Pencarian

Seruling Sakti 19

Seruling Sakti Karya Didit S Andrianto Bagian 19


Ketiga orang itu saling pandang, Kepalan Maut melangkah maju, dia mengamati Momok Wajah Ramah dengan seksama.
"Siapa kau?" Dengan seulas senyum terkembang, lelaki ini kembali menjura. "Nama saya Wangkar, saya datang dari daerah Suramajan." jawab Momok Wajah Ramah dengan luwes, dia bisa menyebut beribu nama, tapi lelaki ini memutuskan untuk menyebut nama asli, kecuali sang guru tak satupun orang tahu namanya.
"Jadi kau menyaksikan orang-orang itu bersembunyi?"
tanya Kepalan Maut lagi. "Ya, saya juga sempat bentrok dengan mereka." jawab Momok Wajah Ramah dengan sangat lugas, dia mulai berharap banyak apa yang sedang dibawakannya merupakan satu satu jalan keluar.
"Apakah kau melihat bagaimana mereka dilumpuhkan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebuah kebimbangan menyergap sesaat, tapi akhirnya lelaki ini memutuskan mengambil resiko. "Saya tidak sengaja..."
Dengan jawaban itu, maka ketiganya mengambil kesimpulan bahwa Momok Wajah Ramah yang melumpuhkan semua.
"Tuan dari perguruan mana?" tanya Kepalan Maut yang agaknya menjadi juru bicara yang lain.
Momok Wajah Ramah sadar, mereka adalah orang-orang berilmu tinggi, salah menjawab saja bisa membuat kebohongannya terbongkar. "Saya bukan dari perguruan ternama, hanya seorang murid petani saja." lelaki ini mengucapkan dengan menunduk, tentu saja bukan karena malu, tapi takut kebohongannya dibongkar oleh orang yang melumpuhkan pasukan perintisnya!
Murid petani bermakna sangat luas tapi di kalangan dunia persilatan, murid petani hanya mengarah pada satu golongan khusus, dia bernama Argamas. Seorang tokoh yang disegani karena begitu mudah menempatkan diri ditiap golongan.
"Hm..." Kepalan Maut mengumam dengan kening berkerut.
--dwkz- 89 " Melucuti Kedok Sore sudah dijelang, Jaka sedang termangu di depan lelaki tua yang kali ini sudah mulai membuka matanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku" masih hidup?" suara lelaki tua itu sangat lirih, hampir-hampir tak terdengar.
Jaka mengangguk dengan tersenyum. "Syukurlah, Tuhan masih memberi kesempatan pada kita, untuk berjumpa."
Lelaki tua itu mengerjapkan matanya berulang kali, nampaknya dia pernah mendengar suara itu. "Apakah kau adalah dia?" tanyanya dengan suara hampir tidak terdengar.
Jaka tercenung mendengar pertanyaan itu, dia masih kenal dengan lelaki tua itu, seorang tukang ronde yang dititipi Momok Wajah Ramah saat masih pingsan ditepi Telaga Batu.
Mintaraga dan anak buahnya juga sudah memberi laporan padanya, dan pertanyaan sederhana itu cukup memberi keterangan luas pada dirinya.
"Apa yang mereka inginkan?" pemuda ini balas bertanya.
Sambil mengambil nafas dalam-dalam, lelaki tua itu mencoba beringsut duduk. Jaka membantu memayangnya.
"Aku tidak tahu apa yang mereka inginkan, mereka bertanya tentangmu dengan sangat rinci, apakah aku kenal denganmu, apa yang kau bicarakan..." tuturnya dengan tersendat.
"Apa yang kau katakan padanya?" tanya Jaka sambil meletakkan tangannya di lutut lelaki tua bernama Ki Sempana.
Masih kuat dalam ingatan lelaki tua itu betapa dirinya disiksa secara keji, justru kaki dan lututnya yang menjadi sasaran mereka. Hampir saja dia berteriak kesakitan saat telapak tangan pemuda itu menyentuhnya, tapi yang terjadi dia merasakan hawa sejuk yang membuatnya sangat nyaman.
Dengan memejamkan matanya, Ki Sempana menikmati kesejukan yang secara aneh meresap ke luka-lukanya, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membuat dia merasa tak terlalu pedih dan ngilu. Sambil setengah terpejam, Ki Sempana menuturkan bahwa yang dia katakan hanya yang diingatnya saja.
"... kujelaskan pada mereka bahwa, aku hanya mengingat kau berkata begini, "jika perkerjaanmu terganggu, kau tidak naik peringkat" kau akan di kejar atasanmu" memulai pencarian dari pekerjaanmu yang terakhir disini kau takut dengan Kilat" Ada" Maut, " Emas, dan " Ekor apa, mereka mengiringi seorang tokoh termasyur" aku juga mengatakan pada mereka bahwa kau sempat mengatakan
"Bu..buat mereka tidak nyaman di kota ini?", aku juga sempat menyebutkan nama "Sora"..." katanya terengah-engah dengan mata terpejam.
"Baiklah, aku paham..." Kata Jaka sambil menarik tangannya dari lutut pak tua itu. Pemuda itu memberi isyarat kepada anak buah Mitaraga untuk mengurus Ki Sempana kembali.
Sambil berjalan menuju ruang tengah, Jaka bertanya pada Cambuk yang saat itu mengikuti dirinya. "Bagaimana menurutmu paman?"
"Aku rasa, ada sekelompok orang yang sudah
memperhatikanmu dari lama." Kata Cambuk dengan menatap Jaka. "Apakah kau teringat sesuatu?"
Jaka menghela nafas, "Aku tidak pernah menarik perhatian siapapun?"
"Hm..." desah Cambuk dengan tatapan tak percaya.
"Akhir-akhir ini?" lanjut Jaka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagaimana dengan masa lalu?" tiba-tiba Hastin menimpali. Baginya, dengan kemampuan Jaka yang begitu unik dan mencengangkan, masa lalu pemuda ini sangat menarik baginya.
Jaka menatap Hastin sejenak, lalu mengangguk. "Boleh jadi mereka adalah bagian masa laluku." Kata pemuda ini.
"Apakah ini akan mengganggumu?" Tanya Hastin lagi.
Jaka tercenung, "Ini bukan persoalan mengangguku atau tidak, tapi orang-orang yang tidak berkaitan dengan masalah ini, menuai dampaknya?"
"Kau tidak bisa menyalahkan diri seperti itu, segala sesuatu memiliki dampak?" tukas Cambuk. Jaka mendesah dan mengiyakan.
Hastin menatap Cambuk dengan tatapan aneh, dia merasa hirarki dalam organisasi perkumpulan Jaka sangat aneh, kalau semua orang sangat takzim dan mengakui Jaka sebagai pimpinan, seharusnya tata cara bicara merekapun berubah.
Ada kalanya Hastin melihat semua orang sangat menghormati Jaka, tapi dilain saat"seperti kali ini, mereka yang menjadi anak buahnya, bisa bersikap seperti seorang kerabat, seorang paman, atau seorang ayah, pada Jaka.
"Pada tiap-tiap pilihan memang memiliki harga tersendiri,"
ujar pemuda ini dengan tatapan menerawang.
"Kejadian yang menimpa Ratnatraya memang membuat kita semua terpukul, tapi bukan berarti kita harus melangkah mundur?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ucapan Cambuk membuat Jaka tercenung, pemuda ini berjalan kesisi jendela jemarinya nampak bergetar. Tak ada ucapan apapun dari mulut pemuda ini, hanya helaan nafas yang berulang kali.
Mulut Hastin sudah terbuka, dia hendak menanyakan tentang Ratnatraya (permata tiga buah), tapi Cambuk membuat isyarat supaya dirinya tak berkata apa-apa.
"Terkadang aku merasa ragu, orang-orang yang tidak berkaitan dengan apa yang kulakukan, dan kerabat yang mungkin tersangkut" harus menjadi korban."
"Kau memiliki aku, kau mendapatkan pengabdianku" tak perlu memikirkan hal-hal yang membuatmu ragu bertindak.
Lakukan seperti biasanya!"
Jaka membalikan badan, dia tersenyum dan menepuk bahu Cambuk. "Terima kasih paman. Jika nyawa sudah tak dipikirkan, artinya; luka tak menjadi berarti lagi.." pada saat mengatakan itu, matanya bercahaya.
Cambuk menepuk dahinya, "aduh.." gumamnya, terkadang jika mata pemuda itu bercahaya karena rasa senang, ada kejadian yang membuat dirinya"dan banyak orang, harus sibuk luar biasa.
"Apakah berarti, semua kejadian ini bisa menjadi keuntungan buat tuan?" tanya Mintaraga bingung dengan pembicaraan kedua orang itu.
Cambuk tertawa, demikian pula Jaka. "Ya, nama Sora yang diucapkan pak tua itu memang akan jadi titik tolak penelusuran mereka. Ini akan sangat menarik... baiklah!" Jaka berdiri matanya bersinar penuh gairah. "Paman Mintaraga, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
aku mengharapkan titik-titik rawan pada kota ini, tidak perlu mendapat perhatian khusus."
"Kenapa?" hampir bersamaan Mintaraga bersama Hastin bertanya.
"Ada pihak lain yang tidak suka urusannya dicampuri, kita harus membiarkan mereka menyelesaikan urusan pribadinya."
Sahut Jaka dengan wajah tersenyum. "Saat ini kita hanya perlu fokus pada hasil lain."
Hasil lain yang dimaksud Jaka tentu saja umpannya yang ditebarkan pada orang yang membuat Jaka merasa bersalah dengan hal itu, karena apa yang dilakukan ternyata memakan korban pada orang yang tidak terlibat"seperti Ki Sempana.
----- Momok Wajah Ramah berjalan perlahan di depan tiga orang kenalannya. Sebenarnya dia ingin sekali menjenguk apa isi dalam kereta itu, tapi keinginan itu harus dia tutup rapat-rapat, selain bisa membuka kedoknya, hal itu juga bisa membuat dirinya celaka. Saat ini hatinya merasa kebat-kebit, karena seluruh langkahnya sudah dijegal oleh orang yang misterius, dia benar-benar tak bisa berbuat banyak hal selain meneruskan sandiwaranya, bahwa dirinya adalah salah seorang pengikut kalangan petani"Argamas.
"Kau tahu mereka dari kelompok mana?" tanya Kepalan Maut pada Momok Wajah Ramah.
Sebelum menjawab, lelaki ini melirik kesekeliling, bagaimanapun orang yang mengacaukan rencana yang sudah disusun sedemikian rupa, adalah ancaman terbesar dirinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kukira, mereka adalah pembunuh bayaran.." baru saja ucapan itu diselesaikan, pinggangnya terasa sakit sekali seperti ada jarum panjang yang menembus dengan perlahan, wajahnya berkerut, dia terheran-heran, kenapa ada kejadian seperti itu.
"Kau terluka?" tanya Kepalan Maut pada Momok Wajah Ramah.
"Ti-tidak..." ujar lelaki ini dengan kening makin berkerut, dia sangat yakin apa yang sedang menimpa dirinya pasti karena orang yang mengacaukan rencananya. Berkali-kali orang itu sanggup menyentuh dirinya tanpa di sadari, dengan sendirinya Momok Wajah Ramah memaklumi begitu ada hal aneh menimpa dirinya.
"Sangat mencurigakan, pembunuh bayaran berkeliaran disekitar sini, dan ternyata harus kau bereskan sendiri."
Mendadak Elang Emas berkata sambil lalu, ucapannya yang sangat bersayap membuat Momok Wajah Ramah makin berdebar.
"Sudah kukatakan, akupun hanya karena kebetulan lewat dan mempergoki mereka, maka aku harus bertarung dengan mereka." Usai berkata begitu, rasa sakit di pinggangnya makin menjadi, Momok Wajah Ramah harus menghentikan langkahnya, begitu dia berhenti, rasa sakit itu reda.
"Berarti kau sangat hebat." Ujar Kepalan Maut ikut berhenti, dan Pecut Ekor Tujuh juga menghentikan laju kereta.
"Luka yang mereka derita adalah totokan yang tidak mematikan, tapi simpul utama mereka terkunci dengan teknik sangat tinggi, teknik ini aku pernah lihat dikuasai oleh Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
golongan yang telah menyucikan diri. Dan Argamas bukanlah golongan yang menyucikan diri." Kata Elang Emas dengan menatap tajam.
Momok Wajah Ramah terkesip mendengar ucapan itu,
"Kau terlalu mengagulkan pengetahuanmu, bukan berarti aku tidak pernah belajar dari orang lain!" Sahutnya dengan sengit.
"Betul, dan aku tidak mengatakan kau tidak menguasai."
Sahut Elang Emas sembari tertawa pendek. "Mungkin memang benar kau menguasai, mungkin kau memang sudah sangat mahir sampai-sampai kami tidak bisa melihat ciri itu ada padamu."
"Seseorang yang memiliki ilmu totok jenis itu memiliki peringan tubuh sangat mahir, badan seringan kapas, gerakan secepat kilat, tindakan mantap, mata tajam, dan nafas yang sangat halus, tidak pernah terengah." Timpal Pecut Ekor Tujuh.
Sampai disini, barulah sadar bahwa dirinya sudah ditelanjangi. Mau tak mau Momok Wajah Ramah memang mengakui bahwa pelakunya memiliki ciri-ciri seperti yang baru saja disebutkan tadi, saking lihaynya si pelaku, dia bahkan tidak tahu tengah menghadapi siapa.
"Semua ciri itu tidak terdapat pada dirimu... mengingat kau mengakui menjatuhkan para pembunuh bayaran itu, tapi dari caramu bergerak kau tidak memiliki kemahiran itu."
Kalimat terakhir Pecut Ekor Tujuh adalah vonis bagi dirinya.
Momok Wajah Ramah merasa wajahnya memerah, dengan tertawa dia membalikkan badan. "Sepertinya, caraku berbohong tak bisa mengelabui kalian..."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitu kalimat "tak bisa" dia ucapkan, tangan Momok Wajah Ramah sudah melepaskan jarum embun yang beracun, gerakannya begitu cepat dan tidak terduga, saat kalimat
"mengelabui kalian" terlontar puluhan jarum disertai sambitan tujuh pisau mengarah mata dan jangkun ketiga orang yang hanya terpisah lima langkah darinya.
Ketiga orang yang diserang Momok Wajah Ramah bukanlah orang biasa, dari awal mereka tidak begitu bodoh percaya begitu saja dengan keterangan lelaki itu, tapi sungguh tidak disangka, serangan mendadaknya begitu mematikan!
"Hiaah!" Kepalan Maut menepukkan kedua tangannya menciptakan lapisan hawa dan resonansi gelombang untuk menolak belasan jarum yang mengarah kesekujur tubuhnya, tapi pisau yang datang belakangan justru sampai lebih dulu, dengan sangat terperanjat, lelaki ini memutar tubuhnya, pisau itu begitu tipis melawati sisi tubuhnya, hanya berkisar seujung jari dari dahinya.
Elang Emas yang mendapat serangan serupa, segera melejit kebelakang dan tangannya membentuk satu putaran dan mengibas kedepan, seketika itu juga jarum yang dilepaskan Momok Wajah Ramah, runtuh. Tapi ada satu yang tak terpengaruh kibasan energi Elang Emas, jarum itu melesat menancap tepat di pinggang.
Clap-Trak! Wajah Elang Emas berubah pias, untung saja serangan pisau yang mengarah padanya tak begitu sulit dihindari.
Yang paling beruntung adalah Pecut Ekor Tujuh, posisinya yang berada di belakang kedua rekannya membuat dirinya leluasa menghindari serangan mendadak itu. Letupan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pecutnya yang memiliki tujuh rumbai itu, menggelegar menyapu sisa serangan Momok Wajah Ramah.
Dengan sendirinya setelah melakukan serangan, Momok Wajah Ramah tidak berdiam diri disana, detik yang sama begitu serangan terlontar dengan seringaian menghina, lelaki ini melejit meninggalkan tempat itu. Sayangnya dia lupa ada orang didalam kereta, orang itu kemahirannya berada jauh diatas ketiga orang yang diserang Momok Wajah Ramah.
Begitu badannya melenting dan peringan tubuh terkembang, kakinya terasa dilibat sesuatu. Dengan menendangkan kaki kirinya, Momok Wajah Ramah seolah ingin melepas jeratan di kaki kanannya, tapi begitu kakinya menendang angin, barulah dia sadar, yang melibat kakinya bukan benda (dalam bayangannya itu adalah benda yang tipis), tapi sebuah hawa sakti yang amat liat.
Sentakan yang amat kuat membuat tubuh Momok Wajah Ramah tertarik dan hampir saja dia jatuh terguling, untungnya begitu kaki menapak tanah, lelaki itu masih sempat mengatur keseimbangannya.
Dengan wajah pias, dan nafas memburu, Momok Wajah Ramah memperhatikan seseorang dari dalam kereta, tapi setelah ditunggu beberapa saat, orang itu tak juga keluar.
"Kau melakukannya perananmu dengan baik, tapi jika ingin keluar dari sini, jangan harap bisa kau lakukan dengan mudah." Terdengar suara dengan nada rendah dari dalam kereta.
Keringat deras mengucur dari dahi Momok Wajah Ramah, kalimat itu memang tidak mengerikan, bahkan suaranya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terkesan lembut, tapi pada setiap patah kalimat yang diucapkannya, jiratan dikaki kanannya mengencang dan membuat setiap jengkal kulitnya merasa perih, demikian juga dengan tulangnya, rasa ngilu yang menusuk membuat dia merasa tulang diseluruh tubuhnya seperti dilolosi.
"Kau bisa mengancamku, tapi anakbuahmu pun tak akan bernasib baik..." desis Momok Wajah Ramah dengan suara mendesis.
Suara tawa dari dalam kereta meledak begitu saja. "Ha-ha.., matamu memang kurang awas, coba kau perhatikan lagi."
Mata Momok Wajah Ramah terbelalak, dia melihat Elang Emas masih berdiri tegak, padahal siapapun yang terkena jarum embunnya, hal pertama yang akan terjadi adalah tubuh menjadi kaku sebelum akhirnya secara lambat memucat dan akhirnya berkerut kering.
Elang Emas meraba pinggangnya, "Jarummu memang hebat, sayangnya aku memakai baju kusus pula."
Momok Wajah Ramah menampilkan mimik aneh saat Elang Emas mencabut jarumnya. Begitu jarum tercabut, matanya menyipit. "mampuslah"!" desisnya dengan nada riang yang tak bisa di tutupi.
Elang Emas menatap Momok Wajah Ramah dengan mimik riang pula. "Tak perlu kau menghitung sampai sepuluh, aku tahu Jarum Embun milikimu berbahaya, tapi saat ini, siapapun yang menyentuh jarummu tak akan mendapatkan efek yang kau harapkan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Momok Wajah Ramah benar-benar seperti menelan pil pahit, dalam kilasan detik saja dia sudah memahami kenapa jarumnya tidak memiliki efek lagi, seseorang yang mengganggunya tadi! Dia mengembalikan jarum-jaum itu padanya, dengan seksama di periksanya kembali jarum yang belum sempat di lontarkan.
"Keparat!" seru Momok Wajah Ramah dengan marah, disadari olehnya ternyata jarum beracun itu sudah netral sama sekali.
Kepalan Maut adalah orang yang cukup teliti, dia menyadari keanehan yang terjadi pada Wangkar. "Kurasa aku tahu apa yang menimpamu. Kau tidak menyadari jarummu sudah tidak berguna, artinya kau sudah di tipu mentah-mentah oleh lawanmu atau justru kawanmu, yang berikutnya; bisa jadi orang-orang ini adalah teman-temanmu, tapi mereka entah kenapa dilumpuh oleh seseorang atau sekelompok orang. Dan saat itu, kau berada di dua pilihan, terus menyergap kami atau harus menghindar" seharusnya kau menghindar, tapi ada sesuatu yang membuatmu jadi terpaksa memunculkan diri."
Kesimpulan Kepalan Maut memang tak jauh berbeda dengan apa yang menimpa dirinya, tapi seluruh uratnya merasa mengejang, dia bahkan tak bisa menggerakkan gerahamnya untuk mengucap kata.
"Orang ini sudah tidak berguna lagi..." timpal Pecut Ekor Tujuh. Ucapannya bagi orang lain terdengar tidak beralasan, tapi bagi rekan-rekannya itu masuk akal. Seseorang yang dilibat tenaga sakti Sakta Glagah, akan mengalami pembalikan sirkulasi tenaga dengan sangat lambat, bayangkan; seseorang yang biasa menghimpun hawa sakti dengan menyebarkan hawa tersebut pada seluruh tubuh, tiba-Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tiba dari sekujur tubuhnya muncul tenaga sedot yang membuat pusat tenaga harus menyuplai tenaga terus menerus.
Momok Wajah Ramah merasa tubuhnya melemah, dia tidak merasa lagi jiratan hawa pada kakinya, tapi sekujur tubuhnya begitu berat untuk digerakkan.
"Apakah kita akan tinggalkan orang ini?" Tanya Elang Emas dengan menoleh kearah kereta.
"Ya, dia hanya menjadi beban." Ucapnya lirih.
Mereka kembali bergerak dengan perlahan, Sakta Glagah menyadari, terdapat perubahan mendasar dengan situasi Kota Pagaruyung, sebersit keraguan sempat muncul dalam hatinya, tapi keraguannya menimpis manakala mengingat dia baru saja mendapat 'sahabat' yang aneh.. sahabat yang memberikan sepercik asa padanya.
-dwkz- 90 " Bhre Kesunyian yang mencekam membuat Momok Wajah
Ramah tak nyaman, baru kali ini dia merasa takut mati! saat ini tubuhnya benar-benar tak bisa digerakkan, seolah seluruh fungsi tubuhnya luruh semua. Tapi, telinganya masih bisa membedakan mana bunyi wajar dan mana yang tidak, dengan sendirinya dia sangat paham ada langkah kaki yang mendekat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau sudah begini, apa yang membuatmu berguna?"
warna suara yang asing itu nampak sangat familier baginya, tapi karena wajahanya miring dia tidak tahu siapa orang itu, saat ini dia hanya bisa mengingat langkah kaki orang itu, sangat khas, tap-tap, taptaptap, ada jeda kecil diantara langkahnya.
Sing...! suara yang menggaung diudara itu
mereprentasikan sebuah senjata yang keluar dari sarungnya, sebuah bayangan terpeta dalam benak Momok Wajah Ramah,
"matilah aku", pikirnya panik. Tapi...
Ting! Berselang satu detik atau mungkin pada detik yang sama, suara benturan yang sangat lembut membuat suara-suara lain mengabur dengan cepat. Momok Wajah Ramah kembali di cekam dalam hening. Dia bukan orang bodoh, apa yang terjadi dalam waktu yang singkat itu, ia bisa menduga, entah siapapun orang yang menyelamatkannya, dia sangat berterimakasih. Saat ini, dia hanya bisa memfokuskan pikiran untuk menahan daya sedot yang selalu menguras pusat tenaganya.
Tapi tidak berguna, makin dilawan, daya sedot itu makin ganas, tubuhnyapun lunglai. Pada akhirnya, dalam keputusasaannya Momok Wajah Ramah mencoba cara ekstrim, dia ingat sewaktu hendak menyerangi ada rasa sakit yang menyerang pinggang, sakit itu muncul saat dirinya mengalirkan tenaga pada lengan. Dengan menahan betotan tenaga Momok Wajah Ramah kali ini fokus untuk membangkitkan rasa sakit dalam pinggangnya, detik berikut..
seolah ada bacokan membelah pinggangnya. Tanpa bisa menahan lagi, Momok Wajah Ramah menjerit keras.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rasa sakit itu mendera cukup lama, setelah mereda; hal pertama yang dirasakan ternyata dirinya bisa menggerakkan jemarinya, dalam beberapa hitungan kedepan, kepalanya sudah bisa ditolehkan kesana kemari, dan pada akhirnya dia bisa duduk dan beringsut.
"Rasa ingin hidup, harus kau ingat baik-baik!" sebuah suara membuat Momok Wajah Ramah yakin, bahwa orang itulah yang menolong dirinya, tapi sayang lehernya masih sangat sulit untuk digerakkan dengan leluasa. Kesunyian kembali menjadi teman, ternyata diujung kematian timbul sepercik kesadaran, bahwa ternyata hidup memang berharga.
Setelah beberapa saat, Momok Wajah Ramah mengatur nafas, dia bisa bangkit berdiri, di edarkan pandangan matanya kian kemari, baru sadar ternyata disamping tempatnya terbaring tadi tergeletak jarum-jarum beracunnya. Dengan perasaan tidak karuan, lelaki ini memungut jarum, ditatapnya jarum yang selama ini menemani dalam setiap tindakan.
Dicium dengan ragu, seperti dugaannya racun dalam jarum itu sudah tidak ada lagi, Momok Wajah Ramah bukan orang bodoh, hal itu adalah peringatan terselubung untuknya. Racun adalah pengejawantahan dari nilai kejahatan, penyerang gelapnya dapat menghilangkan racun yang cukup dikenal di duna persilatan dalam tempo singkat, artinya; orang itu bisa kapan saja "menjemput" nyawanya.
"Apa aku harus berubah" Lalu apa yang harus kulakukan selanjutnya?" pikirnya gundah. Dengan langkah tertatih, lelaki bernama asli Wangkar menapakkan kaki satu demi satu dalam kegundahan pikirannya.
**** Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Disebuah bangunan cukup besar dengan masing-masing ruangan cukup besar, nampak beberapa orang tengah duduk merundingkan sesuatu.
"Apakah Duhkabhara belum ada kabar?" tanya salah seorang pada bawahannya.
"Belum tuan," jawabnya singkat.
Duhkabhara, bukanlah nama sebenarnya, itu adalah julukan. Arti julukan itu sendiri adalah kesusahan yang besar atau penderitaan yang besar, tapi bukan berarti orang yang dijuluki hal itu merupakan orang yang hidupnya payah dan dalam kesulitan, tapi justru orang itu selalu mendatangkan kesulitan bagi orang lain, kesulitan yang sangat besar!
"Benar-benar tidak berguna!" desis lelaki ini dengan marah.
Tapi, baru saja dia selesai berucap demikian, muncul tiga orang menerobos masuk kedalam ruangan itu.
"Pratisara, kau selalu terburu-buru dalam setiap pekerjaan!" Dengus seseorang yang baru saja menerobos masuk. Dengan langkah yang tegap, lelaki ini menarik kursi dan duduk di depan lelaki yang dipanggil Pratisara. Sementara orang yang menyertai Pratisara tadi sudah mengundurkan diri.
"Jika kau mencermati kejadian akhir-akhir ini, maka kau harus mengambil keputusan dengan cepat!" Kata Pratisara dengan nada tegas.
"Untuk hal ini aku setuju denganmu." Sahut Duhkabhara.
"Langsung saja, kita temukan satu nama yang cukup terkenal, Sora... aku duga dia adalah Sora Barung."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Cukup berguna, aku tahu orang itu, itu cukup jadi salah satu jalur informasi. Sayang cara kerja anak buahmu tidak rapi."
Duhkabhara terkejut dengan pernyataan Pratisara, dalam kelompok mereka Pratisara atau panglima, bertindak sebagai penyelia, tanpa orang itu, mereka tidak bisa berhubungan dengan tingkat atas. Dengan agak gusar, Duhkabhara menoleh pada dua orang yang ikut dengan dirinya.
"Apa yang kalian lakukan?"
"Tidak ada yang salah, semua bersih, jadi arang!" sahut salah satunya.
"Apa kau sudah memeriksa ulang?" tanya Pratisara dengan tajam.
"Tidak perlu, sekalipun belum mati terbakar, dia sudah mati kehabisan darah!" Sahutnya dengan ketus.
"Aku tidak menanyakan sumbermu mati atau tidak, tapi sejak kapan puing rumah yang berisi satu orang, tidak terdapat bekas-bekas tubuh orang?"
Keterangan itu membuat kedua orang yang merupakan petugas eksekusi di lapangan, terkejut. "Mustahil!" seru keduanya bersamaan.
"Muncul satu lubang setelah kalian meninggalkan rumah itu, dari lubang itulah korban kalian diselamatkan?" kata Pratisara dengan datar. "Lebih celaka lagi, korban kalian bukan sekedar penjual wedang ronde, tapi perantara informasi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku akui itu sebuah keteledoran, tapi itu tidak akan menguak identitas kita." Kata Duhkabhara membela diri.
Pratisara tidak berkomentar, "Kita tunggu petunjuk beliau saja." Katanya datar. Duhkabhara cukup sadar kali ini akan ada pembicaran sangat serius, dia memberi isyarat supaya dua orang yang menyertainya mengundurkan diri.
Susana ruangan itu jadi hening, tak berapa lama dari balik kelambu muncul satu orang, dia tidak berkata apapun, tapi langsung membereskan segala sesuatu yang diatas meja, lalu membentangkan sebuah kulit kambing, dalam kulit kambing itu ada banyak tulisan, tapi baik Pratisara dan Duhkabhara tak berani memandang tulisan tersebut.
Sesaat kemudian muncul lelaki dari dalam, dan langsung duduk. Dia tidak menyilahkan Pratisara dan Duhkabhara untuk duduk, melainkan dibacanya lebih dulu tulisan dalam kulit kambing itu. Setelah selesai, dia mengibaskan tangannnya memberi isyarat untuk duduk.
"Terima kasih Bhre..." kata keduanya duduk dengan punggung tegak, dalam posisi siaga. (Bhre merupakan panggilan untuk raja)
"Aku ingin dengar perkembangan terakhir." Katanya singkat.
Pratisara mengiyakan dengan sangat hormat. "Kita memiliki keadaan yang diluar dugaan, sejauh ini sudah ada enam kelompok yang bergerak disini. Pertama, mereka bergerak di sekitar Perguruan Naga Batu, ada tiga golongan; kesatu, sempalan dari Perguruan Naga Batu, kedua; pendukung sempalan kelompok Perguruan Naga Batu, disenyalir Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merupakan kumpulan golongan-golongan sesepuh para pendiri kota ini, dan ketiga adalah telik sandi bebas, mereka biasa digunakan oleh banyak pihak, ini yang menyulitkan, telik sandi semacam ini kebanyakan dari pihak Kwancasakya.
Kemudian, ada dua golongan yang kemungkinan bergerak didalam Perguruan Naga Batu, pihak pertama; adalah golongan lama yang ingin bangkit kembali, mereka digerakkan oleh anak murid Perguruan Naga Batu sendiri. Kemudian yang, kedua; adalah pihak yang belum diketahui, mereka merubah kebijakan yang ada didalam perguruan. Kami belum bisa mengambil informasi sampai sejauh itu, sebab setap orang yang dikirim untuk menyelidiki kondisi tersebut, lenyap.
Dan pihak yang terakhir; golongan yang membuat onar di Perguruan Naga Batu, saya tidak tahu apakah mereka menjadi satu golongan atau tidak, sebab Beruang dan Serigala adalah dua pribadi berbeda, tidak pernah diketahui saling bekerja sama."
Lelaki yang di panggil Bhre manggut-manggut, jari manisnya yang menggunakan cincin dari batu hijau mengetuk-ngetuk meja.
"Kalian melupakan tanda pertarungan di pintu masuk kota ini?" tanya lelaki separuh baya ini.
"Saya tidak bisa mengambil kesimpulan, karena terlalu bias dan kabur..." sahut Pratisara tertunduk.
"Bagaimana menurutmu?" tanya Sang Pimpinan pada Duhkabhara.
"Tujuh satwa satu baginda, setidaknya itu yang bisa saya baca Bhre... tapi seperti kata Pratisara, itu semua sangat Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kabur. Kemiripan tanda itu sembilan puluh bagian mendekati kebenaran, apalagi ada kabar munculnya Serigala dan Beruang di kota ini, saya rasa menjadi penegasan akan beneran tanda itu."
"Aku belum menangkap inti pembicaranmu!" tandas lelaki ini menatap tajam Duhkabhara.
Duhkabhara menundukkan kepalanya, sehari-hari dia dikenal sebagai orang yang sangat sadis dan bertindak tanpa pandang bulu, tapi menghadapi sang junjungan yang dapat mengalahkannya dalam dua jurus, dia sama sekali tidak berani berkutik.
"Maksudnya, kita menghadapi ancaman serius. Jika memang tujuh satwa satu baginda benar-benar nyata, maka orang yang di hadapi mereka ini adalah ancaman terbesar..."
kata Pratisara menyelamatkan situasi.
"Orang dengan kemampuan sebesar itu apa tidak bisa dilacak?"
"Sama sekali tidak, sejauh ini kami tak bisa menemukan tanda-tandanya, tapi ada beberapa tokoh yang menjadi perhatian kami, menghilang.. apa mungkin ada kaitannya dengan tokoh ini, saya tidak tahu." Tutur Pratisara menjelaskan.
"Bagaimana dengan yang terakhir?"
Pratisara dan Duhkabhara saling pandang, mereka tidak paham dengan pertanyaan sang junjungan. "Apakah maksud Bhre tentang lolosnya sumber informasi?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sang Junjungan tidak menjawab, tapi itu sudah cukup bagi Pratisara untuk meneruskan bicara. "Ini memang keteledoran kami, sungguh tidak disangka... orang itu bisa diselamatkan.
Tapi dari kondisinya, saya meragukan orang itu bisa berguna."
Selesai berkata begitu Pratisara menundukkan kepala, sementara dalam hatinya Duhkabhara merasa berterima kasih, karena kesalahan mereka ditanggung oleh Pratisara.
"Kalian tahu apa yang terlewat?" tiba-tiba Sang Junjungan berdiri sambil membelakangi mereka.
Keduanya tak berani menjawab.
"Gua batu didatangi orang, ada beberapa hal yang hilang didalam sana. Asap yang digunakan merupakan pekerjaan golongan yang tidak sembarang bertindak. Apa kalian pernah menyalahi mereka?"
Pratisara dan Duhkabhara terkejut, mereka saling pandang.
"Kami tidak mendapatkan laporan itu..." kata Pratisara terbata, dengan keringat dingin menitik.
"Tak bisa menyalahkan kau, kabar ini kudapat dengan tidak mudah." Kata Sang Junjungan sambil melangkah keluar ruangan, dan menghilang dari balik kelambu.
Sepeninggalan Sang Bhre, mereka Pratisara segera menoleh kepada Duhkabhara, "Segera percepat pengumpulan informasi, jika perlu lakukan dengan berbagai cara!"
Duhkabhara mengangguk, biasanya dia sering berbantah kata, tapi pertemuannya dengan Sang Bhre membuatnya tak punya selera untuk membantah. Tak mengeluarkan sepatah katapun, Duhkabhara keluar dari ruangan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Anak buah Pratisara kembali masuk menjumpai
pimpinannya. "Apa yang harus kulakukan?"
"Temui, Kiwa Mahakrura! Kau tahu apa yang harus dilakukan?" perintahnya singkat.
"Baik!" sahutnya sembari mengundurkan diri.
Jaka menarik nafas lega sembari tersenyum, saat mendengar laporan dari Macan Terbang, bahwa; penyebaran informasi tentang Ki Sempana adalah anggota mata-mata, sudah tersebar di kalangan telik sandi.
"Kenapa tuan harus membuat orang yang tidak ada kaitannya, disebutkan sebagai telik sandi?" Tanya Macan Terbang.
Jaka diam saja, tapi Penikam yang akhir-akhir ini selalu menyertai Jaka, menjawab pertanyaan itu. "Justru itu untuk keselamatan Ki Sempana sendiri." Sahutnya singkat.
"Lho, bukankah itu lebih membahayakan jiwanya?" Tanya Macan Terbang tak habis pikir.
Penikam tertawa. "Coba kau renungkan, seorang yang sudah seharusnya mati dalam tumpukan puing, tiba-tiba saja selamat dan nantinya dia akan kembali mendirikan rumah ditempatnya semula" apakah itu tindakan berani atau justru bodoh?"
"Wah.. sa-saya tidak berani mengatakan itu tindakan bodoh, tapi itu.. rasanya juga kurang cerdas?" kata Macan Terbang tanpa pikir. "Eh, mm, tapi itu menurut pikiran saya?"
sambungnya, baru menyadari jika dia mengatakan itu adalah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tindakan kurang cerdas, sama artinya dia mengatakan keputusan Jaka kurang perhitungan.
"Jangan kawatir, setiap orang akan mengatakan itu adalah tindakan bodoh. Tapi disaat sekarang ini, justru itu adalah tindakan paling cerdas. Sebab orang yang tadinya menyiksa Ki Sempana akan berpikir ulang jika mereka akan mendatanginya, mereka pasti berpikir orang-orang dibelakang Ki Sempana merupakan kekuatan yang menakutkan, sampai-sampai membiarkan Ki Sempana kembali ketempatnya."
"Bukannya itu benar?" tukas Macan Terbang polos.
Jaka tersenyum, Penikam juga terbahak. "Ya, mungkin saja kekuatan kita ini memang bisa dikatakan sebagai kekuatan menakutkan, tapi kita tidak selamanya akan ada disini.
Pencitraan sebagai kekuatan yang menakutkan ini, akan membantu Ki Sempana manakala kita tidak disini lagi."
Macan Terbang manggut-manggut mendengarkan
penjelasan Penikam. Mendadak, dari luar melangkah seseorang memberi isyarat kepada Penikam. Lelaki ini segera menghampirinya, terlihat kepalanya mengangguk. "Baiklah, kau kembali ketempatmu." Katanya pada orang itu. Dia mengangguk dan memberi hormat pada Jaka, lalu menghilang dari balik pintu.
Penikam kembali duduk disamping Jaka.
"Ada laporan apa paman?" tanya Jaka.
"Nampaknya, tuan harus segera bergabung dengan anak-anak muda yang dikumpulkan Arseta." Tutur Penikam singkat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Oh, nampaknya Arseta sudah menangkap pergerakan Sadewa." Gumam Jaka. Pemuda ini memiliki janji dengan Sadewa bertiga, untuk datang ke Pesanggrahan Naga Batu, pada hari kelima waktu tengah hari. Dan saat perjumpaan itu sudah dekat.
"Saya rasa begitu," sahut Penikam.
"Aku harus bergegas.." kata Jaka sembari berdiri, dan menepuk bahu Penikam. Lelaki itu menatap punggung Jaka sesaat, dia segera mengetahui apa yang harus dilakukannya.
Rumah Mintaraga pun kembali diliputi keheningan.
*** Sore sudah dijelang, di pojokan sebuah tanah kosong terlihat sesosok tubuh berdiri disaput bayangan pohon.
Nampak kokoh dan dingin, seolah menyatu dengan alam sekitar. Dia sudah berdiri disana sekitar satu jam. Matanya dipejamkan, kondisinya benar-benar kokoh seperti batu karang, dari kejauahan sana terdengar gemertak suara dan itu cukup membuatnya terjaga.
"Berhenti disana!" ujarnya ketus, tapi perkataan yang singkat itu mengandung bobot cukup berwibawa.
Dua sosok bayangan yang sedang melesat, begitu terperanjat, mengetahui ada orang yang menghentikan mereka, dengan meningkatkan kewaspadaan mereka segera berhenti, hanya berjarak lima meter dari pohon rindang itu, suasana sore dengan cahaya yang berangsur mengabur itu membuat mereka bergidik.
"Apa kalian orang-orang Naga Batu?" tanya sosok yang berdiri dibawah pohon ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keduanya saling pandang dan tidak menjawab, pertanyaan orang itu bagi mereka bisa bermakana ganda.
"Siapakah kau?" tanya salah seorang diantaranya.
Dia tak menjawab, tapi sesaat kemudian berujar. "Tahukah kalian, Perguruan Naga Batu, memiliki Janapada-Janapadi"
kebanyakan dari mereka tak berguna."
Keduanya saling pandang, sebutan orang itu secara tak langsung mengarah kepada mereka. Janapada-janapadi adalah sebutan bagi bawahan, pembantu.
"Siapa diantara kalian yang merupakan Janapada?" tanya orang dibawah pohon ini.
Keduanya benar-benar bingung, pertanyaan orang itu mencakup hal-hal baru dari banyak hal yang baru mereka pahami dan menjadi tanggung jawab mereka. Tiba-tiba orang itu menjentikkan jari, sebuah koin jatuh tepat diantara keduanya. Ah" ternyata sebuah lencana, terbuat dari besi, berukir siulet naga.
"Orang sendiri?" tanya salah satunya sembari menjumput lencana itu, dan dan melihat sisi lainnya, tertera nomor 58.
"Ya, kita orang sendiri?" tiba-tiba saja lelaki dibawah pohon sudah berada sangat dekat dengan mereka.
Merasa terancam, keduanya segera bergerak mundur saling berlawanan arah. Tapi gerakan itu ternyata tidak ditanggapi oleh lelaki ini, dia hanya memperhatikan pada orang yang memegang lencananya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau tahu, lencana lepas dari badan artinya mati?"
katanya dengan dingin sembari menjulurkan tangannya meminta lencananya lagi.
"Ah?" katanya baru sadar dia masih memegang lencana itu, dengan terburu dilemparnya lencana itu pada lelaki tadi.
"Kau nomor berapa?" tanya si penghadang ini.
"60." Sahut si pelempar lencana tadi, tapi anehnya penghadang yang memiliki lencana 58 ini tidak bertanya pada orang yang satunya. Setelah lencana itu di genggam dan disimpannya kembali, barulah dia mengalihkan pandangan pada orang kedua.


Seruling Sakti Karya Didit S Andrianto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sebenarnya aku bisa bersenang-senang dengan kalian dalam waktu yang cukup lama, tapi aku diburu waktu."
Katanya dengan nada yang dingin.
"Apa maksudmu?" tanya salah satu dari keduanya merasa ada yang tak beres.
Lelaki itu tidak mengatakan apa-apa, menghunus pedangnya dengan lambat. Melihat gelagat tak menguntungkan itu, si pendatang mundur dua langkah, pada ekor matanya dia melihat rekannya yang tadi memungut lencana diam tak bereaksi. Hatinya menjadi cemas menyaksikan itu.
"Hati-hati!" teriaknya pada rekannya.
"Lebih baik kau perhatikan dirimu!" desis si penghadang sudah berada satu jangkauan dengan dirinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan gugup lelaki itu mengisarkan langkah kesamping dan tangannya menebas miring mengarah leher, tapi si penghadang ini menghindar dengan gerakan hampir serupa dengan orang itu.
"Kau dari Perguruan Angin Tanpa Gerak?" tanya si penghadang ini dengan seringai sadis.
"Persetan!" bentaknya sambil mencabut senjatadan langsung menusuk keperut si penghadang itu.
Trang! Sebuah tangkisan yang sangat kuat, membuat pedang lelaki yang di senyalir datang dari Perguruan Angin Tanpa Gerak, terpental. Begitu lengannya terpental, sebuah serangan tusukan sangat sederhana mengarah jantung dengan gerakan sangat cepat!
Tapi lagi-lagi dengan olah langkahnya yang serba canggung lelaki itu bisa menghindar, tubuhnya melengkung kebelakang membentuk gerakan kayang, dan dilain kejap, kakinya menghentak dan melejitkan tenaga untuk mundur.
Si penghadang ini agak terkesima juga melihat cara menghindar lawannya. "Memang gerakan dari ilmu Angin Tanpa Arah, tidak bisa diremehkan." Gumamnya makin bersemangat. Mendengar ucapan itu, lelaki yang memang datang dari Perguruan Angin Tanpa Gerak ini, terkesip.
Sungguh tidak disangka beberapa gerakannya itu ternyata bisa dikenali lawan dengan cepat.
Sambil maju setindak, lelaki ini memasukan pedang dengan cepat, lalu perlahan tangan kirinya terangkat dengan lengan tertekuk kesamping sejajar bahu, jemari mengepal Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menempel dada, tangan kanannya memegang siku kirinya-tepatnya jemarinya menjumput siku.
"Hiaat.." dengan pekik kecil, tangan kanan yang memegang siku kirinya mencuat dalam kepalan dengan gemuruh laksana guntur, meluncur deras mengarah samping kanan lawan. Sebuah serangan yang aneh, sebab jangkauan serangannya masih terlalu jauh dari lawan, dan bidikannyapun jauh dari presisi.
Orang ini terheran-heran melihat serangan itu, tapi kelenaanya dalam satu detik itu sudah sangat cukup bagi si penghadang untuk melejit sangat dekat dengannya. Lengan kiri yang masih tertekuk itu mencuatkan sambaran sebuah pukulan yang langsung mengarah ke batok kepala, sebuah pukulan yang sederhana, dan keji!
Lelaki dari Perguruan Angin Tanpa Gerak ini dengan sigap melejit kekiri, tapi mendadak saja dia terkejut, saat gerakannya tertahan. Bahunya yang membentur hawa tak terlihat itu seperti tersengat pukulan. Barulah disadari serangan yang tanpa alasan tadi ternyata menciptakan selapis dinding hawa sakti untuk mengurung gerakannya!
Karena gerak hindar terhenti, dengan sedirinya serangan tangan kiri lawan masih tetap mengincar kepala, tidak ada waktu untuk berkelit lagi, dengan mengerahkan segenap tenaga sakti Awan Berkubang Mendung, dia menghadang serangan itu.
Plaaak! Benturan keras terjadi begitu dahsyat, sungguh tidak disangka serangan yang sederhana dari si penghadang itu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ternyata melancarkan tenaga bagai petir, menyambar setiap benteng hawa saktinya. Dari kepalan tangan yang tertangkis tapak berisi hawa sakti Awan Berkubang Mendung, terasa ada sambaran tenaga yang tiada habisnya menggedor pertahanannya, benturan yang terlihat hanya sekali itu, pada kenyataannya dia rasakan hampir belasan kali gedoran serupa pukulan jarak jauh menghantam pertahanan hawa saktinya.
Tak terasa, kakinya mundur sampai dua langkah, sementara tangan lawannya masih mendorong telapaknya, seharusnya dia masih akan terus terdorong, dan pada saat itu dirinya bisa mempersiapkah himpunan hawa sakti yang berikutnya untuk menyerang, tapi dari belakang lagi-lagi tertahan oleh dinding energi yang sebelumnya diciptakan oleh si penghadang ini, sungguh mimpipun dia tak pernah mendengar ada ilmu seperti ini.
Wajah sang lawan menyeringai padanya sudah sangat dekat! Dia merasa detik-detik itu seperti mimpi buruk, sadar dengan bahaya yang akan menimpanya, tangan yang masih memegang pedang melemparkan senjata itu keatas dan menarik tangannya sejajar pinggang, dia tak lagi memikirkan pertahanan, itu adalah serangan terakhir.. dan pada kejap berikutnya sebuah tendangan menyambar pinggang, tak sempat mengelak, sebuah tendangan telak langsung mematahkan pinggang, dan kejap berikutnya bunyi "krak", di sekitar kepala adalah bunyi terakhir yang dia dengar.
Tapi pada detik yang bersamaan saat serangan si penghadang menghantam kepalanya, pedang yang dikibaskan keatas menukik dengan desingan keras mengancam ubun-ubun si penghadang itu, tanpa melihat kearah serangan terakhir, si penghadang mengisarkan kaki Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kesamping dan menepis. Tapi sungguh aneh" pedang itu memang tertangkis, tapi hawa yang tajam tetap mengikuti dirinya dan menyayat lengan kirinya sepanjang satu jengkal.
Orang ini, menatap lukanya dengan terkejut. "Jika saja latihannya sudah mahir, menghadapi ilmu Perguruan Angin Tanpa Gerak benar-benar sulit?" Pikirnya, padahal lengan kirinya penuh dengan hawa sakti, tapi hawa pedang lawan masih sanggup penggoreskan luka disana. Tatapan matanya yang tajam dan kejam itu menyapu tubuh lawan yang tergeletak dengan setiap lubang dikepala mengalirkan darah.
Dengan menggetak gigi, lelaki itu menyobek kedua lengan baju dan membungkus luka itu, tanpa sadar pada lengannya terlihat menyembul sedikit rajah dengan sisik hitam.
Dengan tergesa, di geledah seluruh tubuh lawannya, sambil menyeringai senang dia memungut lencana yang tergantung di leher, dilihatnya lencana besi itu, ternyata bernomor 63. Dengan berjalan perlahan, kali ini dia menghampiri satu orang yang lain.
Keadaan orang itu sungguh aneh, dia tidak bereaksi terhadap kematian rekannya, hanya diam termenung.
"Apa yang kuucapkan tadi adalah hal sebenarnya, lencana lepas dari badan artinya mati! Kau memang belum melepas lencanamu"itu hanya masalah waktu, tapi sebelumnya kau sudah melepaskan lencanaku." Katanya sembari menyeringai, dia menggeledah sekujur tubuh orang itu, tanpa ada perlawanan!
Dilihatnya lencana yang sudah didapat, memang benar bernomor 60. "Hm" 58, 60, dan 63 sudah kudapat. Tinggal satu orang lagi pemilik lencana besi, selanjutnya, satu pemilik Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perunggu dan dua pemilik perak." Pikirnya dengan langkah lugas menghilang dari balik kerimbunan pepohonan.
Burung sudah kembali kesarang, suara serangga malam mulai berkumandang menderik disetiap penjuru, desau angin sore yang makin lemah senada dengan sang mentari yang kian temaram, kembali keperaduannya. Kejadian tadi hanya sekejap saja, dua nyawa yang masih bugar kini hanya tinggal seperempat, ya.. ternyata si pemungut lencana yang dilemparkan si penghadang, sudah dibalur racun, dan itu membuatnya sekarat, sebab racun itu berjalan lambat, merambat lewat pori-pori, mematikan sistem motorik dan akhirnya akan menghentikan denyut jantung untuk beberapa waktu kedepan.
*** Jaka duduk di kedai makan, dimana dia pernah bertemu Arseta. Dengan sendirinya pemilik kedai paham, siapa yang akan ditemu Jaka. Tak berapa lama kemudian, seorang pelayan menyapa Jaka dan menyilahkan pemuda itu untuk duduk di dalam ruangan yang lebih pribadi. Bagi kebanyakan orang, kedai yang penuh cita rasa itu memang enak untuk disinggahi, tapi bagi orang macam Jaka, kedai itu adalah pintu masuk ke dalam dunia yang berbeda.
Tak berapa lama kemudian Arseta muncul dengan wajah tersaput muram. Jaka berdiri dan menyalami orang itu.
"Silahkan duduk?" kata pemuda ini pada Arseta.
Melihat wajah yang tidak seperti biasanya itu, Jaka menduga ada banyak perubahan telah terjadi. "Apakah usaha kalian sudah tercium pihak lain?" tanya pemuda ini dengan menuangkan secangkir teh dan diberikan pada Arseta.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sembari menghela nafas panjang, Arseta menyesap tehnya, lalu menatap Jaka sesaat. "Kami kehilangan pemilik lencana besi nomor 58?" katanya.
Jaka tidak bereaksi, pemuda ini mengambil lencana perunggu yang di berikan oleh Sadewa padanya, baru disadari olehnya ternyata lencana itu memiliki nomor. Miliknya adalah nomor empat.
"Ada indikasi, nomor-nomor yang lain juga akan menghilang." Katanya sambil menatap Jaka.
"Aku akan berhati-hati," tukas Jaka.
Aresta mengangguk, dia tidak akan mencemaskan Jaka, karena ada Arwah Pedang di belakang pemuda itu. Dalam mimpi pun Arseta tidak menyangka, pemuda ini tidak pernah mengandalkan orang lain untuk keselamatannya sendiri, justru orang lain-lah yang seharusnya berhati-hati saat menghadapi anak muda bernama Jaka Bayu itu.
"Lalu" apa arti kehilangan itu bagi kalian?"
"Banyak sekali," Arseta kembali menyesap air tehnya. "Ada yang sudah tahu apa yang sedang kami lakukan, itu pasti.
Pihak ini bisa jadi dari luar, bisa jadi dari dalam."
"Sudah ada yang dicurigai?"
"Saat pemeriksaan jenasah pemegang lencana, Ketua sudah memiliki nama, cuma dia masih belum yakin, begitu banyak hal bias yang kutemukan.. aku sendiripun jadi ragu, tidak bisa menyimpulkan apapun."
Jaka segera berdiri, "Ayo?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Arseta bengong, tidak mengetahui apa maksud pemuda itu.
"Kemana?" "Tentu saja ketempat penyimpanan jenazah, kalian belum menguburkannya kan?" tanya Jaka. Arseta menggeleng masih dengan perasaan bingung. "Aku akan melihatnya, siapa tahu ada kesimpulan yang bisa membantu kalian."
Lelaki paruh baya itu terdiam sesaat, "Baiklah?"
merekapun meninggalkan kedai untuk menuju ketempat penyimpanan jenazah.
*** Hastin dan Cambuk sedang mencermati beberapa
lembaran yang mereka dapati dari gua batu. Sebuah catatan sejarah yang tidak mengambarkan apapun. Cambuk hampir putus asa, dia sudah membacanya bolak-balik sampai lima belas kali, tak juga mendapatkan apapun.
"Anda mendapatkan sesuatu?" tanya Cambuk pada Hastin.
Tampang lelaki bertubuh besar ini malah lebih mengenaskan ketimbang Cambuk. "Benar-benar sialan, aku paling tidak suka pekerjaan konyol macam begini!" katanya seraya mencampakkan gulungan lontar yang sudah dibaca jauh lebih banyak dari jumlah Cambuk.
Cambuk hanya bisa menghela nafas, ditatapnya lembaran lontar yang dilempar Hastin, tanpa berusaha mengambilnya lagi. Keheningan meliputi mereka dalam waktu yang cukup lama, sampai akhirnya Cambuk seperti diingatkan sesuatu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tolong, anda balik semua lembaran!" seru Cambuk pada Hastin, dengan bersemangat lelaki ini mengambil lembaran yang di buang Hastin, di lembaran depan memang tercantum banyak tulisan, masing-masing tulisan itu ada yang ditulis dengan tinta yang ditekan lebih kuat, membuat huruf-huruf tertentu menjadi lebih tebal. Cambuk membalik lembaran itu, di baliknya terlihat titik-titik tinta yang meresap, menimbulkan titik-titik yang tidak beraturan. Cambuk segera mencari urutan-urutan pada halaman.
"Aku sudah selesai dengan tulisan sialan ini, memangnya mau kau apakan?" tanya Hastin heran.
"Tolong susun sesuai urutan halaman." Kata Cambuk tanpa menoleh, dia sedang mengamati titik-titik dibalik lembaran itu, dalam banyak hal seolah di benaknya muncul jawaban dari hal yang sedang dicari, tapi begitu di lihat lebih dalam, dia sendiri bingung" entah apa yang sebenarnya sedang dicari.
Semua lembaran sudah di balik dan di susun berdasarkan urutannya, dibalik lembaran-lembaran yang lain itu juga terdapat titik-titik bekas rembesan tinta. Cambuk segera meletakan lembaran terakhir yang masih di tangannya.
"Apa yang anda lihat?" tanya Cambuk dengan tatapan mata tidak lepas dari lembaran itu.
"Kecuali, titik-titik tak jelas, memang ada yang lain?" ujar Hastin dengan kening berkerut dalam.
"Aku seperti mengingat sesuatu, tapi apa ya?" gumam Cambuk menggaruk kepalanya berkali-kali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah"." Tiba-tiba Hastin berseru. "Peta!" keduanya berseru bersamaan.
Dengan terburu, Cambuk mengeluarkan peta gua batu yang di dapat dengan cara menyogok, peta itu diletakkan di atas lembaran-lembaran lontar yang sudah tersusun sesuai halaman. Enam lembar membentuk kolom, sisanya membentuk baris dengan diletakan memanjang, keseluruhan lembaran itu ada enam. Luas lembaran lontar itu pas benar dengan gulungan peta yang didapatkan Cambuk.
Keduanya saling pandang, "Paham?" tanya Cambuk pada Hastin dengan wajah penuh tawa.
Hastin juga tertawa, "Tidak!" jawabnya, membuat tawa Cambuk makin keras.
"Titik-titik ini adalah pelengkap peta Gua Batu, jika kita salin ulang, akan tercipta peta dengan keterangan sangat akurat."
"Darimana datangnya keterangan itu?"
"Tentu saja dari tulisan-tulisan yang ada dibaliknya." Kata Cambuk dengan puas, bisa membuat Hastin harus berkali-kali bertanya.
"Menurutmu kegunaan peta itu untuk apa lagi?"
"Kurasa, semacam rancangan untuk sebuah pergerakan yang akan di lakukan secara serempak atau bertahap?"
jawab Cambuk menganalisa. "Waktunya bekerja?"
sambungnya sambil menyiapkan tinta dan lembaran kulit kambing untuk menyalin peta.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hastin menguap, pandangannya terlihat bosan, dia benar-benar ingin bertarung.. kalau pekerjaan semacam ini bisa membuatnya mati mengantuk.
--dwkz-- 92 " Autopsi Jaka tercenung didepan jenazah yang terbaring kaku dihadapannya. Itupun kalau masih bisa dibilang jenazah, sebab kondisinya begitu mengenaskan. Kaki kiri terpotong, luka tercabik hampir ada disekujur tubuhnya. Tulang pipi remuk, wajah jenazah yang tampan itu terlihat menakutkan.
Jemari sepasang tangannya nampak terlepas engselnya.
Disekitar pemuda ini, ada Arseta dan Ketua Bayangan Naga serta seorang lelaki tua mencermati apa yang sedang dikerjakan pemuda itu.
Dengan menggunakan sarung tangan yang disamak dari kulit sapi, Jaka tidak merasa jijik saat memegang potongan kaki, mencermati bekas luka pada kaki. Setelah di amati dengan seksama, pemuda ini melepas sarung tangannya, dari balik bajunya, dikeluarkan gulungan kain yag berisi jarum-jarum dalam rupa panjang-pendek berbeda. Dengan gerakan sangat cekatan, di tancapkan enam jarum disekitar lambung dan jantung.
Cara kerja Jaka Bayu yang hampir tanpa jeda, membuat Ketua Bayangan Naga dan lelaki tua disampingnya terlihat makin perihatin, mereka paham benar, hanya orang-orang yang sudah sangat terbiasa dengan ilmu pertabiban yang bisa berlaku seperti itu. Pantas saja, waktu diberi buah jalanidhi, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemuda ini hanya bersikap biasa. Dengan adanya Arwah Pedang disekitar anak muda itu, identitas Jaka Bayu menjadi istimewa di mata mereka. Bahkan Ketua Bayangan Naga bisa memastikan, pemuda itu bukan orang yang secara aksidental di rekrut Sadewa, boleh jadi justru pemuda inilah yang mencari Sadewa, menarik perhatian untuk membuat mantan rekannya itu merekrut dirinya.
Lalu dengan menghela nafas panjang, Jaka menyalurkan hawa murni dari mulut jenazah itu, terdengar gemertak lirih suara dari rongga dada, pemuda ini mencermati jarum-jarumnya dengan mendengar setiap perubahan suara yang ada di dalam tubuh jenazah itu. Setelah dirasa puas dengan pengamatannya, Jaka mencabuti jarum-jarum dan membersihkan, lalu memasukkan lagi kedalam tempat penyimpanannya.
"Kau mendapatkan apa?" tanya Arseta.
"Banyak hal menarik?" papar Jaka sembari melangkah menjauhi jenazah, mereka duduk berkeliling di ruangan depan tempat penyimpanan jenzah. "Korban ini, berasal dari Perguruan Cadas Merapi.."
"Kau tahu dari mana?" Arseta bertanya heran, mereka jelas tahu asal-usul orang-orang yang direkrutnya, tapi kepada Jaka, keterangan semacam itu seingat dirinya belum pernah di berikan.
"Dari jemarinya" Perguruan Cadas Merapi memiliki ilmu yang sangat khas, Tapak Bangau Batu, pada tingkatan sebelum tapak, ada tingkatan jari. Pada tingkatan ini jari tengahnya akan terlihat lebih pipih dari biasanya, sedangkan ujung jemarinya lebih besar dari kebanyakan orang, kondisi ini Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan normal saat dia sudah mencapai tingkatan tapak. Kulihat seluruh jemarinya lepas dari engsel, sementara tulang pergelangan tangan tidak, artinya; dia sengaja menggetarkan tenaga saktinya sampai kelewat batas, pada jemarinya, tapi terhadang tenaga lawan, sehingga tak kuat menahan desakan dari luar"
Baiklah, aku akan mulai penjelasan dari luka-lukanya.
Seluruh luka cabikan yang ada di sekujur tubuh, dilakukan setelah korban mati. Untuk membedakan luka cabikan dilakukan sebelum dan sesudah kematian korban, adalah dengan mencermati jaringan pembuluh darah. Aku tidak menemukan adanya jaringan yang menegang di setiap mulut luka. Jaringan yang terputus akibat luka pada saat korban hidup, akan menunjukan bekas ketegangan pada otot dan jaringan disekitarnya, tapi pada kasus ini tidak.
Berikutnya, kaki yang terpotong ini memiliki pola yang hampir umum, dilakukan dengan bersih, dan cepat.. bahkan sangat cepat, tidak ada daging yang tercerai, potongan itu tepat di sambungan sendi, menandakan pelaku sangat teliti dan terbiasa dalam caranya. Aku hampir bisa menyimpulkan orang itu berprofesi sebagai pembunuh.. mungkin pembunuh bayaran. Dari cara ini saja, tak banyak orang yang bisa melakukan hal itu. Potongan kaki yang sangat lurus ini dilakukan oleh pelaku pada saat dia berguling ditanah, dan memapas dengan mendatar, gerakanya sangat cepat, dari pola serangannya aku bisa menyimpulkan senjata yang di gunakan adalah golok. Sebab penggunaan pisau atau pedang pada hasil sayatan semacam ini, akan menimbulkan bekas irisan pada tulangnya. Dan jurus yang dikenakan pelaku adalah Memapas Bukit Secara Melintang. Ini jurus umum, tapi penggunaan golok yang sangat tajam dan efektif membuatnya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memiliki ciri khas tersendiri. Kalian bisa simpulkan siapa yang memiliki cara seperti itu.
Sementara, luka pada jantung korban, terkena oleh himpitan tenaga sakti dua jenis, pertama dia terkena pukulan yang tenaga merusaknya sangat halus dan hanya bisa dialirkan dari benturan pukulan, sementara jenis kedua tenaga yang keras yang dilakukan pada saat pelaku menghentakkan kaki untuk pemusatan tenaga pada pukulan lurus. Apakah di sekitar tempat kejadian ada bekas lekukan kaki yang dalam?"
tanya Jaka. Arseta mengangguk berkali-kali. "Memang benar, memang benar?" ujarnya.
"Pukulan itu tidak mengenai secara langsung, tapi pelaku memukulkan lebih dulu pada lengannya sendiri baru merambatkan hawa perusaknya kejantung sang korban.
Kusadari, otot jantung korban, mengalami kerusakan fatal..
nyaris semuanya putus, sebab aku tidak bisa merasakan aliran hawa murniku, mencapai jarum-jarum yang tadi kutancapkan."
"Kenapa pelaku harus memukul lengannya sendiri baru memukul korban?" tanya Arseta tidak paham.
"Jenis pukulan yang diyakini pelaku tergolong ilmu yang sangat keras, saking kerasnya jika dia menghantam langsung kepada korban, sisa tenaga pukulan akan membalik melukai si pengguna. Pada tingkat pemula, jenis pukulan ini tidak bisa sering-sering digunakan. Maka untuk mengurangi daya pantul yang merusak itu, harus di pukulkan lebih dulu pada anggota tubuh yang sudah siap dengan cara ini. Tentu saja pada saat Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dia memukul, anggota tubuh yang jadi media perambatan tenaga, harus sangat kuat."
"Kira-kira, lengan sebelah mana yang digunakan sebagai media pukulan itu, apa kau dapat mengidentifikasinya?" tiba-tiba Ketua Bayangan Naga bertanya.
Jaka tersenyum, seharusnya Ketua Bayangan Naga tidak perlu bertanya, karena dia cukup melihat bekas jejak yang tertera disana itu kaki kanan atau kiri. Tapi memastikan kaki apa yang sebagai tumpuan Jaka sudah dapat menduga bahwa pelaku menggunakan lengan kiri-nya sebagai media pukulan.
"Dari jenis luka yang mendapat serangan rambatan hawa sakti dari kanan, maka lengan yang digunakan pelaku jelas sebelah kiri." Jaka menjelaskan. Dan penjelasan Jaka membuat wajah Ketua Bayangan Naga berubah menjadi tak sedap.
"Kenapa harus saat ini?" desisnya mengepalkan tangan.
Membuat Jaka tidak paham, maksud orang itu.
"Pukulan Triagni Diwangkara ?" ujar orang tua disebelah Ketua Bayangan Naga. Triagni Diwangkara, berarti mentari tiga api.
"Oh, jadi yang digunakan oleh pelaku adalah pukulan itu?"
tanya Jaka. Orang tua itu mengangguk.
"Pada puncaknya, pukulan itu bisa menghanguskan korban, hangus sama sekali, tidak bersisa seperti arang!"
katanya dengan emosi. "Aki pernah melihat pukulan itu?" tanya Jaka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lelaki itu menegakkan sandaran duduknya. "Dimasa aku muda, aku pernah melihatnya. Orang yang menguasai ilmu itu pada akhirnya juga mati karena ilmunya sendiri."
"Apakah, dia mati karena ilmunya membalik?" tanya Jaka.
"Kurasa begitu, saat itu dia bertarung dengan adik seperguruannya. Kurasa sifat-sifat ilmu itu membuatnya saling bertolak belakang dan pada akhirnya menjadi senjata makan tuan." Tutur lelaki tua itu, yang hingga saat ini Jaka tidak tahu, posisnya sebagai apa.
"Lalu apa yang membuat pipinya remuk?" tanya Arseta.
"Pancaran tenaga yang sama, sifat tenaga yang di miliki pelaku ini menyebar seperti jaring, kerusakan paling parah ada di jantung dan hati, tapi jangkauan terjauh dari imbas tenaga pelaku ini bukannya mengendor malah makin menimbulkan efek perusak lebih tinggi, hal ini dikarenakan serangan pertama yang merambat pada benturan-benturan pertama, dan pada akhirnya di ledakkan oleh Pukulan Triagni Diwangkara."
Jaka menatap wajah-wajah dihadapannya, "Apakah keteranganku bisa menyimpulkan pada sesuatu" Mungkin, nama pelaku?"
"Apakah kau tahu, kira-kira luka cabikan itu dilakukan untuk alasan apa, dan kapan kejadiannya setelah kematian?"
tanya Arseta tidak menanggapi pertanyaan Jaka.
Pemuda ini maklum dengan rentetan pertanyaan itu, "Dari mulut luka yang belum membiru, sebagian luka yang dilakukan paling awal dari kematian berjarak satu jam. Jika kau tanya apa alasannya, analisaku begini: kecuali pelaku ini Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sakit jiwa, satu-satunya alasan yang terpikir olehku adalah, ada pihak lain"mungkin pelaku yang sama, menggunakan jenazah ini sebagai alat untuk memeras orang lain. Apakah jenazah ini ditemukan jauh dari lokasi pertempuran atau bergesar dari lokasi yang sebenarnya?"
Arseta berpikir sesaat, "Kurasa memang bergeser dari tempatnya. Dilihat dari jejakan kaki si pelaku saat melakukan pukulan, jenazah korban justru tergeletak jauh dari sana.."
"Kalau begitu, kalian bisa mencari hal-hal yang mungkin hilang, berkaitan dengan korban, atau malah dengan kalian sendiri?" tukas Jaka. "Baiklah, tugasku selesai, aku pamit lebih dulu." Kata pemuda ini sambil berdiri, karena tidak bisa ditahan lagi, maka Arseta mengantarkan Jaka keluar ruangan.
"Dia bernama Kiwa Mahakrura?" tiba-tiba Arseta berkata pada Jaka saat akan melepas pergi pemuda itu. Nama yang dari tadi sudah ada diujung lidah, akhirnya disebut juga.
"Hm, nama tersangka yang menarik?" sahut Jaka. "Ah, aku terlupa satu hal.. sungguh ceroboh!" ujar Jaka dengan menepuk dahinya.
"Apa?" "Ada luka memar di punggung korban, dari jenisnya luka ini terjadi lebih dulu?"
Arseta tampak kaget mendengar penjelasan Jaka. "Apakah beracun?"
"Tidak, tapi luka itu sangat fatal?" mengingat satu jam kemudian dia harus bertempur dengan" Kiwa Mahakrura.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wajah Arseta tampak pias.
"Ada yang salah?" tanya Jaka.
"Apakah lukanya membekukan darah?" tanya Arseta.
Mata Jaka terpicing sejenak. "Tidak membekukan, tapi kurang lebih dampaknya serupa, aku tidak tahu itu jenis tenaga apa, tapi saat korban mengerahkan tenaga sakti, akibat yang ditimbulkan luka itu akan menyendat sirkulasi darahnya, jika diteruskan darah yang dipompa dari jantung bisa meledakkan sekitar daging luka tersebut."
"Ah?" Arseta tampak terduduk dengan lemas.
"Ada yang salah?" ulang Jaka bertanya.
"Paksi?" desis Arseta dengan kepala tertunduk.
"Maksudmu, yang melakukan itu adalah Paksi?" tanya Jaka memastikan.
"Aku berharap tidak, tapi dari keteranganmu, aku bisa memastikanya.. sebab orang itu memiliki ilmu Jari Embun, orang yang terkena serangan itu pada saat bergerak, luka yang seharusnya cuma setitik bisa menjadi selebar telapak?"
Jaka manggut-manggut, "Pada mulanya aku mengira luka memar itu karena penggumpalan darah korban karena posisi tubuhnya. Tapi setelah tadi kupikir-pikir, luka itu beda dengan penggumpalan darah pada umumnya."
Jaka urung berangkat, dia masih memperhatikan Arseta yang masih terduduk lemas. "Kami sudah kecolongan dua kali?" desisnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah dari awal, pihak kalian tidak melakukan pendalaman pada orang-orang itu?" tanya Jaka.
"Sudah, Paksi dan Kiwa Mahakrura kami golongkan sebagai Tukang Sapu, sebab tugas mereka memang membersihkan kotoran-kotoran yang mengganggu. Latar belakang Kiwa Mahakrura sendiri aku tidak begitu paham, menurutku orang itu masih keturunan trah ningrat. Ketua Bayangan Naga membolehkan dia bergabung dengan kami, berarti sudah tidak masalah lagi. Sedangkan Paksi adalah orang yang aku rekrut sendiri, aku mengenalnya dari kecil, jadi kecil kemungkinan jika orang ini menjadi penghianat. Tapi keteranganmu tadipun aku tak mungkin mengabaikannya?"
"Nampaknya kita memiliki masalah sendiri-sendiri?"
desah Jaka, lalu pemuda ini kembali pamit. Dia menghilang dalam kegelapan malam.
*dw*kz* Ketua Bayangan Naga nampak masih menggeram sengit, kemarahannya seolah tak bisa dibendung lagi. Penjelasan Jaka yang panjang lebar itu membuka wawasannya, dan juga meletupkan amarah.
"Aku sudah pernah mengatakan padamu, dia tidak bisa di percaya, tapi kau masih juga menerima orang-orangnya?"
kata lelaki tua itu pada Ketua Bayangan Naga.
"Kupikir, kehormatannya bisa menjadi jaminan bagiku?"
Katanya dengan singkat membela diri.
Lelaki tua itu tertawa rawan. "Kehormatan itu kebanyakan di bangun atas dasar rasa sakit banyak orang, tapi dilain sisi ada juga orang yang hanya tinggal menikmatinya. Sungguh Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak adil! Kau harus bisa membedakan kehormatan yang didapat dengan susah payah, dengan kehormatan yang didapat atas limpahan."
Lelaki ini terpekur mendengar nasihat dari pamannya. "Aku sudah tahu sifat dasar anak itu, selain dia kejam dan telegas, pikirannya pun terkadang licin. Aku mengerti jika suatu saat dia akan menjadi lawanku. Tapi di saat-saat seperti ini, mengapa dia harus berbalik menyerangku" Aku" aku?"
lelaki itu mengepalkan tangan, seolah-olah ada benda yang akan diremukan.
"Sebelum kedatangannya, kesimpulan apa yang kau peroleh dari jenazah tadi?" tanya sang paman mengalihkan perhatian sejenak.
Dengan menghela nafas pepat, lelaki ini menjawab. "Aku hampir mengira itu dilakukan oleh kaum Riyut Atirodra, mengingat cara mereka kadang-kadang diluar batas kemanusiaan. Tapi pejelasan pemuda itu" aku sangat berterima kasih atasnya, tapi aku juga kecewa dengan hasilnya?"
"Apakah kau akan membunuh Kiwa Mahakrura?" tanya pamannya.
Lelaki ini tercenung, "Tidak! Membunuhnya, hanya akan membuat tanganku kotor" orang seperti dia pasti ada yang menghentikannya. Aku akan mengatur satu langkah supaya dia membayar mahal perbuatannya!"
"Itu lebih baik?" gumam sang paman.
*dw*kz* Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jaka tahu, keheningan malam itu membuatnya harus berhati-hati, keluar dari tempat persembunyian Arseta membawa konsekwensi logis bagi keselamatannya sendiri, mengingat orang-orang yang di rekrut lelaki itu, mengalami nasib naas.
Pemuda ini berhenti dan menoleh arah kegelapan malam.
"Kau mencariku?" tanya pemuda itu dengan tenang.
Muncul bayang-bayang hitam dengan siulet makin tegas.
"Kau nomor berapa?" dia bertanya pada Jaka tanpa basa basi.
Jaka segera mafhum, siapa lelaki didepannya. "Aku nomor empat?" katanya singkat.
"Bagus.. bagus!" desis orang itu segera menyerang dengan satu pukulan secepat kilat mengarah dada Jaka.
Pemuda ini terbiasa menghindari segala serangan dengan olah langkahnya, tapi kali ini dia berubah pikiran, saat ini darahnya menggelora ingin mencoba kekuatan yang di sebut sebagai Pukulan Triagni Diwangkara. Mungkin saja kali ini lawannya mengerahkan kekuatan pukulan yang menurut analisanya merupakan pukulan yang beraliran sangat keras.
Desss! Dua pukulan beradu, terdengar jeritan dari pihak penyerang, antara rasa kaget dan sakit. "Siapa kau sebenarnya?" bentaknya dengan suara bergetar, sebab dirasakan olehnya denyut jantungnya berdegub belasan kali lipat lebih kencang, rasanya benar-benar tidak enak dan membuat mual.
"Aku nomor empat?" sahut Jaka Bayu santai.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
-dwkz- 93 " Meruntuhkan Semangat Lawan
Kiwa Mahakrura berusaha menegaskan pandangan, tapi kegelapan malam mengaburkan sosok dan raut wajah orang yang baru saja keluar dari tempat Arseta. Jika biasanya, dia yang harus memburu orang dengan tanpa susah payah, baru satu kali benturan saja dengan orang itu, sudah membawa alamat sulit buatnya.
"Apakah kau akan berdiri di situ sampai esok hari" Sampai terang tanah?" ucap Jaka menyindir.
"Diam!" bentak Kiwa Mahakrura dengan getas.
Jaka tertawa dalam gumam, "Caramu membunuh itu tidak cerdas, kasar dan bodoh, aku melihat potensimu cukup besar, tapi dengan sifatmu yang seperti babi ini, kau sama dengan penggali lubang tinja, tidak lebih."
Gigi Kiwa Mahakrura bergemertuk mendengar cemooh lawan, tapi dia masih cukup berakal sehat untuk tidak menumpahkan kemarahan pada serangannya. Lain dari itu, harga diri yang mencegah dia melakukan cara yang tidak elegan. Dia dilahirkan dalam lingkungan istana, bahkan dasar keturunan yang dimilikianya bukanlah sembarangan, cuma lantaran sifatnya yang terlalu tertutup, sulit bergaul dan cenderung ganas, membuat kalangan istana memutuskan jika kerabat mereka itu paling cocok menjadi eksekutor, pada usia dua belas tahun, Kiwa Mahakrura sudah membunuh sebelas orang yang menjadi buronan keluarga mereka, dan pada usia sebesar ini"dua puluh enam tahun, korbannya memang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertambah, tapi diapun sudah memiliki gaya tersendiri dalam membunuh, jika bukan orang yang berilmu, dia tak mau.
Alhasil ilmunya dari tahun ketahun meningkat sangat pesat.
Lelaki itu memang sudah mendengar, jika dalam lingkungan "telik sandi" dadakan Arseta ketambahan satu orang lagi, dan orang inilah yang ada dihadapannya sekarang.
Dia juga pernah mendengar dari anak buah kalangan Arseta, bahwa Arwah Pedang masih ada hubungan dengan Arseta, entah hubungan yang bagaimana, mungkin saja malah berhubungan dengan Ketua Bayangan Naga.
Maka, pada saat menjajal Arwah Pedang, dia menanyakan apakah Arwah Pedang adalah "teman-nya?", nya yang dia maksud, adalah Arseta atau Ketua Bayangan Naga, sementara Arwah Pedang merasa itu ditujukan pada Jaka, tapi keduanya sama-sama tidak memperjelas siapa "nya" yang di maksud itu. Tapi tak disangka, Kiwa Mahakurua harus menghadapi "nya" yang ada dalam alam pikiran Arwah Pedang. Jika saja dia tahu, Jaka mempunya hubungan dengan lawan yang pernah memberinya pil pahit, tentu saat ini dia tidak akan melakukan tindakan ceroboh dengan menyergapnya, paling tidak, Kiwa Mahakrura akan membawa kawan-kawan setingkat. Tapi itu sudah terlambat"
Sungguh tidak disangka, orang yang dikiranya lawan setara dengan anak-anak murid enam belas perguruan utama, ternyata lebih menyulitkan. Lebih-lebih lidah orang itu mudah sekali menyulut emosinya. Kiwa Mahakrura teringat pertempurannya dengan Arwah Pedang, dia tidak pernah tahu siapa orang yang dilawannya itu, dia merasa lawannya itu sungguh sangat berat dan berkelas, jika dia sungguh-sungguh, mungkin tak sampai dua jurus nyawanya sudah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melayang, harga dirinya sungguh terluka dengan cara lawan menghadapinya.
Berangkat dari perasaan tak mau kalah, dia berpikir dan mencoba mengingat-ingat kembali cara orang itu menempurnya, beberapa jam kemudian dia mencoba berbagai metoda, dan usaha kerasnya cukup membuahkan hasil, beberapa korbannya dalam dua belas jam terakhir dia selesaikan dengan cara yang baru saja didapatkan.
Kali inipun Kiwa Mahakrura akan menggunakan cara serupa, lelaki yang pernah mengalahkannya itu memiliki ciri khas penyembunyian pancaran tenaga dan penggunaan tenaga sangat efektif. Diam-diam dira sudah mulai mengalirkan hawa saktinya kesekujur tubuh dalam beberapa putaran sirkulasi, lalu memusatkan pada kaki, menarik seluruh hawa sakti dari sekujur tubuh kedalam satu titik serangan, dan membuat tenaga sakti yang lain dalam kondisi siaga"tapi tanpa gerak, dilain sisi diapun mengembangkan pertahanan pada lengan kirinya yang paling biasa dia gunakan sebagai perlindungan.
Dalam satu tarikan nafas, akhirnya Kiwa Mahakrura memutuskan menyerang! Dia sudah melesat sangat cepat, bahkan terlalu cepat.. kehadapan Jaka yang berdiri tidak siap.
Pada gerakannya tidak terdengar deru angin, begitu halus, namun pesat. Beberapa kejap berikut, sebuah serangan yang sangat cepat, sederhana dan kejam, menerpa kepala.
Jaka cukup kaget dengan gerakan Kiwa Mahakrura yang membersitkan satu aroma yang pernah dia ketahui, kesanggupannya dalam menghindari serangan sangat bisa dilakukan, tapi Jaka benar-benar ingin tahu pola hawa sakti lawan, dan ingin kali ini keras lawan keras. Dengan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melambungkan badannya setengah meter, Jaka tidak melenting kebelakang untuk menghindar, tapi pemuda ini justru menerima pukulan lawan dengan telapak tangannya.
Desh! Kepalan dan telapak kembali bertemu. Sebersit senyum dingin tersungging dari bibir Kiwa Mahkrura, dalam benaknya tadi, benturan pertama sudah cukup menjadi pelajaran, sang lawan itu ternyata bisa merambatkan serangan pada benturan, maka untuk mengantisipasi kejadian tadi dia mempertajam hawa sakti dalam satu serangan dan menariknya secepat mungkin untuk menghindarkan efek benturan yang bisa membuat jantungnya berdebar lebih cepat. Dan benarlah! Dia tidak merasakan perubahan pada degub jantungnya Dilain sisi, Jaka merasa ada sengatan sangat menyakitkan pada lengan kanannya, dan itu menyentak kesadaran pemuda ini bahwa keberadaan Kiwa Mahakrura tidaklah sesederhana kelihatannya, mungkin dia adalah Tukang Sapu, mungkin dia adalah pembunuh, tapi bagi Jaka benturan kedua itu menceritakan banyak hal!
Kejab berikut, setelah serangan tertangkis, kakinya menjejak tanah dengan lebih kuat dan memukulkan kepalan kirinya, ke perut Jaka yang masih dalam kondisi melayang.
Kedua serangan itu benar-benar sangat cepat dan runtut, jarak keduanya kurang dari satu tarikan nafas, tapi toh, ternyata dengan tangan yang sama, Jaka masih bisa menyambuti serangan kedua!
Menerima serangan dalam kondisi melayang, jelas tidak akan memiliki daya jejak yang kuat, tubuh akan sangat mudah terlempar, apalagi jika serangan yang menerpa itu memiliki Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
daya hantam sangat besar. Tapi keadaan Jaka sungguh mencengangkan bagi Kiwa Mahakrura, seolah serangannya yang dilakukan dengan cepat dan pemusatan tenaga pada lengannya itu tidak memberikan efek apapun, karena lawannya tidak terlempar sama sekali.
Dalam kondisi tubuh lawan yang akan kembali menjejak tanah, Kiwa Mahakrura menyusuli dengan lompat kecil, dengan lutut mengarah kepala lawan, tapi itu ternyata hanya gerak tipuan, kejap berikut; lututnya ditarik untuk mendapatkan lejitan pada pinggang dan kedua kepalannya menghamburkan tinju dengan kecepatan dan kekuatan penghancur yang mengiriskan, lamat-lamat Jaka merasakan ada hawa panas yang membuat dirinya sulit menghimpun hawa sakti.
"Inikah Triagni Diwangkara?" pikir Jaka sambil menerima serangan-serangan itu dengan benturan-benturan pada telapak tangannya. Dan setiap benturan itu membuat lengannya seperti disayat-sayat. Aliran tenaga Kiwa Mahakrura menerobos paksa pada pori-pori telapak tangan, dan begitu cepat menembus mengarah jantung, dengan sentakan-sentakan bagai ledakan pada tiap sendinya, membuat orang yang tidak paham cara menaklukan jenis serangan itu, lumpuh. Tapi Jaka cukup sigap mengantisipasi hal itu, memang serangan Kiwa Mahakrura membuatnya kurang leluasa dalam menghimpun tenaga, tapi dengan sistem pernafasan Melawat Hawa Langit, membuat pemuda ini bisa menghimpun hawa saktinya tanpa membebani tubuh yang terluka atau terkena racun.
"Hiaaah!" Kiwa Mahakrura berteriak sesaat sebelum memukulkan serangan terakhirnya, sebuah tusukan jari mengarah tepat pada ulu hati lawannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kali ini ini Jaka merasa sangat cukup menerima serangan sang lawan, dilain sisi dia juga sedang mencerna pola hawa sakti lawannya dalam bekerja. Maka satu-satunya cara adalah menggunakan olah langkahnya yang istimewa.
Serangan terakhir yang sangat mematikan itu bisa dilewatkan Jaka, dan berikutnya Kiwa Mahakrura harus mengundurkan dirinya dengan lompatan sampai lima kali, selain karena serangannya tidak mengenai secara telak dan harus menghindari seragan balas"jika ada, dia harus melihat apa yang terjadi pada lawannya karena berani menangkis serangan yang di landasi Pukulan Triagni Diwangkara.
"Untuk beberapa hela nafas kedepan, kau akan lumpuh?"
desis Kiwa Mahakrura menegaskan pandangannya lagi pada sang lawan"tapi tak juga bisa dilihat dengan jelas. Dalam hati dia sudah menghitung, dan hitungan itu sudah sampai pada tiga puluh.
"Kira-kira aku akan lumpuh dalam berapa hitungan?" tanya Jaka dengan berkacak pinggang.
Kiwa Mahkrura terkejut mendengar lawannya bicara seperti tidak pernah ada kejadian apapun.
"Kau.. kau.." Jaka memotong ucapan Kiwa Mahakrura dengan derai tawanya. "Jangan pikirkan nasibku, aku ingin berbicang-bincang lebih dulu denganmu sebelum kita bertarung lebih lanjut. Jangan kawatir, aku paling bisa menyembunyikan rasa sakit, bisa jadi saat ini akibat dari pukulanmu sedang bekerja di tubuhku, dan aku tidak menampilkan itu.. untuk mengecohmu, itu bisa saja kan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gigi Kiwa Mahakrura bergeletuk saking marahnya, ucapan lawannya itu sama saja tamparan buat dirinya, bahwa Jaka sama sekali tidak mendapatkan dampak yang diinginkan. "Kau datang dari mana?" tanpa sadar pertanyaan itu terlontar.
"Aku datang darimana aku suka, kau tak usah hiraukan itu.
Aku hanya ingin membahas ilmu pukulanmu yang keras ini?"
kata Jaka membuat Kiwa Mahakrura terkejut.
"Lengan kirimu sangat kuat, kau pasti terbiasa menggunakannya sejak kecil. Pola seranganmu juga sangat bagus, bisa melepaskan dampak yang bisa membuatmu mati dengan jantung pecah. Tapi dilain sisi, cara penggunaan serangan itu membuat seranganmu yang bersifat mencengkram dan menghanguskan tidak terasa. Hawa panas yang dihasilkan dalam serangan-seranganmu, tidak memiliki efek, bisa dikatakan itu bertolakbelakang. Kurasa cara yang kau lakukan dalam mengkombinas metode serang ini masih sangat baru?"
Tidak ada setitik suara yang bisa di keluarkan Kiwa Mahakrura saat lawannya bicara panjang lebar, tepat menohok kelemahan.
"Aku ingin merasakan Pukulan Triagni Diwangkara dalam cara yang kau pelajari dari awal. Tenangkan hatimu, aku tidak akan menyerangmu" lakukan saja dengan fokus!" tutur Jaka dengan tenang, tapi kalimat itu sangat menggores perasaan.
"Keparaaat?" desis Kiwa Mahakrura dengan kemarahan sangat membuncah dada, cara Jaka bicara seolah sedang menghadapi murid atau pembantu, dan itu sudah sangat cukup menyulut kemarahan hingga puncak, berulang kali dia Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengingatkan dirinya untuk tidak bertindak ceroboh, karena lawannya kali ini bukan orang kebanyakan.
Jaka tidak melihat adanya reaksi dari sang lawan, dia cukup paham seberapa tergoncang perasaan lawan menyaksikan dirinya tidak mengalami seperti yang dibayangkan. Sebenarnya itu juga tidak tepat sepenuhnya, Jaka sangat merasakan dampak dari ilmu Kiwa Mahakrura, bahkan dia mengatakan secara jujur bahwa dirinya sangat bisa menahan sakit, tapi mana ada orang yang percaya dengan omongan seperti itu" Dalam bertarung, adu nyali, adu gertak adalah termasuk seni perang psikilogis atau kejiwaan, pengendalian keadaan adalah kunci yang membuat Jaka selalu dapat mengambil inisiatif dalam keadaan sesulit apapun.
Dari pengalaman yang sudah-sudah, "penyakit utama" Jaka adalah selalu berupaya mencerna hal-hal baru yang belum pernah di ketahui, ilmu-ilmu lawan yang belum pernah dia hadapi selalu ingin dirasakannya, di terima dengan rasa sakit, bagi Jaka adalah melebihi pengajaran baik lisan maupun tulisan.
Dasar pengetahuan yang dia cerna sebagai dasar olah nalar adalah anatomi, cara pemuda ini mempelajari ilmu-pun sangat bertolak belakang dari kebanyakan orang. Bahkan orang-orang terdekat pemuda ini, tidak akan ada yang menyangka, bahwa; begitu banyak pengetahuan olah kanuragan dan kesaktian dalam benak pemuda ini, diperoleh dengan cara "merasakan sakit", menganalisisnya dan mengeluarkan dalam bentuk dan cita yang baru, yang lebih baik.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kalau saja ada yang dapat menarik kesimpulan seperti itu, konklusi terdekat yang bisa mengidentifikasi mengapa begitu banyak luka di tubuh Jaka, kemungkinan terbesar adalah karena "kenekatan" pemuda ini dalam menyelami rasa sakit atas ilmu lawan yang di terima. Tapi apakah benar begitu adanya"
"Aku masih menunggu?" kata Jaka mengingatkan Kiwa Mahakrura untuk menyerang.
"Baik! Kau memintaku untuk membuka pintu terlarang?"
desisnya dengan tatapan mata makin nyalang. Kegelapan malam merefleksikan sinar matanya yang berkilat-kilat, Jaka diam-diam tersenyum menyaksikan keadaan lawannya, dia merasa hawa sakti Kiwa Mahakrura sudah mengelilingi tubuhnya berkali-kali dalam waktu yang amat singkat itu. Dan mengalami peningkatan drastis. Ini adalah hal baru yang membuat Jaka makin bergairah untuk menyelaminya.
Mensirkulasi hawa sakti kesekujur tubuh dalam waktu singkat adalah pekerjaan sulit, tapi lawan didepannya bisa melakukan dengan tanpa kesakitan, begitu ringan, begitu mudah.
"Lakukan!" perintah Jaka sambil melangkah makin dekat.
Tiap langkahnya tidak memiliki tekanan apapun, ringan dan tanpa beban, tapi bagi pandangan Kiwa Mahakrura, dia merasakan tekanan justru makin besar, tanpa sadar setindak demi setindak dia mundur.
Jaka memperhatikan setiap gerakan lawannya, saat ini Kiwa Mahakrura tengah memegang lengan kiri, cengkeraman itu nampak sangat kuat, Jaka juga melihat ada pendaran warna merah ada di tangan kanannya, dalam pandangan pemuda ini, denyut nadi sang lawan seolah mengalami sendatan dengan ritme teratur, Jaka memperhatikan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diagfragma lawan, lalu beralih ke hidungnya, setiap jengkal perubahan dan gerak lawan di perhatikan secara seksama.


Seruling Sakti Karya Didit S Andrianto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Deru nafas Kiwa Mahakrura panjang dan sesekali tertahan, nampaknya itu adalah kunci dari ilmunya, Jaka sudah merasakan pukulan yang mengandung beberapa kelumit ilmu Triagni Diwangkara, tinggal memastikan sentuhan akhirnya saja. Tiap langkah yang dilakukan pemuda ini dalam pengamatannya, ada pengetahuan baru yang membuat dia semakin bergairah.
Jika saja Arwah Pedang sekalian melihat cara bertarung pemuda ini, mungkin akan sama merasa itu hal sia-sia.
Secara kualitas dan kuantitas saja Kiwa Mahakrura bukanlah lawan sepadan, tapi kenapa pemuda ini sampai repot-repot membuang waktunya meladeni Kiwa Mahakrura" Alasan Jaka bukan terletak pada sang lawan, tapi kepada orang yang menurunkan ilmu ke Kiwa Mahakrura. mengetahui keadaan lawan, dan tahu diri sendiri; adalah kunci kemenangan.
Meskipun Jaka sangat suka berspekulasi atas analisisnya, tapi jika dia memiliki kesempatan untuk mendapatkan bahan pertimbangan untuk menjadi pelengkap analisa, dia tidak akan pernah mengacuhkan itu, dia akan melibatkannya.
Jaka melihat tubuh Kiwa Mahakrura menggeletar sesaat, nampaknya dia sudah cukup dalam persiapan, akan segera menyerang" dan benar! Jaka melihat jejakan kaki Kiwa Mahakrura bertumpu pada ujung jari makin menguat, seluruh otot paha, betis hingga tungkai berkontrkasi secara cepat!
Jaka tersenyum, dengan menghentikan langkahnya, pemuda ini menanti pukulan Kiwa Mahakrura.
Sebuah serangan melejit bagai kilat dengan suara letupan nyaring menghambur menohok dada Jaka, serangan itu sebelumnya didahului dengan jejakan yang sangat kuat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dessh! Pukulan itu ternyata dilakukan langsung, tanpa ada media seperti dalam analisa Jaka kepada Arseta sekalian. Jaka merasakan sebuah sengatan yang amat sangat menyakitkan, langsung menghunjam melingkupi jantung, seolah ada tenaga yang meremasnya, dengan menghembuskan nafas yang tertahan Jaka bisa menetralisir rasa sakit. Dan dia melangkahkan kaki kesamping kanan, mengantisipasi serangan kedua yang sedang dilayangkan Kiwa Mahakrura, tapi alangkah kagetnya, saat dia merasa kakinya seperti membentur tembok tak terlihat!
"Ah, menarik!" seru Jaka, sembari memiringkan tubuhnya, pukulan kedua Kiwa Mahakrura kali ini menggunakan tangan kirinya, deru serangan itu benar-benar membuat bulu kuduk berdiri. Tapi karena Jaka sudah memiringkan tubuh dan berada di samping jangkauan serangan kedua, dengan sendirinya serangan kedua lewat begitu saja.
Tidak tahunya, saat pukulan itu lewat tak mengenai sasaran, Kiwa Mahakrura memukulkan tangan kanan kelengan kiri yang sudah terjulur. Detik itu juga Jaka yang berada di sebelah kiri Kiwa Mahakrura merasa ada tekanan dahsyat merambat dari lengan kiri lawannya, dan tekanan itu langsung mencengkram dirinya dan kebekuan gerak. Jaka membeku! Tak bisa bergerak!
Dan detik berikutnya, seperti petir menyambar, seluruh tulang Jaka merasa ngilu dan berderak dengan rasa membakar yang amat sangat. Kurang dari satu detik berikut, susul-menyusul rentetan pukulan bagai martir menghujani kepala Jaka. Bagi Kiwa Mahakrura serangan tadi adalah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemutlakan yang tidak mungkin terhindar, dan serangan terakhir adalah pamungkas penghabis riwayat lawan.
Tapi alangkah kaget dirinya, saat leher sang lawan meliuk-liuk dengan lincah mengindar setiap serangan, belum pernah disaksikan cara menghindar seperti itu. Tapi kekagetan yang lebih besar karena lawannya itu masih bisa bergerak, dengan sendirinya serangan berikut, mengarah selain kepala. Pukulan pertama menghantam bahu, pukulan kedua mengarah leher, pukulan ketiga dan seterusnya secara runtut menghantam dada hingga perut. Tapi secara ajaib, semua serangan itu bisa dihindari dengan jarak yang sangat tipis, hingga akhirnya Kiwa Mahakrura harus terlolong bengong, menyaksikan lawannya mundur secara teratur dan menghela nafas dengan suara keras. Dia benar-benar tidak paham bagaimana cara lawan menghindari jerat membeku dari ilmunya.
Seluruh rentetan gerakan itu seolah sangat lama, tapi itu terjadi tak lebih dalam sepuluh hitungan. Dan itu membuat Kiwa Mahakrua mendapatkan pukulan batin yang cukup berat.
"Menarik" ilmu yang sangat menarik." Seru Jaka sambil berkeplok.
"K-kau.. siapa sebenarnya kau ini?" tanya Kiwa Mahakrura dengan perasaan tidak karuan.
Jaka tertawa berkepanjangan. "Tak usah memikirkan diriku, ayo kita lanjutkan gerakanmu?"
Jaka kembali mendekati Kiwa Mahakrura, dia mendekat dengan langkah biasa, tidak dalam ancaman tidak dalam serangan. Tapi tiap langkah lawannya itu kembali membuat tekanan yang sangat berat bagi Kiwa Mahakrura. Akhirnya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan mengacuhkan segala pertahanan, Kiwa Mahakrura menyerang Jaka secara membuta, seluruh gerakan, seluruh tenaga dan semua kejelian dikerahkan dalam setiap pukulan, tendangan, meski selanjutnya Kiwa Mahakrura mengunus senjatanya, itu juga tak membuahkan hasil!
Jaka dapat menghindar semua pukulan itu, ada suatu kita tusukan dan tebasan yang dilakukan secara gencar seolah ingin menebas pinggang Jaka menjadi dua bagian, dapat dihindari dengan cara yang membuat Kiwa Mahakrura meneteskan keringat dingin. Bagaimana tidak, saat tebasannya datang; posisi lawan sedang setengah berjongkok, ditengah jalan tebasan itu berubah menjadi hunjaman dan serangan kedua juga menyusul dalam sebuah tusukan dengan bilah senjata yang tersembunyi" serangan tiga tingkat semacam itu sangat mustahil untuk di hindari! Tapi toh lawannya dengan ketenangan yang menakjubkan bisa memelintirkan bahunya untuk menghindari hujaman, lalu dengan liukan sangat tipis, menghindari hujaman senjata kedua yang belum pernah dikeluarkan, elakan itu secara dramatis hanya berjarak setengah ruas jari saja dari leher Jaka.
Kejap berikut dengan setengah memutar, Jaka sudah memunggungi Kiwa Mahakrura, dengan jarak yang amat tipis, dia bergerak bagai bayangan Kiwa Mahkrura, menguntit setiap gerak Kiwa Mahakrura dan sudah tentu tidak mungkin terjangkau serangan. Apakah ada serangan yang bisa mengenai bayang dalam cermin" Kira-kira itulah yang dirasakan Kiwa Mahakrura.
Semua serangan yang terhambur, membuatnya putus asa, setiap serangannya selalu dihiasi sentuhan jari lawan yang membuat jantungnya kian lama kian berdebar kencang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan degup berlipat. Ini adalah penghinaan! Ini adalah pengacuhan luar biasa! Dan ini merupakan kejadian yang pertama dalam hidupnya!
Dengan menggertak giginya, Kiwa Mahakrura bergerak kesana kemari untuk berusaha menjangkau Jaka yang masih saja membayang di pungguhnya. Sampai pada akhirnya, Kiwa Mahakrura nekat, dengan gerakan seolah hendak membalikan badan, tangan kanannya melempar senjata secara melingkar kebelakang, membuat pedang melengkungnya berputar pesat seperti bumerang melibas lawan di belakangnya, dan disaat bersamaan dia mengecoh Jaka dengan melakukan tusukan serangan di bawah belikatnya sendiri hingga tembus!
Serangan yang sangat berbahaya itu menembus bawah bahunya dengan cepat, menembus dan akhirnya mengenai Jaka. Gerakan Kiwa Mahakrura terhenti, karena rasa sakit menyengat, dia juga merasa serangan tadi turut menembus lawannya.
"Luar biasa!" seru Jaka yang entah sejak kapan sudah berpindah didepan Kiwa Mahakrura, ditangannya ada pedang melengkung yang tadi dilemparkan Kiwa Mahakrura dengan cukup akurat. "Lontaran pedangmu sangat bagus, sayang terburu-buru. Untuk melakukan serangan terakhir, dibutuhkan keberanian dan kematangan luar biasa. Nyaris saja?" kata pemuda ini membuat seri dalam hati Kiwa Mahakura menguncup dalam serpihan keputusasaan.
Jaka melemparkan pedang yang ditangkapnya tadi tepat kehadapan Kiwa Mahakrura. Dan melangkah begitu dekat, hingga jarak mereka hanya satu jangkauan saja.
"Kau bisa melihatku baik-baik?" desis Jaka menatap lawannya yang masih tertunduk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan gemuruh emosi yang luar biasa, Kiwa Mahakrura menengadahkan wajah, dia bisa melihat raut wajah lawan yang memiliki postur tubuh lebih tinggi dari dirinya. Seraut wajah gagah denga sorot mata yang sangat mengintimidasi.
"Kau sudah mengingatku?" tanya Jaka dengan nada datar.
Kiwa Mahakrura menelan ludahnya berkali-kali, baru di sadari olehnya, sejak tadi sang lawan tidak pernah menyerang. Pada saat dia membututi tiap gerakannya, jika mau; dalam satu raihan saja, tangan sang lawan bisa mematahkan lehernya, tapi itu tidak dilakukan!
"Kau pikir aku akan melepaskanmu" atau kau mau menghabisi dirimu sendiri karena gagal dalam usaha membersihkan mata-mata yang ditanam Arseta dalam Perguruan Naga Batu"!" ketus Jaka membuat harga diri Kiwa Mahakrura hancur berkeping-keping.
Jaka bukanlah orang yang suka menyindir, tapi saat ini pemuda ini sengaja berkata demikian, orang semacam Kiwa Mahakrura yang berani melukai diri sendiri untuk bersepekulasi pada serangannya, tidak akan takut membunuh diri karena kegagalan. Maka cara paling bagus adalah mencemoohnya.
"Tadinya, aku mengira akan mendapatkan lawan yang sangat tangguh. Tapi ya" harus diakui, kau setangguh kecoa, sulit membuatmu menyerah kalah?" desis Jaka membuat hati Kiwa Mahakrura yang mendingin karena kekalahanya tadi, bergolak kembali.
Meskipun sakit hati dengan ucapan Jaka, namun toh Kiwa Mahakrura seolah mendapatkan titik terang kelemahan lawan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau menginginkan aku menyerah"!" akhirnya Kiwa Mahakrura menemukan tujuan, bahwa ternyata sang lawan ingin dirinya menyerah, dan itu tidak akan mungkin dia berikan! Semangatnya membumbung kembali!
Jaka tertawa pendek. "Apa perlunya" Toh kau yang mengejar aku, bukan aku mengejar kau" aku hanya perlu melepasmu sekali ini dan menunggumu dalam kali berikutnya, apa susahnya" Apalagi aku bisa menjamin, bahwa hasilnya selalu sama!"
Kedekatan mereka benar-benar membuat Kiwa Mahakrura dicengkeram rasa amarah tak terkira, tapi saat ini dia tak berdaya, sebab selain semangatnya sudah runtuh, untuk mengangkat jemarinyapun dia merasakan keletihan yang amat sangat. Bukan letih karena tidak bertenaga, tapi begitu dirinya ingin menyalurkan tenaga, jantungnya menghendak dalam degub yang tak beraturan, dan itu membuat otot di sekjur tubuhnya melemah.
Jaka menyentuh bahu Kiwa Mahakrura, dan meremas lukanya. Meskipun wajah Kiwa Mahakrura seolah terpahat dengan raut dingin dan beku, remasan yang di lakukan lawannya membuat dia meringis kesakitan.
"Kau itu bukan siapa-siapa bagiku, hanya orang lewat yang iseng pamer keburukan. Tak lebih?" kata Jaka sambil berbalik membelakangi Kiwa Mahakrura, tangannya meremas batang pohon yang ada disampingnya. "Jika kau merasa dendam dengan kejadian ini, dan ingin membalas" kalau kau masih ada nyali, kau bisa mendatangi Ketua Bayangan Naga dan mengatakan maksudmu. Tapi kalau kau sungkan melakukan itu, dan tidak bisa menemukan jejakku, aku yang akan mencarimu?" kemudian Jaka melangkah, menjauh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kalimat terakhir seolah menggaung dalam benak Kiwa Mahakrura, bukan tantangan yang di lontarkan pemuda ini, bukan pula ancaman, tapi mengapa dirinya seolah ditodong dengan sebuah senjata yang tak bisa dihindari"
Kegelapan malam sudah menelan bayangan lawannya, dan Kiwa Mahakrura hanya bisa mendesah dengan kegetiran menggigit batin. Semula dia sangat dendam dengan perlakukan terakhir lawannya" barulah dia pahami, remasan Jaka ternyata dilambari totokan pada uratnya, mengunci pendarahan dan secara aneh merapatkan luka tusukan.
Benar-benar dia tidak bisa mengerti orang yang dilawannya itu manusia macam apa. Kenapa niat membunuhnya malah dibalas dengan cara seperti itu" cara yang lebih baik dan tidak bisa ditolaknya"
"Bangsat!" desisnya secara tiba-tiba menyadari disekujur tubuhnya tak lagi tersimpan benda-benda berharga, termasuk lencana-lencana yang dia dapat dari korban-korban terakhirnya. Tapi selain memaki, apa pula yang bisa dilakukannya" Mengejar lawan jelas tak mungkin, saat ini keletihan masih menggayuti tubuhnya. Kalaupun dirinya bisa mengejar lawan, apakah dia akan mengemis-ngemis memohon semua barangnya dikembalikan" Hal itu jelas lebih-lebih tidak mungkin!
Braaak! Tiba-tiba saja Kiwa Mahakrura di kejutkan dengan tumbangnya pohon di hadapannya. Dengan langkah berat dia mendekati pohon itu, alangkah kejut rasa hatinya mendapati batang pohon itu ternyata hancur menjadi arang, hancur secara merata seluas satu hasta, dan itu yang membuat Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
batang tersebut akhirnya tak kuat menopang beban diatasnya" hingga akhirnya rubuh.
Wajah Kiwa Mahakrura memucat pias, apa yang dilakukan lawannya kali ini jauh lebih menohok dari pada semua kekalahan tadi. Dia melihat ciri khas Pukulan Triagni Diwangkara dilakukan pada pohon itu! Seingatnya, pemuda lawannya tadi tidak melakukan ancang-ancang apapun, hanya menyentuh begitu saja, tapi dampak yang terjadi begitu mengejutkan. Hal yang bisa dilakukan gurunya itu ternyata demikian mudah dilakukan lawannya.
"Siapa dia" Siapa dia?" bisiknya berkali-kali dengan perasaan terpukul. Kiwa Mahakrura hanya bisa duduk menggelosoh bersandar pada sisa batang pohon yang tumbang.
Kepenatan lahir batin dia rasakan benar, di benaknya memang terpatri sebuah niat untuk melakukan pembunuhan pada orang tertentu, tapi kejadian hari ini membuat semangatnya runtuh total, apa yang dilakukan lawan adalah hal yang ingin dia capai dalam sepuluh tahun terakhir.
Dunia sungguh tidak adil! Pikirnya. Mengapa jika ada Kiwa Mahakrura yang jenius muncul pula orang macam dia"
Geramnya dalam hati. Dengan dada naik turun menahan kegeraman diantara ketidakberdayaan, Kiwa Mahakrura menelungkupkan wajah diantara lutut. Saat ini dia hanya ingin menenangkan batin.
Malam ini benar-benar hari tergila dalam hidupnya.
-odw-kzo- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
94 " Penguntitan Jaka menyadari dirinya harus bergerak cepat, sengatan demi sengatan yang diterimanya dari Kiwa Mahakrura membuat lengannya sakit, bermula hanya rasa sakit ringan saja, tapi saat langkah kaki membawanya menjauh, rasa sakit itu kian menguat, dan pada akhirnya" Jaka merasakan kesakitan setengah mati! Dalam benaknya Jaka mencoba mencari tahu apa yang sedang menimpa dirinya, mutlak dengan kemampuan Kiwa Mahakrura, belum akan mampu mengguncangkan pertahananannya, berarti bukan karena ilmunya, pikir Jaka dengan rahang mengatup kian keras.
Ditubuh sang lawan ternyata mengandung racun! Dan itu membuat Racun Getah Biru yang tersimpan pada lengan Jaka"akibat serangan Pedang Baja Biru, bereaksi. Reaksi itulah yang membuat Jaka kesakitan, rasa sakit itu menjalar dengan cepat melingkupi sepanjang lengan dan sampai akhirnya membuat kebas jemarinya, kini bahkan sudah menyerang sekujur tubuh.
Terakhir racun tersebut kumat seingatnya sekitar dua bulan lalu, itu juga tidak separah saat ini. Keringat dingin mengucur berketel-ketel, Jaka paham benar laju Racun Getah Biru sulit di hadang, sungguh tak disangka racun dalam tubuh Kiwa Mahakrura yang bersifat pasif menjadi pemicu fatal bagi racun yang mengeram di tubuhnya. Seingat dia, hanya racun yang bersifat mengendalikan dan berdaya kerja sangat halus, dapat menjadi pemicu. Dalam rasa sakit yang makin menggila, Jaka akhirnya memahami bahwa; Kiwa Mahakrura merupakan pemilik tato racun"mungkin salah satunya, ya" dia adalah pion yang akan di gunakan oleh pihak tertentu untuk menjadi ujung tombak, mereka jelas tidak perduli dengan nyawa orang-orang ini, yang penting tujuan mereka tercapai.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam hati Jaka menghibur diri, "untung saja racunku kambuh, ternyata aku jadi tahu orang yang seharusnya kucari..., tak perlu lagi repot kesana kemari mencari jejak pemilik tato racun", pikirnya dengan getir.
Rasa sakit yang menyengat tiap sendi, membuat Jaka harus merebahkan diri di tanah, masih dengan kesadaran penuh, Jaka memilih tempat yang cukup tersembunyi.
Halusinasi mulai menyerang benak pemuda ini, dengan nafas tersengal, Jaka mempertahankan pikirannya dengan mencoba menganalisa kejadian sebelumnya, dan itu cukup membantu untuk memfokuskan pikiran supaya dia tetap sadar.
Jaka teringat, Kiwa Mahakrura tidak memiliki rasa putus asa, meskipun dilihat secara akal sehat, saat itu Kiwa Mahakrura sulit untuk menang, untung dirinya tidak mendorong Kiwa Mahakrura untuk terus melakukan perlawanan, sebab makin banyak menyerang dia seperti kerbau gila yang hanya tahu lari lurus, makin lama kondisinya akan semakin memburuk dan pada akhirnya, dalam benaknya hanya ada nafsu membunuh"dan nafsu yang tak seimbang itu akan menelan Kiwa Mahakrura dalam kegilaan yang akan mencabut nyawanya. Anda saja Jaka terus memaksa Kiwa Mahakrura untuk menyerang, dia akan kehilangan jejak yang sangat berharga untuk menelusuri para pemilik tato racun.
Dalam kondisi serba payah ini, Jaka masih bisa bersyukur, ada kemudahan dalam kesulitan.
"Benar-benar dalam kesulitan ada sebuah kemudahan?"
pikirnya, dengan benak menerawang kejadian beberapa hari berselang, dia teringat Arseta memang pernah menceritakan padanya tentang kemungkinan para korban Serbuk Peluluh Jiwa"yang pada saat itu Jaka dianggap sebagai korban pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memang begitulah akibat yang ditimbulkan dari racun Pelumpuh Otak, yang oleh Arseta disebut Serbuk Peluluh Jiwa. Menurut Arseta mereka yang didalam tubuhnya terdapat tato naga (beracun), mutlak hanya mendengar perintah satu orang" tak perduli kau ini saudaranya, jika datang perintah membunuh, takkan berkerut kening mereka lakukan tugas itu.
Teringat perbincangan hal ini, Jaka jadi tersenyum. Dia tersenyum bukan karena mengingat Arseta yang demikian mudah dikelabui, tapi dia teringat dua gadis yang berbincang dengannya saat mencoba mengorek informasi darinya dengan cara memijat dengan mengenakan baju sangat minim.
"Ah", desah pemuda ini menjadi agak rileks saat mengingat mereka, bukan karena mengingat minimnya baju yang mereka kenakan. "Ya, seingatku mereka mengenakan baju dengan belahan dada rendah dan paha molek yang menantang untuk dijamah" uh, sial! Kenapa aku malah mengingat-ingat yang itu"!" Gerutu Jaka mencoba meluruskan fokus pikirannya dari deraan racun yang menggila, dia menghela nafas perlahan dan kembali mencoba mengingat kejadian itu, tapi lagi-lagi sial" takkala ingin mengingat raut kejut keduanya saat melihat tubuh Jaka penuh dengan luka, pikiran pemuda ini malah lebih fokus bahwa; salah satu dari kedua gadis itu memiliki tahi lalat di paha kiri"
"Ya, nampaknya benar di paha kiri, di bagian atas, dekat dengan" oh sial! Jangan berpikir itu lagi!" gerutu Jaka.
Pemuda ini menenangkan hatinya, lebih baik aku memikirkan hal lain. Putusnya dengan memejamkan mata, tapi dalam benaknya kembali terbayang senyum gadis-gadis itu. "Arrgh!" Jaka meremas kepalnya. "Sialan?" makinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nampaknya aku bisa tertelan halusinasi akibat pergolakkan racun ini."
Jaka kembali fokus pada Kiwa Mahakrura, dalam analisisnya, lawannya tadi memiliki kasta ilmu yang tinggi, ilmu semacam itu hampir sama dengan ilmu-ilmu keluarga yang diajarkan secara turun temurun, ilmu rahasia. Jelas penyelidikan untuk membongkar jaringan ini akan sangat berkaitan erat dengan semua aktifitas Kiwa Mahakrura.
Sadewa "sudah" memberinya racun dalam dosis rendah, yang membuatnya "harus" tunduk pada mereka, sementara baru diketahui ternyata Kiwa Mahakrura diberi racun dalam dosis yang tinggi, tapi apakah Kiwa Mahakrura akan mendengarkan ucapan Sadewa dan teman-temannya" Jika memang mereka yang memberi racun itu pada Kiwa Mahakrura, mutlak orang itupun akan tunduk pada Sadewa.
Tapi jika tidak, siapa yang memberikannya"
Jaka tahu benar, proses pemberian tato racun tidak semudah membalikkan tangan, korban yang akan di tato harus berendam dalam larutan semacam cuka selama dua belas jam. "Aku bisa coba memancing Sadewa dengan informasi adanya pemilik tato racun ini" pikir Jaka berkeputusan.
Rasa sakitnya sudah agak mereda, tapi pemuda ini paham benar, reda ini hanya sementara, berikutnya akan ada amukan yang lebih menyakitkan lagi. Pemuda ini tak mau menyia-nyiakan situasi, dengan segera Jaka mengambil tempat duduk, menghela nafasnya panjang-panjang, dan mulai menghimpun tenaga sakti Melawat Hawa Langit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sistem olah nafas yang dimiliki Jaka adalah dari luar menuju pusat, bukan dari pusat menuju kedalam"kesekujur tubuh, artinya; pemuda ini sanggup memanfaatkan hasil serapan hawa diluar lingkungan tubuhnya sebagai tambahan daya sakti. Gelegak rasa sakit berhasil dia tekan, tapi kondisi saat ini cukup menyulitkan dirinya bergerak tanpa harus mengerahkan hawa sakti yang berkesinambungan. Benar-benar sebuah pemborosan. Meskipun dirinya sanggup mengerahkan hawa sakti terus menerus tanpa membebani tubuh, tetap saja itu akan melelahkan otot-ototnya, kondisi yang cukup kontradiktif, sebab saat ini Jaka harus merilekskan otot dan syaraf, tapi dilain sisi jika dia tidak mengerahkan hawa saktinya, kemungkinan untuk kambuh, pasti akan sangat cepat.
"Aku akan membatasi diriku dalam keadaan ini sampai malam ini berakhir..." Pikir Jaka sembari bangkit, dia kembali ketempat pertarungan dengan Kiwa Mahakrura, untung saja belum begitu jauh.
Saat ini Jaka benar-benar ingin menyerahkan tugas penyelidikan latar belakang Kiwa Mahakrura pada kawan-kawannya, keadaannya yang kurang memungkinkan saat ini, membuatnya tidak leluasa untuk memulai.
Jaka sudah sampai di tempat tadi, dilihatnya Kiwa Mahakrura masih duduk tertunduk, nampaknya dia masih mencoba memulihkan tenaga. Jaka cukup paham, berapa lama waktu yang dibutuhkan seseorang untuk lepas dari pengaruh libatan jurus Karudhiran Rudita miliknya"jurus yang berarti Lumuran Darah yang Meratap adalah hasil jerih payah setelah menyaksikan dan merasakan ragam kemampuan Tujuh Satwa Satu Baginda, dalam tempo yang cukup panjang.
Tujuh Pedang Tiga Ruyung 16 Pendekar Wanita Buta Serial Tujuh Manusia Harimau (7) Karya Motinggo Busye Pertemuan Di Kotaraja 12
^