Pencarian

Kisah Si Naga Langit 13

Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo Bagian 13


belasan orang mendaki lereng bukit itu ke arah mereka. Dan
melihat betapa mereka itu berlari cepat mendaki bukit, dapat
diketahui bahwa mereka bukan orang-orang biasa, melainkan
orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi.
845 Setelah rombongan itu tiba cukup dekat sehingga wajah mereka
tampak jelas, Thian Liong bangkit berdiri dan berseru, "Hei,
mereka adalah orang-orang Siauw?lim-pai dan Kun-lun-pai!"
Pek Hong Nio-cu juga bangkit dan berseru, "Dan itu adalah si
jahanam Cia Song dan dua orang gadis Kun-lun-pai tak tahu
malu itu!" Thian Liong mengerutkan alisnya. Dia mengenal Hui In Siankouw dan Biauw In Su-thai, juga Kim Lan dan Ai Yin di antara
para tokoh Kun-lun-pai dan dengan kaget dia mengenal Hui Sian
Hwesio, Cu Sian Hwesio, dan juga Cia Song di antara para
tokoh Siauw-lim-pai. Jumlah para tokoh Kun-lun-pai ada
sembilan orang dan para tokoh Siauw-lim-pai ada enam orang!
Hemm, ada apa lagi ini, pikirnya.
Melihat sikap orang-orang itu, Pek Hong Nio-cu berbisik kepada
Thian Liong. "Hati-hati, suheng, agaknya si jahanam Cia Song membuat ulah
lagi!" Setelah tiba di depan Thian Liong dan Pek Hong Nio?cu, Ketua
Siauw-lim-pai Hui Sian Hwesio, wakil ketua Siauw-lim pai Cu
Sian Hwesio berdiri dengan alis berkerut di depan kedua orang
muda itu sedangkan di samping pimpinan Siauw lim-pai ini
berdiri pula Hui In Sian-kouw dan Biauw In Su-thai yang dari
wajahnya dapat diketahui bahwa mereka marah sekali. Cia Song
berdiri di belakang pimpinan Siauw-lim-pai sedangkan Kim Lan
dan Ai Yin berdiri di belakang guru mereka. Delapan orang tokoh
lain sudah mengambil posisi mengepung Thian Liong dan Pek
Hong Nio-cu. 846 Karena dia sudah diaku sebagai murid Siauw-lim-pai oleh Hui
Sian Hwesio ketua Siauw-lim-pai, maka Thian I.iong
mengangkat kedua tangan di depan dada sambil membungkuk
kepada kakek itu. "Suhu ," katanya dengan hormat.
"Tidak perlu engkau menyebut suhu kepada suheng!" bentak Cu
Sian Hwesio. "Engkau tidak pantas menjadi murid Siauw-lim-pai
dan mulai saat ini engkau bukan murid, melainkan musuh Siauw
lim-pai." "Ji-suhu (Guru kedua), harap jelaskan, apa kesalahan teecu
(murid) maka pimpinan Siauw-lim-pai begini marah kepada
teecu?" tanya Thian Liong, sikapnya masih tenang karena dia
tidak merasa melakukan kesalahan apapun terhadap Siauw-limpai.
"Engkau masih ada muka untuk bertanya apa kesalahanmu"
Jangan pura pura tidak tahu, Souw Thian Liong! Engkau telah
menjadi seorang pengkhianat! Engkau telah begitu rendah
menjadi kaki tangan Kaisar Kin, kemudian engkau memberontak
terhadap Kerajaan Sung! Itu semua masih ditambah lagi dengan
perbuatanmu yang keji terhadap Kun-lun pai! Sebagai bekas
murid Siauw-lim-pai, dosamu tidak dapat diampuni. Engkau
mencemarkan nama besar Siauw-lim-pai, maka, kami datang
sendiri untuk menghukummu!" kata Cu Sian Hwesio.
"Hemm, teecu siap menerima hukuman kalau memang teecu
melakukan kesalahan. Akan tetapi semua kabar yang suhu
terima itu hanyalah fitnah belaka, dan apa pula yang teecu
lakukan terhadap Kun-lun-pai yang suhu anggap perbuatan keji
847 itu?" Thian Liong masih bersikap tenang dan ia menggeleng
kepala terhadap Pek Hong Nio-cu yang sudah mengerutkan alis
dan mukanya merah, sinar matanya berapi-api karena marah.
"Keparat busuk kau!" tiba-tiba Biauw In Su-thai yang terkenal
galak itu memaki sambil menudingkan telunjuknya ke arah muka
Thian Liong. "Engkau telah melakukan perbuatan keji terhadap
dua orang muridku ini dan kau masih bertanya-tanya lagi seolah
tidak berdosa sama sekali" Perbuatan yang terkutuk itu harus
dihukum dan pin-ni (aku) sendiri yang akan menghukummu!"
Pek Hong Nio-cu tidak mampu menahan kobaran api kemarahan
dalam hatinya. Ia maju selangkah, memandang kepada para
pimpinan Siauw-lim-pai dan Kun-lun-pai, lalu membentak
lantang dengan kata-kata tajam.
"Heh, kalian ini kakek-kakek Siauw lim-pai dan nenek-nenek
Kun-lun-pai! Hanya sebeginikah kesusilaan kalian sebagai para
pimpinan dua perkumpulan yang terkenal besar itu" Kalian ini
kakek-kakek dan nenek?nenek ceroboh dan bodoh seperti anakanak yang mudah dihasut begitu saja, juga sama sekali tidak
mempunyai keadilan sehingga menuduh berdasarkan fitnah
tanpa menyelidiki terlebih dulu. Kalian tidak pantas menjadi
pimpinan partai-partai persilatan besar!"
Tentu saja para pimpinan Siauw-lim pai dan Kun-lun?pai terkejut
dan marah sekali mendengar kata-kata yang keras dan tajam
menusuk perasaan itu. "Suhu, perempuan itu adalah puteri Kaisar Kin," bisik Cia Song
kepada dua orang gurunya.
848 "Oo, jadi engkau ini puteri Kaisar Kin, nona?" tanya Cu Sian
Hwesio. "Pantas saja Souw Thian Liong mau menjadi
pengkhianat bangsa. Kiranya tergila-gila oleh kecantikanmu."
"Tutup mulutmu kakek jahat! Aku Puteri Moguhai atau Pek Hong
Nio-cu tidak sudi menerima penghinaan dari seorang hwesio tua
yang berpura-pura alim seperti kamu!"
"Su-moi !" Thian Liong mencegah dan menyentuh
lengan kiri gadis itu, akan tetapi Pek Hong Nio-cu mengibaskan
lengannya dan tetap menghadapi Cu Sian Hwesio dengan
marah. Cu Sian Hwesio berdiri dalam jarak dua meter dari Pek
Hong Nio-cu. Tentu saja dia juga marah mendengar omongan
gadis itu. "Kau anak perempuan jahat!" katanya dan tangan kirinya
dijulurkan ke depan. Lengan itu mulur seperti karet dan tahu tahu sudah dekat sekali,
hendak menotok leher Pek Hong Nio-cu. Gadis ini terkejut
melihat lengan yang bisa mulur itu. Akan tetapi ia tidak gentar
dan menangkis tangan itu sambil mengerahkan tenaga sakti
pada tangannya yang menangkis.
"Wuuuuttt plakkk!" Dua tangan bertemu dan
dengan kaget Cu Sian Hwesio menarik kembali tangannya yang
mulur. Dia terkejut bukan main karena tangkisan gadis itu kuat
sekali dan dapat mengimbangi tenaganya. Sebelum dia
bergerak lagi, Hui Sian Hwesio menegurnya.
"Sute, hentikan itu!"
849 Cu Sian Hwesio menahan serangannya dan berdiri dengan alis
berkerut. "Omitohud, nona Puteri Moguhai, bagaimana kami dapat yakin
bahwa engkau adalah puteri Kaisar Kin?" tanya Hui Sian
Hwesio, suaranya lembut. Watak Puteri Moguhai adalah keras. Kalau ia dikasari, ia akan
menjadi marah sekali, akan tetapi kalau orang bersikap Iembut
kepadanya, ia menjadi lemas.
Mendengar pertanyaan itu, ia mencabut pedang bengkoknya
dari emas lalu berkata, suaranya juga lembut.
"Ini adalah pedang tanda kekuasaan yang diberikan Ayahanda
Kaisar kepadaku." Setelah berkata demikian, ia menyimpan
kembali pedang bengkoknya.
"Apakah losuhu ini Hui Sian Hwesio ketua Siauw-lim?pai?" Ia
pernah mendengar cerita Thian Liong tentang ketua ini.
"Benar, nona puteri. Engkau keliru kalau menganggap kami tidak
adil. Kami tidak akan menghukum seorang murid kami kalau
tidak ada bukti dan saksi akan kesalahannya. Omitohud, kami
akan menjadi orang-orang berdosa kalau kami menjatuhkan
hukuman kepada orang yang tidak bersalah."
"Hemm, jadi losuhu sekalian ini hendak menghukum Souw Thian
Liong karena sudah mempunyai bukti dan saksi bahwa dia benar
bersalah?" "Su-moi, jangan menentang suhu Hui Sian Hwesio!" Thian Liong
mencegah Puteri Moguhai. 850 "Puteri Moguhai, ada hak apakah engkau ikut mencampuri
urusan kami dengan seorang murid kami?" bentak Cu Sian
Hwesio penasaran. Moguhai atau Pek Hong Niocu menegakkan kepalanya dan
membusungkan dadanya. "Tentu saja aku mempunyai hak untuk
membela dia, karena dia adalah suhengku. Suheng Souw Thian
Liong murid Tiong Lee Cin-jin, akupun murid Sang Dewa Obat!"
Semua orang terkejut dan Cu Sian Hwesio sekarang tidak
merasa heran bahwa tadi puteri Kaisar Kin itu kuat menolak
serangannya. "Omitohud, kiranya nona puteri adalah murid Tiong Lee Cin-jin.
Nah, coba sekarang apa pembelaanmu terhadap Souw Thian
Liong mengenai tuduhan-tuduhan tadi," kata Hui Sian Hwesio
dengan sikap dan suaranya yang lembut.
"Nah, dengarlah kalian semua! Aku, Puteri Moguhai adalah saksi
hidup karena aku mengalami semua peristiwa yang dituduhkan
itu bersama suheng Souw Thian Liong. Suheng sama sekali
bukan pengkhianat seperti yang dituduhkan. Ketika berada di
utara, dia membantu aku untuk menentang dan menghancurkan
persekutuan pemberontak yang hendak menggulingkan
pemerintahan ayahanda kaisar. Kami berhasil menghancurkan
pemberontak. Jadi, suheng Souw Thian l.iong hanya membantu
Kerajaan Kin untuk menghancurkan pemberontak di sana.
Apakah itu dapat diartikan bahwa dia mengkhianati Kerajaan
Sung" Selain itu, ada pula kenyataan yang tentu saja kalian
belum mengetahui! Sekarang dengarkan baik-baik. Para
851 pemberontak di Kerajaan Kin itu bersekutu dengan Perdana
Menteri Chin Kui. Kami berdua melihat dan bertemu sendiri
dengan utusan Chin Kui yang dikirim ke utara untuk mendukung
pemberontakan itu. Dan kalian mau tahu siapa utusan Perdana
Menteri Chin Kui itu?" Puteri Moguhai berhenti sebentar lalu
telunjuk kirinya menuding ke arah muka Cia Song yang berdiri di
belakang Hui Sian Hwesio.
"Dialah orangnya, Cia Song yang jahat itu!"
Tentu saja semua orang terkejut, terutama sekali para pimpinan
Siauw-lim pai. Hui Sian Hwesio sampai menoleh ke belakang,
memandang Cia Song. Cia Song sudah memperhitungkan bahwa tentu Thian Liong dan
Pek Hong Nio-cu ingin membela diri dengan membongkar
rahasia dirinya. Dia sudah siap siaga untuk itu, maka kini dia
menjatuhkan diri berlutut di depan kaki Hui Sian Hwesio.
"Suhu, ternyata puteri Kaisar Kin ini keji, licik dan jahat sekali. Ia
memutar balikkan fakta, bahkan berbalik melempar fitnah
kepada teecu. Tentu saja ia membela Thian Liong yang menjadi
kekasihnya. Teecu menyerahkan kepada kebijaksanaan suhu.
Kalau suhu lebih percaya omongan puteri Kaisar Kin dan hendak
menghukum teecu, teecu pasrah dan menyerahkan nyawa
teecu. Sejak kecil teecu menjadi murid Siauw-lim-pai, telah
berhutang budi dan akan setia kepada Siauw-lim-pai sampai
mati." Hui Sian Hwesio menyentuh pundak Cia Song. "Bangunlah!
Pinceng percaya kepadamu, Cia Song, dan tidak akan ceroboh
menjatuhkan hukuman begitu saja. Tentu pinceng (aku) lebih
852 percaya kepadantu yang sudah belasan tahun menjadi murid
kami, sedangkan Thian Liong menjadi murid hanya dalam
beberapa bulan saja. Apalagi keterangan nona puteri dari utara
ini, tentu membutuhkan penyelidikan lebih lanjut."
"Hemm !" Pek Hong Nio-cu mendengus dengan
nada mengejek. "Aku sering mendengar bahwa orang kalau
sudah tua menjadi pikun, lemah dan bodoh. Agaknya para
pimpinan Siauw-lim-pai juga menjadi pikun sehingga mudah saja
dipermainkan dan dibohongi iblis cilik seperti Cia Song itu!"
"Bocah kurang ajar! Berani menghina pimpinan Siauw-lim-pai?"
Cu Sian Hwesio membentak dan ia sudah menyerang lagi
kepada Pek Hong Nio-cu. "Perempuan jahat dari Kin dan pengkhianat harus mampus!" Cia
Song juga sudah menerjang maju.
Pek Hong Nio-cu tidak gentar. Ketika Cu Sian Hwesio
menyerangnya, ia cepat mengelak dan membalas dengan
tendangan kaki kiri yang juga dapat ditangkis Cu Sian Hwesio.
Serangan Cia Song kepada Pek Hong Nio-cu ditangkis Thian
Liong dan kedua orang muda ini sudah saling serang.
"Tahan !" Hui In Sian-kouw berseru dan suara
wanita yang menjadi ketua Kun-lun-pai bagian murid wanita ini
demikian menggetarkan dan amat berwibawa. "Kami yang
berhak menghukum Souw Thian Liong!"
853 "Sute dan Cia Song, mundurlah!" Hui Sian Hwesio juga berseru.
Dua orang penyerang itu terpaksa mundur dan perkelahian
berhenti. Kini Biauw In Su-thai yang maju. Tokoh Kun-lun-pai yang
berusia limapuluh tahun ini terkenal galak.
Seperti kita ketahui, Kui Beng Thaisu, ketua Kun-lun pai telah
mengharuskan Biauw In Su-thai menyepi di pondok
pengasingan selama tiga tahun. Akan tetapi setelah Kim Lan
dan Ai Yin pulang dan sambil menangis melaporkan kepada
para pimpinan Kun lun-pai bahwa mereka berdua telah
diperkosa Souw Thian Liong, Kui Beng Thaisu memberi ijin
kepada Biauw In Su-thai untuk menemani Hui In Sian-kouw
turun gunung mencari pemuda itu dan menghukumnya.
Dalam perjalanan, rombongan Kun-lun-pai ini bertemu dengan
rombongan Siauw-lim-pai yang bahkan dipimpin sendiri oleh
ketuanya, yaitu Hui Sian Hwesio yang juga mencari Souw Thian
Liong untuk menghukumnya karena pemuda yang sudah
dianggap murid Siauw-lim-pai ini menjadi pengkhianat yang
berarti mencemarkan nama besar Siauw-lim-pai seperti yang
dilaporkan Cia Song kepada para pimpinan Siauw-lim pai. Dua
rombongan itu lalu bergabung dan akhirnya dapat berhadapan
dengan Souw Thian Liong dan Pek Hong Nio-cu.
"Souw Thian Liong! Engkau harus berani mempertanggung
jawabkan perbuatanmu yang terkutuk terhadap dua orang murid
kami!" Biauw In Su-thai berseru dan wanita galak ini sudah
mencabut pedangnya. "Perbuatanmu yang terkutuk itu harus
ditebus dengan nyawamu!"
854 "Su-thai, apakah kesalahan saya terhadap dua orang murid Suthai itu?" tanya Souw Thian Liong tenang sambil memandang ke


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

arah Kim Lan dan Ai Yin yang memandang kepadanya dengan
alis berkerut dan mata berapi-api karena marah.
Kim Lan yang sejak tadi marah sekali, kemarahan yang bukan
saja mengingat bahwa ia telah diperkosa Souw Thian Liong,
akan tetapi dikipasi oleh, anehnya, perasaan cemburu melihat
betapa pemuda itu demikian akrab dan dibela puteri cantik
Kaisar Kin, melangkah maju dan mencabut pedangnya pula,
diikuti oleh Ai Yin. "Keparat keji!" Kim Lan menudingkan pedangnya dengan sikap
galak. "Engkau masih pura-pura bertanya" Seolah lupa akan
perbuatanmu yang terkutuk terhadap kami berdua!"
Thian Liong memandang heran. "Perbuatan terkutuk" Biadab"
Apa yang kaumaksudkan, nona?"
"Engkau masih berpura-pura" Baiklah, kami berdua memang
sudah tercemar aib. Biarlah semua orang mengetahui betapa
biadab dan terkutuk engkau, Souw Thian Liong! Di dalam
penginapan di kota Kiang-cu itu,
engkau menotok kami berdua lalu
lalu dengan biadab engkau memperkosa kami!" Setelah berkata demikian,
air mata mengalir dari mata Kim Lan, juga Ai Yin.
"Penasaran! Aku tidak melakukan perbuatan keji itu! Apa
buktinya" Siapa saksinya?" kata Thian Liong penasaran.
855 "Buktinya?" kata Kim Lan dengan suara parau karena bercampur
tangis dan ia mengeluarkan sehelai surat dari saku bajunya,
melambaikan surat itu ke atas.
"Ini buktinya, suratmu yang kau tinggalkan di meja kamar
penginapan. Engkau bukan saja telah memperkosa, bahkan
engkau juga meninggalkan surat menghina Kun-lun-pai!"
"Saksinya adalah aku!" Tiba-tiba Cia Song berkata lantang. "Aku
yang menyaksikan bahwa pada waktu dua orang nona murid
Kun-lun-pai itu berada di Kota Kiang-cu, aku melihat Souw Thian
Liong dan puteri Kin itu juga berada di sana!"
Biauw In Su-thai berteriak, "Kim Lan! Ai Yin! Tak perlu banyak
bicara lagi, kita bunuh jahanam ini!" Tokoh Kun-lun pai ini
menerjang, diikuti oleh Kim Lan dan Ai Yin sehingga Thian Liong
diancam pengeroyokan tiga orang wanita yang pandai mainkan
Thian-lui-kiam-sut (llmu Pedang Kilat Guntur) itu.
Pek Hong Nio-cu juga mencabut pedang bengkoknya dan
melompat ke depan Thian Liong untuk melindungl pemuda yang
masih berdiam tenang dan tidak mencabut pedangnya itu. Pek
Hong Nio cu bersiap melawan tiga orang wanita Kun-lun-pai itu.
Melihat ini, tiga orang wanita itu menjadi semakin marah.
"Bentuk Thian-lui-kiam-tin (Pasukan Pedang Kilat Guntur)!" kata
Biauw In Su-thai. Mereka sudah bergerak dan siap menyerang.
Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dan tampak sesosok
bayangan merah berkelebat.
"Tahan senjata!" Dan di dekat Pek Hong Nio-cu, berhadapan
dengan tiga orang wanita Kun-lun-pai, sudah berdiri seorang
856 gadis berpakaian serba merah muda. Melihat gadis cantik jelita
dengan sepasang mata indah yang mencorong dan bentuk
mulut yang menggairahkan, Thian Liong terkejut.
"Engkau ?" dia membentak karena segera dia
mengenal gadis yang dulu mencuri kitab Ngo-heng Lian-hoan
Kun hoat dari tangannya! Han Bi Lan, gadis itu, menoleh dan tersenyum kepada Thian
Liong berkata, "Ya, aku! Aku pernah bersalah kepudamu dan
sekarang aku hendak menebus kesalahan itu dengan
membelamu!" Biauw In Su-thai membentak. "Apa yang kaulakukan ini" Souw
Thian Liong itu musuh kita! Dia telah menodai dua orang kakak
seperguruanmu. Mari bantu kami bunuh dia!"
Mendengar ini Thian Liong menjadi terheran-heran. Jadi, gadis
yang mencuri kitab Ngo-heng Lian-hoan Kun?hoat itu adalah
murid Kun-lun-pai" Kenapa mencuri sendiri kitab milik Kun-lunpai dan kini berbalik membelanya"
"Tidak, bibi guru. Saya tadi sudah mendengar semua dan saya
yakin bahwa Souw Thian Liong bukanlah seorang jahat.
Tuduhan ini harus diselidiki lebih dulu kebenarannya!" Gadis
baju merah itu membantah.
Hui In Sian-kouw berkata, suaranya lembut namun mengandung
teguran. "Tuduhan itu sudah ada bukti dan saksinya, bukan
hanya fitnah belaka. Harap engkau tidak mengkhianati Kun-lun-
857 pai dan menjadi murid yang ikut mempertahankan dan menjaga
kehormatan Kun-lun-pai."
"Maaf, subo (ibu guru), teecu bukan hendak berkhianat. Malah
teecu ingin menjaga agar pimpinan Kun-lun-pai tidak bertindak
salah menghukum orang yang tidak berdosa. Harap subo ingat
bahwa Souw Thian Liong adalah murid! Tiong Lee Cin-jin yang
sudah berjasa mengembalikan kitab pusaka milik Kun-lun-pai
yang hilang, dan tidak sembarangan menjatuhkan hukuman
kepadanya sebelum jelas bukti-buktinya," gadis itu membantah.
"Bagus!" Pek Hong Nio-cu bertepuk tangan memuji. "Suheng,
sobat muda ini ternyata lebih u-ceng-li (punya aturan) daripada
para nenek Kun-lun-pai!" Lalu Pek Hong Nio-cu menghadapi Hui
In Sian kauw. "Apakah engkau pimpinan Kun-lun pai yang
bertanggung jawab?" "Benar, pin-ni (aku) adalah Hui In Sian-kouw, ketua bagian murid
wanita Kun-lun-pai," jawab pendeta wanita itu.
"Bagus, kalau begitu aku mau bicara denganmu. Dengarlah,
kalian semua, seperti juga tuduhan pihak Siauw-lim-pai, tuduhan
pihak Kun-lun-pai terhadap Souw Thian Liong juga palsu dan
tidak benar sama sekali. Bukti itu menunjukkan kebersihan
suheng Souw Thian Liong karena surat itu adalah tulisanku yang
sengaja kulempar ke atas meja dalam kamar dua orang murid
Kun-lun-pai itu. Sama sekali bukan tulisan suheng Souw Thian
Liong! Mau tahu bahwa aku tidak berbohong" Baik, akan
kubacakan apa yang kutulis itu karena aku masih ingat.
Bunyinya tentu begini: 858 "Murid-murid perempuan Kun-lun-pai tak tahu malu. Memaksa
seorang la laki-laki menjadi suaminya. Begitukah pelajaran yang
kalian dapatkan dari Kun-lun-pai?"
Nah, coba baca surat itu, persis tidak dengan kata-kataku tadi"
Kalau perlu aku akan menulis agar diketahui bahwa surat itu aku
yang menulis!" "Perempuan keparat! Berani engkau menghina Kun?lun-pai!"
bentak Biauw In Su-thai sambil mengelebatkan pedangnya.
"Heh-heh, engkau yang bernama Biauw In Su-thai, bukan?" Pek
Hong Nio-cu mendengar nama ini dari cerita Thian Liong. "Jadi
engkau ini guru dua orang murid perempuan itu, engkau yang
memaksa mereka untuk memaksa suheng Souw Thian Liong
menjadi suami muridmu dan kalau suheng menolak harus
dibunuh" Oh, aturan mana itu?"
"Jahanam !" Biauw In Su-thai hendak menyerang
akan tetapi Hui In Sian-kauw mencegahnya.
"Tahan, su-moi. Puteri Moguhai, andaikata benar kesaksianmu
tentang bukti itu, masih ada lagi kesaksian murid Siauw-lim-pai
Cia Song bahwa dia melihat engkau dan Souw Thian Liong
berada di kota Kiang-cu ketika peristiwa yang menimpa dua
orang murid kami itu terjadi," kata Hui In Sian-kauw.
"Memang benar bahwa kami berada di kota itu. Akan tetapi aku
yang mendatangi kamar penginapan mereka itu, dan aku
menjadi saksi bahwa suheng Souw Thian Liong malam itu sama
859 sekali tidak keluar dari kamarnya, sesuai dengan anjuran si Cia
Song itu agar suheng malam itu tidak keluar dari kamarnya."
"Bohong, puteri Kaisar Kin itu bohong, sengaja memutarbalikkan
kenyataan. Ia berbahaya sekali! Tidak mungkin suhu dan para
susiok lebih percaya ia dan Souw Thian Liong daripada teecu!
Kita bunuh mereka!" teriak Cia Song.
"Subo, teecu yakin Souw Thian Liong itu yang menodai teecu
berdua. Teecu mendengar suaranya ketika dia mengejek
dengan kata-kata: "Kalian ingin mengenal Souw Thian Liong",
lalu dia tertawa lirih," kata Kim Lan.
"Teecu juga mendengar suaranya itu!" kata pula Ai Yin.
Cia Song, Kim Lan, dan Ai Yin sudah menerjang Thian Liong
dengan pedang mereka. Akan tetapi Pek Hong Nio-cu
menangkis serangan dua orang gadis murid Kun-lun-pai itu dan
Thian Liong mengelak dari serangan Cia Song yang dahsyat.
Thian Liong masih merasa ragu untuk menggunakan pedangnya
karena dia berhadapan dengan para pimpinan Siauw-lim-pai dan
Kun-lun-pai yang dia hormati dan dia tahu bahwa mereka itu
hanya terkena hasutan Cia Song saja.
"Omitohud, menyerahlah Thian Liong. Kami hendak
menangkapmu dan akan mengadili setelah meneliti perkara ini!
Tangkap saja dia, jangan bunuh!" kata Hui Sian Hwesio.
Akan tetapi hanya Hui Sian Hwesio ketua Siauw-lim-pai dan Hui
In Sian-kouw ketua Kun-lun-pai saja yang tidak tergesa
860 mengambil keputusan untuk membunuh Souw Thian Liong.
Mereka yang lain sudah terpengaruh kesaksian Cia Song dan
pengakuan Kim Lan dan Ai Yin maka mereka menyerang
dengan dahsyat untuk membunuh Souw Thian Liong.
JILID 23 Dengan marah Pek Hong Nio-cu menggerakkan pedangnya
untuk membela Thian Liong dari pengeroyokan belasan orang
yang semua memiliki ting?kat kepandaian silat yang sudah tinggi
itu. Melihat betapa Thian Liong dikeroyok belasan orang dan
dibantu oleh Pek Hong Nio-cu yang ia tadi dengar adalah
Pute?ri Moguhai dari Kerajaan Kin, Han Bi Lan tidak tinggal diam
dan iapun cepat mencabut pedangnya dan membela Thian
Liong. Gerakan Han Bi Lan ini dahsyat bukan main dan ia
sengaja menerjang ke arah para pengeroyok dari Siauw-lim?-pai
karena untuk melawan orang-orang Kun?lun-pai ia masih
merasa sungkan. Biarpun tingkat kepandaian tiga orang muda ini, terutama sekali
tingkat kepan-daian Souw Thian Liong dan Han Bi Lan, sudah
tinggi dan tangguh sekali, namun mereka menghadapi
pengeroyokan tigabelas orang yang rata-rata juga mengua?sai
ilmu silat tingkat tinggi. Apalagi ka?rena Thian Liong sendiri
hanya bertahan, tidak membalas kepada para pengeroyok lain
kecuali kepada Cia Song, maka ten?tu saja tiga orang muda ini
terdesak hebat. Tiba-tiba terdengar lengkingan nya?ring dan tampak bayangan
hijau berkele?bat memasuki perkelahian dan terdengar suara
seorang wanita. 861 "Liong-ko (kakak Liong), jangan kha?watir. Aku datang
membantumu!" teriak seorang gadis berpakaian serba hijau, dan
ia sudah memegang Siang-kiam (sepasang pedang) dan
mengamuk, membantu Thian Liong menghadapi para
pengeroyok! "In-moi (adik In)!" Thian Liong berse?ru dan hatinya diliputi
kebingungan kare?na dia telah membuat tiga orang gadis, yaitu
Pek Hong Nio-cu, Si baju merah, dan Thio Siang In, terlibat
dalam urusan?nya dengan Siauw-lim-pai dan Kun-lun-?pai, juga
aneh sekali, pada saat terdesak dan terancam seperti itu, Thian
Liong teringat akan persamaan wajah an?tara, Pek Hong Nio-cu
dan Ang Hwa Sian-li Thio Siang In. Dan sekarang dia ter?ingat
bahwa wajah mereka berdua itu persis sama. Bedanya hanya
warna pakai?an. Kalau Pek Hong Nio-cu berpakaian serba putih, Ang Hwa Sian-li
berpakaian serba hijau. Selain pakaian, juga cara menyanggul
rambut mereka berbeda. Kalau rambut Pek Hong Nio-cu
digelung model Puteri Kin, rambut Ang Hwa Sian-li model gadis
Han. Masih ada lagi perbedaan pada wajah yang dapat
membuat dia bisa mengenal mana yang satu dan mana yang
yaitu pada le?tak tahi lalat kecil hitam. Tahi lalat Pek Hong Niocu berada di pipi kanan, sedangkan tahi lalat Ang Hwa Sian-li
ber?ada di pipi kiri! "Singgg tranggg! Brettt!" Thian Liong terkejut juga.
Dia menangkis dua pedang akan tetapi sebatang pedang la?in
hampir saja mengenai dadanya. Dia masih dapat mengelak dan
bajunya yang terobek. Ini akibat dia melamun dan
862 membayangkan dua orang gadis yang berwajah mirip satu sama
lain itu! Biarpun kini dibantu lagi oleh Ang Hwa Sian-li dan tiga orang
gadis jelita itu bersungguh-sungguh melakukan perta?wanan
untuk membela Thian Liong, tetap saja mereka berempat
terdesak hebat. Apalagi setelah Hui Sian Hwesio maju pula
menyerang Thian Liong. Pemuda itu tentu saja merasa sungkan
untuk mela?wan Hui Sian Hwesio dan hanya meng?hindarkan
diri dengan tangkisan dan elakan. Serangan para pengeroyok
lain dengan senjata dia hadapi dengan tang?kisan Thian-liongkiam. Maka dia terde?sak hebat.
Han Bi Lan yang paling tangguh di antara tiga orang gadis yang
membela Thian Liong, tiba-tiba harus berhadapan dengan Hui In
Sian-kouw yang menyerang?nya dengan pedang. Sesungguhnya, ting?kat kepandaian Han Bi Lan pada saat itu
masih tidak tertandingi oleh Hui In Sian-kouw, akan tetapi
menghadapi se?rangan ketua Kun-lun-pai bagian wanita ini, Han
Bi Lan menjadi rikuh bukan ma?in. Di antara para pimpinan Kunlun-pai, hanya dua orang yang dia hormati, yaitu Kui Beng
Thaisu dan Hui In Sian-kouw. Kini Hui In Sian-kouw
menyerangnya, maka iapun hanya berani menangkis dan
mengelak. Padahal ia dikeroyok ba?nyak orang. Maka seperti
Thian Liong, Bi Lan juga hanya mampu bertahan dan terdesak
hebat. Secara tidak disengaja, Pek Hong Nio-cu dan Ang Hwa Sian-li
bersatu, saling membelakangi menghadapi pengeroyokan
sepuluh orang sehingga mereka terlindung di bagian belakang
863 atau saling melindungi. Akan tetapi mereka berdua juga hanya
mampu menangkis dan tidak dapat membalas.
Dalam keadaan terancam bahaya, em?pat orang itu menjadi
nekat. Pada saat itu, terdengar seruan lembut, namun su?ara itu
menggetar udara dan menggun?cang jantung semua orang.
"Sian-cai (damai) ! Kekerasan sama sekali bukan
cara terbaik untuk menye-lesaikan persoalan!"
Hui Sian Hwesio sendiri, seorang yang paling tinggi kedudukan


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan tingkat ilmu kepandaiannya, melompat ke belakang karena
merasakan getaran yang amat ku?at terkandung dalam suara
itu. Juga yang merasakan guncangan jan?tung dan mereka juga
melompat ke be?lakang sambil menoleh dan memandang
kepada orang yang mengeluarkan kata?-kata itu.
Orang itu berada dalam jarak belasan meter dari situ dan kini dia
melangkah dan menghampiri mereka dengan tenang dan
bibirnya tersenyum penuh kesabaran dan pengertian.
Pakaiannya hanya kain berwarna kuning dilibat-libatkan ke
tubuhnya. Rambut yang sudah berwarna dua diikat dengan pita
kuning pula. Walau?pun pakaiannya amat sederhana, namun
tampak bersih. Mukanya bulat dengan dagu meruncing, matanya
tajam menco?rong namun lembut dan hidungnya man?cung.
Laki-laki berusia enampuluh tahun lebih ini menunjukkan bekas
ketampan?an. Tubuhnya sedang namun masih tam?pak kuat.
Dengan senyum yang khas dia menghampiri mereka dan katakatanya tenang lembut namun terdengar jelas se-kali seolah dia
bicara di dekat telinga semua orang.
864 "Betapa menyedihkan. Kejahatan dan ketidakadilan hampir
selalu berada di atas angin tanpa disadari oleh manusia yang
bersangkutan!" "Suhu !" Thian Liong segera menja?tuhkan diri
berlutut menghadap laki-laki yang bukan Iain adalah Tiong Lee
Cin-jin itu. "Paman Sie !" Pek Hong Nio-cu juga berseru dan
menghampiri orang itu, wa-jahnya berseri gembira.
"Bangunlah, Thian Liong. Dan engkau, Moguhai, mundurlah
dulu, anak yang baik, biarkan aku menghadapi mereka dan
menyelesaikan persoalan ini," kata Tiong Lee Cin-jin.
Pek Hong Nio-cu gembira se?kali disebut anak yang baik! Ia dan
Thian Liong berdiri di dekat Han Bi Lan dan Ang Hwa Sian-li,
dua orang gadis yang tadi membantu mereka.
"Terima kasih atas bantuan kalian berdua," kata Pek Hong Niocu dengan ramah. Akan tetapi ketika ia beradu pan?dang
dengan Ang Hwa Sian-li, mereka berdua terkejut dan terbelalak
karena mereka merasa seolah?olah memandang dirinya sendiri
dalam cermin. Keduanya menjadi salah tingkah, bingung dan
juga tegang, lalu mengalihkan perhatiannya memandang ke arah
Tiong Lee Cin-jin. Sementara itu, Thian Liong memandang
kepada Bi Lan dengan alis berkerut dan sinar mata menegur,
akan tetapi Bi Lan menyambutnya dengan senyum mengejek!
"Omitohud!" kata Hui Sian Hwesio yang menghampiri dan
berhadapan dengan Tiong Lee Cin-jin, "Kelirukah pinceng kalau
865 menduga bahwa yang datang ini adalah Tiong Lee Cin-jin?"
Ketua Siauw-lim-pai ini mengangkat kedua ta?ngan depan dada
dan memberi salam dengan sembah.
"Tidak keliru, memang saya yang di?sebut orang Tiong Lee Cinjin, Hui Sian Hwesio."
"Omitohud! Pinceng mendapat kesem?patan bertemu muka
untuk mengucapkan terima kasih atas pengembalian kitab Samjong-cin-keng!" kata ketua Siauw-lim-pai itu.
"Kami juga mengucapkan terima ka?sih atas pengembalian kitab
kami Ngo?-heng Lian-hoan Kun-hoat, Cin-jin," kata Hui In Siankouw.
Tiong Lee Cin-jin menggoyang tangan?nya. "Tidak perlu
berterima kasih kepada saya, karena sudah sewajarnya dan
seharusnya kalau kitab-kitab itu kembali kepada pemiliknya yang
sah. Kita bica?rakan saja soal lain. Saya melihat tadi betapa
para pimpinan Siauw-lim-pai dan Kun-lun-pai mengeroyok Souw
Thian Liong yang dibantu tiga orang gadis ini. Saya melihat
betapa hal itu memalukan, dan tidak pantas. Para pimpinan dua
perkumpulan besar mengeroyok empat orang muda!"
Dengan wajah berubah kemerahan ka?rena merasa malu, Hui
Sian Hwesio ber?kata, "Omitohud! Urusan kami dengan Souw
Thian Liong merupakan urusan se?orang murid dengan
perguruannya, Cin-jin."
Tiong Lee Cin-jin tersenyum, "Begitu?kah, Hui Sian Hwesio"
Berapa lama Thian Liong diangkat menjadi murid Siauw-lim-pai"
Berapa bulan" Harap di?ingat bahwa Thian Liong menjadi murid
866 saya selama sepuluh tahun! Apakah ke?nyataan itu tidak
membuat saya lebih berhak mengurus persoalan murid saya ini
dibandingkan Siauw-lim-pai?"
"Omitohud, ucapan Cin-jin memang tak dapat dibantah
kebenarannya. Akan teta?pi, Cin-jin, urusan ini adalah urusan
Thian Liong dengan Siauw-lim-pai. Dia telah mencemarkan
nama Siauw-lim-pai karena dia telah diaku sebagai murid dan
untuk itu tidak mungkin kami mendiam?kannya saja. Ada aturan
dalam perkum?pulan kami bahwa murid yang melaku?kan
perbuatan sesat sehingga mencemar?kan nama Siauw-lim-pai
harus dihukum." "Saya tidak ingin menentang peratur?an Siauw-lim-pai, akan
tetapi ada per?aturan yang menjadi hukum alam semes?ta,
bahwa hanya yang bersalah saja yang harus dihukum. Apakah
Siauw-lim-pai hendak melanggar hukum itu dan hendak
menghukum orang yang tidak bersalah" Di mana letak keadilan
yang katanya se-lalu dijunjung tinggi oleh para pendekar Siauwlim-pai?"
"Omitohud, Tiong Lee Cin-jin, selama?nya Siauw-lim?pai tidak
akan menyalahi hukum itu. Yang dihukum hanya yang bersalah
dan Souw Thian Liong jelas bersalah!"
Tiong Lee Cin-jin tersenyum lebar dan menudingkan telunjuknya
kepada Cia Song yang bersembunyi di balik pung?gung Hui
Sian Hwesio. 867 "Yang melaporkan tentang semua ke?salahan Thian Liong itu
tentu muridmu yang kini bersembunyi di belakang pung?gungmu
itu, bukan" Hui Sian Hwesio dan semua yang hadir, dengarlah.
Saya sendi?ri yang menjadi saksi ketika Cia Song ini mewakili
Perdana Menteri Chin Kui membantu para pemberontak di utara,
sedangkan Thian Liong hanya membantu Puteri Moguhai untuk
menghancurkan pemberontakan! Apakah perbuatan itu kalian
anggap suatu pengkhianatan terhn?dap Kerajaan Sung dan
mencemarkan na?ma Siauw-lim?pai Bahkan Kaisar Sung Kao
Tsu sendiri tidak menganggap Thian Liong sebagai pengkhianat,
bahkan telah menerima Thian Liong dan Puteri Mogu?hai
sebagai tamu kehormatan yang sudah berjasa!"
Mendengar ucapan ini, Hui Sian Hwe?sio, Cu Sian Hwesio dan
para tokoh Siauw-lim-pai lainnya kini memandang kepada Cia
Song yang bersembunyi di belakang Hui Sian Hwesio.
"Cia Song!" Hui Sian Hwesio berseru, suaranya masih lembut
namun nadanya menegur. "Benarkah semua yang pinceng
dengar itu?" Cia Song hanya menunduk dengan wa?jah merah. Pada saat itu
Puteri Moguhai tertawa, suara tawanya nyaring dan be?bas.
"Heh-heh-heh, kalian para pimpinan Siauw-lim-pai memang
seperti kanak-ka?nak yang mudah dibohongi, seperti kata?ku
tadi. Kalian hendak medengar ceri?ta yang bagus tentang
muridmu yang bernama Cia Song itu lebih lanjut" De?ngar baikbaik. Si jahanam itu telah menjadi kaki tangan Perdana Menteri
Chin Kui dan ikut pula merencanakan pemberontakan! Dan
siapa yang mengha?langi niat busuknya itu sehingga akhirnya
868 Chin Kui dan antek-anteknya tertangkap dan dijatuhi hukuman"
Yang membantu adalah suheng Souw Thian Liong dan akulah
yang membantunya. Bahkan se?mua usaha pembelaan kami
terhadap Kaisar itu tentu mengalami kegagalan dan mungkin
Kaisar sudah terbunuh kalau saja Paman Sie atau Tiong Lee
Cin-jin, guru kami ini tidak menolong kami! Cia Song menjadi
antek Chin Kui, memban?tu pemberontakan di Kerajaan Kin,
ke?mudian setelah gagal, dia membantu Chin Kui yang
mengadakan pemberontakan di Kerajaan Sung! Nah, sekarang
si-apakah yang menjadi pengkhianat dan pantas dihukum"
Suheng Souw Thian Liong ataukah Cia Song?"
Hui Sian Hwesio sendiri sampai mem?belalakkan mata dan
mukanya berubah pucat mendengar ucapan Puteri Moguhai itu.
Dia memutar tubuh menghadapi Cia Song yang kini menjadi
pucat wajahnya. "Cia Song, katakan, benarkah semua itu?" Hui Sian Hwesio
membentak. Pada saat itu Biauw In Su-thai berkata dengan suara nyaring
dan galak. "Souw Thian Liong! Biarpun mungkin engkau tidak
bersalah terhadap Siauw-lim-pai, akan tetapi engkau harus
mempertang?gung-jawabkan perbuatanmu yang terku?tuk
terhadap dua orang murid kami!"
"Su-moi, mari kita membalas den?dam!" kata Kim Lan kepada Ai
Yin. "Mari, suci!" kata Ai Yin.
869 Dua orang gadis itu dengan penuh kebencian karena dendam
sakit hati mere?ka, sudah menyerang ke arah Thian Liong
dengan pedang di tangan. Akan tetapi berkelebat bayangan
hijau dan ba?yangan putih. Ang Hwa Sian-li dan Pek Hong Niocu seperti telah bersepakat sa?ja tahu-tahu telah menyambut
serangan dua orang gadis Kun-lun-pai itu dengan pedang
mereka. Terdengar suara geme?rincing ketika pedang-pedang
mereka menangkis pedang dua orang murid Kun-lun-pai yang
merasa tangan mereka tergetar oleh tangkisan itu.
Thian Liong melompat ke depan. "Su-moi dan In-moi, tahan dan
jangan berke?lahi!" Mendengar suara pemuda itu, Ang Hwa
Sian-li dan Pek Hong Nio-cu melang?kah mundur.
Pada saat itu, Cia Song yang sudah tidak mendapatkan jalan
untuk menghin?darkan diri dari ancaman karena rahasia?nya
telah terbongkar itu, mempergunakan kesempatan itu untuk
melarikan diri. Me?lihat Hui Sian Hwesio berdiri di depan?nya
dia lalu mendorong dengan pukulan jarak jauh ke arah dada
hwesio tua itu. Dari kedua telapak tangannya menyam?bar asap
hitam karena dia telah mem?pergunakan ilmu Hek-in Hoat-sut
(Ilmu Sihir Awan Hitam) yang dipelajarinya da?ri Ali Ahmed,
bangsa Hui yang sakti itu.
Hui Sian Hwesio terkejut bukan main melihat serangan itu.
"Omitohud !" Dia cepat menggerak?kan tangan
untuk menangkis. Akan tetapi karena tidak menyangka akan
diserang muridnya dari jarak dekat dan meng-gunakan ilmu
pukulan asing pula, maka tangkisannya kurang cepat dan asap
870 hi?tam itu hanya sebagian saja tertangkis, sebagian masih
menyambar ke arah dadanya.
"Omitohud !" Tubuh ketua Siauw-lim?-pai yang
gemuk tinggi besar itu terhu?yung dan dia lalu duduk bersila dan
mengerahkan tenaga sakti untuk mena?han gempuran hawa
beracun yang mema?suki dadanya!
Setelah memukul Hui Sian Hwesio, Cia Song melompat hendak
melarikan diri. Akan tetapi tubuh Thian Liong ju?ga meluncur
cepat dan dia sudah meng?hadang Cia Song.
"Manusia jahat hendak lari ke mana engkau!" kata Thian Liong.
Kedua orang muda ini saling berhadapan dengan mata
mencorong. Muka Cia Song menjadi me?rah sekali karena dia
merasa benci seka?li kepada Thian Liong. Orang inilah yang
mencelakakan aku, pikirnya.
Cu Sian Hwesio, Ki Sian Hwesio dan para tokoh Siauw-lim-pai
marah bukan main melihat Cia Song tadi menyerang Hui Sian
Hwesio dan mereka kini menya?dari betul bahwa ternyata Cia
Song yang menjadi pengkhianat dan melemparkan fitnah
kepada Souw Thian Liong, lalu ber?gerak hendak maju
mengeroyok Cia Song. Akan tetapi Tiong Lee Cin-jin
mengembangkan kedua lengannya dan berkata.
"Biarkan mereka berdua menyelesai?kan sendiri masalah
mereka. Tidak baik kalau kita orang-orang tua mengeroyok
orang muda." 871 Ucapan ini membuat para pimpinan Siauw-lim-pai terpaksa
menahan amarah mereka terhadap Cia Song. Mereka hanya
menonton perkelahian yang akan terjadi antara Cia Song dan
Souw Thian Liong. Sementara itu, melihat betapa Kim Lan, Ai Yin, Biauw In Su-thai
merasa pe?nasaran dan tampak sekali mereka itu siap
mengeroyok Thian Liong, Han Bi Lan lalu berkata dengan suara
membujuk kepada mereka. "Saya kira sebaiknya Kun-lun-pai membiarkan saja Souw Thian
Liong me-nyelesaikan urusannya dengan Siauw-lim-?pai. Nanti
masih ada waktu bagi kita un-tuk menuntutnya, apabila benarbenar ternyata dia bersalah."
Para pimpinan Kun-lun-pai dapat menerima usul ini karena
bagaimanapun ju?ga, mereka merasa lebih kuat kalau Han Bi
Lan berdiri di pihak mereka, kalau-kalau terjadi pertentangan
dan perkela?hian. Kini semua orang menujukan pandang?an mata mereka kepada
dua orang muda yang saling berhadapan. Mereka menon?ton
dengan hati tegang, terutama mereka yang sudah mengetahui
bahwa Cia Song adalah murid terpandai dari Siauw-lim-pai dan
agaknya dia memiliki ilmu lain yang bukan dari Siauw-lim-pai
sebagai-mana terbukti ketika dia menyerang Hui Sian Hwesio
tadi, pukulan jarak jauh dengan kedua telapak tangan
mengeluar?kan asap hitam! Yang tampak tenang?-tenang saja
hanyalah Tiong Lee Cin-jin, Pek Hong Nio-cu, Han Bi Lan, dan
Hui Sian Hwesio karena mereka tahu akan kemampuan Thian
872 Liong yang mereka yakin pasti akan mampu mengalahkan Cia
Song. Cia Song sendiri sudah putus harapan untuk dapat meloloskan
diri dari situ. Semua tokoh Siauw-lim-pai kini memusuhinya, dan
di situ masih ada tiga orang gadis lihai yang membela Thian
Liong, juga ada Tiong Lee Cin-jin yang sakti sekali. Keputusasaan ini membuat dia menjadi nekat dan ingin mengadu nyawa
dengan Souw Thian Liong yang dibencinya.
"Sratt!" Tampak sinar berkilauan ketika Cia Song mencabut
pedangnya yang beronce merah.
"Mampuslah engkau, keparat!" Cia Song tidak memberi
kesempatan kepada Thian Liong dan sudah menerjang maju
dengan gerakan cepat dan dahsyat. Thian Liong mengelak ke
kiri dengan gerakan ringan dan tidak kalah cepatnya. Namun Cia
Song membalik ke kanan dan kem?bali pedangnya menyambar
ke arah leher Thian Liong.
"Tranggg !!" Bunga api berpijar ketika Thian-liong-
kiam yang dia cabut ketika mengelak dari serangan pertama
ta?di. Setelah menangkis, Thian Liong membalas dengan
serangan yang tidak kalah dahsyatnya. Kembali terdengar bunyi
berdentang nyaring dan bunga api berpijar ketika Cia Song
menangkis serangan itu. Bertandinglah dua orang muda yang sama tangkas dan sama
lihainya itu. Mereka saling serang dengan dahsyat sehingga
hawa serangan mereka menyambar-nyambar sampai terasa
oleh mereka yang menonton, padahal jarak antara kedua
873

Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pemuda yang bertanding ini dan para penonton ada belasan
meter jauhnya. Cia Song yang sudah nekat seperti harimau tersudut itu
mengamuk, mengeluarkan jurus-jurus paling ampuh dari ilmu
pedang Siauw-lim-pai yang sudah dia gabungkan dengan ilmu
pedang yang dia pelajari dari Ali Ahmed sehingga gerakan
pedangnya penuh jurus aneh yang mengandung tipu muslihat
berbahaya. Namun Thian Liong menghadapi serangan itu
dengan tenang dan membalas dengan ilmu pedang Thian-liongkiam-sut (Ilmu Pedang Naga Langit).
Saking cepatnya mereka bergerak, tubuh mereka seolah
berubah menjadi dua bayangan yang berkelebatan, diselimuti
gulungan sinar pedang. Hanya suara berdentang dan
muncratnya bunga api itu saja yang menunjukkan bahwa ada
dua orang sedang bertanding hebat sekali. Para penonton
menahan napas dan Tiong Lee Cin-jin mengangguk puas
melihat kemajuan muridnya yang telah mematangkan semua
ilmu itu dengan pengalaman bertanding melawan orang-orang
yang tinggi ilmunya. Dua orang muda yang bertanding mati-matian itu sama
gagahnya, sama muda dan kuatnya dan sama-sama telah
menguasai banyak ilmu yang tinggi. Kalau dibuat perbandingan,
Thian Liong yang sudah menerima ilmu-ilmu dari Tiong Lee Cinjin ditambah lagi mempelajari ilmu dari kitab Sam-jong-cin-keng
di bawah bimbingan Hui Sian Hwesio, memiliki tingkat yang lebih
tinggi daripada tingkat yang dimiliki Cia Song. Akan tetapi dalam
keadaan nekat seperti itu, Cia Song dapat mengimbangi
lawannya, maka pertandingan itu menjadi seru dan mati-matian.
874 Setelah mereka bertanding hampir seratus jurus dalam keadaan
yang seru dan seolah berimbang, Thian Liong tetap saja
menjaga agar dia jangan sampai membunuh Cia Song, dapat
melihat kelemahan lawan. Maka, ketika dia melihat kesempatan
baik, ketika pedang Cia Song menyambar dengan tusukan ke
arah lehernya, dia mengelak ke kanan, kemudian. secepat kilat
tangan kirinya menyambar, menotok siku kanan lawan.
"Tukk! Aughh !!" Tangan kanan Cia Song terus
lumpuh sehingga pedangnya terlepas dari pegangan. Dia
terkejut sekali dan melompat ke belakang. Akan tetapi, Thian
Liong tidak mengejar lawan yang bertangan kosong itu dengan
serangan pedangnya. Dia malah menyarungkan kembali Thianliong-kiam!
"Ihh! Apa-apaan itu, suheng" Tusuk saja jantung pengkhianat itu
dengan pedangmu!" seru Pek Hong Nio-cu atau Puteri Moguhai
penasaran melihat Thian Liong menyarungkan pedangnya.
"Hemm, kalau terlalu baik dan lemah, hal itu bisa mencelakakan
dirinya sendiri!" kata pula Ang Hwa Sian-li.
"Hi-hik, kalian tidak tahu, dengan tangan kosong Souw Thian
Liong jauh lebih unggul!" kata Han Bi Lan tertawa.
Sementara itu, semua tokoh dari Siauw-lim-pai maupun Kun-lunpai diam diam kagum akan sikap Thian Liong yang tidak mau
menghadapi lawan yang bertangan kosong dengan pedangnya!
Benar benar sikap gagah seorang pendekar sejati yang tidak
mau mempergunakan kesempatan untuk menang.
875 Melihat Thian Liong menyimpan pedangnya, Cia Song timbul
lagi harapannya dan bagaikan seekor singa kelaparan menubruk
calon mangsanya, dia melompat dan menerjang ke arah Thian
Liong dengan ganas. Thian Liong mengelak dan membalas. Dua
orang muda itu kembali bertanding, kini dengan tangan kosong.
Saling tinju, saling tampar, dan saling tendang dengan gerakan
cepat dan kuat sehingga kembali angin pukulan menyambarnyambar dan terasa oleh para penonton yang menonton dengan
jantung berdebar tegang saking hebatnya perkelahian itu.
Akan tetapi baru belasan jurus segera ternyata bahwa tingkat
ilmu silat tangan kosong Thian Liong lebih tinggi. Cia Song mulai
terdesak terus dan akhirnya dia hanya mampu mengelak dan
menangkis, jarang mendapat kesempatan untuk membalas. Dia
tahu benar bahwa kalau dilanjutkan, akhirnya dia pasti akan
roboh dan kalah. Maka, dia lalu mengambil keputusan nekat,
yaitu mengadu nyawa dengan orang yang dibencinya ini. Tibatiba dia mengeluarkan gerengan kuat sambil melompat ke
belakang, lalu kedua lengannya bergerak dan dia sudah
mendorong ke arah Thian Liong dari jarak dekat dengan ilmu
Hek-in Hoat-sut. Asap hitam menyambar dari kedua telapak
tangannya. Karena jaraknya dekat dan dia tidak dapat mengelak tanpa
membahayakan dirinya sendiri, maka Thian Liong lalu
menyambut dorongan kedua telapak tangan berasap hitam itu
dengan kedua telapak tangannya sendiri.
"Plakk !!" Dua pasang telapak tangan itu saling
876 bertemu dan keduanya mengerahkan tenaga sakti untuk saling
dorong dan saling mengalahkan!
Ketegangan memuncak di antara penonton menyaksikan adu
tenaga sakti itu. Mereka semua maklum bahwa biarpun
tampaknya kedua orang itu diam saja, tubuh tidak bergerak dan
kedua telapak tangan saling menempel, mengeluarkan asap
hitam, namun sebenarnya mereka itu sedang bertanding matimatian dan adu tenaga itu dapat mengakibatkan kematian
kepada yang kalah kuat! Melihat betapa kedua telapak tangan Cia Song mengeluarkan
asap hitam dan khawatir kalau-kalau Thian Liong tidak mampu
menahan panas yang membakar kedua telapak tangannya, Pek
Hong Nio-cu bergerak hendak mendekat dan membantu. Akan
tetapi Tiong Lee Cin-Jin mencegah dan menghadangnya sambil
berkata lembut namun berwibawa.
"Moguhai, kita tidak boleh membantu, tidak boleh curang!"
"Paman Sie suheng dia " "Jangan khawatir, dia mampu mengatasinya," kata Tiong Lee
Cin-jin sambil tersenyum.
Pek Hong Nio-cu tidak berani membantah dan ia mundur lagi
dan Ang Hwa Sian-li menarik tangannya sehingga kembali dua
orang gadis itu berdiri berdekatan. Entah mengapa, seolah ada
daya yang saling menarik antara dua orang gadis itu untuk
berdekatan! Mereka berdua sama-sama merasa cemas
menyaksikan Thian Liong mati-matian mengadu tenaga sakti
melawan Cia Song. 877 Pertandingan adu tenaga sakti itu semakin hebat. Sebetulnya,
Cia Song masih kalah setingkat dalam hal kekuatan tenaga sakti
melawan Thian Liong. Akan tetapi karena dia tahu benar bahwa
inilah saat mati hidupnya setelah semua rahasia busuknya
terbongkar, maka Cia Song mengerahkan seluruh tenaga sakti
dan tiba-tiba terdengar bunyi kain robek. Saking hebatnya
tenaga yang dikerahkan Cia Song, bajunya terobek, koyakkoyak dan dadanya tampak karena bajunya terbuka.
Tiba-tiba terdengar Ai Yin menjerit, lalu menutupi mulutnya
dengan tangan dan matanya terbelalak memandang ke arah
dada Cia Song yang telanjang. Jelas tampak ada daging tumbuh
sebesar telur ayam menonjol di tengah-tengah dada yang lebar
itu. Jerit Ai Yin itu seolah-olah menambah daya dorong kedua
tangan Thian Liong karena tiba-tiba tubuh Cia Song terlempar ke
belakang dan roboh terbanting. Dia rebah dengan telentang,
lemas dan dari ujung mulutnya keluar darah, tanda bahwa dia
terluka dalam tubuhnya. "Suci Kim Lan, dialah orangnya! Lihat benjolan di dadanya
seperti kuceritakan kepadamu. Jahanam kaparat ini yang telah
memperkosa kita!" teriak Ai Yin dan bersama Kim Lan ia lari
menghampiri Cia Song yang masih rebah tak berdaya.
Pada saat itu, tampak Kwee Bi Hwa berlari menghampiri dan
dara ini berteriak, "Keparat Cia Song! Engkau yang telah berbuat
keji kepadaku!" 878 Tiga orang gadis itu, Ai Yin, Kim Lan, dan Kwee Bi Hwa
bagaikan kesetanan lalu membacoki tubuh Cia Song yang sudah
tidak berdaya itu dengan pedang mereka! Tidak ada orang yang
sempat mencegah hal ini terjadi. Darah muncrat dan sebentar
saja tubuh Cia Song sudah tercacah-cacah menjadi onggokan
daging berdarah-darah! Tiga orang gadis itu membacoki sambil
menangis dan air mata mereka bercucuran, darah korban
memercik ke pakaian mereka.
Kemudian bagaikan di bawah satu komando, tiga orang dara
cantik itu menggerakkan pedang untuk menggorok leher sendiri,
berusaha membunuh diri! Biauw In Su-thai dan Hui In Sian-kouw yang sejak tadi sudah
waspada, cepat berkelebat dan merampas pedang dari tangan
Ai Yin dan Kim Lan. Pada saat itu, berkelebat sesosok bayangan
yang merampas pedang dari tangan Kwee Bi Hwa, pada saat
yang amat tepat. Orang itu ternyata adalah Kwee Bun To, ayah
Bi Hwa. Tiga orang gadis yang gagal membunuh diri itu kini menangis
dalam rangkulan tiga orang yang mencegah mereka membunuh
diri. Biauw In Su-thai, Hui In Sian-kouw dan Kwee Bun To
menghibur dan menasihati tiga orang gadis itu sehingga mereka
menyadari bahwa membunuh diri bukan perbuatan yang patut
dilakukan orang-orang gagah. Seorang pendekar bukan saja
harus menentang kejahatan, akan tetapi juga harus berani
menghadapi segala penderitaan hidupnya. Membunuh diri hanya
dilakukan para pengecut yang tidak berani menghadapi
kenyataan hidup sehingga ingin mengakhiri hidupnya.
879 Setelah ketegangan itu mereda, Hui Sian Hwesio menghadapi
Thian Liong dan Tiong Lee Cin-jin dan merangkap kedua tangan
di depan dada, wajahnya agak kemerahan karena malu dan
pandang matanya sayu karena penyesalan. "Omitohud
! Pinceng telah bertindak picik dan bodoh sehingga secara tidak adil telah
mempercayai fitnah yang dijatuhkan atas diri Souw Thian Liong.
Tian Liong dan Cin-jin yang mulia, harap maafkan pinceng
sekalian." 'Siancai (damai) ! Manusia berbuat kesalahan, itu
biasa, akan tetapi manusia menyesali kesalahannya dan
berhasil menemukan hikmat dari kesalahan itu dan bertaubat, itu
adalah bijaksana!" kata Tiong Lee Cin-jin lirih seperti orang
membaca sajak. "Teeeu (murid) tidak menyalahkan suhu karena suhu sekalian
hanya tertipu," kata Thian Liong sederhana.
Hui In Sian-kouw dan Biauw In Su-thai juga maju menghampiri
Tiong Lee Cin-jin dan Thian Liong.
"Souw Thian Liong, maafkan kami, maafkan kedua orang
muridku!" kata Biauw In Su-thai. Kim Lan dan Ai Yin juga
mendekat dan sambil menangis mereka juga minta maaf.
"Souw-taihiap maafkan kami " isak mereka. "Sudahlah, Su-thai dan nona berdua, tidak ada yang perlu
dimaafkan karena kalian tidak bersalah."
880 "Tidak bersalah apa?" tiba-tiba Puteri Moguhai atau Pek Hong
Nio-cu berteriak. "Mereka mengadakan aturan gila memaksa
orang menjadi suami, apakah itu tidak bersalah?"
Wajah Biauw In Su-thai menjadi pucat lalu berubah merah
sekali. "Untuk itu akulah yang bersalah dan aku telah dihukum
oleh ketua kami. Kim Lan dan Ai Yin tidak bersalah karena
mereka hanya menaati perintahku.
Akulah yang bersalah " Tiong Lee mengerutkan alisnya kepada Puteri Moguhai sambil
menggeleng kepalanya. Melihat ini, Pek Hong Nio-cu
menundukkan muka sambil cemberut, tidak berani membantah
akan tetapi juga merasa penasaran.
Hui In Sian-kouw memberi hormat kepada Tong Lee Cin-jin.
"Tiong Lee Cin-jin engkau telah berbuat baik sekali kepada kami
dengan mengembalikan kitab Kun-lun-pai, akan tetapi kami
membalasnya dengan fitnah kepada muridmu. Sungguh kami
merasa malu dan menyesal sekali, dan mengharap maaf
sebesarnya darimu." Tiong Lee Cin-jin tersenyum lebar.
"Aku tidak merasa berbuat baik, hanya melakukan kewajibanku.
Kita semua, juga pihak Kun-lun-pai dan Siauw-lim-pai, adalah
korban-korban kelicikan manusia yang dikuasai setan, tidak ada
yang patut disalahkan, tidak ada yang perlu dimaafkan."
Karena merasa tidak enak hati mereka diliputi rasa sesal dan
malu, Hui In Sian-kouw dan Biauw In Su-thai segera mengajak
881 Kim Lan, Ai Yin dan lima tokoh lain pergi dari situ, kembali ke
Kun-lun-pai. Kwee Bun To juga mengajak puterinya, Kwee Bi
Hwa yang masih menangis pergi dari situ. Demikian pula Hui
Sian Hwesio dan Cu Sian Hwesio mengajak tiga orang tokoh
Siauw-lim-pai yang lain pergi setelah mereka membawa jenazah
Cia Song yang sudah hancur itu dalam sebuah kain lebar untuk
diperabukan di tempat yang layak.
Sementara itu sejak tadi Ang Hwa Sian-li Thio Siang In
berhadapan dengan Pek Hong Nio-cu atau Puteri Moguhai,
saling pandang dengan penuh perhatian dan keheranan. Setelah
urusan di situ, selesai dan rombongan Kun-lun-pai dan Siauwlim-pai pergi, baru mereka mendapat kesempatan untuk saling
pandang dengan penuh selidik. Mereka saling pandang dengan
hati tertarik dan semakin menyadari betapa mereka itu mirip
sekali satu sama lain. Mereka merasa seolah memandang
bayangan sendiri dalam cermin, hanya bayangan itu
mengenakan pakaian yang berbeda!
"Hei, engkau ini siapakah?" Ang Hwa Sian-li akhirnya bertanya
lebih dulu. Pek Hong Nio-cu, yang sebagai seorang puteri raja tentu saja
memiliki derajat yang terkadang membuat ia bersikap agak
angkuh, menjawab. "Kenapa tidak kauperkenalkan lebih dulu dirimu kepadaku?"
Ang Hwa Sian-li juga memiliki keangkuhan, maka dua orang
gadis itu kini berdiri berhadapan dan saling pandang dengan
sinar mata tidak mau mengalah.
882 Pada saat itu Tiong Lee Cin-jin menghampiri mereka berdua dan
melihat dia mendekat, Pek Hong Nio-cu segera menyambutnya
dengan wajah berseri, "Paman Sie! Engkau benar Paman Sie
yang pernah kulihat bicara dengan ibuku di taman itu, bukan?"
Tiong Lee Cin-jin tersenyum memandang kepada mereka
berdua. Senyum dan pandang matanya mengandung kasih
sayang yang terasa benar oleh dua orang gadis itu.
"Kalian berdua agaknya merasa heran setelah saling bertemu.
Marilah ikut denganku ke hutan itu dan aku akan menceritakan
keadaan sebenarnya agar kalian berdua tidak akan merasa
bingung dan heran lagi. Adalah merupakan kewajibanku untuk


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menceritakan semua hal kepada kalian berdua."
Setelah berkata demikian, Tiong Lee Cin-jin berjalan
meninggalkan mereka ke arah sebuah gerombolan hutan yang
tidak jauh dari situ. Dua orang gadis itu saling pandang lalu tanpa berkata apa-apa
mereka segera mengikuti Tiong Lee Cin-jin. Pek Hong Nio-cu
menaati karena ia merasa bahwa orang itu adalah Paman Sie
seperti yang diceritakan ibunya, sedangkan Ang Hwa Sian-li
yang sudah lama mendengar akan nama besar Tiong Lee
Cin?jin, juga ingin sekali mendengar apa yang akan diceritakan
orang sakti itu. Thian Liong kini tinggal bersama Han Bi Lan. Dia berhadapan
dalam jarak sekitar tiga meter dengan gadis itu dan mereka
saling pandang. Bi Lan tersenyum, hatinya girang bahwa ia tadi
883 membantu pemuda itu dan pertempuran itu berakhir dengan
kemenangan pemuda itu, karena dengan bantuan itu berarti ia
telah "membayar" kesalahannya mencuri kitab itu dahulu!
"Hei, kita berjumpa lagi!" katanya sambil tersenyum manis. Akan
tetapi ia merasa heran melihat pemuda itu memandangnya
dengan alis berkerut dan mulut cemberut. Dan tidak menjawab
ucapan yang gembira tadi.
"Eh, engkau ini kenapa sih" Diajak bicara dengan gembira
malah mukamu cemberut seperti itu! Jelek ah mukamu kalau
bersungut-sungut seperti monyet kehilangan ekornya itu!"
Thian Liong semakin panas hatinya. Gadis inilah yang dulu
mencuri kitab Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat, membuat dia
setengah mati mencarinya ke mana-mana. Teringat dia akan
janjinya dalam hati bahwa kalau dia bertemu dengan gadis ini,
selain akan dimintanya kitab yang dicurinya itu, juga gadis itu
akan dia pukul pantatnya sepuluh kali seperti kalau orang tua
menghajar anaknya yang bengal!
"Gadis jahat!" dia menegur. "Engkau telah mencuri kitab Ngoheng Lian-hoan Kun-hoat yang harus kuserahkan kepada Kunlun-pai! KembaIikan kitab itu kepadaku!"
Melihat Thian Liong membentak-bentak, Bi Lan tersenyum dan
mengerling manja. "Aih, masih marahkah engkau kepadaku"
Apakah engkau tidak dapat memaafkan aku" Kitab itu sudah
kukembalikan kepada para pimpinan Kun-lun pai
" "Engkau bohong! Engkau maling, penipu, pembohong pula!"
bentak Thian Liong. 884 Bi Lan mengerutkan alisnya, matanya bersinar-sinar dan ia
membanting banting kaki kirinya. Ini merupakan peluapan
perasaannya kalau ia marah.
"Hemm, kaukira hanya engkau seorang saja yang baik dan jujur
di dunia ini" Apakah orang seperti aku tidak bisa jujur" Kitab itu
sudah kukembalikan kepada ketua Kun-lun-pai, bahkan aku
diakui sebagai murid! Kau masih tidak percaya" Dan lagi,
bukankah aku tadi bersusah payah membela dan membantumu
menghadapi mereka" Berarti aku sudah menebus kesalahanku
kepadamu!" Thian Liong teringat akan ucapan Hui In Sian-kouw kepada
gurunya tadi. Ketua Kun-lun-pai itu mengucapkan terima kasih
kepada Tiong Lee Cin-jin. Ini berarti bahwa ketua Kun-lun-pai
memang sudah menerima kitab itu. Gadis ini mungkin sekali
tidak berbohong dan sudah mengembalikan kitab itu, akan tetapi
biarpun demikian, kedongkolan hatinya masih belum hilang.
"Enak saja kau bicara! Hanya membantu begitu saja sudah
menebus kesalahanmu" Tahukah engkau kesengsaraan yang
harus kualami karena engkau mencuri kitab itu dariku" Aku malu
kepada para pimpinan Kun-lun-pai, aku takut kepada guruku!
Dan aku telah merantau sampai ribuan lie ke utara dan barat
untuk mencari maling kitab itu, yaitu engkau! Enak saja dosamu
dianggap sudah hilang hanya karena engkau membantuku tadi!"
Melihat pemuda itu membentak-bentak dan marah, Bi
Lan juga menjadi tidak kalah marahnya! Sambil 885 membanting-banting telunjuknya ke arah
muka kiri, Thian ia kaki menudingkan Liong den berseru
lantang. "Habis, kau mau apa" Hayo katakan, aku tidak takut
padamu! Mau bunuh" Silakan!"
"Aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa kalau aku dapat
bertemu denganmu, engkau akan kutelungkupkan di atas kedua
pahaku lalu kupukul pantatmu sepuluh kali biar engkau tahu
rasa!" "Engkau berani?" Bi Lan menantang. "Coba, kalau engkau
berani!!" Setelah berkata demikian, Bi Lan sudah memasang
kuda-kuda dengan sikap menantang sekali, kedua lengan
menyilang di depan dada dan jari tangannya memberi isyarat
tantangan agar Thian Liong maju menyerangnya kalau berani!
Thian Liong menjadi semakin gemas. Bocah ini sungguh kurang
ajar dan tidak tahu diri, pikirnya.
"Hemm, kaukira aku hanya menggertak sambal saja"
Tentu saja aku berani, mengapa tidak" Heiiittt !" Thian
Liong sudah menerjang untuk menangkap gadis itu.
"Heeeeiiitt!" Bi Lan mengelak dan kakinya mencuat, menyambar
dengan tendangan ke arah perut Thian Liong!
Thian Liong terkejut karena dari sambaran tendangan itu, dia
tahu bahwa serangan gadis itu sungguh-sungguh dan amat
886 berbahaya. Dia semakin marah. Bocah ini malah menyerangnya
dengan serangan maut! "Kurang ajar!" katanya dan dia mengelak sambil berusaha
menangkap kaki yang menendang itu.
"Engkau yang kurang ajar!" bentak Bi Lan yang cepat menarik
kembali sehingga tidak dapat ditangkap dan ia lalu menyerang
dengan cepat dan kuat sekali. Gadis ini sudah tahu bahwa
lawannya adalah seorang pemuda yang tinggi sekali ilmu
kepandaiannya, maka begitu menyerang ia langsung saja
memainkan ilmu Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat yang menjadi
ilmu rahasia dan simpanan para pimpinan Kun-lun-pai.
Thian Liong terkejut sekali. Ini bukan serangan main-mainan dan
ilmu silat yang dimainkan gadis ini juga bukan ilmu
sembarangan! Cepat seperti kilat menyambar dan membawa
tenaga sakti yang amat kuat! Diapun cepat memainkan ilmu silat
Sam-jong Cin-keng yang diajarkan Hui Sian Hwesio kepadanya.
Kalau dia menggunakan ilmu yang dipelajarinya dari gurunya,
yaitu Tiong Lee Cin-jin, dia akan pasrah sedemikian rupa
sehingga tidak ada serangan lawan yang akan mampu
mencelakai dirinya. Aan tetapi bagaimanapun juga, dia tidak
mau melakukan ini dan hendak melawan ilmu silat gadis itu
dengan ilmu silat lain yang tidak kalah ampuhnya. Diam diam dia
merasa kagum sekali kepada gadis ini. Tingkat kepandaiannya
jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat kepandaian Pek Hong Niocu atau Ang Hwa Sian li!
887 "Duk-duk-dukkkk!!" tiga kali lengan mereka bertemu dan tubuh Bi
Lan terhuyung ke belakang. Ia semakin marah dan tiba-tiba ia
mendorongkan kedua telapak tangannya ke arah Thian Liong.
"Wuuuusshhhh!" Angin yang amat dahsyat dan mengandung
hawa panas menyambar. Thian Liong cepat menyambut dengan dorongan kedua
tangannya. Terjadi adu tenaga sakti. Akan tetapi Thian Liong
tidak mau mencelakai gadis itu, maka dia menyambut dengan
tenaga lunak sehingga akibatnya, tenaga sakti Bi Lan seolah
amblas ke dalam air dan hilang tanpa bekas dan tidak
menimbulkan kerusakan apapun!
Kembali Bi Lan terhuyung karena tenaganya yang bertemu
kekosongan itu membuat ia terdorong. Ia semakin marah dan
begitu ia berkemak-kemik, keluarlah asap hitam menyerang
Thian Liong. Pemuda itu mengibaskan lengan kirinya dan asap
hitam itupun membuyar. Bi Lan lalu mengeluarkan pekik
melengking dan Thian Liong merasa betapa pekik itu
mengandung getaran amat kuat yang membuat jantungnya
terguncang. Dia terkejut mendapat kenyataan bahwa Bi Lan
bukan saja memiliki ilmu silat yang tinggi, akan tetapi juga
menguasai ilmu sihir. Akan tetapi dengan kekuatan batinnya, dia
dapat menenteramkan jantungnya, bahkan dia mendapat
kesempatan untuk bergerak mendekat dan secepat kilat
tangannya berhasil nenotok jalan darah di pundak Bi Lan.
"Tukkk !!" Tubuh Bi Lan terkulai dan tentu ia sudah
roboh terguling kalau saja Thian Liong tidak cepat menangkap
lengannya. Pemuda itu lalu duduk dengan kedua kaki di julurkan
888 dan melintangkan tubuh Bi Lan menelungkup di atas kedua
pahanya. "Nah, bocah nakal, sekarang rasakan hukuman yang sudah
kujanjikan!" kata Thian Liong, kemudian dia menggunakan
tangan kanannya untuk menampar sepasang bukit pinggul yang
menonjol itu sebanyak sepuluh kali, lima di kiri dan lima di
kanan. "Plak-plak-plak " "Setan kau! Monyet, anjing, babi, kuda, kucing, tikus busuk kau.:
!!" Bi Lan yang lemas tak mampu meronta itu memaki-maki.
Mungkin kedua bukit pinggulnya menjadi merah sekali seperti
kedua pipinya saat itu saking marahnya.
Setelah menampar sepuluh kali, Thian Liong melepaskan Bi
Lan, bangkit berdiri dan menepuk pundak gadis itu untuk
membebaskannya dari totokan. Gadis itu bangkit berdiri dan
memandang Thian Liong dengan mata bersinar. Dari pelupuk
mata itu turun dua tetes air mata.
"Souw Thian Liong .!" katanya dengan suara
mengandung dendam kemarahan. "Awas kau ! Aku
akan memperdalam ilmuku dan kautunggu saja pembalasan
Han Bi Lan!" Setelah berkata demikian, ia memutar tubuh dan
melarikan diri. Akan tetapi mendengar disebutnya nama ini, Thian Liong
terkejut dan sekali tubuhnya berkelebat, dia telah melewati Bi
889 Lan dan berdiri menghadang di depan gadis itu. Melihat ini, Bi
Lan semakin marah dan berdiri dengan mata mencorong.
"Kau namamu Han Bi Lan?"" "Kalau benar kau mau apa?"
"Han Bi Lan, ayah ibumu, Paman Han Si Tiong dan Bibi Liang
Hong Yi mencari-carimu. Mereka tinggal di
dusun Kian-cung dekat See-ouw (Telaga Barat)
" Belum habis Thian Liong bicara, Bi Lan sudah melompat dan
berlari cepat meninggalkannya.
Sejenak Thian Liong hanya bengong memandang ke arah
larinya gadis itu. Hatinya mulai merasa menyesal. Dia memang
mendongkol dan gemas kepada gadis itu, akan tetapi andaikata
dia tadi tahu bahwa gadis itulah puteri Han Si Tiong, tentu dia
tidak akan melaksanakan keinginannya menghajar gadis itu
dengan menampari pinggulnya sebanyak sepuluh kali! Akan
tetapi semua itu telah terlanjur dan dia merasa tidak enak sekali
kepada Han Si Tiong dan Liang Hong Yi. Dia menghela napas
panjang lalu duduk di atas batu, menanti munculnya gurunya
yang tadi mengajak Pek Hong Nio-cu dan Ang Hwa Sian-li
memasuki hutan di depan itu.
*** Kalau Pek Hong Nio-cu atau puteri Moguhai tidak merasa heran
mendengar ajakan Tiong Lee Cin-jin untuk mengikutinya masuk
890 ke dalam hutan, Ang Hwa Sian-li merasa heran dan bingung.
Akan tetapi karena ia sudah mendengar akan kesaktian tokoh
yang dijuluki orang Yok-sian (Tabib Dewa) itu, iapun
mengikutinya tanpa membantah.
Setelah menemukan tempat yang nyaman dalam hutan itu, atas
ajakan Tiong Lee Cin-jin, mereka bertiga duduk saling
berhadapan di atas batu. Sejenak Tiong Lee Cin-jin memandang
wajah kedua orang gadis itu dan kedua matanya tampak basah.
Dia menarik napas panjang beberapa kali seolah hendak
menenangkan guncangan hatinya.
Kemudian dia mulai berkata, "Aku mengajak kalian berdua untuk
bicara di tempat ini agar jangan sampai terdengar orang lain.
Tadinya aku ingin menyimpan rahasia ini dari kalian, akan tetapi
mengingat bahwa kalian telah menjadi gadis-gadis dewasa yang
telah memiliki ilmu kepandaian yang dapat kalian andalkan, dan
melihat kalian berdua tadi saling berpandangan dengan
keheranan terbayang di wajah kalian, aku tidak mungkin dapat
menyimpan rahasia ini. Kalian berhak untuk mengetahuinya.
Sebelum aku melanjutkan, hendaknya kalian lebih dulu
menceritakan siapa nama kalian yang sesungguhnya dan sedikit
tentang orang tua kalian. Pek Hong Nio-cu, engkau mulailah
lebih dulu." Pek Hong Nio-cu yang menganggap Tiong Lee Cin-jin sebagai
paman dan juga gurunya, segera menjawab. "Paman, nama
saya yang aseli adalah Moguhai. Ayah saya adalah Raja
Kerajaan Kin dan ibu saya seorang wanita Han bernama Tan
Siang Lin." 891 "Dan engkau?" tanya Tiong Lee Cin jin kepada Ang Hwa Sian-li.
"Nama saya adalah Thio Siang In. Ayah saya seorang pemburu
bernama Thio Ki dan ibu says seorang wanita Ui gur bernama
Miyana. Menurut cerita ibu, ibu saya adalah seorang puteri
kepala suku Uigur." Tiong Lee Cin-jin mengangguk-angguk. "Mungkin kalian akan
lebih berbahagia kalau kalian tinggal sebagai apa yang kalian
ketahui sekarang, akan tetapi aku akan merasa bersalah kalau
tidak menceritakan kepada kalian. Kalian berhak mengetahui
dan semoga Tuhan mengampuni aku dan memberkati kalian.
Dengarlah ceritaku ini, Siang In dan Moguhai!"
Dua orang gadis itu saling pandang, lalu mendengarkan dengan
penuh perhatian dan keinginan tahu.
Dengan suara tenang dan lembut, Tiong Lee Cin-jin bercerita.
"Kurang lebih duapuluh tahun yang lalu ada sepasang orang
muda yang saling jatuh cinta. Akan tetapi karena pemuda itu
miskin sekali, kedua orang tua gadis itu tidak menyetujui
perjodohan mereka. Bahkan akhirnya gadis itu diminta oleh Raja
untuk menjadi selirnya." Dia berhenti sebentar dan kembali


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghela napas. Agaknya berat sekali rasa hatinya untuk
menceritakan apa yang dikatakan rahasia itu.
"Akan tetapi, karena gadis itu amat mencinta si pemuda, maka
sebelum ia dibawa ke istana raja, ia menyerahkan diri kepada
kekasihnya sehingga ketika akhirnya ia dibawa pergi ke istana
untuk menjadi selir raja, ia sudah mengandung."
892 Dua orang gadis itu merasa terharu, akan tetapi kalau Moguhai
merasa jantungnya berdebar tegang, adalah Ang Hwa Sian-li
yang merasa tidak mengerti, apa hubungannya cerita itu dengan
dirinya. "Nah, gadis itu menjadi selir terkasih dari raja. Ketika ia
melahirkan, sang raja menganggap anak yang dilahirkan itu
anaknya sendiri. Akan tetapi dia tidak tahu akan sebuah rahasia
lain lagi. Ketika gadis itu melahirkan, ia melahirkn sepasang
anak kembar." Kini Ang Hwa Sian-li baru terkejut dan tegang, lalu kedua orang
gadis itu saling pandang dengan seribu pertanyaan dalam
pandang mata mereka. "Karena tahu bahwa Raja akan menganggap kelahiran kembar
itu suatu malepetaka dan mungkin kedua anak akan dibunuh,
maka ibu muda itu lalu cepat menghubungi seorang sahabatnya
terdekat, yaitu seorang janda muda dan mereka berdua lalu
membuat persekutuan. Seorang dari anak kembar itu diserahkan
kepada si sahabat yang membawanya lari keluar dari kota raja
dan dilaporkan kepada Raja bahwa selirnya hanya melahirkan
seorang anak perempuan. Bidan yang membantu kelahiran
ternyata mati beberapa hari kemudian tanpa ada yang
mengetahui apa sebabnya. Nah, Raja menganggap bahwa
selirnya melahirkan seorang anak perempuan. Dan janda muda
yang melarikan anak kembar yang kedua itu akhirnya menikah
dengan seorang laki-laki yang nenganggap anak bayi bawaan
isterinya itu sebagai anaknya sendiri. Diapun tidak tahu akan
rahasia anak kembar, hanya menganggap bahwa bayi
perempuan itu adalah bawaan janda yang kini menjadi isterinya."
893 Tiong Lee Cin-jin memandang wajah kedua orang gadis itu yang
kini tampak pucat. "Kalian berdua dapat mengerti dan menebak
siapa sesungguhnya mereka semua itu?"
Dengan wajah pucat dan suara gemetar Puteri
Moguhai berkata. " gadis itu adalah ibu kandungku
dan raja itu adalah ayahku, Raja Kin! Akan tetapi dia ternyata
hanya ayah tiriku, ayah kandungku adalah
kekasih ibuku itu dia dia adalah engkau!" "Dan gadis kembar yang dibawa janda itu adalah aku, janda itu
adalah ibuku yang kawin dengan ayahku. Ternyata ibu dan
ayahku bukan orang tuaku. Orang
tuaku adalah selir raja itu dan
engkau !" Dua orang gadis itu memandang kepada Tiong Lee Cin-jin
dengan sinar mata mencorong penuh selidik lalu keduanya
bertanya dengan suara hampir berbareng.
"Benarkah itu?""
Kini dua tetes air mata jatuh ke pipi Tiong Lee Cin-jin, dan dia
mengangguk angguk. "Benar, kalian adalah anak-anakku."
"Ayah !" Pek Hong Nio-cu dan Ang Hwa Sian-li,
dua orang gadis gagah perkasa dan berilmu tinggi itu mendadak
kehilangan kegagahan mereka. Mereka menubruk dan
merangkul Tiong Lee Cin jin dari kanan dan kiri sambil menangis
seperti dua orang gadis cengeng dan manja!
894 Dengan mata basah Tiong Lee Cin-jin merangkul dua orang
gadis itu dan sejenak mereka bertiga tenggelam ke dalam
keharuan den kesedihan mengingat akan keadaan mereka yang
terpisah-pisah. "Engkau adik atau kakakku ?" Ang Hwa Sian-li
kini saling berpelukan dan berciuman dengan Pek Hong Nio-cu.
"Siang In, engkau yang muda karena Moguhai lahir lebih dulu,"
kata Tiong Lee Cin-jin. Mereka tenggelam ke dalam keharuan
dan kesedihan, akan tetapi juga pada dasarnya merasa bahagia.
"Sekarang bagaimana setelah kami mengetahui rahasia ini,
ayah?" tanya Pek Hong Nio-cu sambil memegangi tangan kanan
Tiong Lee Cin-jin. "Apakah kami harus membuka rahasia ini kepada ayah tiri
kami?" sambung Ang Hwa Sian-li, memegangi tangan kiri
ayahnya. "Untuk menjawab itu, aku ingin bertanya dulu kepada kalian
yang harus dijawab sejujurnya. Moguhai, apakah Raja Kin dan
keluarga di istana menyayangmu?"
Pek Hong Nio-cu mengangguk. "Mereke semua menyayang
saya, ayah. Bahkan Raja amat menyayang saya."
"Bagus! Dan bagaimana dengan engkau, Siang In. Apakah Thio
Ki dan Miyana menyayangmu?"
"Mereka amat sayang kepadaku, ayah."
895 "Nah, kalau begitu, biarkanlah keadaan seperti itu. Kalau kalian
membuka rahasia ini, mungkin akan timbul akibat-akibat yang
tidak enak dan tidak baik. Kalian dapat berhubungan seperti
sahabat, dapat saling mengunjungi dan tentu saja kalau kalian
saling mengunjungi, ibu kalian akan mengenal kalian sebagai
saudara kembar. Agar kesamaan kalian tidak terlalu menyolok,
tetaplah kalian berpakaian seperti ciri khas kalian sekarang.
Rahasia ini hanya diketahui oleh ibu kalian masing-masing, dan
oleh kita bertiga. Jangan ada orang lain yang mengetahuinya."
"Baik, ayah," kata mereka berbareng.
"Dan jangan panggil ayah kepadaku. Panggil saja Paman Sie,
karena namaku memang dahulu Sie Tiong Lee. Akan tetapi
dalam hati aku tetap ayah kalian dan kelak aku ingin
menurunkan beberapa ilmu lagi kepada kalian secara bergiliran.
Sekarang, mari kita keluar dari hutan menemui Thian Liong. Dia
tentu sudah menunggu kita."
Mereka semua bangkit berdiri. "Eh, nanti dulu!" kata Ang Hwa
Sian-li sambil tertawa cekikikan dan membuka buntalan
pakaiannya mengeluarkan sepasang pakaian serba hijau persis
seperti yang dipakainya karena memang yang diambilnya itu
pakaian penggantinya. "Nah, kau pakai ini, Pek Hong," kata Ang Hwa Sian-li. "Untuk
apa, Ang Hwa?" tanya Pek Hong Nio-cu.
"Ha-ha, bagus sekali itu!" tiba-tiba Tiong Lee Cin-jin tertawa.
"Bagus sekali kalau aku memberimu nama baru, menggunakan
896 nama julukan kalian. Moguhai kuberi nama Sie Pek Hong dan
Thio Siang In kuberi nama Sie Ang Hwa!"
Ketiganya tertawa senang.
"Ang Hwa, untuk apa aku harus memakai pakaian
yang sama denganmu" Bukankah ayah eh, Paman
Sie tadi mengatakan agar kita memakai pakaian kita sendiri agar
persamaan antara kita tidak sangat menyolok?"
"Aku ingin menggoda Thian Liong dan melihat apakah dia dapat
mengenal kita," kata Ang Hwa.
Pek Hong tertawa cekikikan dan iapun setuju, lalu dipakainya
pakaian itu. Gelung rambutnyapun diubah dan dengan bantuan
Ang Hwa, sebentar saja di situ ada dua Ang Hwa Sian-li!
Tiong Lee Cin-jin hanya menggeleng geleng kepala sambil
tersenyum. Anak anaknya ini menjadi dua orang gadis yang
cantik jelita, gagah perkasa, juga lincah jenaka.
Souw Thian Liong masih duduk melamun ketika mereka bertiga
menghampiri dari belakang. Mendengar langkah mereka, dia
bangkit berdiri, memutar tubuh dan
menjadi bengong karena di depannya berdiri dua
orang Ang Hwa Sian-li. Wajahnya persis, pakaiannya sama,
bentuk rambutpun serupa, masing-masing memakai bunga
mawar merah di rambutnya dan keduanya tersenyum manis
kepadanya! Dia menjadi bengong dan heran.
897 Tiong Lee Cin-jin tersenyum. "Thian Liong, kami hanya ingin
mengujimu, apakah engkau dapat mengenal yang mana Ang
Hwa Sian-li yang aseli dan yang mana Pek Hong Nio-cu?"
Thian Liong tersenyum dan mnghampiri. Tentu saja dia tahu
karena dia masih ingat. Yang mempunyai tahi lalat di pipi kiri
adalah Ang Hwa Sian-li dan Pek Hong Nio-cu mempunyai tahi
lalat di pipi kanan! Akan tetapi dia tidak mau membuang
kesukacitaan dalam hatinya karena dia mengenal rahasia
perbedaan mereka, yaitu pada tahi lalat mereka. Biarlah dia
disangka tidak tahu. Dia lalu menunjuk kepada Pek Hong Nio-cu
dan berkata lantang. "Engkaulah Ang Hwa Sian-li yang aseli! Benar, kan?"
Dua orang gadis itu tertawa girang akan tetapi tidak menjawab.
Merekapun merasa senang karena tidak dapat menebak dan
ingin menyimpan rahasia mereka.
"Thian Liong, sekarang saatnya kita berpisah. Aku harap engkau
memperoleh banyak pelajaran tentang semua pengalamanmu
yang lalu dan di masa mendatang akan berlaku hati-hati sekali
karena di dunia ini lebih banyak terdapat orang sesat daripada
yang benar. Mereka berdua ini akan pergi bersamaku, kembali
ke utara. Selamat berpisah, Thian Liong."
Thian Liong memberi hormat kepada gurunya. "Selamat jalan,
suhu. Ang Hwa Sian-li dan Pek Hong Nio?cu, selamat jalan dan
terima kasih atas bantuan dan semua kebaikan kalian selama ini
kepadaku." Dua orang gadis itu tersenyum manis.
898 "Selamat tinggal, Souw Thian Liong!" kata mereka, lalu mereka
mengikuti Tiong Lee Cin-jin menuju ke utara.
Thian Liong memandang ke arah mereka pergi, sampai
bayangan mereka menghilang di balik pohon-pohon. Tiba tiba
dia merasa kehilangan, merasa kesepian dan sedih! Bayangan
tiga raut wajah yang cantik jelita dan memiliki daya tarik khas
masing-masing silih berganti muncul dalam ingatannya. Han Bi
Lan, Ang Hwa Sian-Ii, dan Pek Hong Nio-cu. Dan kini mereka
semua telah pergi meninggalkannya. Betapa dia sayang kepada
mereka. Sekarang dia seorang diri, sebatang kara, kesepian.
"Huh! Cengeng!" Dia menepuk dahi sendiri lalu melangkah pergi,
senyumnya muncul kembali dan langkahnya tetap.
TAMAT 899 Iblis Sungai Telaga 33 Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung Bentrok Rimba Persilatan 18
^