Pencarian

Pemberontakan Taipeng 6

Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo Bagian 6


lawan bersenjata ini dengan tangan kosong. Selain dia tidak ingin
melukai wanita yang pernah dicintanya ini, juga dalam
kesempatan ini dia dapat memamerkan kelihaiannya !
Dan memang dia hebat sekali. Ci Kong sampai bengong
menonton perkelahian itu. Dia tahu betapa lihainya tongkat di
tangan Kui Eng, namun tenyata Song Kim mampu menghadapin
Kui Eng dengan tangan kosong saja dan sama sekali tidak
nampak terancam atau terdesak ! Diam-diam dia membuat
ukuran dan harus diakuinya bahwa dia sendiripun belum tentu
akan mampu mengalahkan Song Kim dalam keadaannya sepeti
sekarang ini. Laki-laki itu ternyata telah menggembleng diri dan
memperoleh kemajuan yang hebat sekali, bahkan jauh lebih lihai
dibandingkan dengan mendiang Hai-tok sendiri.
Apa yang dikhawaturkan Ci Kong menjadi kenyataan. Belum
sampai tiga puluh jurus sejak Kui Eng mempergunakan
tongkatnya menghadapi Song Kim, tiba-tiba Song Kim
mengeluarkan bentakan nyaring, tangan kanan mencengkeram
ke arah leher wanita itu, disusul tangan kiri merampas tongkat dan
kaki kanan menendang ke arah perut. Hebat bukan main
serangan ini, dilakukan dengan cepat dan dengan tenaga sinkang
yang kuat. Kui Eng terkejut. Kalau ia menghindarkan diri dari
serangan cengkeraman dan tendangan yang beruntun,
tongkatnya akan terampas. Kalau dipertahankannya tongkatnya,
ia mungkin akan terkena oleh satu di antara serangan itu. Akan
tetapi untuk melepaskan tongkatnya, merupakan pantangan
baginya. Terampas senjata tongkat yang diandalkannya sama
344 saja dengan menyerah kalah ! Maka, ia mengelak dengan
menarik tongkatnya ke belakang, tangan kirinya menangkis
cengkeraman, dan agar jangan sampai terkena tendangan,
terpaksa ia menyambut tendangan itu dengan kakinya pula.
"Desss ...... !" Akibat adu tendangan ini, tubuh Kui Eng terlempar
keluar dari atas panggung dan hanya dengan ginkangnya yang
istimewa ini dapat berjungkir balik membuat salto sampai tiga kali
maka ia tidak sampai terbanting dan dapat turun dengan kaki lebih
dulu ke bawah panggung ! terdengar sorak sorai menyambut
kemenangan Song Kim ini. Kui Eng merasa penasaran dan hendak meloncat naik lagi, akan
tetapi tiba-tiba suaminya sudah ada di dekatnya, menggandengnya dan mengajaknya kembali duduk ke tempat
semula. Lee Song Kim merasa gembira akan kemenangan itu, apalagi
ketika melihat betapa makin banyak di antara tamu yang ikut
menyambut kemenangannya. Biarpun demikian, dia melihat
betapa banyak pula pendekar yang memandang kepadanya
dengan alis berkerut. Juga Ceng Hiang berbisik- bisik dengan
para panglima, lalu bangkit bersama suaminya.
"Karena pesta telah bubar dan kami tidak banyak waktu untuk
menonton pameran kepandaian dan petandingan, kami akan
pulang lebih dahulu," katanya sambil menjura kepada Lee Song
Kim. Tuan rumah ini hanya tersenyum dan membalas dengan
ucapan terima kasih. Perbuatan Ceng Hiang dan suaminya ini
diturut oleh panglima lainnya, juga para pendekar yang tidak suka
melihat kecongkakan Lee Song Kim, kini bangkit dan berpamit.
345 Tak ketinggalan pula Ci Kong, Lian Hong, Kui Eng, Thio Ki, dan
banyak lagi pendekar yang tidak mau mengakui orang seperti Lee
Song Kim menjadi pemimpin kaum persilatan.
Akan tetapi yang masih tinggal di situ cukup banyak, lebih dari
dua ratus orang tamu ! Mereka ini adalah orang-orang yang
termasuk golongan hitam. Mereka sudah lama haus akan
pimpinan seorang datuk yang lihai, semenjak mundurnya Empat
Racun Dunia dari dunia persilatan. Mereka kini melihat sepak
terjang Lee Song Kim, melihat betapa mudahnya Song Kim
mengalahkan beberapa orang pendekar, bahkan telah
mengalahkan pula pendekar Ciu Kui Eng yang terkenal amat lihai
sebahai murid Tee-tok, mengalahkan dengan mudah pula,
menghadapi pendekar wanita itu yang memegang senjata tongkat
andalannya dengan tangan kosong saja. Timbullah kekaguman
dan harapan dalam hati golongan hitam untuk mengangkat Thianhe Te-it Bu-hiap itu sebagai pengganti para datuk, menjadi
pemimpin dari kaum sesat sehingga golongan mereka akan
menjadi jaya kembali. Melihat ini, Lee Song Kim kembali mengeluarkan Giok- liong-kiam
dari balik jubahnya. "Saudara-saudara, kalau kalian benar
mengakui aku sebagai Thian-he Te-it Bu-hiap dan menjadi
bengcu yang akan memimpin kalian, maka kalian harus
memandang Giok-liong-kiam ini sebagai lambang kedudukanku,
dan menghormati Giok-liong-kiam seperti menghormati diriku
sendiri. Apakah kalian setuju ?"
Dengan suara gemuruh, semua orang yang hadir di situ berseru,
"Setujuu !!" 346 "Kalau kalian setuju, mulai sekarang, setiap kali Giok- liong-kiam
ini nampak, kalian harus memberi hormat dengan berlutut !" kata
pula Song Kim. "Siapa yang tidak setuju, boleh pergi dari sini atau
boleh menentangku dan naik ke panggung ini. Yang setuju agar
cepat berlutut, dan aku akan memimpin kalian membangkitkan
kembali golongan kita seperti yang belum pernah terjadi selama
ini!" Seratus orang lebih itu lalu menjatuhkan diri berlutut, menghadap
kepada Lee Song Kim, yang mengangkat Giok-liong-kiam tinggitinggi di atas kepalanya. Melihat ini, Song Kim tersenyum
gembira. Tercapailah apa yang diidam-idamkannya. Dia telah
diakui menjadi Thian-he Te-it Bu-hiap, bahkan diakui pula sebagai
bengcu, Biarpun masih ada para pendekar yang tidak atau belum
mengakuinya, namun dia tadi telah memperlihatkan
kepandaiannya dan buktinya tida ada lagi pendekar yang berani
menentangnya. Andaikata kelak dia menghadapi tantangan
mereka, dengan anak buah yang demikian banyak, dengan para
tokoh golongan hitam di belakangnya, dia akan membasmi
mereka semua ! Pada sat itu, melihat orang-orang yang
berkepandaian tinggi dari golongan hitam menjatuhkan diri
berlutut kepadanya, dia merasa seperti menjadi seorang raja
besar yang menerima kehormatan dari semua anak buahnya !
DENGAN hati penuh kebanggaan Song Kim menyompan kembali
Giok-liong-kiam dengan hati-hati ke dalam jubahnya.
Benda itu junu merupakan lambang kekuasaannya dan dia harus
menjaganya dengan hati-hati. "Bangkitlah kalian dan duduklah
kembali. Kita lanjutkan pesta ini sampai semalam suntuk." Semua
orang bangkit dan bersorak kegirangan, apalagi ketika Song Kim
347 memerintahkan para anggauta Ang- hong-pai untuk melayani
para tamu, juga mengeluarkan gadis- gadis penyanyi dan
penghibur sehingga suasana pesta berbeda dari tadi. Kini pesta
itu penuh kegembiraan di mana beberapa orang tamu yang sudah
mabok tidak mali-malu untuk menggoda anggauta Ang-hong-pai
yang masih muda-muda dan berparas lumayan itu. Para tamu dari
golongan sesat itu rata-rata adalah golongan kasar dan menjadi
hamba dari nafsu mereka sendiri, golongan yang suka mengejar
kesenangan melalui cara apapun juga.
"Aih, kenapa engkau mencegah aku melanjutkan pertandingan itu
" Biar dia memang lihai sekali, akan tetapi aku tidak takut dan aku
belum roboh !" Kui Eng menegur suaminya ketika mereka berada
di kaki bukit bersama Ci Kong dan Lian Hong.
"Thio-pangcu benar," kata Ci Kong kepada Kui Eng. "Dia sengaja
hendak menimbulkan kesan dan memamerkan kepandaiannya.
tidak baik kalau tadi kita berkeras karena pertandingan yang
diadakan hanya untuk menguji kepandaian saja, bukan untuk
berkelahi mati-matian. jugaa, di sana terdapat banyak panglima
dan pembesar, dan kulihat Song Kim mempunyai banyak sekali
anak buah. bahkan sebagian besar para tamu adalah golongan
sesat yang berpihak kepadanya."
"Akan tetapi, sudah gatal-gatal pula tanganku hendak menghajar
jahanam sombong itu !" kaya pula Lian Hong yang sama keras
jatinya dengan Kui Eng. 348 "Apakah kita harus pergi begitu saja membiarkan dia menjadi
bengcu dan menjadi seorang yang berani berjuluk Thian-he Te-it
Bu-hiap?" Ditegur oleh isterinya, Ci Kong tersenyum. Dia mengenal watak
isterinya yang keras dan membenci kejahatan, juga mengenal
watak Ciu Kui Eng yang kini menjadi isteri Thio Ki, pangcu (ketua)
dari Kang-sim-pang itu. "Tentang dia mengangkat diri menjadi Thian-he Te-it Bu-hiap, dan
menjadi bengcu, biarkanlah saja. Dia boleh berjuluk apa saja, hal
itu setiap orang mempunyai kebebasan, dan semakin tinggi dia
menggunakan julukan, semakin nyeri kalau dia jatuh kelak. Juga
dia boleh saja menjadi bengcu, karena hanya merupakan bengcu
dari golongan hitam, bukan dalam arti kata pemimpin takyat yang
sebenarnya. Akan tetapi ada dua hal yang tidak boleh dibiarkan
begitu saja. Pertama, dia telah menguasai Giok-liong-kiam ...... "
"Hemm, bukankah pedang pusaka itu dulu milik kalian ?" Kui Eng
bertanya. "Benar sejak dahulu pedang itu milik kami dan berada pada kami.
Akan tetapi, pada suatu hari muncul Ong Siu Coan, beberapa
tahun yang lalu. Dia meminjam pedang pusaka itu dan diberikan
oleh suamiku," kata Lian Hong, kini merasa menyesal mengapa
pedang pusaka itu dipinjamkan kepada Ong Siu Coan.
"Kalianpun mengerti mengapa aku memberikan pedang itu
kepadanya ketika dia meminjamnya," kata Ci Kong kepada Thio
Ki dan Kui Eng. 349 "Ketika itu, dia bercita-cita untuk berjuang menumbangkan
kekuasaan Pemerintah Mancu. Bukan hanya pedang pusaka
Giok-liong-kiam kami pinjamkan untuk menarik bantuan para
pendekar, bahkan kita semua juga ikut pula menyumbangkan
tenaga, bukan" Baru setelah kita melihat penyelewengan
pasukan Tai Peng, yang dibiarkan saja oleh Ong Siu Coan yang
mulai menjadi gila kekuasaan, kita mengundurkan diri. Pedang itu
masih ada padanya. Maka, sungguh mengherankan bagaimana
Giok-liong-kiam dapat berada di tangan Lee Song Kim !"
"Dia mengatakan bahwa yang berada di tangan Ong Siu Coan itu
palsu ! Agaknya yang berada di tangannya itulah yang palsu,"
kata Thio Ki. Ci Kong menggeleng kepala. "Tidak, keduanya salah. Yang
berada di tangan Ong Siu Coan jelas yang aseli karena dia
menerimanya dari kami sendiri. dan yang berada di tangan Song
Kim tadipun bukan palsu !"
"Kalau begitu dia telah mencurinya dari Ong Siu Coan !" kata Kui
Eng. "Kurasa bukan begitu," kata Lian Hong. "Lebih banyak
kemungkinannya bahwa Song Kim diberi pinjam oleh Ong Siu
Coan ...... " "Mana mungkin" Bukankah antara Song Kim dan Kiki, bekas
sumoinya itu, terdapat permusuhan?" Kui Eng membantah.
350 "Siapa tahu apa yang telah terjadi antara mereka" Mereka adalah
orang-orang jahat dan tidak akan mengherankan kalau terjadi
kerja sama antara Ong Siu Coan dan Lee Song Kim." jawab Lian
Hong. "Bagaimanpun juga, kita harus merampas kembali Giok-liongkiam. Selain itu, ada satu hal lagi yang harus kuselesaikan.
Jelaslah kini bahwa orang she Lee yang melakukan pembunuhan
atas diri orang-orang Kun-lun-pai dan Siauw-lim-pai, yang
melakukan hal itu untuk mengadu domba antara kedua
perkumpulan persilatan besar itu, bukan lain adalah Lee Song
Kim. Aku tidak dapat membiarkan saja kejahatannya itu"
"Kalau begitu kalian hendak menentangnya" Kami akan
membantu kalian !" kata Kui Eng penuh semangat.
Suaminya mengangguk, setuju dengan pernyataan isterinya.
Ci Kong menarik napas panjang. "Terima kasih atas kebaikan hati
kalian. Kalian adalah sahabat-sahabat baik kami sejak dahulu !
Akan tetapi kita harus berhati-hati sekali. Lee Song Kim sekarang
bukanlah yang dahulu. Dia telah memiliki ilmu silat yang tinggi dan
beraneka ragam. Melihat perkelahian tadi saja, aku sendiri
meragukan apakah akan mampu menandinginya."
"Aku tidak takut !" Lian Hong penasaran. "Kalau kita maju berdua,
apalagi berempat, tentu dia akan mampus !"
"Kita tidak boleh sembrono menurutkan perasaan marah," kata
pula Ci Kong. "Ingat bahwa dia mempunyai banyak anak buah,
dan aku melihat Theng Ci di sana. Dan mengingat bahwa Theng
351 Ci adalah tokoh besar Ang-hong-pai, melihat pula gerak-gerik
para pelayan wanita yang gesit-gesit, maka aku menduga bahwa
merekapun adalah para anggauta Ang-hong- pai. Agaknya Song
Kim telah bekerja sama dengan Ang-hong-pai, atau kalau melihat
sikapnya, boleh jadi dia telah menguasai Ang-hong-pai Dan para
anggauta itu menjadi anak buahnya. Nah, sekarang dia dibantu
lagi oleh banyak orang sesat yang lihai, bagaimana kita boleh
sembarangan saja " Kita harus menanti saat yang baik, untuk
merampas kembali Giok- liong-kiam dan kalau mungkin
membasminya." Mereka lalu berunding dan mengatur siasat, akan tetapi belum
juga mendapatkan cara terbaik untuk menyerbu tempat tinggal
sementara Lee Song Kim yang penuh dengan orang- orang
golongan hitam itu. Mereka dapat menduga bahwa tempat itu
hanya merupakan tempat sementara saja dan mereka belum tahu
di mana letaknya sarang yang sesungguhnya dari Lee Song Kim.
Selagi mereka berunding nampak bayangan berkelebat. Empat
orang pendekar itu berloncatan, siap siaga menghadapi musuh.
Akan tetapi ternyata yang muncul adalah seorang wanita yang
cantik sekali dan berpakaian mewah. Wanita yang sudah mereka kenal baik karena ia adalah Ceng
Hiang, puteri pangeran yang menjadi isteri Yu Kiang itu.
Mereka merasa lega dan gembira. Biarpun ia keluarga


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bangsawan tinggi yang tinggal di kota raja, namun Ceng Hiang
merupakan seorang kenalan lama yang mereka kagumi. Ceng
Hiang ini merupakan satu-satunya orang yang mewarisi beberapa
macam ilmu keluarga Pulau Es yang mereka kenal, dan di luar
pengetahuan mereka, ayah wanita inipun telah menemukan kitab
peninggalan Tat Mo Couwsu yang kemudian dipelajari dan dilatih
352 oleh Ceng Hiang, yaitu kitab yang berisikan Ilmu Pek-seng Sinpouw (Langkah Ajaib Seratus Bintang).
"Ah, kiranya kalian sedang berbincang-bincang di sini !" kata Ceng
Hiang. "Pantas aku menanti kalian di bawah sana tetap juga belum
muncul. Agaknya urusan amat penting yang kalian bicarakan di
sini !" Ci Kong dan lain-lain saling pandang dan melalui pandang mata,
mereka mufakat untuk membuka rahasia mereka kepada wanita
yang mereka hormati ini. "Kami sedang bicara tentang jahanam Lee Song Kim itu !" kata
Lian Hong. "Tentang pedang Giok-liong-kiam yang berada di tangannya ?"
tanya Ceng Hiang dan kini ci Kong yang menjawab.
"Bukan hanya tentang pedang itu, akan tetapi juga tentang
perbuatannya membunuh orang-orang Kun-lun-pai dan Siauwlim-pai untuk mengadu domba. Kami sedang mencari siasat untuk
dapat menyerbu ke tempatnya, merampas kembali pedang dan
membasmi manusia jahat itu."
"Aih, kalau begitu sungguh kebetulan sekali !" Ceng Hiang berseru
gembira sambil duduk di atas akar pohon yang menonjol di atas
tanah. "Mari kita duduk dan berunding. Aku memang mencari
kalian untuk minta bantuan kalian menghadapi Lee Song Kim !"
353 "Ehhh ?" Kui Eng berseru. "Apa maksudmu?"
"Duduklah, dan dengarkan rencana kami." semua orang duduk
dan memandang wajah yang cantik jelita itu ketika Ceng Hiang
mulai bercerita. "Tadi ketika meninggalkan tempat pesta, aku dan suamiku
mengajak para panglima berunding dan kami bersepakat untuk
mencurigai Lee Song Kim sebagai sekutu Tai Peng. Aku sudah
mendengar bahwa Giok-liong-kiam terjatuh ke tangan Ong Siu
Coan, dan kini melihat kenyataan bahwa pedang pusaka itu
berada di tangan Lee Song Kim, maka kami merasa yakin bahwa
dia tentu bersekongkol dengan Ong Siu Coan. Agaknya orang gila
itu menugaskan Lee Song Kim untuk menarik para tokoh dunia
persilatan agarndapat membantu gerakan Tai Peng yang kini
macet sampai di selatan Sungai Yang-ce-kiang saja setelah
ditinggalkan oleh para pendekar yang pernah membantunya."
Sampai di sini, Ceng Hiang memandang kepada mereka dan
empat orang pendekar itu merasa tidak enak. Bagaimanapun
juga, mereka pernah juga membantu Ong Siu Coan dan ucapan
Ceng Hiang itu seperti menyindir mereka.
"Aku tahu bahwa para pendekar telah tertipu oleh Ong Siu Coan,"
sambung Ceng Hiang yang agaknya mengerti akan isi hati
mereka. "Dan karena ditinggal oleh para pendekar, Ong Siu Coan agaknya
hendak mengumpulkan kekuatan dengan perantaraan Lee Song
Kim." 354 Thio Ki mengangguk-angguk. "Agaknya dugaan itu memang
memiliki kemungkinan besar sekali." Yang lain-lain juga mengangguk. "Lalu apa maksudnya bantuan kami dibutuhkan?" tanya Ci Kong
meragu. "Kami telah bersepakat dengan para panglima bahwa Lee Song
Kim harus dibasmi, agar kekuatan Tai Peng tidak bangkit kembali.
Malam ini kami akan menyerbu dengan menggunakan pasukan
besar, dan kuharap kalian suka membantu kami, mengingat
betapa lihainya Lee Song Kim dan dia mempunyai banyak
pembantu yang berilmu tinggi."
"Akan tetapi ...... bagaimana mungkin kami harus membantu
pasukan pemerintah ...... ?" Kui Eng berseru.
"Maaf, engkau tentu mengerti kedudukan kami," katanya sambil
memandang kepada puteri yang cantik itu.
Cheng Hiang tersenyum manis. "Engkaupun tentu tahu pula
bagaimana pandanganku tentang penjajahan dan perjuangan
rakyat yang gagah, kalau tidak begitu, bagaimana kita dapat
menjadi sahabat" Akan tetapi, aku bukan minta kalian untuk
membantu pasukan pemerintah, melainkan untuk bekerja sama
karena bukankah kita mempunyai kepentingan masing-masing"
Kalian hendak merampas kembali Giok-liong-kiam dan
membasmi orang jahat, sedangkan pasukan pemerintah hendak
melumpuhkan Tai Peng yang kalian juga tahu bukan merupakan
pasukan pejuang rakyat yang bersih. Nah, dua kepentingan yang
355 berbeda ini, apa salahnya kalau mendekatkan kedua pihak untuk
menghadapi lawan yang tangguh?"
Empat orang itu saling pandang, kemudian Ci Kong yang
mengangguk. "Kurasa ada benarnya pendapat itu. Kalau kita bergerak bersama
pasukan pemerintah menyerbu malam ini, bukan berarti kita
membantu pasukan pemerintah, melainkan kita menghadapi Lee
Song Kim. Kita tidak bekerja sama melainkan kebetulan saja
mempunyai kepentingan masing-masing untuk menentang Lee
Song Kim. Aku setuju, terserah kepada yang lain."
Lian Hong, Kui Eng, dan Thio Ki akhirnya menyetujui juga. Mereka
tadi sedang kebingungan, belum mendapatkan siasat yang tepat
untuk menghadapi Lee Song Kim dan anak buahnya yang
banyak, dan kini tiba-tiba saja mereka seperti mendapat bantuan
yang amat kuat, yaitu pasukan besar tentara, bahkan tentu saja
dibantu oleh Ceng Hiang yang mereka tahu amat lihai ilmu
silatnya ! "Akan tetapi kenapa harus malam nanti" Tidakkah lebih baik
sekarang saja kita menyerbu?" Kui Eng mengajukan usul.
"Para pnglima kini sedang mempersiapkan pasukan. Tanpa
pasukan, kita kalah kuat karena menurut penyelidikan yang
kusuruh lakukan, sekarang ini sisa para tamu, lebih dari seratus
orang, masih berada di sana dan mereka itu adalah golongan
hitam yang telah setuju mengangkat orang she Lee itu menjadi
pemimpin mereka." 356 Terpaksa Kui Eng dan yang lain-lain bersabar, dengan kekuatan
mereka saja, biar ditambah oleh Ceng Hiang sekalipun, mana
mungkin menghadapi Lee Song Kim yang sudah mempunyai
anak buah yang kuat, kini ditambah lagi orang-orang golongan
hitam yang seratus orang lebih jumlahnya"
"Mengingat akan kekuatan pihak lawan, kami akan mengerahkan
sedikitnya lima ratus orang. Pasukan itu akan menyerbu,
sedangkan kita akan menghadapi Lee Song Kim bersama para
pembantunya," kata pula Ceng Hiang. "Nah, sekarang aku harus
kembali dulu untuk membantu para panglima mengatur pasukan,
dan mengabarkan bahwa kalian sudah siap untuk membantu ......
" "Eh ...... nyonya Yu, maafkan," kata Ci Kong. "Harap jangan
katakan apa-apa kepada para penglima. Kami akan menentang
Lee Song Kim, akan tetapi bukan berarti membantu pasukan
Ceng, maka biarlah kami bersiap-siap di dekat sarang musuh dan
menanti tibanya penyerbuan, baru kami akan bertindak."
Ceng Hiang tersenyum dan mengangguk-angguk. "Kalian tidak
mau dikatakan membantu pasukan pemerintah. Aku mengerti dan
baiklah. Sampai jumpa malam nanti, di tempat pertempuran."
Wanita cantik itu lalu berkelebat dan lenyap di antara pohonpohon.
Setelah Ceng Hiang pergi, dua pasang suami isteri itu lalu
mendaki bukit dan menyusup-nyusup di antara semak-semak
belukar dan pohon-pohon agar jangan sampai kelihatan dari atas.
357 "Harap ingat baik-baik, kita sama sekali tidak boleh membantu
perajurit pasukan kerajaan Ceng, dan kita hanya menyerang
Song Kim dan mereka yang membantunya, berusaha merampas
kembali Giok-liong-kiam dan kalau dapat membunuh orang jahat
itu. Sebelum dia mati, tentu ada saja ulahnya untuk
mendatangkan kekacauan di dunia ini," pesan Ci Kong kepada
yang lain. Setelah tiba di luar perkampungan itu, mereka bersembunyi
sambil mengintai, menanti sampai pasukan pemerintah datang
menyerbu. Sampai lama mereka menanti, dan setelah cuaca
menjadi gelap benar, pendengarn mereka yang tajam mulai
menangkap pergerakan dari bawah bukit. Gerakan itu datang dari
empat penjuru dan diam-diam mereka merasa girang. Sekali ini
Lee Song Kim pasti tidak akan dapat lolos lagi karena tempat itu
telah dikepung dari empat penjuru oleh pasukan yang amat besar
jumlahnya, sedikitnya lima ratus orang menurut pemberitahuan
Ceng Hiang tadi. Mereka menanti dan makin mendekati pintu
gerbang karena mereka ingin cepat-cepat menyerbu dan mencari
Lee Song Kim. Dari luar pintu gerbang masih terdengar suara alat
musik mengiringi nyanyian suara gadis-gadis penyanyi, diseling
suara ketawa dan jerit-jerit kecil suara wanita, tanda bahwa pesta
itu mulai kasar dan banyak yang sudah mabok bersikap terlalu
bebas dengan para pelayan wanita. Mendengar jerit-jerit wanita
dan suara ketawa-ketawa itu, Lian Hong dan Kui Eng saling
pandang dengan muka merah dan mereka merasa semakin
marah kepada Lee Song Kim. Mereka tidak tahu bahwa
sebetulnya Lee Song Kim bukan orang sekasar itu, bahkan tidak
suka mabok-mabokan dan menggoda wanita di depan umum
seperti yang dilakukan para tamu yang kini menjadi anak buahnya
358 itu. Namun, dia hendak menyenangkan hati orang-orang itu, maka
diapun tidak melarang, hanya mengundurkan diri ke dalam
kamarnya dan membiarkan mereka bersenang-senang sesuka
hatinya semalam suntuk. Selagi dia duduk termenung, menikmati keberhasilannya hari itu,
tiba-tiba dia mendengar suara dari luar jendela kamarnya.
Jendela itu diketuk orang. Diam-diam dia terkejut. Kalau ada
orang mampu mendekati jendela kamarnya tanpa dia
mendengarnya sejak tadi, jelas bahwa orang itu memiliki ginkang
yang cukup hebat. Dia menghampiri jendela, akan tetapi
menahan diri untuk membuka daun jendela. Jangan- jangan
seorang musuh yang datang pikirnya.
"Siapa di luar jendela?" tanyanya perlahan.
Sejenak tidak ada jawaban, lalu terdengan suara yang parau
namun terdengar jelas dari dalam kamar, "Apakah Lee-kongcu
yang berada di dalam" Aku ingin bicara dengan Lee-kongcu,
penting sekali, karena Lee-kongcu berada dalam bahaya maut
Song Kim terkejut, akan tetapi dia lalu mengeluarkan suara
ketawa. "Hemmm, siapa engkau " Jangan mencoba untuk
menakut-nakuti aku ! Hayo jawab, siapa engkau ?"
"Aku she Lui, kongcu tidak mengenalku, akan tetapi aku
mengenalmu, Lee-kongcu. Aku adalah satu di antara tangan
kanan dan kepercayaan Sribaginda Raja Yang Mahabesar di
Nan-king." 359 "Tai peng ......?"" Song Kim bertanya heran dan kaget. Mau apa
orang Tai Peng malam-malam begini menyusup ke sini" Dia lalu
teringat akan Giok-liong-kiam dan otomatis tangannya meraba
benda pusaka yang berada di balik jubahnya itu. Tentu Ong Siu
Coan mengutus orang pandai untuk mencoba merampas kembali
pusaka itu, tentu mata-mata Tai Peng melihatnya dan kini Tai
Peng mulai bertindak. Akan tetapi dia tidak takut.
"Benar, kongcu. Aku she Lui adalah seorang perwira tinggi Tai
Peng yang memimpin pasukan mata-mata Tai Peng. Aku menjadi
utusan pribadi Sribaginda dan perlu sekali bicara denganmu,
sebelum terlambat. Biarkan aku masuk !"
"Hemm, takut apa?" Timbul kecongkakan hati Song Kim dan
diapun berkata. "Kalau engkau berkepandaian tentu dapat masuk
sendiri. Aku menanti di dalam kamar ini !"
Sunyi sejenak, kemudian terdengar suara tadi berkata.
"Baiklah, Lee-kongcu. Maafkan aku !" Tiba-tiba saja daun pintu itu
terdorong dari luar dengan amat mudah, tahu-tahu terbuka dan
sesosok bayangan berkelebat loncat ke dalam kamar. Begitu
bayangan itu tiba di tengah kamar, sebatang pedang sudah
menodong lambungnya dari samping. Orang itu sama sekali tidak
bergerak, juga tidak menoleh kepada Song Kim yang telah
menodongkan pedangnya itu, melainkan berkata, "Ah, aku datang
untuk menyelamatkan nyawa Lee- kongcu, akan tetapi malah
disambut dengan menodongkan pedang !"
Song Kim melihat orang itu masuk tanpa memegang senjata dan
tidak mencurigakan sama sekali, maka diapun menarik kembali
360 pedangnya. Akan tetapi dia belum menyarungkan pedangnya
ketika berkata, "Maaf, aku tidak mengenalmu dan engkau datang begini
mengejutkan dan tiba- tiba. Tentu saja aku menjadi curiga. "
Dia lalu menuding ke arah sebuah kursi dan orang itupun duduk
berhadapan dengan tuan rumah yang duduk pula di atas kursi.
Mereka berhadapan dan Song Kim melihat bahwa orang itu
usianya kurang lebih lima puluh tahun, tubuhnya tinggi kurus dan
sepasang matanya tajam bersinar-sinar, didahinya terdapat
bekas luka memanjang dan melintang.
"Nah, ceritakan, engkau she Lui dan menjadi utusan Sribaginda
Raja di Nan-king, Maksudmu utusan Ong Siu Coan pemimpin
balatentara Tai Peng ?"
"Benar, Lee-kongcu."
"Nah, katakan ada keperluan apa?"
"Kongcu, Sribaginda sendiri yang memerintahkan aku untuk cepat
menolong kongcu dan semua tamunya, akan tetapi dengan syarat
bahwa kalau kongcu dan para tamu dapat diselamatkan, terutama
kongcu sendiri, kongcu harus ikut dengan kami menghadap
Sribaginda Raja di Nan-king. Beliau ingin sekali bertemu dengan
Thian-he Te-it Bu-hiap yang menjadi bengcu baru !"
Song Kim tersenyum dan membayangkan wajah Ong Siu Coan.
Seorang yang hebat, dapat mengangkat diri sedemikian tingginya
361 sampai menjadi raja besar! Dan terbayang pula wajah Tang Ki
atau Kiki, sumoinya yang manis itu, dan senyumnya melebar.
"Akan tetapi sebelum aku menerima syarat itu, perlu aku
mengetahui lebih dahulu, bahaya apa yang mengancam diriku
dan bagaimana engkau akan dapat menyelamatkan aku?" Song
Kim masih tidak percaya dan mengira banwa tentu Ong Siu Coan


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hendak menipunya ! "Kongcu, tidak ada banyak waktu. Ketahuilah bahwa tempat ini
telah dikepung oleh pasukan pemerintah Mancu !"
"Apa ...... !" Song Kim meloncat dan mendekati jendela untuk
menjenguk keluar. "kami akan melawan .......
"Jangan tergesa-gesa, kongcu. Yang dikepung adalah bukit ini
dan sebanyak paling sedikit lima ratus orang perajurit mengepung
dari empat penjuru. Berapa banyaknya anak buah kongcu" Paling
banyak seratus orang lebih ! Bagaimana akan mampu menahan
serbuan ratusan, mungkin mendekati seribu orang pasukan yang
sudah terlatih perang" Dan jangan lupa, ada pendekar-pedekar
sakti yang ikut membantu, dan pasukan itu sendiri dipimpin oleh
Nyonya Yu Kiang yang sudah terkenal kelihaiannya !"
"Ceng Hiang ...... !"
"Benar, kongcu."
"Aku tidak percaya !" Akan tetapi tiba-tiba terdengar lapat- lapat
bunyi terompet dan wajah Song Kim berubah pucat.
362 "Nah, agaknya tidak banyak waktu pula untuk mengadakan
pemilihan, kongcu. Kalau kongcu menerima syarat itu, aku akan
mengerahkan pasukan mata-mata Tai Peng yang sudah siap
untuk membantu sampai kongcu dapat meloloskan diri, kalau
tidak, aku akan meninggalkan kongcu dan teman-teman dibasmi
oleh pasukan Mancu, Bagaimana?"
Memang tidak ada pilihan lain bagi Song Kim. Dia tahu benar.
Tentu saja dia merasa sungkan dan khawatir untuk dibawa
menghadap Ong Siu Coan yang kini telah menjadi seorang raja
besar, akan tetapi dia adalah seorang yang amat cerdik. Kalau
Ong Siu Coan sampai mau bersusah payah mengirim orangorangnya untuk menolongnya dari ancaman bahaya ini, tidak
mungkin raja itu mengandung niat jahat terhadap dirinya. Tidak
ada lain pilihan. "Baik. aku menerima syarat itu, lalu bagaimana sekarang"
Bagaimana engkau akan dapat menolongku?"
"Biarkan para tamu yang rata-rata memiliki kepandaian itu
mengadakan perlawanan dari dalam. Padamkan semua api dan
penerangan dan melakukan pertempuran dengan berpencar agar
kekuatan musuh yang lebih besar menjadi kacau. Ingat bahwa
kekuatan kamipun hanya seratus orang lebih pasukan kita
melawan musuh yang tiga empat kali lebih banyak. Kami akan
menyerang dari luar sehingga kita menjepit pasukan musuh.
Kongcu sendiri agar menyamar dan menyusup ke arah barat.
Dengan kepandaian kongcu, hal itu tidak akan sukar kalau saja
kongcu tidak dikenal. Di bawah bukit, kami akan menyiapkan kuda
untuk kongcu pakai. Ada apalagi yang ingin kongcu tanyakan?"
363 Suara pasukan musuh kini makin terdengar gemuruh dan
keadaan para tamu mulai panik karena merekapun mendengar
suara itu. "Tidak ada apa-apa lagi," kata Song Kim.
"Ingat, kalau kongcu melarikan diri lalu tidak memenuhi janji, pasti
Sribaginda tidak akan berhenti sebelum dapat menangkap
kongcu dan menjatuhkan hukuman !" Setelah berkata demikian,
orang tinggi kurus itu meloncat keluar jendela dan lenyap.
Daun pintu diketuk orang dari luar, Song Kim cepat membuka
daun pintu dan Theng Ci sudah berada di depan pintu bersama
beberapa orang pembantunya, yaitu Tiat-pi Kim- wan, Seng-jin
Sin-Touw, dan Sin-kiam Mo-li, juga beberapa orang tamu. mereka
nampak gelisah. "Kongcu, menurut penyelidikan kami, kita telah dikepung oleh
pasukan pemerintah Mancu yang jumlahnya besar sekali,
dikepung dari empat penjuru dan mereka kini sedang mendaki,
sudah sampai di lereng terakhir," kata Theng Ci.
Setelah daun pintu terbuka, nampak oleh Song Kim betapa
semua tamu sudah bangkit berdiri dengan wajah tegang, suara
musik dan nyanyian sudah terhenti.
Para gadis penyanyi berjongkok dan berkumpul dengan muka
pucat dan tubuh menggigil. Akan tetapi, para anggauta Ang-hongpai nampak tetap tenang dan tabah, demikian pula para tamu
walaupun wajah mereka membayangkan ketegangan.
364 Song Kim mengangguk. "Tenanglah, aku sudah tahu !" katanya dan diapun cepat keluar,
berdiri di atas meja menghadapi para tamunya dan anak buahnya.
"Pasukan pemerintah mengepung tempat ini. Jangan khawatir,
walaupun jumlah mereka lebih banyak, kita tidak perlu takut.
Bahkan kita akan memperlihatkan tindakan kita pertama kali sejak
kalian mengangkat aku menjadi bencu ! Kita tidak akan kalah,
karena kita akan dibantu oleh pasukan sahabat yang akan
bergerak dari luar. Kalau pertempuran sudah berlangsung,
selanjutnya kalian harap bergabung dengan pasukan pembantu
dan bersama mereka melawan pasukan Mancu. Dan kalian harus
mentaati siasat yang diperintahkan oleh komandan pasukan
pembantu. Sekarang, padamkan semua penerangan dan api,
kemudian menyebarlah. bersembunyi dan menyerang secara
tiba-tiba jika ada tentara musuh mendekat. Dengan demikian,
mereka tidak akan dapat melakukan penyerbuan terarah. Sudah
mengerti semua ?" Semua orang mengangguk. "Akan tetapi, dalam pertempuran
berpencaran, bagaimana kami dapat menghubungi kongcu?"
Theng Ci bertanya khawatir.
"Ikuti saja petunjuk komandan pasukan pembantu dan kita akan
bertemu lagi setelah lolos dari ancaman bahaya. Nah, lakukanlah
perintahku sekarang juga, mereka sudah dekat !"
Theng Ci dan para pembantu lainnya, juga para tamu, cepat
memadamkan api dan lampu penerangan, sedangkan Lee Song
Kim cepat lari ke dalam untuk mengumpulkan barang-barang
365 yang perlu dibawa. Akan tetapi karena tempat itu hanya
merupakan tempat sementara yang dipakainya untuk
mengadakan pertemuan, tidak banyak yang dibawanya. Pedang
Giok-liong-kiam disembunyikan di balik jubahnya yang kini ditutup
oleh jubah lain yang agak tua sehingga pakaiannya yang serba
indah tertutup. Juga dia menanggalkan hiasan rambut dari emas
permata, lalu mengikat rambutnya dengan pita biasa, bahkan
menyembunyikan sepasang belati dan pedangnya agar dia tidak
dikenal orang. Setelah itu, dia memadamkan lampu di dalam
rumah itu dan menyelinap keluar. Ternyata di luar sudah mulai
terjadi pertempuran ! Para perajurit Kerajaan Ceng menjadi
terkejut juga menghadapi penyambutan yang gigih itu. Karena
orang-orang yang mereka serbu itu berpencar dan tidak
bergerombol, bahkan menyerang mereka dari tempat-tempat
tersembunyi, pasukan itu terkejut dan banyak di antara mereka
yang menjadi korban serangan mendadak dari tempat
tersembunyi. Apalagi keadaan amat gelap sehingga sukarlah
mengenal mana kawan mana lawan.
Menghadapi perlawanan musuh, Ceng Hiang dan para panglima
segera memberi aba-aba kepada para perajurit yang berada di
belakang untuk menyalakan obor. Keadaan menjadi terang dan
kini mulailah terjadi pertempuran yang tidak seimbang. Segera
setiap orang dari golongan hitam yang menjadi anak buah Lee
Song Kim, dikepung oleh tiga empat orang dan terjadi perkelahian
mati-matian di bawah sinar ratusan buah obor.
Ci Kong, Lian Hong, Thio Ki dan Kui Eng tidak mempedulikan
pertempuran antara pasukan pemerintah melawan orang-orang
golongan hitam itu. Mereka tidak mau membantu, bahkan cepat
366 berloncatan masuk ke dalam perkampungan itu untuk mencari
Song Kim. Setelah mereka tiba di depan rumah, di taman mana
tadi diadakan pesta, rumah yang gelap, Ci Kong membentak, "Lee
Song Kim, keluarlah, dan kembalikan Giok-liong-kiam kepadaku
!" Sunyi saja di rumah yang gelap itu. Thio Ki menyambar sebatang
obor dari tangan seorang perajurit dan berkata, "Mari kita serbu !"
Dia berada di belakang membawa obor agar tidak diserang
secara mendadak dari dalam rumah. Ci Kong menendang daun
pintu depan dan mereka berempat menyerbu masuk. Akan tetapi,
rumah itu kosong. Mereka cepat mencari keluar, di antara mereka
yang berkelahi, namun tidak nampak bayangan Song Kim !
Sementara itu, pasukan pemerintah menjadi kacau ketika
mendadak mereka mengalami penyerbuan dari bawah puncak
bukit, dan pertempuran menjadi semakin seru.
"Ah, jahanam itu tidak ada lagi !" kata Ci Kong dengan heran,
penasaran dan juga kecewa. "Si licik pengecut itu tentu sudah
tahu akan bahaya dan telah melarikan diri," kata Lian Hong.
"Bedebah !" Kui Eng memaki dengan kecewa. Mereka berempat
masih terus berputar-putar mencari, sama sekali tidak mau
mencampuri pertempuran, akan tetapi seperti yang mereka
khawatirkan, sama sekali tidak nampak bayangan Lee Song Kim.
Ketika mereka melihat bahwa dari luar datang pasukan orangorang lihai menyerbu, dan biarpun mereka yang jumlahnya
kurang lebih seratus orang itu tidak berpakaian perajurit, dari cara
merela melakukan penyerangan dengan teratur menunjukkan
bahwa mereka adalah sebuah pasukan yang terlatih dan teratur.
367 "Hemm, agaknya mereka adalah pasukan mata-mata Tai Peng,"
kata Thio Ki dan yang lain menyetujui.
"Kita tidak perlu terlibat dalam pertempuran di antara mereka.
Mari kita pergi, turun bukit dan mencari jahanam she Lee itu," kata
Ci Kong. mereka lalu berlari turun gunung merobohkan siapa saja
yang mencoba untuk menghalangi mereka, baik perajurit Tai
Peng maupun perajurit pemerintah.
Akan tetapi, usaha mereka mencari Lee Song Kim sia-sia. Orang
itu sudah hilang entah ke mana, mereka sama sekali tidak
menduganya. Akan tetapi, Ci Kong mendekati kenyataan ketika
dia berkata kepada tiga orang lainnya.
"Sungguh aneh sekali munculnya pasukan Tai Peng itu. Mereka
membantu Lee Song Kim dan anak buahnya ! Agaknya dugaan
Ceng Hiang memang tepat. Lee Song Kim tentu telah
bersekongkol atau menjadi pembantu Ong Siu Coan yang
sengaja meminjamkan Giok-liong-kiam kepadanya untuk dapat
menarik tenaga bantuan golongan hitam yang memiliki ilmu silat
tinggi. Kalau begitu halnya, agaknya dia melarikan diri ke Nanking !"
"Wah, kalau dia sudah berada di istana raja baru itu, mana
mungkin kita dapat menyusulnya?" kata Thio Ki.
Ci Kong mengepal tinju. "Sungguh merupakan kebodohan besar
bagiku yang dulu percaya kepada Ong Siu Coan dan
menyerahkan Giok-liong-kiam untuk dipinjamnya. Bagaimanapun
368 juga, aku harus dapat merampas kembali pedang pusaka itu,
entah dengan cara bagaimana !"
"Kita tidak perlu datang ke sana, karena orang seperti dia berhati
palsu. Kalau kita datang berkunjung dan meminta kembali pedang
itu dari Ong Siu Coan, tentu kita akan ditangkap. Dan diistananya,
kita tidak akan mampu berbuat apapun," kata Lian Hong yang
merasa khawatir kalau-kalau suaminya akan nekat mengejar ke
Nan-king. "Aku mendengar bahwa kini terdapat gerakan baru dari rakyat
jelata yang menentang Kerajaan Tai Peng karena ternyata
pasukan-pasukan Tai Peng banyak menyengsarakan rakyat
dengan perbuatan mereka yang tiada ubahnya seperti para
perampok biasa." kata Kui Eng.
Ci Kong menarik napas panjang. "Sungguh menyedihkan sekali
nasib rakyat jelata. Sudah dihisap oleh pemerintah Mancu yang
menjajah, dirongrong dan diracun pula orang-orang kulit putih dari
barat, kini bahkan ditambah lagi dengan penindasan perampokperampok Tai Peng. Begitu banyaknya penindasan yang diderita
rakyat. Bangkit dan berjuangpun amatlah beratnya karena hanya
menghadapi tiga kekuatan yang besar dan menekan itu." thio ki
menarik napas panjang. "memang berat sekali. Kalau rakyat bangkit berarti ada empat
kekuatan yang saling serang, dan akibatnya, rakyat sendirilah
yang paling menderita. Orang kulit putih yang paling beruntung,
menjual senjata je kanan kiri, membiarkan bangsa kita terpecah
belah dan saling bunuh. Ah, kita hanya dapat mengharapkan
369 munculnya seorang pemimpin besar yang ditunjuk oleh Thian
untuk dapat membebaskan rakyat dari kesengsaraan yang
bertumpuk." Dengan hati kecewa dan menyesal empat orang itu akhirnya
saling berpisah, pulang ke tempat tinggal masing- masing setelah
berjanji untuk bertemu lagi kalau tiba saatnya di mana tenaga
mereka dapat disumbangkan untuk perjuangan membela rakyat.
Sementara itu pertempuran antara pasukan pemerintah Ceng
melawan pasukan Tai Peng yang kini bergabung dengan anak
buah Lee Song Kim, berlangsung dengan serunya. Biarpun para
pembantu Lee Song Kim rata-rata memiliki ilmu silat yang tinggi,
namun di pihak pasukan pemerintah terdapat Ceng Hiang yang
mengamuk bagaikan seekor naga betina, dan jumlah pasukan
pemerintah kurang lebih tiga empat kali lipat banyaknya, akhirnya
pasukan Tai Peng bersama golongan sesat terpaksa melarikan
diri meninggalkan lebih dari sepertiga bagian orang mereka yang
tewas dan terluka parah. Juga di pihak pasukan pemerintah
banyak korban jatuh dalam pertempuran hampir setengah malam
lamanya itu. Pasukan Tai Peng melarikan diri ke selatan dan
setelah tiba di perbatasan, pasukan Kerajaan Ceng yang
melakukan pengejaran terpaksa mundur kembali karena di
perbatasan terdapat penjagaan pasukan Tai Peng yang kuat.
Bagaikan seorang dusun yang baru pertama kali memasuki kota,
Sheila dan Han Le yang dikawal oleh Tang Ciangkun memasuki
istana di Nan-king itu. Sheila adalah seorang wanita kulit putih
yang tenu saja sudah sering melihat gedung-gedung mewah,
bahkan di waktu gadisnya ia tinggal di rumah orang tuanya yang
370 cukup mewah. Namun, begitu memasuki istana ini, ia takjub
bukan main. segala benda yang berada di dalam istana ini
demikian antik dan tentu berharga mahal sekali. Guci-guci bergambar yang kuno dan indah, tempat-tempat bunga
dan patung-patung dari batu kemala, dinding berukir dan ada pula
dari marmer berkembang mengkilap, cerrnin-cermin besar,
lukisan-lukisn kuno dan tulisan-tulisan sajak berpasangan yang
amat indah. Lantainya dari marmer yang dapat dipakai bercermin
saking mengkilapnya, gantungan kain- kain sutera beraneka
warna dan tirai-tirai yang halus menambah semaraknya ukiranukiran pada jendela, pintu, bahkan langit-langit.
Para pengawal yang berjaga di situpun mengenakan pakaian
seragam yang indah dan mewah, rata-rata memiliki tubuh tegap
dan wajah tampan, sedangkan di bagian dalam nampak pelayanpelayan wanita yang canti-cantik. Sungguh merupakan sebuah


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

istana besar yang megah, mewah dan indah.
Sheila dan Han Le harus menanti sampai beberapa lamanya di
ruangan tunggu untuk para tamu sebelum akhirnya mereka di
ijinkan masuk dikawal oleh Tang Ciangkun dan beberapa orang
pengawal istana mengiringkan mereka memasuki ruangan besar
di mana Sribaginda Kaisar dari kerajaan Sorga sudah menanti
mereka ! hal ini diumumkan oleh pengawal yang memberitahu
kepada mereka di kamar tunggu tadi. Kaisar dari Kerajaan Sorga
! Sheila tersenyum di dalam hatinya. Betapa sombongnya orang
yang pernah menjadi suheng mendiang suaminya itu.
Ketika mereka bertiga, dikawal oleh empat orang pengawal,
memasuki ruangan itu, Sheila merasa jantungnya berdebar
371 tegang. Bagaimana juga, suasana mewah gemerlapan di dalam
ruangan itu sungguh menegangkan dan amat berwibawa. Han Le
nampak gembira sekali, memandang ke kanan kiri penuh kagum.
Melihat betapa empat orang pengawal dan Tang Ciangkun
menjatuhkan diri berlutut begitu mereka melangkahi ambang
pintu, Sheila yang sudah mempelajari adat istiadat dan sopan
santun, cepat memegang tangan puteranya dan diajaknya
berlutut pula. Dengan suara sopan dan lantang, kepala pengawal
melapor kepada raja Tai Peng itu bahwa Tang Ciangkun datang
membawa dua orang tamu yang bernama Nyonya Gan Seng Bu
dan puteranya, Gan Han Le.
Sheila segera mengenal pria yang duduk setengah rebah di atas
kursi panjang berkasur dan berbantal itu. Dia mengenal Ong Siu
Coan, walaupun sudah belasan tahun berpisah dan kini Ong Siu
Coan telah menjadi seorang pria berusia empat puluhan tahun,
bertubuh tinggi besar dan gagah, mengenakan pakaian raja yang
gemerlapan, dan mukanya yang dulu licin kini dipenuhi cambang,
jenggot dan kumis sehingga berwibawa dan menakutkan
walaupun masih menarik dan tampan.
Mendengar laporan itu, Ong Siu Coan bangkit duduk dan dengan
alis berkerut memandang ke arah Sheila dengan penuh perhatian,
kemudian kepada Han Le hanya sekelebatan saja, dan
mengangguk, memberi isyarat dengan tangan dan empat orang
pengawal itupun mengundurkan diri, keluar dari ruangan itu dan
menutupkan daun pintu. Dua orang pengawal pribadi yang berdiri
di sudut ruangan itu, di belakang sang raja, diam saja tak bergerak
372 bagaikan patung, namun semua urat syaraf mereka siap siaga
untuk bergerak melindungi junjungan mereka.
"Tang Ciangkun, mendekatlah dan ajak mereka, lalu ceritakan
apa artinya semua ini," terdengar Ong Siu Coan berkata, dan
walaupun dia masih ingat kepada wanita kulit putih yang menjadi
isteri sutenya ini, namun dia merasa acuh saja. Dia merasa terlalu
tinggi untuk berurusan dengan segala macam wanita, walaupun
berkulit putih dan bermata biru sekalipun !
"Ampunkan hamba, Sribaginda. Hamba melihat ibu dan anak ini
tertawan oleh pasukan kita dan disangka menjadi mata-mata
orang asing kulit putih. Akan tetapi mereka mengaku sebagai
isteri dan putera mendiang pendekar pejuang Gan Seng Bu dan
karena hamba mengetahui bahwa mendiang pendekar itu berada
di bawah naungan kemuliaan paduka, maka hamba membawa
mereka untuk menghadap paduka. Terserah kebijaksanaan
paduka untuk memutuskan tentang diri mereka."
Hening sejenak dan Ong Siu Coan menatap ke arah wajah Sheila
yang sejak tadi menundukkan mukanya saja. Laporan Tang
Ciangkun dengan suara demikian merendah menambah
kewibawaan raja itu, mengingatkan Sheila bahwa yang berada di
depannya bukanlah seorang suheng dari mendiang suaminya
seperti dahulu lagi, melainkan seorang raja yang berkuasa dan ia
merasa menyesal telah datang ke sini karena merasa terasing
dan demikian rendah diri terhadap segala kebesaran ini.
"Hemm, aku ingat sekarang. Engkau isteri Seng Bu yang bernama
...... bernama ..... eh, siapa lagi aku lupa ...... "
373 "Nama saya Sheila, Sribaginda," kata Sheila merendah.
"Oya, Sheila ! Hemm, apakah tak pernah kubaca dalam Kitab Suci
nama wanita seperti itu" Hemm, ada Delila, hampir sama akan
tetapi berbeda. Dan ini anakmu" Anak Seng Bu?"
"Benar, Sribaginda. Dia ini anak hamba bernama Gan Han Le"
Kini Ong Siu Coan memandang kepada Han Le. "Gan Han Le"
Hemm anak muda, coba angkat mukamu agar aku dapat
melihatmu." "Baik, supek ...... "
"Henry ...... !" Sheila berseru lirih.
"Jangan menyebut seperti itu, beliau adalah Sribaginda Kaisar !
Sebut Sribaginda." Ong Siu Coan mengerutkan alisnya. Di dalam hatinya, dia suka
akan keberanian dan kejujuran anak itu, akan tetapi sebagai
seorang kaisar, dia harus memperlihatkan kewibawaannya.
"Gan Han Le, mukamu memang seperti muka Seng Bu, kecuali
matamu yang kebiruan. Sheila, setelah engkau menghadap kami,
apa yang kau kehendaki sekarang ini?"
Dalam keadaan seperti itu, ketika kaisar berkenan menawarkan
apa yang dikehendaki orang yang menghadapnya, tentu biasanya
orang-orang akan mengajukan permintaan-permintaan mereka.
Akan tetapi tidak demikian dengan Sheila.
374 "Ampun, Sribaginda. Bukan maksud hamba berdua anak hamba
untuk mengganggu paduka. Hamba berdua tidak mohon sesuatu,
dan hamba akan merasa berbahagia kalau anak hamba ini dapat
mempelajari ilmu di kotaraja ini, agar kelak dia dapat menjunjung
nama mendiang ayahnya sebagai seorang pendekar seperti
ayahnya." Ong Siu Coan tersenyum. Ketika berkata-kata, Sheila nampak
cantik menarik, kecantikan yang aneh. Dia sudah jemu dengan
kecantikan para selir dan dayang yang tidak sah karena Kiki tidak
mengijinkan dia memiliki isteri lain. Dan kecantikan wanita ini
memang luar biasa. Mata yang biru itu, rambut yang seperti
benang sutera emas ! Pada sat itu, muncullah seorang wanita dari pintu belakang.
Seorang wanita yang usianya sebaya dengan Sheila, hanya satu
dua tahun lebih tua, dan melihat pakaiannya yang demikian
mewah dan penuh dengan tanda kebesaran, dapat diduga bahwa
ia adalah sang permaisuri sendiri. Berbeda dengan para puteri
bangsawan yang kelihatan lemah lembut dan kalau melangkah
perlahan-lahan seperti langkah tarian yang diatur, wanita ini
melangkah dengan gerakan yang gesit tegap. Wajahnya manis,
dengan tahi lalat di pipi. Inilah Tang Ki atau yang lebih dikenal
dengan nama Kiki, puteri mendiang Hai-tok Tang Kok Bu, seorang
di antara empat datuk besar, yaitu Empat Racun Dunia. Kiki
adalah pembantu paling setia dari Ong Siu Coan ketika berjuang,
dan kemudian menjadi isterinya dan kini menjadi permaisuri dari
Kerajaan Sorga ! 375 Wanita itu memang Kiki, yang kini menjadi permaisuri. Akan
tetapi, sikapnya terhadap suaminya masih biasa saja, tidak
seperti sikap permaisuri terhadap raja. Tanpa banyak peraturan,
ia duduk di dekat suaminya di atas kursi panjang itu, tanpa
mengabaikan penghormatan Tang Ciangkun yag ditujukan
kepadanya. Ong Siu Coan juga bersikap biasa saja, bahan
tersenyum memperkenalkan Sheila kepada permaisurinya.
"Lihat, ia adalah isteri mendiang Gan Seng Bu ! Namanya Sheila
! Cantik, ya " cantik seperti Delila ! Tahukah engkau siapa Delila"
Wanita cantik jelita yang sudah meruntuhkan iman dan semangat
seorang laki-laki gagah perkasa seperti Samson ! Ha-ha-ha !"
Kiki cemberut. Sudah lama ia merasa jemu dan tidak suka kepara
pria yang menjadi suaminya dan menjadi raja ini. Suaminya ini
sekarang jarang mendekatinya, bahkan jarang memperhatikan
seolah-olah ia hanya satu di antara perabot kamar saja. Suaminya
mabok kemenangan dan mabok kedudukan, gila hormat dan
berambisi, Kini melihat betapa suaminya menaruh perhatian akan
kecantikan seorang wanita lain di depannya, tentu saja hatinya
menjadi panas. "Hemmm, mudah-mudahan ia tidak menjadi Delila baru dan
paduka Samsonnya !" kata Kiki dengan senyum mengejek.
Kalau tidak ada orang lain di situ, ia tidak pernah menyebut
paduka, hanya engkau biasa saja ! Suami isteri ini memang tidak
pernah merubah sikap terhadap masng-masing biarpun mereka
telah menjadi raja dan permaisurinya, kecuali di depan orang lain.
Ong Siu Coan memandang isterinya dengan mata terbelalak.
376 "Apa " Gilakah engkau " Aku bukan Samson, melainkan putera
Tuhan yang bungsu ! Engkau tahu bahwa aku adalah adik Yesus
yang lebih berkuasa daripada segala macam tokoh dan nabi
seperti Samson !" Kiki menarik napas panjang, merasa tidak ada gunanya dan
hanya akan memalukan saja berdebat soal yang kuno itu di depan
orang lain. Suaminya selalu bersikap sungguh-sungguh dan
marah-marah kalau sampai disangkal bahwa dia bukan putera
Tuhan, bukan adik Yesus. "Sudahlah, mau apa wanita ini datang ke sini ?" tanyanya sambil
lalu, jelas memandang rendah dan membayangkan sikap tidak
suka kepada Sheila. "Biar ia di sini menjadi dayang, dan anaknya diperbolehkan
belajar sastera dan silat agar kelak dapat menjadi seorang yang
tangguh dan berguna bagi kerajaan kita. Tang Ciangkun, bawalah
ibu dan anak ini dan serahkan kepada kepala bagian rumah
tangga, sampaikan perintahku agar Sheila diajari semua
pekerjaan agar ia dapat menjadi dayang dan pelayan dalam yang
baik, dan Gan Han Le ini serahkan kepada bagian pendidikan
agar dia dapat belajar surat dan silat."
Ketika Tang Ciangkun memberi hormat menerima perintah, raja
itu menambahkan, teringat bahwa tentu bukan tanpa pamrih
pembantunya yang setia dan baik ini datang menghadapkan ibu
dan anak itu kepadanya. "Oya, dan sebagai hadiah, engkau
kuangkat menjadi komandan pasukan penjaga tapal batas di
utara, menggantikan panglima yang akan kutarik kembali ke kota
377 raja dan kunaikkan pangkatmu menjadi panglima muda, Besok
akan kukirim surat keputusan dan pengangkatanku itu !" katanya
sambil melambaikan tangan mengusir mereka pergi dari
hadapannya. Tang Ciangkun tentu saja menjadi girang bukan main. Selama ini,
dia memperoleh kedudukan yang cukup tinggi, bukan hanya
karena ilmu silatnya yang cukup tangguh dan kesetiannya
membantu perjuangan Tai Peng sampai pemimpin itu menjadi
raja, juga karena dia masih bersamaan she (nama keturunan)
dengan permaisuri, walaupun tidak ada hubungan keluarga
apapun. Dan kini, mendadak dia menjadi seorang pamglima
muda, seorang jenderal, komandan pasukan penjaga tapal batas
utara ! Maka dia lalu menjatuhkan diri berlutut dan menghaturkan
terima kasih, lalu dengan wajah berseri mengundurkan diri
mengiringkan Sheila dan Han Le.
Akan tetapi, sikap Ong Siu Coan yang ramah dan manis terhadap
Sheila, yang memuji kecantikannya, telah mendatangkan
perasaan cemburu dan panas di dalam hati Kiki.
Diam-diam ia memerintahkan orang kepercayaannya untuk
mengusahakan agar Sheila jangan diberi tugas sebagai dayang
di dalam istana melayani keluarga raja, melainkan diberi tugas di
dapur dan di bagian belakang yang tidak mungkin wanita berkulit
putih itu memperlihatkan diri di depan kaisar. Tentu saja perintah
rahasia ini tidak ada yang berani membantah karena semua orang
tahu belaka betapa keras dan kejamnya tangan permaisuri itu. Hal
ini bahkan melegakan hati Sheila. Baginya, yang paling penting adalah kemajuan dan pendidikan
puteranya. setelah anaknya kehilangan gurunya, guru yang paling
378 baik di dunia ini pikirnya dengan hati duka, maka Henry perlu
mendapatkan pendidikan yang baik. Dia kelak harus menjadi
seorang yang pandai. Dirinya sendiri tidak dipikirkannya. Biar ia
dipekerjakan di dapur atau di kebun, bekerja berat sekalipun ia
tidak akan mengeluh asal saja puteranya memperoleh pendidikan
yang baik seperti yang diharapkan. Dan hal ini mungkin dilakukan
karena bantuan perwira Tang yang kini menjadi panglima muda
dengan kedudukan komandan di perbatasan. Tang Ciangkun itu
merasa gembira sekali dengan kenaikan pangkatnya, dan ketika
dia mengundurkan diri keluar dari ruangan di mana mereka
diterima raja tadi, dia mendengar Sheila mengeluh.
"Tang Ciangkun, aku merasa menyesal sekali telah ikut
bersamamu ke sini. Engkau melihat dan mendengar sendiri tadi,
kehadiranku bahkan mendatangkan suasana tidak enak saja
kepada Sribaginda dan Permaisuri. Aku sendiri tidak perduli akan
keadaan diriku, akan tetapi aku amat mengkhawatirkan keadaan
puteraku. Ciangkun, aku akan berterima kasih sekali kepadamu
kalau engkau suka membantu sehingga anakku akan dapat
belajar bun dan bu (sastera dan silat) seperti yang kami citakan."
Tang Ciangkun yang merasa gembira dan berterima kasih karena
ibu dan anak ini mendatangkan keuntungan besar dan kenaikan
pangkat kepadanya, segera berkata, "Baik, jangan khawatir,
toanio, Kebetulan sekali kepala pengawal istana adalah sahabat
baikku, Dia memiliki ilmu silat yang lebih tinggi dariku, dan dia
dapat mengajarkan ilmu silat kepada puteramu. Adapun tentang
pelajaran sastera, dia tentu akan bisa mendapatkan seorang guru
di antara para karyawan di istana ini."
379 Demikianlah, berkat bantuan Tang Ciangkun, kepala pengawal
yang bernama Giam Ci, mencarikan guru sastera dan dia sendiri
melatih ilmu silat kepada Han Le. Melihat ini, Sheila merasa lega
sekali, apalagi karena ia jarang atau hampir tidak pernah
diperintah ke bagian dalam istana berhadapan dengan raja dan
permaisuri seperti yang dikhawatirkan. Sudah satu bulan ia
berada di situ dan belum juga ia bertemu dengan raja dan
permaisuri. Akan tetapi, pada suatu hari, ia terkejut sekali ketika
ada petugas datang ke bagian belakang dan pengawal ini
menyampaikan perintah Raja bahwa ia diharuskan menghadap
sekarang juga ! Dengan hati gelisah dan jantung berdebar Sheila memasuki
ruangan di mana Raja Ong Siu Coan sudah menanti. Begitu
melihat Sheila, Ong Siu Coan bangkit dan menyuruh pengawal itu
mundur. Akan tetapi seperti biasa, dua orang pengawal pribadi
yang seperti patung itu tetap berdiri di sudut kamar.
"Aih, kenapa sejak berada di sini, sudah satu bulan aku tidak
pernah melihatmu" Aku sampai lupa bahwa engkau berada di sini


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

!" Sheila berlutut dan memberi hormat. "Hamba sibuk bekerja di
dapur selama ini." "Ah, engkau mana pantas bekerja di dapur?"
Dengan hati khawatir sekali Sheila berkata, "Akan tetapi hamba
sudah merasa suka sekali dengan pekerjaan hamba dan hamba
berterima kasih kepada paduka."
380 "Hemm, kalau begitu bolehlah. Akan tetapi sewktu-waktu kalau
kupanggil engkau harus datang. Aku butuh sekali
bantuanmu, Sheila." Kembali Sheila menahan jantungnya yang berdebar keras.
"Apakah yang dapat hamba lakukan untuk paduka, Sribaginda?"
"Aku ingin lebih mendalami isi Alkitab, dan karena bahasa
Inggrisku masih dangkal, amat sukar aku mengerti benar isinya.
Tejemahan yang ada dalam bahasa daerah juga tidak lengkap.
Kau bangkitlah dan duduklah di kursi di dekatku sini. Engkau
harus membantu aku memahami isi Alkitab."
Sheila tidak berani membantah, bangkit dan menghampiri kursi
lalu duduk tak jauh dari Ong Siu Coan yang sudah mengeluarkn
sebuah kitab, yaitu Alkitab yang sudah lusuh dan usang. Tiba-tiba
Sheila mendapat suatu kekuatan yang keluar dari dalam lubuk
hatinya. Raja ini seperti orang gila saja, menganggap dirinya
sebagai putera Allah dan sebagai adik Yesus. Jelaslah bahwa raja
ini mempelajari Alkitab dengan keliru dan menyeleweng daripada
kebenaran, Kalau hanya menterjemahkan dan mengajarkan isi
Alkitab saja, tanpa lebih dahulu mengubah pandangannya yang
menyeleweng tentang dirinya sendiri, kiranya tidak akan ada
gunanya. "Ampunkan hamba, Sribaginda. Sebelum mempelajari Alkitab,
hamba mohon bertanya, apakah paduka ini pemeluk Agama
Kristen?" 381 "Tentu saja ! Kau pikir bagaimana " Bukan saja beragama Kristen,
bahkan aku adalah utusan Tuhan untuk mengamankan dunia dan
mendatangkan berkah bagi manusia, aku adalah putera Tuhan
yang diturunkan terakhir, aku adik bungsu dari Yesus sendiri !
Karena itu aku harus mempelajari isi Alkitab dengan sempurna!"
Kata-kata yang kacau, pikir Sheila. Orang ini mabok dalam
kemenangan dan kemuliaan, memandang diri sendiri sedemikan
tingginya sehingga terdengar mengerikan !
"Akan tetapi, yang mulia Sribaginda. Umat Kristen dalam
kepercayaannya mendasarkan isi Alkitab. Bagaimana paduka
dapat mengharapkan agar semua orang percaya akan keadaan
paduka kalau tidak terdapat di dalam Alkitab?"
"Aha, ternyata engkau masih bodoh ! Tentu saja ada di dalam
Alkitab ! Nanti kuperlihatkan kepadamu, sejak dahulu sudah
terlihat tanda-tanda dan ramalan-ramalan bahwa aku akan turun
ke dunia, walaupun tidak disebut sebagai putera Tuhan dan adik
Yesus. Akulah yang akan mengubah seluruh dunia dengan
kekuasaanku, membasmi yang lalim dan mengangkat yang
percaya ke dalam surga!"
Sheila merasa betapa bulu tengkuknya meremang. Ia merasa
seperti berhadapan dengan seorang yang miring otaknya,
seorang gila yang amat berbahaya. Dengan sekuat
keberaniannya iapun mencoba untuk menyadarkan.
382 "Maaf, yang mulia. Agama Kristen adalah agama yang
berdasarkan Cinta Kasih, yang tidak akan mempergunakan
kekerasan, apalagi membasmi ...... "
"Kau keliru ! Yesus sendiri marah-marah melihat kelaliman. Dan
kau kira Tuhan tidak akan marah melihat kelaliman manusia "
Lihat saja di dalam Alkitab dan ingat akan peistiwa Nabi Nuh
ketika banjir besar membasmi semua manusia yang lalim, ingat
pula kota Sodom dan Gomorah yang hancur lebur dan semua
orang yang lalim binasa terbasmi habis oleh kemurkaan Tuhan.
Akupun menjadi putera utusan Tuhan yang menjalankan perintah
Tuhan, membasmi penjajah Mancu yang lalim, dan membasmi
semua orang lalim di dunia ini !
Lihat betapa Tuhan marah dan menjatuhkan berbagai penyakit
kepada manusia, bencana alam, kesengsaraan. Semua itu untuk
menghukum orang-orang yang lalim dan jahat !" Dia berhenti
sebentar untuk mengambil napas dan memandang ke atas,
seolah-olah menanti "ilham" yang datang dari atas dan
melanjutkan. "Tuhan pendendam dan pemarah, dan semua orang
akan digilas oleh kemarahanNya dan akan dihancur-binasakan
kalau tidak cepat bertaubat dan percaya kepada Tuhan melalui
aku puteraNya !" Gila, pikir Sheila. Ia mencoba lagi untuk meluruskan yang
bengkok, "Ampun beribu ampun, Sribaginda. Bukan hamba
membantah atau tidak percaya, akan tetapi karena hamba
paduka panggil untuk bicara soal agama, maka hamba berani
mengajukan pendapat hamba untuk bahan pertimbangan paduka
dalam mempelajari Agama Kristen. Hamba berpendapat bahwa
383 Tuhan bersifat Maha Pemurah, Maha Kuasa, Maha Adil, dan
Maha Pengampun. Seperti telah disebutkan di dalam kitab,
demikian Maha Kasih dan Maha Pemurah sehingga Dia
menurunkan puteranya ke dalam dunia untuk membimbing
semua umat manusia, untuk mencuci dosa manusia dengan
darahNya ...... " "Memang benar ! Akan tetapi sampai kini manusia tidak mau
bertaubat. Karena itu, sekarang Tuhan menurunkan aku sebagai
putera kedua, untuk melanjutkan perjuangan kakakku Yesus,
menyelamatkan umat manusia, membasmi sumber kesengsaraan manusia, membasmi yang berdosa !" Ong Siu
Coan memotong. Wah, semakin menjadi gilanya, pikir Sheila. Sejak memasuki
ruangan yang khas di sebelah dalam ini tadi, ia sudah merasa
ngeri dan bergidik. Ruangan itu dibuat seperti keadaan bukan di
bumi lagi, seperti yang pernah ia baca digambarkan dalam kitab
Wahyu. Tempat duduk raja itu terbuat dari emas permata, dan raja
sendiri mengenakan sebuah mahkota tipis dari emas yang
gemerlapan dengan taburan batu permata. Di belakangnya
nampak dinding yang dilukisi awan sedemikian indah seolah-olah
hidup dan bergerak, sehingga raja itu nampak seperti duduk di
atas awan ! Yang hebat, singgasana raja itu diukir dengan amat
indah, berbentuk seekor binatang yang berkepala tujuh. Binatang
itu menyerupai ki-lin atau semacamnya, tubuh dan kepalanya
seperti seekor harimau, kakinya seperti kaki beruang dan
mulutnya seperti mulut singa! Teringatlah Sheila akan bunyi
sebuah nubuat atau ramalan di dalam kitab Wahyu tentang
seekor binatang yang keluar dari dalam laut, keadaannya seperti
384 yang terukir pada singgasana yang diduduki raja itu. Betapa
kemudian binatang yang disebut juga naga itu memerangi dan
mengalahkan orang-orang kudus dan menjadi berkuasa
disembah oleh setiap bangsa di dunia !
Teringat akan ini dan mendengar ucapan raja itu, diam- diam
timbul rasa takut di dalam hati Sheila. Apalagi ketika Ong Siu
Coan mengambil sebuah pedang yang berada di atas meja
sembahyang, pedang aneh bentuknya ketika dicabutnya dari
sarungnya, karena pedang itu terbuat dari batu giok dan
berbentuk Naga. "Lihat ini, Sheila. Inilah pengganti sabit seperti yang disebutkan di
dalam ayat suci. Bukalah Alkitab itu dan cari dalam kitab Wahyu,
yaitu ramalan yang diberikan kepada Yohanes, dan carilah
Wahyu 14 ayat 14 sampai dengan 16."
Dengan jari agak gemetar Sheila membuka kitab suci itu dan
mencari bagian yang disebutkan Ong Siu Coan.
"Coba baca dan terjemahkan !" kata pula raja itu dengan nada
memerintah, wajahnya berseri, sepasang matanya mencorong
dan dia nampak gembira sekali. Sheila mencoba untuk
menenangkan hatinya sehingga suaranya tidak begitu gemetar
walaupun ia merasa serem seperti kalau orang berhadapan
dengan seorang gila yang sukar dimengerti. Iapun membaca
sambil menterjemahkan. "Dan aku melihat dengan sesungguhnya, ada awan putih dan di
atas awan putih itu duduklah seorang seperti anak manusia
385 dengan sebuah mahkota emas di atas kepalanya dan sebuah
sabit tajam di dalam tangannya, Maka keluarlah seorang malaikat
lain dari Bait Suci, dan dia berseru dengan suara nyaring kepada
dia yang duduk di atas awan itu : Ayunkanlah sabitmu dan tuailah, karena sudah saatnya untuk
menuai, karena tuaian di bumi sudah masak. Dan dia yang duduk
di atas awan itu, mengayunkan sabitnya ke atas bumi, dan
bumipun dituailah !"
Sheila berhenti membaca, mengangkat muka memandang
kepada raja itu dengan mata terbelalak, tengkuknya terasa dingin.
Ong Siu Coan tertawa bergelak. "Ha-ha-ha, dan akulah anak
Allah. Akulah dia yang duduk di atas awan putih itu, dan naga
berkepala tujuh itu sudah kutaklukkan, dan akulah yang akan
melaksanakan perintah Bapakku, akulah yang akan membabat
semua yang bersalah, dan melalui akulah semua manusia akan
memperoleh keselamatan, termasuk engkau, Sheila !" Dan kini
berubahlah sikap Ong Siu Coan. Dia sudah meletakkan kembali
pedang Giok-liong-kiam, tentu saja yang palsu karena yang aseli
telah dicuri oleh Lee Song Kim, dan dengan muka kemerahan dan
mulut menyeringai dia mendekati Sheila, lalu merangkulnya.
Tentu saja Sheila terkejut bukan main karena hal ini tak
disangkanya. Iapun meronta ketika kedua tangan raja itu bergerak
dengan kasar dan hendak menanggalkan pakaiannya,
sedangkan muka raja itu mendekatinya hendak menciumnya.
386 "Ah, Sribaginda ! Ingatlah, hamba adalah isteri sute paduka
sendiri !" Sheila memperingatkan sambil meronta dengan sia-sia
dari kedua tangan yang amat kuat kokoh itu.
"Heh-heh, karena itulah engkau harus melayaniku, Sheila. Sute
telah tidak ada lagi, dan engkau begini cantik, matamu begini biru,
rambutmu seperti benang emas, aahhh ...... !"
"Lepaskan, Sribaginda, kalau tidak hamba akan menjerit !" kata
pula Sheila ketika pipinya telah diciumi walaupun ia sudah
berusaha untuk menjauhkan mukanya, dan kancing- kancing baju
atasnya sudah terlepas. "Ha-ha-ha, engkau telah dipilih oleh putera Tuhan sendiri,
mengapa engkau menolak" Dan siapa yang akan berani
menentang aku kalau aku menghendaki dirimu?" Ong Siu Coan
kini semakin nekat. Pada saat itu muncullah sang permaisuri, Tang Ki ! Wanita ini
muncul dari sebuah pintu belakang dan ia mengerutkan alisnya
ketika melihat betapa suaminya sedang berusaha menggauli
Sheila dengan paksa. "Hemmm, bagus sekali !" katanya, suaranya lirih namun
mengandung desis kemarahan.
Mendengar suara ini, Ong Siu Coan terkejut dan cepat
melepaskan Sheila dan bangkit lalu undur ke belakang. Sheila
sendiri juga bangkit dan cepat membereskan pakaiannya yang
387 sudah separuh terbuka, mengusap air matanya dengan ujung
lengan baju tanpa mengeluarkan suara tangis.
"BAGAIMANA engkau berani masuk begitu saja menggangguku
?" bentak Ong Siu Coan marah. Akan tetapi isterinya tidak
menjawab, melainkan memandang kepada Sheila dan
membentak. "Engkau tidak lekas kembali ke dapur ?" Dan telunjuknya
menuding ke arah pintu. Sheila menjura dengan wajah penuh
duka dan segera meninggalkan ruangan itu. Setelah tiba di luar,
ia cepat berlari menuju ke kamarnya di bagian belakang.
Setelah Sheila pergi, barulah Tang Ki membalikkan tubuhnya
menghadapi suaminya dengan muka merah dan sikap marah.
"Hemm, begini ya kalau engkau berada di belakangku" Sudah
berani menghinaku dengan bermain perempuan di tempat ini !"
Kalau mendengar dan melihat sikap permaisuri itu, tentu para
menteri dan hulubalang akan menjadi terkejut dan heran sekali.
Memang Tang Ki tidak pernah bersikap hormat kepada suaminya
ini kalau tidak hadir orang ketiga. Biarpun Ong Siu Coan telah menjadi raja, namun bagi Tang Ki,
dia hanyalah laki-laki yang telah dibantunya, sejak dari manusia
biasa sampai kini terangkat menjadi seorang raja besar di daerah
selatan Sungai Yang-ce. Ong Siu Coan diam saja, hanya memandang kepada isterinya
dengan cemberut. Dia dapat berlagak di depan orang lain,
mengaku sebagai putera Allah, adik Yesus dan sebagainya,
namun di depan Kiki atau Tang Ki, dia mati kutu. Isterinya itu telah
388 mengetahui akan semua rahasianya, mengalami pahit getirnya
semenjak mereka berjuang dan Kiki selalu menjadi isterinya,
pembantu setia, dan tangan kanannya.
"Kenapa diam saja " Katakan saja bahwa engkau sudah bosan
padaku !" Tang Ki sambil menjatuhkan diri duduk di atas kursi di
dekat singgasana suaminya.
Ong Siu Coan juga duduk di atas singgasana itu. perlahan-lahan,
nafsu berahi yang tadi menguasai dirinya, menjadi surut dan dia
memandang kepada isterinya dengan alis berkerut.
"Aku ataukah engkau yang bosan" Yang jelas, aku merasa bosan
karena sampai sekarangpun engkau belum mempunyai
keturunan ! Siapa kelak yang akan menggantikan aku menjadi
raja kalau engkau tidak melahirkan seorang putera" Dan engkau
tidak membolehkan aku mengambil isteri lain untuk menyambung
keturunan !" Seperti biasa, kalau Ong Siu Coan sudah menyinggung soal


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keturunan dan isteri muda, terjadilah percekcokan. Sebetulnya,
diam-diam Kiki sudah merasa jemu dan tidak suka kepada suami
ini, yang dianggapnya seperti orang yang telah menjadi gila dan
ingin menganggapnya sebagai hamba sahaya saja.
Akan tetapi bagaimanapun harus diakuinya bahwa kini iapun
terangkat naik ke dalam kemuliaan, menjadi seorang permaisuri
yang disembah-sembah oleh rakyat jelata !
"Hemm, tak perlu merengek. Kalau memang engkau
membutuhkan wanita lain agar memperoleh keturunan, akupun
389 tidak akan menghalangi. Akan tetapi bukan perempuan bule itu.
Aku yang akan memilihkan, berapa saja kau suka. Akupun sudah
bosan kepadamu !" Biarpun ucapan itu amat menusuk perasaan, karena di situ tidak
ada orang lain dan isterinya menjanjikan untuk membolehkan dia
mengambil selir-selir, Ong Siu Coan tidak menjadi marah, bahkan
merasa gembira sekali. Akan tetapi, percakapan mereka atau
lebih tepat percekcokan mereka itu terhenti seketika dengan
munculnya seorang pengawal yang melaporkan bahwa Luiciangkun, seorang kepercayaan Ong Siu Coan yang bertugas
sebagai seorang di antara komandan-komandan pasukan matamata yang banyak disebarkan di perbatasan utara, mohon
menghadap. Ong Siu Coan merasa lega karena kemunculan perwira itu berarti
menyudahi kedaan tidak enak itu, apalagi dia teringat bahwa Luiciangkun pernah mengirim laporan tentang Lee Song Kim dan dia
memerintahkan agar Lee Song Kim dihubungi dan kalau mungkin
dihadapkan kepadanya karena dia ingin menarik orang lihai ini
sebagai pembantunya. Apalagi ketika mendengar dari pengawal
yang datang melapor bahwa Lui-ciangkun datang dan mohon
menghadap bersama seorang yang bernama Lee Song Kim, raja
itu menjadi gembira sekali. Tang Ki yang mendengar disebutnya nama Lee Song Kim, juga
menjadi tegang, gembira dan penuh perhatian. Suhengnya
datang ! Dan biarpun ia pernah bermusuhan dengan suhengnya
itu, namun ada sesuatu yang amat menarik pada diri suhengnya,
dan hal itu sekarang semakin terasa olehnya semenjak timbul
perasaan tidak suka kepada suaminya.
390 Raja dan permaisuri ini lalu membereskan pakaian mereka,
mengatur sikap seanggun-anggun dan seagung-agungnya ketika
mereka menanti munculnya Lui-ciangkun dan Lee Song Kim.
Dengan cerdik Ong Siu Coan tidak meneima tamunya di ruangan
di mana tersimpan Giok-liong-kiam itu, melainkan di ruangan di
mana dia biasa menerima para tamu dan para menterinya.
Pedang pusaka Giok-liong-kiam biasanya kalau malam disimpan
di meja sembahyang yang berada di kamar tidurnya, sedangkan
kalau siang disimpan di ruangan yang disebutnya Ruangan Awan
Putih itu. Lee Song Kim semdiri merasa heran akan tetapi juga lega ketika
melihat sikap raja dan permaisurinya itu. Mereka nampak sama
sekali tidak marah, dan tidak kelihatan seperti orang yang
membencinya. Bahkan jantungnya berdebar ketika dia melihat
sinat mata Kiki yang masih cantik jelita seperti dulu, memandang
kepadanya dengan sinar mata yang aneh baginya karena dia
melihat kekaguman membayang dalam sinar mata itu ! Dan raja
itupun nampak ramah dan tersenyum dengan wajah berseri ketika
melihatnya. Seperti juga Lui-ciangkun, Song Kim menjatuhkan diri berlutut di
depan raja dan permaisuri itu. Lui-ciangkun dengan singkat
namun jelas melaporkan kepada raja tentang peristiwa pertemuan
di mana Lee Song Kim mengangkat diri menjadi bengcu dengan
julukan Thian-he Te-it Bu-hiap, betapa banyak tokoh persilatan
menerimanya dengan gembira. Kemudian betapa pertemuan itu
ditinggalkan sebagian para tamu yang agaknya tidak menerima
Song Kim sebagai bengcu dan kemudian penyerbuan yang
dilakukan oleh pasukan besar pemerintah Mancu.
391 "Sayang bahwa kekuatan pasukan yang hamba pimpin hanya
kurang lebih seratus orang, sedangkan kekuatan musuh
sedikitnya lima ratus orang, dipimpin oleh orang pandai, sehingga
hamba hanya berhasil menyelamatkan sebagian saja dari anak
buah Lee-kongcu yang kini telah berada di markas." Lui-ciangkun
menutup lapornnya. Ong Siu Coan mengangguk-angguk. "Engkau telah melaksanakan tugasmu dengan baik, Lui-ciangkun. sekarang
mundurlah dan biarkan kami bercakap-cakp dengan Thian-he Teit Bu-hiap."
Lee Song Kim mengangkat muka memandang, ingin melihat
apakah dalam menyebutkan julukan itu sang raja hendak
mengejeknya, namun dia melihat raja itu mengedipkan sebelah
matanya kepadanya. Song Kim menunduk dan merasa lega, juga
kagum karena Ong Siu Coan ternyata masih merupakan seorang
yang cerdik dan berbahaya, walaupun sudah menjadi raja. diapun
cepat memutar otaknya untuk mengatur siasat, siap menghadapi
segala pertanyaan dengan jawaban-jawaban yang tepat sambil
menduga-duga apa yang tersembunyi di balik sikap yang
bersahabat dari raja ini, padahal dia pernah datang dan mencuri
Giok-liong-kiam dari kamar raja.
Lui-ciangkun mengundurkan diri dan raja lalu memerintahkan
semua pengawal, juga para pengawal pribadinya, untuk mundur.
Akhirnya hanya dia, permaisuri dan Lee Song Kim saja yang
tinggal di ruangan itu. Pintu-pintu ruangan itu telah ditutup rapat
dari luar oleh para pengawal atas perintah raja. Setelah mereka
392 tinggal bertiga saja, raja dan permaisuri seoah-olah baru
melepaskan kedok mereka. "Lee Song Kim, sungguh engkau berani mati sekali muncul di sini
! Tahukah kau bahwa sekali aku memberi aba-aba, seratus orang
pengawal akan mengepungmu dan menghancurkan seluruh
tubuhmu sekarang juga?" Permaisuri itu membentak sambil
bertolak pinggang dan menudingkan telunjuknya ke arah muka
Song Kim. Akan tetapi, Lee Song Kim merasa heran melihat
betapa wajah yang cantik itu sama sekali tidak cocok dengan
suaranya. Suaranya seperti orang marah dan benci, akan tetapi
wajah itu, sinar mata itu ! Maka diapun maklum. Dia adalah
seorang laki-laki yang berpengalaman, dan melihat sikap sang
permaisuri ini, diapun tersenyum dan dalam keadaan masih
berlutut diapun berkata dengan suara halus.
"Hamba telah berada di sini, dan hamba telah menyerahkan jiwa
raga hamba di dalam kekuasaan paduka. Kalau memang paduka
tega untuk membunuh hamba, silakan, hamba akan mati dengan
rela dan mata terpejam di bawah tangan paduka."
Mendengar ucapan itu, dan melihat sikap itu, sang permaisuri
menjadi merah mukanya dan ia tersenyum. "Mengingat engkau dahulu adalah suhengku, biarlah sekali ini
kuampuni kau. Akan tetapi awas kalau lain kali berani kurang ajar
lagi !" Diam-diam Song Kim tersenyum. Bekas sumoinya itu tentu
menyindir perbuatannya mengusap paha ketika malam-malam
datang mencuri pedang itu. Heran ! Kenapa bekas sumoi yang
dahulu membencinya itu tidak marah dan agaknya tidak
mengatakan hal itu kepada suaminya"
393 "Lee Song Kim, kami mengajakmu bicara tanpa dihadiri para
pengawal karena aku hendak bertanya kepadamu. Engkaukah yang malam-malam itu datang mencuri Giok-liongkiam dari kamar kami?"
Tadi ketika berhadapan untuk pertama kali dengan raja dan
permaisuri ini, Song Kim telah mempersiapkan diri untuk
menjawab semua pertanyaan dan pertanyaan yang kini diajukan
oleh raja termasuk pertanyaan pertama yang telah dia persiapkan
jawabannya. Maka begitu ditanya, dia tidak nampak terkejut atau
khawatir, melainkan menjawab dengan suara lantang dan lancar,
sedikitpun tidak kelihatan gugup.
"Sebelumnya saya harap dapatkah kiranya paduka memberi
ampun kepada hamba atas kelancangan hamba. Sesungguhnya
sejak dahulu hamba merasa kagum sekali atas kemajuan yang
dicapai oleh pasukan Tai Peng dan hamba bercita-cita untuk
membantu gerakan yang paduka pimpin. akan tetapi, hamba
belum memperoleh kesempatan dan timbul gagasan dalam hati
hamba untuk mengumpulkan orang-orang pandai di dunia
persilatan. kalau hamba telah nerhasil menjadi bengcu,
memimpin tokoh persilatan, maka baru hamba akan
menghambakan diri kepada pasuka berikut anak buah hamba.
Untuk keperluan menghimpun orang-orang di seluruh dunia
persilatan dan kang-ouw, hamba membutuhkan Giok-liong-kiam.
Kalau hamba terang-terangan minta pinjam kepada paduka, tentu
paduka tidak akan percaya kepada hamba. Oleh karena itu,
mohon ampun sebelumnya, hamba telah berani berlancang
tangan mencuri Giok-liong-kiam untuk hamba pinjam sebentar,
yaitu untuk mempengaruhi para tokoh kang- ouw. semua ini
394 hamba lakukan secara terpaksa, semata-mata untuk dpat
mengumpulkan orang-orang pandai dan kemudian menghambakan diri, membantu paduka."
Song Kim berhenti sebentar, mencuri pandang ke arah wajah raja
dan permaisuri itu. Melihat betapa Ong Siu Coan tersenyum dan
tetap tidak memperlihatkan kemaraha, bahkan wajahnya berseri
cerah, dia menjadi lega dan melanjutkan.
"Sekarang hamba telah berhasil menghimpun tokoh-tokoh kangouw dan hamba bermaksud menghambakan diri bersama kawankawan ke hadapan kaki paduka, dan hamba tidak lagi
memerlukan Giok-liong-kiam. Oleh karena itu, hamba telah
membawa Giok-liong-kiam bersama hamba, hendak hamba
kembalikan kepada paduka dengan terima kasih yang sedalamdalamnya dan maaf yang sebesar-besarnya."
Lee Song Kim mengeluarkan Giok-liong-kiam dari balik jubahnya
dan menyerahkan pedang itu dengan gagang terlebih dahulu
kepada Ong Siu Coan. Raja ini sambil tersenyum menerima
pedang Giok-liong-kiam, mencabutnya untuk memeriksa sejenak.
Dia merasa yakin bahwa iu adalah pedang yang aseli, maka
disarungkannya kembali pedang itu.
"Engkau tidak tahu bahwa pusaka ini adalah pusaka yang telah
dikaruniakan dan diperuntukkan aku oleh Tuhan sendiri, sebagai
lambang kekuasaanku untuk menyelamatkan dunia dan
manusianya, Lee Song Kim. Akan tetapi karena engkau telah
mengambilnya dengan niat baik, biarlah aku memaafkanmu. dan
sebagai gantinya, engkau boleh memiliki pusaka tiruannya, dan
395 engkau boleh menyatakan kepada dunia kang-ouw bahwa itu
adalah Giok-liong-kiam aseli agar engkau tetap menjadi bengcu.
Jadilah bengcu, kumpulkan orang-orang kang-ouw dan bawa
mereka kepadaku untuk membantu gerakan Tai Peng, dan
engkau akan menjadi pembantuku yang paling baik. Engkau akan
kuberi kedudukan tinggi dan kemuliaan. Bagaimanapun juga, engkau adalah suheng dari permaisuri
kami." Lee Song Kim menjadi girang bukan main. Biarpun dahulu ia
menganggap Ong Siu Coan orang biasa, rekan di dunia kangouw, bahkan saingannya, namun kini dia tidak boleh
memandangnya sebagai orang setingkat. Ong Siu Coan telah
menjadi seorang raja besar dengan kekuasaan pula, hidup
bergelimang kekuasaan, kemuliaan dan kemewahan. Tentu saja
dia tidaklah begitu bodoh untuk menentang seorang seperti Ong
Siu Coan, dan kalau saja dia dapat menjadi orang
kepercayaannya, tentu dia akan ikut pula hidup dalam kemuliaan.
Selain itu, di situ terdapat pula Kiki yang masih demikian
menggairahkan, dengan senyum manis dan lirikan mata yang
demikian penuh rahasia dan tantangan !
Dengan sikap hormat dan berterima kasih, Song Kim menerima
penawaran raja itu dan mulai hari itu diapun menjadi orang
kepercayaan Ong Siu Coan. Tugasnya hanyalah melanjutkan
kedudukannya sebagai bengcu di antara kaum kang-ouw, lalu
mengumpulkan orang-orang kang-ouw membujuk mereka agar
suka menjadi para anggauta pasukan istimewa yang membantu
gerakan pasukan Tai Peng yang masih berniat untuk melakukan
396 penyerangan ke utara dan menundukkan seluruh kekuasaan
Kerajaan Mancu yang mulai lemah.
Song Kim memperoleh tempat tinggal di kompleks istana yang
megah itu, dan hidup sebagai seorang panglima muda atau juga
pengawal pribadi raja yang memiliki kekuasaan besar. Bahkan dia
dapat keluar masuk istana, di bagian manapun, tanpa larangan
dan tidak ada pengawal istana yang berani melarangnya karena
dia telah memperoleh ijin dan tanda kuasa sendiri oleh raja ! Tentu
saja kesempatan ini dipergunakan oleh Lee Song Kim untuk
memasuki istana di bagian paling dalam, mencari dayang-dayang
yang paling cantik, merayunya dan karena hal ini tidak dilarang
pula oleh Ong Siu Coan yang memanjakan pembantu ini, maka
banyaklah sudah dayang yang jatuh ke dalam pelukan Lee Song
Kim ! Beberapa hari kemudian, ketika Lee Song Kim seperti biasa
berjalan-jalan di seluruh kompleks istana, tibalah dia di dapur
istana yang secara kebetulan dia melihat Sheila bekerja di sana.
Dia terkejut, terheran, lalu kagum melihat wanita kulit putih yang
biarpun usianya sudah tiga puluh tahun lebih, namun masih
nampak cantik jelita dan bahkan sudah masak menggairahkan.
Hatinya segera tertarik sekali dan diapun mendekati Sheila,
mengajaknya bicara. "Aih, sungguh mati, kukira di sini aku telah bertemu dengan
seorang bidadari ! Nona, engkau tentu seorang bidadari dari
sorga, bukan ?" demikian Song Kim menegur Sheila yang sedang
berada di luar dapur. Sheila bukan seorang wanita yang kaku atau


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pemalu. Ia sudah mendengar akan munculnya seorang panglima
397 yang tampan dan pandai merayu wanita sehingga banyak dayang
yang jatuh hati kepada pria itu. Kini di depannya berdiri pria yang
disohorkan itu, dan harus diakuinya bahwa pria itu memang
ganteng dan gagah dan pandai pula merayu hati wanita.
"Bagaimana ciangkun dapat menduga bahwa aku seorang
bidadari sorga ?" tanyanya dengan suara biasa, tidak nampak
genit. "Tentu saja karena aku sudah mendengar sendiri dari Sribaginda
bahwa para bidadari itu bermata biru dan berambut kuning emas
!" "Tidak, ciangkun. aku adalah seorang pelayan biasa yang
bertugas di dalam dapur. Dan maafkan, aku bukan gadis remaja
lagi, melainkan seorang ibu dari anak yang usianya sudah
belasan tahun. Maaf, banyak pekerjaan menumpuk yang harus
kubereskan." dan iapun masuk ke dalam dapur, meninggalkan
Lee Song Kim yang terlongong dan merasa hatinya copot dan
keluar dari rongga dadanya, berloncatan mengikuti bayangan
wanita bermata biru berambut kuning keemasan.
Song Kim tidak mau berhenti sampai di situ saja. Dia lalu
bertanya-tanya, mulai melakukan penyelidikan tentang diri wanita
kulit putih yang telah menjatuhkan hatinya itu. Tentu saja dia
menjadi semakin tertarik dan kagum ketika mendengar bahwa
wanita itu adalah janda pendekar Gan Seng Bu, adik seperguruan
Ong Siu Coan sendiri ! Bahkan wanita itu adalah janda yang
selama belasan tahun dapat mempertahankan diri, hidup
menjanda bersama seorang puteranya, dan akhirnya dapat
398 ditemukan oleh seorang kepercayaan raja, dan dibawa ke istana
itu. Karena wanita kulit putih itu ternyata masih mempunyai hubungan
dengan raja, yaitu merupakan adik ipar seperguruan, Song Kim
bersikap hati-hati dan tidak berani lancang mempergunakan
kekerasan. Kalau dia mempergunakan kekerasan, tentu akan
membuat raja merasa tersinggung. Akan tetapi diapun dapat
menduga bahwa wanita kulit putih tidak terlalu dianggap keluarga
oleh raja. Buktinya hanya dipekerjakan sebagai seorang pelayan
dapur. Kalau dia memintanya kepada raja, tentu akan diserahkan
kepadanya dengan baik. Dalam keadaan dimabok cinta, akhirnya
Song Kim menyatakan isi hatinya ketika pada suatu hari dia
berkesempatan menghadap raja dan permaisuri seorang diri saja.
Mendengar pernyataan Song Kim bahwa dia suka kepada dayang
bernama Sheila dan mohon perkenan raja untuk dapat mengambil
janda itu senagai isteri. Ong Siu Coan terbelalak lalu tertawa
bergelak. Dia sendiri pernah tergila-gila kepada Sheila, akan
tetapi bukan mencintanya, hanya sekedar terangsang berahinya
melihat wanita berkulit putih bermata biru berambut emas itu.
Akan tetapi setelah Kiki mempergokinya dan marah-marah, dan
melihat betapa Sheila menolaknya, berahinya memadam. kini
mendengar bahwa seorang kepercayaannya itupun tergila-gila,
dia merasa geli dan juga girang.
"Bagus sekali kalau engkau hendak menikah dengan Sheila!" kata
raja sambil tertawa "Dia adalah janda suteku, kini pantaslah kalau
menjadi isterimu, Lee Song Kim. Aku setuju sekali !"
399 "Aku tidak setuju !" Tiba-tiba sang permaisuri berkata, suaranya
ketus dan tajam sehingga Ong Siu Coan dan Lee Song Kim
menengok, memandang kepada wanita cantik itu.
"Aku tidak perduli dan sama sekali bukan urusanku kalau Lee
Song Kim hendak mengambil isteri wanita yang mana saja. Akan
tetapi jangan Sheila ! Ingatlah bahwa ia adalah seorang wanita
kulit putih ! Padahal, Lee Song Kim bertugas sebagai bengcu dan
menarik sebanyak mungkin orang-orang dari dunia kang-ouw
untuk membantu kita. Apakah hal ini tidak akan mendatangkan
kesan buruk terhadap para orang kang-ouw kalau dia mengambil
isteri seorang wanita bule ?"
"Hamba tidak ada kesan buruk itu, bahkan membanggakan! Dan
tentang bagaimana sikap orang-orang kang-ouw, hal ini hamba
sanggup untuk menghadapi dan mengatasinya," kata Lee Song
Kim dengan alis berkerut.
Akan tetapi Ong Siu Coan sudah mengangguk-angguk, agaknya
membenarkan pendapat permaisurinya, dan diapun menjadi
bimbang. Biarpun dia ingin menyenangkan hati pembantu yang
amat berharga ini, namun tentu saja yang paling penting adalah
memikirkan akibat yang akan menimpa kekuatan Tai Peng. Kalau
benar pendapat permaisurinya, berarti pernikahan itu hanya akan
merugikan Tai Peng, merugikan kerajaannya, merugikan dia !
"Hemm, hal ini memang perlu dipikirkan dengan panjang lebar,
Lee Song Kim. Urusan jodoh bukanlah urusan sehari dua hari
yang diputuskan dengan terburu dan tergesa-gesa. Kita tunda
400 dulu dan kita pikirkan bersama baik-buruknya, untung ruginya.
Setelah sebulan kemudian, baru kita akan bicarakan kembali."
Tentu saja Song Kim tidak berani membantah atau
memperlihatkan sikap kecewa walaupun diam-diam dia merasa
kecewa dan marah kepada bekas sumoinya itu. Terpaksa dia
bersikap sabar menanti sampai raja menyetujuinya, hal yang
tadinya dia sudah merasa yakin sekali.
Dua hari kemudian, Sribaginda Raja Ong Siu Coan mengadakan
pertemuan mendadak dengan para penasihatnya di bidang
kemiliteran, terutama sekali panglima yang menangani masalah
senjata api. Pada waktu itu, seperti juga pasukan pemerintah
Mancu, pasukan Tai Peng juga melihat kegunaan senjata api
dalam peperangan, maka mereka seperti berlomba untuk
mendapatkan senjata api dari orang-orang kulit putih yang
menyelundupkannya, seperti halnya dengan candu. Dengan harga mahal sekali kedua pemerintahan ini berani
membeli senjata api dari orang-orang kulit putih. Tentu saja yang
menjual senjata api kepada mereka adalah penyelunduppenyelundup kulit putih, petualang-petualang yang berani
melakukan pekerjaan-pekerjaan berbahaya demi memperoleh
keuntungan besar. Bahkan hal ini agaknya dilihat dengan mata
setengah dipicingkan oleh pasukan orang kulit putih karena
mereka ini mempunyai siasat untuk mengadu domba antara
pasukan Mancu dan pasukan Tai Peng ! Sudah barang tentu
hanya senjata api yang mereka anggap ringan dan kuno saja
yang boleh diselundupkan dan dijual kepada kedua pihak yang
bermusuhan itu. 401 Persidangan yang dilakukan oleh Sribaginda Raja Ong Siu Coan
itu sehubungan dengan adanya kontak antara mata-mata yang
bertugas mencari dan membeli senjata gelap ini dengn seorang
mata-mata kaki tangan orang kulit putih. Mata-mata orang kulit
putih ini menawarkan sebanyak dua ratus batang senjata api bedil
kepada pihak Tai Peng, bukan dijual dengan harga tinggi,
melainkan untuk ditukar dengan wanita kulit putih bernama Sheila
yang berada di istana Nan-king itu! Menurut mata-mata pasukan kulit putih itu, Nyonya Sheila dicaricari oleh keluarganya yang menjadi bangsawan orang kulit putih,
dan setelah pihak kulit putih mendengar dari mata-mata mereka
bahwa Nyonya Sheila itu berada di istana Nan-king, maka mereka
lalu menawarkan penukaran dua ratus pucuk senjata api itu
dengan diri Nyonya Sheila yang harus dikirimkan kepada pihak
kulit putih ! Mendengar pelaporan mata-mata ini, Raja Ong Siu Coan lalu
mengadakan sidang itu untuk minta pendapat para penasihatnya.
tentu saja para penasihat itu merasa setuju sekali.
"Adanya wanita kulit putih di dalam istana, hamba kira tidak
mendatangkan keuntungan apapun, baik kepada pasukan kita
terutama sekali kepada paduka. Kalau paduka memenuhi
permintaan pihak orang kulit putih, terdapat dua keuntungan.
Pertama, tentu saja dua ratus pucuk senjata api itu akan
memperkuat persenjataan pasukan kita, dan kedua, pihak kulit
putih akan berterima kasih kepada paduka dan selanjutnya akan
lebih mudah bagi kita untuk membeli senjata api dari mereka,"
demikian para penasihatnya berpendapat. Bahkan permaisuri
sendiripun mendesak raja sehingga akhirnya, sidang dibubarkan
402 dengan keputusan bahwa Sheila akan diserahkan kepada matamata pihak kulit putih, ditukarkan dengan dua ratus pucuk senjata
api ! Setelah bubaran dan berada di dalam kamar mereka sendiri, Ong
Siu Coan berkata kepada isterinya, "Satu hal yang tidak enak,
yaitu Lee Song Kim. Dia tentu akan merasa kecewa sekali kalau
mendengar bahwa Sheila yang dicintanya dan diharapkan
menjadi isterinya itu tahu-tahu telah lenyap, ditukar dengan
senjata api. Bagaimana kalau engkau sendiri yang pergi
menemuinya dan membujuknya agar dia dengan rela melepaskan
Sheila demi kepentingan kerajaan, dan untuk menjadi calon
isterinya dia boleh memilih puteri mana yang disukainya" Bujuk
dia baik-baik agar tidak berkurang kesetiannya kepada kita."
Permaisuri Tang Ki mangangguk setuju dan malam itu juga ia lalu
pergi mengunjungi Lee Song Kim di gedung tempat tinggalnya
yang berada di kompleks istana itu, di ujung timur.
Tentu saja Lee Song Kim tergopoh menerima kunjungan tamu
agung ini yang hanya di antar oleh dua orang pelayan wanita.
Tak lama kemudian, Lee Song Kim menerima tamu agung itu di
dalam ruangan tamu, dan mereka berdua duduk berhadapan di
ruangan yang kosong itu, karena baik Song Kim maupun Tang Ki
menyuruh pelayan-pelayan mereka untuk keluar dari dalam
ruangan itu. Sejenak mereka duduk berhadapan, saling pandang dan Song
Kim yang lebih dahulu menundukkan pandang matanya.
Bagaimanapun juga, dia teringat bahwa yang dihadapinya ini
403 adalah permaisuri, isteri dari Raja yang menjadi junjungannya,
walaupun wanita ini adalah sumoinya sendiri.
"Kalau boleh hamba bertanya, kepentingan apakah yang
membawa paduka Sribaginda ratu memberi kehormatan besar
kepada hamba dengan kunjungan ini?" akhirnya Song Kim
bertanya. Hening sejenak tiada jawaban, dan ketika dia
mengangkat muka memandang, dia melihat betapa wanita cantik
di depannya itu tersenyum geli, kemudian malah melepaskan
suara ketawa kecil. "Hi-hik, Lee-suheng. Sungguh mati, aku tak dapat menahan rasa
geli hatiku melihat sikapmu yang begini menghormat kepadaku.
Tahukah engkau setiap kali kita bertemu dan engkau bersikap
seperti itu, aku selalu merasa bahwa seolah-olah kita sedang
menjadi anak wayang dan bermain sandiwara di atas panggung,
hi-hi-hik !" Lee Song Kim juga tersenyum, akan tetapi dia masih belum berani
bersikap demikian terbuka dan biasa seperti yang dilakukan oleh
Tang Ki. Dia menarik napas panjang.
"Memang benar pendapat paduka, karena sesungguhnya, hidup
di atas dunia ini tiada bedanya dengan bersandiwara di atas
panggung, menjadi anak wayang dan memegang peran masingmasing. Karena peran kita masing-masinglah dalam kehidupan ini
maka kini paduka menjadi seorang permaisuri dan hamba
menjadi pembantu dan hamba sahaya paduka."
404 "Hushh, jangan lanjutkan itu, suheng. Di sini tidak ada orang lain,
tidak enak bicara kalau engkau bersikap hormat-hormatan seperti
itu !" Song Kim menjadi heran, akan tetapi ia masih belum berani
mengubah sikapnya. Wanita ini, biarpun dahulu bermusuhan
dengannya, kini adalah seorang junjungannya. Kalau dia menuruti
kemauannya dan mengubah sikap, bagaimana kalau kata-kata
Tang Ki itu hanya merupakan pancingan belaka untuk
menjebaknya" Tentu dia akan celaka !
"Habis, bagaimana hamba akan bersikap?" tanyanya, hati-hati.
"Sudahlah, suheng, tanggalkan saja semua topeng sopan santun
yang kadang-kadang amat membosankan hatiku itu. Anggap saja
aku ini masih Kiki, sumoimu sendiri. Ini merupakan permintaanku,
juga perintah. Kalau kita berada berdua saja, bersikaplah biasa
seperti suheng dan sumoi."
"Baiklah ...... sumoi."
"Nah, begini baru enak kita bicara. Suheng, aku datang untuk
bicara denganmu mengenai maksudmu untuk menikah dengan
Sheila, perempuan bule itu. suamiku dan aku sudah sepakat
untuk tidak menyetujui terjadinya hal itu, suheng."
Mendengar ini, Song Kim mengerutkan alisnya dan memandang
kepada wajah permaisuri itu dengan tajam penuh selidik. "Akan
tetapi ...... bukankah ...... Sribaginda Raja memberi waktu sebulan
405 untuk memikirkan hal itu secara mendalam" Bagaimana sekarang
tiba-tiba ...... " "Tenanglah, suheng," kata wanita itu sambil menyentuh punggung
tangan Song Kim. "Kami sudah mempertimbangkan untung
ruginya maka berani mengambil kesimpulan dan tidak menyetujui
pernikahan itu. Ingatlah bahwa engkau mempunyai kedudukan
penting di sini. Kalau engkau memperisteri seorang wanita kulit
putih, hal itu akan mendatangkan nama buruk dan mencemarkan
kewibawaan Sribaginda sendiri. Pula, engkau melihat apa sih
pada diri Sheila sehingga engkau jatuh cinta kepada wanita bule
itu" Masih banyak wanita cantik di dunia ini, dan engkau boleh
memilih, asal jangan perempuan bule itu.?"
"Aku ...... aku amat tertarik kepadanya, sumoi. Ia cantik dan
lembut, dan terutama mata dan rambutnya ...... "
"Hemm, tidak kau lihat betapa kulitnya biarpun amat putih akan
tetapi tidak sehalus kulitku" Hemm, apakah ...... apakah ia itu kau
anggap lebih cantik dari aku, suheng " Sudahlah, kaulupakan saja
Sheila dan kau boleh memilih seorang wanita cantik yang mana
saja, tentu akan bisa kaudapatkan. Kami bahkan akan membantu
engkau sampai wanita yang kau kehendaki dapat kau miliki."
Tiba-tiba suatu pikiran menyelinap ke dalam kepala Song Kim.
Sumoinya ini bersikap begini menantang ! Dan kalau sampai dia
dapat mendekati sumoinya ini, hemmm ...... siapa tahu dia akan
dapat merampas singgasana dan menggantikan kedudukan Ong
Siu Coan ! 406 "Tentu saja kecantikan Sheila tidak dapat dibandingkan dengan
engkau, sumoi. Akan tetapi ...... , satu-satunya wanita di dunia ini
yang amat kucinta, sejak dahulu, kini telah menjadi milik orang
lain, dan aku hanya mampu memandangnya dengan penuh


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kerinduan. Kalau aku tidak boleh menikah dengan Sheila, kiranya
tidak ada wanita lain di dunia ini yang dapat kucinta, karena
cintaku telah terbawa oleh wanita pertama itu. Engkau sendiri
tahu betapa sampai sekarang dalam usia hampir empat puluh
tahun, aku masih belum mau menikah, sumoi."
Mendengar ucapan yang keluar dengan suara mengandung
getaran mengharukan itu, Tang Ki memandang dengan sinar
mata tajam penuh selidik, lalu ia mendekatkan tubuhnya ke arah
Song Kim sambil bertanya, "Siapakah wanita itu, suheng "
Kenapa engkau membiarkan ia dimiliki orang lain ?"
Ia mengira bahwa tentu suhengnya pernah jatuh cinta mati-matian
dan gagal, maka ia ingin sekali mendengar siapa gerangan wanita
yang membuat suhengnya tidak mau menikah dengan wanita lain
itu. Song Kim mengangkat muka memandang wajah yang cantik
manis itu. Tahi lalat yang menghias pipinya itu membuat wajahnya
nampak manis bukan main dan karena wanita itu duduk dekat
sekali dengannya, dia dapat mencium baubsemerbak
mengharum yang keluar dari tubuh dan pakaiannya.
"Sumoi, apakah engkau tidak tahu" Siapa lagi wanita yang telah
kucinta sejak belasan tahun yang lalu, sejak kita bersama tinggal
di Pulau Layar" Siapa lagi kalau bukan ...... engkau seorang ......
" Maafkan aku, sumoi ...... "
407 "Aihh ...... !" Tang Ki memandang dengan muka berubah merah
sekali, bukan karena marah melainkan karena terkejut dan juga
malu dan senang ! Ia memang tahu bahwa suhengnya pernah
tergila-gila kepadanya, bahkan suhengnya sudah pernah
mencoba untuk memperkosanya dan hampir saja berhasil.
Malah akhir-akhir ini, ketika Song Kim mencuri pedang, dia telah
meraba pahanya, hal ini menandakan bahwa perasaan mesra
yang dahulu itu masih ada. dan sekarang, suhengnya malah
berani mengaku terus terang.
Song Kim melihat sikap ini dan dia bukan seorang laki-laki bodoh,
diapun cepat menangkap tangan yang terletak di atas meja di
dekatnya itu, lalu menciumi jari-jari tangan itu dengan penuh
kehangatan dan kemesraan, lalu menjatuhkan diri berlutut di
depan Tang Ki tanpa melepaskan tangan wanita itu sambil
meratap. "Sumoi ...... maafkan aku ...... sejak dahulu aku tergilagila kepadamu. Hanya untuk dapat berdekatan dengan engkau
sajalah maka aku sekarang mau menghambakan diri kepada
suamimu .. " Tang Ki yang oleh suaminya diberi tugas untuk membujuk Song
kim agar suka mengurungkan niatnya menikahi Sheila, kini
bahkan sebaliknya jatuh oleh bujuk rayu Song Kim yang amat ahli
dalam hal itu. jantugnya berdebar-debar, mulutnya tersenyum
kecil, matanya bersinar-sinar.
"Benarkah ...... benarkah itu, suheng?" katanya dengan suara
berbisik dan pandang mata sayu. Semua ini dapat dilihat oleh
Song Kim dan dapat dimengertinya dengan baik. Diam-diam dia
408 merasa heran mengapa kini, setelah menjadi seorang pemaisuri,
sumoinya ini agaknya malah bersedia untuk melayani hasratnya !
Dia tidak tahu bahwa semua itu terjadi karena memang ada
perubahan terjadi di dalam hati Tang Ki, setelah ia merasa tidak
suka kepada suaminya yang dianggapnya gila dan tidak lagi
mencintanya, apalagi ketika ia melihat suaminya hendak
menggagahi Sheila. Terjadi perubahan di dalam hati Tang Ki dan
kini ia memandang pria yang memang lebih ganteng dibanding
suaminya itu dengan gairah membayang pada sepasang matanya
yang indah. "Engkau ...... engkau masih belum percaya kepadaku, sumoi ......
?" kata Song Kim tanpa melepas tangan yang kecil mungil itu dari
genggamannya. Tang Ki tersnyum manis. "Mana percaya kalau hanya kata-kata
saja dan tidak ada buktinya ?"
Mendengar jawaban ini, Song Kim tidak ragu-ragu lagi. Diapun
bangkit dan merangkul. Tang Ki yang bagaikan setangkai pohon
bunga yang kekeringan dan haus siraman air kasih sayang
seorang pria, balas memeluk dan keduanya saling rangkul, saling
cium dan saling belai penuh kerinduan.
Berahi merupakan satu di antara nafsu yang amat kuat. sekali
orang berada dalam cengkeraman nafsu berahi, dia akan lupa
segala. Yang teringat hanyalah penyaluran dan pemuasannya.
Demikian pula dengan Song Kim dan Tang Ki.
Mereka lupa bahwa mereka adalah seorang permaisuri dan
seorang hambanya ! Mereka bahkan lupa akan bahaya kalau
409 sampai ketahuan orang dan terdengar oleh Sribaginda. Namun,
keduanya adalah orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi
sehingga mereka dapat berkencan dan melakukan perjinahan
tanpa diketahui orang lain ! Dan sejak saat itu, terjadilah
hubungan gelap antara bekas suheng dan sumoi ini dan
keduanya merasa cocok sekali.
=================================
Tentu saja Sheila merasa terkejut dan khawatir ketika ia bersama
puteranya pada sore hari itu dipanggil oleh pengawal untuk
menghadap Sribaginda Raja dan Ratu yang telah menanti di
ruangan dalam. Sheila cepat mengajak puteranya, Gan Han Le,
menjatuhkan diri berlutut di depan mereka.
"Sheila," terdengar Sribaginda Raja Ong Siu Coan berkata
dengan suara ramah. "Tahukah engkau dan puteramu mengapa
saat ini kami panggil menghadap?"
Tanpa mengangkat mukanya, Sheila menjawab, "Hamba berdua
tidak tahu, Sribaginda."
"Ketahuilah bahwa keadaanmu di istana ini telah diketahui oleh
bangsamu, dan kini datang utusan mereka untuk minta agar
engkau dan puteramu dikirim kepada mereka. Ada keluarga orang
tuamu yang menuntut agar engkau kembali kepada mereka.
Karena itu, malam ini juga kalian berdua akan kami serahkan
kepada seorang mata-mata pasukan kulit putih agar dibawa
dengan kereta ke pelabuhan di mana telah menanti kapal
bangsamu." 410 Mendengar ini, Sheila merasa terkejut bukan main. Sama sekali
ia tidak pernah membayangkan akan kembali kepada bangsanya.
Pernah ia kembali bersama mendiang suaminya, belasan tahun
yang lalu karena ada undangan bangsanya. Akan tetapi
kembalinya itulah yang mencelakakan suaminya. Suaminya tewas dan hatinya menjadi demikian sakitnya segingga
ia rela meninggalkan bangsanya dan rela hidup di antara rakyat
di dusun-dusun bersama puteranya. Akan tetapi, yang
mengirimnya sekarang adalah raja ! Dan ia sama sekali tidak
berdaya untuk menolaknya. Dan iapun tidak akan menolak.
Memang ia sudah ingin sekali melepaskan diri dari istana raja
yang pernah menjadi suheng mendiang suaminya ini, apalagi
setelah peristiwa di malam itu, setelah sang raja mencoba untuk
menggaulinya dengan paksa. Diam-diam ia bahkan merasa
girang bahwa ia dan puteranya akan dapat lolos dari tempat ini.
Ia akan menghadapi komandan pasukan bangsanya, dan kelak
saja kalau sudah berhadapan dengan mereka dan melihat sikap
mereka, ia akan dapat mengambil keputusan apa yang
selanjutnya akan dilakukannya.
"Hamba hanya mentaati perintah paduka, Sribaginda." jawabnya
tenang. Sementara itu, jauh di luar tembok kota raja Nan-king, di dalam
bayangan tembok benteng yang agak gelap dan sunyi, tiga orang
panglima utusan Raja Ong Siu Coan mengadakan pertemuan
dengan seorang laki-laki yang bertubuh jangkung, pakaiannya
sederhana serba putih, usianya sekitar lima puluh lima tahun,
mukanya buruk sekali, dengan kulit muka yang rusak seperti
bekas terbakar, matanya juga besar sebelah, hidungnya
411 menceng, mulutnya juga nyerong, telinganya mengecil,
punggungnya bongkok dan lengan kirinya bengkok.
Semua keburukan ini ditambah lagi dengan jalannya yang
terpincang-pincang. Orang ini bukan lain adalah Bu Beng Kwi
yang telah kita kenal ! Bagaimana secara tiba-tiba saja Bu Beng
Kwi dapat muncul di luar kota raja Nan-king dan mengadakan
pertemuan dengan tiga orang panglima utusan Raja Ong Siu
Coan" Seperti telah kita ketahui, ketika Sheila mengajak Han Le pergi
meninggalkannya, hati Bu Beng Kwi hancur lebur. Dia merasa
seolah-olah semangatnya terbang melayang dibawa pergi Sheila,
seluruh kebahagiaannya lenyap terbawa pergi dan yang ada
hanyalah sesosok tubuh yang terasa lemah dan lelah, sepi dan
sunyi tanpa semangat lagi. Ingin rasanya mati saja.
Dia tahu betapa hancur pula rasa hati Sheila, wanita yang
dikasihinya itu, setelah Sheila melihat kenyataan bahwa dia
adalah Koan Jit, pembunuh suami wanita itu, musuh besarnya!
Dan dia tidak menyalahkan Sheila, bahkan merasa terharu dan
kasihan sekali. Biarpun dia merasa hidupnya hampa dan tidak
ada artinya lagi, namun dia sadar bahwa Sheila dan puteranya
tentu akan menghadapi banyak tantangan dalam hidup, bahkan
tentu akan mengalami banyak rintangan dan ancaman bahaya.
Oleh karena itulah, kekhawatiran dan keselamatan Sheila dan
anaknya itu menggugahnya, menghidupkan kembali tubuhnya
yang lunglai dan diapun cepat membayangi kepergian ibu dan
anak itu. Dialah yang memberikan buntalan pakaian ibu dan anak itu, dia
pula yang menyelimuti mereka, membantu Han Le mendapatkan
412 kelinci dan ayam hutan, bahkan memberi bungkusan garam.
Ketika ketiga orang laki-laki kurang ajar mengganggu Sheila, Bu
Beng Kwi pula yang diam-diam mengusir tiga orang laki-laki itu.
Diapun terus membayangi ketika Sheila dan Han Le dibawa pergi
oleh Tan-ciangkun menuju ke Nan-king, dibawa masuk ke dalam
istana raja Ong Siu Coan ! Biarpun Sheila dan Han Le telah
berada di dalam istana, tetap saja Bu Beng Kwi membayangi.
Tentu saja amat sukar untuk menyelundup ke dalam istana. Akan
tetapi, berkat kesaktiannya, diapun pada malam harinya berhasil
menyusup masuk kompleks istana dan bersmbunyi. Dia melihat
pula betapa Sheila diterima dengan baik oleh Ong Siu Coan, akan
tetapi dia melihat bahaya mengancam diri Sheila ketika melihat
betapa raja itu agaknya mulai tergila-gila kepada Sheila.
Untung ada Tang Ki yang mencegah terjadinya pemaksaan yang
akan dilakukan raja itu terhadap diri Sheila sehingga
pemerkosaan dapat dicegah. Andaikata tidak muncul Tang Ki,
tentu Bu Beng Kwi akan nekat muncul dan melindungi Sheila
pada malam hari itu. Semenjak terjadinya hal itu dan dia melihat
bahaya yang mengancm diri Sheila, Bu Beng Kwi lalu mencari
Petualang Asmara 8 Pedang Hati Suci Karya Jin Yong Seruling Sakti 3
^