Pencarian

Eng Djiauw Ong 27

Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin Bagian 27


memberi keadilan. Bagaimana Loosoe pikir tentang usulku ini?"
Eng Jiauw Ong mengarti, bahwa biar bagaimana, Boe
Wie Yang masih hendak melindungi tocoenya itu. Hal ini membuat ia sangat mendongkol. Ia pikir "Jikalau begini, tak dapat aku pikir2 pula kedudukanku sebagai ketua Hoay Yang Pay, aku mesti beber semua supaya ia mendapat tahu, tinggal terserah kepada dia, dia hendak percaya atau tidak!"
Setelah memikir begini, dengan tetap masih mendongkol, ketua Hoay Yang Pay ini lantas kata kepada ketua dari Hong Bwee Pang "Boe Pang coe, urusan kita di Ceng Giap San chung ini boleh dibereskan kapan saja,
tetapi sekarang aku hendak tanyakan dulu keterangan
kepada Liok Tocoe. Liok Tocoe, dua orang kami telah
terjatuh dalam tanganmu, hal itu tidak membuat kami
penasaran kalau toh hendak disesalkan, harus disesalkan saja halnya mereka tidak mempunyai silat yang sempurna, hingga umpama kata Liok Tocoe membinasakan mereka,
itu telah kejadian karena ketololan mereka, lain orang tak dapat disesalkan atau dibuat penasaran. Tapi ingin aku tanya, setelah mereka ditawan, apa yang tocoe perbuat atas diri mereka" Kenapa Soe touw Kiam dibawa ke Liok Kee
Po, dipisahkan dari murid wanita dari See Gak Pay"
Kenapa cuma Soe touw Kiam sendiri yang dibawa masuk
dalam kamarmu dimana kau loloh dia dengan arak dan kau pincuk dengan keilokanmu" Apakah maksudmu dengan
berbuat demikian?" Eng Jiauw Ong belum berhenti bicara, atau Liok Cit Nio sudah cegat dia.
"Aku lihat, Ong Loosoe, baiklah pada mulutmu kau
tinggalkan sedikit jasa baik!" demikian katanya. "Biarlah aku omong terus terang. Kita kedua pihak sudah jadi
musuh2 besar, maka tidak ada lain jalan, ingin aku bikin kau semua tak bisa keluar lagi dari walayah. Barat dari kami. Memang sengaja aku bujuk dan pancing orang2mu,
memang sengaja aku hendak pengaruhi orang2mu yang
masih muda...." Belum Cit Nio tutup mulutnya, ia lantas dipotong
omongannya oleh ketua dari See Gak Pay. Saking
mendongkol, ketua ini bicara sambil bangkit berdiri.
"Orang celaka, benar2 kau ngaco belo!" memotong Coe
In Am coe. "Apakah kau anggap orang tak dapat berbuat apa2 terhadap dirimu" Sejak pinnie mengepalai See Gak Pay, belum pernah pinnie mengasi ampun orang busuk
sebangsamu! Apakah kau kira karena kau berada dalam
Ceng Giap San chung, lantas pedangku Tin hay Kok po
kiam tak dapat bunuh padamu" Orang celaka, rela aku
korbankan nama baik See Gak Pay dalam Ceng Giap San
chung ini, tidak nanti aku ijinkan kau lolos dari bawah pedangku! Dipuncak Sin Lie Hong ada kuil Ceng Sioe Am, tempat keluarga Liok untuk bersihkan diri, tetapi justeru itu kau membikin tempatmu membuat kotor! Kau telah loloh
Soe touw Kiam dengan arak obat, kau hendak lakukan
perbuatan melanggar undang2 Thian! Perbuatanmu itu tak hanya dilihat oleh orang Hoay Yang Pay saja tetapi juga oleh orang banyak! Kau ingin saksi dan bukti, pandai kau bicara. Saksi2 ada disini, tetapi murid2 kami ada orang2
putih bersih, tak sudi mereka dipadu denganmu bangsa
binatang dan iblis. Coba bilang, apa perlunya kau culik satu anak muda dan dibawa kepuncak Sin Lie Hong" Coba kau
bilang?" Mukanya Cit Nio menjadi merah pucat, sepasang alisnya berdiri.
Ia merasa sangat gusar dan malu. Ia awasi pendeta
wanita dari Pek Tiok Am itu dengan mata bersinar.
"Pendeta tua Coe In, kau dengar!" ia berseru. "Aku Lo Kim In ada satu manusia, apa lacur dalam usia sangat
muda aku telah menjadi satu Juanda. Aku insaf kepada
dosaku, maka juga dipuncak Sin Lie Hong, aku bangunkan kuil Ceng Sioe Am itu, untuk aku tenangkan diri. Apakah dalam dunia ini cuma pendeta saja yang boleh sucikan diri"
Apakah aku tak dapat menginsyafi penyesalanku" Pendeta tua Coe In, apa yang kau sebutkan, semuanya aku tak
mengerti! Sekarang dalam Ceng Giap San chung ini aku rubuh,
aku terima nasib, tapi mengenai pedangmu Tin hay Hok
poo kiam, untuk digunakannya, sudah terlambat! Selama dalam Liok Ke Po, kau bisa lakukan segala apa, tetapi tidak disini, dalam Cap jie Lian hoan ouw! Disini, dalam Ceng Giap San chung, kamu semua diperlakukan sebagai
tetamu2 terhormat. Cuma kamu berdua saja, dengan
berkongkol sama pemuda dan pemudi itu, tak dapat kamu ilas2 aku! Apa benar kau berani bunuh orang Hong Bwee Pang dalam Ceng Giap San chung ini" Oh, kau pandang
hina sekali kepada orang2 Hong Bwee Pang! Tak takut aku mati, tak nanti aku ijinkan kau banyak tingkah!"
Cit Nio bicara dengan keras dan cepat, suaranya nyaring.
Setelah itu, ia menghadapi Boe Wie Yang, untuk manggut berulang2, kan mengatakan "Pang coe, Lo Kim In telah
dihina begini rupa, tak ada muka dia untuk hidup lebih lama dalam dunia ini karena cuma2, untuk mendatangkan malu saja! Pang coe, sekarang teecoe ikhlas menerima
kemurahan hatimu, silahkan Pangcoe hukum padaku,
dengan cara ini saja, aku akan terima. Akan tetapi dengan aku berada didampingmu, apabila ada orang berani langgar satu saja jariku, biar nya mesti binasa seratus kali, aku akan lawan dia! Teecoe mohon kemurahan Pang coe, supaya aku segera dihukum, agar aku tak sampai terjatuh ditangan lain orang, sebab itu akan memalukan Hong Bwee Pang!"
Sangat licin janda muda ini, hebat kata2nya itu! Dengan itu ia hendak adu Boe Wie Yang dengan kedua ketua Hoay Yang Pay dan See Gak Pay. Dia telah kipasi api marong dan tambah minyaknya!
Dua2 Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe jadi panas
sekali hatinya. Toh pendeta wanita dari Pek Tiok Am itu telah
sempurna imannya. Mereka jadi bertambah mendongkol karena sikap sangsi atau ayal2an dari Boe Wie Yang, yang terang masih berniat melindungi anggautanya itu yang jahat dan busuk. Ketua Hong Bwee Pang ini
sanggup cegah kekurangan ajarannya Cit Nio, tetapi ia seperti sengaja mengantapi.
Coe In Am coe seperti lupa akan dirinya, ia menoleh
kepada Sioe Hoei, muridnya yang keenam, ia menggapekan, maka murid itu, yang memegang Tin hay
Hok poo kiam, sudah lantas datang menghampirkan
bersama pedangnya itu, untuk diserahkan.
Sambil cekal gagang pedang, Coe In Am coe berpaling
pada Liok Cit Nio. "Janda jahat, kau lihat, pendeta wanita dari See Gak bisa atau tidak membunuhmu!" ia berseru. "Biarlah pedangku ini bernoda, tapi akan aku singkirkan satu bencana untuk dunia karig ouw! Siapa barani rintangi aku, dengannya aku ikhlas akan mati atau hidup bersama!"
Menyusul kata2nya itu, Coe In hunus pedangnya hingga
terdengarlah suara nyereset dan sinar pedang berkilauan!
Dipihak Hong Bwee Pang, Boe Wie Yang perdengarkan
seruan tertahan karena murkanya, sedang enam atau tujuh hiocoe sudah lantas berbangkit dengan senjatanya masing2
disiapkan. Ouw Giok Seng pun telah siap, begitu lekas Coe In Am
coe berloncat, dia hendak mendahulukan menyerang Liok Cit Nio, akan binasakan janda busuk itu dengan tangannya yang liehay, supaya tertutuplah mulutnya tocoe rendah itu, agar dia itu juga tak terbinasa diujung pedang tetamu.
Dalam saat yang genting itu se konyong2 seorang loncat ke depan Coe In Am coe, untuk menghalangi pendeta ini.
Dia ini dengan suara mengejek, sudah lantas berkata "Am coe ada satu pendeta suci, mengapa Am coe tak dapat
bersabar dalam urusan sebagai ini" Pedangmu ada pedang suci pelindung kuil mu, tak kuatirkah pedangmu itu nanti menjadi kotor bernoda" Dia ini tak akan lolos dari tangan kita! Untuk bereskan makhluk buruk ini, itulah pekerjaan biasa dari aku si Na Loo Toa! Am coe, tolong simpan
dahulu pedangmu, jangan kesusu, lambat laun, kau toh bisa menggunakannya juga bukan?"
Menampak orang yang mence gah adalah Twie in chioe
Na Pek Coe In Am coe duga si Tangan Kilat ini mesti
mempunyai daya untuk menghadapi Boe Wie Yang, karena
memikir demikian, ia coba kendalikan diri. Ia masih sangat mendongkol akan tetapi ia toh balik kekursinya, akan
duduk dengan pelahan2, pedangnya diletakkan diatas meja kecil disampingnya. Ia lantas memasang kuping.
Na Pek sendiri, setelah menghalang niekouw itu, sudah lantas menoleh kearah Boe Wie Yang. Akan tetapi, belum sampai dia buka mulutnya, Wa po eng Siangkoan In Tong, yang berada disampingnya, sudah dului ia mengoce
sendirinya "Ha, kamu berdua saudara benar benar ada
orang2 tak ada keduanya, pandai sekali kau muncul disaat2
sangat tegang! Apakah kau tidak pentang matamu dan
melihatnya bagaimana orang telah pada bangkit berdiri untuk bantu meramaikan tindakannya Am coe" Ah, kau
betul2 paling doyan campur perkara tetek bengek!"
Na Pek menoleh, dia mendelik kepada Siangkoan In
Tong. Dipihak lain, matanya Boe Wie Yang pun mendelik,
karena sangat mendelu ia mendengar katanya orang she
Siangkoan itu. Tapi ia percaya, jago Na chung pasti akan ucapkan apa, dengan menahan sabar, ia kata pada
kawan2nya, yang sudah siapkan diri "Sebelum ada titah, jangan lancang bergerak. Saudara2, harap kamu taati
undang2, jangan kamu mencari malu sendiri!"
Na Pek tidak menunggu waktu lagi, untuk bicara.
"Boe Pang coe," berkata dia, "orangmu sudah langgar
aturan, dia tak diakui lagi oleh kaum kang ouw, maka kalau manusia busuk semacam dia masih dikasi hidup, satu hari dia hidup, itu artinya satu hari dia menyusun kedosaannya!
Boe Pang coe, kau ada. seorang kang ouw ulung, mustahil karena hendak melindungi seorang anggauta busuk, kau
melupakan nama suci dari liong Bwee Pang" Apa benar kau berani tak pandang kemurkaan umum melulu sebab hendak melindungi satu muka yang telah ternoda" Boe Pang coe, kita telah berkelana dalam dunia kang ouw, diantara kita, siapa akan merasa puas umpama kata didepan kita bisa
lolos satu manusia licin dan busuk, satu iblis yang dibenci manusia dan malaikat" Coe In Am coe ini, sejak dia
memimpin See Gak Pay, senantiasa dia bertindak menuruti aturan Couwsoenya, dia berkelana untuk mengumpul jasa, dia benci kejahatan bagaikan benci musuh, cuma sebab
kesabaran dan keterlitiannya, dia tidak mau bertindak sembrono. Sekarang ini Liok Kim In terang telah bersalah, kenapa bukannya kau periksa dan hukum dia, kau justeru hendak melindunginya" Apa dengan ini kau mesti bisa
harap perindahan khalayak ramai" Siapa mendirikan kaum, dia mesti bisa memandang luas. Boe Pang coe, apa benar kau mesti inginkan bukti" Jikalau itu kehendakmu, inilah
gampang! Tapi ingat, ini justeru dikuatirkan nanti
membikin Liok Tocoe itu membuat celaka habis2an
kehormatan kaummu! Menurut aku, itulah keinginan yang sangat tidak ada harganya!"
Kali ini Na Pek bicara beda dengan caranya yang biasa, tidak mengejek, tidak menghina, tetapi sifat kata2nya keras, itu pun merupakan suatu pukulan hebat untuk Boe Wie
Yang. Habis mengucap demikan, jago dari Na chung itu
gendong tangannya dengan tenang ia awasi ketua Hong
Bwee Pang, untuk menanti jawaban.
Boe Wie Yang insaf, keadaan nya itu mirip dengan
keadaan seperti ia sudah terjatuh dalam tangan lawan.
Akan tetapi dia biasa berkepala besar, tak sudi dia
menyatakan menyesal, tak perduli Ceng Giap San chung
ambruk karenanya. "Na Toa Hiap, aku mengarti kata2mu ini," demikian ia
berikan jawabannya. "Kau bermaksud baik untuk Hong
Bwee Pang, untuk itu, aku bersukur. Akan tetapi Coe In Am coe, dalam murkanya, sudah menghunus pedang, dia
hendak bunuh muridku! Sejak dibangunkannya Hong Bwee
Pang, kejadian ini ada kejadian yang belum pernah aku alami! Umpama itu mesti dilakukan juga depan Boe Wie
Yang, maka berdosalah aku terhadap Couwsoe kami, sebab teranglah sudah, tidak mampu aku menjadi pemimpin
umum, tak berhak aku akan sebut diri jadi pemimpin! Malu aku akan jadi ketua lebih lama lagi! Coe In Am coe
menghunus pedang, orang2ku lantas bersiap. Perbuatan
mereka ini, yang tanpa titah, ada satu kelancangan, dengan itu mereka seperti tak pandang lagi padaku! Maka manakah pengaruhku sebagai Liong Tauw Pang coe" Manakah
adanya peraturan yang dimuliakan" Apa aku mesti antap saja kedua pihak lakukan pertempuran yang memutuskan, hingga Ceng Giap San chung ini, darah mesti mengalir.
Ataukah biarkan saja Hong Bwee Pang hancur buyar
sendirinya, supaya tak sampai kejadian musnah tanpa krana karena tindasan" Maka sekarang aku tidak punya lain
pilihan lagi apabila persilatan persahabatan ini hendak dilanjutkan, biar aku diberi kemerdekaan untuk serahkan Liok Lo Kim In ini kepada Heng tong, untuk ditahan
sementara waktu, kemudian dengan menuruti aturan kami, aku nanti periksa dan hukum dia. Biarlah aku diberi
kesempatan untuk membuktikan, bisa atau tidak aku
bersihkan kalanganku sendiri dari kutu busuk, untuk
membuktikan kedosaannya mereka itu. Tapi jikalau aku
dipaksa mesti sekarang juga hukum mati Kim In dalam
Ceng Giap San chung ini, dimuka orang ramai, menyesal aku Boe Wie Yang tak berani menerimanya. Umpama tetap di antap orang hendak turun tangan sendiri terhadap Liok Lo Cit Nio, baiklah pertemuaan persilatan ini dibikin habis sampai disini, segala apa kita boleh bicarakan pula pada lain hari. Na Toa Hiap, dengan sikapku ini bukannya aku siasiakan maksud baik dari sahabat kekal. Sampai sebegitu jauh, belum pernah ada orang tak puas dengan segala
keputusanku, demikianpun dalam hal ini, aku nanti berlaku adil. Liok Lo Kim In bicara hal fitnah untuk dirinya, aku mesti periksa itu, untuk beri keadilan terhadapnya. Na Toa Hiap, silahkan kau duduk dulu".
Na Pek tertawa dingin. "Boe Pang coe, dengan begini kau telah bicara jelas
sekali", kata dia. "Dengan begini maka teranglah sudah, tak dapat kau ijinkan lain orang turun tangan atas dirinya anggauta Hong Bwee Pang. Pang coe mempunyai
kekuasaan sendiri, itu benar, akan tetapi sekali ini, aku hendak minta kau mengadakan kecualian. Sama sekali
bukannya aku hendak memandang rendah, tetapi Liok Lo
Kim In ini, dia benar2 cerdik luar biasa, tidak ada satu
antara murid2 kami yang sanggup jadi tandingan nya. Lihat saja, berulang kali dia telah lolos dari tangan kami. Tapi akhirnya, ia sekarang toh berada disini! Satu rekan Rimba Persilatan, yang utamakan keadilan, telah antarkan dia dalam Ceng Giap San chung dari Cap jie Lian hoan ouw
ini! Kami ingin bekuk dia, kami tidak berhasil sekarang kami lihat dia, bagaimana kami bisa puas andaikata dia mesti diantap menyingkir lagi" Pang coe tahu sendiri, pertemuan kita ini, dalam tempo tiga hari, mesti
mempunyai keputusan, mengenai ini, kami ingin Pang coe memberikan bukti. Biar bagaimana, hari ini kami mesti undurkan diri dari Cap jie Lian hoan ouw, disamping itu, tak ingin juga kami membiarkan Liok Cit Nio nanti lolos dari tangan Pang coe! Bicara terus terang, aku Na Loo Toa bersangsi, maka kami hendak minta Pangcoe memberi
putusan!" Perkataan Na Toa Hiap ini membikin Boe Wie Yang
gusar tak terkira, hingga lantas saja dia berikan jawabannya.
"Na Toa Hiap", katanya, "kata katamu ini tak dapat aku Boe Wie Yang terima. Kau sekarang berada dalam Cap jie Lian hoan ouw sebagai tetamu, tak dapat kau terlalu
mencampur tahu urusan dalam dari Hong Bwee Pang,
apabila kau memaksanya, itu adalah perbuatan keterlaluan, tidak pantas! Sekarang biarlah aku omong secara ringkas.
Aku telah mengepalai seratus to lebih mereka dapat
mentaati titah, itulah karena kemurahan hati Couwsoe
kami selama itu, siapa melanggar aturan, belum pernah ada yang lolos dari tanganku. Tidak biasanya kami bikin orang tunduk karena kekerasan, senantiasa kami bikin orang
menurut karena keinsafan, hingga orang menyerah dan
ikhlas dihukum. Sekarang ini bukan waktunya untuk aku membikin pemeriksaan dan Ceng Giap San chug ini juga
bukan tempatnya pemeriksaan itu. Toa Hiap tidak percaya
aku lusa tahan Liok Lo Kim In, baik, aku tak hendak
membantah, tapi sekarang ingin aku tanya, siapa adanya loosoe itu dari pihakmu lang telah antarkan Liok Lo Kim In dalam Ceng Giap San chung ini" Aku minta, biarlah dia sendiri yang bawa pergi kembali! Asal dia sanggup
membawa keluar dari Cap jie Lian hoan ouw, akan aku
serahkan kepada nya untuk menghukum sesuka dia!
Umpama aku Boe Wie Yang mempunyai kemampuan, aku
nanti coba rampas dia pulang, jikalau tidak, sejak saat itu aku nanti bubarkan Hong Bwee Pang, aku nanti mundur
dari dunia kang ouw! Sejak itu, aku akan bikin sahabat2
kang ouw tidak akan lihat pula namaku, tiga huruf Boe Wie Yang! Atau satu jalan lain lagi adalah, pihakmu mesti kasi bukti2 dari kedosaannya itu, supaya aku bisa lenyapkan kemurkaan umum dalam kalanganku, dengan begitu, nanti dengan darahnya sendiri aku cuci kejahatannya! Lain dari ini, tidak ada jalan lainnya lagi, aku Boe Wie Yang tak dapat menerimanya!"
Penjelasannya Boe Wie Yang ini kembali menciptakan
suasana tegang antara dua pihak.
Na Pek, dalam hatinya, mendamprat "Oh kunyuk tua
yang tidak kenal salatan! Ingin aku beri kesempatan
kepadamu untuk turun dari panggung secara baik siapa
tahu, tak sudi kau terima kebaikannya Na Loo Toa! Apa kau sangka pihakku tak berani main2 dengan kamu,
kawanan kunyuk, untuk menciptakan keramaian" Baiklah!"
Tapi belum sampai Na Loo Toa keluarkan sambutannya
ka ta2nya itu, dengan tiba2 dari belakangnya terdengar suara tertawa berkakakan yang nyaring sekali, yang
terdengamya sangat menusuk hati, kapan suara tertawa itu berhenti, segera terdengar gantinya, kata2 nyaring ini "Boe Pang coe, apa yang kau inginkan, akan terkabul! Sekarang ini sudah siap orangnya yang akan beri bukti kepadamu!
Tentang kejahatannya Liok Cit Nio, disana sipenjual obat, telah mempunyai bukti2nya, hingga Boe Pang coe akan
merasa takluk! Lihat, Boe Pang coe, siapa itu yang sedang membelok dari para2 bunga?"
Itulah Ay Kim Kong Na Hoo yang memperdengarkan
tertawa serta kata2nya yang bersifat ejekan, Habis mana, dia menunjuk kearah para2.
Boe Wie Yang tidak bilang sesuatu apa, akan tetapi ia lantas berpaling maka itu ia segera dapat lihat, siapa yang ditunjuk itu, yang sedang mendatangi ialah Siok beng Sin Ie Ban Lioe Tong dari Kwie In Po.
Beda dari biasanya, kali ini Ban Lioe Tong bertindak
dengan ter gesa2. Tentu saja, jago dari Kwie In Po ini tidak tahu apa yang telah terjadi dimedan pertempuran itu,
sampai selagi mendatangi, ia tampak Liok Cit Nio sedang berlutut dengan Sim A Hiong dan Sim A Eng mendampingi dia, sedang Pat pou Leng po Ouw Giok Seng berdiri
dibelakangnya perempuan cabul itu romannya ketua dari Kim Tiauw Tong itu menunjukkan kemarahan. Ia pun
segera lihat bahwa suasana ada tegang. Boe Wie Yang
bersama2 Auwyang Siang Gee dan Bin Tie sedang berdiri disebelah selatan mereka ini, si pendeta dari Siauw Lim Sie serta sahabat2nyapun seperti sedang siap sedia. Sedang dipihak Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, Twie in chioe
Na Pek, yang berdiri depan Coe In Am coe, sedang
mengatakan sesuatu dia bicara dengan diberikuti gerak tangan.
Pertempuran telah berhenti tapi suasana tak berubah.
Selagi ketua dari Kwie In Po mendekati, Ouw Giok Seng menyambut sambil memberi hormat.
"Ban Loosoe, apakah keadaan nya yang terluka tak
hebat?" tanyanya. "Terima kasih, Ouw Loosoe, ia tak berada dalam
bahaya," sahut Ban Lioe Tong yang balas hormat itu.
Walaupun ia bicara dengan Ouw Giok Seng, Lioe Tong
tidak berhenti lama, ia jalan terus, ketika ia memandang Liok Cit Nio, matanya bersinar tajam. Ia bertindak kearah paseban.
Na Pek sudah lantas sambut saudara seperguruan itu.
"Ban Soetee, dalam urusan kita ini, kaulah yang mesti memberi putusan!" kata Twie in chioe si Tangan Kilat
dengan ringkas. "Tunggu dulu, saudaraku!" Eng Jiauw Ong cegat Na
Pek, seraya ia terus tegur adik seperguruannya itu "Ban Soetee!"
Boe Pang coe, Bin Tie dan Auwyang Siang Gee lihat
kedatangannya Siok beng Sin Ie, mereka bisa duga, bahwa urusan akan berubah, akan tetapi sebagai tuan rumah, tak ingin mereka dikatakan tidak tahu aturan, maka itu, mereka juga menyambut.
"Banyak cape, Ban Loosoe," kata mereka. "Apakah tak
ada halangan untuk yang terluka?"
"Terima kasih!" sahut Ban Lioe Tong kepada
pemimpin2 Hong Bwee Pang itu, sesudah mana, ia lekas2
menghadapi soehengnya, yang tegurannya ia belum jawab.
"Ada apa, soeheng?" tanya ia.
"Mari soetee, ada sedikit urusan, aku hendak bicara
denganmu," jawab soeheng itu.
Sekarang Eng Jiauw Ong ingat pada surat perjanjiannya perempuan cabul yang dibuat dalam Hok Sioe Tong. Itulah surat keputusan untuk nasibnya Liok Cit Nio.
Na Pek tidak tahu pasti tentang surat penting itu, ia cuma dengar dari Na Hoo, adiknya iapun sangsi apakah itu bisa di pakai menindih Liok Cit Nio yang licin. Sebenarnya ingin ia menegaskan Lioe Tong tapi Siok Beng Sin Ie
hendak memenuhi panggilan soehengnya, dia lantas
menuju kepada soeheng itu yang berada bersama Coe In
Am coe. Melihat ketua dari Kwie In Po tidak melayani ia, Twie in chioe ingin goda pula Boe Wie Yang, tapi
Siangkoan In Tong bisa menduga, ia segera kata pada Na Pek "Na Loo Toa, hayo, jangan kau merampok justru
sedang terbit kebakaran! Kamu berdua saudara janganlah terlalu layani satu perempuan busuk! Apakah kau tidak nanti menyesal" Lihat, si penyambung jiwa dengan jarum emasnya malah datang, maka kau hendak tunggu apa,
bukannya kau lantas duduk" Kau lihat sebentar bagaimana orang ini, asal dia menusuk dengan jarumnya, darah bakal mengucur keluar! Kepandaiannya pasti jauh lebih menang daripada kamu berdua, maka tak usahlah kau sibuk tidak keruan...."
Na Toa Hiap tertawa gelak2, ia manggut2 kepada
Siangkoan In Tong. Tapi, dengan suara mengandung
ejekan, dia jawab "Baik, mari kita kurangi omongan,
sebentar baharu bicara pula!" Dengan ini sebenarnya dia hendak bilang "Kau jangan main gila kepada Yan tiauw
Siang Hiap, tak mau aku mengarti!"
Lantas ia ambil kursinya.
Siangkoan In Tong tak mengawasi lagi kepada Twie in
chioe, terhadap jawabannya, ia menutup kupingnya.
Hanya, menghadapi Boe Wie Yang, ia bilang "Boe Pang
coe, kita kedua pihak sebenarnya sedang melakukan
pertemuan persilatan persahabatan, untuk selesaikan
sengketa antara Hong Bwee Pang dengan Hoay Yang Pay
dan See Gak Pay, maka siapa tahu sekarang telah terbit
suatu cabang baru yang justeru mesti dibereskan terlebih dahulu, malah ini telah menambah ketegangan! Boe Pang coe, sebenarnya tak tahu aku, apa yang dikandung kamu kedua pihak. Apakah tidak baik kita bicara dengan pentang jendela" Coba kau hadiahkan kematian kepada satu orang sebawahanmu itu, apa urusan tidak akan lantas beres" Tapi kau justeru mendesak agar Hoay Yang Pay dan See Gak
Pay memperlihatkan bukti2, maka menurut pendapatku,


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau sebenarnya rada mempersulit orang! Memang,
mempergoki perjinahan mesti dengan menangkap basah
dua2nya, menawan pencuri mesti berikut barang buktinya, akan tetapi andaikata saksi2 dan bukti telah dihadapkan depanmu beramai, bagaimana nanti jadinya, Boe Pang coe"
Bukankah kamu jadi tidak mempunyai tempat untuk
menaruh diri" Baik Pangcoe ketahui, aku datang kemari dengan tujuan menghapus dendaman. Aku harap Pang coe
jangan terlalu andali perkataan orangku itu. Kedatangan Ban Lioe Tong dari Kwie In Po juga belum berarti apa2, dia toh cuma satu tabib tukang mengobati orang sakit. Menurut aku, Pang coe, jangan kau terlalu bersikap keras, baiklah urusan diselesaikan secara damai. Tidakkah ini bagus?"
Katanya Wa Po Eng si Pembalasan Hidup ini tidak
diperhatikan Lioe Tong, sedang Boe Wie Yang juga tidak sempat menjawabnya. Siok beng Sin Ie telah menghadapi ketuanya kepada siapa ia terus kata "Soeheng, orang2 kita yang terluka tidak dalam bahaya, yang hebat adalah
suasana dalam Cap jie Lian hoan ouw ini. Perlu lekas kita mencari penyelesaian. Pasukan Perahu Garuda kita telah masuk jauh dalam perut musuh, dalam perahupun ada
orang2 yang terluka, selagi melukis naga dan harimau tak dapat digubah tulang2nya, siapa tahu hati orang2 Hong Bwee Pang" Maka tak dapat tidak, harus kita ber jaga2."
"Bagaimana bisa kau berpendapat begini, soetee?" sang soeheng tanya. "Apa mungkin Boe Wie Yang berani main
gila terhadap kita?"
"Memang, sekarang ada sulit untuk menentukannya,"
sahut soetee itu. "Sekarang ini, apa juga masih belum terlihat. Akan tetapi perahu2 lawan dalam pelabuhannya sudah bergerak hampir semuanya, dari pihak luar, saban ada datang perahu2 laju cepat berbendera merah, selama aku urus mereka yang terluka, sudah empat kali aku
melihatnya. Semua pembawa berita itu agaknya ingin
mendarat sendiri, rupanya warta ada sangat penting, tetapi mereka senantiasa dicegat oleh barisan perahu Jie cap pat sioe. Adalah burung2 dara pembawa berita, yang tak dapat dicegah, semua terbang terus dalam Ceng Giap San chung, beberapa antaranya dapat masuk, tapi kebanyakan turun dipelabuhan. Turut penglihatanku, sembarang waktu bisa terjadi sesuatu apa."
Eng Jiauw Ong kerutkan alis, ia meng geleng2 kepala.
"Kalau demikian adanya, tak perduli apa yang mereka
atur, kita melainkan harus bersiap untuk melayaninya,"
kata ketua ini. "Apabila benar2 pihak Boe Wie Yang tidak hargai lagi
kehormatan kaum kang ouw. Ban Soetee. marilah kita
ludas bersama!" Lioe Tong manggut. Lalu ia menoleh kepada Siangkoan
In Tong siapa ternyata sedang "berkutatan" bicara dengan ketua Hong Bwee Pang, yang rupanya tak dapat tidak
melayani si mulut iseng itu.
"Diam2 barisan perahu kita seperti sudah terkurung
barisan perahu musuh," berkata pula soetee ini, dengan pelahan. "Nampaknya terang sekali mereka bermaksud
tidak baik. Karena gelagat ini, aku telah atur anak2 buah
perahu supaya terutama mereka siapkan anak panah. Aku telah pesan, tanpa titah kita, jangan mereka layani musuh depan berdepan. Aku percaya, dalam saat yang pendek,
tidak nanti musuh dapat gempur pasukan Perahu Garuda
itu." Eng Jiauw Ong bersikap tenang, akan tetapi, dalam
hatinya, ia ibuk juga. Cuacapun masih tetap buruk, guntur masih kadang kadang mendengung.
"Benar benar, sekarang tak dapat kita berbuat lain",
bilang nya. "Tanda menghunjuk bukti, tak bisa kita bikin tunduk
kepada Boe Wie Yang. Asal saja Coe In Am coe tak dapat mengatasi dirinya, pertempuran hebat tak dapat dicegah pula. Lihat disana, Am coe sudah hunus pedangnya.
Apakah soetee bawa bukti itu?"
Ban Lioe Tong tidak jawab soeheng itu, hanya dengan
tertawa dingin dia bilang "Boe Wie Yang cari susahnya sendiri!" Ia lantas mengawasi kearah Liok Cit Nio,
siperempuan cabul, atas mana, ia geraki alisnya.
"Aku tahu bagaimana harus bertindak, baik soeheng
jangan pikirkan aku pula!" kata ia kemudian. Lantas saja ia bertindak ketengah kalangan, akan menghadapi Boe Wie
Yang dan untuk memberi hormat.
"Boe Pang coe", berkata dia, "Ban Lioe Tong hendak
mohon satu apa dari kau, harap sudilah kau mengabulkannya". Melihat sikapnya luar biasa, tak dapat Boe Wie Yang
tidak berlaku sungkan. Maka iapun lantas balas hormat.
"Harap jangan seejie, Ban Loosoe", katanya, "apabila
ada apa apa, kau ajarilah kepadaku".
"Pang coe ketahui, ada orang orang pihak kami yang
terluka", berkata Lioe Tong, "karena mereka itu
membutuhkan orang yang meniliknya aku minta supaya In Tong Soehoe dari See Gak Pay kembali keperahunya, maka itu, aku mohon sukalah Pang coe berikan perkenan untuk In Tong Soehoe undurkan diri dari sini. Apakah Pang coe dapat mengabulkan permohonan ku ini?"
"Ban Po coe terlalu seejie", sahut Boe Wie Yang. "Mana aku Boe Wie Yang berani mempersulit kepada soehoe
semua" Melulu untuk mencegah penjaga penjaga pusatku
lakukan apa apa yang tidak seharusnya, yang mana bisa menyusahkan, maka aku saban saban kirim orang untuk
mengantarkan. Sama sekali aku tidak kandung maksud
lainnya". Lioe Tong segera menoleh kepada Kan In Tong dan
menggape. Nelayan dari Soe Soei itu telah dengar pembicaraan
mereka, ia memang ingin sekali kembali keperahunya ia lantas saja bertindak menghampirkannya. Ia bertanggung jawab terhadap To Cie Tay soe ia mesti melindungi
kehormatannya barisan Perahu Garuda jikalau ada
kegagalan sesuatu apapasti ia malu akan bertemu sama
tetua See Gak Pay itu. Ban Lioe Tong tidak omong banyak pada jago dari Soe
Soei ini. "Aku minta Kan Loosoe suka kembali keperahu, untuk
tilik segala apa disana", demikian pesannya. "Disini ada aku, maka Loosoe tak usah kembali kemari".
In Tong telah mengerti segala apa.
"Baik, Ban Loosoe," jawab ia.
Boe Wie Yang sendiri, tanpa ayal pula, sudah lantas
serahkan sepotong tek hoe kepada cit tong soe untuk
mengantar tetamunya itu. Maka sebentar saja, berdua
mereka ini sudah keluar dari Ceng Giap San chung.
"Terima kasih, Boe Pang coe," kata Lioe Tong setelah
lihat berlalunya kawannya itu. "Ban Lioe Tong masih
mempunyai satu dua patah kata untuk diucapkan aku minta sukalah Pangcoe memikirkannya. Kita ada orang2 kang
ouw, maka itu semua perbuatan kita hurus menurut
kebiasaan dan persahabatan kaum kang ouw juga, Boe
Pang coe, sepak terjangnya Lie touwhoe Liok Lo Kim In dari Liang Seng San tidak melainkan melangar undang2
Hong Bwee Pang saja! Diapun sangat cabul, dia telah
umbar napsunya itu, hingga dia membangkitkan amarahnya kaum kang ouw. Pastilah menentangkan liang
sim sendiri apabila Pangcoe tidak pernah dengar tentang perbuatannya tocoe wanita itu. Pangcoe menjadi pemimpin besar, Pang coepun memegang seluruh kekuasaan, tak
mungkin bahwa Pang coe tidak mengamat2i perbuatannya
segala to coe. Dengan sebenarnya, tak dapat diantap Liok Lo Kim In melanjutkan kebusukannya itu. Mengadakan
pembersihan dalam kaum sendiri ada suatu perbuatan
mulia tidak saja itu tak merusak kehormatan, malah itu bisa mendatangkan ketaatan seluruh anggauta. Sekarang ini
Pang coe memaksakan dikeluarkan bukti2 untuk menutup
mulut orang Hong Bwee Pang karenanya Pang coe tidak
niat hukum dia dengan segera. Apa mungkin Pang coe
masih meragukan bahwa Cit Nio masih mengandung
sesuatu penasaran" Boe Pang coe, apabila tetap kau
menghendaki pihak kami menghunjuk bukti, turut
penglihatanku, kehendak itu kurang sempurna. Kita kaum Rimba Persilatan sangat benci kejahatan bagaikan kita benci musuh, maka itu, orang semacam perempuan cabul
ini, bagaimana dia masih bisa dikasi tinggal hidup" Kenapa
Pang coe tidak lantas penuhkan pengharapan orang banyak dengan lantas hukum dia" Sungguh tidak leluasa untuk
Pangcoe apabila tetap bukti mesti diperlihatkan. Boe
Pangcoe ada seorang yang insaf mestinya Pang coe
mengarti, siapa sudi sudah saja apabila kedua pihak sudah sampai di tempat buntu?"
"Ban Po coe, cara katamu ini benar2 Boe Wie Yang tak
dapat terima," berkata ketua Hong Pang itu dengan
tampang guram. "Biasanya aku bertindak sendiri dengan merdeka aku
paling jerih kalau orang mempengaruhi aku. Apabila ada orangku yang melanggar aturan, hingga ia mengganggu
juga sesama kaum kang ouw, pasti aku akan hukum dia
secara adil, tidak nanti aku melindunginya, karena itu pasti akan memalukan Hong Bwee Pang dan bakal mengundang
ejekan. Umpama perkaranya Liok Lo Kim In ini. Jikalau dia melanggar aturan, hingga dia undang permusuhannya kaum kang ouw, bagaimana nanti aku bisa membikin cemar nama Hong Bwee Pang dan berbuat salah terhadap kaum
kang ouw karena menyayangi seseorang" Liok Kim In
sendiri telah membantah, dia minta Hoay Yang Pay
memberi bukti!" "Terang dia tidak puas mesti mati melulu disebabkan
fitnah sedang dia adalah satu jandi Ban Po coe, dia ada sangat licin, aku juga tidak hendak mempercayainya, akan tetapi ingin aku membikin takluk semua anggauta Hong
Bwee Pang, terutama supaya dia ini mati puas. Aku
menyesal ketua See Gak Pay menyangka aku hendak
melinjungi satu orangku ini. Aku anggap itu adalah satu penghinaan besar terhadap aku! Percaya, Ban Loosoe,
apabila hari ini aku tidak sanggup nebjalankan undang undang Hong Bwee Pang, bagaimana aku ada muka untuk
menjadi ketua lebih jauh?"
Han Lioe Tong mengarti, tetap Boe Wie Yang tak suka
orang hinakan anggauta Hong Bwee Pang, karena ini, ia jadi putus asa. Ia tertawa dingin.
"Boe Pang coe, kau jadinya tetap inginkan bukti untuk kejahatannya tocoemu ini yang ada seorang perempuan
busuk" Itulah tak sukar!" kata dia. Lantas dia rogo sakunya, untuk keluarkan sepotong kertas lalu kertas itu ia pentang antara kedua jari tangannya. Habis itu, ia segera menoleh kepada Siang ciang Hoan thian Coei Hong, hiocoe dari Hok Sioe Tong, untuk melanjutkan kata katanya "Coei Hiocoe, mengapa kau tutup mulut tidak hendak bicara, untuk segala perbuatan jahat dari Liok Lo Kim In selama dalam gedung bahagia Hok Sioe Tong" Mustahil kau, sebagai hiocoe yang telah beristirahat dari Hong Bwee Pang, dapat mengijinkan satu anggauta jahat dari kaummu, melanjutkan pelbagai kejahatannya! Apa benar kau tetap hendak berpura pura tuli dan tolol, tidak suka membelai keadilan dan pri
kepantasan?" Ay Kim Kong Na Hoo sangat tidak sabaran, tidak
tunggu sampai Coey. Hong menjawab, dia sudah
mendahului perdengarkan suaranya.
"Ban Soetee!" demikian dia, "mengapa kau masih rewel
saja" Baik kau segera bacakan bunyinya surat itu, supaya didengar oleh semua hadirin disini. supaya semua hadirin mendapat tahu, menjadi jelas! Supaya kita tak usah
disesalkan lebih jauh bahwa kita sudah tak mengampuni orang!"
Sementara itu, muka dan kupingnya Coei Hong telah
berubah menjadi merah. Dia telah mencurigai surat
pengakuannya Liok Cit Nio perempuan cabul itu yang
sudah tercuri sama sekali dia tidak sangka, surat itu sebenarnya sudah terjatuh dalam tangan pihak Hoay Yang Pay. Tentu sekali ia jadi sangat malu, karena tak lagi ia ada
muka untuk bertemu semua orang dari kaumnya itu. Boe
Wie Yang hendak melindungi kehormatan Hong Bwee
Pang, dia memaksa minta bukti, tapi sekarang, dengan
diperlihatkannya surat bukti itu, habislah sudah Hong Bwee Pang itu. Ia bingung. Tapi ia tetap masih tidak mengarti kenapa surat penting itu ada di tangan musuh.
"Ban Loosoe," akhirnya berkata ia dengan terpaksa.
"Ban Loosoe ada seorang kenamaan, sudah seharusnya
Loosoe berniat menyingkirkan seorang jahat, pengrusak tata tertib kaum kang ouw, akan tetapi walaupun demikian, aku hendak minta sukalah kau berikan sedikit ketika
kepadanya. Dia ada seumpama ikan dalam jaring, mustahil loosoe masih kuatir dia dapat lolos?"
Dengan kata katanya itu, Coei Hong kandung dua
maksud, terutama untuk minta Lioe Tong berikan ia
keringanan, akan tetapi kata2 itu sendirinya telah
membangkitkan amarah antara orang2 kaumnya sendiri.
Demikian Bin Tie, hiocoe ini tak dapat bersabar lagi.
"Coei Hiocoe!" berkata dia dengan nyaring, sambil ia
mengawasi dengan wajah penuh kemarahan kepada
rekannya itu, "jikalau seorang anggauta kaum kita
melanggar peraturan, peraturan kaum kita sendiri untuk menghukum dia! Jikalau benar seorang kita berdosa, karena belai seorang lain, mustahil seluruh Hong Bwee Pang mesti jadi ternoda!"
Lalu, tanpa perdulikan lagi hiocoe dari Hok Sioe Tong itu, hiocoe dari Ceng Loan Tong ini, menghadap pada
ketuanya, untuk berkata terus "Sekarang ini tak dapat kita main ayal2an karena urusan sampingan ini disini masih ada orang2 yang hendak mohon pengajaran dari soehoe2
kenamaan dari Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, maka itu mohon aku untuk Pang coe memberi jaminan mengenai Cit Nio ini, supaya Liok Lo Kim In lantas ditahan. Umpama
dari pihak Hoay Yang Pay dan See Gak Pay ada yang tak puas dengan sikap kita ini, silahkan saja dia keluar, untuk mencari keputusan dengan jalan persilatan persahabatan ini! menurut pendapatku, ini adalah jalan satusnya yang paling sempurna".
"Bagus sekali, itulah cocok dengan pikiranku," sahut Boe Wie Yang tanpa sangsi sedikit jua.
Merah padam wajahnya Ban Lioe Tong kapan ia dengar
pembicaraannya hiocoe itu dan ketuanya, hingga ia lantas tertawa dengan dingin.
"Ya, itu adalah jalan terakhir!" berkata dia. "Tapi, Bin Hio coe, harap kau jangan kesusu. Caramu ini ada cara yang getas, cara yang keluar dari pikiran yang sempurna.
Memang, bertempur ada cara paling gampang. Sekarang,
kau tunggu dulu!" Siok beng Sin Ie angsurkan surat kedepan Boe Wie
Yang. "Aku mohon Boe Pang coe baca dulu surat ini," kata ia dengan sabar tetapi suaranya tetap, "setelah itu kamu pertimbangkanlah masak2 karena sesudah itu, perkara telah menjadi jelas untuk kedua pihak".
Boe Wie Yang terpaksa sambuti surat itu.
Hiocoe Auwyang Siang Gee dari Thian Hong Tong dan
Bin Tie dari Ceng Loan Tong dampingi ketuanya, maka itu, dari samping merekapun bisa turut membaca bersama,
habis membaca, wajahnya Boe Wie Yang menjadi merah
padam, sepasang alisnya berdiri, sedang wajahnya
Auwyang Siang Gee dan Bin Tie pun turut berubah juga, akan tetapi, kalau ketuanya jadi sangat gusar, mereka jadi lesu.
Siang ciang Hoan thian Coei Hong berdiam dan tunduk,
tak berani dia angkat kepalanya.
Akhir2nya, Thian lam It Souw Hne Wie Yang rangkap
kedua tangannya, untuk memberi hormat pada Siok beng
Sin Ie Ban Lioe Tong. "Ban Po coe, kau menyayangi Boe Wie Yang aku terima
kebaikan hatimu ini," bersabda dia. "Ban Po coe, silahkan duduk, aku nanti hukum dia!"
"Terserah kepada Pang coe," jawab Ban Lioe Tong
dengan tawar, lalu ia memutar tubuh, untuk berduduk.
Agaknya ia tak perdulikan lagi.
Dengan tetap masih sangat gusar, Boe Wie Yang
serahkan surat penting itu kepada Auwyang Siang Gee
kemudian ia menghadapi semua orang dari pihaknya ia
kata dengan nyaring "Liok Lo Kim In sudah lakukan lima pelanggaran tak berampun, mestinya dia dihukum dengan segera, akan tetapi Ceng Giap San chung ini tak seharusnya dikotori dia maka sekarang aku perintahkan Heng tongsoe Gouw Ceng untuk bawa dia ke ruang Heng tong dimana
Hengtong soe mesti dengan tangannya sendiri jalankan
hukuman terhadapnya! Darah dan rambutnya mesti dibawa kemari selaku bukti! Jikalau Liok Lo Kira In berani buka pula mulutnya akan mengucap satu patah kata saja, dia mesti segera dihukum picis dengan selaksa bacokan!"
Atas titah itu, Hay niauw Gouw Ceng menjura pada
ketuanya. "Tee coe terima perintah," sahutnya. Lalu ia berpaling pada Liok Cit Nio, untuk membentak "Lekas haturkan
terima kasih untuk kemurahan hati Pangcoe! Jalan!"
Sekarang ini Cit Nio tak setenang lagi seperti tadi, ia tidak berani bantah ketuanya itu dengan muka pucat,
dengan sepasang alis kuncup, dan air matanya menetes
turun, ia manggut pada ketuanya itu, habis mana, dia
berbangkit. Setelah ini, ia kertek gigi, dengan sinar mata bengis, ia awasi orang2 Hoay Yang Pay dan See Gak Pay.
Akhirnya, dengan banting kaki, ia serukan Hay niauw
Gouw Ceng "Jalan!"
Selagi perempuan itu memutar tubuh, Hengtong soe
Gouw Ceng jambret tambang bekas belenggunya, yang
terletak dilantai satu ujungnya, ia masukkan dalam
mulutnya, untuk digigit keras kemudian dengan kegesitan luar biasa, ia bertindak kebelakang si wanita cabul, untuk sambar kedua tangannya, untuk lantas ditelikung.
Cit Nio diam saja, tidak berani dia berontak, cuma dia berpaling kepada hengtong soe itu, untuk mendelikinya.
Demikian Gouw Ceng bawa orang hukumannya itu ke
Heng tong. Dipihak Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, kebanyakan
orang mengarti bunyinya surat penting itu, akan tetapi dipihak Hong Bwee Pang sendiri, orang ada bingung sekali semua tidak mengerti, kecuali beberapa orang saja. Maka juga mereka sangat heran atas perubahan sikap secara
mendadakan dari Liong tauw Pang coe mereka. Baharu saja ketua itu berkeras, atau mendadakan dia menyerah atas desakan musuh dan Liok Kim In diputuskan secara getas, malah hukumannya ada hukuman mati.
Semua orang Hong Bwee Pang itu, yang tidak mengerti
duduk nya hal, anggap ketuanya sudah bersikap lemah
sekali, menyerah cuma kepada selembar kertas, sampai
kehormatan Hong Bwee Pang diantap runtuh. Akan tetapi, walaupun demikian mereka berpendapat, mereka tidak
berani buka mulut. Mereka tampak wajah ketua mereka
masih merah padam, tanda kemurkaan nya belum juga
lenyap. Boe Wie Yang juga tidak perhatikan sikap orang2nya itu.
"Ong Loosoe," berkata dia pada Ong Too Liong,
suaranya tenang, tetapi sepasang alisnyi dikerutkan, "dalam Hong Bwee Pang kedapatan anggauta murtad sebagai dia, sungguh itu sangat memalukan kami, apapun aku sendiri yang menjadi kepala. Tapi biarlah urusan itu, sekarang urusan kita perlu itu lekas diselesaikan. Karena urusaan anggauta busuk itu, barusan Coe In Am coe tak sempat
perlihatkan kesempurnaannya ilmu pedang dari See Gak
Pay, supaya kami mendapat tambahan pengetahuan, maka
itu sekarang aku hendak mohon Amcoe sukalah hunjukkan satu atau dua jurus aku Boe Wie Yang ingin sekali
mendapat pengajaran!"
Thian lam It Souw telah insaf kesalahan dipihaknya
tetapi masih hebat kemendongkolannya karena tadi Coe In Am coe hendak turun tangan sendiri terhadap Li Cit Nio ia tidak mau pikir, bahwa niekouw itu naik darah karena
sikapnya sendiri, yang malah ayal2an, yang seperti
mengulur tempo. Demikian, seperti melupkan segala apa, ia tantang ketua See Gak Pay itu.
Eng Jiauw Ong bisa mengarti kemarahannya itu ini pun
ada hal yang ia kehendaki, karena telah dengar
keterangannya Ban Lioe Tong, ketua Hoay Yang Pay ini
insaf tegangnya keadaan. Adalah cocok dengan keinginannya untuk segera memperoleh keputusan, supaya mereka bisa lantas angkat kaki dari Cap jie Lia hoan ouw.
"Tak usah terlalu merendah Boe Pang coe," sahut ketu
Hoay Yang Pay ini. Diantara kaum persilatan, tidak dapat di tanggung yang antara murid2 tidak ada satu yang


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

murtad, hingga mengenai pihakmu, tidak usahlah Pang coe
terlalu menyesal. Mengenai urusan kita, aku pun
memikirkan penyelesaian yang cepat, karena itu ada jalan yang paling. baik. Memang, ilmu silatnya Am coe jarang tertampak dalam kalangan Rimba Persilatan ada harganya untuk pujian Pang coe, maka jikalau Pang coe ingin berlatih dengan nya, tidak ada halangannya. Juga aku Ong Too
Liong sendiri ingin mohon pelajaran dari Pang coe ...."
Eng Jiauw Ong belum tutup mulutnya ketika dengan
tiba2 dari para2 kelihatan satu orang berlompat turun terus dia lari ke arah Boe Wie Yang setelah dia sampai dan
hentikan larinya, segera orang kenali dia ada Hiocoe
Auwyang Siang Gee dari Thian Hong Tong.
Hiocoe ini undurkan diri dengan diam2, sampai hampir
tak ada yang ketahui, sampai ia kembali itu.
"Ada apa, soeheng?" tanya Ouw Giok Seng, yang maju
kedepan rekan itu. "Tidak ada apa, soetee," sahut Auwyang Siang Gee.
"Aku minta Pang coe titahkan pelbagai tocoe kembali
keposnya masing2" Selagi hiocoe dari Thian Hong Tong ini bicara, empat
atau lima ekor burung dara tertampak terbang datang, satu demi satu, semuanya terbang terus kebelakang. Melihat demikian, tidak tempo lagi, Auwyang Siang Gee kata pada pemimpinnya "Laporan! Aku minta Pangcoe kasi titah
untuk sekalian tocoe pergi kebelakang, untuk terima titah, sesudah mana, mereka mesti segera balik ketempatnya
masing2, supaya Sim A Eng dan Sim A Hiong diperintah
lekas pergi ke Thian Hong Tong untuk ambil enam batang tek hoe guna lantas dipakai!"
Sesudah mengucap demikian, hiocoe ini lantas lari
kearah barat selatan dimana ada suatu jalanan gang.
CXXXVI Pat pou Leng po Ouw Giok Seng segera bertindak depan
ketuanya, untuk memberi hormat sambil menjura, setelah mana, ia memutar tubuh untuk menghadapi Eng Jiauw
Ong kepada siapa ia memberi hormat.
"Aku mohon Ong Loosoe beramai suka menanti
sebentar saja," berkata dia, "kami mempunyai urusan, yang mesti diatur. Sebentar segera kami akan mohon pelajaran dari loosoe beramai!"
Habis ini, Ouw Hiocoe dekati ketuanya, untuk berbisik.
Boe Wie Yang, dengan wajah yang ber tambah2 tegang,
lantas berikan titahnya "Para tocoe dari Cian tiang gam, Ouw ap cwee, Ban sie lim, Pek sek wan, dua jalan Selatan dan Utara, empat to dalam, silahkan semua balik ke
masing2 tempatnya!" Begitu titah itu dikeluarkan, begitu berbangkit sepuluh tocoe, tanpa bilang suatu apa, dengan rapi mereka berjalan kehadapan ketuanya, untuk memberi hormat sambil
menjura seraya mengatakan mereka "bersedia menerima
titah." "Sebelum masing2 balik, silahkan kamu pergi ke Thian
Hong Tong, untuk terima petunjuk lebih dahulu," kata
pemimpin besar itu. Sepuluh tocoe itu menyahuti sambil menghunjuk hormat
pula habis itu baharulah mereka berlalu dari paseban
sekeluarnya dari paseban, mereka bertindak dengan cepat menuju kejalan gang barat selatan yang tadi diambil Hiocoe Auwyang Siang Gee.
Semua orang Hoay Yang Pay dan See Gak Pay saksikan
kesibukan lawan itu mereka tak tahu duduknya hal tetapi mereka bisa duga, mestilah telah terjadi suatu ketegangan, atau mungkin orang sedang mengatur siasat, yang bisa jadi akan tak menguntungkan bagi pihak mereka. Akan tetapi, tidak perduli apa adanya semua itu, putusannya Eng Jiauw Ong adalah selekas nya bisa angkat kaki dari Cap jie Lian hoan ouw.
Coe In Am coe juga berpendapat seperti ketua Hoay
Yang Pay, malah ia hendak bicara sama pemimpin musuh, tetapi belum sempat ia membuka mulut, kelihatan dipihak sana, pendeta dari Siauw Lim Pay, yalan Kim kong cie Coe Hoei Siansoe, si Jari Kim kong, telah berbangkit, akan bicara sama Thian lam It Souw.
"Boe Pang coe," demikian katanya orang beribadat itu,
"mengenai kedua pihak, pinceng mempunyai satu pikiran, dan ingin pinceng kemukakan itu. Apa pikiran ini dapat diterima, silahkan kedua pihak memutuskaunya. Boe Pang coe lihat, cuaca ada begini buruk, sang hujan pasti segera bakal turun. Disebelah itu, hari pun sudah berlewat lanjut.
Maka itu, selagi orang kedua pihak sudah kumpul, dan
masing2 sesuatunya berkehendak memperlihatkan kepandaiannya, apabila pertandingan ditunda2 tak habis nya, pinceng kuatir sekali, kedua pihak akan merasa tidak leluasa sendirinya. Oleh karena itu, menurut pinceng, baik kita mengadakan satu aturan, yalan kita mengambil
keputusan dengan tiga pertandingan saja, siapa menang, siapa kalah, dia mesti terima. Tentu sekali, kedua pihak harus menepati janji, supaya keputusan berarti keputusan.
Pinceng ada orang luar, dari itu, mengenai saran ini, entah bagaimana pendapat kedua pihak."
Boe Wie Yang belum mengucap apa tetapi Siangkoan In
Tong telah dului ia. Siangkoan In Tong ini tak henti2nya menyedot
hoencweenya yang besar, yang terbuat dari kuningan,
saban2 ia ketruki abunya hingga lantai jadi kotor
karenanya, sedang lantai itu ada sangat bersih, tidak ada debunya sedikit jua. Nama "Ceng Giap" pun berarti
"kebersihan". Tak henti nya juga ia kebul2kan asap
hoencweenya itu, hingga banyak orang Hong Bwee Pang
yang sebal terhadapnya, melulu karena dia ada satu tetamu, maka mereka itu terpaksa tutup mulut.
"Kata toahoosiang pantas sekali", demikian katanya In Tong, "pertandingan secara demikian ada tepat, ada sangat memberi keleluasaan. Memang, kalau kita landutkan cara kita ini entah sampai kapan baharu ada keputusan.
Bukankah, selama tetamu tidak pergi, tuan rumah pun tak bertenang hati" Kalau segala apa telah menjadi jelas siang2, kedua pihak masing2 bisa ambil jalannya sendiri2.
Melainkan aku masih belum tahu, toahoosiang, bagaimana caranya tiga pertandingan itu" Apakah itu diartikan satu rupa ilmu kepandaian satu pertandingan, atau itu diartikan satu orang yalan satu pertandingan" Dalam segala hal, kita mesti omong dulu dengan jelas, tentang kesudahannya, itu terserah kepada nasib masing2, tak ada bicara lainnya lagi.
Tidakkah demikian, toahoosiang" Toahoosiang ada orang luar, aku sendiri pun bukannya orang dalam, inilah kita mesti mengarti. Nah, toahoosiang, silahkan kau bicara, mesti ada orang yang menyambutnya!"
Bukan kepalang mendongkol nya pendeta dari Siauw
Lim Pay itu mendengar kata2 yang bersifat mengejek itu, akan tetapi ia tak mempunyai kesempatan untuk
melayaninya. "Dengan saranku ini memang ada pikiranku agar urusan
kedua pihak segera dapat penyelesaiannya," kata dia. "Aku maksudkan, serupa kepandaian adalah satu pertandingan,
untuk itu tidak perduli berapa jumlahnya orang yang turut ambil bagian, asal siapa yang bisa turut, dia boleh turut serta. Siapa yang peroleh kemenangan diakhirnya dialah yang menang. Secara begini kita jadi bisa uji masing2
kepandaian istimewa!"
"Loosiansoe, inilah cara tepat sekali," Coe In Am coe turut bicara. "Pasti sekali loosiansoe telah memikir sesuatu, maka silahkan utarakan itu, nanti pihak kami menimbang tenaga sendiri untuk menerimanya."
"Ya, toahoosiang, jikalau kau mempunyai kepandaian
apa yang istimewa, silahkan kau keluarkan, supaya kamu mendapat tambah pengetahuan!" Na Hoo pun turut bicara.
"Dibawah para2 bunga itu sudah ada dua rupa, itu tentulah diperuntukkan orang2 kenamaan dari Siauw Lim Pay...."
Masih saja Coe Hoei Siansoe mendongkol.
"Kita baik jangan adu lidah saja!" katanya. "Seperti
pinceng telah katakan, pinceng hendak hanya menyelesaikan sengketa kedua pihak. Dua permainan
dibawah para2 bunga itu ada untuk latihan saja, untuk ilmu mengentengkan tubuh, jadi itu bukannya ilmu istimewa.
Cuma anak2 muda saja yang tak mengarti itu. Untuk Yan tiauw Siang Hiap umpamanya, dua permainan itu tentunya tidak ada artinya. Pinceng ingin main2 dengan Saing Hiap berdua, belum tahu apa jiewie sudi memberi muka terang kepadaku?"
Selagi orang2 tua itu bicara, Siauw hiap Ciok Liong
Jiang sendiri sedang kasak kusuk dengan Siauw liong ong Kang Kiat, Mereka berdiri paling belakang, dibawah pohon pisang. Mereka pasang kuping, mereka juga pasang mata kesegala penjuru.
Muda usia mereka tetapi kedua nya ada cerdik dan
nakal. Liong Jiang berani, akan tetapi. Kang Kiat lebih
berani pula. Boca she Kang ini ada bagaikan gunung saja, anak kerbau yang tak takuti harimau. Inilah kebetulan bagi Liong Jiang, yang jadi boleh suruh kawan ini menalangi dia maju kemuka. Mereka kasak kusuk membicarakan tingkah
polanya Auwyang Siang Gee, yang mereka curigai. Mereka duga, hiocoe itu mesti ada kandung maksud apa2 yang bisa merugikan pihak mereka, maka ingin mereka mencari tahu, untuk mencegahnya. Tapi, sedang nya mereka kasak kusuk, dilain pihak, juga ada orang2 Hong Bwee Pang yang awasi gerak gerik mereka berdua, karena pihak tuan rumah
mencurigai sesuatu tetamunya.
Ciok Liong Jiang dengar nyata kata katanya Coe Hoei
Siansoe ia insyaf bahwa telah datang saat terakhir dari pertemuan di Ceng Giap San chung ini, maka itu, iapun lantas bertindak.
"Siauw soetee," katanya kepada Kang Kiat, "apabila
tidak sekarang kita turun tangan, ketika nya yang baik sudah tidak ada lagi. Orang she Auwyang itu sudah pergi kebelakang ia disusul oleh sepuluh tocoe, mestinya sepak terjang mereka akan memperbahayakan pihak kita. Siauw soetee, jangan kau tidak insyaf, sekarang ini kita sedang berada dalam mulut harimau, apabila kita terjebak terlebih jauh, terang sudah kita tak akan sanggup keluar dari sini.
Akupun tak dapat bergerak leluasa disini, karena orang sini telah kenali baik aku, maka baik kaulah yang pergi. Kau nelusup kebelakang untuk menyelidiki umpama kau
kepergok, bahayanya tidak berarti. Kau juga ada murid calon, tidak ada orang yang nanti persalahkan padamu.
Tentu sekali kau boleh kemukakan alasan bahwa kau
ketarik sangat sama keindahan alam di taman ini. Mustahil orang berani bikin susah padamu" Maka, soetee, hayo
pergilah lekas!" "Akupun tidak kuatirkan kawanan binatang itu!" kata
Kang Kiat dengan gembira.
"Nah, kau hati hatilah!" Liong Jiang pesan.
Ketika itu, disebelah depan, Coe Hoei Siansoe sedang
asik bicara dengan Na Pek, yang ia tantang adu
kepandaian. Dengan cerdik Liong Jiang berdiri didepan jendela,
untuk mengalingi Kang Kiat, yang sendirinya mendek
tubuh. Disaat Siauw Liong Ong hendak berloncat,
mendadakan dari sebelah depan, dimana ada segumpal
pohon bunga, terdengar bentakan "Awas!" tanda serangan.
Dalam keadaan sebagai itu, dua anak muda ini tidak
berani berkelit dengan leluasa, karena nya Liong Jiang kena terserang pada batok kepalanya dan Kang Kiat pada
dadanya, malah Liong Jiang terkena lebih hebat. Meski demikian, keduanya tidak berani menjerit "Aduh!"
Segera Liong Jiang dapat kenyataan, bahwa senjata yang dipakai menimpuk adalah sepotong kulit kayu. Ia telah terdidik baik, iapun cerdik sekali ia insyaf, penyerangnya itu bukan orang sembarangan, kalau tidak, kulit kayu itu tidak akan mendatangkan rasa sakit kepada kepalanya.
Kang Kiat sebaliknya mengetahui, bahwa senjata yang
dipakai membokong dia adalah segumpal kertas kecil. Ia jemput kertas itu, ia buka. Maka ia dapatkan kertas itu ada kertas surat, dan isinya ada sepotong abu lempengan. Surat itu ada dua baris, tertuliskan dengan bak merah.
Liong Jiang turut lihat bunyi nya surat, lantas ia bisiki Kang Kiat "Soetee, awas! Jangan kasi mereka lihat ini!"
Boca she Ciok ini terperanjat untuk lihat huruf terakhir dalam surat itu, yang ia cuma mengerti separuhnya, karena surat di tulis dengan huruf Coh jie. Kemudian ia kata pada
kawannya itu "Soetee, ada harganya ajaran ini untuk kita!
Kau tunggu disini dengan waspada, aku hendak pergi
melapurkan kepada ketua kita".
Kang Kiat hendak ketahui bunyinya surat ia tanya
kawan itu tapi Liong Jiang tidak menyahuti kawan ini
sudah lantas putar tubuhnya, akan hampirkan Eng Jiauw Ong kepada siapa ia kata "Soe ya. baharu saja touw soen ingat suatu hal. Selama di Tong peng pa, touwsoen ketemu Tio Loosoe dia titipkan sepucuk surat untuk Soeya, apa celaka, touwsoen alpa untuk menyampaikannya!"
"Touw soen" berarti "cucu murid" dengan apa Liong
Jiang membahasakan diri. Habis mengucapkan begitu, ia beber surat tadi dengan kedua tangannya suratnya
dihadapkan kepada Eng Jiauw Ong, tetapi berbareng
dengan itu, dia melirik kepada Yan tiauw Siang Hiap,
supaya mereka itu memperhatikannya.
Eng Jiauw Ong heran atas sikapnya boca ini ia lantas
menduga orang tentu ada kandung maksud, maka ia tidak hunjuk roman tidak mengarti segera ia baca surat yang dibeber itu, yang tulisan hurufnya indah mirip dengan gerak geriknya "ular dan naga". Apa yang mengejutkan hatinya adalah bahwa ia kenali yang itu ada buah kalamnya soe peknya, Tiat So Toojin. Lekas ia sambuti surat itu, untuk dibaca.
Tiat So Toojin, sang mamak guru, menulis sebagai
berikut : "Ancaman malapetaka sedang mendatangi takdir tak
dapat dihindarkan. Biar semangat jagonya tak padam, sia2
saja seribu akal dayanya yang licin. Tetaplah, Ceng Hong dan Pek Tiok ada tempat beristirahat, maka janganlah
bersangsi, atau akan tertampak bagaimana iblis bersedih, malaikat berduka, dan gunung ambruk, laut bergelora!
Surat cepatnya Tiat So" Dengan surat cepat diartikan hoei cian yalah "surat
terbang", surat penting. Dan ini Eng Jiauw Ong ketahui baik artinya.
"Baik, kau pergilah!" ketua Hoay Yan Pay berikan
jawabannya. Ia tidak tanya lagi, dari mana atau bagaimana surat itu didapatnya. Lantas surat itu ia serahkan pada Ban Lioe Tong, dari siapa segera dipelihatkan pada beberapa yang lain.
Yan tiauw Siang Hiap mencoba menyabarkan diri,
apabila mereka lihat suratnya tetua mereka itu. Inilah apa yang Eng Jiauw Ong harap, karena ketua ini tak sudi dua saudara itu layani Coe Hoei Siansoe, satu pendeta yang liehay dari Siauw Lim Pay.
Coe In Am coe, yang dapat lihat juga suratnya Tiat So Too jin itu, turut mengerutkan alis. Sekarang ia insyaf benar benar bahwa mega mendung sedang mengancam mereka.
Suratnya sang imam samar samar tapi tegas artinya.
Eng Jiauw Ong sendiri, setelah serahkan surat pada Ban Lioe Tong, lantas menghadapi Coe Hoei Siansoe.
"Loosiansoe", katanya, "loo siansoe ada pendeta luhur dari Siauw Lim Pay, berhubung dengan pertemuan
persilatan persahabatan dalam Ceng Giap San chung ini, aku harap janganlah kau membaliki belakang kepada
persahabatan kaum kang ouw. Kenapa loosiansoe justeru menyebut nama menantang Yan tiauw Siang Hiap
mengadu kepandaian" Aku rasa, tindakan loosiansoe ini ada tidak tepat. Kita kaum Rimba Persilatan, siapa saja diantara kita, tidak nanti ada yang berani bilang bahwa ia
sendiri sudah peroleh habis ilmu kepandaian, sebab ilmu silat itu, masing masing kaum mempunyai keistimewaan
dan juga kelemahannya. Tapi loosiansoe telah majukan
diri, aku bersukur sekali. Melainkan aku harap, sebagai pendeta berilmu, jangan loosiansoe tidak melihat tegas suasana yang sebenarnya. Thian itu ada mempunyai angin dan meganya yang tak ketentuan juntrungannya, sedang
sekarang sudah tak pagi lagi dan angin dan hujan bakal segera datang dan turun. Loosiansoe hendak bertanggung jawab baik, inilah yang dibilang, dengan golok cepat
membabat benang kusut. Loosiansoe juga sarankan
pertempuran memutuskan dalam tiga rintasan, maka
silahkan loosiansoe sebutkan itu
aku Ong Too Liong bersedia untuk melayani loosiansoe, hingga tak usah kau sampai menyesal atau hilang harapan".
Sebelum Coe Hoei menyahuti, Siangkoan In Tong
kembali me nyelak. "Bagus! Bagus !" katanya. "Rupanya dengan tiga
rintasan itu, toahoosiang bertanggung jawab sepenuhnya untuk Hong Bwee Pang, maka silaukan toahoosiang beri
penjelasan supaya kami dapat ketahui. Penjelasan akan menghalau kesulitan, bukankah begitu, toahoosiang?"
Coe Hoei Siansoe sebal kepada Siangkoan In Tong ini.
Dia sebenarnya tidak musuhkan Eng Jiauw Ong atau Coe
In Am coe ia hanya benci orang she Siangkoan ini serta Yan tiauw Siang Hiap, yang mulutnya sangat usil. Diapun telah saksikan kepandaiannya dua saudara Na itu ia jadi ingin sekali melayani mereka, untuk bikin malu mereka itu, supaya mereka tidak mampu keluar dari Ceng Giap San
chung. Ia tidak sangka, Eng Jiauw Ong bisa bade maksud nya itu dan ketua Hoay Yang Pay ini melintang
dihadapannya. Ia sudah maju, tidak dapat ia mundur pula
tanpa alasan, maka terpaksa ia mesti terima sambutan nya Eng Jiauw Ong.
"Siangkoan Loosoe, ketua Hoay Yang Pay sudi main
main denganku," katanya kepada Wa Poo Eng, "maka
baiklah, pin ceng nanti temani dia. Tapi ingin aku jelaskan, apa yang aku bisa tidak dapat dinamakan kepandaian.
Pinceng ingin main main dulu dalam dua rupa ilmu yang sangat umum yaitu Ciang cin Kouw teng keng dan Lo Han Tue hio chung, lalu yang terakhir adalah paduan alat
senjataku Hong pian can. Perlu pinceng tegaskan, walaupun kita bertanding, pinceng tidak mengandung maksud jahat.
Percayalah, murid Sang Buddha tidak bicara dusta ! Dua dua Hoay Yang Pay dan See Gak Pay ada kenamaan,
sebenarnya siapa berani layani mereka" Benar Siauw Lim Pay juga kenamaan tetapi masih tak dapat dibandingkan.
Bahwa pinceng turut muncul disini, itulah kebetulan saja.
Tidak dapat pinceng sebagai tetamu mendahului tuan
rumah, tidak perduli bagaimana kekalnya persahabatanku dengan Boe Pang coe, hingga karenanya, tidak dapat juga pinceng memutuskan urusan Hong Bwee Pang. Umpama
ada loosoe dari Hong Bwee Pang, yang hendak turut
bertanding, tak bisa pinceng cegah dia".
Eng Jiauw Ong tidak perdulikan cara bicaranya Coe
Hoei, ia hanya memandang kepada Coe In Am coe sebagai pertanyaan, apakah ketua dari See Gak Pay itu mufakat atau tidak. Coe In Am coe manggut. Itulah tanda
persetujuan. Maka ia pun lantas manggut pada pendeta dari Siauw Lim Pay itu.
"Baik, loosiansoe, kami terima saranmu ini," jawabnya.
Kemudian ia berpaling pada Boe Wie Yang, akan menanya
: "Bagaimana pendapat Boe Pang coe mengenai saran
loosiansoe ini?" Eng Jiauw Ong menanya demikian, sebab ia percaya
betul, biar bagaimana, pihak Hong Bwee Pang tidak nanti cocok semua dengan saran itu.
"Loosiansoe hendak mengadakan penyelesaian, aku
berterima kasih sekali," sahut ketua Hong Bwee Pang itu.
"Bagaimana aku mempunyai lain pikiran" Karena Ong
Loosoe beramai juga berniat lekas2 pulang, tidak ada niatku untuk merintanginya."
Eng Jiauw Ong lantas memberi hormat.
"Inilah tandanya Boe Pang coe suka mengalah," kata
dia, yang lalu meneruskan kepada Coe Hoei Siansoe
"Loosiansoe, pembicaraan kita sudah tetap. Sekarang kita boleh mulai".
"Pertama2 kita mulai dengan Ciang cin Kouw teng
keng," sahut Coe Hoei yang sudah siap. "Kedua dengan Lo Han Cie hio chung. Dan ketiga yalan dengan gunai alat senjata. Bagaimana pendapat Ong Losoe?"
"Terserah kepadamu, loosiansoe!" jawabnya ketua Hoay
Yang Pay. Atas itu, Coe Hoei Siansoe lantas berkata : "Nah, soehoe yang mana hendak melayani pinceng untuk pertama kali"
Maaf, pinceng bersiap terlebih dahulu!"
Lantas pendeta ini, dengan tingkah jumawa, bertindak ke medan, yalah muka bagian utara dari para2 bunga dimana, atas titahnya Boe Wie Yang, orang2 Hong Bwee Pang
sudah siapkan segala apa yang dibutuhkan untuk
pertempuran yang memutuskan itu.
Untuk Ciang cin Kouw teng keng, atau "Dengan tangan
menggempur para2 pelita tua," diatur lima buah kursi kate, ditaruhnya dilima penjuru, jarak nya satu tumbak lima kaki, diatas setiap kursi ditaruhkan sebuah para2 pelita yang
terbuat dari kuningan, tingginya masing2 satu kaki dua dim.
Pelitanya dipasang menyala.
Untuk Lo Han Cie hio chung, atau "Panggung hio dupa
Lo Han," telah disiapkan empat nenampan terisi hio dupa
"Lam hay," diatas setiap nenampan di letaki seikat dari enam belas batang hio saban ikatnya tinggi satu kaki enam dim dan besar nya sebesar mulut cangkir teh. Bungkusan hio telah dibuang hio itu diikat dengan benang sutera merah. Itulah hio keluaran Lam hay, propinsi Kwie tang, yang kesohor untuk wanginya yang istimewa, maka juga
bisa dipakai untuk bersujut kepada Sang Buddha. Semua hio berjumlah enam puluh empat ikat, yang mana diatur menurut garis2 Pat kwa, jaraknya ada setiap tindak, malang dan melintang. Panggung luar biasa ini diaturnya di utara para2 bunga.
Banyak orang Hoay Yang Pay yang belum pernah lihat
Lo Han Cie hio chung ini menjadi bingung. Biar
bagaimana, berapa kekuatannya batang2 hio, yang di
tancap berdiri" Hoay Yang Pay sendiri mempunyai Tek too Hoan ciang, ialah pelatok golok bambu, gagang golok
ditancap dalam tanah tidak demikian dengan batang hio ini, yang ditancap sejadinya saja, kalau tidak patah, tentu akan rubuh sendirinya".
Maka itu, mereka ini jadi berkuatir.
Coe Hoei Siansoe sudah lantas periksa alat2nya itu,
kemudian selagi semua orang Hong
Bwee Pang mengawasinya dengan penuh perhatian, ia berdiri menghadapi pihak Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, untuk memberi hormat.
"Soehoe yang mana yang hendak turun kemari, untuk
berlatih?" tanyanya dengan tantang annya.
Coe In Am coe hendak jawab tantangan itu, akan tetapi ketua Hoay Yang Pay telah dului ia berbangkit seraya
menyahuti: "Ong Too Liong tidak ukur tenaganya sendiri, ingin ia mohon pengajaran dari loosian soe dalam rintasan pertama, Ciang cin Kouw teng keng."
Selagi Eng Jiauw Ong berkata2, Siok beng Sin le Ban
Lioe Tong telah berbangkit bersama2 ketua See Gak Pay.
Itulah tanda, mereka juga ingin turut ambil bagian dalam pertempuran yang terakhir ini, untuk memutuskan, kalah atau menang, terhormat atau terhina.
Coe Hoei Siansoe ngoce sendirinya apabila ia saksikan orang2 yang majukan diri itu bukanlah orang2 yang ia
kehendaki : "Biar kamu berpura2 tolol, mustahil pinceng nanti ijinkan kamu keluar secara baik dari Ceng Giap San chung ini?"
Ban Lioe Tong majukan diri karena ia tidak ingin


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketuanya maju paling dulu, selagi berdiri, ia telah
perdatakan pendeta dari Siauw Lim Pay itu. Ia ter kejut kapan ia tampak mata musuhnya ditujukan kearah lain.
Tidak tempo lagi, ia kata kepada ketuanya: "Biar aku yang maju dalam rintasan pertama ini!"
Dan lantas ia berlompat, untuk hampirkan pendeta itu.
Siok beng Sin Ie telah menunaikan kewajibann ya
sebagai saudara muda seperguruan walaupun ia sendiri
ragu2, ia toh tidak bisa antap sang soeheng maju kedepan.
Coe Hoei sambut lawannya sambil bersenyum.
"Ban Pocoe sudi memberi pengajaran padaku pinceng
berterima kasih sekali," katanya.
"Pocoe hendak memberikan pela ri yuran apa" Pinceng
selalu siap untuk melayaninya...."
Lioe Tong membalas hormat.
"Kita main2 dulu diatas para2 pelita, bagaimana?" dia membalas. "Kita men coba" Pek kong ciang."
"Pek kong ciang" atau "Pukulan tempat kosong" yalah
memukul angin. "Baik, pocoe, pinceng turut perintah," jawab pendeta itu.
Tanpa banyak omong lagi, ke duanya bertindak kearah
selatan, yalah tempat para2 istimewa itu. Disitu sudah tidak ada satu jua orang2 Hong Bwee Pang, yang sehabis kerja.
lantas undurkan diri jauh2.
Ban Lioe Tong awasi semua pelita2 yang apinya
menyala, tertiup2 oleh angin yang bersiuran. Ia pikirkan, bagaimana ia harus padamkan itu. Hoay Yang Pay
mempunyai ilmu pukulan Pek kong ciang, tapi cuma
beberapa orang saja yang berhasil meyakinkan itu, umpama Eng Jiauw Ong dengan Eng jiauw lat, Coe In Am coe
dengan See boen Sam liok sie, Yan tiauw Siang Hiap
dengan Co koet Hoen kin chioe, dan ia sendiri dengan
"Bian ciang," atau "Tangan lemas." Ingat bahwa Auwyang Siang Gee, ada keluaran Siauw Lim Pay, Lioe Tong
percaya, Coe Hoei ada liehay. Maka itu, ia lantas saja berwaspada.
Juga Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe berpendapat
serupa seperti Siok beng Sin Ie, maka mereka menaruh
perhatian penuh. Akan tetapi, setelah Lioe Tong maju, mereka lantas ambil tempat duduk mereka.
Ban Lioe Tong jalan kitari Ciang cin Kouw teng keng
itu, untuk amati ada bagiannya yang mencurigai atau tidak.
Coe Hoei Siansoe bisa duga hati orang, ia diam saja
"Loosiansoe, silahkan kau berikan pengajaran kepadaku," kata ketua Kwie In Po, setelah ia selesai
memeriksa dan lalu berdiri pula didepan pendeta Siauw Lim itu. "Tak kuatir aku nanti ditertawai loosiansoe, ingin aku menyaksikan kepandaian loosiansoe yang mahir, untuk aku meneladnya. Aku percaya tidak nanti loosiansoe tak sudi mengajari nya."
"Ban Loosoe terlalu merendahkan diri," balas hormat
sipendeta. "Kita main dengan sembarangan saja, tak usah kita terlalu sungkan. Pinceng tidak berguna, pinceng cuma ingin men coba2 saja. Pinceng pun tidak berani lancang menyebutnya. Maka baiklah Ban Loosoe coba dahulu
tenaga tanganmu." Ban Lioe Tong ingin menyaksikan terlebih dahulu, ia
tidak mau terima undangan itu.
Tiba2 seorang datang hampirkan mereka, sembari terus
berkata : "Loosiansoe terlalu seejie, Ban Loosoe pun terlalu sungkan, maka biarlah aku dulu yang perlihatkan
kejelekanku, untuk sebagai pembuka jalan!"
Ban Lioe Tong kenali, orang itu adalah Bian ciang Khioe Boen Pa si Tangan Lemah dari Hok Sioe Tong, ia lekas
menyahuti nya : "Hiocoe sudi memberi pelajaran, aku
girang sekali, pasti aku siorang she Ban akan peroleh tambahan pengetahuan."
"Jangan sungkan, Ban Loosoe," kata orang she Khioe
itu. "Aku maju saking gembira saja, dalam hal latihan, aku tidak mempunyai pegangan, aku hendak mencoba saja."
Boen Pa lantas maju ketengah kalangan, atas mana, Coe Hoei dan Lioe Tong lantas undurkan diri beberapa tindak.
Khioe Boen Pa memberi hormat pada Ban Lioe Tong
dan Coe Hoei Siansoe. "Jikalau kebiasaanku tak cukup, harap jiewie beri
petunjuk kepadaku," kata dia, setelah mana, ia jalan
memutar ditengah kalangan, seputaran saja, kemudian ia mulai geraki kaki tangannya, tubuhnya juga, dengan
memutar kekiri dan kanan, dengan pesat sekali.
Lioe Tong lihat orang bersilat dengan Pek kwa ciang.
Ilmu silat ini tak berarti untuk dipandang, yang hebat adalah kepesatannya dan tenaganya yang besar, yang
datang dengan tiba2. Maka itu, ia mundur pula, hingga tanpa merasa, ia berada dibawah para2, bebokongnya
menghadap keselatan, mukanya keutara.
Khioe Boen Pa mulai menyerang kearah barat, menyusul
kepalannya, api pelita barat padam dengan segera, lalu memutar tubuh dari utara kebarat, ia maju keselatan.
Demikian gesit gerakannya, hingga sukar diduga ia
sebenarnya hendak arah bagian mana.
Lioe Tong bisa duga maksudnya orang setelah serangan
yang pertama itu, serangan yang kedua ditunda. Adalah kemudian, setelah maju dan berputar beberapa kali, lalu jumpalitan, hiocoe itu susuli serangan yang kedua itu, menyerang ketengah, dan dengan beruntun, ia bikin padam dua pelita. Nyata hiocoe ini ada cerdik sekali, ia menyerang dengan turuti aliran angin, untuk ini ia rela menggunakan tempo dan tenaga, untuk maju sana dan putar sini, hingga dimata umum ia nampaknya sedang beraksi saja.
Ketua dari Kwie In Po tertawa dalam hatinya untuk
kelicikan nya hiocoe she Khioe itu, yang sementara itu sudah serang padam pelita yang keempat.
Sekarang tinggal pelita yang kelima, didepan para2,
dekat dengan tempat dimana Ban Lioe Tong berdiri. Untuk maju kesini, Khioe Boen Pa mulai dari utara, dengan satu lompatan "Benghouw coet tong," atau "Harimau galak
keluar dari guha," ia sampai di urah timur selatan. Gerakan ini membuat pelita tertiup angin dari gerakannya itu, lalu
dengan membarengi memutar tubuh, ia menyerang, maka.
padamlah pelita yang kelima, yang terakhir. Tapi bukan melainkan pelita yang terserang itu, pukulan angin itu, yang diperhebat, menjurus terus kearah Siok beng Sin Ie!
Tidak perduli bagaimana cerdiknya, Ban Lioe Tong tidak sangka bahwa Bian ciang Khioe Boen Pa ada demikian
busuk dan pengecut, maka itu, bukan terkira kagetnya.
Syukur waktu angin mulai menyampok, ia dapat rasakan
siurannya dengan berbareng kaget, ia lekas egos tubuhnya.
Berbareng sama berkelitnya si Tabib Penyambung Jiwa
ini, dari belakangnya, melewati pundaknya, ada samberan angin lain, yang keras sekali rupanya melalui cabang2
pohon yang berdaun lebat, karena ada beberapa lembar
daun yang kena terbawa, menyambar mukanya siorang she Khioe.
Lioe Tong kaget dan heran, tetapi berbareng dengan itu ia bersukur, karena ia telah lolos dari serangan tenaga angin yang dahsyat itu.
Khioe Boen Pa sendiri kaget karena serangan daun2 itu hampir ia menjerit bahna menahan sakit, karena ia merasai seperti ter tusuk2 jarum. Ia segera lompat kesamping seraya matanya mengawasi kepara2, akan tetapi, baik diatas
maupun dibawahnya, tak terlihat apa2, hingga ia jadi
sangat heran. Juga Lioe Tong sudah lantas menoleh kepara2 iapun tak lihat suatu apa, tetapi ia bisa mengerti bahwa ada orang telah bantu ia secara menggelap. Lantas saja ia kata kepada hiocoe dari Hok Sioe Tong itu: "Khioe Hiocoe, tanganmu liehay sekali!"
Mukanya Boen Pa menjadi merah sendirinya, tapi ia
menyahuti : "Ban Po coe, aku menyesal yang aku tidak bisa terima
pengajaran dari kau sendiri, maka itu aku harap, lain hari kita bisa bertemu pula. Nah, Ban Pocoe, sampai bertemu!"
Lioe Tong bersenyum, tak ingin ia omong banyak.
"Baikah, Khioe Loosoe!" demikian jawabnya, sesudah
mana, ia terus hadapi Coe Hoei Siansoe, untuk kata:
"Loosiansoe, maukah kau perlihatkan kepandaianmu
supaya Ban Lioe Tong bisa diberi pelajaran untuk
meluaskan pengetahuannya?"
Coe Hoei Siansoe tahu perbuatan tidak bagus dari Khioe Boen Pa, yang telah turunkan derajat Hok Sioe Tong
karenanya tadinya dia tidak ingin turun ta ngan terlebih dulu, tapi sekarang, karena terdesak oleh kata2nya ketua dari Kwie In Po itu, ia jadi merobah sikapnya. Ia balas hormatnya Lioe Tong seraya bilang: "Karena kau
memaksa, Ban Po coe, baiklah, aku terima baik
permintaanmu, melainkan jikalau apa yang aku perlihatkan tidak sempurna, tolong kau berikan pengajaran kepadaku".
Pendeta Siauw Lim ini sudah lantas buka jubanya,
hingga kelihatan dandanannya yang ringkas, sesudah mana, iapun gulung kedua tangan bajunya.
Melihat sikapnya pendeta ini, Lioe Tong kagum.
Dimana kekuatan tangan digunakan, teranglah Coe Hoei
tidak sudi minta bantuannya tangan baju.
Setelah letakkan jubanya, Coe Koei Siansoe bertindak
keantara kouw teng keng, para2 berpelita, yang pelitanya sudah lantas dinyalakan pula.
"Pin ceng hendak pertontonkan kejelekanku," kata
pendeta itu apabila ia telah siap.
Segera Lioe Tong kenali orang bersilat dengan Sip pat Lo Han Chioe, pokok pelajaran Siauw Lim Pay permulaan,
dan baharu saja dua jurus, sudah kelihatan tegas, pendeta ini benar2 bukan orang sembarangan.
Diam2, seperti agaknya orang yang tak mempunyai
perhatian, Lioe Tong mundur pula dua tindak sekali ini ia bersiap sedia untuk membokong musuh andaikata musuh
kembali berlaku pengecut.
Segera juga Coe Hoei Siansoe lakukan penyerangannya
yang pertama, dengan jurusnya yang ke tiga. Ia arah pelita yang letak ditimur. Berbareng dengan serangannya dengan
"Pay san oen ciang," pelita itu padam sekicapan. Lalu dengan membalik tubuh, dengan "Kim pa louw jiauw,"
atau "Macan tutul emas tongolkan kuku," ia bikin padam pelita dihadapannya.
Kedua2 gerakan itu beda dengan caranya Khioe Boen Pa
tadi, malah lelatunya pelita turut tersampok anginnya serangan itu. Itulah bukti dari latihan lwee kee, ahli bagian dalam yang sempurna.
Segera Coe Hoei Siansoe lanjutkan serangannya yang ke tiga dan ke empat, dengan jurus kesembilan dari Sip pat Lo han chioe itu. Dengan saling susul, dua pelita padam
karenanya. Sekarang tinggal pelita yang kelima, yang letaknya
diselatan. Semua serangan tadi dilakukan rata2 antara jarak lima kaki sekarang pelita yang ke lima berada jauhnya tujuh kaki, maka itu, untuk menyerangnya, Coe Hoei Siansoe
segera gerakkan kakinya, untuk maju mendekati. Ia maju sampai tiga tindak. Tapi ia tidak segera menyerang,
sebaliknya, dia berlompat jumpalitan mundur, hingga ia jadi terpisah pula delapan kaki. Ia menaruh kaki hingga ia tetap menghadapi pelita itu. Sembari kaki kanan ditarik mundur, ia rangkap kedua tangannya, hingga ia bersikap
"Tongcoe pay Hoed" atau "Kacung suci menghormati
Buddha." Adalah setelah ia pentang kedua tangannya,
serangannya dilakukan. Selagi sambaran angin mulai meniup, hingga api pelita jadi hendak padam, dengan sekonyong2 dari arah para2
bunga, yang menghadapi pelita atau serangannya sipendeta itu, ada menyambar angin, yang memukul balik angin
tangannya Coe Hoei Siansoe, hingga karenanya, apa pelita itu tak kena tertiup terus hingga padam. Dengan begitu, sekali ini gagallah serangannya sang pendeta. Ia jadi kaget dan heran, ia menyesal berbareng malu sendirinya. Tapi ia tidak mau berhenti sampai disitu saja.
Sambil empos semangatnya, Coe Hoei majukan kaki
kirinya. Ia maju satu tindak seraya buka pula kedua
tangannya, untuk gunakan jurus ke empat dari "Pay san oen ciang." Karena ia bertindak lebar, ia jadi lebih
mendekati pelita, tinggal sejarak enam kaki. Iapun
menyerang dengan tenaga lebih dipusatkan.
Api pelita lantas saja tertiup angin, bergerak rebah seperti yang hendak padam.
Justeru itu, kembali ada angin menyambar dari antara
para2 kali ini malah ada daun2 yang turut rontok. Karena tolakan angin duri arah para2 itu, pelita urung padam, apinya menyala pula seperti biasa.
Heran Coe Hoei atas kejadi ini itu, maka dari bercuriga, ia jadi insyaf bahwa sebenarnya ada orang yang merintangi.
Hati nya menjadi panas. Pasti ia akan dapat malu apabila ia gagal, tak ada muka ia untuk tancap kaki lebih lama pula didalam Cap jie Lian hoan ouw.
Dalam mendongkolnya, pendeta Siauw Lim ini empos
pula semangatnya. Ia hendak ulangi serangannya untuk
padamkan pelita itu. Ia toh mempunyai latihan dari
beberapa puluh tahun, demikian pikirnya. Ia kumpul tenaga dipundak, untuk dipindahkan ketelapakan tangan. Sambil geser tangan kiri kesamping, tangan kanannya, dari bawah tangan kiri itu, dimajukan kedepan. Dengan mendadakan ia bergerak dalam "Hek houw sin yuw," atau "Harimau hitam mengulet". Iapun perdengarkan seruan napas selagi ia
menyerang itu. Ketika angin tangan menyambar, kebetulan ada dua
lembar daun rontok dari atas para2, daun2 itu kena tertolak angin hingga terpental melayang empat lima kaki jauhnya, jatuh dibawah para2. Tentu saja, lebih dahulu daripada itu, pelita pun padam.
Ban Lioe Tong kagum tak terkira. Benar2 pendeta ini
mempunyai ilmu silat yang liehay Tapi dilain pihak ia insaf, antara alingan para2 itu tentu ada orang, yang jaili si pendeta itu. Ia sekarang berkuatir untuk orang tak dikenal itu.
Betul sebagaimana yang ia duga, ketua Kwie In Po
segera lihat gerakan terlebih jauh dari Coe Hoei, yang tidak lantas berdiam diri sesudah serangannya yang terakhir itu.
Membarengi padamnya api, pendeta ini mencelat kearah
para2, untuk mana ia telah lompat lewati kelima para2
bunga, ia berseru : "Orang bercelaka, kau telah patahkan cabang dan bikin rontok daun2, apa sekarang kau tidak hendak turun?"
Serangan itu ada hebat, cabang2 dan daun2 pada jatuh
rontok dengan menerbitkan suara, akan tetapi dari atas para2 sendiri tidak ada suara lainnya, tidak ada jawaban untuk teguran itu.
Agaknya Coe Hoei Siansoe sudah puas, maka dengan
mendadakan, ia tertawa besar. Kemudian seraya putar
tubuh, ia hampirkan Ban Lioe Tong.
"Ban Po coe, sudah lama aku tidak berlatih, aku bikin kau tertawai saja padaku!" katanya dengan merendah.
Lioe Tong lekas2 membalas hormat.
"Sebaliknya, loosiansoe ada lie hay sekali," jawab ia.
"Loosiansoe telah wariskan dengan sempurna ilmu silat Siauw Lim Pay, aku kagum sekali. Aku telah dapat
tambahan pengetahuan karenanya. Maka menurut hematku, loosiansoe, baik aku tak usah turut kasi
pertunjukan, aku mengaku kalah saja. Bagaimana jikalau kita mulai dengan yang ke dua?"
Pendeta Siauw Lim itu tertawa.
"Ban Pocoe, kau terlalu sungkan!" katanya "Ilmu silat Hoay Yang Pay dihormati kaum kang ouw, maka apa
mustahil pocoe berniat menyembunyikan kepandaian
kaummu itu hingga tak sudi kau beri kesempatan untuk aku baka pandangan mataku" Ban Pocoe, tak usah kau terlalu merendahkan diri, silahkan kau beri pelajaran kepadaku.
Mari kita mulai!" Mendengar itu, Lioe Tong tidak berlaku sungkan lagi.
"Baiklah, sekarang aku perlihatkan kejelekanku!"
katanya seraya terus ia bertindak kedalam kalangan, akan berdiri ditengah2.
Selama itu, kelima pelita sudah dinyalakan pula
sumbuhnya. "Loosiansoe, tolong kau ajari aku," mengucap Siok beng Sin Ie, apabila ia telah hadapi pendeta dari Siauw Lim itu, untuk beri hormatnya. Dan begitu lekas ia ubah tangannya, yang dirangkap tadi, tubuhnya terus mendek sedikit, untuk kumpul tenaga habis itu ia mencelat ketimur, dalam
gerakan ular "Coa heng it sie." Ia tidak loncat tinggi.
Setelah lewati enam tujuh kaki, ia turun didepan sebuah
pelita. Ia tidak segera menyerang, hanya sembari mendek, ia memutar tubuh, kedua tangannya bersiap didepan dada, tangan kiri didepan tangan kanan, belakang tangan
menghadap ke atas semua jari maju ke depan.
Setelah sikapnya ini, kembali Lioe Tong lompat balik, begitu pesat, hingga tahu ia sudah hadapi pelita barat sejarak enam kaki segera tangan kirinya di kerjtkan. Selagi api doyong tertiup angin dan hendak padam, tangan kanan menyusul, maka tak ampun lagi, api itu padam dalam
sedetik. Setelah padam pelita barat, Lioe Tong tidak berhenti
beraksi, hanya ia teruskan memutar diri, kearah barat utara, akan menyerang pelita yang ke dua sekarang ini tetap
tangan kirinya disusul tangan kanan. Sekejap saja, api pelita pun padam.
Sekarang Lioe Tong bergerak memutar dengan gerakan
"Hong hong soan oh sie" atau "Burung hong terbang
mengitari sarang." Begitu kakinya injak tanah, kedua
tangannya menyerang dengan tipunya "Tiat so heng cioe"
atau "Dengan rantai besi menambah perahu melintang."
Pelita padam dengan segera, lelatunya sampai terbang tiga empat kaki.
Beruntun tiga kali, Lioe Tong padamkan tiga pelita, lalu menyusul pelita yang ke empat, hingga sekarang tinggal pelita terakhir, yang berada diarah timur utara. Ia masih tidak berhenti, ia bergerak terus untuk menghadapinya. Saat terakhir ini ia gunakan jurus kedelapan dari Pat kwa ciang, malah dengan dua tangan berbareng, maka pelita padam
dengan lelatunya terbang berhamburan tiga kaki juahnya, sampai ada lelatu yang jatuh didepannya Coe Hoei Siansoe, ada juga yang menyambar jubanya, hingga dia terkejut.
"Aku siorang she Ban tidak mempunyai kepandaian
berarti maka tolong loosiansoe memberikan pelajaran
kepadanya," Siok beng Sin Ie kata dengan merendah seraya ia beri hormat pada pendeta Siauw tim Pay Itu.
"Oh mie to Hoed, tangan pocoe liehay sekali!" pendeta ini memuji. "Itulah tenaga Ngo heng ciang lat yang langka tertampak
dalam dunia Rimba Persilatan, maka beruntunglah pinceng bisa menyaksikan ini. Sekarang kita akan mulai dengan yang ke dua, bagaimana pendapat Ban Pocoe?"
"Loosiansoe terlalu memuji," Liioe Tong bilang. "Lo
Han Ciehio chung ada salah satu kepandaian istimewa dari Siauw Lim Pay, malah dalam kalangan Siauw Lim sendiri ada langka sekali. Belum pernah aku yakinkan ilmu itu, umpama kata, aku paksakan diri, aku kuatir aku nanti
ditertawai orang banyak. Maka itu, ingin aku minta pada saudaraku yang menggantikan aku."
Coe Hoei tertawa haha2. "Ban Pocoe, kau ada sangat kenamaan aku pun sangat
kagumi kau," katanya, "sekarang kau mengucap begini,
pinceng merasa bahwa pembicaraanmu bertentangan
dengan hatimu." Baharu pendeta itu mengucap atau kelihatan Auwyang
Siang Gee mendatangi dari belakang Ceng Giap San chung dia ber lari2 dengan wajah ibuk sekali, tetapi, tanpa perhatikan ketegangan, malah sambil menunjuk hiocoe itu Coe Hoei menambahkan: "Pernah aku dengar sendiri
keterangannya hiocoe she Auwyang itu tentang sebabnya, kenapa Hoay Yang Pay telah menjagoi dalam dunia kang
ouw sebabnya karena Lek Tiok Tong di Ceng Hong Po
mempunyai orang2 luar biasa dan akhliwarisnya, yang
diketuai oleh Eng Jiauw Ong, mempunyai Sha caplak Kim
na hoat serta tenaga Eng jiauw lat yang bisa menindih kaum Rimba Persilatan. Ban Pocoe sendiri mempunyai
disebelah ilmu ketabiban yang lulur, juga Ngo heng Ciang lat, ilmu mengentengkan tubuh, Keng kang Tee ciong soet, serta jarum rahasia Siok beng Kim ciam tiga rupa ilmu istimewa, sedang Yan tiauw Siang Hiap dari Na chung,
Coe cioe, juga mempunyai tiga rupa kepandaian istimewa lainnya. Maka itu, apakah artinya kebisaanku dari Siauw Lim Pay" Baik, Ban Po coe, karena kau tak ingin
melanjutkan dengan rintasan yang ke dua, aku ingin main2
dengan kedua saudara Na. Mereka itu selain liehay ilmu silatnya, juga pandai sekali bicara dari itu bertemu dengan orang2 demikian kesohor, cara bagaimana pinceng bisa
mengasi lewat kesempatannya" Nah, persilahkan, Ban Po coe, sekarang pinceng menantikan Yan tiauw Siang Hiap untuk memberikan pelajaran kepadaku !"
Bukan kepalang ibuknya Lioe Tong mendengar
tantangan si pendeta terhadap kedua saudara seperguruannya itu justeru ia sedang berdaya untuk cegah mereka turun tangan. Inilah ia tidak sangka. Ia tidak duga, penolakannya justru digunakan oleh sipendeta yang cerdik itu. Tentu sekali, setelah ia menampik, tak dapat ia tarik pulang penampikannya itu.
Dua2 Na Pek dan Na Hoo sudah dengar perkataannya
sipendeta Siauw Lim itu. Itulah kata2 pujian yg.
mengandung sindiran juga, Pasti sekali, tak dapat mereka lewatkan ejekan itu. Sedang begitu, entah dari mana
datangnya, mereka pun dengar kata2 ini: "Kali ini habislah si orang she Na!...."
Tidak perduli mereka ada sangat cerdik, karena sekarang mereka terpengaruh sikap jumawa dari Coe Hoei Siansoe, dua saudara itu tidak sanggup cari tahu, siapakah orang yang mengatakan demikian tentang nasib mereka. Sudah


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

begitu, segera terdengar juga perkataan nya Wa po eng Siangkoan In Tong: "Orang telah menantang biar
bagaimana, tantangan itu mesti diterima, tak perduli kita bakal menghadapi gunung golok dan kwali minyak!
Apapula yang ditantang adalah Yan tiauw Siang Hiap!"
Maka Na Pek segera berbangkit dan terus berkata :
"Untuk kami, bertanding tidak ada artinya. Mari kita
mulai!" Lalu ia mengawasi In Tong dengan air muka
mendongkol, sedang In Tong sendiri bersenyum dingin, ia bungkam.
Na Pek memberi hormat kepada ketuanya, habis mana,
ia bertindak akan hampirkan pendeta Siauw Lim itu,
siapapun sudah lantas mendatangi dari arah selatan para2
bunga, sedang Lo han Cie hio chung diatur diutara para itu.
Ban Lioe Tong menyesal sekali tetapi terpaksa ia diam saja. Ia telah berpisah dua atau tiga puluh tahun dari saudara seperguruan itu, hingga ia tak tahu, sampai dimana ada latihan terlebih jauh dari saudara ini. Hanya ketika ia hendak balik ketempatnya dan berpapasan dengan saudara itu, ia kata : "Na Soeheng, kita sudah berusia lanjut, jangan kita kasi diri kita dipedayakan orang, dan ditempat
semacam ini, tidak dapat kita bertindak dengan turuti adat saja."
"Jangan kuatir, soetee," sang soeheng jawab sambil ia manggut. "Jikalau aku tidak layani pendeta ini, tidak nanti dia merasa puas. Umpama aku tak sanggup rubuhkan dia, tetapi dia bisa rubuhkan aku, tidak apa."
Lalu ia jalan terus tanpa menoleh lagi, hingga ber sama2
Coe Hoei Siansoe, mereka masing2 menaiki panggung
pelatok hio. "Na Sie coe, apa benar2 kau sudi beri pengajaran kepada ku?"
Coe Hoei tegaskan dengan wajah dingin. "Terhadapmu, benar2 pinceng kagum sekali. Sekarang tak usah kita banyak omong lagi, diatas pelatok ini, pinceng hendak mohon pengajaranmu itu. Silahkan!"
Na Pek mendongkol melihat lagaknya pendeta itu, nyata sekuli, bagaimana ia telah dipandang enteng, maka dalam hati nya, ia kata : "Kepala gundul, kau sangat tak lihat mata padaku, aku justeru hendak bicara lenganmu!"
Lalu ia tertawa geli, tertawa dingin.
"Toa hoosiang, harap kau jangan tak sabaran!" berkata dia. "Tidakkah, kau ketahui kebiasaannya sipenjual silat, yang suka mengadakan pidato pembukaan" Juga kita, kita memerlukan sedikit penjelasan. Kau ada orang suci, yang datang ke Ceng Giap San chung ini sebagai orang luar. Aku siorang she Na ada orang Hoay Yang Pay asli dan datangku kesini ada untuk persilatan persahabatan, sebab urusan disini ada urusan khusus antara kedua pihak, Hoay Yang Pay dan Hong Bwee Pang.
Kami bakal lakukan suatu pertandingan yang memutuskan, jadi itu berarti juga mati atau hidupnya Hoay Yang Pay. Toa hoosiang ada orang luar, pasti sekali kau tidak punya kepentingan suatu apa, akan tetapi bukti nya, kau sangat memperhatikan nya. Begitulah diantara tiga janji, kau memasuki janji yang kedua ini. Toahoosiang tolong jelaskan, kita main2 diatas Cie hio chung ini dengan ilmu enteng tubuh atau dengan kepalan saja" Aku ingin kau menjelaskannya, supaya umpama kata aku terbinasa, aku jadi satu setan konyol!"
Coe Hoei sedang memutar tubuh, untuk mulai menaiki
pelatok, ketika ia terhalang oleh kata2nya lawan ini yang tajam, hingga, ia jadi gusar sekali. Ia menoleh, akan awasi lawan itu.
"Na Sie coe, perjanjian sudah ditetapkan, mengapa kau ber pura2 masih tidak mengarti?" tanya dia. "Diatas Cie hio chung ini kita cuma akan saling tukar tangan. Hanya
pinceng memikir supaya pertandingan ini dapat lekas
diakhiri, agar kita bisa lantas tukar tangan kosong dengan alat senjata, supaya juga pertandingan terakhir segera ada keputusannya. Umpama ada hal yang tidak mencocoki,
tidak ada halangannya akan sie coe menunjukkannya."
Mau tidak mau, pendeta itu toh layani orang bicara.
Na Pek kembali tertawa dingin.
"Melainkan sebegini saja?" katanya. "Aku tadinya
menyangka toahoosiang mempunyai cara lain. Untuk saling tukar tangan saja bukannya hal aneh, hanya Lo han Cie hio chung ini, dimataku, ada luar biasa. Dikalangan Selatan dan Utara, yang pernah lihat panggung pelatok ini pasti cuma tinggal beberapa gelintir saja. Kecuali Siauw Lim Sie di Pou thian, Hokkian, mungkin dipusat di Siong San sudah tidak ada yang mengarti pula. Dulu pernah aku dengar
orang2 tua bicara, dalam Siauw Lim Sie di Lam hay, Laut Kidul, ada orang yang pernah yakin ini akan tetapi tak pernah ada yang menyaksikannya, maka tidaklah di
sangka2, karena untung bagus dari Hong Bwee Pang
lantaran kebijaksanaannya Pang coe Boe Wie Ycng, dia
telah dapatkan toahoosiang yang justeru pandai dalam
kepandaian terrahasia dari Siauw Lim Pay yang tidak
sembarang diwariskan. Siapa nyana toahoosiang sudah
datang ke Ceng Giap San chung ini, untuk menambah
pengaruh Hong Bwee Pang, guna menindih lain orang!
Mungkin ini ada harapannya Tat Mo Coen cia, pendiri dari Siauw Lim Pay itu, maka juga aku, si Na Loo Toa, suka memberi selamat pada Hong Bwee Pang! Toahoosiang, aku toh tidak salah bicara, bukan?"
Mukanya Coe Hoei menjadi merah sampai ke
kuping2nya. "Benar2 Na Sie coe banyak pendengaran, banyak
penglihatan!" ia mengejek. "Tidak saja boegeemu liehay, pengetahuanmu pun luas. Pinceng takluk kepadamu. Baik pinceng jelaskan, bahwa dengan masuk ke Cap jie Lian
hoan ouw ini, pinceng bertemu dengan rombongan2 Hoay
Yang Pay dan See Gak Pay, pinceng anggap ini ada
pertemuan luar biasa, mungkin ini ada pengharapanku yang terakhir. Na Sie coe, karena disini bukannya tempat yang tepat, aku harap lain waktu, setelah perpisahan dari sini, kita mempunyai jodo untuk bertemu pula, supaya aku
menerima pelajaran sungguh2 daripadamu. Na Sie coe,
tentang kata2mu yang luhur, harap kau tunda dulu,
sekarang, persilahkan!"
Pendeta ini, yang tak ungkulan adu bicara, rangkap
kedua tangannya. "Hm!" Na Pek perdengarkan suara pelahan sambil ia
berpikir : "Kepala gundul, kau telah dapati kemurahannya Sang Buddha, kau telah wariskan ilmu silat sejati Siauw Lim Pay, kenapa perbuatanmu menentang pri kebenaran"
Kenapa kau justeru bantu Hong Bwee Pang" Sama saja kau bantu kaisar Tioe mengganas! Sudah mendurhaka terhadap agamamu, kau juga berbuat dosa! Kepandaianmu memang
bisa menindih kaum Rimba Persilatan, akan tetapi tak
gampang kau bisa rubuhkan Na Loo Toa!"
Lantas ia pandang pendeta itu dan kata: "Toa hoosiang, sebenarnya aku adalah orang yang tak dapat menerima
pelajaran, aku tidak mempunyai kepandaian yang mengejutkan orang apa yang aku tahu adalah ilmu silat tukang dangsu saja, maka itu ingin aku menjelaskan,
dengan naik atas pelatok Cie hio chung ini, aku memasuki saat pemberesan diriku seumur hidup. Toahoosiang, apa
kau sangka aku masih mempunyai hari kemudian" Tak mau aku menantikan hari kemudianku itu! Toahoosiang, kau
ada utusan penyambut dari Tanah Barat, maka kedatanganmu ini berarti hari pulangku! Toahoosiang, siap aku untuk menemani orang budiman, jangan kita sia2kan saat yang baik, persilahkan!"
Coe Hoei mendongkol dan gusar hingga tak bisa ia
mengatakan apa2, dari itu, lantas saja ia loncat naik keatas panggung pelatok. Dia ada bertubuh besar, akan tetapi cara loncatnya nampak enteng sekali, mirip dengan "Yoe hong hie loei" atau "Tawon terbang memain dipusuh bunga."
Na Pek segera menyusul, hingga naiknya mereka keatas
pelatuk ada saling susul. Gerakannya, pun tak kalah
entengnya dengan si pendeta.
Coe Hoei menaruh kaki dipelatok hio yang ke empat, Na Pek berdiri didepannya, dipelatok yang ke lima disamping utara.
Yan tiauw Siang Hiap kesohor untuk ilmunya
mengentengkan tubuh, akan tetapi diatas Lo han Tie hio chung, belum pernah mereka mencoba, maka itu, inilah ada pengalaman Na Pek yang perlama. Karena ini, ia men
coba2 dengan injak tiga pelatok lain nya. Ia lantas
merasakan, sungguh sulit akan berdiri atas tahangan2 hio sebagai itu. Jadi sekarang, harus ia berkelahi secara mati2an.
Coe Hoei bertindak dari selatan kebarat, kedua
tangannya di buka. Dengan lantas ia bersiap dengan tipu silat Ce pee Cit cap sha chioe Sin koan, yalah pukulan tangan seratus tujuhpuluh tiga gebrak. Inilah tipu silat pembukaan Siauw Lim Pay. Tapi ini bukan warisan
langsung dari Tat Mo Couwsoe, yang cuma menurunkan
"Ie Kin Keng" dan "Sip pat Lo Han chioe" itulah
warisannya Pek Giok Hong, salah satu tetua belakangan dari Siauw Lim Pay, yang merubah, menciptakan gambar
tabib Hoa To Ngo Kim Touw, "Lima Macam Ternak,"
menjadi lima macam ilmu silat berdasarkan gerak gerik binatang lainnya. Ngo Kim dari Hoa To ada harimau,
manjangan, biruang, kera dan burung hoo, itu dirubah Pek Giok Hong menjadi naga, harimau, macan tutul, kera dan burung hoo, yalah yang dikenal sebagai Liong koen, Houw koen, Pa koen, Khauw koen dan Hoo koen. Coe Hoei telah dapat warisan sempurna, dari itu, tubuhnya enteng,
gerakannya pesat sekali. Ia puas dengan kepandaiannya itu, maka ia berani menantang Yan tiauw Siang Hiap. Iapun
diam telah ambil putusan untuk tidak kasi hati pada
lawannya ini yang kesohor doyan bergurau.
Na Pek lihat daya gerak musuhnya, ia insyaf liehaynya lawan ini, maka itu, ia waspada, ia senantiasa memasang mata. Ia bergerak dalam Sha cap lak louw Kim na chioe.
Setelah keduanya berputaran, selagi Coe Hoei sampai
dibarat sekali, mendadakan ia mencelat lempang ketimur, dilain pihak, Na Pek justeru dari timur kebarat, maka itu, keduanya bersomplokan di tengah2. Coe Hoei segera
menyerang dengan "Hek houw sin yauw" atau "Harimau
hitam mengulet," kaki kirinya di depan, kaki kanannya terangkat, dan ia menyerang dengan kedua tangannya
berbareng. Na Pek cepat berkelit kekanan, tak mau ia adu tenaga, ia kuatir pelatok hionya tak kuat menahan tubuhnya. Tangan kanannya dimajukan kedepan, disusul dengan tangan kiri.
Mulanya ia hendak gunakan tipu silat "Tay peng thian cie,"
atau "Burung garuda pentang sayap," atau dengan diam2
dia ubah itu, karena tahu2, tangan kirinya, yang semula ada dibelakang, menyambar lawan dengan dua jari telunjuk dan
tengah, akan cari jalan darah kiok tie hiat di bahu kiri lawannya itu.
Kedua tangannya Coe Hoei Siansoe telah serang sasaran kosong, memang dengan gampang lengan kirinya bisa
diserang dari samping, maka dengan sebat ia berkisar
kekanannya. Tapi ia tidak cuma berkisar saja, ia lantas maju pula, akan kirim serangan susulan. Ingin ia rintangi gerak gerik lebih jauh dari sang lawan. Serangannya kali ini ada "In liong tam jiauw," atau "Naga dalam awan
mengulur ku kunya," akan cari jalan darah hoa kay hiat dari Na Pek.
Melihat serangan sipendeta, Na Pek geser kaki kirinya kebelakang, hingga ia jadi mundur, satu tindak, tangan kirinyapun ditarik, untuk segera dipakai menabas tangan bagian nadi dari penyerangnya itu.
Coe Hoei tarik pulang tangan kanannya, untuk dikasi
turun ke bawah, berbareng dengan itu, tangan kirinya
menyambar dengan "Kim Kong cie," atau "Jari Kim
Kong," guna tusuk dan korek kedua mata lawannya.
Na Pek kelit kepalanya, tangan kanannya membabat
lengan lawan itu, untuk sekalian digaet, maka Coe Hoei lekas2 menarik pulang tangannya itu. Dua2 pihak,
gerakannya sangat membahayakan satu pada lain.
Selagi lawan itu tolong lengan nya, Na Pek mundur
sampai empat pelatok, atas mana, Coe Hoei turut mundur, hingga untuk sementara, keduanya jadi renggang satu
dengan lain. Sekali lagi, mereka masing2 jalan berputaran.
Mereka bertempur beberapa gebrak sama2 saling
menghadapi ancaman bencana, sebab sesuatu serangan ada hebat. Semua penonton kagum berbareng berkuatir.
Bukankah Coe Hoei telah wakilkan Boe Wie Yang, untuk
lindungi kehormatannya Hong Bwee Pang" Bukankah Na
Pek mesti jaga baik namanya sendiri, nama Hoay Yang Pay juga"
Saking ketarik, semua penonton bangkit berdiri.
Siangkoan In Tong sijail tidak dapat diam saja ia
pandang Boe Wie Yang dan kata: "Boe Pang coe, bukankah kita kedua pihak sudah sampai di batas buntu, saat terakhir"
Bukankah diatas pelatok Lo Han Cie hio chung itu ada
orang2 kang ouw kenamaan, yang sedang adu kepandaian
mereka secara mati2an" Maka kesempatan yang baik ini, aku lihat, tak dapat di lewatkan secara begini saja. Aku anggap jangan kita duduk diam saja! Apakah tidak baik kitapun maju bersama, untuk bantu meramaikan?"
Tanpa tunggu jawaban, Siangkoan In Tong lantas
bertindak memutari lankan, ia sampai diluar paseban
dimana, atas sebuah batu, ia duduk bercokol, disini ia isi hoencweenya, ia sulut itu, lantas ia ngelepus dengan asyik.
Tak puas Boe Wie Yang melihat tingkah agung2an atau
jumawa itu akan tetapi ia terpaksa membungkam. Tidak
mau ia melayaninya. Perbuatannya Siangkoan In Tong ini jadi pembuka jalan.
Dua2 Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe ingin melihat
dari tempat lebih dekat mereka kuatirkan Na Pek, ingin mereka menolong pada saat yang tepat, saking malu hati, mereka diam saja, tapi nelayan itu norek, maka mereka anggap, mereka boleh menelad contoh itu. Untuk ini, tak usah lagi mereka kuatir dikatai tidak tahu aturan".
Ketua Hoay Yang Pay lantas kasi hormat pada ketua
Hong Bwee Pang. "Ya, Boe Pang coe, tidak ada halangannya kita melihat dari luar," katanya. Lalu tanpa perkenan lagi, ia bertindak kearah Siangkoan In Tong perbuatannya ini diturut Coe In
Am coe serta rombongannya. Mereka lantas berdiri diluar lankan sebelah utara.
Boe Wie Yang antapkan perbuatannya sekalian tetamu
itu, tapi karena itu, bersama beberapa hiocoe, iapun menuju keluar paseban, akan ambil tempat disebelah selatan.
Diantara rombongan tuan rumah dan tetamu itu,
rombongan tetamu berada lebih dekat kekalangan pertempuran daripada pihak tuan rumah.
Pada waktu itu, diatas pelatok hio, kedua pihak sudah maju pula saling mendekati, akan melanjutkan serang
menyerang. Na Pek tahu lawannya liehay, ia memikir untuk
menggunakan kecerdikannya. Ia bergerak dengan gesit, baik maju maupun mundur atau menyamping. Ketika ia
memutar dari arah barat utara, ia lantas berhadapan pula dengan Coe Hoei, yang memutar dari timur selatan. Jarak diantara mereka cuma empat pelatok.
Pendeta dari Siauw Lim Pay maju lebih dahulu dengan
loncatan dua tindak bagaikan "Capung memain air" ("Ceng teng hie soei") kaki kanannya di depan, tangan kanannya menyambar jalan darah kin ceng hiat dipundak. Ia bergerak dalam "Kim liong tam jiauw" atau "Naga emas mengulur
kuku". Nelusup dibawah bahu kiri, tangan kanannya itu menyambar cepat sekali.
Na Pek berkelit kekiri, sambil geser kaki kirinya
berbareng dengan itu, tangan kanannya, dengan dua jari, balas serang jalan darah kiok tie hiat dari lawan itu.
Serangan ini ada berbahaya tetapi pun membahayakan diri sendiri juga, karena mereka berada diatas pelatok, bukan diatas tanah dimana orang bisa taruh kaki dengan merdeka.
Coe Hoei bertambah sengit karena serangannya itu gagal dan ia dibalas diserang secara hebat setelah mengelakkan diri, ia merangsek. Ia tidak ingin kasi kesempatan pada orang yang ia benci ini. Begitulah ia mencelat dengan kaki kiri injak keras pada pelatok, tanpa memutar tubuh lagi, hingga ia bikin heran pihak kawan dan lawan. Sebab itu ada gerakan berbahaya. Diatas pelatok tak selayaknya orang bergerak dengan "tenaga berat."
Na Pek sudah mundur empat tindak, karena dirangsek
jarak diantara mereka tinggal setindak saja. Iapun heran atas keberaniannya sipendeta. dengan gerakannya yang luar biasa, yang cepatnya luar biasa juga.
Tidak ayal lagi, Coe Hoei serang lawannya dengan
pukulan liehay dari Siauw Lim Pay yang dinamakan "Heng toan cie kim chung," atau "Sambil melintang mematahkan pelatok emas." Mulanya kedua tangannya dirangkap
didepan dada, lalu dengan mendadakan dipentang dengan berbareng, yang sebelah kanan menyambar dengan hebat, cepat dan ganas yang hebat untuk Na Pek ketika itu ia belum sempat memutar diri, untuk menghadapi lawan. Ia tahu musuh merangsek, tapi ia tidak sangka sedemikian cepatnya.
Tahu2 tangannya sipendeta itu sudah menghampirkan bebokongnya.
Eng Jiauw Ong lihat saudaranya terancam ia sampai
membanting kaki bahna bersusah hati.
Tapi Na Hoo sangat sayang saudaranya itu, melupakan
aturan dia lompat dengan niatan menolongi. Begitu juga Ban Lioe Tong, yang sayangi saudara seperguruan itu.
Kedua mereka ini lompat maju dengan berbareng.
Diatas pelatok sendiri, gerakannya Coe Hoei Siansoe
tidak menantikan Na Hoo dan Lioe Tong, akan tetapi
disaat tangannya baharu nempel pada bebokong Na Pek,
tiba2 datang sambaran angin dari arah para2, angin mana menyambar kearah mukanya, hingga pendeta ini jadi kaget, hingga dengan sendirinya, tenaga serangannya jadi
berkurang, hingga Na Pek cuma kena terserang anginnya serangan itu.
Tetapi walaupun demikian, kendatipun ia mempunyai
latihan dari empat puluh tahun, tak urung ia kena tertolak keras, ia terjerunuk, hingga dua pelatok kena terinjak hancur, benar ia bisa lompat, toh tubuhnya sudah lenyap imbangannya, maka itu ia sampai ditanah dengan kaki
kanan lebih dahulu, tubuhnya berputar terhuyung, lalu ia rubuh numprah ditanah, jantungnya dirasai panas,
mukanya merah, kupingnya berbunyi tak hentinya.
Tapi ia masih bisa dengar satu suara dari atas para2 :
"Jikalau kau kehendaki jiwamu, jangan buka mulut!"
Itu waktu, Coe Hoei sudah turun dari pelatok. Na Hoo
dan Lioe Tong telah sampai kepada saudaranya, yang tak dapat mereka keburu hindarkan rubuhnya dari atas pelatok.
"Pinceng kesalahan tangan...." kata pendeta Siauw Lim Pay itu selagi ia berdiri diluar pelatok sebelah selatan.
"Kata2 yang tidak berarti harap dikurangi diucapkannya!" kata Na Hoo dengan tertawa dingin, selagi ia angkat bangun kakak nya. "Keluarkan tangan berarti kalah atau menang, pertandingan berarti hidup atau mati, maka apa yang hendak dibilang lagi" Saudaraku sudah
rubuh, hweeshio, jangan kau berjumawa!"
"Kita perlu tolongi orang, jangan layani dia," Lioe Tong kata pada soehengnya itu, yang hatinya panas. "Lekas tutup jalannya darah hie jie hiat!" Ia sendiri segera uruti jalan2
darah in tay hiat dan hoa kay hiat, untuk bikin benar jalannya darah.
Ketika itu Coe In Am coe datang untuk serahkan dua
butir pil tan see sambil ia kata pada Lioe Tong : "Ban Soetee, lekas masukkan ini dalam mulutnya lewat waktu seminuman teh, ia akan terhindar dari ancaman bahaya."
Kemudian ia teruskan pada Na Hoo : "Dalam kalangan
Rimba Persilatan, mengadu kepandaian ada hal lumrah,
maka itu kita perlu hargai kehormatan sendiri, jangan kita bertindak diluar garis. Na Sie coe, maukah kau dengar pinnie?"
Selagi tangannya bekerja, menekan jalan darah
kandanya, Na Hoo manggut.
"Ya, hidup atau mati sudah takdir, kebahagiaan ada
ditangan Thian," sahutnya. "Kami berdua saudara telah sediakan jiwa untuk kaum kang ouw, dalam segala hal,
kami harus insyaf kepada kepandaian sendiri yang kurang sempurna. Apa mungkin aku, Na Hoo, akan berikan contoh yang kedua?"
Mendengar itu, niekouw dari Pek Tiok Am itu manggut.
"Bagus!" katanya. "Sekarang kita harus minta gotongan, buat bawa Na Sie coe keperahu kita supaya disana dia bisa beristirahat."
Pada waktu itu, Eng Jiauw Ong pun datang
menghampirkan. Dari pihak Hong Bwee Pang, yang muncul ada Pat pou
Leng po Ouw Giok Seng, untuk tengok keadaannya tetamu yang rubuh itu.
"Bagaimana, Ban Soetee?" Eng Jiauw Ong tanya adik
sepergu ruannya. "Mungkin tidak ada ancaman jiwa," sang soetee jawab
dengan alis mengkerut, tangannya sendiri merabah nadi saudara seperguruan itu. "Dia terluka parah didalam, tetapi
dia telah makan tansee dari See Gak Pay. Aku percaya ia tak dalam bahaya."
Eng Jiauw Ong awasi muka pucat dari Na Pek, ia
menggeleng kepala. "Apakah lukanya Na Toa hiap parah?" Ouw Giok Seng
tanya. "Tak usah kuatir, Ouw Hio coe, tidak apa," jawab Eng
Jiauw Ong. Ketika ketua Hoay Yang Pay ini menoleh kepada Coe
Hoei Siansoe, pendeta itu sedang kepalai beberapa
orangnya perbaiki pelatok hio yang rusak.
"Ouw Hiocoe," berkata ia pada Ouw Giok Seng, tolong
sampaikan kepada loosiansoe, tunggu sebentar saja, aku hendak mohon pengajaran daripadanya."
Sebelum Ouw Giok Seng menjawab, Coe In Am coe
mendahului kata kepada ketua Hoay Yang Pay itu : "Ong Soeheng, tolong kau antar dulu kepada Na Soeheng."
Kemudian ia teruskan kepada Ouw Giok Seng : "Ouw
Hiocoe, tolong kau titahkan sediakan gotongan, kami


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hendak antar Na Toa Hiap keperahu. Pinnie juga minta
supaya Hiocoe mohonkan perkenan lalu lintas dari Boe
Pang coe." "Jangan sungkan, Am coe," sahut Giok Seng. sambil
berse nyum. "disini pasti ada orang yang nanti antar Na Toa Hiap keperahu."
Ia lantas berpaling keluar para2 dan tangannya
menggape. Pihak Hong Bwee Pang memang sudah siapkan
orang2nya dan gotongannya, guna tolong orang2 yang
terluka, maka itu, atas tanda dari hiocoe ini, segera muncul beberapa orang serta sebuah gotongan.
Ban Lioe Tong dan Na Hoo segera angkat tubuh
soehengnya untuk dinaikkan dengan hati2 ke atas
gotongan. "Pinnie minta supaya Na Jie siecoe yang antar sendiri pada Na Toa Hiap," Coe In lantas kata pada Eng Jiauw
Ong. "Yang lainnya tak usah ikut. Bagaimana pikir Ong Soeheng?"
Eng Jiauw Ong mengarti maksudnya pendeta ini, untuk
cegah Na Hoo membalas sakit hati kakaknya, maka ia
manggut, terus ia kata pada Ay Kim Kong: "Soetee, kau insyaf keadaan, maka silahkan kau lekas antar kakakmu keperahu. Kami juga tidak bakal berdiam lama2 disini."
Na Hoo bisa berpikir, ia suka menunda tuntutannya
Dendam Empu Bharada 39 Sembilan Pusaka Wasiat Dewa Pengelana Tangan Sakti Karya Lovely Dear Bende Mataram 6
^