Pencarian

Lembah Merpati 8

Lembah Merpati Karya Chung Sin Bagian 8


"Di manakah ketua mudamu itu?" tanya Koo San Djie.
"Di depan, di dalam kota Gak-yang," jawabnya.
Dalam hati Koo San Djie berkata:
"Kebetulan, akupun akan pergi ke dalam kota Gak-yang, jika mengikuti kepada mereka ini juga tidak akan mengganggu waktuku."
Maka ia segera melulusi permintaannya mereka dan bersama-sama menuju ke dalam kota Gak-yang
Empat orang ini selalu sudah dapat menyiapkan segala keperluannya anak muda kita dengan sempurna, hal ini telah membuat Koo San Djie semakin tidak mengerti saja. Sering ia bertanya kepada mereka, tapi selalu dijawabnya dengan tertawa:
"Nama yang besar dari saudara kecil telah tersebar di mana-mana. Siapakah yang tidak mengharapkan dapat bertemu muka" Ketua muda kami hanyalah salah satu dari ribuan banyaknya orang."
Koo San Djie melihat tidak dapat menemukan jawaban yang jelas maka sudah diam saja......
?Y? "Bum, Bum, Bum......" Tiga kali suara meriam meletus di atas gunung Tang-teng-kun.
Di atas permukaan air telaga tertampak tiga buah perahu besar yang terpajang bagus, perahu-perahu itu maju ke depan. Di puncak tiang layar terlihat berkibar-kibar bendera yang menggambarkan burung Hong yang sedang terbang melayang-layang.
Inilah tiga perahu terbesar dari perkumpulan Hui-hong-pang dengan gambar burung Hong terbang sebagai lambang perkumpulan. Perahu yang di tengah adalah perahu yang biasa dipakai oleh ketua Hui-hong-pang yang dapat menguasai semua perahu-perahu di daerah Tong-teng ini, dan perahu di kedua belahnya ada perahu pengiring, di mana ada terdapat empatpuluh delapan ketua daerah Hui-hong-pang.
Tiga perahu besar perlahan-lahan berjalan dengan megahnya menuju ke arah kota Gak-yang.
Perkumpulan Hui-hong-pang telah lama mendapat nama di daerah sekitar telaga Tong-teng, tapi seperti ini kali, ketua mereka keluar dengan cara besar-besaran dan lagi dari jauh-jauh hari sudah menyambut tamu yang tidak dekat jaraknya adalah untuk pertama kalinya.
Semua orang yang melihat tentu sudah menyangka akan kedatangan tamu yang teragung atau orang yang terkemuka, tidak tahunya yang akan disambut oleh mereka hanyalah seorang anak muda yang berpakaian gembala, yaitu anak muda kita Koo San Djie yang telah lama dikagumi oleh ketua mudanya.
Begitu tiga perahu besar ini menepi, delapan orang pejabat ketua daerah Hui-hong-pang telah mendahului lompat ke tepi dan berbaris rapi menunggu kedatangan tamu mereka.
Delapan orang ketua daerah ini adalah orang yang biasa mengepalai ratusan anak buahnya, tentu saja tidak memandang mata kepada anak muda yang tidak menyolok mata. Mereka hanya terpaksa karena harus menerima perintah ketua muda mereka.
Biarpun demikian, hati mereka masih tidak rela untuk menerima perintah. Di dalam kalangan Kang-ouw, ilmu kepandaian yang paling diutamakan, pendekar-pendekar yang hanya berada dalam cerita tidak dapat menaklukan hati mereka yang besar.
Koo San Djie dengan diiringi oleh empat orang berbadan gagah telah mulai maju ke muka sampai di hadapannya barisan para ketua daerah.
Baru saja ia bertindak dua langkah, dari sampingnya telah terasa ada angin tekanan yang besar mau mendorong. Tidak usah dikata lagi, tentulah delapan orang penyambut ini yang main gila.
Tapi ia hanya tertawa saja, tenaga Bu-kiat-sian-kang nya dilepaskan keluar, mengurung di sekeliling tubuhnya sejarak satu tumbak. Ia tetap melangkah dengan tenang, menuju ke tepi pelabuhan.
Perahu besar yang biasanya diduduki oleh ketua muda mereka yang tadinya berada di tengah kini telah menepi dan berendeng dengan tangga pelabuhan, tapi begitu Koo San Djie mau mengayun langkahnya menuju ke sana, badan perahu bergerak dan meninggalkan tepi sejarak tigapuluh tombak.
Hanya jarak tigapuluh tumbak ini mana bisa menyusahkan anak muda kita, tapi ia tidak mau mempertontonkan ilmu mengentengi tubuhnya di hadapan demikian banyaknya orang, ia kesal juga dengan delapan orang ketua daerah yang mengganggunya. Maka ia segera mengarahkan tenaganya menggunakan ilmu It-su-kui-goan-kong perlahan-lahan menggape ke arah perahu dan berkata:
"Hei penggayu, mengapa tidak menggayu perahumu ke pinggir?"
Perahu besar tadi seperti telah terikat oleh tali kuat yang tidak terlihat, tidak dapat bergerak jauh lagi, kemudian perlahan-lahan telah kena tertarik oleh tenaganya Koo San Djie dan menepi lagi.
Koo San Djie dengan langkah enteng mengayunkan kakinya ke atas geladak perahu.
Hanya berapa kejadian ini cukup membuat delapan orang ketua daerah menjadi ternganga terlongong-longong. Mereka saling pandang memandang tidak percaya, tapi karena ini jugalah mereka telah merobah padangannya.
Yang mengepalai delapan orang ini, seorang tua bermuka lebar sudah lantas menyusul dan memberi hormatnya. Ia berkata:
"Ketua muda dari perkumpulan kami telah lama mengagumi kepandaian saudara, sebenarnya ingin sekali ia menyambut kemari sendiri, tapi karena berhubung dengan sesuatu hal, maka dengan terpaksa harus mengutus kami delapan pengurus daerah mewakili menyambutnya."
Kemudian mereka satu persatu memperkenalkan dirinya:
"Aku yang rendah adalah pengurus daerah Siang-kiang."
"Dan ini adalah pengurus daerah Kun-san."
"Yang di sana pengurus daerah Liok-kok."
"Di sebelahnya......"
Koo San Djie membongkokkan badannya ke arah delapan orang ini sambil mengangkat tangannya memberi hormat ke sekelilingnya.
"Terima kasih banyak atas sambutan-sambutan para saudara di sini, entah cianpwe yang manakah sebagai ketua muda?" kata Koo San Djie.
Pengurus daerah Siang-kiang tertawa:
"Perkataan cianpwe ia masih tidak sanggup menerima, sebentar lagi, setelah sampai di Kun-san tentu akan jelas sendirinya."
Pikirannya Koo San Djie penuh dengan kecurigaan, dalam hatinya berpikir:
"Siapakah ketua muda yang aneh ini" Mengapa sengaja membuat banyak atraksi?"
Setelah iringan perahu sampai di tempat Kun-san, delapan orang pejabat pengurus daerah dengan hormat mendahului melompat ke tepi dan menyilahkan Koo San Djie jalan terlebih dahulu.
Sebentar saja suara tabuh-tabuhan memekak telinga, diselingi juga oleh beberapa dentuman meriam.
Empatpuluh delapan pengurus daerah dengan rapi berdiri menjadi dua baris, dengan membongkokan badan menyambut tamu agung mereka.
Koo San Djie dengan tersipu-sipu sudah lantas membalas hormatnya dan berkata:
"Aku yang rendah ada mempunyai kepandaian apa, sehingga harus menerima penghormatan yang sedemikian besar?"
Pengurus daerah Siang-kiang sudah lantas berkata:
"Saudara tidak usah terlalu merendah. Marilah masuk ke dalam ruangan perundingan untuk kita berbicara!"
Serombongan pengurus daerah dengan mengiringi Koo San Djie sudah lantas menuju ke tempat ruangan berunding mereka di daerah Kun-san.
Di dalam ruangan telah tersedia meja makan dengan segala hidangan.
Di dalam perjamuan, pengurus daerah Siang-kiang mendadak mengangkat cawannya dan berkata:
"Aku yang rendah mewakili ketua muda kami mengucapkan selamatnya kepada saudara Koo ini yang dari jauh-jauh telah mencapaikan diri untuk datang ke daerah Kun-san. Hanya sayang, karena ketua muda kami sedang menemui halangan, sehingga tidak dapat menemaninya. Harap saudara Koo dapat memaafkannya."
Koo San Djie menyambuti cawan arak dan berkata:
"Perkumpulan saudara sedemikian repotnya menyambut aku kemari, aku merasa tidak enak. Aku yang rendah mana dapat mencelanya lagi" Tapi orang tidak dapat menerima kehormatan, jika tidak mempunyai pahala, harap saudara dapat memberi penjelasan untuk dapat melegakan hatiku."
Pengurus daerah Siang-kiang tertawa:
"Aku yang rendah hanya mengagumi nama saja dan tidak bermaksud lain, harap saudara dapat melegakan hatimu."
Setelah hampir sampai pada akhir perjamuan, mendadak dari dalam bertindak keluar seorang anak perempuan yang kira-kira berumur duabelas tahun. Anak perempuan ini begitu keluar sudah langsung menuju ke arah pengurus daerah Siang-kiang dan membisiki beberapa perkataan di telinganya.
Pengurus daerah Siang-kiang berkali-kali memanggutkan kepalanya dan kemudian ia bangkit dari tempat duduknya, berkata:
"Aku yang rendah ada sedikit permintaan yang akan disampaikan kepada saudara Koo yang terhormat ini......."
Perkataan ini telah menimbulkan perhatian semua orang yang berada di sini. Tidak terkecuali juga dengan anak muda kita ini, tapi ia hanya membiarkan saja dan tidak memotong perkataannya.
Maka pengurus daerah Siang-kiang sudah lantas melanjutkan perkataannya:
"Telah lama kami mendengar ilmu kepandaian saudara yang kesohor, maka dengan ini aku yang rendah memberanikan diri untuk meminta beberapa petunjuk yang istimewa dari saudara untuk dapat membuka mata para saudara yang kini berada di sini."
Segala macam orang tidak ada satu yang tidak suka akan keanehan, demikian juga dengan semua orang yang berada di situ. Dengan hampir serentak semua orang sudah lantas bertepuk tangan yang riuh sekali.
Koo San Djie ragu-ragu sebentar, tapi kemudian ia berdiri juga dari tempat duduknya dan berkata:
"Jika ketua muda saudara ada memerintahkan begitu, aku yang rendah akan memberanikan diri untuk mempertontonkan sedikit kejelekanku ini di hadapan para saudara yang kini berada di sini. Harap saudara-saudara jangan mentertawakan."
Tangannya berbareng menyambar poci arak yang berada di meja dan berjalan menuju ke tengah-tengah ruangan.
Sesaat ruangan menjadi sepi, semua orang sudah menahan napasnya untuk melihat apa yang dibuatnya"
Koo San Djie menarik napas sebentar, sebelah tangannya mengangkat tinggi-tinggi poci arak tadi.
Mulut poci arak tadi mendadak telah berobah seperti sumber air saja memancurkan araknya. Tapi pancuran arak ini tidak menjadi buyar dan jatuh di tanah, ia terkumpul menjadi satu di udara merupakan bola.
Mendadak, terdengar satu suara "pluk" yang pecah, seluruh ruangan menjadi wangi dengan hawa arak. Ternyata arak yang terkumpul di udara tadi telah meledak menjadi butiran-butiran arak yang halus tersebar kemana-mana, yang aneh, biarpun butiran arak ini telah tersebar, tapi hanya terdiam di atas kepala semua orang dan tidak mau turun lagi. Lapisan arak ini kira-kira berjarak satu tumbak dari kepala orang, maka bau harum semerbaknya arak telah dapat tercium oleh semua orang.
Setelah lewat beberapa lama, Koo San Djie mendadak berteriak:
"Kembali!" Dan betul saja butiran arak halus yang tadinya tersebar di seluruh ruangan telah tertarik kembali ke dalam poci tadi seperti seekor naga kecil yang meminum air saja, butiran-butiran arak telah pada masuk ke mulut poci, satu tetes pun tidak ada yang ketinggalan di luarnya.
Kejadian yang seperti dalam dongengan ini dapat terjadi di dalam ruangan perjamuan, membuat semua orang terlongong-longong. Ada yang menggeleng-gelengkan kepalanya, ada yang meleletkan lidahnya sampai kemudian mereka bersama-sama bertepuk tangan, riuh sekali.
Lama baru suara tepuk tangan ini menjadi reda.
Setelah menunggu sampai suara tepok tangan ini lenyap sama sekali, pengurus daerah Siang-kiang kembali bangun dari tempatnya dan berkata:
"Ilmu kepandaian saudara memang betul-betul telah membuka mata kami. Dan dapatkah juga sekalian memberi tahu akan namanya."
Koo San Djie juga tidak dapat menolak permintaan ini, maka ia berkata:
"Ilmu ini dinamakan It-su-kui-goan-kong, ilmu pelajaran ini jika telah sampai di puncaknya, dilepas dapat mengurung seluruh gunung dan disimpan dapat menjadi sekecil kutu."
Biarpun para jago-jago ini telah berkelana di kalangan Kang-ouw puluhan tahun lamanya, tapi terhadap penjelasan ini hanya dapat mengerti setengahnya. Maka mereka hanya dapat menyambung dengan beberapa perkataan pujian.
Delapan orang pengurus daerah memiliki pandangan mata yang lebih jeli, dari sini sudah dapat menaksir berapa dalamnya kepandaian anak gembala yang tidak menyolok mata ini.
Perjamuan ini berakhir sampai pada jauh malam.
Koo San Djie sebenarnya tidak suka meminum arak, tapi kali ini karena tidak enak untuk menolaknya dengan terpaksa telah meminumnya juga.
Biarpun tempat yang disediakan untuknya ada sedemikian empuknya, tapi biar bagaimanapun ia masih tidak dapat memeramkan kedua matanya. Baru saja ia siap mengerahkan tenaganya untuk memaksa keluar arak yang diminumnya tadi, telinganya yang lihay telah dapat mendengar satu suara yang sangat perlahan sekali.
Ia tahu inilah suara kaki orang yang telah mempunyai kepandaian tinggi di atas genting, maka sebelah tangannya sudah lantas menekan ranjangnya akan mencelat ke arah jendela. Seperti asap saja ia telah keluar dari sela-sela jendela dan terlihat olehnya sesosok bayangan yang langsing lenyap di antara batu-batu gunung palsu......
Koo San Djie yang telah lompat keluar dari jendela telah dapat melihat sebuah bayangan yang langsing lenyap di antara gunung-gunungan palsu.
Terhadap si tubuh langsing Koo San Djie mempunyai pandangan yang lain, apa lagi Lembah Merpati kini telah terang-terangan berseteru dengannya. Mana ia dapat membiarkan lewat begitu saja"
Dengan tidak menghentikan langkahnya lagi, ia sudah menyusul ke jurusannya dan betul juga seorang wanita berbaju putih sedang berjalan cepat menuju ke tempat ruangan bersidang.
Wanita berbaju putih ini seperti telah apal sekali dengan jalanan di sini, bagaikan rumah sendiri saja ia berjalan dengan lenggang.
Ketika itu jarak di antara mereka sudah menjadi dekat sekali, ternyata wanita berbaju putih ini adalah Siok-song Mo-lie yang telah lama dikenal.
Hatinya menjadi kaget dan berpikir:
"Apa Hui-hong-pang ini juga telah bersekongkol dengan Lembah Merpati"
Siok-song Mo-lie setelah sampai di belakang ruang bersidang, dengan tidak ragu-ragu lagi mengenjot badannya dan masuk ke situ. Ternyata ruang bersidang ini mempunyai hubungan dengan ruangan dalam ketua Hui-hong-pang.
Koo San Djie dengan cepat mendahului dua tindak untuk mencari tempat yang lebih tepat sehingga dapat melihat keadaan dalamnya dengan lebih tegas lagi.
Di bawahnya adalah ruangan tamu yang kecil, seorang gadis muda yang kira-kira berumur delapanbelas tahun duduk di sana dengan muka penuh akan kesedihan. Di kedua sisi masing-masing terdapat duduk pengurus daerah Siang- kiang dan Kun-san
Gadis muda itu berpembawaan agung sekali, jika dilihat dalam sekelebatan saja, rasa-rasanya Koo San Djie seperti telah melihatnya di mana tapi biar bagaimana juga kini ia sudah tidak mengingatnya lagi.
Setelah sekian lama, mendadak ia seperti baru tersadar:
"Betul. Mukanya gadis ini dan si pemuda desa yang pernah membantunya membuat barisan Kalajengking bersama-sama dengan Hay-sim Kongcu ada sangat mirip sekali. Apa ia ada saudaranya?"
Maka ia sudah berpikir untuk membantunya di mana perlu, karena ia juga masih berhutang budi kepada saudaranya.
Karena ia sedang memikirkan soal ini sampai lupa akan dirinya Siok-song Mo-lie yang waktu itu telah lenyap dari pandangan matanya.
Mendadak si gadis sudah membentangkan kedua matanya yang seperti bintang, dengan keren berkata:
"Siapa yang mencuri dengar pembicaraan kami" Mengapa tidak berani menonjolkan diri?"
Berbareng terdengar juga satu suara yang nyaring menjawab:
"Satu ketua muda yang panjang kupingnya."
Di dalam ruangan tamu yang kecil itu kini telah bertambah lagi seorang wanita berbaju putih Siok-song Mo-lie.
Gadis di dalam ruangan tamu melihat siapa adanya si pengunjung, mukanya segera menjadi berobah. Dengan tidak bangun lagi dari tempatnya ia tertawa dingin.
"Tidak tahunya, kau juga berani mencuri dengar pembicaraan kami."
Tapi pengurus daerah Siang-kiang dan Kun-san dengan cepat telah bangun berdiri dan menyilahkan duduk dengan hormat.
Siok-song Mo-lie membawa dirinja dengan angkuh sekali, seperti mendemontrasikan lagak tengiknya ia berkata:
"Ketua mudaku, mengapa tidak bergembira" Apa tidak suka dengan kedatanganku?"
"'Nelayan-nelayan di daerah Tong-teng," kata si gadis, "adalah kawan-kawan melarat, semua tidak mempunyai gunung mas atau lembah perak. Mereka mana dapat mencukupi keserakahanmu, Lembah Merpati yang tidak habis-habisnya?"
Mukanya Siok-song Mo-lie juga berubah mendengar sindiran ini, dengan tidak kalah dinginnya ia berkata:
"Maka kau sudah tidak mau mengirimkan barang makanan lagi?"
Pengurus daerah Siang-kiang sudah menyelak di tengah dan berkata:
"Bukan maksud kami yang tidak mau mengirim barang-barang antaran ke sana. Inilah karena keadaan yang sangat memaksa dari para kawan nelayan yang berpendapatan kurang. Dan lagi, ketua kami juga telah lama tidak ada kabar ceritanya, umpama betul Lembah Merpati tidak mengijinkan ketua kami kembali ke Hui-hong-pang, juga tidak ada salahnya jika dapat memberi sedikit kabar tentang keselamatannya agar kami dapat lebih tenang."
Siok-song Mo-lie tertawa:
"Hal ini buat apa kau kuatirkan" Ketuamu juga bukannya seorang anak kecil yang masih memerlukan perawatan orang, masa takut akan dimakan orang. Ia kini masih berada di dalam Lembah dan menjabat pangkat yang tinggi sekali."
Si gadis sudah berkata lagi dengan marah:
"Tidak usah banyak putar lidah. Di sini semua telah tahu akan akal bulusmu. Janganlah kau terlalu tidak memandang mata pada Hui-hong-pang. Jika saja kau berani menganggu selembar rambut ayahku...... hm ......hm......"
Siok-song Mo-lie sudah marah juga dan meninggalkan tempat duduknya. Dengan tertawa dingin ia berkata:
"Kuberi jangka waktu tiga hari padamu untuk dapat mengumpulkan jumlah yang diminta. Jika siapa yang berani membantah perintah ini berarti kematian."
Ia mengangkat kakinya dan lantas meninggalkan ruangan sidang yang kecil itu.
Tapi baru saja ia keluar dari pintu ruangan, satu pukulan angin yang keras telah menyambar ke arahnya. Untuk menyingkir dari serangan ini, ia sudah tidak berdaya sama sekali, sebentar saja ia telah tertotok jalan darahnya.
Pengurus daerah Siang-kiang yang mendengar kegaduhan di depan pintu ruangan sudah lantas menyusul keluar dan dilihatnya Koo San Djie dengan muka merah sedang menenteng masuk tubuhnya Siok-song Mo-lie yang sudah dibikin tidak berdaya.
Begitu masuk ke dalam ruangan kecil tadi ia melemparkan tubuhnya Siok-song Mo-lie. Terdengar suaranya yang keren:
"Kelakuan Lembah Merpati tidak ada bedanya dengan perampok yang suka merampas barang orang. Orang ini sebagai pemerasnya tidak pantas untuk diberi hidup lagi."
Lalu ia menjurah ke arah si gadis dan berkata lagi:
"Harap nona dapat memaafkan kelancanganku ini."
Perobahan yang tidak terduga ini membuat tiga orang yang sedang berunding jadi melongo. Dua orang pengurus daerah dengan wajah ketakutan telah memandang ke arah ketua muda mereka.
Si gadis sebenarnya benama Liok Siauw Kian, anak dari ketua Hui-hong-pang yang bernama Liok Beng Kong terbujuk masuk ke dalam Lembah Merpati, jabatan ketua ini dengan sendirinya telah jatuh ke atas dirinya Liok Siauw Kian.
Telah lama Lembah Merpati memerasnya, dengan menahan Liok Beng Kong sebagai tanggungan. Liok Siauw Kian yang mengingat keselamatan jiwa sang ayah dengan terpaksa harus melulusi segala permintaannya.
Tapi Lembah Merpati masih belum merasa puas dengan persembahan mereka yang dianggapnya tidak seberapa. Berkali-kali telah mengutus orangnya memaksa Hui-hong-pang untuk menambah antarannya.
Hui-hong-pang telah dipaksa mengikat pinggang karena harus sering-sering mengirim barang antarannya ke dalam Lembah Merpati. Bagaimana harus menambahnya lagi. Dan lagi belakangan ini ketua mereka Liok Beng Kong sudah tidak kabar ceritanya lagi sehingga timbul pikiran jelek tentang keselamatan.
Liok Siauw Kian yang memikir akan penderitaannya sang ayah di dalam Lembah Merpati sudah menjadi tidak sabaran dan mengusulkan untuk mengerahkan seluruh kekuatan yang ada untuk menggempur Lembah Merpati.
Tapi delapan pengurus daerah yang lebih banyak mengenal asam garamnya dunia, menganggap Hui-hong-pang masih belum mempunyai cukup kekuatan untuk melawan Lembah Merpati yang tangguh. Apalagi jika mengingat ketua mereka masih di dalam kekuasaan musuh. Dan mengusulkan untuk bersabar, sehingga menunggu saatnya tiba.
Pernah juga Liok Siauw Kian mengikuti ayahnya Liok Beng Kong pergi kemana-mana termasuk juga perebutan empedu ikan mas di telaga Pook-yang, maka ia telah melihat dengan mata sendiri, bagaimana Koo San Djie dengan sendirian saja sudah berhasil menangkap ikan raksasa itu. Dari mulai kejadian itu nama Koo San Djie telah meningkat setinggi langit dan kemudian terdengar juga kabarnya tentang Koo San Djie yang telah terang-terangan berani menentang Lembah Merpati. Maka timbullah niatan untuk menarik tenaganya pemuda nelayan ini sebagai pembantu Hui-hong-pang.
Dari laporan-laporan yang didapat orang-orang bawahannya, Liok Siauw Kian juga telah mengetahui, bahwa Lembah Merpati telah menyebarkan orang-orangnya untuk mencari anak muda yang berkepandaian tinggi ini, maka ia segera mengutus adiknya yang bernama Liok Siauw Hong, yaitu pemuda desa yang pernah membantu Koo San Djie dan Hay-sim Kongcu melawan musuhnya, untuk mengikat tali persahabatan.
Liok Siauw Hong adalah muridnya si hweeshio alis panjang Pek Bie yang pernah bertemu muka sampai beberapa kali dengan Koo San Djie.
Hui-hong-pang tadinya masih belum bermaksud terang-terangan memusuhi Lembah Merpati, tidak disangka Koo San Djie yang mendadak muncul di sini telah menotok jalan darah Siok-song Mo-lie. Kejadian ini telah membuat Hui-hong-pang tidak dapat melepaskan diri. Liok Siauw Kian yang kurang pengalaman menjadi tidak berpegangan, ia sendiri juga mengarahkan pandangannya kepada dua pengurus daerahnya.
Koo San Djie mengetahui kesulitan orang, maka dengan tertawa panjang ia segera mengangkat tubuh Siok-song Mo-lie dan berkata:
"Perbuatanku ini akan kutanggung sendiri dan tidak akan menyinggung-nyinggung nama Hui-hong-pang."
Segera tubuhnya berkelebat dan lenyap ditelan kegelapan.
Pengurus daerah Siang-kiang seperti baru engah, maka ia segera berseru:
"Saudara Koo, tunggu sebentar......!"
Tapi Koo San Djie sudah tidak dapat mendengarnya lagi.
Mukanya Liok Siauw Kian menjadi berubah, ia harus segera mengambil suatu keputusan, maka dengan gagah ia berkata:
"Dari pada menahan sabar menerima hinaan, lebih baik lekas-lekas kita mendapat suatu penyelesaian. Saudara Koo tadi tentunya telah pergi ke dalam Lembah Merpati, maka harap delapan pengurus daerah segera pergi menyiapkan barang-barang yang diminta dan menyampurkan diri dengan saudara Koo di sana. Dan juga segera membawa perintahku memanggil pulang adikku untuk berkumpul menjadi satu."
Dua pengurus daerah tadi setelah menerima perintah lalu mengundurkan diri.
?Y? Kita mengikuti Koo San Djie yang menenteng tubuhnya Siok-song Mo-lie, meninggalkan markas sementara Hui-hong-pang, setelah sampai di bawah gunung ia melemparkan tubuh tawanannya dan berkata:
"Jika kau masih menyayangi dirimu, lekaslah beritahukan, di mana letaknya Lembah Merpati. Atau......"
Siok-song Mo-lie tertawa dingin:
"Apa kau kira aku ini ada seorang anak kecil yang dapat sembarangan dibujuk" Jika kau mengharapkan mengorek keterangan dari diriku, itulah jangan harap sama sekali."
Koo San Djie juga tahu bahwa peraturan Lembah Merpati keras sekali, memang tidak mudah untuk dapat mengorek keterangan dari dirinya. Apalagi jika orang-orang Hui-hong-pang datang mengganggunya lagi, maka sukarlah untuk ia menyingkirkan diri. Maka dengan tidak banyak bicara lagi ia menotok jalan darah Siok-song Mo-lie yang penting-penting.
Siok-song Mo-lie hanya merasakan seperti banyak semut merayap di seluruh tubuhnya, tenaganya terpecah belah, tidak dapat dikumpulkan lagi. Ia mencoba menjalankan jalan napasnya dan berdiri lagi, tapi usahanya ini hanya sia-sia belaka.
Koo San Djie yang masih berada di sebelahnya sudah tertawa:
"Sekarang telah kehilangan seluruh kepandaianmu. Akan kulihat masih dapatkah kau mengganggu orang lagi?"
Siok-song Mo-lie baru tahu, ia telah kehilangan semua ilmunya hal ini ada lebih sengsara dari pada kehilangan jiwanya, maka, dengan air mata meleleh ia berkata:
"Dendam apakah di antara kita berdua. Mengapa kau sampai hati untuk berbuat sekejam ini......"
Koo San Djie mengawasi sebentar, hatinya merasa kasihan juga. Bukan hal yang mudah untuknya mempelajari kepandaian yang tinggi ini, maka ia lalu menotok hidup lagi jalan darahnya.
Dengan keren ia berkata: "Dalam tiga bulan, keadaanmu akan menjadi normal kembali tapi jika kau masih tidak dapat merobah kelakuanmu, aku akan segera mencarimu dan tidak memberi ampun lagi."
Tanpa menunggu jawaban lagi ia sudah meninggalkan Siok-song Mo-lie sendirian.
Terhadap tindak tanduknya Lembah Merpati belakangan ini sudah sangat menusuk perasaan hatinya, apalagi jika mengingat akan si Orang Tua Bertangan Satu di dalam goa, hatinya sudah menjadi tidak tenang. Umpama Koo San Djie dapat diberi sayap, pada waktu itu juga ia akan segera terbang ke dalam Lembah Merpati untuk menyelesaikan urusannya.
Setelah beberapa hari Koo San Djie berjalan menuju ke sebelah barat Kang-see, pada suatu hari sampailah ia di tempat tujuan.
Diperhatikan dengan seksama keadaan hutan belantara yang selalu tidak mau menerima tamu kunjungan orang luar. Hanya gelap saja di sana, satupun tidak terlihat tanda-tanda keanehan.
Maka dalam hatinya ia berpikir:
"Jika aku hanya berjalan lurus ke depan tidak kehilangan arah, apa tidak dapat sampai di sana"
Maka dengan membetulkan arah tujuannya ia lompat ke dalam rimba belantara yang masih asing baginya.
Sewaktu ia baru masuk ke dalam hutan yang gelap itu masih tidak merasakan suatu apa, tapi semakin jauh tindakannya ia sudah menjadi semakin pusing. Kini ia sudah tidak dapat membedakan arah lagi, pepohonan yang dilihatnya seperti teratur, tapi sebetulnya tidak teratur, telah mengacaukan pikirannya.
Setelah nabrak sana dan nubruk sini sekian lamanya dengan masih tetap tidak berhasil juga, ia sudah menjadi semakin pusing saja. Sampai sedemikian lamanya ia masih tetap tidak dapat menemukan suatu apa juga. Dalam keadaan yang sesulit itu, mendadak di sebelah kirinya seperti ada mendengar tindakan beberapa orang.
Jebakan Lembah Merpati Tidak jauh darinya memang betul terdapat lima orang yang sedang bicara. Hanya saja karena keanehannya pepohonan di situ sehingga memisahkan mereka.
Di antara lima orang ini, salah satu di antaranya yang memegang pipa dan berpakaian kasar telah berkata:
"Jika kita masih tidak dapat keluar juga, ambil saja api dan bakar semua rimba sialan ini biar menjadi rata dengan tanah."
Di sebelahnya seorang yang berhidung betet tertawa dingin:
"Enak betul kau goyang lidah. Sebelum rimba terbakar rata, apa kita tidak akan menjadi sate terlebih dahulu?"
Seorang lagi yang tinggi besar seperti tuan tanah sudah membentak:
"Hei, kalian buat apa ribut di sini" Apa kalian sudah tidak percaya kepadaku Houw Sam Ya kita dapat menerjang keluar?"
Koo San Djie menjadi kaget juga mendengar orang ini mengaku dirinya sebagai Houw Sam Ya. Dalam hatinya berkata:
"Mengapa Houw Sam Ya ini dapat datang kemari juga?"
Yang mengaku Houw Sam Ya ini adalah seorang, dato di sebelah Barat daya, pada umur mudanya dengan mengandalkan sepasang kepalan belum pernah ia menemui tandingan. Entah buat urusan apa sehingga ia sampai datang juga ke dalam Lembah Merpati"
Sewaktu ia sedang memikir, di antara kegelapan seperti ada orang yang telah menggapaikan ke arahnya, tapi karena gerakannya orang itu sangat cepat, sehingga sukar untuknya mengenali siapa adanya orang itu.
Dalam keadaan sulit demikian, tidak ada waktu buat ia banyak pikir, maka badannya segera digerakkan dan mengikuti arahnya bayangan tadi.
Orang di depan itu seperti memang sengaja mengunjuk jalan kepadanya, ia hanya terpisah tidak jauh dari Koo San Djie, dan anak muda kita mengikuti sekian lama dengan menempuh jalan yang berliku-liku.
Orang itu sangat apal sekali dengan jalanan di sini, dengan tidak usah mencari tanda-tanda lagi ia sudah berhasil membawa Koo San Djie keluar dari dalam rimba dan kemudian ia lenyap kembali.
Koo San Djie mulai bernapas lega, ia telah sampai juga di ujung lainnya dari hutan belantara ini, di hadapannya kini terlihat suatu pemandangan yang luas.
Di depannya kelihatan menjulang tinggi batu tanjakan yang terbuat rapi sekali, di sekitarnya jalan tanjakan ini penuh dengan tebing-tebing curam yang saling susun di sana.
Baginya kini hanya jalan maju ini yang masih ada harapan dan dengan memberanikan diri ia berjalan mendaki batu tanjakan yang seperti mau menembus awan.
Kini di atas kepalanya hanya terdapat gumpalan awan yang berseleweran dan ia sendiri juga telah terbungkus oleh kabut yang mengambang luas. Entah kemana menujunya jalan yang menjulang ke atas ini, ia seperti berada dalam cerita khayalan menuju ke arahnya sorga yang penuh dengan dewi-dewi yang sudah menunggunya di sana.
Setelah sampai di puncak, dari kejauhan sudah terdengar lolongan anjing dan berkokoknya ayam. Ia mengarahkan pandangannya ke bawah, di sana, jauh berada di depannya terdapatlah suatu lembah yang sukar didapati orang.
Coraknya lembah yang tersembunyi ini ada seperti satu hiolow saja, Lembah Luar kecil dan lembah dalam besar, satu jalanan kecil menghubungkan dua lembah yang hampir terpisah.
Di sana terdapat sawah ladang yang luas dan penuh dengan bermacam-macam tanaman, di antaranya terdapat juga rombongan hewan dan gembala-gembalanya. Inilah Lembah Merpati!
Hati Koo San Djie menjadi berdebar-debar, melihat lembah yang sudah berada di bawah kakinya ini, ia segera tengkurap dan memperhatikan lembah kecil yang berada di sebelah depan.
Keadaan di dalam Lembah Luar, berbeda dengan Lembah dalam. Semua orang di sini tentu ada membawa senjata, tidak terdapat satu orang biasa di situ. Rumah-rumah mereka juga berbeda dengan rumah biasa yang terpisah-pisah. Rumah-rumah di sini didirikan di lereng-lereng gunung seperti satu pesanggrahan.
Jalan masuk ke dalam Lembah Merpati yang misteri ini hanya satu-satunya yang terdapat di mulut hio-low tadi. Di kedua sisinya terdapat tebing-tebing tinggi yang licin, sampaipun burung, juga sukar untuk hinggap di sana. Jalan ini bagaikan sebilah pisau besar saja yang telah membelah tebing ini menjadi dua.
Jika melihat keadaan tempat yang sebagus ini, sukarlah Koo San Djie menerjang masuk, hanya seorang saja yang menjaga sudah cukup kuat untuk dapat menahan ratusan tentara. Apa lagi hanya ia seorang diri saja, lebih mudah lagi untuk menahannya.
Waktu itu, hari masih terang benderang, tidak mungkin untuk ia pergi ke sana. Kecuali pada malam hari, masih ada harapan besar baginya yang mempunyai kegesitan yang luar biasa.
Maka, ia terduduk di sana menunggu sehingga matahari mulai condong ke Barat. Dikeluarkan makanan keringaya dan dikunyah perlahan-lahan.
Tetapi ia makan tidak lama, karena pada waktu itu, kupingnya yang tajam telah dapat mendengar siulan tanda bahaya dari Lembah Merpati.
Ia kaget dan terbangun dari duduknya, ia ingin tahu siapakah yang berani menerjang Lembah Merpati"
Dilihatnya bayangan orang simpang siur ke luar dari pesanggrahan Lembah Merpati, semua orang menuju ke arah Lembah Luar karena kejadian terbit di tempat Lembah Luar.
Setelah membiarkan orang-orang ini lenyap semua di antara pepohonan yang lebat, baru Koo San Djie mengarahkan pandangannya ke tempat jalan sempit.
Di situ hanya ada seorang saja yang menjaga. Betul-betul ia bernyali besar, ia terbang turun dari atas tebing tinggi tadi.
Lembah Merpati yang letaknya tersembunyi ini jarang sekali kedatangan orang, dan lagi gerakannya Koo San Djie juga sama dengan gerakan yang mereka gunakan. Maka si penjaga tidak begitu memperhatikannya, sehingga sampai bergerak dekat sekali baru ia berteriak:
"Berhenti! Siapa di sana?"
Tapi teriakannya sudah telat, jalan darahnya telah tertotok oleh angin santer.
Setelah Koo San Djie dapat menyelesaikan si penjaga jalan, dengan mudah dilemparkannya ke arah tumpukan batu, langsung menuju ke arah belakang pesanggrahan mereka.
Memang ia berani menerjang bahaya, sengaja ia mendatangkan ke arah tempat yang terlampau terang.
Di tengah-tengah ruangan yang besar, yang ternyata adalah tempat persidangan, telah penuh sesak dengan orang yang duduk di sana, mereka seperti sedang berdebat merundingkan sesuatu soal.
Yang duduk di meja ketua adalah seorang setengah umur berkulit putih dan mempunyai raut muka persegi, di sisinya berdiri seorang wanita yang cantik.
Lam Keng Liu dan Sui Yun Nio masing-masing duduk di kiri dan kanan depannya, di sekitarnya orang-orang ini terdapat juga Pek-hoat Sian-tong dan banyak orang berbaju merah.
Terdengar Lam Keng Liu dengan suara menghormat berkata ke arahnya si putih bermuka persegi tadi:
"Kau telah memerintahkan kami memancing masuk beberapa orang ini ke dalam Lembah Merpati, apakah maksud yang sebenarnya."
Si muka persegi tertawa kejam:
"Apa kalian tidak mengingini kepandaian asli Lembah Merpati?"
Sui Yun Nio sudah mendahului berkata:
"Maksud kita datang kemari ialah hanya untuk soal itu, tapi......"
Si muka persegi sudah memotong perkataannya:
"Kau orang semua tentu juga mempunyai maksud yang sama, bukan" Sampai aku Liu Tong sahabat ketua Lembah Luar juga mempunyai tujuan ini. Tapi di antara kita semua, siapakah yang pernah masuk ke dalam Lembah Merpati" Maka......"
Lam Keng Liu sampai menepuk tangannya sendiri:
"Betul, kini aku sudah mengerti akan maksudmu. Bukankah dengan menarik masuk musuh-musuh tangguh ini, supaya dapat kita gunakan sebagai tameng umpan peluru"!
Liu Tong tertawa terbahak-bahak:
"Memang otakmu banyak cacingnya. Maka kita dapat berpura-pura kalah dan mundur ke Lembah dalam untuk menunggu saatnya......"
Si wanita centil yang seperti ular sudah menggelendot di samping tubuhnya dan berkata:
"Akalmu memang tak dapat dicela, tapi apa kau tahu bahwa di antara orang-orang yang diundang itu terdapat juga si tua Liu Djin Liong?"
Liu Tong tertawa dingin: "Takut apa" Apa kita harus seumur hidup takuti padanya" Biar dia lihat kepandaian luar yang bukan didapat darinya......"
Mendadak saat itu terdengar suara tertawa dingin yang liwat di atas mereka:
"Hm......" Koo San Djie terkejut, pikirnya:
"Celaka, mereka tentu akan mengejar keluar."
Betul saja beberapa bayangan sudah berpencaran menuju ke arahnya. Waktu itu ia masih ingin mengunjukan dirinya, tangannya menekan perlahan, dengan menempelkan diri di antara genting-genting, ia meluncurkan dirinya ke arah belakang ruangan.
Begitu ia menjatuhkan dirinya, ia telah berada di dalam satu ruangan kecil, tempat ini hampir seluruhnya terpendam dalam batu cadas. Ia masuk dan melalui pintu bundar di sana tibalah pada satu kamar batu yang gelap.
Kamar batu gelap ini kosong, tidak terdapat suatu apa, ia mulai meraba-raba dan beruntung telah mengenakan peralatan rahasia.
Lantai bawahnya mendadak bergerak dan terlihatlah tangga batu yang menurun ke bawah tanah. Ia tidak perduli lorong di bawah tanah ini menuju kemana, dengan menuruti arahnya ia turun ke bawah.
Setelah berjalan turun kira-kira setengah lie, keadaan mulai melebar dan terdapat penerangan. Terlihat pintu bundar pula menghalang di depannya, lewat dari pintu bundar ini sampailah ia pada satu ruangan baca yang penuh dengan bermacam-macam buku.
Kecuali terdapat banyak buku pada ruangan baca ini, perabot lainnya hanya terdapat dua kursi duduk yang berendeng terletak di ujung kamar.
Hati Koo San Djie menjadi terhambat.
"Demikianpun baik juga," ia berkata sendiri.
Maka dijumputnya salah satu buku dan menjatuhkan dirinya di kursi yang pertama.
Tapi begitu pantatnya menempel di atas kursi tersebut, hanya terdengar suara "krek krek" nya alat mesin yang telah membarenginya, dan sebelum ia dapat berbuat suatu apa dua tangan yang kuat telah merangkulnya dan menekan ia ke dalam kursi yang aneh itu, tapi perobahan masih belum berhenti sampai di sini, kursi tadi tidak lama kemudian juga dapat bergerak masuk ke dalam tembok.
Dengan tenaga Koo San Djie sekarang ini, tangan-tangan besi yang merangkulnya sebentar saja telah dapat dipatahkan. Ternyata ia telah dapat dibawa ke dalam lain ruangan lagi oleh kursi yang dapat bergerak tadi. Ia sudah mau melompat bangun dari kursinya, terlihat olehnya seorang wanita setengah umur sedang masuk ke dalam ruangan rahasia ini.
Setelah diteliti ternyata yang datang adalah wanita yang tadi menggelendotkan badannya di kursinya Liu Tong, si kepala Lembah Luar tadi.
Tapi wanita ini seperti tidak melihatnya, maka Koo San Djie juga tidak mau sembarang bergerak dari tempatnya dan segera mengeluarkan Pit Badak Dewa. Warna hijau mencorong di sekitarnya pit pusaka dan sudah mengarah wanita yang baru datang.
"Cresss......" Si wanita menjerit keras, mengangkat tangan kanannya dan lima angin jari yang tajam menusuk ke arah Koo San Djie, dari lengan kirinya masih terlihat darah mengetel keluar karena lukanya kena goresan pit.
Sakarang gilirannya Koo San Djie yang menjerit kaget, karena ia segera mengenali akan gerakannya Tjeng Tjeng, tahulah ia sekarang siapa orangnya si Ketua Lembah Luar Liu Tong dan wanita ini, ia lompat ke samping menghindarkan serangannya lima jari.
Terdengar suara tertusuknya papan dan kursi yang tadi didudukinya telah ke depan, bolong bekas lima jari. Tenaga serangan jarinya ini ada lebih keras dan cepat beberapa kali dari yang Tjeng Tjeng gunakan!
Terdengar suara bentakannya Koo San Djie,


Lembah Merpati Karya Chung Sin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagus. Kini aku akan mewakili Liu-supek membikin bersih pintu perguruannya."
Ia juga menggerakkan ilmu pukulannya Sari Pepatah Raja Woo dan menyerang dengan gencar.
Si wanita centil juga sudah mengetahui siapa adanya anak muda ini dan berkata:
"Oh, kiranya kaulah sibocah yang datang, tidak disangka kau bernyali besar sekali dan berani datang ke dalam Lembah Merpati ini. Sekarang kau akan segera merasai kelihaian Lembah Merpati......"
Dengan cepat sekali ia mengirim cengkeraman jarinya dan lompat ke belakang sehingga menempel dengan dinding ruangan. Terdengar lagi suara krek, kreknya alat mesin, dan Koo San Djie segera merasakan badannya seperti melayang dan terjatuh ke dalam kegelapan......"
Munculnya kabar Lembah Merpati berada di daerah sebelah barat Kang-see seperti guntur saja menggelegar ke seluruh Kang-ouw. Di mana-mana sebagai bahan pembicaraan, senantiasa Lembah Merpati yang penuh rahasia itu.
Lembah Merpati yang misterius itu tadinya terlalu dibesar-besarkan, sehingga baru saja tersiar kabar letaknya, orang telah berbondong-bondong menuju ke sana.
Di depan pintu gerbang Lembah Merpati yaitu rimba belantara yang tidak menyukai orang luar telah berkumpul bukan sedikit tokoh-tokoh silat. Di antara mereka yang ingin tahu datang ke situ, tentu saja ada juga beberapa orang yang bermaksud mencari sanak famili mereka yang kabarnya telah lenyap di dalam Lembah Merpati yang penuh rahasia itu.
Biarpun mereka tahu, setelah melewati rimba belantara ini mereka akan segera dapat melihat Lembah Merpati, tapi siapa juga tidak berani sembarang memasukinya.
Ada juga beberapa orang yang coba-coba memasukinya, tapi setelah berputar-putaran di sana dua hari lamanya, akhirnya kembali ke tempat asal mula. Di antaranya, bukan sedikit yang tidak ada kabar beritanya. Yang datang terlebih dahulu tidak berani sembarang memasukinya lagi, tapi yang datang belakangan tetap masih terus membanjiri, hingga yang berkumpul semakin lama sudah menjadi semakin banyak, tapi satupun tidak ada orang yang berhasil untuk mencari jalan masuk.
Sedang mareka dalam keadaan tidak berdaya, dari kejauhan telah lari mendatangi beberapa orang pula. Mereka ini adalah orang-orang yang menerima undangan Lembah Merpati, seperti Kong Tie Hweeshio, Liu Djin Liong, Bie Khiu Nie, Kiang Tjo, Ong Hoe Tjoe, Tjeng Tjeng dan Siauw Khong.
Mereka ini tidak memperdulikan semua orang yang masih pusing memikirkan jalan masuk, karena Ong Hoe Tjoe ada mempunyai peta jalan Lembah Merpati. Mereka berkumpul menjadi satu.
Waktu itu keadaan di dalam Lembah Merpati sedang dalam keadaan kalut.
Sejak ketua Lembah Merpati yang baru Han Oe Seng naik takhta, ia sudah mempunyai maksud untuk merajai dunia, ia merasa kepandaiannya Lembah Merpati telah cukup tinggi, untuk apa menyembunyikan diri lagi dalam lembah yang sunyi ini" Dalam hati besarnya telah timbul niatan jahat untuk menjajah orang.
Tapi para anggota Dewan Tetua tidak menyetujui maksud liarnya, mereka menganggap Lembah Merpati telah cukup subur untuk membiayai kebutuhan pokok. Mereka tidak ingin dijajah oleh dunia luar yang banyak tipu muslihatnya, tapi mereka juga tidak ingin untuk menjajah dunianya orang lain.
Tidak demikian dengan Han Oe Seng yang bersifat temaha, adatnya kukuh dan berangasan, ia tidak percaya akan perkataan orang lain, dengan turun tangan sendiri ia keluar dari dalam lembah, menyebarkan cerita burung dan mencari orang yang dapat digunakan sebagai kaki tangannya.
Demikianlah ia berhasil juga mendapatkan beberapa orang pandai seperti Liu Tong suami istri, Lam Keng Liu suami istri dan lainnya.
Dengan tidak melanggar peraturan lembah, ia bermaksud menggunakan orang-orang ini yang nantinya akan diberi pelajaran ilmu kepandaian Lembah Merpati dan dapat digunakan untuk menjelajahi dunia luar.
Maka terjadilah satu komplotan baru yang diberi nama komplotan Lembah Luar. Dengan mendirikan Lembah Luar, Han Oe Seng bermaksud tertentu pula. Ia telah manyediakan suatu tempat untuk jalan mundurnya, karena takut kejahatannya yang telah menganiaya ketua lama si Orang Tua Bertangan Satu, terbongkar rahasianya, ia masih ada jalan mundur untuk lari ke tempat komplotannya Lembah Luar ini.
Sayang Liu Tong suami istri sebagai ketua Lembah Luar juga bukannya orang baik-baik, dengan menggunakan kepandaian Lembah Merpati sebagai umpan, ia memancing para pemuda yang kurang kuat imannya untuk dijadikan kaki tangannya sendiri. Di antaranya tidak sedikit jago-jago dari kalangan hitam juga yang bersedia mengekor di belakangnya.
Seperti Tong Touw Hio dan lain adalah salah satu di antaranya.
Belakangan setelah mengetahui akan kepandaiannya Koo San Djie yang istimewa, timbul juga niatannya untak dapat menarik anak muda ini ke bawah kekuasaannya. Maka beberapa kali telah menyuruh orang-orangnya untuk menangkapnya dan akhirnya terjebloslah anak muda ini dalam perangkap rahasia.
Sebenarnya semua urusan ini Han Oe Seng tidak mengetahuinya sama sekali, sampai salah satu anggota dari Dewan Tetua yang bernama Koo Hian setelah keluar lembah menyelidikinya telah memberi tahu padanya tentang semua ini.
Sampai pada saat itu, baru membuat ia ragu-ragu juga, tapi ia sebagai orang yang berpendirian kukuh, biarpun salah, juga masih tidak mau mengakui akan kesalahannya. Untuk mendapat kepastiannya, ia pergi sendirian menyelidiki, dan kebetulan sekali ia dapat mencuri dengar tentang maksud jeleknya mereka. Maka dengan tertawa dingin ia pergi meninggalkannya dan kembali ke dalam lembah.
Liu Tong dan kawan-kawannya yang mendengar suara tertawa tadi segera pergi keluar mencari orang yang telah mencuri dengar perundingannya. Belakangan ia mendapat laporan dari istrinya Bwee Siang bahwa sang istri telah berhasil menjebloskan seorang anak muda yang bernama Koo San Djie ke dalam gua di bawah tanah, maka pikirannya hanya menyangka bahwa Koo San Djie lah yang mengeluarkan suara dingin tadi dan sudah tidak menarik panjang lagi.
Setelah Han Oe Seng kembali ke dalam lembah, lantas memanggil empat anggota terkemuka dari Dewan Tetua yaitu Koo Hian, Kie Sun, Kam Sia Liong dan Pheng Siu Khang untuk merundingkan caranya menahan bahaya yang dibawanya sendiri itu.
Han Oe Seng mengusulkan untuk memancing semua orang ini, termasuk juga orang-orang yang berani menerjang masuk ke dalam Lembah Merpati, ke suatu tempat dan membunuhnya semua.
Tapi empat orang dari Dewan Tetua sudah menganggap usul ini tidak dapat di jalankan, bukan saja dapat mengganggu muka terang Lembah Merpati, bahkan sudah tentu dapat menambah musuh tangguh yang tidak diingini. Mereka setuju untuk memanggil semua orang-orang yang memasuki Lembah Merpati, dengan terang-terangan dan dengan mengandalkan kepandaian turunan Lembah Merpati, tidak sukarlah untuk menaklukannya.
Tentang Liu Tong dan kawannya tentu saja tidak gampang-gampang melepaskan.
Han Oe Seng terpaksa menyetujuinya putusan ini dan mengeluarkan perintahnya untuk menarik pulang orang-orangnya yang masih berada di Lembah Luar masuk ke dalam lembah, untuk siap siaga terhadap segala kemungkinan.
?Y? Di depan hutan belantara Lembah Merpati.......
Liu Djin Liong dan rombongannya, setelah dapat memasuki Lembah Luar, tentu saja tidak dapat menemui Liu Tong dan konco-konconya karena mereka telah menarik dirinya masuk ke dalam Lembah Merpati.
Dan dalam ruangan besar datang menyambut Houw Sam Ya dan beberapa orang-orangnya, deagan tertawa berkakakan ia berkata:
"Tidak disangka beberapa orang terkemuka sudah datang semua. Ini kali pertandingan di Lembah Merpati merupakan suatu keramaian yang sukar dicari keduanya."
Lalu ia menyodorkan selembar surat undangan merah yang besar yang baru saja di dapatinya dari seorang pesuruhnya Lembah Merpati.
Pengemis sakti Kiang Tjo menyambuti surat undangan tadi dan tertawa lebar, ujarnya:
"Kelakuan yang sombong sekali, mereka berani mengundang para jago untuk bertanding dengannya. Aku si Pengemis bangkotan adalah orang yang pertama, akan kulihat kepandaian apakah yang dapat merajai dunia?"
Mendadak satu bayangan ungu berkelebat dan di hadapannya kini telah berdiri seorang tua, dengan tertawa mesem ia berkata kepada Kiang Tjo:
"Kepandaian siapa yang dapat merajai dunia?"
Si Pengemis sakti melihat yang datang ini adalah si pendekar Berbaju Ungu yang telah lama tidak keluar di dunia Kang-ouw, ia tertawa bergelak-gelak:
"Menurut pendapatku si Pengemis tua, ialah kepandaian murid kesayanganmu itulah yang nantinya dapat merajai dunia......"
Liu Djin Liong girang melihat sahabat lamanya juga telah datang, ia lantas maju menyongsong, diikuti juga oleh Kong Tie Hweeshio, Bie Khiu Nie dan lain-lainnya.
Ong Hoe Tjoe dan Tjeng Tjeng yang mengetahui bahwa orang tua inilah yang menjadi gurunya Koo San Djie sudah lantas memberi hormat.
Terdengar si Pendekar Berbaju Ungu membuka mulutnya:
"Aku merasa sangat berterima atas perhatian kawan-kawan yang telah memperhatikan muridku yang nakal itu. Tapi entah di manakah ia sekarang?"
"Ia telah berjanji dengan Tiauw Tua untuk masuk ke dalam lembah pada esok lusa," jawab Liu Djin Liong.
Dalam keadaan yang ramai ini dari luar telah masuk pula beberapa orang.
Ketua mudanya Hui-hong-pang, Liok Siauw Kian, dengan diiringi delapan pengurus daerahnya telah mengajak Hay-sim Kongcu dan si pemuda desa Liok Siauw Hong datang ke situ.
Tjeng Tjeng yang mengenali dua pemuda di belakang Liok Siauw Kian adalah kawan Koo San Djie, dari jauh-jauh sudah meneriakinya:
"Hei, mengapa koko San tidak bersama-sama kalian?"
Liok Siauw Hong menjawab:
"Inilah heran sekali. Ia telah masuk kemari lebih dulu beberapa hari."
Ong Hoe Tjoe menjadi kaget dan berkuatir.
"Tapi mengapa kita tidak dapat menemuinya?"
Kiang Tjo tertawa terbahak-bahak:
"Ia dengan kepandaiannya yang sempurna dan lagi ada membawa-bawa Pit Badak Dewa, tidak mungkin terjadi suatu apa. Kau tidak usah kuatir kepadanya, mungkin juga ia sudah keluar lagi menunggu si Tiauw Tua."
"Tang...... tang...... tang......"
Dari dalam Lembah Merpati telah terdengar lonceng dipukul keras. Empat orang tua berjenggot panjang mengenakan pakaian kuno seperti empat lembar daun kering saja terbang turun dari atas tebing tinggi. Setelah menghadapi orang banyak, Koo Hian membuka suaranya yang nyaring:
"Koo Hian, Kie Sun, Kam Sia Liong dan Pheng Siu Khang empat orang mewakili ketua Lembah Merpati datang menyambut para tamu yang telah berkunjung kemari......"
Si Pengemis sakti Kiang Tjo melihat ke arah Liu Djin Liong, kemudian berkata sambil tertawa:
"Bagaimana jika kami mendahuluinya?"
Pheng Siu Khang tertawa mesem:
"Tunggu sebentar. Ketua kami kuatir di antara rombongan kalian ini menyelip orang, tidak ternama, maka telah menyediakan suatu jalan tebing untuk para tamu."
Lalu tangannya menunjuk ke arah tebing yang licin.
Si Pengemis sakti mengerahkan pandangannya ke sana dan dilihatnya pada tebing tinggi yang licin itu tidak terdapat tempat untuk menaruh kaki. Jika bukannya orang yang mempunyai kepandaian ilmu mengentengi tubuh yang sempurna, tidak mungkin dapat melewatinya.
Tapi ia masih tetap tertawa, katanya:
"Suatu tempat yang bagus untuk berlatih."
Pheng Siu Kang menyilahkan para tetamunya jalan.
Kiang Tjo mendahului jalan di muka untuk membuka jalan. Disusul oleh Liu Djin Liong, Kong Tie Hweeshio dan yang lain-lainnya.
Pheng Siu Kang dengan mengajak rombongan ini yang kira-kira lebih dari duaratus orang, berjalan sampai di bawah tebing tinggi tadi dan berkata:
"Aku akan mendahului memimpin jalan."
Ia mengibaskan lengan bajunya yang besar dan melayang naik sampai hampir tujuhpuluh tombak jauhnya. Badannya ditempelkan ke arah tebing sebentar, kaki dan tangannya bergerak-gerak seperti seekor cecak merayap naik. Sebentar saja ia telah sampai di atas tebing.
Pada waktu badan Peng Siu Khang melayang, Kiang Tjo juga telah mengikuti jejaknya sambil tertawa-tawa dan hampir berbareng merendengi jago Lembah Merpati itu.
Dari orang-orangnya Hauw Sam Ya, juga telah keluar dua orang dan mengikuti jejaknya mereka.
Kong Tie Hweeshio juga tidak mau ketinggalan. Tubuhnya mumbul ke atas dengan perlahan-lahan, sebelah tangannya menggores ke tebing licin sebentar dan meneruskan jalan badannya sehingga sampai di atas tebing.
Sebentar saja bayangan-bayangan telah berseliweran dan saling susul naik ke atas tebing. Di antara demikian banyak orang, gerakan Ong Hoe Tjoe yang menggunakan ilmu Berjumpalitan di udara yang paling menarik. Seperti seekor burung besar, ia berjumpalitan beberapa kali di udara dan sudah melewati puncaknya tebing tadi.
Kemudian beberapa orang dari Hui-hong pang juga telah sampai semua.
Kini, di atas tebing hanya berdiri empatpuluh orang lebih, dan yang lain-lainnya yang tidak mahir meniru kawannya terpaksa balik keluar lembah dengan perasan yang amat lesu.
Kiang Tjo yang melihat sudah tidak ada orang lagi yang dapat naik tebing, lalu berkata:
"Semua tamu telah naik dan bagaimana selanjutnya?"
Mendadak dari bawah tebing ada orang yang menyahutinya:
"Tunggu dulu! Masih ada aku si Sastrawan Miskin yang belum naik.
Sebentar saja beberapa bayangan telah melesat naik lagi, Tiauw Tua, si Sastrawan Pan Pin, Hian-tju Totiang dan orang-orangnya delapan partai besar juga telah datang menyusul.
Pheng Siu Kang sambil menjura berkata:
"Ketua kami dan beberapa orang lagi dari Dewan Tetua telah menunggu di Hong-hong-theng, para tamu akan segera kami antarkan ke sana."
Rombongan ini dengan perlahan-lahan mulai meninggalkan tebing tinggi, sambil menyaksikan pemandangan Lembah Merpati, yang telah lama disegani. Pemandangan di sini memang menarik hati, sehingga membuat mereka telah lupa akan bahaya yang akan dihadapinya.
Sungai kecil berliku-liku mengalir di sana dengan di kedua tepinya telah ditanam pepohonan semua. Biarpun waktu telah mendekati akhir musim rontok, tapi sawah di sini masih tetap menghijau. Di jalan-jalan yang bersih dan rapi, terlihat banyak orang-orang Lembah Merpati berlalu lintas, biarpun mereka melihat sedemikian banyaknya orang yang membawa senjata, kelihatan mereka tidak merasa keder, termasuk juga anak-anak dan wanitanya.
Rumah-rumah dikapur bersih, rapi dan megah-megah. Dari jauh sudah mulai tampak tempat kediaman ketua Lembah Merpati. Di hadapannya telah penuh orang menunggu, yang berdiri di paling depan, seorang bermuka kuning yang kira-kira berumur limapuluh tahun dengan memakai jubah kuning telah lama menunggu dengan sikapnya yang sangat angkuh sekali.
Setelah rombongan tamu Lembah Merpati ini sampai di hadapannya, terdengar ketua ber kata:
"Han Oe Seng di sini menyambut para tamu."
Semua orang juga lantas membalas hormat, mengikuti masuk ke dalam Hong-hong-theng.
Setelah masing-masing mengambil tempat duduk. Han Oe Seng sudah berkata:
"Lembah Merpati sebetulnya tidak pernah mencampuri urusan dunia, tapi kini bukan sedikit orang yang mau mencari gara-gara. Untuk mendapatkan suatu cara penyelesaian maka Lembah Merpati telah mengundang para tamu untuk......"
Kiang Tjo memotong sambil tertawa:
"Jika mendengar kata-katamu yang bagus ini, siapa juga tidak percaya bahwa Lembah Merpati dapat berbuat jahat. Tapi semua orang yang datang kemari telah mempunyai mata dan dapat melihat kelakuan-kelakuan apa yang telah kau lakukan."
Han Oe Seng belum sempat untuk menjawab, Houw Sam Ya telah nyeletuk:
"Persekutuan gunung Sin-sa tidak mempunyai sangkut pautnya dengan Lembah Merpati, mengapa kau menyuruh orang meracuni?"
"Kalian jangan sembarang berkata, bukti-bukti apa yang berada di dalam tanganmu?" Han U Seng berteriak marah.
Kong Tie Hweeshio merangkap kedua tangannya dan berkata:
"Omitohud. Lembah Merpati telah banyak memancing masuk anak muda untuk dijadikan apa" Dan kemanakah semua anak-anak muda itu" Ketua partai kami dan delapan partai lainnya juga telah binasa karena racunmu, apakah sebabnya" Apa semua ini masih kurang untuk dijadikan bukti?"
Han Oe Seng yang masih tidak mau mengaku salah sudah tertawa dingin:
"Semua kejadian juga harus ada bukti orangnya. Jika semua kesalahan-kesalahan main sembarangan diletakan di atas pundak Lembah Merpati, apa dikira Lembah Merpati takut kepada kalian?"
Liu Djin Liong yang sedari tadi diam saja, menyaksikan kecongkakkannya Han Oe Seng sudah merasa tidak puas. Dengan tertawa ia berkata:
"Lembah Merpati demikian memperlakukan para tamunya, apa juga termasuk peraturan-peraturan."
Liu Djin Liong datang kemari hanya ingin menyaksikan kepandaian Lembah Merpati, jika memang tidak dapat diurus dengan perkataan-perkataan, maka kekuatanlan yang akan menentukannya.
Para anggota Dewan Tetua yang mendengar penuturan para tamunya tadi sudah menduga ketuanya Han Oe Seng dapat segera mengambil keputusan yang bijaksana untuk memberi hukuman kepada Liu Tong dan konco-konconya, tapi tidak disangka, Han Oe Seng sudah menyangkal semua dan membelokan perkataan-perkataan. Maka Koo Hian yang paling dulu tidak dapat menahan sabarnya sudah lantas berdiri, katanya:
"Saudara Liu harap dapat bersabar dulu......"
Lalu ia membalikkan badannya menghadapi sang ketua dan menyambung kata-katanya:
"Peraturan lembah sangat keras, tidak mungkin jika masih ada orang kita yang berlaku sewenang-wenang. Tapi tentang orang Lembah Luar memang sukar untuk dipastikan. Mengapa ketua tidak mau memanggilnya mereka untuk mendapat kepastian?"
23.52. Pertempuran di Dalam Lembah
Han Oe Seng dengan tegas memberikan kepastiannya:
"Tidak ada perlunya memanggil mereka. Semua orang yang ternyata bukannya anak-anak kemarin saja, mereka jika bukannya ketua partai tentu adalah jago-jago tua, mengapa dapat dengan mudah diracuni oleh orang" Inilah alasan mereka yang mau mencari gara-gara saja."
Kiang Tjo yang sudah menjadi tidak sabar, ia terdengar membentak:
"Aku si Pengemis belum pernah menemukan orang yang seperti kau, tidak mengenal aturan ini. Apa kau mengandalkan beberapa jurus kepandaianmu" Mari, mari aku yang pertama melayanimu!"
Mendadak dari dalam rombongan orang menyelak seorang yang bersuara merdu:
"Tunggu dulu. Aku sebagai seorang wanita yang lemah masih ada beberapa pertanyaan yang akan diajukan padanya. Ayahku Liok Beng Kong telah dapat dipancing masuk ke dalam Lembah Merpati, sehingga kini masih tidak ada kabar ceritanya. Bahkan mereka masih berani menggunakan keselamatan jiwanya untuk memeras kepada kami meminta ini dan itu. Apakah perbuatan ini tidak sama dengan perbuatan seorang perampok?"
Han Oe Seng tertawa: "Ayahmu sebagai seorang ketua Hui-hong-pang mana dapat sembarang dipancing orang" Siapa yang mempunyai kelebihan waktu mengurusnya?"
Guru Ong Hoe Tjoe, Bie Khiu Nie menimbrung:
"Omitohud, jadi menurut pendapatmu semua orang ini hanya mau menjual cerita saja?"
Han Oe Seng mengeluarkan suara tertawanya yang dingin menyeramkan:
"Lembah Merpati mengundang para tamunya hanya untuk mengadu kepandaian, apa untuk mengajak berperang lidah" Maka aku hanya mengharapkan kalian dapat lekas-lekas memajukan dirinya."
Kie Sun dan Kam Sia Liong sebagai dua orang yang terkemuka dari Dewan Tetua hampir berbareng sudah berdiri dari tempatnya dan menahannya:
"Pertandingan harap ditunda dulu. Kami sekarang juga akan memanggil ketua Lembah Luar."
Han Oe Seng dari dalam sakunya segera mengeluarkan tanda kekuasaan ketua dan membentak:
"Apa kau berdua berani tidak mendengar putusan ketua dan ingin bertindak sendiri?"
Kie Sun dan Kam Sia Liong membongkokkan badannya dan mengundurkau diri.
"Tentu kau juga tidak berani melanggar putusanku," Han Oe Seng tertawa dingin.
Lalu ia mengeluarkan putusannya:
"Lekas ajak para tamu menanti di medan pertandingan."
Urusan sampai di sini sudah menjadi kacau. Semua orang yang datang dari luar lembah sudah menunjukkan kemarahannya. Houw Sam Ya dengan rambut berdiri berjalan di muka. Liu Djin Liong dengan mendongakkan kepalanya tertawa dingin.
Medan pertandingan letaknya di belakang Hong-hong-theng, tempatnya luas sekali dan dikelilingi oleh taman-tamanan yang beraneka macamnya.
Para tamu Lembah Merpati baru saja memasuki medan pertempuran sudah dapat melihat banyak orang tua dan muda berdiri menanti. Inilah Han Oe Seng yang sudah menyiapkan orang-orang pandainya untuk menanti di situ.
Di sekitar pertandingan tidak didirikan tempat untuk penonton, maka dengan sendirinya semua orang ini memecahkan dirinya menjadi tiga rombongan. Orang-orangnya Lembah Merpati di tengah-tengah, di sebelah kiri adalah Liu Djin Liong, si Pendekar Berbaju Ungu, Kong Tie Hweeshio, Kiang Tjo dan yang lain-lainnya lagi. Dan di kanannya terdiri dari orang-orangnya Houw Sam Ya dari golongan hitam.
Han Oe Seng dengan senyum penuh ejekan berkata:
"Pertemuan kita pada hari ini bukannya pertemuan biasa atau pertandingan di antara musuh-musuhnya. Maka harap kalian dapat menurut aturan dan urutannya. Silahkan kalian memulainya!"
Si Pendekar Berbaju Ungu yang dari tadi diam saja mulai bertanya:
"Aku masih ada persoalan yang tidak habis dimengerti. Lembah Merpati sebenarnya mengandung maksud apa, sehingga harus menarik demikian banyaknya pemuda?"
"Urusan ini kau tidak usah menanyakan lagi," Han Oe Seng menjawab dengan getas, "Kecuali kalau kau dapat memenangkan kepandaian Lembah Merpati, itu lain lagi persoalannya."
Kiang Tjo menjadi tidak sabaran:
"Manusia jumawa, aku si Pengemis ingin melihat, berapa tingginya sih kepandaianmu?" katanya mendongkol.
Perkataan keluar orangnyapun telah melompat keluar. Tapi dari sebelah kanan telah ada orang yang mendahuluinya:
"Pengemis tua, tunggulah sebentar saja aku Houw Sam Ya sudah tidak sabar menunggunya lagi......"
Bayangan orang berkelebat dan menghalang-halangi majunya si Pengemis sakti Kiang Tjo belum juga menjawab, suara tertawa dinginnya Han Oe Seng sudah terdengar lagi:
"Buat apa menjerit-jerit tidak keruan" Jangan kuatir, Lembah Merpati akan melayani kalian, satu persatu."
Houw Sam Ya yang tidak sabaran memang sudah tidak dapat menunggunya lagi, dengan tidak berkata lagi, ia sudah memajukan dirinya dan mulai mengeluarkan serangannya.
Han Oe Seng tertawa dingin, dengan menggeser kakinya sedikit, ia sudah dapat menghindarkan serangan ini.
Kiang Tjo yang melihat mereka sudah bertempur lantas mengundurkan dirinya kembali.
Houw Sam Ya melihat serangannya gagal, sudah maju setindak lagi dan menyerang bertubi-tubi dengan kedua tangannya. Tenaganya telah dikeluarkan semua, hingga mengeluarkan angin menderu-deru.
Han Oe Seng menjadi kaget karena menghadapi musuh tangguh ini, dengan tidak kalah sebatnya ia melayani, menyerang dan menangkis silih berganti. Kepandaian Kutu buku dari Lembah Merpati memang tidak percuma, dengan kalm saja telah dapat mempunahkan semua serangan keras yang datang menyerangnya.
Mendadak Han Oe Seng memajukan langkahnya, jari dan telapak tangannya dikerjakan, mendesak dan mengurung sang musuh. Segera terlihat satu bayangan mental keluar dari kalangan perkelahian. Houw Sam Ya dengan menjerit keras telah memuntahkan darah segar.
Han Oe Seng masih tetap berdiri di tempatnya dengan tertawa dingin.
Berbareng dengan terpukul mundurnya Houw Sam Ya, dari rombongan telah keluar empat orang kepercayaan yang sudah lantas mengurung ketua Lembah Merpati yang memang lihay ini.
Han Oe Seng biarpun dikurung oleh empat orang yang berkepandaian bukan rendah, juga masih dapat mengeluarkan senyum menghina, terlihat jari kanannya meluncur, menotok rubuh seorang di antaranya. Dengan tidak menghentikan gerakan tangannya tadi, beruntun ia menotok jalan darahnya dua orang lagi dan seorang yang berada di depannya sebelum dapat berbuat suatu apa juga telah di bikin tidak berdaya.
Ia dalam sekejapan telah menjatuhkan empat orang lawan dengan gerakan tangan yang bagus sekali, telah membuat orang-orang yang melihatnya merasa kagum.
Kong Tie Hweeshio dengan perlahan-lahan majukan dirinya dan berkata:
"Kepandaian Lembah Merpati memang dapat menggetarkan dunia, tapi aku tetap akan mencobanya juga."
Tapi Kiang Tjo yang sudah tidak mau didahului orang lagi sudah menyelak:
"Aku si Pengemislah yang harus melawannya terlebih dahulu."
Dari pihak Dewan Tetua Lembah Merpati juga telah lompat keluar dua orang di kanan Koo Hian dan di kiri Kie Sun. Terdengar Koo Hian berkata:
"Ketua telah memenangkan dua pertandingan, maka dua orang ini boleh diserahkan saja kepada kami."
Han Oe Seng tertawa jumawa.
"Masih belum waktunya mengganti orang. Hanya pertandingan semacam ini, jangan kata baru dua kali, ditambah seratus kali lagi juga masih sanggup aku meneruskannya......"
Sebenarnya ia sebagai ketua dari Lembah Merpati tidak perlu turun tangan sendiri untuk menghadapi orang-orang ini, sebab buat apa menaruh orang-orangnya yang berkepandaian tinggi" Tapi memang Han Oe Seng suka mengagulkan diri, dengan sendirian saja ia ingin melayani semua tamu-tamunya.
Kiang Tjo begitu menempatkan dirinya sudah lantas memberi hormat dan menggeser sedikit langkahnya mulai dengan serangan pertama.
Han Oe Seng seperti tadi masih dapat berlaku tenang melayaninya, lompat ke kiri dan ke kanan memberi jalan angin serangan-serangan musuhnya. Dalam waktu tidak lama, sepuluh jurus telah dapat dilewatkannya.
Pada satu saat ia membentak keras, dua tangannya berbareng disodorkan keluar mengarah dua jalan darah orang yang penting.
Kiang Tjo menurunkan pundaknya, jari tangannya berbalik hendak mencengkeram tangan orang.
Han Oe Seng hanya menggerakkan sedikit tubuhnya, arah tangannya tetap tidak berobah. Ia membiarkan sang lawan meneruskan cengkeramannya yang mengarah tangan sebelah kiri dan dengan kecepatan yang luar biasa ia sudah mendahului membalikkan tangan kanannya menotok jalan darah Kie-tie.
Kiang Tjo sudah mengulurkan semua tangannya, untuk menarik kembali sudah tidak ada waktunya lagi maka dengan terpaksa harus menjatuhkan Iagi tangannya ke bawah dan nyerong ke samping tiga tindak.
Biarpun ia bertindak dengan tepat, tidak urung kain bajunya kena tersobek juga dan melayang-layang dibawa angin totokan. Si pengemis sakti berdiri bengong, tidak dapat berkata apa-apa lagi.
Kong Tie Hweeshio dengan baju jubahnya berkibar-kibar maju ke muka.
"Aku masih ingin mencoba untuk menerima pukulan Lembah Merpati."
Han Oe Seng tertawa besar.
"Asal kau orang mau saja, tetap akan kulayaninya," katanya jumawa.
Kong Tie Hweeshio tidak banyak rewel, setelah menarik napas dalam mengumpulkan, kekuatannya, ia mengangkat sebelah tangannya didorong ke arah musuh.
Muka riangnya Han Oe Seng tiba-tiba lenyap dan sebagai gantinya ketegangan yang pertama menguasainya. Sebelah tangannya ditaruh di depan dadanya dan perlahan-lahan maju memapakinya serangan lawan.
Dua tenaga dalam dari dua aliran yang tidak sama ini mulai saling bentur dan mengeluarkan suara yang memekakkan telinga. Dua orang sama-sama tergoncang dan berusaha menenangkan diri lagi.
Kong Tie Hweeshio yang mempunyai latihan tenaga dalam puluhan tahun lamanya, setelah melihat Han Oe Seng dapat mengalahkan orang dengan demikian cepatnya, sudah lantas mengajak mengadu tenaga. Ia menambah lagi kekuatannya, saling susul untuk dapat menjatuhkan lawan.
Muka Han Oe Seng yang tadinya kuning sudah mulai berobah menjadi bersemu merah, semua orang yang menyaksikan sudah menyangka, kemenangan tentu berada di tangan tokoh Siauw-lim-pay.
Kong Tie Hweeshio sendiri juga telah merasa senang melihat tenaganya sang lawan hanya sekuat ini, maka dengan mencurahkan semua tenaganya ia mulai mendorong lagi.
Mendadak dirasakan olehnya tenaganya lenyap dalam seketika dan kekuatan tidak kelihatan telah berbalik menyerangnya. Untuk menyingkir dari tenaga berbalik ini sudah terlambat. Dadanya Kong Tie Hweeshio terasa menjadi sesak dan dipaksa harus mundur beberapa tindak dengan mendapat luka parah di dalam.
Tapi Kong Tie Hweeshio yang mempunyai latihan sempurna, dengan memaksakan darah yang sudah mau keluar dari mulutnya, perlahan-lahan ia mundur balik ke tempatnya lagi.
Kekalahan Kong Tie Hweeshio adalah di luar dugaan semua orang. Para jago dari Dewan Tetuanya masih belum keluar sudah harus menerima kekalahan ini, maka orang merasa kecil hati untuk memenangkannya.
Liu Djin Liong tampak majukan dirinya dan berkata:
"Sekarang sudah waktunya aku Liu Djin Liong mendapat giliran. Diumpamakan kau sudah lelah, boleh suruh orang-orangmu menggantikannya."
Han Oe Seng sebenarnya sudah sedari tadi mengetahui, bahwa di antara demikian banyaknya orang yang memasuki lembahnya, Liu Djin Liong dan si Pendekar Berbaju Ungu lah yang paling sukar untuk dilayani. Setelah ia mengadu tenaga dengan Kong Tie Hweeshio, tangannya memang sudah merasa tidak begitu leluasa seperti tadi. Tapi begitu mendengar beberapa perkataannya Liu Djin Liong, adatnya yang angkuh tidak mau mengganti orang.
"Aku sendiri juga telah cukup melayaninya, untuk apa mengganti orang lagi?" ujarnya sangat sombong.
Muka Liu Djin Liong menjadi berobah juga tapi ia paling tidak suka mengadu mulut, maka dengan sekali gebrak, ia sudah mengeluarkan ilmu pelajaran Sari Pepatah Raja Woo.
"Inilah yang akan kau layani," bentaknya.
Han Oe Seng yang baru saja kegirangan mendapat muka terang karena dengan beruntun telah dapat mengalahkan beberapa orang, sudah menjadi sedikit lengah, dengan seenaknya saja ia menyambuti serangan Liu Djin Liong. Tapi baru saja sampai pada setengah jalan, ia bisa merasakan pukulan ini sangat berbeda dengan yang sudah-sudah, maka ia harus menambah kekuatannya lagi, baru dapat menghindarkannya. Biarpun demikian, hatinya menjadi keder juga dan mengeluh:
"Inilah orangnya yang harus mendapat perhatian penuh."
Ia maju ke depan dengan pesat, dengan jalan mendahului serangannya orang ia memukul berkali-kali.
Liu Djin Liong mengeluarkan suara dari hidung dan betul-betul melayaninya dengan sepenuh tenaga. Kakinya digeser pergi datang, mencari tempat kedudukan menguntungkan dan menggerakkan dua tangannya menyerang ke sana sini. Jika dilihat dari jauh, tangannya seperti telah bertambah beberapa kali lipat jumlahnya berusaha mengurung lawan.
Dua jago bergerak dengan kecepatan yang luar biasa, sebentar saja telah dilewati lebih dari limapuluh jurus.
Perlahan-lahan gerakan mereka mulai menjadi kendor, keadaan telah semakin tegang. Han Oe Seng tiba-tiba melompat tinggi dan mengeluarkan kepalannya yang mengarah batok kepala orang.
Liu Djin Liong menancapkan kedua kakinya kuat-kuat di tanah mengangkat sebelah tangannya menengadah menahan serangan lawan.
Hanya terdengar suara "Bum", tanah yang diinjak Liu Djin Liong mulai retak. Han Oe Seng juga terputar sekali di udara dengan termiring-miring melompat ke samping, dengan sekali menutul tanah untuk kedua kalinya ia melompat lagi ke atas dan tetap mengarah batok kepala musuh.
Liu Djin Liong tidak mau mengalah dan menyingkir dari serangan ini, ia mengangkat lagi tangannya membentur serangan tadi.
Tapi keadaan tetap sama kuat.
Han Oe Seng mulai naik darah betul-betul, matanya merah seperti mau mengeluarkan api melotot keluar, tulangnya berkeretekan seperti bunyi petasan, tangannya diremas-remas dengan gemas dan maju mendekati lawan tangguhnya.
Liu Djin Liong tidak mengerti akan kelakuan lawannya ini yang dapat berbuat gerakan-gerakan seaneh ini, ia juga mengerahkan semua tenaga untuk dikumpulkan menjadi satu dan siap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tidak diduga. Sebentar lagi gebrakan ini sudah akan dapat menentukan kematiannya di antara dua jago yang sedang bertarung......
Mendadak, dari jauh terdengar satu suara siulan panjang yang dapat menggeletarkan sukma semua orang, suara ini lama menggema di angkasa. Seperti seekor burung garuda saja, dari kejauhan melayang-layang seorang yang segera melompat turun di medan pertandingan.
"Berhenti!" bentaknya.
Orang yang datang ternyata adalah Koo San Djie, melihat Han Oe Seng akan menggunakan ilmu Tiga Pukulan Meremukkan Tulang yang ganas, ia cepat-cepat berteriak untuk menghentikannya. Karena ia tahu ilmu Tiga Pukulan Meremukkan Tulang bukan pukulan biasa yang sering digunakan orang. Dengan ilmu ini, biarpun tenaga sang lawan lebih kuat tiga kali lipat dari Han Oe Seng, belum tentu dapat menahannya.
Apa lagi Liu Djin Liong yang hanya menang seketik saja, mana dapat menahan serangan dahsyat ini" Begitu terkena, dengan tidak ampun lagi, tulang-tulangnya akan segera remuk berantakan. Tapi biarpun demikian, si penyerang sendiri, Han Oe Seng juga akan mengalami kerugian tenaga yang tidak sedikit dan lumpuh tidak dapat berjalan untuk sekian lamanya. Maka ilmu ini jika tidak karena terpaksa, tidak mungkin gampang-gampang orang menggunakannya.
Tapi Han Oe Seng yang hanya tahu maju saja demikian tidak melihat segala akibatnya lagi, karena tidak berdaya untuk dapat merobohkan musuh tangguhnya, Liu Djin Liong sudah menjadi nekad dan akan menggunakannya juga. Untung dalam keadaan segenting ini Koo San Djie keburu datang dan mencegah.
Han Oe Seng menjadi batal menyerang dan mengawasi, siapakah orangnya yang berani menghalang-halanginya"
Bukankah Koo San Djie sudah kena perangkap kejeblos dalam lobang rahasia, tapi mengapa ia bisa datang ke situ......"
Ternyata pada waktu Koo San Djie terjatuh ke bawah goa rahasia yang gelap, dengan kecepatan yang melebihi jatuhnya bintang sapu, terus turun ke dasar lobang.
Untung saja ia masih dapat menenangkan pikirannya, kedua tangan digebrakkan ke atas dan mengangkat hawa napasnya, berusaha mengentengkan badan, menghilangkan kecepatan jatuhnya. Setelah samar-samar dapat melihat dasar lobang gelap, ia mulai menekukkan kedua kakinya dan berjumpalitan beberapa kali, melayang turun dengan perlahan-lahan, sehingga dapat menginjak tanah dengan tidak kurang suatu apa.
Kakinya terasa ada menginjak tanah yang basah dan demek, hidungnya dapat mencium bau hawa lapuk yang karena tidak pernah terkena sinar matahari. Keadaan di sekelilingnya tetap gelap gulita. Karena tahu akan adanya binatang beracun yang dapat menyerangnya dengan mendadak, ia sudah segera mengeluarkan Pit Badak Dewanya, dicekal di tangan.
Sewaktu ia mencabut keluar pitnya tadi, mendadak terlihat ada sinar yang keluar dari badannya. Ia mulai merogoh lagi dan ternyata itu ada tanda kebesaran Lembah Merpati yang dapat mengeluarkan sinar.
Untuk meminjam penerangan, ia telah mengeluarkan juga tanda kebesaran Lembah Merpati ini dan mengalungkan di atas lehernya. Dalam sekejapan saja sinar yang guram remang-remang telah menyinari seluruh keadaan di situ.
Goa ini ada merupakan sela-sela dua tebing yang tinggi, dedaunan gunung telah lumutan sehingga membuat tangan yang memeganginya terasa licin sekali. Dan di bawah tanah di antara sela-sela batu kecil terlihat ada beberapa mata air kecil menyelip-nyelip mengalir ke lorong goa yang sempit dan panjang. Entah ke mana lagi menujunya goa yang gelap itu"
Karena ingin mengetahui ke mana menujunya air gunung ini, dengan menggunakan tanda kebesaran Lembah Merpati yang dapat menyinari keadaan di situ, dengan tangan menyekal keras pit wasiatnya ia meneruskan maju ke dalam goa kecil yang gelap.
Setelah berjalan dua lie lebih dari tempat tadi, jalan goa sudah menjadi sukar saja. Masih untung yang ia mempunyai pit wasiat dan dapat membongkar batu-batu penghalang dengan mudah sekali dan berjalan lagi sampai setengah lie Dari sini ia sudah mulai dapat melihat sinar terang matahari yang guram, ternyata ia hampir keluar dari lubang goa itu yang mungkin tidak pernah didatangi manusia.
Ia mulai memperhatikan keadaan di mulut goa dan hatinya mendadak menjadi tergetar juga. Ia ada seperti pernah melihat keadaan yang seperti ini dan pikirannya yang cerdas sebentar saja telah mengingat kembali bahwa di dalam goa inilah ia pernah menemukan si Orang Tua Bertangan Satu dan menguburnya.
Goa ini masih seperti sedia kala, hawa wajah yang welas asih dari si orang tua yang telah lenyap tidak terlihat lagi. Ia bergerak menuju ke arah goa kecil tempat menyimpan mayat si orang tua dan berlutut di sana.
Beberapa saat kemudian......
Perlahan-lahan ia berdiri lagi dan memperhatikan keadaan di situ. Goa ini bukan saja dalam dan panjang, bahkan bukan sedikit juga terdapat goa-goa kecil lagi. Pada hari itu karena ia terburu-buru ingin keluar dari sini, maka setelah mengubur mayat si Orang Tua Bertangan Satu, bersama-sama dengan si Selendang Merah ia terburu-buru keluar untuk mencari jalan menaiki tebing tinggi lagi. Jika ia berlaku sedikit teliti saja, tentu sudah dapat menemukan rahasianya.
Kini ia seperti seorang penyelidik yang telah menjelajah dalam goa. Mendadak pada mulut goa dari salah satu goa kecil ia melihat ada satu tengkorak manusia. Dan di atas batu di sekelilingnya goa kecil ini terdapat banyak sekali tulisan-tulisan dan gambar-gambar.
Orang yang melatih dirinya dalam ilmu silat terhadap segala hal-hal inilah yang paling tertarik. Ia lalu mendekati tanda kebesaran Lembah Merpati itu dan memperhatikannya tulisan dan gambar-gambar dengan seksama sekali.
Dilihatnya di batu yang sebelah kiri ada tergambar gerakan tangan yang semuanya tiga kali tujuh gerakan. Di mana ada tertulis Ilmu Tiga Pukulan Meremukan Tulang dan penjelasan-penjelasannya.
Setelah memperhatikan sekian lamanya, hatinya sudah mulai apal dengan gerakan ini, tapi karena ia menganggap ilmu itu terlalu ganas dan merusak diri sendiri maka ia tidak memperhatikannya lagi.
Ia mulai mengarahkan pandangannya ke sebelah kanan dan di sana juga ada tergambar gerakan-gerakan tangan juga, tapi gerakan-gerakan ini mirip sekali dengan ilmu cengkeraman. Dan di pinggirnya juga tertulis Delapan gerakan tangan panjang.
Dalam hatinya Koo San Djie tertawa sendiri:
"Mengapa Gerakan Tangan Panjang ini juga harus diturunkan kepada orang?"
Tapi sewaktu ia memperhatikannya dengan seksama, ia malah berobah menjadi kaget, karena gerakan-gerakan ini ada terlampau sukar untuk dipahami. Cara dan tujuannya berbeda sekali dengan:gerakan-gerakan yang sering dilihatnya. Biarpun ia hanya terdiri dari delapan gerakan, tapi untuk dapat mempelajarinya lebih memakan waktu dari ilmu pukulan Tiga Pukulan Meremukan Tulang.
Dengan tidak terasa, ia telah menari-nari, mengikuti gerakan-gerakan tadi. setelah ia dapat mempelajari ilmu Delapan Gerakan Tangan Panjang ini, sebenarnya, ia sudah ingin meninggalkan ruangan goa batu itu, mendadak, matanya telah dapat melihat sebaris tulisan yang menceritakan tentang kematian orang yang memiliki ilmu tersebut.
Orang itu mengatakan bahwa karena ia terlalu suka akan keramaian dan menyolong keluar dari Lembah Merpati, perbuatannya ini telah dapat dipergoki oleh ketuanya sehingga menyebabkan ia harus dikurung di dalam goa buangan itu. Karena ia tidak mempunyai suatu ilmu yang dapat disohorkan, maka ia melukiskan dua macam ilmunya yang dapat dipahami di dalam goa buangan yang dinamakan Tiga Pukulan Meremukan Tulang dan ilmu Delapan Gerakan Tangan Panjang, yang dianggap lumayan untuk diturunkan kepada orang lain di belakang hari. Tapi ia mengharapkan agar siapa yang dapat melihat dan mempelajarinya jangan sembarang menggunakan dua ilmu ini untuk menghina atau mengganggu orang.
Baru sekarang Koo San Djie tahu bahwa goa itu adalah tempat tawanan Lembah Merpati.
Mendadak hatinya berpikir:
"Jika benar goa ini menjadi tempat buangan Lembah Merpati, letaknya tentu tidak jauh dari lembah aneh itu, maka tidak sukarlah untuk keluar lagi."
Maka hatinya menjadi besar kembali dan segera mencari-cari jalan keluar.
Setelah ia menerobos sana dan menerobos sini dua hari lamanya, akhirnya berhasil juga ia menemukan jalan keluar. Saking girang, dengan tidak memikirkan suatu apa lagi, ia menggunakan gerakan Awan dan asap lewat di mata, menerjang keluar goa.
Apa mau, baru saja ia keluar dari dalam goa, telah terdengar olehnya satu suara bentakan yang nyaring dari seorang gadis dan merasa adanya satu tangan yang mau mengarah leher baju.
Dalam keadaan yang tidak sempat untuk berpikir lagi, ia menggunakan gerakan Delapan Gerakan Tangan Panjang yang baru saja dipelajari. Ilmu Delapan Gerakan Tangan Panjang ini memang ada luar biasa, biarpun dalam keadaan yang sukar, Koo San Djie masih berhasil menangkap pergelangan si penyerang gelap.
Karena si penyerang tidak menyangka sama sekali sang lawan dapat bergerak sedemikian bagusnya, saking cepatnya gerakan mereka sehingga mereka bertubrukan dan bergumul di tanah.
Ternyata yang telah lama menunggu di luar goa adalah seorang gadis berbaju putih. Melihat orang telah mencekal tangannya dan seperti sengaja si gadis menjadi marah dan menampar pipi si pemuda.
Tamparan itu terdengar nyaring, di pipi kiri Koo San Djie yang putih telah tercetak lima jari merah yang kecil.
"Nona, kenapa kau menampar aku?" tanya Koo San Djie heran.
Si gadis membisu. Tadi karena dalam keadaan marah ia sudah menampar sekenanya saja, sekarang setelah melihat si pemuda seperti bukannya pemuda bangor dan bersikap sopan santun kepadanya, maka ia merasa menyesal atas perbuatannya tadi. Kini ia hanya masam mesem sambil kedua matanya yang jeli bermain.
Dua orang menjadi saling pandang sesaat lamanya tanpa dapat mengeluarkan kata-kata. Yang satu merasa bingung tidak mengerti, dan satunya lagi merasa bersedih karena telah menamparnya. Keadaan ini telah membuat orang yang melihatnya menjadi salah mengerti.
Terdengar suaranya tertawanya seorang nenek yang telah memecah kesunyian.
"Hei, kau orang sedang membuat apa di sini" Tengah mengadu kekuatan mata" Atau sedang......"
Sebenarnya ia sudah mau mengatakan sedang bercumbu-cumbuan, tapi tidak meneruskan katanya lagi.
Si gadis baru seperti tersadar, dengan muka merah ia sudah lantas menubruk ke arah neneknya. Dengan lagak yang aleman sekali ia berkata:
"Aku tidak mau...... Nanek selalu......"


Lembah Merpati Karya Chung Sin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Si nenek mengelus-elus rambut cucunya dan berkata:
"Kapankah nenekmu pernah menghinamu" ...... Eh, dari manakah datangnya pemuda itu?"
Koo San Djie baru sadar bahwa ia sangat gegabah. Dalam keadaan seperti sekarang, masih berada di dalam daerah musuh, mengapa ia berbuat sembarangan saja" Baru saja ia mau meninggalkan tempat itu dan memberi hormatnya kepada si nenek, si nenek telah mendahuluinya berkata dengan perasaan heran:
"Eeeeee......" Si nenek menggape-gapekan tangannya dan berkata:
"Saudara kecil, kau ikut sebentar, aku ingin ajukan beberapa pertanyaan."
Kelakuan si nenek bukan saja telah mengherankan Koo San Djie, bahkan sampai si gadis juga menjadi terlongong-longong.
Entah pertanyaan apa yang akan diajukan oleh si nenek, tapi karena ia telah sampai di situ dan perlu mencari tahu tentang jalan keluar, maka sudah mengikutinya si nenek tadi sehingga sampai di tempatnya satu gubuk yang tua.
Koo San Djie telah memperhatikan keadaan di perjalanan, dilihatnya tempat keluarnya goa pembuangan orang Lembah Merpati itu adalah suatu lembah yang besar sekali. Dikejauhan terlihat banyak rumah, tapi mengapa si nenek telah mengajaknya ke tempat yang sunyi"
Setelah masuk ke dalam gubuk dan menyilahkan Koo San Djie duduk, sambil menunjuk pada tanda kepercayaan Lembah Merpati, si nenek mulai bertanya:
"Saudara kecil, kau mendapatkan barang ini dari mana" Dapatkah kau memperlihatkan sebentar saja?"
Koo San Djie melihat si nenek berkata dengan demikian hormat dan lagi bukanlah seperti orang yang mengandung maksud jahat maka ia segera meloloskan barang yang diminta dari lehernya dan berkata:
"Jika hanya sekedar mau melihat, tentu saja boleh."
Si nenek menyambuti tanda kepercayaan Lembah Merpati tadi dan membolak-balikkannya beberapa kali, diam-diam ia mengerahkan tenaga dalamnya disalurkan pada benda itu. Dari ukiran kedua mata merpati telah mencorot keluar sinar terang yang berkilauan memancar ke seluruh ruangan.
Koo San Djie telah menyimpan tanda kepercayaan ini sekian lama, tapi belum mengetahui bahwa benda itu masih mempunyai khasiat yang demikian hebat, dengan tidak terasa ia telah mengeluarkan pujian.
Setelah si nenek memeriksa dan mendapat kepastian bahwa tanda kepercayaan Lembah Merpati ini tulen, dengan kedua tangannya ia memulangkan kembali kepada Koo San Djie, kemudian menjura dengan sangat hormatnya dan berkata:
"Lie Long Nio di sini memberikan hormat kepada ketua."
Lalu ia membalikkan badan dan berkata kepada si gadis tadi:
"Han Hiong, mengapa tidak lekas memberi hormat kepada ketua?"
Si gadis juga segera memberi hormat dan berkata dengan perlahan:
"Djin Han Hiong di sini memberi hormat kepada ketua."
Koo San Djie menjadi kelabakan menghadapi keadaan yang mendadak ini, dengan tersipu-sipu ia berkata:
"Jangan...... jangan berbuat demikian. Aku masih belum resmi memangku jabatan ketua Lembah Merpati. Dan lagi......"
Sebenarnya ia juga mau mengatakan bahwa ia tidak mengingini jabatan ketua Lembah Merpati, tapi setelah dipikirkannya, percuma saja, di sini ia mengatakan kepada mereka itu, maka ia tidak meneruskan perkataannya lagi.
Setelah menjalankan kehormatannya Lie Long Nio berkata lagi:
"Aku yang rendah memberanikan diri untuk bertanya, siapakah yang telah memberikan tanda kepercayaan Lembah Merpati ini" Dan dengan kedatangannya ketua ini bukankah bermaksud untuk menggantikan jabatan ketua yang sekarang?"
Koo San Djie dengan muka sedih menghela napas dan berkata:
"Jika kalian memang betul mengetahui akan asal usulnya tanda kepercayaan Lembah Merpati, aku juga dapat menceritakan segala kejadian-kejadiannya."
Lalu diceritakan olehnya bagaimana ia bertemu dengan seorang Tua Bertangan Satu dengan jelas sekali.
Lie Long Nio yang mendengarkan sudah mengucurkan air matanya dan berkata:
"Tidak disangka, bajingan itu berani berbuat demikian kejam. Aku bersumpah untuk membalas dendam ini dan menyiarkan kabar ini kepada semua orang Lembah Merpati.
Djin Han Hiong yang mendengar si Orang Tua Bertangan Satu dianiaya oleh Han Oe Seng sampai demikian hebat, ia turut mengucurkan air mata.
Koo San Djie yang tidak tahu akan hubungan mereka ini dengan si Orang Tua Bertangan Satu dan lagi memang mulutnya tidak pandai bicara, sudah tidak tahu dengan cara bagaimana baru dapat menghibur mereka.
Setelah menangis sekian lama, Lie Long Nio baru menyusut air matanya dan menceritakan kepada Koo San Djie tentang duduknya peristiwa.
Ternyata si Orang Tua Bertangan Satu yang bernama Lie Tjiauw Djin adalah saudara kandungnya si nenek Lie Long Nio. Ketua yang sekarang ini Han Oe Seng adalah salah satu pesuruhnya Lie Tjiauw Djin. Karena melihat kepintaran orang she Han itu melebihi orang lain, maka ia telah dicalonkan sebagai ketua muda dan memberikan seluruh kepandaiannya.
Pada sehari di muka, sebelum Han Oe Seng diangkat menjadi ketua. Lie Tjiauw Djin baru dapat melihat bahwa Han Oe Seng mempunyai sifat pembawaan yang tidak bagus dan tidak pantas untuk dijadikan ketua.
Tapi pada waktu itu karena keadaan telah berjalan sedemikian rupa, membuat Lie Tjiauw Djin tidak dapat berbuat suatu apapun.
Karena takut Han Oe Seng berlaku sewenang-wenang setelah menjabat ketua, Lie Tjiauw Djin sudah segera membuat tanda kepercayaan yang palsu untuk diserahkan kepadanya dan menyimpan tanda kepercayaan yang asli.
Betul saja, setelah Han Oe Seng menjadi ketua, terhadap segala urusan ia selalu bertindak dengan semau-maunya saja tidak berunding lagi dengan para anggota Dewan Tetua. Lie Tjiauw Djin sebagai salah satu anggotanya para Dewan Tetua sudah sering memberi peringatan. Justru inilah yang telah menimbulkan niatan untuk menyingkirkan orang tua ini, sehingga berakhir dengan kematiannya di dalam goa buangan yang dua kali ditemuinya oleh Koo San Djie.
Sebenarnya para anggota Dewan Tetua lainnya juga sudah mecurigai hilangnya Lie Tjiauw Djin adalah perbuatan Han Oe Seng, tapi karena tidak mendapatkan bukti yang nyata, maka tidak dapat berbuat suatu apa.
Lie Tjiauw Djin tidak mempunyai anak istri, hanya mempunyai satu adik perempuan, ialah si nenek Lie Long Nio yang tugasnya di tempat yang sepi ini untuk menjaga goa yang tidak ada artinya sama sekali.
Sampai di sini Koo San Djie baru tahu akan hubungan si Orang Tua Bertangan Satu Lie Tjiauw Djin dengan si nenek ini. Maka ia juga sudah menceritakan tentang kejahatannya orang Lembah Merpati belakangan ini dan menjelaskan juga akan maksud kedatangannya ke situ untuk membongkar kejahatan Han Oe Seng kepada semua orang Lembah Merpati.
Lie Long Nio memanggutkan kepalanya dan berkata:
"Begini saja baiknya, kau tinggal dulu di sini untuk beberapa waktu, menunggu kawan-kawanmu. Dengan kepandaian Han Oe Seng yang memang tinggi sekali, kawan-kawanmu itu masih belum tentu dapat memenangkannya. Ada baiknya juga kau mempelajari ilmu silat Lembah Merpati dulu di sini dan menunggu saat bergeraknya."
Koo San Djie kelihatan berpikir, kemudian berkata:
"Untuk tinggal di sini memang tidak menjadi soal, tapi aku takut yang kawan-kawanku itu nanti harus menunggu terlalu lama."
Djin Han Hiong nyeletuk: "Kawan-kawanmu itu jika tidak berhasil menemuimu tentu juga dapat memasuki ke dalam Lembah Merpati sendiri. Mengapa harus sama-sama."
Koo San Djie berkata: "Aku telah berjanji kepada mereka," kata Koo San Djie, "Mana dapat tidak menemuinya" Tapi karena sekarang juga masih belum sampai pada waktunya aku bersedia tinggal di sini sampai pada saatnya aku menemui mereka."
Demikianlah ia telah mengambil keputusan.
Koo San Djie memang ada niatan untuk mencari suatu tempat yang dapat digunakan untuk melatih kepandaiannya yang baru, yang kebetulan sekali mendapat ajakannya si nenek dan sang cucu. Dan dengan tinggal diam di dalam Lembah Merpati ini ia juga dapat sewaktu-waktu mengetahui, apa yang telah terjadi.
Setiap hari, ia bersemedi dan melatih dengan sungguh-sungguh kepandaian barunya.
Tidak percuma si Orang Tua Bertangan Satu Lie Tjiauw Djin yang telah memberi kepadanya itu kitab Kutu Buku yang menjadi sari pelajaran Lembah Merpati. Koo San Djie dengan tekun betul-betul mempelajari dengan teliti sekali.
Lie Long Nio sebagai salah satu orang Lembah Merpati sudah tentu saja mempunyai dasar kepandaian ini, maka sering juga ia memberi petunjuk-petunjuknya yang berharga.
Si gadis yang bernama Djin Han Hiong juga mempunyai kepandaian yang dapat dipelajarinya dari neneknya, telah lama ia tinggal dengan sang nenek Lie Long Nio ini berdua saja. Karena semua orang tahu bahwa mereka ini adalah orang-orang yang tidak disukai oleh ketua barunya, maka tidak ada satu orang yang berani mendekatinya. Maka biarpun sudah menjadi gadis, Djin Han Hiong tidak pernah mempunyai seorang kawan main, apa lagi seorang pemuda.
Pada itu waktu Koo San Djie yang baru saja melayang keluar dari dalam goa, dengan tidak disengaja telah menarik tangannya sehingga mengakibatkan ia menamparnya, telah menjadikan satu kenang-kenangan baginya. Apa lagi setelah si pemuda yang mendapat tamparannya masih tetap tidak marah kepadanya, sikap Koo San Djie itu telah memberi kesan baik.
Belakangan, setelah mengetahui bahwa anak muda ini mempunyai tanda kepercayaan Lembah Merpati yang berarti menjadi calon ketuanya telah menganggap pemuda itu sebagai orang sendiri.
Apa lagi setelah mengetahui Koo San Djie melulusi permintaannya mereka untuk tinggal di sini dan melihat bagaimana caranya si pemuda mempelajari kepandaiannya dengan sungguh-sungguh hati, telah membuat hatinya menjadi semakin tertarik.
Lama kelamaan di antara kedua pemuda dan pemudi itu telah terjalin suatu perhubungan yang mesra.
Koo San Djie telah menyerahkan hatinya kepada Ong Hoe Tjoe, masih tidak mengapa menghadapi sifat opennya gadis Lembah Merpati ini, tapi tidak demikian dengan perasaan Djin Han Hiong yang baru pertama kali mengalaminya, semakin lama sudah membuat ia menjadi semakin tertarik.
Lie Long Nio bermata tajam, mana tidak dapat melihat keadaan cucunya ini, tapi memang maksudnya juga demikian, maka ia hanya berlaga pilon saja dengan menutup kuping dan mata.
Inilah suatu kesalahan baginya, sebab jika Lie Long Nio dengan terus terang segera menanyakan kepada Koo San Djie, tidak sampai terjadi keadaan yang membuat luka hati cucu luarnya sendiri.
Koo San Djie telah mencurahkan semua pikirannya ke dalam pelajarannya, ia menjadi lupa akan segalanya, hingga perhatiannya Djin Han Hiong yang dicurahkan kepadanya hampir tidak diambil perduli sama sekali.
Pada suatu malam, tepat jam tiga pagi, Koo San Djie seperti baru mendapatkan ilham akan ilmu kepandaiannya dan bangun dari tempat tidurnya, dengan berindap-indap ia menuju ke pekarangannya belakang melatih diri.
Si Selendang Merah dapat menggunakan senjata selendangnya dengan sesukanya, ia juga ingin mencoba-coba menggunakan tenaga dalamnya untuk meniru.
Begitu berpikir, segera juga ia mengerahkan tangan dan kakinya menari-nari. Jerijinya dikeraskan dan mengumpulkan semua tenaga mengarah ke jurusan salah satu pohon kecil di hadapannya dan dalam khayalnya telah menggunakan hawa dirinya melilit pohon itu sampai tiga putaran, dengan perlahan-lahan ia menarik kembali tenaganya dan betul saja pohon tadi telah menjadi bergoyang-goyang.
24.54. Kelihayan Ilmu Silat Kutu Buku
Tiba-tiba, sekali gus, ia menarik semua tenaganya dan "Brak", pohon tadi telah menjadi roboh di hadapannya.
Ia mendehem sekali lagi dan melepaskan hawa tenaganya keluar mendorong pohon yang telah roboh tadi sampai terbongkar dengan akar-akarnya terbang menjauhinya......
Ia ingin mengetahui, sampai di mana kekuatan dirinya yang telah dilatih terus-terusan ini. Setelah pohon tadi terlempar lebih dari limapuluh tombak, dengan sekali bentak, ia menunjukkan dua jarinya ke arah sana dan dua hawa tenaga yang tidak terlihat seperti rantai saja telah melilit pohon itu lagi. Hawa tenaga begitu terasa mengenai pohon, dengan menekuk sedikit jarinya, pohon itu seperti di angkat tangan setan saja telah kembali ke hadapannya lagi.
Setelah beberapa kali menjajal dengan hasil yang memuaskan, hatinya menjadi sangat girang, karena kini ia telah mulai menaiki tarap yang tertinggi. Baru sekarang ia betul-betul memuji pelajaran Lembah Merpati yang tertulis dalam kitab Kutu Bukunya. Hanya satu pelajaran ini saja telah cukup untuk memakan waktu seumur hidupnya orang.
Ia mulai duduk bersila di salah satu batu besar, sambil memeramkan kedua matanya ia mulai mengingat-ingat kembali pelajaran-pelajaran yang baru.
Mendadak, di belakangnya terasa ada suara orang lain yang bernapas, dengan tidak membalikkan badannya lagi dua jarinya telah ditekuk ke belakang mengarah di mana suara napas orang tadi, dan dua aliran tenaga yang tidak terlihat berbunyi menembus dedaunan langsung mengarah orang yang baru datang.
Terasa ia telah dapat menyentuh satu benda yang lembek yang disangkanya tentu sebangsa binatang malam yang sedang berkeliaran di waktu malam hari. Maka dengan mengentengkan tenaganya ia menarik kembali dua jarinya tadi.
Hanya terdengar satu suara jeritan yang nyaring, satu tubuh yang langsing tertarik olehnya terbang menubruknya.
Orang yang datang ternyata adalah Djin Han Hiong!
Inilah suatu hal yang tidak dapat disangka-sangkanya, bukannya ia ingin mempertontonkan kepandaiannya, karena baru saja ia sedang memikir-mikirkan kepandaian barunya ini, maka dengan tidak terasa ia telah mengangkat tangannya dan mengeluarkan ilmunya.
Djin Han Hiong yang terjatuh ke arahnya Koo San Djie, setelah dapat menutulkan kakinya di atas tanah, dengan tangan mengurut dada berkata:
"Hei, kepandaian apakah yang baru kau pelajari" Seperti ilmu hitam saja yang dapat menangkap orang dari jarak yang sejauh itu. Hampir saja membuat aku mati karena takut."
Setelah berkata, dengan lagak yang menarik ia tertawa.
Koo San Djie yang merasa tidak pantas ia berbuat demikian, dengan rasa menyesal ia berkata:
"Aku sebenarnya tidak mengetahui bahwa nona yang datang, maka kesalahan tangan, harap nona sudi memaafkan."
Djin Han Hiong menjebikan mulutnya dan betkata:
"Hmmm......! Apa kau kira betul-betul dapat menangkapku dengan kepandaianmu itu tadi" Aku hanya sengaja saja membiarkan tertangkap olehmu karena ingin melihat sampai di mana kemajuanmu sampai sekarang ini."
Koo San Djie seperti orang yang membentur batu saja terdiam bengong. Ia menyangka bahwa perkataan tadi telah menyinggung hati si nona, maka dengan mencoba menambal kesalahannya ia berkata:
"Atas perhatianmu terhadap kemajuanku ini, aku harus menghaturkan banyak terima kasih. Entah harus cara bagaimana aku dapat membalasnya?"
Djin Han Hiong dengan penuh perhatian berkata:
"Mengapa pada waktu malam begini kau masih terus melatih diri" Lekaslah kau tidur kembali agar jangan sampai dapat menganggu kesehatan dirimu."
Koo San Djie tiba-tiba membuka kedua matanya besar-besar dan membentak:
"Siapa?" Badannya melompat melesat melewati pepohonan yang rendah menuju ke arah belakangnya satu pohon besar.
"Brakkk......" terdengar suara jatuhnya pohon besar itu terkena serangan Koo San Djie. Daun-daun beterbangan mengikuti robohnya pohon tadi.
Dibarengi oleh satu suara tertawa dingin, dari mana terlihat satu bayangan hitam yang telah melompat kesalah satu batu.
Sambil menunjuk ke arah Koo San Djie bayangan hitam itu berkata:
"Dari mana datangnya manusia liar ini yang berani sembarangan memasuki Lembah Merpati?"
Djin Han Hiong dengan napas memburu telah menyelak di antara mereka berdua dan berkata:
"Ia adalah tamu di rumah kami yang bernama Koo......."
Tapi si bayangan hitam tadi dengan tidak mau mengerti telah memutuskan penjelasan Djin Han Hiong:
"Berani sembarangan memasukkan orang luar ke dalam Lembah Merpati, menurut peraturan lembah dapat dihukum mati. Apa kau masih ada muka untuk berkata denganku?"
Sambil menunjuk Koo San Djie lagi ia berkata:
"Dengan mengandalkan tenaga siapa sehingga kau berani memasuki lembah ini?"
Djin Han Hiong yang melihat saudara misannya sedemikian galaknya terhadap sang tamu sudah menjadi hampir menangis. Dengan terputus-putus ia berkata:
"Kau...... kau berani......"
Koo San Djie yang tahu dirinya dalam mulut harimau sudah bersedia mau membereskannya, tapi setelah mengetahui akan hubungannya orang ini dengan Djin Han Hiong, ia menjadi membatalkan niatannya dan berdiri menjublek karena tidak tahu harus berbuat bagaimana.
Orang yang baru datang tadi melihat Koo San Djie tidak menyahut sudah menyangka bahwa orang ini tentu sudah menjadi takut karenanya. Maka dengan galak ia berkata pula:
"Mengapa kau tidak bicara" Apa kau telah menjadi takut sendiri" Jika kau mau berlutut di hadapanku, mungkin juga aku dapat mengampunimu."
Orang ini adalah cucu keponakan si Orang Tua Bertangan Satu Lie Tjiauw Djin, karena perbuatannya yang tidak senonoh dan sering mendapat comelan sehingga membenci juga kepada sang paman.
Setelah Lie Tjiauw Djin lenyap dengan tidak berbekas dari Lembah Merpati, ia menganggap dirinya sebagai cucu keponakan satu-satunya dari si orang tua sudah tentu akan dapat meneruskan jabatannya. Tapi tidak disangka-sangka sang paman tidak meninggalkan apa-apa. Maka ia sudah membenci Lie Tjiauw Djin dan sanak keluarganya termasuk juga Lie Long Nio dan Djin Han Hiong ini.
Belum pernah ia memberi hormat kepada famili yang lebih tua, Lie Long Nio, tapi belakangan ini ia melihat Djin Han Hiong semakin lama sudah menjadi semakin cantik saja, hatinya menjadi tergerak dan sering-sering datang ke sana dengan bermacam-macam alasan.
Djin Han Hiong melihat tingkah lakunya si saudara misan yang bernama Lie Kee Kiok ini selalu mendapat celaan orang sudah tentu saja ia tidak menyukainya. Belum pernah ia mau melayaninya bicara, maka telah lama juga Lie Kee Kiok tidak berani menemuinya. Tapi tidak disangka pada malam hari itu ia datang ke situ, entah apa lagi maksud busuknya"
Lie Kee Kiok yang melihat orang yang menjadi impiannya sedang bercakap-cakap dengan pemuda yang belum pernah dilihatnya, sudah tentu saja menjadi naik darah, maka ia menghina Koo San Djie. Apa lagi setelah melihat Koo San Djie tidak pernah membantah caci makinya, membuat ia lebih sombong lagi.
Koo San Djie juga bukan orang yang mudah dihina, ia mengalah kepada Lie Kee Kiok ini karena memandang muka Lie Long Nio dan Djin Han Hiong. Tapi melihat orang ini keliwat tengik, hawa amarahnya sudah dibikin naik ke atas kepala juga. Maka dengan tertawa dingin ia berkata:
"Ada apa yang kau sombongkan" Jika bukan memandang muka keluargamu, siang-siang aku sudah kasih hajaran. Jangan lagi orang semacam kau, biarpun ketua lembah datang sendiri juga masih tidak kutakuti."
Lie Kee Kiok mendengar Koo San Djie berani omong besar, menjadi marah sekali. Sambil membentak keras ia berkata:
"Akan kujatuhkan dulu kau si pemuda liar baru membikin perhitungan dengan mereka!"
Dari atas batu yang diinjaknya tadi ia melompat dan menyerang kepada Koo San Djie.
Koo San Djie yang membenci orang ini sudah tidak memberi ampun lagi. Tanpa bergerak lagi dari tempat berdirinya sudah menangkis serangan Lie Kee Kiok.
Dengan kecepatan yang luar biasa ia telah dapat mencekal pergelangan Lie Kee Kiok yang tadinya begitu galak.
Sekarang giliran Koo San Djie yang mengejeknya:
"Masih ada apa lagi kepandaianmu yang dapat dibanggakan?"
Lie Kee Kiok yang pergelangannya telah dapat dicekal orang tidak dapat berbuat suatu apa, Koo San Djie begitu menggerakkan sedikit tenaganya sudah membuat ia mandi keringat dingin. Dengan setengah merintih ia berkata:
"Aduh, aduh..... sakit!"
Baru saja Koo San Djie mau mengejeknya lagi, mendadak dari belakang telah terdengar suara memohon Lie Long Nio:
"Saudara kecil harap suka melepaskannya."
Koo San Djie tidak enak hati mendengar Lie Long Nio sudah berkata demikian, maka ia segera melepaskan cekalannya dan berkata kepada Lie Kee Kiok:
"Hari ini masih beruntung bagimu."
Lie Kee Kiok yang telah dilepaskan bukannya berterima kasih kepada Lie Long Nio, malah menjadi marah-marah. Dengan galak ia berkata:
"Bagus sekali nyalimu, berani mengundang masuk orang dari luar Lembah Merpati. Apakah kau tahu hukumannya atas kelancanganmu ini?"
Lie Long Nio dengan membanting-banting kaki berkata marah:
"Kurang ajar. Kau berani mencampuri urusanku?"
Lie Kee Kiok mendadak berubah muka galaknya dan berkata:
"Bukannya aku yang mau mengurusnya, inilah perintah ketua yang telah menyuruhku untuk memeriksa ke seluruh lembah, karena belakangan ini Lembah Merpati telah kedatangan banyak sekali orang luar yang tangguh-tangguh dan mencegah agar jangan sampai mereka dapat merembes masuk lagi."
Setelah berkata Lie Kee Kiok memutarkan mata tikusnya ke arah Koo San Djie dan Djin Han Hiong serta mencoba tertawa-tawa.
Lie Long Nio dengan menghela napas berkata:
"Sebetulnya saudara kecil ini juga bukannya orang luar. Mari masuk dulu ke dalam agar aku dapat memberitahukannya."
Setelah mereka berempat masuk ke dalam gubuknya Lie Long Nio, dengan tidak sabaran Lie Kee Kiok berkata:
"Sebenarnya dari manakah datangnya bocah angon ini?"
"Mari kuperkenalkan kepadamu," kata Lie Long Nio. "Inilah Koo San Djie yang akan menggantikan jabatan kakekmu Lie Tjiauw Djin sebagai ketua Lembah Merpati. Ia datang kemari telah mendapat perintah dari kakekmu yang telah meninggal dunia itu."
"Apa betul demikian adanya?" Lie Kee Kiok seperti tidak percaya.
Lie Kee Kiok hampir saja menjadi pingsan mendengar kabar buruk baginya ini. Tempo hari ketika jabatan ketua Lembah Merpati jatuh pada Han Oe Seng sudah sangat menyesal sekali, kenapa jabatan ketua itu tidak jatuh ke dalam tangannya" Tapi biarpun demikian ia masih mengharapkan Han Oe Seng dapat menurunkan jabatan ketua ini kepadanya, maka ia sudah berusaha mengambil hatinya sang ketua.
Sekarang ia mendengar Lie Long Nio mengatakan bahwa pemuda liar ini akan menggantikan kedudukan Han Oe Seng. Bagaimana ia tidak menjadi kaget" Sambil menggeleng-gelengkan kepala ia berkata:
"Mana mungkin. Biarpun kakek sendiri yang datang kemari juga masih tidak dapat menggantikannya lagi. Dengan bukti apa ia ini dapat menggantikan kedudukan ketua?"
Djin Han Hiong mengeluarkan suara dari hidung:
"Apa kau tahu bahwa orang ini ada mempunyai tanda kepercayaan Lembah Merpati?"
Lie Kee Kiok menjadi heran:
"Dari mana lagi tanda kepercayaan Lembah Merpati" Apa bukannya tanda palsu belaka?" demikian tanyanya.
"Nenek telah memeriksanya dan betul itu adalah barang asli," jawab Djin Han Hiong.
Lie Kee Kiok dengan laga seperti yang ketakutan bertanya lagi:
"Bolehkah beri aku melihat sebentar?"
Koo San Djie baru mau mengeluarkan benda ini, keburu dicegah oleh Lie Long Nio, katanya:
"Tidak usah. Nanti saja masih ada kesempatan untuk melihatnya."
Lie Kee Kiok seperti kehilangan harapan, dengan segera ia membalikkan badannya dan lari keluar gubuk. Sebentar saja bayangannya telah lenyap dari pemandangan.
Djin Han Hiong dengan membanting-banting kaki berkata:
"Nenek mengapa membiarkan saja ia menyingkir dari sini" Sudah tentu ia akan memberitahukannya kepada Han Oe Seng."
Lie Long Nio tertawa tergelak:
"Apa kau kira nenekmu takut kepada Han Oe Seng" Ia hanya menjabat ketua Lembah Merpati dengan mengandalkan tanda kepercayaan yang palsu. Sekarang sudah terang tanda kepercayaan yang asli berada di sini, mana nenekmu takut kepadanya" Jika kubongkar rahasia ini, topi kebesarannya sudah akan segera dicopot dari kepalanya."
Lalu ia meninggalkan dua anak muda berada berduaan.
Djin Han Hiong tiba-tiba mengerutkan kedua alisnya yang lentik.
"Mengapa sampai hari ini kawan-kawanmu itu sih belum datang juga?" tanyanya.
"Entahlah," jawab Koo San Djie, "Terpaksa harus aku pergi sendiri. Maksud kedatanganku kemari hanya ingin menghilangkan penasarannya kakekmu yang telah tersiksa dan menyingkirkan orang-orang yang sudah merusak namanya Lembah Merpati. Tentang jabatan ketua itu aku tidak mengharap sama sekali."
Djin Han Hiong dengan heran bertanya:
"Mengapa kau tidak menghendaki jabatan ketua itu?"
Koo San Djie menggeleng-gelengkan kepala.
"Nantipun kau dapat mengetahuinya sendiri......"
Djin Han Hiong mendadak berteriak memotong pembicaraan:
"Oh, Nenek telah kembali lagi."
Dengan berkelebatnya sesosok bayangan, Lie Long Nio telah kembali lagi masuk ke dalam gubuk dan berkata kepada mereka:
"Han Oe Seng katanya telah mengundang banyak orang masuk ke dalam Lembah Merpati dan diajaknya bertanding mengadu kepandaian di Hong-hong-theng. Lekas kau pergi tidur dan esok pagi kita pergi ke sana untuk menyaksikan pertandingan itu."
Bende Mataram 33 Keris Pusaka Nogopasung Karya Kho Ping Hoo Kisah Sepasang Rajawali 1
^