Pencarian

Eng Djiauw Ong 15

Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin Bagian 15


Sekarang terlihatlah satu bayangan kecil yang gerakannya sangat gesit. Lekas sekali, bayangan itu sudah mendekati sepuluh tumbak lebih.
"Dia rupanya seorang perempuan, soeheng"." Lioe
Tong berbisik. Eng Jiauw Ong segera lihat seorang dengan baju dan
celana biru yang ringkas, ikat kepalanya pun biru,
punggungnya terselip sebatang golok. Ia tak usah
mengawasi lama, ia keluarkan seruan tertahan "Ah
perempuan celaka ini pun datang kemari!"
Ban Lioe Tong juga lantas kenali Lie touw hoe Liok Cit Nio, si perempuan genit.
Kedua saudara ini lantas dapat serupa pikiran, untuk
sama menguntit perempuan genit itu.
Dengan lekas mereka telah sampai ditempat yang ada
apinya tadi, yalan sebuah rumah besar dengan pekarangan lebar, tetapi sesampainya disitu, Liok Cit Nio sudah lantas hilang lenyap.
Diantara sinar bulan yang suram, dua saudara itu
perhatikan bangunan yang dikitari air itu, hingga tempat itu surup benar untuk orang sucikan diri. Mereka tidak bisa duga tempat apakah itu, maka lebih dahulu mereka
memutari untuk periksa seputarnya. Tidak ada suara apa juga terdengar dari dalam gedung itu.
Dengan berpencar kekiri dan kanan, Eng Jiauw Ong dan
Lioe Tong mencelat keatas tembok, hingga segera mereka lihat bentuknya gedung. Pekarangan depan ada lebar,
gedungnya besar, ada rumah kecilnya dikedua samping, di manapun ada masing2 satu pintu gang. Eng Jiauw Ong
tidak lihat apa2, tapi Ban Lioe Tong tampak sinar api disebelah Timur, kesana ia lantas menghampirkan.
Ruangan Timur punyakan tiga buah kamar, di
Selatannya ada satu pintu model bulan. Cahaya api keluar dari jendela kamar Timur, jendela itu lantas didekati.
Memasang kuping, Lioe Tong tidak dengar suatu apa, dari itu, ia pecahkan kertas jendela untuk mengintai kedalam.
Di tengah kamar ada meja dan kursi bambu, diatas meja ada lilin yang menyala. Menghadapi jendela ada sebuah
pembaringan kate diatas mana ada duduk numprah seorang tua, yang sedang bersamedhi.
Dengan sekali melihat saja. Lioe Tong bisa duga bahwa orang itu ada satu ahli silat, maka ia jadi tambah ber hati2.
Ia insyaf benar2 yang Hong Bwee Pang punyakan orang2
liehay. Ia mencelat naik ketembok kate sebelah Selatan.
Disini, ruangan ada serupa, hanya apinya tidak ada hingga ia sangsi, kamar itu ada penghuninya atau tidak. Ketika ia hendak membalik tubuh, ia rasakan samberan angin, maka ia segera tempat ketempat gelap, apabila ia putar tubuhnya, ia tampak soehengnya. Lantas ia melambaikan tangan. Eng Jiauw Ong segera dekati soetee itu.
"Soeheng lihat api disebelah Barat?"
"Kelihatannya segala apa ada sederhana, dibeberapa
kamar apinya belum padam, penghuninya ada orang yang
usianya telah lanjut," sahut Too Liong. "Ada juga boca umur belasan, yang kacung2 pelayan."
Mendengar keterangan soeheng itu. Tiba2 Lioe Tong
ingat sutau hal. Bukankah Hong Bwee Pang itu ada punya Hok Sioe Tong cabang Bahagia" Bukankah ini gedung
termaksud, salah satu dari Lwee Sam Tong" Ia baharu mau sebut nama gedung itu, atau ia merandek.
"Soeheng, boleh jadi ada ini ada gedung rangsum," kata ia kemudian. "Boe Wie Yang liehay, dia pandai mengatur persiapan"."
Sebab dari ke ragu2annya Lioe Tong, adalah ia ingat
soehengnya ada punya musuh besar, yalah Houw Hio coe
dari Hong Bwee Pang ini, siapa telah lukai dia dengan cara membokong, hingga soeheng ini keram diri di Lek Coh
Tong untuk persiapan menuntut balas, sedang selama itu, kabarnya musuh itu berdiam di
dalam Hok Sioe Tong. Kalau di sini sang soeheng ketemu musuh besar itu, apa
urusan tak bakal jadi beres" Tidakkah gedung ini punyakan semua penghuni yang lihay"
Memang juga, dugaannya Bun beng Sin Ie ada tepat.
LXXXII "Soetee, tempat ini luar biasa," Eng Jiauw Ong berbisik.
"Entah dair mana, Liok Cit Nio datang kemari, oleh
seorang tua dari sini, dia dibawa kedalam kamar yang
ketiga. Nampaknya dia menurut saja. Mari turut aku,
keadaan ada penuh rahasia"."
Liong Tong ikut soeheng itu yang terus ajak dia kekamar disebutkan. Mereka sembunyi dibawah jendela. Dipintu
angin, mereka lihat satu boca dengan sepasang konde kecil.
Kamar ada sederhana sekali, tidak ada barang berharga disitu, kecuali meja patsianto berikut sepasang kursi haksoe ie. Penerangannya adalah dua batang lilin yang tinggal setengah. Meja tulis ada disebelah Timur. Pembaringan terletak disebelah Barat, sudah rapi, siap untuk dipakai tidur. Sebuah meja kecil ada didepan jendela Barat,
diperuntukkan tehkoan dan cangkirnya dengan dua
kursinya. Diatas pembaringan itu ada bercokol seorang tua,
kepalanya botak, sepasang alisnya panjang, dibawah alisnya itu ada sepasang mata yang tajam. Dia ada punya satu
mulut besar dengan hidung bengkung, kumis jenggotnya
abu2. Baju thungshanya mirip baju pendek, gedombrongan, tangan bajunya longgar, kancing nya besar. Dia berkulit hitam, tubuhnya masih kekar, pada muka nya ada kulit
warna merah. Dia duduk bersamedhi dengan mata meram
bukannya meram. Didepan orang tua ini berdiri satu perempuan muda.
Pakaian nya biru dan ringkas, dipunggung nya ada satu batang golok terselip, dipinggangnya tergantung kantong piauw. Ia berdiri dengan hormat, kepalanya tunduk.
Si orang tuapun diam saja, melainkan tangannya ada
buat main sebuah peluru besar, tangannya dibuat main
kedepan, kebelakang, kekiri dan kanan, lalu terdengar suaranya pembaringan yang bergerak atau tertekan.
Menampak gerakan orang itu. Kedua jago Hoay Yang
Pay kagum. Itu adalah khiekang yang telah sampai
dibatasnya. Sehabis buat main peluru itu, si orang tua angkat
kepalanya, hingga kelihatan matanya bersinar, ini membuktikan sekali lagi bahwa dia mestinya liehay.
Eng Jiauw Ong berdua terus berdiam.
Si boca bertindak, rupanya ia sudah ngantuk sekali,
tindakan nya ayal dan limbung, dilain pihak, si orang tua telah turun dari pembaringan dan berjalan ke ujung Timur, sembari ayalan dia teeur boca itu "Makhluk tidak punya guna, cuma bisa makan dan tidur! Pergi, disini aku tidak membutuhkan kau! Pergi tidur!"
Boca itu samber selimutnya, dia berlalu dengan cepat.
Dua2 Eng Jiauw Ong dan Lioe Tong mencelat keatas
payon, akan bergelantungan, untuk kasi boca itu lewat, kemudian mereka turun pula akan mengintai lagi.
Si orang perempuan sekarang menoleh, benarlah dia ada Lie touw hoe, tampangnya mentereng sekali, cuma pada
matanya ada sinar dari kekuatiran. Muka nya bersemu
merah, dihidungnya ada sedikit keringat.
Si orang tua masih jalan mundar mandir, ke Timur, dari Timur ke Barat, lalu kembali, kemudian ia hampirkan meja, sambil angkat kepalanya. Ia pandang Liok Cit Nio.
"Ah, anak celaka, kau masih hidup!" Kata ia pada
perempuan centil itu. "Syukur aku si orang tua peroleh kebaikan Pangcoe, bisa undurkan diri ke Hok Sioe Tong hingga aku terpisah dari dunia kang ouw. Sekarang ini aku seperti mencuri hidup. Kenapa kau berani datang kemari"
Apakah kau hendak suruh aku seperti menjelma pula"
Kalau benar, kau keliru! Tak dapat aku dibikin mendapat malu pula! Kau telah datang kemari, kau seperti diutus oleh malaikat, maka kau tidak boleh keluar pula dari Hok Sioe Tong ini!"
Lie touw hoe kaget, air mukanya berubah.
"Ayah, kau dengar omongan siapa?" Tanya ia, suaranya
gemetar. "Anakmu tidak lakukan apa2 yang sesat, tetapi benar tabeatku berangasan, aku terlalu suka umbar hati, hingga bisa kejadian aku lakukan suatu kekeliruan, yang tidak berarti. Rupanya orang telah lihat aku bertindak tak selayaknya, dia lantas siarkan cerita yang bukan2. Didepan aku, orang bungkam, dibelakang aku, lantas orang berkata lain. Tapi mereka boleh bikin apa mereka suka, aku harap ayah jangan percaya obrolan mereka itu. Sejak Liok long menutup mata, lantaran aku tidak punyakan anak baik
lelaki maupun perempuan, memang aku hidup merdeka,
tetapi ayah jangan heran, aku toh seorang perempuan, yang mengerti silat, mana bisa aku hidup seperti janda lainnya, keram diri saja didalam rumah" Lagipun sebagai anggauta Hong Bwee Pang, aku niat berbuat jasa terhadap kaum kita.
Sebagai ketua bagian Barat dari Keng Liang San, banyak orang yang berdengki terhadap aku. Karena pihak Hoay
Yang Pay menghancurkan Liok kee po, aku tidak punya
tempat taruh kaki lagi. Ketika ini digunai oleh orang2
dengki untuk membokongku supaya karena bikin hilang
orang aku nanti dihukum. Syukur Pang coe tidak
persalahkan aku, namun sudah tentu Pang coe tidak dapat beri tugas terlebih jauh padaku. Coba pikir, ayah, jikalau anakmu benar tidak berarti, mustahil pe hoe antap aku berdiam di Ciatkang Selatan ini " Lain dari itu pe"em, dengan keluarkan uang simpanannya sendiri sudah tutup juga ketekoran"."
Orang tua itu perdengarkan suara dihidung.
"Anak celaka, kau boleh bicara sesukamu, tapi tidak
nanti kau dapat dustakan aku!" Kata ia. "Memang sudah lama aku telah dengar tentang kau! Kau bilang kau
terfitnah, tetapi coba jawab, untuk apa itu kuil keluarga Liok dipuncak Sin Lie Hong __ng Seng San" Bagaimana
dengan itu murid she Soe touw dari Hoay Yang Pay"
Kenapa kau tawan padanya" Untuk apa" Hee houw Kie
dari Say louw Bok to, ada sangkutan apa dia dengan kau"
Kenapa kau kasi dia berdiam di Liok kee po" Apa
pun perbuatannya satu janda ter__" Anak celaka,
kau justru bikin rusak nama baik keluarga Lo. Sekarang kau datang kemari - siapa titahkan pada kau " Kenapa kau
lancang pergi kepaseban Coei Sim Teng?" Dimana ada dua ekor kambing gembul yang dimestikan ditahan, kau ada
punya sangkutan apa dengan mereka berdua" Hayo kau
bicara terus terang!"
Paras Liok Cit Nio berubah pucat.
"Ayah, sejak kejadian atas diriku itu, hatiku tidak tenang lagi, dari itu, tidak heran kalau tindak tandukku ada yang bertentangan satu dengan lain," ia akui. "Orang luar bisa tak memberi maaf kepadaku, tetapi mustahil ayahpun
bersikap sebagai orang luar itu" Melulu karena kangen pada ayah maka aku telah datang kemari, tetapi aku telah keliru jalan hingga ayah sangka bukan2 padaku"
Orang tua itu kembali kepembaringannya, ia angkat
kepalanya akan awasi orang yang mengaku anak
terhadapnya. "Kau bicara seenakmu!" Berkata ia dengan tertawa
dingin. "Aku tinggal di Hok Sioe Tong, kau anggap aku telah berada diluar garis, dalam segala hal kau boleh kelabui aku. Inilah anggapan keliru! Kau datang kemari justeru seperti antarkan jiwa. Baik kau ketahui, aku dan beberapa orang tua lain telah terima budi Couwsoe, dan ditempatkan di Gedung Bahagia ini, untuk dirawat dan dihormati oleh angkatan muda, meskipun begitu, kami masih ber cita2
untuk bekerja untuk kaum kita. Disini kami semua tidak abaikan ilmu silat, masing2 melatih diri terus untuk
menambah kepandaian, untuk digunakan pada suatu saat.
Apakah kau kira aku tidak dengar suatu apa tentang
dirimu" Kau datang kemari dengan niat culik dua murid Hoay Yang dan See Gak Pay! Apakah yang kau kerjakan"
Dengan Hauw Kiat si jahanam tak berampun itu" Jikalau maksudmu kesampaian, sungguh kau bikin celaka pada
ayahmu ini, sebab umpama Pang coe tegur aku, aku toh
malu, aku mesti potong leherku sendiri.....! Syukur aku masih beruntung, segala perbuatanmu gagal. Apa kau kira kau sanggup memasuki paseban Coei Sim Teng" Jikalau
kau tidak sampai tertawan, sedikitnya kau akan kecewa.
Beruntung tadi aku dapat candak kau, andaikata kau masuk lebih jauh, kau bakal ganggu ketenteramannya Hio coe
Siang ciang Hoan thian Coei Hong. Apa tidak
menghinakan apabila kau rubuh ditangan lain orang" Nah, aku telah bicara habis, maka sekarang, hayo, kau turun tangan sendiri atau mesti aku si tua bangka?"
Eng Jiauw Ong dan Ban Lioe Tong tertarik hatinya.
Mereka tidak sangka, cabul sebagai Liok Cit Nio, dia
punyakan ayah demikian putih bersih. Ini rupanya yang
dibilang, "naga beranak sembilan, semua lain sifatnya."
Mereka kagum untuk putusannya orang tua ini. Maka itu, disebelah ingin tahu akhirnya urusan ini, mereka tambah benci pada Lie touwhoe, yang sampai dibenci oleh ayahnya sendiri.
Mukanya Cit Nio jadi pucat, ia ketakutan sangat. Sambil menangis ia berlutut didepan ayahnya.
"Ayah, anakmu telah tuturkan semua hal ikhwalnya,
biar bagaimana, tak nanti anakmu berani main gila," ia meratap. "Mengenai murid muridnya Hoay Yang Pay dan
See Gak Pay, Hoa In Hong dan Yo Hong Bwee, dengan
sebenarnya anak hendak bawa dia minggat, aku ingin
gunakan antero kebisaanku untuk bujuki mereka masuk
Hong Bwee Pang, supaya dengan begitu, mereka membuat
malu kedua kaum itu. Dengan ini anakmu ingin membalas dendaman di Liok kee po. Aku sekarang sudah runtuh, aku percaya, apabila aku mohon dengan berterang, pasti Pang coe akan menampiknya, dari itu, terpaksa aku bertindak sendiri. Demikian, ayah, disebelah untuk kepentingan diri sendiri, separuh aku berbuat untuk Hong Bwee Pang, dari itu, tolong ayah lindungi aku. Kalau tadinya aku tidak menghadap dahulu pada ayah, itulah disebabkan aku tidak ingin ganggu ketenteraman ayah disini"."
Selagi anak itu bicara, si orang tua sering tunduk, tapi sekarang ia angkat kepalanya, ia memandang dengan tajam.
"Sekarang aku hendak tanya kau," demikian ia tanya
dengan bengis, "sebelum murid2 Hoay Yang Pay dan See
Gak Pay itu masuk Hong Bwee Pang, cara bagaimana kau
bisa bawa mereka lari?"
"Untuk itu, aku telah siapkan kawan" Jawab liok Cit
Nio, suaranya ayal2an. Belum Cit Nio tutup mulutnya, mata si orang tua telah bercahaya, lalu ia tertawa dingin. Siapa pun bisa lihat, sikap itu ada sikap dari keputusan tetap.
Melihat sikap ayahnya itu, Liok Cit Nio jadi takut, ia tunduk.
"Anak celaka, kau telah memikirkan yang tidak2!" Kata si orang tua kemudian. "Sebenarnya, walaupun kau
mampus, kau masih mpunyai muka untuk
menemui leluhur keluarga Lo di dunia baka". Seharusnya, sekarang juga aku mesti binasakan padamu, akan tetapi sejak
memasuki Hok Sioe Tong, hatiku telah berubah, tak lagi aku memilih untuk membunuh orang, muka kau pilihlah,
kau mau mampus atau hidup, asal kau
masih ingat untuk berbuat baik, cauwsoe barangkali akan linduni
padamu". Jangan bikin aku mendongkol lebih lama, kau
pergilah!" Liok Cit Nio terkejut dan berbarengpun berlega hati,
lekas2 ia menekuk lutut karena girangnya mendapat
keampunan. "Terima kasih, ayah, aku janji mulai hari ini aku akan ubah kelakuan," kata ia seraya mangut ber ulang2, sesudah mana ia berbangkit dan putar tubuhnya untuk bertindak keluar.
Too Liong dan Lioe Tong heran bukan kepalang.
Kenapa ayah itu ubah pikiran demikian getas" Tadi dia bersikap keras, sekarang kenapa jadi lembek" Benar2
hatinya tak dapat diduga!
Meski juga mereka berpikir demikian, berdua mereka
lantas umptkan diri, untuk saksikan liok Cit Nio benar2
menyingkir atau tidak. Disaat perempuan genit itu tolak pintu, ia dengar
ayahnya menghela napas dan berkata "Anak celaka, aku
hendak lihat bagaimana kau bisa angkat kaki"."
Cit Nio sudah lantas keluar, dia menuju kedepan.
Too Liong dan Lioe Tong segera menguntit.
Liok Cit Nio jalan terus, ia lewati ruangan pertama, lalu ruangan kedua, kemudian ia menuju terus keruangan
ketiga, disini mendadakan melesat anak panah dari sudut tembok depan, beruntun tiga kali. Ia ada sangat gesit, ia berhasil kelit serangan gelap itu. Karena ini, ia tidak berani maju terus, ia segera mundur.
Too Liong dan Lioe Tong mundur kekedua samping
akantempatkan diri. Dari situ, mereka terus pasang mata.
Cit Nio tidak mundur untuk lari, hanya ia bersiap guna lakukan penoblosan yang kedua kali. Ia tidak lihat orang, tetapi selagi maju, kembali
diserang panah, demikian gencar, hingga ia mesti mundur pula.
Too Liong berdua dengar orang kertek gigi, suatu tanda Lie touwhoe ada sangat gusar. Mereka pun lihat wanita ini memutar tubuh. Mereka heran. Bukankah dibelakang ada
kamarnya Coei Hio coe" Apa itu bukan berarti cari celaka sendiri" Dan aneh juga, selama itu, si ayah seperti tak dengar, tak ketahui suatu apa.
Too Liong niat kuntit Liok Cit Nio, tapi Lioe Tong
mencegah nya, soetee ini kata "Sabar, soeheng. Kita awasi dia dari jauh saja. Mari kita lihat sepak terjang lebih jauh kawanan disini."
Eng Jiauw Ong suka turut pikirannya soetee ini. Maka
dengan jalan mutar, mereka naik kewuwungan, untuk
sembunyi di situ. Dugaannya Lioe Tong berbukti. Ketika Liok Cit Nio
bertempat naik kegenteng, dari belakang dia, dari kiri kanan, segera terdengar teguran "Awas!" Yang disusul
dengan menyambernya dua benda berkeredepan.
Kaget perempuan ini, sambil berkelit ia hunus goloknya, tapi menyusul penyerangan gelap itu, muncullah empat
bayangan dari tempat penjuru, sesuatunya bersenjatakan pedang.
"Orang bernyali besar!" Demikian satu bentakan.
"Apakah kau tidak mau segera serahkan senjatamu"
Apakah kau hendak membangkang!"
Cit Nio mengerti ia telah terjebak, ia jadi sengit sekali.
"Aku ada anak perempuannya Lo Hio coe!" Kata ia
dengan nyaring. "Aku sedang pulang untuk menyambangi
orang tua. Adakah ini melanggar aturan perkumpulan"
"Tapi aturannya Coei Hiocoe ada sangat keras! Siapa
berani bantah?" Demikian seorang menjawab. "Jangan kau banyak bicara, aku kuatir kau menyesal sesudah kasep."
Menyusul ucapan itu, Cit Nio lemparkan goloknya
keatas genteng hingga senjata itu berbunyi nyaring.
"Aku tidak langgar undang perkumpulan, apa maksudmu mencegat perjalananku?" Ia tanya.
"Jikalau kau anggap dirimu putih bersih, mari turut kami menghadap Hiocoe," kata salah satu daritempat orang itu.
Cit Nio tertawa dingin. "Aku suka menghadap Hiocoe! Hayo jalan!" Kata ia.
Baharu nona itu tutup mulut nya, atau cahaya terang
sekali muncul dari samping kiri dan kanan, dari sana
tampak serombongan orang dengan tubuh besar, yang
masing2 menyekal sebatang obor, mereka berbaris di timur
dan barat, setiap barisnya terdiri dari delapan batang obor.
Dari rumah besar, pun segera terlihat menyalanya dua
lentera angin yang besar. Hingga dengan begitu, gedung itu jadi tertampak nyata.
Cit Nio segera dapat lihattempat pengurungnya ada
anak2 muda umur kira2 dua puluh lebih, seragamnya
warna hijau, tangan menyekal pedang, romannya gagah. Ia lantas tunduk, ia diam saja.
Daritempat anak muda itu, satu antaranya pungut
goloknya Lie touwhoe, kemudian mereka menuju ke thia, pertengahan. Cit Nio ragu2, ia nampaknya jeri.
Dimuka thia ada delapan pengawal, seragamnya pun
hijau kepala mereka dibungkus. Senjata mereka yang ada dipunggung nya, adalah golok kwie tauwtoo.
Dimuka thia orang merandek. Satu pemuda bicara, lalu
satu yang lain bertindak kedalam.
Eng Jiauw Ong dan Lioe Tong pindah tempat
sembunyinya untuk bisa menyaksikan dengan terlebih
nyata. Maka itu sekarang mereka bisa lihat satu ruangan bagaikan tempat sembanyangi malaikat, disitu ada sebuah meja panjang dengan diatasnya ada hio, bunga, lilinnya nyala, hionya bergulung asapnya, dari atas ada tergantung selembar rantai untuk menggantung empat buah lentera.
Dikiri kanan meja ada masing masing sebuah kursi hoksoe ie. Ketika si anak muda masuk kedalam, ia jalan terus ke timur.
Dua saudara Hoay Yang Pay tidak bisa melihat lebih
jauh kebelah dalam, tapi syukur, pemuda tadi keluar pula dengan cepat, terus ia berdiri dipintu, akan bicara kepada kawannya diluar, entah apa yang dibicarakan karena
suaranya pelahan. Cuma Cit Nio lantas diantar masuk,


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sambil diapit. Dua pemuda nyalakan sepasang lilin besar, lalu dari
belakang piuhong, mereka keluarkan satu nampan merah.
Dalam mana ada empat batang hio yang telah di bungkus kertas yang terus di letaki dipinggir hiolouw.
Ruangan ada sangat sunyi walaupun disitu ada
kedapatan beberapa orang. Selagi api lilin bergoyang
goyang membuat bayangan, dari dalam tertampak keluar
satu orang jangkung dengan rambut dan kumis jenggot
sudah putih semua, bajunya panjang abu2, walaupun tua tetapi roman nya gagah, hingga tak berupa satu kakek2. Ia lantas duduk dikursi sebelah kiri, untuk segera menegur liok Cit Nio, yang berdiri diam dimuka pintu.
"Kau ada anggauta Hong Bwee Pang, kenapa dihadapan
Couwsoe kau berani bersikap demikian kurang ajar"
Apakah kau tidak mengarti aturan perkumpulan kita?"
Demikian tegurannya. "Apakah mungkin kau belum
pernah mendapati belas kasihan Couwsoe!"
Eng Jiauw Ong berdua pasang kuping, mereka berlaku
hati2, agar Hio coe Coei Hong itu dan orang orangnya tak ketahui adanya mereka disitu. Mereka mengarti, sekalipun anak anak muda itu, ilmu silat mereka mestinya tak
sembarangan. Mereka pun mesti waspada terhadap lain
lainnya anggauta Hong Bwee Pang yang berada diluar.
Dalam kesunyian, mereka dapat dengar cukup tegas kata katanya hiocoe she Coei itu.
Cit Nio bertindak maju, kepalanya tunduk, setelah dua tindak, ia berlutut didepan meja hiolouw, yang berupa altar atau tempat pemujaan bagi couwsoe kaumnya. Ia jalankan kehormatan seperti kaumnya itu, sesudah mana, iapun kasi hormat pada hiocoe didepannya, seraya ia kata "Teecoe Liok Lo dari Cap jie to bahagian rangsum dari rombongan Barat mohon belas kasihan Hiocoe"
LXXXVIII Siang ciang Hoan thian Coei Hong, Hiocoe dari Hok
Sioe Tong, duduk diam laksana patung, air mukanya
tenang diam, tidak kentara dia girang atau gusar, kulit matanya pun tidak bergerak, melainkan sepasang matanya yang liehay tetap mengawasi perempuan muda didepan
meja suctu. Setelah rnenjalankan kehormatan, diam2 Cit Nio
melirik, apabila ia telah saksikan wajah nya Hiocoe itu, ia berlutut terus, tidak berana segera berbangkit.
"Liok Tocoe!" Tiba Coei Hong berkata, "kita kaum
Hong Bwee Pang, tidak perduli laki2 atau wanita, semua sama saja, sama2 menerima belas kasihan nya Couwsoe,
semua menerima perlakuan yang sama, akan tetapi
disamping itu, semua mesti taat pada aturan kita, tidak boleh ada yang bertentangan walau bagaimana kecil pun juga. Tocoe, tahukah kau tempat ini tempat apa!"
"Ini ada Hok Sioe Tong, gedung bahagia untuk kaum
tertua yang telah berjasa untuk Hong Bwee Pang kita,"
sahut perempuan muda ini.
"Kau tahu ini, itulah bagus," kata Coei Hong. "Sekarang jawab, dalam perkumpulan kita, tempat apa yang
dipandang paling suci?"
"Itulah Hok Sioe Tong sahut Cit Nio. "Lwee Sam Tong
adalah pusat yang menguasai aturan2 Hong Bwee Pang,
akan tetapi Lwee Sam Tong tidak berhak untuk
mencampuri Hok Sioe Tong".
Tiba2 air mukanya Coei Hio coe menjadi seram sekali.
"Liok Kim In, kau tidak lekas keluarkan surat titah dari Liong Tauw Pangcoe, kau hendak tunggu apa?" Menegur
hiocoe , itu dengan angker.
Eng Jiauw Ong berdua tidak, lihat tampangnya Cit Nio
yang sedang berlutut itu, akan tetapi mereka saksikan tubuh orang bergerak, gemetaran, suatu tanda wanita ini kaget dan berkuatir.
"Mohon belas kasihan Hiocoe, aku, aku, aku" tak
punya kan surat titah dari Pangcoe," ia menyahut dengan tidak lancar.
"Aku datang kemari untuk sambangi ayahku, Lo
Hiocoe. Mohon belas kasihan Hiocoe, teecoe tidak berani malam2 datang ke tempat suci dari Couwsoe ini "
Sepasang matanya Coei Hiocoe berputar, hingga
terbelalak. "Oh, Liok Kim In yang bernyali besar!" Ia berseru. "Kau ada satu tocoe, kau telah peroleh budi kebaikannya Liong Tauw Pangcoe, karena sebagai seorang wanita, kau
dikuasakan mengurus rangsum bahagian Barat. Seharusnya kau mentaati kewajibanmu menurut aturan kita, siapa tahu kau justeru tidak puas, kau jadi bersifat hina. Kenapa kau jadi gila paras cakap dan cabul" Kenapa kau tidak hargai lagi nama baik Hong Bwee Pang" Kenapa kau cemarkan
kehormatan kedua keluarga Lo dan Liok" Hampir saja kau terjatuh ditangan nya Eng Jiauw Ong, hingga sekarang kau alami keruntuhan! Seharusnya kau insyaf, kau menyesal dan ubah itu, dengan begitu, walaupun kaum kita tidak puas terhadap kau, dengan memandang saudara Lo, tidak nanti kau diganggu dan dibikin susah. Pe hoemu, Siang chio Kim piauw Lo Sin, ada jadi pengrus rangsum dari
Soen loan Cap jie to, dia berkedudukan tinggi, dia mampu lindungi padamu, akan tetapi perbuatan jahat dan busuk
dari kau sudah sukar untuk diperbaiki! Sejak kau kabur dar Liang Seng San, sampai di Ciat Kang Selatan ini, kau tetap masih tidak sadar, bahkan kau semakin menjadi jadi!
Terang sudah kau terlalu andalkan pengaruh pe hoemu
suami-isteri, yang dapat kau kelabui. Binatang, kau bernyali terlalu besar, kejahatanmu telah melewati batas! Bagaimana berani kau malang melintang didepan matanya Liong Tauw Pangcoe, kau tak lihat mata sama sekali pada empat puluh lebih orang gagah lainnya dari Hong Bwee Pang! Kau
anggap kami yang telah masuk ke Hok Sioe Tong, sebagai kuil tua saja, yang tak tahu apa2 juga! Kau telah menghina Couwsoe. Karena tanpa perkenan dari Pang coe, kau telah lancang memasuki Hok Sioe Tong, lebih2 kau telah pikat Hauw Kiat jang kena kau bujuk, dan kau berniat culik juga murid Hoay Yang Pay dan See Gak Pay yang sedang
ditahan disini! Perbuatanmu ini adalah perbuatan2 rendah hina, perbuatan busuk yang tak diterima langit dan bumi!
Kenapa kau merusak aturan perkumpulan dan merusaki
juga prikebejikan" Bagaimana tak malu akan main gila
dengan satu murid musuh" Binatang, kau ada punya
beberapa batok kepala" Jikalau aku tidak wakilkan Liong Tauw Pang coe menjalankan aturan perkumpulan, akan
bersihkan rumah tangga, guna lindungi nama baik
perkumpulan, pastilah kau bakal bikin musnah Hong Bwee Pang yang didirikan Pangcoe dengan susah payah! Hok
Sioe Tong ada tempat suci,tempat terlarang, kau telah lancang masuk kemari, kau mesti dihukum! Umpama kau
tidak datang sendiri, kau memang hendak dicari! Hayo
bilang, dimana kau sembunyikan Hauw Kiat?"
Tubuhnya Cit Nio bergemetar lebih keras, karena orang telah beber perbuatan dan rahasia hatinya, ia berkuatir dan berduka sekali, air matanya turun mengucur.
"Mohon Hiocoe mempunyai belas kasihan," ia
memohon. "Tidak berani teecoe suruh dia lancang masuk kemari, dia hanya diminta menantikan digili gili"."
Cit Nio tetap menyangkal mengenai Hauw Kiat, sedang
sebenarnya dia hendak culik In Hong dan Hong Bwee
untuk ganggu kesucian mereka, sesudah mana, ia berniat bersama Hauw Kiat kabur akan meninggalkan Hong Bwee
Pang dilain pihak ia harap orang2 Hoay Yang Pay dan See Gak Pay memasuki Cap jie Lian hoan ouw, supaya terjadi pertempuran mati hidup diantara kedua kaum ini dengan Hong Bwee Pang. Sebenarnya ia belum pernah memasuki
Sioe Tong, melainkan ia penah dengar yang gedung bahagia itu ada sebuah bangunan istimewa. Iapun tidak tahu Coei Hoacoe demikian liehay, sampai orang ketahui semua
perbuataru nya yang busuk. Maka sekarang ia seperti
sendirinya mengantarkan jiwa".
Kapan Coei Hong dengar pengakuannya Cit Nio bahwa
Hauw Kiat diperintah menantikan digili gili, ia lantas tertawa dingin, ia kata "Tetamu yang terhormat telah
datang berkunjung, cara bagaimana bisa aku sambut dia dengan dingin" Hayo undang sahabat baik dari Liok Kim In ini, supaya mereka berdua bisa berangkat sama2!" Ia
perintahtempat pemuda yang berdiri dekat pintu.
Empat pemuda itu lantas berlalu, tidak lama, mereka
sudah muncul kembali dari pintu samping sambil
menggotong sepotong daun pintu diatas mana ada
berbaring satu orang, yang seperti sedang tidur, karena dia tidak bergerak atau bersuara, setelah sampai didalam, gotongan itu di lepaskan mendadak didepannya Liok Cit Nio, daun pintu itu jatuh terbanting, hingga orang yang rebah diatasnya sedar sambil menjerit, suaranya tidak sewajarnya, hingga suara itu mirip dengan jeritannya iblis
". Liok Cit Nio terperanjat sampai iapun perdengarkan
seruan tertahan, tetapi segera dia manggut pada Coei Hong dan kata "Hio coe, Hauw Tocoe telah langgar aturan
apakah maka ia dihukum potong kaki secara demikian
hebat" Hiocoe, walaupun didepan Couwsoe, tidak nanti dia dibikin jadi orang bercacat!"
Dalam keadaan seperti itu, tak lagi Cit Nio dapat
mengatur kata nya. Siang ciang Hoan thian Coei Kong, si Tangan Membalik
Langit, berseru "Liok Kim In, kau berani tegur aku berlaku kejam" Ingat, apa yang kau berdua lakukan adalah
pelanggaran paling jahat, paling dipantang oleh kaum kang ouw! Sebenar nya kematian saja masih tak dapat lunaskan kejahatan itu! Tetapi aku masih berlaku murah hati, aku hukum dia menurut aturan umum, karena kau berdua
lancang memasuki Hok Sioe Tong, aku telah kebiri dia dan kutungi kedua kakinya. Liok Kim In, kau telah lakukan apa yang disebut lima pelanggaran besar, kau mesti mendapat hukuman
yang kau harusnya dapat. Mengenai kelancanganmu memasuki Hok Sioe Tong, apabila itu
terjadi diwilayah lain Hio coe itu adalah lain, tapi disini akulah yang berkuasa, aku berhak untuk hukum padamu!
Hayo siap untuk upacara!"
Coei Hiocoe segera berbangkit untuk bertindak kemeja.
Cit Nio kaget bukan kepalang. Kalau hiocoe ini sampai dimeja, jangan harap dia bisa lolos lagi, dia mesti binasa, atau dia bakal bercelaka seperti contoh didepan matanya.
Maka itu. Ia lantas hampirkan hiocoe itu didepan kaki siapa ia menghalau, sembari menangis ia kata "Hiocoe, kau
berlakulah murah, kau ampuni jiwaku ini.... Aku sekarang insyaf, aku akan ubah sifatku, tidak nanti aku main gila pula, umpama kata aku tak kapok, biarlah aku mati dengan tak ada tempat untuk mengubur mayatku"
Dengan air muka muram, Coei Hiocoe membentak
"Liok Kim In, apa kau hendak bersikap bagai seorang
perempuan tidak berguna" Apakah kau tetap menghina
undang2 kita" Jikalau kau tetap bandal, aku nanti ringkus padamu untuk kau jalankan hukumanmu!"
Sambil mengucap demikian Coei Hong mengelakkan diri
dari si nona. Untuk sampaikan meja suci.
Liok Cit Nio tidak gubris ancaman itu, ia rangkul
kakinya hiocoe itu, untuk cegah dia maju mendekati meja, atas mana Coei Hong menjadi sangat gusar.
"Perempuan celaka, kau berani kurang ajar?" Dia
membentak. Dia terus angkat kakinya dengan apa dia
dupak pundaknya si nona, hingga tubuhnya Cit Nio
bergulingan seketika, tapi dia paksa bangun pula, dengan mahan sakit, kembali dia samperi hiocoe itu, akan rangkul kembali kakinya.
"Hiocoe, kau adalah sahabat ayahku dan menjadi pe
hoeku juga"." Ia meratap. "Hio coe, walaupun aturan
perkumpulan keras, aku toh tetap ada orang perempuan, dari itu aku mohon sukalah kau berlaku murah hati,
tolonglah jiwaku ". Sejak saat ini, apabila aku tersesat
pula, tak usah pe hoe yang hukum, aku akan hukum diriku sendiri!"
Lantas si nona manggut hingg dahinya mengenai lantai.
"Perempuan celaka!" Coei Hiocoe berseru. Kemudian ia
menoleh pada si anak2 muda "Siapkan pedang! Dia mesti dihukum!"
Empat anak muda sambil menyahuti "ya!" Sudah lantas
hunus pedang mereka, kemudian dengan dua jari tangan
kiri, mereka menuding si nona sambil kata "Kau tidak taat kepada peraturan perkumpulan kita, kau langgar titahnya
Hiocoe, maka kami akan lebih dulu bikin kau tidak bebas, setelah mana, Hio coe nanti umumkan kedosaan mu!"
Dengan bikin "tidak bebas" adalah bikin anggauta tubuh tampadaksa (cacad).
Liok Cit Nio lihat bagaimana empat anak muda itu
hunus pedang mereka, sebagai seorang licin, ia insaf
bahaya, maka itu segera ia putar tubuhnya, dengan
mukanya yang cantik manis, yang wajahnya menggiurkan, ia awasi mereka bergantian. Iapun perlihatkan roman untuk menarik rasa kasihan orang terhadap nya.
"Soe wie soeheng," kata ia, "dengan memandang
persaudaraan kita, tolong kau beri ketika untuk aku ubah kelakuanku yang tersesat, tolonglah kau kasi jalan baru untuk aku perbaiki diri. Soeheng, tolong kau mintakan keampunan dari Hiocoe?"
Empat pemuda itu dapat titah, mereka mesti jalankan
titah itu, tetapi saat menjalankannya, kadang2 cepat
kadang2 lambat sedikit. Selama mereka berdiam didalam Hok Sioe Tong, Gedung Bahagia, mereka senantiasa hadapi orang2 tua dengan tampangnya berlainan dan luar biasa, jarang sekali mereka lihat orang luar, sekarang tiba mereka tampak Cit Nio yang begitu cantik dan manis, yang pandai membawa aksi, tanpa merasa hati mereka tergerak. Tidak lantas mereka gilai nona ini tetapi toh timbullah rasa kasihannya, hati mereka jadi lemah sendirinya karena
mana, turunnya tangan merekapun jadi tertunda.
Cit Nio lihat itu, segera ia kata pula pada Coei Hong
"Hiocoe, tolong kau pandang Soe couw, tolong kau
sempurnakan aku si orang buruk. Sukalah kau berikan aku satu jalan baru untuk aku bertobat" Bukan saja aku ingin jadi orang baik2, aku juga berniat menebus dosa. Aku nanti bekerja setia untuk Hong Bwee Pang. Umpama aku tidak
mampu perbaiki diri, aku rela nanti bunuh diri sendiri, guna balas kemurahan hati Hiocoe ini"
Lantas Lie touwhoe manggut2 pula sambil menangis ter
isak2, sedih sekali nampaknya.
Coei Hiocoe yang bengis menjadi limbung juga. Ia
adalah satu hiocoe. Ia mesti taat kepada aturan, ia mesti jalankan aturan. Untuk hukum Cit Nio iapun tak perlu
sangsi2 lagi, karena Lo Hiocoe juga telah minta dia
binasakan anak perempuannya ini untuk si anak tidak lagi lakukan perbuatan2 yang memalukan kedua keluarga Lo
dan Liok. Sekarang ia lihat orang punya kelakuan itu.
"Buat apa aku musuhi dia mati2an?" Ia berpikir
kemudian. Iapapun tidak boleh bersangsi lama maka ia
tegur si nona "Jikalau kau bisa menyesal sekarang.
Mengapa kau berbuat keliru" Jikalau kau benar hendak
bertobat, dengan memandang Couwsoe, aku suka berikan
ketika padamu. Ini ada soal sulit bagiku, maka itu kau mesti berani tanggung jawab! Kau harus ketahui, satu kali kau bertindak keliru pula, pasti celakalah perkumpulan kita ini!
Sekarang lekas kau sembanyang terhadap Couwsoe, kau
akui kesesatanrnu dan janjilah untuk bertobat dan perbaiki diri. Kau bersumpah, aku akan kasi ampun padamu kali ini!
Anak celaka, mengertikah kau?"
Mendengar putusan itu, tidak kepalang lega hatinya Cit Nio, tanpa ayal lagi ia manggut2, seraya menghampirkan meja suci, ia ambil seikat hio untuk disulut, sesudah mana, sambil memasang hio ia kata "Teecoe Liok Kim In, dengan kemurahan hatinya Hiocoe, telah diampuni semua
kesalahannya, maka sekarang teecoe janji untuk bertobat, untuk perbaki diri, apabila teecoe janji melainkan dimulut saja, biarlah nanti teecoe dikutuk Thian!"
Sehabis bersumpah, Cit Nio menoleh kebelakang, akan
tetapa tidak dapati Coei Hong, yang entah kapan perginya dan setahu pergi kemana, yang masih ada adalahtempat
anak muda, yang masih asyik menghunus pedang nya
masing2. Dengan cepat dari luar masuk empat orang, untuk
gotong pergi Hauw Kiat. Segera setelah itu, empat anak muda itu kata pada si
nona "Kau luput dari kematian, kau beruntung sekali, tetapi apabila kau tidak ubah kelakuanmu, lain kau tak akan dapat keampunan pula!"
Hatinya Cit Nio mulai lega karena tidak adanya Coei
Hong itu. "Soe wie soeheng, Hio coe ini kasihan kepadaku, aku
pasti akan hargai kebaikannya ini," Ia kata pada mereka itu.
"Soeheng, kemana perginya Hiocoe" Hauw coe itu
bukankah akan jalankan hukumannya?"
Pemuda yang usianya lebih tua, menyahuti sambil
tertawa dingin "Tanpa titah dari Hiocoe, siapa berani ganggu dia" Kaupun mesti tahu diri! Kau tunggu saja, bila sudah datang saatnya untuk kau diperintah pergi, kau baru dimerdekakan. Hauw Tocoe benar sudah dihukum, akan
tetapi rupanya, dengan melihat kau, dia tidak akan
dihukum mati, malah dia akan diberikan obat, dirawat. Kau jangan kuatir, dia sekarang ntu sudah dibawa keluar dari Hok Sioe Tong."
Paras Cit Nio berubah2, agaknya jengah.
"Aku telah bertobat, pasti aku tak akan berbuat keliru lagi. Mengenai Hauw Tocoe, dia sebenarnya lebih baik
binasa daripada bercacat demikian, mati tidak, hidup tidak
keruan. Bukankah hidupnya sudah tidak berarti lagi"
Menurut aku lebih baik ia mati, lebih cepat lebih baik pula!"
Baharu ia mengucap demikian, atau Cit Nio sudah
menyesal bukan main. Bukankah dirinya sendiri masih
belum ketentuan" Kenapa ia mesti ibuki lain orang" Ingat itu, ia terus tutup mulut dan tundukkan kepala, ia tunggui putusan lebih jauh dari Coei Hong.
Tidak antara lama, dari pintu angin keluar satu boca
umur sepuluh tahun lebih. Dia membawa sebuah
nenampan kayu diatas mana ada kertas, pit, bak dan
bakhie, juga selembar kertas yang huruf2nya masih basah.
Cit Nio bisa juga membaca dan menulis, akan tetapi itu waktu ia sedang bingung, ia tidak memikirkan lain kecuali kemerdekaannya, supaya ia bisa lekas berlalu dari gedung itu, maka ia tak tempat perhatikan bunyinya surat, begitu lekas ia baca namanya tertulis disitu. Ia bubuhi tanda tangannya juga cap jempolnya. Kemudian ia menoleh
kekiri dan kanannya, masih ia tak lihat Coei Hong, hatinya tidak tenteram.
Setelah boca itu pergi dibelakang pintu angin, si anak muda angkat tangannya seraya terus berkata pada nona ini
"Hiocoe menitahkan Liok Tocoe lekas berlalu dari Hok
Sioe Tong ini, tak boleh berayal lagi."
Pemuda itupun kembalikan goloknya si nona.
Baharu sekarang Cit Nio rasakan ia terlepas dari
hukumannya, iapun merasa beruntung yang goloknya
dikembalikan dan kantong piauwnya tidak diganggu. Tapi ia berlaku sabar, setelah tancap goloknya, ia menjura pada keempat anak muda seraya berkata "Hiocoe menaruh belas kasihan padaku dengan ia berikan aku keampunan, tidak nanti aku lupai budinya yang besar ini. Aku hendak berlalu sekarang, tak sempat lagi aku pamitan sendiri dari Hiocoe,
maka dengan hormatku ini, aku mendoa keberkahan
Hiocoe. Ciong wie soeheng, terima kasih!"
Lagi sekala menjura dalam dalam, lantas ia putar tubuh, untuk undurkan diri.
Selama itu, Eng Jiauw Ong dan Ban Lioe Tong telah
saksikan semua itu. Nyata tempat itu benar Hok Sioe Tong, pun tempat murid Hoay Yang Pay dan See Gak Pay
ditahan, teranglah penunjuk jalannya, yang tidak dikenal, sudah pimpin mereka kemari guna berdaya menolongi
muridnya. Kebetulan sekali, mereka ketemu Liok Cit Nio.
Diam2 mereka mesti kagumi kecerdikannya nona Lo ini,
yang bisa mengetuk hatinya Coei Hong. Di lain pihak,
mereka tidak percaya nona itu benar tobat.
"Soetee, tak dapat kita bikin lolos perempuan cabul ini,"
Eng Jiauw Ong bisiki adik seperguruanya. "Aku hendak
kuntit padanya." "Tetapi soeheng, waktu tinggal sedikit sekali," Lioe Tong kata pada saudara tua itu. "Tak dapat kita ayal2an lagi.
Untuk sementara, jiwanya perempuan busuk ini baik dikasi tinggal hidup. Kalau soeheng hendak kuntit dia, kuntit saja untuk cari tahu dia benar hendak meninggalkan Hok Sioe Tong ini atau tidak, atau dia masih berniat ganggu murid kita. Apabila dugaanku benar, benar benar dia tak dapat dikas ampun lagi!"
"Kau sendiri, soetee, kau hendak bertindak bagaimana?"
"Aku ingin dapatkan surat pengakuannya Liok Cit Nio
tadi." Jawab Lioe Tong. "Itu bukan cuma surat bertobat, tetapi juga adalah pengakuannya."
"Ya, kau benar!" Kata Eng Jiauv Ong, yang baharu ingat pentingnya surat bertobat itu. "Tapi baiklah kau ber hati2
terhadap tua bangka she Coei itu. Dia dijuluki Siang ciang
Hoan thian, Tangan Membalik Langit, dia pasti bukan
orang sembarangan. Jangan kita sia2 kan bantuannya
penunjuk jalan kita, tak boleh kita datangkan bahaya karena temahai jasa."
Lioe Tong manggut akan berikan janjinya untuk
waspada, setelah tentukan tempat dimana mereka akan
berkumpul pula, keduanya lantas berpisahan. Yalah Too Liong menuju kedepan, dia sendiri kebelakang, hingga dia dapatkan satu pekarangan dengan bangunan kamar2nya,
tiga buah. Justeru itu, ia lihat satu bayangan dijendela, segera ia menghampirkan untuk mengintai. Ia duga itu ada kamar tidurnya Coei Kong. Ia berlaku sangat hati2.
Bayangan itu rupanya berpakaian singsat dan menggendol pedang dibebokongnya. Ketika ia dengar suara orang,
lekas2 ia pecahkan kertas jendela untuk mengintai ke
dalam. Didalam ada satu kamar yang bersih dan teratur
perabotannya. Menempel pada tembok ada sebuah
pembaringan kayu, didepan ini tergelarkan permadani.
Didepan meja ada sebuah meja tulis lengkap dengan
alat2nya dan sejumlah buku. Penerangan adalah lilin
sebuah ciaktay bercabang tiga, lilinnya tinggal separuh.
Ditas pembaringan bercokol Coei Hong dengan didepannya ada satu kacung. Penghuni Hok Sioe Tong itu sedang
membaca surat bertobatnya Cit Nio, sesudah mana, ia
serahkan itu pada kacungnya, seraya kata "Taruh disana."
Kacung itu sambuti surat itu, untuk diletaki dimeja,
ditindih. "Apa semua soehengmu sudah bubaran?"


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya, semuanya."
"Sekarang kau pergilah, tak usah kau tunggui aku," Coei Hong kemudian menitah.
Kacung itu manggut, ia undurkan diri.
Lioe Tong tempat ke payon, untuk sembunyi dari kacung itu, yang lewati dia. Setelah itu ia lompat turun pula, akan mengintai lagi. Ia dapatkan Coei Hong sedang duduk
semedhi. Demikian biasanya satu akhli silat, tak usah dia rebahkan diri lagi. Karena ini, adalah sulit untuk mencuri surat pengakuan Cit Nio itu. Maka ia pikirkan akal, akal yang luar biasa, sebab orang tua itu sendiri ada seorang luar biasa. Selaga berpikir keras, ia dengar suara angin
dibelakangnya, cepat ia menoleh. Ia lihat soeheng nya sedang me lambai2kan tangannya dan terus menunjuk
kearah Timur, ia percaya soeheng itu mempunyai urusan penting, segera ia menuju ketempat yang ditunjuk kemana soeheng itupun sudah lantas pergi. Itu adalah atas rumah.
"Bukankah ini kamarnya Coei Hong?" Eng Jiauw Ong
berbisik. "Ya," Lioe Tong manggut.
"Cit Nio bukannya bertobat, agaknya ia hendak
menuntut balas," kata Eng Jiauw Ong. "Dia ada sangat
licin. Dia tidak lantas berlalu dari Hok Sioe Tong ini, ia hanya pergi pada Hauw Kiat, tidak perduli orang telah bercacat, dia rupanya masih menyintai. Dia berdamai
dengan Hauw Kiat, siapa berikan ia satu bungkusan kecil, yang dia simpan secara hati2. Coei Hong tidak mau bikin Hauw Kiat mati, dia ini malah diobati. Setelah itu, Cit Nio kembali, rupanya dia hendak lakukan suatu apa.
Lioe Tong ketarik, ia mendengarkan terus.
LXXXIV "Cit Nio dapatkan hio pules dari Hauw Kiat, dengan itu ia asapi dan bikin pules enam hio coe, berikut ayahnya sendiri,"
Eng Jiauw Ong menuturkan lebih jauh. Terang sudah
bahwa ia telah kuntit terus perempuan cabul itu.
"Kemudian Cit Nio menuju kesini, rupanya dia hendak
rubuhkan semua orang. Tadi baru saja dia rubuhkan orang2
disebelah depan. Aku kuatir kau kepergok dia, maka aku lantas datang kemari?"
Eng Jiauw Ong belum tempat tutup mulutnya, ia telah
kutik soeteenya, ia sendiri segera menyingkir ketempat gelap. Lioe Tong mengerti, ia turut contoh soehengnya itu.
Segera mereka lihat satu bayangan. Yang menghampirkan kamarnya Coei Hong. Mereka lantas lihat nona itu, kedua mata siapa tersiar tajam. Rupanya dia sedang bergusar, tetapi gerak geriknya hati2. Dari atas genteng dia hampirkan payo, lantai dia loncat turun
kebawah, kedua kskinya tak terbitkan suara apa juga. Ia pasang kuping dijedela, lantas ia membuat sebuah lobang kecil untuk mengintai kedalam.
Eng Jiauw Ong berdua ber diam sambil memasang mata.
Sesudah mengintai, Cit Nio naik keatas genteng akan
rogo sakunya. Sebentar saja, sinar api berkelebat. Nyata ia sulut hio nya yang liehay, setelah mana, ia loncat turun pula kebawah, menghampirkan pintu. Disini ia jongkok.
Untuk lantas tiup asap hio masuk kedalam kamar, dua kali ia meniup, lalu ia berdiri menantikan.
Setelah beberapa saat, kamar tetap sunyi. Maka dengan ber hati2 Lie touwhoe menolak daun pintu. Akan nyelusup masuk.
Melihat itu, Lioe Tong jemput sepotong genteng, ia niat serang perempuan itu, bukan karena ia ingin tolongi Coei Hong, hanya ia hendak cegah orang curi surat pengakuan itu. Tapi belum ia turun tangan, ia lihat berkelebat nya satu bayangan kearah pintu kamar.
Cit Nio benar liehay, ia menoleh dengan tiba2, rupanya ia lihat orang, terus ia lompat naik ke genteng sebelah barat.
Itulah Coei Hong, maka bisa dimengerti takutnya si
perempuan centil itu. "Pastilah dia. Tak bakal lolos lagi," pikir Eng Jiauw Ong berdua.
Coei Hong lihat orang kabur, ia gusar bukan kepalang.
"Binatang, kau masih hendak lari?" Siang ciang Hoan
thian berseru. "Aku hendak lihat kau hendak lari kemana!"
Ia tempat naik untuk mengejar, gerakannya sangat gesit, hingga hampir ia candak si nona, hanya ketika kakinya injak genteng, terdengarlah satu suara, tubuhnya limbung, terus ia kembali ketanah, agaknya ia hendak pertahankan diri, tapi setelsh mundur dua tiga tindak, ia jatuh duduk, lantas tubuhnya terlentang, tidak bergeming lagi.
Jikalau Cit Nio kembali, dengan gampang ia bisa bikin habis jiwanya hiocoe yang liehay ini, yang rupanya telah kena sedot asap hio, yang tadinya dia masih bisa
pertahankan diri, akan tetapi setelah berlompatan, habis juga tenaganya, dia rubuh sendirinya. Beruntung bagi Coei Hong, karena Cit Nio terutama pikirkan Hoa In Hong, ia kabur terus ke paseban Coei Sim Teng, untuk culik murid Hoay Yang Pay itu.
Lioe Tong segera minta soehengnya susul Cit Nio. Itulah kebetulan, sebab mereka asing dengan paseban yang liehay itu. Ia sendiri, katanya, hendak ambil surat pengakuannya
Cit Nio, yang ada penting untuk kelak mereka hadapi Boe Wie Yang.
Maka berdua mereka berpencaran pula.
Walaupun ia tahu Coei Hong rebah tidak berdaya, Lioe
Tong tidak mau berlaku sembrono. Dengan ber hati2 tetapi sebat, ia hampirkan jendela, ia bentet itu untuk dibuka, lalu ia lompat masuk. Dengan gampang ia dapat suratnya Cit Nio, maka ia lekas jemput itu buat dibawa lari ke luar pula.
Ia lihat Coei Hong tetap rebah, ia menghela napas untuk orang liehay ini yang di perdayai oleh seorang perempuan licin. Tapa tidak boleh berlambat, lekas2 ia pergi
kebelakang untuk cari soehengnya. Ketika sampai dibelakang, ia bingung, ia menghadapi muka air, yang air nya ber goyang2. Tatkala ia mengakasi, ia dapati tiap setumbak lebih ada daun teratai kering, dalam tiga jurusan.
Ia tidak bisa melihat tegas jauh kedepan yang gelap, dikiri ada alangan batu karang munjul bagaikan bukit, disebelah kanan ada sebuah ranggon, rupanya tempat untuk
memancing ikan". "Entah soeheng telah menyusul kemana?" Pikir ia seraya merandek, alisnya mengkerut. Tapi ia tak usah bersangsi lama, atau di sebelah kiri itu, ada bayangan ber lari2 kearah dia, gerakannya bagaikan burung besar terbang melayang, segera ia kenali soe hengnya hingga hatinya jadi terbuka tidak terkira.
"Soeheng!" Ia segera memanggil.
Eng Jiauw Ong melambaikan tangannya kepada soetee
itu, yang segera hampirkan ia dikaki tembok.
"Soetee, Coei Sim Teng ini benar2 liehay," berkata
soeheng itu. "Kau lihat itu tiga jalanan, kalau bukan orang Hok Sioe Tong, sulit untuk lintasi itu. Yang tengah dan kanan itu adalah jalanan2 yang palsu, airnyapun dalam,
siapa injak daun teratai kering itu, dia bisa terpeleset dan kecemplung. Syukur aku kuntit perempuan cabul itu, tak sampai aku terkena perangkap, melainkan sukarnya aku
tidak bisa dekati padanya. Pasebannya sendiri terkurung tembok, hingga cuma tertampak wuwunganrga saja.
Pasebanpun bukannya satu. Lihat tindak tanduknya, Cit Nio juga belum pernah datangi paseban itu, dari itu,
akupun terus awasi dia. Ia telah punguti batu, yang ia simpan dikantong kulitnya, lalu dengan itu saban2 ia
timpuk daun teratai kering. Secara demikian, ia maju
dengan pelahan2, menghampirkan Coei Sim Teng. Ketika
ia sampai dikaki tembok, ia diserang oleh penjaga paseban itu. Aku tidak lihat nyata, tapi rupanya ia berhasil
merubuhkan si penjaga. Hanya kemudian, ia nyelindung
diri, rupanya masih ada penjaga lainnya. Kesempatan ini aku gunakan untuk menyusul kau, soetee, karena aku
kuatir, kau tidak tahu rahasianya. Daun2 teratai itu.
Apakah kau berhasil?"
"Ya," sahut Lioe Tong. "Surat ini akan bikin Boe Wie
Yang tak bercahaya tampang mukanya, dan membikin
suram pamornya Hong Bwee Pang. Baguslah soeheng
sudah menyusul aku, jikalau tidak, aku bisa menampak
kesulitan. Nah, mari kita pergi ke Coei Sim Teng."
Eng Jiauw Ong manggut, lantas keduanya berlalu.
Karena keduanya gunai ilmu enteng tubuh "Ceng teng tiam soei" atau "Capung rnenyamber air" dan "Yan tioe liang po" atau "Burung walet samber ombak" dengan lekas
mereka telah sampai ditempat tujuan.
Eng Jiauw Ong ajak soetee nya sembunyi ditempatnya
umpatkan diri tadi, untuk melihat suasana. Segera mereka lihat bergeraknya satu bayangan, tapi karena jauhnya jarak, tak bisa dikenali bayangan itu Cit Nio atau bukan.
"Soeheng, mari kita maju!" Lioe Tong mengajak.
Soeheng itu sambut ajakan ini, maka itu, sebentar
kemudian mereka sudah sampai dikaki tembok dari Coei
Sim Teng dimana keadaan sunyi sekali. Mereka mendarat untuk umpatkan diri dari bayangan tadi. Mereka tidak usah menantikan lama. Akan tampak bayangan tempat turun
ditembok sebelah kanan. Sekarang mereka dapat lihat nyata bahwa bayangan itu benar Cit Nio. Kelihatannya nona ini sedang cari suatu apa, dia celingukan, dia berputaran.
Diam2 mereka menguntit. Luasnya Coei Sim Teng adatempat puluh tumbak
persegi, di sebelah utara ada sebuah pintu yang tertutup rapat. Disebelah selatan, ditepian, ada tertambat dua buah perahu kecil. Jadi di sini orang gunai juga kendaraan air.
Setelah jalan seputaran tanpa dapatkan suatu apa, Cit Nio tempat naik ketembok sebelah barat. Dari atas tembok ini, memandang kedalam, terlihat, runtunan rumah2 kate, yang mengitari paseban. Cit Nio berlari2 diatas rumah kate itu, agaknya ia seperti kenal baik tempat itu. Segera ia sampai didekat paseban itu, yang terkurung dengan yoneng di empat penjuru. Pasebannya sendiri penuh dengan
jendela. Disini Cit Nio maju dengan langsung, kesebelan selatan, ia seperti tahu disitu tak ada penjagaan. Dia hampiri sebuah jendela yang ia tolak terbuka, lalu ia tempat masuk.
Dengan tak kurang cepatnya, Eng Jiauw Ong berdua
menguntit terus, dari celah jendela mereka memandang
kedalam. itu ada sebuah ruangan kosong kecuali satu meja batu serta empat bangkunya dari batu juga, serta sebuah lentera beling tergantung ditengah2, cahayanya terang sekali.
Diatas sebuah bangku batu ada berduduk satu orang
dengan rambut panjang dan kusut, kepalanya diletaki diatas
meja, agaknya ia sedang tidur. Ia tidak terbelenggu. Cit Nio hampiri orang itu dan ia tepuk pundaknya. Orang itu
mendusin dengan terkejut, ia angkat kepalanya mengawasi si nona, melihat siapa, ia agaknya terperanjat.
Segera Eng Jiauw Ong dan Ban Lioe Tong kenali Hoa In
Hong, roman siapa kucel dan lesu.
"Siapa kau" Perlu apa kau datang kemari?" Pemuda itu
menegur, sesudah ia mengawasi sekian lama. Ia rupanya sedar dan jadi tidak senang. Kemudian ia tertawa dingin dan menambahkan "Aku memang tahu. Kau orang2 Hong
Bwee Pang, tidak ada yang benar! Aku telah ketemu Coei Hiocoemu. Dia bilang ada gedung Hok Sioe Tong yang
paling suci dan agung, dia ancam aku untuk jangan minggat atau aku akan cari jalan mati sendiri. Dia kata, kesini tidak sembarang orang boleh masuk dan keluar. Ketika aku tegur dia, kenapa dia culik murid perempuan dari See Gak pay, dia larang aku bicara sembarangan, dia hunjuk, justeru Hok Sioe Tong ada tempat suci maka nona itu dibawa kegedung.
Disini kami dikasi kemerdekaan, dua kacung layani
kebutuhan kami, cuma kami dilarang buron. Tengah
malam buta rata kau datang kemari, apa kau mau?"
Cit Nio tertawa dingin. "Orang she Hoa, jangan kau main bentak2!" Ia kata.
"Jangan menganggap aku tak boleh datang mari. Kau ada murid kepala dari Hoay Yang Pay, bicaralah manis sedikit.
Aku datang dengan maksud baik datang2 kau sambut aku
secara begini kasar?"
"Kalau begitu, bilanglah, apa perlunya kau datang
kemari?" "Orang she Hoa, aku datang kemari dengan tubuh
berdosa tak berampun," Cit Nio jawab. "Bicara terus terang aku adalah murid ke tujuh dari Pang coe. Pang coe Thian
lam It Souw Boe Wie Yang itu adalah satu manusia luar biasa, dia hendak menjagoi diwilayah Kanglam ini, jika dia telah satrukan Hoay Yang Pay dan See Gak Pay yang dia pandang sebagai perintang. Kau harus ketahui, pangcoe kami ada sangat gagah dan dia banyak pembantunya yang gagah dan setia, dia telah kerahkan tenaga untuk hadapi kau kedua kaum. Kelihatannya kau memandang terlalu
enteng pada pihak Hong Bwee Pang. Kau berdua telah
dikurung disini, itu artinya jiwamu berdua ada dalam
bahaya. Maka itu aku datang untuk menolongi kau. Aku
ada orang Hong Bwee Pang tapi sekarang aku telah insyaf, aku lihat Hong Bwee Pang tidak bakal hidup kekal, aku hendak cuci tangan, aku ingin bisa menjadi orang Hoay Yang Pay. Aku masih punya beberapa kawan yang bersedia akan bantu pihakmu menghadapi Hong Bwee Pang.
Dengan menolong kau, aku sendiri turut terancam bahaya, dari itu, aku ingin kau jangan tak berbudi. Aku hendak serahkan diriku padamu, maka kau berikanlah janjimu
padaku." Eng Jiauw Ong dan Ban Lioe Tong kagum akan
kepandaiannya bicara perempuan itu. Diam2 mereka
berkuatir untuk Hoa In Kong, yang masih hijau. Maka itu, ingin sekali mereka dengar jawabannya murid itu.
"Buat aku, mati atau hidup bukan soal lagi!" Demikian terdengar jawabannya In Hong. "Kau omong dari hal yang benar, hanya sayang digunai terhadap aku, itulah keliru alamatnya. Aku telah terima ajaran guruku, melainkan
gurukulah yang aku taati. Maka maksud baikmu itu kau
baik haturkan kepada lain orang. Kau sendiripun harus sayang dirimu. Dengan berkhianat terhadap Hong Bwee
Pang, kau perbahayakan dirimu. Orang Hong Bwee Pang
tersebar diseluruh kolong langit, cara bagaimana kau bisa lolos dari tangan mereka" Kau jangan andalkan aku,
kepandaianku masih sangat berbatas. Lagipun aku belum kenal kau, mana aku bisa ikut kau kabur?"
Lantas In Hong mengawasi meja batu saja.
Wajahnya Cit Nio berubah, matanyapun bersinar,
sebentar kemudian baharu ia jadi tenang pula.
"Aku tidak mengerti kenapa kau jadi nekat begini?" Kata dia, separuh menyesali. "Kau ada satu pemuda berharga, dibelakang hari kau pasti akan punyakan kedudukan baik, maka janganlah kau berpikiran pendek. Aku Liok Kim In, Lo Hiocoe disini ada ayahku yang sejati. Suamiku ada
orang she Liok, sayang ia menutup mata muda2 hingga aku jadi janda sejak beberapa tahun. Aku tidak ingin terus hidup merantau, maka sudah lama aku memikir untuk cari orang kepada siapa aku bisa serahkan diri, sekarang aku lihat kau, aku hendak tolong padamu, agar kemudian kita bisa hidup bersama. Aku bicara tanpa malu2 lagi. Sayang apabila kau mesti jadi kurbannya Hong Bwee Pang, itulah sangat
kecewa." Hatinya In Hong tidak tergerak, ia diam saja.
Cit Nio jadi kewalahan, dia sibuk sendirinya.
"Kenapa kau sukar dikasi mengerti?" Tanya dia. "Aku
begini bersungguh2 tapi kau siram aku dengan air dingin"
Mustahil kau benar2 tidak sayangi dirimu" Apa mungkin kau tidak percaya aku" Benar2 aku niat tolong kau, supaya kemudian kita bisa bekerja sama2. Apakah kau tidak insyaf bahwa kau sedang terancam bahaya?"
LXXXV Tiba2 In Hong jadi gusar, ia berbangkit akan terus
sampok tangan orang yang diletaki kepada pnndaknya.
Iapun menyingkir kesamping.
"Kau ada seorang perempuan, terutama kau ada satu
janda, jangan kau tak hargai derajat mu!" Ia menegur.
"Lekas kau ber lalu dari sini! Bukankah sesuatu orang ada punya pikiran sendiri" Maka jangan kau paksa aku! Keliru jikalau kau pandang rendah pada orang Hoay Yang Pay.
Aku tak sudi bicara banyak denganmu, kematianku tidak ada sangkutannya dengan mu, tak usah kau buat pikiran!"
Ia tertawa mengejek. "Kaupun tak usah kuatir Hoay Yang Pay nanti rubuh ditangan Hong Bwee Pang, kejadian malah akan kebalikannya. Pergilah kau! Tak usah kau bujuki
aku"!" Cit Nio mendongkol bukan main. Belum pernah ia
terhina secara demikian. Ia ingin sekali dapati pemuda ini sebagai barang permainannya, supaya dengan begitu
berbareng ia bisa membalas dendam terhadap Hoay Yang
Pay, yang telah basmi Liok kee po. Ia tidak sangka orang ada demikian keras hati. Ia menahan sabar, ia pikirkan daya lain untuk menaklukinya, atau bikin rubuh pemuda ini.
"Orang she Hoa, kau benar tidak tahu kebaikan orang!"
Kata ia sambil menunjuk. "Biasanya aku tidak berlaku
sungguh2 terhadap siapa juga, siapa turut aku dia selamat, siapa menentang, dia celaka, adalah seja aku insaf buruknya Hong Bwee Pang, yang pasti tidak bakal hidup kekal, aku ingin ubah cara hidupku, aku mengharapkan satu orang
kepada siapa aku bisa andalkan diri. Begitulah aku lihat kau ditawan, aku lantas saja ketarik kepadamu, hingga aku lantas ikuti kau sampai disini. Aku percaya kau sebagai satu pemuda yang penuh pengharapan aku ingin serahkan diriku padamu, agar kemudian kita bisa hidup beruntung
bersama2. Untuk ini kau lihat, aku berani hadapi ancaman
bahaya. Maka kenapa kau ucapkan kata2 kotor terhadapku"
Apakah kau anggap aku tidak berdaya terhadapmu" Orang she Hoa, mari kau turut aku. Kita menyingkir sama2,
jikalau tidak, jangan kau nanti menyesal!" Dengan tiba2 ia hunus goloknya dan dilintangkan dimuka orang, seraya
tegaskan "Hayo bicara!"
In Hong tidak takut, ia malah mengawasi dengan tajam.
"Apakah kau inginkan jiwa ku" ia tanya. "Aku sudah
bilang, jiwaku sekarang ada di luar garis, maka sekarang bunuhlah aku!".
Tit Nio jadi sengit. "Benar2 kau tidak berbudi!" katanya. "Kau berani
menghina Cit Nio" Baik, sekarang hendak lihat kepandaianmu!" Habis berkata begitu, nona ini tancap pula goloknya
dibebokong nya, lantas ia bertindak keluar.
Melihat orang hendak pergi, Eng Jiauw Ong berdua
lekas menyingkir sambil sembunyi, mereka ingin lihat
tindakannya nona itu terlebih jauh.
Cit Nio tidak pergi jauh, sesampainya diluar, ia
keluarkan serupa barang dari sakunya, terus ia nyalakan api dan menyulut. Nyata ia memasang hio, yalah hio obat
pules. Sambil berbuat begitu, ia menggerutu sendirinya
"Jikalau aku tidak kasi rasa, mana kau tahu keliehayanku!"
Ia lalu jalan mutar akan dekati jendela, dari celah mana ia tiup masuk asapnya hio. Setelah itu, lekas2 ia pergi kepintu akan berkata2 seorang diri, untuk sengaja ia kasi In Hong dengar suaranya. Kemudian, ia menuju pula
kejendela, untuk kedua kalinya ia tiup masuk asap hio. Ia percaya, setelah dua kali, pemuda itu tidak akan lolos lagi dari tangannya.
Eng Jiauw Ong dan Ban Lioe Tong mengerti akan
maksud ini, mereka beranggapan, tak dapat tidak mereka mesti turun tangan, akan tolongi In Hong, yang sudah
terang keras hatinya. "Soeheng, apa tidak baik kita habiskan saja dia?" Lioe Tong tanya.
"Bukankah gampang sekali akan lakukan itu?" Too
Liong balik tanya. Ketika itu Cit Nio sudah siap pula dijendela, atau tiba2 ia terkejut dan lopa2 hionya terlepas jatuh, seperti juga ia terkena senjata rahasia. Menyusul itu, dipayon rumah ada bayangan berkelebat, bayangan mana tertawa pelahan.
Dalam keadaan seperti itu, Cit Nio masih ingat
menggunai piauw, akan serang bayangan itu siapa sambil tertawa sambuti piauw itu.
Dengan cepat Cit Nio pungut hionya, lantas ia tempat
naik ke atas paseban. Dua2 Eng Jiauw Ong dan Lioe Tong batal turun tangan,
karena ada orang yang dului mereka, hingga sekarang
mereka ingin ketahui, siapa itu yang telah ganggu si nona.
Mereka juga kagum untuk kegesitannya orang itu. Mereka lantas menguntit, sebab Cit Nio pun mencoba susul
bayangan itu. Sebentar saja mereka sudah sampai ditembok batu, dari mana Cit Nio susul terus bayangan itu.
Soeheng dan soetee itu juga hendak menyusul, tetapi
baharu saja Lioe Tong hendak enjot tubuh, atau diatas tembok itu muncul satu bayangan, yang terus berkata
"Hoaysiang Ceng hong Pocoe! Kian San Kwie in Po coe!
Kenapa kau layani segala perempuan centil hingga kau
antap murid sendiri terancam bahaya?"
Dua saudara ini terkejut. Memang benar, In Hong dalam bahaya dan itulah saatnya untuk tolong dia, selagi paseban kosong. Tapi mereka masih ingin tahu bayangan itu.
"Kau siapa, tuan" Tolong kau perkenalkan diri!" Lioe
Tong tanya. Bayangan itu geraki kedua tangannya, hingga tertampak pakaiannya yang besar.
"Tak usah tanya, Hoay siang Siang hiap!" Begitu
jawabnya. "Nanti saja di dalam Cap jie Lian hoan ouw kita bertemu pula!"
Lalu bayangan itu lari kearah selatan barat, sedetik saja, ia hilang lenyap.
Percaya bayangan itu ada seorang liehay dan kawan
mereka, Eng Jiauw Ong ajak soeteenya kembali kepaseban dimana mereka dapati In Hong sudah terkena asap pules, dia rebah seperti pingsan, maka Lioe Tong lantas cari air dingin untuk sembur mukanya, atas mana, dengan lekas
pemuda ini tersedar. Ia terperanjat karena heran dan girang berbareng melihat guru serta paman gurunya itu, kemudian, bahna terharunya, hampir ia kucurkan air mata. Lekas ia berlutut akan kasi hormat pada guru dan paman guru itu.
Dengan berlutut, iapun bisa tempatkan mukanya yang
sudah hampir menangis. Eng Jiauw Ong terharu untuk penderitaan muridnya itu.
"Kau bersengsara, In Hong," kata ia. "Aku tidak sangka Hong Bwee Pang ada demikian kejam. Sekarang mari kita berlalu dari Hok Sioe Tong ini!"
"Baik, soehoe," sahut sang murid. "Tapi apa soesiok
sudah ketemukan nona Hong Bwee" Apakah gurunya nona
Hong Bwee tidak datang bersama?"
Too Liong tidak lantas sahuti muridnya, hanya ia
menoleh pada soeteenya. "Aku sangka Hong Bwee dikurung di lain tempat,
ternyata dia pun ditahan disini." Ia bilang "Entah dimana kamar tahanannya"."
"Mestinya di dekat2 sini, soe hoe" In Hong nyatakan.
"Apakah tenagamu telah pulih?" Lioe Tong tanya
keponakan murid itu. In Hong manggut. Selama disini,
kecuali penjagaan diluar, didalam kamar ini aku merdeka,"
sahut pemuda itu. Lioe Tong manggut. "Mari!" Ia mengajak.
Bertiga mereka keluar, kemudian In Hong jalan dimuka, akan cari Hong Bwee, yang ia percaya berada dekat, sebab pernah ia dengar penjaganya omong hal satu kamar lain yang kecil. Akhirnya mereka sampai disatu rumah kecil dari mana ada sinar api molos dijendela. Tidak terdengar suatu apa dari kamar itu.
Lioe Tong memasuki pekarangan seraya diturut Too
Liong, In Hong ikuti mereka. Sampai disitu. Murid ini tidak berani mendahului, karena yang sedang dicari adalah murid perempuan dari See Gak Pay, hanya ketika sudah
mendekati jendela, ia memanggil "Sioe Beng Soemoay!
Soemoay!" Tidak ada jawaban.

Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Coba kau lihat didalam!" Too Liong perintah
muridnya. "Mungkin dia sudah ada yang menolonginya."
In Hong tidak berayal, ia lantas masuk kedalam, yang
kosong, Hong Bwee tidak ada. Ia jadi berkuatir, ia segera teriaki guru dan paman gurunya.
Too Liong dan Lioe Tong masuk kedalam, mereka heran
juga, tapi segera diatas meja mereka lihat selembar surat, membaca mana, hati mereka jadi lega. Surat itu berbunyi begini
"Hoay siang Siang Hiap!
Sioe Beng sudah dapat ditolong, tetapi perempuan cabul itu biarlah dia lolos dahulu, kelak pasti dia dapat bagian nya. Silahkan Siang Hiap kembali ke Gan Tong San.
Jangan takut untuk memasuki Cap jie Lian hoan ouw. Boe Wie Yang boleh punyakan banyak kawan tetapi kita
berpokok kepada keadilan. Kami beramai akan turut
melayani dia." Tanda tangan dari surat itu ada "To Cie".
Eng Jiauw Ong berdua bernapas lega.
"Beruntung kita peroleh bantuannya To Cie Taysoe,"
kata mereka. To Cie adalah angkatan tua, atau cianpwee, dari See Gak Pay. "Dengan demikian, terang Tiat So
Toojin pun sudah datang. Benar2 kita boleh layani Hong Bwee Pang."
Lioe Tong manggut, ia benarkan soeheng itu.
Sampai disitu, mereka ajak In Hong meninggalkan
paseban Coei Sim Teng. Mereka gunai perahu, yang telah disediakan itu.
"Sayang semua tetua yang ber istirahat didalam Gedung Bahagia ini," kata Eng Jiauw Ong sambil menghela napas.
"Dengan mudah mereka kena dipermainkan satu perempuan nakal. Mereka adalah bagaikan mayat saja, tak sukar buat kita menghabiskan mereka. Mungkin diantara mereka terdapat musuh besarku. Tapi kita sudah dapatkan surat pengakuannya Liok Cit Nio, juga kita sudah berhasil
menolongi murid2 kita, inipun sudah suatu peringatan bagi Boe Wie Yang."
"Kau benar, soeheng," kata Lioe Tong. "Kita harus lekas kumpulkan orang untuk memenuhi undangannya Boe Wie
Yang, akan datangi Cap jie Lian hoan ouw."
Selagi bicara, mereka telah keluar dari daerah yang
berbahaya tanpa suatu rintangan. Tadinya mereka hendak ambil jalan dari mana tadi mereka datang, tetapi se
konyong2 satu bayangan muncul didepan mereka sambil
menegur "Apa Ceng hong po Soe pe disitu?"
Eng Jiauw Ong dan Lioe Tong belum menyahuti, In
Hong mendahului "Sioe Beng Soe moay?" Ia tanya.
Bayangan itu, yang mengham pirkan, benar Hong Bwee
adanya. Ia memberi hormat pada Eng Jiauw Ong bertiga.
"Sudahlah, jangan pakai banyak peradatan," Eng Jiauw
Ong mencegah. "Sebenarnya aku malu terhadap kau, nona, karena aku antap pihak Hong Bwee Pang culik kau dan
soehengmu. Mana Taysoe" Apa ia ada pesan apa2?"
"Tetapi aku tidak menyesal, soe pe," sahut Hong Bwee.
"Aku telah terima ajaran dari soehoe, aku tahu adanya takdir. Malah aku tidak sangka aku bisa lolos secara
demikian gampang. Tadi adalah Soecouw To Cie yang
tolongi aku, iapun telah tinggalkan surat untuk soepe, minta soepe lekas pulang ke Gan Tong San untuk berkumpul
dirumahnya pemburu Hee Hong Lim, untuk bersedia2
memasuki Cap ji Lian hoan ouw. Karena ada urusan,
soecouw sudah berangkat pula. Menurut soecouw, untuk
memasuki Cap jie Lian hoan ouw kita membutuhkan
perahu, terutama perahu yang besar. Perahu disini tak dapat diandalkan, karena disini orang telah terpengaruhi pihak Hong Bwee Pang. Cuma di Tong peng pa masih ada
perahu2 yang boleh juga di pakai, tapi semuanya adalah
perahu kecil. Kata soecouw, kita mesti waspada. Boe Wie Yang boleh akui dirinya satu enghiong tua dan kenamaan tapi orang nya terdiri dari perbagai macam dan banyak yang licin, sukar dicegah mereka ini main gila, dari itu, kita mesti siap sedia. Soecouw pun bilang, masih ada murid2
See Gak Pay yang akan bantu kita. Tentang persiapan
perahu, soecouw minta kita jangan sibuk2, lagi dua tiga hari bakal datang empat puluh buah perahu nelayan dari Soe Soei dibawah pimpinan nelayan Kan In Tong. Dia ada satu nelayan, tapi dalam kalangan kang ouw, dia telah peroleh nama baik."
"Bagus!" Kata Siok beng Sin Ie. "Inilah bantuan
berharga yang kita tidak pernah sangka. Pasti sekali kita akan turut pesannya To Cie Loocianpwee. Tapi, nona. Apa ada pesan terlebih jauh?"
"Mengenai diriku, soe couw perintah aku pergi kekuil
Kouw Sioe Am dikaki puncak Pek In Hong, untuk
menemui guruku," sahut Hong Bwee. "Soecouw pesan tak
usah soepe beramai menemui lagi couwsoe dan guruku,
karena pada saatnya, mereka akan datang bersama.
Soecouw pesan untuk soepe waspada. Boe Wie Yang tidak hanya hendak membalas dendam, diapun ingin rubuhkan
Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, untuk dapat menjagoi
sendiri. Sekarang dia telah undang dan punyai banyak
kawan jago2 kang ouw dari pelbagai kalangan, banyak
diantara nya yang liehay2."
Dua2 Too Liong dan Lioe Tong manggut2.
"Kami nanti perhatikan pesan ini," kata Eng Jiauw Ong.
"Kami bersyukur kepada Taysoe. Tolong sampaikan bahwa kami tidak akan berlaku sembrono, karena ini adalah
mengenai kehormatan kedua kaum kita. Aku harap nona
sampaikan juga pada Taysoe agar ia datang siang2,
sekarang mari kami antar kau ke Pek In Hong."
Hong Bwee memberi hormat.
"Tidak usah, soepe, terima kasih," ia menampik. "Aku
kenal yalanan kesana, aku bisa pergi sendiri. Letaknya tempat juga hanya satu lie lebih dan disana pasti soecouw akan memapakku."
Sehabis berkata, Hong Bwee memutar tubuh, buat terus
berlalu sambil ber lari2, sebentar saja sudah melalui lebih dari dua puluh tumbak.
"Pihak See Gak Pay ada punya orang2 liehay," kata Lioe Tong, ia kagumi kegesitan si nona. "Hong Bwee bicara
tentang takdir, tapi dia sebenarnya cerdik, tidak heran kalau gurunya
sangat perhatikan padanya, sampai pun soecouwnyapun sayang sekali padanya. Dibelakang hari dia pasti peroleh kemajuan. Syukur dia tidak kurang suatu apa, jikalau tidak, mana kita ada punya muka untuk
menemuinya?" Eng Jiauw Ong benarkan saudaranya ini.
"Sekarang sudah siang, soeheng, mari kita lekas berlalu dari sini," kemudian Lioe Tong kata pula.
"Mari, soetee!"
Lalu, bertiga, mereka menuju kepagar bambu. Napas In
Hong sengal sengal akan ikuti guru dan paman gurunya itu, yang lari dengan pesat sekali. Ketika waktunya ayam2 jago berkokok, mereka sampai ditempat dimana Siauw Liong
Ong sembunyikan perahunya, maka dengan naik kendaraan itu, dengan Lioe Tong yang menggayu, mereka menyingkir terus. Syukur mereka tidak jumpai rintangan suatu apa.
Tatkala mereka sampai ditempat mendarat, dari semak
tempat keluar satu bayangan.
"Siapa?" Menegur In Hong. "Lekas jawab atau kami
nanti turun tangan!"
Tapi Eng Jiauw Ong segera tanya "Kenapa kau masih
belum pulang?" "Hatiku tidak tenteram, tak berani aku meninggalkan
tempat ini," ada jawaban dari bayangan itu, yalah Kang Kiat.
Lioe Tong manggut2. "Kau begini setia, kami tak akan sia2 kan padamu," ia bilang.
"Mari kita lekas pulang. Perahuku ini boleh dtempatkan terus disini, untuk setiap waktu kita pakai, kau sendiri boleh ambil jalan dari goa nagamu"
"Aku mengerti, soecouw," jawab boca itu sambil
mengangguk. Kemudian ia menoleh pada In hong.
"Apakah ini Koa Loo soe?"
"Benar." Sahut Eng Jiauw Ong.
Dengan lantas Kang Kiat memberi hormat sambil
berlutut seraya kata "Soehoe, terimalah hormat teecoe."
In Hong bengong dengan tiba2 muncul orang yang
panggil ia guru dan bahasakan diri murid tee coe, tapi Lioe Tong tertawa dan kata padanya "Kau jangan heran. Ini ada soal baharu bagimu, inilah ada kehendak Yan tiauw Siang Hiap, yang hendak sempurnakan padamu, supaya kau
peroleh murid. Seharusnya kau bergirang!"
"Tetapi, soesiok," In Hong bilang. "Mana aku berani
terima murid" Kepandaianku sendiri masih belum
sempurna, aku masih hendak melanjutkan lebih jauh. Pasti orang akan tertawai aku."
"Kau jangan sibuk tentang itu, Ih Hong," Eng Jiauw
Ong turut bicara. "Inipun bukan kehendakmu sendiri.
Tentang ini lain kali saja kita bicarakan lebih dayuh.
Sekarang mari kita pulang."
"Silahkan jiewie soecouw balik ke Cie hoed tong," kata Kang Kiat, "aku sendiri hendak pulang dulu akan menemui ibu. Segera nanti aku menyusul."
Tanpa tunggu jawaban, si Raja Naga Kecil hampirkan
tempat yang tingginya dua tumbak lebih dari muka air, ia enjot tubuhnya akan terjun keair dengan kepala terlebih dahulu, hingga ia segera selam, tatkala ia muncul pula. Ia sudah terpisah belasan tumbak jauhnya, setelah mana,
bagaikan ikan ia berenang pergi, selulup dan timbul
bergantian. Eng Jiauw Ong dan Lioe Tong kagum, sedang In Hong
tetap bingung, tetapi kemudian ia turut menjadi kagum kapan ia dijelaskan bahwa boca itu pandai berenang dengan belajar sendiri, karena bagusnya akan bakatnya.
"Nah, mari kita pulang!" Mengajak Eng Jiauw Ong.
LXXXVI Hari telah jadi terang benderang ketika Eng Jiauw Ong bertiga sampai dimulut jalan dekat Cio hoed tong dimana, dari semak2, mereka disambut oleh empat anak muda yang terus mengucapkan "Oh, loosoe baharu pulang! Selama
kepergian loosoe hati kami kurang tenteram"
Mereka adalah Soe touw Kiam, Ciok Bin Ciam, Hee
houw Eng dan Kam Tiong. "Dan semalaman kau menantikan disini," kata Lioe
Tong. "Syukur kami berhasil menolong Hoa Soehengmu!"
Empat pemuda itu segera hampiri soeheng mereka, yang
jalan dibelakangnya Eng Jiauw Ong, untuk memberi
hormat, sedang In Hong dengan tergesa 601-602 ?""
sekarang dia datang dengan satu kabaran penting.
"Ada apa?" Eng Jiauw Ong t.ului menanya.
Kam Hauw menjawab bahwa selama ditempat tugasnya
tidak pernah ia lihat orang, hanya baharu selang setengah jam,
perhatiannya tertarik dengan berterbangannya sejumlah burung dara. Selama satu dua ekor yang terbang, ia tidak perhatikan, tapi yang terakhir, sampai enam atau tujuh belas ekor, dan semuanya telah kembali , dari itu ia sangka, musuh rupanya sedang mengatur suatu apa atau
disana ada terjadi apa2. Baharu Kam Hauw kasikan keterangannya atau diantara
pintu orang lihat terbangnya empat ekor burung dara, yang terbang tinggi sekali. Lioe Tong segera lari keluar untuk memperhatikan, ia segera dapat kenyataan, itu benar ada burung2 dara pembawa berita, sebagaimana dikakinya ada dkatkan gulungan atau lepitan kertas.
Khoe Beng, Ciong Gam, Loo piauwsoe Hauw Tay dari
Shoatang Selatan dan yang lain2 turut ke luar, akan melihat burung2 dara itu.
"Soeheng, aku lihat inilah burung burung yang balik
dengan kabar balasan," Ciong Gam berkata. "Semua
mereka bukan datang dari arah Cap jie Lian koan ouw,
maka mungkin sekali ia tempat sembunyi didekat ini."
"Apa tak baik kita pergi menyelidikinya?" Hauw Tay
usulkan. Eng Jiauw Ong setuju. "Mari" ia mengajak.
Dengan Kam Hauw sebagai penunjuk jalan, orang pergi
ke tempat dimana burung terlihat terbang naik dan turun.
itu adalah sebuah puncak. Disini Hauw Tay mendaki paling dulu, untuk mana ia mesti perlihatkan keentengan
tubuhnya. Yang lain2nya ikuti dia. Tapi, sia2 belaka
mereka mencari tempat sembunyi nya burung dara itu.
Siok beng Sin Ie Ban Lioe Tong bersama Tiongcioe
Kiam kek Ciong Gam dan Eng Jiauw Ong mengawasi
kemuka air dimuka bukit, disana mereka dengar suara
terompet dan bunyinya pohon2 gelagah, yang bercampur
baur menjadi satu. Yang lain2 pun menoleh kesana, karena mereka merasa aneh.
Memandang dari atas, mereka semua lihat pemandangan
bagaikan gambar lukisan saja.
Dimuka air tertampak rerotan perahu2 nelayan, yang
terpecah dalam dua baris, yang didepan yang jumlahnya belasan, layarnya dua, yang disebelah belakang, layarnya satu. Nampaknya semua ada perahu2 baru. Kemudian
mereka lihat bendera2 persegi tiga dengan lukisan mirip seekor burung, berkibar2 diatas tihang layar, entah huruf apa itu.
Selagi semua kendaraan air itu mendatangi kelihatan
nyata anak buahnya. Diantaranya dikepala setiap perahu ada dua pemuda umur dua puluh lebih, romannya gesit,
berpakaian baju mandi. Dibaris kiri, semua anak buah
bersenjatakan tempuling cagak tiga, dan yang dikanan, bersenjata kan tumbak kait pendek. Semua pakaian mereka serupa. Semua perahu adatempat puluh buah, ia junya
mirip dengan majunya sekawanan naga. Tujuan perahu2 itu adalah muara didepan bukit.
"Soeheng, mungkin mereka adalah murid See Gak Pay
seperti katanya To Cie Taysoe," menya takan Khoe Beng.
"Itulah tentu Soe Soei Hie kee Kan In Tong, yang datang untuk bantu kita"."
"Eh, lihat, soeheng!" Kim too souw menambah, dengan
suara terperanjat. "Lihat kawanan Hong Bwee Pang itu, mereka muncul, rupanya hendak menghalangi orang
memasuki muara! Jangan2 mereka akan bentrok"
Rombongan perahu nelayan itu benar2 berhenti dengan
tiba2, dari antaranya lantas maju sebuah yang besar,
dikepala perahu ada berdiri seorang yang mukanya semu merah, tudung rumputnya yang lebar, yang disebut tudung ma lian po, tergantung dipunggungnya, tetapi dia
mengenakan thungsha biru dengan sabuk putih dan sepatu hijau, hingga dia tak mirip nya dengan satu nelayan, dia lebih menyerupai satu guru sekolah. Mendampingi dia ada empat
pemuda yang roman nya gagah, masing2 bersenjatakan golok pek soei too. Benar dia adalah Kan In Tong, si Nelayan Soe Soei.
Dari pihak pencegat, yang menjadi kepala, perahunya
sudah dimajukan, untuk bicara kepada pemimpin rombongan. Pihak ini rupanya telah pakai aturan, karena bentrokan tidak terjadi. Rupanya pihak pencegat tidak berani mencegah, dia hanya melepaskan burung dara, yang terbang kebukit ditempat yang tak terlihat tegap, dari mana segera muncul burung pembawa balasan kabar, atas mana.
Pihak Hong Bwee Pang undurkan diri, tidak merintangi
barisan perahu nelayan itu.
Eng Jiauw Ong semua berlega hati, lantas mereka turun gunung.
Sementara itu dari rumah nda datang orang menyampaikan kabar bahwa dari pihak See Gak Pay ada
pembawa surat untuk ketua Hoay Yang Pay, surat mana,
dia bawa sekalian. Eng Jiauw Ong beramai baca surat itu. Yang datang dari To Cie Taysoe, bunyinya menganjurkan agar mereka ini
jangan ayal pula, mesti lekas berkunjung ke Cap jie Lian hoan ouw. Telah didapat keterangan lebih jelas bahwa
benar Boe Wie Yang telah undang banyak kawan Rimba
Hijau, yang liehay semuanya, diantara siapa ada dua jago kang ouw yang liehay sekali, tapi dua orang ini masih belum sampai, apabila mereka keburu datang, sungguh sulit akan hadapi mereka itu. Jadi ada lebih baik Hong Bwee Pang digempur sebelum bantuan itu tiba. Karena itu, Kan In Tong diperintah lekas berangkat untuk membantu.
"Mana utusan See Gak Pay itu?" Eng Jiauw Ong tanya.
"Dia tengah ditemani oleh Hee houw Eng."
Karena ini, orang perlekas tindakan mereka, hingga tidak lama sampailah mereka dirumah Hee Hong Lim, akan
lantas bertemu kepada si pembawa surat, seorang umur
kurang lebih tigapuluh tahun, romannya cakap dan gagah, tadinya ia sedang duduk, melihat rombongan Eng Jiauw
Ong, dia lantas bangkit. Hee houw Eng lantas perkenalkan tetamu itu, yalan See Soei Hie kee Kan In Tong, si Nelayan Soe Soei.
Kedua pihak saling memberi hormat, tetapi pihak tuan
rumah tidak duga nelayan itu beroman demikian, tadinya mereka sangka akan menemui satu nelayan asli yang
sederhana saja. "Teecoe adalah Kan In Tong, yang dengan kemurahan
hatinya To Cie Taysoe telah diterima bernaung dibawahannya," demikian tetamu itu. "Inilah ada untung baik bagiku. Taysoe katakan, teecoe berjodoh dengannya, kalau tidak, Taysoe tak akan terima murid orang biasa, sedang murid pertapaannya sendiri tak sembarangan
diwariskan pelajaran ilmu silat. Selama lima tahun teecoe
diasingkan disebuah gubuk dibelakang kuil Tiat Hoed Sie di Hong tek kwan, belum pernah teecoe menginjak kuil,
sampai saatnya teecoe djinkan keluar dari gubuk baharu teecoe dibawa kekuil untuk diperkenalkan kepada semua soeheng. Inilah sebabnya, tidak ada orang kang ouw yang teecoe kenal, tidak juga mereka dari Pek Tiok Am di Siang Thian Tee, See Gak San. Dengan lantas teecoe dititahkan bawa empat puluh buah perahu nelayanku kemari, katanya untuk membantu kepada Hoay Yang dan See Gak Pay,
untuk sekalian mencari pengalaman. Sekarang teecoe
mohon Ong Soepe perkenalkan aku kepada semua soepe
dan soe siok disini, agar aku tidak sampai berlaku tidak hormat."
LXXXVII Eng Dauw Ong kagum akan sikap hormat dari orang itu.
"Kan Jie tee, jangan kau panggil soepe kepadaku," ia
menampik. "Aku dan gurumu ada sahabat kekal, maka
marilah kita jadi kakak beradik saja. Percayalah, bukannya aku seejie."
Kan In Tong tetap merendahkan diri, katanya ia masih
muda dan baharu keluar dari perguruan, dari itu ia inginkan persahabatan dan pengajaran dari orang2 yang terlebih tua.
Lalu ia ulangi permintaannya akan diajar kenal kepada semua orang yang hadir. Mendengar perkataan dan melihat sikapnya orang, semua kawannya Eng Jiauw Ong tidak
berayal untuk ajar kenal kedua pihak, sesudah itu ia
silahkan In Tong berduduk pula akan minum teh. Sembari bicara, ia tanya kalau kalau To Cie Taysoe ada punya pesan lain.
"Soehoe pesan, biar bagaimana, kita mesti tetap gunai perahu kita ini," Kan In Tong menjawab. "Soehoe ambil


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sikap demikian karena soehoe tahu, orang2 Hong Bwee
Pang tercampur aduk, tak dapat kita percaya habis kepada mereka, sedang permusuhan hebat sekali. Umpama pihak
sana memaksa, kita tidak dapat berbuat lain daripada segera melayani nya."
"Boe Wie Yang hendak menjagoi, semangatnya itu harus
dikagumi, nyatakan Ciong Gam, "melainkan sayang ia
keras kepala, ia tak sudi beri ketika pada lain golongan.
Sekarang mari kita kumpulkan orang kita, kita pilih hari untuk memasuki Cap jie Lian hoan ouw. Kepada Yan
tiauw Siang Hiap kita mesti minta supaya diatur agar semua angkatan tua, yang hendak bantu kita, yang bekertiya
diam2 pun diberitakan."
Eng Jiauw Ong setujutu. Maka ia lantas bertindak,
antara nya kabar segera dikirim kekuil Kouw Sioe An di Pek In Hong. Hanya, mengenai Yan tiauw Siang Hiap, ia belum tahu dimana adanya mereka itu.
"Kemana kita bisa kirim kabar?" Tanya Lioe Tong.
"Kita kirim kabar saja ke Tat Ho Sie, kesana mereka
suka pergi," sahut Eng Jiauw Ong. Siapa telah tetapkan hari keberangkatan lagi tiga hari.
Setelah itu Eng Jiauw Ong ajak soeteenya, Khoe Beng
dan Hauw Tay pergi ketepi sungai, akan tilik empat puluh perahu nelayan, yang diberi nama Hoei Cioe Hie coan si Garuda Terbang.
Kan In Tong antar mereka ini akan hunjukkan
perahu2nya itu. Eng Jiauw Ong tidak tahu sebabnya kenapa Kan In Tong
datang cepat luar biasa, waktu ia tanyakan nelayan itu, nyata muridnya To Cie Tay soe ini telah dapat tahu jalan air rahasia yang didapati Kang Kiat. Jadi pasukan perahu
ini tidak ambil jalan Ngo liong peng, hingga kedatangannya tidak siang2 diketahui sekalipun oleh penjaga2 pihak Hoay Yang Pay sendiri. Hal inipun menjadi satu peringatan bagi Eng Jiauw Ong semua untuk lain kali berlaku terlebih hati2.
Maka ia lantas minta perhatian semua kawannya untuk
waspada, terutama didalam Cap jie Lin hoan ouw nanti
agar mereka jangan tinggi hati.
Untuk membuktikan keterangan nya, Kan In Tong ajak
empat jago itu pergi kemulut jalan rahasia dengan menaiki perahu yang laju sekali, hingga tidak lama mereka sampai didekat tempat kediamannya Kang Kiat.
Semua perahu dari Soe Soei tidak dapat gangguan dari
perahu perahu nelayan setempat, akan tetapi mereka ini nampaknya seperti memasang mata, rupanya itu adalah
penilikan secara diam2. Kemudian dengan perahu kecil itu Kan In Tong hampiri
perahu besarnya, untuk ajaktempat ketua itu menaikinya.
Dua pemimpin, yang jadi wakilnya In Tong, menyambut
dengan hormat pada empat tetamu itu. Disini In Tong
tuturkan kepada Eng Jiauw Ong perihal sekalian anak
buahnya, yang Terdiri seratus lebih anak muda, yang sudah terdidik baik, hingga latihan mereka sebanding dengan latihan serdadu2 air negara.
Eng Jiauw Ong dan Khoe Beng berikan pujian mereka.
Kan In Tong panggil dua orangnya, akan menanyakan
ada gerakan apa dipihak Hong Bwee Pang. Memang ia
awasi pihak musuh itu, untuk berjaga2. Ia peroleh
keterangan, bahwa Hong Bwee Pang beruntun2 melepas
burung dara, belasan ekor, entah apa maksudnya, kemudian ada keluar enam rombongan perahu cepat, setiap
rombongan terdiri dari empat buah perahu, dan setiap
perahu ada empat anak buahnya, semua perahu itu
ditujukan ke gumbolan gelagah ditimur dan barat dan
menghilang kedalam rupanya disana ada tempat sembunyi mereka. Sampai itu waktu, dimuka sungai masih ada enam buah perahu yang berlainan dan beberapa perahu kecil
agaknya memasang mata terhadap mereka. Rupanya itu
ada perahu perahu nelayan asal Tong peng pa.
"Kita tidak puas dengan sikap mereka itu, maka kita
telah beritahukan mereka, kecewa Hong Bwee Pang
berkenamaan tetapi sikapnya itu seperti cara lakunya
bangsa siauwjin," demikian ke dua anak buah itu tutup keterangannya.
"Biarlah mereka bawa caranya sendiri," kata In Tong,
yang teruskan kata2nya pada Eng Jiauw Ong "Terang
sudah disini ada banyak perahunya Hong Bwee Pang, tetapi kita tak usah melayaninya, kita lihat saja, apa mereka hendak perbuat."
"Asal kita waspada, kita dapat menghadapi akal bulus
mereka," ban Lioe Tong peringatkan. "Kita harus jaga
supaya mereka tidak menyerang dengan api untuk
membakar habis perahu2 kita."
Eng Jiauw Ong bersenyum. "Kau benar, soetee," kata ia.
"Begitu kita berbuat kepada lain orang, kita mesti jaga kalau2 lain orang balas kita secara begitu juga."
Kan In Tong mengawasi jago Hoay Yang Pay itu, ia
tidak mengerti tetapa tidak berani menanyakan.
"Kan Soehoe, kau tentu belum mengerti," Too Liong
bilang. "Sebenarnya kami pernah bakar perahu musuh, dari itu, sekarang kita mesti jaga. Agar dia jangan membokong kita."
"Itu benar," kata In Tong, yang baharu mengarti.
"Memang kita mesti jaga diri."
Sementara itu, suasana telah menjadi genting. Pihak
Hong Bwee Pang sudah larang perahu2 berlabuh dimuka
Gan Tong San, hingga perhubungan jadi mandek.
Tak lama kemudian Eng Jiauw Ong ajak rombongannya
pulang. Kan In Tong tidak turut, ia hendak berdiam
didalam pasukan airnya itu.
Sesampainya dirumah Hee Hong Lim, Eng Jiauw kasi
perintah untuk mengadakan rapat sebentar malam sedang Soe touw Kiam ditugaskan mencatat semua orang, yang
terdiri dari Eng Jiauw Ong, Ban Lioe Tong, Ciong Gam, Khoe Beng, Hauw Tay, Wie Sioe Bin, Kim Jiang, Chio In Po, Louw Kian Tong, Ke Siauw Coan, Teng Kiam, Lioe
Hong Coen, Kee Giok Tong, Kim Hoo, Soen Giok Koen,
Soen Giok Kong, Soe ma Sioe Ciang, Ngo Cong Gie, Soe
touw Kiam, Coh Heng, Ciok Bin Ciam, Kam Tiong, Kam
Hauw, Kee Pin, Hee houw Eng, Phang Yok Boen, Phang Y
ok Sioe, Ciok Liong jing", dan Hoa Tn Hong. Padu ini
dimasukkan Na Pek dan Na Hoo berikut Kang Kiat
begitupun Coe In Am coe serta lima muridnya, Sioe Seng, Sioe Sian, Sioe Yan, Sioe Hoei dan Sioe Beng ialah Hong Bwee. Jumlah semua ada tiga puluh delapan orang.
Malamnya, sehabis bersantap, Eng Jiauw Ong periksa
daftar nama2 itu, untuk mengatur dan berikan pesanan.
Yan tiauw Siang Hiap berikut Kang Kiat dan rombongannya Coe In Am coe tidak hadir, mereka diantap pada caranya sendiri. Kan In Tong pun akan urus anak
buahnya sendiri, tugasnya adalah untuk antar masuk
rombongannya kedalam Cap jie Lian hoan ouw.
Lioe Tong heran, entah bagaimana dengan Yan tiauw
Siang Hiap, Tiat So Tojin dan To Cie Taysoe, tapi Ciong Gam bilang, mereka itu tentu tahu sendiri bagaimana harus bertindak, jadi mereka itu tak usah dipikiri, malah mungkin mereka sudah masuk terlebih dahulu.
Eng Jiauw Ong anggap, Cio hoed tong tidak bisa
ditinggal kosong, perlu sedikitnya tiga orang berdiam disitu, akan tetapi semua orang ingin turut, tidak terkecuali anak2
muda, malah anak2 muda ini lebih gembira dan bernapsu.
Melihat demikian, Hee Hong Lim lalu berkata bahwa ia
sendiripun sudah cukup. Eng Jiauw Ong terima baik tawaran ini, untuk itu ia
menghaturkan terima kasih.
Kemudian ditetapkan, dihari ke dua, semua akan naik
koperahu, untuk membiasakan diri.
Ban Lioe Tong lalu tulis karcis nama, untuk kunjungan kepada musuh.
Sehabis rapat, Eng Jiauw Ong tugaskan orang2 bcrjaga
didaerah Ngo liong peng dan sekitarnya, untuk cegah
gangguan mendadak. Tapi malam itu lewat dengan tenang.
Keesoknya pagi, Kang Kiat muncul dengan air muka
terang sekali, tanda hatinya gembira, begitu menemui Eng Jiauw Ong, ia memberi hormat seraya menghaturkan
terima kasih. Ketika ditanya, kenapa dia nampaknya
girang, dengan gembira dia beri tahu bahwa Na Pek sudah antarkan ibunya, sebab ini ada penting, untuk jaga
keselamatan nya ibu itu, karena permusuhan hebat sekali dan tak dapat diduga tindakan apa Hong Bwee Pang bakal ambil terhadapnya. Ia kasi tahu juga, yang lindungi, ibunya adalah Cia Piauwsoe dari Seng Kie Piauw Tiam dari Hong yang
hoe, sebab kebetulan sekali piauwsoe itu menyambangi soe couwnya. "Oleh karena ini, sekarang hatiku tak berkuatir suatu apa akan ikut pergi ke Cap jie Loan hoan ouw," Kang Kiat
nyatakan akhirnya. Eng Jiauw Ong pun girang mendengar keterangan cucu
murid itu. Khoe Beng sementara itu menitahkan untuk tarik pulang semua pengawas, untuk siap pergi keparahu. Untuk itu, nama semua orang dibacakan. Karena ini, malam itu
penjagaan dilepaskan. Besoknya pagi2 orang telah siap, terutama Kan In Tong dikabarkan bahwa rombongan
mereka akan segera datang, tapi sebelum mereka pamitan dari Hee Hong Lim, datang laporan tiba Coe In Am coe
dari Kouw Sioe Am. Eng Jiauw Ong segera minta Lioe Tong bersama Khoe
Beng dan Ciong Gam sambut ketua dari See Gak Pay itu, yang datang bersama lima muridnya, yang semua memakai juba abu2, dang rambutnya Hong Bwee di bungkus dengan pelangi hijau, kelihatan alim sekali.
Kemudian Eng Jiauw Ong keluar menyambut tetamu
itu, sembari memberi hormat pada Coe in Amcoe, ia kata
"Am coe, selama ini kau pasti bercapai lelah. Aku malu, aku menyesal sudah tak mampu menolongi murid mu?"
"Jangan seejie, soeh eng, Coe In kata seraya rangkap
kedua tangannya. "Anak itu mememang tertakdir mesti
menderita, tidak apa dia peroleh pengalaman "
Too Liong silahkan Coe In berenam masuk untuk duduk
di dalam, hingga mereka bertemu kepada semua anggauta rombongan.
Coe In Amcoe mengatakan bahwa ia datang untuk
persatukan diri, bahwa ini ada saat rubuh atau bangunnya Hoay Yang Pay dan See Gak Pay.
"Memang ini ada saat terakhir untuk kaum kita,"
nyatakan Eng lauw Ong, yang terus utarakan syukurnya
bahwa To Cie Taysoe telah membantu banyak, anteranya
dengan datangkan pasukan air dari Soe Soei.
"Loocianpwee To Cie Taysoe beringatan tajam, pin nie
sendiri sampai lupai Kan Soetee," Coe In akui.
Eng Jiauw Ong tanya, apa Coe In siap untuk segera pergi keperahu.
Coe In Am coe mengangguk.
"Marilah," ia mengajak.
Segera orang semua bangkit untuk berangkat kesungai
dimana sudah siap delapan buah perahu dengan Kan In
Tong menyambut ditepi. "Soetee, adakah kau masih kenalkan pin nie?" Tanya
Coe In sambil mendekati beberapa tindak pada kepala
nelayan itu, yang sekarang jadi Hoei Cioe Coen coe,
pemimipn pasukan perahu Garuda Terbang.
Kan In Tong melengak, tapi sebentaran saja.
"Soe cie toh Coe In Am coe, ketua See Gak Pay?" Ia
menegaskan. "Kau masih ingat, soetee, benarlah aku."
"Ah, sepuluh tahun kita telah berpisah sejak di Hong tek kwan," kata coencoe itu. "Apakah Am coe tidak beserta guruku?"
"Ya, sepuluh tahun bagaikan air mengalir," kata pendeta wanita itu. "Soetee, aku girang mendengar kau dipercayai Taysoe untuk mengepalai usaha perikanan di Soe Soei
dimana kau peroleh kemajuan, hingga kau telah bantu
angkat nama See Gak Pay."
Murid2nya Coe In maju untuk kasi hormat kepada soe
siok itu, nama siapa mereka pernah dengar tapi orangnya baharu sekarang mereka dapat lihat.
Kemudian semua orang dipecah naik kedelapan perahu
Garuda akan saksikan semua perahu lainnya, yang berbaris rapi, yang dirantai menyambung satu dengan lain, disetiap perahu telah naikkan bendera dengan huruf2 "Hoay siang Ceng Hong Po." Inipun adalah tanda bahwa Hong Bwee
Pang tak boleh main sembunyi sembunyi lagi terhadap
musuh undangannya. Untuk Coe In Am coe dan murid2 telah disediakan
sebuah perahu besar, selagi perahu berlabuh, anak buahnya ditiadakan, untuk tidak mengganggu ketenteramannya
sekalian orang suci itu. Hari itu orang beristirahat, tapi diwaktunya orang akan bersantap sore, ada sebuah perahu asing mendatangi,
hingga perahu itu diperintahkan berhenti untuk tidak
datang terlalu dekat, atau dia nanti diserang.
"Jangan galak, kami ada dari Cap jie Lian hoan ouw,"
kata seorang dari perahu asing itu. "Kami datang untuk sambut semua loosoehoe. Disini ada surat untuk Pocoe, agar dia lekas membalas kabar."
Dua saudara Phang, Yok Boen dan Yok Sioe, adalah
yang mencegat. Karena mereka belum tahu, orang macam
apakah utusan Hong Bwee Pang itu, mereka kirim sebuah perahu kecil untuk dekati padanya.
"Inilah surat untuk Po coe, lekas serahkan dan minta
jawabannya, kami menantikan," kata utusan Hong Bwee
Pang, seorang berumur kira2 tiga puluh tahun.
Anak buah dua saudara Phang sambuti surat itu. Dilain pihak, diam2 perahu asing itu telah di awasi oleh pihak
Garuda Terbang. Surat itu dibawa langsung keperahu besar, kepada Eng Jiauw Ong, Nyata itu ada suratnya Boe Wio
Yang, yang menyatakan tahu kedatangan ketua Hoay Yang Pay, hanya karena Hong Bwen Pang belum dikabarkan bila kunjungan bakal dilakukan, ketua itu jadi kirim suratnya ini untuk mewartakan bahwa ia telah mengirim satu perjamuan guna sambut tetamunya. Bahasa surat itu manis budi sekali.
Setelah membaca habis, Eng Jiauw Ong perlihatkan
surat itu pada Coe In Am coe, Khoe Ben dan Ban Lioe
Tong, pada yan lain2 juga.
"Lihat, bagaimana liciknya Boe Wie Yang," kata Ong
Too Liong. "Bagaimana sekarang sikap kita?"
"Kita terima saja, supaya Hong Bwee Pang tidak anggap kita cupat pemandangan," Lioe Tong menyarankan.
"Bagaimana pikiran soeheng dan Am coe?"
"Baik kita terima, walaupun pada barang makanannya
ada racunnya," jawab Coe In Am coe, yang sebal untuk
kelicinannya Boe Wie Yang.
Selama pihak Hoay Yang Pay datang tanpa pemberitaan,
Thian lam It Souw sudah atur orang2 nya untuk
merintangi, tetapi sekarang, sesudah dapat tahu datangnya barisan perahu dari Soe Soei, ketua Hong Bwee Pang ini tidak bisa diam2 saja, maka itu mendahului kirim suratnya berikut hidangan pesta, selaku sikap menghormat dari tuan rumah.
LXXXVIII "Ong Soeheng, mari kita terima menghadapnya utusan
Boe Wie Yang itu. Kata pula Coe In Am coe, yang
menambahkan. Kita haturkan terima kasih padanya
sekalian minta dia menyampaikan balasan kabar kita pada ketuanya."
Khoe Beng dan Ciong Gam udah lantas nyatakan akur,
begitupun Ban Lioe Tong setuju, dari itu Eng Jiauw Ong lantas titahkan ijinkan perahu Hong Bwee Pang maju terus, akan persilahkan utusannya menemui mereka, sedang
barang antaran ia harus diterima. Barang hidangan itu
adalah arak serta dua belas rupa barang makanan.
Begitulah utusan Hong Bwee Pang itu menghadap Eng
Jiauw Ong, siapa lantas haturkan terima kasihnya, terus ia berikan jawabannya untuk Boe Wie Yang. Iapun kasi
presen dua puluh tail pada utusan ini, yang disilahkan lekas balik
untuk menyampaikan kabar pada ketuanya. Kemudian, seperginya utusan itu, Eng Jiauw Ong benar2
ajak semua saudaranya bersantap, begitupun sekalian anak muda. Di lain pihak, penjagaan tidak diabaikan. Kang Kiat ditugaskan meronda bersama dua puluh anak buah, guna
berjaga2 kalau2 Hong Bwee Pang kirim setan2 air nya
untuk bokong perahu2 mereka. Tugas ini digilir setiap jam.
Mulai jam tiga, giliran jatuh pada Kim Jiang dan Wie
Sioe Bin. Belum lama, Wie Sioe Bin lihat satu bayangan melesat di gili2 kiri, terus tempat keperahu besar ditengah.
Gerakannya bayangan itu sangat enteng, sampai perahu tak bergoyang sedikit juga. Ia terkejut, ia bisiki Kim Jiang.
Keduanya berkuatir, justeru giliran mereka, sekarang ada tetamu berkunjung. Tapi, selama belum diketahui siapa bayangan itu, mereka tidak berani sembrono, untuk tidak bikin kaget pihaknya.
Dengan hati2 tetapi gesit, Sioe Bin lantas susul bayangan itu, setelah datang dekat, ia dapati bayangan itu ada kate dan kecil, ia tidak tempat untuk menanya lagi, ia segera menyerang mukanya orang itu.
Orang kate dan kecil itu cuma egoskan sedikit kepalanya, ia luput dari serangan. Tapi Sioe Bin tidak mau mengerti, sambil tarik pulang tangan kanannya, tangan kirinya
membarengi menyamber ke iga kanan orang itu. Ia percaya, sekali ini tak akan gagal lagi, tapi untuk kekagumannya, orang kate kecil itu lompat melejit. Karena ini, ia segera insyaf bahwa bayangan itu licin sekali. Ia jadi penasaran, maka ia maju akan menyusul.
Tiba2 bayangan itu perdengar kan suaranya "Eh, Wie
Soehoe, tanganmu liehay sekali, iga kananku si orang she Na tak sanggup menahan itu".. Sudahlah, soehoe!"
Berbareng dengan, itu disam ping perahu besar, muncul satu orang dari muka air, sampai air nya muncrat naik, lantas orang itu, yang bertubuh kecil dan kurus, tempat naik keatas perahu, gerakannya sangat gesit. Tapi sekarang bisa terlihat nyata, dia adalah Kang Kiat, yang berpakaian baju mandi.
"Wie Soesiok, jangan turun tangan," kata Kang Kiat,
yeng lihat orang she Wie itu hendak ulangi serangannya.
"Inilah Na Soecouw."
Sioe Bin terkejut. "Oh, Na Toa hiap?" Ia menegasi. "Loocianpwee,
maafkan aku," ia lantas mohon.
Suara mereka sementara itu telah menyadarkan orang
didalam perahu, Lioe Tong sudah lantas muncul, ia girang bukan main akan kenali Twie in chioe Na Pek, lekas2 ia menyambut. Untuk terus mengundang masuk.
Kang Kiat loloskan pakaian luarnya, ia ikut masuk.
Kim Jiang dan Wie Sioe Bin pun pergi akan melanjutkan perondaan mereka Eng Jiauw Ong bersama Kim too souw
Khoe Beng dan Tiong cioe Kiam kek Ciong Gam sedang
bersamedhi, mereka pun dengar suara diluar itu, mendengar disebutnya Na Toa hiap, ketua Hoay Yang Pay itu segera berbangkit dan bertindak keluar untuk menyambut. Khoe Beng dan Ciong Gam turut ketua ini.
Demikianlah Na Pek disambut orang banyak, tapi
melihat Khoe Beng, Bang soeheng, ia mendahului maju
mendekati untuk beri hormatnya. Memang dalam
kalangannya, Khoe Beng adalah toa soeheng, saudara
seperguruan yang tertua. "Soeheng, beberapa tahun kita telah berpisah, aku jadi rindu sekali kepadamu," nyatakan Eng Jiauw Ong. "Aku


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

girang sekali dengan kedatangan soeheng ini. Aku sedang hadapi Hong Bwee Pang, untuk itu, walaupun terbinasa, aku tidak menyesal, tetapi ini mengenai Hoay Yang Pay, inilah lain. Tak puas aku bila aku mesti menyebabkan
rubuhnya kaum kita. Maka itu, dengan terpaksa aku
mengirimkan undangan kepada semua saudara. Soeheng,
aku bersyukur sekali atas kedatanganmu ini. Didalam
urusan kita ini, pihak See Gak Pay pun telah berikan
bantuannya. Soeheng, aku minta segala bantuanmu."
Selagi Eng Jiauw Ong berkata begitu, Kan In Tong
datang, buat terus minta ketua Hoay Yang Pay ini ajar ia kenal dengan tetua Yan tiauw Siang Hiap, yang ia kagumi.
Ia heran akan saksikan jago itu bertubuh kate dan kecil, kumisnya seperti janggut kambing gunung, tetapi yang
menyolok mata adalah sepasang matanya yang bersinar
tajam luar biasa. Na Pek pernah dengar nama nya nelayan dari Soe Soetu.
Maka iapun girang dengan pertemuan ini, ia suka sekali berkenalan.
Kemudian semua orang mengambil tempat duduk.
Karena terus bicara kepada Kan In Tong, Eng Jiauw
Ong ulangi kata2nya kepada Twie in chioe untuk mohon
bantuannya, yang ia sangat harapkan. Ia hunjuk pula
syukurnya atas kedatangannya soeheng ini.
Na Pek tertawa gelak2. "Too Liong Soetee!" Berkata ia. "Baharu beberapa
tahun, nyata kecuali kepandaianmu telah maju pesat,
pengetahuanmu pun bertambah, laga lagumu mirip dengan satu sasterawan! Sebalik nya dengan aku, si orang kasar, kepalaku rasanya sakit mendengar kata2mu yang teratur itu! Soetee, terhadap seorang kasar, kau bicara saja secara langsung!"
Orang tertawa mendengar perkatannya jago ini yang
jenaka. "Na Soeheng, kenapa kau datang sendiri saja?" Tanya
Lioe Tong. "Mana Jie hiap" Apa iapun telah datang ke Gan Tong San ini?"
Kembali Na Pek tertawa. "Kami berdua bekerja masing masing!" Dia jawab. "Dia
datang atau tidak, bagiku tak ada sangkutannya, mana aku punyakan banyak tempo senggang akan perdulikan dia"
Tapi Thian lim It Souw Boe Wie Yang, Liong Tauw Pang
coe dari Hong Bwee Pang, berlaku hormat, dia mengantar barang hidangan, jikalau aku tidak terima kebaikan budi itu, nanti dia katakan aku tidak tahu aturan. Aku tidak
membawa banyak bekal dari Hoay siang, akan tetapi toh aku berniat membalas kebaikannya itu, aku sudah sediakan dua pucuk surat untuk menghaturkan terima kasih. Aku
tidak sampai memasuki Lwee Sam Tong, baharu masuk di
Cap jie Lian hoan ouw saja, tapi itu sama saja, aku telah sampaikan Cong to, pusatnya, untuk sampaikan karcis
nama. Sekarang kita telah terima antaran barang
hidangannya, aku tidak niat ganggu dia lagi. Mari
keluarkan itu, bibirku memang masih kering"."
Orang semua bersenyum, kecuali mereka yang belum
kenal tabeatnya jago ini, yang omongannya kebanyakan
tidak keruan jurusannya. Dua piauwsoe dari Kanglam,
yalah Sam cay kiam Soe ma Sioe Ciang dan It tauw Kan
pang Tin Kanglam Ngo Cong Gie, sudah lihat sendiri
liehaynya Yan tiauw Siang Hiap, yang telah permainkan Cin tiong Sam Niauw, mereka dapat mengerti tabeatnya
ini. Dari kata2nya Twie in chioe Ini mereka tahu, rupanya baharu saja jago ini masuk dan keluar dengan merdeka dari Cap jie Lian hoan ouw yang kuat penjagaannya, untuk
sampaikan karcis namanya.
"Soeheng," Lalu Eng Jiauw Ong kata pula, "kita
sekarang hendak memasuki Cap jie Lian hoan ouw untuk
memenuhi undangan, tolong kau berikan pikiranmu,
pengajaranmu kepada kami. Jangan kau sungkan2!"
Na Pek tidak lantas menjawab, ia hanya melihat kepada semua orang.
"Aku dengar Loo piauwsoe Siang ciang Tin Kwansee
Sin Wie Pang beserta muridnya, Hoei. Thian Giok Niauw Hang Lim telah datang ke Lek Tiok Tong, kenapa sekarang aku tidak tampak mereka disini?" Dia tanya.
"Dia benar telah datang pada kami tetapi dia sekarang tidak ada disini," sahut Eng Jiauw Ong. "Ber sama2
muridnya, Sin Loo piauwsoe sedang bekerja untuk
mendamaikan kita. Dia ada sangat jiatsim."
Eng Jiauw Ong lalu jelaskan bagaimana Sin Wie Pang
tugaskan diri jadi perantara. Ia juga ceritakan hal
kedatangannya Thian pauw chioe Bin Tie ke Ceng hong po, hingga terbit salah mengerti antara Sin Wie Pang dengan Cie Too Hoo, setelah mana, piauwsoe itu pergi ke Cap jie
Lian hoan ouw. Dia memang ada saudara seperguruan dari Boe Wie Yang.
"Kami tak dapat cegah kehendaknya Sin Loo piauwsoe
itu," Eng Jiauw Ong tambahkan keterangannya. "Sejak itu, kami tidak dengar suatu apa lagi mengenai dia. Apakah soeheng ada dengar suatu apa tentang Loo piauwsoe itu?"
Na Pek tergerak hati mendengar keterangannya soetee
itu. Walaupun Sin Wie Pang ada jadi saudara dalam
perguruan dengan Boe Wie Yang, keadaannya memang
mencurigai, ia kuatir Wie Yang turun tangan terhadap
saudaranya itu. Wie Pang pun ada menjadi sahabatnya
juga, karena kejujurannya piauwsoe itu. Dalam hal ini, Twie in chioe sesali Cie Too Hoo, yang sikapnya kurang jantan, tapi karena Too Hoo tidak ada disitu, ia tak dapat menegornya.
"Aku percaya Sin Loo piauw soe tidak dalam bahaya
jiwa," kata ia kepada Ban Lioe Tong, "tetapi karena
kedudukannya ini, aku kuatir dia. Tak akan dikasi keluar pula dari Cap jie Lian hoan ouw. Untuk itu Boe Wie Yang terlalu licin. Atau mungkin dia sekarang dalam tahanan halus."
Mendengar ini, Kam Tiong dan Kam Hauw jengah
sendirinya. Merekalah yang mulai mencurigai Sin Wie
Pang. Siapa tahu, sekalian jago tua ini, dia ada taruh kepercayaan besar terhadap piauwsoe itu. Mereka merasa lebih tak enak, sebab waktu itu juga Eng Jiauw Ong
mengawasi mereka. Mereka malu sendirinya.
Eng Jiauw Ong lihat sikapnya dua anak muda itu, ia
insyaf mereka menyesal, ia diam saja. Kalau ia banyak omong, sedikit nya dua saudara Kam itu bakal ditegur
hebat oleh Twie in chioe yang tabeatnya luar biasa itu.
Akan tetapi Na Pek benar2 liehay, ketika ia menoleh
kesekitarnya, segera ia dapati roman luar baisa dari dua saudara itu, matanya lantas bersinar.
"Kita orang kang ouw, terutama kaum Hoay Yang Pay,
mesti berlaku jujur dan terhormat," kata jago tua ini,
"teristimewa disebabkan kejujurannya ketua kita, kita telah punyakan nama dan kedudukan baik, membuat lain orang
hormati kita. Karena ini, kita mesti semakin jaga diri, jangan kita banyak omong hingga menyebabkan terbitnya hal yang tidak2. Jikalau kita bicara sembarangan, untuk kita tidak berarti, akan tetapi bagi lain orang, barangkali itu ada penting ia. Ini sebabnya kenapa aku paling jemu terhadap mereka yang suka bicara tidak keruan. Maka itu, aku sangat harap anggauta Hoay Yang Tay jangan memiliki tabeat
demikian, siapa kedapatan main gila, dia tak nanti dapat ampun lagi!"
Kam Tiong dan Kam Hauw tunduk, takut mereka akan
awasi jago tua itu. Ban Lioe Tong kuatir Twie in chioe nanti marah
keterusan, ia lekas menyimpangkan pembicaraan.
"Soeheng, apakah Hok Mo Too jin dari Kioe Leng
Kiong ketahui urusan kita ini dengan Hong Bwee Pang?" Ia tanya. "Dia ada seorang suci tetapi diapun ada satu
hiapkek." "Oh, itu toojin hidung kerbau!" Berkata Na Pek. Dia
adalah sahabat kita, kepadanya aku telah diterangkan segala apa. Dia memang tak dapat peluk tangan, untuk menonton saja dari pinggiran. Tapi dalam hal kita ini, dia punya sikap sendiri. Dia ingin tunaikan, kewajibannya selaku sahabat, karena juga dengan Boe Wie Yang dia kenal baik, dia tak mau tanam bibit permusuhan dengan ketua Hong Bwee
Pang itu. Walaupun dia tidak menjelaskannya kepadaku, namun aku ketahui bahwa dia berniat akuri kita kedua
pihak sebelumnya kita bertempur. Aku tidak utarakan
terkaan ku ini kepadanya. Aku tidak hendak minta
bantuannya toojin hidung kerbau itu, aku tak perduli dia suka membantu atau tidak, hanya lihat saja dibelakang hari, kalau perlu, aku nanti bikin perhitungan dengannya!"
"Imam itu utamakan pelajarannya, memang sudah sejak
lama ia senantiasa jauhkan diri dari keruwetan kaum kang ouw," Lioe Tong bilang. "Pada sepuluh tahun yang
lampau, Hok Mo Toojin telah malang melintang dengan
pedangnya ditujuh propinsi Selatan, tidak ada orang yang tidak menyingkir dari padanya, dimana dia sampai." Kaum Rimba Hijau pasti jadi kuncup Ya, selama berdiam di Kioe Leng Kiong, dia jadi seperti orang yang lain, bukan lagi.
Rahasia 180 Patung Mas 6 Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H Golok Sakti 6
^