Pencarian

Eng Djiauw Ong 28

Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin Bagian 28


terhadap Coe Hoei Siansoe. Kandanya itu membutuhkan
rawatannya lebih jauh. "Baik," ia jawab. "Urusan disini kami berdua lepas
tangan." Ia lantas menoleh pada tukang2 gotong dan kata :
"Mari berangkat!"
Ouw Giok Seng perintah dua titong soe, dengan bawa
tek hoe, antar jalan kepada orang yang luka itu.
Eng Jiauw Ong awasi kepergiannya dua saudara itu
kemudian ia menoleh, untuk tantang Coe Hoei Siansoe,
akan tetapi belum sempat ia buka mulut, Coe In Am coe sudah lantas kata padanya : "Ong Soeheng, silahkan
kembali kedalam rombongan, untuk tilik segala apa, pinnie sendiri hendak menemui lebih duhulu pada toasiansoe itu."
Lalu tanpa tunggu jawaban, pendeta wanita ini bertindak ke arah pendeta dari Siauw Lim Pay, untuk terus memberi hormat secara keagamaan sambil berkata : "Loosiansoe,
pinnie ada murid dari See Gak Pay yang sekarang ini
mengurus kuil Pek Tiok Am, pinnie ingin menerima
pengajaran dari loosiansoe. Mengingat kita ada sama2
murid Sang Buddha, pinnie percaya loosiansoe suka
mengajarkan aku." Coe Hoei Siansoe insyaf sifat nya pertempuran babak
terakhir ini, ia merasa pasti, setelah rubuhnya Na Pek, bakal ada orang Hoay Yang Pay yang menantang dia, dari itu, ia sudah lantas perintah orang perbaiki pelatoknya. Iapun sengaja ambil tempat diselatan, untuk bersedia2. Maka kapan ia tampak datangnya Coe In Am coe, lekas2 ia
memberi hormat. "Am coe terlalu merendahkan diri," berkata dia,
menjawab niekouw itu. "Pinceng sendiri ada murid Siauw Lim Pay, kebisaanku masih kasar, beda bila pinceng dipadu dengan See Gak Pay yang kenamaan, yang cahayanya
mentereng. Dengan Tin hay Hok po kiam, Am coe telah
singkirkan segala hantu iblis, sedang See boen Cit po coe ada berpengaruh sekali. Telah lama. pinceng dan kaumku kagumi Am coe, telah lama kami berniat membuat
kunjungan, sayang kita terpisah diselatan dan utara, tak berjodo kita untuk segera dapat berkumpul, hingga tak dapat keinginan kami terwujud, maka adalah diluar
dugaan, kita toh bisa bertemu disini dalam Ceng Giap San chung. Hal ini membuat pinceng sangat berbahagia. Am
coe sudi memberi pengajaran kepada pinceng, biarlah
pinceng perlihatkan keburukannya, asal Am coe dengan
memandang muka Buddha suka menaruh belas kasihan
terhadapku. Apakah Am coe berniat naik dipelatok Cie hio chung !"
Pendeta ini bicara merendah, tetapi pada akhirnya ia
menantang. "Inilah kepandaian luar biasa dalam kalangan Rimba
Persilatan, pinnie belum pernah mencobanya, walau
demikian, suka pin nie temani siansoe dalam dua babak,"
jawab niekouw itu. "Baiklah," sahut hweeshio itu sambil ia terus memberi hormat, untuk mengundang : "Silahkan!"
"Silahkan, siansoe!" jawab Coe In.
Baharu orang habis berkata, Coe Hoei Siansoe sudah,
mencelat naik keatas pelatok, untuk sengaja pertontonkan ilmu mengentengkan tubuh. Tempatnya diselatan tapi ia sengaja naik ketimur utara. Malah ia sengaja putar
tubuhnya, hingga ia jadi berdiri dengan sikapnya "Ayam emas berdiri dengan sebelah kaki" ("Kim kee tok lip") dan tangannya merangkap menyembah, dalam sikap "Kacung
suci menghormati Buddha" ("Tong coe pay Hoed").
Sampai waktu itu, tak dapat Coe In mengalah lagi, maka iapun loncat naik kepelatok di barat selatan dimana ia taruh sebelah kaki dengan tetap dengan kedua tangan ditakap, hingga ia bersikap sama dengan sihweeshio: "Kim kee tok lip" dan "Tong coe pay Hoed."
CXXXVII Terkejut juga Coe Hoei dalam hatinya akan saksikan
cara berloncat lawan itu, jadi bukan cuma2 Coe In Am coe kesohor sebagai akhliwaris See Gak Pay. Iapun kagum
untuk sikap tenang dari niekouw itu, sedang ia sendiri ada beroman bengis, karena ia berniat pasti akan rubuhkan musuh, sedang Coe In, yang bisa duga hati orang, bersikap sabar dan waspada.
Sampai disitu, Coe Hoei geraki kedua tangannya, akan
kasi lihat sikap menghormat dari Siauw Lim Pay, perbuatan
mana dituruti oleh Coe In Am coe, untuk balas hormatnya lawan itu, cuma selagi Coe Hoei pentang kedua tangan, tangan sendiri tetap terangkap rapat.
Demikian keduanya, mulai bergerak2, untuk persiapan.
Coe Hoei dari timur utara, dari arah timurnya ia
bertindak kearah selatan. Coe In dari barat selatan, dari arah baratnya ia menuju keutara. Mereka berputaran hingga si niekouw berada dibarat dan si hweeshio ditimur. Setelah itu keduanya saling maju mendekati. Inilah yang dibilang keduanya injak tiong kiong, jalan di hong boen. Keduanya bersikap saling mengalah, tidak ada yang hendak
menyerang terlebih dahulu. Karena ini, kembali mereka berpisahan, si hweeshio keutara, si niekouw keselatan.
Keduanya memasang mata dan waspada.
"Silahkan, siansoe, jangan sungkan," Coe In mengundang sambil ia memberi hormat.
"Silahkan, Am coe," Coe Hoei menjawab. Tetapi segera
waktu ia maju kedua tangannya, yang dirangkap, dibuka dengan cepat, untuk mulai menyerang dengan "Pay san oen ciang" atau "Mengatur gunung, mengangkut tangan."
Keduanya telah maju saling mendekati, hingga jarak
mereka cuma satu tindak. Kedua tangannya si hweeshio
didahului dengan sambaran anginnya, yang menunjukkan
hebatnya serangan itu. Coe In telah saksikan liehay nya pendeta dari Siauw Lim Pay itu, ia insaf tenaga tangan lawannya, tetapi ia tidak menyingkir, ia malah menyambuti dengan kedua tangannya juga, hingga tangan mereka bentrok, dengan akibat
keduanya merasai tubuh mereka saling menggetar!
"Dia benar hebat", pikir niekouw dari Pek Tiok Am.
Apabila ia tidak mempunyai latihan empat puluh tahun, pasti dia akan tertolak rubuh, jatuh dari pelatok.
Lantas saja niekouw ini menindak kekiri untuk maju,
hingga ia jadi berada dikirinya si hweeshio. Dari samping ini, dengan dua tangannya, ia menyerang dengan "Kim
tiauw tian cie" atau "Garuda emas membuka sayap."
Tetapi tangan kanannya adalah yang mencari iga kanan
lawan. Hweeshio itu menindak kekiri, untuk menjauhkan diri,
selagi membalik tubuh, tangan kirinya diangkat untuk
menangkis, dan selagi angkat kaki kanan, tangan kanannya membarengi membacok juga tangan kanan lawannya itu.
Inilah gerakan "Kwa houw teng san" atau, "Menunggang
harimau mendaki gunung".
Coe In tidak berhasil dengan serangannya tetapi juga
tangannya ditarik, tidak dikasi dihajar si hweeshio.
Demikian gesitnya gerakan kedua orang liehay.
Habis itu, Coe Hoei tarik kaki kirinya kebelakang, sambil mendek, ia memutar tubuh. Ia mendek untuk bersiap
menyelamatkan diri kalau2 lawan serang ia selagi ia putar tubuhnya. Terus ia bergerak dengan gesit, untuk hampirkan arah kiri dari si niekouw, untuk segera serang iga kirinya niekouw itu.
Coe In bisa duga maksud lawannya, maka ia
menyingkirkan diri sambil berlompat, nampaknya ia
terkena serangan, terkena anginnya, sebenarnya ia dapat lolos.
Coe Hoei ada hebat, begitu orang lompat, dia menyusul.
Inilah gerakannya yang liehay, yang membikin ia dapat dului Na Pek. Tahu2 ia sudah membayangi Coe In Am coe.
Sebab bagaikan menunggang harimau, lompatannya pesat
luar biasa. Dan sampainya tubuhnya dibarengi dengan
serangan juga dengan "Soet pay chioe" atau "Lemparkan tugu."
Coe In tahu ia disusul, tanpa menoleh lagi, ia putar
tubuhnya. Ia berbalik sambil lompat kesamping kiri, maka setelah menaruh kaki kanan disebelah depan, ia jadi berada dikirinya pendeta dari Siauw Lim Pay itu. Sekarang ada gilirannya, untuk serang hweeshio itu. Ia gunakan "Kim hong hie loei" atau "Tawon kuning buat main pusu," dua jari telunjuk dan tengah tangan kanannya mencari jalan darah dari lawannya yang liehay itu. Iapun hunjuk
kesebatannya. Coe Hoei sudah pikir, apabila ia gagal, ia hendak ulangi serangannya, ia tidak duga, ia justeru didului oleh lawannya itu, maka itu, ia mesti batalkan rencananya sebaliknya, lekas2 ia berkelit kekiri selagi kepalanya diegos, tangan kirinya menggunting lengan penyerangnya. Rupanya tak
sudi ia diserang cuma2. Mengetahui kedua jarinya tidak mengenai sasaran, Coe
In Am coe lekas2 tarik pulang tangannya itu. Iapun tidak mau alpa atau ayal2an, ia telad kesebatannya hweeshio itu.
Begitulah tangan kanan itu, dengan ujung bajunya yang gerombongan, dikibaskan kearah bebokong lawannya.
Coe Hoei terkejut, lekas2 ia beikelit. Kalau ia terkena kibasan itu, tidak ampun lagi, mesti ia rubuh dari pelatok hio itu. Karena ia menyingkir, kembali keduanya terpisah satu dari lain.
Berdua mereka berputaran pula ada kalanya mereka
datang dekat satu sama lain, lantas mereka masing2
mundur pula. Atau setelah satu gebrak, keduanya mundur sendirinya. Secara begini, mereka telah bertempur sampai
lebih dari sepuluh jurus tanpa ada kesudahannya yang
memutuskan. Semua penonton menonton dengan perhatian penuh
mereka telah saksikan saat2 yang berbahaya, melainkan Siangkoan In Tong yang tetap masih umbar tabiatnya, dia tidak ambil pusing bahwa orang tidak perdulikan padanya, dia masih ngoceh saja, sambil sering2 ketruki hoencweenya ia sebuti sesuatu pukulan dan macamnya, bahayanya juga.
Diapun kata bahwa, siapa pakai lebih banyak tenaga, dialah yang akan menang".
Coe Hoei Siansoe insaf liehay nya niekouw didepannya, bahwa apabila ia alpa atau lambat sedikit saja, ia bisa menjadi kurban, karena ini, ia ingin lekaskan akhirnya pertandingan itu. Sembari berpikir, dari depan para sekali, ia memutar kearah timur selatan.
Coe In Am coe lagi bergerak dari barat utara ketika ia mulai gunakan ilmu mengentengkan tubuh "Co siang
hoei," atau "Terbang diatas rumput," kepunyaan See Gak Pay, hingga selanjutnya tak usah lagi ia terlalu perdatakan tindakan atas pelatok2 tabung hio itu ia bisa maju mundur dengan leluasa. Begitulah kemudian, ia merangsek dari arah timur utara.
Coe Hoei berlaku waspada terhadap bagian depan dari
paras, dua kali ia ngalami kejadian yang mencurigakan, maka ia percaya, dipara2 itu, atau teraling dengan itu, mesti ada orang liehay yang sedang umpatkan diri, orang yang bukannya berpihak dengannya. Ia cerdik, tidak mau ia
menyebabkan orang itu maju berterang karena tindakannya yang keliru. Maka tetap ia layani si niekouw dengan gerak geriknya yang hati2. Demikian waktu Coe In Am coe
hampirkan padanya, tiba2 ia mendahului ia menyambut
dengan satu serangan dari Sip pat Lo Han chioe, mengarah pundak kiri si niekouw.
Dengan cepat Coe In Amcoe kasi turun pundaknya,
kakinya bertindak kekanan, sambil berkelit secara demikian, ia hajar pundaknya lawan itu. Inilah penyerangan
pembalasan yang cepat sekali.
Pendeta dari Siauw Lim Pay itu tidak "melarikan diri" ia justeru mencari kesempatan untuk sanggapi tangan
musuhnya, untuk mana ia pakai tipu silat "Ang in tok
goat," atau "Awan merah menahan rembulan."
Coe In menyingkir dari timur utara kearah timur. Diam2
ia kagumi lawan yang benar2 liehay sekali itu. Pantaslah dia menjadi jago Siauw Lim Pay, kepandaiannya tidak
mengecewakan. "Aku mesti keluarkan kepandaianku atau aku bakal
rubuh di tangannya," niekouw ini memikir terlebih jauh.
Lantas saja ia mulai dengan "Liong heng pat ciang" atau
"Delapan tangan roman naga" ciptaannya Keng Tim Soe
thay. Ilmu silat ini disebut juga "Liong heng pat sie," atau
"Delapan rupa sikap naga." Biasanya ilmu ini digunakan ditanah datar, tapi karena, dia paham ilmu mengentengkan tubuh, Coe In berani gunakan itu diatas pelatok Cie hio chung.
Coe Hoei Siansoe segera lihat perubahan gerakan
lawannya. Ia tidak kenal Liong heng Pat ciang, tapi sebagai akhli silat, ia banyak mendengarnya, malah ia tahu juga, Liong heng Pat ciang tidak dapat dilayani dengan Sip pat Lo Han chioe hanya mungkin dengan "Thong sian Pat
hoat" dari Pit cong koen. Ilmu ini ada ilmu pusaka dari Siauw Lim Pay, sebagai Liong heng Pat ciang dari See Gak Pay.
Biar bagaimana, pendeta itu bersangsi juga, maka itu, ia jadi semakin berhati. Kembali ia memutari pelatok, kedua tangannya dirangkap dalam sikap Tong coe pay Hoed.
Coe In Am coe turut berputaran dengan sikapnya "Poan
liong jiauw pou" atau "Naga melingkar mengekang
tindakan." Segera juga kedua pihak berkedudukan pula, satu ditimur selatan, satu lagi dibarat utara.
"Siansoe, pinnie hendak perlihatkan kejelekanku," kata Coe In, yang terus dari arah timur selatan itu loncat kebarat utara.
Coe Hoei tidak berdiam, iapun lompat maju.
Coe In Am coe menaruh kaki dengan sikapnya "Sian jin
cie lou" atau "Dewa menunjuk jalan", lalu tangannya
menyerang dengan "In liong tam jiauw" atau "Naga dalam mega ulur kuku" akan arah jalan darah hoa kay hiat dari sang lawan.
Coe Hoei kenali pukulan yang liehay itu, ia segera
berkelit kekiri. Ia tidak menangkis, ia cuma hindarkan diri, tetapi berbareng, kaki kanannya diangkat, dipakai
menendang. Inilah perlawanan yang licin sebab dia lari, tetapi dia menyerang juga! Sebab juga tangan kirinya
dipakai menyerang bahu kanan lawannya! Ini ada gerakan istimewa dari "Thong sian pat ciang," yang ia tak ayal menggunakannya. Ia menotok. Tetapi itu belum semua,
ketika kakinya duduk tetap dua duanya, tangan kirinyapun diulur keiga dari si niekouw!
Waktu Coe In Am coe lihat serangan pembalasan yang
liehay i tu, ia lantas kenali gerakan "Thong sian Pat ciang"
dari lawannya, maka selagi serangannya gagal, iapun lekas menyingkir
kekiri dengan kaki kanannya digeser kebelakang, nyimpang kekiri. Iapun tidak diam saja. Sambil berkelit, ia balas menyambar pula, kembali dengan tangan baju nya yang gerombongan itu.
Karena kedudukan mereka, niekouw ini dapat menyerang arah kanan dari tubuh lawan. Ia masih gunakan tipu pukulan dari Liong heng Pat ciang. Lalu, menyusuli, kedua tangannya menyambar kebawah, dengan tipu
pukulannya "Chong liong kian bwee" atau "Naga melilit ekor."
Boe Wie Yang, seperti yang lain2, menaruh perhatian
besar sekali terhadap pertandingan ini. Ia ada satu akhli, mau atau tidak, ia berkuatir untuk Coe Hoei Siansoe, yang bisa dibilang adalah sebagai pahlawannya. Itulah serangan Coe In yang keras sama keras.
Akan tetapi Coe Hoei sendiri berlaku tenang. Ia geser kaki kanannya dengan disertai oleh kaki kiri
hampir berbareng itu, setelah berkelit, ia teruskan membalas menyerang pula, tangan kanannya menggunakan pukulan
"Tay soet pay chioe" atau "Melemparkan tugu dengan
hebat." Serangan ini mengarah kedua2 bahu dari sang
lawan. Coe In Am coe saksikan bagaimana liehaynya hweeshio
itu. Tetap ia menggunakan "Poan liong jiauw pou" ia
hindarkan serangan dengan berkelit, memutar tubuh kekiri.
Secara begini, dua2 pihak jadi lolos dari ancaman bahaya.
Malah mereka pisahkan diri dengan sama2 membaliki
belakang, satu ketimur, yang lain kebarat.
Ketika pendeta dari Siauw Lim Pay itu sampai dipelatok ujung timur, Coe In sendiri lantas memutar tubuh, untuk dari jarak lima tindak ia merangsek pula. Ia menyerang dengan tangan kanan sambil kaki kanan dimajukan
didepan. Serangannya ini adalah "Siang liong tam coe"
atau "Sepasang naga menjemput mutiara." Yang dimaksudkan mutiara itu adalah jalan darah giok cim hiat, yang hendak ditotok.
Coe Hoei dengar suara angin menyambar bebokongnya
dengan lompatan "Giok bong hoan sin" atau "Ular naga
kumala berjumpalitan," ia berkelit kekiri dengan begitu, serangan lewat kosong dibawahan kupingnya. Akan tetapi sambil berkelit demikian, tangan kirinya pun menyambar kebawah pusar dari penyerangnya. Serangannya ini ada
"Kim cee chioe" atau "Cagak emas." Itupun ada serangan sangat cepat dan bertenaga besar sekali, hingga orang menyangka, celakalah pendeta wanita itu...
Niekouw dari See Gak Pay itu lihat serangan yang
sangat membahayakan itu ia luputkan diri sambil apungkan tubuhnya, berbareng dengan mana, sebelah kakinya
mendupak ujung sepatunya yang tajam menyambar
mukanya pendeta Siauw Linv itu. Kalau lompatannya itu dinamakan "Hoei niauw teng khong" atau "Burung terbang mumbul keudara," dupakannya adalah "Cian liong seng
thian" atau "Naga naik kelangit."
Dua gerakan berbareng itu sulit untuk dilakukan ditanah datar, apapula diatas panggung pelatok hio, akan tetapi Coe In Am coe bertubuh sangat enteng dan gerakannya gesit sekali ia bisa lakukan itu dengan sempurna. Ini adalah buah latihannya "Liong heng Pat ciang" selama dua puluh tahun lebih.
Coe Hoei Siansoe kaget sekali. Ia tidak pernah sangka, diatas pelatok itu, niekow ini berani elakkan diri dari serangannya dengan macam tipu itu. Hampir saja ia
bercelaka, baiknya ia masih sempat buang diri ke samping kiri. Tetapi walaupun demikian, selagi ia berkelit mendek, ujung sepatunya siniekouw telah kena "usap" juga kepala lenangnya! Sedang saking kesusunya berkelit, tubuhnya menjadi kurang tetap, hampir ia terpeleset!
Menurut kepantasan, sampai disitu, persilatan persahabatan yang memutuskan itu mesti sudah sampai
pada akhirnya hweeshio ini pun telah kalah, akan tetapi Coe Hoei mendongkol dan penasaran selagi tubuh Coe In lewati kepalanya, begitu lekas ia tetapkan tubuh ia putar diri, untuk lompat maju, akan menyerang selagi lawan
baharu taruh kaki dipelatok yang ke lima. Inilah kembali ada cara mendesaknya yang hebat, untuk lagi2 bisa
mendahului musuh yang belum sempat bersiap. Dengan
cepat ia serang bebokongnya lawan itu. Karena ia sedang sengit, bisa dimengerti dahsyatnya serangan ini.
Beruntung untuk Coe In Am coe, ia senantiasa waspada.
Meskipun serangannya barusan ada hebat namun ia tetap bersiap sedia. Rupanya ia telah menduga lawannya bisa membokong ia dengan rangsekannya yang istimewa itu.
Begitulah ketika ia diserang, ia berkelit kekiri, lalu ia putar tubuh kekanan, menyusul mana, iapun ialas menyerang
pula kearah iga kiri si hweeshio. Kali ini ia beryarak dalam
"Ouw liong poan coe" atau "Naga hitam melilit tihang."
Kembali Coe Hoei menghadapi bahaya. Bukankah ia
sedang menyerang, hingga iganya jadi kosong" Jarak
diantara mereka berduapun ada dekat sekali. Sulit sekali untuk berkelit atau menangkis, maka itu, pendeta ini segera ambil putusan akan "batu kumala dan batu biasa sama2
musna terbakar." Dalam saat mengancam itu, ia gunakan tipu silat "Lian tay pay Hoed" ("Dipanggung teratai
menghormat Buddha") dan "Pay san oen ciang"
("Mengatur gunung mengangkut tangan"). Iapun mempunyai latihan dari empat puluh tahun, tak puas ia rubuh dengan begitu saja.
Demikianlah pendeta Siauw Lim ini, dia rangkap kedua
tangannya, lantas ia majukan itu kemukanya si niekouw. Ia telah kumpul tenaganya ditangan. Ia tak perdulikan lagi serangan lawan, asal iapun bisa balas menyerang.
Tangannya Coe In Am coe sudah sampai pada si
hweeshio ini tatkala ia saksikan serangan lawannya, tanpa orang itu gubris serangannya. Ia tidak menduga sama sekali yang hweeshio itu telah berbuat nekat demikian. Mau atau tidak, ia menjadi terkejut, hingga ia lantas memikir untuk tolong diri dulu. Ia tidak seperti si hweeshio, tak ingin ia berlaku mati2an seperti lawannya itu. Maka terpaksa ia menangkis, akan punahkan serangan balasan itu.
Coe Hoei berlaku nekat, ia tidak pikirkan pula
kemenangan, ia berkeputusan rubuh atau bercelaka bersama Meski demikian, ia tidak meninggalkan kelicikan nya.
Masih ia menggunakan akal
serangannya itu bisa dilanjutkan atau diubah secara tiba2. Dan dia merubah apabila dia tampak siniekouw elakkan diri. Dengan "Pay san oen ciang," dia menyerang perut.
Coe In Am coe kaget sekali akan lihat cara berkelahinya si hweeshio. Benar2 lawan ini liehay dan telengas. Ia baharu saja gunakan "In liong sam nian" atau "Naga dalam awan perlihatkan diri tiga kali", sulit untuk ia elakkan diri lagi. Maka jalan satu2nya adalah sambut serangan itu
dengan tangkisan. Dalam saat demikian, tidak ada tempo untuk berpikir lama2. Dari itu, dengan terpaksa ia
keluarkan "Kim Kong tok poat" atau "Kim Kong menampa
mangkok suci" untuk menyambuti serangan. Kedua
tangannya dibawa rapat kedepan dada, untuk tolak
serangan "Pay san oen ciang" itu.
Coe Hoei Siansoe menyerang secara hebat tangkisannya
Coe In Am coe tidak kurang hebat nya, sebab ini bukan tangkisan melulu hanya penolakan, yaitu menangkis sambil mendorong. Yang menambah hebat adalah bahwa jarak
mereka berdua ada dekat sekali, sedang Coe Hoei tidak menggunakan akal lagi dia gunakan semua tenaganya.
Jikalau tangkisan Coe In Am coe ada "Kim Kong tok
poat" penolakannya adalah "Kim liong tauw kah" atau


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Naga emas menggeraki sisik" yalah jurus kelima dari
"Liong heng pat ciang." Maka itu bisa dimengarti,
bagaimana niekouw ini telah kerahkan tenaganya.
Tanpa cegahan pula, keempat tangan dari dua lawan
telah bentrok satu dengan lain. Si hweeshio dan Coe In rasakan tubuh mereka menggetar seperti tergetarnya tangan mereka masing2 mula2. Tidak dapat dicegah lagi, dengan sendirinya mereka mental mundur dengan berbareng
jauhnya sampai satu tumbak lebih. Dalam kagetnya,
masing2 kerahkan tenaga untuk pertahankan diri. Mereka sama2 tangguh tidaklah sampai mereka mendapat luka,
tidak juga luka didalam, cuma setelah kaki mereka injak pelatok, keduanya terus turun ketanah, tidak dapat mereka berdiri terus diatas masing2 pelatoknya.
Sesampainya ditanah, kedua orang suci itu masih tetap rangkap kedua tangan mereka masing2, keduanya lantas
saling menjura. Selama itu, tidak ada satu diantaranya yang berani buka mulut, untuk bicara, karena mereka sedang kerahkan ambekan didalam tubuh, untuk pelihara diri.
Dikedua pihak, para hadirin, menjadi sangat kagum atas kesudahan itu, tetapi mereka toh berubah air muka mereka, karena masing2 kuatir jagonya terluka. Cuma kecuali
Siangkoan In Tong, dengan gembira dia berseru : "Bagus!
Inilah baharu ilmu kepandaian sejati! Memang, siapa tidak berkelahi, mereka tidak kenal satu dengan lain! Memang, bunga teratai merah dan ubi teratai putih asalnya satu rumah, maka sekarang, penasaran apa juga adanya, semua harus dapat dilenyapkan !"
Mendengar ocehan itu, Eng Jiauw Ong menoleh kepada
Wa Po Eng. "Siangkoan Loosoe, harap kau, ber hati2 dengan
mulutmu," ia beri peringatan. "Am coe bukannya orang
dengan siapa kita bisa bersenda gurau. Harap kau maafkan Too Liong untuk bicaranya ini dengan terus terang."
Siangkoan In Tong ketruki hoencweenya ia tidak
menjawab, ia bersikap acuh tak acuh, seperti juga ia tidak dengar teguran itu.
Beberapa muridnya Coe In Am coe mengawasi dengan
sorot mata kegusaran tak senang hati mereka, akan tetapi sebab ingat In Tong ada seorang kenamaan, terpaksa
mereka bungkam, tidak berani mereka lancang membuka
mulut. Coe In Am coe lantas juga mundur lagi dua tindak sikap nya sudah seperti sedia kala lagi, demikan juga Coe Hoei Siansoe, maka itu keduanya lagi2 menjura.
"Kepandaian Siansoe sungguty sempurna," kemudian
Coe In memuji, "pinnie sangat kagum! Harap saja
dibelakang hari kita bisa bertemu pula."
Niekouw ini jaga baik kehormatan dirinya, maka itu ia telah bicara secara demikian halus.
"Pinceng berterima kasih untuk belas kasihan Am coe,"
Coe Hoei pun menjawab. "Memang biarlah lain kali kita dapat bertemu pula. Silahkan, Am coe. Sebenarnya pinceng telah datang kemari dengan tekad bulat untuk serahkan diri, tidak niat pinceng undurkan diri dari sini kecuali dengan meninggalkan seperangkat kulitku yang bau busuk ini maka baiklah, apabila lain hari ada jodonya, nanti pinceng datang pula kepada Am coe untuk mohon pengajaran."
"Hm!" Coe In Am coe perdengarkan suaranya seraya ia
terus berkata: "Semoga siansoe memperoleh kemurahan
hati maha besar dari Sang Buddha, supaya kau dapat
kebebasan pinnie sendiri tidak berguna, suka pinnie
mengalah!" Lantas, tanpa tunggu jawaban lagi, niekouw ini
bertindak ke arah rombongannya.
Ban Lioe Tong bersama Eng Jiauw Ong bertindak maju,
untuk sambut ketua dari See Gak Pay ini.
"Bagaimana, Am coe?" Ong Too Liong tanya dengan
pelahan. "Jangan kuatir, soeheng, tidak apa2," sahut niekouw itu.
Sementara itu Coe Hoei Siansoe masih tidak undurkan
diri, melihat mana, Eng Jiauw Ong jadi tidak senang.
"Silahkan Am coe beristirahat, siauwtee ingin menemui pendeta suci dari Siauw Lim Pay itu," kata dia pada Coe In sambil ia memberi hormat.
Coe In Am coe manggut. Di waktu seperti itu, tak mau
ia cegah ketua Hoay Yang Pay ini. Maka ia bertindak terus kearah rombongannya. Akan tetapi Ban Lioe Tong memikir lain daripada niekouw ini.
"Soeheng, baik kau jangan turun tangan dahulu," kata
adik seperguruan ini dengan cegahan nya. "Baik kau
perkenankan siauwtee yang layani dia satu dua jurus."
Mereka terpisah dari Coe Hoei Siansoe tidak jauh, walau mereka bicara dengan pelahan, si hweeshio dapat dengar pembicaraan mereka, maka itu, belum sampai Eng Jiauw
Ong sahuti saudaranya itu, hweeshio itu sudah berkata :
"Ceng Hong Pocoe, apakah kau hendak memberi
pengajaran kepadaku" Hampir saja pinceng menjadi roh
bergelandangan ditangannya Coe In Amcoe, akan tetapi
masih pinceng memikir yang tidak2, karena selama napasku masih ada, tetap aku ingin menerima pelajaran terlebih jauh
dari orang2 kenamaan kaum Rimba Persilatan. Umpama
kata pinceng mesti terjeblos jatuh kedalam neraka sembilan undak, pinceng akan merasa puas !"
Eng Jiauw Ong gusar sekali mendengar kebandalan
orang itu tak dapat ia kendalikan diri lagi, tapi justeru ia hendak membuka mulut, ia tampak Thian lam It Souw Boe Wie Yang, ketua dari Hong Bwee Pang, telah bertindak
keluar dari dalam rombongannya.
Tuan rumah ini telah saksikan pertandingan diantara
pahlawan nya, Coe Hoei Siansoe, dengan Coe In Am coe, ketua dari See Gak Pay, ia lihat hweeshio itu telah kalah tapi sekarang hweeshio ini membandal dia tidak mau
undurkan diri sedang waktu itu ketua pihak tetamupun
sudah maju dari antara rombongan nya maka sebagai tuan rumah, tak dapat ia berdiam saja. Biar bagaimana, ia mesti pandang kepada Coe Hoei, yang sebagai tetamu dan
sahabat, sudah berkelahi dipihaknya, sedang terhadap Eng Jiauw Ong, ia tak boleh berlaku kurang hormat. Begitulah, ia bertindak dengan cepat.
Karena ketua ini keluar, beberapa hiocoe lantas iringi dia.
Boe Wie Yang menghampirkan seraya terus berkata
kepada Ban Lioe Tong yang sudah bertindak didepan
soehengnya: "Ceng Hong Po coe, adakah po coe berniat
mencoba2 kepandaian sendiri" Aku Boe Wie Yang sudah
sejak lama mengagumi ilmu kepandaian Hoay Yang Pay
yang menjagoi sendiri dalam dunia Rimba Persilatan dari itu dengan tidak perdulikan keburukan diri sendiri, ingin sekali aku terima satu atau dua rupa pengajaran dari
pocoe." Sementara itu, karena ketua masing2 sudah muncul,
rombongan kedua pihak pun turut maju juga. Malah
Siangkoan In Tong yang aneh tabeatnya, bertindak dengan mendahului lain2 orang. Ia berdandan sebagai nelayan, wajahnya, gerak geriknya, pun berbeda dari lain2 orang, maka coba keadaan tidak segenting demikian, tentu orang telah tertawa karenanya. Sembari pegangi hoencweenya, dengan tindakannya yang lebar, In Tong jalan sambil
ngoceh sendirinya: "Ini kali aku mesti menyaksikannya!
Yang satu toh ada Liong Tauw Pangcoe dari Hong Bwee
Pang, yang namanya kesohor diseluruh kolong langit, yang tubuhnya penuh dengan kepandaian yang liehay yang kaum Rimba Persilatan belum pernah tampak, yang lain ada
ketua dari Hoay Yang Pay dengan Eng jiauw latnya,
Tenaga Kuku Garuda, yang kalau menyengkeram orang,
tulang dan urat2 orang bakal pada patah dan putus
karenanya, sedang kepandaiannya Sha cap lak lou Kim na hoat ada bagaikan melaikat muncul, hantu selam
menghilang! Jikalau keramaian ini tidak ditonton, dimana lagi hendak dicari" Jikalau kali ini kampung dilewatkan, dimana lagi hendak mencari pondokan" Maka ketika yang baik ini tidak boleh dikasi lewat!" Lalu ia menoleh kepada rombongannya, akan tambahkan: "Eh, kenapa kamu diam
saja" Jikalau keramaian ini tidak ditonton, itu artinya percuma2 saja kamu datang kemari!"
Ban Lioe Tong menoleh kepada In Tong, matanya
dibuka lebar, dari hidungnya terdengar "Hm!" Dalam
hatinya ketua dari Ceng Hong Po ini pun berkata : "Kau benar usilan! Sampai disaat ini kau masih ngoceh tidak keruan! Kenapa kau begini tak tahu salatan?"
Justeru karena orang berpaling kepadanya, Siangkoan In Tong jadi dapat alasan untuk berkata sambil tertawa: "Siok beng Sin Ie, Kwie In Po coe, benar atau tidak kata2ku ini?"
Ketua dari Kwie In Po jadi serba salah, "tak dapat ia menangis, tak dapat ia tertawa."
"Yan tiauw Siang Hiap kita kesohor untuk tabeatnya
yang koekoay tetapi kau melebihi dia," pikirnya. "Kenapa kau jadi melewati batas begini rupa?" Akan tetapi tak dapat ia diam saja, dengan terpaksa ia menjawab: "Baik, lihat saja! Masih ada saat yang lebih menarik dibelakang ini!
Siangkoan Loosoe, kau lihat saja!"
Biar bagaimana, Siangkoan In Tong datang untuk
membantu, maka tak dapat ia disenggapi. Habis itu, Lioe Tong susul ketuanya.
Orang2 dari kedua pihak sudah lantas berkumpul
dimuka para2, malah Coe Hoei Siansoe pun menghampirkan, akan bicara dengan ketua dari Hoay Yang Pay, untuk kemudian berkumpul dalam rombongannya.
"Boe Pang coe, adakah Pang coe sudi memberi
pengajaran padaku?" Eng Jiauw Ong tanya ketua Hong
Bwee Pang sambil ia memberi hormat.
Boe Wie Yang mendekati, ia iyepat membalas hormat.
"Aku siorang she Boe jadi ketarik hati menampak
pertandingan persahabatan ini karenanya di adapan ketua Hoay Yang Pay, ingin aku menyaksikan ilmu silat yang
paling istimewa dalam Rimba Persilatan, ialah Kim na hoat dan Eng jiauw lat yang menggetarkan dunia kang ouw!
Maukah Ong Loosoe berikan Pengajaran kepadaku?"
"Boe Pang coe terlalu sungkan," sahut Eng Jiauw Ong.
"Tanpa memandang tempat jauhnya ribuan lie, dari
Ceng Hong Po kami datang ke Ciat kang Selatan ini. Dan disini kami berterima kasih atas kebaikan Boe Pang coe, yang sudah tidak tampik kami memasuki Cap jie Lian hoan ouw dan Ceng Giap San chung ini hingga kami dapat
memandang kebesaran dan keindahannya Ceng Giap San
chung. Kehormatan ini adalah hal yang membikin kami
merasa sangat beruntung. Memang adalah maksud kami
datang kemari untuk menemui orang2 luar biasa kaum
Rimba Persilatan, supaya sekalian kami dapat menambah pemandangan mata dan meluaskan pengetahuan. Hong
Bwee Pang adalah tempat dimana naga bersembunyi dan
harimau mendekam disini ada tempat munculnya pelbagai orang kaug ouw yang biasa tak perlihatkan diri disini kami dapat menemuinya. Kami telah memasuki gunung mustika
ini, bagaimana kami bisa kembali dengan tangan kosong"
Maka juga setelah soehoe kenamaan dari Siauw Lim Pay
perlihatkan kepandaiannya, aku Ong Too Liong bergembira secara luar biasa, maka dengan lancang aku majukan diri untuk mohon pelajaran.
Boe Pang coe sudi memberi
pelajaran kepadaku Ong Too Liong akan merasa sangat
girang dan berbahagia! Bagaimana caranya Boe Pang coe hendak beri pelajaran kepadaku" Tolong Pang coe jelaskan.
Ong Too Liong mempunyai nama kosong belaka aku tidak
mempunyai kepandaian berarti umpama kata Pang coe
keluarkan ilmu kepandaian yang luar biasa, tak berani aku menerimanya!"
Thian lam It Souw Boe Wie Yang, si Orang tua dari
Selatan, bersenyum. "Ong Loosoe, baik kita jangan terlalu saling merendahkan diri," kata dia. "Boe Wie Yang ada Liong
Tauw Pang coe dari Hong Bwee Pang dan Ong Loosoe ada
akhliwaris dari Hoay Yang Pay, maka dengan masing2
menjadi pemimpin, sudah seharusnya kita saling tunjukkan kepandaian
kita. Tadipun loosiansoe ini telah mengatakannya, keputusan akan diambil dalam tiga rupa pertandingan. Barusan telah diselesaikan pertandingan memadamkan pelita dan diatas pelatok hio aku anggap ada tidak menarik hati akan mencontoh itu. Walau demikian, tak mau aku menciptakan yang baharu diluar dari yang tiga
itu. Ong Loosoe terkenal buat "Tiok too hoan ciang" dari Hoay Yang Pay, maka aku pikir baik kita naik atas pelatok Cie hio chung dengan main2 dengan macam ilmu silat itu, hanya deja. Baik aku jelaskan, Cio hio chung ada dari Siauw Lim Pay aku sendiri ada dari lain kaum bukan saja diatas Cie hio chung belum pernah aku berlatih,
mempelajarinya pun tidak. Aku ada dari kaum lain, tak usah aku sebutkan nama kaumku itu, tapi boleh aku
terangkan, bahwa siapa saja mengerti silat, dia tentu mengerti ilmu mengentengkan tubuh. Maka itu, mari kita naik atas pelatok ini untuk tiga gebrak saja asal selama itu, kita menyambutnya dengan sungguh2. Tegasnya, aku ingin merasainya Eng jiauw latnya Ong Loosoe yang telah
diyakinkan untuk banyak tahun. Apakah tidak membuat
hilang harapan jikalau dalam pertemuan sekali ini dalam Ceng Giap San chung ilmu kepandaian itu tidak
dikeluarkan?" Boe Wie Yang bicara dengan suara tenang tetapi
sikapnya jumawa. Pun kata2 itu ada genggam nyata
kelicinannya. Ia tahu sejak Eng Jiauw Ong rubuh karena dicurangi oleh Yauw Beng Long tiong Pauw Coe Wie pada waktu mana Eng Jiauw Ong kena ditolongi oleh Yo Boen
Hoan, ketua Hoay Yang Pay itu sudah keram diri didalam Lek Tiok Tong, Ceng Hong Po, untuk yakinkan Eng jiauw lat siang dan malam sampai lima tahun lamanya, hingga tenaga tangan dari ketua Hoay Yang Pay itu jadi liehay sekali, tetapi iapun ketahui dengan baik, bahwa Eng jiauw lat harus digunakan ditanah datar, dan tidak pernah
terdengar dapat digunakan atas pelatok umpamanya maka itu, ia jadi tak jerih akan mencoba Eng jiauw lat itu diatas Cie hio chung yang enteng dan tak kuat. Iapun percaya, karena sikap jumawanya itu, Eng Jiauw Ong tidak bakal menampik tantangannya itu.
Benar2, dugaannya ketua Hon Bwee Pang ini tidak
meleset. Eng Jiauw Ong panas hati, hingga dia lantas
menjawab: "Boe Pangcoe, kau sangat cerdik, kau dapat
menangi aku. Sebenarnya tanpa bertempur lagi, aku sudah harus menyerah kalah. Tapi, Boe Pa ngcoe, kau rela
menemani aku, begitu juga aku, mana dapat aku tidak
temani kau" Mana bisa aku tampik kebaikan hatimu ini"
Hanya aku sangsi apa aku dapat atau tidak melatih Eng jiauw lat terhadapmu, maka aku pikir, baiklah kita tahu sama tahu saja!"
"Nah, tak salahlah terkaanku!" Siangkoan In Tong
ngoceh sendiri apabila ia dengar pembicaraan mereka itu.
"Inilah hal yang sejak dahulu kala belum pernah aku
dengar, yang sampai umur delapan puluh tahun juga belum pernah aku tampak, tetapi sekarang akan dapat disaksikan didalam Ceng Giap San chung ini! Karena ada kepandaian2
luar biasa, mesti ada orangnya yang luar biasa juga karena ada orang cerdik pandai yang mengajari, mesti ada oran2
cerdas yang menerimanya! Tidak seperti kami, orang2 yang mengaku saja pandai ilmu silat tapi pengertiannya cuma hancurannya saja, maka perlu kami membuka mata! Maka
sekarang, baik jangan sia2kan waktu, hanya lekasan
dimulai, sebab kalau nanti kamu kedua pihak menarik
pulang kata2, sia2 saja kami telah datang kemari!"
Boe Wie Yang tidak puas mendengar perkataan si jail
ini. Ia merasa, justeru ialah yang dicacinya itu. Maka dengan air muka merah padam, tapi dengan menahan hawa amarah, ia menoleh pada In Tong, akan kata: "Siangkoan Loosoe, kita semua ada orang2 Rimba Persilatan, kau
sendiri telah kenamaan, maka itu kunjunganmu ke Ceng
Giap San chung ini sebenarnya ada seumpama menempel
emas dimuka kami. Tidak ada seorang juga dari pihak
Hong Bwee Pang yang tidak ingin saksikan kepandaianmu,
terutama untuk sepasang gelang Lie hoen Coe bo kianmu yang
sudah menggetarkan wilayah Liauw tong.
Pendengaranku ada cupat tetapi aku tahu didunia kang ouw belum pernah ada orang yang dapat tandingi padamu dari itu, aku justeru hendak minta pelajaran dari kau. Tapi disini sudah ada akhliwaris Hoay Yang Pay, yang sudi memberi pelajaran padaku, karena dia ada menjadi ketua, tak dapat aku tidak layani dia. Akan tetapi, umpama kata Siangkoan Loosoe anggap tak pantas aku melayani Ong Loosoe, buat aku tidak ada halangannya akan ubah itu. Jikalau
Siangkoan Loosoe sudi beri pelajaran padaku, hayo kau berikanlah, kau boleh mulai, urusan penting kami boleh ditunda di samping. Sudah empat puluh tahun aku
memasuki dunia kang ouw untukku, mati atau hidup, tidak harus disayangi, tapi disebelah itu, tak sudi aku mendapat penghinaan. Siangkoan Loosoe, kau bicara dengan cara
menyindir, bagaimana kesudahannya itu bagi mukaku?"
Mukanya ketua Hong Bwee Pang merah padam, katanya
jadi keras hal ini mengejutkan para hidirin, hingga mereka anggap, ketua itu bakal urung melayani Eng Jiauw Ong dan akan bentrok dengan Wa po eng Siangkoan In Tong.
Siangkoan In Tong telah ditantang orang sangka dia
bakal menyambuti, akan tetapi dia ada tenang seperti biasa, tidak sibuk, tidak gusar. Ia isi hoencweenya lantas ia sulut itu dan menyedot, sampai dua kali, menyedotnya dengan dalam, kemudian ia kebulkan asap yang bergulung.
"Boe Pangcoe sungguh berpemandangan luas," menyahuti dia kemudian. "Aku Siangkoan In Tong ada
satu serdadu tak ternama dalam dunia Rimba Persilatan terutama dalam dunia kang ouw, dimana saja aku sampai, orang tak lihat mata padaku. Aku berhati lempang, mulutku tangkas, karena itu, sering aku mendapati akibat sebaliknya.
Aku tadinya anggap, dengan senjataku yang aneh dengan
kepandaianku yang tidak ada kaumnya, aku bisa leluasa pergi kemana aku suka, tidak tahunya didalain Cap jie Lian hoan ouw ini, aku menghadapi dua boca dari Pang coe
dengan rantainya yang membuat aku merasa dingin dari
atas kepala sampai dikaki bawah! Sejak itu aku merasa, senjataku itu tak boleh dikeluarkan pula di Ceng Giap San chung ini, karena disini aku melainkan boleh pentang kedua mataku, untuk menambah pengetahuan saja. Akan tetapi
sekarang... Boe Pangcoe, cambuk naga emasmu, Kim liong pian, ada hikmad satu2nya yang menjagoi di Selatan itulah senjata dengan ilmunya yang istimewa dalam Rimba
Persilatan kami semua belum pernah melihat itu, maka
kalau sekarang Pang coe niat ajak aku menaiki pelatok2 Cie hio chung, inilah hebat! Siangkoan In Tong tidak
mempunyai macam kepandaian liehay itu, umpama
kejadian dia menaikinya, pasti sekali akan tak ada bekas kakinya diatas pelatok sebab pelatok itu pasti bakal rubuh sendirinya. Boe Pang coe, harap kau tidak menjadi tak senang hati terhadap aku, aku si kereta rosokan janganlah jadi perintang jalanan. Kamu berdua, yang satu ada guru silat yang kenamaan, yang lain ada Pangcoe dari Hong
Bwee Pang, apabila kamu berdua yang adu kepandaian,
pertandingan ini pasti akan jadi buah pembicaraan yang ramai, maka menyesal, karena aku banyak mulut, aku jadi mengganggu urusan kamu". Ah, benar
aku telah merusak!..." Lantas ia bertindak kepinggiran Lo Han Cie hio chung agaknya ia perhatikan benar pelatok2 itu yang membuat ia sangat kagum. Dengan tingkah polanya ini, ia tidak ambil mumet lagi Boe Win Yang, hingga ketua Hong Bwea Pang itu mendongkol bukan kepalang. Orang lain
anggap Siangkoan In Tong tidak keruan lagak nya, akan tetapi Thian lam It Souw sendiri tidak berani memandang rendah terhadapnya. Sudah sejak lama ia dengar, bahwa
Siangkoan In Tong bukannya seorang yang boloh dibuat
permainan. Diam Boe Wie Yang ambil putusan untuk mencoba2
manusia yang tabeatnya aneh itu, akan tetapi, tanpa
memperdulikannya, ia terus saja memberi hormat pada Eng Jiauw Ong. Ia kata "Sudah lama Boe Wie Yang dengar
tentang Wa po eng Siangkoan Tay hiap ini sungguh
kebetulan, hari ini dia datang berkunjung ke Cap jie Lian hoan ouw ini, maka justeru aku sedang memikirkan untuk minta pelajaran daripadanya sekarang dia telah utarakan rasa hatinya itu, karenanya, aku jadi berputus asa. Maka, Ong Loosoe, baiklah, biar aku minta pengajaran terlebih dahulu dari kau saja."
Boe Wie Yang ada licin sekali, ia tidak perdulikan
penghinaannya Siangkoan In Tong untuk ini ia tidak gubris anggapan orang banyak, yang menyangka ia tidak
mempunyai kehormatan. Ia anggap ia akan lindungi
kehormatannya jikalau nanti ia berhasil merubuhkan ketua Hoay Yang Pay.
Ong Too Liong bisa duga maksudnya ketua Hong Bwee
Pang itu karena ini, ia jadi memandang rendah, maka juga ia tertawa dingin.
"Dalam Ceng Giap San chung ini, siapapun mempunyai
kesempatan untuk turut perlihatkan kepandaiannya," ia kata, "maka i tu, Siang koan Loosoe, apabila kau
mempunyai minat, baik kau sabar dulu. Nah, Boe Pang
coe, silahkan kau mulai memberikan pelajaran kepadaku!".
"Baiklah!" sahut Boe Wie Yang dengan cepat, setelah
mana ia memberi hormat, ia lantas lompat mencelat, akan naik diatas pelatok hio. Ia bergerak pesat dan enteng
"bagaikan angin dan turunnya kepelatok bagaikan daun
rontok". Eng Jiauw Ong juga segera enjot tubuhnya, untuk
menjejak tanah, hingga dilain saat, iapun sudah terdiri diatas pelatok. Ia bergerak dengan tak kalah cepat dan entengnya, kedua tangannya ditaruh didepan dada, tangan kiri didepan, tangan kanan dibelakang, kedua pundaknya rata. Ia berdiri dengan tetap dan tegak, seperti lawan didepannya.
Segera juga kedua jago ini jalan berputaran, untuk
bersiap sambil berbareng mencoba pelatok2 hio itu. Mereka bergerak dengan cepat, hingga kedua pihak hadirin kagumi mereka, tidaklah kecewa mereka menjadi seorang ketua.
Setelah berputaran tiga empat balik, kedua jago itu lantas ambil masing2 tempatnya dengan berhadapan, setelah
mana, keduanya maju dengan berbareng: Boe Wie Yang
dari barat kearah timur, dan Eng Jiauw Ong dari timur kebarat. Tidak ada antaranya yang hendak minggir atau mengalah, sampai mereka ada di tengah2 kalangan. Jarak mereka tinggal dua pelatok saja.
"Boe Pang coe, silahkan kau berikan ajaranmu!" Eng
Jiauw Ong kata setelah ia siap, dengan kaki kiri disebelah depan.
"Silahkan, Ong Loosoe!" jawab ketua Hong Bwee Pang.
Eng Jiauw Ong tidak berlaku sungkan lagi, sambil geser sedikit tubuhnya kesamping, ia gerakkan kedua tangannya, ia mulai menyerang dengan pukulan "Kim kauw cian" atau
"Gunting ( In Tong berhenti bicara)?", ular naga emas."
Tujuannya ada dadanya lawan.


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Boe Wie Yang tidak berani sambuti pukulan depan
berdepan atau langsung, maka itu, ia tarik sebelah kakinya kebelakang, lalu ia menggeser kekiri dari sini baharu ia keluarkan kedua tangannya dalam gerakan "Heng hee tiat
boen soan?"atau "Melintangi palang pintu," akan papaki serangan itu.
Cuma dengan gebrakan pertama ini, keduanya lantas
ketahui tenaga kekuatan masing2, maka itu, keduanya
lantas menjauhkan diri, Eng Jiauw Ong keselatan, Boe Wie Yang keutara, untuk berputaran pula, hingga kembali
mereka berdiri saling menghadapi.
Dengan tindakan tetap, Eng Jiauw Ong maju pula.
Didepannya Boe Wie Yang pun maju menghampiri. Malah
ketua Hong Bwee Pang maju dengan terlebih gesit. Setelah datang dekat, tiba2 ia tancap kaki kirinya, disusul sama sambarannya tangan kanannya, dalam gerakan "In liong
tam jiauw" atau "Naga dalam mega ulur kuku." Ia serang jalan darah hoa kay hiat dari lawannya itu.
Eng Jiauw Ong lantas menggunakan Kim na hoat, ilmu
menangkap atau menawan tangan musuh. Ia keluarkan
tangan kanan, dalam gerakan menggunting, ia bentur
tangan kanan Boe Wie Yang. Ia mengarah nadi.
Boe Wie Yang bisa duga maksud lawan, lekas2 ia tarik
pulang kepalannya, untuk dikasi turun kebawah dengan
tiba2, buat menyerang pula, sekarang kearah perut.
Serangan ini ada lurus dan dengan tenaga penuh. Inilah tipu pukulan "Tok coa sim hiat chioe" atau "Ular berbisa mencari lobang."
Eng Jiauw Ong geser tubuhnya, sembari berbuat
demikian, tangannya kiri diangkat, tangan nya kanan
dipakai menyambar lengan lawan yang menyambar
perutnya. Inilah gerakannya "Kim tiauw tian cie" atau
"Garuda emas buka sayap."
Dua2 d yago ini telah gunakan tenaganya masing2 dua2
pun berlaku sangat gesit, maka itu tidak tempo lagi, tangan
mereka telah bentrok satu dengan lain. Boe Wie Yang sebat menyerang tapi ia kurang sebat dalam hal menarik pulang.
Serangannya Eng Jiauw Ong membuat tangannya Boe
"Wie Yang tertolak mental, tapi juga tenaga serangannya ketua Hong Bwee Pang itu membikin tubuhnya tergetar,
hingga keduanya mesti lompat mundur, untuk pertahankan diri mereka.
Ketua Hong Bwee Pang terkejut dalam hatinya.
Sekarang ia insyaf benar2 tenaga Eng jiauw lat dari
lawannya itu. Kalau bukannya diatas pelatok, tentu ia mesti telah terdesak. Karena ini ia berkeputusan untuk melayani dengan kecerdikan.
Juga ketua dari Hoay Yang Pay menginsyafi liehaynya
lawannya itu. Oleh karena ini ia jadi berlaku semakin hati2.
Ia tahu, ini ada pertandingan terakhir, yang bakal
memutuskan. Kembali keduanya berputaran pula. Tidak ada niat
mereka untuk memperlambat keputusan hanya mereka
sedang memikirkan pukulan yang terakhir, yang akan
menentukan "mati atau hidup."
Dua putaran telah dilakoni menampak itu, orang2 dari
kedua pihak sangat tegang perasaannya, sebab juga mereka mengarti baik kesudahannya pertandingan terakhir ini, maka tanpa merasa, mereka masing2
berkuatir untuk pemimpin mereka. Jarak diantara kedua jago itu ada beberapa pelatok.
Mereka saling berdiam akan tetapi mata mereka saling
mengawasi, kaki dan tangan mereka siap sedia. Kedua
rombongan juga terbenam dalam kesunyian, mereka berdiri menonton bagaikan patung.
Suasana ada seram, karena cuaca jelek. Udara tetap
mendung, kilat masih suka menyambar2 berkilauan, guntur kadang2 menggeram. Sang angin membikin pepohonan dan
daun2 di para2 menderum dan berbunyi keresekan.
Selagi suasana ada demikian tegang dan hebat, adalah
satu orang yang tetap masih "repot" sendirinya. Dialah yang orang banyak jemuhkan yalah Wa po eng Siangkoan In
Tong dari Soe Soei. Dia tetap tak dapat ubah tabeatnya, mulutnya tetap jail dan jahat. Tidak saja pihak Hong Bwee Pang tidak sudi gubris dia, pihak Hoay Yang Pay dan See Gak Pay sendiri pun mengantapkannya. Apapula sekarang, selagi perhatian semua orang ditujukan kemedan pertempuran, tidak ada
orang yang sempat untuk perhatikan padanya
Tanpa perdulikan siapa juga, Siangkoan In Tong maju
sampai dekat kebatas kalangan panggung pelatok Cie hio chung, karena mempunyai maksud sendiri. Ditangannya
tidak ketinggalan hoencweenya".
CXXXVIII Sebagai juga orang yang sangat sibuki orang2 yang
tengah adu kepandaian, dan sedang sibuk sendiri, In Tong tidak berdiri diam saja diluar batas kalang an dia hanya jalan mundar mandir agaknya dia bingung tak keruan,
tingkah lakunya mirip dengan orang yang otaknya miring.
Kalau tidak dalam keadaan demikian, tentunya sudah ada orang yang cegah kelakuannya orang koekoay ini
Masih saja Siangkoan In Tong menghampirkan
kalangan, hingga ia cuma terpisah lagi dua tiga kaki.
Disebelah lagak edannya itu, ia agaknya tetap sangat
perhatikan jalannya pertandingan itu. Coba orang lain, dia
pasti tidak berani datang demikian dekat kalangan, sebab apabila datang saat apesnya, dia mungkin terserang
anginnya serangan salah satu dari kedua jago itu. Serangan angin saja bisa mendatangkan kecelakaan.
Thian lam It Souw Boe Wie Yang, setelah berputaran,
mendatangi dari barat keutara di lain pihak, akhliwarisnya Hoay Yang Pay maju dari timur keselatan dengan begitu, mereka jadi jalan dengan tubuh menyampingi satu dengan yang lain mereka masing2 jadi melihat dengan separuh
melirik. Tindakan mereka juga sama cepatnya, sama
ayalnya. Diantara kedua jago itu, ketua Hong Bwee Pang sudah
ambil keputusannya dia hendak melakukan penyerangannya secara tiba2. Untuk itu, ia sedang tunggu ketikanya yang baik.
Eng Jiauw Ong baharu jalan empat atau lima tindak,
atau Boe Wie Yang percepat tindakannya dua tindak,
hingga ia telah lantas sampai diutara. Disini ia segera putar tubuhnya, untuk menghadapi lawannya tangan kanannya
diangkat kedepan dada. Dengan mendadakan saja ia
berloncat keselatan, dalam gerakannya "Hay yan liang po"
atau "Walet laut sambar gelombang." Tapi ia tidak
berlompat tinggi, cuma dua kaki diatasan pelatok. Inilah loncatan yang mirip loncatannya Coe In Am coe tadi, suatu gerakan enteng pesat sekali. Ia menaruh kaki tepat dijarak tiga pelatok didepan Eng Jiauw Ong.
Ong Too Liong masih berada di "pinggir" jalan ketika ia di hampirkan secara demikian rupa. Lekas2 dia memutar tubuh, untuk madap keutara, dari jurusan dari mana
lawannya datang. Justeru itu, Boe Wie Yang sudah mulai dengan serangannya. Ketua Hong Bwee Pang ini majukan
pula tindakan kakinya, disusul sama serangannya tangan
kiri ke arah perut, sebab lagi ia gunakan tipu pukulannya
"Tok coa sim hiat chioe," "Ular bernisan mencari lobang."
Eng Jiauw Ong belum sempat maju, karena itu, ia jadi
seperti terdesak dipojok, hingga ia tak dapat jalan mundur, kecuali menyingkir kedua samping. Begitulah, ia tidak sambuti serangan, hanya ia bertindak ke timur, itu arah dari mana tadi dia datang. Karena ini, serangan lawan jadi menuju kepada iga nya yang kiri.
Disamping berkelit ketimur itu, kesebelan kanan, Eng
Jiauw Ong juga kasi bekerja tangan kirinya. Ia tidak
menangkis, ia hanya menyerang jalan darah "kin ceng hiat"
pada pundaknya si penyerang itu, untuk mana, ia gunakan dua jari tangannya, sebab iapun menotok.
Boe Wie Yang bergerak dengan kecepatan luar biasa.
Tidak tertampak dia menarik pulang serangan tangan
kirinya itu, cuma kelihatan pundaknya dikasi turun, lalu tangan kanannya, yang dimajukan dibawah lengan kirinya, menyambar musuhnya. Kali ini ia gunakan tipu
pukulannya "Touw in hoan jit," atau "Mencuri mega untuk tukar matahari." Lengan kirinya itu justeru dipakai untuk menyelimutkan serangan tangan kanannya.
Eng Jiauw Ong sedang menyerang, maka itu, tubuhnya
dengan sendirinya turut maju sedikit. Inilah kehendaknya Boe Wie Yang, sebab arahnya, sasarannya, jadi terpisah lebih dekat dengan tangannya, sedang serangannya itu
cepat sekali. Sasaran itu ada iga kiri.
Juga Eng Jiauw Ong telah perlihatkan kesebatannya.
Datangnya serangan ia sambut, dengan tangan kirinya
dikasi turun, dengan "Shia kwa tan pian," atau "Sambil miring menggantung cambuk," ia papaki nadi lawannya itu.
Akan tetapi Boe Wie Yang menyerang bukan
sembarangan menyerang, ia berbareng lagi gunakan umpan,
untuk memancing. Ia segera tarik pulang tangan kanannya seraya geser kaki kirinya, akan menukar pelatok, hingga iapun menuju ketimur, hingga ia berada samping
menyamping dengan lawannya itu.
Eng Jiauw Ong sekarang sedang menghadap kebarat
utara karena Boe Wie Yang menghadap ketimur selatan,
mereka jadi saling berhadapan pula. Mereka juga berada dekat sekali satu dengan lain, jaraknya melainkan sepotong pelatok.
Melanjuti kesebatannya, Thian lim It Souw kembali
melakukan penyerangan kali ini dengan dua2 tangannya
berbareng kearah muka lawan. Ini ada gerakan "Ang hee koan jit", atau "Sinar layung menutupi matahari."
Eng Jiauw Ong kenali tipu pukulan musuh, yang be
runtun2. Ia insyaf bahwa ia menghadapi bencana apabila ia tak dapat punahkan itu. Maka tanpa tunggu orang sempat melakukan perubahan, ia rangkap kedua tangannya, ia
sambut kedua tangan lawan, untuk dibuka. Ia gunai tipu pukulan "Wie To hong cie sie" atau "Malaikat Wie To
pegang toyanya." Menyusul itu, ia meneruskan dengan
tolakannya. "In hong tauw kah," atau "Naga membuka
sisiknya." Ia ingin dorong lawan hingga rubuh dari pelatok.
Ketua Hoay Yang Pay bertindak benar, akan tetapi satu hal ia lupakan. Ialah sekarang ia berada diatas panggung pelatok hio, ia bukannya sedang menaruh kedua kaki diatas tanah datar. Ia lupa bahwa ia sedang mengadu ilmu enteng tubuh, hingga karenanya, tak dapat ia pakai tenaga penuh seperti biasanya. Di sebelah dia, Boe Wie Yang yang licik justeru hendak bikin dia rubuh dari atas pelatok," pelbagai serangannya adalah pancingan belaka.
Benar disaat Eng Jiauw Ong menggunakan "Wie To
hong cie sie," tanpa tunggu dorongan lawan, ketua Hong
Bwee Pang mendahului menarik pulang kedua tangannya,
tubuhnya sendiri sambil dimiringkan mencelat ketimur
utara. Ia menaruh sebelah kaki saja, kaki kiri, sedang kaki kanannya dilonjorkan ke luar, untuk dipakai menyapu ke arah timur.
Ini ada tipu silat "Houw yoe hie soei," atau "Kutu houw yoe main air". Houw yoe adalah kutu sebangsa capung,
tubuhnya lebih kecil dan panjang. Ini ada semacam tipu silat bokongan.
Eng Jiauw Ong terancam oleh lawannya yang licik itu.
Sulit untuk ia menyingkir kekiri atau kanan, kedepan atau kebelakang. Ia mempunyai hanya satu jalan loncat tinggi, apungkan diri. Tapi untuk ini, kakinya baharu saja dipasang selaku
kuda2, untuk menyerang lawannya. Untuk
apungkan diri, ia jadinya kalah ketika, kalah sebat dari lawannya itu, kaki siapa sedang sambar kaki kirinya. Jalan lainnya
adalah pertahankan kakinya, pertahankan kuda2nya, tapi dengan begitu tabung hio tentu tak kuat menahan berat dirinya, yang sedang dikerahkan tenaganya.
Kalau tidak ia tentu bakal tersapu rubuh. Dengan
pertahankan diri, walaupun ia bisa turun dari atas pelatok, ia berbareng bisa balas hajar lawannya itu, untuk dikasi rasa Eng jiauw lat, "tenaga kuku garuda".
Dalam saat "segenting rambut" itu bagi kedua pihak, se konyong2 Siangkoan In Tong, yang menonton sambil
perlihatkan lagak nya yang aneh itu, terdengar batuk , menyusul mana dari mulut nya menyembur ludah lendir.
Agaknya ia muntah disebabkan ia telah kesalahan tenggak lendir karena
menghisap hoencweenya yang telah kepenuhan. Berbareng dengan itu, iapun telah kena lempar hoencweenya yang digantungi kantong tembakau!
Nampaknya Siangkoan In Tong berbuat tanpa disengaja,
sebab iapun menyemburkan lendirnya itu beberapa kali, mengikuti batuknya.
Perbuatan Siangkoan In Tong ini kelihatannya tidak
mempunyai arti, akan tetapi akibatnya ada diluar dugaan.
Ludahnya yang nyemprot kearah dua orang yang sedang
berkelahi, dan hoencweenya menyambar sampai dua kali, pergi pulang, merupakan sampokan angin yang keras.
Boe Wie Yang sedang menyerang, Eng Jiauw Ong
sedang bebaskan diri, tiba2 keduanya terperanjat, sebab dengan tiba2 saja mereka dapatkan empat pelatok didekat mereka rubuh sendirinya, bergoyang seperti hendak rubuh.
Dalam kagetnya, Eng Jiauw Ong segera loncat turun
kebawah pelatok, akan injak tanah.
Boe Wie Yang yang sedang menyerang juga tidak rubuh,
ia masih dapat kesempatan akan jumpalitan dalam sikap
"Kim lie hoan sin" atau "Ikan tambrah emas berlompatan "
setelah menukar pelatok, dia terus loncat turun.
Kebetulan sekali, turunnya mereka berdua dijurusan
yang berlainan, yalah Eng Jiauw Ong ditimur, Boe Wie
Yang dibarat, dan di tengah2 mereka berdirilah Siangkoan In Tong.
Wajahnya Thian lam It Souw ada biru padam dengan
mata bersinar kemarahan ia awasi Wa Po Eng si
Pembalasan Hidup, akan tetapi walau ia sedang sangat
mendongkol dan bergusar, tak lupa ia akan adat sopan
santun. "Terima kasih!" berkata ia kepada Eng Jiauw Ong
sambil ia memberi hormat. Ia anggap ketua Hoay Yang Pay sudah sengaja mengalah.
"Ong Too Liong rela menyerah," sahut Eng Jiauw Ong
seraya ia balas hormat itu.
Setelah itu ketua Hong Bwee Pang berpaling pula pada
In Tong, mukanya merah sekali.
"Siangkoan Loosoe, apakah artinya itu?" tanya dia
dengan keras. Ia lantas menunjuk kearah pelatok hio.
Siangkoan In Tong seperti dengar atau tak dengar
teguran itu, dengan tenang dia ketruk ketruki hoencweenya kepada dasar sepatunya. Adalah setelah itu, dengan
pelahan2 baharu ia angkat kepalanya, akan dengan rupa tercengang mengawasi tuan rumah.
"Boe Pang coe, apa katamu?" tanya dia sesaat kemudian.
"Aku tidak mengarti katamu itu, tolong kau jelaskan?"
Boe Wie Yang tertawa dingin. "Siangkoan Loosoe,
jangan kau main2 dengan aku!" Thian lam It Souw kata
pula. "Kita ada orang2 kang ouw sejati, sudah seharusnya kita berlaku terus terang. Dalam pertemuan di Ceng Giap San chung ini, sesuatu orang mengandal kepada
kepandaiannya masing2 disini tak dapat kita bertempur dengan pakai hati bengkok! Siangkoan Loosoe, apakah
kau lupa pembilangan dalam permainan catur
siapa menonton, dia tak dapat buka mulutnya" Aku dan ketua
dari Hoay Yang Pay sedang bertanding, kesudahannya ini adalah penyelesaian dari urusan kami. Mustahil Siangkoan Loosoe tak ketahui ini" Kenapa loosoe nampaknya sangat tidak sabaran" Kenapa kau berbuat begini terhadapku" Kau telah gunakan "Hian niauw wa see" dan "Khong ciak tek leng" kedua ilmu berat dari kaum akhli dalam!
Kepandaianku memang lemah, barangkali aku tak akan
luput setelah dua gebrak, akan tetapi baiklah loosoe ingat, menyerang orang dgn. satu kepalan mesti berbareng
menjaga juga tendangan orang! Apakah kau sangka aku
akan puas" Sekarang tidak ada bicara lain! Aku sudah lolos dari tanganmu tadi, dengan segala senang hati, suka aku terima pengajaran darimu! Secara begini maka tak usahlah sampai Siangkoan Loosoe turun tangan pula secara
menggelap!" ("Hian niauw wa see" berarti "Burung hitam menggaris
pasir" dan "Khong ciak tek leng" adalah "Burung merak membiak bulu," yalah dua rupa ilmu pukulan angin dari akhli silat bagian dalam, lweekee).
Ditegur demikian rupa, Siangkoan In Tong masih
tertawa saja dengan dingin, tetapi disaat ia hendak berikan jawabannya, ia telah dicegat oleh Coe Hoei Siansoe, yang memotong dengan kata2nya kepada Boe Wie Yang : "Boe
Pang coe, bahagian ini baiklah pinceng yang menyelesaikannya!" kemudian ia teruskan kepada Siangkoan In Tong : "Siangkoan Sie coe, sudi pinceng
mencari keputusan denganmu dalam gebrakan terakhir ini!
Pinceng nanti gunakan Hong pian canku menghadapi Lie
hoen Coe bo kianmu untuk memutuskan hidup atau
musnahnya Hong Bwee Pang!"
Kali ini Coe Hoei Siansoe muncul dengan sikapnya yang getas sekali, hingga Boe Wie Yang lantas saja undurkan diri kesamping.
Wa po eng Siangkoan In Tong tidak jerih, ia manggut
kepada pendeta dari Siauw Lim Sie itu.
"Loosiansoe, sungguh kau cerdas sekali," ia kata.
"Diantara pengikut2 dari Sang Buddha, benar2 tidak
banyak didapati orang semacam kau! Aku Siangkoan In
Tong, aku sudah berkelana empat puluh tahun bicara
keatas, pernah aku menemui enghiong2 kenamaan dan
orang2 gagah kaum kang ouw bicara kebawah, pernah juga akan melihat kawanan pancalongok tikus dan maling anjing
sampaipun pedagang pikul dan tukang antar kereta, semua mereka itu aku pandang sebagai sahabat2 karib! Toh
walaupun demikian, jarang aku menemui orang sebagai
siansoe yang sudah bersedia akan kurbankan diri untuk lain orang, yang anggap urusan lain orang sebagai urusan
pribadi sendiri! Loosiansoe, kau telah tegur aku, maka tak ingin aku berbantah pula denganmu. Sebenarnya, kamu
telah memandang terlalu berharga kepadaku. Apakah itu Hian niauw wa see" Apakah itu Khong ciak tek leng" Aku tidak mempunyai kedua ilmu kepandaian itu, malah
nama2nya juga inilah untuk pertama kalinya aku dengar!
Loosiansoe, urusan kedua pihak hendak diselesaikan,
kaulah yang niat lakukan itu, sungguh ini satu urusan yang baik sekali! Baik, loosiansoe, suka aku menerima nya!
Mengenai senjatamu, Hong pian can, ingin aku jelaskan dahulu. Senjatamu itu ada senjata istimewa dari Siauw Lim Sie, dengan pakai senjata istimewa itu, kau hendak gantikan Boe Wie Yang menjual jiwa, karenanya Ong Too Liong
bersama Coe In Am coe pasti bakal menampak bencana!
Kalau kita bicara tentang karma seperti dari kalanganmu, kaum Buddha, inilah rupanya yang dibilang takdir.
Mengenai aku, Siangkoan In Tong, dari tempat ribuan lie aku datang ke Cap jie Lian hoan ouw ini aku telah datang secara terburu2, karena aku
kuatir tak keburu aku menonton keramaian akan tetapi buktinya sekarang,
apabila dilihat, nyatalah aku bukannya datang untuk
menonton, hanya rupa2nya takdirku pun sudah sampai ".
Jadinya aku datang terburu2 bukan sebab kuatirkan lewat batasnya waktu, hanya supaya loosiansoe mendapat
kesempatan akan menolong membebaskan aku. Tegasnya,
akupun telah tertakdir, tak bisa aku menyingkir lagi, hingga karenanya, mesti aku terima itu dengan ikhlas. Loosiansoe, apa lagi kau hendak tunggu" Silahkan lekas ambil Hong pian canmu supaya dengan itu kau dapat sambut aku dan
antar aku kejalan yang besar untuk pergi ke Langit


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Barat!...." Alangkah murkanya Coe Hoei Siansoe karena gangguannya kata2 itu hingga ia berseru: "Siang koan Sie coe, kau mengarti duduknya hal, inilah bagus! Karenanya, sudi aku melakukan satu dosa pembunuhan, sebab ini ada untuk pembersihan dalam kalangan kang ouw. Biarlah dia, yang berjodo, pergi ke Taman Firdaus! Inipun ada satu jasa baik dalam kalangan kami kaum suci! Siangkoan Sie coe, apabila hari ini pinceng tidak seberangkan kau, untuk membebaskanmu, pasti sekali pinceng sendiri yang bakal terjeblos masuk kedalam Kioe yoe Sip pat ceng tee gak!"
("Kioe yoe Sip pat ceng tee gak" berarti "neraka 12
undak."). Setelah mengucap demikian, pendeta ini berpaling
kearah rombongannya, akan minta salah seorang Hong
Bwee Pang ambilkan senjatanya yang disebutkan itu,
sebenarnya arit Hong pian can, tetapi beroman sebagai garu, ialah semacam senjata istimewa untuk pendeta2 dari Siauw Lim Sie.
Dua orang Hong Bwee Pang bawa keluar senjata itu,
yang diletakkan dibelakang para2 bunga Coe Hoei segera menyambutinya. Senjata itu terbuat dari besi campur baja pilihan, besar bulatnya seperti telur bebek, panjangnya enam kaki empat dim, kepalanya, ialah garunya, besar
sekali, bundar sembilan dim bagaikan rembulan, dan kapan gelangan2nya bergerak, lantas terdengarlah suara yang nyaring berisik berkontrangan. hweeshio ini, yang cekal gegamannya dengan tangan kanan dan tangan kirinya
dipakai menggape. "Siangkoan Sie coe," berkata iapun maju setindak, "Mari kita pergi kedalam kalangan untuk berlatih beberapa jurus!"
Siangkoan In Tong menyahuti dengan tenang.
"Loosiansoe," katanya, "dengan senjatamu ini, berapa
banyak orang yang kau hendak seberang bebaskan dalam
Ceng Giap San chung ini" Kau harus menyebutkan dahulu jumlahnya, supaya kami disini bisa meng hitung2, oleh karena dari semua anggota kami, tidak semuanya memikir untuk terbinasa disini. Kau hendak gunakan senjatamu
yang istimewa itu, kau juga bakal keluarkan, ilmu silat luar biasa dari Siauw Lim Pay
siapa saja yang bertanding
denganmu, aku merasa pasti jangan harap bisa lolos kabur dengan jiwanya masih hidup. Makanya juga harus kita
bersiap siang2 untuk kematian kita...."
Bukan main mendongkolnya hweeshio dari Siauw Lim
Sie itu, "Siangkoan Siecoe," berkata dia, "harap kau jangan main gila dihadapan pinceng. Jikalau kau tetap sama
kata2mu yang tidak keruan juntrungannya, jangan sesalkan jika pinceng tidak gubris pula padamu, nanti aku terpaksa berbuat
kurang ajar. Kita toh bertanding secara persahabatan, antara kita tidak ada permusuhan hebat, sedang pinceng sebagai murid Sang Buddha, tidak niat
pinceng berlaku telengas. Siecoe suruh aku menyebutkan jumlahnya orang2 yang bakal terbinasa diujung senjataku ini, bagaimana aku dapat menyebutkannya" Senjataku
inipun tidak mempunyai kepastian untuk kemenangannya!
Bukankah siecoe sedang berguyon?"
"Loosiansoe, karena kau anggap aku sedang main2
denganmu, baiklah, tak usah kita bicara lebih banyak pula!"
berkata orang jail itu. "Silahkan, loosiansoe, silahkan jalan lebih dahulu ketempat kemana aku bakal binasa untuk nanti menjelma pula!"
Wa Po Eng bicara dengan tertawa dingin.
Dalam sengitnya, Coe Hoei Siansoe ambil putusan akan
kirim jiwanya orang jail ini kelain dunia, maka itu, tanpa sungkan lagi, ia putar tubuhnya, akan bertindak ketengah kalangan.
Siangkoan In Tong segera ikuti pendeta itu.
Semua orang Hoay Yang Pay bergerak, akan ambil
tempat di sebelah utara medan pertempuran dimana mereka pada berdiri, sedang pihak Hong Bwee Pang, dengan
dikepalai oleh ketuanya, ambil tempat disebelah selatan.
"Silahkan, Siangkoan Sie coe." kata Coe Hoei, yang beri hak kepada lawannya akan pilih tempat disebelah atas.
Siangkoan In Tong ikuti hweeshio ini, tetapi dengan
tindakan nya yang sabar, hingga jalannya jadi pelahan baharu saja ia sampai ditengah kalangan, tiba2 dari
rombongan Hoay Yang Pay muncul satu orang yang terus
menyerukan: "Siangkoan Loosoe, aku minta sukalah kau
mengalah dulu kepadaku, supaya aku dapat ketika akan
mengagumi ilmu silat luar biasa dari Siauw Lim Pay, yalah Hong pian can dari Tat Mo Coen cia!"
Kapan Wa Po Eng, si Pembalasan Hidup, menoleh,
lantas ia tertawa ter bahak2, rupanya saking me luap2
kegirangannya. "Oh, Kwie In Po coe, Siok beng Sin Ie, bagus, bagus!"
demikian jawabannya. "Kau hendak menemui pendeta
berilmu dari Siauw Lim Sie, Pou sat Hidup dari kalangan agama Buddha inilah bagus sekali! Dengan pertemuan ini kita jadi diberikan ketika untuk menonton kepandaian
istimewa dari kedua kaum persilatan! Cuma ingat baik2, Ban Po coe, aku kuatir Hong pian can dari Loosiansoe ini nanti membikin kau mencobahi dahulu keliehayannya!
Barang siapa pada kedua lengannya tidak mempunyai
tenaga ribuan kati, jangan harap sanggup membentur
senjata orang suci itu aku kuatir nanti senjatanya berikut orangnya sendiri bakal terlempar keluar dari Ceng Giap San chung ini! Aku adalah miskin, akan tetapi aku sayangi jiwaku aku tidak gemari nama besar, aku tidak kemaruk kepada harta, aku bisa patah, bisa bengkok, aku bisa
bersabar, bisa bertahan, sebenarnya tak dapat aku mengalah lagi sekali ini, akan tetapi karena Loosiansoe datang istimewa untuk menyeberang membebaskan aku, takdirnya Siangkoan In Tong sudah bertuliskan, baiklah, suka aku mengalah juga. Siapa tahu, nama Ban loosoe juga telah terdaftar dalam Hong sin pang, hingga sekarang antara kita tinggal penetapan waktunya saja, siapa yang lebih dahulu, siapa yang belakangan. Kau terlebih pagi daripada aku, Ban Loosoe. baiklah, biarlah Loosiansoe lebih dahulu kirim kau ke Langit Barat!"
Lioe Tong pelototi si jail itu, dalam hatinya dia kata
"Sampai saat ini, saat mati hidupnya empat puluh lebih orang Hoay Yang Pay, kau masih berguyon saja, sungguh kau menjemukan!" Tetapi ia tidak bilang suatu apa tak sudi ia meladeni nya. Dengan bawa pedangnya Teo sat Cian
liong kiam, ia bertindak ketengah medan. Dengan tangan kiri menyekal pedangnya itu, dan dengan tangan kanan
memegang lain bagiannya, ia memberi hormat pada
hweeshio dari Siauw Lim Sie.
-ooo0dw0ooo- Jilid 15 "Loosiansoe," berkata ia, "Siangkoan Loocianpwee ini
ada tetamu dari kami pihak Hoay Yang Pay, walaupun dia sudi membantu kami, akan tetapi sebagai tetamu,
bagaimana dia dapat menggantikan kami merebuti mati
hidupnya, terhina terhormatnya pihak kami" Maka itu,
mari kita berdua saja yang berlatih. Hong pian can dari Loosiansoe sudah menjagoi dalam kalangan Rimba
Persilatan aku Ban Lioe Tong tak tahu tenaga Mendiri, ingin aku dengan pedangku ini melayaninya, untuk mohon pelajaran darimu. Loosiansoe, dengan senjatamu itu, tolong kau menaruh belas kasihan terhadapku, nanti aku bersukur tidak habisnya!"
Keras niatnya Coe Hoei Siansoe akan adu jiwa dengan
sijail, ia tidak nyana Ban Lioe Tong nyelak diantara mereka terpaksa ia mesti layani orang kenamaan dari Kwie In Po ini, maka lekas2 ia membalas hormat.
"Ban Po coe hendak memberi pelajaran kepadaku
dengan Tee sat Cian liong kiam, pinceng sangat
berbahagia," katanya "Pedang Po coe sudah lama kesohor, apabila dengan pedangmu itu Po coe dapat mengalahkan
Hong pian can ku, sungguh kau akan bikin aku penasaran sekali, sebab dengan itu berarti, dalam hidupku ini, dijaman ini, habislah jodoku untuk belajar kenal dengan Lie hoen Coe bo kian dari Siangkoan Loosoe!"
Dengan kata2 nya ini, Coe Hoei utarakan penyesalannya bahwa ia tak dapat segera tempur Siangkoan In Tong pada siapa ia benci.
"Loosiansoe terlalu merendahkan diri," bilang Ban Lioe Tong.
"Aku sendirilah yang justeru kuatir bahwa aku bukannya tandingan loosiansoe. Nah, silahkan!"
Lioe Tong tutup perkataannya sambil majukan kaki
kirinya setengah tindak, untuk ditekuk, dan memberi
hormat, dengan pedangnya diangkat kedepan dada nya lalu dari tangan kiri, pedang itu digeser ketangan kanan, sedang tangan kirinya, dengan dua jari, dipakai menekan belakang
pedang. Dengan begitu, ia memberi hormat sambil terus bersiap.
Coe Hoei Siansoe juga membalas hormat seraya cekal
senjatanya, tubuhnya membungkuk sedikit kapan kemudian ia gerakkan senjatanya itu, gelang gelangannya berbunyi nyaring ber ulang2, cahayanya ujung garu berkeredepan.
Habis ini ia bertindak, untuk mulai berputaran.
Dengan memutar kekiri, Lioe Tong telad contohnya
hweeshio itu. Kedua pihak bergerak dengan cepat mereka ada merdeka
karena kalangan pertempuran ada luas.
Setelah beberapa putaran, mendadakan pendeta dari
Siauw Lim Pay hentikan tubuhnya untuk diputar balik,
setelah mana, ia lompat kearah pocoe dari Kwie In Po.
Melihat demikian, Ban Lioe Tong turut maju juga.
Coe Hoei bergerak terlebih dahulu, ia mendahului
mendekati lawannya tanpa buang tempo lagi, ia mulai
dengan serangannya yang pertama kearah dada.
Pedang Tee sat Cian liong kiam dapat memapas kutung
pelbagai barang logam, akan tetapi menghadapi Hong pian can yang besar dan berat, Ban Lioe Tong tak berani segera mencobanya, maka ketika serangan datang, ia berkelit
kekiri, dari sini ia sodorkan pedangnya diantara batang garu, untuk membabat lengan lawan dengan tipu
papasannya "Couw hoe boen lou," atau "Tukang kayu
menanyakan jalan." Coe Hoei ada pendeta kenamaan, akhli ilmu silat begitu lekas berkelitnya lawan, segera ia mengarti serangannya tak akan memberi hasil tidak ayal lagi, hanya dengan ujung senjatanya, yang mirip bulan sisir, ia menggaet pedang lawan itu, untuk bikin pedang terlepas dari cekalan.
Ban Lioe Tong tarik pedangnya, untuk meloloskan diri
dari gaetan, setelah mana ia berbalik mendahulukan, untuk balas menyerang pula, kedada.
Hweeshio dari Siauw Lim Sie itu berkelit kekanan,
dengari senjatanya, ia menyampok pedang, menyusul
mana, ia meneruskan, akan hajar kepala lawannya itu
untuk ini ia gunakan tipu pukulannya "Thay Kong tiauw hie," atau "Kiang Thay Kong pancing ikan."
Dengan tak kalah gesitnya, Lioe Tong menyingkir
kekanan lawan, akan lagi2 membabat lengan kanan dari
sipendeta. Untuk tolong diri, Coe Hoei bertindak kekanan disini ia terus mendek, untuk dengan senjatanya menyapu musuh
dengan gerakannya "Cioe hong sauw lok yap," atau "Angin musim Rontok meniup daun." Bisalah dimengerti sapuan
ini yang dilakukan sambil mendek.
Lioe Tong apungkan diri, untuk mencelat dengan "It hoo ciong thian" atau "Burung hoo serbu langit" ia menyingkir kearah kanan.
Pendeta Siauw Lim itu lihat sapuannya gagal, tak mau ia berhenti sampai disitu saja cuma ia menyapu, kali ini ia bisa membarengi selagi lawannya baru saja kasi turun kakinya itu. Ia masih tetap mendek, hingga leluasa untuk ia
kerahkan tenaganya, hingga bisa dimengerti hebatnya
serangan ulangan ini. Lioe Tong baharu taruh kakinya ketika ia disambar pula, terpaksa ia menceiat lagi, tapi sekarang ia tidak menggeser kaki, melainkan ia memutar tubuh begitu lekas serangan lewat, ia membalas, ia mendesak sambil kirim bacokannya
"Pek hoo liang cie" atau "Burung hoo putih membuka
sayap." Sasarannya ada pundak kanan dari sipendeta.
Oleh karena ia dibalas diserang, tak dapat Coe Hoei
mengulangi sapuannya untuk ke tiga kalinya, malah untuk luputkan diri, ia berlompat mundur, hingga keduanya jadi pisahkan diri satu dari lain. Untuk lindungi diri, supaya ia tak dirangsek, pendeta ini lantas putar hong pian can, hingga
karenanya, anginnya menderu sampai mendatangkan hawa dingin dan pasir halus berterbangan.
Lioe Tong juga putar pedangnya, untuk cegah ia
dirangsek. Dalam hal mempergunakan pedang, ia sudah mempunyai latihan kira2 tiga puluh tahun sekarang ia
bersenjatakan pedang mustika, ia jadi mendapat tambahan keleluasaan.
Kedua pihak merasa sangsi satu pada lain karena ini, tak mau mereka adu senjata Coe Hoei kuatir gagamannya
terbabat kutung, Lioe Tong takut pedangnya rusak. Tapi pendeta itu ada terlebih berani, sebab ia masih percaya ketangguhannya hong pian can yang berat dan kuat. Apa mungkin Cian liong kiam dapat membabatnya"
Diam2 Coe Hoei Siansoe per datakan gerak gerik
lawannya ia ingin bisa turun tangan, akan gempur rusak pedang mustika itu ia selalu mencari ketika.
Segera juga kedua pihak merapat pula satu dengan lain untuk mulai saling serang lagi, hingga pertandingan jadi berjalan belasan gebrak, serunya tak berkurang. Kelihatan nyata ketangkasannya kedua lawan ini, yang sama2 gesit.
Tiba2, dengan "Poat hong poan tah," atau "Angin hebat menyerang sambil berputaran," Coe Hoei Siansoe sambar paha kanan dari lawannya.
Lioe Tong berkelit seraya memutar tubuh hingga ia
berada disebelah kanan musuh itu, dari mana leluasalah
untuk ia balas membacok musuhnya itu pada tubuh arah
kanan. Coe Hoei juga berkelit diri sambil memutar tubuh
apabila ia sudah berhadapan pula, sambil majukan kaki kanan, ia kembali menyerang. Kali ini ia arah iga kanan.
Serangan ini ada hebat sekali, saking sebatnya. Tapi Lioe Tong masih dapat elakkan diri dengan berlompat mundur sedikit.
Para hadirin terkejut melihat ketua dari Kwie In Po
terancam bahaya benar ia dapat tolong diri, tapi pendeta dari Siauw Lim Sie itu teruskan mendesak dia. Pendeta ini agaknya sudah tidak mempunyai perasaan kasihan lagi. Ia maju dengan gelang gelangan senjatanya berkontrang
nyaring dan berisik serangannya itu mengamcam bebokong lawannya, selagi lawan itu baharu menurunkan kaki, untuk injak tanah.
Lioe Tong injak tanah dengan kaki kiri terlebih daluhu, baharu saja ia menaruh kaki atau ujung Hong pian can
sihwee shio sudah sampai. Ia rupanya telah menduga
musuh bakal rangsek padanya, dengan cepat ia berkelit seraya putar tubuh dengan tipunya "Lay liong hoan sin"
atau "Naga malas membalik diri," berbareng dengan mana, pedangnya dipakai menangkis.
"Trang!" demikian satu suara nyaring.
Menyusul itu, lelatu api muncrat berhamburan. Sebab
pedang dan garu telah bentrok dengan keras. Untung buat sipendeta, dia berlaku cerdik ia sempat putar senjatanya hingga senjata itu cuma kena terserempet.
Kedua pihak lantas loncat mundur masing2, diam2
mereka periksa senjata mereka, untuk lihat apa ada yang rusak atau tidak.
Keduanya berhati lega, karena mana, kembali mereka
bisa maju untuk saling serang pula.
Selagi pertempuran ada seru, mendadakan ada terbang
datang seekor burung dara, yang melesat kebelakang Ceng Giap San chung menyusul kedatangan burung mana, yang
ada pembawa warta, dari arah barat selatan San chung itu terdengar dua kali suitan.
Mendengar suitan itu, tidak cuma pihak Hong Bwee
Pang yang terkejut, juga dua2 Hoay Yang Pay dan See Gak Pay menjadi heran. Itu ada tanda bahaya dari pos2
penjagaan Cap ji Lian hoan ouw. Kedua pihak tetamu
kenali tanda itu, sebab mereka pernah mendengarnya ketika itu malam terbit pengkhianatan.
Apa mungkin ada datang serangan gelap" demikian
pihak tetamu menduga2, lantaran waktu itu bukannya
waktu malam sedang Cap jie Lian hoan ouw terjaga rapat dan kuat umpama tong besi, apalagi waktu masih siang.
Siapa lagi yang datang kecuali pihak Hoay Yang Pay dan See Gak Pay"
Sudah Boe Wie Yang dan sekalian hiocoenya
terperanjat, Coe Hoei yang sedang bertempur, tidak
terkecuali, hingga dengan sendirinya gerakannya jadi
terlebih ayal. Juga perhatiannya Ban Lioe Tong tertarik oleh
datangnya sang burung dara berikut dua kali suitan itu, karena itu, pemusatan pikirannya menjadi kurang bulat seperti tadinya.
Coe Hoei Siansoe sementara itu masih bulat tekadnya
untuk lekas mengakhiri pertempuran dengan kemenangan
dipihaknya ia lantas bersilat dengan tipu silatnya Lian hoan Kioe kiong can, yang merupakan serangan berantai.
Dengan pesat senja tanya ditusukkan kearah perutnya
musuh. Dengan "To cay swie lioe atau "Merubuhkan pohon
yang lioe rebah," Lioe Tong membabat dari atas kebawah seraya diteruskan kesamping kanan, buat cari ujung
kepalanya senjata lawan. Coe Hoei geser kakinya yang kiri, berbareng dengan
mana, dibantu oleh tangan kirinya, ia tarik pulang
senjatanya, untuk diteruskan kearah kanan dengan kaki kanannya turut pindah kekanan juga secara begini ia lantas bisa balas menyerang lagi, menyerang tenggorokan.
Lioe Tong tidak berhasil dengan babatannya, ia egos
tubuhnya kekiri sambil berbuat begitu, ia menabas keujung hong pian can, sebab seperti lawannya, ia balas setiap serangan.
Pendeta Siauw Lim kelit senjatanya setelah menarik
pulang, ia kembali menusuk, ke arah iga kanan. Ini ada susulan untuk serangannya yang berantai itu, tak mau ia berlaku lambat.
Lioe Tong mundur, kaki kirinya diangkat, tangannya
menyambar gegamannya si hweeshio dengan begitu ia
hindarkan ancaman bahaya sambil balas menyerang juga.
Sebenarnya ia berniat babat kutung jari2 tangannya
sipendeta, tetapi maksudnya ini tidak kesampaian, hingga dengan demikian, keduanya lantas saling serang terlebih jauh dengan tetap serunya.
Setelah dua kali bentrokan senjata, hatinya Coe Hoei jadi mantap ia mendesak tak hentinya, ia berani hajar langsung pedang lawannya. Begitulah satu kali, selagi ditikam, ia bukannya menangkis hanya keprak Tee sat Cian iiong
kiam. Ban Lioe Tong mengarti, apabila ia kena dikeprak, bisa2
pedangnya terlepas dari cekalan dan terlempar, maka itu siang2 ia sudah bersiaga. Akan tetapi datangnya hong pian can luar biasa cepatnya, untuk menarik pulang pedangnya, ketikanya sudah tidak ada. Tidak ada jalan lain daripada segera turunkan pedangnya, sebegitu lekas kedua senjata bentrok keras ia bikin pedangnya tergetar, tetapi ujung pedangnya pun balas menyambar!
Bentrokan kedua senjata menyebabkan muncratnya lagi
lelatu api menyusul itu kedua jago lompat mundur masing2, untuk periksa senjata mereka. Sebelumnya memeriksa,
hatinya Lioe Tong sudah lega. Dari suaranya bentrokan saja sudah ternyata, bahwa pedangnya masih, utuh jikalau tidak, suaranya pasti sember.
Coe Hoei tidak perlihatkan perubahan wajah mukanya,
akan tetapi ujung garunya telah kena terpapas, hingga ada gigi garu yang putus. Untung untuk ia, ujung hong pian can tidak terpapas kutung. Ia masih tidak mau mengaku kalah dengan roman tenang, sembari memberi hormat, ia kata
"Ban Po coe, ilmu pedangmu benar2 liehay, dan pedangmu sendiri sungguh tajam luar biasa, akan tetapi kau masih belum keluarkan semua ilmumu Sha cap lak lou Thian kong kiam, yang baharu diperlihatkan separuh saja, dari itu pinceng ingin minta pengajaran terlebih jauh. Pin ceng harap sukalah pocoe memenuhi keinginanku ini".
Mendengar perkataan orang itu, Lioe Tong segera
mengarti, bahwa pendeta itu tidak puas, tetapi iapun
mengarti, tak kepuasan itu pasti disebabkan karena ia menggunakan pedang mustika, bukan pedang biasa. Karena ini, ia jadi pikir untuk menukar pedang.
Sebelum ketua dari Kwie In Po sempat jawab pendeta
itu, Siangkoan In Tong sudah bertindak menghampirkan
mereka. "Loosiansoe, dengan sikapmu ini, bagaikan sikap Sang
Buddha, kau terlalu merendahkan diri," berkata Siangkoan In Tong. "Ban Po coe tidak ingin turut kau pergi ke Taman Firdaus, kau sebagai murid Buddha apabila kau bisa, sudah seharusnya kau membiarkannya, maka kenapa kau agaknya hendak memaksanya" Kenapa kau berkehendak, tak boleh
tidak terbinasa atau hidup bersama dengannya" Aku
Siangkoan In Tong, aku justeru mempunyai semacam
penyakit maka baiklah maksud hatimu yang baik berniat membebaskan dia, kau limpahkan saja kepadaku, supaya
akulah yang diseberang dibebaskan. Aku rela untuk
menjadi setan yang menggantikan Ban Po coe terbinasa!
Apakah adanya keliehayan dari hong pian canmu ini"
Silahkan kau keluarkannya semua, aku suka sekali terima beberapa jurus daripadanya!"
"Omie too hoed!" pendeta itu memuji, lalu dengan
roman bengis, ia pandang In Tong, akan teruskan kata
"Siangkoan Sie coe, dengan kedatanganmu ke Ceng Giap
San chung ini, kau benar2 berniat mengacau! Maka itu, walau pinceng ada murid San Buddha, tak dapat pinceng bersabar pula! Apabila pinceng dapat bikin kau lolos dari ujung hong pian canku ini, aku akan piara rambut pula akan kembali menjadi orang biasa!" Dalam murkanya itu, Coe Hoei Siansoe sudah mengucap lebih. Dalam kalangan pendeta, orang tak diizinkan kembali kepada orang biasa barang siapa satu kali telah menjadi hweeshio, tidak perduli berapa besar kedosaannya tadinya, kedosaannya itu
dianggap sudah dibikin habis. Barang siapa berdosa dan menjadi hweeshio, itu dianggapnya ia sudah insaf dan
bertobat. Maka juga, walau undang2 negara ada keras,
negara tak menyediakan golok untuk menghukum mati
pada pendeta. Kalau toh satu pendeta berbuat kedosaan besar, untuk dihukum, dia dimestikan pelihara kembali rambut seperti sediakala, habis mana, baharu ia jalankan
hukumannya. Sekarang Coe Hoei sudah lupa akan dirinya ia telah ucapkan perkataannya itu. Inipun menandakan ia sudah siap untuk mati bersama!
Siangkoan In Tong sambut kata2 itu dengan tertawa
bergelak gelak. "Loosiansoe, kau telah mengatakan hebat sekali",
berkata dia.

Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah benar aku ada itu harga untuk membuat kau
begini murka! Ia lantas menoleh pada Ban Lioe Tong,
untuk menambahkan "Ban Loosoe, kau telah dengar maka
aku si setan pengganti mati, tak dapat aku lolos lagi dan takdirku! Loosoe, silahkan kau mundur, disini tidak ada urusan kau lagi!"
Dan tanpa tunggu jawaban dari ketua Kwie In Po, ia
ketruki hoencweenya kepada sepatunya ia lantas masukkan mulut hoen cwee kedalam mulutnya, akan tiup keluar
semua sisa asapnya. "Bagaimana, Loosiansoe", kemudian ia kata pada
sipendeta, "aku siorang melarat sudah bersedia untuk
menemani kau!" Masih Coe Hoei gusar, hingga ia berseru.
"Siangkoan In Tong, baik kau kurangi goyang lidahmu
yang tajam terhadapku! Orang beribadat tidak biasanya adu mulut! Baik, pinceng bersedia akan belajar kenal dengan gelang Lie hoen Coe bo kianmu! Lekas kau keluarkan
senjatamu, pinceng nanti layani kau beberapa jurus !"
Masih saja Wa Po Eng tertawa haha hihi.
"Aku Siangkoan In Tong mempunyai semacam
penyakit", kata ia dengan sabar. "Yalah aku paling takut jikalau ada orang rampas rumah tanggaku! Dan barang
dalam lemariku, apabila aku sudah inginkan, baharu aku kasi keluar! Tetapi kau, Loosiansoe, sikapmu memaksa
membeli dan memaksa menjual, kau menyebabkan aku
curiga. Dua rupa senjata ku itu, apabila aku keluarkan, akan sia2 belaka, apapula dalam urusanku sendiri, aku sendirilah yang menjadi majikan! Loosiansoe, mengapa kau tak dapat imbangi lain orang" Sukur aku sudah tidak memikir pula untuk hidup lebih lama lagi, apa juga kau hendak berbuat, aku bersedia untuk menerimanya. Benar2 tak takut aku
nanti ditertawai kau terus terang aku bilang, pagi atau sore aku bakal terbinasa ditanganmu tiap saat berbeda, dalam satu jam aku hidup, dalam satu jam aku bisa mati,
melainkan menurut hitung hitunganku sendiri sekarang ini masih belum sampai waktunya. Apakah kau tidak lihat itu, loosiansoe?" Dan ia segera tonjolkan hoencweenya dan
tambahkan "Adalah dengan benda ini aku nanti layani
hong pian canmu yang menjagoi untuk Siauw Lim Pay
dengan ini kita nanti main2 beberapa jurus! Aku harap janganlah kau tidak pandang mata kepada bendaku ini
jikalau nanti kita berdua sudah geraki tangan, mungkin aku yang bakal terima takdirku, mungkin kau yang akan makan sumpahmu,
entahlah, untuk itu tidak ada tanggungannya!...." Meluap luap kemendongkolan nya Coei Hoei Siansoe,
sampai tak dapat ia menahan sabar lagi, hingga segera ia angkat senjatanya.
"Siangkoan In Tong, kau terlalu tak memandang mata
kepada pinceng!" ia berseru. "Kau tidak hendak keluarkan gelangmu nyata sekali kau terlalu jumawa! Dengan
senjataku ini aku bersedia akan layani kau dua tiga jurus!"
Ketegangan telah sampai dipuncaknya, tetapi justeru itu dengan tiba2 dari arah belakang mereka terdengar suara
keras "Loosiansoe, tolong kau bersabar sebentar! Aku ingin bicara dahulu dengan Siangkoan In Tong!"
Kapan hweeshio dari Siauw Lim Sie itu berpaling, ia
lihat ketua Hong Bwee Pang, Thian lam It Souw Boe Wie Yang, mendatangi dengan air muka merah padam bahna
gusar. Ia lantas hadapi tuan rumah itu, untuk kata padanya
"Boe Pang coe, hari ini pinceng hendak berlaku sedikit tak kenal persahabatan. Pendek, apabila aku tidak dapat
memutuskan hidup atau mati dengan Siangkoan In Tong,
pasti tidak puaslah hatiku! Maka itu mohon aku agar Pang coe jangan campur urusan kami berdua ini!"
"Loosiansoe, harap kau bersabar dulu," berkata Boe Wie Yang dengan sahutannya. "Dengan Siangkoan Loosoe ini, Boe Wie Yang hendak bicara beberapa patah kata saja.
Barang siapa yang memasuki Cap jie Lian hoan ouw, aku pandang dia sebagai tetamu tidak berani aku sedikit jua memandang enteng kepadanya akan tetapi sekarang ini,
Siangkoan Loosoe terlalu menghina padaku. Maka aku
mohon Loo siansoe suka menahan sabar sebentar saja."
Lantas tanpa tunggu jawaban, ketua Hong Bwee Pang ini berpaling kepada In Tong, akan kata padanya "Siang koan Loosoe, walaupun aku Boe Wie Yang ada satu boe beng
siauw coet tetapi sejak aku kepalai Hong Bwee Pang, bisa aku membataskan diri, menyayangi diriku, dan terhadap rekan kaum kang ouw dan sahabat2 dalam Rimba
Persilatan, selamanya aku hargai mereka semua. Begitulah dalam pertemuan di Ceng Giap San chung ini, terhadap
semua tetamuku, aku merasa Boe Wie Yang tidak pernah
lakukan suatu apa yang keliru. Maka juga Siangkoan
Loosoe, kau telah datang ke Ceng Giap San chung aku
hargai sangat padamu yang telah kenamaan dalam dunia
Rimba Persilatan. Bukankah kau telah hargai aku dan
karenanya, dengan kedatanganmu ini, kau membuat terang
mukanya Boe Wie Yang" Bukankah disini tidak ada
seorang juga yang tidak hormati kau" Akan tetapi
Siangkoan Loosoe, kau telah ber ulang2 menghina kami, aku anggap sikapmu keterlaluan! Loosiansoe Coe Hoei ini, dengan kedudukannya, dengan nama besar nya, apabila dia berlatih silat denganmu, aku percaya tidaklah dia membuat kau terhina, tetapi kau telah terlalu agungkan gelang Lie hoen Coe bo kianmu, kau justeru tidak hendak melayaninya dengan senjatamu yang istimewa itu supaya kami orang2
dalam Ceng Giap San chung bisa membuka matanya!
Siangkoan Loosoe, kau telah pandang orang kang ouw tak berharga sepeser jua! Kau hendak gunai hoencweemu,
untuk melayani hong pian can dari loosiansoe dari Siauw Lim Sie, kau jumawa berlebihan! Boe Wie Yang ada jadi tuan rumah dari Ceng Giap San chung, Loosiansoe adalah tetamuku yang terhormat, karena itu tak dapat aku biarkan kau terlalu jumawa, Siangkoan Loosoe! Kau dengan
hoencweemu ini telah menghina orang kang ouw, baik aku Boe Wie Yang nanti yang layani padamu. Loosiansoe,
jikalau kau inginkannya sendiri, disini ada semacam
senjata, maukah kau menyambutnya dengan tiga gebrakan?" Sembari mengucap demikian, ketua Hong Bwee Pang itu
menyingkap bajunya dibetulan pinggangnya, untuk tarik keluar senjata yang ia sebutkan itu dengan mana ia ingin ajar adat Siangkoan In Tong yang tingkah polanya sangat menyebalkan dia.
Begitu lekas senjatanya Boe Wie Yang ditarik keluar,
terlihatlah satu cahaya berkilauan bagaikan emas kuning.
Senjata itu panjang kira lima kaki dan besamya seperti biji buah toh, ujungnya yang satu berkepala naga2an, ujung yang lain adalah ekornya makhluk luar biasa itu. Itulah
joan pian, atau cambuk lemas, yang terbuat dari emas
semua berikut sisik sisiknya naga.
Sambil cekal ekor cambuk naga2an itu, Boe Wie Yang
kata pula "Siangkoan Loosoe, Boe Wie Yang ingin terima pelajaran dari kau dengan menggunakan senjatanya ini
yang tak berharga!" "Nyatalah dayaku tidak gagal", Siangkoan In Tong
masih tertawa. "Aku lempar batu bata untuk pancing batu kumala benar2 Kim liong pian Pangcoe telah terpancing keluar, maka itu, sungguh tidaklah tipis peruntunganku simelarat, disaat mendekati hari penutup jodoku aku bisa membuka mataku! Lihatlah hong pian can dari loo siansoe dari Siauw Lim Sie itu melulu ada senjata yang rada berat, melihat mana, orang bisa terperanjat saking besarnya, tetapi keistimewaan lainnya tidak ada. Itulah senjata yang biasa dibawa hweeshio yang keluar memungut derma, untuk
dijadikan sebagai bendera pertandaan, jadi tidak ada
keanehannya. Tidak demikian dengan senjatanya Boe Pang coe ini. Jangan kata aku, Siangkoan In Tong, yang matanya belum terbuka, mungkin diantara para hadirin disini, tidak ada satu jua yang pernah melihatnya. Boe Pang coe,
bukannya Siangkoan In Tong minyaki matanya, yang
gampang diperintah2, akan tetapi mengingat kau ada ketua Hong Bwee Pang dan orang kang ouw yang kenamaan,
dengan perlihatkan cambuk emasmu ini, kau bikin
keangkaranmu menjadi bertambah didelapan penjuru
semesta. Boe Pang coe, biarlah aku simelarat sediakan jiwanya untuk, menemani satu koen coe, sekali ini biar aku peserah jiwa kepada takdir! Silahkan Boe Pang coe
keluarkan kepandaianmu, aku simelarat akan buka mataku, biarlah aku mati pada tempatku...."
Sembari mengatakan demikian, Siangkoan In Tong
loloskan kantong tembakaunya, untuk diselipkan dipinggangnya, lalu ia angkat hoencweenya kedepan dada.
Iapun lantas tambahkan "Boe Pang coe, jangan kau
sungkan, silahkan keluarkan antero kepandaianmu!"
Boe Wie Yang menyahuti dengan lantas "Baiklah!
Untuk berlaku hormat tidak ada lain jalan daripada
menurut perintah! Siangkoan Loosoe, biar nanti kau rasai tangannya Boe Wie Yang!"
Kata2nya ketua Hong Bwee Pang ini ditutup bareng
sama gerakan kedua tangannya. hingga sekejab saja, unjung cambuknya menyamber dari kiri kekanan, dari lemas
menjadi kaku dan lempang, setelah mana dia berlompat
kedepan In Tong sekali, kaki kirinya didepan, cambuknya menotok kearah dada!
"Bagus!" berseru Siangkoan In Tong selagi ujung
cambuk menyambar ia, sedang hoencweenya dipakai
menyabat, untuk hajar ujung cambuk. Ia gunai tipu silat
"Beng houw hok chung" atau "Harimau galak mendekam
dipelatok". Boe Wie Yang bergerak sangat gesit, juga Siangkoan In Tong tak kalah gesitnya, maka untuk cegah cambuknya
kena dihajar hoencwee, Boe Wie Yang lekas menarik
pulang, untuk sambil berputar, cambuk itu diteruskan
menghajar kepalanya lawan, untuk mana ia gunakan tipu silat "Kie eng pok touw" atau "Garuda kelaparan
menerkam kelinci". "Sungguh senjata yang berbahaya!" Siangkoan In Tong
berseru pula. Ia segera berkelit kekiri karena tidak sebagai tadi, tak sudi ia membalas menghajar atau menyambuti
serangan dahsyat itu. Dengan gerakan "Koay bong hoan
sin", atau "Ular naga siluman membalik tubuh", dari kiri ia memutar kekanan secara begini ia bisa maju mendesak,
ujung hoencweenya menyambar kebahu lawan, untuk ketok jalan darah "kian kah hiat".
Dua kali Boe Wie Yang telah menyerang secara sia2 dua kali ia lihat gerakan musuh untuk elakkan diri dari
serangannya itu, ia lantas mengarti, bahwa lawan itu
berkelahi dengan tipu2 silatnya untuk menotok jalan darah, yalan "Sha cap lak louw Ta hiat hoat" yang terdiri dari tiga puluh enam jurus. Karenanya, tak berani dia main ayal ayalan.
Sambil lompat kekiri, ketua Hong Bwee Pang ini
kerahkan cambuknya setelah itu, ia menyerang pula,
dengan membabat pinggang lawan.
"Aduh! menjerit Siangkoan In Tong. "Ah, celakalah aku si melarat!"
Memang benar, ujung cambuk hendak arah iga kanan,
maka untuk luputkan dari, Siangkoan In Tong mencelat
tinggi, berlompat dengan ilmunya mengentengi tubuh,
hingga bajunya yang panjang, ujungnya memain diantara sambaran angin. Cepat sekali, ia turun pula.
Setelah kembali gagal, Boe Wie Yang tidak tarik pulang cambuknya, hanya setelah memutar tangan, ia teruskan
menyerang pula, kali ini dengan menyapu ke bawah.
Gerakan kali ini cepatnya luar biasa, sapuannya pun hebat sekali.
Tidak perduli bagaimana dahsyat serangan lawan,
Siangkoan In Tong tidak jerih. Dalam hal menggunakan
hoencweenya itu sebagai senjata, ia tak kalah liehaynya dengan sepasang gelang Lie hoen Coe bo kiannya sebab
hoencwee ini bisa dipakai berbareng seperti alat penotok jalan darah dan pedang pendek. Benar seperti dugaannya Boe Wie Yan ia pandai menotok tiga puluh enam jalan
darah, sedang tubuhnyapun gesit sekali.
Menghadapi sapuan musuh, Siangkoan In. Tong melejit
kekiri sambil berkelit, ia ayun hoencweenya untuk
menangkis dengan gerakannya "Kim tiauw tian cie" atau
"Garuda emas membuka sayap", hingga kedua tangannya
jadi terpentang. Ia ingin sampok terpental cambuk
lawannya itu. Dalam hal ini, ia berhasil, cumalah cambuk itu tidak
sampai terlepas dari cekalan lawannya. Tapi menyusul ini, ia maju dengan kaki kanan, dia menotok jalan darah "in tay hiat" dari lawannya itu.
Ketua Hong Bwee Pang tidak sangka hoencwee musuh
ada demikian tangguh, berani dipakai membentur
cambuknya tenaganyapun besar, sedang kegesitan lawannya membuat ia kagum. Karena ini, ia jadi waspada sekali.
Untuk menyerang pula. Boe Wie Yang memutar
kekanan, cambuknya dicekal dengan kedua tangan, kepala dan ekornya. Dengan memutar tubuhnya itu, ia jadi
mundur sekali, ia hajar hoencwee lawannya, selagi sang lawan belum menarik pulang senjatanya itu.
"Bagus! In Tong berseru. Ia maju, sama sekali ia tak jerih irrhadap cambuk naga2an emas itu.
Secara begini, keduanya jadi bertempur seru, sama2
hunjuk kegesitannya, sama2 hunjuk liehaynya, hingga
mereka maju dan mundur seperti teratur.
Sekarang Boe Wie Yang insyaf benar, kenapa namanya
Wa Po Eng kesohor kiranya dia itu betul2 kosen, hatinya mantap sekali, sedang sambil berkelahi, mulutnya toh
masih tak betah diam.... Toh dia mengarti, bahwa cambuk emas ini tidak dapat dipandang enteng.
In Tong berkelahi terus dengan gesit tetapi tenang ia agaknya lebih banyak berkelit daripada menangkis, dan setiap ada ketika nya, mulutnya ngoce. Teranglah itu ada kebiasaannya yang tak dapat diubah.
Boe Wie Yang ada sangat mendongkol karenanya, ia
diyadi sengit sekali. Ia sangat penasaran karena sampai sebegitu jauh, belum juga ia berhasil dengan cambuknya yang liehay. Maka ia kerahkan tenaga dan perhatiannya ketika ia bersilat dengan "Cap jie louw Ta hoat," yang mempunyai dua belas jalan, yang terbagi atas tiga bagian atas, tengah dan bawah, yang dapat diulangi dua kali, hingga semua nya menjadi tujuh puluh dua jurus.
Siangkoan In Tong insyaf akan liehaynya musuh, ia
melayani dengan tak sudi memberi ketika akan musuh
menang diatas angin. Ia tahu, bahwa satu kali ia terdesak, celakalah ia. Ia gunakan kepesatan tubuhnya dengan licik ia kirim beberapa tusukannya kearah jalan darah.
Para penonton dikedua pihak kagum menyaksikan
pertempuran dua orang kang ouw kenamaan itu beberapa
kali mereka terkejut kapan mereka lihat serangan2 yang membahayakan. Umumnya orang kuatir Siangkoan In
Tong tak akan bertahan lama menampak desakan rapat dan hebat dari tuan rumah. Adalah Boe Wie Yang sendiri yang insyaf benar2, bahwa lawannya itu tak dapat dipandang enteng.
Iapun merasa, bahwa ia bakal mendapat malu besar jika ia kena dikalahkan oleh Siangkoan In Tong. Maka dalam sengitnya, ia berkelahi dengan hebat tetapi pun waspada.
Kedua pihak sudah lantas melalui lebih daripada sepuluh jurus, tanpa ada salah satu pihak memberi tanda yang dia hendak menyerah kalah. Boe Wie Yang mendesak, tetapi ia
merasa, bahwa ialah yang terdesak, karena sang lawan
main berkelit atau berlompatan disekitarnya.
"Boe Pang coe, mari kita sudah saja!" berkata Siangkoan In Tong selagi ia terus melayani.
"Kim liong pan sungguh liehay, suka aku Siangkoan In
Tong mengaku kalah" Bagaimana, Boe Pang coe, sukakah
kau mengasi hidup jiwanya si melarat ini, supaya bisa dibiarkan soehoe besar dari Siauw Lim Sie yang nanti
sambut aku buat membikin aku sampai kepada takdirku?"
Boe Wie Yang sedangnya mendesak ketika ia dengar
perkataan lawan itu ia menjadi sengit sekali.
"Tidak usah kau ngoceh tak keruan!" dia membentak.
"Biar aku sendiri yang menyeberang membebaskan
kepadamu! Kau sambutlah lagi tiga jurus!"
Benar saja, cambuk naga2an emas itu lantas menyapu
dengan "Kouw sie poan kin," atau "Pohon tua bongkar
akarnya," ujung cambuk sampai mengenakan tanah.
Siangkoan In Tong menjejak tanah, untuk loncat tinggi, dengan begitu, cambuk lewat dibawah kakinya.
Habis menyapu itu, Boe Wie Yang tidak meneruskan,
sebaliknya, dia mendek sedikit, akan terus berloncat.
"Boe Pang coe, jangan pergi, hendak aku sambut tiga
seranganmu!" In Tong berseru, menantang lawannya itu. Ia menyusul.
Thian lam It Souw menyingkir untuk bersiap saja, begitu lekas Siangkoan In Tong menyusul, dia menyambut dengan satu sambaran tangan kanan, mulutnya pun mengucap
"Kau sambutlah!"
Ini ada serangan "Giok bong to hoan sin", atau "Ular
naga kumala rubuh jumpalitan", sebab sambil menyerang,
Boe Wie Yang geser kakinya. kesamping, tubuhnya sedikit miring. Arahnya adalah madap keselatan. Kaki kirinya ada didepan, kaki kanan dibelakang. Inilah kuda2 "Kwa houw teng san", atau "Menunggang harimau mendaki gunung".
Cambuknya pun, tadinya, ada terseret.
Disambut secara begitu, Siangkoan In Tong hunjuk
kesebatannya berkelit sambil berlompat pula. Tapi begitu lekas kakinya injak tanah, serangan lain datang menyusul, kali ini ke atas, kekepalanya. Karena cuma dengan
membalik tangan, Boe Wie Yang tidak sia2kan kesempatannya. Sekali ini, dia gunakan pukulan pertama dari "In liong sam hian", atau "Naga dalam mega
perlihatkan diri tiga kali". Serangan ini ada terlebih cepat dari yang pertama.
Siangkoan In Tong mendek sedikit untuk kasi lewat
ujung cambuk diatasan kepalanya sembari berkelit, ia
menyerang keatas, untuk sampok cambuk lawannya. Ia
gunakan tipu pukulannya "Poat in kian jit", atau,
"Membalik mega untuk melihat matahari".
Boe Wie Yang berlaku cerdik tidak mau ia kasi
cambuknya kena disampok, ia menarik pulang senjatanya itu dengan cepat sekali setelah itu, lagi2 ia kirim
serangannya terus menerus kali ini dengan "Tok cpa touw sin" atau "Ular berbisa muntahkan racunnya". Setelah
ditarik pulang, ujung cambuk dipakai menyerang kearah perut.
"Bagus!" berseru Wa Po Eng kapan ia lihat serangan itu.
Ia tidak menangkis ia hanya egos tubuhnya kekiri kakinya digeser sedikit kedepan. Secara demikian, ia bikin ujung cambuk lewat disamping iga kanannya. Setelah lolos dari bahaya, tanpa ayal sedikit juga ia pindahkan kaki kanannya kebelakang kaki kiri terus ia putar tubuhnya, setelah berbalik, ia majukan pula kaki kanannya kedepan. Adalah
selagi memutar tubuh, hoencweenya dipakai menyerang
pundak kiri lawannya dibagian jalan darah kian ceng hiat.
Adalah niatnya Siangkoan In Tong, untuk membuat
pembalasan, supaya sang lawan ketahui, bahwa ia tak boleh dipandang ringan.
Maka kembali Boe Wie Yang insaf, bahwa ia benar2
menghadapi musuh tangguh.
Diserang secara demikian, pangcoe dari Hong Bwee
Pang tahu, apabila ia menjadi sasaran, ia akan celaka.
Kecewa ia menjadi seorang kenamaan apabila ia tidak
menginsafi arti atau bahayanya ancaman ini. Itulah jalan darahnya yang musuh cari. Maka ia segera mendek, untuk berkelit sambil kakinyapun digeser kesamping.
Selagi berkelit, Boe Wie Yang sudah pikir untuk balas menyerang dengan tidak kurang hebat nya, untuk itu ia hendak gunakan tipu pukulan "Ouw liong kian bwee", atau
"Naga hitam menekuk ekor". Kaki kirinya pun hendak
dipindahkan kekiri untuk persiapan. Tapi belum sempat ia gunakan cambuknya, atau lawannya sudah berseru "Masih ada satu!" Ia diserang bekokongnya, dijalan darah "ji khie hiat" selagi ia memutar tubuh. Dan serangan lawan adalah
"Kim kee tauw leng" atau "Ayam emas membiak bulu".
Boe Wie Yang bertubuh enteng, Siangkoan In Tong gesit gerakannya, maka keduanya ada satu tandingan yang
setimpal, tapi melayani musuh ini, ketua Hong Bwee Pang sebal hatinya, karena sang lawan saban2 membuka mulut ngoceh tidak keruan, sedang serangan balasannya yang
dibarengi, liehay sekali. Demikian kali ini, Siangkoan In Tong susuli serangannya yang ke dua sambil berseru,
seruan yang terang ada secara memandang enteng.
Untuk menghindarkan diri dari bahaya, Boe Wie Yang
meneruskan memutar tubuhnya

Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seraya cambuknya dibalingkan kebelakang untuk menangkis, hingga ia batal balas menyerang. Secara demikian, kedua senjata jadi
bentrok satu dengan lain.
"Tangkisan yang bagus! Siangkoan In Tong berseru.
"Awas!" Cepat luar biasa, setelah bentrokan itu, Siangkoan In Tong menarik pulang hoencweenya, untuk dipakai pula
menotok mukanya tandingannya itu. Yang lebih hebat, ia menyerang pula justru sang lawan belum sempat putar
seluruh tubuhnya. Mengarti bahwa ia terancam bahaya, Boe Wie Yang
cepat berkelit kekiri, sebisanya ia tangkis serangan itu dengan tipu "Ouw liong kian bwee" sembari menangkis,
ujung cambuknya di teruskan buat balas menyerang juga.
"Tangkisan bagus!" lagi2 Siangkoan In Tong berseru
sambil mencelat tinggi sampai setumbak setengah, diwaktu mana, ia terus jumpalitan hingga kepalanya berada
dibawah, kakinya diatas. Dengan begitu, ia bisa menyingkir jauhnya setumbak lebih dari lawannya itu.
Bukan kepalang mendongkol nya Boe Wie Yang, sebab
selagi ia baharu saja lolos dari ancaman malapetaka,
sedangnya ia hendak bikin rubuh lawan itu, dia ini masih bisa hindarkan diri dari serangannya yang hebat itu. Maka dalam murkanya, begitu lekas ia menarik pulang
cambuknya, ia lompat maju pula, guna menyerang lebih
jauh. Selagi ketua Hong Bwee Pang mendatangi, Siangkoan In
Tong sudah injak tanah pula menghadapi lawannya itu.
Boe Wie Yang segera menyerang dengan "Ouw liong
coet tong" atau "Naga hitam keluar dari kedungnya",
kearah dadanya lawannya itu serangannya meluncur cepat luar biasa.
Sebenarnya Siangkoan In Tong belum siap, iapun baharu menaruh kaki, akan tetapi karena ia bisa lihat datangnya musuh, ia tidak menjadi gugup. Disaat ujung cambuk
hampir mengenai bajunya, dengan tiba2 saja ia elakkan dari dengan melenggak, dengan sebelah kaki kiri nancap ditanah dengan tegak. Ini adalah elakan diri yang dinamakan "Han kee hian jiauw", atau "Ayam kedinginan persembahkan
kaki", sebab berbareng dengan itu, kaki kanannya diangkat untuk menendang cambuknya Boe Wie Yang, tubuh siapa
sedang maju. Tidak perduli ketua Hong Bwee Pang ada sangat liehay, tipu silat musuh ini adalah diluar dugaannya, sebab, selagi musuh terancam bahaya, sedang tubuhnya sendiri maju, ia tidak sangka musuh bisa berbareng balas menyerang .
Tidak ampun lagi ujung cambuk kena tertendang keras,
hingga cambuk itu terpental. Masih untung bagi Boe Wie Yang, ia menyekal keras sekali, hingga senjatanya itu tidak sampai terlepas.
Selagi lawannya tercengang, Siangkoan In Tong tidak
meneruskan serangannya pula ia hanya teruskan gerakkan tubuh untuk lompat jumpalitan pula kebelakang, hingga ketika ia menaruh kedua kakinya, ia berdiri jauhnya lima enam kaki dari Boe Wie Yang.
Ketua Hong Bwee Pang tarik pulang senjatanya, ia letaki ujungnya ditanah, lantas ia hadapi lawan itu.
"Tipumu ini ada liehay sekali", ia mengaku. Tapi ia
tambahkan "Sekarang aku Boe Wie Yang ingin belajar
kenal dengan gelang Lie hoen Coe bo kianmu".
CXXXIX Siangkoan In Tong mengawasi sambil tertawa dingin.
"Boe Pang coe, mengapa kau gerembengi aku tak
hentinya?" kata ia. "Aku ada punya sedikit barang untuk dipersembahkan kepadamu...."
Selagi mengucap demikian, ia lihat diantara langit
mendung ada tiga ekor burung dara terbang mendatangi.
Boe Wie Yang tengah awasi lawannya, ia tak dapat lihat burung terbang datang dari jurusan luar, rupanya hendak menuju kebelakang Ceng Giap San chung, ia baharu dengar suara sayap burung terbang ketika ketiga ekor burung itu berada diatasan kepala nya.
Dengan hati tergerak, ia dongak untuk melihatnya.
Justru itu, gumpalan awan lewat, geledek berbunyi, kilat menyambar, dan angin pun meniup keras hingga daun2
pohon bergemuruh. Karena itu, ketiga burung itu tak dapat terbang tinggi.
Dan justru disaat itu, tangan kirinya Siangkoan In Tong diayun keatas, sebagai kesudahan dari itu, dua antara tiga ekor burung2 dara itu jatuh ketanah.
"Boe Pang coe", kata Siang koan In Tong sambil
tertawa, "itulah yang aku si melarat hendak persembahkannya! Aku percaya dua ekor itu sudah cukup untuk temani arakmu...."
Boe Wie Yang melengak, ia sangat gusar tetapi tak dapat ia umbar itu. Sebagai ketua Hong Bwee Pang, ia mesti
hormati derajatnya sendiri.
Kedua dua burung itu ada membawa serupa barang,
yalah bebokongnya terikat sepotong bambu bulat yg. kecil.
Tugas Rahasia 7 Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo Anak Harimau 15
^