Pencarian

Si Bayangan Iblis 5

Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo Bagian 5


pangeran yang berwatak halus, bukan saja halus budi
bahasanya, juga wataknya amat baik, dan kiranya di antara
seribu orang pangeran belum tentu dapat menemukan seorang
yang seperti ini! Ia sudah percaya seribu persen kepada Souw
Han. "Nama saya" Siauw Cu........" ia masih mencoba.
"Huh, kaukira aku bisa dibohongi begitu saja" Namamu Siauw Cu
adalah nama yang diperkenalkan Ibunda Permaisuri kepadaku.
Sebenarnya, tentu engkau seorang gadis perkasa yang berilmu
tinggi, kalau tidak demikian, tak mungkin engkau disuruh
menangkap Si Bayangan Iblis. Hayo katakan, siapa namamu dan
dari mana engkau datang?"
Bukan main, pikir Liong-li, pangeran ini sungguh memiliki banyak
segi yang mengagumkan. Sudah bertumpuk semua hal yang
mengagumkan hatinya, ditambah memiliki kecerdikan lagi.
"Baiklah, Pangeran. Saya mengaku kalah. Nama saya Lie Kim Cu
dan saya tinggal di kota Lok-yang."
Kini pangeran itu bangkit berdiri, menghampirinya dan mengamati
wajah dan tubuh Liong-li dengan penuh perhatian. Sepasang
283 mata yang bersinar tajam namun lembut dan tidak mengandung
kecabulan atau kekurangajaran sama sekali.
"Hemm, kiranya engkau inilah yang berjuluk Hek-liong-li?"
Liong-li semakin kagum dan iapun bangkit dan memberi hormat
dengan membungkuk. "Paduka memang hebat, Pangeran. Benar,
sayalah yang disebut Hek-liong-li. Akan tetapi, bagaimana
paduka dapat menerkanya" Kalau paduka mempelajari ilmu silat,
bergaul dengan para ahli silat, hal itu tidak mengherankan. Akan
tetapi menurut yang saya dengar dari Yang Mulia Permaisuri,
paduka hanya suka mempelajari sastera dan seni."
Pangeran itu tersenyum dan Liong-li merasa hatinya seperti
ditarik-tarik. Belum pernah ia melihat senyum sedemikian
manisnya dari seorang pria!
"Aku juga banyak mendengarkan berita yang menarik dari luar
istana, li-hiap (pendekar wanita)."
"Ihhh......! Pangeran, harap jangan menyebut saya li-hiap. Apa
lagi kalau sampai terdengar orang. Ingat, nama saya Siauw Cu!"
"Hemm, tidak enak rasanya menyebutmu Siauw Cu. Biarlah
kusebut Enci Cu saja. Engkau tentu lebih tua dariku."
"Tentu saja, Pangeran. Usia saya sudah duapuluh lima tahun."
"Ah, sukar dipercaya. Kukira tadinya hanya lebih tua satu-dua
tahun dari aku. Aku sudah duapuluh tahun."
284 Bukan main, pikir Liong-li. Sudah duapuluh tahun dan agaknya
belum pernah bergaul dengan wanita! Masih perjaka tulen!
"Pangeran, saya bukan sekedar memuji. Biarpun paduka baru
duapuluh tahun, akan tetapi paduka telah memiliki kebijaksanaan
yang dewasa, bahkan paduka lebih dewasa dari pada Pangeran
Souw Cun yang pernah saya lihat tadi di ruangan Yang Mulia
Permaisuri." "Kakanda Souw Cun" Ahh! Engkau harus berhati-hati terhadap
pangeran yang satu itu, Cu cici!" Diam-diam Liong-li girang sekali
mendengar sebutan Cu cici (kakak Cu) ini, sebutan yang amat
akrab dari seorang pangeran!
"Dia kenapakah, Pangeran?"
Pangeran Souw Han menarik napas panjang, lalu duduk di depan
Liong-li. Kini mereka duduk berhadapan dekat, hanya dalam jarak
dua meter saja. "Sebenarnya, tidak pantas bagiku, seorang pangeran, untuk
membicarakan keburukan keadaan keluargaku sendiri. Akan
tetapi mengingat akan terjadinya kekacauan dan mengingat pula
bahwa engkau diangkat oleh Ibunda Permaisuri untuk
menangkap pengacau, biarlah aku ceritakan semua keadaan di
istana ini. Katakanlah dulu, Enci Cu, tugasmu ini untuk
menyelidiki dan menangkap Si Bayangan Iblis, ataukah untuk
menyelidiki perang dingin antar anggauta keluarga kerajaan?"
"Eh" Apa hubungannya Si Bayangan Iblis dengan keluarga
kerajaan, Pangeran?"
285 "Kukira hubungannya erat sekali, enci. Ketahuilah, jauh hari
sebelum muncul tokoh rahasia yang dikenal dengan julukan Si
Bayangan Iblis itu, di dalam istana telah terjadi semacam perang
dingin." "Perang Dingin?" tanya Liong-li heran. "Maksud paduka......"
"Semacam permusuhan terselubung, permusuhan dan kebencian
karena persaingan yang tidak dilakukan secara terbuka atau
terang-terangan. Orang-orang saling membenci, ingin saling
menjatuhkan, memperebutkan kedudukan dan memperebutkan
perhatian ayahanda Sribaginda Kaisar. Aku jemu dengaa semua
itu, enci. Maka aku tidak perduli akan semua urusan istana, aku
lebih menenggelamkan diriku ke dalam sastera dan seni."
"Maukah paduka memberi penjelasan yang lebih terperinci"
Siapa yang bermusuhan" Dan di pihak mana kiranya Si
Bayangan Iblis itu berdiri" Barangkali paduka tahu pula siapa
kiranya tokoh itu" Sungguh saya mengharapkan bantuan paduka
dalam hal ini, Pangeran."
"Nanti dulu!" kata pangeran itu dan kini pandang matanya penuh
selidik. "Engkau memang didatangkan oleh Ibunda Permaisuri
dan dibayar untuk menangkapnya, untuk bekerja demi
kepentingan Ibunda Permaisuri?"
Liong-li menggeleng kepala. "Tidak, Pangeran. Terus terang saja,
saya dimintai bantuan oleh Perwira Cian Hui, dan saya
diselundupkan ke dalam istana, akan tetapi Yang Mulia
Permaisuri mengetahui rahasia saya."
286 Ia lalu menceritakan semua yang terjadi, kemudian menyambung,
"Saya tidak berpihak kepada siapapun yang bermusuhan di
istana ini. Saya hanya ingin menangkap pengacau dan
membantu agar istana dan kota raja menjadi tenteram, tidak lagi
terganggu oleh penjahat yang melakukan pengacauan dengan
pembunuhan-pembunuhan gelap."
"Bagus! Kalau begitu, aku mau memberitahu kepadamu segala
yang kuketahui. Pertama-tama Ibunda Permaisuri sendiri.
Beliaulah yang sesungguhnya merupakan pengacau besar di
istana!" "Ehhh......?"" Liong-li terkejut dan terbelalak.
Pangeran itu menarik napas panjang. "Aku merasa diriku sebagai
seorang pengkhianat tak tahu malu, cici. Akan tetapi entah
mengapa kepadamu aku tidak ingin menyimpan rahasia, karena
aku percaya bahwa engkaulah agaknya orangnya yang akan
mampu mendatangkan ketenteraman di keluarga kami.
"Ibunda Permaisuri adalah seorang yang memiliki ambisi besar
sekali. Jelas bahwa ia kini telah menguasai seluruh kekuasaan di
kerajaan. Ayahku...... semoga Thian mengampuninya, ayahku
seperti...... boneka saja di tangan Ibunda Permaisuri.
"Memang harus kuakui bahwa beliau amat pandai, akan tetapi......
kadang-kadang beliau dapat bersikap tegas dan bahkan kejam
terhadap siapa saja yang dianggap menjadi penghalang
ambisinya. Beliau juga mempunyai pasukan pengawal khusus,
mempunyai jagoan-jagoan........"
287 "Saya tahu bahwa Bi Cu dan Bi Hwa, gadis kembar yang menjadi
pengawal pribadi beliau itu, adalah dua orang wanita yang lihai."
"Mereka hanya dua di antaranya. Masih banyak lagi dan siapa
saja yang dianggap berbahaya oleh Ibunda Permaisuri, jangan
harap dapat hidup! Selain itu...... ah, bagaimana, ya" Rasanya
aku membongkar rahasia busuk di dalam keluarga sendiri."
Liong-li adalah seorang wanita yang cerdik bukan main. Ketika
Pangeran Souw Can muncul pagi itu, ia sudah menduga bahwa
ada rahasia busuk pada diri permaisuri yang agaknya diketahui
bahkan disindirkan oleh pangeran itu.
Kini, Pangeran Souw Han juga membayangkan adanya rahasia
busuk dan pangeran ini merasa ragu untuk menceritakan
kepadanya. Memang bukan urusannya, akan tetapi siapa tahu
bahwa hal itu ada sangkut pautnya dengan si Bayangan Iblis.
Kalau mungkin, ia ingin mengetahui semua rahasia agar
memudahkan ia melakukan penyelidikan terhadap Si Bayangan
Iblis. "Pangeran, kalau memang paduka merasa keberatan, lebih baik
jangan diceritakan kepada saya. Apakah itu menyangkut
penyelundupan pemuda tampan yang secara diam-diam
diselundupkan ke istana bagian puteri?"
Pangeran itu membelalakkan matanya, "Kau...... kau....... sudah
tahu?" Liong-li tersenyum. "Saya hanya menduga saja, Pangeran."
288 Pangeran Souw Han menghela napas. "Sudahlah, engkau sudah
tahu. Memang itulah kelemahan Ibunda Permaisuri. Beliau......
ah, bagaimana, ya..... sungguh memalukan. Beliau suka kepada
pemuda pemuda tampan. Akan tetapi sudahlah, itu urusan
pribadinya, kita tidak perlu membicarakan hal itu. Hanya ia amat
berambisi dan akan menempuh cara apapun saja untuk
melenyapkan mereka yang dianggap menentang kekuasaannya."
"Tapi, Pangeran. Dari Cian Ciang-kun saya mendengar bahwa
korban pembunuhan rahasia yang dilakukan Si Bayangan Iblis
terdapat pula orang-orang yang dekat dengan Sribaginda Kaisar,
dekat dengan Yang Mulia Permaisuri. Bahkan ada pula korban
yang menentang beliau...... sungguh membingungkan."
"Itulah! Tadinya, ketika jatuh korban mereka yang menentang
Ibunda Permaisuri, aku sendiri mencurigai Ibunda Permaisuri.
Akan tetapi setelah jatuh korban lain yang dekat dengan beliau,
aku menjadi bingung dan ragu. Memang sungguh aneh dan
memang sebaiknya kalau engkau dapat membongkar rahasia ini,
Enci Cu." "Apakah selain Yang Mulia Permaisuri masih ada lagi orang lain
yang kiranya patut dicurigai?"
"Aih, banyak permusuhan di sini. Di antara para pangeran juga
banyak yang bersaingan memperebutkan perhatian ayahanda
Kaisar. Aku muak sekali, dan aku tidak sudi! Aku tidak
membutuhkan kedudukan!"
"Bagaimana dengan pangeran Souw Cun?"
289 "Dia" Ah, diapun agaknya tidak perduli akan kedudukan dan
kekuasaan. Baginya, asal dia dapat hidup senang, berfoya-foya,
mengumpulkan selir sebanyaknya, berganti-ganti selir, berpesta
setiap hari. Dia seorang yang genit, mana dia mampu memikirkan
urusan negara?" "Tapi, bukankah dia seorang pangeran yang pandai ilmu silat?"
"Kakanda Souw Cun" Aha, dia hanya suka pelesir, mana mampu
ilmu silat" Setahuku, dia tidak pernah berlatih atau belajar ilmu
silat." Diam-diam Liong-li merasa heran. Ketika pangeran itu memegang
dagunya, ia merasakan benar adanya kekuatan yang terkandung
dalam jari-jari tangan itu!
"Kalau begitu, dia lebih suka mempelajari sastera seperti
paduka?" "Huh, Dia hanya belajar asal bisa baca huruf saja! Gurunya pun
kulihat brengsek! Sasterawan macam apa itu yang disebut, Bouw
Sianseng" Mungkin baru dapat menulis beberapa ribu macam
huruf saja, lagaknya seperti seorang mahaguru, akan tetapi tata
susilanya demikian kasar. Tidak enci Cu kurasa Pangeran Souw
Cun boleh kau lewatkan dari perhatianmu. Dia memang
menjemukan, akan tetapi penyakitnya, hanyalah mata keranjang
dan berfoya-foya saja. Sukar menghubungkan dia dengan urusan
Si Bayangan Iblis." "Kalau dia tidak dapat dicurigai, lalu siapakah kiranya yang patut
saya selidiki, Pangeran?"
290 Pangeran itu menarik napas panjang dan menggeleng kepalanya.
"Keluarga kami berada dalam kemelut, enci Cu. Terlalu ruwet,
juga sukar untuk menduga siapa sebetulnya Si Bayangan Iblis.
Aku sendiri sudah tidak perduli. Biarkan mereka bersaing, saling
memperebutkan kekuasaan dan kedudukan, aku tidak butuh! Ah,
benar, engkau bertugas menyelidiki hal itu. Aku tidak dapat
menduga siapa penjahat itu, akan tetapi biarlah kuceritakan
kepadamu semua keadaan keluarga kami dengan semua
rahasianya yang kotor."
Dengan perlahan dan sikap masih tenang sekali, Pangeran Souw
Han lalu menceritakan keadaan keluarga ayahnya, yaitu Kaisar
Tang Kao Cung yang mempunyai banyak selir disamping
permaisurinya, yaitu Permaisuri Bu Cek Thian. Banyak hal-hal
yang tadinya amat rahasia, oleh pangeran itu diceritakan kepada
Liong-li, rahasia yang amat mengejutkan hati pendekar wanita itu.
Kiranya keadaan keluarga kerajaan itu sungguh dipenuhi dengan
persaingan yang kotor, kebencian dan iri hati. Bahkan ada fitnah
memfitnah, bunuh membunuh dengan menggunakan pembunuh
bayaran. Banyak pula gadis-gadis yang menjadi korban
kejalangan nafsu para pangeran yang tidak menghendaki
keturunan dari para dayang dan selir sehingga kalau ada selir
atau dayang yang mengandung, maka wanita itu akan lenyap
tanpa ketahuan jejaknya! Dari Pangeran Souw Han pula ia tahu bahwa Sang Permaisuri
mempunyai dua orang putera. Yang seorang adalah Pangeran
Mahkota Tiong Cung dan yang kedua adalah Pangeran Li Tan
yang masih kecil. Secara halus Pangeran Souw Han
291 menyindirkan keraguannya bahwa Pangeran Li Tan adalah
putera ayahnya. Karena sudah lama sekali ayahnya jarang
bermalam di kamar permaisuri. Juga dia mencela sikap para
pangeran yang kebanyakan memiliki watak yang amat buruk,
menjadi hamba nafsu yang kerjanya setiap hari hanya mengejar
kesenangan. "Biarpun dengan perasaan malu, terpaksa aku harus mengakui
bahwa saudara-saudaraku itu sebagian banyak hanyalah
manusia-manusia yang tiada gunanya!"
"Aih, mengapa paduka demikian pahit, Pangeran" Banyak rakyat
yang menghormati keluarga Sribaginda Kaisar, sebagai para
bangsawan agung, dan banyak pula yang bermurah hati memberi
derma kepada kuil-kuil, kepada para miskin dalam jumlah besar."
Liong-li sengaja memancing dengan memuji atau menyatakan
kebalikan dari apa yang diceritakan pangeran itu. Akan tetapi
ucapan ini bahkan membuat Pangeran Souw Han nampak
penasaran. "Palsu! Semua itu palsu! Keagungan, kemuliaan dan kehormatan
dapat dibeli! Kau bilang sokongan dan dermaan itu tanda murah
hati" Hemmm, enci Cu. Kalau engkau memiliki satu juta lalu
kaudermakan yang seribu, apakah artinya itu" Murah hatikah itu"
Aku akan jauh lebih menghargai seseorang yang memiliki
duapuluh akan tetapi dengan rela memberikan yang sepuluh


Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepada orang lain untuk menolongnya! Mereka itu pura-pura,
munafik, bangsawan pakaian saja!"
292 Diam-diam Liong-li menjadi semakin bingung mendengar semua
keterangan pangeran itu kepadanya. Ia hanya merasa terharu
bahwa pangeran itu sungguh percaya kepadanya sehingga
membongkar semua rahasia kebusukan keluarga istana yang
sebelumnya tak pernah disangkanya.
Akan tetapi, semua keterangan itu sama sekali tidak
membantunya dalam penyelidikannya tentang Si Bayangan Iblis.
Bahkan makin mengacaukan, karena kalau mendengar
keterangan itu, boleh dibilang semua pangeran, semua selir,
bahkan Permaisuri sendiri dan Kaisar sendiri bisa saja dicurigai
sebagai majikan dari Si Bayangan Iblis!
Biarlah, ia tidak akan memusingkan semua itu. Yang dicarinya
adalah Si Bayangan Iblis, dan ia merasa yakin akan dapat
menangkapnya kalau benar penjahat itu bersembunyi di istana.
Setiap malam ia akan melakukan pengintaian dan sekali penjahat
itu keluar dari tempat persembunyiannya, tentu akan dapat
ditangkapnya! "Terima kasih atas semua keterangan paduka Pangeran. Mulai
malam ini saya akan menyelinap keluar dari dalam kamar ini dan
melakukan pengintaian. Mudah-mudahan saja malam ini juga Si
Bayangan Iblis keluar sehingga dapat kutangkap dia!"
"Mudah-mudahan begitulah, enci Cu. Akan tetapi harap engkau
berhati-hati, karena menurut pendapatku, seorang yang telah
dapat menggegerkan kota raja dengan semua pembunuhan itu,
pastilah orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi dan
berbahaya sekali." 293 "Terima kasih, Pangeran. Tentu saja saya akan berhati-hati
sekali, terutama tidak akan melibatkan paduka."
Pangeran itu menghela napas panjang, lalu bangkit dari
duduknya. "Siang ini engkau boleh mengaso dan tidur di pembaringan itu.
Waktu makan nanti, dayang kepercayaanku akan mengantarkan
makanan ke dalam kamar. Aku ingin membaca kitab." Diapun
melangkah menghampiri almari yang penuh kitab dan memilihmilih.
Liong-li juga bangkit dari tempat duduknya. Tentu saja tidak
mungkin baginya untuk enak-enak tidur begitu saja di
pembaringan orang, apa lagi pangeran pemilik kamar itu berada
di situ, walaupun ia tahu bahwa, pangeran itu tidak akan
mengganggunya, bahkan mungkin sekali tidak akan pernah mau
meliriknya. Menyakitkan hati sekali sikap acuh itu!
Ia lalu melihat sebuah yang-kim (semacam gitar) tergantung di
dinding. Diambilnya yang-kim itu dan iapun duduk di atas bangku
lain dicobanya alat musik itu dengan jari-jari tangannya yang
mungil dan terlatih. Tali temali yang-kim itu sudah distel dengan
baik dan suaranya sungguh merdu. Sebuah alat musik yang amat
baik buatannya. Dalam keadaan melamun, seperti tanpa disengaja, dengan
sendirinya jari-jari tangannya memainkan sebuah lagu. Lagu yang
dimainkannya itu sebuah lagu yang amat sukar, juga amat indah,
namanya lagu itu "Badai".
294 Dawai (senar) yang-kim itu berkentang-kenting, mula-mula
membentuk serangkaian nada-nada yang indah, namun makin
lama menjadi semakin nyaring, cepat, makin mendesak-desak,
nadanya naik turun dan mengamuk bagaikan datangnya badai
yang semakin mendahsyat. Pangeran Souw Han yang tadinya sudah memilih sebuah kitab
sajak kuno, menoleh, tadinya acuh, namun akhirnya dia terduduk
dan memandang dengan penuh perhatian. Sepasang matanya
tak pernah berkedip memandang ke arah jari-jari tangan yang
memainkan yang-kim itu, telinganya menangkap semua nada itu
dan segera dia mengenal lagunya.
Dia memandang kagum, sama sekali tidak pernah mengira
bahwa wanita yang amat terkenal sebagai seorang ahli silat,
seorang pendekar wanita yang ditakuti semua orang penjahat di
dunia hitam, ternyata adalah seorang gadis yang selain cantik
jelita, halus tutur sapanya, cerdik dan berani, juga ternyata pandai
sekali memainkan alat musik yang-kim!
Dia tidak jadi membaca kitab sajak yang masih dipegangnya,
bahkan lalu meletakkannya di atas meja, kemudian dia
melangkah maju mendekat, berhenti dalam jarak sepuluh meter
dan memandang dari samping.
Betapapun juga, Liong-li hanyalah seorang wanita biasa. Sejak
pertemuannya pertama dengan Pangeran Souw Han, hatinya
dipenuhi rasa penasaran dan marah terhadap pangeran yang
sama sekali acuh terhadap dirinya itu. Bukan ia minta disanjung
dan dikagumi, akan tetapi sebagai wanita wajarlah kalau ia ingin
295 agar dirinya tidak dihadapi pria dengan sikap demikian dinginnya.
Apa lagi pria itu seperti Pangeran Souw Han!
Tadinya ia memainkan yang-kim hanya untuk melampiaskan
kedongkolan hatinya, untuk menghibur diri sambil menanti
datangnya malam karena ia hanya dapat bekerja di waktu malam
saja. Akan tetapi, pendengarannya yang terlatih dan amat tajam
itu dapat menangkap gerak gerik Pangeran Souw Han yang
melangkah perlahan menghampirinya dan kini berdiri di sebelah
kanannya, dalam jarak yang tidak begitu jauh lagi.
Hal ini membangkitkan kegembiraan dan meningkatkan harga
dirinya, maka setelah habis memainkan lagu itu, jari-jarinya tidak
berhenti, melainkan mengulang kembali dan kini iapun
menambah dengan nyanyian dari mulutnya, dengan suaranya
yang merdu! "Badai mengamuklah angin segala betapa betapa indah! air puyuh pohon buas dan menyapu dipaksa dan Badai dahsyat di akhirnyapun, lewat, sunyi, hening, kelu, lelah, lembut aman dan betapa indahnya!"
bukit menderu salju bumi menari gagah itu berlalu sayu tenang 296 Lagu "Badai" itu memang indah sekali, dimulai dengan suara
yang menggegap gempita, yang gagah perkasa, buas dan liar,
akan tetapi kemudian perlahan-lahan makin melembut, dan
akhirnya terdengar demikian penuh damai, seperti keindahan
alam hening setelah badai lewat.
Begitu Liong-li berhenti bernyanyi, tiba-tiba terdengar suara suling
yang melengking lembut, maka meninggi dan terdengarlah suling
itu melagukan lagu yang sama, yaitu lagu "Badai". Suara suling
itu ditiup dengan ahli, amat merdunya sehingga otomatis jari-jari
tangan Liong-li kembali bergerak, dan kembali ia memainkan lagu
itu, kini mengiringi suara suling dan di dalam kamar itu
terdengarlah paduan suara suling dan yang-kim yang amat
serasi, yang cocok dan menghasilkan suara yang amat indahnya.
Setelah lagu itu habis dimainkan dan ke dua alat musik itu tidak
bersuara lagi, keadaan di kamar itu menjadi sunyi bukan main.
Liong-li perlahan-lahan menengok dan kini dua pasang mata itu
bertemu, bertaut dan perlahan-lahan senyum indah merekah di
bibir Liong-li. Ia mulai melihat sinar kagum membayang di pandang mata
pangeran itu! Sedikit saja kekaguman sudah cukup baginya,
menandakan bahwa pangeran itu adalah seorang manusia biasa,
seorang pria normal, bukan manusia berhati kayu.
"Tiupan sulingmu amat indah, Pangeran."
"Enci Cu, tidak kusangka engkau begitu pandai bermain yangkim, dan suaramu juga amat merdu. Sungguh heran......"
297 "Kenapa paduka heran, Pangeran?"
"Seorang wanita seperti engkau, enci Cu, yang selalu
berkecimpung dalam dunia kekerasan, yang pandai bermain
pedang, pandai membunuh lawan, bergelimang kekerasan,
bagaimana mungkin dapat memainkan yang-kim dan bernyanyi
demikian merdunya, sedemikian lembutnya......"
"Pangeran, bukankah segala hal itu dapat saja dipelajari
manusia" Dan bukankah di dalam segala keadaan itu terdapat
keindahannya kalau saja kita mau membuka mata dan melihat
apa adanya" Seperti lagu tadi, Pangeran. Ketika badai
mengamuk dahsyat, menggegap gempita, keras dan kasar,
namun gagah perkasa dan penuh kebuasan, ada keindahan di
sana. Setelah badai lewat keheningan dan kedamaian tiba, juga
terdapat keindahan di sana.
"Apakah hanya taman bunga dan gunung hijau yang tenang saja
mengandung keindahan" Bukankah batu karang yang kokoh
kuat, lautan yang menggelora diamuk badai yang ganas, di sana
terdapat pula keindahan?"
"Engkau benar, enci Cu. Semua itu adalah ciptaan Tuhan, dan
apapun bentuknya, ciptaan Tuhan itu selalu sempurna dan indah.
Ehh, kiranya engkau pandai pula berfilsafat, enci" Apakah
engkau juga mempelajari dan pernah membaca kitab-kitab
filsafat?" Liong-li tersenyum. "Di dalam kamar perpustakaanku di rumahku
saja terdapat segala macam kitab filsafat dari ke tiga agama
(Budhisme, Taoisme, dan Khong-hu-cu), Pangeran."
298 "Amboiii......! Jangan katakan bahwa engkau pandai pula
bersajak, pandai menari dan pandai melukis dan menulis halus,
enci Cu!" "Pandai sih tidak, Pangeran, akan tetapi saya pernah mempelajari
itu semua." "Aih, kalau begitu engkau seorang wanita serba bisa, enci Cu!
Hebat!" Liong-li tersenyum. Hatinya girang. Pangeran Souw Han itu
seorang manusia biasa, seorang pria biasa, bukan dewa bukan
pula pertapa! "Dibandingkan dengan paduka, saya bukan apa-apa, Pangeran."
Pada saat itu, daun pintu kamar itu dan pintu kamar itu didorong
orang dari luar dan terbuka Pangeran Souw Han membalikkan
tubuh dengan cepat dan mukanya merah. Yang muncul adalah
seorang pemuda lain yang membuat jantung dalam dada Long-li
berdebar tegang dan merasa tidak enak sekali karena ia
mengenal wajah itu. Pangeran Souw Cun!
Berubah sikap Pangeran Souw Han ketika melihat siapa
orangnya yang memasuki kamarnya tanpa ijin itu. Dia tidak jadi
marah, tersenyum dan dengan sikap hormat dia lalu memberi
hormat dengan merangkap kedua tangan depan dada.
"Ah, kiranya engkau yang datang, kakanda Pangeran Cun.
Kenapa tidak memberitahu lebih dulu akan berkunjung" Membuat
hatiku terkejut saja."
299 Pangeran Souw Cun tertawa, lalu maju dan merangkul adik
tirinya. "Engkau tahu, adikku Souw Han. Di antara semua
saudara kita, engkaulah satu-satunya orang yang paling
kukagumi dan kusukai. Maka, perlukah kita berbasa-basi lagi"
Aku tadi lewat dan ingin sekali bertemu dan bicara denganmu,
adikku." Sejak tadi Liong-li menunduk sambil mengerling tajam, namun tak
pernah pangeran itu memperhatikannya. Maka iapun pura-pura
tidak melihat dan sibuk membalik-balik kitab sajak yang tadi
diletakkan di atas meja oleh Pangeran Souw Han.
"Terima kasih, kakanda. Akan tetapi, tidak seperti biasa kakanda
datang berkunjung. Ada keperluan apakah?"
"Ha-ha-ha, engkau memang selalu cerdik, belum orang bicara
engkau sudah dapat menebak isi hati orang. Memang ada
keperluan, adikku. Aku datang terdorong oleh perasaan yang luar
biasa. Ada perasaan kaget, heran, girang, dan ingin sekali tahu."
"Aku ikut merasa girang, kakanda. Akan tetapi apakah itu yang
mendatangkan bermacam perasaan?"
"Aku mendengar engkau diberi hadiah seorang gadis untuk
menjadi selirmu oleh Ibunda Permaisuri. Benarkah berita luar
biasa itu?" Seketika wajah Pangeran Souw Han menjadi kemerahan. "Benar,
kakanda. Apa anehnya itu?"
300 "Apa anehnya" Ha-ha-ha. Adinda Pangeran! Berita itu
merupakan berita yang paling aneh di dunia ini, juga amat
menggembirakan dan lucu! Engkau menerima hadiah seorang
selir. Engkau" Ha-ha, sejak kapan engkau belajar bergaul
dengan wanita" Biasanya, melirik saja engkau tidak mau. Para
dayangmu pun tidak ada yang cantik dan tak pernah ada yang
kaujamah seorangpun. "Dan tahu-tahu engkau kini menerima seorang selir! Apa tidak
aneh itu" Aku kaget, heran dan juga girang, akan tetapi menjadi
penasaran dan ingin sekali melihat seperti apa macamnya wanita
yang herhasil menjatuhkan hati adikku yang terkenal sebagai
seorang pertapa suci yang tak pernah tergiur kecantikan wanita
itu. "Dan ketika aku lewat tadi, aku mendengar permainan suling,
yang-kim dan nyanyian! Aih-aih, jadi engkau malah sudah rukun
dan bersenang-senang, bermain musik dengan selirmu" Itukah
selirmu yang hebat itu?" Dan kini Pangeran Souw Cun menoleh


Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ke arah Liong-li yang masih duduk menghadapi kitab yang dibuka
di atas meja. "Siauw Cu, ke sinilah dan perkenalkan, ini adalah kakanda
Pangeran Souw Cun, engkau harus memberi hormat kepadanya,"
kata Souw Han yang terpaksa memperkenalkan isteri atau
selirnya itu. Liong-li meninggalkan kursinya dan menghampiri sambil
menundukkan mukanya, lalu menjura dengan sikap hormat.
"Maaf, Pangeran, karena saya tidak tahu maka saya tidak sempat
301 menyambut kunjungan paduka," katanya dengan sikap halus,
akan tetapi sama sekali tidak merendahkan diri, dan melihat sikap
ini, Pangeran Souw Han juga merasa senang.
Akan tetapi Pangeran Souw Cun terbelalak menatap wajah yang
cantik jelita itu. "Ah-ahhh...... kiranya engkau" Bukankah engkau
dayang pribadi Ibunda Permaisuri?"
Liong-li menundukkan mukanya dan mengangguk.
memang pernah bertemu satu kali, Pangeran."
"Kami Tiba-tiba Pangeran Souw Cun tertawa dan memandang kepada
wajah adiknya. "Ha-ha- ha-ha, tadinya kusangka engkau
menerima hadiah seorang selir yang seperti bidadari. dan masih
amat muda. Kiranya dayang Ibunda Permaisuri ini" Ha-ha-ha,
sungguh aku merasa semakin heran, dan aku kasihan sekali
kepadamu, adikku!" "Hemm, mengapa kakanda berkata demikian" Dan mengapa pula
merasa kasihan kepadaku?"
"Adindaku, bagaimana mungkin seorang seperti engkau dapat
jatuh cinta kepada seorang gadis seperti ini" Katakan, benarkah
engkau telah jatuh jatuh cinta kepadanya?"
Selama hidupnya, Souw Han tidak pernah berbohong. Akan
tetapi sekali ini, bagaimana dia dapat berkata lain" Kalau dia
mengatakan bahwa dia tidak mencinta Liong-li, bukankah hal itu
akan menimbulkan suatu kecurigaan dan akan membahayakan
rahasia gadis itu" 302 "Aku cinta padanya, kakanda."
"Kau" Yang selama ini tidak pernah bergaul dengan wanita"
Bagaimana mungkin! Tentu bertemu pun baru sekali itu, dan
engkau sudah jatuh cinta" Lihat baik-baik, adinda. Biarpun aku
tidak dapat mengatakan bahwa wanita itu buruk, akan tetapi ia
sungguh tidak cocok untuk menjadi selirmu! Lihat, biarpun ia
cantik manis, namun usianya tentu jauh lebih tua darimu! Nona,
siapakah namamu?" "Siauw Cu......" jawab Liong-li tanpa mengangkat mukanya, dan di
dalam hatinya timbul perasaan panas bukan main.
"Siauw Cu, sekarang?" katakan dengan sejujurnya, berapa usiamu Biarpun hatinya panas, namun Siauw Cu menjawab sejujurnya
dan di dalam suaranya yang lembut terkandung ketegasan dan
tantangan, seolah ia tidak takut mengemukakan usianya yang
sebenarnya. "Usia saya sudah duapuluh lima tahun, Pangeran."
"Duapuluh lima tahun" Ha-ha-ha, engkau dengar sendiri, adinda
Souw Han! Dan engkau belum genap duapuluh tahun! Dan
seorang wanita berusia duapuluh lima tahun tidak mungkin
menjadi seorang dayang yang masih gadis. Hayo katakan, Siauw
Cu. Engkau bukan gadis lagi. Tidak benarkah begitu?"
303 Souw Han memandang kepada "selirnya" dengan hati penuh iba.
Dia tahu betapa pertanyaan seperti itu amat menyakitkan
perasaan seorang wanita, maka diapun berkata.
"Kakanda Souw Cun, harap kakanda jangan bertanya hal-hal
seperti itu kepada Siauw Cu. Siauw Cu, kalau engkau tidak suka,
aku membolehkan engkau tidak usah menjawab pertanyaan
kakanda Souw Cun tadi."
"Ha-ha-ha, tentu saja ia tidak mau menjawabnya, atau kalau
menjawab pun tentu ia membohong, ha-ha-ha!" Souw Cun
tertawa. Kini Liong-li mengangkat mukanya, memandang kepada
Pangeran Souw Cun dengan sikap angkuh dan menantang, lalu
keluarlah jawaban dari bibirnya.
"Saya tidak perlu berpura-pura dan menyembunyikan kenyataan.
Bukan saja saya tidak perawan lagi, bahkan ketika saya menjadi
dayang Yang Mulia Permaisuri, saya sudah janda......"
Liong-li mengerling ke arah muka Pangeran Souw Han, akan
tetapi pada wajah Pangeran itu tidak nampak perubahan apapun.
Hal ini tentu saja tidak mengherankan. Ia menjadi "selir"
Pangeran Souw Han hanya pura-pura saja. Bagi pangeran itu, ia
masih perawan atau sudah janda seratus kalipun apa bedanya"
Akan tetapi Pangeran Souw Cun tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha, apa kukata tadi, adinda" Ia bukan hanya tidak
perawan, bahkan sudah janda. Dan engkau, seorang pangeran
yang masih perjaka tulen hendak menyerahkan keperjakaanmu
304 kepada seorang janda yang usianya sudah duapuluh lima tahun"
Bodoh, adikku, bodoh sekali dan itu rugi namanya. Juga
memalukan keluarga! Aku ikut malu!"
Souw Han merasa tidak enak sekali kepada Liong-li. Akan tetapi,
dia tidak dapat berbuat sesuatu karena di balik wanita itu terdapat
suatu rahasia yang harus dilindunginya.
"Kakanda Souw Cun, mengapa kakanda mencampuri urusan
pribadiku" Harap kakanda jangan mengganggu kami lebih lama
lagi. Apa sih maksud kanda sebenarnya" Aku tidak pernah
membikin malu keluarga!"
"Adinda! Engkau hendak menyerahkan keperjakaanmu kepada
seorang janda, dan kau bilang tidak membikin malu keluarga?"
"Habis, apa maksud dan kehendak kakanda sekarang?" Souw
Han mulai marah. "Begini, adinda. Aku sayang padamu, dan aku tidak rela kalau
engkau menyerahkan perjakamu kepada wanita tua ini. Kutukar
saja ia dengan seorang gadis yang remaja, usianya baru
limabelas tahun, jauh lebih cantik dari pada Siauw Cu, dan ia
masih perawan. Nah, ialah yang lebih pantas menjadi selirmu,
atau bahkan isterimu sekalipun. Tentang wanita ini, serahkan saja
kepadaku untuk kujadikan dayang."
"Mendengar ini, Pangeran Souw Han terkejut bukan main. Dia
bukan pemain sandiwara yang baik, tidak seperti Liong-li yang
sedikit pun tidak memperlihatkan perubahan pada air mukanya.
Ingin Pangeran Souw Han berteriak menolak usul itu, akan tetapi
305 dia segera teringat akan rahasia Liong-li, maka diapun berkata
dengan suara gelisah. "Ah, kakanda Souw Cun, bagaimana mungkin aku dapat
menukarnya dengan wanita lain" Ingat, kakanda, Siauw Cu ini
adalah hadiah dari Ibunda Permaisuri dan aku..... aku suka sekali
padanya." Tiba-tiba Liong-li menjatuhkan diri berlutut di depan Pangeran
Souw Han sambil menangis, menutupi mukanya dengan ujung
lengan bajunya yang lebar panjang dan suaranya terdengar
penuh isak ketika ia berkata, "Pangeran, hamba..... hamba lebih
baik mati kalau harus meninggalkan paduka......"
Diam-diam Pangeran Souw Han menjadi semakin kagum. Dia
tahu bahwa Liong-li hanya bersandiwara, akan tetapi sandiwara
itu dimainkannya dengan demikian cemerlang sehingga dia
sendiripun sedikit juga tidak akan menyangka bahwa wanita itu
berpura-pura. Maka, diapun memandang kepada Pangeran Souw
Cun. "Kakanda Pangeran, kakanda lihat sendiri. Kami sudah saling
mencinta. Tidak ada wanita yang dapat menggantikannya. Aku
hanya menghendaki Siauw Cu ini, bukan wanita lain."
"Hem, benarkah itu?"
Ketika Liong-li mengerling dari sudut matanya yang ia tutupi
dengan tangan, ia melihat betapa sinar mata Pangeran Souw
Cun penuh kecurigaan dan selidik. Sungguh seorang pangeran
yang berbahaya, pikirnya, dan ia mulai menduga bahwa maksud
306 pangeran itu menghalangi ia diselir Pangeran Souw Han bukan
semata karena cemburu atau iri, bukan semata karena pangeran
itu sendiri menginginkan dirinya. Mungkin ada alasan lain, yaitu
mencurigainya! "Ah, jangan-jangan engkau kena dipengaruhi guna-guna adikku."
"Tidak, kakanda. Aku memang cinta padanya, bukan hanya
karena wajahnya, melainkan karena sikapnya, juga ia pandai
bermain yang-kim, pandai bernyanyi dan mungkin masih memiliki
beberapa macam kepandaian lagi yang belum kuketahui.
Tentang usia dan tentang bukan perawan, aku tidak perduli!"
"Hemm, banyak kepandaiannya, ya" Eh, Siauw Cu, apakah
engkau juga pandai ilmu silat?"
"Ah, kakanda!" seru Pangeran Souw Han, terkejut dan
kekagetannya ini memang bukan pura-pura. "Bagaimana seorang
wanita lembut seperti Siauw Cu ini pandai ilmu silat" Kalau
menari mungkin ia dapat. Bukankah begitu, Siauw Cu?"
Liong-li yang sudah menghapus air matanya kini memandang
kepada Pangeran Souw Han dengan sinar mata yang jelas
membayangkan kasih sayang besar. "Kalau untuk paduka......
apapun akan hamba lakukan, Pangeran. Hamba pernah
mempelajari ilmu menari."
"TARIAN pedang " " tiba-tiba Pangeran Souw Cun bertanya.
"Ah, bukan, Pangeran. Tarian biasa," jawab Siauw C'u atau
Liong-li tanpa berani mengangkat mukanya.
307 "Bagus, kalau begitu, suruh ia menari agar dapat kumelihatnya,
adinda Souw Han!" Pangeran Souw Han mengerutkan alisnya. Dia ingin agar
kakaknya itu cepat pergi saja supaya tidak mengganggu Liong-li
lebih lama lagi. Pula, diapun tidak yakin apakah benar Liong-li
pandai menari, dan jangan-jangan gerak tarinya akan
mengandung gerak silat sehingga akan menimbulkan kecurigaan
pada kakaknya . "Kakanda, ia baru saja datang, masih lelah. Biarlah lain hari saja
ia menari." "Tidak mengapa, Pangeran. Hambapun senang sekali kalau
paduka menggembirakan hati saudara tua paduka," kata Liong-li.
Ucapan ini saja sudah cukup melegakan hati Pangeran Souw
Han. "Baiklah kalau begitu. Aku akan mengiringi tarianmu dengan
yang-kim. Engkau tentu mau meniup sulingnya, bukan,
kakanda?" "Baik, Tapi, tarian apa yang akan ditarikan selirmu itu?"
"Hamba akan menarikan tarian rakyat dari daerah selatan, tarian
para petani bekerja di sawah ladang," kata Liong-li.
Tak lama kemudian, terdengarlah paduan suara suling dan yangkim, dengan irama yang lambat dan halus. Liong-li sudah
mengambil sebuah sabuk sutera merah panjang dari almari
308 pakaian atas petunjuk Pangeran Souw Han dan iapun mulailah
menari, seirama suara suling dan yang-kim.
Dan kini kedua orang pangeran itu terpesona! Jangan Souw Cun
yang penuh curiga itu, bahkan Souw Han yang sudah tahu bahwa
"selirnya" itu seorang pendekar wanita, terbelalak kagum melihat
betapa tubuh wanita itu meliuk-liuk lemah gemulai, menarik
dengan amat indahnya! Bagaikan seorang bidadari saja selirnya
itu! Setelah selesai menari dan dua orang pangeran itu menghentikan
permainan alat musik mereka, Pangeran Souw Cun bertepuk
tangan memuji. "Wah, sekarang aku mengerti mengapa engkau suka kepada
selirmu ini, adinda. Ternyata suaranya merdu, permainan yangkimnya pandai, dan tariannya pun indah. Dan tubuhnya itu!
Amboi, betapa akan nikmatnya malam nanti akan kaurasakan
dalam pelukkannya, adindaku."
"Kakanda! Harap jangan ganggu kami lagi dan kupersilakan
kakanda meninggalkan kami!" Pangeran Souw Han berseru
marah. Akan tetapi kakaknya hanya tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha, hampir aku lupa! Engkau belum pernah bergaul
dengan wanita, tentu ia akan mengajarimu, atau kalau engkau
memang tidak suka, biarlah kalau malam ia bersamaku, kalau
siang ia bersamamu. Dan engkau pun boleh minta tukar untuk
malam ini dengan beberapa saja selirku. Boleh kau pilih dan
berapa banyaknya pun boleh untuk ditukar dengan ia!"
309 "Kakanda! Pergilah! Keluar dari sini!" Pangeran Souw Han
berteriak dan Pangeran Souw Cun tertawa, akan tetapi
meninggalkan kamar itu dengan langkah tenang dan berlenggang
penuh gaya. Setelah pangeran itu pergi, Pangeran Souw Han menutup pintu
kamar, lalu menjatuhkan diri duduk di atas kursi. Dadanya
bergelombang, mukanya merah dan napasnya memburu karena
dia tadi menahan amarahnya.
Sejak tadi Liong-li mengamatinya, dan ia tersenyum lalu
menghampiri dan duduk di atas kursi dekat dengan pangeran itu.
"Sudahlah, Pangeran. Tenangkan hati paduka. Bahaya telah
lewat dan agaknya dia tidak mencurigai kita.
Pangeran Souw Han mengepal tinju. "Akan tetapi penghinaanpenghinaan itu! Terutama sekali kepadamu! Sungguh tidak patut!"
Liong-li tersenyum. Memang tadi iapun merasa marah sekali.
Pangeran Souw Cun tidak pantas menjadi pangeran, pantasnya
menjadi seorang berandal, seorang penjahat yang tidak tahu
malu, yang siap menukarkan selir-selirnya dengan selir adiknya,
begitu cabul, begitu jorok dan hina.
"Bagaimanapun juga, paduka telah berhasil mengusirnya,
Pangeran, dan kita aman sudah. Saya yakin dia tidak akan berani
lagi datang mengganggu."
"Hemm, aku belum begitu yakin. Engkau tidak mengenal siapa
Pangeran Souw Cun itu, enci Cu. Kalau sudah menginginkan
310 seorang wanita, sebelum berhasil, akan dia lakukan segala daya,
segala muslihat untuk mendapatkan wanita itu! Dan dia memiliki
tukang-tukang pukul yang lihai. Engkau sekarang harus lebih
berhati-hati, enci Cu, karena kulihat bahwa kakanda Souw Cun itu
sangat menginginkanmu tadi. Selain si Bayangan Iblis, engkau
akan menghadapi musuh lain, yaitu kakanda Souw Cun dan kaki
tangannya." Liong-li tersenyum. "Saya tidak khawatir, Pangeran. Sudah
terbiasa saya oleh kepungan orang-orang yang menjadi hamba
nafsu iblis, dan selalu saya dapat mengatasi mereka."
"Mudah-mudahan begitulah. Hanya pesanku, malam nanti,


Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

malam pertama engkau melakukan penyelidikan, engkau harus
berhati-hati. Bagaimanapun juga, aku takkan dapat tidur karena
gelisah sebelum engkau kembali ke kamar ini."
"Aihh, kalau begitu, malam nanti bukan saya saja yang
bergadang, akan tetapi paduka juga rupanya!" Liong-li berkelakar.
"Sebaiknya sekarang paduka tidur mengaso agar malam nanti
tidak terlalu payah."
"Dan engkau sendiri" Nanti malam engkau akan melakukan tugas
yang amat berat dan berbahaya! Engkaulah yang perlu
mengaso." Liong-li tersenyum. "Aku tidak pernah tidur siang, Pangeran. Dan
untuk memulihkan tenaga dan menguatkan tubuh, cukup dengan
samadhi beberapa jam saja sambil mengatur pernapasan."
311 "Kalau begitu, lakukanlah samadhimu, dan aku akan tiduran
sambil membaca kitab."
Liong-li tidak sungkan-sungkan lagi, melepaskan sepatunya dan
naik ke atas pembaringan, lalu duduk bersila dan mengatur
pernapasan. Pangeran Souw Han sendiri lalu membawa kitab
sajak dan membaca kitab sambil rebahan di atas lantai yang
bertilamkan permadani dan ditambah dengan beberapa buah
bantal. Mereka hanya berhenti ketika dua orang dayang mengetuk pintu
kamar dan mengantar hidangan makan siang. Kemudian mereka
melanjutkan kesibukan masing-masing dan sampai hari menjadi
malam, sedikitpun juga sang pangeran tidak pernah mengganggu
Liong-li, baik dengan perbuatan, kata-kata bahkan dengan
pandang mata sekalipun. Dan kembali ada perasaan penasaran dan kecewa di dalam hati
Liong-li. Ia merasa seperti menjadi sebuah kursi atau meja
kembali. Sebuah kitab sajak agaknya jauh lebih menarik bagi
pamgeran itu dari pada dirinya! Sungguh keterlaluan!
"Y" Malam tiba. Sejak sore tadi, sejak mereka makan malam
bersama, sang pangeran sudah nampak gelisah dan berulang
kali dia memperingatkan Liong-li agar berhati-hati. Kemudian,
setelah mendekati tengah malam, Liong-li mengenakan pakaian
serba hitam, menutupi pula mukanya dengan saputangan hitam,
tidak lupa membawa Hek-liong-kiam yang disembunyikan di balik
jubah hitam. 312 Melihat dandanan wanita itu, Pangeran Souw Han memandang
dengan kagum, akan tetapi juga dengan sinar mata gelisah.
"Engkau nampak gagah sekali, enci Cu, dan....... dan
mengerikan. Kuharap engkau dapat segera menyelesaikan
penyelidikanmu dan kembali ke kamar ini dengan selamat."
"Tenangkanlah hati paduka dan tidurlah, Pangeran. Paling lambat
besok pagi-pagi sebelum matahari terbit saya sudah akan
kembali ke sini." "Engkau keluar melaksanakan tugas yang berat, menghadapi
ancaman bahaya dan aku disuruh tidur enak-enak di sini"
Bagaimana mungkin, enci Cu?"
"Akan tetapi, bukankah biasanya setiap malam paduka juga tidur
seorang diri di sini dan tidak pernah gelisah?"
"Ketika itu belum ada engkau di sini enci Cu. Sudahlah, harap
engkau berhati-hati dan aku ikut mendoakan."
"Terima kasih, Pangeran. Aku pergi!" kata Liong-li yang sudah
membuka daun jendela, dan sekali berkelebat, ia sudah lenyap
dari depan pangeran itu, seperti seekor burung terbang saja lewat
jendela yang terbuka. Pangeran Souw Han terbelalak, sejenak hanya melongo
memandang ke arah jendela, lalu menarik napas panjang dan
menutupkan kembali daun jendela. Sudah sering dia melihat
jagoan-jagoan istana bermain silat dan memamerkan kelihaian
mereka, akan tetapi baru sekarang dia melihat ada gadis dapat
menghilang begitu saja dari depan matanya.
313 Dengan gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang sudah
mencapai tingkat tinggi sekali, Liong-li melompat ke luar jendela
dan langsung saja tubuhnya melayang ke atas genteng, Begitu
kedua kakinya menginjak genteng bangunan, ia mendekam dan
sepasang matanya yang tajam menyapu keadaan sekelilingnya.
Sunyi dan cuacanya remang-remang karena bulan sepotong
sudah naik tinggi. Setelah merasa yakin bahwa tidak ada orang di atas genteng
bangunan-bangunan besar di kompleks istana itu, ia lalu
mengeluarkan sehelai saputangan hitam dan ditutupnya mukanya
bagian bawah. Hanya dahi yang putih halus dan sepasang mata
yang tajam mencorong saja yang nampak dan ia sengaja
membiarkan sebagian anak rambut menutupi dahi. Takkan ada
orang yang mengenal wajahnya sekarang.
Bagaikan seekor burung walet saja, Liong-li meronda di atas atap
kelompok rumah besar itu. Tubuhnya berkelebat dan karena ia
memakai pakaian hitam, maka gerakannya sukar diikuti pandang
mata, apa lagi dari bawah.
Setiap kali meloncat dari satu ke lain wuwungan, ia mendekam
dan mengintai sampai puluhan menit lamanya. Hawa udara
malam itu dingin sekali, akan tetapi tidak dirasakan oleh Liong-li.
Ia mengintai dan menanti dengan penuh kesabaran. Beberapa
kali ia mendengus lirih dan mengomeli diri sendiri karena
pikirannya selalu teringat kepada Pangeran Souw Han! Gila
benar, ia sudah tergila-gila kepada pangeran itu!
314 Bukan main pangeran itu, dan kalau dipertimbangkan, tidak bisa
ia terlalu menyalahkan perasaannya yang tertarik kepada
pangeran itu. Baru pertama kali berjumpa, melihat wajahnya yang
tampan, sikapnya yang halus dan sopan, budi bahasanya yang
lembut itu saja sudah membuat ia kagum. Ketika mereka lebih
dekat, ia mendapat kenyataan bahwa bukan itu saja kelebihan
pangeran ini. Juga seorang sasterawan, seorang seniman, dan
baik budi, ramah dan penuh perhatian! Betapa mudahnya
membiarkan hati ini jatuh cinta kepada Pangeran Souw Han, ia,
melamun. Huh, engkau bertugas, menghadapi urusan penting yang
berbahaya, bukan waktunya untuk melamunkan yang mulukmuluk dan yang mesra-mesra! Demikian ia menegur diri sendiri
dan kembali perhatiannya ia tujukan ke luar, pandang matanya
mengamati dengan tajam keadaan sekelilingnya.
Tiba-tiba jantungnya berdebar. Sesosok bayanpan berkelebat
jauh di depan sana, di atas wuwungan atap bangunan lain.
Sekarang saatnya menangkap Si Bayangan lblis, pikirnya dan
dengan mengerahkan gin-kangnya, Liong-li meloncat dan berlari
cepat dengan loncatan-loncatan jauh menuju ke atap itu.
Bayangan hitam itu agaknya hendak membuka genteng untuk
melakukan pengintaian ke bawah. Terkejutlah bayangan itu ketika
tiba-tiba ada angin menyambar dan sebuah tangan meluncur ke
arah pundaknya. Akan tetapi, ternyata bayangan itu memiliki
gerakan yang cepat. 315 Tubuhnya sudah telentang dan bergulingan, lalu meloncat berdiri
dan memasang kuda-kuda yang kokoh kuat. Dia seorang yang
tubuhnya tinggi besar, pakaian serba hitam dan mukanya tertutup
topeng merah yang ada dua lubang kecil untuk matanya.
Sejenak Liong-li dan orang itu berdiri saling pandang. Sepasang
mata di balik kedok itu mencorong pula seperti mata Liong-li.
Kemudian, tanpa mengeluarkan suara, bayangan hitam berkedok
itu menerjang ke arah Liong-li.
Dalam cuaca yang remang-remang itu, Liong-li masih dapat
melihat kilauan sebatang pedang yang menusuk perutnya. Iapun
mengelak dengan loncatan ke samping dan begitu sebelah
kakinya turun ke atas genteng, kaki yang lain sudah melayang
dengan tendangan layang ke arah kepala lawan! Orang itu
terkejut, namun dapat pula mengelak.
Melihat gerakan orang, Liong-li maklum bahwa lawannya cukup
lihai, namun tidak cukup untuk membuat ia harus mencabut
pokiamnya (pedang pusakanya). Kalau tidak perlu sekali, ia tidak
akan mencabut Hek-liong-kiam, karena sekali dicabut, ada
kemungkinan lawan akan mengenal pedang itu dan sekali
pedangnya dikenal, maka dirinyapun pasti akan dikenal sebagai
Hek-liong-li! Iapun mendesak dengan pukulan dan tendangan di
antara kilatan pedang lawan.
Bayangan hitam yang tinggi besar itu agaknya tidak begitu
bernafsu untuk berkelahi terus. Memang besar bahayanya kalau
berkelahi terlalu lama di atas wuwungan, karena tentu akan
316 menarik perhatian para penjaga keamanan dan kalau mereka
melihatnya, tentu keadaan menjadi berbahaya.
Dengan gerakan cepat dan kuat sekali, tiba-tiba pedang itu
menyambar dengan ganasnya ke arah leher Liong-li. Pendekar
wanita ini terkejut. Ini merupakan serangan yang amat
berbahaya, maka terpaksa ia melempar tubuh ke belakang sambil
meloncat dan berjungkir balik sampai tiga kali sebelum tubuhnya
turun kembali ke atas genteng. Akan tetapi, ketika ia sudah turun,
dilihatnya lawannya tadi melarikan diri dengan cepat ke arah
timur. Iapun mengejar sambil mengerahkan ginkangnya. Akan tetapi
bayangan itu lenyap di balik pagar tembok yang memisahkan
istana bagian pria dengan istana bagian wanita. Bayangan itu
datang dari balik pagar, dari istana bagian wanita! Sejenak ia
berdiri termenung. Siapakah bayangan itu" Seorang wanitakah"
Akan tetapi tubuhnya begitu tinggi besar! Iapun teringat akan
keterangan Pangeran Souw Han bahwa Permaisuri mempunyai
banyak jagoan yang lihai!
Ia lalu berloncatan lagi dan bersembunyi di balik sebuah
wuwungan yang tinggi sambil mengenang peristiwa yang baru
saja terjadi. Mungkin seorang anak buah permaisuri, pikirnya.
Bagaimanapun juga, harus dicatat bahwa ada orang
mencurigakan di bagian puteri. Bukan tidak mungkin pemimpin
gerombolan, yaitu Kwi-eng-cu, berada di bagian puteri, mungkin
sang permaisuri sendiri! Siapa tahu"
317 Kini ia mendekam di atas wuwungan tempat tinggal Pangeran
Souw Cun. Ia sudah mempelajari letak tempat tinggal para
pangeran dari Pangeran Souw Han, maka kini ia dapat
mengetahui bahwa ia berada di atas atap bangunan tempat
tinggal Pangeran Souw Cun.
Dengan sabar ia mendekam dan mengintai di situ. Akhirnya,
lewat tengah malam, dia melihat sesosok bayangan meloncat
keluar dari dalam bangunan itu! Sekali ini, bayangan yang juga
berpakaian serba hitam, bertubuh tegap tidak begitu tinggi, akan
tetapi juga mukanya ditutup kedok yang berwarna hitam pula
walaupun berbeda modelnya dengan yang tadi.
Liong-li cepat menyergap untuk menangkapnya. Karena ia
muncul dengan tiba-tiba dan penuh perhitungan karena tidak mau
gagal lagi, Liong-li berhasil mencengkeram pundak orang itu.
"Ihhh......!" Liong-li berseru lirih saking kagetnya ketika jari-jari
tangannya bertemu dengan pundak yang keras dan licin seperti
besi sehingga cengkeramannya hanya merobek baju dan
meleset! "Ahhhh.......!" Orang itu agaknya juga terkejut dan kakinya
menendang ke arah perut Liong-li. Namun Liong-li kini
mengerahkan tenaga dan sengaja menangkis untuk mengukur
tenaga lawan. "Dukkk......!" Orang itu kembali mengeluarkan seruan kaget dan
tubuhnya terhuyung ke belakang. Akan tetapi dia sudah meloncat
ke balik wuwungan dan ketika Liong-li cepat mengejar, bayangan
itu sudah lenyap, mungkin turun kembali ke dalam bangunan itu!
318 Liong-li termenung sejenak! Orang itu jelas bukan yang pertama
tadi, akan tetapi juga amat lihai! Kalau yang pertama tadi
menghilang di balik tembok istana bagian puteri, kini orang kedua
ini menghilang ke dalam bangunan tempat tinggal Pangeran
Souw Cun! Hemm, siapakah di antara mereka itu Kwi-eng-cu"
Ataukah hanya anak buah saja" Siapakah yang memiliki peran
dalam urusan rahasia Si Bayangan Iblis ini" Sang Permaisuri
ataukah Pangeran Souw Cun"
Kembali Liong-li melakukan perondaan dan pengintaian, Namun,
tidak ada sesuatu terjadi, tidak ada bayangan hitam muncul.
Ketika dari atas wuwungan ia melihat di ufuk timur sana ada
cahaya merah sang matahari, masih amat lembut, ia mengambil
keputusan untuk kembali ke tempat tinggal Pangeran Souw Han
sebelum fajar menyingsing. Akan tetapi tiba-tiba ia menyelinap ke
balik wuwungan. Dari arah barat nampak sesosok bayangan hitam, berlari cepat
sekali, berloncatan dari wuwungan ke wuwungan yang lain. Kini
bayangan itu tubuhnya tinggi kurus, berbeda pula dengan yang
tadi. Liong-li tidak menyerang, hanya berniat membayangi. Akan
tetapi, bayangan yang satu inipun, lihai sekali. Agaknya tahu
bahwa ada orang yang membayanginya, maka tiba-tiba saja
tubuhnya meluncur ke arah Liong-li yang membayangi sambil
bersembunyi dan menyelinap di bilik wuwungan, Tiba-tiba si
bayangan hitam yang tinggi kurus sudah menerjangnya dari atas
seperti seekor burung garuda!
"Hemm.......!" Liong-li menyambut pukulan kedua tangan terbuka
itu dengan kedua tangannya sendiri yang juga dibuka.
319 "Dessss.......!"Akibatnya, tubuh Liong-li terjengkang dan untung ia
masih mampu berjungkir balik sehingga tidak terbanting! Akan
tetapi lawannya yang tadi menyerangnya dari atas juga terpental
ke belakang dan seperti juga Liong-li, orang tinggi kurus ini
berjungkir balik dan dapat hinggap di atas genteng tanpa cidera.
Keduanya sejenak saling pandang dari balik topeng, kemudian
orang tinggi kurus itu, menggerakkan kedua tangan. Bendabenda kecil hitam menyambar ke arah tubuh Liong-li, dari kepala
sampai kaki! Pendekar ini kembali terkejut dan maklum betapa berbahayanya
senjata-senjata rahasia yang menyambar dengan cepat itu. Iapun
menggunakan keringanan tubuhnya untuk mengelak dengan
loncatan ke samping, akan tetapi tangannya menyambar, dan ia
berhasil menangkap sebuah benda hitam yang ternyata hanyalah
pecahan genteng! Senjata seperti ini dapat dipergunakan setiap orang dan tidak
dapat ia jadikan bukti untuk kelak mengenal siapa lawannya." Ia
melihat tubuh lawan sudah melayang menjahuinya. Dengan
gemas ia lalu menggerakkan tangan, mengembalikan "senjata
rahasia" itu ke arah pemiliknya. Lalu ia mengejar.
Ternyata orang ketiga ini malah lebih lihai dibandingkan dua
orang pertama. Tanpa menoleh, sambil tetap berlari, ia
menjulurkan tangan ke belakang dan menangkis pecahan
genteng yang menyambarnya. Liong-li mengejar terus dan
melihat orang itu lenyap di balik wuwungan sebuah bangunan,
yang ia tahu adalah tempat tinggal Pangeran Kim Ngo Him, yaitu


Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seorang di antara mantu kaisar!
320 Liong-li tertegun. Malam ini ia bertemu tiga orang yang lihai dan ia
tahu bahwa di istana ini berkeliaran banyak jagoan yang lihai,
orang-orang berkedok yang penuh rahasia. Akan tetapi ia tidak
tahu yang mana Si Bayangan Iblis dan di mana sembunyinya.
Betapapun juga, ia merasa puas karena malam pertama ini ia
dapat bertemu dengan tiga orang berkedok yang melarikan diri ke
arah tiga tempat yang berlainan. Iapun cepat pulang dengan cara
menyelinap ke sana-sini dan yakin bahwa tidak ada orang yang
tahu ketika ia melayang turun ke tempat tinggal Pangeran Souw
Han. Ia membuka daun jendela tanpa menimbulkan suara,
meloncat ke dalam dengan hati-hati agar tidak mengejutkan
Pangeran Souw Han yang ia tahu pasti masih tidur nyenyak.
"Enci Cu.......! Akhirnya engkau kembali juga......!"
"Ehhh......" Liong-li melepas sapu tangan dari mukanya dan
memandang kepada pangeran itu dengan mata terbelalak.
Kiranya pangeran itu masih duduk di atas lantai dengan sebuah
kitab di tangannya. "Pangeran, sepagi ini paduka sudah bangun
dari tidur?" Pangeran itu tersenyum. Masih ada kegelisahan yang bersisa di
sudut matanya, namun senyumnya cerah, wajahnya membayangkan kegembiraan. "Enci Cu, bagaimana mungkin aku
dapat tidur" Semalam suntuk aku gelisah menanti-nanti
kembalimu!" "Aduh, pangeran! Paduka bergadang pula semalam suntuk?" Ada
rasa haru dan gembira menyelinap di dalam hati wanita itu.
321 Bagaimana hatinya tidak akan terharu dan bangga, juga gembira
melihat kenyataan betapa pangeran yang ganteng ini begitu
mengkhawatirkan dirinya sehingga semalam suntuk tidak tidur
untuknya dan selalu mengharapkan kembalinya" Ini hanya
mempunyai satu arti, yaitu bahwa Pangeran Souw Han
mencintanya! Pangeran itu agak tersipu. "Sudah kuusahakan untuk
memejamkan mata, namun sia- sia. Bahkan membacapun tidak
dapat kucerna, karena pikiran ini selalu membayangkan engkau
berada dalam ancaman bahaya besar. Enci Cu, kini hatiku
demikian lega dan aku merasa lelah dan mengantuk sekali."
"Pangeran, paduka harus tidur. Kasihan sekali, tidurlah di atas
pembaringan itu, pangeran, dan saya......." Liong-li tersenyum dan
menghentikan ucapannya, lalu menghampiri.
Pangeran itu telah tertidur! Tertidur dengan tarikan napas yang
halus dan mulutnya masih mengembangkan senyum, tangannya
masih memegang sebuah kitab. Dengan lembut, Liong-li
mengambil kitab yang hampir terlepas di tangan kiri itu, lalu
mengambil selimut dari atas pembaringan karena hawa udara
yang dingin menembus ke dalam kamar, lalu dengan hati-hati ia
menyelimuti tubuh pangeran itu dari kaki sampai ke leher.
Melihat betapa pangeran itu tidur pulas sekali, dan kepalanya
tidak berbantal, ia lalu mengambil sebuah bantal dari
pembaringan, dan dengan hati-hati ia memasukkan lengan kiri ke
bawah leher sang pangeran, mengangkat kepala itu dan
mendorongkan bantal ke bawah kepala. Kepala yang berada di
322 rangkulan lengan kiri itu ketika ia angkat, berada dekat sekali
dengan mukanya. Maka pangeran itu nampak demikian tampan,
demikian lembut. Perasaan haru dan mesra menyelinap di dalam hati Liong-li
membuat ia makin menunduk dan hampir ia mencium pipi atau
bibir itu. Akan tetapi, keteguhan hatinya bergerak menolak dan
menentang. Ia memejamkan mata, menarik napas panjang!
Ia perlahan-lahan menurunkan kepala itu ke atas bantal, lalu
cepat-cepat ia bangkit berdiri. Dadanya masih tergetar oleh
gairah dan ia cepat melangkah mundur. Ia tidak boleh berada di
sini selagi sang pangeran tidur, bukan saja ia tidak mau
mengganggu pangeran yang kelelahan dan kurang tidur itu, juga
ia menganggap terlalu berbahaya. Ia juga takkan dapat
beristirahat kalau berada di kamar itu, harus selalu berjuang
melawan gairah nafsunya sendiri.
Setelah memandang sekali lagi ke arah wajah itu dan tersenyum,
dengan pandang mata menjadi lembut mengandung kasih
sayang. Liong-li berganti pakaian dan meninggalkan kamar itu,
menutupkan pintunya perlahan dan iapun pergi ke ruangan para
dayang. Pagi itu lima orang dayang telah terbangun dan sedang sibuk
bekerja. Ada yang menyiapkan sarapan pagi untuk pangeran, ada
yang mencuci pakaian, membersihkan lantai, membersihkan
semua perabot rumah, menyapu pekarangan dan sebagainya.
Melihat sang "selir" pangeran sudah terbangun sepagi itu, mereka
merasa heran, akan tetapi menyambut majikan baru ini dengan
323 hormat dan ramah. Mereka menghaturkan selamat pagi dan
menawarkan sarapan pagi, tidak tahu apakah selir pangeran itu
akan sarapan pagi hersama pangeran nanti kalau sudah bangun
tidur, atau makan pagi sendirian.
"Aku ingin sarapan di sini saja, beberapa butir telur dan bubur,
dan air teh panas. Juga tolong sediakan air hangat, aku ingin
mandi. Pangeran masih tidur, harap jangan membuat gaduh
dekat kamar." Liong-li mandi air hangat dan merasa segar kembali walaupun
semalam ia tidak tidur sama sekali. Dan sarapan itu membuat
kekuatan tubuhnya pulih, akan tetapi sehabis makan, datanglah
rasa kantuk. Selagi ia berniat untuk kembali ke kamar dan melepas kantuknya,
tiba-tiba muncul Pangeran Souw Cun bersama dua orang
pengawalnya, dua orang laki-laki berusia empatpuluh tahunan
yang berpakaian ringkas dan bertubuh tegap.
Lima orang dayang tentu saja terkejut dan mereka segera
memberi hormat dengan membungkuk hampir berlutut. Akan
tetapi Souw Cun tidak memperdulikan mereka, melainkan
memandang kepada Liong-li yang sedang duduk. Sikapnya tidak
seperti kemarin, ramah gembira. Kini wajahnya berkerut marah.
"Nah ini ia orangnya! Tangkap ia!" perintahnya kepada dua orang
pengawal. Agaknya ia sudah memberitahu kepada dua orang
pengawalnya bahwa yang akan ditangkap adalah seorang wanita
yang memiliki kepandaian tinggi, agar mereka berdua berhatihati.
324 Kini melihat bahwa yang harus mereka tangkap itu seorang
wanita yang cantik dan lembut, dua orang pengawal itu saling
pandang dan merasa heran. Akan tetapi mereka tidak berani
melanggar perintah majikan mereka dan sekali meloncat mereka
sudah berada di kanan kiri Liong-li dan sekali menggerakkan
tangan mereka sudah menangkap lengan Liong-li. Cengkeraman
mereka itu kuat sekali. Kalau Liong-li menghendaki, tentu saja ia akan mampu membela
diri, bahkan merobohkan dua orang laki-laki itu, akan tetapi ia
tidak berani membocorkan rahasia dirinya, karena hal itu bukan
saja akan membahayakan dirinya sendiri, bahkan juga
membahayakan Pangeran Souw Han. Maka, biarpun
cengkeraman itu menyakitkan lengannya, ia tidak mau
mengerahkan tenaga sin-kang dan bahkan merintih kesakitan.
"Auhhh......, lepaskan...
Lepaskan saya!" ah, apa kesalahanku, Pangeran" Ketika merasa betapa tangan mereka mencengkeram sebuah
lengan yang lunak dan tidak bertenaga, dua orang pengawal itu
merasa heran dan tentu saja mereka segera mengendurkan
cengkeraman. Mereka adalah jagoan-jagoan, tentu saja merasa
malu kalau harus menggunakan kepandaian untuk menghadapi
seorang wanita yang lemah.
Hemm, engkau mata-mata busuk! Diam kau!" bentak Pangeran
Souw Cun kepada. Liong-li, kemudian mengangguk kepada dua
orang pengawalnya, "Bawa ia!"
325 Liong-li meronta dan pura-pura ketakutan, namun dua orang
pengawal itu menarik dan setengah menyeretnya pergi dari situ,
diikuti oleh Pangeran Souw Cun. Diam-diam Liong-li merasa
girang karena ia mengharapkan terbongkarnya rahasia Kwi-engcu. Apakah pangeran congkak ini yang memegang peran dalam
rahasia Si Bayangan Iblis"
Ia tentu akan tahu nanti. Ia tidak khawatir karena kalau tiba saat
terakhir, di mana nyawanya terancam, tentu ia akan
memberontak dan membela diri. Bahkan sekarangpun kalau ia
mau, ia dapat menjerit dan tentu Pangeran Souw Han akan
menolongnya. Akan tetapi ia sengaja tidak menjerit, pura-pura
tidak berani menjerit seperti halnya lima orang dayang itu. Belum
saatnya ia membutuhkan pertolongan Pangeran Souw Han.
Liong-li dibawa ke dalam tempat tinggal Pangeran Souw Cun,
dan ketika mereka memasuki ruangan dalam, dua orang
pengawal itu mendorongnya masuk. Dorongan itu cukup kuat dan
Liong-li terpaksa harus pura-pura tersungkur ke atas lantai
ruangan itu, merintih dan mengaduh.
"Heh-heh-heh, nona. Tidak perlu lagi bermain sandiwara seperti
itu, heh-heh!" terdengar suara parau.
Liong-li pura-pura terkejut ketakutan, mengangkat mukanya dan
memandang dalam keadaan masih terduduk di atas lantai.
Kiranya di dalam kamar itu terdapat seorang laki-laki tua berusia
enampuluh tahun lebih, berpakaian seperti seorang sasterawan.
Tubuhnya tinggi kurus dan agak bongkok. Kakek ini adalah Bouw
326 Sian-seng, yaitu guru yang mengajarkan sastera kepada
Pangeran Souw Cun. "Heh-heh, Pangeran. Ia hanya pura-pura. Jangan paduka terkena
tipuannya, heh-heh!" katanya lagi.
Kini dia sudah bangkit berdiri dan menggerak-gerakkan kedua
tangan yang berlengan lebar itu. Pakaiannya mewah, bahkan ada
hiasan emas pada kancing bajunya, dan juga pada rambutnya.
Akan tetapi Liong-li melihat betapa kumis dan jenggot orang ini
kotor dan tidak terawat baik, tanda bahwa di balik kemewahan
pakaian itu, sebenarnya dia seorang yang jorok.
"Ketika pertama kali bertemu, akupun sudah menduga begitu,
Sian-seng. Ia tentu berbahaya sekali, sudah berhasil
menyelundup ke istana!" Pangeran itu kini duduk di atas kursi,
dan dua orang pengawalnya berdiri di belakangnya, siap
membela majikan mereka. Hanya ada empat orang, pikir Liong-li
yang masih menangis lirih. Dua orang pengawal itu tidak ada
artinya baginya. Yang perlu dihadapi dengan hati-hati adalah
pangeran itu sendiri dan agaknya kakek inipun menyembunyikan
keadaan dirinya yang sebenarnya.
Ia mengingat-ingat siapakah gerangan kakek ini, apakah seorang
tokoh kang-ouw, tokoh dunia sesat" Ia tidak pernah bertemu
dengan kakek ini. Dia inikah yang menjadi dalang keributan Si
Bayangan Iblis itu" Semua kemungkinan ada selama rahasia itu
belum dapat ia pecahkan. "Sudah, tidak perlu berpura-pura menangis, pura-pura sebagai
seorang wanita lemah!" bentak Pangeran Souw Cun. "Hayo
327 mengaku saja terus terang siapa engkau sebenarnya, dan apa
maksudmu menyelundup ke dalam istana?"
Dengan air mata bercucuran, Liong-li mengangkat muka
memandang pangeran itu. "Saya..... hamba...... tidak mengerti
apa maksud paduka..." Hamba bernama Siauw Cu, hamba
tadinya seorang dayang Yang Mulia Permaisuri...... hamba lalu
diberikan kepada Pangeran Souw Han..... hamba hanya
melaksanakan perintah.... dan semua sudah paduka ketahui....."
"Bohong!" Pangeran Souw Cun membentak marah. "Semua itu
bohong! Engkau tentu mata-mata yang diselundupkan ke sini!"
"Hamba tidak berbohong......!"
"Heh-heh, ia memang pandai bersandiwara, Pangeran. Tentu ada
hubungannya dengan gadis yang bekerja di dapur istana itu.......
heh-heh......" Diam-diam Liong-li terkejut. Kakek bongkok itu ternyata cerdik
sekali. Menghubungkan ia sebagai dayang dengan gadis di dapur
yang tentu dimaksudkan Akim, gadis penyamarannya pula.
"Hayo katakan, engkau tentu mengenal. Akim, gadis pelayan di
dapur itu, bukan?" "Hamba tidak...... tidak tahu, hamba tidak mengenal siapapun di
dapur istana." 328 "Heh-heh-heh, Pangeran, tidak ada cara yang lebih manjur untuk
memaksa seorang wanita muda mengaku dosanya dari pada
mengancamnya dengan perkosaan!"
"Hayo mengaku kau! Kalau tidak, aku akan menyuruh beberapa
orang pengawalku untuk memperkosamu bergiliran!" bentak pula
Pangeran Souw Cun, lalu dia menghampiri Liong-li, tangannya
meraih dan mencengkeram baju wanita itu di bagian dada. Liongli mempertahankan bajunya, berlagak ketakutan.
"Jangan, Pangeran...... ah, jangan......!"
Pangeran Souw Cun mengerahkan tenaga menarik baju itu
dengan sentakan kuat. "Brett......!" Baju itupun robek dan
nampaklah dada Liong-li yang sengaja tidak mempertahankan
bajunya. Ia hanya dapat menangis dan menutupi dada dengan
kedua tangannya, menarik-narik baju yang terobek itu untuk
menutupi dadanya yang terbuka.
"Ampun, Pangeran. Jangan perkosa saya...... ah, mengapa
paduka melakukan ini kepada hamba" Hamba sudah menjadi
selir Pangeran Souw Han, beliau amat mencinta hamba...... dan
hamba bekas dayang kesayangan Yang Mulia Permaisuri. Kalau
hamba diperkosa di sini, kalau hamba dibunuh, tentu Pangeran
Souw Han dan Permaisuri akan marah sekali......, jangan hamba
yang tidak berdosa ini disiksa......"
Pangeran Souw Cun bermain mata dengan Bouw Sian-seng.
Kakek itu memberi isyarat dengan gelengan kepala. Mereka
berdua tahu betapa benarnya ucapan wanita itu.
329 Kalau sampai ia diperkosa atau dibunuh, tentu akan mereka
hadapi akibatnya yang cukup hebat dan menambah kacau
keadaan. Tentu Pangeran Souw Han akan marah sekali, juga
permaisuri takkan tinggal diam. Hal itu amat merugikan.
"Huh, siapa yang mau memperkosa seorang mata-mata, seorang
wanita palsu seperti engkau" Aku hanya ingin memberi hajaran
agar engkau mengaku!" Lalu kepada dua orang pengawalnya,
Pangeran Souw Cun berkata, "Hajar ia dengan sepuluh kali


Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cambukan!" Dua orang pengawal yang sudah biasa bertindak sebagai algojo
itu cepat maju. Seorang dari mereka memaksa Liong-li untuk
berlutut dan bertiarap dengan punggung dan pinggul telanjang,
dan seorang lagi lalu mengayun sebatang cambuk.
"Tarrr......!" Pecut panjang itu untuk pertama kali menyambar dan
menyengat punggung Liong-li.
Nampak guratan merah pada kulit yang putih mulus itu. Liong-li
menjerit dan merintih kesakitan. Akan tetapi cambuk itu
menyambar lagi, dua kali, tiga kali, mengenai pinggul, punggung
sampai lima kali! Liong-li terkulai, dan Pangeran Souw Cun
mengangkat tangan. "Cukup!" Dan cambukan keenam tidak dilakukan. Punggung dan
pinggul yang berkulit putih mulus itu kini penuh jalur-jalur merah,
bahkan di sana-sini terluka, kulitnya pecah berdarah.
"Engkau masih belum mau mengaku siapa dirimu sebenarnya
dan siapa yang memperalat kamu menjadi mata-mata. Kalau
330 tidak mau mengaku, akan kusuruh cambuk lagi sampai engkau
mampus!" kata Pangeran Souw Cun, kini kata-katanya tidak
"terpelajar" lagi, melainkan kasar.
Liong-li tidak bermain sandiwara kalau ia menyeringai kesakitan.
Memang bukan main nyerinya dicambuki seperti itu. Perih, panas
dan rasa nyeri hampir tak tertahankan. Ia menggeleng kepala.
"Hamba tidak bohong, hamba Siauw Cu....... dayang
permaisuri....... selir Pangeran Souw Han......."
"Heh-heh, Pangeran. Saya mempunyai cara lain yang membuat
ia harus mengaku. Ia tidak akan dapat menahan rasa nyerinya!"
Terbongkok-bongkok Bouw Sian-seng menghampiri Liong-li, lalu
menjambak rambut pada pelipis kanan kiri dengan kedua
tangannya. "Nona, kalau engkau tidak mau mengaku, akan kucabut rambut
ini dari pelipismu sampai kulitnya terkupas! Katanya sambil
menyeringai dan dia mulai menarik rambut di kedua pelipis itu.
Liong-li terbelalak saking nyerinya. Kiut miut rasanya, rasa nyeri
yang menyengat sampai ke ubun-ubun kepalanya. Hampir saja ia
menggerakkan tangan. Sekali pukul saja tentu ia akan dapat
membunuh kakek yang menyiksanya ini. Akan tetapi belum
saatnya. Ia tahu bahwa kakek itu hanya menggertak. Pelipisnya
tidak akan robek. Mereka tidak akan berani membunuhnya.
"Saya...... saya tidak..... tidak bohong......."
"Kanda Souw Cun......!" Tiba-tiba terdengar teriakan di luar pintu.
331 Mendengar ini, Bouw Sian-seng cepat melepaskan rambut di
kedua pelipis Liong-li dan pendekar wanita inipun jatuh terkulai,
merintih lirih, akan tetapi hatinya lega bukan main mendengar
suara Pangeran Souw Han di pintu.
"Nah, dia datang......" bisik Souw Cun, pangeran yang kini
berbalik merasa khawatir.
"Katakan saja ia kurang ajar terhadap paduka, memandang
rendah......" bisik Bouw Sian-seng.
Daun pintu kamar itu didorong dari luar dan masuklah Pangeran
Souw Han dengan muka pucat. Dia segera melihat Liong-li yang
mendekam di atas lantai dengan tubuh bagian belakang telanjang
dan berdarah. "Ya Tuhan! Kanda Souw Cun, apa yang kaulakukan ini" Siauw
Cu......!" Pangeran Souw Han menubruk dan merangkul Liong-li.
Wanita ini menangis tersedu-sedu.
"Pangeran......."
Pangeran Souw Han menanggalkan baju luarnya dan
menyelimuti tubuh Liong-li dengan jubahnya, menariknya bangkit
berdiri. Dengan lunglai wanita itu bersandar kepadanya dan
Pangeran Souw Han merangkulnya, kemudian Pangeran Souw
Han kembali memandang Pangeran Souw Cun dengan mata
bernyala karena marah. "Kanda Souw Cun, apa artinya ini" Engkau..... engkau sudah
berani menghinaku! Siauw Cu ini selirku, kenapa engkau berani
332 menangkapnya dan...... dan apa yang kaulakukan kepadanya ini"
Jawab! Kenapa" Atau kulaporkan kepada Ibunda Permaisuri,
kepada Sribaginda?" Dan sinar matanya yang penuh kemarahan itu juga memandang
kepada Bouw Sian-seng yang berdiri agak jauh sambil
menundukkan mukanya. Dua orang pengawal Pangeran Souw
Cun juga diam seperti patung. Mereka tidak merasa khawatir
karena mereka hanyalah pelaksana perintah Pangeran Souw
Cun. Pangeran Souw Cun tersenyum. "Adikku. yang baik, jangan salah
paham. Aku sama sekali tidak bermaksud menghinamu. Akan
tetapi sudah kuperingatkan engkau. Wanita ini..... ia bersikap
kurang ajar kepadaku, bahkan ia berani merayuku......"
"...... tidak benar, Pangeran.....!" Liong-li Membantah.
"Ha-ha-ha, tentu saja ia ingkar dan tidak berani mengaku. Akan
tetapi, Bouw Sian-seng, ini dan dua orang pengawalku menjadi
saksinya!" Souw Han menegakkan kepalanya. Kalau dia melaporkan kepada
Permaisuri dan Kaisar tentu akan terjadi heboh, dan kakak tirinya
yang licik ini dapat mengajukan tiga orang itu sebagai saksi dan
dia akan tersudut. "Hemm, kanda Souw Cun. Aku mengenal selirku, ia tidak
mungkin berani berbuat seperti itu! Siauw Cu, katakan, apa yang
telah dilakukan kanda Souw Cun kepadamu! Engkau tidak......
tidak dihina, di...... nodai, bukan" Aku tidak terima begitu saja!"
333 Liong-li maklum bahwa Pangeran Souw Han marah sekali. Tidak
baik kalau dibiarkan begini. Berbahaya sekali bagi pangeran yang
disayangnya itu. "Tidak, Pangeran..... saya....... saya hanya dicambuk... lima kali!"
kata Liong-li lirih. "Mana orangnya yang mencambukmu?"
Liong-li memandang kepada dua orang pengawal yang masih
berdiri tegak. "Mereka itu" Jahanam busuk, kalian harus menerima
pembalasan!" Pangeran Souw Han mengambil cambuk yang
masih terletak di situ, lalu menggunakan cambuk itu untuk
mencambuki dua orang pengawal.
Dua orang pengawal itu tidak berani melawan, bahkan tidak
berani mengelak, terpaksa menerima cambukan-cambukan dari
pangeran yang sedang marah dan mengamuk itu. Sampai cabikcabik pakaian mereka dan ada jalur-jalur merah di muka mereka.
"Cukup dinda Souw Han! Selirmu dicambuk lima kali dan engkau
sudah membalas belasan kali!"
Souw Han melempar cambuk itu ke atas lantai. Mukanya merah
karena marah dan dia menuding kepada kakaknya dengan mata
melotot. "Untung bukan engkau yang mencambuki Siauw Cu, kanda Souw
Cun. Kalau engkau sekali pun, pasti akan kubalas! Tak seorang
334 pun boleh menghina Siauw Cu, berarti menghina aku. Kanda tahu
bahwa aku tidak pernah memusuhimu atau siapapun. Aku purapura tidak tahu saja akan segala kebusukkan yang terjadi di sini!
Aku tahu bahwa engkau juga bersaing memperebutkan
kekuasaan. Aku tidak perduli semua itu, akan tetapi mengapa
engkau berani mengganggu Siauw Cu?"
Liong-li melihat dari sudut matanya betapa Pangeran Souw Cun
bertukar pandang dengan Bouw Sian-seng. Ia tidak perlu melapor
kepada Pangeran Souw Han bahwa Bouw Sian-seng tadi
menyiksanya. Kakek itu berbahaya sekali.
"Adikku Souw Han. Engkau lebih memberatkan selirmu dari pada
kakakmu, aku" Aih, sudahlah. Maafkan. Kalau tadi aku
menghukumnya adalah karena aku merasa dihina, dan bukan
karena ia hanya seorang bekas dayang, seorang janda...... dan
ah, terus terang saja tadinya kami mencurigai selirmu ini. Kami
mengira bahwa ia seorang mata-mata yang menyelundup. Aku
melakukannya karena sayang kepadamu adikku.
"Kalau ia mata-mata yang menyelundup ke dalam istana dan
menipu Ibunda Permaisuri dan juga menipumu, bukankah itu
berbahaya sekali, dinda" Karena itu, hukuman cambuk tadi
sesungguhnya hanya untuk mengujinya, apakah ia seorang matamata berbahaya yang memiliki kepandaian tinggi dan berniat
jahat atau bukan." "Hemm, betapa kejamnya! Dan bagaimana kenyataannya" Lihat,
punggung selirku luka-luka berdarah! Dan ia sama sekali tidak
335 berdosa. Ia wanita pertama dan satu-satunya yang kucinta, dan
engkau menyuruh algojo-algojomu mencambukinya."
"Sudahlah, adinda yang baik. Aku sudah minta maaf, bukan" Ini
hanya kesalah pahaman saja. Biarlah lain hari aku memberi
hadiah untuk selirmu ini, untuk menyatakan penyesalan dan
maafku." . "Hemm......!" Pangeran Souw Han menggandeng lengan dan
merangkul pundak Liong-li lalu dipapahnya wanita itu keluar dari
situ, terus menuju ke tempat tinggalnya sendiri. Dia menyesal
sekali mengapa para dayangnya tadi terlambat membangunkannya. Para dayang itu tadi kebingungan melihat Liong-li ditangkap
Pangeran Souw Cun. Untuk melaporkan hal itu kepadanya,
mereka tidak berani karena tidak berani mengganggu dia yang
sedang tidur. Akhirnya, mereka itu setelah saling dorong, memberanikan diri
beramai-ramai memasuki kamarnya dan membangunkannya,
melaporkannnya. Dia terkejut sekali dan cepat berlari mengejar
ke tempat tinggal Pangeran Souw Cun. Namun sudah agak
terlambat. Liong-li telah dicambuk lima kali sampai leher,
punggung dan pinggulnya luka-luka!
Setelah Souw Han dan selirnya pergi, Pangeran Souw Cun
mengerutkan alisnya dan mengepal tinju. "Sialan, ternyata
perempuan itu orang lemah, bukan seorang perempuan yang
berbahaya seperti yang kita sangka!"
336 Bouw Sian-seng mengangguk-angguk. "Biarpun tadinya
mencurigakan, akan tetapi setelah kita menyiksanya, jelas bahwa
ia seorang yang lemah, sama sekali tidak melawan. Kita telah
salah sangka, Pangeran."
"Hemmm, justeru itu celakanya. Ia seorang perempuan biasa,
akan tetapi peristiwa ini mendatangkan bahaya baru yang hebat
dan yang mengancam kita! Aku khawatir sekali......!"
"Heh-heh-heh, paduka bersikap seolah-olah sudah tidak ada
hamba di sini, Pangeran. Apa yang menggelisahkan paduka,
katakan saja dan hamba yang akan membereskan!"
"Kaudengar tadi ucapan dinda Souw Han" Dia agaknya telah
mengetahui semua rahasiaku!"
"Beliau tadi sedang marah, Pangeran. Mungkin itu hanya
gertakan saja karena sedang marah."
"Hemm, dinda Souw Han bukan seorang yang suka bicara
bohong atau menggertak. Kalau dia bicara, tentu hal itu benar.
Sungguh tidak kuaangka, dia nampaknya tidak perduli dan tidak
memperhatikan, akan tetapi dia tahu semua rahasiaku. Ini
berbahaya sekali!" "Lalu, apa yang harus hamba lakukan, Pangeran?"
Pangeran Souw Cun mengerutkan alisnya dan menggeleng
kepala. "Jangan lakukan apa-apa, hal ini harus kupikirkan masakmasak lebih dulu. Orang seperti Souw Han lebih baik dijadikan
sekutu dari pada lawan. Dia disuka oleh semua pangeran,
337 termasuk aku. Dan ibunda Permaisuri juga amat suka kepadanya.
Sulit....... sulit biar kupikirkan masak-masak hal ini."
"Y" "Aih, kasihan sekali engkau, enci Cu.....!" kata Pangeran Souw
Han ketika dia memapah Liong-li memasuki kamarnya, disambut
oleh lima orang dayang yang memandang dengan mata
terbelalak dan hati tegang. Pangeran Souw Han memapah Liongli ke pembaringan. Akan tetapi, ketika pendekar wanita itu duduk,
ia mengeluh karena pinggulnya yang terkena lecutan tadi perih.
"Sakitkah, enci Cu"Engkau rebah dulu, aku akan memanggil
tabib......" Dia membantu Liong-li merebahkan diri, akan tetapi
begitu telentang, Liong-li merintih, lalu terpaksa miringkan
tubuhnya agar bagian yang luka-luka tidak terhimpit.
"Auhhhh......" "Kasihan engkau, kalau tidak bisa untuk telentang, engkau miring
atau telungkup, enci Cu. Aku akan memanggil tabib sekarang."
"Jangan, Pangeran. Tidak usah. Lebih baik keadaan saya ini tidak
diketahui orang luar, dan harap pesan kepada para dayang agar
merahasiakan peristiwa ini. Saya dapat mengobatinya sendiri,
saya mempunyai obat luka yang manjur......"
"Engkau benar, enci Cu. Akan kupanggil mereka semua."
Pangeran Souw Han bertepuk tangan lima kali dan
bermunculanlah lima orang dayang itu memasuki kamar.
338 "Kalian berlima harus melupakan semua yang terjadi tadi, dan
tidak menceritakan kepada siapapun juga. Peristiwa yang
menimpa nyonya muda tadi tidak pernah terjadi. Mengerti?"
"Hamba mengerti, Pangeran," kata mereka.
"Tolong disediakan air hangat-hangat kuku dalam sebuah panci
dan bawa ke sini......" kata Liong-li kepada mereka. Mereka izin
pergi dan menutup kembali daun pintu kamar.
"Terima kasih, Pangeran. Untung paduka cepat datang."
"Enci Cu, kenapa engkau membiarkan dirimu disiksa seperti itu"
Engkau seorang yang berilmu tinggi, kenapa tidak kau hajar saja
mereka itu?" Liog-li tersenyum. "Harap paduka ingat bahwa tugas saya adalah
melakukan penyelidikan, bukan mengamuk dan membuat kacau
di istana. Mereka agaknya mencurigai saya, kalau saya saya
memperlihatkan kepandaian, berarti rahasia saya akan terbuka.
Kini mereka akan menganggap saya seorang wanita biasa yang
lemah, dan tidak akan mengganggu saya lagi sehingga saya
dapat bekerja dengan baik tanpa dicurigai dan diawasi."
"Hemmm, tapi engkau membiarkan kulit punggung dan pinggulmu
pecah-pecah berdarah. Di mana obat luka itu?"
"Di dalam buntalan pakaian saya di almari, Pangeran. Biar saya
ambil sendiri dan akan saya obati setelah nanti air panas itu
tersedia......" Liong-li hendak bangkit, akan tetapi ia menyeringai
ketika bangkit duduk. Pangeran Souw Han cepat memegang
339 pundaknya dan dengan halus membantunya rebah miring
kembali. "Aih, enci Cu. Engkau terluka dan menderita nyeri. Biarlah aku
yang mengambilkan obat dalam buntalan itu."
"Terima kasih, Pangeran."
Pangeran Souw Han, mencari buntalan dalam almari,


Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membukanya dan atas petunjuk Liong-li dia mengeluarkan
sebuah bungkusan kertas di mana terdapat obat bubuk putih.
"Saya dapat mengobati sendiri luka-luka ini, Pangeran."
"Enci Cu, bagaimana mungkin engkau akan dapat mengobati luka
di punggung dan pinggulmu sendiri" Melihatnyapun tidak dapat.
Biar aku yang mengobati, enci Cu."
"Ah, Pangeran. Saya hanya membikin repot paduka saja......,"
kata Liong-li, akan tetapi di dalam hatinya ia memaki diri sendiri.
Engkau munafik! Sejak tadi ia sudah bersandiwara. Kalau di
depan Pangeran Souw Cun ia bersandiwara, hal itu ia lakukan
demi tugasnya, demi rahasia dirinya agar jangan terbongkar.
Akan tetapi setelah bersama Pangeran Souw Han, ia masih saja
sejak tadi bersandiwara. Luka-luka lecutan seperti itu saja bagi seorang pendekar wanita
seperti Liong-li, sedikitpun tidak ada artinya! Rasa nyeri seperti itu
saja tidak akan terasa olehnya. Jangankan sampai membuat ia
mengeluh dan merintih, berkedip pun tidak!
340 Ia sudah mengalami bahaya dan luka-luka yang lebih hebat lagi.
Akan tetapi bukan saja ia mengeluh dan merintih, juga ia purapura tidak dapat duduk dan tidak dapat rebah telentang!
Makin sering Pangeran Souw Han memandangnya dengan sinar
mata mengandung iba besar dan mulut mengacapkan kata-kata
"kasihan", rintihan yang keluar dari mulut Liong-li semakin
mengenaskan! Ia sendiri tidak mengerti mengapa ia berubah
demikian! Ingin rasanya ia menampar kepala sendiri, memaki diri
sendiri. "Jangan sungkan enci Cu. Nah, itu air hangatnya datang."
Seorang dayang, setelah mengetuk pintu dan diperbolehkan
masuk, membawa panci besar terisi air yang masih mengepulkan
uap. "Taruh di atas bangku ini, kemudian keluarlah dan jangan biarkan
siapapun masuk," kata Pangeran Souw Han yang sudah
mempersiapkan sebuah bangku dekat pembaringan. Dayang itu
menaruh panci di situ, kemudian memberi hormat dan pergi.
"Pangeran, air panas itu untuk mencuci luka-luka, menggunakan
sebuah kain bersih. Sesudah dicuci dan dikeringkan, baru ditaburi
obat luka yang ditekan-tekan dengan jari tangan agar obat itu
melekat dan memasuki bagian yang kulitnya pecah."
Pangeran itu mengangguk-angguk. "Engkau menelungkuplah,
agar lebih mudah mencuci dan mengobatinya," katanya sambil
mengambil sehelai kain putih bersih dari almari.
341 Liong-li menelungkup, menggigit bibir menahan debaran
jantungnya yang mengeras. Ia merasa betapa pangeran itu duduk
di tepi pembaringan, dan terdengar suaranya yang lembut dan
sopan. "Enci Cu, maafkan aku kalau terpaksa aku melihat tubuhmu
bagian belakang bertelanjang dan maafkan kalau jari-jari
tanganku menyentuhnya."
Liong-li merasa geli. Belum pernah ia bertemu seorang pria yang
sudah dewasa begini canggung dan kikuk, begini pemalu. Sikap
ini saja sudah membuktikan bahwa pangeran ini belum pernah
bergaul dekat, belum pernah bermesraan dengan wanita. Dugaan
ini saja sudah membuat jantungnya berdebar semakin kencang.
Hati-hati engkau, Liong-li, katanya kepada diri sendiri. Engkau
berada di tepi jurang yang akan menenggelamkanmu. Tugasmu
belum selesai, baru dimulai dan engkau hendak membiarkan
dirimu terbius keindahan dan kenikmatan nafsu"
"Pangeran, maafkan saya. Sebaiknya kalau..... kalau saya
mengobati sendiri luka-luka ini, atau...... menyuruh seorang
dayang saja yang melakukannya. Tidak baik merepotkan paduka,
dan pula...... akan membuat paduka menjadi rikuh dan membuat
saya menjadi malu saja......"
Hemm, munafik, ia memaki diri sendiri. Ia malu" Ia malah bangga
dan girang! "Enci Cu, dalam hal yang gawat ini kita harus menyingkirkan
segala perasaan sungkan yang tidak ada gunanya. Engkau tidak
342 mungkin mengobati luka-luka di tubuh bagian belakang, kedua
tanganmu takkan dapat mencapainya.
"Kalau menyuruh dayang, tentu ia akan merasa heran sekali dan
siapa tahu keheranannya melihat tubuh belakangmu penuh luka
itu akan membuat, ia kelepasan bicara. Dan aku...... aku sama
sekali tidak merasa direpotkan atau rikuh karena memang engkau
membutuhkan pertolongan. Nah, maafkan, aku akan membuka
jubahku yang kuselimutkan padamu ini."
Liong-li menahan senyumnya, menyembunyikan mukanya ke
dalam bantal sambil menelungkup ketika merasa betapa tangan
pangeran itu menyingkap penutup tubuh belakangnya.
"Aduh, betapa mengerikan......!" seru pangeran itu sambil
mengamati punggung dan pinggul yang penuh jalur-jalur merah
dan di sana-sini kulitnya pecah dan luka berdarah itu.
"Amat burukkah tubuh belakangku?"
Pangeran itu mengamati punggung dan pinggul itu. "Sama sekali
tidak buruk, enci Cu. Punggung dan pinggulmu indah sekali,
kulitnya putih halus. Ah, betapa kejamnya mencambuk kulit yang
putih mulus ini sampai pecah-pecah......!"
Pangeran itu mulai mencuci darah dari punggung dan pinggul itu,
menggunakan kain putih yang dicelupkan di air panas. Lembut
sekali tangan itu menggerakkan kain basah hangat di permukaan
kulit yang terluka, dan Liong-li merasakan kelembutan ini, dan
kalau kebetulan jari tangan itu menyentuh kulitnya, ia merasa
pula betapa tangan pangeran itu gemetar! Ia merintih lirih.
343 "Sakitkah, enci Cu?" tanya Pangeran Souw Han dengan hati iba.
Tentu saja hampir tidak terasa oleh Liong-li kalau hanya nyeri
seperti itu, akan tetapi ia merintih dan mengeluh seolah-olah
menderita nyeri hebat. "Perih, Pangeran......" katanya lirih.
"Kasihan engkau, enci Cu......."
Entah berapa kali pangeran itu mengatakan hal ini dan makin
sering rintihan keluar dari mulut Liong-li! Gila kau, ia memaki diri
sendiri. Bahaya semakin dekat! Ia sudah berusaha untuk tidak
membiarkan pangeran ini merawatnya, ia membela diri sendiri.
"Sekarang akan kutaburkan obat bubuk ini, enci Cu," kata
pangeran itu setelah mengeringkan punggung dan pinggul
dengan kain kering. Kedua tangannya semakin keras gemetar karena selama
hidupnya, belum pernah Pangeran Souw Han melihat punggung
dan pinggul seperti ini, apa lagi tubuh wanita, dan yang demikian
indahnya. Obat bubuk itu buatan Liong-li sendiri dan amat manjur. Selain
luka akan segera mengering kalau diobati dengan obat ini, juga
begitu ditaburkan di atas luka, rasanya dingin dan sejuk,
menghilangkan rasa nyeri!
Akan tetapi Liong-li malah merintih-rintih, bukan karena nyeri
melainkan karena terbakar gairah yang makin berkobar karena
344 sentuhan-sentuhan tangan Pangeran Souw Han ketika pangeran
itu membalurkan obat bubuk itu. Akan tetapi pangeran itu mengira
bahwa Liong-li menderita nyeri yang hebat, maka dia merasa
terharu dan kasihan sekali.
"Enci Cu kenapa engkau lakukan ini" Kenapa engkau
membiarkan dirimu dihina dan disiksa" Kalau engkau mau, tentu
dengan mudah engkau dapat menghajar mereka lalu melarikan
diri." "Aih, pangeran. Bagaimana paduka dapat mengatakan demikian"
Kalau saya melarikan diri, tentu paduka akan menghadapi
tuntutan dan dakwaan hebat! Bagaimana mungkin saya dapat
melakukan itu, mencelakakan paduka" Dari pada mencelakakan
paduka, biarlah tubuh saya ini menderita, juga untuk
menyembunyikan rahasia saya."
"Hemm, enci Cu. Engkau begini baik, engkau gagah perkasa,
cantik jelita, dan engkau pandai menari, bernyanyi, bermain
musik, Belum pernah selama hidupku aku bertemu dengan
wanita seperti engkau. Enci Cu, sekarang aku tahu bahwa ketika
tadi aku mengaku kepada kanda Souw Cun bahwa engkau satusatunya wanita yang kucinta, maka pengakuan itu bukan sekedar
membelamu. Aku memang cinta padamu, enci Cu!"
"Pangeran...... ah, pangeran......!" Entah siapa yang bergerak
lebih dulu, akan tetapi seperti terdorong oleh kekuatan yang
hebat mereka saling rangkul. Mereka berangkulan dan ketika
pangeran itu menciumnya, Liong-li tahu bahwa ia sudah kalah.
345 Sebaliknya, dalam rangkulan wanita yang berpengalaman ini,
Pangeran Souw Han yang masih hijau itupun seperti mabok. Dia
lupa bahwa kini Liong-li dapat bergerak, leluasa dan kuat, dapat
menelentang tanpa keluhan. Akan tetapi pada detik terakhir tibatiba Liong-li bangkit duduk dan menarik pangeran itu untuk duduk
pula. Mereka duduk di atas pembaringan dan ketika pangeran itu
hendak merangkulnya, Liong-li menahannya dengan lembut.
"Nanti dulu, Pangeran. Sebelum terlanjur, saya mohon paduka
suka mendengarkan dulu kata-kata saya."
Pangeran Souw Han memandang dengan sinar mata penuh
kasih sayang dan kemesraan, "Katakanlah, enci Cu!"
"Pangeran, paduka adalah Pangeran Souw Han yang selamanya
belum pernah bergaul dengan wanita. Sekarang paduka hendak
menumpahkan cinta kasih kepada saya, sepatutnya paduka
ketahui siapa saya ini. "Pangeran, saya adalah seorang wanita yang mempunyai riwayat
tidak bersih, Pangeran. Ketika gadis, oleh mendiang ayah saya
dijual kepada seorang bangsawan. Saya diperkosa, kemudian
saya dijual ke rumah pelacuran di mana saya dipaksa menjadi
pelacur! Menjadi pelacur, Pangeran! Kemudian setelah saya
mendapatkan kepandaian, saya balas semua orang keji dan jahat
itu. Nah, saya bukan seorang wanita yang bersih. Benar seperti
dikatakan Pangeran Souw Cun, saya tidak pantas menjadi wanita
yang menerima kasih sayang paduka untuk pertama kalinya......."
346 "Enci Cu, aku cinta padamu, tidak perduli siapa engkau ini dan
bagaimana masa lalumu. Aku tidak mencinta riwayatmu, aku
mencintai dirimu!" Pangeran itu hendak merangkul lagi, akan
tetapi dengan halus Liong-li memegang kedua lengannya.
"Masih belum habis apa yang hendak saya katakan, Pangeran.
Terus terang saja, begitu berjumpa dengan paduka, hati saya
terpikat. Saya suka sekali dan kagum kepada paduka dan tidak
ada kesenangan yang lebih saya inginkan sekarang ini kecuali
melayani paduka, saling menumpahkan kasih sayang dengan
paduka. Akan tetapi, saya dapat dan senang melakukan hal itu,
hanya dengan satu syarat, Pangeran."
"Syarat" Orang bercinta
mengerutkan alisnya. dengan syarat?" Pangeran itu "Syaratnya, saya tidak dapat menjadi isteri paduka, tidak dapat
menjadi selir paduka. Apa yang akan kita lakukan ini adalah suka
rela, tidak ada ikatan. Setelah selesai tugas saya di istana ini,
saya akan pergi meninggalkan paduka, dan paduka jangan
mengharapkan saya kembali apa lagi memaksa saya untuk
tinggal di sini. Nah, itulah syaratnya!"
"Terserah...... apa saja kehendakmu........ aku.... aku cinta
padamu, enci Cu......!" Pangeran itu merangkul dan Liong-li
menyambutnya dengan senyum manis.
Nafsu berahi, seperti semua nafsu memabokkan. Orang lupa
akan segala yang lain kalau sudah dicengkeram nafsu. Satusatunya yang diinginkan hanyalah terpuaskannya nafsu yang
sedang menggelora. Dan di antara segala macam nafsu, nafsu
347 berahi merupakan nafsu yang amat kuat dan sukar diatasi.
Bahkan banyak sudah tercatat dalam sejarah betapa orang-orang
besar bertekuk lutut kepada nafsu berahi.
Hek-liong-li Lie Kim Cu adalah seorang pendekar wanita yang
mampu melawan apa saja dan biasanya keluar sebagai
pemenang. Iapun bukan seorang budak nafsu. Akan tetapi, pada
saat nafsu berahi mencengkeramnya, iapun hanya seorang
manusia dari darah daging yang lupa diri dan lupa segala.
Biasanya, walaupun hatinya tertarik kepada seorang pria, ia tidak
akan begitu mudah menyerahkan diri, apa lagi ia sedang berada
di tengah-tengah tugas yang berat dan berbahaya. Kalau tugas
itu sudah selesai dan ia berada dalam keadaan santai, tentu ia
tidak akan menolak gairah berahinya yang hanya ditujukan
kepada orang yang benar-benar dikaguminya saja.
Pangeran Souw Han juga bukan seorang hamba nafsu. Buktinya,
biarpun dia seorang pangeran dan sudah dewasa, dia selalu
menahan diri dan tidak pernah mau menyerah, tidak pernah mau
bergaul dengan wanita walaupun akan mudah sekali baginya
untuk mendapatkan wanita yang cantik dan muda sekalipun.
Akan tetapi kini dia benar-benar kagum sekali kepada Liong-li
sehingga dia menyerah terlena dalam pelukan wanita itu.
Mereka tenggelam dam berenang dalam lautan madu asmara,
meneguk madu yang memabokkan itu sepuas-puasnya sehingga
sehari itu mereka tidak pernah keluar kamar, bahkan lupa makan.
Dalam diri Liong-li, pangeran itu menemukan seorang guru yang
pandai dan seorang kekasih yang penuh gairah.
348 "Y" Pria dan wanita itu merupakan pasangan yang serasi sekali.
Yang pria berusia duapuluh tujuh tahun, berwajah tampan dan
gagah. Tubuhnya sedang dan pakaiannya yang serba putih itu
bersih, terbuat dari sutera yang halus. Dagunya yang berlekuk
membayangkan keberanian dan matanya mencorong tajam, akan
tetapi lebih banyak menunduk. Yang wanita berusia sebaya,
hanya satu-dua tahun lebih muda, pakaiannya serba hijau, cantik
dengan mata dan mulut yang menggairahkan, tubuhnya ramping
dan gerakannya ketika melangkahkan kaki ringan dan tangkas.
Mereka itu Pek-liong dan Cu Sui In. Mereka melakukan
perjalanan cepat dan berjalan kaki ketika memasuki pintu
gerbang kota raja, agar jangan menarik perhatian. Para penjaga
pintu gerbang memandang penuh perhatian. Siapapun akan
tertarik kepada mereka, karena memang mereka itu nampak elok
dan gagah. Akan tetapi tidak ada penjaga pintu gerbang yang
menghadang atau mengganggu.
"Kita langsung saja menghadap paman Ciok," kata Sui In.
"Sekarang sudah lewat tengah hari, tentu dia sudah pulang."
Yang diajak bicara hanya mengangguk. Sui In merasa semakin
kagum kepada pendekar itu. Semenjak pendekar itu
menolongnya, kemudian mereka melakukan perjalanan bersama
ke kota raja. Setelah ia bermalam di rumah pendekar itu satu
malam, sampai melakukan perjalanan bersama, Pek-liong
bersikap sebagai seorang pendekar sejati yang mengagumkan!


Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

349 Ia adalah seorang janda, dan Pek-liong seorang duda. Ia kagum
kepada duda itu dan mereka melakukan perjalanan bersama.
Akan tetapi, Pek-liong selalu bersikap sopan! Tak pernah pria
muda itu memperlihatkan perasaannya, baik melalui pandang
mata atau kata-kata. Selalu sopan, juga dia pendiam, tidak
banyak bicara bahkan tidak bicara kalau tidak ditanya.
Sikap seorang jantan sejati dan sejak pertemuan pertama kali,
hati janda muda itu sudah terusik dan ia merasa kagum bukan
main. Ia tentu tidak akan berani menyangkal kalau ada orang
mengatakan bahwa ia jatuh cinta kepada Si Naga Putih.
Mendengar bahwa keponakannya pulang bersama seorang
pemuda berpakaian putih, Ciok Tai-jin, pembantu Menteri Pajak
yang sudah berusia limapuluh lima tahun itu, segera
memerintahkan penjaga untuk mempersilakan mereka memasuki
ruangan dalam di mana dia menanti seorang diri.
Sui In masuk diikuti Pek-liong. Setelah mereka masuk, penjaga
yang sudah dipesan oleh tuan rumah segera menutupkan daun
pintu dan menjaga di luar agar pertemuan dan percakapan
majikannya dengan dua orang muda itu tidak terganggu. Sui In
memberi hormat kepada pamannya, lalu memperkenalkan Pekliong.
"Paman, ini adalah Pek-liong-eng Tan Cin Hay, pendekar sakti
yang terkenal sekali dan yang telah menolongku ketika aku
dikeroyok oleh orang-orang jahat."
"Tan tai-hiap......!" kata pembesar itu ketika Pek-liong memberi
hormat kepadanya. "Silakan duduk, silakan duduk!" Kemudian dia
350 memandang kepada keponakannya. "Sui In, mana susiokmu
yang katanya hendak kaupanggil dan mintai bantuan itu?"
Sui In mengerutkan alisnya. "Susiok Giam Sun telah tewas
terbunuh orang pula, paman."
"Ahhh" Terbunuh" Bagaimana....... oleh siapa......?"
Dengan singkat namun jelas Sui In lalu menceritakan semua
pengalamannya, betapa ia dikeroyok oleh Huang-ho Siang-houw
dan Pek-mau-kwi, dan diselamatkan oleh Pek-liong. Kemudian
betapa ia dan Pek-liong menemukan susioknya itu telah tewas
dan ada coret-coretan pesan terakhir susioknya yang menuliskan
dua buah nama yaitu Pek-mau-kwi dan Kwi-eng-cu.
"Kwi-eng-cu........" Ah, bagaimana mendiang susiokmu itu tahu
tentang Si Bayangan Iblis?" Ciok Tai-jin berseru heran.
"Menurut dugaan kami, paman, susiok terbunuh oleh Pek-maukwi dan teman-temannya, dan mungkin sebelum membunuhnya,
Pek-mau-kwi menyebut Kwi-eng-cu. Bagaimanapun juga, tentu
ada hubungannya antara Pek-mau-kwi dan Kwi-eng-cu, mungkin
saja Pek-mau-kwi itu termasuk anak buahnya."
Pembesar itu mengangguk-angguk, lalu dia memandang kepada
Pek-liong. "Dan Tan tai-hiap ikut ke kota raja untuk membantu agar Si
Bayangan Iblis dapat ditangkap" Memang para pendekar harus
bangkit untuk menangkap pengacau yang amat berbahaya itu.
Aku sendiri hampir saja terbunuh oleh iblis."
351 "Aihh...... paman. Kapan terjadinya dan bagaimana?" Sui In
terkejut bukan main. "Tidak lama setelah engkau pergi. Ada pembunuh yang datang
untuk membunuhku tentu saja, akan tetapi ada bayangan lain
yang menyerangnya, sehingga Kwi-eng-cu gagal memasuki
rumah ini. Akan tetapi, para pengawal sudah siap dan andaikata
dia berani masuk, tentu kami akan mengepungnya."
Pada saat itu, daun pintu ruangan itu diketuk orang dari luar. Ciok
Tai-jin mengerutkan alisnya, "Masuk!" katanya dengan suara
mengandung kemarahan. "Hemm, berani engkau mengganggu kami" Sudah kukatakan
bahwa aku tidak ingin diganggu siapa pun juga dan engkau
berani mengetuk pintu?" katanya dengan nada suara marah
kepada pengawal itu. Pengawal itu memberi hormat.
"Harap Tai-jin suka memaafkan saya. Saya dipaksa untuk
memberitahu kepada Tai-jin bahwa Cian Hui Ciang-kun minta
menghadap Tai-jin. Katanya harus sekarang juga karena amat
penting. Saya tidak dapat dan tidak berani menolaknya lagi......!"
"Cian Ciang-kun" Persilakan dia masuk!" Ciok Taijin berkata dan
sikapnya berubah mendengar nama Cian Hui. "Orang inilah yang
diharapkan semua pihak akan dapat membongkar rahasia Kwieng-cu, bahkan dia menerima tugas itu dari Sribaginda Kaisar
sendiri," bisiknya kepada Pek-liong dan Sui In.
Mendengar nama ini, Sui In juga menaruh perhatian, karena ia
pernah pula mendengar nama besar Cian Ciang-kun sebagai
352 seorang perwira yang amat pandai dalam membongkar perkara
kejahatan. Hanya Pek-liong yang belum pernah mendengar nama
itu dan dia bersikap tenang saja.
Ketika pria itu masuk, diam-diam Pek-liong memperhatikan.
Seorang laki-laki yang usianya kurang lebih empatpuluh tahun
dan yang memiliki wajah dan pembawaan yang amat gagah.
Wajahnya yang bentuk persegi itu jantan, dengan dagu berlekuk
keras, alis yang tebal sekali dan hitam berbentuk golok,
hidungnya besar mancung, mulutnya membayangkan keramahan! Sepasang matanya jelas membayangkan kecerdasan dan
memiliki sinar yang hidup dan lincah. Tubuhnya tegap dan kokoh,
agak tinggi. Jenggot dan kumisnya terpelihara rapi menambah
kejantanan. Dengan sikap gagah dan ramah dia mengangkat kedua
tangannya, memberi hormat kepada Ciok Tai-jin dan berkata.
"Ciok Tai-jin, harap maafkan saya yang datang mengganggu dan
memaksa para penjaga untuk melaporkan kedatangan saya
menghadap Tai-jin." Ciok Tai-jin cepat membalas penghormatan itu. "Ah, tidak
mengapa, Ciang-kun. Bahkan kami merasa senang sekali akan
kunjungan Ciang-kun ini karena kami yakin bahwa ciang-kun
tentu membawa berita penting."
Cian Hui kini memandang kepada Sui In dan dia tidak
menyembunyikan rasa kagumnya. Berita yang didengarnya
bahwa keponakan pejabat tinggi ini cantik dan gagah perkasa,
353 ternyata tidak berlebihan. Wanita ini memang cantik jelita dan
nampak gagah, dan sudah janda pula.
Diapun mengangkat tangan memberi hormat kepada wanita itu
dan juga kepada Pek-liong yang sudah diamatinya dengan penuh
perhatian. Juga pandang matanya kepada Pek-liong tidak
menyembunyikan kekagumnnya.
"Nona Cu Sui In dan tai-hiap Pek-liong-eng, selamat bertemu dan
maafkan kalau aku mengganggu."
Sui In terbelalak, dan Pek-liong diam-diam juga memandang
kaget. "Bagaimana Ciang-kun dapat mengenalku" Pada hal kita belum
pernah saling bertemu, atau berkenalan," tanya Sui In.
"Hemm, juga kita baru saja saling bertemu di sini, Ciang-kun.
Bagaimana Ciang-kun dapat mengenalku?"
Cian Hui tersenyum. "Ah, itu hanya permainan kanak-kanak.
Ketika ji-wi lewat di pintu gerbang, seorang penyelidikku yang
berpengalaman telah melihat ji-wi, (kalian berdua) dan setelah
menyuruh seorang kawannya melapor kepadaku, dia
membayangi kalian. Karena itulah, aku tahu bahwa kalian berada
di sini dan datang menyusul."
"Silakan duduk, Cian Ciang-kun," kata Ciok Tai-jin. "Kami yakin
hanya kedatangan Ciang-kun ini tentu membawa suatu
kepentingan besar." 354 "Memang benar, Tai-jin. Terutama sekali saya mempunyai
kepentingan dengan tai-hiap Pek-liong-eng Tan Cin Hay."
Cin Hay merasa kagum. Orang ini memang cerdik dan cekatan
sekali. Cara kerjanya mengagumkan dan kalau hal itu ditambah
dengan ilmu silat yang tinggi, maka aneh kalau kekacauan di kota
raja tidak dapat diatasi olehnya.
"Kita baru saja saling jumpa, Ciang-kun. Bagaimana Ciang-kun
dapat mempunyai kepentingan dengan aku?" tanya Pek-liong
sambil memandang tajam penuh selidik.
"Sebelum kita bicara lebih lanjut, sebaiknya kalau kusampaikan
saja surat ini kepadamu, tai-hiap. Tadinya aku memang hendak
mencarimu di dusun Pat-kwa-bun, akan tetapi kebetulan
penyelidikku melapor akan kemunculanmu di kota raja, maka
langsung saja aku menyusul ke sini untuk menyerahkan surat ini
kepadamu! Dari saku bajunya, Cian Ciang-kun mengeluarkan
surat dari Hek-liong-li yang dititipkan kepadanya.
Pek-liong menerima surat itu dan membuka sampulnya. Begitu
mengenal tulisan yang indah dan kuat itu, diapun tersenyum.
Kiranya pria yang gagah ini sudah lebih dulu mengadakan
hubungan dengan Liong-li! Dia segera membaca surat itu,
dipandang oleh tiga orang yang duduk di situ. Pek-liong tercinta, Kalau engkau membaca surat ini, berarti aku berada dalam
bahaya dan membutuhkan bantuanmu karena kupesan
kepada Cian Ciang-kun untuk menyerahkan surat ini
355 kepadamu kalau aku berada dalam bahaya. Selanjutnya
engkau dapat berunding dengan dia.
Hek-liong-li. Begitu membaca surat ini, Pek-liong bagaikan seekor singa yang
mencium adanya musuh berbahaya. Wajahnya menjadi agak
kemerahan, sepasang matanya kini mencorong dan bergerakgerak dengan lincah, penuh semangat bertempur dan lenyaplah
semua sifat lain, yang tinggal hanyalah kekerasan, ketenangan,
dan kewaspadaan yang didukung semangat tempur yang luar
biasa kuatnya. "Cian Ciang-kun, harap engkau cepat menceritakan di mana
adanya Liong-li dan bagaimana dapat bekerja sama denganmu.
Singkat saja namun jangan melewatkan sesuatu yang mungkin
penting!" Dalam suara itu terdapat perubahan. Kini suara itu mengandung
wibawa yang kuat, seperti seorang panglima yang memberi
perintah rahasia penting kepada seorang pembantunya. Cian Hui
dapat merasakan benar wibawa ini dan diapun menjadi serius.
Dengan singkat namun padat, dia menceritakan tentang
pembunuhan-pembunuhan rahasia yang terjadi di kota raja dan
tentang tugas yang diberikan kepadanya oleh Sribaginda Kaisar
untuk membongkar rahasia itu dan menangkap pengacaunya
Naga Beracun 3 Kisah Sepasang Rajawali Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Sang Megatantra 6
^