Pencarian

Tanah Semenanjung 7

Tanah Semenanjung Karya Putu Praba Drana Bagian 7


setiap mulut brahmana. Kendatipun begitu, wabah tidak
pernah berhenti. Bangkai yang berserakan di medan perang Bali
bagian timur belum dibakar. Karena musuh baru saja
mundur dari sana ke Pulau Lombok. Wong Agung
diperintahkan mengejar terus.
Binatang dan manusia mati bersama dalam perang.
Dan juga mati dalam keadaan yang sama. Binatang pun
merintih terkena ujung tombak. Mereka pun punya
perasaan sama dengan manusia. Sakit.
Lalat merajai udara Mengwi. Hinggap di mana saja
dan kapan saja. Juga pindah dari satu ke lain tempat.
Lalat memang kecil, namun lebih ganas daripada pedang
yang tajam. Doa para pandita dan brahmana tidak
mampu mengusir wabah yang berjangkit dan membunuh
banyak orang Mengwi. Bahkan tabib-tabib ahli pun tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
punya kemampuan. Sore sakit, esok mati, dan
sebaliknya. Baginda sangat sedih. Ia sudah menanyakan pada
tabib istana bagaimana cara mengatasi wabah ini, sang
tabib tidak bisa memberikan jawaban. Sedang menurut
pandita istana, Bedande Ida
Bagus Golah, hal ini disebabkan arwah Mangkuningrat
bersama pengikutnya. Jawaban yang sebenarnya tidak ia
pikir panjang. Jawaban dari seorang yang telah
kehilangan akal dan takut dikatakan sebagai brahmana
pandir. Takut disalahkan dan diberhentikan sebagai
pandita istana, maka paling gampang adalah
menyalahkan Mangkuningrat yang sudah mati.
Esok harinya sang Prabu mengambil kepu-tusan,
untuk mengumumkan pada kaum brahmana dan seluruh
kawula Bali, bahwa wabah ini disebabkan oleh
mengamuknya arwah Mangkuningrat. Pada semua orang
diharapkan berdoa menolak arwah mereka itu.
Akibatnya mereka yang telah kehilangan keluarganya
karena wabah itu menjadi marah. Kemarahan itu
kemudian menjalar pada setiap orang Bali. Bahkan
laskar yang kehilangan keluarganya karena wabah
marah tanpa kendali. Akibatnya, tanpa setahu Cokorda
Dewa Agung, Agung Keta, Panglima laskar darat,
mengirimkan pasukannya gelombang demi gelombang
untuk menghukum orang Blambangan.
Sementara itu Ni Ayu Chandra, terkejut bukan
kepalang. Laporan menjelaskan laskar Bali datang
gelombang demi gelombang. Dalam hati Ayu Chandra
heran. Bukankah ia telah menyerahkan Mangkuningrat
beserta anak buahnya untuk dihukum" Kenapa mereka
masih datang dengan pasukan yang bersenjata lengkap"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Umbul Songo segera memerintahkan laskar
Blambangan siap. Bende segera dibunyikan. Tanda
adanya perang. Kepanikan segera terjadi. Bukan hanya
di Lateng. Tapi juga di beberapa kota termasuk
Sumberwangi. Para wanita sibuk mencari anaknya yang
sedang bermain, kemudian dibawa berlari. Penghubung
dari kota ke kota lain seluruh wilayah Blambangan
bertebaran memberitahu penduduk akan datangnya
musuh. Kedai-kedai segera tutup setelah mendengar
pengumuman Umbul Songo supaya mengungsi. Para
selir dan putri-putri mangkuningrat pun pergi mengungsi.
Juga Pangeran Mas Alit. Tapi Ayu Chandra enggan
mengungsi. Ia mengambil senjatanya dan maju. Tapi
Andita segera mendekatinya. Ia menasihatkan agar
Paramesywari bertahan di Srawet bersama Surendra.
"Andita, kita sudah masuk pada masa akhir. Kenapa
takut?" "Tidak boleh semua punah. Itu sebabnya Yistyani dan
Tantrini pergi. Bukan takut, Yang Mulia. Jika kita kalah
sekarang, peperangan harus ada yang melanjutkan.
Kalah dalam satu pertempuran bukan berarti peperangan
harus selesai. Perang akan berjalan terus."
Paramesywari membenarkan. Ah, dalam keadaan
terjepit ternyata Andita masih memiliki kecerdasan.
Dengan iringan seorang pengawal khusus oleh Andita ia
menuju ke pertahanan Surendra dan Gandewa. Untuk
kemudian ia mengikuti jalannya pertempuran hanya dari
laporan-laporan orang Andita.
Sempat ia mengutus beberapa orang ke daerah
Malang di mana keturunan Surapati; Melayu Kesuma dan
Wiranegara II bertahan. Ia ingin bekerja sama dan
mendapat bantuan dalam keadaan terjepit seperti ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun peperangan kian menghebat. Utusan itu belum
kembali. Kabar pun tiada.
Siang dan malam tidak ada hentinya. Melihat
temannya mati oleh peluru Blambangan, laskar Bali
makin marah. Ternyata korban berjatuhan dari kedua
belah pihak. Umbul Songo yang tua itu terus memberikan
semangat pada laskarnya untuk maju dan menembak.
"Jangan mati dengan tanpa menyadari datangnya
kematian ini. Mari kita songsong dengan penuh
keberanian," Umbul Songo terus bicara sambil terus
menembak. Satu-satu orang mati dari tangannya.
Laporan gugurnya Haryo Dento di pertempuran laut
membuat Umbul Songo berhenti menembak buat sesaat.
Sekali lagi ia ingat. Senja telah tiba. Sebentar akan
berganti malam. Haryo Dento telah memasuki malam
terlebih dulu. Tembakan meriam makin mengguntur. Yang dari
Blambangan ataupun Bali. Sebentar-sebentar kilat
membelah awan. Gerimis mulai turun untuk mengawali
hadirnya hujan. Sesaat ia ingat Baswi. Andaikata tak
dibatasi sempitnya waktu, mungkin ia akan meminta
Baswi turun bersama laskarnya. Ah... tidak! Ia berbantah
sendiri. Tak perlu berbagi derita dengan anak angkatnya.
Biarlah ia damai di atas gunung yang biru.
Tembakan tidak juga berhenti meskipun hujan telah
menjadi lebat. Asap masih belum bersih di udara
Blambangan. Sawah, ladang, juga musnah oleh api
cetbang. Umbul Songo kehilangan sabar. Ia menyerbu
semakin, maju mendekati suara tembakan meriam. Tak
tahan melihat Blambangan punah. Peluru telah habis.
Juga anak panah. Ia cabut tombaknya. Tapi sebuah
peluru merobek kulitnya. Langkahnya terhenti, tangannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memegang dada yang robek. Seorang laskar Bali
mendekat. "Panglima Umbul Songo?"
Mata Umbul Songo semakin nanar. Tapi ia tidak lupa
itu suara Ngurah Tantra. Namun ia tidak lagi mampu
berkata-kata. Hanya karena ia seorang panglima, ia
mampu mempertahankan dirinya untuk tetap berdiri.
Ngurah semakin mendekat di sela suara tembakan.
"Aku yang memimpin mereka, panglima ampuni aku.
Kita bersahabat. Tapi dalam peperangan tidak ada
sahabat." Umbul Songo merasa semakin perih mendengar itu.
Air hujan membuat lukanya semakin sakit. Dan
sahabatnya telah dekat benar. Suaranya lebih
menyakitkan dari pelor yang bersarang dalam dadanya.
"Blambangan telah jadi pengkhianat. Mengundang
VOC. Karena itu aku datang untuk membunuh semua
pengkhianat!" Drubiksa! Umbul Songo mengumpat dalam hati. Ia
kumpulkan sisa tenaga yang ada. Dan dengan satu
gerakan kilat yang tidak terduga sama sekali oleh
Ngurah, Umbul Songo menghunjamkan tombak
kesayangannya ke jantung Ngurah.
"Drubiksa!!" Ngurah hanya sempat mengumpat.
Sesaat kemudian rebah memegang tangkai tombak
Umbul Songo yang tertancap di dadanya.
"Kita akan sama-sama menutup mulut untuk selama-
lamanya." Umbul Songo sempat tersenyum. Namun
kemudian tertelungkup memeluk bumi.
Berita kematian Umbul Songo sampai ke telinga
Andita. Ia menjadi amat geram. "Jangan patah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semangat!" katanya. "Kita pertahankan setiap jengkal tanah kelahiran kita!"
"Menyerah berarti mati! Maju lebih baik!" Andita terus bicara untuk memberi semangat.
Satu demi satu pahlawan Blambangan gugur. Wituna
menyusul Umbul Songo. Tersungkur mencium bumi
selamanya. Singamaya juga. Tanpa mampu mengucap
selamat berpisah buat anak-istrinya.
"Mereka tidak lagi kenal damai." Andita kemudian
memerintahkan semua orang berpakaian putih.
Agung Keta marah ketika sadar mendapat perlawanan
dari orang Blambangan. Apalagi setelah berhadapan
dengan pasukan yang berpakaian putih. Mereka siap
mati. Dan menganggap ini perang puputan. Di satu pihak
ia melihat laskarnya sendiri gugur dengan jumlah ribuan.
Dihantam meriam, cetbang, dan pelor. Lebih
membuatnya mendidih adalah kematian Ngurah di
tangan orang yang sudah renta.
Dua hari kemudian Ayu Chandra dilapori bahwa
Andita telah gugur dengan pakaian putih. Hatinya
tersibak. Blambangan kehabisan pimpinan. Istana
dijarah-rayah oleh orang-orang Bali. Diratakan dengan
tanah. Juga sawah dan ladang yang tersisa dibakar
tanpa ampun. Cuma hujan yang menolong sebagian
sawah yang tersisa. Sebagian orang yang selamat meninggalkan
peperangan dan mundur ke Puger. Yang lebih malang
adalah nasib wanita yang masih tersisa. Mau tak mau
harus menjadi budak nafsu laskar yang menang.
"Harus dicegah!" Ayu Chandra berkata.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak bisa, Yang Mulia. Mereka sudah menjadi
seperti binatang," Surendra menerangkan.
"Aku yang akan mencegahnya."
"Berbahaya, Yang Mulia. Laskar kita kalah jumlahnya."
"Jika benar Agung Keta pemimpin mereka, maka aku
sendiri yang akan mengusir mereka. Jika aku gagal,
menyingkirlah." "Hamba akan kawal..."
"Jangan, Surendra! Tak guna. Aku tak pernah berbuat
sesuatu untuk Blambangan. Aku takkan balik ke Bali. Aku
akan bangunkan kembali Blambangan."
Dengan tanpa dapat dicegah Ayu Chandra naik ke
punggung kudanya. Di bawah sanggurdi terselip bedil
dan keris. Gagah. Cantik. Ah...
sebenarnyalah ia wanita mengagumkan. Surendra
hanya sempat mengaguminya sekilas.
Laskar Bali segera menyongsong Ayu Chandra.
"Mana pemimpin kalian" Pergi! Jangan halangi aku!"
Ayu Chandra membentak. Pemimpin regu maju. Ia terbahak-bahak melihat
wanita menyeruak ke tengah peperangan dengan tanpa
teman. "Mencari aku" Hah... aha... haha... Kau wanita cantik,
mau jadi istriku" Bekas istri siapa kau seperti satria?"
"Drubiksa! Mana Agung Keta" Kau lihat pending ini"
Aku putri raja Mengwi. Kalian wajib dihukum mati."
Pemimpin regu itu menjatuhkan diri dengan badan
gemetar. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ampun, Yang Mulia."
"Cepat beri tahu Agung Keta, aku datang."
Pemimpin regu itu segera berlari mencari Agung Keta.
Juga yang lain-lain. Sedang Kuda Ayu Chandra maju terus melangkahi bangkai demi bangkai. Manusia dan binatang. Laki dan perempuan. Bau busuk mulai tercium dari mayat Umbul Songo. Ayu Chandra melelehkan air mata yang segera dihapusnya sendiri. Tidak!! Aku tidak boleh menangis.
Mayat Andita juga ia temukan dekat reruntuhan istana.
Dengan pakaian serba putih. Ah... Andita siap mati. Ia telah pertahankan kejayaan terakhir yang dimiliki Blambangan. Tapi tak mampu. Tak urung Ayu Chandra mengeluarkan air mata lagi. Tapi dihapusnya kembali.
Keindahan telah tiada. Tamansari juga telah tiada.
Ukir-ukiran cerita Dewi Tari pun punah. Dewata telah mengirimkan Rama untuk menghukum Rahwana. Bali juga telah menghancurkan Blambangan walau sudah membunuh Mangkuningrat. Lebih kejam dari cerita Ramayana.
Agung Keta mendatangi Ayu Chandra yang sedang memandangi reruntuhan istana. Hatinya berdesis.
Sementara ia berdiri di belakang Ayu Chandra. Sampai beberapa saat hatinya berdesir. Namun kemudian menyapa,
"Ampun, Yang Mulia, hamba menghadap."
"Siapa yang bertanggung jawab, Keta?" Ayu Chandra menggunakan sisa kewibawaannya.
"Hamba, Yang Mulia. Atas perkenan Sri Maha Prabu."
"Kau tidak bohong" Seorang raja yang bijak tidak akan memusnahkan puluhan ribu kawula yang tidak berdosa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Aku tidak percaya Yang Maha Mulya Cokorda Dewa
Agung mempunyai keputusan seperti ini. Ini soal nyawa,
Keta. Soal kehidupan. Kau tidak takut pada hukum karma
yang bakal menimpa dirimu" Lihat! Mereka mampus
seperti anjing kurap. Mereka tidak berdosa! Juga anak-
anak dan wanita. Kalian lebih jahat lagi dengan
menjarah-rayah apa yang menjadi milikku."
"Ampun, Yang Mulia."
"Baik. Tapi kau harus bangunkan kembali istana
milikku. Aku tidak mau kedinginan. Setelah itu kau harus
segera meninggalkan Blambangan. Kalau tidak, ingat
Dewata tidak akan mengampunimu. Aku akan
menuntutnya di hadapan Yang Maha Mulia."
"Ampun... hamba akan kerjakan semua titah Yang
Mulia." "Aku sudah menyerahkan Mangkuningrat untuk
dibunuh. Kenapa kalian masih menuntut kawula
Blambangan yang tidak berdosa itu" Keta, kau harus
segera perintahkan laskarmu untuk membakar mayat-
mayat ini, atau melemparkannya di laut biar dimakan
oleh ikan-ikan raksasa."
"Hamba, Yang Mulia."
Berita lumatnya Blambangan telah dilaporkan pada
Cokorda Dewa Agung di istana Mengwi. Suasana sunyi
di saat penghadapan agung diadakan secara mendadak.
Semua punggawa dan juga wakil-wakil masyarakat hadir.
Termasuk Abubakar (Sesudah tahun 1723 Surabaya
kalah maka mereka banyak mengungsi termasuk ke Bali.


Tanah Semenanjung Karya Putu Praba Drana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Memang orang-orang Bali selalu memberi tempat pada
pelawan Belanda. Dan orang-orang Surabaya ini
umumnya muslim. Mereka mengangkat pimpinan yang
biasanya diundang ke istana untuk dimintai pendapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
demi kemajuan kerajaan) sebagai pemimpin orang
muslim, yang banyak tinggal di kota-kota.
Angin berlalu meniup api kehidupan. Sehingga api
yang menyala selama raja berkuasa itu bergoyang
seperti perawan menari. Patih Dewa Rake tertunduk
memandang kalacakra hitam yang menghias permadani
merah di bawah kakinya. Sedang Sri Prabu mengamati
setiap yang hadir. Semua mendung. Ia rasakan angin
yang masuk menyapu semua-mua itu membawa bau
bangkai dari laut. Bangkai orang Blambangan. Bangkai
adik iparnya sendiri. Tiada seorang pun memandang wajahnya.
Keheningan merajai suasana. Sampai pandita istana,
Bedande Ida Bagus Golah, membunyikan giring-giring
tanda pertemuan dimulai. Sri Prabu sadar dari semua
lamunannya. Ia kebaskan semua sesal. Ia tegakkan
tubuhnya yang terkulai lemah di singgasana.
Dewa Rake mendongak pelan ketika diminta
laporannya oleh Sri Prabu. Ujung kumisnya tertunduk
seperti basah kehujanan. Ia memang amat sedih dengan
lumatnya Blambangan. Ia selalu teringat pada adindanya
Ayu Chandra. Maka kemudian ia melaporkan bahwa ia
telah menangkap dan memecat Agung Keta dari
jabatannya sebagai menteri muka Mengwi. Di samping
itu ia mengusulkan agar Mengwi menangani Blambangan
yang tanpa pimpinan itu. Dan ia mengusulkan agar Wong
Agung Wilis dikirim kembali ke Blambangan. Dengan
alasan ia sangat dicintai kawula Blambangan dan ia
seorang bijaksana. Hening beberapa bentar setelah laporan patih itu.
Kemudian Sri Prabu menebar pandang. Juga menoleh
pada tokoh Islam Tuan Abubakar dan pada Bedande
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Golah. Bahkan Sri Prabu segera bertanya karena mereka
semua diam, "Bagaimana, Yang Suci?"
Wilis" ulang Golah dalam hati. Hati orang itu berdesir.
Tapi kemudian jawabnya, "Wilis memang seorang
perkasa. Tapi masih ingatkah kita beberapa tahun lalu"
Berapa kepala berjatuhan di tangannya. Apakah ia
brahmana, satria, bahkan saudagar..."
"Baiklah," Sri Prabu memotong. "Jika memang Wilis dianggap terlalu keras maka aku minta Dinda Patih
menunjuk lainnya saja."
Dewa Rake mengalah. Semua orang takut pada
brahmana. Ia mengakui keberanian Wilis yang berani
membunuh pandita istana. Kemudian Dewa Rake memutuskan mengirimkan
Gusti Murah Kabakaba dan Kuthabedhah untuk
membantu Paramesywari Blambangan membangun
kembali Blambangan. Mereka akan dibantu oleh tujuh
puluh dua mantri yang akan ditunjuk dalam waktu dekat.
Keputusan ini disetujui oleh semuanya termasuk
Golah. Sri Prabu minta pada patih supaya itu segera
diberitahukan pada Ayu Chandra dan pelantikannya
supaya segera dipersiapkan.
Setelah pelantikannya Kuthabedhah dan Gusti Murah
Kabakaba berangkat ke Blambangan bersama tujuh
puluh dua mantri bawahannya. Sesampainya di
Blambangan ia melapor dan menguraikan tugas yang ia
pikul pada Ayu Chandra. "Apa yang kalian harapkan lagi dari Blambangan yang
remuk ini?" Ayu Chandra menunjukkan kejengkelannya.
"Kesetiaan Blambangan pada Mengwi," jawab Murah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kami tidak bisa membangun dengan
mempersembahkan upeti."
"Setidaknya kami menjaga agar Blambangan tidak
menjadi pijakan VOC untuk menyerang Bali."
"Baik. Jika benar demikian aku tidak keberatan."
Mereka meninggalkan istana Ayu Chandra yang tidak
layak lagi disebut istana. Kemudian mereka mendirikan
sendiri perumahan-perumahan untuk kedua orang
pembesar Mengwi dan tujuh puluh dua orang anak
buahnya. Pertama kali mereka membayar orang-orang
Blambangan dalam membangun tempat mereka. Tempat
itu lebih bagus dari istana Ayu Chandra yang hidup
dalam kemiskinan. Langkah itu tentu menyebalkan hati
Ayu Chandra. Tapi ia memang tidak berkutik terhadap
tingkah orang Bali tersebut.
Langkah kedua mengejutkan Ayu Chandra. Mereka
telah memanggil Mas Anom dan Mas Weka, ipar dari
Mas Alit ke rumah mereka. Kedua orang itu nampak
kurus dan pucat. Kumisnya tak terawat. Keduanya dijamu
makan sekenyangnya. Gusti Murah dan Kuthabedhah
memamerkan kekayaan mereka. Karena itu mereka
mengharap keduanya mau bekerja sama dengan Gusti
Murah. Dan tawaran itu langsung diterima oleh Mas
Anom yang memang tidak tahan lagi hidup susah.
"Apa yang harus kami kerjakan?"
"Menghubungi para bekel dan buyut untuk setia
kembali pada kami." "Akan kami kerjakan."
Begitulah selanjutnya Mas Anom dan Mas Weka
terbebas dari kelaparan. Ia kemudian sibuk menghubungi
para bekel dan buyut untuk tunduk kembali pada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemerintahan Mengwi. Diikuti oleh penempatan para
mantri yang tujuh puluh dua orang itu ke desa-desa di
hampir setiap sudut Blambangan.
Langkah berikut lebih mengejutkan lagi. Mas Anom
dan Weka mulai mendatangi orang-orang yang masih
dianggap kaya untuk dapat membantu pembiayaan para
mantri dan para pejabat Bali yang ada di Blambangan.
Sekadarnya. Yang tidak memberatkan. Dan karena takut,
mereka tidak bisa menolak. Untuk itu, Mas Weka dan
Mas Anom akan diangkat menjadi kepala punggawa.
Keenakan-keenakan yang diterima oleh kedua orang
itu membuat mereka mau mengerjakan perintah apa saja
yang dikeluarkan Kuthabedhah maupun Gusti Murah.
Semakin dekat, semakin terikat. Karena kerja merekalah
tujuh puluh dua mantri bisa ditempatkan tersebar di
seluruh Blambangan, dan tentu itu menjadi beban bagi
bekel (pimpinan pedukuhan) dan buyut di daerah-daerah
tersebut. Setelah mulai mapan kedudukan orang-orang Bali itu
permintaan mereka menjadi bertambah. Semua bersikap
seperti raja-raja kecil. Baik man-tri-mantri yang di desa-
desa. Tidak peduli lagi mereka. Mereka mulai
menghendaki wanita-wanita. Dengan suatu dalih bahwa
mereka tidak beristri selama di Blambangan. Ada yang
lebih menyakitkan, kadang mereka masuk ke rumah
orang yang punya anak atau istri cantik dan langsung
mereka ambil. Demikian pula halnya Gusti Murah dan Kuthabedhah.
Mereka minta pada Mas Anom dan Weka untuk
membujuk putri-putri Mangkuningrat yang masih perawan
itu untuk menjadi istri mereka. Jika tidak bisa maka
kepala mereka akan gugur ke bumi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedua orang itu kebingungan. Jika mereka
menyampaikan permintaan ini langsung pada Ayu
Chandra, tentu wanita itu akan menghardiknya. Maka
mereka memutuskan untuk membujuk Mas Ayu Bali dan
Mas Ayu Telaga yang sedang kembang menjadi remaja.
Keduanya sering meninggalkan rumah dan pergi ke
Srawet. Walau Ayu Chandra dekat dengan putri-putrinya,
tapi ia membebaskan putrinya keluar. Kadang memang
mencari bahan makanan. Kedua orang itu sering menemui mereka di
perjalanan. Tentu mereka juga membagi makanan pada
kedua gadis itu. Pendekatan demi pendekatan
menjadikan mereka akrab karena memang masih
kerabat. Juga tanpa setahu ibunya mereka sering
menerima hadiah berupa makanan dan pakaian dan juga
perhiasan dari Gusti Murah dan Kuthabedhah. Kemudian
hari selanjutnya anak-anak remaja itu tidak lagi pergi ke
Srawet atau hutan-hutan untuk mencari kayu. Weka
mengajak Mas Ayu Bali ke rumah Gusti Murah, sedang
Mas Anom yang mengajak Mas Ayu Telaga ke rumah
Kuthabedhah. Dan memang sudah diperunding-kan
sebelumnya. Makanan maupun kinang atau kapur sirih di
rumah keduanya diberi candu.
Hari pertama mereka pulang dengan tanpa kejadian
apa-apa. Tapi siapa yang pernah merasakan candu
maka ia akan menginginkannya untuk yang kedua dan
ketiga dan seterusnya. "Kinang di sini rasanya lain," kata Mas Ayu Bali pada Gusti Murali suatu hari. Ia sudah berani datang sendiri.
"Memang kinang semacam itu hanya dimiliki orang-
orang kaya di Bali." Gusti Murah tertawa.
"Jika sehabis makan sirih di sini badanku segar."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hari-hari berikutnya Gusti Murah makin pelit.
Dikatakan belum ada kiriman dari Bali. Hingga suatu hari
badan Ayu Bali lemas semua. Seluruh sendi rasanya
lemah. Ia tak sanggup pulang.
"Aku akan berikan sirih semacam itu, tapi kau harus
mau jadi istriku." Remaja itu tak kuasa menolak. Dan untuk hari
selanjutnya kedua gadis itu tidak pulang lagi ke rumah
ibunya. Ayu Chandra marah bukan kepalang. Ia datangi
Gusti Murah dan Kuthabedhah. Tapi Ayu Chandra
melihat kenyataan sendiri, anaknya tidak mau pulang.
0oo0 Kekecewaan demi kekecewaan harus ditelan oleh Ayu
Chandra dengan tabah. Kenyataan bahwa kawulanya
menjadi kian menjadi miskin. Panenan harus dibagi
dengan orang-orang Bali yang tidak pernah bekerja di
sawah itu. Apalagi setelah kedua putrinya yang masih
remaja, jatuh ke tangan orang-orang Bali. Semula ia
heran kenapa anaknya tidak mau pulang" Karena tidak
kuat lagi hidup dalam kemiskinan" Namun akhirnya ia
tahu bahwa anaknya sudah makan candu. Maka ia
kemudian mengawasi Mas Ayu Tunjung dengan agak
ketat. Kejutan lagi bagi Ayu Chandra ialah mendaratnya
kapal dagang milik Cheng Bok dan milik orang-orang
Inggris di Sumberwangi atas perkenan Mengwi dan Gusti
Murah. Ia mengumpat dalam hati. Orang-orang Bali telah
memung-gunginya. Maka kemudian kebenciannya
memuncak. Sehingga ia mengubah namanya menjadi
Nawangsasi. Tidak lagi menggunakan nama Bali.
Di tengah kesulitan untuk mendapatkan makan sehari-
hari dan memikirkan langkah orang-orang yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengecewakannya itu, ia dikejutkan dengan kunjungan
Tantrini, istri Wilis. Ia peluk wanita itu. Dan Nawangsasi
menangis sejadi-jadinya. Kemudian ia ceritakan seluruh yang terjadi atas
hidupnya. Tantrini menceritakan pengalamannya.
"Di Raung ada perkubuan?"
"Ya. Dan yang menjadi pemuka di sana seorang
memuda bernama Wilis. Ia adalah anak Yistyani. Ia
mengatakan Blambangan menghadapi bahaya yang
lebih besar dari yang datang dulu. Bukan dari Bali tapi
VOC. Karena itu Yistyani akan turun ke Lateng ini untuk
membantu Yang Mulia."
Ayu Chandra termangu mendengar itu semua. Anak
Andita bernama Wilis" Naluri kewanitaannya menangkap
lain. Yistyani tak pernah mencintai Andita, tapi Wilis.
Mungkin sekali ia anak Wilis. Tapi ia segera menutup
semua kecurigaannya itu dengan sebuah harapan kecil.
Bianglala di ufuk senja. Tantrini kembali ke Raung. Dan ia kemudian
membujuk Ayu Tunjung untuk mengikutinya. Sebab ia
kasihan. Blambangan tak bisa lagi menjadi tempat untuk
mendidik anak, kata Tantrini. Dan itu disetujui oleh Ayu
Chandra. Aku harus membangun kembali laskar Blambangan.
Karena itu aku harus mengikat Surendra dan Gandewa.
Aku sekarang tak punya uang untuk menggaji mereka.
Tapi aku akan mengikat mereka dengan cara lain.
Keputusan itu ia perun-dingkan dengan Yistyani waktu ia
sudah datang bergabung padanya.
Mereka berdua bertekad menghadapi orang-orang
Bali dengan cara tersendiri pula. Karena walau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nawangsasi bisa membunuh mereka dengan
menggerakkan Surendra atau Gandewa, mereka akan
menanggung pembalasan dari Mengwi.
Karena itu mereka mulai menjalankan pemerintahan
berdua. Dan memerintahkan Surendra memanggil Cheng
Bok dan kemudian Hendrik pedagang Inggris. Waktu
Cheng Bok masuk Yistyani heran. Sudah tua orang ini
sebenarnya. Tapi ternyata ia lepas dari pemburuan
Andita dan Wilis. Bahkan sanggup memenjara atau
mungkin sudah membunuh Wilis.
"Yang Mulia penguasa Blambangan" Sri Ratu?" tanya
Cina itu dalam bahasa Blambangan yang lancar.
Matanya yang sipit berkedip-kedip.
"Bukan. Sri Ratu sedang ke asrama laskar kami. Dan
menunggu hasil pembicaraan kita. Bila gagal mencapai
kata sepakat maka kami akan membunuh Tuan dan
merampasi semua kekayaan Tuan."
"Yang Mulia tidak usah mengancam seperti itu. Kami
sudah mendapat izin dari Gusti Murah. Dan kami sudah
seizin Mengwi."

Tanah Semenanjung Karya Putu Praba Drana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ini adalah Blambangan. Murah bukan penguasa di
sini." Cheng Bok terkejut mendengar itu. Ia mengira dengan
tiadanya Wilis ia sudah akan aman menguasai
Blambangan. Ia melihat wanita ini yang pernah
diceritakan Martana dulu. Masih ayu juga. Tapi kerasnya
ancaman ini. Pasti bukan kosong.
"Baiklah. Apa maksud Yang Mulia."
"Tuan harus mengembalikan bandar pada kami. Juga
tanah kerajaan yang Tuan ambil dengan tidak sah."
"Itu perampasan!" Cheng Bok terkejut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Itu hak kami!"
Diam sebentar. Di luar pendapa laskar bersenjata
tombak mondar-mandir. Tak menakutkah Cheng Bok.
Tapi yang berbedil itu"
"Baiklah. Tapi ketahuilah, Yang Mulia, kami bersama
laskar Inggris. Mereka setiap saat bisa bergerak kemari
melindungi kami____"
"Mengancam?" "Sebenarnya kita tak perlu bersitegang, Yang Mulia.
Kami ada usul, bandar tetap di tangan kami tapi bukan
milik kami. Artinya kekuasaan atas bandar itu- tetap
Blambangan, dan kami adalah pengelola. Dengan
pembagian hasil, tiga perempat untuk kerajaan dengan
syarat kami bebas berniaga. Tuan Hendrik akan bantu
membangunkan tembok perbentengan untuk menjaga
keamanan bandar." Yistyani tercenung sebentar. Cheng Bok bicara lagi
"Kami akan membantu pembangunan kembali
Blambangan. Yang Mulia saat ini memerlukan banyak
biaya untuk membangunkan kerajaan. Jika kami
membantu itu akan berjalan lebih cepat dari rencana
Yang Mulia." Gila! Yistyani mengumpat dalam hati. Tentu saja
Blambangan hancur, orang ini begitu cerdas. Tentu!
Tentu orang ini telah menghancurkan Wilis dengan
tangan Mengwi. Maka setelah melalui pertimbangan
matang ia menerima usul Cheng Bok. Ternyata Cheng
Bok tidak menipu. Istana mulai dipugar. Begitu juga rumahnya. Setelah
sebulan dari perundingan itu laskar Surendra dan
Gandewa menerima gaji kembali. Nawangsasi gembira
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
luar biasa. Ini hasil yang pertama yang bisa mereka raih.
Walau gaji yang diberikan Yistyani itu belum sebesar
dulu. Tapi ini sudah menolong mereka dari kemiskinan
yang menjerat. Waktu Hendrik sendiri memeriksa pemugaran istana
Nawangsasi sempat menemuinya. Betapa terkejut
Hendrik waktu bersua Nawangsasi. Cara berpakaiannya
tidak seperti sudra. Walau hidup dalam kemiskinan,
tubuhnya tidak sekotor orang Blambangan yang ia temui
di Sumberwangi. Bahkan boleh dikata terlalu bersih
sebagai pribumi. "Yang Mulia Ratu?" ia bertanya dalam bahasa
Blambangan yang belum lancar. Bahkan terdengar agak
gagu. Matanya yang biru menembus langsung ke mata
Paramesywari. "Paramesywari. Ada adik suamiku yang lebih berhak
atas tahta Blambangan." Hati Nawangsasi berdebar
dipandang begitu rupa. Tubuh jangkung dan bulu-bulu
kuning di tangannya yang mengeluarkan otot menarik
perhatiannya. Gaya bicara dan berjalannya bebas.
Tertawanya tidak ditahan-tahan. Tidak seperti Cheng Bok
yang penuh kepalsuan. "Tapi adik Yang Mulia tidak pernah berbuat apa-apa.
Tidak pandai. Kenapa tidak ambil saja kekuasaan dan
atur negeri ini. Toh kami bantu Yang Mulia. Kami ada
kerja sama." Ayu Chandra tersenyum mendengar itu. Bukan main,
mereka telah mengetahui persoalan keluarga sekalipun.
Ia sadar, sedang berperang dengan tanpa senjata. Kini ia
tidak mempunyai laskar yang kuat. Ia hanya punya
kecerdasan dan keperempuanan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku senang sekali mendengar itu. Apakah Tuan
dapat membantu aku dalam mengatur perniagaan"
Artinya Tuan sekarang memegang jabatan syahbandar
Blambangan. Supaya kami mendapat hasil yang lebih
besar dari yang diberikan Cheng Bok."
"Gembira sekali." Hendrik menyalami tangan
Nawangsasi. Ia tak dapat mengelak waktu tangan
Hendrik meraih tangannya kemudian mencium tangan
itu. Suatu hal yang tak pernah terjadi atas hidup
Nawangsasi. Menimbulkan perasaan aneh.
"Tapi jangan marah, Yang Mulia. Kami dan Cheng Bok
telah bekerja sama lama sekali. Jadi jika soal tambahan
pendapatan kami akan menambahinya dari hasil
perniagaan kami. Jangan khawatir, Yang Mulia."
Hendrik mengerti Nawangsasi banyak kali gugup
waktu berhadapan dengannya. Namun ia sendiri belum
pernah bersua wanita yang begitu menarik. Menurut
pendengarannya ia sudah punya empat orang anak. Tapi
wajahnya masih kelihatan muda dan segar. Karena itu ia
perintahkan orang untuk mempercepat pembangunan
istana Nawangsasi itu. Perabot yang dulu tak pernah
dimiliki selama menjadi paramesywari telah pula ia
kirimkan. Juga perhiasan yang mahal-mahal sering ia
hadiahkan buat Nawangsasi.
Hati Nawangsasi mulai kembang. Persahabatannya
dengan Cheng Bok dan Hendrik makin hari makin baik.
Juga Yistyani telah memiliki rumahnya sendiri. Berdua
dengan Yistyani, Nawangsasi sadar bahwa apa yang
mereka peroleh dari pedagang Cina maupun Inggris
yang kian berkeliaran di Sumberwangi dan Lateng
tidaklah lebih besar dari hasil yang mereka keruk.
Mereka telah berdagang candu, madu, kulit macan,
rempah, dan macam-macam lagi. Tapi apa boleh buat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka harus menempuh jalan ini demi Blambangan dan
demi hidupnya sendiri. Ia juga tahu itu bisa mengundang marah Mengwi. Tapi
Mengwi sendiri telah merusak Blambangan. Bukan hanya
dengan laskarnya. Tapi Nawangsasi juga amat terluka
demi ingat kedua anaknya yang telah hilang hanya
karena candu. Candu yang diberikan orang asing. Dan
itu salah satu bahaya bila kita terlalu mengagumi semua
yang datang dari asing. Begitu pendapat Yistyani.
Bahkan Yistyani telah berulang menasihatinya, agar
menjaga jarak dengan orang-orang asing itu. Yistyani
menceritakan bahwa Cheng Bok yang tua itu telah
berulang merayunya untuk mau diajak ke tempat tidur.
Tapi pengalaman Yistyani membuatnya mampu
membentengi diri. Hati Nawangsasi berdebar ingat itu.
Hendrik sekarang bukan hanya mencium tangannya
waktu berpisah. Sebab sekarang hampir dua hari sekali
Hendrik mengunjunginya ke istana. Hendrik sekarang
mencium pipinya. Nawangsasi tak bisa tidur waktu
Hendrik melakukan yang pertama. Tidak seperti waktu
berhadapan dengan suaminya dulu, atau Andita,
Surendra, ataupun Gandewa.
Hendrik makin lama tidak bisa menipu diri sendiri.
Hatinya terpaut oleh kemanisan wanita pribumi itu. Walau
ia tahu ditolak secara aneh. Suatu hari ia menawari
Nawangsasi memeriksa perbentengan bandar. Tak
pantas sebagai penguasa tidak pernah -melihat bandar.
Lagi pula malam itu ia akan mengadakan pesta
sekadarnya. Sehubungan dengan selesainya
pembangunan pagar perbentengan. Ia sendiri
menjemput ke Lateng dengan kereta istimewa. Berkuda
dua. Tapi Nawangsasi menolak kereta itu. Ia sengaja
memamerkan kebolehannya berkuda di hadapan lelaki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bule itu. Membuat orang itu kian kagum. Luar biasa,
desisnya. Sepuluh orang pengawal ia bawa. Mereka
berkuda di belakang. Sedang Hendrik memacu kudanya
berjajar dengan Nawangsasi.
Nawangsasi melihat tembok perbentengan dari luar.
Cukup kokoh, pikirnya. Ada menara pengawasan di
sudut-sudutnya. Pintu perbentengan terbuka ketika ia
dan pengawalnya datang. Sederetan orang asing bule
dan sipit menyambutnya dengan hormat. Setelah
semakin masuk perbentengan ia mendengar musik riuh.
Tak ia mengerti makna dan keindahannya.
Ia diajak naik ke panggung atas, sedang penga-wal-
pengawalnya dijamu di bawah. Di atas panggung sini ia
melihat banyak wanita dan lelaki bule sedang menari
bergandengan. Berdansa barangkali. Sementara ia
melintas semua berhenti untuk menghormatinya.
Kemudian Hendrik mengajaknya ke ruangan sebelah.
Terbuka dan menghadap laut. Rembulan mulai muncul
dari Pulau Bali. "Mana istrimu?"
"Belum. Aku belum punya istri."
"Ya" Lelaki Blambangan seumur kau sudah punya
empat atau lima." Disambut dengan tertawa. Setelah itu mereka mengadakan pemeriksaan keliling.
Sambil menanyakan biaya pembangunan dan
sebagainya. Nawangsasi hanya geleng kepala kagum
mendengar biaya yang dikeluarkan. Seteklah* itu Hendrik
mengajaknya makan bersama-sama tamu lainnya.
Nawangsasi juga bertanya dalam hati, berapa jumlah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
uang yang dikeluarkan untuk menjamu tamu sekian
banyak" "Kita sudah jenuh dalam perbentengan ini, Yang
Mulia. Mari kita melihat-lihat laut dari kapal pribadiku,"
ajak Hendrik setelah makan.
"Kapal pribadi?"
"Ya. Kapal yang aku pakai sekadar untuk melihat-lihat
dunia. Bukan untuk mengangkut barang."
Luar biasa kekayaan pemuda ini, kata Nawangsasi
dalam hati. Ia kemudian melihat pengawalnya. Sedang
makan dan... Ayu Chandra berdesir melihat itu. Pengawalnya telah
ditemani wanita-wanita cantik. Ah... wanita-wanita
Blambangan dibeli untuk menemani mereka. Ia jadi ragu.
Tapi senyum Hendrik mematahkan semuanya.
Tangannya dibimbing menaiki tangga kapal. Juga di
geladak mereka juga berjalan bergandengan. Dari atas
geladak itu ia memang bisa menikmati keindahan
purnama. Ia juga bisa melihat tanah kelahirannya, Bali.
"Blambangan memang cantik sekali. Eh... kita minum."
Tanpa menunggu jawaban Hendrik sudah melangkah.
Kembali dengan botol minuman dan dua buah gelas.
Sambil tersenyum ia menuang satu sloki dan
memberikannya pada Nawangsasi.
"Apa ini." "Tentu Yang Mulia belum pernah meminumnya. Ini
arak dari Inggris. Mari kita rayakan pendirian Benteng ini.
Demi kejayaan Blambangan dan Paramesywari."
Mereka minum bersama-sama satu gelas. Baunya
harum. Tidak seperti arak orang Blambangan. Kemudian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka berjalan-jalan sambil melihat keindahan kapal.
Ada kamar makan di dalamnya. Akhirnya mereka
berhenti di situ. Minum lagi. Dan lagi beberapa gelas
tanpa dapat ditolak. Tubuh Nawangsasi seperti
melayang. Ringan. "Aku mau pulang."
"Hari sudah larut malam." Kembali Ayu Chandra dalam
bimbingan. Masuk kamar. Suatu tempat tidur dengan
alas permadani di hadapannya.
"Tuan...." "Yang Mulia terlalu cantik. Aku cinta..." Ciuman
hangat. Badan ringan. Tapi kepala pusing. Membuat
Nawangsasi tak berdaya____
0oo0 Tembok tinggi putih mengelilingi Batavia. Gedung-
gedung yang juga berwarna putih berjajar di tepi jalan
yang membujur dari utara ke selatan. Tidak seperti kota-
kota kerajaan Jawa. Di sini kelihatan rapi. Bahkan
Kartasura juga tidak dapat membandingi keindahan
Batavia ini. Jika malam tiba, lampu-lampu minyak dipasang dalam
jarak yang sama menerangi sepanjang jalan raya. Seolah
tiada kegelapan. Tak seperti Blambangan. Juga rumput-
rumput di jalan tidak dibiarkan tumbuh. Bandar Batavia
adalah yang teramai di Jawa. Semua kapal Eropa yang
mengangkut rempah harus berlabuh di sini. Kecuali kapal
milik Inggris. Di tengah kota Batavia terdapat sebuah gedung besar
yang juga dikelilingi tembok putih. Dari gerbang menuju
gedung ini terhampar halaman luas ditumbuhi rumput
yang terpangkas rapi seperti permadani yang sengaja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dihamparkan di taman luas. Dari gerbang ke gedung itu
juga terdapat jalanan yang bersih dan kiri-kanannya
ditanami bunga sedap malam.
Prajurit berkulit putih berjaga di tepian gerbang. Tidak
jauh dari situ terdapat sebuah rumah kecil. Rumah itu
dipergunakan untuk istirahat bagi prajurit yang selesai
atau belum mendapat giliran jaga. Pakaian mereka pun
berwarna putih dengan tanda-tanda kebesaran yang
terbuat dari logam kuning sehingga berkilau-kilau ditimpa
sinar mentari. Gedung tempat tinggal gubernur jenderal VOC, Petr. A
lb. Van der Para, saat itu nampak lebih ramai dari


Tanah Semenanjung Karya Putu Praba Drana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

biasanya. Sang Gubernur Jenderal duduk di atas
singgasana dengan dihadapi oleh dua belas orang
anggota direktur termasuk anggota Dewan Hindia, serta
beberapa orang komisaris. Baju abu-abu yang diberati
tanda-tanda pangkat dan jabatan, terbuat dari bahan woll
buatan Inggris, membuat ia selalu berkeringat. Walau
selalu ada beberapa wanita muda pribumi duduk di kirj-
kanannya sambil mengipasinya. Terus tanpa henti.
Mereka adalah gadis pilihan di daerah masing-masing
yang sengaja dipersembahkan oleh para raja atau adipati
yang takluk pada VOC. Ada di antara mereka yang
bertugas khusus menghapus keringat Gubernur Jenderal
dengan sapu tangan. Hal mana membuat iri para komisaris dan anggota
Dewan. Tapi apa mau dikata" Gubernur Jenderal adalah
mahadewa dibumi jajahan. Menentang Gubernur
Jenderal akan pulang ke Nederland dengan membawa kemiskinan atau
ditenggelamkan di dasar laut seperti Susan istri Untung
Surapati. Sampai-sampai pembuatan taman yang paling
indah milik Van der Para pun tiada yang menggugat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siapa yang tak menghitung pembangunan taman itu"
Tentu keringat pribumi yang tertumpah di sana. Ah...
harga dari suatu kekalahan.
"Tuan-tuan, kesalahan kecil waktu kita menolak
Mangkuningrat dulu telah membuat kita sekarang
menyesal. Inggris telah bercokol di sana. Dan mereka
berdagang ampium dengan Bali. Harga mereka lebih
murah dari kita. Maka di sana juga ramai dengan
pedagang Cina yang membeli ampium itu," Van der Para
bicara sambil mengelus kumisnya yang terawat rapi.
"Kita gempur saja!" usul Yohanis Vos, "Lalu kita tempatkan kompeni di sana."
"Usul yang baik," sambut Para. "Tapi untuk itu kita harus susun rencana yang rapi." Kemudian Para berdiri
dan berjalan mendekati dinding. Di situ sudah disiapkan
sebuah peta Jawa bagian timur. "Memang cuma
Blambangan yang belum kita kuasai. Padahal daerah ini
amat subur. Setelah kami pelajari, katanya bisa menjadi
gudang beras. Betul begitu?"
Anggota Dewan mengiakan. Dengan kayu kecil sepanjang setengah depa ia
menunjuk peta tanah semenanjung Blambangan. Seraya
katanya lagi, "Kita tidak boleh melepas gudang-gudang makanan.
Sedangkan daerah pesisir yang tidak menghasilkan
beras dan gula, kita sewakan pada Cina. Itu berarti akan
menambah pemasukan kita."
Semua anggota Dewan kagum pada Van der Para
yang memang cerdik. Itulah rupanya yang membuat ia
menjadi gubernur jenderal yang paling lama di Batavia,
dibanding pendahulunya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Cina dan Inggris telah juga menguasai perdagangan
gula di Blambangan. Kita harus mencegahnya." Ia
kembali ke tempat duduknya. Suara gemerincing
terdengar ketika ujung pedangnya menyentuh lantai
waktu berjalan. Sebelum menurunkan perintah penyerangan itu maka
Van der Para mengadakan perubahan susunan
kepemimpinan dalam VOC. "Apa hubungannya peperangan di Blambangan
dengan penggantian gubernur Surabaya?" tanya seorang
komisaris. "Peperangan hanya bisa dimenangkan oleh pikiran
yang segar. Walau mesiu dan granat bertumpuk di
gudang di Batavia ini, tapi tak punya kepala apa artinya
semua itu" Seorang yang terlalu lama tinggal dalam
ketegangan, perlu diragukan kemampuan berpikirnya."
Saat itu juga Dewan mengumumkan bahwa sesuai
Surat Keputusan Gubernur Jenderal, Yohanis Vos
menjadi gubernur Surabaya.
Setelah itu Para memberikan petunjuk-petunjuk kerja
pada Y. Vos supaya berbaik pada raja-raja di Jawa Timur
untuk mendapat bantuan waktu menyerang Blambangan.
Setelah timbang terima jabatan Gubernur Semarang
dan Surabaya, Maka Y. Vos segera mengurus
penggantian H. Berton, pejabat lama gezaghebber
Surabaya. Gubernur lama, Van Ossenbech sangat
terkejut dan kecewa. Vos dianggapnya tergesa dan
kurang bijak. Namun karena sudah tahu sebelumnya ia
segera melakukan perjalanan keliling ke bupati-bupati
pesisir dan minta persembahan yang bernilai.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
J. Vos tak peduli sikap pendahulunya. Bersama E.
Coop A Groen ia melangkah cepat. Mereka segera
menyusun serangan ke Blambangan, setelah mendapat
surat perintah dari Gubernur Jenderal di Batavia.
Groen segera mengundang para bupati untuk
mengadakan pesta di Surabaya. Maka berkumpullah
saat itu bupati Surabaya, Sumenep, Pasuruan, Gresik,
Bangil, Probolinggo dan Sidayu.
Setelah basa-basi, maka mulailah Groen berpidato.
"Persahabatan kita dalam bahaya. Karena
Blambangan telah bersekongkol dengan Inggris. Ini tidak
bisa diselesaikan kecuali dengan menyerbu
Blambangan." Para bupati berbisik satu dengan yang lain. Mereka
tahu bahwa mereka akan dilibatkan satu dengan lainnya.
Melihat mereka saling bisik Groen berkata lagi. Tapi
persoalan lain. "Maafkan kami. Memang masakan yang disajikan di
sini semua daging babi." Ia tertawa. Para bupati menjadi
pucat. Bupati Sumenep hampir saja marah. Untung ada
di antara mereka ada yang tidak segera makan. Mereka
masih sempat memilih telur bebek rebus. Keparat! Bupati
Probolinggo mengumpat dalam hati. Cuma dalam hati. Ia
juga harga suatu kekalahan.
"Dalam peperangan ini para bupati tidak perlu
berangkat bertempur. Tapi kami minta bantuan kapal-
kapal perang beserta awaknya," Groen menambahkan.
"Iblis!" Cokronegoro dari Surabaya mengumpat dalam
hati. Surabaya pun kalah dari VOC, sehingga dengan
hati berat mereka menyerahkan kekuasaan bandar pada
seorang kapten Cina, Buhi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Peperangan akan dipimpin oleh Panglima
Troponegoro. Sedang Pangeran Cokronegoro dari
Madura kami beri kehormatan untuk memimpin laskar
Surabaya dan Madura sendiri. Pangeran akan
didampingi oleh Raden Panji Suriadiningrat dan Raden
Kertayuda." Ratusan kapal armada gabungan Belanda berlayar
dengan sorak-sorai yang gegap-gempita. Namun
sorakan mereka berhenti, di lepas pantai Panarukan
mereka diserang badai luar biasa besar. Hujan badai
mengamuk dengan tanpa bisa diatasi. Beberapa kapal
yang berusaha menepi malah dihempaskan gelombang
ke pantai Panarukan. Teriakan putus asa dari berbagai
bahasa terdengar sayup di pantai.
Doa terdengar dari segala agama. Yang Kristen dan
yang Islam. Semua berdoa minta diselamatkan dari hujan
badai itu. Tapi sepertiga dari armada mereka tidak
selamat. Troponegoro, sempat mendarat di pantai
Meneng dengan lebih dulu melakukan tembakan meriam.
Semua mereka mendarat dalam keadaan basah kuyup.
Berita pendaratan itu segera terdengar oleh
Kuthabedhah, juga Gusti Murah. Maka segera ia
memerintahkan setiap lelaki Blambangan untuk
berangkat bertempur di Jember, Situbondo, dan
beberapa daerah pesisir lainnya.
Mendengar itu Mas Anom segera memberi tahu Mas
Alit. "Dewa Bathara, akhirnya kompeni datang juga!" Mas
Alit gelisah. "Jangan khawatir, Kanda. Hamba telah mengirimkan
Bapak Anti ke Surabaya justru untuk menjadi petunjuk
jalan kompeni." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hai..." "Jangan khawatir, Kanda. Laskar yang hamba
kerahkan bukan untuk berperang dengan kompeni. Tapi
untuk berpura-pura."
"Kau..." "Ya, Kanda. Hamba sudah terlalu muak terhadap
orang Bali. Lagi pula hamba sudah merasa berdosa pada
Kanda Paramesywari. Ayu Bali dan Ayu Telaga menjadi
budak nafsu Gusti Murah dan Kuthabedhah, karena
hamba yang menyerahkannya."
Sementara itu Troponegoro dengan penunjuk jalan
Bapak Anti, bergerak terus mengalahkan Panarukan.
Penjarahan mereka lakukan sepanjang perjalanan.
Laskar Madura membunuh semua lelaki yang mereka
jumpai. Penduduk, bergesa mengungsi.
Kuthabedhah memimpin sendiri peperangan itu. Dia
menyambut musuhnya di Kali Tepakem, setelah kompeni
merebut Candi Bang. Waktu melihat bendera musuh,
Kuthabedhah memerintahkan laskarnya menyerbu. Tapi
apa yang terjadi" Orang demi orang, kelompok demi kelompok, orang
Blambangan yang bersembunyi di semak belukar
melarikan diri dari peperangan. Orang Bali memang
mengarahkan tembakan ke laskar musuh. Tapi
pertempuran menjadi tidak seimbang. Korban mulai
berjatuhan. Mendengar laporan dari teliknya Gusti Murah menjadi
geram. Dan ia memutuskan bertempur dengan laskar
Bali sendiri. Ia mengerahkan laskarnya ke Kali Tepakem
untuk bersatu dengan Kuthabedhah. Tapi gerakan
laskarnya tertahan di Hutan Kepanasan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pertempuran berjalan seru. Korban berjatuhan dari
kedua belah pihak. Namun Kuthabedhah yang di Kali
Tepakem kehabisan bahan makanan. Maka ia
memerintahkan laskarnya yang telah kelaparan untuk
mundur kelompok demi kelompok. Ia bergabung dengan
Gusti Murah. Sementara itu Mas Anom bertahan di Loganta, jauh
sebelah utara kota Lateng. Bersama dia saat itu,
Wasengsari, Puspaningrat, Mas Ularan, dan Mas Weka.
Bersama laskarnya mereka tidak menembakkan pelor
sebutir pun. Sambil berjaga-jaga mereka menunggu
isyarat dari Bapak Anti. Cukup lama. Beberapa hari
kemudian saat yang mereka tunggu itu datang juga.
Bapak Anti bersama Komandan Blanke memasuki
Loganta. Dan melihat itu Puspaningrat mengangkat
bendera putih tinggi-tinggi. Laskar Belanda bersorak
melihat penyerahan diri mereka. Sambil memuntahkan
peluru meriam ke udara karena girangnya.
Para pemimpin Bali bersedih mendengar
pengkhianatan itu. Kuthabedhah dan Murah Kabakaba
memutuskan untuk mundur dari Hutan Kepanasan dan
menyerbu ke Loganta. "Lelaki Bali dilahirkan untuk berperang!" Murah
memberi semangat pada laskarnya.
Dengan tidak takut sedikit pun mereka beringsut
mundur sambil menembak menuju ke arah Loganta. Dan
Loganta menjadi ajang pertempuran yang hebat.
Pasukan gabungan ditambah laskar Blambangan
melawan laskar Bali yang kecil. Namun korban dari
pasukan gabungan tidak kecil. Lima hari lebih orang-
orang Bali masih saja menembak dengan gigih. Itu
membuat Blanke marah dan ia memerintahkan orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Blambangan memenggal kepala Murah dan
Kuthabedhah sebagai bukti bila mereka memang setia
pada Belanda. Pemimpin laskar Bali yang juga telah kehilangan
banyak orang dan mesiu, menarik mundur laskarnya
sampai di Lopangpang. Di sini lelaki dan perempuan
menyiapkan diri untuk bertempur. Tanpa mengenal lelah
mereka menyusun batu-batu besar sebagai perisai.
Mereka akan bertempur sampai peluru terakhir.
Namun laskar Bali ini tak sempat istirahat. Pasukan
Mas Anom mengejar dan menembaki kubu mereka
dengan meriam. Mas Anom memang benar-benar
bernafsu membunuh mereka karena dendam yang tidak
terhapuskan. Semangat laskar Bali yang begitu tinggi membuat
laskar gabungan dan laskar Mas Anom mengundurkan
diri. Tiap orang Bali yang gugur tidak pernah merintih.
Tapi mereka selalu memekik, "Dirgahayu Mengwi!"
Kuthabedhah bernapas lega. ketika tembakan musuh
berhenti. Kemudian ia mencari teman-temannya. Tapi
betapa terkejut demi dilihatnya Murah Kabakaba telah
terkulai tanpa nyawa di balik perkubuannya. Kemudian ia
memeriksa lainnya. Semua orang telah mati. Dan ia
teringat istri dan anak-anaknya. Anakku" Panggilnya.
"Ya... Bapak...," tiga orang anaknya menyahut
berbareng. Mereka berempat berangkulan. Kuthabedhah melepas
rangkulannya. Kemudian melirik Mas Ayu Telaga,
berlumuran darah dengan bayi dalam gendongannya.
Tubuhnya jadi gemetar. Tapi ia tetap berkata,
"Satria Bali, pantang menyerah, Nak."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tapi kita tak melihat mayat Wayan Kotang" Di
mana?" Kuthabedhah tahu, Wayan menyelamatkan diri. Tapi
bagi mereka tidak ada jalan mundur. Daripada menyerah
maka berempat memilih jalan mati di tangan sendiri.


Tanah Semenanjung Karya Putu Praba Drana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika Mas Anom datang maka ia memenggal kepala
yang sebenarnya sudah menjadi bangkai.
0oo0 Laporan tentang gugurnya orang-orang Bali dan
pengkhianatan Mas Anom serta Bapak Anti telah
didengar oleh Yistyani. Juga Nawangsasi.
"Mereka datang dengan kekuatan yang besar. Tiada
guna melawan dengan kekuatan yang belum tertata."
Yistyani menerangkan pada Surendra dan Gandewa.
Maka ia memutuskan sementara akan mundur.
Nawangsasi memilih ikut mengungsi daripada
menerima tawaran Hendrik untuk kawin dan tinggal di
luar negeri. Hendrik menawarinya tinggal di Bengkulu.
Dan kala laskar gabungan masuk Lateng maka Lateng
kosong ditinggal mengungsi oleh seluruh penduduknya.
Berita yang kemudian diterima oleh Nawangsasi, Hendrik
memang melarikan diri dengan kapalnya. Tapi Babah
Cheng Bok kali ini ketiban sial. Ditangkap dan digiring ke
Surabaya dengan jalan darat.
Belanda mendirikan beberapa benteng di Blambangan
untuk memperkuat kedudukannya.
Sementara itu di ibukota Mengwi orang mengelu-
elukan Agung Wilis yang telah melumatkan Lombok. Dan
seperti janji Dewa Rake padanya, maka ia mendapat
hadiah sebuah puri dah seorang istri. Wanita tercantik di
Mengwi, Gusti Ayu Ratih. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun puri dan istri tidak menggembirakan hatinya. Ia
tetap rindu melihat tanah airnya. Melihat anak-istrinya.
Berita jatuhnya Lateng ke tangan Belanda sungguh
menyedihkan hatinya. Suatu hari istrinya Ratih mendesak supaya ia memberi
tahu kenapa selalu kelihatan susah.
"Wong Agung tidak suka padaku?" Ratih menjadi
kesal. Wilis gugup mendengar pertanyaan itu.
"Aku kurang cantik?" lagi wanita itu mendesak.
"Setahuku tak ada wanita secantik engkau. Tapi
ingatlah, sudah empat tahun aku terpisah dari anak-istri.
Dari negeri yang menyusui aku. Ratih, permintaanku
tidak banyak, aku ingin kembali membangun negeri yang
porak-poranda itu." "Kanda bukan lain, aku sendiri yang meminta agar
Wong Agung tetap di sampingku. Bukankah aku sudah
mengatakan waktu kau berangkat bertempur dulu?"
"Jadi kau..." Wilis memandang istrinya.
"Ya, aku cinta Wong Agung. Apakah aku ditolak?"
Wilis tahu persis menolak Ratih berarti hukuman mati
Dewa rake. Maka ia harus memakai siasat baru. Hari-hari
berikutnya ia mengubah sikapnya. Kemudian setelah ia
mengubah siasat ia mulai dapat mengirimkan berita pada
laskar Surendra. Hatinya makin kembang kala mereka
mengirim berita bahwa akan tetap setia pada Wilis. Dan
setelah itu Surendra menyampaikan berita dari Wilis itu
pada Nawangsasi dan ke Raung. Semua orang menjadi
gembira. Dan ketika orang-orang Blambangan
mengirimkan gambaran lengkap tentang keadaan
negerinya maka Wilis memberanikan diri menghadap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dewa Rake. Ia menyatakan keinginannya menyerbu
Blambangan. Tentu saja patih Mengwi itu heran. Dia menjawab
bahwa kini Mengwi tidak punya uang untuk
menyeberangkan Wilis dan tidak punya biaya untuk
membiayai peperangan. Dengan tersenyum Wilis
menerangkan bahwa ia akan menyeberang sendiri
bersama beberapa pengawalnya. Tidak perlu biaya
perang. Karena ia akan membangunkan orang
Blambangan sendiri untuk melawan Belanda.
"Jika itu sudah menjadi tekad Yang Mulia, maka tiada
keberatan hamba. Tapi berpamitlah dulu pada Ratih.
Sebab ia sedang hamil muda."
"Dewa Bathara!!" Wilis kaget. "Kenapa ia tidak
bicara?" "Meskipun istri Yang Mulia mengandung, tapi jika niat
untuk memukul VOC begitu besar maka hamba
menyetujui. Tapi ingat, tanpa biaya, tanpa laskar."
"Terima kasih, Yang Mulia. Hamba akan tetap
berangkat." "Hamba akan melapor pada Sri Prabu."
"Terima kasih, Yang Mulia, hamba akan bertemu Ratih
lebih dulu." Suka cita besar menguasai hatinya ketika ia
meninggalkan gedung pratanda muka. Ia menyusun
jalan-jalan Mengwi menuju purinya. Banyak mata
mengikutinya dengan kagum. Seorang gagah yang
mampu menghancurkan Lombok di saat seluruh
panglima lainnya gugur. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kenapa kelihatan begitu gembira?" tanya Ratih waktu masuk rumah. Sambil tersenyum Wilis menghampiri
istrinya. Ia angkat tubuh Ratih tinggi-tinggi.
"Kau akan punya anak, Ayu" Kenapa kau tak bilang?"
Wanita itu menjerit-jerit girang, bahagia. "Aku merasa
bahagia," Wilis menyambung lagi.
"Sungguh?" "Tidak percaya?"
"Dari mana Yang Mulia tahu?"
"Dewa Rake." "Aku bahagia mengandungkan benih seorang
pahlawan." "Bukan. Aku bukan pahlawan sekarang. Jika aku
pahlawan tentunya aku sekarang tidak di sini. Tapi di
Blambangan." Wajah Wilis mendung. "Kau cinta aku"
Aku pahlawan?" Naluri wanita itu mengerti apa makna ucapan Wilis. Air
matanya meleleh. Tapi ia mengangguk.
"Nah, jika kau cinta aku, biarlah aku berangkat perang.
Aku akan persembahkan kemenangan buatmu. Buat
anakmu." Wilis meraba perut istrinya. Wanita itu
merebahkan kepala didadanya.
0oo0 Gubernur Surabaya J. Vos di Surabaya gembira sekali
mendengar jatuhnya Lateng ke tangan VOC. Karena itu
ia segera memerintahkan pembangunan benteng Banyu
Alit sebagai pusat dari seluruh benteng yang didirikan
VOC di seluruh Blambangan. Ia mengangkat Blanke
sebagai komandan benteng itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan giat orang-orang Madura membangunkan loji-
loji untuk VOC. Tembok-temboknya dibangun meniru
benteng di Batavia. Sedang Mas Anom diangkat oleh
VOC menjadi tumenggung di Blambangan. Blanke
meminta lima puluh orang pribumi untuk bekerja di loji-loji
tiap harinya. Tidak berhenti sampai di situ. Mas Anom harus
mempersembahkan kambing dan lembu setiap hari untuk
makan tentara pendudukan. Dan Mas Anom tidak bisa
berkata lain. Inilah harga dari kerja sama dengan laskar
asing. Bahkan Mas Anom hampir tidak tahan ketika
Blanke meminta Mas Anom mempersembahkan anak
gadisnya. Gadis ini menangis sejadi-jadinya.
"Jika kau mengasihi orang tuamu, maka relakanlah
dirimu," Mas Anom membujuk anaknya. Ia teringat waktu
membujuk Ayu Bali dan Ayu Telaga untuk
dipersembahkan pada penguasa Bali. Inikah hukum
karma" Istrinya juga ikut membujuk perawan itu.
Masih dalam tangisan ketika anak perawan itu diantar
Mas Anom ke loji Blanke pada malam harinya. Sebab
Blanke berpesan bila malam ini tidak dipersembahkan
maka... ancaman. Orang tinggi besar itu sedang duduk di
kursi malas dengan mengenakan celana pendek waktu
dia masuk. Blanke langsung melompat kegirangan. Di
depan mata orang tuanya Blanke menggendong
perawan itu seperti menggendong boneka. Mas Anom
menahan hatinya sambil menggigit bibirnya.
"Itu ambil bungkusan uang dan surat keputusanmu
jadi tumenggung. Selamat malam," kata orang itu
membawa anak Anom ke pembaringan. Air mata Mas
Anom berkaca-kaca. Ia teringat Wilis yang pernah
berkata dalam salah satu keterangannya:
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setiap pasukan pendudukan harus dibayar dengan
penjarahan terhadap harta dan wanita milik kawula.
Dalam pada itu wabah yang pernah berjangkit di
Mengwi, menyerang Blambangan juga. Mungkin saja
karena debu musim kemarau yang hinggap di makanan
maka penyakit ini timbul. Tapi para tabib kemudian
menduga lalat yang begitu banyak menjadi
penyebabnya. Tapi jelas kematian satu disusul oleh
kematian lainnya. Dan itu justru terjadi di daerah loji
VOC. Blanke panik melihat kematian yang begitu banyak.
Dalam satu hari anak buahnya susut enam atau lima
orang. Ketika ia sendiri mulai demam, ia panggil Bapak
Anti. Bapak Anti menerangkan bahwa dewa orang
Blambangan sedang marah karena kurang sajian.
"Kenapa orang Blambangan tidak kasih sajian?"
"Mereka telah menjadi amat miskin. Setiap hari harus
menyembelih kerbau dan lembu dan kambing."
"Kowe keberatan?" Blanke melotot.
"Ti... tidak, Tuan."
"Kasih tahu orang Blambangan, suruh kasih sesaji
pada dewanya." "Baik, Tuan, terima kasih."
Keesokan harinya Blanke sendiri mati. Dan dari tiga
ribu orang kompeni yang ditempatkan di Blambangan
yang tersisa cuma tiga puluh orang saja.
Gubernur segera menggantinya dengan komandan
baru: A. Van Riyke. Komandan ini lebih teliti dan ia
memerintahkan membakar semua hutan yang di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalamnya bertumpuk bangkai sisa perang. Ia juga
memerintahkan patroli laut secara teratur.
0oo0 Malam begitu gelap kala orang-orang Blambangan
yang di Bali karena melarikan diri atau mencari nafkah di
Bali mengikut Wilis untuk menyeberang ke Blambangan.
Kompeni sama sekali tidak menduga bahwa ribuan
perahu-perahu nelayan yang mendekati pantai seperti
gelombang itu berisikan manusia bersenjata bedil,
panah, dan tombak. Dan pendaratan dilakukan di
berbagai tempat sepanjang pantai. Ada yang di Muncar,
Grajagan, Ketapang. Benteng Ketapang yang dijaga cuma sedikit orang
ditundukkan dengan tanpa mengeluarkan banyak suara.
Puluhan penjaganya sedang terlelap karena lelah setelah
seharian melakukan peron-daan. Cuma dua orang
penjaga yang mondar-mandir disergap oleh laskar yang
tidak mereka kenal. Hanya sebentar saja, semua orang
yang dalam benteng itu disembelih. Kini moncong
meriam benteng Belanda tidak lagi menghadap laut. Tapi
ke arah darat. Wilis memerintahkan supaya meriam-
meriam itu tidak digunakan bila tidak ada perintahnya.
Dari arah barat laskar Surendra pun bergerak. Sedang
dari arah selatan bergerak Gandewa. Semua bergerak
menuju ke Lateng. Kala Wilis membuka tembakan
meriam yang pertama ke arah kota Lateng, komandan
tentara Belanda dan Mas Anom menjadi amat terkejut.
Orang-orang Belanda menjadi panik. Musuh tidak
kelihatan. Akibatnya ratusan tentara Belanda menembak
dengan membabi-buta. Komandan tentara Belanda mengumpat. Tapi
umpatan itu tidak lama. Sebuah peluru meriam jatuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tepat di sisinya. Tubuhnya menjadi lumat berkeping-
keping. Pasukan Belanda di Lateng panik. Mas Anom dan
keluarganya segera melarikan diri. Takut dihukum oleh
orang-orang Bali. Laskar Wilis bergerak seperti
gerombolan serigala liar. Penyembelihan terhadap
Belanda terjadi lebih disebabkan karena pelampiasan
dendam kesumat. Sebagian pasukan kompeni berusaha
lari ke Benteng Banyu Alit. Tapi sayang benteng ini pun
sudah terkepung rapat oleh laskar Wilis.
Malam itu juga Lateng jatuh ke tangan Wilis. Sorak
kawula gemuruh menyambut kemenangan Wilis.
"Dirgahayu, Yang Mulia. Dirgahayu, Yang Mulia."
"Dirgahayu!" Wilis membalas. Di saat itu dua orang
wanita menguak kerumunan manusia.
"Wong Agung!" dua wanita itu memanggil. Ia menoleh.
Di bawah sinar obor ia melihat Yistyani dan Nawangsasi.
"Yang Mulia!" teriak Wong Agung Wilis.
Dua wanita itu memeluk Wilis.
"Mana anak-anakku dan istriku, Yistyani" Juga
anakmu?" "Mereka semua di Raung. Wilis kini menjadi pemuka."
"Jagat Pramudita."
"Ya. Cita-cita kita tak akan pernah berhenti, sekalipun
kita nantinya akan mati."
Kemudian mereka menuju istana.
"Kau Surendra" Tetap gagah."
"Pangeran juga masih gagah," Surendra membalas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Yistyani dan Yang Mulia, uruslah istana. Hamba akan
pukul Sumberwangi." \
Surendra menggerakkan laskarnya ke Sumberwangi.
Perahu-perahu nelayan yang berjumlah ribuan kini siap
mencegat kapal-kapal VOC yang sedang bersauh di
Sumberwangi. Meriam mereka menyalak. Tapi dibalas
dari darat oleh orang-orang Wilis. Di samping itu perahu-


Tanah Semenanjung Karya Putu Praba Drana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perahu nelayan merubung sehingga menyulitkan
gerakan kapal-kapal VOC yang besar itu. Setelah dua
hari dikepung, komandan Belanda di Sumberwangi yang
anak buahnya tinggal tujuh orang mengibarkan bendera
putih tinggi-tinggi. Semua kapal Belanda dapat dirampas
sekalipun harus mengorbankan ratusan orang yang
gugur. Satu per satu benteng Belanda di seluruh wilayah
Blambangan jatuh ke tangan Wilis. Mulai dari Panarukan,
Situbondo, Bondowoso, dan Jember semua tidak
bertahan menghadapi serbuan Wilis. Tinggal satu yang
bertahan, Benteng Banyu Alit.
Kemenangan Wilis didengar di mana-mana. Juga di
Bali. Semua orang mengaguminya. Termasuk Gusti Ayu
Ratih. Sementara peperangan di Banyu Alit tidak pernah
berhenti, Wilis mulai menata kembali pemerintahan di
Lateng. Memang berat. Tapi kawula sudah bertekad,
akan mendukung Wilis dengan sepenuh hati. Mereka
dengar betul-betul waktu Wilis berkata,
"Bukan mudah membangun negeri ini. Tapi orang
besar adalah orang yang mampu melihat keruntuhan dari
apa yang dibangunnya dan mendirikannya kembali di
atas puing-puing reruntuhannya. Nah, kita harus
mencoba membangunnya. Agar kelak anak-cucu kita
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tahu bahwa ada seorang nenek moyang mereka yang
telah bersimbah darah membangun bumi yang mereka
pijak." Nawangsasi juga mendengar itu. Ah... aku memang
bukan orang besar. Atau aku telah melakukan
kesalahan. Berusaha membangun suatu pekerjaan besar
dengan kaki goyah. Ya, ia memang goyah, karena tidak
tahan hidup dalam kemiskinan yang terus-menerus.
Sekarang ia mau melupakan masa lalunya itu. Ia
sadar bahwa ia harus belajar berdiri tegak. Ia juga
melihat Mas Alit tidak berani mendekati Wilis. Dan kini ia
melihat Wilis juga tidak punya uang. Tapi mampu
membangun pagar tembok kota yang telah diruntuhkan
meriam laskar Mengwi. Ia melihat laskar Wilis tidak kelaparan walau Wilis
tidak membayar mereka. Bahkan sekarang
pembangunan benteng sudah hampir selesai. Sesudah
itu Wilis merencanakan pengepungan terhadap Benteng
Banyu Alit diperketat. Paramesywari minta supaya diberi
kesempatan untuk memimpin laskar Blambangan.
Semula Wilis keberatan. Tapi karena Nawangsasi
mendesak maka ia tidak bisa berbuat sesuatu untuk
melarang. Semangat laskar Blambangan memuncak waktu
melihat Paramesywari memimpin langsung peperangan
itu. Satu-satu kompeni berusaha menembus kepungan
untuk melarikan diri. Sebagian dari mereka tidak tahan
hidup dalam benteng dengan makan seadanya. Namun
kepungan itu begitu rapat. Setiap yang tertangkap
dipenggal kepalanya kemudian dilempar kembali ke
dalam benteng. Bahkan ada juga yang dibakar hidup-
hidup oleh laskar Blambangan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di saat begitu mereka tidak menghentikan tembakan-
tembakan kanon dan kadang meriam secara membabi
buta. Namun laskar Blambangan akhirnya membalas
juga dengan tembakan meriam ke benteng itu. Semua
orang dalam benteng itu berdoa. Berdoa! Meriam
Blambangan seolah mengguncangkan bumi. Dan tanpa
terduga sebuah tembakan meriam lagi meruntuhkan
dinding sebelah selatan benteng itu. Van Riyke,
komandan Benteng itu, tertimpa reruntuhan. Dan itu
membuatnya luka parah. Satu pertempuran tidak terpisah dengan pertempuran
lain. Saat itu Belanda memperoleh kemenangan di
Malang. Pangeran Singasari dan putrinya gugur. Sisa
laskar Surapati dan Surabaya juga porak-poranda
setelah Melayu Kesumo gugur. Gabungan tentara
Belanda yang menang itu tidak terus pulang ke
Surabaya. Mereka berjalan terus ke selatan dan timur.
Mereka menjadi sangat penasaran mendengar temannya
dibantai oleh Wilis. Berita jatuhnya Blambangan secara keseluruhan ke
tangan Wilis sangat mengejutkan Gubernur Jenderal di
Batavia. "Gila itu Wong Agung Wilis yang dikatakan
Mangkuningrat dulu" Masih hidup" Ah... Kenapa bisa
begitu, he" Terhadap pribumi biadab bisa kalah" Mereka
punya bedil dari mana?"
Anggota Dewan Hindia tak menjawab. Karena itu ia
segera memerintahkan perwakilan VOC di Surabaya
mengerahkan seluruh kekuatan yang ada. Termasuk
bantuan dari Mataram dan Madura.
Sorakan terdengar waktu api mulai membakar
Benteng Banyu Alit, atas perintah Nawangsasi. Ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertekad membakar hidup-hidup semua penghuni Banyu
Alit. "Dirgahayu Blambangan! Dirgahayu Paramesywari.
Dirgahayu Wong Agung Wilis!" mereka bersorak.
Namun sorakan itu tidak terlangsung terus. Karena
tiba-tiba tembakan kanon bahkan meriam berlangsung
dengan gencarnya. Pasukan gabungan kompeni telah
tiba. Nawangsasi mengirimkan berita jalannya pertempuran
pada Wilis. Dan waktu Wilis akan berangkat membawa
bala bantuan ke Banyu Alit, Yistyani mencegah.
Lalu" Wilis tidak mengerti. Mungkin saja Yistyani
cemburu" Tapi Yistyani mengatakan, perang masih akan
berjalan panjang dan lama. Karena itu Wilis harus
mengatur siasat dari belakang. Dan diputuskan Surendra
membawa pasukannya ke timur, Gandewa ke utara
untuk membantu Nawangsasi. Perang telah benar-benar
membakar tanah semenanjung.
Sebulan pertempuran belum menunjukkan gejala akan
mereda. Tapi suasana sudah berbalik. Bala bantuan dari
Mataram, juga Madura mengalir seperti semut.
Sementara itu Wilis sudah mengirim utusan ke Raung
untuk minta bala bantuan. Dan di Lateng orang
berbondong-bondong minta dipersenjatai. Laki-
perempuan siap mengangkat senjata.
"Blambangan atau mati!" teriak mereka.
Hati Wilis melambung karenanya. Ia merasa
mendapat kekuatan baru dari Hyang Durga. Mereka
yakin bahwa mereka pasti menang. Namun kenyataan
telah merisaukan hati Wilis. Laskarnya mulai terdesak di
mana-mana. Jember, Panarukan, Situbondo, dan terus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semakin menciut daerahnya. Laskar Wilis mundur terus.
Hutan demi hutan, kota demi kota jatuh ke tangan laskar
gabungan yang begitu banyak.
Wong Agung Wilis tersibak hatinya melihat
serombongan orang mengusung Nawangsasi. Tubuhnya
yang padat itu berlumuran darah.
"Drubiksa!" Gigi Wong Agung gemertak.
"Jangan marah, Wong Agung." Nawangsasi masih
mampu bercakap. "Mana Yistyani?"
"Dia juga berangkat perang."
"Wong Agung, semua sudah berakhir bagiku,"
Nawangsasi berkata pelan. "Aku telah kehilangan banyak
dalam hidupku. Bermula dari kehilangan hak memilih.
Untuk suatu tugas seperti Dewi Tari. Kemudian aku
kehilangan kebahagiaan karena ditolak oleh orang yang
kukagumi. Ingat kau, Yang Mulia" Untuk selanjutnya
kehilangan anak. Kekasihku. Terakhir aku kehilangan kehormat-anku
karena hidup dalam kemiskinan. Kini segalanya telah
hilang. Hilang juga milikku yang terakhir, nyawaku...
Wong Agung." "Ampunkan daku." Ia bersihkan luka yang berdebu.
"Kuatkan, Yang Mulia. Kita jelang hari esok yang
ceria." "Setiap orang ingin memperpanjang impiannya. Tapi
tak kurang-kurang karena mengejar impian itu orang
masuk dalam suatu babak yang paling kelam dalam
hidupnya. Aku orangnya. Aku telah melewati tiap liku
hidupku dengan tanggung jawabku sendiri. Kini kau
harus meneruskan langkahmu sendiri. Jangan hibur aku,
Wong Agung. Aku bukan sudra yang bodoh."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Seorang wanita mengagumkan. Hamba mengagumi
Yang Mulia sejak semula. Tapi karena beberapa hal
manusia harus tinggal dalam kepalsuan." Wilis membelai
rambut Nawangsasi. "Yang Mulia memang tidak
seharusnya di sisi Kanda Mangkuningrat. Ampuni aku...."
"Ahhhh... jangan hibur lagi! Saat terakhir ini, mari kita tanggalkan topeng kita."
"Tidak, Ayu Chandra... aku sudah menanggalkannya.
Di penjaraku. Karenanya kuatkanlah hatimu. Semangat
yang tinggi akan menumbuhkan kekuatan yang tinggi
pula." "Oh... Benarkah yang kudengar ini" Wong Agung, aku
merindukanmu, Wong Agung, peluklah aku! Wong
Agung..." Dua hari Nawangsasi mengerang karena panas.
Hyang Durga makin mencengkeram nyawanya. Dan
kemudian mencabutnya. Wilis makin kacau kala Yistyani juga tertembak.
Sendiri ia antar ke garis belakang.
"Jika aku mati, jangan berhenti. Peperangan harus
jalan terus." "Yis..." "Jangan bersedih. Hamba akan terus menuju Raung.
Mereka harus turun."
"Kita sedang terkepung dari segala penjuru. Jangan
lakukan itu." "Tidak, Kekasih. Badan masih kuat untuk bisa sampai
di Raung. Yang Mulia, ingatlah pemimpin yang lain,
termasuk Surendra, tidak akan berarti apa-apa tanpa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yang Mulia. Nah, Kekasih, selamat berperang.
Dirgahayulah. Hamba harus segera ke Raung."
Wilis mencium pipi Yistyani. Dan wanita itu pun
berangkat. Satu-satunya pemimpin laskar Wilis tertembak atau
gugur. Rusaknya suatu barisan juga ditentukan oleh
kemampuan pimpinannya. Juga dalam peperangan ini.
Tapi musuh memang menyemut. Mati satu datang
seratus. Tembakan makin mengganas. Wilis tidak
sempat berdiri. Karena dengan tiarap pun peluru
berdesing terus lewat kepalanya. Sekali dua ia
membalas. Dan dari sebelah menyebelahnya ia mendapat berita,
Gandewa gugur. Hati Wilis sedikit risau. Maka ia
memerintahkan agar seluruh pasukan bergerak mundur.
Dan mereka menembak terus sambil mundur ke Lateng.
Pada bulan ke tiga laskar Wilis dengan terpaksa
menyuruh laskarnya bertahan di belakang tembok
perbentengan Lateng. Peperangan makin tidak imbang. Senjata, jumlah
tentara, dan bahan makanan. Maka Wilis kian terdesak.
Mayat kian banyak. Musuh atau kawan. Wong Agung
Wilis tahu benar bahwa ia cuma dapat mengulur waktu
kekalahan. Tapi anehnya, Wilis tidak bisa dipaksa oleh
VOC untuk menyerah. Tembakan meriam tidak henti
menghantam Lateng. Karena Lateng sulit ditembus maka komandan
penyerangan, memerintahkan menutup jalur makanan
yang mungkin datang dari luar. Sekarang kepungan
dilakukan berlapis-lapis. Bahkan juga dari laut. Sambil
terus ditembaki. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Waktu pengepungan terhadap pasukan Wilis sudah
mencapai bulan ketiga, maka orang Blambangan benar-
benar kehabisan bahan makanan. Kepanikan telah
terjadi karena kelaparan. Wong Agus Wilis berpikir keras.
Laskarnya sekarang tidak mati oleh pelor lawan. Tapi
oleh karena kelaparan. Mereka mulai makan apa saja
yang bisa dimakan. Semua ternak sudah habis. Tidak
seekor ayam pun tersisa. Apalagi domba, kerbau, babi.
Bahkan anjing dan kucing pun punah sama sekali. Tikus
dan bekicot juga kadal pun tiada. Ular menjadi rebutan.
Akhirnya tidak seekor ular pun tersisa di Lateng.
Keadaan kian menyedihkan hati Wilis.
Maka Wong Agung Wilis kemudian mengumpulkan
semua penghuni kota Lateng. Ia memberikan
kesempatan bagi mereka yang ingin menyerah pada
VOC untuk pergi membawa bendera putih ke luar
perbentengan. Yang pertama melakukan tak lain adiknya. Ya,
adiknya sendiri. Mas Alit. Wilis memandang adiknya
sendiri dengan tajam. Tak masuk akalnya, seorang
pangeran menyerah. Kemudian diikuti beberapa ratus
orang ia keluar dengan bendera putih yang diangkat
tinggi-tinggi. Balatentara VOC bersorak melihat ini. Tapi Mas Alit
segera memperingatkan agar kompeni jangan terlalu
bergirang. Karena Wong Agung Wilis bersama beberapa
ribu pengikutnya belum menyerah.
Kini Wilis mengambil keputusan terakhir. Jika ia
bersama mereka maka semua yang tersisa ini akan
kelaparan. Mati pelan-pelan dengan menderita aniaya.
Maka ia panggil Surendra.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku akan menyerbu mereka nanti malam. Surendra.


Tanah Semenanjung Karya Putu Praba Drana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku akan mematahkan kepungan ini."
"Kepunganv ini berlapis-lapis, Yang Mulia. Jangan
lakukan itu sendiri."
"Aku akan lakukan dengan beberapa orang yang
masih kuat. Harus ada seorang Wong Agung Wilis
tertangkap oleh mereka agar kelaparan ini berakhir."
"Wong Agung akan menyerah?"
Wong Agung Wilis tersenyum. Bahkan tertawa.
"Tidak, Surendra. Tapi kita akan maju, semua orang
dengan pakaian yang sama dan mempunyai nama yang
sama. Wong Agung Wilis. Nah... kita mencoba. Siapa
yang berani, mari bersamaku."
Malam hari itu Wong Agung Wilis bersama ratusan
orang merayap keluar. Surendra terharu. Juga para
wanita menangis melihat pemimpin mereka melakukan
tindakan senekat itu. Perasaan haru membuat jumlah
orang yang mengikuti Wong Agung Wilis bertambah.
Kompeni tidak lagi sempat menembak dengan
serbuan mendadak ini. Korban berjatuhan lagi. Orang
Blambangan sangat nekat. Namun peperangan itu tetap
tak imbang. Karena yang satu pihak segar dan berjumlah
banyak. Dan karena itu jumlah korban tidak sama pula.
Berita peperangan diikuti bersama oleh setiap orang di
Mengwi. Mereka bersukacita waktu Wilis mendapat
kemenangan di mana-mana termasuk merebut Ibukota
Lateng. Ratih bahagia. Namun setelah mendengar adanya arus balik, maka
Gusti Ayu Ratih adalah orang paling sedih. Apalagi
setelah mendengar Wong Agung bertahan di Lateng
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selama lebih dari tiga bulan, dalam kepungan, kelaparan.
Ia menangis setiap saat. Wanita itu tak pernah keluar dari pura. Dan waktu ada
berita yang dibawa oleh budak-budak mengabarkan
bahwa Wilis tertangkap dan dibuang ke Banda, ia
pingsan. Orang segera membawanya kembali ke puri.
"Ratih, kau seorang satria. Apa kata orang jika
seorang satria tak mampu menerima kenyataan seperti
ini" Bukankah semua ada akhirnya?"
Masih saja menangis. "Dengar, Adikku. Jika kau bersedih terus, maka bayi
dalam kandunganmu akan berbahaya. Kau harus
menjaga agar bayi itu hidup terus. Kelak, dengar, Ratih,
kelak, anak itu akan meneruskan peperangan di
Blambangan. Dia akan jadi pahlawan! Ya, pahlawan
yang lebih besar dari bapanya. Nah, berbahagialah kamu
akan melahirkan seorang pahlawan."
"Hyang Dewa Ratu, benarkah itu?" Ni Ayu tersentak.
"Wong Agung orang besar. Anaknya akan lebih besar
lagi. Ibu manakah yang lebih berbahagia dari seorang ibu
yang melahirkan orang besar" Dan orang besar lahir dari
seorang yang berjiwa besar."
Senyum Ratih merekah kembali mendengar nasihat
kakaknya. Ia merasa anak dalam kandungannya kian
besar. Untuk menghibur diri ia selalu menyirami bunga
setiap hari. Ia pulihkan kembali keadaan taman seperti
ketika Wilis masih tinggal di situ.
Mentari memancar terang. Menghapus semua kabut
pagi di Mengwi. Gusti Ayu Ratih telah menyiapkan diri
dengan bokor yang berisi bunga-bunga, hendak ke pura.
Ia akan menghadap Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bedande, memohonkan berkat bagi anaknya yang
sebentar lagi akan lahir. Ia telah mengenakan pakaian
terbagusnya. Namun kala ia turun dari gerbang purinya, ia menjadi
sangat terkejut. Seorang lelaki dengan tubuh berselimut
debu memandangnya tajam. Ratih memperhatikan lelaki
yang berani itu. Hidungnya, kumisnya, mulut, kemudian
tubuh yang masih ada luka di beberapa bagian.
Para dayang ikut berhenti. Ikut memperhatikan. Ikut
terpatri dalam kebisuan. Sampai lelaki itu menyembah.
"Sembah buat Yang Mulia."
Bokor di atas kepala Ratih terjatuh demi mendengar
suara itu. Ia berlari mendekati lelaki itu.
"Benarkah ini Wong Agung?"
"Inilah hamba, Yang Mulia."
"Hyang Dewa Ratu..."
"Kecantikan Yang Mulia untuk selamanya. Itu yang
membuat hamba datang kembali."
"Dewa..." Ratih menubruk Agung Wilis. Menangis.
Untuk kemudian menarik tangan Wong Agung.
"Hyang Dewa Ratu..."
Kemudian mereka berjalan bergandengan masuk puri.
Kenapa tiba-tiba Wong Agung muncul di Bali"
Kalahkah ia dalam perjuangannya" Bagaimana nasib
Blambangan selanjutnya" Adakah yang meneruskan
perjuangan Wong Agung, atau ia akan kembali lagi untuk
merebut negerinya dari tangan VOC"
Bacalah semua jawabnya dalam Gema di Ufuk Timur
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selesai Mestika Golok Naga 3 Bahagia Pendekar Binal Karya Khu Lung Harimau Kemala Putih 1
^