Pencarian

Eng Djiauw Ong 5

Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin Bagian 5


(Naga awan mengulur kuku) mengenai jalan darah "yang
kwan hiat" musuh itu, pada tiga belas bukuh tulang
bebokong nya, maka tak ampun lagi, dia ini menjerit
tertahan, tubuhnya terkulai dan dengan sendirinya rubuh ketanah, jatuh duduk.
Menyusul itu, Cu In serukan Ban Liu Tong "Ban Loosu,
jangan habiskan jiwanya! Dia perlu ditanya keterangannya, untuk ketahui halnya si penjahat perempuan!"
Ketika itu, Siok beng Sin Ie telah berlompat mendatangi.
Ketika Cu In menoleh, ia dapati Eng Jiauw Ong sedang
menyerbu musuh, cepat sekali dia telah rubuhkan tiga atau empat penjahat. Tidak tempo lagi ia loncat kepada jago Hoay siang itu.
"Suheng, sudilah pandang muka pin nie," ia berseru
untuk mencegah. "Harap mereka dikasih tinggal hidup".!"
Eng Jiauw Ong menghentikan serangannya dengan
lantas. "Baiklah, am cu," ia menyahuti.
Atas itu, niekouw dari See Gak Pay berseru pada
kawanan penjahat "Kau ada sangat jahat, sebenarnya sukar untuk mengampuni kau sekalian, tetapi karena mengingat kepada kemurahan hati Sang Buddha, sekarang aku
bukakan suatu jalan hidup untuk kau semua! Aku harap
selanjut nya kau mengubah cara hidupmu, jikalau tidak, walaupun sekarang kau terluput dari tangan kami, tetapi nanti ada kutukannya Thian! Nah, pergilah bawa
kawan2mu yang telah terluka!"
Kawanan itu sedang bingung. kata2nya Cu In
merupakan satu keampunan umum bagi mereka, tidak ayal lagi mereka kabur sambil bawa kawan2 mereka yang rubuh sebagai kurban.
Eng Jiauw Ong sudah geledah tetapi ia tak berhasil
mendapati Liok Cit Nio atau muridnya, begitu juga Siu Seng dan Siu Sian mencarinya dengan sia2. Liok kee po telah jadi kosong dari manusia. Disitu tidak ada lain penjahat kecuali kurban totokannya Cu In Am cu sendiri.
Ban Liu Tong berdiri diam bersama niekouw dari See
Gak Pay itu. "Sutee, tidak disangka kita kena dipermainkan orang2
jahat," kata Eng Jiauw Ong pada adiknya seperguruan.
"Dengan bikin lolos penjahat perempuan itu, bagaimana kita punya muka untuk muncul pula didalam kalangan
kang ouw" " Lalu ia lanjutkan pada Cu In Amcu "Am cu, kita orang orang Rimba Persilatan tak layaknya berlaku telengas, akan tetapi malam ini kita telah kena didesak, kita tak dapat bersabar lagi. Penjahat itu mesti dikompes!"
"Sabar, Ong Suheng," jawab Cu In selagi Liu Tong
belum bilang apa2. "Pin nie juga tak akan gampang
lepaskan penjahat ini."
Cu In menoleh pada dua muridnya, yang menjaga diatas
genteng Timur dan Barat, ia gapekan mereka turun,
sesudah mana, ia kata "Gubuk kejahatan ini tak dapat
ditinggal tetap utuh, pergi cari bahan api untuk
membakarnya." Siu Seng dan Siu Yan lantas pergi kebelakang untuk cari rumput kering, kemudian dengan tak cari api lagi, mereka nyalakan liu hong tan, maka di lain saat, dengan
menyalanya peluru api itu, mereka mulai membakar
jendela, juga pintu rembulan yang terbuat dari kayu. Tak terlalu lama, jalanan keluar telah tertutup api melulahan dari Timur dan Barat. Ketika api merembet kethia besar, suara ledakan sering terdengar, suaranya ramai dan keras.
"Bagaimana dengan penjahat itu, amcu" " Liu Tong
tanya. "Pin nie punya daya, sahut pendeta itu, yang terus kata pada orang tawanannya "Pin nie adalah murid Sang
Buddha, dengan kemurahan hatiNya, ingin pin nie kasi
ampun padamu. Lihat api, yang sudah berkobar di empat penjuru itu, itu artinya jiwamu berada ditanganku!
Sekarang bilang padaku, dimana sembunyinya Liok Cit
Nio" Jikalau kau omong dengan jujur, pin nie nanti ajak kau menyingkir dari ancaman api ini, jikalau kau mendusta, jangan sesalkan pin nie kejam, kau akan terpendam didalam tempat kebakaran ini! Ketahui olehmu, murid2nya Sang
Buddha tidak pernah bicara main2, maka sekarang,
diantara hidup dan mati, kau pilihlah! Jangan kau ayapan, kelak kau menyesal sudah kasip. Penjahat ketahui niekouw ini liehay, disitu pun ada Eng Jiauw Ong dan Ban Liu
Tong, yang romannya keren, serta murid2nya si niekouw, yang ber jaga2, ia mengerti tak nanti ia bisa loloskan diri.
"Kenapa aku tidak mau omong terus terang" " pikirnya.
"Perbuatannya Cit Nio pun bertentangan dengan aturan
kaum kang ouw, dia menyalani aturan kaum sendiri, cuma karena ia peroleh bantuan dari dalam, dia dapat abui
matanya Liong Tauw Hio cu di Gan Ton San, tidak ada
orang yang berani ganggu dia atau bocorkan rahasianya, hingga dia jadi sangat merdeka. Lambat laun dia akan
dapat kutukannya. Maka aku tidak berkhianat jikalau aku membuka rahasianya ini?"
Setelah memikir demikian, ia kata pada Cu In Am cu
"Am cu, aku Louw Bouw Thian bukan bangsa takut mati,
kalau sekarang aku bicara, bukannya aku tentangi aturan kaumku. Sebenarnya Lie To cu Lie touw hoo Liok Cit Nio ini, to cu dari Barat, adalah perempuan cabul, kelakuannya yang buruk itu menodai juga kaum Hong Bweo Pang.
Sebetulnya aturan kita keras, setahun sekali, Cong to coo, ketua Pusat, bikin pemeriksaan kelakuannya hio cu dari cabang, secara diam diam atau berterang, dan yang
ditugaskan adalah hio cu dari Lwie Sam Tong atau Gwa
Sam Tong, yang berkuasa untuk segera memberi hukuman
ditempat. Liok Cit Nio licin menjaga diri, kecuali rumahnya ini, dia punya tempat rahasia dipuncak Sin Lie Hong
digunung Lyang Seng San, maka itu, dia sekarang pasti sudah kabur kesarangnya itu. Ada sukar untuk sampaikan puncak itu, baik siang terutama malam. Tidak ada jalanan untuk sampai disana. Jauhnya dari sini tiga atau empat lie.
Melainkan dengan ambil jalan dari belakang gedung ini, ada satu jalanan kecil yang memotong. Itu adalah suatu jalanan rahasia, untuk itu, orang harus ikuti pepohonan yang liu yang baharu ditanam. Ada beberapa solokan atau jurang yang mesti dilalui, tapi disitu dipasangkan jembatan papan. Siapa keliru ambil jalan, dia tentu akan terjerumus kedalam jurang. Sesudah sampai dipuncak, segera akan
tertampak sebuah kuil kecil"."
"Hm!" tiba2 Cu In memotong, sampai si penjahat kaget
dan berhenti dengan tiba.
"Bicara terus!" pendeta itu kata. "Asal kau mendusta, lihat api yang sudah berkobar besar itu! Kalau kau ayal2an, kau nanti menyesal!"
Bouw Thian pun lihat api, yang sudah berkobar2. Ia
insaf, tak dapat ia main gila.
"Kuil itu dinamakan Liok sie Ceng Siu Am," ia lalu
melanjutkan. "itu berarti kuil perseorangan, kemana tak dapat orang datang bersujut dan orangpun ditamparnya.
Penjaga kuil ada satu nyonya tua, yang matanya tinggal sebelah, dan dua budak perempuan. Jikalau ada orang
lelaki disana, apabila orang itu bukannya pemuda cakap yang menjadi kurban penculikan, tentu ada orang2 kaum sendiri yang biasa main gila dengannya. Demikianlah apa yang aku tahu."
"Orang durhaka!" kata Cu In dengan sengit. "Satu
tempat suci dia jadikan tempat kotor, dia harus
disingkirkan!" Lantas niekouw ini tanya pikirannya kedua kawannya,
"Dia pasti tak berani dustakan kita," kata Eng Jiauw Ong yang bersama2 Ban Liu Tong telah perhatikan orang she Louw ini. Mereka percaya orang bicara dari hal yang benar.
"Sekarang, sudah jauh malam, mari kita berangkat."
Pendeta itu manggut. "Ban Loosu, tolong kau bawa
binatang ini," ia minta pada Liu Tong. Ia lihat api sudah mengurung mereka.
Siok beng Sin Ie belum menyahuti atau Ong Too Liong
sudah mendahului. Ia totok orang pada dua jalan darah hwee yang hiat dan jalan darah khie hay hiat. Totokan yang belakangan ini untuk merdekakan Bouw Thian dari
totokannya Cu In Am cu tadi, hingga darahnya jadi bisa mengalir pula seperti biasa.
"Mari kita berangkat!" kata ia seraya menyambar orang punya lengan kiri, untuk angkat tubuhnya. sedang tangan kirinya dipakai menyingkap ujung bajunya sendiri, sesudah mana, ia berloncat naik. Kelihatannya Bouw Thian
terangkat secara enteng sekali.
Ban Liu Tong susul suheng itu, ia sendiri diikuti oleh Cu In, yang kembali diiring kedua muridnya.
Mereka menuju keujung Barat daya kemana api belum
merembet, mereka turun diluar tembok pekarangan. Disitu kedapatan beberapa rumah lain.
"Semua ini tak ada gunanya, habiskan saja," kata Cu In kepada dua muridnya.
Siu Seng dan Siu Sian menurut, dengan cepat mereka
bakar rumah2 itu, kemudian mereka susul guru mereka.
Ditempat sedikit jauh mereka singgah, dari situ mereka tampak api merajalela.
Disini Eng Jiauw Ong lepaskan Bouw Thian.
"Kau kelihatannya sudah menyesal, disini kami buktikan janji kami," ia kata pada penjahat itu. "Sekarang kau boleh pergi."
Bukan main lega hatinya Louw Bouw Thian, hingga
liangsimnya terbangun. "Hiapkek sekalian ada welas asih, biar aku satu penjahat, aku toh punya hati," kata ia, "maka apabila ada ketikanya, pasti aku nanti balas budi kebaikan ini."
Ia lantas paykui, setelah itu, ia lari menghilang ditempat gelap.
Eng Jiauw Ong beramai memutari rumahnya Liok Cit
Nio, mereka baru berjalan tak seberapa jauh dibelakang kebun, tiba2 mereka mendengar jeritan ditempat tak jauh dimana tadi Bouw Thian menghilang. Mereka seperti kenali suaranya penjahat tadi.
Eng Jiauw Ong segera loncat kearah jeritan itu, lekas sekali ia sampai diujung pepohonan lebat. Segera, pada sebuah pohon, ia tampak Bouw Thian gedang senderkan
diri, tubuhnya gemetaran, tangan kirinya memegangi
sebatang piauw, tangan kanannya mengusap2 paha kirinya.
Diapun terdengar mengeluh "To cu, biarpun tee cu bernyali besar, tak nanti tee cu berani berkhianat". Sebenarnya aku tidak tahu kemana perginya Liok Cit Nio. Tadi aku sebut2
puncak Sin Lie Hong, itu ada ocean belaka, aku mengucap demikian karena terpaksa". Benar2 aku tak tahu Cit Nio pergi kesana atau tidak" Harap to cu ampuni aku"."
Louw Bouw Thian bicara terhadap satu orang yang
berdiri setumbak lebih jauhnya dari dia. Orang itu berumur kurang lebih enam puluh tahun, kumis jenggotnya
berewokan, hingga mukanya tak terlihat nyata, tapi
tangannya yang kiri menyekal sebatang golok besar.
"Binatang!" dia berseru, tangan kanannya menuding.
"Kau berani berkhianat! Kau takut mampus! Bagaimana
kau berani jual Hong Bwee Pang" Kau ada punya berapa
batok kepala" "
"To cu, jikalau aku dusta, aku akan terima pembalasan hebat"." Bouw Thian kata pula, "Bouw Thian, jangan kau ngoce." membentak pula orang tua itu. "Cit Loo cu tak percaya sumpah! Apakah kau ingin tunggu sampai aku
turun tangan" "
Didesak demikian, Louw Bouw Thian jadi nekat, sambil
angkat piauw ditangan kirinya, ia kata dengan nyaring
"Kematian atau kehidupan ada jalannya, dasar aku tak
mesti binasa didalam api berkobar2, aku mesti mampus
diujung piauw, beginilah nasibku! Hong Lun, kau jadi to cu tetapi kau tidak adil, maka dengan binasa ditanganmu, aku tak puas! Hong Lun, didepan mu ada satu perempuan centil dan cabul, yang merusak, nama Hong Bwee Pang, kau
lepaskan dia, kau tak berani menghukum nya, kau cuma
bisa tindas kami yang lemah! Hong Lun, baiklah, aku
nantikan kau di Kota lblis!..."
Setelah mengucap demikian, Bouw Thian angkat lebih
tinggi piauw ditangannya, rupanya dia hendak tikam
kepalanya sendiri. Melihat demikian, Eng Jiauw Ong menoleh pada dua
kawannya, ynng sudah hampirkan dia.
"Pergi lekas ke Sin Lie Hong, urusan disini serahkan
padaku!" kata ia sambil tangannya diulaskan, sesudah
mana, ia berlompat kearah orang2 jahat itu sambil ia
berseru kepada si orang tua "Bandit, apakah kau seorang sahabat kang ouw" Dalam usia tuamu ini, bagaimana kau bisa antap perempuan hina dina mengganas" Kenapa kau
justeru hinakan orang yang lemah" "
Terkejut Hong Lun, si orang tua, tahu ada datang orang tak dikenal yang mencampuri urusannya. Dilain pihak,
Bouw Thian kenali orang yang bebaskan ia dari kematian, hingga legalah hatinya akan dapat pertolongan pula.
XXI Twie hun souw Hong Lun si orang tua Pengejar Roh
adalah to cu atau ketua dari See Louw Cong to, pusat
bagian Barat, dari Hong Bwee Pang. Dia ke sohor buat
keganasannya, tabeatnya keras dan jumawa. Dia baharu
saja terima tugas dari pusat umum untuk menyambut Ie
bun To cu Tie Cin Hay dan Shong Ceng yang sedang antar
kedua kurban penculikan mereka, yalah murid murid dari Hoay Yang Pay dan See Gak pay. Berhubung dengan
tugasnya ini, ia sudah lantas bekerja. Pertama2 ia
kumpulkan semua orang2 sebawahannya, yang terdiri dari cap sha to atau tiga belas cabang to, untuk wajibkan mereka siap sedia, akan sembarang waktu sambut dan bantu Tie Cin Hay dan Shong Ceng. Karena ada kekuatiran pihak
musuh nanti mengejar atau merampas, semua to cu
mendapat pesan supaya berlaku waspada.
Demikian sudah terjadi, tatkala kedua kurban sudah
diantar sampai didusun dimulut gunung Siauw San, pihak Hong Bwee Pang mendapat tahu ada musuh yang susul
mereka, atas mana Hong Lun sudah lantas bersiap. Ia
sendiri pun ingin mencoba menemui jago2 dari Hoay Yang Pay. Begitulah ketika Thio Hie bisa lolos, Hong Lun lantas atur persiapannya. Ia telah tinggalkan suratnya dihotel Kit Seng itu. Ia atur tujuh rombongan orangnya, yang dipencar di Ang touw po dan jalanan ke Liang Seng San, ke Han
seng tin. Ia hendak bikin musuhrnya tersesat jalan.
Dalam ikhtiarnya ini, Hong Lun peroleh hasil. Hal ini sudah terjadi disebabkan terutama pihak pengejar berjumlah sedikit dan tidak kenal baik letak dari pegunungan itu, hingga Eng Jiauw Ong sendiri kena disasarkan.
Hong Lun girang mengetahui pengejar terbagi empat
rombongan. Ketika ia terima laporan hal tiga murid musuh sedang menuju kejalanan Liang Seng San, ia sendiri pimpin sejumlah orangnya akan bekuk lebih dahulu tiga musuh itu, untuk bikin malu pada Hoay Yang Pay dan See Gak Pay.
Rombongan murid Hoay Yang Pay dan See Gak Pay
yang dimaksudkan itu adalah Su touw Kiam dan Coh Heng bersama Siu Seng, murid nomor dua dari Cu In Tay su.
Diantara mereka ini, Su touw Kiam ada yang paling liehay, tetapi dia telah dipesan oleh gurunya untuk "tidak usilan"
ditengah perjalanan, supaya mereka bisa lekas sampai di Ang touw po untuk berkumpul. Mereka ini berjaian tanpa mengetahui, bahwa pihak musuh maui mereka. Mereka
tidak mau usilan tapi musuh justeru usilan terhadap
mereka. Musuh anggap mereka hendak mensatrukan pihak
Hong Bwee Pang. Dengan cerdik Hong Lun perintah orangnya sasarkan Su
touw Kiam bertiga kejalan cabang arah Han seng tin itu ada bagian belakang dari Liang Seng San yang sunyi, disitu ada sawah2 yang berdamping dengan rimba2, jalanan cuma ada jalanan kecil untuk petani.
Su touw Kiam sudah lantas lihat beberapa bayangan
berkelebat disebelah depan dan lenyap, ia jadi tidak senang, ia penasaran. Ia memang bernyali besar dan percaya benar bugeenya, ia tak sudi mundur. Ia tidak puas ketika Siu Seng bilang, biarkan saja musuh, yang harus diserahkan kepada guru mereka.
"Tapi mereka berada didepan mata, mustahil dia
dibiarkan saja" " kata muridnya Eng Jiauw Ong itu. "Siapa tahu, karena ini, kita akan dapat tahu dimana soa heng kita disembunyikannya. Ah percaya penjahat punya sarang di sini?"
Siu Seng tidak berani menentangi terus, sedang Coh
Heng siap sedia akan iringi suheng itu Begitulah, karena mereka mencoba mencari beberapa bayangan itu, dengan
sendirinya merekalah yang lantas kena dikurung musuh.
Orang2nya Hong Lun itu berjumlah tiga belas dan
semuanya punya kegesitan, merekapun pandang ringan
pada tiga musuh itu, setelah mengurung, mereka segera mulai dengan penyerangan mereka. Baharu satu gebrakan dua diantaranya segera menjadi korban pedangnya Su touw Kiam dan Siu Seng. Melihat demikian, Hong Lun jadi
gusar, maka ia hunus golok Kimpwee too dan terjang Su touw Kiam. Dengan goloknya itu, ia telah melatih diri untuk dua puluh tahun lebih, tetapi, berhadapan dengan Su touw Kiam, ia sukar berbuat apa apa, karena keduanya
berimbang. Coh Heng kena dikurung tujuh atau delapan musuh,
benar ia bertenaga besar tapi gerakan kaki tangannya
lambat, belum lama, goloknya kena disampok hingga
terlepas. Su touw Kiam berkelahi sambil saban2 perhatikan
kawan itu, maka itu, ia lantas dapat lihat golok orang kena dibikin terlepas, ia jadi kaget, dengan gertakan serangan terhadap Hong Lun, terus ia loncat mundur, akan
hampirkan kawannya, guna bantu kawan ini.
Coh Heng sendiri tidak gentar walaupun goloknya sudah kena dibikin terlepas dari cekalannya, sebaliknya musuh jadi pandang dia ter lebih2 tak mata. Begitulah satu musuh loncat membacok mengarah pundaknya. Ia tidak berkelit, ia malah maju akan mendahului, dengan tangan kiri ia tahan turunnya golok, dengan tangan kanan ia gempur tubuh
musuh, atas mana penyerang itu terdampar mundur empat lima tindak dan rubuh dengan pingsan. Apa lacur iapun kena injak tanah ceglok, tubuhnya sendiri turut ngusruk, terus jatuh.
Adalah disaat itu, Su touw Kiam loncat untuk bantu
kawannya. Ia sudah gertak Hong Lun, tetapi ia tidak tahu, jago Hong Bwee Pang itu liehay sekali, selagi ia balik tubuh dan loncat, orang telah berlompat akan susul ia, dengan satu dupakan, ia kena dibikin jatuh ngusruk, sebelum ia sempat berdaya, beberapa penjahat tubruk ia, hingga
sebentar saja ia kena ringkus.
Sekarang adalah Siu Seng, yang kena dikepung. Ia
berkepandaian tidak lemah, tapi ia dirangsak hebat, Hong Lun sendiri turut turun tangan, maka selang tidak lama, setelah tenaga nya berkurang, ia kena dirubuhkan, hingga iapun teringkus sebagai Su touw Kiam.
Disaat itu, Lie touwhu Liok Cit Nio, si Jagal Wanita, datang untuk berikan bantuannya, dia lantas minta dua orang tawanan itu diserahkan padanya, untuk diperiksa di Liok kee po, guna mengetahui rencana pertolongannya Eng Jiauw Ong, Hong Lun tanpa ayal lagi luluskan permintaan itu. Demikian, Su touw Kiam dan Siu Seng telah dibawa ke Liok kee po.
Cit Nio ada penggemar pelesiran, begitu melihat
kegantengannya Su touw Kiam, ia jadi ketarik, tidak
sia2kan tempo lagi ia mencoba curi hatinya si anak muda, dengan akal ia loloh pemuda itu dengan anggur yang di campuri obat untuk membangunkan napsu birahi. Dalam
sepak terjangnya ini, ia leluasa, karena semua sebawahannya tunduk padanya dan tak ada yang berani
membuka rahasia. Sebenarnya Hong Lun tahu siapa adanya Liok Cit Nio,
ia melainkan tidak menyangka, dalam tempo pendek nona itu bisa main gila. Ia sedang menghadapi Eng Jiauw Ong, ia jadi perlu pusatkan perhatian kepada musuhnya yang
tangguh itu. Coh Heng telah terlepas dari tangannya orang jahat.
Ketika ia rubuh, sehabisnya Su touw Kiam dan Siu Seng ditawan, ia pun dicari, tetapi ia tak dapat diketemukan. Ia telah terjatuh kedalam tempat yang berair, dan berlumpur, yang penuh dengan rumput tinggi, syukur lumpurnya tidak dalam, rupanya air ngembeng disitu bekas turun hujan.
Penjahat mundur sendirinya ketika mereka injak lumpur
dan dalam gelap gulita, tidak lihat musuh itu. Maka itu si sembrono ini jadi terluput dari bahaya.
Hong Lun masih mencari Eng Jiauw Ong dengan sia2,
maka ia terus menuju ke Liok kee po. Ia pisahkan diri belum ada satu jam, ia tidak sangka cape lelahnya telah disia2kan Cit Nio. Ketika ia sampai dirumahnya Cit Nio, ia tampak api sedang berkobar hebat, hingga ia jadi kaget. Ia tidak bisa berbuat suatu apa, karena ia tidak bisa serbu api.
Selagi ia mengawasi, antara cahaya api, ia lihat satu orang, yalah Louw Bouw Thian, sedang diajak bicara oleh musuh.
Ia menduga apa yang dibicarakan, tentulah orang itu
sedang dikompes, sebelum ia sempat pikir bagaimana ia mesti hadapi musuh, ia lihat Bouw Thian dimerdekakan, maka ia tetapkan dugaan nya. Segera ia menyusul, ia bisa lari pesat, cepat sekali ia sudah datang dekat.
"Hei, tahan! Apakah kau ialah saudara Louw" " ia tanya sambil diam2 ia siapkan sebatang piauw.
Bouw Thian dengar teguran dari pihaknya, ia merandek
dan menoleh. Inilah ada apa yang Hong Lun inginkan,
tangannya terayun, piauwnya melesat. Bouw Thian kaget, ia mencoba berkelit, tetapi piauw mengenai paha kirinya, sambil menjerit, tubuhnya sempoyongan, kemudian sambil menahan sakit ia cabut senjata rahasia itu, hingga darah nya muncrat keluar. Ia menyender dipohoh, ia tak dapat lari lagi. Ia jerih bukan main, karena ia kenali Hong Lun. Tapi ia menyangkal, untuk coba bebaskan diri, kemudian ia kata
"To cu, hak apa kau punya untuk binasakan aku" Biar kau ada hio cu dari pusat umum, tak dapat kau sembarang
bunuh kawan sendiri!"
Bouw Thian omong dari hal yang benar. Untuk
kesalahan yang ia perbuat, Hong Lun tak berhak untuk
lantas menghukumnya untuk itu to cu ini mesti adakan
himpunan dulu. Hukuman juga mesti dijalankan oleh to cu yang bersangkutan sendiri.
"Kau sudah berkhianat, Bouw Thian, kau masih banyak
omong" " kata ia sambil tertawa menyindir. "Kau telah jual Hong Bwee Pang, kau mesti dihukum picis, sekarang aku hendak bikin kau mati utuh, apakah itu bukan karena
kemurahan hatiku" Hayo, kau bunuh diri atau aku yang
turun tangan! Jangan mainkan tempo, atau aku terpaksa akan belek perut mu!"
Bouw Thian sengit, dari jerih ia jadi nekat.
"Aku telah terjatuh kedalam tanganmu, mana bisa aku
mengharapkan pula jiwaku!" kata ia. Ia kertek gigi. "Hong Lun, di neraka saja kita bertemu pula! Sebagai setan aku tak akan berikan ampun padamu!"
Demikian ada kata2 yang terakhir. Tapi ia belum
harusnya terbinasa, disaat genting itu, Eng Jiauw Ong datang. Ketua dari Hoay Yang Pay ini segera serukan
"Louw Bouw Thian, apabila kau benar hendak ubah diri, lekas pergi ke Lek Tiok Tong di Ceng hong po, Hoay
siang!" Bouw Thian cerdik, maka dengan menahan sakit ia
lantas kabur. Sebelum Hong Lun sempat berbuat apa2 karena ia
tercengang atas datangnya musuh, Eng Jiauw Ong telah
hadapi ia dan kata "Sayang dalam usiamu ini, kau tidak bisa menimbang, kau tak dapat bedakan antara kejahatan dan kebaikan! Mana kau berhak menjadi enghiong dalam
kalangan kang ouw" . Lekas kau serahkan perempuan cabul itu padaku! Aku adalah Ong Too Liong, aku sungkan
tanam bibit permusuhan, tetapi jikalau kau tidak dengar nasihat, kematian sudah ada dihadapanmu sekarang!"
"Eng Jiauw Ong, tua bangka!" Hong Lun balas
membentak sambil menuding. "Kau terlalu andalkan
bugeemu, kau terlalu jumawa, hingga kau tak lihat mata lagi pada dunya! Justeru saat kematianmulah yang telah berada didepan mata! Aku, Twie hun souw Hong Lun,


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah lama nantikan kau! Hayolah kau terima kebinasaanmu!" "Sahabat, jangan kau adu lidah!" kata Eng Jiauw Ong
sambil bersenyum ewah. "Mari, dibawah tangan kita, kita memberikan keputusan!"
Setelah mengucap, Ong Too Liong maju mendekati.
Jikalau Hong Lun hormati aturan kaum kang ouw, dia
mesti segera letaki goloknya, atau sedikitnya dia mesti tanya, apa pihak lawan bersedia tangan kosong lawan
senjata tajam, dengan majukan pertanyaan, dia tak akan hilang muka dan dapat keuntungan menang diatas angin.
Tapi ia kandung maksud jelek, keras keinginannya akan rubuhkan musuh ini, guna angkat namanya sendiri, dari itu, tanpa kata apa2 ia pun maju, dengan goloknya ia
membacok dada! Eng Jiauw Ong nyamping ke kiri, dengan lantas ia totok jalan darah "kiok tie hiat" dari tangan kanannya lawan.
Bacokannya Hong Lun ada bacokan gertakan tapi bisa
diteruskan apabila musuh kena digertak, ia memang licin sekali, sekarang dia lihat dia diserang, segera ia menyabet balik dengan babatan "Chong liong kwie hay" atau "Naga pulang kelaut." Karena ia menyamber sambil mendek, ia mengarah kedua kaki musuh.
Dengan loncatan enjotan "Cin pou lian hoan" atau
"Maju beruntun2," Eng Jiauw Ong mencelat tinggi dan
jauh kebelakang penyerangnya itu, disini ia putar tubuh seraya sebelah tangannya menyamber bahu kanan musuh.
Hong Lun insaf ancaman bahaya begitu lekas ia
membabat tempat kosong, segera ia terus mendekam lebih rendah seraya putar tubuhnya, kaki kirinya di majukan, lalu sambil memutar, ujung goloknya ditikamkan ke perut
lawan, serangan siapa pun tak mengenai sasarannya.
Eng Jiauw Ong elakkan diri sambil berlompat kekiri
dalam gerakan ular naga jumpalitan Koay bong hoan sin, dengan begitu, ia pernahkan diri dibelakang disebelah kanan lawan, hingga leluasa ia untuk hajar bebokong
bagian kanan musuhnya itu.
"Tua Bangka, pergilah!" ia berseru selagi lima jarinya mengenai sasarannya.
Hong Lun pandai ilmu "lemas" dan "keras," meskipun
ia tidak melatih ilmu weduk "Tiat pou san"-Baju cita besi tidak sembarang tenaga kepalan mampu lukai padanya,
akan tetapi sekali ini ia menghadapi ketua dari Hoay Yang Pay, ia mendapat lawan yang tangguh. Pun, orang punya kegesitan ia tak dapat lawan, jikalau tidak, pasti ia keburu berkelit atau menangkis. Begitulah, menyusul sampainya tangan musuh, ia keluarkan jeritan tertahan, tubuhnya sempoyongan, hampir saja ia jatuh ngusruk. Ia pun rasai kepala dan hatinya berhawa panas.
"Hm tua bangka!" Eng Jiauw Ong kata sambil tertawa.
"Dengan kepandaian macam ini kau berani malang
melintang didunya kang ouw, memandang enteng kepada
siapa juga" Pergilah, aku ampunkan jiwamu!"
Keringat dijidatnya Hong Lun menetes turun, ia
mendongkol bukan kepalang.
"Presenanmu ini, sampai mati pun aku tak akan
lupakan!" kata dia sambil menyengir. "Dibelakang hari kita nanti bertemu pula!..."
Tanpa tunggu jawaban lagi pemimpin Hong Bwee Pang
itu putar tubuhnya, untuk berlalu dengan cepat diantara tanah ladang.
Eng Jiauw Ong antap orang pergi, ia lebih pikirkan
muridnya, maka segera ia kembali ke Liok kee po akan
tengok Liu Tong dan Cu In Am cu.
Ia lihat bagaimana api masih berkobar2, ia tidak
dapatkan kawan nya, maka, percaya kawan nya itu sudah pergi ke Sin Lie Hong, ia lantas menyusul. Ia berlari dengan cepat dengan gunai ilmu lari keras Keng kang Tee ciong sut, tapi sambil lari ia berbareng memasang mata dan telinga. Ia perhatikan tanda rahasia jalanan, dari itu, ia tidak tersesat jalan. Dalam tempo yang cepat ia sampai dipuncak Sin Lie Hong, puncak Malaikat Perempuan. Ia dapatkan banyak
pohon kayu besar, yang daun dan cabang nya menerbitkan suara berisik karena tiupannya sang angin.
Dari tempat dimana ia berhenti, Eng Jiauw Oiig lihat
jauh sepanahan didepannya ada puncak belasan tumbak
lebih tinggi, kebetulan disana ada tertampak beberapa bayangan, ia segera menghampirkan. Ia belum tahu
bayangan itu ada pihaknya atau bukan, ia berlaku hati2.
Disaat ia hendak perhatikan orang punya wajah muka,
tiba2 datang pertanyaan dari pinggiran "Ong Supe disitu" "
"Siapa" " Eng Jiauw Ong balik menegur sambil
menoleh. Pertanyaan itu datang dari pepohonan lebat
"Supe, aku Siu Sian datang memapak," sahut suara yang di tegor, yang sudah lantas muncul, yalah muridnya Cu In Am cu.
"Bagaimana, apa belum dapat ketemui kuil itu" " tanya Eng Jiauw Ong.
"Sudah, supe, itulah disana, diseberang," sahut Siu Sian.
"Supe lihat itu solokan yang lebar, guruku dan Ban Loosu
bisa lewat disitu dengan leluasa, aku tidak. Untuk seberangi itu, disini ada jembatannya tetapi tadi, waktu Liok Cit Nio sampai disini, dia telah angkat keseberang, maka Ban
Loosu mesti pasang dahulu, untuk aku lewat. Tadi Ban
Loosu lihat samar2 pada supe, untuk menegasi dan
memapakinya dia perintah aku. Rupanya supe berhasil
singkirkan penjahat tua tadi" "
"Aku telah lukai dan antap dia kabur," jawab Eng Jiauw Ong. "Dia adalah Twie hun souw Hong Lun."
Setelah kata begitu, Eng Jiauw Ong ajak murid pendeta itu pergi nyeberang. Jembatan, yang dipanggil "jembatan terbang" terbuat dari potongan2 papan, yang disambung dan dipasang kepada dua helai rantai besi. Diseberang, mereka lantas disambut Cu In dan Liu Tong.
"Apa suheng sudah singkirkan kepala penjahat itu" " Cu In Am cu tanya.
"Dia telah dilukai dan dilepas pergi," sahut Eng Jiauw Ong seraya ia berikan keterangannya perihal Hong Lun.
"Lihat licinnya Lie touw hu Liok Cit Nio, suheng," kata Cu In kemudian. "Melihat pengaturannya disini terang dia telah melakukan kebusukan bukan baru saja. Coba tidak ada itu penjahat she Louw, tidak dapat kita cari sarangnya perempuan cabul ini."
Eng Jiauw Ong manggut untuk membenarkan niekouw
itu. "Sekarang mari kita pergi ke kuilnya perempuan busuk
itu," Liu Tong mengajak "Tempat ini ini ada asing bagi kita, kita menanti jaga supaya dia tak terlolos lagi."
Cu In manggut. "Marilah!" ia menjawab.
Berlima mereka maju. Kepentingan membikin mereka
tak perhatikan pula empat murid mereka, yang ketinggalan dibelakang. Mereka bertindak dengan cepat. Cepat mereka mendekati sebuah tembok pekarangan merah yang
dikurung pepohonan yangliu. Luas pekarangan ada kira2
satu bauw. "Baik kita masuk dengan berpencar," Liu Tong usulkan
kepada suhengnya. "Baik kita pecah tiga saja," Cu In nyatakan. "Biar Siu Seng dan Siu Sian ber jaga2 diluar. Kita sendiri akan berkumpul di ruangan siantong."
Eng Jiauw Ong mupakat, maka mereka lantas
berpisahan Cu In ke belakang, Too Liong ke Timur, dan Liu Tong ke Barat. Dengan pedang ditangan masing2 Siu Seng dan Siu Sian memasang mata diluar bio.
Dengan pedang ditangannya Cu In Am cu loncat naik ke
tembok. Dari sini ia memandang kedalam Kuil itu punya taman bunga. Pekarangan dalam sangat sunyi. Dengan
potongan puing ia menimpuk ke tanah. baharulah ia loncat turun. Ia jalan di antara pohon2 bunga, sampai di ujung taman dimana ada sebuah pintu berdaun dua. Disini pun keadaan sunyi sekali. Dengan pelahan daun pintu ditolak terbuka, memperlihatkan sebuah kuil yang terdiri dari beberapa kamar atau ruangan kecil.
Pertama ia hadapi sebuah kamar seperti dapur. Di ujung kamar ini, dari sebuah kamar kecil, menyorot sinar terang , kamar lainnya gelap petang.
Dengan mengentengi tindakannya, Cu In hampirkan
kamar im, untuk pasang kuping. Ia dengar suara yang
pelahan sekali. Segera ia mengintai di jendela. Kamar itu
diperlengkapi satu pembaringan kayu, sebuah kursi, sebuah meja atas mana ada satu pelita. Pembaringan dan kursi sudah bobrok. Diatas pembaringan duduk numprah seorang perempuan tua yang berumur kira2 tujuh puluh tahun,
rambutnya sudah putih semua, kulitnya keriputan. Ia pakai pakaian biru. Ia duduk sambil tunduk tapi mulutnya kemak kemik, karena tangannya buat main rantai biji tasbe, terang ia sedang liamkeng.
Ketua dari See Gak Pay terhibur melihat orang sujut
kepada agama, terutama orang berada ditempat buruk itu.
Ia merasa beruntung tidak sembrono turun tangan. Ia
percaya, dia itu adalah bujang tuanya Liok Cit Nio yang matanya picak sebelah.
Selagi Cu In hendak putar tubuhnya untuk lihat lain
kamar, ia dengar tindakan kaki diujung pintu pojok. Segera ia loncat naik keatas rumah. Lantas ia lihat satu anak perempuan umur empat atau Iima belas tahun, yang
rambutnya terkepang dua, memakai celana dan baju pendek yang sepan, tangannya menadah nenampan.
Baharu sampai dimuka jendela nona itu sudah
perdengarkan suaranya "Eh, picak, kenapa kau padamkan api didapur" Apakah kau hendak cari mampus lagi" "
Si nyonya tua, dari dalam kamar, sudah lantas
menyahuti "Apa"
Api padam" Aku tidak tiup itu! Barangkali minyaknya kering". Nona Eng, jangan berisik, berbuatlah baik pada si picak
". Nanti aku nyalakan
pula api itu." "Jangan kau ngaco!" menegur si nona, yang agaknya
mendongkol. "Memangnya siapa yang kurang berbuat baik terhadapmu" Jika tidak saban2 aku yang lindungi dirimu, tentu Cit Nio sudah peliahrakan kau kepada anjing! Jangan kau berpura alim dan sujut, setiap hari liamkeng saja, entah
siapa yang kau sebenarnya caci maki! Kau bersujut, sebelah matamu picak, nanti dua2 matamu lenyap penerangannya!"
Ketungkulan ngoce, nona itu meleng, hampir saja
nenampan nya terbalik, lekas2 ia jalan terus.
Si nyonya tua sudah lantas muncul dengan pelita di
tangannya, ia jalan dengan pelahan, mulutnya terus
memain "Ohmie too hud! Entah dulunya aku berbuat jahat apa, di ini penjelmaan aku bersengsara begini macam" Eh, Nona Eng, tunggu, aku toh hendak ambilkan api untuk
kau" Disana tidak ada bahan api, sia2 kau mencari dengan rapa repe"."
Justeru itu, si nona keluar pula dari dapur kemana tadi ia sudah lantas masuk.
"Tua bangka harus mampus?" ia mendumel. "Nyata,
hatimu pun picak! Bahan api tidak ada tapi di perapian, baranya masih ada?"
Dia keluar dengan sebuah teh koan kecil yang terisi air mendidih, dia dekati si nene. Dia ternyata berhati kejam, tahu2 ia kucurkan air panas di tangannya nene itu.
"Aduh!" si nene menjerit, kaget dan sakitnya bukan
main, hingga pelitanya lantas terlepas dan jatuh. "Oh, nona Eng, kau keterlaluan?" kata ia kemudian, seraya usut2
tangannya. "Kau tahu, Sang Buddha ada maha suci, kau
nanti dapat kutukannya?" Suaranya ada lemah sekali,
tandanya ia sangat bersedih.
Tapi si nona bersenyum dingin.
"Apa, kutukan" Aku tak percaya!" kata ia. "Sang
Buddha tak punya kesempatan untuk dengarkan oceanmu,
akan perhatikan urusan tak keruan?"
Dan ia ngeloyor pergi sambil tertawa puas.
Cu In memuji. "Kau terlalu, nona kecil," kata ia dalam hatinya. "Kau sangat menghina pada orang2 yang beragama?"
Lantas ia loncat turun pula.
Nene itu, sambil menangis pelahan, bertindak dengan
sukar, karena pelitanya padam.
"Orang bersengsara, tahan," kata Cu In, yang muncul
dengan tiba2 didepan orang.
Nene itu kaget, hingga ia keluarkan seruan tertahan. Ia ada sangat bersusah hati, hingga timbul pikiran pendeknya untuk bunuh diri saja. Ia mundur tapi kakinya lemas, ia lantas rubuh, syukur si niekouw tua itu buru pegang
tubuhnya. "Kau jangan takut," Cu In menghibur. "Aku berkasihan
terhadapmu yang tersiksa, aku akan wakilkan Thian
menjalankan hukuman bagi yang berdosa. Lie touwhu ada sangat jahat, dia bakal segera terima pembalasannya. Disini dua butir obat, yang satu kau minum, yang satu pula untuk kau pakai mengobati lukamu bekas kebakar, kau akan lekas sembuh."
Niekouw ini merogo sakunya, benar2 ia membagi dua
butir pil. "Entah kau dewi apa sudah mengasihani aku?" kata
nyonya tua itu dengan sangat bersyukur.
"Sudah, jangan omong saja, pergi kau obati lukamu,"
kata Cu In, yang terus berlalu dari situ. Ia naik keatas genteng, ia pergi ketengah, baharu ia sampai, dari arah Timur loncat naik satu orang, yang ia kenali adalah Ban Liu Tong.
"Kenapa am cu baharu sampai" Kenapa kau terlambat"
" Siok beng Sin Ie dului menanya, dengan suara pelahan.
"Aku terhalang oleh si nene picak," sahut Cu In, yang ceritakan pengalamannya dikamar dapur.
"Aku telah masuk bersama Ong Suheng," kata Liu Tong.
"Syukur kita tidak percaya sepenuhnya pada penjahat she Louw itu. Lie touwhu lari kemari tak bersendirian, ia bawa empat konco nya. Hal ini diketahui oleh Ong Suheng,
semua mereka itu telah dibereskan. Boca itu kejam sekali, dia harus diajar adat. Suheng titahkan aku pasang mata disini, aku mesti dengar pertandaan dari suheng."
"Jadinya Su touw hiantit tidak dalam bahaya" " Cu In
tanya. Liu Tong manggut. "Kalau begitu, silahkan loosu tetap menjaga disini," kata pula Cu In, yang terus maju ke depan, hingga ia melihat tiga kamar disebelah Utara, ada jalanan di Timur dan Barat.
Disamping tembok pekarangan ada satu kamar kecil.
Cahaya api terlihat terang dikamar Utara itu. Ia pergi kearah utara itu, hingga ia tampak Eng Jiauw Ong sedang mengintai dijendela. Ia loncat menghampiri.
Eng Jiauw Ong dengar suara, biar bagaimana pelahan
sekalipun. Ia menoleh. Melihat niekouw itu, ia menggape.
Ketika Cu In sudah datang dekat, ia menunjuk kejendela.
Cu In hampirkan jendela, ia membuat satu lobang, lalu ia mengintai kedalam. Bukan mayn gusarnya, apabila ia lihat pemandangan didalam kamar itu.
Itulah kamarnya Liok Cit Nio. Namanya saja tempat itu kuil, tapi kuil melainkan apa yang kelihatan dari luar, untuk pelabi saja. Didalam, kamar ini ada indah luar biasa,
begitupun pembaringannya kelambunya, sprei dan bantalnya. Diatas pembaringan yang indah itu, Su touw Kiam rebah dengan hanya pakaian dalam. Dua budak pegangi padanya, dia seperti kehabisan tenaga melawannya. Si nona, yang si nene panggil nona Eng sebenarnya bernama Hong Eng
sedang siapkan dua bantal kepala sulam, Liok Cit Nio
sendiri sedang bersolek dimuka kaca dimeja rias. Cahaya api datangnya dari lilin merah.
Selagi Cit Nio tidak melihat, Hong Eng main mata
kepada satu pelayan lain, ia tunjuk Cit Nio, ia tunjuk Su touw Kiam, kemudian ia tunjuk jidatnya sendiri,
tingkahnya sangat centil. Kawannya itu layani ia beraksi.
Tiba2 Cit Nio menoleh, sepasang alisnya berdiri dengan segera. Ia pun jemput sebilah pisau belati dari dalam laci meja.
"Budak mau mampus, kau berani main gila" " ia
membentak. "Apakah kau juga ingin rasai daging gangsa kayangan" Baik, baik, besok aku nanti presen kau masing2
dua bacokan, berikut si tua picak, aku nanti lemparkan kesolokan gunung!"
Kedua budak itu kaget, kedua nya lantas banting diri, untuk tekuk lutut.
"Tidak, kami tidak berani main gila kata mereka, yang ketakutan bukan kepalang. "Hari ini ada Nio punya hari kegirangan, mustahil kami berani kurang ajar" Harap Nio ampuni kami." Jikalau kami dibunuh, siapa nanti rawati Nio" Hari ini ada hari baik, tak berani kami menangis.
Ampunilah, Nio. Sekarang sudah hampir jam lima,
silahkan Nio beristirahat. Harap Nio tidak marahi kami lebih jauh"."
"Baik, sekali ini aku kasi ampun pada kau sekalian," kata ia. "Jikalau kau berani kurang ajar lagi, paling dulu aku nanti korek kedua biji matamu berdua supaya kau jadi
seperti si picak!" Ia menguap, ia lempangkan pinggangnya.
"He, apalagi kau hendak tunggu" Lekas pergi."
"Terima kasih, Nio," kata kedua budak itu, yang berlalu dengan cepat sesudah mereka memberi hormat.
Cit Nio bertindak kepembaringan, akan awasi Su touw
Kiam, muka siapa tidak kelihatan tedas, karena sinar api kealingan kelambu, dari itu, dia singkap kelambu itu.
Sesudah ini, ia awasi orang punya muka, lalu ia
membungkuk, kepalanya dikasi turun. Terang ia sangat
tergiur dan ingin mencium pipi orang
Eng Jiauw Ong telah menyaksikan sekian lama, ia kaget menampak sikapnya Cit Nio. Sejak tadi memang hatinya
sudah panas. Ia tahu, Su touw Kiam berada dibawah
pengaruh semacam obat pules, tidak heran muridnya itu jadi tidak berdaya. Ia mengerti, nama Hoay Yang Pay akan ternoda jikalau perempuan cabul ini berhasil mengganggu muridnya itu. Cu In sendiri sudah hunus pedangnya bahna jemu dan mendongkolnya. Maka itu, ia lantas membentak
"Perempuan busuk, keluar kau untuk terima binasa!"
Bentakan itu disusul oleh gerakan tangan yang kuat pada daun jendela, hingga diantara suara nyaring, daun jendela itu rusak dan terbuka.
Puas rupanya nona itu mendengar orang punya ratapan,
ia lemparkan pisaunya keatas meja, dari hidungnya keluar suara menghina.
"Perempuan celaka, kau tak akan lolos pula!" Cu In pun membentak.
XXII Kagetnya Liok Cit Nio bukan alang kepalang karena
tegoran yang hebat itu. Ia telah mengharap sangat akan memiliki Su touw Kiam yang cakap dan gagah. Di Liok kee po ia sudah gagal, ia rela meninggalkan rumahnya hangus terbakar. Ia merasa pasti dibelakang hari ia akan sanggup berdirikan pula gedungnya itu, karena ia punya simpanan uang dan barang permata, yang ia sembunyikan ditempat yang selamat. Ia kabur dengan gendol Su touw Kiam,
bersama ia ada turut empat konconya. Ia menyingkir ke Sin Lie Hong, puncak dimana ia ada punya gedung yang
terahasia. Ia tidak nyana bahwa musuh, ketahui sarangnya ini. Ia kaget tetapi ia tidak jerih, ia malah sangat gusar karena gangguan itu, sambil kertak gigi ia meloncat kemeja akan menyamber pisaunya tadi, dengan itu ia kembali
kepembaringan. Ia jadi nekat, hingga ia berniat membinasakan saja Su touw Kiam supaya kalau ia toh tak bisa lolos, ia nanti binasa bersama si kekasih itu?"
Disaat Cit Nio ayun pisaunya, tiba2 dikolong
pembaringan terdengar suara gedebukan, dari pembaringan yang terbentur keras, lalu dari ujung situ muncul seorang serba hitam, yang pakaiannya penuh lumpur, hingga dia mirip dengan satu hantu. Dia ini pun segera membentak
"Perempuan celaka!"
Cit Nio kaget dan tercengang. Ini adalah hal yang ia
tidak sangka sangka. Orang tak dikenal itu menyamber tehkoan teh diatas
meja, dengan mana ia menyambit si perempuan cabul.
Dalam kagetnya, Cit Nio masih bisa menggunai
pisaunya untuk menangkis, hingga tehkoan pecah dan
airnya berhamburan, mengenai ia sendiri, juga mengenai mukanya Su touw Kiam. Tapi ia mengerti bahaya, ia tak tahu dalam kamar itu ada berapa musuh, maka tidak
bersangsi lagi, ia loncat kepintu. Karena kesusu, ia sampai tak sempat memadamkan api.
Eng Jiauw Ong dan Cu In Am cu sudah lantas kenali
orang yang muncul dari kolong pembaringan, ialah Coh
Heng si sembrono, siapa itu waktu sudah lantas hampirkan Su touw Kiam, untuk diangkat tubuhnya dan di gendong, untuk ia bawa lari.
Eng Jiauw Ong melihat orang itu tak bersenjata,
sedangkan tangannya memegangi Su touw Kiam Apabila
kesomplok dengan Cit Nio, si sembrono ini bisa celaka, dari itu, sambil mendobrak jendela ia berseru "Coh Heng, mari sini!"
Coh Heng mendengar panggilan itu, ia putar tubuhnya
akan lari kejendela, kemana ia meloncat untuk mabur
keluar, tetapi ia sudah tidak ingat jendela rendah, ia menjerit "Aduh!" ketika kepalanya membentur balok
jendela sebelah atas, hingga ia mundur pula dengan
kesakitan. "Tunduk!" berseru Eng Jiauw Ong, yang lihat sepak
terjangnya si sembrono itu, sesudah mana, ia ulur
tangannya akan cekal lengan kanan orang, untuk ditarik keluar.
Sesampainya diluar, Coh Heng letaki tubuh suhengnya
itu, kemudian ia meng usut2 kepalanya.
"Hampir aku mampus?" kata ia.
Waktu itu, sambil berseru "Kemana kau hendak lari" "
Cu In Am cu telah kejar Liok Cit Nio.
Tidak ada niatan bagi si Jagal Wanita untuk melayani
bertempur, tetapi orang punya lompatan ada gesit luar biasa, ia sudah lantas kecandak, maka, mau atau tidak, ia
putar tubuh nya, terus ia serang niekouw tua itu secara sengit sekali.


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cu In menangkis sambil teruskan menikam dada musuh
begitu lekas ia dapat elakkan tikaman lawan, pedangnya berkelebat berkeredepan bagaikan halilintar.
Dalam ibuknya Liok Cit Nio menangkis, lalu dengan
nekat, ia bikin perlawanan. Tapi ia seperti kena "dilibat"
pendeta perempuan itu, yang gunai ilmu pedang Sha cap lak ciu Thian kong kiam, yang terdiri dari tiga puluh enam jurus.
Ketika itu, Ban Liu Tong diatas genteng dan Eng Jiauw Ong dibawah, sama bersiap. Siok beng Sin Ie tahu pasti, suhengnya tak akan sudi layani bertempur dengan seorang perempuan, ia pun percaya perempuan cabul itu tak akan dapat meloloskan dirinya. Ia sendiripun sama sungkannya untuk melayaninya.
Pada jurus ke tujuh, Liok Cit Nio serang Cu In Am cu
dengan tipu pukulan "Ciauw hu bun louw" atau "Tukang
kayu menanyakan jalan," atas mana, niekouw tua itu tarik pedangnya kebawah, untuk diputar keluar, untuk segera dipakai membabat lengan lawan itu.
Gerakan ini ada cepat luar biasa, sampai sia2 saja Liok Cit Nio segera tarik pulang senjatanya, tidak urung
pisaunya itu kena tersampok keras hingga terlepas dari cekalan dan jatuh ketanah sambil menerbitkan suara berisik.
Berbareng dengan terlepasnya pisaunya itu, Cit Nio lompat jauhnya satu tumbak lebih, akan jauhkan diri dari musuh yang liehay itu.
Dengan lompatan jumpalitan "Auw cu hoan sin" atau
"burung elang membalik badan," Cit Nio ayun tangannya, atas mana, jarum rahasia Cit seng Touw kut ciam jarum
tujuh bintang yang menembuskan tulang sudah lantas
menyamber kearah musuhnya.
Walaupun Cu In Am cu sedang mengejar, ia masih bisa
lihat bergeraknya pundak musuh, menyangka pada senjata rahasia, ia mendahului doyongkan tubuh kesamping untuk berkelit.
Senjata rahasia dari si Jagal Wanita merupakan
bumbung yang muat tujuh batang jarum, yang ada pesawat rahasianya, apabila ditarik, jarum itu bisa melesat keluar menyamber, saling susul menurut kehendak hati. Karena halusnya jarum, suara menyambernyapun tidak ada.
Demikianlah serangan itu, karena Cu In mendahului
berkelit, jarum yang ke satu telah dapat dikasi lewat dengan begitu saja, dan yang ke dua, yang diarahkan kedada,
dipukul jatuh dengan sampokan pedang.
Tatkala Cit Nio hendak gunai jarum yang ke tiga, hal itu telah membuat Ban Liu Tong jadi gusar sekali, hingga ia sudah lantas menyerang dengan peluru nya, Kauw kang
Liong gan cu, sambil ia berseru "Orang cabul, awas!"
Jarang sekali Siok beng Sin Ie gunai senjata rahasianya ini. Ia baharu gunai apabila keadaan sangat mendesak atau berbahaya. Pun kali ini ia bukan serang langsung si
perempuan centil, hanya ia hajar bumbung jarumnya
perempuan itu. Liok Cit Nio hampir menjerit karena peluru itu, yang
mengenai jitu, telah mengenai juga ujung jarinya, hingga ia merasakan sangat sakit. Ia mengerti bahaya, ia hendak lantas melarikan diri. Sementara itu Cu In, yang telah dapat ketika, sudah mencelat kesamping musuh.
"Binatang, kau masih berniat lari" " menegor pendeta ini dengan bentakannya.
Lie touw hu Liok Cit Nio insaf, tak dapat lagi ia
menyingkirkan diri, maka segera ia buang kebelakang
kedua tangannya, seraya hadapi lawannya ia kata
"Niekouw tua, lekaslah kau habiskan jiwanya nyonya mu!"
Cu In Am cu mengharapkan keterangan, tak ingin dia
segera habiskan jiwa orang. Tapi untuk bikin orang tidak berdaya, sebaliknya daripada membabat atau menikam, ia menendang dengan tiba2.
Cit Nio rubuh bergulingan, setelah mana, ia ditubruk, terus di belenggu dengan angkinnya sendiri yang niekouw tua itu loloskan dari pinggangnya. Ia diam saja, ia manda.
Ban Liu Tong loncat turun dari genteng, bersama Eng
Jiauw Ong ia hampirkan ketua dari See Gak Pay itu.
"Didalam masih ada dua budak buruk," berkata Cu In.
"Mari kita masuk untuk sekalian dengar keterangan
mereka." Ban Liu Tong sudah lantas masuk kedalam kamar, yang
sekarang telah jadi gelap, karena tak tahu kapan padamnya api. Karena itu, Eng Jiauw Ong ambil ciaktay yang ada lilinnya, buat disulut dan dibawa masuk kedalam.
Cu In Amcu bertindak kedalam seraya menenteng
tubuhnya Cit Nio. Coh Heng, dengan Su touw Kiam dipundaknya, ikuti
gurunya. Ia tidak mau lantas turunkan suhengnya, yang ia kuatir nanti di bokong orang jahat. Su touw Kiam telah sedar karena tersiram air teh, cuma kepalanya masih
dirasakan berat, matanya pun seperti lamur. Adalah setelah ia diturunkan ke kursi, baharu ia dapat beristirahat.
"Dua budak itu lenyap, tentu mereka kabur," kata Cu In pada Eng Jiauw Ong.
"Mereka ada bangsa budak, biar mereka kabur," jawab
Ong Too Liong. "Tapi Hong Eng kelewat kejam, aku niat hajar adat pada nya," bilang si niekouw tua.
Eng Jiauw Ong tidak bilang apa , ia hanya pergi uruti Su touw Kiam dengan ilmu mengurut jalan darah "Twie hiat Kwee kiong hoat," guna perbaiki jalannya darah diseluruh tubuh.
"Perempuan busuk," Ban Liu Tong tegur Cit Nio,
"kenapa musnah perasaan perikemanusianmu, hingga lupa kau pada malu" Kau telah tertawan sekarang, apabila kau masih memikir hidup, lekas kau beritahukan dimana
sembunyinya kedua murid kami yang konco2mu telah
culik. Asal kau omong terus terang, kami nanti merdekakan kau, tetapi jikalau kau berlaku licik, kau tak akan dapat ampun lagi. Silahkan kau pilih, hidup atau mati!"
Cit Nio berniat menjawab, akan tetapi sebelum ia buka mulutnya, terdengarlah jeritan "Tolong!" dari arah
belakang kuil itu, atas mana Eng Jiauw Ong sudah lantas mencelat keluar rumah, untuk melihat kesekitar nya, hingga ia tampak cahaya api yang ber kobar2.
"Am cu!" kata ia seraya melongok kedalam, "disini
masih ada sisa penjahat, mereka telah lepas api dibelakang.
Nanti aku lihat!" "Suheng, lihat juga si nyonya tua yang picak," Cu In
pesan. "Jagalah supaya dia tak jadi korban api!"
Eng Jiauw Ong menyahuti, sesudah mana, ia loncat naik keatas genteng.
"Ban Loosu," kata Cu In kemudian pada Ban Liu Tiong,
"aku ingat pada empat penjahat yang tertawan Ong
Suheng, jangan2 mereka bisa kabur"."
"Benar, Am cu, nanti aku lihat!" sahut Siok beng Sin Ie, yang pun segera berlalu dari kamar itu, untuk pergi
kedepan. Ketika itu Su touw Kiam, yang sudah mulai terang
ingatannya, merasa malu akan dirinya sendiri. Didekatnya, ia lihat suteenya, Coh Heng, yang macamnya tidak karuan, karena saudara ini masih berlepotan lumpur.
"Sutee," kata ia, "leherku kering sekali, tolong kau cari air dibelakang, sekalian kau bersihkan mukamu?"
Coh Heng menoleh kemuka kaca, ia lantas tertawa
sendirinya. Maka lekas ia lari keluar akan cari sebuah tehkoan teh, sehabis kasi Su touw Kiam minum, iapun terus cuci mukanya.
Hampir berbareng dengan itu, Cu In dengar tindakan
kaki yang berat diatas genteng. Ia, percaya itu bukannya tindakan dari Ong Too Liong atau Ban Liu Tong, maka
dengan diam2 ia geser tubuh kesamping pintu, sambil
bergerak, dengan ujung pedang ia padamkan lilin. Ia pasang mata.
Dari dua penjuru genteng, Timur dan Barat, muncul
masing2 seorang dengan pakaian malam hitam, mereka
loncat turun ketanah, selagi menghampirkan kamar, satu diantaranya segera berseru "He, Cu In, kepala gundul, lekas keluar untuk terima binasa!"
"Kawanan kurcaci!" berseru ketua See Gak Pay sambil
ia loncat keluar. Dua penjahat itu, yang bersenjatakan golok, sudah lantas maju, menyerang dengan berbareng, akan tetapi, setelah si pendeta bikin perlawanan, mereka berlaku licik, mereka tidak mau berhadapan akan bentur senjata dengan senjata, terang sudah bahwa mereka hendak mengganggu saja.
Cu In Am cu telah pikir untuk tidak ingin menaruh belas kasihan lagi, akan tetapi kapan ia telah saksikan caranya orang berkelahi, ia segera insaf bahwa musuh sedang
pancing dirinya, dalam mendongkolnya, ia teriaki Coh
Heng "Coh Heng, jagalah itu penjahat perempuan!"
Teriakan ini disusul dengan munculnya satu orang dari tembok Barat, cepat sekali ia ini lari kejendela, begitu ia sampai, tangannya diayun kearah kamar, menembusi
jendela, menyusul mana, terdengarlah seruannya Coh Heng si sembrono "Kurang ajar!"
Satu suara nyaring adalah susulannya tangan diayun itu, dengan menerbitkan suara berisik, tehkoan dan cawan
diatas meja pecah berhamburan.
Menyusul lebih jauh, sebuah bangku melesat keluar
jendela. Orang diluar itu, satu penjahat, egos tubuhnya, hingga bangku jatuh ketanah dan ambruk.
Pada itu waktu, Cu In Am cu sudah berhasil melukai
lengan kiri dari salah satu lawan nya.
Dari luar tembok Timur, dengan tiba tiba terdengar dua kali suara suitan, pelahan tetapi nyata, atas mana,
penyerangnya, Coh Heng melesat ketembok Barat, untuk
angkat kaki. Si penjahat yuga satunya, lawannya Cu In, yang
tubuhnya jangkung, juga loncat naik kegenteng Timur
sambil ia berseru sendiri nya "Nirwana ikat tangan, para pundak rata tuntun hidup!"
Itulah kata2 rahasia yang berarti si niekouw liehay, baik mereka kabur.
Cu In mendongkol bukan main, segera ia geser
pedangnya ketangan kiri dan tangan kanannya merogo
kantong rahasia nya, akan keluarkan tiga butir peluru Su bun Cit poo cu, sambil menyerang ia berseru "Kawanan
kurcaci, jagalah!" Orang2 jahat itu tahu mereka hendak dibokong dengan
senjata rahasia, dari itu, lekas2 mereka siap akan tolong diri dengan tangkisan, tapi pelurunya si niekouw sudah samber musuhnya, peluru pertama lewat diselang kangan kanan, tapi yang kedua dan ketiga, masing2 mengenai iga kanan dan pundak, maka sambil menjerit, musuh itu rubuh,
goloknya terlepas, ia jatuh terbanting terus pingsan.
Berbareng dengan itu, didalam kamar, Coh Heng
berteriak "Celaka! Si bangsat perempuan kabur! Dia lari dari jendela."
Cu In dengar itu, kemurkaannya jadi bertambah2, selagi ia hendak bertindak, Eng Jiauw Ong datang padanya seraya terus
berkata "Benar2 penjahat sudah membakar dibelakang, aku terlambat karena hendak tolongi si
perempuan tua dan picak, tetapi rumah disini terdiri dari tembok semua, api tak akan merembet luas. Bagaimana
disini" " "Kawanan kurcaci berlaku sangat licik, si penjahat
perempuan pun lolos," Cu In kasi tahu. "Mereka tentu
belum kabur jauh, mari kita cari mereka!" Ia lalu teruskan pada Coh Heng "Coh Heng, jaga baik suhengmu! Kalau
sebentar gurumu kembali, minta dia jangan berlalu dari sini, kami akan segera kembali! Suheng, mari!" akhirnya ia ajak kawannya.
Tanpa bersangsi, Eng Jiauw Ong loncat akan ikuti
pendeta itu, yang sudah lantas loncat naik ketembok Timur.
Dengan cepat mereka sudah sampai diluar kuil dimana
mereka lantas memandang kesekitarnya. Di saat mereka
hendak maju lebih jauh, tiba dari sebelah kiri muncul satu orang. Tapi mereka tidak terkejut, karena segera mereka kenali Siok beng Sin Ie.
"Kau dari mana, sutee" " tanya Eng Jiauw Ong.
"Kita berlaku murah hati, siapa tahu itu jadi bibit
bencana," sahut Ban Liu Tong. "Empat tawanan kita dapat ditolong oleh kawan mereka, ketika aku mencari keluar, aku lihat satu bayangan lari ke Barat, aku mengejar sampai satu lie lebih, dia lenyap entah kemana. Jalanan disitu buntu dengan jurang yang dalam. Bagaimana disini" "
"Si perempuan cabul pun lolos," sahut Eng Jiauw Ong.
"Pergi sutee" tanya Coh Heng, kau akan ketahui
bagaimana duduknya. Harap sutee jangan berlalu lagi dari kamar."
"Tolong loosu tengok satu penjahat, yang telah terluka,"
Cu In pesan. "Kami pergi untuk lekas kembali."
Lalu, cepat sekali, pendeta ini lari kearah Timur, maka itu, Ong Too Liong lari menyusul. Ban Liu Tong pun lantas masuk kedalam.
Cu In berdua Eng Jiauw Ong lari ke Timur jauhnya dua
tiga panahan, mereka mendaki sebuah puncak yang lebat dengan pepohonan, rumput dan akar2, karena itu, sukar mereka melihat ketempat jauh. Angin demikian keras,
suaranya terdengar nyata antara pepohonan. Setelah maju lebih jauh, mereka tampak dua bayangan, tidak tempo lagi, mereka mengejar. Selagi mendekati, mereka lihat dua
bayangan itu terjun kebawah dan lenyap!
"Suheng, lekas!" berseru Cu In kepada kawannya, ia
sendiri segera loncat dengan sangat pesat, untuk menyusul.
Tanpa menyahuti lagi, Eng Jiauw Ong pun melesat
bagaikan anak panah. Tatkala mereka sampai ditempat dimana dua bayangan
lenyap, mereka dapatkan itu adalah sebuah jurang dimana ada air mengalir, tempat jalannya air dari beberapa sumber diatas gunung. Mereka tak lihat tempat untuk loncat turun, mereka heran, dari itu mereka memasang mata dengan
tajam. Akhirnya mereka dapati sebuah batu besar pada
mana ada tertambat sepotong tali yang panjang, yang masih bergoyang2. Karena disitu masih bergelayutan turun satu orang.
Dibawah jurang, diatas solokan yang merupakan kali
kecil itu, ada sebuah perahu kecil.
"Perempuan busuk, kau masih ingin lari" " membentak
Cu In Am cu, yang loncat kebatu besar itu seraya masukkan pedangnya kedalam sarung, karena ia berniat menyusul
turun. Orang didadung itu rupanya menduga pasti ada orang
kejar dia, tidak tunggu sampai di ujung tambang, ia sudah mendahului lepas cekalannya, hingga tubuhnya jatuh
kedalam perahu. Ia jatuh dengan berdiri tegak, karena ia sengaja loncat turun. Segera setelah injak perahu, dia dongak dan berkata dengan nyaring "Niekouw tua Cu In
dan tua bangka Ong Too Liong, kau punya Liok Cit
Naynay nantikan kau di Cap jie Lian hoan ouw. Selama
aku masih bernapas, pasti aku akan mencari balas!...."
Menyusul penutupnya kata2 itu, kendaraan air mulai
bergerak, air muncrat karena bergerak2nya penggayu.
"Perempuan durhaka, kau masih berjumawa" " berseru
Eng Jiauw Ong yang dalam murka nya sudah loncat kebatu besar dan mendahului Cu In untuk mengangkatnya, akan
lemparkan itu kedalam jurang, guna timpuk Liok Cit Nio atau perahunya.
XXIII Suara menjebur hebat sekali segera terdengar, air kali kecil pun muncrat dan bergelombang, akan tetapi perahu melesat luar biasa cepat, dia lolos dari timpukan, melainkan tubuhnya saja yang bergoncangan keras disebarkan air kali jadi bergelombang hebat, air masuk dan hampir perahu
karam. Karena ini, tak banyak omong lagi, Cit Nio kabur terus akan meninggalkan Sin Lie Hong.
Samar2 Eng Jiauw Ong lihat Cit Nio ada bersama dua
budaknya serta satu konconya lelaki. Ia segera awasi
sekitarnya untuk cari jalan, guna mengejar lebih jauh.
"Sudah, suheng," Cu In mencegah. "Dia cerdik, dia lolos dari tangan kita, tapi dia sangat jahat, akhirnya dia bakal terima bagiannya! Diapun undang kita ke Cap jie Lian hoan ouw, biar disana saja kita nanti bertemu dengannya."
Eng Jiauw Ong dapat dibikin sabar, ia manggut.
"Mari!" mengajak Cu In.
Mereka undurkan diri. Selagi mendekati kuil, mereka
lihat Ban Liu Tong sedang menantikan diatas genteng
depan. Menampak mereka, sutee itu segera loncat turun untuk menemui.
"Perempuan busuk itu tak dapat disusul" " tanya ia.
"Ya, dia terlolos," sahut Eng Jiauw Ong, yang beri
keterangan pada suteenya itu.
Pintu kuil telah dibuka, bertiga mereka bertindak
kedalam. "Liok Cit Nio sangat cerdik dan bugeenya pun baik,
sayang dia tersesat," kata Liu Tong pada Cu In. "Kalau dia
berada di jalan benar, pasti dia bisa berbuat kebaikan untuk umum. Lain kali kita mesti waspada untuk tak kasi ketika untuk dirinya lolos pula."
"Itu benar," nyata kan Eng Jiauw Ong.
Sesampainya didalam. mereka lihat penjahat y ang
tertawan, yang lukanya hebat dikaki, walaupun tidak
dijaga, tak nanti dia bisa kabur, tapi. Coh Heng, dengan goloknya si penjahat ditangannya, menjaga keras, matanya beringas, bahna bencinya. Su touw Kiam, yang sudah dapat pulang kesegarannya, temani su tee itu.
"Cukup, Coh Heng!" kata Eng Jiauw Ong, yang kuatir si sembrono menyerang.
"Kita ini bangsa laki laki, walaupun tugas kita adalah menyingkirkan manusia jahat tapi dia ini sudah tak
berdaya, jangan kita perhina dia," Liu Tong kata pada muridnya. "Kau dengar aku atau aku nanti kembalikan kau ke Kwie in po!"
Coh Heng diam, lantas ia berlalu.
Mukanya Su touw Kiam merah sendirinya, bahna likat
dan malu, begitu lekas lihat gurunya bertiga sudah
berduduk, ia maju untuk berlutut, terus ia berkata "Suhu, aku tak berguna, aku telah membuat malu kepada suhu,
sekarang didepan susiok dan Am cu, harap suhu hukum
padaku." Eng Jiauw Ong tidak gusari muridnya itu, yang tak
tergoda paras elok dan mulut bermadu, tapi ia kata "Kau bisa jaga diri, itulah bagus, aku hanya tidak mengerti, kau bukannya tak berpengalaman, kenapa kau kasi dirimu
dijebak" Kesalahan mu adalah kau sudah turuti darah
panasmu. Aku toh sudah pesan untuk kau menuju ke Ang
touw po, guna berkumpul disana, kenapa kau layani Twie
hun souw Hong Lun, ketua bagian Barat dari Hong Bwee
Pang" Kenapa kau tidak dengar cegahan nya su ciemu Siu Seng" Hong Lun gagah, dia pun licin dan kejam, mana kau bisa layani dia" Kau gagal, kau cari bahaya sendiri, apabila sampai Siu Seng dan Coh Heng turut dapat susah, apa kau tak malu menemui Am cu dan susiokmu" "
"Benar, suhu, itulah kekeliruanku," Su touw Kiam akui.
"Baiklah dengan menurut aturan kaum kita, suhu beri
hukuman padaku." "Sudah suheng," berkata Cu In sebelum Ong Too Liong
sahuti muridnya. "Si Kiam ini ada satu laki2, dia harus dihargai. Bahwa dia kena dipermainkan Liok Cit Nio, itu disebabkan dia masih terlalu muda dan perempuan itu
sangat licin. Aku percaya selanjutnya dia akan menjaga dirinya sebaik2nya."
"Kau baik, Am cu, aku suka maafkan dia," kata Ong
Too Liong. "Kiam, lekas kau haturkan terima kasih pada Am cu."
Su touw Kiam menurut, ia kasi hormat pada Cu In, lalu pada Liu Tong juga. Paman ini juga berikan ia nasihat.
Kemudian, ia undurkan diri.
Setelah itu, Cu In menoleh pada Coh Heng, ia lantas
tersenyum. Si sembrono itu sudah cuci muka akan tetapi
pakaiannya, walaupun sudah kering, masih kotor dengan lumpur, hingga dia kelihatannya lucu.
"Ban Loosu bagaimana caranya Co Hiantit bisa sampai
di tempat rahasia ini" " Ia tanya. "Benar2 aneh! Sudahkah loosu tanyakan keterangannya" "
"Aku belum keburu tanya dia, Am cu," sahut Liu Tong
sambil ia lirik muridnya. Kemudian, dengan roman keren,
ia tanya muridnya itu "Kenapa kau jadi begini seperti hantu" Siapa ajak kau datang kemari" "
"Inilah karena kebetulan, suhu," sahut murid itu, yang lalu tuturkan hal ikhwalnya.
Dia kaget karena terbebes didalam lumpur. Senjatanya
pun hilang. Ia telah lantas sampaikan tempat setumbak lebih, dari itu, penjahat tak dapat cari dia. Ia pun tidak berani hadapi musuhnya. Ia jalan sejalan jalannya saja, sampai ia berada dibelakang Liok kee po. Ia sampai
menyusul kembalinya Liok Cit Nio kekuilnya itu, karena Cit Nio sedang kumpulkan empat orangnya, yang dipasang disekitar rumah, tak ada orang yang pergoki ia. Malah ia bisa dengar titahnya Cit Nio pada dua orangnya untuk
bawa pergi Su touw Kiam, serta yang dua lagi dititahkan entah ambil barang apa didalam rumah. Dua yang
belakangan ini dititah menyusul ke Sin Lie Hong.
Dengan berani tetapi hati2 Coh Heng ikuti perempuan
cabul itu. Syukur buat dia, walaupun tindakan kakinya berat tetapi hembusan keras dari sang angin sarukan itu. Ia saksikan orang nyeberang dijembatan tali. Diwaktu
nyeberang, Cit Nio sendiri yang gendong Su touw Kiam, karena dua konconya ngeri. Tadinya Cit Nio hendak
perintah angkat jembatan itu tetapi dua konconya
mencegah dengan bilang, taruh kata musuh dapat
menyusul, tak nanti musuh berani mendaki puncak, atau musuh bakal kecemplung didalam jurang sebelum mereka
dapat cari jembatan istimewa itu. Karena ini, sesudah orang lewat, Coh Heng lintasi jembatan itu. Hampir ia kejeblos dan terjatuh. Sesampainya dikuil, dengan berhati2 ia masuk sampai disebuah kamar dimana ada dua budak perempuan.
Ia mengintai di jendela. Ia mengilar bukan main ketika ia lihat air teh, karena ia sedang berdahaga sangat. Selagi ia
mengintai, ia dengar suara panggilan "Hong Eng, lekas ambil lampu!"
Itulah Lie touwhu yang datang bersama dua konconya,
yang gendong Su touw Kiam.
"Cit Nio datang!" demikian sahut salah satu budak,
tetapi dua nya segera lari keluar untuk berlomba
menyambut.

Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Justru dua budak itu keluar, Coh Heng dengan berani
masuk kedalam kamar itu. Lebih dahulu ia samber dua
cawan teh, tapi dua cawan tidak cukup, ia gelogoki tehkoan yang airnya masih panas, hingga ia kelabakan sendirinya. Ia tak sempat menyingkir tempo Lie touwhu mendatangi,
disitu tidak ada tempat sembunyi, terpaksa ia menyelusup masuk kekolong pembaringan, hingga kepalanya kena
kebentur. Disitu pun ia mesti mendekam dengan menahan napas. Karena begini, ia sekalian dapat beristirahat.
Begitulah ia lihat Su touw Kiam dibawa masuk, diletaki diatas pembaringan, dan dua penjahat tadi diperintah
angkuti barang. Kedua budak perempuan hendak sediakan air teh untuk
Cit Nio. Mereka heran mendapati air teh habis semua.
Mereka diam saja, mereka tidak berani saling tanya.
Kemudian yang satu nya pergi ambil air panas, untuk seduh teh pula.
Selama itu, Cit Nio telah bersolek, Su touw Kiam dijaga keras, selagi sang tempo lewat. Coh Heng terus mendekam, sampai saatnya sampainya Eng Jiauw Ong beramai dan si Kuku Garuda sudah tembrak jendela, maka disaat itu,
muncullah Coh Heng. Kalau tidak ada dia, Su touw Kiam akan terbinasa atau sedikitnya pun terluka.
Demikian penuturannya Coh Heng, mendengar mana,
Ban Liu Tong anggap muridnya ini berjasa.
Su touw Kiam menghaturkan terima kasih pada ini sutee penolong.
"Mari kita berangkat!" Cu In mengajak. "Tempat ini tak ada pentingnya, baik dibumihanguskan saja!"
"Bagaimana dengan si nene picak dan si penjahat" " Liu Tong tanya.
"Si penjahat ada sisa mampus, kita antap dia diluar kuil mati atau hidup terserah padanya," bilang Eng Jiauw Ong.
"Si nyonya tua bersih hatinya, walaupun dia berdiam
disarang penjahat, dia mesti ditolong. Bagaimana pikiran amcu" "
"Suheng benar," Cu In niatakan setuju. "Liok Cit Nio
ada ketua cabang, disini mesti banyak simpanannya, baik kita menggeledah dahulu, supaya apabila kita berhasil, kita bisa gunai hartanya untuk umum."
"Memang, hartanya itu tak harusnya termusnah disini,"
nyatakan Liu Tong. "Tak usah mencari susah2, su peh," Coh Heng turut
bicara. "Tadi aku lihat penjahat bawa masuk satu koper berat, barangkali itulah ada harta benda nya."
"Mungkin kau benar," Liu Tong kata.
Cu In percaya, Eng Jiauw Ong dan Ban Liu Tong
sungkan geledah kamar orang perempuan, maka ia sendiri yang masuki kamarnya Cit Nio. Ia berhasil mendapati
koper yang disebutkan di pojokan, tingginya dua kaki, panjangnya enam kaki, terkunci rapat, agaknya berat. Ia babat kunci itu, kapan ia telah buka tutupnya, ia dapatkan uang emas dan perak sejumlah empat atau lima ribu tail.
Ketika ia geledah seluruh kamar, ia dapati emas seribu tail, hingga ia menggeleng kepala, ia kerutkan alis.
"Tak dapat kita bawa harta ini. Bagaimana suheng pikir"
" ia tanya Ong Too Liong.
"Baiklah kita bawa dahulu ke Ang touw po, disana kita pikir pula," Eng Jiauw Ong jawab.
Cu In dan Liu Tong setuju, maka harta itu dibungkus,
disuruh Coh Heng yang bertenaga kuat yang memikul, Su touw Kiam bantui bawa uang emas yang seribu tail.
Diwaktu bertindak keluar, Liu Tong angkat tubuhnya si penjahat terluka, untuk diturunkan di pinggiran pepohonan lebat. Ia kata terhadapnya "Turut sepantasnya, kau mesti dilempar kedalam jurang, tetapi aku murah hati, maka aku tinggal kau disini. Bila sebentar api berkobar, koncomu tentu bakal datang kemari, kau akan ketolongan, apabila kau bisa ubah hatimu, dibelakang hari mungkin kau
selamat, jikalau tidak, umpama kau bertemu kami pula, pasti kau tak dapat ampun lagi! Aku adalah Ban Liu Tong."
"Kau ada Sin Ie Ban Tay hiap dari Kian San, aku kenal kau," kata si penjahat sambil merintih. "Tayhiap, aku minta kau berbuat baik, ialah dengan segera habiskan jiwaku, agar aku tak menderita terlebih jauh. Lihat kaki kananku ini, umpama kata dapat disembuhkan, tetap aku akan bercacat.
Aku adalah Teng Liong, dengan habiskan jiwaku, aku nanti ingat kebaikanmu."
Ketika itu Cu In Amcu telah muncul bersama si nene
picak dan Ong Too Liong yang sudah lepaskan api, mulai dari ruangan tengah. Antara cahaya terang. Ban Liu Tong lihat orang punya luka2 yang parah, pakaian berlepotan darah dan keadaannya menyedihkan, timbullah hati kasih nya.
"Kau bilang kau kenal aku, kalau begitu, kau niscaya
ketahui kemurahan hatiku," ia bilang. "Kau tentu juga ketahui bagaimana aku benci akan kejahatan! Biasanya, orang semacam kau tak nanti dapat ampun dari aku, tetapi ucapanmu ada menggeraki hatiku. Sekarang sumpahlah
kau bahwa dibelakang hari kau akan ubah hatimu untuk
jadi orang baik2, nanti aku obati lukamu, supaya kau tidak bercacat."
"Tetapi, Ban Tay hiap," sahut Teng Liong itu. "Sebagai orang kang ouw, tayhiap niscaya ketahui aturan dari Hong Bwee Pang, yang melarang pengkhianatan atau orang yang akan cari bencana sendirinya. Walaupun demikian, aku
ingin ubah cara hidupku, mungkin aku dapat kebebasan.
Jikalau tayhiap benar sudi obati aku, aku tak nanti lupa akan budimu, apabila aku berbuat jahat pula, biar aku binasa dengan tiada tempat untuk kubur mayatku!"
"Baiklah," sahut Liu Tong, yang terus menoleh pada Cu In, yang berdiri dibelakangnya sambil bersenyum dan
manggut2, kemudian niekouw ini memuji "Omie toohud!
Siancay, sian cay, Ban Loosu juga hendak menyeberangi umat."
"Kebetulan, am cu," kata Liu Tong. "Tolong kau
dermakan dua butir pil Kiu coan Tan see, aku nanti
sambung tulang2 nya, supaya dia sembuh dan tuntut
penghidupan lurus." "Kau pemurah, loosu, aku bersedia akan bantu kau,"
sahut niekouw itu, yang lantas rogo sakunya akan
keluarkan dua biji obat pulungnya.
Ban Liu Tong sambuti obat itu sambil mengucap terima
kasih, kemudian ia dekati si penjahat.
"Inilah obat tan see dari Cu In Am cu dari Pek Tiok Am dari See Gak," kata ia. "Kau mamah dan telan ini, untuk
obati lukamu, untuk ringankan penderitaanmu. Sayang aku tak bekal obatku."
Sambil rebah. Teng Liong sambuti obat itu.
"Aku melainkan bisa bersyukur," kata ia, yang terus
masukan obat kedalam mulutnya.
Liu Tong buka orang punya celana dibagian kaki akan
periksa tulangnya, yang telah patah.
"Kau tahanlah sakit," kata ia. "Obatnya am cu bisa
bantu ringankan sakitmu."
"Aku dapat menahan sakit, tayhiap," sahut Teng Liong.
Liu Tong segera bekerja, lebih dahulu ia totok dua jalan darah hoan tiauw hia dan hok touw hiat, guna tunda
jalannya darah, lalu ia mulai mengurut, akan sambung
tulang yang patah. Benar2 Teng Liong tidak terlalu tersiksa, ia menahan sakit. Sesudah itu, tabib ini bungkus luka itu, akan diakhirnya menotok pula, mengalirkan darah didua jalan yang tadi ditutup. Setelah ini, baharu penjahat itu merasakan sakit, tetapi dia tak menghiraukannya.
Siok beng Sin Ie dongak kelangit, akan perhatikan sang waktu, lantas ia rogo sakunya mengeluarkan kira2 dua
puluh tail perak, yang ia letaki dipinggiran.
"Lukamu akan sembuh, asal kau rawat baik2," ia bilang.
"Kau membutuhkan tempo lebih lama dari biasanya.
Selama empat puluh sembilan hari, jangan buka libatan ini.
Umpama dihari ke tiga puluh kau merasa gatal, antap saja, jangan kau garuk, jangan juga buka, kau cuma boleh
tumbuki pe lahan2. Ingat ini, jangan kau langgar pesan ku, atau kau bakal bercacat, itu waktu jangan kau sesalkan aku!
Ini uang kau boleh pakai untuk belanja. Selewatnya empat puluh sembilan hari, kau akan sembuh betul, tapi ingat, jangan dipakai bertenaga kuat2, selewatnya seratus hari,
baharu tidak ada halangannya lagi. Asal selanjutnya kau hidup halal, tak sia2lah yang aku telah tolongi dirimu!"
Selama itu, ayam jago merah telah mengamuk hebat
rumahnya si Jagal Wanita, api berkobar, asap ber gulung2
naik, angin membantu banyak.
"Sarangnya Liok Cit Nio telah musnah, Ban Loosu pun
telah berbuat baik, maka sekarang marilah kita berangkat,"
berkata Cu In Am cu, yang awasi api.
"Kau memuji, am cu," kata Liu Tong sambil bersenyum.
"Marilah!" Eng Jiauw Ong pun setuju.
Rombongan ini segera berjalan dengan Cu In jalan
didepan dengan Su touw Kiam dan Coh Heng mengiringi
sambil mereka ini bawa hartanya Liok Cit Nio.
Siu Seng dan Siu Sian telah ber jaga2 dijembatan tali, lama mereka menantikan, belum juga mereka lihat guru
mereka kembali, sebaliknya mereka tampak api me nyala2, hingga mereka berkuatir. Disitu pun mereka telah jagai satu penjahat yang dapat dibekuk, yang mereka tak berani
lancang berikan hukuman. Syukur akhirnya mereka lihat rombongan gurunya, maka mereka lantas menyambut.
"Tempat ini penting, maka bersama sumoay aku
menjaga di sini," Siu Seng berikan laporan nya. "Kami anggap tidak ada perlunya akan bantu suhu beramai disana.
Kami menjaga sambil bersembunyi. Tadi, sebelum api
berkobar, dua penjahat datang kemari, tidak ayal lagi kami serang mereka. Dua2 mereka ada sangat gesit, terpaksa kami presen mereka dengan panah wan yho cian. Dia ini terluka paha kirinya," ia tunjuk si penjahat yang rebah didekatnya, "tetapi kawannya bisa lolos. Terserah kepada suhu untuk memberikan putusan."
"Nanti aku lihat dulu, dia ini penjahat yang lolos atau yang baru," kata Cu In.
Siu Seng dan Siu Sian segera gusur orang tangkapannya kedepan guru mereka. Dia terbelenggu dan mulutnya
tersumbat, hingga napasnya hanya keluar dari hidungnya.
"Benar dia adalah penjahat yang lolos dari puncak," kata Cu In sesudah ia mengawasi. "Coba buka sumbatan
mulutnya!" Siu Sian lakukan titah guru nya itu.
Penjahat itu lepas napasnya, lalu ia awasi dengan bengis pada Siu Seng berdua.
"Kami berbuat baik dan ampunkan jiwa anjingmu," kata
Too Liong dengan bengis, "tapi kau tak kenal kapok, untuk kedua kalinya, kau satrukan kami. Sekarang kau telah
tertawan pula apa kau hendak bilang" Jikalau kau ingin hidup, bilanglah dimana adanya Hong Loan serta dua
murid kami yang kau culik."
"Harap kau tak usah capekan lidah " kata penjahat itu kapan ia telah awasi Eng Jiauw Ong.
"Aku adalah anggota Hong Bwee Pang, dibagian Barat
ini aku bekerja bukan baharu setengah atau satu tahun, tak dapat aku bicara. Terserah padamu, kau hendak habiskan jiwaku atau tidak."
"Tidak dinyana, dia besar nyali nya," kata Too Liong
pada Cu In. "Apa baik kita beri ampun padanya" "
"Aku akur," sahut Cu In, "Kita memang tak perlu
ayal2an. Lalu ia kata pada si penjahat "Orang durhaka, pin nie suka ampuni kau, tapi sejak hari ini, jangan kau duduki pula daerah Liang Seng San ini, jikalau kau bandel,
sepulangnya dari Kang lam nanti, kau tak akan dapat
ampun pula." Kemudian, dengan tak tunggu jawaban lagi, mereka
berangkat. Sekarang ini Eng Jiauw Ong gantikan Coh Heng membawa bungkusan uang, dan Cu In gendong si nene
picak. Untuk manjat tinggi. Ban Liu Tong saban2 bantui muridnya yang tak mengerti ilmu entengi tubuh. Mereka mesti ambil jalan balik ke Liok kee po, mereka sampai disana sesudah fajar menyingsing. Sarangnya Cit Nio telah musnah jadi abu. Karena rombongan mereka bisa
datangkan kecurigaan orang, Eng Jiauw Ong menuju ke
Ang touw po dengan ambil jalan kecil. Mereka sampai pada jam Sin sie,-jam tujuh atau delapan pagi, dengan lantas mereka disambut Siu Yan, yang sedari tadi sudah langak longok diluar kampung meng harap2 guru nya.
"Ah, suhu, kenapa sampai begini waktu baharu sampai"
" tanya murid ini. "Ber sama2 su moay Siu Hui aku
menantikan dengan pikiran tak tenang. Aku berdua jalan berpisahan, terus sampai disini. Suhu menyebut hotel Hok Lay tapi penginapan itu penuh, kami ambil saja Hok An, kami menantikan sampai terang tanah tadi, suhu belum
kembali, untuk mencegah suhu menuju langsung ke Hok
Lay, maka aku telah berdamai dengan Siu Hui untuk
menantikan di sini."
Cu In manggut. "Mari!" kata ia.
Ketika itu, Cu In jalan didepan, Ong Too Liong dan Ban Liu Tong menyusul, dibelakang sekali Su touw Kiam dan Coh Heng bersama Siu Seng dan Siu Sian yang iringi si nene picak.
Hotel Hok An berada disebelah Selatan Ang touw po,
disuatu jalanan yang panjang, disana Siu Hui murid
ketujuh, sudah menantikan. Maka akhirnya ber sama2
mereka masuk kedalam dimana Siu Yan telah sewa tiga
buah kamar. Segera paling dahulu mereka bersihkan muka, untuk
bersantap dan minum, terutama paling dulu si picak
diberikan suguhan, kemudian dia ditanya she dan nama nya dan asal tempatnya, apa dia masih punyakan sanak.
"Kami ada dalam perjalanan, tak bisa kami selalu bawa2
kau," Cu In kasi tahu.
"Jikalau aku tak bersendirian, tak nanti aku bersengsara sedemikian ini," sahut si nene yang menghela napas.
"Anakku, Co Tin, kena dipedayakan penjahat, dia jadi
anggota dari Tee cit to, to ke tujuh dibagian Barat ini.
Pernah aku nasihatkan padanya untuk ubah haluan, tapi dia tersesat, maka kemudian, dia kena ditangkap pembesar
negeri dan dijatuhi hukuman mati, kepalanya dikutungi.
Hilanglah tunjanganku, aku jadi sangat berduka, aku
menangis setiap hari, sampai mataku sakit dan tak bisa melihat. Selama itu, ada kata2 tak sedap yang aku ucapkan, maka orang lantas kurung aku secara diam2. Hong Lun si tua bangka itu sangat busuk, dia serahkan aku pada Lie touwhu Liok Cit Nio, siapa perlakukan aku dengan bengis dan kejam. Beberapa kali aku coba habiskan nyawa sendiri, saban2 gagal. Rupanya belum habis waktunya siksaan bagi diriku. Seterusnya aku memuja Sang Buddha, untuk mohon dibebaskan, baharu sekarang aku bisa lolos. Aku punya satu keponakan, Lim namanya, hidupnya sebagai tukang
perahu, tapi sejak sepuluh tahun yang lalu ia pergi ke Su coan, sampai sekarang ia belum kembali, ada yang kata dia mati kelelap, ada yang bilang dia tinggal berumah tangga di Kanglam, maka tak bisa aku cari dia. Kalau kalian ____
pula baik titipkan saja aku disalah satu kuil untuk disana aku lewatkan hari2ku yang terakhir."
"Kalau begitu, gampang," kata Liu Tong. "Kita titipkan sejumlah uang, agar dia dapat diterima dengan baik."
"Dan bila nanti kita kembali, aku berniat ajak dia ke Pek Tiok Am," Cu In nyatakan.
Jongos yang kebetulan datang kepada mereka, lantas
ditanya apa di Ang touw po ada kuil.
"Ada, ialah Pek In Am di Timur, dua lie jauhnya dari
ini," sahut jongos itu.
Cu In lantas bertindak. Ia panggil tuan rumah, buat
minta tolong carikan kereta sewaan, untuk antar si nene ke Pek In Am. Ia bawa uang dua ratus tail, untuk menderma kepada kuil itu. Niekouw dari Pek In Am suka ke
tumpangan si nene, malah dia ini boleh tak usah kerja apa2
ke cuali liamkeng saja. Sepulangnya dari kuil, Cu In berdamai untuk berdiam
seharian di Ang touw po, buat di hari ke dua baharu
berangkat. Karena ini, disebelah empat muridnya, ia ambil sebuah kamar sendiri dimana ia bisa duduk bersemedhi
dengan merdeka. Ong Too Liong dan Ban Liu Tong dapat sebuah kamar
tapi misah pembaringan, sedang Su touw Kiam tidur
bersama Coh Heng. Selagi beristirahat, Too Liong beritahukan Liu Tong, tak leluasa untuk mereka bawa harta besar, dari itu ia usulkan, harta itu dikirim atau ditukar jadi emas lempengan.
"Lebih baik kita bawa ke Ceng hong po," Liu Tong
sarankan. "Urusan kita dengan Hong Bwee Pang entah
bagaimana akhirnya. Di Gie yang tentu ada bank besar, disana kita tukarkan harta ini."
Too Liong setujui pikiran ini.
Selagi suheng dan sutee ini bicara, Cu In datang pada mereka. Baharu Eng Jiauw Ong hendak mengundang si
niekouw duduk, tiba2 ia dengar suara orang bicara
dipekarangan, suaranya berlidah Hoolam. Ia heran, ia
lantas hampirkan pintu untuk melihat. Ia memang selalu bercuriga. Ia mengintai dicela pintu.
XXIV Orang berlidah Hoolam itu memakai celana dan baju
biru, bajunya pendek, kancingnya putih, baju dalamnya biru juga, diatasan sepatunya ada kaos kaki putih.
Dipundaknya ada sepotong ukuran dengan tiga huruf hitam
"Sam Hoay Tong." Ia memegang saputangan putih dengan
apa tak hentinya ia sekah keringat dikepalanya. Dilihat dari romannya, dia mirip satu petani.
Cu In dan Liu Tong lihat kawannya mengintai dengan
asyik, merekapun menghampirkan akan turut melihat.
Orang itu bicara kepada satu jongos, dia tanya tentang kawannya ambil kamar yang mana, jongos bilang
dihotelnya tak ada orang tani, tetapi orang ini tidak percaya.
"Mereka ada saudagar2 beras, mereka datang ke Ang
touw po ini untuk menjual beras. Aku habis menagih, aku datang belakangan. Mereka itu katanya ambil kamar
tengah." "Benar2 disini tidak ada saudagar beras," kata si jongos.
"Ada juga, tetamu kamar tengah, delapan atau sembilan orang, diantaranya ada orany suci."
Agaknya orang itu mau memaksa masuk kedalam, tapi
mendengar keterangan hal adanya pendeta, ia merandek.
"Aku keliru, kalau begitu," kata ia. "Pantas tadi aku lihat satu nie?"
"Sudah, sahabat!" memotong si jongos. "Aku tukang
layani tetamu, aku sedang tak sempat, pergi kau cari dilain penginapan saja."
Iapun tolak tubuh orang. Petani itu menahan diri, matanya terbuka lebar.
"Eh, kau usir aku" " tanya ia. "Apa kesini orang cuma boleh datang untuk menginap saja, tetapi tidak boleh
mencari orang" Kau sedang repot tapi aku toh tidak seret2
kakimu" Kau toh boleh jalan sendiri" Kau mencurigai, aku sukar percaya kau. Biar aku masuk, untuk periksa sendiri.
Toh aku tidak langgar undang2!"
Petani ini mau bertindak masuk, tapi satu pelayah lain hampirkan Ia.
"Sahabat, jangan kau jail," katanya "Kami sudah kasi
keterangan, habis kau mau apa" Aku harap kau jangan
bikin kami pusing, nanti"."
"Apa" Kau berani hajar aku" " petani itu tanya, matanya terbelalak. "Aku tak percaya!"
"Kau tidak percaya" " kata satu jongos lain, yang
usianya muda, berbareng dengan mana, kepalannya
mampir dipundak orang. "Ah!" berseru si petani, ukurannya tersempar jatuh.
"Kau benar2 berani pukul orang" Kurang ajar!"
Dia lantas gulung kuncirnya.
Karena Ini, beberapa tetamu lain datang berkerumun.
Kuasa hotel kuatir terjadi onar, ia segera datang sama tengah.
"Lauw Sam, jangan kurang ajar!" ia menegur. "Kami ini orang berusaha, jangan kamu berlaku galak."
"Kurang ajar!" petani itu berseru pula, sikapnya
perongosan. Ong Too Liong, dalam kamar nya, tertawa sendirinya.
"Binatang itu datang untuk kita," kata ia. "Kalau kita tak perlihat diri, dia tentu tak akan puas!"
Ia terus tolak pintu. "Dia sedang panggil harimau keluar dari guhanya," Liu Tong bilang. "Baik kita sengaja tak berikan dia kepuasan, Jangan keluar, suheng."
"Tapi kita justeru kuatirkan ikan tidak makan umpan!"
Cu In tertawa. "Ong Suheng, pergi keluar, supaya tuan rumah penginapan tidak ketimpa bencana!"
Too Liong bersenyum, terus ia tolak daun pintu dan
bertindak keluar. Petani itu mundur karena cegahannya kuasa hotel, ia
jemput ukurannya, tapi kapan ia lihat Too Liong, ia
mengawasi, lalu la kata pada si jongos "Jangan bertingkah, boca! Kau berani menghina orang tani, kau tak punya mata!
Tunggu saja, nanti datang saat kegirangan kau."
Setelah mengucap demikian, petani itu berlalu, hingga sekalian tetamu lainnya pada tertawa geli, malah ada yang mengatakan dia besar gertak kecil nyali.
Lauw Sam lihat Ong Too Liong, sambil tertawa ia kata
"Tuan lihat lagaknya dia itu, apabila aku tidak mencegah, tentu dia bakal masuk kekamar tuan untuk mengadu biru!
Setelah digebuk pundaknya, dia lantas pergi, apa itu bukan lagak saja" "
"Oh, dia datang untuk kami" " Too Liong tegaskan.
"Sayang dia sudah lantas pergi! Nah, pergilah, jangan kau repoti diri. Dia datang entah dengan maksud apa?"
Jago Hoay siang lantas kembali kekamarnya.
"Lihat, am cu, mataku toh tidak lamur" " kata ia pada Cu In.
"Tetapi, suhu, aku tidak lihat dia mencurigai".." kata Su touw Kiam.
"Memang tidak, kecuali setelah kau meneliti," jawab
sang guru. "Dengan sendirinya, dia telah buka rahasia.
Penyamarannya ada sempurna, tapi caranya dia berdiri, menyatakan dia bukan petani. Itu ada cara berdiri diatas perahu. Didarat, diatas tanah, dia tak dapat ubah itu. Dia mengaku orang tani tapi mukanya bersih, tak ada debunya sedikit juga."
Baharu sekarang Su touw Kiam kagumi gurunya.


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dia berayali besar, dia menyebalkan," kata Liu Tong.
"Aku lihat, dasar kita yang terlalu murah hati, hingga mereka jadi menengil. Perlu kita ajar adat pada mereka supaya mereka jerih!"
"Aku lihat, kalau bukan konconya Liok Cit Nio, dia
mesti ada orangnya Hong Lun," kemudian Eng Jiauw Ong
utarakan sangkaannya. "Hong Lun telah terluka, tidak
nanti dia datang sendiri. Baik sebentar malam kita lihat, orang macam apa yang hendak datang kemari untuk men
coba2 perlihatkan kepandaiannya."
Pada waktu magerib, dengan diikuti oleh suteenya, Eng Jiauw Ong keluar dari hotel, akan lihat keletakan
penginapan itu. Di Selatan ada jalan umum, ditiga penjuru lainnya ada banyak tetangga. Mereka pun menduga2, dari arah mana orang jahat akan datang. Mereka perhatikan
pekarangan hotel dan seluruhnya hotel, bagian luar dan dalamnya, sampai jendela2 pelbagai kamar. Mereka tahu,
hotel ada punya empat peronda tapi karena keadaan aman, mereka itu kerjanya alpa, dan si kuasapun mengantapinya.
Itu waktu, dari empat jongos, dua berdiam diluar akan sambut tetamu, dua didalam melayani sekalian penumpang.
Tuan rumah tidak perhatikan jago2 Hoay Yang Pay akan
penyelidikannya itu. Ketika kedua saudara kembali kekamar, api sudah
dipasang. Su touw Kiam dan Coh Heng sudah tidur
nyenyak, malah si sembrono menggeros keras. Cu In Am cu sudah kembali kekamarnya sendiri. Adalah Siu Yan, atau Liap Cie In, baharu saja peras kering pakaiannya Coh Heng yang dia tolong cucikan. Dia likat melihat supe dan ayah angkat itu, sendirinya kedua pipi nya bersemu merah,
sambil tunduk ia mau bertindak keluar.
"Siu Yan," kata Ong Too Liong sambil duduk, "aku
senang melihat kelakuanmu ini. Begini caranya kita kaum kang ouw, yang jujur dan putih bersih. Kita memang mesti saling tolong. Coh Heng polos, aku sayang padanya, dia pun yatim piatu seperti kau, pantas kau berkasihan
terhadapnya. Dia tolol, dia memang membutuhkan
bantuan, tidak demikian dengan Su touw Kiam, yang sudah lulus dari perguruan dan bisa bawa dirinya. Kau tak usah malu2, kita ada diantara orang sendiri, asal kita berlaku jujur dan terhormat, tidak ada halangannya. Aturan dari am cu ada keras tetapi diapun tidak akan persalahkan kau.
Tidakkah demikian, sutee" "
"Kau benar, suheng," sahut Liu Tong. "Aku memang
benci siapa yang berbuat salah. Kita kaum Rimba Persilatan mesti jujur. Siu Yan pergi kau lihat gurumu, apabila dia sedang senggang, minta dia datang ke mari, kita hendak bicara."
Siu Yan kemudian sambil menyahuti "Ya" lalu
undurkan diri, akan undang gurunya. Didalam hatinya ia janji "Aku mesti lebih hati2 lain kali." Ia berkasihan terhadap Coh Heng, yang tingkah polanya membuat orang gemar bergaul dengannya. Ia me nyesal perbuatannya itu
"kepergok" oleh supe dan ayah angkat nya. Ia insaf,
walaupun belum cukuri rambut, ia ada muridnya Sang
Buddha, dari itu, ia harus sujut pada agamanya. Ia harap bisa lekas kembali ke Pek Tiok Am, untuk bersujut terus, agar ia tak usah bertemu pula dengan si sembrono itu, yang terhitung suteenya. Ia masih terlalu hijau, hingga ia belum insaf tentang karma, perihal jodoh.
Ketika Siu Yan sampai dikamarnya, gurunya sedang
bersamedi tapi guru itu sudah lantas buka mata dan
mendahului tanya, apa supenya sudah kembali.
"Ya, suhu, malah supe mengundang, barangkali ada
urusan penting," ia jawab.
Cu In manggut, ia berbangkit, terus ia pergi kekamarnya Eng Jiauw Ong dimana Too Liong tuturkan ia perihal
keletakannya hotel itu. "Bagaimana sikap kita kalau sebentar mereka benar2
muncul" " kemudian jago Hoay siang itu tanya. "Apa baik kita habiskan mereka atau bekuk saja untuk diperiksa dan kemudian baharu hukum mereka" "
"Mengingat kejahatan mereka yang tak kenal kapok,
membinasakan mereka berarti kita tolongi rakyat menyingkirkan satu bibit bencana," sahut Cu In, "akan tetapi selama ini pin nie makin insaf, pembunuhan berarti kedosaan, itu ada bertentangan dengan Thian, maka pin nie anggap, beri peringatan saja ada terlebih baik. Dengan begini kitapun luputkan hotel ini dari bergelatakannya pelbagi mayat. Kita baik kuntit mereka, untuk cari kedua
murid kita. Umpama kata malam ini mereka tidak datang, besok pagi2 kita mesti segera berangkat. Tidakkah begini lebih baik" "
"Am cu benar," sahut Liu Tong, "hanya sayang,
kawanan ini rasanya tak dapat diperbaiki lagi, kekejaman mereka sudah jadi suatu kebiasaan. Karena sukar untuk kita korek keterangan dari mulutnya, mereka mesti dikasi tahu rasa, supaya mereka ketahui keliehayan kita."
"Kita boleh ajar adat pada mereka, asal kita harus jaga agar tuan rumah tak terembet2," Eng Jiauw Ong
peringatkan. Sampai disitu, datang waktu nya bersantap. Cu In
undurkan diri untuk dahar bersama empat muridnya,
karena mereka cia cay, sehabisnya bersantap, ia suruh murid2nya itu beristirahat dan pesan jangan campur urusan melayani orang jahat, kemudian ia sendiri kembali pada Eng Jiauw Ong dan Siok beng Sin Ie, Dengan lewatnya
sang waktu, hotelpun pelahan2 menjadi semakin sunyi.
Pada jam satu, Eng. Jiauw Ong pergi melihat5 hingga ia dapat kenyataan kebanyakan penumpang sudah tidur dan
hotel ada gelap. Sekembali kekamarnya, ia tanya
bagaimana mereka harus bersikap, sebab musuh belum
datang, pun tak tahu berapa jumlahnya, dan musuhpun
lebih waspada. "Baik kita kecilkan penerangan dan ber pura2 tidur," Liu Tong usulkan. "Kita pun harus jaga agar mereka tak kabur siang siang."
Cu In setuju, juga Liu Tong. Cu In lantas balik kekamar nya, akan suruh murid2nya siapkan senjata mereka
dibawah bantal, tetapi dipesan, tanpa titah mereka tak boleh campur tangan, kemudian ia kecilkan api hingga kamarnya jadi remang2.
"Nah, mengaso kau sekalian," kata ia akhirnya.
Selama itu sudah jam dua tiga perempat.
Dikamarnya Eng Jiauw Ong, jago Hoay siang ini dan
suteenya pun sudah siap. Su touw Kiam dan Coh Heng
diperintah rebah dengan siap sedia, api telah dikecilkan, mereka sendiri turut rebahkan diri, tapi Liu Tong awasi kedua jendela dan Too Liong kejurusan pintu.
Itu waktu, hotel telah terbenam dalam kesunyian
seantero nya. Pada kira2 jam tiga, Liu Tong dengar suara berkelisik diluar, dari itu, bersama suhengnya ia siap benar2.
Cepat sekali terdengar suara orang loncat turun, disusul oleh suara pelahan dijendela, tandar nya kertas jendela dipecahkan dan orang berdaya akan korek daun jendela.
Dengan tubuh tak berkutik, Liu Tong pasang mata,
hingga ia bisa lihat satu tubuh mencelat masuk dari jendela, gerakannya gesit bagai burung walet. Itu ada gerakan
"Kauw yan coan lim" atau "Burung walet terbang
menembusi rimba." Rupanya penjahat itu liehay, sesampainya didalam, dia terus mendekam.
Pasti dia punya dua tiga kawan lagi diluar.
Eng Jiauw Ong telah dapat lihat penjahat itu, walaupun Liu Tong kutik ia. Karena api suram, sukar akan lihat nyata wajah mukanya orang itu, cuma dengan samar2 dia itu
tertampak menghunus senjata.
Masih saja suheng dan sutee itu berdiam.
Penjahat itu hampirkan pintu, untuk singkirkan
palangannya dan mementang daunnya, atas mana
masuklah satu penjahat lain, yang tubuhnya sedikit lebih besar, senjatanya entah senjata apa. Penjahat yang ke tiga
menyusul masuk tapi ia dicegah oleh penjahat yang masuk dari jendela. Kemudian, berdua
mereka bertindak kepembaringan. Sekarang ternyata, penjahat yang ke dua bergegaman poan koan pit. Rupanya mereka tidak
mengarah jiwa, ketika mereka menyerang, senjata mereka menuju ke bawah.
Segeralah terdengar suara nyaring, dari senjata mengenai pembaringan, hingga kedua penyerang itu jadi terperanjat.
Mereka sudah serang tempat tidur yang kosong. Suara
nyaring itu disusul oleh tertawa geli di atasan kepala mereka serta satu seruan disebelah belakang "Awas!"
Penjahat yang menyekal poan koan pit kaget sampai ia
berseru dalam hatinya, segera ia meloncat kejurusan jendela dimana ia lalu memutar tubuh untuk bersiap menyerang
musuh apabila musuh kejar ia, tapi orang telah dahului menekan pundaknya tanpa ia dapat lihat orang itu.
"Pundak rata, musuh berabe, tuntun hidup!" berseru
penjahat yang satunya. Ia beri tanda musuh liehay,
menyingkir saja. Tapi suaranya disusul dengan bentakan
"Kemana kau hendak kabur" " serta samberan angin,
hingga ia lantas berlompat kedepan. Ketika ia sampai
dimuka pintu, dari kirinya menyamber serangan poan koan pit, hingga ia jadi lebih kaget tapi segera ia berseru,
"Pundak rata, aku!" Ia segera terus lari keluar, disusul oleh kawannya itu, yang hampir serang orang sendiri.
Ketika penjahat yang bergegaman golok ini sampai
diluar, baharu kakinya injak lantai, satu bayangan serang mukanya. Saking terkejut, ia mundur pula. Serangan hebat tetapi diapun gesit. Tapi dia mundur secara mendadak, dan dibelakangnya, kawannya sedang susul ia, tidak tempo lagi mereka saling tabrak, hampir dua2nya rubuh celentang.
Segera mereka memecah diri kekiri dan kanan, tapi mereka tercengang, karena penyerangnya lenyap entah kemana.
Berbareng dengan itu, dari kamarnya si pendeta wanita, menyusul terpentangnya daun pintu, satu tubuh loncat
keluar. Dia memakai "ya heng ie", pakaian malam warna hijau, sama seperti dua yang memasuki kamarnya Eng
Jiauw Ong. Dia ini pegang tumbak pendek di tangan kiri, rupanya tangan kanannya telah terluka. Bertiga mereka loncat naik keatas genteng.
"Kim To cu, bagaimana" " tanya orang dengan poan
koan pit. "Aku rubuh," sahut orang dengan tumbak pendek itu.
Tiba2, dari arah depan, datang satu bayangan lain, yang terus berkata "Para pundak rata, baca pendek saja, diluar dapur ada mendatangi cucu kuku garuda!"
Itulah tanda supaya mereka jangan omong terlalu
banyak, katanya ada orang polisi.
Benar saja, suara kentongan segera terdengar, disusul dengan ramainya banyak tindakan kaki. Sebab itu adalah barisan suka rela dari dusun To tong ek, yang sedang
meronda dan lewat disitu.
Kawanan itu jerih terhadap hamba negeri, mereka pun
insaf musuh ada liehay, tidak ayal lagi, mereka saling memberi tanda untuk angkat kaki, sesudah mana, mereka berpencar kedua jurusan.
Yang bersenjatakah poan koan pit bersama kawan peng
awasnya, ber sama2 loncat kebelakang. Tiba2 diwuwungan muncul satu orang seraya tangannya diayun dan mulutnya serukan.
"Turunlah!" Menyusul itu, satu benda hitam menyamber
yang pertama. Mereka berada dekat satu dengan lain, penjahat itu
segera berkelit, tapi serangan cepat luar biasa, pipinya yang kiri kena juga terserang, sambil menerbitkan suara nyaring, benda itu terus jatuh. Sekarang baharu ketahuan, itu adalah selembar genteng. Biar itu bukannya piauw, toh akibatnya ada memberikan rasa sakit yang hebat, maka walaupun si penjahat mencoba perbaiki dirinya, tidak urung dia menjadi limbung, dia jatuh kepayon, terus kebawah.
Penjahat satunya, yang memegang golok, loncat
kewuwungan, untuk serang si penyerang gelap.
Diantara suara tertawa mengejek, orang yang diserang
itu lompat nyamping, hingga golok musuh membacok
tempat kosong, setelah itu, dengan tangan kiri ia tabas tangan kanan musuh. Dia adalah Ban Liu Tong.
Penjahat itu tarik pulang tangannya, tapi ia dirangsek, tangannya Siok beng Sin Ie me nyamber2, ia pun gesit, ia berkelit, tapi toh ujung jari penyerang nya tak dapat dihalau, maka tak dapat tidak ia rubuh juga, terus jatuh ketanah. Beruntung baginya, tidak sampai tubuhnya
terbanting, kawannya yang jatuh duluan, sanggapi dirinya.
Dua penjahat yang lain juga dapat serangan sedang,
mereka dapat loloskan diri, mereka kabur kearah Barat.
Penjahat dengan poan koan pit itu menjadi sangat
mendongkol, sebab pipinya mendatangkan rasa ngentak
sekali, untuk menyingkir, iapun loncat ke Barat, tapi apa lacur ia bersomplokan dengan satu kawannya, keduanya
saling berbentur keras, keduanya lantas jatuh bergelindingan, hingga, suaranya jadi berisik sekali, hal mana membikin tetamu2 pada tersedar dari tidurnya.
"Hei, Lauw Sam!" demikian suara memanggil. "Coba
lihat, apa itu" Rupanya ada orang di atas genteng!..."
Orang2 ronda sudah lewat jauh, kawanan penjahat jadi
tak takut lagi. Begitulah penjahat dengan poan koan pit, yang gusar, telah berseru "Hei, diam, jangan usilan! Ini bukan urusanmu! Siapa tidak sayang jiwanya, hayo keluar!"
Ancaman itu membikin semua tetamu bungkam.
Penjahat itu, serta kawannya, loncat keujung Barat daya, ketika mereka sampai didepan, dengan niatan loncat turun kejalan besar, mendadak datang serangan dari kiri dan kanan serangan dua potong genteng. Keduanya berkelit
sambil mendek, membikin serangan mengenai genteng
dilain sebelah. Selagi penjahat dengan poan koan pit itu hendak bangun berdiri, lagi2 serangan datang, alat penyerang itu
berkeredepan. Ia kaget, ia berkelit pula, tapi terlambat, bungkusan kepalanya terbabat berikut rambutnya. Ia kaget bukan main. Justeru itu, ia dengar bentakan "Kau
turunlah!" Seperti orang dengar kata, ia rubuh karena dupakan, tubuhnya jatuh ketanah.
Sementara itu penjahat yang kedua, tak sempat
perhatikan musuh, ia sudah loncat ke Barat, untuk angkat kaki. Ia sampai di rumah tetangga, yalah rumah bertembok tanah. Dari pekarangan dalam rumah itu ada menyorot
cahaya api. Ia heran, ia lantas memperhatikannya. Ketika ia dengar suara mesin menggiling, ia lantas mendapat tahu, itulah tukang tauwhu, yang biasa bekerja sebelum fajar, maka hatinya jadi lega. Disitu tak ada orang yang dibuat takut. Begitu ia lari lebih jauh, sampai disebuah tembok tinggi dan besar. Selagi ia berloncat, ia dengar angin menyamber dari belakangnya, disusul sama bentakan
"Orang busuk, kau hendak lari kemana" " Lalu cahaya
pedang berkelebat berkilauan!
Untuk tolong diri, penjahat ini mendek, kemudian
dengan goloknya ia balas menyerang dengan babatan
kebawah. Ia gunai tipu "Poat co sim coa" atau
"menggeprak rumput untuk cari ular."
Pihak lawan Itu adalah Cu In Am cu. Dengan
pedangnya niekouw ini menyerang kebawah, dengan
tipunya "Hian niauw wah see" atau "Burung hitam
menggurat pasir." Dan pedang Tin hay HoK po kiam
berhasil memapas golok musuh itu, sesudah mana, dia
teruskan menyerang terlebih jauh, pada pinggangnya
penjahat itu. Serangan pedang datang dari arah Barat kearah Timur,
dari itu, arah menyingkir dari si penjahat melainkan Timur sejurus, karena serangan itu sangat cepat, dia bingung, ketika dia paksa lompat berkelit, kakinya tak dapat
menginjak benar, tidak ampun lagi dia terpeleset, terus jatuh kebawah. Lacur baginya, dia jatuh kedalam kandang babi, tapi untungnya dia kena timpa sangat riuh.
Bahna kaget dan kesakitan, babi itu berguwik keras, lalu kawan2nya, tiga empat ekor, turut berbunyi, hingga
suaranya jadi sangat berisik.
Meskipun ia tidak terluka karena jatuhnya itu, penjahat ini toh mendongkol, ia terguling diantara kotoran babi, yang bau nya "sedap" luar biasa, membikin ia hendak
muntah ugar, dan babi itu pun serobot ia, hingga ia repot membela diri, sebab ia sudah tidak mempunyai senjata.
Besok ialah hari pasar di Ang touw po, itulah sebabnya kenapa situkang tauwhu kerja malam. Dia ada seorang tua, hidup berdua isterinya yang sudah agak tua. Mereka kaget mendengar suara babi. Tukang tauwhu itu kuatir babinya kabur, ia lantas keluar sambil bawa pelita dan sepotong
gala. Ia baharu sampai dipekarangan, atau pintu
kandangnya rubuh dan satu bayangan loncat melesat.
"Celaka!" dia menjerit, "Babi jadi siluman! Babiku habis kabur!"
Saking kaget, pelitanya terlepas dan jatuh.
Sang isteri kaget, dia memburu keluar. Api dinyalakan pula. Ketika mereka lihat babi mereka tidak hilang, hati mereka lega. Tapi mereka tetap tidak mengerti, siapa yang kabur dari dalam kandang itu.
Si penjahat sendiri sudah kabur pula keatas genteng.
Cu In sudah bikin orang keder, ia tidak mengejar, ia
hanya kembali kehotel. Ia dapati penginapan ini sunyi, walaupun tuan rumah dan semua tetamu lainnya
mengetahui mereka telah didatangi orang jahat. Ia pun percaya, kawannya sudah pancing musuh berlalu dari hotel itu. Ia pergi lihat Su touw Kiam dan Coh Heng serta empat muridnya mereka diam dikamarnya masing dengan siap
sedia, tidak ada yang lancang berkisar.
"Kau semua tetap diam," ia pesan semua murid itu.
Kemudian ia keluar pula, setelah pasang kuping, ia menuju kearah Timur, keluar hotel, hingga ia tampak, digenteng tetangga, beberapa bayangan sedang melesat pergi datang.
Tidak tempo lagi ia pergi kesana.
Itulah Siok beng Sin Ie dan Eng Jiauw Ong yang sedang layani tiga penjahat diatas genteng sebuah paberik celup atau tenun, dan ketika Cu In sampai, penjahat yang ke empat, yang rupanya sudah terluka, sedang merayap
ditembok kate di sebelah Tenggara, untuk singkirkan diri. Ia lihat penjahat itu, ia antap orang kabur.
Ban Liu Tong lihat datangnya si niekouw, ia lompat
untuk menghampirkan dengan tinggalkan tiga musuhnya.
Ia tanya apa lawan2nya pendeta ini sudah pergi.
"Aku telah beri ajaran sedikit pada mereka," Cu In
jawab. "Kalau begitu, mari bantu aku bereskan tiga tikus itu,"
Liu Tong kata. "Hati2 sedikit, mereka biasa gunai senjata rahasia."
Cu In tertawa dingin. "Mereka sudah seperti dalam kurungan, mereka masih
hendak banyak tingkah" " katanya. "Biarlah mereka tahu rasa!"
XXV "Lihat!" kata pula Cu In. "Dua penjahat itu hendak
kabur kearah Baratdaya!"
Liu Tong segera menoleh, hingga ia lihat penjahat yang dimuka, yang bersenjatakan pedang song bun kiam, sedang berlompat ke Selatan, maka ia segera loncat mengejar untuk merintangi. Ia sampai justeru di belakangnya orang itu.
"Awas!" ia berseru seraya tangan kirinya dipakai
menyerang. Penjahat itu tahu ada orang mengejar, ia melesat kekiri, lalu sambil putar tubuh, ia babat tangan yang menyerang bebokongnya. Ia sangat ebat.
Liu Tong bergerak dengan serangan ancaman, yang bisa
diteruskan menjadi benar2. Melihat orang siap, lekas2 ia tarik pulang tangannya, untuk diganti dengan tangan
kanan, dengan dua jari nya, menuju kepada kedua biji mata musuh. Ia gunai tipu "Kim Liong tam jiauw" atau "Naga emas mengulur cengkeraman."
Penjahat itu berkelit, pedangnya ditarik, untuk dipakai membabat pula dengan gerakan "Hoo lip kee kun" atau
"Burung hoo di antara kumpulan ayam." Tapi Liu Tong
pun mengegoskan tubuhnya untuk selamatkan diri, ia
begitu gesit, hingga lawannya heran dan kaget, tak ayal lagi dia memutar tubuh untuk lari pula. Disaat orang memutar tubuh, Liu Tong lompat seraya pentang kedua tangannya dalam gerakan "Kim peng tian cie" atau "Garuda emas
pentang sayap," lalu tangan kanannya mendahului
menyamber kaki kanan. Masih penjahat itu coba angkat
kakinya, dari itu, dia kena diserang tidak telak, meski demikian, dia jatuh terguling di tanah ia masih mencoba untuk berdiri, apa lacur, ia merasakan sangat sakit, hingga terpaksa ia rubuh pula.
Itu waktu Cu In telah desak penjahat yang lainnya, sia2
penjahat ini bikin perlawanan, terpaksa dia lari, memutar antara para2, tetapi untuk lari juga dia kalah pesat, dalam ibuknya dia masih tidak sudi menyerah.
"Apakah tetap kau berniat kabur" " Cu In membentak.
"Lekas letaki senjatamu, baharu aku sudi kasi kau lolos!"
"Niekouw tua, apakah kau buta" " penjahat itu
mendamprat, terang ia sangat gusar. "Apakah kau sangka To cu Ciong In dari Han shia seorang yang takut mampus"
" Selagi mendamprat, penjahat itu loncat ke para2, sambil jumpalitan tangannya diayun, lalu dua batang piauw
menyamber pada kedua pilingannya Cu In.
"Ha, mainkan kampak didepan akhli!" mengejek si
pendeta sambil tertawa dingin. "Kau berani gunai senjata rahasia" "
Diantara suara nyaring, ketua See Gag Pay menyampok
jatuh yang pertama dan sambuti piauw yang kedua, piauw
mana dengan satu gerakan tangan, ia pakai balas
menimpuk. Inilah gerakan yang sangat sebat, hingga si penjahat menjadi kaget dan ibuk, apapula ia baharu saja habis
menyerang. Melulu dengan membungkukkan tubuhnya, ia dapat luputkan dirinya.
Akan tetapi niekouw dari Pek Tiok Am tidak berhenti
sampai disitu, baharu ia menimpuk, atau tangannya sudah rogo sebutir pelurunya, sambil berseru ia susul serangannya.
Sekarang tidak ampun lagi, to cu dari Han shia itu kena terserang bahunya yang kanan, senjatanya terlepas, terlepas juga cekalannya pada para2, hingga tubuhnya jatuh dengan kepala terlebih dahulu . Asal kepalanya itu sampai dibawah, pasti pecahlah dia".
Rubuhnya penjahat ini dapat dilihat oleh penjahat yang dijatuhkan Ban Liu Tong. Dia juga bukan penjahat
sembarang an, dia adalah to cu dari Soan hoo, bernama Liu Som. Namanya saja dia ada sebawahannya Hong Lun,
sebenarnya dengan Ciong In dan sep itu ada saudara2
angkat. Dia tersohor dengan pedangnya song bun kiam. Dia kaget melihat saudaranya terancam bahaya maut, tidak ada jalan lain, walaupun sendirinya terluka, ia paksakan
berloncat kearah saudara itu, selagi tubuh saudara itu sampai, ia menyanggapi sambil mendorong. Secara begini, selagi ia tidak ketindihan, jatuhnya saudara itupun tidak parah, hanya kebetulan sekali, dia jatuh masuk kedalam sebuah jambangan yang terisi air celupan warna merah tua, hingga menerbitkan suara berkeceburan keras, dia nyungsap dalam air, hingga dia gelagapan. Menampak demikian, lagi sekali Liu Som maju, akan balikkan jambangan itu, hingga airnya mengalir keluar. Secara demikian Ciong In tidak sampai mati engap, dia hanya pingsan. Tak ayal lagi Liu Som samber tubuh kawannya buat dipanggul, untuk dibawa kabur.


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Benar disaat Soan ho to cu putar tubuhnya, disebelah
belakang ia terdengar suara jatuh, yang tercebur keras, hingga ia ter peranjat .
Itulah lain kawannya yang layani Eng Jiauw Ong, yang
kena dirubuhkan, ketua Hoay Yang Pay itu sampai dia
kecemplung ke dalam jambangan celupan hijau! Beruntung penjahat ini jatuh berdiri, hingga dia tak usah minum air celupan seperti kawannya, dia melainkan mandi.
"Pundak, rata, apa anak angin anak selaksa" " Liu Som cepat tanya. Itulah kata2 rahasia, yang tanya, kawan itu apa she Ma. Itulah sebab ia tidak segera kenali sikawan, yang telah jadi "hariman hijau", karena dia berlepotan sampai pada seluruh mukanya.
"Liu Jieko, akulah Ma Liong Jiang," dia menjawab.
"Aku rubuh! Bagaimana dengan Ciong To cu" "
"Tidak apa2, ia cuma pingsan," sahut Liu Som, yang
terus dongak, akan hadapi musuhsnya seraya kata
"Pemimpin2 dari Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, kami
telah rubuh di tanganmu, tetapi lain waktu kita akan
bertemu pula!" Ong Too Liong tertawa dingin ketika ia menjawab "Aku
kasi keringanan padamu dari angkatan rendah! Lekas kau semua menggelinding pergi!"
Liu Som diam, sambil menggendong Ciong In, dia
Bara Diatas Singgasana 14 Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An Geger Dunia Persilatan 8
^