Pencarian

Suling Mas 14

Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo Bagian 14


engkau bahwa perbuatanmu yang hina itu, Gin Lin menjadi wanita ternoda dan Eng Eng menjadi anak tanpa ayah, anak yang lahir dari perhubungan gelap" Dan akulah orangnya yang mengangkat Gin Lin dan anaknya dari sengsara. Setelah Eng Eng besar, setelah Gin Lin ternyata seorang gadis cantik, baru kau muncul dan mengaku sebagai suami Gin Lin, sebagai ayah Eng Eng! Huh, tak bermalu! Kini Gin Lin dibunuh orang,
engkau enak-enak saja, sebaliknya kau mengukuhi hakmu
sebagai ayah Eng Eng."
"Kong Lo Sengjin, tutup mulutmu! Kalau tidak, jangan sesalkan kalau aku terpaksa melawanmu!" Kim-mo Taisu membentak marah.
"Aha, kaukira aku takut" Kaukira engkau gagah"
Kegagahanmu untuk melawan Paman Gin Lin karena aku tahu rahasiamu" Ha-ha-ha! Bukannya mencari musuh-musuh Gin
Lin, sebaliknya engkau malah hendak melawan aku! Boleh, engkau boleh menjadi musuhku, akan tetapi sekali-kali engkau tidak boleh mengaku sebagai ayah Eng Eng! Gin Lin hanyalah kekasihmu barangkali, akan tetapi bukan isterimu. Bilakah engkau menikah dengan keponakanku itu" Siapa saksinya"
Ha-ha-ha!" "Diam!!" Kim-mo Taisu membentak lagi. "Kong Lo Sengjin, kuminta kepadamu, jangan ulangi semua itu. Baiklah, kuakui
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
bahwa memang aku telah meningalkan Gin Lin di Neraka
Bumi, akan tetapi aku tidak mengira bahwa dia telah
mengandung! Dan aku telah memperbaiki semua kesalahan,
dan aku berjanji pula akan membasmi musuh-musuhnya."
"Ha-ha-ha! Betulkah itu" Kau berani menghadapi Tok-siauw-kwi?" Kong Lo Sengjin mendesak. "Aku pun tahu bahwa cintamu bukan kepada Gin Lin melainkan kepada siluman
betina itulah. Pat-jiu Sin-ong sudah menceritakan semuanya kepadaku! Jenderal Kam Si Ek sudah menceritakan semuanya kepadaku! Ha-ha-ha, alangkah lucunya. Engkau yang patah hati menjadi buta, Gin Lin yang menyamar nenek-nenek
sekalipun engkau tubruk. Sebaliknya, Tok-siauw-kwi tanpa mempedulikan cintamu telah berpesta pora dan bermain gila, menghabiskan para bangsawan muda di Hou-han. Dia pun
termasuk komplotan yang memusuhi aku, memusuhi Gin Lin, dialah seorang diantara musuh-musuh yang menyebabkan
kematian Gin Lin. Beranikah kau kini membalas kepadanya?"
Kim-mo Taisu merasa kepalanya berdenyut-denyut. Pening
kepalanya, sakit hatinya. Akan tetapi apa hendak ia jawab"
Ucapan kakek keji ini semua tepat dan benar. Terbayang di depan matanya betapa ia telah mengalami hal-hal yang amat memalukan, betapa semua itu menjadi bukti dari pada
kelemahan batinnya terhadap asmara.
"Pergilah...! Aku akan menghadapinya... kau pergilah!"
Hanya demikian ia menjawab dan pada saat itulah Bu Song datang dan mendengar percakapan selanjutnya. Pemuda ini sama sekali tidak tahu bahwa tadi telah terjadi percakapan yang menyinggung-nyinggung ibunya. Namun, andaikata ia
mendengar sekalipun, ia tidak akan tahu bahwa Tok-siauw-kwi adalah ibu kandungnya.
Bu Song masih belum berani keluar ketika melihat Eng Eng tersedu-sedu dalam pelukan ayahnya. Baru setelah mereka memasuki pondok, ia berani mendekati pondok. Malam itu
Kim-mo Taisu dan Eng Eng tidak keluar lagi dan Bu Song
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mendengar betapa Eng Eng bergelisah di dalam kamarnya,
kadang-kadang menangis. Adapun gurunya terdengar menarik napas berulang-ulang dalam kamar samadhinya.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Kim-mo Taisu
sudah memanggilnya menghadap. "Bu Song," kata guru ini yang mukanya pucat, "Kaukumpulkan semua persediaan akar-akar obat yang sudah kering, juga kulit ular dan harimau yang sudah kering, pilih yang baik-baik. Kemudian kaubawa semua itu turun ke lereng barat dan temui Paman Kui Sam."
"Suhu maksudkan Kui Sam lopek di dusun Hek-teng?" Bu Song menjelaskan. Ia mengenal Kui Sam si pedagang keliling yang banyak menceritakan tentang kota raja dan kota-kota besar lainnya dalam perantauannya.
Kami akan menyerbu sarangnya, Kongcu. Sudah kami
ketahui di mana sarangnya, di puncak batu karang sebelah selatan. Agaknya dia bertelur di sana. Kita akan obrak-abrik sarangnya tentu dia akan lari ketakutan dan biar dia minggat mencari tempat lain! Hendak kami lihat apakah dia berani melawan api, ha-ha!"
Bu song tertarik sekali. "Boleh aku ikut menonton?"
"Ha-ha, tentu saja boleh. Dengan adanya Kongcu, kami makin tidak takut terhadap burung raksasa itu," jawab mereka.
Berangkatlah rombongan itu sebanyak dua puluh lima
orang. Kui Sam menjadi pemimpin rombongan berjalan di
depan. Bu Song berjalan di sampingnya. Mereka bernyanyinyanyi dan bersenda-gurau seperti seregu pasukan hendak maju perang melawan musuh! Diam-diam Bu Song mengalami
kegembiraan yang belum pernah ia rasakan selama ini. Orang-orang ini benar gagah, pikirnya. Perjalanan mulai sukar, mendaki sebuah puncak yang penuh batu-batu seperti karang, runcing tajam dan kasar. Namun mereka adalah penduduk
gunung yang sudah biasa melalui jalan seperti itu, maka
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
perjalanan dapat dilanjutkan tanpa banyak kesukaran. Hanya kini tidak ada yang bernyanyi lagi, tidak ada yang bersendau-gurau, karena keringat telah membasahi tubuh yang telah membasahi tubuh yang lelah dan hati mulai berdebar tegang.
Makin dekat dengan sebuah batu karang berbentuk menara
yang menjulang tinggi di puncak, makin berdebarlah hati mereka. Di ujung batu karang itulah si burung raksasa
bersarang. Akhirnya mereka tiba di bawah batu karang seperti menara itu, terengah-engah menyusuti keringat. Tiba-tiba terdengar bunyi bercicit-cicit nyaring di atas batu karang, lalu terdengar kelepak sayap dan... mereka menjadi gelisah ketika tampak seekor burung hitam raksasa terbang melayang keluar dari atas batu karang. Inilah si Rajawali Hitam yang ganas itu.
Bulunya kehitaman, matanya mencorong seperti api bernyala.
"Cepat nyalakan obor!" seru Kui Sam dan ramai-ramai mereka nyalakan obor. Ada yang mulai melepas anak panah ke arah burung itu karena si Rajawali kadang-kadang
menyambar ke bawah sambil memekik-mekik nyaring. Akan
tetapi, anak panah itu disampok runtuh oleh sayapnya yang besar seakan-akan anak-anak panah itu hanyalah mainan
kanak-kanak belaka. Orang-orang itu berteriak-teriak dan mengacung-acungkan tombak serta obor. Benar saja, karena melihat api, burung itu tidak berani menyerang, hanya terbang mengitari mereka dari atas sambil memekik-mekik marah.
Selama orang-orang itu berkumpul dan melindungi kepala
dengan api, burung itu tidak berani apa-apa.
"Hayo kita ke atas, kita bakar sarangnya!" teriak Kui Sam.
Akan tetapi jalan pendakian ke atas batu karang itu amat sempit, hanya dua orang saja dapat bersama mendaki ke atas, itupun amat sukar. Kui Sam dan seorang lain lagi mendaki, akan tetapi baru kurang lebih tiga meter, burung rajawali itu menyambar dari atas.
"Awas...!!" teriak mereka yang tinggal di bawah.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kui Sam dan temannya terkejut, cepat mengangkat obor di tangan kanan untuk melindungi kepala sedangkan tangan kiri memegang batu karang yang menonjol. Bahkan Kui Sam
menggerakkan tombak untuk menusuk ketika bayangan hitam itu menyambar. Akan tetapi, kibasan sayap yang besar dan amat
kuat sekaligus memadamkan dua buah obor,
mematahkan tombak dan membuat kedua orang itu terlempar jatuh ke bawah! Baiknya teman-teman di bawah segera
menerima tubuh mereka dan yang tertimpa ikut roboh
bergulingan. Biarpun babak-belur, namun mereka selamat.
Kembali burung itu menyambar, akan tetapi sambil memekik marah ia terbang ke atas kembali setelah semua orang
menyatukan obor dan mengacung-acungkan ke atas.
"Dia takut api dan tidak berani menyerang kita!" kata Kui Sam yang masih merasa mendongkol.
"Akan tetapi mana bisa kita mendaki bersama" Paling banyak hanya dua orang yang bisa mendaki bersama, dan hal itu berbahaya. Menghadapi dua obor saja ia tidak takut!" kata yang lain.
"Kita gunakan panah api! Kita ikatkan benda bernyala di ujung anak panah dan kita panahkan ke bagian atas. Agaknya sarang itu berada di puncak, dalam sebuah gua," kata Kui Sam.
"Lihat itu...!" tiba-tiba Bu Song berkata. Pemuda ini sejak tadi menonton dan tidak ikut-ikut membawa obor. Ia merasa kagum bukan main menyaksikan gerakan dan sepak terjang
burung rajawali hitam itu. ketika melihat penuh perhatian ke arah puncak karang, ia tiba-tiba melihat tiga buah kepala burung muncul, tiga buah kepala burung yang lucu sekali karena tidak berbulu, matanya melotot.
Semua orang berdongak memandang. "Itu anak-anaknya.
Kita serang dengan anak panah...!" kata Kui Sam. Lebih mudah dikatakan daripada dilakukan usul ini, karena selain terlindung batu karang yang menonjol, juga semua anak
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
panah disapu habis oleh rajawali hitam yang melindungi anak-anaknya. Bahkan terjadi ribut dan gempar ketika seorang di antara mereka tertusuk anak panah yang runtuh dari atas, tepat mengenai daun telinganya sehingga robek.
Tiba-tiba Bu Song meloncat dari tempat duduknya. Ia sejak tadi memperhatikan anak-anak burung itu dan melihat betapa seekor di antara mereka agaknya tertarik oleh ribut-ribut di bawah, entah tertarik entah ketakutan, akan tetapi anak burung yang seekor ini bergerak-gerak makin ke pinggir. Ia sudah khawatir sekali, maka begitu melihat anak burung itu tergelincir keluar dan jatuh ke bawah, ia sudah melompat dan menerima burung kecil itu dengan kedua tangannya! Dari
bawah burung itu kelihatan kecil, akan tetapi setelah ia terima dengan tangannya, ternyata sebesar bebek!
"Betul, dia. Berikan semua barang itu kepadanya dan katakan agar ia tukar dengan lima stel pakaian sekolah
untukmu, kemudian sisanya supaya dia persiapkan saja, nanti kalau aku hendak pergi, kuambil uangnya."
Berdebar jantung Bu Song. Jelas bahwa ia benar-benar
akan disuruh mengikuti ujian ke kota raja! Tak enak hatinya.
Akar-akar obat dan kulit ular dan harimau itu adalah simpanan mereka, hasil perburuan bertahun-tahun. "Suhu, selain pakaian untuk teecu, apakah tidak ada lain pesanan" Pakaian untuk Eng-moi, untuk Suhu sendiri, atau lain keperluan..."
Kim-mo Taisu menggeleng kepala. "Bu Song, ketahuilah.
Aku segera akan turun gunung pergi ke kota raja, mencarikan tempat untukmu. Kau jaga adikmu baik-baik sampai aku
pulang. Setelah aku pulang, kaulah yang akan pergi mengikuti ujian. Setelah itu baru kelak kita bicara tentang yang lain-lain..."
Guru ini menarik napas panjang dan Bu Song tidak berani membantah lagi. Cepat ia mengumpulkan barang itu,
mengikatnya menjadi satu, menggulung kulit dan menyediakan pikulan. Barang-barang itu sudah kering, tidak
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
terlalu berat, apalagi Bu Song sudah biasa turun naik puncak sambil memikul beban. Sudah menjadi pekerjaannya sehari-hari. Ia agak merasa heran mengapa Eng Eng belum juga
muncul. Ingin ia bertemu dengan gadis itu sebelum ia pergi ke dusun Hek-teng. Akan tetapi karena matahari sudah mulai muncul dan gadis itu belum keluar, ia tidak berani menanti lebih lama lagi, lalu dipikulnya barang-barang itu dan mulailah ia menuruni puncak menuju ke dusun Hek-teng yang letaknya di lereng Gunung Min-san bagian barat.
Hari sudah siang ketika ia tiba di dusun Hek-teng dan
langsung ia menuju ke rumah Kui Sam. Pedagang itu girang sekali menerima kiriman barang-barang yang baginya amat berharga dan menguntungkan itu. Kalau barang-barang ini dibawa ke kota akan menghasilkan uang banyak. Akan tetapi pada saat Bu Song tiba di situ, Kui Sam sedang sibuk sekali dan di situ berkumpul semua penduduk dusun Hek-teng. Maka sesingkatnya saja Bu Song menyampaikan semua pesan
suhunya yang diterima baik oleh Kui Sam, kemudian Bu Song bertanya, "Kui Sam lopek, ada apakah ramai-ramai ini"
Mengapa semua Paman berkumpul di sini dan menyiapkan
tombak dan obor seperti orang mau perang saja?"
"Kebetulan sekali Kongcu datang ke sini. Tentu Kongcu sebagai murid Kim-mo Taisu akan dapat membantu kami
mengusir atau membinasakan musuh ganas!" kata seorang di antara penduduk Hek-teng yng mewakili Kui Sam menjawab.
Muka Bu Song menjadi merah. "Ah, maafkan, Paman.
Biarpun aku benar murid Suhu, namun aku bukan belajar ilmu silat, melainkan belajar ilmu sastra. Oleh karena itu, mana aku mampu berkelahi dan membunuh orang?"
Tentu saja para penduduk dusun itu tidak ada yang mau
percaya. Mereka anggap sudah wajar seorang pendekar murid orang sakti selalu merendahkan diri, rendah hati dan pura-pura lemah. "Wah, Kongcu terlalu merendah!" Kui Sam tertawa bergelak. "Gurumu memiliki kepandaian seperti
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
malaikat, tentu muridnya lihai sekali. Pula, kami bukan hendak membunuh orang, karena musuh kami bukan orang."
"Bukan orang" Lalu... apakah musuh kalian?" "Burung.
Burung raksasa yang dalam waktu sebulan ini sudah
menghabiskan sepuluh ekor domba kami!"
"Oohhh... agaknya hek-tiauw (Rajawali Hitam) yang pernah disebut-sebut Suhu," kata Bu Song kagum. Pernah ia bersama suhunya pada suatu senja melihat titik hitam tinggi di
angkasa, makin lama titik itu makin besar dan akhirnya
tampaklah seekor burung hitam melayang-layang amatlah
gagahnya. Tadinya Bu Song menyangka bahwa burung itu
sekor garuda, akan tetapi suhunya segera menerangkan,
"Bukan, burung itu adalah seekor hek-tiauw yang sukar dilihat.
Agaknya ia datang ke sini untuk mencari-cari tampat yang aman untuk bersarang dan bertelur."
"Mungkin sekali," kata Kui Sam. "Besarnya bukan main, ganas dan kuat. Sebuah kakinya mampu mencengkeram
seekor domba. Paling akhir ia mencengkeram dua ekor domba dan dibawanya terbang dengan mudah. Memang bulunya
agak kehitaman, akan tetapi matanya merah seperti api
menyala." Bu Song makin tertarik. "Lalu kalian ini hendak
menyerbunya secara bagaimanakah" Dia pandai terbang,
bagaimana kalian dapat mengejarnya?"
Saudara-saudara, harap mundur. Tak baik ribut-ribut ini dilanjutkan!" Bu Song berkata dengan suara keras. Entah suaranya yang berwibawa, entah karena mereka menganggap ia seorang pendekar murid Kim-mo Taisu, akan tetapi semua orang
berhenti memanah dan mengundurkan diri, memandang kepada Bu Song yang memegang anak burung
itu di tangannya. "Sekarang aku mengerti." Kata Bu Song. "Rajawali itu mencuri kambing untuk memelihara anak-anaknya. Kalau
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
anak-anaknya sudah pandai terbang, tentu mereka akan pergi meninggalkan tempat ini, karena asal mereka bukan di sini."
Anak burung itu bercicit di tangan Bu Song dan induk
burung beterbangan di atas, memekik-mekik dan menyambarnyambar ke arah Bu Song, akan tetapi tidak menyerang
pemuda itu karena Bu Song mengangkat anak burung itu di atas kepalanya. Kemudian dengan tenang pemuda itu lalu
mendaki batu karang berbentuk menara itu, perlahan-lahan dan hati-hati ia mendaki ke atas. Burung rajawali hitam menyambar-nyambar lagi sambil memekik-mekik dan orang-orang di bawah sudah menahan napas melihat betapa burung besar itu menyambar ke arah Bu Song. Namun, burung itu
tidak menyerang. Agaknya melihat pemuda itu memegangi
anaknya sambil mendaki dan tidak membawa api yang
ditakuti, burung itu dapat mengerti niat orang menolong anaknya.
Setelah tiba di puncak, Bu Song melihat sebuah gua yang besar. Kiranya di dalam gua itulah sarang si Rajawali, karena lubang itu penuh dengan rumput kering. Ia menaruh anak
burung itu di dekat dua saudaranya, dua ekor burung kecil yang serupa dan yang memandang Bu Song dengan mata
melotot-lotot lucu. Bu Song tertawa dan mengelus-elus kepala mereka. Tiba-tiba matanya tertarik oleh serumpuk benda putih kekuningan di pinggir sarang, benda seperti agar-agar kering.
Ia teringat akan cerita suhunya tentang khasiat liur burung yang sudah kering dalam sarang burung wal et, maka tanpa ragu-ragu ia lalu mengambil setumpuk setumpuk benda itu, kemudian turun lagi ke bawah. Burung rajawali itu
mengeluarkan suara aneh terbang berputaran mengelilingi tempat itu dan matanya selalu melirik ke arah Bu Song. Sama sekali ia tidak mengganggu Bu Song yang mendaki turun.
Setibanya di bawah, orang-orang menyambut Bu Song
dengan kening berkerut. Mereka merasa tidak puas karena
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
belum berhasil membasmi musuh, malah pemuda dari puncak Min-san ini seakan-akan berpihak kepada musuh!
Bu Song seorang pemuda yang luas pandangan cerdik. Ia
maklum akan isi hati orang-orang itu, maka ia segera berkata,
"Saudara-saudara, maafkan pendapatku ini. Akan tetapi burung rajawali hitam itu tidaklah jahat. Buktinya, ia tidak pernah membunuh manusia untuk dijadikan mangsanya. Ia
menyerang manusia sekarang ini hanya karena kita yang lebih dahulu mengganggunya. Maka tidak perlu kita memusuhinya."
"Akan tetapi, dia sudah menghabiskan sepuluh ekor
kambing kami!" bantah seorang. "Kalau tidak dibunuh, tentu akan menghabiskan lebih banyak lagi!" sambung orang ke dua.
"Tidak, asal dijaga baik-baik," kata pula Bu Song.
"Kambing-kambing yang sudah diterkamnya, biarlah kelak aku yang menggantinya,
kutukar dengan akar-akar obat. Selanjutnya, jika kalian menggembala domba, supaya
mempersiapkan obor. Begitu dia muncul, kalian menyerang.
Dengan cara begini, burung yang lapar itu tentu akan mencari binatang lain dalam hutan. Lebih aman begini daripada harus bermusuh melawan burung ajaib yang amat berbahaya itu.
untuk apa mengorbankan nyawa manusia kalau jalan lain
dapat ditempuh?" Akhirnya semua orang itu setuju dengan pendapat Bu Song dan pemuda ini dengan hati girang pulang ke puncak
membawa liur (ilar) kering burung rajawali hitam.
Sudah terlalu lama kita meninggalkan Kam Si Ek, bekas
suami Liu Lu Sian, bekas Jenderal Hou-han yang gagah
perkasa. Seperti telah diceritakan di bagian depan, semenjak ditinggalkan isterinya, Kam Si Ek hidup menduda di samping puteranya, Kam Bu Song, selama tiga tahun. Kemudian ia
menikah lagi dengan Ciu Bwee Hwa, puteri seorang sastrawan bernama Ciu Kwan yang tinggal di Ting-chun. Peristiwa ini
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
menekan perasaan Bu Song yang lalu minggat meninggalkan rumah ayahnya.
Tentu saja kepergian puteranya itu menyedihkan hati Kam Si Ek yang melakukan segala usaha untuk mencari puteranya, namun sia-sia belaka. Baru setelah istrinya melahirkan anak, kesedihan Kam Si Ek yang kehilangan Bu Song agak mereda, sungguhpun ia masih senantiasa teringat dan berusaha
mencari puteranya yang sulung itu.
Jenderal Kam Si Ek adalah seorang panglima yang setia
dan mentaati perintah atasan. Biarpun ilmu silatnya tidak amat hebat,
namun kepandaiannya mengatur barisan, menggunakan siasat perang, terkenal sekali. Dengan siasatnya yang cerdik, Jenderal Kam Si Ek sanggup menghadapi musuh yang jauh lebih besar bala tentaranya. Berkat kepandaiannya mengatur bala tentara inilah maka Hou-han menjadi kuat
sekali dan biarpun berkali-kali musuh, terutama pasukan-pasukan Khitan, berusaha menyerbu, selalu dapat dipukul hancur dan digagalkan. Nama Jenderal kam Si Ek terkenal sampai di luar daerah, sampai di Khitan dan di kerajaan-kerajaan lain yang pernah memusuhi Hou-han.
Akan tetapi hati Kam Si Ek makin lama makin bercuriga
terhadapi Gubernur Li Ko Yung di Shan-si, yang ia anggap seorang yang setia kepada kerajaan dan seorang pejabat
tinggi yang tidak mempunyai ambisi pribadi. Kemudian ia dapat tahu bahwa Gubernur Shan-si ini mempunyai cita-cita untuk membangun kerajaan sendiri di Shan-si, apalagi setelah Kerajaan Tang makin lemah. Kam Si Ek mendengar bahwa
Gurbernur Li ini ikut pula membantu dan bersekutu dengan pemberontak!
Pada saat itu juga Kam Si Ek sudah mengambil keputusan
untuk mengundurkan diri, akan tetapi pada hari ia hendak mengirim surat permohonan berhentinya kepada gubernur,
tiba-tiba Shan-si diserang oleh gelombang pasukan Khitan yang amat besar. Biarpun Kam Si Ek sudah tidak suka untuk
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mengabdi kepada Gubernur Li Ko Yung yang mengkhianati
Kerajaan Tang, namun Kam Si Ek masih mengingat akan nasib rakyatnya. Maka ia cepat-cepat mengenakan pakaian perang, membantah cegahan isterinya yang menggendong puterinya
yang baru berusia empat tahun. Kini Ciu Bwee Hwa telah
mempunyai dua orang anak, yang pertama laki-laki berusia enam tahun diberi nama Kam Bu Sin, yang ke dua perempuan yang digendong itu bernama Kam Sian Eng.
"Bukankah sudah bulat keputusanmu hendak meninggalkan Shan-si dan kita mengundurkan diri ke gunung" Mengapa
sekarang kau hendak maju perang lagi?" Antara lain isterinya memperingatkan.
"Bala tentara Khitan yang menyerbu kali ini amat besar dan kuat. Aku maju bukan untuk membela Gubernur Li, melainkan untuk mencegah bangsa Khitan merusak kota-kota dan
membunuhi rakyat. Biarlah kali ini menjadi tugas terakhir bagiku. Kau tenanglah dan jaga baik-baik kedua orang anak kita, isteriku."
Kemudian berangkatlah Kam Si Ek. Ia memimpin barisan
memotong jalan yang akan dilalui bala tentara Khitan yang datang menyerang bagaikan gelombang. Dengan siasat
memecah-mecah barisan dan membuat jebakan-jebakan dan
perangkap, akhirnya ia berhasil memotong barisan musuh
menjadi beberapa bagian terpisah, lalu pasukan-pasukannya yang terlatih baik itu menyerbu dari tempat-tempat sembunyi mereka, perama-tama menggunakan panah-panah api untuk
mengacaukan bala tentara Khitan yang sudah terpotong itu, kemudian mengurung mereka yang sudah terputus dengan
bagian perlengkapan dan setelah mereka menjadi lemah
keadaannya, barulah pasukan-pasukan ini menyerbu!
Seperti telah kita ketahui, pada waktu itu, Raja Kulukan, ayah puteri Tayami telah meninggal dunia dan kedudukan
Raja Khitan berada di tangan Kubakan, kakak tiri Tayami.
Setelah Kubakan menjadi Raja Khitan, ia mengerahkan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
pasukannya untuk menyerang ke selatan dan ke timur.
Pasukan-pasukannya ganas dan kuat, dibantu panglima-
panglima yang kosen. Hanyalah karena maklum bahwa banyak panglima tua
masih setia kepada Puteri Tayami, maka Raja Kubakan
bersikap baik terhadap Tayami. Akan tetapi, kebaikan ini hanya lahiriah belaka, sebetulnya di dalam hati ia amat membenci Tayami yang tidak membalas cintanya. Apalagi Raja Kubakan juga tahu bahwa sewaktu-waktu dapat goyah. Ia
mencari kesempatan untuk melenyapkan saingan ini.
Tayami telah menikah dengan Salinga, seorang panglima
muda, perajurit perkasa dari Khitan. Mereka berdua hidup bahagia, saling mencinta dan setahun kemudian mereka
dikaruniai seorang puteri yang mungil dan sehat, dan yang mereka beri nama Puteri Yalina. Makin bahagialah kehidupan mereka dan biarpun bekas puteri mahkota ini tidak
menggantikan kedudukan mendiang ayahnya menjadi raja,
melainkan diganti oleh kakak tirinya, Kubakan, namun hati puteri ini tidaklah merasa penasaran. Ia merasa cukup
berbahagia di samping suaminya yang mencinta dan puterinya yang mungil.
Kurang lebih dua tahun kemudian sejak Puteri Tayami
melahirkan puterinya, terjadilah penyerbuan besar-besaran terhadap Shan-si digerakkan oleh Raja Kubakan. Dalam
operasi ini, Raja Kubakan memerintahkan kepada Panglima Salinga, suami Tayami, untuk memimpin pasukan. Sebagai
seorang perajurit yang bertugas membela negaranya, tentu saja Salinga tidak berani membantah dan siap-siap berangkat.
Akan tetapi isterinya merasa khawatir dan berkata,
"Suamiku, selama ini tugasmu menjaga keselamatan
kerajaan di sini. Sekarang Raja memerintahmu untuk
memimpin pasukan menyerang Shan-si. Serbuan ini besar-
besaran dan mati-matian, apalagi kalau di ngat bahwa di Shan-si terdapat Jenderal Kam Si Ek yang amat pandai
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sehingga penyerbuan ini amat berbahaya. Aku merasa tidak enak dan curiga, oleh karena itu, aku harus ikut."
"Ah, mengapa harus ikut" Kau seorang wanita dan tugasmu menanti di rumah..."
"Biar seorang wanita, sejak dahulu aku sudah biasa ikut mendiang Ayah melakukan perang. Pula, aku seorang puteri, sudah menjadi tugasku pula menyertai pasukan kita melawan musuh."
"Benar, isteriku. Akan tetapi kau harus ingat Yalina yang masih kecil."
"Dia anak kita, anak orang-orang perangan. Usianya sudah dua tahun lebih. Pula, aku hanya mengantar dan berada di barisan belakang. Aku hanya ingin menyaksikan sendiri bahwa tidak ada sesuatu di balik perintah penyerbuan ini, suamiku."


Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karena tidak dapat ditentang, akhirnya Puteri Tayami
berangkat juga bersama barisan yang dipimpin suaminya.
Dengan gagah Puteri Tayami naik kuda di samping suaminya sambil menggendong puterinya yang berusia dua tahun lebih.
Anggota pasukan menjadi besar hati menyaksikan betapa
puteri yang gagah perkasa ini menyertai suaminya.
Demikianlah, terjadi perang hebat melawan bala tentara
yang dipimpin Kam Si Ek. Dan seperti telah disebutkan tadi, Kam Si EK mengatur siasat memecah-mecah barisan Khitan, memasang jebakan dan menyerbu dengan tiba-tiba sehingga barisan Khitan menjadi kocar-kacir. Pasukan-pasukan Khitan terdiri orang-orang gagah dan pandai perang, akan tetapi menghadapi siasat Jenderal Kam Si Ek, mereka tidak berdaya dan kacau-balau. Banyak orang Khitan tewas terkena panah gelap.
Dalam keadaan terkurung dan terjebak, Panglima Salinga
tewas dalam pertempuran. Berita ini segera sampai di telinga Puteri Tayami yang berada di barisan belakang dan sudah terputus hubungannya. Puteri Tayami menjadi kaget dan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
berduka sekali, juga marah. Cepat ia melompat ke atas seekor kuda, menggendong puterinya dan dengan pedang di tangan, puteri yang perkasa ini lalu terjun ke dalam kancah perang, mengamuk secara hebat. Pedangnya merobohkan banyak
lawan. Keinginan sampai dapat bertemu dengan Jenderal Kam Si Ek yang memimpin sendiri barisannya dan jika berhasil membunuh pimpinan lawan ini hatinya akan puas. Pedang
Besi Kuning di tangannya adalah pusaka Khitan yang ampuh sekali. Setiap senjata lawan yang bertemu dengan pedangnya ini tentu akan patah dan bagaikan seekor naga betina puteri ini mengamuk terus. Akhirnya ia berhasil mendekati tempat Jenderal Kam mengatur siasat dan memimpin pasukannya.
Semangat dan kegagahan Puteri Tayami ini menarik dan
membangkitkan kembali semangat para pasukan Khitan
sehingga dalam waktu singkat banyak pula pasukan Khitan yang ikut menyerbu di belakangnya dan sampai pula ke
tempat itu. pertempuran menjadi makin hebat dan melihat kegaduhan ini Jenderal Kam Si Ek terkejut. Seorang
pembantunya lalu melaporkan bahwa sepasukan musuh yang
dipimpin seorang wanita Khitan menyerbu dengan nekat dan berhasil menghacurkan kepungan.
Jendral Kam meloncat ke atas kudanya dan segera
memimpin pasukan pengawal untuk membantu pertahanan
menghadapi amukan pasukan musuh yang menurut laporan
amat berani dan kuat itu. Dari tempat agak jauh dan tinggi ia memeriksa keadaan, lalu memberi perintah pengepungan,
memberi isyarat kepada pasukannya untuk mundur dan
bersembunyi, kemudian dari empat penjuru pasukannya
menghujani pasukan musuh yang mengamuk itu dengan anak
panah! Dalam keadaan dihujani anak panah itulah tiba-tiba Puteri Tayami Roboh dari atas kudanya, bukan terkena anak panah musuh, melainkan terkena anak panah yang dilepas dari
belakang, dari dalam pasukannya sendiri! mengapa begitu"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kiranya dari sejak mula, Raja Kubakan sudah mengirim
orangnya untuk menggunakan kesempatan ini membunuh
Salinga dan Tayami! Salinga tewas dalam perang, tinggal Puteri Tayami. Namun pembunuh itu tidak mendapatkan
kesempatan melaksanakan tugasnya yang jahat dan berat,
karena tentu saja selain hendak mentaati perintah raja dan mengharapkan hadiahnya, ia pun ingin menyelamatkan diri sendiri sehingga tugas itu dapat
ia lakukan tanpa membahayakan nyawanya sendiri. puteri Tayami adalah
seorang wanita kosen, tidak mudah dibunuh begitu saja.
Selain itu, apabila ketahuan para panglima bahwa dia
membunuh Tayami, tentu ia pun tidak akan selamat! Maka
kini melihat puteri itu mengamuk, ia pun lalu masuk ke dalam pasukan yang mengikuti jejak puteri perkasa ini. Dalam
keadaan kacau-balau karena terjebak dan dihujani anak panah inilah, ia mendapat kesempatan baik sekali. Teman-temannya dalam pasukan juga membalas musuh dengan anak panah.
Melihat betapa Puteri Tayami melindungi diri sendiri dan puterinya dengan memutar pedang bersinar kuning di
depannya, pembunuh ini lalu menarik gendewa dan mengirim pula anak panahnya, bukan kepada musuh melainkan tepat ke arah Puteri Tayami! Tak seorang pun mengetahui bahwa
dialah yang menewaskan Puteri Tayami. Semua mengira
bahwa Sang Puteri menjadi korban anak panah musuh!
Robohnya Tayami ini tak dapat disangkal lagi malah
menyelamatkan nyawa puteri dalam gendongannya. Setelah ia roboh, puteri memeluk puterinya, melindunginya dengan
tubuh dan dengan Pedang Besi Kuning. Robohnya puteri ini mengagetkan pasukan Khitan, apalagi karena selain Sang
Puteri, banyak pula anggota pasukan roboh terkena anak
panah. Mereka menjadi agak panik dan kacau, sungguhpun
mereka tidak takut. Melihat musuh bergerak kacau-balau, Jenderal Kam Si Ek memberi aba-aba dan menyerbulah
barisannya dari depan dan kanan kiri. Terjadilah perang mati-matian dan
Jenderal Kam Si Ek yang sejak tadi
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
memperhatikan dari tempat tinggi dan kagum melihat gerakan Puteri Tayami yang disangkanya seorang perajurit wanita biasa, lalu mengeprak kudanya, memainkan goloknya ikut
menyerbu musuh. Ia mengerahkan kudanya ke tengah
lapangan mendekati tempat perajurit wanita tadi roboh.
Alangkah kaget, kagum dan terharunya ketika ia melihat
seorang wanita cantik jelita menggeletak miring dalam
keadaan tak bernyawa lagi, akan tetapi tangan kanannya
masih erat-erat memegang sebatang pedang bersinar kuning dan tangan kiri memeluk seorang anak perempuan kecil yang menangis sesenggukan! Ia merasa heran sekali mengapa
seorang perajurit wanita ikut perang membawa anaknya,
namun kekaguman dan keharuan hatinya membuat ia cepat-
cepat meloncat turun dari atas kuda dan mengambil pula
pedang bersinar kuning yang berada di tangan kanan mayat si wanita. Tak pernah ia mimpi bahwa yang ditolongnya adalah puteri keturunan aseli Raja Khitan, dan bahwa perajurit wanita itu adalah Puteri Mahkota!
Karena siasat dan kecerdikan Jenderal Kam Si Ek, sebentar saja pasukan Khitan yang menyerbu Shan-si dapat dipukul hancur dan sisanya lari cerai-berai kembali ke Khitan. Jenderal Kam Si Ek membuat laporan ke atasan, mengirim pula Pedang Besi Kuning sebagai barang rampasan, akan tetapi ia
merahasiakan soal anak kecil itu dan dibawanya anak itu pulang.
Isterinya girang sekali menyambutnya dan terheran-heran melihat suaminya pulang perang membawa seorang anak
perempuan kecil yang cantik mungil! Kam Si Ek menceritakan keadaan anak itu dan terharulah hati isterinya.
"Biar kita pelihara dia. Dia pantas menjadi adik Sian Eng."
Kata isterinya sambil menimang-nimang anak itu. anak itu memang lincah dan tertawa-tawa manis. "Siapakah namamu, anak manis?" Berkali-kali Nyonya Kam bertanya. Anak itu adalah anak Khitan, tidak pandai bahasa asing ini, akan tetapi
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
ia agaknya cerdik dan mengerti maksud orang, buktinya ia menuding dadanya sendiri dan berkata sambil tertawa-tawa,
"Lin Lin..., Lin Lin...!"
"Ah, agaknya ia bernama Lin!" kata Nyonya kam gembira.
"nak baik, mulai sekarangkau adalah anak kami dan bernama Kam Lin!"
Seperti telah direncanakannya semula, Kam Si Ek yang
melihat gelagat tidak baik dengan sikap Gubernur Li yang agaknya hendak mendirikan kerajaan sendiri, lalu mengajukan permohonan
berhenti. Mengingat jasa-jasanya, maka permohonannya dikabulkan dan berangkatlah Kam Si Ek
dengan isteri dan tiga orang anaknya, termasuk Kam Lin, ke dusun Ting-chun di kaki bukit Cin-ling-san. Di lembah Sungai Han yang tanahnya subur ini, ia hidup bertani dengan aman dan tentram.
Ayah, biarkan aku ikut denganmu. Kalau Ayah hendak
mencari musuh-musuh yang telah membunuh ibu dan
membasmi keluarga ibu, sudah menjadi tugasku pula untuk membantumu, ayah!" Dengan suara merengek Kwee Eng
membujuk ayahnya. Mereka duduk di bawah pohon besar, tak jauh dari pondok mereka.
"Tidak bisa, Eng-ji (Anak Eng). Musuh-musuh itu terlalu sakti, aku sendiri belum tentu dapat melawan dan menangkan mereka, apalagi engkau. membawamu berarti membiarkan
engkau terancam bahaya maut."
"Aku tidak takut! Bukankah Ayah sering menyatakan bahwa bagi seorang gagah, maut bukanlah apa-apa" Nama baik lebih penting daripada maut!"
Kwee Seng atau Kim-mo Taisu mengelus rambut anaknya.
"Betul sekali dan karena itulah maka aku harus pergi menunaikan tugas, sedangkan engkau harus berada di sini.
Engkau sudah dewasa dan untuk menjaga nama baik keluarga kita, terutama nama baikmu, engkau harus berumah tangga."
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ayah...!!" Tiba-tiba sepasang pipi gadis itu menjadi merah sekali dan sepasang matanya terbelalak seperti mata seekor kelinci berhadapan dengan harimau.
Kim-mo Taisu dan menepuk puncak anaknya. "Mengapa
kau merasa ngeri" Sudah semestinya seorang gadis
menghadapi pernikahan. Bu Song seorang anak yang baik,
dan aku yakin kau akan hidup bahagia sebagai isterinya."
Tiba-tiba Eng Eng menundukkan mukanya yang menjadi
makin merah, tidak berani ia menentang pandang mata
ayahnya. Kim-mo Taisu mengangguk-angguk dan tersenyum
gembira. "Inilah sebabnya mengapa aku hendak menyuruh Bu Song mengikuti ujian di kota raja. Dia anak baik dan soal
perjodohan ini sudah kubicarakan dengannya. Kau tahu, Eng Eng. Bu Song sejak dahulu tidak suka belajar ilmu silat sungguhpun aku belum pernah bertemu orang yang memiliki bakat dan tulang lebih baik daripadanya untuk menjadi
pendekar. Dia lebih tekun dan suka belajar sastra. Dan dipikir-pikir memang betul dia. Buktinya ahli-ahli silat selalu hanya terlibat dengan permusuhan dan pertempuran belaka, seperti aku ini. Karena itu, dia harus menempuh ujian dan mencari kedudukan yang sesuai dengan kepintarannya. Setelah itu, baru kalian menikah dan kalau sudah begitu, hatiku tenteram dan kelak aku akan dapat mati meram."
"Ayah...!" Kembali Eng Eng memandang ayahnya, kali ini wajahnya agak pucat.
"Ha-ha mengapa kaget" Orang hidup ke mana lagi akhirnya kalau tidak mati" Kepergianku kali ini tidak akan lama, Eng Eng. Ayahmu hanya akan pergi mencarikan tempat untuk Bu Song. Akan kuselidiki lebih dulu bagaimana keadaan kota raja sekarang ini dan bagaimana pula keadaan mereka yang
menempuh ujian. Setelah aku kembali, baru Bu Song kusuruh berangkat. Selama Ayah pergi, kau hati-hatilah di sini bersama Bu Song."
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ahhh, aku... aku malu, Ayah..." "Malu" Malu kepada siapa?" "...Siapa lagi" Malu kepada... dia tentu. Habis, Ayah tidak ada... dan kami... hanya berdua..."
"Ha-ha-ha, anak aneh! Sudah sejak dahulu kau seringkali berdua dengan Bu Song, mengapa malu?"
"Dulu lain lagi, sekarang tidak sama, Ayah. Habis.." "Sstttt!"
Tiba-tiba Kim-mo Taisu mendorong tubuh anaknya ke samping dan tubuhnya sendiri melesat ke depan. Sesosok bayangan manusia berkelebat dan di depannya telah berdiri Kong Lo Sengjin yang tertawa lebar.
"Kau..." belum pergikah engkau" Mau apa kau datang lagi ke sini, Kong Lo Sengjin?" Suara Kim-mo Taisu jelas membayangkan ketidaksenangan hatinya. Sebetulnya ia
memang membenci kakek ini yang ia tahu memiliki watak
aneh dan tidak baik, sungguhpun harus diakui bahwa kakek lumpuh ini seorang yang setia lahir batin kepada Kerajaan Tang.
"Ha-ha-ha, Kim-mo Taisu. Siapa yang sepatutnya bertanya"
Akulah yang semestinya bertanya mengapa engkau belum
juga pergi! Ha-ha-ha, orang seperti engkau ini memang tiada gunanya hidup. Mempunyai cita-cita apa lagi! Baru berniat hendak menuntut balas saja masih ragu-ragu dan berlambat-lambatan. Heh-heh, Kim-mo Taisu, ingatlah. Sejak dahulu apakah artinya hidupmu" Kau mengaku sebagai seorang
pendekar, sejak kecil engkau mengejar ilmu. Setelah kini menjadi orang pandai, kau hanya menyembunyikan diri,
menjadi korban perasaanmu sendiri. apakah engkau lupa
bagaimana kewajiban seorang satria, seorang pendekar"
Berbakti kepada negara tak pernah! Semenjak muda hanya
menjadi korban perasaan dan nafsu, patah hati dan bermain dengan wanita. Ha-ha-ha! Manusia hidup menanti mati, selagi masih hidup tidak mengisi hidup dengan perbuatan-perbuatan berarti, untuk apa hidup lebih lama lagi" Hanya memenuhi dunia belaka!"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Pucat wajah Kwee Seng. Melihat ini, Eng Eng memegang
lengan ayahnya dan dengan kedua pipi basah air mata ia
berkata kepada kakek itu, "Kong-kong (kakek), mengapa kau terus mengganggu Ayah" Kau tahu betapa hancur hati Ayah karena kematian ibu, akan tetapi engkau malah terus
mengganggunya. Kong-kong, harap kau pergi meninggalkan
kami!" "Ha-ha-ha, Eng Eng! Ibumulah wanita yang patut
dikasihani. Ibumu adalah keponakanku dan keluarga ibumu seluruhnya habis musnah. Bahkan ibumu sendiri menjadi
korban keganasan musuh. Akan tetapi Ibumu tertipu oleh laki-laki yang kini menjadi ayahmu ini, yang sama sekali tidak dapat membela nama baiknya. Ibumu adalah seorang
berdarah Kerajaan Tang yang jaya!"
"Kong Lo Sengjin!" Kim-mo Taisu membentak marah.
"Pergilah! Bukankah sudah kujanjikan bahwa aku akan mencari musuh-musuh keluarga isteriku dan takkan berhenti sebelum membasmi mereka" Pergilah, aku takkan melanggar janji. Mengapa kau masih datang untuk menyakiti hati kami Ayah dan Anak?"
Kong Lo Sengjin tertawa bergelak dan tiba-tiba pada saat itu terdengar suara melengking tinggi. Lengking tinggi yang aneh dan mirip orang tertawa, akan tetapi juga seperti suara tangisan. Bukan seperti suara seorang manusia, patutnya lolong srigala, akan tetapi suara itu mengandung daya yang luar biasa. Tubuh Eng Eng menggigil. Kim-mo Taisu cepat memegang pundak puterinya dan mengerahkan sin-kang
untuk memperkuat daya tahan puterinya. Kong Lo Sengjin
tampak kaget dan berdiri di atas sepasang tongkatnya dengan kepala dimiringkan, wajahnya tegang.
Suara melengking itu terhenti, dan terganti suara orang ketawa terkekeh-kekeh. Kim-mo Taisu cepat mendorong
tubuh anaknya sambil berbisik, "Bersembunyilah di sana!" Eng Eng kaget dan mentaati permintaan ayahnya, ia lari
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
bersembunyi di balik semak-semak sambil
mengintai. Dilihatnya betapa ayahnya berdiri tenang akan tetapi
keningnya berkerut, kedua kakinya terpentang lebar dan
kedua tangannya bersedekap, matanya mengerling ke arah
datangnya suara ketawa. Adapun Kong Lo Sengjin juga
kelihatan tegang. Sebagai orang-orang berilmu mereka dapat mengukur kelihaian orang yang akan muncul ini dari suaranya saja. Lengking macam itu hanya dapat dikeluarkan oleh orang yang amat tinggi ilmunya dan karena mereka belum tahu
siapa yang datang, kawan atau lawan, sambil menduga-duga mereka menanti dengan hati tegang.
"Heh-heh-heh-heh, Kong Lo Sengjin kakek buntung, hayo berikan kepadaku suling emas itu...!" Terdengar suara yang seakan-akan bergema dan seperti diucapkan dari tempat amat jauh.
Kong Lo Sengjin kaget, akan tetapi untuk menutupi
kekagetan hatinya ia tertawa. Sambil mengerahkan khikangnya ia pun berseru nyaring, "Tak peduli siluman atau manusia, siapa takut kepadamu" Keluarlah, jangan main
sembunyi dan menggertak seperti anak kecil!"
Baru saja ucapan Kong Lo Sengjin ini terhenti, terdengar suara ketawa dan tiba-tiba muncul di situ seorang kakek cebol sekali. Bentuk tubuhnya seperti kanak-kanak belasan tahun, akan tetapi kepalanya besar dengan rambut riap-riapan dan cambang-bauk menutupi mulut dan dagu. Kakinya telanjang tak bersepatu, pakaiannya sederhana dan pada pundaknya
hinggap seekor burung hantu yang matanya seperti mata
harimau, berwarna merah, sedangkan paruhnya runcing kuat seperti emas warnanya. Baik Kong Lo Sengjin maupun Kim-mo Taisu tidak melihat bagaimana kakek aneh ini datang, hal ini saja sudah menjadi bukti bahwa tingkat ilmu kepandaian
kakek cebol ini amatlah tingginya.
Diam-diam Kim-mo Taisu terkejut. Ia segera mengenal
kakek cebol ini yang bukan lain adalah Bu Tek Lojin yang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
pernah ia jumpai di waktu ia berkelana sampai di Khitan! Akan tetapi Kong Lo Sengjin tidak mengenalnya, bahkan belum
pernah mendengar tentang seorang tokoh kang-ouw seperti kakek cebol ini. Maka ia hanya dapat memandang dengan
heran dan bertanya-tanya dalam hati siapa gerangan kakek cebol
ini dan mengapa datang-datang menuduhnya mengambil suling emas! Kalau tadi Bu Tek Lojin, menegur Kong Lo Sengjin, kini setelah melihat Kim-mo Taisu ia tertawa bergelak dan menudingkan telunjuknya kepada Kim-mo Taisu sambil memegangi jenggotnya yang panjang, "Ha-ha-ha-ha!
Lucu sekali! Apakah kau sudah sembuh dari penyakit gilamu"
Apakah kau sekarang bukan jembel lagi, Kim-mo Taisu?"
Kim-mo Taisu menjura dan menjawab, "Locianpwe salah duga. Dahulu itu saya waras dan sekarang inilah saya benar-benar gila."
"Huah-hah-hah! Betul...., betul sekali....! Eh, bukankah kau terkenal sekali dengan permainanmu sepasang senjata, kipas dan suling" Aha" Kalau begitu tentu kakek buntung ini
merampas suling emas untuk diberikan kepadamu!"
Kim-mo Taisu tak sempat menjawab karena ia merasa
terheran-heran. Adalah Kong Lo Sengjin yang dibiarkan dan seakan-akan tidak dipedulikan itu, tak dapat menahan lagi kemendongkolan hatinya. Ia menghentakkan tongkat kirinya ke atas batu sambil berteriak, "Tua bangka cebol! Apakah otakmu
tidak miring" Kau datang-datang menuntut kembalinya suling emas dariku" Hemmm, kalau suling emas berada padaku, apa kaukira aku masih tinggal di tempat ini?"
"Kong Lo Sengjin! Dahulu ketika engkau masih menjadi Sinjiu Couw Pa Ong, memang kau sudah terkenal jahat. Kini
engkau masih sama saja! Tiada hentinya mengumbar nafsu, haus akan kedudukan dan kemuliaan. Siapa tidak tahu bahwa engkau telah membunuh sastrawan Ciu Bun" Nah, suling
emas berada di tangannya, kalau dia terbunuh olehmu,
bukankah itu berarti sulingnya berada di tanganmu" Hayo
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kembalikan kepadaku kalau kau masih ingin hidup beberapa tahun lagi!"
"Sombong!" Kembali Kong Lo Sengjin membanting ujung tongkatnya, "Kau berani bicara macam ini di depanku?"
"Ha-ha-ha-ha, mengapa tidak berani" Macammu ini apa sih" Pangeran atau Raja Muda yang sudah dipensiun! Pelarian yang tiada harganya! Pecundang yang sudah berkali-kali kalah dan keok dalam memperebutkan kerajaan. Kau mau tahu
siapa aku" Namaku Bu Tek Lojin, orang tua tiada taranya!
Hayo berikan kepadaku suling emas!"
"Orang gila! Suling emas tidak ada padaku!" jawab Kong Lo Sengjin dengan sebal dan marah.
"Ho-ho-ha-ha! Orang lain boleh kau bohongi, akan tetapi aku tidak! Aku tahu bahwa engkaulah orangnya yang
membunuh Sastrawan Ciu Bun."
"Betul aku membunuhnya. Siapa takut mengaku" Akan
tetapi suling emas tidak ada padaku, juga tidak ada padanya."
"Wah-wah engkau bohong! Menjual kentut busuk!" Bu Tek Lojin mencak-mencak dan marah.
Kim-mo Taisu yang sudah tahu bahwa kakek cebol itu amat sakti, akan tetapi juga amat aneh wataknya, segera berkata,
"Bu Tek Lojin, aku cukup mengenal watak Kong Lo Sengjin.
Dia tidak pernah mau menyangkal perbuatannya, kalau dia mengambil suling emas, tentu dia akan mengaku."
"Ah, kalian bersekongkol! Mungkin tua bangka ini
memberikan suling itu kepadamu. Hayo kalian lekas keluarkan suling itu sebelum aku habis sabar dan maksa..."
"Setan keparat! Siapa takut padamu?" Tiba-tiba Kong Lo Sengjin sudah menyambar datang, tongkat kirinya terayun mengemplang kepala kakek cebol itu. Hebat serangan ini, mendatangkan angin keras. Kim-mo Taisu hendak mencegah, tapi tidak keburu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Namun kakek cebol itu memang amat tinggi tingkat
kepandaiannya. Sekali tubuhnya menggelinding, tongkat itu menyambar angin dan tahu-tahu perut Kong Lo Sengjin telah diserangnya dengan serudukan kepalanya yang besar!
"Celaka...!" Kong Lo Sengjin berseru kaget, cepat mengerahkan tenaga menekan tongkat dan tubuhnya
mencelat ke atas. Ia berjungkir balik dan dapat turun kembali ke atas tanah, akan tetapi mukanya pucat sekali dan napasnya terengah, perutnya terasa panas biarpun hanya terkena
sambaran hawa serangan yang keluar dari kepala kakek tadi.
Ia tahu betul bahwa andaikata ia tadi kurang cepat dan
perutnya sempat dibentur kepala Si Cebol, tentu nyawanya takkan tertolong lagi!
"Ho-ho-ha-ha! Kong Lo Sengjin kiranya bukan apa-apa, hanya namanya saja yang besar. Hayo kalian maju berdua!"
Setelah berkata demikian, kakek cebol itu sudah menerjang Kim-mo Taisu yang terdekat. Kedua tangannya melancarkan serangan dengan pengerahan tenaga sakti sehingga sebelum kepalan tiba, angin pukulannya sudah terasa, amat hebatnya.
Kim-mo Taisu tidak bermusuhan dengan kakek cebol ini,
akan tetapi karena diserang, terpaksa ia melayani. Pula, ia tahu bahwa Kong Lo Sengjin pasti tidak mengambil suling emas seperti yang dituduhkan, maka dalam hal ini kalau
terjadi pertempuran, ia harus membela pihak yang tidak
bersalah. Melihat datangnya pukulan yang amat ampuh, Kim-mo Taisu yang merasa sudah kuat sekarang hawa saktinya, sengaja menangkis sambil mengerahkan tenaganya ke arah
tangan. "Dukkkk!!!" Dua tangan yang penuh terisi tenaga sakti itu bertemu. Kuda-kuda kaki Kim-mo Taisu tergempur sehingga tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang, akan tetapi tubuh kakek cebol itu melayang bagaikan sebuah layangan putus talinya. Namun jangan disangka bahwa kakek ini terlempar karena kalah tenaga. Sama sekali bukan. Namun kakek sakti
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
ini jauh lebih cerdik dan lebih berpengalaman daripada Kim-mo Taisu. Melihat Kim-mo Taisu berani menangkis dan
menghadapi pukulannya secara keras lawan keras, kakek ini sudah menduga bahwa Kim-mo Taisu memiliki tenaga sakti
yang ampuh pula. Apalagi dahulu ia pernah pula melihat sepak terjang
Kim-mo Taisu. Maka ia mempergunakan kecerdikannya. Di samping menggunakan tangkisan untuk
mengadu tenaga, ia pun meminjam tenaga gempuran itu
untuk membuat tubuhnya melayang. Melayang bukan sekedar melayang, melainkan melayang ke arah... Kong Lo Sengjin yang dipukulnya selagi tubuhnya melayang itu!
Kong Lo Sengjin terkejut. Akan tetapi ia pun seorang yang sakti dan berpengalaman. Maklum bahwa pukulan dari udara ini amat berbahaya, tidak kalah bahayanya oleh serudukan kepalanya ke perut tadi, kakek lumpuh ini lalu mengangkat tongkat kanannya dan menyapu tubuh kakek cebol itu dengan tongkat sambil mengerahkan tenaga.
"Ai ihhh!" Si Kakek Cebol berseru dan tubuhnya yang masih melayang di udara itu tiba-tiba dapat mengelak dan seperti seekor burung saja tubuhnya sudah menyambar turun
menghantam tubuh Kong Lo Sengjin bagian kiri. Tentu saja hal ini membuat Kong Lo Sengjin menjadi sibuk sekali. Kedua kakinya sudah lumpuh dan diganti dengan dua tongkat yang di pegangnya. Kini tongkat kanannya masih terangkat untuk menyerang tadi sehingga keadaannya seakan-akan seperti
orang menendang dengan kaki kanan. Maka kini diserang
bagian tubuh kiri, ia tentu saja menjadi repot. Namun dasar ia lihai sekali. Secepat kilat tongkat kanannya menyambar turun dan memukul tanah. Tenaga pukulan ini membuat tubuhnya
dapat melompat sambil menggerakkan tongkat kiri menangkis.
Namun karena agak terlambat dan kalah dulu, tangkisannya kurang kuat sehingga begitu tongkatnya terbentur lengan Bu Tek Lojin, tubuh kakek lumpuh ini mencelat dan terhuyung-huyung hampir roboh terguling.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/


Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hua-ha-ha-ha, bagus..., bagus....!" Bu Tek Lojin bersorak-sorak, tertawa-tawa dan menepuk-nepuk kedua pahanya
dengan girang sekali, sikapnya jelas mengejek Si Kakek
Lumpuh. Kemudian tiba-tiba ia sudah
meloncat lagi menyerang Kim-mo Taisu yang sudah sempat memperbaiki
kedudukannya. Serangan ini merupakan serangan jurus yang amat aneh dan cepat, kelihatannya kedua lengannya itu tidak mengandung tenaga ketika bergerak, seperti orang menari saja, akan tetapi begitu dekat dengan tubuh lawan, terasa betapa gerakan itu mengandung tenaga pukulan yang
dahsyat. Ternyata kakek cebol ini menggunakan Ilmu Khong-in yang sakti, yaitu ilmu pukulan yang kelihatan kosong, akan tetapi kekuatannya dapat merobohkan gunung, maka disebut Khong-in-liu-san.
Biarpun Kim-mo taisu juga seorang yang berilmu tinggi,
namun belum pernah ia menghadapi ilmu seperti ini, maka ia terjebak dan mengira Si Kakek Cebol hanya main-maian dan tidak menyerang sungguh-sungguh. Maka ia pun hanya
menggunakan kegesitannya mengelak dan siap pula menangkis kalau ada susulan pukulan yang berat. Sama sekali tak pernah disangkanya bahwa begitu pukulan kakek itu
mendekati tubuhnya, ia merasa dorongan yang hebat ke arah dada. Cepat ia mengerahkan tenaga pula dan hendak
menangkis akan tetapi tubuh lawannya tiba-tiba miring seperti orang jatuh dan dari pinggirlah datangnya pukulan yang
sesungguhnya! Kim-mo Taisu terkejut dan cepat meloncat, namun tidak keburu atau kurang cepat, terdengar suara
"bretttt!" dan ujung bajunya telah robek dan hancur kena sambaran pukulan sakti Si Kakek Cebol.
"He-he-ha-ha!" Bu Tek Lojin bersorak-sorak dan bertepuk-tepuk tangan saking girangnya karena dalam dua jurus
berturut-turut ia telah memperoleh kemenangan terhadap
kedua orang lawannya. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Mendongkolah hati Kim-mo Taisu dan Kong Lo Sengjin.
Kakek cebol ini selain lihai juga cerdik, sengaja melayani mereka berdua secara bergantian dan mengirim serangan-serangan yang tak terduga-duga. Maka kedua orang itu
sekarang melangkah maju dan mengurung Bu Tek Lojin yang masih terkekeh-kekeh dan enak-enak saja. Ia melihat betapa sinar mata Kong Lo Sengjin mengeluarkan sinar maut,
sedangkan Kim-mo Taisu sudah mengeluarkan sebuah kipas.
Sedangkan untuk mengganti pedang atau suling, Kim-mo
Taisu mengeluarkan sebuah guci arak yang selalu tergantung di punggungnya. Jangan dipandang remeh sepasang senjata yang menjadi lambang sastrawan pemabokan ini, karena
dengan sepasang senjata aneh ini, Kim-mo Taisu jarang
menemui tanding! Akan tetapi Si Kakek Cebol masih enak-
enak tertawa ha-ha-he-he, malah kini mengelus-ngelus kepala burung hantu yang sejak tadi masih saja duduk di pundaknya, seakan-akan tidak tahu menahu akan pertempuran itu.
"Bu Tek Lojin, kau memang lihai sekali. Akan tetapi di antara kita tidak ada permusuhan,
mengapa engkau memancing pertempuran?" Kim-mo Taisu masih menahan kemarahannya dan memberi peringatan. "Harap kau orang tua suka pergi meninggalkan kami dan jangan melanjutkan
pertempuran yang tidak ada gunanya ini."
"Heh-heh, siapa bilang tidak ada permusuhan" Kalau kalian tidak mengembalikan suling emas, aku tidak mau sudah! Eh, Kim-mo Taisu, apakah kau takut" Heh-heh-heh!"
Mendongkol rasa hati Kim-mo Taisu. Kakek cebol ini boleh jadi lihai sekali, akan tetapi sama sekali dia tidak takut! "Siapa takut"
Aku hanya mengingatkan kepadamu bahwa pertandingan ini tidak ada gunanya. Aku tidak tahu menahu tentang suling emas yang kautanyakan, juga aku berani
tanggung bahwa Kong Lo Sengjin tidak menyimpannya..."
"Ah, mengapa banyak cakap" Kakek cebol ini terlalu sombong dan sudah bosan hidup!" Berkata demikian Kong Lo
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sengjin sudah menerjang maju lagi, kini selain menerjang hebat, juga mengarahkan tongkatnya pada bagian berbahaya.
Pendeknya, serangannya kini adalah serangan maut yang
amat dahsyat. Kembali tubuh Si Kakek Cebol meyelinap dan menyambar lewat tongkat, mendekati Kim-mo Taisu dan
mengirim tendangan ke arah Kim-mo Taisu. Terpaksa Kim-mo Taisu menggerakkan kipasnya dan dengan menutup kipas ia menyambut tendangan itu dengan sebuah totokan. Namun Bu Tek Lojin yang lincah gerakannya itu telah menarik kembali kakinya, tertawa-tawa dan tiba-tiba tubuhnya membalik dan kini ia ganti menerjang Kong Lo Sengjin dengan pukulan jarak jauh yang dilakukan secara mendadak! Angin menyambar
hebat dan biarpun kakek lumpuh ini sudah bersiap-siap
menahan serangan itu, tidak urung tubuhnya bergoyang-
goyang seperti pohon besar tertiup angin.
Dengan rasa penasaran Kim-mo Taisu dan Kong Lo Sengjin
lalu menerjang dari depan dan belakang. Kakek cebol itu tubuhnya melesat ke sana ke mari, menyelinap di antara sinar senjata lawan, burung hantu itu mengeluarkan suara keras dan menyambar-nyambar bergantian berusaha mematuk mata
kedua orang yang mengeroyok majikannya!
Kong Lo Sengjin mengeluarkan suara menggereng seperti
harimau. Hatinya geram dan penasaran sekali. Dia adalah seorang tokoh yang terkenal, ditakuti di dunia kang-ouw dan dalam perang mempertahankan dan membela Dinasti Tang,
kakek ini hanya kalah kalau menghadapi pengeroyokan
banyak tokoh sakti. Akan tetapi sekarang, menghadapi
seorang kakek cebol, masih dibantu Kim-mo Taisu yang dalam hal ilmu kepandaian belum tentu kalah olehnya, masih tidak mampu merobohkan setelah menerjang terus sampai belasan jurus! Di lain pihak, Kim-mo Taisu juga merasa penasaran.
Akan tetapi pendekar ini tidaklah begitu bernafsu untuk membunuh kakek cebol ini karena sesungguhnya di antara
mereka tidaklah terdapat permusuhan. Pula, ia memang telah maklum bahwa kakek ini adalah seorang sakti yang luar biasa.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Selagi tiga orang sakti ini sibuk bertanding, tak mau saling mengalah, tiba-tiba terdengar suara tang-ting-tang-ting yang amat merdu. Suara itu tak salah lagi adalah suara musik yang-khim (semacam siter) yang suaranya nyaring dan iramanya tenang, lagunya merdu. Akan tetapi pengaruhnya benar-benar luar biasa sekali. Seketika tiga orang yang sedang bertempur dengan hati panas itu seperti disiram air dingin. Yang hebat adalah kakek cebol itu. matanya terbelalak, berputar-putar, mukanya menoleh ke kanan kiri seperti orang ketakutan,
kemudian ia melompat dan melarikan diri, di kuti burung hantunya setelah berkata gemetar, "Dia datang....! Benar-benar datang... Bu Kek Siansu...!"
Mendengar disebutnya nama ini, seketika wajah Kong Lo
Sengjin berubah. Di dunia ini tidak ada orang yang ia takuti, akan tetapi mendengar nama Bu Kek Siansu, ia merasa tidak enak. Sudah terlalu banyak ia mendengar akan nama kakek yang dikabarkan setengah dewa ini dan ia merasa betapa
sepak terjangnya selama ini merupakan modal yang amat
tidak menyenangkan untuk dibawa berjumpa dengan Bu Kek
Siansu. Apalagi melihat betapa seorang sedemikian lihainya seperti kakek cebol itu saja lari ketakutan, hatinya makin jerih dan tanpa berkata apa-apa kakek lumpuh ini lalu melompat dan sebentar saja lenyap dari tempat itu.
Eng Eng yang melihat dua orang itu telah pergi
meninggalkan ayahnya, lalu melompat keluar dari tempat
sembunyinya dan memeluk ayahnya. Kim-mo Taisu menyimpan kembali kipas dan guci araknya. "Benar-benar berbahaya sekali..." katanya sambil menarik napas panjang, kemudian ia pun celingukan memandang ke kanan kiri,
pandang matanya mencari-cari.
Suara crang-cring-crang-cring itu masih terdengar terus, makin lama makin jelas, Eng Eng yang mendengar ini
membelalakkan matanya dan memegang lengan ayahnya
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
makin erat. "Ayah, kau dengarkah itu" suara yang-khim di tengah hutan! Siapa gerangan..."
"Sssstt, diamlah, Eng Eng. Agaknya kita mendapat
anugerah dan kehormatan berjumpa dengan seorang suci.
Mari kita menyongsong beliau."
Dengan perasaan heran dan takut-takut Eng Eng mengikuti ayahnya menuju ke arah suara yang-khim, tanpa melepaskan lengan ayahnya yang ia ganduli. Tak lama kemudian tibalah mereka di tempat terbuka di hutan itu dan tampaklah seorang kakek duduk di atas batu, duduk bersila dan memangku
sebuah yang-khim yang ditabuhnya dengan cara memetik
senar-senar itu dengan jari-jari tangan. Kakek itu duduk membelakangi mereka dan ketika mendengar kakek itu kini mulai bernyanyi sambil asyik memetik yang-khim, Kim-mo
Taisu tidak berani menegur, bahkan lalu berdiri tegak
bersedekap dan mendengarkan dengan teliti. Eng Eng juga ikut pula mendengarkan. Suara yang-khim itu sungguh merdu dan sedap didengar, kini mengiringi suara kakek yang
bernyanyi perlahan, suaranya lembut seperti orang membaca doa.
"Bahagialah kita sesungguhnya, tidak membenci mereka yang
membenci kita! Bahagialah kita sesungguhnya, bebas daripada penyakit ini di antara mereka yang
sakit! Bahagialah kita sesungguhnya, bebas daripada tamak di antara mereka yang tamak!
Bahagialah kita sesungguhnya, biarpun kita tidak memiliki apa-apa! Kemenangan mengakibatkan kebencian, karena yang dikalahkan takkan senang. Bahagialah dia sesungguhnya, yang telah dapat membuang kemenangan dan
kekalahan!" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kim-mo Taisu yang mendengarkan nyanyian ini
gemetar tubuhnya. Eng Eng kurang mengerti akan isi
nyanyian, maka ia sebentar-sebentar memandang
ayahnya, sebentar-sebentar menoleh ke arah kakek
yang hanya tampak punggungnya saja itu.
Kakek tua yang rambutnya sudah putih semua itu
bernyanyi lagi, lagu dan iramanya berbeda daripada
tadi, akan tetapi suaranya masih tetap halus merdu
seperti orang berdoa. "Penyelesaian kebencian besar yang masih meninggalkan sisa dendam bagaimanakah dapat dianggap memuaskan" Itulah sebabnya seorang bijaksana memegang teguh perjanjian tapi tidak menagih orang yang berhutang. Maka seorang budiman memilih
persetujuan, seorang sesat menuntut dengan paksaan. Jalan langit tidak memandang bulu namun orang baik selalu dibantu!"
Kim-mo Taisu mengenal kata-kata yang dinyanyikan itu.
Yang pertama adalah pelajaran dalam kitab Agama Buddha, adapun yang terakhir adalah pelajaran dalam kitab Agama To.
Yang membuat perasaan Kim-mo Taisu terguncang adalah isi pelajaran itu yang seakan-akan menamparnya karena cocok sekali dengan keadaan dirinya sehingga ia merasa tersindir.
Cepat ia melangkah maju, menjura dan berani mengeluarkan suara setelah suara yang-khim terhenti.
"Terima kasih atas nasihat-nasihat Siansu, dan selanjutnya saya mohon petunjuk!"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Hening sejenak, tubuh yang duduk di atas batu itu tidak bergerak. Kemudian batu yang diduduki itu terputar, tubuh yang duduk di atasnya ikut pula terputar dan kakek itu telah berhadapan muka dengan Kim-mo Taisu. Melihat ini Eng Eng menjadi heran sekali, heran dan kagum. Ia adalah seorang gadis yang semenjak kecil menerima gemblengan ilmu silat tinggi, tahu pula akan tenaga-tenaga mujijat dalam tubuh manusia, sudah melatih diri dengan sin-kang, lwee-kang, khikang, dan gin-kang. Akan tetapi melihat kakek yang bersila di atas batu besar itu tanpa bergerak dapat memutar batu yang didudukinya, benar-benar ia merasa seperti berhadapan
dengan ilmu sihir! Sejenak kakek tua renta yang wajahnya membayangkan
ketenangan luar biasa dan sinar matanya yang lembut itu seakan-akan telah waspada akan segala hal di sekelilingnya itu memandang Kim-mo Taisu, kemudian melirik ke arah Eng Eng dan alis matanya yang putih bergerak-gerak. Kemudian
terdengar ia menarik napas panjang dan berkata perlahan,
"Segala sesuatupun terjadilah sesuai dengan kehendak-Mu!
Namun kewajiban manusia untuk berusaha...." Setelah berkat demikian, matanya bersinar wajahnya berseri ketika ia
menatap muka Kim-mo Taisu dan dengan tenanga tapi ramah menegur,
"Kwee-sicu (Orang Gagah she Kwee), puluhan tahun tak bertemu, kiranya Sicu telah dimatangkan oleh pengalaman hidup. Aku mendengar pula bahwa Sicu telah menggunakan
nama Kim-mo Taisu. Bagus sekali, dengan demikian berarti Sicu menempatkan diri sebagai orang yang telah sadar
daripada segala ikatan karma."
Kim-mo Taisu menggeleng-geleng kepalanya dengan muka
sedih, lalu berkata, "Siansu, dalam pertemuan kita pertama dahulu, Siansu telah memberi petunjuk dan saya telah
berhutang budi kepada Siansu. Sekarang pun, Siansu telah menunjukkan jalan yang terang, akan tetapi terpaksa sekali
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
saya harus mengecewakan hati Siansu dengan memilih jalan gelap."
Muka yang tua akan tetapi masih tampak bercahaya dan
segar berseri di balik keriput dan jenggot putih itu tersenyum lebar. "Yang tidak mengharapkan takkan kecewa, Sicu. Aku tidak mengharapkan apa-apa maka tidak mengenal rasa
kecewa. Aku tidak merasa melepas budi maka tidak pernah menghutangkan. Jalan terang atau gelap hanyalah tergantung anggapan si pemandang dan si pelaku. Sicu
masih menganggapnya gelap, apakah gerangan yang mendorong
Sicu?" Kim-mo Taisu menjawab, "Bu Kek Siansu yang mulia,
sungguh saya malu untuk mengaku. Akan tetapi sesungguhnya saya merasa sebagai seorang manusia yang
selalu diperhamba nafsu, hidup yang lalu hanya semata untuk diperhamba nafsu dan mementingkan diri pribadi. Oleh karena itulah, Siansu, sisa hidup saya akan saya isi dengn
pelaksanaan kewajiban-kewajiban sebagai seorang yang telah mempelajari ilmu. Banyak orang pandai telah mengkhianati negara, membantu pemberontak-pemberontak sehingga raja-raja jatuh bangun silih berganti. Orang-orang pandai itulah yang mengacaukan negara, dosa mereka telah bertumpuk-tumpuk dan perlu dibasmi. Sudah menjadi kewajiban saya
untuk menghadapi mereka, karena bukankah tugas seorang
gagah untuk membela negara?"
Bu Kek Siansu mengangguk-angguk dan tertawa. "Wi-bin-wi-kok, hiap-ci-tai-cia (Bekerja untuk rakyat dan negara, itulah paling mulia)! Memang kebenaran ini bagi seorang gagah tak dapat disangkal pula, Sicu. Akan tetapi rakyat yang mana"
Negara yang mana" Semenjak Kerajaan Tang roboh, diganti Kerajaan Liang Muda, Tang Muda, Cin Muda, dan sekarang
Han Muda, apakah rakyatnya berganti" Raja-raja yang
memegang tahta kerajaan semenjak jatuhnya Kerajaan Tang, apakah juga berganti bangsa" Kemudian muncul Kerajaan-
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kerajaan Hou-han, Wu-yue, Nan-cao, Shu, Nan-han, Min dan lain-lain, apakah rajanya dan rakyatnya juga bangsa lain"
Siapakah yang benar di antara orang-orang gagah" Mereka yang membela Tang lama, ataukah yang membela Hou-han,
Wu-yue dan lain-lain" Semua itu juga berdasarkan bekerja untuk rakyat dan raja. Kebetulan Sicu hendak membela
Kerajaan Tang lama, karena Sicu merasa sebagai warga
Dinasti Tang, dan karena Sicu ada hubungan keluarga dengan Kerajaan Tang!"
Kim-mo Taisu terkejut. Seperti dibuka matanya, dan ia
menjadi bingung. Perang dan permusuhan tiada hentinya,
kerajaan-kerajaan mucul, mereka semua berperang dengan
dalih membela kebenaran. Siapakah yang sesungguhnya
benar" "Siansu, mohon petunjuk...!" Kim-mo Taisu menjatuhkan diri berlutut dan Eng Eng ikut pula berlutut. Gadis ini bingung dan sama sekali tidak mengerti jelas apa yang dibicarakan ayahnya dan kakek tua itu, hanya merasa tak senang karena agaknya Si Kakek ini hendak mencela ayahnya yang hendak membela Kerajaan Tang yang sudah roboh.
Bu Kek Siansu tersenyum. Sekali lagi ia menatap tajam ke arah wajah Eng Eng dan Kim-mo Taisu, kemudian ia menghela napas panjang. "Kewajiban manusia untuk berusaha namun Tuhan berkuasa menentukan. Kewajiban manusia untuk
memenuhi tugas tanpa melibatkan diri pribadi dalam tugas yang dilaksanakannya, ini berarti memenuhi perintah Tuhan dengan setulus hati. Sekali melibatkan diri dalam tugas, berarti bekerja untuk nafsu dirinya dan pekerjaan itu menjadi kotor ternoda nafsu-nafsu mementingkan diri pribadi. Manusia hidup di dunia sudah mempunyai tugas kewajiban masing-masing.
Penuhilah kewajibanmu dengan tulus ikhlas, lakukanlah apa yang menjadi kewajibanmu masing-masing
dan segala apa akan berjalan beres lancar dan baik. Jangan sekali-kali


Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meninggalkan tugasnya sendiri lalu hendak
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
melakukan tugas orang lain, hal ini tentu akan menimbulkan kekacauan dan kerusakan. Tugas guru ialah mengajar, tugas murid belajar, tugas tentara berperang membela negara,
tugas orang tua mendidik, tugas anak berbakti, tugas
pemimpin ialah memimpin. Masing-masing mempunyai tempat sendiri dan kalau masing-masing memenuhi tugasnya dengan baik dan sempurna tanpa ditunggangi nafsu mementingkan
diri pribadi, alangkah akan baiknya keadaan dunia ini. Akan tetapi sekali orang meninggalkan tugas sendiri mencampuri tugas orang lain, rusaklah!"
Kim-mo Taisu mengangguk-angguk. "Mohon petunjuk apa yang harus saya lakukan, Siansu."
"Sicu bukan tentara, jangan mencampuri urusan tentara!
Kalau Sicu ingin melakukan tugas tentara, masuklah dulu menjadi tentara. Setelah masuk sekalipun, bukan tugas Sicu untuk bertindak menurut kehendak sendiri karena tugas
seorang tentara mentaati perintah pimpinan! Kalau Sicu
merasa menjadi pendekar silat, tugas Sicu sudah jelas,
menegakkan kebenaran dan keadilan, membela si lemah
tertindas menentang si kuat yang jahat. Kalau Sicu merasa diri sebagai seorang pendeta, tugas Sicu sudah jelas pula,
memberi penerangan kepada yang gelap, memberi tuntunan
bagi mereka yang sesat. Karena itu, kalau boleh aku memberi nasihat, marilah Sicu ikut dengan saya, memperdalam ilmu kebatinan agar dalam menjalankan tugas kelak, Sicu takkan sesat jalan. Pengertian tentang ini amat penting karena banyak orang yang menyeleweng daripada tugas hidupnya
tanpa ia sadari!" Kim-mo Taisu mengerutkan kening dan menggeleng
kepala. "Maaf, Siansu. Betapapun juga, saya harus melaksanakan kehendak hati saya lebih dulu. Orang-orang seperti Ban-pi Lo-cia dan kawan-kawannya terlalu jahat untuk dibiarkan saja merajalela. Setelah saya melaksanakan tugas ini, barulah saya akan menghadap Siansu."
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Bu Kek Siansu menggeleng-geleng kepala, menarik napas
panjang. "Sicu banyak menderita, isteri dan semua keluarga isteri terbunuh, kebencian berakar di hati, berdaun dendam, berbunga sakit hati dan berbuah saling bunuh! Sekali lagi, Sicu, bawalah puterimu pergi dari tempat ini dan mari ikut dengan aku ke tempat terang..."
"Sekali lagi maaf, Siansu. Biarlah kelak saya akan mencari dan menghadap Siansu...."
Bu Kek Siansu berdiri, memanggul yang-khim, dan tertawa sambil menengadahkan muka ke atas. "Seorang manusia kecil macam aku ini, apa artinya dibanding dengan kekuasaan
Tuhan" Segala kehendak-Mu pasti terjadi, tiada kekuasaan di dunia maupun akhirat yang mampu merubahnya...." Kakek itu lalu bernyanyi dan turun dari batu karang, berjalan perlahan meninggalkan tempat itu. suara nyanyiannya terdengar makin perlahan dan akhirnya lenyap. Setelah suara kakek itu tak terdengar lagi, barulah Kim-mo Taisu bangkit berdiri sambil menarik tangan puterinya. Ia menarik napas panjang dan
wajahnya membayangkan penyesalan dan kekecewaan hebat.
"Sayang sekali bahwa aku tidak dapat menaati nasihatnya dan pergi ikut dengannya, Eng Eng...."
"Siapakah dia, Ayah?" "Dia seorang yang bahagia, Anakku, seorang yang sudah dapat membabaskan diri dari segala-galanya, dia disebut orang Bu Kek Siansu, manusia setengah dewa."
"Akan tetapi dia begitu peramah dan halus sikapnya, mengapa Kakek cebol dan Kong-kong yang sakti lari
ketakutan?" Kim-mo Taisu tersenyum. "Bicara tentang kesaktian, Bu Kek Siansu sukar dicari keduanya, dan sukar diukur sampai di mana tingkatnya. Akan tetapi yang membuat ia disegani
semua tokoh bukan hanya kesaktiannya, terutama sekali
karena sikapnya. Ia tidak pernah melawan, tidak pernah
mendendam, tidak pernah membenci, dan selalu mengulurkan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
tangan kepada siapapun juga, tidak peduli orang baik maupun jahat. Inilah yang membuat Bu Kek Siansu menjadi manusia sakti yang ditakuti. Orang-orang yang merasa telah berbuat sewenang-wenang mengandalkan kepandaiannya, segan dan
malu berjumpa dengannya."
"Ayah, tadi Bu Kek Siansu menganjurkan Ayah supaya mengundurkan diri dan tidak melibatkan diri dengan urusan perang. Bukankah begitu" Kalau Ayah menganggap dia
seorang yang amat mulia dan sakti patut diturut nasihatnya, mengapa Ayah masih melanjutkan niat Ayah mencari dan
membasmi musuh?" Kim-mo Taisu menarik napas panjang sebelum menjawab,
lalu memegang lengan puterinya, diajak kembali ke pondok sambil berkata, "Engkau tentu tahu akan semua penderitaan ibumu. Sesungguhnyalah, tadinya tidak sedikit pun hatiku tertarik akan persoalan perang, akan tetapi mengingat betapa ibumu menderita, mengingat pula akan harapan ibumu, maka aku harus membalaskan semua penderitaan itu kepada
mereka yang menjadi sebabnya. Hanya dengan jalan ini
sajalah aku dapat membalas budi ibumu, Eng Eng, seperti telah kukatakan tadi sebelum datang gangguan, aku akan
pergi mencarikan tempat untuk Bu Song. Kau baik-baiklah di sini bersama Bu Song. Paling lama dua tiga bulan aku tentu datang kembali."
Maka berangkatlah pendekar ini meninggalkan puncak Min-
san. Niatnya hendak lebih dulu mengunjungi Shan-si dimana kini telah berdiri Kerajaan Hou-han. Selain hendak menyelidiki tentang kerajaan baru ini dan tentang kemungkinan masa
depan yang baik bagi calon mantunya, juga ia hendak
menemui Tok-siauw-kwi yang oleh Kong Lo Sengjin di sebut-sebut sebagai seorang diantara musuh-musuh mereka! Dari Hou-han ia akan mengunjungi kerajaan-kerajaan lain,
mencarikan tempat untuk calon mantunya menempuh ujian
dan mendapatkan kedudukan.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sementara itu, Eng Eng yang ditinggal ayahnya dan kini
sudah tahu bahwa dia ditunangkan dengan Bu Song, menanti pulangnya pemuda itu dengan hati berdebar-debar. Ia merasa malu, bingung dan takut bertemu muka dengan pemuda itu, pemuda yang biasanya menjadi kawan bermain sejak kecil, yang ia anggap seperti saudara atau kakak sendiri. Kalau ia teringat betapa beberapa hari yang lalu Bu Song pernah
menciumnya dan membuatnya tersipu-sipu sejenak biarpun
bukan hal aneh kalau Bu Song menciumnya, seperti sering dilakukannya sejak mereka masih kanak-kanak. Dan Bu Song agaknya telah tahu akan perjodohan mereka ketika
menciumnya kemarin dulu! Teringat akan ini, gemetar tubuh Eng Eng dan membuatnya gelisah ketika menanti pulangnya Bu Song. Entah sudah berapa kali ia meneliti bayangannya di cermin, akan tetapi selalu ia masih khawatir kalau-kalau ada sesuatu yang tidak beres pada rambut atau pakaiannya.
Lu Sian duduk termenung di dalam kamarnya dalam istana
Kerajaan Hou-han yang indah dan mewah. Keadaan mewah,
kehidupan yang serba cukup, berenang dalam lautan
kemewahan dan kedudukan tinggi mulia yang diperoleh
semenjak ia tinggal di dalam istana ini, mulai membosankannya. Kini hatinya risau. Ternyata pemuasan
nafsu-nafsunya selama ini, memilih pangeran dan orang-orang muda sesuka hatinya, hanya merupakan kesenangan lahir
yang sementara saja. Ia tetap merasa kurang puas, tetap belum dapat merasakan kebahagiaan hidup. Kesenangan tak pernah dapat puas, makin dikejar makin hauslah ia, dan
akhirnya malah menimbulkan rasa muak dan jemu. Kebosanan menggerogoti hatinya setiap malam sunyi kalau ia sudah tidak ada hasrat pula memilih teman.
Memang tiada kesenangan di dunia ini yang akan dapat
mendatangkan bahagia. Kesenangan lahir hanya akan
dinikmati oleh tubuh dalam waktu singkat saja. Kesenangan lahir hanya indah apabila dikejar dan belum dapat diperoleh.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Namun, sekali berada di tangan, kesenangan itu bukan
kesenangan lagi, menimbulkan bosan.
Lu Sian duduk menghadapi meja, memandang lilin yang
bernyala tenang karena terlindung dari gangguan angin. Ia merenung memikirkan keadaan dirinya. Dalam keadaan
seperti itu, rindu yang hebat menggoda hatinya, rindu kepada puteranya! Belasan tahun sudah ia meninggalkan puteranya.
Kini usianya sudah empat puluh tahun lebih. Puteranya tentu telah menjadi seorang pemuda dewasa. Alangkah rindu
hatinya untuk dapat berjumpa dengan puteranya, dengan Bu Song! Seringkali air matanya bertitik turun apabila ia
mengenangkan puteranya dan peyesalan menusuk-nusuk
hatinya. Di dalam istana ia selalu dilayani amat baik oleh Coa Kim Bwee, sahabat dan muridnya yang setia. Banyak sudah ilmu ia turunkan kepada wanita selir raja itu dan sekarang Kim Bwee telah menjadi seorang wanita yang berilmu tinggi pula. Namun Kim Bwee selalu bersikap hormat dan manis kepadanya.
"Aku harus pergi dari sini," keluhnya dalam hati. Ia sudah bosan! Ingin ia bebas lagi, terbang melayang tanpa tujuan.
Alangkah nikmatnya hidup bebas.
Kasihan Liu Lu Sian. Ia dipermainkan nafsunya sendiri. ia tidak tahu bahwa kebebasan liar seperti itupun hanya indah dan nikmat dalam khayalan belaka. Kenyataannya tentu akan jauh berbeda dengan khayalan. Ia kini merasa rindu kepada puteranya, ingin ia mencari puteranya dan hidup di samping puteranya. Ia kini maklum bahwa usia tua akan menelannya, perlahan akan tetapi tentu ia akan diseret ke jurang kematian yang
tak dapat dielakkan lagi. Biarpun ia dapat mempertahankan wajah dan tubuhnya sehingga tetap
kelihatan muda, namun ia tahu bahwa ia tidak akan dapat mempertahankan usia mudanya.
"Bu Song...!" ia mengeluh lagi, teringat betapa kini namanya sudah menjadi buah bibir orang. Betapa sebagian
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
besar orang kang-ouw memmusuhinya. Dia tidak takut.
Apalagi selama berada dalam istana ini, ia berada di tempat yang aman dan kuat. Sukar bagi musuh-musuhnya untuk
mencapainya. Jangankan di dalam istana dimana ia
mempunyai banyak teman dan pembela, bahkan andaikata ia berada di luar sekalipun ia tidak akan gentar menghadapi musuh-musuhnya. Akan tetapi kalau ia teringat akan
puteranya, mau tak mau ia menjadi menyesal sekali.
Bagaimana perasaan puteranya kalau tahu bahwa ibunya
adalah seorang wanita yang dianggap iblis betina" Seorang wanita gila laki-laki dan suka mencari musuh" Padahal ia dapat menduga bahwa Bu Song tentu terdidik sebagai seorang laki-laki yang baik oleh ayahnya, Kam Si Ek! Ia teringat akan bekas suaminya ini, seorang laki-laki gagah perkasa yang menjujung tinggi kebajikan dan kesetiaan. Seorang laki-laki yang anti seratus prosen akan perbuatan maksiat!
Tiba-tiba Lu Sian tersentak kaget dan sadar daripada
lamunannya yang menggores perasaan. Suara gaduh jauh di luar menyatakan bahwa di sana terjadi pertempuran. Agaknya perusuh-perusuh itu datang lagi. Ia menarik napas panajng.
Sudah banyak ia membunuh orang-orang yang menyerang
istana. Sesungguhnya sama sekali tidak ada permusuhan
antara dia dan penyerbu-penyerbu itu, karena mereka itu menyerbu dengan dasar permusuhan pengikut kerajan-kerajaan. Sudah banyak ia membunuh mata-mata dari Cin,
kemudian Kerajaan Han Muda. Banyak pula pengikut-pengikut yang ia tahu adalah kaki tangan Kong Lo Sengjin, orang-orang yang menamakan dirinya pengikut setia Kerajaan Tang. Ia tidak
senang melakukan pembunuhan ini, karena sesungguhnya ia hanya turun tangan untuk membela Kerajaan Hou-han. Padahal ia sama sekali tidak menempatkan dirinya sebagai pembela Kerajaan Hou-han. Akan tetapi ia tinggal di istana Hou-han, menerima kebaikan dari raja sendiri berikut keluarganya. Bagaimana ia dapat tinggal diam saja"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Suara di luar makin gaduh. Lu Sian tetap duduk tenang.
Mudah-mudahan saja para pengawal akan dapat mengatasi
perusuh-perusuh itu. atau andaikata para pengawal itu kalah, di sana masih ada Coa Kim Bwee yang ia tahu memiliki
kepandaian tinggi. Ia mengharap agar malam ini ia tidak terganggu, tidak usah turun tangan menghadapi perusuh yang hendak mengacau istana Hou-han.
Sebetulnya, baginya sendiri, ia tidak peduli aka keselamatan Raja Hou-han sekeluarga. Akan tetapi, ia ingat aka kebaikan Coa Kim Bwee dan karenanya merasa tidak enak hati kalau tidak membantu. Maka biarpun suara gaduh itu jelas membayangkan betapa para pengawal agaknya
kewalahan menghadapi perusuh yang datang, ia tidak ambil peduli dan tetap tenang-tenang saja di dalam kamarnya. Akan tetapi kini ia tidak dapat melanjutkan lamunannya seperti tadi lagi.
Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dari luar dan Coa Kim
Bwee masuk terhuyung-huyung, rambutnya riap-riapan,
mukanya pucat dan kakinya terpincang-pincang. "Cici...
tolonglah dia amat lihai...!" katanya terengah-engah.
Lu Sian mengerutkan keningnya. Dari cermin di sudut ia
dapat melihat betapa Kim Bwee terluka kakinya, berdarah paha kirinya. Melihat rambut Kim Bwee yang awut-awutan itu, ia tahu bahwa selir raja ini telah mempergunakan ilmu
mainkan rambut yang sudah lihai. Akan tetapi kalau sampai kalah padahal terang bahwa selir ini dibantu para pengawal yang cukup kuat pula, hal ini membuktikan betapa lihainya lawan yang datang menyerbu. Ia menjadi marah. Bukan
marah karena musuh menyerbu istana dan melukai Kim Bwee melainkan
marah karena penyerbuan musuh itu mengganggunya dari lamunan. Tanpa menjawab tubuhnya
berkelebat keluar dari kamarnya setelah menyambar pedang dan menyelipkan pedang di punggung. Dengan ilmunya yang hebat, sebentar saja Lu Sian tiba di tempat pertempuran. Ia
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mengira bahwa yang datang tentulah musuh dalam jumlah
banyak. Akan tetapi alangkah kaget dan herannya ketika ia melihat bahwa di tempat pertempuran itu, para pengawal
mengeroyok seorang lawan saja! Lawan itu seorang laki-laki bertubuh sedang, wajahnya tidak begitu jelas karena
gerakannya sangat gesit dan keadaan di situ pun tidak terang, hanya remang-remang. Akan tetapi melihat laki-laki itu
menghadapi lawan hanya mempergunakan sebatang kipas
yang kadang-kadang terbuka kadang-kadang tertutup, hati Lu Sian berdebar keras. Mungkinkah" Mungkinkah orang mati
dapat hidup kembali" Mungkinkah orang terjungkal ke dalam jurang yang tak tampak dasarnya tidak mati" Mungkinkah
Kwee Seng hidup kembali" Senjata kipas sehebat itu hanya Kwee Seng seorang yang dapat memainkannya, dan bentuk
tubuhnya pun ia dapat mengenal.
Karena penasaran, ia melompat dekat. Beberapa orang
pengawal yang melihat munculnya Lu Sian, menjadi girang dan cepat berseru, "Minggir! Sian-toanio sudah tiba!"
Mendengar seruan ini, para pengawal yang jumlahnya dua
puluh orang lebih dan ramai-ramai mengeroyok seorang laki-laki berpakaian putih itu, mundur dengan girang. Sudah terlalu banyak teman mereka terluka oleh pemegang kipas yang lihai ini dan mereka tadi pun mengeroyok dari jarak jauh saja karena gentar. Cepat mereka mengundurkan diri, memberi
jalan kepada Lu Sian yang cepat melangkah maju.
Mereka berdiri berhadapan, tak bergerak seperti arca,
saling pandang dengan sinar mata penuh perasaan bercampur aduk. Karena jarak antara mereka kini hanya empat meter dan kebetulan sinar obor dan lampu terarah ke muka mereka, Lu Sian dapat mengenal laki-laki ini. Memang Kwee Seng! Sudah agak tampak tua, akan tetapi masih sama dengan dahulu!
Malah lebih matang dan sinar matanya langsung menembus
hati. Kwee Seng" Terdapat dorongan di hati Lu Sian untuk lari menubruk dan memeluknya! Begitu berhadapan, terjadi
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
keanehan di dalam hati Lu Sian. Seakan-akan seorang yang sudah lama merantau jauh dan merindukan kampung halaman kini bertemu dengan sahabat baik sekampung halaman.
Seakan-akan ia menemukan sesuatu yang sudah lama
terhilang dari dalam hatinya. Terasa kegembiraan mendalam yang belum pernah ia rasai.
Di lain pihak, Kim-mo Taisu bengong terlongong karena
terheran-heran. Benarkah wanita jelita yang berdiri dengan sikap penuh wibawa di depannya ini adalah Liu Lu Sian, gadis lincah jenaka dan yang pernah menawan hatinya kemudian
menghancurkan hatinya itu" Memang ia sudah mengharapkan bertemu dengan Lu Sian di dalam istana ini karena ia sudah mendengar dari Kong Lo Sengjin bahwa Tok-siauw-kwi adalah Lu Sian. Akan tetapi kalau benar wanita ini Lu Sian, mengapa masih begini muda dan sama sekali tidak berubah sejak
hampir dua puluh tahun yang lalu" Kalau wanita ini Lu Sian, tentu sudah berusia empat puluh tahun, akan tetapi mengapa masih tampak seperti baru dua puluh tahun usianya"
Para pengawal merasa heran pula karena kedua orang sakti itu tidak lekas-lekas bertanding mengadu ilmu, melainkan hanya berdiri saling pandang tanap bergerak. Ada di antara mereka mengira bahwa kedua orang ini tentu sedang
mengadu ilmu melalui pandangan mata!
Tiba-tiba tubuh Lu Sian melesat cepat sekali menyambar ke arah Kim-mo Taisu, akan tetapi mereka tidak saling serang, dan bagaikan seekor burung terbang, tubuh Lu Sian mencelat lagi ke atas langsung melompat ke atas genteng istana dan di lain detik tubuh musuh aneh itupun melesat lenyap mengejar.
Karena cepatnya gerakan mereka berdua, para pengawal itu tidak tahu bahwa tadi Lu Sian membisikkan kata-kata kepada Kim-mo Taisu. Memang hal ini disengaja oleh Lu Sian. Dengan kepandaiannya, ia tadi berbisik ketika tubuhnya menyambar,
"Kwee-twako, kau ikutlah aku!"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kedatangan Kwee Seng atau Kim-mo Taisu ke istana ini
memang dengan niat menjumpai Tok-siauw-kwi yang menurut penuturan Kong Lo Sengjin adalah seorang di antara musuh-musuh isterinya, bahkan yang mengirim pembunuh itu ke Min-san. Maka kini mendengar bisikan Lu Sian, ia cepat mengejar.
Memang lebih baik lagi kalau ia dapat bicara dengan wanita itu tanpa terganggu orang lain. Namun ia merasa kaget dan kagum juga melihat gerakan Lu Sian. Bukan main hebatnya ilmu meringankan tubuh itu! sama sekali tidak boleh dikatakan kalah atau di bawah tingkatnya. Tentu saja ia tidak tahu bahwa Lu Sian sekarang bukanlah Lu Sian dua puluh tahun lebih yang lalu! Lu Sian sekarang telah mewarisi ilmu gin-kang yang tiada keduanya dari Hui-kiam-eng Tan Hui.
Agaknya Lu Sian juga ingin memamerkan kepandaiannya,
maka wanita ini menggunakan ilmu lari cepat sambil
mengerahkan ilmunya. Larinya cepat sekali seperti terbang.
Namun ia sama sekali tidak merasa heran melihat kenyataan bahwa Kim-mo Taisu dapat mengejar dan mengimbangi
kecepatannya. Memang ia sudah tahu betul bahwa Kwee Seng memiliki kepandaian yang amat tinggi. Hanya ia tidak tahu bahwa untuk dapat mengimbangi kecepatannya, Kim-mo
Taisu juga telah mempergunakan seluruh kepandaiannya!
Karena kecepatan yang luar biasa ini, sebentar mereka
telah berada jauh di luar kota raja, di luar sebuah hutan yang sunyi dan jauh dari perkampungan. Kembali mereka berdiri saling berhadapan, di bawah sinar bulan yang muncul lewat tengah malam. Berdiri saling pandang tanpa bergerak maupun bicara sampai lama sekali.
"Kwee-twako...!" Akhirnya Lu Sian mengeluarkan suara, setengah menjerit setengah mengeluh, lari menubruk dan
merangkul leher Kim-mo Taisu lalu menangis terisak-isak di dadanya. Semua rindu dendamnya akan kebahagiaan, rindu
terhadap puteranya, semua ia tumpahkan di dada laki-laki itu.
Semua kekecewaan hidupnya selama ini, ia carikan hiburan di
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
atas dada yang lapang itu. semua rasa kasih sayang yang bebas daripada nafsu, ia rasakan kini bergelora dalam hatinya terhadap laki-laki ini. Selama ini, ia menganggap semua laki-laki sebagai hiburan dan permainannya sehingga ia merasa muak dan bosan. Ia haus dan rindu akan kasih sayang mulus dan murni di samping perlindungan seorang pria. Dan kini ia sadar bahwa andaikata dahulu ia menjadi isteri Kwee Seng, kiranya hidupnya tidak akan serusak sekarang ini. Dan kini ia telah bertemu Kwee Seng yang disangkanya telah mati. Belum terlambatkah dia" Masih terbukakah pintu kebahagiaan
baginya, setelah terombang-ambing gelombang permainan
nafsu selama ini" Sudah terlalu banyak dosa-dosanya,
penyelewengannya. Kalau saja Kwee Seng tahu akan semua
sepak terjangnya, tentu... tentu...! Tiba-tiba ia sadar betapa hanya seketika tadi saja jari-jari tangan Kwee Seng membelai rambutnya, kini laki-laki itu sama sekali tidak membelai rambutnya, bahkan urat-urat tubuh itu menegang, kaku dan dingin.
Tiba-tiba teringatlah Lu Sian bahwa kedatangan Kwee Seng malam hari itu adalah untuk mengacau istana. Padahal semua orang tahu bahwa Tok-siauw-kwi berada di dalam istana itu!
jadi kedatangan Kwee Seng adalah untuk memusuhinya!
Seketika ia merenggutkan diri meloncat ke belakang, lalu bertanya dengan suara ketus.
"Kwee-twako! Dengan maksud apakah kau menyerbu
istana Hou-han?" Sikap dan pandang mata Kim-mo Taisu dingin ketika
menjawab, "Dengan maksud mencarimu, Tok-siauw-kwi."
"Kwee-twako! Kau sudah tahu bahwa Tok-siauw-kwi adalah aku. Apakah kau juga seperti mereka, memusuhi aku dan
menyebutku Tok-siauw-kwi" lupakah engkau bahwa aku ini
Liu Lu Sian?" Sejenak jantung Kim-mo Taisu terguncang keras. Memang
inilah Lu Sian, satu-satunya wanita yang pernah merampas
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
cinta kasihnya secara mendalam! Akan tetapi ia mengeraskan hati dan dengan suara dingin ia menjawab, "Tidak ada Lu Sian lagi di dunia ini, dia sudah mati...."
"Kwee Seng...!!"
"Juga Kwee Seng sudah mati, yang ada sekarang Tok-
siauw-kwi dan Kim-mo Taisu."
Watak Lu Sian memang keras. Biarpun ia sudah bukan
orang muda lagi, namun kekerasan wataknya tak pernah
hilang. Kini pandang matanya tajam, alisnya berdiri.
Dibandingkan dengan Kwee Seng, ia dahulu bukan apa-
apanya dan sama sekali bukan tandingannya, akan tetapi
sekarang ia tidak takut. Bahkan ada keinginan hatinya untuk menguji kepandaiannya yang telah maju dengan hebat selama dua puluh tahun lebih ini.
"Hemmm, begitukah" Jadi selama ini engkau mendendam kepadaku karena peristiwa dua puluh tahun yang lalu itu" Dan sekarang
engkau mencariku untuk membikin beres perhitungan lama?" "Sudah kukatakan, tidak ada lagi urusan dahulu. Yang ada hanya urusan antara Tok-siauw-kwi dan Kim-mo Taisu."
"Bagus!" kata Lu Sian dengan suara mendongkol. "A ku Tok-siauw-kwi, selamanya baru sekarang ini bertemu dengan Kim-mo Taisu. Apakah kehendakmu mencariku?"
"Tok-siauw-kwi, apakah engkau bersekutu dengan musuh-musuh keluarga Kerajaan Tang lama?" "Siapakah mereka?"
"Di antaranya ada orang-orang Khitan, juga Ma Thai Kun, Pouw Kee Lui, dan terutama sekali Ban-pi Lo-cia."
"Cih! Mengapa aku harus bersekutu dengan orang-orang macam itu" Kim-mo Taisu, tuduhanmu ini sama sekali tidak masuk akal!"
"Tok-siauw-kwi, mengapa engkau memusuhi Kong Lo
Sengjin?" Lu Sian mengerutkan kening dan memandang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
tajam, kemudian tersenyum lebar dan diam-diam Kim-mo
Taisu terheran-heran melihat deretan gigi putih di balik bibir merah itu. Benar-benar tidak ada perubahan sedikitpun juga pada diri Lu Sian, pikirnya. "Hik! Kakek lumpuh menjemukan itu" Heh, Kim-mo Taisu, aku tidak tahu hubungan apa adanya antara engkau dengan kakek lumpuh itu, dan aku tidak tahu pula mengapa engkau memeriksaku seperti seorang hakim
memeriksa pesakitan. Akan tetapi dengarlah baik-baik. Secara pribadi aku tidak mempunyai permusuhan dengan Kong Lo
Sengjin si kakek lumpuh. Akan tetapi karena aku tinggal di istana Hou-han dan dia datang menyerbu istana, tentu saja aku menghadapinya! Kalau kakek lumpuh itu tidak kuat
menghadapi aku lalu minta bantuanmu, benar-benar lucu dan tak tahu malu!"


Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tok-siauw-kwi, mengapa engkau mengirim seorang pembunuh ke Min-san untuk membunuh keponakan perempuan Kong Lo Sengjin?" Kim-mo Taisu bertanya
memancing. Lu Sian bangkit kemarahannya. Ia membanting-banting
kakinya ke tanah, dan diam-diam Kim-mo Taisu merasa
terharu. Benar-benar tidak ada perubahan pada diri Lu Sian.
Kebiasaan membanting kaki kalau marah-marah pun masih
sama dengan dulu! "Kim-mo Taisu! Apakah engkau ini seorang gila" Kalau aku memang menghendaki nyawa seseorang, perlu apa aku
menyuruh orang lain" Kalau aku ingin membunuh keponakan Kong Lo Sengjin, biarpun ada seratus orang keponakannya itu, apa kau kira aku tidak bisa melakukannya sendiri" Entah macam apa siluman betina itu sehingga engkau sampai
bersusah payah mencari pembunuhnya dan menuduh aku
pula." "Siluman betina itu adalah isteriku..." "Ohhh..."!?" Mata Lu Sian terbelalak kaget dan sejenak ia hanya memandang wajah Kim-mo Taisu yang suram muram itu. rasa terharu mengusap
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
perasaan Lu Sian, kemudian rasa gembira timbul, dan tak tertahankan lagi ia tertawa. Mula-mula tertawa lirih, terkekeh-kekeh sampai menutupkan punggung tangan kanan di depan
mulut sambil menundukkan muka, kemudian kakinya bergerak maju dan di lain saat ia telah merangkul pinggang Kim-mo Taisu dan menyembunyikan muka di dadanya seperti tadi lagi.
Hanya kalau tadi ia menangis terisak-isak, kini ia tertawa terkekeh-kekeh, tubuhnya berguncang-guncang menahan
ketawa. Kim-mo Taisu berdiri tegak, mengerutkan keningnya. Ia
amat mengkhawatirkan ini. Menghadapi lawan yang bagaimana berat dan lihai pun ia tidak gentar. Akan tetapi menghadapi Lu Sian, melihat wajah yang masih cantik jelita, pandang mata yang bersinar-sinar, mulut yang amat manis, mencium bau harum yang aneh dan khas dari tubuh wanita
ini, benar-benar merupakan hal yang amat berat baginya. Ia bukan seorang yang mudah tergila-gila kepada wanita, akan tetapi tak disangkalnya pula bahwa hatinya lemah apabila berhadapan dengan Lu Sian, wanita yang pernah merampas
cinta kasihnya. Akan tetapi, ia teringat akan isterinya, maka ia mengeraskan hati dan meramkan mata.
"... ah, nasib kita sama... hi-hik, tidak bahagia dalam pernikahan..." Suara Lu Sian ini membuat Kim-mo Taisu membuka matanya. Pada saat itu Lu Sian yang masih tertawa-tawa kecil mengangkat muka dan ternyata dari kedua mata wanita itu bercucuran air mata. Lu Sian yang terdengar
ketawa terkekeh-kekeh itu mengucurkan air mata seperti
orang menangis! Mereka saling pandang, muka mereka berdekatan. Sedetik
timbul hasrat dalam hati Kim-mo Taisu untuk mendekap wajah yang pernah ia rindukan ini, untuk mencium kering air mata yang membasahi sepasang pipi itu. Akan tetapi kembali
kematian isterinya terbayang di depan mata. Air mata di kedua pipi Lu Sian seakan-akan berubah menjadi merah
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
terkena sinar bulan, semerah darah isterinya yang bercucuran.
Dengan kasar ia lalu merenggut kedua pundak Lu Sian,
didorongnya menjauhi dirinya.
Seketika terhenti tawa atau tangis Lu Sian. Sinar matanya tajam dan dingin kembali. Lalu ia bertanya, sikapnya
menantang. "Kim-mo Taisu, andaikata benar aku yang menyuruh bunuh isterimu, habis kau mau apa?" Dengan suara sama dinginnya Kim-mo Taisu menjawab, "Kau pun akan kubunuh!"
Lu Sian mencelat mundur lalu tertawa. Kim-mo Taisu
bergidik. Benar-benar seperti setan kalau Lu Sian sudah tertawa seperti itu. "Hi-hi-hi-hik! Kim-mo Taisu! Apakah engkau masih menganggap aku seperti Lu Sian dua puluh
tahun yang lalu, yang merengek-rengek minta kauajari ilmu silat?"
Kim-mo Taisu menggeleng kepala. "Tidak. Aku tahu bahwa engkau sekarang telah menjadi seorang yang berilmu tinggi.
Sudah banyak aku mendengar tentang Tok-siauw-kwi yang
menggegerkan dunia persilatan. Akan tetapi aku tidak takut."
"Aku pun tidak takut!" Lu Sian membentak, sambil mencabut pedangnya, pedang Toa-hong-kiam dan sekali
tubunya berkelebat ia telah mengirim serangan kilat ke arah leher Kim-mo Taisu.
Cepat dan kuat sekali serangan ini, tak boleh dipandang ringan. Kim-mo Taisu cepat melompat ke kanan untuk
menghindari serangan kilat ini, sambil berkata, "Kalau kau yang menyuruh orang membunuh isteriku, baru aku akan
memusuhimu, Tok-siauw-kwi."
"Tidak peduli! Membunuh atau tidak, engkau harus
menahan seranganku, jangan kira aku takut!" Lu Sian membentak, kemarahannya sudah memuncak dan kembali
pedangnya berkelebat. Demikian hebatnya gerakannya
sehingga tubuhnya lenyap terbungkus gulungan sinar
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
pedangnya. Terdengar bunyi angin menderu dan gulungan
pedang itu merupakan segumpal awan yang melayang-layang.
Kim-mo Taisu tidak berani memandang rendah. Cepat ia
pun mengeluarkan kipasnya, lalu bergerak mengimbangi
serangan Lu Sian. Ketika ia memperhatikan gerakan-gerakan Lu Sian, diam-diam ia terkejut dan kagum sekali. Hebat
memang kemajuan wanita ini, sedemikian hebatnya sehingga hampir menyusul dan melampauinya! Yang jelas, dalam hal gin-kang, Lu Sian sudah tidak kalah olehnya, dan gerakan pedangnya luar biasa sekali.
Ia sudah mendengar akan sepak terjang Tok-siauw-kwi
yang menggemparkan partai-partai besar karena perbuatannya mencuri kitab-kitab pusaka. Kini menyaksikan gerakannya, ia maklum bahwa tidak percuma Lu Sian mencuri kitab-kitab itu, tentu telah dipelajarinya dan digabungkannya dengan amat
baik. Karena itu, Kim-mo Taisu lalu mengerahkan tenaga dan mainkan Cap-jit-seng-kiam digabung dengan Lo-hai-san-hoat untuk menghadapi serangan pedang Lu Sian yang dahsyat itu. gerakannya tenang dan
kokoh kuat, tidak saja ia dapat membendung datangnya
serangan yang dahsyat seperti air bah itu, namun juga ia masih mendapat kesempatan untuk balas menyerang tidak
kalah dahsyatnya. Lu Sian menjadi penasaran dan menjadi penasaran dan
mengeluh di dalam hati. Banyak sudah ia menghadapi lawan tangguh, akan tetapi baru sekarang ia mendapat kenyataan bahwa Kim-mo Taisu benar-benar hebat sekali. Kwee Seng
yang dahulu itu ternyata masih tetap kuat, bahkan lebih lihai lagi. Pedangnya yang sukar menemui tanding itu kini seakan-akan menghadapi tembok baja yang sukar ditembus. Bahkan ujung gagang kipas itu masih sempat membagi-bagi totokan yang amat berbahaya.
Berjam-jam mereka bertanding dengan hebat. Kadang-
kadang mereka bergerak cepat sehingga bayangan mereka
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
menjadi satu, sinar senjata mereka saling belit. Kadang-kadang gerakan mereka lambat dan dalam jurus-jurus ini
mereka bertanding mengandalkan tenaga dalam yang juga
seimbang. Matahari pagi sudah muncul mengusir kabut pagi, dan mereka masih terus bertanding seru. Keduanya sudah
lelah. Keringat mulai membasahi muka dan leher. Namun
belum juga ada yang mengalah.
Tiba-tiba Lu Sian mengeluarkan suara melengking tinggi, suaranya penuh getaran dan pada detik berikutnya,
rambutnya yang hitam panjang itu telah terlepas dari
sanggulnya dan tahu-tahu telah menyambar ke arah Kim-mo Taisu bagaikan sehelai jaring yang aneh! Kim-mo Taisu
terkejut bukan main. Lengking tadi saja sudah mengandung tenaga yang luar biasa. Itulah Ilmu Sakti Coan-im-I-hun-to (Suara Sakti Merampas Semangat), biarpun belum sempurna benar namun sudah amat kuat dan suara itu saja sudah cukup merobohkan seorang lawan yang kurang kuat sin-kangnya!
Apalagi serangan rambut itu. hanya seorang yang sin-kangnya sudah luar biasa hebatnya saja mampu mempergunakannya
sekuat ini. Tadi ia melihat wanita cantik berambut panjang riap-riapan
di istana juga mempergunakan rambut melawannya, akan tetapi dibandingkan dengan penggunaan
rambut oleh Lu Sian ini benar-benar amat jauh bedanya.
Karena ia tidak menyangka-nyangka bahwa Lu Sian akan
menyerangnya secara ini, Kim-mo Taisu menjadi agak
bingung. Namun ia cepat mengerahkan tenaganya dan
membuka kipas serta mengebut ke arah jaring hitam itu.
Buyarlah sebagian rambut yang menyerang, namun masih ada segumpal rambut yang berhasil melibat pergelangan tangan kanan yang memegang kipas dan pada saat Kim-mo Taisu
mengerahkan tenaga untuk melepaskan diri, ujung pedang
Toa-hong-kiam sudah menyambar ke arah tenggorokan!
Hebat bukan main serangkaian serangan Lu Sian ini, tidak saja cepat seperti kilat, dan sama sekali tidak terduga-duga, juga mengandung tenaga dalam yang dahsyat. Diam-diam
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kim-mo Taisu terkejut dan maklum bahwa nyawanya dalam
bahaya maut. Namun sebagai seorang pendekar gagah, ia
tidak gentar dan cepat tangan kirinya mencengkeram ke arah pedang lebih baik mempertaruhkan lengannya daripada
membiarkan tenggorokannya tertusuk. Akan tetapi pedang itu sudah lebih cepat gerakannya dan..."reettt" pedang itu menyambar ke kiri dan bukan tenggorokannya yang terobek, melainkan leher bajunya! Kim-mo Taisu melompat ke belakang karena pada saat itu gumpalan rambut yang membelit
lengannya juga sudah terlepas dan terdengar Lu Sian tertawa lirih. "Hi-hi-hik! Kim-mo Taisu apakah kau masih mau membunuhku?"
Panas hati Kim-mo Taisu. Memang dalam gebrakan terakhir tadi, ia telah menderita kekalahan. Akan tetapi kekalahannya tadi hanya dapat terjadi karena ia terlena. Ia telah dikalahkan dan telah diampuni pula! Dengan muka agak merah tapi
suaranya tetap dingin ia menjawab, "Tok-siauw-kwi, kalau kau yang menyuruh bunuh isteriku, kau tetap akan kubunuh!"
Setelah berkata demikian, ia mengeluarkan guci arak dari punggung,
menuangkan arak ke dalam mulut dan menggelogoknya, kemudian ia melangkah maju.
"Hemm, kau masih belum mau mengaku kalah?"
"Sebelum kau bersumpah bahwa kau tidak menyuruh
bunuh isteriku, aku akan menyerangmu terus dan tidak akan mengaku kalah sebelum tewas di depan kakimu. Nah, kaujaga ini!" Tiba-tiba Kim-mo Taisu menerjang maju, gerakannya hebat sekali. Ia merasa penasaran dan juga malu bahwa dia tadi dapat dikalahkan oleh Liu Lu Sian, maka kini pendekar ini mengerahkan
seluruh tenaga dan mainkan semua kepandaiannya. Hebat bukan main, gerakan-gerakannya kini setelah ia mainkan dua macam senjata. Kini guci arak itu ia mainkan dengan gerakan Ilmu Pedang Pat-sian Kiam-hoat,
sedangkan kipasnya tetap mainkan Lo-hai San-hoat. Dua
macam senjata dan dua macam ilmu silat ini dapat ia mainkan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
menjadi perpaduan yang amat serasi dan saling bantu, benar-benar amat hebat. Inilah ilmu kepandaian inti dari Kim-mo Taisu sejak dua puluh tahun yang lalu. Hanya kini ilmunya ini jauh lebih masak karena telah disempurnakan dengan ilmu-ilmu yang ia dapat di dalam Neraka Bumi.
Lu Sian juga merasa penasaran. Ia telah sengaja
melepaskan laki-laki ini daripada bahaya maut. Mengapa
masih begini nekat" Akan tetapi, ia pun kini merasa terkejut menyaksikan kehebatan serangan lawannya. Cepat
ia menggerakkan pedang dan rambutnya menjaga diri dan balas menyerang, namun alangkah kagetnya ketika rambutnya
selalu terbang membalik karena kipas di tangan Kim-mo Taisu mengeluarkan kebutan yang luar biasa sekali. Sedikit pun ia tidak mendapat kesempatan untuk balas menyerang lagi
setelah Kim-mo Taisu menggerakkan kedua senjatanya yang aneh. Betapapun ia berusaha dan mengeluarkan pelbagai ilmu silat termasuk ilmu tendangan dan ilmu-ilmu lain dari kitab-kitab yang ia curi, tetap saja semua itu berantakan
menghadapi perpaduan Pat-sian Kiam-hoat dan Lo-hai san-
hoat! Betapapun ia berusaha, tetap saja ia selalu harus mempertahankan diri daripada
menggelora datangnya. Dengan gemas Lu Sian lalu mengerahkan tenaga pada
rambutnya, mengeluarkan pekik melengking lagi seperti tadi, malah lebih hebat lagi sekarang, kemudian rambutnya
menyambar menjadi puluhan gumpal menuju ke arah semua
jalan darah lawan. "Bagus!" seru Kim-mo Taisu. Memang serangan pembalasan ini luar biasa sekali. Rambut yang halus tebal itu terpecah menjadi banyak gumpalan dan setiap gumpalnya kini menotok jalan darah dengan kuat dan cepat!
Kim-mo Taisu juga mengeluarkan suara melengking
panjang yang mengatasi lengking suara Lu Sian, kemudian tubuhnya bergerak-gerak cepat dan kipasnya dikebutkan.
Timbul ah angin menderu-deru yang berpusing-pusing di
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sekitar mereka sehingga gumpalan-gumpalan rambut Lu Sian menjadi kacau balau gerakannya, tersapu angin yang kuat ini, bahkan ada yang membalik dan menyerang Lu Sian sendiri!
Lu Sian kaget dan marah sekali. Cepat ia menggerakkan
pedangnya yang menyambar ke arah kipas yang mengebut-
ngebut keras itu, dengan maksud untuk merusak kipas yang ampuh dari lawan ini. Akan tetapi begitu pedangnya
menempel kipas, Kim-mo Taisu membuat gerakan memutar
sehingga pedangnya ikut pula terputar-putar dan akhirnya tanpa dapat dicegah pula, pedang itu terpaksa ia lepaskan karena kalau tidak, tangannya bisa terluka hebat atau salah urat. Pedang terlepas dari tangan dan menancap ke atas
tanah sedangkan kipas dan guci arak sudah menyambar ke
arah dada dan kepala! Lu Sian dapat menghindarkan totokan kipas, akan tetapi agaknya tidak mungkin lagi menghindarkan hantaman guci arak yang menuju kepalanya, terpaksa ia
meramkan mata menanti kematian. Akan tetapi hantaman tak kunjung tiba!
Lu Sian membuka matanya dan melihat bahwa guci arak itu kini berada di depan mulut Kim-mo Taisu yang sedang
menenggaknya. Suara arak menggelogok memasuki kerongkongannya. Adapun pedangnya masih menancap di
atas tanah dan juga kipas lawannya menggeletak di dekat pedang. Muka Lu Sian menjadi merah sekali. Jelas bahwa
dalam jurus terakhir tadi, ia telah kalah. Pedangnya dirampas dan nyawanya terancam. Jelas pula bahwa Kim-mo Taisu
sengaja membebaskannya. Kekalahan dan pembebasan ini
merupakan penghinaan yang memalukan bagi Lu Sian. Tak
biasa ia menelan kekalahan.
"Kim-mo Taisu jangan sombong! Aku belum kalah! Kita masih seri, baru satu-satu! Mari kita mencari keunggulan tanpa mengandalkan senjata kalau kau berani!" Dengan mata berapi-api Lu Sian menyanggul rambutnya, sedangkan Kim-mo
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Taisu sudah melempar guci araknya ke dekat pedang dan
kipas, lalu tertawa mengejek.
"Ada ubi ada talas, ada budi ada balas! Tadi kau
menghutangkan, kini aku membayar. Akan tetapi engkau
hutang nyawa isteriku, belum kau balas. Kali ini aku tidak akan mengampuni engkau lagi, Tok-siauw-kwi!"
Lu Sian mencibirkan bibirnya. "Siapa mengharapkan
pengampunanmu" Kaukira pasti akan dapat
menang" Sombong! Kauterima ini!" Wanita itu menerjang maju dengan cepat, kedua tangannya terkepal dan pukulan-pukulannya
bertubi-tubi, sangat cepat namun mengandung tenaga sin-
kang yang luar biasa kuatnya.
Kim-mo Taisu cepat mengelak dan mengangkat lengan
menangkis. Yang membuat pendekar ini diam-diam mengeluh adalah bau harum yang makin hebat semerbak keluar dari
tubuh dan rambut Lu Sian setelah wanita ini lelah dan
berpeluh. Keharuman ini yang selalu menggelitik hatinya, mengingatkannya bahwa yang ia hadapi sebagai musuh
sekarang ini adalah wanita satu-satunya yang pernah
merampas cintanya. Selain keharuman yang khas ini, ia pun harus mengakui bahwa ilmu kepandaian Lu Sian kini
meningkat secara luar biasa sekali, sudah setingkat dan seimbang dengannya. Kinipun dalam ilmu silat tangan kosong, ia sama sekali tidak boleh memandang rendah, apalagi setelah merasa betapa dari kedua tangan Lu Sian keluar hawa yang amat panas dan kedua kepalan tangan kecil itu mengeluarkan uap, seakan-akan menggenggam api! Ketika ia sengaja
menangkis, tangan dan lengan wanita itu benar-benar amat panas. Kim-mo Taisu terkejut dan cepat ia mempergunakan Ilmu Silat Bian-sin-kun (Tangan Kapas Sakti) yang ia mainkan dengan pengerahan tenaga Im-kang untuk melawan hawa
panas yang keluar dari tangan Lu Sian.
Biarpun kini mereka melanjutkan pertandingan tanpa
senjata, namun ternyata malah jauh lebih seru daripada tadi.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Pukulan-pukulan mereka adalah pukulan-pukulan yang mengandung tenaga dalam. Gerakan mereka kadang-kadang
amat cepatnya, berkelebatan dan bayangan mereka bergumul menjadi satu, kadang-kadang mereka bergerak amat lambat dalam mengadu tenaga sin-kang. Karena kini mereka hanya mengandalkan kaki tangan, tentu saja tenaga yang mereka pergunakan lebih besar dan lebih banyak sehingga mereka berdua makin lelah. Memang hebat kini ilmu kepandaian Lu Sian. Tidak mudah bagi Kim-mo Taisu untuk mengalahkannya, sungguhpun diam-diam Lu Sian harus mengakui bahwa dalam banyak hal, lawannya ini sudah mengalah terhadapnya.
Kitab Mudjidjad 14 Kisah Pengelana Di Kota Perbatasan Karya Gu Long Pedang Kayu Harum 15
^