Eng Djiauw Ong 16
Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin Bagian 16
Hok Mo Toojin yang dulu" Tapi aku percaya, mesti dia
datang ke Cap jie Lian hoan ouw, karena loocianpwee Tiat So Toojin adalah sahabat karibnya."
Kan In Tong turut bicara. Ia utarakan kegirangannya
dapat bertemu dengan. Twie in chioe, yang ia pernah
katakan orang yang paling dikaguminya, yang namanya
besar ia dengar selama ia kepalai barisan nelayannya. Ia beritahukan bahwa ia diam di Soe Soei menurut tugas yang diberikan To Cie Taysoe, gurunya, untuk lindungi kaum nelayan dari gangguannya kawanan bajak. Dikatakannya, iapun girang ditugaskan untuk berbuat apa2 guna Hoay
Yang Pay "Aku harap Toa hiap nanti berikan pengajaran apa
kepadaku," katanya akhirnya.
LXXXIX "Kan Loosoe, kau terlalu memuji aku," kata Na Pek
seraya awasi pemimpin nelayan dari See Soetu. "Kau bikin aku malu. Apakah kemampuanku" Kita dari golongan
Rimba Persilatan, baik secara kaum maupun secara
perseorangan, satu kali kita bersahabat, kita mesti usahakan agar kehinaan dan kehormatan kita menjadi kehinaan dan kehormatan bersama, umpama orang2 yang naik dalam
sebuah perahu, sama saja nasibnya, maka dimana bantuan dibutuhkan, kita mesti berikan. Kan Loosoe, asal kau hargai aku, pasti aku Na Pek akan suka bersahabat denganmu.
Setelah selesai urusan Cap jie Lian hoan ouw ini, aku nanti hendak berkunjung ke Soe Soei, itu waktu, harap kau tidak sia2kan aku. Aku paling tidak punya guna, kesukaanku
adalah barang cair didalam cawan, maka sukalah kau
sediakan aku banyak2! Aku tahu, Soe soei mengeluarkan arak yang jempol. Disana aku akan berdiam untuk beberapa hari."
Bukan main girangnya Kan In Tong akan dengar janji
itu, ia memang paling gemar bergaul, terutama ia paling suka orang2 yang polos, yang utarakan segala apa tanpa malu palsu. Dan Na Pek ini, si Tangan Kilat, adalah
macam orang yang ia paling hargai itu.
"Baiklah, Toa hiap, aku nanti siap sedia untuk
memenuhi pengharapanmu!" Katanya.
Demikianlah mereka bercakap2, sampai jam lima,
setelah mana, semua orang siap untuk berangkat. Sehabis bersantap pagi, semua lau menantikan perintah.
Didalam perahunya sendiri, Coe In Am coe dan lima
muridnya juga sudah siap, ia pergi keperahunya Eng Jiauw Ong hingga disitu ia jadi bertemu dengan Tetua dari Yan tiauw Siang Hiap. Keduanya memang kenal satu sama lain, pertemuan ini ada menggirangkan mereka. Kemudian
Amcoe tanya Eng Jiauw Ong, jam berapa mereka akan
mulai berangkat. Eng Jiauw Ong tidak lantas menjawab, lebih dulu ia
tanya Khoe Beng dan Na Pek, kedua soehengnya itu.
"Ong Soetee, jangan kau see jie," Twie in chioe bilang.
"Urusan kita ini sangat penting, kau menjadi ketua, dalam segala hal kau yang harus berikan putusan, maka itu, jangan kau ragu2 untuk bertindak. Kami semua kenal tempat, kami bersedia akan dengar segala putusanmu. Disini, segala titahmu tak dapat dibantah, dengan begitu, usaha kita tidak bakal gagal. Disini adalah mengenai urusan Hoay Yang Pay dan See Gak Pav. Di sebelah kau, kamipun mesti taat
kepada titah2nya Am coe! Khoe Soeheng, tidakkah benar demikian?"
"Na Soetee benar!" Jawab Kim too souw Khoe Beng.
"Memang akhliwaris kita harus pegang pimpinan."
"Tetapi mengenai aku, harap aku diberi maaf," Kan In
Tong turut bicara. "Kami datang atas titah guruku, buat bekerja untuk Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, disini pun ada ketua kami, Coe In Am coe, yang ada akhli waris See Gak Pay, tetapi walaupun demikian, sudah enam puluh
tahun sejak aku memimpin sekalian anak buahku, maka
untuk cegah salah mengerti, aku harap aku diberi ijin akan tetap memimpin orang2ku. Asal aku diberi titah, aku akan lakukan tugas itu sebaik2nya. Dalam hal ini harap
dimengerti dan percalalah bahwa kami akan tunaikan tugas kami."
Eng Jiauw Ong hendak jawab ketua nelayan ini, atau
Coe In Am coe dului ia. "Kan In Tong Soehoe ada mu ini tersayang dari To Cie
Tay Soe dari Hong tek kwan," kata pendeta ini, "dia ada orang kenamaan dari See Gak Pay, dari itu, segala tindakan tetap menuruti pesannya Taysoe. Inilah pasti akan
dimengerti. Dalam hal kita sekarang, aku lihat, baik Ong Soeheng pegang sendiri tapuk pimpinan, kami semua turut segala perintah. Dan kau, Kan Soetee, kau harus terima titah langsung dari Ong Soeheng, kemudian kaulah yang
atur orang2 mu. Secara begini, kebaikan jadi ada dikedua pihak. Tidakkah Ong Soeheng akur dengan usulku ini?"
"Bagus begitu," kata Na Pek mendahului akhliwaris,
ciang boen jin dari Hoay Yang Pay. "Aku percaya Kan
Soehoe akan setujui ini, sebab seperti aku telah utarakan tadi, kita bekerja bersama, disini mengenai kehormatan atau kehinaan kita kedua kaum. Dalam tindakan pokok, biarlah Ong Soetee memimpin bersama Am cooe."
Sedari tadi Eng Jiauw Ong berdiam saja, tapi sekarang, setelah ada kesesuaian paham, ia tidak mengatakan apa2
lagi. Na Pek pun segera minta ketua Hoay Yang Pay itu
lantas tetapkan jam keberangkatan karena semua sudah
siap. Karena pusat tak dapat ditinggal kosong, Eng Jiauw Ong minta empat buah perahu ditinggal dimuara itu untuk sesuatu keperluan, lebih2 untuk menyambut kawan2 yang datang belakangan.
Kan In Tong setuju, dari itu, ia gerakkan cuma tiga
puluh enam buah perahunya.
Disetiap perahu, kecuali bendera See Gak Pay, ada
dipancar juga bendera Hoay Yang Pay, dari itu pasukan air ini nampaknya angker sekali. Perahu perahupun dikasi
maju dengan pesat. Begitu lekas barisan dari Soe Soei mulai berlayar,
dipihak Hong Bwee Pang orang lantas lepas burung2 dara, rupanya sebagai tanda atau pembawa berita untuk pelbagai pos penjagaan dan pusatnya juga, hingga dari sana sini datang sambutan serupa, hingga, diudara tertampak
sejumlah burung dara itu. Lain dari itu, tidak ada gerakan apa2 lagi, maka barisan Hoei Cioe Hie coen maju terus belasan lie, sampai didekat Liong kauw chung, batas daerah berbahaya dari Hoan coei kwan.
"Soeheng, apa disini kita mesti laporkan diri?" Eng
Jiauw Ong tanya Na Pek. "Ini ada pos bahagian luar dari Hong Bwee Pang, bukan tempat penjagaan resmi, kita lewati saja," jawabnya Twie in chioe. "Umpama kita hendak dirintangi disini, dia pasti sudah tempatkan barisannya."
Eng Jiauw Ong manggut. "Baiklah," kata ia. "Kita maju terus sampai di Hoen coei kwan, disana baharu kita perkenalkan diri secara resmi."
Lantas ketua ini kasi titah untuk maju terus.
Dalam rombongan ini, ada dua perahu besar, segala titah keluar dari kedua perahu ini.
Begitu perahu2 mulai melewati Liong kauw coen, dari
pohon gelagah yang lebat terbang dua ekor burung dara, setelah itu, keadaan sunyi pula, tidak ada sebuah perahu atau satu anggautapun dari Hong Bwee Pang yang
perlihatkan diri. Akan tetapi orang tahu, adalah mustahil kalau disitu tidak ada pefijagaan atau penjagaanya
yangtempatkan diri. Buktinya adalah dilepaskannya burung dara tersebut.
Rombongan perahu maju terus, tanpa perdulikan ada
penjagaan atau tidak. Kan In Tong pimpin barisan
perahunya itu dengan tenang. Ketika mereka mulai
mendekati Hoen coei kwan, lantas terdengar suitan
panjang, lalu disebelah belakang mereka, kelihatan perahu yang mengikuti, entah dari mana munculnya perahu perahu itu. Tapi bisa diduga tentu dari gombolan gelagah dikiri dan kanan.
Eng Jiauw Ong terima laporan beruntun dari Kam Tiong
dan Kam Hauw, dan Hee houw Eng juga, tentang
munculnya perahu perahu Hong Bwee Pang itu, maka ia
keluar untuk menyaksikan sendiri, hingga ia dapati, semua ada perahu2 cepat, setiap empat buah perahu jadi satu rombongan yang berada dibawah pimpinan satu tauwbak.
Disebelah itu, disetiap gerombolan segera ditempatkan tempat buah perahu lain, rupanya sebagai daya untuk
mencegat jalan keluar. "Jangan perdulikan mereka, kita anggap seperti kita tidak melihat dan tak dengar mereka," Eng Jiauw Ong berikan pesan, "hanya jaga agar mereka tidak datang terlalu dekat."
Sementara itu didepan, di Hoen coei kwan, sudah
tertampak barisan perahu2.
Kang Kiat bersama Ciok Liong Jiang mengawal dipintu
perahu besar, mereka lapurkan ketuanya bahwa dimuka
Hoen cioe kwan ada belasan perahu tetapi di puncak bukit Hoen coei kwan sendiri tidak ada gerakan apa juga. Tidak tampak seorangpun.
Kan In Tong pun datang untuk minta keterangan,
barisan mereka berhenti disitu atau terus.
"Soeheng," kata Eng Jiauw Ong pada Khoe Beng dan
Na Pek sebelum ia jawab Soe Soei Hie kee Kan In Tong,
"kita sudah sampai di Hoen coei kwan, apa disini kita singgah untuk kirim karcis nama kita?"
Ketua ini bukannya berdamai tapi ia tak hendak lewati kedua soeheng itu.
Khoe Beng dan Na Pek manggut seraya menyahut
"Baiklah." Dengan begitu, mereka paserah pada ketua itu, yang berhak untuk ambil tindakan sendiri.
Maka Eng Jiauw Ong lantas kata pada Kan In Tong
"Kita jangan tunggu sampai musuh cegat kita, barisan
depan baik lantas berhenti, untuk diturut oleh yang
lain2nya." In Tong manggut, ia segera pergi keluar, hingga dilain saat segera terdengar dua kali suara gembreng, tanda untuk turunkan layar dan melepas jangkar, untuk berlabuh. Atas itu, sebentar saja semua perahu berhenti laju, berlabuh secara rapi, tidak ada yang membuat berisik. Semua anak buah bekerja dengan sebat dan tertib.
Perahu Coe in Am coe direndengkan dengan perahu Eng
Jiauw Ong, ketua See Gak Pay itu lantas ketahui, mengapa perahu ditunda, maka tak ayal lagi, ia tugaskan muridnya yang ke dua, Sioe Seng, dan murid ke tiga, Sioe Sian, menjadi wakil, akan turut wakilnya Hoay Yang Pay
membawa karcis nama See Gak Pay, untuk kunjungan
resmi kepada pihak Hong Bwee Pang. Eng Jiauw Ong
sendiri sudah siapkan karcis namanya Juga Kan In Tong turut memberikan karcis nama sebagai kehormatan
kaumnya sendiri, nelayan2 dari Soe Soei. Ia berbuat begini karena sering kejadian orang2 Hong Bwee Pang, yang
tersebar luas, apabila sedang lewat di Soe soei, senantiasa mengirim karcis nama kepadanya, maka sekarang ia mesti balas kehormatan itu. Iapun telah lantas siapkan tiga buah perahu, satu untuk utusan Hoay Yang Pay, satu untuk
pihak See Gak Pay, dan yang ke tiga untuk dia sendiri.
Setiap perahu ada empat anak buahnya.
Dipihak Hong Bwee Pang, delapan buah perahu lantas
muncul untuk menyambut. Disetiap perahu ada delapan
anggauta yang berdiri diam laksana patung, tangan mereka masing2 menyekal kantong panah dan gandewanya.
Dipihak tetamu, perahu Hoay Yang Pay berada
ditengah, utusannya adalah Soe touw Kiam. Dia ini tunggu sampai terpisah tinggal tiga tumbak dari pihak Hong Bwee Pang, lantas ia siap untuk perkenalkan diri, buat kasi tahu maksud kedatanganya dan serahkan karcis nama. Akan
tetapi belum sempat dia buka mulut, atau dari pihak Hong
Bwee Pang sudah lantas terdengar seruan "Perahu yang
mendatangi, tahan dulu! Atas titahnya Liong Tauw Pang coe, kau mesti berhenti dimuka ambarom, dimana kau
boleh serahkan karcis namamu. Jikalau kau tak pandang mata kepada Hong Bwee Pang dan berani maju mendekati
kami, kami nanti lantas bikin tenggelam perahumu semua, sebagai pemberian ingat! Apabila itu sampai terjadi, jangan kau katakan kami tidak punya perasaan persahabatan!"
Soe touw Kiam tidak senang dengan cara penyambutan
itu. "Kau ada tuan rumah, kenapa kau begini tidak kenal tata hormat?" Dia menegur. "Aku hendak tanya, karcis kami
hendak disambuti atau tidak" Kami tak dapat menanti
lama2!" "Sahabat, kau tunggu saja!" Kata orang Hong Bwee
Pang tadi. Soe touw Kiam berdiam, dia mengawasi bersama2 Kam
Tiong dan Kam Hauw dan Kee Pin, yang ditugaskan
menemani pada nya. Segera terlihat dari atas puncak ada seorang berlari2
turun, gcrakannya gesit sekali. Orang itu bertubuh kecil dan kurus, potongannya mirip dengan Yan tiauw Siang Hiap.
Dengan cepat dia sampai diambaro dari mana dia
perdengarkan suaranya kepada Soe touw Kiam beramai
"Harap kau mundur sedikit!" Menyusul itu, tubuhnya
mencelat sebagai burung walet laut ke arah perahu Hoay Yang Pay, setelah jumpalitan, ia turun di kepala perahu, secara enteng sekali.
Soe touw Kiam betempat telah mundur, meski demikian,
mereka tetap mengawasi, maka itu sekarang terlihat tegas, orang kecil kurus itu, yang berumur lima puluh lebih, mirip seekor kunyuk, sepasang alisnya gundul, sepasang matanya
dalam, tapi sepasang biji matanya mengeluarkan sinar
tajam. Dia mengenakan pakaian biru yang sepan, kaos
kakinya putih, sepatunya ber hurufkan "Hok" (rejeki).
Seluruhnya, dia mirip dengan seorang kang ouw.
Dengan agak curiga, Soe touw Kiam bertindak maju
menghampirkan, kedua tangannya, yang menyekal karcis
nama, diangkat tinggi, lalu ia kata "Sahabat, atas namanya ciang boen jin dari Hoay Yang Pay, aku menghaturkan
karcis nama." Orang tua itu membalas hormat.
"Dan aku" jawabnya, "atas titah Liong Tauw Pang coe,
aku menyambut kedatangannya ciangboenjin dari Hoay
Yang Pay dan See Gak Pay. Pangcoe kami ingat pada
aturan penjagaan nya yang keras, dia kuatir itu nanti melanggar kehormatan pihak tetamu, dari itu dia mohon pihak tetamu sukalah memakai aturan, akan tunggu
pengunjukan terlebih jauh untuk mulai memasuki Hoen
coei kwan". Soe touw Kiam beramai tahu orang mencoba untuk
perlihatkan keangkaran, akan tetapi mereka tidak ambil pusing, tetapi Sioe Seng dan Sioe Sian mendongkol, maka ketika mereka memberi hormat, satu diantaranya kata
dengan keras "Kami ada utusannya ciangboenjin dari See Gak Pay dari Pek Tiok Am di Siang Thian Tee. See Gak
Hoa San, untuk kunjungi Liong Tauw Pang coe dari Hong Bwee Pang, disini ada karcis namanya, tolong kau
sampaikan!" Wakil Hong Bwee Pang pandang kedua pendeta wanita
itu, lantas ia sambuti karcis nama mereka.
Sioe Seng adalah yang menyerahkan karcis, selagi ia
angsurkan tangannya, tiba2 ia bersuara sendirinya, dengan
roman terkejut "Eh ini toh Kwie eng coe Tong Siang Ceng Loosoehoe si Bayangan Iblis dari Soe coan!"
XC Utusannya Boe Wie Yang itu, yang kulit mukanya
kuning, wajahnya menjadi bersemu merah, rupanya karena jengah, karena diapun terperanjat atas kata2nya Sioe Seng.
Akan tetapi kejab saja, ia sudah lantas tersenyum.
"Siauw amcoe tak kelupaan, dengan sebenarnya aku ada
si orang she Tong!" Ia menjawab. "Aku, Tong Siang Ceng ada linglung sampai aku lupakan urusan dulu hari di Kim Hoed Sie diperbatasan Soe coan. Aku ingat, Siauw amcoe, ketika itu kita ketemu dipuncak Tiat Cian Hong di waktu malam, cuma satu kali, dan kejadianpun telah berselang banyak tahun, aku tidak sangka kau masih ingat aku!
Dalam kalangan kang ouw ada sedikit sekali orang yang ingatannya tajam seperti siauw amcoe ini. Siauw amcoe, kau sekarang sedang ikuti Hian Cin Soe thay atau
ciangboenjinmu" Mengenai budi kebaikannya Hian Cin Soe thay, selama bertahun" Tak pernah aku lupakan, tapi
karena aku tidak berhasil mengusahakan sesuatu, beda
dengan Soe thay sendiri, yang telah angkat nama,
sebenarnya aku malu kan menemui Soe thay!"
Sioe Seng puas melihat lagaknya bandit besar ini yang dulu biasa malang melintang diperbatasan propinsi Soe coan, sekarang dengan menghadapi ia sendirinya menjadi kuncup, tak lagi jumawa seperti mula. Karena orang merasa malu, ia percaya bandit ini masih punyakan liang sim.
Karena ini, lekas2 ia rangkap kedua tangannya, untuk
memberi hormat, kemudian ia kata "Kau terlalu merendah, Tong Loosoe. Sekarang ini aku sedang ikuti ciangboenjin dari See Gak Pay. Hian Cin Soe thay sendiri telah pulang
ke Tanah Barat sejak beberapa tahun yang lalu. Loosoe sendiri biasa berdiam diperbatasan Soe coan, sekarang loosoe berada disini, apakah loosoe telah masuk organisasi Hong Bwee Pang" Atau apakah Pang coe Thian lam It
Souw Boe Wie Yang itu ada sahabat kekal loosoe?"
Inilah pertanyaan yang sukar dijawab bagi Tong Siang
Ceng, tetapa tak dapat tidak menjawabnya, maka dengan roman agak ke malu2an, ia kata "Liong Tauw Pang coe itu ada sahabat kekalku, sekarang ini aku datang ke Ciatkang secara kebetulan saja, maka aku memikir dengan gunai
ketika ini untuk menemui orang2 gagah, hingga tak
kecewalah yang aku hidup daiam kalangan kang ouw.
Akupun kuatir nanti ada sahabat2 kekal lainnya yang
datang kemari, maka itu aku telah wakilkan Pang coe bikin penyambutan, supaya tidak sampai terjadi perlakuan
kurang hormat. Aturan disini ada keras sekali, berhubung dengan kunjungan Siauw amcoe beramai, aku minta
sukalah Coe In Am coe dari See Gak Pay, sahabat2 karib Eng Jiauw Ong Loosoe dari Hoay Yang Pay, dan Soe Soei Hie kee Kan Loosoe, menanti sebentar, perlu aku menu
bawa karcis nama ini untuk disampaikan kepada Pang coe supaya Pang coe sendiri yang membikin penyambutan.
Maka, maafkanlah aku."
Tong Siang Ceng menjura kepada ketiga utusan, lalu ia putar tubuhnya, untuk dengan satu gerakan "Liong heng it sie", atau" Gerakan Naga berlompat balik keambaro" dari atas mana dia ber lari2 mendaki bukit, hingga dilain saat ia telah lantas lenyap dari pandangan mata.
Soe touw Kiam adalah murid lulusan, dengan perkenan
Eng Jiauw Ong, ia sudah boleh keluar merantau, akan
tetapi kapan ia saksikan kegesitannya Tong Siang Ceng, mau tak mau, ia menjadi kagum sekali. Itulah kepandaian keentengan tubuh yang berimbang dengan kepandaiannya
Yan tiauw Siang Hiap, itu pun menyatakan, bandit dari Soecoan itu tak boleh dipandang ringan.
Juga anak2 muda yang lain, tak terkecuali murid2 See
Gak Pay, turut merasa kagum.
Menyusul lenyapnya Tong Siang Ceng, tiga ekor burung
telah dilepas terbang dari gombolan, burung2 itu terbang cepat sekali kearah Cap jie Lian hoan ouw.
"Sungguh burung2 yang terdidik sempurna!" Kan In
Tong memuji ketika ia lihat kecerdikannya tiga ekor burung dara itu.
Kemudian orang semua menantikan, menantikan
balasan kabar. Lekas sekali, dari dalam Hoen coei kwan kelihatan
terbang ke luarnya tiga ekor burung dara putih, yang
semuanya bersayap hitam, tubuhnya lebih besar dari pada burung2 yang biasa, dan terbangnya lebih pesat pula.
Hampir menyusul turunnya tiga ekor burung itu, dari dalam ambaro, yang merupakan pagar bentengan, ada terdengar tiga kali suitan, yang lalu disambut dengan suara suitan lainnya saling menyusul. Ini rupanya ada satu pertandaan, karena pintu bentengan segera terpentang. Lalu kelihatan ke luarnya delapan buah perahu enteng, diluarnya setiap satu perahu ada dua anak muda dengan pakaian singsat. Di
belakang delapan rerahu kecil itu ada sebuah perahu besar dimuka mana berdiri seorang berumur kurang iebih tiga puluh tanun, romannya gagah, tapi tubuhnya tertutup
thungsha, baju panjang, hingga ia tampaknya, militer
bukannya militer, sipil bukaan ya sipil. Maka teranglah ia ada seorang kang ouw yang tak biasa dengan pakaian orang sekolahan, hingga ia nampaknya tak sedap dipandangnya.
Selagi mendekati, dia angkat tangannya dan berseru "Liong Tauw Pang coe dari Hong Bwee Pang berikut sekalian Sam
Tong Hio coe menyambut dengan hormat kedatangan Po
coe dari Ceng Hong Po, Coe In Am coe dari See Gak dan Soe Soei Hie kee! Pang coe sendiri sebagai ketua tak leluasa untuk meninggalkan kedudukannya, dari itu dia utus aku yang rendah untuk menyongsong, maka silahkan Eng
Jiauw Ong Loosoe, Ciangboenjin dari Hoay Yang Pay,
mengajak semua kawannya pemimpin, ber sama2 pasukan
perahu dari Soe soei, memasuki Hoen coei kwan "
Soe touw Kiam bersama Sioe Seng dan Kan In Tong
membalas hormat. "Ketua kami tidak ingin melanggar tata tertib Hong
Bwee Pang, dari itu kami diutus untuk menghaturkan karcis nama." Berkata Soe touw Kiam, "setelah sekarang Liong Tauw Pang coe berikan perkenannya untuk kami memasuki Hoen coei kwan, baiklah, kami hendak kembali dahulu
untuk menyampaikan kabar."
Lantas utusan ini kasi titah untuk putar balik perahu mereka, buat kembali
kedalam rombongan, guna sampaikan kabar. Waktu itu, Eng Jiauw Ong sendiri beruntun telah terima ia poran tentang aksi Kwie eng coe Tong Siang Ceng, si bandit dari Soe coan, serta cara penyambutan dari Boe Wie Yang, yang hanya mengirim wakil, maka tempo Soe touw
Kiam kembali, ia sudah ketahui laporannya murid ini.
"Marilah kita maju!" Kata Eng Jiauw Ong pada Kan In
Tong. "Kita jangan bersangsi, jangan kita perlihatkan kelemahan!"
Kan In Tong setuju, ia lantas berikan titahnya, maka
diantara riuhnya suara gembreng, barisan perahu dari Soe soei lantas bererot maju dua yang didepan mendahului, tiga puluh empat yang dibelakang menyusul.
Sesampainya didalam, segera kelihatan bahwa pihak
Hong Bwee Pang telah mengatur rapi, dimana terlihat dua puluh empat buah perah cepat dengan setiap perahunya ada lima anakbuahnya, yalah satu jurumudi,tempat tukang
penggayunya, semua mengenakan pakaian mandi. Dengan
tenang semua laskar air Hong Bwee Pang itu mengawasi
masuknya perahu2 tetamu. Selagi perahunya berlayar maju, Kan In Tong berdiri
bersama Twie in chioe. Na Pek mengawasi keseluruh Hoen coei kwan disepanjang tempat yang dilalui. In Tong belum pernah datang kemari, tidak demikian bagi Na Pek, yang sudah pernah masuk keluar tiga kali, tetapi diwaktu malam.
Dimatanya Kan In Tong, Hoen coei kwan benar2
berbahaya, pantas Boe Wie Yang berani menjagoi dan
laganya sombong. Disebelah itu, ia toh harus kagumi ketua Hong Bwee Pang itu, yang pandai mengatur, cocoklah dia menjadi ketua, sebab dia cerdik dan pandai, gagah juga.
Diam2 Kan In Tong memerintahkan pada semua
orangnya untuk waspada, terutama untuk ber jaga serangan gelap dari dalam air. Umpama ada bokongan,tempat puluh orang mesti segera terjun kesungai untuk melindungi.
Kemudian Na Pek masuk kedalam gubuk perahu, akan
memasang mata dari antara dua jendela. Setelah melalui satu lie lebih, ia dapatkan pandangan yang mengherankan padanya, tapa masih bersabar, sampai lagi satu lintasan.
Akhirnya ia keluarkan seruan "Eh!" Kemudian ia teruskan pada Eng Jiauw Ong "Soetee, mari lihat! Inilah aneh!
Jikalau mataku tidak kabur, ini toh tegalan belukar! Apa mustahil orang hendak main gila?"
Eng Jiauw Ong segera hampirkan Na Toa hiap, yang
Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan tangannya terus menunjuk ke arah kiri
"Lihat, itulah terang ada tempat penggaraman," kata ia,
"dan itu disana adalah gudang garam. Bukankah Seecoan Siang Sat Kwie lian coe Lie Hian Tong dan Shong boen sin Khoe Leng serta mereka punya garis Pat kwa sesat telah kita kenal baik" Lihat pelabuhannya itu, disana sekarang tidak ada barang sebuah perahunya. itu disana ada dua baris hutan yang lioe serta jalanan di tengah2nya. Tidak, aku tidak keliru mengenalinya!"
Na Pek dapati dua baris pohon sudah tidak ada dan
muara garam juga merupakan tanah datar. Ini bukan lagi penggaraman, hanya tanah tegalan atau ladang kosong.
Dikejauhan, pekarangan penuh pepohonan dan bangunan
rumahnyapun turut tidak ada, yang nampak adalah rumah2
gubuk beratap rumput. Tidak ada lagi apa yang tertampak diwaktu malam!
Dimuka rumah gubuk ada dua orang tani yang sambil
tunduk sedang mengawasi rombongan2 bebek yang asyik
cari makanan diantara tanah berumput. Di ujung gubuk itu ada lapangan.
Mau atau tidak, Eng Jiauw Ong geleng kepala.
Akan tetapi semua perahu laju dengan cepat, sebentar
saja pemandangan tempat itu telah dilewatkan.
"Mari kita keluar!" Eng Jiauw Ong mengajak kedua
saudara seperguruannya. "Benar2 aneh! Jikalau tidak kita pernah melihat sendiri, aku tidak akan percaya apa yang aku lihat sekarang ini!"
Lioe Tong dan Na Pek saling mengawasi, mereka
bersenyum. Mereka ikut ciang boen jin mereka, akan
memandang lebih jauh keadaan disekitarnya, terutama
kekedua gili2. Dijurusan Timur selatan, gudang garam
lenyap tanpa bekas2nya, yang tampak sekarang adalah
sebuah kampung kecil dengan penduduknya satu dua
gelintir. Perahu2 Garuda Terbang maju terus tanpa sesuatu
rintangan, mulai meninggalkan daerah penggaraman itu.
"Daerah ini berubah rupa karena kepandaiannya
Seecoan Siang Sat," kemudian Twie in chioe kata kepada kedua saudaranya.
"Dengan andalkan jumlah konco yang banyak, dalam
satu malam mereka singkirkan gudang garam dan Kioe
kiong Pat kwa tin. Disini ada bagian luar. Maka dibagian dalam keadaan mesti terlebih luar biasa lagi"
Eng Jiauw Ong lihat beberapa penduduk, yang terpencar, yang nampaknya senggang sekali, tetapa percaya mereka sedang ber pura2 saja.
Mereka telah maju lima atau enam lie jauhnya, tetap
mereka tidak hadapi gangguan, tetapi ini justeru membuat mereka semakin curiga dan waspada. Selama itupun tidak ada pihak, tuan rumah yang muncul pula, akan pimpin
mereka. Soe Soei Hie kee Kan In Ton berlaku waspada sekali,
keadaan ada mencurigai, ia jadi merasakan akan besarnya tanggung jawabnya. Ia tahu, kecuali Kang Kiat, disitu tidak ada orang yang pandai berenang dan selulup, semua orang Hoay Yang Pay dan See Gak Pay ada mengandal padanya
seorang. Pasti ia akan jadi malu sekali apabila ada terjadi sesuatu terhadap mereka itu.
XCI Kemudian In Tong pergi kedepan akan hampirkan Kang
Kiat siapa, sebagai Eng Jiauw Ong bertiga, juga heran
sendirinya tertampak perubahan keadaan dari Hoen coei kwan itu. Terang pihak Hong Bwee Pang sudah gunai
kecerdikan dan ketangkasannya akan ciptakan keanehan
itu. Ia tuturkan pada In Tong tentang berubahnya keadaan daerah itu.
"Ya, Kang Lauwtee, ini menunjukkan liehaynya orang2
Hong Bwee Pang," Kan In Tong membenarkan. "Tetapi
karena ini tidak membahayakan kita, baik kita antap saja.
Kita betul sedang hadapi musuh akan tetapi kita semua belum bentrok, kita harus pakai adat istiadat, kita mesti perlihatkan diri sebagal tetamu yang kenal aturan sopan santun. Hanya harus berjaga2 saja untuk mencegah kita kena dirubuhkan".
"Memang, Kan Loosoe, malu apabila kita sampai kena
dipermainkan," Kang Kiat bilang, "Sikapku adalah,
umpama musuh main gila, kita mesti kasi rasa padanya, supaya dia jangan pandang enteng pada kita."
Semua perahu laju terus hingga mereka berada ditempat yang terlebih sepi pula, sedang dikiri dan kanan, hutan gelagah ada sependirian orang tingginya. Disini perahu2
musuh disembunyikan diantara gelagah, tidak ada perahu yang kelihatan tegas kecuali bayangannya yang bergerak secara samar2.
Lagi kesebelan depan, nampaklah sawah2 dengan
pemandangannya yang indah, tegalan dengan rumput dan
bunga2 yang permai, dengan air yang bening mengalir dan mengitari kampung. Dijem batan, yang berloneng, ada dua petani tua asyik mengawasi bebek dan angsa berenang
bermain dimuka air. Didepan beberapa rumah ada orang
sedang menjemuri jaring atau jalanya. Dimuka kampung, ditepian, ada beberapa buah perahu kecil. Dari dalam
kampung sendiri terdengar suara menenun.
Sepanahan lagi barisan perahu dari Soe soei akan
sampaikan kampung itu, dari aliran sungai disana muncul lima buah perahu yang anak buahnya masing2 dua tiga
orang, tidak tentu, tapi semua berumur diatas dua puluh dan pandai mainkan penggayu mereka. Lantas saja mereka itu memencar dan melintangkan perahu mereka seraya
terus lepaskan jaring. Dengan perbuatan nya ini, mereka jadi menutup muka sungai, menghalangi jalanannya
perahu2 dari Soe soei. Kan In Tong dan Kang Kiat segera mengerti bahwa
orang sengaja hendak mengganggu majunya mereka. Kalau mereka tidak berhenti, perahu2 nelayan itu mesti ketabrak.
Dan itu artinya gara2 atau onar. Jikalau bukannya sengaja, tidak nanti lima perahu itu melintang ditengah jalan.
In Tong segera perdengarkan suaranya yang nyaring buat minta nelayan2 itu lekas minggir sambil tenggelamkan
jaring mereka, disebelah itu, perahunya laju terus, maka sambil menoleh kebelakang, ia memberi tanda, atas mana, semua layar dikasi turun separuh, hingga lajunya perahu2
jadi kendor dengan sendirinya, kalau tidak, tabrakan tak dapat dicegah lagi, karena jawaban si nelayan tak dapat ditunggu.
Semua nelayan itu mengawasi, mereka dengar teguran
tetapi tak menghiraukannya.
"Lihat, Cian A Sie, ini ada perahu2 dari mana?" Tanya satu nelayan kepada kawannya. "Kenapa mereka begini
kurang ajar, masuk dengan nerobos saja" Tak dapat kita cegah mereka, pasti mereka akan terjang rusak perahu2
kita!...." Lebih dari itu, mereka tidak berbuat suatu apa.
Kang Kiat insaf orang benar hendak main gila, maka
bersama Kan In Tong ia beri tanda akan barisannya
berhenti. Dengan layar telah dikasi turun, mereka bisa berhenti dengan cepat.
Dari perahu besar segera muncul boesoe Wie Sioe Bin
dan Kim Jiang, untuk melihat keadaan, ketika mana
lapuran sudah datang hal gangguan musuh yang menyamar jadi nelayan.
"Nanti aku lihat," kata Na Pek. Ia bersama2 Eng Jauw
Ong, memang sudah curiga. Walaupun nelayan, semua
penduduk situ mesti ada orangnya Hong Bwee Pang. Ia
ajak kedua boesoe itu pergi kedepan, di sini loncat naik atas sebuah perahu kecil, yang dipanggil datang.
Wie Sioe Bin dan Kim Jiang terkejut melihat Twie in
chioe naiki perahu kecil sambil berlompat, mereka duga, perahu itu pasti akan tenggelam, maka akhirnya mereka jadi kagum akan saksikan tubuh sangat enteng dari si
Tangan Kilat. Dengan cepat perahunya Na Pek sampai dibelakang
perahu In Tong dan Kang Kiat. Mereka ini lihat tetua itu, mereka hendak memberi hormat, tapi Na Pek lekas
mencegah. "Jangan pakai banyak adat peradatan," kata Twie in
chioe. "Bagaimana" Apa benar mereka berani rintangi
kita?" Dia tanya. "Rupanya mereka kurang ajar sekali," sahut Kang Kiat.
"Kelihatannya kita mesti terpaksa gunakan kekerasan."
"Kalau benar mereka berani main gila, ingin aku
saksikan ke liehayannya!" Kata Na Toa hiap sambil
bersenyum. Ketika itu, Sioe Bin dan Kim Jiang telah datang
menyusul dengan sebuah perahu lain. Merekapun lihat
tegas lima perahu nelayan itu, malah sekarang, semua
nelayan lepaskan jaring di kedua tempat, kepala dan buntut perahu, dan jaringnya ada jaring kerap untuk tangkap ikan besar berikut ikan kecil.
Kawanan nelayan itu diam saja, sikap mereka congkak
ketika mereka ditegur In Tong, mereka mengejek.
Na Toa hiap awasi kelima perahu, setelah itu ia panggil nelayan yang perahunya dekat pada gili2.
"Sahabat, kau tangkap ikan atau tangkap orang?" Ia
tanya. "Nelayan melepas jaring, itulah umum, tapi caramu ini adalah kelicinan, gangguan! Ketahuilah bahwa kami sedang menuju ke Cap jie Lian hoan ouw dengan pakai
aturan, secara terang, untuk bereskan perhitungan lama!
Apakah kau hendak cegah masuknya kami?"
Dipihak nelayan itu ada seorang tua dengan baju dan
celana pendek dan sandal rumput, muka nya kisut,
kepalanya sampai di muka sebatas mata, ketutupan tudung lebar, tetapi ketika ia angkat kepala akan awasi rombongan Soe Soei Hie kee, Na Pek dapat lihat padanya. Jago ini melengak.
"Jikalau mataku tidak kabur dan tidak melihat salah,"
pikir dia. "Dia ini mestinya ada Biauw kiang San coe, Tan ciang Kay pay Hiap too Thong In. Dengan adanya dia
disini, terang aku bakal tambah repot."
Hiaptoo Thong In, sibandit budiman, julukannya Tan
ciang Kay pay, si Tangan Liehay, ada dikenal sebagai
Biauw kiang San coe yalah ketua dari suku bangsa Biauw.
Na Pek tahu baik tentang dia ini, yang mulanya menjagoi didaerah bangsa Biauw dimana dia berani masuk jauh
kepedalaman, dengan sebelah tangannya yang liehay, dia telah berhasil menakluki dua puluh lebih rombongan
bangsa Biauw golongan Ko Ko hingga akhirnya dia
dipandang sebagai dewa, hingga dia diangkat jadi san coe,
ketua. Tetapi karena ia tak cocok dengan cara hidup bangsa Biauw itu, dia tampik penghormatan atas dirinya, dia tetap suka bekerja diperbatasan Seecoan dan Inlam, dia selalu bekerja seorang diri. Biasanya, sehabisnya bekerja, ia sembunyikan diri bersama hasilnya itu sampai setengah atau satu tahun, hingga sulit untuk cari padanya. Dia gemar membegal tapi dia disebut hiaptoo, maling budiman, sebab dia gemar musuhi pembesar2 rakus dan hartawan hartawan jahat, dan uang hasil pencuriannya biasanya disebarnya diantara orang melarat. Karena perbuatannya, yang
dianggap keterlaluan, pernah ia dimusuhi oleh sejumlah orang Rimba Hijau hingga dia didesak kabur, sedang
bangsa Biauw diasut untuk jangan puja padanya. Begitulah ia singkirkan diri jauh dari daerah Biauw. Dia dapat
membalas sakit hati, beberapa boesoe, ahli silat, di selatan dan utara Sungai Besar, dia telah binasakan. Karena ini, kemudian ia dimusuhi pula.
Na Pek "berkenalan" dengan Thong In pada suatu
malam, di kota Hongyang kwan. Dalam perja lanannya ke Lek tiok tong. Dan Thong In sedang kuntit Wie Sioe Bin dan Kim Jiang dua boesoe dari pihak Hoay Yang Pay, yang dia hendak binasakan, untuk melanjutkan usahanya
menuntut balas. Tentu sekali, kedua boesoe itu bukan
tandingannya san coe ini. Syukur bagi mereka, Na Pek
datang sebagai penolong tak disangka2. Dengan Ilmu
pukulannya Sha cap lak Kim na hoat, yang dibarengi de ngan kegesitan tubuh Hengkang Tee ciong soet, Na Pek
dapat pecundangi hiapto itu. Dengan sendirinya Toa hiap jadi dapat tolongi kedua boesoe itu.
Thong In tetap hendak menuntut balas. Ia tahu ada
belasan boesoe yang tersebar di selatan dan utara sungai Besar, ia
pergi cari mereka. Ia baharu berhasil membinasakantempat boesoe. Selaga kuntit Sioe Bin dan
Kim Jiang, apa lacur, ia berjumpa dengan Yan tiauw Siang Hiap. Karena gagal, dengan mendongkol, ia berlalu dari Kanglam. Sudah sekian lama ia "menghilang," sekarang
tahu2 ia muncul di Cap jie Lian hoan ouw. Dan kebetulan sekali, ia berhadapan pula dengan Na Toa hiap, siapa
sebenarnya sudah lupa tentang dirinya adalah selama yang belakangan ini, Toa hiap tahu orang mendendam sakit hati padanya.
Begitu mengenali Thong In yang liehay ini, Na Pek
lantas kasi tanda pada In Tong dan Kang Kiat untuk
mereka ini tidak banyak omong pula terhadap musuh itu.
Menampak sikap luar biasa dari jago tua itu, In Tong
segera ajak Kang Kiat undurkan diri kepintu perahu dimana ia beritahukan kawan itu untuk waspada dan siap sedia. Soe Soei Hie kee heran atas perubahan sikap jago tua ini
terhadap si nelayan didepannya itu.
Twie in chioe sendiri, dengan roman sungguh2 sudah
lantas angkat kedua tangannya memberi hormat pada si
orang tua. "Sahabat, sejak perpisahan kita, apa kau ada baik?"
Demikian ia menegur. "Apakah kau masih ingat sahabat
karib Rimba Persilatan dari rumah penginapan Phang Kee Tiam dimuka kota Hongyang kwan?"
Diam2 orang tua itu terkejut sendirinya untuk mata
liehay dari Toa hiap. Ketika dulu mereka bentrok, diwaktu malam yang gelap petang. Ia dapat mengenal Toa hiap
karena roman dan potongan tubuhnya yang istimewa,
tetapa heran orangpun masih kenali padanya, apapula
sekarang ia dandan lain rupa. Karena ina jadi kagum. Iapun pikir, tak usah ia "umpatkan" diri lagi. Maka ia singkap tudungnya, ia lantas membalas hormat.
"Na Toa hiap, aku kagum terhadap kau!" Berkata dia.
"Sebenarnya aku tahu tenang tingginya ilmu silat istimewa Keng kang Tee ciong soet darimu, sedang malam itu aku menyesal telah bentrok denganmu. Aku pernah pikir cari kau untuk memohon maaf, sayang aku tidak ketahui
alamatmu, hingga tak tahu ke mana dan dimana aku dapat mengunjunginya. Aku ada satu boe beng siauw coet, aku bersyukur yang Wie Boesoe dan Kim Boesoe, begitupun
beberapa jago Rimba Persilatan dari perbatasan Soecoan telah berbuat baik kepadaku, hingga aku tak punyakan
tempat lagi dimana aku bisa menaruh kaki. Budi itu, cara bagaimana aku si orang she Thong bisa lupakan"
Pertemuan di Hong yang itu membuat aku insaf atas
kekeliruanku, yang hidup berandalan, hingga aku menerima pengajaran darimu. Aku tidak bermaksud lain kecuali untuk mohon pengajaran terlebih jauh darimu, guna habiskan
perhitungan dari kekeliruanku itu. Aku tidak ingin mohon maaf, aku melainkan hendak minta supaya kepadaku dibagi tempat dimana aku bisa menancap kaki. Ini adalah satu budi yang besar sekali."
Thong In bicara dengan hormat tetapi sifatnya keras,
berbarengpun ia tegur kelancangannya pihak Hoay Yang
Pay yang sudah usul seterusnya, sampai ia dikepung
kepung, sedang dalam kejadian di Hongyang itu, ia telah pancing mendatangi hotel Phang Kee Tiam, hingga ia
terjebak dan mendapat malu, sehingga ia mesti angkat kaki dan sembunyi. Ia telah muncul disini, ia tidak sangka kembali bertemu Na Pek.
"Thong Loosoe, kau terlalu memuji aku," Na Pek bilang.
"Sebenarnya aku tidak campur urusan usahamu diperbatasan Soecoan dan Inlam, tidak pula tersangkut dengan kaum Rimba Persilatan, malah aku tidak pernah
mendengarnya, tapi mengenai kejadian dihotel Phang Kee
Tiam, disitu aku hanya melindungi dua orang Hoay Yang Pay, sebab aku bukan ketua Hoay Yang Pay, aku tidak
berhak ambil tindakan apa2, malah aku tidak tahu aku
bakal berhadapan kepada Thong Loosoe sendiri yang
kenamaan diperbatasan Soecoan lnlam dan didaerah Biauw kiang. Aku tidak sangka yang kita bisa bertemu disini, Thong Loosoe. Sebenarnya, untuk menegur pihakku,
sebagai seorang kenamaan, dengan gampang kau bisa cari kami dua saudara didusun Na Chung di Coe cioe, Kie lam, atau ke Lek Tiok Tong di Ceng hong po, Hoay siang. Aku percaya disana ketua kami akan bisa berikan keadilan
kepadamu. Tapi kau telah tidak berbuat demikian, sekarang kau mencoba pinjam tenaganya Thian lam It Souw Boe
Wie Yang, kau gunai ketika selagi kami memasuki Hoen
coei kwan atau Cap jie Lian hoan ouw, kau hendak
merintangi kami. Apa perbuatanmu ini tidak terlalu
lancang" Kami datang untuk memenuhi undangan, tak
semestinya, sebelum sampai di Cap jie Lian hoan ouw,
kami timbulkan lain urusan. Jikalau kau tak dapat
melupakan urusan dihotel itu, kasilah ketika sampai urusan kami dengan Hong Bwee Pang ini sudah beres, nanti aku bersedia akan menemui kau. Bagaimana loosoe pikir?"
XCII "Na Toa hiap, kau terlalu menghargai aku!" Kata Thong In dengan tertawa dingin. "Aku sudah bilang, aku ada satu boe beng siauw coet, maka itu tak berharga aku bagi Hong Bwee Pang. Aku datang kemari untuk suatu maksud lain, tentang itu, maafkan aku, tak dapat aku beritahu. Tetapi urusan kita penting, pun sukar dicari ketika sebaik ini, maka itu, mari disini saja kita membereskannya, tak usah kita tunggu sampai lain hari! Mungkin disinilah tempat aku bakal pulang kerakhmaltullah".
Sulit untuk kau takluki aku dengan kata2 saja, maka itu, tak usah kau banyak
omong lagi. Di Phang Kee Tiam aku rubuh dibawah Sha
cap lak Kim na hoat, disini aku mohon pelajaran tentang Keng kang Tee ciong soet, ilmu mengentengi tubuh supaya aku tambah pengetahuan!"
Mendengar tantangan itu, Na Pek pun tertawa dingin.
"Tong Loo enghiong, kau terlalu puji aku," kata ia. "Kau memaksa hendak bikin pertemuan persilatan, jikalau aku tetap menampik, kau akan katakan aku keterlaluan, aku jadi sia2kan maksud baikmu. Tapi sekarang aku ada bersama
dengan kedua kaum Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, tak
berani aku berlalu lancang, lebih dahulu aku mesti
menjelaskan sesuatu kepada kedua kaum itu. Kau toh cegah aku ditengah jalan dan memaksa menantang aku. Coba kau jelaskan, kau tantang aku berikut Hoay Yang Pay dan See Gak Pay atau tidak?"
"Ini ada urusan kita sendiri, aku tidak ingin bawa2 lain orang!" Jawab Thong In. "Kita pun baik gunai beberapa perahu ini saja sebagai tempat main2, sama sekali kita tidak boleh dapatkan bantuannya anak2 buah perahu, tapi siapa terpeleset dan kecemplung, dia yang kalah, dia mesti akui kekalahannya itu!"
Thong In tunjuk empat buah perahunya sebagai medan
pertempurannya itu, sesuatu perahu panjang lima atau
enam tumbak. Semua perahu itu mengambang dimuka
sungai yang airnya deras, karena itu, semua bergoyang2
setiap waktu. Na Pek pandangtempat perahu itu, ia mengerti
maksudnya Thong In, siapa rupanya tahu dipihak Hoay
Yang Pay tidak banyak orang yang pandai berenang,
sedang dia sendiri bisa main diair dengan baik.
"Baik, Thong Loo enghiong, aku bersedia akan temani
kau," kata Twie in chioe, yang tidak takut karenanya.
Kemudian, ia bicara kepada Kang Kiat, siapa sudah lantas pergi keperahu besar, untuk melapurkan pada Eng Jiauw Ong.
Sebenarnya Na Pek hendak berikan pesan pada Kan In
Tong, tapi tanpa ketahuan lagi Soe Soei Hie kee telah undurkan diri dari situ. Sementara itu, Thong In telah berikan pesan pada anak anak buah dari ketempat buah
perahunya. Ia kata "Pisahkan perahumu, aku hendak
terima pelajaran dari loocianpwee dari Hoay Yang Pay ini, yang kesohor akan ilmunya Sha cap lak Kim na hoat dan Keng kang Tee ciong soet. Na Toa hiap pun punyakan Ilmu Teng peng Touw soei, dari itu jangan kau mencoba untuk merintangi, kau boleh menyaksikan saja dari dalam
perahu." Anak2 buah itu, nelayan dan tukang perahu, menyahuti
dan mundur, kecuali tukang kemudi nya. Semua perahu
bergerak, walaupun ada jaring yang menahannya.
Thong In sudah lantas pergi kesebuah perahu yang
terdekat. Na Pek lihat lawan bersiap, ia lekas2 rapikan bajunya, setelah itu, ia lompat keperahu nelayan yang jaraknya dara setumbak lebih, ia injak perahu dengan sikapnya "Kim kee Tok lip", atau "Ayam emas berdiri dengan sebelah kaki,"
kemudian sambil memberi hormat pada Thong In, ia
berkata "Thong Loo enghiong, aku yang tak punya
kepandaian berarti dan hendak memperlihatkan kejelekan dihadapnmu"
Thong In maju empat tindak. "Kau hendak memberi
pelajaran, loocianpwee, pasti kau akan menambahkan
pengetahuanku," ia kata. "Sekarang silahkan Toa hiap
mulai!" Ucapan ini dibarengi dengan mencelatnya tubuhnya
mendekati lawan, akan segera menyerang. Ini ada semacam bokongan. Tangan kanannya dimajukan dalam gerakan
"Tek seng hoan tauw," atau "Menjemput bintang untuk
mengganti bintang." Ia menggertak berbareng menyerang benar2. Menyusul ancaman ini, ia gunakan pula pukulan
"Siong Yang Tay kioe chioe" dan "Lo Kong Pat it sie."
Dengan mendadakan diserang secara demikian, Na Pek
terkejut. Ketika dahulu bertempur di Hongyang kwan,
Thong In tidak gunakan kepandaiannya ini, yang cepat dan hebat bagaikan guntur menyamber. Maka tak ayal lagi ia lantas berkisar, untuk melayani, langsung dengan keluarkan Sha cap lak Kim na hoat, hingga mereka merupakan satu tandingan yang setimpal. Kelihayan nya mereka jadi makin ternyata karena mereka bertempur diatas perahu yang
sempit sedang ke duanya adalah ahli kegesitan.
Tanpa merasa dua puluh jurus telah dikasi lalu, sesudah mana, mulai nampak kelicinannya Thong In. Sekarang ia tak lagi menggunai sebuah perahu sebagai medan
pertempuran, ia berlompatan keke empat perahu dengan
bergantian, hingga dengan cara demikian, terlihat tegas tubuhnya yang enteng dan gerakannya yang gesit sekali.
Na Pek tetap melayani dengan tenang tetapi tidak kalah sebat nya, ia segera mengerti akan maksudnya orang,
Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
didalam hatinya ia kata "Bangsat tua, jikalau aku sampai berikan ketika kau menang diatas angin, sungguh aku
kecewa disebut Twie in chioe!"
Masih saja Thong In bertempatan kesana kemari, karena maksudnya adalah akan membuat lawannya salah tindak
dan terpeleset, supaya jatuh kedalam sungai. Menampak
demikian, Na Pek gunakan ilmu Sha cap lak Kim na hoat bahagian atas, "Siang chioe," yalah "Menuntun harimau"
dan Naga sembunyi." Segera ia sampai di sampingnya
lawan, sembari berseru, "Sahabat, kau hendak pergi
kemana" Kau turunlah!" Tangannya diulur dengan gerakan
"In liong tam jiauw" atau "Naga mengulur kuku."
Bagaikan cepatnya angin tangannya itu telah sampai dibaju musuh.
Ban san coe Thong In memang sengaja berlaku lambat,
di saat serangan sampai ia putar tubuhnya akan berkelit kesamping, gerakannya sebat sekali, dengan begitu ia jadi terluput dari serangan. Disebelah itu, tubuhnya Na Pek maju kedepan, karena serangannya yang gagal itu. Ini
adalah suatu kedudukan yang herbahaya sekali. Kedudukan ini biasa terjadi disebabkan serangan terburu napsu. Na Pek insaf ini, dan ia merasa kecewa kalau ia sampai kena
dipermainkan musuh karenanya. Bukankah ia ada punya
pengalaman latihan kira2 empat puluh tahun" Maka
berbareng menahan kuda2nya, ia berbalik dengan segera, tepat di saat serangan sampai. Lantas saja ia menangkis dengan tangan kiri, dengan "Hong in toh goat" atau "Awan merah menampa rembulan, sedang dengan tangan
kanannya menyusul menyerang juga.
Kesehatan musuh ini diluar dugaan Thong In. Selagi
serangannya gagal, ia balas diterjang secara hebat sekail. Ia terkejut, karena ia tidak tahan akan beradu tangan dengan lawan yang kenamaan itu. Segera ia berseru seraya
melenggakkan kepalanya, hingga tubuhnya lempang
kebelakang. Ini ada ilmu kelitan "Tiat poan kio," atau
"Jembatan besi." Tapi ia tidak hanya melenggak, ia terus jatuhkan diri kelantai perahu, dimana dengan satu gerakan susulan, ia gulingkan tubuhnya. Ia bergerak luar biasa cepatnya dan keras tubuhnya menggelinding hebat sekali,
tahu ia telah berada dipinggir perahu, hingga ia jadi sangat kaget sendirinya. Kalau ia kecebur, itulah tanda nya ia kalah. Maka lekas2 ia menyamber. Dengan kedua
tangannya untuk pertahankan diri, tetapi sementara itu, kedua kakinya sudah mengenai permukaan air! Dalam
kagetnya, ia tarik naik tubuhnya, untuk berloncat bangun.
Menurut perjanjian, itu berarti kekalahan, pertandingan seharusnya sudah selesai, dan menurut pantas, Thong In mesti ucapkan kata untuk mengakui kekalahannya itu.
Akan tetapi tidak demikian. Jago dari daerah Biauw ini justeru jadi mendongkol, ia jadi gusar sekali. Dengan satu enjotan tubuh, ia tempat naik keatas gubuk perahu.
Na Pek mendongkol melihat perbuatan orang yang tak
tahu malu itu, ia tidak mau menegur, ia hanya mengejar.
Dengan memutar tubuh kekanan ia tempat menyusul,
untuk naiki juga wuwungan gubuk perahu itu.
Thong In telah kandung maksud jelek, selagi berada
diatas gubuk, dia telah siapkan dua belas batang panah tangannya yang beracun, mulanya ia tolak kantongnya
kekiri, lalu jadi tangan kanannya menjemput ke dalam
kantong senjata rahasia itu. Segera ia dengar angin me nyamber, tanda musuh sudah kejar ia dan musuh telah
datang cukup dekat, dengan se konyong2 ia putar tubuhnya dan tangan kanannya bergerak ber ulang2, menyamberkan tiga batang panah.
Selagi mengejar, Twie in chioe berlaku waspada, karena ia curigai bandit kesohor itu, yang sudah melupai malu.
Karena ini, ia dapat lihat gerakan tangan musuhnya.
Dengan tangannya ia sambuti dua batang panah yang
menyamber keatas dan tengah, dan panah yang ke tiga,
yang mengarah kaki, ia jepit itu dengan kedua kakinya seraya terus ditimpukkan balik!
Serangan panah tangan tu liehay sekali, semua orang dip haknya Twie in chioe kaget dan kuatir, maka itu, bukan kepalang syukur mereka setelah lihat bahaya telah lewat.
Seharusnya Thong In kenal gelagat dan segera undurkan diri. Akan tetapi hawa amarah telah pengaruhi sangat
padanya hingga ia lupakan segala apa. Ketika panahnya kembali, ia lompat keperahu yang ke dua, ia mencelat pula wuwungan gubuk perahu. Disini ia segera menoleh akan
lihat lawannya, Na Pek menyusul terus, ia tak jeri akan panah beracun dari lawannya itu. Ia sebenarnya hendak tempat menyusul keatas gubuk tatkala ia disambut dengan sembilan batang panah beruntun, yang menyamber keatas, tengah dan bawah, kekiri dan kanan juga, hingga tak lagi ada tempat untuk berkelit.
"Celaka!" Berseru Siauw Liong ong Kang Kiat, yang
lihat soecouwnya itu terancam bahaya. Ia menyesal, karena tidak mengerti silat, ia tak dapat membantu atau menolong kakek guru itu.
Dalam ancaman bahaya itu, karena jalan lain tidak ada, Na Pek tempat kemuka air, dalam sekejab saja ia luput dari bahaya. Jikalau ia kecemplung ke air, kalahlah ia. Tapi ia tidak ceburkan diri, kakinya segera injak dadung jaring yang masih terpasang didalam air. Jaring itu bukan untuk
tangkap ikan hanya guna rintangi lawan. Ujung dadung
muncul diatasan air dan bagian inilah yang dijejak jago Hoay Yang Pay itu, yang pandai ilmu "Teng peng touw
soei," hingga dilain saat ia sudah lompat menaiki perahu yang ke dua.
Kemurkaannya Thong In menjadi2 sebab kembali
serangannya gagal, maka itu, dengan nekat ia loncat turun akan menjemput lawan yang naik keperahunya itu.
"Na Toa hiap, kau benar liehay!" Ia memuji, tapi diam2
ke dua tangannya menyerang kepada jalan darah hoa kay hiat, batok kepala.
Na Pek segera kenali serangan "Siang yang ciang chioe,"
lekas lekas ia injak perahu dengan kaki kirinya, sebelum kaki kanan turut menancap, kedua tangannya sudah
digeraki, dalam tipu nya "Han hoo pay hoed," atau
"Burung hoo memuja Buddha," kedua tangannya itu
dirangkap. Nampak lawan sudah siap, Thong In tarik pulang
serangannya, ia terpaksa mundur, tapi ini hanya untuk cari ketika akan ubah gerakan, lalu dengan "Ya ma hoen ciong"
atau "Kuda liar memecah suri," ia menyerang pula.
Mulanya kedua tangannya ditaruh didepan dada, lantas
dengan tiba2 tangan kanannya me ninju.
"Bagus!" Berseru Toa hiap seraya mengelakkan diri
kekiri sambil kakinya dimajukan, berbareng dengan mana, tangan kanannya menotok nadi lawannya. Inilah tipu
pukulan "Kim tiauw tian cie" atau "Garuda emas pentang sayap."
Melihat bahwa ia terancam bahaya, Thong In segera
tempat kesamping sambil tarik tangannya itu, sesudah
mana, ia enjot tubuh untuk loncat pula naik keatas gubuk perahu itu ada gerakan "Yan coe to hoan in" atau "burung walet jumpalitan didalam awan," yang gesit sekali.
Twie in chioe telah dapat pengalaman dengan panah
tangan lawan, ia kuatir lawan ini gunakan lain daya, dari itu, ia tidak mau menguber dan mendesak, sebaliknya, ia melesat keperahu yang ke dua, yang berada disampingnya.
"Sahabat, jangan sungkan2,"
ia kata. "Apapun kepandaianmu yang mengagumkan, silahkan keluarkan,
aku si orang she Na suka sekali menerima pelajaran
darimu!" Sambil mengucap demikian, Na Pek bergerak terus, kali ini untuk naik keatas gubuk perahu, guna hampirkan lawan itu. Setelah bersiap sedia, ia tak kuatir akan dibokong pula.
Ban san coe Thong In benar ada punya maksud
tersembunyi, disaat orang hendak taruh kaki, ia lompat menyingkir, hingga lawannya tubruk tempat kosong.
Diperlakukan secara demikian, Na Pek tertawa gelak.
"Kau telah rubuh, sahabat!" Berkata dia. "Kau benar
berniat membuat orang sulit! Apakah kau sangka aku si orang she Na tak dapat berbuat suatu apa" Kau keliru!
Jikalau aku tidak buat kau kenal baik padaku, kecewa aku menjadi Yan tiauw Siang Hiap!"
Sambil mengucap demikian, Na Pek berniat loncat
turun, tapi justeru itu, dibelakang perahu yang dinaikinya itu, ia dengar suara air, kapan ia mengawasi, ia tampak munculnya separuh muka orang dimuka air siapa terus kata padanya "Na Toa hiap, jangan perdulikan urusan diair.
Layani saja mereka yang diatas perahu!"
Berbareng dengan itu, dilain sudut dari perahu itu,
muncul satu tubuh anak buahnya Hong Bwee Pang, yang
dilemparkan keluar dari dalam air, terlempar kedalam
jaring! Tidak kelihatan orangnya yang melemparkan anak buah
itu. XCIII Menyusul itu lantas terlihat gerakan lain didalam air, sebagaimana ternyata air yang jadi bergelombang. Itulah tanda bahwa didalam air orangpun sudah mulai bergebrak.
Soe Soei Hie kee Kan In Tong dan Siauw Liong Ong
Kang Kiat, tanpa diketahui lagi, sudah pimpin orang2nya turun kedalam air, menyambut serangan musuh, hingga air dipermukaan sungai jadi seperti bergolak.
Orang Hoay Yang Pay dan See Gak Pay sudah lantas
pergi keluar perahu, untuk saksikan pertempuran didalam air itu, yang tidak tertampak nyata, hanya kelihatan saja airnya yang tepercik dan berbusa. Tiga musuh muncul
dengan luka, beberapa orang dari Soe soei muncul, untuk mengeluarkan napas.
Ban san coe Thong In telah nyebur kedalam air, dari
mana ia keluar pula, untuk bunyikan suitan lidahnya, maka menyusul itu tertampak belasan anak buah perahu dengan pakaian minyak nya, muncul dari perahu2 nelayan, untuk terjun keair. Mereka itu ada bersenjatakan pahat dan martil, tubuh mereka gesit semuanya. Setelah itu, Thong In selulup pula, dari gerakannya diair, terang ia menuju keperahu2
tetamu. Na Pek sendiri sudah mencelat ketiang layar, dari mana ia memandang kesekitarnya dimuka air. Ia mengerti baik bahwa musuh kandung maksud tidak baik, ia jadi
mendongkol sekali, hingga ia berseru "Kawanan penjahat yang bernyali besar, kau berpikir yang tidak2, inilah tanda bahwa saat mampusmu sudah tiba!"
Kemudian ia menoleh pada pihaknya, ia serukan "Anak
dari Soe Soei, kau masih belum mau turun keair, apakah kau hendak antap penjahat bikin rusak dan tenggelamkan perahumu?"
Na Pek buka suara dari atas, suaranya terdengar nyata, akan tetapi pihak anak2 Soe Soei nampaknya seperti tak terlalu perhatikan itu. Malah Sin koen Ke Siauw Coan dan Siauw hiap Ciok Liong Jiang, yang berada dimuka perahu, turut diam saja, mereka tidak perintah anak buahnya turun tangan.
Melihat demikian, Twie in chioe heran, tetapi segera ia menduga, tentu ada sebabnya maka pihaknya, masih diam saja.
Ia tidak usah menunggu lama, akan saksikan satu
perubahan lagi. Ia dengar suara keras pada perahunya, sampai dua kali, lantas perahu itu goncang, limbung kekiri dan kanan. Ia jadi gusar sekali, hingga kembali bersuara
"Kawanan boca, kau berani main gila didepanku si orang tua" Baiklah, kau sekalian mesti dikasi rasa, jikalau tidak, kau tidak akan mengerti!"
Baharu Na Pek tutup mulutnya atau perahunya bergerak
pula, dengan keras, menyusul mana ada gerakan air menuju kehulu, meluncurnya pesat sekali. Itulah tanda tanda bahwa orang didalam air itu liehay selulupnya, besar nyalinya.
Selagi jago ini mengawasi, karena ia tak bisa menyerang dengan senjata rahasianya, di samping perahu yang
dinaikinya itu muncul satu kepala orang yang kemudian ternyata Kang Kiat adanya. Cucu murid Ini segera berkata
"Soe youw, kawanan penjahat bernyali besar, mereka main gila, mereka hendak bikin tenggelam perahu soecouw ini!
Aku telah rubuhkan satu, masih ada dua tiga lagi, maka tolong soe couw jaga, jikalau mereka muncul dimuka air, harap jangan soe couw kasi mereka lolos!"
"Liong jie, jikalau kau bikin lolos kawanan itu, kecewa kau jadi Siauw Liong Ong!" Jawab Na Pek pada cucu
murid itu. Tapi justeru itu, perahunya bergerak pula dengan
keras, jikalau ia tidak cekal keras tiang layar, mungkin ia jatuh. Ia jadi gusar sekali, hingga ia berseru pula "Kawanan tikus, benar benar kau berani! Baik, aku tak akan kasi ampun pula pada kamu semua!"
Sementara itu, Kang Kiat sudah selulup pula. Tadi ia
nyebur bersama Kan In Tong sebab mereka telah lihat
gelagat musuh hendali membokong dari dalam air, lantas mereka berhadapan kepada musuh. Mereka memecah diri.
Kang Kiat ingat soe couw nya, yang tidak pandai berenang, maka ia perlukan muncul untuk memberi peringatan.
Perahu Na Pek terus ber goyang2, karena anak anak
buah nya telah menyingkir semua. Ia insyaf, Thong In
hendak bikin karam perahunya itu.
"Kawanan tikus, kau tak sayang barangmu lagi, aku
juga!" Kata jago tua ini. Ia cekal terus tiang layar, aipun bikin berat tubuhnya, ia bikin patah tiang layar itu, hingga karenanya, perahunya jadi terbalik, karam, ia sendiri membarengi tempat keperahu yang ke tiga, dimana terus ia panjat tiang layar. Sebab ia hendak bikin tenggelam lima2
perahu musuh itu, disini pun ia beratkan tubuh, ia bikin patah tiang layar, hingga perahu terbalik, ia sendiri tempat keperahu yang ketempat. Dengan demikian, dengan
bergantian, kesampaianlah maksudnya. Setelah lima perahu masuk kedalam air, ia loncat keperahunya sendiri.
Kang Kiat didalam air telah lukai lagi tiga musuh, hingga mereka ini kabur.
Diantara gelombang, kelihatan cahaya merah, yalah air yang bercampur darah.
Hiaptoo Ban san tioe Tan ciang Kay pay Thong In lihat sepak terjangnya gagal, dengan berenang dengan ilmunya
"Lee hie coan po sie," atau "Ikan leehio terjang ombak," ia pergi jauhnya belasan tumbak dari perahu2nya Kan In
Tong. Disini ia muncul dimuka air, akan melihat kemedan pertempuran, hingga ia tampak Na Pek, yang telah loncat kedarat, sedang dipapaki oleh empat buah perahu kecil dari pihaknya sendiri, hingga musuh itu naik atas sebuah
perahu. Ia lekas2 mendarat, ia bunyikan suitan, atas ini, dengan saling susul orang2nya datang berkumpul untuk
diajak menyingkir lebih jauh. Jumlah mereka ini, kecuali yang rubuh atau terluka, tinggal dua puluh lebih. Mereka berlari2 digili2.
Na Pek mengawasi mereka seraya tertawa dingin.
"Sahabat, aku si orang she Na berterima kasih yang
kembali disini kau mengalah kepadaku," kata ia. "Sampai disini urusan kita sudah beres. Kapan saja kau ada tempo, untuk datang ke Lek Tiok Tong atau Na Chung di Coe cioe, aku siap sedia akan sambut padamu, pasti sekali aku tidak akan perlakukan jelek kepada tetamuku. Asal kau datang bukan sebagai sipenagih hutang, tentu aku akan terima baik budi kebaikanmu!"
Mukanya Thong In menjadi merah padam, karena
mendongkol nya. "Orang kate she Na, tak usah kau mengejek aku," kata
ia. "Aku si orang she Thong tidak pernah ubah kata2nya.
Sampai ketemu pula!"
Lantas ia menyingkir kearah kampung.
Ketika itu Kang Kiat muncul dimuka air, ia masih dapat dengar perkataannya orang she Thong itu, dengan roman mengejek, ia berkata "Sahabat, jangan pergi dulu! Mari, didarat juga siauwyamu sanggup layani padamu! Jangan
pergi, sahabat!" Thong In tidak menoleh, ia jalan terus dengan cepat.
Menampak orang tidak memperdulikannya, Kang Kiat
loncat naik keperahunya Na Pek.
"Anak muda tak boleh tak tahan sabar, jangan tak dapat mengampuni orang," kata kakek ini. "Golongan kita belum pernah menindas orang sampai habis, walaupun kita tidak segan2 membunuh orang, asal orang mau kenal kita, itulah cukup."
Kang Kiat tidak kata apa2, ia terus pergi akan bantui In Tong kumpulkan anak buahnya.
Nyata diantaranya, mereka dapat tawan hidup2 dua
musuh. Tawanan ini hendak diserahkan pada ketua Hoay
Yang Pay dan See Gak Pay, tapi Hee houw Eng sudah
lantas datang memberitahukan, katanya ketua mereka
menyuruh memerdekakannya saja, dan perintahkan supaya pasukan perahu lekas maju terus, jangan ayal2an.
Dikatakannya juga, mungkin pencegahan tadi dilakukan di luar tahu Liong Tauw Pangcoe, dari itu, jangan mereka layani orang2 itu. Karena ini, setelah memeriksa sebentar, In Tong bebaskan dua musuh itu, kemudian ia titahkan
anak buahnya maju. Sekarang keadaan disebelah depan makin belukar dan
sunyi. Na Pek telah pergi pada Eng Jiauw Ong dan Coe In Am
coe, mereka bicarakan Ban san coe Thong In, yang
sebenarnya ada satu jago Rimba Hijau yang dimalui.
"Mungkin dia menghalangi kita supaya dia dapat
membanggakan jasanya didepan Boe Wie Yang," kata Eng
Jiauw Ong. "Tetapi dia gagal! Aku percaya, tidak nanti dia berani datang ke Lek Tiok Tong atau Na chung"
Ketika itu, Kang Kiat datang melapurkan hal keadaan
sunyi di tempat2 yang mereka sedang lalui, bahwa dikedua gili2 penuh dengan rumput dan gelagah.
"Walaupun Thong In kena di kalahkan, kita masih
belum boleh bergirang," Coe In Am coe nyatakan. "Aku
percaya orang bekerja atas titah rahasia dari Boe Wie Yang, untuk saban2 rintangi kita selama kita belum sampai di Cap jie Lian hoan ouw. Pasti akan menyusul lain2 kejadian pula".."
"Itulah mungkin," kata Eng Jiauw Ong. "Aku pikir,
menghadapi segala kurcaci, tak usah kita main pandang2
lagi. Ada alasan bagi kita umpama Boe Wie Yang nanti
majukan teguran." "Memang, tidak perduli orang dapat titah atau tidak dari Boe Wie Yang, kalau ada yang menghalang2i kita, mesti kita hajar," Na Pek turut menyalakan. "Umpama kita kena dirubuhkan dite ngah jalan, sungguh memalukan. Tidakkah demikian, Am coe?"
Ketuadari See Gak Pay mengang gukkan kepalanya.
"Benar," ia jawab. "Orang mulai mengganggu kita, tidak ada jalan lain, kita mesti melayaninya."
Kan In Tong mendengar pernbicaraan diantara ketua
mereka itu, ia insaf bahwa mereka sedang memasuki daerah berbahaya, karena itu, ia lantas undurkan diri sambil mengajak Kang Kiat. Ia suka betul kepada boca ini,
kepandaian berenang dan menyelamnya dapat menandingi
ia, hingga ia sangat kagum. Ia menjadi lebih heran karena boca ini tidak, mempunyai guru. Keduanya pergi kemuka perahu, akan melihat kedepan.
Waktu itu matahari sudah condong ke Barat.
"Kan Loosoe kau menghargai aku, maka itu, ijinkanlah
aku berbicara terus terang" kata Kang Kiat. "Menurut aku, semakin aman perjalanan kita ini, semakin besar adanya ancaman bahaya. Aku tidak percaya musuh akan diam saja.
Pun aku melihat, jalan kita masih jauh. Dari Hoen coei kwan sampai di Cap jie Lian hoan houw, jaraknya ada tiga puluh lie atau lebih, dari itu, harus kita waspada."
"Kau benar, Kang Soetee," kata In Tong. "Maka apabila ada orang rintangi kita pula, baik kita hajar mereka tanpa memberi warta lagi pada ketua kita. Beranikah kau
bertindak demikian?"
Kang Kiat manggut. "Kalau kau inginkan itu, aku bersedia akan mengiringi,"
nyatakan dia. Mendengar jawaban itu, In Tong girang sekali.
"Nah, ini baharulah orang Hoay Yang Pay!" Katanya.
Tidak lama, Na Pek muncul, maka In Tong berdua
dengan Kang Kiat menyambut jago tua itu.
"Kita sekarang sudah ada dalam daerah Hong Bwee
Pans, dengan sendirinya kita ada dibawah pengaruh
mereka," Twie in chioe berkata. "Karena ini, kita boleh tak usah sungkan2 lagi. Kita mesti perhatikan jalanan yang kita ambil ini, supaya kita tidak sampai kesasar."
Kang Kiat dan In Tong membenarkan. Kemudian Kang
Kiat perhatikan kiri kanan, didepan juga. Ia dapatkan suatu tempat yang banyak bedanya dengan apa yang ia tampak di waktu malam. Ia utarakan keheranannya kepada In Tong, umpama tentang semak2 yang dibabat, perihal pepohonan yang ganti rupa. Heran nya semua itu terjadi dalam satu malaman.
In Tong belum pernah memasuki Hoen coei kwan, ia
tidak dapat berkata apa2.
Selagi mereka berbicara, mereka mendengar suara air
kayuh keras, lalu tampak dari tikungan di Timur laut, dua perahu cepat sedang mendatangi. Diperahu pertama ada
dua anak buahnya dengan seorang duduk ditengah sambil tunduk, karena dia memakai tudung lebar, wajahnya tak kelihatan. Didalam perahu kedua cuma ada dua. Anak
buahnya semua anak muda. Mereka itu gagah sekali
memainkan pengayuh. Kang Kiat, sambil mengedipi mata.
Semua anak buahnyapun melihat kedua perahu itu,
mereka bersiap sedia. Kedua perahu itu jalan terus dengan cepat, melewati
rombongan dari Soe soei, tapi kemudian keduanya balik pula, jalan nya perahu pesat sekali. Karena ini, mereka menduga mesti adalah perahu2 Hong Bwee Pang.
XCIV Perahu Garuda yang dibelakang yang lihat kedua
kendaraan air itu kembali, satu anak buah lantas
melepaskan sebatang panah berbulu merah, yang bisa
bersuara nyaring. Ini ada panah buatan To Cie Tay soe, tidak saja buatannya, pun lain orang sukar bisa
menggunainya dengan jitu, suara nya suka bungkam. Maka itu, begitu lekas panah melesat keudara dengan bersuara nyaring, perahu2 ditengah dan depan lantas mengerti
pertandaan. "Tentu kedua perahu tadi menerbitkan kecurigaan", kata In Tong pada Kang Kiat. "Rupanya ada usaha datang, mari kita bersiap".
Soe Soei Hie kee keluarkan leng kie, untuk memberi
titah. Dengan cepat dua perahu tadi kelihatan mendatangi. In Tong lantas Kang Kiat memanggil, setelah mana, ia tempat kesebuah perahu kecil, dan Siauw Liong Ong naik atas
sebuah perahu kecil lain. In Tong pun perintah dua perahu lainnya "Datangkan delapan perahu dibelakang, cepat
kedua perahu itu apabila mereka sampai, jangan kasi lolos!"
Dua buah perahu kecil bergerak dengan segera dkuti
delapan perahu lainnya yang dikerahkan ke belakang.
"Kang Kiat, disini kita tegur mereka," kata In Tong
setelah sampai ditengah sungai, selagi dua perahu Hong Bwee Pang nyelusur terus.
Semua perahu lantas berbaris.
Dua perahu itu mendekati tinggal lagi lima atau enam
tumbak, mereka lihat rintangan didepan, lantas satu anak perahunya menegur, ia minta bicara.
"Sahabat, jangan main gila dengan kami," jawab In
Tong sambil tertawa dingin, "Apa yang kau lakukan, kami tiru, maka jangan kita saling mengelabui. Bagaimana
dengan ketuamu" Kami telah diundang, kenapa kedatangan kami tak disambut secara baik2" Kalau sudah tiba saatnya kita toh bisa adu kepandaian" Itu waktu, siapa lebih liehay, dia menang, habis perkara. Kenapa sekarang kau bersepak terjang begini rupa, apa tidak malu" Ini bukan caranya satu laki2. Rupanya kau bertindak diluar tahunya Boe Pang coe!
Kalau benar, kau menurunkan derajat ketuamu itu! Aku
telah berbicara, sekarang terserah kau hendak memandang kami sebagai lawan atau kawan! Aku Kan In Tong dari Soe soei, aku yang pimpin rombongan perahuku ini, aku ingin kenal kau siapa, apa jabatanmu disini, dan siapa yang
menitahkan kau" Jikalau kau hendak menjemput, silahkan jalan didepan!"
Hal 640"642 ga ada ?""
-ooo0dw0ooo Jilid 9 Dua orang itu mukanya kemerah merahan, tapi lekas
juga mereka tertawa. "Sahabat she Kang, jangan berkelakar!" Kata satu
diantaranya. "Aku tahu kau siapa! Disana masih ada ibumu yang sudah tua, bagaimana kau berani menjadi satru kami"
Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Semakin besar, kau jadi semakin bernyali besar juga!
Jangan anggap kami telah terjatuh dalam tanganmu, selama kau belum keluar dari Hoen coei kwan, ada mudah sekali untuk memberi kau pembalasan! Sampai waktu itu, baharu kau akan percaya liehaynya Hong Bwee Pang!"
Kang Kiat masih hendak menggoda, tapi In Tong cegah
ia. "Tak usah layani mereka adu mulut," kata kawan itu.
"Lihat keletakan tempat yang asing bagi kita, jangan kasi diri kita terjebak."
Kang Kiat lantas mengawasi kekiri dan kanan, ia lihat tepi sungai penuh dengan pohon gelagah, tikunganpun
banyak, ia jadi curiga. "Makhluk2 mau mampus, apa kau hendak bikin?" ia
tegur dua musuh. "Apakah kau hendak main gila terhadap kami" Kemana kau hendak pancing kami" Hayo bilang!"
"Sahabat she Kang, jangan terlalu galak," kata orang
yang lebih tua. "Kau telah masuk kedalam perut Hong
Bwee Pang, apa kau sangka kau masih dapat lolos dari
tangan kami" Jangan kau sibuk! Lambat laun kau bakal
sampai ke Cap jie Lian hoan ouw!...."
In Tong curiga melihat orang demikian cerdik, tapi baru ia hendak beri perintah untuk berhenti, tahu2 musuh telah dului ia. Kedua perahu musuh itu dengan berbareng digayu keras, melesat ke kedua jurusan, hingga sekejab saja mereka telah lewati masing2 tiga perahu yang senantiasa memasang mata terhadap nya.
Gerakan musuh ini ada diluar dugaannya Soe Soei Hie
kee, tentu saja ia jadi gusar. Maka itu, ia berseru "Kemana kau hendak kabur?" Lalu sambil menoleh pada Kang Kiat, ia serukan pula "Kejar mereka!"
Kang Kiat sendiri dengan tidak tunggu tanda dari
kawannya itu telah mengejarnya.
"Kau turun, aku hendak kejar manusia rendah itu!" Kata ia pada anak buah dibelakang nya.
Anak buah itu tidak berani bantah, atas mana, Siauw
Liong Ong mencelat kebelakang, untuk ambil tempatnya
anak buah itu. In Tong lihat kawannya beraksi, iapun
segera perintah orang2nya mengejar.
Kedua perahu Hong Bwee Pang telah lolos dan masuk
kedalam gombolan gelagah, Kang Kiat susul mereka.
Disebelah belakang, In Tong memburu bersama perahu2nya. Tapi In Tong memburu dengan ragu2, ia
kuatir orang gunakan tipu untuk jebak mereka. Selama itu, ia mendengar cacian Kang Kiat, yang sedikitpun tak
nampak takut. "Kan Loosoe, kejar terus! Jangan kasi mereka lolos!"
Demikian suara Kang Kiat, yang sering menoleh
kebelakang. Akan tetapi segera ternyata, kedua perahu musuh telah lenyap.
"Apa" Mereka lolos juga?" tanya In Tong, yang dapat
susul kawannya. Kang Kiat melihat orang menanya ia tanpa menghentikan perahunya, segera lintangi perahunya
sendiri, setelah mana, In Tong lekas2 perintah anak
buahnya berhenti mengayuh. Dibelakang mereka menyusul delapan perahu lainnya. Mereka semua sudah keluar dari gelagah, "Disini cuma ada dua tikungan, gampang untuk diperiksa." Kata Siauw Liong Ong. "tak boleh mereka
dibiarkan lolos." In Tong sangsi. Diair bukan seperti didarat dimana orang dapat melihat bekas2 atau tapak. Diair hanya terlihat garis2
ombak bekas perahu baharu lewat, sedikit lama saja, air akan tenang seperti sediakala. Maka itu, sambil berpikir ia awasi boca itu.
Kang Kiat mencari kekiri, lalu ke kanan, kemudian ia
memanggil In Tong, siapa sudah lantas dekati dia.
"Apakah kau dapat cari bekas bekasnya?" tanya Soe
Soei Hie kee, nelayan dari Soe soei. Ia berani menanya demikian karena ia pandang Kang Kiat bukan orang lain lagi.
"Kan Loosoe, mereka tidak berpencar," sahut Kang
Kiat. "Tapi aku masih muda, pengalamanku kurang,
umpama loosoe ingin kita berpencar, juga boleh, dengan begini salah satu dari kita tak akan kosong"
"Kang Kiat, kita ada diantara orang sendiri, kita tak boleh main sungkan2," jawab Kan In Tong. "Coba kau
katakan, mengapa kau anggap mereka tidak berpisahan?"
"Kau enggan, Kan Loosoe, Tapi sekarang tak dapat kita ayal2an, agar musuh tak dapat lolos," sahut si anak.muda.
In Tong manggut, ia mesti benarkan kawan ini.
Kang Kiat lalu mengayuh pula, akan membuat
perahunya meluncur maju. In Tong menyusul, sesudah ia kirim balik dua buah
perahu, untuk memberi laporan pada ketua Hoay Yang
Pay, sebab tetap ia kuatir musuh akan menggunai tipu2
untuk mencelakai mereka. Sembari maju iapun awasi ke
dua tepi, ia saban2 ajak kawannya berbicara.
Kang Kiat gunakan ketika ini akan terangkan pada
nelayan dari Soe soei itu tentang tanda tanda diair yang baharu saja dilewati perahu, bahwa untuk itu, yang
dibutuhkan adalah pengalaman belaka. Tanda yang paling tegas adalah jurusan condongnya pohon2 gelagah, yang
bekas diterjang. XCV Selagi mengejar terus, Kan In Tong lihat cuaca magrib telah menggantikan sang siang, hati nya mulai tak tenteram.
Ia insyaf bahwa ia sedang dipancing masuk ke Cap jie Lian hoan ouw, bahwa
orang sedang mengasih lihat pengaruhnya. Itupun adalah bukti dari kejamnya Thian lam It Souw Boe Wie Yang, yang rupanya telah bulat tekadnya akan memusnahkan Hoay Yang Pay dan See Gak Pay
Kang Kiat juga mengetahui perubahan waktu itu, ia insaf ia berada didalam perut harimau, tetapi ia seperti satu kerbau nekat, dia tak takut sedikit juga. Ia meluncurkan perahunya tetap dengan cepat.
Disaat In Tong hendak menanya Apakah kawannya
pernah datangi tempat itu ketika dia datang di waktu
malam, Siauw Liong Ong telah dului ia dengan seruannya
"Kan Loosoe, musuh ada didepan, tak jauh lagi! Mari kita kejar!" In Tong tidak menyahut, akan tetapi ia titahkan menyusul, maka setelah tiga kali menggayu, mereka
berhasil menyusul Kang Kiat, hingga mereka jadi laju
berendeng. Sekarang In Tong dapat melihat garis2 ombak, tandanya disitu baharu dilewati kendaraan air lainnya.
Kedua pihak seperti sedang berlomba, akan tetapi perahu dari Soe soei laju sekali, hingga sebentar kemudian mereka telah lihat dua perahu didepan, dua perahu musuh yang tadi lolos dari pengurungannya. Kedua perahu itu juga dikayuh pesat sekali.
Dibelakang perahunya Kang Kiat dan In Tong menyusul
sisa perahunya yang lain2.
Kelihatannya sulit untuk dapat menyusul musuh,
meskipun perahu2 Garuda sangat pesat. Dua perahu Hong Bwee Pang tak kalah pesat nya. Maka itu Kang Kiat
percaya. Anak2 buah perahu musuh itu bukan anak2 buah biasa saja, mereka mestinya ahli sebagai dia sendiri. Dilain pihak, karena ia belum terlatih ilmu silat, sesudah mengejar sekian lama, ia toh mulai merasa lelah. Apa mau, justeru itu, dengan datangnya cuaca suram dari sang magrib, kedua perahu musuh itu lolos pula, mereka kembali lenyap dari pemandangan.
"Sudahlah, kita jangan mengejar terlebih jauh," In Tong mencegah kawannya, yang sebenarnya masih penasaran,
"Hari sudah mulai gelap, nanti kita terjebak oleh tipu mereka itu."
Kang Kiat dapat dikasih mengerti, sebab iapun melihat suasana tak bagus.
Selagi cuaca makin suram, anginpun mulai meniup
keras. "Tanpa merasa, kita sudah mengejar jauh sekali", In
Tong kata pada kawannya. "Selama pengejaran, disinipun tidak ada perahu penjahat lainnya. Aku kuatir musuh benar benar kandung maksud busuk. Mungkin musuh sengaja
perlihatkan diri untuk memancing kita untuk menyesatkan.
Kita jangan maju terus, mari kita kembali akan gabungkan diri dengan pasukan besar. Mungkin juga tak gampang
untuk kita mundur. Kelihatannya, malam ini tak dapat kita sampaikan Cap jie Lian hoan ouw. Aku rasa, selagi tak dapat kita maju malam , untuk berjaga diripun mesti ada ancaman bahaya"
"Ya, perbuatan mereka bukan, perbuatan orang kang
ouw sejati," kata Kang Kiat sambil kerutkan dahi. "Biarlah ketua kita nanti berikan pengajaran kepada mereka, supaya mereka kenal baik Hoay Yang Pay dan See Gak Pay".
Kang Kiat penasaran, tetapi ia menurut untuk balik.
Hatinya menjadi lega ketika ia mulai lihat tikungan, yang ia kenali ada tikungan yang tadi, tapi selagi mendekati
tikungan itu, tiba terdengar suitan dari dalam gombolan gelagah, disusul oleh seruan "Orang2 rendah, kau telah kena terpancing! Disini, diempat penjuru, sudah siap
barisan panah! Hayo kau menyerah untuk diikat, untuk
diserahkan kepada Liong Tauw Pangcoe, supaya Pangcoe
sendiri yang memberi putusan! Jangan kau memikir untuk meloloskan diri! Siapa suruh kau memasuki tempat hujan panah dimana tak ada kuburan untuk mayatmu semua"
Terang sekali, suara itu datang dari arah kiri.
Segera In Tong dan Kang Kiat kasi mundur perahu2.
Mereka keduanya ada mendongkol sekali.
"Kawanan rase dan anjing, kau turunkan derajat Hong
Bwee Pang!" Kang Kiat berseru. "Secara begini hina kau coba jebak Kang Siauw thaya, tapi kau nanti rasakan
keliehayanku!" Kemudian ia kata pada In Tong "Kan
Loosoe, apa kita mesti antap mereka menghina kita secara begini" Apa tak perlu kita segera layani mereka"
In Tong manggut. "Kau benar," sahut ia.
Keduanya lantas gerakkan pengayuh mereka, untuk
maju. "Orang sudah bosen hidup!" Demikian ejekan disertai
tertawa dingin dari dalam gembolan. "Panah mereka !"
Segera terdengar suitan, yang kisusul dengan menyamber nyambernya anak panah.
Kang Kiat dan Kan In Tong gunakan penggayu mereka
untuk menangkis, hingga tidak ada panah yang mengenai mereka.
Yang menyulitkan waktu itu adalah cuaca telah mulai
menjadi gelap. Kang Kiat dan In Tong hendak gunakan ketika
sedangnya orang siap pula dengan gandewanya, untuk
mengelakkan diri dari tempat berbahaya itu, tapi justeru itu disebelah kiri, mereka lihat satu bayangan berkelebat sebagai terbang disusul dengan seruannya "Kawanan
kunyuk, dengan perbuatan rendah ini, kau bikin Boe Wie Yang si tua bangka tidak punya muka!"
Ketika bayangan itu turun ke dalam gelagah, ditempat
tukang panah, segera terdengar suara berisik, lalu kelihatan dua tubuh dilemparkan hingga tercebur ke muka air yang menjadi muncrat tinggi dengan suara cempelungan nyaring.
Airpun muncrat membasahi mukanya In Tong dan Kang
Kiat, sampai untuk sementara mereka mesti meram saja.
Terpaksa dua kawan ini undurkan perahu mereka.
Justeru itu, bayangan tadi loncat kesebelah kanan,
dimana menyusul suara berisik seperti dikiri tadi, dengan beruntun, tiga tubuh manusia terlempar tinggi, tercebur kedalam sungai, hingga kembali terdengar suara mencebur yang nyaring dan air muncrat tinggi.
Sampai disita, sisa kawanan Hong Bwee Pang itulari
tunggang lang gang. Kang Kiat dan. In Tong berdua heran. Mereka tidak tahu siapa adanya bayangan yang liehay itu, yang tolong mereka me mecahkan kepungan. Kang Kiat cuma dapat menduga
mungkin bayangan itu adalah kakek gurunya.
Mereka tak usah bersangsi lama, sebab segera mereka
dengar "Liong jie, disini adalah aku si tua bangka, jangan mundur!"
Kang Kiat kenali suara kakek gurunya, maka dengan
sebat ia gayu perahunya kepinggir kanan, dari mana lantas melesat satu bayangan, yang turun keatas perahunya,
turunnya enteng sekali. Itulah ada Yan tiauw Siang Hiap yang ke dua, atau Ay
Kim kong Na Hoo, potongan tubuh siapa mirip dengan
potongan tubuhnya Twie in chioe Na Pek, sang kanda.
Sang kanda cuma sedikit lebih tinggi dan kumis janggutnya bagaikan kambing gunung. Hanya diwaktu remeng2 seperti itu, ia tidak segera terlihat tegas.
"Soe couw 2" berseru Siauw Liong Ong dengan
kegirangan. Tapi soe couw itu tidak menyahuti, hanya dia kata pada In Tong "Kan Loosoe, mari serbu!"
Kang Kiat berdiam dengan kekaguman karena walaupun
sang soecouw naik diperahunya, perahu itu tidak menjadi tambah berat, yang mana membuktikan sempurnanya ilmu
enteng tubuh dari Ay Kim Kong. Ia lantas saja mengayuh untuk menerjang keluar.
In Tong juga sudah lantas kerjakan pengayuhnya.
Sebentar saja kedua kendararaan air sudah lewati tempat yang berbahaya itu. Masih ada orang jahat yang hendak mengejar, tetapi dengan gelapnya cuaca, mereka tidak
sanggup melihat jauh, dengan begitu, mereka terpaksa mesti lepaskan pengharapannya untuk mengejar.
Setelah lolos dari kepungan, Kang Kiat pelahankan
lajunya perahu. "Bagaimana soecouw ketahui kami menghadapi bahaya!" Tanya boca ini kemudian. Ia ber syukur untuk pertolongan itu.
"Itulah karena aku telah peroleh pemberitahuan, anak", sahut sang kakek guru. "Aku datang kemari sejak kemarin dulu. Inilah sebab aku ikuti seorang liehay luar biasa.
Hingga berbareng pun aku jadi ketahui berbahayanya
tempat disepanjang jalan ini. Aku telah diberitahukan bahwa pihak Hong Bwee Pang hendak mengganggu ketua
kita selagi ketua kita itu masuk kemari untuk memenuhi undangan, karena itu aku lantas pasang mata. Tadi aku lihat kau dipancing, aku lantas menguntit. Kawanan ini memang mesti dikasi rasa. Ketua kita harus diberi tahu untuk berwaspada".
Kemudian, barisan perahu bantuan telah sampai untuk
menyambut. Semua perahu itu, setiap buahnya, ada
dipimpin oleh satu boesoe, antaranya ada Sin koen Ke
Siauw Coan. Dua saudara Boen dan Hoei too Louw Kian
Tong. Pada mereka ini dituturkan tentang rintangan musuh, baiknya datang Na Jiehiap. Tapi juga mereka menuturkan bahwa merekapun mengalami rintangan.
Sekarang baharu In Tong dan Kiang Kiat insaf
bagaimana mereka kena dipancing. Ini ada satu
pengalaman berharga bagi mereka. Mereka juga kagum, Ay Kim Kong yang demikian liehay masih menerima
pemberitahuan dari seorang lain, itu menandakan,
kepandaian tak ada habisnya.
Tentang rintangan yang dihadapi ketua mereka, atau
pasukan besar, Sin koen Ke Siauw Coan menuturkan
sebagai berikut Pasukan besar jalan dengan tenang seperti biasa Eng
Jiauw Ong sudah lantas dengar kabar hal majunya In Tong dan Kang Kiat Loo piauwsoe Hauw Tay mengusulkan
supaya segera dikirim bantuan, untuk menjaga kalau2 ada bahaya mengancam barisan depan itu. Eng Jiauw Ong
sebaliknya tidak kuatir, ia percaya betul In Tong dibantu Kang Kiat akan dapat mengatasi segala rintangan.
Kemudian, sesudah mulai magrib masih belum terdengar
apa2 dari pihak In Tong, baharu orang mulai kuatir.
Akhirnya Na Pek usulkan akan menunda pasukan besar
serta sekalian kirim perahu enteng untuk melihat kedepan, kepada In Tong dan Kang Kiat.
Ketika itu Eng Jiauw Ong ada dipintu perahu, ia periksa cuaca, iapun turut berpikir, maka itu, begitu mendengar perkataan sang soeheng, ia terus undang Coe In Am coe, untuk minta niekouw ini yang perintahkan perahu Garuda pergi menyusul kedepan, untuk melihat, menjemput atau membantu bila perlu.
Coe In Am coe datang dengan lantas. Iapun tahu.
Tentang majunya In Tong, ia juga memang niat berdamai dengan Eng Jiauw Ong kebetulan ketua Hoay Yang Pay ini mengundang ia.
Eng Jiauw Ong utarakan apa yang ia pikir.
"Aku akan segera keluarkan perintah," kata Coe In. Tapi ee lagi ia hendak berikan perintah, disamping kiri ada beberapa anak buah bicara ber bisik2, kemudian dari
belakang terdengar suara berisik, hingga ia jadi heran.
Begitupun Eng Jiauw Ong. "Coba lihat," ketua Hoay Yang Pay titahkan Hee houw
Eng, Kam Tiong dan Kam Hauw.
"Nanti aku lihat," sahut Hee houw Eng.
Na Pek sendiri sudah pergi ke depan, katanya untuk
periksa tikungan, maka ia tidak dengar suara berisik
dibelakang itu. Hee houw Eng naik sebuah perahu kecil, untuk pergi
kebelakang. Sungai disitu lebar, semua perahu terpisah setumbak
lebih satu dengan lain. Semua tiga puluh enam perahu
teratur merupakan "Siang liong ccet soei" atau "Sepasang naga keluar dari dalam air". Tentu saja, untuk" jalan ditempat sempit, pengaturan ini mesti diubah pula. Karena ada angin, semua layar dipasang. Perahu2 yang didepan terpisah cukup jauh dengan yang dibelakang. Ketika Hee houw Eng hampir sampai dibelakang, ia dengar suara
berisik ber tam bah2. Dari sebuah perahu, ada orang kata padanya , apa soehoe hendak pergi kebelakang" Sebenarnya tidak terjadi urusan besar, hanya satu orang tua sedang menggerecok. Dia kata dia ada nelayan tua dari luar Hoen coei kwan, dia kena di paksa masuk kedalam Hoen coei
kwan, tetapi orang jahat anggap dia tua dan tidak punya guna, dia tidak hendak dipakai. Dia pun tidak dibunuh.
Maka itu, dia jadi serba salah, katanya. Ia minta kita suka menolong padanya. Coba Hee houw Soehoe lihat pada
nya" Mendengar keterangan itu, ha tinya Hee houw Eng jadi
lega, tenis ia perintah satu orang akan mengabarkan pada Eng Jiauw Ong, ia sendiri pergi terus kebelakang.
Pada waktu itu, semua perahu telah dikendorkan
lajunya. Segera Hee houw Eng sampai dibelakang, ia melihat
beberapa tauwbak mengawasi ketepi sebelah kiri dimana ber Iari lari seorang tua yang kepalanya ditutup dengan tudung rumput dan pakaiannya pendek semua, dia itu ber lari2 mengikuti rombongan perahu Garuda Terbang.
Karena tepian itu bukan jalanan, si orang tua kadang2 mesti menerabas pepohonan gelagah dan rumput2 tebal. Karena tudungnya lebar, wajahnya tidak terlihat nyata. Dimata Hee houw teng, kecuali dandanannya itu, orang tua itu mirip dengan Yan tiauw Siang Hiap.
Dibelakang, Hee houw Eng disambut beberapa tauwbak
dan anak buah, yang mengatakan tidak terjadi apa2 kecuali si orang tua rewel minta ditolong, katanya dia kelaparan sampai semua matanya "biru".
"Dia terus ikuti kita sampai sudah kira2 satu lie,"
demikian diterangkan lebih jauh. "Dia ngoce bahwa dia telah dikurung disini. Dia bilang, bila kita tidak
menolonginya, dia tentu bakal mati. Coba pikir, apa ini tidak aneh?"
Hee houw Eng manggut2, tetapi matanya mengawasi
ketepi. Hatinya ragu2. Iapun segera dapat dengar suaranya si orang tua itu "Benar2 kau inginkan jiwaku yang sudah tua! Mengapa hatimu mirip besi kerasnya" Mengapa
kematian tak hendak di tolong di cegahnya" Tolong, tolong!
Kalau tetap kau tidak mau perdulikan aku, habis sudah, aku nanti buang diriku kesungai!."
XCVI Keraguannya Hee houw Eng jadi semakin besar. Ia
seperti semakin kenal orang tua ini. Maka ia pikir, lebih baik ia segera memberi lapuran kepada ketuanya dan Na Toa hiap, mereka itu tentu akan segera dapatkan
pemecahannya. Karena ini, ia kesikkan anak buahnya
untuk awasi dan jaga orang tua ini agar dia tak lolos, ia sendiri segera kembali Ia memang naik atas sebuah perahu cepat. Ia baharu lewatkan lima buah perahu kapan ia
dengar suara berisik disebelah belakang itu hingga ia jadi heran sekali, mau atau tidak, ia segera kembali untuk melihatnya. Ia dapatkan suara semakin berisik dan tiga empat buah perahu dipihaknya memburu kebelakang.
Segera ternyata si orang tua, yang aneh kelakuannya,
sudah loncat naik kesebuah perahu cepat yang paling
belakang, dan empat anak buah, dengan senjata terhunus, sedang kurung padanya. Mereka ini tidak lantas maju
menyerang, karena mereka heran atas cara berlompatnya si orang tua, yang bersikap "Gerak gerik naga," tubuhnya enteng, kakinya mantap.
Dari perahunya, Hee houw Eng naik keperahu besar,
Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari sini ia loncat keperahu kecil itu. Kedatangannya ini membikin girang anak buah perahu, segera mereka
nyatakan herannya dan minta Tee lie touw pergi
melaporkan pada ketua Hoay Yang Pay, supaya si ketua
yang urus orang tua ini. Hee houw Eng niat dekati orang tua itu, atau segera ia dengar oceannya orang tua itu "Aku si tua bangka sedang naas. Memang orang naas saja yang pengalamannya
menyedihkan Diluar Hoen coei kwan, dengan tangkap ikan, aku telah membuat banyak persahabatan, akan tetapi aku merasakan,
sesuatu sahabat itu adalah satru, sebab diantara mereka tak ada satu juga yang berhati manusia Sekarang,
sesudah mengalami perkara penasaran ini, baharu aku insyaf,
kecewa aku bersahabat Dahulu kami bergaul rapat, tetapi sekarang, selagi aku mati tidak hiduppun tidak, semua angkat kepala, tidak ada yang sudi kenal aku. Maka, kau orang2 kosen dari Soe soei, apa tidak mendongkol mendengar penasaranku ini" Usiaku sudah begini lanjut, sebenarnya tak usah aku pikirkan mati atau hidup, tetapi siapa tahu, makin tua aku makin sayangi jiwaku, aku ingin satu hari dengan satu hari lewat dengan aku masih hidup
" Karena aku tak puas mesti mati,
maka dengan mati2an aku naik keperahu ini, aku harap
supaya kau tolong bawa aku pergi. Tak aku sangka, kembali orang tidak perdulikan aku! Apa ini tidak sangat
menjemukan" Apa tidak pantas, karenanya, aku tidak
memikir hidup pula?"
Orang tua ini ngoce sambil tundukkan kepala,
kelakuannya mirip orang edan. Mau atau tidak, semua
orang yang mengurung, tertawai padanya. Melihat caranya orang meloncat, yang sangat enteng, semua anak buah itu curiga, tetapi sekarang menampak laganya, mereka anggap orang tua ini seorang berotak miring.
Tetapi Hee houw Eng masih sangsi, ia ingin melihat
tegas muka kakek itu. Namun keinginannya ini tidak
terkabul, orang tua itu tetap tunduk, tudungnya menutupi wajahnya. Adalah setelah ia dengar kata2 yang paling
belakang, ia insyaf benar2 hingga ia terperanjat. Segera ia mendekati seraya berkata "Oh, Na Loocianpwee! Harap
kau tidak guyon lebih jauh. Ketua kami, Ong Loesoe,
memang sedang harap2 loocianpwee, agar loocianpwee
membantu untuk menghadapi kawanan bandit yang
menjemukan ini. Loocianpwee, hayo kita pergi keperahu ketua!"
Baharu setelah dengar perkataannya Hee houw Eng ini.
Si orang tua angkat kepalanya dan singkap juga tudungnya yang lebar, hingga lantas terlihat kedua matanya yang bersinar tajam, yang menyapu muka orang banyak. Dia
memang Jie hiap Ay Kim Kong, yang mukanya perok.
Hee houw Eng lantas saja menjalankan kehormatan.
Sudahlah, Tee lie touw, jangan main2 dengan aku!"
Men cegah si orang tua. "Mari lekas tukar perahu, untuk pergi menemui ketua kita. Aku hendak tanya, selagi
keadaan hebat, mengapa dia tidak tahu bahwa Kan Boesoe dan Siauw Liong Ong yang sudah memasuki tempat
berbahaya" Jikalau mereka sampai terjatuh dalam tandan musuh, apa itu tidak celaka dan sangat memalukan kita"
Bukankah itu berarti kita rubuh" Kau dengar terang atau tidak?" . Hee houw Eng menyahuti "Ya" ber ulang2, lantas ia minta sebuah Perahu dan ia temani jago tua ini pergi kemarkas.
Pada waktu itu Eng Jiauw Ong, yang telah terima kabar, sudah pergi keluar perahu, dia sedang berdamai dengan Coe In Am coe, untuk pergi menilik, tetapi belum tempat mereka ambil putusan, mereka sudah lihat sebuah perahu cepat mendatangi nya dan antara penumpangnya ada orang bertudung lebar, yang dandannya sebagai nelayan. Mereka segera kenali Na Hoo, mereka jadi girang bukan main.
Ay Kim Kong lihat orang memapak padanya, tidak
tempo lagi ia enjot tubuhnya, akan tempat keperahu besar.
"Oh, Jie thayya" berseru Hee houw Eng, yang hampir
tergelincir karena perahunya goyang keras akibat tempatnya si jago tua. "Pelahan toh sedikit, hampir kau bikin aku kecebur!"
Dengan menahan diri, ia dapat bikin perahu tidak
sampai karam. Maka dilain saat iapun dapat menyusul naik keperahu besar.
"Soeheng, dari mana kau datang" Menegur Eng Jiauw
Ong, yang menyambut bersama Coe In Amcoe. "Kami
memasuki Cap jie Lian hoan ouw dengan mengalami
kesulitan, apabila tidak ada Toa hiap, barangkali sebelum memasuki Hoen coei kwan, kami sudah jatuh mereka"
Na Hoo manggut2, ia bersenyum.
"Kau benar, soetee," kata jago tua yang ke dua ini.
"Memang disini kita sedang memasuki tempat yang
berbahaya." Ia terus tuturkan hal Kan In Tong dan Siauw Liong Ong kena terpancing. Kemudian ia tambahkan
"Baiknya saja kita sudah lekas2 bertemu."
Kemudian jago tua ini bicara kepada Coe In Am coe.
Eng Jiauw Ong lantas mengundang masuk, dengan
begitu. Na Hoo jadi bertemu dengan engkonya, Na Pek. Ia memberi hormat pada saudara tua itu, tetapi segera ia kata tanpa sungkan2 lagi "Toako, kau pegang pimpinan disini, kenapa kau antap penjahat malang melintang" Apa itu tidak memalukan
Hoay Yang Pay" Bagaimana dengan kehormatannya Yan tiauw Siang Hiap?"
Na Pek lirik adik itu. "Jangan kau omong besar di depanku?"jawabnya. "Sejak
memasuki Hoen coei kwan, belum pernah pihak Hong
Bwee Pang mendapat hati! Pun In Tong dan Kang Kiat tak usah kau buat kuatir! Aku hanya kuatirkan Toa Hek, si Hitam, yang aku titipkan pada si imam hidung
kerbau!"Adapun mereka orang suci semua, aku kuatir hati mereka tak seanteronya welas asih menyayangi binatang Kalau mereka. Tidak rawat baik si Hitam, aku nanti pergi
kesana untuk bikin perhitungan! Eh, jie tee, apakah kau sendiri pernah pergi pada mereka?"
"Jangan kuatir, toako," sahut Na Hoo. "Walaupun si
imam tua tidak akan pandang si Hitam sebagai tetamu
agung, tidak nanti dia perlakukan jelek, aku hanya
kuatirkan cucu murid nya, si kunyuk kecil. Jie Hek juga aku titipkan disana. Kunyuk kecil itu nakal, dia berani
cengkolong uang titipan untuk belan ja si Toa Hek dan Jie Hek, dia pakai itu untuk beli makanan untuk perutnya
sendiri, karena ini, aku telah hajar adat padanya, aku ikat dan gantung dia sampai tiga jam, sampai soe hengnya
mintai ampun, baharu aku merdekakan padanya. Maka aku percaya, meskipun dia masih mendongkol, tidak nanti dia berani main gila pula. Aku juga telah ancam dia dengan hebat."
Dua saudara itu bicara getol tentang keledai mereka, hal mana membikin Eng Jiauw Ong jadi pusing. Mereka toh
sedang menghadapi Tetapi ketua ini tahu baik akan tabeat kedua kakak beradik itu. Ia tidak campur bicara.
"Toako," kemudian kata Na Hoo pada kandanya,
"sekarang mari kita bicarakan urusan didepan mata. Selagi memasuki Cap jie Lian hoan ouw, aku bertemu kepada
Thie Tek Kay Hiap Wa Po Eng, si pengemis budiman si
Suling Besi si Pembalasan Hidup hidup. Ia pun datang
kesini untuk satrukan Thian lam It Souw Boe Wie Yang, Liong Tauw Pang coe dari Hong Bwee Pang. Ia malah
datang kemari dengan mendahului kita, hingga ia telah berhasil melakukan penyelidikan. Aku lihat dia, aku
menguntitnya, tetapi ia segera menemui aku, hingga kami jadi pasang omong. Katanya, mulanya, dia hendak saksikan saja pertandingan kita, sebagai penonton adu harimau, tetapi kemudian secara mendadak ia ubah pikiran. Inilah disebabkan ia telah saksikan bagaimana orang2 Hong Bwee
Pang persulit kita disepanjang jalan, ia anggap itu ada perbuatan yang bertentangan dengan kehormatan kaum
kang ouw, perbuatan itu ia sangat benci, jadi ia niat kasi hajaran pada kawanan tikus itu. Tetapi ia ragu2 akan
perlihatkan diri didepan tikus2 itu. Adalah ia yang kasi kisikan kepadaku bahwa ada belasan orang Hong Bwee
Pang hendak ganggu kita ditengah jalan ini, ia minta aku beritahukan kepada ketua kita. Supaya pihak kita waspada, agar kita tak pandang enteng mereka itu. Rombongan itu mempunyai kepandaian terbatas, tetapi mereka sangat
cerdik dan licin. Mereka hendak cegah kita dapat memasuki Cap jie Lian hoan ouw dalam ini satu hari juga Aku telah tanya ia, berapa kekuatannya Boe Wie Yang dan
bagaimana dengan tindakan kita ini, tetapi tanpa bilang apa ia tinggalkan aku pergi."
Mendengar demikian, Toa Hiap tertawa dingin.
"Kiranya pengemis bangkotan itu masih hidup!" Kata
dia. "Seumur hidupnya dia berkelana, dia membuat orang kagumi diri nya, karena banyak perbuatan nya yang ynulia dan menggemparkan. "Dia sekarang memasuki Cap jie
Lian hoan ouw, inilah aku tidak sangka. Tentu saja kita mesti cari ketika untuk menemui padanya. Tetapi sekarang mari kita lihat dulu Kan Boesoe dan Kang Kiat, biarpun mereka boleh diandalkan tetapi tempat ini sangat asing bagi mereka. Kita mesti cegah kawanan penjahat berhasil
dengan maksudnya yang busuk".
Coe In Am coe dan Eng Jiauw Ong pun sependapat
bahwa In Tong dan Kang Kiat perlu dibantu, maka Eng
Jiauw Ong lantas kirimtempat buah perahu yang masing2
dipimpin oleh Yan tiauw Siang Hiap, Ciong Lam Kiam kek Ciong Gam dan Sin koen Ke Siauw Coan, untuk menyusul.
Kesudahannya adalah Na Hoo yang berhasil menemui In
Tong dan Kang Kiat yang sedang terancam bahaya, hingga mereka lolos dari ancaman.
"Liong jie," Na Hoo menasihatkan, "perbuatanmu Ini
tidak memalukan soe couwmu dan tidak mengecewakan
Hoay Yang Pay, tetapi selanjutnya kau mesti ingat, bahwa mengandalkan nyali besar saja tidak sempurna, disebelah itu kau mesti berlaku hati2, jangan sembrono! Kejadian hari ini ada satu contoh bagimu."
Kang Kiat menghaturkan terima kasih untuk nasihat itu.
In Tong juga mengucap terima kasih kepada jago tua itu.
Ia mengatakan, walaupun ia sudah masuk dalam dunia
kang ouw, namun pengalamannya masih belum berarti.
"Kan Soehoe terlalu merendah kan diri", kata Jie Hiap sambil tertawa. "Walaupun kita ada da ri kaum yang
berlainan tetapi kita telah bersahabat untuk tiga turunan, dari itu, apa yang aku tahu, apabila, kau sudi
mendengarnya, pasti aku suka memberikannya."
Mereka bicara dengan pengayuh tak dikasi berhenti,
maka itu perahu mereka laju terus. Sang sore telah datang, cuaca mulai gelap, sebab mereka berada di tempat
berbahaya, Ay Kim Kong senantiasa memasang mata.
Hanya cahaya bintang2 dilangit sebagai penuntun jalanan satu2nya.
Siauw Liong Ong tidak banyak bicara, tetapi pengalamannya membuat ia benci sangat orang Hong Bwee Pang yang curang, maka diam2 ia berjanji kepada diri nya sendiri, apabila ada ketikanya, ia hendak berikan hajaran hebat kepada mereka, itu.
Segera juga mereka sampai diperapatan dimana air
mengalir sangat deras, sedikit disebelah depan ada tempat dimana pertama kali mereka kejar perahu musuh. Tempat
ini gelap sekali, berbahaya lewat disitu. Maka itu, Ay klm Kong kisikkan Kang Kiat "Begitu kita datang, begitu kita pulang. Kalau penja hat berani main gila pula, hajar adat padanya!" Kemudian senga ja ia berseru menantang musuh seraya ia menimpuk dua potong batu hoei hong sek.
Mengguna saat itu. Kang Kiat dan In Tong mengayuh
dengan keras, hingga perahu mereka laju melesat akan
lewati tempat berbahaya itu, tetapi justeru itu, dari gombolan gelagah disebelah kanan terdengar mengaungnya busui 2, suatu tanda disitu benar2 ada penjahat
menyembunyikan diri. Ketika rombongan perahu Ke Siauw Coan sedang lewat,
diarah kanannya, didalam hutan gelagah, terdengar suara berisik, ada cahaya api berkelebat, disusul suara yang tajam
"Kawanan kunyuk, kenapa ditempat gelap begini tanpa api"
Kau sungguh pandai berhemat! Aku berhati murah, nah,
sambutlah api ini!" Lalu seikat obor rumput ke ring dilemparkan dari dalam gerombolan itu kegerombolan yang lain dimana tadi orang jahat menggunakan panah, kemudian menyusul beberapa
obor yang lainnya. Kawanan penjahat itu berada dibawah pimpinan Coei
hio coe Tham Giok si Kala Air yang li cik dan kejam, ia dapat pesan dari Boe Wie Yang untuk menjaga diposnya itu untuk mencegah musuh keluar, ia sendiri memang niat
membikin malu pada Hoay Yang Pay. Ia tidak sangka,
selagi ia mulai turun tangan, ada orang yang mendahului padanya. Malah beberapa obor itu, yang jatuh didepan
kawannya, sudah lantas membakar pohon2 gelagah hingga menyala, hingga disitu kelihatan cahaya sangat terang.
Kalau tadinya mereka berada ditempat gelap, sekarang
mereka jadi terlihat tegas.
Selagi kawanan penjahat itu tengah sibuk, dari tempat dari mana obor menyamber terlihat satu orang tempat
kearah mereka, kapan orang itu sudah datang dekat, nyata dia ada seorang tua kurus kering dan pada mukanya cuma ketinggalan kumis janggut bagaikan kumis janggut seekor kambing gunung.
Tham Giok, yang sedang mendongkol, menjadi sangat
gusar kapan ia lihat orang tempat naik keperahunya. Ia malu karena orang dapat, mengganggunya sebagai kepala dari pos penjagaan yang dibebankan kepadanya. Maka itu, selagi ia telah siap dengan tiga batang paku rahasianya, shong boen teng, sambil , berseru, ia menyerang. Ditangan kanannya. Ia kepal dua ba tang, dan ditangan kiri sebatang.
Ia menyerang dua jurusan. Kepala dan perut, dua batang paku nya menyamber sambil berkelebat bagaikan kilat.
Orang tua itu dengar seruan dan lihat penyerangan, ia tertawa mengejek, sambil berbuat demikian, seraya
kibaskan tangan bajunya yang gerombongan, kakinya
menjejak lantai perahu, hingga tubuhnya melesat pula, tempat tinggi, seperti memasuki awan yang gelap.
Bertambah tambah sengit Tham Giok" hingga ia kertek
giginya. Paku ditangan kirinya masih belum digunai. Ia pakai ketika ini untuk menyerang pula, dengan hebat. Ia tahu benar keliehayan nya, ia percaya kali ini ia tidak akan gagal, maka itu, ia gusar berbareng girang.
Memang orang tua itu terancam bahaya hebat, akan
tetapi dia adalah Twie in thyioe Na Pek, si Tangan Kilat, yang latihannya telah sampai dibatas kesempurnaan,
tubuhnya enteng luar biasa, maka itu, ia masih punyakan kegesitan untuk luputkan diri dari senjata rahasia itu. Ia telah menduga, musuh bakal serang ia dengan susulan,
selagi tempat, ia meneruskan, sambil jumpalitan dengan
tipu "In Hong sam hian" atau "Naga udara perlihatkan diri tiga kali".
Tham Giok saksikan serangan nya gagal, sekarang
baharulah ia terperanjat. Ia insyaf bahwa ia bukanlah tandingan orang tua yang liehay itu, maka untuk tolong diri, ia mesti segera bertindak. Ia baharu hendak titahkan anak buahnya untuk mengayuh perahu akan menyingkir
dari situ, atau tubuh Na Pek sudah melayang turun kelantai dibelakang. Maka dalam keadaan mogok seperti itu, ia
hendak menyerang untuk membarengi selagi orang belum
menancap kaki. Si Kala Air ini gesit, akan tetapi orang tua didepannya lebih gesit pula. Belum ia gerakkan tangannya, atau tangan orang tua itu sudah menyamber ia dengan gerakannya "Hek houw sin yauw" atau "Harimau hitam lonjorkan
pinggang". Terpaksa dengan kedua tangannya, dengan tipu silat "Kim kauw cian" atau "Gunting emas", menggunting lengan musuhnya.
Na Pek bersenyum menampak gerakan lawan itu, dalam
hatinya ia kata "Apabila kau sanggup layani aku sampai tiga jurus, aku akan serahkan namanya Yan tiauw Siang Hiap kepada mu" Kemudian ia berseru
"Kau rebahlah!"
Dengan sangat gesit, secara se konyong2, orang tua ini tarik pulang tangannya yang hendak digunting itu, lalu dengan sama gesitnya ia balikkan tangannya akan dipakai menyamber iga.
Tham Giok terkejut, tak tempat ia menangkis, ia ingin terjun saja keair, akan tetapi niat itupun tak kesampaian seperti diinginkan, hanya ketika toh ia tercebur juga keair, itu adalah kesudahan tubuhnya kena terserang hingga tubuh itu terpelanting!
XCVII Semua anggauta penjahat menjadi kaget, karena
pemimpinnya sudah rubuh, tidak ayal lagi mereka kabur tunggang lenggang.
Na Pek tertawa ter bahak2.
"Kawanan tikus!" Ia berseru. "Begini saja kepandaianmu!" Ia terus perdengarkan suitan, atas mana dari suatu
gombolan, terlihat muncul sebuah perahu, yalah perahunya sendiri. Ia tempat keperahunya itu, yang satu anak buahnya diperintah segera lepaskan pertandaan panah ber suara, untuk memberi kabar pada kawan mereka disebelah
belakang. Kemudian lagi, ia maju terus kearah kiri, akan lewati hutan gelagah.
Na Hoo lm Kan In Tong kemudian menyusul. Mereka
ini lantas juga bertemu kepada empat buah perahunya Lioe Hong Coen, Teng Kiam, Kim Hoo dan Chio In Po, yang
muncul dari lain jurusan.
"Di dalam hutan gelagah sana masih ada orang kita yang pedang melayani musuh, maka kau tunggu disini, aku
hendak pergi melihatnya," kemudian Jie Hiap Na Hoo kata pada kawan nya. "Jikalau perlu, aku nanti berikan tanda."
"Baiklah," sahut Loopiauwsoe Chio In Po. "Kami
datang atas titahnya ketua kita dan ketua See Gak Pay, untuk membantu nya. Siapa berada dalam hutan gelagah
itu?" "Entahlah," sahut Na Hoo. "Sebentar kita akan
ketahui." Jago tua ini memberi tanda pada Kang Kiat dan Kan In
Tong, atas mana, dua orang itu lalu menuju kedalam
gelagah. Lioe Hong Coen berempat menantikan diluar.
Tidak lama, dari dalam hutan gelagah terlihat cahaya
api, lalu padam, lalu menyala pula. Kemudian, terdengarlah suara panah nyaring.
"Mereka telah berhasil, hayo kita menyambut!" Berseru Thay kek Lioa Hong Coen.
"Mari!" Menyambut Teng Piauwsoe, yang perintah
orang nya nyalakan obor. Ketika itu sudah malam. Semua perahu lantas maju
dengan segera, anak buahnya berseru.
Hutan gelagah itu lebat, tidak seberapa lebar, kelihatannya pohon gelagah seperti sengaja ditanam disitu, sebab selewatnya itu, orang berada diper mukaan sungai yang lebar. Didalam, Kang Kiat dan Kan Ir. Tong ber
sama2 Na Hoo, sudah berkumpul dengan Na Pek. Mereka
sambut bala bantuan itu. Ke Siauw Coan semua berlega
hati melihat kawan mereka tak kurang suatu apa.
In Tong segera haturkan terima kasih karena ia teiah
disambut. Ia akui kelancangannya mengejar musuh," yang memancing mereka. Untuk ini. Ia .meminta maaf.
Waktu itu Kang Kiat tiba tempat keperahunya Xa Toa
Hiap, gerakannya demikian rupa, membikin perahu
goncang hingga Na Pek terkejut, tetapi dapat ia
pertahankan diri. "Setan, didepanku kau berani kurang ajar?" Toa Hiap
menegur. "Oh, tidak, soe couw," Kang Kiat memohon. "Aku
hendak gantikan soecouw mengayuh
.... Tolong serahkan pengayuh itu padaku."
Toa Hiap perdengarkan suara dihidung.
"Kau sambutilah!" Kata ia dengan tiba2, seraya
lemparkan penggayunya. Kang Kiat menyambutnya, tetapi dengan kaget dan
sambil men ngis, karena kakek guru itu gunai tenaga,
hingga cucu murid ini rasakan telapakan tangannya sakit.
Syukur kakek guru itu tidak awasi ia, maka ia bisa terus mengayuh tanpa likat.
"Dia benar liehay," pikir Kang Kiat selagi perahunya
laju pesat. Tidak ada orang perhatikan kakek guru dan cucu murid
ini, kecuali Na Hoo, yang lantas awasi si anak muda dan bersenyum.
Kang Kiat tanpa rintangan lewati ruyuk gelagah itu,
disebelah depan ia,tempat buah perahu, yang obornya
menyala, kelihatan mendatangi.
Itulah empat perahunya In Tong yang datang memapak,
dua diantaranya ditumpangi Louw Kian Tong dan Ciong
Gam. Dilain saat, semua perahu telah berkumpul menjadi satu.
In Tong kerek naik dua buah lentera yang bertuliskan Hoay Yang Pay dan See Gak Pay selaku pertandaan. Perahu
besar, markas, dikurung dengan perahu2 kecil.
Yan tiauw Siang Hiap berkumpul diperahuhya Eng
Jiauw Ong, begitupun Coe In Am coe dan murid2nya.
Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
In Tong diam2 perintah lekas siapkan barang hidangan, terutama air teh didahulukan.
Tidak lama sehabisnya Yan tiauw Siang Hiap bersantap, In Tong dan Kang Kiat datang menanya, tindakan apa
hendak diambil malam itu, guna menghadapi lawan.
Toa Hiap lalu berkata bahwa tak mungkin musuh nanti
serang atau membokong mereka. Tetapi ia pesan, umpama benar ada serangan, serangan itu harus dilayani tanpa pandang2an lagi, karena mereka pun sudah memasuki
daerah lawan. Kemudian Na Pek tanya Coe In Am coe, bagaimana
pendapat niekouw ini mengenai tempat yang dipilih untuk berlabuh itu.
"Tempat ini letaknya baik untuk lawan, tidak untuk kita, sahut Coe In. "Aku percaya Ong Soeheng dan Na Soeheng pun ketahui ini. Adakah sebabnya untuk itu?"
"Soe thay terlalu merebdahkan diri," berkata Na Hoo.
"Mustahil soe thay dapat kami pedayai?"
Coe In bersenyum. "Bukankah soeheng sedang bersiasat?" tanyanya.
"Rupanya soeheng memasang jaring sebelum kita memasuki Cap jie Lian hoan ouw, untuk dapatkan barang makanan untuk teman minum arak"."
Mendengar itu, Yan tiauw Siang Hiap dan Eng Jiauw
Ong saling mengawasi dan tertawa.
"Soe thay berpemandangan luas, kami kagum,"
nyatakan mereka. "Aku bertindak demikian menuruti pesan Kay Hiap,"
Eng Jiauw Ong tambahkan. "tempat ini terbuka, mudah
musuh menyerbunya, tetapi aku telah atur penjagaan. Aku percaya anak2 dari Soe soei tidak akan gagal."
"Sebaliknya aku kuatirkan itu," In Tong merendah.
"Kau merendah, Kan Loosoe," kata Eng Jiauw Ong,
yang terus pesan Soe Soei Hie kee dan Kang Kiat.
Bagaimana harus ber jaga2.
In Tong dan Kang Kiat terima pesan itu, lantas mereka undurkan diri.
Pendekar Satu Jurus 13 Hati Budha Tangan Berbisa Karya Gan K L Naga Beracun 12
Hok Mo Toojin yang dulu" Tapi aku percaya, mesti dia
datang ke Cap jie Lian hoan ouw, karena loocianpwee Tiat So Toojin adalah sahabat karibnya."
Kan In Tong turut bicara. Ia utarakan kegirangannya
dapat bertemu dengan. Twie in chioe, yang ia pernah
katakan orang yang paling dikaguminya, yang namanya
besar ia dengar selama ia kepalai barisan nelayannya. Ia beritahukan bahwa ia diam di Soe Soei menurut tugas yang diberikan To Cie Taysoe, gurunya, untuk lindungi kaum nelayan dari gangguannya kawanan bajak. Dikatakannya, iapun girang ditugaskan untuk berbuat apa2 guna Hoay
Yang Pay "Aku harap Toa hiap nanti berikan pengajaran apa
kepadaku," katanya akhirnya.
LXXXIX "Kan Loosoe, kau terlalu memuji aku," kata Na Pek
seraya awasi pemimpin nelayan dari See Soetu. "Kau bikin aku malu. Apakah kemampuanku" Kita dari golongan
Rimba Persilatan, baik secara kaum maupun secara
perseorangan, satu kali kita bersahabat, kita mesti usahakan agar kehinaan dan kehormatan kita menjadi kehinaan dan kehormatan bersama, umpama orang2 yang naik dalam
sebuah perahu, sama saja nasibnya, maka dimana bantuan dibutuhkan, kita mesti berikan. Kan Loosoe, asal kau hargai aku, pasti aku Na Pek akan suka bersahabat denganmu.
Setelah selesai urusan Cap jie Lian hoan ouw ini, aku nanti hendak berkunjung ke Soe Soei, itu waktu, harap kau tidak sia2kan aku. Aku paling tidak punya guna, kesukaanku
adalah barang cair didalam cawan, maka sukalah kau
sediakan aku banyak2! Aku tahu, Soe soei mengeluarkan arak yang jempol. Disana aku akan berdiam untuk beberapa hari."
Bukan main girangnya Kan In Tong akan dengar janji
itu, ia memang paling gemar bergaul, terutama ia paling suka orang2 yang polos, yang utarakan segala apa tanpa malu palsu. Dan Na Pek ini, si Tangan Kilat, adalah
macam orang yang ia paling hargai itu.
"Baiklah, Toa hiap, aku nanti siap sedia untuk
memenuhi pengharapanmu!" Katanya.
Demikianlah mereka bercakap2, sampai jam lima,
setelah mana, semua orang siap untuk berangkat. Sehabis bersantap pagi, semua lau menantikan perintah.
Didalam perahunya sendiri, Coe In Am coe dan lima
muridnya juga sudah siap, ia pergi keperahunya Eng Jiauw Ong hingga disitu ia jadi bertemu dengan Tetua dari Yan tiauw Siang Hiap. Keduanya memang kenal satu sama lain, pertemuan ini ada menggirangkan mereka. Kemudian
Amcoe tanya Eng Jiauw Ong, jam berapa mereka akan
mulai berangkat. Eng Jiauw Ong tidak lantas menjawab, lebih dulu ia
tanya Khoe Beng dan Na Pek, kedua soehengnya itu.
"Ong Soetee, jangan kau see jie," Twie in chioe bilang.
"Urusan kita ini sangat penting, kau menjadi ketua, dalam segala hal kau yang harus berikan putusan, maka itu, jangan kau ragu2 untuk bertindak. Kami semua kenal tempat, kami bersedia akan dengar segala putusanmu. Disini, segala titahmu tak dapat dibantah, dengan begitu, usaha kita tidak bakal gagal. Disini adalah mengenai urusan Hoay Yang Pay dan See Gak Pav. Di sebelah kau, kamipun mesti taat
kepada titah2nya Am coe! Khoe Soeheng, tidakkah benar demikian?"
"Na Soetee benar!" Jawab Kim too souw Khoe Beng.
"Memang akhliwaris kita harus pegang pimpinan."
"Tetapi mengenai aku, harap aku diberi maaf," Kan In
Tong turut bicara. "Kami datang atas titah guruku, buat bekerja untuk Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, disini pun ada ketua kami, Coe In Am coe, yang ada akhli waris See Gak Pay, tetapi walaupun demikian, sudah enam puluh
tahun sejak aku memimpin sekalian anak buahku, maka
untuk cegah salah mengerti, aku harap aku diberi ijin akan tetap memimpin orang2ku. Asal aku diberi titah, aku akan lakukan tugas itu sebaik2nya. Dalam hal ini harap
dimengerti dan percalalah bahwa kami akan tunaikan tugas kami."
Eng Jiauw Ong hendak jawab ketua nelayan ini, atau
Coe In Am coe dului ia. "Kan In Tong Soehoe ada mu ini tersayang dari To Cie
Tay Soe dari Hong tek kwan," kata pendeta ini, "dia ada orang kenamaan dari See Gak Pay, dari itu, segala tindakan tetap menuruti pesannya Taysoe. Inilah pasti akan
dimengerti. Dalam hal kita sekarang, aku lihat, baik Ong Soeheng pegang sendiri tapuk pimpinan, kami semua turut segala perintah. Dan kau, Kan Soetee, kau harus terima titah langsung dari Ong Soeheng, kemudian kaulah yang
atur orang2 mu. Secara begini, kebaikan jadi ada dikedua pihak. Tidakkah Ong Soeheng akur dengan usulku ini?"
"Bagus begitu," kata Na Pek mendahului akhliwaris,
ciang boen jin dari Hoay Yang Pay. "Aku percaya Kan
Soehoe akan setujui ini, sebab seperti aku telah utarakan tadi, kita bekerja bersama, disini mengenai kehormatan atau kehinaan kita kedua kaum. Dalam tindakan pokok, biarlah Ong Soetee memimpin bersama Am cooe."
Sedari tadi Eng Jiauw Ong berdiam saja, tapi sekarang, setelah ada kesesuaian paham, ia tidak mengatakan apa2
lagi. Na Pek pun segera minta ketua Hoay Yang Pay itu
lantas tetapkan jam keberangkatan karena semua sudah
siap. Karena pusat tak dapat ditinggal kosong, Eng Jiauw Ong minta empat buah perahu ditinggal dimuara itu untuk sesuatu keperluan, lebih2 untuk menyambut kawan2 yang datang belakangan.
Kan In Tong setuju, dari itu, ia gerakkan cuma tiga
puluh enam buah perahunya.
Disetiap perahu, kecuali bendera See Gak Pay, ada
dipancar juga bendera Hoay Yang Pay, dari itu pasukan air ini nampaknya angker sekali. Perahu perahupun dikasi
maju dengan pesat. Begitu lekas barisan dari Soe Soei mulai berlayar,
dipihak Hong Bwee Pang orang lantas lepas burung2 dara, rupanya sebagai tanda atau pembawa berita untuk pelbagai pos penjagaan dan pusatnya juga, hingga dari sana sini datang sambutan serupa, hingga, diudara tertampak
sejumlah burung dara itu. Lain dari itu, tidak ada gerakan apa2 lagi, maka barisan Hoei Cioe Hie coen maju terus belasan lie, sampai didekat Liong kauw chung, batas daerah berbahaya dari Hoan coei kwan.
"Soeheng, apa disini kita mesti laporkan diri?" Eng
Jiauw Ong tanya Na Pek. "Ini ada pos bahagian luar dari Hong Bwee Pang, bukan tempat penjagaan resmi, kita lewati saja," jawabnya Twie in chioe. "Umpama kita hendak dirintangi disini, dia pasti sudah tempatkan barisannya."
Eng Jiauw Ong manggut. "Baiklah," kata ia. "Kita maju terus sampai di Hoen coei kwan, disana baharu kita perkenalkan diri secara resmi."
Lantas ketua ini kasi titah untuk maju terus.
Dalam rombongan ini, ada dua perahu besar, segala titah keluar dari kedua perahu ini.
Begitu perahu2 mulai melewati Liong kauw coen, dari
pohon gelagah yang lebat terbang dua ekor burung dara, setelah itu, keadaan sunyi pula, tidak ada sebuah perahu atau satu anggautapun dari Hong Bwee Pang yang
perlihatkan diri. Akan tetapi orang tahu, adalah mustahil kalau disitu tidak ada pefijagaan atau penjagaanya
yangtempatkan diri. Buktinya adalah dilepaskannya burung dara tersebut.
Rombongan perahu maju terus, tanpa perdulikan ada
penjagaan atau tidak. Kan In Tong pimpin barisan
perahunya itu dengan tenang. Ketika mereka mulai
mendekati Hoen coei kwan, lantas terdengar suitan
panjang, lalu disebelah belakang mereka, kelihatan perahu yang mengikuti, entah dari mana munculnya perahu perahu itu. Tapi bisa diduga tentu dari gombolan gelagah dikiri dan kanan.
Eng Jiauw Ong terima laporan beruntun dari Kam Tiong
dan Kam Hauw, dan Hee houw Eng juga, tentang
munculnya perahu perahu Hong Bwee Pang itu, maka ia
keluar untuk menyaksikan sendiri, hingga ia dapati, semua ada perahu2 cepat, setiap empat buah perahu jadi satu rombongan yang berada dibawah pimpinan satu tauwbak.
Disebelah itu, disetiap gerombolan segera ditempatkan tempat buah perahu lain, rupanya sebagai daya untuk
mencegat jalan keluar. "Jangan perdulikan mereka, kita anggap seperti kita tidak melihat dan tak dengar mereka," Eng Jiauw Ong berikan pesan, "hanya jaga agar mereka tidak datang terlalu dekat."
Sementara itu didepan, di Hoen coei kwan, sudah
tertampak barisan perahu2.
Kang Kiat bersama Ciok Liong Jiang mengawal dipintu
perahu besar, mereka lapurkan ketuanya bahwa dimuka
Hoen cioe kwan ada belasan perahu tetapi di puncak bukit Hoen coei kwan sendiri tidak ada gerakan apa juga. Tidak tampak seorangpun.
Kan In Tong pun datang untuk minta keterangan,
barisan mereka berhenti disitu atau terus.
"Soeheng," kata Eng Jiauw Ong pada Khoe Beng dan
Na Pek sebelum ia jawab Soe Soei Hie kee Kan In Tong,
"kita sudah sampai di Hoen coei kwan, apa disini kita singgah untuk kirim karcis nama kita?"
Ketua ini bukannya berdamai tapi ia tak hendak lewati kedua soeheng itu.
Khoe Beng dan Na Pek manggut seraya menyahut
"Baiklah." Dengan begitu, mereka paserah pada ketua itu, yang berhak untuk ambil tindakan sendiri.
Maka Eng Jiauw Ong lantas kata pada Kan In Tong
"Kita jangan tunggu sampai musuh cegat kita, barisan
depan baik lantas berhenti, untuk diturut oleh yang
lain2nya." In Tong manggut, ia segera pergi keluar, hingga dilain saat segera terdengar dua kali suara gembreng, tanda untuk turunkan layar dan melepas jangkar, untuk berlabuh. Atas itu, sebentar saja semua perahu berhenti laju, berlabuh secara rapi, tidak ada yang membuat berisik. Semua anak buah bekerja dengan sebat dan tertib.
Perahu Coe in Am coe direndengkan dengan perahu Eng
Jiauw Ong, ketua See Gak Pay itu lantas ketahui, mengapa perahu ditunda, maka tak ayal lagi, ia tugaskan muridnya yang ke dua, Sioe Seng, dan murid ke tiga, Sioe Sian, menjadi wakil, akan turut wakilnya Hoay Yang Pay
membawa karcis nama See Gak Pay, untuk kunjungan
resmi kepada pihak Hong Bwee Pang. Eng Jiauw Ong
sendiri sudah siapkan karcis namanya Juga Kan In Tong turut memberikan karcis nama sebagai kehormatan
kaumnya sendiri, nelayan2 dari Soe Soei. Ia berbuat begini karena sering kejadian orang2 Hong Bwee Pang, yang
tersebar luas, apabila sedang lewat di Soe soei, senantiasa mengirim karcis nama kepadanya, maka sekarang ia mesti balas kehormatan itu. Iapun telah lantas siapkan tiga buah perahu, satu untuk utusan Hoay Yang Pay, satu untuk
pihak See Gak Pay, dan yang ke tiga untuk dia sendiri.
Setiap perahu ada empat anak buahnya.
Dipihak Hong Bwee Pang, delapan buah perahu lantas
muncul untuk menyambut. Disetiap perahu ada delapan
anggauta yang berdiri diam laksana patung, tangan mereka masing2 menyekal kantong panah dan gandewanya.
Dipihak tetamu, perahu Hoay Yang Pay berada
ditengah, utusannya adalah Soe touw Kiam. Dia ini tunggu sampai terpisah tinggal tiga tumbak dari pihak Hong Bwee Pang, lantas ia siap untuk perkenalkan diri, buat kasi tahu maksud kedatanganya dan serahkan karcis nama. Akan
tetapi belum sempat dia buka mulut, atau dari pihak Hong
Bwee Pang sudah lantas terdengar seruan "Perahu yang
mendatangi, tahan dulu! Atas titahnya Liong Tauw Pang coe, kau mesti berhenti dimuka ambarom, dimana kau
boleh serahkan karcis namamu. Jikalau kau tak pandang mata kepada Hong Bwee Pang dan berani maju mendekati
kami, kami nanti lantas bikin tenggelam perahumu semua, sebagai pemberian ingat! Apabila itu sampai terjadi, jangan kau katakan kami tidak punya perasaan persahabatan!"
Soe touw Kiam tidak senang dengan cara penyambutan
itu. "Kau ada tuan rumah, kenapa kau begini tidak kenal tata hormat?" Dia menegur. "Aku hendak tanya, karcis kami
hendak disambuti atau tidak" Kami tak dapat menanti
lama2!" "Sahabat, kau tunggu saja!" Kata orang Hong Bwee
Pang tadi. Soe touw Kiam berdiam, dia mengawasi bersama2 Kam
Tiong dan Kam Hauw dan Kee Pin, yang ditugaskan
menemani pada nya. Segera terlihat dari atas puncak ada seorang berlari2
turun, gcrakannya gesit sekali. Orang itu bertubuh kecil dan kurus, potongannya mirip dengan Yan tiauw Siang Hiap.
Dengan cepat dia sampai diambaro dari mana dia
perdengarkan suaranya kepada Soe touw Kiam beramai
"Harap kau mundur sedikit!" Menyusul itu, tubuhnya
mencelat sebagai burung walet laut ke arah perahu Hoay Yang Pay, setelah jumpalitan, ia turun di kepala perahu, secara enteng sekali.
Soe touw Kiam betempat telah mundur, meski demikian,
mereka tetap mengawasi, maka itu sekarang terlihat tegas, orang kecil kurus itu, yang berumur lima puluh lebih, mirip seekor kunyuk, sepasang alisnya gundul, sepasang matanya
dalam, tapi sepasang biji matanya mengeluarkan sinar
tajam. Dia mengenakan pakaian biru yang sepan, kaos
kakinya putih, sepatunya ber hurufkan "Hok" (rejeki).
Seluruhnya, dia mirip dengan seorang kang ouw.
Dengan agak curiga, Soe touw Kiam bertindak maju
menghampirkan, kedua tangannya, yang menyekal karcis
nama, diangkat tinggi, lalu ia kata "Sahabat, atas namanya ciang boen jin dari Hoay Yang Pay, aku menghaturkan
karcis nama." Orang tua itu membalas hormat.
"Dan aku" jawabnya, "atas titah Liong Tauw Pang coe,
aku menyambut kedatangannya ciangboenjin dari Hoay
Yang Pay dan See Gak Pay. Pangcoe kami ingat pada
aturan penjagaan nya yang keras, dia kuatir itu nanti melanggar kehormatan pihak tetamu, dari itu dia mohon pihak tetamu sukalah memakai aturan, akan tunggu
pengunjukan terlebih jauh untuk mulai memasuki Hoen
coei kwan". Soe touw Kiam beramai tahu orang mencoba untuk
perlihatkan keangkaran, akan tetapi mereka tidak ambil pusing, tetapi Sioe Seng dan Sioe Sian mendongkol, maka ketika mereka memberi hormat, satu diantaranya kata
dengan keras "Kami ada utusannya ciangboenjin dari See Gak Pay dari Pek Tiok Am di Siang Thian Tee. See Gak
Hoa San, untuk kunjungi Liong Tauw Pang coe dari Hong Bwee Pang, disini ada karcis namanya, tolong kau
sampaikan!" Wakil Hong Bwee Pang pandang kedua pendeta wanita
itu, lantas ia sambuti karcis nama mereka.
Sioe Seng adalah yang menyerahkan karcis, selagi ia
angsurkan tangannya, tiba2 ia bersuara sendirinya, dengan
roman terkejut "Eh ini toh Kwie eng coe Tong Siang Ceng Loosoehoe si Bayangan Iblis dari Soe coan!"
XC Utusannya Boe Wie Yang itu, yang kulit mukanya
kuning, wajahnya menjadi bersemu merah, rupanya karena jengah, karena diapun terperanjat atas kata2nya Sioe Seng.
Akan tetapi kejab saja, ia sudah lantas tersenyum.
"Siauw amcoe tak kelupaan, dengan sebenarnya aku ada
si orang she Tong!" Ia menjawab. "Aku, Tong Siang Ceng ada linglung sampai aku lupakan urusan dulu hari di Kim Hoed Sie diperbatasan Soe coan. Aku ingat, Siauw amcoe, ketika itu kita ketemu dipuncak Tiat Cian Hong di waktu malam, cuma satu kali, dan kejadianpun telah berselang banyak tahun, aku tidak sangka kau masih ingat aku!
Dalam kalangan kang ouw ada sedikit sekali orang yang ingatannya tajam seperti siauw amcoe ini. Siauw amcoe, kau sekarang sedang ikuti Hian Cin Soe thay atau
ciangboenjinmu" Mengenai budi kebaikannya Hian Cin Soe thay, selama bertahun" Tak pernah aku lupakan, tapi
karena aku tidak berhasil mengusahakan sesuatu, beda
dengan Soe thay sendiri, yang telah angkat nama,
sebenarnya aku malu kan menemui Soe thay!"
Sioe Seng puas melihat lagaknya bandit besar ini yang dulu biasa malang melintang diperbatasan propinsi Soe coan, sekarang dengan menghadapi ia sendirinya menjadi kuncup, tak lagi jumawa seperti mula. Karena orang merasa malu, ia percaya bandit ini masih punyakan liang sim.
Karena ini, lekas2 ia rangkap kedua tangannya, untuk
memberi hormat, kemudian ia kata "Kau terlalu merendah, Tong Loosoe. Sekarang ini aku sedang ikuti ciangboenjin dari See Gak Pay. Hian Cin Soe thay sendiri telah pulang
ke Tanah Barat sejak beberapa tahun yang lalu. Loosoe sendiri biasa berdiam diperbatasan Soe coan, sekarang loosoe berada disini, apakah loosoe telah masuk organisasi Hong Bwee Pang" Atau apakah Pang coe Thian lam It
Souw Boe Wie Yang itu ada sahabat kekal loosoe?"
Inilah pertanyaan yang sukar dijawab bagi Tong Siang
Ceng, tetapa tak dapat tidak menjawabnya, maka dengan roman agak ke malu2an, ia kata "Liong Tauw Pang coe itu ada sahabat kekalku, sekarang ini aku datang ke Ciatkang secara kebetulan saja, maka aku memikir dengan gunai
ketika ini untuk menemui orang2 gagah, hingga tak
kecewalah yang aku hidup daiam kalangan kang ouw.
Akupun kuatir nanti ada sahabat2 kekal lainnya yang
datang kemari, maka itu aku telah wakilkan Pang coe bikin penyambutan, supaya tidak sampai terjadi perlakuan
kurang hormat. Aturan disini ada keras sekali, berhubung dengan kunjungan Siauw amcoe beramai, aku minta
sukalah Coe In Am coe dari See Gak Pay, sahabat2 karib Eng Jiauw Ong Loosoe dari Hoay Yang Pay, dan Soe Soei Hie kee Kan Loosoe, menanti sebentar, perlu aku menu
bawa karcis nama ini untuk disampaikan kepada Pang coe supaya Pang coe sendiri yang membikin penyambutan.
Maka, maafkanlah aku."
Tong Siang Ceng menjura kepada ketiga utusan, lalu ia putar tubuhnya, untuk dengan satu gerakan "Liong heng it sie", atau" Gerakan Naga berlompat balik keambaro" dari atas mana dia ber lari2 mendaki bukit, hingga dilain saat ia telah lantas lenyap dari pandangan mata.
Soe touw Kiam adalah murid lulusan, dengan perkenan
Eng Jiauw Ong, ia sudah boleh keluar merantau, akan
tetapi kapan ia saksikan kegesitannya Tong Siang Ceng, mau tak mau, ia menjadi kagum sekali. Itulah kepandaian keentengan tubuh yang berimbang dengan kepandaiannya
Yan tiauw Siang Hiap, itu pun menyatakan, bandit dari Soecoan itu tak boleh dipandang ringan.
Juga anak2 muda yang lain, tak terkecuali murid2 See
Gak Pay, turut merasa kagum.
Menyusul lenyapnya Tong Siang Ceng, tiga ekor burung
telah dilepas terbang dari gombolan, burung2 itu terbang cepat sekali kearah Cap jie Lian hoan ouw.
"Sungguh burung2 yang terdidik sempurna!" Kan In
Tong memuji ketika ia lihat kecerdikannya tiga ekor burung dara itu.
Kemudian orang semua menantikan, menantikan
balasan kabar. Lekas sekali, dari dalam Hoen coei kwan kelihatan
terbang ke luarnya tiga ekor burung dara putih, yang
semuanya bersayap hitam, tubuhnya lebih besar dari pada burung2 yang biasa, dan terbangnya lebih pesat pula.
Hampir menyusul turunnya tiga ekor burung itu, dari dalam ambaro, yang merupakan pagar bentengan, ada terdengar tiga kali suitan, yang lalu disambut dengan suara suitan lainnya saling menyusul. Ini rupanya ada satu pertandaan, karena pintu bentengan segera terpentang. Lalu kelihatan ke luarnya delapan buah perahu enteng, diluarnya setiap satu perahu ada dua anak muda dengan pakaian singsat. Di
belakang delapan rerahu kecil itu ada sebuah perahu besar dimuka mana berdiri seorang berumur kurang iebih tiga puluh tanun, romannya gagah, tapi tubuhnya tertutup
thungsha, baju panjang, hingga ia tampaknya, militer
bukannya militer, sipil bukaan ya sipil. Maka teranglah ia ada seorang kang ouw yang tak biasa dengan pakaian orang sekolahan, hingga ia nampaknya tak sedap dipandangnya.
Selagi mendekati, dia angkat tangannya dan berseru "Liong Tauw Pang coe dari Hong Bwee Pang berikut sekalian Sam
Tong Hio coe menyambut dengan hormat kedatangan Po
coe dari Ceng Hong Po, Coe In Am coe dari See Gak dan Soe Soei Hie kee! Pang coe sendiri sebagai ketua tak leluasa untuk meninggalkan kedudukannya, dari itu dia utus aku yang rendah untuk menyongsong, maka silahkan Eng
Jiauw Ong Loosoe, Ciangboenjin dari Hoay Yang Pay,
mengajak semua kawannya pemimpin, ber sama2 pasukan
perahu dari Soe soei, memasuki Hoen coei kwan "
Soe touw Kiam bersama Sioe Seng dan Kan In Tong
membalas hormat. "Ketua kami tidak ingin melanggar tata tertib Hong
Bwee Pang, dari itu kami diutus untuk menghaturkan karcis nama." Berkata Soe touw Kiam, "setelah sekarang Liong Tauw Pang coe berikan perkenannya untuk kami memasuki Hoen coei kwan, baiklah, kami hendak kembali dahulu
untuk menyampaikan kabar."
Lantas utusan ini kasi titah untuk putar balik perahu mereka, buat kembali
kedalam rombongan, guna sampaikan kabar. Waktu itu, Eng Jiauw Ong sendiri beruntun telah terima ia poran tentang aksi Kwie eng coe Tong Siang Ceng, si bandit dari Soe coan, serta cara penyambutan dari Boe Wie Yang, yang hanya mengirim wakil, maka tempo Soe touw
Kiam kembali, ia sudah ketahui laporannya murid ini.
"Marilah kita maju!" Kata Eng Jiauw Ong pada Kan In
Tong. "Kita jangan bersangsi, jangan kita perlihatkan kelemahan!"
Kan In Tong setuju, ia lantas berikan titahnya, maka
diantara riuhnya suara gembreng, barisan perahu dari Soe soei lantas bererot maju dua yang didepan mendahului, tiga puluh empat yang dibelakang menyusul.
Sesampainya didalam, segera kelihatan bahwa pihak
Hong Bwee Pang telah mengatur rapi, dimana terlihat dua puluh empat buah perah cepat dengan setiap perahunya ada lima anakbuahnya, yalah satu jurumudi,tempat tukang
penggayunya, semua mengenakan pakaian mandi. Dengan
tenang semua laskar air Hong Bwee Pang itu mengawasi
masuknya perahu2 tetamu. Selagi perahunya berlayar maju, Kan In Tong berdiri
bersama Twie in chioe. Na Pek mengawasi keseluruh Hoen coei kwan disepanjang tempat yang dilalui. In Tong belum pernah datang kemari, tidak demikian bagi Na Pek, yang sudah pernah masuk keluar tiga kali, tetapi diwaktu malam.
Dimatanya Kan In Tong, Hoen coei kwan benar2
berbahaya, pantas Boe Wie Yang berani menjagoi dan
laganya sombong. Disebelah itu, ia toh harus kagumi ketua Hong Bwee Pang itu, yang pandai mengatur, cocoklah dia menjadi ketua, sebab dia cerdik dan pandai, gagah juga.
Diam2 Kan In Tong memerintahkan pada semua
orangnya untuk waspada, terutama untuk ber jaga serangan gelap dari dalam air. Umpama ada bokongan,tempat puluh orang mesti segera terjun kesungai untuk melindungi.
Kemudian Na Pek masuk kedalam gubuk perahu, akan
memasang mata dari antara dua jendela. Setelah melalui satu lie lebih, ia dapatkan pandangan yang mengherankan padanya, tapa masih bersabar, sampai lagi satu lintasan.
Akhirnya ia keluarkan seruan "Eh!" Kemudian ia teruskan pada Eng Jiauw Ong "Soetee, mari lihat! Inilah aneh!
Jikalau mataku tidak kabur, ini toh tegalan belukar! Apa mustahil orang hendak main gila?"
Eng Jiauw Ong segera hampirkan Na Toa hiap, yang
Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan tangannya terus menunjuk ke arah kiri
"Lihat, itulah terang ada tempat penggaraman," kata ia,
"dan itu disana adalah gudang garam. Bukankah Seecoan Siang Sat Kwie lian coe Lie Hian Tong dan Shong boen sin Khoe Leng serta mereka punya garis Pat kwa sesat telah kita kenal baik" Lihat pelabuhannya itu, disana sekarang tidak ada barang sebuah perahunya. itu disana ada dua baris hutan yang lioe serta jalanan di tengah2nya. Tidak, aku tidak keliru mengenalinya!"
Na Pek dapati dua baris pohon sudah tidak ada dan
muara garam juga merupakan tanah datar. Ini bukan lagi penggaraman, hanya tanah tegalan atau ladang kosong.
Dikejauhan, pekarangan penuh pepohonan dan bangunan
rumahnyapun turut tidak ada, yang nampak adalah rumah2
gubuk beratap rumput. Tidak ada lagi apa yang tertampak diwaktu malam!
Dimuka rumah gubuk ada dua orang tani yang sambil
tunduk sedang mengawasi rombongan2 bebek yang asyik
cari makanan diantara tanah berumput. Di ujung gubuk itu ada lapangan.
Mau atau tidak, Eng Jiauw Ong geleng kepala.
Akan tetapi semua perahu laju dengan cepat, sebentar
saja pemandangan tempat itu telah dilewatkan.
"Mari kita keluar!" Eng Jiauw Ong mengajak kedua
saudara seperguruannya. "Benar2 aneh! Jikalau tidak kita pernah melihat sendiri, aku tidak akan percaya apa yang aku lihat sekarang ini!"
Lioe Tong dan Na Pek saling mengawasi, mereka
bersenyum. Mereka ikut ciang boen jin mereka, akan
memandang lebih jauh keadaan disekitarnya, terutama
kekedua gili2. Dijurusan Timur selatan, gudang garam
lenyap tanpa bekas2nya, yang tampak sekarang adalah
sebuah kampung kecil dengan penduduknya satu dua
gelintir. Perahu2 Garuda Terbang maju terus tanpa sesuatu
rintangan, mulai meninggalkan daerah penggaraman itu.
"Daerah ini berubah rupa karena kepandaiannya
Seecoan Siang Sat," kemudian Twie in chioe kata kepada kedua saudaranya.
"Dengan andalkan jumlah konco yang banyak, dalam
satu malam mereka singkirkan gudang garam dan Kioe
kiong Pat kwa tin. Disini ada bagian luar. Maka dibagian dalam keadaan mesti terlebih luar biasa lagi"
Eng Jiauw Ong lihat beberapa penduduk, yang terpencar, yang nampaknya senggang sekali, tetapa percaya mereka sedang ber pura2 saja.
Mereka telah maju lima atau enam lie jauhnya, tetap
mereka tidak hadapi gangguan, tetapi ini justeru membuat mereka semakin curiga dan waspada. Selama itupun tidak ada pihak, tuan rumah yang muncul pula, akan pimpin
mereka. Soe Soei Hie kee Kan In Ton berlaku waspada sekali,
keadaan ada mencurigai, ia jadi merasakan akan besarnya tanggung jawabnya. Ia tahu, kecuali Kang Kiat, disitu tidak ada orang yang pandai berenang dan selulup, semua orang Hoay Yang Pay dan See Gak Pay ada mengandal padanya
seorang. Pasti ia akan jadi malu sekali apabila ada terjadi sesuatu terhadap mereka itu.
XCI Kemudian In Tong pergi kedepan akan hampirkan Kang
Kiat siapa, sebagai Eng Jiauw Ong bertiga, juga heran
sendirinya tertampak perubahan keadaan dari Hoen coei kwan itu. Terang pihak Hong Bwee Pang sudah gunai
kecerdikan dan ketangkasannya akan ciptakan keanehan
itu. Ia tuturkan pada In Tong tentang berubahnya keadaan daerah itu.
"Ya, Kang Lauwtee, ini menunjukkan liehaynya orang2
Hong Bwee Pang," Kan In Tong membenarkan. "Tetapi
karena ini tidak membahayakan kita, baik kita antap saja.
Kita betul sedang hadapi musuh akan tetapi kita semua belum bentrok, kita harus pakai adat istiadat, kita mesti perlihatkan diri sebagal tetamu yang kenal aturan sopan santun. Hanya harus berjaga2 saja untuk mencegah kita kena dirubuhkan".
"Memang, Kan Loosoe, malu apabila kita sampai kena
dipermainkan," Kang Kiat bilang, "Sikapku adalah,
umpama musuh main gila, kita mesti kasi rasa padanya, supaya dia jangan pandang enteng pada kita."
Semua perahu laju terus hingga mereka berada ditempat yang terlebih sepi pula, sedang dikiri dan kanan, hutan gelagah ada sependirian orang tingginya. Disini perahu2
musuh disembunyikan diantara gelagah, tidak ada perahu yang kelihatan tegas kecuali bayangannya yang bergerak secara samar2.
Lagi kesebelan depan, nampaklah sawah2 dengan
pemandangannya yang indah, tegalan dengan rumput dan
bunga2 yang permai, dengan air yang bening mengalir dan mengitari kampung. Dijem batan, yang berloneng, ada dua petani tua asyik mengawasi bebek dan angsa berenang
bermain dimuka air. Didepan beberapa rumah ada orang
sedang menjemuri jaring atau jalanya. Dimuka kampung, ditepian, ada beberapa buah perahu kecil. Dari dalam
kampung sendiri terdengar suara menenun.
Sepanahan lagi barisan perahu dari Soe soei akan
sampaikan kampung itu, dari aliran sungai disana muncul lima buah perahu yang anak buahnya masing2 dua tiga
orang, tidak tentu, tapi semua berumur diatas dua puluh dan pandai mainkan penggayu mereka. Lantas saja mereka itu memencar dan melintangkan perahu mereka seraya
terus lepaskan jaring. Dengan perbuatan nya ini, mereka jadi menutup muka sungai, menghalangi jalanannya
perahu2 dari Soe soei. Kan In Tong dan Kang Kiat segera mengerti bahwa
orang sengaja hendak mengganggu majunya mereka. Kalau mereka tidak berhenti, perahu2 nelayan itu mesti ketabrak.
Dan itu artinya gara2 atau onar. Jikalau bukannya sengaja, tidak nanti lima perahu itu melintang ditengah jalan.
In Tong segera perdengarkan suaranya yang nyaring buat minta nelayan2 itu lekas minggir sambil tenggelamkan
jaring mereka, disebelah itu, perahunya laju terus, maka sambil menoleh kebelakang, ia memberi tanda, atas mana, semua layar dikasi turun separuh, hingga lajunya perahu2
jadi kendor dengan sendirinya, kalau tidak, tabrakan tak dapat dicegah lagi, karena jawaban si nelayan tak dapat ditunggu.
Semua nelayan itu mengawasi, mereka dengar teguran
tetapi tak menghiraukannya.
"Lihat, Cian A Sie, ini ada perahu2 dari mana?" Tanya satu nelayan kepada kawannya. "Kenapa mereka begini
kurang ajar, masuk dengan nerobos saja" Tak dapat kita cegah mereka, pasti mereka akan terjang rusak perahu2
kita!...." Lebih dari itu, mereka tidak berbuat suatu apa.
Kang Kiat insaf orang benar hendak main gila, maka
bersama Kan In Tong ia beri tanda akan barisannya
berhenti. Dengan layar telah dikasi turun, mereka bisa berhenti dengan cepat.
Dari perahu besar segera muncul boesoe Wie Sioe Bin
dan Kim Jiang, untuk melihat keadaan, ketika mana
lapuran sudah datang hal gangguan musuh yang menyamar jadi nelayan.
"Nanti aku lihat," kata Na Pek. Ia bersama2 Eng Jauw
Ong, memang sudah curiga. Walaupun nelayan, semua
penduduk situ mesti ada orangnya Hong Bwee Pang. Ia
ajak kedua boesoe itu pergi kedepan, di sini loncat naik atas sebuah perahu kecil, yang dipanggil datang.
Wie Sioe Bin dan Kim Jiang terkejut melihat Twie in
chioe naiki perahu kecil sambil berlompat, mereka duga, perahu itu pasti akan tenggelam, maka akhirnya mereka jadi kagum akan saksikan tubuh sangat enteng dari si
Tangan Kilat. Dengan cepat perahunya Na Pek sampai dibelakang
perahu In Tong dan Kang Kiat. Mereka ini lihat tetua itu, mereka hendak memberi hormat, tapi Na Pek lekas
mencegah. "Jangan pakai banyak adat peradatan," kata Twie in
chioe. "Bagaimana" Apa benar mereka berani rintangi
kita?" Dia tanya. "Rupanya mereka kurang ajar sekali," sahut Kang Kiat.
"Kelihatannya kita mesti terpaksa gunakan kekerasan."
"Kalau benar mereka berani main gila, ingin aku
saksikan ke liehayannya!" Kata Na Toa hiap sambil
bersenyum. Ketika itu, Sioe Bin dan Kim Jiang telah datang
menyusul dengan sebuah perahu lain. Merekapun lihat
tegas lima perahu nelayan itu, malah sekarang, semua
nelayan lepaskan jaring di kedua tempat, kepala dan buntut perahu, dan jaringnya ada jaring kerap untuk tangkap ikan besar berikut ikan kecil.
Kawanan nelayan itu diam saja, sikap mereka congkak
ketika mereka ditegur In Tong, mereka mengejek.
Na Toa hiap awasi kelima perahu, setelah itu ia panggil nelayan yang perahunya dekat pada gili2.
"Sahabat, kau tangkap ikan atau tangkap orang?" Ia
tanya. "Nelayan melepas jaring, itulah umum, tapi caramu ini adalah kelicinan, gangguan! Ketahuilah bahwa kami sedang menuju ke Cap jie Lian hoan ouw dengan pakai
aturan, secara terang, untuk bereskan perhitungan lama!
Apakah kau hendak cegah masuknya kami?"
Dipihak nelayan itu ada seorang tua dengan baju dan
celana pendek dan sandal rumput, muka nya kisut,
kepalanya sampai di muka sebatas mata, ketutupan tudung lebar, tetapi ketika ia angkat kepala akan awasi rombongan Soe Soei Hie kee, Na Pek dapat lihat padanya. Jago ini melengak.
"Jikalau mataku tidak kabur dan tidak melihat salah,"
pikir dia. "Dia ini mestinya ada Biauw kiang San coe, Tan ciang Kay pay Hiap too Thong In. Dengan adanya dia
disini, terang aku bakal tambah repot."
Hiaptoo Thong In, sibandit budiman, julukannya Tan
ciang Kay pay, si Tangan Liehay, ada dikenal sebagai
Biauw kiang San coe yalah ketua dari suku bangsa Biauw.
Na Pek tahu baik tentang dia ini, yang mulanya menjagoi didaerah bangsa Biauw dimana dia berani masuk jauh
kepedalaman, dengan sebelah tangannya yang liehay, dia telah berhasil menakluki dua puluh lebih rombongan
bangsa Biauw golongan Ko Ko hingga akhirnya dia
dipandang sebagai dewa, hingga dia diangkat jadi san coe,
ketua. Tetapi karena ia tak cocok dengan cara hidup bangsa Biauw itu, dia tampik penghormatan atas dirinya, dia tetap suka bekerja diperbatasan Seecoan dan Inlam, dia selalu bekerja seorang diri. Biasanya, sehabisnya bekerja, ia sembunyikan diri bersama hasilnya itu sampai setengah atau satu tahun, hingga sulit untuk cari padanya. Dia gemar membegal tapi dia disebut hiaptoo, maling budiman, sebab dia gemar musuhi pembesar2 rakus dan hartawan hartawan jahat, dan uang hasil pencuriannya biasanya disebarnya diantara orang melarat. Karena perbuatannya, yang
dianggap keterlaluan, pernah ia dimusuhi oleh sejumlah orang Rimba Hijau hingga dia didesak kabur, sedang
bangsa Biauw diasut untuk jangan puja padanya. Begitulah ia singkirkan diri jauh dari daerah Biauw. Dia dapat
membalas sakit hati, beberapa boesoe, ahli silat, di selatan dan utara Sungai Besar, dia telah binasakan. Karena ini, kemudian ia dimusuhi pula.
Na Pek "berkenalan" dengan Thong In pada suatu
malam, di kota Hongyang kwan. Dalam perja lanannya ke Lek tiok tong. Dan Thong In sedang kuntit Wie Sioe Bin dan Kim Jiang dua boesoe dari pihak Hoay Yang Pay, yang dia hendak binasakan, untuk melanjutkan usahanya
menuntut balas. Tentu sekali, kedua boesoe itu bukan
tandingannya san coe ini. Syukur bagi mereka, Na Pek
datang sebagai penolong tak disangka2. Dengan Ilmu
pukulannya Sha cap lak Kim na hoat, yang dibarengi de ngan kegesitan tubuh Hengkang Tee ciong soet, Na Pek
dapat pecundangi hiapto itu. Dengan sendirinya Toa hiap jadi dapat tolongi kedua boesoe itu.
Thong In tetap hendak menuntut balas. Ia tahu ada
belasan boesoe yang tersebar di selatan dan utara sungai Besar, ia
pergi cari mereka. Ia baharu berhasil membinasakantempat boesoe. Selaga kuntit Sioe Bin dan
Kim Jiang, apa lacur, ia berjumpa dengan Yan tiauw Siang Hiap. Karena gagal, dengan mendongkol, ia berlalu dari Kanglam. Sudah sekian lama ia "menghilang," sekarang
tahu2 ia muncul di Cap jie Lian hoan ouw. Dan kebetulan sekali, ia berhadapan pula dengan Na Toa hiap, siapa
sebenarnya sudah lupa tentang dirinya adalah selama yang belakangan ini, Toa hiap tahu orang mendendam sakit hati padanya.
Begitu mengenali Thong In yang liehay ini, Na Pek
lantas kasi tanda pada In Tong dan Kang Kiat untuk
mereka ini tidak banyak omong pula terhadap musuh itu.
Menampak sikap luar biasa dari jago tua itu, In Tong
segera ajak Kang Kiat undurkan diri kepintu perahu dimana ia beritahukan kawan itu untuk waspada dan siap sedia. Soe Soei Hie kee heran atas perubahan sikap jago tua ini
terhadap si nelayan didepannya itu.
Twie in chioe sendiri, dengan roman sungguh2 sudah
lantas angkat kedua tangannya memberi hormat pada si
orang tua. "Sahabat, sejak perpisahan kita, apa kau ada baik?"
Demikian ia menegur. "Apakah kau masih ingat sahabat
karib Rimba Persilatan dari rumah penginapan Phang Kee Tiam dimuka kota Hongyang kwan?"
Diam2 orang tua itu terkejut sendirinya untuk mata
liehay dari Toa hiap. Ketika dulu mereka bentrok, diwaktu malam yang gelap petang. Ia dapat mengenal Toa hiap
karena roman dan potongan tubuhnya yang istimewa,
tetapa heran orangpun masih kenali padanya, apapula
sekarang ia dandan lain rupa. Karena ina jadi kagum. Iapun pikir, tak usah ia "umpatkan" diri lagi. Maka ia singkap tudungnya, ia lantas membalas hormat.
"Na Toa hiap, aku kagum terhadap kau!" Berkata dia.
"Sebenarnya aku tahu tenang tingginya ilmu silat istimewa Keng kang Tee ciong soet darimu, sedang malam itu aku menyesal telah bentrok denganmu. Aku pernah pikir cari kau untuk memohon maaf, sayang aku tidak ketahui
alamatmu, hingga tak tahu ke mana dan dimana aku dapat mengunjunginya. Aku ada satu boe beng siauw coet, aku bersyukur yang Wie Boesoe dan Kim Boesoe, begitupun
beberapa jago Rimba Persilatan dari perbatasan Soecoan telah berbuat baik kepadaku, hingga aku tak punyakan
tempat lagi dimana aku bisa menaruh kaki. Budi itu, cara bagaimana aku si orang she Thong bisa lupakan"
Pertemuan di Hong yang itu membuat aku insaf atas
kekeliruanku, yang hidup berandalan, hingga aku menerima pengajaran darimu. Aku tidak bermaksud lain kecuali untuk mohon pengajaran terlebih jauh darimu, guna habiskan
perhitungan dari kekeliruanku itu. Aku tidak ingin mohon maaf, aku melainkan hendak minta supaya kepadaku dibagi tempat dimana aku bisa menancap kaki. Ini adalah satu budi yang besar sekali."
Thong In bicara dengan hormat tetapi sifatnya keras,
berbarengpun ia tegur kelancangannya pihak Hoay Yang
Pay yang sudah usul seterusnya, sampai ia dikepung
kepung, sedang dalam kejadian di Hongyang itu, ia telah pancing mendatangi hotel Phang Kee Tiam, hingga ia
terjebak dan mendapat malu, sehingga ia mesti angkat kaki dan sembunyi. Ia telah muncul disini, ia tidak sangka kembali bertemu Na Pek.
"Thong Loosoe, kau terlalu memuji aku," Na Pek bilang.
"Sebenarnya aku tidak campur urusan usahamu diperbatasan Soecoan dan Inlam, tidak pula tersangkut dengan kaum Rimba Persilatan, malah aku tidak pernah
mendengarnya, tapi mengenai kejadian dihotel Phang Kee
Tiam, disitu aku hanya melindungi dua orang Hoay Yang Pay, sebab aku bukan ketua Hoay Yang Pay, aku tidak
berhak ambil tindakan apa2, malah aku tidak tahu aku
bakal berhadapan kepada Thong Loosoe sendiri yang
kenamaan diperbatasan Soecoan lnlam dan didaerah Biauw kiang. Aku tidak sangka yang kita bisa bertemu disini, Thong Loosoe. Sebenarnya, untuk menegur pihakku,
sebagai seorang kenamaan, dengan gampang kau bisa cari kami dua saudara didusun Na Chung di Coe cioe, Kie lam, atau ke Lek Tiok Tong di Ceng hong po, Hoay siang. Aku percaya disana ketua kami akan bisa berikan keadilan
kepadamu. Tapi kau telah tidak berbuat demikian, sekarang kau mencoba pinjam tenaganya Thian lam It Souw Boe
Wie Yang, kau gunai ketika selagi kami memasuki Hoen
coei kwan atau Cap jie Lian hoan ouw, kau hendak
merintangi kami. Apa perbuatanmu ini tidak terlalu
lancang" Kami datang untuk memenuhi undangan, tak
semestinya, sebelum sampai di Cap jie Lian hoan ouw,
kami timbulkan lain urusan. Jikalau kau tak dapat
melupakan urusan dihotel itu, kasilah ketika sampai urusan kami dengan Hong Bwee Pang ini sudah beres, nanti aku bersedia akan menemui kau. Bagaimana loosoe pikir?"
XCII "Na Toa hiap, kau terlalu menghargai aku!" Kata Thong In dengan tertawa dingin. "Aku sudah bilang, aku ada satu boe beng siauw coet, maka itu tak berharga aku bagi Hong Bwee Pang. Aku datang kemari untuk suatu maksud lain, tentang itu, maafkan aku, tak dapat aku beritahu. Tetapi urusan kita penting, pun sukar dicari ketika sebaik ini, maka itu, mari disini saja kita membereskannya, tak usah kita tunggu sampai lain hari! Mungkin disinilah tempat aku bakal pulang kerakhmaltullah".
Sulit untuk kau takluki aku dengan kata2 saja, maka itu, tak usah kau banyak
omong lagi. Di Phang Kee Tiam aku rubuh dibawah Sha
cap lak Kim na hoat, disini aku mohon pelajaran tentang Keng kang Tee ciong soet, ilmu mengentengi tubuh supaya aku tambah pengetahuan!"
Mendengar tantangan itu, Na Pek pun tertawa dingin.
"Tong Loo enghiong, kau terlalu puji aku," kata ia. "Kau memaksa hendak bikin pertemuan persilatan, jikalau aku tetap menampik, kau akan katakan aku keterlaluan, aku jadi sia2kan maksud baikmu. Tapi sekarang aku ada bersama
dengan kedua kaum Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, tak
berani aku berlalu lancang, lebih dahulu aku mesti
menjelaskan sesuatu kepada kedua kaum itu. Kau toh cegah aku ditengah jalan dan memaksa menantang aku. Coba kau jelaskan, kau tantang aku berikut Hoay Yang Pay dan See Gak Pay atau tidak?"
"Ini ada urusan kita sendiri, aku tidak ingin bawa2 lain orang!" Jawab Thong In. "Kita pun baik gunai beberapa perahu ini saja sebagai tempat main2, sama sekali kita tidak boleh dapatkan bantuannya anak2 buah perahu, tapi siapa terpeleset dan kecemplung, dia yang kalah, dia mesti akui kekalahannya itu!"
Thong In tunjuk empat buah perahunya sebagai medan
pertempurannya itu, sesuatu perahu panjang lima atau
enam tumbak. Semua perahu itu mengambang dimuka
sungai yang airnya deras, karena itu, semua bergoyang2
setiap waktu. Na Pek pandangtempat perahu itu, ia mengerti
maksudnya Thong In, siapa rupanya tahu dipihak Hoay
Yang Pay tidak banyak orang yang pandai berenang,
sedang dia sendiri bisa main diair dengan baik.
"Baik, Thong Loo enghiong, aku bersedia akan temani
kau," kata Twie in chioe, yang tidak takut karenanya.
Kemudian, ia bicara kepada Kang Kiat, siapa sudah lantas pergi keperahu besar, untuk melapurkan pada Eng Jiauw Ong.
Sebenarnya Na Pek hendak berikan pesan pada Kan In
Tong, tapi tanpa ketahuan lagi Soe Soei Hie kee telah undurkan diri dari situ. Sementara itu, Thong In telah berikan pesan pada anak anak buah dari ketempat buah
perahunya. Ia kata "Pisahkan perahumu, aku hendak
terima pelajaran dari loocianpwee dari Hoay Yang Pay ini, yang kesohor akan ilmunya Sha cap lak Kim na hoat dan Keng kang Tee ciong soet. Na Toa hiap pun punyakan Ilmu Teng peng Touw soei, dari itu jangan kau mencoba untuk merintangi, kau boleh menyaksikan saja dari dalam
perahu." Anak2 buah itu, nelayan dan tukang perahu, menyahuti
dan mundur, kecuali tukang kemudi nya. Semua perahu
bergerak, walaupun ada jaring yang menahannya.
Thong In sudah lantas pergi kesebuah perahu yang
terdekat. Na Pek lihat lawan bersiap, ia lekas2 rapikan bajunya, setelah itu, ia lompat keperahu nelayan yang jaraknya dara setumbak lebih, ia injak perahu dengan sikapnya "Kim kee Tok lip", atau "Ayam emas berdiri dengan sebelah kaki,"
kemudian sambil memberi hormat pada Thong In, ia
berkata "Thong Loo enghiong, aku yang tak punya
kepandaian berarti dan hendak memperlihatkan kejelekan dihadapnmu"
Thong In maju empat tindak. "Kau hendak memberi
pelajaran, loocianpwee, pasti kau akan menambahkan
pengetahuanku," ia kata. "Sekarang silahkan Toa hiap
mulai!" Ucapan ini dibarengi dengan mencelatnya tubuhnya
mendekati lawan, akan segera menyerang. Ini ada semacam bokongan. Tangan kanannya dimajukan dalam gerakan
"Tek seng hoan tauw," atau "Menjemput bintang untuk
mengganti bintang." Ia menggertak berbareng menyerang benar2. Menyusul ancaman ini, ia gunakan pula pukulan
"Siong Yang Tay kioe chioe" dan "Lo Kong Pat it sie."
Dengan mendadakan diserang secara demikian, Na Pek
terkejut. Ketika dahulu bertempur di Hongyang kwan,
Thong In tidak gunakan kepandaiannya ini, yang cepat dan hebat bagaikan guntur menyamber. Maka tak ayal lagi ia lantas berkisar, untuk melayani, langsung dengan keluarkan Sha cap lak Kim na hoat, hingga mereka merupakan satu tandingan yang setimpal. Kelihayan nya mereka jadi makin ternyata karena mereka bertempur diatas perahu yang
sempit sedang ke duanya adalah ahli kegesitan.
Tanpa merasa dua puluh jurus telah dikasi lalu, sesudah mana, mulai nampak kelicinannya Thong In. Sekarang ia tak lagi menggunai sebuah perahu sebagai medan
pertempuran, ia berlompatan keke empat perahu dengan
bergantian, hingga dengan cara demikian, terlihat tegas tubuhnya yang enteng dan gerakannya yang gesit sekali.
Na Pek tetap melayani dengan tenang tetapi tidak kalah sebat nya, ia segera mengerti akan maksudnya orang,
Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
didalam hatinya ia kata "Bangsat tua, jikalau aku sampai berikan ketika kau menang diatas angin, sungguh aku
kecewa disebut Twie in chioe!"
Masih saja Thong In bertempatan kesana kemari, karena maksudnya adalah akan membuat lawannya salah tindak
dan terpeleset, supaya jatuh kedalam sungai. Menampak
demikian, Na Pek gunakan ilmu Sha cap lak Kim na hoat bahagian atas, "Siang chioe," yalah "Menuntun harimau"
dan Naga sembunyi." Segera ia sampai di sampingnya
lawan, sembari berseru, "Sahabat, kau hendak pergi
kemana" Kau turunlah!" Tangannya diulur dengan gerakan
"In liong tam jiauw" atau "Naga mengulur kuku."
Bagaikan cepatnya angin tangannya itu telah sampai dibaju musuh.
Ban san coe Thong In memang sengaja berlaku lambat,
di saat serangan sampai ia putar tubuhnya akan berkelit kesamping, gerakannya sebat sekali, dengan begitu ia jadi terluput dari serangan. Disebelah itu, tubuhnya Na Pek maju kedepan, karena serangannya yang gagal itu. Ini
adalah suatu kedudukan yang herbahaya sekali. Kedudukan ini biasa terjadi disebabkan serangan terburu napsu. Na Pek insaf ini, dan ia merasa kecewa kalau ia sampai kena
dipermainkan musuh karenanya. Bukankah ia ada punya
pengalaman latihan kira2 empat puluh tahun" Maka
berbareng menahan kuda2nya, ia berbalik dengan segera, tepat di saat serangan sampai. Lantas saja ia menangkis dengan tangan kiri, dengan "Hong in toh goat" atau "Awan merah menampa rembulan, sedang dengan tangan
kanannya menyusul menyerang juga.
Kesehatan musuh ini diluar dugaan Thong In. Selagi
serangannya gagal, ia balas diterjang secara hebat sekail. Ia terkejut, karena ia tidak tahan akan beradu tangan dengan lawan yang kenamaan itu. Segera ia berseru seraya
melenggakkan kepalanya, hingga tubuhnya lempang
kebelakang. Ini ada ilmu kelitan "Tiat poan kio," atau
"Jembatan besi." Tapi ia tidak hanya melenggak, ia terus jatuhkan diri kelantai perahu, dimana dengan satu gerakan susulan, ia gulingkan tubuhnya. Ia bergerak luar biasa cepatnya dan keras tubuhnya menggelinding hebat sekali,
tahu ia telah berada dipinggir perahu, hingga ia jadi sangat kaget sendirinya. Kalau ia kecebur, itulah tanda nya ia kalah. Maka lekas2 ia menyamber. Dengan kedua
tangannya untuk pertahankan diri, tetapi sementara itu, kedua kakinya sudah mengenai permukaan air! Dalam
kagetnya, ia tarik naik tubuhnya, untuk berloncat bangun.
Menurut perjanjian, itu berarti kekalahan, pertandingan seharusnya sudah selesai, dan menurut pantas, Thong In mesti ucapkan kata untuk mengakui kekalahannya itu.
Akan tetapi tidak demikian. Jago dari daerah Biauw ini justeru jadi mendongkol, ia jadi gusar sekali. Dengan satu enjotan tubuh, ia tempat naik keatas gubuk perahu.
Na Pek mendongkol melihat perbuatan orang yang tak
tahu malu itu, ia tidak mau menegur, ia hanya mengejar.
Dengan memutar tubuh kekanan ia tempat menyusul,
untuk naiki juga wuwungan gubuk perahu itu.
Thong In telah kandung maksud jelek, selagi berada
diatas gubuk, dia telah siapkan dua belas batang panah tangannya yang beracun, mulanya ia tolak kantongnya
kekiri, lalu jadi tangan kanannya menjemput ke dalam
kantong senjata rahasia itu. Segera ia dengar angin me nyamber, tanda musuh sudah kejar ia dan musuh telah
datang cukup dekat, dengan se konyong2 ia putar tubuhnya dan tangan kanannya bergerak ber ulang2, menyamberkan tiga batang panah.
Selagi mengejar, Twie in chioe berlaku waspada, karena ia curigai bandit kesohor itu, yang sudah melupai malu.
Karena ini, ia dapat lihat gerakan tangan musuhnya.
Dengan tangannya ia sambuti dua batang panah yang
menyamber keatas dan tengah, dan panah yang ke tiga,
yang mengarah kaki, ia jepit itu dengan kedua kakinya seraya terus ditimpukkan balik!
Serangan panah tangan tu liehay sekali, semua orang dip haknya Twie in chioe kaget dan kuatir, maka itu, bukan kepalang syukur mereka setelah lihat bahaya telah lewat.
Seharusnya Thong In kenal gelagat dan segera undurkan diri. Akan tetapi hawa amarah telah pengaruhi sangat
padanya hingga ia lupakan segala apa. Ketika panahnya kembali, ia lompat keperahu yang ke dua, ia mencelat pula wuwungan gubuk perahu. Disini ia segera menoleh akan
lihat lawannya, Na Pek menyusul terus, ia tak jeri akan panah beracun dari lawannya itu. Ia sebenarnya hendak tempat menyusul keatas gubuk tatkala ia disambut dengan sembilan batang panah beruntun, yang menyamber keatas, tengah dan bawah, kekiri dan kanan juga, hingga tak lagi ada tempat untuk berkelit.
"Celaka!" Berseru Siauw Liong ong Kang Kiat, yang
lihat soecouwnya itu terancam bahaya. Ia menyesal, karena tidak mengerti silat, ia tak dapat membantu atau menolong kakek guru itu.
Dalam ancaman bahaya itu, karena jalan lain tidak ada, Na Pek tempat kemuka air, dalam sekejab saja ia luput dari bahaya. Jikalau ia kecemplung ke air, kalahlah ia. Tapi ia tidak ceburkan diri, kakinya segera injak dadung jaring yang masih terpasang didalam air. Jaring itu bukan untuk
tangkap ikan hanya guna rintangi lawan. Ujung dadung
muncul diatasan air dan bagian inilah yang dijejak jago Hoay Yang Pay itu, yang pandai ilmu "Teng peng touw
soei," hingga dilain saat ia sudah lompat menaiki perahu yang ke dua.
Kemurkaannya Thong In menjadi2 sebab kembali
serangannya gagal, maka itu, dengan nekat ia loncat turun akan menjemput lawan yang naik keperahunya itu.
"Na Toa hiap, kau benar liehay!" Ia memuji, tapi diam2
ke dua tangannya menyerang kepada jalan darah hoa kay hiat, batok kepala.
Na Pek segera kenali serangan "Siang yang ciang chioe,"
lekas lekas ia injak perahu dengan kaki kirinya, sebelum kaki kanan turut menancap, kedua tangannya sudah
digeraki, dalam tipu nya "Han hoo pay hoed," atau
"Burung hoo memuja Buddha," kedua tangannya itu
dirangkap. Nampak lawan sudah siap, Thong In tarik pulang
serangannya, ia terpaksa mundur, tapi ini hanya untuk cari ketika akan ubah gerakan, lalu dengan "Ya ma hoen ciong"
atau "Kuda liar memecah suri," ia menyerang pula.
Mulanya kedua tangannya ditaruh didepan dada, lantas
dengan tiba2 tangan kanannya me ninju.
"Bagus!" Berseru Toa hiap seraya mengelakkan diri
kekiri sambil kakinya dimajukan, berbareng dengan mana, tangan kanannya menotok nadi lawannya. Inilah tipu
pukulan "Kim tiauw tian cie" atau "Garuda emas pentang sayap."
Melihat bahwa ia terancam bahaya, Thong In segera
tempat kesamping sambil tarik tangannya itu, sesudah
mana, ia enjot tubuh untuk loncat pula naik keatas gubuk perahu itu ada gerakan "Yan coe to hoan in" atau "burung walet jumpalitan didalam awan," yang gesit sekali.
Twie in chioe telah dapat pengalaman dengan panah
tangan lawan, ia kuatir lawan ini gunakan lain daya, dari itu, ia tidak mau menguber dan mendesak, sebaliknya, ia melesat keperahu yang ke dua, yang berada disampingnya.
"Sahabat, jangan sungkan2,"
ia kata. "Apapun kepandaianmu yang mengagumkan, silahkan keluarkan,
aku si orang she Na suka sekali menerima pelajaran
darimu!" Sambil mengucap demikian, Na Pek bergerak terus, kali ini untuk naik keatas gubuk perahu, guna hampirkan lawan itu. Setelah bersiap sedia, ia tak kuatir akan dibokong pula.
Ban san coe Thong In benar ada punya maksud
tersembunyi, disaat orang hendak taruh kaki, ia lompat menyingkir, hingga lawannya tubruk tempat kosong.
Diperlakukan secara demikian, Na Pek tertawa gelak.
"Kau telah rubuh, sahabat!" Berkata dia. "Kau benar
berniat membuat orang sulit! Apakah kau sangka aku si orang she Na tak dapat berbuat suatu apa" Kau keliru!
Jikalau aku tidak buat kau kenal baik padaku, kecewa aku menjadi Yan tiauw Siang Hiap!"
Sambil mengucap demikian, Na Pek berniat loncat
turun, tapi justeru itu, dibelakang perahu yang dinaikinya itu, ia dengar suara air, kapan ia mengawasi, ia tampak munculnya separuh muka orang dimuka air siapa terus kata padanya "Na Toa hiap, jangan perdulikan urusan diair.
Layani saja mereka yang diatas perahu!"
Berbareng dengan itu, dilain sudut dari perahu itu,
muncul satu tubuh anak buahnya Hong Bwee Pang, yang
dilemparkan keluar dari dalam air, terlempar kedalam
jaring! Tidak kelihatan orangnya yang melemparkan anak buah
itu. XCIII Menyusul itu lantas terlihat gerakan lain didalam air, sebagaimana ternyata air yang jadi bergelombang. Itulah tanda bahwa didalam air orangpun sudah mulai bergebrak.
Soe Soei Hie kee Kan In Tong dan Siauw Liong Ong
Kang Kiat, tanpa diketahui lagi, sudah pimpin orang2nya turun kedalam air, menyambut serangan musuh, hingga air dipermukaan sungai jadi seperti bergolak.
Orang Hoay Yang Pay dan See Gak Pay sudah lantas
pergi keluar perahu, untuk saksikan pertempuran didalam air itu, yang tidak tertampak nyata, hanya kelihatan saja airnya yang tepercik dan berbusa. Tiga musuh muncul
dengan luka, beberapa orang dari Soe soei muncul, untuk mengeluarkan napas.
Ban san coe Thong In telah nyebur kedalam air, dari
mana ia keluar pula, untuk bunyikan suitan lidahnya, maka menyusul itu tertampak belasan anak buah perahu dengan pakaian minyak nya, muncul dari perahu2 nelayan, untuk terjun keair. Mereka itu ada bersenjatakan pahat dan martil, tubuh mereka gesit semuanya. Setelah itu, Thong In selulup pula, dari gerakannya diair, terang ia menuju keperahu2
tetamu. Na Pek sendiri sudah mencelat ketiang layar, dari mana ia memandang kesekitarnya dimuka air. Ia mengerti baik bahwa musuh kandung maksud tidak baik, ia jadi
mendongkol sekali, hingga ia berseru "Kawanan penjahat yang bernyali besar, kau berpikir yang tidak2, inilah tanda bahwa saat mampusmu sudah tiba!"
Kemudian ia menoleh pada pihaknya, ia serukan "Anak
dari Soe Soei, kau masih belum mau turun keair, apakah kau hendak antap penjahat bikin rusak dan tenggelamkan perahumu?"
Na Pek buka suara dari atas, suaranya terdengar nyata, akan tetapi pihak anak2 Soe Soei nampaknya seperti tak terlalu perhatikan itu. Malah Sin koen Ke Siauw Coan dan Siauw hiap Ciok Liong Jiang, yang berada dimuka perahu, turut diam saja, mereka tidak perintah anak buahnya turun tangan.
Melihat demikian, Twie in chioe heran, tetapi segera ia menduga, tentu ada sebabnya maka pihaknya, masih diam saja.
Ia tidak usah menunggu lama, akan saksikan satu
perubahan lagi. Ia dengar suara keras pada perahunya, sampai dua kali, lantas perahu itu goncang, limbung kekiri dan kanan. Ia jadi gusar sekali, hingga kembali bersuara
"Kawanan boca, kau berani main gila didepanku si orang tua" Baiklah, kau sekalian mesti dikasi rasa, jikalau tidak, kau tidak akan mengerti!"
Baharu Na Pek tutup mulutnya atau perahunya bergerak
pula, dengan keras, menyusul mana ada gerakan air menuju kehulu, meluncurnya pesat sekali. Itulah tanda tanda bahwa orang didalam air itu liehay selulupnya, besar nyalinya.
Selagi jago ini mengawasi, karena ia tak bisa menyerang dengan senjata rahasianya, di samping perahu yang
dinaikinya itu muncul satu kepala orang yang kemudian ternyata Kang Kiat adanya. Cucu murid Ini segera berkata
"Soe youw, kawanan penjahat bernyali besar, mereka main gila, mereka hendak bikin tenggelam perahu soecouw ini!
Aku telah rubuhkan satu, masih ada dua tiga lagi, maka tolong soe couw jaga, jikalau mereka muncul dimuka air, harap jangan soe couw kasi mereka lolos!"
"Liong jie, jikalau kau bikin lolos kawanan itu, kecewa kau jadi Siauw Liong Ong!" Jawab Na Pek pada cucu
murid itu. Tapi justeru itu, perahunya bergerak pula dengan
keras, jikalau ia tidak cekal keras tiang layar, mungkin ia jatuh. Ia jadi gusar sekali, hingga ia berseru pula "Kawanan tikus, benar benar kau berani! Baik, aku tak akan kasi ampun pula pada kamu semua!"
Sementara itu, Kang Kiat sudah selulup pula. Tadi ia
nyebur bersama Kan In Tong sebab mereka telah lihat
gelagat musuh hendali membokong dari dalam air, lantas mereka berhadapan kepada musuh. Mereka memecah diri.
Kang Kiat ingat soe couw nya, yang tidak pandai berenang, maka ia perlukan muncul untuk memberi peringatan.
Perahu Na Pek terus ber goyang2, karena anak anak
buah nya telah menyingkir semua. Ia insyaf, Thong In
hendak bikin karam perahunya itu.
"Kawanan tikus, kau tak sayang barangmu lagi, aku
juga!" Kata jago tua ini. Ia cekal terus tiang layar, aipun bikin berat tubuhnya, ia bikin patah tiang layar itu, hingga karenanya, perahunya jadi terbalik, karam, ia sendiri membarengi tempat keperahu yang ke tiga, dimana terus ia panjat tiang layar. Sebab ia hendak bikin tenggelam lima2
perahu musuh itu, disini pun ia beratkan tubuh, ia bikin patah tiang layar, hingga perahu terbalik, ia sendiri tempat keperahu yang ketempat. Dengan demikian, dengan
bergantian, kesampaianlah maksudnya. Setelah lima perahu masuk kedalam air, ia loncat keperahunya sendiri.
Kang Kiat didalam air telah lukai lagi tiga musuh, hingga mereka ini kabur.
Diantara gelombang, kelihatan cahaya merah, yalah air yang bercampur darah.
Hiaptoo Ban san tioe Tan ciang Kay pay Thong In lihat sepak terjangnya gagal, dengan berenang dengan ilmunya
"Lee hie coan po sie," atau "Ikan leehio terjang ombak," ia pergi jauhnya belasan tumbak dari perahu2nya Kan In
Tong. Disini ia muncul dimuka air, akan melihat kemedan pertempuran, hingga ia tampak Na Pek, yang telah loncat kedarat, sedang dipapaki oleh empat buah perahu kecil dari pihaknya sendiri, hingga musuh itu naik atas sebuah
perahu. Ia lekas2 mendarat, ia bunyikan suitan, atas ini, dengan saling susul orang2nya datang berkumpul untuk
diajak menyingkir lebih jauh. Jumlah mereka ini, kecuali yang rubuh atau terluka, tinggal dua puluh lebih. Mereka berlari2 digili2.
Na Pek mengawasi mereka seraya tertawa dingin.
"Sahabat, aku si orang she Na berterima kasih yang
kembali disini kau mengalah kepadaku," kata ia. "Sampai disini urusan kita sudah beres. Kapan saja kau ada tempo, untuk datang ke Lek Tiok Tong atau Na Chung di Coe cioe, aku siap sedia akan sambut padamu, pasti sekali aku tidak akan perlakukan jelek kepada tetamuku. Asal kau datang bukan sebagai sipenagih hutang, tentu aku akan terima baik budi kebaikanmu!"
Mukanya Thong In menjadi merah padam, karena
mendongkol nya. "Orang kate she Na, tak usah kau mengejek aku," kata
ia. "Aku si orang she Thong tidak pernah ubah kata2nya.
Sampai ketemu pula!"
Lantas ia menyingkir kearah kampung.
Ketika itu Kang Kiat muncul dimuka air, ia masih dapat dengar perkataannya orang she Thong itu, dengan roman mengejek, ia berkata "Sahabat, jangan pergi dulu! Mari, didarat juga siauwyamu sanggup layani padamu! Jangan
pergi, sahabat!" Thong In tidak menoleh, ia jalan terus dengan cepat.
Menampak orang tidak memperdulikannya, Kang Kiat
loncat naik keperahunya Na Pek.
"Anak muda tak boleh tak tahan sabar, jangan tak dapat mengampuni orang," kata kakek ini. "Golongan kita belum pernah menindas orang sampai habis, walaupun kita tidak segan2 membunuh orang, asal orang mau kenal kita, itulah cukup."
Kang Kiat tidak kata apa2, ia terus pergi akan bantui In Tong kumpulkan anak buahnya.
Nyata diantaranya, mereka dapat tawan hidup2 dua
musuh. Tawanan ini hendak diserahkan pada ketua Hoay
Yang Pay dan See Gak Pay, tapi Hee houw Eng sudah
lantas datang memberitahukan, katanya ketua mereka
menyuruh memerdekakannya saja, dan perintahkan supaya pasukan perahu lekas maju terus, jangan ayal2an.
Dikatakannya juga, mungkin pencegahan tadi dilakukan di luar tahu Liong Tauw Pangcoe, dari itu, jangan mereka layani orang2 itu. Karena ini, setelah memeriksa sebentar, In Tong bebaskan dua musuh itu, kemudian ia titahkan
anak buahnya maju. Sekarang keadaan disebelah depan makin belukar dan
sunyi. Na Pek telah pergi pada Eng Jiauw Ong dan Coe In Am
coe, mereka bicarakan Ban san coe Thong In, yang
sebenarnya ada satu jago Rimba Hijau yang dimalui.
"Mungkin dia menghalangi kita supaya dia dapat
membanggakan jasanya didepan Boe Wie Yang," kata Eng
Jiauw Ong. "Tetapi dia gagal! Aku percaya, tidak nanti dia berani datang ke Lek Tiok Tong atau Na chung"
Ketika itu, Kang Kiat datang melapurkan hal keadaan
sunyi di tempat2 yang mereka sedang lalui, bahwa dikedua gili2 penuh dengan rumput dan gelagah.
"Walaupun Thong In kena di kalahkan, kita masih
belum boleh bergirang," Coe In Am coe nyatakan. "Aku
percaya orang bekerja atas titah rahasia dari Boe Wie Yang, untuk saban2 rintangi kita selama kita belum sampai di Cap jie Lian hoan ouw. Pasti akan menyusul lain2 kejadian pula".."
"Itulah mungkin," kata Eng Jiauw Ong. "Aku pikir,
menghadapi segala kurcaci, tak usah kita main pandang2
lagi. Ada alasan bagi kita umpama Boe Wie Yang nanti
majukan teguran." "Memang, tidak perduli orang dapat titah atau tidak dari Boe Wie Yang, kalau ada yang menghalang2i kita, mesti kita hajar," Na Pek turut menyalakan. "Umpama kita kena dirubuhkan dite ngah jalan, sungguh memalukan. Tidakkah demikian, Am coe?"
Ketuadari See Gak Pay mengang gukkan kepalanya.
"Benar," ia jawab. "Orang mulai mengganggu kita, tidak ada jalan lain, kita mesti melayaninya."
Kan In Tong mendengar pernbicaraan diantara ketua
mereka itu, ia insaf bahwa mereka sedang memasuki daerah berbahaya, karena itu, ia lantas undurkan diri sambil mengajak Kang Kiat. Ia suka betul kepada boca ini,
kepandaian berenang dan menyelamnya dapat menandingi
ia, hingga ia sangat kagum. Ia menjadi lebih heran karena boca ini tidak, mempunyai guru. Keduanya pergi kemuka perahu, akan melihat kedepan.
Waktu itu matahari sudah condong ke Barat.
"Kan Loosoe kau menghargai aku, maka itu, ijinkanlah
aku berbicara terus terang" kata Kang Kiat. "Menurut aku, semakin aman perjalanan kita ini, semakin besar adanya ancaman bahaya. Aku tidak percaya musuh akan diam saja.
Pun aku melihat, jalan kita masih jauh. Dari Hoen coei kwan sampai di Cap jie Lian hoan houw, jaraknya ada tiga puluh lie atau lebih, dari itu, harus kita waspada."
"Kau benar, Kang Soetee," kata In Tong. "Maka apabila ada orang rintangi kita pula, baik kita hajar mereka tanpa memberi warta lagi pada ketua kita. Beranikah kau
bertindak demikian?"
Kang Kiat manggut. "Kalau kau inginkan itu, aku bersedia akan mengiringi,"
nyatakan dia. Mendengar jawaban itu, In Tong girang sekali.
"Nah, ini baharulah orang Hoay Yang Pay!" Katanya.
Tidak lama, Na Pek muncul, maka In Tong berdua
dengan Kang Kiat menyambut jago tua itu.
"Kita sekarang sudah ada dalam daerah Hong Bwee
Pans, dengan sendirinya kita ada dibawah pengaruh
mereka," Twie in chioe berkata. "Karena ini, kita boleh tak usah sungkan2 lagi. Kita mesti perhatikan jalanan yang kita ambil ini, supaya kita tidak sampai kesasar."
Kang Kiat dan In Tong membenarkan. Kemudian Kang
Kiat perhatikan kiri kanan, didepan juga. Ia dapatkan suatu tempat yang banyak bedanya dengan apa yang ia tampak di waktu malam. Ia utarakan keheranannya kepada In Tong, umpama tentang semak2 yang dibabat, perihal pepohonan yang ganti rupa. Heran nya semua itu terjadi dalam satu malaman.
In Tong belum pernah memasuki Hoen coei kwan, ia
tidak dapat berkata apa2.
Selagi mereka berbicara, mereka mendengar suara air
kayuh keras, lalu tampak dari tikungan di Timur laut, dua perahu cepat sedang mendatangi. Diperahu pertama ada
dua anak buahnya dengan seorang duduk ditengah sambil tunduk, karena dia memakai tudung lebar, wajahnya tak kelihatan. Didalam perahu kedua cuma ada dua. Anak
buahnya semua anak muda. Mereka itu gagah sekali
memainkan pengayuh. Kang Kiat, sambil mengedipi mata.
Semua anak buahnyapun melihat kedua perahu itu,
mereka bersiap sedia. Kedua perahu itu jalan terus dengan cepat, melewati
rombongan dari Soe soei, tapi kemudian keduanya balik pula, jalan nya perahu pesat sekali. Karena ini, mereka menduga mesti adalah perahu2 Hong Bwee Pang.
XCIV Perahu Garuda yang dibelakang yang lihat kedua
kendaraan air itu kembali, satu anak buah lantas
melepaskan sebatang panah berbulu merah, yang bisa
bersuara nyaring. Ini ada panah buatan To Cie Tay soe, tidak saja buatannya, pun lain orang sukar bisa
menggunainya dengan jitu, suara nya suka bungkam. Maka itu, begitu lekas panah melesat keudara dengan bersuara nyaring, perahu2 ditengah dan depan lantas mengerti
pertandaan. "Tentu kedua perahu tadi menerbitkan kecurigaan", kata In Tong pada Kang Kiat. "Rupanya ada usaha datang, mari kita bersiap".
Soe Soei Hie kee keluarkan leng kie, untuk memberi
titah. Dengan cepat dua perahu tadi kelihatan mendatangi. In Tong lantas Kang Kiat memanggil, setelah mana, ia tempat kesebuah perahu kecil, dan Siauw Liong Ong naik atas
sebuah perahu kecil lain. In Tong pun perintah dua perahu lainnya "Datangkan delapan perahu dibelakang, cepat
kedua perahu itu apabila mereka sampai, jangan kasi lolos!"
Dua buah perahu kecil bergerak dengan segera dkuti
delapan perahu lainnya yang dikerahkan ke belakang.
"Kang Kiat, disini kita tegur mereka," kata In Tong
setelah sampai ditengah sungai, selagi dua perahu Hong Bwee Pang nyelusur terus.
Semua perahu lantas berbaris.
Dua perahu itu mendekati tinggal lagi lima atau enam
tumbak, mereka lihat rintangan didepan, lantas satu anak perahunya menegur, ia minta bicara.
"Sahabat, jangan main gila dengan kami," jawab In
Tong sambil tertawa dingin, "Apa yang kau lakukan, kami tiru, maka jangan kita saling mengelabui. Bagaimana
dengan ketuamu" Kami telah diundang, kenapa kedatangan kami tak disambut secara baik2" Kalau sudah tiba saatnya kita toh bisa adu kepandaian" Itu waktu, siapa lebih liehay, dia menang, habis perkara. Kenapa sekarang kau bersepak terjang begini rupa, apa tidak malu" Ini bukan caranya satu laki2. Rupanya kau bertindak diluar tahunya Boe Pang coe!
Kalau benar, kau menurunkan derajat ketuamu itu! Aku
telah berbicara, sekarang terserah kau hendak memandang kami sebagai lawan atau kawan! Aku Kan In Tong dari Soe soei, aku yang pimpin rombongan perahuku ini, aku ingin kenal kau siapa, apa jabatanmu disini, dan siapa yang
menitahkan kau" Jikalau kau hendak menjemput, silahkan jalan didepan!"
Hal 640"642 ga ada ?""
-ooo0dw0ooo Jilid 9 Dua orang itu mukanya kemerah merahan, tapi lekas
juga mereka tertawa. "Sahabat she Kang, jangan berkelakar!" Kata satu
diantaranya. "Aku tahu kau siapa! Disana masih ada ibumu yang sudah tua, bagaimana kau berani menjadi satru kami"
Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Semakin besar, kau jadi semakin bernyali besar juga!
Jangan anggap kami telah terjatuh dalam tanganmu, selama kau belum keluar dari Hoen coei kwan, ada mudah sekali untuk memberi kau pembalasan! Sampai waktu itu, baharu kau akan percaya liehaynya Hong Bwee Pang!"
Kang Kiat masih hendak menggoda, tapi In Tong cegah
ia. "Tak usah layani mereka adu mulut," kata kawan itu.
"Lihat keletakan tempat yang asing bagi kita, jangan kasi diri kita terjebak."
Kang Kiat lantas mengawasi kekiri dan kanan, ia lihat tepi sungai penuh dengan pohon gelagah, tikunganpun
banyak, ia jadi curiga. "Makhluk2 mau mampus, apa kau hendak bikin?" ia
tegur dua musuh. "Apakah kau hendak main gila terhadap kami" Kemana kau hendak pancing kami" Hayo bilang!"
"Sahabat she Kang, jangan terlalu galak," kata orang
yang lebih tua. "Kau telah masuk kedalam perut Hong
Bwee Pang, apa kau sangka kau masih dapat lolos dari
tangan kami" Jangan kau sibuk! Lambat laun kau bakal
sampai ke Cap jie Lian hoan ouw!...."
In Tong curiga melihat orang demikian cerdik, tapi baru ia hendak beri perintah untuk berhenti, tahu2 musuh telah dului ia. Kedua perahu musuh itu dengan berbareng digayu keras, melesat ke kedua jurusan, hingga sekejab saja mereka telah lewati masing2 tiga perahu yang senantiasa memasang mata terhadap nya.
Gerakan musuh ini ada diluar dugaannya Soe Soei Hie
kee, tentu saja ia jadi gusar. Maka itu, ia berseru "Kemana kau hendak kabur?" Lalu sambil menoleh pada Kang Kiat, ia serukan pula "Kejar mereka!"
Kang Kiat sendiri dengan tidak tunggu tanda dari
kawannya itu telah mengejarnya.
"Kau turun, aku hendak kejar manusia rendah itu!" Kata ia pada anak buah dibelakang nya.
Anak buah itu tidak berani bantah, atas mana, Siauw
Liong Ong mencelat kebelakang, untuk ambil tempatnya
anak buah itu. In Tong lihat kawannya beraksi, iapun
segera perintah orang2nya mengejar.
Kedua perahu Hong Bwee Pang telah lolos dan masuk
kedalam gombolan gelagah, Kang Kiat susul mereka.
Disebelah belakang, In Tong memburu bersama perahu2nya. Tapi In Tong memburu dengan ragu2, ia
kuatir orang gunakan tipu untuk jebak mereka. Selama itu, ia mendengar cacian Kang Kiat, yang sedikitpun tak
nampak takut. "Kan Loosoe, kejar terus! Jangan kasi mereka lolos!"
Demikian suara Kang Kiat, yang sering menoleh
kebelakang. Akan tetapi segera ternyata, kedua perahu musuh telah lenyap.
"Apa" Mereka lolos juga?" tanya In Tong, yang dapat
susul kawannya. Kang Kiat melihat orang menanya ia tanpa menghentikan perahunya, segera lintangi perahunya
sendiri, setelah mana, In Tong lekas2 perintah anak
buahnya berhenti mengayuh. Dibelakang mereka menyusul delapan perahu lainnya. Mereka semua sudah keluar dari gelagah, "Disini cuma ada dua tikungan, gampang untuk diperiksa." Kata Siauw Liong Ong. "tak boleh mereka
dibiarkan lolos." In Tong sangsi. Diair bukan seperti didarat dimana orang dapat melihat bekas2 atau tapak. Diair hanya terlihat garis2
ombak bekas perahu baharu lewat, sedikit lama saja, air akan tenang seperti sediakala. Maka itu, sambil berpikir ia awasi boca itu.
Kang Kiat mencari kekiri, lalu ke kanan, kemudian ia
memanggil In Tong, siapa sudah lantas dekati dia.
"Apakah kau dapat cari bekas bekasnya?" tanya Soe
Soei Hie kee, nelayan dari Soe soei. Ia berani menanya demikian karena ia pandang Kang Kiat bukan orang lain lagi.
"Kan Loosoe, mereka tidak berpencar," sahut Kang
Kiat. "Tapi aku masih muda, pengalamanku kurang,
umpama loosoe ingin kita berpencar, juga boleh, dengan begini salah satu dari kita tak akan kosong"
"Kang Kiat, kita ada diantara orang sendiri, kita tak boleh main sungkan2," jawab Kan In Tong. "Coba kau
katakan, mengapa kau anggap mereka tidak berpisahan?"
"Kau enggan, Kan Loosoe, Tapi sekarang tak dapat kita ayal2an, agar musuh tak dapat lolos," sahut si anak.muda.
In Tong manggut, ia mesti benarkan kawan ini.
Kang Kiat lalu mengayuh pula, akan membuat
perahunya meluncur maju. In Tong menyusul, sesudah ia kirim balik dua buah
perahu, untuk memberi laporan pada ketua Hoay Yang
Pay, sebab tetap ia kuatir musuh akan menggunai tipu2
untuk mencelakai mereka. Sembari maju iapun awasi ke
dua tepi, ia saban2 ajak kawannya berbicara.
Kang Kiat gunakan ketika ini akan terangkan pada
nelayan dari Soe soei itu tentang tanda tanda diair yang baharu saja dilewati perahu, bahwa untuk itu, yang
dibutuhkan adalah pengalaman belaka. Tanda yang paling tegas adalah jurusan condongnya pohon2 gelagah, yang
bekas diterjang. XCV Selagi mengejar terus, Kan In Tong lihat cuaca magrib telah menggantikan sang siang, hati nya mulai tak tenteram.
Ia insyaf bahwa ia sedang dipancing masuk ke Cap jie Lian hoan ouw, bahwa
orang sedang mengasih lihat pengaruhnya. Itupun adalah bukti dari kejamnya Thian lam It Souw Boe Wie Yang, yang rupanya telah bulat tekadnya akan memusnahkan Hoay Yang Pay dan See Gak Pay
Kang Kiat juga mengetahui perubahan waktu itu, ia insaf ia berada didalam perut harimau, tetapi ia seperti satu kerbau nekat, dia tak takut sedikit juga. Ia meluncurkan perahunya tetap dengan cepat.
Disaat In Tong hendak menanya Apakah kawannya
pernah datangi tempat itu ketika dia datang di waktu
malam, Siauw Liong Ong telah dului ia dengan seruannya
"Kan Loosoe, musuh ada didepan, tak jauh lagi! Mari kita kejar!" In Tong tidak menyahut, akan tetapi ia titahkan menyusul, maka setelah tiga kali menggayu, mereka
berhasil menyusul Kang Kiat, hingga mereka jadi laju
berendeng. Sekarang In Tong dapat melihat garis2 ombak, tandanya disitu baharu dilewati kendaraan air lainnya.
Kedua pihak seperti sedang berlomba, akan tetapi perahu dari Soe soei laju sekali, hingga sebentar kemudian mereka telah lihat dua perahu didepan, dua perahu musuh yang tadi lolos dari pengurungannya. Kedua perahu itu juga dikayuh pesat sekali.
Dibelakang perahunya Kang Kiat dan In Tong menyusul
sisa perahunya yang lain2.
Kelihatannya sulit untuk dapat menyusul musuh,
meskipun perahu2 Garuda sangat pesat. Dua perahu Hong Bwee Pang tak kalah pesat nya. Maka itu Kang Kiat
percaya. Anak2 buah perahu musuh itu bukan anak2 buah biasa saja, mereka mestinya ahli sebagai dia sendiri. Dilain pihak, karena ia belum terlatih ilmu silat, sesudah mengejar sekian lama, ia toh mulai merasa lelah. Apa mau, justeru itu, dengan datangnya cuaca suram dari sang magrib, kedua perahu musuh itu lolos pula, mereka kembali lenyap dari pemandangan.
"Sudahlah, kita jangan mengejar terlebih jauh," In Tong mencegah kawannya, yang sebenarnya masih penasaran,
"Hari sudah mulai gelap, nanti kita terjebak oleh tipu mereka itu."
Kang Kiat dapat dikasih mengerti, sebab iapun melihat suasana tak bagus.
Selagi cuaca makin suram, anginpun mulai meniup
keras. "Tanpa merasa, kita sudah mengejar jauh sekali", In
Tong kata pada kawannya. "Selama pengejaran, disinipun tidak ada perahu penjahat lainnya. Aku kuatir musuh benar benar kandung maksud busuk. Mungkin musuh sengaja
perlihatkan diri untuk memancing kita untuk menyesatkan.
Kita jangan maju terus, mari kita kembali akan gabungkan diri dengan pasukan besar. Mungkin juga tak gampang
untuk kita mundur. Kelihatannya, malam ini tak dapat kita sampaikan Cap jie Lian hoan ouw. Aku rasa, selagi tak dapat kita maju malam , untuk berjaga diripun mesti ada ancaman bahaya"
"Ya, perbuatan mereka bukan, perbuatan orang kang
ouw sejati," kata Kang Kiat sambil kerutkan dahi. "Biarlah ketua kita nanti berikan pengajaran kepada mereka, supaya mereka kenal baik Hoay Yang Pay dan See Gak Pay".
Kang Kiat penasaran, tetapi ia menurut untuk balik.
Hatinya menjadi lega ketika ia mulai lihat tikungan, yang ia kenali ada tikungan yang tadi, tapi selagi mendekati
tikungan itu, tiba terdengar suitan dari dalam gombolan gelagah, disusul oleh seruan "Orang2 rendah, kau telah kena terpancing! Disini, diempat penjuru, sudah siap
barisan panah! Hayo kau menyerah untuk diikat, untuk
diserahkan kepada Liong Tauw Pangcoe, supaya Pangcoe
sendiri yang memberi putusan! Jangan kau memikir untuk meloloskan diri! Siapa suruh kau memasuki tempat hujan panah dimana tak ada kuburan untuk mayatmu semua"
Terang sekali, suara itu datang dari arah kiri.
Segera In Tong dan Kang Kiat kasi mundur perahu2.
Mereka keduanya ada mendongkol sekali.
"Kawanan rase dan anjing, kau turunkan derajat Hong
Bwee Pang!" Kang Kiat berseru. "Secara begini hina kau coba jebak Kang Siauw thaya, tapi kau nanti rasakan
keliehayanku!" Kemudian ia kata pada In Tong "Kan
Loosoe, apa kita mesti antap mereka menghina kita secara begini" Apa tak perlu kita segera layani mereka"
In Tong manggut. "Kau benar," sahut ia.
Keduanya lantas gerakkan pengayuh mereka, untuk
maju. "Orang sudah bosen hidup!" Demikian ejekan disertai
tertawa dingin dari dalam gembolan. "Panah mereka !"
Segera terdengar suitan, yang kisusul dengan menyamber nyambernya anak panah.
Kang Kiat dan Kan In Tong gunakan penggayu mereka
untuk menangkis, hingga tidak ada panah yang mengenai mereka.
Yang menyulitkan waktu itu adalah cuaca telah mulai
menjadi gelap. Kang Kiat dan In Tong hendak gunakan ketika
sedangnya orang siap pula dengan gandewanya, untuk
mengelakkan diri dari tempat berbahaya itu, tapi justeru itu disebelah kiri, mereka lihat satu bayangan berkelebat sebagai terbang disusul dengan seruannya "Kawanan
kunyuk, dengan perbuatan rendah ini, kau bikin Boe Wie Yang si tua bangka tidak punya muka!"
Ketika bayangan itu turun ke dalam gelagah, ditempat
tukang panah, segera terdengar suara berisik, lalu kelihatan dua tubuh dilemparkan hingga tercebur ke muka air yang menjadi muncrat tinggi dengan suara cempelungan nyaring.
Airpun muncrat membasahi mukanya In Tong dan Kang
Kiat, sampai untuk sementara mereka mesti meram saja.
Terpaksa dua kawan ini undurkan perahu mereka.
Justeru itu, bayangan tadi loncat kesebelah kanan,
dimana menyusul suara berisik seperti dikiri tadi, dengan beruntun, tiga tubuh manusia terlempar tinggi, tercebur kedalam sungai, hingga kembali terdengar suara mencebur yang nyaring dan air muncrat tinggi.
Sampai disita, sisa kawanan Hong Bwee Pang itulari
tunggang lang gang. Kang Kiat dan. In Tong berdua heran. Mereka tidak tahu siapa adanya bayangan yang liehay itu, yang tolong mereka me mecahkan kepungan. Kang Kiat cuma dapat menduga
mungkin bayangan itu adalah kakek gurunya.
Mereka tak usah bersangsi lama, sebab segera mereka
dengar "Liong jie, disini adalah aku si tua bangka, jangan mundur!"
Kang Kiat kenali suara kakek gurunya, maka dengan
sebat ia gayu perahunya kepinggir kanan, dari mana lantas melesat satu bayangan, yang turun keatas perahunya,
turunnya enteng sekali. Itulah ada Yan tiauw Siang Hiap yang ke dua, atau Ay
Kim kong Na Hoo, potongan tubuh siapa mirip dengan
potongan tubuhnya Twie in chioe Na Pek, sang kanda.
Sang kanda cuma sedikit lebih tinggi dan kumis janggutnya bagaikan kambing gunung. Hanya diwaktu remeng2 seperti itu, ia tidak segera terlihat tegas.
"Soe couw 2" berseru Siauw Liong Ong dengan
kegirangan. Tapi soe couw itu tidak menyahuti, hanya dia kata pada In Tong "Kan Loosoe, mari serbu!"
Kang Kiat berdiam dengan kekaguman karena walaupun
sang soecouw naik diperahunya, perahu itu tidak menjadi tambah berat, yang mana membuktikan sempurnanya ilmu
enteng tubuh dari Ay Kim Kong. Ia lantas saja mengayuh untuk menerjang keluar.
In Tong juga sudah lantas kerjakan pengayuhnya.
Sebentar saja kedua kendararaan air sudah lewati tempat yang berbahaya itu. Masih ada orang jahat yang hendak mengejar, tetapi dengan gelapnya cuaca, mereka tidak
sanggup melihat jauh, dengan begitu, mereka terpaksa mesti lepaskan pengharapannya untuk mengejar.
Setelah lolos dari kepungan, Kang Kiat pelahankan
lajunya perahu. "Bagaimana soecouw ketahui kami menghadapi bahaya!" Tanya boca ini kemudian. Ia ber syukur untuk pertolongan itu.
"Itulah karena aku telah peroleh pemberitahuan, anak", sahut sang kakek guru. "Aku datang kemari sejak kemarin dulu. Inilah sebab aku ikuti seorang liehay luar biasa.
Hingga berbareng pun aku jadi ketahui berbahayanya
tempat disepanjang jalan ini. Aku telah diberitahukan bahwa pihak Hong Bwee Pang hendak mengganggu ketua
kita selagi ketua kita itu masuk kemari untuk memenuhi undangan, karena itu aku lantas pasang mata. Tadi aku lihat kau dipancing, aku lantas menguntit. Kawanan ini memang mesti dikasi rasa. Ketua kita harus diberi tahu untuk berwaspada".
Kemudian, barisan perahu bantuan telah sampai untuk
menyambut. Semua perahu itu, setiap buahnya, ada
dipimpin oleh satu boesoe, antaranya ada Sin koen Ke
Siauw Coan. Dua saudara Boen dan Hoei too Louw Kian
Tong. Pada mereka ini dituturkan tentang rintangan musuh, baiknya datang Na Jiehiap. Tapi juga mereka menuturkan bahwa merekapun mengalami rintangan.
Sekarang baharu In Tong dan Kiang Kiat insaf
bagaimana mereka kena dipancing. Ini ada satu
pengalaman berharga bagi mereka. Mereka juga kagum, Ay Kim Kong yang demikian liehay masih menerima
pemberitahuan dari seorang lain, itu menandakan,
kepandaian tak ada habisnya.
Tentang rintangan yang dihadapi ketua mereka, atau
pasukan besar, Sin koen Ke Siauw Coan menuturkan
sebagai berikut Pasukan besar jalan dengan tenang seperti biasa Eng
Jiauw Ong sudah lantas dengar kabar hal majunya In Tong dan Kang Kiat Loo piauwsoe Hauw Tay mengusulkan
supaya segera dikirim bantuan, untuk menjaga kalau2 ada bahaya mengancam barisan depan itu. Eng Jiauw Ong
sebaliknya tidak kuatir, ia percaya betul In Tong dibantu Kang Kiat akan dapat mengatasi segala rintangan.
Kemudian, sesudah mulai magrib masih belum terdengar
apa2 dari pihak In Tong, baharu orang mulai kuatir.
Akhirnya Na Pek usulkan akan menunda pasukan besar
serta sekalian kirim perahu enteng untuk melihat kedepan, kepada In Tong dan Kang Kiat.
Ketika itu Eng Jiauw Ong ada dipintu perahu, ia periksa cuaca, iapun turut berpikir, maka itu, begitu mendengar perkataan sang soeheng, ia terus undang Coe In Am coe, untuk minta niekouw ini yang perintahkan perahu Garuda pergi menyusul kedepan, untuk melihat, menjemput atau membantu bila perlu.
Coe In Am coe datang dengan lantas. Iapun tahu.
Tentang majunya In Tong, ia juga memang niat berdamai dengan Eng Jiauw Ong kebetulan ketua Hoay Yang Pay ini mengundang ia.
Eng Jiauw Ong utarakan apa yang ia pikir.
"Aku akan segera keluarkan perintah," kata Coe In. Tapi ee lagi ia hendak berikan perintah, disamping kiri ada beberapa anak buah bicara ber bisik2, kemudian dari
belakang terdengar suara berisik, hingga ia jadi heran.
Begitupun Eng Jiauw Ong. "Coba lihat," ketua Hoay Yang Pay titahkan Hee houw
Eng, Kam Tiong dan Kam Hauw.
"Nanti aku lihat," sahut Hee houw Eng.
Na Pek sendiri sudah pergi ke depan, katanya untuk
periksa tikungan, maka ia tidak dengar suara berisik
dibelakang itu. Hee houw Eng naik sebuah perahu kecil, untuk pergi
kebelakang. Sungai disitu lebar, semua perahu terpisah setumbak
lebih satu dengan lain. Semua tiga puluh enam perahu
teratur merupakan "Siang liong ccet soei" atau "Sepasang naga keluar dari dalam air". Tentu saja, untuk" jalan ditempat sempit, pengaturan ini mesti diubah pula. Karena ada angin, semua layar dipasang. Perahu2 yang didepan terpisah cukup jauh dengan yang dibelakang. Ketika Hee houw Eng hampir sampai dibelakang, ia dengar suara
berisik ber tam bah2. Dari sebuah perahu, ada orang kata padanya , apa soehoe hendak pergi kebelakang" Sebenarnya tidak terjadi urusan besar, hanya satu orang tua sedang menggerecok. Dia kata dia ada nelayan tua dari luar Hoen coei kwan, dia kena di paksa masuk kedalam Hoen coei
kwan, tetapi orang jahat anggap dia tua dan tidak punya guna, dia tidak hendak dipakai. Dia pun tidak dibunuh.
Maka itu, dia jadi serba salah, katanya. Ia minta kita suka menolong padanya. Coba Hee houw Soehoe lihat pada
nya" Mendengar keterangan itu, ha tinya Hee houw Eng jadi
lega, tenis ia perintah satu orang akan mengabarkan pada Eng Jiauw Ong, ia sendiri pergi terus kebelakang.
Pada waktu itu, semua perahu telah dikendorkan
lajunya. Segera Hee houw Eng sampai dibelakang, ia melihat
beberapa tauwbak mengawasi ketepi sebelah kiri dimana ber Iari lari seorang tua yang kepalanya ditutup dengan tudung rumput dan pakaiannya pendek semua, dia itu ber lari2 mengikuti rombongan perahu Garuda Terbang.
Karena tepian itu bukan jalanan, si orang tua kadang2 mesti menerabas pepohonan gelagah dan rumput2 tebal. Karena tudungnya lebar, wajahnya tidak terlihat nyata. Dimata Hee houw teng, kecuali dandanannya itu, orang tua itu mirip dengan Yan tiauw Siang Hiap.
Dibelakang, Hee houw Eng disambut beberapa tauwbak
dan anak buah, yang mengatakan tidak terjadi apa2 kecuali si orang tua rewel minta ditolong, katanya dia kelaparan sampai semua matanya "biru".
"Dia terus ikuti kita sampai sudah kira2 satu lie,"
demikian diterangkan lebih jauh. "Dia ngoce bahwa dia telah dikurung disini. Dia bilang, bila kita tidak
menolonginya, dia tentu bakal mati. Coba pikir, apa ini tidak aneh?"
Hee houw Eng manggut2, tetapi matanya mengawasi
ketepi. Hatinya ragu2. Iapun segera dapat dengar suaranya si orang tua itu "Benar2 kau inginkan jiwaku yang sudah tua! Mengapa hatimu mirip besi kerasnya" Mengapa
kematian tak hendak di tolong di cegahnya" Tolong, tolong!
Kalau tetap kau tidak mau perdulikan aku, habis sudah, aku nanti buang diriku kesungai!."
XCVI Keraguannya Hee houw Eng jadi semakin besar. Ia
seperti semakin kenal orang tua ini. Maka ia pikir, lebih baik ia segera memberi lapuran kepada ketuanya dan Na Toa hiap, mereka itu tentu akan segera dapatkan
pemecahannya. Karena ini, ia kesikkan anak buahnya
untuk awasi dan jaga orang tua ini agar dia tak lolos, ia sendiri segera kembali Ia memang naik atas sebuah perahu cepat. Ia baharu lewatkan lima buah perahu kapan ia
dengar suara berisik disebelah belakang itu hingga ia jadi heran sekali, mau atau tidak, ia segera kembali untuk melihatnya. Ia dapatkan suara semakin berisik dan tiga empat buah perahu dipihaknya memburu kebelakang.
Segera ternyata si orang tua, yang aneh kelakuannya,
sudah loncat naik kesebuah perahu cepat yang paling
belakang, dan empat anak buah, dengan senjata terhunus, sedang kurung padanya. Mereka ini tidak lantas maju
menyerang, karena mereka heran atas cara berlompatnya si orang tua, yang bersikap "Gerak gerik naga," tubuhnya enteng, kakinya mantap.
Dari perahunya, Hee houw Eng naik keperahu besar,
Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari sini ia loncat keperahu kecil itu. Kedatangannya ini membikin girang anak buah perahu, segera mereka
nyatakan herannya dan minta Tee lie touw pergi
melaporkan pada ketua Hoay Yang Pay, supaya si ketua
yang urus orang tua ini. Hee houw Eng niat dekati orang tua itu, atau segera ia dengar oceannya orang tua itu "Aku si tua bangka sedang naas. Memang orang naas saja yang pengalamannya
menyedihkan Diluar Hoen coei kwan, dengan tangkap ikan, aku telah membuat banyak persahabatan, akan tetapi aku merasakan,
sesuatu sahabat itu adalah satru, sebab diantara mereka tak ada satu juga yang berhati manusia Sekarang,
sesudah mengalami perkara penasaran ini, baharu aku insyaf,
kecewa aku bersahabat Dahulu kami bergaul rapat, tetapi sekarang, selagi aku mati tidak hiduppun tidak, semua angkat kepala, tidak ada yang sudi kenal aku. Maka, kau orang2 kosen dari Soe soei, apa tidak mendongkol mendengar penasaranku ini" Usiaku sudah begini lanjut, sebenarnya tak usah aku pikirkan mati atau hidup, tetapi siapa tahu, makin tua aku makin sayangi jiwaku, aku ingin satu hari dengan satu hari lewat dengan aku masih hidup
" Karena aku tak puas mesti mati,
maka dengan mati2an aku naik keperahu ini, aku harap
supaya kau tolong bawa aku pergi. Tak aku sangka, kembali orang tidak perdulikan aku! Apa ini tidak sangat
menjemukan" Apa tidak pantas, karenanya, aku tidak
memikir hidup pula?"
Orang tua ini ngoce sambil tundukkan kepala,
kelakuannya mirip orang edan. Mau atau tidak, semua
orang yang mengurung, tertawai padanya. Melihat caranya orang meloncat, yang sangat enteng, semua anak buah itu curiga, tetapi sekarang menampak laganya, mereka anggap orang tua ini seorang berotak miring.
Tetapi Hee houw Eng masih sangsi, ia ingin melihat
tegas muka kakek itu. Namun keinginannya ini tidak
terkabul, orang tua itu tetap tunduk, tudungnya menutupi wajahnya. Adalah setelah ia dengar kata2 yang paling
belakang, ia insyaf benar2 hingga ia terperanjat. Segera ia mendekati seraya berkata "Oh, Na Loocianpwee! Harap
kau tidak guyon lebih jauh. Ketua kami, Ong Loesoe,
memang sedang harap2 loocianpwee, agar loocianpwee
membantu untuk menghadapi kawanan bandit yang
menjemukan ini. Loocianpwee, hayo kita pergi keperahu ketua!"
Baharu setelah dengar perkataannya Hee houw Eng ini.
Si orang tua angkat kepalanya dan singkap juga tudungnya yang lebar, hingga lantas terlihat kedua matanya yang bersinar tajam, yang menyapu muka orang banyak. Dia
memang Jie hiap Ay Kim Kong, yang mukanya perok.
Hee houw Eng lantas saja menjalankan kehormatan.
Sudahlah, Tee lie touw, jangan main2 dengan aku!"
Men cegah si orang tua. "Mari lekas tukar perahu, untuk pergi menemui ketua kita. Aku hendak tanya, selagi
keadaan hebat, mengapa dia tidak tahu bahwa Kan Boesoe dan Siauw Liong Ong yang sudah memasuki tempat
berbahaya" Jikalau mereka sampai terjatuh dalam tandan musuh, apa itu tidak celaka dan sangat memalukan kita"
Bukankah itu berarti kita rubuh" Kau dengar terang atau tidak?" . Hee houw Eng menyahuti "Ya" ber ulang2, lantas ia minta sebuah Perahu dan ia temani jago tua ini pergi kemarkas.
Pada waktu itu Eng Jiauw Ong, yang telah terima kabar, sudah pergi keluar perahu, dia sedang berdamai dengan Coe In Am coe, untuk pergi menilik, tetapi belum tempat mereka ambil putusan, mereka sudah lihat sebuah perahu cepat mendatangi nya dan antara penumpangnya ada orang bertudung lebar, yang dandannya sebagai nelayan. Mereka segera kenali Na Hoo, mereka jadi girang bukan main.
Ay Kim Kong lihat orang memapak padanya, tidak
tempo lagi ia enjot tubuhnya, akan tempat keperahu besar.
"Oh, Jie thayya" berseru Hee houw Eng, yang hampir
tergelincir karena perahunya goyang keras akibat tempatnya si jago tua. "Pelahan toh sedikit, hampir kau bikin aku kecebur!"
Dengan menahan diri, ia dapat bikin perahu tidak
sampai karam. Maka dilain saat iapun dapat menyusul naik keperahu besar.
"Soeheng, dari mana kau datang" Menegur Eng Jiauw
Ong, yang menyambut bersama Coe In Amcoe. "Kami
memasuki Cap jie Lian hoan ouw dengan mengalami
kesulitan, apabila tidak ada Toa hiap, barangkali sebelum memasuki Hoen coei kwan, kami sudah jatuh mereka"
Na Hoo manggut2, ia bersenyum.
"Kau benar, soetee," kata jago tua yang ke dua ini.
"Memang disini kita sedang memasuki tempat yang
berbahaya." Ia terus tuturkan hal Kan In Tong dan Siauw Liong Ong kena terpancing. Kemudian ia tambahkan
"Baiknya saja kita sudah lekas2 bertemu."
Kemudian jago tua ini bicara kepada Coe In Am coe.
Eng Jiauw Ong lantas mengundang masuk, dengan
begitu. Na Hoo jadi bertemu dengan engkonya, Na Pek. Ia memberi hormat pada saudara tua itu, tetapi segera ia kata tanpa sungkan2 lagi "Toako, kau pegang pimpinan disini, kenapa kau antap penjahat malang melintang" Apa itu tidak memalukan
Hoay Yang Pay" Bagaimana dengan kehormatannya Yan tiauw Siang Hiap?"
Na Pek lirik adik itu. "Jangan kau omong besar di depanku?"jawabnya. "Sejak
memasuki Hoen coei kwan, belum pernah pihak Hong
Bwee Pang mendapat hati! Pun In Tong dan Kang Kiat tak usah kau buat kuatir! Aku hanya kuatirkan Toa Hek, si Hitam, yang aku titipkan pada si imam hidung
kerbau!"Adapun mereka orang suci semua, aku kuatir hati mereka tak seanteronya welas asih menyayangi binatang Kalau mereka. Tidak rawat baik si Hitam, aku nanti pergi
kesana untuk bikin perhitungan! Eh, jie tee, apakah kau sendiri pernah pergi pada mereka?"
"Jangan kuatir, toako," sahut Na Hoo. "Walaupun si
imam tua tidak akan pandang si Hitam sebagai tetamu
agung, tidak nanti dia perlakukan jelek, aku hanya
kuatirkan cucu murid nya, si kunyuk kecil. Jie Hek juga aku titipkan disana. Kunyuk kecil itu nakal, dia berani
cengkolong uang titipan untuk belan ja si Toa Hek dan Jie Hek, dia pakai itu untuk beli makanan untuk perutnya
sendiri, karena ini, aku telah hajar adat padanya, aku ikat dan gantung dia sampai tiga jam, sampai soe hengnya
mintai ampun, baharu aku merdekakan padanya. Maka aku percaya, meskipun dia masih mendongkol, tidak nanti dia berani main gila pula. Aku juga telah ancam dia dengan hebat."
Dua saudara itu bicara getol tentang keledai mereka, hal mana membikin Eng Jiauw Ong jadi pusing. Mereka toh
sedang menghadapi Tetapi ketua ini tahu baik akan tabeat kedua kakak beradik itu. Ia tidak campur bicara.
"Toako," kemudian kata Na Hoo pada kandanya,
"sekarang mari kita bicarakan urusan didepan mata. Selagi memasuki Cap jie Lian hoan ouw, aku bertemu kepada
Thie Tek Kay Hiap Wa Po Eng, si pengemis budiman si
Suling Besi si Pembalasan Hidup hidup. Ia pun datang
kesini untuk satrukan Thian lam It Souw Boe Wie Yang, Liong Tauw Pang coe dari Hong Bwee Pang. Ia malah
datang kemari dengan mendahului kita, hingga ia telah berhasil melakukan penyelidikan. Aku lihat dia, aku
menguntitnya, tetapi ia segera menemui aku, hingga kami jadi pasang omong. Katanya, mulanya, dia hendak saksikan saja pertandingan kita, sebagai penonton adu harimau, tetapi kemudian secara mendadak ia ubah pikiran. Inilah disebabkan ia telah saksikan bagaimana orang2 Hong Bwee
Pang persulit kita disepanjang jalan, ia anggap itu ada perbuatan yang bertentangan dengan kehormatan kaum
kang ouw, perbuatan itu ia sangat benci, jadi ia niat kasi hajaran pada kawanan tikus itu. Tetapi ia ragu2 akan
perlihatkan diri didepan tikus2 itu. Adalah ia yang kasi kisikan kepadaku bahwa ada belasan orang Hong Bwee
Pang hendak ganggu kita ditengah jalan ini, ia minta aku beritahukan kepada ketua kita. Supaya pihak kita waspada, agar kita tak pandang enteng mereka itu. Rombongan itu mempunyai kepandaian terbatas, tetapi mereka sangat
cerdik dan licin. Mereka hendak cegah kita dapat memasuki Cap jie Lian hoan ouw dalam ini satu hari juga Aku telah tanya ia, berapa kekuatannya Boe Wie Yang dan
bagaimana dengan tindakan kita ini, tetapi tanpa bilang apa ia tinggalkan aku pergi."
Mendengar demikian, Toa Hiap tertawa dingin.
"Kiranya pengemis bangkotan itu masih hidup!" Kata
dia. "Seumur hidupnya dia berkelana, dia membuat orang kagumi diri nya, karena banyak perbuatan nya yang ynulia dan menggemparkan. "Dia sekarang memasuki Cap jie
Lian hoan ouw, inilah aku tidak sangka. Tentu saja kita mesti cari ketika untuk menemui padanya. Tetapi sekarang mari kita lihat dulu Kan Boesoe dan Kang Kiat, biarpun mereka boleh diandalkan tetapi tempat ini sangat asing bagi mereka. Kita mesti cegah kawanan penjahat berhasil
dengan maksudnya yang busuk".
Coe In Am coe dan Eng Jiauw Ong pun sependapat
bahwa In Tong dan Kang Kiat perlu dibantu, maka Eng
Jiauw Ong lantas kirimtempat buah perahu yang masing2
dipimpin oleh Yan tiauw Siang Hiap, Ciong Lam Kiam kek Ciong Gam dan Sin koen Ke Siauw Coan, untuk menyusul.
Kesudahannya adalah Na Hoo yang berhasil menemui In
Tong dan Kang Kiat yang sedang terancam bahaya, hingga mereka lolos dari ancaman.
"Liong jie," Na Hoo menasihatkan, "perbuatanmu Ini
tidak memalukan soe couwmu dan tidak mengecewakan
Hoay Yang Pay, tetapi selanjutnya kau mesti ingat, bahwa mengandalkan nyali besar saja tidak sempurna, disebelah itu kau mesti berlaku hati2, jangan sembrono! Kejadian hari ini ada satu contoh bagimu."
Kang Kiat menghaturkan terima kasih untuk nasihat itu.
In Tong juga mengucap terima kasih kepada jago tua itu.
Ia mengatakan, walaupun ia sudah masuk dalam dunia
kang ouw, namun pengalamannya masih belum berarti.
"Kan Soehoe terlalu merendah kan diri", kata Jie Hiap sambil tertawa. "Walaupun kita ada da ri kaum yang
berlainan tetapi kita telah bersahabat untuk tiga turunan, dari itu, apa yang aku tahu, apabila, kau sudi
mendengarnya, pasti aku suka memberikannya."
Mereka bicara dengan pengayuh tak dikasi berhenti,
maka itu perahu mereka laju terus. Sang sore telah datang, cuaca mulai gelap, sebab mereka berada di tempat
berbahaya, Ay Kim Kong senantiasa memasang mata.
Hanya cahaya bintang2 dilangit sebagai penuntun jalanan satu2nya.
Siauw Liong Ong tidak banyak bicara, tetapi pengalamannya membuat ia benci sangat orang Hong Bwee Pang yang curang, maka diam2 ia berjanji kepada diri nya sendiri, apabila ada ketikanya, ia hendak berikan hajaran hebat kepada mereka, itu.
Segera juga mereka sampai diperapatan dimana air
mengalir sangat deras, sedikit disebelah depan ada tempat dimana pertama kali mereka kejar perahu musuh. Tempat
ini gelap sekali, berbahaya lewat disitu. Maka itu, Ay klm Kong kisikkan Kang Kiat "Begitu kita datang, begitu kita pulang. Kalau penja hat berani main gila pula, hajar adat padanya!" Kemudian senga ja ia berseru menantang musuh seraya ia menimpuk dua potong batu hoei hong sek.
Mengguna saat itu. Kang Kiat dan In Tong mengayuh
dengan keras, hingga perahu mereka laju melesat akan
lewati tempat berbahaya itu, tetapi justeru itu, dari gombolan gelagah disebelah kanan terdengar mengaungnya busui 2, suatu tanda disitu benar2 ada penjahat
menyembunyikan diri. Ketika rombongan perahu Ke Siauw Coan sedang lewat,
diarah kanannya, didalam hutan gelagah, terdengar suara berisik, ada cahaya api berkelebat, disusul suara yang tajam
"Kawanan kunyuk, kenapa ditempat gelap begini tanpa api"
Kau sungguh pandai berhemat! Aku berhati murah, nah,
sambutlah api ini!" Lalu seikat obor rumput ke ring dilemparkan dari dalam gerombolan itu kegerombolan yang lain dimana tadi orang jahat menggunakan panah, kemudian menyusul beberapa
obor yang lainnya. Kawanan penjahat itu berada dibawah pimpinan Coei
hio coe Tham Giok si Kala Air yang li cik dan kejam, ia dapat pesan dari Boe Wie Yang untuk menjaga diposnya itu untuk mencegah musuh keluar, ia sendiri memang niat
membikin malu pada Hoay Yang Pay. Ia tidak sangka,
selagi ia mulai turun tangan, ada orang yang mendahului padanya. Malah beberapa obor itu, yang jatuh didepan
kawannya, sudah lantas membakar pohon2 gelagah hingga menyala, hingga disitu kelihatan cahaya sangat terang.
Kalau tadinya mereka berada ditempat gelap, sekarang
mereka jadi terlihat tegas.
Selagi kawanan penjahat itu tengah sibuk, dari tempat dari mana obor menyamber terlihat satu orang tempat
kearah mereka, kapan orang itu sudah datang dekat, nyata dia ada seorang tua kurus kering dan pada mukanya cuma ketinggalan kumis janggut bagaikan kumis janggut seekor kambing gunung.
Tham Giok, yang sedang mendongkol, menjadi sangat
gusar kapan ia lihat orang tempat naik keperahunya. Ia malu karena orang dapat, mengganggunya sebagai kepala dari pos penjagaan yang dibebankan kepadanya. Maka itu, selagi ia telah siap dengan tiga batang paku rahasianya, shong boen teng, sambil , berseru, ia menyerang. Ditangan kanannya. Ia kepal dua ba tang, dan ditangan kiri sebatang.
Ia menyerang dua jurusan. Kepala dan perut, dua batang paku nya menyamber sambil berkelebat bagaikan kilat.
Orang tua itu dengar seruan dan lihat penyerangan, ia tertawa mengejek, sambil berbuat demikian, seraya
kibaskan tangan bajunya yang gerombongan, kakinya
menjejak lantai perahu, hingga tubuhnya melesat pula, tempat tinggi, seperti memasuki awan yang gelap.
Bertambah tambah sengit Tham Giok" hingga ia kertek
giginya. Paku ditangan kirinya masih belum digunai. Ia pakai ketika ini untuk menyerang pula, dengan hebat. Ia tahu benar keliehayan nya, ia percaya kali ini ia tidak akan gagal, maka itu, ia gusar berbareng girang.
Memang orang tua itu terancam bahaya hebat, akan
tetapi dia adalah Twie in thyioe Na Pek, si Tangan Kilat, yang latihannya telah sampai dibatas kesempurnaan,
tubuhnya enteng luar biasa, maka itu, ia masih punyakan kegesitan untuk luputkan diri dari senjata rahasia itu. Ia telah menduga, musuh bakal serang ia dengan susulan,
selagi tempat, ia meneruskan, sambil jumpalitan dengan
tipu "In Hong sam hian" atau "Naga udara perlihatkan diri tiga kali".
Tham Giok saksikan serangan nya gagal, sekarang
baharulah ia terperanjat. Ia insyaf bahwa ia bukanlah tandingan orang tua yang liehay itu, maka untuk tolong diri, ia mesti segera bertindak. Ia baharu hendak titahkan anak buahnya untuk mengayuh perahu akan menyingkir
dari situ, atau tubuh Na Pek sudah melayang turun kelantai dibelakang. Maka dalam keadaan mogok seperti itu, ia
hendak menyerang untuk membarengi selagi orang belum
menancap kaki. Si Kala Air ini gesit, akan tetapi orang tua didepannya lebih gesit pula. Belum ia gerakkan tangannya, atau tangan orang tua itu sudah menyamber ia dengan gerakannya "Hek houw sin yauw" atau "Harimau hitam lonjorkan
pinggang". Terpaksa dengan kedua tangannya, dengan tipu silat "Kim kauw cian" atau "Gunting emas", menggunting lengan musuhnya.
Na Pek bersenyum menampak gerakan lawan itu, dalam
hatinya ia kata "Apabila kau sanggup layani aku sampai tiga jurus, aku akan serahkan namanya Yan tiauw Siang Hiap kepada mu" Kemudian ia berseru
"Kau rebahlah!"
Dengan sangat gesit, secara se konyong2, orang tua ini tarik pulang tangannya yang hendak digunting itu, lalu dengan sama gesitnya ia balikkan tangannya akan dipakai menyamber iga.
Tham Giok terkejut, tak tempat ia menangkis, ia ingin terjun saja keair, akan tetapi niat itupun tak kesampaian seperti diinginkan, hanya ketika toh ia tercebur juga keair, itu adalah kesudahan tubuhnya kena terserang hingga tubuh itu terpelanting!
XCVII Semua anggauta penjahat menjadi kaget, karena
pemimpinnya sudah rubuh, tidak ayal lagi mereka kabur tunggang lenggang.
Na Pek tertawa ter bahak2.
"Kawanan tikus!" Ia berseru. "Begini saja kepandaianmu!" Ia terus perdengarkan suitan, atas mana dari suatu
gombolan, terlihat muncul sebuah perahu, yalah perahunya sendiri. Ia tempat keperahunya itu, yang satu anak buahnya diperintah segera lepaskan pertandaan panah ber suara, untuk memberi kabar pada kawan mereka disebelah
belakang. Kemudian lagi, ia maju terus kearah kiri, akan lewati hutan gelagah.
Na Hoo lm Kan In Tong kemudian menyusul. Mereka
ini lantas juga bertemu kepada empat buah perahunya Lioe Hong Coen, Teng Kiam, Kim Hoo dan Chio In Po, yang
muncul dari lain jurusan.
"Di dalam hutan gelagah sana masih ada orang kita yang pedang melayani musuh, maka kau tunggu disini, aku
hendak pergi melihatnya," kemudian Jie Hiap Na Hoo kata pada kawan nya. "Jikalau perlu, aku nanti berikan tanda."
"Baiklah," sahut Loopiauwsoe Chio In Po. "Kami
datang atas titahnya ketua kita dan ketua See Gak Pay, untuk membantu nya. Siapa berada dalam hutan gelagah
itu?" "Entahlah," sahut Na Hoo. "Sebentar kita akan
ketahui." Jago tua ini memberi tanda pada Kang Kiat dan Kan In
Tong, atas mana, dua orang itu lalu menuju kedalam
gelagah. Lioe Hong Coen berempat menantikan diluar.
Tidak lama, dari dalam hutan gelagah terlihat cahaya
api, lalu padam, lalu menyala pula. Kemudian, terdengarlah suara panah nyaring.
"Mereka telah berhasil, hayo kita menyambut!" Berseru Thay kek Lioa Hong Coen.
"Mari!" Menyambut Teng Piauwsoe, yang perintah
orang nya nyalakan obor. Ketika itu sudah malam. Semua perahu lantas maju
dengan segera, anak buahnya berseru.
Hutan gelagah itu lebat, tidak seberapa lebar, kelihatannya pohon gelagah seperti sengaja ditanam disitu, sebab selewatnya itu, orang berada diper mukaan sungai yang lebar. Didalam, Kang Kiat dan Kan Ir. Tong ber
sama2 Na Hoo, sudah berkumpul dengan Na Pek. Mereka
sambut bala bantuan itu. Ke Siauw Coan semua berlega
hati melihat kawan mereka tak kurang suatu apa.
In Tong segera haturkan terima kasih karena ia teiah
disambut. Ia akui kelancangannya mengejar musuh," yang memancing mereka. Untuk ini. Ia .meminta maaf.
Waktu itu Kang Kiat tiba tempat keperahunya Xa Toa
Hiap, gerakannya demikian rupa, membikin perahu
goncang hingga Na Pek terkejut, tetapi dapat ia
pertahankan diri. "Setan, didepanku kau berani kurang ajar?" Toa Hiap
menegur. "Oh, tidak, soe couw," Kang Kiat memohon. "Aku
hendak gantikan soecouw mengayuh
.... Tolong serahkan pengayuh itu padaku."
Toa Hiap perdengarkan suara dihidung.
"Kau sambutilah!" Kata ia dengan tiba2, seraya
lemparkan penggayunya. Kang Kiat menyambutnya, tetapi dengan kaget dan
sambil men ngis, karena kakek guru itu gunai tenaga,
hingga cucu murid ini rasakan telapakan tangannya sakit.
Syukur kakek guru itu tidak awasi ia, maka ia bisa terus mengayuh tanpa likat.
"Dia benar liehay," pikir Kang Kiat selagi perahunya
laju pesat. Tidak ada orang perhatikan kakek guru dan cucu murid
ini, kecuali Na Hoo, yang lantas awasi si anak muda dan bersenyum.
Kang Kiat tanpa rintangan lewati ruyuk gelagah itu,
disebelah depan ia,tempat buah perahu, yang obornya
menyala, kelihatan mendatangi.
Itulah empat perahunya In Tong yang datang memapak,
dua diantaranya ditumpangi Louw Kian Tong dan Ciong
Gam. Dilain saat, semua perahu telah berkumpul menjadi satu.
In Tong kerek naik dua buah lentera yang bertuliskan Hoay Yang Pay dan See Gak Pay selaku pertandaan. Perahu
besar, markas, dikurung dengan perahu2 kecil.
Yan tiauw Siang Hiap berkumpul diperahuhya Eng
Jiauw Ong, begitupun Coe In Am coe dan murid2nya.
Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
In Tong diam2 perintah lekas siapkan barang hidangan, terutama air teh didahulukan.
Tidak lama sehabisnya Yan tiauw Siang Hiap bersantap, In Tong dan Kang Kiat datang menanya, tindakan apa
hendak diambil malam itu, guna menghadapi lawan.
Toa Hiap lalu berkata bahwa tak mungkin musuh nanti
serang atau membokong mereka. Tetapi ia pesan, umpama benar ada serangan, serangan itu harus dilayani tanpa pandang2an lagi, karena mereka pun sudah memasuki
daerah lawan. Kemudian Na Pek tanya Coe In Am coe, bagaimana
pendapat niekouw ini mengenai tempat yang dipilih untuk berlabuh itu.
"Tempat ini letaknya baik untuk lawan, tidak untuk kita, sahut Coe In. "Aku percaya Ong Soeheng dan Na Soeheng pun ketahui ini. Adakah sebabnya untuk itu?"
"Soe thay terlalu merebdahkan diri," berkata Na Hoo.
"Mustahil soe thay dapat kami pedayai?"
Coe In bersenyum. "Bukankah soeheng sedang bersiasat?" tanyanya.
"Rupanya soeheng memasang jaring sebelum kita memasuki Cap jie Lian hoan ouw, untuk dapatkan barang makanan untuk teman minum arak"."
Mendengar itu, Yan tiauw Siang Hiap dan Eng Jiauw
Ong saling mengawasi dan tertawa.
"Soe thay berpemandangan luas, kami kagum,"
nyatakan mereka. "Aku bertindak demikian menuruti pesan Kay Hiap,"
Eng Jiauw Ong tambahkan. "tempat ini terbuka, mudah
musuh menyerbunya, tetapi aku telah atur penjagaan. Aku percaya anak2 dari Soe soei tidak akan gagal."
"Sebaliknya aku kuatirkan itu," In Tong merendah.
"Kau merendah, Kan Loosoe," kata Eng Jiauw Ong,
yang terus pesan Soe Soei Hie kee dan Kang Kiat.
Bagaimana harus ber jaga2.
In Tong dan Kang Kiat terima pesan itu, lantas mereka undurkan diri.
Pendekar Satu Jurus 13 Hati Budha Tangan Berbisa Karya Gan K L Naga Beracun 12