Pencarian

Lembah Nirmala 23

Lembah Nirmala Karya Khu Lung Bagian 23


"Saudara Lam, aku sudah membeli banyak hidangan, bila kau berminat akan kucarikan berapa
kati arak" Siapa tahu suasana dalam kamar tetap sepi dan sama sekali tak terdengar suara jawaban ia
melangkah masuk kamar, namun kamar itu kosong dan tak nampak seorang manusiapun.
Kim Thi sia mengira Lam wi sedang pergi kekamar kecil, diapun menghidangkan sayur yang
dibeli keatas meja, lalu menanti rekannya kembali.
Siapa tahu tunggu punya tunggu Lam wi tak nampak muncul kembali bahkan hingga malam
menjelang tibapun bayangan tubuh Lam wi masih tak nampak muncul kembali. Kim Thi sia mulai
gelisah, pikirnya: "Jangan-jangan ia sudah tertimpa musibah atau suatu kejadian yang tak diinginkan" Kalau
tidak- mengapa kini belum muncul kembali?"
Sampai keesokan harinya, Lam wi belum juga nampak muncul kembali, dalam keadaan begini
Kim Thi sia segera membereskan rekening kamarnya, dan berjalan menelusuri jalanan kota.
Entah berapa lama sudah dia berjalan menelusuri setiap sudut kota, ketika tengah hari
menjelang tiba dan udara terasa panas, diapun memasuki sebuah rumah makan dan memesan
berapa macam sayur. Sementara dia masih bersantap. mendadak dari meja samping terdengar seseorang berkata:
"Saudara sekalian jangan minum kelewat banyak. kalau sampai mabuk kau tak bisa bangun
lagi. Kita bisa berabe, ingat malam nanti kita masih ada tugas penting."
"Lotoa, kau jangan ribut melulu" terdengar seorang yang lain berteriak. "Bicara soal akal
muslihat mungkin aku simacan kumbang bukan tandinganmu, tapi soal takaran minum arak, aku
masih jauh lebih hebat ketimbang dirimu." Ucapan tersebut segera didukung oleh beberapa orang
rekan lainnya. Terdengar orang pertama tadi berkata lagi:
"Pangcu telah menginstruksikan kepada seluruh kantor cabang agar tingkatkan kewaspadaan,
sebab bila urusan malam nanti sampai menemui kegagalan, maka perkumpulan kita tak bisa
menancapkan kaki lagi didalam dunia persilatan-"
"Mengapa sih pangcu mesti bersikap tegang seperti ini?" teriak seorang yang lain tak puas.
"Toh dalam peristiwa beberapa hari berselang perkumpulan kita sama sekali tak dipecundangi
musuh." Seorang lagi berteriak:
"Lau hiocu, kau tak usah menempel emas diwajah sendiri, orangnya toh sudah ditolong musuh,
apakah peristiwa semacam ini bukan suatu musibah buat kita?"
Kim Thi sia yang mencuri dengar pembicaraan tersebut segera merasakan semangatnya
berkobar kembali, segera pikirnya:
"Bersusah payah aku melacak jejak mereka, akhirnya kuperoleh secara begini gampang."
Maka diapun segera memusatkan seluruh perhatian untuk mencuri dengar lebih jauh.
Sementara itu Lau hiocu telah berkata lagi:
"Apa artinya orang tersebut ditolong mereka" Toh malam nanti sibocah perempuan tersebut tak
akan lolos dari tangan kita. Apalagi dalam keadaan peristiwa kemarin dulu, banyak sekali jago-jago
kenamaan dari dunia persilatan yang menderita kekalahan total serta melarikan diri terbirit-birit"
"Betul, perkumpulan cahaya emas yang pengaruhnya menyebar sampai lima propinsi diutara
pun tak mampu berbuat banyak terhadap kita, buktinya thamcu naga harimau hidup, hidup,
Sedang ciu tong kongcu untung berilmu tinggi dan cepat merasakan gelagat tidak menguntungkan
sehingga bisa kabur secepatnya, yang lain nyatanya toh menjadi korban diujung golok kita."
seorang yang lain segera menyambung pula:
"Sipukulan sakti tanpa bayangan juga bukan manusia yang luar biasa, apalagi putri
kesayangannya itu benar-benar seorang gentong nasi yang tak berguna, kini tak berhasil
ditemukan hampir saja nyawanya hilang ditangan pihak kita"
"Aku dengan pang cu telah beradu pukulan tiga kali dengan sipukulan sakti tanpa bayangan-
Tidak ringan luka yang dideritanya" kata seseorang dengan nada kuatir.
"Bagaimana keadaannya sekarang?"
"Luka pangcu tidak seberapa hebat, hey kau jangan bicara sembarangan diluaran- Bisa
merusak martabat ketua kita" tegur orang pertama tadi dengan suara lengking. Kemudian setelah
berhenti sejenak ia berkata lagi:
"Yang hebat adalah murid si Malaikat pukulan, dialah yang berhasil menyelamatkan jiwa Yu
Kiem" "Huuuuuu, apanya yang hebat dnegan sipelajar bermata sakti itu" coba kalau jagoan kita cukup
banyak jumlahnya, tak mungkin dia akan berhasil menyelamatkan perempuan tersebut."
"Tapi aku rasa yang paling hebat adalah Kim Thi sia, setelah terperangkap oleh alat jebakan
kita, ia masih mampu melukai enam orang hiocu kita sebelum melarikan diri, menurut laporan dari
pihak kantor cabang, konon dia belum pergi jauh, masih berada disekitar tempat ini."
Kim Thi sia yang mendengar pembicaraan tersebut, diam-diam menjadi kegelian-
Mendadak terdengar suara kegaduhan dari ruang samping, lalu terdengar suara seorang asing
berseru: "Hey, rupanya kalian sedang mencari kenikmatan dengan bersembunyi disini, aku jadi repot
semalaman-......." "Song hiocu, Tan hiocu apakah terjadi suatu peristiwa besar dimarkas kita?" tanya orang yang
pertama tadi dengan suara melengking.
"Aku sedang lapar nih, kita bersantap dulu sebelum berbicara" sahut orang itu lantang.
Menyusul kemudian terdengar suara orang yang bersantap dengan rakusnya. Beberapa saat
kemudian baru terdengar seseorang bertanya:
"Song hiocu, pertunjukan apakah yang sedang berlansung dimarkas besar kita" Tanganku
sudah mulai gatal." "Tak ada gunanya kau ikut keramaian dimarkas besar, bila tanganmu sudah gatal, lebih baik
pulang kerumah sana untuk menggerayangi tubuh binimu"
"Hey si pipi licin, kau jangan menghina toayamu, kemarin dulu toaya mampu membunuh empat
orang jagoan lihay dari perkumpulan cahaya emas"
"Bukan aku memandang rendah kalian, maksudku dimarkas besar kita telah dilengkapi dengan
pelbagai alat jebakan yang sangat hebat, jangan lagi orang lain tak mampu menyusup masuk
kedalam. Biar orang sendiripun tak berani berjalan sembarangan disana, lantas buat apa kita mesti
bersusah payah untuk kesitu?"
"Hey toako, jangan sesumbar dulu kalau mau bicara" seru orang yang dipanggil Song hiocu
dengan suara keras. "Bukankah kemarin dulu kita sudah kehilangan muka?"
"Apakah sipukulan sakti tanpa bayangan telah muncul kembali?" terdengar orang yang bicara
pertama tadi bertanya dengan suara melengking. "Ehmmm........situa b angka itu memang tak
mudah dihadapi, putranya sudah kita lukai. Aku lihat perselisihan ini tak akan berakhir dengan
begitu saja. Bila kita bersua lagi dengan situa bangka tersebut dikemudian hari, kita semua harus
bertindak lebih berhati-hati." Song hiocu segera mendehem beberapa kali lalu katanya:
"Seandainya situa bangka itu yang datang lagi, kita tak akan kehilangan muka"
"Kalau bukan sipukulan sakti tanpa bayangan, siapa lagi yang memiliki keberanian serta
kemampuan semacam itu?"
"Jangan-jangan sipelajar bermata sakti?"
"Jangan-jangan sembilan pedang dari dunia persilatan?"
Mendadak terdengar slorang asing itu berseru:
"Saudara sekalian, jangan menebak secara sembarangan"
"orang itu tentu Kim Thi sia" seru slorang pertama dengan suara melengking.
Kim Thi sia yang menyadap pembicaraan tersebut hampir saja tertawa tergelak saking gelinya.
"Lotoa, dugaanmu sudah hampir benar." ujar Song hiocu.
"Jadi orang itu bukan Kim Thi sia?" agaknya sisuara lengking tak percaya kalau dugaannya
meleset. "Sesungguhnya orang itu bukan manusia yang punya nama didalam dunia persilatan-" Song
hiocu menerangkan agak kurang sabar.
"Song hiocu" sela si suara asing itu cepat. "Darimana kau bisa tahu kalau sipendatang semalam
bukan manusia yang punya nama?"
"Hmmm, kalau aku tidak tahu, memangnya kau tahu?" Melihat terjadi percekcokan, buru-buru
si suara melengking menukas.
"Tan hiocu, kalau toh kau sudah tahu, cepatlah katakan agar kita semua turun mengetahuinya .
" Tah hiocu mendehem berapa kali seperti hendak menjernihkan suaranya, lalu baru sahutnya:
"Baiklah, kita sebagai sesama saudara sendiri memang tak salahnya untuk bicara terang, cuma
kalian jangan sembarangan bicara diluaran-"
"Tentu saja, tentu saja" sahut orang cepat-cepat. Tan hiocu segera berkata lebih jauh:
"orang yang datang semalam adalah sibocah keparat macam perempuan yang datang bersama
Kim Thi sia tempo hari itu."
"Huuuh, rupanya siprajurit tak bernama itu" seru Song hiocu.
"song hiocu" seru Tan hiocu cepat. "Kalau tak tahu jelas lebih baik jangan sembarangan bicara,
darimana kau tahu kalau dia adalah seorang prajurit tak bernama?"
"Kalau bukan prajurit tak bernama mengapa aku tak kenal?"
"Song hiocu, tidak mengenal orang atau orang yang tak mengenal dirimu" Tahukah kau siapa
orang tersebut?" Melihat terjadi percekcokan lagi, sisuara lengking cepat-cepat mengalihkan pembicaraan,
serunya: "Mari, mari, mari kita keringkan secawan arak lebih dulu."
Setelah meneguk arak. suasanapun jauh lebih mereda, Tan hiocu pun melanjutkan kembali
keterangannya. "Lebih baik aku terangkan saja kepada kalian-" Bicara sampai disini, diapun merendahkan
suaranya. Untuk bisa mendengar lebih jelas terpaksa Kim Thi sia harus menempelkan telinganya diatas
dinding. Terdengar Tan hiocu berkata lebih jauh:
"Semalam, entah dari mana datangnya bocah keparat tersebut ternyata ia berhasil menyusup
kedalam markas besar kita serta melukai beberapa orang hiocu dengan jarum emasnya sebelum
pergi dia meninggalkan sepucuk surat. Konon pangcu menjadi tak tenang sehabis membaca
tulisan-" "Eeeeeh, siapa yang mengetahui pula tentang cerita ini.......?" sela Song hiocu.
"Song hiocu" si suara lengking segera napsu. "Lebih baik biar Tan hiocu menerangkan lebih
jauh." "Yaa, yaaa. Tan hiocu, lanjutkan ceritamu......" buru-buru semua orang berteriak.
Melihat hal ini, Tan hiocu pun melanjutkan kembali kata-katanya, ia berkata:
"Ternyata bocah keparat itu adalah anak buah siraja langit berlengan delapan, dia datang
dengan membawa kartu undangan dari siraja langit bertangan delapan- Apa isi surat tersebut
tidak begitu kutahu, tapi aku tak tahu dnegan fakta bahwa pikiran dan perasaan pangcu menjadi
sangat tak tenang" Untuk berapa saat lamanya suasana menjadi hening, sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun.
Sampai lama kemudian-.......
Si suara lengking baru berkata:
"dalam setengah bulan belakangan ini, Raja langit berlengan delapan sigembong iblis ini sudah
banyak melakukan perbuatan yang menggemparkan dunia persilatan- Aku dengar anak buahnya
yang disebut Lima naga satu burung hong sering kali melakukan keonaran dimana- mana, entah
apa yang menjadi maksud dan tujuan mereka yang sesungguhnya?"
"Kalau begitu bocah keparat yang datang semalam adalah.......Lima naga burung hong
tersebut?" Ketika mengucapkan kata yang terakhir, kedengaran sekali nada suaranya menjadi kurang
leluasa. Waktu itu Kim Thi sia sudah lupa untuk bersantap. apalagi saat ini, dia memasang telinga
dengan lebih seksama lagi.
Terdengar Tan hiocu berkata lagi setelah termenung sebentar:
"Aku rasa bukan burung hong pasti seorang wanita, sedangkan lima naga sudah diundang
sipedang kayu dari sembilan pedang dunia persilatan untuk menjadi tamu agung diistana
pembesar Kanglam pada enam hari berselang."
"Kalau begitu, bocah keparat tersebut sudah pasti hasil penyaruan dari siburung hong" sela
seseorang. Yang lain segera menyambung:
"Kalau begitu, manusia yang bernama Kim Thi sia benar-benar punya rejeki bagus."
Kim Thi sia merasa gusar sekali setelah mendengar pembicaraan mana, baru saja dia hendak
berbuat sesuatu...... Mendadak terdengar seseorang berkata lagi:
"Bujiko, andaikata bocah keparat itu benar-benar hasil penyaruan dari siburung hong, kau bakal
berebut rejeki dengan Kim Thi sia."
"IHuuuuuuh, apa sih hebatnya dengan Kim Thi sia?" dengan penuh kegusaran BU jiko
berteriak. "Sekalipun dia belajar silat sejak kecil, usianya tak akan lebih panjang dengan usia
sianak jadah yang dikandung oleh perempuan busuk mu Lim Man huu."
"Hey, jangan memandang enteng kemampuan Kim Thi sia" seseorang segera berseru.
"Walaupun tenaga dalamnya kurang becus, namun orang lain tak akan sanggup untuk
membunuhnya, apalagi memiliki pedang mestika yang amat tajam, ilmu pedang yang
dipelajaripun luar biasa hebatnya. Bila kalian bertemu dengannya lain waktu, bersikaplah lebih
berhati-hati." "Hmmmm, Tan hiocu, baru berapa hari sih kau datang kemari?" seru Bu jiko dengan
angkuhnya. "Aku lihat kau seperti lebih memahami soal Kim Thi sia ketimbang aku" Ketika jiwa
mulai bertarung melawan Kim Thi sia, mungkin kau masih ingusan waktu itu."
Kim Thi sia betul-betul naik pitam karena mendengar ucapan tersebut, dengan cepat dia
melompat bangun...... Pada saat itulah, tiba-tiba dari ruang sebelah kembali terdengar seseorang berteriak keras:
"Apalagi yang bisa dibicarakan tentang Kim Thi sia" Bocah keparat itu sudah berhasil diringkus
oleh orang-orang dari kantor cabang Tou kang....."
Tentu saja berita tersebut sangat mencengangkan hati Kim Thi sia. "Bukankah ia duduk tenang
ditempat tersebut, dari mana datangnya orang yang mengaku sebagai Kim Thi sia?"
"Benar-benar suatu peristiwa yang sangat aneh" demikian ia berpikir didalam hati.
Sementara itu, suasana dlkamar sebelah menjadi sangat gempar, semua orang pada berteriak
keras. "Ku tocu, benarkah perkataanmu itu?"
"Memangnya buat apa kubohongi kalian"Jika kurang percaya, silahkan saja datang berkunjung
kekantor cabang Tou kang. Aku yakin Ku Lay hong tidak pernah berbohong"
"Waaaah.......kalau begitu kita mesti kasih ucapan selamat buah Bu jiko......" teriak beberapa
orang lainnya. "Yaa betul" seseorang menimpali. "Si burung hong tersebut tentu akan menjadi milikmu"
Kedengaran orang yang disebut Bu jiko itu tertawa tergelak penuh kegirangan sahutnya agak
tersipu: "Tak usah kuatir, pokoknya asal burung kong sudah terjatuh ketanganku dan sudah kucicipi,
pasti kalian akan turut mencicipi pula." Gelak tertawapun bergema kembali dengan ramainya.
dalam keadaan begini, Kim Thi sia enggan mendengarkan lebih lajut ia segera membereskan
rekeningnya dan beranjak pergi dari situ dengan langkah cepat. Waktu itu udara amat cerah,
matahari bersinar dengan terangnya ditengah angkasa.
Dengan langkah lebar dia berjalan menelusuri jalan raya, kini Yu Kiem telah diselamatkan
sipelajar bermata sakti, berarti diapun tak usah repot-repot untuk pergi menolongnya lagi.
Lam wi yang dikenal ternyata adalah siburung hong, anak buah Raja langit berlengan delapan-
Padahal kelima naga mengadakan hubungan yang akrab dengan abang sepergurua sipedang
kayu, ditinjau dari persoalan ini rasanya persoalan inipun tak akan mudah diselesaikan.
Disamping itu dia menguatirkan juga tentang orang yang mencatut namanya, apa yang
menjadi maksud dan tujuan orang itu"
"Mengapa aku tidak pergi kesana untuk melihatnya sendiri" Siapa tahu bakal ada keramaian
disana?" ingatan tersebut melintas lewat didalam benaknya dengan cepat. Berpikir begitu diapun
menghembuskan napas panjang dan meneruskan perjalanan kedepan-
Ketika berjalan hingga mendekati suatu tikungan, tiba-tiba dia melintas ditepi jalan berbaring
seorang lelaki bertubuh pendek, ceking, berlutut lebar, mata besar, hidung mancung, telinga lebar
seperti kipas dan sebuah mulut lebar dengan sebaris gigi tikus berwarna kuning kehitam-hitaman-
...... Tampang muka seperti ini tidak asing lagi buat Kim Thi sia, sudah baran tentu ia segera
mengenalinya dalam sekilas pandangan saja. Dengan wajah agak tertegun, segera pikirnya:
"Sungguh aneh, ditengah siang hari bolong begini, mengapa situa bangka celaka itu berbaring
ditepi jalan" Jangan-jangan dia telah mampus?"
Ia tahu, manusia tersebut paling susah dilayani, bahkan lebih sudah dilayani ketimbang dirinya,
atau lebih tegasnya dia merasa rada takut dengannya.
Maka sambil mempercepat langkahnya dia bermaksud meninggalkan situa bangka celaka itu, si
unta secepatnya. Siapa tahu.......
Baru dua langkah dia berjalan, terdengar olehnya suara dengkuran si unta yang amat nyaring,
agaknya ia sedang tertidur dengan nyenyaknya.
Kim Thi sia pernah menderita kerugian besar ditangan si unta ini, setelah tahu kalau lawannya
belum mati, dia semakin sadar bahwa usahanya untuk meloloskan diri tak mungkin akan berhasil,
daripada mencari penyakit buat diri sendiri, terpaksa dia menghentikan langkahnya sambil
membalikkan badan. Waktu itu, meskipun cahaya matahari yang bersinar diangkasa tak begitu terik. namun udara
panas sekali. Anehnya siunta dapat tidur ditepi jalan dengan begitu nyenyaknya, seakan-akan sedang tidur
diatas pembaringan yang empuk saja. Pada saat Kim Thi sia menghentikan langkahnya itulah.....
Mendadak terdengar si unta mengingau:
"Jangan-jangan barang berharga yang hendak kubegal telah tiba?"
Kim Thi sia menjadi terkejut sekali setelah mendengar perkataan itu, diam-diam pikirnya:
"Situa bangka keparat ini benar-benar pikun, masa hendak membegal barang berharga milik
orang lainpun dia bicarakan secara blak-blakan" Untung aku yang sedang dihadapi, andaikata
orang lain, bukankah selembar jiwanya bakal melayang?"
JILID 45 Dengan langkah lebar dia maju beberapa tindak kemuka, lalu serunya lantang: "Hey tua b
angka, kita telah berjumpa lagi"
Siapa tahu si unta sama sekali tidak menggubris, malahan suara dengkurannya makin lama
semakin bertambah nyaring.
Mendongkol juga perasaan melihat lagak musuhnya, dengan gemas dia menginjak kaki si unta
keras-keras, kemudian serunya:
"Hey si tua bangka, aku sedang menunggumu disini, mengapa kau tidak segera bangun untuk
berbicara?" Biarpun sudah diinjak kakinya keras-keras, namun si unta masih mendengkur dengan kerasnya.


Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Melihat lagak lawannya ini, habis sudah kesabaran, dia segera mengayunkan telapak tangannya
dan siap melancarkan pukulan-Pada saat itulah si unta baru melompat bangun dan berteriak:
"Hey kunyuk kecil, mau apa kau kemari" Apakah ingin berebut dagangan dengan abangmu?"
Melihat dia sudah bangun, sambil menahan diri berkata:
"Hey tua bangka, aku menantimu bangun dari tidur untuk diajak berangkat bersama."
"Hey bocah keparat, siapa yang mengutusmu kemari untuk menungguku" Aku harus
membunuhnya sekarang juga."
Tapi secara tiba-tiba dia menghentikan pembicaraannya kemudian berseru pelan-"Hey jangan
berisik dulu, ada orang datang kemari"
Secara lamat-lamat pun mendengar suara derap kaki kuda yang bergema datang dari kejauhan
sana. dalam waktu singkat rombongan manusia berkuda itu sudah berada didepan mata. Mendadak
terdengar si unta berteriak lagi: "Aduh celaka, aku salah melihat orang"
dalam waktu singkat belasan ekor kuda jempolan itu sudah berada didepan mata, berada
dalam keadaan begini tak sempat lagi buat kedua orang itu untuk melarikan diri. Si unta segera
berteriak lagi: "Kim Thi sia berada disini, kenapa kalian sukma-sukma gentayangan tidak segera turun dari
kuda?" Sebetulnya rombongan itu sudah hampir melintas lewat dari situ, tapi begitu mendengar
teriakan dari si unta, separuh dari rombongan itu serentak menghentikan lari kudanya dan
melompat turun dari kuda masing-masing.
Sebelum Kim Thi sia sempat melihat dengan cepat siapa gerangan yang datang, si unta telah
berbisik: "Hey bocah keparat, coba bantulah aku menahan serbuan mereka, kawanan cecunguk
pencabut nyawa itu telah berdatangan semua."
Dengan cepat Kim Thi sia membalikkan tubuhnya, kini dihadapannya telah berdiri tujuh,
delapan orang lelaki kekar berbaju hijau.
Terdengar salah seorang diantara mereka berteriak keras: "Kim Thi sia, kau hendak kabur
kemana lagi?" Sementara pembicaraan masih berlangsung, deruan angin pukulan telah dilontarkan ketubuh
siunta serta Kim Thi sia. Buru-buru si unta berteriak lagi: "Bocah keparat cepat kau sambut
serangan itu." Buru-buru Kim Thi sia mengeluarkan jurus "kecerdikan menyelimuti seluruh langit" dari ilmu
Tay goan sinkang untuk menyambut datangnya ancaman musuh. dalam waktu singkat pemuda
itupun bertarung melawan tiga, empat orang musuhnya.
Ketika melihat pertarungan telah berlangsung, si unta segera membalikkan badan dan
melarikan diri dari situ meninggalkan Kim Thi sia seorang yang masih bertempur. Melihat itu, buruburu
Kim Thi sia berteriak: "Hey tua bangka celaka, kaujangan kabur dari sini" Dari kejauhan sana
kedengaran suara si unta menyahut:
"Hey bocah kunyuk, apalagi aku datang terlambat, barang berharga itu bisa diketahui orang
lain, lebih baik kau bantulah aku untuk mengundang mereka sejenak."
Lari si unta memang amat cepat, sementara pembicaraan berlangsung, bayangan tubuh-sudah
lenyap dari pandangan mata.
dalam keadaan begini mustahil buat Kim Thi sia untuk meloloskan diri dengan begitu saja.
Melihat si unta kabur meninggalkan taman tersebut dia cuma bisa menggertak gigi menahan diri.
Sesungguhnya sianak muda itupun tidak berminat untuk melanjutkan pertarungan- Akan tetapi
ketiga, empat orang musuhnya ternyata bukan manusia sembarangan, untuk berapa saat lamanya
Kim Thi sia dipaksa sampai kalang kabut dan terdesak dalamposisi yang amat berbahaya.
Betapapun mendongkol dan gelisahnya Kim Thi sia ketika itu, semua perasaannya tak mampu
terlampiaskan keluar, saking gelisahnya dia seperti seekor semut yang kepanasan diatas kuali
panas, tidak tahu apa yang harus diperbuatnya.
Mendadak terdengar salah seorang penunggang kuda itu berteriak dengan suara keras:
"hiocu sekalian, tak usah menunda waktu gara-gara bocah keparat itu lagi, ayoh kita harus
berangkat secepatnya"
"Tapi orang yang mengaku sebagai Kim Thi sia ini harus dibekuk sekalian-....." sahut seseorang
lantang. Secara beruntun Kim Thi sia melepaskan dua buah serangan dahsyat dengan jurus "mati hidup
ditangan takdir" serta "kelincahan menguasahi empat samudra", kontan saja ketiga orang
musuhnya berhasil didesak mundur.
Begitu melihat ada kesempatan yang sangat baik didepan mata, Kim Thi sia segera manfaatkan
dengan sebaik-baiknya, dia membalikkan badan kemudian kabur dari situ menuju kearah mana si
unta pergi tadi. Biarpun baru pertama kali ini dia mengambil sikap untuk melarikan diri dari suatu pertarungan,
akan tetapi dalam keadaan begini Kim Thi sia tak ingin berpikir panjang lagi.
Sayang sekali walaupun Kim Thi sia dapat lari dengan cepat, para pengejarnya bukan manusiamanusia
kemarin sore yang tak mampu berlari cepat, dalam sekejap mata ada delapan orang
lelaki kekar berbaju hijau yang membuntuti dari belakangnya secara ketat.
Sudah sekian lama Kim Thi sia mencoba kabur selekasnya, tapi ia tak pernah berhasil
melepaskan diri dari kejaran mereka.
Pada saat itulah dia sampai disuatu tebing yang tinggi, dengan dasar ilmu meringankan tubuh
yang tak seberapa Kim Thi sia tak berani melompat kebawah, akibatnya sementara dia masih
ragu-ragu. Kedelapan orang pengejarnya telah mengepung datang dari empat penjuru.
Empat gulung tenaga pukulan yang maha dahsyat langsung dilontarkan kearah pemuda itu.
dalam gugup dan kalutnya buru-buru Kim Thi sia mengeluarkan ilmu ciat khi mi khi sinkangnya
untuk menahan serangan, sementara sepasang tangannya diayunkan kemuka menyambut
serangan musuh dengan jurus "Kelincahan menguasahi empat samudra"
"Blaaaaammmm......."
Ditengah getaran keras yang diselingi empat, lima kali benturan nyaring, tampak air dan debu
beterbangan diangkasa, tahu-tahu tubuh Kim Thi sia sudah terpental sejauh lima kaki lebih
danjatuh terjungkal keatas tanah.
Saat itulah seorang lelaki berbaju hijau mengangkat tinggi-tinggi sebuah tanda perintahnya
seraya berteriak keras: "Tanda perintah Tay sang leng hu berada disini, kuperintahkan kailan segera berangkat barang
siapa berani melanggar perintah ini segera dijatuhi hukuman sesuai dengan peraturan
perkumpulan- " "Turut perintah" sahut kedelapan orang lelaki berbaju hijau itu serentak.
Sebelum berangkat meninggalkan tempat tersebut, terdengar kawanan jago itu melirik sekejap
kearah Kim Thi sia dan berseru:
"Ternyata orang ini cuma gadungan, Kim Thi sia terkenal sebagai manusia yang paling sukar
dilayani dalam dunia persilatan, mana mungkin dia akan melarikan diri dari pertarungan?"
"Ucapan Tan hiocu memang benar, orang ini pasti gadungan- Ayoh kita teruskan perjalanan"
sambung yang lain- Tak lama kemudian suasana disekeliling tempat itupun pulih kembali. dalam keheningan, diatas
pasir yang gersang tinggal Kim Thi sia seorang masih terkapar disitu, sekalipun dia anggap
sebagai gadungan, namun jiwanya berhasil diselamatkan dari lubang jarum.
Waktu itu senja telah menjelang tiba. Tiba-tiba dari arah jalan raya sana muncul seorang
perempuan- Ketika perempuan itu melihat ada orang terkapar ditepi jalan, ia segera mendekati sambil
memeriksa keadaannya, Tapi tiba-tiba saja ia berteriak kaget: "Bocah, kenapa bisa kau?"
Sambil berseru dia memeriksa keadaan Kim Thi sia dengan lebih seksama lagi, sewaktu tak
berhasil ditemukan tanda luka, dengan perasaan lebih lega dia bergumam: "Rupanya cuma jatuh
tak sadarkan diri." setelah itu ia bergumam lagi:
"Disini tak ada air, bagaimana caraku untuk menyadarkan dia.......tapi menolong orang paling
penting, terpaksa aku harus bertindak menurut keadaan-"
Bicara sampai disitu dia memandang sekejap sekeliling tempat itu, setelah yakin disana tak ada
orang, perempuan tadi segera melepaskan celananya dan berjongkok diatas kepala Kim Thi sia.
Tak lama kemudian pancaran air kencingnya telah menyirami seluruh tubuh Kim Thi sia hingga
basah kunyup, dalam suasana beginilah pelan-pelan Kim Thi sia tersadar kembali dari pingsannya, dia
mencoba memperhatikan sekejap sekitar situ. Tubuhnya masih berbaring diatas pasir, tapi lima
kaki disisinya telah bertambah dengan seorang perempuan-
Perempuan itu sangat dikenal olehnya, begitu bersua dengannya, Kim Thi sia segera melompat
bangun seraya berteriak keras: "Lin lin, Lin lin........"
Dengan air mata bercucuran, perempuan itu berseru pula: "Engkoh Thi sia, aku telah
mencarimu dengan bersusah payah."
Kim Thi sia segera memeluk tubuh Lin lin dalam rang kulannya, menciumi pipi dan bibirnya, lalu
berbisik: "Kau semakin kurus."
"Kau pun bertambah kurus" sahut Lin lin penuh rasa cinta. Mendengar itu Kim Thi sia segera
tertawa terbahak-bahak. "Haaaah.....haaaah......haaaaah......hampir setiap hari aku berkelahi dengan orang bagaimana
mungkin tubuhku tidak bertambah kurus?"
"Engkoh Thi sia, mengapa sih setiap hari kau mesti berkelahi?"
"Hmmm kawanan telur busuk itu selalu mencari gara-gara denganku" sahut Kim Thi sia
menahan rasa dongkol. "Engkoh Thi sia, bukankah ilmu silatmu sangat hebat, masa masih ada orang yang berani
mencari gara-gara denganmu?"
"Sekalipun memiliki ilmu silat bukan berarti bisa menjamin keselamatan hidup sendiri. Hal ini
masih tergantung pada sikap serta watak orang tersebut. Apakah cukup jujur dan terbuka atau
tidak- seperti misalnya kesembilan orang abang seperguruanku itu, bukankah nama besar mereka
tersohor diseantero jagad, bukankah ilmu silat mereka sangat hebat dan luar biasa" Tapi nyatanya
dari sembilan orang ada lima orang diantaranya telah mampus secara konyol. Apakah hal ini
bukan merupakan contoh yang jelas sekali?" Lin lin segera menghela napas sedih.
"Aaaah, rupanya begitu, aku masih menganggap hanya kaum wanita seperti kami saja yang
sering dianiaya orang."
"dalam persoalan ini tak ada bedanya antara pria dan wanita, semuanya sama saja. seperti
perempuan yang bernama Dewi Nirmala, lelaki seperti mana yang tidak menaruh tiga bagian rasa
takut kepadanya?" "Apakah kaupun takut dengan Dewi Nirmala?" tanya Lin lin penuh rasa kuatir.
"Siapa bilang aku takut kepadanya, aku sempat bertarung sebanyak dua kali melawan dia. Dia
tak bisa berbuat apa-apa denganku, bahkan sekarang dia sedang mencari-cari jejakku"
"Dia toh seorang wanita, buat apa mencari dirimu" Hmmm, kalian orang lelaki memang tak ada
yang baik" seru Lin lin tak senang hati, nada suaranya jelas mengandung nada cemburu.
cepat-cepat Kim Thi sia memeluk pinggangnya erat-erat dan berseru memberi penjelasan-
"Adik Lin lin, mengapa kau memaki diriku juga" Dewi Nirmala mencari diriku karena alasan
yang lain-" Lin lin berusaha meronta namun usahanya tak pernah berhasil, terpaksa katanya sengit: "Hmm,
kalau seorang wanita mencari seorang lelaki, alasan apa lagi yang digunakan?"
"Tapi adik Lin.....kau jangan salah paham" Kim Thi sia merasa sangat gelisah. Melihat pemuda
itu panik, Lin lin segera berkata serius:
"Pokoknya jika kau tidak mengaku sendiri, jangan salahkan bila aku tak akan menggubris
dirimu lagi." selesai berkata dia segera melengos kearah lain.
"Adik Lin, kau memang keterlaluan, Dewi Nirmala mencari aku karena dia sedang mengincar
ilmu silatku" Tapi Lin lin tetap tak percaya, serunya dingin:
"Bukankah ilmu silatmu tak mampu mengungguli dirinya, buat apa dia mengincar ilmu silatmu
itu" Sudahlah, kau tak perlu membohongi aku dengan kata-kata yang manis, sekalipun aku tak
mengerti ilmu silat, kalau teori semacam itu mah cukup kupahami"
Kim Thi sia memang seorang pemuda yang tak pandai berbicara, apalagi dalam keadaan panik
begini, dia semakin kebingungan dan tak tahu apa yang mesti diperbuatnya.
Lama kelamaan watak kerbaunya segera kambuh kembali, dengan suara lantang dia segera
berteriak: "Adik Lin, aku tak akan berbicara lagi denganmu, pokoknya aku berbuat demikian demi dirimu.
Aku bersedia angkat sumpah."
Sambil bicara ia segera berlutut diatas tanah dan bersumpah dengan suara nyaring:
"Demi Thian diatas langit, Kim Thi sia bersumpah tak punya hubungan apa-apa dengan
perempuan yang bernama Dewi Nirmala. Biar aku berbohong biar guntur menyambarku sehingga
aku mati secara mengenaskan"
Menyaksikan keseriusan Kim Thi sia disaat mengangkat sumpahnya, dari marah Lin lin menjadi
kegirangan setengah mati. Tidak menunggu sampai Kim Thi sia bangkit berdiri seperti seekor
burung yang pulang sarang dia segera menubruk kedalam pelukannya.
Dipeluk oleh gadis pujaan hatinya secara hangat dan begitu mesrah, kontan saja semua
kesalahan dan kemasgulan yang dialami Kim Thi sia selama berapa hari ini tersapu lenyap hingga
tak berbekas. Lin lin sendiri pun harus bersusah payah selama belasan hari lamanya sebelum berhasil
menemukan kembali jejak kekasih hatinya, dalam gembiranya yang meluap-luap tanpa terasa air
matanya jatuh bercucuran.
Kim Thi sia benar-benar mencintai Lin lin, melihat gadis itu menangis, ia segera menjilati air
matanya hingga mengering. Rasa asin yang bercampur aduk mendatangkan suatu perasaan yang
aneh dalam hati kecilnya.
Lin lin merasa kegelisahan setengah mati, dia menggeliat kian mesrah dalam pelukan pemuda
tersebut. Akibatnya Kim Thi sia merasa amat terangsang, dia segera memeluk tubuh Lin lin semakin
kencang lagi membuat gadis tersebut hampir saja tak dapat bernapas. Sampai lama kemudian-
...... Dengan napas tersengkal-sengkal, Lin lin berbisik: "Engkoh Thi sia, aku benar-benar tak tahan."
Tentu saja Kim Thi sia enggan melepaskan gadis tersebut dengan begitu saja, dia tetap
memeluknya dengan amat kencang. Akhirnya Lin lin berbisik dengan napas terengah-engah:
"Engkoh sayang, hari sudah hampir gelap. lepaskanlah aku dari pelukanmu. Toh waktu
dikemudian hari masih panjang, buat apa kau mesti tergesa-gesa dalam keadaan begitu?"
Mendengar perkataan tersebut, bagaikan baru sadar dari impian dengan sepasang mata merah
membara Kim Thi sia mengawasi wajah Lin lin tanpa berkedip. Kembali Lin lin berkata dengan
suara lembut: "Engkoh yang baik, ampunilah aku dikemudian hari aku pasti menuruti semua permintaanmu,
tapi jangan sekarang......."
Kim Thi sia segera memeluk tubuh sinona dan mengecup bibirnya dengan mesra h setelah itu
katanya: "Adikku sayang, kau sendiri yang berjanji begitu, lain kali jangan sangkal lagi yaa......"
"Koko, aku tak akan ingkar janji......"
Setelah peroleh janji dari gadis tersebut, Kim Thi sia baru melepaskan pelukannya dan
mengajak Lin lin meneruskan perjalanan menelusuri jalan raya.
Setelah menempuh perjalanan sekian lama akhirnya sampailah kedua orang itu ditepi sebuah
dermaga, kebetulan disana terdapat sebuah perahu yang siap berlayar. Melihat itu, dari kejauhan
Kim Thi sia telah berteriak keras: "Eeeeeh, tunggu sebentar, aku mau menumpang perahu kalian"
Sambil membopong tubuh Lin lin, dia segera berlarian dan melompat naik keatas perahu.
Tentu saja kejadian tersebut sangat menggemparkan semua orang, tak heran kalau orangorang
yang berada diatas perahu sama-sama mengawasi gerak gerik mereka dengan pandangan
terkejut. Sampai Kim Thi sia melotot kearah mereka, orang-orang itu baru melengos kearah lain dan tak
berani banyak mencari urusan-
Tali pengikat perahu telah dilepaskan tukang perahu sudah mulai menggerakkan bambu
galanya untuk mendorong perahu menuju ketengah sungai.
Tiba-tiba...... Saat itulah terdengar seseorang berteriak keras dari tepi pantai.
"Tukang perahu, tunggu sebentar, lolap juga ingin menumpang perahu kalian-"
Teriakan orang itu amat nyaring bagaikan suara genta, suaranya jauh lebih hebat dari pada
teriakan Kim Thi sia tadi.
Semua penumpang perahu segera berpaling kearah mana berasalnya suara teriakan itu,
tampak diatas daratan lebih kurang sepuluh kaki dari dermaga tampak sepasang pendeta sedang
berlarian mendekat dengan langkah tergesa-gesa. Kim Thi sia menjadi agak tertegun, pikirnya:
"Besar amat lagak Hwesio itu....."
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, langka h perjalanan pendeta itu tampak semakin
bertambah cepat lagi, dalam waktu singkat mereka telah tiba ditepi pantai. Ternyata mereka
adalah seorang pendeta setengah umur dan seorang pendeta muda.
Yang setengah umur berusia antara tiga puluh tahunan, tubuhnya tinggi besar dan mengerikan
sekali, kepalanya amat besar dengan pinggang yang amat kasar dan gemuk.
Pada batok kepalanya yang gundul licin tertera sembilan buah bekas cap yang dalam, mukanya
bulat gemuk dandanannya seperti sebuah patung dalam kuil saja. Sebaliknya Hwesio yang
seorang lagi justru mempunyai dandanan yang bertolak belakang.
Kalau ditinjau dari usianya mungkin dia baru berumur dua puluh tahunan, bertubuh kecil,
ramping dengan hidung yang mancung dan bibir yang kecil, terutama sekali sepasang matanya
nampak amat jeli dan bening.
Bila kedua orang itu berjalan bersama, maka dapat dibilang yang satu gemuk yang lain ceking,
satu tampan, dua perbedaan yang menyolok sekali.
Saat itu mereka berdua telah tiba ditepi pantai, jaraknya dengan perahu tinggal satu kaki lagi.
Mendadak...... Diiringi desingan angin tajam, tahu-tahu sepasang pendeta itu sudah berlompatan naik diatas
perahu, langkah tubuhnya ringan bagaikan daun kering, ternyata perahu kecil itu sama sekali tidak
bergerak sedikitpun. Agaknya semua penumpang perahu tahu kalau ditempat itu banyak terdapa tjagoan lihay, tak
seorangpun diantara mereka yang banyak komentar atau memperhatikan dengan seksama.
Hanya Kim Thi sia dan Lin lin saja yang memandang berapa kejap terhadap dua orang Hwesio
tersebut. Dengan cepat Lin lin menundukkan kepalanya rendah-rendah dengan wajah merah padam, ia
tak berani memandang kedua orang Hwesio itu lagi.
Kim Thi sia yang seksama segera menyaksikan bagaimana si Hwesio gemuk itu dengan
sepasang mata bajingannya sedang mengawasi tubuh Lin lin dari atas hingga kebawah, tanpa
terasa lagi dia mendengus dingin dan semakin memperhatikan gerak gerik mereka.
Setelah mengambil tempat duduk. tiba-tiba Hwesio tampan itu berkata kepada sHwesio gemuk:
"Suheng, kenapa perahu inipun ada tikusnya?"
Agaknya untuk berapa saat si Hwesio gemuk itu tidak memahami apa yang dimaksud. ia


Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nampak agak tertegun sejenak setelah mendengar perkataan itu, kemudian sambil tersenyum
katanya: "Sute, mengapa kau selalu gemar bergurau, perahu ini tidak terbang melayang tidak pula
menginjak daratan, darimana bisa muncul tikus" Sebetulnya kau telah melihat dimana?"
Dengan pandangan ngeri Hwesio tampan itu melotot sekejap kearah Kim Thi sia, lalu sengaja
berteriak keras: "Suheng, bukankah yang berjongkok disitu adalah seekor tikus?"
Hwesio gemuk itu mengira rekannya maksudkan Lin lin, merasa rahasia hatinya sudah
terbongkar, diapun berseru:
"Sute, mana mungkin tikus itu berani berjongkok untuk dipertonton orang lain?"
Bicara sampai disitu dia segera membisikkan sesuatu disisi telinga rekannya membuat Hwesio
tampan tadi tertawa terkekeh-kekeh, nampaknya perkataan tersebut telah membangkitkan rasa
gelinya. Saat itulah........
Kebetulan Hwesio gemuk itu melotot kembali kearah Kim Thi sia, ketika dilihatnya pemuda
tersebut sedang mengawasi si Hwesio tampan tanpa berkedip. dia segera mendelik dan dengan
wajah berubah hebat bentaknya:
"Anjing budukan, jika kau berani sembarangan melotot lagi, jangan salahkan bila kukorek
keluar sepasang mata anjingmu itu"
Tentu saja Kim Thi sia menjadi panas hatinya setelah mendengar ucapan mana, baru saja dia
akan mengumbar hawa amarahnya, Lin lin telah menghalangi niatnya itu dengan cepat.
Terdengar Lin lin berseru sambil tertawa:
"Koko, coba lihatlah betapa indahnya bianglala senja......"
Kim Thi sia mengetahui maksud tujuan gadis tersebut mendengar perkataan mana terpaksa ia
harus menahan rasa gusarnya dan melengos kearah yang lain-
Terdengar Hwesio tampan itu berkata lagi:
"Waaah......tikusnya sudah kabur, suheng Tikus manakah dikolong langit ini yang tidak takut
dengan manusia?" Bicara sampai disitu ia segera tertawa, wajahnya kelihatan sangat bangga.
Kim Thi sia tetap berpura-pura tidak mendengar, ia sama sekali tidak menggubris ajakan lawan-
Tak lama kemudian.... Ketika secara kebetulan Lin lin berpaling tiba-tiba saja dia menyaksikan dibalik jubah pendeta si
Hwesio tampan yang agak tersingkap. lamat-lamat dia melihat ujung gaun berwarna merah yang
berkibar terhembus angin.
Sebagai seorang wanita sudah barang tentu Lin lin mengetahui apa arti dari ksemuanya itu,
dengan cepat diapun mengetahu bahwa si Hwesio gemuk tampan tersebut merupakan hasil
penyaruan dari seorang wanita. Buru-buru bisiknya kepada Kim Thi sia: "Koko, sipendeta kecil itu
hanya pendeta gadungan"
Baru selesai ucapan dari Lin lin, terdengar si Hwesio gemuk dan Hwesio tampan itu sudah
tertawa dingin tiada hentinya, jelas perkataannya itu sempat terdengar juga oleh kedua orang
tersebut. Dengan angkuh Kim Thi sia berpaling, ia saksikan Hwesio tampan itu menundukkan kepalanya
dengan cepat. Sepasang pipinya berubah menjadi merah padam, jelas ia merasa sangat malu
hingga keadaannya nampak mengenaskan sekali.
Sebaliknya si Hwesio gemuk itu melotot bulat-bulat seperti mata kerbau saja, dengan cahaya
merah berapi dia mengawasi lawannya tanpa berkedip. sepasang giginya saling beradu
gemerutukan- Kim Thi sia menjadi sangat kegelian sekali, tak kuasa lagi serunya sambil tertawa: "Adik Lin,
sebetulnya tikus yang takut manusia, atau manusia yang takut tikus?" Lin lin melotot sengit, dia
menyalahkan pemuda kekasihnya yang banyak bicara. Tapi Kim Thi sia tak ambil perduli, sekali
lagi dia tertawa angkuh. Tak lama kemudian-...... Perahu sudah merapat didaratan, para penumpangpun beruntun turun kedarat, agaknya kedua
orang Hwesio itu sengaja berjalan dipaling belakang. Mereka menunggu sampai Kim Thi sia yang
membimbing Lin lin melangkah naik kepapan penyebrangan lebih dulu sebelum mereka berdua
membuntuti dari belakang.
Dasar kaum wanita berhati kecil, Lin lin melewati papan penyebrang tersebut menuju
kedaratan. Kim Thi sia sendiripun takut sinona kekasih hatinya tercebur kedalam air, dengan berhati-hati
sekali dia membimbingnya melewati papan penyeberangan itu.
Dengan susah payah akhirnya Kim Thi sia berhasil membimbing Lin lin mencapai setengah
jalan- Pada saat itulah tiba-tiba Hwesio gemuk yang berjalan dibelakangnya melepaskan sebuah
pukulan dengan jurus "naga sakti muncul dilaut" sodokan tangan kanannya langsung menghajar
telak diatas punggung Kim Thi sia.
dalam keadaan tak bersiap sedia, sama sekali mustahil bagi Kim Thi sia untuk menghindarkan
diri. Tak ampun lagi dia bersama Lin lin segera terjungkal dari atas papan penyeberangan dan
tercebur kedalam air. Melihat serangannya berhasil dengan baik Hwesio gemuk itu segera menarik tangan Hwesio
tampan dan melarikan diri dari situ.
Masih untung tempat dimana Kim Thi sia dan Lin lin tercebur masih berada didekat pantai, dan
lagi pula air sungai itu tidak begitu terlalu dalam dengan cepat pemuda itu telah menarik Lin lin
dan mengajaknya naik keatas daratan-
Lin lin mengira pemuda tersebut berjalan kurang berhati-hati hingga terpeleset jatuh kesungai,
dengan penuh rasa kuatir ia bertanya: "Koko, apakah kau terluka?"
"Tidak- aku tak apa-apa, bagaimana dengan keadaanmu sendiri?"
"Aku hanya merasa sepasang kakiku rada sakit" Dengan gemas Kim Thi sia berseru:
"Aku harus membunuh kedua orang itu serta mencincang tubuhnya hingga hancur berkepingkeping
. " "Koko, siapa yang hendak kau bunuh?" tanya Lin lin dengan wajah tak habis mengerti.
"Siapa lagi kalau bukan sepasang pendeta bajingan itu"
Peristiwa tersebut dengan cepat menarik perhatian banyak orang, hampir semua mata tertuju
pada kedua orang muda mudi yang basah kuyup itu.
Setibanya diatas daratan, Kim Thi sia mencoba mencari jejak kedua orang Hwesio tadi
namun tak terlihat lagi, dalam keadaan basah kuyup terpaksa kedua orang itu beranjak pergi
dari situ dengan langkah tergesa-gesa.
Setibanya dalam rumah penginapan, Kim Thi sia dan Lin lin bertukar pakaian sambil merubah
dandanan mereka, sewaktu muncul kembali mereka berdua telah berubah seolah-olah dua
manusia yang berbeda. Karena lapar mereka berduapun memasuki sebuah rumah makan yang memakai merek "Bian
kang cu lo", suasana disitu amat ramai.
Baru naik keatas loteng, Kim Thi sia telah melihat bahwa kedua orang pendeta tadi berada pula
disitu waktu itu mereka sedang bersantap dengan lahapnya, bukan saja hidangannya masakan
berjiwa, lagipula minum arak.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun Kim Thi sia mencari tempat duduk yang bersebelahan
dengan mereka. Kebetulan si Hwesio gemuk itu mendongakkan kepalanya, ketika melihat Kim Thi sia serta Lin
lin duduk disamping mereka, ia nampak tertegun dan berpikir:
"Heran, mengapa seranganku tadi tak berhasil membunuh bocah keparat itu" Hmm, kini
mereka datang mengantarkan diri lagi, betul-betul jalan kesurga tak ditempuh. Jalan keneraka
justru dipilih jangan salahkan kalau aku akan bertindak kejam nanti." dalam gembiranya ia segera
meneguk habis tiga cawan arak sekaligus.
Mungkin karena terpengaruh oleh arak^ ternyata pendeta gemuk itu tak sempat berpikir apa
sebabnya serangan yang biasanya berhasil menghancurkan isi perut orang lain, kini tidak
membaringkan hasil yang baik bagi pemuda lawannya.
Begitulah, tak sampai setengah jam kemudian Kim Thi sia pun sudah selesai bersantap. Lin lin
meski merasakan ketegangan suasana disekitar sana, namun dia tak tahu apa yang bakal terjadi
selanjutnya, oleh sebab itu dia cuma mengikuti perubahan situasi dengan tenang.
Mendadak....... Ketika si Hwesio gemuk itu sedang bersantap dengan lahapnya, ia mendengus tertahan secara
tiba-tiba. Rupanya dia merasa mulutnya dijejali dengan sebuah benda yang empuk, berminyak dan panas
sekali rasanya. Saking banyaknya benda itu menyumbat mulutnya, untuk sesaat dia tak mampu untuk
mengeluarkannya sekaligus, akibatnya keadaan Hwesio itu menjadi lucu sekali. Dia harus
mengeluh sambil repot mengorek keluar benda tadi dari mulutnya.
Setelah berusaha sampai lama sekali, benda-benda itu baru dapat terkorek keluar semua.
Kim Thi sia yang melihat kejadian itu kontan saja mengejek sambil tertawa:
"Haaaah.....haaaah.....haaaaah.....inilah yang disebut daging terbang memberi makan tikus"
Tak terlukiskan rasa gusar sipendeta gemuk itu, darah panasnya serasa mendidih, tanpa
banyak bicara lagi dia melompat bangun dari tempat duduknya dan langsung menerjang kearah
Kim Thi sia. Sepasang telapak tangan raksasanya dengan menggunakan jurus "jenderal langit memberi cap"
secepat samba ran petir langsung dihantamkan keatas batok kepala lawan-
Waktu itu, Kim Thi sia sendiripun telah mempersiapkan diri sebaik-baiknya, dengan jurus
"kedamaian menenangkan sembilan langit" dari ilmu Tay goan sinkang, ia sambut datangnya
serangan lawan- Agaknya Hwesio gemuk itu tak mengira akan kelihayan musuhnya, begitu sepasang tangan
saling beradu sama lainnya, kontan saja tubuhnya yang gemuk besar terpental mundur sejauh
lima langkah dan tidak mampu lagi berdiri dengan tegak. sesudah terhuyung sesaat akhirnya ia
jatuh terduduk diatas tanah membuat mangkuk dan cawan bertumpahan diatas tanah.
Untung saja si Hwesio tampan itu tak bersikap lebih cekatan, dengan cepat dia membangunkan
rekannya, dan kepada Kim Thi sia serunya lengking: "Tempat ini kelewat sempit, kalau berani mari
kita berbicara diluar saja"
Agaknya Kim Thi sia sudah mempunyai perhitungan yang matang, tanpa mengucapkan sepatah
katapun dia menuntun Lin lin dan diajak beranjak meninggalkan tempat itu.
Setelah turun dari loteng rumah makan, kedua orang Hwesio itu segera mempercepat
langkahnya mengejar Kim Thi sia berdua. Mendadak Kim Thi sia membentak:
"Keledai gundul, kalau berani kita berbicara diluar kota saja"
"Binatang kecil, tunggu saja sampai tanggal mainnya, akan kusuruh kau rasakan kelihayan"
sahut Hwesio gemuk itu sambil menahan rasa geramnya.
Tak lama kemudian sampailah mereka berempat disebuah tempat yang sepi dan jauh dari
keramaian manusia. Melihat disekitar tempat itu tak ada orang lagi, Hwesio gemuk itu segera mendengus dan maju
kedepan menghantam tubuh Kim Thi sia.
Waktu itu Kim Thi sia takut Hwesio gemuk itu melukai Lin lin, dia tidak sempat lagi untuk
menghindarkan diri, dengan mengerahkan ilmu ciat khi mi khinya ia siap menerima serangan
tersebut dengan kekerasan-
Tentu saja Hwesio gemuk itu tak mengira kalau kepandaian yang paling diandalkan Kim Thi sia
adalah ilmu ciat khi mi khi.
Begitu serangannya yang gencar menghajar telak diatas bahu Kim Thi sia, tiba-tiba saja dia
merasa seperti menghantam sebuah kapas saja, semua tenaganya seakan-akan lenyap dengan
begitu saja. Bukan hanya begitu, saking besarnya tenaga yang dipergunakan, ia tak sanggup lagi untuk
menahan diri, badannya langsung menyerunduk kearah Hwesio tampan itu. cepat-cepat si Hwesio
tampan memegangi tubuhnya sambil berbisik: "Suheng hati-hatilah, tikus itu cukup tangguh"
Tampaknya Hwesio tampan itu jauh lebih teliti, dalam sekilas pandangan saja ia sudah
mengetahui kalau kepandaian silat yang dimiliki Kim Thi sia cukup tangguh itulah sebabnya dia
memperingatkan rekannya agar bertindak lebih hati-hati.
Setelah berhasil berdiri tegak, dari malunya Hwesio gemuk itu menjadi naik darah, sambil
memutar senjata sekopnya ia segera membentak: "Bocah keparat, hendak kabur kemana kau?"
Dengan menggunakan jurus serangan tertangguh "naga marah menggulung samudra" dia
melepaskan sebuah sapuan maut kedepan.
dalam waktu singkat angin pukulan yang menderu- deru seperti amukan topan menyambar
kian kemari dan mengepung seluruh arena.
Kim Thi sia sama sekali tidak menjadi gugup ataupun gelagapan, pedang Leng gwat kiamnya
telah dipersiapkan sejak tadi, dengan jurus "batu merekah bukit membelah" dari ilmu pedang
Panca Buddha, ia sambut datangnya serangan lawan-"Traaaaaaanggg......."
Ditengah dentingan nyaring yang menimbulkan percika n bunga api, tahu-tahu senjata sekop
ditangan Hwesio gemuk itu sudah berubah lebih pendek separuh bagian-
Kontan saja kejadian mana membangkitkan hawa amarahnya, sambil menggertak gigi dia
berkaok-kaok marah, caci maki yang kotorpun berserakkan keluar dari balik mulutnya.
Melihat serangannya yang pertama mendatangkan hasil, dengan cepat Kim Thi sia
mengeluarkan jurus "guntur menggelegar angin menderu" untuk melancarkan serangan berikut.
Sementara itu si Hwesio tampan telah meloloskan senjata kebutannya begitu melihat senjata
rekannya terpapas kutung oleh senjata lawan, bulu-bulu senjata kebutannya yang menyebar luas
bagaikan bidadari menyebar bunga, dalam waktu singkat tampak percikan cahaya keperakperakan
menyebar kemana-mana dan menggulung pedang Leng gwat kiam tersebut.
Melihat si Hwesio tampan telah turun tangan menghadang Kim Thi sia, si Hwesio gemuk itu
segera tertawa dingin, dari sakunya dia mengeluarkan tiga batang jarum sin lo teng dan segera
diayunkan kedepan seraya membentak keras: "Kena"
Tiga cahaya bintang dalam posisi segi tiga langsung menyambar ketubuh Kim Thi sia serta Lin
lin. ujung jarum sin lo teng itu amat tajam lagipula beracun amat ganas, begitu mencium darah,
darah itu segera akan bekerja dan menewaskan korbannya, boleh dibilang senjata tersebut
merupakan senjata andalan Hwesio gemuk itu.
Sebagaimana diketahui, Kim Thi sia paling tak becus dalam soal senjata rahasia, melihat
datangnya ancaman tersebut, tergopoh-gopoh dia melejit keudara untuk menghindarkan diri. Tapi
saat itulah mendadak.......
"Aduuuuh" Lin lin menjerit kesakitan lalu tubuhnya roboh terjungkal keatas tanah.
Kim Thi sia menjadi terkejut sekali, cepat-cepat dia mengeluarkan dua jurus serangan berantai
untuk mendesak mundur sepasang pendeta itu.
Dengan manfaatkan kesempatan yang ada Kim Thi sia melompat mundur sambil memeluk
tubuh Lin lin, tampak olehnya paras muka gadis itu pucat pias bagaikan mayat, darah segar
bercucuran keluar dari bahunya yang teriuka parah.
Terkejut bercampur gusar Kim Thi sia melihat kejadian itu, dia tahu Lin lin sudah kena
bokongan musuh, dalam keadaan begini dia tak berminat lagi untuk melanjutkan perjalanan,
untuk kedua kalinya dia mengambil langkah seribu untuk kabur dari situ.
Hwesio gemuk itu segera berteriak:
"Bocah keparat, kau hendak kabur kemana.......?"
Tiba-tiba....... Dari balik kegelapan malam terdengar seseorang berseru:
"Kurang ajar, siapa yang begitu beryali, berani berkaok-kaok sembarangan disini?"
Menyusul kemudian terdengar Kim Thi sia berteriak marah:
"Tua bangka celaka gara-gara ulahmu, aku cukup menderita dibuatnya."
"Tak usah takut bocah kunyuk. biar aku yang membereskan semua persoalan ini."
Ternyata orang yang munculkan diri saat itu adalah si Unta.
Kembali terdengar Kim Thi sia membentak gusar:
"Tua bangka celaka, aku harus membacok mampus dirimu untuk melampiaskan keluar semua
rasa mangkel dan mendongkol dalam hatiku"
"Huuuuh, kau sibocah kunyuk benar-benar manusia tak tahu diri, bukan berterima kasih dulu
kepada lo toako mu, sekarang malah mengancam akan membacokku, benar-benar dunia sudah
terbalik." "Hmm, mengapa aku harus berterima kasih kepadamu?"
"Kau si kunyuk benar-benar tolol, kalau bukan lo toako membantumu, bagaimana mungkin kau
bisa temukan kembali perempuan dalam boponganmu itu. Betul-betul manusia tak tahu budi"
Untuk berapa saat lamanya Kim Thi sia dibuat terbungkam oleh perkataan si unta itu, dia tak
tahu bagaimana mesti menjawab.
dalam pada itu, Hwesio gemuk tadi sudah mengejar semakin mendekat, si Hwesio tampan yang
mengikuti dari belakangnya tiba-tiba berteriak keras: "Suheng, jangan lepaskan bocah keparat itu"
Kim Thi sia pun makin berang, dia berteriak pula: "Hey tua bangka, cepat jagakan keselamatan
adik Lin lin ku" Seraya berkata dia menurunkan gadis tersebut dari bopongannya, kemudian sambil meloloskan
pedang Leng gwat kiamnya dia maju menyongsong kedatangan lawannya.
Dengan hilangnya beban yang merisaukan hatinya, Kim Thi sia segera merasakan semangatnya
semakin berkobar, jurus-jurus serangan yang sangat ampuh dari ilmu pedang panca Buddha yang
dikombinasikan dengan ilmu pukulan Tay goan sinkang segera dilontarkan secara beruntun.
Mimpipun si Hwesio gemuk itu tak mengira kalau serangan dilancarkan Kim Thi sia bisa
berubah seganas itu secara tiba-tiba. dalam waktu singkat dia dibuat kalang kabut tak karuan dan
terdesak hebat. Suatu saat dia bersikap lengah hingga sebuah babatan kilat menyambar diatas tengkuknya....
Tak sempat menjerit kesakitan lagi, batok kepalanya yang gemuk besar tahu-tahu sudah
terpapas kutung dari tubuhnya dan menggelinding jatuh keatas tanah, tamat pulalah riwayat
hidup Hwesio gemuk itu. HHwesio tampan tersebut menjadi ketakutan setengah mati, tiba-tiba saja paras mukanya
pucat pias bagaikan mayat, sambil menjadi kaget dia membalikkan badan dan melarikan diri
terbirit-birit. Waktu itu Kim Thi sia sudah terlanjur naik darah, tentu saja tak sudi melepaskan musuhnya
dengan begitu saja, dengan suatu lompatan cepat ia mengejar kemuka, lalu pedangnya
menyambar lagi kedepan. "Aduuuuh"
Kasihan si Hwesio tampan itu, batok kepalanya segera terlepas pula dari tubuhnya tentu saja
selembar jiwapun ikut melayang menyusul arwah suhengnya kealam baka.
Si unta segera maju kedepan menendang batok kepala itu, tiba-tiba kain penutup kepalanya
terlepas hingga rambutnya yang panjang terurai, melihat itu iapun berseru tertahan:
"Waaaah, rupanya betina......."
"Hey tua bangka" dengan gelisah Kim Thi sia berseru. "Siapa suruh kau datang kemari, mana
adik Lin lin ku?" Si unta segera mendehem berulang kali, lalu menjawab:
"Hey bocah kunyuk, lebih baik jangan bersikap kasar dihadapan lo toako mu, kalau aku sampai
mendongkol dan kabur dari sini, kau bisa celingukan macam tikus kepanasan"


Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan gemas Kim Thi sia mendesak maju kedepan, dan mencengkeram tengkuk si unta,
setelah itu teriaknya: "Tua bangka, akan kulihat kau hendak kabur kemana?"
Si unta sama sekali tak menduga sampai kesitu, terpaksa katanya:
"Siapa bilang aku hendak kabur" Padahal bila aku pingin kabur dari sini, dalam keadaan begini
pun sama saja." Kim Thi sia segera mengerahkan tenaganya mencengkeram tengkuk orang itu makin keras,
tentu saja si unta segera menjerit kesakitan-
Kim Thi sia belum puas sampai disitu, kembali dia mencengkeram dengan lebih keras lagi.
Akibatnya si unta kesakitan setengah mati, air matanya sampai bercucuran keluar, tiba-tiba
sepasang kakinya menjejak kebawah kemudian tak bergerak lagi. Kim Thi sia takut rekannya itu
tercekik mati, buru-buru dia mengendorkan tangannya.
Siapa tahu begitu dia mengendorkan cengkeramannya, si unta segera meronta dan melepaskan
diri dari cengkeraman, kemudian melarikan diri terbirit-birit meninggalkan tempat itu.
Sebelum pergi jauh, dia sempat berpaling seraya mengancam.
"Bocah kunyuk, kau benar-benar manusia tak tahu diri, tunggu saja pembalasanku"
Kim Thi sia tak berani mengejar lebih jauh, apalagi mati hidup Lin lin belum diketahui, terpaksa
dia membiarkan si unta kabur meninggalkan tempat tersebut.
Kembali ketempat semula, Lin lin sudah berada dalam keadaan tak sadar, tubuhnya terbanting
kaku diatas tanah seerti orang mati.
Menyaksikan kejadian ini, Kim Thi sia segera mendepakkan kakinya berulang kali dan menghela
napas seraya mengeluh: "ooooh adik Lin, akulah yang menyebabkan dirimu jadi begini........."
"Adik Lin, kau tak boleh mati........"
"Adikku yang kusayang, biarpun Kim Thi sia harus mengarungi ujung langitpun, aku harus
menyelamatkan dirimu dari kematian."
"Adik Lin, biar kita tak dilahirkan pada saat yang sama, aku ingin mati pada saat yang sama
denganmu serta dikubur dalam satu liang yang sama......."
Begitulah keadaan Kim Thi sia waktu itu, dia hanya bisa merintih, mengeluh dan menelusuri
jalan itu sambil membopong tubuh Lin lindalam
keadaan begini, dia tak ingin memikirkan persoalan yang lain, menyelamatkan jiwa Lin
lin merupakan satu-satunya persoalan penting baginya sekarang.
Malam sudah lewat, fajarpun mulai menyingsing.
Kim Thi sia masih saja berjalan terus, dia tak mengenal arti lelah, juga tak mengenal arti lapar,
sebab saat pertemuannya dengan Lin lin dirasakan terlalu pendek.
Mendadak........ Ia teringat kembali dengan lentera hijau yang berada ditangan sipedang emas, dengan "lentera
hijau: itulah dia baru bisa menyelamatkan jiwa Lin lin dari kematian-
"Tapi.....dimanakah sipedang emas sekarang" Kemanakah dia harus mencari dirinya?"
Dengan termangu- mangu dia berdiri sambil termenung, akhirnya teringat olehnya akan
gedung pembesar Kanglam dimana sipedang kayu berada.
"Ya a, mengapa aku tidak datang kesana untuk melacaki jejak toa suhengku.......?"
demikian ia berpikir. Karena dianggapnya hal tersebut merupakan satu-satunya jalan yang bisa ditempuh, Kim Thi
sia segera mengambil keputusan untuk menyerempet bahaya.
Dengan menempuh perjalanan siang malam tanpa berhenti, akhirnya Kim Thi sia berhasil tiba
ditempat tujuan- Kemudian tanpa banyak berpikir panjang dia melompati dinding pekarangan dan langsung
menerobos masuk kedalam gedung.
Belum jauh dia menelusuri halaman rumah, mendadak dari balik kegelapan terdengar
seseorang membentak keras:
"Manusia dari mana yang berani mendatangi tempat ini" Hayo cepat berhenti"
Ketika Kim Thi sia mendongakkan kepalanya dia segera mengenali orang yang berdiri
dihadapannya adalah Kan Jin.
Agaknya Kan Jin segera mengenali pula orang itu sebagai Kim Thi sia, sambil mengubah nada
suaranya dia berseru: "ooooh, rupanya Kim sauhiap yang telah datang"
"Tuan Kak" Kim Thi sia menegur kemudian- "Apakah suhengku berada disini?"
"Kedatangan sauhiap sangat kebetulan baru saja suhengmu tiba disini, kau telah menyusul tiba,
cuma saja......." "cuma kenapa?" tukas Kim Thi sia tak sabar. "Aku ada urusan hendak pergi mencarinya."
"Saat ini Tuan Gi sedang menemani tamu agung, aku rasa ia tak punya waktu sekarang......"
"Aku tak ambil perduli apakah suheng punya waktu atau tidak, pokoknya aku harus menemui
dia sekarang juga" sambil berkata anak muda itu menerjang kangsung kedalam halaman rumah.
"Kalau memang begitu, biar kulaporkan kedatanganmu itu kepadanya" seru Kan Jin cepat.
seryaa berkata ia segera bertepuk tangan dua kali.
Dari balik kegelapan dengan cepat muncul dua orang lelaki kekar berbaju ringkas. Kepada
kedua orang itu, Kan Jin berseru:
"Lim Ji, cepat kau laporkan kepada Tuan Gi bahwa Kim sauhiap telah datang berkunjung" Lim Ji
menyahut dan buru-buru beranjak pergi dari situ.
Tak lama kemudian, sipedang kayu Gi Cu yong telah munculkan dirinya didepan mata. Belum
tiba orangnya, suara teguran telah bergema datang.
"Sute, angin apa yang menghembusmu kemari" Benar-benar tumben-....... benar- benar tak
kusangka." Sewaktu melihat dalam bopongannya memeluk seorang wanita, ia segera berseru lagi dengan
terkejut: "Sute, siapakah perempuan itu" Apakah perempuan itu lagi"
dengus Kim Thi sia gusar. "Lantas siapakah dia?" desak sipedang kayu.
"Lin lin" Mendengar nama itu Kan Jin serta pedang kayu segera menjerit kaget, agaknya hal tersebut
sama sekali tak terduga oleh mereka.
"Apakah Lin lin sudah tertimpa suatu musibah?" tanya Kan Jin lagi dengan perasaan ingin
tahu^ "Ia telah tewas"
"Aaaah, mana mungkin?" seru Kan Jin tak percaya.
"Lin lin baru belasan hari minggat dari gedung ini, bagaimana mungkin dia bisa mati?"
Kim Thi sia tidak menanggapi pertanyaan tersebut, kepada sipedang kayu kembali ujarnya:
"Aku sedang mencari toa suheng, tahukah kau dia berada dimana sekarang" cepat beritahu
kepadaku" Agak ngeri juga sipedang kayu melihat wajah seram dari adik seperguruannya itu, namun
diluaran dia berusaha untuk menenangkan diri, katanya cepat:
"Sute, kita tak usah membicarakan persoalan ini lebih dulu, mari biar kuselenggarakan sebuah
perjamuan untuk menjamu kedatanganmu." Sampai disitu, iapun berteriak keras:
"Hey, cepat kalian siapkan perjamuan untuk menghormati adik seperguruanku ini" Tapi Kim Thi
sia tetap berdiri tak bergerak dari posisi semula, kembali ia bertanya:
"cepat katakan kepadaku dimana toa suheng berada sekarang. Aku ada urusan hendak
mencarinya." "Sute, mengapa kita tak membicarakan persoalan ini selesai perjamuan nanti?"
"sudah kubilang aku tak akan bersantap"
"Aaaah, hal ini mana boleh terjadi" Kita sudah lama tak karuan, dengan menggunakan
kesempatan ini aku ingin berbicara sebaik-baiknya dengan sute."
Mendadak Kim Thi sia meloloskan pedang leng gwat kiamnya, lalu berseru dengan gusar.
"suheng, jika kau enggan berbicara jangan salahkan kalau aku akan bertindak kejam"
Melihat kejadian ini buru-buru sipedang kayu memutar haluan menurut arah angin, katanya
sambil tersenyum: "Sute tak perlu gelisah, aku benar-benar tidak tahu dimanakah toa suheng berada sekarang,
tapi kalau toh sute ingin mencarinya segera, silahkan berdiam barang dua hari dulu disini."
"Tidak. menolong nyawa sama dengan menolong kebakaran" tukas Kim Thi sia tidak sabar.
"Aku tak bisa menunggu terlalu lama."
Sipedang kayu Gi cu yong segera termenung berapa saat lamanya, setelah itu baru katanya:
"dalam tiga hari mendatang toa suheng pasti akan singgah ditempat ini, bila sute bersedia
tinggal disini, bukankah kau akan segera bertemu dengannya?"
Sementara itu Kan Jin tidak mengetahui kalau antara sesama saudara seperguruan itu sudah
terjadi perselisihan- Kalau semua dia merasa tak leluasa untuk turut menimbrung maka sekarang
dia bantu membujuk. "Kim sauhiap, lebih baik tinggallah barang dua hari lebih dulu disini."
Kim Thi sia berpikir sebentar sewaktu dianggapnya memang tak ada jalan lain, terpaksa dia
manggut-manggut. "Baiklah, kalau dalam tiga hari mendatang toa suheng belum muncul juga, akan kubakar
tempat ini hingga rata dengan tanah."
"Sute, jangan gusar, jangan gusar dulu......" buru-buru sipedang kayu berseru agak tergagap.
"Yaa" sambung Kan Jin- "Kim sauhiap jangan bergurau macam begitu......."
"Hmmmm, aku tak ambil perduli, pokoknya apa yang telah kuucapkan, akan kubuktikan dengan
kenyataan-" Sipedang kayu segera mengajak Kim Thi sia menuju keruang tamu, pemuda itu mengenali
kamar tersebut sebagai ruangan yang pernah didiami tempo hari, tanpa terasa dia menundukkan
kepala memandang sekejap wajah Lin lin, setelah itu menghela napas panjang. Pedang kayu yang
melihat hal ini, dengan cepat berseru:
"Sute, cepat baringkan dulu Lin lin keatas pembaringan, biar kutolong dulu apakah dia bisa
tertolong atau tidak"
"Suheng tak perlu repot-repot, maksud kedatanganku mencari toa suheng tak lain adalah untuk
menolong Lin lin" Baru sekarang sipedang kayu dapat menghembuskan napas lega, sambil tersenyum diapun
berkata: "Biar kuperiksa sebentar saja, kau tak usah kuatir"
"Baiklah, kau boleh memeriksanya, tapi dilarang menyentuh tubuhnya secara sembarangan"
Sipedang kayu mencoba untuk memperhatikan beberapa saat lamanya, kemudian ia berkata:
"Aku rasa Lin lin terluka oleh sejenis senjata rahasia beracun, kemudian tertotok pula jalan
darahnya......." Kim Thi sia menjerit kaget, serunya cepat:
"Yaaa h, sudah pasti situa bangka itu yang melakukan- Hmmm, bila aku bertemu dengannya,
dikemudian hari, pasti akan kukuliti tubuhnya dan kucincang dagingnya......."
"Sute, kau jangan salah menuduh orang, seandainya orang itu tidak menotok jalan darah Lin
lin, mungkin selembar jiwa Lin lin sudah lama melayang dari tubuhnya."
"Kalau begitu aku harus berterima kasih kepadanya?" tanya Kim Thi sia tak habis mengerti.
"Yaa memang seharusnya begitu"
Kim Thi sia menjadi sangat gembira, tanpa terasa diapun semakin mempercayai sipedang kayu,
tanyanya lagi: "Suheng, menurut pandanganmu apakah Lin lin masih bisa diselamatkan jiwanya?"
Paras muka sipedang kayu segera berubah menjadi amat serius katanya dengan nada sungguhsungguh
: "Soal ini.....soal ini......aku tak berani sembarangan berbicara......"
"Ya a, asal lentera hijau itu sudah kudapat, nyawa Lin lin pasti dapat tertolong......." gumam
pemuda itu. Begitu mendengar gumaman tersebut, tiba-tiba saja paras muka sipedang kayu berubah hebat,
cepat-cepat dia mencari alasan untuk mengundurkan diri dari sana. dalam keadaan begini,
terpaksa Kim Thi sia harus sabar menanti.
Pada malam hari kedua itulah, disaat Kim Thi sia sedang berjaga-jaga disisi Lin lin, mendadak
dari luar menerobos masuk seorang pemuda yang berwajah tampan-
Kim Thi sia tak kenali orang ini, dengan langkah cekatan ia segera melompat bangun dan
membentak: "sobat, mau apa kau datang kemari?"
"Bukankah kau hendak mencariku?" seru orang tersebut lantang.
Tentu saja Kim Thi sia tercengang sekali dibuatnya, dia segera balik bertanya:
"Siapa yang hendak mencarimu" Jangan-jangan kau salah mencari orang.......?"
"Hmmm, kaulah yang salah mengenali orang" jengek orang tersebut sambil tertawa dingin-
Tiba-tiba tangan kirinya meloloskan pedang dan langsung menusuk tenggorokkan Kim Thi
Berada dalam keadaan tak siap. Kim Thi sia segera terdesak mundur sejauh tiga langkah lebih
kebelakang sebelum berhasil meloloskan pedang Leng gwat kiamnya. Kemudian sambil
melancarkan serangan balasan, dia berteriak keras-keras: "Bagaimana sih orang ini" Sudah gila
nampaknya" Hey, aku tidak mengenali dirimu."
orang itu sama sekali tidak berbicara, dengan mulut membungkam secara beruntun dia
melancarkan tiga buah seragan berantai yang segera mendesak anak muda itu kelab akan
setengah mati. Mimpipun Kim Thi sia tidak menyangka kalau orang tersebut begitu lihay, terpaksa dia harus
mengeluarkan dua jurus serangan dari ilmu pedang Panca Buddha untuk menyelamatkan diri dari
ancaman bahaya maut. Terdengar orang itu berseru:
"Hmmm, tak kusangka ilmu pedangmu kembali memperoleh kemajuan yang sangat pesat."
Kim Thi sia yang diserang secara terus menerus akhirnya naik darah juga. ilmu pukulan Tay
goan sinkang dan ilmu pedang Panca Buddha segera dipergunakan secara bergantian.
Belasan gebrakan kemudian, orang tadi sudah kena terdesak hebat hingga berada pada posisi
dibawah angin. Kembali kedua orang itu bertarung belasan gebrakan, ketika orang itu mulai sadar bahwa
kemungkinan untuk menang tak ada tiba-tiba saja dia melancarkan dua buah serangan gencar
mendesak musuhnya, kemudian cepat-cepat dia melompat mundur dari ruangan dan berlalu dari
situ. Kim Thi sia pun tidak melakukan pengejaran, dia hanya berdiri termangu-mangu tak tahu apa
yang harus diperbuatnya. JILID 46 Tak selang berapa saat kemudian, sipedang kayu baru nampak munculkan diri dengan langkah
tergesa-gesa, begitu masuk kedalam kamar, ia segera berseru: "Sute, apakah kau telah bertemu
dengan toa suheng?" Dengan mata terbelalak Kim Thi sia menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tidak, aku tak
bersua dengan suheng"
Pedang kayu segera menghela napas panjang, katanya lagi: "orang yang barusan datang
kemari tak lain adalah toa suheng"
"Suheng, kau jangan membohongi aku" teriak Kim Thi sia berang. "Aku bukannya tak pernah
bersua dengan toa suheng........."
"Buat apa aku membohongimu?" kata pedang kayu sambil menghentakkan kakinya keatas
tanah. "orang itu tak lain adalah sipedang emas yang tulen......."
"Aaaai baiklah, biar kuceritakan keadaan yang sebenarnya kepadamu......"
^^ooo Pedang emas mengajak pedang perak. pedang kayu, pedang air dan putri Kim huan menuju
kesuatu tempat yang sangat rahasia, disitulah tiba-tiba terlintas suatu pemikiran yang sangat aneh
didalam benaknya. Pemikiran yang sangat aneh ini membuat sipedang emas tertawa terkekeh-kekeh tanpa
disadari. Dengan perasaan tertegun bercampur keheranan putri Kim huan segera berpaling seraya
menegur: "Pedang emas, apa yang kau tertawakan?"
"Apa urusanmu dengan gelak tertawaku?" sahut pedang emas sambil menarik muka. Putri Kim
huan agak tertegun, kemudian katanya lagi:
"Aku hanya merasa keheranan, mengapa kau harus bersikap begitu dingin dan menyeramkan- "
"Kau tak usah berlagak sok dihadapanku" ujar sipedang emas dengan wajah serius.
"Dihadapanku kau bukan putri akan permaisuri, pokoknya setelah mengikuti aku, lebih baik jangan
banyak bicara......"
Saat itulah pedang kayu berkata lirih kepada putri Kim huan:
"Tabiat toa suheng kami memang sangat aneh, lebih baik kau jangan mencari gara-gara
dengannya........." Putri Kim huan sangat tak puas dengan keadaan itu, tak tahan dia menggerutu lagi:
"Aku hanya menganggap gelak tertawanya tidak pada tempat, bukankah sipedang perak
saudara seperguruan kalian" Kini dia menderita luka yang begitu parah, jiwanya tak mungkin bisa
diselamatkan sebagai orang yang berperasaan mengapa dia malah tertawa dalam keadaan
begini." Belum habis perkataan itu diutarakan, dengan marah sipedang emas telah berkata:
"IHmmm, kau hanya tahu berkentut, seandainya aku tidak menguatirkan keselamatan pedang
perak. mengapa aku gunakan "lentera hijau" untuk menyembuhkan lukanya?"
Putri Kim huan jadi tertegun dan terbungkam. Terdengar sipedang emas kembali berkata:
"Putri Kim huan, lentera hijau memiliki kasiat yang luar biasa sekali, aku yakin tak sampai
setengah jam kemudian, luka yang diderita sipedang perak telah sembuh kembali."
Waktu itu sipedang kayu telah meletakkan "lentera hijau" diatas tubuh pedang perak, kalau
semula tubuh pedang perak basah oleh darah yang menguncur keluar tiada hentinya, maka dalam
waktu singkat aliran darah tersebut telah terhenti semua. Menyusul kemudian kelihatan tubuh
pedang perak mulai bergerak.
Pedang air sebagai orang yang berperasaan paling baik diantara sembilan pedang segera
kegirangan setelah melihat kejadian itu, serunya tak tertahan:
"Lentera hijau benar-benar merupakan benda mestika dari dunia persilatan, kelihatannya jiwa
pedang perak bakal tertolong, haaah...haaah...haaah..."
"Apa yang kau tertawakan" mendadak pedang emas membentak. "Sekalipun pedang perak
dapat sembuh kembali, apa yang perlu kau girangkan?"
Sekalipun kata-kata itu tanpa alasan, namun pedang air segera terbungkam dalam seribu
bahasa, sekalipun dia masih ingin berbicara sesuatu, terpaksa kata-kata itu ditelan kembali
kedalam perut. Sementara itu sipedang emas mulai tertawa, ia tak mengira lentera hijau memiliki kasiat yang
begitu dahsyat sehingga seseorang yang hampir tewas pun dapat disembuhkan kembali.
Tanpa terasa dia teringat pula dengan wajah sendiri yang rusak dan buruk akibat perbuatan
suhunya dulu. Bila lentera hijau tersebut dapat digunakan untuk menyembuhkan wajahnya yang
jelek. bukankah dia akan mendapatkan kembali ketampanannya seperti dulu"
Sementara itu sipedang emas telah berpaling kembali kearah putri Kim huan dan menatapnya
lekat-lekat.

Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Merah padam selembar wajah putri Kim huan ketika ditatap seperti itu, dengan mulut cemberut
serunya: "Pedang emas, sekalipun kain kerudung wajahmu menutupi selembar wajahmu hingga aku tak
tahu perubahan perasaanmu sekarang tapi......"
Berbicara sampai disitu, ia menundukkan kepalanya lagi rendah-rendah.
Sebetulnya sipedang air hendak mengucapkan berapa patah kata untuk mencegah putri Kim
huan membangkitkan amarah pedang emas tapi sebelum ia sempat berbicara, pedang emas telah
berkata: "Hey tuan putri, apakah kau ingin melihat wajahku?" Putri Kim huan tertawa hambar.
"Aku tak usah melihat wajahmu, sebab dari sepasang matamu itu dapat menebak jalan
pikiranmu" "oya" Lantas apa yang berhasil kau lihat dari balik mataku itu?"
"Yang berada dibalik matamu, semuanya hanya kesesatan dan kejahatan-......"
"Kesesatan" Bagus sekali, aku memang seorang manusia sesat yang banyak melakukan
kejahatan-" Pelan-pelan putri Kim huan mengalihkan pandangan matanya ketempat kejauhan, kemudian
katanya lebih jauh: "Kau bukan seorang manusia sesat, aku pernah mendengar ayah Baginda berkata disaat
seseorang merasa bahwa dirinya berdosa, maka orang itu bukan orang yang berdosa lagi."
"Kenapa" "tanya pedang emas keheranan
"Sebab disaat dia merasa dirinya berdosa berarti dia telah mengakui dosanya, manusia, dia
pasti akan berusaha menghindarkan perbuatan dosa untuk mencari kebajikan."
Padahal dia sendiripun tidak tahu apa sebabnya kata-kata seprti itu bisa meluncur keluar dari
mulutnya, tapi putri Kim huan merasa kata-kata tadi seperti melompat keluar dari mulutnya secara
spontan. Dengan gemas pedang emas segera mendengus. "Hmmm, dasar pendapat seorang
perempuan" Tiba-tiba putri Kim huan berseru lagi:
"Hmmm, akupun tahu apa yang sedang kau pikirkan sekarang?"
"Kau tahu apa yang sedang kupikirkan?"
Dalam mendongkolnya putri Kim huan segera berseru:
"Hmmm, yang kaupikirkan semuanya adalah perbuatan-perbuatan cabul yang kotor" Kali ini
pedang emas tertawa tergelak.
"Haaaah.....haaaah.....haaaaah......betul memang itulah tabiatku yang sebenarnya.....cabul
Haaaah.....haaaah......memang kau tepat menebak watakku, sebab kau sendiripun orang cabul
hanya orang cabul yang memahami jalan pemikiranku. Terus terang saku bilang aku ingin makan
dirimu" Pada saat inilah mendadak sipedang kayu berkata kepada pedang emas:
"Toa suheng, menurut pendapatku meski luka bacokan yang diderita pedang perak sudah
disembuhkan oleh lentera hijau namun kerusakan tenaga dalamnya masih cukup memusingkan
kepala......" "Yaa betul" sipedang air segera menyambung. "Aku rasa luka dari suheng tak bisa
disembuhkan sama sekali dengan lentera hijau."
Untuk berapa saat lamanya suasana menjadi hening, semua orang tak tahu bagaimana mesti
menanggapi perkataan itu.
Akhirnya dengan perkataan agak terbata-bata, sipedang air berkata:
"Toa suheng, aku rasa...... untuk menyembuhkan luka yang begitu parah dari suheng..... maka
dia mesti ditolong oleh seseorang yang memiliki tenaga dalam sempurna....... kalau tidak........
sekalipun kita bisa menyembuhkan lukanya dengan mengandalkan lentera hijau.....tapi dia....dia
tetap akan cacad seumur hidup,.....ilmu silatnya tetap akan musnah."
"Ehmmmm, ucapanmu memang benar" pedang emas manggut-manggut sambil berjalan kian
kemari. "coba lanjutkan kata-katamu itu." Pedang air berkata lebih jauh:
"Dari sembilan orang bersaudara banyak diantara kita telah tewas. Sekarang yang tersisapun
tinggal tak seberapa, bila suheng sampai lumpuh, hal ini pasti mempengaruhi kekuatan kita
dikemudian hari....."
Setelah berhenti lagi untuk menukar napas, terusnya lebih jauh:
"Aku kuatir bila keadaan seperti ini dibiarkan berlangsung terus, pandangan umat persilatan
terhadap sembilan pedang akan mengalami perubahan yang besar, mungkin merka tak akan takut
lagi kepada kita. Lagipula Kim Thi sia yang baru munculkan diri itu akan semakin tenar dimanamana.
"Yaa betul" pedang kayu segera menimpali. "Kim Thi sia pasti akan bertambah angkuh dan
meraja rela dimana-mana."
Mendadak pedang emas berhenti berjalan, teriaknya keras-keras:
"Huuuh, manusia macam apakah Kim Thi sia itu, seorang bocah ingusan kemarin sore. Kenapa
mesti kita takuti?" Pedang air dan pedang kayu segera saling bertukar pandangan tanpa berkata-kata. Kembali
pedang emas berkata: "Tapi aku memang setuju untuk menyembuhkan pedang perak selekasnya, sebab persoalan ini
amat penting buat kita"
Sementara pembicaraan berlangsung, terdengar sipedang perak mulai merintih kesakitan-
Tentu saja hal ini merupakan gejala baik, karena dengan merintih kesakitan berarti pedang
perak telah mendapatkan kembali perasaannya. Pedang air segera berkata:
"Toa suheng, berbicara menurut keadaan saat ini, walaupun tempat kita ini terletak sangat
rahasia tapi aku kuatir akan segera ditemukan oleh para begundalnya Dewi Nirmala"
"Kalau ditemukan lantas kenapa?"
"Aku takut pertemuan itu bakal mengobarkan kembali suatu pertarungan yang amat seru"
"Yaa betul" putri Kim huan menimpali. "Jika sampai terjadi pertarungan sengit, siapa yang akan
mengurusi pedang perak" Bukankah riwayat hidupnya bakal kiamat?"
"Sungguh aneh"jengek pedang emas kemudian- "Kenapa sih kau menaruh perhatian yang
begitu besar terhadap pedang perak. Jangan-jangan-...."
"Hmmm, ngaco belo tak karuan" bentak putri Kim huan sengit. "Kau jangan menilai seorang
kuncu dengan pandangan sempit seorang manusia kurcaci...." Pedang emas tertawa terbahakbahak.
"Haaaah......haaaaah......haaaaah......maaf, maaf, rupanya kau masih terhitung seorang lelaki
sejati?" Merah padam selembar wajah putri Kim huan dibuatnya, kembali ia berseru dengan sengit:
"Aku toh cuma bicara seadanya, mau menolong sipedang perak atau tidak, itu mah urusan
kalian sendiri, apa sangkut pautnya dengan diriku?"
"Tapi sipedang perak terhitung seorang lelaki jantan juga" seru sipedang emas dengan suara
dalam. "Huuuh, dasar manusia cabul" umpat sigadis.
Sipedang air dan pedang kayu yang mendengar umpatan tersebut sama-sama tertegun
dibuatnya. Mereka menduga sipedang emas pasti tak senang hati dan akan mengumbar hawa
amarahnya. Ternyata dugaan mereka melesat sama sekali tidak menjadi gusar oleh umpatan tersebut
sebaliknya malah tertawa cengar cengir belaka.
"Sesungguhnya apa yang telah terjadi?"
Rupanya tanpa disadari sipedang emas telah jatuh cinta kepada putri Kim huan-
Memang begitulah kalau manusia sedang dimabuk cinta. Sekalipun putri Kim huan memakinya
sebagai manusia "cabul" dihadapan orang banyak. lagi bagi pendengaran pedang emas, umpatan
tersebut justru amat sedap didengar.
Sementara itu pedang perak telah menggeliat sambil mengingau terus dengan suara lemah.
Melihat itu, pedang emas segera berkata:
"Aaaai, bila ditinjau dari keadaan sipedang perak sekarang, tampaknya bila tiada seseorang
yang bertenaga dalam sempurna membantunya, tak mungkin kesehatan tubuhnya dapat pulih
kembali dalam waktu singkat, persoalannya sekarang kemana kita harus mencari orang yang
bertenaga dalam amat sempurna.....?" Pedang air dan pedang kayu serentak berseru:
"Didalam kolong langit dimasa ini, rasanya hanya toako seorang yang memiliki tenaga dalam
paling sempurna." "Jadi maksudmu, kau berharap aku menolong pedang perak dengan menggunakan tenaga
dalamku?" tanya pedang emas seraya berpaling kearah pedang kayu.
"Tentu saja begitu" dengan cepat pedang air manggut-manggut.
"Bagaimana dengan dirimu?" tanya pedang emas lagi sambil berpaling kearah pedang kayu.
"Apakah kaupun berpendapat demikian?"
Pedang kayu tak bisa meraba jalan pemikiran pedang emas, terpaksa dla mengangguk juga.
"Yaa benar" Mendadak pedang emas mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak. suaranya
keras menusuk pendengaran.
Seperminum teh kemudian ia baru berhenti tertawa, lalu sambil menuding kearah pedang air
danpedang kayu, serunya: "Bagus sekali, rupanya kalian dua manusia busukpun sedang menyusun rencana untuk
mengerjai diriku?" Untuk berapa saat lamanya pedang air dan pedang kayu cuma saling berpandangan saja,
mereka ingin mengucapkan sesuatu, namun tak tahu apa yang mesti dikatakan. Terdengar
sipedang emas berkata lagi:
"Tapi kalian coba pikir kembali, seandainya para utusan dari Lembah Nirmala menyerbu datang
secara tiba-tiba, siapakah yang akan melawan mereka.......?"
Seandainya dihari biasa, pedang air dan pedang kayu tentu akan menuruti adatnya dengan
berteriak begini: "Apa yang mesti ditakuti, tentara datang menyerang kita cegat, air bah datang kita bendung,
apa yang mesti kita takuti semua?"
Tapi berada dihadapan dipedang air dan pedang kayu tak berani mengucapkan perkataan
seperti ini. oleh sebab itulah mereka terbungkam dalam seribu bahasa dan untuk sesaat lamanya hanya
bisa saling berpandangan belaka.
Sementara itu terdengar sipedang emas berkata lagi:
"Padahal menurut keadaannya saat ini, luka yang diderita sipedang perak bukannya masalah
yang dapat ditunda lagi......"
Belum selesai perkataan itu diutarakan sipedang air telah menimbrung dengan cepat:
"Itulah sebabnya kami jadi teringat akan toa suheng, dengan kesempurnaan tenaga dalam
yang kau miliki....."
"Hmmm, kentut anjingmu" teriak sipedang emas sewot.
"Tapi aku berbicara sejujurnya....." seru pedang air sedikit agak ketakutan-
"Berbicara sejujurnya, kaulah yang seharusnya mengeluarkan tenaga untuk membantu
sipedang perak" "Aku?" pedang air tertegun-
"Yaabetul, memang kau" pedang emas menegaskan-Saat itulah putri Kim huan menimbrung:
"Pedang kayu, kaupun seorang jagoan kenamaan, apakah kaupun berniat untuk pekerjaan
mulia ini?" Pedang emaspun segera memerintahkan:
"Pedang air, cepat pergunakan ilmu Siaut cut thian kui goan tong hian hoat mu untuk
membantu abang seperguruanmu....."
Begitu perintah dikeluarkan, paras muka pedang air segera berubah sangat hebat.
Seperti diketahui, ilmu yang dimaksudkan abang seperguruannya adalah sejenis ilmu tenaga
dalam yang sering kali dipakai untuk membantu orang lain menembusi dua jalan darah penting
ditubuh manusia. Tapi cara tersebut paling banyak menghabiskan tenaga dalam biasanya apabila sudah
digunakan maka tenaga dalamnya akan menderita kerusakan hampir sepuluh tahun hasil latihan-
Dengan keadaan seperti ini siapakah yang bersedia mengorbankan tenaga latihannya selama
sepuluh tahun untuk menolong orang lain"
Tentu saja kecuali orang tersebut adalah ayah atau ibu kandungnya sendiri.
Untuk berapa saat lamanya sipedang air sendiri termangu-mangu dengan mulut membungkam,
dia tak tahu apa yang mesti dikatakannya sekarang. Terdengar sipedang emas berkata lagi:
"Pedang air, apakah kau sudah mendengar perintahku?"
Terpaksa pedang air menyahut: "Sudah mendengar"
"Kalau toh sudah mendengar, mengapa masih belum kau lakukan?"
Tanpa terasa pedang air berpaling kearah pedang kayu, dia berharap pedang kayu bisa
mengucapkan sepatah dua patah kata, sehingga dia terlepas dari kesulitan tersebut.
Tapi pedang kayu hanya menolongakkan kepalanya memandang ketempat lain, ia
membungkam dalam seribu bahasa.
Dalam keadaan begini terpaksa pedang air merengek.
"Toa suheng, biarlah kita mengurut jalan darahnya menggunakan tenaga panas, toh kita tak
perlu terburu napsu."
"Kentut busuk. cara semacam itu membutuhkan waktu selama tiga hari, siapa yang kemudian
berdiam hampir tiga hari lamanya ditempat seperti setan ini......"
"Tapi....tapi......" suara sipedang air kedengaran sangat gemetar keras.
"Kurang ajar" pedang emas mulai marah.
"Memangnya kau belum pernah mempelajari ilmu Kui goan tong hian hoat tersebut." Begitu
ucapan tersebut diutarakan, sipedang air menjadi kegirangan setengah mati. Dengan cepat dia
menyahut: "Yaa betul, aku memang tak bisa." Pedang emas segera mendengus dingin.
"Baiklah, kalau memang kau tidak bisa, biar ku ajarkan cara tersebut kepadamu"
"Pedang air" sipedang kayu segera menimbrung. "Mengapa kau tidak segera menyembah toa
suheng dan mengucapkan terima kasih kepadanya karena mewariskan kepandaian sakti itu
kepadamu?" Padahal sipedang air sebagai seorang jago kenamaan, tentu saja dapat menggunakan ilmu Lui
thian tong goan hiat hoat tersebut. Hanya saja ia sengaja mengatakan tak bisa agar terhindar dari
tugas yang sangat berat itu.
Tapi urusan telah berkembang menjadi begini, hal mana membuatnya kehabisan daya dan apa
boleh buat. Sambil tertawa kering buru-buru pedang air maju berlutut dan berkata dengan sikap yang
seolah-olah serius. "Terima kasih toa suheng, atas pelajaran yang akan kau wariskan kepadaku."
Tanpa sungkan-sungkan lagi pedang emas segera berseru:
"cepat bangkit berdiri, mendekati pedang perak. pegang jalan darah pada pergelangan
tangannya, Ngo khi kui sim, Lo song siau goan-....."
Dalam keadaan begini terpaksa pedang air harus melaksanakan perintah kakak seperguruannya
itu, tapi perasaan hatinya dibuat terkejut juga setelah mendengar perkataan tersebut, tiba-tiba
serunya: "Toa suheng, kenapa kau suruh aku menggunakan cara "lo song tiau goan- tersebut" bukankah
hal ini sama artinya dengan mengurangi masa hidupku didunia ini?" Pedang emas sama sekali
tidak menggubris, kembali dia melanjutkan-"Hian thian oh tee, Pat piau ji sim."
Ternyata yang diwariskan kepada sipedang air waktu itu hampir semuanya merupakan cara
menyalurkan tenaga dalam yang paling merusak kekuatan inti sendiri serta merugikan usia hidup
pribadi. Pedang air benar-benar mengeluh dihati namun tak berani membantah diluar, terpaksa dia
harus menuruti semua perintah tersebut.
Bagi putri Kim huan yang menyaksikan semua kejadian tersebut, mungkin saja dia tak
merasakan sesuatu keistimewaan atau keanehanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Tapi bagi sipedang kayu, dia justru terbelalak dibuatnya dengan hati terkesiap dan jantung
berdebar keras: sementara itu pedang emas masih mengoceh tiada hentinya, makin bicara suaranya semakin
nyaring. Sedangkan sipedang air menggetarkan tangannya berulang kali menuruti semua petunjuk yang
diberikan abang seperguruannya itu.
Makin cepat pedang emas berbicara, semakin cepat pula gerakan yang dilakukan pedang air.
Sampai pada akhirnya, bukan saja putri Kim huan tak melihat bayangan tubuh sipedang air,
sekalipun bayangan tubuh pedang perakpun sudah tertutup oleh bayangan badan pedang air.
Mendadak terdengar suara jeritan kesakitan yang amat keras.
Bersamaan itu juga terdengar suara bentakan keras dari pedang emas dan teriakan kesakitan
yang muncul dari mulut pedang air.
Pedang kayu yang menyaksikan adegan tersebut selain merasa girang, diapun menghela napas
panjang. ia bergembira karena melalui cara pengobatan semacam itu, kesehatan badan pedang perak
akan segera pulih kembali seperti sedia kala.
Dia menghela napas karena sejak peristiwa tersebut, sipedang air telah ditakdirkan akan
kehilangan usianya hampir belasan tahun lamanya.
Selain itu, bila sipedang air bertindak kurang hati-hati, niscaya dia akan hidup dalam keadaan
cacad mental dan cacad badan-Dalam pada itu, sipedang emas telah membentak keras: "Berhenti"
Tiba-tiba saja tampak pedang air terjatuh keatas tanah dengan mandi keringat, napasnya
tersengkal-sengkal dan mukanya pucat pias bagaikan mayat. sebaliknya sipedang perak tertidur
bagaikan bayi tidur tanpa bergerak sedikitpun jua.
Dengan air mata bercucuran pedang kayu segera melangkah maju mendekatinya lalu berbisik:
"Wahai pedang perak. untung sekali pedang kayu bersedia untuk berkorban demi
menyelamatkan jiwamu. ......"
Sedangkan putri Kim huan berebut maju mendekati pedang air dan memeluknya erat-erat
sambil berbisik: "Pedang air, bagaimana keadaanmu sekarang?"
Menghadapi pelukan sigadis cantik ini, pedang air jadi terbelalak dan napasnya semakin
memburu. "Pedang air, kau terlalu lelah....." kembali putri Kim huan berpikir lembut. Pedang air
memaksakan diri untuk tersenyum sambil mengiakan.
"coba kau lihat" kembali putri kim huan berbisik. "Sekujur badanmu basah oleh keringat, seperti
baru tercebur kedalam air kolam saja." Baru selesai kata-kata tersebut diutarakan pedang emas
telah berteriak keras: "Tuan putri, kemari kau. Mau apa kau?"
Dengan suara lembut pedang emas berkata:
"Kemarilah kau, ada urusan penting hendak kubicarakan dengan dirimu." Terpaksa putri Kim
huan bangkit berdiri dan berjalan menghampirinya.
Tapi setelah gadis itu tiba dihadapannya, ternyata tiada sesuatu apapun yang dikatakan pedang
emas. Dalam keadaan begini terpaksa gadis itu mengambil tempat duduk dan duduk dengan kesal
disitu. Setelah duduk sejenak. putri Kim huan baru berkata lagi: "Apakah kau hanya menyuruh aku
duduk disampingmu?"

Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Benar" pedang emas mengangguk.
Putri Kim huan segera berkerut kening, tapi mulutnya membungkam dalam seribu bahasa.
Pedang emas segera berseru pula kepada pedang kayu. "Pedang kayu, kaupun kemarilah."
Tentu saja pedang kayu tak berani membantah perintah itu.
Untuk berapa saat lamanya mereka bertiga duduk bersama, sampai lama sekali tak seorangpun
yang berkata-kata. Lama kelamaan habis sudah kesabaran putri Kim bhuan, mendadak serunya dengan sengit:
"Pedang emas, sebenarnya apa maksud tujuanmu?"
Pedang emas membungkam diri, sipedang kayupun tak berani mengucapkan sesuatu, suasana
tetap hening dan sepi. Senja sudah menjelang tiba, namun suasana tetap hening dan tak terdengar suara apapun.
Putri Kim huan benar-benar tak mampu menahan sabar lagi, teriaknya kembali secara tiba-tiba.
"Pedang emas, sebenarnya apa maksudmu?"
Pedang emas tetap membungkam dia malah pejamkan mata dan mengatur pernapasan-Tentu
saja pedang kayu tak berani membantah perintah itu.
Untuk berapa saat lamanya mereka bertiga duduk bersama, sampai lama sekali tak seorangpun
yang berkata-kata. Lama kelamaan habis sudah kesabaran putri Kim huan, mendadak serunya dengan sengit:
"Pedang emas, sebenarnya apa maksud tujuanmu?"
Pedang emas membungkam diri, sipedang kayupun tak berani mengucapkan sesuatu, suasana
tetap hening dan sepi. senja sudah menjelang tiba, namun suasana tetap hening dan tak terdengar suara apapun.
Putri Kim huan benar-benar tak mampu menahan sabar lagi, teriaknya kembali secara tiba-tiba.
"Pedang emas, sebenarnya apa maksudmu?"
Pedang emas tetap membungkam dia malah pejamkan mata dan mengatur pernapasan-
Ketika menengok kearah pedang kayu, ternyata orang itupun sedang duduk bersemedi tanpa
bergerak. melihat itu putri Kim huan segera berseru dengan sengitnya:
"Hey pedang emas, kalau kau tak bicara lagi, bila ada orang masuk ketempat ini."
"Tuan putri, kau takut?" sela pedang emas.
"Aku tak takut, hanya........"
"Apa yang kau pikirkan?"
"Aku pikir, bila ada orang lewat disini, mereka tentu akan mengira kalau kita...."
"Mengira apa?" "Mereka akan mengira aku serta pedang kayu sedang belajar ilmu semedi darimu."
Begitu perkataan tersebut diutarakan, pedang emas dan pedang kayu menjadi kegelian hingga
tertawa terbahak-bahak. ^
Terutama sekali pedang emas, dia tertawa sampai terpingkal-pingkal. Terdengar putri Kim huan
berkata lagi: "Aaaaah, kalian hanya tahu tertawa, tak seorangpun diantara kalian yang menggubris pedang
perak maupun pedang air."
"Siapa bilang kami tidak menggubris" Bukankah pedang perak telah memperoleh pertolongan,
sekarang dia butuh beristirahat secukupnya, buat apa kita mesti mengganggu ketenangannya" "
"Bagaimana dengan pedang air?"
"Pedang airpun membutuhkan ketenangan untuk memulihkan kembali kekuatan tubuh
dimilikinya." "Dia nampak begitu kelelahan, mengapa kau tidak pergi menghibur hatinya, agar dia merasa
sedikit terhibur." Waktu itu sipedang air tetap merintih dan mengeluh kesakitan, kelihatan sekali kalau dia amat
tersiksa. "Dia tak boleh dihibur" tampik pedang emas.
"Kenapa?" "Sebab bila dia berani berbicara dengan orang lain dalam keadaan seperti ini, berarti dia akan
kehilangan usianya dengan lima tahun lagi."
"Aaaah....." putri Kim huan menjerit kaget. "Dia sudah kehilangan usianya hampir sepuluh
tahun, bila ditambah lima tahun lagi, bukankah menjadi lima belas tahun?"
"Yaa, begitulah keadaan yang sebenarnya itulah sebabnya dia tak boleh diganggu sekarang."
"Aku benar-benar tidak habis mengerti" kata putri Kim huan setelah termenung sebentar.
"Apanya yang tak mengerti?" kata pedang kayu. "Seandainya pedang air bisa hidup sampai usia
delapan puluh lima tahun, maka sekarang dia hanya bisa hidup sampai usia tujuh puluh lima
tahun." "Benar-benar tak kusangka kalau persoalan demikian serius dan gawatnya."
"Apakah kau senang melihat pedang air cuma bisa hidup sampai usia tujuh puluh tahun?"
ancam pedang emas. "Antara dia dengan aku sama sekali tiada jalinan permusuhan atau sakit hati apapun, kenapa
aku mesti memperpendek usia hidupnya?"
"oleh sebab itulah kau tak boleh mendekatinya, tak boleh mengajaknya berbicara untuk
sementara waktu....."
Putri Kim huan segera memandang sekejap kearah pedang emas dengan pandangan
mendalam, kemudian serunya:
"Sungguh tak kusangka kau adalah seorang yang baik hati." Pedang emas tertawa dingin.
"Hmmmm..... bukankah kau menuduhku sebagai seorang manusia rendahan yang cabul?"
Ternyata sindiran tersebut tidak mendatangkan reaksi apapun, putri Kim huan hanya tertawa
saja. Pedang emas segera berkata lagi:
"Tuan putri, apabila kau menyukai sipedang air, aku bisa memerintahkan kepadanya....."
Siapa tahu belum selesai perkataan itu diutarakan, putri Kim huan telah berteriak keras:
"Kentut busukmu"
"Ya a, bau sekali kentutmu......." pedang emas menimpali.
Pedang kayu tak tahan untuk ikut tertawa pula, selanya:
"Belum pernah kujumpai toa suheng menunjukkan kegembiraan seperti hari ini. Tuan putri, kau
seharusnya mengerti."
"Pedang kayu, kau tak ada sangkut pautnya dengan persoalan ini, lebih baik kau tak usah
banyak bicara" tiba-tiba pedang emas berseru.
"Baik......baik......." buru-buru pedang kayu mengiakan.
Sementara itu putri Kim huan telah berkata lagi:
"Seandainya ada orang hendak mencari pedang air untuk diajak berkelahi, apa yang akan
terjadi dengannya?" "Seandainya benar-benar terjadi peristiwa semacam ini. Hmmm, anggap saja nasibnya memang
lagi sial" kata pedang emas dengan wajah bersungguh-sungguh.
"Apakah dia akan mati?"
"Sekalipun dia tak akan mati terbunuh ditangan lawan, dalam kehidupan selanjutnya pedang air
pasti akan menjadi setan penyakitan yang lemah dan hingga mati tetap sengsara......tapi apa
maksudmu bertanya begini?"
"Aaaah, aku hanya bertanya seadanya saja."
Mendadak terdengar pedang kayu berseru:
"Aduh celaka, ada orang yang menemukan jejak kita ditempat ini"
"Yaa betul" sahut pedang emas sambil meraba gagang pedangnya. "Aku lihat orang itu memiliki
ilmu meringankan tubuh yang sangat lihay kita tak boleh memandang enteng dirinya"
sementara itu "lentera hijau" masih berada diatas kepala pedang perak, ketika pedang kayu
menyaksikan hal tersebut, diapun segera berbisik: "Toa suheng, perlukah kita ambil kembali
lentera hijau?" Baru saja sipedang emas hendak pergi mengambilnya, tiba-tiba muncul seorang gadis muda
yang cantik sekali bak bidadari dari khayangan menghampiri tempat tersebut.
Gadis cantik itu muncul dengan pedang terhunus, begitu melihat lentera hijau, ia segera
berteriak kaget: "Aaaaah.....bukankah benda itu lentera hijau, benda mestika dari dunia persilatan?"
Sesaat kemudian kembali muncul seorang kakek berambut putih, dengan wajah berseri dia
segera berteriak pula: "Benar-benar tak kusangka benda yang kucari kemana-mana tak berhasil ditemukan, akhirnya
kutemukan disini dengan tanpa sengaja. Anak Kian, cepat ambil benda itu"
Begitu perkataan tersebut diutarakan gadis cantik tersebut benar-benar berjalan mendekati
pedang perak dan siap mengambil lentera hijau tersebut.
sejak munculkan diri hingga detik itu, ternyata dua orang tamu yang tak diundang itu sama
sekali tak menggubris akan kehadiran orang-orang lain disitu seakan-akan mereka sama sekali tak
memandang sebelah matapun terhadap orang-orang itu.
Pedang emas menjadi mencak-mencak kegusaran, dengan suara keras bagaikan guntur ia
membentak. "Tunggu dulu"
Sambil membentak dia segera menerobos maju kedepan menggunakan gerakan bintang lewat
mengejar rembulan- Dalam waktu singkat ia telah tiba disisi pedang perak dan merebut kembali lentera hijau
tersebut. Gadis cantik itu kedengaran berseru tertahan lalu serunya:
"Sungguh tak kusangka kau memiliki ilmu gerakan tubuh yang begitu indah dan luar biasa"
Pedang emas hanya mendengus dingin tanpa memberikan tanggapan apapun jua. Sebaliknya
sipedang kayu segera mengumpat: "Budak ingusan, besar amat bacotmu"
"Hey anjing keparat" teriak sikakek berambut putih itu mendadak. "Selama hidup belum pernah
kusebut putriku sebagai budak ingusan, tampaknya kau sudah bosan hidup?"
ooooooooo Pedang kayu segera tertawa terbahak-bahak, sikapnya sinis dan memandang hina. Kakek
berambut putih itu segera berseru lagi:
"Anak Kian, bocah keparat itu sangat kurang ajar, coba beri tiga kali tempelengan keras pada
mulutnya" Gadis cantik yang biasa dipanggil "Anak Kian", itu segera mengiakan dan berjalan menghampiri
pedang kayu. Nampaknya dia benar-benar bermaksud memberi hadiah tiga kali tamparan keras diwajahnya,
tentu saja pedang kayu tidak membiarkan musuhnya berbuat sekehendak hati sendiri.
Melihat gerak maju sinona yang begitu mantap dan tegas, mau tak mau pedang kayu berpikir
juga. "Maknya, dua orang ayah beranak ini tangguh sombong dan takabur, aku harus bersikap lebih
berhati-hati." Berpikir demikian, diapun segera berseru:
"Budak ingusan, apakah kau mempunyai kemampuan tersebut" Baiklah, jika kau mampu
menampar mulutku tiga kali......."
sementara berbicara sampai disitu, gadis cantik itu telah tiba dihadapannya dan siap
menampar, karena itu terpaksa dia harus menghentikan pula kata-katanya.
"Ayoh lanjutkan perkataanmu, kau bermaksud untuk berbuat apa?"jengek kakek berambut
putih itu. Sambil mendengus dingin, pedang kayu segera berseru:
"Sejak hari ini, biarlah namaku sipedang kayu ditulis orang secara terbalik"
"oooh, rupanya kau adalah pedang kayu, anak murid Malaikat pedang berbaju perlente" kata
sikakek berambut putih itu sambil tertawa.
"Betul" "Bagus, bagus sekali"
Sementara itu meskipun sipedang emas tidak ikut berbicara namun dari samping arena secara
diam-diam dia awasi terus gerak gerik musuhnya.
Ia segera menyimpulkan bahwa ayah dan anak berdua ini memiliki tenaga dalam yang amat
sempurna, jelas ilmu silat yang mereka milikipun luar biasa hebatnya.
sementara itu, kakek berambut putih tersebut telah berkata lagi kepada gadis cantik itu.
"Anak Kian, dengan dasar kepandaian yang dia miliki, yakinkah kau untuk bisa menampar
mulutnya tiga kali."
Dalam perkiraan pedang kayu semula, setelah ayah beranak dua orang itu mengetahui identitas
dirinya yang sebetulnya, mereka tentu akan takut atau paling tidak tak berani memandang akan
menampar mulutnya. Siapa sangka apa yang diduganya semula ternyata meleset sama sekali. Terdengar gadis cantik
itu menyahut sambil tertawa:
"Tak usah kuatir ayah, bila putrimu berniat menampar pipi kirinya, tak nanti aku akan salah
menampar pipi kanannya"
Dengan bergemanya ucapan mana, bukan saja sipedang emas dan mulai dicekam rasa gusar
yang meluap-luap. "Baik" seru pedang kayu kemudian, "Aku akan berdiri disini budak cilik, akan kulihat sampai
dimanakah taraf kemampuanmu"
Dengan memperkokoh kuda-kudanya dia sengaja menjulurkan kepalanya kemuka siap
menantikan tamparan lawan-
Biarpun ia bersikap demikian, sesungguhnya secara diam-diam ia telah mempersiapkan diri
dengan sebaik-baiknya. Dengan sorot mata yang tajam dia awasi terus gerak gerik sinona itu
tanpa berkedip. Apabila gadis cantik itu turun tangan menamparnya, maka pedang kayu telah bersiap sedia
membabat tubuhnya hingga kutung. Mendadak terdengar pedang emas berteriak keras:
"Pedang emas tak perlu sungkan-sungkan lagi terhadapnya, ia begitu memandang hina kita
semua, bunuh saja tanpa ampun."
"Tentu saja" sahut pedang kayu dengan bersemangat. "Budak cilik ini tak tahu tingginya langit
dan tebalnya bumi. Aku mesti memberi ganjaran yang setimpal kepadanya."
Dalam pada itu Kiau ji telah mengalihkan pedangnya ketangan kiri, kemudian teriaknya nyaring.
"Nah, berhati-hatilah sekarang, akan kugunakan tangan kananku untuk menampar pipi kirimu"
Belum selesai perkataan itu diutarakan, tubuh Kian ji telah berkelebat lewat kemuka dengan
kecepatan luar biasa. "Plaaaaakkk....."
Tahu-tahu saja bunyi tamparan keras telah bergema memecahkan keheningan-Terdengar
kakek berambut putih itu berseru sambil tertawa terbahak-bahak:
"Haaaaah.....haaaaah......haaaaah......bagus sekali tamparanmu kali ini selain cepat pun amat
cekatan-" Sebaliknya paras muka pedang emas berubah sangat hebat, dia sama sekali tak mengira kalau
musuhnya memiliki kecepatan gerak tubuh yang begitu luar biasa hebatnya.
Pedang kayu yang kena ditampar tergetar mundur sampai beberapa langkah jauhnya dari posisi
semula, wajahnya telah berubah pucat bercampur semu merah. Sambil tertawa dan
mempermainkan kuncirnya, Kian Ji segera menjengek:
"Nah, bagaimana hasil tamparanku ini pedang kayu" Bukankah aku boleh menulis namamu
secara terbalik sekarang?"
Pedang kayu benar-benar berdiri kaku ditempat semula. Rasa malu, menyesal, kesal,
mendongkol dan gusar bercampur aduk menjadi satu dalam perasaannya sekarang. Putri Kim
huan yang selama ini membungkam, mendadak berseru:
"Tidak bisa, kalian telah berjanji dengan tiga kali tamparan, sekarang kau baru satu kali
tamparan-" "Kalau begitu akan kutampar dua kali lagi pipinya, dengan begitu jumlahnya akan menjadi tiga"
sahut Kian Ji ringan. Berbicara sampai disitu, tiba-tiba saja dia segera mendesak maju kemuka dengan kecepatan
tinggi. "Hati-hati" teriak pedang emas cepat. "Gerakan tubuh yang digunakan budak ini adalah ilmu
langkah tanpa bayangan pembingung sukma"
Pedang kayu mengiakan, buru-buru dia sambut datangnya terjangan musuh dengan ayunan
pedang. Berbicara seharusnya, dengan kemampuan pedang kayu sekarang, tidak sepantasnya kalau ia
sampai kena tertampar oleh Kian Ji sebab bagaimanapun jua dia masih terhitung seorang jagoan
tangguh dari dunia persilatan-
Tapi sayang pedang kayu terlalu memandang rendah kemampuan musuhnya, sehingga sifat
memandang entengnya membuat ia kurang sigap dan waspada.
Tapi sekarang rasa memandang rendah musuhnya telah hilang sama sekali, ia telah
menghadapi musuhnya secara bersungguh-sungguh. Sudah barang tentu Kian Ji tak bisa
memenuhi pengharapannya secara gampang. Sementara itu sipedang emas telah berseru lagi:
"Pedang kayu, cepat pergunakan ilmu pedang awan guntur untuk melancarkan serangan
dengan gencar" Perlu diketahui, ilmu pedang awan guntur merupakan salah satu ilmu simpanan dari Malaikat
pedang berbaju perlente, kelihayannya luar biasa.
Dalam waktu singkat berkobarlah suatu pertarungan yang amat sengit ditengah arena.
"Anak Kian" kedengaran kakek berambut putih itu memberi petunjuk. "cepat kau pergunakan
jurus naga marah menembusi langit untuk meloloskan pedangmu, lalu gunakan ilmu pedang ular
emas untuk mengancam batok kepalanya."
Kian Ji segera menuruti petunjuk itu, dibawah kepungan cahaya emas dari pedang kayu, tubuh
gadis tersebut melejit keudara dengan kecepatan luar biasa.
Berada diudara, Kian Ji berjumpalitan beberapa kali dengan pelbagai gaya, menggunakan
kesempatan tersebut dia meloloskan pedangnya dari dalam sarung.
Pedang kayu tak berani berayal, ia menerjang maju kemuka dengan menggunakan jurus
"Bunga berguguran putik bertumbangan."
Tapi sayang gerakan tubuh Kian ji jauh lebih cepat. tiba-tiba saja terjadi benturan yang amat
keras. "Traaaaangggg......."
Ditengah dentingan nyaring yang bergema terdengar Kian Ji berseru dengan keras: "Ayah,
bolehkah kupenggal batok kepalanya?"
Jodoh Rajawali 3 Persekutuan Tusuk Kundai Kumala Karya Wo Lung Shen Alap Alap Laut Kidul 4
^