Pencarian

Pedang Kunang Kunang 10

Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong Bagian 10


serangkai Siluman-goha-darah ini memiliki ilmu yang
khusus untuk menghancurkan ilmu kepandaian golongan
kaum gereja. Pun termasuk pusaka Thian-liong kim-jiu itu
!" "Apakah kepandaianmu itu ?"
"Dengan darah.....," tiba2 Pukulan-darah menggigit
ujung lidahnya lalu menyembur pemuda itu. Untung Gak
Lui cukup tangkas untuk meluncur ke samping. Tetapi
tepat pada saat itu Panah-darah dan Tongkat-darah juga
serempak bergerak menyemburkan darah. Untuk
melindungi pusaka Thian-liong-kim-jiu, Gak Lui berputarputar tubuh sambil mendekap pusaka itu dengan tangan
650 kiri agar jangan sampai terlumur darah. Walaupun dia
sendiri terkena beberapa percikan darah tetapi pusaka
Kim-jiu itu masih selamat. Tengah pemuda itu sibuk
melindungi diri dari semburan hujan darah, ketiga
Siluman-goha-darahpun sudah berloncat sampai 10
tombak jauhnya dan terus menyusup ke dalam sebuah
goha karang. "Heh, heh, heh, heh, aku tak dapat menemani
engkau lebih lama !" terdengar Pukulan-darah tertawa
mengekeh. Kumandangnya bergemuruh memenuhi
guha. "Hai, hendak lari kemana engkau !" teriak Gak Lui
seraya mengejar ke dalam gerumbul hutan. Arah yang
diperkirakannya sebagai tempat pelarian ketiga siluman
itu. Dengan beberapa kali loncatan ia menyusup ke
dalam hutan batu karang. Tetapi setelah tiba di tempat
itu, ia tertegun heran. Beratus-ratus tiang2 batu karang
yang tak terhitung jumlahnya, besarnya sepemeluk
tangan orang dan ada yang sekecil benang atau
memanjang kecil seperti tubuh ular dan ada juga yang
berbentuk seperti kelopak bunga. Dan yang menakjubkan, setiap tiang batu karang itu memancarkan
sinar yang aneh, menyilaukan mata orang. Makin
melangkah lebih dalam makin Gak Lui berada di sebuah
hutan batu karang yang lebat. Sempitnya jarak antara
tiang2 karang itu menyebabkan Gak Lui tak leluasa
bergerak. Dan hal itu berbahaya baginya. Jika setiap saat
ketiga siluman itu menggunakan senjata rahasia, tentulah
sukar untuk menangkis. Gak Lui berhenti untuk lepaskan
pandang mata ke sekeliling penjuru. Terdengar
kumandang tertawa si Pukulan-darah mengumandang
memenuhi tempat itu sehingga sukar ditentukan tempat
651 persembunyiannya. Pun indera pendengarannya yang
tajam, tak dapat digunakan di tempat itu. Dan yang lebih
aneh pula ketika ia memandang pedang, ternyata batang
pedang yang bersinar putih mengkilap, saat itu berobah
warna merah darah. Dan pedang pusaka Pelangi yang
bersinar biru, berobah menjadi merah kehitam-hitaman.
Dan percikan darah pada pakaiannya tadi, saat itu tak
tampak, seperti lenyap dengan tiba2.
"Aneh ....." pikir Gak Lui. Padahal pakaiannya itu
masih berbau anyir tetapi mengapa noda darahnya tak
tampak" Ah, ternyata semua perobahan warna itu
berasal dari pancaran aneh dari tiang batu karang.
Warna putih berobah merah, biru menjadi wungu dan
merah malah lenyap. Ketika menyadari hal itu, diam2
menggigillah hati Gak Lui. Di bawah pancaran sinar batu
karang yang begitu aneh, apabila ketiga siluman itu
menyemburkan hujan darah lagi, ia pasti tak dapat
melihatnya. Sekalipun ia dapat mengandalkan penciumannya yang tajam, tetapi apabila bertempur,
tentulah ia tetap akan menderita kerugian. Tiba2
terdengar deru angin berbau anyir meniup dari sebelah
kanan dan kirinya. Gak Lui berpaling tetapi tak melihat suatu apa.
Terpaksa ia gunakan alat hidungnya untuk menentukan
arah penyerangnya itu, lalu bum, bum, ia lepaskan dua
buah hantaman dahsyat. Dari empat penjuru angin
menderu keras dan berhamburanlah ujung2 batu runcing
dan lembut kemana mana. Suara tertawa mengekeh yang menyeramkan, tak
henti hentinya berkumandang tiada berketentuan
arahnya. Gak Lui tetap mengejar. Tetapi baru dua
tombak jauhnya, ia rasakan tubuh gemetar dan cepat
hentikan langkah. Dengan hidungnya yang tajam,
652 dapatlah ia merasakan sesuatu bau yang tak wajar dari
angin pukulan lawan. Apabila ia tak waspada, bau
beracun itu tentu akan menyerang ke jantungnya. la
meraba pakaian. Ternyata bajupun terasa basah lembab,
demikianpun dengan pusaka Thian-liong-kim jiu. Jelas
sudah bahwa ketiga Siluman-goha darah itu
menggunakan siasat membuat silau mata orang lalu
diam2 menyemburkan darah. Percikan darah yang
melekat di lobang pori tubuh Gak Lui, menyusup masuk
sehingga ia rasakan tubuhnya gatal dan kesemutan.
"Hm, kalau ketiga siluman itu tak kulenyapkan,
percuma aku hidup !" Gak Lui menggeram serta diam2
menyalurkan tenaga- dalam untuk menghalau racun
dalam tubuhnya. Keadaan dalam lembah batu karang itu
sunyi sekali. Ia memandang kesekeliling tetapi tak
tampak suatu apa. "Celaka! Mereka tentu menyembunyikan barisan
rahasia," ia mulai curiga seraya maju menghampiri
barisan tiang karang itu. Iapun hentikan penyaluran
tenaga-dalam dan karena itu, ia segera menghirup hawa.
Seketika ia rasakan kepalanya pening. Hampir saja ia
muntah. Bau yang disedotnya itu luar biasa anyirnya.
Suatu tanda, bahwa musuh berada di dekatnya.
"Celaka...," diam2 ia mengeluh kaget. Belum sempat
ia mengatur langkah lebih lanjut, tiba2 sepercik hujan
darah, mencurah ke arahnya sehingga kepala dan
mukanya kena. Segera ia mengisar beberapa langkah ke
samping. Dengan indera penglihatannya yang tajam,
sayup2 ia melihat Pukulan-darah-pemburu-nyawa
menerobos keluar dari balik barisan tiang, siluman itu
serempak menyerangnya. Tangan kiri menghantam
kepala, tangan kanan menjulur hendak mencengkeram
dada. 653 Gak Lui terkejut sehingga mengucurkan keringat
dingin. Ia tak dapat melihat jelas pada musuh tetapi
musuh dapat melihatnya dengan jelas. Dalam bingung,
Gak Lui menggembor dan silangkan kedua tangannya. Ia
menggapit tangan lawan yang hendak merebut pusaka
Kim-jiu, sedang untuk pukulan lawan, ia gunakan bahu
kiri untuk menangkisnya. Bum .... pukulan itu membuat
Gak Lui terhuyung2 tiga tindak. Tetapi fihak lawan pun
menjerit ngeri. Tiga buah jarinya telah putus tergunting
gerakan tangan Gak Lui. Setelah berdiri tegak, Gak Lui
menghela napas longgar, katanya dalam hati: "Ah, masih
untung pusaka Thian liong-kim-jiu tak sampai direbut
lawan....." Belum sempat ia memikir lain2, kembali terdengar
angin menderu. Cepat ia berpaling dan terkejutlah ia
melihat bergulung gulung asap melanda kearahnya. Ah,
ternyata si Panah-darah diam2 telah meluncurkan
senjatanya. Disamping itu Tongkatdarahpun menyerangnya. Tongkatnya yang tinggal separo itu
malah menguntungkan baginya. Tempat amat sempit,
senjata panjang tak leluasa digunakan. Gak Luipun tak
dapat menggunakan pedangnya. Terpaksa ia gunakan
pukulan. Dengan tangan kiri memukul Panah-darah,
tangan kanan secepat kilat mengambil pusaka Thianliong-kim-jiu untuk menyambut serangan si Tongkatdarah.
Pertempuran berlangsung seru sekali. Sampai
mencapai 30 jurus, masih belum diketahui siapa yang
lebih unggul. Tetapi yang nyata, sekujur tubuh Gak Lui
basah dengan darah yang berbau anyir. Pun di
belakangnya terdengar siuran yang aneh. Pukulandarah- pemburu-nyawa menyerang lagi. Serangan itu
cepat dan mendadak sekali datangnya, sedang saat itu
Gak Lui tengah melayani Tongkat-darah dan Panah654
darah. Maka ia tak sempat menghindar dan menangkis.
Dalam sibuknya, ia menggertakkan gigi, mengisar
tubuh lalu secepat kilat menghantam sekuat-kuatnya
kepada kedua lawan. Panah darah dan tongkat-darah
terkejut melihat kenekadan pemuda itu. Tetapi mereka
segera menginsyafi siasat pemuda itu. Kalau mereka
mundur, pemuda itu tentu mempunyai kesempatan untuk
berputar tubuh dan menangkis serangan Pukulan-darahpemburu nyawa. Maka kedua siluman itupun nekad
kerahkan tenaga untuk adu kekerasan. Dengan begitu
mereka mengharap agar Pukulan darah dapat leluasa
menghancurkan punggung Gak Lui. Terdengar letupan
keras. Karena kelewat banyak menyedot hawa beracun,
tenaga-dalam Gak Luipun tertekan. Maka ia terlempar
kebelakang dan menyusup ke dalam barisan batu
karang. Kedua siluman itu heran mengapa kawannya yakni
Pukulan darah-pemburu nyawa tak menghantam pemuda
itu. Cepat keduanya berpaling ke tempat Pukulan-darahpemburu-nyawa itu. Tetapi apa yang disaksikan,
membuat mereka terbeliak kaget. Dibelakang Pukulandarah-pemburu-nyawa itu tampak beberapa orang,
sedang di mukanya tegak berdiri seorang nona yang
cantik. Nona itu bukan lain yalah Li Siu-mey.
Kemunculannya secara tiba2 itu membuat sekalian
orang terkejut sekali. Diam2 Gak Lui merasa girang.
Dengan kedatangan para ketua partai persilatan itu, jelas
bahwa mereka tentu sudah dapat mengalahkan
gerombolan Topeng Besi dan orang berkerudung muka.
Di lain fihak, ketiga Siluman-goha-darah itu diam2 kuatir.
Dalam keadaan seperti saat itu, apabila mereka nekad
hendak merebut pusaka Thian-liong-kim-jiu, tentu takkan
berhasil. Sebelum mereka mengambil keputusan, tiba2
655 Pukulan-darah pemburu-nyawa menyembur hujan darah
ke arah Siu-mey. Rupanya ia masih ingin berusaha yang
terakhir kalinya untuk mencelakai nona itu. Tetapi apa
yang terjadi, benar2 diluar dugaan orang. Nona itu tak
kaget, tak gugup. Dengan tenang dipandangnya siluman
itu lalu tiba2 mulutnya menghembuskan napas keluar.
Angin yang dihembuskan sinona itu, bukan melainkan
dapat melenyapkan hujan darah dari si Pukulan-darah,
pun dapat pula menghilangkan sinar aneh yang
menyelubungi tubuh lawan.
Seharusnya dengan hal itu, kawanan siluman itu
sadar bahwa kepandaian lawan jauh lebih tinggi dari
mereka. Tetapi tidak demikian dengan pikiran Pukulandarah pemburu-nyawa. Dia memperhitungkan bahwa
kepandaian nona itu tentu terbatas. Maka ia akan
bertindak untuk menangkap nona itu sebagai tawanan.
Dengan gerak secepat kilat, ia segera menyambar
lengan nona itu. Gak Lui terkejut. Ia tahu ilmu silat Siumey memang tidak begitu tinggi. Ia tak menghiraukan
suatu apa lagi, terus menerobos keluar dari barisan batu
karang. Tetapi secepat kilat, Panah-darah dan Tongkatdarah segera keluar menghadangnya.
Saat itu Pukulan-darah sudah tebarkan kelima jari
dan hendak menguasai jalan darah di tubuh Siu-mey.
Tiba2 terdengar jeritan ngeri dan tampak Pukulan-darah
menyurut mundur setengah langkah lalu rubuh ke tanah
dan tak berkutik untuk selama- lamanya lagi. Kiranya iblis
itu telah digigit ular berbisa yang melingkar di lengan
sinona. Peristiwa itu membuat kedua siluman tertegun
seperti patung. Gak Lui tak mau memberi kesempatan
lagi. Ia terus menghantam mereka. Kedua siluman itu
gelagapan. Buru2 mereka kerahkan tenaga untuk
menangkis. Tampak siu-mey berputar-putar tubuh
menuju ke belakang Panah-berdarah. Ia segera
656 menyemburkan nafas untuk menghilangkan sinar aneh
yang membungkus tubuh kedua iblis itu. Kedua siluman
itu pucat dan gentar sekali. Gerakan tangan mereka agak
lambat dan pada saat itu pusaka Thian-liong-kim- jiupun
tepat sekali menghantam dada. Huak .... terdengar pula
jeritan ngeri disusul dengan robohnya sesosok tubuh ke
tanah. Panah-berdarah-pencabut-nyawa telah menyusul
Pukulan-darah-pemburu-nyawa ke Neraka. Kini hanya
tinggal Tongkat darah seorang.
Setelah kedua saudaranya mati, ia tak berani
melanjutkan pertempuran lagi dan merencanakan untuk
lari. Cepat ia menyemburkan hujan darah lalu loncat
menyusup ke dalam barisan tiang karang. Tetapi Gak Lui
tak mau memberi ampun lagi. Ia melambai kepada Siumey untuk diajak mengejar. Tetapi dengan gunakan ilmu
Menyusup-suara, nona itu menjawab: "Engkoh Lui,
jangan terburu nafsu. Tak mungkin dia dapat meloloskan
diri!" "Rupanya engkau mampu mengatasi ilmu hitam
mereka itu, bukan ?"
"Ya." "Lalu bagaimana kita harus mengejarnya ?"
"Ilmu kepandaian mereka tak lain yalah yang disebut
Hoan-ing tun heng (sinar bayangan pembungkus diri),
untuk menyesatkan pandangan orang. Ilmu itu bukan
ilmu yang hebat karena aku dapat melihat mereka
dengan jelas. Pun sekali turun tangan, aku dapat
memulihkan tubuh mereka dalam keadaan yang
sebenarnya ...." Dalam pada berkata kata itu mata Siumey tak henti2nya memandang ke sekeliling penjuru.
Tiba-tiba ia berhenti berkata lalu ayunkan tangan


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghantam. 657 Dimana angin pukulannya tiba maka segera tampak
bentuk sebuah tiang karang dan si Tongkat- darah
sedang menyembunyikan diri di situ. Siluman itu masih
belum mau melarikan diri. Dia masih menunggu
kesempatan untuk menyerang lagi. Tetapi demi sinar
yang membungkus tempatnya telah dilenyapkan, ia
terkejut sekali lalu melarikan diri ke sebuah guha yang
berada di belakangnya. Tetapi Gak Lui dan Siu mey
sudah mengejar. Kedua anak muda itu ternyata dapat
bergerak lebih cepat. Saat itu si Tongkat darah sudah
terkepung. Tak mungkin ia dapat meloloskan diri lagi.
Tetapi sebelum ajal, ia tetap berpantang maut. Sebelum
mati, ia nekad hendak berjuang agar musuhpun mati
bersama-sama. Cepat ia mengeluarkan panah lalu
ditaburkan ke seluruh penjuru. Dia tak mengarah musuh
tetapi menghancurkan tiang2 karang. Setiap tiang karang
yang terkena panah tentu rubuh dan mengeluarkan
ledakan keras. Bum, bum .... terdengar ledakan
berulang-ulang. Lembah karang itu seolah-olah hancur.
"Mari pergi!" melihat siasat lawan, Gak Lui cepat
mengajak Siu- mey tinggalkan tempat itu. Tepat pada
saat mereka keluar dari lembah, terdengarlah jeritan
ngeri. Mereka melihat tubuh Panah-darah hancur
tertimbun tiang karang. Beberapa saat kemudian barulah
Siu-mey menghela napas, lalu bertanya: "Engkoh Lui,
apakah tadi engkau terluka ?"
"Tidak," sahut Gak Lui, "bahkan tadi waktu
bersembunyi dalam barisan tiang karang, aku telah
menemukan suatu rejeki yang luar biasa !"
"Apa ?" Siu-mey heran. Gak Lui mengangsurkan
pusaka Thian-liong-kim-jiu: "Lihatlah !" Siu-mey
memandang pusaka itu dan meneliti sampai beberapa
jenak. Ia kerutkan dahi, tanyanya: "Ih, mengapa tak ada
658 apa2nya .... aneh, kemanakah gurat2 Pat-kwa pada
batang pusaka ini ?" Gak Lui tertawa: "Sudah lenyap !"
"Benar ?" "Siapa membohongi" Kulihat sendiri gurat2 itu seperti
bergerak berhamburan dan membentuk berbagai
perobahan yang menakjubkan ...."
"O, kalau begitu engkau sudah mengetahui tentang
ilmu Ngo- heng-terbalik?" tanya Siu-mey pula.
"Benar, ketika aku bersembunyi dalam barisan
karang tadi, timbullah semacam hawa panas yang
berwarna merah. Tiba2 kulihat gurat2 Pat-kwa pada
pusaka Thian-liong-kiam-jiu itu bergerak-gerak memecah
dan membentuk beberapa macam perobahan. Kuperhatikan dan barulah kusadari bahwa gerak2
guratan itu adalah ilmu pelajaran Ni-coan-ngo-heng. Ah,
jika tiada hal yang tak disengaja itu, tak mungkin aku
dapat mempelajari ilmu itu !"
Siu-mey turut bergirang atas rejeki yang diperoleh
Gak Lui. Kemudian Gak Lui berkata pula: "Mari kita
keluar dari lembah ini agar aku segera dapat
membereskan murid hianat si Lengan- besi-hati-baik dan
mengambil pedang pusaka Thian-lui-koay- kiam. Dengan
pedang itu, tentulah dapat kucincang tubuh si Maharaja
.... eh, bagaimana dengan ketua partai persilatan waktu
menghadapi gerombolan orang berkerudung muka dan
Topeng Besi?" "Pada waktu engkau mengejar kawanan Silumangoha-darah, karena melihat gelagat tak baik, merekapun
mundur teratur dengan meninggalkan beberapa patah
omongan ...." "Apa kata mereka?"
659 ---oo~dwkz^0^Yah~oo--"Sebelum kemudian, mereka akan ke gunung Cengsia-san
untuk melakukan pertempuran yang menentukan!" "Apakah para ketua partai persilatan menerima
tantangan itu?" "Ya, karena tak tahu musuh menyiapkan barisan
rahasia atau tidak, mereka terpaksa menerima tantangan
itu dan tak mau mengejar." Tiba2 mereka mendengar
suara senjata berdering. Buru2 mereka hentikan langkah
dan lekatkan telinga ke tanah. Dengan ilmu mendengar
suara yang tajam, dapatlah mereka mengetahui bahwa di
sebelah luar sedang berlangsung penggalian yang
dilakukan oleh berpuluh-puluh orang. Rupanya mereka
hendak membobol dinding lembah.
"Aneh, siapakah mereka ?" Siu-mey heran.
"Kalau tidak musuh tentu kawan," sahut Gak Lui, "tak
peduli siapa mereka, kita harus tinggalkan lembah ini."
"Siapa yang mau tetap tinggal di sini ?" Siu-mey
melengking, "tetapi lebih dulu kita harus dapat menduga
siapakah mereka itu, barulah kita dapat keluar dengan
tenang." "Tak perlu, karena sukar diduga."
"Mengapa ?" "Karena mereka tentu tak mampu mengetahui kalau
aku sedang mengejar ketiga siluman itu. Hanya engkau
berkat ketajaman hidungmu, dapat menyusul....."
"Tetapi setelah lewat beberapa hari, merekapun tentu
dapat mencari juga !"
660 "Benar, maka orang2 di luar lembah itu hanya ada
dua kemungkinan. Kalau bukan rombongan orang Cengsia-pay yang datang menolong tentulah anak buah
Maharaja. Tetapi kedua- duanya sama tujuannya !"
"Maksudmu ... mereka hendak mencari mayatmu ?"
"Benar ! Kalau dari golongan Ceng-pay, tentu hendak
mengurus mayatku. Tetapi kalau dari golongan Hitam
tentu hendak mencari pusaka Thian-liong-kim-jiu itu
apakah masih berada pada mayatku."
"Kalau begitu kita harus hati2 menghadapi mereka,"
kata Siu-mey dengan cemas.
Gak Lui tertawa: "Sudah tentu kita harus hati2 ....
sebaiknya kita gunakan kesempatan ketika mereka
sedang asyik menggali, lalu kita menerobos keluar."
Saat itu terdengar dering alat2 penggali makin jelas
dan makin dekat. Gak Lui dan Siu-mey-pun bersiap-siap.
Gak Lui gunakan pusaka Thian-liong-kim-jiu untuk
membuat lubang pada dinding karang. Setelah cukup
lebar, ia segera ajak Siu-mey loncat ke atas.
Ah.....kiranya yang berada di atas itu bukan lain adalah
Thian Lok totiang ketua Ceng-sia-pay dan rombongan
anak muridnya serta Sebun sianseng. Sudah tentu
pertemuan itu amat menggirangkan. Gak Lui haturkan
terima kasih atas bantuan mereka sehingga ia dapat
keluar dari lembah batu karang. Selain menghaturkan
terima kasih, pun Gak Lui menghaturkan maaf yang
sebesar-besarnya kepada Sebun sianseng atas kematian
adik seperguruannya yakni Tanghong sianseng.
"Ah, mati hidup itu memang sudah suratan takdir ....
harap tak usah mengungkat hal itu," kata Sebun
sianseng. Melihat pembicaraan menyinggung soal itu
lagi, buru2 Thian Lok totiang alihkan persoalan: "Gak
661 sauhiap, kabarnya Kaisar Persilatan sudah muncul di
Tiong-goan dan memberikan pusaka Thian-liong-kim-jiu
kepadamu. Benarkah itu?"
"Ya." "Boleh kami beramai-ramai melihat benda itu?"
Sebagai seorang pemuda yang tak berhati sempit,
sebenarnya Gak Lui tak keberatan. Tetapi ia tak mau
menunjukkan pusaka itu di depan orang banyak.
Akhirnya ia mengangguk dan mengambil pusaka itu.
Ketua perguruan Ceng-sia-pay dan Kun-lun-pay
serempak membungkuk tubuh memberi hormat.
Demikianpun dengan berpuluh-puluh anak murid kedua
partai perguruan itu. Dengan khidmat mereka tegak
berdiri memandang pusaka itu. Suasana hening khidmat.
Sekonyong-konyong terdengar suara tertawa yang keras,
angkuh dan gembira. Tenaga-dalam yang memancar dari
ketawa itu, mengejutkan sekalian orang.
Thian Lok totiang dan rombongan serentak berpaling
ke arah suara tawa itu. Di atas sebuah puncak gunduk
tanah, tegak berdiri seorang lelaki yang luar biasa
tingginya. Matanya besar, rambutnya terurai berhamburan di atas bahu. Sikapnya menyeramkan.
Sebun sianseng memang banyak pengalaman dalam
dunia persilatan. Melihat orang itu, serentak berobahlah
wajahnya, tegurnya: "Apakah engkau bukan.... Hui-linkiam Bok Tin?" Dengan dua tiga langkah, raksasa itu
sudah berada beberapa tombak jauhnya dari rombongan
Thian Lok totiang. Pada waktu berjalan, bahu dan
pinggangnya berhias 12 batang pedang.
"Ah, pandanganmu cukup tajam juga. Ya, benar, aku
memang si Pedang terbang Bok Tin," sahut raksasa itu.
Mendengar itu diam2 Thian Lok totiang terkejut. Sejenak
meraba tangkai pedangnya, ia melangkah maju setengah
662 langkah, serunya: "Sudah lama engkau tak muncul di
dunia persilatan. Mengapa hari ini engkau datang kemari
?" "Mengambil Thian liong-kim jiu!"
"Huh, mampukah engkau ?" Gak Lui mendengus
dingin seraya menyimpan pusaka itu ke dalam baju lalu
melangkah maju. Tetapi Thian Lok totiang sudah
mendahului mencabut pedang dan membentak: "Bok Tin,
engkau benar2 tak memandang mata pada orang. Di
hadapan kedua partai Ceng-sia-pay dan Kun lun- pay,
engkau berani mengumbar tingkah ?"
Pedang-terbang Bok Tin kicupkan mata
menyengir kuda: "Ho, engkau mau ikut campur?"
lalu "Apabila melihat ketidak adilan, terpaksa aku harus
membantu ...." "Sudahlah," sahut raksasa itu acuh tak acuh, "dengan
ilmu kepandaian yang engkau miliki, adalah seperti anai2
membentur lampu. Masakan kalian masih pura2 sebagai
ksatrya hendak memberantas yang tidak adil.
Menyingkirlah kesamping, agar jangan mengganggu
urusanku !" Ucapannya yang amat tekebur seolah-olah
tak memandang mata pada orang itu benar2 membuat
ketua Ceng-sia-pay merah padam karena marah.
Pada waktu ia hendak menyerang, tiba2 Gak Lui
sudah melesat maju dan membentak: "Hai, Bok Tin,
manusia macam apakah engkau ini" Apakah engkau
juga ingin cari mati !"
Dingin2 saja sianseng cepat menggunakan Memang jarang Bok Tin menyambut makian itu. Sebun
berseru kepada Gak Lui: "Dia mahir
duabelas batang pedang-terbang. ketemu tandingannya. Maka dia amat
663 jumawa sekali. Pedangnya pandak itu dapat ditaburkan
kepada orang. Harap engkau berhati-hati....."
"Apakah engkau ini benar Gak Lui ?" belum sebun
sianseng selesai berkata, Bok Tin sudah menegur Gak
Lui. "Hm, kalau benar, mau apa engkau ?" sahut pemuda
itu. "O...," seru Bok Tin. Rupanya ia kaget karena tak
menduga bahwa tokoh Gak Lui yang terkenal itu ternyata
masih seorang pemuda. Sambil menatap wajah pemuda
yang ditutup dengan topeng dari kulit binatang itu. Masih
dengan nada setengah tak percaya ia berseru: "Tokoh
pemapas pedang yang menggemparkan dunia persilatan
dahulu itu". apakah engkau sendiri ?"
"Benar !" "Kudengar juga orang mengatakan bahwa engkau
mahir akan ilmu melontar pedang ?"
Rupanya Gak Lui tak sabar terus menerus ditanya,
bentaknya: "Semua benar! Engkau hanya disuruh si
Maharaja untuk mengantarkan jiwamu kemari, perlu apa
bertanya ini itu !" "Maharaja ?" Bok Tin mendengus, "manusia apakah
dia berani menyuruh aku !"
"O, kalau begitu engkau bukan anak buahnya ?"
"Sudah tentu bukan! Dan lagi aku malah akan
mencarinya untuk adu ilmu pedang !"
Mendengar keterangan itu, lenyaplah kemarahan
Gak Lui, tanyanya pula, "Lalu untuk apa engkau
menghendaki pusaka Thian-liong-kim-jiu ?"
"Hendak kuperiksa dimana keistimewaannya !"
664 "Terus terang kuberitahukan, memang benda itu
adalah sebuah pusaka dunia persilatan yang amat
keramat. Kalau mencari keistimewaannya ... sekarang
sudah hilang." "Benarkah itu ?" Bok Tin menegas.
"Perlu apa aku membohongimu !"
Melihat kesungguhan wajah pemuda itu, Bok Tin
percaya kalau pemuda itu tentu tak bohong. Sejenak


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merenung, ia berkata: "Baiklah, sekarang tak perlu
mempersoalkan benda Kim-jiu itu. Tetapi....."
"Bagaimana ?" "Aku hendak menguji ilmu pedangmu !"
Mendengar keterangan Sebun sianseng bahwa Bok
Tin mahir menggunakan selusin pedang dan dapat
menaburkan dengan mahir, diam2 Gak Lui gembira:
"Baik, silahkan engkau mulai !" serunya. Bok Tin
menggulung lengan baju dan suruh Thian Lok totiang
serta rombongannya menyingkir. Siu mey sebenarnya
hendak membangkang tetapi Gak Lui memberi isyarat
dengan anggukan kepala. Terpaksa nona itu menurut.
Sebelum menyingkir ia memberi pesan dengan berbisik:
"Harap berhati hati !"
Setelah orang2 itu menyingkir, Gak Luipun mencabut
sepasang pedangnya. Dengan tenang ia menatap lawan.
Rupanya Bok Tin yang semula memandang rendah
kepada lawan, tercekat juga hatinya melihat sikap Gak
Lui yang bengis. Setelah kedua fihak berhadapan
beberapa saat, tiba2 Bok Tin rentangkan kedua tangan
dan secepat kilat mencabut pedang kedua bahunya
seraya membentak: "Lihat pedang ....!" Dua batang
pedang yang berkilau-kilauan memancar cahaya terang,
665 segera meluncur ke arah Gak Lui.
Gak Luipun cepat menyambutnya dengan suatu
gerak jurus yang istimewa, hendak memapas pedang
lawan. Tetapi sebelum jurus itu selesai, tiba2 kedua
batang pedang yang dilepas Bok Tin itu berpencar
melayang kekanan kiri, melingkar lingkar dan melayang
kembali kepada Bok Tin. Serempak dengan itu empat
batang pedang lagi, meluncur dari tangan Bok Tin.
Gak Lui terkejut. Buru2 ia gunakan jurus Burunghong-pentang- sayap untuk menangkis. Tring, tring ....
sinar pedang berhamburan ke udara dan keenam batang
pedang itu seperti mempunyai nyawa, dapat melayang
kembali kepada tuannya. "Hai, tak sangka engkau berisi juga !" teriak Bok Tin
seraya mencabut pedang yang pandak pada bahunya:
"Sekarang, cobalah engkau jajal yang ini !" Gak Lui tegak
bersiap. Sepuluh batang pedang meluncur dari tangan
orang she Bok itu. Tetapi pedang2 itu tak langsung
menuju ke arahnya melainkan melayang dan berputar
putar di udara dulu baru kemudian dari delapan penjuru,
mereka perlahan lahan meluncur kearah Gak Lui. Dalam
soal ilmu melontar pedang, Gak Lui memang ahli. Ia tahu
bahwa sekalipun gerakan pedang itu lambat tampaknya
tetapi sesungguhnya berisi dengan tenaga-dalam yang
hebat. Rupanya karena kewalahan maka lawan lalu
mengeluarkan ilmu kepandaian simpanan. Dalam pada
itu satu demi satu pedang2 itu meluncur dari udara.
Menimbulkan sinar yang menyilaukan mata dan angin
yang menderu-deru. Pedang2 itu meluncur kearah jalan
darah maut ditubuh Gak Lui.
"Hebat !" seru Gak Lui seraya memutar sepasang
pedangnya. Dengan putaran pedang itu, pedang pandak
Bok Tin tertahan. Tetapi anehnya, pedang2 pandak itu
666 tetap melingkar-lingkar. Tidak jatuh, pun tidak melayang
kembali kepada Bok Tin. Pedang2 pandak itu seperti
mempunyai mata. Setiap saat mereka hendak mencari
lubang kesempatan untuk menyusup ketubuh Gak Lui.
Ilmu permainan pedang seaneh itu, benar2 membuat
Gak Lui terkejut heran. Lawan menabur 10 batang
pedang pandak dan ia hanya mempunyai dua batang
pedang untuk melindungi diri. Pikirnya iapun hendak
menggunakan ilmu menabur pedang. Tetapi ia kuatir,
pedangnya kalah jumlah dengan pedang lawan. Apalagi
lawan masih mempunyai simpanan dua batang pedang
lagi. Tampak Bok Tin tak henti2nya ayunkan kedua
tangannya. Begitu pedang2 pandak itu melayang kembali
kepadanya, cepat ia menamparnya lagi. Demikian
sampai beberapa saat, Gak Lui tetap terancam dengan
10 batang pedang terbang itu. Tiba2 ia mendapat akal.
Pedang ditangan kanan tetap dimainkan seperti
biasa. Tetapi pedang di tangan kiri tiba2 ditaburkan
kearah dua batang pedang dari barisan pedang terbang
itu. Tring, tring .... terdengar lengking nyaring dari dua
buah benturan senjata pedang. Kedua pedang pandak
beradu dengan sebatang pedang panjang. Karena kalah
besar dan panjang, kedua pedang pandak itu terpental
sampai dua tombak jauhnya. Dengan terpentalnya kedua
pedang pandak itu maka delapan pedang pandak yang
lain pun ikut melayang ke belakang. Dengan hasil itu,
berobahlah situasi pertempuran. Hal itu membuat Siumey dan lain2 tokoh partai persilatan yang bermula
menahan napas, saat itu dapat menghela napas longgar.
Tetapi mereka heran melihat wajah Gak Lui masih
tampak tegang. Sedangkan si Pedang-terbang Bok Tin
masih tertawa- tawa. Suatu pertanda bahwa pertempuran
maut masih tetap akan berlangsung.
667 Apa yang diduga itu memang benar. Tak berapa
lama, sekonyong-konyong tubuh Bok Tin berputar deras.
Kemudian bagai seekor singa marah, dia loncat
menerjang Gak Lui. Dan tangannyapun sudah mencekal
sebatang pedang pandak. Sing .... sing .... ia bolang
balingkan pedang menusuk tubuh Gak Lui. Dan
serempak dengan itu barisan 10 pedang pandak tadi pun
berhamburan melayang dan menerjang pedang Gak Lui
yang dilontarkan tadi. Benar2 suatu ilmu pedang yang
aneh dan belum pernah Gak Lui saksikan selama ini.
Untuk menghadapi serangan istimewa itu, Gak Lui
kembangkan pedangnya dalam lingkaran makin lebar.
Kemudian tangan kirinya menggunakan tenaga-dalampenyedot untuk menyedot kembali pedang yang
dilontarkan tadi. Tetapi lawanpun tak tinggal diam. Ia
perhebat serangan kedua pedangnya disamping
mengendalikan kesepuluh batang pedang terbang tadi,
berhamburan menyerang dari celah2 pertahanan Gak
Lui. Cepat sekali pertempuran itu telah mencapai
tigapuluh jurus. Tampaknya memang masih bertimbang
tetapi sesungguhya Pedang-terbang Bok Tin lebih dapat
menguasai permainan. Sudah tentu hal itu dapat
diketahui juga oleh seorang tokoh semacam Thian Lok
totiang, Sebun sianseng dan lain2 tokoh yang hadir disitu.
Yang paling gelisah adalah Siu-mey. Dahinya sampai
mengucur keringat. Dan kejutnya makin memuncak
ketika melihat Gak Lui telah melakukan sebuah serangan
yang salah. Pemuda itu taburkan pedang Pelangi yang
berada ditangan kanannya. Maksudnya hendak
menghancurkan gerumbul pedang terbang yang
melayang-layang mengancam dirinya itu. Tetapi
668 perhitungannya meleset. Gerumbul pedang pandak itu
berpencar kesamping, secepat pedang Pelangi melintas,
ke 10 pedang pandak itupun segera merapat kembali
dan terus memburu Pedang Pelangi.
"Celaka !" Siau-mey menjerit tertahan. Tetapi
kebalikannya Pedang-terbang Bok Tin malah tertawa
mengekeh. Ia gerakkan sepasang pedangnya makin
deras untuk menghancurkan lingkaran sinar pedang Gak
Lui yang tinggal sebatang itu.
---oo~dwkz^0^Yah~oo--"Celaka...!" kali ini Thian Lok totiang juga berteriak
kaget. Sedang sekalian tokohpun terlongong. Mereka
duga dalam waktu yang singkat Gak Lui tentu akan
menderita kekalahan. Tetapi sekonyong-konyong bahu
pemuda itu bergerak dan tangan kanannya membalik,
wut......ia lepaskan tenaga-dalam Algojo- dunia untuk
menyedot pedang Pelangi tadi. Kesepuluh batang
pedang pandak pun ikut mengejar tetapi tenaga-dalampenyedot yang dipancarkan Gak Lui itu terlampau kuat
sehingga pedang2 pandak itu melekat pada pedang
Pelangi dan tak dapat bergerak lagi ! Gak Lui masih tak
berhenti sampai disitu. Ia alihkan saluran tenaga-dalampenyedot ketangan kanan untuk menempel senjata
lawan. Dengan gerakan itu, kesepuluh pedang pandak dari
Bok Tin mati kutu lalu terlempar sampai tujuh delapan
tombak jauhnya. Pedang-terbang Bok Tin menjerit kaget.
Dengan menggembor keras, ia kerahkan seluruh tenaga
untuk loncat kebelakang dan menarik sepasang
pedangnya dari sedotan pedang Gak Lui. Justeru itulah
yang dikehendaki Gak Lui. Ia kendorkan tenaga- dalam
penyedot lalu diganti mendorongkan ujung pedang
kepada lawan. Seketika itu tampak tubuh Bok Tin yang
669 tinggi besar bagaikan layang2 putus tali, terhuyunghuyung mundur sampai beberapa langkah. Sebelum
raksasa itu sempat berdiri tegak, Gak Lui sudah loncat
keudara dan dengan gerak burung-rajawali-pentangsayap, ia menghantam pedang lawan. Tring, tring....
pedang Bok Tin terpapas kutung. Jago pedang yang
bertubuh tinggi besar seperti raksasa itu, mendelik
matanya. Dengan marah ia berteriak :
"Kalah ....!" Ia berputar tubuh dan tanpa menghiraukan pedang2
pandaknya yang berhamburan ditanah, ia terus lari
ngiprit. Sikap yang polos dan jujur dari Bok Tin,
meninggalkan kesan baik pada Gak Lui. Selama
mengembara di dunia persilatan belum pernah ia
berjumpa dengan seorang jujur seperti Bok Tin.
Bok Tin seorang tokoh pedang yang berkepandaian
tinggi. Tetapi karena kalah, iapun dengan terus terang
mengaku kalah. Karena tertarik akan kejujuran si
raksasa, Gak Lui cepat loncat menghadang : "Sekalipun
kalah, tetapi mengapa anda tak mau mengambil pedang
anda itu ?" Sepasang mata besar dari Bok Tin merentang lebar:
"Kabarnya engkau gemar mengutungi pedang orang
mengapa engkau tak menghendaki pedangku ?"
"Itu dulu, tetapi sekarang tidak lagi."
"Kalau engkau tak mau, akupun tak mau juga," kata
Bok Tin. Gak Lui terkejut: "Senjata itu adalah senjata yang
telah mengangkat namamu, masakan engkau tak sayang
?" "Masakan tak sayang ...."
670 "Lalu mengapa tak mau."
"Peraturan dalam dunia persilatan menetapkan,
dalam pertempuran apabila yang menang tak mau
melukai yang kalah maka yang kalah harus
meninggalkan senjatanya."
Gak Lui tertawa gelak2: "Ah, anda benar2 taat akan
peraturan....." Pada saat itu Thian Lok totiang dan rombongan
orang gagah, menghampiri datang. Mereka-pun memuji
atas sikap Bok Tin. Kesan baik pada raksasa itu telah
merobah sikap permusuhan dari tokoh2 persilatan
tersebut. Sebun sianseng memberi hormat, serunya: "Saudara
jarang sekali muncul didunia persilatan. Sungguh tak
terduga kalau hari ini dapat berjumpa. Dan ternyata
saudara tetap memegang teguh peraturan dunia
persilatan. Aku Sebun Giok menghaturkan hormat
kepada saudara....."
Ucapan tokoh dari Kun-lun-pay itu laksana angin
segar yang menghembus lenyap kegelisahan hati
sekalian orang. Pedang-terbang Bok Tin terkejut girang, serunya :
"Kalau begitu, akulah yang salah. Perbuatanku mengintai
kalian dan hendak melihat pusaka Thian-liong-kim-jiu tadi
hanyalah terdorong oleh rasa ingin tahu saja. Harap
saudara Gak suka maafkan ......"
Gak Lui cepat menyambut : "Jika tak bertempur tentu
tak kenal. Sudahlah kita habisi soal itu sampai disini.
Harap saudara mengambil senjata saudara itu !"
Demikian mereka dari lawan menjadi kawan. Selang
beberapa saat kemudian, berkata pula Bok Tin :
671 "Kudengar berita dalam dunia persilatan bahwa Maharaja
persilatan itu, dengan mengandalkan ilmu pedangnya
yang sakti telah melindas tokoh2 persilatan dan
melakukan kejahatan. Maka aku ingin mencarinya. Siapa
tahu waktu bertempur dengan saudara Gak Lui tadi, baru
kutahu bahwa didunia persilatan telah muncul seorang
tunas muda yang cemerlang. Aku yang sudah
meyakinkan ilmu pedang berpuluh tahun, ternyata tak
mampu menghadapinya. Menilik hal itu, rasanya aku
lebih baik tak muncul saja....."
"Kalau saudara mengandung cita2 hendak menumpas kejahatan, mengapa saudara tak bergabung
dengan kita saja ?" kata Sebun Sianseng.
"Ah, aku sudah biasa hidup mengembara. Mungkin
akan mengecewakan harapan saudara2," kata Bok Tin
lalu memandang kearah Gak Lui, "tetapi demi membalas
terima kasih kepada saudara Gak, jika diperlukan aku
tentu bersedia membantu."
Gak Lui diam merenung : "Aku sudah berhasil
memahamkan ilmu Ni coan-ngo-heng. Dan harus menuju
ke istana Bi-kiong di Busan. Rencana mencari Pukulansakti The Thay, dan Tabib sakti Li Kok-hua terpaksa
kutunda dulu, Pedang-terbang Bok Tin ini hebat sekali
kepandaiannya dan pula musuh belum mengenalnya.
Ah, seorang pembantu yang tepat..."
Setelah menetapkan keputusan, berkatalah ia
dengan terus terang : "Aku mempunyai suatu hal yang
hendak kumintakan bantuan saudara. Entah apakah
saudara tak berkeberatan ?"
"Jangan sungkan, aku tentu akan membantu dengan
sekuat tenaga. Apakah keperluan saudara itu ?"


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Maharaja Persilatan mempunyai anak buah, 672 sekelompok Orang berkerudung muka. Kuminta saudara
suka menyelidiki gerombolan orang aneh itu !"
"Orang berkerudung muka " Ya, memang aku pernah
mendengarnya. Jika engkau bermusuhan kepada
mereka, pedangku tentu takkan memberi ampun mereka
...." "Bukan, aku hanya perlu tahu tempatnya dan jangan
sembarangan bertindak sendiri," cepat Gak Lui
mencegah. "Mengapa ?" "Aku hendak mencari seorang sahabat yang bernama
Pukulan- sakti The Thay. Dia seorang ahli pembuat
pedang yang terkenal dan ditawan oleh gerombolan
Maharaja Persilatan. Karena pedang dari beberapa
anggauta gerombolan Orang berkerudung itu telah
kubikin cacad, mereka tentu akan mencari The Thay
untuk menyuruhnya memperbaiki."
"Ho, kutahu! Bukankah engkau hendak menggunakan beberapa Orang berkerudung itu untuk
mencari sarang mereka ?"
"Benar !" "Jangan kuatir, serahkan saja padaku. Tetapi kalau
sudah ketemu lalu bagaimana aku dapat mencarimu ?"
tanya raksasa Bok Tin. "Hm, aku berada disekitar gunung Bu-san."
"Baik, aku segera berangkat....." kata Bok Tin terus
minta diri. Dengan langkah lebar tak berapa lama orang
yang bertubuh tinggi besar itupun sudah lenyap dari
pandangan mata. Setelah orang itu jauh, Thian Lok
totiang dan lain2 tokoh sama tersenyum. Hanya Gak Lui
sendiri yang merasa tak enak dalam hati. Diam2 ia
673 menduga bahwa sembarang waktu dan tempat,
Maharaja Persilatan itu tentu dapat muncul. Apabila
sampai bertempur dengan Pedang-terbang Bok Tin,
tentu besar bahayanya. Bukankah berarti ia mengorbankan jiwa Bok Tin...
"Saudara Gak, perjanjian di Ceng-sia pada bulan
mendatang ini, tentulah engkau sudah mengetahui.
Sekarang kita akan berpisah untuk bersiap dan tak lama
lagi akan berkumpul pula dalam sebuah kubu barisan
besar. Dalam hal itu bagaimanakah rencanamu ?"
Sejenak Gak Lui merenung lalu menyatakan bahwa
ia hendak menuju ke Busan untuk mendapatkan pedang
Thia-lui-kiam. Setelah itu baru akan menggabungkan diri
dengan mereka. Sebun sianseng mengangguk : "Baiklah,
hanya ada sebuah hal....."
"Hal apa ?" "Kabarnya Pengemis Ular dari golongan partai
Pengemis daerah selatan, mahir menggunakan ular
berbisa sebagai senjata, akan muncul juga. Dia amat
ganas ...." Gak Lui cepat tertawa nyaring : "Berbicara tentang
Pengemis Ular itu, aku sudah memperoleh seorang ahli
yang mampu menandinginya."
"O," Sebun sianseng mendesuh sadar, "tentulah nona
Li yang engkau maksudkan itu. Dengan gelar Gadis-ular,
tentulah dugaanku kepadanya itu takkan meleset."
"Benar," Gak Lui mengiakan, "demi keselamatan
partai2 persilatan akan kumintanya membantu barisan
itu." Sesungguhnya Siu-mey tak senang tinggal digunung
Ceng-sia. Tetapi karena Gak Lui yang meminta, terpaksa
674 ia menurut saja. Hanya untuk menumpaskan
kemengkalan hatinya. Selesai mengatur, Gak Lui lalu
menuturkan tentang diri Hi Kiam-gin, agar apabila tokoh2
yang hadir disitu berjumpa dengan nona itu, janganlah
sampai timbul salah faham. Setelah itu Gak Lui lalu
mengambil selamat berpisah dan menuju ke istana Bikiong digunung Busan.
Gunung Busan mempunyai duabelas buah puncak.
Alam pemandangannya indah tetapi berbahaya. Tiba
ditempat tujuannya, dia agak terkejut. Ternyata tempat itu
bukanlah tempat yang tempo hari didatanginya. Ia masih
ingat akan Bu-san-yan-hong atau si Burung Hong cantik
dari Busan yang menjaga dipuncak Gwa-liok-hong atau
enam puncak lapisan luar. Tetapi Busan amat luas dan
lebat. Ia tak dapat melihat apa yang terdapat pada
barisan batu2 aneh disitu. Pun kalau berteriak, ia kuatir
akan didengar oleh murid hianat yang bersembunyi
dalam istana Bi-kiong. Demikian setelah merenung
sejenak, lalu ia mengatur langkah dalam gerak Ngo
heng-seng-kek, menyusup masuk kedalam barisan alam
di situ. "Aneh......" setelah berjalan beberapa lama ia terkejut.
Karena tempat yang dicapainya itu tiada terdapat angin
keras. Tanah dan batu karang disitu pun datar, tak
berbentuk aneh seperti yang pernah dialaminya tempo
hari. Tetapi setelah merenung beberapa saat, tiba2 ia
geli sendiri dan dapat menemukan jawabannya. Ya,
tempo hari ia tak mengerti cara untuk memasuki barisan
batu itu. Ia hanya menurut petunjuk orang yang bernama
Tio Bik-lui. Dan kepandaian orang she Tio itu pun belum
sempurna. Maka sekalipun ia dapat melintasi barisan
batu karang, namun tetap menghadapi kesulitan
sehingga harus mengerahkan seluruh tenaga dan
pikirannya. Tetapi kini bukan saja ia sudah dapat
675 memahamkan inti rahasia ilmu Ngo-heng, pun tenagadalamnya juga berlipat ganda. Dengan begitu, mudahlah
ia melintasi barisan batu itu. Setelah hampir setengah
hari berjalan dan tak lama akan tiba didekat istana Bikiong, diam2 ia heran mengapa tetap belum melihat si
nona itu. Akhirnya ia memutuskan untuk mengitari
gunung dan mencari tempat di mana dahulu ia terjeblus
didalam liang tanah. Beberapa saat kemudian tibalah ia ditempat
pemakaman kerangka ayahnya. Hati Gak Lui seperti
disayat. Beberapa airmata menitik turun. Setelah itu baru
ia lanjutkan hendak menuruni liang di bawah tanah. Ia
terkejut melihat mulut lubang itu tertimbun ranting2
pohon. Sepintas memang seperti kacau balau tetapi
setelah diperhatikan, nyatalah kalau ranting2 itu
diletakkan dalam susunan yang teratur.
"Hm, tentu diatur orang. Apabila tersentuh, orang
yang mengatur ranting2 itu tentu segera mengetahui.
Tetapi siapakah yang memasang ranting2 itu ?" diam2 ia
menimang. Tiba2 dari puncak Busan terdengar suara
orang menggerung dahsyat. Tak dapat diragukan lagi,
orang itu tentulah si Lengan- besi hati-baik. Dia tak mau
bertanya lagi melainkan memancarkan ilmu gemboran
dahsyat yang menggetarkan nyali orang.
Gak Lui memutuskan hendak gunakan ilmu gerak Nicoan-ngo- heng untuk mendaki keatas. Tetapi tiba2 dari
celah batu dibelakangnya terdengar suitan perlahan.
Dengan girang cepat ia berpaling dan dilihatnya sidara
cantik bersembunyi dibalik sebuah batu karang. Ia
unjukkan separoh mukanya dan memberi isyarat supaya
Gak Lui menghampirinya. Gak Lui terkejut heran.
Tentulah ada sesuatu yang terjadi pada istana Bi-kiong.
Cepat ia menyelinap ketempat sinona.
676 "Adik Lui....." Cepat nona itu menyambutnya dengan
memeluk erat2. "Taci Yan, apakah yang terjadi sehingga engkau
tampak begitu berhati-hati sekali ?"
"Benar, aku telah melihat suatu keanehan sehingga
aku takut sekali." "Apakah engkau melihat murid hianat si Lengan-besi
atau Maharaja Persilatan ?"
"Tidak ! Aku tak melihat seseorangpun....."
"Lalu mengapa ?"
"Adik Lui, adakah engkau melihat timbunan ranting
pohon diatas mulut terowongan itu ?" Gak Lui
mengiakan. "Kemungkinan tentu ada orang yang masuk dan
dengan hati2 dia meninggalkan pertandaan."
"Jadi memang benar2 dia orang yang datang kemari
?" tanya Gak Lui. "Benar, sayang saat itu aku tak berada di-dekat guha
sehingga tak dapat mengetahui orang itu. Tetapi...."
"Tetapi bagaimana ?"
"Kuragukan dia.....orang she Tio ....Tio Bik lui itu
sendiri !" "Apa alasanmu mengatakan demikian ?"
"Karena dahulu dia pernah datang kemari dan lagi....
kurasa gerak geriknya memang tak wajar."
"Hm," Gak Lui mendesah lalu merenung, "Tio Bik-lui
telah membantu aku menghalau ketiga Algojo itu. Dan
juga dialah yang memberi petunjuk jalan sehingga aku
677 dapat tiba kemari. Ah, janganlah kita sembarangan
menduga orang..." "O....." Bu- san-yan-hong mendesuh lalu menatapnya
dengan pandang menuntut. Rupanya terkesan juga Gak
Lui akan sikap nona yang tak mau lepaskan
kecurigaannya itu. Tiba2 ia teringat beberapa hal.
Kesatu, Tio Bik-lui begitu memperhatikan sekali akan
jejak keempat Bu san-su kiam. Setiap kali berjumpa,
langsung atau tak langsung, dia selalu menanyakan hal
itu. Adakah ada udang dibalik batu dalam pertanyaan itu
...." Kedua, waktu tempo hari Tio Bik lui menjaga
disekitar gunung Busan, Tio Bik-lui telah mengantarnya
memasuki gunung itu dan menunggu sampai ia keluar
lagi. Adakah tindakannya itu suatu bantuan atau
memang mempunyai maksud lain..." Walaupun sampai
beberapa saat, tak dapat juga Gak Lui memecahkan
persoalan itu. Apabila Tio Bik-lui itu memang palsu dan
bermaksud jahat, tujuannya tentulah tak lepas dari
mencari pedang pusaka Thian lui-koay-kiam itu. Tetapi
apabila dia memang bermaksud baik, Gak Lui merasa
berhutang budi besar kepadanya.
"Adik Lui, kedatanganmu sekarang tentu sudah
membekal pengetahuan ilmu Ni-coan-ngo-heng. Maukah
engkau membawaku serta memasuki istana Bu-san-bikiong itu?"
"Sayang ...." ---oo~dwkz^0^Yah~oo--"Istana Bi-kiong adalah peninggalan leluhurku. Aku
benar2 ingin menjenguknya!"
"Jangan sekarang ! Ilmu kepandaian si Lengan-besi678
hati-baik itu hebat sekali. Aku tak dapat membiarkan
engkau tertimpa bahaya."
"Tetapi disinipun belum tentu aman."
"Ini ....," Gak Lui merenung sejenak, "kalau begitu
lebih baik engkau ke gunung Ceng-sia-san menunggu
aku. Kelak partai2 persilatan akan berkumpul disana.
Dan lagi ada seorang Nona- ular Li Siu-mey yang selain
dapat menjadi sahabat, pun kalian dapat ber-sama2
mempelajari ilmu pedang Bu-san kiam-hwat, untuk
persiapan di kemudian hari." Bu san-yan-hong
mengiakan. Ia minta Gak Lui mendaki dan setelah itu
baru ia nanti akan tinggalkan gunung. Gak Lui pun tak
mau banyak bicara lagi. Ia terus lari mendaki keatas.
Enam puncak yang menjadi lapisan dalam dari gunung
Busan, jauh lebih dahsyat dan berbahaya dari keenam
puncak lapisan luar. Ia loncat keudara. Tetapi sebelum
kakinya turun ke-bumi, matanya seperti ber-kunang2.
Setiap keping batu karang, setiap jengkal tanah tampak
ber-putar2. Saat itu ia masih setombak dari tanah. Buru2
ia kerahkan tenaga- murni lalu menggeliat keatas hampir
beberapa tombak tingginya. Dalam pada itu diam2 ia
menghafalkan perobahan2 dalam ilmu Ni-coan-ngoheng. Kemudian ia meluncur keatas sebuah jalan kecil.
Tapi begitu menginjak bumi, iapun ikut terputar2 seperti
angin lesus. Tetapi ia menyadari bahwa hal itu hanyalah
sugesti atau menurut pikirannya sendiri. Cepat ia
menginjak tata Kiu- kiong-pat-kwa dan diam2 menghitung
keadaan barisan Thian- kang-ki-bun yang dihadapinya.
Setelah itu dengan tenang ia melesat kemuka.
Lebih kurang sejam lamanya, berhasillah ia melintasi
barisan itu dan tiba dipuncak lapisan dalam atau yang
disebut Lwe-liok-hong. Keenam puncak batu karang
disitu, sepintas pandang memang menyerupai sebuah
679 istana alam. Disebelah luarnya dikelilingi oleh tanah datar
seluas sepuluh tombak. "Ini tentulah istana Bi-kiong itu !" diam2 ia menimang.
Dengan cepat ia mengitari tanah yang disebut istana Bikiong itu ternyata hanya sebuah batu gunung yang tak
berpintu. Kecuali dinding karang yang terdapat tanda2
aneh boleh dikata tiada setitik celah pada batu itu. Dan
yang paling aneh pula, si Lengan-besi-hati-baik itu tak
kelihatan sama sekali. Bahkan gemborannya yang
dahsyat tadi pun tak kedengaran lagi. Gak Lui benar2
heran. Ia merasa ilmu kepandaiannya sudah dapat
digolongkan sebagai jago2 kelas satu dalam dunia
persilatan. Memang kalau dibanding dengan si Maharaja
Persilatan memang kalah jauh. Demikian dengan Tio Bikliong juga kalah setingkat. Dan kini ternyata si Lenganbesi-hati-baik itu begitu lihay, sampai tak dapat diduga
sampai berapa tinggi kepandaiannya. Kalau bertempur
berhadapan, mungkin dengan menggunakan kecerdasan
otak, ia masih dapat menghadapi murid hianat itu. Tetapi


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahwa ternyata saat itu ia sama sekali tak dapat
menemukan apa2 pada batu itu, bukankah berarti ia
sudah menderita kekalahan" Bukankah lawan berada di
tempat gelap dan ia di tempat terang"
Gak Lui marah. Ia segera kerahkan tenaga-dalam
Algojo-dunia dan menghantam batu itu, seraya memaki:
"Hai, murid hianat Busan! Mengapa tak lekas keluar
menerima kematianmu...!"
JILID 14 Sekonyong-konyong dari tengah gunung terdengar
suara gemboran yang dahsyat: "Hai, siapakah yang
membuat gaduh itu.....!"
680 "Lim Ih-hun, lekas unjuk diri, jangan banyak bicara !"
teriak Gak Lui. Mendengar disebutnya nama itu, rupanya
orang yang menggembor itu terkejut dan diam sampai
beberapa saat. Tetapi pada lain saat terdengar pula ia
berseru: "Siapakah engkau" Lekas beritahukan
namamu!" "Aku Gak Lui !"
"Siapa ?" "Gak Lui !" "O," orang itu berhenti sejenak lalu tertawa geram:
"Ha, ha, ha, ha, ha ... engkau juga datang hendak.... ha,
ha, ha, ha !" Gak Lui makin marah. Ingin ia menghantam hancur
istana Bi- kiong itu. Tetapi baru tangan hendak dijulurkan,
tiba2 terdengar ledakan batu karang. Seketika
merekahlah sebuah lubang setinggi tiga tombak. Kedua
pintu yang beratnya sepuluh ribu kati itupun segera
menggelincir ke kanan dan ke kiri. Pada lain saat
terdengar Lengan-besi-hati baik Lim Ih-hun berseru: "Gak
Lui, dengarkanlah yang jelas! Sejak duapuluh tahun ini
tak pernah ada orang yang dapat masuk ke dalam
Telaga-petir ini. Tetapi hari ini engkau dapat, boleh
dianggap memang sudah takdir alam. Karena itu
kuijinkan engkau ...."
"Bagaimana ?" "Engkau boleh keluar dari gunung. Lekas kembalilah
!" serunya. "Heh, heh," Gak Lui tertawa mengejek, "itukah
itikadmu yang baik ?"
"Orang jahat tentu memberi pelajaran jahat. Biarlah
lain orang yang membunuhmu dan tak perlu aku harus
681 melanggar pantanganku membunuh orang !"
"Melanggar pantangan" Ha, ha, ha, ha.." Gak Lui
tertawa nyaring lalu dengan gerak langkah yang istimewa
ia berputar menyusup ke dalam pintu, serunya:
"Kematian sudah tiba, masih engkau bertepuk dada
sebagai orang baik. Sungguh tak malu!" Tetapi begitu ia
melangkah ke ambang pintu, sepasang pintu batu itupun
segera mengatup, dan .... Gak Luipun tertutup di dalam.
Tetapi di dalam istana itu terang benderang, ia
memandang ke sekeliling. Didapatinya ruang batu cukup
tinggi dan penuh lubang tetapi tak tembus ke luar.
Sedang ruangan di sebelah muka yang luasnya hampir
satu bahu itu, penuh dihias dengan kursi2 batu. Ia duga
tempat itu dahulu tentu dijadikan tempat pertemuan dari
para orang gagah. Teringat Gak Lui akan sejarah dari istana Bi-kiong itu.
Istana itu sebagian memang dari alam, sebagian dibuat
oleh tangan manusia. Pendirinya yalah kakek moyang
dari sinona Yan-hong. Kakek moyang nona itu telah
mendirikan sebuah perkumpulan rahasia di tempat itu.
Oleh Bu-san It-ho, guru dari keempat tokoh jago pedang
Bu-san, istana itu telah diganti dari pengaruh golongan
Hitam menjadi aliran Putih. Dan kemudian tempat itupun
dijadikan tempat penyimpanan pedang pusaka Thian-tikoay-kiam. Setelah meneliti keadaan tempat itu, Gak Lui
menghampiri ke pintu tengah. Didapatinya di belakang
pintu itu terdapat delapan simpang jalan terowongan
yang menjurus ke lain arah. Jalan terowongan itu masih
berhias dengan beberapa jalan persimpangan yang
malang melintang membingungkan orang. Tetapi Gak Lui
tak begitu menghiraukan jalan2. Ia tetap melangkah
masuk dengan tata-gerak Ni-coan-ngo-heng. Setelah tiba
di ujung jalan, ia berhadapan dengan sebuah pintu yang
serupa tadi, begitu pula terowongan dan jalan2, sama
682 dengan yang tadi. Hanya saja tanda Pat-kwa lain
bentuknya sehingga ia terpaksa berhati-hati. Tak kurang
dari tujuh lapis pintu telah dilaluinya. Saat itu ia sudah
merasa pening dan tak tahu berada di mana.
"Jangan takut".." kata Gak Lui dalam hati. Ia rentang
mata dan merenung. Gurat2 garis pada pusaka Thianliong-kim-jiu seperti muncul pula dalam benaknya.
"O, kiranya setelah melintas selapis lagi, akan tiba di
istana Bi- kiong," katanya. Dengan bersiap memegang
pedang dan pusaka Kim-jiu, ia mulai melangkah maju
lagi. Sebuah ruang besar segera terbentang di
hadapannya. Di tengah ruang besar itu tampak duduk
seorang tokoh aneh. Rambutnya memanjang sampai ke
tanah, pakaian hitam mengenakan kerudung muka.
Sepintas pandang menyerupai dengan si Maharaja
Persilatan. Tanpa bertanya, cepatlah Gak Lui
mengetahui bahwa lelaki itu tentulah si Lengan-besi-hatibaik Lim Ih-hun. Saking tegangnya, Gak Lui sampai
gemetar tak dapat bicara. Pun ketika melihat Gak Lui,
orang itupun agak gemetar, tegurnya:
"Budak kecil, apakah engkau Gak Lui?"
"Benar, aku Gak Lui dan bukankah engkau ini si
Lengan-besi- hati-baik?"
"Tepat !" "Lekas serahkan pedang Thian lui-koay-kiam, agar
jangan engkau menderita !"
Orang itu tertawa mengekeh. Nadanya seram dan
panjang. Tetapi saking kerasnya tertawa, kain kerudung
yang menutup mukanya itupun melorot ke bawah.
Melihat wajah orang itu, gemetarlah Gak Lui. Ternyata
wajah orang itu amat datar. Kecuali tak punya hidung,
683 pun terdapat sebuah lubang yang menyusup ke dalam.
"Hidung gerumpung! Pembunuh yang sesungguhnya
...." terkenang Gak Lui akan keadaan ayah-angkatnya
Pedang Aneh yang kedua tangan dan kakinya terpapas
kutung. Serentak mendidihlah darah Gak Lui. Ia
melangkah maju. Lengan-besi-hati-baik itu gerakkan jari
mencegah: "Tunggu dulu, engkau sudah datang dari
ribuan li, mengapa terburu-buru ..."
"Masih ada omongan apa lagi ?"
"Barang siapa yang datang ke istana Bi-kiong sini
tentu akan menerima hukuman mati. Tetapi sebelum
bertempur, kita dapat menerangkan berbagai hal agar
jelas !" "Huh !" Gak Lui mendengus geram tetapi mau juga ia
hentikan langkah. Ia menyadari bahwa rahasia dari
peristiwa perguruan Bu-san- kiam-pay dahulu dan kunci
rahasia dari dendam sakit hatinya, semua terletak pada
diri orang itu. Maka banyaklah hal yang hendak diajukan
kepadanya. Pun ia menyadari bahwa berhadapan
dengan musuh besar, ia harus berlaku tenang. Setiap
kebimbangan dan kebingungan akan menyangkut soal
hidup matinya. Maka dengan mengempos semangat, dan
menyalurkan tenaga-dalam, ia menjawab tenang:
"Baik, akan kubuat perasaanmu puas .... keinginan
tahu yang terakhir !"
Mata Lengan-besi-hati-baik berkilat-kilat menatap
Gak Lui lalu bertanya: "Siapakah engkau" Mengapa
engkau berani memalsu sebagai Gak Lui ?"
Pertanyaan yang datangnya tak terduga-duga itu
membuat Gak Lui terkejut sekali. Segera ia teringat
bahwa taci-angkatnya Hi Kiam gin pernah datang ke
684 tempat situ untuk belajar silat. Mengapa orang itu mau
menurunkan ilmu pedang kepada Hi Kiam-gin" Apakah
memang bermaksud baik atau hanya pura2 menjadi
orang baik saja" Pula istana Bi-kiong itu tak boleh
didatangi orang luar. Bahkan ayah Gak Lui yalah si Dewa
Pedang sendiri telah dijebloskan dalam lubang di bawah
tanah sampai mati. Tetapi mengapa orang itu
mengijinkan Hi Kiam-gin masuk ...." Karena sedang
merenung, sampai sekian lama belum juga Gak Lui
memberi jawaban. "Mengapa engkau menyaru orang yang sudah mati"
Lekas bilang !" tiba2 orang itu membentak. Rupanya dia
tak sabar menunggu lagi. Gak Lui tenangkan diri,
menyahut: "Aku memang Gak Lui. Berita kematianku itu,
adalah kesalahan Hi Kiam-gin yang menyiarkan. Apakah
engkau tak rela aku masih hidup ?"
"Heh! Kalau memang benar Gak Lui, mengapa
mengenakan kerudung muka ....?"
"Engkau tak perlu mengurus !"
"Datang di istana Bi kiong yang terlarang sini, harus
membukanya !" "Kedok mukaku boleh kubuka tetapi harus di depan
mayatmu ...." "Mulut besar! Mati hidupmu, sebentar lagi akan
segera tiba. Jawablah, siapakah yang suruh engkau
masuk ke istana Bi-kiong sini ?"
"Kemauanku sendiri !"
"Siapa memberi petunjuk engkau melintasi barisan ini
?" "Kaisar persilatan Li Liong-ci telah menurunkan ilmu
Ni coan-ngo- heng-tay-hwat ...."
685 "Ajaran Kaisar Persilatan?"
"Benar!" "Apa buktinya ?"
"Pusaka Thian-liong-kim-jiu ini !"
"Coba berikan padaku !"
"Jangan mimpi, bung !" Mendengar itu jubah Lenganbesi-hati-baik menggelembung besar karena gejolak
hawa kemarahan. Dengan menggeretakkan geraham, ia
berseru bengis: "Bagus! Suruh membuka kedok muka,
engkau menolak. Suruh mengeluarkan Thian-liong-kimjiu, engkau membangkang. Akupun tak mau banyak
bicara lagi ...." "Engkau belum menjawab pertanyaanku!"
"Lekas tanyakan!"
"Pertama, dimanakah pedang pusaka Thian-lui-koaykiam ?"
"Dalam barisan istana Bi-kiong, tetapi ..."
"Bagaimana ?" "Perlu kuperingatkan kepadamu. Engkau sudah lelah
dan melanggar pantangan. Tak perlu melamunkan hal
itu." "Hm," Gak Lui mendengus geram. Ia maju selangkah:
"Kedua, orang yang mati di puncak gunung lapisan luar
itu apakah engkau yang mencelakai ?"
"Benar !" "Mengapa engkau bertindak ganas ?"
"Delapan tahun yang lalu, orang itu telah memalsu
penandaan rahasia. Dengan menipu peta ia masuk ke
686 dalam puncak Liok hong. Sudah tentu harus mati!"
Mendengar orang itu mengaku yang membunuh
ayahnya dan masih memfitnah kalau ayahnya menipu,
meluaplah kemarahan Gak Lui. Tanpa melanjutkan
pertanyaan lagi, ia terus ayunkan tangan menghantam.
Menilik kepandaian yang dimiliki saat itu, memang Gak
Lui sudah tergolong jago kelas satu. Apalagi saat itu ia
sedang dirangsang kemarahan. Pukulannya telah
dilambari dengan tenaga penuh. Bum... terdengarlah
ledakan dahsyat. Gelombang angin dahsyat telah
melanda altar batu. Setitikpun Lengan besi-hati-baik Lim
Ih-hun tak kira bahwa anak semuda itu memiliki pukulan
yang sedemikian dahsyatnya. Ia agak tertegun dan tahu2
sudah terlibat dalam lingkaran angin pukulan. Ia terkejut
dan cepat2 mengerahkan tenaga-dalam. Tampak
jubahnya menggelembung untuk melindungi diri. Dengan
penjagaan itu, angin pukulan Gak Luipun hanya
berputar-putar lewat di samping tubuhnya. Tetapi angin
itu dapat menyingkap kain kerudung hitam yang
menutupi muka orang. Sepasang matanya besar dan
alisnya tebal, kumisnya melingkar lebat memenuhi kedua
pipi. Batang hidungnya hilang sama sekali sehingga
menimbulkan pemandangan yang mengerikan. Tetapi
wajah itu bagi Gak Lui amat menusuk hatinya. Serentak
ia mendamprat: "Murid hianat, serahkan jiwamu !"
Sebuah hantaman istimewa kembali dilancarkan.
Orang itupun tak berani lengah. Dengan menggerung, ia
dorongkan tangan menyongsong, Bum......terdengar pula
ledakan yang dahsyat. Lengan-besi-hati baik Lim Ih-hun
masih tetap duduk ditempatnya. Sedangkan Gak Lui
terlempar sampai tiga tombak jauhnya. Ia muntah darah
... "Bangsat !" Gak Lui mengertak gigi dan menggeliat
687 bangun. Ia tekan napas untuk menahan darah yang
hendak menyembur keluar lalu mencabut sepasang
pedangnya. Melihat pedang Pelangi yang memancarkan
hawa dingin, wajah Lengan-besi hati-baik makin tegang
heran. Karena ia tahu jelas asal usul pedang itu. Ia heran
mengapa pedang itu sampai jatuh ke tangan anak muda
itu. Ia duga tentu peristiwa itu mempunyai liku2 yang
berbelit-belit. Sekali enjot tubuh, Gak Lui melambung ke udara
dalam gerak Burung rajawali-rentang-sayap. Pedang
ditangan kiri diputar untuk melindungi tubuh, pedang
Pelangi ditangan kanan ditusukkan ke tenggorokan
orang. Betapapun lihay kepandaian Lengan-besi-hatibaik Lim Ih-hun itu, namun menghadapi ancaman
pedang pusaka itu, ia tak berani memandang rendah.
Tiba2 tubuhnya melambung ke udara dan dengan suatu
gerak kisaran yang sukar diketahui, pedang Pelangi
menusuk ke sisi telinga lawan. Jarak keduanya hanya


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

satu meter, walaupun menggunakan sepasang pedang
tetapi Gak Lui tak mampu melukai lawan. Bahkan karena
serangannya luput, saat itu dirinya di bawah lingkungan
tangan musuh. Gak Lui menyadari hal itu. Cepat ia
merobah gerakan pedangnya. Pedang ditangan kiri
memapas lengan lawan, pedang Pelangi menabas
kepala. Apabila kena, batang kepala tentu menggelinding
terpisah dari tubuhnya. Tetapi lawanpun mengganti gerak
tangannya. Kedua tangannya direntang seraya
menggeram: "Hm, kalau tidak dilenyapkan, kelak budak
ini tentu akan menjadi algojo dunia persilatan !" Ia
apungkan tubuh loncat mundur beberapa langkah.
Kemudian maju lagi dengan rangsangkan tangannya
dalam ilmu pedang Bu- san-kiam-hwat. Melihat
kenekadan orang yang berani menyambut serangan ilmu
pedang dengan tangan kosong, Gak Lui membentaknya:
688 "Engkau cari mampus!"
---oo^TAH^0^DewiKZ^0^Hendra^oo--Ia putar pedangnya untuk menyerang. Wut, wut,
wut... lengan baju Lengan-besi-hati-baik terpaksa
berhamburan tetapi kedua tangannya tetap tak kurang
suatu apa. Dan sebelum Gak Lui sempat bergerak,
tangannyapun sudah tercengkeram tangan lawan.
Seketika lengannya kesemutan, telapak tangannya sakit
sekali. "Aneh," ia menggumam kejut. Dan di luar
kesadarannya ia termangu memandang lengan orang.
Ah, kiranya lengan lawan itu memakai alat pelindung dari
baja yang kebal tabasan senjata tajam. Bahkan pedang
pusaka yang dapat memapas logam seperti memapas
tanah liat, ternyata tak mampu menghantam alat itu.
"Celaka..." Gak Lui kucurkan keringat dingin. Cepat ia
hendak menarik pulang pedangnya tetapi sudah
terlambat, sudah terjepit tangan lawan. Untuk
mengerahkan tenaga-dalam Algojo-dunia, juga tak
mampu mengalahkan tenaga-dalam lawan. Lengan-besihati-baik tiba2 mendengus dan lontarkan tangannya.
Kedua pedang Gak Lui ikut terlempar sampai beberapa
tombak jauhnya ! "Terimalah pukulanku !" karena pedangnya terlepas,
Gak Luipun nekad. Dengan kerahkan seluruh tenagadalam ia hantamkan kedua tangannya. Tetapi sayang,
gerakannya itu masih kalah cepat dengan lawan. Tangan
kanan si Lengan-besi-hati-baik sudah melekat di dada
dan kelima jarinya yang seperti kait baja itupun sudah
mencengkeram. Kalau ia benar2 mau gunakan tenaga
mencengkeram, mungkin dada Gak Lui tentu sudah
689 remuk berantakan. Tetapi di luar dugaan Lengan-besihati-baik itu hanya gerakkan tangan kiri untuk menebas
tengkuk Gak Lui. Plak .... Gak Lui mendengus kesakitan
dan tubuhnya terlempar seperti layang2 putus tali. Ia
jatuh sampai tiga tombak jauhnya. Mulut menyembur
darah dan orangnyapun pingsan seketika. Sedang
Lengan-besi-hati baik masih tegak berdiri di atas altar
batu. Tangan kanannya masih mencekal secarik robekan
baju Gak Lui. Dan di bawah robekan baju itu ternyata
terdapat pusaka dunia persilatan .... Thian-liong-kim-jiu!
"Tulenkah benda itu ?" gumamnya dalam hati. Lalu ia
kerahkan kedua tangannya untuk meremas. Dengan
tenaga-dalamnya yang sakti, segala benda yang
betapapun kerasnya, pasti akan remuk, tetapi ternyata ia
tak mampu meremas hancur pusaka Thian liong kim jiu
itu. Bahkan sampai telapak tangannya terasa amat
panas, tetap benda itu tak penyet sedikitpun juga.
"Hm, memang aseli! Tetapi .... mengapa dapat jatuh
ke dalam tangannya" Menilik kepandaian Kaisar
Persilatan, tak mungkin dapat dilarikan orang ...."
Lengan-besi-hati-baik segera apungkan tubuh sampai
dua meter menuju ke atas altar batu lalu menghampiri ke
tempat Gak Lui. "Tak mungkin benda ini dicuri. Keterangannya tadi
kalau benda itu pemberian dari Kaisar Persilatan
memang benar. Tetapi budak itu memang keterlaluan
sekali. Ucapannya kasar, serangannya menggunakan
jurus yang ganas. Karena marah aku sampai tak sempat
menanyai dengan jelas...." pikirnya. Teringat akan jurus
serangan yang digunakan Gak Lui tadi diam2 timbullah
keraguannya: "Ilmu pedang dan pukulan bocah itu
memang berasal dari sumber Bu-san. Dahulu guruku
telah memberi pelajaran pada empat orang murid yang
690 tak resmi. Keempat orang itu hanya kudengar namanya
tetapi tak pernah melihat mukanya. Tetapi jelas kalau
mereka masing2 hanya memiliki sebuah jurus ilmu
pedang. Tetapi mengapa bocah itu dapat menggunakan
semua" Ah, tentulah dia telah mendapat pelajaran dari
keempat orang itu. Kalau begitu ... apakah dia memang
benar Gak Lui... mati dan hidup kembali" Mengapa
muridku Hi Kiam-gin memberi laporan salah" Atau si
Dewa Pedang yang salah mengambil orang .... ?"
Pertanyaan itu memenuhi benaknya tanpa mendapat
jawaban yang memuaskan. Masih ia merenungkan
keterangan dari Hi Kiam-gin yang mengatakan bahwa
dewasa ini dunia persilatan telah muncul seorang tokoh
yang menamakan diri sebagai Maharaja Persilatan.
Sepak terjangnya amat ganas, kepandaiannya tinggi.
Tokoh itu menjadi musuh besar dari Hi Kiam-gin dan Gak
Lui. Dan tokoh itupun mempunyai anak buah yang
disebut gerombolan Topeng Besi dan si Hidung
Gerumpung..... "Ah, hidung Gerumpung ?" tiba2 Lengan-besi-hatibaik meraba hidungnya sendiri yang hilang lalu
menggumam: "Aneh .... si Hidung Gerumpung itu
memang sebuah teka teki. Apakah dalam dunia
persilatan terdapat seorang Hidung Gerumpung lagi"
Adakah mungkin dia itu .... Ah, tidak, tidak, tidak !" Kata2
itu meluncur dari mulutnya dengan nada yang rawan.
Sepasang matanya menyala, wajahnya berkerenyutan
dan hidungnya yang gerumpung itupun tampak makin
jelek. Kerut wajahnya tampak gelisah. Dia seperti
terkenang sesuatu tetapi ia tak ingin percaya dan
memang tak berani percaya. Tetapi nyatanya dia
dihadapkan oleh dua hal aneh yang menuntut
kepercayaannya. Rasa tegang telah memeras keringatnya. Keringat dingin membasahi sekujur
691 tubuhnya. Tampak Lengan-besi-hati-baik melangkah
terhuyung seperti mau jatuh tetapi tahu2 sudah berada di
samping Gak Lui. Ia segera meraba-raba baju pemuda
itu. Pertama, ia menemukan sehelai pakaian anak kecil
yang bertulis dengan huruf2 dari darah yang sudah
mengental hitam. Tulisannya dari tangan seorang wanila
dan berbunyi : Anak ini bernama Gak Lui. Jika ada yang
menemu, harap dipelihara baik2 ....
"Hai !" Lengan-besi-hati-baik menjerit kaget. Dari
bukti itu dia tak ragu lagi kalau anak itu memang putera
dari Dewa Pedang Gak Tiang-beng. Ia segera
menelentangkan tubuh Gak Lui. Dilihatnya napasnya
sudah lemah, bibir pucat seperti orang yang sudah
tengah meregang jiwa dan kedok muka yang menutup
mukanya itupun penuh dengan tetesan darah. Melihat itu
keinginannya untuk membuka kedok Gak Lui, pun
lenyap. Diam2 ia malah menyesal: "Dahulu karena
luapan emosi, aku sampai menyalahi pesan
suhu.....kusimpan diri dalam istana Bi-kiong dan selamalamanya menjaga pedang pusaka itu untuk menebus
dosa...Tetapi setelah lebih dari duapuluh tahun, aku
pernah melanggar sumpah lagi .... mungkin bencana
dalam dunia persilatan, adalah karena kesalahanku.
Sekarang karena dirangsang kemarahan, aku kembali
melukai Gak Lui sampai parah ...." Ia teringat akan
pembicaraan tadi. Selagi dalam pembicaraan, ketika mendengar bahwa
yang membunuh orang di dalam guha itu dirinya, maka
Gak Lui menjadi marah dan menyerang kalang kabut.
Hal itu jelas menunjukkan bahwa yang terbunuh mati itu
tentulah ayah Gak Lui. Bertahun-tahun lamanya ia tak
pernah menyangka bahwa yang dibunuh dalam guha itu
adalah ayah Gak Lui. Kini setelah menyadari
persoalannya, barulah ia tahu malah korbannya itu
692 memang murid dari Bu-san. Dan sekali-kali bukan orang
luar yang hendak mencuri pedang itu. Dan lagi orang itu
jelas adalah si Dewa Pedang.
"Pembunuh ... algojo! Aku seorang pembunuh ... aku
harus mati ... !" Lengan-besi-hati-baik melonjak-lonjak
seperti orang gila. Ia berlari-larian di dalam guha sambil
menampar muka dan telinganya sendiri, menjambaki
rambut dan meraung-raung seperti binatang buas.
Lengan-besi-hati baik seperti orang gila. Sekonyongkonyong terdengar bunyi gemerincing. Dia tengah
menginjak pedang Pelangi. Pedang itu berkilat-kilat
memancarkan cahaya yang menyilaukan. Tertarik akan
pedang itu, ia terus menjemputnya. Didapatinya pedang
itu amat tajam luar biasa dan memancarkan hawa dingin.
Ia tahu bahwa pedang itu tentu pedang pusaka yang
hebat. Tanpa banyak berpikir lagi ia terus hendak
menggorokkan pedang itu ke tenggorokannya. Tetapi
sekonyong-konyong hawa dingin pedang itu membuatnya menggigil. Dan serentak tangan kirinyapun
menampar mukanya sendiri: "Gila, apakah kematian
akan dapat menolong persoalan ini !" Pedang yang
sudah melekat di tenggorokannya dihentikan dan
ditatapnya wajah Gak Lui.
"Aku telah kesalahan mencelakai ayahnya.
Seharusnya aku harus menebus dosa kepadanya.
Menilik usia dan bakatnya, jika kusaluri dengan tenagamurni, dia tentu sanggup menghadapi si Maharaja
Persilatan. Apabila gagal, dia masih dapat berusaha
untuk mengambil pedang Thian-lui-koay-kiam itu,"
katanya seorang diri. "Tentang bencana dalam dunia persilatan, kuharap
bukan disebabkan karena pedang itu dan kuharap pula
dia tak membohongi aku !" katanya lebih lanjut. Akhirnya
693 ia memanggul tubuh Gak Lui dan diletakkan di atas altar
batu. Kemudian ia duduk lekatkan kedua tangannya
pada jalan darah pemuda itu. Ia menyalurkan seluruh
tenaga-murninya ke dalam tubuh pemuda itu.
Entah berselang berapa lama, Gak Luipun tersadar
dari pingsannya. Dia dapatkan dirinya rebah di sebuah
pembaringan yang lunak dan tubuhnyapun terasa enak
sekali. Tetapi ketika bernapas ia masih dapat mencium
bau dari tubuh Lengan-besi- hati-baik. Hal itu
mengunjukkan bahwa tokoh itu masih berada di
sampingnya. Tiba2 ia melenting ke atas. Maksudnya
hendak menyingkir. Tetapi di luar dugaannya tenagadalamnya bertambah hebat sekali. Ketika melambung ke
udara hampir saja ia menumbuk langit ruangan batu di
situ. Ia heran tetapi tak sempat untuk menduga-duga lagi.
Ia terus melayang ke arah Lengan-besi-hati-baik dan
tanpa berkata apa2, terus ayunkan tangannya
menghantam. Tetapi baru tenaga-dalam dilancarkan
iapun sudah cepat menariknya kembali. Dengan gerak
seringan kapas ia melayang turun di hadapan Lenganbesi-hati-baik. Ia melihat tokoh itu deliki kedua matanya
memandangnya dengan pandang terlongong-longong,
dari sinar matanya jelas kalau orang itu sudah kehabisan
tenaga-dalam. Pula wajahnyapun tenang sekali,
sedikitpun tak merasa kaget.
"Aneh..!" diam2 Gak Lui tergetar. Tetapi cepat ia
dapat menyadari. Maka secepat itu pula ia menarik
pukulannya dan bertanya: "Apakah engkau telah
menyalurkan tenaga-murni ke dalam tubuhku ?"
Dengan napas sesak, Lengan-besi-hati-baik paksakan diri menyahut terengah-engah, "Ya memang"." "Mengapa ?" 694 "Harap engkau ... dapat mem ... bunuh .. membunuh
... si Maharaja !" "Oh, engkau bukan gerombolannya ?"
"Tidak. Bukan ..."
"Lalu mengapa engkau mencelakai ayahku?"
"Aku tak kenal padanya ... soal itu ... karena salah
faham ..." "Salah faham ?" Gak Lui tergetar. Pikirnya: "Menilik
sikap dan kata-katanya, orang ini memang jujur. Dan
kalau dia memang hendak membunuh diriku, tentu sudah
dari tadi. Tetapi ternyata dia malah memberi saluran
tenaga-murni kepadaku !" Berpikir sampai di situ, diam2
ia menggigil. Cepat ia lekatkan kedua tangannya ke
tubuh orang untuk menolong. Tetapi sudah terlambat.
Jalan darah Lengan-besi hati baik sudah membeku, tak
mungkin dapat ditolong lagi. Untunglah Gak Lui memiliki
kepandaian saling-mengalirkan- tenaga-murni. Dengan
susah payah, akhirnya ia dapat juga menyalurkan sedikit
tenaga murni. Tampak wajah tokoh itu agak merah dan
dapat berkata dengan perlahan: "Baiklah, tak usah
engkau bersusah payah. Jika ada pertanyaan, silahkan
mengajukan sekarang

Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

juga...." Sambil masih menyalurkan tenaga murni Gak Lui bertanya: "Tadi
engkau mengatakan kalau salah faham, apakah
alasannya?" "Dahulu pada saat ayahmu naik ke gunung ini, dia
telah melakukan sebuah kesalahan besar!"
"Kesalahan besar" Bukankah dia mengucapkan sandi rahasia dengan tepat?"
sudah "Walaupun sandinya benar, tetapi jumlahnya orang
salah ...." 695 "Oh...." "Mendiang suhu Bu-san It-ho pernah meninggalkan
pesan. Bila keempat bu-san-su-kiam hendak datang ke
istana Bi-kiong sini, kecuali harus mengatakan sandi
rahasia, pun harus datang lengkap tiga orang lelaki dan
seorang wanita. Kalau tidak ...."
"Bagaimana ?" "Tentu lain orang yang menyamar. Boleh segera
dibunuh saja!" "Oleh karena datang seorang diri maka ayah lalu ....
terbunuh ?" "Benar." Mendengar itu hati Gak Lui seperti disayat
sembilu. Tetapi ia merasa memang Lengan-besi-hati-baik
tidak salah. Maka dengan tahankan kesedihan hati, Gak
Lui lanjutkan pertanyaannya:
"Kabar engkau telah melanggar peraturan kakek guru
dan diusir dari perguruan. Lalu dipenjarakan di istana Bi
kiong sini. Tetapi mengapa engkau ditugaskan untuk
menjaga pusaka di gunung ini" Apakah ini tidak
bertentangan ?" "Ah, soal itu panjang ceritanya," Lengan-besi-hatibaik menghela napas, "sesungguhnya beliau itu bukan
melainkan guruku yang berbudi, pun juga seperti
seorang ayah yang telah merawat aku sejak kecil.
Budinya jauh lebih dalam dari lautan, melebihi
orangtuaku sendiri.....sayang aku tak dapat menguasai
emosi sehingga melakukan suatu kesalahan...."
"Emosi meluap" Apakah.....berhubungan dengan
seorang wanita?" tanya Gak Lui.
"Tidak !" sahut Lengan-besi-hati-baik,
mengapa engkau menduga begitu?"
"tetapi 696 Diam2 Gak Lui memang teringat akan si cantik Busan Yan-hong. Pula terkenang akan kisah asmara yang
menyedihkan dari ibunya. Maka ia cepat menduga kalau
Lengan besi-hati baik itupun terjerumus dalam kisah
kasih dengan wanita. Setelah mendengar penyangkalan
dari Lengan-besi-hati-baik, ia segara mengajukan
pertanyaan lagi : "Karena engkau dirawat sampai besar
oleh kakek guru, apakah engkau tahu siapa Kau-cu
(pemimpin) dari perguruan Bu-kau?"
"O !" Lengan-besi-hati-baik mendengus
"engkau ... engkau bagaimana bisa tahu ...?"
kaget, "Mengapa aku tak dapat mengetahui?" balas Gak Lui.
"Karena ... karena ..."
"Karena apa?" "Karena menyangkut kepentingan perguruan dan
keluargaku. Sedang Bu-san Su-kiam sendiri tak tahu."
Gak Lui kerutkan alis dan berseru tegang: "Aku telah
berjumpa dengan pewaris Bu-kau ..."
"Siapa ?" "Bu-san Yan-hong."
"Apa katanya ?"
"Hanya lampau." tentang soal2 perguruan Bu-san yang "Selain itu ?" "Heh, heh, jangan terburu-buru," kata Gak Lui dengan
nada dingin, "Hendak kutanya kepadamu lebih dulu,
nanti baru engkau boleh bertanya kepadaku. Sekarang
coba engkau ceritakan kesalahan apa yang telah engkau
lakukan?" 697 "Ini .... aku sudah bersumpah kepada guru, takkan
membocorkan kepada lain orang," kata Lengan-besi-hatibaik.
"Engkau tak mau menceritakan!" teriak Gak Lui
dengan keras. Wajah Lengan-besi-hati-baikpun tampak sunyi dan
berkatalah ia dengan gemetar: "Gak Lui, adakah engkau
hendak memaksa aku supaya melanggar sumpahku
kepada guru" Beliau kakek gurumu, soal itu beliau tak
ingin disiarkan kepada orang. Dan sekalipun tahu,
bagimu juga tak ada gunanya."
---oo^TAH^0^DewiKZ^0^Hendra^oo--"Ini......" Gak Lui tergetar seperti orang yang diguyur
es dingin. Segera ia teringat akan bibi gurunya Bidadari
Pedang. Bibi gurunya itupun pernah bersumpah kepada
gurunya, takkan menyiarkan peristiwa itu. Dan anggap
bahwa fihak lain itu bukan lawan. Teringat akan hal itu,
betapa besar keinginan Gak Lui untuk mengetahui
namun ia tak berani mendesak untuk mengetahui rahasia
dari kakek gurunya. Maka iapun menghela napas dan
beralih pertanyaan: "Baiklah, aku takkan menanyakan
tentang sebabnya tetapi hanya ingin tahu kejadiannya
saja." Dengan wajah murung Lengan-besi-hati-baik berkata:
"Karena kesalahan itu maka aku telah membuat
pengakuan dosa kepada guru. Aku rela menjalani
hukuman diasingkan dan takkan keluar selama-lamanya
dari puncak Liok-hong ini agar dapat menjaga pedang
pusaka Thian-lui koay-kiam. Kecuali keempat Bu-san Sukiam itu datang bersama-sama kemari, siapapun tak
boleh mengambil pedang itu."
"Kalau begitu kakek guru tak pernah mengusirmu dari
698 perguruan?" tanya Gak Lui.
"Memang beliau marah sekali dan tak mau mengakui
aku sebagai murid lagi. Tetapi kemudian beliau dapat
meluluskan permohonanku itu."
"Ah"." Gak Lui menghela napas. Timbul
pertentangan dalam batinnya. Memang orang itu telah
membunuh ayahnya tetapi dia melakukan hal itu demi
melakukan tugasnya menjaga pedang pusaka. Jadi
sekali-kali bukan sebagai seorang pembunuh. Dan lagi
kali ini dia telah menolong jiwanya. Walaupun orang itu
seorang murid yang telah diusir dari perguruan tetapi
ternyata masih mempunyai kesetiaan dan tanggung
jawab terhadap partai perguruannya. Bahkan tugasnya
tak kalah pentingnya dengan keempat Bu-san Su-kiam
itu. Ragulah hati Gak Lui terhadap orang itu. Haruskah ia
membunuh orang sedemikian itu " Bagaimanakah ia
pandangannya terhadapnya" Sebagai seorang penolong
" Sebagai musuh" Sebagai tokoh angkatan tua atau
sebagai murid hianat" Ia tak mau melanjutkan
memecahkan soal2 yang begitu pelik dan ruwet lalu
bertanya lebih lanjut: "Kalau ayahku tak boleh datang
seorang diri, mengapa taci Hi Kiam-gin tak dilarang
masuk kemari seorang diri ?"
"Kematian ayahmu sudah delapan belas tahun yang
lalu. Dan sejak itu tiada orang yang hidup datang kemari
lagi." "Tiada orang hidup " Apakah tiada kenalan yang
pernah datang kemari?"
"Ini.... tidak ada....tidak ada," Lengan-besi-hati-baik
menyangkal, "memang aku curiga mengapa sampai bertahun2 keempat Bu- san Su-kiam tak muncul kemari.
Maka timbullah keinginanku untuk melihat lihat keadaan
699 di luaran. Apalagi kulihat dia (Hi Kiam-gin) seorang
wanita. Kukira mungkin si Bidadari Pedang."
"Maksudmu engkau memperlakukan lebih istimewa
kepada Bidadari Pedang ?" tanya Gak Lui.
"Boleh dikata begitu," sahut Lengan-besi-hati-baik,
"karena suhu paling sayang kepadanya dan memberitahukan juga tentang keadaan diriku yang
dipenjarakan digunung ini kepadanya. Tak kuduga kalau
yang muncul itu ternyata Hi Kiam-gin. Sayang dia tak
begitu jelas tentang keadaan dunia persilatan...." Berkata
sampai di sini tubuh Lengan-besi-hati-baik agak
menggigil dan napasnya terengah2. Gak Lui terkejut dan
buru2 salurkan tenaga-murninya lebih keras. Tetapi
keadaan orang itu sudah makin payah. Napasnya
memburu, kepalanya basah dengan keringat. Rupanya
sudah tak kuat bertahan lagi. Rupanya Lengan-besi-hatibaikpun tahu kalau dirinya bakal tak lama hidupnya.
Maka ia kuatkan diri dan berkata dengan tersendatsendat: "Gak Lui .... Gak Lui..."
"Ya"." "Tidak, tidak .. Thian-lui koay ... koay..." Gak Lui
cepat menyadari bahwa yang dimaksud itu yalah pedang
pusaka Thian-lui-koay kiam. Maka cepat2 ia menanyakan
pedang itu. "Di... di sini ... di pusat barisan ini..." Gak Lui cepat
memandang ke sekeliling tempat itu tetapi tak melihat
suatu apa. Waktu ia hendak bertanya, orang itupun
dengan suara parau berseru lemah: "Hati2... harus...
harus hati- hati." "Hati2 apa ?" "Api". api... api ...."
700 "Api " Di mana api itu ?" kembali Gak Lui
memandang dengan seksama kearah sebuah batu yang
besar dan aneh bentuknya. Tetapi jangankan api,
asappun tak kelihatan. "Pikirannya tentu sudah tak sadar, kata2nya sudah
tak keruan lagi," pikirnya. Segera ia lancarkan tenagamurninya ke tubuh orang itu lagi. Lengan-besi hati-baik
tampak membuka mata dan pancarkan sinar mata yang
bercahaya. Dengan terengah2 ia berkata:
"Selama engkau berkelana ....siapakah .....siapakah..... yang kepandaiannya paling sakti.....?"
"Yang paling sakti adalah Kaisar Persilatan dan
Maharaja Persilatan."
"Maharaja Persilatan kepandaiannya?" .... tergolong aliran... "Menguasai ilmu kesaktian dari lima partai persilatan
besar!" "Termasuk.... Bu san pay ?"
"Tidak." "Bagus... selain itu apakah ada tokoh persilatan yang
memakai she .... she .... "
"She apa?" "She Tio ....?"
"Ada !" serentak Gak Lui menjawab dengan agak
heran. Kakek guru dari Bu san-pay memang orang she
Tio, yalah Tio It ho. Dan mempunyai seorang putera.
Tetapi putera itu tak pernah muncul dalam dunia
persilatan. Tetapi Gak Lui ingat akan Tio Bik-lui. Orang
itu mengatakan dirinya seorang yang mengasingkan diri
dari masyarakat ramai. Kepandaiannya memang hebat
701 sekali. Adakah orang itu putera dari kakek guru Tio It ho"
Apakah itu yang ditanyakan Lengan- besi-hati baik" Gak
Lui menatap Lengan-besi-hati-baik lekat2 dan bertanya
tandas: "Ada seorang tokoh bernama Tio Bik lui, apakah
engkau mengenalnya?"
Mendengar itu kerut wajah Lengan besi-hati-baik
meregang- regang dan dadanyapun berombak keras.
Dengan napas memburu ia bertanya: "Dia... bagaimana "
Baik.... atau... jahat....?"
"Dia pernah menolong aku." Tampak mulut Lengan
besi-hati baik tersenyum dan berkata:
"Bagus... bagus ... dia seorang baik. Engkaupun
harus... baik... kepadanya..."
"O, kiranya kalian sudah kenal?"
?"...." Lengan-besi-hati-baik tak menjawab. Kepalanya
melentuk terkulai ke dada. Napasnya-pun berhenti.....
Gak Lui terkejut sekali. Ketika ia memeriksa, ternyata
orang itu sudah putus nyawanya.
"Aneh, Tio Bik-lui selalu mengatakan kalau dia murid
hianat dan menuduhnya mengangkangi pedang pusaka
Thian-lui-koay-kiam. Tetapi kebalikannya ia masih
terkenang akan Tio Bik-lui dan sampai matipun tetap
menanyakan," pikir Gak Lui tak habis mengerti.
Keringatnya turun seperti hujan deras. Ia merasa
seperti istana Bi-kiong terbakar api. Panasnya seperti
ledakan gunung. Sebenarnya ia tak takut akan hawa
panas. Tetapi entah bagaimana saat itu ia benar2 tak
dapat bertahan. Sekonyong-konyong terdengar ledakan
dahsyat dari bawah bumi. Gelombang hawa panas
segera berhamburan memenuhi tempat itu. Ia merasakan
702 bajunya seperti terbakar. Buru2 ia lepaskan tubuh
Lengan-besi-hati-baik lalu tempelkan telapak tangannya
ke altar batu.

Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Celaka ..." belum bau terbakar itu hilang, asappun
sudah bergulung naik ke atas. Lantaipun segera merah
membara. Altar batu itu adalah tempat duduk Lenganbesi-hati-baik. Tempat itupun seperti terbenam dalam
lautan api. Tubuh Lengan-besi-hati baik dalam sekejab
saja sudah terbakar hangus menjadi abu. Untunglah Gak
Lui tahan hawa panas dan amat tangkas. Dalam gugup,
ia pancarkan tenaga-murni dari telapak tangannya
sehingga sampai beberapa tombak jauhnya. Ia kira api
tentu akan membara besar. Tetapi di luar dugaan
ternyata api itupun padam. Hawa panas kembali
menurun dan keadaanpun kembali seperti biasa lagi.
Ketika meraba ke lantai, didapatinya lantai itu hanya
hangat saja. Tetapi seluas semeter dari batu altar itu
telah terjadi sesuatu yang belum pernah dilihatnya. Batu
altar yang tebalnya hampir setengah meter itu bukan
terbuat dari batu pualam, bukan pula dari logam
melainkan dari batu lahar yang sudah mengeras. Di atas
altar itu terdapat guratan- guratan. Ketika Gak Lui
memperhatikan guratan2 dari lubang2 kecil itu, ia segera
merasa hawa panas meluap ke luar serta
memperdengarkan suara mendesus.
"Ah, kiranya batu ini di bawahnya merupakan gunung
berapi dan masih memuntahkan lahar," akhirnya ia
menyadari. Gak Lui hendak mencari jenazah Lenganbesi-hati-baik tetapi tak ketemu. Lenyapnya mayat itu
benar2 mengejutkan hatinya. Teringat akan nasib
Lengan besi-hati-baik yang rela memendam diri dalam
istana Bi-kiong selama berpuluh tahun. Sekalipun karena
tak tahu telah kesalahan membunuh ayahnya (Gak Lui),
tetapi hal itu dilakukan tanpa sengaja. Pun Lengan-besi703
hati-baik tetap terkenang akan keempat saudara
seperguruannya Bu-san Su-kiam. Diam2 Gak Lui
menarik kesimpulan bahwa semua peristiwa itu memang
sudah menjadi permainan nasib. Begitu pula memang
sudah jelas kalau keempat tokoh Bu-san itu bernasib
jelek. Tak dapat menumpahkan seluruh kesalahan
kepada Lengan-besi- hati-baik. Tiba pada renungan2 itu,
akhirnya timbullah kesadaran Gak Lui akan suatu hal.
Yalah tentang sepak terjang keempat Bu-san Su- kiam
yang berkelana di dunia persilatan dan tentang Lenganbesi-hati-baik yang mengasingkan diri di gunung Bu-san
menjaga pedang pusaka Thian-lui-koay-kiam. Dengan
cara itu, Bu-san It-ho rupanya merencanakan untuk
melakukan penjagaan luar dalam. Agar jangan sampai
pedang pusaka itu direbut orang. Cara itu memang baik
sekali. Ketat dan rapi. Tetapi orang dapat membuat
rencana, hanya nasib yang berbicara lain. Kenyataannya, kelima tokoh2 Bu san itu satu demi satu
telah menemui ajalnya secara mengenaskan .... Lalu
siapakah yang dijaga oleh kakek guru Bu-san It-ho"
Adakah si Maharaja Persilatan" Salah! Kalau benar dia,
tentulah Lengan-besi-hati-baik tak sampai tak tahu hal
itu. Buktinya Lengan-besi Lim Ih-hun malah bertanya
kepadanya tentang tokoh Maharaja itu. Dan lagi ada
suatu hal yang benar2 tak dimengerti Gak Lui. Mengapa
kakek gurunya tak memberitahu kepada keempat Busan Su-kiam supaya mencari orang yang dianggap
membahayakan pedang pusaka itu"
"Ah, betapapun juga, Lengan-besi-hati-baik memang
sudah menunaikan tugasnya dengan baik. Kematiannya
layak sebagai penebus dari kesalahannya membunuh
ayah Gak Lui. Pula tokoh itupun sudah memberikan
penyaluran tenaga-murni kepadaku," akhirnya ia menarik
kesimpulan. Kemudian ia memandang ke arah altar batu
704 dan berseru dengan perlahan: "Paman, budi dan dendam
sudah himpas. Harap paman beristirahat dengan tenang
di alam baka. Aku dapat menggunakan pedang pusaka
Thian-lui-koay-kiam untuk menghancurkan si Maharaja
Persilatan !" Ketika teringat akan pedang, tiba2 ia tertegun. Tadi
Lengan-besi- hati-baik hanya berkata: "di sini ... di dalam
mata barisan ini !" tetapi ia tak melihat suatu apa dalam
ruang situ. Dan Lengan-besi hati-baik itu tak memberikan
petunjuk akan tempatnya yang jelas. Gak Lui merenung
untuk mengingat pelajaran Ngo-heng-seng- khik untuk
memperhitungkan letak 'mata barisan'. Tetapi setelah
diperhitungkan bolak balik, tetap tiba pada kesimpulan
pada mata barisan itu yalah di tengah altar batu tempat
duduk Lengan-besi- hati-baik.
"Apakah memang di tempat paman duduk ini .... ?"
katanya meragu. Untuk membuktikan hal itu, ia segera
melesat ke tengah altar batu. Dengan kerahkan tenaga,
ia menggembor dan mengangkatnya. Seketika terdengarlah suara letupan keras. Batu penutup yang
amat berat itu segera terangkat naik. Uap panas
menghambur keluar dan terbukalah sebuah lubang yang
sukar diduga dalamnya. Gak Lui meletakkan tutup batu
itu dan meninjau ke bawah. Dilihatnya di bawah lubang
itu terdapat lumpur merah yang panas. Benda itu tentulah
lahar gunung berapi. Tetapi ia tak melihat pedang
pusaka itu. "Ah, tak mungkin! Kecuali didalam lubang ini, tak
mungkin pedang itu ditaruh di tempat lain!" katanya
dalam hati. Kembali ia kerahkan tenaga dalam dan untuk
menghantam ke bawah. Uappun berhamburan menyiak
ke bawah. Dengan cermat ia memandang segenap sudut
lubang itu. Ah... kira2 pada jarak lima enam tombak di
705 tengah celah2 batu, ia melihat sebatang pedang yang
menancap dalam2 pada dinding karang. Kini pedang
sudah diketemukan tempatnya. Tinggal bagaimana
caranya untuk mengambil. Gak Lui diam2 memperhitungkan jarak tempat pedang itu dari
tempatnya. Adakah ia sanggup untuk melancarkan
tenaga-dalam-penyedot untuk menarik pedang itu.
"Baiklah kucobanya," akhirnya ia mengambil
kesimpulan. Lalu ia kerahkan seluruh tenaga-murni dan
mengambil arah pada batang pedang. Wut... tenagamurni melancar ke bawah. Tetapi pedang itu tak
bergeming sedikitpun juga. Dinding lubang terbuat dari
lapisan lahar yang sudah mengeras beratus tahun. Lebih
keras dari batu. Maka sekalipun Bu-san It-ho pun tak
mampu untuk menariknya. Kepandaian yang dicapai Gak
Lui memang sudah cukup tinggi dan disejajarkan dengan
tokoh silat kelas satu. Tetapi dengan tenaga-dalampenyedotnya itu, tetap ia tak mampu mengambil pedang
itu. Namun Gak Lui masih penasaran. Berulang kali ia
mencobanya lagi. Tetapi sampai tenaganya habis, tetap
tak berhasil. Gak Lui berhati keras. Kegagalan itu tak
mematahkan semangatnya. Diam2 ia menimang-nimang
rencana. Cara pertama, ia akan nekad untuk turun ke
dalam kepundan lubang itu. Dengan menggunakan
pedang Pelangi, ia akan membuat lubang untuk meniti ke
bawah, lalu dengan seluruh tenaga, ia hendak mencabut
pedang itu. Setelah mendapat pikiran itu ia segera
mencabut pedang Pelangi. Dicobanya untuk membacok
dinding karang, prak.... bunga api memuncrat. Dinding
rompal tetapi tak mampu menembus batu. Percobaan itu
membuatnya harus berpikir lagi. Kalau ia menaburkan
pedang itu dan tak dapat menyusup ke dalam dinding
batu, bukankah sukar untuk menyedot kembali.
"Ah, gagal....." Gak Lui menghela napas dan putus
706 asa. Ia berdiam merenung. Mengharap mudah-mudahan
ia dapat menemukan akal baru. Malam pun tiba dan
suasana dalam istana Bi-kiong itupun makin gelap.
Dalam suasana yang sunyi ia mendengar kepundan atau
lubang terowongan perut gunung berapi itu terus
bergemuruh. Uap panas berhamburan mengepul keluar.
"Menilik gelagatnya, akan terjadi letusan lagi !" Gak
Lui menimang. Ia makin bingung. Sudah tiga jam ia
memeras otak untuk mencari akal namun tetap belum
menemukan cara yang baik. Tiba2 ia terkesiap. Suatu
pemikiran terlintas dalam benaknya:
"Ah, kiranya setiap tiga jam, lubang kepundan itu
muntahkan api. Jadi waktunya tertentu." Tepat pada saat
ia tiba akan kesimpulan itu, tiba2 meluaplah gelombang
api yang terang benderang dari lubang kepundan itu.
Sekalipun api yang menyilaukan mata itu hanya sekejab
lalu pudar lagi tetapi dalam waktu yang singkat itu Gak
Lui telah menemukan sebuah rahasia. Gelombang
semburan api itu menyebabkan papan batu pada mulut
lubang terbakar merah sekali. Dengan begitu dinding
yang membenam pedang pusaka Thian lui koay kiam
itupun seharusnya juga akan berobah lunak. Setelah
merangkai kesimpulan itu, akhirnya ia bertindak nekad.
Cepat ia melambung ke atas lubang seraya lontarkan
sebuah hantaman yang berlambar tenaga-dalam
penyedot. Wut.....ah, ternyata yang diperhitungkan
pemuda itu memang tepat sekali. Karena dinding
terbakar dan lunak maka pedang pusaka itupun dapat
tersedot keluar sampai beberapa inci.
"Bagus !" girang Gak Lui bukan kepalang.
Semangatnya pun bertambah besar. Ia melayang kesamping altar batu lalu melancarkan pukulan tenaga
penyedot lagi. Pukulan kedua itu dapat membuat pedang
707 menjulur keluar separoh. Demikian ia ulangi lagi usaha
itu dan yakin tentu akan berhasil. Tetapi menjelang saat
akan barhasil itu tiba2 ia ada suatu hal yang
menimbulkan keheranan serta keraguan hatinya. Dulu ia
pernah mendengar bahwa pedang pusaka itu ditempa
dan dimasak dengan darah manusia. Oleh karenanya,
warna pedang itupun merah darah. Tetapi apa yang
dilihatnya saat itu sedikitpun tidak ada cahaya sama
sekali. "Ah, tentunya bukan pedang palsu?" sambil masih
melancarkan pukulan, Gak Lui menimang dalam hati.
Saat itu pedang yang satu meter masuk ke dalam dinding
terowongan, saat itu hanya tinggal tiga inci. Jika
perhatiannya terbelah, mungkin akan gagal. Pedang itu
tentu akan jatuh ke dalam dasar lahar gunung berapi.
Apabila terjadi begitu, tak mungkin ia dapat menyedotnya
lagi. Wut.... untuk yang terakhir kalinya ia lancarkan
pukulan tenaga- penyedot dan pedang itupun mencelat
melambung ke atas. Gak Lui cepat menyambarnya.
Tetapi tiba2 tubuhnya miring dan jatuhlah ia ke bawah
altar. Demikianpun dengan pedang itu.
"Aneh, mengapa pedang itu mempunyai daya begitu
aneh?" diam2 ia terkejut. Tetapi pada lain saat ia cepat
menyadari bahwa hawa panas yang disedotnya tadi
terlalu banyak sehingga menghabiskan tenaga-murninya.
Karena sudah berhasil menyedot keluar pedang pusaka
itu, baiklah ia memulangkan tenaga dulu baru nanti
memeriksa pusaka itu lagi. Segera ia duduk bersila ditepi
altar dan menyalurkan tenaga dalam Algojo dunia,
sebuah jenis ilmu tenaga-dalam yang luar biasa
anehnya. Tak berapa lama darahnyapun sudah normal
lagi dan saat itu ia makin terhanyut dalam semedhi ke
dalam hampa. Tak berapa lama istana Bi-kiong itupun
terang, kiranya hari sudah terang tanah. Dia menyudahi
708 penyaluran pedang. tenaga-murninya dan mulai memeriksa "Aneh, mengapa bertahun-tahun terbenam dalam
kepundan gunung berapi dan dibakar lahar panas,
pedang dan sarungnya masih utuh. Sungguh aneh ...!" ia
segera menjemput pedang dan menelitinya. Bermula ia
tak melihat suatu tanda apa2 pada batang pedang,
begitu pula tiada hiasan apa2, batang pedang itu terbuat
dari pada baja murni. Di ujung pedang terdapat
sepasang guratan bundar yang merupakan lambang
Thian (langit) dan Lui (halilintar).
"Hm, pedang ini memang tidak palsu...," diam2 ia
girang. Diangkatnya pedang itu ke atas kepala dan
berlututlah ia menengadahkan ke langit sambil
mengucap doa kepada Bu-san- it-ho, cikal bakal dari
perguruan Bu-san. "Sucou, hamba Gak Lui bersumpah akan
melaksanakan pesan takkan mengambil pedang ini.
Tetapi karena keempat Bu-san Su- kiam dan banyak
tokoh2 persilatan yang mati di tangan Maharaja
Persilatan yang ganas itu, kecuali menggunakan pedang
pusaka itu, tiada lain daya untuk menumpasnya .... Oleh
karena itu hamba mohon sucou mengijinkan hamba
untuk membawa keluar pedang ini dari istana Bi-kiong.
Dan kumohon juga doa restu sucou agar dengan pedang
pusaka ini aku dapat membalaskan sakit hati perguruan
Bu-san-pay. Tentulah sucou akan meluluskan permohonan hamba ini....." Baru berkata sampai disitu,
tiba2 ia terpaksa hentikan doanya karena saat itu terasa
bumi bergetar keras dan terdengar suara menggemuruh
dahsyat. Seketika Gak Lui terkejut pucat. Dengan
bercucuran keringat dingin, ia berteriak: "Sucou, adakah
engkau tak meluluskan dan suruh aku mengembalikan
709

Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pedang ini ditempatnya lagi" Tidak, ah, tidak! Aku tetap
akan....." Kata2 itu terputus oleh suara dahsyat bagai
naga meringkik. Kedahsyatannya benar2 bagai
gelombang samudera yang sedang dilanda prahara.
Menyusul dan melihat dari lubang kerak bumi
menyembur gulungan api yang dahsyat.... Altar batu
tempat duduk Lengan-besi-hati-baik tadipun terbakar
merah. Sedang mulut lubang yang seluas hampir
semeter itupun membara merah. Gulungan api itu
membubung tinggi sampai ke tiang penglari lalu
berhamburan mencurah ke seluruh penjuru. Rupanya
karena kehilangan pedang pusaka Halilintar atau Thianlui-koay-kim, gunung berapi itu murka dan muntahkan
lahar yang dahsyat. Seolah olah lahar itu hendak
menghancurkan istana bi- kiong. Panasnya hawa dalam
ruang istana itu menyebabkan Gak Lui hampir tak kuasa
membuka mata lagi. Karena gugup, sambil mengambil
pedang pusaka, ia menutupi muka, ia berseru kearah
gumpalan api yang menyembur dahsyat itu : "Pedang
tetap kubawa! Aku bersumpah, takkan mencelakai orang
baik. Kalau sampai melanggar, akan kubayar dengan
darah..." sebelum ia menyelesaikan kata katanya,
terdengar pula suara bergemuruh dahsyat.
Puncak wuwungan dari istana Bi-kiong itu sudah
merekah sebuah lubang besar. Dengan memanggul
pedang pusaka itu, Gak Lui segera menerjang keluar.
Untunglah ia masih ingat jelas akan tata-gerak Ni coanngo heng. Dengan berputar-putar ia menerobos keluar
dari terowongan yang berliku-liku. Setiap ia tiba disebuah
tempat, maka tempat yang habis dilaluinya itu tentu
sudah bengkah. Hampir saja ia tergelincir kedalam liang
kepundan. Dengan susah payah dan penuh bahaya
akhirnya berhasil juga ia mencapai mulut jalan keluar dari
istana Bi kiong. Dan kembali ia berhadapan dengan
710 sebuah rintangan. Pintu batu yang tinggi besar dari
istana itu masih tertutup rapat. Beberapa saat, ia tak
dapat menemukan alat pembuka pintu itu. Betapapun
besar nyalinya, tetapi dalam keadaan dan tempat seperti
saat itu, mau tak mau gemetarlah hati Gak Lui. Dengan
tenaga yang dimilikinya, ia merasa tak mampu
menghantam hancur pintu. Dengan mengerahkan tenaga
dalam yang telah disalurkan oleh paman gurunya si
Lengan-besi-hati- baik penunggu pedang Thian-lui-koaykiam, ia masih belum berani memastikan kalau dapat
menghantam pecah pintu batu itu. Namun saat itu
keadaan sudah mendesak sekali. Tanah membengkah
dan lahar mengalir. Dalam gugup terpaksa tiada lain
pilihan. Ia kerahkan seluruh tenaga-dalam lalu
menghantam dengan sekuatnya, bum ... Ia tertegun dan
kesima. Pintu batu yang besar dan tinggi itu jebol dan
terbukalah sebuah lubang cukup untuk tubuh seseorang.
Pada lain saat Gak Luipun cepat menyelinap keluar.
Dengan beberapa kali berloncatan diudara, ia dapat
melintasi beberapa batu titian diluar istana lalu keluar dari
Ciok-tin atau barisan batu yang berada pada keenam
puncak lapisan dalam. Kini ia berhasil keluar dan sudah
berada ditengah keenam puncak-gunung lapisan luar.
Saat itu istana Bi-kiong sudah tak kelihatan. Yang
tampak hanya gulungan asap membubung keudara. Batu
hancur bertebaran. Istana Bi-kiong, sebuah bangunan
kuno dalam dunia persilatan, kini meledak dan rusak
berantakan. Untuk beberapa saat Gak Lui memandang
kesemuanya itu dengan helaan panjang. Pesan cikal
bakal perguruan Bu san yakni Bu san It-ho dan kematian
paman gurunya si Lengan-besi- hati-baik, meninggalkan
goresan kesan dalam hatinya. Setelah lautan asap itu
berkurang, barulah hatinya tenang. Ia mulai memeriksa
pedang pusaka Thian-lui koay-kiam lagi. Sarung pedang
711 itu berlekuk-lekuk tak rata dan lagi berbentuk bulat.
Bukan terbuat daripada emas atau besi melainkan dari
batu lahar yang sudah keras sekali.
"Ah, tak mungkin," pikir Gak Lui, "masakan kerangka
pedang terbuat daripada batu. Tentulah kerangka yang
aselinya sudah terbakar hangus oleh lahar. Entah
bagaimana dengan batang pedangnya?" Buru2 ia
menarik tangkai pedang. Tetapi pada saat tangan
menyentuh tangkai, segera ia merasakan suatu tenaga
mengalir ketangannya dan pada lain saat hatinyapun
goncang keras. Nafsu pembunuhan serentak bergolak
golak. "Bunuh! Bunuh! Bunuh!" demikian hatinya melolong
seperti orang kalap. Darahnyapun mengalir deras.
Dibawah pengaruh tenaga ajaib dari pedang itu, Gak Lui
telah kehilangan kesadaran pikirannya. Pada saat2 yang
genting itu tiba2 dari luar gunung terdengar tiga buah
teriakan nyaring : "Gak Lui .. Gak Lui .. dimana engkau ..
?" Suara itu tak asing baginya. Kecuali satu yang kurang
jelas, yang lainnya terang yalah ketua Partai Jembel si
Raja-sungai Gan Ke- ik, sedang satunya yalah Pok Tin
yang belum lama berpisah dengannya.
Menilik gelagatnya, rupanya Pok Tin sudah
mengetahui jejak orang berkerudung muka maka buru2
mereka datang memberitahu kepadanya. Tetapi saat itu
hati Gak Lui sudah berobah. Dia tak menghiraukan lagi
siapa yang datang itu. Seperti seekor binatang buas,
mulutnya meraung kata 'bunuh' seraya mencabut pedang
laknat Thian-lui-koay-kiam. Andaikata saat itu pedang
laknat Thian-lui-koay-kiam dapat tercabut, tentulah akan
terjadi pertumpahan darah yang mengerikan. Gak Lui
sudah seperti orang gila. Tak tahu lagi dia siapa ketiga
kawannya itu. Mereka tentu akan dibunuhnya. Tetapi
712 untunglah terjadi suatu kejadian yang diluar dugaan.
"Uh ...." betapapun ia kerahkan tenaga namun tetap
tak mampu mencabut pedang itu dari kerangkanya.
"Aneh?" ia menggumam sendiri. Pedang itu seperti
sudah melekat dengan kerangkanya. Kalau ia memaksa
hendak mencabut, batang pedang itu tentu akan patah
tetapi tak mungkin keluar dari kerangkanya.
"Ah .. ," karena kesal hatinya, ia lepaskan pedang itu.
Sesaat pedang terlepas pikirannya yang buas itupun
tiba2 lenyap. Kesadaran pikirannyapun kembali lagi.
"Huh, sungguh mengerikan! Baru memegang
tangkainya saja pikiranku sudah gelap, nafsuku
membunuh orang berkobar. Untung tak dapat mencabut
batang pedangnya. Kalau pedang itu tercabut, mungkin
tentu sudah melanggar sumpahku tadi !" Pengalaman itu
membuatnya tak berani memegang pedang itu. Sekali
lagi ia meneliti pedang aneh itu. Ternyata pedang itu
sudah tak mempunyai kerangka. Batang pedang melekat
pada leher yang sudah membeku keras. Setelah
berlangsung berpuluh tahun, gumpalan lahar itu makin
tebal dan keras. Maka pedang itu sesungguhnya bukan
pedang lagi melainkan sebatang tongkat batu.
Digunakan, pedang batu itu membikin pikiran orang
gelap dan tak berguna untuk menghadapi musuh.
"Ah, bagaimana ini ?" betapapun cerdiknya namun
saat itu Gak Lui tak dapat memecahkan persoalan yang
dihadapannya. "Baik kucabut sajakah " Ah, tak mampu. Kupukul "
Ah, mungkin putus. Lalu bagaimana?" Tiba2 ia teringat
akan pedang Pelangi yang juga sebuah pedang pusaka
yang dapat memapas logam seperti memapas tanah liat.
Cepat ia mencabut pedang itu dan mencobanya. Tetapi
713 sampai beberapa kali, ia hanya berhasil memapas sedikit
sekali. "Hm, kalau tak dapat dipapas, tentu dapat diasah...,"
cepat ia berganti pikiran. Tetapi secepat itu ia teringat
bahwa lahar yang membeku keras tentu tak dapat diasah
dengan batu biasa. Serentak ia teringat bahwa ia masih
membekal beberapa batu berlian berasal dari Lembah
Maut. Berlian adalah batu yang paling keras. Dengan
batu berlian itu, ia segera mulai menggosok pedang batu.
Ujung dari batu pedang itu dapat menipis juga.
"Bagus, sedikit banyak ada hasilnya. Untunglah Siumey masih membawa banyak batu berlian. Nanti kalau
jumpa dengannya, akan kuminta untuk menggosok
pedang ini," pikirnya. Tiba2 ia mendengar teriakan si
Raja-sungai dari tepi hutan. Ia tak berani gegabah masuk
ke-dalam hutan itu melainkan berteriak menyahut. Dalam
pada itu ia merobek lengan baju untuk membungkus
pedang batu itu. Menjaga agar jangan sampai terulang
pedang itu akan membikin kalap pikirannya. Sambil
memanggul pedang, ia segera loncat menuju keluar dari
gunung Busan. Tak berapa lama bertemulah ia dengan
rombongan Raja-sungai Gan Ke-ik. Diantaranya tampak
seorang tua yang memegang sebatang tongkat mustika.
Menilik pakaiannya yang compang camping, Gak Lui
duga orang tua itu tentu seorang tokoh sakti dari partai
Pengemis. Gak Lui terkejut. Mengapa kedua partai
Pengemis dan partai Gelandangan yang saling
bermusuhan, dapat berjalan bersama- sama "
"Gak sauhiap," tiba2 si Raja-sungai sudah
mendahului membuka mulut, "perkenalkanlah saudara ini
yalah ketua Partai Pengemis Ong Ping-gak. Kali ini
saudara Ong datang sendiri ke Kanglam untuk
membantu." 714 Gak Lui buru2 memberi hormat kepada tokoh itu dan
mengucapkan beberapa patah kata merendah. Demikian
setelah saling berkenalan, maka dengan jujur tokoh
Partai Pengemis itu berkata : "Aku merasa menyesal
sekali. Sebagai seorang ketua aku tak mampu mengatasi
cabang partaiku didaerah selatan. Maka aku merasa
berterima kasih kepada sauhiap yang telah membunuh si
Pengemis Bengis itu."
"Ah, harap lo-cianpwe jangan merendah diri," sahut
Gak Lui. "Dan kudengar pula bahwa si Pengemis Ular hendak
menyerang Ceng-sia-pay. Maka kuperlukan datang
kemari untuk membantu barisan orang gagah dan
menumpas penghianat itu untuk membersihkan nama
Kay-pang !" Gak Lui tertawa: "Ya, kalau dapat dipersatukan
kembali, alangkah tepatnya kalau cianpwe yang
memegang tampuk pimpinan. Selain dapat mengendalikan partai Kay-pang, pun merupakan suatu
berkah bagi dunia persilatan." Setelah itu Gak Lui lalu
berkata kepada Pok Tin: "Kedatangan saudara ini tentu
membawa berita baik !"
Pok Tin tertawa gelak2: "Benar,
menemukan sarang penjahat itu !"
aku sudah "O !" "Sebenarnya hal itu terjadi secara tak sengaja. Dalam
mencari jejaknya aku tak mempunyai arah tertentu.
Tetapi pada waktu melintasi gunung Hek-san, aku
menemukan sedikit jejak."
"Apakah itu ?" "Pada waktu masuk kedaerah gunung itu, saat itu
715 pada tengah malam, dipuncak gunung." Kulihat sebuah penerangan "Lalu ?" "Aku curiga lalu menghampiri. Kiranya penerangan itu
timbul dari perut gunung tetapi tak ada suatu gerakan,
atau seorang manusiapun yang muncul. Tiba2 aku
menyadari ...." "Apakah orang sedang membuat api untuk menempa
pedang ?" "Benar ! Memang demikianlah dugaanku," tetapi tiba2
Pok Tin berhenti karena merasa keterangannya itu ada
sebagian yang salah. Ia tahu bahwa Pukulan-sakti The
Thay itu seorang yang keras hati. Tak mungkin ia mau
disuruh orang untuk menempa pedang.
"Saat itu ingin sekali aku terus hendak menerobos
untuk melihatnya. Tetapi aku teringat akan pesan supaya
jangan menggunakan kekerasan. Akhirnya aku dengan
hati2 mendekati tempat itu dan benar juga telah
mengetahui jejak dari si Orang Berkerudung."
"Dan siapa lagi?"
---oo^TAH^0^DewiKZ^0^Hendra^oo--"Seorang nona yang cantik ..."
"Oh...!" Gak Lui terkejut. Ia duga tentulah The Honglian, "nona itu bagaimana keadaannya" Ditawan atau ..."
"Jangan kuatir!" Pok Tin tertawa, "nona itu lincah
sekali. Dia juga bersembunyi dalam hutan seperti
menunggu kesempatan untuk turun tangan.."
"Adakah kalian tak saling jumpa dan adakah engkau
716 tak memberitahukan keadaanku kepadanya?" tanya Gak
Lui. "Ini ... tidak," Pok tin tertegun, "aku tak tahu kalau
kalian sudah saling kenal. Maka aku malah bersembunyi
seperti orang yang main kucing2an."
"Tak apa," kata Thian Lui, "pedang pusaka itu sudah
kudapatkan dan kita segera mencari mereka."
"Perlukah kubantu?"
"Ah, tak perlu merepotkan saudara." Pok Tin
melangkah maju setengah tindak, katanya: "Aku sendiri
memang mempunyai urusan juga."
"Soal apa?" "Demi urusanmu, aku terpaksa menahan keinginan
hati untuk bertempur. Tetapi kalau engkau hanya
seorang diri dan musuh berjumlah tujuh sampai delapan


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang, seharusnya engkau bagi kepadaku yang dua atau
tiga orang!" Mendengar itu tahulah Gak Lui bahwa Pok Tin
kambuh lagi penyakitnya untuk menantang orang
bertanding pedang. Maka ia tertawa : "Kelak dalam rapat
di Ceng-sia, tentu yang hadir terdiri dari golongan Putih
dan Hitam tentu banyak yang hadir. Jika hendak mencari
orang itu untuk diajak bertanding, tentulah cukup banyak
..." "Kalau siorang berkerudung itu sudah engkau bunuh,
mana ada rapat lagi?"
"Ah, saudara keliru," kata Gak Lui, "Kaki tangan
Maharaja Persilatan banyak sekali. Boleh dikata seluruh
kaum persilatan golongan Hitam, menjadi kaki
tangannya. Gerombolan orang berkerudung dapat
kubasmi tetapi kaum durjana tetap masih banyak!"
717 "Soal itu ....." tengah Pok Tin masih merenung, kedua
ketua partai Pengemis dan Jembel itu segera ikut campur
bicara : "Ah, tak perlu kiranya saudara kecewa. Nanti
apabila terjadi pertempuran dahsyat, saudara pasti akan
kita minta ikut. Pasti puaslah!"
"Apakah saudara ketua berdua berani menjamin?"
"Dalam lain2 hal tak berani tetapi dalam hal itu kami
berani memberi jaminan."
"Baik," akhirnya Pok Tin mau mengalah. Gak Luipun
memberi hormat minta diri kepada ketiga orang itu.
Tetapi baru ia hendak melangkah pergi, si Raja-sungai
Gan Ke-ik mencegahnya : "Tunggu dulu! Tadi istana Bikiong tiba2 meledak sehingga kami terkejut sekali.
Mengapa hal itu terjadi seharusnya engkau menerangkan kepada kami."
Sejenak berdiam diri, akhirnya Gak Lui menerangkan
dengan terus terang : "Ya, aku sudah berhasil
mendapatkan pedang pusaka Thian-lui-koay-kiam dari
perguruanku." "O..." ketiga tokoh itu serentak berseru kejut dan
terbeliak. Pedang Thian-lui-koay-kiam itu merupakan
pedang yang sudah hampir terlupakan dalam dunia
persilatan. Mereka ingin tahu bagaimana keadaan
pedang yang termasyhur itu.
"Dapatkah kami melihat sebentar pedang pusaka
yang termasyur itu?" lebih dulu Raja-sungai Gan Ke-ik
atau ketua partai Gelandangan bertanya paling dulu. Gak
Lui mempunyai kesan yang baik terhadap ketiga orang
itu. Setelah merenung sejenak ia mengangguk : "Baik,
sayang tak ada sesuatu yang menarik pada pedang itu,"
ia terus membuka bungkusan kain baju. Demi melihat
keadaan pedang yang tak menyerupai pedang melainkan
718 seperti sebatang tongkat batu, ketiga tokoh itu leletkan
lidah karena merasa heran. Beberapa saat kemudian
berkatalah si Raja-sungai pula : "Gak sauhiap, pedang
termasyur itu benar2 sesuai dengan namanya yalah
Koay atau aneh ..." Juga ketua Partai Kay-pang
menambahi pendapat rekannya :
"Sepintas pandang tidak lagi menyerupai pedang
melainkan seperti sebatang tongkat batu ..." Pun Pok Tin
ikut memberi komentar, "Saudara Gak, kalau begitu tak
dapat melihat jelas. Maukah engkau menariknya keluar
batang pedangnya?" "Maaf," kata Gak Lui dengan wajah serius lalu
memanggul pedang itu lagi, "untuk saat ini pedang
pusaka ini belum dapat dicabut keluar. Kelak saja
kuunjukkan pada saudara2." Ketiga orang itu menduga
tentu ada sesuatu yang terjadi pada pedang pusaka itu.
Maka merekapun tak mau banyak bertanya.
"Saudara Gak," tiba2 Raja sungai Gan Ke-ik buka
suara lagi, "kabarnya engkau telah berjumpa dengan Kaisar
Persilatan dan mendapat pusaka Thian-liong-kim-jiu.
Sudah bertahun tahun aku tak berjumpa dengan Li
tayhiap itu. Dengan melihat pusaka Kim- jiu, berarti sama
dengan melihatnya." "Baiklah," Gak Lui tak keberatan atas permintaan
orang. Dengan hati2 ia mengeluarkan pusaka pemberian
Kaisar Persilatan itu. Ketika melihat pusaka itu
terkenanglah si Raja-sungai akan peristiwa yang lampau
dimana ia dahulu bersama Kaisar Persilatan, berjuang
bahu membahu untuk membasmi kawanan durjana
persilatan. Ketua Partai Gelandangan itu termangumangu mengenangkan masa yang lampau dengan
719 Kaisar Persilatan ... Sebenarnya Gak Lui ingin lekas2
pergi tetapi karena melihat ketua Partai Gelandangan itu
Petualang Asmara 7 Tiga Dara Pendekar Siauw-lim Karya Kho Ping Hoo Jaka Lola 3
^