Pencarian

Pemberontakan Taipeng 5

Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo Bagian 5


cinta ! Dia merasa kasihan, kagum dan juga berdosa terhadap
wanita itu, yang kehilangan kebahagiaannya karena dia ! Dan dia
melihat betapa wanita itu sungguh memiliki watak yang amat
halus, mulia dan membuat dia merasa tergila-gila. Namun, semua
ini ditahannya dan dia rela tersiksa oleh cintanya ini sampai
hampir setiap malam dia menangisi dirinya, gelisah dan rindu
seorang diri ! 275 Dia berniat untuk mempertahankan diri, merahasiakan cintanya
dan tidak akan mengaku, tidak akan mengganggu Sheila. Akan
tetapi, hal yang sama sekali tak pernah disangka atau
diimpikannyapun terjadilah. Sheila jatuh cinta pula kepadanya !
Sheila, wanita yang demikian cantik jelita, yang demikian halus
budi pekertinya, wanita yang semulia-mulianya wanita, masih
muda dan cantik, dapat jatuh cinta kepada seorang manusia
berwajah setan seperti dia ! Sungguh hal ini sukar untuk dapat
dipercaya, tidak dapat diterimanya. Namun, dia melihat buktinya
ketika dia dalam keadaan sakit. Betapa Sheila menjaga dan
merawatnya tanpa memperdulikan kesehatan dirinya sendiri.
tidak makan tidak tidur sampai tiga hari. dan seringkali
menangisinya, mengira dia pingsan dan tidak menduga bahwa dia
mendengar semua ucapan Sheila yang jelas menyatakan
harapan dan cintanya. Hal inilah yang amat menyiksa hatinya. Dia jatuh cinta kepada
Sheila, hal ini masih belum hebat dan kiranya dia akan dapat
menahan perasaannya, diam-diam membiarkan hatinya yang
menderita siksaan penuh rindu dendam, penuh rasa cinta yang
tak dapat disampaikannya. Akan tetapi, sungguh merupakan hal
yang luar bisa hebatnya, yang amat menyiksa hatinya ketika dia
mendapat kenyataannya bahwa Sheila juga mencinta dirinya,
mencinta dengan tulus ikhlas, cinta yang murni. Cinta mereka
berdua bukan sekedar cinta nafsu belaka, bukan karena
dorongan berahi. Cinta mereka digerakkan oleh sesuatu yang
lebih dalam lagi, membuat mereka masing-masing merasa betapa
mereka saling membutuhkan dan agaknya tidak akan dapat hidup
bahagia kalau tidak hidup bersama.
276 Dia harus mengakhiri siksa keraguan ini dengan kenyataan.
Sheila amat membenci kepada Koan Jit dan menaruh dendam
setinggi langit. Akan tetapi, Sheila juga mencinta Bu Beng Kwi!
Maka, dia harus membiarkan wanita ini memilih satu di antara
dua. Benci atau cinta, walaupun hal itu berarti mati atau hidup
baginya. Dia harus membuka kedoknya, memperkenalkan diri,
membuka rahasianya bahwa Bu Beng Kwi adalah Koan Jit. Hal
ini membutuhkan keberanian yang luar biasa. Belum pernah
selama hidupnya dia dihadapkan dengan rasa takut dan khawatir
seperti itu. Dan dia tetap melakukannya. Dan Sheila telah memilih. Sheila
tetap membenci Koan Jit dan karena ternyata oleh wanita itu
bahwa Bu Beng Kwi adalah Koan Jit, maka Sheila telah
mengambil keputusn. Pergi meninggalkannya. Pergi begitu saja,
membawa puteranya, muridnya yang amat disayangnya !
Habislah sudah ! Bahkan Sheila masih menambahkan
penderitaannya, yaitu bahwa wanita itu tidak mau membunuhnya
! Membiiarkan dia hidup untuk menderita siksa batin yang lebih
hebat dan lebih lama lagi. Kalau saja Sheila tadi menusukkan
pedang itu, dia tentu sudah mati dan siksaan itupun sudah habis.
Kini dia menangis seorang diri, mulai disiksa oleh perasaan sesal,
kecewa, duka yang amat mendalam, merasa betapa hidupnya
kosong dan sunyi, membuat dia kesepian ditinggalkan dua orang
yang paling disayangnya dalam hidupnya. Apa bedanya ini
dengan mati" Tiba-tiba Bu Beng Kwi menghentikan tangisnya, duduk bersila
sambil termenung. perlahan-lahan mulutnya membentuk senyum,
biarpun senyum yang menyedihkan, senyum mengandung duka.
277 Dia tidak takut mati, kenapa takut siksaan ini " Bukankah dia
selalu mengharapkan hukuman bagi dosa-dosanya" Dan kini
hukuman itu tiba, hukuman dari satu di antara kejahatannya.
Mengapa dia harus menerimanya dengan keluh kesah" Biarlah,
selamat datang hukuman, datanglah dan siksalah diriku lahir
batin, biar lunas hutangku, demikian pikiran ini menenangkan
batinnya. Diapun lalu bangkit dan sekali berkelebat tubuhnya
lenyap dari puncak bukit itu.
Setelah berjalan dengan susah payah, semalam suntuk, pada
pagi harinya, Sheila dan Han Le berhenti di tepi sebuah hutan
karena sudah tidak kuat lagi bagi Sheila untuk melanjutkan
gerakan kakinya. Ia jatuh terduduk dan mengeluh sambil memijitmijit kedua kakinya.
"Ibu lelah ...... ?" Han Le mendekat dan anak ini mengurut-urut
betis ibunya. Sheila merasa terharu dan merangkul anaknya
sambil menangis. Sudah mendesak di ujung lidah Han Le untuk
bertanya lagi kepada ibunya tentang kepergian mereka, namun
dia teringat bahwa ibunya tidak suka mendengar pertanyaan itu,
maka diapun diam saja. "Aku lelah dan ingin beristirahat sebentar, anakku."
Melihat ibunya merebahkan diri begitu saja di atas rumput, Han
Le merasa kasihan sekali dan dia teringat betapa mereka tidak
membawa apapun. Andaikata ada selimut, atau setidaknya baju
mantel panjang, tentu dia dapat menyelimuti tubuh ibunya yang
nampak kedinginan karena hawa udara di pagi hari itu amatlah
dinginnya. Melihat betapa sebentar saja ibunya sudah pulas, Han
278 Le yang juga merasa lelah itu rebah di dekat ibunya dan tak lama
kemudian diapun sudah tidur pulas.
Matahari telah naik tinggi ketika Sheila terbangun dari tidurnya, Ia
merasa tubuhnya hangat dan ketika ia melihat ke bawah, ternyata
tubuhnya telah tertutup selimut. Juga tubuh Han Le yang masih
pulas itu tertutup selimut tebal dan ia mengenal selimut mereka
sendiri yang mereka tinggalkan di dalam kamar mereka.
"Ehh ...... ?" Sheila merasa terkejut dan terheran, apalagi ketika ia
melihat dua buntalan pakaian berada di dekatnya. Ketika ia
memeriksanya, ternyata dua buntalan itu terisi pakaiannya dan
pakaian Han Le ! "Henry ....... !" katanya mengguncang-guncang kaki Han Le.
Anak itu terbangun dan cepat duduk.
"Ada apakah, ibu ?"
"Apakah semalam engkau mengambil selimut dan pakaian ini?"
tanyanya. Han Le memandang selimut yang telah menyelimuti dirinya dan
buntalan pakaian itu, menggeleng kepala dan memandang ke
kanan kiri, mencari-cari dengan matanya, mencari penuh
harapan. Sheila mengerti maksudnya dan iapun menoleh ke
kanan kiri, akan tetapi keadaan di situ sunyi saja, tidak nampak
seorang pun manusia. Seperti juga Han Le, ia dapat menduga
bahwa tentu yang menyelimuti mereka dan mengantar buntalan
279 pakaian adalah Bu Beng Kwi. Kalau bukan dia siapa lagi" dan
iapun merasa marah, menyepak selimut itu dari tubuhnya.
"Ibu, tentu suhu yang mengantar ini semua !"
Ibunya mengangguk dengan mulut cemberut, lalu mendorong
buntalan pakaiannya itu dari dekatnya.
"Ibu, ini adalah pakaian kita sendiri, dan selimut kita sendiri ...... "
"Hemmm ...... " Sheila tetap cemberut. Melihat ibunya bersungutsungut dan nampak marah, Han Le tidak mau bicara lagi tentang
suhunya dan tanpa bicara dia lalu melipat selimutnya dan selimut
ibunya, memasukkan ke dalam buntalan masing-masing. Hatinya
merasa sedih bukan main. Semalam dia masih mengharapkan ibunya akan mereda
kemarahannya dan akan kembali ke Bukit Awan Merah. Akan
tetapi sekarang, suhunya tidak mengharapkan mereka untuk
kembali ke sana " Bukankah pengiriman buntalan pakaian itu
sama dengan mengusir secara halus" Tak terasa lagi, dua titik air
mata turun ke atas pipinya. cepat dua butir air mata itu dihapusnya
dengan ujung lengan baju, akan tetapi Sheila masih sempat
melihatnya. "Henry, engkau menangis ?"
Anak itu memandang ibunya, menggeleng kepala. "Aku ...... aku
lapar, ibu, biar aku akan mencari kelinci atau ayam didalam
hutan." 280 Setelah berkata demikian, Henry lalu lari ke dalam hutan,
meninggalkan ibunya. Sheila duduk termenung, tidak melihat
kecerahan matahari pagi yang sudah naik tinggi itu. Hidup terasa
sunyi dan tidak menyenangkan, sekelilingnya nampak buruk dan
mengganggu. Ia merasa seperti baru saja direnggutkan dari surga
dan dicampakkan ke dalam neraka. dan semua ini gara-gara
Koan Jit, si jahanam itu ! Makin bencilah ia kalau teringat kepda
KoanJit. Anehnya, hatinya tidak dapat membenci Bu Beng Kwi si
muka buruk itu ! Padahal, bukankah Bu Beng Kwi adalah Koan Jit pula" Tidak, ia
tidak dapat menerima hal ini, tidak dapat percaya. Bagaikan
mimpi saja semua itu ! Bagaimana mungkin Koan Jit si muka iblis
itu, yang teramat jahatnya, sama orangnya dengan Bu Beng Kwi
yang demikian budiman dan mulia"
"Sudahlah, aku tidak mau lagi mengingatnya."
Ia menaik napas panjang. Habislah sudah riwayat bersama Bu
Beng Kwi itu, habislah sudah harapannya, habislah sudah hidup
tenang tenteram penuh damai dan bahagia di Bukit Ayam Merah.
Ia tidak perlu menceritakan hal itu kepada Henry. Anak itu masih
terlalu kecil untuk menderita kecewa dan menyesal seperti yang
dideritanya. Ia tahu betapa puteranya itu mencinta gurunya. Akan
merupakan pukulan batin yang amat hebat kalau ia memberitahu
anaknya bahwa suhunya itu sebetulnya bukan lain adalah Koan
Jit, musuh besar mereka yang tadinya disangka tewas akan tetapi
ternyata masih hidup itu. Tidak, Henry tidak boleh tahu, Kelak,
kalau anak itu sudah dewasa dan memiliki kepandaian tinggi, baru
akan diberitahu dan kalau mungkin, biar anak itu yang akan
membunuh Koan Jit, membalaskan kematian ayah kandungnya.
281 Akan tetapi, harapan untuk menjadikan Henry seorang pendekar
perkasa juga kini telah lenyap. Siapa lagi yang akan mampu
mendidik Henry seperti Bu Beng Kwi"
Sheila tersentak dari lamunannya ketika muncul Han Le yang
membawa seekor kelinci gemuk dan seekor ayam hutan gemuk.
Kedua binatang itu telah mati!
"Lihat, ibu ! Hanya dengan sambitan batu saja aku dapat
membunuh dua ekor binatang ini. Dagingnya tentu lunak dan
sedap. Dan lihat apa yang kudapatkan di jalan tadi. Seguci garam
! Tentu ditinggalkan seorang pemburu. Sungguh untung sekali.
Dengan garam ini kita dapat makan daging yang lezat !"
Anak itu tertawa gembira dan Sheila ikut pula tersenyum,
menahan lidahnya yang hendak bergerak mengatakan
dugaannya bahwa agaknya yang membantu anak itu
mendapatkan kelinci, ayam dan garam, tentu sama orangnya
dengan yang memberi selimut dan buntalan pakaian pagi tadi !
Karena tahu bahwa puteranya lapar dan perutnya sendiripun
lapar, tanpa banyak cakap lagi Sheila membersihkan kelinci dan
ayam itu, dibantu puteranya, dan mereka lalu memanggang
daging kelinci dan ayam itu, setelah diberi garam. Mereka makan
dengan lahap dan setelah kenyang dan munum air sumber yang
berada di dalam hutan, mereka berdua lalu melanjutkan
perjalanan. "Ke mana kita akan pergi sekarang, ibu?" kata Henry sambil
menggendong dua buntalan pakaian itu di atas punggungnya.
282 Sheila memandang puteranya dengan hati penuh iba. Ia sendiri
tidak tahu kemana harus pergi dan ia tahu benar bahwa
kepergiannya meninggalkan tempat yang aman tenteram
bersama Bu Beng Kwi itu berarti memulai suatu perjalanan dan
petualangan yang penuh dengan kekurangan, kesengsaraan,
bahkan bahaya. "Kemana saja, anakku, asal bisa bertemu sebuah dusun. Kita
akan hidup baru, aku akan bekerja dan kita hidup di dusun seperti
dulu sebelum kita terpaksa lari mengungsi."
Han Le adalah seorang anak yang cerdik. Melihat betapa wajah
ibunya pucat dan lesu, sinar matanya layu, dia tidak mendesak
karena maklum bahwa pertanyaannya hanya akan membuat hati
ibunya menjadi semakin berduka. Mereka berjalan terus menuju
ke selatan, melalui jalan setapak, jalan liar yang membawa
mereka menuju ke sebuah gunung yang nampak dari jauh
menjulang tinggi sehingga puncaknya tidak nampak karena
tertutup oleh awan putih.
Ketika mereka mulai mendaki kaki gunung itu, dari bawah
nampaklah sekelompok bangunan di lereng gunung. Giranglah
rasa hati Sheila dan dengan penuh harapan baru ia berkata
kepada puteranya sambil menuding ke arah kelompok bangunan
itu, "Kita pergi kesana, Henry !"
Ketika itu matahari mulai condong ke barat dan melihat jaraknya,
mungkin pada senja hari itu mereka baru akan dapat tiba di
perkampungan yang berada di lereng gunung itu. Akan tetapi baru
kurang lebih satu jam mereka mendaki kaki gunung, tiba-tiba dari
283 sebuah tikungan jalan muncul tiga orang laki-laki yang usianya
rata-rata tiga puluh lima sampai empat puluh tahun. Melihat
pakaian mereka yang serba ringkas, mereka itu bukanlah petani,
kalau bukan pemburu tentu orang-orang dari kalangan persilatan.
Apalagi melihat gagang golok nampak tersembul di balik pundak
mereka. Diam-diam Sheila merasa terkejut dan khawatir, karena
selama ini ia sudah banyak bertemu dengan orang-orang dan
dapat menduga bahwa tiga orang itu adalah orang yang biasa
mempergunakan kekerasan. Ia menggandeng tangan anaknya, digenggamnya erat-erat dan
sambil menundukkan muka, ia berjalan terus sambil
menundukkan muka, ia berjalan terus sambil mepet ke pinggir,
dengan harapan agar jangan menarik perhatian tiga orang itu.
Namun usahanya itu sia-sia belaka. Biarpun ia sudah mencoba
untuk menutupi rambutnya, tetap saja nampak segumpal rambut
kuning keemasan terjuntai keluar, dan kulit tangannya yang putih
itu menarik perhatian tiga orang itu yang segera berhenti dan
menghadang di depannya. "Siapakah kalian dan hendak ke manakah?" terdengar seorang di
antara mereka, yang mulutnya tersenyum genit, matanya agak
juling, menegur. Sheila mengangkat muka memandang dan ia terkejut. Sebuah


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wajah yang membayangkan kekejaman, pikirnya. Dan ketika ia
mengangkat muka, tiga orang pria itu mengeluarkan seruan
kagum. Kiranya wanita yang mereka jumpai adalah seorang
284 wanita kulit putih yang amat cantik ! Matanya kebiruan, hidungnya
mancung dan bibirnya kemerahan segar.
"Kami ibu dan anak hendak pergi ke dusun di atas sana," jawab
Sheila dengan suara lirih.
"Wah, ia tentu mata-mata Tai Peng yang mengadakan kontak
dengan orang kulit putih !" kata orang kedua yang mukanya hitam.
"Atau ia mata-mata bangsa kulit putih yang mengadakan
persekongkolan dengan pemberontak Tai Peng !" kata orang
ketiga. Mendengar ucapan tiga orang itu, Han Le yang sejak tadi
memandang mereka penuh perhatian, segera maju membela
ibunya, "Ibu bukan mata-mata Tai Peng, juga bukan mata-mata
pasukan kulit putih !"
"Anakku berkata benar. Kami adalah rakyat biasa yang terluntalunta karena perang dan kami pergi mengungsi, mencari tempat
tinggal baru. Kami hendak pergi ke dusun di atas itu."
Tiga orang itu saling pandang lalu tertawa." Ha-ha-ha, manis,
siapa dapat kau tipu" Engkau seorang wanita kulit putih, mengaku
rakyat" Ketahuilah, kami bertiga adalah perwira-perwira
pemerintah yang melakukan penyelidikan. Kau dan anakmu kami
tangkap untuk pemeriksaan lebih lanjut." berkata demikian, si
mata juling sudah menyodorkan tangannya untuk menangkap
lengan tangan Sheila. Wanita itu melangkah mundur.
285 "Jangan ganggu kami, kami tidak bersalah apa-apa !" kata Sheila
dengan ketus, akan tetapi diam-diam ia merasa khawatir sekali.
Baru sehari saja meninggalkan Bukit Ayam merah, sudah
bertemu gangguan. Ah, betapa aman tenteramnya tinggal di Bukit
Ayam Merah ! "Eh, engkau hendak melawan perwira pasukan pemerintah"
Menyerahlah untuk kami tangkap dan kami bawa ke markas,
daripada kami harus menggunakan kekerasan !" kata orang
bermata juling, suaranya mengancam dan kini kembali dia
melangkah maju untuk menangkap lengan Sheila.
"Jangan ganggu ibuku !" Han Le sudah meloncat ke depan ibunya
dan menjaga ibunya dengan sikap gagah. Biarpun baru kurang
dari setahun dia belajar silat kepada Bu Beng Kwi, namun dia
sudah dapat melihat gerakan si juling tadi yang jelas hendak
menangkap lengan ibunya dan sikapnya juga kurang ajar sekali.
Melihat ini, si juling tertawa, "Ha-ha, anak setan, minggirlah
engkau !" katanya dan diapun menampar ke arah
kepala Han Le. Akan tetapi dengan gesit, Han Le yang usianya
baru hampir empat belas tahun itu mampu mengelak ke samping.
Si mata juling tidak memperdulikan lagi kepada Han Le,
melainkan menubruk ke arah Sheila. Ingin dia menangkap dan
memeluk wanita kulit putih yang cantik itu, karena sejak
melihatnya, sudah timbul berahinya.
Akan tetapi, tiba-tiba Han Le meloncat ke depan dan dengan
gerakan cepat, kakinya menendang sekuat tenaga ke arah
sambungan lutut kiri si mata juling.
286 "Tukk ...... ! Aduhh ...... !" Si mata juling juga terkejut dan
sambungan lutut kirinya yang kena tendang itu tiba-tiba menjadi
lumpuh sehingga dia jatuh berlutut dengan kaki kirinya, dan pada
saat itu, tangan Han Le sudah memukul dengan jari terkepal ke
arah dadanya. "Dukk ...... !" Dan tubuh si mata juling itupun terjengkang dan
terbanting ! Namun, si mata juling itu termasuk seorang perwira
Kerajaan Ceng yang cukup tangguh dan memang harus diakui
bahwa kekuatan Han Le belum begitu besar. Maka, pukulan itu
hanya mendatangkan rasa nyeri dan pengap saja. Si mata juling
sudah meloncat bangun dan melotot marah kepada Han Le. mata
yang juling kalau dipakai melotot nampak lucu karena bukan Han
Le yang dipandangnya, akan tetapi matanya itu melirik ke kanan.
"Bocah keparat, engkau kepingin mampus !" bentaknya.
"Bunuh dia, biar aku tangkap ibunya !" katanya kepada dua orang
temannya. Karena si juling itu ternyata merupakan pimpinan,
Kedua orang itupun mentaati perintahnya dan mereka berdua
sudah menerjang maju dengan tangan dikepal. Mereka menyerang Han Le dengan keyakinan bahwa sekali
terjang dan sekali pukul saja, kepala dan dada anak itu akan
remuk dan tewas di saat itu juga. Akan tetapi mereke kecelik.
"Wuuutt ! Wuuutt !" Pukulan-pukulan mereka yang dilakukan amat
kerasnya itu mengenai angin kosong belaka ! Han Le amat lincah dan gesit, dapat mengelak dengan geseran287
geseran kaki kanan kiri. Sementara itu si mata juling sudah
menubruk Sheila dengan penuh nafsu. Sheila menjerit melihat
puteranya dikeroyok dua. Ia lebih mengkhawatirkan anaknya
daripada dirinya sendiri dan karena ia memperhatikan puteranya,
dengan mudah si mata juling dapat merangkul dan memeluknya,
kemudian mencoba untuk menciumnya penuh nafsu.
Sementara itu, Han Le yang dapat mengelak beberapa kali itu,
berhasil pula menyelinap dan meloncat melalui bawah ketiak si
muka hitam dan melihat ibunya meronta-ronta dalam pelukan si
mata juling yang belum juga berhasil menciumnya, Han Le
menjadi marah sekali. "Desss ...... !" dari belakang, Han Le memukul punggung si mata
juling. "Hekkk ...... !" Si mata juling terkejut dan untuk sejenak
napasnya menjadi sesak. Terpaksa dia melepaskan
rangkulannya dari tubuh Sheila, membalik dan marah bukan
main. "Apakah kalian tidak mampu membunuh binatang cilik itu?"
bentaknya kepada dua orang pembantunya. Dua orang itu
menjadi malu, juga penasaran maka mereka berdua mencabut
golok dan menghampiri Han Le dari kanan kiri.
"Henry, larilah ...... !" Sheila menjerit ketika melihat puteranya
diancam dengan golok oleh dua orang itu. Akan tetapi, si juling
sudah menubruknya lagi. Kini Sheila dapat meloncat ke belakang
dan lari ke belakang sebatang pohon, dikejar oleh si mata juling.
288 Pada saat dua orang yang mengepung Han Le menggerakkan
golok, tiba-tiba mereka menjerit kesakitan dan golok mereka
terlepas dari tangan ! Tangan kanan mereka terasa nyeri dan
kaku, seperti terkena tototkan. mereka tidak melihat datangnya
batu kerikil yang tadi menyambar dan mengenai lengan mereka.
Pada saat yang hampir bersamaan, ketika si mata juling berhasil
menangkap kembali lengan Sheila, tiba-tiba diapun menjerit dan
melepaskan kembali lengan itu karena tangan kanan yang
menangkap itu menjadi kaku dan nyeri seperti ditotok !
Sesaat dia dan dua orang kawannya terkejut, akan tetapi karena
tidak melihat sesuatu, si mata juling kembali mengulang
terjangannya menubruk Sheila, sedangkan dua orang
pembantunya sudah mengambil kembali golok mereka dan siap
menyerang dan membunuh Han Le.
Pada saat itu, secara beruntun menyambar sinar-snar hitam kecil
ke arah tiga orang itu dan merekapun berteriak kesakitan.
Topi mereka terjatuh dan di kepala mereka tiba-tiba saja muncul
benjolan-benjolan sebesar telur ayam yang matang biru! Rasa
nyeri yang hebat membuat mereka memegangi kepala sambil
mengaduh-aduh, tidak tahu apa yang menyebabkan kepala
mereka terasa demikian nyeri sehingga benjol-benjol, tidak tahu,
saking cepatnya betapa ada batu-batu kerikil secara beruntun
menyambar dengan kecepatan yang sukar diikuti pandang mata
dan mengenai kepala mereka. Rasanya bagaikan disengat lebah
besar sehingga kepala mereka berdenyut-denyut, pening dan
badan menjadi panas dingin, pandang mata menjadi kabur
berkunang. 289 Tiga orang itu maklum bahwa kalau bukan ibu dan anak itu yang
sesungguhnya merupakan orang-orang lihai, juga tentu ada orang
pandai yang secara sembunyi melindungi mereka, maka tiga
orang itupun lari tunggang langgang. Mereka berada di daerah
musuh, maka mereka tidak berani banyak tingkah lagi. Melihat
betapa tiga orang itu melarikan diri, Sheila dan Han Le menjadi
lega dan girang. Han Le memandang ke kanan kiri, lalu tiba-tiba
berseru nyaring. "Suhu ...... ! Suhu !!" Namun, hanya gema suaranya saja yang
sahut menyahut, dan tidak nampak seorangpun manusia.
Keadaan sunyi, tidak ada yang bergerak kecuali rumput dan
daun-daun pohon yang bergoyang tertiup angin. Sheila Juga memandang ke kanan kiri, mengerutkan alisnya
ketika ia baru sadar bahwa besar sekali kemungkinan mereka
mendapat pertolongan dan perlindungan dari Bu Beng Kwi.
Benarkah orang itu yang melindungi mereka, seperti juga yang
mengirim selimut dan buntalan pakaian" Kelinci dan ayam hutan
yang demikian mudah dirobohkan puteranya" Dan garam itu"
Hatinya merasa tidak enak. Sungguh tidak menyenangkan
dilimpahi budi oleh Koan J it, musuh besarnya !
"Sudahlah, mari kita lanjutkan pergi ke dusun di sana itu, khawatir
kalau keburu malam," katanya sambil menggandeng tangan
puteranya. Han Le masih memandang ke kanan kiri penuh
harapan, namun dia tidak membantah ketika ibunya mengajaknya
mendaki pegunungan itu, menuju ke dusun yang nampak dari
bawah tadi. 290 Ibu dan anak ini sama sekali tidak tahu bahwa mereka telah
memasuki daerah perbatasan antara daerah yang dikuasai
pasukan Tai Peng dan daerah yang sebelah utara masih dalam
kekuasaan pemerintah Mancu. Juga mereka tidak mengira bahwa
daerah itu merupakan semacam medan laga antara tiga
kelompok mata-mata, yaitu mata-mata pemerintah Mancu, matamata pasukan Tai Peng, bahkan mata-mata yang disebar oleh
pasukan asing kulit putih ! Seringkali di sekitar daerah itu terjadi
pertempuran-pertempuran, penculikan-penculikan atau pembunuhan yang penuh rahasia karena para mata-mata itu
tentu saja merupakan orang-orang yang berkepandaian tinggi dan
semua tindakan mereka mengandung rahasia.
Pada waktu itu, kekuasaan Tai Peng masih besar dan menguasai
daerah Nan-king dan sekitarnya. Pemerintah Ceng atau Mancu
tidak kuasa untuk mengusirnya, melainkan hanya berjaga-jaga di
tapal batas. Akan tetapi sebaliknya, balatentara Tai Peng tidak
dapat maju ke utara. Sementara itu, pihak asing kulit putih masih
menarik keuntungan sebesarnya dari konflik itu dengan
menyelundupkan senjata gelap, dan candu. Membantu sana-sini untuk membuat perang semakin berkobar
karena dari perang saudara, yang mendapat keuntungan
terbanyak adalah orang asing kulit putih. Perang saudara
membuat bangsa itu menjadi lemah, akhirnya mereka tinggal
mudah menundukkan pihak yang menang namun yang sudah
penuh dengan luka parah itu. Maka mata-mata yang dikirim oleh
pasukan asing ke daerah pergolakan itu bertugas selain untuk
menyelidiki keadaan kedua pihak, juga untuk mengadakan
hubungan perdagangan senjata api, membantu sana-sini dan
berusaha untuk memperhebat perang saudara.
291 Dengan tergesa-gesa, karena selain khawatir malam keburu tiba
dan juga khawatir kalau-kalau ada orang jahat mengejar mereka
Sheila dan Han Le mendaki gunung itu. Senja telah mendatang
ketika mereka akhirnya tiba di depan pintu gerbang
perkampungan itu. Tiba-tiba terdengar bentakan orang dari
belakang mereka. "Heii, berhenti ! Siapa kalian berani berkeliaran di sini?"
Sheila dan Han Le berhenti dan memutar tubuh. Mereka melihat
dua orang berdiri tegak dengan pedang di tangan, dan sikap
mereka mengancam. Akan tetapi ketika mereka berdua itu
melihat bahwa yang mereka bentak adalah seorang wanita cantik
kulit putih dan seorang anak laki-laki, pedang mereka yang tadi
menodong itu diturunkan dan keduanya saling pandang.
"Heii,, perempuan kulit putih ! Engkau mata-mata dari pasukan
orang asing kulit putih, ya?" tanya seorang di antara mereka
dengan sikap hati-hati. Bagaimanapun juga. dia dan kawankawannya belum mengenal siapa wanita kulit putih itubdan sudah
sering orang kulit putih mengadakan kontak dengan kawanan
mereka, untuk menjual senjata api.
Dengan sikap tenang namun ada kekhawatiran di dalam hatinya
melihat bahwa dua orang ini, seperti tiga orang yang
menyerangnya tadi, jelas bukanlah orang-orang dusun, bukan
petani-petani sederhana yang jujur, Sheila menjawab. "Kami
adalah ibu dan anak yang sedang perhi mengungsi karena
perang, mencari tempat baru yang aman. Kami sama sekali
bukanlah mata-mata, kami adalah rakyat biasa."
292 "Ha-ha, kami bukanlah anak-anak kecil yang mudah dibohongi. Di
mana ada wanita kulit putih berkeliaran sebagai rakyat biasa"
Engkau dan anak ini menyerahlah untuk kami bawa menghadap
komnadan kami. hayo masuk !" Mereka berdua kembali
menodongkan pedang mereka ke arah Sheila dan Han Le dan
mendorong mereka memasuki pintu gerbang. Ibu dan anak itu
tidak berdaya lagi. Sheila menggandeng tangan puteranya,
menariknya agar ikut masuk karena melawanpun tidak ada
gunanya. Ternyata ia telah salah masuk, pikirnya. Ini bukan
perkampungan orang dusun ! Rumah-rumah itu baru dan nampak
sunyi, tidak ada keluarga petani, dan di sana-sini ada beberapa
orang laki-laki yang sama kasarnya dengan dua orang yang
menangkap mereka. Ketika mereka digiring masuk, para pria itu
bangkit dan memandang, ada yang bersuit, ada yang memuji


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kecantikannya secara kurang ajar.
"Heii, Cun-ko, darimana kau mendapatkan mawar putih itu"
Berikan saja padaku, biar kubeli dengan satu bulan gaji !"kata
seorang di antara mereka yang mukanya brewok. Temantemannya tertawa.
"Hushh, jangan main-main. Siapa tahu ia ini mata-mata pasukan
kulit putih. Biar komandan kita yang memutuskan nanti!" kata
seorang di antara mereka yang menangkap Sheila dan Han Le.
Ibu dan anak itu digiring terus memasuki sebuah bangunan yang
paling besar yang berada di situ. Di dalam rumah itu telah
dipasang lampu-lampu yang cukup terang. Akan tetapi rumah inipun nampak kosong, perabot-perabotnya
kasar dan agaknya baru saja dibuat. Di dalam ruangan yang
besar, mereka dihadapkan kepada seorang laki-laki berusia
293 kurang lebih lima puluh tahun. Seorang laki-laki yang bertubuh
tinggi besar seperti raksasa, perawakannya gagah, wajahnya
bengis dan matanya lebar melotot kini menatap wajah Sheila
penuh perhatian. "Hemm, darimana kalian mendapatkan wanita ini ?" komandan itu
bertanya kepada dua orang anak buahnya tanpa memandang
kepada mereka. "Lai-ciangkun, kami melihat mereka ini berkeliaran di luar secara
mencurigakan sekali, maka kami menangkap mereka dan
menghadapkan mereka kepadamu," jawab dua orang itu.
Orang yang disebut Lai-ciangkun (perwira Lai) itu menganggukangguk senang. Semetara itu, wajah Sheila berobah pucat.
Seorang ciangkun" Seorang perwira" Kalau begitu, orang-orang
ini adalah anggauta-anggauta pasukan ! Dan segera ia sadar bahwa ia dan puteranya telah jatuh ke tangan
pasukan Tai Peng yang tidak mengenakan pakaian seragam ! Ia
sudah pernah mendengar bahwa pasukan Tai Peng yang tidak
berseragam adalah pasukan mata-mata yang lihai dan yang
kejamnya melebihi pasukannya yang seragam ! Celaka, pikirnya,
akan tetapi ia berusaha untuk menenangkan hatinya.
"Eh, perempuan kulit putih, siapakah namamu dan siapa pula
anak laki-laki ini?" tanya si tinggi besar yang matanya
lebar. "Namaku Sheila dan ini anakku bernama Gan Han Le. Ciangkun,
harap bebaskan kami kembali karena seperti yang telah
294 kuberitahukan kepada dua orang anak buahmu, kami adalah
rakyat biasa yang sedang mencari tempat tinggal baru setelah
kami lari mengungsi dari perang. Kami bukan orang jahat dan
tidak mempunyai kesalahan apapun."
"Ha-ha-ha-ha," komandan itu tertawa, bukan tawa ramah
melainkan tawa mengejek. "Mudah saja engkau minta
dibebaskan. Engkau amat mencurigakan, seorang perempuan
kulit putih berkeliaran sampai di sini. Katakan, apakah engkau
utusan pasukan kulit putih yang harus menghubungi kami untuk
menawarkan senjata api?"
Sheila menggeleng kepala. "Tidak, sama sekali tidak. Aku tidak
mempunyai hubungan dengan pasukan kulit putih, bahkan tidak
tahu siapa kalian dan pasukan apa !"
"Hemm, ketahuilah bahwa kami adalah pasukan rahasia Tai Peng
yang besar dan gagah perkasa ! Hayo kau mengaku saja
daripada harus kami siksa, apa maksudmu berkeliaran di sini "
Siapa mengutusmu " Lebih baik mengaku terus terang. Aku tidak
ingin menyiksa seorang wanita cantik seperti engkau."
"Heh-heh, Lai-ciangkun, serahkan saja perempuan ini kepadaku.
Tanggung ia akan mengakui semuanya, ha-ha !" kata seorang di
antara dua perajurit tadi.
"Tidak, kepadaku saja, ciangkun. aku lebih pandai menjinakkan
wanita !" kata orang kedua.
295 "Hemm, diam kalian, mata keranjang ! Ia terlalu penting untuk
diurus oleh orang-orang mata keranjang macam kalian !"
Lai-ciangkun itu membentak dan bentakan ini melegakan hati
Sheila. Kiranya si raksasa ini bukan seorang laki-laki yang suka
menggagahi wanita seperti banyak pria lain di dunia yang kejam
ini. "Sesungguhnya, ciangkun. Aku sama sekali tidak berbohong. Aku
memang seorang wanita kulit putih, akan tetapi aku menikah
dengan seorang laki-laki Han, dan ini anak kami. Aku hidup
sebagai seorang wanita dusun biasa, dan terpaksa kami berdua
melarikan diri ketika terjadi perang, Kani pengungsi-pengungsi
yang tidak berdosa, ciangkun. Harap suka bebaskan kami."
"Ha-ha, tidak begitu mudah. Engkau harus kami tahan dulu dan
akan kulaporkan kepada atasanku. Terserah kepada atasan kami
bagaimana keputusan mereka tentang dirimu. Engkau bukan
orang biasa, engkau seorang wanita kulit putih. Hei, kalian
berdua, bawa ia ke dalam kamar tahanan. Akan tetapi awas, ia
tawanan penting, tak seorangpun boleh mengganggunya. Ia
harus diperlakukan dengan baik sampai aku menerima keputusan
dan jawaban dari atasan. mengerti ?"
"Baik, ciangkun !" kata dua orang itu yang tadi sudah kena dihardik
sehingga mereka tidak berani bersikap sembarangan lagi.
Tiba-tiba Han Le yang sejak tadi hanya mendengarkan saja,
berkata dengan suara lantang. "kalian tidak boleh menawan kami
! Kalian adalah orang-orang Tai peng, bukan " Ketahuilah bahwa
kami masih ada hubungan keluarga dengan pemimpin kalian !
296 pemimpin kalian yang bernama Ong Siu Coan itu masih keluarga
dekat dengan mendiang ayahku !"
Sheila hendak mencegah anaknya bicara namun sudah
terlambat, maka iapun hanya dapat menanti dengan jantung
berdebar sambil memandang kepada raksasa itu dengan mata
terbelalak. '"Tunggu dulu perwira Lai yang tinggi besar itu membentak dua
orang anak buahnya yang hendak menangkap lengan ibu dan
anak itu, dan mereka berdua mundur lagi karena merekapun
terkejut mendengar ucapan anak itu tadi.
"Eh, bocah, apa artinya kata-katamu tadi ?" Dia membentak
sambil melotot kepada Han Le. Anak ini sama sekali tidak
merasa takut. "Bukankah pemimpin pasukan Tai Peng bernama Ong Siu Coan"
Nah, dia itu adalah uwa seperguruanku ! Karena itu, jangan kalian
menganggu aku dan ibuku, karena pemimpin kalian tentu akan
marah dan menghukum kalian kalau mendengarnya."
Perwira raksasa itu menoleh kepada Sheila. "Benarkah apa yang
dikatakan oleh anakmu ini " Coba jelaskan kepadaku."
Karena sudah terlanjur, terpaksa Sheila mengaku, dan iapun
mengharapkan bahwa nama Ong Siu Coan akan membuat
mereka takut untuk mengganggu ia dan anaknya. "Memang benar
apa yang dikatakannya. Mendiang suamiku bernama Gan Seng
Bu, seorang pejuang besar yang pernah menentang pemerintah
297 penjajah Mancu sampai dia tewas. Tentu kalian pernah
mendengar nama Gan Seng Bu, kalau belum ketahuilah bahwa
mendiang suamiku itu adalah adik seperguruan dari pemimpin
kalian, yaitu Ong Siu Coan. Laporkan saja kepadanya dan dia
akan tahu." Mendengar keterangan yang dilakukan dengan sikap tenang ini,
si raksasa tertegun. Memang dia pernah mendengar nama besar
Gan Seng Bu, seorang pejuang walaupun tidak pernah bekerja
sama dengan Tai Peng. Keluarga seperguruan dari pemimpinnya
yang kini menjadi Maharaja di Nan-king ! Perwira Lai ini bukan
seorang yang haus wanita, tidak memiliki kebiasaan memperkosa
wanita. Akan tetapi menengar bahwa ibu dan anak ini keluarga
dekat dengan pemimpinnya, timbul suatu keinginan yang amat
baik menurut anggapannya. Kalau dia dapat memperisteri wanita ini, berarti dia memiliki
hubungan dekat dengan pemimpin yang kini menjadi raja besar
itu dan tentu pangkatnya akan naik dengan cepat dan mudah !
Dia lalu memberi isyarat kepada kedua orang anak buahnya.
"Kalian keluarlah dulu, biar aku menangani sendiri urusan ibu dan
anak ini." Dua orang anak buahnya saling pandang, akan tetapi tidak berani
membantah dan merekapun keluarlah. Setelah daun pintu ditutup
dan dia berada bertiga saja dengan Sheila dan Han Le, si
komandan tinggi besar merubah sikap. Dia bangkit dari tempat
duduknya dan dengan mempersilahkan ibu dan anak itu duduk
diatas bangku di depannya.
298 "Maaf, karena tidak tahu bahwa engkau adalah Gan-toanio, maka
kami bersikap kurang hormat dan anak buah kami menangkap
toanio dan anakmu." Lega dan girang rasa hati Sheila. Bagaimanapun juga, pengakuan
Han le itu telah untuk sementara menolong mereka. walaupun ia
tidak dapat membayangkan bagaimana sikap Ong Siu Coan kalau
sampai bertemu dengan mereka. Iapun sudah mendengar bahwa
suheng dari mendiang suaminya itu kini telah menjadi seorang
raja besar. Ia mengajak puteranya duduk menghadapi raksasa itu
yang kii tidak lagi nampak menakutkan, melainkan ramah dan
mendatangkan harapan "Nyonya, aku merasa kasihan sekali kepadamu. Aku sudah
mendengar akan kebesaran nama Gan Seng Bu sebagai seorang
pendekar dan pejuang yang amat gagah perkasa. Dan betapa
nyonya telah menderita sejak dia tewas. Dapat kubayangkan
betapa banyak bahaya yang mengancam diri nyonya sebagai
seorang janda muda yang cantik. Bahkan sekarangpun nyonya
masih belum terbebas dari ancaman bahaya. Siapa dapat
menjamin bahwa di dalam hati para anak buahku tidak terdapat
niat yang buruk terhadap diri nyonya yang cantik?"
"Kami percaya akan ketulusan dan kebaikan hati ciangkun yang
tentu akan melarang anak buahnya untuk berbuat jahat terhadap
kami," kata Sheila Komandan itu tersenyum. Dia berusia kurang lebih empat puluh
tahun, tubuhnya yang besar itu membuat dia nampak gagah
walaupun berpakaian preman. "Nyonya tidak tahu. Mereka adalah
299 pria-pria yang sudah terbiasa hidup dalam kesukaran, kekerasan
dan bahaya. Semua itu membuat mereka menjadi keras. Mereka
meninggalkan keluarga dan siapapun tidak akan dapat
menyalahkan mereka kalau mereka menjadi haus dan buas kalau
melihat wanita, apalagi wanita cantik."
Sheila mengerutkan alisnya. Teringat ia betapa setahun yang lalu,
sepasukan orang Tai Peng membasmi serombongan pengungsi
dan kalau saja tidak muncul Bu Beng Kwi, iapun tentu sudah
menjadi korban kebuasan mereka terhadap wanita itu.
"Ah, kami hanya dapat mengharapkan pertolongan ciangkun."
Perwira itu menyeringai, memperlihatkan deretan gigi yang besarbesar, lalu dia menatap wajah yang cantik itu. "Kiranya tidak
mungkin kalau di antara kita tidak ada hubungan apapun, toanio.
Mereka tentu bahkan akan mencurigai aku, menganggap aku
melindungi orang kulit putih. Satu-satunya jalan adalah kalau
toanio mau menjadi isteriku dengan sah. Nah, sebagai suamimu
dan ayah tiri anakmu ini, tentu saja tidak ada seorangpun yang
akan berani menganggu isteri dan anakku."
"Ahh ...... !" Sheila terbelalak dan memandang dengan wajah
pucat. Kiranya raksasa inipun bukan baik dengan sewajarnya,
melainkan baik karena mengandung pamrih. dan pamrihnya
sama saja dengan laki-laki lain yang hendak mendapatkan
dirinya. hanya bedanya, Lai-ciangkun ini menggunakan cara
halus, memperisterinya ! Memperisteri dengan ancaman bahwa
kalau tidak, maka sang perwira tidak dapat melindunginya.
300 Sheila bangkit berdiri dan menggandeng tangan puteranya.
"Terima kasih atas kebaikanmu dan maakan aku, ciangkun. Akan
tetapi terpaksa aku tidak dapat menerima usulmu itu. Biarlah kami
pergi saja dari sini, karena tadinya kami datang ke sini mengira
bahwa di sini merupakan sebuah dusun di mana kami dapat
tinggal dan hidup sebagai petani biasa. ijinkan kami pergi dengan
aman dari tempat ini."
Wajah perwira itu berubah merah. Dia merasa malu karena ditolak
pinangannya dan juga merasa kecewa dan marah.Sepasang
mata yang lebar itu melotot seperti hendak melompat keluar dari
pelupuk matanya. "Toanio, apakah engkau tidak tahu bahwa begitu engkau keluar
dari pintu gerbang perumahan kami, engkau tentu akan disergap
dan diperkosa orang" Anakmu akan dibunuh dan engkaupun
akan mati akhirnya?"
"Hemm, aku tidak percaya bahwa orang-orang yang menamakan
dirinya pejuang akan melakukan perbuatan terkutuk sepeti itu,
dan aku yakin bahwa ciangkun juga tidak akan membiarkannya
saja. Ingat, pemimpin kalian yang kini menjadi raja itu tentu tidak
akan tinggal diam karena kami adalah keluarga sutenya!" Sheila
hendak menggunakan nama Ong Siu Coan untuk mengancam.
Akan tetapi, kalau tadi nama Ong Siu Coan yang disebutnya
membuat sikap perwira itu berubah, kini raksasa itu malah tertawa
bergelak. "Ha-ha-ha ! Apa artinya kalian menjadi keluarga raja
kami kalau beliau tidak tahu tentang kalian di sini" Semua orang
301 yang berada di perkampungan ini adalah anak buahku, dan kalian
akan lenyap seperti ditelan bumi. dan berita tentang kalian takkan
diketahui orang luar sama sekali."
Sheila merasa ngeri. Celaka, pikirnya, ia dan puteranya terjatuh
ke tangan orang-orang yang tidak kalah jahat dan buasnya
dibandingkan tiga orang pasukan pemerintah yang mengganggunya tadi. Orang-orang Tai Peng ini memang jahat
dan kalau ia teringat akan gerombolan orang Tai Peng yang
pernah dibasmi Bu Beng Kwi, ia bergidik. Ia seperti terlepas dari
mulut serigala memasuki guha harimau.
"Lai-ciangkun, kasihanilah kami ibu dan anak yang tidak berdosa.
Kami hanya ingin dibebaskan dan jangan diganggu, dan kami


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan mengambil jalan kami sendiri." Ia memohon dan
memandang kepada raksasa itu dengan sinar mata penuh
permohonan dan harapan. Namun, raksasa itu adalah seorang yang sudah mengeras
batinnya. Segala sepak terjangnya dalam hidup hanyalah
terdorong nafsu, dan semua ini, nafsu untuk memperoleh
keuntungan sebesarnya dengan adanya Sheila, menutup semua
pertimbangan lain. "Nyonya, hanya ada dua pilihan bagimu. memenuhi
permintaanku, menjadi isteriku dengan sah dan kelak
memperkenalkan aku kepada raja kami sebagai suamimu, atau
kalau engkau menolak, engkau akan kuserahkan kepada anak
buahku. Ingat, anak buahku di sini tidak kurang dari dua puluh
orang, mereka semua seperti harimau-harimau kelaparan dan
302 engkau tentu akan diperebutkan, dagingmu dirobek-robek dan
engkau akan mati dalam keadaan yang menyedihkan, dan lebih
dulu anakmu akan mereka bunuh di depan matamu. Bagaimana,
engkau pilih yang mana?"
"Engkau ...... engkau manusia jahat !" Tiba-tiba Han Le
membentak marah sekali melihat ibunya hanya terbelalak dengan
muka pucat, dan anak ini sudah menerjang maju dan
menggunakan kepalan tangannya untuk memukul dada perwira
yang tinggi besar itu. "Bukkk !" Pukulan itu tidak ditangkis dan mengenai dada sang
perwira, akan tetapi Han Le seperti memukul dinding yang kokoh
kuat, bahkan kepalan tangannya yang terasa nyeri.
"Ha-ha-ha, engkau setan cilik, pergilah !" Dan tangan raksasa itu
menampar mengenai pundak Han Le sehingga anak itu terbanting
roboh. "Henry ...... " Sheila menubruk anaknya.
"Sekali lagi, pertimbangkan baik-baik. Pilih menjadi isteriku dan
hidup mulia ataukah mampus di tangan anak buahku !" bentak
sang perwira dengan sikap galak kepada wanita yang kini berlutut
sambil memeluk puteranya itu.
Sheila tidak takut mati. kehidupan demikian pahit baginya setelah
melihat kenyataan bahwa Bu Beng Kwi, pria yang dipuja dan
dicintanya itu, bukan lain adalah Koan Jit, pria yang dibencinya
setengah mati. Baginya, kematian merupakan pelepasan dari
303 derita batinnya. Akan tetapi, biarpun ia tidak takut mati, ia takut
menghadapi kematian puteranya ! Agaknya tidak ada pilihan lain
baginya untuk menuruti permintaan Lai-ciangkun. Agaknya hanya
kalau ia mau menjadi isteri Lai-ciangkun, puteranya akan dapat
diselamatkan. Akan tetapi, betapa mungkin ia melakukan hal itu "
Baginya, lebih baik mati daripada disentuh pria lain ! Saking
bingungnya, Sheila kini hanya bisa menangis sambil merangkul
puteranya. "Ibu, jangan mau, jangan sudi, aku tidak takut mati !" Han Le
berkata, agaknya mengerti akan kebingungan hati ibunya.
Pada saat itu, terdengar suara ribut-ribut dan kaki kuda di luar
rumah itu disusul suara kaki bersepatu yang berat dan ketika tiba
di depan pintu rumah itu, terdengar suara nyaring.
"Hemm, di mana adanya Lai Hok?"
Mendengar suara ini, Lai-ciangkun nampak terkejut dan dia
terbelalak, memandang ke arah pintu. "Saya ...... saya berada di
sini ...... " Akan tetapi daun pintu sudah didorong keras dari luar dan
nampaklah seorang laki-laki yang bertubuh jangkung dan
bermuka kekuningan. Usianya kurang lebih lima puluh tahun dan
orang ini mengenakan pakaian tebal dengan sepatu kulit yang
berat. Pembawaannya penuh wibawa dan melihat orang ini, Laiciangkun yang tadinya bersikap garang itu kelihatan takut-takut,
berdiri dengan penuh hormat.
304 "Lai Hok, apa saja yang kau kerjakan di sini" Kami menanti-nanti
pengiriman senjata api yang telah dijanjikan itu dan sampai
sekarang belum juga muncul. Dan ...... eh, siapa ini ?" Orang itu
agaknya baru melihat Sheila yang berlutut sambil merangkul
puteranya. "Tai-ciangkun, ia ...... ia adalah seorang tawanan yang sedang
saya periksa." Lai-ciangkun lalu bertepuk tangan dan dua orang
pengawal masuk. "Bawa dua orang ini ke dalam kamar tahanan
dan jaga baik-baik jangan sampai mereka lolos!"
"Baik, ciangkun !" kata dua orang itu, akan tetapi sebelum mereka
menyeret tubuh Sheila dan Han Le, perwira yang baru tiba itu
menggerakkan tangannya. "Nanti dulu !" Dan dia menghampiri Sheila, memandang penuh
perhatian. "Bukankah ia ...... ia seorang wanita kulit putih"
Bagaimana kalian menawan seorang wanita kulit putih?" Perwira
she Tang itu terkejut sekali memandang kepada Lai-ciangkun
dengan sinar mata tajam penuh selidik. Dia adalah seorang di antara tangan kanan Ong Siu Coan,
bahkan dia memperoleh kepercayaan untuk mengepalai pasukan
yang mengurus pembelian snjata-senjata api dari orang kulit
putih, juga mengepalai barisan mata-mata yang disebar di daerah
timur. Melihat betapa tawanan anak buahnya itu seorang wanita
kulit putih, tentu saja ia terkejut dan heran, maklum betapa
gawatnya menawan seorang kulit putih !
"Tang-ciangkun, kami dapatkan ia berkeliaran di luar
perkampungan kita, dan anak buahku menangkapnya. Saya
305 sedang memeriksanya ketika ciangkun tiba, dan kami khawatir
bahwa ia adalah seorang mata-mata yang melakukan
penyelidikan terhadap keadaan kita."
Dalam percakapan mereka itu, Sheila maklum bahwa orang yang
baru tiba ini adalah atasan Lai-ciangkun, maka kembali ia
memperoleh harapan. "Dia bohong !" katanya sambil bangkit
berdiri dan menggandeng tangan anaknya. "Aku bersama anakku
adalah rakyat biasa yang melarikan diri dari perang, pergi
mengungsi, kemudian ditangkapnya dan dia mengancam agar
aku menjadi isterinya, kalau tidak, aku akan diserahkan kepada
anak buahnya dan anakku ini akan dibunuh !"
Perwira tinggi yang baru tiba itu kini menghadapi Lai-ciangkun
dengan alis dikerutkan. Tentu saja dia mengenal watak anak
buahnya dan hal inilah yang selalu merisaukan hatinya. Dia
adalah seorang pendekar yang bersama para pendekar lain
membantu perjuangan Tai Peng. Kalau para pendekar banyak
yang pergi meninggalkan Tai Peng setelah pasukan itu berhasil
menguasai Nangking, karena melihat kegilaan dan kejahatan
para pasukan Tai Peng yang dibiarkan oleh Ong Siu Coan, Tang
Ci yang merupakan pendekar dari utara ini, tetap tinggal. Dia
memang tidak senang melihat ulah para pasukan Tai Peng, juga
tidak suka melihat sikap Ong Siu Coan yang kini menjadi raja
besar yang seperti orang gila, mengaku putera Tuhan dan kakak
Yesus. Akan tetapi karena dia merasa berhak memperoleh
pangkat dan kemuliaan setelah ikut berjuang, dia menekan saja
rasa tidak sukanya dan tetap menjadi tangan kanan Ong Siu
Coan. Apalagi karena raja baru itu bersikap baik kepadanya,
melimpahkan anugerah bahkan memberi kedudukan tinggi.
306 Maka, mendengar teriakan Sheila yang melaporkan ulah Laiciangkun itu, dia percaya dan tidak merasa heran. Sebaliknya, dia
merasa heran melihat seorang wanita kulit putih begini pandai
bicara dalam bahasa daerah, dan anaknya itu jelas tidak seperti
anak kulit putih, kecuali matanya yang agak biru.
"Engkau, siapakah, nyonya" Dan mengapa pula seorang wanita
kulit putih seperti engkau berada di daerah ini"Ceritakan dengan
jelas, dan percayalah, tak seorangpun akan kubiarkan
mengganggumu dan engkau akan memperoleh perlakuan patut
dan adil. Aku adalah Tang Ci yang datang dari kotaraja Nan-king
dan menjadi kepercayaan Sribaginda Kaisar di Nan-king."
Mendengar bahwa perwira tinggi yang baru datang ini adalah
seorang kepercayaan kaisar Nan-king, Han Le segera berseru,
"Ah, kebetulan sekali kalau begitu. Bukankah kaisar itu bernama
Ong Siu Coan?" Tang Ci memandang anak itu dengan kaget. "Benar sekali,
bagaimana engkau bisa tahu?"
"Karena dia adalah supekku (uwa guruku)! Mendiang ayahku
adalah sutenya!" "Eh" Siapakah engkau " Siapakah kalian ?"
Sheila menarik tangan puteranya lalu menghadapi perwira itu,
setelah ia bangkit berdiri. Sejenak mereka saling pandang.
Diam-diam Tang Ci harus mengakui bahwa wanita kulit putih yang
rambutnya keemasan dan matanya biru ini, yang mengenakan
307 pakaian daerah sederhana dan mukanya tanpa riasan, rambutnya
juga kusut, adalah seorang wanita yang amat cantik. Sebaliknya,
Sheila juga memperhatikan pria itu. Seorang yang berusia lima
puluh tahun, bertubuh tinggi kurus, wajahnya lonjong dengan
sepasang mata yang amat ajam. Wajah itu cerah dan amat berwibawa, wajah seorang yang
berkedudukan tinggi dan yang yakin akan kepentingan dirinya dan
kekuasaannya. Munculnya orang ini mendatangkan harapan
baru, setidaknya menolongnya lepas dari cengkeraman Laiciangkun dan anak buahnya, walaupun ia tidak tahu orang macam
apa perwira tinggi yang baru tiba ini. Maka iapun bercerita dengan
terus terang, seperti yang dilakukannya kepada Lai-ciangkun tadi.
"Namaku Sheila dan ini anakku Gan Han Le. mendiang suamiku
adalah pendekar pejuang Gan Seng Bu ...... "
"Ahhh ...... ! Aku mengenal mendiang Gan-taihiap. Kiranya
nyonya adalah isterinya" Sungguh luar biasa sekali. Aku
mendengar betapa Gan-taihiap tewas, isterinya yang sedang
mengandung membawa jenazahnya ke pedusunan dan isterinya
hidup di antara rakyat petani. Nyonya Gan, bagaimana engkau
bisa sampai di tempat ini" Dan inikah puteramu, putera Gantaihiap?" kata Tang Ci penuh kagum dan juga girang. Memang
pernah dia bertemu dengan pejuang itu yang pernah berjuang
bersama para pendekar lainnya menentang pemerintah penjajah.
Sheila menghapus dua butir air matanya. Ia merasa terharu
bertemu dengan orang yang telah mengenal suaminya. "Kami
tinggal di dusun sampai suatu hari kami terpaksa pergi mengungsi
karena adanya perang. Ini hari kami tiba di sini, dari bawah
308 gunung kami melihat perkampungan ini, mengira ini sebuah
dusun para petani maka kami datang ke sini. Kami mohon
kebaikan hati ciangkun, mengingat bahwa ciangkun pernah
mengenal mendiang suamiku, agar suka membebaskan kami dan
mengijinkan kami pergi dari sini."
"Akan tetapi, ke manakah engkau hendak pergi, toanio" Daerah
ini berbahaya sekali, menjadi medan pertempurn antara tiga
pasukan, yaitu pasukan Tai Peng, pasukan Mancu, dan kaki
tangan pasukan asing. Engkau akan menemui bahaya."
"Saya sudah usulkan ......
"Diam kau !" bentak Tang Ci kepada raksasa itu. "Apakah matamu
sudah buta maka engkau berani sekali bersikap kurang ajar
terhadap Gan-toanio" Kalau Sribaginda mengetahui kekurangajaranmu, engkau akan dihukum cincang tubuhmu !"
"Ampun, Tang-ciangkun ...... " Raksasa itu berkata dengan muka
pucat. "Sesungguhnya saya tadi tidak percaya akan
keterangannya maka ...... "
"Tutup mulutmu ! Untung aku mengenal watak kalian yang busuk
sehingga tidak merasa heran mendengar akan perbuatan kalian
yang kotor. Cepat sediakan sebuh kereta dengan empat ekor
kuda terbaik untuk Gan-toanio dan puteranya, dan persiapkan
dua belas orang pasukan yang kuat untuk menjadi pengawal.
Juga tukar kudaku yang sudah lelah. Aku sendiri yang akan
mengawal Gan-tonio."
309 "BAIK, ciangkun, baik ...... !" Perwira tinggi besar itu lalu pergi
meninggalkan pondok itu untuk melaksanakan perintah
atasannya. "Tapi ...... tapi, ciangkun ...... kami hendak dibawa ke manakah?"
Sheila bertanya setelah perwira raksasa itu keluar.
Si tinggi kurus itu menarik napas panjang. "Toanio, kalau aku
membiarkan engkau dan puteramu pergi, belum sampai dua li
jauhnya, kalian tentu sudah akan menemui bahaya. Anak buah
Tai Peng amat jahat, demikian pula anak buah pasukan Mancu
yang banyak berkeliaran di sini. satu-satunya tempat yang aman
bagi engkau dan puteramu adalah istana di Nan-king
"Ahhh ...... ! Ke istana kaisar baru Nan;-king ...... ?"
"Ke istana Ong-supek?" Han Le juga berseru, kaget, girangan
juga bingung, karena belum pernah dia membayangkan akan
pergi berkunjung kepada supeknya yang telah menjadi kaisar itu.
"Ya, satu-satunya tempat yang aman dan tepat bagi kalian adalah
di istana kaisar. Toanio adalah isteri sute dari Sribaginda, berarti
masih ipar seperguruan Sribaginda Kaisar sendiri, sudah
sepatutnya kalau toanio juga memperoleh kemuliaan di sana.
Apalagi mengingat betapa mendiang Gan-taihiap sudah banyak
jasanya dalam perjuangan." "Tapi ...... tapi kami tidak ingin pergi ke sana, kmi ingin menjadi
rakyat biasa, hidup sebagai petani di dusun ....... "
"Ibu, kenpa kita tidak ke sana saja " bukankah ibu menghendaki
tempat yang aman" Dan kabarnya, ilmu kepandaian supek amat
310 tinggi. Tentu beliau akan suka mengajarkan ilmu silat kepadaku,"
kata Han Le yang masih merasa kehilangan suhunya yang amat
disayanginya dan yang diharapkan akan menurunkan ilmu slat
tinggi kepadanya. "Ah, Henry, supekmu itu kini bukan orang biasa, melainkan
seorang kaisar ! Mana mungkin mengajar silat kepadamu" Pula,
datang begitu saja ke sana tanpa diundang, aku merasa seperti
orang yang mengganggu ......
"Toanio, harap jangan berpendapat demikian. Ketahuilah, bahwa
pernah Sribaginda berbincang-bincang tentang diri toanio dan
mengharapkan agar kami dapat menemukan toanio dan
mengundangnya ke istana ! Adapun tentang ilmu silat, kalau
puteramu ingin belajar, di istana banyak terdapat jagoan- jagoan
silat yang amat lihai. Dia dapat belajar sepuasnya !"


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sheila kehilangan alasan lagi untuk menolak. Dan pula, mengapa
ia harus menolak" Apalagi yang diharapkan hidup di pegunungan,
di dalam dusun" Siapa yang dipandang dan siapa yang
diharapkan" Apakah ia akan membiarkan puteranya tumbuh
menjadi seorang pemuda dusun yang bodoh" Memang, terdapat
bahaya bahwa sikap Ong Siu Coan tidak akan baik terhadap
dirinya dan puteranya, akan tetapi setidaknya, ia dan puteranya
terlepas lebih dahulu dari ancaman anak buah Tai Peng yang
jahat-jahat ini. Soal nanti akan dihadapinya nanti saja, dan pada
saatnya ia akan menetukan sikap dan mengambil tindakan yang
dianggap baik. 311 "Baiklah, tidak ada pilihan lain karena kami berada dalam
kekuasaan ciangkun dan pasukan ciangkun. Aku menyerah dan
suka ikut," akhirnya ia berkata dan Han Le merangkul ibunya
dengan girang. Sheila terharu. Anak ini membutuhkan
kesenangan, membutuhkan pendidikan. Anak ini berhak
memperoleh pendidikan yang baik, berhak hidup dalam
kemuliaan, bukan selalu hidup serba kekurangan dan dalam
kesukaran. Tak lama kemudian, pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali,
sebuah kereta yang ditarik oleh empat ekor kuda dikawal oleh
Tang Ci sendiri bersama selosin pasukan berkuda, meninggalkan
bukit itu menuju ke Nan-king.
Tak jauh dari situ, sesosok tubuh manusia yang mengintai dari
balik batang pohon besar, menarik napas dalam. Dia bukan lain
adalah Bu Beng Kwi, semenjak ibu dan anak itu pergi selalu
mengikuti dan membayangi dengan diam-diam, bahkan telah
menolong mereka secara diam-diam pula dari ancaman tiga
orang perajurit pemerintah Mancu. Kini, melihat ibu dan anak itu
pergi dalam sebuah kereta besar, dia menghela napas.
Dia telah menggunakan kepandaiannya mengintai dan mengikuti
semua peristiwa, sejak Sheila diperiksa oleh perwira Lai yang
tinggi besar, sampai munculnya Tang Ci. Dia sudah siap untuk
menolong dan membebaskan Sheila ketika diperiksa Laiciangkun. Akan tetapi mendengar penawaran Tang Ci yang akan
membawa ibu dan anak itu ke istana kaisar dari Kerajaan Sorga,
yaitu Ong Siu Coan, dan melihat kesediaan Sheila, diapun hanya
berdiam diri. Apapun yang akan diputuskan dan dilakukan oleh
312 Sheila, dia tidak akan menghalanginya. Dia hanya berkewajiban
untuk melindungi ibu dan anak itu, hal inipun dilakukan diam-diam
dan jangan sampai kelihatan oleh mereka. S
etelah kereta pergi jauh, barulah dia menggunakan ilmunya berlari
cepat, membayangi kereta itu dari jauh. Wajahnya pucat, matanya
cekung dan sayu, membayangkan kekosongan hatinya, kosong
dan sunyi, kehidupan seperti sudah mati baginya setelah ibu dan
anak itu meninggalkannya. Kini, satu-satunya keinginan yang
bernyala di dalam hatinya, yang memberinya semangat untuk
tinggal hidup, hanyalah melindungi Sheila dan Han Le, menjaga
mereka agar mereka itu hidup dengan aman dan selamat, agar
mereka itu dapat menemukan bahagia. Dia akan menjaga mereka
dengan diam-diam, menggunakan seluruh kekuatan dan
kepandaiannya, kalau perlu siap berkorban nyawa untuk mereka
! Biarpun pada waktu itu, negara sedang kacau, kehidupan
rakyatpun selalu diganggu oleh keadaan perang, namun peristiwa
yang terjadi di dunia persilatan itu amat menarik perhatian para
tokoh persilatan, baik para pendekar maupun para tokoh kangouw. Siapa orangnya tidak akan tertarik menerima undangan,
baik secara langsung maupun tidak langsung, dari seseorang
yang mengundang semua tokoh persilatan untuk menjadi saksi
pengangkatan diri orang itu sebagai Thian-he Te-it Bu-hiap (Jago
silat Nomor Satu di Kolong Langit)" Peristiwa yang sungguh luar
biasa sekali. Belum pernah ada orang, baik dari golongan putih maupun
golongan hitam, yang berani mengangkat diri sendiri menjadi
313 jagoan nomor satu di dunia ! Dan orang itu memakai nama Leekongcu ! Orangpun bertanya-tanya, siapa gerangan tokoh yang
demikian sombong dan tinggi hati, yang berani mengundang
tokoh-tokoh persilatan untuk menyaksikan dia mengangkat diri
seperti itu" Dia menantang seluruh tokoh persilatan yang ada,
karena pengangkatan itu sama dengan pengumuman bahwa
tidak ada orang di dunia ini yang akan mampu menandinginya !
Betapa takaburnya ! Dan pesta pengangkatan diri itu diadakan di sebuah bukit di
lembah Yang-ce-kiang, di sebelah utara sungai itu, di sebuah
dusun yang bernama Cu-sian, tak jauh dari Nan-king, hanya
dibatasi Sungai Yang-ce-kiang dan beberapa belas li saja di
lembah Yang-ce! Dan tempat inipun merupakan daerah
perbatasan antara wilayah yang diduduki tentara Tai Peng dan
yang masih dikuasai pemerintah Mancu, dan daerah itu terkenal
sebagai daerah di mana seringkali terjadi pertempuran, baik
antara pasukan Tai Peng dan Mancu, maupun antara mata-mata
dari kedua pihak ! Sungguh berani sekali orang yang menyebut
dirinya Lee-kongcu itu ! Lebih gila lagi, Lee-kongcu juga mengundang pembesarpembesar dari Kerajaan Ceng, terutama sekali pembesar militer,
seolah-olah dia mengharapkan pengakuan dari pemerintah
bahwa dialah jagoan nomor satu di dunia ! Apa gerangan
keinginan orang itu, demikian banyak tokoh kang-ouw berpikir,
merasa tertarik sekali sehingga ketika hari yang ditentukan tiba,
banyaklah orang datang membanjiri lembah Yang-ce bagian utra
itu. 314 Memang ada tokoh-tokoh besar dunia persilatan, seperti ketuaketua partai persilatan besar, tidak sudi melayani undangan orang
yang mereka anggap gila itu, dan tidak datang sendiri. Namun,
karena merekapun tertarik dan ingin mengetahui siapa gerangan
orang itu, mereka mengirim juga utusan untuk sekedar meninjau
dan mencatat peristiwa yang menggemparkan dunia persilatan
itu. Bermacam-macam reaksi yang timbul akibat undangan yang
disebar oleh Lee-kongcu itu. Partai-partau persilatan besar
mengadakan rapat-rapat memperbincangkan soal itu, dan
ramailah nama Lee-kongcu menjadi bahan percakaan setiap
pertemuan antara orang kang-ouw menjelang pesta itu.
Dan pada saat hari itu tiba, tidak mengherankan kalau daerah
lembah Sungai Yang-ce-kiang itu menjadi ramai sekali, didatangi
orang bermacam bentuk, baik sikap maupun pakaian mereka.
Orang-orang aneh, bahkan pendeta-pendeta Agama To, juga
hwesio-hwesio tua, orang-orang yang berpakaian compangcamping seperti pengemis, dan banyak pula orang-orang yang
sikapnya bengis dan kasar, tanda bahwa mereka itu jelas sekali
datang dari golongan hitam atau penjahat-penjahat. Ada pula
orang-orang yang berpakaian pendekar, halus dan bersih, yang
pria tampan dan wanita cantik jelita, namun mereka itu
membayangkan sikap yang gagah perkasa sehingga membuat
orang merasa segan dan tidak ada yang berani mencari perkara.
Mencari perkara di tempat berkumpulnya semua orang gagah dari
empat penjuru itu sama dengan mengundang penyakit untuk diri
sendiri. Peristiwa itu ada juga segi yang mendatangkan kegembiraannya,
yaitu bagi mereka yang bertemu dengan wajah-wajah lama para
315 sahabat. Karena keadaan negara yang dilanda perang, maka
banyak di antara para tokoh persilatan itu tidak saling bertemu
selama bertahun-tahun. Kini, karena sama-sama tertarik oleh ulah
Lee-kongcu, mereka dapat bertemu di tempat itu. Maka terjadilah
petemuan-pertemuan yang menggembirakan di lembah yang
subur itu. Lee-kongcu mengundang pembesar-pembesar militer penting,
juga ketua-ketua perkumpulan silat yang besar-besar dan tidak
lupa mengirim undangan pribadi kepada murid para datuk sesat
yang sudah tidak ada, yaitu murid-murid dari Empat Racun Dunia
karena dia menganggap mereka itu sebagai wakil dari dua
golongan. Guru-guru mereka adalah orang-orang golongan sesat,
akan tetapi mereka sendiri, yang menjadi murid-muridnya,
terkenal sebagai orang-orang gagah dan pejuang-pejuang
perkasa. Maka tidaklah mengherankan kalau di tempat itu muncul
pendekar-pendekar perkasa seperti murid dari Tee-tok (Racun
Tanah) bersama suaminya yang juga seorang pendekar bernama
Thio Ki putera ketua Kang-sim-pang. Suami isteri pendekar ini
pernah pula membantu Ong Siu Coan seperti para pendekar lain
ketika tentara Tai Peng mulai bergerak, akan tetapi merekapun
meninggalkan Ong Siu Coan ketika melihat kegilaan orang itu dan
kejahatan pasukan Tai Peng. Pasangan ini sudah berusia tiga
puluh delapan tahun dan tiga puluh enam tahun, dan mereka
mmempunyai seorang anak perempuan yang kini berusia kurang
lebih sebelas tahun dan bernama Thio Eng Hui. Thio Ki kini
melanjutkan pimpinan perkumpulan Kang-sim-pang (Hati Baja)
yang cukup terkenal. Mereka datang berdua saja, meninggalkan
316 puteri mereka di rumah karena mereka khawatir kalau-kalau di
tempat pesta itu akan terjadi hal-hal yang akan membahayakan
keselamatan puteri yang baru berusia sebelas tahun itu.
Selain pasangan ini, datang pula pasangan yang dihormati
banyak orang karena mereka datang dari kota raja dan kalau
isterinya merupakan seorang wanita bangsawan yang lihai ilmu
silatnya, suaminya juga seorang bangsawan yang memiliki
kedudukan tinggi. Mereka ini bukan lain adalah Ceng Hiang,
puteri seorang pangeran yang bernama Ceng Tiu Ong, juga murid
keturunan keluarga Pulau Es yang ilmu silatnya tinggi
sekali.Suaminya adalah Yu-kiang, seorang bangsawan tinggi di
istana yang juga menerima undangan pribadi dari Lee-kongcu
yang kita ketahui bukan lain adalah Lee Song Kim. Suami isteri
yang usianya juga sudah mendekati empat puluh tahun itu
mempunyai pula seorang anak perempuan yang usianya sudah
sepuluh tahun, bernama Yu Bwee. Seperti juga pasangan
pertama tadi, Yu-kiang dan Ceng Hiang meninggalkan puteri
mereka. Mereka datang naik kereta dan dikawal oleh pasukan
pengawal istana yang berpakaian indah sebanyak dua losin orang
sehingga kedatangan mereka itu menarik perhatian.
Masih ada lagi pasangan suami isteri yang tidak kalah
menariknya, karena sepasang suami isteri ini pernah
menggegerkan duna persilatan dengan sepak terjang mereka
yang gagah perkasa. Mereka ini bukan lain adalah Tan Ci Kong
dan isterinya, Siauw Lian Hong. Seperti kita ketahui, mereka ini
telah mempunyai pula seorang putera yang diberi nama Tan Bun
Hong, berusia dua belas tahun. Ketika Tan Ci Kong membantu
317 perjuangan Tai Peng, isterinya, Siauw Lian Hong, tidak ikut
berjuang melainkan mengajak puteranya untuk menyingkir di
puncak Naga Putih karena rumah mereka telah terancam oleh
pasukan pemerintah akibat kunjungan Ong Siu Coan yang
menjadi buronan pemerintah.
Ketika Tan Ci Kong meninggalkan Ong Siu Coan karena melihat
penyelewengan Tai Peng, dia juga menyusul isterinya ke puncak
itu dan selanjutnya mereka tinggal di tempat itu, hidup sebagai
petani dan pemburu. Hidup di antara penduduk gunung yang
sederhana itu mereka merasa tenteram dan semenjak
meninggalkan perjuangan, baru Ci Kong turun gunung ketika dia
dikunjungi oleh Thian Khi Hwesio, dimintai bantuannya untuk
menyelidiki tentang pembunuhan terhadap orang-orang Kun-lunpai yang didesas-desuskan dilakukan oleh orang Siauw-lim-pai.
Kemudian Tan Ci Kong berhasil melerai dan menggagalkan
perkelahian yang hampir saja terjadi antara tokoh-tokoh Kun-lunpai dan Siauw-lim-pai, karena adu domba yang dilakukan oleh
Lee Song Kim. Kemudian, dia pulang ke puncak Naga Putih
karena maklum bahwa dalam pelaksanaan tugasnya kali ini, dia
perlu dibantu oleh isterinya yang juga lihai sekali. Mereka berdua
meninggalkan putera mereka dan berangkat turun gunung karena
pada waktu Ci Kong tiba di rumah, telah lebih dulu tiba undangan
dari Lee-kongcu itu. Suami isteri inipun tertarik sekali dan
merekapun langsung saja menuju ke lembah Yang-ce-kiang dan
di situ mereka bertemu dengan kawan-kawan lama sehingga
terjadilah pertemuan yang amat menggembirakan.
"Siapakah sebenarnya orang yang menamakan dirinya Leekongcu ini?" tanya Ciu Kui Eng. Mereka berenam duduk di tepi
318 anak sungai yang airnya jernih dan yang mengalir ke arah Sungai
Yang-ce-kiang yang besar.
"Akupun ingin sekali tahu siapa dia. berani sekali dia mengangkat
diri menjadi Thian-he Te-it Bu-hiap dan agaknya dia mengundang
semua orang gagah di dunia. Bahkan ada beberapa orang
jenderal dia undang. Sungguh orang yang memiliki kebernian
besar sekali !" kata Ceng Hiang.
Ci Kong dan isterinya saling pandang. Mereka berdua sudah
menduga siapa adanya orang yang dibicarakan itu. Ci Kong lalu
bertanya, "Agaknya kalian akan lebih heran lagi kalau tahu siapa
dia. Akupun baru menduga saja, akan tetapi agaknya tidak akan
meleset dugaanku ini. Dia itu tentulah Lee Song Kim !"
"Eh" Si keparat yang berhati palsu itu" Dia pernah mengkhanati
para pimpinan pejuang sehingga mereka semua ditawan oleh
pemerintah Ceng ! Dan kini dia berani membuat ulah seperti ini"
Sungguh tak tahu diri !" kata Thio Ki kaget dan heran.
"Hemm, kulihat kepandaiannya biasa saja, paling tinggi hanya
setingkat dengan aku ! Bagaimana dia berani bertingkah
mengangkat diri menjadi jagoan nomor satu di dunia?" kata pula
Ciu Kui Eng merasa penasaran.
"Hemm, diapun menjadi buronan pemerintah. Kini dia berani
mengundang para tokoh militer, apakah dia sudah bosan hidup?"
Yu-kiang bernata. 319 "Harap kalian jangan memandang rendah orang ini," kata Siauw
Lian Hong yang sudah mnerima keterangan dari suaminya
tentang dugaan suaminya bahwa Lee Song Kim inilah orangnya
yang telah mengadu domba antara Kun-lun-pai dan Siauw-limpai, bahkan membunuh tokoh-tokoh pandai dari Siauw-lim-pai
dan Kun-lun-pai. "Kita mengenal Lee Song Kim, murid Hai-tok
yang amat licik itu. Kita semua tahu betapa liciknya dia, sehingga
mudah saja dia mengkhianati dan menjebak para pucuk pimpinan
para pejuang. dan murid-murid Hai-tok memang hebat. Lihat saja
Kiki, nukankah gadis yang dulu kekanak-kanakan itu sekarang
telah pula menjadi permaisuri seorang kaisar" Kurasa, kalau Lee
Song Kim sekarang berani mengangkat diri sendiri menjadi Thianhe Te-it Bu-hiap, tentu dia memiliki andalan yang kuat."
"Benar, kita tidak boleh memandang rendah orang bernama Leekongcu yang aku yakin tentu Lee Song Kim itu. Sebelum
mengangkat dirinya menjadi jagoan nomor satu di dunia dengan
mengundang banyak tokoh persilatan, orang yang bernama Leekongcu
itu telah membuat kegemparan. Bayangkan saja, dia telah mengadu domba antara Kun-lun-pai
dan Siauw-lim-pai sehingga hampir saja tokoh-tokoh kedua
perkumpulan besar itu saling hantam sendiri karena saling
menyangka lain pihak membunuh tokoh-tokoh mereka. Dan yang
membunuhnya bukanlain adalah Lee-kongcu itulah. Dia telah
membunuh orang-orang terkenal Kun-lun-pai seperti tiong Gi


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tojin, Tiong Sin Tojin, dan juga Huang-ho Sin-to Kwa Ciok Le, dan
dia telah membunuh pula Thian Khi Hwesio wakil ketua Siauwlim-pai."
"Ahhh ...... !" Semua orang berseru kaget.
320 "Agaknya dia telah mempelajari ilmu-ilmu tinggi selama belasan
tahun ni, dan siap tahu kita jauh ketinggalan dari dia," kata Ceng
Hiang sambil mengepal tinju. Ia pribadi mempunyai kenangan
pahit dengan Lee Song Kim, dan orang itu merupakan seorang di
antara musuh yang dibencinya.
"Semua itu hanya dugaan saja dari suamiku," kata Lian Hong,
"walaupun dugaan itu agaknya pasti benar. sebaiknya kita tunggu
saja sampai saatnya tiba."
Demikianlah, dengan hati tegang enam orang itu lalu ikut bersama
rombongan tamu memasuki perkampungan baru yang dibangun
oleh Lee-kongcu untuk keperluan pesta itu. Pesta diadakan pada
pertengahan musim semi sehingga udaranya cerah dan
pemandangan indah sekali, pohon-pohon penuh daun dan bunga,
dan air anak sungai mengalir jernih. Di tempat terbuka yang
merupakan kebun, di bawah pohon-pohon besar, terdapat meja
kursi yang sudah diatur sedemikian rupa sehingga mengitari
sebuah panggung di mana diatur pula meja kursi untuk tamu
kehormatan. Anak buah Lee-kongcu yang berpakaian rapi dan seragam biru
putih, menyambut para tamu dengan penuh kehormatan, dan
agaknya memang sudah diatur sebelumnya oleh Lee-kongcu.
Tanpa ragu-ragu para penyambut ini mengiringkan orang-orang
penting, di antaranya para panglima dari kota besar dan kota raja,
termasuk Yu Kiang dan Ceng Hiang, dan juga para kepala
perkumpulan besar dan orang-orang golongan tua yang pantas
dihormati karena usia dan kedudukannya, menuju ke panggung
kehormatan. Tan Ci Kong, Siauw Lian Hong, Thio Ki dan Ciu Kui
321 Eng yang tidak dipersilahkan ke panggung kehormatan,
mengambil tempat duduk tak jauh dari panggung agar mereka
dapat menyaksikan dari dekat ulah dari tuan rumah yang belum
memperlihatkan diri itu. Dua pasang pendekar ini duduk diam saja, akan tetpi mereka
memasang mata dan memperhatikan siapa yang datang
berkunjung. Diam-diam mereka merasa kagum juga melihat
betapa para tamu itu terdiri dari tokoh-tokoh pesilatan yang
penting, ketua atau wakil partai-partai besar, bahkan banyak pula
terdapat pembesar penting dari daerah dan dari kota raja !
Mereka kagum karena ternyata orang she Lee yang menamakan
diri Lee-kongcu dan mereka duga tentu Lee Song Kim itu ternyata
memiliki keberanian besar dengan mengundang demikian banyak
tokoh penting. Banyak di antara para tamu yang tidak mereka
kenal. Mereka tidak tahu bahwa di antara banyak tamu yang
jumlahnya kurang lebih dua ratus orang itu, terdapat beberapa
orang mata-mata, baik dari pemerintah Mancu, dari Tai Peng,
maupun mereka yang bekerja untuk orang kulit putih. Para matamata itu memperoleh kesempatan baik untuk menyusup sebagai
tamu. Dengan pandang mata mereka yang tajam dan pengalaman
mereka berkecimpung dalam dunia kang-ouw selama belasan
tahun, dua pasang pendekar ini dapat melihat bahwa kalau dibuat
perbandingan, di antara yang hadir itu jauh lebih banyak golongan
sesatnya daripada golongan pendekar, sehingga diam-diam
mereka waspada. Bahkan di antara para penyambut yang
mewakili Lee-kongcu, Ci Kong melihat seorang wanita cantik yang
322 nampak berusia tiga puluh tahun lebih, anggun dan berwibawa,
Dia merasa heran sekali, karena dia mengenal wanita itu yang
bukan lain adalah Theng Ci, tokoh dari Ang-hong-pai ! Pernah dia
bersama gurunya, yaitu kakek sakti Siauw-bin-hud, mendatangi
perkumpulan Ang-hong-pai untuk menemui Theng Ci, tokoh
perkumpulan itu. Ketika itu gurunya, yaitu kakek sakti Siauw-binhud, mencari perampas pedang pusaka Giok-liong-kiam karena
dialah yang disangka perampasnya. Theng Ci merupakan
seorang di antara mereka yang memperebutkan pedang pusaka
itu dan yang mengenal perampasnya. Biarpun belasan tahun
telah terlewat, ternyata wanita itu masih nampak sehat dan muda,
padahal usianya sudah mendekati enam puluh tahun. Kalau
orang she Lee itu mempuyai pembantu seperti Theng Ci, tentulah
dia bukan orang baik-baik, pikir Ci Kong.
Akhirnya tamu terakhir datang dan hampir semua bangku di
kebun itu telah diduduki tamu yang merupakan setengah
lingkaran menghadap ke arah panggung di mana duduk kurang
lebih dua puluh orang tamu kehormatan. sejak tadi, serombongan
pemain music meramaikan suasana, dan beberapa orang gadis
penyanyi membuka mulut menyanyikan lagu-lagu merdu
sehingga ada semacam kegembiraan seperti yang biasa terdapat
dalam sebuah pesta. Tiba-tiba suara music dan nyanyian itu
menjadi lirih dan akhirnya berhenti. Lalu rombongan pemusik itu
memukul kembali alat music mereka, kini dengan nyaring dan di
antara suara tambur dan canang itu terdengarlah teriakan orang.
"Yang terhormat Lee-kongcu akan keluar untuk menymbut para
ramu !" 323 Semua orang memandang dan dari lorong yang menuju ke
panggung itu muncullah seorang laki-laki yang gagah perkasa
dan tampan. Laki-laki itu berusia kurang dari empat puluh tahun,
wajahnya tampan dan pesolek, mulutnya dihias senyum, kumis
dan jenggotnya teratur rapi, pakaiannya dari sutera yang mahal
dengan potongan seperti seorang terpelajar atau bangsawan.
Akan tetapi gagang emas sepasang belati di pinggang dan
sebatang pedang di punggung menunjukkan bahwa dia bukanlah
seorang pelajar yang lemah. Langkahnya tegap dan dia naik ke
atas panggung sambil tersenyum dan mengangguk ke kanan kiri,
lagaknya seperti seorang pembesar atau bahkan raja yang
kedatangannya sudah dinanti oleh banyak orang !
Biarpun kini wajahnya yang tampan menjadi semakin gagah oleh
kumis dan jenggot yang terpelihara baik, para pendekar yang
hadir di situ masih mengenal bahwa laki-laki itu bukan lain adalah
Lee Song Kim, murid datuk sesat Hai-tok Tang Kok Bu ! Siauw
Lian Hong mengepal tinju, juga Ciu Kui Eng, karena kedua orang
wanita itu membenci Lee Song Kim.
Tidak salah dugaan Ci Kong dan pendekar ini memandang tajam.
Kalau Lee Song Kim sudah berani mengangkat diri menjadi
Thian-he Te-it Bu-hiap, maka tentu dia kini telah memiliki ilmu
kepandaian yang amat tinggi. Hal ini sudah dibuktikan dengan
pembunuhan terhadap para tokoh Kun-lun-pai, bahkan wakil
ketua Siauw-lim-pai juga dibunuhnya ! Kini dia melihat bahwa Lee
Song Kim yang berambisi untuk menjadi jago nomor satu di dunia
itu sengaja melakukan pembunuhan-pembunuhan dengan
maksud mengadu domba antara Siauw-lim-pai dan Kun-lun-pai.
Kalau kedua partai persilatan besar itu sampai bermusuhan,
324 maka tentu akan menjadi lemah dengan sndirinya dan dialah yang
akan mendapat keuntungan, karena akan lebih lancar jalannya
menuju ke arah kedudukan yang dicita-citakan yaitu sebagai
bengcu (pemimpin rakyat) di antara tokoh-tokoh persilatan,
menjadi jagoan nomor satu di dunia persilatan !
Melihat sinar mencorong keluar dari sepasang mata Lee Song
Kim, Ci Kong dapat menduga bahwa orang ini sekarang memiliki
tingkat kepandaian yang tinggi, dan tentu selama belasan tahun
ini telah menggembleng dirinya. Teringatlah dia akan kematian
Hai-tok di tangan para tokoh Siauw-lim-pai ketika datuk sesat itu
tertangkap basah mencuri kitab-kitab Siauw-lim-pai, dan diapun
telah mendengar akan lenyapnya kitab-kitab pelajaran silat
rahasia dari perkumpulan perkumpulan besar. Tak salah lagi,
pikirnya. tentu Lee Song Kim dan gurunya, mendiang Hai-tok,
yang telah melakukan pencurian-pencurian itu, dan agaknya
semua kitab itu telah dipelajari dan dilatih dengan baik oleh Song
Kim. Dia dapat menjadi seorang lawan yang amat berbahaya,
pikirnya. Sementara itu, Song Kim yang memandang ke sana-sini sambil
tersenyum, tentu saja mengenal wajah-wajah mereka yang
pernah menjadi musuhnya, akan tapi dia bersikap biasa, seolaholah belum penah melihat mereka. Kemudian dia melangkah ke
tepi panggung, menghadapi semua tamu dan berkali-kali dia
memberi hormat dengan bersoja ke kanan kiri dan depan,
terutama kepada para tamu kehormatan yang duduk di atas
panggung. 325 "Selamat datang, cuwi yang mulia ! Selamat datang dan terima
kasih atas kunjungan cuwi memenuhi undangan kami. Sebelum
membicarakan urusan penting yang menjadi maksud undangan
kami, kami persilakan cuwi menikmati hidangan sekedarnya !"
Setelah berkata demikian Lee Song Kim lalu duduk di atas kursi
yang telah disediakan untuknya dan para pelayan wanita yang
kesemuanya adalah anggauta Ang-hong-pai, segera sibuk
mengeluarkan hidangan yang masih panas. Yang oleh Lee Song
Kim, dinamakan hidangan sekedarnya itu ternyata merupakan
hidangan yang serba mahal dan lezat. Sebentar saja meja-meja itu penuh hidangan, dan terciumlah di
antara bau yang sedap dan gurih itu, bau arak yang keras dan
harum. Tamupun tidak sungkan-sungkan lagi, menyerbu
hidangan dan mereka makan minum dengan gembira. Bahkan
para pembesar militer dari kota raja diam-diam merasa kagum
melihat hidangan yang disuguhkan itu tidak kalah royalnya
dibandingkan dengan hidangan yang keluar dalam pesta seorang
bangsawan besar. Memang Lee Song Kim sengaja mengadakan
pesta besar untuk mendapatkan kesan baik dari para tamunya.
Setelah para tamu makan minum secukupnya, Lee Song Kim
kembali bangkit berdiri di tepi panggung dan memberi hormat
kepada para tamunya. Semua tamu maklum bahwa kini tuan
rumah tentu akan mengumumkan maksud undangannya, maka
semua orang memandang penuh perhatian.
"Cuwi yang mulia !" katanya yang suaranya lantang, didorong oleh
Tenaga khikang yang kuat, wajahnya serius namun senyumnya
tak pernah meninggalkan mulutnya. "sekarang tiba saatnya bagi kami untuk membicarakan urusan
326 penting, yaitu maksud dari undangan yang kami kirimkan dan
sebarkan untuk cuwi. Kita semua mengetahui bahwa dewasa ini,
kehidupan rakyat terancam oleh perang yang terjadi di manamana. negara mempunyai banyak musuh. dalam keadaan
sekacau ini, sudah sepatutnyalah kalau kita, orang-orang kaum
persilatan, bangkit untuk mengamankan keadaan dan membantu
pemerintah mengatasi keadaan. Bagaimana pendapat cuwi "
Tidak benarkah apa yang telah saya kemukakan tadi?"
"Akur, "Setuju sekali !"
akur !" Teriakan-teriakan menyambut ini dipelopori oleh mereka yang
memang sudah tunduk kepada Song Kim, dan diturut oleh
sebagian besar golongan sesat. Dan karena apa yang diucapkan
Song Kim memang tak dapat dibantah kebenarannya, para
pendekar juga banyak yang mengangguk menyatakan setuju.
Song Kim dengan wajah berseri mengangkat kedua tangan ke
atas memberi tanda kepada semua tamu agar tenang. "Cuwi yang
mulia. Biarpun kita kaum persilatan harus bangkit, namun kalau
kebangkitan itu dilakukan secara liar dan sendiri-sendiri, tentu
bahkan akan menimbulkan kekacauan dan persaingan. Oleh
karena itu, perlu kiranya kalau kita bersatu dan untuk dapat
terlaksananya persatuan di antara para tokoh dunia persilatan,
sudah semestinya kalau perlu adanya seorang bengcu yang akan
memimpin kaum kang-ouw. Tentu saja seorang pemimpin
haruslah memiliki ilmu silat tertinggi. Setujukah cuwi?"
327 Kembali sambutan dipelopori kaki tangan Song Kim dan diturut
oleh sebagian besar para tamu. Akan tetapi banyak di antara para
pendekar yang diam saja. Kembali Song Kim mengangkat kedua tangan minta tenang.
"Cuwi tentu telah mengetahui bahwa belasan tahun yang lalu,
pernah terjadi geger ketika semua orang memperebutkan pusaka
Giok-liong-kiam dan pusaka itu dianggap sebagai lambang
keunggulan. Siapa yang memiliki pusaka itu dianggap memiliki
kepandaian tinggi dan pantas menjadi seorang bengcu ! Pemilik
Giok-liong-kiam boleh diangkat menjadi Thian-he Te-it Bu-hiap
dan dingkat menjadi bengcu, karena kalau dia sudah berhasil
memiliki Giok-liong-kiam, maka berarti bahwa dia tentu
berkepandaian tinggi ! Setujukah cuwi kalau kita memilih orang
yang telah memiliki Giok-liong-kiam menjadi bengcu?"
"Setuju ...... !" Kembali anak buahnya memelopori dan diturut oleh
beberapa orang golongan sesat.
"Nanti dulu ...... !" Tiba-tiba Yu Kiang, suami Ceng Hiang yang
duduk dikursi kehormatan, berseru. Semua orang memandang
kepadanya, juga Song Kim membalik menghadapi orang itu.
"Kami mendengar bahwa Giok-liong-kiam berada di tangan
pemimpin pemberontak Tai Peng yang kini mengangkat diri
menjadi raja, yaitu Ong Siu Coan. Apakah ini berarti bahwa kita
harus mengangkat pemimpin pemberontak itu menjadi bengcu
sehingga kita semua akan menjadi pengkhianat dan pemberontak
?" 328 Para pendekar juga saling pandang dengan heran. Mereka yang
pernah membantu gerakan Tai Peng sebelum mereka kemudian
meninggalkan Tai Peng yang melakukan penyelewengan, tahu
belaka bahwa Giok-liong-kiam memang berada di tangan Ong Siu
Coan. Apalagi Tan Ci Kong dan isterinya, Siauw Lian Hong.
Suami isteri pendekar ini tentu saja tahu dengan jelas tentang
Giok-liong-kiam, karena merekalah yang memberikan Giok-liongkiam kepada Ong Siu Coan yang datang berkunjung kepada
mereka yang meminjamnya. Bagimana kini Song Kim berani
mengatakan bahwa para tamu harus memilih pemegang Giokliong-kiam menjadi bengcu" Bukankah hal itu berarti bahwa orang
itu mengusulkan agar mereka semua memilih Ong Siu Coan
menjadi pemimpin dunia persilatan"
Akan tetapi Song Kim tidak menjadi gugup mendengar semua
pertanyaan itu. Dia bahkan tersenyum cerah. "Justeru karena
Giok-liong-kiam pernah dimiliki oleh pemimpin besar Tai Peng,
maka siapa yang mampu mengambilnya dari istananya di Nanking, berarti memiliki ilmu kepandaian yang tinggi dan pantaslah
kalau menjadi pimpinan atau bengcu. Saya yang tanggung bahwa
Giok-liong-kiam bukan berada di tangan pemimpin Tai Peng itu,
melainkan di tangan seorang yang ilmu kepandaiannya melebihi
Ong Siu Coan ! Pantaskah pemilik Giok-liong-kiam itu diangkat


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjadi bengcu?" "Pantas ! Pantas !"
"Setuju ! Setuju !" kembali kaki tangannya berteriak dan diikuti
oleh banyak tamu dari golongan sesat.
329 "Akan tetapi siapakah yang kini menjadi pemilik Giok-liong-kiam?"
teriak Siauw Lian Hong yang tidak sabar lagi menanti, melihat
sikap Song Kim yang dianggap sombong dan menyebalkan.
Lee Song Kim memandang kepadanya lalu menjura.
"Pertanyaan pendekar wanita Siauw Lian Hong itu memang tepat,
dan agaknya menjadi pertanyaan dari cuwi yang hadir, maka
baiklah saya jawab. Giok-liong-kiam kini berada di tangan Thianhe Te-it Bu-hiap. Inilah dia !" Dan diapun mengeluarkan pedang
Giok-liong-kiam itu dari balik jubahnya.
Diangkatnya pedang pusaka itu tinggi-tinggi di atas kepalanya.
Pedang kecil berukir tubuh naga dan terbuat dari batu giok
(kemala) hujau kemerahan itu nampak mengkilap dan indah
sekali ketika dicabut dari rangkanya. Semua orang memandang
kagum dengan mata terbelalak dan Lian Hong hendak bangkit
berdiri. Mukanya merah, matanya bernyala dan penuh
kemarahan. "Pencuri keparat ...... !" desisnya, akan tetapi
suaranya tenggelam ke dalam kegaduhan yang terjadi setelah
semua tamu melihat Giok-liong-kiam itu.
Suaminya, Tan Ci Kong segera memegang lengannya dan
menariknya dengan halus agar duduk kembali.
"Tenanglah, di sini kita tidak bisa mengaku pernah membantu
Ong Siu Coan," bisiknya. Lian Hong mengangguk dan biarpun
mukanya masih kemerahan dan matanya bersinar marah, ia diam
saja. memang, tidak mungkin di tempat terbuka seperti itu, di
mana hadir pula beberapa orang pembesar militer Kerajaan
Ceng, mereka mengaku bahwa merekalah yang meminjamkna
330 pedng Giok-liong-kiam kepada Ong Siu Coan, pemimpin
pemberontak Tai Peng itu.
"Pedang itu palsu !" teriak seorang tamu. "Semua orang tahu
pedang Giok-liong-kiam yang aseli berada di tangan raja Tai Peng
di Nan-king !" Mendengar teriakan ini, banyak pasang mata memandang ke
arah pedang itu di tangan Song Kim itu dengan penuh keraguan.
Akan tetapi, Ci Kong dan Lian Hong mengenal pedang itu dan
mereka berdua merasa yakin bahwa pedang yang dipegang Song
Kim itu memang Giok-liong-kiam aseli.
Song Kim tertawa sopan mendengar pedang itu disangka palsu.
Dia mengangkat pedang itu tinggi-tinggi di atas kepalanya. "Cuwi,
lihatlah baik-baik. Pedang Giok-liong-kiam ini aseli ! Tanya saja
kepada para pendekar yang pernah memperebutkannya belasan
tahun yang lalu. Kalau palsu, tentu mereka akan menyangkalnya.
Pedang ini aseli dan kalau ada Giok-liong-kiam lain, baik yang
berada di tangan pemimpin Tai Peng sekalipun, maka pedang itu
jelas palsu ! Yang aseli berada di tangan Thian-he Te-it Bu-hiap !
Dan siapa yang menyangkal, berarti tidak percaya kepada Thianhe Te-it Bu-hiap, dan tidak percaya sama dengan penghinaan.
Nah, cuwi yang mulia. pemegang Giok-liong-kiam adalah jagoan
nomor satu, dan pantas untuk menjadi bengcu. Apakah cuwi
setuju ?" Sorak-sorai menyambut kata-kata ini, tentu saja yang menjadi
pelopor adalah orang-orang yang sudah takluk kepada Lee Song
331 Kim, diikuti oleh mereka yang menjadi golongan sesat dan
merasa kagum kepada orang she Lee itu.
"Terima kasih, cuwi. Akan tetapi, saya kira di antara para
pendekar yang hadir, ada yang tidak setuju dan siapa yang
merasa lebih pandai dari Thian-he Te-it Bu-hiap dan hendak
menguji kepandaiannya agar dapat percaya, silakan maju."
Ini merupakan tantangan secara berterang ! Diam-diam Ci Kong
terkejut. Kalau Song Kim sudah berani mengajukan tantangan
tanpa pandang bulu seperti itu, jelas bahwa orang ini sudah
merasa bahwa dia tidak mempunyai tandingan lagi! Betapa
sombongnya ! Tiba-tiba seorang laki-laki bertubuh tinggi besar meloncat ke atas
panggung. Panggung itu sampai mengeluarkan bunyi dan agak
bergoyang ketika tubuhnya yang berat dan kokoh kuat itu
meloncat naik. "Aku Yauw Kang mewakili Bu-tong-pai untuk
menguji kelihaian orang yang berani memakai julukan Thian-he
Te-it Bu-hiap sebelum kami mengakuimu sebagai bengcu, orang
she Lee !" katanya dan suaranya sesuai dengan tubuhnya yang
tinggi besar, karena suara ini nyaring dan besar.
Lee Song Kim menyimpan kembali Giok-liong-kiam di balik
jubahnya, lalu melangkah maju menghadapi raksasa bernama
Yauw Kang itu, senyumnya melebar dan sikapnya tenang sekali,
bahkan jelas memandang rendah. "saudara Yauw adalah seorang
tokoh Bu-tong-pai" Akan tetapi, apakah tidak ada tokoh Bu-tongpai lain yang lebih tinggi tingkatnya untuk maju agar para tamu
yang terhormat dapat mengagumi ilmu kepandaiannya" Harap
332 saudara Yauw mundur dan biarkan tokoh Bu-tong-pai yang paling
lihai maju agar tidak membuang waktu."
Ucapan itu dikeluarkan dengan suara hormat dan manis, namun
sesungguhnya merupakan tamparan keras karena jelas bahwa
Song Kim memandang rendah kepada laki-laki tinggi besar
berusia kurang lebih empat puluh tahun itu.
"Lee-kongcu terlalu memandang rendah Bu-tong-pai !" bentak
Yauw Kang. "Ketahuilah bahwa aku ditugaskan mewakili Bu-tongpai dan aku adalah murid kepala pertama yang mewakili suhu
menggembleng para murid tingkat tinggi
'"Bagus sekali kalau begitu," kata Song Kim tanpa melepas
senyumnya. "Saudara Yauw adalah tokoh tingkat dua dari Butong-pai" Dan ingin menguji kepandaian Thian-he Te-it Bu-hiap"
Baik, majulah !" Yauw Kang yang sudah marah itu memasang kuda-kuda.
Tubuhnya nampak kokoh kuat dan otot-ototnya mengembung.
Tubuh yang tertutup pakaian itu seolah-olah membesar dan
matanya mengeluarkan sinar. "Lee-kongcu, bersiaplah dan jaga seranganku !"
Yauw Kang menyerang dengan gerakan yang cepat dan kuat
sekali, kedua telapak tangannya bertemu di udara mengeluarkan
suara ledakan keras dan kedua tangan itu kini melancarkan
pukulan, yang atas menghantam ke arah ubun-ubun kepala lawan
dengan telapak tangan, sedangkan yang bawah menyodok ke
arah ulu hati. Cepat dan dahsyat serangan ini.
333 "Hemm, Cun-lui-tong-thian (Guntur Musim Semi Menggetarkan
Langit) !" kata Lee Song Kim dan seperti yang sudah hafal akan
jurus ini, kedua tangannya sudah menyambut dengan tangkisan
perlahan. Kedua tangan Yauw Kang yang menyerang itu terpental dan kini
Song Kim mengajukan kakinya, kemudian kedua tangannya
menyerang dengan jurus yang persis sama !
"Uhhh ...... !" Tentu saja Yauw Kang kaget dua kali.
Pertama kali ketika dia tadi mendengar jurus serangannya disebut
dan ditangkis secara tepat oleh lawan dan kedua kali ketika lawan
menyerangnya dengan jurus Cun-lui-tong-thian pula, dengan
gerakan yang cukup cepat, kuat dan sempurna. Karena jurus itu
amat berbahaya, sekaligus mengancam dua daerah berbahaya,
yaitu ulu hati dan ubun-ubun kepala, maka cepat diapun
menangkis pula seperti yang dilakukan oleh Song Kim radi. Akan
tetapi, tiba-tiba saja lutut kirinya tercium ujung sepatu kanan Song
Kim dan seketika itu menjadi lumpuh dan diapun jatuh berlutut
dengan sebelah kaki ! Song Kim tidak melanjutkan serangannya,
melainkan membungkuk seperti membalas penghormatan orang.
"Saudara Yauw dari Bu-tong-pai tidak perlu sungkan- sungkan.
berdirilah !" katanya, seolah-olah menolak penghormatan dengan
berlutut ! Tentu saja wajah Yauw Kang menjadi merah sekali. Dia
merasa heran bukan main. Tuan rumah ini bukan saja dapat
memainkan jurus ampuh dari Bu-tong-pai, bahkan dapat
menambah jurus itu dengan tendangan kaki ke arah lutut !
Maklumlah dia bahwa orang yang mengangkat diri menjadi
jagoan nomor satu dan menjadi bengcu ini memang amat lihai dan
334 dia bukanlah lawannya. Akan tetapi dia tetap merasa penasaran bagaimana orang yang
bukan murid Bu-tong-pai mampu mengenal dan memainkan jurus
simpanan radi. Dia bangkit dan terpincang, menjura, "Lee-kongcu memang lihai.
Aku mengaku kalah." katanya jujur. "Akan tetapi dari mana
engkau bisa mendapatkan jurus ilmu silat kami tadi?"
"Dia mencuri dari kita !" tiba-tiba terdengar seruan dari rombongan
Kun-lun-pai. Song Kim tersenyum dan menoleh ke arah rombongan itu.
"Aku Lee Song Kim bukan tukang curi. Aku tidak mencuri jurus
dari Bu-tong-pai, tidak pernah !"
"hai-tok, hurunya, yang mencuri !"
Tiba-tiba terdengar Kui Eng berteriak marah. Seperti juga Lian
Hong, sejak tadi wanita itu marah-marah dan kalau tidak disegah
suaminya, tentu ia sudah maju dan menyerang Lee Song Kim.
Kembali Song Kim tersenyum. "Itu bukan urusanku, yang penting
aku tidak mencuri. Tentu saja sebagai Thian-he Te-it Bu-hiap, aku
harus melengkapi pengetahuanku mengenai ilmu silat. Nah, siapa
yang masih merasa penasaran dan hendak menguji ilmuku,
silakan maju." Sementara itu, kaum sesat yang memang sudah merasa kagum,
ditambah semangat mereka oleh adanya Giok-liong- kiam di
tangan Lee-kongcu, kini menjadi semakin kagum dan gembira
335 melihat betapa orang yang hendak mereka angkat mejadi
pimpinan itu dalam segebrakan saja mampu mengalahkan tokoh
kuat dari Bu-tong-pai, bahkan dengan menggunakan jurus Butong-pai pula ! Hebat !
Para ketua dan wakil partai-partai tadinya seperti Siauw-lim-pai,
Kun-lun-pai dan lain-lain tidak ada yang mau maju. Mereka
menganggap bahwa tidak perlu melayani seorang yang gila
kehormatan seperti Lee Song Kim itu. Pula, mereka tidak
memperebutkan sesuatu. biarlah orang ini menjadi bengcu,
mereka toh tidak akan mengakui dan hanya golongan sesat saja
yang agaknya mengakuinya. Maka,yang dinamakan "bengcu" ini
sama sekali bukan pemimpin rakyat, bukan pemimpin para tokoh
dunia persilatan, melainkan memimpin orang-orang jahat dari
golongan hitam ! Akan tetapi, karena tidak terikat oleh suatu aliran persilatan
tertentu, dan karena merasa penasaran akan kesombongan
orang she Lee yang mengangkat diri sendiri menjadi Thian-he Teit Bu-hiap dan bengcu, masih ada dua orang ahli silat dari dunia
persilatan yang bebas, berturut-turut maju dan menghadapi Lee
Song Kim. Tingkat kepandaian dua orang ini tidak lemah, bahkan
masih lebih lihai dibandingkan Yauw Kang tadi. Namun, mereka
itupun bukan lawan tangguh bagi Lee Song Kim dan dalam waktu
kurang dari sepuluh jurus, seorang demi seorang dapat
dirobohkan oleh Song Kim. Mereka tidak menderita luka parah, karena Song Kim yang cerdik
dan sedang mencari dukungan itu tidak mau membuat orang
membencinya dengan membuat lawan luka parah, apalagi tewas.
336 "Masih adakah di antara cuwi yang merasa bahwa aku tidak
pantas menjadi Thian-he Te-it Bu-hiap dan menjadi bengcu"
Kalau masih ada yang ragu-ragu dan ingin menguji kepandaian,
silakan maju sebelum pertemuan ini dibubarkan."
"Manusia sombong !" Kui Eng membentak. Biarpun bentakan itu
bercampur dengan kegaduhan orang-orang yang memuji-muji
Song Kim yang dengan amat mudahnya telah mengalahkan tiga
orang lawan yang lihai itu, namun agaknya Song Kim dapat
mendengarnya dan diapun menoleh ke arah Kui Eng. Memang
terdapat perasaan suka dalam hati Song Kim terhadap Ciu Kui
Eng ini. Belasan tahun yang lalu, ketika Kui Eng masih seorang
gadis cantik jelita, pernah ia bersama Lian Hong dan Ci Kong
menyamar untuk melakukan penyelidikan ke kota raja. Mereka
bertemu dengan Lee Song Kim yang jatuh cinta kepada Kui Eng
dan melamarnya ! Kui Eng tentu saja menolaknya dan Ci Kong
yang marah-marah membuat penyamaran mereka terbuka dan
mereka nyaris celaka. Kini, melihat wanita yang pernah dicintanya
itu, diam-dim Song Kim tertarik. Dia sudah mendengar bahwa Ciu
Kui Eng, murid Tee-tok itu, telah menikah dengan orang yang kini
menjadi ketua Kang-sim-pang dan biarpun dia belum
mengenalnya, namun dia dapat menduga bahwa pria yang gagah
dan duduk di dekat Kui Eng itu tentulah ketua Kang-sim-pang
yang menjadi suami Kui Eng itu. Dia tersenyum dan sengaja
memandang kepada mereka ketika mengeluarkan kata-kata yang
lantang. "Benarkah tidak ada lagi orang gagah yang meragukan
keunggulanku" Tidak ada lagi yang hendak menguji
kepandaianku" Apakah karena tidak berani" Kami pernah
337 mendengar bahwa perkumpulan Kang-sim-pang memiliki banyak
orang gagah perkasa. Apakah tidak ada wakilnya di sini" Sudah
lama sekali aku ingin bertemu, berkenalan dan membuktikan
apakah kaki tangan mereka sama kerasnya dengan hati mereka
!" Dengan ucapan ini Song Kim menyindir nama perkumpulan itu
karena Kang-sim-pang berarti Perkumpulan Hati Baja !
mendengar tantangn ini, tentu saja betapapun sabarnya, wajah
Thio Ki menjadi merah sekali. Dialah yang ditantang dan dia tidak
percaya apakah Lee Song Kim mengeluarkan kata-kata itu hanya
kebetulan saja, agaknya memang sengaja melontarkan kata-kata
itu untuk menantangnya" Dialah orang Kang-sim-pang, bahkan
ketuanya ! Akan tetapi ada orang yang lebih panas hatinya dan lebih marah
dari[ada dia ketika mendengar ucapan Song Kim itu. Orang itu
adalah isterinya sendiri, Ciu Kui Eng ! Memang sejak tadi Ku Eng
sudahmarah kepada Song Kim. Apalagi ketika mendengar
tantangan yang jelas ditujukan kepada suaminya itu. Ia
mendahului suaminya, karena melihat kelihaian Song Kim, ia
masih ragu apakah suaminya akan mampu menandingi manusia
sombong itu. Song Kim adalah murid mendiang Hai-tok, maka
ialah tandingannya, ia murid Tee-tok sehingga dapat dibilang
bahwa ia setingkat dengan Song Kim. maka, melihat sikap
suaminya yang menjadi marah, ia segera bangkit dan berseru
nyaring. "Lee Song Kim, manusia sombong, akulah lawanmu !" dan iapun
hendak meloncat ke atas panggung. Akan tetapi Thio Ki sudah
memegang lengan isterinya danmencegah.
338 "Aku yang ditantang, biarlah aku yang akan menghadapinya !"


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kata Thio Ki. "Tidak perlu engkau maju sendiri, akupun cukup
untuk menghajarnya !" kata Kui Eng keras dan ia melepaskan
pegangan tangan suaminya. thio Ki melepaskan tangan isterinya
karena pada saat itu, banyak mata ditukukan kepada mereka. thio
ki maklum bahwa icapan isterinya tadi sengaja untuk mengangkat
dirinya karena banyak orang melihat dan mendengarnya.
Isterinya sengaja mengatakan bahwa tidak perlu dia maju sendiri,
biar isterinya yang maju menghajar Lee Song Kim. dengan
ucapan itu seolah-olah isterinya hendak mengakui bahwa tingkat
kepandaiannya lebih tinggi daripada tingkat isterinya. Padahal, di
balik itu agaknya isterinya khawatir kalau-kalau dia tidak akan
mampu menandingi song Kim ! Kalau sampai dia kalah, tentu
akan turun nama besar Kang-sim-pang ! Dia tahu benar bahwa
isterinya lebih lihai darinya dan kalau sampai isterinya tidak
mampu mengalahkan Song Kim, apalagi dia ! Kekalahan isteinya,
andaikata sampai kalah, tidak akan mengganggu kebesaran
nama Kang-sim-pang, tidak seperti kalau dia sendiri sebagai
ketuanya yang kalah. Maka. dengan terharu dan khawatir, dengan
kedua tangan terkepal, dia duduk kembali dan melihat saja ketika
isterinya meloncat naik ke atas panggung.
Ciu Kui Eng adalah murid tunggal dari Tee-tok, seorang di antara
Empat Racun Dunia yang menjadi datuk-datuk kaum sesat. Di
antara ilmu-ilmu silatnya yang tinggi, juga Tee-tok amat terkenal
oleh kehebatan ginkang (ilmu meringankan tubuh) yang istimewa.
Ketika Tee-tok tertarik kepada Kui Eng yang ketika itu baru
berusia dua belas tahun, dan bermaksud mengambil gadis itu
sebagai muridnya, ayah Kui Eng, yaitu mendiang Ciu Lok Tai
hartawan di Tung-kang, menguji Tee-tok dengan senjata api.
339 Diserang dengan senjata api, Tee-tok dapat menyelamatkan diri,
menghindar dengan ginkangnya yang luar biasa sehingga dia
seolah-olah segesit burung walet yang sukar untuk ditembak !
Karena telah mewarisi ilmu dari gurunya, ketika melompat ke atas
panggung, gaya lompatan Kui Eng bagaikan seekor burung walet
melayang saja, demikian ringan dan cepatnya tubuh itu melayang
ke atas lalu menyambar turun ke atas panggung tanpa
mengeluarkan suara seolah-olah bukan tubuh manusia melainkan
seekor burung yang hinggap di atas panggung, di depan Lee
Song Kim ! Semua orang terkejut dan kagum, bahkan di antara
para pendekar yang sudah mengenalnya, bertepuk tangan
dengan penuh harapan. Mereka mengenal siapa Ciu Kui Eng
karena gadis perkasa ini pernah menjadi pemimpin pasukan
pejuang yang terdiri dari pekerja- pekerja pelabuhan. Bahkan Thio
Ki, yang kini menjadi suaminya, ketika itu menjadi pembantunya
yang paling tangguh. "Hidup Ciu-lihiap !" terdengar beberapa orang berteriak gembira.
Akan tetapi Song Kim tersenyum dan sejenak menatap wajah
wanita itu dengan senyum yang khas, senyum memikat, juga sinis
karena diapun memandang rendah kepandaian wanita ini. Karena
dia hendak mengambil hati banyak orang, maka dia menahan diri,
ridak mau mengeluarkan kata-kata kasar. Bahkan dia cepat
menjura dengan sikap sopan dan ramah.
"Maaf, nyonya. tidak kelirukah ini" Suamimu berada di sana, dan
dia adalah ketua Kang-sim-pang, kenapa tidak dia yang maju"
Apakah engkau hendak mewakili dia karena engkau takut dia
340 terluka " Ataukah engkau maju karena sebagai murid Tee-tok
engkau hendak memperlihatkan kepandaian" " Ucapan itu
dikeluarkan dengan halus dan ramah, namun bagi Kui Eng tajam
bagaikan pisau menyayat perasaannya. Mukanya menjadi
semakin merah dan sepasang matanya mengeluarkan sinar
berapi tanda bahwa ia menjadi marah sekali.
"Lee Song Kim, sejak dahulu engkau memang seorang manusia
yang sombong, besar kepala, licik, curang. Aku yang naik kesini
untuk mencoba kepandaianmu, mengapa engkau menyebutnyebut suamiku" Kalau engkau takut menghadapi aku, katakan
saja, jangan memakai banyak alasan !" Ucapan Kui Eng inipun
tajam dan mengandung sindiran.
"Aku" Takut" Ha-ha-ha, Thian-he Te-it Bu-hiap tidak perlu takut
menghadapi siapapun juga, apalagi hanya seorang wanita seperti
engkau, nyonya." kata Song Kim sambil tertawa menutupi
persaan tidak enak di hatinya. Tentu saja dia tidak takut melawan
Kui Eng, akan tetapi maksudnya tadi adalah untuk mengalahkan
sumai wanita ini dan untuk memamerkan kepandaiannya kepada
wanita yang pernah dicintanya ini, bukan untuk bertanding
melawan Kui Eng ! Dia tidak takut, sama sekali tidak. Dulupun dia
tidak takut melawan murid Tee- tok ini, apalagi sekarang !
"Tak perlu banyak membual, nah, sambutlah seranganku ini !"
bentak Kui Eng dan iapun sudah menerjang dengan gerakan yang
cepat sekali sehingga tubuhnya lenyap dan hanya nampak
bayangannya saja berkelebat ketika ia melakukan serangan ke
arah Lee Song Kim. Song Kim tentu saja tahu akan lihainya wanita murid Tee-tok ini,
341 maka diapun tidak berani main-main dan cepat dia mengelak
sambil menggerakkan keua tangannya menangkis dan balas
menyerang. terjadilag serang menyerang yang seru dan
sedemikain cepatnya sehingga hanya mereka yang memiliki ilmu
tinggi saja dapat megikuti semua gerakan kedua orang itu. Ci
Kong dan Lian Hong, juga Ceng Hiang, dan tentu saja Thio Ki,
mengikuti jalannya petandingan itu dengan penuh perhatian. hati
mereka terasa tegang karena memang perkelahian di atas
panggung itu hebat sekalim berbeda sama sekali dengan ketika
Song Kim melawan lawan-lawan yang tadi. Ilmu silat Kui Eng
sungguh tak boleh dipandang ringan, karena selain telah mewarisi
ilmu-ilmu dari Tee-tok, juga wanita ini telah mendapatkan banyak
pengalaman ketika ia aktip dalam perjuangan melawan
pemerintah. Dengan ginkangnya yang memang luar biasa, Kui Eng berusaha
mendesak lawannya. Ia mengeluarkan jurus-jurus pilihan dari
Ilmu Silat Cui-beng Sin-kun yang dipelajarinya dari Tee-tok. Ilmu
silat ini merupakan ilmu silat andalan dari Tee-tok, gerakan-gerakannya amat dahsyat dan dimainkan
mengandalkan kecepatan kilat disertai tenaga sinkang yang
khusus dilatih untuk Ilmu Silat Cui-beng Sin-kun (Silat Sakti
Pengejar Nyawa). Namun, biar dia tidak pernah mendapat
kesempatan mempelajari ilmu simpanan dari Tee-tok itu, Song
Kim selalu dapat menghindarkan diri dengan elakan dan
tangkisan. Harus diakuinya biarpun ia sudah menggembleng diri
secara hebat selama ini, namun untuk dapat mengimbangi
kecepatan dan keringanan tubuh
342 Kui Eng, dia masih kalah setingkat. Namun, kekalahan dalam hal
ginkang ini tertutup oleh kelengkapan ilmu silatnya yang beraneka
ragam dan terutama tenaga sinkangnya yang lebih kuat daripada
Kui Eng. Karena itu, semua serangan Kui Eng yang betapapun
cepatnya, semua kandas oleh elakan danntangkisannya, bahkan
ketika Song Kim mulai merobah-robah ilmu silatnya yang anehaneh dan serba tinggi, Kui Eng mulai terdesak. Wanita ini
mengerahkan semua tenaga danmengeluarkan semua jurus
simpanan, namun tetap saja ia sukar dapat membendung
datangnya serangan yang serba aneh dan lihai itu.
"Lee Song Kim, lihat tongkatku !" tiba-tiba Kui Eng membentak
dan nampak sinar hitam berkelebat dan tahu-tahu ia telah
mengeluarkan sebatang tongkat seperti sepotong ranting saja
yang panjangnya kurang lebih tiga kaki, dan begitunia
menggerakkan ranting hitam ini, terdengar bunyi suara mengaung
dan Song Kim terkejut. Namun dia segera dapat menguasai
dirinya dan mengelak ke sana sini, bahkan berusaha menangkap
tongkat itu dengan tangannya yang kebal. Dia tentu saja sudah
tahu bahwa keistimewaan Tee-tok adalah ilmu tongkat hitam yang
disebut Cui-beng Hek-pang (Tongkat Hitam Pengejar Nyawa) dan
agaknya dalam keadaan terdesak, Kui Eng kini mempergunakan
ilmu tongkat itu. Namun, Song Kim tidak menjadi gentar. Selama
ini dia telah banyak mempelajari ilmu tongkat bahkan berhasil
mempelajari ilmu tongkat dari Siauw-lim-pai yang terkenal
tangguh, maka melihat permainan Kui Eng, diapun tahu bahwa
ilmu yang dimainkan oleh Kui Eng mempergunakan sebatang
ranting hitam itu adalah gabungan dari ilmu pedang dan ilmu
tongkat pendek. Dan dengan tenang diapun menghadapi
serangan lawan dengan kedua tangan kosong saja ! Biarpun
343 dinpinggangnya terselip sepasang belati dan di punggungnya
tergantung sebatang pedang, namun dia sengaja menghadapi
Seruling Gading 11 Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo Medali Wasiat 16
^