Pencarian

Lembah Merpati 9

Lembah Merpati Karya Chung Sin Bagian 9


Demikianlah pada esok harinya pagi-pagi, setelah berunding dengan Lie Long Nio dan Djin Han Hiong, jago cilik kita telah memutuskan untuk pergi ke sana dengan diantar oleh mereka berdua.
Dari jauh Koo San Djie melihat bagaimana sang supek Liu Djin Liong sedang bertempur dengan seorang yang hendak menggunakan ilmu Tiga Pukulan Meremukkan Tulang yang ganas. Ia terkejut, syukur dengan bersiul panjang ia telah berhasil menghentikannya.
Han Oe Seng dalam keadaan melengak telah didahului oleh Koo San Djie yang berkata sambil menunjuk ke arahnya:
"Apa kau sudah tidak ingin hidup lagi berani menggunakan ilmu Tiga Pukulan Meremukkan Tulang?"
Kedatangan anak muda ini ada demikian mendadak, dan lagi begitu datang telah berani omong besar telah membuat orang terheran-heran dan medan pertempuran menjadi sunyi senyap karenanya.
Orang-orang dari Lembah Merpati sendiri hanya satu-dua orang saja dari Dewan Tetua yang pernah mendengar nama Tiga Pukulan Meremukkan Tulang, tapi Koo San Djie sudah dapat melihatnya terlebih dahulu dan berani menghalanginya. Siapakah orangnya yang tidak menjadi heran mendengar kata anak muda ini"
Dilihatnya anak muda yang baru datang ini hanya baru berumur tujuhbelas tahun saja tapi kepandaiannya sudah ada sedemikian tingginya. Semua orang memandang ke arahnya menunggu perkembangan selanjutnya.
Hanya Koo Hian salah satu orang dari Dewan Tetua yang masih ingat sedikit akan anak muda itu.
Han Oe Seng sebagai seorang ketua yang hanya tahu memerintah orang, mana mau mengerti mendapat teguran yang sekasar ini" Maka dengan membentak keras ia berkata:
"Dari manakah datangnya anak liar ini?"
Lengan bajunya dikebutkan, membawa kekuatan tenaga yang besar mengarah Koo San Djie yang berani memaki dirinya.
Kedatangan Koo San Djie kemari ada mempunyai banyak tujuan, ia sudah tidak seperti biasa lagi main mengalah saja. Sambil menyodorkan sebelah tangannya, ia juga telah memapaki kekuatan tenaga lawan.
Dua aliran tenaga bertemu menjadi satu, terdengar seperti suara berpadunya benda yang keras, telah memaksa Han Oe Seng tergerak sedikit dari kedudukannya.
Tapi Koo San Djie masih tetap berdiri di tempatnya dengan gagah.
Han Oe Seng yang telah dibikin malu di hadapan demikian banyak orang mana mau mengerti saja. Maka sambil membentak keras ia menyerang lagi dengan jurus Tiupan Angin gunung.
Terdengar Koo San Djie berteriak keras:
"Tahan dulu! Aku masih ada beberapa perkataan yang harus dikatakan kepadamu......"
Han Oe Seng betul-betul menahan serangannya di tengah jalan,
"Apa yang mau dikatakan?"
Mendadak, dari antara orang banyak terlihat Lie Kee Liok dengan tergesa-gesa tampil ke muka dan membisiki beberapa perkataan di kupingnya Han Oe Seng.
Muka Han Oe Seng berobah seketika dan berdiri seperti terpaku.
Berbareng dengan munculnya Lie Kee Kiok, seorang nenek telah membuntuti dan masuk di kalangan. Seraya mengetrukan tongkatnya ia berkata keras:
"Han Oe Seng, bagus sekali perbuatanmu?"
Kedua alis Han Oe Seng berdiri dan menunjukan muka yang penuh dengan hawa pembunuhan.
Seketika itu di antara orang ramai pada kasak kusuk, ada yang memaki si nenek yang datang mengacau dan ada juga yang mengeluh karena rahasianya akan segera terbongkar.
Keadaan telah menjadi kalut karena kedatangan si nenek yang ternyata bukan lain ialah Lie Long Nio adanya.
Sementara Han Oe Seng mendapat kisikan kabar buruk dari Lie Kee Kiok, wajahnya menjadi pucat pasi. Tapi ia licin, dengan cepat ia sudah dapat mengambil keputusan dan berkata:
"Perintah kepada Dewan Tetua: Urusan di sini sekarang kuserahkan kepada kalian karena aku akan pergi ke Lembah Luar mengurus soal lainnya."
Dengan membawa beberapa orang kepercayaannya, Han Oe Seng sudah terburu-buru meninggalkan tempat itu.
Han Oe Seng karena telah mendapat laporan Lie Kee Kiok yang mengatakan bahwa anak muda yang baru datang mempunyai tanda kebesaran Lembah Merpati yang asli, yang datang ke situ untuk meminta jabatan ketua, hatinya yang merasa bersalah sudah mencari alasan untuk melarikan diri.
Koo San Djie yang baru masuk ke dalam kalangan dan mengucapkan beberapa perkataan kepadanya sudah ditinggal pergi. Lie Long Nio dan cucunya juga telah datang menghampiri.
Djin Han Hiong yang hatinya telah terpincuk oleh si anak muda sudah tidak memperdulikan di situ masih terdapat demikian banyaknya orang lagi sudah menyandarkan dirinya di atas dada Koo San Djie.
Koo San Djie telah dibikin jengah karenanya, tapi oleh sebab tegangnya urusan di situ tidak mengatakan suatu apa kepadanya. Terlihat ia memberi hormatnya kepada sang guru dan supeknya.
Lalu perlahan-lahan ia jalan menghampiri para anggota Dewan Tetua......
Liu Djin Liong yang tahu bahwa anak muda ini membawa tanda kepercayaan si Orang Tua Bertangan Satu Lie Tjiauw Djin sudah tidak berkata suatu apa dan mengundurkan dirinya ke dalam rombongannya.
Semua orang yang berada di situ begitu melihat masuknya Koo San Djie sudah menjadi ramai mengeluarkan pendapatnya masing-masing.
Si Pendekar Berbaju Ungu melihat sang murid telah mendapatkan kemajuan yang demikian pesatnya sudah merasa sangat gembira. Sambi1 mengelus-elus jenggotnya sendiri ia hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
Tjeng Tjeng yang melihat di sebelah koko San nya ada menggelendot seorang gadis cantik lainnya sudah merasa heran dan berteriak:
"Iiiii, siapakah dia itu?"
Ong Hoe Tjoe juga telah melihat kejadian ini, tapi ia tidak seperti Tjeng Tjeng yang berteriak-teriak, biarpun hatinya merasa cemburu dan cemas. Ia tidak mengatakan suatu apa dan memaksakan dirinya tertawa juga.
Masih ada satu gadis lagi yang tidak tahan melihat keadaan yang romantis seperti itu yang dapat membikin iri hati. Ia adalah ketua muda Hui-hong-pang, Liok Siauw Kian, yang sudah menjadi kesal, karena tidak dapat menemukan ayahnya. Begitu melihat datangnya Koo San Djie, ia sudah merasa gembira karena dianggapnya anak muda itu sudah sebagai orang sendiri, tapi sekarang ia melihat keadaan yang seperti itu, dengan tidak terasa air matanya telah meleleh keluar membasahi pipinya yang botoh.
Hay-sim Kongcu setelah dapat mengenal Liok Siauw Kian dengan perantaraan adiknya Liok Siauw Hong, sudah menjadi tertarik oleh kecantikannya ketua muda dari Hui-hong-pang, maka segala gerak geriknya si nona sudah tidak dapat lolos dari matanya. Kini melihat keadaan Liok Siauw Kian hatinya sudah menjadi sedikit cemburu, dengan memaksa tertawa ia berkata:
"Si bocah angon memang mempunyai peruntungan yang bagus. Ini kali tentu dapat membuat dua gadis lainnya iri hati."
Setelah berkata ia mengerlingkan matanya sambil mesem ke arahnya Ong Hoe Tjoe dan Tjeng Tjeng. Biarpun ia seperti berkata kepada Liok Siauw Hong, tapi sebenarnya ia memperingatkan kepada Liok Siauw Kian.
Nona Liok lalu melirikan matanya ke arah diri Ong Hoe Tjoe dan betul saja dilihatnya gadis berbaju burung ini sedang bermuram durja.
Koo San Djie yang menjadi pokok pembicaraan mereka, karena sedang dalam keadaan yang repot, mana dapat mendengar kata-katanya" Ia sedang mencurahkan semua perhatiannya di dalam urusan Lembah Merpati yang rumit. Sambil memberi hormatnya kepada para anggota Dewan Tetua.
"Maaf, ijinkanlah aku yang rendah mengajukan pertanyaan: Lembah Merpati telah hidup menyendiri sekian lamanya dengan tidak pernah mencari setori, mengapa belakangan ini telah melepaskan orang-orangnya berbuat dengan sewenang-wenang" Apa kalian locianpwee dapat memberi sedikit penjelasan?"
Para anggota Dewan Tetua yang melihat anak muda ini datang-datang sudah berani mencela perbuatannya Lembah Merpati sudah menjadi heran dan saling pandang. Dari mana datangnya pemuda yang dapat mengetahui demikian jelasnya keadaan peraturan Lembah Merpati" Yang lebih mengherankan lagi ialah orang banyak termasuk Lie Long Nio sendiri setelah datang anak muda ini sudah tidak ada satu di antaranya yang berbicara. Siapakah sebetulnya dia"
Koo Hian yang pernah keluar Lembah dan melihat Koo San Djie memegang tanda kepercayaan mereka dan lagi dapat menggunakan ilmu silat Lembah Merpati, yang tidak pernah diturunkan pada orang lain, sudah menjadi sedikit curiga juga bahwa anak muda ini tentu mempunyai hubungan dengan ketua lama mereka Lie Tjiauw Djin yang telah lenyap tidak berbekas. Maka dengan sabar berkata:
"Harap saudara kecil dapat menerangkan kedudukan dan maksud kedatanganmu terlebih dahulu."
Tapi Kie Sun, Pheng Siu Khang dan Kam Sia Liong sudah merasa tidak puas dengan sikap menghormat Koo Hian ini.
Kam Sia Liong yang pertama-tama tidak dapat menahan sabarnya berkata:
"Hari ini terdapat demikian banyak orang yang datang ke lembah kita, buat apa banyak bicara dengannya" Dengan didirikannya medan pertandingan ini ialah gunanya untuk menyelesaikan urusan dengan kekuatan. Mari kasi aku saja yang menyelesaikannya."
Ia mengajukan langkahnya ke depan dan menghalang di hadapannya Koo Hian. Sambil tangannya menunjuk Koo San Djie ia berkata:
"Urusan lembah kami tidak memerlukan campur tangan orang lain, kau ada mempunyai kepandaian lihay, apakah berani menonjolkan dirimu di sini" Aku akan menyediakan tulang-tulang tuaku untuk melayani seranganmu."
Koo San Djie tahu, jika tidak memperlihatkan sedikit kepandaiannya, mana mereka ini dapat ditaklukkan dengan tanda kepercayaan saja" Maka dengan tertawa ia menjawab:
"Jika memang kau sedang bergembira, akupun bersedia melayaninya."
Kam Sia Liong sudah ingin lekas-lekas menyingkirkan anak muda ini, maka dengan tidak berkata-kata lagi ia telah mulai dengan serangan-serangannya.
Ia mengangkat sebelah tangannya dan disodorkan ke depan mengarah dada Koo San Djie.
Si anak angon dengan melintangkan tangannya di depan dada telah menahan datangnya serangan ini.
Tenaga latihan Kam Sia Liong yang telah puluhan tahun lamanya tentu saja mengandung kekuatan yang luar biasa, tapi begitu pukulannya membentur tangan orang, kekuatannya mendadak telah menjadi lenyap entah kemana. Tapi biarpun demikian, Koo San Djie telah dipaksa mundur dua tindak dari tempat asalnya berdiri.
Kam Sia Liong memajukan lagi langkahnya dan mengirimkan kembali serangannya yang kedua.
Koo San Djie tancap kuda-kudanya, dengan kedua tangan dilintangkan ia menahan lagi serangan lawan.
Begitu dua kekuatan tenaga terbentur, kembali Koo San Djie dapat dipaksa mundur lagi dua tindak jauhnya.
Orang yang menyaksikan sudah mengeluarkan keringat dingin karenanya. Dalam pikiran mereka anak muda ini sudah tentu akan menjadi pecundang.
Mendadak, seperti mendapat bantuan tenaga, Koo San Djie maju mendekati lawannya dan mengirimkan pukulannya beruntun sampai tiga kali.
Kam Sia Liong menjadi kaget, tapi jika mengingat tadi orang telah berani membentur pukulannya dengan tidak dapat berbuat suatu apa, maka tidak ada alasan untuk menyingkirnya.
"Bum...... .Bum......" Kam Sia Liong telah menahannya sampai tiga kali.
Biarpun Kam Sia Liong beruntung dapat menahannya, tapi terasa isi dalamnya telah dapat dibikin bergolak karenanya. Masih untung yang ia telah mempunyai latihan yang lama sehingga sebentar saja telah dapat menenangkannya kembali.
Ia sebagai salah satu jago dari Dewan Tetua, mana mau mengalah dengan sedemikian mudah" Ia mulai menggerakkan badannya dan mengelilingi musuhnya. Sebentar saja ia telah menyerang sampai tujuh kali dari tujuh jurusan yang tidak sama.
Sebentar saja debu telah dibikin mengulak karenanya. Koo San Djie biarpun berada di dalam kurungan masih tetap dapat menangkis setiap serangan-serangannya. Bahkan tenaganya yang digunakan semakin lama sudah menjadi semakin besar saja.
Setelah lewat lebih dari sepuluh jurus ia telah dapat berbalik mendahului serangan lawan.
Kejadian ini telah membuat orang yang melihatnya menjadi tidak habis mengerti. Tidak terkecuali juga dengan Liu Djin Liong yang mempunyai pengalaman luas. Dulu sewaktu ia melawan anak muda ini juga demikian halnya, semakin dipukul semakin cepat, semakin lama semakin kuat. Apakah gerangan sebabnya"
Pertempuran si anak muda kali ini juga demikian halnya, tenaganya jika tidak digunakan memang tidak kentara, tapi begitu mendapat lawan, tenaga ini telah dapat keluar sendiri, bertambah terus dengan mendahului lawannya.
Tentu saja Liu Djin Liong tidak tahu keadaan Koo San Djie yang telah memakan Kodok Mas dan Capung Kumala yang kini telah ditambah dengan seluruh kekuatannya si orang tua bertangan satu Lie Tjiauw Djin yang telah dicurahkan semua ke dalam badannya Koo San Djie.
Seperti seekor singa yang mulai menggeram si anak muda telah mulai membalas serangan lawan dengan gencar sekali sehingga memaksa Kam Sia Liong yang demikian kuatnya menjadi kelabakan juga.
Mendadak terlihat bayangan-bayangan keluar dari kalangan. Koo San Djie telah meninggalkan musuhnya sambil menjura berkata:
"Terima kasih atas petunjuk locianpwee yang berharga."
Kam Sia Liong dengan muka merah mengundurkan diri. Jika dilihat dari sikapnya, ia telah dijatuhkan si anak muda, tapi dengan cara apa Koo San Djie memenangkannya, kecuali beberapa orang saja yang lainnya sudah tidak mengetahuinya sama sekali.
Begitu Kam Sia Liong mundur Pheng Siu Khang sudah maju menggantikan kedudukannya dan berkata:
"Memang kepandaian yang tidak dapat dicela, tapi aku masih ada semacam cara pertandingan lagi."
Koo San Djie yang mengharapkan dapat menyelesaikan urusan ini dengan cepat mungkin, sudah berkata singkat:
"Silahkan katakan! Tuan rumah berhak untuk memutuskannya."
"Kita berdua sama-sama mundur sehingga berjarak sampai lima tombak, dengan mengerahkan tenaga dalam kita berusaha untuk menggeser kedudukan satu sama lain. Siapa yang tergeser itulah yang kalah."
Lalu ia menyambung pula: "Tapi karena pelajaran silat terdapat banyak sekali macamnya, maka jika saudara tidak mempelajari dalam soal ini boleh mencari jalan lain."
Pertandingan ini memang lain dari pada yang lain. Semua orang yang mendengarnya sudah menjadi kaget mendengar cara pertandingan model baru ini, sampai pun si Pendekar Berbaju Ungu dan Kong Tie Siansu juga menjadi terheran-heran. Biarpun ilmu kepandaian Pukulan tangan kosong mereka yang sudah hampir sampai ditarap puncaknya juga hanya dapat mengenai barang sejauh tiga tombak sedikit saja, hal ini sudah jarang yang dapat menandinginya. Maka semua orang sudah menyangka bahwa Koo San Djie akan menolak cara pertandingan ini.
Tapi dengan tidak disangka-sangka si pemuda sudah memanggutkan kepalanya sambil tertawa:
"Tidak usah mencari jalan lainnya. Sekarang jugalah kita mulai."
Ia memutarkan ujung kakinya dan lompat sejauh dua tombak lebih.
Pheng Siu Khang dengan mengepretkan tangan bajunya juga mundur dua tombak lebih juga. Jarak di antara mereka sekarang telah cukup menjadi lima tombak.
Masing-masing lantas memusatkan tenaganya, siap untuk segera digunakan.
Terdengar Pheng Siu Khang berseru:
"Awas! Serangan segera dimulai."
Telapak tangan kirinya dibalikan menjaga dada, tangan kanannya didorong ke depan dengan perlahan-lahan. Tenaga pukulannya yang merupakan pedut, seperti rentetan rantai saja meluncur ke depan.
Badan Koo San Djie sudah terasa tergencet oleh libatan rantai ini. Maka ia juga mengempos tenaganya mengerahkan Bu-kiat-sian-kang, segera hawa biru telah menjaga seluruh tubuhnya.
Tangannya juga tidak tinggal diam, ia menggerakkan dua jarinya dan menunjuk ke arah sang lawan. Dengan kecepatan yang luar biasa tenaganya meluncur dan melibat diri Pheng Siu Khang sampai tiga kali.
Sekarang dua-dua sama-sama menarik kembali tenaganya yang telah melibat sang lawan, saat itu tenaganya si Orang Tua Bertangan Satu Lie Tjiauw Djin yang tadinya terpendam di dalam tubuh Koo San Djie telah mulai keluar.
25.56. Empat Sinar Cahaya Mata Ukiran Merpati
Pheng Siu Khang mana dapat menandingi dua tenaga orang yang telah berkumpul menjadi satu di dalam tubuh si anak muda. Libatan tenaga sang lawan telah terasa menjadi keras sekali, badannya seolah-olah sudah mau terangkat naik ke udara.
Tenaganya sendiri yang melibat tubuh sang lawan seperti telah membentur keras, menjadi lenyap tidak berbekas.
Semua orang yang melihat pertandingan ini, yang berjumlah ratusan, tidak ada satu orang yang berani bersuara. Pertama-tama mereka mengagumi kepandaian Pheng Siu Khang yang dapat mengumpulkan tenaganya menjadi rantai putih yang dapat mengikat orang dan sebaliknya jika melihat keadaan Koo San Djie yang hanya dapat mengeluarkan cahaya birunya yang hanya dapat mengelilingi di seluruh tubuhnya sudah tidak terlihat kepandaiannya sama sekali.
Tapi lama kelamaan, rantai putih Pheng Siu Khang sudah mulai berobah menjadi semakin guram, mukanya mulai menjadi pucat dan keringat mengucur membasahi seluruh tubuhnya. Sebaliknya jika melihat keadaannya si anak muda yang masih tetap sedemikian tenang, tentu saja membuat orang-orang menjadi melongo terheran-heran.
Tidak berapa lama kemudian, Koo San Djie membentak keras dan menarik kembali tangannya. Pheng Siu Khang dengan tidak dapat mengendalikan dirinya lagi telah terhuyung-huyung maju dua tindak dari tempat asal mulanya.
Terdengar Pheng Siu Khang mengheIa napas panjang dan mengundurkan dirinya dari kalangan pertempuran tadi.
Pertandingan ini telah selesai sampai di sini, sekarang gilirannya Kie Sun yang maju ke muka dan bersedia berkata, tapi keburu didahului oleh Koo San Djie:
"Tunggu dulu! Pertandingan ini kita tunda dulu, karena aku harus segera mengatakan beberapa patah perkataan yang penting."
Tangannya dengan cepat telah mengeluarkan tanda kepercayaan Lembah Merpati dan diacungkannya sambil berteriak:
"Apa orang Lembah Merpati masih mengenal akan tanda ini?"
Empat orang Dewan Tetua yang terdekat sudah menjadi kaget, semua orang dari Lembah Merpati tentu saja mengenali ini tanda kebesarannya ketua, tapi mereka heran mengapa dapat berada di dalam tangan anak muda ini"
Koo San Djie dengan tidak membuang-buang waktu lagi, menuruti ajarannya Lie Long Nio, ia menyalurkan tenaga dalamnya kepada ukiran Merpati di atas batu giok itu. Dan dalam sekejap mata saja, dari dua pasang matanya ukiran Merpati ini telah memancarkan empat sinar cahaya gilang gemilang.
Kejadian yang mendadak ini telah membuat Koo Hian, Kie Sun, Kam Sia Liong dan Pheng Siu Khang menjadi bingung, mereka saling pandang.
Mendadak Lie Long Nio menyelak masuk dan membentak:
"Apa kalian masih tidak mengenal akan tanda kebesaran ini" Saudara Koo ini adalah orang yang mendapat perintah dari ketua lama Lie Tjiauw Djin untuk mengambil kembali kedudukan ketuanya dari si binatang Han Oe Seng yang sudah berbuat dengan sewenang-wenang.
Empat orang itu baru seperti tersadar dari tidurnya dan memberi hormatnya:
"Koo Hian sekalian memberi hormat kepada ketua."
Semua orang dari Lembah Merpati memang sudah tidak suka kepada ketua baru mereka Han Oe Seng yang suka berbuat sewenang-wenang, beramai-ramai juga telah memberi hormat kepada ketua yang baru datang ini.
Dalam keadaan yang sibuk, mendadak datang dua orang penyelidik kabar, satu di antaranya memberi laporan:
"Ketua Lembah Luar Liu Tong bersamaan orang-orangnya telah menghianati Lembah Merpati dan membakar rumah abu leluhur kita."
Seorang lagi juga berkata:
"Ketua kita bersama-sama dengan Lie Kee Kiok juga telah pergi ke Lembah Luar, tapi sampai kini tidak ada kabar ceritanya."
Kam Sia Liong segera membentak:
"Ketua Lembah Merpati yang memegang tanda kepercayaan berada di sini, mengapa tidak memberi laporan kepadanya?"
Dua pelapor tadi memandang ke arah Koo San Djie sebentar dan memandang tanda kepercayaan itu, lekas-lekas mereka berlutut dan mengulangi laporan tadi.
Koo San Djie dengan mengibaskan tangannya berkata:
"Kalian boleh bangun dan menyelidikinya lagi."
Dua pelapor itu sudah lantas bangun dan pergi. Setelah mereka berdua ini pergi Koo San Djie segera berunding dengan Koo Hian, Kie Sun dan lain-lainnya.
"Bagaimana jika kita membereskan urusan di sini terlebih dahulu?"
Empat orang ini berbareng sudah memberi persetujuan.
"Terserah akan kebijaksanaan ketua."
Keadaan telah menjadi sedemikian mendadak, sehingga tidak memberikan kesempatan untuk Koo San Djie merendahkan diri lagi. Maka sambil menghadapi para tetamunya Lembah Merpati, ia berkata:
"Kami sebagai ketua sementara Lembah Merpati dengan ini mengucapkan banyak terima kasih atas kunjungan para saudara dari rimba persilatan yang telah mencapaikan diri untuk datang kemari. Kami untuk sementara mewakili Lembah Merpati ada beberapa yang harus dijelaskan atas kejadian-kejadian yang ada menyangkut Lembah Merpati......"
Setelah merandek sebentar, ia meneruskan lagi:
"Kejadian-kejadian di kalangan Kang-ouw yang, sering menyangkut nama Lembah Merpati adalah perbuatan Liu Tong, si Ketua Lembah Luar dan konco-konconya. Kecuali Han Oe Seng yang mengetahuinya sedikit hal ini, para anggota Dewan Tetua dan semua orang Lembah Merpati masih tidak mengetahuinya sama sekali.
"Tapi biarpun demikian Lembah Merpati juga tidak akan berpeluk tangan saja menghadapi kejadian ini. Kesalahan-kesalahan mereka tetap akan diurus menurut hukumannya."
"Para saudara dari kalangan Kang-ouw ada yang ingin turut menyaksikan atau meninggalkan tempat ini tergantung dari kesukaran masing-masing. Kami yang mewakili Lembah Merpati berjanji untuk mengurus hal ini dengan sejujur-jujurnya."
Kata-katanya ini tidak mengandung kesombongan dan juga tidak terlalu merendahkan sehingga membuat orang yang mendengarnya merasa puas juga.
Orang-orang dari Lembah Merpati sedari tadi telah menyaksikan sendiri bagaimana kelakuan dan kepandaian anak muda ini, maka tidak ada satu yang berani membantah.
Demikianlah mereka telah bubaran dan mulai berlerot keluar lembah.
Liu Djin Liong menghadapi si Pendekar Berbaju Ungu tertawa:
"Kita juga tidak usah memecahkan perhatian dan lebih baik turut keluar lembah juga."
Si Pendekar Berbaju Ungu anggukkan kepalanya dan memimpin mereka berjalan keluar lembah juga.
Tapi Tjeng Tjeng lah yang paling tidak setuju dengan usul ini mana ia rela demikian saja meninggalkannya dengan tidak mengucapkan sepatah kata juga kepada koko San nya"
Ong Hoe Tjoe dengan tidak mengatakan suatu apa menundukkan kepalanya berjalan di belakang gurunya.
Setelah menunggu sampai semua orang telah meninggalkannya, Koo San Djie membalikkan mukanya ke arah orang-orang Lembah Merpati dan berkata:
"Aku yang rendah, biarpun betul menerima perintah dari ketua lama dari Lembah Merpati untuk mencopoti jabatan katuanya Han Oe Seng, tapi jabatan ketua ini tidak akan kududuki seterusnya. Setelah selesai dengan urusan ini, harap para anggota Dewan Tetua dapat memilihnya lagi."
Lalu ia menudingkan jari kepada Kie Sun, Koo Hian, Kam Sia Liong dau Pheng Siu Khang empat orang, katanya:
"Harap Dewan Tetua bisa memberi pinjam empat orang ini untuk mengikuti menawan kembali Han Oe Seng dan konco-konconya di Lembah Luar."
Demikianlah Koo San Djie dengan mengajak empat orang ini, Liu Long Nio dan Djin Han Hiong menuju ke Lembah Luar untuk menangkap orang.
?Y? Mari kita ikuti perjalanan Han Oe Seng, setelah meninggalkan orang banyak tadi. Begitu mendapat laporannya Lie Kee Kiok yang mengatakan bahwa anak muda liar itu juga mempunyai tanda kepercayaan Lembah Merpati dan datang bersama-sama Lie Liong Nio yang memang ditakutinya, ia dapat firasat bahwa tanda kepercayaannya yang dipegang olehnya adalah palsu belaka, maka dengan alasan ada urusan, ia sudah meninggalkannya mereka dan melarikan diri ke Lembah Luar.
Begitu dapat menemui Liu Tong ia sudah lantas bertanya:
"Aku selalu menganggapmu sebagai saudara sendiri, mengapa kau dapat berbuat seperti ini, membakar abu leluhur Lembah Merpati?"
Liu Tong dengan tertawa licin menjawab:
"Buat apa ketua menjadi marah kepada kami" Dengan kepandaianmu yang sedemikian tingginya, buat apa harus mengeram terus di dalam Lembah Merpati."
Han Oe Seng memang sedang dalam keadaan goncang begitu mendengar kata-kata ini sudah dapat segera mengambil keputusannya. Maka dengan tertawa terbahak-bahak ia berkata:
"Jadi maksudmu agar aku dapat mengadu kekuatan dengan mereka?"
Liu Tong masih tidak tahu akan maksud kata-kata ini ia menyangka bahwa bekas ketua Lembah Merpati ini telah masuk ke dalam perangkapnya, maka sudah terus membakarnya:
"Dengan kepandaian Lembah Merpati, sudah cukup untuk menjagoi satu daerah di mana saja. Dengan tetap berdiam di dalam lembah ini dan tidak keluar dunia apa bukannya menyia-nyiakan nama dengan percuma?"
Han Oe Seng tertawa dingin:
"Itulah kejadian yang masih belum terlihat akan khasiatnya."
Liu Tong yang sudah menyuruh orangnya untuk membakar rumah abu leluhur Lembah Merpati sampai waktu itu masih belum ada kabar beritanya. Maka dengan tertawa penuh arti ia berkata:
"Urusan dapat dirundingkan dengan perlahan-lahan Mengapa kita tidak pergi ke Lembah Luar untuk merundingkannya?"
Han Oe Seng tidak membantah dan mengikuti mereka ke Lembah Luar. Di sana mereka ini sudah berunding lagi dan mendapat keputusan untuk meninggalkan Lembah Merpati untuk mencari tempat baru lagi.
Han Oe Seng yang berhati kejam biarpun di mulut mengatakan demikian, tapi hatinya telah mempunyai rencana sendiri. Ia telah menjadi sakit hati kepada Liu Tong yang telah merusak rencananya. Ia sudah mendapat akal untuk membasmi mereka semua ini termasuk orang-orang yang menerjang Lembah Merpati tadi.
Rombongan Koo San Djie yang menuju ke Lembah Luar begitu sampai di sana telah menubruk suatu tempat kosong.
Koo Hian menjadi penasaran dan tertawa dingin:
"Aku tidak percaya yang mereka dapat terbang keluar dari Lembah Merpati. Mari kita berpencaran mencari jejak mereka."
Demikianlah mereka empat orang Dewan Tetua menjadi satu rombongan menuju ke sebelah kiri. Koo San Djie, Lie Long Nio dan Djin Han Hiong menjadi satu, menuju ke sebelah kanan meneruskan pengejaran.
Setelah mereka memasuki rimba belum juga sampai lima lie jauhnya, mendadak di sana sini terdengar suara ledakan yang hebat.......
Di sekeliling mereka telah menjadi merah semua, api di sana sini telah terjadi kebakaran!
Rimba belantara yang ratusan lie jauhnya ini mendadak telah berubah menjadi lautan api.
Asap menguak naik, menghilangkan semua pemandangan mata, ratusan orang yang masih belum dapat keluar dari rimba belantara ini menjadi gelagapan karena sukar bernapas.
Api yang tidak mengenal kasihan telah mengurung semua orang yang mau meninggalkan Lembah Merpati, tidak perduli rombongan Houw Sam Ya jago dari golongan hitam, si Pendekar Berbaju Ungu, Liu Djin Liong, Kong Tie Siansu dan lain-lain lagi atau ketua Lembah Luar Liu Tong sendiri yang mulai menarik diri dari Lembah Merpati. Tidak satu yang dapat keluar dari kurungan api ini.
Bertepatan dangan timbulnya api yang mengurungnya semua orang, di pinggir tebing merayap naik dua orang. Mereka ialah si Ketua buangan Lembah Merpati Han Oe Seng dan si lupa daratan Lie Kee Kiok. Dengan saling pandang mereka tertawa puas akan perbuatan kejamnya.
Lie Kee Liok dengan mengumpak-umpak berkata: "Siasatnya ketuaku ini memang luar biasa sekali, sampaipun dewa juga tidak akan menyangka."
Han Oe Seng tertawa kejam, katanya:
"Semua orang gelandangan ini tidak kupandang sama sekali. Si bocah liar yang memegang tanda kepercayaan Lembah Merpati itu kini boleh menjadi ketuanya mereka di neraka. Ha, ha, ha, ha......"
Dua orang itu dengan membawa tertawa kemenangannya telah kembali lagi ke dalam Lembah Merpati.
Tapi tidak demikian dengan ratusan orang yang dikurung api ini. ratusan orang yang berada dalam gumpalan asap sudah tidak dapat melihat keadaan ini, karena harus memeramkan matanya mereka agar tidak terserang oleh tajamnya asap jahat ini. Mereka menjadi saling tubruk di antara orang sendiri.
Liu Djin Liong, si Pandekar Baju Ungu, Kong Tie Siansu, si Pengemis sakti Kiang Tjo, Bie Khiu Nie, Ong Hoe Tjoe, Tjeng Tjeng dan Siauw Khong telah berada di dalam satu rombongan.
Sewaktu api mulai berkobar, terdengar Kiang Tjo tertawa terbahak-bahak:
"Sekarang kita orang akan dijadikan sate oleh mereka."
"Hanya menggunakan api saja belum tentu dapat mengurungku," Liu Djin Liong dengan marah menjawab.
Dengan menggunakan lengan bajunya ia mengibaskan pada sang api dan telah dapat membuat jalan baginya.
Kong Tie Siansu dengan tidak berkata-kata sudah meneruskannya membuat jalan tadi dengan angin pukulannya, disusul oleh si Pendekar Berbaju Ungu, Bie Khiu Nie dan Kiang Tjo.
Dengan cara demikian mereka meneruskan perjalanan mereka sehingga lebih dari lima lie.
Apa mau, waktu itu ada beberapa pohon besar di depan mereka dengan hampir berbareng sudah ambruk dan menghadang jalan keluar.
Si Pendekar Berbaju Ungu mendadak lompat maju ke depan dan dengan ilmunya Ombak Menyapu Seribu Kotoran, berhasil menyingkirkan rintangan-rintangan itu.
Lelatu api menguak naik dan berterbangan kemana-mana, api di depan yang terkena tiupan angin bukannya menjadi padam, malah menaik setinggi-tingginya sehingga memaksa orang-orang repot harus menyingkir dirinya.
Dalam keadaan yang sebingung ini, mendadak dari sebelah kiri mereka telah terdengar suara berketoprakan seperti kaki kuda. Tidak lama kemudian terlihat beberapa orang yang telah mendapat luka-luka terkena lelatu api, dengan setengah mengamuk mereka menubruk ke sini.
Orang yang berjalan di muka yang mempunyai berewok seperti sikat rusak mengeluarkan suaranya yang melebihi geledek saja:
"Kurang ajar. Siapa yang berani main gila di hadapan Houw Sam Ya?"
Si Pengemis sakti Kiang Tjo tertawa menyahuti:
"Siapa yang menyuruh kau datang kemari" Bukannya enak-enak, goyang-goyang kaki di dalam rumahmu sana?"
Houw Sam Ya menjadi marah.
"Pengemis bangkotan, apa kau kira beberapa tulang-tulangmu itu masih dapat mengusir api?"
Bie Khiu Nie membentak mereka:
"Apa kalian tidak dapat menahan sabar sebentar, menunggu sampai keluar dari kurungan api ini?"
Kiang Tjo masih tertawa saja.
"Orang yang tidak pernah merampok tidak takut akan bahaya," katanya. "Aku si Pengemis selalu ada yang melindunginya......"
Tangannya menunjuk dan berkata:
"Lihat! Orang yang akan menolongku akhirnya bukankah telah datang juga?"
Betul saja dari kejauhan terlihat Koo San Djie bersama-sama dengan Lie Long Nio dan Djin Han Hiong telah mendatangi ke arah mereka.
Mendadak dari sebelah kanan juga telah terdengar beberapa suara tindakannya kaki orang, tapi begitu mereka sampai di sana sudah membalikkan lagi badannya dan lari meninggalkannya.
Sesosok bayangan berkelebat dan menghadang larinya orang-orang tadi, ternyata Koo San Djie telah berada di sana dan membentak:
"Hm...... Biang keladinya masih mengharap melarikan diri?"
Semua orang telah dapat melihat dengan jelas, beberapa orang yang hendak melarikan diri lagi itu ialah Liu Tong dan Lam Keng Liu suami istri, Pek-hoat Sian-tong dan Siok-song Mo-lie.
Liu Tong yang melihat jalan depan dan belakangnya telah menjadi buntu sudah menghentikan langkahnya dan tertawa meringis katanya:
"Seperti juga dengan keadaan kalian yang akan menjadi korban api, aku Liu Tong sudah tidak ingin melarikan diri lagi."
Houw Sam Ya dengan kalap berkata:
"Tidak perduli dapat atau tidaknya menyingkir dari api," teriak Houw Sam Ya kalap. "Membalaskan dendam kawan-kawanku dulu baru hati rasanya puas."
Seperti orang yang sudah menjadi gila, Houw Sam Ya dengan tidak memperdulikan percikan api lagi sudah menubruk dirinya ke arah Liu Tong.
"Tidak perduli kau membunuh atau terbunuh, akhirnya tokh akan termakan olen api juga," jawab Liu Tong, yang masih coba ketawa.
Sambil menyodorkan tangannya ia telah membentur serangan Houw Sam Ya tadi.
Kemudian dengan tertawa gila Liu Tong berkata lagi:
"Kawanmu itu lima raja iblis karena telah berani mencuri masuk ke dalam Lembah Merpati telah mati karena aku yang telah menyuruh orang untuk meracuninya. Sembilan ketua partai yang berani menantang Lembah Merpati juga akulah yang menyuruh orang meracuninya. Kalian sekarang mau berbuat apa, silahkan bertindak dengan sesuka hati."
Tjeng Tjeng yang melihat Bwee Siang sambil menunjukkan tangan kecilnya berkata:
"Apa kau tidak lekas-lekas menerima kematianmu?"
Lima jarinya dibeber dan mengeluarkan lima aliran tajam yang mengarah musuhnya.
Bwee Siang tertawa mengejek:
"Percuma saja aku menjadi istri ketua Lembah Merpati jika masih harus takut terhadap bocah yang semacammu."
Ia sudah tidak mengenal takut lagi untuk menghadapi demikian banyaknya musuh tangguh karena tahu bahwa jalan hidupnya sudah menjadi buntu sama sekali.
Koo San Djie yang berhati mulia, begitu melihat suhengnya yang jahat, Lam Keng Liu, masih berusaha membaikinya:
"Suheng mengapa tidak meminta maaf kepada suhu yang sekarang sudah berada di sini juga?"
Lam Keng Liu masih tidak menerima kebaikan orang, dengan galaknya ia berkata:
"Siapa yang jadi suhengmu" Lebih baik kau tutup saja mulutmu!"
Koo San Djie baru juga mau membuka mulutnya lagi, satu bayangan ungu berkelebat lewat dari sisinya dan sang guru si Pendekar Berbaju Ungu sudah berada di depannya. Dengan tidak banyak kata lagi ia mengayunkan tangannya menggunakan ilmu Ombak Menyapu Seribu Kotoran telah menyapu ke arah murid murtad itu.
Lam Keng Liu yang melihat sang sutee yang lihai menghalang di hadapannya menjadi ketakutan setengah mati, mana ia dapat menyangka akan datangnya serangan bekas sang guru yang lihai itu" Maka tidak ampun lagi, tubuhnya beserta dengan dedaunan kering telah tersapu oleh angin serangannya si Pendekar Berbaju Ungu, terjatuh ke dalam lautan api.
Hanya terdengar suara jeritan yang mengerikan, tubuhnya berkelejetan beberapa kali, hanguslah ia menjadi mangsanya sang api yang sedang mengganas.
Sui Yun Nio yang melihat suami kesayangannya telah mati dengan cara yang demikian mengenaskan sudah menjadi kalap dan hendak menubruk ke arahnya si Pendekar Berbaju Ungu.
Dengan menjerit-jerit ia berkata:
"Setan tua, aku akan segera mengadu jiwa denganmu......"
Tapi ia tidak dapat meneruskan niatannya karena sebelumnya ia melompat, Hay-sim Kongcu dengan tidak memperdulikan lelatu api yang menyerang padanya sudah menghalanginya dengan kalap.
Maka bertarunglah dua musuh besar ini kemudian disusul dengan munculnya ketua mudanya Hui-hong-pang Liok Siauw Kian yang telah menusukan pedangnya ke arah Siok-song Mo-lie.
Rombongan mereka ini hanya tinggal terdiri sebelas orang lagi, kecuali Hay-sim Kongcu, dua persaudaraan Liok dan delapan pengurus daerahnya mereka, semua orang telah habis termakan oleh keganasannya api.
Api yang membakar daun dan pohon kering ini sudah menjadi lebih ganas. Suara "pik, pik, pok, pok" nya sudah terdengar demikian keras. Asap yang tadinya menyerang mereka, kini telah diganti dengan kekuasaannya api di sana. Hawa panas sudah semakin meningggi, memanasi kulit muka yang telah terasa kering.
Si Pengemis sakti Kiang Tjo telah menyimpan lagaknya yang kocak, dengan sungguh-sungguh ia berkata kepada Koo San Djie:
"Hei, apa kau tidak lekas mencari jalan untuk menyingkir dari lembah api ini."
Koo San Djie seperti baru tersadar akan bahaya yang segera menimpa mereka, maka ia lantas mengeluarkan tanda kepercayaan Lembah Merpati yang dapat menahan api dan air, dikalungkan di lehernya. Dengan tangan menyekal Pit Badak Dewanya ia mulai menerjang api untuk membuka jalan bagi mereka.
Dengan hanya sekali menggoreskan pit wasiatnya ia sudah dapat menumbangkan pohon besar yang menghadang di hadapannya. Kemudian memindahkan pit wasiatnya ke tangan sebelah kiri, dengan sekali bersuara "Huuu.....", ia telah mengeluarkan angin pukulan menyapu segala rintangan.
Dengan cara demikian ia berhasil juga membuka jalan sehingga lebih dari seratus tombak.
Pada waktu Koo San Djie menggunakan kepandaiannya membuka jalan di antara api, Ong Hoe Tjoe juga tidak mau tinggal diam dan meneriakinya:
"Adik San, aku akan segera membantumu......."
Kipas burungnya telah dikeluarkan dan mengebut beberapa kali. Kipasnya ini juga semacam barang wasiat, karena tidak takut untuk menghadapi api. Dengan berjumpalitan beberapa kali seperti seekor burung api saja ia menerjang ke tempat yang banyak api dan membantu Koo San Djie menyingkirkan halangan-halangan.
Ong Hoe Tjoe yang ada memakai baju burung pemberian si Bidadari Sayap Biru sudah tentu tidak takut menerjang api, sebelah tangannya yang memegang kipas sudah mengibas beberapa kali dan menyingkirkan itu bara-bara api. Karena ia tidak mempunyai kekuatan seperti Koo San Djie, maka hanya dapat mengikutinya saja di belakangnya si anak muda untuk membantunya.
Liu Djin Liong yang paling tidak suka menerima pemberian barang jadinya, orang sudah menarik mundur tangan bajunya si Pendekar Berbaju Ungu dan berkata:
"Kita juga jangan enak-enakan saja, mari kita membantu!"
Tidak terlihat dengan cara bagaimana ia menggerakkan badannya, dalam sekejapan mata saja ia telah berada di depan mereka sejarak duapuluh meter jauhnya.


Lembah Merpati Karya Chung Sin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Si Pendekar Berbaju Ungu sambil tertawa juga telah menuruti jejak kawannya.
Kiang Tjo dengan mata melirik ke arah Kong Tie Siansu dan Bie Khiu Nie berkata sendiri:
"Aku si Pengemis juga menjadi malu hati melihatnya."
Dua orang pertapa ini dengan hampir berbareng sudah berkata:
"Omitohud, sudah seharusnya jika kita bekerja sama."
Kedua-duanya juga telah mendahului melayang ke sana.
Tapi beberapa orang yang menjadi tokoh terkemuka ini hanya mengingat akan membuka jalan menyingkir dari bahaya api dan telah lupa bahwa di belakang mereka masih terjadi pertarungan dari mati hidupnya beberapa orang.
Tjeng Tjeng mendapat lawan Bwee Siang, biarpun mempunyai ilmu meringankan tubuh yang sempurna sekali, tapi karena lawannya juga mempunyai ilmu yang sama dengannya dan latihannya lebih lama beberapa kali darinya, sudah mulai menjadi kelabakan juga.
Liok Siauw Hong yang melihatnya keadaan itu sudah datang ke arahnya dan berteriak:
"Hei, adik kecil, jangan takut padanya, aku akan segera datang membantumu."
Tjeng Tjeng dengan napas engos-engosan berkata:
"Siapa yang meminta bantuanmu?"
Biarpun ia berkata tidak memerlukan bantuan, tapi dua kepalannya Liok Siauw Hong sudah bekerja bersama-samanya.
Liok Siauw Hong biarpun berwajah tolol, tapi dapat melihat gelagat. Ia tahu akan bahaya yang akan menimpa Tjeng Tjeng, maka dengan tidak minta persetujuan lagi dari si nona ia sudah turun tangan membantunya.
Pek-hoat Sian-tong dan konconya yang tadi tidak berani membantu mereka karena takut kepada keangkerannya si Pendekar Berbaju Ungu dan kawan-kawan, begitu melihat mereka yang ditakutinya ia telah pergi semua sudah mulai meluruk ke arahnya Liok Siauw Kian dan Tjeng Tjeng.
Siauw Khong, Lie Long Nio dan Djin Han Hiong yang melihat keadaan telah memburuk seperti ini juga tidak mau tinggal diam dan membantu menahannya.
Di antara asap dan api bertempurlah mereka dengan kalut.
Lie Long Nio sudah menjadi demikian bencinya kepada orang-orangnya Lembah Luar ini, maka pukulan-pukulannya juga sudah tidak mengenal kasihan lagi dan berhasil menjatuhkan beberapa orang musuh.
Sedang seru-serunya mereka bertempur, dari arah dalam rimba kembali terdengar suara ramai kaki lagi. Dengan wajah yang tidak keruan macam keluar lagi beberapa orang.
Orang yang muncul pertama ialah Tiauw Tua, disusul dengan si sastrawan Pan Pin, Hian-tju Totiang dan orang-orangnya.
Baju merah sudah koyak-koyak semua, terbakar menjadi hangus. Kecuali beberapa jago ini, banyak juga orang mereka yang telah gugur. Semua juga telah menganggap Liu Tong dan kawan-kawan yang telah membakarnya, maka begitu melihat orang bawahannya masih berada di sini sudah pada datang menghampiri.
Keadaan telah menjadi berobah dengan kedatangannya mereka ini.
Houw Sam Ya yang melihat lebih dari duaratus jurus masih belum dapat ia menjatuhkan Liu Tong, ia berkaok-kaok bahna gusarnya. Ia sebagai dato terkemuka mana pernah mengalami kejadian yang seperti ini. Maka dengan kalap ia telah mendesak Liu Tong sampai ke pinggiran api juga.
Pada saat itu angin besar datang meniup kencang telah menambah berkobarnya api saja.
Houw Sam Ya sudah seperti hampir tidak mengingat orang biarpun melihat api datang ke arahnya ia masih tetap mendesak terus musuhnya.
"Braaakkk", sebuah pohon di situ mulai roboh dan binasalah Houw Sam Ya dan Liu Tong berdua yang berada di tengah-tengahnya.
Hay-sim Kongcu manakala teringat akan kematian ibunya yang mengenaskan suka mengucurkan air mata, semua ini adalah gara-garanya Sui Yun Nio, musuh besarnya. Ia telah bersumpah akan membunuh sendiri musuh besarnya ini, kini ia ketemu maka dengan melupakan dirinya ia sudah menyerang dengan nekad sekali.
Tapi Sui Yun Nio juga bukannya orang yang gampang-gampang untuk ditundukkan, sambil mengibaskan lengan bajunya ia berlompatan ke sana kemari. Hanya saja mereka kini sedang bertarung di dalam kurungan asap dan api, inilah berarti Sui Yun Nio harus memecah perhatiannya pada dua jurusan. Ialah serangannya Hay-sim Kongcu yang tidak takut untuk mati bersama, percikannya lelatu api yang tidak mempunyai mata juga menyerang dirinya. Maka dengan perhatian yang terpencar demikian jika dibandingkan dengan keadaannya Hay-sim Kongcu yang telah mencurahkan semua tujuannya ke atas tubuhnya Sui Yun Nio dengan tidak memperdulikan bahaya api lagi, tentu saja Sui Yun Nio menjadi terdesak.
26.58. Satu-satunya Calon Jodoh Ketua Lembah
Mendadak Hay-sim Kongcu membentak keras dan menjujukan pedang pusakanya ke arah dada sang lawan yang sudah mulai menjadi keder juga. Inilah jurus yang pertama dari Tiga Rangkaian Pedang, yang didapati dari gunung es.
Begitu tusukan pedang pusakanya yang pertama ini keluar mengarah sang lawan, jurus kedua dan ketiga sudah siap bergerak untuk menyusul gerakan pertama. Sui Yun Nio yang sudah kelabakan berhasil menghindarkan dua tusukannya, tapi karena terhalang oleh tebalnya asap, ia tidak dapat menghindarkan serangan lawan yang terakhir dan tertusuk ia disamping dadanya.
Waktu itu keadaan di situ sudah tidak dapat mengijinkan orang lama berdiam lagi. Terdengar suara Lie Long Nio yang meneriaki mereka
"Awas akan bahaya api yang akan mengurung ke sana!"
Pek-hoat Sian-tong yang ingin keluar dari kurungannya api sudah lompat hendak meloloskan diri.
Tapi Lie Long Nio sudah siap sedia, dan membentaknya:
"Kalian jangan harap dapat lewat dariku."
Dengan keras ia memukul ke arah kepalanya dan berhasil memaksa Pek-hoat Sian-tong mundur lagi ke dalam api.
Saat itu Djin Han Hiong juga telah lompat ke sana untuk membantu neneknya menjaga jalan lari mereka.
Mendadak, dari dalam kurungan api itu menerjang keluar tenaga yang besar mengarah mereka berdua, inilah pukulan tergabung dari Pek-hoat Sian-tong dan kawan-kawannya.
Lie Long Nio dan Djin Han Hiong telah mencoba menahan.
Hanya terdengar suara "Buuuuummm," berdua telah terpental mundur beberapa tindak dari tempatnya, jalan keluar telah tidak terjaga lagi oleh karenanya.
Lidah api yang terkena pukulannya mereka ini telah bertambah-tambah besar.
Di antara sela-sela api, terlihat beberapa bayangan orang berkelebat. Hay-sim Kongcu, Siauw Khong dan yang lain-lainnya berturut-turut, telah lari keluar.
Tjeng Tjeng telah setengah harian bertempur melawan musuh, ia menjadi kehilangan tenaga, pada waktu mereka menerjang jalan keluar terlihat akan kelemahannya ini oleh Bwee Siang yang berpengalaman.
Maka dengan tertawa kejam ia berkata:
"Apa kau juga ingin mengikuti mereka?"
Lengan bajunya dipanjangkan hendak menggaet balik tubuh lawannya.
Tjeng Tjeng yang kepalanya sudah mulai terasa pusing sedang terserang oleh segumpalan asap, ia tidak dapat melihat akan datangnya serangan lengan baju ini, sebentar saja tubuhnya telah melayang terpental ke arahnya gumpalan api.
Dalam keadaan yang berbahaya ini mendadak melompat naik seorang yang segera menyanggapi tubuhnya dan dibawa ke tempatnya lagi.
Tjeng Tjeng hanya merasakan adanya dua tangan kuat yang menyanggah, kemudian jatuh pingsan.
Kiranya yang menolong Tjeng Tjeng ialah Liok Siauw Hong, ia berada di sampingnya si dara cilik. Dengan tidak melepaskan badannya orang lagi, ia telah menyusul orang-orang dan keluar dari lembah api.
Lie Long Nio dengan sempoyongan telah berkata kepada mereka:
"Mengapa kalian tidak lekas meninggalkan tempat ini" Apa lagi yang masih ditunggu?"
Liok Siauw Hong yang masih membopong tubuhnya Tjeng Tjeng terkejut, ia tidak melihat saudaranya Liok Siauw Kian berada di situ.
"Ouw, enciku masih belum keluar....." teriaknya.
Ia sudah bersedia meletakkan tubuhnya Tjeng Tjeng untuk menerjang masuk kembali, disaat itu Liok Siauw Kian beserta delapan pengurus daerahnya dengan seluruh badan telah mandi api berlari-larian ke arahnya.
Hay-sim Kongcu dengan cepat memapakinya dan berkata:
"Apa kau tidak mendapat halangan suatu apa?"
"Terima kasih atas masih adanya perhatianmu. Aku masih belum waktunya mati pada waktu ini." Liok Siauw Kian dengan dingin menjawab.
Baru saja ia berkata habis, badannya bergoyang-goyang seperti mau roboh.
Hay-sim Kongcu terkejut, ia hendak menyambut tubuhnya sang kawan.
Tapi keadaan memang berada di luar dugaan semua orang, Liok Siauw Kian dengan semua kekuatan yang masih ada telah memukul Hay-sim Kongcu yang mendekatinya dengan berteriak sember:
"Jangan kau datang ke dekatku....."
Hatinya menjadi benci kepada Hay-sim Kongcu yang tidak memperhatikan dirinya dalam keadaan bahaya tadi, maka setelah mencurahkan semua tenaganya tadi memukul Hay-sim Kongcu ia juga menjadi pingsan karena kesalnya.
Mendadak suara "Braaaakk" telah mengejutkan semua orang di situ dan dilihatnya jalan keluar tadi telah tertutup tumpukannya pohon-pohon yang telah terbakar semua. Dengan demikian tamatlah riwayatnya Pek-hoat Sian-tong, dan kawan-kawannya.
Lie Long Nio dan rombongannya sudah segera menyusul si Pendekar Berbaju Ungu dan lain-lainnya yang berada di depan mereka.
?Y? Waktu itu Koo San Djie dan Ong Hoe Tjoe berjalan di muka sebagai pelopor, mereka hampir berhasil menerobosi rimba belantara yang sekarang sedang diamuk dengan api ini. Kira-kira tigaratus tombak lagi dari tempatnya mereka sekarang berdiri sudah tidak terdapat api lagi karena telah sampai pada perbatasan hutan.
Koo San Djie yang telah memakan Kodok Mas dan Capung Kumala, biarpun diharuskan bekerja beberapa hari lagi juga masih dapat menahannya, tapi tidak demikian kejadiannya dengan keadaannya Ong Hoe Tjoe. Ia kini sudah tidak berdaya sama sekali karena lelahnya, masih untung sang api sekarang sudah tidak berbahaya seperti tadi, maka ia hanya menonton saja, bagaimana mereka membuka jalan di antara bahaya merah.
Sebentar saja, jarak tigaratus tombak ini telah dapat dilewati oleh mereka dan selamatlah mereka keluar dari bahaya api.
Terdengar si Pengemis sakti Kiang Tjo tertawa berkakakan:
"Akhirnya loloslah juga kita dari bahaya Berhenti Menjadi Orang," katanya jenaka.
Liu Djin Liong hanya mengeluarkan suara dari hidung dan memandangnya dengan perasaan penuh kemendongkolan.
Bagaimana ia tidak menjadi mendongkol, karena di sini ia telah menjadi tidak berdaya sama sekali. Pada waktu ia mengadu kekuatan dengan Han Oe Seng di dalam Lembah Merpati, ia hampir saja menjadi pecundangnya jika Koo San Djie tidak segera datang dan membatalkan niatan nekadnya Han Oe Seng. Sekarang ia kembali hampir saja menjadi korban api, jika bukannya Koo San Djie yang bertenaga besar dan mempunyai itu tanda kebesaran Lembah Merpati membuka jalan.
Maka ia sebagai jago yang belum pernah mengalami rugi, mengingat pengalamannya semua ini, sudah menjadi lesu.
Saat itu Liok Siauw Hong dengan perlahan-lahan, maju ke arahnya dan meletakkan tubuh Tjeng Tjeng yang masih tidak sadarkan diri, berkata dengan suara yang perlahan sekali:
"Ia telah tidak sadarkan diri sedari tadi, harap lope dapat memeriksa sendiri keadaannya."
Liu Djin Liong baru saja mau berjongkok untuk memeriksa keadaan lukanya sang putri, tiba-tiba telah mendengar Koo San Djie berkata:
"Supek boleh memberi makan ini Cit-hoan-tan kepadanya, kupercaya tidak lama lagi ia juga akan dapat sadarkan dirinya."
Tangannya sembari menyerahkan Cit-hoan-tan yang dimaksud.
Liok Siauw Kian yang mengalami keadaan yang sama, juga telah diberinya juga Cit-hoan-tan.
Betul saja, tidak lama kemudian Tjeng Tjeng dan Liok Siauw Kian sudah dapat mengingat orang.
Hay-sim Kongcu dengan perasaan penuh penyesalan sudah menghampiri Liok Siauw Kian dan berkata:
"Bagaimana rasanya, apa kesehatanmu sudah pulih?"
Liok Siauw Kian dengan muka berubah sudah menjawab:
"Terima kasih atas kebaikanmu yang hanya dibikin-bikin."
Hay-sim Kongcu menjadi kebogehan dan berdiri melongo.
Sebenarnya Hay-sim Kongcu selalu memperhatikan dirinya, hanya saja dalam keadaan yang seperti tadi di mana hatinya sedang dicurahkan untuk membalas dendam sang ibu, ia mana dapat membagi sebagian pikirannya pada nona Liok" Sedangkan api di sana sedang berkobar semakin besar, jika mengingat kepandaian Liok Siauw Kian yang sempurna tentu saja ia tidak menjadi takut.
Tapi biarpun demikian, jika umpama kata itu waktu Liok Siauw Kian belum keluar dari kurungan api, Hay-sim Kongcu juga tidak segan-segan untuk menerjang bahaya menolonginya.
Tapi mengapa Liok Siauw Kian marah-marah"
Liok Siauw Kian sebenarnya ada menaruh hati kepada Koo San Djie. Tapi belakangan setelah mengetahui bahwa hatinya si anak muda telah berada pada Ong Hoe Tjoe, maka ia hanya dapat menahan dan mengurung di dalam hati. Sesudah Liok Siauw Hong membawa Hay-sim Kongcu kepadanya, hatinya ada niatan untuk diserahkan kepadanya. Tapi tidak disangka kelakuan Hay-sim Kongcu kali ini telah menimbulkan salah paham.
Saat itu ia melihat Koo San Djie berada di sebelahnya, dengan sengaja ia telah menarik tangannya dan berkata:
"Coba kau tolong bangunkan diriku."
Koo San Djie tentu saja tidak dapat menolak dan menolong membangunkannya.
Hay-sim Kongcu membalikkan mukanya, sengaja seperti tidak mau melihatnya.
Liok Siauw Kian masih belum puas karena melihat Hay-sim Kongcu seperti tidak sengaja melihat maka dengan kolokan ia berteriak keras:
"Aduh......" Koo San Djie masih menyangka benar dan bertanya:
"Mengapa?" Tapi Liok Siauw Kian yang kini sudah dapat memastikan di mana hatinya Hay-sim Kongcu, katanya:
"Tidak mengapa, kerjakanlah urusanmu lagi."
Perasaan wanita gampang tersinggung, biarpun permainan ini tidak berjalan lama, tapi Djin Han Hiong yang telah menganggap Koo San Djie sebagai miliknya, melihat itu sudah menjebikan bibir.
Ia tahu bahwa Koo San Djie ada membawa tanda kepercayaan Lembah Merpati dan sebagai calon ketua satu-satunya. Ketua Lembah Merpati karena dalam keadaan terpaksa telah diserahkan ke dalam tangan orang dari luar lembah, tapi nyonya ketua tentu saja harus dari dalam lembah. Maka kecuali Djin Han Hiong yang masih mempunyai harapan ini, siapa lagi yang dapat menyainginya"
Koo San Djie juga pernah bercerita kepadanya bahwa ia sangat berterima kasih kepada kakeknya yang telah menurunkan semua tenaga dalamnya ke badannya. Maka jika mengingat budi ini, tentu saja anak muda pujaannya ini tidak enak hati untuk melupakan dirinya.
Maka dengan meneruskan perkataannya Liok Siauw Kian ia berkata:
"Lekaslah kita kembali. Urusan di dalam lembah masih banyak yang harus menunggu putusanmu."
Sambil menarik tangannya si pemuda, Djin Han Hiong telah menuju balik kembali.
Liok Siauw Kian memandang bayangan si pemuda yang pertama merebut hatinya ia menghela napas. Tapi tidak lama kemudian ia membalikkan mukanya dan memberi perintahnya kepada delapan pengurus daerahnya:
"Lekas siap untuk pulang!"
Ia mendahului mereka meninggalkan Lembah Merpati.
Hay-sim Kongcu menjadi ragu-ragu, tapi akhirnya ia juga dapat mengambil putusannya dan pergi menyusul si jelita.
Sementara Liok Siauw Hong tampak tidak betah berdiri, sebentar-sebentar memandang ke arah si dara cilik yang nakal dan jenaka.
Tjeng Tjeng menjadi tertawa juga melihat kelakuannya Liok Siauw Hong seperti kecantol oleh dirinya. Sambil monyongkan mulutnya yang kecil mungil ia berkata:
"Apa lagi yang kau tunggu" Encimu sudah pergi, nah lihat bukankah ia sudah tidak ada di sini?"
Liok Siauw Liong yang mendengar Tjeng Tjeng bicara demikian sudah menjadi jengah dan berkata:
"Oh, telah pergi!"
Biarpun mulutnya berkata demikian, tapi dua kakinya masih tetap tidak bergerak.
Tjeng Tjeng berlompatan ke arah Liu Djin Liong dan berkata:
"Aku telah sembuh seperti sedia kala."
Lalu ia berjingkrakan menghampiri Liok Siauw Hong dan menarik lengannya:
"Mari kita segera menyusul koko San untuk melihat bagaimana ia menjadi ketua."
Mendadak ia telah dapat melihat sepasang bayangan yang bergandengan tangan, sedang lelompatan di antara tebing curam yang memang banyak terdapat di situ.
"Hm, ia kini sudah mendapatkan itu gadis Lembah Merpati dan melupakan kita semua," demikian Tjeng Tjeng berkata dalam hati kecilnya.
Sambil melepaskan cekalannya yang memegang Liok Siauw Hong ia berkata kepada Liu Djin Liong:
"Ayah...... mari kita pulang ke dalam Makam Merpati saja."
Lalu berpaling ke arahnya Liok Siauw Hong:
"Hei, kau bagaimana" Apa kau juga ingin ikut kita saja?"
Liok Siauw Hong hanya tertawa dan memandang ke arah Liu Djin Liong.
Liu Djin Liong tidak berkata apa-apa. Maka mereka bertiga segera mengambil selamat berpisahan dengan si Pendekar Berbaju Ungu dan sekalian orang di situ dan kembali ke tempatnya, Makam Merpati.
Betulkah Koo San Djie telah bertindak dengan sedemikian ceroboh"
Ternyata sewaktu tangannya ditarik Djin Han Hiong, ia telah mengarahkan pandangan ke tempat sang guru.
Si Pendekar Berbaju Ungu telah memanggutkan kepalanya dan berkata:
"Lekaslah kau ke sana. Kami sudah tidak ingin masuk ke dalam Lembah lagi, maka segala perkataan nanti saja dikatakannya."
Keadaan Koo San Djie memang sulit sekali, setelah mendengar gurunya berkata baru ia dapat melegakan hati.
Tapi mendadak pikirannya telah teringat akan diri Ong Hoe Tjoe yang sedari tadi tidak terlihat olehnya, matanya sudah ke sana ke sini mencarinya.
Kiranya Ong Hoe Tjoe mengumpat di belakang baju Bie Khiu Nie sedang mengatur jalan pernapasannya.
Ia tidak berani mengganggu, lalu mengikuti Djin Han Hiong dan Lie Long Nio kembali ke dalam Lembah Merpati.
Ong Hoe Tjoe setelah mengatur jalan pernapasannya sebentar sudah menjadi segar kembali. Karena melihat Koo San Djie dapat menarik demikian banyaknya gadis dari mana-mana, hatinya menjadi sebal juga, dan sengaja memejamkan mata.
Tapi setelah ditinggal pergi oleh pemuda pujaannya itu hatinya menjadi merana. Dengan tidak terasa, ia menjadi menghela napas panjang dan perlahan-lahan berdiri kembali.
Terdengar gurunya berkata:
"Murid tolol, mengapa harus dipikirkan" Jika ia betul menyintai dirimu, tentu ia akan mencarimu juga."
Ong Hoe Tjoe biarpun tidak setuju dengan pikiran gurunya, ia tidak berani membantah, kakinya dengan terpaksa mengikuti sang guru pulang.
Koo San Djie, Djin Han Hiong dan Lie Long Nio mulai menuju kembali ke dalam Lembah Merpati.
Tapi di dalam Lembah Merpati telah terjadi perobahan kembali. Jalan untuk masuk ke dalam lembah telah terjaga lagi.
Djin Han Hiong berteriak mengeluarkan pendapatnya:
"Celaka! Mungkin Han Oe Seng telah kembali lagi ke dalam Lembah Merpati dan menggunakan tipu lamanya?"
Lie Long Nio dengan marah berkata:
"Mengapa harus takut kepadanya" Kita tetap akan menawannya juga."
Sewaktu mereka bertiga sampai di sana, dua penjaga telah menghalang dan membentak:
"Kami telah mendapat perintah dari ketua, bahwa siapa juga tidak dapat memasuki lagi ke dalam Lembah Merpati."
"Apa termasuk aku Lie Long Nio?" Lie Long Nio tertawa dingin.
Semua orang juga tahu bahwa Lie Long Nio ini adalah adik ketua lama mereka, tapi jika mengingat perintah ketuanya yang galak mana mereka berani sembarang membantah"
Maka salah satu dari mereka sudah berkata:
"Harap dapat bersabar sebentar, kami akan memberi tahu dulu kepada ketua."
"Di manakah ketuamu itu?"
"Ia telah masuk ke dalam lembah."
Djin Han Hiong menjadi tertawa:
"Inilah namanya orang buta. Inilah ketuamu yang sebenarnya."
Tangannya sudah lantas menunjuk ke arah Koo San Djie.
Dengan mendorong diri si pemuda, ia berkata lagi:
"Lekaslah kau keluarkan itu tanda kepercayaan!"
Koo San Djie sebenarnya tidak suka sembarangan mengeluarkan tanda kepercayaan Lembah Merpati untuk menolong dirinya, tapi karena mengingat percuma saja untuk ia membantah, dengan apa boleh buat ia segera mengeluarkannya.
Lie Long Nio sudah segera mengambil itu tanda kepercayaan Lembah Merpati dan berkata:
"Aku sebagai mewakili ketua memerintahkan kepadamu, agar segera memanggil semua orang untuk berkumpul di tempat rumah abu leluhur kita."
Dua penjaga lembah yang melihat tanda kepercayaan itu menjadi ragu-ragu, lalu saling pandang dengan tidak berkata suatu apa.
Terdengar lagi suara Lie Long Nio yang keren:
"Kurang ajar, berani kalian melanggar perintah?"
Sambil menyalurkan tenaga dalamnya, ia telah membuat dua pasang matanya ukiran merpati tadi memancarkan sinar terang.
Dua penjaga lembah menjadi kaget karena sudah segera dapat mengenali akan keasliannya tanda kepercayaan ini, dengan cepat sama-sama memberi hormatnya:
"Cie Pa dan Cie Pung akan segera menjalankan perintah."
Lie Long Nio sudah mendesaknya lagi:
"Masih tidak lekas-lekas pergi?"
Dua penjaga lembah itu segera bangun berdiri dan menjalankan perintah yang datang sangat mendadak.
Maka Lie Long Nio, Djin Han Hiong dan Koo San Djie sudah tidak mendapat halangan lagi dan langsung menuju rumah abu leluhurnya Lembah Merpati.
?Y? Betulkah Han Oe Seng dapat membiarkan mereka bertiga ini masuk kembali ke dalam Lembah Merpati dengan sedemikian mudah"
Ternyata Han Oe Seng setelah berhasil membikin rimba belantara menyala, ia terlalu meremehkan musuh-musuhnya yang terkurung di sana. Di hari-hari biasa saja orang sudah merasa sukar untuk dapat melintasi rimba belantara yang menjadi tembok depan Lembah Merpati ini, apa lagi jika dalam keadaan dimakan api, siapakah orangnya yang masih dapat lolos dari bahaya"
Setelah selesai ia melepaskan api, langsung kembali lagi ke dalam Lembah Merpati, dan mengatakan kepada semua orang bahwa kejadian yang baru saja terjadi ini adalah perbuatan Liu Tong sebagai biang keladi.
Semua orang biarpun masih ragu-ragu dengan keterangannya ini, tapi jika mengingat mereka pernah mengangkat Han Oe Seng sebagai ketua Lembah dan sudah mendapat pengesahan dari Dewan Tetua yang kini telah keluar dan tidak ada kabar ceritanya lagi, maka tidak ada orang yang memperdulikannya.
Han Oe Seng juga tahu akan perasaan hati orang yang sedang bimbang ini, maka ia juga telah menyampaikan kabar buruk kepada mereka bahwa empat orang dari Dewan Tetua telah dibunuh juga oleh Lie Long Nio dan kawan-kawan, yang kini sudah meninggalkan lembah setelah berhasil membakar habis tembok lembah yang merupakan hutan belantara yang dapat diandalkan.
Semua orang tidak berkata apa-apa.
Han Oe Seng sampai di sini sudah menganggap selesai urusannya dan dapat tidur lagi dengan nyenyaknya. Maka ia tidak menyiapkan rencana selanjutnya sebagai mana biasa.
Satu kesempatan yang bagus sekali bagi Lie Long Nio dan kawan-kawan yang dapat masuk ke dalam Lembah Merpati.
Begitu Lie Long Nio dan kawan-kawan memasuki rumah abu leluhur Lembah Merpati, dilihatnya di situ telah berkumpul banyak orang.
Derajatnya Lie Long Nio di dalam Lembah Merpati ada sangat tinggi, semua orang yang kini berada di situ jika dihitung menurut tingkatannya, tidak ada satu yang dapat melebihinya. Maka ia tidak ada memperdulikan mereka yang berada di sana dan langsung mengajak Djin Han Hiong dan Koo San Djie mengambil tempat duduk.
Dari sedemikian banyak orang itu yang melihat kedatangan Lie Long Nio dan sepasang muda mudi yang mengintil di belakangnya tidak ada satu juga yang menghalang-halangi. Tapi juga tidak ada yang memberi hormat kepadanya. Semua terdiam di sana untuk menunggu kedatangan Han Oe Seng yang masih dianggap sebagai ketua.
Mendadak, dari dalam muncul dua baris pemuda-pemuda gagah yang menghunus pedang semua dan berjumlah enambelas orang berdiri berpisah di sana, disusul pula oleh munculnya dua orang tua yang berpembawaan agung dan langsung menuju ke tempat kursi kebesaran.
Mereka datang ke situ dengan tidak berkata suatu apa. Lie Long Nio tahu bahwa dua orang yang bernama Thu Kong dan Ong Beng ini adalah sebagai Jaksa Agung Lembah Merpati yang dapat memutuskan segala perkara yang bagaimana besar juga. Maka ia diam-diam menunggu putusannya saja.
Beruntun-runtun datang juga beberapa orang tua lagi yang memasuki ke dalam ruangan ini, mereka adalah orang-orang Lembah Merpati yang terkemuka.
Dan yang terakhir ialah dua orang sisanya Dewan Tetua yang bernama Oh Tiang Lo dan Ma Tiang Lo. Biarpun kekuasaannya dua orang ini tidak setinggi Koo Hian, Kie Sun, Kam Sia Liong dan Pheng Siu Khang empat orang, tapi sebagai tokoh-tokoh Dewan Tetua yang umurnya melebihi mereka, tentu saja masih mempunyai hak suara yang tidak dapat dipandang ringan.
Keadaan yang aneh telah terjadi di sini, mereka tidak berpihak ke arah Lie Long Nio untuk menjatuhkan kedudukan Han Oe Seng, dan juga tidak membantu Han Oe Seng untuk menangkapnya.
Keadaan di situ menjadi sepi sekali karena tidak ada yang mulai bicara.
Djin Han Hiong sudah hampir tidak dapat menahan kesabarannya melihat keadaan yang sesunyi ini. Ia sudah siap untuk bertanya, jika tidak lekas keburu dicegah oleh pandangan mata Lie Long Nio.
Hanya Koo San Djie yang tenang pikirannya, semua urusan seperti tidak ada sangkut paut dengannya, dengan memejamkan sepasang matanya ia menunggu pembicaraan mereka yang akan dimulai.
Ia bukan orang Lembah Merpati, tentu saja tidak begitu mementingkan kedudukan ketua, hanya saja ia merasa berhutang budi kepada si Orang Tua Bertangan Satu Lie Tjiauw Djin yang menugaskan ia menjatuhkan ketua lembah yang jahat, maka dengan terpaksa ia harus pergi juga ke Lembah Merpati untuk mencari penyelesaian.
Tentang jabatan ketua Lembah Merpati tidak dihiraukan olehnya, hatinya sedang berpikir, bagaimana setelah menyelesaikan urusannya yang rumit, ia akan menemui Ciecie Ong Hoe Tjoe dan tidak akan berpisah lagi dengannya.
Kemudian dengan bersama-sama Ong Hoe Tjoe ia akan pergi menyambangi gurunya si Pendekar Berbaju Ungu, sang supek, si Pendekar Merpati Liu Djin Liong dan adik Tjengnya yang nakal itu.
Dalam keadaan melamun ini apa juga tidak terasa olehnya.
Pada waktu itu hampir seluruh orang-orang Lembah Merpati telah pada berkumpul, dari luar mendadak terdengar suara teriakan penjaga:
"Ketua telah tiba!"
Semua orang mulai berdiri dari tempat duduknya. Han Oe Seng dengan diiringi oleh Lie Kee Kiok dan beberapa pengawalnya melangkahkan kakinya dengan tindakan lebar.
Setelah duduk di tempatnya ia berkata:
"Para jaksa di mana?"
Thu Kong dan Ong Beng maju ke muka dengan hampir berbareng berkata:
"Thu Kong dan Ong Beng telah siap sedia."
Han Oe Seng dengan menunjuk ke arah Lie Long Nio sudah memberikan perintahnya:
"Lie Long Nio berani bersekongkol dengan orang luar membikin kegaduhan terbesar di dalam sejarah Lembah Merpati, mereka harus menerima hukuman mati. Kini dengan terang-terangan masih berani masuk juga telah menambah besar kedosaannya saja, harap dua jaksa agung kita dapat menangkapnya."
Thu Kong dan Ong Beng mengiya dan membalikkan badan, menuju ke arah Lie Long Nio.
Lie Long Nio tidak menjadi gentar menghadapinya, ia tersenyum ewah dan diam saja.
Thu Kong dan Ong Beng bertindak terus hingga beberapa tindak lagi dari tempatnya Lie Long Nio berdiri.
Tapi mendadak mereka tidak meneruskan lagi tindakannya dan mengarahkan pandangannya ke tempat duduk Oh Tiang Lo dan Ma Tiang Lo, sebagai orang-orang Dewan Tetua, untuk melihat bagaimana pendapatnya.
Lie Long Nio mendadak tertawa dingin.
"Di sini masih ada ketua aslimu yang masih belum memberikan perintah......"
Lalu ia berpaling ke arahnya Koo San Djie dan berkata:
"Harap ketua mengeluarkan tanda kepercayaan dan memberikan perintah untuk menangkap orang yang durhaka itu."
Kabar tentang anak muda ini mempunyai tanda kebesaran Lembah Merpati dan membawa pesan ketua lama mereka Lie Tjiauw Djin untuk mengambil alih kedudukan Han Oe Seng telah menggemparkan seluruh Lembah Merpati.
Semua orang biarpun tidak menyukai akan tindak tanduknya Han Oe Seng yang suka membawa maunya sendiri, tapi jika mengingat akan kedudukan ketua mereka segera akan terjatuh ke dalam tangan anak muda ini yang bukannya orang Lembah Merpati, hatinya rata-rata menjadi bimbang juga.
Inilah salah satu sebabnya mengapa Han Oe Seng masih dapat kembali lagi ke dalam Lembah Merpati menduduki jabatan ketuanya lagi.
Karena bentrokannya Lie Long Nio dan Han Oe Seng sudah mulai meruncing, sisa orang Dewan Tetua Oh Tiang Lo dan Ma Tiang Lo sudah tidak dapat berpeluk tangan lagi. Terdengar Oh Tiang Lo mengeluarkan pendapatnya:
"Biarpun betul peraturan mengatakan bahwa dengan bukti tanda kepercayaan Lembah Merpati orang dapat menduduki jabatan ketua, tapi dalam peraturan selanjutnya, juga telah tertulis dengan jelas bahwa calon ketua ini harus disyahkan oleh Dewan Tetua dahulu. Kini karena belum mendapat kepastian tentang mati hidupnya empat orang terkemuka dari Dewan Tetua kita, harap kalian berdua menunggu saja sampai mereka sudah datang."
Lie Long Nio tertawa dingin:
"Soal jabatan ketua kita ke sampingkan dulu. Aku hanya ingin mengetahui, apa kita orang Lembah Merpati dapat membantah tanda kepercayaan Lembah Merpati?"
Ma Tiang Lo tertawa menghindari kegugupan:
"Siapakah orangnya yang bernyali sedemikian besarnya membantah perintah tanda kepercayaan Lembah Merpati!"
Koo San Djie telah menggunakan kesempatan waktu mereka berdebat ini mengeluarkan itu tanda kepercayaan Lembah Merpati, agar mereka percaya bahwa tanda kepercayaan ini asli adanya, Koo San Djie telah menyalurkan tenaga dalamnya dan menyorotlah sinar berkilauan dari itu sepasang mata ukiran merpati membuat warna kulit orang yang berada di situ menjadi bersinar semua.
Berbareng mulutnya telah berkata:
"Han Oe Seng telah berkali-kali melanggar peraturan Lembah Merpati, atas perintahnya ketua lama harus segera disingkirkan dari sini. Harap Jaksa Agung kita dapat menjalankan perintah."
Han U Seng sudah lompat bangun dari tempat duduknya dan menjerit:
"Di sini adalah tempat abu leluhur Lembah Merpati yang tidak dapat mengijinkan orang luar sembarangan masuk. Orang ini telah berkali-kali mengatakan menerima perintah dari ketua lama kita yang masih disangsikan kebenarannya. Apa tidak bisa jadi dialah orangnya yang telah menganiaya ketua lama kita dan mengambil tanda kepercayaannya" Harap para jaksa dapat memeriksanya."
Kata-kata yang sangat tajam sekali, Koo San Djie memang orang dari luar Lembah Merpati dan lagi ketua lama mereka memang telah lenyap dengan tidak kabar beritanya, memang masih ada kemungkinan jika anak muda ini yang telah membunuhnya.
Dalam sekejapan saja dalam ruangan telah menjadi riuh sekali dengan bermacam-macam pendapat masing-masing,
Tapi Koo San Djie dengan tenang maju ke muka dan mengatakan lagi:
"Ketua lama Lembah Merpati memang betul telah dianiaya orang, tapi orang ini tidak lain adalah Han Oe Seng sendiri yang melakukannya. Ia telah menabas putus dua kaki dan satu tangannya, lalu dikurung di dalam goa pembuangan Lembah Merpati secara rahasia. Aku Koo San Djie dengan tidak disengaja telah dapat menemukannya dan mendapatkan tanda kepercayaan ini sebagai pemberian untuk membongkar rahasia lama."
"Tentang kebenaran mayat ketua lama Lembah Merpati masih berada di dalam goa pembuangan. Kejahatan Han Oe Seng bukannya ini saja, ia juga telah mengumpulkan orang-orang jahat dari luar dan dikumpulkan di dalam Lembah Luar sebagai sarang kejahatan mereka. Setelah ketua Lembah Luar Liu Tong dengan terang-terangan membakar rumah abu dan merampok harta kekayaan Lembah Merpati, bukannya Han Oe Seng memberikan hukuman yang setimpal kepada para perampok ini, bahkan masih berani membela Liu Tong dan menghilangkan kejadian demikian begitu saja," ujar lagi Koo San Djie.
"Kejahatan Han Oe Seng yang terbesar ialah telah memancing semua tamu Lembah Merpati ke dalam itu rimba belantara yang dapat diandalkan sebagai benteng Lembah Merpati dan membakar semua isinya, termasuk juga empat orang Dewan Tetua kita yang kini masih tidak ada kabar ceritanya." Masih suara Koo San Djie yang berkumandang.
"Dengan kejahatan-kejahatannya ini siapakah sebenarnya orang yang harus diperiksanya" Harap jaksa agung kita dapat mengambil keputusan tegasnya."
Sewaktu Koo San Djie berkata sampai di sini, Lie Long Nio sudah tidak dapat menahan air matanya yang sudah ditahan sedari tadi. Dengan muka geregetan ia turut bicara:
"Ketua lama Lembah Merpati Lie Tjiauw Djin telah mengalami kejadian yang demikian mengenaskan. Aku Lie Long Nio sebagai adik kandungnya, mempunyai hak untuk meminta pertimbangan Dewan Tetua yang bijaksana."
Koo San Djie juga telah tampil ke muka, dengan tangan mengangkat tinggi-tinggi itu tanda kepercayaan Lembah Merpati ia memberikan perintah:
"Jaksa Agung Lembah Merpati harap segera membekuk batang lehernya ini ketua palsu yang mendurhaka leluhur kita."
Thu Kong dan Ong Beng setelah berunding sebentar berbareng berkata:
"Menurut pelanggaran-pelanggaran ini, setelah mendapat buktinya dan memastikan kebenarannya Han Oe Seng dapat dihukum mati."
Koo San Djie sudah memberi putusan:
"Pelanggaran telah nyata dan tawanlah Han Oe Seng terlebih dahulu."
Thu Kong dan Ong Beng menandang sebentar ke arahnya Oh Tiang Lo dan Ma Tiang Lo.
Oh Tiang Lo dan Ma TiangLo memanggutkan kepalanya menyetujui akan tindakan yang akan diambil oleh mereka.
Thu Kong dan Ong Beng setelah mendapat persetujuan dua orang Dewan Tetua, sama-sama memberikan perintahnya kepada itu enambelas pemuda yang telah siap sedia dengan enambelas pedangnya sedari tadi.
Para pemuda pembawa pedang tadi telah berpencaran dan mulai mengurung diri Han Oe Seng untuk menjalankan putusannya bersama dari Dewan Tetua dan para Jaksa Agung.
Mendadak Han Oe Seng bersiul panjang. Lie Kee Kiok dan beberapa orang-orang kepercayaannya telah menghunus pedang, siap membela majikannya.
Han Oe Seng dengan tertawa dingin tampil ke muka dan berkata:


Lembah Merpati Karya Chung Sin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa kalian betul-betul akan mendengarkan perintahnya si bocah liar?"
Ong Beng dengan keren menjawab:
"Inilah perintah tanda kebesaran Lembah Merpati."
Thu Kong masih mencoba mencari jalan perdamaian dan berkata:
"Inilah perintah bersama yang tidak dapat dilawan. Semua bantahan-bantahan boleh diajukan sesudahnya penangkapan."
"Perintah segera dijalankan!" terdengar perintah dari dua jaksa Lembah Merpati.
Enambelas pemuda yang membawa pedang sudah maju lagi dan mulai akan penangkapannya terhadap Han Oe Seng bekas ketua Lembah Merpati.
Lie Kee Kiok mendahului majikannya membentak:
"Siapa yang berani mengganggu ketua Lembah Merpati?"
Dengan menyampok ke sana sini ia telah memukul mundur kurungannya pemuda tadi.
Thu Khong tertawa dingin:
"Kurang ajar, berani membantah perintah kita bersama!" bentaknya.
Badannya melesat ke arah si orang she Lie, dengan kecepatan yang luar biasa, ia telah berhasil menotok jalan darahnya.
Lie Kee Kiok mana dapat menyangka akan serangan yang secepat ini, belum juga ia dapat melihat tegas akan mukanya si penyerang, badannya sudah terjatuh dan diringkus oleh enambelas pemuda pembawa pedang.
Inilah ilmu totokan Lembah Merpati, hanya diturunkan kepada para jaksa agung saja agar mereka dapat menjalankan kebenaran dan menangkap orang yang melanggar peraturan-peraturannya.
Han Oe Seng dengan muka gusar menunjuk ke arah Thu Kong.
"Apa betul kau berani memberontak kepadaku?" tanyanya.
"Sudah menjadi terdakwa juga masih berani berlaku galak?" Thu Kong tertawa dingin.
Tangannya diulurkan dan mengarah jalan darah Han Oe Seng.
Han Oe Seng sebagai ketua Lembah tentu saja mempunyai pandangan yang luas dan mengetahui sampai di mana ilmu totokannya jaksa agung Lembah Merpati, dengan menutulkan ujung kakinya ia telah melompat ke belakang menghindarkan totokan lihai itu.
Tapi ia baru saja meletakkan ujung kakinya, Ong Beng juga telah mulai dengan serangan.
Han Oe Seng tidak berdaya dan berteriak-teriak:
"Berontak...... Berontak...... Semua telah berontak kepadaku."
Biarpun demikian ia tidak mau ditangkap mentah-mentah oleh mereka. Dengan membongkokkan sedikit badan, ia berbalik menyerang ke arah dua jaksanya.
Han Oe Seng yang telah menyimpan itu kitab Kutu Buku hampir duapuluh tahun lamanya, tentu saja mempunyai kepandaian yang melebihi mereka, serangannya itu telah dapat memaksa dua jaksa membatalkan totokan-totokan mereka.
Beberapa anak buahnya Han Oe Seng masih mencoba merobah suasana dan menyerang ke arah itu enambelas pemuda pembawa pedang.
Dalam sekejapan saja penyerangan malah berbalik berada di dalamnya tangan mereka.
Djin Han Hiong kerutkan alisnya dan bersedia pergi membantunya, gerakan ini keburu dicegah oleh Lie Long Nio yang menarik tangan bajunya.
Lie Long Nio tahu bahwa di dalam rumah abu leluhur Lembah Merpati ini, siapa yang berani melawan kepada jaksa agung mereka yang telah mewakili ketua para Dewan Tetua menjalankan tugasnya, berarti melanggar peraturan dan mereka akan mendapatkan hukuman yang terberat.
27.60. Selamat Berpisah Lembah Merpati
Kecuali ini masih ada satu peraturan juga yang tidak mengijinkan semua orang, terkecuali ketua Lembah Merpati sendiri dan dua jaksa agungnya untuk mengadu tenaga kepada siapa juga di dalam rumah abu leluhur mereka yang dianggapnya keramat. Siapa yang berani turun tangan di sini, tidak perduli ia bermaksud baik atau jahat, tentu akan mendapat hukuman juga, karena di-anggap tidak mengindahkan leluhur mereka.
Maka biarpun semua orang telah melihat dua jaksa agung mereka sudah kewalahan dan terdesak mundur, tidak ada satu orang yang berani pergi untuk membantu.
Juga karena adanya peraturan inilah yang menyebabkan itu enambelas pemuda pembawa pedang hanya bersifat mengurung saja dan tidak berani membalas menyerang kepada beberapa orang kepercayaannya Han Oe Seng yang masih mati-matian menolongi bekas ketuanya.
Dua jaksa agung Lembah Merpati terdesak mundur, enambelas pemuda pembawa pedang dengan tidak dapat membalas menyerang juga harus main mundur saja. Sebentar lagi Han Oe Seng dan kambrat-kambratnya segera dapat menjatuhkan lawan-lawannya.
Semua orang menjadi gelisah memikirkannya, tapi mereka tidak berdaya karena tidak berani melanggar peraturan lembah. Semua mata ditujukan kepada Koo San Djie dan mengharapkannya turun tangan untuk membekuk para pelanggar ini.
Koo San Djie sebagai orang dari luar Lembah Merpati mana mengetahui akan segala peraturan Lembah Merpati" Karena melihat orang-orang ini sudah menjadi keteter, ia sudah memajukan dirinya untuk turun tangan sendiri.
Tapi baru saja Koo San Djie hendak bergerak, dari luar mendadak menerjang masuk empat orang.
Mereka bukan lain adalah Koo Hian, Kie Sun, Kam Sia Liong dan Pheng Siu Khang, dengan pakaian compang camping tidak keruan, dijilat api yang dilepas oleh Han Oe Seng, mereka menerjang masuk, langsung mencari ini bekas ketua yang berhati jahat.
Setelah mendapat kepastian bahwa Han Oe Seng masih berada di situ, sambil memberi hormat kepada Koo San Djie mereka berkata:
"Harap ketua dapat memberikan keadilan kepada kami yang hampir saja terbakar musnah oleh ketua jahat ini."
Koo San Djie menganggukkan kepalanya, sambil tertawa menjawab:
"Harap kalian dapat istirahat memelihara diri dahulu. Semua urusan kalian boleh serahkan kepadaku."
Lalu ia memberikan perintahnya kepada dua jaksa agungnya:
"Kalian juga boleh meninggalkannya."
Thu Kong dan Ong Beng menurut dan lompat kembali ke kursinya.
Han Oe Seng yang melihat anak muda yang selalu mengacau urusannya saja ini datang lagi kepadanya sudah menjadi tertawa berkakakan:
"Bagus. Di antara kita berdua memang sudah seharusnya mendapat suatu kepastian."
Mendadak ia mendahului menyerangnya sampai tujuh kali beruntun ke arahnya si anak muda yang sangat dibencinya.
Koo San Djie yang telah beberapa kali menghadapi orang-orang pandai sudah cukup berpengalaman dalam soal ini, ia tahu akan maksud Han Oe Seng yang sudah menyerang terlebih dahulu untuk merebut posisi. Maka ia tidak menyingkir atau menghindarkan serangan ini, malah berbalik menyerang juga dengan menggunakan ilmu kepandaian yang didapati dari kitab Kutu Buku juga.
Mereka telah menjadi saling serang dengan sama-sama menggunakan ilmu kepandaian pusaka Lembah Merpati yang tertulis di dalam kitab Kutu Buku.
Koo San Djie tidak berhenti sampai di sini saja, kepandaian dari Sari Pepatah Raja Woo dan pukulan Hian-oey-ciang dari gurunya si Pendekar Berbaju Ungu telah silih berganti digunakan.
Han Oe Seng tahu, kali ini sukarlah untuknya melarikan diri lagi, maka semua pukulannya dilancarkan dengan tidak mengenal ampun. Ia sudah bersedia untuk mati bersama di dalam pertempuran ini dengan si bocah angon yang sangat dibencinya.
Inilah suatu pertempuran yang terhebat di dalam sejarah mereka, semua orang Lembah Merpati yang melihatnya sudah menjadi kesima.
Han Oe Seng semakin lama sudah menjadi semakin gelisah sendiri, dalam hatinya berkata:
"Terpaksa aku harus menggunakannya juga."
Setelah ia dapat mengambil kepastiannya dengan semua tenaga yang ada ia telah menyerang beruntun tiga kali dan memaksa Koo San Djie menyingkirkan diri.
"Hm...... Hm......"
Terdengar suaranya yang menyeramkan sampai dua kali. Mendadak dua tangannya diangkat tinggi-tinggi dan diputar-putarnya sekian lamanya, kakinya setindak demi setindak dimajukan mendekati lawannya.
Inilah permulaan ilmu kepandaian Meremukkan Tulang, yang waktu itu hampir saja digunakan terhadap si Pendekar Merpati Liu Djin Liong dan keburu dibentak oleh Koo San Djie sehingga batal digunakannya.
Tapi kini karena dalam keadaan terpaksa ia tetap bertekad bulat akan menggunakannya juga.
Koo San Djie juga tahu akan kelihayan ilmu kepandaian ini, sebenarnya ia juga dapat menggunakannya tapi tidak dapat mengetahui cara pemecahannya. Dengan terpaksa ia mengerahkan semua Bu-kiat-sian-kang nya dan siap untuk menerima ilmu yang lihay ini.
Mendadak terdengar satu geraman Han Oe Seng yang sudah seperti kemasukkan setan menyerang kalang kabutan ke arahnya sang lawan, ilmu Meremuk Tulang telah mulai digunakannya.
Koo San Djie bersiul nyaring dan mengeluarkan Pukulan Geledek, dengan semua kekuatan yang ada.
"Pletak, Pletak dan Ktetek, Kretek", tidak henti-hentinya terdengar pukulan gledek si anak angon telah membikin badan Han Oe Seng menjadi tumpukan daging, dan menempel di tembok dengan tulang-tulangnya telah patah hancur semua.
Seluruh ruangan tergetar karena dahsyatnya pukulan kedua pihak, pecahan-pecahan genting mulai berjatuhan. Koo San Djie dengan muka pucat juga telah numprah di lantai dan memuntahkan darah segar.
Djin Han Hiong menjerit dan loncat menghampirinya, dengan sebelah tangan membimbing bangun diri Koo San Djie.
Koo San Djie dengan perlahan-lahan mendorong pergi tangannya yang halus Djin Han Hiong dan berkata:
"Jangan gelisah tidak keruan. Aku tidak menderita suatu apa."
Tiba-tiba dengan kecepatan yang luar biasa Koo San Djie telah berkelebatan di antara pengikut setianya Han Oe Seng dan menotok mereka semua, kemudian kembali ke tempat asalnya.
Kepandaian Sim-hwa-ciok-ciang yang demikian lihainya mengapa masih tidak dapat menjatuhkan Koo San Djie"
Inilah karena Koo San Djie juga dapat menggunakannya. Ia tahu akan sifat-sifat kekerasannya, ditambah lagi dari ilmu Bu-kiat-sian-kang yang lihay, dan di dalam tubuhnya masih ada tersimpan itu hawa Kodok Mas dan Capung Kumala yang sangat mujijat, maka ia hanya mengalami luka sedikit saja.
Tapi ia tahu akan keadaan yang masih penuh bahaya ini, maka ia tidak berani membuang waktu lama-lama, takut akan terjadinya perobahan yang tidak diingininya lagi.
Dengan menahan luka dalamnya ia telah berhasil juga membereskan si pemberontak.
Waktu itu Koo Hian, Kie Sun, Kam Sia Liong, Pheng Siu Khong, Oh Tiang Lo dan Ma Tiang Lo sudah menghampirinya untuk mengangkatnya sebagai ketua resmi dari Lembah Merpati.
Koo San Djie dengan tertawa sudah menolak:
"Tunggu sajalah sampai beberapa hari lagi, dengan ini tanda kebesaran Lembah Merpati saja aku juga masih dapat memberikan perintah."
Koo Hian dan Kie Sun hampir berbareng sudah berkata:
"Demikianpun baik juga, kita selalu menunggu perintah."
Pheng Siu Khang menyambungi:
"Silahkan ketua istirahat dan menjaga diri saja, urusan di sini untuk sementara boleh serahkan kepada kami."
Koo San Djie tidak menolak usul ini.
"Aku menyusahkan kalian saja," katanya.
Lalu bersama-sama dengan Lie Long Nio dan Djin Han Hiong ia sudah meninggalkan mereka dan kembali ke rumah gubuknya.
Baru saja masuk ke dalam atau Djin Han Hiong sudah buru-buru menanyakan tentang luka si anak muda:
"Bagaimana dengan keadaan dirimu?"
Koo San Djie menggeleng-gelengkan kepalanya:
"Masih tidak menjadi soal, hanya saja aku memerlukan waktu tiga hari untuk menyembuhkannya, bagaimana jika kau kujadikan pengawal sementara saja?"
Tentu saja Djin Han Hiong tidak menolak:
"Aku akan selalu siap sedia," jawabnya, bersenyum girang.
Inilah bukannya karena Koo San Djie sebagai ketuanya, semua orang juga tidak dapat melepaskan dirinya dari ikatannya asmara, tidak terkecuali juga dengan Djin Han Hiong ini yang masih belum mengenalnya.
Dalam waktu tiga hari selama istirahat Koo San Djie ini, orang-orangnya Dewan Tetua telah dapat bekerjasama dengan cepat sekali dan menyiapkan semua persiapan-persiapannya, hanya tinggal menunggu sembuhnya Koo San Djie dan meresmikannya.
Lie Long Nio juga telah mundar mandir ke sana sampai beberapa kali dan mengatakan akan hubungannya Koo San Djie dan Djin Han Hiong, mengusulkan kepada mereka agar pernikahannya mereka ini dapat dilangsungkan juga pada hari peresmiannya sang ketua.
Para Dewan Tetua tidak mengeluarkan reaksinya dan menyetujui usulnya ini.
Tentu saja Koo San Djie tidak mengetahui akan semua kejadian-kejadian ini, hanya Djin Han Hiong yang sering bicara dengan neneknya dan mengetahui sedikit kabar tentang hal-hal yang menyangkut akan dirinya.
Waktu tiga hari sebentar saja telah lewat, Koo San Djie dengan muka terang telah keluar dari kamar istirahatnya dan langsung ia mencari Djin Han Hiong untuk menghaturkan terima kasih.
"Beberapa hari ini aku telah menyusahkanmu saja, di sini aku menghaturkan terima kasihku."
"Inilah sudah menjadi tugas bagiku......" jawab Djin Han Hiong dengan muka merah.
Tapi begitu memikir akan kata-kata ini yang ada sangat menyolok mata, ia segera menekap mulutnya dan lari meninggalkannya.
Koo San Djie seperti masih tidak mengerti akan kejadiannya dan hanya tertawa mendiamkannya.
Pada waktu itu Lie Long Nio telah datang menghampirinya dan berkata:
"Bagaimana, apa lukamu telah sembuh semua" Kapankah kau siap untuk meresmikan jabatanmu sebagai ketua?"
Koo San Djie dengan ragu-ragu berkata: "Bagaimana jika aku masih ingin istirahat beberapa hari lagi......"
"Demikianpun baik juga," jawab Lie Long Nio. "Dua hari aku akan kembali mencarimu untuk merundingkannya."
Koo San Djie masih tidak mau tahu soal apa yang akan dirundingkannya maka hanya ia memanggutkan kepalanya.
Dengan seenaknya ia berjalan-jalan untuk menghirup hawa segarnya Lembah Merpati.
Tiba-tiba dari samping terlihat berkelebat satu bayangan yang bukan lain Djin Han Hiong adanya dan dengan penuh perhatian ia bertanya:
"Bagaimana" Apa nenek telah mengatakan sesuatu kepadamu?"
Koo San Djie menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Apa lukamu telah betul-betul sembuh semua?"
Koo San Djie menjawab dengan senyuman penuh arti.
"Tapi kenapa kau tidak mau mengambil alih kedudukan ketuamu?"
"Apa aku tidak boleh istirahat lagi beberapa hari lamanya?"
Djin Han Hiong menundukkan kepalanya.
Sekian lamanya mereka membisu karena kehabisan kata-kata. Akhiraya Koo San Djie juga yang mulai membuka suara:
"Mari kita berjalan-jalan untuk melihat pemandangan Lembah Merpati."
Djin Han Hiong segera mengikuti di belakangnya si anak muda. Disangkanya anak muda ini takut mengatakan sesuatu di sini karena sewaktu-waktu dapat didengar oleh neneknya, maka dengan kegirangan ia berkata:
"Bagaimana jika kita ke taman bunga saja?"
Ia sudah salah duga akan hati si anak muda, maka ia berani demikian berkata.
Koo San Djie yang mempunyai lebih banyak pengalaman darinya setelah tahu akan terjadinya kesalahpahaman ini. Dalam hatinya berkata:
"Jika ditetuskan saja kejadian ini, bukan saja dapat menelantarkan anak orang, terhadap dirinya sendiri juga akan menjadi terlantar. Menyingkir dari sini adalah jalan satu-satunya yang terbaik."
Maka dengan menggelengkan kepalanya ia berkata:
"Di taman bunga terlalu sepi, dan lagi aku masih belum apal betul dengan segala jalan di dalam Lembah Merpati, lebih baik kita berjalan-jalan di luar saja."
Djin Han Hiong tidak membantah dan mengiringi kemauannya.
Setelah lelah mereka berjalan-jalan sekian lamanya, lalu dicarinya tempat duduk dan istirahatlah mereka di sana.
Djin Han Hiong yang selalu mencari kesempatan untuk bicara menanyakan ini dan itu kepada kawannya, tapi Koo San Djie selalu membawa-bawanya soal ilmu silat saja. Maka saking kesalnya ia memonyongkan mulutnya ke arah si pemuda dan berkata:
"Kau ini barang kali sudah kemasukan setan pedang, sehingga tidak henti-hentinya mengatakan soal kepandaian."
Koo San Djie menjadi geli dan berkata sendiri dalam hatinya:
"Jika tidak mengatakan soal kepandaian, apa diharuskan bicara dalam soal asmara?"
Tapi dengan masih berlaga pilon ia berkata:
"Bagaimana jika aku menurunkan kepadamu semua kepandaian yang tertulis di dalam Kitab Kutu Buku yang menjadi kepandaian pusaka Lembah Merpati?"
Jika di hari-hari biasa, Djin Han Hiong dapat berjingkrak juga mendengar kata-kata ini, tapi hari itu ia masih tidak ada itu keinginan sama sekali.
"Aku tidak mau!" jawabnya sambil buang muka.
Mendadak Koo San Djie telah mengingat akan sesuatu, dengan cepat ia telah keluarkan itu tanda kepercayaannya Lembah Merpati dan dikalungkan di lehernya Djin Han Hiong.
"Jika tanda kebesaran ini selalu dipakai olehmu, baru dapat menambah kecantikanmu," si anak muda mengumpak.
Djin Han Hiong yang sudah mabok asmara mana dapat banyak memikirkannya lagi, ia sedang membayangkan bagaimana dua hari sesudah pengesahannya ketua barunya Lembah Merpati ini, ia juga akan berada di sana untuk melangsungkan pernikahannya dengan pemuda idamannya.
Bayangan menjadi seorang nyonya ketua lembah terkaca di depannya.
Dengan diberikannya tanda kebesaran Lembah Merpati ini kepadanya berarti bahwa ia juga telah menjadi calonnya yang tidak dapat disangsi-sangsikan lagi. Inilah suatu kejadian yang telah menambah kesalahpahamannya saja.
"Mana kau boleh demikian cepatnya?" katanya dengan tertawa manis.
Koo San Djie, dengan tertawa penuh arti berkata lagi kepadanya:
"Inilah hak milikmu untuk selama-lamanya. Harap kau dapat baik-baik menyimpan."
Djin Han Hiong mana tahu akan maksud sebenarnya dari si pemuda" Sari manis menyerang hatinya dan membuat ia menjadi lupa akah segala-galanya. Dengan kolokan ia tertawa ke arah pemuda idamannya, tertawa manis yang tidak mudah untuk dibeli oleh sembarang orang.
Godaan hidup! Koo San Djie yang menjadi tergetar juga melihat tertawanya yang sangat menggiurkan ini, dengan cepat ia mengarahkan pandangannya ke lain tempat untuk menghindarkan godaan. Ia yang telah kenyang dengan libatan tali asmara mana berani membenturnya lagi" Maka dengan mengalihkan pembicaraannya ia menanya lagi:
"Bagaimana jika aku memaksa menurunkan semua pelajaran yang tertulis di dalam kitab Kutu Buku kepadamu?"
Kali ini Djin Han Hiong tidak membantah, karena takut akan menyinggung perasaan hati pemuda idaman, telah salah duga akan segala maksud baiknya Koo San Djie yang seperti telah jatuh hati juga kepadanya. Tanda kebesaran Lembah Merpati hanya disimpan oleb ketua atau nyonya ketua, kini tanda kebesaran ini telah diberikan kepadanya, bukankah ia telah jadi calon nyonya ketua"
Tapi sampai matipun Djin Han Hiong tidak menyangka kepada maksud orang yang bukan saja telah memberikan ini tanda kebesaran kepadanya, bahkan jabatan ketuanya juga telah diserahkan kepadanya.
Sedari waktu itu setiap hari Koo San Djie telah menurunkan semua kepandaian yang tertulis di dalam kitab Kutu Buku Lembah Merpati kepada Djin Han Hiong yang telah jatuh hati kepadanya. Ia tidak perduli mengerti atau tidaknya si nona yang malang ini dan dijejalkan semua pelajaran-pelajaran yang sukar untuk dimengerti.
Djin Han Hiong karena ingin dapat mengambil hati si pemuda idamannya ini sudah bersungguh-sungguh mempelajari semua pelajaran yang diajarkan kepadanya. Dan dalam waktu tiga hari saja ia telah berhasil mempelajari semua pelajaran-pelajaran yang diberikan kepadanya biarpun masih belum dapat mengerti semua.
Koo San Djie seperti telah menyelesaikan tugasnya yang terberat dan mulai menghela napas lega.
Pada hari kedua sejak selesai menurunkan kepandaiannya kepada Djin Han Hiong, setelah menyambangi beberapa orangnya Dewan Tetua dan berbicara ke barat dan ke timur dengan Lie Long Nio, Koo San Djie diam-diam telah meninggalkan Lembah Merpati yang tidak mudah dilupakan dalam seumur hidupnya.
Gangguan Lembah Merpati telah lenyap karena matinya Liu Tong dan kawan-kawan yang suka mengganggu keamanan dunia.
Penutup Cerita Pada pagi hari, di jalan raya yang menuju ke arah Kwan-tiong terlihat satu pemuda gagah tengah mengaburkan kudanya dengan kecepatan yang luar biasa.
Pemuda gagah ini bukan lain ialah Koo San Djie si anak angon yang sudah meninggalkan jabatan ketua Lembah Merpati dan menyusul Ciecie Ong Hoe Tjoe nya yang selalu berbayang di depan mata,
Ia sekarang telah menjadi bebas dari segala macam tugas yang ia telah selesaikan semua.
Dengan pikiran tenang ia jalankan kudanya sambil menikmati pemandangan alam nan indah.
Terkadang ia terkenang akan pengalamannya yang penuh dengan suka duka. Banyak gadis-gadis cantik yang mencintai dirinya, tapi ia tak dapat melepaskan cintanya yang pertama kepada si jelita, anak nelayan yang menjadi piatu karena gara-gara dirinya.
Pikirnya, Ong Hoe Tjoe si anak nelayan dan Koo San Djie si anak angon merupakan pasangan yang setimpal betul.
Sambil kedut les kudanya ia tersenyum gembira.......
Tamat Misteri Pulau Neraka 18 Duel 2 Jago Pedang Pendekar 4 Alis Buku 3 Karya Khulung Bara Diatas Singgasana 17
^