Pencarian

Seruling Sakti 23

Seruling Sakti Karya Didit S Andrianto Bagian 23


ukuran dalaman dan bentuk tubuh wanita, dapat dipastikan dirinya menyerah lebih dulu.
Untunglah, pada saat Dua Bakat menemui Rengu, orang itu sedang tergila-gila main dadu. Rengu sudah setengah teler, selain bertampang bengis, tangannya juga terlampau gapah.
Boleh jadi, orang-orang yang ikut berjudi bersamanya, sudah merasa menyesal dilahirkan"karena bertemu dengan manusia bernama Rengu. Siapapun yang sudah kalah judi, tak boleh meninggalkan tempat sampai seluruh harta benda habis ludas. Yang dimaksud habis ludas, termasuk juga baju yang dikenakan saat itu. Disekelilingnya, setidaknya ada sebelas lelaki setengah bugil"kehabisan modal. Dua Bakat tersenyum, hobi Rengu benar-benar nyaris serupa dengan caranya memeras bayaran dari orang yang menggunakan jasanya.
"Aku ikut!" Seru Dua Bakat seraya menerobos kerumunan sambil melemparkan serenceng uang ketengah meja, bandar judi segera membuka bungkusan itu. Matanya terbelalak.
"Kau mau pertaruhkan ini semua?" tanyanya tak yakin.
"Hanya, 20 keping emas, 50 haraka 10 keping perak"
tidak seberapa." Kata Dua Bakat membuat orang-orang terbelalak. 1 keping emas, sama nilainya dengan seribu keping perak dan 5 keping haraka. Sementara sebutan haraka sendiri merupakan harga satuan kalung mutiara murni yang menjadi nilai pembanding. 1 Haraka sama dengan 200 keping perak. Mata uang haraka sendiri terbuat dari campuran perak bersaput emas.
"Bagus sekali!" seru Rengu terbahak. "Kita adu dadu sampai pagi!" serunya sambil menenggak arak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tapi aku tidak mau berjudi dengan kawanan setan bugil ini!" dengus Dua Bakat.
"Kalian sudah dengar" Cepat pergi!" bentak Rengu sambil membanting gelasnya diatas meja. Tidak menunggu perintah sampai dua kali, semua orang lari terbirit-birit. Di meja itu hanya tersisa Rengu, Dua Bakat dan bandar judi. Bahkan orang yang mau menonton tak berani dekat-dekat.
"Kau yakin mampu melawanku?" Tanya Rengu sombong.
Dua Bakat tersenyum. "Kita lihat saja nanti, tapi aku tak mau berjudi sampai pagi. Banyak pekerjaan yang harus kuurus" begini saja, aku bertaruh seluruh uang, dan ini!" Dua Bakat meletakkan pedangnya di meja.
Bandar judi terperanjat, jika kau berani membawa pedang di pusat pemerintahan, sama artinya menantang para prajurit.
Rengu pun nampak separuh tersadar dengan taruhan orang tak dikenal itu.
"Tapi aku tak memiliki harta sebanyak punyamu." Sahut Rengu mulai ragu, meskipun dia sangat berangasan dan ringan tangan, bukan berarti otaknya tidak jalan. Orang yang terang-terangan membawa pedang itu, nampaknya kaum kelana yang tidak kenal takut.
"Jangan kawatir, jika kau kalah, kau mampu
membayarnya.." sahut Dua Bakat datar.
"Uangku hanya, 2 keping emas, 16 haraka." Sahut Rengu.
"Kau masih memiliki hal lain, ayolah" apakah kau takut bertanding denganku"!" Dua Bakat mulai memprovokas lawannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Keparat! Tidak ada kata takut dalam kamusku! Ayo kita mulai!" kesadaran Rengu benar-benar pulih, hawa murninya di edarkan disekujur tubuhnya untuk menekan pengaruh arak yang membuatnya mabuk.
Bandar judi tahu apa yang harus dilakukan. "Karena ini adalah permainan dengan sekali taruhan, maka; sistim yang berlaku adalah sekali lempar, dengan jumlah terkecil sebagai pemenang!"
"Berapa dadu?" Tanya Rengu.
"Enam!" jawab Bandar judi. Mereka berdua segera tahu, jika enam adalah nilai terkecil dan otomatis menjadi kunci kemenangan"jika masing-masing dadu bernilai satu.
"Bagus sekali?" desis Dua Bakat, meskipun dia tak begitu mahir judi, main dadu adalah hal gampang.
Dadu mulai dikocok, bandar judi sudah menentukan pemain yang mulai lebih dulu, mengundinya dengan nilai terbesar. Rengu-lah orangnya.
"Hm" makanan mudah." Gumamnya, tangannya mulai mengoyang bumbung bambu yang digunakan sebagai media kocok dadu.
Brak! Bumbung bambu dibanting pada meja, dadu melecat dari dalam dan jatuh bergulir di meja dengan putaran yang cukup membuat orang tegang melihatnya. Satu demi satu dadu berhenti, dan masing-masing bergulir ke satu titik bernilai satu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Enam! Ya, masing-masing dadu bernilai satu, nilai terkecil.
"Kau akan menyerah atau mencoba peruntungan?" Tanya Rengu dengan tawa lebar.
Dua Bakat mendengus, untuk membuat dadu
mengeluarkan angka terkecil, dia sudah mempelajari probabilitas yang mungkin timbul pada saat dadu itu berputar bermula dari angka berapapun. Dengan mengocok dadunya secara perlahan, Dua Bakat menghentaknya dengan kuat keatas meja. Enam dadu terlempar dan jatuh dengan posisi yang mencengangkan! Ada tiga buah pasang dadu yang jatuh saling bertumpuk dengan angka satu diatasnya. Dengan sendirinya total angka yang terlihat hanya berjumlah tiga!
"Apa bisa dihitung sebagai kemenanganku?" Tanya Dua Bakat denga nada datar.
Rengu tak bisa bicara lagi, diapun tahu angka yang tertutup di dadu paling bawah juga, bernilai sama; satu.
"Aku tak punya uang senilai hartamu, apa yang harus kulakukan?" Gumam Rengu dengan wajah pucat, kalah judi memang biasa, tapi kalah dalam satu kali judi dengan semua modalnya, belum pernah dialami. Meski demikian, sisi positif sifat Rengu dia selalu menepati ucapannya.
"Seperti yang kukatakan dari awal, kau punya nilai yang sama dengan jumlah uangku." Kata Dua Bakat seraya bangkit.
Sambil memberesi uangnya"tentu saja uang Rengu pun masuk kedalam kantongnya.
"Tu-tuan.." Bandar judi memanggil dengan menggeragap.
"Kau mau bagianmu?" taya Dua Bakat dengan tajam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Peraturan di rumah judi ini" memotong.. memotong?"
Bandar judi itu tak berani mengatakannya lebih lanjut saat Dua Bakat memegang pedangnya, mengeluarkannya sedikit dari sarungnya.
"Memotong apa"!" bentak Dua Bakat.
"Me-memotong.. tumpeng, untuk memberi selamat pada pemenang.." Katanya dengan wajah pucat, seharusnya dia akan mengatakan memotong tiga puluh persen, tapi tampang Dua Bakat yang mengancam, membuatnya tak berani bicara seperti itu. Bisa-bisa lehernya yang di potong.
Dua Bakat mendengus. "Kau makan saja nasi tumpeng itu sendiri." Katanya sembari melirik pada Rengu. Tanpa bicara Rengu mengikuti langkah lelaki itu.
Kejadian seperti itu ditempat judi adalah wajar, nilai sebanyak yang di keluarkan Dua Bakat juga sebenarnya normal, kehadiran penjudi model Dua Bakat pun bisa dibilang dapat ditemukan tiap hari, makanya ingatan orang-orang disanapun menjadi pendek, mereka tidak lagi memikirkan kejadian tadi.
Tapi ada satu orang yang memperhatikan semua kejadian dengan sangat seksama. Lelaki paruh baya dengan tubuh gemuk berperut buncit, berperawakan pendek paling banter tingginya tak melebihi 5 kaki (?152cm). Wajahnya bulat seperti bulan purnama sidi, mulutnya juga terlihat seperti sedang tersenyum, dari tadi dia sudah terlihat mabuk wajahnya nampak merah, matanya juga lebih banyak terpejam.
Permainan judinya tak buruk, enam belas kali main, enam kali kalah. Uang kemenangan sudah dikatongi, tapi dipotong tiga Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
puluh persen oleh Bandar judi, jumlah kemenangannya pun tak seberapa banyak"hanya dua kali modal.
Begitu Dua Bakat keluar, lelaki gemuk inipun ikut keluar dengan terhuyung-huyung. Saat punggung Rengu menghilang dari balik dinding, mata lelaki ini yang semua tidak fokus, mendadak menatap dengan nyalang, nampaknya dia jauh lebih sadar dari kondisi orang yang tidak mabuk. Tubuh gemuknya segera melesat pesat mengikuti, kedua orang itu.
Gerakannya sama sekali tidak mencerminkan bobot tubuhnya.
Lelaki ini melihat keduanya masuk kedalam rumah, dengan sangat terlatih, dia mengikuti dan masuk lewat pintu yang lain.
Jalanan di skitar rumah itu bukannya sepi, malah sangat ramai, karena rumah Rengu memang bersebelahan dengan pasar. Tapi itu justru memudahkan lelaki gemuk ini menyusup tanpa di curigai. Mengambil tempat yang tersembunyi, dia bisa mendengarkan seluruh percakapan Dua Bakat dan Rengu.
"Kau lihat, aku tak memiliki kekayaan seperti yang kau kira?" kata Rengu sesampainya mereka di dalam rumahnya.
"Salah, kau punya!" tandas Dua Bakat menatap lelaki itu dengan tajam. Rengu seperti sedang bermimpi buruk, dia terlambat menyadari jika Dua Bakat sudah mencengkeram pergelangan tangannya dengan kencang. Tubuhnya serasa lumpuh, dia bukanlah jagoan kacangan, ilmunya cukup tinggi, kalau hanya menghindari cengkeraman orang, itu masalah mudah. Tapi cengkeraman Dua Bakat ternyata membuat semua tulangnya serasa dilolosi, Rengu tak punya tenaga untuk meronta.
"Apa maumu?" Tanya Rengu dengan kepala terasa pusing, matanya serasa ingin terpejam terus.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Memastikan siapa kau adanya!"
Tiba-tiba Rengu merasa tulang belakangnya bukan main ngilunya. "Apa yang kau inginkan, ak-aku bukan orang kaya?"
"Siapa kau?" Tanya Dua Bakat singkat, tapi cukup membuat Rengu kelojotan, dia tidak melihat adanya luka, tapi dia merasa dalam tubuhnya seolah timbul luka sayatan, perihnya jangan ditanya.
"Aku.. aku Rengu, aku tidak pernah berganti nama, sejak kecil orang tuaku memang memberi nama itu?" makin banyak bicara, rasa sakit yang menderanya berkurang. Rengu bukan orang bodoh, dengan sendirinya, lawan main judinya itu ingin dia bercerita, entah cerita tentang apa, tapi dia akan bicara"
kalau perlu bicara sampai berbusa! Asal tidak merasakan lagi siksaan yang membuatnya terkencing-kencing.
Dengan lancar Rengu menceritakan siapa dirinya, apa yang dikerjakannya, tugas sehari-hari, kegiatan yang selalu dilakukan, siapa teman-temannya, bahkan kebiasaan mencuri dalaman wanitapun dia ungkapkan"itulah alasannya jika bertaruh urusan ukuran dalaman dan "perabot" wanita dia tidak pernah kalah. Pendek kata, "biografi" Rengu tanpa sisa, dia ceritakan lengkap.
"Huh sialan! Ternyata kau bukan orang yang cari!" dengus Dua Bakat mempersen hidung Reng dengan jotosan yang membuatnya pingsan. Menatap orang itu sesaat, Dua Bakat tersenyum dingin. Ucapannya tadi hanya alasan untuk menutupi tujuan sebenarnya, sambil lalu Rengu menyebutkan dia punya kakak yang kerja di kerajaan. Informasi itu yang sangat diperlukan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dua Bakat sudah pergi meninggalkan Rengu, tapi lelaki buncit itu masih menatap Rengu dengan tatapan terheran-heran. Mungkin ini ada kaitannya, pikirnya. Dia bergegas menghambur keluar, hidungnya mendengus-dengus, aroma Dua Bakat berhasil dia temukan. Bersamaan dengan itu lelaki buncit ini sudah bisa menguntit Dua Bakat menuju pinggiran kota, matanya terbelalak kaget. Hidungnya jelas tidak pernah salah mencium bau orang, tapi bukan yang diikuti ternyata bukan orang yang tadi. Kian penasaran lelaki buncit ini mendahului orang yang dia kira sebagai Dua Bakat, dari depan barulah keheranan lelaki buncit ini terlampiaskan.
Sialan, kalau saja aku tidak melihat mereka bersamaan..
aku mungkin sudah terkecoh. Pikirnya. Ya, yang berjalan saat ini adalah Rengu. Ternyata Dua Bakat menggunakan sosok Rengu untuk memanipulasi.
Lelaki buncit ini berpikir, menjadi masuk akal pula jika dia membutuhkan semua informasi pribadi Rengu, nampaknya dalam beberapa hari kedepan lelaki itu"Dua Bakat, akan menggunakan wajah Rengu sebagai samaran.
"Menarik dia tentu suka dengan berita ini", gumamnya. Dia tidak perlu mengikuti "Rengu", cukup menguntit dari aromanya saja. Saat ini, dia lebih memberatkan berbagi informasi dengan dia.
===o0o=== Sebuah rumah besar yang cukup terpencil dari keramaian ibukota menjadi tujuan lelaki buncit ini. Beberapa orang menyambut kedatangannya dengan hormat. Dengan mengangguk, lelaki ini bergegas masuk, di ruang tengah nampak sesosok pemuda tengah termenung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ehm?" dehemnya memberi tahu kehadirannya. "Ck-ck-ck" kau ini terlalu ceroboh, lengah betul!"
Pemuda itu menoleh, wajahnya yang nampak kusut, mendadak cerah. "Ah, paman Ekabhaksa?" katanya seraya berdiri dan menyambut kedatangan lelaki buncit itu. "Kau nampak tergesa, sepertinya ada berita bagus?"
"Seperti itulah?" sahutnya malas-malasan, sambil menjatuhkan pantat di kursi empuk. "Bagaimana keadaannya, Jaka?"
Jaka Bayu, sebuah nama sederhana, tapi tidak menjadi sesederhana itu jika ada orang yang melihatnya bicara sangat akrab dengan Ekabhaksa yang dijuluki Ular, salah satu dari anggota Tujuh Satwa Satu Baginda. Sangat mengherankan orang yang gemuk dan kelihatan tidak punya kemampuan itu ternyata adalah Sang Ular yang amat tenar. Kebiasaan yang ada dalam dunia persilatan, adalah menjuluki orang karena kemahiran, kebiasaan, atau postur tubuhnya. Tapi julukan Ular untuk Ekabhaksa justru sangat bertentangan, secara harfiah saja ular seharusnya lincah gesit, kecil dan berbisa.
Ekabhaksa justru tidak seperti itu; ya, dia memiliki kelincahan yang baik, sangat sanggup bertindak tersembunyi dan tanpa terdeteksi"seperti ular. Tapi julukannya justru karena diambil dari namanya, bukan karena beberapa hal yang tadi disebutkan.
Ekabhaksa berarti, makanan yang sejenis. Hobi Ekabhaksa sudah tentu makan, dan camilan utamanya adalah ular. Boleh dibilang sepanjang empat puluh tahun hidupnya, selama tigapuluh tujuh tahun dia selalu makan beragam jenis ular.
Ekabhaksa bukan jagoan yang mempelajari ilmu dengan cara semadi, berlatih sampai bertahun-tahun atau sejenisnya, dia Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
justru mendapat ilmu "tiban" karena hobinya yang sangat konsisten. Tubuh gemuknya sangat liat, tidak mempan dibacok karena memiliki kekenyalan luar biasa, pukulan lawanpun akan dengan mudah dimembalkan, jika perasaannya sedang buruk, penampilannya tidak akan segemuk sekarang. Ya, dia bisa merubah postur tubuh; tinggi-pendek, gemuk-kurus sesuka hatinya. Tiap cengkeramannya jelas memiliki racun mematikan"efek dari hobinya memakan ular. Justru karena lelaki buncit ini serupa ular yang bisa memangsa lawanya bulat-bulat, makanya dijuluki Ular, tiap lawannya selalu kalah dalam kondisi tulang berpatahan.
Ekabhaksa tak pernah membunuh orang, hanya saja tiap korbannya selalu mengakhir perlawanan dengan bunuh diri.
Jika tubuh lumpuh dengan tulang remuk di sekujur tubuh, hal apakah yang lebih baik dari mati"
Jaka Bayu menghembuskan nafas panjang-panjang.
"Parah sekali, paru-parunya nyaris tidak berfungsi. Racun juga sudah menjalar hampir diseluruh tubuhnya tanpa hambatan"
tipis sekali kemungkinannya selamat, hanya keajaiban yang bisa kita harapkan." Jawab pemuda itu dengan lesu.
Ekabhaksa menatapnya dengan perasaan campur aduk, keherananannya pada pemuda itu tidak pernah tuntas. Empati Jaka pada kesususahan orang lain, terkadang membuat Ekabhaksa tak habis pikir dengan kelapangan dadanya. Entah makan apa yang membuatnya bisa bersikap seperti itu. Pikir Ekabhaksa sambil tertawa masam.
Sifat Ekabhaksa sangat nyentrik dan suka bertindak semaunya. Tapi terhadap Jaka Bayu yang tak berpamrih, kadang acuh, kadang tidak perduli dengan dirinya, lebih menyukai orang merasa menang saat menghadapinya"
seperti halnya saat Ekabhaksa menghadapi Jaka Bayu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
setelah ditolong dari keracunan, membuat lelaki "yang saat ini"
buncit itu, akhirnya berkeinginan mendukung apapun cita-cita Jaka.
"Kenapa kau ambil pusing, toh dia bukan apa-apamu."
Gumam Ekabhaksa sambil menuang air jahe di hadapannya.
"Satu nyawa itu sangat berharga paman." Ujar Jaka. "Lebih dari itu dia adalah seorang sesepuh dari Perguruan Enam Pedang."
"Hanya perguruan kecil!" Cemooh Ekabhaksa.
"Kau ini selalu sinis pada orang lain, paman?" gerutu Jaka.
"Luka racunnya itu, tidak biasa." Sambung pemuda ini.
"Racun apapun tetaplah sama" sama-sama bertujuan untuk mencelakai, darimana pula datang racun yang tidak biasa?" ujarnya masa bodoh.
Jaka menggeleng-geleng, adat Ekabhaksa memang seperti itu, tapi dia tahu orang itu cukup memberi perindahan pada dirinya. "Apa yang kau dapatkan, paman?"
Ekabhaksa menghabiskan air jahenya lebih dulu, kemudian baru menceritakan tentang Rengu dan Dua Bakat. ?" jejak racun sialan yang ada di tubuh tua bangka itu, aku belum menciumnya diseputar kota ini. Besar kemungkinan dia diletakkan orang begitu saja di perbatasan kota."
Jaka mengangguk-angguk, dia sangat percaya pada indera penciuman Ekabhaksa, anjing pelacak paling mahir pun tak bisa menandingi ketajaman indera perasa dan penciuman lelaki itu. "Apakah tidak ada tanda-tanda kehadiran orang yang meletakan korban, masuk kedalam kota ini?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sejauh ini tidak ada." Sahut Ekabhaksa singkat.
Jaka mendesah, dengan apa boleh buat dia kembali masuk kedalam kamar perawatan, di ranjang nampak tergolek orang tua dalam kondisi yang mengenaskan. Sebelum memasuki kondisi gawat seperti ini, orang tua itu sempat meminta sesuatu padanya dan menitipkan sebuah catatan yang unik.
Catatan itu dimasukkan secara terpisah pada sela-sela jahitan pakaian, kalau saja Jaka tidak diberitahu tentang catatan tersebut, sudah pasti baju kumal milik orang tua itu sudah dia buang jauh-jauh.
Kedatangan Jaka kekota ini, bukan karena kebetulan, perjumpaannya dengan Ki Gede Aswantama"tetua dari Perguruan Macan Lingga, telah menyadarkan dirinya, bahwa; terlalu banyak pihak yang memiliki niat biadab untuk membuat hancur banyak tatanan kehidupan. Saudara seperguruan Ki Gede Aswantama sendiripun termasuk dalam komplotan yang belum jelas seperti apa tujuannya, tapi perebutan pengaruh dan kekuasaan adalah hal yang paling bisa Jaka pahami.
Pemuda ini bertekad untuk membongkar semuanya, sayang niat itu baru bisa dilakukan setelah dirinya pulih dari luka yang berkepajangan. Sepanjang jalan merintis penyelidikan, Jaka memupuk kekuatan sedikit demi sedikit, hingga akhirnya seperti saat ini.
Tidak disangka, seorang tetua Perguruan Enam Pedang ditemukan dengan racun yang pernah serupa menghinggapi Ki Gede Aswantama sekalian. Jaka tidak bisa mengabaikan itu, boleh jadi Perguruan Enam Pedang menjadi muara persoalan yang ingin dia bongkar. Sejauh ini Jaka tidak menyatakan kepada siapapun bahwa dia pernah melihat jenis racun itu, jika itu dia nyatakan, mau tak mau keberadaan Ki Gede Aswantama juga akan dia singgung. Sementara ini, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jaka tak ingin banyak orang tahu, bahwa Perguruan Macan Lingga masih meninggalkan pekerjaan rumah begitu besar.
Catatan yang terdapat pada baju tetua itu, menyebutan bahwa; dirinya bernama Phalapeksa, guru dari dua Ketua Perguruan Enam Pedang yang menjabat secara bergantian.
Kepergiannya dari perguruan, karena ingin menyelidiki ajaran ilmu perguruan yang konon sebagian terdapat di Gunung Manggala. Berita itu dia dapatkan secara tidak sengaja dari pertikaian anak murid Pratyantara dengan sekelompok orang.
Seharusnya dia tidak perlu mencampuri urusan kedua kelompok itu, tapi dari mulut anggota Pratyantara yang sempat hidup lebih lama, orang tua itu baru tahu jika yang mereka perebutkan adalah peta dari manuskrip atau catatan-catatan silat beragam golongan, termasuk partainya sendiri. Gunung Manggala adalah petunjuk yang tertera pada peta yang direbut kelompok yang membantai anggota Pratyantara.
Bagi orang lain, tulisan itu mungkin tidak berarti, tapi bagi Jaka, nama Gunung Manggala memiliki arti yang sangat besar. Karena ditempat itu pula lah"bertahun-tahun lalu, dirinya pernah hilang kesadaran dan pada saat bersamaan saat dia siuman, sudah berada disatu pulau. Sebuah pulau yang memberinya beragam luka parah, dan juga memberinya pencerahan pada penghayatan beragam disiplin ilmu. Gunung Manggala bagi Jaka memiliki misteri yang patut untuk dibongkar.
Jaka memeriksa kondisi Phalapeksa, seandainya saja ada beberapa Akar Samwatsara Wangke (bangkai satu tahun"
sebuah akar pohon yang selama satu tahun tidak menumbuhkan tunas, kondisinya diantara hidup dan mati), kemungkinan besar Jaka bisa mempertahankan jiwa orang tua ini. Semoga Penikam membawa kabar baik. Pikirnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Saat Jaka keluar dari kamar, Ekabhaksa sudah tidak ada, menurut anak buahnya, lelaki buncit itu akan bermain-main dengan Rengu"entah Rengu yang mana. Jaka hanya bisa tersenyum geli membayangkan keonaran apa yang akan dibuat oleh Ular. Tidak ada lubang yang tak tertembus, itu ungkapan aksi Ekabhaksa, dan Jaka percaya dengan kemampuan salah satu anggota tujuh satwa itu.
===o^Didit^0^DewiKZ^o=== Lima hari berlalu tanpa kegiatan, dan Dua Bakat akhirnya dapat bernafas lega, sebab hari ini adalah hari kehadiran sang bendahara kerajaan. Dua Bakat benar-benar menggunakan kemahirannya, kali ini dia sudah menyusup masuk kedalam rumah saudara sepupu Rengu yang berkerja sebagai salah satu asisten bendahar kerajaan. Dalam waktu singkat pula, Dua Bakat sudah berhasil masuk kedalam ruangan kerja saudara Rengu, tentunya dengan wajah serupa penghuni sebelumnya.
Dari balik bajunya, Dua Bakat mengeluarkan kayu berbentuk segi lima yang terisi potongan besi, menyiapkan dengan seksama dan memasukkan kembali kebalik bajunya.
Jantungnya memukul keras. Sebelum rutinitas dimulai, dia harus bisa menjumpai orang itu. Pintu ruangan di hadapannya sudah terbuka, belasan orang pengawal sang bendahara sudah keluar member perlindungan ketat. Bagaimanapun ruangan bendahara kerajaan termasuk salah satu asset kekayaan kerajaan. Timbunan emas hanya terpisah pintu setebal satu jengkal dihadapannya. Untung saja kedatangan Dua Bakat bukan untuk mencuri, maka dirinya tak ada nafsu untuk mengusik harta kerajaan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dari keterangan saudara Rengu yang dia peras dalam kondisi tak sadar, kebiasaan dari bendaharawan itu akan mengecek pembukuan dan transaksi terakhir sebelum dia mengeluarkan biaya yang seharusnya. Dua Bakat menghitung dalam hati. Sekarang saatnya. Ujarnya dalam hati dengan berdebar. Dua Bakat keluar dari ruangannya, dan berjalan menuju ruang utama. Jarak ruangan itu hanya lima puluh langkah saja, tapi dalam perasaan Dua Bakat seolah dirinya sedang menempuh jarak berpal-pal jauhnya. Dia pernah menyusup ke segala tempat dengan berbagai situasi mengancam. Tapi, untuk melakukannya didalam kerajaan, berpikirpun belum pernah. Ini adalah kali pertama baginya.
Tiap langkahnya diawasi oleh sorot mata para pengawal di sekitar ruangan bendaharawan, Dua Bakat sadar benar, para pengawal itu jelas bukan pesilat kelas teri, dari sorot matanya saja, dia sanggup mengira-ira, tiap orangnya setingkat dengan pendekar kelas satu. Dua Bakat benar-benar tidak mau ambil resiko harus bentrok dengan salah satu pengawal itu.
Sambil melempar senyum kering, Dua Bakat meraih gagang pintu. Tapi, untuk sesaat gerakannya membeku, manakala salah satu pengawal menghalanginya. Detik itu juga terbetik dalam benak, penyamaranya sudah terbongkar!
"Silahkan?" Ah, tidak tahunya pengawal itu berupaya bertindak ramah, membukakan pintu untuknya. Hampir saja Dua Bakat menepuk dahi sendiri akibat prasangkanya. Dua Bakat mengangguk kepala sebagai rasa terima kasih, dia tak berani bersuara, takut pengawal itu mengenalinya sebagai orang asing.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pintu telah ditutup, mata Dua Bakat disilaukan dengan cahaya kuning yang ada dibelakang seorang lelaki yang tengah menunduk mencatat sesuatu. Tumpukan lantakan emas dan berpeti-peti kepingan uang membuat debar jantung Dua Bakat memukul keras. Orang hidup jelas butuh uang, bahkan di pengasingannya, Dua Bakat juga membutuhkan uang.
Tanpa melihat, sang bendaharawan menyapa. "Kau sudah datang?" sapaan itu membuat tenggorokan Dua Bakat kering.
"Ya." Jawabnya singkat, dan tanpa basa-basi Dua Bakat segera medorong kayu segi lima kehadapan orang itu.
Pena yang di pegang bendaharawan itu terlepas setelah melihat benda itu. Kekagetan nampak terpeta jelas di wajahnya. "Akhirnya datang juga?" desisnya. Orang itu berdiri dan menatap Dua Bakat, matanya nampak menyorot tajam, jelas dia tahu bahwa orang yang ada dihadapannya bukanlah asistennya. "Kau suruhan dari beliau?"
"Pastinya." Sahut Dua Bakat singkat.
"Kau tahu apa artinya?"
Dua Bakat menggeleng, dia masih tercengang melihat orang yang menjadi bendaharawan Kerajaan Kadungga ternyata juga seorang pesilat tangguh, rasanya dia pernah mengenal orang itu entah dimana, tapi penampilannya yang perlente membuatnya lupa siapa orang itu.
"Ini hanya salah satu kunci dari sokongan pergerakan, apakah kau yang akan membawanya atau aku yang akan mengurusnya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dua Bakat tidak tahu apa yang dibicarakan orang itu, dia hanya diberi perintah untuk menyerahkan kayu segi lima, itu saja!
"Terserah dirimu."
"Baik," Sang Bendahara mengambil sebuah kotak kecil dari balik lemari besinya. "Kau bawa ini, dan perhatikan baik-baik semua perintah didalamnya!" Dua Bakat menerima benda terakhir"dari dua benda yang sebelumnya sudah dia dapat, dengan perasaaan lega.
"Mari aku antar kau keluar!" katanya singkat. Keduanya keluar dengan pengawalan ketat, sesampainya di halaman belakang, Dua Bakat masuk kedalam kereta kuda. Sais jelas paham kemana dia harus mengantarkan asisten bendahara.
Dan selanjutnya Dua Bakat sudah menghilang dari Kota Skandhawara. Dia harus bergegas mencari rekan-rekannya, sebab pengaruh totokan murid sang majikan harus diperpanjang. Sepanjang perjalanan, Dua Bakat lebih banyak berdoa dari pada mengumpat. Apakah itu sebuah perubahan menuju sikap yang lebih baik" Entahlah.
===o^Didit^0^DewiKZ^o=== "Kenapa dia datang pada saat aku sudah menemukan ketenangan?" pikir sang bendahara dengan gundah setibanya didalam ruangan kerjanya lagi. Lambang kayu segi lima yang berisi pecahan besi adalah simbol untuk mengambil dana, dia sudah menyiapkan dana itu sejak belasan tahun lalu. Tapi di lain sisi, rasa sayangnya terhadap emas yang akan digunakan sebagai biaya "perjuangan", membuatnya harus menciptakan emas palsu pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan terburu-buru sang bendahara segara menuju kerumahnya, selama lima belas tahun menjabat sebagai bendahara kerajaan, tiap minggunya dia menggelapkan lima ratus keping emas, dan sedikitnya bisa membawa pula sepuluh batangan emas. Bisa dibayangkan sampai hari ini sudah berapa banyak uang yang di timbunnya! Tentunya dia melakukan hal itu tanpa terendus, dengan perhitungan matang, serta rekap terperinci pada pembukuan kas rumah tangga kerajaan. Semua itu dia lakukan untuk mendukung perjuangan Anusapatik dan kerabatnya.
Memasuki tahun kesepuluh, rasa sayang terhadap emas yang telah dikorupsi, membuat dirinya harus menciptakan satu sekenario penipuan, tentunya dia tidak bisa bekerja sendiri, ada pejabat tinggi lain yang terlibat. Dan rencana penipuan itu agaknya harus berjalan saat ini, saat Anusapatik membutuhkan dukungan dana.
Sayangnya, sang bendahara tidak menyadari setiap langkahnya di kuntit oleh bayangan bagai hantu, seorang lelaki berperut buncit. Bahkan saat dirinya membuka tempat penyimpanan emas hasil penggelapannya, dia tidak sadar ada sepasang mata yang memperhatikan dengan sangat seksama.
===o^Didit^0^DewiKZ^o=== Ekabhaksa sudah menceritakan hasil penguntitannya terhadap "Rengu", kepada Jaka. Termasuk saat dia masuk kedalam ruangan penyimpanan harta sang bendahara. ?" kita sikat saja?" tanyanya meminta pertimbangan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jaka termenung. "Apakah paman tahu, siapa yang menyamar menjadi asisten bendahara?" Tanya pemuda ini dengan berkerut kening.
"Tidak tahu, tapi jika dia ada disekitarku, aku akan tahu..."
jawab Ekabhaksa. "Bisakah kau perkirakan berapa harta si kasir?"
"Entahlah, sekilas aku melihat emas batangan bertumpuk dalam belasan peti, dalam pecahan kepingan emas lebih banyak lagi!"
Jaka tersenyum, matanya juga nampak "tersenyum".
Dengan sendirinya Ekabhaksa juga ikut tersenyum, bahkan tertawa.
"Jadi, kita sikat dia?" Ekabhaksa mengulangi pertanyaannya.
"Tidak paman." "Heh"!" seru Ekabhaksa terkejut. "Apa maksudmu?"
"Kita akan melakukan lebih dari itu!" Ralat Jaka. "Jelas-jelas orang itu sudah menimbun harta kotornya. Kita akan membuatnya menjadi orang yang lebih dermawan" ehm, sangat dermawan pada kita."
"Bagus, bagus!" sorak Ekabhaksa kegirangan. "Kapan kita beraksi?"
"Malam ini!" tegas Jaka, membuat Ekabhaksa melongo, ternyata Jaka Bayu lebih tidak sabar untuk "menggarong" harta korupsi, daripada dirinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
===o^Didit^0^DewiKZ^o=== 109 " Domino Effect : Intrik Dalam Intrik Penikam sudah sampai di rumah batu, dia sedang memberikan paparan tentang segala kemungkinan jika malam ini mereka harus melakukan pencurian besar-besaran.
"Secara garis besar, keamanan di kota ini jauh lebih baik dari kota manapun, kau tak akan bisa mengumpulkan jumlah orang yang banyak tanpa di ketahui orang lain. Jika ada rombongan lebih dari tiga orang, petugas keamanan akan menanyaimu sampai detail."
Jaka mengangguk paham. "Berapa banyak kereta kuda yang kita butuhkan untuk mengangkut semua harta bendahara itu, paman?"
Ekabakhsa segera merincinya dalam benak, jika pemuda itu sudah bertanya dalam forum seperti ini, maka jawaban yang keluar dari mulut anggota adalah sebuah kepastian bukan keraguan.
"Enam belas, ukuran sedang!"
Jaka diam memikirkan itu, "Sangat tidak mungkin enam belas kereta berhenti di satu rumah." Terdengar olehnya Penikam mengumam, Jaka-pun merasa itu mustahil.
"Berapa banyak peternak kuda disekitar kota ini?" tiba-tiba Jaka bertanya pada Penikam.
"Dua puluh satu orang."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Berapa total jumlah kudanya?"
"Jika kita bicarakan 2000 kuda, aku yakin lebih."
"Bagus!" desis pemuda ini. "Berapa sisa kas kita di sini, paman?" tanyanya pada Ekabakhsa.
"Tidak banyak, dua batang, dua ribu keping emas, enam belas haraka, 40 perak." Jawab Ular dengan rinci.
Jaka berpikir sejenak, dengan uang sejumlah itu, tak mungkin dia belanjakan untuk membeli semua kuda. Tentu saja, Jaka tak bermaksud membeli kuda hanya untuk kemubaziran semata, Elang"salah satu anggota tujuh satwa, merupakan peternak kuda kelas besar, dia menyuplai ratusan kuda tiap bulannya ke berbagai daerah, termasuk kerajaan ini.
Biarpun banyak peternak kuda, nama kesohor Elang membuat orang lebih percaya, dari pada harus mengambil di rumah ternak lain. Apalagi kebutuhan Kerajaan perihal "kendaraan dinas" dan pemeliharaan angkatan perangnya, menjadikan transaksi jual beli kuda menjadi sebuah keharusan. Jaka bermaksud, "titip jual" kuda, kepada Elang, memutar sisa uang kas mereka untuk mendapatkan jumlah yang lebih besar.
"Baik, begini saja" jika aku tidak kembali dalam satu jam, belanjakan semua uang kas kita untuk membeli kuda, Cambuk akan mengurus izin melintas di daerah ini, dengan kompensasi yang kurasa dia cukup bisa mengosiasikan dengan baik."
"Kau akan kemana?" Tanya Ekabakhsa.
Jaka tertawa sejenak. "Memastikan saja! Sebelum rencana kita jalankan, Kwancasakya akan menyambangi Sang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bendahara lebih dulu." Ujarnya membuat kening kedua orang rekannya berkerut.
"Maksudnya?" Tanya Penikam bingung.
Jaka tersenyum. "Melalui Sang Bendahara, aku ingin tahu, seberapa dekat hubungan kerajaan ini dengan telik sandi Kwancasakya."
"Kau bermain api, Jaka?" Ekabakhsa mengingatkan.
Jaka mengangguk. "Jika kerajaan ini memiliki hubungan dengan Kwancasakya, aku yakin, bukan hanya bendahara itu saja yang akan kita kuras, beberapa orang bisa kita dapatkan pula. Kurasa jumlah kas kita akan segera meningkat tajam."
"Kupikir, untuk memperjuangkan kebenaran, kita tidak perlu menjadi perampok." Tiba-tiba sebuah suara menegur ide Jaka.
Tanpa menoleh-pun Jaka paham Ki Alih tengah
mendatangi mereka. Menanti kehadirannya, Jaka berjalan mendekati jendela melepaskan tatapan menyapu situasi.
Waktu sudah semakin tipis, dia harus segera melakukan gebrakan.
"Apa jawabnya, Jaka?" Tanya Ki Alih lagi.
Jaka membalikkan badan dan berhadapan dengan Kepalan Arhat Tujuh. "Menurut paman, dari mana si bendahara mendapatkan uang?"
"Kerajaan tentunya."
"Lalu, dari mana kerajaan mendapatkan uang?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pajak masyarakat, rampasan perang, perdagangan?"
Jaka mengangguk. "Sementara masih di wilayah kerajaan ini masih ada beberapa wilayah yang terjangkit penyakit dan bencana, itu sudah satu bulan berlalu. Kenapa pihak kerajaan tidak memberikan bantuan sama sekali?"
"Itu urusan mereka."
"Salah, paman! Itu urusan kita sekarang" kita memiliki kemampuan, kita bisa bertindak, kita tidak perlu mengingatkan mereka. Kita akan mengambil uang dari jalur yang semestinya akan menghantam kerajaan ini dengan serangan tersembunyi.
Kupikir-pikir, seharusnya Kerajaan ini malah menghadiahi mendali buat kita! Harta yang akan kita sita, tidak akan kita makan sendiri. Akupun tidak membutuhkan banyak harta, uang bagiku hanya memberatkan gerakan saja, aku makan pun cukup satu piring, rumahpun aku belum butuh.. jadi untuk apa aku harus menghimpun dana banyak?"
Ki Alih mengela nafas. "Untuk pergerakan kita, untuk modal kita." Jawabnya singkat.
Jaka mengangguk puas. "Bukan berarti kita menghalalkan segala cara, paman. Engkau tentu lebih paham, jika dana bendahara itu terjatuh pada Kwancasakya apa yang akan terjadi?" kata Jaka sambil berajak pergi. "Aku pamit."
Tubuhnya sudah lenyap begitu pintu tertutup, sementara Ki Alih termangu-mangu. Dengan menghela nafas panjang diapun duduk disebelah Ekabakhsa. "Sampai sejauh ini, aku belum pernah bisa menduga kedalaman pikirannya." Ujarnya pada si Ular.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lelaki itu hanya tertawa pendek. "Aku orang yang bebas, tak suka berpikir pajang. Kedatangan Jaka yang mengatur banyak hal, malah kusyukuri. Ada orang yang mau berpikir panjang buat kita, kurang apa lagi?"
Ki Alih mengangguk dengan tertawa pendek pula. "Kau ini memang manusia tak lumrah." Gumamnya ditimpali gelak tawa Ekabaksha.
--0o~Didit-dw*kz~o0- Jaka sudah berindap-indap disekitar rumah Sang Bendahara, penjagaan disana benar-benar ketat. Pemuda ini sangat mengagumi kemahiran Ekabakhsa yang bisa berlalu lalang di liang orang tanpa ketahuan. Dari kejauhan, terdengar sebuah kereta cukup mewah, datang mendekati pintu gerbang, Jaka bersiap sejenak, lalu menyelusup di bawah roda kereta itu.
Dugaannya benar, ternyata kereta itu digunakan oleh Sang Bendahara untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Dengan ketajaman telinganya, Jaka bisa mengetahui dalam kereta ada, ada empat orang.
"Kau yakin, akan menghilangkan dana yang sudah kau himpun?" ujar sebuah suara pada seseorang"Jaka menebaknya orang itu berbicara pada Sang Bendahara.
Suaranya tegas berwibawa.
"Yakin!" pungkas sebuah suara terdengar ketus. "Sudah bau tanah saja masih punya ambisi selangit, aku-pun ingin menikmati kejayaanku sendiri." Ujarnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pikir dulu baik-baik. Jika kau merasa rencana ini cukup matang, aku akan membantu mengeluarkan hartamu. Berapa bagianku?"
Jaka mendengarnya dengan dada berdebar.
"40 persen." "Tak jelek, baik! Malam ini, aku akan datang dengan kendaraan dinas, kau tidak perlu repot."
Penggalan informasi itu sudah cukup buat Jaka untuk tidak memata-matai lebih lanjut, dia melepaskan dari dari kolong kereta, saat melintasi sebuah tikungan sepi. Jaka memperhatikan kereta itu baik-baik, tidak ada tanda yang istimewa, cuma kereta itu ditarik oleh empat kuda keluaran peternakan terbaik, kuda dari peternakan Si Elang. Artinya sudah cukup buat Jaka untuk mengambil kesimpulan, bahwa orang itu pastilah orang dalam pemerintahan. Sudah sangat jamak, jika kau melakukan korupsi, kawanmupun tak akan jauh-jauh dari situ, bisa dipastikan penjahat.
Jaka baru saja pergi, saat Ki Alih memutuskan untuk pergi, pemuda ini sudah kembali. "Cepat sekali?" tegurnya.
Ekabaksha tersenyum senang melihat kedatangan pemuda ini, artinya; dia tak perlu repot-repot menghabiskan uang untuk membeli kuda.
Pemuda ini tertawa, "Aku mendapatkan info yang sangat baik!" lalu pemuda ini bercerita.
Ki Alih dan Ekabakhsa saling pandang, "Tidak disangka dalam kerajaan yang cukup makmur inipun bersembunyi iblis-ilbis berhati busuk." Gumam Ki Alih merasa kini bisa mendukung rencana Jaka 100 persen"tanpa ganjalan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kita akan melakukan apa?" Tanya Ekabakhsa pada Jaka.
"Tunggu kedatangan, Cambuk. Mungkin dia memiliki ide ketimbang diriku." Kata pemuda ini sambil duduk.
Ekabakhsa cukup mengerti keenceran otak pemuda ini, tapi diapun tak pernah memaksakan idenya harus berjalan. Dia lebih suka menggali ide dari anak-anak buahnya, sikap itulah yang dia yakin, menjadi kunci sukses menggaet anggota berkasta tinggi"termasuk dirinya.
Cambuk sudah datang dengan wajah berseri, agaknya dia mendapatkan berita bagus pula. "Sepertinya paman memiliki info baik. Aku ingin dengar..."
Lelaki itu adalah ajudan Adipati Kalagan dari wilayah Hulubekti, mungkin dibandingkan jawabatan seperti Sang Bendahara, secara organisasi, Cambuk bukan apa-apa. Tapi peranan buah pikirnya dalam memajukan wilayah Hulubekti, menjadikan tiap kehadirannya dipandang seperti kedatangan Adipati Kalagan kalagan itu sendiri. Cambuk memiliki cukup nama untuk masuk ke tiap-tiap kerajaan, ide jalinan kerjasama yang dilakukan orang itu cukup mendapatkan apresiasi pada wilayah sahabat.
"Mungkin, tidak ada hubungannya dengan kelompok kita."
Kata Cambuk memulai pembicaraan. "Tapi, kukira ini bisa membuka sayap usaha kita untuk masuk kedalamnya."
"Apakah, pengiriman barang?" tebak Jaka.
"Tepat sekali! Nilai kontrak kiriman itu, bervariasi. Cukup besar menurutku, kurasa kau bisa mengaturnya untuk dilaksanakan oleh siapa. Nanti kukenalkan orang itu pada pihak pemerintahan ini."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jaka saling padang dengan Ki Alih dan Ekabakhsa mereka tertawa. "Ada yang salah dengan ucapanku?" Cambuk merasa tidak senang.
"Bukan begitu paman?" lalu Jaka menuturkan informasi yang berhasil dia dapatkan. "Dengan kesepakatan paman, kita bisa masuk kedalam kerajaan tanpa di curigai, jika sewaktu-waktu harus membawa banyak barang."
Cambuk mengangguk-angguk. "Otak setanmu ini memang bisa saja menyambung segala urusan jadi satu." Pujinya.
Jaka tertawa. "Aku ingin kau perkenalkan paman Alih kepada pihak kerajaan itu."
"Sebagai apa aku nanti?" Tanya Ki Alih.
Jaka tersenyum dengan mata berkilauan.
"Mati aku?" keluh Ki Alih merasa panas dingin.
"Kenapa paman, toh, aku belum mengatakan apa-apa."
"Aku tahu, kalau kau sudah tertawa seperti itu, pasti ada kesulitan buatku?"
Jaka tertawa serba salah, dia menepuk paha Ki Alih. "Tidak paman, ini cuma ada kaitan dengan rencana kita yang lalu."
"Menyusup ke Pratyantara?"


Seruling Sakti Karya Didit S Andrianto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Maksudmu, Ki Alih akan kukenalkan sebagai orang dari Pratyantara?" tanya Cambuk dengan suara terkejut, "Kau gila, Jaka!" katanya tak setuju. "Tak mungkin, kesepakatan ini berjalan. Kerajaan tak mau berhubungan dengan kelompok penjahat!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dengar dulu penjelasanku, nanti kita timbang, apakah bisa dilakukan atau tidak. Kita juga harus melihat kondisi di lapangan" sekarang aku ingin tanya, barang apa yang akan dikawal?"
"Banyak, uang gaji juga termasuk. Tiap kerajaan pasti memiliki keperluan dalam pengiriman apapun. Kita tidak sedang bicara, barang apa" tapi semua pengiriman, akan di lakukan!"
"Nah, menjadi masuk akal pula, saat golongan Pratyantara yang mengurus ini, pihak kerajaan sudah bisa merasa aman dari gangguan, meskipun kalangan ini dicap sebagai gerombolan pencuri elit, aku yakin; jika alasan kita masuk akal, pihak kerajaan akan menerima. Lagipula, jika kita masuk dengan bendera usaha yang belum pernah mereka dengarpun, ini akan menyulitkan paman?" kata Jaka pada Cambuk. "Kurasa, paman bisa menyakinkan mereka dengan ide ini."
Ucapan pemuda ini sepintas ngawur, tapi jika di telisik lebih lanjut, sangat masuk akal. Pengiriman barang masa itu, tidaklah semudah membeli suatu barang. Gangguan akan selalu banyak menghandang, jika kelompok pencuri elit yang akan di ajukan sebagai "tukang antar", apakah ada pencurian lain yang mungkin terjadi"
"Masuk akal." Gumam Cambuk setuju. "Alasan apa yang akan kita berikan pada mereka?"
Jaka mengangkat bahunya. "Nama baik, mungkin. Tidak ada dalam sejarah, orang ingin dipandang sebagai penjahat terus. Kita akan "memutihkan" nama Pratyanata sedikit.
Bagaimana?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Alih mengangguk, baginya; semua uraian Jaka memang masuk akal. Golongan Pratyanata sendiri sudah seprti barang dalam saku. Ki Alih memang sudah memata-matai kelompok itu hampir dua bulan lamanya.
Cambuk dan Ki Alih sudah pergi menemui pihak pemerintah kerajaan, kini saatnya Jaka dan Ekabaksha menyiapkan perlengkapan untuk aksi mereka, sesaat lagi.
===o0o=== Malam sudah dijelang, Ekabaksha sudah menyiapkan Kuda dari peternakan terdekat, keretapun sudah dia dapatkan.
Penikam sudah menyiapkan seragam kerajaan dengan cermat. Jaka sedang mematut diri di cermin.
Pemuda ini menyeringai, membuat Penikam geli.
"Kenapa?" tanyanya.
"Ah tidak, aku tak pernah menyangka, akan menggunakan pakaian seperti ini." Kata Jaka.
Mereka mulai bergerak dari luar perbatasan, memacu kereta dengan kecepatan biasa, Ekabaksha tidak menyiapkan enam belas kereta, tapi tiga puluh. Sementara Cambuk dan Ki Alih, sudah mendapatkan kesepakatan pengiriman. Mereka menawarkan untuk kiriman pertama adalah gratis! Tentu saja, pemerintahan mana yang tidak suka dengan hal itu, karena kesepakatan itupulahlah, rencana yang sedianya akan dieksekusi malam ini oleh rekan Sang Bendahara, terpaksa urung. Karena pihak otoritas kerajaan mengumumkan tidak akan mengeluarkan kereta barang dalam beberapa hari kedepan, karena mereka yang terbiasa menggunakan kereta Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tersebut, dialihkan untuk ikut menjaga pengiriman perdana oleh Pratyantara yang akan di lakukan malam itu juga!
Tentu saja rekan Sang Bendahara merasa itu diluar dugaan, dia akhirnya mengutus seseorang untuk menyampaikan hal tersebut pada Sang Bendahara, bahwa rencana mereka ditunda dalam dua hari kedepan. Tapi, sudah tentu Jaka telah mengantisipasinya " Jaka sudah menyiapkan orang untuk menunggu si utusan. Melumpuhkan orang itu, dalam beberapa hari kedepan, utusan itu akan tidur pulas. Dan orang yang menggantikan utusan itu, menjumpai orang-orang kepercayaan Sang Bendahara untuk bersiap-siap melakukan pengiriman, dia mengatakan pula bahwa karena perubahan rencana dalam kerajaan, "sang pimpinan" tidak akan bisa turut menyertai.
Sang Bendahrawan tidak curiga, karena diapun mendapatkan info, bahwa akan ada pengiriman kerajaan malam ini. Penikam yag menyamar sebagai utusan itu memang tukang kompor, dia menceritakan bahwa; Kerajaan yang memiliki perjanjian bisnis dengan golongan pencuri elit, akan dimanfaatkan oleh "sang pimpinan" untuk membatalkan kesepakatan itu! Mereka akan menggagalkan pengiriman tanpa biaya itu, dengan "pola" pencurian yang di dalangi Pratyantara sendiri. Pengiriman yang selama ini di kelola
"sang pimpinan" merupakan sumber dalam pengumpulan dana pula. Jika pekerjaan itu di kelola orang lain, otomatis mereka akan kehilangan "roti" yang cukup besar.
Sang Bendahara manggut-manggut dengan tertawa membenarkan bahwa rekannya itu pasti akan bertindak sesuatu dalam pengiriman perdana itu. Di merasa "rekannya"
itu cukup serakah, padahal dia telah berjanji akan memberikan 40 persen sebagai bagiannya, dan itu sangat besar! Rupanya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang itu tak mau kehilangan pekerjaan rutinitias pengiriman.
Sang Bendahara paham, dalam tiap pengiriman apapun, akan ada barang yang menghilang dalam manifest"catatan pengiriman. Dan kejadian penggelapan itu diketahui betul oleh Sang Bendahara, karena mereka sudah saling memegang kartu mati masing-masing, akhirnya bisa bekerja sama dengan baik.
"Aku akan menyiapkan semuanya, kalian tak perlu repot ikut menggotong barang-barangku." Kata Sang Bendahara pada Penikam.
"Baik!" sahut Penikam pendek, dan segera meninggalkan tempat itu dengan hati gembira. Tak disangka, karangan Penikam untuk mengelabui Sang Bendahara memang merupakan kejadian nyata yang mungkin akan dilakukan
"sang pimpinan". Dengan sendirinya Penikam memperingatkan Ki Alih tentang kemungkinan yang terjadi.
Ki Alih tertawa. "Cecurut macam mereka tidak akan membuat kita cukup berkeringat untuk membereskannya."
"Tapi sepertinya pihak kerajaan akan mengirimkan prajurit-prajurit tingkat atasnya."
"Tidak masalah!" sahut Ki Alih, "Kejadian itu malah akan menjadi keuntungan besar buat Pratyatara"bagi kita!"
Penikam cukup paham maksud Ki Alih, jika mereka bisa meringkus kompoltan "sang pemimpin", dengan sendirinya posisi rekan Sang Bendahara, akan terancam, dan ini artinya akan merembet pada terbongkarnya satu skandal besar! Lain daripada itu, pihak kerajaan akan sangat percaya dengan integritas Ki Alih, yang menyamar menjadi Jung Simpar!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Empat belas kereta, berderap memasuki wilayah pendistribusian di kerajaan itu, nampak jelas para prajurit berseragam lengkap mengawal kedatangan kereta kuda itu, bagaimanapun golongan Pratyantara cukup memiliki nilai busuk, mereka diberi wanti-wanti oleh pimpinan regu untuk menindak segala urusan yang mencurigakan. Ki Alih tak mau membuat rencana berantakan, dengan pengalamannya, lelaki paruh baya itu berhasil mengorganisir kereta sebanyak itu dengan sangat disiplin.
Sementara itu enam belas kereta lainnya, berjalan perlahan menyusuri jalur lain, menuju rumah Sang Bendahara, yang kebetulan berada di ujung lintasan jalan utama. Membuat semua pekerjaan mereka tidak dicurigai orang lain.
Ekabaksha sudah tahu wajah Sang Bendahara, dia memberi tahu pada Jaka ciri orangnya.
Dengan tenang, Jaka segera menemui pimpinan yang mengawal keamanan pada rumah Sang Bendahara, tidak usah menunggu lama. Beberapa orang dengan sangat gesit mengangkut barang-barang ke dalam kereta.
Diam-diam Jaka tertawa, berapa keberuntungan memayunginya. Dia tak perlu mengorek keterangan Sang Bendahara, tentang apa yang akan dilakukan selanjutnya dengan uang itu. Karena dengan sigap Sang Bendahara sudah menunjukan peta dimana uang akan disimpan, lebih dari itu tiap kereta di jaga oleh empat orang. Bagi pandangan Jaka, para pengawal itu adalah tokoh-tokoh persilatan keluaran perguruan kenamaan. Meski tidak sulit mengatasi mereka, Jaka sebenarnya sangat ingin tahu apa yang membuat Sang Bendahara ini memindahkan uang secara sembunyi-sembunyi ini. Pastinya, ada orang lain yang sangat Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ditakuti yang membuat Sang Bendahara melakukan kegiatan ini.
Enam Belas Kereta telah terisi penuh, dengan belasan peti pada tiap kereta, harta kekayaan Sang Bendahara memang luar biasa.
Tapi, kejadian yang tengah dialami dalam halaman rumah Sang Bendahara, diikuti dua pasang mata yang menyorot tajam, nampaknya mereka sangat puas dengan "kecepatan"
Sang Bendahara dalam menindak lanjuti "perintah" yang di sampaikan oleh Dua Bakat. Mereka akan dengan diam-diam mengikuti rombongan itu, sampai di tempat persembunyian harta itu.
Jaka menghela keretanya dengan perlahan. Sang Bendahara melepas enam belas kereta itu dengan tatapan cemas, dia hanya menyisakan dua keping emas dalam kantongnya. Meski dia mengatakan pada Jaka akan menyusul dua hari mendatang, tapi malam itu juga Sang Bendahara segera berbenah, menguntit iring-iringan kereta kuda itu.
Tidak, terbersit dalam benak Jaka, untuk berbelok kearah lain. Selain karena dia memperhitungkan orang-orang yang turut serta dalam pengawalan, Jaka sangat yakin ada pihak lain yang turut membayangi mereka, entah siapapun mereka itu, boleh jadi ada kaitannya dengan luka-luka yang di derita oleh tetua dari Perguruan Enam Pedang.
--0o~Didit-dw*kz~o0- Perjalanan itu hanya memakan waktu satu harian saja, dalam peta di tangan Jaka. Arah yang di tentukan Sang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bendahara tidak menyebutkan tempat apa yang digunakan sebagai muara dari kiriman dalam kereta itu.
Sebuah perkampungan yang menjadi tujuannya,
Ekabaksha mengenali ciri dan baju para penghuni perkampungan itu. Mereka nampaknya ada kaitannya dengan Keluarga Tumparaka, para ahli golok selalu merujuk pada keluarga ini.
"Bertindak hati-hati, Jaka. Orang-orang didalam sana memiliki hubungan dengan Keluarga Tumparaka."
Jaka mengangguk, dia cukup mafhum siapa itu Keluarga Tumparaka, mereka memiliki pengaruh sangat kuat di dalam dunia persilatan.
"Selamat datang" sungguh tidak disangka, kalian datang lebih awal!" dari luar terdengar suara, dan pintu gerbang yang semula hanya terbuka separuh, kini dibentangkan lebar-lebar.
Jaka tidak terkejut menjumpai Sang Bendahara yang menyambut mereka, jika dia menjadi orang itupun, dirinya akan membayangi keberadaan hartanya dengan ketat. Jaka tidak membahas kenapa orang itu datang lebih awal.
"Dimana, harus diletakkan?" Tanya pemuda itu.
"Ikuti aku?" kata Sang Bendahara dengan riang. Mereka menuju sebuah rumah besar yang bertetangga dengan rumah-rumah pande besi, terdengar suara denting logam sedang dipukul.
"Sial, kita benar-benar kerja bakti!" gerutu Ekabaksha tak senang hati berbisik pada Jaka. Sepanjang pejalanan, Ekabaksha mengira mereka akan belok kemana untuk Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meletakkan uang itu, dia sudah bersiap-siap untuk melumpuhkan para penjaga. Tak tahunya, Jaka adem ayem saja, terpaksa dengan heran, aksinya tak jadi dilakukan.
"Jangan kawatir paman, harta ini biar kita titipkan disini saja, ada suatu ketika kita akan mengambilnya. Toh, tempatnya sudah kita ketahui." Jawab Jaka dengan tenang.
"Darimana kau punya keyakinan itu" Yang jelas, aku memperingatkanmu dengan keras! Kita tak boleh menyinggung orang-orang dalam perkampungan ini, mereka dalam lindungan Keluarga Tumparaka. Bisa susah gerakan kita jika berurusan dengan mereka!"
Jaka mengangguk, "Aku tidak akan bertindak ceroboh, disepanjang perjalanan tadi aku sudah memikirkan tingkah aneh kasir itu." Bisik Jaka.
Ekabaksha hampir saja bertanya, tapi dia urungkan saat Sang Bendahara menyuruh mereka untuk masuk kedalam menyicipi barang secangkir air, tak tahunya hanya air dingin yang disajikan, pelit betul! sementara orang-orang yang turut menjaga dalam perjalanan, bertindak dengan cekatan menguras isi kereta, dan menyimpannya dalam rumah.
Sambil menyerapi situasi, Ekabaksha akhirnya bertanya.
"Apa yang kau pikirkan?"
"Orang itu, bertindak begini terburu-buru, karena ditekanan dari tamu yang sempat kau lihat orangnya."
"Samaran dari Rengu." Ujar Ekabaksha meralat.
Jaka mengangguk, dengan merendahkan suaranya dia melanjutkan. "Dari keterangan yang kudengar, dia tidak mau Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berada dalam tekanan "si tua bagka", entah siapa orang itu.
Tapi, orang yang bisa menyamar seperti Rengu dan mengubah wajah dengan mudah, pasti tokoh kasta tinggi. Aku menganggapnya sebagai pesuruh saja, pasti "si tua bangka"
adalah tokoh hebat yang menopang gerakannya. Boleh jadi karena si kasir ketakutan atas tekanan sang utusan, dia bereaksi siap pula."
Ekabaksha mengangguk-angguk. "Lalu, apa yang akan kita lakukan?"
"Menunggu, mencermati keadaan." Tiba-tiba Jaka mencekal tangan Ekabaksha yang mau mengambil air minum dalam kendi. "Waspada, ada racun yang cukup tipis dalam gelas." Bisik Jaka.
Ekabaksha terperanjat. "Kurang ajar! Biar kuhajar orang itu!" geramnya tertahan,
"Tenanglah, persiapkan saja tenaga paman untuk menguatkan lambung." Lalu Jaka dan Ekabaksha berturut-turut memperingatkan teman-teman yang lain, mereka meminum air itu dengan cepat.
"Kami akan segera berlalu, jika terlalu lama"
ketidakhadiranku di kesatuan bisa cukup memusingkan." Kata Jaka setelah Sang Bendahara menemui mereka lagi.
Dengan diiringi senyum tipis, Sang Bendahara itu melepas kepergian Jaka sekalian. Deru kereta kuda meninggalkan perkampungan itu. "Alangkah baiknya kalian lupa dengan tempat ini!" pikir Sang Bendahara tersenyum puas. Nyatanya, racun yang dioleskan pada gelas berfungsi untuk membuat lupa. Entah seberapa banyak kadar racunnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Membagi harta 40 persen, jelas cuma janji isapan jempol saja. Sang Bendahara tak rela uangnya harus dibagi. "Benar-benar keberuntungan ada dipihakku, untung saja dia tidak ikut serta dalam rombongan pengawalan?" pikirnya sambil bersiap-siap meninggalkan tempat itu.
Rumah tempat penyimpanan uangnya, di yakini aman 100
persen, sebab Tumparaka adalah keluarganya. Dan fakta itu tidak diketahui orang lain! Sayang sekali, kegembraan itu terlalu cepat.
Dua bayangan yang mengikuti rombongan itu, nampak tidak puas dengan pekerjaan Sang Bendahara. Mereka tidak mungkin masuk kedalam perkampungan yang memiliki tulang punggung Tumparaka. Satu-satunya jalan, mereka harus menjumpai si kasir, untuk menanyakan kenapa dia harus menyimpan pada tempat yang sulit untuk di ambil kembali"!
Dengan sabar, keduanya menunggu Sang Bendahara keluar dari perkampungan itu, dan rencananya akan menyergap di tengah jalan!
--0o~Didit-dw*kz~o0- 110 " Domino Effect : Rejeki Tak Akan
Kemana Jaka sudah berhenti tak jauh dari sekitar Perkampungan Menur, dia memperhatikan gerakan yang mungkin terjadi ditempat yang memperoleh perlindungan dari Keluarga Tumparaka. Bersama Ekabakhsa, pemuda ini sudah membantu rekan-rekan lainnya untuk mengeluarkan racun dari dalam lambung. Jaka meminta mereka untuk kembali ke Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pos masing-masing, sementara dirinya bersama si Ular tetap mengintai.
"Kau yakin, dia akan kembali ke kota secepat itu?" Tanya Ekabaksha pada Jaka.
"Tidak terlalu yakin paman, mestinya orang itu harus mengatur penyimpanan harta lebih dulu. Aku yakin "si tua bangka" yang dia sebutkan pun sedang mengincarnya. Kita cukup menjadi saksi pertikaian mereka."
Benar dugaan Jaka, setelah mereka menunggu hampir setengah hari Sang Bendahara keluar dari perkampungan itu dengan berkuda, di pinggangnya terselip senjata sepasang golok, menanti jaraknya sudah cukup jauh dari perkampungan, kuda yang ditunggangi Sang Bendahara meringkik dengan dua kaki terangkat, sebelum akhirnya jatuh dengan leher terkulai. Dengan cekatan orang itu melompat, gerakannya sangat ringan. Sejak awal Jaka melihat Sang Bendahara, dia yakin orang itu tidak selembek dugaan banyak orang, nyatanya dari gerakan yang sangat gesit itu, cukup bicara banyak.
Dengan tenang, Sang Bendahara menunggu, dia yakin si penyerang gelap akan datang. "Keluar kalian, aku sudah cukup sabar menunggu!" bentaknya tak sabaran.
"Seperti perintaanmu?" berkumandang satu suara dari arah melakang, dan itu membuat Sang Bendahara menggeser kaki hingga bisa mngawasi gerakan dibelakangnya, dia tidak mau ceroboh membalikkan badannya.
Dua orang lelaki muncul begitu saja, seperti datang dari balik tanah, dan itu membuat wajah Sang Bendahara menjadi Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sangat serius. "Nekawarnnarengit?" desis Sang Bendahara dengan mata menyipit.
"Kau sudah mengenal kami, Sandigdha?" sahut salah seorang dari mereka menyebutkan nama asli Sang Bendahara.
Ekabaksha melirik Jaka dan berbisik, "dua orang itu adalah kelompok pembunuh dari Kwancasakya, sebutan
Nekawarnnarengit atau aneka jenis nyamuk adalah penggambaran dimana saja mereka bisa menyusup, tidak ada tempat yang tak terjangkau."
Jaka mengangguk. "Artinya si tua bangka punya di sebut Sandigdha hubungan dengan Kwancasakya?" bisik pemuda ini.
"Belum tentu, organisasi Kwancasakya terlalu bias, setiap anggotanya bisa bergabung dengan perkumpulan manapun, tapi jika Sandigdha menyebutkan mereka sebagai Nekawarnnarengit, artinya; dua orang ini adalah bayaran. Tapi aku tak yakin pula?"
"Kudengar namamu sudah cukup mengguncang jagad persilatan puluhan tahun lampau, kenapa sekarang kau begitu ceroboh" Apakah karena terlalu banyak harta?"
Sandigdha diam tak menjawab. "Apakah kalian di utus olehnya?" akhirnya dia buka suara, tak menanggapi pernyataan tadi.
"Ya, kami memang tidak ada hubungan dengan semua rencana-rencana orang itu. Tapi kebaikan yang sudah dia berikan pada kami, cukup membuat pekerjaan kali ini kami berikan harga gratis untuknya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Katakan, untuk apa kedatangan kalian menjumpaiku?"
"Kau tidak lupa kenapa hartamu harus berpindah tempat, bukan?"
Sandigdha manggut-manggut. "Perkampungan yang menjadi tempat pernyimpanan hartaku adalah tempat teraman, jika sewaktu-waktu dia memerlukannya, akan lebih mudah mengambilnya. Kalian harus tahu kondisiku, tak memungkinkan aku bergerak sewaktu-waktu."
"Itu kami paham, masalahnya" tempat penyimpanan yang kau tunjuk ini punya penyakit besar!"
"Ohya" Aku tidak tahu?" pada saat kalimat terakhir diucapkan, kedua tangan Sandigdha sudah bergerak menghunus dua goloknya dan membacok dua orang yang berdiri di samping kanan kirinya. Jarak mereka sebenarnya tidak memungkinkan Sandigdha melancarkan serangan, tapi ternyata golok yang di hunusnya memiliki keistimewaan, pada gagangnya terdapat tali baja tipis, dan itu bisa dimanfaatkan oleh pemiliknya untuk melepas gengamannya. Posisi golok membacok meluncur dengan kecepatan tinggi, langsung menebas leher dan pinggang kedua orang itu.
Crak! Serangan secepat kilat itu nyata-nyata hanya lewat sekejap, tidak seperti umumnya gerakan membacok, sebab kedua korban bahkan masih sempat berkata-kata, sebelum akhirnya sadar tubuh mereka terbelah.
Jaka Bayu dan Ekabaksha menyaksikan itu dengan terkesima, dari caranya bicara dan bergerak, tidak kurang hanya berlangsung sekejap mata saja, dan dua tubuh yang masih sempat melontar tanya itu, terbelah sempurna. Mati!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dia terlalu meremehkan diriku, hanya mengirim pembunuh gratisan, huh!" dengus Sandigdha meludah, di geledahnya tubuh kedua orang itu, tapi dia tidak menemukan apa-apa tanpa menghiraukan tubuh yang bergelimpang, Sandigdha melanjutkan perjalanan menuju rumah tinggalnya, jabatannnya sebagai Bendahara Kerajaan, jauh lebih penting dari segala urusan saat ini.
"Ah, aku baru ingat" orang itu berjuluk Tangan Bayangan, namanya sendiri mencerminkan arti ketidak tentuan, dia termasuk dalam kelompok lima di keluarga Tumparaka."
"Apa itu kelompok lima?" Tanya Jaka.
"Pengeksekusi, semacam algojo."
"Tapi, dia terlalu ceroboh?" komentar Jaka.
"Kenapa?" "Dia mengira, hanya ada dua orang Nekawarnnarengit, dia mengira itu akan lolos dari Kwancasakya dengan mudah."
"Bukankah mereka hanya dua orang?"
Jaka mengangguk. "Tapi ilmu goloknya yang terlampau cepat, sama halnya menunjukkan dirinya sebagai pelaku."
Baru saja Jaka berkata demikian, dari persembunyian, mereka menyaksikan sebuah kejadian yang mendirikan bulu kuduk, perlahan-lahan tubuh kedua korban itu bergemertak, lalu bergerak sesaat.. kemudian mencair! Dan hanya tersisa baju mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku salah, ternyata golok yang di gunakan orang itu memiliki rongga dan menyimpan racun?" gumam Jaka dengan prihatin.
"Kau tahu, itu racun apa?" Ekabaksha bertanya dengan mata masih melotot memperhatikan dua jazad yang kini tinggal berupa cairan kental saja.
"Banyak ragam, cara menghilangkan daging. Tapi kukira, dia akan menimpakan abu dari kejadian ini pada orang lain."
Kata Jaka sambil memperhatikan situasi, merasa aman, pemuda itu lalu keluar di iringi Ekabaksha. Sambil berjongkok, Jaka mengorek cairan kental itu dengan ranting.
"Kurasa sasaran Sandigdha adalah keluarga Gumilata."
Gumam Jaka. "Apakah, paman pernah tahu ada persilisihan apa antara Gumilata dan Tumparaka?"
"Itu cerita lama, konon leluhur mereka adalah kakak beradik. Tapi, konflik apa yang menjadi perselisihan, aku tidak tahu persis. Tidak heran Tumparaka cukup mengenal racun Gumilata." Ujar Ekabaksha memperhatikan krah baju korban.
Dengan sangat hati-hati, disobeknya bagian ujung krah itu, ternyata didalamnya ada gulungan kain lain. Jaka tidak memperhatikan apa yang di lakukan rekannya, wajah pemuda itu nampak berkerut dalam.
"Seharusnya tidak semudah ini?" gumam Jaka, dengan rantingnya dia melakukan gerakan bacokan serupa yang dilakukan Sandigdha, matanya terpejam dengan kening berkerut.
Ekabaksha memperhatikan pemuda itu sejenak. "Kau bisa mengambil kesimpulan apa?" tanyanya, dia paham cara yang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dilakukan Jaka melacak balik sebuah serangan, adalah untuk memahami latar belakang kejiwaan pelaku. Disiplin ilmu ini dikembangkan oleh Sadhana, sang Serigala. Dan Jaka cukup banyak menimba ilmu itu darinya.
"Golok yang memiliki tali sebagai perpanjangan tangan memang cukup mengejutkan, tapi orang yang bisa melakukan gerakan membacok tanpa memegang gagang golok, lebih menakutkan lagi. Lebih dari itu, karena dalam gagang golok terdapat rongga"ruang kosong untuk menyimpan racun, caranya melontarkan senjata untuk membacok jelas lebih sulit dari kelihatannya. Ada tenaga yang harus dibungkus sedemikian rupa di ujung goloknya, dengan pengaturan waktu yang sempurna, pada saat senjata membentur sasaran, tenaga itu diledakkan dengan cepat, dan ditarik secepat kilat untuk memancarkan seluruh racun ke mulut luka lawan."
"Dan artinya?" "Sandigdha adalah orang yang sangat cermat, licik, bersedia dinilai rendah oleh orang lain, lebih dari itu"
himpunan hawa saktinya cukup menakutkan." Kata pemuda itu sambil melihat tempat berdiri orang itu yang tidak memimbulkan sedikitpun jejak.
"Padahal cukup besar tenaga yang di kerahkannya untuk membunuh dua orang tadi, tapi tidak menimbulkan sedikitpun jejak." Gumam Ekabakhsa setuju dengan kesimpulan Jaka.
"Orang ini sangat berbahaya!" sambungnya lagi. "Kau tidak ada keinginan untuk mengurusnya?"
"Tidak, kehadirannya justru menjadi lawan bagi "si tua bangka", jika aku harus berkonfrontasi dengannya, malah akan menguntungkan orang lain. Jangan kawatir paman, kita akan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membuat rencana yang sesuai untuknya?" kata Jaka sambil tersenyum, dia mengajak Ekabaksha kembali ke Perkampungan Menur. "Kau menemukan apa tadi?" Tanya pemuda ini setelah mereka jauh dari tempat kejadian.
"Sebuah sandi berita, tertulis mereka sedang mengikuti Sandigdha."
"Paman mengambil sandi itu?"
"Aku mengembalikannya." Jawab Ekabaksha singkat.
"Dengan ini Sandigdha, memiliki dua musuh yang cukup menakutkan?"
Jaka menggeleng, "Belum tentu paman. Kwancasakya bukan sejenis organisasi yang gemar membalaskan dendam bagi anggotanya. Bagi mereka, jika kematian anggotanya ternyata memberikan keuntungan yang lebih besar bagi kelompok, mereka tidak akan keberatan."
"Hm.. aku jadi tertarik, apa yang di tawarkan Sandigdha saat orang-orang Kwancasaya menemuinya."
"Jika dugaanku tak salah, Sandigdha menawarkan kerajaan beserta isinya." Kata Jaka dengan tertawa ringan.
"Omong kosong tak berguna?" dengus Ekabaksha.
Jaka tidak membalas ucapan Ekabaksha, bagaimanapun itu hanya tebakannya, benar tidaknya harus melalui pendalaman fakta lebih jauh. Mereka sudah sampai di depan pintu gerbang Perkampungan Menur.
"Mau apa, kita kesini?" Tanya Ekabaksha.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukankah aku mengatakan akan membuat rencana yang sesuai untuk Sandigdha?"
"Secepat ini?" mata Ekabaksha terbelalak.
"Mumpung kita disini, buat apa harus bolak-balik?" ujar Jaka sambil tertawa, lalu pemuda ini mengentuk pintu gerbang.
Dari dalam nampak lubang intai pada pintu terbuka.
"Siapa" Oh.. kalian, ada keperluan apa?" rupanya penjaga gerbang masih mengenali seragam yang dikenakan mereka.
"Kami di suruh menunggu tuan Sandigdha ditempat tadi", katanya ada perubahan rencana."
Wajah penjaga gerbang itu nampak terkejut. "Kenapa kau sembarangan menyebutkan nama beliau?"
"Maaf, ini supaya kita tidak bicara berbelit-belit, bisakah kau buka pintu ini?"
Karena nama Sandigdha semacam azimat bagi penjaga gerbang, Jaka dan Ekabaksha tidak kesulitan memasuki perkampungan itu. Barulah kali ini mereka memperhatikan secara seksama apa yang sedang dilakukan warga Perkampungan Menur. Selain beragam senjata tengah mereka buat, alat-alat pertanian dan beberapa bau belerang jelas menyengat hidung mereka berdua.
"Untuk apa mereka membuat semua ini?" bisik Ekabaksha bertanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Seperti yang kukatakan tadi, Sandigdha boleh jadi menawarkan Kerajaan Kadungga kepada Kwancaskaya, senjata ini bisa jadi digunakan untuk menyerang, kan?"
"Sembarangan menyimpulkan?" desis Ekabaksha tidak setuju.
Mereka sudah duduk di tempat sebelumnya, Jaka memperhatikan suasana. Dengan pendengarannya pemuda ini bisa mendeteksi belasan orang ada di dalam bangunan ini.
"Paman, tunggu disini sebentar, aku mau ke kamar kecil?"
ujar pemuda ini sambil tertawa, Ekabaksha tahu, Jaka tak mungkin sekedar buang air.
Tak berapa lama kemudian, Jaka sudah kembali duduk bersisian dengan Ekabaksha. "Giliranmu paman, tolong perhatikan hal-hal yang perlu.." bisiknya.
Ekabaksha masuk kedalam, mataya melotot tak percaya, melihat belasan orang dalam kondisi tak bergerak, jelas itu perbuatan Jaka yang menotok mereka. Sudah tentu Ekabaksha tahu apa yang harus di lakukannya, dengan sangat terperinci, lelaki gemuk ini mulai menyisir tiap ruangan, sejangkalpun tak dia lewatkan. Waktu yang di butuhkan Ekabaksha jelas lebih lama dari Jaka, pada saat itu beberapa orang masuk membawa nampan.
"Heh, mana temanmu?"
Jaka tidak mau repot-repot menjawab, jemarinya bergerak cepat. Tiga orang itu tertotok sempurna. Tak berapa lama kemudian Ekabaksha muncul.
"Paman temukan sesuatu?" Tanya pemuda ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kita harus bergegas pergi, aku menemukan peta!"
"Nanti dulu paman, masuk baik-baik, keluarpun harus baik-baik." Kata Jaka mengambil minuman yang masih berada diatas nampan, di periksanya sesaat. "Sialan, beracun juga?"
gerutunya. "Kau pikir orang-orang itu tidak curiga setelah kau totok?"
dengus Ekabaksha menyalahkan pikiran na?f Jaka.
"Mereka tidak akan merasakan dampak totokan, saat bebas nanti, mereka hanya merasa seperti baru berkedip."
tukas Jaka sambil tersenyum membuat Ekabaksha cukup santai. Dia cukup tahu kemahiran Jaka yang berkaitan dengan anatomi manusia, berbicara masalah itu dengan Jaka, bisa berhari-hari anak muda itu menjelaskannya.
"Berapa lama, mereka akan sadar?"
"Sebentar lagi?"
Baru saja Jaka bicara, Ekabaksha sudah bisa menangkap suara-suara aktifitas kembali berlangsung di balik dinding itu.
Dan beberapa saat kemudian, tiga orang yang membawa air juga meneruskan gerakannya.
"Ah, ternyata kau disini.. mataku silaf.." kata orang itu mengerjap matanya berulang kali.
"Aku memang duduk disini terus." Jawab Ekabaksha agak ketus.
"Kami hanya menunggu setengah kentungan lagi, bila tuan Sandigdha belum juga menyusul kemari, kami harus segara Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menuju tempat yang telah di tunjuk beliau." Kata Jaka pada pembawa nampan itu.
"Terserah kalian, tapi kami harus bagaimana saat tuan Sandigdha datang?" ujar si pembawa nampan itu.
"Katakan saja, kami sudah ketempat yang di tunjuknya."
Kata Jaka sambil meminum air yang dia ketahui ada racunnya.
Melihat kedua tamu itu meminum air tanpa curiga, mereka menjadi lebih tenang. Setengah kentungan sudah lewat, Jaka memutuskan mereka harus segera keluar. "Kami akan pergi sekarang?" katanya pada salah seorang di dalam ruangan itu.
"Sebentar?" kata orang itu sambil kembali ke dalam, dia kembali sambil membawa nampan air. "Kalian minum dulu.."
Ekabaksha menatap Jaka meminta pertimbangan, melihat Jaka tidak ragu untuk meminumnya, Ekabaksha-pun turut serta. Mereka sudah berjalan tanpa tergesa-gesa keluar dari perkempungan itu. Setelah agak jauh, Ekabaksha bertanya pada Jaka.
"Kenapa kita harus minum dua kali disana?"
"Minuman pembuka adalah racun ringan, jika kita tidak meminum penangkal"pada minuman terakhir tadi, beberapa hal akan kita lupakan?"
"Oh, sama dengan racun yang diberikan Sandigdha sebelumnya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jaka mengangguk. "lalu, kau mendapatkan peta apa, paman?"
Ekabaksha mengambil gulungan lontar tipis dari balik bajunya. Sebuah coretan serupa dengan peta yang pernah diberikan Sandigdha pada Jaka, nampak menggambarkan sebuah jalur untuk menyimpan sesuatu.
"Aku tahu tempat ini?" kata Ekabaksha dengan senyum lebar. "Dan kurasa aku tahu apa yang sedang mereka simpan."
Jaka mengangguk-angguk, jika tebakannya tidak salah, harta yang tadi dibawa tentu saat ini sedang disimpan pada peta yang tertera itu. Mereka bergegas mengikuti jalan yang tertera pada peta. Ekabaksha benar-benar seperti ular yang paham dengan tiap liang yang di gali, jalur pada peta tidak sepenuhnya diikuti, sebab Ekabaksha mengerti jalur tembus yang lebih pendek.
Sebuah kandang sapi dengan belasan ekor sapi tampak menyambut mereka. "Apa aku salah?" gumam Ekabaksha sambil berulang kali melihat peta.
"Tidak, kita tunggu saja?" Jaka mengambil keputusan, dia bukan meragukan ketepatan Ekabaksha dalam mengambil jalur, tapi bisa jadi peta yang diambil tadi memang bukan menyatakan apapun.
Tak berapa lama kemudian, sebuah lubang Nampak terkuak setelah bagian tanah dibelakang kandang sapi bergeser! Ah, nampaknya lubang rahasia, dari dalam keluar belasan orang dengan wajah-wajah kuyu. Jaka masih Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengenal beberapa orang, mereka ikut mengawal perjalanan kereta ke Perkampungan Menur.
Ekabaksha memandang Jaka dengan tatapan berbinar.
Benar-benar rejeki nomplok, tak perlu bersusah payah, mereka kini mengetahui tempat penyimpana harta Sandigdha.
Jika Ekabaksha tidak salah duga, tentu bukan hanya harta yang baru mereka bawa, boleh jadi ada harta lain.
Mereka menunggu dengan sabar, setelah orang terakhir keluar dari dalam liang dekat kandang sapi, Jaka mendekati tempat itu. Sebelumnya dia sudah memeriksa sekitar tempat itu, tak jauh dari kandang sapi ternyata ada dua rumah yang disenyalir sebagai "pemilik kadang sapi", letak rumah itu cukup tersembunyi tertutup rerimbunan pohon.
Ekabaksha sudah siang-siang menyusup masuk kedalam lubang itu, Jaka menunggu di luar dengan sabar. Tak berapa lama kemudian, nampak kepala Ekabaksha keluar dari lubang lain, dia segara mendekati Jaka. Matanya berbinar-binar.
"Rupanya dugaanku benar! Kurasa, ini adalah salah satu tempat penyimpana harta keluarga Tumparaka. Apakah akan kita angkut?" tanya Ekabaksha dengan bersemangat.
Jaka tertawa lebar. "Kau begitu tidak sabaran, paman"
tentu saja!" tegasnya. "Tapi tidak sekarang, kita akan meminta tolong Paman Alih. Dengan caranya, mereka akan memindahkannya semua ini dengan sukarela."
Ekabaksha menyeringai, dia paham dengan maksud Jaka, Ki Alih memang jagoan menyamar, nampaknya menyamar sebagai Sandigdha sudah menjadi ide awal pemuda ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalaupun nantinya terjadi kekerasan, kita tidak akan kesulitan."
"Kuharap demikian, aku tidak mau kekuatan kita berkurang lagi." Kata Jaka dengan serius. Ekabaksha memahami benar betapa pemuda ini menanggung beban berat karena tewasnya beberapa rekan mereka. Secara pribadi, Ekabaksha tidak mengenal anak buah Jaka yang lain, tapi jika mendengar nama besarnya, tentu kelompok pembunuh yang melakukan penyergapan pada rekan-rekan mereka merupakan organisasi yang menakutkan.
Mereka sudah meninggalkan tempat itu, dan kembali ke rumah batu tempat peristirahatan si Ular. Jaka sedang menunggu kedatangan Ki Alih yang mendapat "order"
pengiriman perdana. Dini hari berlalu, beberapa tubuh nampak berjalan santai mendatangi rumah batu. Jaka dan Ekabaksha masih terjaga.
Pintu terbuka, Cambuk masuk dengan wajah penuh kerut, agaknya dia terlalu capai. Sementara Ki Alih tidak memperlihatkan perasaan apapun.
"Bagaimana hasil kalian?" Tanya Ekabaksha dengan antusias.
"Seperti yang diperingatkan oleh Penikam, kami memang diserang oleh para pengawal kerajaan sendiri."
"Berapa orang yang terluka?" Tanya Jaka, dia tidak bertanya apakah Ki Alih berhasil atau tidak, sebab pemuda ini lebih cenderung memperhatikan keselamatan rekan-rekannya.
Bagi Jaka, dengan adanya Ki Alih, tidak ada satu perkerjaanpun yang menyulitkannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dua, tapi sudah ditangani oleh tabib istana."
"Oh, tabib istana.. sepertinya ini berkembang cukup jauh.
Bagaimana pandangan pihak kerajaan pada pekerjaan perdana ini?" Tanya Jaka pada Cambuk.
"Sangat baik, siang nanti, kita akan di undang untuk memberikan kesaksian para pengawal yang menyerang kawalan."
"Aku tidak berharap kita terlampau jauh mencampuri urusan kerajaan, ini sudah terlalu rumit. Sementara urusan kita sendiri masih banyak?" lalu Jaka menceritakan hasil mereka hari itu. Baik Cambuk dan Ki Alih termenung mendengar berita cukup menghebohkan itu.
"Kau benar-benar menginginkan harta itu?" Tanya Ki Alih pada Jaka dengan sorot mata tajam.
"Ya, dan paman tahu aku akan menggunakannya untuk apa?"
Ki Alih nampak terpekur sesaat. "Kau mengatakan supaya kita tidak ikut campur masalah kerajaan, tapi dengan mengambil uang milik Keluarga Tumparaka, kau harus siap melibatkan diri dalam segenap kerumitan dalam kerajaan.
Karena bagaianapun Sandigdha akan menyeret pihak kerajaan untuk menghadapimu."
Jaka mengangguk. "Itu akan terjadi, jika kita secara terang benderang mengambil harta itu. Pada kenyataannya tidak demikian. Sekarang kita urai lebih dahulu siapa musuh terdekat Sandigdha" dia sudah berniat membelot pada "si tua bangka", dengan sendirinya dia sudah menyiapkan kekuatan yang cukup untuk melakukan perlawanan. Saat nanti Paman Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Alih mengambil harta dengan menyamar sebagai Sandigdha, pihak Tumparaka sendiri akan segera mengacungkan jari pada "si tua bangka", kalian tentu tidak lupa, orang yang diutus
"tua bangka", dapat menyusup dalam beragam rupa hingga masuk kedalam istana Bendahara Kerajaan. Kita hanya memanfaatkan itu."
"Kapan kita akan bergerak?" setelah mencerna dengan hati-hati paparan Jaka, Ki Alih menyetujuinya. Cambuk pun merasa ide Jaka ini sempurna, mereka bisa berkamuflase pada setiap kejadian.
"Nanti, bersamaan dengan pemanggilan pihak Ki Alih dalam menghadapi kesaksian, aku merasa apa yang akan terjadi, tidak sesederhana yang dibayangan. Jika seorang petinggi kerajaan tertangkap tangan mengadakan pekerjaan kotor, tentu dia akan berupaya menggigit kesana kemari"
mencari kawan senasib. Sandigdha jelas akan tertahan untuk sementara di istana, kita akan leluasa menggunakan wajahnya untuk menyusup ke sendi-sendi penyimpanan Keluarga Tumparaka."
"Bagus!" desis Cambuk setuju seratus persen dengan pemikiran Jaka. "Jika bendahara kerajaan itu harus banyak berkelit dengan ragam alasan, kukira kita bisa mengulur waktunya lebih lama lagi."
Jaka mengangguk setuju. "Beristirahatlah, aku akan menyiapkan keperluan kita nanti." Kata Jaka sambil melangkah keluar.
Ki Alih menatap punggung Jaka yang menghilang dari balik pintu. "Kapan dia sendiri istirahat?" gumamnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ekabaksha tertawa tanpa suara. "Dia lebih muda dari kita, tentu saja semangatnya lebih tinggi, menyuruh istirahat sama saja meminta untuk merantai kakinya."


Seruling Sakti Karya Didit S Andrianto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

--0o~Didit-dw*kz~o0- 111 " Domino Effect : Sambil Menyelam
Minum Susu Jaka sudah memata-matai rumah Sandigdha, kedatangan Ki Alih menimbulkan satu kekawatiran di benaknya yang tak mungkin dia kemukakan. Jika Sandigdha mendapatkan berita, bahwa; teman kolaborasi kejahatannya tertangkap tangan, tentu hal yang akan dia lakukan adalah melenyapkan orang itu. Jaka harus mencegahnya.
Rumah Sandigdha"seperti pada awal kedatangan Jaka sehari lalu, selalu sepi, pengawalan yang ada di seputar rumah itu sebenarnya tidak diperlukan, mengingat kemahiran Sandhigdha cukup bisa mengatasi serangan dari pihak manapun. Jaka menerobos masuk, dengan hati-hati. Peringan tubuhnya yang sempurna, sangat membantu dirinya dalam menyelinap.
Dengan mengendap-endap, Jaka memasuki tiap ruangan tanpa merasa kawatir. Sampai pada sebuah kamar, perasaan Jaka merasa tertekan. Pintu kamar itu sedikit terbuka, tapi Jaka bisa merasakan pancaran aura istimewa yang sempat dideteksi pada saat Sandigdha membelah musuhnya.
"Begitu ya?" terdengar Sandigdha menggumam lirih.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jabatannya tidak begitu memungkinkan untuk
menjatuhkan abu kepadamu, tapi ini akan menimbulkan perasaan waspada pada setiap orang. Kaupun akan mendapatkan pengawasan dalam beberapa waktu kedepan"
secara sembunyi tentunya."
"Aku harus bagaimana?" Tanya Sandigdha merasa bimbang.
"Tak perlu kawatir, aku memiliki ide lebih baik, bagaimanapun kondisi saat ini tidak memungkinkan kita untuk melakukan tindakan. Kau sudah mendapat peringatan yang dating dari masa lalumu. Apakah kau akan bergabung atau tetap pada pendirianmu, aku tak bisa memaksa.
Bagaimanapun kau memiliki kekuatan yang cukup membela tiap gerakanmu."
Tiap patah kalimat lawan bicara Sandigdha membuat Jaka membayangkan orang ini memiliki wibawa tinggi, penekaan pada tiap kalimat sangat sempurna, Jaka bisa menyimpulkan orang itu memiliki jabatan tinggi.
Meski Jaka sanggup memata-mati mereka tiap saat, tapi pemuda inipun tak mau mengambil resiko, dengan perlahan Jaka keluar dari rumah itu dan menunggu tak jauh dari pintu gerbang. Sesosok bayangan nampak keluar dari rumah itu, sesaat Jaka ragu. Tapi akhirnya dia mengejar orang itu, meski postur tubuh orang itu tinggi besar, tapi gerakannya sangat lincah. Pemuda ini menjadi gatal hati. Sambil menutup wajahnya dengan selembar kain, Jaka mendahului orang itu.
"Perlahan, sahabat!" suara Jaka tepat dibelakang orang itu, keterkejutannya menunjukan bahwa dia tidak sadar sedang dikuntit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapa kau"!" bentak orang itu pada Jaka.
Pemuda ini sudah berdiri dihadapan tamu Sandigdha, agak terkejut juga saat Jaka melihat seluruh kepala orang itu di tutup kain hitam, setitikpun tak diisikan lubang untuk matanya, Jaka menyipitkan matanya, dia bisa melihat bagian mata pada kedok orang itu seperti jaring.
"Aku bukan siapa-siapa, hanya ingin tahu siapa kau ini, kenapa harus bicara sembunyi-sembunyi dengan Sandigdha."
Kata Jaka tanpa basa basi menyebut nama asli bendahara.
Orang itu nampak terkejut, nama Sandigdha itu adalah nama masa lalu, namanya sekarang bukan itu, dan sayangnya Jaka tidak mengetahui hal ini.
"Kau pasti utusan orang itu!" tuduh lelaki ini segera waspada.
Jaka tertawa. "Tua Bangka yang dimaksud Sandigdha tidak kukenal, kalaupun ada waktu untuk mengenal, aku juga tidak mau. Aku cuma ingin mengenal dirimu?"
Jaka mengerahkan ilmu mustika Hawa Dingin Penghancur Sumsum, untuk meraba tingkatan lelaki dihadapannya. Malam yang cukup dingin itu, sontak terasa makin dingin secara drastis. "Kau pasti memiliki kemampuan yang tak mengecewakan, mari layani aku bermain." Desis Jaka membuka tangannya, seperti hendak menyembut lawannya dalam pelukan.
Gerakan itu tentu saja provokasi yang sangat menghina.
Lelaki ini cukup takjub melihat tubuh lawannya berkesiur angin dingin. Tangannya secara lambat mengibas, selarik hawa hangat menerpa kepala Jaka. Pemuda ini terkejut bukan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
buatan, hawa hangat itu seperti mencengkeram semua gerakan, baru disadari olehnya angin hangat tadi itu sejak sebelum dikerahkan memang sudah tersebar disekeliling medan tempur, memaksa syaraf lawan menjadi terlena, dan jauh dari kewaspadaan.
Kaki Jaka terkunci sesaat, dia tak bisa menggerakan meski hanya seinchi, Jaka sadar serangan lawan yang kelihatanya ringan itu, bukan main-main, tak mungkin pemuda ini membiarkan serangan itu menerpa kepalanya. Dengan satu tarikan nafas cepat, tingkat puncak Hawa Dingin Penghancur Sumsum segera meliputi sekujur tubuhnya.
Kraaak! Hawa hangat itu menjebol pertahan Jaka yang terpusat dikepalanya, tapi orang itupun menjadi terkaget-kaget manakala keberhasilannya menjebol pertahanan lawannya, masih dihadang pula oleh segumpal tirai keputihan. Tirai itu adalah bongkahan es yang membungkus kepala Jaka.
"Hebat!" seiring dengan kalimat Jaka meluncur, luruh pula lapisan es yang membungkus kepalanya. "Kau memiliki ilmu yang sangat murni?" desis Jaka.
"Kaupun hebat, memiliki ilmu Mustika" tapi tindakanmu kurang cerdas, sebab aku bisa melacak siapa kau adanya."
Jaka tertawa tertahan. "Ya, kau memang bisa" aku memang memintamu untuk melakukan hal itu, makanya siang-siang kukerahkan ilmu Mustika."
Ucapan lawannya itu membuat lelaki ini jadi tertegun. Jelas, lawan sangat yakin dirinya tak bakal berhasil meski nantinya harus melacak jejak lewat Dewan Pelindung Sembilan Ilmu Mustika. "Apakah kita akan terus bertarung?" Tanya orang ini Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mulai memasang kuda-kuda, jemarinya terkepal kencang di depan dada.
Jaka menggeleng, "Tidak" aku sudah cukup merasakan kelihayanmu, cepat atau lambat kita akan bertemu dalam medan yang lebih pas."
"Kenapa tidak diselesaikan saat ini?" tantang lelaki itu.
Jaka tertawa lagi. "Bisa saja, cuma kawatir kau tidak akan bisa lolos dari tanganku. Apa kau percaya ucapanku?"
"Hg!" dengus orang itu kembali melejitkan tubuhnya, kali ini diapun kembali menyerang dengan pukulan yang menggebu memunculkan hawa hangat dalam radius yang lebih lebar, bertubi-tubi, mengarah kepala Jaka.
Pemuda ini cukup terkejut dengan keputusan orang itu untuk kabur, dengan menepukkan kedua tangannya didepan hidung, Jaka menghimpun hawa panas dan dingin dengan kekuatan tertinggi. Terdengar suara seperti kendang di tabuh, membuat tubuh lelaki yang melepaskan ilmu anehnya pada Jaka nampak limbung sesaat, sebelum akhirnya dia melanjutkan larinya dengan memaksakan diri.
Jaka tidak mengejarnya lagi, alis pemuda ini nampak berkerut. "Sungguh berbahaya?" pikirnya merasakan sengatan rasa pusing yang mendadak menimpanya. Rupanya selama hawa hangat yang dilepaskan lelaki itu belum hilang, kemungkinan untuk menyerang syaraf kepala masih cukup tinggi. Untung saja Jaka melepaskan Badai Gurun Salju Penas Keras dan Hawa Dingin Penghancur Sumsum secara bersamaan. Panas dan dingin bertemu, menyebarkan getaran yang merambat beresonansi pada pukulan lawan, itu pulalah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang membuat lawannya sempat limbung, karena merasakan sengatan yang tiba-tiba mencengkeram syaraf geraknya, membuat himpunan hawa saktinya seperti dibetot paksa.
Jaka tidak sadar, perjumpaannya dengan lelaki itu membuat beberapa pergerakan yang sudah disiapkan orang itu harus tertunda lebih lama, karena luka yang di timbulkan akibat getaran serangan Jaka telah melibat himpunan tenaga sakti Pukulan Pratisamanta Nilakara, mandeg. Pertalian hawa pukulan yang sempat dilepaskan untuk menyerang Jaka, seharusnya tidak membebani tubuhnya lagi. Tapi siapa sangka, serangan Jaka yang dimaksudkan untuk membendung Pukulan Pratisamanta Nilakara, malah merambat secara cepat mencengkeram jalur himpunan hawa saktinya. Ini benar-benar tidak pernah di sangka. Perjumpaan yang hanya sekilas itu sangat merugikan orang itu.
Jaka tidak perduli betapa rasa dendam telah terpercik di hati orang itu, pemuda ini sekarang menuju pusat kerajaan, dia berpacu dengan waktu, untuk menghalangi kemungkinan Sandigdha bertindak bodoh"membunuh orang yang sempat terlibat dengan usaha pemindahan harta kekayaannya.
Ternyata Jaka masih sempat memergoki pergerakan Sandigdha, sepasang golok di pinggang kanan kirinya sudah cukup membuat Jaka mempersiapkan seruling bambu lenturnya untuk berjaga-jaga. Jaka meniup serulingnya, di malam hari yang dingin, situasi yang begitu hening mencekam, tiba-tiba terdengar suara seruling, cukup membuat Sandigdha terkesima, dengan hati-hati, lelaki itu menghentikan langkahnya, menyimak lantunan lagu. Hanya beberapa saat saja lantunan suara seruling menembus keheningan, berikutnya kegelapan mencekam kembali menyelimuti seputar tempat itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sandigdha?" Jaka memanggil orang itu secara langsung.
"Kau hendak pergi kemana?" sapaan yang terdengar akrab dan familier itu membuat Sandigdha yang membungkus kepala dengan kain hitam, tercekam.
Jaka sudah muncul di depan Sandigdha, diapun berdandan serupa dengan Sandigdha. "Apa kau mau menyambangi penjara" Membunuh orang untuk menutup mulut itu tidak baik?" kata pemuda ini memulai perang psikologis.
"Siapa kau?" suara Sandigdha terdengar lebih kering, tapi Jaka masih mengenalinya.
"Yang jelas, aku bukan sejenis pembunuh gratisan yang mati di tanganmu." Sahut Jaka dengan tertawa pendek, pemuda ini merasakan sebuah kesenangan yang luar biasa.
Menjadi orang yang mengetahui sekelumit rahasia orang lain memang menyenangkan, apalagi jika orang itu tergolong manusia busuk. Di lain sisi, Jaka memang ingin sekali merasakan serangan Sandigdha secara langsung, tapi untuk meminimalisir resiko, secara kejiwaanpun Sandigdha juga harus ditekan.
Sandigdha tersurut satu langkah, bahwa ada orang yang mengetahui jelas perbuatannya satu hari terakhir ini, tentu saja dia menduga orang ini adalah golongan Kwancasakya.
"Apa maumu?" tanyanya lagi.
Jaka sudah pernah melihat serangan Sandigdha, pertanyaan tadipun hanya untuk mengulur waktu saja, sebab bersamaan dengan pertanyaan yang terlontar, tangan Sandigdha secara menyilang mencabut golok dan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melontarkannya begitu pesat, bermaksud menebas leher dan pinggang Jaka.
Pemuda ini sudah waspada sejak tadi, gerakannya seolah dipercepat ratusan kali, sebab sebelum lontaran golok itu sempurna terkembang, tubuh Jaka sudah berada tiga langkah di depan Sandigdha, langkah yang sangat mudah dijangkau golok, tapi karena kedua golok itu sudah kadung dilontarkankan, otomastis Sandigdha harus menyendalnya kembali tali baja dalam gengaman"bermaksud menjirat lawannya untuk di potong tali baja yang mengikat antara pinggang dan gagang golok Sandigdha.
Jaka mengangkat serulingnya, jempol dan kelingkingnya masuk di ujung-ujung seruling, menekannya secara paksa membuatnya menjadi berbentuk busur, lalu.. twang! Jaka melepaskannya begitu saja, seruling itu melesat menghantam lengan kiri Sandigdha yang tengah menyendal tali goloknya.
Secara aneh, seruling yang terbuat dari bambu lentur itu kembali ke tangan Jaka, lalu di pentalkannya lagi secara cepat mengarah pergelangan tangan kanan. Gerakan dua kali mementalkan seruling itu kurang dari satu kedipan mata, Sandigdha hanya merasakan tangannya mati rasa, dan sesaat kemudian Golok Kembarnya sudah berpindah ketangan Jaka.
Jaka memasukkan seruling bambunya kebalik pakaian, dengan cekatan, Jaka melepaskan tali baja yang mengikat pada gagang golok. "Ini Golok bagus?" puji pemuda itu tidak memperdulikan gerak-gerik Sandigdha yang nampak gelisah.
Sambil membolang balingkan goloknya, Jaka hanya memegang dengan cara menjumput kedua golok itu dengan masing-masing dua ujung jarinya. "Kau pasti mengharapkan aku menggengam erat golok ini?" kata Jaka dengan tertawa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku cukup cerdas untuk mengetahui bahwa gagang golok ini tersembunyi jarum lembut yang akan keluar begitu mendapat tekanan tenaga."
Lalu Jaka melontarkan salah satu golok itu kedepan, lontarannya biasa saja, tapi Sandigdha tak berani menerimanya, orang itu bahkan menghindar dengan terburu-buru. Jaka menyusuli lontaran goloknya dengan golok kedua, gerakannya puluhan kali lebih cepat dari lontaran pertama.
Trang! Kedua golok itu bertumbukan dan mengelarkan suara bergemerentang. Kejadian itupun hanya sesaat saja.
Tapi Sandigdha bisa melihat dalam badan goloknya muncul lubang. Pada dasarnya sepasang golok itu memang memiliki rongga, Jaka sengaja menghancurkan pelapis rongga, untuk mengeluarkan racun yang bisa membahayakan orang.
"Aku yakin, dirumahmu masih ada beberapa pasang golok serupa" tapi kusarankan beberapa hari kedepan, kau jangan memegangnya."
"Kenapa?" mau tak mau Sandigdha harus bertanya, sebab dia merasa jika orang itu dibiarkan bicara sendiri, makin banyak rahasianya terungkap dalam sindiran orang itu.
"Apa gengaman tanganmu masih bisa sekencang
sebelumnya?" Tanya Jaka membuat Sandigdha teringat, bahwa tadi Jaka sempat memukul pergelangan tangannya, pukulan itu hanya membuat lemas sebentar, tidak menyakitkan. Tapi begitu Jaka menyatakan dirinya tak boleh menggengam senjata, sekonyong-konyong rasa ngilu menggigit pergelangan tangan membuat gengamannya jadi tak bertenaga.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau dari Kwancasakya?"
Jaka tertawa tidak menjawab sesaat, lalu berkata.
"Menurutmu bagaimana?"
"Kukira, kau.. kau memang dari sana." Sandigdha menjawab sendiri. "Kau ingin aku melakukan apa?"
"Menurutmu bagaimana?" Tanya Jaka kembali.
"Aku" aku harus membayar denda atas terbunuhnya anak buahmu?" lagi-lagi Sandigdha mengusulkan sendiri.
Jaka kembali tertawa. "Menurutmu bagaimana?" katanya lagi.
"Aku" aku, akan membayarmu, dengan imbalan yang pantas." Kata Sandigdha member keputusan, meski sangat terpaksa, meski orang itu menyerahkan semuanya pada pendapatnya, diapun harus menawarkan jawaban yang berbobot.
"Begitu" Berapa nilai pantas yang akan kau berikan untuk keselamatan nyawamu sendiri?"
Pertanyaan Jaka itu membuat Sandigdha terdiam. Jika dia menawarkan harga yang redah, berarti diapun menghargai nyawanya sendiri terlampau rendah. Tapi jika terlalu tinggi, dia kawatir harta yang susah payah dikumpulkan belasan tahun, harus berpindah tangan! Ini tidak adil. Untuk beberapa saat Sandigdha tak bisa menjawab.
Gengaman tangannya nampak di pererat, tapi tangannya tak bisa menggengam secara sempurna, rasa lemas menjalar sampai kelengan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau tak perlu repot-repot mengalirkan tenaga untuk menyalurkan hawa sakti kedalam lenganmu. Sementara ini Julukan Tangan Bayangan dikubur dulu ya?" kata Jaka dengan nada ramah, tapi mendatangkan ketakutan dalam hati Sandigdha.
"Kau ingin melakukan pergerakan yang kami dukung?" tiba-tiba Jaka menanyakan hal yang membuat Sandigdha bingung.
"Tahu apa, kau"!" bentak Sandigdha hampir lepas kendali.
Dan mendadak, tubuh Sandigdha melejit kebelakang, dari tadi rupanya Sandigdha mengecoh Jaka dengan berpura-pura mengalirkan tenaga ke lengannya, sementara sebagian tenaga yang lain mempersiapkan tenaga pada tumitnya.
Jaka tertawa, dia membiarkan Sandigdha tak terlihat, kemudian tubuh pemuda ini melesat begitu cepat bagai menghilang. Jaka memotong jalur melarikan diri Sandigdha, harus diakui hawa sakti Sandigdha memang sangat kuat, lejitan kaburnya juga luar biasa cepat, tapi Sandigdha lupa, tangan merupakan penyeimbang. Secepat apapun dia berlari dengan tangan yang menggelantung tak bertenaga seperti itu, sama artinya dia kehilangan hampir setengah kemahiran peringan tubuhnya.
"Cukuplah, tak perlu lari lagi.. kau harus hemat tenagamu, aku kuatir racun tujuh langkah yang kutebar tadi makin merasuk kedalam jantungmu lebih cepat."
Sandigdha menatap musuhnya dengan mata berkilau, belum pernah rasanya dia mendapatkan penghinaan seperti saat ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau merasa dendam padaku?" Tanya Jaka mendekati Sandigdha, jarak mereka hanya tinggal satu jangkauan saja.
Jaka bisa mendengar derit gigi Sandigdha yang saling beradu, nampaknya rasa takut dan marah begitu kental
"Kau ingin membunuhku?" Tanya pemuda ini bertubi.
"Kau ingin melihatku mengelepar meregang nyawa?"
Sandigdha menggertak giginya. "Ya, aku ingin sekali! Aku ingin memakan dagingmu!" katanya dengan kegeraman memuncak.
Jaka tertawa. "Jangan begitu, sebagai bendaharawan kerajaan, jika kau ketahuan doyan daging manusia, kau akan dipecat."
"Apa maumu sebenarnya?" teriak Sandigdha putus asa.
"Kau toh sudah menawarkan sejumlah dana padaku, seharusnya kau memberikan kepastian angka padaku?"
"Jadi, ini hanya masalah uang"!" Tanya Sandigdha tak percaya.
Jaka tertawa. "Apa yang kau lakukan di Kerajaan Kadungga juga karena masalah uang. Berikan penawaranmu!"
Sandigdha mendesah. "Hartaku, ada enam belas kereta, kau boleh mengambil separuhnya."
"Itu untuk membayar ganti rugi dua nyawa saja, apa nyawamu sendiri belum kau hitung?" Tanya Jaka membuat Sandigdha merasa pusing.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baiklah-baiklah!" teriaknya. "Sisakan dua kereta untukku!
Empat belas kereta bisa kau dapatkan!"
"Tidak! Jika kau masih menyisakan harta, tua bangka itu akan tetap memburumu, kau tidak punya alasan untuk membela diri!" tegas Jaka.
Sandigdha memegang kepalanya, hatinya mangkel betul.
Orang didepannya itu bicara seolah-oleh hendak menolong dirinya. "Sialan! Sialan! Sialan! Baiklah"." Akhirnya dengan hati berat dia memberikan janjinya.
"Baiklah apa?" Tanya Jaka makin membuat Sandigdha tidak mengerti.
"Aku toh sudah berjanji, memangnya apa lagi yang kau perlukan?" Tanya Sandigdha dengan suara memelas.
"Kau belum memohon padaku untuk menerima uangmu, bagaimana mungkin aku membiarkanmu dalam ancaman bahaya, Si Tua Bangka yang kau maksud itu?" ujar Jaka membuat mata Sandigdha terbelalak, sungguh dunia ini sudah terlalu gila! Ada juga orang yang datang memaksa, tapi belum pernah ada orang yang dipaksa menyerahkan harta, harus memohon untuk diambil hartanya" Tapi kejadian ini sekarang menimpanya, ini benar-benar gila!
Sandigdha melihat tak ada jalan lain, dengan perasaan campur aduk. Akhirnya diapun memohon. "Tolong" ambillah hartaku?"
"Untuk apa"!" Tanya Jaka membuat perut Sandigdha merasa mulas saking marahanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dari" dari ancaman tua Bangka itu"!" katanya dengan gigi terkatup.
Jaka tertawa senang. "Bagus, karena kau memohon seperti itu, aku jadi tidak enak kalau menerimanya" Baik!
Permohonanmu itu, aku akan menantikannya besok!" Dari dalam sakunya, Jaka menyerahkan peta. "Kau bawa barang yang kau janjikan ketempat ini." Lalu Jaka menyerahkan selembar lagi surat yang menerangkan perjanjian penyerahan harta Bendaharwan sejumlah sekian-sekian"nyatanya Jaka memang sudah berniat dari awal untuk melakukan pekerjaan ini, sebab dia sudah menyiapkan dengan rapi.
"Bubuhkan tandatangan selaku bendahara kerajaan disini?" kata pemuda itu membuat Sandigdha meringis. "Aku tahu kau selalu membawa stempel bendahara, jangan paksa aku untuk mengajari tugas yang biasa kau kerjakan!"
pemaksaan itu membuat Sandigdha makin tak bisa berkutik, jika dia ikar janji, bila selembar surat itu datang ke Kerajaan, habislah riwayatnya. Sebab surat itu bisa digunakan sebagai barang bukti persekongkolan atau penghianatan.
Sebelum Jaka pergi, pemuda ini menohok ulu hati Sandigdha dengan ujung sulingnya, membuat Sandigdha terbatuk-batuk hingga keluar cairan kecut dari mulutnya.
"Pukulan tadi akan melindungimu dari racunku untuk satu hari kedepan. Saat permohonanmu sudah kudapatkan, kau bisa mendapatkan kebebasan. Dan kita bisa bicara urusan kerja sama!" kata Jaka lagi. "Tapi satu hal lagi?"
"Apa itu?" taya Sandigdha dengan lesu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Setelah kutolong membersihkan hartamu dari ancaman si tua bangka, kau ucapkan apa?" tandas Jaka membuat Sandigdha makin geregetan ingin memakan lawannya.
"Te-terima kasih?" katanya dengan tersendat saking marah dan dongkolnya, tapi dia tak bisa berbuat apa-apa.
Jaka tertawa panjang. "Bagus, anak baik!" lalu pemuda ini sengaja menampilkan peringan tubuhnya pada puncaknya, Sandigdha hanya bisa melihat bayangan mengabur bagai fatamorgana berlalu begitu saja. Hari ini seperti mimpi buruk, kemasyuran, kelihayan dan kelicikannya tidak bisa melawan sosok aneh itu. Tersaruk-saruk Sandigdha pulang ke rumahnya dengan perasaan lelah.
Pengawal yang menjaga rumahnya menyapa dengan ramah, kemudian dia menyampaikan. "Tuan, tadi ada kawan tuan menitip pesan supaya jangan lupa tengah hari harus sudah selesai."
"Ya, aku tahu?" kata Sandigdha dengan senyum kecut.
Ternyata musuhnya sudah lebih dulu datang kerumahnya, saat ini dia tak bisa banyak berkutik. Ingin meminta pertolongan, jelas tidak mungkin. Lawan tadi terlalu menakutkan, sempat juga terbersit dipikirannya untuk meminta tolong pada sang kawan yang baru saja meninggalkan rumahnya, tapi; sesaat kemudian dia menolak ide itu. Meminta pertolongan pada orang itu, sama seperti keluar dari mulut buaya masuk ke mulut harimau. Didunia ini tidak ada pertolongan yang gratis.
--0o~Didit-dw*kz~o0- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jaka sudah kembali kerumah batu, meski badannya terasa penat, dia cukup senang bisa menyelesaikan beberapa masalah.
"Paman, besok selesaikan saja urusan kesaksian di kerajaan. Masalah harta Sandigdha, kita tak perlu repot mencurinya. Dia akan datang mengantar sendiri?"
"Kau baru menemuinya?" Tanya Ekabaksha dengan mata terbelalak.
"Aku hanya baru bicara dari hati ke hati" dia bisa mengerti maksudku, bahkan mengucapkan terima kasih pula, mana mungkin aku menolak permintaannya?" ujar Jaka dengan wajah tanpa dosa.
Ekabaksha dan Ki Alih hanya menggeleng-geleng. "Ai"
kau ini." Jaka tersenyum. "Tadi, aku berjumpa dengan orang yang aneh?" lalu dia menceritakan pertemuannya dengan orang yang bertamu di rumah Sandigdha. ?"dia mempunyai ilmu pukulan yang aneh." Jaka menceritakan ciri-ciri pukulannya.
Baik Ki Alih maupun Ekabaksha mengerutkan kening, berupaya mengingat-ingat adakah satu tokoh yang memiliki pukulan seperti itu.
"Aku tidak tahu?" akhirnya Ki Alih menyerah, demikian juga Ekabaksha.
"Tapi kenapa kau tidak menanyakan itu pada Sandigdha"
Bukankah mereka adalah kawan?" Tanya Cambuk merasa heran kenapa Jaka tidak melakukan perkara semudah itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aih paman, jika kau memiliki mainan berharga dan sangat misterius, apakah kau akan terburu-buru memecahkan misterinya" Atau akan menyimpan mainan berharga itu?" Jaka menatap Cambuk sejenak, lalu menjawabnya sendiri. "Aku lebih suka membiarkan itu semua terbuka sendiri, membiarkan misteri itu terkuak pada saatnya. Aku merasa orang itu memiliki latar belakang sangat baik, meskipun Sandigdha tahu sekelumit informasi, belum tentu juga itu adalah informasi yang sebenarnya."
Cambuk mau tak mau setuju dengan analisa Jaka. "Lalu, setelah urusan di kerajaan selesai, kita akan fokus dimana?"
Jaka menghela nafas. "Mencari obat bagi tetua dari Perguruan Enam Pedang adalah focus utamaku.."
"Bagaimana dengan harta yang akan kita dapatkan dari Sandigdha?" Tanya Ekabaksha.
"Itu, kan urusan paman" kenapa aku harus
memusingkannya?" tukas Jaka membuat Ekabaksha menepuk keningnya.
"Memangnya, berapa banyak harta yang akan dia serahkan?" Tanya Ekabaksha sudah mulai memutar otak dimana uang-uang itu akan diputar.
"Semua?" "Maksudnya?" Tanya Ekabaksha dengan mencondongkan badannya kearah Jaka.
"Enam belas kereta." Kata dengan santai.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Gila!" seru ketiga orang itu saling pandang. Pikiran mereka sudah mengembara bagaimana cara mutar uang sebanyak itu. Tidak punya uang juga pusing, tapi teralu banyak uang
"panas" pun lebih pusing lagi!
"Bantu kami berpikir bagaimana cara menggunakan uang itu?" pinta Cambuk memohon.
Jaka tertawa, "Kasihkan saja ke korban bencana, kan beres!"
"Tidak semudah itu, Jakaaa?" seru Cambuk geregetan.
"Kau pikir serah terima uang sebanyak itu tidak akan menghebohkan pemerintah kerajaan?"
"Ya" disitulah tugas paman, bukan bagianku." Kata Jaka sambil berdiri. "aku mengantuk, tidur dulu ya.."
"Sialan"." Seru Cambuk saling pandang dengan Ki Alih dan Ekabaksha, ketiganya tertawa getir. Bergaul dengan Jaka Bayu, serupa menaiki perahu di tengah damparan ombak laut.
Tak terbaca, tak terduga, dan sudah pasti bikin pusing.
--0o~Didit-dw*kz~o0- 112 " Domino Effect : Domba dan
Kambing Hitam Sembilan Belantara sanggup fokus mencari jejak selama berhari-hari tanpa makan, tanpa tidur. Demikian pula saat keselamatan mereha harus menjadi taruhan akibat totokan istimewa murid sang junjungan. Lebih baik mati dari pada tidak menemukan jejaknya, begitu dia berpikir.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bukan tanpa alasan, nama-nama mereka pernah
disejajarkan dengan banyak pendekar hebat pada masanya.
Tiap jengkal penelitian, membawa langkah kakinya memasuki Kota Skandhawara, pusat pemerintahan Kerajaan Kadungga.
Setiap Sembilan Belantara menemukan kejelasan jejak, dia akan memberi tanda, dan semua rekan-rekannya selalu mengikuti, mereka hanya berjarak setengah hari di belakang Sembilan Belantara. Demikian pula dengan Dua Bakat yang harus putar balik ke Kota Skandhawara, saat melihat jejak Sembilan Belantara mengarah ke sana.
Pagi itu, Sembilan Belantara sampai di sebuah hutan, di perbatasan pemerintahan kota Skandhawara. Sebuah gemertak suara kereta mengejutkan Sembilan Belantara, dengan sangat hati-hati, orang ini bersembunyi mengintai situasi.
Berturut-turut, enam belas kereta datang melewati jalan yang diambil Sembilan Belantara. Lelaki ini termenung, antara tergelitik rasa ingin tahu atau meneruskan pencarian. Dan ternyata, rasa ingin tahu lebih kuat mencengkeram benaknya.
Golok Bulan Sabit 7 Kisah Dewi Kwan Im Karya Siao Shen Sien Kisah Pendekar Bongkok 2
^