Pencarian

Tangan Geledek 11

Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo Bagian 11


Melihat ini Bu-tek Sin ciang Bouw Gun panglima Mongol
tua yang tinggi besar bere wokan itu menjadi marah. Memang
dia terkenal berwatak keras dan berdisiplin sekali. Rata-rata panglima Mongol amat berdisiplin sehingga, barisan-barisan
mereka terkenal sebagai barisan yang amat teratur dan kuat.
Melihat para penjaga cerai-berai, Bouw Gun cepat lari ke
arah tempat itu sambil beteriak-teriak memaki para penjaga.
"Anjing-anjing kekanyangan tak tahu malu. Begitukah
caranya berjaga" Seorang penjaga kebetulan lari ke
tempatnya tiba-tiba terlempar dengan kaki patah patah
karena ditendang oleh Bauw Gun. Penjaga itu kesakitan
hebat akan tetapi, masih dapat me lapor dengan suara
mrintih-rintih, 'Ampun, taiciangkun. ..... . di sana".. ada ...... ada
siluman mengamuk hebat ...... banyak kawan binasa...... "
"Setan pengecut, di mana dia?"
"Di sana ...... " penjaga itu menudingkan jarinya, "dia tadi masuk ke dalam kemah tai-ciangkun...... "
Bouw Gun marah sekali mendengar ada siluman
mengamuk dan memasuki ke kemahnya, ce pat ia melompat
dan lari ke kemahnya. Alanglah kaget dan marahnya ketika
ia melihat di se panjang jalan menuju ke kemahnya penuh
penjaga-penjaga yang menggeletak dalam keadaan mati atau
terluka berat. Ada yang kepalanya pecah, lehernya patah,
perutnya pecah berantakan, kaki tangan patah-patah.
35 Juga di depan kemahnya bergelimpangan mayat penjaga.
Bouw Gun berlari cepat dan me nyerbu ke dalam kemahnya
sendiri, begitu ia membuka pintu, ia melihat seorang
perwira, kepala penjaga kemahnya sedang bertempur
melawan seorang nenek yang mengerikan.
Perwira itu kepandaiannya cukup tinggi, akan tetapi pada
saat itu ia kena dicengkeram oleh nenek itu yang
menggerakkan tangan kanan mencengkeram kepalanya.
Perwira itu menjerit keras dan mengerikan sekali sebelum
muka dan kepalanya hancur oleh cengkeraman kuku
panjang nenek itu. Darah dan otaknya berceceran, tubuhnya
roboh tak bernyawa lagi. "Hi hi hi. hi, otak udang macam ini melawanku" Mana
tikus likus besar Liok Kong Ji dan Bauw Gun, suruh keluar
jangan sembunyi di kosong ranjang!" nenek itu bersumbar.
Bouw Gun sudah pernah mendengar nama besar Toat-
beng Kui.bo, bahkan di puncak Omei-san pernah ia bertemu
dengan nenek itu. Biarpun. maklum akan kelihatan nenek
ini namun saking marahnya ia tidak gentar. Apa lagi ia
berada dalam kandang sendiri,
"Siluman betina kau ingin mampus!" bentaknya marah
sambil menyerbu maju. Sesuai dengan julukannya, Bu tek
Sin-ciang atau Tangan Sakti Tanpa Tandinganya Bouw Gun
adalah ahli tangan kosong yang me ngandalkan ilmu silat
tangan kosong dan kekuatan kedua lengannya yang hebat.
Selain ilmu silatnya juga orang tinggi besar ini mahir ilmu
gulat dari Mongol yang sudah terkenal dan berbahaya. Sekali
saja orang tertangkap oleh tangannya, jangan harap akan
dapat terlepas se belum ada yang patah-patah tulangnya.
Oleh karena itu, kali i nipun ia menyerbu Toat-beng Kui bo
dungan tangan kosong saja, menubruk sambil mengirim
pukulan yang disusul oleh cengkeraman.
Akan tetapi kali ini ia menghadapi Toat-beng Kui bo
seorang tokoh yang memiliki kepandaian jauh lebih tinggi
dari padarya, baik dalam ilmu silat maupun dalam hal
36 tenaga lweekang. Melihat orang tinggi besar itu, Toat-beng
Kui-bo tertawa cekikikan.
"Ah! Kiranya kau" Mari cucuku, mari maju untuk
kucabut kepalamu dari tubuhmu yang tak terharga itu!"
Tongkatnya menyambar cepat memapaki serbuan Bouw
Gun, langsung menyambar ke arah leher dengan kekuatan
yang dahsyat dan kalau mengenai leher, bisa copot lepala itu
dari tubuhnya. Bouw Gun kaget sekali. Hawa pukulannya
biasanya amat kuat din dengan hawa pukulannya saja ia
dapat me mbunuh orang. Akan tetapi nenek ini sama sekali
tidak memperdulikan pukulannya, bahkan dengan tak
terduga sudah mendahuluinya dengan serangan maut.
Terpaksa ia mengelak mendekari untuk menyerang dari
jarak dekat. Tangan kirinya menyambar tongkat untuk
ditangkapnya, tangan kanan memukul dada.
"Hihi, kau lihai juga !" Toat be ng Kui-bo mengejek. Ia hanya menarik tongkatnya agar jangan sampai terampas
lawan sedangkan pukulan pada dadanya tidak dihiraukan
sama sekali. Bouw Gun kaget dan orang Mongol ini dapat
menduga bahwa tentu nenek itu mengandalkan sinkangnya
yang tinggi untuk menahan pukulannya, maka setelah
kepalannya menyambar dekat dada, i a merubahnya menjadi
cengkeraman. Akan tetapi, alangkah kaget dan herannya
ketika tangannya berte mu dengan permukaan yang rata dan
keras seperti papan baja. Ne nek itu sama sekali dadanya
sudah tidak ada daging maupun kulit yang dapat
dicengkeram. Agaknya kulitnya sudah mangeras dan rata
dengan tulang sehingga kuat sekali.
Bouw Gun dalam kagetnya cepat hendak menarik
kembali tangannya, akan tetapi terlambat. Toat beng Kui-bo
sudah menggerakkan tongkatnya dan terdengar suara "buk"
yang keras ketika tongkat itu mendorong dadanya. Tubuh
orang Mongol itu terjengkang darah tersembur dari
mulutnya. Dalam keadaan sekarat ia tidak berdaya ketika
kembali tongkat menyambar, kini mengenai lehernya.
37 "Krak..!" leher itu remuk sama sekali dan ..... . putus. Kepala Bauw Gun sudah terpisah dari badannya.
"Hi hi-hi-hi .........! Toat-beng Kui-bo tertawa-tawa ketika
ia menyambar kepala dan diangkat untuk mengamat -amati
muka Bouw Gun yang masih meringis dan masih marah.
"Iblis betina jangan kau menjual lagak!" Berturut-turut beberapa orang yang memiliki gerakan gesit sekali melompat
masuk. Mereka ini adalah Liok Kong Ji yang diikuti ole h
tokoh-tokoh lain. Melibat betapa kepala Bouw Gun sudah
dicopot oleh nenek itu, karuan saja Liok Kong Ji dan kawan
kawannya marah sekali. Di lain saat, melihat datangnya Liok Kong Ji, Toat-beng
Kui-bo juga menjadi girang. "Aha, kau datang pula, cucuku"
Mari..... mari sini, kawanmu ini sudah lama menanti.
Berikan kepalamu kepada nenekmu ini, hi hi-hi!"
Marah sekali Kong Ji mendengar ini. Tangannya bergerak
dan dari tengan kirinya menyambar sinar hitam, yaitu Hek-
tok-ciam (Jarum-jarum Racun Hitam) dan tangan kanannya
mengeluarkan hawa pukulan Hek-tok-ciang yang amat
berbahaya. Toat-berg Kui bo yang terlalu memandang rendah kepada
Kong Ji, berlaku sembrono dan tidak mengelak atau
menangkis, hanya mangerahkan sinkangnya. Ketika jarum-
jarum mengenai tubuhnya, jarum jarum itu runtuh, akan
tetapi pukulan Hek-tok-ciang membuat tubuh nenek itu
terhuyung ke belakang. "Ayaao...... !" Setan, kau berani memukulku"!" bentak
nenek itu marah sekali dan, tiba-tiba dari atas udara
menyambar turun benda hitam yang ce pat menyambar Kong
Ji. Tentu saja Li ok Kong Ji kaget dan menankis dengan
tangannya. Sebuah benda hitam terlempar dan yang dua
berhasil menyambar pundaknya. Baiknya Liok Kong Ji
berkepandaian tinggi sehingga ia cepat miringkan tubuh dan
kelelawar itu hanya merobek baju saja. Namun cukup
38 membuat ia bergidik karena maklum bahwa terluka ole h
kelelawar itu sukar sekali mengobatinya.
"Serbu, bunuh siluman ini!" Kong Ji berteriak- teriak
marah sekali sambil menyerbu diikuti oleh kawan-
kawannya. Kini tahulah Toat-beng Kui-bo bahwa nama besar Liok
Kong Ji bukan kosong belaka dan bahwa ia telah dikurung
oleh banyak orang pandai. Sambil tertawa-tawa ia melempar
kepala Bouw Gun ke depan. "Makaulah kepala sahabat
baikmu !" Liok Kong Ji dan kawan-kawannya t erpaksa mengelak
agar jangan sampai terkena sambitan dengan kepala ini.
Kong Ji mengulur tangannya menyambar kepala itu dan
memberikan kepada seorang pengawal untuk merawatnya.
Sementara itu Toat-beng Kui-bo mempergunakan
kesempatan ini untuk melompat keluar dari kemah. Akan
tetapi Kong Ji dan kawan-kawannya mana mau
melepaskannya " Cepat mereka mengejar. Akan te tapi dalam
kegaduhan ini, sambil tertawa cekikikan, kembali tongkat di
tangan nerek it u sudah me robohkan tiga orang pengeroyok.
Pcngepungan rapat sekali dan nenek itupun berlaku
nekad, mengamuk bagaikan siluman terjepit. Tongkatnya
sampai mcnjadi merah karena darah para korban yang
dirobohkannya. Keadaan menjadi gempar. Baru kali ini
orang-orang Mongol itu menghadapi lawan sehebat ini.
Bahkan ketika Ang jiu Mo-li mcngamuk dikeroyok oleh
panglima-panglima Mongol tidak sclihai nenek ini. Selain
lihai nene k inipun ganas sekali, setiap kali tongkatnya
menyambar tentu ada lawan roboh binasa. Akhirnya hanya
yang pandai-pandai saja berani mengeroyok, di antaranya
Liok Kong Ji sendiri, Pak Kek Sam-kui, dan para ketua
partai yang membantunya. Selagi mereka repot mengeroyok nenek yang benar-benar
kosen sekali itu, tiba-tiba terdengar suitan panjang dan
tinggi. Suitan ini memekakkan telinga.
39 "Lo thian-tung Cun Gi Toting datang".," seru Liok Kong
Ji dengan suara girang sekali. "Totiang yang mulia, bantulah kami !" Kemudian disambungnya dengan suara memerintah.
"Cui Kong, lekas bantu kami !"
Yang datang adalah seorang tos u tua yang buntung kaki
kanannya, namun biar kakinya hanya sebelah saja yang ki ri,
jalannya tidah pincang. Sebuah tongkat panjang menjadi
pengganti kaki kanannya, gerakannya cepat sekali. Ia datang
bersama seorang pemuda yang memegang huncwe. Liok Cui
Kong yang sudah kita kenal kelihaiannya.
"Silakans emua minggir, biar kami berdua menangkap
siluman ini." kata tosu buntung itu, yang bukan lain adalah Lo-thian-tung Can Gi Tosu. Seperti dapat diduga dari
julukannya Lo Thian-tung atau Tongkat Pengacau Langit,
kakek ini adalah seorang ahli bermain tongkat yang jarang
bandingannya. Dia adalah se orang tosu pengembara dari
barat yang dapat diperalat oleh Liok Kong Ji, bahkan ia
akhirnya mendapat kepercayaan dari Kong Ji untuk melatih
ilmu silat kepada anak-anak angkatnya, yaitu putera
angkatnya, yaitu Liok Cui Kong, dan dua orang puteri angkat
sejak kecil Cui Lin dan Cui Kim. Melihat bakat yang amat
baik dan luar biasa dalam diri Cui Kong, Liok Kong Ji
menjadi amat sayang kepada putra angkat ini dan
menurunkan semua kepandaiannya, maka ditambah oleh
gemblengan dari tosu buntung itu, kepandaian Cui Kong
menjadi hebat sekali. Begitu Can Gi Totiang menggerakkan tongkatnya dan Cui
Kong menye rang dengan huncwenya, Toat beng Kui-bo
sudah maklum bahwa kali ini ia menghadapi lawan yang
amat tangguh. Ia memutar tongkatnya dan sekal igus
menangkis serangan dua orang lawannya itu. Terde ngar
suara keras, bunga api berpijar dan tiga orang itu melompat
mundur untuk memeriks a senjata masing-masing. Setelah
dengan lega melihat bahwa senjata masing-masing tidak
rusak mereka maju bertempur lagi dengan seru. Ttga ekor
40 kelelawar menyambir ke bawah hendak membantu Toat beng
Kui-bo, akan tetapi, Liok Kong Ji mengayun jarum-jarum
Hek-tok-ciamnya sehingga binatang binatang itu jatuh ke
bawah mengeliarkan pekik nyaring.
Toat -"beng Kui-bo berlaku nekad. Ia tadi sudah
menghadapi pe ngeroyokan banyak orang pandai dan sudah
merasa lelah sekali. Kini ia dikeroyok oleh dua orang guru
dan murid yang kepandaiannya tinggi, apa lagi Liok Kong Ji
yang juga lihai sekal i itu mulai maju mendes ak membantu
dua orang pengeroyok, maka Toat-beng Kui-bo merasa
makin terdesak hebat. Sambil mengeluarkan seruan-seruan
seperti harimau terjepit, nenek yang sudah tua sekali ini
mengerahkan seluruh kepandaian dan tenaga terakhir
untuk membela diri dan membalas menyerang. Namun tiga
orang lawannya terlampau kuat dan setelah beberepat kali
terkena pukulan, akhirnya Toat bong Kui-bo terpaksa harus
mengakui keunggulan lawan.
Tongkat dari Lo thian tung Cun Gi Tosu berhasil
menyerampang kakinya, menibuat ia roboh dan pada saat
itu, pukulan Tin san-kang dilancarkan oleh Liok Kong Ji,
membuat nenek itu muntah darah, ditambab totokan hun-
cwe di tangan Cui Kong yang mengenai jalan darah kematian
pada lehernya membuat nyawa Toat -beng Kui-bo melayang
meninggalkan raganya. Liok Kong Ji tertawa bergelak saking gi rangnya. Dengan
kasar ia membalik tubuh nenek itu terlentang lalu
menggerayangi saku-saku jubah nenek itu. Sebuah kit ab
keluar dari saku dan sektlas pandang saja Liok Kong Ji
maklum bahwa itu adalah kitab wasiat dari Omeisan.
Judulnya DELAP AN JALAN UAMA. Cepat-cepat kitab itu
menghilang di dalam bajunya sendiri.
(Bersambung jilid ke XVI.)
. 41 (PEK LUI ENG) Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo Scan djvu : syauqy_arr Convert & edit : MCH Jilid XVI "KURANG ajar sekali, ini te ntulah perbuatan Pangeran
Wanyen Ci Lun yang berhasil menarik bantuan nenek
siluman ini untuk mengacau kita. Kita kehilangan banyak
tenaga, di antaranya Bu t ek Sin-ciang Bouw Gun sampai
tewas. Kalau kita tidak membalas, benar-benar
merendahkan nama besar kita semua," kata Liok Kong Ji.
"Liok-sicu, biarlah pinto yang akan menyelinap ke kota
raja dan mengantarkan kepala nenek ini," kata Lo-thian-
tung Cun Gi Tosu dengan suara tenang.
"Perkenankan aku ikut dengan Con Gi To-tiong, ayah,"
kata Cui Kong cepat cepat karena pemuda ini ingin sekali


Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengalami hal-hal baru. Di samping gurunya yang lihai, ia
tidak usah merasa takut. Liok Kong Ji cukup percaya akan kelihaian tosu itu dan
tahu pula bahwa tingkat kepandaian Cui Kong sekarang
sudah demikian tinggi sehingga tidak berselisih banyak
dengan kepandaiannya sendiri. Dua orang ini tentu dengan
mudah dapat melampaui penjaga dan pengawal. Ia memberi
perkenan dan berangkatlah dua orang itu menjelang senja
1 membawa kepala Toat-beng Kui-bo yang dibungkus kain
kuning. Memang dugaan Liok Kong Ji tepat. Tosu itu bersama
muridnya dengan mudah dapat melampaui para penjaga dan
berhasil memasuki lingkungan istana pada malam hari itu.
Akan tetapi beda dengan sepak terjang Toat -bong Kui-bo
yang masuk sambil mengamuk dan membuh musuh, dua
orang ini berlaku hati-hati sekali dan masuk tanpa diketahui
orang. Cun Gi Tosu maklum betul bahwa kalau sampai
ketahuan, keadaan mereka amat berbahaya karena di istana
banyak terdapat orang pandai. Bahkan ia memesan kepada
Cui Kong agar supaya hati -hati dan tidak boleh membunuh
orang secara sembarangan saja.
"Kita harus menghemat tenaga dan hanya turun tangan
kalau bertemu dengan orang penting. Setidaknya harus
keluarga Pangeran Wanyen yang kita bunuh atau culik.
Membunuh penjaga-penjaga dari perwira biasa saja tidak
akan menggemparkan dan tidak mengangkat nama kita,"
demikian kata tosu itu kepada Cui Kong yang maklum akan
maksud gurunya. "Demikianlah, menjelang tengah malam tosu ini bersama
muridnya berhasil memasuki istana Pangeran Wanyen Ci
Lun. akan tetapi mereka terkejut melihat penjagaan yang
amat kuat. Apalagi tempat di mana pangeran itu berada,
yaitu di kamarnya. terjaga kuat sekali sehingga mereka tidak
mungkin menyerbu. Tiba tiba terdengar suara anak kecil menangis dari kamar
itu. Cun Gi Tosu dan Cui Kong yang mendekam di tempat
mengintai. Terdengar suara Wanyen Ci Lun memberi
perintah kepada para penjaga supaya menjaga lebih teliti,
dan kepada seorang pelayan wanita setengah tua pangeran
itu berkata. "Anak ini menangis saja, bawa keluar dan biar
dia tidur denganmu!"
Tak lama kemudian, pelayan pengasuh itu keluar
memondong seorang anak perempnan berusia dua tahun
2 lebih yang menangis terus. Beberapi orang penjaga bergerak-
gerak di tempat gelap dan nampak berkilaunya pedang dan
golok terhunus dari para penjuga istana itu.
Pintu kamar tertutup kembali. akan tetapi segera
terdengar jerit wanita pemondong anak tadi yang roboh dan
anak ke cil itu kini sudah berada dalam pondongan seorang
tosu yang berkaki buntung.
"Penjahat ! Penculik !" teriak para penjaga menggema di
malam gelap. Beberapa s osok bayangan para penjaga ini
be rkelebat mengejar, akan tetapi empat orang penjaga
menjerit roboh terkena pukul an dari belakang yang ternyata
dilakukan oleh Cui Kong dengan hun-cwe. Banyak penjaga
datang berlari ke tempat itu, di antaranya banyak panglima
yang berkepandaian tinggi.
Teriakan "tangkap penjahat" makin gencar terdengar dari
empat penjuru. Akan tetapi dengan gerakan kilat Cun Gi
Tosu melemparkan bungkusan kuning ke arah para penjaga.
Seorang panglima menyampok bungkusan itu yang jatuh
menggelinding ke arah lantai. Bungkusan terbuka dan.......
para pengejar untuk sejenak te rkesiap melihat kepala Toat
beng Kui-bo yang nampak lebih menyeramkan dari pada
ketika masih hidup. "Celaka......,... !" teriak seorang panglima. "Kejar mata-mata Mongol itu !"
Akan tetapi Cun Gi Tosu dan Cui Kong sudah menghilang
di dalam gelap, berlari cepat keluar dari lingkungan istana.
Mereka menuju ke pintu gerbang kota raja sebelah utara.
Tanda bahaya dari istana itu dengan cepat sudah terdengar
oleh seluruh penjaga di pintu-pintu gerbang kota raja dan
semua orang menjaga dengan teliti.
Oleh karena inilah maka tidak begitu mudah bagi Cun Gi
Tosu dan Cui Kong untuk keluar, tidak seperti masuknya
tadi. 3 "Kita harus menggunakan, kekerasan!" kata Cun Gi Tosu
yang mengikat anak itu di pungungnya dan menyumpal
mulut yang kecil itu dengan saputangan sehingga tidak
dapat me nangis lagi. Dengan hati -hati mereka berlari
menuju pintu gerbang. Cun Gi Tosu menyeret tongkatnya,
Cui Kong memegang huncwenya.
*Berhenti ! Siapa itu?"" bentak dua orang penjaga yang
berdiri terdepan ketika melihat bayangan dua orang
mendatangi. Akan tetapi jawaban pertanyaan ini adalah
berkelebatnya sinar hitam dan di lain saat dua orang
penjaga itu roboh dengan kepala pecah dan nyawa melayang
! "Mata-mata Mongol jangan lari!" terdengar bentakan dari
belakang dan sebatang pedang sang digerakkan secara cepat
bukan main menyambar ke arah leher Cui Kong. Pemuda ini
kaget sekali, cepat memutar tubuh sambil mainkan
huncwenya menangkis. ternyata yang menyerang adalah
seorang gadis cant ik dan gagah yang datang bersama Wan Bi
Li dan Wan Sun yang sudah pernah dijumpainya. Gadis
gagah ini bukan lain adalah Coa Lee Goat. Usianya paling
banyak baru enam belas tahun, akan tetapi dara remaja ini
sudah mewarisi ilmu pedang dari Wan Sin Hong gurunya,
maka ia lihai sekali. Sementara itu, Wan Bi Li dan Wan Sun
juga menyerbu mengeroyok Cu Gi Tosu. Setelah dekat
dengan ayahnya yang mengaku sebagai ayah angkatnya,
kepandaian Bi Li makin meningkat. Apalagi dalam hal
memelihara ular, ia malah mendapat julukan atau cuma
poyokan Dewi Ular karena jarang orang melihat dia tidak
membawa ular. Dalam pertempuran inipun ia
mempergunakan senjata aneh yaitu ular hidup yang
dimainkannya sebagai orang bermain senjata joanpian
(cambuk). Inilah permainan ilmu silat joanpian dengan ular
hidup yang ia pelajari dari gihu (ayah angkatnya). Di
sampingnya, Wan Sun mainkan pedangnya yang juga amat
lihat karena pemuda ini sudah mewarisi kepandaian Ang-jiu
Mo-li bahkan sudah mulai memperdalam ilmu Silat Kwan Im
4 Cam-mo (Dewi Kwan Im Menaklukkan Iblis) yang
terkandung dalam kttab Omei-san yang terjatuh ke dalam
tangan Ang-jiu Mo-li. Sebetulnya Cun Gi Tosu tidak usah takut menghadapi
keroyokan putera dan puteri Pange ran Wanyen Ci Lun ini
karena tingkat kepadaiannya masih jauh lebih tinggi, juga
Cui Kong masih lebih lihai dari pada Lee Goat. Akan tetapi
guru dan murid ini maklum bahwa mengalahkan tiga orang
pengejar muda ini bukan hal yang dapat dilakukan dalam
waktu singkat, sedangkan di dalam kota raja masih banyak
terdapat orang-orang pandai yang se tiap saat pasti akan
datang mengeroyok. "Cui Kong, mari kita pergi ! Buka jalan darah !" seru Lothian tung Cun Gi Tosu kepada muridnya.
Cui Kong terpaksa mentaati perintah suhunya karena
iapun maklum akan bahayanya tempat itu. "Totiang, apa
kita tidak bisa membawa Nona Ular itu bersama kita pulang
?" tanyanya, karena melihat Bi Li kembali timbul gairah dan cintanya.
"Hush, jangan main-main. Lekas kita pergi......!". bentak tosu itu.
Keduanya memutar senjata lalu membalikkan tubuh dan
menyerbu penjaga yang menghadang di depan pintu gerbang
yang tertutup. Sebentar saja lima-enam orang penjaga roboh
terkena terjangan dua orang lihai ini dan sebelum Bi Li, Wan
Sun dan Lee Goat sempat menghalangi, dua orang itu sudah
melayang naik ke atas pagar tembok. Beberapa orang
penjaga di at as pagar tembok melepas anak panah, akan
tetapi hujan anak panah ini sia-sia saja. Runtuh semua
ketika tiba di depan dua orang yang sedang melompat, kena
disampok oleh putaran senjata mereka. Ketika para penjaga
itu bendak menyerang, kembali beberapa orang roboh dan
terus terjungkal ke bawah benteng mengeluarkan pekik
mengerikan. Bagaikan dua e kor ular, Cui Kong dan gurunya
melayang turun keluar pagar tembok dan sebentar saja
5 mereka sudah selamat tiba di barisan mereka sendiri. Tentu
saja hal ini menggirangkan hati Jengis Khan yang tadinya
marah sekali karena kehilangan beberapa orang penglima
termasuk Bouw Gu yang se tia. Kini hinaan dari fihak Kin
sudah terbalas dan nama kehormatan orang Mongol sudah
terangkat lagi olek sepak tcrjang Cu Gi Tosu dan Cui Kong.
Dua orang ini diberi hadiah besar. Pesta gembira diadakan
untuk menyambut mereka dan Kong Ji merasa puas melihat
tosu itu berhasil menculik seorang anak dari Wanyen Ci
Lun. "Totiang, hendak diapakan anak perempuan dari
Pangeran Wanyen Ci Lun ini?" tanyanya kepada Cun Gi
Tosu. Tosu kaki bunting itu tersenyum. "Tidak kusengaja dapat
menculik puteri Pangeran Wanyen dan kebetulan sekali
anak ini bertubuh baik. Sayang kalau dibiarkan tersia-sia."
"Kita bawa saja ke Ui-tok-lim, totiang." kata Cui Kong.
Tosu itu mengangguk.angguk. "Betul, memang dia patut
menjadi panghuni Ui-tok-lim."
-oo(mch)oo- Sementara itu, di dalam istana Pangeran Wanyen Ci Lun
menjadi gempar. Pangeran ini marah sekali, bukan saja
melihat kepala Toat-beng Kui-bo yang berarti panghinaan
besar bagi istana Kin, akan tetapi juga me rasa mendongkol
sekali karena bocah itu kena diculik. Dia tidak tahu
sinpakah anak itu yang oleh Toat -beng Kui-bo dititipkan
kepadanya, akan tetapi dia dan is terinya merasa suka sekali
meli hat bocah yang mungil itu. Biarpun sekarang Toat-beng
Kui bo sudah tewas dan tidak ada orang yang akan
menuntutnya karena hilangnya bocah itu, namun di dalam
hatinya pangeran ini merasa be rdosa dan bersalah. Masih
baik kalau anak yang terculik itu mendapat perlakuan baik
6 dari orang-orang Mongol, Kalau sebaliknya, bukankah itu
kesalahannya" Pada keeaokan harinva, Pangeran Wanyen Ci Lun duduk
di dalam kebun belakang istananya bersama Gak Soan Li.
Juga di situ hadir. Wan Bi Li dan Wan Sun yang
menceritakan pengalamanoya malam tadi ketika mangejar
penjahat. "Pemuda yang me megang huncwe itu mengaku bernama
Liok Cui Kong, putera Liok Kong Ji. Dia memang lihai dan
jahat." kata Wan Bi Li menutup penuturunnya. Memang
sudah terdengar berita oleh Pangeran Wanyen Ci Lun dan
isterinya bahwa Liok Kong Ji masih hidup dan kini
membantu pergerakan orang-orang Mongol. Kini Gak Soan Li
yang menjadi agak pucat mendengar penuturan Bi Li, tak
tertahan lagi mengutarakan keheranannya yang terpendam
sekian lama. "Tidak salahkah bahwa si jahat Liok Kong Ji masihb
hidup" Pedang di tanganku sendiri yang mencabut
nyawanya, kutusuk dadanya sampai tembus ke punggung.
Bangkainya sudah di kubur, bagaimana sekarang dia bisa
muncul d antara orang Mongol, Benar-benar aku masih
belum percaya." "Banyak orang yang mehhat dia itu betul-betul Liok Kong
Ji. Memang aku sendiri juga merasa heran seperi yang
kaupiktrkan. Benar-benar manusia itu selalu membawa
bencana. Kurasa hanya seorang di dunia ini dapat
menerangkan rahasia aneh ini," kata Pangera Wanyen Ci
Lun perlahan. "...... Wan Sin Hong.......?" terdengar Gak Soan Li
bertanya, suaranya lemah.
Wanyen Ci Lun mengangguk. Di antara suami isteri ini
terdapat rahasia besar. Di dalam cerita indah PEDANG
PENAKLUK IBLIS diceritakan betapa sebelum menjadi isteri
Pangeran Wanyen Ci Lun, Gak Soan Li telah menjadi kurban
7 kebiadaban Liok Kong Ji sehingga Gak Soan Li melahirkan
seorang putera yang bukan lain adalah Tiang Bu. Akan
tetapi se mua hal ini terjadi ketika Soan Li berada dalam
keadaan kehilangan ingatan. Jauh sebelum itu, sebelum
menjadi korban Liok Kong Ji, Soan Li telah berjumpa dengan
seorang pemuda yang dianggapnya seorang pemuda bodoh
sederhana bernama Gong Lam dan gadis yang gagah itu
telah jatuh cinta kepada Gong Lam. Lalu oleh kekejian Kong
Ji, Gak Soan Li kehilangan ingatannya. Setelah sadar, ia
hanya ingat dua orang. Wan Sin Hong yang di bencinya
karena ketika melakukan kekejiannya, Kong Ji mengaku
bernama Wan Sin Hong. Dan orang ke dua adalah Gong Lam
yang tetap dicintanya dan kembali Liok Kong Ji yang
mengaku se bagai Gong Lam, crimper. mempergunakan
kesempatan selagi Soan Li masih kehilangan ingatan.
Padahal Gong Lam itu bukan lain adalah Wan Sin Hong.
Untuk mengetahui peristiwa ruwet dan menarik ini lebh
jelas, silakan baca cerita PEDANG PENAKLUK lBLIS.
Sampai sekarang Soan Li masih belum sadar betul akan
duduknya perkara. Dia hanya mengira babwa Gong Lam itu
acbetulnya tidak ada, yang ada ialah Pangeran Wanyen Ci
Lun yang semenjak dahulu ia cinta, memang wajah Gong
Lam alias Wan Sin Hong itu serupa benar dengan wajah
Pangeran Wanyen Ci Lun, seperti pi nang dibelah dua.
Memang mereka ini sesungguhnya masih saudara mis an.
Perlahan-lahan Pangeran Wanyen Ci Lun suka menceritakan
kepada isterinya tentang Wan Sin Hong yang dianggap
saudaranya dan seorang ggah perkasa yang amat ia cinta
dan hormati. Sete lah mendengarkan penuturan Wan Bi Li dan Wan
Sun tent ang penyerbuan dua orang mata-mata Mongol itu.
Wanyen Ci Lun menarik napas panjang dan berkata kepada
Soan Li. "Isreriku, bagi seorang panglima yang penuh
tanggung jawab terhadap negaranya, aku sama sekali tidak


Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tahut atau khawatir terhadap musuh. Kau tahu bahwa aku
siap sedia mengurbankan nyawa demi membela negara.
8 Akan tetapi kalau aku melihat engkau dan anak-anak kita,
be rat juga rasa hatiku. Memang akupun tahu bahwa kau
cukup pandai menjaga diri, demikian pula Bi Li dan Sun-ji .
Akan tetapi. menghadapi balatentara Mongol yang begitu
banyaknya. bagaimana kelak kita bisa s aling membantu "
Aku tetap akan merasa khawatir kalau kau dan anak-anak
kita tidak mengungsi ke selalan. Ikutlah dengan Hong Kin
dan isterinya ke Kim-bun to. Kelak kalau aku dapat lolos
dengan selamat dari perang ini. pasti aku akan menyusul ke
sana. Andaikata aku gugur,. kau dan anak-anak pun,
berada di tempat aman dan aku akan mati dengan mata
meram." "Tidak, tempat kami di sini, di sampingmu. Dalam suka
maupun duka," jawab Soan-Li dengan suara tetap.
"Bukankah be gitu, anak-anak?"
"Betul, ibu. Ayah, akupun harus membantn ayah
berjuang melawan iblis-iblis Mongol!" kata Wan Sun.
"Kalau saja ayah tidak menghadapi musuh dan negara
sedang aman, aku akan suka sekali pe lesir ke Kim bun-to.
Akan tetapi dalam kedaan seperti ini, bicara tentang pelesir
sungguh bukan pada tempatnya. Ayah, kita masih belum
kalah oleh tikus-tikus Mongol, mengapa ayah nampak
berkhawatir?" kata Wan Bi Li sambil mendekati ayahnya
dengan sikapnya yang manja.
"Kalian tidak tahu....... balatentara Mongol luar biasa
kuatnya, me reka beberapa kali lipat banyak dari pada kira.
Kota raja sudah terkurung rapat, tidak ada ransum dapat di
datangkan dari luar. Berpul uh-puluh gerohak ransum yang
datang dari selatan juga sudah dirampas mereka. Bukan aka
takut akan tetapi benar-benar harapan kita tipis sekali,
sekarang kiranya masih mungkin bagi kalian untuk
menerobos keluar dari kepungan, mengungsi ke selatan
seperti dilakukan oleh kaisar dan pembesar tinggi dan....... "
9 "Akan tetapi mengapa kau sendiri tidak pergi mengungsi"
Kau mendesak kami menyelamatkan diri, mengapa kau
sendiri tidak ikut pergi?" Soan Li menegur suaminya.
"Aku lain lagi. Aku seorang pangeran kerajaan Kin, aku
harus membela negara dan kerajaan sebagai seorang
panglima yang setia. Akan tetapi lain lagi dengan kau dan
anak-anak. lnilah sebab-sebabnya mengapa aku memberi
she Wan kepada anak anak kita, aku ingin mereka tetap
menjadi orang Han, bercampur dengan rakyat jelat a di
Tiongkok, jangan dicap bangsa penjajah."
Pada saat itu muncul Coa Hong Kin dan Go Hui Lian.
Nyonya ini sambil tertawa berseru keras, "Coba lihat, siapa yang datang bersama kami?".
Pange ran Wanyen Ci Lun mengeluarkan suara girang,
melompat dari kursinya, berlari maju dan di lain saat ia
sudah berpelukan dengan Wan Sin Hong ! Gak Soan Li
duduk se perti patung di atas kursinya, wajahnya dan
matanya terbelalak memandang ke Wan Sin Hong dan
Pangeran Wanyen Ci Lun. Dua orang laki-laki setengah tua
yang serupa benar wajahnya, tampan dan gagah, hanya
pakaian saja yang berbeda. Pangeran Wanyen berpakaian
seperti seorang panglima sedangkan Wan Sin Hong
berpakaian sederhana. "Aku pernah bertemu dengan dia
....... aku pernah bertemu dengan diaa. ..... " demikian kata hati nyonya ini dan dadanya berdebar aneh, keningnya yang
masih halus itu berkerut-kerut seakan-akan ia sedang
mengerahkan tenaga otaknya untuk mengingat-ingat. Di
belakang Sin Hong muncul Siok Li Hwa yang masih cantik
gagah, akan tetapi kelihatan lesu dan berduka..Nyonya ini
digandeng oleh Coa Lee Goat, murid suaminya juga
muridnya. "Saudaraku yang baik....... ... ! Tentu Thian yang
menuntunmu me ngunjungi kami yang sedang amat
mengharap-harapkan kedatanganmu. Silakan duduk di
dalam. kita bicara ...,.."
10 Wan Sin Hong menjadi terharu dan matanya bas ah
ketika ia memandang kepada pangeran itu dan kepada Gak
Soan Li yang masih duduk mematung, kemudian ketika ia
melirik dan melihat Wan Bi Li sudah bergandeng tangan
dengan Lee Goat dan dua orang gadis itu berbis ik-bis ik
agaknya membicarakan. mereka yang baru datang,
wajahnya yang tadinya muram menjadi agak berseri
"Ah, sekarang kalian sudah menjadi sahabat baik,
bukan" Memang semua adalah orang sendi ri. dulu di Omei-
san kalian berkelahi !"
"Suhu, dulu teecu tidak tahu bahwa Bi Li adalah puteri
dari bibi guru sendiri. Kalau tahu masa bertempur " jawab
Lee Goat tertawa. Sin Hong memperkenalkan isterinya kepada Pangeran
Wanyen Ci Lun dan mereka memberi hormat sebagaimana
mestinya. Sin Hong menghadapi Soan Li dengan wajah tidak
memperlihatkan perubahan apa-apa, ia menjura s ambil
berkata sopan, "Harap hujin banyak bailk....... "
Soal Li hanya menjura kepada Sin Hong dan isterinya,
bibirnya bergerak tanpa mengeluarkan suara, akan tetapi
hatinya berbisik. "Aku pernah mengenalnya, pernah
mengenalnya?".."
Pangeran Wanyen Ci Lun mengajak tamu-tamunya
masuk ke ruangan dalam untuk bercakap-cakap dan tak
lama kemudian Pangeran Wanyen Ci Lun duduk
menghadapi Wan Sin Hong dan Coa Hong Kin, sedangkan di
ruangan belakang Gak Soan Li bercakap-cakap gembira
dengan Go Hui Lian dan Siok Li Hwa.
Baik penuturan Li Hwa kepada Soan Li dan Hui Lian,
maupun penuturan Sin Hong pada PangeranWanyen Ci Lun
dan Hong Kin, amat mengejutkan para pendengarnya. Hati
siapa yang takkan terkejut dan menyesal mendengar bahwa
anak perempuan yang tadinya dibawa oleh Toat -beng Kui-bo
dan yang baru kemarin siculik oleh mata-mata Mongol ,
11 bukan lain adalah onak tunggal dari Wan Sin Hong dan Siok
Li Hwa! Pangeran Wanyen Ci Lun mengge brak meja. "Celaka !
Kalau tahu demikian. tentu anak itu takkan pernah
kubiarkan terpisah dari sampingku. Pantas saja kami amat
suka kepadanya, kiranya dia Itu anakmu.....?" Cepat ia
mence ritakan semua peristiwa yang terjadi malam tadi di
mana anak itu telah terculik ole h seorang tosu buntung dan
seorang pemuda putera Liok Kong Ji.
Wan Sin Hong menjadi pucat mendengar ini. "Putera Liok
Kong Ji " Sampai sekarang iblis itu masih tetap
menggangguku. Tunggu saja kau. Kong Ji. lain kali kita
bikin perhitungan. Awas, kau kalau sampai anakku
terganggu," kata Sin Hong mendengar penuturan itu.
Kemudian atas permintaan Pangeran Wanyen Ci Lun, ia lalu
menuturkan pengalamannya secara singkat selama ini.
Seperti te lah kita ketahui, kurang lebih tiga tahun yang
lalu ketika Tiang Bu mengunjungi Toat-beng Kui-bo di Ban-
mo- tong, Wan Sin Hong berada di sana bersama istertnya
yang ketika itu sedang mengandung. Tadinya Wan Sin Hong
mengejar Toat berg Kuibo yang membawa Siok Li Hwa, akan
tetapi ketika tiba di Ban-mo-tong, ia mendengar hal yang
amat mengherankan hasinyat, yaitu bahwa Toat beng Kui-bo
sesungguhnya adalah ibu sendiri dari Li Hwa ! Li Hwa amat
percaya kepada keterangan Toat-beng Kui-bo yang dapat
menceritakan segala hal tentang Pat-jiu Nio-nio gurunya
dahulu ketika ia masih berada di perkumpulan Hui-eng-pai.
Juga Li Hwa amut kasihan melihat ne nek itu maka nyonya
yang memang sejak kecil rindu sekali untuk bertemu dengan
ibunya, menjadi tidak tega meninggalkan Toat-beng Kui-bo
dan membujuk suaminya untuk mengawan "ibunya" di
tempat yang menyeramkan itu.
Pada waktu itu Sin Hong sedang menghadapi hal-hal
yang tidak menyenangkan terutama sekali karena sikap
bermusuh dari tokoh-tokoh kang-ouw setelah mereka
12 mendengar bahwa dia masih keturunan keluarg pangeran
Kin. Inilah sebabnya me ngapa Sin Hong me nuruti
permintaan isterinya dan suami isteri ini tinggal di tempat
itu seperti mengasingkan diri sambil melayani keperluan
Toat-beng Kui -bo dan mengawasi nenek itu. Betapapun juga,
di dalam lubuk hatinya Sin Hong masih ragu-ragu dan
curiga, belum sepenuh hati dapat menerima bahwa isterinya
adalah anak kandung dari nenek yang mangerikan itu.
Waktu berjalan cepat sekali, Li Hwa melahirkan seorang
anak perempuan, Toat-beag Kui-bo kelihatan sayang sekali
kepada "cucunya" ini dan seringkali nenek itu datang
meni mang-nimang bayi itu. Sin Hong sudah mulai bosan
tinggal di tempat itu, akan tetapi Li Hwa selalu
membujuknya agar supaya mereka tinggal di situ dan
mengawani ibunya sudah sangat tua.
"Ibu sudah berusia tua sekali, bagaimana kalau kita
tinggalkan seorang diri lalu jatuh sakit" Siapa yang akan
merawatnya" Kau harus tahu bahwa semenjak kecil aku
tidak pernah dekat dengan dia, kalau tidak sekarang pada
saat dia sudah sangat tua aku melakukan kewajiban dan
baktiku sebagai anak, mau t unggu kapan lagi?" demikian
isteri ini membantah dan terpaksa Sin Hong menahan sabar.
Memang kesabaran Sin Hong luar biasa sekali, hasil
latihannya ketika ia berada di Luliangsan. Kembali dua
tahun lebih lewat dan Wan Leng atau yang biasa mereka
panggil Le ng Leng anak itu sudah berusia dua tahun dan
menjadi seorang anak yang mungil.
Pada suatu hari ketika Sin Hong sedang duduk di lereng
memandang ke tempat jauh, agaknya rindu untuk berkelana
turun dari tempat itu. bertemu dengan sahabat-sahabat baik
dan orang-orang gagah di dunia kangouw, tiba-tiba
terdengar suara ketawa merdu, ia kaget sekali karena
maklum bahwa orang yang dapat dat ang di dekatnya tanpa
ia dengar, banyalah orang yang sudah memiliki kepamdaian
tinggi sekali. Ketika ia melompat berdiri dan memutar tubuh,
13 ternyata yang berdiri di depannya adalah Ang-jiu Mo-li,
masih tetap cantik seperti dulu biarpun usia sudah empat
puluh tahun lebih, hampir lima puluh tahun.
"Ang-jiu Mo-li mengejutkan orang. Ada keperluan apakah
kau sampai datang ke tempat ini ?"
"Wan Sin Hong manusia pelamun ! Makin tua kau makin
tidak ada tidak ada guna!" Ang Jiu Mo-li mengejek.
"Hmmm, mungkin".." jawab Sin Hong sebal karena
memang sudah sering kali ia merasa bahwa ia makin tiada
guna, maka ejek orang amat mengenai hatinya. "Akan tetapi mengapa kau berkata demikian ?"
"Di utara api peperangan sudah bernyala- nyala. Orang-
orang gagah mempergunakan kesempatan untuk
mengeluarkan kepandaian agar tidak sia-sia. Akan tetapi
kau, yang katanya be rdarah bangsawan Kin, yang terkenal
sebagai pangeran bangsa Kin berpakaian Han. kau memeluk
lutut melamun di sini bersenang-senang dan berbulan madu
yang tiada berkesudahan de ngan isterimu, menjadi kaki
tangan dari siluman tua Toat-beng Kui-bo. Ci hh, tak tahu
malu dan betul betul seorang pengecut besar."
"Ang jiu Mo-li , kau datang-datang memaki aku apakah
maksudmu" Mau apa kau datang ke sini?"
"Lupakah kau akan pertemuan kita yang lalu ketika aku
menampar muka wanita yang sekarang menjadi isterimu"
Aku datang untuk membuktikan sampai di mana
ke pandaianmu, orang pemalas dan pelamun yang sudah
pernah berani mengagulkan diri sebagai seorang bengcu !
Bersiaplah kau !" Sin Hong melihat betapa kedua tangan wanita itu
perlahan-lahan berubah warnanya, menjadi merah muda
menjadi merah tua. Ia makum apa artinya. Memang Ang-jiu
Mo-li amat terkenal namanya oleh kedua tangan ini yang
mengandung sinkang beracun luar biasa kuat dan
be rbahaya. Ia me narik napas panjang.
14 "Ang-jiu Mo-li, se betulnya aku merasa enggan untuk
bertempur dengan seorang wanita tanpa sebab-sebab yang
kuat. Akan tetapi karena kau tadi sudah me maki aku
seorang pengecut, terpaksa aku harus membe la diri dan
membuktikan bahwa makianmu tidak berdasar. Aku sudah
siap. Ang-jiu Mo-li."
"Bagus, jaga s eranganku !" seru wanita itu gembira.
Sudah lama sekali ia rindu untuk mengukur kepandaian
pendekar yang terkenal ini dan baru sekarang ia mendapat
kesempatan. Selain itu, semenjak ia bertemu dengan Sin
Hong dahulu, diam-diam Ang-jiu Mo-li sering kali duduk
termenung dan melamun. Belum pernah selama hidupnya ia
tertarik oleh laki-laki, akan tetapi bengcu muda ini benar-
benar telah merebut hatinya. Maka dapat dibayangkan
betapa sakit hatinya dan betapa kecewanya ketika ia
mendengar bahwa kini W an Sin Hong s udah menjadi suami
Hui-eng Niocu Siok Li Hwa.
Wan Sin Hong berlaku hati-hati sekali dalam menghadapi
serangan Ang-jiu Mo-li. Ia maklum bahwa wantia ini
bukanlah lawan biasa, sama sekali tidak boleh dipandang
ringan karena memiliki kepandaian yang tingkatnya sudah
amat tinggi. De ngan penuh perhatian ia menghadapi
serangan lawan, mengerahkan kepandaian dan tenaganya
untuk mempertahankan diri dan balas menyerang.
Kepandaian Ang-jiu Mo-li memang sudah setingkat dengan
Sin Hong. Wanita sakti ini ketika menjelajah di utara, sudah
mengemparkan t okoh-tokoh utara, bahkan sudah
menggegerkan tokoh-tokoh Mongol dengan kepandaiannya
yang tinggi. Liok Kong Ji sendiri di utara hampir menjadi
korban tangannya ketika Liok Kong Ji yang mata ke ranjang
tertarik oleh kecantikannya dan mencoba mengganggunya.
Kalau saja tidak dikeroyok oleh banyak tokoh Mongol yang
tinggi kepandaiannya, tentu Ang-jiu Mo-li tidak akan
melarikan diri dan Kong Ji dapat se lamat terlepas dari
tangannya. 15 Sebaliknya Wan Sin Hong yang sudah bertahun-tahun
tak pernah bertempur melawan orang-orang pandai, juga


Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak merosot kepandaiannya, bahkan selama ini ilmu
lweekangnya meningkat. Dalam pertempuran menghadapi
lawan ini ia berlaku tenang sehingga biarpun Ang jiu Mo-li
mengeluarkan semua ke pandaian dan menyerang dengan
cepat dan gencar, Sin Hong dapat me ngimbanginya. Jarang
ada pertempuran tangan kosong demikian ramainya, di
mana tipu dilawan tipu dan kegesitan dilawan ketangkasan.
Bayangan dua orang ini sampai sukar dikenal lagi, sepeti
sudah menjadi satu. Kegagahan Sin Hong ini makin menggerakkan hat i Ang:
jiu Mo-li yang mencinta Sin Hong. Dahulu ketika masih
muda wanita ini selalu bersumpah bahwa ia takkan mau
menikah dengan orang yang tidak dapat melawan
kepandaiannya, dan benar saja. Tak pernah ia menemui
laki- laki yang wajahnya mencocoki hatinya dan
kepandaiannya dapat mengimbangi kepandaiannya. Kini
menghadapi Sin Hong yang memang sudah menarik hatinya
ia menjadi kagum bukan main sehingga wajahnya menjadi
merah napasnya memburu dan matanya bersinar-sinar.
"Wan Sin Hong, tahan dulu!" katanya.
Sin Hong pun menghentikan serangannya dan
memandang heran. "Kau mau bicara?" tanyanya tenang.
Diam-diam ia harus mengakui bahwa kecuali Toat-beng Kui-
bo, belum pernah selama hidupnya ia bertemu dengan
seorang wanita sehebat ini kepandaian silatnya.
"Sin Hong, kepandaian kita seimbang. ...... tidak
melihatkah kau betapa cocoknya kalau kita be rdampingan,
kau dan aku berdua akan dapat menguasai dunia ! Pek-
thouw-tiauw-ong dan isterinya yang terkenal bukan apa-apa
kalau dibandingkan dengan kita berdua! Sin Hong, di dunia
ini tidak ada jodoh yang lebih setimpal dari pada kita !"
Kalau pipinyu ditampar, kiranya Sin Hong takkan
semerah itu mukanya. 16 "Ang-jiu Mo-li, bagaimana kau bisa mengeluarkan kata-
kata seperti itu" Kau tahu aku sudah berisieri. Kau memang
patut ditampar seperti yang diminta oleh isteriku!" bentak
Sin Hong sambil melompat maju dan mengirim tamparan ke
arah pipi Aug-jiu Mo-li. Memang Sin Hong tidak pernah lupa
akan hinaan yang dilakukan oleh Ang-jiu Mo-li terhadap
Siok Li Hwa ketika belum menjadi isterinya.
Pipi Li Hwa ditampar s ampai merah oleh Ang jiu Mo-li
dan Li Hwa menjadi sakit hati sekali, bahkan menuntut agar
supaya Sin Hong berjanji untuk membalaskannya. Namun
tadinya Sin Hong sama sekali tidak ingin menanam
permusuhan dan tidak mau menghina Ang-ji Mo-li dengan
menampar pipinya. Hanya setelah mengeluarkan kata-kata
yang dianggapnya terlalu dan tak tahu malu, Sin Hong
menjadi marah dan menamparnya.
Ang-jiu Mo-li mana mau membiarkan dirinya ditampar "
Dengan marah ia mengelak dan memaki. "Manusia sombong
! Aku akan mcmbunuh binimu itu ! Lebih dulu aku akan
membunuhmu pelamun tiada guna!" Kembali Ang jiu Mo li
menyerang dan begitu ia bergerak, Sin Hong mengeluarkan
seruan kaget. Serangan-seranyan Ang-jiu Mo-li sekarang ini
benar-benar hebat dan sama sekali berbeda dengan tadi.
Dalam gebrakan pertama saja sudah hampir saja lehernya
terkena totokan, dan selanjutnya ia terdesak terus dan
terpaksa hanya bisa menjaga diri dan main mundur
menghadapi gclombang serangan yang dahsyat itu. Ia tidak
tahu, bahwa inilah Ilmu Silat Kwan-im-cam-mo yang
dipelajari oleh Ang jiu Mo li dari kitab Omei-san yang dulu
te rjatuh ke dalam tangannya. Tidak heran apabila Sin Hong
sendiri tidak mengenal ilmu ini dan menjadi terdesak
olehnya. Sin Hong adalah seorang pendekar besar yang berjiwa
gagah perkasa. Biarpun sudah amat terdesak oleh pukulan-
pukulan aneh dan sakti dari lawannya, tetap ia tidak sudi
mengeluarkan Pak-kek sin-kiam untuk melawan seorang
17 wanita yang bertangan kosong. Ang-jiu Mo-li tadi sudah
menyatakan bahwa kedatangannya hendak menguji
kepandaian. Setelah sekarang me reka bertempur dan wanita
itu me lawannya dengan tangan kosong, bagai mana ia ada
muka untuk mempergunakan pe dangnya " Ia lebih suka
kalah dan roboh dari pada menurunkan kehormatannya
dengan bersikap curang atau licik.
Pada saat itu. muncul Si ok Li Hwa yang berlari-lari
sambil memondong anaknya, Leng Leng. Melihat bahwa
suaminya sedang bertempur melawan Ang-jiu Mo-li , Li Hwa
menjadi marah sekali dan berseru, "Suamiku, balaskan sakit hatiku. kautampar pipinya biar bengkak-bengkak !"
Akan tetapi Ang-jiu Mo-li yang menjawab sambil
mengejek dan me ndesak Sin Hong. "Bagus. perempuan tiada
guna kau sudah datang. Tunggu sebentar aku membereskan
dulu lakimu ini, baru aku akan mencabut nyawamu berikut
nyawa anakmu!" Saking marahnya. Li Hwa menurunkan anaknya di
bawah pohon dan siap membantu suaminya mengeroyok
Wanita Tangan Merah yang lihai itu. Melihat gerakan
isterinya, Sin Hong cepat berseru.
"Li Hwa, jangan....... ! Lebih baik kau bawa Leng Leng
kepada gakbo (ibu mertua) agar terlindung dari ancamn
perempuan ini." "Kita robohkan dia bersama!" Li Hwa membantah.
"Jangan. Isteriku! Ini pertandingan pibu, tidak boleh
main keroyokan !" kata pula Sin Hong yang te tap hendak
menjaga namanya. "Huh, terhadap seorang siluman tangan me rah mana
perlu menggunakan aturan lagi" Dia jahat dan sudah biasa
tidak pakai aturan, pere mpuan hina macam itu saja
meagapa kita harus sungkan-sungkan ?"
18 Mendengar makian ini, kemarahan Ang-jiu Mo li tak
dapat ditahan lagi. Sambil berteriak nyaring tubuhnya
melayang meninggalkan Sin Hong, langsung ia menerjang Li
Hwa ! "Ang-jiu Mo-li, jangan serang isteriku !" bentak Sin Hong mengejar, "Li Hwa, jangan lawan dia. Lari !"
Akan tetapi mana Li Hwa mau lari" Dia sendiri berilmu
tinggi dan bukan menjadi wataknya untuk lari menghadapi
lawan yang ba gaimana tangguhpun. Me lihat serangan Ang-
jiu Mo-li, ia cepat menggerakkan kedua tangan menangkis.
"Plak !" dua lengan tangan bertemu dan Li Hwa terlempar te rus muntah darah.
"Hai, berani melukai anakku ?" terde ngar bentakan dan sekaligus sebatang tongkat melayang ke arah kepala Ang-jiu
Mo-li dan dua ekor kelelawar menyerangnya dari kanan kiri.
Ang-jiu Mo-li maklum siapa yang datang maka ia cepat
melompat ke belakang menghindarkan diri dari serangan
hebat itu. "Gakbo, dia datang hendak berpibu dengan aku, bi arkan
aku melayaninya !" kata Sin Hong yang melihat isterinya
menelan sebuah pil putih, ia lalu melompat lagi mendekati
dua orang wanita sakti yang kini s udah bertempur.
"Anak mantu, kau diamlah, sudah tentu kau suka
melayaninya karena dia ini masih cantik dan terkenal gila
laki-laki. Biar aku mengambil jantungnya untuk makanan
ke lelawar-kelelawarku. Hi hi -hi !"
Tongkatnya mendesak terus dan diam-diam Ang-jiu Mo-li
terkejut sekali. Tadinya ia tidak gentar terhadap nenek ini
karena biarpun dulu kepandaiannya masih kalah setengah
tingkat, namun bertambahnya kepandaiannya dengan ilmu
Silat Kwan im-cam-mo dari Omei-san, ia kira akan cukup
untuk menghadapi nenek itu. Akan te tapi kiranya melihat
gerakan tongkat, kepandaian nenek itupun meningkat
19 banyak! Dan Ang-jiu Mo-li ingat bahwa ketika terjadi
keributan di Omei-san nenek inipun melarikan sebuah kitab.
Tentu nenek inipun sudah mendapatkan se macam ilmu
silat yang lihai. Mengingat ini, Ang-jiu Mo-li menjadi gentar juga. Menghadapi Sin Hong andaikata ia kalah, ia masih bisa
mengharapkan selamat. Akan tetapi nenek ini seperti bukan
manusia lagi dan kekejamannya sudah terkenal di seluruh
dunia kang-ouw. Di samping ini, Ang-jiu Mo-li juga merasa
gelisah mendengar sebutan-sebutan antara Sin Hong dan
Toat-beng Kuibo. Mantu dan mertua" Gila ia tahu betul
bahwa Toat -beng Kui-bo tak pernah punya anak ! Otak di
dalam kepala Ang-jiu Mo-li memang cerdik sekali. Ia melihat
keuntungan dalam keganjilan itu, Tiba-tiba ia tertawa keras.
dengan nada mengejek. "Toat-beng Kui-bo, manusia tak tahu malu. Apa kau
berani mendengarkan kata-kataku sebentar?"
"Bocah ingusan, mengapa aku takut " Cepat atau lambat,
jantungmu pasti akan menjadi mangsa kelelawar-
kelelawarku. Syyyyt. Anak-anak baik, nanti dulu, dia mau
bicara." katanya kemudian pada dua ekor kelelawar yang
anehnya seperti menge rti, menunda serangan dan hinggap di
atas pundak itu. Ang pu Mo-li bergidik, akan tetapi ia tetap tertawa. "Toatbeng Kui-bo, kau ini sudah tua bangka apakah masih mau
membadut" Kau menyebut Wan Sin Hong anak mantumu
apa-apaan sih ini" Siok Li Hwa adalah Hue-eng Niocu,
bagaimana bisa menjadi anakmu Apakah kau mengangkat
anak kepadanya" Ha ha, siluman macam engkau ini, yang
sejak muda tidak ada laki-laki yang sudi mengerlingmu
sebentarpun juga, bagaimana bisa punya anak dan mantu"
Ha. Toat - beng Kui-bo, jangan bikin aku mati tertawa geli !"
"Iblis 1 Dia memang anakku. Li Hwa me mang
anakku....." bentak Toat-beng Kui bo dan tongkatnya
bergerak pula. 20 "Nanti dulu, jangan kau menipuku. Ketika aku masih
kecil sebelum orang-orang seperti Li Hwa ini lahir, aku
sudah mendengar dari ayah bahwa kau adalah seorang
wanita bermuka siluman yang amat buruk dan orang malah
menyangsikan apakah kau ini laki-laki atau wanita.
Mungkin kau banci! Sejak kapan kau menikah dan kapan
pula kau punya anak" Menurut perhitunganku, ketika aku
masih kecil kau sudah berusia lima puluh atau enam
pulunan, jadi sekarang kau tidak kurang dari seratus tahun.
Sedangkan Li Hwa ini paling banya berusia empat puluh
tahun. Dalam usia berapakah kau melahirkan dia" Dalam
usia tujuh puluh tahun, barungkali" Ha-ha.ha, Toat-beng
Kui-bo, seorang anak kecilpun akan tahu bahwa kau
membohong." Terdengar jerit te rtahan dari Li Hwa ketika mendengar
kata-kata ini dan Toat-beng Kui-bo dengan marah sudah
memutar tongkatnya pula menyerang Ang-jiu Mo-li Si
Tangan Merah cepat mengelak lalu melarikan diri sambil
tertawa. "Mulut jahat , kau mau lari ke mana?" Toat beng Kui -bo mengejar, akan tet api Ang-jiu Mo-li menyebar Pat-kwa-ci
yang dipukul runtuh oleh tangan baju nenek itu yang terus
mengejar. Tiba-tiba Sin Hong melompat dan menghadang di depan
Toat-beng Kui -bo. "Biarkan di a lari, tak perlu me mbunuh orang."
Dalam kemarahannya yang luar biasa, Toat-beng Kui-bo
membentak." Kau...... mau membela dia ?" Dan tongkatnya
menghantam Sin Hong. Sin Hong sudah siap sedia karena)
memang selama ini ia merasa curiga terhadap nenek yang
aneh itu. Dengan sigap ia melompat ke samping. Ketika
Toat-beng Kui -bo memandang ke depan, ternyata Any-jiu
Mo-li sudah menghilang. Marahlah dia, kemarahannya kini
tertuju kepada Sin Hong dan tongkatnya melayang lagi
21 menyerang Sin Hong. Kembali Sin Hong mengelak dan kali
ini mencabut Pak-kek-sin kiam.
"Ibu mengapa kau hendak me mbunuh mantumu
sendiri.....?" tiba-tiba Li Hwa berseru sambil mendekati
dengan Leng Leng dalam pondongannya.
Mendengar ini tiba-tiba Toat-bang Kui- bo menghentikan
gerakannya. Matanya yang mengerikan itu menatap wajah Li
Hwa penuh selidik, lalu ia berkata,
"Kau tidak percaya akan obrolan siluman tadi, bukan"
Kau masih percaya dan mengaku aku sebagai ibumu?"
Dengan air muka tidak berubah Li Hwa menjawab.
"Tentu saja, tentu saja."
Toat-beng Kui-bo mengampit tongkatnya, "Kesinikan
cucuku, aku ingin menggendongnya."
Sesungguhnya, di dalam hatinya Li Hwa sudah
te rpengaruh oleh ucapan Ang-ji u Mo-li tadi dan kini iapun
merasa yakin bahwa tidak mungkin kalau Toat-beng Kui-bo
ini ibunya. Akan tetapi ia maklum betapa lihai adanya nenek
ini dan kalau ia tidak mengambil hatinya lalu nenek ini
mengamuk, berabe juga. Suaminya belum tentu sanggup
mengalahkan nenek ini, apalagi dia sendiri masih terluka.
Kini nenek itu minta Leng Leng untuk digendong. Sungguh
berat ujian ini. Namun, de ngan senyum penuh kepercayaan,
ia menyerahkan Leng Leng yang segera dipondong oleh Toat-
beng Kui-bo, Nenek ini lalu terhuyung-huyung pergi s ambil
memondong cucunya. Terdengar ia bersungut -sungut,
"Kalau kau tidak percaya lagi bahwa aku ibumu, hmm,
kubunuh kalian semua, kubunuh ....... !"
Setelah Toat-beng Kui bo pergi jauh membawa Leng Leng,
barulah Li Hwa memperlihatkan kecemasannya. Ia
memandang kepada suaminya, mereka saling pandang
penuh pengertian dan Li Hwa lalu menubruk Sin Hong
sambil menangis. 22 "Kau betul...... dia bukan ibuku ..... " katanya, "kalau saja aku percaya akan keraguanmu dahulu ....... sekarang dia
membawa pergi Leng Leng, bagaimana baiknya ....... ?"
"Tenanglah. Memang kau tadi bersikap tepat sekali.
menghilangkan kecurigaannya de ngan memperlihatkan
kepercayaan. Kalau kau bersikap lain, aku khawatir kita
takkan dapat me nolong diri. Nenek itu lihai bukan main.
Dalam keadaan biasa. kiranya aku masih akan dapat
menahannya. Akan tetapi kulihat ilmu toogkatnya tadi luar
biasa sekali ketika ia menghadapi Ang-jiu Mo-li. Tak salah
lagi dugpaanku bahwa kitab DELAPAN JALAN UTAMA itu
mengandung sari pelajaran ilmu silat tinggi te ntu betul
adanya. Tiang Bu tel ah ditipunya. Aku sudah
mengkhawatirkan hal itu. Tak mungkin orang-orang sakti di
Omei -san menyimpan kitab pelajaran Agama Budha biasa
saja, tentu di situ tersembunyi sari pe lajaran Ilmu silat . Dan nenek itu agaknya sudah mulai mempelajarinya. Ilmu
tongkat yang dimainkannya tadi benar-benar luar biasa dan
aku takkan dapat melawannya, biarpun dengan Pak kek sin-


Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kiamsut." "Sekarang bagaimana caranya untuk minta kembali Leng
Leng?" "Ki ta harus menggunakan akal. Kau tetap bersikap
seperti tadi, penuh kepercayaan. Seperti biasa ia akan
mengembalikan Leng Leng kalau kau menyusul ke sana.
Kemudian secara diam diam kita akan pergi dari sini."
Dengan hati berdebar gelisan mereka menanti-nanti,
akan tetapi sampai keesokan harinya, Toat-beng Kui-bo tak
kunjung datang. Terpaksa Li Hwa lalu naik menyusul ke
tempat tinggal nenek itu, sedangkan San Hong menanti dari
tempat yang tidak begitu jauh sambil mengintai. Tak lama
ke mudian ia melihat Li Hwa berlari kembal i sambil
menangis. "Celaka....... dia ....... dia sudah pergi membawa Le ng Leng!" katanya.
23 Sin Hong menjadi pucat dan berlaku nekad. Ia cepat lari
ke arah tujuh buah gua besar dan mencari, bersiap untuk
menempur Toat beng Kui-bo. Akan tetapi betul seperti kata-
kata isterinya, nenek itu tidak kelihatan bayangannya lagi.
Agaknya nenek itu dapat menduga bahwa Li Hwa takkan
mau mengaku dia sebagai ibu lagi dan dengan marah lalu
pergi membawa Leng Leng. "Sudahlah, jangan kau menangis." Sin Hong menghibur isterinya. "Bagaimanapun juga dia amat sayang kepada Leng Leng. Dia pergi tentu karena takut kalau kita membawa
anak itu pergi me ninggalkamnya, maka ia me ndahului dan
membawa anak kit a."
"Ke mana kita harus mengejar dan mencarinya?"
"Kalau tidak salah dugaanku, dia tentu pergi mencari
Ang-jiu Mo-li. Tentu dia marah sekal i kepada Ang. jiu Mo-li
karena Si Tangan Merah itulah yang membuka rahasianya.
Maka kita harus mencari di utara, di kota raja Kerajaan Kin,
karena aku mendengar bahwa Ang-jiu Mo-li pernah menjadi
guru dari anak-anak Pangeran Wanyen Ci Lun dan kiranya
tidak terlalu salah kalau kita mencari dia di sana."
Tanpa membuang waktu lagi, suami isteri ini menyusul
ke kota raja dan seperti telah diceritakan di bagian depan,
mereka bertemu dengan Pangeran Wanyen Ci Lun setelah
berhasil mcmasuki kora raja, hal yang tidak mudah karena
kota raja itu sudah terkurung oleh bala tentara Mongol.
-oo(mch)oo- "Demikianlah, kita menyusul ke sini. ternyata terlambat
dan baru kemarin anakku diculik oleh kaki tangan Liok
Kong Ji." Sin Hong inengakhiri penuturannya sambil
membanting kaki. Dari ruangan datang Li Hwa berlari sambil menangis.
Nyonya inipun mendengar Gak Soan Li tentang penculikan
24 atas diri Le ng Leng pada malam tadi ol eh orang-orang
Mongol. Sambil menangis ia berlari mencari suaminya.
"Kita harus mengejar ke s ana. sekarang juga!" Nyonya ini berteriak marah. "Biar kita mengadu jiwa dengan iblis jahat Liok Kong Ji !"
Sin Hong menyabarkan isterinya. "Mari kita berunding
dulu dan mengatur siasat jangan terburu nafsu."
Gak Soan Li dan Go Hui Lian juga menyusul ke situ
untuk menghibur Li Hwa dan sekarang merekapun
dipersilahkan duduk di ruangan itu. Mendengar disebutnya
nama Liok Ko Ji oleh Li Hwa tadi, tak tertahan lagi Soan Li
bertanya, "He ran sekali, bukankah iblis yang namanya Liok Kong Ji itu dahulu sudah mampus kubunuh dengan
pedangku" Bagaimana sekarang bisa muncul di antara
orang-orang Mongol?" ia bertanya demikian sambil
memandang kepada suaminya, padahal Pangeran Wanyen
jugu maklum kepada siapa pertanyaan ini ditujukan. Maka
ia lalu berkata kepada Sin Hong.
"Saudara Sin Hong hanya kaul ah yang dapat menjawab
pertanyaan isteriku tadi. Sudah lama kami terganggu oleh
pertanyaan yang tak terjawab ini."
Sin Hong menarik napas panjang. "Memang yang
terbunuh dahulu itu bukan Liok Kong Ji. Dia terlalu licin
dan siang-siang sudah menyediakan orang ke dua yang
mukanya memang serupa dengan dia. Orang itulah yang
terbunuh sedangkan dia sendiri melarikan diri ka utara dan
menggabung kepada orang-orang Mongol."
"Dan sejak dulu kau sudah tahu akan ini?" tanya
Pangeran Wanyen. Sin Hong mengangguk. "Sengaja aku diam saja agar
jangan menggelisahkan hati banyak orang, iblis itu memang
jahat sekali dan sampai sekarang ia masih saja
mendatangkan kesusahan kepadaku. Akan tetapi sekarang
25 aku akan menyusul ke sana dan sekali ini perhitungan
terakhir harus dibuat. Dia atau aku yang mati."
"Adik Li Hwa. jangan khawatir, kami akan ikut
membantumu," tiba-tiba Hui Lian berkata yang disetujui
oleh Hong Kin dan Lee Giok.
Sin Hong menggeleng kepala. "Untuk me masuki
perkemahan orang orang Mongol se cara sembunyi, lebih
baik dilakukan oleh seorang saja. Makin banyak makin
berbahaya karena ketahuan seorang saja bearti akan
menggagalkan urusan. Bahkan Li Hwa sendiri harus
menanti di sini dan akuslah yang akan pergi ke sana. Kalau
aku berhasil merampas kembali Leng Leng tanpa
pertempuran, itulah paling baik. Kalau tidak, terpaksa aku
harus mengadu nyawa dengan Li ok Kong Ji. Malam nanti
aku berangkat dan terima kasih atas kesediaan kalian
membantu dan berkorban."
Percakapan dilanjutkan dan mere ka menuturkan riwayat
masing-mas ing selama berpisah. Dengan girang akan tetapi
juga terharu sekali Hong Kin dan Hui Lian mende ngar
penuturan Sin Hong tentang diri Tian Bu yang menurut Sin
Hong kini sudah memiliki kepandaian yang sangat tinggi dan
betapa pemuda itu disiksa oleh keraguan kare na pengakuan
Liok Kong Ji kepadanya sebagai anaknya. Tent u saja ketika
menceritakan hal Tiang Bu, Sin Hong sengaja agar jangan
sampai terdengar oleh Soan Li yang sedang bercakap-cakap
dengan Li Hwa. Juga Lee Goat, Wan Sun dan Wan Bi Li
sudah ikut bercakap-cakan dengan gembira. Dalam
kesempatan ini terdorong oleh kegembiraan bertemu dengan
sababat baik Sin Hong melupakan kedudukannya dan
timbul niat yang amat baik. Ia menghampiri Pangeran
Wanyen Ci Lun dan membisikkan sesuatu, kemudian iapun
memberi tahu dengan suara perlahan kepada Coa Hong Kin.
Dua orang ini saling pandang, tersenyum dan kemudian
mengangguk setuju. 26 Tak lama kemudian larilah Lee Goat keluar sari ruangan
itu dengan muka merah ketika Pangeran W anyen Ci Lun dan
Coa Hong Kin mengumumkan pertunangan antara Wan Sun
dan Coa Lee Goat! Adapun Wun Sun yang mendengar ini,
juga menjadi merah sekali mukanya, akan tetapi lirikan
matanya sekilas ke arah Bi Li membayangkan kehancuran
hatinya. Pemudaa ini se menjak mendengar bahwa Bi Li
bukan adik kandungnya, yaitu ketika i a me ndengarkan
percakapan antara ayah bundanya dan Kwan Kok Sun,
berubahlah pandangannya terhadap gadis yang selama ini ia
sayang sebagai adik sendiri itu.
Diam-diam bersemi cinta kasih yang lain dalam hatinya
terhadap Wan Bi Li. Maka dapat dibayangkan betapa hancur
hatinya mendengar keputusan ayahnya bahwa ia dijodohkan
dengan Coa Lee Goat, sungguhpun harus akui bahwa Lee
Goat bukan gadis sembarangan dan tidak tercel a sedikitpun
juga. Setelah me ngerling sekilas ke arah Bi Li dengan hati
hancur, iapun mengerling ke arah W an Sin Hong dengan
hati menaruh dendam. Tadinya tiap kali memandang kepada Wan Sin Hong,
pemuda ini me rasa kagum dan juga bangga karena pendekar
itu masih satu she dengan dia dan masih terhitung paman.
Akan tetapi setelah Sin Hong mengusulkan perjodohan itu,
diam-diam Wan Sun menjadi marah dan sakit hati kepada
Sin Hong, Malam tiba. Sin Hong sudah berkemas menyiapkan
pedangnya dan berpakaian serba ringkas, Li Hwa tadinya
merengek hendak ikut karena ia mengkhawati rkan
keselamat suaminya, akan tetapi setelah Sin Hong
menjelaskan bahwa pergi dua orang akan lebih berbahaya, i a
mengalah. Tiba-tiba terdengar suara menggelegar berkali-kali
disusul sorak-sorai menggegap- gempita.
"Musuh menye rbu?"!!"
27 "Mereka membobol dari empat jurusan..!"
"Siap" ! Lawan ....... !!"
Teriakan ini simpang siur. Sin Hong dan Li Hwa menjadi
pucat karena suara ledakan tadi hebat luar bias a membuat
kamar mereka seperti hendak roboh. Cepat mereka
melompat keluar dan hampir mereka bertumbukan dengan
Coa Hong Kin dan isterinya yang juga berlari keluar.
"Tantara Mongol melakukan serbuan besar-besaran,"
kata Hong Kin. "Mari kita cari Pangeran Wanyen Ci Lun. Kita bantu dia!"
kata Sin Hong dengan hati tetap dan suara tenang. Tadinya
memang pendekar ini tidak ada nafsu untuk mencampuri
urusan perang, akan tetapi karena Kong Ji berada di pihak
sana dan puterinya sekarang diculik pula oleh orang-orang
Mongol, ia tidak bisa tinggal diam saja. Datang pula Lee Goat dan be rlima me reka lari ke ruangan besar di mana Pangeran
Wanyen Ci Lun sudah berkumpul dengan para panglima,
membagi-bagi perintah. Juga Kwan Kok Sun, Wan Sun. dan Wan Bi Li sudah
berada di situ, se mua berpakaian dinas, Gak Soan Li tidak
setinggalan. Nyonya ini dulu mendampingi suaminya,
sedetikpun tak mau ditinggal. Pedang tajam be rkilauan
berada di tangan kanannya dan pakaiannya ringkas,
membuat ia nampak gagah biarpun wajahnya agak pucat.
Setelah selesai me mbagi-bagi tugas dan semua panglima
sudah pergi me lakukan penjagaan sekuatnya. Wanyen Ci
Lun berpaling kepada Sin Hong dan memegang kedua
tangannya. "Saudaraku yang baik, sayang sekali sebelum kau
merampas kembali anakmu, setan-setan itu sudah datang
menyerbu. Se perti sudah kukhawatirkan, mereka kini
agaknya mengerahkan seluruh kekuatan, me nycrbu dari
empat penjuru. Kaudengar tembok bagian utara sudah bobol
dan agaknya malam ini kita harus menyerah kalah. Akan
28 jatuh banyak korban......" suara pangeran itu menggetar,
"akan tetapi aku akan mempertahankannya dengan titik
darah penghabisan! Aku hanya minta kepadamu, Wan Sin
Hong saudaraku, kauselamatkan dua orang anakku. Jangan
mereka ikut berkorban seperti aku dan ...... dan istcritu yang setia ini."
"Jangan khawatir, kami akan membantumu menghadapi
iblis-iblis Mongol itu apabila mereka betul-betul menyerbu
ke sini," jawab Sin Hong terharu.
"Jangan....... kaujaga saja Bi Li dan Wan Sun. Jangan
biarkan mereka membuang nyawa sia-sia.... nah, selamat
tinggal, aku harus pimpin sendiri anak buahku !" Wanyen Ci Lun bersama isterinya keluar, akan tetapi sebelumnya
mereka menghampiri Bi Li dan Wan Sun. Pangeran itu
dengan suara mamerintah berkata, "Kalian kutugaskan
menjaga rumah kita agar jangan dimasuki orang-orang jahat
dalam keadaan sekacau ini !"
"Baik, ayah!" jawab mereka bcrbareng, nampak bangga
karena mendapat bagian tugas.
Perang hrbat terjadi pada malam itu. Darah me mbanjiri
kota raja. Tent ara Mongol mengamuk laksana iblis-iblis
neraka mencari kurban. Rumah-rumah dirampok dan
dibakar orang-orang dibunuh, wanita-wanita cantik diculik.
Jerit tangis bercampur aduk dengan pekik marah dan
kesakitan. Api mengaamuk membakari rumah. Perlawanan
fihak tentara Kin juga patut dipuji pantang mundur. Namun
mereka kalah banyak dan makin lama makin terdesak
mundur. Balatentara Kin maki n mendekati lingkungan
Istana yang sudah hampir kosong karena ditinggalkan oleh
para pembesar yang sudah mengungsi lama sebelum
penyerbuan terjadi. Dalam kekecauan seperti itu balatentara Mongol tak
dapat ditahan lagi. Se bagian, mereka yang jahat dan
memang tadinya orang-orang jahat seperti perampok dan
lain-lain yang menggabungkan diri hanya dengan maksud
29 mencari kesempatan, menyerbu ke dalam istana untuk
mencari benda-be nda berharga. Akan tetapi beberapa orang
yang "kesasar" ke istana Pangeran Wanyen Ci Lun, hanya
mengantarkan nyawa karena di sana mereka disambut oleh
orang-orang gagah! Sin Hong dan isterinya juga keluar. Di sana sini mereka
merobohkan beberapa orang musuh yang sedang menyeret
wanita atau sedang membakari rumah. Melihat keadaan
yang tak tertahankan lagi , Sin Hong maklum bahwa
melakukan perlawanan akan sia-sia belaka. Ia mengajak Li
Hwa kembali ke istana Pangeran Wanyen Ci Lun. Ternyaia di
situ pun sudah terjdi pertempuran. Wan Sun, Wan Bi Li
dibantu oleh Hui Lian dan Hong Kin serta Lee Goat sedang
mengamuk, dikeroyok oleh belasan orang tentara Mongol
yang buas. Sin Hong marah sekali. Pedangnya berkelebatan
dan para pengeroyok itu sebentar saja terbasmi habis.
"Wan Sun, Bi Li, tak mungkin dapat dipertahankan lagi.
Pertahanan sudah bobol, pe rlawanan hampir tidak ada lagi.
Sebentar lagi mereka semua pasti akan me nye rbu ke mari
dan kita takkan dapat mempertahankan lagi. Mari kita
keluar dari sini dengan jalan darah dapat kita keluar dari
kepungan." kata Sin Hong.
"Tidak".! Kita harus mencari ayah, Bi Li." Wan Sun
menyambar lengan adiknya, "Mari ...... !" Dan tanpa dapat dicegah lagi kakak beradik itu berlari keluar mercari ayah
mereka. Sin Hong hanya manggeleng ke pala, akan tet api diam-
diam ia merasa kagum. Kalau ia mau, tentu saja ia dapat
mencegah mereka pergi dan memaksa mcreka itu ikut
dengan dia menyelamatkan diri. Akan tetapi ia tak tega
berbuat demikian. Ia tidak mau menghalangi sikap mereka
yang gagah perkasa yang hendak membela ayah dan
membela negara. "Biarkan mcreka, mereka memang berhak. Kalau Thian
manghe ndaki, mereka akan dapat lolos dengan selamat."


Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

30 kata Sin. Hong. Kemudian ia bersama isterinya, Hong Kin.
Hui Lian dan Lee Goat inenyerbu keluar dan membuka jalan
darah ke selatan. Pekerjaan ini bukan mudah karena di
mana-mana mereka dihalangi oleh tentara Mongol yang
tentu saja tidak mau melepaskan rombongan di mana ada
tiga orang wanitanya yang cantik-canti k. Akan tetapi mereka
ini bukan lawan berat bagi Sin Hong dan kawan-kawannya.
Akhirnya Sin Hong berhasil membawa rombongannya
melalui pintu selatan yang sudah tak terjaga lagi. Kota raja
menjadi lautan api di s ana-s ini bertumpukan mayat-mayat
dan orang-orang terluka. Jeri t wanita-wanita diseret, orang-
orang dibunuh, memenuhi udara.
"Kalian pulang dulu ke Kim-bun-to, aku akan be rusaha
mencari Kong Ji dan membuat perhitungan !" kata Sin Hong.
Li Hwa maklum bahwa suaminya lebih bebas kalau bergerak
sendiri menghadapi lawan-lawan yang amat berbahaya
seperti Kong Ji dan tokoh-tokoh Mongol, maka ia tidak
membantah dan melanjutkan parjalanan cepat ke selatan.
Sedangkan Sin Hong barkelebat kembali ke kota raja yang
geger itu. Di mana-mana masih terdapat pertempuran mati-
matian, yaitu perlawanan dari sisa-sisa pengawal dan
panglima yang tidak mau menyearah kalah.
Dengan tubuh penuh luka-luka dan mandi darah,
Pangeran Wanyen Ci Lun berlari terhuyung-huyung menuju
ke istana sambil memondong tubuh Gak Soan Li yang juga
penuh luka dan sudah pingsan. Pangeran ini bersama anak
buahnya melakukan perlawanan juga Soan Li
membantunya. Ketika memasuki istananya, beberapa orang serdadu
menyerbunya. Namun dalam keadaan terluka. Pangeran
Wanyen Ci Lun masih gagah dan setelah serdadu perampok
kena dirobohkan, yang lain pada lari. Istana itu sudah awut-
awutan, barang-barang berharga sudah menjadi rebutan.
Akan tetapi Wanyen Ci Lun merasa lega karena tidak melihat
anak-anaknya menjadi korban. Ia hanya mengharapkan
31 anak-anaknya sudah pergi bersama Sin Hong. Setelah tiba di
ruang tengah, ia tidak kuat lagi. Darah sudah te rlalu banyak keluar dari tubuhnya. Ia roboh terguling dengan Soan Li
masih dalam pelukannya. Soan Li membuka matanya, nampaknya kaget dan takut.
Akan tetapi menjadi tenang lagi kelika melihat bahwa ia
berada dalam pelukan suaminya yang duduk menyandar
tembok. "Kau....... kau gagah sekali......." ia memuji suaminya yang mandi darah. Tadi ia mengamuk tanpa memperdulikan
keselamatan nyawa sendiri, pada hal para pangeran dan
para pembesar yang lain sudah siang-s iang lari mengungsi,
tak lupa membawa harta mereka.
Wanyen Ci Lun meraba pipi isterinya dengan sentuhan
mesra. "Kaupun gagah perkasa dan kau isteriku yang
setia......." Di luar suara peperangan masih ramai. Sorak-sorai suara
serdadu-serdadu Mongol membuktikan bahwa pertahanan
tentara Kin makin runtuh. Pangeran Wanyen Ci Lun
menghela napas. "Runtuhlah kekuasaan Kin dan sebentar
lagi kalau iblis -iblis itu masuk ke sini, kita akan mati."
Akan tetapi Soan Li tidak me rasa gentar. "Tidak apa mati disampingmu." jawabnya. "Suamiku, dalam saat terakhir ini, aku ingin sekali keraguanku lenyap. Jawablah, siapakah
sebenarnya Wan Sin Hong itu" Begitu berte mu muka, aku
merasa bahwa dahulu aku pernah bertemu dengan dia.......
dan....... dia serupa benar dengan....... dengan......" I a tak berani, melanjutkan kata-katanya dan memandang wajah
suaminya. Wanyen Ci Lun tersenyum dan mengangguk "Sama
dengan Gong Lam ...... ?"
Kini Soan Li yang mengangguk.
32 "Memang dia itu Gong Lam, isteriku. Mula-mula kau
bertemu dengan dia. dengan Win Sin Hong yang mengaku
bernama Gong Lam. Kemudian muncul iblis busuk Kong Ji
yang mengaku bernama Wan Sin Hong dan kemudian
mengaku bernama G ong Lam. Kau diberinya minum racun
yang merampas ingatanmu. Kemudian muncullah aku yang
begitu melihatmu terus jatuh cinta. Atas kehe ndak Wan Sin
Hong, aku terpaksa mengaku sebagai Gong Lam pula untuk
membantu ingatanmu yang ketika itu belum sadar betul."
Soan Li merangkul suaminya."Kau memang mulia ......
dan bagaimana dengan.. ...., dengan anak si keparat itu"
Betul-betulkah ketika Hui Lian me nyatakan bahwa anak itu
sudah ?" sudah matt?"
Pada seat itu, dari luar menerobos seorang pemuda.
Gerakannya ringan dan ges it sekali. Ternyata dia ini adalah
Liok Cui Kong yang malam kemarin datang di istana ini
bersama gurunya dan berhasil menculik Leng Leng. Pemuda
ini tentu saja ikut menyerbu kota raja dan begitu tentara
Mongol berhasil menguasai istana, pertama-tama yang ia
lakukan adalah lari ke istana Pangeran Wanyen Ci Lun,
karena ia teringat akan Wan Bi Li gadis jelita yang membuat
ia rindu dan gandrung itu. Melihat Pangetan Wanyen Ci Lun
duduk bersandar tembok sambil memeluk tubuh isterinya,
keduanya bermandi darah dan sudah lemah sekali. Cui Kong
tertawa mengejek. "Pangeran Wanyen Ci Lun, mana kegagahanmu" Ha-ha-
ha ha, akhirnya Kerajaan Kin harus bertekuk lutut juga.
Kemarin kau masih kaya raya dan menikmati kemul iaan,
sekarang akan habislah semua harta benda berikut nyawa
keluargamu. Ha-ha-ha!"
Gak Soan Li dan Pange ran Wanyen Ci Lun heran sekali
mellhat persamaan pemuda ini dengan Liok Kong Ji, yaitu
persamaan dalam gerak-gerik dan kekejamannya. Dalam hal
rupa memang berbeda, Cui Kong bahkan lebih tampan. Akan
33 tetapi pemuda ini benar-benar mewarisi sifat-sifat jahat dari Liok Kong Ji.
"Iblis kecil!, kami mati sebagai orang-orang gagah,
sebagai patriot bangsa, matipun tidak menyesal, sebaliknya
kau dan kawan-kawanmu hidup sebagai manusia-manusia
hina. dina, sebagai orang orang Han yang tak tahu malu,
panjual negara penjilat bangsa Mongol!"
"Bangsat!" Cui song marah sekal i dan melompat maju.
Huncwe digerakkan ke atas siap memukul kepala pangeran
itu yang memandangnya dengan mata tak berkedip, sama
sekali tidak gentar menghadapi maut. Dia dan is terinya
sudah tidak berdaya tidak ada tenaga untuk menggerakkan
badan melakukan perlawanan.
Akan tetepi Cui Kong menahan huncwenya ketika
teringat akan gadis jelita yang tidak ia lihat di situ.
"Bagaimanapun juga, kalau teringat akan puterimu aku jadi tidak tega membunuhmu. Eh, Pangeran Wanyen, di mana
puterimu" Biarkan aku menolongnya dari bahaya. Kat akan
di mana dia dan puterimu itu akan hidup, te rlepas dari
bahaya maut dan hidup menikmati kebahagiaan dengan
aku....." "Keparat !" Soan Li mempergunakan tenaga terakhir,
melompat bangun dan menubruk dengan pedangnya. Akan
tetapi se kali sampok saja pedang itu terlepas dari pegangan
dan tubuh nyonya itu terpelanting ke atas lanyai.
"Huh huh, kalian memang tidak patut dibaiki.
Mampuslah!" Sambil berkata demikian, Cui Kong kembali
menggerakkan huncwenya, kali ini hendak memukul kopala
Soan Li. Akan tetapi ....... "traangg......!" huncwe itu terpental entah ke mana dan di lain detik di depan Cui Kong yang
kaget sekali itu telah berdiri....... Tiang Bu !
"....... kau.....?"" Cui Kong menjadi pucat seperti me lihat
setan. Dua tahun lebih telah lewat dan ia tahu betul bahwa
pemuda di depannya ini sudah mati ketika terguling ke
34 dalam jurang. Sekarang tiba-tiba dan dengan pukulan
tangan saja mampu membikin huncwenya te rlempar.
Setankah dia " Apakah ini arwah Tiang Bu yang muncul"
Tiang Bu tersenyum dingin. "Ya, aku Tiang Bu. Masi h
ingatkah kau" Cui Kong manusia jahanam, di mana-mana
kau me nyebar kejahatan. Benar-benar iblis seperti kau ini
harus diberi hajaran ketas !"
Cui Kong yang mcngingat bahwa ia berada di tempat itu
sebagai pemenang dan di seluruh kota terdapat barisan
Mongol dan kawan-kawannya, tiba-tiba menjadi berani dan
sombong. "Kaukita aku takut ke padamu" Terimalah ini !"
Cui Kong memukul dengan keras ke arah dada Tiang Bu.
"Blekkk.,....... !" bukan Tiang Bu yang roboh, melainkan Cui Kong yang terhe ran heran tercampur kesakitan
terbayang pada mukanya. Memang tak masuk di akal kalau
ada orang dengan dada terbuka menerima pukulanaya tadi,
bukan saja orang ini tidak rubuh, bahkan kepalan
tangannya kini lengket pada dada tak dapat ditarik kembali.
Sebelum lenyap kagetnya, Tiang Bu menggerakkan kedua
tangannya menangkap kaki dan lehernya lalu ....... tubuh
Cui Kong dilemparkan jauh, nabrak me ja bangku sampai
bergulingan. Baru saja Cui Kong merangkak bangun, ia
sudah ditangkap lagi, dilontarkan ke atas sampai mengenai
langit-langit dan jatuh menimpa meja.
"Braakkk !" Meja itu remuk. Baiknya Cui Kong bukan
orang sembarangan sehingga biarpun tubuhnya dibikin
"main bal" oleh Tiang Bu. namun ia hanya merasa sakit-sakit dan lece t-lece t, tidak menderita luka dalam. Cui Kong berusaha menggunakan tenaganya memukul lagi ketika
Tiang Bu dengan langkah lebar menghampirinya, akan tetapi
seperti seorang dewasa melawan anak kecil, tahu-tahu
pundaknya sudah dicengkeram lagi dan kembali ia dilempar.
"Buuuk ...... kraak !" kembali beberapa bangku
bergulingan dan tubub Cui Kong menjadi makin lemas.
35 "Tiang Bu....... tahan.......!" teriaknya terengah-e ngah.
"Apa kau mau membunuh saudara sendiri" ingat, ayah Liok
Kong Ji adalah ayahku dan ayahmu pula, biarpun aku
pernah bersalah padamu, kau tentu bisa memandang muka
ayah dan mengampuninya".."
"Aku tidak perduli.... kembali tubuh Cui Kong ditangkap
dan dilempar, saking gemasnya dilempar keras sehingga
keluar pintu. Benar-benar Cui Kong merasa penasaran dan juga
mendongkol sekali bagaimana ia diperlakukan orang seperti
seekor kirik (anjing kecil) saja, ditangkap dan dilempar
seperti benda mati saja. Tiang Bu hendak menghajar lagi, akan tetapi jerit
menyayat hati di dekatnya. Ternyata Soan Li sudah bangun
dan duduk dengan mata terbelalak, muka yang berlepotan
darah itu pucat sekali. "Kau ...... kau anak Liok Kong Ji....." Kau....... kau....... ! "
Soan Li tak dapat melanjutkan kata-katanya karena ia
sudab roboh pings an lagi.
Tiang Bu melompat mendekati dan kecepatan pemuda ini
luar biasa sekali sehingga ia masih dapat meme gang kepala
Soan Li sehingga tidak terbanting pada lantai. Dengan
lembut i a me rebahkan kepala it u dan memandang wajah
Soan Li dengan kasihan, "Apa kau yang bernama Tiang Bu dan dulu ketika kecil
kau ikut Coa Hong Kin dan G o Hui Lian sebagai anak
mereka?" pertanyaan yang dikel uarkan dengan lembut ini
mengejutkan Tiang Bu. I a menoleh dan menghampiri
Pangeran Wanyen Ci Lun yang juga sudah bangun dan
dengan terhuyung-huyung menghampiri isternya.
Tiang Bu sekali lompat sudah berada di dekat mereka.
"Maaf aku datang terlambat W anyen Taijin," kata Tiang Bu.
"Se harusnya dua tahun lebih yang lalu aku sudah datang
mengahadap, membawa surat dari Wan Sin Hong siok-siok."
36 Akan tetapi Winyen Ci Lun sudah payah keadaannya dan
tidak begitu me mperhatikan kata-kata anak muda itu. Juga
Soan Li yang sudah siuman kembali dan ki ni menyandarkan
kepala pada suaminya, sudah terengah-engah napasnya.
Kedua suami isteri ini memandang kepada Tiang Bu.
"Soan Li, isteriku yang baik, inilah dia Tiang Bu, anakmu yang kaudapat secara paksa dari jahanam Liok Kong Ji itu.
.....". kata Pangeran Wanyen Ci Lun perlahan dan suaranya
mengandung penuh kasih sayang.
Soan Li tersedu "Dia .......dia....... aku tidak sudi
mengakuinya se bagai anak....... aku dahulu ingin
membunuhnya....... tapi ah?"" dia tidak berdosa.. Tiang
Bu....... kau....... anakku....... "
Tiang Bu menjadi pucat sekali wajahnya Sin Hong pernah
berpes an kepadanya bahwa kalau ia ingin mengetahui
rahasia kelahirannya ia harus datang kepada Pangeran
Wanyen Ci Lun dan apa yang sekarang ia dengar dan
saksikan adalah hal-hal di luar dugaannya sama sekali.
Bagaimana nyonya pangeran ini mengakuinya sebagai anak
pula" Apakah karena terluka hebat dan dalam sakratul
maut nyonya ini bicara tidak karuan"
"Wanyen Taijin, kau orang yang dipercaya penuh oleh
Wan siok-siok, katakanlah apa artinya semua ini?"
tanyanya, suaranya penuh keharuan dan tubuhnya
menggigil "Tiang Bu, dia inilah ibumu ! Is teriku inilah ibumu yang sejati sebelum dia menjadi Isteriku."
Tiang Bu ....... anak yang tadinya hendak kubunuh
sendiri........ kau tidak berdosa, nak. Ampunkan ibumu......."
"Ibu....... " Tiang Bu menubruk kaki Soan Li dan
membentur-benturkan jidatnya pada lantai di depan ibunya.
Air matanya bercucuran. Kemudian kelihatan beringas. "Ibu, siapa yang melukaimu seperti ini" Apakah jahanam Cui
Kong tadi " Biar kuseret dia ke sini.......!" Ia sudah melompat 37
keluar dengan gerakan yang cepat sekali, akan tetapi tentu
saja ia sudah tak dapat menemukan Cui Kong di luar.
Pemuda itu sudah menjadi gentar sekali terhadap Tiang Bu
dan siang-siang sudah menyeret kakinya lari dari situ.
"Tiang Bu....... bukan....... bukan ...... dia"..! " kata Soan Li lemah. Mendengar kata-kata ini, Tiang Bu berlari cepat
kembali ke dalam dan berlutut lagi di depan ibunya "Aku
terluka karena membela suamiku me lawan orang-orang
Mongol. Sudah se patutnya kami berkorban nyawa demi
negara. Aku ..... aku girang sekali kau menjadi seorang
pandai....... syukur dulu aku tidak membunuhmu ...... kau
anak........ anakku....... " sampai di sini Soan Li tidak kuat lagi dan menghe mbus kan napas terakhir dalam pelukan
suaminya yang juga sudah lemah sekali kehabisan darah.
"Taijin, katakan siapa sebe narnya ayahku,".." Tiang Bu
mengeraskan hatinya supaya tidak menangis menghadapi
ibunya yang telah tewas. Baru saja ia ditemukan dengan ibu
kandungnya, ia telah ditinggal lagi untuk selamanya.
"Ayahmu ....... ayahmu....... " Pangeran Wanyen Ci Lun
tak dapat melanjutkan kata-katanya karena saking scdihnya
melihat isterinya mendahuluinya, pangeran ini menjadi
lemas dan tidak ingat diri!


Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Taijin ....... Taijin....... !"
Alan terapi pada saat itu dari liar terdengar suara hiruk
pikuk dan menyerbulah sepasukan tentara Mongol, dua
puluh orang banyaknya. Mereka adalah sebagian dari pada
tentara Mongol yang mulai merampoki habis istana-istana di
lingkungan istana kaisar itu. Gedung Pangeraa Wanyen
amat besar dan indah, maka saking gembira mereka
bersorak- sorak. sama sekali tidak mengira bahwa masih ada
orang berani berada di gedung itu.
"Setan-setan keji, kalian mau apa " Mundur !" bentak Tiang Bu dengan suara menyeramkan. Akan tetapi seorang
pemuda seperti Tiang Bu ini, mana ditakuti oleh mereka"
38 Sambil tertawa-tawa seakan-akan sikap pemuda itu lucu
sekali, mereka menyerbu. Akan tetapi suara ketawa mereka
itu segera berubah menjadi jerit dan pekik kesakitan,
bahkan pekik kematian ketika sekali pemuda itu berkelebat,
mereka menjadi sungsang sumbel dan terlempar dengan
kepala re muk, kaki tangan patah atau dada pecah! Setelah
merobohkan lima orang sekaligus, Tiang Bu melompat ke
dekat Wanyen Ci Lun lagi, takut kalau-kalau pangeran ini
akan tewas sebelum memberi keterangan kepadanya.
Melihat pengeran itu sudah empas-empis ia bertanya di
dekat telinganya. "Wan Taijin. ini aku Tiang Bu bertanya
kepadamu. Siapakah s ebetulnya ayahku ?"
Bibir Wanyen Ci Lun begerak-gerak. akan tetapi pada
saat it u, e nam orang serdadu Mongol menyerbu dengan
golok mereka. Tiang Bu menggerakkan kedua kakinya dan
empat orang roboh. Yang dua nekad membacok terus akan
tetapi tangan Tiang Bu bergerak mereka roboh dengan leher
hampir putus terbacok oleh golok sendiri.
"Taijin, siapakah ayahku ...... ?"
Dengan pengerahan tenaga terakhir. Wan-yen Ci Lun
menjawab berbisik. "Ayahmu ..... Liok Kong Ji ...... ibumu Gak Soan Li ini
....... ketika masih gadis .....menjadi,....,. korban kakejian Liok Kong Ji.... kaulah keturunannya....... " Tiba tiba wajah Wanyen Ci Lun berubah beringas dan ia memaki-maki
dengan suara keras. "Kong Ji iblis bermuka manusia!
Kejahatanmu sudah bertumpuk-tumpuk. dosamu akan
menyere tmu ke neraka jahanam .......!" Pangeran itu menjadi
le mas dan menghambuskan nafas terakhir di samping tubuh
isterinya. Tiang Bu menjadi makin pucat. Tak terasa lagi kedua
kakinya lemah dan seperti lumpuh. Tubuhnya menggigit, air
mata membanjir turun. Jantungnya se rasa ditusuk-tusuk.
Dia putera seorang penjahat besar, anak seorang yang
berwatak iblis, keji dan kejam. Dia terlahir dari perhubungan 39
yang tidak sah, bahkan dari penumpahan nafsu binatang
yang serendah-rendahnya di mana manusia iblis itu
mempermalukan ibunya yang tidak berdosa.
"Aka bunuh dia....... ! Aku akan bunuh dia ......!
Ahhhh....... dia ...... ayahku....... Thian Yang Maha Kuasa,
apa yang harus kulakukan?"..?"" Dengan bimbang dan
sedih Tiang Bu menangis di dekat janazah ibunya. Teringat
ia akan peristiwa yang menimpa dirinya dilempar ke dalam
jurang oleh Cui Kong yang jahat, putera angkat Liok Kong Ji.
Seperti telah dituturkan di bagian depan. Tiang Bu yang
di luar tahunya terpengaruh oleh hawa beracun katak
pembangkit asmara, ditambah pula oleh dorongan yang
sudah mengeram di dalam darahnya roboh di bawah
kekuatan Cui Lin dan Cut Kim, dua gadis jalita yang
mempergunakan kecantikan mereka untuk
mengalahkannya. Kemudian, dalam keadaan lemas dan
tubuh penuh hawa racun katak itu Tiang Bu tidak berda ya
sama sekali, kedua kali nya dirusak oleb Cui Kong yang
mematahkan tulang-tulang kaki itu kemudian dilempar ke
dalam jurang. Kalau saja tidak kebetulan ada pohon yang
menahannya dan dapat dipeluknya, tent u, tubuh pemuda
itu akan terbanting ke dasar jurang dan hancur binasa.
Sampai tiga hari tiga malam Tiang Bu tidak mampu
bergerak. Tubuhnya sakit dan panas. Tenaga dari hawa
sinkangnya sudah hampir habis sehingga tubuhnya lemah
sekali. Baiknya ia teringat akan bekal obat-obatan yang
masih disimpan di saku bajunya. Obat-obat pemberian dari
Wan Sin Hong. Dengan pengetahuannya tentang ilmu
pengobatan, Tiang Bu yang kini sudah sudar akan keadaan
dirinya itu mengambil beberapa buah pel dan ditelannya pel-
pel itu secara berturut-turut dalam tiga hari. Keadaannya
banyak baik. Setelah kedua tangannya bertenaga lagi, ia
mulai membenarkan tulang kakinya yang patah oleh
pukulan huncwe Lui Kong. Ia telah mendapat pelajaran kilat
dari Sin Hong tentang cara menyambung tulang patah,
40 kepandaian khusus dan istimewa ini adalah warisan dari
Raja Obat Kwa Siucai guru Sin Hong, maka berbeda dengan
cara penyambungan tulang biasa.
Dalam waktu sembilan hari saja tulang-tulang itu sudah
tersambung sendiri berkat dan cara penyambungan yang
istimewa ini. Selama beberapa hari itu, Tiang Bu hanya
mengisi perutnya dengan daun-daun dan rumput kemudian
denpan girang sekali ia mendapat kenyataan bahwa pohon
yang telah menolong nyawanya itu adalah pohon yang
berbuah dan buahnya enak dimakan pula. Makin
terjaminlah perutnya dan ia kembali tertolong oleh pohon itu
dari bahaya kelaparan. Akan tetapi orang tidak nungkin dapat hidup dari daun-
daun, rumput, dan sedikit buah melulu, maka setelah kedua
kakinya dapat digerakken mulailah Tiang Bu menyelidiki
tempat itu, mencari jalan ke luar. Sebelum ia pergi jauh,
tiba-tiba terdengar suara orang memanggil dari at as jurang,
dan muncul kepala seorang laki.laki. Tiang Bu memandang
dan merasa kaget serta heran sekali karena orang itu bukan
lain adalah Liok Kong Ji!
"Tiang Bu, kau di situ.. ......?" terdengar Kong Ji berseru sambil melongok ke bawah.
"Kau mau apa mencariku ?" jawab Tiang Bu ketus. Ia
be nci kepada orang yang mengaku sebagai ayahnya ini, apa
lagi ia moderita celaka karena tiga orang muda yang menjadi
kaki tangan Liok Kong Ji.
"Syukur kau math hidup ! Kalau kau dibunuhnya aku
tidak akan mengampuni Cui Kong." Setelah berkata
demikian. dengan gerakan lincah dan gesit Liok Kong Ji
melompat-lompat, terus turun ke dalam jurang me nghampiri
Tiang Bu yang memandang dengan penuh perhatian.
Ginkang orang ini hebat juga, pikirnya.
41 Mereka berhadapan. Ayah dan anak. Kong Ji memandang
penuh perhatian dan tertarik. Tiang Bu memandang dan
merasa sebal. "Kau mau apa datang ke sini" Mau bunuh aku " Cobalah
!" kata Tiang Bu, biarpun tubuhnya masih belum sehat
benar ia sudah siap menghadapi pertempuran terakhir.
Kong Ji tersenyum dan menatap sepasang mata pemuda
yang tajam sekali itu dengan matanya yang juga sama
tajamnya. Wajah dua orang ini jauh se kali perbedaannya,
akan tetapi kalau orang memperhatikan sinar mata mereka
akan nampaklah persamaan yang luar biasa. Mata yang
tajam sinarnya, tajam gesit membayangkan kece rdasan otak
luar biasa. Hanya bedanya. kalau mata Kong Ji
membayangkan kekejaman, adalah mata Tiang Bu
membayangkan kehalusan budi.
(Bersambung....... ke XVII.)
42 (PEK LUI ENG) Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo Scan djvu : syauqy_arr Convert & edit : MCH Jilid XVII "TIANG BU, agaknya kau masih belum mau mengaku
bahwa aku ini ayahmu yang sejati. Padahal kau memang
betul anakku bukankah kau sudah mendengar sendiri dari
Wan Sin Hong yang tidak menyangkal bahwa kau adalah
puteraku" Anak yang baik, kau tidak percaya padaku
memang pantas karena kita tidak pernah bertemu, akan
tetapi apakah keterangan Wan Sin Hong masih belum
kaupercayai" Tiang Bu, kau hanya mempunyai seorang
akulah orangnya. Dan puteraku di dunia ini hanya seorang,
kaulah orangnya !" "Hmm, setahuku anakmu banyak. Ada Cui Kong, ada
...... ada yang lain-lain." Tiang Bu tidak dapat menyebut nama Cui Lin dan Cui Kim. Jangankan menyebut nama dua
orang gadis itu, teringat kepada mereka saja sudah
mendatangkan rasa malu yang luar biasa besarnya. Kalau
bisa ia ingin melupakan dua orang gadis itu selama
hidupnva, ingin malenyapkan mereka dari ingatannya.
"Aah, mereka itu hanya anak-anak angkat atau murid-
murid. Cui Kong menjadi anak angkatku baru beberapa
tahun ini. Dia anak yatim piatu yang berbakat baik maka
1 kuangkat menjadi puteraku. Ini terjadi sebelum aku tahu
bahwa kau masih hidup. Akan tetapi sekarang ada kau,
yang lain-lain tidak masuk hitungan. Tentang Cui Lin dan
Cui Kim ..... mereka itu biarpun kuangkat menjadi anak-
anakku, sebetulnya mereka itu akan menjadi bini-bini
mudaku. Akan tetapi sekarang aku tahu bahwa kau cinta
kepada mereka. Tidak apa, aku mengalah. Dua orang gadis
cantik itu biar kuberikan kepadamu. Mari kau ikut dengan
aku, Tiang Bu. dan dua orang gadis itu, Cui Lin dan Cui
Kim, biar melayanimu untuk selamanya atau selama kau
masih suka kepada mereka ....... "
"Tutup mulut dan pergilah!" Tiang Bu membentak marah.
mukanya berubah marah sekali. Ucapan yang keluar dari
mulut orang ini benar-benar membuat ia merasa muak
perutnya. "Aku tidak percaya bahwa aku anakmu. Aku tidak
sudi punya ayah seperti engkau !"
Kong Ji tersenyum getir. "Kau sudah terlalu lama hidup
di antara orang-orang yang memusuhiku, sehingga tertanam
kebencian terhadapku di dal am dadamu. Baik juga kau
merasai hukuman di sini agar dapat merubah pendirianmu
yang keliru itu. Mana ada anak membenci bapaknya " Kalau
aku mempunyai anak lain, tentu sekali pukul aku dapat
bikin mampus kau. Akan tetapi anakku hanya kau seorang
sedapat mungkin hendak kuperbaiki watakmu. Biar kau
bertapa di sini sampai kau mengakui aku sebagai ayahmu,
ikut dengan aku sebagai anak berbakti. hidup mulia dan
bahagia di Ur-liok-lim seperti seorang pangeran. Sebelum
kau mau mengaku, jangan harap kau bisa keluar dari sini."
Setelah berkata demikian, Kong Ji melompat lagi dan ke luar
diri jurang itu. Ketika Tiang Bu yang mengikuti gerakan-
gerakannya melihat Kong Ji sudah keluar dari jurang, ia
melihat belasan orang berpakaian serdadu menjaga di
pinggir jurang siap untuk menghalangi i a keluar ! Memang
mudah saja kalau orang mau mencegah ia keluar. Dengan
melemparkan batu ke bawah, biarpun kepandaiannya tinggi
takkan mungkin ia dapat keluar dari jurang yang terjal itu.
2 Akan tetapi Tiang Bu tidak kehilangan akal. Ia mulai
menyelidiki keadaan lereng jurang yang seperti anak gunung
tingginya itu. Akhirnya penyelidikannya berhasil. D i antara
batu-batu karang yang terjal. ia melihat sebuah gua yang
le barnya hanya paling banyak satu mete r segi empat. Ia
merayap dan dengan s usah payah akhirnya ia dapat masuk
dan duduk di dalam gua melepaskan kele lahannya. Kini
mendapatkan tempat terlindung dari hujan dan angin atau
panas matahari. Diraba-rabanya saku bajunya. Bagus, kitab-kitabnya dari
Omei-san ternyata masih ada berikut ohat -obatnya. Agaknya
dua orang gadis tidak berani mengambil kitab-kitabnya
selama mereka masih menjadi "kekasi hnya". Hanya peti kecil
berisi katak itu saja yang terampas. Juga kiranya dalam
keadaan tergesa-gesa, Cui Kong tidak memeriksa isi
sakunya. kalau kitab-kitab Omei-san itu sampai terjatuh ke
dalam tangan Cui Kong, celaka !
Setelah lelahnya berkurang, Tiang Bu merayap makin
dalam. Ternyata gua kecil itu adalah sebuah terowongan. I a
merayap terus di dalam gelap membawa setangkai kayu
untuk dipakai melindungi diri, kalau-kalau di depan ada
sesuatu yang menyerangnya. Terowongan itu panjang dan
berliku-liku, sukar diukur berapa panjangnya, hanya Tiang
Bu merayap sudah cukup lama ketika ia tiba di sebuah jalan
buntu. Terowongan itu berhenti di tepi se buah sumur !
Sumur ini hanya dapat ia ketahui atau duga-duga dengan
meraba-raba saja karena keadaan gelap Melihat jari tangan
di depan mata sendiri saja tidak kelihatan. Tiang Bu makin
tertarik dia ingin tahu. Dengan pengerahan tenaga yang masih ada padanya. ia
mencabut batu kecil dari dinding karang dan melempar ke
bawah. Tidak ada air di bawah, juga tidak terlalu dalam.
Hanya lima kali ia menghitung, batu kecil itu sudah
mengenai dasar sumur berdebuk seperti jatuh di atas tanah
yang lunak. Tiang Bu berlaku nekad, mengerahkan
3 sinkangnya dan meros ot turun. Ia meluncur ke bawah dan
tepat seperti sangkaannya. Sumur itu tidak dalam dan
dasarnya bukan batu karang melainkan tanah lempung.
Ketika ia meraba-raba di sebelah kiri kembali ada lubang,
bentuknya bundar, bergaris tengah satu meter. Dan yang
membuat hati Tiang Bu berdebar tegang, adalah sinar terang
yang samar samar ia lihat di ujung s ana ketika ia melongok
ke dalam terowongan baru ini.
Akan tetapi hanya kelihatan samar samar saja. Cepat ia
merayap lagi melalui lubang ini. Ia tertipu sinar samar-
samar yang dilihatnya itu cahaya yang datang dari jauh,
karena kembali ia tiba di tikungan. Terowongan ini tidak saja berliku-liku akan tetapi juga naik turun dan dua kali
panjang terowongan pertama. Tanpa mengenal lelah Tiang
Bu merayap terus. Keadaan terowongan makin lama makin
terang dan akhirnya, dengan napas terengab-engah, tibalah
ia di sebuah ruangan dalam tanah yang lebar dan lega
seperti sebuah kamar. Di atas terdapat lubang-lubang di
antara batu-batu karang dari mana sinar matahari masuk.
Dan di bawah terdapat lubang me rupakan sungai-sungai
kecil di mana air hujan yang masuk dari alas terus mengalir
ke bawah, tidak sampai membanjiri ruangan.


Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Melihat bentuk dinding ruangan, tak salah lagi bahwa
tempat ini adalah buatan alam dan sama sekali belum
pernah dijamah tangan manusia atau diinjak kaki manusia.
Ketika Tiang Bu merayap naik melalui dinding sebelah ki ri
yang agak mendoyong, melalui se buah lubang yang cukup
besar ia keluar atas ruangan itu dan ternyata tiba di sebuah
lereng gunung yang penuh dengan tetumbuhan segar.
Bukan main girangnya dan diam-diam ia menertawai Liok
Kong Ji yang menyuruh orang menjaga di pinggir jurang.
Di dalam ruangan itu Tiang Bu menggembl eng dirinya
lagi. Untuk mengembalikan sinkang yang sudah
meninggalkan tubuhnya selama ia bermain gila dengan dua
orang gadis cabul itu, ia harus melatih diri keras -keras dan 4
tanpa mengenal lelah. Siang malam bersamadhi mengatur
napas, dan melatih ilmu dari kitab-kitabnya, Seng.thian-to,
Thian te-Shi-keng, dan Kiang-liong-kun-hwat. Ia melatih diri
sungguh-sungguh dan dengan tekun sekali, bahkan
menghafal semua isinya di luar ke pala. Ia i ngin
memindahkan semua kitab ke dalam kepala kemudian
hendak membakar kitab-kitab itu agar jangan sampai
terjatuh ke tangan orang-orang jahat.
Oleh karena belajar seoring diri dengan tekun kadang-
kadang mendatangkan keisengan, dan pula membalik-balik
le mbaran buku untuk mempelajari tiap jurus merupakan hal
yang melelahkan juga, tanpa disengaja Tiang Bu
menggunakan jari telunjuknya untuk melukiskan tiap
gerakan di atas dinding ruangan batu itu. Setelah melatih
diri dengan amat tekun dan prihatin, pemuda ini mendapat
ke mbali kekuatannya, bahkan setelah ilmu Seng-thian-to
dan Thian-te Si -keng ia pelajari sampai tamat tenaga
lweekangnya meningkat cepat dan sinkang di tubuhnya
bertumbuh cepat. Ia memerlukan waktu setahun lebih untuk menghafal
tiga kitab itu, lalu dibakarnya sampai menjadi abu semua.
Akan tetapi sebagai penggantinya di dinding gua itu terdapat
lukisan-lukisan tiap jurus dari ilmu silat tinggi dan luar
biasa. Thian-te Si keng dan Seng-thian-to sama sekali tidak
mengajarkan ilmu silat. Akan tetapi di dalam tiap sajak itu
bersembunyi gerakan yang harus dime ngerti sendiri. Tiang
Bu yang selain memiliki dasar ilmu silat tinggi dari Omei-
san, juga memiliki bakat dan kecerdikan luar biasa, dapat
menangkap maksud-maksud tersembunyi dalam sajak ini
dan dapat menciptakan gerakan silat jurus-jurus ilmu silat
yang tiada bandingannya di dunia ini. Girangnya bukan
main karena baru sekarang terbuka matanya dan ia betul-
betul dapat mengisap sari pelajaran dari dua macam kitab
itu. 5 Inilah sebabnya mengapa ia terlambat datang di kota raja
dan ketika ia akhirnya meninggalkan gua itu pergi ke kota
raja, ia melihat kota raja sudah diserbu oleh balatentara
Mongol. Dengan amat kaget pemuda ini ikut menyerbu
masuk, morobohkan setiap orang serdadu Mongol yang
hendak menghalanginya. Cepat ia menyelidiki dan akhirnya
ia berhasil menemukan istana Pangeran Wanyen Ci Lun.
Akan tetapi kedatangannya terlambat, pangeran itu bersania
isterinya sudah tewas. Namun masih belum terlambat bagi
Tiang Bu untuk bertemu dengan ibunya, Gak Soan Li, dan
mendengar keterangan yang menusuk hatinya dari Pangeran
Wanyen Ci Lun bahwa memang betul dia adalah anak dari
Liok Kong Ji. Dewikianlah perjalanan Tiang Bu semenjak dia
terjerumus ke dalam jurang sampai ia muncul di kota raja
yang sedang geger itu. Kemudian, di antara asap dan api
yang membakar kota raja dan di artara pertempuran-
pertempuran yang masih juga be lum padam, berkelebat
bayangan seorang pemuda yang memondong tubuh seorang
wanita yang sudah mati. Gerakan pemuda ini luar biasa
cepatnya dan sebentar saja ia sudah keluar dari kota raja
yang menjadi neraka itu, terus lari ke selatan sambil
memondong mayat itu. Pemuda ini adalah Tiang Bu yang
memondong jenazah ibunya, Gak Soan Li.
Sementara itu, di lain bagian dari lingkungan istana, Wan
Sun dan Wan Bi Li mengamuk dikoroyok oleh banyak
panglima Mongol, Wan Sun menggerakkan pedangnya
dengan ganas, akan tetapi, lebih ganas lagi adalah Wan Bi Li
yang tangan kanan mainkan pedang tangan kiri mainkan
seekor ular ! Sudah banyak pengeroyok yang roboh binasa
oleh dua orang muda murid Ang-jiu Mo-li ini.
Sementara itu, tidak jauh dari mereka Kwan Kok Sun
dan beberapa orang panglima lain mengamuk secara nekad
dan mati-mati an. Lawan juga amat kuat karena di antara
mereka terdapat Pak-kek Sam-kui yang berkepandaian
6 tinggi. Kwan Kok Sun sudah terdesak hebat dan terluka
pundaknya, sedangkan Bi Li dan Wan Sun yang
kepandaiannya lebih tinggi juga tak dapat membantunya
karena dua orang muda ini sendiri terkurung oleh musuh
yang banyak jumlahnya. Beberapa jurus kemudian, setelah dengan nekad
merohohkan dua orang pengeroyok dengan pululan Hek-tok-
ciang yang lihai. Kwan Kok Sun juga roboh terkena pukulan
tangan Giam-lo-ong Ci Kui sehingga ia terbanting pingsan
dengan kepala luka-luka berat.
"Semua minggir, biarkan kami bertiga me nangkap dua
orang muda liar ini," seru Sin-sai-kong Ang Louw yang
merasa penasaran melihat orang-otangnya tidak mampu
merobohkan Bi Li dan Wan Sun. Tentu saja perintah ini
diterima dengan girang oleh para panglima Mongol. Mereka
segera mengundurkan diri dan diam-diam pergi dari situ
untuk meIakukan pekerjaan yang lebih menguntungkan dan
menggembirakan, yaitu merampok istana. Tak lama
kemudian tinggal Pak-kek Sam-kui yang bertempur melawan
Bi Li dan Wan Sun. Pak-kek Sam-kui adalah tokoh-tokoh dari utara yang
memiliki kepandaian tinggi. Akan tetapi menghadapi dua
orang muda ini, mereka tidak dapat mengalahkan dengan
mudah. Bi Li dan Wan Sun adalah murtd-murid; Ang-jiu Mo-
li dan Wan Sun sudah mewarisi ilmu dari Omei-san pula,
yaitu Kwan-im cam-mo biarpun belum sempurna betul,
demikian pula Bi Li. Bahkan akhir-akhir ini Bi Li mewarisi
ilmu-ilmu yang lihai dari K wan Kok Sun.
Maka dapat dibayangkan betapa hebat dan serunya
pertempuran itu yang hanya disaksikan oleh mayat -mayat
bergelimpangan di se kitar tempat itu. Malam telah mulai
surut dan faj ar sudah menjelang datang. Perlawanan pihak
Kin sudah mulai habis, sebagian besar terbunuh, ada yang
tertawan, dan hanya sebagian kecil saja berhasil melarikan
diri menerobos pintu belakang.
7 Akhirnya Bi Li dan Wan Sun terdesak juga oleh Pak-kek
Sam-kui yang lihai. Kalau hanya seorang lawan seorang,
kiranya dua orang muda ini takkan kalah. Akan tetapi
sekarang mereka berdua menghadapi tiga orang lawan yang
sudah ada kerja sama yang amat kompak, maka perlahan
akan tetapi tentu mereka berdua terdesak mundur dan
terkurung rapat. "Pak-kek Sam kui jangan menghina orang-orang muda!"
terdengar seruan keras dan sinar pedang yang gemilang
menyambar, membuat tiga orang itu kaget sekali. Ketika Ci
Kui melihat bahwa yang datang itu adalah Wan Sin Hong
yang memegang Pak-kek-sin-kiam, ia menjadi gentar.
Apalagi ketika mene ngok ke sana ke mari tidak melihat
seorangpun kawan kecuali mereka bertiga. Sin Hong tidak
membuang banyak waktu dan menggerakkan pedang
menyerang Pak-kek Sam-kui.
Sementara itu ketika melihat bahwa yang datang adalah
Wan Sin Hong yang gagah perkasa, Wan Sun menjadi lega
dan segera mengajak Bi Li meli hat keadaan Kwan Kok Sun
yang sudah menggeletak mandi darah.
Wan Sun berlutut dan melihat Kwan Kok Sun sudah
empas empis napasnya dan matanya memandang ke arah Bi
Li penuh peraaaan, cepat bertanya,
"Suhu, harap suhu suka membuka rahasia Li-moi?".!"
Sebagai seorang tua, Kwan Kok Sun tentu saja menjadi
maklum dan gerak-gerik Wan Sun selama ini. Pemuda ini
mencinta puterinya, tak salah lagi. Dan sekarang tentu Wan
Sun ingin Bi Li mendengar bahwa mereka bukan saudara
kandung. "Bi Li, datanglab dekat. Ayahmu takkan lama lagi ......"
Bi Li mempunyai perasaan sayang yang yang ia mengerti
terhadap ayah angkatnya ini. Mungkin karena sikap Kwan
Kok Sun amat sayang kepadanya maka gadis ini
membalasnya. 8 "Gihu, (ayah angkat), mari kutolong kau keluar dari
tempat ini dan berobat, kau akan sembuh?".," katanya
terharu. "Bi Li, anakku sayang ........" K wan Kok-Sun me megang
tangan anaknya, "dengar baik-baik. Aku tertuka berat,
hanya untuk meninggalkan pesan ini aku menguatkan diri.
Kau..... kau adalah anakku yang sesungguhnya....... Ibumu
telah meninggal dunia ...... ketika kau masih kecil sekali,
aku ....... aku menitipkan kau pada Pangeran Wanyen Ci
Lun. Mereka itu adal ah orang tua pungut, akulah
sebenarnya ayahmu?"."
Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Bi Li, kaget dan
kecewa. Ia tadinya mengira senang puteri bangsawan, tidak
tahunya dia adalah anak Kwan Kok Sun yang i a tahu
dahulunya adalah orang jahat. Dengan muka pucat ia
memandang ayahnya yang maki n pucat dan lemah dan
dengan mengeluarkan jerit tertahan Kwan Kok Sun
menghembuskan nafas terakhir dengan tangan Bi Li masih
dalam genggamannya. Bi Li merenggutkan tangannya, berdiri dengan kaki
gametar, lalu ...... ia lari cepat pergi dari situ!
"Li-moi ....... kau mau ke mana"..?""
Wan Sun mengejar, akan tetapi enam orang panglima
Mongol yang kebetulan lewat di situ se gera menyerangnya
dengan hebat sehingga terpaksa ia melawan. Sementara itu,
Bi Li sudah lenyap dari pandangan mata.
Enam orang panglima Mongol ini memiliki kepandaian
yang lumayan juga sehingga dengan susah payah setelah
bertempur lama baru Wan Sun dapat merobohkan seorang
lawan. Akan tetapi hampir saja pahanya kesetempet golok,
baiknya pada saat itu muncul Wan Sin Hong lagi. Ternyata
bahwa Pak-kek Sam-kui tidak kuat melawan Sin Hong dan
larilah mereka sambil membawa luka pada pangkal lengan
9 Giam-lo-ong Ci Kui. Sin Hong juga tidak mengejar karena ia
meli hat Wan Sun dikeroyok dan cepat ia membantunya.
Tiga orang pengeroyok roboh pula oleh Sin Hong. Yang
lain cepat lari. "Wan Sun. mari kit a pergi. Di mann Bi Li?"
"Dia sudah lari, entah ke mana. ...... ." jawab Wan Sun sedih.
Dari luar terdengar kaki banyak orang mendatangi.
"Wan Sun. cepat pergi!" Sin Hong menyambar lengan
orang dan di lain saat ia telah membawa pemuda itu
melompat ke atas genteng. Wan Sun kagum sekali melihat
kehe batan kepandaian pamannya ini, maka tanpa banyak
cakap lagi iapun mengikuti Sin Hong melarikan diri. Di atas
genteng tidak terdapat banyak rintangan karena para
serdadu Mongol sedang senang-senang merampoki istana di
bawah. Juga di pintu gerbang sebelah barat tidak terdapat
banyak rintangan sehingga Sin Hong dan Wan Sun dapat
melarikan diri dengan mudah.
Karena tidak tahu ke mana perginya Bi Li dan Sin Hong
berjanj i ketak akan bantu mencari, akhirnya dengan hati
berat dan sedih karena berita tentang kematian ayah
burdanya, pe muda ini ikut dengan Sin Hong ke Kim-bun to.
Memang Sin Hong tadinya datang ke istanu Pangeran
Wanyen Ci Lun, akan tetapi ia terlambat. Yang dilihatnya
hanyalah jenazah pangeran itu saja, sedangkan Gak Soan Li
tidak melihat ke mana perginya. Namun, kalau Wanyen Ci
Lun tewas, kecil sekali kemungkinannya Soan Li akan
selamat. Ia tadinya hendak membawa pergi jenazah Wanyen
Ci Lun, akan tetapi kemudian is teringat akan kata-kata
pangeran itu bahwa mati hidup ia akan tinggal di kota raja.
Akhhirnya ia meletakkan jenazah itu di atas bangku dan
menutupinya dengan sehelai kain hijau yang dirobeknya dari
dekat pintu besar. Kemudian ia pergi. Kepada Wan Sun ia
menceritakan bahwa Pangeran Wnnyen Ci Lun sudah gugur
10 sebagai orang gagah dan ibunya entah pergi ke mana, akan
tetapi sedikit harapan selamat melihat keadaan di istana
yang sudah rusak itu. Dapat dibayangkan betapa sedihnya hati Wan Sun.
Ayahnya meninggal dunia tanpa ada yang dapat merawat
jenazahnya. Ibunya lenyap tidak ketahuab bagaimana
nasibnya, Bi Li juga entah ke mana. Di sepanjang perjalanan
ke Kim-bun to. Wan Sun hanya menundukkan ke pala saja
mendengarkan kata hiburan Wan Sin Hong. Kadang-kadang
ia menarik napas panjang dan kadang-kadang jarang sekali
ia mengusap air mata yang jatuh berderai di atas pipinya.
-oo(mch)oo- Di mana-mana pergerakan Jengis Khan ke selatan
menemui perlawanan rakyat yang gigih. Orang-orang gagah
di seluruh penjuru bangkit memimpin rakyat melakukan
perang gerilya. Karena orang-orang seperti Liok Kong Ji dan
lain-lain meninggalkannya dan merasa bosan menghadapi
rong-rongan rakyat, perhati an Jengis Khan beralih ke barat.
Ia menarik semua pasukannya, mengumpul kan kekuatan
dan bagaikan gelombang banjir yang dahsyat dan tak
terbendung bala tentara Mongol mulai menyerbu ke barat.
Mula-mula Sin-ki ang diserbu, lalu terus menaklukkan Iran,
Afghanistan, bahkan dari Iran Utara mereka menyerbi Rusia
Selatan melalui Peguuungan Kaukasia. P uluhan laksa orang
dibunuh, kota-kota dibakar, dihancurkan oleh bala te ntara
yang maha hebat ini. Sementara itu, kerajaan Kin yang tiba-tiba ditinggal pergi


Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

musuhnya ini mulai lagi membangun kota yang sudah
rusak. Akan tetapi semangat mereka sudah patah-patah dan
Karajaan Kin sudah tidak se makur dahulu. Apalagi karena
orang-orang besar seperti Pangeran Wanyen Ci Lun sudah
tidak ada lagi. 11 Betapapun juga, setelah tidak ada gangguan dari bala
tentara Mongol keadaan di dalam negeri menjadi aman
kembali. Orang berdagang se perti biasa dan scbentar saja
keramaian menjadi pulih kembali. Orang sudah hampir
melupakan perang kalau saja di sana sini tidak nampak
sisa-sisa tumpukan puing, tanda bahwa belum lama ini
perang mengganas. Pada suatu pagi yang ce rah di kota Si -yang yang terletak
di perbatasan Propinsi Shensi dan Honan, di sebelah selatan
Sungai Kuning yang membelok dari utara ke timur. Kota Si-
yang adalah kota ramai, karena adanya Sungai Kuning
membuat lalu lintas perdagangan hidup. Apa lagi di situ
adalah kota di perbatasan antara dua propinsi, mika orang-
orang dari ke dua wilayah pada datang untuk berdagang.
membuat kota itu makin lama menjadi makin besar penuh
dengan hotel-hotel dan restoran-retoran untuk melayani
para tamu pedagang dari luar kota.
Semenjak orang-orang Mongol menyerbu dari utara dan
Pedang Golok Yang Menggetarkan 15 Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall Imbauan Pendekar 8
^