Pencarian

Kisah Si Naga Langit 12

Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo Bagian 12


Waktu ini, pengaruh Chin Kui terhadap Kaisar amat besar dan
dia dipercaya penuh sehingga kalau kita mengerahkan pasukan
dan membunuhnya, jelas kita akan dianggap sebagai
pemberontak terhadap kerajaan. Hal ini bahkan akan membuat
keadaan menjadi semakin buruk dan merugikan bagi kita."
774 Kwee Cun Ki yang sejak tadi hanya mendengarkan saja, kini ikut
merasa penasaran dan bertanya, "Wah, kalau begitu, apa yang
dapat kita lakukan, ayah?"
"Ya, apa yang harus kami lakukan sekarang, Kwee-twako?"
tanya pula Han Si Tiong. Semua orang memandang kepada
Kwee Gi, menanti jawabannya karena semua orang bingung dan
tidak tahu apa yang harus mereka lakukan, kalau jalan jang
diusulkan Pek Hong tadi sama sekali tidak boleh dilakukan.
Panglima Kwee mengerutkan alisnya yang tebal, kemudian
setelah berpikir sejenak, dia berkata. "Kupikir sekaranglah
saatnya yang tepat untuk bertindak. Aku sudah mengumpulkan
semua rekan pejabat yang sehaluan untuk menentang Chin Kui,
dan semua panglima yang sehaluan sudah pula mempersiapkan
pasukan masing-masing untuk melawan kalau kalau Chin Kui
mempergunakan kekerasan dan mengerahkan pasukan yang
mendukungnya." "Dan apa yang dapat kami berempat lakukan untuk membantu?"
tanya pula Thian Liong. "Dua hari lagi akan ada persidangan dan pada waktu mana para
pejabat tinggi dan panglima datang menghadap Kaisar. Selama
dua hari ini, aku akan dapat mematangkan persiapan kami, akan
kuajak semua rekan untuk berunding. Kemudian, setelah
saatnya menghadap Kaisar tiba, kalian berempat, Han-siauwte
dan isterimu, Thian Liong, dan Pek Hong ikut bersamaku
menghadap Kaisar." "Heh?" Ini sama saja dengan menyerahkan diri! Liong-ko
sedang diburu pemerintah, kalau dia ikut menghadap Kaisar,
775 bukankah itu berarti dia menyerahkan diri dan akan ditangkap?"
seru Pek Hong terkejut. "Memang, dan menyerahkan diri itu menunjukkan bahwa Thian
Liong bukan pengkhianat yang hendak memberontak. Di depan
Kaisar nanti aku yang akan menjelaskan persoalannya ketika dia
membantu Kaisar Kin menghadapi pemberontakan yang
bersekutu dengan Chin Kui. Justru fitnah terhadap Thian Liong
itu akan kupergunakan untuk membongkar persekutuan Chin Kui
dengan Pangeran Hiu Kit Bong yang memberontak kepada
Kaisar Kin. Dan semua rekan sehaluan yang hadir akan
mendukung laporanku kepada Kaisar."
"Akan tetapi Perdana Menteri Chin Kui akan membantah dan
memutar-balikkan fakta, dan di antara para pejabat yang
menghadap tentu banyak pula kaki tangannya yang akan
mendukung semua laporannya," kata Liang Hong Yi.
"Benar sekali, hal itu sudah kami perhitungkan."
"Akan tetapi kalau Kaisar lebih mempercayai Chin Kui yang
sudah menguasainya, tentu Kaisar akan membenarkan perdana
menteri itu dan Liong-ko akan ditangkap dan dihukum!" protes
Pek Hong. "Kami sudah memperhitungkan demikian. Kalau benar seperti
yang kaukhawatirkan, Pek Hong, mungkin Thian Liong dan
engkau hanya akan ditahan dulu di penjara istana. Aku
mengenal watak Kaisar. Sesungguhnya beliau seorang
bijaksana, hanya dipengaruhi Chin Kui. Kalau terjadi
pertentangan pendapat di antara para pejabat tinggi tentu dia
tidak akan tergesa-gesa menghukum kalian, melainkan
776 menahan dulu untuk dipertimbangkan lagi dan diselidiki oleh
Kaisar. Dan untuk sementara, tidak ada tempat yang lebih aman
bagi kalian berdua, atau mungkin berempat dengan Han-siauwte
dan isterinya kalau omongan Chin Kui herhasil dipercaya Kaisar.
Setidaknya di sana kalian tidak akan dikejar-kejar lagi."
"Akan tetapi, kalau kami dipenjara, tentu mudah bagi Chin Kui
untuk membinasakan kami!" lagi-lagi Pek Hong memprotes.
"Jangan khawatir, Pek Hong. Kami sudah memperhitungkan
segala kemungkinan itu. Ketahuilah bahwa kepala penjara istana
adalah orang kita sendiri, sehaluan dengan kita, menentang
Chin Kui. Maka kalau kalian ditahan di dalam penjara istana, aku
yakin kalian akan diperlakukan dengan baik dan keselamatan
kalian terjamin." "Lalu, kalau hal itu terjadi dan kami berempat ditahan dalam
penjara, kemudian selanjutnya bagaimana, Kwee-twako?" tanya
Han Si Tiong. "Aku berpendapat bahwa engkau dan isterimu tidak akan dapat
difitnah Chin Kui, Hian-te. Kalian hanya dimusuhi Chin Kui
karena sebagai bekas bawahan mendiang Jenderal Gak Hui
kalian dianggap berbahaya. Akan tetapi kalian tidak
dipersalahkan pemerintah, bahkan kalian sudah berjasa ketika
balatentara Sung melawan pasukan Kin di perbatasan. Kalian
ikut kuhadirkan di depan Kaisar hanya untuk menjadi saksi
betapa Chin Kui berniat jahat, hendak membunuh kalian yang
telah berjasa kepada negara. Setelah, andaikata, benar-benar
Thian Liong ditahan, tidak usah khawatir. Selain kepala penjara
istana merupakan orang kita sendiri, juga kami akan berusaha
777 menyadarkan Kaisar dan siap bertindak kalau Chin Kui
mempergunakan kekerasan. Pendeknya, sekarang saatnya bagi
kita untuk melakukan perlawanan habis-habisan terhadap
Perdana Menteri Chin Kui."
"Baiklah, Paman Kwee. Saya siap paman bawa menghadap
Kaisar!" kata Thian Liong penuh semangat. Dia teringat akan
pesan gurunya agar dia membela Kerajaan Sung dari pengaruh
dan kekuasaan Perdana Menteri Chin Kui.
"Akupun siap!" kata Pek Hong penuh semangat.
Empat orang yang dicari dam diburu kaki tangan Perdana
Menteri Chin Kui itu tinggal di ruangan rahasia gedung Panglima
Kwee sampai dua hari. Selama itu Kwee-ciangkun mengadakan
persiapan yang matang dengan para rekannya. Mereka semua
mempersiapkan laporan dalam usaha mereka menjatuhkan
Perdana Menteri Chin Kui di depan Kaisar.
*** Ruangan persidangan dalam istana Kaisar Sung Kao Tsung itu
luas sekali. Biarpun puluhan orang yang menduduki jabatan
tinggi dan merupakan orang-orang penting di Kerajaan Sung
pada pagi hari itu berdiri menanti munculnya Kaisar Sung Kao
Tsung, namun ruangan itu masih tampak lega karena ruangan
itu akan mampu menampung ratusan orang! Para pejabat militer
dan sipil sudah berdiri menanti dan mereka tidak berani berisik,
berdiri diam menanti dengan sabar. Di sekeliling ruangan itu
tampak para perajurit pengawal istana berjaga, ada dua losin
pasukan tombak dan dua losin pasukan golok. Sebagian besar
berjaga di luar ruangan. 778 Panglima Kwee berdiri di depan dan di samping kirinya berdiri
Han Si Tiong, Liang Hong Yi, Souw Thian Liong, dan Sie Pek
Hong. Pek Hong memandang ke kanan kiri, memperhatikan
ruangan sidang itu, agaknya membandingkan dengan ruangan
sidang di istana ayahnya. Para pejabat tinggi yang menjadi
rekan Panglima Kwee, tidak merasa heran melihat kehadiran
empat orang pengikut Panglima Kwee ini. Akan tetapi mereka
yang menjadi sekutu Perdana Menteri Chin Kui, memandang
dengan curiga dan mereka itu saling berbisik-bisik lirih.
Tak lama kemudian suara pelapor terdengar lantang memenuhi
ruangan itu. "Yang Mulia Kaisar telah tiba
!!" Suara itu seolah merupakan komando karena semua orang yang
berdiri di ruangan itu, menghadap singasana, segera
menjatuhkan diri berlutut dengan khidmat. Pek Kong juga ikut
berlutut karena ia sudah biasa dengan adegan macam ini.
Hanya biasanya, ia berdiri di samping ayahnya, tidak ikut
menghadap dan berlutut seperti ini.
Rombongan kecil itupun melangkah perlahan, masuk ke
ruangan dari pintu besar di samping singasana. Kaisar Sung
Kao Tsung berjalan perlahan dengan pakaian gemerlapan,
sikapnya anggun dan dia tersenyum melihat para pejabat
berlutut. Di belakangnya berjalan seorang laki-laki berusia
sekitar enampuluh dua tahun, akan tetapi tampak jauh lebih tua
daripada usianya. Wajahnya penuh keriput dan rambutnya
sudah putih semua. Aan tetapi pakaiannya mewah sekali, tidak
kalah oleh pakaian yang dikenakan kaisar dan dan pandang
779 mata maupun senyum di wajahnya yang kurus itu tampak jelas
keangkuhannya dan kelicikannya.
Itulah Perdana Menteri Chin Kui yang seperti biasanya dalam
persidangan, selalu menghadap Kaisar lebih dulu dengan alasan
memberi laporan lengkap lebih dulu sebelum kaisar dihadap
semua pejabat tinggi. Di belakang Perdana Menteri Chin Kui
tampak beberapa orang thai-kam (orang kebiri atau sida-sida)
yang menjadi pelayan pribadi kaisar dan paling belakang
berjalan selosin orang perajurit pengawal pribadi kaisar. Begitu
kaisar duduk di atas singasana, semua pejabat tinggi yang
menghadap segera berseru dengan suara berbareng.
"Ban-swe ban-ban-swe ! (Panjang umur selaksa tahun!)'' Kaisar Sung Kao Tsung memberi isyarat dengan tangan
kanannya, dan seorang thai-kam pelayan pribadi yang bertugas
mengumumkan isyarat kaisar lalu berseru lantang.
"Para pejabat dipersilakan duduk!"
Dalam persidangan umum, Para pejabat tetap berdiri, akan
tetapi kalau yang bersidang itu para pejabat tinggi, maka
disediakan tempat duduk untuk mereka. Peraturan ini ditentukan
kaisar mengingat bahwa dalam persidangan para pembantu
utamanya itu terkadang makan waktu lama sehingga mereka
akan kelelahan kalau harus berdiri terus.
Para penghadap itu lalu mengambil tempat duduk masingmasing, dan tempat duduk mereka itu sudah ditentukan. Maka,
780 Han Si Tiong, Liang Hong Yi, Souw Thian Liong, dan Sie Pek
Hong tentu saja tidak kebagian tempat duduk dan mereka lalu
berlutut di dekat tempat duduk Panglima Kwee. Karena semua
orang duduk dan hanya empat orang itu berlutut, maka mereka
menjadi pusat perhatian. Baru sekarang Perdana Menteri Chin Kui melihat mereka. Dia
tidak mengenal Souw Thian Liong dan Sie Pek Hong, akan
tetapi dia mengenal Han Si Tiong dan isterinya, walaupun bekas
perwira itu kini memelihara kumis dan jenggot.
Tentu saja perdana menteri itu terkejut dan marah bukan main,
juga heran, akan tetapi dia tidak berani membuat ribut di situ
karena yang memusuhi suami isteri itu adalah dia sendiri, dan
kaisar bahkan tidak tahu tentang suami isteri bekas pembantu
mendiang Jenderal Gak Hui itu.
Kaisar Sung Kao Tsung juga segera melihat empat orang yang
berlutut itu maka diapun merasa heran. Melihat betapa empat
orang yang berlutut dekat dengan Kwee Gi, maka kaisar lalu
bertanya kepadanya. "Kwee-ciangkun, siapa empat orang yang berlutut itu?"
"Ampunkan hamba, Sri Baginda Yang Mulia, hamba telah berani
menghadapkan mereka berempat kepada paduka di luar
perintah paduka. Suami isteri ini adalah Han Si Tiong dan Liang
Hong Yi yang pada duabelas tahun yang lalu pernah menjadi
pimpinan Pasukan Halilintar yang telah berjasa memerangi
balatentara Kin di perbatasan."
781 Kaisar Sung Kao Tsung mengangguk-angguk dan tersenyum.
"Hemm, rasanya pernah kami mendengar tentang pasukan
Halilintar yang gagah berani itu. Dan dua orang muda ini,
siapakah mereka?" "Sri Baginda Yang Mulia, pemuda dan gadis ini
bernama Souw Thian Liong dan Sie Pek Hong "
"Wah, celaka!" tiba-tiba Perdana Menteri Chin Kui memotong.
"Sri Baginda, pemuda inilah pengkhianat itu, antek Kerajaan Kin
yang sudah hamba laporkan kepada paduka. Inilah orang
buruan kita, berani benar memasuki ruangan ini, tentu berniat
jahat terhadap paduka. Pengawal, tangkap pemuda itu!"
Kwee-ciang-kun cepat berlutut dan berkata, "Ampun Yang Mulia,
hamba yang menanggung bahwa Souw Thian Liong tidak akan
berbuat jahat di sini."
"Wah, ini jelas komplotan!" Chin Kui berteriak-teriak. "Yang
Mulia, mohon paduka berhati-hati, agaknya Kwee-ciangkun
sudah bersekongkol dengan pengkhianat ini dan dengan suami
isteri bekas anak buah Jenderal Gak Hui, tentu dengan niat
untuk menjatuhkan Paduka dan merebut kedudukan mahkota
raja!" Chin Kui menudingkan tangannya kepada Kwee Gi dan
empat orang yang berlutut. "Para pengawal cepat tangkap lima
orang itu sebelum mereka menyerang Sri Baginda!"
JILID 21 782 Akan tetapi pada saat itu, lima orang panglima dan lima orang
pem?besar sipil turun dari kursi mereka dan maju lalu berlutut
menghadap kaisar. "Sri Baginda Yang Mulia," kata seorang pembesar sipil, Menteri
Kebudayaan, yang sudah tua dan dihormati kaisar, berkata
mewakili sembilan orang rekannya. "Hamba para abdi setia
paduka bertanggung jawab kalau Kwee-ciangkun mempunyai
niat jahat atau memberontak. Mohon paduka sudi
mendengarkan dulu semua penjelasan sebelum menjatuhkan
perintah menangkap mereka. Hamba semua hanya merupakan
abdi paduka yang setia dan yang selalu menjaga keselamatan
paduka dan Kerajaan Sung."
"Wah, ini pengkhianatan besar! Mereka semua merupakan
persekutuan pemberontak! Sri Baginda, sebelum terlambat,
mereka harus ditangkap dari dihukum gantung!" teriak Perdana
Menteri Chin Kui. Akan tetapi Kaisar Sung Kao Tsu, biarpun amat percaya dan
sudah berada dalam pengaruh perdana menterinya yang dia
anggap amat setia dan pandai, meragukan ucapan itu sekali ini.
"Kami kira mereka tidak akan memberontak. Bukan begini sikap
orang-orang yang hendak memberontak. Biar kami memeriksa
mereka." Mendengar ucapan kaisar, itu, Kwee-ciangkun dan rekanrekannya tampak bergembira, akan tetapi Perdana Menteri Chin
Kui mengerutkan alisnya dan wajahnya tampak muram dan
penasaran sekali. Akan tetapi dia tidak takut karena merasa


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

783 betapa kaisar tentu lebih percaya kepadanya daripada kepada
yang lain, apa lagi mengingat betapa kuat kedudukannya.
Kaisar Sung Kao Tsu memandang Thian Liong dengan tajam
lalu berkata, suaranya membentak. "Hei, orang muda. Kami
mendengar bahwa engkau telah berkhianat kepada Kerajaan
Sung dengan membantu Kerajaan Kin. Kamu menjadi matamata Kerajaan Kin untuk menyelidiki kerajaan kami, benarkah
itu?" Souw Thian Liong menjawab dengan hormat. "Berita itu hanya
fitnah, Sri Baginda Yang Mulia. Hamba memang berada di utara,
daerah Kerajaan Kin, dalam perjalanan hamba mencari seorang
maling yang mencuri sebuah kitab pusaka dari hamba. Di sana
hamba melihat usaha pemberontakan terhadap Kaisar Kin.
Pemberontaknya adalah Pangeran Hiu Kit Bong dan melihat ini
hamba lalu membantu Kaisar Kin untuk menghancurkan
pemberontak. Hamba memang telah membantu Kaisar Kerajaan
Kin, akan tetapi bantuan itu hanya untuk melawan
pemberontakan di sana. Sama sekali hamba tidak menjadi kaki
tangan Kerajaan Kin, apalagi untuk menjadi mata mata di sini."
"Dia bohong, Sri Baginda! Hamba mendengar jelas bahwa Souw
Thian Liong ini telah menjadi kaki tangan Kerajaan Kin, bahkan
hamba mendengar keterangan dari penyelidik hamba bahwa
Souw Thian Liong bergaul akrab dengan puteri Kaisar Kin!"
"Hei, Perdana Menteri Chin Kui! Siapa penyelidikmu itu" Tentu
dia bernama Cia Song, penjahat busuk itu, bukan" Cia Song itu
utusanmu dalam persekutuanmu dengan pemberontak
Pangeran Hiu Kit Bong, bukan?" Pek Hong berteriak.
784 "Perempuan jahat! Jaga mulut busukmu! Sri Baginda,
perempuan ini telah menghina hamba, berarti merendahkan
paduka. Berani ia berteriak-teriak di depan paduka. Tentu ia ini
jahat sekali dan tentu dia tokoh di utara yang menjadi matamata, teman baik pengkhianat Souw Thian Liong."
Kaisar Sung Kao Tsu mengerutkan alisnya. Sudah biasa dia
mempercaya semua omongan perdana menterinya, dan diapun
merasa agak tersinggung dan tidak senang melihat sikap Pek
Hong yang begitu berani seolah tidak perduli bahwa ia sedang
berada di tengah persidangan dalam istana, bukan dalam pasar
atau di jalan umuml Akan tetapi kaisar itu juga terkejut
mendengar ucapan gadis itu yang menuduh Perdana Menteri
Chin Kui bersekongkol dengan Pangeran Hiu Kit Bong yang
memberontak terhadap Kaisar Kin.
"Sri Baginda Yang Mulia, apakah paduka lebih percaya obrolan
kosong gadis berlidah utara ini, mata-mata Kin ini, daripada
keterangan hamba yang selalu setia kepada paduka" Hamba
bersumpah tidak pernah berhubungan dengan pangeran
manapun juga dari kerajaan Kin, apalagi dengan pemberontak.
Untuk apa hamba bersekutu dengan pemberontak" Apa
keuntungan hamba" Harap paduka memberi hukuman kepada
perempuan yang menjatuhkan fitnah dan amat jahat ini, juga
kepada Souw Thian Liong ini!"
Melihat kaisar bimbang, Panglima Kwee cepat berkata, "Mohon
ampun Sri Baginda Yang Mulia. Kalau memang kedua orang
muda ini mempunyai niat jahat, untuk apa mereka berdua berani
datang menghadap paduka" Hamba yang bertanggung jawab.
Harap paduka suka mempertimbangkan dan tidak tergesa gesa
785 menjatuhkan hukuman kepada orang-orang yang tidak berdosa.
Kalau paduka masih meragukan kebersihan Souw Thian Liong
dan Sie Pek Hong, hamba usulkan agar mereka berdua ini untuk
sementara ditahan dulu dalam penjara istana, kemudian paduka
selidiki siapa yang bersalah dan siapa yang benar, baru paduka
menjatuhkan keputusan hukuman kepada yang bersalah. Harap
paduka ampunkan hamba yang berani mengajukan saran, akan
tetapi semua ini hamba lakukan demi mempertahankan
kebijaksanaan dan keadilan paduka."
Menteri Kebudayaan Pui yang tua itu mewakili teman-temannya
yang kesemuanya masih berlutut bersama Panglima Kwee
segera berkata, "Hamba semua abdi paduka yang setia
mendukung saran dari Kwee-ciangkun, Yang Mulia."
"Wah, kalian semua pengkhianat dan pemberontak! Berani
sekali kalian bersikap kurang ajar kepada Sri Baginda Yang
Mulia" Sejak kapan pejabat-pejabat macam kalian boleh
memberi perintah kepada Sri Baginda Yang Mulia" Ini
penghinaan namanya! Aku akan membasmi para pengkhianat
dan pemberontak! Para pengawal, tangkap mereka para
pengkhianat ini!" Perdana Menteri Chin Kui berteriak-teriak dengan marah sekali,
kemarahan yang timbul dari rasa gelisah melihat betapa orangorang itu berani hendak membongkar rahasia dan kesalahannya
di depan Sri Baginda Kaisar.
Sebagian dari para perajurit pengawal itu ada yang telah
dipengaruhi Perdana Menteri Chin Kui dan menerima sogokan,
akan tetapi karena Kaisar tidak memberi tanda untuk bergerak
786 menangkap, tentu saja mereka tidak berani bergerak, menanti
tanda dari Kaisar. "Hentikan semua perdebatan ini! Memusingkan kami saja!" kata
Kaisar Sung Kao Tsu sambil mengerutkan alisnya. "Pengawal,
tangkap Souw Thian Liong dan Sie Pek Hong ini dan tahan
mereka dalam penjara! Kami akan mengambil keputusan kelak!"
Empat orang pengawal memberi hormat, lalu mereka maju
menghampiri Souw Thian Liong dan Sie Pek Hong dan dengan
tertib mereka berempat menyuruh kedua orang muda itu berdiri
dan mengawal mereka berdua keluar dari ruangan itu. Karena
memang sebelumnya sudah direncanakan oleh Kwee-ciangkun,
maka Thian Liong dan Pek Hong tenang-tenang saja ketika
dikawal menuju ke penjara istana yang terletak di bagian
belakang bangunan istana yang luas itu. Bahkan ketika
meninggalkan ruangan itu, Pek Hong cengingisan, senyumsenyum dan ketika melihat Perdana Menteri Chin Kui
memandang kepadanya, ia melotot dan menjulurkan lidahnya
kepada perdana menteri itu. Chin Kui yang merasa diejek di
depan para pejabat tinggi, sukar sekali menahan kemarahannya
dan dia mengamangkan tinjunya ke arah Pek Hong yang dibalas
oleh gadis ini dengan meruncingkan bibirnya ke arah Chin Kui.
Semua orang melihat hal ini dan diam diam mereka heran akan
keberanian gadis itu. Hanya Kwee Gi, Han Si Tiong, dan Liang
Hong Yi saja yang tidak merasa heran karena mereka maklum
bahwa gadis itu adalah puteri Kaisar Kin, tentu saja tidak merasa
rendah diri atau takut menghadap semua penghuni istana
termasuk kaisarnya sendiri!
787 Biarpun belum ada keputusan hukuman Kaisar, namun hati Chin
Kui sudah merasa lega bahwa dua orang itu telah ditahan dalam
penjara. Untuk sementara dia aman dan bukan merupakan
pekerjaan sukar baginya untuk membunuh dua orang muda
berbahaya itu setelah mereka berada dalam penjara.
Kini Kaisar Sung Kao Tsu memandang kepada Han Si Tiong dan
Liang Hong Yi, lalu bertanya. "Kalian suami isteri yang dulu
menjadi pimpinan Pasukan Halilintar, kami ingat bahwa setelah
perang berhenti, kalian mengundurkan diri dari jabatan.
Sekarang apa kehendak kalian, berani ikut Kwee-ciangkun
menghadap dalam persidangan ini tanpa kami panggil?"
"Ampunkan hamba berdua, Sri Baginda Yang Mulia. Duabelas
tahun yang lalu, hamba berdua mengundurkan diri karena
hamba berdua hendak mencari puteri hamba yang diculik orang.
Kemudian, karena merasa rindu kepada para sahabat hamba di
kota raja, hamba berdua kembali ke sini untuk berkunjung
kepada para sahabat, terutama kepada Kwee-ciangkun yang
sudah hamba anggap sebagai saudara sendiri. Akan tetapi
dalam perjalanan, tiba-tiba saja hamba berdua diserang hendak
dibunuh oleh tiga orang jagoan yang diutus oleh Perdana
Menteri Chin Kui. Hamba berdua tidak melakukan kesalahan
apapun terhadap dia, akan tetapi kemudian hamba mengetahui
bahwa Perdana Menteri Chin Kui memang hendak membasmi
semua orang yang pernah berjuang membela negara di bawah
pimpinan mendiang Jenderal Gak Hui."
"Bohong, itu fitnah! Sri Baginda, harap jangan percaya fitnah itu.
Hei, orang she Han, apa buktinya bahwa aku menyuruh orang
untuk membunuh kalian" Mana buktinya" Hayo tunjukkan
788 buktinya, jangan bicara bohong dan menyebar fitnah!" bentak
Chin Kui. "Buktinya memang tidak ada, akan tetapi saksinya banyak.
Pertama, saksinya adalah Souw Thian Liong dan Sie Pek Hong
tadi karena dua orang muda itulah yang menyelamatkan kami
berdua dan membuat para pembunuh melarikan diri. Kemudian,
ada lagi saksinya, yaitu Kwee-ciangkun yang bertemu dengan
tiga orang pembunuh itu, yang bukan lain adalah Hwa Hwa Cinjin dan Siang Mo ko, jagoan-jagoan yang engkau kirim untuk
membunuh kami!" kata Liang Hong Yi dengan berani.
"Bohong! Semua saksi itu adalah komplotan kalian yang sengaja
mengatur muslihat untuk menjatuhkan aku! Sri Baginda Yang
Mulia, Han Si Tiong dan isterinya ini adalah dua orang yang
jahat sekali. Paduka tentu sudah mendengar bahwa Jenderal
Ciang Sun Bo dan puteranya, Ciang Ban, telah dibunuh orang.
Paduka tahu siapa yang membunuh mereka" Bukan lain
pembunuhnya adalah seorang gadis bernama Han Bi Lan, puteri
dari suami isteri jahat ini!"
Kaisar Sung Kao Tsu terkejut juga mendengar ucapan Perdana
Menteri Chin Kui ini. Dia memandang kepada suami isteri itu dan
bertanya, "Han Si Tiong, benarkah puterimu membunuh
Jenderal Ciang dan puteranya?"
"Benar, Yang Mulia. Jenderal Ciang dan puteranya menipu
puteri hamba. Mereka menjamu dan meracuni puteri hamba,
maka puteri hamba lalu membunuh mereka yang jahat itu,"
jawab Han Si Tiong dengan tenang.
789 "Nah, laporan hamba benar, Sri Baginda. Kalau puterinya
pembunuh kejam, orang tuanya tentu bukan orang baik baik dan
mereka berdua ini harus dihukum!" teriak Perdana Menteri Chin
Kui. Kaisar Sung Kao Tsu benar-benar menjadi bingung dan pusing.
Baru sekali ini dalam persidangan terjadi perbantahan dan
percekcokan saling tuduh seperti itu.
"Ampun, Sri Baginda Yang Mulia. Hamba menjadi penanggung
jawab akan kebenaran keterangan Han Si Tiong. Mendiang
Jenderal Ciang Sun Bo adalah anak buah Perdana Menteri Chin
Kui, maka dia hendak mencelakai puteri Han Si Tiong itu. Mohon
kebijaksanaan paduka untuk menyelidiki kebenaran laporan
hamba ini," kata Panglima Kwee dan sepuluh orang pejabat
tinggi itupun mengeluarkan pendapat mereka melalui Menteri
Kebudayaan Pui. "Hamba semua mendukung kebenaran laporan Panglima Kwee
Gi!" Kaisar dengan pusing mengangkat tangan sebagai isyarat
bahwa semua orang harus diam, kemudian dia berkata. "Kami
akan menyelidiki siapa yang bersalah dan siapa yang benar
dalam hal ini. Untuk sementara, Han Si Tiong dan isterinya
ditahan seperti dua orang muda tadi.
Pengawal, tahan Han Si Tiong dan Liang Hong Yi ke dalam
penjara, pisahkan dari dua orang muda tadi!"
Empat orang pengawal maju dan suami isteri itu lalu digiring
keluar dari ruangan itu menuju ke penjara istana. Setelah Han Si
790 Tiong dan Liang Hong Yi dibawa pergi para pengawal, mulailah
para pejabat tinggi, dipimpin oleh Panglima Kwee Gi, bergantiganti dan bersambungan, membuat pelaporan kepada Sri
Baginda. Semua memberi laporan yang membongkar keburukan
Perdana Menteri Chin Kui, ada yang melaporkan tentang
penindasan Chin Kui dan kaki tangannya terhadap rakyat jelata
dengan tindakan yang sewenang-wenang, pemerasan melalui
pajak yang berlebihan, sogok menyogok, dan berbagai korupsi.
Semua laporan itu membongkar kenyataan yang sangat jauh
bedanya dengan laporan Chin Kui kepada Kaisar yang selalu
baik?baik saja. Kwee-ciangkun sendiri melaporkan betapa
kehidupan Chin Kui amat berlebihan, istananya bahkan lebih
mewah daripada istana kaisar sendiri, kekayaannya amat besar
dan semua itu adalah hasil korupsi dan pemerasan terhadap
rakyat. Tentu saja Perdana Menteri Chin Kui dengan kemarahan
meluap-luap berteriak-teriak menyangkal semua tuduhan itu.
"Sri Baginda Yang Mulia. Mereka semua ini, Kwee Gi dan koncokonconya, adalah orang-orang yang tidak senang dengan
kekuasaan paduka sebagai raja! Mereka tidak berani terangterangan menyerang paduka, maka mereka alihkan kepada
hamba yang merupakan abdi paling setia dari paduka. Mereka
sengaja menjatuhkan fitnah-fitnah keji untuk mengadu domba
antara paduka dengan hamba, semua itu ditujukan untuk
melemahkan kedudukan paduka. Kalau muslihat mereka
berhasil menjatuhkan hamba, barulah tiba giliran paduka karena
hamba sudah tidak ada lagi untuk membela paduka. Mereka ini
jelas bermaksud untuk memberontak dan menggulingkan
kekuasaan paduka, Sri Baginda!" Setelah Perdana Menteri Chin
791 Kui berteriak demikian, para sekutunya juga mendukung dan
membenarkannya. Sebaliknya, Kwee-ciangkun dan sepuluh orang rekannya
membantah. Terjadi perbantahan dan masing-masing bahkan
sudah menjadi panas dan hampir terjadi perkelahian di depan
Kaisar! Kaisar Sung Kao Tsu bangkit berdiri, memegangi kepala dengan
kedua tangan dan membentak. "Semua diam! Apakah kalian
semua sudah tidak menganggap aku sebagai junjungan kalian
lagi" Di dalam persidangan, di depanku, kalian berani membikin
ribut seperti dalam pasar!"
Semua pejabat lalu menjatuhkan diri berlutut dan hampir
berbareng mulut mereka, baik pihak Perdana Menteri Chin Kui
dan sekutunya, maupun pihak Kwee-ciangkun dan rekanrekannya, berseru memohon ampun kepada Sri Baginda Kaisar.
"Sudah, aku sudah cukup pusing! Persidangan ditunda sampai
satu minggu, baru aku akan mengambil keputusan!"
Setelah berkata demikian, Kaisar Sung Kao Tsung dengan kasar
lalu bangkit dan melangkah keluar dari ruangan sidang itu, diikuti
para thaikam dan pengawal pribadi. Agaknya kaisar
memerintahkan dari sebelah dalam kepada para perwira
pengawal pribadi karena setelah kaisar pergi, tak lama kemudian
semua perajurit pengawal berkumpul di ruangan sidang itu,
melakukan penjagaan kalau-kalau para pejabat tinggi itu
membuat ribut lagi. 792 Kwee-ciangkun dan sepuluh orang rekannya cepat

Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meninggalkan istana, demikian pula Perdana Menteri Chin Kui
keluar bersama kelompoknya yang terdiri dari beberapa
panglima dan menteri, berjumlah sekitar lima belas orang. Para
pejabat lainnya yang tidak memihak, akan tetapi sebagaian
besar adalah pejabat yang setia kepada kaisar, juga bubaran.
*** Kedua pihak yang bertentangan itu masing-masing berunding
dengan kelompoknya. Pihak yang menentang Chin Kui, dipimpin
Kwee-ciangkun, segera membuat persiapan dengan pasukan
mereka, berjaga-jaga kalau pihak lawan menggunakan
kekerasan. Adapun Chin Kui yang penasaran dan marah sekali,
kemarahannya yang timbul dari kekhawatiran, segera berunding
pula dengan sekutunya. Mereka semua merasa terancam. Kalau
para penentang itu berhasil, berarti kedudukan mereka goyah
dan penghasilan besar yang mengalir masuk secara
berlimpahan ke kantung mereka tentu saja akan berhenti atau
terganggu. Tak seorangpun di antara mereka rela kehilangan
kedudukan mereka yang tinggi.
Kedudukan atau jabatan tinggi berarti kekuasaan, dan
kekuasaan berarti melancarkan mengalirnya harta yang
memasuki kantung mereka. Kemuliaan, kemewahan, dan
kekuasaan yang membuat mereka selalu menang selalu benar
itu menjadi sebab utama kemelekatan pinggul mereka kepada
kursi kedudukan sehingga mereka akan mempertahankan kursi
kedudukan itu dengan cara apapun juga, kalau perlu dengan
kekerasan, bahkan dengan taruhan nyawa sekalipun!
793 Setelah berunding semalam suntuk, Chin Kui mengumpulkan
saran-saran dari para sekutunya, kemudian dia mengambil
keputusan dengan suara tegas.
"Kita semua mengetahui bahwa kedudukan kita terancam
bahaya dengan adanya tuduhan dari Souw Thian Liong dan Sie
Pek Hong, juga dari Han Si Tiong dan isterinya. Celakalah kita
kalau sampai Kaisar mendapat bukti akan keterlibatan kita
dengan pemberontakan di Kerajaan Kin. Semua ini karena
keteledoran Cia Song sehingga mereka sampai mengetahui
bahwa aku mengirim Cia Song ke utara. Karena itu, jalan satu
satunya untuk menyelamatkan diri adalah membunuh empat
orang tahanan itu. Setelah mereka berada dalam tahanan, tidak
begitu sukar untuk membunuh mereka. Dan engkau, Cia Song,
engkau harus menebus keteledoranmu di utara itu. Engkau yang
harus melakukan pembunuhan terhadap mereka berempat.
Engkau boleh membawa bantuan dan jangan sampai tugas itu
gagal!" Cia Song yang memang telah merasa betapa dia yang
menyebabkan perdana menteri itu diketahui mengadakan
persekutuan dengan Pangeran Hiu Kit Bong yang mengadakan
pemberontakan di Kerajaan Kin, hanya dapat mengangguk
menyanggupi. "Akan tetapi apa artinya kalau hanya membunuh empat orang itu
saja" Tentu Kaisar sudah kehilangan kepercayaan kepada anda,
Chin-taijin (pembesar Chin)!" kata seorang panglima yang
bertubuh tinggi besar bermuka hitam.
794 "Anda benar, Lo-ciangkun. Sebagaimana diusulkan oleh
beberapa orang saudara tadi, sekali ini kita tidak boleh bekerja
kepalang tanggung. Selain menugaskan Cia Song untuk
membunuh empat orang tahanan yang berbahaya bagiku itu,
kita juga harus pada malam itu juga membunuh kaisar. Kalau
usaha itu berhasil baik, kita harus menggunakan pasukan yang
telah dipersiapkan untuk menyerbu dan menduduki istana. Kalau
kaisar sudah tewas, tentu mereka itu tidak dapat berbuat apaapa. Akan tetapi kalau usaha membunuh kaisar gagal kita harus
bersabar, tidak boleh menyerbu istana dan mencari jalan dan
kesempatan lain yang lebih menguntungkan. Bagaimanapun
juga, kurasa kaisar masih menaruh kepercayaan kepadaku
karena semua yang dituduhkan gerombolan pengacau itu belum
dapat dibuktikan." Setelah berunding dengan matang, para pemberontak ini
bubaran untuk mempersiapkan diri dengan tugas masing
masing. Cia Song juga membuat persiapan. Karena dia
ketahuan sebagai penghubung Chin Kui dengan pemberontak di
Kerajaan Kin dan perdana menteri itu menyangkal, maka dia
tidak boleh memperlihatkan diri kepada umum dan diharuskan
bersembunyi di dalam ruangan rahasia dalam istana Perdana
Menteri Chin Kui. Cia Song mengajak empat orang kaki tangan Chin Kui yang
telah diselundupkan dan menjadi perajurit dalam pasukan
pengawal istana untuk menemaninya melaksanakan tugas
pembunuhan terhadap empat orang tahanan itu. Dia tidak mau
mengajak jagoan-jagoan yang berada di rumah Chin Kui karena
kemungkinan ketahuan lebih besar. Kalau mengajak empat
795 orang itu, tentu akan mudah menyusup ke dalam penjara istana
dan dia dapat menyamar sebagai seorang dari mereka.
Sementara itu, Hwa Hwa Cin-jin dan Siang Mo-ko yang
ditugaskan untuk melakukan pembunuhan terhadap kaisar! Tiga
orang ini memang merupakan jagoan jagoan kepercayaan Chin
Kui dan ilmu kepandaian mereka cukup tinggi sehingga perdana
menteri itu menganggap bahwa mereka cukup kuat untuk
melakukan tugas itu dengan berhasil baik.
Perdana Menteri Chin Kui adalah seorang yang licik dan cerdik
sekali. Dia selalu mendahulukan kepentingan dan keselamatan
dirinya sendiri. Oleh karena itu, dalam setiap tugas yang
diberikan kepada kaki tangannya, dia selalu menjaga agar kalau
tugas itu gagal, jangan sampai namanya tersangkut. Oleh
karena itu, ketika memberi tugas kepada Cia Song untuk
membunuh empat orang tawanan di dalam penjara istana, juga
memberi tugas kepada Hwa Hwa Cin-jin dan kedua Siang Mo-ko
untuk membunuh kaisar dalam istana, diam-diam dia
menugaskan orang-orangnya yang telah ditanam di istana
sebagai pengawal-pengawal, untuk membayangi mereka yang
bertugas itu. Dua orang diharuskan membayangi Cia Song dan dua orang
pula membayangi Hwa Hwa Cin-jin dan Siang Mo-ko dengan
pesan bahwa kalau sampai para petugas itu gagal dan tidak
mampu lolos dari dalam istana, maka para petugas itu harus
dibunuhnya. Tidak boleh sekali-sekali ada yang tertangkap
sehingga akan mengaku bahwa mereka disuruh oleh Chin Kui!
796 Malam kedua setelah persidangan dalam istana yang kacau dan
penuh perdebatan dan percekcokan sehingga membuat kaisar
menjadi pusing dan marah itu adalah malam yang sepi, gelap
dan dingin. Hujan baru saja berhenti setelah turun lebat sejak
sore. Di luar rumah basah semua dan udara menjadi bersih
namun dingin bukan main sehingga orang orang segan keluar
rumah dan membuat malam itu terasa sepi. Dalam cuaca seperti
itu, yang paling nyaman adalah tidur.
Di kompleks bangunan istana juga tampak sepi. Para penjaga
yang merupakan pengawal istana bagian luar berjaga di gardu
masing-masing dan agak malas melakukan perondaan di malam
yang dingin itu. Pula, selama ini tidak pernah terjadi sesuatu di
istana. Tidak mungkin ada pencuri berani memasuki kompleks
istana yang terjaga oleh tiga lapis pasukan. Pertama, pasukan
pengawal luar istana, lalu ada pasukan pengawal dalam istana
dan pasukan pengawal keluarga kaisar. Masih ada lagi pasukan
pengawal bagian keluarga wanita istana dan para perajurit di sini
adalah para thai-kam (sida-sida, kebiri).
Cia Song yang menyamar, berpakaian sebagai perajurit
pengawal bagian dalam, bersama empat orang perajurit
pengawal yang menjadi kaki tangan Chin Kui, berhasil masuk
dengan mudah. Dia lalu bersama empat perajurit itu melakukan
perondaan. Sementara itu, Hwa Hwa Cin-jin dan Siang Mo-ko, yaitu Bu-tek
Mo-ko dan Bu-eng Mo-ko, masuk secara menggelap. Mereka
sudah mendapat keterangan lengkap tentang jalan masuk ke
taman istana melalui pintu kecil di bagian belakang, setelah
mereka dapat melewati pintu gerbang benteng istana yang
797 dijaga oleh para perajurit kaki tangan Chin Kui yang memang
dipersiapkan malam itu bertugas jaga di situ.
Malam yang gelap dan sunyi amat membantu calon-calon
pembunuh itu. Dengan mudah mereka dapat mendekati sasaran
masing-masing. Dengan jalan meronda, Cia Song dan empat
orang perajurit pengawal itu akhirnya mengambil jalan menuju
ke belakang di mana terdapat sebuah bangunan yang menjadi
tempat tahanan istana yang penting.
Tepat seperti yang dikatakan Panglima Kwee, empat orang yang
ditahan di penjara istana itu mendapat perlakuan baik sekali dari
kepala penjara itu yang mendukung perjuangan Panglima Kwee
dan rekan-rekannya dalam menentang Perdana Menteri Chin
Kui. Kepada anak buahnya kepala penjara itu memperingatkan.
"Para tahanan ini adalah orang-orang gagah, pendekarpendekar dan mereka hanya ditahan selama urusan mereka
masih dipertimbangkan oleh Sri Baginda Kaisar. Mereka belum
dinyatakan bersalah, belum dihukum. Maka kalau kalian
memperlakukan mereka berempat secara kasar, aku tidak akan
mengampuni kalian karena tentu Sri Baginda akan menyalahkan
aku. Aku yang bertanggung jawab di sini. Mengerti?"
Tentu saja para anak buahnya takut untuk membantah.
Bagaimanapun juga, ucapan kepala penjara itu benar. Oleh
karena itu, Han Si Tiong, Liang Hong Yi, Souw Thian Liong, dan
Sie Pek Hong diperlakukan dengan baik. Memang, kamar
tahanan mereka itu kokoh sekali, terbuat dari baja tebal dengan
jeruji yang kokoh dan tidak mungkin dipatahkan begitu saja.
Akan tetapi mereka diperlakukan dengan baik, tidak ada yang
798 berani mengejek atau menghina dan mereka tidak kekurangan
makanan dan minuman. Thian Liong dan Pek Hong berada dalam satu kamar tahanan
dan Han Si Tiong berdua dengan isterinya.
Thian Liong merasa rikuh juga berada dalam satu kamar dengan
Pek Hong. Akan tetapi gadis itu bersikap biasa. Juga dalam
setiap kamar terdapat dua bangku batu sebagai tempat tidur dan
setiap kamar dilengkapi dengan kamar mandi dan kakus
lengkap. Biarpun para penjaga bersikap baik, namun para
tahanan itu tetap waspada dan di waktu malam, tidur merekapun
tidak pulas benar. Sedikit suara saja cukup membangunkan
mereka. Pada malam kedua yang sepi dan dingin itu, Thian Liong duduk
di atas pembaringan batu, bersila dan menenangkan hati dan
pikiran, mengumpulkan hawa murni agar dia dapat selalu siap
menghadapi segala kemungkinan, baik ataupun buruk. Tiba-tiba
dia mendengar Pek Hong bersenandung. Lirih saja, akan tetapi
suaranya merdu dan lagunya terdengar asing, akan tetapi indah.
Thian Liong membuka mata dan memandang.
Gadis itu duduk di atas pembaringan batunya yang berada di
dekat dinding seberang, kedua kakinya digantung dan wajahnya
tampak tenang saja. Diam-diam dia merasa kagum. Gadis ini
memang luar biasa. Menjadi tahanan, dikeram dalam kamar
penjara, sama sekali tidak tampak sedih atau khawatir, malah
bersenandung, seperti orang yang sedang santai dan gembira.
Padahal, ia itu seorang puteri yang biasa hidup di dalam istana
799 yang indah dan mewah! Akan tetapi, Thian Liong segera teringat
bahwa Puteri Moguhai ini juga Pek Hong Nio-cu, seorang
pendekar wanita yang tentu saja biasa merantau dan hidup
dalam keadaan seadanya, bahkan tentu pernah kekurangan
makan dan tidur di mana saja, mungkin di dalam hutan. Maka
hilanglah rasa herannya walaupun dia tetap saja masih merasa
kagum. "Hong-moi kenapa engkau begini gembira?" tanya Thian Liong.
Gadis itu memandang kepadanya dengan senyum manis sekali.
"Habis, apakah engkau lebih suka melihat aku menangis, Liongko?"
Mau tak mau Thian Liong tersenyum juga. 'Tentu saja tidak,
Hong-moi. Akan tetapi aku merasa kagum akan ketenanganmu,
dalam keadaan terancam begini engkau masih dapat
bersenandung dan tersenyum!"
"Karena aku yakin bahwa keadaan ini pasti tidak akan
selamanya dan hanya sementara saja."
"Engkau yakin bahwa perjuangan Paman Kwee dan rekanrekannya akan berhasil" Kulihat Chin Kui itu benar-benar telah
mempengaruhi Kaisar."
"Aku percaya kepada Paman Kwee, akan tetapi bukan
kepadanya dan para rekannya saja. Akupun yakin bahwa
ayahku tidak akan diam saja membiarkan aku terancam bahaya,
Liong-ko." "Eh" maksudmu?"
800 "Ayah percaya akan kemampuanku, akan tetapi dia juga amat
sayang kepadaku. Mengingat bahwa aku pergi ke selatan, ke
wilayah Kerajaan Sung, aku yakin bahwa ayah tentu tidak akan
melepaskan aku begitu saja dan diam-diam tentu mengirim
orang-orang untuk mengawasi dan menjagaku sehingga kalau
aku mendapatkan kesulitan mereka akan dapat menolongku."
"Hemm, kau pikir begitukah, Hong moi?"
"Bukan itu saja Liong-ko. Kau ingat ketika kita terancam bahaya
sewaktu kita tertawan kaki tangan
pemberontak di utara itu" Paman Sie menolong kita
" "Maksudmu, suhu Tiong Lee Cin-jin?"
"Bukan, maksudku Paman Sie, sahabat ibuku dan juga guruku!
Aku yakin dia tidak akan membiarkan aku celaka."
Ucapan itu dikeluarkan dengan suara demikian penuh keyakinan
sehingga Thian Liong terpengaruh dan percaya juga. Diapun
percaya bahwa gurunya adalah seorang sakti yang dapat
melakukan hal hal yang luar biasa. Dia tidak mau berdebat
dengan Pek Hong tentang siapa penolong mereka dahulu itu,
apakah gurunya Tiong Lee Cin-jin ataukah paman gadis itu yang
disebut Paman Sie, ataukah keduanya itu memang sama
orangnya. Maka, diapun diam saja tidak mau membantah dan
keduanya kini duduk diam, seolah tenggelam ke dalam lamunan
masing-masing. Karena keduanya diam, maka terasa sunyi
sekali. 801 Hawa dingin menembus dinding tebal dan menyusup ke dalam
kamar tahanan itu. Thian Liong memandang gadis itu. Gadis
yang begitu cantik jelita, begitu lihai dan juga gagah perkasa dan
pemberani, seorang puteri kaisar lagi! Dan sekarang, gadis itu
meringkuk dalam kamar tahanan duduk di tempat tidur batu
yang dingin! Semua ini karena gadis itu hendak membantunya
untuk membela Kerajaan Sung menentang Chin Kui!
"Hong-moi, maafkan aku. Aku menyesal sekali, Hong-moi."


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah menghela napas berulang-ulang, Thian Liong berkata
lirih. Gadis yang tadinya menundukkan mukanya itu, kini mengangkat
muka memandang. "Apa maksudmu, Liong-ko" Maaf"
Menyesal?" "Ya, aku merasa menyesal sekali dan minta maaf padamu
karena sekarang engkau menderita dan terancam bahaya hanya
karena aku! Kalau engkau tidak ikut dan membantuku, tentu
engkau sekarang berada di kamarmu sendiri, di istana ayahmu
yang indah." Sepasang alis hitam melengkung itu berkerut. Sepasang mata
bintang itu bersinar marah. "Liong-ko, apakah dahulu ketika
engkau membantu aku menghadapi pemberontak di utara lalu
kita tertawan dan terancam maut, aku juga minta maaf dan
menyatakan menyesal karena engkau membantuku" Kalau
begitu engkau merasa menyesal bahwa aku membantumu,
berarti engkau menyesal pula dahulu pernah membantu aku!"
"Wah, sama sekali tidak, Hong-moi! Bukan begitu
802 maksudku " "Kalau tidak begitu, syukurlah dan jangan kita bicarakan lagi hal
itu!" Pek Hong lalu memutar duduknya, menghadap ke arah
pintu baja di mana terdapat jeruji baja yang kokoh dan mereka
dapat memandang keluar pintu melalui celah celah jeruji.
Thian Liong tahu bahwa gadis itu marah. Diapun tidak berani lagi
bicara dan merasa bahwa memang dia tadi telah salah omong.
Semestinya, penyesalan itu untuk diri sendiri saja, disimpan di
hati tidak dikeluarkan melalui omongan. Diapun memandang ke
luar pintu. Malam makin larut. Penjara istana itu dijaga ketat oleh lima
orang secara bergiliran. Lima orang penjaga yang baru saja
mendapat giliran menggantikan lima orang perajurit yang
berjaga sejak sore tadi, masih tampak segar dan belum
mengantuk. Melakukan tugas jaga di penjara itu, di waktu
penjara ada penghuninya, bukan merupakan pekerjaan berat.
Penjara itu kokoh kuat. Orang yang ditahan dalam ruangan
penjara itu tidak mungkin dapat membobol pintu untuk melarikan
diri. Juga teramat sukar bagi orang luar untuk dapat memasuki
penjara ini guna membebaskan mereka yang ditahan.
Penjagaan dari pintu gerbang benteng istana sampai ke penjara
itu melalui penjagaan yang berlapis-lapis. Maka, lima orang
perajurit pengawal yang melakukan penjagaan inipun santai
saja. Selama ini belum pernah terjadi ada tahanan dapat kabur
meloloskan diri. Apalagi sekarang penjara itu hampir kosong, hanya terdapat dua
pasang tahanan. Itupun, menurut kepala penjara, bukan
803 merupakan orang tahanan berbahaya dan harus diperlakukan
dengan sikap baik. Jadi, lima orang itupun tidak
mengkhawatirkan sesuatu. Empat orang dari mereka segera
asyik bermain kartu, sedangkan yang seorang duduk melakukan
penjagaan kalau-kalau ada atasan mereka melakukan
pemeriksaan, agar dia dapat memperingatkan kawan-kawan
yang sedang bermain kartu.
Cia Song dan empat orang perajurit pengawal itu berjalan
dengan tenang menghampiri tempat penjagaan di depan
bangunan penjara. Perajurit yang melakukan penjagaan segera
berbisik ke arah teman-teman yang sedang berjudi.
"Ssstt ada yang datang!"
Empat orang itu segera menyembunyikan kartu dan mereka
duduk seolah sedang melakukan penjagaan ketat. Ketika
perajurit yang menjadi kepala regu melihat bahwa yang datang
adalah lima orang perajurit pengawal, dia bertanya heran.
"He, kawan-kawan! Kami baru saja datang dan belum waktunya
diganti!" Cia Song yang berpakaian sebagai seorang perajurit pengawal
mendekati kepala regu dan berkata dengan ramah, "Kami hanya
ditugaskan untuk melihat apakah keadaan di sini baik-baik dan
aman saja." Empat orang perajurit pengawal yang menemani Cia Song,
seperti telah diatur sebelumnya, juga mendekati para penjaga itu
dengan ramah bersahabat. 804 Lima orang penjaga itupun tidak merasa curiga dan mereka
menjadi lengah. Tiba-tiba Cia Song menggerakkan kedua
tangannya dengan cepat sekali. Berturut turut dia menotok roboh
tiga orang penjaga tanpa mereka sempat berteriak karena
mereka bertiga telah terkena totokan ampuh sehingga mereka
roboh dalam keadaan pingsan. Dua orang penjaga lainnya
terkejut bukan main. Saking kagetnya, mereka tidak mampu
mengeluarkan suara dan pada saat itu, empat batang golok
menyambar dan merekapun roboh mandi darah, tewas tanpa
sempat berteriak. Empat orang perajurit itu lalu mengayun golok mereka,
membunuh tiga orang perajurit penjaga yang tadi roboh tertotok
oleh Cia Song. Setelah yakin bahwa lima orang penjaga itu
tewas, Cia Song lalu memasuki lorong di luar kamar-kamar
tahanan, diikuti oleh empat orang perajurit pengawal yang telah
mengeluarkan gendewa dan kantung penuh anak panah
berukuran kecil. Semua ini memang telah dipersiapkan dengan baik oleh Cia
Song. Dia tahu betapa lihai Souw Thian Liong dan Pek Hong
Nio-cu. Dari keterangan Perdana Menteri Chin Kui bahwa Souw
Thian Liong ditemani seorang gadis cantik yang bicaranya
seperti orang utara, dia seorang yang dapat menduga bahwa
gadis itu tentulah Puteri Kerajaan Kin yang juga mempunyai
kepandaian tinggi dalam ilmu silat itu.
Dia sekali ini tidak mau gagal lagi, maka dia telah
mempersiapkan diri dengan baik. Dia maklum biarpun dua orang
itu telah berada dalam sebuah kamar tahanan yang kokoh dan
tidak akan mampu keluar, namun membunuh mereka bukan
805 merupakan hal yang mudah. Karena itu, tahu bahwa empat
orang perajurit yang menemaninya itu pandai mempergunakan
senjata panah, dia lalu membekali mereka dengan gendewa
kecil dan anak panah yang mengandung racun yang amat kuat.
Kalau dua orang yang berada dalam ruangan itu di? berondong
anak panah oleh empat orang perajurit dan diapun membantu
menyerang dari luar, mustahil bagi Souw Thian Liong dan Pek
Hong Nio-cu untuk dapat menyelamatkan diri! Dia sudah
memperhitungkannya dengan matang. Dia menduga bahwa dua
orang itu pasti tidak membawa senjata untuk melindungi diri
mereka dari hujan anak panah dan di dalam kamar penjara
itupun tidak terdapat sesuatu yang dapat dijadikan perisai.
Sebagai seorang ahli ilmu silat tinggi dia sudah
memperhitungkan bahwa Souw Thian Liong sendiri tidak akan
dapat mengelak terus. Tidak mungkin menghindarkan diri dari
serbuan anak-anak panah dan sebatang saja mengenai
tubuhnya, cukup untuk membunuhnya.
Souw Thian Liong dan Sie Pek Hong yang kebetulan sedang
menghadap dan memandang ke arah pintu yang berjeruji,
melihat munculnya lima orang yang berpakaian perajurit itu di
depan pintu. Tadinya mereka mengira bahwa mereka adalah
para penjaga yang melakukan perondaan, akan tetapi ketika
mereka melihat Cia Song, keduanya terkejut bukan main.
"Ha-ha-ha!" mampus!" Cia Song tertawa. "Bersiaplah kalian untuk "Jahanam busuk kau!" Pek Hong memaki.
806 Akan tetapi Cia Song sudah memberi isyarat kepada empat
orang yang memang sudah mempersiapkan anak panah
mereka. Begitu mereka berempat bergerak, sinar-sinar hitam
meluncur masuk ke dalam ruangan tahanan itu dan menyambar
ke arah tubuh Thian Liong dan Pek Hong yang masih duduk di
atas pembaringan batu masing-masing. Dua orang muda ini
cepat melompat dan mengelak. Akan tetapi empat orang
perajurit yang memang sudah tahu akan kelebihan dua orang
yang harus mereka bunuh, melepas lagi anak panah secara
bertubi-tubi. Thian Liong dan Pek Hong tidak dapat berbuat lain
untuk menghindarkan diri kecuali dengan mengelak.
Mereka berloncatan ke sana-sini dengan cekatan sekali. Dari
bau anak panah hitam itu keduanya maklum bahwa anak panah
itu beracun, maka tentu saja mereka tidak ingin terluka oleh
senjata kecil beracun itu.
Melihat betapa dua orang itu dapat mengelak, Cia Song berseru.
"Arahkan kepada seorang saja!"
Empat orang perajurit itu mengerti. Kalau mereka berempat
hanya menyerang seorang saja, maka akan sukar sekali,
bahkan tidak mungkin orang itu akan mampu menghindarkan diri
dari hujan anak panah mereka berempat.
Akan tetapi sebelum penyerangan kepada seorang saja ini
dilakukan, tiba tiba ada angin menyambar dari kanan. Angin itu
demikian dahsyatnya sehingga empat orang perajurit itu tidak
dapat bertahan dan mereka roboh bergulingan.
807 Cia Song sendiri juga terkejut, cepat menengok ke kanan dan
melihat betapa ada seorang laki-laki mendorongkan tangan
kirinya ke arah para perajurit itu.
Dia cepat mengerahkan tenaga sin-kang dan menggunakan
kedua tangan untuk mendorong ke arah orang itu untuk
menyambut pukulannya dan membuat orang itu roboh.
"Wuuuttt blarrr !" Dua tenaga sinkang bertemu
dan akibatnya, tubuh Cia Song terpental seperti daun kering
tertiup angin dan dia harus berjungkir balik sampai lima kali agar
tidak sampai terbanting jatuh. Cia Song terkejut bukan main.
Celaka, pikirnya, orang ini memiliki tenaga sin-kang yang luar
biasa, jauh lebih kuat daripada tenaganya sendiri.
Dia melihat orang itu berkelebat seperti bayang-bayang saja
cepatya, menghampiri empat orang perajurit yang roboh dan
yang kini sedang merangkak bangun. Cepat sekali bayangan itu
bergerak di antara mereka dan empat orang perajurit itu tertotok
dan roboh terkulai, tak mampu bergerak lagi.
"Suhu !" Thian Liong berseru.
"Paman Sie !" Pek Hong Nio-cu juga berseru.
Cia Song terkejut setengah mati mendengar Thian Liong
menyebut suhu kepada orang itu. Jadi inikah tokoh besar
bernama Tiong Lee Cin-jin yang terkenal sebagai seorang
manusia setengah dewa yang dijuluki Yok-sian (Dewa Obat) itu"
Pantas dia memiliki tenaga sakti sehebat itu. Cia Song menjadi
ketakutan dan dia segera melompat dan melarikan diri.
808 Bayangan yang ternyata seorang laki laki berpakaian kuning
berusia sekitar enampuluh dua tahun itu segera membuka pintu
tahanan dengan sebuah kunci yang agaknya tadi dia ambil dari
gardu penjaga penjara. Daun pintu kamar tahanan itu terbuka
dan Pek Hong Nio-cu melompat keluar dan berseru penasaran.
"Mari kita kejar jahanam itu!"
Begitu keluar dari kamar tahanan, Thian Liong segera
menjatuhkan diri di depan kaki Tiong Lee Cin-jin.
"Jangan kejar! Yang terpenting sekarang, cepat kalian ikut aku
menyelamatkan kaisar!" kata Tiong Lee Cin-jin dan dia sudah
berkelebat dan berlari keluar dari rumah penjara, diikuti oleh
Thian Liong dan Pek Hong Nio-cu.
Sebentar saja mereka sudah memasuki istana dan mendengar
suara ribut ribut orang-orang berkelahi di ruangan sebelah
dalam. Thian Liong dan Pek Hong Nio-cu cepat berlari masuk
dan setelah tiba di ruangan dalam yang menjadi ruangan
keluarga kaisar, mereka melihat terjadi perkelahian seru di
tempat itu. Tiga orang mengamuk, dilawan oleh belasan orang
perajurit pengawal pribadi kaisar.
Thian Liong dan Pek Hong Nio-cu segera mengenal tiga orang
itu yang bukan lain adalah Hwa Hwa Cin-jin, Bu tek Mo-ko Teng
Sui dan Bu-eng Mo-ko Gui Kong atau yang dikenal sebagai
Siang Mo-ko (Sepasang Iblis). Tiga orang ini mengamuk dan
sudah merobohkan beberapa orang perajurit pengawal dan
sisanya sudah terdesak hebat. Di sudut ruangan itu tampak
kaisar berdiri dengan muka pucat dan agaknya tidak ada jalan
keluar lagi bagi kaisar yang hanya mengandalkan para perajurit
809 pengawal untuk melindungi dirinya.
Karena sisa perajurit pengawal sudah terdesak dan semakin
mundur ke arah kaisar yang berdiri di sudut, keadaan gawat
sekali bagi keselamatan kaisar.
Thian Liong dan Pek Hong Nio-cu cepat mengambil pedang para
perajurit yang tewas, lalu mereka berdua menyerbu ke depan
dengan pedang mereka. Tiga orang yang mengamuk dan yang bertugas membunuh
kaisar itu terkejut bukan main ketika melihat Thian Liong dan
Pek Hong Nio-cu menyerang mereka.
Menurut keterangan Perdana Menteri Chin Kui, dua orang itu
telah ditahan dalam penjara. Kenapa kini tiba-tiba muncul di
situ" Hwa Hwa Cin-jin yang merasa jerih terhadap Thian Liong,
segera mendahului dan maju menyerang dengan pedangnya
sambil mencari kesempatan untuk dapat melarikan diri. Akan
tetapi Thian Liong sudah memutar pedang dan menutup semua
jalan keluar. Sinar pedangnya bergulung-gulung menghadang
semua jalan keluar dan Hwa Hwa Cin-jin tidak dapat berbuat lain
kecuali melawan mati-matian.
Pek Hong Nio-cu yang marah melihat tiga orang itu mengancam
keselamatan nyawa kaisar, segera menerjang dan menyerang
Bu-tek Mo-ko (lblis Tanpa Tanding) Teng Sui yang tinggi kurus
dan yang mengamuk dengan pedangnya. Melihat pedang
menyambar cepat dan kuat, Bu-tek Mo-ko terkejut dan
menangkis. "Tranggg !" Bunga api berpijar dan orang pertama
810 dari Siang Mo-ko itu terhuyung ke belakang. Dia terkejut dan
gentar, akan tetapi Pek Hong Nio-cu sudah menerjang dan
mendesak dengan pedangnya.
Orang kedua dari Siang Mo-ko, yaitu Bu-eng Mo-ko (Iblis Tanpa
Bayangan), tidak dapat membantu kedua orang rekannya


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karena dia sendiri kini dikeroyok para perajurit pengawal yang
masih bersisa sembilan orang itu. Tadi, ketika mereka bertiga
menghadapi para perajurit pengawal, mereka bertiga menang di
atas angin dan selain merobohkan enam orang perajurit
pengawal, mereka juga mendesak sembilan orang perajurit yang
lain. Akan tetapi kini Bu-eng Mo-ko harus menghadapi sembilan
orang perajurit itu seorang diri saja, maka diapun terdesak
hebat. Pek Hong Nio-cu mengerahkan seluruh kepandaiannya.
Gerakannya cepat sekali dan juga tenaga saktinya masih lebih
kuat dibandingkan Bu-tek Mo-ko Teng Sui sehingga Iblis Tanpa
Tanding ini terus mundur dan hanya mampu menangkis saja.
Setiap kali menangkis, dia pasti terdorong dan terhuyung ke
belakang. Dia menjadi panik dan setelah mendapat kesempatan,
dia melempar diri ke atas lantai dan melompat untuk melarikan
diri. Akan tetapi Pek Hong Nio-cu membentak.
"Hendak lari ke mana kamu" Makanlah pedang ini!" Ia
melontarkan pedang itu yang meluncur bagaikan sebatang anak
panah menuju sasarannya, yaitu punggung lawan.
"Singgg cappp!!" Pedang itu tepat mengenai
811 punggung Bu-tek Mo-ko Teng Sui, begitu kuatnya lontaran itu
sehingga pedang menancap di punggung dan menembus ke
dada! Tubuh Bu-tek Mo ko terjungkal dan dia tewas seketika.
Bu-eng Mo-ko juga mengalami nasib tidak lebih baik daripada
rekannya. Dia sudah melawan mati-matian, akan tetapi musuh
terlalu banyak dan diapun semakin panik ketika rekannya roboh.
Pada saat itu, sebatang pedang membacok betisnya dan diapun
mengaduh dan terpelanting roboh. Para perajurit itu
menghujaninya dengan pedang sehingga sebentar saja tubuh
Bu-eng Mo-ko Gui Kong yang pendek gendut itu tercabik-cabik
dan diapun tewas dalam keadaan mengerikan!
Hwa Hwa Cin-jin menjadi semakin panik melihat dua orang
rekannya roboh dan tewas. Karena merasa tidak mungkin dapat
meloloskan diri lagi, dan tidak ingin tewas di tangan para
perajurit yang tentu akan mencabik-cabik tubuhnya, Hwa Hwa
Cin-jin menggerakkan pedang di tangannya ke arah lehernya
sendiri. Diapun roboh mandi darah dengan leher hampir putus!
Melihat tiga orang pembunuh itu telah tewas, kaisar lalu
menghampiri Thian Liong dan Pek Hong Nio-cu. Dua orang
muda ini memberi hormat dengan membungkuk.
"Kalian telah menyelamatkan kami. Kami tidak akan melupakan
jasa kalian," kata kaisar yang lalu diungsikan ke ruangan lain
oleh perajurit pengawal. "Mari kita tangkap mereka yang hendak membunuh kita tadi
untuk menjadi saksi!" kata Thian Liong kepada Pek Hong Nio-cu,
sambil mencari-cari dengan pandang matanya. Akan tetapi yang
dicarinya, yaitu Tiong Lee Cin-jin, sudah tidak tampak
812 bayangannya lagi. Mereka berdua segera berlari, kembali ke
penjara untuk menangkap empat orang yang tadi membantu Cia
Song menghujani mereka dengan anak panah dan mereka
dirobohkan oleh Tiong Lee Cin-jin. Akan tetapi ketika mereka
tiba di sana, mereka melihat betapa empat orang itu telah tewas
terkena senjata rahasia pisau beracun yang menancap di tubuh
mereka. "Hemm, tentu mereka ini dibunuh agar tidak membuka mulut,"
kata Thian Liong dengan gemas.
Ternyata musuh amat licik. Mengirim empat orang pembunuh ini
dan agaknya telah diikuti orang lain yang bertugas membunuh
mereka kalau pekerjaan itu gagal. Dengan demikian, tidak ada
yang dapat menjadi saksi untuk mengatakan siapa yang
menyuruh mereka untuk membunuh tawanan. Juga sayang
sekali, tiga orang datuk yang berusaha membunuh kaisar juga
sudah tewas sehingga dalang semua ini tetap dalam gelap, tidak
ada saksi yang dapat membongkar rahasianya.
"Ah, sayang sekali. Jahanam Cia Song dapat lolos dan tadi aku
hendak menangkap Hwa Hwa Cin-jin, maka aku sengaja tidak
menurunkan serangan yang mematikan. Sayang sekali diapun
membunuh diri, tentu agar tidak dipaksa mengaku siapa
dalangnya. Sungguh cerdik dan licik majikan mereka!" kata
Thian Liong. "Kalau tidak licik dan cerdik, tidak mungkin dapat menjadi
perdana menteri sampai sekian lamanya dan dapat
mempengaruhi kaisar," kata Pek Hong Nio-cu.
"Kaupikir yang menjadi dalang adalah Chin Kui?"
813 "Siapa lagi kalau bukan tikus busuk itu!" kata Pek Hong Nio-cu,
gemas dan benci kepada Perdana Menteri Chin Kui yang telah
bersekongkol dengan pemberontakan yang terjadi di kerajaan
ayahnya. Pada saat itu, terdengar suara gedobrakan dan cepat mereka
menengok. Ternyata ada tubuh seseorang agaknya dilempar
dari luar pintu penjara. Thian Liong dan Pek Hong Nio-cu cepat
melompat dan mendekati orang itu. Ternyata dia seorang lakilaki berusia kurang lebih empatpuluh tahun, berpakaian serba
hitam dan dia dalam keadaan tertotok sehingga, tidak mampu
bergerak. Di baju bagian dadanya terpasang sehelai kertas yang
ada tulisannya. Thian Liong cepat mengambil surat itu dan membacanya
bersama Pek Hong Nio-cu. "Hui-to-kui (Setan Pisau Terbang) inilah yang membunuh empat
orang itu." "Suhu !" Thian Liong cepat melompat keluar
penjara, akan tetapi tidak melihat bayangan gurunya yang dia
tahu pasti yang menangkap penjahat berjuluk Setan Pisau
Terbang ini. Dia kembali ke dalam dan mengambil kunci dari gardu penjaga,
lalu menyeret orang berpakaian hitam itu dan bersama Pek
Hong Nio-cu mereka menghampiri kamar tahanan di mana Han
Si Tiong dan isterinya dikeram. Pek Hong Nio-cu membuka
kunci pintu penjara itu dan Thian Liong menyeret tawanannya ke
dalam kamar penjara, melemparnya ke sudut kamar.
814 "Ah, Thian Liong, sejak tadi kami merasa tegang dan khawatir
melihat orang-orang menghujankan anak panah ke kamar
tahanan kalian. Apakah yang terjadi" Dan siapa orang ini?"
tanya Han Si Tiong sambil menunjuk ke arah orang yang
berjuluk Hui-to-kui itu. Dengan singkat Thian Liong menceritakan tentang serangan
kepada mereka berdua oleh Cia Song dan empat orang
temannya. Lalu betapa mereka ditolong gurunya.
"Suhu merobohkan mereka dan menyelamatkan kami, paman."
"Yang menyelamatkan kami adalah Paman Sie," kata Pek Hong
Nio-cu. "Siapakah Paman Sie itu, tuan puteri
eh, nona Pek Hong?" tanya Liang Hong Yi yang hampir lupa bahwa Puteri
Kaisar Kin itu sedang menyamar sebagai gadis Han bernama
Pek Hong. "Dia adalah suhu Tiong Lee Cin-jin!" kata Thian Liong.
Pek Hong Nio-cu menoleh dan memandang kepada Thian Liong
yang juga sedang memandang kepada gadis itu. Dua pasang
sinar mata bertemu dan bertaut, akan tetapi keduanya lalu
tersenyum dan untuk sementara mereka berdua menerima saja
dulu bahwa Paman Sie adalah Tiong Lee Cin-jin, jadi yang
berulang menolong mereka itu adalah Paman Sie alias Tiong
Lee Cin-jin! "LaIu bagaimana?" tanya Han Si Tiong dan isterinya.
815 "Kami diberi tahu bahwa kaisar sedang terancam bahaya. Kami
lari ke sana dan melihat kaisar diancam tiga orang tokoh sesat,
yaitu Hwa Hwa Cin jin dan Siang Mo-ko yang sedang mengamuk
dilawan belasan orang perajurit pengawal pribadi kaisar. Kami
segera turun tangan dan berhasil membunuh tiga orang itu."
"Ah, syukurlah, Sri Baginda selamat!" kata Han Si Tiong. "Akan
tetapi siapakah yang mengirim para pembunuh itu, yang hendak
membunuh kalian berdua dan juga membunuh Sri Baginda?"
"Kami menduga bahwa dalangnya tentu Chin Kui, akan tetapi
tidak ada bukti dan saksinya. Empat orang anak buah Cia Song
yang ditotok roboh, tahu-tahu dibunuh orang, demikian pula tiga
orang tokoh yang hendak membunuh kaisar telah tewas. Akan
tetapi untung sekali, kembali suhu Tiong Lee Cin-jin
atau Paman Sie telah membantu kami, menangkap orang ini. Dia ini
Hui-to-kui dan dialah yang membunuh empat orang itu. Maka
kami lalu membawanya ke sini agar paman berdua dapat
menjaganya agar dia tidak sampai lolos atau bunuh diri karena
dia merupakan saksi yang penting sekali."
Han Si Tiong mengangguk-angguk mengerti. "Baik, akan kami
jaga baik-baik orang ini."
Tiba-tiba seorang thai-kam (sida-sida) yang menjadi orang
kepercayaan kaisar, seorang pelayan dalam, datang dan
menyampaikan perintah kaisar bahwa Souw Thian Liong dan
Pek Hong malam itu juga dipersilakan pindah ke sebuah kamar
816 tamu di istana, dan besok pagi-pagi akan dijemput pelayan untuk
menghadap kaisar! Thian Liong dan Pek Hong menghaturkan terima kasih dan
Thian Liong memesan kepada Han Si Tiong dan isterinya agar
menjaga baik-baik tawanan itu. Suami isteri itu menerima tugas
itu dengan gembira dan mereka lalu mengikat kedua kaki tangan
Hui-to-kui erat erat sehingga penjahat itu tidak mungkin dapat
meloloskan diri. This Liong dan Pek Hong lalu mengikuti thai-kam itu. Mereka
mendapatkan dua buah kamar yang berdampingan dan tentu
saja mereka dapat mengaso dan tidur dengan pulas dalam
kamar yang indah bersih itu.
Pada keesokan harinya, setelah mandi dan bertukar pakaian,
yaitu pakaian yang oleh utusan kaisar diambil dari rumah Kweeciangkun untuk dua orang muda itu, Thian Liong dan Pek Hong
lalu mengikuti thai-kam yang menjemput mereka untuk
menghadap Sri Baginda. Mereka memasuki ruangan rahasia yang merupakan kamar
duduk pribadi kaisar dan dua orang muda itu merasa heran akan
tetapi juga girang bahwa selain kaisar yang duduk di atas kursi
kebesarannya, di situ terdapat pula Kwee-ciangkun yang sudah
lebih dulu menghadap kaisar. Thian Liong dan Pek Hong lalu
memberi hormat dengan berlutut dan duduk di atas kursi yang
lebih rendah, sejajar dengan Kwee-ciangkun karena kaisar
menghendaki mereka duduk di atas kursi.
"Souw Thian Liong dan Sie Pek Hong, kami panggil kalian
berdua di sini untuk menceritakan dengan sejujurnya apa yang
817 telah terjadi tadi malam. Kwee-ciangkun sengaja kami panggil
untuk menjadi saksi mendengar keterangan kalian berdua," kata
Kaisar sambil memandang kepada dua orang muda itu dengan
wajah cerah karena dia ingat benar bahwa tanpa adanya dua
orang itu yang membelanya, mungkin dia sudah tewas di tangan
tiga orang pembunuh lihai itu.
"Ijinkan hamba yang menjadi pembicara menceritakan apa yang
telah terjadi semalam, Sri Baginda," kata Thian Liong karena dia
khawatir kalau Pek Hong membuka suara, akan ketahuan
bahwa ia bukan seorang gadis Han.
"Baik, ceritakanlah," kata kaisar.
"Malam tadi, muncul Cia Song, pembantu Perdana Menteri Chin
Kui bersama empat orang anak buahnya. Mereka menyerang
hamba berdua dengan anak panah dari luar kamar penjara dan
ternyata mereka telah membunuh lima orang perajurit yang
berjaga di penjara. Hamba berdua tidak dapat melawan dan
hanya menghindar dari serangan anak panah beracun yang
menghujani hamba. Untung dalam keadaan amat gawat itu,
muncul suhu hamba yang merobohkan empat orang pemanah
dan Cia Song melarikan diri dan lolos. Suhu lalu membuka pintu
penjara dan minta kepada hamba berdua untuk cepat-cepat
melindungi paduka yang terancam bahaya. Hamba berdua lalu
lari memasuki istana dan melihat betapa tiga orang jahat itu
mengamuk. Hamba berdua lalu turun tangan sehingga tiga
orang itu dapat dibinasakan."
"Tahukah engkau siapa tiga orang yang menyerang dan hendak
membunuh kami itu?" 818 "Hamba dan Sie Pek Hong pernah bentrok dengan tiga orang
itu, Sri Baginda. Mereka itu adalah Hwa Hwa Cin jin, Bu-tek Moko, dan Bu-eng Mo-ko yang ketika itu hendak membunuh Paman
Han Si Tiong dan Bibi Liang Hong Yi."
"Ampunkan hamba kalau hamba mohon diperkenankan
menambah sedikit keterangan Souw Thian Liong, yang mulia,"
kata Kwee-ciangkun. "Boleh, katakanlah, Kwee-ciangkun," kata kaisar.
"Tiga orang itu memimpin pasukan melakukan pengejaran dan
mencari empat orang pelarian, yaitu Han Si Tiong, Liang Hong
Yi, Souw Thian Liong, dan Sie Pek Hong yang bersembunyi di
rumah hamba. Ketika hamba keluar, tiga orang itu mengatakan
bahwa mereka mencari empat orang penjahat atas perintah
Perdana Menteri Chin Kui."
Kaisar mengangguk-angguk. Mulai goyah kepercayaannya
terhadap perdana menteri yang selalu dipercayanya itu.
"Baiklah, hal itu akan kami urus nanti. Sekarang, kami ingin
mengucapkan terima kasih kepada kalian, Souw Thian Liong
dan Sie Pek Hong. Untuk itu kalian berdua boleh minta, imbalan
jasa apa yang ingin kalian dapatkan dari kami."
Sie Pek Hong menggeleng-geleng kepala menandakan bahwa ia
tidak minta apa-apa, akan tetapi Thian Liong berkata, "Sri
Baginda yang mulia, sekiranya paduka berkenan, hamba
mohon, demi keselamatan paduka dan kerajaan paduka, agar
Perdana Menteri Chin Kui diadili dan dijatuhi hukuman."
819 Kaisar menghela nepas panjang. Dia teringat, betapa beberapa
tahun yang lalu, dia menjatuhkan hukuman kepada tiga orang
pejabat tinggi karena mereka berani mengajukan permintaan
yang sama, yaitu agar Perdana Menteri Chin Kui diadili! Pada
waktu itu, kepercayaan terhadap Chin Kui demikian besarnya
sehingga dia menganggap mereka itu melempar fitnah keji! Akan
tetapi sekarang, yang mohon agar Chin Kui diadili adalah orangorang muda yang baru saja menyelamatkan nyawanya dari
serangan orang orang yang menjadi anak buah Chin Kui
sehingga kepercayaannya terhadap perdana menteri itu goyah.
"Kita lihat saja nanti dalam persidangan," katanya. "Akan tetapi
lepas dari persoalan yang menyangkut Perdana Menteri Chin
Kui, kami ingin memberi hadiah kepada kalian berdua atas jasa
kalian semalam. Nah, apakah yang kalian minta?"


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karena Thian Liong tidak mengharapkan imbalan apapun, dia
memberi isyarat dengan gerakan sikunya kepada Pek Hong,
barangkali gadis itu yang hendak mohon sesuatu. Pek Hong lalu
berkata dengan suara lantang sehingga dialek utara terdengar
jelas. Akan tetapi karena ia seorang puteri kaisar, tentu saja
kata-katanya teratur baik sekali.
"Hamba berdua menghaturkan terima kasih yang tak terhingga
atas kebijaksanaan paduka yang berkenan hendak memberi
hadiah kepada hamba berdua. Namun hamba juga mohon
ampun beribu ampun bahwa hamba berani menolak segala
macam hadiah karena sesungguhnya, apa yang telah kami
lakukan itu sudah merupakan kewajiban hamba, yaitu membela
yang benar dan menentang yang jahat, Sri Baginda yang mulia."
820 Kaisar tersenyum dan memandang kagum, akan tetapi lalu
bertanya. "Sie Pek Hong, bicaramu menunjukkan bahwa engkau
orang dari daerah utara, benarkah?"
"Yang Mulia, hamba memang dilahirkan dan tumbuh dewasa di
daerah Utara. Kaisar mengangguk-angguk. Hatinya merasa gembira sekali
dapat bicara leluasa dan akrab begini dengan dua orang muda
itu, suatu hal yang jarang sekali terjadi karena biasanya dia
hanya bicara dengan formal dengan orang-orang sehingga
suasananya menjadi kaku. Dia memandang kepada dua orang
muda itu dan berkata dengan sikap ramah.
"Souw Thian Liong, tadi engkau bercerita bahwa kalian berdua
diserang penjahat dan diselamatkan gurumu dan gurumu pula
yang membebaskan kalian dari kamar tahanan agar kalian dapat
menolong kami yang terancam bahaya. Kalau begitu, jasa
gurumu itu bahkan lebih besar. Katakanlah, siapa gurumu itu?"
JILID 22 Guru hamba seorang pertapa kelana yang bernama Tiong Lee
Cin-jin yang mulia," jawab Thian Liong.
Kaisar membelalakkan kedua matanya. "Tiong Lee Cin-jin" Kami
pernah mendengar nama besarnya! Bukankah dia yang dijuluki
Yok-sian?" "Benar, yang mulia?"
"Ah, pantas engkau yang masih begini muda berkepandaian
tinggi dan berwatak bijaksana, Souw Thian Liong! Kiranya
821 engkau murid Dewa Obat itu! Dan bagaimana dengan engkau,
Sie Pek Hong" Apakah engkau juga murid Dewa Obat?"
"Guru hamba adalah Paman Sie, yang mulia." "Paman Sie"
Siapa dia?" "Paman Sie adalah orang yang telah membebaskan hamba
berdua dari kamar tahanan dan menyelamatken hamba dari
serangan panah penjahat dan yang menyuruh hamba berdua
cepat menyelamatkan paduka dari ancaman bahaya," kata Pek
Hong dengan lantang dan dia menengok kepada Thian Liong
dengan pandang mata menantang!
"Hei" Bagaimana ini" Bukankah tadi Souw Thian Liong
mengatakan bahwa yang menolong kalian adalah gurunya, yaitu
Tiong Lee Cin-jin" Sekarang engkau mengatakan bahwa yang
menolong kalian adalah Paman Sie, guru Sie Pek Hong!"
"Ampun, yang mulia, hamba berdua tidak berbohong!" kata
Thian Liong cepat-cepat. "Sesungguhnya, ketika suhu Tiong Lee
Cin-jin menurunkan ilmu kepada Sie Pek Hong, beliau memakai
nama Paman Sie." "Ampun, Sri Baginda yang mulia. Keterangan Souw Thian Liong
itu kurang tepat dan terbalik. Yang benar, ketika Paman Sie
mengejarkan ilmu kepada Souw Thian Liong, beliau memakai
nama Tiong Lee Cin-jin!" kata Sie Pek Hong dan kembali ia
mengerling kepada Thian Liong dengan sinar mata menantang
dan tidak mau kalahl 822 Mendengar ucapan dua orang muda itu dan melihat betapa
mereka saling berpandangan dengan sinar mata tidak mau
kalah, membuat kaisar tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha-ha, kalian ini dua orang muda yang lucu! Ingin sekali
kami melihat bagaimana sikap guru kalian itu kalau mendengar
dirinya diperebutkan dengan dua nama, ha-ha-ha!"
Dalam kesempatan itu, kaisar tampak gembira dan dia
menyuruh dua orang muda itu tinggal di kamar-kamar tamu dan
menjadi tamu istana sambil menanti datangnya saat
persidangan dan menanti panggilan. Ketika Souw Thian Liong
dan Sie Pek Hong mohon agar mereka diperkenankan
membawa senjata mereka yang kemarin dulu ditinggalkan dan
disimpan di rumah Panglima Kwee, kaisar segera mengijinkan.
Setelah pertemuan itu selesai, Kwee-ciangkun pulang dan tak
lama kemudian dia mengutus pengawalnya menyerahkan
pedang Thian?liong-kiam dan pedang bengkok kepada Thian
Liong dan Pek Hong. Panglima Kwee Gi dan para panglima lain yang setia kepada
kaisar dan yang menentang Perdana Menteri Chin Kui, diamdiam telah mempersiapkan pasukan yang kuat untuk melindungi
istana kalau-kalau Chin Kui dan sekutunya mengadakan
pemberontakan dengan menggunaken pasukan dari para
panglima yang bersekutu dengannya.
*** Hari dan saat yang ditunggu-tunggu oleh kedua pihak yang
bersengketa itu akhirnya tiba. Kaisar Sung Kao Tsu
memerintahkan mereka yang bersengketa menghadap di
823 persidangan. Tidak seperti biasa, sekali ini ketika Perdana
Menteri Chin Kui mohon menghadap sebelum persidangan
dimulai, kaisar tidak mau menerimanya dan memerintahkan agar
Chin Kui langsung menghadap di ruang persidangan seperti
para pejabat tinggi lainnya. Hal ini tentu saja membuat Chin Kui
curiga dan merupakan tanda bahaya baginya. Maka diapun
menghubungi sekutunya untuk bersiap siaga melaksanakan
rencana mereka kalau-kalau dia kalah dalam persidangan itu.
Semua pejabat tinggi sudah berkumpul di ruangan persidangan
dan ketika kaisar muncul, semua orang memberi hormat seperti
biasa. Dengan sendirinya kedua pihak berikut sekutu mereka
sudah mengambil tempat yang berpisah, Kwee-ciangkun dan
sekutunya berada di bagian kanan sedangkan Chin Kui dan
sekutunya berada di bagian kiri ruangan itu.
Kaisar membuka persidangan itu dengan mempersilakan Kweeciangkun yang bertindak sebegai penuduh untuk bicara.
Kwee-ciangkun tetap dengan tuduhan semula, yaitu menuduh
Perdana Menteri Chin Kui bersekutu dengan para pemberontak
di Kerajaan Kin untuk menggulingkan Kaisar Kin dengan pamrih
agar kelak kaisar yang baru Kerajaan Kin akan membantunya
menggulingkan pemerintah Kerajaan Sung.
"Apa yang hamba laporkan ini bukan merupakan tuduhan
kosong, Sri Baginda yang mulia. Jelas bahwa Perdana Menteri
Chin Kui mengirim wakilnya yang bernama Cia Song untuk
bersekongkol dengen Pangeran Hiu Kit Bong untuk mengadakan
pemberontakan di Kerajaan Kin."
824 Setelah diberi kesempatan, Perdana Menteri Chin Kui kukuh
membantah dengan sikap angkuh. "Semua itu fitnah belaka,
Yang Mulia. Hamba selalu setia kepada paduka, siap
mengorbankan nyawa demi paduka dan Kerajaan Sung.
Bagaimana mungkin hamba berkhianat" Siapa itu Cia Song"
Hamba tidak mengenalnya. Kalau memang benar hamba
mengirim orang bernama Cia Song ke utara, silakan paduka
memanggil orang itu untuk menjadi saksi! Panglima Kwee dan
kawan-kawannya ini berani melempar fitnah kepada hamba, hal
itu berarti hendak mengadu domba dan jelas mereka hendak
memberontak terhadap paduka!"
Pada saat itu, seorang pengawal memasuki ruangan dan setelah
memberi hormat kepada kaisar, dia melaporkan bahwa telah
datang seorang utusan dari Kaisar Kin yang mohon untuk
menghadap kaisar. Sebetulnya utusan ini adalah Pangeran
Kuang, adik tiri Kaisar Kin dan kedatangannya sudah kemarin.
Akan tetapi telah diatur oleh kaisar sendiri agar utusan itu
menghadap pada saat persidangan itu.
"Bawa dia masuk!" perintah kaisar kepada pengawal.
Tak lama kemudian, Pangeran Kuang sudah memberi hormat di
depan kaisar, memperkenalkan diri sebagai utusan Kaisar Kin
dan menyerahkan segulung surat.
Surat diterima dan dibaca sendiri oleh kaisar. Kemudian kaisar
menyerahkan gulungan surat itu kepada seorang thai kam yang
melayaninya dalam urusan surat menyurat dan memerintahkan
thai kam itu untuk membacanya kuat-kuat agar semua orang
mendengarnya. 825 Dengan suara lantang thai-kam itu membacakan surat dari
Kaisar Kin. Surat itu jelas menyatakan bahwa Perdana Menteri
Chin Kui telah bersekongkol dengan pemberontak di Kerajaan
Kin dengan mengirim seorang utusan bernama Cia Song.
Dikatakan bahwa menurut pengakuan para pemberontak,
Perdana Menteri Chin Kui bersekongkol dangan para
pemberontak dengan pamrih kalau pemberontakan itu berhasil,
kelak para pemberontak akan membantu Perdana Menteri Chin
Kui merampas tahta Kerajaan Sung!
Suasana menjadi sunyi sekali ketika thai-kam yang bersuara
lantang itu membacakan surat itu sampai habis. Kaisar Sung
Kao Tsu lalu memandang kepada Chin Kui.
"Perdana Menteri Chin Kui, bagaimana tanggapanmu dengan
surat dari Kaisar Kin ini?"
"Sri Baginda yang mulia! Semua ini adalah fitnah yang sudah
direncanakan lebih dulu oleh Panglima Kwee dan sekutunya.
Jelaslah bahwa justeru Panglima Kwee yang bersekongkol
dengan Kerajaan Kin untuk menjatuhkan hamba sehingga
Panglima Kwee dan Kaisar Kin kini mengeroyok hamba dengan
fitnah keji. Hamba dituduh bersekutu dengan pemberontak di
Kerajaan Kin. Tidak masuk akal dan fitnah belaka. Mengapa
hamba harus membantu pemberontakan di sana" Apa
untungnya bagi hamba" Mereka melempar fitnah keji bahwa
hamba mengutus wakil yang bernama Cia Song ke utara. Apa
buktinya" Kenapa tidak ditangkap saja itu Cia Song dan diseret
ke sini agar dia dapat menceritakan hal yang sebenarnya"
Hamba tidak mengenalnya! Selama ini hamba selalu setia dan
826 tidak pernah berbohong kepada paduka, Sri Baginda. Hamba
berani bersumpah bahwa hamba tetap setia dan jujur.
Mereka sengaja menjatuhkan fitnah!" Setelah Chin Kui selesai
bicara, kaisar menoleh kepada Panglima Kwee.
"Kwee-ciangkun, sekarang giliranmu untuk memberi tanggapan."
"Sri Baginda yang mulia, pembelaan diri Perdana Menteri Chin
Kui itu hanya dibuat-buat. Telah terbukti nyata bahwa dia adalah
seorang pengkhianat yang berhati palsu, pada lahirnya bersikap
baik dan setia kepada paduka, akan tetapi dalam batinnya dia
seorang pengkhianat besar. Hal ini telah dibuktikan dengan
peristiwa yang terjadi beberapa hari yang lalu, terjadi di dalam
istana. Perdana menteri yang khianat ini telah mengirim orangorang untuk membunuh Souw Thian Liong dan Sie Pek Hong,
juga mengirim pembunuh yang nyaris dapat membunuh Sri
Baginda Kaisar!" Semua orang yang mendengar tuduhan ini menjadi terkejut dan
terbelalak. Tentu saja Kaisar tidak terkejut karena sudah
mengetahui akan peristiwa yang memang dirahasiakan itu.
"Penasaran!" Chin Kui berteriak. "Sri Baginda yang mulia,
apakah paduka dapat menerima dan mendiamkan saja fitnahfitnah keji dan jahat yang mereka lontarkan kepada hamba"
Hamba menolak semua tuduhan itu karena hamba tidak merasa
melakukannya! Apa buktinya, siapa saksinya untuk membenarkan semua fitnah keji itu" Orang she Kwee, berani
benar engkau menyebar kebohongan keji di depan Sri Baginda
yang mulia!" 827 Chin Kui tidak merasa kalah karena dia merasa yakin bahwa
orang-orang yang bertugas membunuh akan tetapi telah gagal
itu telah mati semua, kecuali Cia Song yang dapat meloloskan
diri dan sekarang telah pergi entah ke mana. Karena yakin
bahwa tidak mungkin ada bukti dan saksinya, maka Chin Kui
merasa tenang dan menantang para penuduhnya.
Kwee-ciangkun berkata kepada kaisar, "Ampun, Sri Baginda
yang mulia. Mohon perkenan paduka agar hamba dapat
mendatangkan Souw Thian Liong dan Sie Pek Hong sebagai
saksi." Kaisar mengangguk dan Panglima Kwee lalu memberi isyarat
kepada pengawal. Pengawal mengiringkan Souw Thian Liong
dan Sie Pek Hong memasuki ruangan dan kedua orang muda itu
segera menghadap kaisar dan memberi hormat.
Pangeran Kuang memandang dengan mata terbelalak kepada
Sie Pek Hong dan tanpa disadari dia berseru dengan girang.
"Puteri Moguhai " Pek Hong Nio-cu yang memakai nama Sie Pek Hong dan nama
aselinya adalah Puteri Moguhai itu tersenyum.
"Paman Pangeran Kuang!" katanya. Kaisar Sung Kao Tsu
memandang heran. "Apa artinya ini?" tanyanya kepada Pangeran Kuang.
"Maafkan hamba, Sri Baginda. Gadis ini adalah keponakan
hamba. Ia adalah Puteri Moguhai, puteri Sri Baginda Kaisar
Kerajaan Kin." 828 "Ahh ! Puteri Moguhai, kenapa engkau
menggunakan nama Sie Pek Hong dan tidak berterus terang
kepada kami bahwa engkau puteri Kaisar Kin?"
"Ampun, Sri Baginda, ceritanya agak panjang "
kata Pek Hong Nio-cu sambil tersenyum manis kepada kaisar.
"Sri Baginda, sekarang jelas sudah! Souw Thian Liong ini datang
bersama puteri Kaisar Kin, apa lagi maksudnya kalau bukan
hendak bersekongkol dengan Kerajaan Kin untuk menjatuhkan
paduka" Mereka sudah mengatur semuanya. Mula-mula
menyerang hamba, untuk kemudian menjatuhkan paduka dan
merampas tahta!" teriak Chin Kui yang merasa mendapat
kemenangan. Kaisar mengangkat kedua tangan, memberi isyarat agar mereka
semua diam dan tidak ribut. Setelah suasana menjadi tenang,
Kaisar menoleh kepada Panglima Kwee.
"Kwee-ciangkun, coba jelaskan dan ceritakan tentang laporanmu
mengenai usaha pembunuhan di istana tadi!"
Panglima Kwee dengan suara lantang, "Sri Baginda, yang lebih
mengetahui dan mengalami sendiri peristiwa


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu adalah Souw Thian Liong dan eh, Puteri Moguhai
ini, maka hamba rasa seyogianya mereka yang menceritakan
terjadinya peristiwa itu sebenarnya."
829 Pek Hong Nio-cu tersenyum mendengar ini. Kaisar
mengangguk-angguk dan berkata kepada puteri itu. "Puteri
Moguhai, sekarang ceritakanlah semuanya. Mengapa engkau
terlibat dalam urusan ini dan apa yang telah terjadi beberapa
malam yang lalu di dalam istana."
Pek Hong Nio-cu memberi hormat kepada Kaisar. "Hamba siap,
Sri Baginda dan biarlah semua orang, terutama Chin Kui si
pengkhianat itu, mendengarkan baik-baik!" Suaranya lantang
dan jelas biarpun kata-katanya berdialek utara.
"Seperti telah dilaporkan dalam persidangan yang lalu, di
Kerajaan Kin kami terjadi pemberontakan dan di sana muncul
orang yang bernama Cia Song yang menjadi utusan Chin Kui
untuk berhubungan dengan pemberontak dan membantu usaha
pemberontakan itu. Saya, dibantu Souw Thian Liong berhasil
menghubungi Paman Pangeran Kuang yang mengerahkan
pasukan dan menghancurkan pemberontak. Sayang Cia Song
dapat meloloskan diri. Mengingat akan bantuan Souw Thian
Liong kepada kerajaan kami, juga karena ingin menentang Chin
Kui yang telah membantu pemberontakan di utara, saya
mengambil keputusan untuk membantu Souw Thian Liong.
Karena itulah maka saya ikut dengan dia datang ke Lin-an ini."
"Bohong! Kami tidak mencampuri urusan pemberontakan di
Kerajaan Kin!" teriak Chin Kui.
"Diam!" bentak kaisar yang marah melihat Chin Kui yang
berulang kali bersikap lancang. "Lanjutkan, Puteri Moguhai."
"Sampai di sini kami dikejar-kejar anak buah Chin Kui dan kami
bertemu Paman Han Si Tiong dan isterinya, lalu kami berempat
830 bersembunyi di rumah Paman Panglima Kwee. Setelah
berunding, kami memutuskan untuk menghadap Sri Baginda
yang mulia untuk membongkar pengkhianatan, kecurangan dan
kejahatan Chin Kui. Beberapa malam yang lalu, Cia Song dan
empat orang anak buahnya memasuki penjara dan membunuh
lima orang penjaga lalu menyerang kami berdua dengan anak
panah beracun yang dihujankan ke arah kami dari luar pintu
kamar tahanan. Untung muncul
Paman Sie " sampai di sini Pek Hong Nio-cu
mengerling ke arah Thian Liong yang mengerutkan alisnya akan
tetapi pemuda itu diam saja. "Untung muncul Paman Sie yang
merobohkan dan menotok empat pemanah itu. Sayang kembali
Cia Song dapat meloloskan diri. Manusia iblis yang licik itu
memang lihai. Kami mendapat petunjuk dari Paman Sie, guruku,
untuk menyelamatkan Sri Baginda yang terancam bahaya.
Setelah kami berdua tiba di ruangan dalam, kami melihat tiga
orang datuk sesat, yaitu Hwa Hwa Cin-jin dan kedua orang
Siang Mo-ko, mengamuk dan hendak membunuh Sri Baginda.
Para perajurit pengawal sudah banyak yang tewas dan mereka
terdesak, Sri Baginda terancam. Kami berdua lalu melawan tiga
orang itu dan berhasil merobohkan mereka. Ketika kami hendak
menawan Hwa Hwa Cin-jin, dia membunuh diri. Tiga orang itu
adalah orang-orangnya Chin Kui yang tadinya mengejar-ngejar
kami berempat sebelum kami bersembunyi di rumah Panglima
Kwee. Kami lalu kembali ke penjara untuk menangkap empat
orang pemanah yang tadinya ditotok oleh guruku. Akan tetapi
ternyata mereka telah tewas, tentu terbunuh oleh orangnya Chin
Kui agar mereka tidak dapat mengaku dan membocorkan
rahasia bahwa Chin Kui yang mendalangi semua usaha
831 pembunuhan itu! Hemm, Chin Kui iblis tua yang khianat, hayo
sangkal kalau kamu bisa!" kata Puteri Moguhai kepada Perdana
Menteri Chin Kui. "Sri Baginda, semua yang diceritakan itu isapan jempol belaka.
Andaikata benar ada pembunuh di istana, jelas itu bukan hamba
yang mendalanginya. Mungkin buatan mereka saja untuk
menjatuhkan hamba. Mana bukti dan saksinya" Hamba
menyangkal semua itu. Hamba tidak tahu menahu dengan
usaha pembunuhan itu!"
Kini Kaisar Sung Kao Tsu sudah tidak sabar lagi mendengar
bantahan dan penyangkalan Chin Kui yang sudah jelas bersalah
itu. Dia lalu bertepuk tangan tiga kali dan berseru kepada
pengawal. "Bawa masuk saksi terakhir itu!"
Semua orang menengok ke arah pintu memandang dua orang
perajurit pengawal yang membawa masuk seorang laki-laki
berusia sekitar empatpuluh tahun, bertubuh tinggi kurus dan
kedua lengan orang itu dibelenggu ke belakang tubuhnya. Orang
itu didorong dan jatuh berlutut di depan Sri Baginda Kaisar.
Melihat masuknya orang ini sebagai saksi, Perdana Menteri Chin
Kui terbelalak dan mukanya seketika berubah pucat. Sama
sekali dia tidak menyangka bahwa jagoan yang diutus
membunuh para petugas pembunuhan itu kalau mereka gagal,
ternyata tertawan! Dia mengira bahwa orang ini juga sudah
tewas ketika tidak datang melapor karena tidak ada berita dari
para mata-matanya di istana bahwa orang itu tertawan.
"Siapa namamu?" bentak kaisar.
832 "Nama hamba Lui Ki, Sri Baginda yang mulia," kata orang tinggi
kurus itu. "Nah, ceritakan semua yang kau alami di istana, ceritakan
sejujurnya dan jangan takut kepada ancaman siapapun juga.
Pengakuanmu yang sejujurnya akan meringankan hukumanmu,
sebaliknya kalau engkau berbohong, hukumanmu akan semakin
berat!" "Ampunkan hamba, Sri Baginda yang mulia. Pada malam hari
itu, hamba mendapat tugas untuk mengawasi mereka yang
melakukan tugas pembunuhan atas diri dua orang tawanan,
yaitu Souw Thian Liong dan Sie Pek Hong. Tugas hamba adalah
membunuh mereka kalau usaha pembunuhan itu gagal. Hamba
diselundupkan sebagai pengawal istana dan hamba dapat
mengawasi lima orang pembunuh itu dengan mudah. Ternyata
mereka gagal membunuh dua orang tawanan yang ditotok roboh
oleh seorang kakek yang sakti. Ketika ditinggalkan, hamba
melaksanakan tugas hamba membunuh empat orang pemanah
akan tetapi petugas utama yang bernama Cia Song telah lolos.
Hamba tidak mungkin membunuhnya karena ilmu kepandaiannya jauh lebih tinggi dari kemampuan hamba.
Setelah melakukan pembunuhan terhadap empat orang itu,
sebelum hamba dapat melarikan diri, hamba roboh oleh kakek
sakti itu sehingga hamba tertawan. Demikianlah, Sri Baginda,
keterangan hamba yang sejujurnya dan hamba berani
bersumpah bahwa semua keterangan hamba itu benar dan tidak
bohong." "Hemm, engkau melupakan satu hal yang terpenting, Lui Ki.
Engkau lupa menyebutkan, siapa yang mengutus engkau, siapa
833 yang menjadi dalang semua rencana pembunuhan itu" Siapa
yang menyuruh tiga orang datuk itu mencoba untuk membunuh
kami?" Lui Ki menjadi pucat wajahnya, lalu dia memandang ke arah
Chin Kui dan berkata, suaranya gemetar namun cukup lantang
dan jelas terdengar oleh semua yang hadir dalam ruangan
persidangan itu. "Yang menjadi dalang dan mengutus hamba semua adalah
Perdana Menteri Chin Kui!"
Kini semua orang menoleh dan memandang kepada Perdana
Menteri Chin Kui. Wajah Chin Kui berubah pucat dan dia
maklum bahwa kini tidak ada gunanya lagi menyangkal. Akan
tetapi tiba tiba dia tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha-ha!" Dia bangkit berdiri dan memandang ke sekeliling
dengan gaya seorang kaisar yang berkuasa. "Pasukan-pasukan
pendukungku saat ini telah mengepung istana ini! Saya anjurkan
Sri Baginda dan semua pamong praja untuk menakluk dan
menyerah agar kami tidak perlu menggunakan kekerasan dan
membantai kalian semua. Ha-ha-ha!"
Semua orang terkejut karena pada saat itu mereka mendengar
suara hiruk pikuk dan gaduh di luar istana, suara tambur dan
genderang dipukul gencar menandakan bahwa di luar istana
terdapat banyak pasukan! Akan tetapi Panglima Kwee lalu
memberi isyarat ke arah pintu dan tak lama kemudian para
perajurit menggiring masuk belasan orang panglima pendukung
Chin Kui yang sudah tertawan dengan kedua tangan
terbelenggu! Kiranya Panglima Kwee dan rekan rekannya sudah
834 lebih dulu mengadakan pembersihan dan menangkapi panglima
sekutu Chin Kui sebelum mereka sempat bergerak dengan
pemberontakan mereka! Chin Kui terbelalak ketika melihat belasan orang panglima
pendukungnya menjatuhkan diri berlutut di depan kaisar.
Peristiwa ini terlalu hebat baginya, mengguncang hatinya
dengan hebat, memporak-porandakan semua harapan dan citacitanya dan dia merasa seolah-olah ada sesuatu yang pecah
dalam kepalanya. Perasaan kaget, kecewa, marah, dan takut
bercampur menjadi satu teraduk dalam otaknya dan
mengacaukan hatinya. "Ha-ha-ha-ha !" Tiba-tiba dia tertawa terbahakbahak sehingga mengejutkan semua orang yang memandang
kepadanya dengan mata terbelalak.
"Hu-hu-hu-huuhh !" Tiba-tiba tawanya yang
bergelak itu berubah menjadi tangis tersedu-sedu. Semua orang
menarik napas panjang. Perdana menteri Chin Kui yang
berambisi dan berkhianat itu telah menjadi gila!
Kaisar memerintahkan pengawal untuk menangkap Chin Kui.
Bersama para panglima yang telah menjadi tawanan, dia lalu
dibawa ke penjara. Pada hari itu juga, kaisar memerintahkan
kepada Panglima Kwee untuk melakukan pembersihan,
menangkapi mereka yang tadinya menjadi sekutu Chin Kui.
Souw Thian Liong dan Puteri Moguhai kembali mendapat
tawaran dari kaisar untuk minta hadiah apa yang mereka sukai,
835 akan tetapi kedua orang muda itu menolak dengan hormat.
Setelah semua selesai, mereka berdua meninggalkan istana.
Juga Han Si Tiong dan Liang Hong Yi meninggalkan istana.
Suami isteri ini berterima kasih sekali kepada Souw Thian Liong
dan Pek Hong Nio-cu, dan mereka mengulang permintaan
mereka kepada dua orang muda itu agar memberitahu kepada
Han Bi Lan di mana mereka tinggal kalau kebetulan dapat
berjumpa clengan gadis itu.
Setelah itu, Souw Thian Liong dan Pek Hong Nio-cu berpisah
dari suami isteri yang akan kembali ke dusun Kian cung di dekat
Telaga Barat. Mereka berdua keluar dari kota raja setelah berpamit dari
Panglima Kwee. Begitu tiba di luar pintu gerbang kota raja Linan, Thian Liong bertanya kepada Pek Hong Nio-cu, "Nio-cu,
sekarang engkau hendak pergi ke mana?"
Pek Hong Nio-cu menatap wajah pemuda itu dan ia menghela
napas panjang. Berat rasa hatinya untuk berpisah dari pemuda
ini. Akan tetapi ia seorang puteri kaisar. Tidak mungkin kalau ia
harus terus mengikuti Thian Liong yang tidak mempunyai tempat
tinggal tertentu. Bahkan kemarin ketika Pangeran Kuang,
pamannya, mengajak ia pulang ke utara, ia menolak dan
mengatakan bahwa ia akan pulang sendiri. Penolakan itu ia
lakukan karena ia merasa berat untuk berpisah dari Thian Liong
yang dianggapnya sebagai seorang sahabat yang baik sekali.
"Aku hendak pulang ke utara," katanya dengan nada suara
datar. "Dan engkau sendiri, hendak ke manakah, Thian Liong?"
836 Thian Liong termenung. Dia sendiri tidak tahu akan pergi ke
mana. Tugas tugas yang diberikan gurunya kepadanya masih
belum dapat dia selesaikan dengan sempurna. Memang, dia
sudah berhasil membantu dan membela Kerajaan Sung
sehingga terbebas dari pengaruh Chin Kui yang berkhianat.
Akan tetapi kitab kitab yang harus dia kembalikan kepada para
pemiliknya, masih ada satu yang belum dapat dia kembalikan,
yaitu kitab Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat milik Kun lun-pai yang
dicuri gadis baju merah itu. Tugas utama sekarang adalah
mencari gadis pencuri itu dan merampas kembali kitab untuk
dikembalikan kepada yang berhak, yaitu Kun?lun-pai.
"Hei, kenapa engkau tidak menjawab pertanyaanku?" Pek Hong
Nio-cu berkata dengan suara keras.
Thian Liong terkejut dan baru ingat bahwa gadis itu tadi
mengajukan pertanyaan kepadanya. "Apa" O ya, aku hendak
melanjutkan perantauanku, Nio-cu. Engkau tahu bahwa aku
masih mempunyai sebuah tugas penting, yaitu mencari gadis
pakaian merah yang telah mencuri kitab kuno yang harus
kuserahkan kembali kepada Kun-lun-pai. Kalau aku belum dapat
merampas kembali kitab itu dan mengembalikannya kepada
Kun?lun-pai yang berhak, berarti tugas yang diberikan suhu
kepadaku belum kulaksanakan dengan baik."
"Hemm, gurumu itu agaknya tukang bagi-bagi kitab, ya" Engkau
harus menyerahkan kitab ke Siauw-lim-pai, Bu-tong-pai, dan
Kun-lun-pai!" kata Pek Hong Nio-cu berkelakar.
"Hemm, dan juga membagikan sebagian kitabnya kepadamu,
bukan?" 837 Pek Hong Nio-cu tersenyum akan tetapi matanya memandang
wajah pemuda itu penuh selidik lalu bertanya dengan nada
serius. "Thian Liong, katakan sebenarnya, apakah betul bahwa
Paman Sie yang menjadi sahabat ibuku dan juga yang memberi
kitab?kitab dan hiasan rambut padaku ini adalah gurumu juga,
Tiong Lee Cin-jin?" "Betul tidaknya tentu saja aku tidak bisa memastikan karena aku
belum pernah melihat pamanmu itu. Akan tetapi, kita berdua
sudah berhadapan dengan dia ketika dia membebaskan kita dari
kamar tahanan. Dia itu benar-benar suhuku Tiong Lee Cin-jin.
Masa aku lupa kepada guruku sendiri yang telah mendidik aku
selama sepuluh tahun" Dia itu benar-benar guruku, dan buktinya
dia menolongku dan menyuruh aku menolong Kaisar."
"Hemm, sama saja denganku kalau begitu. Walaupun baru satu
kali aku melihat Paman Sie di taman itu ketika dia bercakapcakap dengan ibuku, aku tidak pernah dapat melupakan
wajahnya. Yang menolong kita di utara dulu dan di kamar
tahanan istana itu jelas Paman Sie!"
"Wah, kalau begitu tidak salah lagi. Aku tidak berbohong dan aku


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yakin engkau juga tidak berbohong. Kesimpulannya adalah
bahwa Paman Sie itu adalah juga guruku, dan suhu Tiong Lee
Cin-jin itu juga pamanmu."
"Nah, itu baru adil namanya. Jadi kalau begitu, engkau pasti
adalah suhengku (kakak seperguruanku)."
838 "Dan engkau su-moiku (adik seperguruanku)!" "Mulai sekarang
aku akan menyebutmu suheng!" "Dan aku akan menyebutmu
sumoi!" "Suheng, engkau hendak mencari pencuri kitab itu" Ke mana
engkau hendak mencarinya?"
"Itulah yang menjengkelkan, su-moi. Aku tidak mengetahui siapa
nama pencuri itu, hanya mengenal mukanya dan aku tidak tahu
sama sekali di mana ia berada."
"Hemm, kalau begitu, ke mana engkau hendak mencarinya" Ah,
aku ingat sekarang. Engkau pernah bercerita kepadaku bahwa
ilmu silat gadis pencuri itu mempunyai dasar ilmu silat para
pendeta Lhama di Tibet. Dan ia mencuri kitab itu ketika engkau
berada di pegunungan Kun-lun-san. Maka, menurut pendapatku,
ia pasti tinggal di daerah barat, sekitar pegunungan Kun-lun-pai
dan daerah Tibet. Kukira engkau harus mencarinya ke sana,
suheng!" Thian Liong mengangguk-angguk. "Kurasa pendapatmu itu
benar sekali. Baik, aku akan mencarinya di daerah barat itu, sumoi."
"Bagus, kalau begitu, aku akan pergi bersamamu!" kata Pek
Hong Nio-cu dengan suara pasti dan wajah berseri.
"Ahh?" Thian Liong memandang gadis itu dengan heran. "Akan
tetapi, bukankah engkau harus pulang ke utara, su-moi" Orang
tuamu tentu akan menanti nantimu. Pula, perjalananku mencari
maling itu belum pasti berapa lamanya!"
839 Pek Hong Nio-cu menatap wajah pemuda itu dengan pandang
mata tajam penuh selidik. "Suheng, engkau merasa keberatan
kalau aku ikut denganmu" Kalau keberatan katakan saja!"
Ditanya demikian itu, tentu saja Thian Liong menjadi tersudut
dan serba salah. Tentu saja hatinya tidak pernah merasa
keberatan karena melakukan perjalanan dengan gadis yang baik
budi, gagah perkasa dan menyenangkan ini membuat
perjalanannya tidak membosankan, bahkan menggembirakan.
Akan tetapi bagaimanapun juga, Pek Hong Nio-cu adalah
seorang gadis, puteri Kerajaan Kin pula. Tentu saja hal ini akan
dipandang orang-orang sebagai hal yang tidak pantas!
"Hei, kenapa diam saja, suheng" Kalau engkau merasa
keberatan katakan saja sejujurnya!" Pek Hong Nio-cu
membentak sehingga Thian Liong terkejut dan sadar dari
lamunannya. "Eh ohh tidak sama sekali, su-moi. Aku
senang melakukan perjalanan bersamamu. Akan tetapi
engkau harus pulang dan "
"Inipun merupakan perjalananku untuk pulang, hanya melalui
daerah barat. Aku ingin membantumu menemukan maling itu,
suheng. Dari daerah itu kita dapat menemui Paman Kuang yang
bentengnya berada di sana dan kita minta bantuannya agar dia
mengerahkan para penyelidik untuk disebar dan mencari gadis
pakaian serba merah yang telah mencuri kitabmu itu.
Persoalannya sekarang hanya, engkau memutuskan boleh atau
tidak aku melakukan perjalanan bersamamu. Kalau tidak boleh,
840 sekarang juga kita berpisah dan aku kembali ke utara dan
agaknya tidak mungkin kita akan
saling bertemu lagi "
"Ah, tentu saja boleh sekali, su-moi!" potong Thian Liong.
"Kalau boleh, mari kita melanjutkan perjalanan kita. Menuju ke
Kun-lun-san dan Tibet!" Suara Pek Hong Nio?cu seperti
bersorak dan wajahnya berseri, matanya bersinar-sinar,
mulutnya tersenyum sehingga Thian Liong terpesona karena
gadis itu tampak cantik jelita sekali.
Setelah berkata demikian, Pek Hong Nio-cu melarikan kudanya
dengan cepat. Thian Liong juga cepat mengejar dan dua ekor
kuda pemberian Kwee-ciangkun itu, kuda-kuda yang tinggi besar
dan kuat, kini seperti berlumba berlari cepat menuju ke barat
laut. *** Setelah melakukan perjalanan berkuda selama beberapa pekan,
pada suatu pagi yang cerah Thian Liong dan Pek Hong Nio-cu
tiba di kaki pegunungan di Propinsi Shansi. Di bawah sinar
matahari pagi yang cerah mereka menjalankan kuda mereka
perlahan-lahan sambil menikmati pemandangan alam yang
indah di daerah pegunungan itu.
Ketika mereka tiba di lereng bukit di pegunungan Cin?ling-san
itu, Pek Hong Nio-cu menahan kudanya dan memandang ke
bawah di mana terbentang pemandangan alam yang amat
indahnya. Sinar matahari yang putih kekuningan itu memandikan
841 permukaan bumi di bawah sana. Thian Liong juga menghentikan
kudanya berdampingan dengan Pek Hong Nio cu dan melihat
wajah gadis itu berseri, matanya berbinar dan mulutnya
tersenyum, tampak terpesona dan berbahagia, dia juga
memandang ke arah yang dipandang Pek Hong Nio-cu.
"Aahhh........" gadis itu menarik napas panjang setelah tadi
seolah ia menahan napasnya saking kagum menyaksikan
pemandangan indah itu. "Alangkah indahnya , bukan main
sungguh luar biasa, suheng, lihat itu air danau kecil berkilauan,
puncak pepohonan seperti berhiaskan emas, gundukan bukitbukit itu
ah, semuanya seolah tersenyum, begitu hidup "
Thian Liong tersenyum. "Su-moi, tahukah engkau di mana
sesungguhnya keindahan itu terdapat?"
"Eh" Di bawah sana itu, pemandangan alam ini, sinar
matahari, lihat burung-burung kecil beterbangan
ah, semua inilah tempat keindahan!"
"Bukan, su-moi. Keindahan itu terdapat di dalam hatimu!"
"Hemm, bagaimana maksudmu, suheng?"
"Begini, su-moi. Kalau hati sedang tenteram bahagia, tidak
terganggu perasaan nafsu apapun, maka segala sesuatu
tampak indah bukan main. Bahkan di waktu hujan atau dalam
keadaan apa dan bagaimanapun, akan tampak indah karena
segala sesuatu memiliki sifat dan ciri yang khas. Keindahan itu
pencerminan kebahagiaan. Kalau hatimu berbahagia, maka
apapun akan tampak indah. Sebaliknya, kalau hati tidak
842 tenteram bahagia, terganggu ulah nafsu yang menimbulkan
kecewa, marah, benci, dengki, iri, khawatir, takut, bingung, sedih
dan sebagainya, apapun yang kita hadapi akan tampak jelek dan
sama sekali tidak menyenangkan!"
Pek Hong Nio-cu tertegun, berpikir, merenungkan ucapan Thian
Liong, kemudian berkata, "Hemm, aku mulai dapat mengerti apa
yang kaumaksudkan, suheng. Akan tetapi berilah contoh agar
jelas!" "Kalau hati kita tenteram bahagia, segala tampak indah, hujan
atau panas, siang atau malam, apa saja, tampak indah karena
keadaan tenteram bahagia itu mendatangkan kasih. Kalau hati
kita sedang tenteram bahagia, semua orang, siapa saja, akan
tampak seperti sahabat yang menyenangkan. Sebaliknya kalau
hati diusik nafsu menimbulkan segala macam perasaan tadi,
hujan maupun panas tampak mengganggu, siang maupun
malam menjengkelkan dan kalau bertemu orang, siapa saja,
tampak menjengkelkan seperti musuh. Kalau hati kita tenteram
bahagia, ada seekor kucing mendekat, kita ingin membelainya
dengan hati sayang, sebaliknya kalau kita kehilangan tenteram
bahagia, ada kucing mendekat, kita ingin menendangnya
dengan benci." Pek Hong Nio-cu tersenyum. "Wah, sekarang aku dapat
merasakan kebenaran kata-katamu itu, suheng! Akan tetapi,
bagaimana caranya agar hati kita selalu tenteram bahagia agar
segala sesuatu tampak indah menyenangkan?"
"Tidak ada caranya, su-moi. Kita hanya membuka hati sanubari
dan mohon kepada Thian (Tuhan) untuk bersemayam dalam hati
843 kita. Kalau sudah begitu, dalam keadaan apapun juga, sehat
atau sakit, untung atau rugi, hati kita akan selalu tenteram
bahagia." "Wah, mungkinkah itu, suheng" Dalam keadaan sakit dan
tertimpa malapetaka, bagaimana kita dapat merasa tenteram
bahagia?" gadis itu membantah.
"Kenapa tidak dapat, su-moi" Kebahagiaan bukanlah
kesenangan badan dan pikiran. Dalam keadaan apapun juga,
kita akan merasa tenteram bahagia karena kita yakin bahwa
Thian beserta kita, kesengsaraan badan tidak akan
mempengaruhi batin yang sudah menyerah sebulatnya
berdasarkan iman kepadaNya."
"Hebat ! Dari mana engkau mendapatkan
pengertian seperti itu, suheng?"
"Suhu Tiong Lee Cin-jin banyak memberi petunjuk, akan tetapi
hanya Kekuasaan Thian yang membimbing sehingga kita dapat
mengerti. Tidak ada yang aneh, tidak ada yang mustahil, tidak
ada yang sukar bagi Thian. Di dalam tanganNya, kita akan
selalu merasa tenteram bahagia, dalam keadaan apa dan
bagaimanapun juga." "Wah, sungguh engkau beruntung dapat menjadi murid Paman
Sie dan langsung mendapatkan petunjuk darinya! Kalau begitu,
sekarang engkau adalah seorang yang selalu merasa tenteram
bahagia, suheng?" 844 Thian Liong tersenyum dan menghela napas panjang. "Su-moi,
kita adalah manusia, mahluk yang bergelimang dosa. Thian
selamanya tak pernah meninggalkan kita sedetikpun.
KekuasaanNya bekerja juga dalam diri kita. Sebentar saja
kekuasaanNya meninggalkan kita dan tidak bekerja, kita akan
mati. Kita manusia lemah dan aku juga seorang manusia, su-moi
dengan segala kelemahanku pula. Bukan Thian yang
menjauhkan diri dari kita, melainkan kita yang menjauhkan diri
dari Thian kalau kita terseret oleh nafsu nafsu yang menguasai
diri kita lahir batin. Tidak ada manusia yang sempurna di dunia
ini, sumoi. Yang Maha Sempurna hanya Thian. Segala
ciptaanNya pada semula adalah sempurna, namun kesempurnaan itu dicemari oleh dosa kita manusia sendiri. Kita
harus belajar, su?moi, belajar dan mengajar diri sendiri agar
selalu mendekatkan diri dengan penyerahan yang tulus ikhlas
kepada Tuhan Yang Maha Kasih dan Maha Kuasa."
Mereka turun dari atas punggung kuda dan membiarkan kuda
mereka makan rumput yang hijau segar. Tempat mereka
berhenti itu merupakan padang rumput yang cukup luas dan
landai. Mereka ingin menikmati keindahan itu lebih lama lagi dan
mereka duduk di atas batu gunung.
Tiba-tiba Pek Hong Nio-cu berseru, "Hei, itu ada banyak orang
mendaki ke sini, suheng!"
Thian Liong memandang ke arah itu dan benar saja, dia melihat
Elang Terbang Di Dataran Luas 11 Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung Suling Naga 13
^