Pencarian

Tanah Semenanjung 6

Tanah Semenanjung Karya Putu Praba Drana Bagian 6


daerah lagi. Pengawalan tidak terlalu istimewa. Bahkan
ia berkuda sendiri. Tidak berkereta. Dan yang lebih
mengejutkan, ia masuk ke asrama laskar darat dan laut
secara mendadak. Dari Teposono ia menerima laporan bahwa Wilis telah
melantik beberapa dhjaksa baru di depan patung Bathara
Guru dan Ganesya. Laporan juga menceritakan tentang
beberapa ratus perwira dan bintara yang meringkuk di
penjara-penjara rahasia menantikan pelaksanaan
hukuman mati. Teposono memohon agar Paramesywari
bisa tururt tangan untuk membebaskan mereka.
Satu lagi yang penting bagi Paramesywari. Wilis telah
menunjuk seorang yang bernama Andita menjadi
uppapati (penghubung raja dengan para di jaksa). Tidak
banyak orang kenal Andita. Apalagi asal-muasalnya.
Teposono sebagai kepala Dinas rahasia pun tidak tahu.
Ah... Wilis semakin sulit diamati.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun ia harus mengakui secara jujur Perniagaan
Blambangan kini jauh lebih maju dari sebelumnya. Walau
masih baru, ternyata Yistyani mampu menjadikan diri
seorang menteri yang disegani. Ia mampu menertibkan
kembali perniagaan yang rusuh karena pedagang-
pedagang besar sering menaikkan harga semau-mau.
Yistyani mampu mengendalikan harga-harga di pasaran
seluruh Blambangan. Seperti Kuwara Yana ia sering
anjangkarya. Tapi waktu begitu ia pergunakan untuk
bertatap muka dengan para pedagang dan menerangkan
apa yang dikehendaki kerajaan. Akhirnya semua sepak
terjang Yistyani mendorong Paramesywari untuk tahu
siapa Yistyani. Di sudut lain Paramesywari merasakan suatu
keganjilan baru. Setiap laporan yang ia kirimkan ke Bali
tak pernah mendapatkan jawaban. Ia juga tak pernah
menerima perintah baru dari Dewa Rake maupun Maha
Raja. Di samping itu ia berpikir jauh tentang laporan
Teposono yang terakhir. Bahwa Gede Wijaya, perwakilan
Mengwi di Lateng telah hilang dari rumahnya. Rumahnya
dirampok orang dan pengawalnya yang terdiri dari laskar
Blambangan yang berlencana Sriti ditemukan dalam
keadaan mati terbunuh. Aneh. Pasukan sandi yang terlatih, orang-orang
berlencana Sriti bisa mati terbunuh oleh perampok. Tidak
masuk di akal Paramesywari. Ketika ia panggil Umbul
Songo menjawab tidak tahu-menahu. Itu urusan
Teposono. Dan tanggung jawab Teposono.
Kecemasan mulai merambati hatinya. Ia harus
menemui Wilis. Sebelum orang itu mampu berbuat yang
lebih jauh. Bukan tidak mungkin kelak Wilis akan memiliki
kewibawaan melebihi dirinya. Sekarang ia bisa melihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
betapa nama Wong Agung Wilis telah menjadi buah bibir
di mana-mana. Baik, aku akan datang.
Kesejukan senja kali ini tidak ia pergunakan untuk
bermesraan dengan Baginda. Ia ingin segera
terjawabkan kecemasan hatinya. Ya... bukan tidak
mungkin pula Wilis berdiri di belakang hilangnya Gede
Wijaya. Karena mungkin saja Wilis sedang berusaha
melepas diri dari pengawasan Bali. Karena itu untuk
mengurusi suaminya ia perintahkan para selir.
Kewibawaan Mengwi lebih penting dari suaminya. Juga
kewibawaannya pribadi. Wilis terkejut, gopoh menyambut. Para dayang ia
perintahkan untuk menyongsong kedatangan
Paramesywari. Ternyata orang itu dalam kawalan Bagus
Tuwi. "Dirgahayu," Wilis menyembah. "Selamat datang," ujar Wilis kemudian dalam bahasa Sanskerta.
"Dirgahayu," balas perempuan itu juga dalam
Sanskerta. Bagus Tuwi cuma menjadi penonton setelah
Wilis juga memberi salam padanya. Ia juga membalas
dalam bahasa Blambangan. "Sungguh mengejutkan. Suatu kehormatan mendapat
kunjungan Paramesywari," Wilis merendahkan diri.
Paramesywari tersenyum. Pintar sekali anak ini, pikirnya.
Pintar menyenangkan hati orang. Tapi kemudian ia
membalas, "Akhir-akhir ini Blambangan penuh dengan kejutan."
Sederetan gigi putih berbaris di sela bibir tipis
Paramesywari. Seperti sederetan mutiara. Sebentar
kemudian melirik para dayang. Semua masih segar.
Buah dadanya belum ada yang melorot. Wilis mengikuti
lirikan itu. Hatinya berdebar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mana yang berkenan di hati Dinda?" Meluncur
pertanyaan Paramesywari. Wilis jadi kikuk. Diam tak menjawab. Tapi wanita itu
mengulangi pertanyaannya. Wilis kehilangan
keseimbangan untuk sementara. "Tiada...," jawabnya.
"Mereka orang-orang terpilih. Kenapa merasa hina
bergaul dengan mereka?"
Kini Wilis mengernyitkan dahinya. Ia mulai
menemukan diri. "Tidak. Tidak merasa hina."
"Kalau tidak kenapa Adinda tak mau menggauli
mereka" Bukankah itu hak Adinda" Kurang cantikkah
mereka?" "Juga bukan karena kurang cantik. Ada beberapa
alasan kenapa hamba tak mendekati mereka. Pertama
hamba ingin mengubah kebiasaan para pangeran, yang
selalu menjadikan para dayang juga budak nafsu
mereka. Dan alasan kedua, mereka bukan dayang biasa.
Tapi mereka mempunyai tugas rangkap. Seperti halnya
pengawal berlencana Sriti. Mereka bekerja untuk
Teposono bukan untuk keselamatan hamba. Sedang
para dayang ini dipilih oleh istana dan bekerja juga untuk
istana." "Adinda menuduh kami memata-matai?"
"Kami punya bukti." Wilis kemudian memanggil
seorang pengawal yang diperintahkannya untuk
mengeluarkan seorang tawanan wanita.
Sebentar kemudian Ni Ayu Santi, seorang tawanan
wanita dihadapkan pada mereka. Tubuhnya segar,
rambutnya tersanggul rapi. Buah dadanya tak tertutup
walau putiknya sudah menunduk. Kulitnya hitam manis,
hidungnya mancung, dan bibirnya berwarna seperti kulit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
manggis yang dibelah. Menarik hati setiap lelaki yang
memandangnya. Bola matanya seperti bawang merah
dihiasi bulu mata lentik. Ujung jarinya runcing senyumnya
menawan. Wanita itu menyembah hormat pada kedua
pembesar itu. "Ni Ayu..." Suara Wilis sabar dalam bahasa
Blambangan. "Aku berterima kasih atas semua
pengakuanmu selama ini. Sekarang kau dihadapkan
pada batu ujian. Tapi jangan khawatir. Aku
melindungimu. Kau bukan lagi dayang istana. Dan di
hadapanmu terbentang anugerah, kehidupan yang
berbahagia dan bebas."
Tiada jawaban. Ia tidak kuasa menentang pandang
Ayu Chandra. "Jangan takut. Bukankah kau dalam kekuasaanku"
Bukan lagi di istana atau penjara?"
"Hamba, Yang Mulia." Mulai hilang takut Santi. Dan ia mulai memberikan kesaksian.
"Nah, Yang Mulia Paramesywari..."
"Apakah Santi punya bukti untuk pengakuannya itu?"
"Tentu, Yang Mulia." Wilis kemudian mengambil
segulungan lontar kecil. Kemuclian sambungnya,
"Tulisan dalam lontar ini memang terlalu kecil, Yang
Mulia. Tentunya hanya bisa ditulis oleh seorang pandai.
Saat ini di Blambangan tiada yang bisa menulisnya
kecuali Yang Mulia sendiri. Mari kita baca!"
Paramesywari membaca tulisannya sendiri. Lama tak
mampu berkata-kata, sampai Wilis menghadapkan lagi
seorang saudagar yang bernama Branta. Ia mengaku
berasal dari Sumberwangi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Yang Mulia, Branta ini bebas masuk ke Mengwi,
Buleleng, Gilimanuk, dan Sumberwangi, karena selain ia
seorang saudagar, ia yang bertugas menyampaikan
laporan Gede Wijaya pada Mengwi di samping juga
perintah Gede Wijaya untuk Teposono. Sedang orang
yang bertugas menghubungkan Gede Wijaya dengan
Paramesywari ada dalam istana."
Lagi Paramesywari tersudut. Wilis tahu segala-gala.
Sungguh cerdik dan berani anak ini. Menangkap mata-
mata Mengwi. "Kalau begitu Dinda tentu tahu ke mana Gede Wijaya
sekarang?" "Mustahil Kanda tidak mengetahuinya. Tentunya Yang
Mulia sudah mendengar adanya perampokan di
rumahnya. Hamba sudah mengirim Andita untuk
memohon maaf kepada Yang Maha Mulia Dewa Rake.
Dalam surat kami menerangkan bahwa itu kelalaian
Teposono sebagai seorang kepala Dinas Rahasia yang
bertanggung jawab atas keamanan Gede Wijaya. Maka
kami juga telah perintahkan orang menangkapnya dan
memeriksa. Apa yang kami tahu Teposono, Dang Hyang
Wena, dan Kuwara Yana bersekongkol dengan kaum
perusuh. Karenanya kerusuhan sulit dibasmi sebab
dilindungi para pejabat yang berkuasa."
"Dewa Bathara!" '
"Dan menurut penyelidikan kami, yang sudah kami
laporkan dan diterima baik oleh patih Mengwi Dewa
Rake, bahwa Gede Wijaya pun punya persekongkolan
dengan mereka. Ia justru punya andil menciutkan upeti
Blambangan pada Mengwi, karena dia menerima banyak
persembahan dari Kuwara Yana. Dan sudah pula di
turunkan perintah pada kami melalui Andita untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengusut Gede Wijaya bila orang itu ditemukan
kembali." "Tidak bisa! Dinda semua ini telah Dinda putar
balikkan! Dinda pasti berdiri di belakang perampokan
rumah Gede Wijaya!" Paramesywari tidak tahan lagi.
"Dinda harus ditangkap!"
Wilis tertawa. "Perampokan bisa terjadi karena di
antara mereka sendiri saling berebut rejeki. Memang
Gede Wijaya terlalu rakus selama di Blambangan ini.
Dan sayang sekali... keputusan untuk menangkap hamba
itu sudah terlambat. Hamba juga sudah mengirimkan
Yang Mulia Umbul Songo menghadap Sri Maha Prabu
Cokorda Agung, dan beliau merestui segala langkah
kami demi tertibnya pemerintahan di Blambangan."
"Dewa Ratu!" Paramesywari berdiri. Mukanya merah
padam. Namun kegusaran itu! membuat wajahnya makin
cantik di mata Wilis. Wanita itu kini melangkah ke luar.
Malu bercampur marah berkecamuk dalam dadanya.
Waktu naik kereta ia sempat memperingatkan Wilis yang
mengantarnya sampai ke gerbang itu.
"Dinda berpikirlah seratus kali lagi sebelum
melangkah." Namun sebagai jawaban Wilis malah ganti
memperingatkannya. "Ingat-ingatlah, Yang Mulia sekarang ini adalah
Paramesywari Blambangan. Bukan lagi orang Mengwi.
Karena itu cintailah Blambangan sebagaimana mestinya.
Blambangan membutuhkan uluran tangan kasih
Paramesywari. Blambangan tidak membutuhkan impian
kosong." "Jadi selama ini Dinda menuduh kami sedang dalam
impian?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya. Semua telah bersandiwara. Bukankah itu seperti impian" Yang Mulia sendiri bersandiwara; Yang Mulia tidak pernah mencintai Kanda Mangkuningrat. Yang Mulia sekadar melaksanakan tugas. Nah... selamat...."
Kereta bergerak pelan-pelan. Wilis memandangnya sampai kereta itu lenyap dari pandangnya.
Di istana Ayu Chandra gelisah. Sebentar ia tengok Mangkuningrat yang terlelap dalam buaian para selir.
Sebentar ia balik ke peraduannya. Pikirannya menjadi sibuk memikirkan Wilis yang masih muda itu. Cerdas, tangkas. Mangkuningrat bukan tandingannya. Dan jika dibiarkan terus maka sebentar lagi pasti Blambangan ada dalam genggaman pemuda itu. Mampukah aku mengatasinya" Lalu kekuatan mana yang akan kuhadapkan padanya"
Tidak mungkin ia berdiri sendiri. Setidaknya ia menyatu dengan Umbul Songo dan Haryo Dento yang mendapat dukungan luas dari laskar Blambangan itu.
Arya Bendung pastilah tidak kuasa melawannya.
Paramesywari sibuk menebak-nebak. Mungkin juga Wilis mempunyai laskar tersembunyi yang bisa saja ia gerakan mengatasi Blambangan bila diperlukan. Buktinya dengan penculikan Gede Wijaya. Sedungu-dungu perampok, atau katakanlah memiliki keberanian luar biasa, tentunya tidak berani melawan pasukan istimewa berlencana Sriti.
Apalagi Gede Wijaya sendiri seorang perwira sandi yang terlatih. Tidak! Aku tidak percaya perampok biasa yang melakukannya. Ah... Hyang Ganesya menganugerahi aku akal. Aku harus juga mengalahkannya dengan akal.
Suatu sore ketika Mangkuningrat baru sembuh ia mengajak Paramesywari duduk-duduk di taman sambil menikmati pemandangan indah. Tapi secara mendadak Wong Agung Wilis menghadap. Yang mengejutkan baik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paramesywari maupun Mangkuningrat adalah isi laporan
Wilis. Wilis mengatakan bahwa ibukota Mengwi sedang
terkepung oleh laskar Buleleng dan Klungkung. Mereka
bersekutu untuk merobohkan kemaharajaan Cokorda
Agung Mengwi. Banyak kerajaan yang mengambil
kesempatan ini untuk melepaskan diri dari Mengwi.
Misalnya Lombok. Walau sebenarnya Lombok juga
menantu dari Mengwi. "Lalu sikap apa yang harus kita ambil?" tanya
Mangkuningrat yang masih lemah itu. Dengan hati
berdebar Paramesywari memperhatikan Wilis. Sikap
Blambangan sekarang pasti menentukan nasibnya
kemudian hari. Suasana Mengwi yang sibuk ini rupanya
yang membuat Wilis berani onengambil tindakan
terhadap Gede Wijaya. Dan Sri Maha Prabu Cokorda
Dewa Agung tak banyak pikir merestui tindakan Wilis.
Lebih dari itu berani memperingatkannya supaya
mencintai Blambangan. Ia mengumpat dalam hati.
Kenapa tidak ada pemberitahuan padanya tentang
pemberontakan ini dari Mengwi" Atau memang
penghubung tidak mampu menembus kepungan laskar
Buleleng atau mungkin tidak mampu lolos dari sergapan
orang-orang Wilis" Jika demikian Wilis telah
membuatnya jadi dungu. Sebenarnyalah seorang bijak
tanpa berita akan menjadi dungu. Dan kalau saja... ya,
kalau saja Mengwi kalah, pastilah Wilis akan
menyeretnya ke pengadilan.
"Kita tidak akan seperti Lombok," tiba-tiba suara Wilis memecah kesunyian.
"Jadi?" Paramesywari tidak percaya pada


Tanah Semenanjung Karya Putu Praba Drana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pendengarannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya. Kami harus membantu Mengwi. Bukankah
Paramesywari putri Mengwi?"
Wajah Paramesywari berubah ceria. "Tapi bagaimana
bila Buleleng yang menang" Bukankah Buleleng juga
akan menyerbu kemari?"
Wilis tersenyum. "Kami sudah mengadakan perundingan dengan
semua pimpinan laskar darat dan laut. Kami siap
menghadapi Buleleng."
"Jagat Dewa!" Mangkuningrat menyebut. "Dari mana biaya perang akan Dinda dapatkan" Laskar laut kita lebih
sedikit dari Buleleng, dan mana senjata kita?"
"Cadangan negara sekarang lebih banyak dari waktu
dipegang Kuwara Yana. Jadi jika Buleleng menang maka
kita justru akan menyerbunya dan membebaskan diri dari
Bali. Jika ia menang maka ia akan membutuhkan waktu
lama untuk mengumpulkan uang untuk membiayai
peperangan dengan kita. Tapi kita akan lebih siap.
Setelah peperangan dengan Mengwi kita lebih kuat dari
Buleleng. Jangan khawatir. Tapi jika kita membantu
Mengwi sekarang maka kita akan tetap untung jika
Mengwi menang. Karena Yang Mulia Umbul Songo telah
pulang dari Mengwi dengan membawa seberkas
perjanjian dan surat pribadi untuk hamba, jika Mengwi
menang kita tetap harus mengakui kemaharajaan
Mengwi, tapi bebas upeti. Bukankah ini
menggembirakan?" "Dewa Bathara! Adinda, aku setuju. Kau memang
cerdik," ujar Mangkuningrat memuji.
"Jika demikian sesegera mungkin hamba akan
mendaratkan laskar Blambangan di Bali. Tidak banyak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cuma Laskar Wituna dan Surendra serta satu armada
laut kita yang akan dipimpin langsung oleh Laksamana
Penjalu. Kita akan pukul Buleleng dari belakang. Dengan
demikian biaya kita lebih kecil dari perang sendiri
menghadapi Buleleng."
Setelah mendapat persetujuan Wilis meninggalkan
mereka. Sore itu juga ia kumpulkan seluruh pimpinan
laskar laut dan darat di gedung kepatihan. Pada mereka
diperintahkan bergerak malam itu juga untuk
menggempur kedudukan Buleleng dari belakang. Setelah
itu seluruh pimpinan termasuk Wilis bersiap di pantai
Sumberwangi untuk mempercepat penerimaan laporan
dari medan pertempuran. Tiga malam dan tiga hari berlalu resah. Paramesywari
tak menerima laporan jalannya peperangan. Ia tak bisa
tanya pada Teposono seperti dulu lagi. Sebab orang itu
kini tentu sudah meringkuk dalam penjara. Atau mungkin
sekali orang itu sudah dipenggal kepalanya. Satu-
satunya orang yang menguasai situasi adalah Wilis.
Maka malam itu juga ia mengenakan pakaian
keprajuritan, dan memerintahkan pengawal menyiapkan
kudanya. Kepada suaminya ia mengatakan ingin
memeriksa sendiri persiapan perang yang dilakukan oleh
Wilis dan para panglimanya. Ia juga ingin mendengar
laporan peperangan. Dan Mangkuningrat tidak bisa
mencegahnya. Karena ia menyadari benar istrinya
gelisah memikirkan nasib Mengwi.
Dalam kawalan dua belas orang berkuda, ia berkuda
mengelilingi Ibukota Lateng. Ternyata laskar Blambangan
dalam keadaan siaga tempur. Berlapis-lapis. Semua
dalam jajar perang. Ia tidak habis mengerti, bagaimana
suaminya sebagai raja bisa tidur tenang dalam keadaan
seperti ini" Malam kian merangkak. Ia terus berkuda ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pantai Ketapang. Barisan meriam dan cetbang berderet
di balik batu dan pepohonan. Ah, Wilis benar-benar siap.
Semua orang yang melihat kedatangannya langsung
memberinya hormat. Menggembirakan hatinya. Orang-
orang yang taat pada Wilis itu masih tetap
menghormatinya. Sampai di pantai Sumberwangi ia makin kagum. Ia
tidak menduga Wilis mampu mempersiapkan senjata
sedemikian banyak. Lalu berapa yang ia daratkan di
Bali" Lalu berapa cadangan makanan yang harus ia
sediakan" Ah, mungkin saja benar ia telah mampu
memulihkan perniagaan Blambangan dan mendatangkan
cadangan negara yang cukup. Bukan laporan kosong.
Beribu pertanyaan berkecamuk dalam dadanya. Jadi
kalau demikian Wilis merupakan bahaya, bukan saja bagi
dirinya sendiri. Tapi juga bagi Mengwi.
Embun malam mulai membasahi kulitnya. Malam telah
larut benar. Secara mengejutkan sekali Tumenggung
Singamaya tahu-tahu sudah berdiri di hadapannya.
"Selamat malam, Yang Mulia. Gembira sekali
menerima pemeriksaan langsung dari Paramesywari."
"Selamat malam, mana yang lain?" .tanyanya untuk
menutup keterkejutannya. "Ada di pesanggrahan. Mari, Yang Mulia."
Kuda Paramesywari berjalan lambat di belakang
Singamaya. Dari belakang ia kagum. Orang setua itu
masih tegak dan gagah. Rupanya Singamaya seorang
yang rajin merawat diri. Tubuhnya masih kekar.
Kumisnya lebat sekalipun sudah punya dua warna.
Mungkin waktu mudanya lebih gagah lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Semua yang sedang berunding di pesanggrahan
berdiri menyambut kehadirannya. Menyembah dengan
penuh hormat. Dan dugaan Paramesywari tidak meleset.
Setelah semua duduk ia segera mengambil tempat di
samping Wilis. Pengawalnya semua menunggu di luar
pesanggrahan. "Bagaimana?" tanyanya sambil menumpangkan
telapak tangannya di paha Wilis. Rasa hangat segera
menjalar ke seluruh tubuh Wilis. Tapi ia segera
membunuh perasaan itu. "Baik. Buleleng menyerah."
"Hyang Dewa Ratu!" Ayu Chandra melonjak girang.
"Kenapa tidak lapor?"
"Hamba menunggu Laksamana Penjalu. Dan pelarian
yang barangkali mendarat di sini. Hamba dengar Eyang
Gajah Binarong ikut pemberontak. Sebenarnya hamba
mau berdamai dengan beliau asal tidak lagi
mempersoalkan kekuasaan yang ada."
"Kau berjiwa besar. Tapi mari, Dinda, Sri Prabu
menunggu." "Malam telah larut begini?"
"Beliau resah menunggu laporan."
Wilis tak bisa menolak lagi. Maka segera ia
menyerahkan pada Arya Bendung dan Umbul Songo
serta pemimpin lainnya. Wilis menolak pengawalan yang
akan diberikan Umbul Songo. Ia tahu Paramesywari tidak
akan berbuat sesuatu yang buruk terhadapnya.
"Wong Agung..." Ayu Chandra memulai lagi setelah
pengawalnya ada dalam beberapa jarak. Suaranya tak
mungkin terdengar oleh mereka dan debu pasti
mengaburkan pandangan mereka. "Aku sudah kalah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kau boleh melakukan apa saja atas diriku. Sekarang
atau nanti." Ayu Chandra mendekatkan kudanya pada
kuda Wilis. "Jagat Bathara!" Wilis menyebut. "Yang Mulia adalah Paramesywari. Istri Kakanda Mangkuningrat."
Kini Ayu Chandra menatapkan matanya yang bening.
Memantulkan sinar rembulan secara samar. Wilis
berdebar. Seperti bintang kejora.
"Sekali lagi, Wong Agung, kau sudah baca ukiran di
taman, bukan" Nah, tentu kau tahu maknanya. Jangan
ragu. Aku rela mati asal di tanganmu."
Wong Agung Wilis mengalihkan pandangnya ke bulan
pucat di tanggal tua itu. Menahan getaran jiwa mudanya.
Ingin ia menerima penyerahan wanita cantik ini. Ingin ia
membopongnya dan membawanya ke gedung kepatihan.
Ah, hati mudanya tak menentu. Bisu. Derap kuda saja
yang memecah kesunyian. "Sebenarnyalah sekarang Blambangan dalam
kuasamu. Kawula mencintaimu. Baginda tak pernah
memerintah sejak aku menjadi istrinya. Jadi apa yang
kau takutkan lagi?" Suara merdu itu mengganggu lagi.
Masih diam. Hatinya meriup-riup seperti rambut Gusti
Ayu Chandra yang dihembus angin malam. Ia toleh
wanita itu. Menunduk. Tubuhnya bergoyang-goyang
karena langkah kudanya. Air matanya tampak
membasahi pipinya. Dan pengakuan jujur meluncur dari
bibir mungilnya. Suaranya menggigil.
"Wong Agung, seharusnyalah aku di sampingmu."
Hati Wilis lebih berguncang lagi. Kini langkah kuda
mereka tak terdengar oleh telinga mereka sendiri.
Tenggelam dalam pertimbangan masing-masing. Wilis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghembuskan napas panjang. Ia berkali menoleh
Paramesywari. Tapi berulang ia melihat wajah
Mangkuningrat dalam angannya. Sekilas teringat
Yistyani. Sekilas pula teringat Satiari.
"Wong Agung menolak aku?" Ayu Chandra
memandang Wilis dengan penuh harap.
Wilis menoleh ke belakang. Pada para pengawal.
Sebentar kemudian pada Gusti Ayu Chandra. Ah, makin
cantik saja. "Mereka tak mendengar. Tak mengerti." Paramesywari
tersenyum. "Tidak, Yang Mulia. Mereka memang tidak
mendengar." Wilis seperti tersadar dari mimpi indah.
Napasnya terengah. Keringat dingin membasahi seluruh
tubuh yang berdebu. "Siapa yang mampu menolak anugerah luar biasa ini"
Hamba tidak kuasa untuk menolaknya. Tapi... siapakah
hamba ini maka berani menerima anugerah itu.
Menyadari keadaan hamba maka sebaiknya hamba
menjalankan Cawala Brahmacarya (hanya melakukan
perkawinan satu kali dalam hidupnya. Dan tak akan
kawin lagi bila istrinya mati. Semua dianggap godaan dan
cobaan hidup, yang patut diatasi lahir-batin.
Mengutamakan Ketuhanan dan kemasyarakatan, dengan
meniadakan kepentingan pribadi). Dan tepatlah jadi
paramesywari Blambangan. Ampunkan hamba, Yang
Mulia, cintailah Blambangan, Kanda Mangkuningrat, dan
para kawula Blambangan."
"Wong Agung..." suara Ayu Chandra lirih.
"Hamba tak mampu membantah kenyataan ini. Hamba
memang satria, tapi biarlah hamba juga brachmacarin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
(orang yang menjalankan Brahmacarya). Nah... kita
sudah sampai di istana."
0oo0 Bathara Kala bekerja terus. Menambah usia. Membuat
jarak satu masa dengan masa yang lain. Menghasilkan
waktu. Juga menimbulkan apa yang dinamakan kekinian.
Semua dikerjakan dengan sedikit saja melibatkan
perasaan dan kesadaran manusia. Dan tahu-tahu sudah
sampai pada kekinian. Blambangan pun tidak sadar waktu telah berlalu
cepat. Bathara Kala berlari. Terus berlari tanpa henti.
Membawa setiap orang pada ketuaan masing-masing.
Tetapi tetap sedikit saja orang yang menyadari.
Kesibukan Blambangan membenahi diri, memperpanjang
hidup, bahkan juga memperpanjang impian, melupakan
semua dan segala. Juga Wong Agung Wilis. Dia mendengar waktu
Yistyani melahirkan anak laki-laki. Tapi ia sama sekali
tidak dapat menyempatkan diri untuk menengok barang
sebentar saja. Apa pun yang terjadi memelihara memang
lebih berat dari membangunnya. Kemajuan hubungan
Blambangan dan Mengwi adalah hasil kerja Wilis yang
oleh kawula dianggap terbaik. Para pemimpin
Blambangan juga berpendapat seperti itu. Tapi Wilis tahu
hal itu takkan kekal. Mengwi tak selamanya rela melepas
Blambangan menjadi negeri bawahan yang tidak
membayar upeti. Walau setiap enam bulan sekali Wilis
atau Mangkuningrat menghadap sebagai bukti tunduk ke
bawah duli Cokorda Dewa Agung Mengwi. Sebab itu
Wilis merasa perlu menjaga hati Mengwi agar tidak
mencari gara-gara untuk memukul Blambangan yang
menyebabkan bisa mempersembahkan upeti kembali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lima tahun telah berlalu saat Yistyani
mempertaruhkan hidupnya untuk melahirkan satu
kehidupan baru. Jiwa baru. Sakit memang. Tapi Yistyani
menyadari bahwa itu adalah imbalan dari kenikmatan
yang ia terima kala benih itu dijatuhkan ke dalam
rahimnya. Ia makin menyadari sebenarnya hidup tak bisa
lepas dari hukum timbal balik. Barang siapa memberi ia
akan menerima, demikian juga barang siapa menerima
pada saatnya ia harus juga memberi.
Ia tahu benar Andita merasa bahagia dengan
kelahiran anak itu. Andita merasa mendapat anugerah
yang tiada ternilai harganya. Baginya anak merupakan
piala dalam memenangkan perlombaan memperebutkan
cinta. Ah... anak itu seperti ibunya. Rambutnya,
hidungnya, kulitnya... hampir semua mirip ibunya.
Bagi Yistyani anak ini merupakan sambungan bagi
hidupnya sendiri. Penerus cinta, cita, dan karsa. Karena
itu siapa yang menerima anugerah berupa anak, ia
memiliki hakikat dari hidup itu sendiri. Dan ia ingin
menjadikan anaknya itu menjadi anak zaman. Anak
Blambangan, anak Raung, pendek kata anak tanah
semenanjung ini, katanya pada suaminya.
Andita tertawa. Ia tahu, anak itu membawa Yistyani
pada impian-impian baru. Itu pula yang menyebabkan


Tanah Semenanjung Karya Putu Praba Drana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yistyani memberi nama anak itu: Wilis.
"Kenapa bernama Wilis?" tanya Andita.
"Biar seperti Wong Agung Wilis, junjungan kita. Jika
perlu malah melebihinya. Bisa mengembalikan
Blambangan seperti zaman Prabu Pati Udara."
"Adinda mimpi...." Andita tertawa. "Atau barangkali biar nama itu tak pernah mati dalam hati Adinda?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Suaminda cemburu?" Yistyani membunuh suara
tawanya. Hatinya berdesir. Istrinya tersinggung.
Belum pernah Yistyani mengeluarkan ucapan seperti
itu. Andita segera menyadari keadaan. Buru-buru ia
tersenyum. "Tentunya juga biar hidup terus dalam hatiku dan hati
seluruh orang yang mencintainya."
Yistyani turut tersenyum. Ia cium pipi suaminya.
"Suaminda bijak."
Suasana pagi itu makin ceria. Menyeret keduanya
dalam pelukan bahagia. Sesaat memang. Tiada berapa
lama terdengar derap kuda mendekati istana mereka.
Tidak cuma seekor. Andita sigap bersiap. Seorang
pengawal menghadap. "Ada apa?" Yistyani bertanya lebih dahulu.
"Yang Mulia Patih datang...."
Yistyani berlari ke halaman. Disusul Andita dan
pengawalnya. Dan Wilis masih duduk di atas punggung
kuda kala Yistyani menyembah. Kemudian segera
melompat turun. "Dirgahayu! Maafkan aku, baru sekarang sempat
menengok anakmu. Tentunya sudah besar, bukan"
Bukan lagi bayi merah____"
"Kami menunggu," Andita menyembah.
Mereka mempersilakan Wilis masuk. Istana bekas
milik Kuwara Yana. Sambil berjalan Wilis berkata:
"Aku dengar kau memberi nama anakmu, 'Wilis', tanpa
perkenanku?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hamba, Yang Mulia. Salah" Hamba bersedia
menerima hukuman asal nama itu boleh terus disandang
oleh anak hamba." Wilis tertawa lebar. Ia pandang seluruh tubuh Yistyani,
beberapa saat. Dan mereka sudah sampai di ruangan
depan istana itu. Permadani merah bikinan Mesir
terhampar di lantainya. Ini juga warisan Kuwara Yana.
Tempat duduk terbuat dari kayu Timanga hitam yang
diukir-ukir pada bagian sisi-sisinya juga warisan Kuwara
Yana. Yistyani berhak memilikinya, gumam Wilis.
"Kalau anak itu bernama Wilis maka ia harus juga
tinggal di Benteng Bayu. Ia harus dilatih oleh Paman
Baswi dan Resi Wuni Pati."
"Tentu, Wong Agung. Ia adalah pewaris di Raung.
Tentu Ayahanda akan senang," Andita menjelaskan
"Kau, Yistyani?"
"Sedang kami pikirkan. Ia harus sama dengan Yang
Mulia." "Karena itu ia harus menjadi junjungan di Raung.
Sudah kalian perundingkan dengan Paman Baswi?"
"Baswi sendiri sudah mengatakan seperti itu. Tapi
tentu saja harus seizin Yang Mulia. Kami tidak ingin
memunggungi Blambangan," Yistyani yang menjawab.
Wilis terdiam. Harus menunggu keputusanku"
Kenapa" Tak ingin memunggungi Blambangan tentu
bukan alasannya. Mungkin saja karena ia anakku, jadi
Yistyani menunggu keputusanku. Ah, masih mengalir
darah Tawang Alun dalam tubuhnya. Berbagai
pertanyaan berdentuman dalam hatinya. Bagaimana
rupa anak itu" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ingin rasanya aku melihat wajahnya. Ingin
menggendongnya. Ingin aku memberi sesuatu untuk
anak itu. Yah... Agung Wilis berdesah dalam hempasan
napas. Yistyani terus memandangnya.
"Kenapa, Yang Mulia?" Andita bertanya heran.
"Tidak apa-apa. Mana anak itu sekarang?"
"Bermain, atau barangkali belajar membaca lontar di
taman." "Jagat Dewa! Sudah belajar lontar" Seberapa besar
anak itu?" Wong Agung Wilis bangkit. "Boleh aku
menengoknya di taman?"
Sebelum menerima jawaban Wilis sudah melangkah
ke taman. Bunga-bunga, kumbang-kum-bang, juga kupu-
kupu seakan menyambut kehadirannya di taman itu. Tapi
tak ia perhatikan. Matanya sibuk mencari. Di mana Wilis
kecil sedang bermain. Atau barangkali sedang belajar.
Tak sabar rasanya Wilis mengelilingi luas taman. Ia
ingin menjadi seorang sakti seperti Sukrosono, tokoh
wayang purwa yang mampu meraup Taman Sri Wedari
dalam genggamannya. Tapi ia tidak bisa. Ia
mempercepat langkahnya. Di tengah-tengah bunga-bunga itu ternyata Wilis kecil
sedang berlari-lari mengejar seseorang. Rupanya
pengasuh anak itu. Wong Agung tak sadar, maka,
"Wilis!" panggilnya.
Anak kecil itu menghentikan larinya. Menoleh. Seperti
kena ilmu sihir. Dan Wong Agung mendekati. Ia angkat
dan ia cium sepuas hati. "Wilis... Wilis... kau..."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Anak itu mengawasinya sebentar. Demi dilihatnya ia
tidak pernah mengenal orang yang menggendongnya itu
ia meronta. Tapi Wong Agung tidak ingin melepasnya.
Dan menangislah anak itu.
Mendengar tangis Wilis kecil sang pengasuh yang
bersembunyi segera balik ke tempat itu. Demi melihat
Wong Agung pengasuh itu menjatuhkan diri dan
menyembah. "Jagat Bathara!" Wong Agung menyebut sambil
menurunkan Wilis kecil. Ia pandangi pengasuh itu. Mulai
ujung kaki sampai ujung rambut. Tak percaya pada
penglihatannya sendiri. Berulang ia menyeka matanya.
Sementara itu Wilis kecil lari ke gendongan sang
pengasuh. Tantrini pun gugup. Untuk pertama kali ia berhadapan
dengan sepasang mata setajam itu. Segera ia melindas
keguncangan hatinya. Menunduk. Namun setelah ia
menemukan dirinya kembali ia berdiri. Walau tetap
bersikap sopan. Ia sadar sedang berhadapan dengan
penguasa. Sementara itu Wong Agung Wilis masih saja terpatri di
atas bumi. Mungkinkah Yistyani mendapat syakti dari
Hyang Maha Ciwa sehingga bisa memecah diri menjadi
dua" Kini wanita muda itu tersenyum. Manis seperti
Yistyani. "Jagat Bathara!" Sekali lagi Wilis menyebut. "Kau mendapat syakti Sang Ardana Reswari (Durga atau Ciwa
dalam bentuk wanita) Yistyani, maka kau dapat
memecah dirimu menjadi dua," Wilis berkata-kata dalam
Jawa Kuno. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ampun Wong Agung, hamba bukan Yistyani. Hamba Tantrini, adiknya," jawab wanita itu juga dalam Jawa Kuno.
"Jagat Dewa!" Wilis malu. "Maafkan aku."
Bersamaan dengan itu Yistyani dan Andita datang.
"Kenapa tak kau beritahukan anakmu dijaga seorang bidadari?" Wilis menegur Andita.
"Ampun, Yang Mulia tergesa-gesa." Andita tersenyum.
Juga Yistyani. Senang adiknya dipuji. Tantrini merona.
Wilis kecil kini berlari pada ibunya.
"Bersembahlah, Anakku! Beliau adalah Yang Mulia Wong Agung Wilis, patih amangkubumi Blambangan."
Wilis kecil menurut. Dan tidak sadar, air mata keharuan membasahi mata Wong Agung.
Tenggorokannya seperti tersumbat. Ia mendekati anak itu. Kembali mengangkatnya.
"Kau anak perkasa. Aku akan berikan padamu sebuah pending, sebagai tanda bahwa kau seorang pangeran dan kau akan menjadi penguasa di Raung."
"Dirgahayu!" Yistyani bersorak. Ia tahu dalam hati Wilis mengakui anaknya sebagai anaknya pula. "Kau anak zaman. Anak tanah semenanjung!"
"Terima kasih, Yang Mulia!" Andita tak kalah
girangnya. Dan sebelum pergi Wilis berpesan lagi. Seolah anak itu sudah mengerti bahasa orang dewasa.
"Jika aku tiada maka kaulah yang harus membangun kembali Blambangan. Kau satria, kau juga brahmana."
Mereka mengantar Wilis sampai ke gerbang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mata anakmu seperti Wong Agung," Tantrini
menggoda kakaknya dalam bisik.
"Kau mengada-ada."
"Sungguh, lihat rambutnya juga, kulitnya juga." .
"Ah... kau dengar tadi beliau menyebutmu" Kau
mengerti?" "Ya. Aneh orang itu mampu bicara bahasa Jawa
Kuno." "Beliau juga bisa berbahasa Sanskerta, Tantrini.
Karena itu kuharap kau mau jadi istrinya."
"Hyang Dewa Ratu! Aku seorang brahmani akan kau
kawinkan dengan satria?"
"Pandanganmu lapuk, Adikku. Apa bedanya" Ia juga
berpengetahuan seperti kita."
"Aku jera terhadap satria. Mereka tak lain adalah
pembunuh dan perampok. Hidup di atas upeti. Bukan
dari keringat sendiri."
"Membunuh mengandungkan banyak maksud. Ia
membunuh untuk menghancurkan Raditya. Sekarang
pun ia membunuh. Untuk membangunkan Blambangan
dari keruntuhan." Beberapa lama Tantrini terdiam. Masa lalunya
menerawang. Pahit. Keperawanannya, ibunya,
kesuciannya, dan semua yang indah miliknya musnah
dirampas oleh satria. Dungu, kasar, sombong. Tapi
kemudian ia sadar, ia tak mampu mempertahankan
semua miliknya. Dewa-dewa pun tak mau menolongnya,
kendati ia telah berseru kuat-kuat. Kini datang lagi satria.
Tak bodoh, kasar atau sombong. Tapi sorot matanya itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menunjukkan ia satria berhati batu. Tak segan
membunuh. "Kau ragu, Tantrini?" Suara Yistyani memudarkan
angan-angannya. "Ya," ia menjawab cepat. "Aku ingin kedamaian,
ketentraman. Tak ingin melihat kengerian yang timbul
karena bedil, tombak, ataupun pedang."
"Hyang Dewa Ratu! Bukankah kau telah membaca
Bhagawat Gita" Kedamaian tak pernah tercipta selama
ada kejahatan. Kejahatan tak pernah habis jika akar
kejahatan dalam tubuh manusia ini tidak dimusnahkan.
Tantrini, tidak akan pernah ada damai di dunia ini,
selama ada orang yang didera setiap saat untuk
mempersembahkan upeti. Dan ingat, selama masih ada
manusia yang tidak membayar harga makanannya
sendiri." Kembali diam. Tantrini sadar tak mampu membantah
kakaknya. Ia kembali mengingat Bhagawat Gita.
Sebenarnyalah manusia sekadar alat untuk
melaksanakan kehendak Hyang Maha Ciwa.
Wilis sendiri masih tercekam rasa berdosa atas
tewasnya Satiari. Apakah sekarang ia harus mengulangi
melamar Tantrini" Apa akal" Ia tidak bisa menipu diri
sendiri. Ia membutuhkan teman hidup. Teman
bertimbang. Teman di tempat tidur. Ternyata tidak
banyak manusia yang mampu tinggal dalam kesendirian.
Hari-hari semakin merupakan aniaya. Dan ia tak mau
terus begitu. Tiap malam dibayangi wajah Tantrini.
Karena itu ia segera berterus terang pada Yistyani dan
Andita. Jawaban yang ia terima dari keduanya sama.
"Sebaiknya Pangeran mendekatinya sendiri."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bisa saja ia memaksa seperti halnya Ametung pada
Dedes. Tapi tak pantas jika itu dilakukan oleh seorang
yang memiliki pengetahuan tinggi. Pemaksaan hanya
milik orang tak beradab. Perkawinan adalah hak terindah
dari umat manusia. Setelah menerima banyak keterangan dari Yistyani, ia
jumpai Tantrini. "Perkawinan adalah impian yang manis. Karenanya
aku tak ingin melihat pembunuh. Tidak juga ingin melihat
kekejaman dalam impian itu."
"Dewa Bathara!" Wilis tahu itu penolakan. Tapi ia akan berusaha. "Inikah jawaban seorang brahmani yang biasa
bijak itu?" Tantrini diam. Ia tahu bahwa jawabannya memang
tidak benar. Dan Wilis berkata lagi,
"Brahmani memang harus bertimbang sebelum
memutuskan. Impian memang membuai. Tapi bukankah
tidak selamanya kita terbuai dalam mimpi" Ada saatnya
kita terbangun. Jika tiba waktunya mungkinkah kita
mengatakan: 'Pergilah! Aku hendak mengulur impianku"'
Tidak! Kita harus bangun dan segera melupakan impian
itu. Kemudian membangunkan kenyataan baru. Astana
baru." Masih belum menjawab. Tantrini ingat ucapan Yistyani
beberapa hari lalu. Wilis tidak lebih bodoh dari Mandrawa
atau deretan brahmana lainnya. Juga tidak lebih bodoh
dari Yistyani atau Andita. Sampai terdengar suara Wilis
berkata lagi. "Lalu apa gunanya aku berhadapan dengan seorang
brahmani yang membisu seperti ini?" Kejengkelan mulai
timbul dihatinya. "Tidak berbeda dengan seorang pandir
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang tak pandai berkata-kata. Atau barangkali karena
aku satria tak pantas bersanding dengan seorang
brahmani" Atau harus Sri Prabu dan Paramesywari yang
datang melamarmu?" "Hyang Dewa Ratu," Tantrini menyebut. Ucapan Wilis
mengandung banyak arti. Merendah, mengancam
atau..." Ia mendongak lamban. Mata mereka saling
bersua. Perasaan mereka bergetar.
Wilis melangkah pelan. Ia ulurkan tangan. Ia bimbing
Tantrini perlahan. Berdua melangkah meninggalkan
taman. Menuju tempat Andita dan Yistyani menunggu
dengan hati berdebar.

Tanah Semenanjung Karya Putu Praba Drana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kita masuki impian itu," ujar Wilis yang dijawab
dengan anggukan. 0oo0 Semula kawula Blambangan bingung menanggapi
berita resmi yang dikeluarkan kerajaan bahwa Dang
Hyang Wena dihukum mati. Orang yang dianggap
terpandai di bumi Blambangan itu telah diadili dengan
tuduhan berkomplot dengan Kuwara Yana dan para
saudagar asing dari Demak dan Gresik. Lebih lagi
banyak menerima sogok dari saudagar-saudagar Cina
yang mulai banyak masuk. Sebagai ekor penghukuman itu, kerajaan telah
merampasi kembali tanah-tanah kerajaan yang dijual
oleh Arya Bagus pada saudagar-saudagar itu. Tanah-
tanah sawah dan kebun kelapa sudah mulai mereka
tanami tebu. "Modal bukan sekadar tumpukan emas dan perak,"
ujar Wilis di sidang pratanda yang dihadiri oleh Sri Prabu
dan Paramesywari. "Sebenarnya modal adalah awal dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebuah kekuatan dan jika kita biarkan akan berkembang
menjadi kekuasaan. Pemilik modal raksasa pada
hakikatnya adalah raja yang tidak pernah dinobatkan.
Dengan tanpa perang mereka semua akan meletakkan
Sri Prabu dan kita semua ke bawah telapak kakinya.
Bukankah kita dapat melihat tingkah para saudagar itu.
Mereka mulai mengenyampingkan satria. Bahkan
brahmana!" Ucapan Wilis disambut hangat oleh anggota sidang.
Juga Paramesywari yang sering tersinggung terhadap
sikap kaum saudagar itu. Bahkan kawula Blambangan
pun mendukung sikap Wilis itu. Mereka menilai kaum
pedagang umumnya telah menjadi sombong. Mereka
memperlakukan orang Hindu dengan pandangan
menghina. Dengan uang mereka telah memiliki segala
yang terbaik, di bumi Blambangan. Termasuk wanita-
wanita cantik. Sungguh menyakitkan. Ini semua sisa dari
persekongkolan mereka dengan Kuwara Yana. Mereka
menguasai lebih dari dua pertiga perniagaan
Blambangan. Penyogokan atas Tumenggung Singamaya telah
gagal. Orang itu terlalu patuh terhadap peraturan dan
hukum. Namun Paramesywari melihat betapa setianya
orang itu pada Wilis. Itu sebabnya ia mendesak
suaminya untuk belajar banyak. Seorang raja tidak boleh
terlalu tergantung pada patihnya, katanya suatu hari.
Sejak itu Mangkuningrat rajin belajar. Ia tidak malu
bertanya pada Paramesywari tentang tata negara, Yajur
Weda, dan berbagai macam pengetahuan lainnya.
Dalam hati ia bertekad harus dapat mengatasi
pengetahuan Wilis. Namun Wong Agung Wilis bertindak lebih cepat. Ia
menangkap Arya Bendung dengan tuduhan seperti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
halnya Wena. Tindakan itu disusul dengan pengangkatan
Umbul Songo sebagai menteri muka, dan Andita sebagai
kepala Dinas Rahasia Blambangan. Tindakan itu
semakin menaikkan pamor Wilis di mata kawula
Blambangan serta laskar darat dan laut. Paramesywari
sadar Wilis semakin memantapkan dirinya.
Hal itu menggelisahkan Bagus Tuwi. Ia telah
kehilangan hampir semua teman-temannya. Namun
kegelisahannya segera padam. Ternyata Wilis
mengusulkan supaya ia diangkat menjadi ratu
anggabaya untuk menggantikan Arya Bendung. Dan
Mangkuningrat menyetujui usul Wilis itu.
Semua langkah yang diambil Wilis telah membuat
Blambangan makin mantap dan terus melaju menuju
impiannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
VIII. BIANGLALA Keabadian hanyalah khayalan semata. Ternyata yang kekal cuma pendapat. Melalui pergantian musim waktu pun berubah. Usia jagat dan isinya juga bertambah. Dan alam menjaga keseimbangannya sendiri, dan menggantikan apa yang telah tua dengan yang muda.
Dengan demikian ia menghindarkan diri dari kepunahan.
Kian hari Bandar Sumberwangi mampu menggantikan Surabaya yang kini dikuasai kompeni. Semua pedagang dari semua penjuru berlabuh. Karena pajak di sini jauh lebih kecil dari pajak di; Surabaya atau bandar lain yang dikuasai kompeni.
Peristiwa silih berganti di bumi Nusantara. Tapi hampir satu pun tak pernah berhubungan dengan bumi Blambangan. Blambangan seolah terpisah dari bumi tempatnya berpijak. Baik bentuk rumah maupun pengaturan ketatanegaraan sama sekali berbeda dengan
daerah Jawa lainnya. Apalagi perbentengan yang
menutup kota Lateng lebih cenderung meniru
perbentengan Portugis. Cara berpakaian pun tidak sama
dengan daerah Jawa lainnya. Di sini orang masih melihat
perempuan-perempuan telanjang dada, sehingga buah
dadanya tampak menggantung. Tapi di Mataram atau
daerah lainnya sudah ber-kemben (selendang penutup
dada) Bukan cuma itu dan corak keindahan semesta
alamnya yang membuat Blambangan berbeda dengan
daerah lainnya di Jawa. Tapi juga igama. Namun setiap
kejadian di luar Blambangan akan tetap mempengaruhi
tata kehidupan di Blambangan. Seperti akibat perang
Pecinan, antara Cina dan Belanda yang diawali oleh
kekejaman Gubernur Jenderal Valckenier pada tahun
seribu tujuh ratus empat puluh Masehi. Di Batavia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diadakan pembunuhan massal selama sepuluh hari
terhadap penduduk Cina yang memakan korban kurang
lebih sepuluh ribu jiwa. Kemudian diteruskan dengan
perang Pecinan yang hebat itu. Kompeni mengeluarkan
biaya banyak. Karena beberapa kota di Jawa sudah jatuh
ke tangan bangsa Cina itu. Termasuk di antaranya
Rembang. Kekalahan Cina membuat mereka bergeser
ke timur. Blambangan dan Bali. Tentu itu membuat
perniagaan menjadi lebih maju dari semula.
Kemajuan perniagaan Blambangan disambut dengan
gembira oleh kawulanya. Namun tentu saja itu membuat
Mengwi cemburu, iri. Akibatnya Cokorda Dewa Agung
mengeluarkan peraturan pembatasan yang cukup
mengejutkan Wilis. Berdirinya pabrik-pabrik gula di banyak kota di Jawa
ini mempengaruhi petani Blambangan. Mereka kemudian
tidak hanya menanam padi saja, tapi juga mulai banyak
yang menanam tebu. Para saudagar yang menampung dan membeli tebu
itu, menjualnya ke pabrik-pabrik gula di luar Blambangan.
Agung Wilis selalu menolak permohonan izin mendirikan
pabrik gula oleh saudagar-saudagar Cina. Namun
dengan liku-liku yang aneh, mereka tetap mendirikan
penggilingan gula kecil-kecilan. Agung Wilis mulai jengkel
terhadap pembangkangan kecil-kecilan itu. Maka ia
membatasi masuknya saudagar-saudagar Cina yang
kian membengkak. Sementara itu Ayu Chandra rajin mengajari putra dan
putri-putrinya menjadi orang bijak. Dari perkawinannya
dengan Mangkuningrat ia telah melahirkan seorang putra
dan tiga orang putri bagi Mangkuningrat. Putra mahkota
diberi nama Mas Sutajiwa dan putri-putrinya antara lain:
Mas Ayu Bali, Mas Ayu Telaga, Mas Ayu Tunjung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sedang dari para selir Mangkuningrat masih mempunyai
beberapa putri dan putra lagi. Semua anak-anaknya ia
ajari membaca lontar. Ia latih berperang, ia latih menari,
dan juga ia latih melakukan yoga semadi. Mangkuningrat
senang melihat anak-anaknya tumbuh secara lain
dengan dirinya sendiri. Dalam asuhan ibu yang bijak.
Walau sering mendapat contoh yang kurang bijak dari
Mangkuningrat sendiri. Mas Sutajiwa dan saudara-saudaranya memang
tumbuh secara baik. Begitu pula putra-putra Wong Agung
Wilis. Dari perkawinannya dengan Tantrini ia telah
dianugerahi enam anak, 5 putra dan 1 putri. Yang
pertama anak laki-laki yang tampan, Mas Sratdadi, Mas
Kenceling, si kembar Mas Toyong dan Mas Berod, Mas
Rumad, dan terakhir Mas Ayu Prabu. Wong Agung Wilis
mendidik anak-anak mereka bukan hanya di istana. Tapi
secara tidak diketahui banyak orang anak-anaknya
sering dikirim ke Raung. Dan memang baik Tantrini
maupun anak-anaknya lebih suka tinggal di Raung dari di
istana. Wilis juga mengajari anak-anaknya perniagaan
dan perkembangannya. Sebab perniagaan adalah tulang
punggung pendapatan negara. Pendek kata Wilis selalu
ingin mengisi anaknya dengan pengetahuan yang
berguna bagi manusia dan kemanusiaan. Dengan begitu
ia merasa sudah menuangkan keabadian pada anaknya.
Lain halnya dengan Yistyani. Ia cukup dengan satu
anak saja dalam hidupnya. Walau usia sudah menua
namun ia tetap segar. Penampilannya selalu
menyenangkan banyak orang. Sering sekali
Paramesywari mengundangnya dan Tantrini masuk
tamansari untuk bertukar pendapat. Paramesywari
menyadari keduanya adalah wanita-wanita cerdas yang
sulit dicari bandingannya di Blambangan. Namun yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjengkelkan, setiap kali mereka datang, mata
suaminya lahap memandangi mereka dengan penuh
birahi. Mata seorang raja. Mata keranjang...! Begitu pula
mata ayahnya di Mengwi. Juga kakaknya, raja Mengwi
sekarang. Mata semua raja di dunia.
Suatu hari Mangkuningrat mengajak istrinya
berbincang di tamansari. Memang nyaman berbincang di
taman. Hawanya sejuk pemandangan indah. Jika perlu ia
panggil seorang selir untuk memijit-mijitnya waktu
berbincang. Contoh yang jelek, desis Paramesywari
dalam hati. Sebab ia selalu menyertakan anaknya bila
Mangkuningrat mengajaknya berunding soal-soal negara
atau pemerintahan. "Adinda, berilah ia waktu bermain."
"Waktu bermain baginya sudah habis. Ia bukan kanak-
kanak lagi. Mari, Kanda, biarlah Pangeran Pati belajar
mendengar." Ia meraih anaknya untuk duduk di
sampingnya. "Tentang apa, Kanda?" Ayu Chandra berkata.
"Apa katamu tentang Wong Agung Wilis?"
"Ia telah berbuat sebaik-baiknya untuk Blambangan.
Selama sekian tahun banyak satria menentangnya
karena ia membersihkan Blambangan dari durjana. Tapi
sekarang bukti menunjukkan kemajuan pesat telah
dialami Blambangan di segala bidang. Hamba
menghargainya sebagai putra terbaik Blambangan."
"Tapi sekarang ia mulai membuat ulah baru. Terhadap
kaum saudagar. Bukankah itu akan menciutkan
pendapatan negara." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ayu Chandra mengernyitkan dahi. Angin senja
menerobos masuk. Bunga-bunga bergoyang. Begitu pun
tirai-tirai. "Beberapa hari lalu," sambung Mangkuningrat,
"beberapa orang menghadapku. Di bawah pimpinan
Martana." "Martana" Siapa itu Martana?"
"Saudagar kaya yang banyak memajukan perniagaan
Blambangan. Ia juga banyak menolong saudagar kecil
dan petani dengan uangnya. Ia mengatakan Patih terlalu
membatasi gerak saudagar asing. Dan itu menjengkelkan
mereka. Dan akan membuat mereka enggan bersauh di
Sumberwangi." "Kanda, kita harus hati-hati menanggapi soal ini.
Mereka adalah orang-orang licik. Karena itu berundinglah
dengan Wong Agung." 0oo0 Kehadiran Martana sebagai seorang nakhoda sebuah
kapal sebenarnya sudah dilaporkan pada Andita. Tapi itu
tak menarik perhatiannya. Dan tanpa diduga Martana
bisa mendapat rumah di Sumberwangi. Kemudian
berkembang dengan pesatnya menjadi seorang yang
amat kaya. Bahkan lebih dari itu dikabarkan kian hari
kian menjadi saudagar yang berpengaruh atas saudagar
lainnya. Rumahnya banyak dikunjungi oleh saudagar-saudagar
Cina. Dan ternyata memang istri Martana adalah
perempuan Cina. Tahun-tahun dilalui Martana dengan
menjatuhkan pedagang-pedagang kecil untuk
bergantung padanya. Bahkan tidak sedikit para petani
yang harus menyerahkan tanahnya, kebun kelapanya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
atau mungkin juga sawahnya, karena mereka telah
terlebih dahulu punya pinjaman uang beriba pada
Martana. Namanya menjadi percaturan setelah ia menghadap
secara resmi pada Sri Prabu. Wong Agung Wilis menjadi
amat terkejut. Pikirannya menjadi sibuk menebak-nebak.
Dari beberapa sumber, Martana ingin membuka
perkebunan tebu sendiri dengan jalan menyewa tanah
kerajaan atau jika perlu membelinya. Wong Agung
memilin kumisnya yang tebal mendengar itu. Ia
menganggap itu suatu penghinaan. Apalagi setelah
mendengar Martana sedang menyiapkan diri akan
mendirikan pabrik gula seperti di Kedawung (dekat
Pasuruan) atau daerah lain di Jawa ini (Tahun 1710 telah
berdiri kurang-lebih 160 pabrik gula di Batavia, Banten,
Priangan, Cirebon, Jepara, dan beberapa daerah di Jawa
Timur. Tahun 1619 VOC mendirikan di Banten, sedang
pabrik gula putih pertama di Kedawung atau Pasuruan)
Ah... Martana telah melangkahi wewenang Menteri
Cadangan Negara! Dari berita lain ia mendengar bahwa sebenarnya
sebelum penghadapan resmi itu Martana telah menjalin
hubungan erat dengan Sri Prabu melalui Ratu
Anggabaya Bagus Tuwi. Maka ia memerintahkan Andita
dan Yistyani menyelidiki siapa Martana.
Dan perintah itu segera dilaksanakan oleh Yistyani
dengan mengadakan anjangkarya ke Sumberwangi. Arya
Sanggabhumi, yang telah menggantikan ayahnya


Tanah Semenanjung Karya Putu Praba Drana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebagai Singamaya muda menyambut kedatangan sang
Menteri dengan penuh hormat. Yistyani tidak membawa
rombongan besar. Juga tidak dalam kawalan orang
bersenjata. Setiap lelaki yang berpapasan dengannya
masih saja mengagurhi kecantikannya. Seperti halnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paramesywari, Yistyani juga mendapat perawatan tabib
khusus. Ia juga rajin minum obat ramuan dukun-dukun
ahli. Ia juga selalu minum ramuan nanas muda dan daun-
daunan lainnya di saat ia merasa bahwa dalam
kandungannya tertanami benih baru.
Hari itu juga Singamaya memanggil seluruh pedagang
Sumberwangi termasuk Martana untuk berwawancara
dengan Menteri Cadangan Negara. Dan mereka semua
hadir dengan pakaian terbagus. Bahkan banyak yang
memakai sutra sebagai bajunya. Sutra buatan Cina.
Yistyani berbisik-bisik dengan Singamaya yang duduk di
sebelahnya, untuk menanyakan yang mana Martana.
Singamaya menunjuk seseorang dengan dagunya.
Menurut Yistyani Martana adalah seorang yang cukup
tampan. Rambutnya berombak, kulitnya kuning
kemerahan. Kumisnya terawat rapi, melintang kecil di
atas bibirnya yang tipis. Kesan dalam hatinya, orang ini
lebih ganteng dari Wilis. Pandangan Yistyani menelusur
ke bawah. Kaki orang itu perkasa. Ditumbuhi bulu lebat.
Bukan seperti kaki kebanyakan pedagang. Tapi lebih
cocok bila kaki itu milik prajurit.
"Tuankah yang bernama Martana?" sapa Yistyani
sambil tersenyum merontokkan jantung Martana.
"Hamba, Yang Mulia."
"Datang empat tahun silam?"
"Betul." Martana tambah mengagumi kecantikan sang
Menteri. Makin dipandang makin menawan.
"Empat tahun Tuan telah menjadi orang terkaya di
Blambangan. Menunjukkan Tuan seorang cerdik bukan
main. Hingga mengalahkan saudagar lainnya," Yistyani
memuji. Dan hati Martana melayang, bangga menerima
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pujian itu. Dan tiba-tiba saja ia menjadi iri terhadap
Singamaya yang duduk di sebelah Yistyani. Ah...
andaikata aku, tentu akan dapat mencium bau harum
tubuh Yistyani itu. "Aku sengaja datang ke sini untuk beranjang-karya,
setelah lama tidak melakukannya ke Sumberwangi. Juga
aku ingin melihat kemajuan kalian."
Para pedagang mengucapkan terima kasih. Bagi
orang yang telah lama berniaga di Sumberwangi tahu
bahwa menteri ini selalu memberikan perhatian besar
pada mereka. "Selain itu, tentu kami ingin mengetahui sejauh mana
kebijakan kami dijalankan. Jika perlu barangkali
kebijakan itu perlu disusun kembali untuk menyesuaikan
diri dengan perkembangan, maka kami ingin mendengar
pendapat Tuan-Tuan. Kebijaksanaan mana yang
seharusnya diubah." Mereka saling pandang mendengar uraian itu. Terlebih
Martana. Ia mengira kunjungan Yistyani ini sehubungan
dengan kunjungannya ke istana. Tapi tampaknya
Yistyani tidak menyinggung persoalan itu sama sekali.
Yistyani berhenti. Dan tidak memperdengarkan
suaranya. Ia sengaja menunggu pendapat mereka. Tapi
ia sengaja menjatuhkan pandangnya secara berlebih
pada Martana. Debar jantung Martana kian mengencang.
Bukan karena ia dipandang oleh menteri, tapi terlebih
karena kecantikannya itu. Karena Yistyani tetap diam,
walau belum siap Martana berkata juga.
"Memang peraturan perniagaan Blambangan banyak
yang ketinggalan dibanding Mataram atau negara lain."
"Bagian yang mana?" Yistyani masih berendah hati.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Masuknya pedagang asing yang terlalu dibatasi."
"Apakah Tuan lupa bahwa Tuan juga orang asing di
sini?" Martana gugup mendengar pertanyaan yang begitu
cepat. "Ya... ya... tapi hamba kan sudah jadi warga
Blambangan. Maksud kami mereka yang ingin seperti
hamba. Mereka ingin memperoleh izin tinggal dan
membeli tanah di sini untuk dapat lebih meramaikan
perniagaan di Blambangan."
"Jadi menurut Tuan kerajaan harus menjual
tanahnya?" "Demi kemajuan Blambangan sendiri."
Yistyani mengangguk-angguk. Kemudian melirik pada
pedagang yang lain. "Pendapat lain?" Yistyani membuka lagi.
"Perubahan peraturan yang sering terlalu mendadak
sangat merugikan kami. Kami tahu itu didasari oleh sikap
Patih yang terlalu keras. Tentu kurang menyenangkan
kami," Martana yang menyahut lagi.
"Kekerasan itu dulu kami ambil untuk mengamankan
negeri. Tanpa kekerasan kami tak mungkin membasmi
perompak. Tuan datang negeri sudah aman. Tapi
baiklah, semua usul akan kami pelajari."
"Sebenarnya kami telah mengutarakan pendapat kami
pada Yang Mulia Syahbandar," ujar Martana lagi. Ia
semakin berani karena keramahan Yistyani. Ah... tak
lebih dari wanita lain. Dan sebagai lelaki keinginannya
membawa Yistyani ke tempat tidur mulai timbul.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tapi..." Martana melanjutkan, "rupanya Patih tak pernah mendengarnya. Itulah sebabnya kami menghadap Raja."
"Hyang Dewa Ratu!" Yistyani pura-pura terkejut.
Sedang Martana tersenyum bangga. Memamerkan giginya yang rapi.
"Kapan itu?" "Sepekan lalu. "
"Kenapa Tuan tidak lebih dahulu berunding dengan kami?"
"Maaf, Yang Mulia Menteri... karena Yang Mulia di bawah Patih. Jadi kami takut."
"Baiklah...." Yistyani menghela napas panjang membuat buah dadanya yang disangga kutang emas berantai-rantai itu naik-turun. Martana memperhatikannya. Dan menelan ludahnya.
"Tidak apa. Aku akan mempertimbangkan pendapat Tuan. Dan mengusulkan pada beliau agar memberikan lebih banyak kelonggaran dalam perniagaan. Tapi ingat, sejauh itu tidak merugikan kerajaan," Yistyani menekankan sambil tersenyum. Udara panas di Sumberwangi di saat kemarau begitu membuat pipi Yistyani merona merah. Membuat Martana makin gila.
"Kami senang mendengar ini, Yang Mulia."
"Berapa banyak saudagar asing, yang menurut sepengetahuan Tuan ingin bermukim di sini?"
"Banyak, Yang Mulia."
"Akan segera kami beri keputusan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah pembicaraan selesai, Martana mengajukan
undangan pada Yistyani untuk melihat-lihat kapalnya.
Yistyani tahu benar lelaki itu hendak memamerkan
kekayaannya. Tapi ia tidak menolak. Karena ia ingin
menyelidiki lebih jauh orang itu. Ia berunding dengan
Singamaya agar orang itu diawasi secara istimewa. Dan
Yistyani berjanji pada Martana, selesai acaranya dengan
Syahbandar ia akan mengunjungi kapal-kapal Martana.
Sebelum Yistyani kembali ke Lateng, Martana
menyerahkan hadiah istimewa untuk sang Menteri.
Untaian kalung mutiara...
0oo0 Yistyani melaporkan rasa-rasanya pernah melihat
Martana tapi kapan dan di mana Yistyani lupa. Tapi
Yistyani yakin bahwa ia akan mampu mengungkapkan
siapa Martana, karena perasaan Yistyani sebagai wanita
menangkap, Martana tertarik padanya. Maka
berdasarkan beberapa laporan telik dan Yistyani, Wilis
memanggil para perwira tinggi untuk merundingkan
masalah baru ini. Kebetulan sekali Paramesywari
berkunjung ke gedung kepatihan. Dan pada kesempatan
itu Paramesywari mengutarakan pendapatnya.
"Aku sudah menjadi prihatin sekarang ini. Setelah
bertahun-tahun di bawah kebijakan Dinda, perniagaan
menjadi maju. Tapi melahirkan raja-raja uang yang
sikapnya lebih sombong dari penguasa negeri."
"Yang Mulia benar. Justru itulah inti pembicaraan kita."
"Mereka bermanja di bawah pengaruh Paman Bagus
Tuwi sebagai ratu anggabaya."
Wilis tidak menjawab. Tapi menoleh pada Andita. Dan
Andita segera memberikan laporannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Martana memang mempunyai hubungan yang dekat
sekali dengan Yang Mulia Bagus Tuwi. Beliau akhir-akhir
ini bukan saja menerima persembahan berupa harta.
Tapi juga seorang gadis jelita yang bernama Sayu Jene.
Seorang putri Cina."
"Hyang Dewa Ratu!" Paramesywari menyebut. "Tua-
tua kelapa!" "Yang Mulia Agung Wilis mungkin lebih kenal Martana
daripada kami atau para telik. Martana akan berusaha
menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Sri Baginda.
Ia telah pula menyiapkan sebongkah emas dan seorang
gadis cantik untuk dipersembahkan sebagai selir.
Persembahan seperti itu sebenarnya sudah terlalu sering
mereka lakukan. Karena itu ada beberapa saudagar
yang berani mendirikan penggilingan gula dengan diam-
diam. Karena mereka merasa dekat dengan Yang Mulia
Bagus Tuwi dan Baginda sendiri.
"Mereka tidak dapat dilawan dengan damai," Yistyani
berpendapat. "Modal mereka telah berakar kuat dan
mengkhawatirkan. Begitu banyak petani yang punya
pinjaman berbunga pada Martana, dan setiap kali
panenan hasil mereka tetap tidak cukup untuk membayar
utang itu. Akhirnya mereka harus menyerahkan tanah
mereka pada Martana. Untuk menyambung hidup,
mereka harus menjadi budak di tempat Martana."
"Dewa Bathara! Dengan begitu tanah Martana akan
semakin luas. Dan ia juga akan mempersenjatai orang-
orang yang bekerja padanya untuk melawan kerajaan
pada suatu ketika!" Wilis terbakar. "Kita akan hadapi mereka dengan sungguh-sungguh. Tapi jangan lupa.
Mereka bermodal. Siapa tahu ia tidak hanya menyogok
Paman Bagus Tuwi, tapi ia punya payung di Mengwi. Ini
perlu diperhitungkan," Wilis menguraikan lagi. "Persoalan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekarang ini jauh lebih berat dari menghadapi Wena dan
Kuwara Yana." Beberapa hari kemudian Wong Agung Wilis pergi ke
Mengwi. Ia hanya minta izin pada Mangkuningrat tanpa
memberi tahu persoalan yang akan dibahas di Mengwi.
Tapi Paramesywari mengerti untuk apa ia pergi ke
Mengwi. Bukan lain mencari dukungan untuk menindak
Martana. Namun Wong Agung tidak bertemu dengan Sri Prabu
karena Dewa Agung sedang beranjangkarya bersama
Dewa Rake. Kemudian ia menemui menteri muka, tapi ia
tak bisa memberikan keputusan. Wilis menghadap ratu
anggabaya Mengwi, tapi orang itu menjawab bahwa ia
berjanji akan menyampaikan persoalan ini pada Maha
Raja bila sudah pulang nanti.
Wilis tidak sabar menunggu tiga bulan Cokorda Agung
pulang beranjangkarya di musim kemarau ini. Akhirnya
dia kembali dengan keputusan melakukan kebijakan
sendiri dengan tanpa persetujuan Mengwi. Persiapan
pun dimulai. Martana diawasi ke mana pun pergi. Bahkan
Andita telah memasukkan teliknya untuk bekerja di
rumah dan kapal Martana. Sementara itu sejak pertemuannya dengan Yistyani,
Martana menjadi gelisah. Hampir setiap bulan ia
mempersembahkan hadiah berupa perhiasan yang
mahal-mahal untuk wanita itu. Martana mulai
memperbanding-bandingkan istrinya dengan Yistyani.
Walau kulit istrinya jauh lebih kuning dari Yistyani, tapi...
Ah... matanya itu, senyumnya itu, pinggulnya... buah
dadanya... Dan Martana mencari akal untuk bersua lagi dengan
wanita itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hal itu diketahui oleh Andita dan Yistyani melalui telik yang ada di sekitar Martana. Kebencian Martana pada Wilis yang mendalam itu mencurigakan Andita dan Yistyani. Juga Wilis sendiri. Karena itu Wilis
mengusulkan supaya Yistyani beranjangkarya ke Sumberwangi lagi. Sementara itu dia akan menyamar jadi seorang pelayan dan Andita akan menjadi pengawal Yistyani.
Sementara itu hubungan Martana dan Sri Pabu semakin diketahui oleh Wilis. Ia sudah tahu bahwa Martana berani mengusulkan pemecatannya pada Sri Prabu dengan imbalan seorang perawan Cina yang kini tinggal di tamansari keraton Blambangan.
Berita turunnya Yistyani sengaja dihembuskan oleh telik ke telinga Martana. Apalagi diberitakan Yistyani akan bermalam di Sumberwangi. Tentu saja Martana menganggap ini suatu kesempatan emas. Maka ia buru-buru mengusulkan pada Syahbandar untuk
menambahkan acara bagi sang Menteri, yaitu makan malam di tempatnya. Bahkan mengusulkan supaya selama beranjangkarya Menteri bisa tidur di tempatnya.
Usul itu diterima. Martana menyiapkan para pedagang yang ada di bawah pengaruhnya untuk menyambut sang Menteri.
Sore hari itu Yistyani langsung menuju ke istana Singamaya. Sengaja Yistyani datang dengan pakaian terindah. Kalung mutiara dari Martana pun menghiasi lehernya. Kalung yang panjang itu menyatu di atas buah dada kemudian turun melalui celah buah kembar itu sampai ke perut dan menempel di pending emas yang menutupi pusar Yistyani. Di mata Martana sang Menteri masih seperti seorang perawan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sampai senja hari sang Menteri masih berbincang
dengan Singamaya dan beberapa nahkoda kapal niaga
kerajaan. Setelah itu Menteri akan berkunjung ke rumah
Martana. Dengan kereta berkuda milik Martana pribadi ia
menuju kediaman saudagar terkaya di seluruh
Blambangan itu. Pengawal Menteri berkuda di belakang
kereta itu. Martana bangga.
"Terima kasih atas semua yang telah Tuan kirimkan,"
Yistyani memulai. "Ah... itu biasa, Yang Mulia. Bahkan bila Yang Mulia
setuju hamba ingin persembahkan sebuah kapal dagang
untuk Yang Mulia pribadi." Martana menoleh pada wanita
anggun di sampingnya itu. Ia sengaja tidak melarikan
kudanya cepat-cepat. "Oh.... kapal adalah kehidupan Tuan. Baga..."
"Tentu kapal kami tidak satu," Martana memotong.
"Kapan Yang Mulia ada waktu untuk melihat kapal
tersebut" Masih baru hamba beli dari Cina."
"Terima kasih... besok pagi boleh...," Yistyani agak gugup. Ia tidak menduga sebegitu jauh perhatian
Martana padanya. Tapi ia menghiaskan senyum di
bibirnya. Buah dadanya bergoyang-goyang terkena
getaran kereta. "Yang Mulia bermalam di tempat kami" Kami sudah
sediakan yang terbaik untuk Yang Mulia." Ternyata
Yistyani mengangguk. Martana makin lega. Wanita itu pun pasti tidak
menolak cintanya. "Tuan mengagumkan sekali. Bukan hanya kaya tapi
ramah dan penderma. Kami sudah dengar dari beberapa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/


Tanah Semenanjung Karya Putu Praba Drana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pedagang. Kami dulu kurang memperhatikan, karena
terlalu sibuk dengan pekerjaan kami."
"Yang Mulia lebih mengagumkan. Sebagai seorang
wanita cantik yang seharusnya sibuk merawat diri, tapi
Yang Mulia sibuk dengan urusan negara." Martana ingin
memasuki hati Yistyani. Dan Yistyani tersenyum tanpa
menoleh. Ia telah terbiasa dipuji oleh lelaki. Tapi
sekarang ia sedang bertugas.
"Memang melelahkan. Tapi itu keharusan."
"Jika Yang Mulia setuju, kita bisa istirahat. Di atas
kapal dan berlayar ke Surabaya, misalnya. Hamba akan
menyediakan kapal yang terbaik."
"Senang sekali," Yistyani menjawab cepat. "Kami akan ambil waktu istirahat sehingga bisa pergi tanpa
pengawalan." "Sungguh?" Martana meluap. Ia jamah tangan sang
Menteri. Yistyani cuma tersenyum. Memandangnya.
Rembulan mulai terbit. Mereka telah sampai di sebuah
rumah besar dengan pelataran lebar. Beberapa
pedagang sudah menunggu di sana. Martana
membimbing tangan Yistyani untuk turun dari kereta.
Istri Martana tergopoh-gopoh menyambut menteri itu.
Memberi hormat. Yistyani membalas. Wanita dengan
pakaian sutra dan bermata sipit. Wanita itu
memperhatikan Yistyani dengan penuh kekaguman.
Setelah itu Yistyani dipersilakan duduk di sebuah kursi
yang berhadapan dengan meja. Di atas meja tersedia
banyak makanan. Banyak meja dan kursi yang terisi
penuh orang-orang kaya. Kebanyakan mereka pedagang
asing. Berganti-ganti mereka memperkenalkan diri pada
Yistyani. Dan memberi hormat. Yistyani berdiri dengan
anggun untuk membalas setiap penghormatan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Matanya ia sempatkan melirik, betapa besarnya rumah
Martana ini. Dan di dalamnya pasti banyak kamar. Ia
dengar Martana sering membeli wanita Blambangan
untuk dijadikan gundik. Dan bila wanita itu mengandung
maka ia mengusir wanita itu ke luar.
Beberapa bentar kemudian Martana
mempersilakannya duduk kembali. Makanan silih
berganti keluar-masuk di atas meja. Orang Blambangan
tidak biasa makan seperti itu.
"Yang Mulia tidak makan?"
Yistyani mencoba mengambil dengan sendok yang
disediakan. Kaku sekali. Martana menolong
mengambilkan ke piring Yistyani.
Yistyani makan sedikit-sedikit. Pelan-pelan. Lampu-
lampu yang serba mewah menerangi tempat itu.
"Suasana damai yang menyenangkan," Yistyani
memancing lagi. "Tapi sayang... betapa lebih damainya bila hamba
selalu di dekat Yang Mulia."
Yistyani tersenyum mendengar itu.
"Tuan sudah punya istri. Dan rupanya bangsa Cina?"
"Itulah. Bagaimanapun hamba bukan bangsa mereka.
Dan sejak bersua dengan Yang Mulia, maka hamba
hampir tak bisa tidur." Martana makin berani. Yistyani
menarik napas panjang. Ia pandang Martana tajam-
tajam. Orang ini belum menyadari keadaan. Dan ia makin
teringat wajah yang ia hadapi.
"Bisa diatur, Tuan. Aku memang mengagumi Tuan."
"Oh, bahagia sekali." Martana menoleh pada para
pedagang yang lain. Asyik makan dan minum. Ia ingin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pesta segera bubar dan mengantar Yistyani ke tempat
tidur. Yistyani mempermainkan kalung pemberian
Martana. "Kita akan sering berjumpa. Aku akan berhenti
menjadi menteri jika benar kapal itu Tuan serahkan. Aku
pikir cukup hidup dengan kapal itu dan kita akan banyak
waktu untuk bersantai."
"Bahagia sekali. Pasti, besok aku serahkan kapal itu.
Aku punya lima kapal. Satu untuk Yang Mulia.
Bidadariku." Martana penuh harap.
"Aku sudah bosan terhadap Wilis. Jadi kerja de..."
"Itu dia! Sejak mudanya dia tukang merampas. Apalagi
sekarang jadi penguasa. Ia pernah merampas kekasih
hamba. Bahkan kemudian membunuhnya!"
"Begitu kejam" Di mana kekasih Tuan itu" Kami
belum tahu itu. Mungkin ini juga suatu bahan untuk
menumbangkannya." "Di Lumajang. Tapi ini rahasia lho. Ah, hanya karena
pada Yang Mulia hamba memberi tahu. Hamba dulu juga
pernah menjabat ratu anggabaya di Lumajang."
"Oh... maka Tuan amat cerdas. Cerdik. Ah... aku tidak
rugi melepas jabatan dan menjadi satu dengan Tuan."
Malam kian larut. Pesta semakin ramai. Dan mereka
mulai bermabuk-mabuk. Martana juga ikut minum sambil
menemani Yistyani. Pelayan keluar-masuk membawa
minuman keras. Seorang saudagar mendatangi Yistyani
sambil membawa tuak. Dan mempersilakan sang Menteri
minum. Martana menerima gelasnya.
"Mari, Yang Mulia, kita nikmati malam ini." Ia
menyodorkan pada Yistyani. Bertepatan saat itu seorang
pelayan datang. Tiba-tiba saja pelayan itu meraih gelas
di tangan Martana. Dan menyiramkan minuman itu ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muka Martana. Semua orang terkejut Martana berdiri
dengan marah. "Bosan hidup! Berlaku tak sopan!"
Tetapi pelayan itu terbahak-bahak. Berkacak pinggang
di hadapan Martana. "Kau tahu siapa aku?"
Martana segera menghunus pisau panjang yang
selalu terselip di balik bajunya. Dan pelayan itu tertawa
lagi. "Ahai, orang gagah dari Lumajang yang melarikan diri
waktu bahaya datang. Kau harus belajar dulu untuk
mengalahkan patih Blambangan."
Wilis cepat bergerak seperti kilat menyepak tangan
Martana yang memegang pisau itu. Martana terjatuh
karena tendangan yang kedua. Ketika akan bangkit lagi
beberapa orang mendekat dan mengikat tangannya.
"Kau belum pernah mengalahkan Raditya. Maka kau
tak akan pernah mengalahkan Wong Agung Wilis,"
pelayan itu berkata lagi dengan tenang.
"Wilis tak pernah merampas milikmu. Tapi kau telah
merampasi milik petani Blambangan!" Wilis masih saja
berkata-kata. Beberapa bentar kemudian beberapa laskar pasukan
berkuda datang ke tempat itu. Pesta bubar. Yistyani dan
Wilis pergi. Martana dinaikkan kuda dan dibawa ke
Lateng. 0oo0 Berita penangkapan Martana Mengejutkan Bagus
Tuwi dan Sri Prabu. Bahkan beritanya bukan hanya
sampai di situ. Lima orang- lagi ditangkap dengan
tuduhan bersekongkol dengan Martana. Merongrong
perniagaan Blambangan dan kewibawaan istana.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mangkuningrat segera memanggil Bagus Tuwi dan
Mas Alit serta Mas Anom dan Dharma-dhjaksa Suketi
untuk merundingkan tindakan Wilis. Suketi melaporkan,
sebenarnya sukar membuktikan kesalahan Martana.
"Kalau begitu bebaskan saja," Mas Alit menyarankan.
"Ampun, Yang Mulia. Beberapa hari yang lalu dia
diambil lagi oleh laskar darat. Lebih dari itu perintah
pemeriksaan sudah dijatuhkan oleh Yang Mulia Patih. Itu
berarti tidak ada lagi kekuasaan yang bisa
menolongnya." "Jagat Dewa! Kau memaksudkan bahwa kekuasaanku
tidak bisa mengatasi kekuasaan Wong Agung Wilis?"
"Ampun, Sri Prabu. Kenyataan ini sudah berlangsung
bertahun-tahun." "Lalu apa yang harus kita lakukan?"
Semua diam. Memandang Mangkuningrat. Sedang
Mangkuningrat bergumul dalam hati. Bukankah aku
seorang raja" Semua orang harus tunduk padaku!
Sebubar pertemuan yang tidak dapat memutuskan
sesuatu itu Mangkuningrat menyuruh seorang utusan
untuk memanggil Wilis. Ia bertekad hendak memaksakan
kehendaknya. Wilis menghadapnya di gedong kuning. Ia
menyembah dengan hormat dan ramah sekali.
"Tentu Kanda memanggil hamba berkenaan dengan
ditangkapnya Martana," Wilis langsung pada
persoalannya. "Ya. Aku tidak mengerti apa dasar pertimbangan
Dinda mengambil langkah yang cuma bertimbang pada
diri sendiri itu?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ampun. Kanda lupa di sini ada Panca Ri Blambangan
(Dewan Pertimbangan Agung yang terdiri dari lima
orang) dan Menteri Ri Pakira-kiran yang sudah mengolah
apa yang akan hamba lakukan. Dan itu pula yang
seharusnya menjadi titah Baginda."
Paramesywari yang ada di samping Mangkuningrat
masih saja diam. Ia pandangi kedua lelaki kakak-beradik
itu. Wajah Mangkuningrat memerah.
"Saya ingat nasib Yang Tersuci Wena dan yang lain
beberapa tahun silam, mati seperti anjing kurap di tangan
algojo. Apakah mereka juga akan menerima nasib yang
sama" Adinda tidak hati-hati menyelesaikan soal
manusia." "Ini bukan main-main. Soalnya adalah kekuasaan.
Sekali lagi soal kekuasaan. Menyangkut manusia yang
lebih banyak daripada yang mampu membayar pada
penguasa. Kekuasaan seorang Martana atas perniagaan
Blambangan akan dapat mengemudikan jalannya
pemerintahan di Blambangan. Dengan emas ia dapat,
memerintahkan dharmadhjaksa untuk melindungi dirinya
dari Andita. Dengan emas dan wanita ia dapat
memerintahkan beberapa menteri untuk mengeluarkan
peraturan ini dan itu yang menguntungkan pribadinya.
Dengan emas ia akan menyeret wanita-
wanita tercantik Blambangan ke tempat tidurnya.
Bahkan dengan emas ia telah memerintahkan Kanda
untuk memecat Hamba."
"Dinda..." Mangkuningrat kaget.
"Memang mengejutkan. Karena Kanda sebenarnya tak
kenal dia. Bukankah dia pernah mendurhakai hamba di
hadapan Kanda dengan mengatakan bahwa hamba telah
menumpas Lumajang. Dia pula yang menceritakan pada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kanda bahwa hamba pernah ditolak oleh gadis bernama
Satiari, kekasih Lingsang Ireng?"
"Dinda..." "Benar hamba pernah ditampik oleh Satiari putra
Paman Adipati Agung. Tapi lumatnya Lumajang oleh
karena titah Kakanda sendiri. Dan tahukah Kanda siapa
sebenarnya Lingsang Ireng itu" Tak lain dan tak bukan
adalah Martana sendiri."
"Dewa Bathara!" Mangkuningrat kagum. Wilis tahu
segalanya. "Martana bisa kaya di Blambangan karena
menjalankan modal seorang yang bernama Cheng Bok.
Orang yang sejak lama ingin menguasai Bandar
Sumberwangi. Kanda, sekali lagi ini bukan soal
kehormatan pribadi. Tapi soal kekuasaan."
"Tapi Blambangan punya hukum dan peraturan, yang
harus dijalankan sebaik-baiknya."
"Tapi hukum dan peraturan dibangunkan untuk
mengabdi pada kekuasaan. Bukan sebaliknya."
"Hukum dan peraturan diciptakan oleh Hyang Maha
Dewa sejak zaman kita belum dilahirkan. Warisan leluhur
untuk kita laksanakan."
"Ampun, Kanda, Hyang Maha Dewa
menganugerahkan ingatan dan pikiran pada leluhur.
Dengan anugerah itu mereka menciptakan hukum dan
peraturan untuk menegakkan kekuasaan mereka. Dan
kekuasaan pada dasarnya dibangun di atas puing
kekuasaan yang lain."
"Hyang Bathara! Benarkah itu, Dinda Paramesywari"
Kenapa aku tidak pernah menerima pelajaran seperti
ini?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Semua benar. Hanya memang Kanda belum pernah menerima pelajaran mengenai hal ini."
Lagi, Mangkuningrat terdiam. Paramesywari juga. Ada yang mengherankan Sri Prabu, istrinya tak pernah menyalahkan kebijakan Wilis. Lalu kenapa Martana tidak pernah berkata bahwa sebenarnya ia adalah Lingsang Ireng. Tapi bila ia bukan, dari mana ia tahu tentang Wilis dan Satiari"
"Armada dagang kita masih mampu. Dan kita takkan kekeringan bila kehilangan mereka." Wilis membuyarkan angan Baginda.
"Akan bersikeraskah, Adinda?"
"Akan bertimbang banyak."
"Aku nasihatkan agar kau tidak menjadi patih yang haus darah."
"Terima kasih, Kanda."
Wilis meninggalkan gedong kuning dengan hati yang kurang senang. Ia tahu selama Cheng Bok belum lagi ditemukan maka peristiwa ini berekor panjang. Ia belum tahu siapa yang berdiri di belakang Cheng Bok ini. Bisa juga sekarang ini Cheng Bok di Mengwi.
Dalam perjalanan pulang ia singgah di rumah Andita.
Tapi tidak ada. Yistyani mengundangnya untuk mampir.
Tapi Wilis menolak. Dan Yistyani segera membunuh kekecewaan dalam hatinya. Ia sadar Wilis sedang menghadapi masalah pelik. Karena itu ia hanya mengawasi kepergian kekasihnya itu dengan helaan napas.
Wilis segera menemui wakil kepala Dinas Rahasia Blambangan, Sindayu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dirgahayu, Yang Mulia," orang itu menyapa.
"Ada perkembangan?" Ia menyapukan pandang pada
pengawal rahasia Sindayu.
"Beberapa orang telah menyuap Gusti Bagus Tuwi
dalam usaha pembebasan Martana."
"Sudah kudengar."
"Yang lebih penting dari itu, mereka telah menyiapkan
seorang bernama Surati untuk menggantikan Yang
Mulia. Dan menurut surat Cheng Bok pada istri Martana,
mereka juga berusaha untuk mencopot Syahbandar."
"Baik amati terus mereka itu. Tunggu perintah
selanjutnya." Wilis menyentuh perut kudanya untuk
kemudian kabur. Beberapa hari kemudian Mangkuningrat memimpin
sebuah persidangan yang dihadiri oleh lima orang


Tanah Semenanjung Karya Putu Praba Drana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penasihat raja yang biasa disebut Panca Ri Blambangan,
menteri ripakira-kiran makabehan, yang dijabat oleh Mas
Anom, Mas Alit, Mas Pandawijaya, dan Mas Ayu Ganuh,
serta Bagus Tuwi. Dalam pertemuan itu mereka
bersepakat mengambil tindakan terhadap Wong Agung
Wilis. Dan seusai pertemuan itu, mereka memanggil
Laksamana Penjalu tanpa melalui Umbul Songo sebagai
menteri muka. Laksamana Penjalu diperintahkan
menyiapkan laskar laut untuk menghadapi kekuatan
Wong Agung Wilis. Tentu saja hal itu mengejutkan Penjalu. Ia
mengutarakan bahwa perwira laut pun banyak yang di
bawah pengaruh Wilis. Seperti mereka yang tunduk
perintah Haryo Dento, sepenuhnya ada di bawah Wilis.
"Tapi ini titah Raja! Menyangkut nasibmu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Laksamana Penjalu pergi dengan hati yang berdebar.
Penuh kebimbangan. Segera ia panggil orang-orang
terdekatnya. Tidak bisa tidak, ia harus menyiapkan
kekuatan secara diam-diam. Ternyata memang ada
beberapa orang laskar laut yang siap mengadakan
perlawanan terhadap Wilis. Mereka adalah orang-orang
yang pernah disewa oleh Martana untuk mengawal kapal
dagangnya. Antara lain Laksamana Sugriwa. Dan
Sugriwa menyiapkan beberapa anak buahnya.
Setelah hari yang ditentukan maka beberapa perwira
laskar laut yang bersekongkol dengan Sugriwa telah
mengiring Penjalu menghadap Mangkuningrat untuk
melapor bahwa mereka siap mendatangi Wilis. Dengan
gembira Mangkuningrat merestui mereka. Bukan hanya
itu, Sugriwa juga mengerahkan bintara dan prajurit laskar
laut Blambangan yang tidak tahu-menahu untuk berbaris
mengelilingi kota Lateng dengan tanpa alasan. Mereka
semua menganggap itu suatu latihan. Dan mereka
memanggul senjata berlaras panjang. Hal yang begitu
sudah lama sekali tak dilakukan laskar laut Blambangan.
Maka itu mengejutkan seluruh kawula Lateng.
Hari telah sore ketika Penjalu dalam iringan para
perwira tinggi laskar laut Blambangan memasuki istana
Wilis. Para pengawal terkejut. Sebab yang seperti ini tak
pernah terjadi. Lebih-lebih semua mengenakan pakaian
perang. Seperti halnya seluruh laskar laut yang sedang
berbaris mengelilingi kota. Tapi Wilis tetap berkenan
menemui mereka walau dengan hati curiga.
"Dirgahayu, para Yang Mulia." Wilis menemui mereka
dipendapa. Bersama-sama mereka menyembah sambil masih
berdiri. Wilis memerintahkan para pengawal
mengambilkan tempat duduk untuk mereka secukupnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemudian Penjalu duduk paling depan berhadapan
langsung dengan Wong Agung Wilis. Ia segan beradu
pandang. "Mengagetkan," ujar Wilis lancar.
"Ampunkan kami, Yang Mulia, beberapa perwira tinggi
laskar laut akan menyampaikan keluhan anak buah
mereka masing-masing."
"Keluhan laskar laut Blambangan?"
"Ya," Penjalu memberanikan diri.
Wilis terpukau sesaat sambil mengernyitkan
keningnya. Dalam keadaan damai begini laskar laut
mengeluh" Ada yang tak beres.
"Baiklah. Katakan!" Wilis menghela napas.
"Penangkapan Martana ternyata menimbulkan akibat
yang sangat merugikan. Persahabatan laskar laut
dengan para pedagang menjadi renggang. Mereka tak
lagi mau mendekati anggota kami. Tentu ini juga akan
menyulitkan..." "Pada pokoknya kalian minta Martana dibebaskan?"
potong Wilis sebelum Penjalu selesai. Dan Penjalu
terdiam sesaat. Sementara itu pandangan Wong Agung
Wilis tertuju pada perwira-perwira lainnya. Rata-rata
memiliki pandangan yang terlatih menentang sinar
mentari. Berani. "Hamba tahu ini bukan niat Yang Mulia sendiri,"
sambung Wong Agung Wilis. "Juga bukan kehendak
anak laskar laut pada umumnya. Sebab mereka tak
pernah dirugikan. Demi Hyang Maha Dewa, Martana
tidak akan kami lepaskan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tapi keadaan bisa berkembang memburuk.
Pendapatan Bandar Sumberwangi akan menciut. Dan
laskar laut tidak akan mendapat jaminan sebagaimana
sebelumnya." "Ha... ha... ha... Yang Mulia, bukan tugas laksamana
memberikan gaji pada mereka. Juga untuk mendapatkan
uang untuk mereka. Bagaimana Yang Mulia dapat
menduga pendapatan bandar akan menciut sedang
monopoli atas perniagaan sekarang di tangan kerajaan"
Ha... ha... ha... jangan mudah tertipu, Yang Mulia."
Penjalu agak tersinggung ditertawakan begitu.
"Apakah kita sudah siap menghadapi kejadian
selanjutnya, bila Martana tetap akan dihukum?"
Sekali lagi Wilis tercenung. Pertanyaan yang
mengandung ancaman. Ancaman seorang samodraksa.
Sesaat hatinya berdesir. "Aku sudah siap." Wilis menenangkan hatinya.
Mata para perwira itu kelihatan berunding satu dengan
lainnya. Tapi Wilis segera melanjutkan,
"Apakah Yang Mulia merelakan hukum dan peraturan
Blambangan yang suci ini diinjak-injak raja yang tak
bermahkota" Dengan membiarkan mereka merampasi
semua yang terbaik di Blambangan ini" Membiarkan
perawan-perawan cantik kita kehilangan kesusilaan dan
martabat karena dibayar oleh uang mereka?"
Diam sebentar. Mengambil napas sebentar sambil
mengawasi mata mereka. Mulai redup. Mulai ada yang
membenarkan kata-kata Wilis. Mulai ada yang menyesal
ikut menghadap Patih. Sunyi Hanya suara burung-burung
kecil di luar pendapa yang merajai suasana.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Memang..." Wong Agung memulai lagi setelah tiada
yang berkata-kata, "tak ada yang tahu uang Martana
telah memperkuda banyak punggawa, tumenggung, dan
juga para menteri. Sebab yang ditunggangi sendiri tidak
pernah menyadari. Mereka hanya tahu uang dan wanita.
Apakah Yang Mulia tidak pernah dengar itu nama Cheng
Bok, pengusaha gula yang berada di punggung Martana
sebenarnya" Ingat Yang Mulia, pada VOC, pun Cina
memberontak. Apalagi pada kita. Tidak dengar Jawa
pernah dibakar oleh perang Pecinan" Itu perang rebutan
rejeki antara Cina dan Belanda?"
"Jagat Pramudita!" Penjalu mengeluh. Ia mengakui
sekarang kebenaran Wilis. Ia mulai menyesal.
"Aku akan perhatikan kehadiran para Yang Mulia ini
sebagai suatu peringatan. Hamba tahu bersama
keberangkatan Yang Mulia ini laskar laut dibariskan
keliling kota. Di samping itu moncong meriam-meriam
laut tertuju ke rumah ini."
"Hyang Bathara!" mereka menyebut hampir
berbareng. "Mungkin itu bukan niat Yang Mulia. Tapi begitulah
kebiasaan seorang laksamana menyampaikan
pendapatnya." "Tidak ada..." "Terlalu sering terjadi. Ingat kisah Laksamana Cheng
Ho" Yang meruntuhkan Majapahit itu" Dan ingat cara
Laksamana Alfonso d'Albuquer-que di Malaka" Ha...
ha... ha... ha..." "Ampun Yang Mulia, kami bukan mereka."
Penjalu putus asa. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya. Karena itu pula suara Yang Mulia sekarang ini
tetap menjadi bahan pertimbanganku. Aku akan
berunding lagi dengan dharmadhjaksa."
Penjalu mengerti itu berarti peringatan agar ia segera
pergi. Sebab Wilis memang sudah siap menghadapi
segala kemungkinan. Jika ia memaksa sekarang,
pastilah seluruh pengawal, tukang-tukang kebun,
mungkin juga para dayang siap meringkus mereka.
Karenanya ia minta diri. Dan terus melapor pada
Mangkuningrat. Wilis masuk kembali ke istananya
dengan disambut oleh istrinya. "Ada apa, Kanda"
Kelihatan mendung?" "Nyatalah memelihara merupakan suatu beban yang
gunung-gemunung. Persoalan yang satu selesai, yang
lain menyusul. Istriku, kita harus siap menghadapi semua
kemungkinan." Kemudian Wilis menceritakan maksud
kedatangan para perwira laskar laut tadi. Juga seluruh
anak-anaknya mendengar semua yang terjadi.
"Anakku, hidup harus dipertahankan dengan
pergumulan. Perjuangan. Tapi jangan kecil hati. Kita
menghadapi masalah yang rumit. Pertumpahan darah
antara sesama laskar Blambangan. Ini harus diatasi
supaya jangan sampai timbul. Tapi yang lebih sulit lagi
bila kita harus berhadapan dengan Mengwi. Maka itu
yang penting, bersiaplah. Dan jika terjadi sesuatu atas
diriku, yang terbaik adalah bila kalian bersiap dari Raung.
Sebab kejadian ini akan berekor panjang sekali."
"Kanda..." "Aku seorang satria!" Wilis merangkul istrinya. Anak-anaknya. Ia tetap menganjurkan mereka berangkat ke
Raung. Bukan untuk melarikan diri. Tapi menyiapkan diri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu Mangkuningrat menjadi pusing luar
biasa, waktu mendengar laporan dari Penjalu. Ia
memang mendengar laporan bahwa teman-teman
Martana mulai menerobos ke Mengwi untuk memohon
pada Cokorda Dewa Agung turun tangan membebaskan
Martana. Tapi Mangkuningrat ragu apakah itu akan
berhasil. Sebab biasanya Mengwi selalu membenarkan
tindakan Wilis. "Lalu kekuatan siapa yang akan kuhadapkan
padanya?" Baginda putus asa.
"Ada kekuatan yang bisa mengimbangi Wong Agung
dan Mengwi saat ini, jika kita mau menembusnya,"
Laksamana Sugriwa bersembah.
"Kekuatan siapa?" Mangkuningrat terbelalak.
"VOC," jawab Sugriwa. "Yang lain tidak ada. Mataram juga bekerja sama dengan VOC, Madura" Banten"
Kenapa kita tidak?" Sugriwa meneruskan.
"Belanda?" Mangkuningrat kaget.
"Tidak ada yang lain."
Suasana hening lagi. Mangkuningrat berpikir keras.
Mungkinkah ia bekerja sama dengan Belanda" Ia
pandangi Mas Alit, Bagus Tuwi. Namun kedua orang itu
masih diam. Semakin berpikir, Mangkuningrat semakin
pening. Dari lubang-lubang kecil kulitnya keluar keringat
dingin. Merembes tanpa disadarinya.
"Bagaimana, Paman?" Ia tak sabar.
"Jika itu satu-satunya jalan?" jawab Bagus Tuwi.
"Tapi aku tak bisa berbahasa Belanda."
"Pasti akan ada yang menerjemahkannya," Bagus
Tuwi menasihati. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mangkuningrat tak bisa mengambil keputusan.
Sebentar kemudian ia mengawasi Sugriwa dan Penjalu.
Dan Sugriwa berkata lagi, "Memang hal itu belum pernah
terjadi, Sri Prabu. Namun cepat atau lambat, VOC akan
sampai kemari. Sejengkal demi sejengkal Nusantara
jatuh ke tangan mereka. Karena itu kita harus
memperlambat laju mereka dengan siasat berdamai.
Seperti Mataram." "Pendapat yang jitu," Bagus Tuwi memuji. Sedang
Penjalu memandang Sugriwa dengan penuh keheranan.
"Siapa yang akan mendampingi aku?" Mangkuningrat
bertanya lagi. "Hamba menyediakan diri. Hamba pernah belajar
bahasa Belanda sedikit-sedikit."
Kemudian mereka memutuskan akan mengirimkan
utusan rahasia ke Probolinggo. Dan Probolinggo akan
mengadakan pembicaraan pendahuluan dengan
perwakilan kompeni yang di Surabaya. Direncanakan
mereka akan menempuh jalan darat dulu ke Probolinggo.
Dan Sugriwa akan berlayar dengan kapalnya dan
menjemput Baginda di Probolinggo. Hal ini untuk
menghindari pengejaran yang mungkin dilakukan oleh
laskar Wilis. Setelah rencana matang mereka bubar.
Mangkuningrat kemudian dengan bangga menceritakan
rencana itu pada Paramesywari. Bukan main kagetnya
Paramesywari mendengar rencana itu. Apalagi ia akan
diajak serta. "Jadi menurut Kanda kita akan pergi ke Surabaya?"
"Tidak ada jalan lain."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kanda!" Paramesywari hampir berteriak. "Siapa yang menjejali kepala Kanda dengan pikiran sebusuk itu"
Kanda akan jadi seperti orang Mataram" Bertimbanglah
seperti satria! Menjual bangsa ke tangan orang asing
adalah sebusuk-busuknya manusia."
"Dewa Bathara! Perempuan yang berani terhadap
suami wajib dihukum." Mangkuningrat mendidih.
"Selayaknya kau jadi umpan budak-budak secara
bergilir," ia berteriak.
Mendadak Paramesywari pun naik. Bertolak pinggang
sehingga dadanya tertarik ke atas.
"Lakukan itu! Lakukan! Hayo lakukan padaku kalau
kau ingin dicincang oleh algojo Mengwi. Ayo! Jangan
diam!" tantang Ayu Chandra.
Bibir Mangkuningrat bergetar menahan marah dalam
dadanya. Ia sadar, tak bisa berbuat semau-mau terhadap
Paramesywari. Di belakang wanita ini ada kekuasaan


Tanah Semenanjung Karya Putu Praba Drana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mengwi. Menghina putri Mengwi sama dengan menghina
Mengwi sendiri. Ia tertunduk. Seperti ujung kumisnya
yang jatuh ke bawah. Wajahnya muram. Seperti senja
yang datang. Ia tinggalkan Paramesywari menuju ke
taman. Ia hampiri seorang wanita berkulit kuning,
berambut hitam lebat, bermata sipit. Berpakaian sutra,
tidak mau telanjang dada seperti selir lainnya. Namun
sebelum masuk taman ia mendapat laporan bahwa
Martana beserta kawan-kawannya telah digantung tadi
pagi. Kepala Mangkuningrat semakin berat. Para selir
mengikuti langkahnya dari bilik masing-masing. Ia masuk
ke bilik Manggar yang berpakaian sutra itu.
"Memang dia masih baru. Jangan dongkol," bisik
seorang pada lainnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tapi wanita itu tak punya kesuburan. Tak berani
membuka susunya. Ia akan membawa malapetaka bagi
Sri Prabu." "Ssst, berani benar...."
"Istri yang tak membuka buah dadanya berarti tak
punya kesuburan. Ah... bakal membawa sial suami.
Bintangnya bakal melorot," para selir saling
membicarakan. 0oo0 Wong Agung Wilis tidak sempat memberi tahu Umbul
Songo atau Andita waktu ia dijemput oleh utusan khusus
Cokorda Agung Mengwi. Namun ia telah perintahkan
istrinya untuk meninggalkan Lateng dan naik ke Raung.
Firasat yang tidak baik sering muncul dalam benaknya.
Namun Tantrini mengutus anaknya Sratdadi untuk
menyampaikan apa yang dialami ayahnya itu. Dan Wilis
pergi ke Bali hanya dengan beberapa pengawal saja.
Tanpa teman seorang pejabat negeri pun. Bahkan ketika
anaknya, Mas Toyong dan Mas Berod akan ikut, dia
melarangnya. "Sekali lagi, bersiaplah di Raung! Aku sedang
berhadapan dengan modal raksasa, yang punya kuasa di
mana-mana." Justru di saat Wilis pergi itu, Mangkuningrat
mengumumkan pemecatan Wong Agung Wilis sebagai
patih amangkubumi sang pratanda muka Blambangan
dan menggantikannya dengan Bagus Surati, anak Bagus
Tuwi, dan dibantu oleh anak Teposono, Teposono muda.
Semua orang menjadi terkejut. Di kedai-kedai, ladang-
ladang, dan sawah-sawah, pendek kata di setiap sudut
negeri Blambangan orang membicarakan perkara besar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini. Bukan hanya para kawula yang terkejut. Tapi juga
semua narapraja dan laskar.
Semua pemimpin laskar darat dan laut berkumpul di
rumah Umbul Songo, yang telah tua dan ditinggal mati
oleh istrinya. Saat itu Mas Sratdadi, putra Wilis datang
dan memberikan keterangan bahwa Wong Agung Wilis
dipanggil menghadap Cokorda Dewa Agung dengan
dijemput oleh utusan khusus yang terdiri dari lima belas
orang. Berita ini cukup mendebarkan hati pemimpin-
pemimpin laskar itu. "Kami sudah menghitung bahwa Sri Prabu akan
mengambil tindakan seperti ini pada akhirnya. Tapi kami
tak menghitung campur tangan Mengwi ini," Andita
menerangkan. "Tapi rupanya Wong Agung sendiri sudah
siap." "Tapi kita tidak boleh diam," Umbul Songo membuka
suara. Suara yang gemetar karena ketuaan. "Persoalan
yang dihadapi Wong Agung ini bukan persoalan pribadi.
Persoalan kita bersama yang sedang menghadapi
kerakusan orang-orang bermodal besar. Karena itu kita
akan menunjukkan pada Mangkuningrat bahwa dengan
tanpa Wong Agung sebenarnya Blambangan tanpa
pemerintahan. Aku memerintahkan agar semua
pengawalan baik di istana kerajaan maupun para menteri
supaya ditarik. Dan kita tidak akan memenuhi setiap
panggilan baik dari patih yang baru, maupun Sri Prabu
sendiri." Perintah yang disampaikan dengan suara gemetar itu
tetap dipatuhi oleh semua perwira bawahannya. Tentu
saja itu menciutkan hati Mangkuningrat. Ia menjadi panik
kala istana tanpa pengawalan. Dan pada sidang para
menteri yang pertama diadakan oleh Bagus Surati, tidak
seorang pun menteri yang datang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ini semua mendorong Mangkuningrat segera
berangkat ke Surabaya dengan ditemani oleh Sugriwa,
putra mahkota Mas Sutajiwa, Bagus Tuwi dan Teposono
muda, serta beberapa orang lagi. Paramesywari marah
bukan kepalang. Ia cari anaknya, tapi tiada.
Paramesywari mengumpat sejadi-jadinya. Anak-anaknya
yang perempuan tak berani mendekat. Tahu ibunya
sedang marah. Lebih baik mereka masuk tamansari
mencari hiburan di antara bunga dan kupu.
Ayu Chandra bergesa ke tempat Wilis. Untuk memberi
tahu kepergian Mangkuningrat. Tapi tiada. Istrinya juga
tiada. Istana kosong-melompong. Ia meneruskan
perjalanan ke Yistyani. Juga tiada. Hanya Andita yang ia
temui. Kepada Andita ia tanyakan ke mana semua orang.
Andita tahu ke mana Yistyani dan Tantrini. Tapi ia tak
bisa menerangkan rahasia itu. Maka jawabnya,
"Blambangan telah menjadi rawan sejak Wong Agung
dipecat. Yistyani meninggalkan Blambangan terlebih
dulu. Sedang Wong Agung sebenarnya dipanggil
menghadap Mengwi sejak sebelum dipecat oleh Prabu
Mangkuningrat. Tapi sampai sekarang belum lagi
pulang." "Mungkinkah terjadi peperangan?"
"Peperangan bisa terjadi setiap saat."
"Hyang Dewa Ratu! Blambangan tak kunjung damai."
"Memang hidup tak pernah damai." Andita tersenyum.
Paramesywari tercenung. Semua orang sudah siap.
Tapi aku belum. Haruskah aku pulang ke Mengwi" Bila
aku pulang apakah Kanda Cokorda Dewa Agung mau
menerimaku" Kupikir aku sudah menjadi orang
Blambangan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku harus ikut pertahankan Blambangan," putus Ayu
Chandra. "Bagaimana jika yang menjadi musuh Prabu
Mangkuningrat "'' "Aku menolak Belanda. Aku benci suamiku, Andita.
Akhirnya aku menyadari, aku telah menjadi orang
Blambangan. Makan dan minum dari tanah ini. Aku
bukan lagi orang Bali. Aku harus ikut pertahankan tanah
ini." "Bagaimana pendapat Yang Mulia tentang Wong
Agung. Apakah beliau ditangkap?"
"Hyang Dewa Ratu! Andita, aku sama sekali tidak
tahu. Aku buta berita tentang Mengwi. Wong Agung telah
memutuskan jalur jalurku dengan Mengwi. Dan aku
menyerah, aku mencintai Blambangan," suara
Pramesywari. "Dan kau sendiri, Andita?"
"Ya." Andita memandang Paramesywari.
"Mari antarkan aku pulang, Andita. Istana sekarang
tanpa pengawalan." Hati Andita menjadi iba. Ia tidak bisa menolak. Ia ambil
kudanya. Beriring mereka berkuda. Tidak begitu jauh.
Tapi keadaan kota Lateng lengang tanpa pemerintahan.
Kedai, warung, banyak yang tutup. Juga tak kelihatan
laskar jaga di gardunya. Selengang itu pula keadaan
istana. Paramesywari melambaikan tangan agar Andita
masuk. Seperti kena sihir ia mengikut bagaikan
bayangan. Di depan sentong kuning Paramesywari
menggandeng tangan Andita. Andita berdebar.
"Kita sama-sama sendiri. Sama-sama dalam
ketegangan. Dan sama-sama dalam senja usia. Ah...
kenapa kita terlalu tegang memikirkan hidup ini" Betapa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
indahnya bianglala senja di ufuk barat. Mari, Andita kita
nikmati bersama dikala tiap orang meninggalkan kita.
Mari...." "Ampun, Yang Mulia, ini pelanggaran...."
"Tiada lagi peraturan di Blambangan ini. Semua sudah
menginjak-injaknya. Kau selama ini setia pada Yistyani
yang jelita itu. Tapi kau tidak sadar bahwa sebelum
denganmu dia sudah tidur dengan Kuwara Yana dan
Mangkuningrat. Juga aku setia selama ini, tapi
kesetiaanku dicampakkan bagai sampah. Apa salahnya
jika sekarang kau dengari aku, seperti suamiku dan
istrimu. Andita, mari... jangan ragu."
Tanpa sadar mereka sudah sampai di dekat
pembaringan. Mereka berhenti. Saling pandang. Dan
Andita tak dapat membantah bahwa wajah Paramesywari
memang menawan. "Andita..." Paramesywari menjatuhkan kepalanya ke
dada Andita yang bidang. Luluh sudah keanggunan yang
dikagumi setiap orang selama ini. Hancur karena
keputusasaan. Dan melarikannya ke atas pembaringan
dengan seorang yang bukan suaminya.
Tangan Andita membopongnya ke pembaringan. Dua
pasang mata beradu. Saling membutuhkan. Walau tidak
saling mencinta. Cuma untuk mengusir ketegangan
masing-masing. 0oo0 Perjalanan Mangkuningrat melintasi perbatasan
dipenuhi oleh perasaan tegang. Takut dikejar oleh laskar
Wilis. Atau oleh laskar Umbul Songo yang terkenal
ganas. Karena itu mereka lebih sering menyusuri daerah-
daerah yang sulit. Dan itu amat menyusahkan hati
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mangkuningrat yang sama sekali tidak pernah masuk ke
hutan belukar. Duri rotan yang berulang kali melukai
kulitnya membuatnya hampir-hampir putus asa.
Belum lagi nyamuk hutan yang tak mau ber-damai,
terus mengejar ke mana mereka pergi.-Apalagi jika
mereka berhenti atau istirahat. Kendati begitu Teposono
muda tetap menghibur hatinya. Hari kelima mereka
sudah mendekati Kadipaten Probolinggo. Kadipaten
yang dulu adalah wilayah Blambangan. Sekarang, telah
menjadi jajahan kompeni. Meskipun begitu Adipati Jayanegara, segera
menyambut rombongan Blambangan itu di batas kota.
Apalagi adipati itu mendengar bahwa Mangkuningrat
berkuda. Mangkuningrat senang bahwa masih ada
adipati yang menghargainya. Tidak lama ia bermalam di
Probolinggo. Karena ia ingin segera sampai di Batavia.
Adipati Jayanegara mengatur pertemuan
Mangkuningrat dengan perwakilan VOC di Surabaya.
Setelah itu Jayanegara masih pula berbaik hati dengan
mengatur perjalanan Mangkuningrat ke Batavia.
Namun demikian waktu di Batavia Mangkuningrat
mengalami kekecewaan yang luar biasa. Kedatangannya
tidak disambut dengan baik oleh Gubernur Jendral Van
der Para. Bahkan dia tidak ditemui sendiri. Dia
dihadapkan pada Raad Van India (Dewan Hindia) dan
dia tidak disediakan tempat untuk bermalam. Dia juga
disuruh menunggu dewan itu bersidang terlebih dulu.
Pembantu gubernur jenderal VOC yang terdiri dari dua
belas direktur, berunding dengan Dewan Hindia. Mereka
membicarakan soal permintaan, bantuan Mangkuningrat.
Dan Mangkuningrat akan mengakui VOC sebagai yang
dipertuan dan sanggup mempersembahkan upeti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dewan Hindia mengingatkan pada Gubernur Jenderal
bahwa menurut traktat Mataram, daerah-daerah timur
mulai Pasuruan ke timur adalah milik Belanda. Maka kita
harus juga mengambil kerajaan Blambangan itu bagi
VOC. Tapi pada waktu itu Van der Para menjawab, "Kita
tidak akan menerima apa-apa dari mereka. Malah akan
menghamburkan biaya yang tidak perlu, Tuan-Tuan."
"Tapi bagaimana jika nanti datang Inggris atau
Portugis, mengambil daerah itu?" tanya salah seorang
anggota Dewan. "Ah... biarkan mereka pulang dan bertempur satu
dengan lainnya. Mereka akan menjadi lemah. Dan saat
itu kita datang. Nah, kita cari mudahnya saja." Gubernur
Jenderal itu terbahak-bahak.
Semua anggota Dewan pada akhirnya setuju dengan
sang Gubernur Jenderal. Kemudian salah seorang
anggota Dewan menyampaikan jawaban pada
Mangkuningrat bahwa permohonannya ditolak oleh
Gubernur Jenderal. "Oh... apakah beliau tidak berkenan menemui kami?"
tanya Mangkuningrat yang kemudian diterjemahkan oleh
Sugriwa. "E... Tuan coba nanti sore. Sekarang beliau tak punya
waktu." Dan Mangkuningrat menunggu lagi dengan hati tak
menentu. Sore harinya ia dan Sugriwa tidak dihadapkan
di rumah Gubernur Jenderal. Tapi diajak ke tamansari
yang luas dan indah. Beraneka bunga tumbuh di sana.
Apa yang dia lihat di sana"
Sang Gubernur Jenderal sedang berjalan-jalan dalam
taman itu, menikmati segarnya udara senja di Batavia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan diiringi oleh para selirnya. Dari jauh sang
Gubernur Jenderal berteriak pada pengawal yang
mengantarkan Mangkuningrat dalam bahasa Belanda
yang tidak dimengerti oleh Mangkuningrat. Pengawal itu
terhentak. Dengan wajah ketakutan ia mengajak
Mangkuningrat kembali. Beliau tidak berkenan menerima
tamu. Karena beliau ingin bersantai bersama para selir.
Mangkuningrat benar-benar tak tahan atas perlakuan


Tanah Semenanjung Karya Putu Praba Drana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu. Maka ia segera mengajak Sugriwa untuk kembali ke
Probolinggo. Lebih menyakitkan, waktu rombongan
Blambangan yang telanjang dada dan kaki itu keluar
perbentengan, menjadi tontonan sinyo-sinyo dan noni-
noni. Seolah menonton sesuatu yang lucu. Juga wanita-
wanita bule yang menonton mereka pada cekikikan tanpa
dimengerti maknanya oleh Mangkuningrat. Sepanjang
perjalanan pulang ia mengumpat. Pantas setiap orang
benci Belanda, pikirnya. Mereka tak mendarat di Sumberwangi. Tapi kembali
mendarat di Probolinggo. Adipati Jayanegara
menyediakan kuda dan perbekalan untuk perjalanan
pulang ke Blambangan setelah satu bulan
Mangkuningrat menjadi tamu Adipati Jayanegara.
Kehadiran Mangkuningrat kembali di istana membuat
Paramesywari sebal. Maka ia meminta Umbul Songo dan
Andita untuk mengirimkan berita ke Mengwi.
Berbeda dengan perjalanan Mangkuningrat ke
Batavia, Agung Wilis langsung dihadapkan pada
Cokorda Dewa Agung dan Dewa Rake, di sebuah puri di
tengah-tengah keraton Mengwi. Di sana sudah pula
duduk menteri muka Mengwi, juga dharmadhjaksa. Wilis
menyadari, ia menghadapi sebuah pengadilan.
Pengawalnya dilarang ikut. Para pengawal langsung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ditempatkan di luar tembok keraton dan tidak bisa lagi
berhubungan dengan Wilis.
"Selamat, Yang Mulia. Kami sudah menunggu."
Cokorda memulai. Dan Wilis segera menghaturkan
sembah. "Blambangan adalah bagian dari Mengwi. Karena itu
hal-hal penting di Blambangan harus dilaporkan pada
Mengwi. Tapi tidak demikian yang terjadi. Yang Mulia
telah menggantung beberapa pedagang dengan tanpa
laporan sebelum dan sesudahnya."
Wilis tidak terkejut atas pertanyaan itu. Ia sudah
menduga Cheng Bok akan menyogok Mengwi. Untung
Martana sudah digantung. Jika tidak tentu ia akan lepas
sambil tertawa-tawa. "Ampun, Yang Mulia. Hamba sudah datang untuk
melapor sebelum menindak mereka. Tapi pada waktu itu
Yang Mulia sedang tidak ada di tempat karena
beranjangkarya. Yang Mulia Patih juga tidak ada. Karena
itu hamba melapor pada menteri muka dan ratu
anggabaya Mengwi. Hamba menganggap itu cukup
karena beliau berjanji akan menyampaikan persoalan ini
pada Sri Maha Prabu. Dan seandainya ada
ketidakberkenanan Mengwi pastilah Sri Maha Prabu
mengirim utusannya untuk memberi tahu kami."
"Yang Mulia sengaja memutuskan hubungan kami
dengan Ayu Chandra dengan menangkapi telik kami.
Bukankah itu awal pembangkangan?"
"Kejadian itu sudah lama sekali. Dan Paramesywari
sendiri tak pernah menyesalinya. Lagi pula apa perlunya
Blambangan dimata-matai" Jika kami berniat jelek maka
kami sudah akan ambil kesempatan pada
pemberontakan Buleleng. Tapi kami membantu Mengwi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dengan pamrih untuk membebaskan Blambangan
dari upeti," Dewa Rake yang menyahut kini. Wilis
memandangnya dengan berani. "Bukankah itu janji Yang
Mulia sendiri pada Yang Mulia Umbul Songo" Kami
cuma memburu janji itu. Siapa yang tidak ingin bebas
dari upeti" Pemberontakan dilakukan oleh suatu negeri
jajahan ke negeri yang menjajah, tak lain hanya ingin
bebas dari upeti. Tapi kami menempuhnya dengan cara
bersahabat." "Tapi Blambangan membangun laskarnya dengan
diam-diam. Padahal ada larangan bagi Blambangan
untuk membangun laskar baru," menteri muka yang
menuduh kini. "Keamanan suatu negeri tidak bisa dipertahankan
tanpa kekuatan laskar. Kami membangun sekadar untuk
mempertahankan diri. Tidak mungkin yang tua tidak
diganti, yang mati tidak pula ditukar dengan yang masih
segar." Semua terdiam. Wilis tahu ia sedang dicari-cari
kesalahannya. Kembali pada soal Martana ditanyakan
kenapa tanah yang diperolehnya dengan sah dari hasil
kerjanya disita dan dikembalikan pada petani" Sang
Prabu berusaha menyudutkan Wilis. Berarti sebagai
pemerintah ia tidak memberi ketentraman pada
penduduknya. "Hyang Bathara. Martana mendapatkan tanah-tanah
itu dengan menipu petani-petani Sumberwangi. Ia telah
meminjamkan uang dengan riba tinggi. Dan itu menyalahi
undang-undang di negeri kami. Karena ia menipu, kami
merampas dan mengembalikan pada pemiliknya."
"Bagaimana, Dharmadhjaksa?" tanya Dewa Agung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dharmadhjaksa menjawab bahwa ia belum melihat
kesalahan Wilis dengan berat. Tidak ada kesalahan
besar yang bisa merugikan Mengwi. "Baik. Tapi Yang
Mulia belum diperkenankan pulang."
Dharmadhjaksa menyampirkan sutra kuning di pundak
Wilis sebagai tanda bahwa ia seorang pejabat tinggi
yang sedang menjalani hukuman.
"Ampun, Yang Mulia! Apa salah hamba?"
Semua tak menjawab kecuali Dewa Agung yang
bertitah lagi "Yang Mulia akan menempati sebuah puri indah di
dalam keraton ini. Yang Mulia kami beri kesempatan
untuk merenungkan semua yang telah Yang Mulia
kerjakan. Selamat, Yang Mulia."
Wilis digiring ke suatu puri kecil yang halamannya
penuh ditumbuhi bunga-bunga. Wilis hanya boleh
bergerak seluas halaman puri itu. Selebihnya dilarang.
Wilis tahu ia tidak dituduh apa-apa. Tapi ia sedang
berhadapan dengan modal. Dan Wong Agung Wilis tetap mendapat pelayanan
dari para dayang yang terpilih. Tapi Wilis juga tahu
benar, di luar pagar batu berukir telah berjajar barisan
pengawal yang setiap saat siap mengirimkannya pada
sebuah akhir. Wilis sadar, ia sudah memasuki sebuah
awal dari keberakhir-an. Impian telah memasuki senja.
Sesekali memang ia dipanggil untuk menghadap Sri
Prabu, atau harus menjawab pertanyaan dalam
pemeriksaan lanjutan. Ia tidak menyesali keadaannya.
Walau rasanya sudah berakhir semua dan segalanya.
Sebab ia merasa telah meninggalkan apa yang terbaik
buat Blambangan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wilis dijauhkan dari segala dan semua. Juga dari
berita. Itu yang membuatnya kadang-kadang" merasa
seperti seorang dungu. Kadang ingin marah. Tapi tentu
ia harus menahan hatinya. Ia tidak bisa marah pada para
dayang yang melayaninya. Sebab ia tahu bahwa mereka
bukan sembarang dayang. Berbulan Wilis tidak tahu berita. Apa akal" Ketika
Made Darmi mendapat giliran melayaninya maka ia
bertanya, "Made, apa kau bersedia menemani aku?"
"Sebenarnyalah itu tugas kami, Yang Mulia," jawab
dayang itu sambil tersenyum.
"Kau tahu sudah lama aku terpisah dari keluargaku.
Dari istriku?" "Disediakan kami. Tapi Yang Mulia mendiamkan saja."
"Baiklah, Made. Aku ingin kau menemani aku malam
ini." "Senang sekali."
Malam itulah Wong Agung Wilis mendengar berita dari
mulut Made Darmi, bahwa Mangkuningrat bersama
delapan puluh orang lainnya termasuk Bagus Tuwi dan
Mas Sutajiwa diperiksa di Mengwi dan dijatuhi hukuman
mati. Mereka dituduh berkhianat karena telah pergi ke
Batavia untuk bersahabat dengan VOC.
Wilis sempat menitikkan air mata. Kanda, kau mati
bersama kedunguanmu. Tapi cuma sekilas ia bersedih.
Karena Made mengatakan lagi, "Mungkin Yang Mulia
sebentar lagi mendapat tugas baru. Karena Lombok dan
Buleleng berontak lagi. Hamba dengar Yang Mulia akan
dikirim ke Lombok." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wong Agung Wilis tersenyum. Menutupi semua
kegelisahan hatinya. Dan tak urung malam itu ia harus
bersandiwara. Ternyata apa yang dikatakan Made Darmi menjadi
kenyataan. Beberapa hari kemudian Wong Agung
dipanggil menghadap. Selendang sutra kuning yang
selama ini disampirkan di bahunya dilepas. Kepadanya
diberi tugas untuk memimpin penumpasan
pemberontakan Lombok. Dan Wong Agung Wilis jadi
benci pada diri sendiri karena ia hanya bisa berhamba-
hamba saja sekarang. "Malam ini Yang Mulia bisa menikmati yang terbaik di
seluruh Mengwi," Patih Dewa Rake berkata lagi. "Kami akan segera menghadap Sri Prabu. Agar beliau mengirim
anugerah itu lebih awal."
"Hamba, Yang Mulia," lagi Wilis berhamba.
Baru sebentar ia memasuki puri, seorang putri jelita
masuk dengan tanpa kawalan siapa pun.
"Jangan terkejut. Hamba adalah Gusti Ayu Ratih, adik
patih Mengwi yang dianugerahkan pada Yang Mulia."
"Jagat Bathara!" Wilis menyebut. Ia tahu makna
ucapan itu. Putri ini memang cantik. Tapi ini berarti ia
dikirim ke Lombok untuk mati.
"Apakah setiap panglima yang dikirim ke Lombok
gugur?" tanya Wilis.
Ratih memeluk leher Wilis seraya bertanya,
"Yang Mulia takut mati?"
"Tidak! Mati adalah kewajiban satria. Tapi kali ini aku
ingin menang. Bukan ingin mati."
Wanita itu membelai kumis Wilis. Dan...
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Semua panglima yang ke sana pasti mati." Lirih sekali suaranya. Kemudian ia duduk di pangkuan Wilis. Bau
harum menusuk hidung Wilis.
"Tapi aku ingin menang," Wilis berbisik.
"Jika menang maka Blambangan adalah kewajiban
Yang Mulia dan... hamba akan berada di sisi Yang Mulia
untuk selama-lamanya."
0oo0 Asap dupa mengepul di setiap pura Mengwi, bahkan
juga seluruh Pulau Bali. Bunga-bunga bertebaran bukan
hanya di pura-pura. Tapi juga di perempatan-perempatan
jalan. Dan di mana saja orang bisa bersua dengan Dewa
Pencipta mereka. Doa dan mantra tidak henti-henti dibunyikan oleh
Badai Awan Angin 4 Penelitian Rahasia 8 Jurus Lingkaran Dewa 1 Karya Pahlawan Pendekar Pemetik Harpa 22
^