Pencarian

Pendekar Sakti Welas Asih 1

Pendekar Sakti Welas Asih Jin Sin Taihiap Karya Rajakelana Bagian 1


JIN SIN TAIHIAP "Goat-kok" (lembah bulan)
sebelah selatan kota Qingdao banyak ditumbuhi bunga kanoka, yang jika dipandang dari bukit laksana
hamparan permadani raksasa berkilau kuning keemasan, sebuah pundok berdiri dilereng bukit sebelah
utara yang langsung mengarah kehamparan lautan luas, disebalah timur
hamparan kanoka yang indah sementara yang berakhir dengan
tepi hutan yang menghijau.
Sepasang pendekar tua sedang duduk dalam selimut
kemesraan sambil memandang hamparan laut yang luas, kakek
itu berumur enam puluh dua tahun, sementara sinenek berumur
lima puluh empat tahun, sinenek menyandarkan kepalanya
dibahu sikakek yang memeluk bahunya, wajah pasangan tua
masih menyisakan rias ketampanan dan kecantikan masa
muda, pasangan tua ini bukanlah orang sembarangan, dari
sejak mudanya sampai sekarang pasangan ini adalah ikon
dunia persilatan di delapan penjuru angin.
1 Bahkan sejak dari leluhur mereka ratusan tahun yang silam
pada masa dinasti sung-selatan, leluhur pasangan tua ini telah
menjadi buah hati seluruh kalangan, baik kalangan awam,
pemerintahan dan kalangan liok-lim di seantoro tionggoan,
tentunya para pembaca yang setiap membaca serial ini akan
dapat menebak siapa sebenarnya pasangan tua tersebut.
Benar, pasangan tua itu adalah Kwaa-han-bu atau yang dikenal
dengan julukan Im-yang-sin-taihap bersama istrinya Kwee-kimin keturunan langsung Kim-khong-taihap yang melegenda.
Kwaa-han-bu dan istrinya sudah dua tahun berkelana
menjelajahi rimba persilatan, awalnya pasangan sakti ini
menetap di Kun-leng, namun sejak dua putranya Kwaa-sinliong dan Kwaa-yun-peng menikah, Kwaa-sin-liong menikah
dengan Tang-bi-wei putri sorang tabib, mereka menetap di
Lokyang dengan usaha membuka toko obat, sementara Kwaayun-peng menikah dengan Bao-ci-lan dan menetap di kota
Shanghai, sejak itu mereka tinggal berdua, lalu tiga tahun
kemudian mereka meninggalkan kota kun-leng dan berkelana
di dunia kangowu, perjalanan mereka itu hanya untuk bersantai
menikmati hari tua denganmenikmati indahnya panorama alam
dan tempat-tempat yang indah.
Dan suatu ketika, saat pasangan ini berada di kota Zhaojuang
dan sepulang menikmati keindahan taman kota yang indah dan
ramainya kota, tiba-tiba Kwee-kim-in merasa mual pada
perutnya sehingga dia muntah-muntah di sebuah gang yang
sepi 2 "kamu kenapa In-moi ?" tanya Kwaa-han-bu cemas
"entahlah Bu-ko, perutku terasa mual, mungkin aku masuk
angin." Jawab Kwee-kim-in dengan muka sedikit pucat.
"sebaiknya kita kembali ke penginapan dan istirahat." ujar
Kwaa-han-bu, kemudian menuntun istrinya kembali ke
penginapan. Sesampai dipenginapan Kwee-kim-in dibaringkan, namun baru
saja berbaring, kembali ia merasakan mau muntah, lalu segera
ia berdiri dan muntah diatas sebuah baskom air, setelah itu
dengan mata berair ia kembali baring, Kwaa-han-bu menjadi
cemas "kamu tunggu sebentar, aku akan keluar dan mencari seorang
tabib." ujar Kwaa-han-bu dan segera keluar dan bertanya pada
pemilik likoan "sicu"dimanakah aku mendapatkan seorang tabib ?"
"apakah taihap perlu seorang tabib ?"
"benar sicu, istri saya sepertinya sakit."
"oh..kalau begitu tunggulah sebentar, A-bing"! kamu segera
kerumah Gu-sinse, dan minta dia datang kesini untuk
memeriksa tamu kita." ujar pemilik likoan
"baik..tuan, saya akan segera kesana."
"ya dan segera bawa kekamar she-taihap." sahut pemilik likoan,
A-bing mengangguk dan segera keluar likoan.
Tidak berapa lama Gu-sinse pun datang kekamar Kwaa-han-bu
bersama A-bing "apa yang bisa saya bantu she-taihap ?"
3 "istri saya shinse, dia muntah-muntah entah kenapa, tolong
diperiksa." "baik..baik?" sahut Gu-sinse sambil melangkah mendekati
ranjang dimana Kwee-kim-in terbaring dengan wajah pucat.
Gu-sinse memegang pergelangan tangan Kwee-kim-in, lalu
melihat wajah kwee-kim-in yang pucat, wajah Gu-shinse terlihat
heran dan terkesima "maaf nyonya, aku hendak meraba bagian perut nyonya." ujar
Gu-sinse, dan mukanya makin terkesima bahkan terkejut,
kemudian dia pun tertunduk lalu tersenyum sendiri, Kwaa-hanbu dan Kwee-kim-in yang melihat Gu-sinse senyum jadi heran
"bagaimana shinse " sakit apakah saya ?" tanya Kwee-kim-in
"sudah berapakah umur nyonya ?" tanya Gu-sinse balik
bertanya "masuk lima puluh tiga shinse." jawab Kwee-kim-in
"hehehe..hohohoho"luar biasa, jika Thian berkehendak
apapun bisa terjadi."
"apa maksudnya shinse ?" sela Kwaa-han-bu, Gu-sinse berdiri
dari ranjang dan duduk di kursi, Kwaa-han-bu duduk juga
duduk didepan Gu-sinse "katakanlah shinse, apa yang terjadi dengan istri saya ?" tanya
Kwaa-han-bu sambil memandang cemas pada istrinya yang
sudah duduk menatapnya dengan wajah sedikit bersemu
merah "she-taihap perkiraan kita dengan umur nyonya yang sudah
diatas limapuluh tidak lagi akan mempunyai anak, selamat she4
taihap nyonya sedang hamil." Jawab Gu-sinse, sesaat Kwahan-bu tercenung mendengar jawaban Gu-shinse, namun
kemudian wajahnya merona merah dan senyumnya pun
muncul, hatinya yang suka cita nampak jelas tergambar pada
wajahnya, ucapan selamat Gu-sinse disambut hangat dan
senyum bahagia "terimakasih shinse, jika demikian kenyataannya syukur pada
Thian akan berkah dan anugrah ini."
"benar taihap, sekarang saya permisi dulu."
"baik"baik shinse dan sekali lagi terimakasih." sahut Kwaahan-bu, setelah Gu-sinse keluar, Kwaa-han-bu memeluk mesra
istrinya "In-moiku sayang, Thian mengamanatkan anak lagi untuk kita."
ungkapnya penuh rasa bahagia, Kwee-kim-in dengan hangat
menyambut pelukan suaminya
"aku juga merasa bahagia koko." bisiknya lembut dekat telinga
suaminya. Tiga hari kemudian pasangan tua yang berbahagia itu
melanjutkan perjalanan, sehingga membawa mereka ke Goatkok yang indah, waktu senja mereka sampai di lembah
tersebut, mereka duduk istirahat sambil menikmati indahnya
hamparan bunga kanoka, seiring hembusan angin sepoi-sepoi
yang mebelai tubuh mereka
"tempat ini sungguh indah Bu-ko." ujar Kwee-kim-in
"benar sekali In-moi, hampatan bunga kanoka itu laksana
permadani berkilau emas, dan lautan yang terhampar luas
disebelah utara itu juga menyamankan pikiran."
5 "Bu-ko"aku ingin kita tinggal disini, dan melahirkan anak kita."
"baiklah In-moi, besok kita akan mendirikan pondok untuk
berdiam disini, dimanakah sebagusnya menurutmu sayang kita
dirikan pondok ?" sahut suaminya dengan nada sayang.
"dilereng bagian utara itu sepertinya cocok, karena arealnya
lapang." "baiklah In-moi, besok kita akan mendirikan pondok disana, dan
malam ini kita akan tidur di alam terbuka berlantaikan tanah dan
beratap langit, sekaligus berlampukan hamparan bintang dan
sinar rembulan." "hihi"hihi".koko puitis sekali." sela Kwee-kim-in, Kwaahan-bu
merangkul istrinya dan mengajaknya baring diatas rerumputan,
sesaat ia memandang mata indah istrinya, kemudian
bibirnyapun melumat mesra bibir istrinya.
Kwee-kim-in membalas hangat kecupan dan lumatan
suaminya, malam penuh bintang dan sinar bulan setengah
menjadi saksi bisu kemesraan suami istri yang saling mencinta
itu, malampun merayap dengan tenang seiring hembusan angin
malam yang dingin serta nyanyian serangga malam, namun
bagi pasangan sakti yang terlelap dalam birahi cinta itu tidak
merasakan apa-apa kecuali hanya kehangatan dan
kenyamanan nikmatnya hubungan suami sitri.
Keesokan harinya Kwaa-han-bu mencari kayu untuk
membangun pondok, dengan semangat dan hati gembira
Kwaa-han-bu mendirikan pondok yang terdiri dari sebuah
6 kamar, ruang tengah yang cukup luas dan dapur yang, juga
pondok itu memiliki teras dengan pagar bambu kuning, dalam
dua minggu Kwaa-han-bu sudah menyelesaikan pekerjaannya,
Kwee-kim-in tidak ikut membantu suaminya untu bekerja berat,
karena hamilnya semakin besar, Kwee-kim-hanya menyiapkan
makanan untuk suaminya. Beras dan lauk pauk mereka tidak khawatir, karena ada sebuah
desa bernama Yaning sejauh dua mil dari kaki bukit ke arah
kota Qingdao, hari-hari mereka lalui dengan rasa bahagia
sambil menunggu kelahiran bayi mereka, hingga saat
melahirkan tiba seorang dukun beranak dari desa Yaning
sudah berada didalam pondok, sementara bibi pok panggilan
dukun beranak menuntun Kwee-kim-in, Kwaa-han-bu
menyiapkan air panas dan hangat didapur, setelah itu ia
membawa kedalam kamar, Kwee-kim-in atas aba-aba bibi pok
berusaha mendorong bayinya, keringat Kwee-kim-in sudah
membanjir, dan wajahnya demikian pucat, ketika matahari naik
sepenggalah dan sinar matahari mulai terasa panas, Kwee-kimin pun melahirkan bayinya, suara tangis yang keras dan lantang
bergema di lereng bukit tersebut.
Kwaa-han-bu memegang lengan istrinya yang pucat dan
terpejam,nafasnya memburu, hati Kwaa-han-bu miris melihat
wajah istrinya yang tercinta, bibi pok membersihkan bayi mungil
dan sehat "koko, mana anakku ?" tanya Kwee-kim-in lemah
"sebentar si bibi lagi memandikannya."
7 "bawalah anakku kesini koko !" pinta Kwee-kim-in semakin
lemah, sementara tubuh bagian bawah Kwee-kim-in terus
mengeluarkan darah persalinan, bibi pok dayang menggendong
bayi laki-laki yang sehat
"ini anaknya nyonya, laki-laki." ujar bibi Pok, Kwee-kim-in
memeluk anaknya, matanya berkaca-kaca.
"In-moi apakah kamu baik-baik saja ?" tanya Kwaa-han-bu
dengan nada cemas "koko, ini anak kita, siapakah namanya koko ?"
"nama.." " sesaat Kwaa-han-bu terdiam, lalu kemudian
menjawab saat melihat istrinya membuka mata setelah
terpejam beberapa saat "nama anak kita adalah Kwaa-han-jin."
"han-ji"sepertinya ibu tidak akan akan bersamamu, jagalah
ayah dengan baik." "in-moi"In-moi"apa yang kamu katakan itu." jerit Kwaa-hanbu dan air matanyapun bersimbah, ingin rasanya rasa sakit
istrinya dia ambil, sesat mata Kwee-kim-in terpejam dan
berusaha menenangkan nafasnya yang memburu
"koko, Thian sepertinya akan memanggilku, a..aku
menyayangimu koko, tapi waktuku sepertinya sampai disini,
ja..jagalah anak-anak kita, se..selamat tinggal koko" a..aku
be"be"rang"kat"ko".ko"." nyawa Kwee-kim-in pun
meninggalkan raganya, Kwaa-han-bu sambil memeluk anaknya
menunduk menciumi istrinya dengan simbahan uraian air mata,
bibi pok terlihat sesugukan menangisi kepergian Kwaa-hujin.
8 Satu jam kemudian Kwaa-han-bu menyusut air matanya
"bibi pok terimakasih atas usahanya, apakah bibi-pok akan
segera kembali kedesa ?"
tanya Kwaa-han-bu dengan nada tenang
"biarlah aku kembali besok siang saja, setelah nyonya di
kebumikan." "baiklah kalau begitu bibi pok, sekarang coba kita bersihkan
ranjang ini dan menukarnya dengan yang baru." ujar Kwaahan-bu, bibi-pok mengangguk, Kwaa-han-bu meletakkan Jinhan dan menggendong jasad istrinya, bibi pok segera menarik
sprei bekas persalinan yang penuh bercak darah, kemudian
dengan cekatan mengganti spreinya, lalu Kwaa-han-bu pun
kembali meletakkan jasad istrinya.
Kwaa-han-bu berasama anaknya menunggui jasad Kwee-kimin, sementara bibi pok memasak nasi didapur, saat malam pun
tiba, merekapun makan, Kwaa-jin-han malam itu sangat kalem,
oleh bibi-pok memberikan madu sebagai makanannya, malam
itu dilewatkan dengan keheningan yang mencekam, wajah
Kwee-kim-in nampak begitu tenang dalam tidurnya yang
panjang. Keesokan harinya Kwaa-han-bu menggali kuburan di belakang
pondok, lalu saat matahari terbit Kwaa-han-bu meletakkan
istrinya dalam kubur, dan kemudian menguruk kembali tanah
galian, gundukannya sedikit agak tinggi dan berbentuk bulat,
dan diatasnya diletakkan batu nisan yang sudah dibentuk dan
bertuliskan 9 "makam istri tercinta Kwee-kim-in, diujung nisan dibuat bentuk
bintang bersegi enam, sama halnya dengan nisan semua
istrinya, enam segi itu melambangkan enam istrinya, dan
kenyataannya enam istri Kwaa-han-bu, tiga orang terkubur
disatu tempat yakni di Kun-leng, dan tiga istri lainnya
berpencar, Cia-sian-li terkubur dibawah jurang di kota
Hanzhong, Can-hang-bi di Jim-kok kota Bao, dan Kwee-kim-in
di tempat ini, di Goat-kok kota Qingdao
Siang harinya Kwaa-han-bu mengantar bibi pok kedesa Yaning,
sekalian memasan susu perah untuk makanan anaknya,
kemudian dengan bekal sebulan Kwaa-han-bu kembali
kelembah dan naik kelereng tempat kediamannya. Kwaa-hanbu adalah manusia sakti dengan keuletan dan kesabaran yang
tinggi, dengan sepenuh hati anak bungsunya itu diasuh dan
dipelihara sepenuh hati, tubuh tua itu demikian telaten merawat
anaknya, tiap bulan ia membawa anaknya menuruni bukit dan
mengambil perbekalan didesa yaning.
Tidak terasa dua tahun sudah berlalu, Kwaa-han-jin telah
pandai duduk dan merangkak, pagi itu sebelum matahari terbit,
Kwaa-han-bu bermain-main dengan anaknya, tubuh han-jin
yang mungil dan sehat dilempar berkali-kali keatas, lalu
ditangkap sambil mengajak anaknya bergurau, ketika matahari


Pendekar Sakti Welas Asih Jin Sin Taihiap Karya Rajakelana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terbit ayah dan anak itu menikmati sinar matahari, Han-jin
duduk dipangkuan ayahnya yang bersila, jenggot ayahnya yang
putih berjuntai jadi mainannya sambil rebahan diatas dada
ayahnya. 10 Setelah panas matahari sudah menyengat kulit, Kwaa-han-bu
berdiri, dan tiba-tiba ia mendengar dari atas pekik burung
rajawali raksasa, diatas permukaan laut yang biru burung itu
melayang dengan gagahnya, selama hampir tiga tahun, tidak
ada tanda-tanda keberadaan rajawali tersebut, tapi pagi itu ia
melayang rendah diatas permukaan laut dan hinggap disebuah
tebing batu yang terjal dipinggir laut, kepakan sayapnya
mambuat mata biasa dapat melihatnya dari lereng kediaman
Kwaa-han-bu, terlebih mata seawas Im-yang-sin-taihap. Kepala
burung itu putih sementara bulunya berwarna coklat, kakinya
berwarna kuning keemasan.
Kwaa-han-bu masuk kembali ke dalam pondok dan memeberi
makan anaknya, demikianlah hari-hari yang dilalui Im-yang-sintaihap, setahun sudah lewat, dan burung rajawali tersebut
masih berkeliaran mengelilingi lembah dan permukaan laut,
pagi setelah menikmati sinar matahari pagi, burung itu kembali
memekik dicakrawala, Kwaa-han-bu sambil menggendong
putranya mengikuti rajawali, dengan menerobos hutan
disebelah timur, Kwaa-han-bu mendekati tebing sarang
rajawali, bagi Im-yang-sin-taihap tidak ada halangan untuk
mendatangi sarang tersebut walaupun diatas tebing terjal.
Dengan ilmunya yang luar biasa Kwaa-han-bu sudah berada
diatas tebing, permukaan tebing itu amat luas dan berbatu-batu
dan pada satu sisi permukaan tebing ada sebuah goa besar
namun tidak dalam, karena lorongnya hanya empat tombak
kedalam, mulut goa itu hampir ditutupi tubuh rajawali, rajawali
11 bergerak leluasa dimulut goa, ketika rajawali melihat Kwaa-hanbu, matanya yang tajam menyorot tajam, rajawali bergerak
maju dan keluar dari mulut goa, ia merasa tidak senang dengan
kehadiran kwaa-han-bu, patuknya laksana kilat meluncur
kearah kepala Kwaa-han-bu, namun patukan itu gagal karena
Kwaa-han-bu lebih cepat berkelit.
Rajawali merasa penasaran, lalu ia pun mematuk kembali,
namun hasilnya gagal lagi, berkali-kali ia mematuk, namun
selalu luput, saking marahnya rajawali terbang berputar dua kali
diatas permukaan tebing, lalu dengan gesit ia menyerang
Kwaa-han-bu, kwaa-han-bu tidak lagi mengelak tapi
menyambut rajawali dengan sebuah pukulan dahsyat
"kwekkkk"." pekik rajawali, bulu coklatnya bertebaran, rajawali
kembali mengambil ancang-ancang dan menyerang,
pertempuran unik pun terjadi, anak manusia bertempur hebat
dengan rajawali raksasa. "kwaa-han-bu sambil menggendong putranya bergerak cepat
dan gesit, dan tiga puluh jurus kemudian, Kwaa-han-bu dapat
mencengkram bulu leher rajawali, dan dengan ringan
menunggang punggung rajawali, rajawali itu panik, dan terbang
membumbung tinggi keangkasa, Kwaa-han-bu dengan ketukan
pada leher membuat rajawali itu memekik kesakitan, setelah
dua jam berputar-putar diangkasa akhirnya rajawali itu
menyerah dan takluk "Pek-thouw, kita kelembah dibawah sana !" teriak Kwaa-han-bu
sambil menunjuk kebawah kedaratan hamparan bunga kanoka,
12 rajawali itu pun menukik kearah lembah, persis didepan pondok
rajawali mendarat. Kwaa-han-bu turun dari punggung rajawali, dan mendarat
ringan diatas tanah "pek-thouw tunggu disini dan jangan pergi kemana-mana." ujar
Kwaa-han-bu, namun rajawali itu hendak pergi, dengan sigap
"pek-thouw.." panggil kwa-han-bu dengan sirapan singkang,
suara itu hanya pelan, namun akibatnya bagi rajawali, membuat
ia sempoyongan dan memuntahkan liur yang banyak,
muntahan itu muncrat mengenai wajah Kwaa-han-jin, yang
sedang menguap setelah tertidur karena nyamannya
hembusan angin cakrawala, air liur sontak tertelan Kwaa-hanjin, Kwaa-han-jin menjilati bibirnya dan menelan liur itu kembali,
sementara kwaa-han-bu membersihkan dadanya dan muka
anaknya "jangan pergi pek-thouw !" bentak Kwaa-han-bu, rajawali itupun
kembali mendekam dan bahkan menganggukkan kepalanya
ketanah. Kwaa-han-bu masuk kedalam pondok, ia membersihkan tubuh
kwaa-han-jin dan mengganti bajunya, lalu ia pun menngganti
bajunya yang kotor, lalu dengan menggendong Kwaa-han-jin ia
keluar menemui rajawali yang sudah manut, Kwaa-han-bu
berkata-kata sambil berisyarat didepan rajawali, hal itu
dilakukan berulang-ulang, ternyata Kwaa-han-bu sedang
mengajari rajawali untuk memahami berbagai isyarat yang
ditunjukkannya. Kadang kwaa-han-bu menyuruh rajawali
13 terbang, kemudian dengan sebuah switan ia memanggil
kembali, dan rajawali itu pun datang kembali.
Sampai sore Kwaa-han-bu berkata dan berisayarat dengan
burung rajawali, sementara Kwaa-han-jin tertidur pulas di teras
pondok, hari demi hari pun berlalu, dan setahun lagi sudah
lewat, umur Kwaa-han-jin sudah empat tahun, dan dia sudah
dapat berlari kencang, dan berbicara dengan fasih, dan rajawali
juga sudah akrab dan manut pada Kwaa-han-bu, sejak umur
empat tahun Kwaa-han-bu pun mulai mengenalkan tulis baca
pada anaknya, daya tangkap Kwaa-han-jin memang kuat,
otaknya cerdas. Ketika umur lima tahun Kwaa-han-jin disamping belajar sastra
dari buku-nuku yang dibawa Kwaa-han-bu dari desa Yaning,
Kwaa-han-jin juga mulai mendapat pelajaran teori silat, gerak
tangan , melatih kuda-kuda, ilmu pernafasan, setiap pagi
dinihari Kwaa-han-jin melatih teori dasar ilmu silat, dan setelah
siang ia belajar sastra, saat menjelang sore, ia kembali melatih
dasar gerakannya, semua itu berjalan dibawah pengawasan
ayahnya yang penuh perhatian, dan teman bermainnya pekthouw.
Tiga tahun kemudian, saat umur delapan tahun, Kwaa-han-jin
mulai mempelajari ilmu-ilmu ayahnya yang luar biasa, empat
ilmu leluhurnya mulai ia serap, "Bu-tek-cin-keng" dengan
intisarinya "siulian-tin-liong, "hun-kong-coan-im", "goat-koansim-hang", "Siu-to-Po-in", dan "san-phak-eng-coan", lalu
14 kemudian "im-yang-sian-sin-lie, Im-yang-bun-sin-im-hoat, dan
"im-yang-pat-sin-im-hoat" empat pelajaran itu dapat dikuasai
dengan baik oleh Kwaa-han-jin selama delapan tahun.
Umur enam belas tahun ia sudah dapat melayani ayahnya
sampai ratusan jurus, lalu tanpa lelah Kwaa-han-bu yang sudah
berumur tujuh puluh delapan tahun itu mewariskan ilmu
ciptaannya yang terakhir yakni "wei-cu-sin-ciang" (telapak sakti
mustika rasa, ilmu ini berpondasi tenaga "Wei-si-sin-siulian"
(semedi sakti empat rasa), selama empat bulan Kwaa-han-jin
mendawamkan siulian dan rafalan kalimat berupa
Diri hanyalah jasad yang berpadu dengan ruh yang dipinjami
JIka yang meminjamkan mengambil tiada sesuatu yang merugi
Sesuatu yang berlaku sesuai kehendak yang memiliki
Tiadalah alam dapat menyalahi kecuali pemilik memberkati
Setelah itu Kwaa-han-bu mengajarkan gerak pengunnaan
tenaga dalam empat tahapan jurus sesuai empat posisi siulian
duduk dengan telapak tangan menegadah keatas, duduk
dengan kedua tangan disatukan, berdiri dengan kedua tangan
disatukan, dan berdiri dengan kedua tangan disatukan diatas
kepala, masing-masing posisi memiliki empat kembang gerakan
untuk mengeluarkan tenaga super dahsyat tersebut, dan jika
enam belas kembang gerakan itu disatukan dalam satu
gerakan, maka tenaga yang keluar akan mengeluarkan empat
cahaya kilat, yakni merah, hijau, kuning dan biru.
15 Kwee-han-jin dapat menguasai ilmu itu dalam kurun waktu
setahun, umur tujuh belas tahun Kwaa-han-jin telah menyerap
seluruh warisan ayahnya, suatu hari Kwaa-han-bu setelah
menikmati sinar mentari pagi memanggil anaknya
"jin-ji".kemarilah !" serunya lembut, han-jin segera mendekati
ayahnya, dan duduk didepan ayahnya
"jin-ji, sebentar lagi kamu akan turun gunung dan akan
menghadapi keras dan pedasnya dunia, jadi dengarlah petuah
ayah ini !" "anak siap mendengarnya ayah !"
"Jin-ji masa yang dilalui manusia yang berumur panjang dalam
hidup ini ada lima, apakah yang lima itu " yang lima itu adalah
masa manangis saat kamu baru lahir sampai umur tujuh tahun,
saat itu kamu tahunya hanya menangis, basah celanamau
kamu menangis, kamu lapar kamu menangis, setelah itu saat
engkau memasuki umur delapan tahun sampai lima belas
tahun kamu memasuki masa mengemis, masa ini kamu
tahunya hanya meminta ini dan itu, masa yang ketiga adalah
masa menimbang, yakni umur enam belas tahun sampai dua
puluh satu tahun, pada masa ini kamu menhgadapi dilema
keraguan, dihadapkan pada berbagai pilihan, kemudian masa
yang keempat adalah masa berpikir, dari umur dupuluh dua
sampai umur lima puluh tahun, dan masa yang kelima adalah
masa menyesal, yakni dari umur lima puluh tahun sampai ajal
menjelang, jadi Jin-ji pandai-pandailah menimbang pada masa
menimbang supaya saat memasuki masa berpikir kamu
memiliki pikiran yang cemerlang, sehingga kamu baik dan bijak
16 dalam segala permasalahan, dan pada gilirannya kamu tidak
menjalani masa menyesal." ujar Kwaa-han-bu dengan jelas dan
lembut, Kwaa-han-jin meresapi kata-kata ayahnya dengan
tekun dan mematrikannya dalam hati.
Kemudian anakku dalam diri manusia itu ada tiga khazanah
diri, yakini akal, nafsu dan hati, dan masing-masing khazanah
memiliki tiga karakter, karakter pada akal adalah licik,picik dan
cerdik, karakter pada nafsu ada senang, menang dan kenyang,
kemudian karakter pada hati ada cinta, kasih dan sayang, dari
tiga khazanah, dua khazanah cendrung merusak yakni pikir dan
nafsu, karena karakter didalamnya dominan hal yang tidak baik,
namun kedua khazanah ini dapat dikendalikan, jika manusia itu
memiliki dua ilmu." "apakah dua ilmu itu ayah ?" tanya Kwaa-han-jin
"dua hal itu adalah ilmu pikir dan ilmu zikir, akal harus
dikendalikan oleh ilmu pikir sementara nafsu dikendalikan oleh
ilmu zikir." "apakah itu ilmu piker dan Ilmu zikir ayah ?"
"ilmu pikir adalah pemahaman baik dan buruk, salah dan benar,
sementara ilmu zikir adalah pemahaman dalam dan luar diri,
sisi gelap dan terang diri, jadi jika akal sudah dikendalikan
pemahaman salah san benar, baik dan buruk maka tiga
karakter akal tadi tidak akan mencuat dalam prilaku, mau
bagaimana berbuat licik dan picik muncul, jika manusia itu
sudah paham akan salah dan benar, kemudian jika nafsu
sudah dikendalikan pemahaman dalam dan luar, sisi gelap dan
terang diri, maka tiga karakter nafsu tidak akan muncul dalam
17 prilaku, mau bagaimana ingin senang, menang maupun
kenyang timbul, jika manusia itu sudah memahami dirinya
sendiri dan sesuatu diluar dirinya, mengertikah engkau nak ?"
"mengerti ayah, petuah ayah akan selalu anak ingat sebagai
bekal diri menjalani hidup."
"bagus anakku, berusahalah sekuat hati, tenaga dan pikiranmu
untuk tidak mengecewakan dirimu, dan berupayalah menjaga
dirimu dihadapan penciptamu yang tidak pernah kecewa."
"apakah maksud pencipta saya yang tidak pernah kecewa "
jika Thian tidak pernah kecewa, lalu untuk apa saya berusaha
ayah ?" "Jin-ji, apapun yang kamu lakukan dalam hidup ini bagi Thian
tidak ada pengaruh, Thian hanya memberi hukum, baik kamu
akan Thian hukum dengan baik, jahat kamu, Thian hukum
dengan jahat, jadi jangan merasa jika kamu jahat maka Thian
akan kecewa sehingga menghinakanmu, tidak, dasar Thian
menghinakanmu bukan karena ia kecewa tapi karena memang
kamu jahat, begitu juga sebaliknya dasar Thian meninggikanmu
bukan karena Thian bangga padamu, tapi karena kamu
memang baik." Jelas Kwaa-han-bu, Kwaa-han-jin mengangguk
paham setelah mendengar penjelasan ayahnya.
Siang harinya merekapun masuk kedalam untuk makan siang,
banyak nasihat dan wejangan yang disampaikan oleh Kwaahan-bu pada anaknya, sepertinya seluruh kebijakan hidupnya di
beberkan didepan anaknya, dan ternyata setelah tiga bulan
kemudian Kwaa-han-bu pun sakit, dan hanya selama tiga hari
18 sakit, ditengah kelarutan malam Kwaa-han-bu pun menutup
mata meninggalkan putra bungsunya bersama Pek-thouw.
sesaat kesedihan pemuda gembelengan itu menangisi
kepergian ayahnya, dan keesokan harinya dengan hati yang
tegar dan jiwa yang tenang Kwaa-han-jin menguburkan
ayahnya disamping pusara ibunya, sebuah batu nisan pun
diletakkan diatas kubur, Kwaa-han-jin membuat nisan yang
sama bentuknya dengan nisan ibunya, sama-sama memiliki
bintang segi enam diujungnya, dinisan tertera tulisan "makam
ayahanda tercinta Kwaa-han-bu"
Jauh dari Qingdao tepatnya di Heng-sing-kok dekat kota
Guangdong, pemghuni rumah megah di lembah itu sedang
mengadakan pesta, pesta sangat ramai oleh undangan yang
datang dari berbagai tempat, rata-rata undangan dari kalangan
kangowu, dan ada juga dari kalangan pembesar pemerintahan
dari Guangdong, pesta itu merupakan dukungan pada pemilik
lembah untuk menjadi bengcu wilayah selatan yang akan
diadakan dikota Guiyang lima belas hari bulan ketujuh.
Pemilik lembah itu adalah lelaki tampan berumur tiga puluh
tahun, namanya adalah Tio-cun dan dikenal dengan julukan
"Lam-liong-sian" (dewa naga dari selatan) dia adalah murid dari
pemilik heng-sing-kok yang bernama Tan-lou-pang salah
seorang dari rekanan Kwi-sian-pat, Tan-lou-pang memberikan
bimbingan pada muridnya hanya selama lima tahun, karena
Tan-lou-pang meninggal dunia oleh kerentaan dan penyakit
yang ia derita. 19 Sebagaimana kita ketahui bahwa Tan-lou-pang dan tujuh
rekannya dilemparkan oleh she-taihap kelaut, diantara mereka
yang hidup hanyalah Tan-lou-pang sendiri dan seorang
rekannya yang bernam Suma-xiau, ditengah lautan yang luas
perahu mereka diombang-ambing oleh gelombang, pada hari
kedua dua rekanan yang masih hidup itu siuman karena
panasnya terik matahari, dengan lemas dan kehausan mereka
berusaha duduk "bagaimana keaadanmu she-tan ?" tanya Suma-xiau


Pendekar Sakti Welas Asih Jin Sin Taihiap Karya Rajakelana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"luka yang kuderita cukup parah, aku tidak bisa lagi
mengerahkan sin-kang."
"begitu juga denganku she-tan, terlebih pinggulku juga sudah
hancur remuk." "tidak dinyana bahwa putra Ui-hai-liong-siang telah menunggu
kita." "sudahlah she-tan, hari ini kita kalah, namun kita akan
mempunyai kesempatan untuk menghabisi she-taihap."
"maksudmu apa she-suma !?"
"jika tidak kita yang menghabisi she-taiihap, akan tetapi kita
masih bisa mencari murid dan mewariskan ilmu-ilmu kita
kepada murid tersebut."
"apakah kamu akan mengambil murid she-tan ?"
"benar, itulah yang aku inginkan sekarang, sehingga suatu saat
nanti ia akan membalaskan dendam kita pada she-taihap"
"kamu memang benar she-suma, ide itu cukup menjanjikan
menurut saya." "dan juga terlebih she-tan bahwa kumpulan kitab kita
20 berdelapan tersimpan di kota Bao, jika kita bagi kitab itu dan
kita warsikan pada murid kita, tentunya murid kita akan menjadi
seorang yang luar biasa saktinya."
"hmh".benar pendapatmu itu she-suma, jadi yang pertama
yang kita lakukan setelah sampai didaratan besar adalah
kembali kekota Bao dan mengambil kitab-kitab tersebut." ujar
Tan-lou-pang, Suma-xiau mengangguk membenarkan.
Kemudian keduanya dengan susah payah menggulingkan
enam rekan mereka kelaut, setelah itu keduanya dengan
tenaga luar seadanya mendayung perahu, untungnya keesokan
harinya hujan turun, dengan berbaring dan muka menegadah
kelangit keduanya membuka mulut dan meminum air hujan,
kerongkongan mereka yang kering sudah basah kembali oleh
sejuk dan segarnya air hujan, sedikit banyaknya tenaga mereka
yang mendayung seharian pulih kembali, lalu keduanya
kembali mendayung perahu menuju daratan besar.
Selama dua minggu dua rekanan itu terlunta-lunta dilaut, dan
akhirnya mereka mencapai daratan besar, mereka keluar dari
perahu, lalu berenang dan merayap ketepi pantai dan masuk ke
dalam hutan belukar, keduanya bersandar di pohon, didalam
hutan sambil mencari makanan, tan-lou-pang juga mencari
daun obat untuk menyembuhkan luka dalam mereka, usaha
mereka yang tidak kenal menyerah itu membuat mereka
selamat dari derita luka dalam yang mereka derita, selama
setahun mereka berkeliaran di tengah hutan tersebut.
21 Keduanya memang sudah menjadi orang awam yang
mengandalkan tenaga luar, bahkan suma-xiau menjadi cacat,
karena sekarang ia berjalan dengan bantuan tongkat kayu,
berhari-hari mereka berjalan menelusuri hutan, seminggu
kemudian merekapun dapat keluar dari hutan, disebuah desa
yang cukup ramai mereka istirahat
"she-suma supaya perjalanan kita dapat cepat, kita harus
mencari kuda." "benar, apakah kita akan mendapatkan kuda didesa ini ?"
"tidak tahu juga, marilah kita lihat !" sahut Tan-lou-pang sambil
bangkit dan membantu suam-xiau berdiri dengan tongkatnya.
Mereka melewati sebuah rumah yang cukup besar dan mewah
"mungkin ini rumah tuan tanah, dan besar kemungkinan ia
memiliki kuda." ujar Tan-lou-pang, keduanya memasuki
halaman rumah, seorang lelaki tua berpakan mewah keluar
bersama empat orang anak buahnya, dengan muka
mununjukkan marah, seorang dari empat orang membentak
"kalian ini siapa, kenapa lancang memasuki rumah Bu-loya !?"
"kami ini membutuhkan kuda, apa kalian punya kuda ?"
"sialan mau cari mampus yah, ditanya malah balik bertanya."
Bentak orang itu, lalu dengan tangannya yang kuat dan kekar
melayang menampar Tan-lou-pang, Tan-lou-pang mencoba
menagkap tangan orang itu
"buk"eh"eit"plak..plak"auuggghh"." dua lengan beradui,
Tan-lou-pang sempoyongan hingga ia terkejut, lelaki besar itu
cepat dan kuar menarik leher baju Tan-lou-pang, sehingga
tubuh Tan-lou-pang doyong kedepan, dan dua buah tamparan
22 kuat mebersarang dikedua pipinya yang kempot, Tan-lou-pang
menjerit kesakitan, kasihan memang dua rekanan itu, awalnya
mereka adalah pesilat tangguh dan luar biasa, namun hari ini
mereka tidak obahnya manula yang lemah dan rapuh.
"enyah kalian dari sini, sebelum kalian kuhajar sampai babak
belur." bentak lelaki itu, dua rekanan itu pun dengan tertatihtatih keluar dari halaman tuan tanah.
"jika sudah begini aku tidak yakin kita akan sampai ke kota Bao
dan menyusun cita-cita kita." ujar Tan-lou-pang dengan nada
putus asa, sambil meraba pipinya yang masih panas bekas
tamparan, dan dari sudut bibirnya mengeluarkan darah,
"marilah kita duduk dulu untuk memikirkan jalan keluar yang
lain." sahut Suma-xiau, lalu keduanyapun duduk dipinggir jalan
, beberapa ibu-ibu dengan menjinjing keranjang belanjaan lalu
lalang sambil mengobrol. Kehadiran mereka yang tua, kotor dan kumal tidakpun sedikit
digubris, karena keduanya disangka orang terlantar dan
pengemis, seorang kongcu dan seorang gadis cantik lewat
dengan menunggang kuda "Ci-moi, hari ini aku akan membawamu kesebuah tempat yang
indah." "dimanakah itu liem-koko ?" tanya sigadis dengan raut wajah
senang "dikota Qingdao, kamu tidak akan mendapatkan tempat
seindah yang akan kita lihat."
"marilah kita kesana koko, aku sudah tidak sabar ingin
23 melihatnya." sahut gadis yang ternyata tamu sipemuda dari
kota Qingdao, kuda mereka sedikit dihentak, sehingga dari
berjalan biasa menjadi lari congklang.
"mari kita ikuti kedua orang itu she-tan, mereka mungkin
sepasang tunangan, kita akan mencuri kuda mereka jika ada
peluang." ujar Suma-xiau, Tan-lou-pang juga berpikiran sama,
ia pun berdiri dengan semangat dan membantu Suma-xiau
berdiri, lalu keduanya berjalan kearah perginya kedua mudamudi itu, mereka sudah berjalan dua jam dan susah diluar
desa, namun dua bayangan muda-mudi itu tidak kelihatan.
"disana ada sungai, mari kita kesana untuk mandi dan
menyegarkan diri." ujar Tan-lou-pang, tanpa menjawab sumaxiau mengikuti langkah Tan-lou-pang, ketika keduanya sudah
dekat, keduanya melihat dua kuda muda-mudi tertambat, mata
mereka mencari-cari kedua muda-mudi itu.
"ini kesempatan kita, mari kita ambil kudanya." bisik Tan-loupang dengan gembira, lalu keduanya mendekati kuda, Tan-loupang membantu Suma-xiau naik kepunggung kuda, setelah itu
ia pun naik, lalu keduanya melarikan kuda dan meninggalkan
desa, kedua muda-mudi ternyata menyeberang sungai, dan
diseberang sungai ada setumpuk kebun-kebun warga, dan
setelah tumpukan kebun itu akan berakhir pada sebuah tebing,
dua sejoli itu ternyata duduk bermesraan sambil menikmati
pemandangan yang luas dan indah dibawah tebing, yang
merupakan hamparan permukaan danau yang diatasnya
mengambang bunga teratai dengan aneka warna bunganya,
24 pemandangan itu memang indah dilihat dari atas, sepasang
kekasih itu tidak menduga bahwa kuda meraka akan dicuri,
karena orang desa kenal betul dengan kuda milik tuan tanah.
Tan-lou-pang dan Suma-xiau membalakan lari kuda melintas
jalanan kecil berbatu, sehari semalam mereka membalapkan
kuda, menjelang siang keduanyapun sampai di kota Qingdao,
kedua ekor kuda itu disembunyikan dan merumput di sebuah
bangunan tua dipinggir kota, lalu Tan-lou-pang dan Suma-xiau
mengemis dijalanan, untungnya dua hari mereka mengemis di
kota Qingdao mereka dapat bebrapa tail tembaga dan
beberapa sen, setelah keduanya membeli bekal perjalanan
selama dua hari mereka meninggalkan kota Qingdao.
Perjalanan itu memang sangat lambat, karena seringnya
mereka berhenti untuk mengemis, akhirnya enam bulan
kemudian mereka sampai dikota Bao, segera mereka menuju
markas, namun markas itu sudah tinggal puing-puing
berserakan dan sudah ditumbuhi semak belukar, keduanya
tidak lagi memikirkan bagaimana dan siapa yang membakar
dan menghancurkan kediaman mereka, keduanya segera
menuju sebuah bagian belakang dan menggali tanah dekat
kolam ikan. Hampir empat jam mereka menggali, dan kemudian
mengeluarkan sebuah peti besar, peti besar itu pun dengan
susah payah dulu baru terbuka, didalam peti terdapat enam
belas kitab mereka, lalu Tan-lou-pang mengambil kitab
25 miliknya, begitu juga Suma-xiau mengambil kitab miliknya, dan
tersisa lima kitab, dua kitab milik Ma-tin-bouw, satu kitab milik
Bu-leng-ma, satu kitab milik she-zhang dan Yang, dan satu
kitab milik sikembar Gu. "kitab Ma-twako dan she-gu kamu ambil , dan saya ambil kita
she-bu dan kitab sepasang she-yang dan zhang." ujar Sumaxiau, Tan-lou-pang mengangguk.
"setelah ini kita akan berpisah she-tan." ujar Suma-xiau
"demikian juga boleh, aku akan kekota Heng-sing-kok di kota
Guangdong." sahut Tan-lou-pang
"baiklah , saya juga akan ke liong-teng di kota Yiming." ujar
Suma-xiau, lalu keduanya kembali menunggang kuda, Tan-loupang keluar dari pintu gerbang sebelah selatan, sementara
Suma-xiau keluar dari pintu gerbang sebelah timur.
Tan-lou-pang memacu kudanya, dan sebulan kemudian ia
sampai dikota kicu, ketika dia mengemis dijalanan dia melihat
anak umur sebelas tahun sedang mencuri makanan disebuah
kedai, pemilik kedai tidak menyadari, anak lelaki itu pergi
kesebuah gang yang sepi dan memakan makan yang dicurinya
"siapakah namamu bocah ?" tanya Tan-lou-pang
"saya Tio-cun, ada apa, kenapa nanya-nanya ?" jawab anak itu
ketus "maukah kamu ikut saya ?"
"ikut anda " apa yang saya dapatkan jika saya ikut kamu orang
tua, kamu juga seorang pengemis jalanan." sahut Ti-cun
"aku ini orang kaya dan berada, kalau kamu ikut saya, kamu
26 akan saya jadikan murid."
Heheh..heheh orang tua kamu jangan kamu membual, kamu
tidak kelihatan seperti orang kaya, dan juga tidak seperti ahli
silat hebat. "sekarang memang iya, tapi jika kita sampai di Guangdong
kamu akan melihat kekayaan saya, dan dulu saya adalah
pesilat yang ditakuti, karena kumpulan kami dikenal dengan
sebutan Kwi-sian-pat."
"hahaha..hahah"aku tidak percaya, kamu hanya penipu tua."
Sahut Tio-cun mencela Tan-lou-pang
"saya memang tidak bisa membukitikan padamu, tapi
percayalah." "hahaha..hehehe"mungkin kekayaanmu tidak dapat kamu
buktikan kecuali kita ke Guangdong, namun ahli silat hebat,
coba kamu tunjukkan meremas batu ini hingga hancur." ujar
Tio-cun. "saya ini tidak bisa lagi besilat tapi benar saya dulunya ahli silat
tinggi, karena saya membawa kitab-kitab saya,"
"benarkah orang tua, bagaimana kamu tidak bisa lagi bersilat ?"
"karena saya ditipu musuh saya, sehingga saya terjebak."
"siapa musuhmu itu orang tua ?"
"musuh saya itu penghuni pulau kura-kura, mereka petarung
yang handal, namun mereka curang mengeroyok saya, empat
orang pimpinan pulau itu membuat saya seperti ini."
"kenapa kamu menginginkan saya menjadi muridmu ?"
"karena saya melihat bakat yang ada padamu sangat luar
27 biasa, jika kamu mau sambil menuju Guangdong saya akan
mulai membimbing kamu."
"coba tunjukkan pada saya kitab-kitabmu orang tua !" ujar Tiocun, Tan-lou-pang membuka buntalannya, dan lima buah kitab
ada didalamnya, Tio-cun membaca kitab-kitab tersebut, dan
tertarik dengan nama-nama kitab yang tertulis disampulnya.
"ktab-kitabnya sungguh menarik ." ujar Tio-cun dengan wajah
terkesima. "ternyata kamu juga pandai membaca."
"tentu dong orangtua, walau begini aku dulu pernah belajar tulis
baca." "apakah kamu orang sini bocah ?"
"tidak, aku dari desa diluar kota ini"
"lalu bagaimana kami terlunta-lunta dikota ini ?"
"ayahku dulu tuan tanah didesa kami, namun keluargaku
menhgadapi warga yang memberontak, yang berakhir pada
kematian seluruh keluaargaku, dan rumah kami juga dibakar,
aku melarikan diri dari desaku, itu terjadi dua tahun yang lalu,
keinginanku hanya untuk membinasakan seluruh warga desa
itu." "kita berjodoh kalau begitu, jika engaku sudah menguasai kitabkitan ini atas bimbinganku maka jangankan hanya desa, istana
kaisar saja dapat kami obok-obok."
"benarkah itu orang tua ?" ujar Tio-cun dengan sinar mata
takjub. "benar bocah, bagaimana ?"
"baiklah kalau begitu, aku akan menjadi muridmu suhu."
28 "hehehe..hehehe..bagus".bagus". marilah ikut saya." sahut
Tan-lou-pang. Sejak itu Ti-cun dalam perjalanan ke Guangdong menerima
pelajaran dari Tan-lou-pang, dan disetiap desa dan kota yang
dilalui mereka istirahat, Tio-cun yang mahir mencuri membuat
Tan-lou-pang dapat mengatasi rasa laparnya, keberadaan
muridnya ini sangat membantunya melakukan perjalanan,
terutama masalah makan, sebaliknya Tio-cun dapat menyerap
ilmu silat tan-lou-pang. Akhirnya setahun kemudian merekapun sampai ke Heng-singkok, Ti-cun tidak menyangka bahwa suhu memang benar-benar
kaya, kedatanga Tan-lou-pang disambut istrinya dan para
pelayangiat, sebuah pesta diadakan untuk menjamu Tan-loopang yang hampir enam tahun meninggalkan Heng-sing-kok,
"rajin dan giatlah belajar cun-ji supaya balas dendamku dan
balas dendammu dapat kamu penuhi."
"baik suhu, tecu akan berusaha keras."
"bagus cun-ji, semua akan kuwariskan padamu, baik kitabkitabku maupun Heng-sin-kok." ujar Tan-lou-pang, Tio-cun
merasa bangga dan senang, sejak itu ia dipanggil kongcu
sebagaimana dulu ia rasakan didesanya.
"tio-cun pun belajar dengan giat, hingga empat tahun kemudian
Tan-lou-pang meninggal dunia, walaupun pelajarannya belum
selesai, namun berkat kecerdasan Ti-cun lima kitab pusaka
gurunya dibaca dan dipelajari dengan tekun, hingga tujuh tahun
29 kemudian kelima kitab suhunya sudah dikuasai, dalam umur


Pendekar Sakti Welas Asih Jin Sin Taihiap Karya Rajakelana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dua puluh tiga tahun, Tio-cun menjadi kongcu tampan yang luar
biasa sakti, ilmu-ilmu yang dikuasainya adalah "kwi-ban-ciang"
dan "kwi-ban-lui-kong-kiam" peninggalan dari Ma-tin-bouw,
"thian-te-liong-kun-hoat" dan "liong-ban-hai-hoat" dari sikakek
kembar she-gu, "leng-sim-ciang" , sin-liong-siauw-sian" dan
"sin-bian-bi-sianli" dari suhunya sendiri.
Seluruh perguruan yang ada di Guangdong tidak ada yang
dapat menandinginya, sehingga ia dijuluki "lam-liong-sian"
(dewa naga dari selatan), Tio-cun selama tiga tahun menyusuri
wilayah selatan menaklukkan berbagai pendekar dan
perguruan, bahkan ia memasuki wilayah barat, julukannya
semakin terkenal dan ditakuti karena disamping kesaktiannya
yang luar biasa, Ti-cun juga suka menindas warga lemah
seperti memaksa anak gadis orang melayani nafsu mesumnya,
para pendekar yang berjiwa satria berusaha untuk
melenyapkannya, namun sudah puluhan pendekar meregang
nyawa ditanganya. Kemunculan Lam-liong-sian membuat wilayah selatan bergolak,
sehingga dari berbagai perguruan hendak menunjuk bengcu
wilayah selatan, dan hal itu tersebar di seluruh pelosok, para
golongan hitam sudah barang tentu mendukung Lam-liongsian, sehingga mereka beramai-ramai datang menghadiri pesta
yang diadakan Tio-cun 30 "hahaha..hahhaa tanpa diadakan pibu pun nanti di guiyang bagi
kita sudah jelas siapa yang akan menjadi bengcu, siapakah
yang berani mati menghadapi Lam-liong-sian ?" teriak seorang
lelaki bermuka hitam "betul kata "hek-bin-kwi" (iblis muka hitam) terlebih dari
golongan yang menamakan dirinya pendekar hanyalah delapan
partai besar, dan beberapa kauwsu picisan, lalu "Hwi-I-kaipang"
(pengemis baju kembang) dan sekelumit pendekar, sementara
kita yang berkumpul disini terdiri dari utusan dari puluhan
perguruan, belum lagi kalangan rampok dan bajak." sela lelaki
berperawakan kekar dengan parut dikeningnya, ditangannya
ada senjata berupa dayung
"terimakasih "terimakasih hek-bin-kwi dan "kin-ban-hai-ma"
(kuda laut selaksa kati) atas dukungannyya dan begitu juga
dengan rekan-tekan semua, jika kita sudah menundukkan
wilayah selatan maka kita akan mengembangkan sayap ke
wilayah barat, dan nama saya disana juga sangat
menggetarkan , jika saya sudah menjadi bengcu, maka seluruh
kekuatan akan kita kendalikan, kebebasan dan keinginan kita
akan kita lepaskan, harta yang melimpah akan mudah kita
dapatkan." "hidup".Lam-liong-sian?"" teriakan mereka pun bergema
hingga tempat itu hangar bingar, terelbih ketika para penari
dikeluarkan untuk menghibur, sorak-sorai pun terdengar
disana-sini, kata-kata nakal pun terlepas tidak terkendali,
minuman arak makin membuat suasana makin panas, sebagian
31 dari mereka tertawa-tawa sambil menari dan mencolek para
penari, tawa cekikan para penari pun membuat suasana makin
romatis. Kita tinggalkan dulu pesta berbau miumunan keras itu, dan kita
tengok kekota Datong sebelah selatan kota bejing, tepatnya di
"sianli-teng" (puncak dewi), penguasa tempat itu adalah
seorang wanita berumur du puluh tujuh tahun, namanya adalah
suma-hoa, dan dikenal dengan sebutan "pak-giam-lo-sianli"
(dewi maut dari utara), suma-hoa adalah murid dari suma-xiau.
Setelah suma-xiau berpisah dengan Tan-lou-pang, suma-xiau
memacu kudanya kearah timur, ia mengadakan perjalanan
berhari-hari tanpa henti, sehingga tiga minggu kemudian
kudanya yang terus dipaksa mati lemas, kemudian melanjutkan
perjalanan dengan bantuan tongkatnya, sehari perjalanannya
yang lambat membuat ia kesulitan mendapat perkampungan,
setelah dua hari tidak makan, ia pun pingsan ditengah jalan.
Sebuah rombongan piuawkiok dari Qinngdao hendak kekota
Beijing, mereka melewati jalan setapak dimana Suma-xiau
pingsan, kepala rombongan itu Lu-bian menyuruh berhenti
"A-tang coba kamu perksa orang tersebut apakah ia masih
hirup atau sudah mati."
"baik twako.." sahut A-tang, lalu ia menddekati suma-xiau, Atang memeriksa nadi dipergelangan tangan Suma-xiau.
"orang tua ini masih hidup twako."
"kalau begitu angkat kepinggir dan coba sadarkan !" sahut Lu32
bian, A-tang menyiramkan air kemuka Suma-xiau, merasakan
sejuknya air membuat suma-xiau sadar
"a..air"a..aku mau air"." ujarnya lemah, A-tang segera
membantu suma-xiau meminumkan air
"siapakah kamu orang tua, bagaimana kamu pingsan ditengah
jalan ?" "aku orang tua cacat, dan aku belum makan sudah dua hari."
Sahutnya memelas "twako.. orang tua ini belum makan sudah dua hari."
"berilah dia makan !" sahut Lu-bian, A-tang mengambil
makanan berupa dendeng kering.
Suma-xiau dengan cepat melahap dendeng kering itu
"hendak kemanakah kamu orang tua ?" tanya Lu-bian tiba-tiba
mendekat "saya hendak kekampung atau kota yang ada didepan." jawab
Suma-xiau "bauk kami akan bawa kamu orangtua sampai kedesa qinlung."
"terimakasih sicu atas bantuannya." sahut Suma-xiau, lalu
rombongan itu pun melanjutkan perjalanan, Suma-xiau
dimasukkan kedalam kereta barang, suma-xiau merasa
nyaman hingga tertidur, dia bangun saat rombongan istirahat
dan makan. Dua minggu kemudian rombongan itu pun memasuki desa qinlung
"kami hanya dapat membawa kamu orang tua sampai desa ini."
33 ujar Lu-bian "baik..sampai disini juga sudah bagus, terimakasih." sahut
Suma-xiau sambil turun dari gerobak barang, kemudian
rombongan itu pun melanjutkan perjalanan, suam-xiau berjalan
dibantu tongkatnya, dan diemperan sebuah kedai minum ia
duduk sambil menegadahkan tangan meminta belas kasihan
orang-orang yang lewat. Beberapa orang merasa kasihan dan memberikan uang ala
kadarnya, Suma-xiau hampir sebulan berada di desa qin-lung,
setelah membeli bekal perjalanan, suma-xiau melanjutkan
perjalanannya, tiga minggu kemudian ia kembali kehabisan
bekal, untuk kedua kalinya ia pingsan ditengah jalan, dan sama
halnya dengan peristiwa pertama ia ditolong oleh rombonngan
piuawkiok yang membawa keluarga Suma dari Kota Datong
menuju bejing. "kenapa berhenti Ma-pangcu ?" seru suma-lao dari dalam
kereta "ada orang yang tergeletak dan menghalangi jalan loya." sahut
Ma-hui selaku pimpinan piauwkiok, Suma-lao turun dari
keretanya, dan juga putrinya suma-hoa yang berumur delapan
tahun ikut turun, Ma-hui memeriksa suma-xiau
"orang tua ini masih hidup, cepat bawakan minuman dan
makanan " teriak Ma-hui, seorang anak buahnya membawakan
air dan makanan. "kamu sadarkan ia , lalu beri dia makan !" perintah Ma-hui, anak
buah Ma-hui dengan menyiramkan air membuat suma-xiau
34 siuman "ah"ada air"air aku mau minum." Ujarnya lemas, lalu piauwsu
itu membantunya minum, dan membawanya kepinggir,
kemudian menyuruh suma-xiau makan.
Dengan lahap suma-xiau makan, dan suma-hoa mendekati
suam-xiau "kakaek siapakah namamu ?" tanyaksuma-hoa
"aku suma-xiau." Jawab suma-xiau sambil mengunyah
makanannya. "eh"kakek sama marganya dengan saya."
"apakah kamu she- suma juga ?"
"benar kakek, aku suma-hoa, ayah"! Kakek ini she-suma."
teriak suma-hoa pada ayahnya, suma-lao datang mendekat.
"orang tua kenapa kamu terlantar begini ?" tanya suma-lao
"diusia senja begini saya mengalami cacat sehingga tidak bisa
berjalan tanpa dibantu tongkat.
"dimanakah keluargamu paman ?" tanya suma-lao
"saya tidak punya keluarga lagi, saya hanya hidup sendirian."
"ayah kakek ini she-suma, kita bawa kakek ini ya , biar dia
bersama kita." "hmh"bagimana menurutmu paman ?"
"ah..aku sangat berterimakasih nak jika kamu mau menolong
saya." "baiklah kalau begitu ikutlah dengan kami paman !" ujar Sumalao,
35 Suma-lao pun ikut suma-lao ke kota Beijing, dikota Beijing
suma-xiau sudah berubah penampilan, bajunya tidak kumal
lagi, tetapi sudah memakai baju baru dan bagus, suma-lao
sedang mengunjungi adiknya yang sedang mengadakan pesta
naik jabatannya suami adiknya dari seorang polisi menjadi
kepala polisi, selama seminggu suma-lao berada dikota Beijing,
kemudian merekapun kembali kekota Datong.
Suma-xiau merasa dekat dengan suma-hoa yang manja ,
ayahnya sangat memanjakannya karena ibunya sudah
meninggal ketika suma-hoa berumur lima tahun, wakaupun ada
tiga selir ayahnya, namun ia tidak suka dengan ketiga selir
ayahnya, seharian ia hanya bermain dengan suma-xiau,
setelah setahun kemudian, suma-xiau menyampaikan maksud
hatinya mengajar suma-hoa ilmu silat
"paman bisa ilmu silat ?" tanya suma-lao heran
"karena cacat saya tidak lagi bersilat, tapi dulu saya adalah ahli
silat, jadi saya ingin mengangkat suma-hoa menjadi murid
saya." "kalau begitu baguslah paman, saya setuju sekali jika hoa-ji
belajar ilmu silat." Ujar suma-lao, dan sejak itu suma-xiau
mengajar ilmu silat pada suma-hoa, dan ternyata suma-hoa
memiliki bakat yang luar biasa dan daya tangkap yang kuat
dalam bidang ilmu silat, lain halnya dengan ilmu sastra, sumahoa sangat buntu dan malas.
36 Suma-hoa demikian bersemangat menerima bimbingan
suhunya, dan dia juga sangat rajin berlatih, sehingga membuat
suam-xiau merasa gembira, dan tidak terasa tujuh tahun
kemudian, suma-hoa telah menjadi seorang gadis cantik yang
sakti, ilmunya luar biasa, kegesitannya amat menakjubkan, tapi
tidak lama kemudian suma-xiau pun meninggal dunia, dan
sebelumnya suma-xiau telah menyerahkan semua kitabnya
pada suma-hoa, dan di suruh supaya menguasai semua kitab
"hoa-ji ini adalah kitab-kitab yang aku miliki dan akan ku
wariskan padamu." ujar suma-xiau dua hari sebelum ia
meninggal "kamu harus kuasai semua kitab-kitab inii sehingga kamu dapat
membalaskan dendam saya."
"kepada siapakah saya harus balas dendam suhu ?"
":kamu harus balas dendam pada orang yang telah membuat
saya cacat dan tidak berguna selama ini."
"siapakah yang telah membuat suhu cacat ?" sela suma-hoa
dengan rasa amarah , mendengar dan melihat sikap suma-hoa,
membuat suma-xiau senyum dan merasa bangga.
"yang mnembuat saya cacat adalah penghuni pulau kura-kura,
kamu harus mebalaskan dendamku kepada seluruh penghuni
pulau kura-kura." "baik suhu, akan aku hancurkan pulau kura-kura sekaligus
penghuninya." "bagus hoa-ji, namun kamu mesti ingat, kamu tidak akan
melakukannya sebelum kamu menguasai baik seluruh kitab37
kitab yang aku wariskan." ujar suma-xiau, suma-hoa
menganguk pasti." Setelah suma-xiau meninggal, suma-hoa pun melanjutkan
pelajarannya pada kitab-kitab milik suhunya, dengan ketekunan
yang luar biasa dan latihan yang gigih suma-hoa terus belajar,
sehingga tidak terasa delapan tahun kemudian, seluruh warisan
suhunya sudah ia kuasai, umurnya sekarang sudah dua puluh
empat tahun, wajahnya yang cantik dengan binary mata
secerah bintang meluluh lantakkan hati pemuda kota Datong,
namun para pemuda itu harus gigit jari karena mendengar
bahwa suma-hoa adalah ahli silat yang hebat, dan ilmu-ilmu
yang dikuasai oleh suma-hoa seperti
"tung-sian-sin-hoat" warisan dari Yang-ma-kui , see-sianli-sinhoat" warisan dari Zhang-kui-lan, "thai-lek-twi-lui-kong-kun" ,
"hong-sing-bong-sian" warisan dari Bu-leng-ma, "liong-ciang" ,
"Thian-sian-jio" warisan dari suhunya sendiri suma-xiau.
Suaru ketika ayahnya mengadakan pesta karena mengambil
selir muda lagi cantik, usianya satu tahun lebih tua dari sumahoa, setelah pesta selesai, suma hoa menemui ayahnya
"ayah"besok aku akan keluar untuk berkelana ."
"berapa lama kamu hendak pergi ?" tanya ayahnya
"saya akan pulang dalam jangka setahun." jawab suma-hoa
"baiklah kalau begitu, ayah tentunya tidak bisa menahanmu."
Sahut ayahnya. Keesokan harinya suma-hoa meninggalkan kota Datong,
tujuannya keluar tiada lain untuk menguji kemapuannya,
38 dimana bukoan ia datangi dan kauwsunya ia tantang untuk
pibu, suma-hoa sendiri takjub dengan dirinya para kauwsukauwsu itu hanya puluhan jurus sudah dapat ia robohkan,
kesombongannya mulai muncul, setiap pendekar yang ia
jumpai ia ajak pibu, dan kenyataannya ia memang tidak
tertandingi, setelah tahun ia kembali kerumahnya dikota Datong
Seorang lelaki tampan berumur du puluh tiga tahun sedang
sibuk dikantor ayahnya, lelaki itu juga memandang takjub
padanya, "kamu siapakah ?" tanya Suma-hoa
"saya Lu-duong adalah pegawai baru sebagi juru tulis sumataijin."
"ooh, begitu, saya adalah suma-hoa, sudah berapa lama kamu
dipekerjakan ayahku ?"
"baru empat bulan siocia." Jawab lu-duong,
"baik lanjutkanlah pekerjaanmu !" ujar Suma-hoa dan berlalu
dari hadapan Lu-duong Sejak pertemuan itu keduanya saling menyapa dan tersenyum,
tiga bulan kemudian Lu-duong menyatakan cintanya dipaviliun
halaman belakang rumahnya, suma-hoa juga merasa suka dan
cinta pada Lu-duong, terjalinlah hubungan cinta antar
keduanya, manisnya cinta membuat keduanya demikian ceria,
keduanya sering bermesraan di halaman belakang rumahnya,
dua bulan kemudian suma-hoa kembali meninggalkan rumah
dan berkelana. 39

Pendekar Sakti Welas Asih Jin Sin Taihiap Karya Rajakelana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kali ini ia kembali kerumah setelah enam bulan, dengan
gerakannya yang lincah dan gesit ia memasuki kamarnya,
namun ia mendengar kasak-kusuk dikamar selir ayahnya,
laksana seekor kelelawar ia mengintai kamar selir ayahnya, dan
ternyta didalam kamar selir termuda ayahnya sedang bergumul
hangat dengan Lu-duong, hatinya terbakar emosinya meledak,
dengan sekali emosi yang meluap suma-hoa turun kedalam
kamar, tanpa bicara dua tubuh telanjang yang sedang berpacu
dalam birahi itu ditampar kepalanya dengan kekuatan penuh,
akibatnya tanpa bersambat keduanya tewas seketika dengan
kepala hancur berantakan. darah berserakan diseluruh ranjang
semenatara tulang dan daging-daging kecil juga berserakan di
ranjang dan lantai. Suma-hoa meninggalkan kamar tersebut dan masuk kedalam
kamarnya, hatinya sakit menyaksikan penghianatan
kekasihnya, dia tidak biasa memejamkan mata, gambaran dua
tubuh telanjang yang baru disaksikannya terus membayang,
hatinya berdegup dan hawa amarahnya meluap-luap,
kebenciannya pada Lu-duong tidak terperikan, suma-hoa
memutuskan untuk tidak menemui ayahnya, dia akan berkelana
pikirnya, lalu malam itu juga Suma-hoa meninggalkan rumah,
walaupun ia baru datang. Keesokan harinya penghuni rumah gempar, suma-lao yang
menyaksikan pemandanagan mengerikan itu merasa mual dan
mau muntah "cepat kalian enyahkan mereka !" perintah suma-lao pada
40 pelayannya, para pelayan itu segera membersihkan kamar
tersebut, keduanya segera dimasukkan peti dan disuruh kubur
didalam hutan diluar kota Datong, melihat dari keadaan dua
jasad suma-lao yakin bahwa yang membunuh keduanya adalah
suma-hoa, lagian tidak mungkin orang lain, karena orang
semua takut dan jerih dengan kesaktian putrinya.
Sejak peristiwa yang dialaminya, suma-hoa menjadi seorang
yang telengas dan kejam, ajakan pibunya pada para pendekar
tidak hanya menguji kemampuan tetapi sudah mengarah
kepada kepuasan batin mengikuti pembunuhannya yang
pertama yakni kekasihnya dan selir ayahnya, kematian banyak
para pendekar pun tersebar, cerita dari mulut kemulut pun
beredar, dan orang pun menjulukinya "pak-giam-lo-sianli" , dan
ia juga juga sering gonta-ganti pasangan sebagaimana ia lihat
perilaku ayahnya. hal ini disebabkan suma-hoa type gadis
pembosan karena kemanjaannya.
Suma-hoa menemukan sebuah puncak, puncak itu sangat
indah karena banyaknya aneka macam bunga tumbuh,
aromanya semerbak mewangi, lalu suma-hoa berencana
mendiami puncak tesebu, dengan kesaktiannya ia mengambil
harta orang kaya di kota Datong dan Beijing, dan juga ia
menculik banyak lelaki atau bahkan mencegat piuwkiok yang
kebetulan lewat dikaki puncak, lelaki itu dipaksa untuk bekerja
membangun rumah megah dengan modal harta curiannya.
Selama lima bulan rumah megah diatas puncak pun berdiri
41 anggun dengan aroma wangi semerbak yang menyebar
diseluruh puncak. Setelah itu suma-hoa menculik para gadis-gadis cantik,
sehingga dalam tiga bulan istananya sudah memiliki gadis
muda dan cantik sebanyak lima puluh orang, semuanya
dijadikan pelayan, dan suma-hoa juga memberikan pelajaran
ilmu silat pada lima puluh pelayannya, dan hari itu ia sedang
memberikan pelajaran silat pada para pelayannya.
"sekarang kalian lakukan gerakan yang telah kutunjukkan !"
perintah suma-hoa "baik sian-li, lalu lima puluh wanita itu pun menirukan gerak
yang baru dicontohkan suma-hoa.
"sudah latihan kita cukupkan dulu, kalian kembali pada
pekrejaan kalian masing-masing, dan siapkan kamarku seindah
mungkin." "baik-sianli.." jawab mereka serempak, Suma-hoa
meninggalkan mereka, dan menuruni puncak, dia menuju kota
Beijing yang indah dan padat.
Suma-hoa memasuki sebuah restoran , sore itu para kongcu
banyak yang kemuar menimati taman kota yang indah, yaman
dan luas, berbagai hiburan malam pun pun mulai dibuka,
berbagai anekpermaianan pun di gelar, terlebih saaat malam
tiba, bohlam laompian dalam berbagai corak pun menyala,
yang dipajang disepanjang jalan dan ditata rapi.
42 Seorang kongcu muda berwajah tampan memasuki restoran,
pemilik likoan dengan ramah terkesan menjilat menyambut
sikongcu "Yang-kongcu, silahkan masuk, tempat kami menyediakan
berbagai aneka makanan, dan juga tempat bersantai yang
nyaman "hahaha..haha" bagus kalau begitu cepat hidangkan makanan
kalian yang terlezat, dan juga aku ingin makan ditempat
istimewa." "baiklah yang-kongcu, mari saya antar ke ruang atas, kamarnya
juga luas dan sangat nyaman."
"oh-ya jangan lupa datangkan gadis pennyanyi dan penghibur
yang cantik dan menggemaskan, hehehe"hahha","
"beres kongcu, pokoknya kongcu akan merasa senang dan
nyaman." Sahut pemilik restoran.
Kamar itu memang luas dan perabotannya juga indah, bersih
dan rapi, bahkan terkesan mewah karena tirai dan karpetnya
dari bahan yang mahal harganya, yang-kongcu memasuki
kamar sambil menebar senyuman
"bagus" kamar ini cocok dengan seleraku." pujinya dengan
rasa senang. pemilik restoram manggut-manngut karena rasa
bagga karena tentunya kantong si-kongcu akan merembes
kekantongnya. "yang-kongcu silahkan duduk dan sebentar lagi gadis-gadis
cantik dan menggairahkan akan datang."
"baiak, jangan lama-lama."
"tentu kongcu, nah..itu mereka datang !" sahut sipemilik
43 restoran, emapt orang gadis cantik memasuki kamar, Yangkongcu tersenyum dan merasa senang
"silahkan kongcu bersantai dan bersenang-senang." ujar
pemilik restoran setelah empat pelayannya menghidangkan
makanan diatas meja, lalu kamar pun ditutup.
Wanita-wanita cantik itu menggerubiti manja dekat Yangkongcu, yang-kongcu semakin gembira dan nakal, tangannya
yang jail mencolek dan meremas dan disambut teriakan manja
dan tawa cekikian para gadis, Yang-kongcu sambil memeluk
para gadis sambil mengunyah makanan yang disuapkan
kemulutnya, tiba-tiba seorang wanita cantik menggiurkan berdiri
didepannya, suma-hoa dengan kerlingan menggoda menatap
Yang-kongcu "hahaha"hahaha"darimanakah kamu gadis cantik ?" sapa
yang-kongcu terpesona "benarkah aku cantik kongcu ?" suma-hoa balik bertanya
"benar, kamu sungguh cantik." sahut Yang-kongcu
"jika aku cantik apakah empat wanita ini masih diperlukan disini
?" ujar Suma-hoa dengan senyum sinis
"hahahaa..hahha". benar?" kalian pergilah biar bidadari
rupawan ini menemaniku " ujar yang-kongcu, emapt wanita itu
dengan bibir mencibir dan hidung menyepak, keluar dari kamar
Yang-kangcu. "hehehe..heheh..kesinilah cantik, temani aku makan dan
setelah itu kita akan bersenang-senang." ujar Yang-kongcu,
dengan sikap agak malu-malu suma-hoa melangkah mendekati
yang-kong-cu. 44 Yang-kongcu dengan senang membelai-belai jemari suma-hoa,
suma-hoa tersenyum makin menggoda dan membuat yangkongcu semakin blingsatan, sambil meminum arak ia berdiri,
lalu menarik suma-hoa untuk berdiri, yang-kongcu melangkah
keramjang dengan kasur beralaskan sprei yang indah dan
lembut, suma-hoa memang menginginkan kongcu tampan dan
hidung belang ini, keduanyapun berpelukan sambil berciuman,
semakin lama ciuman dan rabaan makin panas, birahi
keduanyapun menggelegak hebat, disela-sela ciuman yang
semakin ganas, baju merekapun satu-satu lepas, ketelanjangan
keduanya semakin memacu detak jantung, mereka bergumul
dan saling pagut, selimut birahi yang panas sambar
menyambar seiring hentakan kedua makhluk telanjang itu
memacu mendaki menuju puncak kenikmatan.
Suma-hoa merasa senang akan kekuatan kongcu muda yang
tampan itu, sebaliknya yang-kongcu juga merasakan hal yang
luar biasa, serasa birahinya tidak mau padam setipa melihat
lekuk tubuh mulus suma-hoa, malam pun semakin larut,
kembali yang-kongcu terhempas kenikmatan untuk yang ketiga
kalinya "nona siapakah namamu ?"
"namaku sianli kongcu."
"bagaimana kalau kamu kujadikan selirku ?"
"aku mau saja kongcu, tapi dengan satu syarat."
"apakah syaratnya sianli ?" tanya Yang-kongcu dengan senyum
lembut "kongcu bawalah seratus tahil emas besok ke pancuran singa
45 ditengah taman kota."
"heh untuk apa seratus tahil emas dan dibawa pula ke taman
kota ?" "hik"hik" kongcu, aku akan menunggumu di tempat itu,
setelah itu kita akan bersama-sama ketempatku dan meminta
restu pada orang tuaku."
"seratus tail emas itu besar sekali sianli "
"hik..hik". ternyata kamu perhitungan jjuga kongcu, apakah
menteri yang tidak akan meluluskan permintaanmu ?"
"bukan begitu, seratus tail emas tidaka seberapa."
"lalu apa masalahnya kongcu, jika kamu merasa sayang
dengan jumlah itu, apakah aku tidak sepadan dengan jumlah itu
?" "bu..bukan begitu maksudku ."
"sudahlah kongcu, aku tidak suka bertele-tele, masih banyak
kongcu kaya dan murah hati yang akan kudapatkan."
"baiklah..jika itu maumu akan kupenuhi, sekarang kesinilah,
masuk dalam pelukanku." rayu yang-kongcu.
"nafsuku hilang setelah pembicaraan kita, aku beri kesempatan
sampai dupa binting ini habis, jika kamu kongcu tidak dapat
mengembalikan suasana hatiku seperti sebelum pembicaraan
tadi, maka aku tidak mau lagi bertemu mukamu kongcu," ujar
Suma-hoa sambil menyalakan dupa yang sudah dipatahkannya
menjadi dua, yang-kongcu jadi cemas,
"sianli cintaku, malam ini kita sudah jalani tiga ronde, apakah
kamu tidak ingin kali keempat, aku akan membuatmu
menggelepar kenikmat."
46 "hmh?" dengus suma-hoa sambil membuang muka, yangkongcu menggrauk kepalanya yang tidak gatal
"sianli saying, aku tadi hanya bercanda, aku akan mengikuti
kemauanmu, kedinilah sayang aku ingin mencium dan melumat
bibirmu yang ranum, membelai tunuhmu yang mulus,
meremasmu dengan bitahi cintaku." rayu Yang-kongcu, namun
suma-hoa tetap tidak menggubrisnya, api dupa tingga seujung
kelingking lagi, Yang-kongcu makin panik.
Sianli yang cantik dan kucintai, maafkan aku yang telah
mengubah suasana hatimu, aku suka padamu sayang,
jangankan seratus tail emas, bahkan jika kamu minta dua ratus
akan kupersembahkan padamu, kesinilah sayang, birahiku
makin panas melihat lekuk tubuhmu."
"benarkah kongcu, kamu akan memberikan dua ratus tail emas
untukku ?" sela Suma-hoa
"benar sayang, marilah cintaku aku ingin kembali merasakan
hangatnya tubuhmu." sahut Yang-kongcu mesra, suma-hoa
dengan senyum dan kerlingan mesra dan deru nafasnya yang
harum menerpa wajah Yang-kongcu, yang-kongcu makin
terbakar dan manarik tubuh lembut dan hangat suma-hoa.
Kembali Yang-kongcu dan suma-hoa berpilin dalam bara birahi,
kali ini yang-kongcu bertambah kuat staminanya, dan ronde ini
agak lama, jerit dan desahan nafas suma-hoa semakin
membuat yang-kongcu gemas, dan kahirnya tuntas juga
pendakian yang-kongcu, dan keduanya terlelap tidur hampir
dipenghujung malam. 47 Keesokan harinya, setelah matahari hampir mendekati siang,
keduanya baru terbangun, dengan mesra dan lembut yangkongcu mengecup suma-hoa yang bermalas-malasan, yangkongcu membersihkan diri dan memakai bajunya kembali,
empat tail emas ia berikan pada suma-hoa
"berikan satu tail untuk pemilik restoran."
"baik koko, aku akan menunggu kongcu nanti sore dipancuran
singa." "baik, aku akan datang sianliku yang cantik." sahut Yangkongcu dengan senyum puas.
Pemilik restoran segera menyambut Yang- kongcu yang
menuruni tangga, "yang-kongcu mau pulang !?"
"benar, dan aku telah tinggalkan bagianmu pada gadismu
dikamar." "terimakasih"terimaksih kongcu, lain kali datang lagi." sahut
pemilik restoran sambil menjura.
Yang-kongcu meninggalkan restoran, sementara sipemilik naik
keatas dan masuk kedalam kamar, namun tidak ada seorang
pun didalam kamar, bersegera ia kebelakang, dimana para
gadis-gadis penghibur berkumpul menunggu para tamu, dia
menemui bibi cai pengasuh gadis-gadis penghibur."
"Cai-bo"empat gadismu yang malayani Yang-kongcu mana ?"
"mereka ada dikamar atas, katanya mereka tidak jadi melayani
Yang-kongcu." "hah..!" bagaimana bisa ?" cepat bawakan mereka kesini !" ujar
48 pemilik, empat orang wanita itupun menghadapnya
"kalian telah melayani yang-kongcu, dan katanya ia
menyerahkan bagian saya pada kalian."
"cih".yang-kongcu mengusir kami Tan-loya, mentang-mentang
muncul gadiis baru, kami tidak dipandang lagi."
"sekarang mana gadis barunya ?" tanya Tan-loya
"mana kami tahu Ma-loya." sahut empat wanita.
"hayaa" hilang sudah bonus saya dari yang-kongcu." Tan-loya
kesal, lalu ia meninggalkan empat gadis itu.
Sore harinya Suma-hoa menunggu yang-kongcu di pancuran
singa, dan tidak berapa lama yang-kongcu datang menunggang
kuda bersama empat pengawalnya
"bagaimana kongcu apakah kongcu sudah membawanya "


Pendekar Sakti Welas Asih Jin Sin Taihiap Karya Rajakelana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"sudah sian-li, lalu bagimana selanjutnya ?"
"kita akan ke desaku mengantarkan peti itu untuk orang tuaku,
dan setelah itu aku akan mengikuti kongcu selama-lamanya."
sahut Suma-hoa dengan senyum penuh pesona, yang-kongcu
merasa hatinya dielus-elus, lalu suma-hoa naik kepunggung
kuda Yang-kongcu, sehingga suma-hoa masuk dalam pelukan
Yang-kongcu yang memegang tali kekang kuda.
Dengan senyum hangat, kuda pun dideplak dan lari conglang
kea rah pintu gerbang kota bagian timur, empat pengawalnya
mengikuti dibelakang "jauhkah desamu sianli ?" tanya Yang-kongcu setelah berada
dipintu gerbang kota "tidak kongcu, hanta dibalik bukit itu." jawab suma-hoa
49 "oo, baiklah kita akan memacu kuda supaya kita cepat sampai."
ujar Yang-kongcu, lima kuda berlari cepat meninggalkan
gerbang kota, ketika sampau ditikungan bukit, yang-kongcu
merasa tubuhnya lemas, dan kuda pun berhenti, empat
pengawaalnya sigap mendekati
"ada apa kongcu ?" tanya seorang pengawal, namun jawaban
yang diperolehnya adalah tamparan yang merrmukkan
tengkoraknya sehingga ia tewas seketika, tiga rekannya
terkejut, namun tiga tamparan dari sebuah bayangan hitam
telah menghanatam kepoala mereka, tanpa bersambat
ketiganya tewas. Suma-hoa memacu kuda bersama Yang-kongcu, Yang-kongcu
dibawa ke sianli-teng, seminggu kemudian mereka sampai
dipuncak, sepuluh pelayan menyambutnya
"kaliana siapkan air mandi untukku !" perintah suma-hoa,
sepuluh gadis itu segera malkukan apa yang diperintahkan,
tubuh yang-kongcu yang lemas di baringkan di peraduannya
yang besar dan indah, lalu suma-hoa menuju tempat
pemadiannya, sepuluh gadis itu memandikannya dengan
lembut, dan gadis-gadis lain menyiapkan bajunya. setelah
selesai para pelayan meriasnya, suma-hoa kembaali
kekamarnya. Yang-kongcu di pulihkan kembali, dengan wajah tidak senang
yang-kongcu bertanya "kenapa sianli membunuh pengawal saya ?"
"untung baru pengawalmu yang mati, kalau tidak kamu sendiri
50 akan saya bunuh." "apa maumu sianli ?"
"aku mau kita tinggal disini, kamu harus menurut kalau kamu
masih sayang nyawamu !" jawab suma-hoa dengan ancaman,
Yang-kongcu pucat, tidak menyangka bahwa wanita yang
membuat hatinya terpana adalah perempuan sadis, pilihan
terbaiknya hanya harus menuruti kemauan perempuan
didepannya ini. "sekarang pergilah mandi, aku tidak sabar menunggumu
diranjangku." ujar Suma-hoa, Yang-kongcu pun keluar dan
empat pelayan membawa Yang-kongcu kepemandian, dan
bajunya juga sudah dipersiapkan, setelah selesai mandi dan
memakai baju, yang-kongcu kembaali kekamar suma-hoa,
suma-hoa telah menunggunya dengan gaun lembut dan tipis,
sehingga lekuk tubuhnya yang telanjang demikian merangsang.
Dengan manja dia memanggil yang-kongcu supaya naik
keranjang, yang-kongcu pun menurutinya.
Hanya malam itu yang-kongcu terasa berat akibat masih
merasakan kesadisan suma-hoa, namun malam berikutnya
Yang-kongcu sudah terlelap kenikmatan dipelukan suma-hoa
yang cantik dan binal, dipuncak itu hanya yang-kongcu laki-laki,
dia merasakan kenyamanan yang melelapkan diantara wanitawanita cantik itu, terlebih suma hoa sebagi ratu dipuncak itu
demikian mesra dan lembut padanya, layaknya Yang-kongcu
sebagai raja ditempat itu, sehingga ia merasa betah di sianliteng.
51 Kota guiyang dibanjiri para kalangan dunia persilatan, karena
seminggu lagi peertemuan penetapan bengcu selatan akan
diadakan di "kong-ciak-lim" (hutan merak), likoan dipadati tamutamu dari luar daerah, dan dua hari menjelang perhelatan para
tokoh rimba hijau keluar dari kota Guiyang menuju "kong-ciaklim" gerakan orang-orang itu tangkas dan gesit melintasi hutan
dan mendaki bukit. Seorang pemuda tampan berumur dua puluh dua tahun
melangkah santai memasuki hutan kong-ciak, didepannya
berjalan seorang kakek berumur hampir enam puluh dengan
bantuan tongkatnya, dan dibelakangnya ada dua lelaki berumur
tiga puluh lima tahun, walaupun langkah sikakek pelan nampak
lemah, tapi jika dilihat kebawah, kakinya nyaris tidak menginjak
tanah, tongkatnya yang menjejak tanah tidak sedikitpun
meninggalkan bekas, walaupun tongkat itu menotol tanah
lembut berlumpur. Siapakah kakek yang luar biasa ilmu gin-kangnya itu " kakek itu
adalah Lou-beng-ho, dulunya ia adalah asuhan dari Ma-tinbouw rekanan tertua dari Kwi-sian-pat, sejak markas
majikannya di bumi hanguskan dua she-taihap, dia dengan Tiohuang pergi menyelamatkan diri, dan ditengah jalan keduanya
berpisah, enam bulan kemudian Lou-beng-hong memasuki kota
Huangsan. Lou-beng-ho memasuki sebuah likoan untuk makan dan
istirahat, setelah selesai makan tanpa membayar ia keluar,
seorang pelayan mengejarnya
52 "tuan anda belum bayar !" tegur pelayan
"kamu mau cari mampus ya !" masih untung saya tidak bayar,
kalau tidak nyawamu yang melayang." sahut Lou-beng-ho,
mendengar itu dua penjaga keamanan mendekat
"jangan asal bicara, cepat bayar atau kamu akan babak belur !"
ancam dua penjaga "hahaha..hahaha" orang seperti kalian hendak menghajar
saya " nih rasakan aku tidak hanya menghajar bahkan
mencabut nyawa kalian "buk"buk"." Dua pukulan keras menghantam dada kedua
pengawal, keduanya terlempar dua tombak dan ambruk
ketanah dan sesaat tubuh mereka menggelepar sambil muntah
darah yang cukup banyak, dan kemudian nyawa keduanya
putus. Para tamu terkejut, terlebih pelayan yang hendak menagih
bayaran, wajahnya pucat pasi, dan tubuhnya menggigil ketika
Lou-beng-ho mendekatinya "ampun tuan"." serunya sambil berlutut ketakutan, namun Loubeng-ho tidak memebri ampun
"prak?" Lou-beng-ho memukul kepala si pelayan hingga
hancur, sipelayan ambruk dengan tengkorak kepala pecah, lalu
dengan tertawa yang bergema ia meninggalkan likoan.
Pembunuhan itu membuat kota Huangsan gempar, selama dua
hari Lou-beng-ho menyelidiki bukoan ternama, setelah itu ia
memutuskan mendatangi "Lui-kong-kun-bukoan" (perguruan
pukulan kilat) yang dipimpin oleh Liem-hung yang berjulukan
53 "sin-sinciang" (telapak sakti), sim-sinciang sedang mengawasi
enam puluh muridnya yang sedang berlatih, namun mereka
berhenti ketika Lou-beng-ho tiba-tiba muncul
"kamu siapa dan ada urusan apa ?" tanya sin-sinciang bersikap
wibawa "hahaha..hahaha" saya siapa tidak perlu tapi urusan saya
untuk menantang kauwsu perguruan ini. siapa yang jadi
kauwsu silahkan maju." tantang Lou-beng-ho, Liem-hung maju
"saya Liem-hung kauwsu dari bukoan ini." sahut Liem-hung
"bagus, terima seranganku karena kamu harus mampus " teriak
Lou-beng-ho sambil memasang kuda-kuda, Liem-hung juga
memasang kuda-kuda, keduanya saling menatap tajam saling
menduga kekuatan lawan "ciaaat".." Liem-hung dengan satu lompatan menyerang
"plak"plak?" dua lengan bertemu, lalau saling mengunci
bergerak luwes mencari celah untuk menghantam tubuh lawan,
dan akhirnya keduanya undur dua langkah, dan kemudian
kembali keduanya saling serang, keduanya dengan gerak cepat
mengeluarkan trik pancingan untuk mengecoh lawan.
Angin berkesiuran dari setiap gerakan yang mengandung sinkang, dan kadang suara benturan keras terdengar ketika kedua
pukulan berhawa sakti beradu, sampai sekian lama keduanya
masih seimbang walhal sudah lebih dari seratus jurus, ternyata
alot juga pertempuran yang terjadi, namun ketika Lou-beng-ho
mencaput pedangnya dan Liem-hung menggunakan
cambuknya, empat puluh jurus kemudian, pedang Lou-beng54
hong telah memetuskan cambuk Liem-hung, sehingga Liemhung terdesak hebat, ayunan pedang dalam rangkaian jurus
"kwi-ban-lui-kong-kiam" demikian gencar mengurung gerak
Liem-hung. "crak"aghh"wut".cep?" Liem-hung menjerit ketika
tangannya buntung sehingga darah memancur, dan gerakan
susulan yang mematikan dimana ujung pedang Lou-beng-ho
menancap kedada Liem-hung dan menyate jantungnya, tanpa
bersambat Liem-hung tewas seketika.
Murid-murid Liem-hung terpana melihat tewasnya guru mereka
"hehehe..hehe". guru kalian telah tewas, siap yang mau
mengiringnya keneraka silahkan maju." tantang Lou-beng-ho
sambil mengangkat pedangnya yang masih merah oleh darah
Liem-hung, para murid tidak ada yang berani bergerak, tiba-tiba
istri Liem-hung dan putrinya yang berumur dua belas tahun
menjerit mendapatkan jasad Liem-hung.
"hmh"kalian mau mati atau hidup bersamaku !?" tanya Loubeng-ho dengan senyum menyeringai.
"bunuh saja aku.. !" teriak Liem-hujin
"baik jika itu mauamu".crak"aghhh?"" sahut Lou-beng-ho
dan pedangnya menebas leher Liem-hujin, terdengar jerit
terputus Liem-hujin, para murid tak kuasa melihat pembantaian
sadis tersebut, sementara Liem-cu putri Liem-hung yang
melihat ibunya ambruk tanpa kepala menjerit histeris, lalu
menerjang Lou-beng-ho, namun
"buk?" terjangan Liem-cu disambut tendangan dahsyat dari
55 Lou-beng-ho, tubuh gadis remaja itu melayang dua tombak dan
ambruk dengan nyawa melayang karena dadanya remuk."
"hahaha".hahaha"sekali lagi siapa yang ingin mengiringi
kauwsu kalian segeralah maju !" teriak Lou-beng-ho sambil
tertawa jumawa. "baik"sejak hari ini kalian harus ikut perintahku, bukoan ini
akan saya ambil alih, dan kalian akan kuajari ilmu-ilmuku yang
luar biasa, sekarang kalian bersumpah setia padaku." ujar Loubeng-ho, lalu enam puluh murid itu terpaksa manut dan ikut
setia pada Lou-beng-ho ketimbang harus kehilangan nyawa.
"perguruan ini akan dirunah namanya dengan "kwi-bansinciang" (telapak selaksa iblis)" ujar Lou-beng-ho, dengan
mengambil nama ilmu tangan kosong yang dimilikinya.
Sejak itu Lou-beng-ho menjadi kauwsu dan mengajari enam
puluh anak muridnya dengan ilmu-ilmu yang luar biasa, empat
tahun kemudian muris-muridnya sudah mencapai dua ratus
orang, dan mereka adalah perguruan yang ditakuti di kota
Huangsan, semua bukoan takluk pada bukoan yang satu ini
yang terkenal kebuasan dan kekejamanya.
Suati hari Lou-beng-ho sedang bersantai diruang tengah sambil
dengan dilayani empat gadis cantik, tiba-tiba dua orang
muridnya menghadap "suhu..tecu hendak menyampaikan berita penting."
"ada apa cepat katakan !"
"kami mendengar informasi bahwa enam bukoan yang lain
56 sedang mencari sebuah kitab yang bernama "liang-jiu-po" (kitab
lengan-sukma)" "hmh"mereka mencari kemana ?"
"katanya kitab itu berada di "kiam-teng" (puncak pedang)
"apa memang kitab itu ada ?"
"Sepuluh tahun lalu hal itu pernah tersebar dikalangan
persilatan, namun karena puncak itu tinggi jadi tidak ada yang
berhasil mencapainya."
"kalau begitu saya akan kesana untuk mencoba
mendapatkannya." ujar Lou-beng-ho dengan wajah berbinar,
keesokan harinya Lou-beng-hong bersama dua murid tertuanya
menuju daerah pantai dimana Kiam-teng menjulang tinggi
laksana pedang tegak, lereng puncak itu terdiri dari batu-batu
hitam licin dan banyak jurang menganga dibawahnya, ketika
Lou-beng-ho sampai dikaki puncak empat orang kauwsu dari
bukoan lain sedang memandangi puncak
"untuk apa kalian kesini !?" tanya Lou-beng-ho tiba-tiba, empat
orang itu terkejut dan menoleh
"eh..ternyata "kwi-ban-ciang" (telapak selaksa iblis) sahut
mereka dengan hormat, Lou-beng-ho dijuluki dengan nama
perguruannya." "benar"kalian kalau tidak ada urusan segera enyah dari sini !"
bentak Lou-beng-ho dengan sikap meremehkan, empat kauwsu
itu segera menyingkir, setelah empat orang itu pergi
"kalian tunggu disini ! jika sampai malam aku belum turun,
kalian pulang saja, dan jaga perguruan selama saya tidak ada."
57 "baik suhu?" sahut dua orang muridnya, kemudian Lou-bengho berkelabat dan berlari manaiki ke arah puncak, dengan ginkangnya yang tinggi Lou-beng-ho melintasi jurang dan tebing
yang licin, dia terus mendaki hingga sampai kelereng tertinggi,
dan ditempat ini banyak para pendekar yang gagal, karena
untuk dapat naik lebih keatas harus menyeberangi jurang yang
sangat lebar. Lou-beng-ho memperhatikan areal yang sulit itu mencoba
memikirkan jalan keluar untuk sampai keseberang, tidak ada
jalan kecuali memang harus melompati mulut jurang tersebut,
Lou-beng-ho memperkirakan jarak antara tempatnya dengan
tebing diseberang sekitar dua belas tombak, itu artinya tiga kali
lompatannya, dan jika dia lakukan lompatan dari tempat ia
berdiri maka hasilnya sebelum mencapai kemungkinan besar ia
mendarat di dinding tebing tiga tombak dibawah permukaan
tebing, dan dinding tebing itu dari batu hitam yang padas,
cendrung kemungkinannya ia akan jatuh hancur didasar jurang,
samabil mengelus jenggotnya ia terus berpikir, sementara hari
sudah senja, sebentar lagi malam akan tiba.
Lou-beng-jo mendongak keatas melihat pepohonan yang
tumbuh disekitarnya, lalu ia coba memanjat pohon yang paling
tinggi kira-kira sepuluh tombak, setalah sampai diatas Loubeng-ho berpikir, kalau dari atas dahan ini ia melompat
setidaknya ia mampu hanya dua tombak melayang, jadi itu
artinya enam lompatan, pas pikirnya, lalu ia turun kembali dan
mempersiapakan enam potongan kayu sepanjang lengan,
58 kemudian ia kembali naik keatas pohon, setelah merasa siap,
Lou-beng-ho melompat dari saat tubuhnya melayang sebuah
kayu dilempar sebagai injakan kakinya untuk melompat
kembali, demikian terus dilakukan hingga enam kali lompatan
dan akhirnya ia mendarat mulus di permukaan tebing.
Tanpa menunda waktu, Lou-beng-ho melanjutkan pendakian,
namun ketika sampai di leher puncak, tempat itu berupa tebing
lurus dengan bongkahan batu, tapi hanya dapat dinaiki oleh
jejakan kaki setinggi enam tombak, dan enam tombak
diatasnya adalah batu licin, Lou-beng-ho berhenti dibawah


Pendekar Sakti Welas Asih Jin Sin Taihiap Karya Rajakelana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tebing yang tinggal enam tombak, sementara malam sudah
merambat jauh, Lou-beng-ho terpaksa turun dan istirahat
ditempat yang datar. Keesokan harinya setelah mengisi perut dengan binatang
buruan di huitan, dan ia dapatkan hanya sebesar jempol kaki,
namun itu sudah cukup dibuat menjadi sate bakar ular, sambil
minum air dari kendi yang diikatkan dipinggangnya Lou-bengho menatap puncak, kemudian ia kembali menaiki bagian yang
penuh bongkahan batu, sesampai dibawah pada bagian yang
licin ia kembali berhenti, dia coba menusuk tebing batu dengan
pedangnya, namun hanya suara dentingan yang terdengar dan
ujung pedang tidak mampu menembus dinding batu, andai dia
paksakan pedangnya yang akan patah.
Lou-beng-ho kembali duduk dan berpikir, dan tiba-tiba ia
mendapat ide, lalu ia segera mengitari puncak dan ternyata
59 disisi lain ada bekas cakaran pada dinding batu, Lou-benghong takjub dengan orang yang telah mencakar patu padas itu
layaknya seperti tahu, Lou-beng-hong dengan gembira menaiki
tebing dengan memasukkan jemarinya pada bekas cakaran
tersebut, dan ia pun memanjat tebing, dengan hati-hati ia terus
merayap keatas, dan akhirnya sampai ke permukaan puncak,
diatas puncak anginnya sangat kencang dan luas permukaan
puncak hanya seluas sepuluh tombak kali sepuluh tombak.
Diatas permukaan puncak ada sebuah nisan dan tidak ada lagi
yang lain, lalu Lou-beng-ho menggali nisan itu dengan
pedangnya, dan didalam galian terdapat sebuah peti yang
didalamnya hanya ada sebuah peta
"sialan?" gerutu Lou-beng-ho, namun peta itu disimpanya dan
dia pun turun kembali, setelah dua hari ia sampai kekaki
puncak, dengan berlari cepat Lou-beng-hong kembali kekota
Huangsan, dia disambut murid-muridnya
"bagaimana suhu " apakah suhu berhasil ?" tanya muridnya
yang tertua "disana tidak ada apa-apa, tapi mulai besok aku akan
meninggalkan kalian untuk sementara, kalian jaga baik-baik
tempat ini selama saya pergi."
"kemanakah suhu akan pergi ?"
"hal itu tidak perlu kalian tahu." jawab Lou-beng-hong, para
murid pun terdiam. Keesokan harinya Lou-beng-hong meninggalkan perguruannya,
dari pantai ia berlayar menuju kea rah matahari terbit, sehari
60 semalam ia mendayung, dua buah pulau nampak, dan dalam
gambar pulau berbentuk punggung kapal yang harus dia cari,
dia menyusuri pulau-pulau yang berada disekitar perairan itu,
dan setelah tiga hari pulau dalam gambar peta pun kelihatan,
segera Lou-beng-ho mengarahkan perahunya ke pulau
tersebut, sesampai dipantai, Lou-beng-ho istirahat di pinggir
hutan sambil membakar ikan untuk pengganjal perut.
Kemudian Lou-beng-ho masuk kedalam hutan belukar, dan
menjelang sore ia melihat gua yang dimaksud dalam peta,
dengana hati-hati ia memsuki lorong goa yang pajang, dan
akhirnya titik pencariannya berupa nisan yang sama bentuknya
dengan nisan yang yang ada di "kiam-tek", Lou-beng-hong
menggali nisan tersebut dan dia menemukan peti yang cukup
besar, dengan tidak sabar ia membuka peti dan untungnya ia
bergerak cepat mengibaskan pedangnya hingga tiga anak
panah yang meluncur dari dalam peti jatuh patah dua, dan satu
menancap didinding goa. Lou-beng-ho mengambil isi peti berupa dua buah kitab lusuh,
satu kitab berisi pelajaran ilmu tangan kosong dengan nama
"liang-jiu-po" dan satu lagi berisi kitab pelajaran ilmu pedang
yang bernama "liang-lo-kiam" (pedang pengacau sukma),
dengan hati gembira Lou-beng-ho mempelajari dua kitab
tersebut, siang malam ia membaca dan memahami dua kitab,
sehingga tidak sadar waktu telah berjalan cukup panjang,
sepuluh tahun ternyata sudah berlalu, Lou-beng-ho sudah
berumur lima puluh dua tahun.
61 Lou-beng-ho meninggalkan pulau dan kembali ke kota
Huangsan, kehadirannya membuat gembar kembali kota
Huangsan, perguruannya selama sepuluh tahun ternyata
kandas di habisi oleh seorang pendekar yang berjulukan
"Nanjing-kim-houw" (harimau emas dari Nanjing) tiga tahun
yang lalu, tentunya hal ini menjengkelkan "Kwi-ban-ciang" lalu
kembali mengumpulkan bekas murid-muridnya, yang tersisa
hanya empat puluh orang, setahun kemudian "kwi-ban-ciangbukoan" kembali beroperasi.
Dua bulan kemudian lou-beng-ho berangkat ke nanjing untuk
menemui pengacau perguruannya, sebulan kemudian Loubeng-ho sampai dikota Nanjing
"silahkan totiang, totiang mau makan apa ?"
"sediakan nasi dan panggang bebek, dan juga seguci arak !"
ujar Lou-beng-ho, sipelayan hendak beranjak namun
"heh tunggu dulu, dimana saya bisa berjumpa dengan nanjingkim-houw?" tanya Lou-beng-ho
"Nanjing-kim-houw selalu berkelana, dan sepertinya ia sedang
tidaka ada dalam kota."
"dia tinggal dimana kalau kembali kesini ?"
"pendekar itu adalah putra Ma-tihu."
"dimana rumah Ma-tihu ?"
"Ma-tihu tinggal di sebelah utara."
"sudah kalau begitu, cepat pesanan saya di siapkan,"
"baik totiang." sahut pelayan segera meninggalkan Lou-benghong
62 Lou-beng-hong memasuki rumah Ma-tihu, dua orang pengawal
datang mendekat, namun sebelum mereka bertanya, Lou-bengho bergerak, dan kedua pengawal itu sudah ambruk tewas
dengan tubuh kaku dan mata melotot, dengan sadis Lou-benghong menggunakan "liang-ci-hoat" (jurus jari sukma) salah satu
daru jurus lengan sukma yang baru ia dapatkan.
"Nanjing-kim-houw.." keluar kamu dan cepat hadapi saya !"
teriak Lou-beng-ho, para pengawal bermunculan dengan
senjata ditanga "kamu siapa ?" tanya kepala pengawal
"cepat suruh Nanjing-kim-houw keluar !"
"tuan muda tidak berada disini, dan kamu sudah lancang
membunuh dua pengawal." bentak kepala pengawal
"hahaa..hahhaa" ternyata kamu tidak sabaran, kesini kau
supaya saya kirim cepat keneraka " tantang Lou-beng-hong,
lalu ia melompat laksana naga terbang, kepala pengawal
mengayunkan tombaknya "krekkk?" mata tombak diremas oleh Lou-beng-ho, dan
pecahan mata tombak disambitkan kemuka kepala pengawal
"cep"cep"auuuuhhh"." Kepala pengawal itu terjunkal
dengan dua pecahan besi menancap di kening dan pipinya,
pasukan pengawal segera menyerang dan mengeroyok Loubeng-hong.
Tapi pasukan itu laksana membentur dinding baja, siapa dekat
langsung terjungkal untuk tidak bangkit lagi, luar biasa gerakan
tangan Lou-beng-ho yang sudah melatih ilmu luar biasa Liang63
jiu-hoat" dua puluh orang telah meregang nyawa dihalaman
rumah Ma-tihu, yang tersisa ada sepuluh lagi dengan sikap
meragu mengurung Lou-beng-ho, Lou-beng-ho melangkah
memasuki rumah, dan diikuti dari jarak aman oleh para
pengawal. Ma-tihu dan istrinya meringkuk dikamar dengan wajah pucat
ketakutan "brak?" daun pintu hancur berkeping-keping dihantam kepalan
Lou-beng-ho, Ma-tihu dengan pedang ditangan yang bergetar
diacungkan, namun sebuah gerakan kibasan, pedang ditangan
Ma-tihu terlempar, Ma-tihu makin menggigil, sementara istrinya
menggigil keyakutan sambil memeluk kaki suaminya, dengan
lompatan gesit Lou-beng-ho telah meremas tenggerokan Matiuhu, laksana ayam disembelih Ma-tihu mengelepar dan darah
muncrat dari lehernya yang hancur, lalu Lou-beng-ho
mencengkram engkuk Ma-hujin dan sekali lempar tubuh Mahujin terhempas kedinding dan jatuh dengan kepala pecah.
"hahaha..hahaha" kalian sampaikan pada Nanjing-kim-houw,
ini baru bunga akibat perbuatannya mengacau di Kwi-banciang-bukoan, jika ia hendak membalas kematian keluarganya,
segera ia datang ke huangsan untuk menemui saya "Kwi-banciang" hahaha,,hahha" kamu harus mati ditanganku nanjingkim-houw.." teriak Lou-beng-ho sambil tertawa dan kemudian
dengan kecepatan kilat ia telah berkelabat dari tempat itu.
64 Sepuluh pengawal itu membariskan jenazah pembantaian kwiban-ciang, lalu warga bergotong royong menggali kuburan bagi
keluarga Ma-tihu, sebulan kemudian Ma-ceng-fu yang lebih
dikenal dengan Nanjing-kim-houw pulang kerumahnya, pemuda
dua dua tahun itu terkejut mengetahui keluarganya telah
binasa, dua puluh pengawal ayahnya tewas, dengan
menggebrak meja dan mata melotot karena dendam amarah
"brak".siapa orangnya yang telah membuat aniaya keluargaku
!" teriaknya "tuan muda, orang itu berjulukan kwi-ban-ciang dari Huangsan."
ujar seorang pengawal "apa !" Kwi-ban-ciang?" sela nanjing-kim-houw dengan suara
menggeledek "benar tuan muda." sahut pengawal.
Ma-ceng-fu mengingat-ingat nama yang disebutkan dengan
kejadian masa lalu, dengan muka merah ia menggerutu
"hmh".bangsat perguruan tersebut !" lalu ia keluar rumahnya
dan segera berlari cepat meninggalkan kota nanjing menuju
Huangsan, dan dua minggu berikutnya, ia pun mendatangi
perguruan yang empat tahun lalu ia hancurkan.
"Kwi-ban-ciang"! Keluar kamu , aku Nanjing-kim-houw datang
hendak menagih nyawamu."
"hahaha..hahaha" bagus ternyata kamu cepat juga datangnya
untuk mengantar nyawa." sambut Lou-beng-ho dan berdiri
tegap dihadapan Ma-ceng-fu
" bangsat sialan"terimalah pembalasanku !" teriak Ma-ceng-fu
65 sambil menerjang Lou-beng-ho, Lou-beng-ho malayani
seranagan Ma-veng-fu sambil tersenyum, grakannya yang luar
biasa mengatasi kecepatan serangan Ma-ceng-fu, dengan jurus
kwi-ban-ciang ia memapaki jurus-jurus Ma-ceng-fu, pada jurus
tangan kosong ini nampak Lou-beng-ho terbentur, lalu ia coba
dengan ilmu pedang warisan suhunya Ma-tin-bouw, sementara
Ma-ceng-fu menggunakan senjata goloknya yang bergagagang
emas. Pertempuran dengan senjata pun berlangsung dengan seru,
kali ini Lou-beng-ho dapat mendesak ilmu golok Ma-ceng-fu,
dengan lincah Lou-beng-ho terus mendesak kedudukan Maceng-fu, Ma-ceng-fu walaupun terdesak masih berusaha
dengan gigih untuk mencari celah menyerang, akibat amarah
yang menguasai kekuatan Ma-ceng-fu bertambah hebat,
namun terkesan membabi buta, dan Lou-beng-ho yang sudah
berada diatas angin dengan cekatan meruntuhkan semua
serangan Ma-ceng-fu, hingga
"crak..crak"augh,,,,,crak".aghh"." tiga bacokan mengenai
tubuh Ma-ceng-fu dibagian perut, bahu dan leher dan dada.
Ma-ceng-fu ambruk bersimbah darah , dan tidak lama
kemudian nyawanyapun melayang, sorak-sorai murid-murid
Kwi-ban-ciang menyambut kemenangan suhu mereka.
"buang mayat orang itu kejurang, biar menjadi makanan
binatang di sana." perintah Lou-beng-ho, empat orang
muridnya segera menagngkat jasad Ma-ceng-fu dan
membuangnya di areal belakang perguruan yang merupakan
66 hutan dan dibagian dalam hutan ada jurang yang terjal, mayat
Ma-ceng-fu dilempar jatuh kedalam jurang.
Lo-beng-ho sejak itu konsentrasi membina murid-muridnya
yang kian bertabah hingga lima tahun kemudian perguruannya
menjadi momok menakutkan dunia persilatan, dan hari itu ia
dengan langkah kelihatan lunglai memasuki hutan merak,
sementara pemuda dibelakangnya juga bukan orang biasa,
pemuda berumur dua puluh dua tahun itu adalah Kwaa-yangbun anak dari Kwaa-yun-peng yang tinggal di kota shanghai.
She-taihap muda ini sedang melakukan perjalanan panjang,
karena ayahnya Kwaa-yun-peng menyuruhnya untuk
meluaskan pengalaman, sebagaimana kita ketahui Kwaa-yunpeng menikah dengan Bao-ci-lan, dan memegang perguruan
"pek-lek-twi" milik mertuanya, dengan kehadiran she-taihap
maka perguruan Pek-lek-twi makin terkenal, makin banyak
murid yang mendaftar, karena tidak ada lagi yang meragukan
akan khzanah ilmu yang akan ditimba diperguruan tersebut,
suhu mereka adalah she-taihap yang sudah terkenal
kehebatannya yang luar biasa, ikon dunia persilatan sejak
ratusan tahun yang silam, seluruh perguruan tunduk dan takluk
pada Pek-lek-twi-bukoan, bahkan tiga tahu kemudian Kwaayun-peng menciptakan jurus khas tendangan yang diambil dari
intisari perguruan, memang tidak dipungkiri berkat ilmu bu-tekcingkeng, semua keturunan Kim-khong-taihap memeiliki
kelebihan berupa daya cipta pada ilmu silat,
67 Kwaa-yun-peng menciptakan jurus "pek-lek-sian-twi"
(tendangan dewa halilintar) dan juga menciptakan "pok-pek-lektin" (barisan halilintar menyambar) yang terdiri dari enam orang,
setiap perayaan pibu di kota shanghai perguruan Pek-lek-twi
sudah dijamin menang, namun akan tetap diselenggarakan
untuk membina hubungan baik antar perguruan, sejak Pek-lektwi memiliki nama besar, kota shanghai semakin aman dan
tenang, tidak ada para pengacau yang berani coba-coba
membuat kerusuhan di shanghai.
Saat umur Kwaa-yang-bun lima tahun, Bao-ci-lan pun
melahirkan anak yang kedua, seorang bayi perempuan yang
cantik, Kwaa-yun-peng memberi nama putrinya Kwaa-hang-bi
mengambil nama ibu kandung Kwaa-yun-peng Can-hang-bi,
Kwaa-yang-bun sejak usia lima tahun sudah mulai belajar Bun
dan bu, dalam asuhan ayah ibunya Kedua anak itu tumbuh
dengan nilai-nilai yang diajarkan ayahnya, tentunya kedua anak
ini mewarisi semua ilmu leluhurnya, umur sepuluh tahun Kwaayang-bun sudak tidak bisa dikalahkan oleh para suhengnya.
Saat usia Kwaa-yang-bun dua puluh tahun, di suatu malam
Kwaa-yun-peng memanggil putranya
"Bun-ji" ayah ingin supaya engakau keluar untuk menjelajahi
dunia persilatan, disamping untuk meluaskan pengalaman dan
mendarma baktikan apa yang telah kamu milki untuk kebaikan
dan kemaslahatan, kamu juga berkunjunglah ketempat
saudara-saudaramu." "kemana-kemanakah aku akan berkunjung ayah ?"
68 "dari rute perjalananmu maka tempat pertama yang kamu
kunjungi pulau kura-kura di perairan kota Kaifeng, sampaikan
kirim salam ayah kepada pek-pekmu kwaa-kun-bao, kemudian
ke kota kun-leng." "aku akan bertemu dengan kongkong dan kong-bo ayah."
"benar anakku, setelah itu kamu menuju lokyang, untuk
mengunjungi pek-pekmu Kwaa-sin-liong, dan jika engkau
melewati kota Bao, istirahatlah di jim-kok untuk menjiarahi
makam kong-bo mu ibu kandung ayah.
"terus kemana lagi ayah ?"
"selanjutnya kamu terus kota sinyang untuk mengunjungi supek
dan pekbo mu Yo-seng dan Kwaa-thian-eng, dan setelah itu
terserah kemana langkahmu selanjutnya, namun juga jangan
lupa kamu berkunjung ke Wuhan menemui pek-bo mu Kwaahoa-mei, dan waktu yang ayah berikan selama tiga tahun kamu
sudah kembali kesini."
"baiklah ayah, anak akan melakukankannya, dankapankah
anak akan berangkat ayah ?"
"kamu berangkat besok pagi, dan ingatlah anakku, bahwa


Pendekar Sakti Welas Asih Jin Sin Taihiap Karya Rajakelana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dunia luar penuh dengan batu ujian, yang semuanya itu untuk
mengasah dan mematangkan kejiwaanmu, yang penting
anakku jangan hilang kendali akan jati dirimu, kamu tidak lebih
hanya seorang manusia lemah yang harus mempertahankan
martabat kemanusiaan, jika tersalah anakku maka sebaik-baik
manusia adalah yang cepat menyadarinya dan berubah dari
kesalahan itu." 69 "pesan ayah akan anak ingat, restu ayah semoga dalam
bayangan langkah perjalanan anak."
"baiklah Bun-ji, kamu berkemaslah " ujar Kwaa-yun-peng, lalu
merekapan bubar untuk istirahat, malam itu Kwaa-yang-bun
mengemasi perbekalan berupa baju dan uang yang diberikan
ibunya sebagai bekal perjalanan.
Keesokan harinya Kwaa-yang-bun berangkat meninggalkan
kota shanghai, hatinya demikian gembira, perjalananan ini
adalah perjalanan untuk menguji dirinya baik fisik maupun
mental, dua bulan kemudian Kwaa-yang-bun sampai dikota
shuzou, daerah pesisir yang ramai dengan penduduk, Yangbun mencari penginapan untuk bermalam, kemudian ia
memasuki penginapan yang masih buka.
"lopek"saya ingin menyewa kamar, apakah masih ada kamar
yang kosong." "oh ada kongcu, marilah masuk."
"terimakasih lopek, namun sebelumnya saya ingin makan dulu."
"kalua begitu duduklah kongcu, kongcu mau makan apa ?"
"tolong lopek sediakan nasi dan lauk yang masih ada."
"lauk yang masih ada ikan bakar, ayam goreng dan ikan gulai."
"kalau begitu ikan gulai saja lopek."
"baiklah, tunggu sebentar saya akan ambilkan." ujar pelayan
dan segera meninggalkan Yang-bun.
Tidak lama kemudian pesanan yang-bun pun datang dan
pelayan dengan cekatan menghidangkan diatas meja Yang-bun
"silahkan kongcu..!" ujar pelayan
70 "terimakasih lopek.." sahut Yang-bun, lalu ia pun makan
dengan lahap, tapi tiba-tiba hatinya tertarik mendengar
percakapan dua nelayan di seberang mejanya
"kalau terus begini bisa-bisa kita tidak melaut lagi, Bao-twako"
"benar Zao-te, lalu kita bisa berbuat apa " bajak itu menguasai
perairan yang banyak ikannya, belum lagi jika kita berjumpa
dengan mereka, tentu kita akan dihabisi."
"nasib kita para nelayan ini sungguh tertekan betul." Keluh sheBao
"Jiwi-lopek bolehkah aku tahu hal apa yang menimpa para
nelayan ?" "ah anak muda sungguh hanya membuat sakit hati jika di ingatingat." sahut she-zao
"ceritakanlah padaku paman, semoga saja aku dapat
membantu." "anak muda polisi dan pasukan kungcu saja dipecundangi."
keluh she-zao "jiwi-lopek, menceritakan padaku tentu tidak ada ruginya bukan
" aku memang bukan orang sini, namaku Kwaa-yang-bun."
"anak muda kami para nelayan sudah dua tahun kesulitan
mendapat ikan tangkapan, karena perairana yang biasa banyak
ikannya ditempati bajak laut "hek-liong" (naga hitam), akhirnya
nelayan banyak yang hilang pekerjaan, coba bayangkan
bagaimana kami akan menghidupi keluarga kami jika mata
pencaharian kami dicaplok."
"benar sekali lopek." sahut Yang-bun
71 "Lauw-kungcu memang sudah mengerahkan pasukan untuk
menghabisi para bajak, namun sayang, pasukan itu tewas
semuanya ditelan laut. "lopek"jika kita berlayar dari pantai kea rah manakah tempat
bajak itu ?" "apa maksudmu anak muda, apa kamu akan mendatangi bajak
itu ?" "mungkin iya lopek, saya juga tidak yakin, tapi saya ingin tahu
tempat bajak itu." "jika dari pantai terus berlayar , dan dalam waktu setengah hari,
akan ada sebuah pulau yang banyak ditumbuhi pohon kelapa,
nah dibalik pulau itulah sarang mereka, dan juga perairan yang
banyak ikannya." "ooh"jadi disekitar pulau yang banyak pohon kelapanya, lalu,
jika saya hendak berlayar, apakah ada yang menyewakan
perahu ?" "apakah kamu akan benar-benar ke tempat berbahaya itu anak
muda ?" "sepertinya iya lopek, saya jadi penasaran."
"kalau memang kamu anak muda mau kesana, nampaknya
tidak ada yang akan menyewakan perahu, karena bisa jadi
perahunya tidak akan kembali."
"kalau begitu susah juga ya lopek, untuk membeli perahu saya
tidak punya uang untuk itu, tap tidak apalah lopek, terimakasih
telah besedia bercakap-cakap dengan saya." ujar Yang-bun,
kedua nelayan itu mengangguk, lalu merekapun berdiri dan
membayar makanan mereka. 72 Yang-bun naik kelantai dua memasuki kamar yang telah
disediakan, sebentar saja Yang"bun rebah ia pun sudah
tertidur, namun saat menjelang pagi, dan haripun masih gelap,
Yang-bun bangun dan ia keluar dari kamarnya lewat jendela
karena ruangan pintu gerbang penginapan belum dibuka,
dinihari yang sejuk dan kuatnya hembusan angina, bayangan
Yang-bun laksana burung alap-alap melintasi atap-atap rumah
menuju pantai, dengan sebilah papan alas ranjangnya Yangbun meluncur dipermukaan laut, sebelah kakinya sesekali
mendayung, dan sekali dayung papan itu laksana busur
melesat kedepan. Hari masih samara-samar, namun pulau dengan bayangan
tumbuhan kelapa sudah kelihatan oleh Yang-bun, hanya
dengan empat kali dayung Yang-bun sudah sampai didekat
pulau, lalu Yang-bun mengitari pulau itu, dan yang-bun melihat
dua kapal besar ditengah laut, sementara puluhan perahu
berjejer ditepi pantai, yang-bun melangkah kepantai, dan
hendak masuk kedalam hutan menuju perkampungan bajak
laut, namun puluhan bajak ternyata sudah bangun dan
berduyun-duyun ketepi pantai
"kamu siapa !?" bentak seorang bajak, dan tang lain-lain
pasang aksi mengancam "apa kalian bajak laut yang telah menyengsarakan nelayan
dikota shuzou ?" "bangsat ditanya malah balik bertanya, serangg..!" teriak bajak
itu, lima orang bajak segera menyerang dengan berbagai
73 senjata, Yang-bun dengan tenang berkelit dan membagi-bagi
tamparan yang tidak mematikan, tapi cukup membuat mereka
pening dan tumbang, rombongan bajak makin marah, sepuluh
orang maju, sepuluh orang ambruk tumbang
"berhenti".!" Teriak seorang lelaki umur lima puluhan, dengan
perawakan besar dan bercambang lebat, namun kepalanya
botak kelimis, dia adalah Coa-ciang, pimpinan bajak hek-liong
"siapa pengacau yang tidak tahu diri ini !" bentak lelaki itu yang
ternyat pimpinan bajak, hatinya sedikit ciut melihat dua puluh
anak buahnya sudah malang melintang pingsan hanya dalam
beberapa gebrakan, namun dia mencoba menutupi
kecemasannya "saya hendak mencegah kalian berbuat aniaya terhadap para
pelayan." sahut Yang-bun dengan tenang.
"apa kamu punya nyawa rangkap sehingga berani mendatangi
tempat ini !?" bentak Coa-ciang
"urusan nyawa itu urusan Thian, jangan sembrono seakan
engkau yang memberikan nyawa padaku." sahut Yang-bun
tegas "sial"bunuh pemuda berengsek ini !" teriak Coa-ciang, amak
buahnya segera menyerang, namun sebagaimana pada
pertempuran pertama, berapa orang mendekat, langsung
sempoyongan dan tumbang, Coa-ciang jengkel dan marah, lalu
dengan dua senjata pisaunya menyerang yang-bun, namun kali
ini Coa-ciang ketemu batunya, selama lima puluh jurus semua
serangannya luput, tapi pada jurus berikutnya, ia sudah jadi
74 bulan-bulanan oleh tamparan Yang-bun yang bertubi-tubi
mendera tubuhnya, dia menjerit-jerit karena merasa kulitnya
panas dan nyeri. Anak buahnya yang masih banyak berdiri disekitar pertempuran
tanpa dikomando membantu pemimpin mereka, namun mereka
seperti laron menyerang api, dekat langsung jatuh, Yang-bun
dengan ilmu Im-yang-sian-sin-lie tanpa menggunakan sabuk
telah membuat puluhan bajak laut kalang kabut dan
bergelimpangan, akhirnya ketika matahari terbit para bajak laut
menyerah, Coa-ciang tubuhnya sudah lemas matang membiru,
rasanya seluruh tubuhnya sakit dan nyeri, mukanya juga lebam
bengkak membiru." :"hari ini saya masih memberikan hajaran pada kalian, itupun
kalau kalian mau merubah diri dan tidak menjadi bajak laut
yang kerjanya menindas orang lemah, ayok berikan alas an
pada saya untuk tidak melukai kalian lebih parah lagi bahkan
mungkin tewas." ujar Yang-bun dengan nada tegas.
"ampun taihap".kami akan berhenti dari pekerjaan ini."
"bagus kalau begitu, jadi saya minta beberapa dari kalian untuk
pergi membakar dua kapal kalian itu." ujar Yang-bun sambil
menunjuk dua kapal yang parkir ditengah laut."
"tapi tuan bagaimana kami akan ke suzou jika kapal itu dibakar,
kami akan terpencil disini.": sela seorang bajak.
"ini ada puluhan perahu, yang bisa kalian gunakan untuk
pindah ke shuzou, tiga empat kali kalian sudah terangkut
semua, cepat bakar kedua kapal itu sebelum pikiran saya
75 berubah." sahut Yang-bun, enam orang segera menaiki perahu
dan mendayung kea rah dua kapal mereka, dan sesampai
dikapal, merekapun membakar dua kapal tersebut.
Setelah itu puluhan perahu dengan dua belas penumpang tiap
masing-masing perahu berlayar menuju shuzou, dan memang
benar dalam empat kali bolak-balik semua bajak sudah
terangkut dan itu membutuhkan waktu sampai dua hari,
sementara Yang-bun pada keberangkatan pertama sudah
meninggalkan pulau dengan sebilah papan yang dibawanya,
sosok perkasa yang mendayung kakinya diatas sebilah papan
itu membuat para bajak meleltkan lidah saking takjubnya, dan
sebagian mulut yang banyak celoteh memberi julukan pada
Yang-bun dengan sebutan "Liong-san-taihap" (pendekar
penakluk naga). Saat matahari naik tinggi Yang-bun masuk kembali kedalam
kamarnya, pemilik pengunapan tidak menyadari apa yang telah
dilakukan oleh Yang-bun, mereka mengira Yang-bun baru
bangun ketika turun untuk sarapan, namun siang harinya
daerah pantai gempar melihat iringan puluhan perahu mendarat
dipantai, terlebih hal itu berlangsung dua hari, dan dari pantai
julukan "Liong"san-taihap" menyebar dan jadi buah bibir di
kedai dan pasar-pasar, she-zhou dan she-bao terheyak
mendengar berita yang hangat dibicarakan itu, merekapun ikut
aktif menyebar berita bahwa pemuda yang mereka ajak bicara
itu adalah she-kwaa bernama Yang-bun dengan julukan "Liongsan-taihap"
76 Kwaa-yang-bun melanjutkan perjalanan, dan sebulan kemudian
ia sampai kepulau kura-kura,
"sicu siapa dan hendak bertemu siapa ?" tanya seorang murid.
"saya hendak bertemu kauwsu, saya Yang-bun she-kwaa."
"oh"ternyata suheng, mari kita masuk kedalam !" sahut si
murid sambil menjura hormat, lalu Yang-bun pun memasuki
istana dan disambut KWaa-kun-bao dan keluarga
"anak Kwaa-yang-bun dari shang-hai datang menghadap pekpek dan pek-bo."
"hahaha..hahaha"ternyata putra dari peng-te, bagaimana
keadaan ayah ibumu Bun-ji ?"
"ayah, ibu dan keluarga dalam keadaan baik dan keduanya
menitip salam untuk pek-pek dan keluarga."
"syukurlah kalau begitu, dan bangkitlah Bun-ji dan duduklah !"
ujar Kwaa-kun-bao. Kwaa-kun-bao menikahi sutitnya LI-ceng-lin, setahun setelah
menikah Kao-kun-bao memperoleh anak perempuan yang
diberi nama Kwaa-goaat-niu, kemudiaan dua tahun kemudian
lahir pula anak kedua yang juga perempuan, Kwaa-kun-bao
memebri nama dengan Kwaa-hong, sebagai pemegang guru
besar Pat-hong-heng-te, Kwaa-kun-baao sarat dengan
pembinaan fisik dan mentak murid-miridnya yang berjumlah
ratusan, demikian juga dengan kedua anak perempuannya.
Kedua anaknya tumbuh dengan binaan baik dari kedua orang
tuanya, dan saat kedatangan Kwaa-yang-bun, kedua putri
77 pamannya itu tidak ada di pulau kura-kura, karena Kwaa-goatniu, sudah tiga tahun menikah dengan putra Tang-kungcu
Kaifeng yang bernama Tang-yuan dan sekarang menetap
dengan suaminya di Taiyuan, karena suaminya sebagai pejabat
pemerintahan sebagi Tihu kota Taiyuan, sementara putri kedua
beliau Kwaa-hong sudah berumur dua puluh satu tahun, satu
tahun lebih tua dari Kwaa-yang-bun.
Kwaa-hong ternyata keluar pulau kuara-kura setahun yang lalu,
sebagaimana halnya kwaa-yang-bun, Kwaa-kun-bao sangat
senang dengan kunjungan keponakannya itu, namun karena
perjalanan Kwaa-yang-bun masih panjang, jadi Kwaa-yang-bun
hanya selama dua minggu berada di pulau kura-kura, dan
melanjutkan perjalanan kekota Kun-leng.
Kwaa-yang-bun memasuki kota Kun-leng setelah dua minggu
kemudian, namun rumah kakeknya ternyata kosong, dia hanya
menemui dua keluarga dari dua orang pelayan kakeknya yan
sudah berumur tujuh puluh tahun lebih.
"sejak kapankah kakek meninggalkan kota kun-leng, paman ?"
tanya Yang-bun pada putra seorang pelayan
"tepatnya sudah dua puluh satu tahun loya dan nyonya
meninggalkan rumah dan sampai sekarang belum pernah
pulang." jawab putra pelayan kakeknya, Kwaa-yang-bun
tercenung mendengar berita itu, lalu tiga hari kemudian Yangbun meninggalkan rumah kakeknya.
78 Kwaa-yang-bun terus menuju Lokyang untuk menjumpai pekpeknya Kwaa-sin-liong, Kwaa-sin-liong menikah dengan Tangbi-wei, Kwaa-sin-liong mempunyai tiga orang anak dua laki-laki,
anak sulungnya perempuan bernama Kwaa-lian-bi sudah
menikah dengan putra seorang kauwsu dikota Lokyang
bernama Kam-ci-han, dan keduanya tinggal di rumah she-kam
di bagian barat kota lokyang, lalu anak keduanya Kwaa-ganbao seumur dengan Yang-bun, dan sedang berkelana di dunia
persilatan, dan anak yang ketiga Kwaa-tan-bouw berumur
enama belas tahun, saat kedatangan Kwaa-yang-bun disambut
hangat oleh pek-peknya Kwaa-sin-liong.
Kwaa-yang-bun tinggal seminggu di kota lokyang dan selama


Pendekar Sakti Welas Asih Jin Sin Taihiap Karya Rajakelana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu Kwaa-yang-bun akrab dengan saudara misannya Kwaa-tanbouw yang sangat periang dan humoris, sehingga waktu
seminggu itu berlalau tanpa terasa, karena ada saja bahan
yang dibicarakan Tan-bouw sejak dari bicara tempat-tempat
penting di lokyang, sampai bicara masalah ilmu silat, keduanya
sempat juga saling mengukur, dan kakak misan mudanya itu
sangat cekatan dan membannggakan sebagai she-taihap.
Dan kenyataan bahwa kakeknya sudah dua puluh tahun lebih
meninggalkan Kun-leng sudah diketahui oleh pek-peknya dari
informasi Kwaa-hong yang berkunjung ke lokyang kurang lebih
setahun yang lalu, dan sebulan setelah keberangkatan Kwaahong, putranya Kwaa-gan-bao ditugaskan ayahnya untuk
mencari keberadaan kakek dan neneknya, dan Kwaa-sin-liong
menyarankan Kwaa-yang-bun untuk ikut andil mencari kakek
79 dan neneknya sebagaimana juga dipesankannya pada Kwaahong saat itu.
Kwaa-yang-bun berangkat menuju Sinyang, dan sepuluh bulan
kemudian Kwaa-yang-bun sampai kerumah supeknya Yo-seng
dan pekbonya Kwaa-thian-eng, Yo-han putra sulung Yo-seng
sudah berumur tiga puluh tahun dan hidup dengan keluarganya
di kota changcun, dua adik yohan yang keduanya perempuan
Yo-bian dan Yo-lian juga sudah berumah tangga, jadi yang
tinggal di lokyang hanya Yo-seng yang sudah berumur lima
puluh lima tahun dan Kwaa-thian-eng yang berusia lima puluh
tahun. Dan Yo-seng juga sudah mengeatahui bahwa suhunya atau
ayah mertuanya tidak berada di kun-leng dan tidak diketahui
dimana rimbanya dari cerita Kwaa-hong yang berkunjung ke
sinyang, Kwaa-yang-bun tinggal di sinyang selama seminggu,
dan setelah itu melanjutkan perjalanannya sambil mencari
informasi tentang keberadaan kakek dan neneknya.
Setahun kemudian ketika ia sampai di kota Guiyang,
pertemuan penetapan bengcu ia dengar dan hatinya tertarik
karena kemungkinan kakek dan neneknya akan dapat
beritanya dari kalangan pendekar yang akan banyak hadir
disana, lalu ia pun memasuki hutan kong-ciak, sementara dua
lelaki dibelakanya adalah lelaki yang cukup menggemparkan
karena mereka dijuluki "kui-thian" (siluman langit) dan "kui-te"
(siluman bumi) 80 Kedua siluman itu adalah she-Gu, Kui-thian bernama Gu-mao
putra dari Gu-siang dan Kui-tee bernama Gu-long putra dari
Gu-liang, keduanya dari kota Taiyuan tepatnya di perguruan
ayah mereka yang kembar "sian-siang-bukoan" (perguruan
Dewa kembar). Kedua orang tua mereka meninggalkan
keduanya saat berumur empat belas tahun dan membentuk
perserikatan Kwi-sian-pat, namun empat tahun kemudian
mereka mendengar kwi-sian-pat telah hancur di tangan shetaihap, dengan dendam kesumat yang besar kepada shetaihap, keduanya berkelana untuk memperdalam ilmu
disamping ilmu yang telah diajarkan oleh ayah mereka.
Lima tahun perkelanaan, akhirnya mereka sampai di kota
Hailar, di In-teksan keduanya berguru pada seorang pertapa
sakti yang berjulukan "im-kan-kui-hengcia" (pederi siluman dari
akhirat) dan berguru padanya, dengan ketekunan yang kuat
dan kemauan yang gigih oleh sebeb dilatari dendam kesumat
terhadap she-taihap yang terkenal sakti, keduanya menyerap
ilmu-ilmu luar biasa dari suhunya, dan untuk menyempurnakan
semua ilmu yang mereka pelajari , hingga tidak disadari sudah
sepuluh tahun sudah berlalu.
Setelah menammatkan pelajaran, keduanya turun gunung pada
usia tiga puluh tiga tahun, dan dalam masa dua tahun
kesadisan dan kebrutalan mereka membuat wilayah wilayah
Suling Emas Dan Naga Siluman 17 Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong Senja Jatuh Di Pajajaran 6
^