sapi-kuda-anjing-kucing anak setan sialan itu!"
kata pula Tang Bwe Li atau Lili, tak kalah marah dan galaknya
dibanding gurunya. Datuk yang usianya sekitar limapuluh lima
tahun itu memandang kepada Lili dengan mata terbelalak,
kemudian mengerutkan alisnya dan bertanya.
"Siapakah bocah ini?"
"Ia muridku bernama Tang Bwe Li, ayah."
"Sukong (kakek guru), aku Lili menghaturkan hormat
kepada sukong!" kata Bwe Li atau Lili sambil menjatuhkan diri
berlutut di depan ayah dari subonya itu.
"Hemm, Sui In! Kalau engkau akan mengambil murid,
kenapa tidak memilih seorang murid laki-laki" Anak
perempuan seperti ini, mana mampu mewarisi ilmu kita yang
tinggi?" tegur kakek itu sambil memandang kepada Lili dengan
alis berkerut dan mulut mengejek.
Sebelum Dewi Ular Cantik menjawab, Lili sudah
mengangkat muka memandang kepada kakek itu dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mata bersinar penuh kemarahan, kemudian terdengar
jawabannya lantang. "Kenapa sukong berkata begitu"
Lupakah sukong bahwa subo, puteri sukong, juga seorang
wanita" Apakah sukong hendak mengatakan bahwa subo juga
tidak mampu mewarisi ilmu dari sukong?"
Cu Sui In tenang saja mendengar bantahan muridnya
kepada ayahnya itu. Ia sudah mengenal benar watak
muridnya. Justeru watak yang keras, berani dan jujur itulah
yang membuat ia suka sekali kepada Lili. Akan tetapi tidak
demikian dengan datuk besar See-thian Coa-ong Cu Kiat.
Kakek ini terbelalak, mulutnya masih tersenyum mengejek,
akan tetapi sinar matanya membayangkan perasaan kaget,
penasaran dan juga kagum.
"Hemm, hendak kulihat apakah engkau benar bernyali
naga, ataukah hanya berlagak saja!" katanya dan dari
mulutnya keluar suara mendesis, tak lama kemudian,
terdengar suara desis yang sama dari dalam rumah dan
muncul ah seekor ular yang besar sekali. Ular itu panjangnya
ada lima meter, besarnya sepaha orang dewasa. Ular itu
keluar sambil mendesis-desis. See-thian Coa-ong si Raja Ular
itu terus mengeluarkan desis yang makin meninggi seperti
bersiul dan tiba-tiba ular itu lalu bergerak maju menyerang
Lili!Anak perempuan berusia sembilan tahun itu tidak nampak
terkejut ataupun takut. Ia sudah meloncat berdiri dan begitu
ular menyerangnya, ia sudah melompat ke samping dan ketika
kepala ular meluncur lewat, ia menggerakkan kaki menendang
ke arah kepala ular dari samping belakang.
"Plakkl" Kepala ular kena ditendang, akan tetapi kepala ular itu keras sekali sehingga Lili merasa kaki di dalam sepatunya
nyeri. Ular itu terkejut, membalik dan dengan moncongnya yang
dibuka lebar dia menerjang lagi. Dengan gesit, Lili meloncat
lari ke samping. Akan tetapi la tidak sempat menendang lagi
karena kepala ular itu sudah membalik dan melanjutkan
serangannya yang bertubi-tubi. Bukan hanya kepalanya saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang menyerang, juga ular itu menggerakkan ekornya untuk
menyambar kaki anak perempuan itu. Lili terpaksa harus
meloncat ke sana sini dan ia menjadi marah sekali.
"Ular keparat, kaukira aku takut padamu?" bentaknya dan
ketika ular itu menyerang lagi dengan moncongnya. ia
mengelak ke kiri, kemudian ia meloncat dan menerkam leher
ular itu dari belakang, mencengkeram leher itu dengan kedua
tangannya! Gerakan ini selain tangkas, juga berani sekali. Hal
ini tidak begitu mengherankan. Lili adalah murid Dewi Ular
Cantik, seorang yang biasa bermain dengan ular.
Sejak kecil Lili sudah dibiasakan oleh gurunya untuk
bermain dengan ular yang menjadi dasar dari ilmu-ilmunya,
maka Lili tidak pernah takut berhadapan dengan ular. Hanya
belum pernah berkelahi dengan ular sebesar itu!
Biarpun dua buah tangan itu kecil saja, dengan jarl-jari
yang mungil dan tidak panjang, namun cekikan kedua tangan
pada leher ular itu cukup kuat. Ular itu meronta-ronta hendak
melepaskan leher yang dicekik. Demikian kuat ular itu meronta
sehingga tubuh Lili terbawa dan terbanting, terguncang ke
kanan-kiri. Namun, bagaikan seekor lintah, anak perempuan itu tak
pernah mau mengendurkan, apa lagi melepaskan cekikannya.
Ular itu kini menggerakkan ekornya dan tubuh ular yang
panjang besar dan licin dingin itu membelit-belit tubuh Lili!
Lilitan ular itu kuat sekali.
Seorang laki-laki dewasapun takkan dapat tahan kalau dililit
ular itu, akan patah-patah dan remuk tulang-tulangnya. Akan
tetapi, desis yang keluar dari mulut Raja Ular merupakan
isyarat atau perintah yang amat dipatuhi ular besar itu.
Lilitannya bukan untuk membunuh, melainkan untuk membuat
anak perempuan itu tidak mampu bergerak. Seluruh tubuh
anak itu dililit ular, kedua kaki dan kedua lengannya pula.
Akan tetapi, kedua tangannya masih tetap mencekik leher
ular, walaupun tenaganya banyak berkurang karena kedua
lengannya dililit ular. Lili tidak mampu bergerak lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Subo!" ia memandang subonya, akan tetapi wanita cantik
itu acuh saja seolah muridnya tidak terancam bahaya. Lili
hanya satu kali memanggil, tanpa berkata minta tolong.
"Ha .. ha .. ha, anak bandel! Menangislah, minta ampunlah,
dan ular ini tentu akan melepaskanmu," kata See-thian Coa-
ong Cu Kiat penuh kemenangan.
Akan tetapi, biarpun lilitan ular itu semakin kuat dan
membuat dadanya terasa sesak, Lili bertahan dan memandang
kepada kakek gurunya dengan mata bersinar-sinar. "Sukong,
subo tidak pernah mengajarkan aku untuk merengek dan
menangis dengan cengeng! Aku tidak bersalah apa-apa, aku
tidak akan menangis, tidak akan minta ampun!"
"Hemm, kalau begitu, ularku akan membunuhmu!"
"Aku tidak percaya. Subo akan melarangnya, dan sukong
juga tidak mungkin membunuh cucu murid sendiri. Andaikata
dibunuh juga, aku tidak takut!"
Kembali kakek itu mengeluarkan suara mendesis dan lilitan
ular itu semakin kuat. Lili sudah tidak mampu menggerakkan kaki tangan. Akan
tetapi ia tidak mau menyerah begitu saja. Ia masih dapat
menggerakkan lehernya. Melihat betapa dadanya semakin
sesak, ia lalu menunduk dan membuka mulutnya, dan
menggigit leher ular yang berada di dagunya, menggigit
dengan mengerahkan seluruh tenaganya. Giginya yang kuat
itu menembus kulit ular dan lidahnya segera merasakan darah
yang asin amis! Ular itu terkejut kesakitan dan lilitannya mengendur.
Kesempatan ini dipergunakan oleh Lili untuk meronta,


Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melepaskan diri dan meLoncat keluar dari lilitan ular itu. Ia
rneloncat ke dekat subonya.
"Subo, tolong teecu (murid) pinjam pedangnya sebentar
untuk membunuh ular keparat itu teriaknya kepada subonya.
"Hushh!", bentak Cu Sui In. "Kalau ayah menghendaki,
sudah sejak tadi engkau mati, tulang tulangmu remuk dalam
lilitan ular. Atas perintah sukongmu, ular itu hanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengujimu, bukan hendak membunuhmu, dan engkau malah
menggigit dan melukai lehernya!"
Mendengar keterangan gurunya, Lili terkejut. Ia
memandang dan melihat kakek itu dengan penuh sikap
menyayang, memeriksa luka di leher ular dan mengobatinya
dengan obat bubuk putih. Ia merasa bersalah dan segera ia
menjatuhkan diri berlutut di depan See-thian Coa-ong Cu Kiat.
"Sukong, aku bersalah. Kalau sukong hendak menghukum
dan membalas dengan menggigit leherku, silakan!"
Raja Ular Itu memandang kepadanya, lalu tertawa
bergelak. "Ha ha ha, Sui In. Sekarang aku mengerti mengapa
engkau memilih setan cilik ini sebagai murid. Ia memang
pantas menjadi muridmu. bahkan patut menjadi muridku, ha
ha ha!" Mendengar ini, Cu Sui In tersenyum. "Lili, cepat kau
menghaturkan terima kasih kepada suhumu. Mulai saat ini
engkau menjadi murid ayah, dan aku menjadi sucimu (kakak
seperguruanmu)!" Lili adalah seorang wanita yang cerdas sekali. Ia segera
memberi hormat dan menyebut suhu kepada Si Raja Ular yang
tertawa bergelak karena girangnya memperoleh seorang
murid yang menyenangkan. Dan mulai saat itu, Lili menyebut
suci kepada bekas ibu gurunya. Hal itu amat menyenangkan
hati Sui In, wanita yang selalu nampak jauh lebih muda dari
usia sebenarnya, dan yang selalu ingin dianggap muda.
Dengan tekun See-thian Coa-ong Cu Kiat menggembleng
Tang Bwe Li atau Lili dengan ilmu-ilmunya, dan juga Sui In
memperdalam ilmunya di bawah bimbingan ayahnya. Sepuluh
tahun kemudian, dalam usia sembilanbelas tahun dan menjadi
seorang dara yang cantik manis, Lili telah menguasai ilmu-ilmu
dari Si Raja Ular. Bahkan dibandingkan dengan tingkat
kepandaian bekas guru yang kini menjadi sucinya, ia hanya
kalah pengalaman saja dan selisihnya tidak jauh!
Demikianlah, pada saat Sin Wan dan Kui Siang menuruni
lembah Pek-in-kok di bagian timur, di pagi hari itu, Bi-coa
Sian-li Cu Sui In dan bekas murid yang kini menjadi sumoinya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
(adik seperguruannya) mendaki lembah bukit dari barat. Sui
In dan Lili mempergunakan ilmu berlari cepat dan bagaikan
melayang saja mereka mendaki lembah bukit yang bagi orang
biasa merupakan daerah yang amat sukar dilalui itu.
Mereka mendaki Pek-in-kok hanya dengan satu tujuan,
yaitu untuk membalas atau membalas kekalahan mereka
sepuluh tahun yang lalu. Dewi Ular Cantik Cu Sui In memiliki
watak seperti ayahnya, yaitu tidak pernah dapat menelan
kekalahan dari orang lain. Oleh karena itu, ketika dalam usaha
memperebutkan pusaka-pusaka istana ia kalah oleh Sam Sian,
ia merasa terhina dan hatinya sakit sekali.
Urusan pusaka sudah tidak diingatnya lagi, akan tetapi
kekalahan yang dideritanya selalu menghantuinya dan ia tidak
akan merasa tenang sebelum dapat membalas dan menebus
kekalahannya itu. Dan agaknya Lili yang kini menjadi
sumoinya, juga tidak pernah dapat melupakan penghinaan
yang dialaminya dari anak laki-laki yang agaknya murid Sam
Sian itu. Anak laki-laki yang tidak dikenal namanya itu, yang
dinamakannya Si Kerbau-sapi-kuda-anjing-kucing-babi itu,
telah menangkapnya, memaksanya menelungkup di atas
pangkuannya dan menampari pinggulnya sepuluh kali seolah-
olah seorang ayah yang menghukum anaknya yang nakal
saja! Sampai mati ia tidak akan dapat melupakan penghinaan
itu! Ia akan membalas penghinaan itu dengan pukulan sampai
seratus kali biar pantat orang itu hancur menjadi bubur! Setiap
kali membayangkan peristiwa itu, muka Lili menjadi merah
sekali dan kemarahan seolah-olah membuat matanya berkilat
dan napas yang keluar dari hidung dan mulutnya mengandung
api!Ketika dua orang wanita cantik itu tiba di depan pondok-
pondok bambu yang sederhana namun rapi dan bersih itu,
Sam Sian sedang duduk bersila di depan pondok, menikmati
sinar matahari pagi yang hangat dan udara pagi yang segar.
Mereka duduk bersila di atas batu-batu datar yang halus,
menghadap ke timur, ke arah matahari pagi yang masih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lembut sinarnya. Ketika dua orang wanita itu muncul dan
berloncatan ke depan mereka, tiga orang kakek itu
memandang dengan heran. Melihat mereka dapat naik ke Pek-in-kok saja sudah dapat
mereka ketahui bahwa dua orang wanita itu bukanlah orang-
orang lemah, dan yang membuat mereka heran adalah sikap
dan wajah mereka, terutama sinar mata mereka yang
membayangkan kemarahan besar.
Tiga orang pertapa itu adalah orang-orang yang sudah
dapat membebaskan diri dari kekuasaan nafsu, maka tiada
lagi dendam atau ganjalan dalam hati dan pikiran mereka.
Tidak ada lagi kenangan yang hanya menimbulkan suka duka,
dendam dan budi. Maka, tentu saja mereka tidak ingat lagi
siapa adanya dua orang wanita cantik ltu. Bahkan Dewa
Pedang dan Dewa Rambut Putih sudah memejamkan mata
dan menundukkan muka, tidak memperdulikan dua orang
wanita yang muncul sebagai pengganggu ketenteraman
mereka. Hanya Dewa Arak yang memandang mereka dengan
mulut tersenyum ramah. Seperti biasa, dalam menghadapi
urusan apa saja, Ciu-sian Tong Kui ini selalu mengandalkan
araknya. Dia meneguk arak dari guci yang selalu berada di
dekatnya, guci arak pusaka pemberian kaisar yang isinya tentu
saja sudah habis karena arak yang diterima dari kaisar
sepuluh tahun yang lalu itu sudah dihabiskannya dalam waktu
kurang dari seminggu! Kini tinggal gucinya yang di si arak
biasa. "Heh .. heh .. heh, angin apakah yang meniup kalian dua
orang wanita cantik ke Pek-in-kok ?"
"Angin dari Bukit Ular Pegunungan Himalaya." jawab Sui In
dengan singkat dan ketus.
"Bukit Ular di Himalaya" Wah ..wah .. wah, bagaimana
kabarnya dengan sobat See-thian Coa-ong Cu Kiat" Kalian
diutus oleh Raja Ular itu, bukan?" Dewa Arak meneguk
kembali guci araknya. "Ayahku tidak ada sangkut-pautnya dengan kedatanganku
ini. Aku datang untuk urusan pribadi dengan Sam Sian!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ho .. ho .. ho, kami tiga orang tua bangka tidak pernah
mempunyai urusan pribadi, apa lagi dengan wanita muda dan
cantik." kata Dewa Arak dengan sikapnya yang seenaknya.
"Mudah-mudahan saja Sam Sian yang terkenal sebagai
pinisepuh dunia persilatan itu bukan hanya pengecut-pengecut
yang pura-pura melupakan apa yang mereka lakukan. Sam
Sian, ingatkah kalian peristiwa sepuluh tahun yang lalu" Aku,
Bi-coa Sian-li Cu Sui In pernah kalian kalahkan. Nah, inilah
aku, datang untuk menantang kalian, untuk membalas
kekalahanku yang dulu. Sekali ini, mudah-mudahan saja Sam
Sian bukan tiga orang laki-laki licik dan curang yang main
keroyokan terhadap lawannya seorang wanita. Aku tantang
kalian untuk main satu demi satu mengadu kepandaian!"
"Wah ..wah .. wah, engkau terlambat nona. Dahulu engkau
menantang kami untuk merebut pusaka-pusaka istana itu,
bukan" Sekarang, pusaka-pusaka itu telah kami kembalikan
kepada kaisar. Kalau engkau menginginkannya, datanglah ke
kota raja dan minta saja kepada kaisar. Kami tidak tahu
menahu lagi ......" "Aku tidak butuh pusaka! Aku datang untuk menebus
kekalahanku sepuluh tahun yang lalu. Aku sudah cukup kaya,
akan tetapi kalian telah menghinaku sepuluh tahun yang lalu,
meruntuhkan nama dan kehormatanku. Hari ini kalian harus
membayarnya!" "Siancai ..... , kalau ada yang terang, mengapa memilih
yang gelap" Ada yang jernih mengapa memilih yang keruh"
Ada yang tenang, mengapa memilih kekacauan?" Yang
berkata itu adalah Dewa Pedang. Kemudian terdengar Dewa
Rambut Putih juga bicara dengan suara?nya yang lembut
sambil tersenyum ramah. "Nona, sepuluh tahun yang lalu, ketika berhadapan
denganmu, kami adalah petugas-petugas utusan kaisar untuk
mendapatkan kembali pusaka yang tercuri. Setelah pusaka itu
kami kembalikan, kami sudah mencuci tangan dan
mengundurkan diri, dan bagi kami, perlstiwa dengan nona
sepuluh tahun yang lalu sudah tidak ada lagi," kata-katanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lembut, lalu disusul kakek ini menyanyikan ayat-ayat yang
diambilnya dari kitab To-tik-keng, yaitu kitab suci Agama To.
"Tariklah tali gendewa anda sepenuhnya
gendewa dapat patah dan sesalpun tiada guna.
Asahlah pedang anda setajam-tajamnya
mata pedang dapat aus dan takkan bertahan lama.
Tumpuklah emas permata di kamar anda
dan anda akan bersusah payah menjaganya.
Membanggakan kekayaan dan kehormatan harga diri
hanya menyebar benih kehancuran pribadi.
Undurlah sesudah tugas terlaksana
demikian cara Langit bekerja."
"Hemm, apa yang kaumaksudkan dengan nyanyianmu itu?"
Dewi Ular Cantik bertanya dengan suara mengejek. "Aku
datang kesini bukan untuk mendengarkan khotbah!"
Dewa Arak tertawa. "Nona, Dewa Rambut Putih telah
menyanyiken ayat suci dari Agame To, kenapa nona tidak
mengerti" Maksudnya adalah bahwa dalam kehidupan ini,
seyogyanya kita tidak berlebihan dalam segala hal, memenuhi
tugas dan kewajiban dan tidak mabok kemenangan atau
keberhasilan. Mengenai batas dan tahu diri. Nona agak
berlebihan, terburu nafsu sehingga peristiwa sepuluh tahun
yang lalu disimpan dalam hati sebagai dendam. Bukankah
berarti nona meracuni diri sendiri selama sepuluh tahun ini"
Dan semua itu un?tuk apa" Hanya untuk menebus kekalahan!
Hanya untuk menang! "Sudahlah, tak perlu berkhotbah. Aku datang untuk
menantang kalian. Mau atau tldak kalian harus menerima
tantanganku, karena kalau kalian tidak mau menandingiku,
aku akan menyerang dan kalian akan mati konyol!"
"Nanti dulu, suci!" kata Lili. "Jangan bunuh dulu mereka ini sebelum memberitahu kepadaku. Hei, ketiga totiang. Aku
mencari anak setan kurang ajar itu. Di mana dia?"
"Anak setan yang mana" Di sini tidak ada anak setan, yang
ada hanya anak manusia, nona," kata Dewa Arak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku mencari Si Kerbau-sapi-kuda-anjing-kucing-babi itu!"
kata pula Lili sambil mengepal tinju.
Dewa Arak melongo, memandang kepada gadis cantik itu
dan hatinya berkata, "Sungguh sayang, nona begini cantik
otaknya miring!" Melihat kakek itu bengong saja, Lili membentak marah.
"Jangan pura-pura! Aku mencari anak laki-laki yang sepuluh
tahun lalu bersama kalian. Dia tentu murid kalian! Di mana si
keparat itu?" "Ooohhh, kaumaksudkan Sin Wan" Dia sedang pergi."
"Sudahlah, sumoi. Nanti kita cari musuhmu itu, sekarang
aku akan membereskan dulu tiga orang ini!" kata Si Dewi Ular
dan ia sudah mencabut pedangnya, lalu berkata kepada tiga
orang pertapa itu. "Sam Sian, aku Bi-coa Sian-li Cu Sui In
menantang Sam Sian maju satu demi satu, tidak main
keroyokan seperti pengecut-pengecut liar!"
Tiga orang kakek itu saling pandang dan jelas nampak
bahwa mereka itu merasa enggan untuk berkelahi walaupun
sedikitpun tidak merasa takut. Bagi mereka, melayani
tantangan Dewi Ular Cantik itu sama saja dengan ikut menjadi
gila. Di antara mereka dan wanita itu sebetulnya tidak ada
permusuhan apapun. Dahulu mereka memang
memperebutkan pusaka, akan tetapi sekarang pusaka itu telah
kembali kepada pemiliknya, dan tentang kalah menang dalam
pertandingan, bagi orang-orang dunia persilatan adalah hal
biasa dan tidak pernah mendatangkan sakit hati dan dendam.
"Suci, percuma menantang pengecut. Mereka takut!" kata
Lili mengejek. Sui In mengerutkan alisnya. "Sam Sian, kalau kalian takut,
kalian harus berlutut minta ampun kepadaku, baru akan
kupertimbangkan untuk mengampuni nyawa kalian!"
Ucapan ini sengaja dikeluarkan Sui In untuk menyudutkan
mereka. Tentu saja ia tahu bahwa orang-orang seperti Tiga
Dewa itu tidak akan merasa takut menghadapi tantangan
siapapun. Ia sengaja memanaskan hati mereka agar mereka
segera menyambut tantangannya. Dan usahanya berhasil.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pantangan bagi semua tokoh dunia persilatan kalau dikatakan
takut. "Siancai ....! Bi-coa Sian-li memaksa orang. Baiklah, karena
engkau telah mencabut pedang, pinto (aku) akan melayanimu
sejenak." kata Kiam-sian Louw Sun sambil meraba
pinggangnya. Akan tetapi, alisnya berkerut dan dia segera teringat bahwa
tidak ada lagi pedang di pinggangnya. Pedang Jit-kong-kiam
(Pedang Sinar Matahari), yang biasanya dililitkan di pinggang,
kini tldak terdapat lagi di pinggangnya karena sudah dia
berikan kepada muridnya, Lim Kui Siang! Sedangkan Pedang
Tumpul yang diterimanya dari Kaisar, telah dia berikan kepada
Sin Wan. Tadinya, pedang-pedang itu hanya dipergunakan oleh
kedua orang murid itu untuk latihan ilmu pedang, akan tetapi
kemudian Si Dewa Pedang memberikan pedang-pedang itu
kepada mereka karena dia sendiri tidak membutuhkan
pedang. Baru sekarang dia teringat, akan tetapi dia tersenyum
dan sama sekali tidak menjadi panik.
"Bi-coa Sian-li, maaf, aku tidak mempunyai pedang. Biarlah
kupergunakan sebatang ranting pohon saja untuk melayanimu
bermain pedang," katanya dan diapun menghampiri sebatang
pohon dan mematahkan ranting yang panjang dan besarnya


Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seperti pedang. Dia kembali menghadapi wanita itu dengan
pedang kayu di tangan! Wajah wanita itu berubah merah dan ia marah sekali.
"Dewa Pedang, engkau sungguh menghina dan berani
memandang rendah kepadaku. Baik, kau akan menebus
penghinaan ini dengan nyawamu!"
Cu Sui In sudah menggerakkan pedangnya sambil
mengeluarkan bentakan nyaring. Sinar pedang menyambar
ganas dan Dewa Pedang cepat meloncat untuk
menghindarkan diri, sambil mengelebatkan pedang kayunya,
menusuk atau menotok ke arah pergelangan tangan lawan
yang memegang pedang. Namun, Dewi Ular Cantik itu cepat
menarik kembali tangannya, memutar pergelangan pedang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan pedang itu sudah meluncur lagi dengan tusukan dahsyat
yang membuat Dewa Pedang terkejut dan terpaksa meloncat
lagi ke samping untuk menghindarkan diri.
Dewi Ular mendesak terus, pedangnya berubah menjadi
sinar bergulung-gulung yang menyilaukan mata dan dari
gulungan sinar itu terdengar suara bercuitan melengking.
Dewa Pedang yang memutar pedang kayunya sambil
mempergunakan keringanan tubuhnya untuk mengelak ke
sana sini, diam-diam terkejut bukan main.
Dari gerakan pedang lawan, tahulah dia bahwa wanita ini
sama sekali tidak dapat disamakan dengan sepuluh tahun
yang lalu. Kini ilmu pedangnya matang dan mantap,
gerakannya cepat dan ringan sekali sedangkan tenaga sin-
kang yang terkandung dalam pedang itu kuat bukan main,
membuat pedang kayunya selalu terpental dan tangannya
tergetar. Tahulah Dewa Pedang bahwa dia berhadapan
dengan seorang lawan yang amat tangguh!
Penglihatan Dewa Pedang memang tidak keliru. Selama
sepuluh tahun ini, Cu Sui In telah menggembleng diri di
bawah bimbingan ayahnya sehingga selain ilmu-ilmunya
menjadi matang, juga gin-kang dan sin-kang yang dikuasainya
menjadi semakin kuat. Selain ini, ayahnya mengajarkan ilmu
pedangnya yang baru saja diciptakannya, yang diberi nama
Hek-coa Kiam-sut (Ilmu Pedang Ular Hitam). Si Raja Ular Cu
Kiat menciptakan ilmu pedang ini berdasarkan gerakan seekor
ular hitam beracun, yaitu seekor Cobra hitam, kalau binatang
itu marah dan menyerang. Untuk menyempurnakan ciptaannya, dia telah
mengorbankan entah beratus ekor cobra hitam dan musang
yang diadunya untuk dia tangkap inti sari gerakan ular hitam
itu. Akhirnya, dia berhasil menciptakan Hek-coa Kiam-sut yang
terdiri dari delapan belas jurus yang ampuh sekali. Dan ketika
puterinya menggembleng diri selama sepuluh tahun, dia
mengajarkan ilmu pedang ini kepada puterinya dan kepada
muridnya, yaitu Tang Bwe Li.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sepuluh tahun yang lalu, tingkat kepandaian Sui In masih
kalah setingkat dibandingkan tingkat seorang di antara Sam
Sian. Akan tetapi sekarang keadaannya sudah berubah sama
sekali. Kalau Sui In selama sepuluh tahun menggembleng diri
dan tekun berlatih, sebaliknya Tiga Dewa jarang berlatih
kecuali hanya kalau mengajar dua orang murid mereka.
Sekarang, tingkat kepandaian Sui In sudah sejajar dengan
kepandaian Kiam-sian (Dewa Pedang) atau Pek-mau-sian
(Dewa Rambut Putih). Hanya Ciu-sian Si Dewa Arak yang
diam-diam telah merangkai sebuah ilmu yang dia ambil dari
inti sari kepandaian mereka bertiga. Biarpun nampaknya ugal-
ugalan dan suka main-main, namun sesungguhnya Dewa Arak
memiliki kecerdikan luar biasa.
Selama sepuluh tahun ini otaknya bekerja dan dia minta
kepada dua orang rekannya untuk membuat dasar dari ilmu
masing-masing, kemudian dia menggabung inti sari ilmu
mereka bertiga, dijadikan sebuah ilmu yang setiap hari masih
terus disempurnakannya. Dua orang rekannya yang tidak
serajin Dewa Arak, mengetahui akan hal itu akan tetapi tidak
ada niat untuk ikut mempelajarinya.
Merekapun tahu bahwa Dewa Arak sengaja menciptakan
ilmu yang diambil dari inti sari ilmu mereka bertiga digabung
menjadi satu, bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk
dua orang murid mereka, yaitu Sin Wan dan Kui Siang.
Setelah berhasil menciptakan ilmu ini, diam-diam Dewa Arak
memutuskannya menjadi sebuah kitab dan tahun demi tahun,
dia menyempurnakan ilmu itu dan sampai saat itu belum
mengajarkannya kepada Sin Wan maupun Kui Siang.
Hal ini adalah karena untuk dapat mempelajari dan melatih
ilmu itu, harus memiliki dasar yang amat kuat, dan tenaga sin-
kang yang cukup. Kalau tidak, ilmu yang aneh ini bahkan
dapat menimbulkan bahaya besar, dapat mengakibatkan luka
dalam yang parah kepada yang melatihnya. Akan tetapi,
dengan sendirinya tingkat kepandaian Dewa Arak meningkat
dengan dikuasainya ilmu baru itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pertandingan antara Dewa Pedang dan Dewi Ular Cantik
berjalan dengan semakin seru. Dewa Rambut Putih dan Dewa
Arak diam-diam menyayangkan bahwa rekan mereka telah
memberikan Pedang Tumpul kepada Sin Wan dan Pedang
Sinar Matahari kepada Kui Siang. Kalau saja rekan mereka itu
memegang satu di antara dua buah senjata pusaka itu, tentu
akan lain keadaannya. Akan tetapi, Dewa Pedang hanya bersenjatakan sebatang
ranting pohon. Kalau menghadapi lawan lain, mungkin
sebatang ranting itu sudah cukup ampuh karena tangan Dewa
Pedang yang mengandung tenaga sin-kang kuat itu dapat
membuat ranting itu menjadi senjata yang cukup tangguh.
Akan tetapi yang dihadapinya kini adalah Dewi Ular Cantik
yang ternyata memiliki kepandaian yang demikian tingginya.
Setelah lewat tigapuluh jurus, mulailah Dewa Pedang
terdesak hebat oleh lawannya. Dua kali ujung ranting yang
dipergunakan sebagai pedang itu terbabat putus ujungnya
oleh pedang di tangan Bi-coa Sian-li Cu Sui In yang makin
lama semakin ganas mendesak lawannya itu.
Tiba-tiba Cu Sui In mengeluarkan suara mendesis seperti
desis seekor ular cobra dan ia telah mengubah gerakan
pedangnya dan mulai memainkan ilmu pedang baru yang
amat dahsyat, yaitu Hek-coa Kiam-sut! Dan begitu ia
memainkan ilmu pedang ini, Dewa Pedang terkejut karena dia
mengenal ilmu pedang orang amat aneh dan amat berbahaya!
Pedang lawan itu gerakannya seperti seekor ular cobra
yang menyerang lawan. Dia berusaha untuk membentuk
parisai dengan sinar ranting yang diputarnya cepat, namun
tetap saja pedang lawan dapat menerobos masuk dan biarpun
dia sudah melempar tubuh ke belakang, tetap saja pundak
kirinya tertusuk ujung pedang lawan.
Kiam-sian Louw Sun tidak mengeluh, akan tetapi dia
terhuyung ke depan dan saat itu, Dewi Ular Cantik sudah
menerjang lagi ke depan, pedangnya berkelebat menyilaukan
mata dan terpaksa Dewa Pedang meloncat jauh ke atas untuk
menghindarkan diri dari ilmu pedang yang seperti gerakan ular
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu! Untuk melindungi diri dari ilmu pedang yang seperti ular
itu, satu-satunya cara terbaik adalah berloncatan ke atas
seperti seekor burung rajawali kalau menghadapi ular.
Akan tetapi, Dewi Ular Cantik sudah dapat menduga taktik
ini dan iapun ikut meloncat ke atas. Mereka mengadu pedang
dan ranting di udara ketika berlompatan. Keduanya turun lagi
dan kembali ujung pedang Cu Sui In telah dapat mencium
pangkal lengan kanan Dewa Pedang sehingga bajunya terobek
dan kulitnya terluka berdarah.
Keduanya kini sudah sampai ke puncak pertandingan,
saling mengerahkan tenaga sekuatnya dan mereka lalu
meloncat lagi seperti terbang, saling terjang di udara. Namun,
tiba-tiba dari gagang pedang Cu Sui In meluncur jarum-jarum
hitam. Serangan jarum-jarum ini merupakan rangkaian
serangan pedangnya yang ganas.
Dewa Pedang sudah mencoba untuk memutar ranting
melindungi dirinya, akan tetapi biarpun dia berhasil memukul
runtuh semua jarum beracun, dia tidak mampu
menghindarkan tusukan pedang lawan yang mengenai
lambungnya. Kembali mereka berdua melompat turun dalam
jarak yang cukup jauh. Dewa Pedang dapat turun dengan
berdiri tegak, akan tetapi perlahan-lahan darah mengalir
keluar dari celah-celah jari tangan ketika tangan kirinya
mendekap lambung yang terluka.
"Hyaaaattt .......!" Dia menggerakkan tangan kanan sambil
membalik ke arah Dewi Ular Cantik. Ranting di tangannya itu
meluncur seperti anak panah ke arah lawan. Cu Sui In
terkejut, tidak menyangka bahwa lawan yang sudah terluka
parah itu masih mampu menyerangnya sehebat itu. Ia
menggerakkan pedang menangkis dan ranting itu meluncur
cepat ke arah pohon dan menancap ke batang pohon seperti
anak panah yang dilepas dari dekat! Akan tetapi itu
merupakan serangan balasan terakhir dari Kiam-sian Louw
Sun karena dia sudah terkulai roboh.
Dewa Arak cepat menghampiri rekannya dan menotok
beberapa jalan darah untuk menghentikan darah mengalir
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keluar. Akan tetapi setelah memeriksanya, tahulah Dewa Arak
bahwa luka yang diderita rekannya itu terlampau parah dan
tak mungkin dapat disembuhkan lagi. Pedang Dewi Ular Cantik
bukan hanya merobek kulit dan daging saja, melainkan
melukai anggauta badan sebelah dalam sehingga tidak
mungkin lagi Dewa Pedang dapat ditolong dan diselamatkan.
Sementara itu, melihat rekannya roboh, Pek-mou-sian Thio
Ki meloncat ke depan wanita cantik itu. "Siancai ....., hatimu
sungguh ganas dan kejam, Bi-coa Sian-li. Kami dahulu
mengalahkanmu tanpa melukai, akan tetapi sekarang engkau
berusaha membunuh kami."
"Pek-mou-sian! Terluka atau tewas dalam pertandingan
sudah menjadi resiko semua orang di dunia persilatan. Hal itu
biasa dan wajar, kenapa banyak ribut lagi! Kalau tadi aku yang
kalah, tentu aku yang terluka dan mungkin tewas. Nah,
sekarang majulah, aku sudah siap!" tantang wanita cantik itu.
"Suci, engkau sudah lelah. Biarkan aku maju mewakilimu
menghadapi dia!" Tang Bwe Li melompat ke depan, akan
tetapi, Cu Sui In mengerutkan alisnya dan membentak.
"Sumoi, mundur kau! Ingat, jangan mencampuri urusan ini.
Ini urusan pribadiku, kau tahu" Biar andaikata aku terdesak
dan terancam maut sekalipun, engkau tidak boleh turun
tangan!" Lili mundur. Ia maklum akan watak kakak seperguruan,
bekas gurunya ini. Cu Sui In wataknya persis ayahnya, yaitu
See-thian Coa-ong Cu Kiat. Watak yang keras dan gagah, juga
tinggi hati dan pantang dianggap curang atau penakut. Karena
itulah ia tidak menghendaki sumoinya mencampuri
pertandingannya melawan Sam Sian, apalagi melihat betapa
Tiga Dewa itu tidak mengeroyoknya.
Kalau tadi Lili mencoba untuk mewakili sucinya, hal itu
adalah karena ia tahu benar betapa sucinya itu sudah lelah
karena tadi harus mengerahkan tenaga sepenuhnya ketika
melawan Kiam-sian, walaupun sucinya keluar sebagai
pemenang. Dan ia dapat menduga bahwa tingkat kepandaian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kakek rambut putih itu tentu setinggi tingkat Dewa Pedang
pula. Dengan hati khawatir Lili melangkah mundur dan kembali
menjadi penonton saja, tidak berani membantu karena kalau
ia lancang melakukan hal ini, sucinya tentu akan marah bukan
main karena perbuatannya itu dapat dianggap menghina dan
merendahkan harga diri sucinya itu!
Pek-mou-sian Thio Ki maklum akan kelihaian lawan. Tadi
dia mengikuti pertandingan antara rekannya Dewa Pedang
melawan wanita ini dengan teliti dan dia tahu bahwa yang
amat berbahaya adalah ilmu pedang yang gerakannya seperti
gerakan ular cobra tadi. Rekannya saja, yang dijuluki Dewa
Pedang dan ahli dalam ilmu pedang, tidak mampu menandingi
ilmu pedang ular itu. Akan tetapi, Dewa Rambut Putih tidak menjadi gentar sama
sekali. Bagi dia, hidup atau mati bukan hal yang paling
penting. Yang terpenting adalah bagaimana dia dapat selalu
mengambil jalan yang benar. Kalau sudah benar, mati atau
hidup sama saja! Mati karena membela yang benar jauh lebih
baik dari pada hidup mempertahankan kejahatan!
"Siancai .....!" Ingat, Bi-coa Sian-li, adalah engkau yang
datang mencari dan menantang kami. Baik kalah atau
menang, akibatnya adalah tanggunganmu. Kami hanya
melayani permintaanmu."
"Aku datang bukan untuk berdebat. Keluarkan senjatamu,
kalau memang engkau tidak takut menyambut tantanganku!"
bentak Cu Sui In. Dewa Rambut Putih mengeluarkan kipas dan sulingnya.
Kipas itu dipegangnya dengan tangan kiri, dan sulingnya
dengan tangan kanan. Dia bersikap tenang walaupun
waspada, karena dia maklum bahwa orang seperti wanita ini
tidak segan menggunakan siasat yang betapa ganaspun,
seperti tadi ia menyerang Dewa Pedang dengan jarum
beracun yang keluar dari gagang pedangnya.
"Bi-coa Sian-li, aku sudah siap, katanya. Baru saja kata-
katanya habis, pedang ditangan Cu Sui In sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menerjangnya dengan dahsyat bukan main. Dewa Rambut
Putih me ngebutkan kipasnya dan menggunakan sulingnya
menangkis. "Tranggg ........!" Suling menangkis pedang dan kipasnya
mengebut ke arah muka lawan. Cu Sui In cepat mengelak dari
sambaran angin kipas itu, akan tetapi tiba-tiba kipas itu
tertutup dan gagangnya menotok ke arah pundak Sui In.
Totokan dengan gagang kipas itu nampaknya lemah saja,
namun sesungguhnya dibalik gerakan yang lernbut itu
terkandung tenaga yang dahsyat. Tahulah Cu Sui In bahwa
lawannya amat lihai. sesuai dengan filsafah Agama To yang
selalu menekankan bahwa "yang kosong itu berisi", bahkan
yang kosong itulah intinya karena segala hal baru dapat
berarti kalau ada bagiannya yang kosong.
Lo-cu, nabi Agama To, membuka kesadaran manusia untuk
menghargai yang kosong atau bahkan "yang tidak ada"
dengan mengatakan bahwa sebuah roda baru dapat


Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dipergunakan karena ada bagian kosong di antara jerujinya.
Sebuah cawan baru dapat berguna karena ada bagian kosong
di dalamnya, dan sebuah rumah baru dapat berguna karena
ada bagian yang kosong di dalamnya dan lubang-lubang di
pintu dan jendelanya. Inilah inti dari ilmu silat yang kini dimainkan Dewa Rambut
Putih, nampak lembut namun sesungguhnya amat kuat!.
Karena maklum bahwa lawannya ini tidak kalah berbahaya
dibandingkan Dewa Pedang, Cu Sui In tidak mau membuang
banyak tenaga. Ia sudah mulai merasa lelah karena tadi ketika
melawan Dewa Pedang ia sudah mengerahkan banyak tenaga
sin-kang. "Ssssshhhhh ........!!" terdengar ia mendesis dan gerakan
pedangnya kini berubah menjadi seperti gerakan ular cobra.
Pek-mau-sian Thio Ki sudah siap siaga dan begitu pedang
lawan menusuk seperti gerakan ular mematuk, dia pun cepat
menangkis dengan sulingnya sambil mengerahkan sin-kang.
"Cringgg .......!!" Pek-mau-sian terkejut karena tenaga yang terkandung dalam ilmu pedang ular itu bukan main hebatnya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempunyai tenaga seperti membelit dan menempel sehingga
ketika dia menarik sulingnya lepas, dia terhuyung. Namun,
cepat kipasnya mengebut ke depan sehingga dia mampu
menghalangi penyerangan susulan karena bagaimana pun
juga, Cu Sui In tidak berani memandang ringan gerakan kipas
itu.Dewa Rambut Putih maklum bahwa ilmu pedang ular itu
mengandung tenaga sin-kang yang dahsyat sekali, maka
diapun segera mengerahkan tenaga sin-kang yang biasa dia
pergunakan untuk ilmu sihirnya. Dalam adu kepandaian ini,
dia tidak mau mempergunakan sihir karena selain belum tentu
seorang sakti seperti Dewi Ular Cantik itu dapat terpengaruh
sihir, juga dia tidak mau berlaku curang dengan menggunakan
sihir. Bukankah mereka sedang mengadu ilmu silat" Dia hanya
membela diri, sama sekali tidak haus akan kemenangan, maka
dia merasa malu kalau harus mempergunakan sihir. Akan
tetapi, dia mengerahkan tenaga sin-kang Pek-in (Awan Putih)
dari kedua telapak tangan, juga ubun-ubun kepalanya, mulai
mengepulkan uap putih! Melihat ini, Cu Sui In mendesis-desis semakin keras dan
gerakannya cepat sekali, pedangnya bagaikan seekor ular
cobra, mematuk-matuk dan mengirim serangan bertubi-tubi!
"Siancai ....!" Dewa Rambut Putih berseru kagum dan dia
harus cepat memutar suling dan mengibaskan kipasnya untuk
melindungi dirinya. Wanita cantik itu memang berbahaya
sekali. Bukan saja pedangnya yang berbahaya, juga kuku-
kuku jari tangan kiri ikut menyambar-nyambar dan dia
maklum bahwa kuku yang kini berubah menghitam itu
mengandung racun yang berbahaya, yaitu racun ular cobra
hitam. Sekali saja kulit tergores kuku sampai terobek dan
berdarah, racunnya akan memasuki tubuh lewat jalan darah
dan akibatnya sama saja dengan kalau orang digigit ular cobra
hitam! Karena memang tingkat kepandaian Dewa Rambut Putih
sama tingginya dengan tingkat Dewa Pedang, maka kembali
terjadi pertandingan yang amat seru dan hebat. Bahkan bagi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cu Sui In, lawannya yang kedua ini lebih tangguh. Hal ini
karena tadi Dewa Pedang tidak memegang pedang, hanya
mempergunakan ranting pohon sebagai senjata, sebaliknya
Dewa Rambut Putih memegang sepasang senjatanya sendiri
yang pernah membantunya membuat nama besar selama
puluhan tahun. Karena tidak mungkin membela diri hanya dengan
mengelak atau menangkis saja kalau berhadapan dengan
lawan yang tingkat kepandaiannya tidak berselisih jauh
dengan tingkatnya sendiri, maka Dewa Rambut Putih juga
menggunakan cara membela diri yang paling baik, yaitu
dengan cara balas menyerang. Bagi Tiga Dewa, kalau tidak
terpaksa, mereka tidak akan mau menyerang orang, apa lagi
membunuh atau melukai. Kini, berhadapan dengan Dewi Ular
Cantik, terpaksa dia melawan dengan pengerahan seluruh
kepandaian dan tenaganya, balas menyerang dengan dahsyat.
Kalau saja dia tidak memiliki tenaga sakti Awan Putih, tentu
Pek-mau-sian Thio Ki tidak akan mampu bertahan sampai
puluhan jurus. Jilid 5 SUI IN yang memang sudah lelah, kini dipaksa untuk
menguras tenaganya. Wanita ini semakin lelah, leher dan
dahinya basah oleh keringat, napasnya agak memburu
walaupun permainan pedangnya tidak berkurang ganasnya
dan gerakan tubuhnya tidak berkurang gesitnya. Dibandingkan
lawannya, seorang pertapa yang usianya sudah enampuluh
dua tahun lebih, ia menang dalam beberapa hal. Pertama, ia
lebih muda, ke dua ia lebih terlatih dan ke tiga ia lebih
bersemangat dan nekat! Ketika untuk ke sekian kalinya pedang bertemu suling
dengan amat kuatnya, membuat keduanya terdorong dan
melangkah ke belakang, Sui In mengubah gerakan
serangannya. Ia tidak lagi menyerang dengan gerakan yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lincah seperti tadi, rnelainkan ia menyerang dengan gerakan
yang lambat dan berat. Hal ini bukan berarti bahwa ia telah
kehabisan tenaga atau napas.
Sama sekali tidak! Hanya, kalau tadi ia mengandalkan
kecepatan untuk mencoba mengatasi lawan, kini ia
mencurahkan seluruh daya serangnya dengan andalan tenaga
sin-kang dari Ilmu Pedang Ular Hitam. Pedangnya menyambar
dengan gerakan lambat dan berat sekali, namun mengandung
angin yang menyambar dengan dahsyat!
Dewa Rambut Putih maklum akan perubahan siasat lawan.
Diapun tidak berani lengah dan sambaran pedang itu,
walaupun datangnya lambat, dia elakkan dengan loncatan
jauh ke samping dan diapun membalas dengan serangan yang
sama sifatnya, lambat dan berat. Sulingnya menotok ke arah
pergelangan tangan yang kehitaman itu, didahului oleh
sambaran kipasnya ke arah muka. Gerakannya mengandung
sinkang yang kuat pula. Sui In juga mengelak dan mereka serang menyerang
dengan gerakan lambat sehingga bagi orang yang tidak
paham limu silat tinggi, tentu akan menganggap bahwa
keduanya hanya main-main dan tidak berkelahi sungguh-
sungguh. Akan tetapi Dewa Arak dan Lili maklum bahwa kini
perkelahian itu telah tiba pada keadaan yang gawat dan mati-
matian. Ketika dalam pertemuan antara pedang dan suling yang
mengandung tenaga sinkang sepenuhnya membuat Dewi Ular
Cantik terhuyung ke belakang, Dewa Rambut Putih
mendapatkan kesempatan untuk balas mendesak lawan. Dia
tahu betapa berbahayanya wanita ini dan dia harus mampu
mengalahkannya kalau ingin dia dan Dewa Arak, mungkin
juga dua orang murid mereka, selamat.
Melihat lawan terhuyung dalam posisi yang tidak
menguntungkan, Pek-mau-sian lalu menerjang dengan suling
dan kipasnya. Kedua senjata ampuh ini menyambar dari atas,
kipasnya rnenotok pergelangan tangan yang memegang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pedang sedangkan suling di tangan kanannya menotok ke
arah pundak untuk merobohkan lawan tanpa melukainya.
Akan tetapi pada saat itu, tubuh Dewi Ular Cantik yang
terhuyung itu tiba-tiba tegak kembali dan ketika ia
menggerakkan kepalanya, rambut yang hitam panjang itu
bagaikan seekor ular telah menyambar ke arah suling,
menangkis dan terus melibatnya, dan pedangnya bergerak
menyambar arah kipas. Pedangnya merobek kipas dan terjepit
di antara gagang kipas! Kedua senjata Dewa Rambut Putih tidak dapat digerakkan
lagi dan pada saat itu, Dewi Ular Cantik yang tadi membuat
gerakan terhuyung hanya sebagai siasat saja, menggerakkan
tangan kirinya yang membentuk cakar dan kuku-kuku jari
tangannya menyambar ke arah tenggorokan Pek-mau-sian
Thio Ki! Tentu saja Dewa Rambut Putih terkejut sekali. Untuk
menangkis tidak mungkin karena kedua senjatanya telah
melekat pada rambut dan pedang, dan untuk mengelak,
jaraknya sudah terlampau dekat. Serangan itu amat ganas
dan licik, sama sekali tidak disangkanya, maka satu-satunya
jalan baginya hanyalah menarik tubuh atas ke belakang dan
untuk menyelamatkan diri, dia mengangkat kaki menendang.
"Crokkk ....! Desssss ........"
Cengkeraman tangan kiri dengan kuku hitam itu memasuki
dada Pek-mau-sian, pada detik yang sama dengan tendangan
kaki Dewa Rambut Putih itu yang mengenai lambung Dewi
Ular Cantik. Tubuh Pek-mau-sian Thio Ki terjengkang pada
saat tubuh Bi-coa Sian-li Cu Sui In terlempar ke belakang
sampai dua meter jauhnya. Dewa Arak lari menghampiri
rekannya yang roboh terjengkang, sedangkan Lili meloncat
menghampiri sucinya yang tidak roboh, akan tetapi ketika
tubuhnya turun, ia terhuyung dan muntahkan darah segar!
Dewa Arak sekali pandang saja tahu bahwa rekannya,
Dewa Rambut Putih, telah tewas seketika. Dadanya menjadi
hitam oleh pengaruh racun dari kuku tangan kiri lawan dan
rekannya itu tewas tanpa menderita, lebih beruntung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dibandingkan Dewa Pedang yang tewas setelah tadi menderita
beberapa lamanya. Dua rekannya telah tewas.
Dewa Arak menarik napas panjang dan sambil meneguk
araknya dia memandang ke arah wanita cantik itu. Wanita
cantik itu mengibaskan tangan Lili yang hendak menolongnya,
dan kini telah berdiri tegak walaupun wajah yang cantik itu
kini pucat sekali. Ia hendak bicara kepada Dewa Arak, akan tetapi yang
keluar dari mulutnya hanya darah lagi, maka iapun segera
duduk bersila, mengatur pernapasan untuk mengumpulkan
hawa murni dan mengobati luka di bagian dalam tubuhnya
yang terguncang akibat tendangan Dewa Rambut Putih tadi.
Tendangan itu mengandung hawa atau tenaga sakti Awan
Putih, maka dapat mengguncang isi perut wanita itu.
"Suci, biar aku yang menghadapi tua bangka yang seorang
lagi itu." kata Lili yang sudah siap untuk menyerang Dewa
Arak yang masih enak-enak minum arak dari gucinya.
Wanita yang duduk bersila itu membuka matanya,
memandang kepada sumoinya. Sejenak ia tidak bicara karena
sedang mengatur pernapasan, setelah agak reda, iapun
berkata lirih. "Sumoi, sudah kukatakan jangan kau ikut
campur. Ini adalah urusan pribadiku. Sekarang aku tidak
mungkin dapat menantang Dewa Arak, biarlah hari ini
kubiarkan dia hidup. Lain hari akan kucari dia! Kecuali kalau
dia hendak menuntut balas atas kematian dua orang
rekannya!" Mendengar ini, Dewa Arak tertawa bergelak. "Ha .. ha .. ha,
Dewi Ular, apakah engkau mulai merasa menyesal karena
membunuh mereka" Ha .. ha, engkau sudah begitu berjasa
terhadap dua orang sahabatku, dan engkau menyuruh aku
membalas dendam kepadamu" Ha-ha-ha, sayang engkau
terluka, nona. Kalau tidak, tentu akupun akan kaubebaskan
dari pada kurungan hidup yang palsu ini. Masih untung ada
arak, kalau tidak, betapa menjemukan, apalagi setelah dua
orang sababatku pergi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cu Sui In bangkit berdiri. Napasnya tidak terengah lagi
walaupun mukanya masih pucat. "Kalau engkau hendak
membalas dendam, biar terluka aku akan melayanimu, Dewa
Arak. Kalau tidak, jangan kira bahwa aku melarikan diri takut
oleh pembalasanmu." "Ha .. ha .. ha, engkau memang wanita gagah Dewi Ular.
Agaknya engkau hendak menutupi semua kesengsaraan
hatimu dengan sikap gagah dan tidak mau kalah dengan
mengangkat harga diri setinggi mungkin. Aih, aku kasihan
kepadamu, Dewi Ular!"
Mendengar ini, Lili mengerutkan alisnya lalu menudingkan
telunjuknya ke arah muka kakek itu, "Hei, tua bangka
pemabok! Jangan semnbarangan bicara engkau! Katakan
kepada muridmu si Kerbau-sapi-kuda itu bahwa sekali waktu,
aku akan mencarinya untuk membalas penghinaannya
kepadaku sepuluh tahun yang lalu!"
"Sudahlah, sumoi. Dia pemabok akan tetapi ucapannya
benar. Mari kita pergi!" kata Cu Sui In. Lili tidak berani
membantah dan dua orang wanita itu lalu menuruni lembah
itu, diikuti pandang mata Dewa Arak yang menggeleng
kepalanya. 0oo0 Setelah matahari naik tinggi, dari lereng sebelah timur
nampak dua orang muda mendaki puncak memasuki Lembah
Awan Putih sambil membawa bermacam barang belanjaan.
Mereka adalah Sin Wan dan Kui Siang yang baru pulang dari
kota Yin-coan mana mereka berbelanja bermacam barang
untuk menyambut datangnya tahun baru seperti yang
diusulkan guru-guru mereka.
Dengan gembira mereka berlari mendaki tebing yang
curam itu. Mereka membeli pakaian, bukan hanya untuk
mereka berdua, juga untuk tiga orang suhu mereka. Juga
mereka membeli roti kering, daging kering, bumbu-bumbu
masak, bahkan membeli pula lima ekor ayam dan telur asin.
Ketika rnereka tiba di lembah, mereka melihat suasana di
situ sunyi sekali. Biasanya, tiga orang guru mereka itu berada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di luar pondok pada tengahari seperti itu dan ada saja yang
mereka kerjakan. Akan tetapi, kini suasana di luar pondok
sunyi. Ketika mereka menghampiri pondok, mereka
mendengar suara Dewa Arak bicara dengan suara lantang.
"Aih, Dewa Pedang dan Dewa Rambut Putih, sungguh aku
merasa iri kepadamu! Kalian mendapat kesempatan untuk
lebih dahulu pergi meninggalkan dunia yang telah menjadi
tempat kotor karena ulah manusia ini, terbebas dari sengsara
badan dan batin. Kalian tewas sebagai orang-orang gagah,
dan mendapat kehormatan tewas di tangan lawan yang
berilmu tinggi. Kalian tidak kecewa, akan tetapi aku" Aihhh,
siapa tahu kelak aku mati digerogoti kuman-kuman kecil. Ah,
sungguh aku iri sekali kepada kalian!"
Mendengar ucapan itu, tentu saja Sin Wan dan Kui Siang
menjadi heran, akan tetapi juga terkejut sekali. Mereka lalu


Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berlari masuk seperti berlomba dan mereka sejenak terpukau,
berdiri saja memandang tubuh dua orang kakek yang terbujur
kaku di atas pembaringan masing-masing! Dua orang guru
mereka itu telah menjadi jenazah!
"Suhuuu .....!!" Kui Siang menjerit dan melompat,
menubruk dua jenazah itu bergantian sambil menangis dan
memanggil-manggil. Gadis ini memang amat sayang kepada
tiga orang guru mereka, yang seolah menjadi pengganti orang
tuanya. Dan kini ia mendapatkan dua orang di antara tiga
gurunya tewas begitu saja. Pada hal ketika pagi tadi ia
berangkat ke kota Yin coan bersama Sin Wan dua orang
gurunya itu masih dalam keadaan sehat, tidak sakit apapun.
Sin Wan berdiri sambil menundukkan kepalanya,
memejamkan matanya dan dengan suara lirih diapun berdoa.
"Ya Al ah, mereka berasal dariMu dan kini Engkau berkenan
memanggil mereka kembali kepadaMu. Semoga Al ah Maha
Kasih menerima mereka dan memberi tempat yang penuh
bahagia abadi." Kemudian dia menghampiri Kui Siang yang masih
sesenggukan menangisi kematian dua orang gurunya,
menyentuh pundaknya dan berkata, "Sumoi, amat tidak baik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menangisi dua orang guru kita yang sudah meninggal dunia.
Tidak baik untuk mereka. Hentikan tangismu sumoi."
Kui Siang mengangkat mukanya yang basah air mata.
"Aduh, suheng ..... bagaimana aku tidak boleh menangis"
Hatiku hancur melihat dua orang suhu meninggal dunia
dengan mendadak ....... Tiba-tiba gadis itu meloncat berdiri
dan membalik, memandang Dewa Arak yang masih
menghadapi guci arak dan masih tersenyum-senyum itu.
"Aku harus membalas kematian mereka! Suhu, siapa yang
membunuh mereka" Katakanlah, siapa yang membunuh
mereka?" Dewa Arab tersenyum memandang kepada muridnya itu.
"Kui Siang, kalau engkau tahu siapa yang membunuh mereka,
lalu engkau mau apa?"
"Teecu (murid) akan membalas dendam kematian suhu
berdua! Teecu akan mencari pembunuh itu dan kubunuh dia!"
kata gadis itu sambil mengepal tinju dan meraba gagang
pedang Jit-kong-kiam yang tergantung di pinggangnya.
"Kau mau tahu yang membunuh mereka" Yang membunuh
adalah Tuhan." Kui Siang memandang kepada gurunya itu dengan mata
terbelalak "Tuhan" Suhu, apa maksud suhu" Teecu tidak
mengerti......!" "Ha..ha..ha..ha!" Dewi Arak meneguk lagi arak dari
gucinya, Sin Wan mendekati sumoinya.
"Sumoi, suhu berkata benar. Kematian kedua orang suhu,
atau kematian siapapun juga di dunia ini, baru dapat terjadi
kalau dikehendaki Tuhan! Tanpa kehendak Tuhan, siapa yang
akan mampu membunuh siapa" Segala kehendak Tuhanpun
jadilah, sumoi!" "Ha..ha..ha, suhengmu benar, Kui Siang. Nah, kalau yang
membunuh dua orang gurumu ini Tuhan, apakah engkau juga
mendendam kepada Tuhan dan hendak membunuhnya untuk
membalas dendam?" Kui Siang tertegun dan menjadi bingung. "Tapi ..... tapi .....
bagaimana Tuhan membunuh kedua guruku ini" Teecu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bingung, suhu, tidak mengerti dan mohon penjelasan. Apa
yang telah terjadi sampai kedua orang suhu ini meninggal
dunia?" "Duduklah dengan tenang, Kui Siang. Hentikan tangismu
dan mari kita antar kematian Kiam-sian dan Pek-mau-sian
dengan percakapan tentang kematian agar engkau mengerti.
Sin Wan, kalau ada yang terlewat, kaulengkapi keteranganku
kepada sumoimu. Nah, Kui Siang. Setiap manusia dilahirkan
dan kemudian mengalami kematian. Kelahiran dan kematian
setiap orang berada di tangan Tuhan, sudah dikehendaki oleh
Tuhan! Tentu saja, seperti juga segala peristiwa di dunia ini,
kelahiran dan kematianpun ada penyebabnya yang hanya
menjadi jalan atau lantaran saja. Tentu saja Tuhan tidak
mengulurkan tangan seperti kita untuk mencabut nyawa
seseorang, melainkan melalui suatu sebab. Ada kematian
karena penyakit, ada kematian karena bencana alam, ada
kematian karena bunuh membunuh, dalam perang atau dalam
perkelahian. Kita harus menghadapi setiap kematian sebagai
suatu hal yang wajar, sebagai bukti bahwa hidup di dunia ini
tidak abadi, dan bukti bahwa Tuhan Maha Kuasa dan tidak
ada kekuatan apapun di dunia ini yang akan mampu
menghindarkan kita dari kematian kalau Tuhan sudah
menghendakinya. Sebaliknya, tidak ada kekuatan apapun di
dunia ini yang dapat membunuh kita kalau Tuhan tidak
menghendaki kita mati! Nah, kalau kematian itu ditentukan
oleh Tuhan, maka setiap kematian, kalau ditanya
pembunuhnya, maka pembunuhnya adalah Tuhan! Kalau, kita
hendak mendendam, maka kepada Tuhanlah dendam itu
ditujukan dan itu merupakan dosa yang teramat besar!"
"Tapi, suhu! Yang melakukan pembunuhan adalah manusia
lain, walaupun kematian itu di tangan Tuhan!" bantah Kui
Siang, "Kalau ada orang membunuh orang lain yang tidak
berdosa, maka si pembunuh itulah yang bertanggung jawab
dan dia harus dihukum!"
"Ha..ha..ha, tentu saja! Dan kau bicara tentang hukum.
Setiap dosa tidak akan dapat bebas dari hukuman Tuhan, dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ada pula hukuman manusia, yaitu hukum yang diadakan oleh
negara, oleh masyarakat, oleh agama. Tapi, membalas
dendam tidak termasuk dalam hukum apapun, kecuali hukum
nafsu setan, hukum kebencian, Andaikata kedua orang
gurumu ini mati karena penyakit, karena kuman, apakah
engkau juga akan membalas dendam kepada kuman, kepada
penyakit" Andaikata kedua orang gurumu ini mati karena
banjir, apakah engkau akan mendendam kepada air" Kalau
mati karena terbakar, apakah engkau akan mendendam
kepada api" Dan masih banyak lagi penyebab kematian yang
banyak menjadi lantaran saja."
Kui Siang tertegun dan bengong. Ia merasa bulu
tengkuknya meremang, melihat kenyataan yang sama sekali
tak pernah dipikirkan sebelumnya.
"Tapi ...... tapi ..... kalau dua orang suhu dibunuh orang
jahat, apakah teecu harus mendiamkan saja orang jahat itu
membunuh dua orang suhuku" Apakah teecu harus
mendiamkan pula penjahat itu merajalela menyebar maut,
membunuhi orang-orang yang tidak berdosa?"
"Sumoi, bukan begitu maksud suhu. Tentu saja kita harus
menentang setiap perbuatan jahat. Kalau kita melihat
penjahat yang telah membunuh dua orang guru kita, atau
membunuh siapapun juga, atau penjahat lain yang manapun
juga, kalau kita melihat dia melakukan kejahatan, sudah
menjadi kewajiban kita untuk mencegah perbuatan jahat itu
dilakukan. Akan tetapi, kita menentang dan memberantas
kejahatan berdasarkan membela kebenaran dan keadilan,
bukan demi membalas dendam karena kebencian atau sakit
hati." Kui Siang mengangguk-angguk. Baru sekarang setelah
mendengarkan penjelasan suhengnya, ia teringat akan ajaran-
ajaran dari dua orang gurunya yang kini telah rebah telentang,
tanpa nyawa itu. "Nah, engkau mulai mengerti agaknya, Kui Siang. Kita
harus mengetahui bahwa budi dan dendam, keduanya
merupakan belenggu pengikat kita kepada hukum karma.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hukum karma merupakan mata rantai yang tiada
berkeputusan selama kita terikat oleh belenggu tadi."
"Suhu, mohon dijelaskan tentang karma."
"Hukum karma adalah hukum sebab akibat, Kui Siang. Ada
akibat tentu ada sebabnya, dan akibat itu dapat menjadi
sebab baru lagi sehingga mata rantai itu sambung
menyambung tiada berkeputusan. Kalau engkau menendang
sebuah batu dari puncak bukit, batu itu menjadi sebab
tergelincirnya batu ke dua. Akibat ini menjadi sebab lain lagi
karena batu ke dua menimpa batu ke tiga dari selanjutnya."
"Kalau begitu, kita tidak berdaya, suhu. Kita menjadi
permainan karma, menjadi permainan hukum sebab dan
akibat." "Kalau kita membiarkan diri terikat, memang demikian, Kui
Siang. Akan tetapi, Tuhan Maha Kasih kepada kita. Tuhan
telah memberi alat yang serba lengkap kepada kita manusia,
selain dengan nafsu-nafsu untuk mempertahankan hidup,
dengan hati dan akal pikiran, juga menyertakan pula
kesadaran jiwa. Kekuasaan Tuhan akan membimbing kita, Kui
Siang, menyadarkan kita sehingga kita dapat mematahkan
ikatan belenggu sebab akibat dan tidak terseret oleh
berputarnya roda karma."
"Mohon penjelasan, suhu, berilah contohnya."
"Sin Wan, aku ingin mendengar apakah engkau sudah
mengerti benar. Coba engkau yang menerangkan kepada
Kampung Setan 14 Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu Naga Dari Selatan 12
^