Pencarian

Jodoh Si Naga Langit 5

Jodoh Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo Bagian 5


dapur. Hiu-kongcu berbisik kepada seorang di antara tiga orang
pengawalnya dan pengawal yang berkumis tebal itu tersenyum
mengangguk-angguk lalu menghampiri Bi Lan.
Sambil menyeringai pengawal tinggi besar berkumis tebal ini lalu
mengangguk sebagai penghormatan dan berkata, "Nona,
Kongcu kami ingin mengetahui siapakah nama Nona dan di
mana Nona tinggal?" Tanpa memandang kepada siapapun juga Bi Lan berkata,
suaranya datar dan dingin. "Tidak ada nama dan rumah.
Pergilah!" Pengawal itu memandang heran, lalu berkata, "Nona, engkau
tidak tahu siapa Kongcu kami. Agaknya engkau bukan orang
sini. Ketahuilah, Kongcu kami adalah Kongcu Hiu Kan, putera
mendiang Pangeran Hiu Kit Bong, keponakan Sri Baginda
Kaisar sendiri! Dan kami bertiga adalah Sam-pak-liong (Tiga
Naga Utara) yang menjadi pengawal Hiu-kongcu!"
"Aku tidak perduli. Pergilah!"
Jiu To, pengawal pertama berkumis tebal berusia empatpuluh
tahun itu, makin terheran akan tetapi juga marah. Hanya dia
tidak berani memperlihatkan kemarahannya sebelum mendapat
perintah majikannya, maka sambil menggerakkan kedua
pundaknya dia terpaksa memutar tubuh kembali ke meja
rombongannya. Dia lalu berbisik-bisik dengan Hiu Kan atau Hiu310
kongcu dan dua orang rekannya yang bernama Kai Ek dan Lee
Song. Sementara itu, pelayan tua datang menghidangkan makanan
yang dipesan Bi Lan. Hidangan itu hanya nasi dan tiga macam
sayur sederhana, amat tiada harganya dibandingkan masakan
serba daging yang dihidangkan di atas meja putera pangeran itu.
Bi Lan mulai makan hidangannya tanpa mengacuhkan lagi
empat orang yang duduk di meja sebelah depannya itu. Akan
tetapi baru sedikit ia makan, Si Kumis Tebal itu sudah
menghampirinya lagi. "Nona, Kongcu kami merasa kasihan melihat Nona makan
seorang diri dengan sayuran sederhana itu. Maka Hiu-kongcu
mengundang Nona dengan hormat untuk makan bersama
beliau. Mari, silakan, Nona, harap jangan malu-malu. Jarang
Hiu-kongcu memberi penghormatan kepada seorang gadis yang
tidak dikenalnya dan mengundangnya makan bersama."
"Jangan ganggu aku lagi. Enyahlah!" Bi Lan menghardik dan
suaranya mengandung ancaman.
Jiu To Si Kumis Tebal itu merasa malu karena bentakan Bi Lan
itu terdengar oleh para tamu lain, maka dia bergegas
menghampiri Hiu-kongcu. Mereka bicara bisik-bisik dan tidak
terdengar oleh para tamu lainnya, akan tetapi pendengaran Bi
Lan yang terlatih dan amat peka itu, dapat menangkap
pembicaraan mereka. 311 "Kongcu, ia menolak dengan tegas. Agaknya ia bukan gadis
sembarangan," kata Jiu To.
"Jiu-ko (Kakak Jiu), kenapa susah-susah amat" Kalau ia
membandel, tarik saja ia ke sini, apa sukarnya?" kata Kai Ek,
pengawal kedua yang pipinya codet bekas luka bacokan.
"Hushh, jangan bikin ribut di tempat umum begini. Apa engkau
mau merusak namaku?" bentak Hiu Kan, putera pangeran itu.
"Barangkali kalau Kongcu sendiri yang mengundang, tentu ia
akan menerima dengan senang hati. Gadis mana yang tidak
akan suka memenuhi undangan Kongcu" Barangkali sikap Jiutwako terlalu kasar sehingga ia tersinggung dan menolak."
"Hemm, aku pun tidak mau merendahkan diri mengundang
sendiri. Kalau ia tetap menolak, bukankah aku akan menjadi
malu sekali" Akan tetapi, aku menginginkannya, aku harus
mendapatkan gadis ini. Aku sudah tergila-gila padanya. Kalau
aku tidak bisa mendapatkannya secara halus, aku akan mendapatkannya secara kasar!" kata pemuda bangsawan itu.
"Maksud Kongcu, sekarang juga kami harus menangkapnya?"
tanya Jiu To. "Bodoh kau! Aku tidak ingin membuat keributan yang akan
mencemarkan namaku. Kalian harus menangkapnya dan
membawanya ke kamarku, akan tetapi hal itu harus terjadi tanpa
pengetahuan orang lain. Mengerti?"
"Kami mengerti, Kongcu, dan jangan khawatir, malam nanti pasti
Kongcu akan dapat bersenang-senang dengannya." Mendengar
312 ucapan Jiu To ini, Hiu-kongcu menjadi girang dan dia tertawa.
Tiga orang pengawalnya juga ikut tertawa gembira dan mereka
lalu makan minum sepuasnya.
Semua pembicaraan tadi terdengar jelas oleh Bi Lan. Kebencian
memenuhi hatinya. Kalau menuruti hatinya, ingin ia membunuh
empat orang laki-laki itu di situ pada saat itu juga. Akan tetapi ia
cerdik dan tahu betul bahwa kalau ia melakukan hal ini, kota raja
tentu geger karena pemuda itu adalah putera seorang pangeran.
Dan kalau terjadi keributan sehingga ia diburu pasukan keamanan, hal ini akan menghalangi niat?nya membalas dendam
kepada Ouw Kan dan dua orang muridnya, juga kepada Kaisar
Kerajaan Kin! Ia pasti akan membunuh mereka, akan tetapi tidak
di sini, di tempat umum begini. Ia akan membunuh mereka tanpa
ada orang lain yang mengetahuinya.
Bi Lan sengaja memperlambat makannya sehingga ia
mengakhiri makannya setelah melihat empat orang itu selesai
makan. Ia lalu bangkit berdiri dan memberi isyarat kepada
pelayan tua untuk menyingkirkan perabot makan. Pada saat itu
ia mendengar pemuda bangsawan itu berbisik kepada tiga orang
pengawalnya. "Kita bayangi ia, aku ingin tahu di mana ia tinggal."
Mendengar ini, Bi Lan lalu berjalan meninggalkan rumah makan
itu, tidak kembali ke kamarnya melainkan pergi ke jalan raya
depan rumah makan. Biarpun ia tidak pernah menengok, ia tahu
benar bahwa empat orang laki-laki itu mengikutinya. Bi Lan lalu
berjalan perlahan menuju ke pintu gerbang sebelah selatan.
Ketika ia memasuki kota raja tadi, ia melihat bahwa di luar pintu
313 gerbang sebelah selatan itu, di tepi jalan raya, terdapat sebuah
hutan, mungkin hutan buatan di mana kaisar suka pergi berburu.
Tempat itu sepi, apalagi di waktu malam. Dan malam ini
kebetulan bulan telah muncul sejak lewat senja sehingga cuaca
tidak terlampau gelap. Empat orang itu merasa heran sekali ketika melihat gadis yang
mereka bayangi itu keluar dari pintu gerbang selatan! Beberapa
orang perajurit yang berjaga di situ segera memberi hormat
kepada Hiu-kongcu. Pemuda bangsawan itu menanggapinya
dengan acuh tak acuh. Ketika mereka keluar dari pintu gerbang
selatan dan melihat gadis itu berjalan terus menuju ke hutan
yang berada di tepi jalan, Hiu-kongcu terheran-heran. Kalau saja
tidak ada tiga orang pengawalnya yang menemaninya, tentu dia
akan kembali ke kota raja, tidak berani melanjutkan.
"Ah, Kongcu sungguh beruntung. Ia menuju ke tempat sunyi
sehingga kita dapat menangkapnya tanpa ada orang lain
melihatnya," kata Jiu To sambil menyeringai.
Mendengar ini, Hiu Kan tersenyum dan hatinya senang sekali.
Dia sudah membayangkan betapa senangnya kalau dia dapat
mendekap gadis yang cantik jelita itu.
Setelah tiba di tempat yang dituju, Bi Lan meninggalkan jalan
raya dan memasuki hutan! Melihat ini, empat orang itu menjadi
semakin heran, akan tetapi mereka terus mengikuti gadis itu.
Sebelum hilang rasa heran mereka, tiba-tiba Bi Lan berhenti
melangkah. Tempat itu agak terbuka dan sinar bulan dapat
menerangi mereka sehingga mereka dapat saling memandang
dengan jelas. Melihat gadis itu berhenti melangkah dan memutar
314 tubuh menghadapi me?reka, empat orang itu pun berhenti dan
mereka berdiri di depan Bi Lan, dalam jarak hanya tiga meter. Di
bawah sinar bulan yang redup dan lembut, gadis itu tampak
bagaikan seorang bidadari.
JILID 9 09.1. Titik Terang Jejak Musuh Besar!
"Mau apa kalian mengikutiku?" tanya Bi Lan dengan suara datar,
suara yang tidak memperdengarkan perasaan hatinya, bukan
suara marah atau girang atau malu, hanya datar dan dingin saja.
Karena mereka berada di tempat sunyi dan dia sendiri dijaga
tiga orang pengawalnya, timbullah keberanian hati Hiu Kan. Dia
tersenyum semanis mungkin, lalu melangkah maju mendekati Bi
Lan sambil berkata, "Duhai Nona yang cantik jelita seperti
bidadari! Aku cinta padamu, Nona. Marilah engkau ikut denganku dan hidup berbahagia di istanaku, menjadi selirku yang
tercinta. Aku akan memberi pakaian sutera paling halus,
perhiasan emas yang lengkap. Manis?ku, engkau hidup
berbahagia. Marilah, manis!"
Dalam pandangan Bi Lan, putera pangeran ini tidak lebih baik
daripada para pria bangsawan dan hartawan yang diamuk dan
dihajarnya di rumah-rumah pelesir. Apalagi orang ini berani
kurang ajar kepadanya. "Laki-laki jahanam, kotor dan busuk. Engkau tidak layak hidup!"
kata Bi Lan dan sekali tangan kirinya bergerak, hawa pukulan
315 yang dahsyat menyambar dari telapak tangannya, menghantam
dada Hiu Kan. "Dess !" Tubuh Hiu Kan terlempar ke belakang
dan dia terjengkang roboh, tidak mampu bangkit atau bergerak
lagi karena dia tewas seketika terkena pukulan maut Bi Lan.
Sam-pak-liong, Tiga Naga Utara itu terkejut bukan main. Sama
sekali tidak disangkanya gadis itu akan memukul majikan
mereka dan cepat Jiu To berjongkok memeriksa keadaan Hiu
Kan. Matanya terbelalak dan wajahnya menjadi pucat ketika
melihat majikan mudanya itu telah tewas dengan baju dan
dadanya menghitam seperti terbakar!
"Keparat! Kongcu telah mati
!" teriaknya. Kai Ek dan Lee Song terkejut sekali, terkejut dan marah
mendengar majikan mereka tewas dipukul gadis itu. Lee Song
yang bertubuh tinggi besar dan mukanya penuh brewok,
menerkam gadis itu dengan marah. Kedua tangannya
membentuk cakar dan dia hendak menangkap kedua tangan
gadis itu. Gadis pembunuh majikannya ini harus ditangkap dan
dihadapkan kepada keluarga Hiu Kan lalu diseret ke pengadilan
untuk mendapat hukuman berat.
"Plakkk!" Bi Lan menggerakkan kedua tangan menangkis dan
ketika kedua tangannya bertemu dengan lengan Lee Song, ia
mendapat kenyataan bahwa laki??laki brewok itu memiliki
tenaga sin-kang yang amat kuat. Benturan tenaga itu hanya
membuat Lee Song terpental ke belakang akan tetapi tidak
merobohkannya. Di lain pihak Lee Song terkejut setengah mati.
316 Dia dan dua orang suhengnya (kakak seperguruannya) adalah
murid-murid Pak-sian Liong Su Kian, datuk utara yang terkenal
sakti dan mereka bertiga memiliki ilmu kepandaian tinggi. Dia
sendiri memiliki tenaga sinkang yang amat kuat dan tadi dia
sudah mengerahkan tenaganya dan sudah merasa yakin bahwa
dia akan dapat meringkus pembunuh majikannya itu. Akan tetapi
siapa sangka, tangkisan gadis itu membuat dia terpental!
Kai Ek dan Jiu To juga terkejut melihat sute (adik seperguruan)
mereka terpental ketika beradu tangan dengan gadis itu. Mereka
berdua tidak memiliki niat yang sama dengan Lee Song. Kalau
orang termuda dari Tiga Naga Utara ini ingin menangkap Bi Lan,
dua orang kakak seperguruannya ini ingin langsung membunuh
gadis yang telah berani membunuh majikan mereka. Maka tanpa
banyak bicara lagi, mereka berdua sudah mencabut pedang
mereka. Mereka maklum bahwa gadis yang mampu membuat
sute mereka terpental dengan tangkisannya itu tidak boleh
dipandang ringan, maka mereka langsung menyerang dengan
pedang mereka. "Singgg singgg !" "Syuuuttttt !" Pedang dua orang ini memang dah?syat sekali. Kedua pedang
itu menyambar dengan amat cepat seperti kilat dan
mengandung tenaga yang besar.
Diam-diam Bi Lan menjadi waspada. Ia melihat gerakan pedang
yang dahsyat dan maklum bahwa ia berhadapan dengan orangorang yang tangguh. Kalau diingat. menurut pengakuan mereka
tadi bahwa mereka adalah murid-murid Pak-sian (Dewa Utara),
317 maka tidak aneh kalau ketiganya memiliki tingkat kepandaian
yang tinggi. Ketika ia baru tamat belajar silat dari guru pertamanya, yaitu Jit
Kong Lhama, mungkin tingkat kepandaiannya hanya lebih
menang sedikit dibandingkan seorang dari mereka. Akan tetapi
semenjak itu, ia telah mendapat tambahan ilmu Ngo-heng Lianhoan Kun-hoat dari kitab milik Kun-lun-pai yang dicurinya dari
Souw Thian Liong, kemudian ia malah yang terakhir digembleng
Si Mayat Berjalan sehingga tingkat kepandaiannya sudah
berlipat ganda. Kalau Tiga Naga Utara ini maju satu demi satu, dalam beberapa
jurus saja ia pasti akan dapat merobohkan mereka. Akan tetapi
mereka kini maju bertiga dan semua memegang pedang yang
menyambar?nyambar dahsyat dari segala penjuru. Maka,
terpaksa Bi Lan harus mengerahkan semua tenaganya dan
menggunakan gin-kang (ilmu meringankan tubuh) sehingga
tubuhnya seolah berubah menjadi bayangan yang berkelebatan
di antara gulungan sinar tiga batang pedang itu.
Hebatnya, dengan kedua lengan telanjang gadis itu berani
kadang-kadang menangkis pedang lawan! Tentu saja tiga orang
jagoan itu menjadi kaget setengah mati. Sama sekali mereka
tidak pernah mengira bahwa gadis yang membuat majikan
mereka tergila-gila itu adalah seorang wanita yang memiliki
kepandaian seperti iblis betina!
Setelah perkelahian itu berlangsung selama limapuluh jurus
lebih dan ia belum mampu merobohkan lawan walaupun tiga
318 orang pengeroyoknya juga tidak dapat melukainya, Bi Lan
menjadi marah sekali. Tiba-tiba ia berkelebat menjauhi tiga
orang lawannya, lalu mulutnya mengeluarkan pekik melengking
dan kedua lengannya dikembangkan, lalu perlahan-lahan kedua
tangan itu disatukan dan diangkat seolah ia menyembah langit.
Itulah pembukaan dari ilmu silat Sin-ciang Tin-thian yang ia
pelajari selama satu tahun dari Si Mayat Berjalan!
Suara lengkingan itu meninggi dan dengan kaget tiga orang
pengeroyok itu mengerahkan sin-kang mereka sekuatnya
menahan serangan suara yang seolah menyerbu telinga mereka
dan langsung menyerang jantung.
"Hyaaaaahhh!!" Tubuh Bi Lan berubah menjadi bayangan yang
meluncur ke depan. Tiga orang jagoan itu berusaha untuk menyambut dengan


Jodoh Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pedang mereka. Akan tetapi jurus pukulan ilmu Sin-ciang Tinthian itu dahsyat luar biasa dan amat aneh. Dua buah tangan
terbuka Bi Lan menyambar dan mengeluarkan suara bercicit
seperti suara kelelawar kesakitan. Tiga orang itu mencoba
bertahan, namun tetap saja pukulan-pukulan kedua tangan itu
mengenai dada mereka. Kai Ek dan Lee Song terpental dan terjengkang roboh dengan
mata mendelik dan tewas seketika. Akan tetapi Jiu To hanya
roboh dan mengeluh, duduk di atas tanah sambil menahan
napas dan kedua tangan menekan dadanya. Selain Jiu To
memiliki tenaga sin-kang yang lebih kuat daripada kedua orang
sutenya, juga Bi Lan memang sengaja tidak membunuhnya,
319 maka dia masih terhindar dari maut. Akan tetapi wajahnya pucat
ketika dia melihat gadis itu menghampirinya.
Jiu To adalah murid pertama dari Pak-sian dan dia seorang yang
biasanya mengandalkan kekuatan dan kelihaiannya untuk
menindas orang lain. Dia dapat bertindak kejam dan semenjak
menjadi pengawal Hiu-kongcu, dia tidak segan melakukan apa
saja untuk mentaati perintah majikannya. Akan tetapi, selama
hidupnya baru sekarang dia merasa ketakutan. Melihat Hiukongcu tewas, juga kedua orang sutenya tewas secara
mengerikan, dan dia terluka dan tidak ber-daya, dia memandang
kepada gadis cantik itu seperti melihat setan yang hendak
mencabut nyawanya! Matanya terbelalak, mukanya pucat dan
kumisnya yang tebal itu tergetar.
"Ampun ampunkan saya " katanya lirih karena biarpun
dia ketakutan, akan tetapi juga ada perasaan malu dalam
hatinya bahwa sekarang dia harus minta ampun kepada seorang
gadis muda! "Hemm, orang macam engkau ini tidak patut diampuni."
"Ah, ampunkan saya, jangan bunuh saya
" Jiu To meratap dengan lirih seolah jangan sampai terdengar orang lain.
"Aku tidak akan membunuhmu kalau engkau mau memenuhi
permintaanku." "Katakan, Li-hiap (Pendekar Wanita), permintaan apa yang Nona
inginkan" Saya pasti akan memenuhi permintaan itu," kata Jiu
To penuh harapan. Tadi sedikit sekali harapan bahwa dia akan
320 dapat terbebas dari kematian. Akan tetapi mendengar ucapan
gadis aneh ini, muncul harapan baru dalam pikirannya.
"Katakan, di mana aku dapat menemukan Toat-beng Coa-ong
Ouw Kan dan dua orang muridnya."
"Li-hiap kalau saya memberitahu, maukah engkau
mengampuni saya dan tidak membunuh saya?"
"Aku tidak akan membunuhmu kalau engkau memberitahu di
mana mereka." "Tentu, Li-hiap. Tentu saya akan memberi tahu di mana mereka.
Toat-beng Coa-ong kini tinggal di kota Ceng-goan, sebelah
selatan kota raja. Dua orang muridnya adalah Bouw Kiang dan
Bong Siu Lan, akan tetapi saya tidak tahu di mana adanya
mereka. Mungkin saja mereka berada di Ceng-goan pula, atau
kalau mereka tidak berada di sana, tentu Ouw Kan mengetahui
di mana dua orang muridnya itu berada."
"Awas, kalau engkau bohong, aku akan mencarimu dan
membunuhmu!" Tiba-tiba Bi Lan menggerakkan tangannya. Sinar hitam
menyambar ketika tangannya meluncur ke arah lengan Jiu To.
"Krekk!" Jiu To terguling dan merintih. Lengan kirinya lumpuh
karena tulang lengannya di bawah siku remuk dan terasa amat
panas. Ketika dia mengangkat muka, gadis itu telah lenyap dari
situ. 321 Jiu To mencoba untuk menggerakkan lengan kiri dan dia terkejut
sekali karena lengan kirinya, dari siku ke bawah, tidak dapat
merasakan apa-apa. Rasa nyeri hanya dari siku ke atas, akan
tetapi dari siku ke bawah tidak ada perasaan apa-apa seolah
setengah lengannya bagian bawah itu telah mati! Dia lalu
meninggalkan tempat itu, menuju ke kota raja untuk minta
bantuan untuk mengangkat mayat Hiu-kongcu, Kai Ek dan Lee
Song. Gegerlah para bangsawan di kota raja ketika mendengar akan
kematian Hiu Kan `dan dua orang pengawalnya yang terkenal
lihai. Akan tetapi, kematian Hiu Kan itu tidak mengguncangkan
keluarga kaisar karena Hiu Kan memang tidak disuka oleh
keluarga kaisar. Hal ini karena pertama, Hiu Kan adalah putera
mendiang Pangeran Hiu Kit Bong yang dulu memberontak
terhadap kaisar dan kedua karena pemuda itu terkenal sebagai
pemuda tidak berguna, hanya berfoya-foya menghabiskan harta
peninggalan ayahnya. Jiu To yang lengan kirinya tidak dapat digerakkan lagi, segera
pergi ke Cin-ling-san untuk menghadap gurunya, yaitu Pak-sian
Liong Su Kian, dan melaporkan tentang kematian dua orang
sutenya. "Y" Kota Ceng-goan adalah sebuah kota yang cukup besar dan
ramai. Letak kota ini di sebelah selatan kota raja. Karena kota ini
berada di daerah perbukitan yang berhawa sejuk dan
berpemandangan indah, maka banyak para bangsawan kota
raja mendirikan rumah peristirahatan di situ. Maka, di daerah
322 perbukitan itu ter-dapat banyak rumah-rumah yang mungil dan
indah, yang hanya dipergunakan ter?utama di musim panas
ketika hawa udara di kota raja luar biasa panasnya.
Di antara rumah-rumah peristirahatan yang terdapat di dalam
dan di luar kota Ceng-goan, terutama di lereng-lereng
perbukitan, terdapat sebuah rumah mungil yang berdiri di lereng.
Rumah itu agak terpencil, tidak mempunyai tetangga dekat dan
letaknya di tepi jurang. Pemandangan alam dari lereng ini
memang amat indahnya. Tempatnya sunyi dan tenang, hawanya
sejuk. Tempat yang amat baik bagi mereka yang hendak
menjauhkan diri dari semua keramaian yang bising, sibuk, dan
panas. Tempat yang diidamkan para pertapa yang ingin
mengasingkan diri dari keramaian dunia.
Pemilik rumah yang merupakan pondok mungil sederhana ini
adalah Ouw Kan. Datuk yang berjuluk Toat-beng Coa-ong (Raja
Ular Pencabut Nyawa) ini sudah berusia sekitar tujuhpuluh lima
tahun. Dia adalah seorang suku Uigur yang amat terkenal,
bukan hanya di kalangan sukunya sendiri, akan tetapi juga di
seluruh wilayah Kerajaan Kin, bahkan namanya sebagai Datuk
Sesat terkenal pula sampai jauh di selatan, di wilayah Kerajaan
Sung. Dia terkenal sebagai seorang datuk yang berilmu tinggi,
sakti dan ditakuti banyak tokoh persilatan.
Selama puluhan tahun Ouw Kan bertualang di dunia persilatan
dan sebagai seorang Datuk Sesat hampir tidak ada kejahatan
yang tidak pernah dia lakukan! Akan tetapi tidak ada
kesenangan apapun di dunia ini yang tidak berakhir dengan
kebosanan. Dalam usianya yang sudah tua itu, Toat-beng Coaong Ouw Kan mulai merasa bosan dengan kegiatan dalam
323 hidupnya. Dia merasa jemu dengan segala perbuatan jahatnya.
Bahkan dia mulai menyesali semua perbuatan jahat yang pernah
dia lakukan. Dia mulai merasa takut akan masa depannya, takut
akan bayangan keadaan dirinya setelah dia mati nanti.
Dia menyadari bahwa usianya yang semakin tua itu makin
mendekatkan dirinya dengan akhir kehidupannya. Sesudah itu,
bagaimana" Dia mulai merasa takut, apalagi kalau teringat akan
cerita bahwa dosa-dosa yang dilakukan manusia sewaktu
hidupnya akan diadili dan si pelaku kejahatan akan menerima
hukuman atas segala perbuatannya yang jahat. Dia mulai
merasa ngeri karena setelah mati dia tidak akan mampu lagi
mengandalkan kesaktiannya. Selagi hidup, dia tidak takut
menghadapi segala akibat dari perbuatannya. Dia dapat
menggunakan segala kemampuannya untuk membela diri. Akan
tetapi bagaimana sesudah dia mati dan tidak lagi dapat
mempergunakan segala macam ilmu yang pernah dia pelajari"
Dalam keadaan tidak berdaya dia akan berhadapan dengan
Giam-lo-ong (Raja Akhirat). Ouw Kan mulai merasa ngeri dan
mulailah dia mengasingkan diri di tempat sunyi itu, merenungkan
segala perbuatannya di masa lalu dan mulai merasa menyesal.
Demikianlah keadaan Toat-beng Coa-ong Ouw Kan yang kini
sudah berusia tujuhpuluh lima tahun. Dia kini lebih banyak duduk
bersamadhi, dan tidak mencampuri urusan duniawi. Segala
keperluannya sehari-hari dilayani oleh seorang pembantu wanita
setengah tua, penduduk dusun di bawah lereng, seorang janda
dusun sederhana. 324 Kakek ini tidak pernah kekurangan karena semua kebutuhannya
dicukupi oleh Kaisar Kerajaan Kin. Bahkan rumah itu pun
merupakan pemberian kaisar kepada datuk ini.
Pada pagi hari itu, Ouw Kan duduk bersila di atas bangku yang
berada di pekarangan depan rumahnya. Setiap pagi, setelah
matahari bersinar, dia selalu duduk bersila di atas bangku depan
rumah itu untuk membiarkan dirinya bermandi sinar matahari
yang menyehatkan. Kehangatan sinar matahari membuat hawa
udara yang dingin menjadi sejuk dan nyaman. Di depannya
terdapat sebuah meja kecil dan tadi, pelayannya menghidangkan minuman air teh hangat dengan poci dan
cangkirnya yang diletakkannya di atas meja.
Ouw Kan sedang tenggelam dalam Siu-lian (samadhi) sehingga
dia tidak melihat dan tidak tahu bahwa ada seorang gadis yang
berpakaian serba merah muda dan kepalanya tertutup caping
lebar memasuki pekarangan, berhenti dan berdiri memandang
kepadanya penuh perhatian. Gadis ini bukan lain adalah Han Bi
Lan. Setelah mendapatkan keterangan Jiu To bahwa Ouw Kan
tinggal di Ceng-goan, Bi Lan segera langsung saja menuju ke
kota itu. Di Ceng-goan ia mencari keterangan tentang Ouw Kan.
Ternyata tidak sukar mencari keterangan ini karena hampir
semua penduduk kota Ceng-goan tahu akan nama datuk besar
itu dan dengan mudah Bi Lan mendapatkan keterangan bahwa
orang yang dicarinya itu tinggal di lereng bukit itu. Setelah tiba di
situ, ia langsung memasuki pekarangan dan melihat seorang
laki-laki tua duduk bersila di atas bangku bermandi sinar
matahari, ia berhenti melangkah dan berdiri memandang penuh
325 perhatian. Kakek itu tampak tua sekali. Rambut dan jenggotnya yang
panjang sudah putih semua. Badannya masih tegak na?mun
kurus. Biarpun kini Ouw Kan sudah jauh lebih tua daripada
belasan tahun yang lalu, namun Bi Lan masih dapat
mengenalnya. Kakek inilah yang dulu menculik dan
melarikannya. Inilah Toat-beng Coa-ong Ouw Kan. Keyakinannya bertambah kuat ketika ia melihat sebatang
tongkat dari ular kobra kering berada di atas meja depan kakek
itu. "Ouw Kan !" Bi Lan berseru memanggil.
Kakek yang duduk bersila sambil memejamkan kedua matanya
itu segera membuka matanya. Setelah sepasang mata itu
dibuka, wajah Ouw Kan tampak menyeramkan. Mata itu lebar
dan bersinar tajam dan liar, biji matanya bergerak berputarputar. Dia memandang kepada gadis yang berdiri dalam jarak
sepuluh meter di depannya itu dan mengerutkan alisnya, meragu
apakah benar pendengarannya tadi menangkap suara gadis itu
memanggil namanya. Rasanya tidak mungkin ada seorang gadis
berani memanggil namanya begitu saja!
"Hemm, engkaukah yang tadi memanggil namaku?" "Ouw Kan,
aku datang untuk mencabut nyawamu!"
Ouw Kan merasa semakin heran dan dia melihat betapa sinar
mata gadis itu luar biasa dinginnya sehingga menyeramkan.
Akan tetapi dia merasa geli dan aneh. Dia yang berjuluk Raja
Ular Pencabut Nyawa, kini malah akan dicabut nyawanya oleh
seorang gadis muda! 326 "Bocah lancang! Siapakah engkau yang begitu kurang ajar
kepada Toat-beng Coa-ong Ouw Kan?"
"Hemm, tua bangka keparat! Lupakah engkau akan anak
perempuan yang belasan tahun lalu kau culik dan kau larikan
dari Lin-an (kota raja Kerajaan Sung Selatan)?"
Ouw Kan membelalakkan matanya dan memandang penuh
perhatian. Tentu saja dia tidak pernah melupakan peristiwa yang
memalukan hatinya itu. Dia mendapat tugas dari Kaisar Kin
untuk membalaskan kematian Pangeran Cu Si yang tewas
dalam perang di tangan suami isteri Han Si Tiong dan Liang
Hong Yi. Akan tetapi ketika dia mendatangi rumah Han Si Tiong,
suami isteri yang dicarinya itu tidak ada yang ada hanya anak
tunggal mereka, seorang anak berusia tujuh tahun. Dia lalu
menculik anak itu untuk diserahkan kepada Kaisar Kin, akan
tetapi di tengah perjalanan, anak itu dirampas oleh Jit Kong
Lhama. Dia terpaksa melarikan diri meninggalkan anak
perempuan itu karena dia tidak mampu menandingi kelihaian
pendeta Lhama dari Tibet itu.
Dalam penasarannya, dia masih berusaha membunuh suami
isteri itu, namun gagal. Akhirnya dia menugaskan dua orang
muridnya, Bouw Kiang dan Bong Siu Lan untuk membunuh Han
Si Tiong dan Liang Hong Yi. Hatinya puas mendengar
keterangan dua orang muridnya bahwa mereka berhasil
merobohkan suami isteri itu yang akhirnya membuat Han Si
Tiong tewas. Akan tetapi dua orang muridnya tidak berhasil
membunuh Liang Hong Yi karena mereka merasa jerih
menemukan surat yang terselip di ikat pinggang wanita itu, surat
yang ditulis oleh Pek Hong Niocu atau Puteri Moguhai!
327 09.2. Akhir Perjalanan Tokoh Hitam!
Akan tetapi hati Ouw Kan sudah puas karena Han Si Tiong
dikabarkan tewas oleh dua orang muridnya itu. Dan Kini, tibatiba saja anak perempuan yang dulu diculiknya lalu dirampas
oleh Jit Kong Lhama itu muncul di depannya dan mengancam
hendak membunuhnya! Ouw Kan mengangguk-angguk dan tersenyum. "Ho-ho, aku
ingat sekarang! Engkau bocah nakal itu! Hemm, siapa pula
namamu" Aku sudah lupa lagi."


Jodoh Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Namaku Han Bi Lan, ingat itu agar engkau tidak menjadi setan
penasaran dan tahu siapa yang membunuhmu."
Tiba-tiba Ouw Kan tertawa, suara tawanya bergaung dan
mengandung getaran dahsyat yang memiliki wibawa amat kuat.
"Ho-ho-ho-ha-ha! Han Bi Lan bocah nakal, hayo tertawa
bersamaku, ha-ha-ha!"
Akan tetapi, suara tawa kakek itu makin melemah dan akhirnya
berhenti, matanya terbelalak memandang ke arah gadis itu,
terheran-heran melihat gadis muda itu sama sekali tidak
terpengaruh oleh kekuatan sihir yang terkandung dalam suara
tawanya. Tawanya tadi merupakan serangan pertama yang
hebat. Biasanya, lawan yang cukup tangguhpun akan
terpengaruh oleh kekuatan sihir dalam tawa itu sehingga ikut
tertawa sampai terpingkal-pingkal dan kalau tidak dia hentikan,
bukan mustahil lawan yang terpengaruh itu akan tertawa sampai
rusak isi perutnya dan mati. Akan tetapi gadis muda itu tetap
berdiri tegak dan wajahnya tetap dingin tanpa ada bayangan
perasaan apa pun, sinar matanya tetap mencorong namun
328 dingin seperti membeku. Serangan sihirnya itu gagal sama
sekali, menerpa gadis itu seperti semilirnya angin lalu.
Tentu saja Ouw Kan sebagai seorang datuk besar merasa
penasaran sekali. Dia terkenal sebagai seorang datuk besar
yang tidak saja tinggi ilmu silatnya, namun juga terkenal sebagai
ahli racun dan ahli sihir. Melihat serangan sama sekali tidak
terasa oleh Bi Lan, dia merasa terhina.
"Rasakan gigitan ularku!" Dia membentak sambil mengerahkan
seluruh tenaga sihirnya, lalu melemparkan tongkat dari ular
kobra kering itu ke atas. Tongkat itu melayang ke atas lalu
meluncur ke arah Bi Lan, menjadi seperti seekor ular terbang
yang menyerang ke arah leher gadis itu dengan moncong
terbuka! Melihat serangan dahsyat ini, Bi Lan bersikap tenang saja. Tadi
ketika diserang gelombang suara tawa, ia hanya mengerahkan
sin-kang (tenaga sakti) yang dilatihnya dari Si Mayat Berjalan
dan suara tawa itu lewat begitu saja tanpa dapat menyentuh
perasaannya sehingga ia sama sekali tidak terpengaruh.
Kini ia menghadapi serangan tongkat yang menjadi ular terbang
yang ia tahu juga merupakan serangan yang didorong kekuatan
sihir. Selain tenaga sihir, juga tongkat ular itu mengandung racun
sehingga kalau terkena serangan moncong ular itu, dapat
mendatangkan maut. Namun Han Bi Lan sama sekali tidak
merasa gentar atau gugup. Begitu tongkat itu menyambar
bagaikan anak panah ke arah lehernya, ia menggerakkan
tangan kiri yang dimiringkan untuk menangkis dan sekaligus
329 menyerang ular jadi-jadian itu dengan sabetan tangannya yang
membuat gerakan membacok.
"Wuuttt plakk!" Tongkat yang berubah menjadi ular itu terpukul dan terbanting
ke atas tanah, lalu mental dan melayang kembali ke tangan Ouw
Kan yang cepat menyambut dan memegangnya. Dia kini marah
sekali. Tubuhnya yang sudah tua renta itu dengan cekatan sekali
telah melompat ke depan. Gerakannya ringan dan gesit.
Karena kini menyadari bahwa gadis muda itu benar-benar
merupakan lawan yang tangguh dan sama sekali tidak boleh
dipandang ringan, maka Ouw Kan ti-dak berani main-main lagi.
Dia maklum bahwa ilmu sihir tidak akan dapat mengalahkan
gadis ini, maka kini dia mengerahkan seluruh tenaganya dan
mengeluarkan semua jurus simpanannya untuk menyerang
dengan tongkatnya. Karena memang datuk ini memiliki ilmu silat
tingkat tinggi, maka serangannya juga dahsyat sekali.
Tongkatnya berubah menjadi gulungan sinar yang mengeluarkan bunyi berdengung ketika menyambar-nyambar ke
arah tubuh Bi Lan dengan serangan beruntun dan bertubi-tubi.
Bi Lan juga mengerahkan gin-kang (ilmu meringankan tubuh)
yang istimewa karena gemblengan Si Mayat Berjalan membuat
semua ilmunya maju pesat. Tubuhnya seolah menjadi bayangan
yang berkelebatan cepat sekali, menyelinap di antara sambaran
gulungan sinar tongkat. Akan tetapi serangan-serangan Ouw Kan memang dahsyat
sekali, maka beberapa kali hampir saja tubuhnya menjadi
sasaran sambaran tongkat maut itu. Bi Lan maklum bahwa ia
330 tidak akan menang jika hanya mengandalkan kelincahan
ge?rakannya untuk mengelak terus. Untuk menangkis tongkat itu
dengan tangan, ia tidak berani melakukannya. Tongkat itu
berada di tangan Ouw Kan, maka menjadi berbahaya sekali dan
kalau ditangkis, bukan tidak mungkin tangannya akan terluka
atau keracunan. Juga kalau hanya mengelak, ia tidak
mempunyai kesempatan untuk membalas dan dalam sebuah
perkelahian, tidak mungkin mengandalkan pertahanan saja
tanpa penyerangan. Karena itu, setelah lewat limapuluh jurus
lebih, tiba-tiba Bi Lan menanggalkan mantel dan capingnya dan
kini ia melawan Ouw Kan dengan dua macam senjata.
Mantelnya itu berada di tangan kirinya dan caping berada di
tangan kanannya. Ketika ia menggerakkan dua buah benda itu,
Ouw Kan terkejut bukan main. Mantel itu ketika digerakkan
seolah berubah menjadi perisai lebar dan amat kuat, yang
mampu menangkis dan membendung hujan serangan
tongkatnya. Dan caping itu pun mulai menyambar-nyambar
dengan serangan yang dahsyat!
Setelah menjadi murid Si Mayat Berjalan, tingkat kepandaian Bi
Lan telah menjadi sedemikian tinggi dan anehnya sehingga ia
tidak perlu membawa senjata tajam lagi karena segala benda
dapat saja dijadikari senjata yang ampuh!
Kini pertandingan itu menjadi seru bukan main karena Ouw Kan
tidak lagi hanya menyerang seperti tadi. Kini mulailah dia harus
melindungi dirinya dari caping lebar yang menyambar-nyambar
itu. Sebaliknya Bi Lan tidak hanya menghindar terus melainkan
kini membalas serangan lawan dengan sama gencarnya.
331 Perkelahian itu menjadi seru dan mati-matian. Setiap serangan
kedua pihak merupakan cengkeraman tangan maut.
Bi Lan memang telah mendapatkan ilmu silat yang amat aneh
dan hebat. Gurunya yang pertama, Jit Kong Lhama telah
mengajarkan ilmu-ilmu silat tinggi, juga mengajarnya tentang
racun dan ilmu sihir. Kemudian, ia telah mempelajari sampai
sepenuhnya menguasai ilmu silat sakti dari Kun-lun-pai, yaitu
Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat. Setelah itu, semua ilmunya
diperkuat oleh gemblengan Heng-si Ciauw-jiok (Mayat Hidup
Berjalan) yang selain memperdalam ilmu-ilmu yang telah ia
miliki, ia juga diberi ilmu Sin-ciang Tin-thian (Tangan Sakti
Menjagoi Kolong Langit) yang biarpun hanya tigabelas jurus
namun merupakan jurus-jurus aneh dan ampuh sekali. Maka
dapat dibayangkan betapa lihainya Bi Lan sekarang.
Akan tetapi lawannya juga bukan orang sembarangan. Kakek
Ouw Kan adalah seorang datuk besar, terkenal dengan julukan
Toat-beng Coa-ong. Selama ini dia tidak pernah berhenti berlatih
dan memperdalam ilmu-ilmunya sehingga tentu saja dia
merupakan seorang lawan yang amat tangguh dan berbahaya
sekali bagi Bi Lan. Bagaimanapun kuat dan tangguhnya seseorang, dia harus
tunduk terhadap kodrat alam yang menguasai pula tubuhnya
sendiri, yaitu usia tua. Usia tua menggerogoti kekuatan tubuh
dari sebe?lah dalam dan tidak ada ilmu yang dapat menolak
kodrat ini. Kenyataan ini berlaku pula atas diri Ouw Kan. Dia
memang seorang yang berilmu tinggi, kuat dan tangguh. Akan
tetapi menghadapi usianya sendiri, mau tidak mau dia harus
332 tunduk. Tenaganya makin berkurang dan terutama sekali daya
tahannya jauh merosot. Kalau tadi dia masih dapat melakukan perlawanan gigih, bahkan
mendesak Bi Lan, kini setelah perkelahian itu lewat seratus
jurus, napasnya mulai terengah, tubuhnya basah keringat dan
tenaganya semakin melemah. Sebaliknya, gerakan Bi Lan
semakin dahsyat sehingga kini setiap tongkat bertemu gulungan
kain jubah, Ouw Kan terdorong mundur dan merasa betapa
seluruh lengannya yang memegang tongkat tergetar hebat!
Menyadari bahwa tenaganya semakin lemah dan dia pun tidak
mempunyai kesempatan untuk melarikan diri, Ouw Kan menjadi
nekat. Dia mengerahkan seluruh sisa tenaganya, menyerang
dengan jurusnya yang paling ampuh.
"Hyaaaahhhh!" Dengan memekik nyaring dia menyerang dengan
tongkatnya yang menghantam ke arah kepala Bi Lan dengan
dahsyat sekali. Bi Lan menggerakkan kain mantel di tangan kirinya untuk
menangkis dan begitu kedua senjata itu bertemu, dengan
gerakan pergelangan tangannya Bi Lan dapat membuat ujung
gulungan mantelnya itu melibat tongkat di tangan kanan Ouw
Kan. Pada saat itu, tangan kanannya yang memegang
capingnya menyambar ke arah dada Ouw Kan. Dalam keadaan
seperti itu, Ouw Kan tidak dapat menghindarkan diri lagi. Maka
dengan nekat dia lalu menggerakkan tangan kirinya menyambut
dan menangkap caping yang meluncur ke arah dadanya itu.
333 "Wuuttt plakk !" Dia berhasil menangkap
caping itu dan kini sepasang tangan kedua orang itu tidak bebas
lagi! Mereka mengerahkan tenaga untuk saling mendorong
melalui kedua tangan yang memegang senjata. Terjadilah adu
tenaga sakti dengan saling mendorong!
Tenaga Ouw Kan memang sudah hampir habis, maka adu
tenaga sakti ini tentu saja amat menyiksanya. Tubuhnya mulai
basah oleh keringat, wajahnya pucat dan uap mengepul dari
ubun-ubun kepalanya, menembus topi bulunya. Melihat keadaan
lawan sudah payah dan tenaga itu semakin melemah, Bi Lan
berkata dengan suara datar dan pandang mata dingin.
"Jahanam Ouw Kan, bersiaplah untuk menghadap arwah
Ayahku agar dia dapat menghukummu!" Setelah berkata
demikian, tiba-tiba Bi Lan mengeluarkan suara melengking yang
aneh dan menyeramkan. Suara itu terdengar sampai jauh, tibatiba kedua tangannya melepaskan caping dan mantel dan
secepat kilat kedua tangan itu mendorong ke depan, ke arah
dada Ouw Kan. "Dessss !!" Tubuh yang kurus itu terlempar ke
belakang dan terbanting roboh, tewas seketika dan dari semua
lubang di mulut hidung dan telinganya mengalir darah.
Bi Lan berdiri memandang mayat musuh besarnya itu dengan
wajah dingin tanpa menunjukkan perasaan apa pun Hati gadis
yang dahulu gembira, lincah jenaka
334 penuh gairah hidup itu kini seolah membeku dan dingin.
Perubahan ini terjadi semenjak ia meninggalkan ibunya.
Wajahnya masih cantik jelita, akan tetapi seperti kecantikan
sebuah topeng! Tiba-tiba tubuhnya bergerak dan ia sudah melompat masuk
pondok itu dan memegang lengan wanita setengah tua yang
menjadi pembantu Ouw Kan. Wanita itu menjadi ketakutan,
tubuhnya menggigil dan ia berkata
dengan suara gemetar, "Ampun, Nona. Saya
seorang pelayan " saya hanya Ketika merasa betapa lengan yang dipegangnya itu sama sekali
tidak mengandung tenaga, Bi Lan melepaskannya dan wanita itu
lalu menjatuhkan dirinya berlutut. Tadi ia hanya mengintai dari
balik pintu dan tidak berani keluar melihat majikannya berkelahi.
Melihat majikannya yang sudah tua itu roboh, ia menjadi
semakin ketakutan dan menahan tangisnya. Suaranya itulah,
biarpun lirih, yang membuat Bi Lan melompat dan menangkap
lengannya. Ketika mendapat kenyataan bahwa wanita pelayan itu seorang
lemah, Bi Lan segera melepaskannya. Biarpun ia menjadi
seorang yang berhati kaku keras dan dingin, namun Bi Lan tidak
menjadi orang jahat yang suka mengganggu orang. Hanya
mereka yang bersikap kurang ajar kepadanya, yang
mengganggunya, akan dibunuhnya tanpa mengenal ampun.
Akan tetapi ia tidak akan mengganggu sedikit pun orang yang
tidak bersalah kepadanya.
335 "Aku tidak akan menyakitimu, Bibi. Akan tetapi katakan, di mana
adanya Bouw Kiang dan Bong Siu Lan?"
"Maafkan saya, Nona. Saya sungguh tidak tahu di mana adanya
mereka." "Kenalkah engkau kepada dua orang murid itu?"
"Saya pernah melihat mereka datang menghadap Guru mereka
di sini, Nona." "Tahukah engkau apa yang mereka bicarakan?"
"Saya tidak tahu dan tidak berani ikut mendengarkan."
"Seperti apa mereka itu" Coba gambarkan."
"Murid laki-laki bernama Bouw Kiang itu bertubuh tinggi besar,
mukanya tampan dan kulitnya hitam, usianya sekitar duapuluh
enam tahun. Adapun murid perempuan itu berusia sekitar
duapuluh tahun, wajahnya cantik kulitnya putih, mata dan
mulutnya lebar." Seperti itu pula penggambaran ibu?nya tentang dua orang murid
Ouw Kan yang menyerang orang tuanya itu. "Apakah dulu
mereka itu tidak tinggal di sini bersama guru mereka?"
"Tidak, Nona. Pernah saya mendengar bahwa mereka tinggal di
kota raja, akan tetapi tepatnya entah di mana karena saya
sendiri orang dusun, belum pernah pergi ke kota raja."
336 Bi Lan mengangguk. "Keteranganmu itu sudah cukup, Bibi.
Terima kasih. Sekarang beritahukanlah kepada pendudukdusun
terdekat agar mereka membantu penguburan mayat itu. Aku
pergi." "Nona tunggu sebentar." "Hemm, apa lagi?"
"Nona, kasihanilah saya. Bagaimana kalau orang-orang
bertanya kepada saya tentang kematian majikan saya ini" Kalau
saya tidak memberi keterangan yang jelas, saya takut kalau
malah dicurigai." "Hemm, beritahu saja seperti apa yang kaulihat. Ouw Kan ini


Jodoh Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adalah musuh besarku. Katakan bahwa dia dibunuh seorang
gadis yang mengaku sebagai musuh besarnya."
"Kalau mereka menanyakan nama Nona?"
"Hemm, katakan saja bahwa aku adalah Ang I Mo-li (Iblis Betina
Baju Merah)!" Setelah berkata demikian, sekali berkelebat Bi Lan
telah lenyap dari depan wanita setengah tua itu. Tentu saja
wanita itu terbelalak dan menggigil ketakutan, percaya bahwa
gadis cantik pembunuh majikannya itu benar-benar seorang iblis
betina! "Y" Beberapa bulan yang lalu Ouw Kan yang sedang berada
seorang diri di pon-doknya dan wanita pembantunya sedang
pergi berbelanja bumbu dan bahan masakan, Puteri Moguhai
muncul di depan?nya. Ouw Kan terkejut mengenal gadis itu
sebagai orang yang pernah bersama seorang pemuda Iihai
337 melawan dan mencegahnya ketika dia hendak membunuh Han
Si Tiong dan Liang Hong Yi. Dia sudah bersiap-siap untuk
menyerang gadis itu, akan tetapi Puteri Moguhai mencabut
pedang bengkok terukir naga emas pemberian kaisar dan
berkata. "Toat-beng Coa-ong Ouw Kan, apakah engkau tidak mengenal
ini?" Ouw Kan terbelalak dan menatap wajah jelita itu penuh
perhatian. "Siapakah engkau?"
"Aku Puteri Moguhai dan di luar aku disebut Pek Hong Niocu!"
Ouw Kan terkejut. "Aih, kiranya Paduka Tuan Puteri" Maaf, saya
tidak mengenal Paduka karena seingat saya, saya dulu melihat
Paduka sebagai seorang puteri yang
masih kecil, masih remaja. Jadi
, Padukalah yang dulu melindungi Han Si Tiong dan isterinya di tepi Telaga Barat?"
Puteri Moguhai mengangguk. "Benar, akulah yang ketika itu
mencegah engkau membunuhnya!"
"Akan tetapi, Tuan Puteri, mengapa" Sri Baginda Kaisar sendiri
yang dulu mengutus saya untuk membunuh suami isteri itu, demi
membalas kematian Pangeran Cu Si."
"Perintah itu diberikan Ayahanda Kaisar dahulu, belasan tahun
yang lalu. Aku sudah menanyakan kepada Beliau dan sekarang
338 Beliau tidak lagi bermaksud membalas dendam kematian
Pangeran Cu Si. Kematian itu terjadi dalam perang, jadi tidak
ada dendam pribadi. Akan tetapi mengapa engkau masih bersikeras dalam usahamu
membunuh suami isteri itu?"
"Saya saya merasa malu kepada Sri Baginda
karena kegagalanku dahulu dan ingin menebus kegagalan itu,
Tuan Puteri." "Hemm, mulai sekarang harap engkau hentikan usaha
pembunuhan itu, karena akulah yang akan menentangmu!
Ketahuilah bahwa suami isteri itu kini merupakan sahabat baikku
dan aku akan melindungi mereka!"
"Baik, Tuan Puteri. Saya berjanji bahwa mulai hari ini, saya tidak
akan pergi mencari dan memusuhi Han Si Tiong dan Liang Hong
Yi." Demikanlah, Puteri Moguhai meninggalkan Ouw Kan dan
kembali ke istana. Ia sama sekali tidak tahu bahwa ketika
berjanji, dalam hatinya Ouw Kan menertawakannya karena
beberapa bulan yang lalu dia sudah memberi perintah kepada
Bouw Kiang dan Bong Siu Lan, dua orang muridnya, untuk
mewakili dia pergi mencari suami isteri itu dan membunuh
mereka! Seperti kita ketahui, dua orang murid itu berhasil melukai Han Si
Tiong sehingga tewas tak lama kemudian, akan tetapi mereka
339 tidak berani membunuh Liang Hong Yi karena menemukan surat
yang ditulis oleh Puteri Moguhai dan terselip di ikat pinggang
Liang Hong Yi. Dua orang murid itu sudah memberi tahu akan hal ini kepada
Ouw Kan, maka ketika Moguhai datang kepada Ouw Kan dan
melarang Ouw Kan memusuhi suami isteri itu, tanpa ragu-ragu
Toat-beng Coa-ong menyanggupi! Dia tahu bahwa Han Si Tiong
telah tewas oleh dua orang muridnya itu.
Akan tetapi, sama sekali dia tidak pernah bermimpi bahwa dua
bulan setelah Puteri Moguhai memperingatkannya, muncul Han
Bi Lan, bocah yang dulu diculiknya dan dia tewas di tangan
gadis yang kini menjadi luar biasa lihainya itu!
Ketika Moguhai pulang ke istana, ayah ibunya, yaitu Sri Baginda
Kaisar Kerajaan Kin dan Tan Siang Lin yang menjadi selir kaisar,
menyambutnya dengan gembira. Mereka merasa rindu sekali
kepada puteri mereka yang terkasih ini, yang telah
meninggalkan istana selama setahun. Sri Baginda Kaisar dan
selirnya itu segera mendesak agar puteri mereka itu
menceritakan semua pengalamannya.
Sudah lama Kaisar mendengar akan nama Tiong Lee Cin-jin
yang berjuluk Dewa Obat dan dia mengagumi?nya karena Tiong
Lee Cin-jin juga berjasa menyelamatkan kaisar ketika terjadi
pemberontakan yang dilakukan oleh mendiang Pangeran Hiu Kit
Bong. Maka, ketika mendengar bahwa puterinya yang dia tahu
telah memiliki ilmu silat tinggi itu hendak digembleng oleh Dewa
Obat selama setahun, tentu saja dia menyetujuinya. Adapun Tan
Siang Lin sendiri, tentu saja merasa girang dan rela membiarkan
340 puterinya meninggalkannya selama setahun untuk berguru
kepada Tiong Lee Cin-jin karena itu berarti bahwa Moguhai
berguru kepada ayah kandung?nya sendiri!
Moguhai bercerita kepada Ayahnya betapa selama setahun ia
digembleng ilmu oleh Tiong Lee Cin-jin dan bersama ia ada
seorang gadis lain yang menjadi murid Si Dewa Obat.
"Ah, ada murid wanita lain" Apakah ia juga memiliki tingkat
kepandaian tinggi" Siapa namanya, Moguhai?" tanya Kaisar Kin.
"Ia juga lihai sekali. Sebelum menjadi murid
Suhu, ia juga sudah lihai dan di dunia kang-ouw terkenal dengan
julukan Ang Hwa Sian-li, namanya Thio Siang In. Usianya
sebaya dengan saya dan kata orang-orang, kami berdua mirip
satu sama lain. Ia ingin sekali berkun?jung ke sini. Bolehkah,
Ayah?" Sejak kecil Moguhai amat manja kepada ayahnya dan terhadap
ayahnya itu, ia tidak menggunakan banyak aturan sebagaimana
keluarga kaisar yang lain. Kaisar yang amat menyayang
puterinya itu pun membiarkannya saja.
"Tentu saja boleh! Kapan saja ia boleh datang berkunjung ke
istana," kata Sri Baginda Kaisar.
Puteri Moguhai menceritakan tentang pengalamannya ketika belajar ilmu dari Si Dewa Obat. Tentu
saja ia sama sekali tidak menyinggung tentang rahasia yang
telah ia ketahui mengenai riwayatnya dan Siang In dan tentang
Gurunya yang sesungguhnya adalah Ayahnya sendiri dan dalam
341 kesempatan itu ia bercerita pula akan pengalamannya ketika
bertemu dengan Han Si Tiong dan Liang Hong Yi.
"Ayah, mereka adalah suami isteri pendekar yang gagah
perkasa dan baik budi. Karena itu, ketika Toat-beng Coa-ong
Ouw Kan menyerang dan hendak membunuh mereka, saya
melindungi mereka. Saya tahu bahwa Ayah sudah tidak
menaruh dendam kepada suami isteri itu dengan tewasnya
Pangeran Cu Si dalam perang. Akan tetapi Ouw Kan masih saja
memusuhi dan hendak membunuh mereka karena merasa malu
atas kegagalannya membunuh mereka belasan tahun yang lalu."
Kaisar itu menghela napas panjang. "Kami sesungguhnya bukan
anak kecil yang tidak tahu bahwa gugur dalam perang bukan
merupakan dendam pribadi. Akan tetapi pada waktu itu,
mendiang Pangeran Hiu Kit Bong yang memanaskan hatiku
sehingga aku utuskan Ouw Kan untuk membalas dendam.
Setelah dia gagal, sebetulnya aku sudah menghapus dendam
yang sesungguhnya salah itu. Aku tidak lagi mendendam,
apalagi hubungan antara kerajaan kita dengan Kerajaan Sung
kini sudah menjadi baik. Aku tidak pernah menyuruh Ouw Kan
untuk membunuh suami isteri bekas pimpinan Pasukan
Halilintar. Kalau dia masih berusaha membunuh mereka, itu
adalah urusannya sendiri."
Biarpun di depan Kaisar ia tidak bercerita tentang rahasia
ibunya, akan tetapi ketika ia berada berdua dengan ibunya,
Puteri Moguhai tidak dapat menahan diri lagi untuk
merahasiakan semua itu. Tan Siang Lin, selir kaisar itu, agaknya
sudah menduga bahwa tentu telah terjadi sesuatu dengan
puterinya yang selama setahun hidup bersama gurunya yang
342 juga merupakan ayah kandungnya itu. Ia dapat merasakan
sesuatu telah terjadi melihat sinar mata puterinya ketika
memandang kepadanya semenjak anak itu pulang.
Kini, Moguhai agaknya sengaja menemuinya berdua dalam
kamar itu. Dengan jantung berdebar tegang ia lalu duduk di atas
pembaringan, setengah merebahkan diri dan memandang
puterinya yang setelah memasuki kamar lalu menutupkan daun
pintu dengan hati-hati. Setelah menutupkan daun pintu Moguhai menghampiri ibunya
dan duduk di atas tepi pembaringan. Dua orang wanita itu saling
pandang dan sampai lama keduanya tidak bicara, hanya saling
pandang dan keduanya tersenyum dengan sinar mata
membayangkan kasih sayang yang besar. Melihat betapa sinar
mata Moguhai mengandung keraguan, Tan Siang Lin berkata
lirih sambil memegang lengan puterinya.
09.3. Kemarahan Sang Kaisar selaku Ayah!
"Anakku, agaknya engkau akan menceritakan sesuatu kepada
Ibumu. Jangan ragu-ragu, anakku, kalau ada sesuatu,
ceritakanlah saja." "Ibu, aku sekarang mempunyai nama baru atau nama
alias, pemberian Suhu Tiong Lee Cin-jin."
Ibunya memandang tajam dan mulutnya tersenyum. "Nama
baru" Engkau diberi nama apakah, Moguhai?"
"Aku diberi nama Sie Pek Hong, Ibu."
343 Sepasang mata yang masih indah itu terbelalak. "
Sie ?" "Benar, Ibu. Pakai nama marga Sie dan nama Pek Hong adalah
nama julukanku, Pek Hong Niocu."
"Akan tetapi, mengapa marga Sie?"
"Karena Guruku juga bermarga Sie, Sie Tiong Lee, Ibu."
Wajah wanita itu berubah kemerahan. "Akan
tetapi mengapa engkau ikut-ikutan bermarga Sie?"
"Ibu, bukankah nama marga seorang anak harus mengikuti
marga Ayahnya" Ibu bermarga Tan, tidak mungkin aku memakai
marga Tan." Wajah ita menjadi semakin merah. "Moguhai
!" Ia memegang lengan pu-terinya dengan kuat. "Kau kau tahu
?" Moguhai tersenyum dan mengangguk.
"Dia dia yang bercerita padamu?"
Kembali Moguhai mengangguk.
"Ohhh !" Tan Siang Lin bangkit duduk dan
memegang kedua tangan puterinya. Moguhai merasa betapa
jari-jari tangan ibunya menjadi dingin dan gemetar.
"Apa apa saja yang dia ceritakan
?" 344 "Semuanya, Ibu. Tentang Ayah eh, Paman Sie
eh, Suhu dan Ibu. Aku merasa terharu sekali mendengar akan nasib dia
dan Ibu." Moguhai merangkul ibunya karena jelas ibunya menahan
tangisnya. Tan Siang Lin merangkul puterinya dan sejenak
mereka berangkulan. Wanita itu tidak mengeluarkan suara
tangisan, akan tetapi pundaknya bergoyang perlahan. Akhirnya
ia dapat menguasai perasaannya. Ia melepaskan rangkulannya,
menghapus beberapa tetes air mata yang membasahi pipinya,
lalu menghela napas panjang dan berkata lirih.
"Akan tetapi engkau tahu bahwa aku hidup cukup bahagia di
istana ini. Sri Baginda amat baik terhadap kita berdua, Moguhai."
"Hal itu tidak kusangkal, Ibu. Dan sudah kuceritakan dengan
terus terang kepada Suhu. Karena itu, nama Sie Pek Hong juga
hanya untuk aku dan Ibu saja, kepada orang luar aku tetap
bernama Puteri Moguhai dan berjuluk Pek Hong Niocu. Selain
rahasia yang kuceritakan tadi, Ibu, masih ada hal lain yang tentu
akan membuat Ibu berbahagia kalau aku ceritakan."
Tan Siang Lin yang masih berdebar jantungnya karena tegang
dan haru mendengar bahwa puterinya telah mendengar
pengakuan Sie Tiong Lee tentang rahasianya kini memandang
kepada wajah Moguhai dengan kedua mata masih basah.
Hatinya sudah terlalu tegang sehingga keharuan membuat ia
tidak mampu bicara, hanya bertanya lirih dengan satu kata saja.
"Apa ?" 345 Moguhai memegang kedua tangan ibunya dan berkata dengan
wajah berseri gembira. "Ibu, tahukah Ibu siapa gadis yang
menjadi saudara seperguruanku dan yang bernama Thio Siang
In" Ia adalah puteri Bibi Miyana!"
Sepasang mata itu terbelalak menatap wajah Moguhai. "Puteri
puteri Miyana ?" Suara itu gemetar dan bibir itu menggigil.
"Ya, Ibu dan Siang In itu serupa benar dengan aku, tidak ada
yang dapat membedakan kalau kami mengenakan pakaian yang
sama. Ia adalah adik kembarku yang dulu dibawa pergi Bibi
Miyana." Wajah Tan Siang Lin menjadi agak pucat. "Ia
akan hal itu?" "Tahu, Ibu. Suhu ia tahu ! pula Ayah menceritakan semua kepada kami berdua. Aku sudah singgah ke rumahnya dan
bertemu Bibi Miyana yang sekarang menjadi Nyo?nya Thio Ki di
kota Kang-cun. Ibu, Siang In akan berkunjung ke sini untuk


Jodoh Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertemu dengan Ibu!"
Tan Siang Lin tak dapat menahan keharuan dan kebahagiaan
hatinya lalu ia merangkul Moguhai sambil menangis tersedusedu. Tangis bahagia. Akan tetapi tiba-tiba ia teringat akan
sesuatu dan menghentikan tangisnya, lalu memandang wajah
Moguhai dan berkata dengan gelisah.
"Jangan, anakku! Jangan biarkan ia ke sini. Kalau Sri Baginda
tahu " 346 "Ibu jangan khawatir. Siang In juga sudah tahu bahwa Ayahanda
Kaisar tidak boleh mengetahui akan kekembaran kami itu. Ia
akan datang ke sini sebagai Thio Siang In yang berjuluk Ang
Hwa Sian-li dan mengenakan pakaian yang berbeda sekali
denganku. Wajah kami memang sama, namun warna dan
bentuk pakaian kami berbeda jauh, juga bentuk sanggul rambut
kami. Kemiripan kami itu tidak akan terlalu menyolok dengan
adanya perbedaan-perbedaan itu, Ibu."
Mendengar ucapan Moguhai itu, hati Siang Lin menjadi tenang
kembali. Ibu ini menunggu pertemuan yang akan terjadi dengan
puterinya itu dengan hati penuh ketegangan dan kegembiraan.
Mendengar bahwa kini puteri kembarnya yang kedua itu telah
menjadi seorang gadis yang lihai, sudah bertemu ayah
kandungnya dan saudara kembarnya, sudah tahu pula bahwa
ialah ibu kandungnya dan Miyana hanyalah ibu angkat, tahu
bahwa ayah kandung mereka berdua adalah Sie Tiong Lee, hal
ini saja sudah mendatangkan kebahagiaan besar dalam hatinya.
Karena telah meninggalkan istana selama setahun lebih, maka
Kaisar Kin dan selirnya melarang Moguhai untuk pergi lagi.
Puteri itu tinggal di istana dan ia sedang murung karena baik
kaisar maupun ibunya mendesaknya agar mau memilih seorang
di antara banyak pinangan yang diajukan padanya. Para
pelamar itu terdiri dari para putera pejabat tinggi, ada pula
putera-putera Pangeran yang menjadi saudara misan Sri
Baginda Kaisar. Ketika Moguhai menolak, Kaisar menjadi
marah. Baru satu kali ini Kaisar memarahi puterinya yang
biasanya amat disayang itu.
347 "Bagaimana engkau ini" Ingat usiamu sudah duapuluh tahun!
Kalau tidak sekarang menentukan jodohmu, mau tunggu sampai
kapan lagi" Aku sudah memberi kebebasan sepenuhnya
padamu, tidak memaksamu berjodoh dengan seseorang
menurut pilihan kami. Kami sudah memberi kebebasan
kepadamu untuk memilih seorang di antara para pemuda yang
telah mengajukan pinangan dengan segala kehormatan!"
"Maafkan saya, Ayah. Akan tetapi, sesungguhnya saya sama
sekali belum ingin terikat dalam sebuah
pernikahan. Saya masih ingin sendiri
" Kaisar menjadi marah. "Hemm, beginilah kalau anak terlalu
dimanja. Sejak kecil, orang tua selalu berusaha untuk
membahagiakan hatimu, akan tetapi sekarang, diharapkan
membahagiakan hati orang tua satu kali saja tidak mau!" Kaisar
marah dan meninggalkan Moguhai bersama, ibunya.
Sejak tadi Tan Siang Lin hanya diam saja. Ia pun ingin sekali
melihat puterinya menikah dan mempunyai anak. Ia sudah ingin
sekali menimang cucu. Telah menjadi anggapan semua orang
tua di masa itu, hati mereka barulah merasa lega dan bahagia
kalau anak perempuannya sudah menikah. Bagi mereka,
pernikahan saja yang akan mendatangkan kebahagiaan dalam
hati tiap orang gadis. Menjadi isteri lalu menjadi ibu! Apalagi
kecuali itu yang akan membahagiakan hati seorang wanita"
Dan merupakan hal yang amat memalukan, bahkan dapat
mendatangkan aib, akan menjadi buah bibir dan diam-diam
menjadi bahan ejekan kalau seorang gadis yang sudah dewasa
tidak segera mendapatkan jodoh. Disangka tidak laku! Padahal,
348 anaknya kini sudah berusia duapuluh tahun! Sudah agak
terlambat menurut ukuran jaman itu. Seorang gadis biasanya
menikah dalam usia enambelas atau tujuh belas tahun, paling
lambat delapanbelas tahun.
Dengan lembut Tan Siang Lin mendekati puterinya yang masih
duduk termenung setelah dimarahi ayahnya tadi. Ia menaruh
tangannya ke pundak Moguhai. Moguhai menoleh dan menghela
napas panjang. "Moguhai, mengapa engkau begitu kukuh menolak anjuran kami
untuk menentukan pilihan jodohmu?" kata Ibu itu dengan lembut,
Ialu ia duduk di atas kursi depan puterinya.
Moguhai menghela napas panjang lagi dan berkata, "Ibu, kalau
aku bersama Ayah Sie Tiong Lee, aku yakin beliau tidak akan
memaksaku menikah." "Mungkin saja ia akan bersikap begitu, mengingat dia seorang
yang sejak muda hidup di dunia kang-ouw. Akan tetapi sikap
seperti itu sama sekali tidak sesuai dengan pendapat umum,
anakku. Ayahmu, Sri Baginda dan aku, menghendaki engkau
mengambil pilihan dan segera menikah adalah tanda
kesayangan kami kepadamu. Kami ingin melihat engkau hidup
berbahagia sebagai seorang isteri, sebagai seorang ibu. Kami
tidak ingin engkau menjadi bahan pembicaraan dan cemoohan
orang, yang mengatakan bahwa engkau tidak laku. Ingatlah,
usiamu sudah duapuluh tahun dan itu merupakan usia yang
sudah lebih dari cukup bagi setiap orang wanita untuk
meninggalkan masa kegadisannya dan memasuki kehidupan
berumah tangga, berkeluarga."
349 "Akan tetapi, Ibu. Kalau aku belum suka menikah, apakah aku
harus memaksa diri untuk melakukan hal yang tidak atau belum
kusukai itu?" "Anakku, dalam hal ini tidak ada pemaksaan diri, melainkan
pelaksanaan kewajiban. Ketahuilah, Moguhai, dalam kehidupan
seorang wanita, terdapat kewajiban-kewajiban yang tidak kita
ingkari. Menikah menjadi isteri orang, melahirkan menjadi ibu
anak-anak, melayani suami dan mengurus rumah tangga,
semua itu merupakan sebagian dari kewajiban seorang wanita.
Wanita adalah induk dan sumber perkembang-biakan manusia
di dunia ini, yang merupakan tugas yang teramat mulia. Kalau
semua wanita berpendirian seperti engkau dan tidak mau
menikah, tidak melahirkan anak, manusia akan musnah."
"Aih, Ibu. Aku bukan bermaksud untuk tidak menikah selama
hidupku, hanya saja, aku tidak mau menikah dengan pria yang
tidak kusukai. Aku hanya mau menikah dengan seorang pria
yang kucinta, Ibu." Tan Siang Lin menghela napas panjang. "Aku mengerti
perasaanmu dan aku tahu bahwa semua wanita pasti memiliki
perasaan yang sama seperti itu, walaupun yang terlaksana
keinginannya hanya satu di antara seribu. Sebagian besar
ga?dis dijodohkan orang tuanya, bahkan banyak yang sama
sekali belum pernah melihat suaminya. Pertama kali melihatnya
adalah di saat pernikahan dilangsungkan. Akan tetapi Sri
Baginda telah bersikap bijaksana terhadapmu karena Beliau
amat mencintamu. Buktinya Beliau memberi kebebasan
kepadamu untuk memilih di antara mereka yang telah
mengajukan pinangan."
350 "Akan tetapi, Ibu. Aku sungguh belum mempunyai
pilihan dan tentang usia hemm, Siang In juga belum
menikah!" "Mengapa mesti menunggu ia" Apakah selama ini engkau belum
pernah bertemu dengan seorang pemuda yang menarik
hatimu?" Wajah Moguhai menjadi kemerahan, lalu menjawab malu-malu.
"Sebetulnya memang ada, Ibu. Akan tetapi aku tidak tahu
apakah dia juga tertarik padaku. Kami belum pernah saling
menyatakan perasaan hati kami. Selain itu, dia adalah seorang
pemuda pribumi Han, apakah mungkin Ayahanda mau
menerima seorang Han sebagai mantunya?"
"Hemm, memang mungkin sukar Beliau dapat menerimanya.
Akan tetapi bukankah aku juga seorang wanita Han" Aku yang
akan membujuknya, Moguhai. Aku yakin dapat membujuk Beliau
untuk menerima seorang mantu bangsa Han. Akan tetapi
siapakah dia, anakku?"
"Ibu pernah melihatnya, bahkan dia telah berjasa besar ketika
Ayahanda terancam oleh pemberontakan Paman Pangeran Hiu
Kit Bong." "Ah! Aku tahu! Bukankah dia muridnya dan bernama Souw Thian
Liong itu?" Wajah Moguhai berubah semakin merah, akan tetapi ia
mengangguk. 351 Tan Siang Lin merangkul pundak puterinya. "Anakku, apakah
engkau mencinta Souw Thian Liong?"
"Aku tidak tahu, Ibu. Akan tetapi aku kagum sekali padanya. Dia
amat baik budi, bijaksana dan rendah hati
walaupun ilmu kepandaiannya tinggi sekali. Juga
Ayah Sie 'l'iong Lee memuji-muji muridnya itu. Terus terang saja,
hatiku tertarik kepadanya."
"Dan bagaimaria dengan dia" Apakah Souw Thian Liong
mencintamu?" "Hal itu pun aku tidak tahu, Ibu. Dia selalu bersikap sopan
terhadap aku dan tidak pernah memperlihatkan bagaimana
perasaannya. Kami selama ini hanya bersahabat baik dan
akrab." "Hemm, biarlah aku yang akan membicarakan hal ini dengan Sri
Baginda. Aku kira Beliau akan setuju kalau bermantukan
seorang pemuda seperti Souw Thian Liong itu, sungguhpun dia
seorang pribumi Han."
"Akan tetapi, Ibu. Sama sekali aku tidak bermaksud
untuk memaksa dia ah, itu akan memalukan sekali.
Aku tidak tahu apakah dia mencintaku, bahkan aku
pun belum yakin benar akan perasaanku sendiri. Aku belum
yakin apakah aku mencintanya dan ingin menjadi jodohnya." 352 "Tentu saja kita tidak akan menggunakan paksaan, Moguhai.
Aku hanya akan merundingkan dengan Sri Baginda. Setidaknya
aku akan memberi penjelasan sehingga Sri Baginda akan dapat
mengerti keadaan hatimu dan tidak akan men-desakmu untuk
memilih dan menerima pinangan orang lain."
Hati Moguhai menjadi tenang mendengar ucapan ibunya itu dan
dia berterima kasih sekali. Ibu dan anak itu bercakap-cakap
sampai jauh malam dan Moguhai menceritakan semua
pengalamannya kepada ibunya yang mendengarkannya
de?ngan asyik dan penuh perhatian, apalagi ketika Moguhai
bercerita tentang keadaan dan kehidupan sehari-hari dari Sie
Tiong Lee yang dulu menjadi kekasihnya itu.
"Y" Tujuh orang pengawal istana itu duduk santai dan mereka saling
bicara dengan suara berbisik. Setiap kali berjaga malam yang
digilir bergantian, mereka tidak berani bicara berisik, khawatir
mengganggu keluarga istana yang sedang beristirahat dan tidur.
Malam itu udara dingin sekali sehingga tujuh orang pera-jurit
pengawal itu mengenakan baju luar mereka yang tebal. Yang
mereka bicara?kan adalah peristiwa mengerikan yang terjadi
beberapa hari yang lalu. Tuan muda Hiu Kan dan dua orang dari
Sam-pak-liong yang menjadi pengawalnya, telah terbunuh dalam
hutan dekat kota raja dan orang ke tiga dari Sam-pak-liong
lumpuh dan remuk tulang lengan kirinya. Jiu To, orang ketiga ini
dengan susah payah memasuki kota raja dan minta bantuan.
Kaisar dan keluarga istana memang tidak begitu mengacuhkan
peristiwa kematian keponakan kaisar itu karena Pangeran Hiu
353 Kan merupakan seorang pemuda yang hanya mencemarkan
nama dan kehormatan keluarga istana. Pemu?da putera
mendiang Pangeran Hiu Kit Bong yang pernah memberontak itu
adalah orang yang tidak berguna, hanya berfoya-foya
menghabiskan harta peninggalan ayahnya dan terkenal sebagai
seorang pemuda mata keranjang yang suka mengganggu gadisgadis, bahkan isteri orang!
Akan tetapi peristiwa itu menggemparkan para perajurit dan
orang-orang ahli silat di kota raja, bukan kematian Hiu Kan
melainkan robohnya pengawalnya, yaitu Sam-pak-liong (Tiga
Naga Utara) yang terkenal lihai itu. Dua orang dari mereka tewas
dan orang pertama yang bernama Jiu To lengan kirinya lumpuh
dan remuk tulang lengannya dari siku ke bawah. Menurut
keterangan Jiu To, yang melakukan pembunuhan itu adalah
seorang gadis muda cantik jelita yang amat lihai dan yang
memaksanya memberitahu di mana tempat tinggal Ouw Kan,
Toat-beng Coa-ong yang amat terkenal itu.
Kemudian terdengar berita yang lebih mengejutkan lagi. Toatbeng Coa-ong tewas dan menurut keterangan pelayannya,
pembunuhnya adalah seorang gadis muda cantik jelita yang
mengaku berjuluk Ang I Mo-li (Iblis Wanita Baju Merah)!
Tentu saja para pengawal itu menjadi gentar juga mendengar
akan munculnya Ang I Mo-li yang membunuh Hiu Kan, dua
orang di antara Sam-pak-liong, kemudian malah membunuh
Toat-beng Coa-ong (Raja Ular Pencabut Nyawa) Ouw Kan yang
sakti itu. Tujuh orang pengawal ini pun merasa gentar. Akan
tetapi mereka tenang saja malam itu karena merasa bahwa
mereka mendapat bagian penjagaan yang ringan, yaitu di
354 sebelah dalam. Penjagaan di istana itu berlapis lapis dan dari
regu-regu penja?gaan di kompleks istana itu, dihitung dari regu
penjaga di pintu gerbang sampai ke tempat berjaga, mereka
berada di lapisan paling dalam atau pada lapisan keenam.
JILID 10 10.1. Dua Dara Pendekar Lihay
Jadi, kalau ada orang jahat hendak mengacau ke istana, dia
harus dapat melewati lima lapis regu pengawal dulu sebelum
berhadapan dengan mereka! Jadi, tidak ada yang perlu
dikhawatirkan sungguhpun berita tentang Ang I Mo-li itu
menyeramkan. Pula, sebagai pengawal yang paling dalam di
istana itu, mereka terdiri dari orang-orang yang memiliki ilmu
silat tinggi dan cukup tangguh untuk melindungi keselamatan
kaisar dan keluarganya. Selain itu, siapa yang tidak mengenal Puteri Moguhai yang
berjuluk Pek Hong Niocu dan yang terkenal sakti dan lihai
sekali" Dengan hadirnya puteri yang sering meninggalkan istana
itu, semua orang merasa aman dan terlindung. Demikian pula
dengan tujuh orang pengawal ini, merasa bahwa kedudukan
mereka kuat sekali dan tidak perlu mengkhawatirkan sesuatu.
"Sungguh luar biasa dan mustahil! Bagaimana gadis muda
mampu mengalahkan tiga orang Sam-pak-liong itu?" kata


Jodoh Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seorang dari mereka. "Itu masih belum luar biasa. Yang lebih hebat dan tak masuk
akal lagi, bagaimana gadis itu dapat membunuh Toat-beng Coa355
ong Ouw Kan yang terkenal sebagai datuk besar dunia
persilatan?" orang kedua berkata.
"Tidak perlu diherankan. Sekarang memang bermunculan gadisgadis muda yang amat lihai. Tidak usah jauh-jauh, apakah kalian
lupa bahwa Sang Puteri Moguhai sendiri adalah seorang puteri
yang amat tinggi ilmunya?" kata orang ketiga.
"Wah, kalau begin terus, semakin banyak wanita yang amat lihai
dan tangguh, jangan-jangan akhirnya dunia ini akan dikuasai
oleh wanita!" kata yang lain.
"Dan kita kaum pria menjadi pelayan mereka, mengasuh anak,
mencuci pakaian, mengurus dan
membersihkan rumah, memasak "
"Dan bukan pria lagi yang melamar melainkan wanita yang
meminang pria kalau ingin berumah tangga."
Mereka tertawa, akan tetapi menahan suara mereka agar tidak
menimbulkan kegaduhan. "Ssstt !" Tiba-tiba seorang di antara mereka
mendesis dan menuding ke kanan. Semua orang menengok dan
dengan gesit mereka berloncatan. Mereka adalah tujuh orang
pengawal dalam istana yang memiliki kependaian tinggi, maka
dalam kewaspadaan mereka, mereka segera siap siaga dan
dengan cepat sekali mereka sudah mengepung seorang gadis
baju merah yang tahu-tahu telah berada di situ!
356 "Hei! Siapa engkau?" bentak seorang dari mereka dengan suara
lantang dan bengis, sungguhpun dalam hatinya dia gentar dan
terkejut sekali karena dia sudah dapat menduga bahwa tentu
gadis ini yang mereka bicarakan tadi. Kalau bukan orang yang
memiliki kesaktian, mana mungkin dapat masuk sampai ke sini
tanpa menimbulkan keributan mele?wati lima lapisan regu-regu
penjaga istana itu" Dugaan dalam hati pengawal ini, juga semua rekannya, memang
benar. Gadis baju merah ini adalah Han Bi Lan. Seperti kita
ketahui, Bi Lan telah berhasil membalas dendam kematian
ayahnya, membelas dendam orang yang dulu menculiknya,
membunuh Toat-beng Coa-ong Ouw Kan. Namun hatinya
penasaran karena ia tetap menduga bahwa musuh utamanya
adalah Kaisar Kin. Kaisar itu tentu yang mengutus Ouw Kan
untuk membunuh dan membasmi keluarga mendiang ayahnya.
Ia akan membunuh Kaisar Kin!
Dengan menggunakan ilmu kepandaiannya yang tinggi, gadis
yang sedang tertekan batinnya itu oleh kenyataan riwayat ibunya
yang bekas pelacur, juga karena pengaruh pendidikan Heng-si
Ciauw-jiok (Mayat Hidup Berjalan), yang membuat hatinya
menjadi keras dan aneh, dapat menyusup ke istana tanpa
diketahui lapisan penjaga yang pertama sampai yang kelima.
Sebetulnya dengan gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang
tinggi, ia akan dapat pula melewati lapisan keenam ini tanpa
mereka ketahui. Akan tetapi setelah tiba di bagian depan istana
ini, ia menjadi bingung. Bangunan istana ini begitu luas. Ke
mana ia harus mencari kaisarnya" Karena ia ingin mendapat
keterangan tentang hal ini, maka ia sengaja memperlihatkan diri
kepada para pengawal yang segera bergerak mengepungnya!
357 Biarpun tadi para pengawal itu membicarakan tentang Ang I Moli dengan hati seram dan gentar, namun setelah kini mereka
berhadapan dengan Bi Lan, rasa takut itu segera menghilang.
Gadis itu begini cantik jelita dan tampaknya lemah lembut, sama
sekali tidak menimbulkan perassan gentar! Rasanya mustahil
seorang gadis muda secantik ini dapat menjadi mahluk
mengerikan seperti yang mereka gambarkan. Mereka adalah
jagoan-jagoan istana, sungguh menggelikan kalau merasa takut
kepada seorang gadis muda cantik jelita yang begini lembut dan
lemah gemulai! Mendengar pertanyaan kepala regu pengawal dan melihat
betapa tujuh orang pengawal itu mengepungnya tanpa
mengeluarkan senjata mereka, Bi Lan menjawab dengan suara
tegas. "Siapa aku tidak penting. Yang penting, aku ingin tahu di
mana adanya kaisar. Aku ingin bertemu dengan dia. Laporkan
agar dia keluar menemuiku, atau tunjukkan di mana dia dan aku
akan masuk dan menemuinya!"
Tujuh orang pengawal itu menahan tawa mereka karena mereka
merasa geli. Gadis ini ingin bertemu dengan kaisar dengan sikap
seperti seorang gadis ingin bertemu dengan pacarnya saja!
"Wah, tidak semudah dan sesederhana itu, Nona! Siapapun
juga, tidak mungkin dapat menghadap Sri Baginda Kaisar di
waktu malam begini. Kalau hendak menghadap, datang saja
besok pagi dan melapor kepada penjaga di bagian depan."
"Aku harus bertemu dengan dia sekarang juga! Laporkan dan
suruh dia keluar, atau antarkan aku kepadanya!"
358 Gadis ini sudah gila, pikir para pengawal. Masa ada orang
menyuruh Sri Baginda Kaisar keluar untuk menemuinya, malammalam begini lagi!
"Nona, tidak mungkin kami dapat memenuhi permintaanmu.
Kami tidak dapat melaporkan dan tidak dapat mengantarmu
menghadap Sri Baginda."
"Hemm, kalau begitu akan kupaksa seorang dari kalian untuk
mengantar aku kepadanya!"
Mendengar ini, tujuh orang pengawal serentak menubruk
hendak meringkus dan menangkap gadis itu. Bagaikan tujuh
ekor harimau mereka menerkam gadis itu dari tujuh arah secara
berbareng sehingga tidak mungkin bagi Bi Lan untuk mengelak
lagi. Kalau ada orang menonton pada saat itu, tentu akan
merasa yakin bahwa gadis itu akan dapat diringkus, bahkan
tujuh orang pengawal itu pun sudah merasa pasti. Mereka
bertujuh adalah laki-laki yang memiliki tenaga dalam yang kuat,
juga semua pandai silat. Tidak mungkin gadis itu dapat
meloloskan diri. Bahkan seekor burung yang pandai terbang
sekalipun tidak akan dapat lolos dari terkaman tujuh orang dari
segala penjuru itu. Akan tetapi terjadi keanehan. Gadis itu seolah merupakan
sebuah bom peledak. Begitu tujuh orang itu menerkam, ia
menggerakkan tubuh berputar, kedua tangannya menyambarnyambar dan tujuh orang pengawal itu berseru kaget dan tubuh
mereka sudah berpelantingan ke belakang seolah dilanda alat
peledak yang amat kuat! Mereka terbanting jatuh dan Bi Lan
masih berdiri tegak dan kini melipat kedua lengan depan dada.
359 Tujuh orang pengawal itu tentu saja merasa gentar, akan tetapi
mereka lebih takut lagi akan hukuman kalau membiarkan gadis
itu lewat dan memasuki istana, apa lagi kalau sampai
menggang?gu bahkan membunuh kaisar. Maka setelah
mengetahui bahwa gadis itu benar-benar lihai seperti iblis,
mereka lalu mencabut pedang mereka dan hendak mengeroyok
untuk membunuh gadis yang tidak mungkin mereka tangkap itu.
"Tahan senjata dan mundur semua!" terdengar bentakan nyaring
dan mendengar suara wanita yang amat mereka kenal itu, tujuh
orang pengawal itu berlompatan mundur.
Tampak banyak penga?wal datang berlarian ke tempat itu
sehingga sebentar saja di situ berkumpul sedikitnya limapuluh
orang perajurit pengawal yang telah siap dengan pedang di
tangan. Akan tetapi Bi Lan tidak memperhatikan mereka itu.
Matanya mencari-cari kalau?kalau kaisar muncul di situ. Akan
tetapi pandang matanya bertemu dengan pandang mata Puteri
Moguhai yang sudah berdiri di depannya. Mereka saling
pandang. Dua orang gadis yang sama-sama cantik jelita.
Pakaian Bi Lan serba merah muda dan pakaian Puteri Moguhai
serba putih! "Mau apa engkau malam-malam begini membuat kekacauan di
istana?" Puteri Moguhai menegur, suaranya mengandung
wibawa. "Mau bunuh Kaisar!" Bi Lan menjawab, sedikitpun tidak merasa
gentar. "Gila kau!" Moguhai berseru dan ia menyerang dengan pukulan
jarak jauh. Kedua tangannya didorongkan ke arah Bi Lan dan
360 pukulan ini mengandung tenaga sin-kang yang menyambar
dahsyat ke arah Bi Lan. Bi Lan tersenyum mengejek dan ia pun menggerakkan kedua
tangannya, menyambut dengan dorongan yang diperkuat ilmu
Sin-ciang yang ia dapatkan dari Si Mayat Hidup sehingga dari
kedua telapak tangannya terdengar suara bercuitan ketika ada
hawa kuat dan panas seperti kilat menyambar. Dorongan kedua
tangan Bi Lan ini dahsyat sekali, meru?pakan ilmu yang langka
dan tinggi yang ia pelajari dari Si Mayat Hidup.
Akan tetapi yang ia hadapi kini adalah murid, bahkan puteri
Tiong Lee Cin-jin yang juga telah menurunkan ilmu yang hebat
kepada Moguhai. "Syuuuuttt blaarrrr !!" Kedua orang gadis itu
terpental dan tentu akan terjengkang kalau saja keduanya tidak
cepat-cepat berpok-sai (bersalto) ke belakang sampai tiga kali
sehingga dapat hinggap di atas tanah dengan tegak. Keduanya
terkejut dan saling pandang penuh perhatian. Kebetulan para
pengawal kini sudah memasang banyak obor sehingga tempat
itu menjadi terang sekali. Mereka dapat saling memandang
wajah masing-masing dengan jelas.
"Ahh engkaukah ini" Bukankah engkau ini
yang dulu membantu Souw Thian Liong menghadapi
pengeroyokan orang-orang Siauw-lim-pai dan Kun-lun-pai?"
"Dan engkau engkau Puteri Kerajaan Kin yang
361 menjadi pasangan akrab dari Souw Than Liong?" Bi Lan berseru
pula. Keduanya saling pandang sampai lama dan semua pengawal di
situ hanya memandang, tidak ada yang berani bergerak. Mereka
bukan gentar terhadap Bi Lan, melainkan takut kepada Puteri
Moguhai. Tanpa perkenan atau perintah puteri itu, mereka tidak
berani turun tangan. "Akan tetapi engkaukah yang memakai julukan
Ang I Mo-li itu" Engkau yang membunuh putera pangeran, Hiu
Kan dan dua orang pengawalnya, membunuh pula Toat-beng
Coa-ong Ouw Kan?" "Benar, aku yang membunuh mereka!" "Akan tetapi mengapa?"
"Jahanam Hiu Kan dan dua orang pengawalnya itu berani
bersikap kurang ajar kepadaku dan menghinaku!"
"Hemm, memang Hiu Kan itu pantas menerima hukuman. Akan
tetapi Toat beng Coa-ong Ouw Kan?"
"Dia yang dulu menculik aku dan murid-muridnya yang
membunuh Ayahku!" "Ah, begitukah?" Puteri Moguhai teringat akan pengalamannya
bersama Souw Thian Liong. "Engkau pula yang mencuri kitab
milik Kun-lun-pai yang dibawa Souw Thian Liong?"
"Bukan urusanmu!" Bi Lan menjawab marah karena kalau
diingatkan akan hal itu, ia teringat pula betapa karena
perbuatannya itu Souw Thian Liong telah menampari pinggulnya
362 sampai sepuluh kali, hal yang tak mungkin ia lupakan selama
hidupnya! "Baiklah. Aku tahu bahwa engkau bukan orang jahat. Engkau
adalah seorang pendekar wanita dan mati-matian membela
Souw Thian Liong yang benar dan difitnah sehingga engkau
bahkan berani menentang Kun?lun-pai, padahal engkau murid
Kun-lun-pai. Akan tetapi mengapa engkau hendak membunuh
Ayahku, Sri Baginda" Apa kesalahan Ayahku?"
"Kaisar yang mengutus Ouw Kan membunuh Ayahku!"
"Hemm, siapakah Ayahmu?" "Ayahku adalah Han Si Tiong!"
"Ahh! Jadi engkau engkau ini Han Bi Lan puteri
Paman Han Si Tiong dan Bibi Liang Hong Yi" Aku mengenal
baik Ayah Ibumu!" Dengan sikap tenang Bi Lan mengangguk. "Aku sudah tahu dan
karena engkau pernah menolong orang tuaku dan bersikap baik
kepada mereka, maka aku melayani engkau bicara!"
"Orang tuamu adalah orang-orang gagah yang setia kepada
Kaisar Sung. Bersama-sama Souw Thian Liong, Kwee-ciangkun,
beberapa orang pejabat yang setia kepada kaisar, orang tuamu
mati-matian menentang Perdana Menteri Chin Kui yang jahat."
"Aku sudah mendengar itu dan aku juga tahu bahwa engkau pun
ikut membela orang tuaku, Puteri Moguhai!"
"Ya, kami memang bersahabat baik, bahkan seperti keluarga
sendiri. Aku pun percaya bahwa engkau sebagai puteri mereka
363 juga seorang pendekar yang gagah. Karena itu, maukah engkau
juga bersikap baik kepada Ayahku dan mendengarkan dulu
penjelasanku" Engkau salah kira, Bi Lan. Marilah, kita masuk
dan bicara di dalam. Aku tidak ingin bermusuhan denganmu,
mengingat akan hubunganku dengan orang tuamu."
Bi Lan mengangguk. "Baiklah, Moguhai. Demi membalas
kebaikanmu terhadap orang tuaku, aku menerima ajakanmu.
Akan tetapi kalau ternyata Ayahmu yang mengutus orang untuk
membunuh orang tuaku, jangan salahkan aku kalau aku pun
berusaha untuk membalas dan membunuh Ayahmu."
Moguhai memberi isyarat kepada semua perajurit pengawal
untuk mengundurkan diri, lalu ia menggandeng tangan Bi Lan
dengan sikap akrab dan mengajak gadis itu masuk ke istana.
Tak lama kemudian mereka berdua sudah duduk di dalam
kamar Moguhai yang luas dan me?wah indah. Mereka duduk
berhadapan di atas kursi, sejenak saling pandang dengan penuh
perhatian. Anehnya, di dalam hati kedua orang gadis ini tiba-tiba
saja timbul gagasan dan dugaan yang sama, yaitu seberapa
jauh hubungan masing-masing dengan Souw Thian Liong!
"Nah, sekarang apa yang hendak kaubicarakan dengan aku,
Moguhai!" "Dengarkan keteranganku ini, Bi Lan. Engkau tentu sudah dapat
menduga bahwa aku juga seorang gadis kang-ouw dengan
julukan Pek Hong Niocu. Aku paling benci kejahatan dan
kecurangan dan aku henci pula akan kebohongan. Maka apa
yang akan kukatakan kepadamu ini sama sekali bukan bohong.
Untuk apa aku berbohong kalau ancamanmu sama sekali tidak
364 membuat aku takut" Aku hanya ingin meluruskan persoalan,
menghilangkan salah sangka darimu karena engkau sendiri
tentu akan menyesal kalau engkau keliru melakukan
pembalasan atau pembunuhan."
"Jelaskanlah, aku mendengarkan."
"Begini, Bi Lan. Belasan tahun yang lalu terjadilah perang antara
Pasukan Kin melawan Pasukan Sung di perbatasan. Seperti


Jodoh Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

engkau ketahui, Ayah Ibumu merupakan pemimpin yang gagah
perkasa dari Pasukan Halilintar di bawah komando Jenderal Gak
Hui yang terkenal itu. Seorang Pamanku, Pangeran Cu Si,
menjadi seorang di antara para pimpinan Pasukan Kin. Dalam
pertempuran, Pangeran Cu Si tewas di tangan Ayahmu.
Hal ini sebetulnya wajar saja dan Ayahku, Sri Baginda Kaisar,
juga menganggap hal ini wajar. Kalah menang dalam perang
adalah wajar, dan kematian dalam perang juga bukan
merupakan persoalan pribadi. Karena itu, biarpun hatinya sedih
atas kematian Pangeran Cu Si, Sri Baginda Kaisar sama sekali
tidak menaruh dendam kepada siapa pun juga. Kami
seke?luarga tahu bahwa dalam perang itu, tentu Pangeran Cu Si
juga telah merobohkan dan menewaskan banyak perajurit Sung,
apakah keluarga mereka yang tewas dalam perang di tangan
Pangeran Cu Si juga menaruh dendam pribadi kepada Pangeran
Cu Si" Tentu saja tidak!"
"Akan tetapi menurut keterangan ibuku, Ouw Kan itu diutus oleh
Kaisar Kin untuk membinasakan Ayahku sekeluarga dan karena
Ayah Ibu tidak ada, dia menculik aku."
365 "Pada mulanya, Sri Baginda Kaisar dihasut dan dibujuk oleh
Pangeran Hiu Kit Bong, kakak Pangeran Cu Si, yang hendak
membalas dendam atas kematian adiknya. Karena hasutan itu,
Ayahku tidak melarang ketika Pangeran Hiu Kit Bong menyuruh
Ouw Kan untuk membalas dendam kepada Paman Han Si
Tiong. Ouw Kan agaknya sengaja mempergunakan nama Sri
Baginda Kaisar sebagai pengutusnya untuk memperkuat
kedudukannya. Apalagi Ouw Kan mendapat pesan pula dari
Perdana Menteri Chin Kui untuk membasmi keluarga Paman
Han Si Tiong, karena Chin Kui menganggap Paman Han Si
Tiong berbahaya sebagai pembantu setia Jenderal Gak Hui
yang dibenci dan dimusuhinya. Nah, itulah yang terjadi, Bi Lan.
Kalau tidak demikian, tidak mungkin Souw Thian Liong mau
membantu Ayah menghancurkan pemberontakan Pangeran Hiu
Kit Bong. Sebuah bukti pula, kalau keluarga kami, termasuk aku
sendiri, mendendam kepada Paman Han Si Tiong, mungkinkah
aku membela Ayah Ibumu sehingga aku dan Souw Thian Liong
dijebloskan penjara ketika kami menentang Chin Kui" Aku,
keponakan Pangeran Cu Si yang terbunuh dalam perang oleh
Ayahmu, tidak mendendam kepada Ayahmu bahkan bersahabat.
Bagaimana sekarang engkau memusuhi Ayahku yang
kauanggap mengutus Ouw Kan untuk membunuh Ayahmu?"
Bi Lan tertegun, bingung harus berkata apa. Ia dapat melihat
kebenaran dalam semua ucapan puteri itu yang otomatis secara
tidak langsung menyudutkannya sehingga kalau ia membalas
dendam kepada Kaisar Kin akan kelihatan bahwa ialah yang
jahat dan tidak mengenal budi!
"Akan tetapi, kalau tidak diutus oleh Kaisar Kin, mengapa Ouw
Kan mati-matian memusuhi keluarga Ayahku, bahkan menyuruh
366 dua orang muridnya untuk membunuh Ayah dan Ibu?" tanyanya
dengan suara mengandung penasaran namun lemah.
"Aku sudah tahu sebabnya, Bi Lan. Karena Ayahku tidak
mengutusnya, dan karena mereka yang mendukungnya, yaitu
Pangeran Hiu Kit Bong dan Menteri Chin Kui telah tiada, maka
hanya satu hal yang membuat Ouw Kan tiada hentinya berusaha
membasmi keluarga Ayahmu. Dia mempunyai dendam tersendiri
terhadap Paman Han Si Tiong. Pertama, karena dalam
usahanya yang pertama kali dia gagal, bahkan setelah menculik
dirimu, dia juga gagal karena engkau ditolong Jit Kong Lhama.
Kemudian, beberapa kali dia yang merasa penasaran hendak
mengulang serangannya terhadap Ayah dan Ibumu juga gagal
ketika aku dan Souw Thian Liong menentang dan mengusirnya.
Itulah sebabnya dia semakin penasaran. Engkau tentu dapat
menyadarinya, Bi Lan. Kalau keluargaku memang mendendam kepada orang
tuamu, mana mungkin aku membela mereka dan menentang
Ouw Kan sendiri, bahkan aku meninggalkan tulisan untuk
disimpan orang tuamu agar tulisanku itu mencegah Ouw Kan
melakukan serangan lagi."
10.2. Kau Siapa" Putera Paman Kuang?"!
Bi Lan menghela napas panjang. "Terima kasih atas semua
penjelasanmu, Moguhai. Semua kata-katamu memang benar.
Syukurlah bahwa aku belum terlanjur menyerang Ayahmu.
Tulisan yang kau tinggalkan kepada orang tuaku memang telah
menyelamatkan nyawa Ibuku, akan tetapi tidak menolong
Ayahku." 367 "Hemm !" Moguhai mengerutkan alis dan
mengepal tangannya. "Apakah
menyerang Ayah Ibumu?"
Ouw Kan masih berani Bi Lan mengangguk. "Bukan dia sendiri, melainkan dua orang
muridnya yang mewakilinya. Ayahku tewas dan Ibuku nyaris
tewas, hanya terluka dan tidak jadi mereka bunuh setelah
mereka melihat tulisanmu yang dibawa Ibuku."
"Bi Lan, siapakah dua orang murid Ouw Kan itu?"
"Ketika aku datang ke rumah Ouw Kan dan berhasil membunuh
jahanam itu, dua orang muridnya tidak ada dan menurut
keterangan pembantu wanita yang berada di rumahnya, dua
orang muridnya itu bernama Bouw Kiang dan Bong Siu Lan."
"Hemm, aku pernah melihat mereka sekali ketika mereka
dimintakan pekerjaan sebagai pengawal istana oleh Ouw Kan
akan tetapi ditolak Ayahku setelah Ayah mendengar ceritaku
tentang sepak terjang Ouw Kan sebagai seorang datuk jahat.
Jahanam mereka berdua itu! Aku akan mencari dan menghukum
mereka! Berani mereka melanggar laranganku agar jangan
mengganggu Paman Han Si Tiong dan Bibi Liang Hong Yi."
"Tidak perlu merepotkanmu, Moguhai. Aku sendiri yang akan
mencari dan membunuh mereka!"
"Sama sekali tidak merepotkan Bi Lan. Ini merupakan kewajiban
kami. Dua orang itu adalah orang utara, termasuk orang dari
wilayah Kerajaan Kin, maka kalau mereka bersalah, kewajiban
kamilah untuk menghukum mereka. Akan tetapi, setelah Paman
368 Han Si Tiong meninggal dunia, bagaimana keadaan Ibumu, Bibi
Liang Hong Yi" Aku suka sekali dan hubunganku dengan Ibumu
akrab seperti keluarga sendiri."
"Ibu ia baik-baik saja," jawab Bi Lan sambil
menundukkan mukanya. Hatinya seperti diremas rasanya setiap
ia teringat kepada ibunya.
"Apakah Ibumu masih tinggal di dusun Kian-cung dekat telaga
See-ouw itu?" Bi Lan tidak mengatakan apa-apa karena saat itu ia tahu bahwa
kalau ia bicara, suaranya gemetar. Ia hanya menggeleng
kepalanya sambil menekan dan menenangkan hatinya.
"Ah, kalau begitu Bibi Liang Hong Yi sudah pindah" Ke mana
pindahnya" Aku ingin sekali berkunjung dan
menghiburnya. Kasihan Bibi Liang Hong Yi
"Aku tidak tahu " " "Ehh" Engkau tidak tahu ke mana Ibumu pindah" Tidak tahu di
mana kini ia tinggal" Bagaimana pula ini, Bi Lan?"
"Kami saling berpisah di kota Cin-koan, aku tidak tahu ke mana
ia per-gi " "Akan tetapi mengapa?"
"Sudahlah, Moguhai, aku tidak dapat menerangkan. Pendeknya,
kami bertengkar dan aku pergi mencari musuh-musuhku." Ia
bangkit berdiri. "Sekarang aku harus pergi. Terima kasih, engkau
369 telah menyadarkan aku bahwa Ayahmu tidak bersalah. Maafkan
kesalah-pahamanku ini." Setelah berkata demikian, Bi Lan
berkelebat dan keluar dari ruangan itu dengan cepat bagaikan
burung terbang. "Bi Lan !" Moguhai yang penasaran berseru
mengejar. Akan tetapi Bi Lan sudah melompat ke atas genteng
dan melalui wuwungan istana itu ia menghilang di malam gelap.
Moguhai cepat memanggil pengawal dan memberi perintah agar
jangan ada perajurit yang menghalangi Bi Lan keluar dari istana.
Pada keesokan harinya Kaisar Kin terkejut mendengar laporan
pengawal tentang adanya seorang gadis yang membikin kacau
di istana. Moguhai segera menenangkan ayahnya dan
menceritakan kepada kaisar dan semua keluarganya tentang
Han Bi Lan, puteri Han Si Tiong yang datang hendak membalas
dendam atas kematian Ayahnya karena mengira bahwa Ouw
Kan diutus oleh Kaisar untuk membunuh keluarga Han Si Tiong.
"Akan tetapi saya telah dapat menyadarkannya dan ia kini tahu
bahwa Ayahanda Kaisar tidak bersalah. Malam tadi, setelah
kami bicara, ia mau mengerti dan ia pergi dengan damai."
"Hemm, jadi berita tentang dibunuh?nya Ouw Kan oleh seorang
yang berjuluk Ang I Mo-li (Iblis Wanita Baju
Merah) itu Han Bi Lan itukah orangnya?"
"Benar, Ayah. Namun ia sama sekali bukan iblis wanita. Ia
seorang pendekar wanita yang gagah pekasa!"
370 "Akan tetapi kami mendengar beberapa waktu yang lalu, Ang I
Mo-li ini mengamuk dan membuat cedera para pria bangsawan
dan hartawan di kota Cin-koan!"
"Saya juga mendengar akan berita itu, Ayahanda Kaisar. Akan
tetapi saya tidak menanyakan hal itu kepadanya. Saya anggap
hal itu tidak aneh karena para pria itu memang tidak tahu malu,
kotor dan sudah sepatutnya mendapat hajaran agar jangan lagi
berani mempermainkan wanita!"
"Ehhh !" Kaisar tidak mau berbantahan lagi
tentang hal itu. Memang telah menjadi kelemahan kaum pria dan
dia sendiri pun tidak dapat menyangkal bahwa dahulu dia juga
seperti mereka, suka pelesir bersenang-senang di rumah-rumah
pelesir. "Jadi Han Bi Lan telah membalas dendam. Apakah Ouw Kan
yang dibunuhnya itu telah membunuh orang tuanya?"
"Bukan Ouw Kan, akan tetapi dia menyuruh dua orang muridnya
untuk melakukan itu. Han Si Tiong tewas dan isterinya hanya
terluka. Sungguh menyebalkan Ouw Kan itu. Dulu ketika dia
menyerang Paman Han Si Tiong, saya dan Souw Thian Liong
mencegahnya dan saya telah meninggalkan tulisan kepada
Paman Han Si Tiong untuk mencegah Ouw Kan
mengganggunya. Akan tetapi tetap saja dia menyuruh dua orang
muridnya untuk membunuh Paman Han Si Tiong. Hemm, sama
saja dengan dia menantang aku!"
371 Tiba-tiba saja Kaisar mengerutkan alisnya dan berkata kepada
puterinya dengan suara keren. "Moguhai, mulai sekarang aku
melarang engkau bergaul dengan Souw Thian Liong!"
Moguhai terkejut bukan main. Wajahnya sampai berubah pucat
mendengar kata-kata yang keras dan wajah Ayahnya
membayangkan kemarahan kepadanya itu. Biasanya, ayahnya
ini bersikap lembut dan penuh kasih sayang kepadanya, akan
tetapi kini ayahnya dengan sikap galak melarang dia bergaul
dengan Souw Thian Liong! "Ayah! Mengapa Ayah berkata begitu?"
"Tidak perlu membantah. Engkau harus mentaati perintah Ayah
sekali ini!" "Ayah tidak adil! Lupakah Ayah bahwa Souw Thian Liong telah
membantu kita, menyelamatkan Ayah bahkan membela kerajaan
kita?" "Moguhai, engkau sudah dewasa dan aku mengharapkan
engkau berjodoh dengan seorang pemuda bangsa sendiri!"
"Ayah, apakah saya tidak boleh bergaul dengan Souw Thian
Liong karena dia seorang bangsa Han" Bukankah Ibu juga
seorang wanita Han?"
"Cukup!" Kaisar bangkit dengan marah. "Ingat, Moguhai! Engkau
Puteri istana, Puteri Kaisar. Aku selama ini selalu menuruti
kehendakmu. Apakah sekarang engkau tidak mau menuruti
kehendakku yang satu ini" Apakah engkau ingin menjadi
seorang Puteri istana yang melanggar peraturan dan seorang
372 anak yang murtad kepada ayahnya?" Setelah berkata demikian,
Kaisar meninggalkan ruangan itu.
Moguhai juga bangkit dengan marah, akan tetapi ibunya
menubruknya karena khawatir anaknya itu akan menjadi lupa diri
dan membuka rahasia pribadinya bahwa ia bukan anak kandung
Kaisar! "Sudahlah, Moguhai. Sudah, jangan membantah Ayahmu.
Bagaimanapun juga dia seorang yang teramat mencintamu dan
semua keinginannya itu bukan karena membenci Souw Thian
Liong, melainkan karena tidak ingin engkau berjodoh dengan
seorang Han." "Kalau begitu, Ibu sudah menceritakan tentang perasaanku
kepadanya?" "Benar, dan dia sama sekali tidak setuju. Dia berkeras agar
engkau berjo?doh dengan bangsa Yucen yang mendirikan
Wangsa Kin ini." "Akan tetapi, Ibu. Mengapa Ayah mempunyai pendirian seperti
itu" Bukankah Ayah sendiri juga mengambil Ibu sebagai
isterinya?" "Ketahuilah, Moguhai. Bagi bangsa kita, yang dianggap sebagai
keturunan langsung adalah dari ayah. Kalau ayahnya bangsa
Yucen, maka anaknyapun bangsa Yucen, tidak perduli isterinya
dari bangsa apa pun. Kalau engkau menikah dengan seorang
berbangsa Han, kalau kelak mempunyai anak, keturunan itu
akan dianggap sebagai bangsa Han dan tidak dapat mewarisi
tahta kerajaan. Inilah sebabnya Ayahmu berkeras 373 mengharuskan engkau berjodoh dengan seorang pemuda
bangsa Yucen. Bukan sekali-kali dia tidak suka kepada Souw
Thian Liong."

Jodoh Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku tidak ingin mewarisi tahta kerajaan, juga tidak ingin anakku
mewarisi tahta kerajaan! Bagaimanapun juga, aku adalah
seorang berdarah Han murni!"
"Hushh, jangan begitu, anakku. Apakah engkau hendak
mencemarkan namaku" Apakah engkau hendak melumuri aib
kepada Ibumu sendiri?" kata Tan Siang Lin dengan suara
gemetar karena ia sudah menangis sesenggukan.
Moguhai menyadari kesalahannya dan ia merangkul ibunya,
menciumi ibunya. "Aduh, ampunkan aku, Ibu.
Bukan maksudku untuk ah, sudahlah, aku mengaku
salah. Akan tetapi, Ibu. Bagaimanapun juga, aku belum ingin
menikah dan ingin pergi lagi untuk mencari dua orang murid
Ouw Kan itu. Aku harus turun tangan sendiri menghukum
mereka!" Tan Siang Lin mengenal watak puterinya yang keras. Akan
percuma saja kalau ia melarang. "Terserah kepadamu, anakku.
Akan tetapi kuminta kepadamu, taatilah perintah Ayahmu.
Lupakan Souw Thian Liong dan pilihlah seorang di antara para
pemuda Yucen yang meminangmu. Di antara mereka pun
terdapat banyak pemuda yang tampan dan baik."
374 "Aku tidak dapat menjanjikan apa-apa, Ibu. Akan tetapi aku
dapat memastikan bahwa aku masih belum memikirkan tentang
jodoh. Mengenai Souw Thian Liong, aku sendiri tidak tahu
bagaimana perasaannya terhadap diriku, maka tentu saja aku
pun tidak akan terlalu memikirkan dia."
"Y" Pada keesokan harinya, ketika Kaisar mendengar laporan
selirnya yang terkasih, Tan Siang Lin, bahwa Moguhai telah
meninggalkan istana lagi, dia hanya menghela napas panjang
dan menggeleng-geleng kepalanya. Dia terlalu sayang kepada
puterinya itu, maka dia tidak mau melakukan kekerasan
melarang ia keluar dari istana setiap saat yang di-kehendakinya.
Akan tetapi, tetap saja dia tidak akan menyetujui dan
mengijinkan kalau puterinya menikah dengan bangsa Han
sehingga cucunya nanti terlahir sebagai orang Han. Semenjak
dulu, dia menganggap bangsa Han adalah bangsa yang lemah,
sungguhpun dia harus mengakui bahwa ada orang Han yang
gagah perkasa seperti Tiong Lee Cin-jin dan lain-lain. Akan
tetapi tetap saja kesannya terhadap bangsa Han lemah, hal ini
terpengaruh oleh Kaisar Sung yang dianggapnya lemah.
Sementara itu, pagi-pagi sekali Moguhai meninggalkan istana.
Tidak ada seorang pun pengawal berani menghalanginya. Ia
menunggang seekor kuda putih yang bagus, melarikan kudanya
dengan santai keluar kota raja melalui pintu gerbang selatan.
Pagi hari itu hawanya sejuk sekali. Matahari belum tampak, akan
tetapi sinarnya telah mendatangkan kehangatan dan memberi
penerangan di permukaan bumi. Di jalan raya yang menuju ke
375 pintu gerbang kota raja, hanya ada beberapa orang petani
memikul dagangan hasil bumi. Jalan raya itu masih sepi dan
Moguhai masih menjalankan kudanya dengan santai.
Seperti biasa, kalau ia keluar dari kota raja dan tiba di daerah
yang sepi, di alam terbuka dengan sawah ladang terbentang
luas, di mana angin semilir dengan segar dan udara yang amat
jernih dapat direguk sepuas-nya, ia merasa seolah dirinya
terbebas dari himpitan. Di istana, ia merasa terhimpit, bukan
hanya terhimpit oleh bangunan istana yang besar dan tinggi, di
mana-mana bertemu dinding, ruangan dan kamar-kamar,
bertemu dengan banyak penghuni istana, bukan saja keluarga
Kaisar, melainkan lebih banyak lagi dayang, pelayan dan
pengawal, akan tetapi juga terhimpit segala macam peraturan
yang harus ditaatinya sebagai seorang puteri Kaisar.
Terlalu dihormati dan disanjung-sanjung, dan ia pun harus
mengatur tingkah lakunya, mana yang tidak patut dilakukan
seorang puteri istana, mana yang seharusnya ia lakukan dan
sikap tertentu bagaimana yang harus ia ambil. Terkadang ia
merasa jenuh dan muak dengan itu semua! Ia ingin bebas!
Tertawa bebas sesukanya tanpa sikap dibuat-buat, bicara keras
menurut dorongan hatinya, mengeluarkan pendapat apa saja
yang timbul di hatinya, duduk atau berdiri sesukanya dan
seenaknya tanpa dikekang peraturan.
Begitu keluar dari kota raja dan berada di alam terbuka, ia
merasa bebas, segar dan bahagia bagaikan seekor burung yang
baru terlepas dari sangkar emas!
376 Tiba-tiba ia mendengar derap kaki kuda dari belakang. Ia
menoleh dan melihat seorang laki-laki menunggang kuda yang
berlari cepat. Moguhai mengerutkan alisnya. Mengganggu
ketenangan saja, pikirnya. Akan tetapi ia tidak dapat melarang.
Orang itu berkuda di jalan raya, jalan umum dan biarpun ia
seorang puteri Kaisar, ia merasa tidak berhak melarang atau
menegurnya. Agar orang itu cepat lewat dan ia dapat menikmati
keheningan kembali, Moguhai meminggirkan kuda putihnya dan
menanti untuk membiarkan orang itu lewat.
Akan tetapi penunggang kuda itu menghentikan kudanya tepat di
depan Moguhai! Gadis itu memandang penuh perhatian.
Penunggang kuda itu seorang pemuda berusia sekitar duapuluh
satu tahun, wajahnya tampan dan pandang matanya lembut,
tubuhnya sedang dan melihat pakaiannya, jelas bahwa dia
seorang pemuda bangsawan Kerajaan Kin!
Moguhai merasa sudah mengenal wajah pemuda ini, akan tetapi
ia lupa lagi di mana dan siapa dia. Pemuda itu menahan
kudanya yang masih terengah, lalu melompat turun dan
memegang kendali dekat mulut kudanya yang kini tenang
kembali. Dia lalu memandang kepada Moguhai dan tersenyum.
"Adinda Moguhai, lupakah engkau kepadaku?"
Moguhai mengerutkan alisnya dan melihat pemuda itu turun dari
atas kudanya dan pemuda itu jelas seorang bangsawan, ia pun
merasa terikat peraturan sopan santun dan ia pun melompat
turun, lalu dengan tangan kiri memegangi kendali kudanya.
Mereka saling pandang dan Moguhai bertanya ragu.
"Eh, sungguh aku tidak kenal
siapakah engkau?" 377 "Aku Kuang Lin."
"Kuang Lin " Siapa, ya ?" "Aih, agaknya engkau sudah lupa sama sekali, akan tetapi
biarpun baru bertemu denganmu beberapa kali saja ketika kita
masih remaja, aku tidak lupa padamu. Adinda Moguhai, aku
adalah putera Pangeran Kuang. Bukankah engkau akrab
dengan Ayahku?" "Ahhh ! Kiranya engkau putera Paman Kuang"
Ya, aku ingat sekarang! Bukankah engkau yang menurut Paman
Kuang dulu dikirim ke selatan agar mempelajari sastra Han
kepada para sastrawan di Kerajaan Sung?"
"Benar! Kita pernah saling bertemu beberapa kali sebelum aku
dikirim ke selatan, kurang lebih empat tahun yang lalu."
"Ya, ya, aku ingat sekarang. Ketika itu aku berkunjung ke
benteng di perbatasan selatan di mana
Paman Kuang bertugas memimpin pasukan. Engkau rasanya
engkau masih kecil ketika itu, Kuang Lin!"
Pemuda itu tersenyum dan matanya bersinar-sinar. Gadis itu
menyebut namanya begitu saja, tanpa tata-cara lagi. Sebetulnya
karena dia lebih tua, gadis itu harus menyebutnya kakanda dan
dia tadi sudah menyebutnya adinda. Akan tetapi mendengar
gadis itu menyebut na-manya begitu saja yang tentu lebih akrab
tanpa embel-embel seperti kebiasaan bangsa pribumi Han, dia
pun merasa lebih bebas. 378 "Tentu saja tidak sedewasa sekarang, Moguhai, akan tetapi aku
bukan anak kecil lagi ketika itu. Kita sama-sama sudah remaja.
Akan tetapi rasanya bagiku tidak banyak berubah sejak dulu,
maka dengan mudah aku dapat mengenalmu. Engkau masih
tetap mungil dan cantik!"
Pujian begini bagi bangsa Yucen merupakan hal biasa walaupun
bagi bangsa pribumi Han mungkin dianggap tidak sopan.
Moguhai tersenyum. "Selama empat tahun di selatan itu, engkau
mempelajari apa saja, Kuang Lin?"
"Ah, bermacam-macamlah, terutama kesusasteraan
membaca kitab-kitab, terutama Su Si (Empat Kitab)."
dan "Wah tentu engkau kini menjadi seorang sastrawan besar,
Kuang Lin, pantas engkau pandai merayu!"
Kuang Lin membelalakkan matanya, seperti terheran, akan
tetapi dia lalu tertawa. Tawanya bebas lepas dan wajahnya
menjadi cerah dan tampan sekali ketika tertawa.
"Ha-ha-ha-ha, aku memuji engkau cantik mungil itu kausebut
merayu" Ha-ha-ha, agaknya engkaupun sudah ketularan
kebiasaan para gadis Han yang menganggap pujian tulus
sebagai rayuan. Engkau memang cantik, Moguhai, cantik jelita,
bagaimana aku dapat mengatakan lain" Kalau aku bilang
engkau jelek, berarti aku berbohong!"
Moguhai tertawa. Boleh juga pemuda ini, pikirnya, dapat
mendatangkan suasana gembira. Pemuda terpelajar yang
379 tampaknya lembut ini ternyata lincah dan gembira, seperti
Paman Kuang, pikirnya. "He-he-heh, engkau lucu, Kuang Lin. Mengingatkan aku kepada
Ayahmu. Sekarang katakan terus terang, mengapa engkau
menyusul aku?" "Moguhai, rasanya tidak enak kalau kita bicara di tengah jalan
begini. Mari kita tambatkan kuda kita di pohon itu dan kita duduk
di atas batu-batu di sana itu agar kita dapat bicara dengan
leluasa. Bagaimana, tidak keberatankah engkau menerima
ajakanku" Sebentar saja kita bicara dan aku akan menjawab
pertanyaanmu tadi." "Baiklah, aku pun tidak tergesa-gesa, Kuang Lin."
Mereka menambatkan kuda mereka pada batang pohon, lalu
mereka duduk di atas batu-batu yang terdapat di tepi jalan.
Orang-orang yang berlalu lalang mulai banyak. Akan tetapi
melihat dua orang muda yang dari pakaiannya jelas merupakan
muda-mudi bangsawan itu, para pedagang hasil bumi yang
datang dari dusun?dusun itu mengambil jalan di tepi yang
berlawanan dan dengan hormat mereka berjalan dengan
menundukkan muka, tidak berani memandang. Tidak ada di
antara mereka yang mengetahui bahwa dua orang muda itu
adalah keturunan bangsawan tinggi, Si Gadis puteri Kaisar dan
Si Pemuda putera pangeran yang menjadi panglima besar!
380 "Nah, sekarang katakan, mengapa engkau menyusul aku dan
bagaimana engkau tahu bahwa aku sedang hendak
meninggalkan kota raja?"
"Nanti dulu, Moguhai. Maukah engkau lebih dulu mengatakan,
bagaimana engkau dapat menduga bahwa aku sengaja
menyusulmu?" Moguhai tersenyum. "Apa sukarnya" Engkau melarikan kuda
terburu-buru dan ketika melihat aku langsung berhenti. Apa lagi
artinya kalau bukan engkau sengaja menyusul aku" Hanya aku
tidak tahu bagaimana engkau dapat mengetahui bahwa aku
keluar kota raja, dan apa maksudmu menyusul aku?"
10.3. Ah! Kau Mengalahkan Dengan Sanjak?"
Pemuda itu menghela napas panjang. "Sungguh berat bagiku
melakukan hal ini, Moguhai. Aku sama sekali tidak berhak
mencampuri urusanmu. Akan tetapi aku terpaksa melakukan ini
untuk mentaati perintah."
"Hemm, perintah siapa, Kuang Lin?" "Perintah Ayahku."
"Paman Kuang" Apa urusannya Paman Kuang menyuruh
engkau menyusul aku?" Moguhai bertanya, penasaran.
Mendengar suara gadis itu agak ketus, Kuang Lin berkata
dengan lembut membujuk. "Moguhai, engkau tahu betapa
sayangnya Ayah kepadamu. Biasanya engkau demikian akrab
dengan dia." "Memang, dia kuanggap sebagai orang tua sendiri atau sebagai
guru yang sering kumintai nasihat, akan tetapi urusan pribadiku
381 tidak boleh dicampuri siapapun juga, termasuk Ayahmu atau
orang tuaku sendiri sekalipun!"
"Maafkan aku, Moguhai, dan maafkan Ayahku. Sesungguhnya,
Ayahku juga mengetahui benar bahwa dia tidak berhak
mencampuri urusan pribadimu, akan tetapi dia pun terpaksa
menyuruh aku menyusulmu ini, Moguhai."
"Terpaksa" Siapa yang memaksanya?"
"Tidak ada yang memaksanya, akan tetapi dia tidak dapat
menolak permintaan Ibumu."
"Permintaan Ibuku" Apa maksudmu, Kuang Lin?"
"Begini, Moguhai, akan kuceritakan semuanya kepadamu.
Malam tadi, tanpa disangka-sanka, Ibumu datang berkunjung ke
rumah kami. Yang menemuinya adalah Ayahku, Ibuku dan aku
sendiri. Dalam pertemuan itu, Ibumu menceritakan kepada
Ayahku, bahwa engkau akan meninggalkan istana lagi pada pagi
hari ini. Kata Ibumu, Sri Baginda Kaisar dan Ibumu tidak dapat
mencegahmu pergi padahal mereka berdua tidak menghen?daki
engkau pergi. Mereka terlalu sayang kepadamu, Moguhai, dan
sudah terlalu sering dan terlalu lama engkau meninggalkan
mereka sehingga mereka selalu khawatir akan keselamatanmu.
Maklumlah, semua orang tua juga seperti itu perasaannya, apa
lagi engkau adalah seorang anak perempuan. Kemudian, Ibumu
minta kepada Ayahku agar Ayah suka membujukmu agar
engkau tidak pergi meninggalkan istana. Nah, Ayah tentu saja
tidak dapat menolak permintaan Ibumu dan Ayah lalu
memerintahkan aku untuk menghadang engkau di pintu gerbang
selatan karena Ayah menduga bahwa engkau tentu akan
382 merantau ke selatan. Akan tetapi setelah tiba di pintu gerbang,
aku terlambat. Ketika kuta?nyakan kepada perajurit penjaga
pintu gerbang, aku diberitahu bahwa engkau telah keluar dari
pintu gerbang, menunggang kuda ke selatan. Demikianlah, aku
lalu mengejarmu dan untung engkau menjalankan kuda dengan
santai sehingga aku dapat menyusulmu. Nah, demikianlah
ceritanya mengapa aku menyusulmu, Moguhai. Kalau
perbuatanku ini me-nyinggung hatimu dan membuat engkau
marah dan tidak senang, aku minta maaf dan aku mintakan maaf
untuk Ayahku." Moguhai menghela napas panjang.
Tidak mungkin ia dapat marah kalau pemuda ini bersikap dan
bercerita seperti itu. Pula, ia pun tidak dapat marah kepada


Jodoh Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Paman Kuang yang sejak dulu dihormatinya. Kuang Lin tak
bersalah, juga Paman Kuang tidak bersalah. Apa pun yang
dilakukan ibunya, juga ayahnya, menunjukkan bahwa mereka
amat menyayangnya, maka usaha mereka mengha?langinya
pergi meninggalkan istana adalah wajar dan tidak dapat
disalahkan. "Kuang Lin, apakah Ibu juga menceritakan mengapa aku hendak
pergi merantau lagi?"
"Tidak, Moguhai. Hal itu pun ditanyakan Ayahku kepada Ibumu,
akan tetapi Ibumu menjawab Beliau juga tidak tahu mengapa
engkau hendak pergi. Dan sekiranya aku boleh mengetahui,
mengapa engkau hendak pergi meninggalkan istana dan
membuat Ayah Bundamu bersedih, Moguhai?"
383 Moguhai memandang ragu. Tentu saja ia tidak mau bercerita
kepada siapapun juga tentang persoalan yang dihadapinya,
yaitu tentang perjodohan, tentang ia harus berjodoh dengan
bangsa Yucen dan tentang ia tidak boleh bergaul dengan Souw
Thian Liong. "Maaf, Moguhai. Aku bukan bermaksud mencampuri urusan
pribadimu. Akan tetapi kalau engkau mau menceritakan
mengapa engkau hendak meninggal istana, siapa tahu barang
kali aku dapat membantumu."
Moguhai tersenyum. "Bagaimana engkau akan dapat
membantuku, Kuang Lin" Baiklah kalau engkau ingin
mengetahui. Aku meninggalkan kota raja untuk mencari dua
orang yang harus kuberi hukuman berat karena mereka berdua
melanggar laranganku dan telah membunuh sahabat yang
kuhormati." "Hemm, begitukah" Siapakah mereka yang berani menentangmu itu" Dan siapa pula yang mereka bunuh?"
"Yang mereka bunuh adalah Paman Han Si Tiong."
"Ah, bekas Panglima Pasukan Halilintar Kerajaan Sung yang
gagah perka?sa itu" Aku pernah mendengar cerita Ayah tentang
Han Si Tiong dan isterinya yang gagah perkasa, bahkan suami
isteri itu ikut berjasa menggulingkan Perdana Menteri Chin Kui
dari Kerajaan Sung yang korup dan hendak memberontak.
Bahkan menurut cerita Ayah, engkau juga membantu Kerajaan
Sung menjatuhkan pengkhianat itu."
384 "Benar, Paman Han Si Tiong itu yang terbunuh sedangkan Bibi
Liang Hong Yi terluka. Padahal aku sudah memberi surat
kepada mereka untuk memperlihatkan kepada orang-orang yang
berani mengganggunya!"
''Siapakah mereka yang begitu jahat?"
"Mereka adalah Bouw Kiang dan Bong Siu Lan, dua orang murid
Toat-beng Coa-ong Ouw Kan."
"Hemm, aku tahu siapa Toat-beng Coa-ong Ouw Kan, datuk
sesat itu. Bu?kankah belum lama ini dia telah dibunuh oleh
yang berjuluk Ang I Mo-li?"
"Benar, Ang I Mo-li itu adalah seorang pendekar wanita, puteri
Paman Han Si Tiong. Akan tetapi mendiang Ouw Kan menyuruh
dua orang muridnya untuk membunuh Paman Han Si Tiong.
Karena Ang I Mo-li tadinya mengira bahwa Ayahanda Kaisar
yang mengutus para pembunuh Ayahnya, maka aku sendiri
harus membantunya mencari dua orang pembunuh itu. Selain
untuk menghukum mereka yang tidak mengacuhkan laranganku,
juga untuk membersihkan nama Sri Baginda Kaisar."
"Aku mengerti sekarang dan aku tidak menyalahkan kalau
engkau mencari mereka, Moguhai. Kalau begitu, aku akan
membantumu, Moguhai!"
Moguhai tertawa. "He-he-heh, dengan apa engkau akan
membantu aku, Kuang Lin" Dua orang murid Ouw Kan itu lihai
sekali dan engkau adalah seorang sastrawan! Apakah engkau
akan mengalahkan mereka 385 dengan menulis sajak dengan huruf-huruf yang
indah?" Pemuda itu tidak marah dan tertawa pula. "Ha-ha-ha, kalau
perlu. Siapa tahu dengan tulisan sajakku mereka akan takluk,
Moguhai!" "Sudahlah, Kuang Lin. Sampaikan terima kasihku kepada
Paman Kuang atas perhatiannya dan terima kasih pula
kepadamu yang menawarkan bantuan. Aku harus pergi
sekarang. Lihat, matahari sudah tampak sekarang!" Tiba-tiba
Moguhai melompat ke atas punggung kudanya, melepaskan
ikatan kendali dan membedal kudanya sehingga binatang itu
meringkik dan lari dengan cepat sekali meninggalkan tempat itu.
"Moguhai !!" Kuang Lin memanggil, akan tetapi gadis itu telah
membalapkan kudanya dan telah jauh, sama sekali tidak
menoleh atau menjawab. Kuang Lin berdiri mengikuti bayangan
gadis itu dengan matanya, menghela napas panjang lalu dia pun
menunggang kudanya, kembali ke kota raja. Dia harus
melaporkan kepada ayahnya tentang kegagalan usahanya
membujuk Moguhai. "Y" Pulau yang berada di Laut Timur itu terpencil. Dari jauh tampak
bentuknya melengkung seperti tubuh seekor udang. Karena
bentuknya inilah maka pulau ini disebut Pulau Udang.
Sebetulnya pulau itu tidak terlalu jauh dari pantai daratan dan
mudah dikunjungi para nelayan. Akan tetapi tidak ada seorang
pun nelayan berani berkunjung ke pulau itu, bahkan
386 mendekatinya pun tidak berani. Mereka hanya berani mencari
ikan paling dekat dua lie jauhnya dari Pulau Udang.
Semua orang tahu belaka bahwa pulau itu dikuasai seorang
yang amat ditakuti. Tocu (Majikan Pulau) itu adalah Tung-sai
(Singa Timur) Kui Tong yang dikenal sebagai seorang datuk
kang-ouw yang menyeramkan. Setelah setiap orang nelayan
berani mendekati pulau itu tewas, maka tidak ada lagi yang
berani melanggar batas yang ditetapkan penguasa pu?lau itu,
yakni tidak lebih dekat dari dua lie dari pulau.
Yang tinggal di Pulau Udang adalah Tung-sai Kui Tong dan anak
buahya yang bersama keluarga mereka tinggal di pulau itu.
Jumlah mereka berikut keluarga mereka ada tiga ratusan orang.
Yang menjadi kepala dari keluarga-keluarga itu adalah murid
atau anak buah Pulau Udang. Di antara mereka, yang menjadi
pengawal pribadi Singa Timur, adalah limabelas orang gagu tuli.
Seperti telah diceritakan di bagian depan, tadinya pengawal
pribadi ini ada duapuluh orang, akan tetapi lima orang di antara
mereka tewas di tangan Can Kok.
Kui Tong yang bertubuh tinggi besar bermuka singa yang
menyeramkan, hidup bagaikan seorang raja di pulau itu. Tidak
seperti para pria yang memiliki kekuasaan dan kekayaan seperti
dia, Kui Tong hanya mempunyai seorang isteri. Padahal pada
jaman itu, setiap orang pria yang kaya dan berkuasa, memiliki
sedikitnya tiga orang selir di samping isterinya.
Kui Tong mempunyai seorang isteri yang amat dicintanya. Dia
berusia enampuluh tahun lebih dan isterinya berusia
empatpuluhan tahun, seorang wanita yang cantik dan lembut.
387 Mereka mempunyai seorang anak perempuan yang kini telah
berusia delapanbelas tahun bernama Kui Leng Hwa. Gadis ini
cantik dan lembut seperti ibunya, akan tetapi ia sama sekali
bukan gadis lemah. Sejak kecil ia telah mempelajari ilmu silat
dari Ayahnya yang amat mencintainya.
Hari itu menjelang sore dan para anak buah Pulau Udang sudah
pulang ke pondok masing-masing setelah melaksanakan
pekerjaan sehari-hari mereka. Ada yang menjadi nelayan dan
ada pula yang menggarap tanah di pulau itu.
Tiba-tiba semua orang dikejutkan suara menggereng atau
mengaum seperti auman singa yang menggetarkan seluruh
pulau. Mereka hanya menengok ke arah rumah induk tempat
tinggal ketua atau majikan mereka dan tidak ada yang berani
bersuara. Mereka merasa gentar sekali karena mengenal bahwa
suara dahsyat itu adalah suara majikan mereka yang
mengeluarkan auman seperti itu apabila dia sedang marah.
Mereka semua tahu bahwa kalau suara itu dikerahkan dan
dipusatkan untuk menyerang lawan, suara itu menjadi ilmu Saicu Ho-kang (Auman Singa Sakti) yang dapat merobohkan lawan.
Orang yang tidak amat kuat tenaga saktinya, diserang dengan
auman ini dapat roboh dan mati seketi?ka karena jantung
mereka terguncang hebat! Akan tetapi auman yang sekarang
dikeluarkan majikan mereka itu, hanya menggetarkan seluruh
pulau dengan gemanya dan tidak mengandung tenaga
menyerang, tanda bahwa majikan mereka sedang marah besar.
Di ruangan sebelah dalam rumah besar itu, Kui Tong memang
sedang marah bukan main. Dia duduk di atas kursi menghadapi
388 sebuah meja besar. Di sudut kamar, menghadapnya, berdiri
seorang wanita setengah tua dan seorang gadis. Dua orang
wanita ini cantik jelita dan memiliki bentuk wajah yang mirip satu
sama lain. Mereka adalah Nyonya Kui dan puterinya, Kui Leng
Hwa. Mereka berdua berdiri dan Leng Hwa merangkul pundak
ibunya seolah hendak melindunginya. Mereka berdua sedang
menghadapi Kui Tong yang marah-marah.
"Engkau tidak bisa memaksa anak kita yang satu-satunya ini
untuk berjodoh dengan keponakanmu yang gila itu! Seekor
harimau pun tidak akan mencelakakan anaknya! Apakah engkau
hendak menyengsarakan kehidupan Leng Hwa dengan
memaksanya menjadi isteri orang gila?" kata Nyonya Kui,
suaranya tetap lembut walaupun ia marah sekali.
Jodoh Rajawali 8 Tugas Rahasia Karya Gan K H Si Kumbang Merah 4
^