Pencarian

Kaki Tiga Menjangan 25

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 25


Tampak Kek Song dan A Ko sedang berjalan bergandeng tangan. ke luar dari rumah
penginapan Nampaknya pergaulan mereka semakin erat.
Menyaksikan demikian, Siau Po merasa iri hati. Diam-diam ia mengintip mereka itu.
Ketika A Ko menolehkan kepalanya ke belakang, tampak Siau Po yang sedang berjalan
di belakangnya. "Mau apa kau mengikuti aku?"
"Aku bukan lagi mengikuti kau!" sahut Siau Po.
"Aku sedang membeli sayuran untuk suhu."
"Baik." kata si nona dengan suara keras, "The kongcu, mari kita pergi ke sana!" Dan
dengan tangannya ia menunjuk ke barat kota tempat sebuah bukit kecil.
Panas hatinya Siau Po dan ia berkata.
"Kau harus berlaku sedikit berhati-hati! jika kau bertemu orang jahat, aku tak dapat
menolongmu lagi!" Mata si nona terbelalak mendengar ucapan itu.
"Siapakah yang menginginkan pertolonganmu?" tanyanya ketus.
Sementara itu A Ko dan The kongcu merasa tidak puas terhadap Siau Po.
"Hm!" terus ia mempercepat langkah nya, untuk meninggalkannya pergi
Siau Po tidak melayani si nona bicara, Anak muda itu mengawasi nona itu menyusul
di pemuda, ia mendengar tawa A Ko dan hatinya menjadi panas. Tanpa terasa ia
meraba pisau belatinya yang sangat tajam, yang sudah sering meminta korban.
Hampir ia lari menyusup tapi baru dua tindak, ia sudah berhenti karena hatinya
berpikir, "Aku bukanlah mereka berdua."
Dengan menahan hawa amarahnya, Siau Po lalu pergi ke pasar untuk membeli
sayuran, seperti Kuacay dan jamur lalu kembali ke hotel, Ketika itu A Ko berdua masih
belum pulang. Mungkin mereka berdua sedang berkasih-kasihan.
Kembali ia menjadi sangat mendongkol hingga ia berkata seorang diri, lalu ia terkejut
karena ada orang yang menepuk bahunya dengan perlahan seraya orang itu
memeluknya sambil tertawa.
"Eh, Wie Toutong kau ada di sini?" katanya.
Siau Po menoleh dengan cepat, ia mengenali orang itu Gie lim Sie Wie Cong Koan
To Liong kepala pengawal pasukan raja, dari terperanjat ia menjadi girang dan tertawa.
"Eh, kau pun berada di sini?" tanyanya.
Di belakangnya juga tampak beberapa Sie Wie yang mengenakan pakaian seragam
pasukan biasa namun mereka tidak ada yang berani datang.
"Di sini ada banyak orang mari ke kamarku!" To Liong berbisik.
Kiranya yang datang tadi itu termasuk rombongan Sie Wie ini.
Siau Po menurut, dan sampainya ia di dalam kamar barulah Sie Wie itu memberi
hormat. "Sudah.... Sudah,." sambil berkata demikian ia merogoh sakunya untuk mengambil
uang dan berkata "Pergi kalian minum arak!"
Semua Sie Wie tahu jika ia bertemu dengan Siau Po pasti mereka memperoleh uang
dan sekarang ini terbukti Mereka menerima uang dan mengucapkan terima kasih lalu
mereka pergi. Seberlalunya beberapa orang Sie Wie, To Liong berkata pada Siau Po dengan
sangat perlahan. "Ada segerombolan pengkhianat yang berniat melakukan pemberontakan dan
mereka sekarang sedang berkumpul di Ho Kan tempat mereka membuat permufakatan.
Sri Baginda dapat tahu maka kami dikirim ke mari untuk melakukan penyelidikan.
Dalam hati Siau Po terkejut juga.
"Si raja cilik itu pandai juga mencari rahasia gerak-gerik pemberontak" pikirnya. Siau
Po berkata pada kepala barisan pengawal pribadi raja itu.
"Aku juga datang ke mari untuk maksud yang sama. Menurut apa yang aku dengar,
rapat mereka apa yang disebut Sat Kui Tay Wie rapat besar untuk membunuh kurakura...."
To Liong mengacungkan jempoInya.
"Hebat.... Hebat.,." puji nya. "Apa pun tak dapat lewat dari mata Wie Toutong!"
Siau Po terdiam. "Berita apa saja yang telah kalian peroleh?" tanya Siau Po selang sejenak.
"Dua orang anggotaku sudah masuk menelusup ikut rapat besar mereka." kata To
Liong. "Kami mendengar halnya, mereka itu akan menentang Gouw Sam Kui, untuk itu
setiap propinsi telah mengangkat ketua ikatan, yang disebut Beng-cu. Kami telah
mengetahui nama mereka itu."
Hati Siau Po tercekat juga.
"Siapa.... siapakah beberapa Bengcu itu?" tanyanya.
"Merekalah Bok Kiam Seng dari In Lam dan The Kek Song putera kedua dari The
Keng dari taiwan Hokiang." sahut To Liong dan ia pun menyebutkan nama-nama yang
lainnya. "Apakah kau pernah lihat atau pernah mendengar Bok Kiam Seng dan The Kek Song
itu?" Siau Po menanya lebih jauh. "Bagaimanakah roman dan potongan tubuhnya?"
"Karena di waktu malam dan gelap, kedua saudara kami itu tidak dapat melihat
dengan jelas." Si congkoan memberikan keterangan "Mereka berdua juga tak berani
mendekati." "Ada titah apa lagi dari Sri Baginda?" tanya Siau Po yang kemudian menanyakan hal
yang lain. "Sri Baginda memerintahkan pada kami untuk mengadakan penyelidikan secara
diam-diam, supaya kami jangan seperti menggeprak rumput dan membuat ular kabur
Nanti setelah mendapatkan keterangan jelas barulah mereka akan dibasmi semuanya."
"Sungguh raja sangat cerdas dan pintar!" Siau Po memuji.
"To toako, jika nanti kau kembali ke kota raja kau sampaikan pada baginda bahwa
Siau Po budak-nya, tengah mengadakan penyelidikan juga dan nanti setelah
mendapatkan keterangan yang pasti barulah aku pulang dan memberikan laporanku
pada raja!" "Baik.... Baiklah Toutong jikalau kau berhasil tentu Toutong akan mendapatkan
hadiah dari raja yang sangat besar."
"Hadiah tinggal hadiah yang penting sekarang mendapatkan muka terang dari semua
Sie Wie." kata Siau Po yang pandai berbicara itu.
"Sekarang To toako ada suatu urusan, untuk itu aku hendak meminta bantuan
padamu...." "Apakah itu To toako?" tanya para Sie Wie. "Untuk toako kami bersedia
melakukannya...." Itu suatu urusan yang membuat orang sangat mendongkol kata Siau Po yang
menunjukkan muka penasaran
"Masalahnya begini aku mempunyai seorang nona yang menjadi sahabatku, tetapi
sekarang ini ia sedang bermain api dengan orang yang bermata keranjang..."
Baru Siau Po berkata sampai di situ para Sie Wie lalu mendaprat mereka berkesan
sangat baik terhadap anak muda itu dan sebaliknya sangat membenci orang yang telah
merusak hubungan antara Siau Po dengan nona itu.
"Bangsat itu bernyali besar hingga ia berani mengganggu pacar Toutong, Baiklah
kami akan melabrak dan membinasakannya."
"Membinasakan dia, itulah tak usah!" kata Siau Po yang terus bersikap sabar.
"Cukup dengan kalian melabraknya dan yang laki agar dia tahu rasa, sebenarnya
anak itu sahabatku, maka jangan kalian menghajarnya dengan kekerasan dan jangan
kau menyentuh si nona...."
Para Sie Wie tertawa. "Kami mengerti." kata seorang, "Terhadap sahabat wanita Toutong, siapakah yang
berani berlaku kurang ajar?"
"Mereka tadi menuju ke barat." kata Siau Po. "Sebentar, setelah kalian mengeroyok
si anak muda, aku akan datang pura-pura menolongnya, Kalian harus segera melarikan
diri, supaya dengan demikian aku akan mendapat muka...."
Kembali para Sie Wie tertawa.
"Toutong, sungguh menarik hati perintahmu ini!" kata mereka.
To Liong juga tertawa. "Nah, kalian pergilah!" katanya, "lngat, kalian harus berlaku hati-hati jangan sampai
rahasia terbuka, Biar Toutong Tay Jin akan menganggap kalian bukanlah sahabatsahabat
baiknya!" Lagi-lagi para Sie Wie itu tertawa.
"Buat Toutong, apa pun akan kami lakukan, Baik, kami akan berlaku hati-hati sekali."
kata mereka. "Ah, sungguh gila!" kata seorang Sie Wie. "Kenapa anak itu demikian kurang ajar"
Dia berani mempermainkan pacar Toutong, itu sama saja dengan dia mempermainkan
ibuku, Bagaimana aku tak akan mengadu jiwa dengannya?"
Mendengar itu semua orang tertawa. "Perlahan sedikit!" Siau Po memperingatkan.
"Jaga jangan sampai ada orang yang mendengar pembicaraan kita ini!"
Walaupun demikian para Sie Wie itu pada tersenyum. Kemudian mereka
mengundurkan diri, semuanya nampak sangat gembira.
Siau Po cepat-cepat membawa sayurannya ke dapur, dan djserahkannya kepada
koki. ia lalu memberikan persen seraya berpesan agar memasaknya yang baik. Selesai
itu ia pergi ke kota barat, Mulanya cepat sedikit seterusnya ia berjalan perlahanlahan.
Kira-kira berjalan satu lie, ia mulai mendengar suara berisik orang saling menggentak.
Kemudian tampak beberapa orang sedang berkelahi dengan seru.
"Hebat bocah itu!" pikir Siau Po. "Bagaimana seorang diri dia dapat melayani
demikian banyak orang?" Siau Po tertegun melihat perkelahian itu, sebab ia
mendapatkan kenyataan bahwa para Sie Wie bukan mengeroyok The Kek Song,
melainkan tengah mengepung tujuh atau delapan orang yang membela dirinya sambil
mepet pada dinding kota. Mereka itu rombongan Bok Kiam Seng dan Gauw Lip Sin, Di
antaranya terdapat seorang nona yang bersenjatakan sepasang golok, Rambut nona itu
kusut awut-awutan, Dengan lincah nona itu berkelahi di sisi Bok Kiam Seng,
Di atas kota tampak dua orang, bahkan merekalah The Kek Song dan A Ko.
Keduanya sedang asyik menonton sambil bergandengan tangan.
Menyaksikan demikian pemuda itu nampak lucu.
"Celaka mereka salah raba!" katanya dalam hati, "Terang mereka melihat The
kongcu bersama nona itu dan mereka salah sangka!"
To Liong dengan golok ditangan membuat pengawasan
Tidak ayal lagi Siau Po menghampiri Congkoan itu untuk mengatakannya.
"Kalian keliru yang aku maksud itu yang berada di atas tembok itu..!" Habis berkata
demikian ia lalu pergi. Mendengar demikian, congkoan terperanjat maka ia lalu berteriak
"Keliru.... Keliru, hay sahabat yang berutang bukannya kalian cepat kasih mereka
pergi!" Para Sie Wie yang mendengar suara pimpinannya itu serempak mundur.
Lip Sin semua berhati lega, ia sendiri melihat Siau Po maka ia berkata dalam hati.
"Oh, kembali Wie Inkong yang menolong kita! Tak apa andaikata kami sendiri yang
terbinasa, asal jangan Siau Ong terjatuh ke dalam tangan musuh."
Yang dimaksud Siau Ong, pangeran ialah Bhok Kiam Seng, si putera raja muda.
Karena tak leluasa buat menemukan Siau Po di saat seperti itu, Lip Sin mengajak
kawan-kawannya menyingkir ke arah utara.
Siau Po sementara itu menghampiri A Ko.
"Su ci, kenapa mereka itu bertempur?" tanyanya pada si nona yang ia gilai, "siapakah
mereka itu?" "Tidak tahu! Kata tentara itu, mereka menagih hutang." sahut si nona.
"Mari kita pulang! Suhu pasti kesepian." ajak Siau Po.
"Silahkan pulang dulu, aku akan menyusul kemudian." jawab A Ko.
Baru saja A Ko berkata demikian, tampak para Sie Wie tengah memanjat tembok.
Mereka semua berlarian, lalu seorang Sie Wie menunjuk Kek Song seraya berkata, "ltu
dia yang berhutang padaku!"
"The kongcu Sute, mari kita pergi dari sini! Lihat serdadu Tatcu itu tengah berbuat
sewenang-wenang, celaka kalau mereka mengganggu kita!" kata Siau Po secara
perlahan. A Ko merasa khawatir. "Baik mari kita pulang!" katanya,
Sie Wie tadi justru telah menghampiri lalu ia berhadapan dengan Kek Song dan
berkata dengan nyaring. "Kemarin di Hokan waktu kau pelesiran di rumah hina, kau berhutang padaku
selaksa tail perak, hayo sekarang kau bayar!"
"Ngaco belo!" bentak Kek Song gusar, "Siapa yang pelesiran di tempat hina dina"
Kenapa aku berhutang padamu?"
"Kau masih menyangkal" kata Sie Wie itu, "Malam itu di pangkuanmu duduk seorang
nona manis siapakah mereka itu?"
Belum lagi Kek Song menyangkal seorang Sie Wie yang lainnya sudah mendahului
berkata. "Yang lebih tua namanya A Cui yang muda Hong Po. Ketika itu di kiri ia menciumi
pipi si nona lalu kau meneguk arak dan di kanan kau mengelus-elus pipi si nona yang
kanan dan kau meneguk arak lagi, sungguh sedap hidupmu itu!"
"Kau!" menimbrung Sie Wie yang ketiga, "Sambil memeluk si nona di kiri dan
kananmu kau sudah berjudi denganku, Ketika itu kau kalah dua ribu tail perak dan kau
meminjam uangku tiga ribu tail, Kau katakan hendak bermain terus untuk menebus
kekalahannya kau juga meminjam dua ribu tail dari kenalanku, Kemudian kau
meminjam lagi seribu tail dan terhadap saudara ini kau pinjam seribu lima ratus
tail..." "Dan kepadaku," kata Sie Wie yang keempat, "Juga seribu lima ratus tail!"
Menyusul kata-kata itu, mereka masing-masing mengulurkan tangan,
"Mari bayar uangku!" kata mereka bergantian "Jikalau membunuh manusia harus
dibayar dengan nyawa, kau berhutang pada kami uang maka kau harus membayar
dengan uang juga, Lekas bayar!"
A Ko berpikir mendengar suara para Sie Wie itu. ia ingin mempercayai separuhnya,
tapi dia ingat Siau Po di rumah hina itu dan selama dalam gerombolan pohon itu sudah
meraba-raba tubuhnya, Memang malam sebelum itu Sat Ku Tai Wi, Kek Song pernah
tidak pulang dan pulangnya di waktu pagi dengan wajahnya menunjukkan bekas
menenggak banyak arak namun katanya ia telah diundang kenalannya yang gagah,
siapa mau percaya itu"
Mengingat demikian air mata A Ko menetes sebab ia merasakan sangat sedih, Siau
Po menarik baju A Ko. "Mari Sute, urusan mereka bukan urusan kita! Mereka pula
orang-orang busuk, maka kita jangan mencari keonaran pada mereka itu!" kata Siau Po.
A Ko mengangguk, ia mundur beberapa langkah.
Sekarang Sie Wie itu menghadang Kek Song yang terus mereka kurung, Seorang
Sie Wie yang berada di belakang si anak muda bangsawan, lalu menjulurkan tangannya
untuk menarik baju dan kuncir anak itu.
Kek Song gusar sekali ia lalu melangkah mundur, sekaligus menjulurkan tangannya
untuk meninju dada seorang Sie Wie, sehingga Sie Wie itu berteriak kesakitan.
Melihat demikian para Sie Wie segera menyerang.
Mereka bertarung satu lawan satu saja, para Sie Wie itu bukanlah lawannya. Akan
tetapi sekarang para Sie Wie itu mengeroyok rapat sekali, maka tak lama Kek Song
sudah dapat dirobohkan. "Jangan lancang menyerang orang!" seru A Ko yang lalu maju untuk membantu Kek
Song, "Kalau ingin bicara, bicaralah dengan baik-baik!" katanya.
"Nona jangan mencampuri urusan orang! ini urusan pribadi kami dengan dia!" kata
Tio Liong. "Minggir!" kata si nona yang mendongkol dan merasa cemas, hingga dia menjadi
bingung, Dia pun mendorong si congkoan yang berdiri menghalang di depan.
To Liong orang lihay, hanya dengan mengibas perlahan dengan tangan kirinya, ia
sudah membuat nona itu terpental ke belakang hingga beberapa langkah.
Sementara itu Kek Song sudah diberi bogem mentah oleh para Sie Wie yang
mengeroyoknya itu. ia juga didupak beruIang-ulang, Karena telah dirobohkan, maka ia
tak berdaya menghalau serangan itu.
A Ko penasaran, dia melawan To Liong tetapi bukannya ia maju melainkan malah
terdesak mundur makin jauh, sebab congkoan itu sengaja mendesak makin jauh.
"Oh nona, pemuda itu gemar berjudi dan main perempuan maka lengkaplah
segalanya, Malah tadi pagi ia masih meminjam uang lima ribu tail dari aku. Katanya
uang itu akan digunakan untuk menikah dengan dua orang nona manis yang biasa
dipangku dan diciuminya. Mengapa nona masih membelanya?" kata To Liong sambil
tertawa, A Ko benar-benat bingung melawan orang itu, Dia sudah habis dayanya.
"Jangan aniaya dia, kalau kalian ingin bicara, bicaralah dengan baik-baik!" teriak si
nona pada para Sie Wie. Seorang Sie Wie tertawa. "Kau suruh dia bayar uangku!" katanya, "Kalau ia mau membayar utangnya sudah
tentu aku tak akan menghajarnya!" walaupun demikian, sambil bicara ia terus
menghajarnya. Kali ini Kek Song terhajar hidungnya, mengeluarkan darah.
Seorang Sie Wie lainnya menghunus goloknya, "Tebas dulu kedua telinganya baru
kita mau bicara!" katanya dengan nada keras sambil mengangkat goloknya.
A Ko terperanjat melihat kejadian itu, Nona itu lari mendekati Siau Po lalu menarik
tubuhnya, Diapun sangat bingung sehingga hampir menangis.
"Bagaimana.... Bagaimana?" tanyanya.
Siau Po yang sejak tadi diam sekarang mulai ikut bicara.
"Kalau cuma selaksa tail perak, aku sediakan uangnya, Hanya aku merasa tak puas
jika uangku harus diserahkan pada mereka untuk membayar utang judi dan main
moler!" "Tetapi ia mengancam akan memotong telinganya!" kata si nona. "Mari kupinjam
uangmu itu!" tambahnya.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jikalau Sute yang pinjam jangankan baru selaksa tail, sepuluh laksa tail pun akan
kuberikan. Hanya hendak aku jelaskan padamu karena kau akan menjadi istriku maka
kau tak perlu meminjamnya. Uangku ya uangmu demikian juga sebaliknyal Maka itu
sebaiknya kau suruh The kongcu yang meminjam padaku.,.!" kata Siau Po.
A Ko membanting-banting kaki.
"Ah kau terlalu!" katanya, ia masih bingung tetapi ia lalu menoleh para Sie Wie dan
berkata, "Eh, jangan kau pukul pula! Nanti aku bayar uang kalian semuanya..!"
Para Sie Wie berhenti menghajarnya, namun mereka masih menindih Kek Song
hingga ia tak dapat bergerak
"The kongcu" A Ko lalu berkata kepada Kek Song, "lni adik seperguruanku punya
uang, kau pinjamlah uangnya agar kau dapat membayar utang-mu semua..."
Kek Song bingung sekali apalagi ia melihat golok sudah mengancamnya, hingga
sewaktu-waktu telinganya dapat pisah, ia berpaling pada Siau Po yang air matanya
menunjukkan permohonan A Ko menarik baju Siau Po yang padanya ia merasa sangat muak.
"Kau pinjamkanlah uang padanya.,.!" kata gadis itu.
Seorang Sie Wie yang mendengar kata-kata si nona tertawa dingin.
"Uang selaksa tail bukanlah sedikit." katanya, "Tanpa jaminan siapa yang sudi
meminjamkan uangnya." lanjutnya.
"Kecuali jika nona sudah menjaminnya." kata seorang Sie Wie yang lainnya. "Jadi,
andaikata bocah ini menyangkal dia tak mau membayar uang yang dipinjamnya
nonalah yang harus menanggungnya dan membayarnya hingga beres."
Akan tetapi Sie Wie yang memegang goIok, tetap mengancam ingin memotong
telinga Kek Song. "Si nona dengan si bau ini bukannya sanak bukannya kadang mana si nona mau
menjaminnya" LagipuIa kalau uang tak dapat dibayar kembali yang menjadi jaminan
adalah diri nona, Artinya nona harus menikah dengan si tuan, nah apa daya?"
Mendengar demikian semua Sie Wie tertawa terbahak-bahak.
"Benar.... Benar...!" kata mereka yang tertawa puIa, "Memang begitu."
"Ah, setuju!" kata Siau Po perlahan. "Kau dengar para Sie Wie itu! Bukankah bicara
mereka itu tidak benar" Bukankah dengan demikian kau terlalu dipaksa?"
Belum lagi A Ko menjawab ia mendengar suara menggelepok dengan keras.
Rupanya seorang Sie Wie telah menampar Kek Song yang tak berdaya menangkis
atau mengelakkan diri, Sebab selain kedua tangannya, kedua kakinya pun mereka
pegangi, sehingga tak berdaya sama sekali
"Hajar!" teriak seorang Sie Wie. "Hajar dia biar mati. Hitung-hitung uang selaksa tail
itu hanyut di kali, agar mata kita tak melihatnya dan hati tak usah memikirkannya."
"Plok! Plok! Plok!"
Demikian terdengar suara berulang kali, ternyata para Sie Wie sudah menghajarnya
lagi. "Sudah! Sudah!" akhirnya Kek Song yang sekian lama berdiam diri sekarang mulai
memperdengarkan suaranya, ia benar-benar tersiksa, tapi rasa nyerinya tak terlalu
berat dibanding dengan sakit hatinya karena diperlakukan demikian tanpa daya, ia toh
putera seorang raja muda yang seharusnya tak dapat dihina secara demikian.
"Eh, saudara Wie, katanya kau mempunyai uang, Mari aku meminjam sebesar
selaksa tail perak.,., Aku berjanji akan membayar penuh uang itu...."
Siau Po melirik A Ko. ia tak mau menjawab kata-kata Kek Song tapi malah bertanya
kepada si nona. "Sute, kasih pinjam atau tidak?" tanya Siau Po.
Air mata si nona berlinang.
"Pin.... Pinjamkanlah!" katanya sambil menangis sesegukan.
"Jikalau si nona yang menjamin!" kata seorang Sie Wie yang suaranya nyaring,
"Maka kelak si nona akan menikah dengan si tuan uang. Dengan demikian anak ini
menjadi perantara! Comblangnya!"
Siau Po lalu merogoh kantungnya dan mengeluarkan uang sejumlah selaksa tail, ia
menyerahkan uang bukan kepada Kek Song melainkan kepada A Ko.
Si nona menjulurkan tangan untuk uang itu.
"Nah uangnya sudah tersedia!" kata nona itu pada para Sie Wie, "Bebaskanlah dia!"
Para Sie Wie itu ragu-ragu, bukankah ia akan menolong anak muda itu" sekarang si
nona dapatkan" Siau Po setujukah" Maka mereka masih belum mau membebaskan
Kek Song. Siau Po mengerti keragu-raguan mereka.
"Kalian ambil uang itu!" katanya pada mereka, "Pergi kalian dan bagi rata uang itu!
Hitung-hitung kalian beramal. Nah, lepaskan orang itu!"
Para Sie Wie jadi gembira bukan main. Kata-kata si Toutong berarti uang itu
dihadiahkan pada-nya, maka segera mereka melepaskan Kek Song.
A Ko menuntun Kek Song bangun, terus memberikan uang itu padanya.
Hati si anak muda menjadi sangat panas, ia mendongkol sekali tetapi terpaksa
menyambut uang itu. Hanya tanpa menghitung dan melihatnya dan segera ia
sampaikan pada para Sie Wie itu.
"Hay kau segala prajurit Tatcu, kamu terlalu!"
Sambil mengedipkan matanya Siau Po berkata pada para Sie Wie.
"Kenapa kau menghajar sahabatku sampai begini rupa" Awas aku tidak akan
berhenti sampai di sini...!"
"Sudahlah!" kata A Ko. ia khawatir para Sie Wie itu menjadi gusar." sudahlah mari
kita pulang!" "Tetapi kelakuan mereka sudah membuat orang dongkol!" kata Siau Po. "Hay bocah
kau baru bebas sudah timbul niatmu yang kurang baik. Kau si setan paras elok!
Masihkah kau ingin mempermainkan gadis orang?"
Mendadak To Liong menyambar punggung Kek Song lalu diangkatnya hingga
terangkat pula tubuh orang itu dan terus diputarnya.
"Hendak aku lontarkan kau ke kaki tembok kota ini!" teriak To Liong, "Akan aku lihat
kau masih dapat hidup atau mati!"
Kek Song kaget dan takut bukan main. "Jangan!" teriaknya
"Jangan!" A Ko pun berseru, Sebab si nona tak kurang cemasnya.
Dengan sengitnya, To Liong membanting pemuda itu ke loteng.
"Jikalau demikian buat selanjutnya kau harus menyingkir jauh-jauh dari nona itu!"
ancamnya, "Nona itu baik-baik tetapi kau sendiri penjudi dan tukang main perempuan!
Namamu boleh tercemar tapi nama nona ini tidak! Aku bilang kepadamu andaikata lain
kali aku melihat kau mengganggu nona ini, tak dapat tidak, aku akan patahkan batang
lehermu!" Nampak si congkoan masih sangat mendongkol. Dengan tangan kirinya, ia
menyambar kucir Kek Song dan memegang bongkoknya erat-erat, lalu dengan tangan
kanannya ia memegang ujungnya untuk dililit di tangannya, setelah itu sambil berteriak
ia menarik keras-keras sehingga kuncir itu putus, terkutung ujungnya.
Para Sie Wie bersorak menyaksikan pemimpinnya menunjukkan tenaganya yang
besar itu, sebab bukanlah mudah guna menarik kuncir orang.
To Liong melempar ujung kuncir itu lalu mencekik batang leher Kek Song.
Muka Kek Song tampak berubah merah, disusul dengan ke luarnya lidah akibat
cekikan itu, hingga nampaknya sebentar lagi anak muda itu akan mati.
Para Sie Wie pun tidak tinggal diam, mereka segera menghunus senjata masingmasing,
lalu mereka mengurung pemimpinnya beserta anak muda itu. Maksud mereka
mencegah andaikata A Ko hendak menolong pemuda itu.
"Hai bagaimana?" bentak Siau Po tiba-tiba.
"Bukankah uang kalian sudah dibayar" Apakah kau hendak membunuh orang?"
Pertanyaan itu ditutup dengan sebuah bogem yang mendarat di perut salah seorang
Sie Wie. Yang dihajar perutnya itu terpekik dan mundur beberapa langkah.
Siau Po tidak berhenti hanya sampai disitu, ia menyerang dengan menggunakan tipu
silat Siau Liong Cio Cu, sepasang naga berebut mutiara.
To Liong yang tengah mencekik Kek Song, tidak bisa menangkis serangan Siau Po
bahkan berkelit pun sukar. Akan tetapi karena ia bertubuh besar, maka pukulan Siau Po
mengarah pada iga-nya. ia pura-pura gusar dan berkata.
"Hay, setan cilik aku pun akan mencekik mu sampai mampusl"
To Liong melepaskan cekikan Kek Song lalu membalas menyerang.
Para Sie Wie talu berteriak: "Hajar sampai mampus setan cilik itu! Hajar sampai
tubuhnya gepeng dan hancur lebur!"
Menyaksikan pertarungan itu A Ko mengkhawatirkan Siau Po terkena pukulan
mereka. "Sute, sudah!" ia berteriak memanggil Siau Po. "Mari kita pulang!"
Mendengar suara A Ko, Siau Po merasa girang dan berkata dalam hatinya "Kiranya
ia memperhatikan aku juga!" katanya dalam hati "Rupanya dia masih mempunyai
hatinya yang baik." Siau Po yang melihat serangan lawan, segera berkelit sehingga serangan lawan itu
meleset dari sasaran dan membentur batu yang besar hingga batu itu goyah.
Seandainya kaki Siau Po terkena pukulan itu tentu sangat bahaya sekali.
Bagaimana pertarungan mereka, itu berkat latihan dilakukan oleh Siau Po, pada saat
Siau Po menyerang dengan sangat cepat sekali lawan tak dapat melihat serangan itu,
sehingga pukulan Siau Po tepat mengenai perut To Liong.
Tetapi To Liong tak berhenti sampai di situ, ia terus menyerang Siau Po dan kacung
itu berkelit. Tembok itu pun jebol.
Oleh karena serangannya yang dahysat itu meleset, maka To Liong terjatuh dan
kepalanya membentur tembok.
Siau Po khawatir bukan main, takut To Liong tak bernyawa lagi. Cepat-cepat ia
melompat ke tembok dan menolong lawannya itu, Hatinya sangat lega karena yang
dilihatnya bukanlah To Liong yang telah mati, melainkan wajah yang memberikan
senyuman To Liong mengusap tangannya yang menandakan agar Siau Po jangan bersedih
Setelah itu ia jatuh tak berkutik lagi.
Para Sie Wie kaget bukan main ia lalu berlarian mendekati pemimpin mereka.
Siau Po menarik tangan nona itu dan mengajaknya pergi dari tempat itu.
"Mari kita pergi!" katanya "Mari cepat!"
A Ko menurut lalu berlarian bersama Siau Po. Mereka lari bertiga dan langsung
menuju penginapan. Kiu Lan melihat napas murid wanitanya tersengal-sengal dan air matanya yang
berlinang, segera mengetahui bahwa muridnya habis menghadapi suatu kejadian.
"Apa yang telah terjadi?" tanyanya.
"Ada belasan serdadu Tatcu yang mengganggu The kongcu!" sahut si murid
memberikan keterangannya, "Syukur ada Sute yang menghajar roboh pemimpinnya..."
"Sekarang kau diam saja di penginapan, jangan sembarangan pergi ke luar!" kata
sang guru. "Ya." sahut A Ko sambil menundukkan kepalanya. Akan tetapi karena ingat kepada
Kek Song yang terluka, ia pun pergi juga ke kamar pemuda itu untuk melihatnya.
Kek Song sedang tidur dan luka-lukanya sudah diobati oleh para pengiringnya.
Siau Po yang melihat A Ko ke luar dari kamarnya kembali hatinya panas karena nona
itu dari kamar Kek Song. "A Ko selalu memperhatikan pemuda itu!" katanya dalam hati, "Baik pemuda itu akan
kutebas telinganya dan ku korek matanya. Dan aku akan dapat melihat ia masih
menganggap si jantung hati atau bukan pada pemuda itu."
Walaupun ia sangat cerdas tetapi masih bingung juga dalam menghadapi asmara,
Mungkin karena ia masih terlalu muda.
Malam itu sudah larut jauh, Siau Po terbangun dari tidurnya karena mendengar suara
dari luar jendela. "Wie Inkong inilah aku!" terdengar suara orang dari luar jendela kamarnya.
Siau Po mengenali suara itu. ia segera turun dari pembaringan untuk membuka
jendela itu. "Gauw Jie Siok?" tanyanya.
"Benar! Aku" sahut suara di luar itu.
Dengan berhati-hati Siau Po membuka jendela itu, dan Lip Sin melompat ke dalam
dengan sangat bernafsu ia merangkul erat-erat tubuh Siau Po.
"lnkong senantiasa aku ingat saja, Tak ku sangka kau sekarang berada di sini,
Selama rapat besar di Hokan, aku telah bertanya kepada kawan-kawan tentang kau.
Aku menyesal karena mereka tak berani menerangkan apa-apa."
Siau Po tertawa. "Mereka bukannya tak percaya kau, melainkan ada sebabnya kenapa mereka tak
sudi bicara." katanya.
"Sebenarnya aku turut menghadiri rapat Sat Kui Tay Wie itu dengan menyamar dan
semua saudara kita tak tahu itu."
"Oh, begitu!" katanya. "Tadi aku telah bertemu kawan serdadu Tatcu, kembali kau
telah menolongku jikalau kau tak menolongku aku tak khawatir Siau Ongya kami akan
mendapat celaka, Maka dari itu Siau Ongya mengutus aku ke mari guna mengucapkan
terima kasih pada Inkong yang sudah melepas budi sangat besar."
"Tetapi kita sahabat." kata si kacung, "Karena-nya janganlah kita berlaku sungkan
satu dengan yang lainnya, Ji Siok, kau selalu menyebut Inkong sangat asing, untuk itu
jangan pakai kata itu lagi!"
Gauw Lip Sin menatap anak muda di sisinya.
"Baiklah kalau demikian!" katanya, "Tak lagi aku memanggil Inkong padamu, Kita
selanjutnya menjadi saudara satu dengan yang lainnya, Karena aku berusia lebih tua.
Lebih baik aku memanggil adik kepadamu."
"Bagus." kata Siau Po sambil tertawa, "Dengan demikian bukankah si keponakan
murid jadi akan memanggil paman padaku?"
Mendengar disebutnya Lau It, Gauw Lip Sin nampak agak riskan,
"Dialah anak tak berguna, Jadi kita lebih baik jangan menyebut-nyebut dia!" katanya,
"Eh, adikku, sebenarnya kau sedang dalam perjalanan ke mana?"
"Sebenarnya panjang untukku mengatakan-nya." sahut Siau Po yang seterusnya
memanggil "Jiko" kakak yang kedua sebagai gantinya Ji Siok paman nomor dua.
"Sekarang ini adikmu tengah menghadapi urusan jodohnya."
Girang Gauw Lip Sin mendengarkan kata-kata adik angkatnya itu. Tak disangka ada
orang yang mau memberitahukan urusannya.
"Selamat adikku.,., Selamat!" ia lalu memberikan kata selamat
"Boleh aku tahu nona itu dari keluarga mana?" Di dalam hati ia bertanya-tanya,
"Bukankah nona itu Pui Ie?"
"Calon istriku itu She Tan," kata Siau Po. "Namun ada yang membuat aku menjadi
malu." "Bagaimana itu adikku?" tanyanya.
"la mempunyai sahabat kekal seorang She Tan. Bocah itu buruk, ia ingin mengambil
calon istriku, tetapi ia justru memberikan bisikan pada tentara Tatcu, hal itu yang
membuat aku sangat berbahaya."
Lip Sin menjadi gusar. "Bocah itu sudah bosan hidup!" katanya keras, "Kenapa ia berbuat demikian?"
Lip Sin menepuk pahanya. "Justru kami, keluarga Bhok turut membangun kerajaan Beng yang sangat besar
Keluarga Bhok lamalah yang turun-temurun memegang kekuasaan di propinsi In Lam,
Tetapi keluarga The berasal dari sebuah pulau di Taiwan, mana bisa ia disamakan
dengan keluarga Bhok?"
"Memang." kata Siau Po.
"Namun dia membanggakan diri. Katanya untuk membinasakan Gauw Sam Kui,
pihaknya dapat bekerja dengan mudah. Dia juga mengajakku berunding katanya untuk
membinasakan keluarga Bhok. Mendengar demikian aku lalu menegurnya, aku pun
memberitahukan padanya, Thian Te Wie dan Bhok Onghu sudah berjanji dan berlomba
untuk membinasakan Gauw Sam Kui, Dalam pertaruhan itu kedua pihak harus bekerja
sama. Akan tetapi tentara itu mengenalinya dan aku mendustainya bahwa kalian bukan
orang yang dicarinya maka loloslah ia."
Lip Sin mempercayai cerita itu.
"Oh, begitu." katanya, "Jikalau demikian bocah itu bukanlah manusia."
"Celaka bocah itu memang harus diajar adat," kata Siau Po pula. "Namun dia putera
Yan Peng Unong, dia tak dapat dibinasakan maka dia cukup dihajar Sewaktu kau
menghajarnya aku akan muncul untuk memisahkannya lalu kita berpura-pura bertarung
dan waktu itu kau pura-pura kalah dan kau pergi, maukah kau?"
"Adikku kau bekerja untuk kepentingan kami, kenapakah aku tak sudi?" kata Lip Sin.
"Caramu ku memang paling baik. Dengan demikian kita tak usah bentrok dengan pihak
Taiwan," "Kakak, berpura-pura tak mengenal dia." kata Siau Po. "Dengan begitu kakak dapat
bermain gila padanya. Dialah orang yang memiliki luka di muka dan pada kepalanya
dan dia pula ada bersama aku."
"Baik, adik!" kata Lip Sin. "Nah adik jaga dirilah baik-baik dan aku akan pergi."
katanya, Tetapi ia merasa berat meninggalkan Siau Po Laki-laki itu lalu memegang
tangan Siau Po dan berkata dengan perlahan.
"Di kolong langit ini banyak nona yang cantik prilakunya, oleh karena itu calon istrimu
itu berlaku kurang sopan terhadapmu, kau jangan terlalu banyak berpikir, dapat kau
tinggal dan mencari gantinya!"
Siau Po mengangguk nampak ia sangat menyesal dan ia berdiam saja.
Gauw Lip Sin lalu pergi lewat jendela itu dan tidak lama lagi tubuhnya sudah
menghilang dari pandangan mata,
Besoknya Siau Po ikut gurunya dan A Ko pergi ke utara, The Kek Song dan para
pengikutnya berjalan bersama-sama.
"The kongcu kau hendak ke mana?" tanya Kui Lan.
"Aku hendak pulang ke Taiwan," sahut si pemuda. "Sekarang aku hendak
mengantarkan perhiasan pada suthay, setelah itu kita berpisah."
Lewat kira-kira dua puluh li, jauh di belakang mereka nampak rombongan
penunggang kuda yang menuju arahnya, dengan cepat mereka telah sampai, ternyata


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rombongan para tani yang di tangannya memegang pacul dan garukan. Salah seorang
dari rombongan itu menunjuk ke arah Kek Song.
"lni dia bocahnya!" katanya dengan nyaring.
Siau Po mengawasi orang tersebut dan ia tahu bahwa orang-orang itu orangnya
Gauw Lip Sin. "Kiranya mereka hendak menyamar," katanya. "Hendak aku lihat bagaimana mereka
itu.,.!" Rombongan para tani itu melintas di hadapan kereta itu. Lip Sin lalu menunjuk ke
arah Kek Song lalu ia berkata dengan bengis.
"Eh, bocah, tadi malam bagus benar perbuatanmu pada keluarga Thio di desa Thio
kecung, bagaimana kucing habis mencuri makanan, sekarang kau akan meloloskan
diri." Kek Song gusar, ia merasa tak karuan di fitnah, entah Lie Ke Cung.
"Apakah itu perbuatan di Teo Ke Cung?" tanyanya keras, "Apakah kau tak punya
mata" Kenapa kau mengaco?"
"Oh, bagus," kata Lip Sin. "Jadi peristiwa di Lie ke Cung juga perbuatanmu! jadi nona
di desa itu telah kau perdayakan! Bagus kalau kau mengaku sendiri! Oh bocah sungguh
kau bernyali besar! Di dalam satu malam kau sudah mendustakan dua orang nonal"
Para pengiring Kek Song menjadi tidak senang, beberapa di antaranya berseru
bersama. "Inilah Kongcu kami! jangan kamu menyangka orang! jangan kamu ngomong
sembarangan!" Lip Sin tidak langsung menjawab pertanyaan itu. ia menarik ke luar tangan nona
yang berada di dalam dan menanyakannya,
Melihat hal yang demikian itu Siau Po jadi ingin tertawa karena ia tahu nona itu
pastilah orang belian Lip Sin. Orang itu sangat jelek, Nona itu mengaku bahwa Kek
Song lah yang semalam datang ke rumahnya.
Melihat pengakuan si nona itu seorang petani lalu berkata. "Kau menghina adikku!
Enak benar datang-datang kau menjadikan aku toakomu! Sungguh kau sangat kurang
ajari Aku ingin mengadu nyawa denganmu!"
Siau Po memandangi orang itu satu persatu, ia mengenali bahwa yang tadi berbicara
itu salah satu murid dari Lip Sin dan kata "Toako" yang berarti kakak ipar.
Menyaksikan hal itu A Ko menjadi heran dan tidak percaya dengan apa yang dilihat
Cuma anehnya mengapa tanpa sebab ada orang yang datang mengusulnya dan
menuduh" A Ko menjadi bingung sebab ia harus berbuat apa. ia lalu bertanya pada gurunya dan
sang guru memberikan jawaban yang kurang enak didengar.
Baik Siau Po maupun Kui Lan diam saja mereka hanya menonton kejadian itu dan
tidak ada reaksi memberikan bantuan pada Kek Song.
Hanya beberapa gebrakan saja Kek Song sudah dapat ditundukkan Setelah itu Kek
Song pun dibawa kabur ke desa orang-orang itu dan orang Kek Song lalu mengejarnya
namun mereka tak berhasil.
"Eh, Sute, coba kau pikirkan bagaimana caranya aku dapat menolong Kek Song itu?"
tanya Siau Po pada A Ko. "Apa katamu" Kau ingin menolong dia" Dia toh tak terancam bahaya dan juga tak
membunuh orang. jadi ia tak akan mengganti nyawa!" kata A Ko dengan sengitnya.
Siau Po tertawa. "Menikah itu baik dan bagus." kata Siau Po. "Aku memikirkan akan menikah
denganmu kau malah tak mau."
A Ko mendelikkan matanya pada kacung itu dan ia berkata dengan sengit "Orang
sedang bingung hingga mau mati kau malah berbicara yang tidak-tidak, Kau lihat saja
nanti, aku mau memperhatikanmu atau tidak."
Siau Po dapat menerka maksud nona itu karena ia selalu berbuat yang tidak-tidak,
Dan benar saja pada malam harinya nona itu bermaksud ingin pergi menolong Kek
Song hal itu diketahui Siau Po, hingga ia sengaja menegakkan si nona yang sedang
mengeluarkan kudanya untuk pergi ke desa itu.
"Siau Po!" tegurnya "Kaulah itu?"
Siau Po tertawa. "Benar aku!" sahutnya sambil tertawa.
"Bikin apa kau di sini?" tanya si nona.
"Aku si orang gunung pandai meramal," sahut Siau Po sambil tersenyum, "Telah aku
meramalkan bahwa malam ini akan ada seorang yang akan mencuri kuda, Oleh karena
itu malam ini aku tidur di sini untuk menjaganya.
"Cis," Tetapi hanya sebentar kemudian nona itu berkata kepada Siau Po. "Siau Po
aku ingin meminta bantuanmu.... Mari kau menemani aku menolong dia."
Puas hati Siau Po mendengar perkataan nona yang lunak itu.
"Kalau dia berhasil aku tolong, lalu apakah upahnya?" tanya Siau Po tanpa malumalu.
"Apa yang kau pinta semua pun boIeh!" kata si nona dengan suara ragu-ragu karena
tahu kalau Siau Po akan menikahinya dan itu tak dapat diterimanya maka ia berkata,
"Kau selalu menghinaku, belum pernah kau bersungguh-sungguh mau menolongku."
Hati nona merasa sedih, dan setelah berkata demikian ia lalu menangis, karena
teringat akan kelakuan Kek Song.
Sebaliknya Siau Po yang melihat dan mendengar nona itu menangis hatinya menjadi
resah dan gelisah. "Baik.... Baiklah!" katanya, "Aku akan menemanimu."
A Ko girang hingga ia berhenti menangis. "Terima kasih.... Terima kasih!" katanya.
"Tak usah kau katakan terima kasih!" kata Siau Po. "Namun aku tak mengetahui letak
desa itu." Siau Po lalu mengambil kudanya dan mereka berjalan berendeng kembali ke tempat
semula. "Sebenarnya ada apakah hingga kau begitu sangat menyukainya?" tanya Siau Po.
"Siapa bilang aku menyukainya?" sangkal si nona, "Aku hanya saling mengenal
Karena ia sedang dalam kecelakaan, maka sudah sepantasnya aku menolongnya."
"Bagaimana jika ada orang yang menawanku dan akan menikahkan aku, sebagai
mana yang terjadi pada diri Kek Song?" tanya Siau Po pada nona itu. "Apa kah kau juga
akan menolongku?" A Ko tertawa. "Memangnya kau tampan!" katanya, "Siapa yang sudi menawanmu dan memaksamu
untuk menikah?" Siau Po menarik napas panjang.
"Kau tidak memandang padaku," katanya, "Siapa tahu ada seorang nona yang
melihatku lain." A Ko tertawa lagi. "Jikalau demikian aku akan bersukur pada langit dan bumi." katanya, "Karena
dengan demikian arwahmu tak lagi mengejar-ngejar aku dan aku bebas."
"Baiklah jika demikian halnya, jika nanti ada orang yang menawanmu dan
memaksamu untuk menikah dengannya aku tak akan menolongmu."
Mendengar perkataan itu A Ko terperanjat karena jika benar terjadi hal yang
dimaksud Siau Po itu, tak ada orang lain yang mau menolongnya selain dari anak muda
itu. "Pasti nanti kau akan menolongku." katanya perlahan-lahan.
"Mengapa begitu?" tanya Siau Po.
"Jikalau ada orang yang menghinaku tak mungkin kau diam saja karena aku adik
seperguruanmu." jawab si nona.
Manis rasanya hati Siau Po mendengar kata-kata si nona.
Sementara itu, tanpa sengaja mereka telah sampai pada tempat mereka bertempur
tadi siang, tetapi di situ sudah banyak orang yang sedang duduk, Rupanya orang-orang
itu yang tadi siang telah menyerang mereka.
A Ko menahan kudanya. "Mana The kongcu?" tanyanya.
Rombongan itu berjingkrak bangun lalu siap menyerang A Ko.
"Rombongan orang desa itu telah mengundang The kongcu, untuk menikahkannya,
Kongcu menolak tetapi mereka langsung menyerang dengan tendangan dan juga
tonjokan.-.!" Si nona menjadi gusar. "Kamu.... Kamu. Bukankah kamu semua pandai silat?" teriaknya, "Mengapa dengan
orang desa saja kalian tak dapat mengalahkannya?"
Rombongan itu semuanya tertunduk "Orang-orang itu semuanya pandai bermain
silat." jawabnya. "Kamu masih mengaco, masa ada orang desa pandai bermain silat apalagi
seluruhnya?" ia lalu berpaling pada Siau Po. "Sute ayo kita menolong mereka! Dan
kalian jalan duluan untuk menemukan jalan!"
Salah seorang yang lebih tua berkata, "Kami tak berani datang ke sana karena
mereka mengancam akan memenggal kepala kami jika kami datang ke sana!"
"Andaikata kepala kalian yang dipenggal apa yang kalian takuti?" tanyanya, "Kalian
takut mati" Bukankah kalian ditugaskan melindungi kongcu" mengapa sekarang kamu
takut mati?" "Ya.... Ya!" kata si orang tua. "Tetapi nona jangan menunggang kuda agar
kedatangan kita tidak mereka ketahui!"
Para pengiring itu lalu mengantarkan si nona dengan meninggalkan lampu, jauh juga
mereka berjalan, maka sampailah mereka ke tempat tujuan, yaitu sebuah rumah besar
yang di dalamnya terdengar bunyi tetabuhan.
Mendengar bunyi tetabuhan yang sangat nyaring itu A Ko menjadi kebingungan.
"Lebih dahulu kita mengintai dari luar!" pesan si nona.
A Ko dan Siau Po mengitari rumah besar itu. Tampak salah sebuah pintu rumah itu
yang tidak tertutup rapat, Melalui pintu itu mereka masuk dan sampailah pada sebuah
ruangan besar. Di situlah A Ko menjadi bingung sekali, berbeda dengan Siau Po.
A Ko melihat Kek Song sedang duduk bersanding dengan seorang wanita, Hal itu
yang membuat hatinya menjadi resah dan orang-orang itu terus saja menabuh
gendang. "Beri hormat lagi," kata Gauw Lip Sin.
"Apa yang harus dihormati?" kata Kek Song. "Bukankah aku telah menghormati
langit dan bumi?" Mendengar ucapan itu A Ko hampir saja pingsan, karena itu merupakan kedua
mempelai sudah melakukan pernikahan.
Gauw Lip Sin tertawa. "ltu sudah aturan kami." katanya, "Mempelai lelaki harus memberi homat kepada
mempelai wanita sebanyak seratus kali, sedangkan kau baru melakukan tiga puluh kali,
jadi kurang tujuh puluh kali."
Go Pui sebaliknya, ia lalu menendang pantat Kek Song sehingga pemuda itu
langsung berlutut. A Ko telah habis kesabarannya, nona itu menendang jendela lalu menyerang orang
yang ada di dalam sambil berteriak.
"Lepaskan dia!" ia membentak dengan suaranya yang sangat bengis, "Lepaskan dia
atau aku yang akan membunuh kalian semua?"
"Ah, nona! Apakah nona akan minum arak" Dan memberikan kata selamat kepada
kedua mempelai ini" Eh, mengapa nona membawa golok segala?" sahutnya dengan
riang gembira. Ia tidak menjawab melainkan menyerang dengan goloknya, dan yang diserang hanya
berteriak, "Aduh!" Tetapi serangan itu tak menemui sasarannya.
Menyaksikan pertempuran itu Gauw Lip Sin tertawa.
Kek Song yang melihat adanya bala bantuan, lalu berdiri ingin membantu nona itu,
Akan tetapi terdengar ada suara "Duk" dan ia lalu tersungkur ke lantai.
A Ko lalu berbalik menyerang Lip Sin. Akan tetapi nona itu tetap kewalahan meskipun
lawannya tidak menggunakan senjata.
"Sute, cepat!" ia panggil Siau Po. "Sute cepat bantu aku!"
Bagian 52 Sejak tadi Siau Po terus menonton pertarungan itu dengan matanya yang terus
mengamati gaya silat nona A Ko. Mendengar ucapan gadis itu, Siau Po lalu
mengeluarkan suara yang bengis.
"Sungguh celaka, kamu lihay sekali! Baiklah, aku yang tua ini akan mengadu nyawa
denganmu!" Gauw Lip Sin mendengar suara dari luar itu, ia memerintahkan kepada kedua
muridnya agar melayani nona A Ko dan ia sendiri menghampiri arah suara itu. "Siapa di
luar?" lalu ia menoleh muridnya yang sedang bertarung dengan Siau Po.
Setibanya di luar Gauw Lip Sin hampir tertawa. ia menyaksikan tingkah Siau Po yang
sedang menendangi dan memukuli pintu hingga terdengar suara seperti ada orang
yang sedang bertempur. "Hayo berhenti!" kata Lip Sin yang sedang bersandiwara.
"Hai bocah cilik sedang apa kau di sini?" tambahnya.
"Kakak seperguruanku memerintahkan aku untuk membantu melepaskannya," kata
Siau Po yang tidak kalah nyaringnya, "Cepat kau lepaskan orang itu! Oh, kau lihay
sekali!" Begitu berteriak ia berlari ke depan. Lip Sin lalu menyusul.
Sampai di rumah itu Siau Po tertawa.
"Jioko, terima kasih banyak!" katanya. "Pekerjaan Jioko sangat bagus dan menarik
hati." Lip Sin lalu tertawa juga.
"Apakah nona itu kekasihmu?" tanyanya, "Dia cantik dan ilmu silatnya cukup tinggi."
Siau Po menghela napas panjang.
"Tetapi sayang nona itu berniat sekali akan menikah dengan pemuda itu." katanya
menyesal. "Dia tak sudi menikah denganku, Kau sudah dapat bersandiwara dengan
baik dan aku minta kau pun dapat meyakinkannya agar ia mau menjadi istriku!"
Berkata demikian Siau Po lalu terdiam dan kali ini pemuda itu berkata, "Jioko, aku
minta kau terus membantu aku! Aku ada akal, Bagaimana jika aku turut dikalahkan
olehmu, lalu kau suruh aku mengawini dia, Kau lihat akal itu sempurna atau tidak?"
Lip Sin tertawa sambil menggelengkan kepala, lalu tertawa lagi.
"Bagus.... Bagus!" katanya kemudian "Saudaraku, janganlah kau berkecil hati!
Menggelengkan kepalaku itu kebiasaanku namun...." Ucapan Lip Sin terputus, rupanya
ia ragu-ragu. "Namun kenapa?" tanya Siau Po.
"Kita orang-orang gagah, dalam bersandiwara kita harus mengetahui agar orang tak
curiga pada kita, Tetapi aku ingin agar kau berjanji padaku, terhadap nona itu kau
jangan melakukan sesuatu yang dapat membuat kita melakukan pelanggaran...!"
Siau Po lalu berjanji pada Lip Sin untuk menjatuhi janjinya itu.
Hati Lip Sin girang mendengar perkataan Siau Po. Tampaknya ia sangat percaya
pada Siau Po. "Aku memang tahu bahwa kau laki-laki sejati." katanya, "Sungguh beruntung nona itu
dapat menikah denganmu."
Lip Sin dan juga Siau Po tersenyum lalu Siau Po memberikan tangannya ke
belakangnya. "Jangan Jioko sungkan-sungkan!" katanya.
Lip Sin lalu memegang tangan itu lalu membawa Siau Po masuk, sesampainya di
dalam, Lip Sin berkata dengan suara yang keras.
"Nah, kau lihat! Ke mana kalian dapat kabur?" katanya.
Di dalam rumah itu pertempuran sudah berhenti A Ko diancam dengan senjata,
Namun ia tak berani mencelakai nona itu sebab ia tahu nona itu kekasih Siau Po.
Lip Sin lalu mengikat tangan Siau Po dengan ikat pinggangnya, sedangkan Siau Po
diam saja. Lalu kaki Siau Po ditotok hingga ia jatuh terduduk.
Tidak kepalang tanggung ia pun mengikat tangan A Ko. Siau Po yang melihat hal itu
lalu ingin berkata, namun Lip Sin sudah terlebih dahulu memberikan perkataannya.
"Awas setan cilik!" ancam Lip Sin. "Satu kali lagi kau berbicara akan aku robek
mulutmu dan akan kucongkel kedua matamu!"
"Aku justru ingin mendampratmu bangsat!" katanya.
"Sudah Sute, jangan kau memaki terus!" kata A Ko. "Jangan kita membuat rugi pada
diri kita!" Mendengar kata-kata nona itu, Lip Sin tertawa.
"Aku akan mengawinkan kau dengan adikku dan dengan demikian nona akan
menjadi iparku." kata Lip Sin.
A Ko terkejut dan ia berkata, "Tidak.... Tidak mungkin!"
"Mengapa tidak mungkin?" kata Lip Sin, "Seorang nona harus menikah, Kau tahu
adikku itu seorang yang gagah, Kau tak akan merasa kecewa, Kenapa kau tidak sudi
menerima adikku" Benar-benar kau tidak tahu diri! Mana musik" Cepat mulai!"
Perintah itu lalu dilakukan anak buahnya, maka mulailah suara musik itu terdengar.
Bukan main kagetnya A Ko mendengar kata-kata itu, ia berpikir, orang di sini
semuanya dekil dan jorok mungkin begitu juga dengan adiknya itu.
"Aku tak sudi tubuhku dikotori manusia-manusia ini. Aku akan membunuh diriku, tapi
apakah itu dapat membersihkan tubuhku?" tanyanya dalam hati.
A Ko menggertakkan giginya.
Lip Sin tertawa pula. "Tidak.... Tidak!" kata A Ko yang memaksa diri membuka mulutnya, "Aku tak mau
menerima! Lebih baik kau bunuh saja aku!"
"Baiklah jika kau menginginkannya." kata Lip Sin. "Sekarang juga aku akan
membunuhmu, sekalian dengan adikku." Lalu ia mengangkat goloknya ke atas.
A Ko menangis sambil berkata, "Cepat kau bunuh aku! Jika kau tak membunuhku,
kau bukan laki-laki sejati, Cepat kau bunuh adik seperguruanmu jika lebih baik kau
bunuh saja ia dahulu!"
Lip Sin menoleh pada Siau Po dan berkata dalam hatinya, "Nona ini tak mencintaimu
mengapa kau justru mencintainya?"


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lip Sin lalu berpaling pada si nona.
"Aku justru tak ingin membunuh adik seperguruanmu." katanya dengan sengit tanda
ia sedang kesal, "A Kau, gusur ke luar bocah bau itu!" Dan ia menunjuk pada Kek Song.
"Baik." yang disuruh itu lalu mendekat dan langsung saja menarik tangan Kek Song.
A Ko menjadi sangat kaget.
"Jangan celakai dia!" teriaknya, "Tak dapat ia dibunuh, ayahnya.... Ayahnya...."
"Baik jika demikian." kata Lip Sin. "Kau mau atau tidak menjadi iparku?"
"Tidak! Lebih baik kau bunuh saja aku!" teriaknya.
"Baik, sebelum aku membunuhmu aku akan mencambukmu seratus kali." ia
mengambil sebuah cambuk dan memutarnya berkali-kali lalu baru akan dicambukkan
pada nona itu. Tiba-tiba terdengar suara bentakan.
"Tahan!" kata Siau Po mencegah.
"Bagaimana?" tanya Lip Sin pada Siau Po.
"Kami bangga pada laki-laki sejati, kami mengutamakan setia kawan." kata Siau Po.
"Aku dengan dia sama dengan saudara kandung, maka jika kau hendak
menghajarnya dengan cambuk, cambuklah aku!"
"Sute, oh Sute kau sungguh baik!" kata A Ko.
Siau Po lalu menghadapi Lip Sin dan tak menghiraukan kata-kata nona A Ko.
"Saudara tua, apa pun adanya akulah yang harus bertanggung jawab, Seorang lakilaki
sejati tak takut pada bahaya, ia bersedia mengajukan dirinya, Jika kau mempunyai
adik wanita, aku bersedia dinikahkan dengannya." kata Siau Po.
Mendengar suara Siau Po, Lip Sin dan juga si nona A Ko menjadi tertawa, Rupanya
kata-kata Siau Po tadi dianggapnya sangat Iucu.
"Eh, bocah! Enak saja kau bicara!" kata Lip Sin tertawa, "Rupanya kau benar-benar
laki-laki sejati! Sekarang begini saja, karena upacara akan segera dilakukan, cepat kau
katakan kau yang menikah atau dia?" tanya Lip Sin.
"Dia.... Dia saja!" jawab si nona menunjuk pada Siau Po.
Lip Sin memandang nona A Ko.
"Kau bilang kau ingin menikah dengan dia?" tanyanya.
Si nona menunduk. "Baik." kata Lip Sin sambil menunjuk ke arah Siau Po.
"Nah, tak dapat tidak kau harus menikah dengan nona ini."
Siau Po mengawasi A Ko. "Aku.... Aku...!" katanya ragu-ragu.
"Sute,..!" kata A Ko perlahan, "Hari ini kau harus menolongku dari bahaya besar,
terimalah dengan baik!"
"Kau maksudkan bersedia menjalani upacara pernikahan dengan aku" tanya Siau
Po. "Ah, tahukah kau bagaimana kesulitannya nanti."
"Aku tahu." sahut si nona, "Jika hari ini kau tak mau menolongku lebih baik aku
membenturkan kepalaku pada kayu ini sampai aku mati, Aku tak berdaya maka aku
memohon padamu, mereka itu sangat jahat."
Siau Po berdiam agaknya ia sedang berpikir.
"Baiklah." kemudian katanya keras, "Hari ini kau sendirilah yang memintaku untuk
menolongmu. Karena itu aku menerimanya dengan sangat terpaksa. Kita menikah atas
kehendakmu, bukan kehendakku Bukankah demikian?"
"Benar." sahut nona A Ko. "Benar aku yang meminta padamu. Kaulah seorang yang
gagah yang bersedia menolong orang secara suka rela, Kau pun paling mendengar
kata.,.!" Siau Po menarik napas panjang.
"Ah Sute, kau mengenal aku dengan baik bukan" Baiklah, aku menerima baik
keinginanmu untuk menikah denganku." kata Siau Po.
"Memang kau sangat baik sekali terhadapku. Kelak di kemudian hari aku pun akan
baik terhadapmu." kata si nona.
Siau Po memperhatikan sikapnya yang ceria.
"Nah, sahabat!" kata Siau Po. "Bukankah aku yang tidak mau tetapi kalianlah yang
tidak mempunyai kakak atau adik wanita, maka sekarang kalian bebaskanlah kami!"
Tetapi Lip Sin menggelengkan kepala.
"Tidak," katanya, "Kalau seorang laki-laki sudah berbicara, kuda lari pun tak dapat
mengejarnya. Tidak dapat tidak hari ini harus ada upacara pernikahan, Jika tidak kita
semua akan celaka, Dapatkah kita mengabaikan itu" Sebab tak adalagi wanita, maka
kau saja yang menikah dengan dia!"
"Tidak.... Tidak dapat!" kata mereka serentak, Keduanya menyangkal tidak senang
mendengar kata-kata itu. "Mengapa tidak dapat" Apa jeleknya?" ia lalu menghadapi nona A Ko. "Kau bilang
tadi ingin menikah dengan saudaraku atau dengan dia, lalu kau pilih pemuda ini."
Muka A Ko menjadi merah lalu menggelengkan kepala.
"Baik, jika kalian tak mau menikah, maka kalian harus dipotong hidungnya terutama
nona ini!" katanya dengan bengis.
A Ko memang tak takut mati tetapi jika harus kehilangan hidung itu tak mungkin.
"Jangan potong hidungnya, potong saja hidungku!" kata Siau Po pada Lip Sin.
"Tidak." kata Lip Sin. "Hidung kalian berdua yang harus dipotong, agar hidung kalian
berdua dapat dipakai untuk menyembahyangi malaikat. Hidungmu hanya satu mana
cukup" Hay, orang She The bagaimana jika aku memotong hidungmu untuk
menggantikan hidung nona ini?"
"Bocah ini tidak sudi." kata Lip Sin, "Hanya adik seperguruanmu yang sudi
menggantikannya, Kau lihat bagaimana ia sangat menyayangimu. Jika dengan orang
semacam dia kau tidak mau menikah, jadi kau akan mencari orang yang bagaimana
lagi" --- Hayo kalian mulailah persiapan musik jalan lagi"
Setelah mendengar kata-kata itu Lip Sin tertawa, tetapi tiba-tiba terdengar suara
orang bersiul. Hal itu yang membuat acara menjadi kacau, Semua lampu dipadamkan,
Siau Po lalu memegang tangan nona itu yang sekarang telah menjadi istrinya.
Mendengar hal yang sangat berisik itu membuat A Ko sangat takut, ia merapatkan
tubuhnya pada Siau Po dan Siau Po pun merangkulnya.
"Jangan takut!" katanya, "Jika tidak salah itu suara seorang pendeta dari Tibet...."
"Habis bagaimana sekarang?" tanya si nona. Saat itu ia masih teringat atau tidak
dengan si kacung itu. Dengan tiba-tiba ruangan jadi terang benderang karena mereka membawa obor lalu
beberapa orang masuk, Ternyata mereka itu orang Seng Hoan atau orang Boan Cu
bukannya orang Tibet. Terdengarlah salah seorang berkata.
"Hay orang Han, tak baik membunuh semuanya! Bangsa Boan Cu ingin membunuh
orang juga." Gauw Lip Sin asal propinsi In Lam mengerti bahasa pedalaman, tetapi kali ini ia tak
mengerti bahasa orang ini. ia berkata dengan bahasa pedalaman In Lam.
"Kami bangsa Han dan kami orang baik-baik untuk itu kalian jangan membunuh
kami!" Orang Boan Cu itu mangguk-mangguk tetapi ia berkata.
"Orang Han tak baik, bunuh semuanya!"
Suara itu diulangi oleh orang itu lalu mereka memulai menyerang dan terpaksa Lip
Sin dan anak buahnya melayani mereka itu. Ternyata mereka itu semuanya memiliki
kepandaian ilmu silat yang cukup tinggi. Hal itu yang membuat Lip Sin menjadi heran,
lalu memerintahkan anak buahnya untuk berhati-hati.
Dengan beberapa gebrakan anak buah Lip Sin sudah dapat dirobohkan dan tak lama
kemudian Lip Sin pun roboh juga. Mereka semua dapat dirobohkannya dan diikat.
Setelah semuanya berhasil dirobohkan, pemimpin mereka memerintahkan pada
anak buahnya untuk memeriksa seluruh ruangan, Hal itu yang membuat Siau Po
menjadi khawatir. Siau Po lalu mengajak lari A Ko dengan melewati pintu belakang,
Kepala Boan Cu itu mengawasi muka Siau Po. Setelah itu tangan Siau Po dicekalnya
erat-erat dan dibawanya kabur. Tetapi sebelumnya, Siau Po berpesan pada A Ko.
"Niocu, Boan Cu ini akan membunuh aku, maka itu kau akan menjadi jandaku,
jangan kau menikah puIa..."
Setelah jauh membawa Siau Po, orang itu menurunkannya.
"Kui Kong Kong, mengapa Kong Kong berada di sini?" tanyanya.
Siau Po heran bercampur girang bukanlah panggilan itu untuk para thay-kam dan
nada suara itu tak lagi kasar dan bengis.
"Kau.... Kau mengenal aku?" tanyanya.
Boan Cu itu tertawa. "Siau Jin Yo Ek Cie." sahutnya, "Aku dari istana Peng See Ong, Apakah Kong Kong
sudah tak mengenali aku lagi?" tanyanya.
Setelah mengamati, barulah Siau Po tertawa.
"Mari kita pergi lebih jauh dari sini, orang lain tak boleh ada yang mendengar
pembicaraan kita." katanya.
Siau Po memperhatikan orang itu lalu berkata, "Baru-baru ini orang Bhok Onghu
memfitnah raja, untunglah raja sangat bijaksana dan dapat mengetahui tipu daya
mereka." "ltu semua berkat jasa Kong Kong." katanya, "Usaha Kong Kong membuat semuanya
menjadi terang, membuat Peng Se Ong menjadi terang dan bebas dari penasaran,
sering ia menyebut-nyebut Kong Kong dan ia ingin sekali bertemu dan mengucapkan
terima kasih." "Ucapan terima kasih itu tak dapat aku terima, sebaliknya aku sangat bersyukur
karena ia masih mengingat aku. Sri Baginda dapat mengetahui cara kerja pemberontak
itu, mereka akan mengadakan rapat, Bersamaan dengan itu mereka akan mencelakai
Peng See Ong." kata Siau Po.
Yo Ek Cie girang. "Bagus kalau baginda telah mengetahui sepak terjangnya, Dengan demikian mereka
tak akan berhasil dalam pemberontakannya, Aku pun telah mendengarnya dan aku
telah bercampur dengan mereka, cara mereka yang pertama mengangkat ikatan
setempat, lalu membangun perserikatan itu dan memilih ketuanya, Mereka itu akan
menyerang Ongya kami dan itu sangatlah berbahaya. Namun jika para pemberontak itu
berani menyerbu In Lam mereka akan kami ringkus, Tetapi mereka akan memfitnah
kami untuk melampiaskan kekesalan mereka itu, itulah ancaman mereka yang paling
besar." Siau Po menepuk dadanya. "Aku minta padamu tolong kau sampaikan pada Ongya, janganlah ia khawatirkan
aku. Nanti akan aku beberkan pada baginda tentang pemberontakan ini. Bukankah
melawan Peng See Ong berarti memberontak pada baginda" Dengan demikian
Ongyamu akan lebih setia pada baginda dan kau nanti akan mendapatkan hadiah yang
besar dari raja atau mungkin kau akan naik pangkat...."
Girang hati Ek Cie mendengar kata-kata itu.
"Semua ini karena bantuan Kong Kong, Siau Jin sendiri tak mengharapkan hadiah
atau ganjaran, karena Ongya dahulu pernah menolong ayahku, Maka untuk membalas
budinya aku bersedia membelanya sampai mati, Kong Kong, jadi kau datang ke mari
untuk menyelidiki gerakan tersebut?" Siau Po segera menunjukkan jempol "Sungguh
kau pandai dalam bekerja!" pujinya. "Jadi kau sengaja menyamar menjadi Seng Hoan,
lalu kau menyerbu bangsa Bhok Onghu, Andaikata kau binasakan mereka semua,
orang luar pastilah mengira perbuatan itu perbuatan Seng Hoan, Siapa yang akan
menyangka itu perbuatan dari Peng See Ong?"
Yo Ek Jie tertawa, membenarkan kata-kata Siau Po itu.
"Benar Kong Kong!" katanya dengan semangat.
"Hanya saja, cara menyamaran kali ini mendatangkan bahan tertawaan Kong Kong,
karena cara kami menyamar tidak karu-karuan itu."
"Tertawa apa?" tanya si kacung itu. "Aku justru sangat senang sekali, dan sangat
kagum padamu hingga aku memikir untuk membuka juga pakaianku ini dan mengikuti
bersama kalian dalam penyamaran." kata Siau Po.
Ek Jie tersenyum. "Jikalau Kong Kong menghendaki sekarang juga Kong Kong dapat melakukannya,
Kong Kong dapat mengganti pakaian Kong Kong dan turut bersama kami dalam
penyamaran." kata Yo Ek Jie pada Siau Po yang sedang menyiapkan perlengkapannya.
Siau Po pun tersenyum, Tapi lalu menarik napas berat.
"Sekarang tidak." sahutnya dengan cepat. "Apa kata istriku, jikalau aku berdandan
yang tak karuan seperti kalian" Ada kemungkinan ia akan menjadi gusar karena melihat
aku...." Yo Ek Jie tertawa. "Kong Kong, benarkah Kong Kong telah menikah?" tanyanya dengan nada kurang
percaya, "Jadi Kong Kong menikah bukan main-main saja sebab Kong Kong dipaksa
oleh mereka itu?" Siau Po lalu menatap Ek Jie.
"Yo toako," kata Siau Po pada Ek Jie.
"Kita berdua agaknya berjodoh, maka itu andaikata kau sudi memandang mukaku,
mari kita mengangkat saudara, supaya kau tak usah segan-segan menyebut Kong
Kong atau Siau Jin. Sebab kurasakan itu tak sedap didengar telingaku...."
"Girang Yo Ek Jie mendengar permintaan Siau Po atau tawaran itu. inilah kebetulan
Peng See Ong memang mengharap bantuan thay-kam yang sangat dipercaya oleh raja
ini. Hingga dipercaya raja, Si thay-kam dapat berbicara banyak untuk kepentingan
Ongyanya, ia pun tahu baik thay-kam cilik ini jujur dan terbuka tangannya serta gemar
bergaul dengan siapa saja. Selama di istana Kong Cin Ong, orang telah bersikap baik
sekali terhadapnya "lnilah hal yang aku tak berani memintanya." katanya girang,
Siau Po mengajak orang tersebut berlutut, untuk menjalankan upacara
pengangkatan saudara, Di tempat seperti itu yang tak ada Hio, mereka menggunakan
tanah sebagai gantinya. Delapan kali mereka saling berlutut dan memberi hormat. Maka
jadilah mereka itu saudara angkat satu dengan yang lainnya dan selanjutnya mereka
memanggil kakak dan adik.
"Namun, adik." kata Ek Jie kemudian.
"OIeh karena kedudukan kita, baiklah selanjutnya dimuka umum aku tetap
memanggilmu Kong Kong, supaya dengan demikian kita tak usah membangkitkan
kecurigaan umum." "Kau, benar kakak!" sahut Siau Po yang mengatakan setuju.
"Sekarang bagaimana sikapmu terhadap orang-orang Bhok itu" Tanya Siau Po.
"Aku akan membawa mereka ke In Lam." sahut Ek Jie.
"Aku hendak menahan mereka itu, guna mengorek keterangan dari mulutnya, Kalau
perlu dengan cara perlahan-lahan kita akan mengompas mereka itu, sampai kami
mendapatkan pengakuannya tentang Bhok Onghu sudah memfitnah Peng See Ong,
supaya setelah itu kami dapat membawa mereka ke kota raja guna menghadapkan
pada baginda raja, agar baginda dapat mengetahui kesetiaan Ongya kami. Dengan
demikian pembelaanmu akan diperkuat, karena kau membela yang tak keliru."
Siau Po mengangguk. "Bagus kakak, bagus!" Siau Po memuji Ek Jie.
"Jadi kakak menghendaki pengakuan orang-orang Bhok Onghu itu?" tanya Siau Po.
Ek Jie menganggukkan kepala.
"Ya," sahutnya, "Aku menghendaki pengakuannya Yau Tau Saycu Gauw Lip Sin. Di
dunia Kang-ouw, dia sangat ternama, Dia juga bertabiat sangat keras, maka aku
khawatir dia tidak mau membuka mulut. Karena aku menghormatinya sebagai orang
gagah, tidak akan aku bersikap terlalu keras terhadapnya, namun di antara mereka itu
ada yang tak kuat menderita dan dia nanti yang membuka mulut."
Siau Po mengangguk. "Kakak benar." katanya, "Bagus pikiran kakak itu!"
"Tetapi, saudaraku!" kata Ek Jie. "Andaikata pikiranku ini kurang sempurna, tolong
kau berikan petunjukmu dan aku minta kau mau berbicara secara terbuka terhadapku!"
"Pikiran kakak bukannya tak sempurna!" ujar Siau Po.
"Namun ada sesuatu yang memerlukan pikiran lebih jauh. Katanya dalam keluarga
Bhok itu ada seorang pemberontak yang bernama Bhok Kiam Seng, serta seorang lagi
yang berpunggung keras bagaikan punggung naga, yaitu She Liu, Entah siapa
namanya...," kata Siau Po pula.
"Saudara, rupanya yang saudara maksudkan ialah Tiat pwee Cong Liong Liu Tay
Hong!" kata Ek Jie, "Dialah yang bergelar si Punggung Besi, Dia juga guru silatnya
Bhok Kiam Seng!" "Ya, benar dia!" ujar Siau Po. "Kakak, sangat kuat daya ingatmu, Baginda
memerintahkan padaku untuk mencari tahu kedua orang itu. Apakah kakak juga telah
berhasil menawan mereka itu?" tanya Siau Po.
Ek Jie menggeleng kepala, "Kabarnya, Bhok Kiam Seng juga sudah pergi ke Hokan,
Kami sudah mengintai dan menguntitnya, namun sayang setibanya di Hian Koang dia
bisa lolos, entah di mana ia menyembunyikan dirinya!"
"Ah, kalau begitu ini agak sulit!" tukas Siau Po, "Tadi aku mengoceh tidak karuan,
dengan begitu aku dapat mengelabui Gauw Lip Sin, hingga dari sisinya menggoyang
kepadanya menjadi singa mengangguk-angguk, Katanya dia akan mengajak aku pergi
menemui tuan pangeran mudanya, Siau Ong-ya cilik, itu ada baiknya, aku memang
akan mencari tahu apa rencananya, guna menentang Peng Sie Ong, Setelah
memperoleh itu baru aku pulang ke kotaraja untuk menyampaikan laporan pada raja,
sekarang karena ada rencanamu ini, baik kakak saja yang memaksa mengorek
keterangan dari mulut mereka, itu sama saja, justru dengan demikian aku tak usah pergi
menempuh bahaya!" Ek Jie terdiam tapi otaknya bekerja, "Sebenarnya untuk mengorek mereka itu masih
ada satu soal!" katanya.
"Mereka yang menjadi orang sebawahan misalnya mengaku bahwa tentu belum
tentu mengetahui semua rahasia pemimpinnya. Lagi pula orang She Bhok itu tentu
berkepala besar, Dia bagaikan anjing yang berkepala keras, Mungkin ia nanti
menyangkal. Menurut aku, dari pada Peng Sie Ongya yang memberi laporan itu kalah
kuat dengan laporan orang yang diutus baginda sendiri, aku pikir baiklah pihak kami


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belum tahu apa-apa. Lalu kaulah yang mengajukan laporanmu itu. Bukankah bagi
Ongya kami tindakan itu akan lebih menguntungkan!"
"Jikalau demikian!" kata Siau Po, "Kakak Yo, kau harus dapat menggunakan akal
guna membebaskan rombongan Bhok Ongya itu. Bagaimana caranya supaya mereka
tidak curiga?" "Adikku, dalam hal ini aku terserah padamu...."
"Tetapi kakak, lebih baik kaulah yang memberikan petunjuk padaku!"
Ek Jie terdiam, ia berpikir pula, namun kemudian ia berkata.
"Adik, baik kita atur begini saja, sekarang kau pergi masuk ke rumah abu itu. Di sana
kau berpura-pura hendak menolong kakak seperguruanmu. Aku akan mengejarmu, Kita
berdua nanti ber-pura-pura bicara dalam bahasa Boan Cu. Dan akhirnya aku akan
berlaga kena ditaklukkan olehmu. Aku nanti bersikap menghormat dan menurut
terhadapmu. Aku yakin dengan demikian orang tak akan mencurigai kita...." ujar Ek Jie
menjelaskan. Siau Po tertawa. "Pikiranmu bagus, kakak!" pujinya, "Seperti kau tahu, aku mengerti bahasa Ie."
Lalu anak ini memberi keterangan yang ia ingat tentang ceritanya kaisar Tong Beng
Hong, mempunyai seorang menteri yang pandai bahasa asing, Bagaimana menteri itu
di waktu mabuk arak, karena kepandaiannya dalam bahasa asing, mampu membikin
kaget utusan raja asing, sehingga si utusan kabur Katanya menteri itu She Ie tetapi
entah apa namanya." Ek Jie tertawa, "Dialah Lie Tay Pek," katanya.
"Memang Lie Tay Pek sewaktu mabuk arak sudah membuat huruf asing, hingga ia
mengutus orang asing, Orang asing itu kaget dan ketakutan lalu berlari!"
Mendengar orang itu percaya padanya, Siau Po berbohong,
"Sri Baginda mengutus aku agar menyelidiki gerak-gerik si pengkhianat, Beliau
khawatir aku diserang dan dianiaya, maka ia segera membuka bajunya ini lalu
diserahkan padaku untuk ku pakai. jangan kau khawatir, mari kau mencoba
membacoknya barang beberapa kali!"
Ek Jie menurut ia mencabut goloknya, terus menggores lengan Siau Po. ia
memperoleh bukti-nya. Siau Po tidak terlukakan, hanya baju luarnya yang sobek, ia
penasaran lalu membacokkan lagi, Kembali ia memperoleh buktinya.
"Sungguh baju wasiat!" pujinya kagum. "Selagi kau menyerang aku, sekalian kau
bekuk seorang pemuda She The. Dialah yang main gila dengan calon istriku, jadi aku
sangat membencinya." ujar Siau Po.
"Akan aku hajar dia biar mampus.,.!" kata Ek Jie.
"Jangan.-.! jangan bunuh dia.,.!" Siau Po minta, "Dialah orang yang dicari baginda,
Habis kau bekuk lalu tahan dan jaga baik-baik! jangan kau ganggu! Tak usah kau
tanyakan keterangannya, Nanti setelah lewat tujuh atau delapan tahun baru kau
antarkan ia padaku ke kotaraja."
Habis berkata demikian dan orang itu pun setuju, mendadak ia berkata nyaring dalam
bahasa Boan Cu. "Kita sudah bicara sekian lama, mungkin orang mencurigai kita!"
Siau Po mengerti, maka ia lalu berkata keras dalam bahasa asing yang tidak karuan,
ia tak khawatir orang akan mengerti bahasanya.
Ek Jie tertawa. "Saudara bahasa asingmu lebih pasih dari yang aku bisa!" pujinya.
"ltu benar," sahut si kacung tertawa, "Pernah aku pergi ke negeri asing dan aku akan
dijadikan suaminya hingga aku sering gunakan bahasanya itu!"
Ek Jie tertawa puIa. "Ada suatu kesulitan. Karena itu kuingin kau bantu memikirkannya!"
Ek Jie menepuk dadanya, "Katakanlah, saudaraku!" katanya, "Apakah urusanmu itu"
Kakakmu ini bersedia memberikan nyawa, Katakanlah padaku nanti aku akan
menjalankan titahmu itu?"
Siau Po menarik napas. "Terima kasih," katanya, "Sukar tetapi tak sukar, mudah tetapi tak mudah!"
"Katakanlah hai, saudaraku!" Ek Jie mendesak, "Akan aku lakukan itu sebisaku atau
aku tak sanggup. Aku nanti minta bantuan Ongya dapat jadikan tentara atau uang
beberapa juta!" Siau Po tertawa,
"Aku khawatir jiwa tentara serta jutaan tail perak tak akan ada gunanya!" katanya,
"lnilah soal kakak seperguruanku ia telah dipaksa menikah denganku tetapi dalam
hatinya tak menyukaiku, Maka itu kakak hendak aku tanya upaya apa kau punya
supaya beres,.?" Mendengar demikian Ek Jie tertawa.
"Kiranya begitu!" Dalam hati, "Aku menyangka urusan besar bagaimana caranya
guna melayani nona, Namun ia seorang kebiri, cara bagaimana ia menikah! Oh ya, aku
pernah mendengar orang bilang di jaman kerajaan ada orang thay-kam yang
mempunyai beberapa orang istri, maka mungkin ia akan memiliki seorang pelacur mainmain
dengannya. Guna menghilangkan kesepian dalam hidupnya...."
Mengingat demikian Ek Jie berduka, ia membayangkan bagaimana seorang pria
yang menderita sejak kecil Maka ia segera menggenggam tangan pemuda itu.
"Saudaraku, kau sabar." katanya menghibur, "Memang hidup di dunia ini tak
selamanya dapat mencapai semua niat kita, Bahkan banyak orang gagah yang memiliki
kekurangan! Saudara, jangan kau terlalu pikirkan itu, Mari!" Dia menarik tangan Siau
Po. "Baik!" sahut Siau Po yang terus turut masuk, ia lari dengan golok di tangannya.
Keduanya memberikan kata-kata dalam bahasa asing, Segera Siau Po kena
dipegang, Kembali keduanya berbicara bahasa asing sambil menunjuk Gauw Lip Sin
dan A Ko. Mereka bicara terus.
"The kongcu telah dibawa pergi oleh mereka itu, Bagaimana cara menolongnya?"
Justru itu mempelai wanita mendadak berkata nyaring,
"Suamiku hilang! Suamiku hiIang...!" Gauw Lip Sin tidak menghiraukan nona itu, ia
hanya memberi hormat pada Siau Po sambil menanyakan She dari nama besar
penolongnya, "Aku She Wie." sahut Siau Po ringkas, "Wie Siangkong dan nona ini," ujar
Lip Sin, "Karena di sini sulit untuk menyiapkan sesuatu, aku harap sudi kalian menerima
bingkisanku ini!" Dia menyerahkan dua potong uang emas.
"Terima kasih!" jawab Siau Po yang segera mengambil uang itu.
Muka A Ko sementara itu tampak memerah dan bingung.
"Bukan!" katanya sambil membanting kaki. "ltu bukanlah sungguhan, ini tidak masuk
hitungan!" Gauw Lip Sin menjadi heran, Dia bahkan ter-tawa. Lalu berkata,
"Kalian sudah menikah dengan menjalankan upacara menghormati langit dan bumi,
Dan barusan kau juga sudah mengatakan di depan musuh kita tadi, bahwa kaulah
istrinya, Kenapa kau sekarang menyangkal" Nah berarti kalian kedua mempelai, pergi
kalian bersuka ria di dalam kamar aku tak mau mengganggu lagi!"
Dengan satu gerakan tangan, Lip Sin mengajak kawan-kawannya mengundurkan diri
ke luar dari rumah abu itu.
Di dalam rumah abu itu menjadi sunyi sepi,
A Ko bingung, malu dan mendongkol menjadi satu, Diam-diam dia melirik pada Siau
Po lantas ingat pengakuannya tadi bahwa pemuda di depannya ialah suaminya! Bukan
kepalang pusing pikirannya. Kemudian ia mendekap meja dan menangis keras.
"Semua gara-gara kau!" katanya menyesal, "Semuanya karena kau buruk!"
"Ya, ya semua benar bahwa aku buruk," sahut Siau Po perlahan, suaranya halus,
"Aku pikir kapan tiba saatnya aku mendapat cara buat menolong kongcu, barulah aku
akan mengatakan aku baik!"
A Ko bagaikan terbangun semangatnya, mendengar sebutan kongcu, Dia lantas
mengangkat mukanya menatap kacung di depannya itu.
"Kau dapat menolong dia?" tanyanya bernafsu.
Lilin merah yang menyala, apinya bergoyang-goyang, Cahaya api itu menyinari si
nona yang sedang menangis, walaupun demikian kecantikannya tidak sirna,
A Ko menarik ujung baju Siau Po.
"Aku mau tanya!" katanya, "Aku tanya kau, bagaimana harus menolong kongcu dari
tangan orang itu?" "Pemimpin orang Boan Cu tadi mengatakan bahwa asal mereka ke luar tak sudi
pulang dengan --------------- nggak nyambung
seperti tak habisnya, Gauw Lip Sin heran. Keduanya saling berpandangan Mereka memiliki harapan
setelah berpikir "Sukur ia mengerti bahasa asing mungkin ia dapat berhasil membujuk
orang asing itu untuk pergi...."
Kemudian Yo Ek Jie mengangkat goloknya, lalu mengancam kepala A Ko.
"Orang perempuan tak baik bunuh saja!" bentak Ek Jie.
"Dialah istriku, jangan bunuh dia!" teriak Siau Po.
"Apa" Dia istrimu" jangan bunuh?"
"Ya." sahut Siau Po, "Dialah istriku, jangan bunuh dia! Jangan!"
Ek Jie berpura-pura gusar "istrimu" jangan bunuh" Baik! Bunuh kau saja!" ujarnya
dengan bengis. Kemudian orang itu mengayunkan goloknya pada Siau Po tetapi tidak mempan. Hal
itu yang membuat hatinya menjadi heran. Lalu ia akan membunuh Lip Sin tetapi
dicegah oleh Siau Po. "Hai perempuan! Kau istri dia?" tanyanya Ek Jie pada A Ko.
Ek Jie membacok pinggiran meja hingga pecah, karena A Ko tak mau menjawab
pertanyaan nya. "Laki-laki itu suamimu?" tanyanya lagi. A Ko bingung.
"Ya, dia suamiku!" sahutnya perlahan Ek Jie lalu tertawa mendengar jawaban nona
itu. Di angkatnya perempuan itu mendekati Siau Po.
"lni istrimu! Kau peluk dia!" katanya, Siau Po menurut ia mementang kedua
tangannya memeluk si nona. "inilah istriku, aku memeluknya!" katanya sambil memeluk
erat. Ek Jie memainkan terus peranannya, kali ini ia menunjuk Kek Song.
"Anak itu anakmu?" tanyanya dengan singkat Siau Po menggelengkan kepalanya,
"Bukan!" sahutnya dengan singkat Lalu Ek Jie menyerukan bahasa Boan Cunya,
Kemudian ia menyambar Kek Song dan diangkat untuk dibawa lari, Karena ia berseru
kawannya semua menyusul Lalu terdengar tapak kuda yang berlalu pergi.
Sementara itu rasa takut A Ko sudah lenyap, Siau Po terus merangkul pinggangnya.
"Lepaskan tanganmu!" katanya kemudian, "lnilah istriku, aku memeluknya!" kata Siau
Po. "Setan alas!" kata si nona dengan dongkol. Siau Po membiarkan nona itu. ia lalu
memungut sebuah golok di lantai yang digunakan untuk membebaskan Gauw Lip Sin.
"Bangsa Boan Cu itu lihay silatnya namun otak mereka bebal!" kata si kacung itu.
"Aku mengoceh sedikit saja, dan mereka mempercayai. A Ko teringat pada Kek Song,
--------------------tangan hampa! Harus membawa pulang tahanan buat dijadikan hidangan." Si nona
terkejut. "Jadi dia bakal dibunuh dan dimakan?" tanyanya keheranan
"Ya, benar demikian! Mereka bilang dagingnya lezat sebenarnya tadi mereka mau
menawanmu sekalian."
Tubuh si nona menggigil ketakutan.
"Seperti kau ketahui," sambung Siau Po, ketika aku mengatakan bahwa kau istriku
dia langsung melepaskan kau."
A Ko bingung bukan main. "Kongcu telah dibawa pergi oleh mereka itu. Apakah dia akan dibunuh dan dimakan
dagingnya?" tanyanya.
"ltu benar! Kecuali jika aku pergi pada mereka dan menggantikannya?" ujar Siau Po.
"Jika demikian pergilah kau, menukarnya dan membawa pulang!"
Muka si nona menjadi merah dan dia insaf telah keliru mengucap.
Walaupun mendongkol Siau Po tidak mau berlaku keras, ia hanya berkata dengan
suara lemah, "Baiklah jikalau kau menghendaki aku menukar dirinya dengan diriku."
Mereka lalu pergi mencari rombongan yang mengiringi Kek Song.
"Oh, nona Tan!" kata mereka itu. "Nona, mana kongcu kami" Mana kongcu kami?"
Di antara rombongan pengiring itu segera muncul seorang yang tubuhnya kurus, tapi
gerakannya sangar gesit dan lincah, Dia sudah sampai di depan rombongan Segera
terdengar suaranya, "Mana dia kongcu kami?"
Siau Po heran. ia mendengar suara tajam tetapi muka orangnya tak segera tampak,
ia mundur dua langkah dan orang itu maju dua langkah hingga mereka hanya berjarak
dua kaki. "Mana kongcu kami?" tanya orang kurus itu.
"Dia... dia ditawan bangsa Boan Cu...!," A Ko menjawab, "Dia telah dibawa pergi
bangsa itu, katanya untuk dimakan dagingnya!"
Orang itu agak heran lalu bertanya, "Dia dalam wilayah Tionggoan mana ada orang
asing Boan Cu?" "Memang benar Boan Cu nya!" A Ko memastikan "Pergi lekas susul dan tolong dia!"
"Berapa lamakah mereka sudah pergi?"
"Belum seberapa lama...."
Dengan cepat orang itu melompat mundur, lalu duduk di atas pelana kuda, Setelah ia
menjepit perut kuda serta menghentak talinya, binatang tunggangan itu berlari kencang
hingga dalam sesaat ia telah lenyap ditelan gelap gulita.
Siau Po dan A Ko saling mengawasi.
"Entah siapa dia?" ujar si nona kemudian.
Beberapa orang pengiring lantas menjawab lalu berdiri
"Dialah Phang suhu yang bernama Sek Hoan, gurunya kongcu kami Dia yang
bergelar sepasang pedang tanpa darah, Phang suhu sangat lihay. Dengan
kepergiannya beliau pasti dapat menolong kongcu kami."
"Oh kiranya dia!" kata Siau Po dan A Ko berbarengan.
Memang Kek Song pernah memberitahukan Kiu Lan tentang Peng Sek Hoan
gurunya itu, orang hebat dari pihak Kin Lan Pay yang kalau melukai orang tidak
meninggalkan darah. A Ko segera mengawasi semua pengiring, "Phang suhu telah tiba, kenapa kalian
tidak mengajaknya ke rumah abu untuk segera menolong kongcu?"
"Phang suhu baru saja tiba!" sahut seorang pengiring, "Kami mengirim berita dengan
perantara burung darah, Seterusnya malam itu juga beliau melakukan perjalanan
kilatnya dari Hokan ke mari!"
"Kenapa selama di Hokan aku tidak melihat Phang suhu kalian?" tanya Siau Po.
Para pengiring itu saling mengawasi Mereka tidak menjawab, bahkan terus
tertunduk. Mereka seperti menyesal sudah keliru berbicara.
Memang selama rapat besar Sat Ku Tay Hwe itu, banyak orang gagah yang
menyembunyikan diri, Baik dengan menyamar atau pun berdiam jauh di belakang.
Demikian juga rombongan dari pihak keluarga The dari Taiwan, Baru sekarang Sek
Hoan muncuI, guna menolong tuan mudanya itu.
Sementara itu A Ko berdiam saja, ia ragu-ragu Phang Sek Hoan atau tidak. Guru silat
itu bersendirian saja. Siau Po mengawasi si nona. ia dapat menerka hati orang itu, "Kau tenang-tenang
saja! Andaikata Phang suhu tidak berhasil, aku akan mengganti jantung hatimu dengan
jantung hatiku! Kata seorang laki-laki, kuda apa pun tak dapat mengejar-nya!"
"Sukur kalau Phang suhu berhasil menolong mereka!" kata si nona.
A Ko bingung waktu melihat orang bangun, di dalam hatinya dia berkata, kalau
Phang suhu gagal dan dia ini pergi. Lalu siapa nanti yang menolong The kongcu?"
Tapi, melihat orang berduduk pula, legalah hatinya, Karena kekhawatirannya itu, ia
tak berani berlaku sembrono lagi bahkan ia menggeser tubuh agar duduk lebih dekat...
Siau Po cerdas, ia dapat mempengaruhi hati si nona, maka pikirnya, "Ya, sekarang
kau membutuhkan aku. Kau mengubah sikapmu, sekarang inilah kesempatanku."
Maka ia mengulur tangan kirinya untuk merangkul pinggang si nona itu, tangan
kanannya menggenggam tangan kanan perempuan itu.
A Ko meronta sebentar. Namun kemudian berdiam saja.
Bukan main girangnya si kacung, "Paling baik orang itu kena dibinasakan Yo toako
beramai, supaya buat selama-lamanya dia tak dapat kembali ke mari! Dengan demikian
aku jadi dapat duduk terus berdiam di sini menantikannya. Pikir Siau Po.
Kacung itu tahu bahwa si nona tidak mencintainya, tapi dia senang duduk
berdampingan dengannya sambil merangkul pinggang wanita bertubuh langsing itu.
Ketika Siau Po tengah berhayal seperti itu, tiba-tiba telinganya mendengar derap
kuda mendatangi. sedangkan si nona sudah berdiri tegak sambil ia berseru. "Nah, itu
The kongcu kembali!" Begitu tiba di situ sudah jelas siapa si penunggang kuda, Para
pengiring The kongcu, dengan lentera di tangan menyambut sambil berseru-seru,
Kedua kuda lari mendatangi dengan satu di depan dan satu di belakang, Yang di
sebelah depan benarlah The kongcu.
Melihat A Ko datang menyambut sambil berlari-Iari, Kek Song berlompat turun dari
kudanya. Lalu dia menyambar dan merangkul nona itu, sehingga keduanya saling
berpelukan erat sekali. Sambil menyelusupkan kepalanya di dada si anak muda itu, si nona sembari
menangis berkata, "Aku sangat khawatir kawanan Boan Cu itu nanti,., nanti...!"
Siau Po bangkit berdiri, ia asyik menyaksikan pemandangan di depan matanya itu.
Hatinya terasa seperti tertindih sangat berat Dia bagaikan mendapatkan satu hajaran
hebat sekali, ia mendadak jatuh duduk dan kepalanya terasa pusing serta matanya
berkunang-kunang. Namun ia masih sadar, maka di berkata, "Dalam hidupku kali ini,
dikala aku tidak dapat menikahimu, maka aku adalah buyut turunan ketujuh atau
delapan belas tahun dari The Kek, Aku adalah manusia si hina dina!"
Kalau orang lain berputus asa, tapi si kacung bersemangat karena penasaran sekali,
sehingga selang sejenak dia berkata, "Kau boleh menikah sampai delapan kali tapi
yang kesembilan kali kau mesti menikah denganku!"
Bocah ini tidak banyak memikir tentang wanita, sebab selama di rumah hina dina ia
telah menyaksikan bagaimana si nona manis menukar "Suami." Bahkan dengan hati
lega ia menghampiri Kek Song untuk menyapanya, "Oh kau telah pulang The kongcu?"


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kek Song heran sehingga ia menoIeh.
"Digigit apakah," tanyanya.
A Ko pun heran sehingga ia mengawasi si pemuda itu dari bawah ke atas, Akan
tetapi ia mendapatkan tubuh pemuda bangsawan itu tak kurang suatu apa, maka
hatinya menjadi lega. Sek Hoan menghampiri Siau Po, Dia masih tetap duduk di atas kudanya.
"Siapakah anak muda ini?" tanyanya.
"Dialah Sute dari nona Tang," Kek Song menjawab.
Sek Boang mengangguk. Siau Po mengawasi guru silat bertubuh kurus dengan kulit kehitam-hitaman itu,
kumisnya mirip ekor burung walet, matanya cekung hingga bagaikan hantu berpenyakit
paru-paru. sementara itu ia ingat kawan-kawannya, maka lantas berkata, "Phang suhu,
kau lihay sekali! Dengan mudah kau berhasil menolongi The kongcu! Bagaimana
dengan si Boan Cu, apakah batang lehernya dapat dipatahkan?"
"Boan Cu?" sahut Sek Hoan, "Boan Cu apakah" Boan Cu teteron!"
Siau Po kaget tapi ia berlaku tenang, "Boan Cu teteron?" ia mengulangi "Habis,
mengapa mereka pandai berbahasa Boan Cu?"
A Ko sementara itu ingat gurunya, membuatnya bingung.
"Aku khawatir guruku bingung andaikata sadar, tetapi ia tidak melihat aku...."
katanya. "Mari, kita kembali!" Siau Po mengajak
Si nona mengawasi Kek Song sebelum ia memberikan jawabannya.
Anak muda itu mengerti, lantas berkata pada Sek Hoan: "Suhu, mari kita bersamasama
pergi ke rumah penginapan, untuk makan. Habis itu, kita beristirahat."
Sek Hoan setuju, maka berangkatlah mereka bersama-sama.
Di tengah jalan, Siau Po tanya Kek Song bagaimana dia menolongnya, Pemuda She
The itu lantas memuji tinggi pada gurunya, maka juga lega hati si kacung yang
mengetahui pasukan "Boan Cu" sudah dibubarkan dalam beberapa gebrak saja, tapi
pimpinannya tak tertawan.
"Sukur!" kata Siau Po dalam hati, Dengan demikian, Yok Ek Jie menjadi tidak kurang
suatu apa. Rombongan ini tiba di penginapan, langit sudah terang, Kiu Lan sudah bangun dari
tidurnya, Meskipun tidak melihat A Ko dan Siau Po, ia tidak khawatir, sebab ia menerka
muda-mudi itu tentunya sedang pergi menolongi Kek Song.
Kek Song mengajar kenal gurunya pada waktu itu.
Kiu Lan melihat wajah orang yang tak menarik hati, sebaliknya ia mengagumi sinar
mata orang yang tajam, maka katanya di dalam hati: "Dia bergelar It Kiam Bu Hiat, pasti
benar dia lihay ilmu silatnya!"
Selesai sarapan, Kiu Lan berkata pada Kek Song, "Kongcu, kami mempunyai urusan,
Di sini kita harus berpisah!"
Lantas dengan mengajak A Ko dan Siau Po, Kiu Lan meninggalkan rombongan
pemuda She The itu. Si nona sangat berduka, Kedua matanya menjadi merah, hampir
dia menangis, Sebab dia harus berpisah dari si anak muda.
Siau Po sebaliknya bersyukur, bahkan di dalam hatinya dua memuji "Semoga suhu
panjang umur sempai seratus tahun serta banyak rezeki! Semoga Sang Buddha
melindunginya.,.!" Kemudian dia tanya, "Suhu, kita menuju ke mana?"
"Ke Pakkhia," sahut sang guru singkat "Kalau anak She The itu menyusul siapa pun
jangan memperdulikan, ingat siapa tidak dengar pesanku ini, akan aku bunuh pemuda
itu!" lanjutnya kemudian A Ko kaget, dia heran sekali.
"Suhu, kenapakah?" tanyanya,
"Tidak apa-apa!" sahut sang guru. "Aku suka pada kesucian, aku tak mau orang
mengganggu ketenanganku!"
Si nona berdiam Tak berani ia minta penjelasan Akan tetapi lewat sesaat ia tanya,
"Bagaimana jikalau aku bicara dengan Sute?" Dengan "Sute" adik seperguruan,
maksudnya ialah Siau Po. "Sama saja, akan aku bunuh dia seperti The kongcu!" jawab si guru.
Mendengar jawaban itu, tak dapat Siau Po menguasai diri, dia tertawa, Dia puas
sekali. "Suhu, suhu kurang adil!" kata si nona, "Lihat Sute sengaja memancing orang
bicara!" Guru itu mendelik kepada murid wanitanya itu, "Kalau she The itu tidak datang ke
mari, mana bisa Siau Po berbicara" jikalau dia melihat aku tanpa henti, aku pasti akan
merampas jiwanya!" Siau Po bertambah girang, sampai dia seperti lupa diri, Dia menarik tangan gurunya
itu untuk dicium. "Pergi!" Sang guru mengusir sambil menarik pulang tangannya, Akan tetapi di dalam
hati merasa puas, Selama dua puluh tahun belum ada orang yang berlaku demikian
akrab dengannya, Murid itu agak gegabah tapi selalu berlaku sungguh-sungguh. Maka
itu ia menegur sambil tersenyum.
A Ko mengalirkan air mata menyaksikan sikap gurunya itu. Sebab, di matanya si guru
sudah berlaku berat sebelah terhadapnya, ia pun berduka sebab tidak tahu sampai
kapan bakal bertemu pada si pemuda yang sekarang ini entah berada di mana....
Lewat tiga hari, Kiu Lan bertiga sudah kembali ke Pakkhia, Kotaraja. Si Bhiku
memilih sebuah penginapan kecil di kota bagian timur, di tempat yang sepi.
Kiu Lan masuk ke kamar Siau Po dan bertanya, "Coba terka apa perlunya kita
kembali ke kotaraja ini?"
"Menurut terkaanku," sahut sang murid, "Kalau bukan karena urusan nona To,
pastilah untuk masalah kitab pusaka itu...."
Kiu Lan mengangguk. "Tidak salah!" ujarnya, "Ya, buat beberapa kitab pusaka itu." ia berdiam sebentar, ia
seperti memikirkan sesuatu, habis itu, ia menambahkan "Aku menyesal merasa terluka.
Memang benar Siapa pandai, kepandaiannya, tetap terbatas, Demikian juga urusan
besar, yang harus diurus bersama. Lihat urusan Sat Kui Tay Hwe di Hokan itu. Maksud
itu baik- sekarang aku insaf. Andaikata kita berhasil membunuh Gauw Sam Kui satu
orang, negara kita tetap berada dalam genggaman bangsa Boan Cu! Apa gunanya
akan melampiaskan saja sedikit rasa mendongkol" Tidak demikian apabila kita berhasil
mendapatkan kitab pusaka musuh, yang dapat membuat kita mampu memotong urat,
yang disebut otot naga itu! Habis itu kita menyerukan masyarakat untuk berbangkit
guna bekerja sama menumbangkan kerajaan musuh!"
"Benar-benar!" si kacung menyambut gurunya itu,",Suhu benar!"
"Maka itu aku hendak beristirahat lebih jauh!" kata guru itu. "Aku percaya, selewatnya
setengah bulan lagi, aku akan sudah sembuh. Maka waktu aku mau pergi menyelundup
masuk ke istana guna mencari selebihnya kitab pusaka itu...."
"Baik suhu," kata Siau Po. "Sementara itu, aku pikir, sekarang baiklah aku yang lebih
dahulu menyelundup ke istana, Mendengar-dengar dan meIihat-Iihat. Siapa tahu
dengan berkah perlindungan Thian Yang Maha Kuasa aku nanti memperoleh
sesuatu.,,." Kiu Lan mengangguk ia setuju dengan pikiran muridnya itu.
"Kau cerdas, anakku, Semoga kau nanti dapat melakukan sesuatu yang berharga,
Jasamu itu...." Sang guru menghela napas, sinar matanya menandakan bahwa ia merasa sangat
bersyukur. Melihat gerak-gerik gurunya Siau Po hampir membuka rahasia dengan berkata,
enam kitab lainnya itu sudah berada di dalam tanganku atau segera ia ingat: Siau Hian
Cu dan aku adalah sahabat-sahabat akrab, jikalau aku membantu suhu menggempur
pemerintahannya ini hingga ia tak dapat lebih lama menjadi raja, bukankah itu berarti
aku tidak mempunyai rasa tanggung jawab sebagai sahabat,.... Manakah kehormatan
diriku,.," Kiu Lan melihat Siau Po bagaikan ragu-ragu, ia tidak bercuriga apa-apa hanya
menerka pemuda itu merasa khawatir kalau usaha penyelidikannya nanti tidak
mendatangkan hasil. Maka ia berkata: "Memang soal besar dan sulit, sedikit sekali
harapan keberhasilannya, walaupun demikian, kita sudah cukup bekerja dan bersamasama!
Dan pepatah pun bilang, manusia percaya, Tuhan berkuasa. sekarang sulit untuk
memastikan Peruntungan keluarga Cu sudah akan habis sampai di sini atau masih ada
harapannya bangkit dan maju pula! sebenarnya selama dua puluh tahun ini hatiku
sudah tawar sekali, telah tekadku akan hidup menyendiri saja. Siapa tahu aku bertemu
denganmu dan Hong Eng, hingga hatiku terbangun pula! Aku sudah berpikir tidak akan
lagi memperhatikan soal negara, siapa tahu soal itu justru datang sendiri padaku!"
"Suhu," kata sang murid, "Suhulah pewaris kerajaan Beng. Negara ini telah dirampas
orang, sudah selayaknya apabila suhu berupaya buat merampasnya kembali!"
Sang guru menghela napas.
"ltu bukan urusan keluargaku sendiri." ujar perempuan tua itu. "ltu urusan bangsa
Han seluruhnya! Namun sekarang ini hampir semua anggota keluargaku sudah
habis.,,." Ia mengusap-usap kepala muridnya sembari berpesan: "Siau Po, kau ingat! jangan
kau bicarakan urusan ini dengan kakak seperguruanmu, agar usaha kita tidak bocor!"
Siau Po mengangguk. Namun di dalam hatinya, ia berkata, "Kakak seperguruan
sangat cantik dan manis, entah kenapa agaknya suhu kurang menyukainya, Mungkin
karena dia tidak dapat mendukung suhu...."
Lantas keesokan pagi Siau Po berangkat ke istana dan memasukinya, Bagi dirinya
tak usah menyelundup masuk dengan diam-diam seperti yang diceritakan kepada
gurunya, Bahkan ia dapat langsung menemukan raja, tak perlu pakai segala aturan,
"Mohon menghadap dahulu" Seperti kebiasaan para menteri
Kaisar Kong Hie girang bukan kepalang melihat si orang kebiri cilik yang berbareng
menjadi sahabatnya itu. ia menarik tangan pemuda itu seraya berkata gembira: "Ah, kau
gila benar! Kenapa baru hari ini kau kembali" Kau tahu, setiap hari aku sangat
berkhawatir kau nanti kena dibekuk bhikuni itu dan jiwa cilikmu nanti tak tertolong....
Baru kemarin dahulu aku dengar laporan dari To Liong bahwa dia telah melihatmu,
maka seketika hati jadi lega, Bagaimanakah caranya kau meloloskan diri?"
Siau Po segera mengarang cerita yang seolah-olah dirinya seorang ahli.
"Bhikuni jahat itu sangat murka terhadap hambamu ini." Demikian mengasikkan
keterangannya. "Dia telah memukul dan menendangku berulang-ulang, Aku telah
mengatakan tentang Giaw Sun Le Tung, bahwa baginda sangat bijaksana, Jadi sri
baginda tidak dapat dibinasakan. Atas itu ia lantas mengucapkan banyak kata-kata
yang tidak pantas! Asal aku membuka mulutku, dia menggaplok telingaku satu kali,
hingga kemudian, supaya tidak menderita lelah, aku terus menutup mulutku, aku
membungkam...." "Percuma andaikata bhikuni itu membinasakanmu," kata raja. "Sebenarnya, siapakah
dia" Apakah kau tahu asal-usulnya" siapakah yang memintanya masuk ke istana untuk
mencoba melakukan pembunuhan atas diriku?"
"Semua itu karena kebijaksanaanku Sri Baginda!" Siau Po memuji. "Ketika baru-baru
ini pihak keluarga Bhok datang mengacau istana, mereka memfitnah Gauw Sam Kui,
orang percaya fitnahannya, Namun hanya sri baginda yang tahu rahasia itu dan cara
memecahkannya, Sehingga, aku diutus baginda untuk bertemu puteranya Gauw Sam
Kui guna menyampaikan berita, Dan pada saat itulah bertemu dengan She Yo."
Raja mengangguk. "Kiranya demikian," katanya,
"Orang She Yo itu bernama Ek Jie," kata baginda, "dia bicara dengan si bhikuni
tentang keluarga Bhok, terutama perihal sri baginda, bahwa walaupun Sri Baginda
masih berusia sangat muda, tetapi luas pengetahuannya melebihi Giaw Sam Le Thung,
cerdas bagaikan malaikat turun dari bumi,"
"ltu pastilah Gauw Sam Kui si jahanam!" kata raja.
Siau Po memperlihatkan roman terperanjat dan begitu heran.
"Oh kiranya Sri Baginda sudah mengetahuinya." gumamnya, "Apakah To Liong yang
memberitahukannya?" "Bukan!" kata Raja, pemimpin pengawal barisan Gauw Sam Kui kenal bhikuni itu dan
mereka berdua telah berbicara, Maka itu juga mana ada urusan baik yang mereka
rundingkan." Siau Po nampak terkejut, namun juga girang. Lekas-lekas dia berlutut dan
mengangguk-angguk, "Sri Baginda, hamba bekerja untuk Sri Baginda, sungguh hamba
senang, Dengan begini segala usaha kita akan berhasil."
Bagian 53 Kaisar Kong Hie tertawa. "Bangun! Bangun!" katanya, "Dahulu di Ngo Tay san, aku telah menghadapi
ancaman banyak sekali, jikalau tidak ada kau yang menolongi, pastilah...." Tiba-tiba
wajahnya kaisar tampak berubah menjadi bersungguh-sungguh, "Pastilah maksud jahat
pengkhianat itu bakal kesampaian!"
Raja itu menggigil sendirian ketika ingat ancaman bahaya itu.
Kong Hi tertawa bergelak, ia insaf hari itu kalau tidak Siau Po menghadang di
depannya, dia pasti bakal mati di tangan si bhikuni, Dia senang sekali mendapat
kenyataan kacung ini demikian setia berbareng tak termasuk akan jasa,
"Kau masih sangat muda tetapi pangkat mu sudah besar, Baik kau tunggu lagi
beberapa tahun, akan aku naikkan pangkatmu lebih tinggi lagi...."
Siau Po menggeleng kepala.
"Hamba tidak berpikir menjadi orang pembesar yang berpangkat tinggi," katanya
merendah, "Cukup asal hamba senantiasa dapat bekerja untuk Sri Baginda, supaya
hamba tidak sampai menerbitkan kemurkaan Yang MuIia"
Kaisar menepuk bahu kacung itu.
"Bagus! Bagus! Nah, apalagi yang dibicarakan si orang She Yo dengan si bhikuni?"
"Yo Ek Jie tak bosan-bosannya memuji raja dan membicarakan kebijaksanaan raja,
Dia menjelaskan pula bahwa Gauw telah melepas budi terhadap ayahnya, karenanya ia
harus melindungi orang She Gauw guna membalas budi itu. Namun Gauw berminat
ingin menjadi raja dan jikalau tidak berhasil maka ia dan keluarganya akan hancur dan
mati kepalanya dipenggal... kemudian si bhikuni bilang bahwa anggota keluarganya
sudah habis dibunuh oleh bangsa Tat.... Tat... oleh bangsa Boan Cu kita."
Kaisar mengangguk-angguk.
Si kacung terus bercerita, "Yo Ek Jie bilang juga halnya si Baginda sangat baik dan
bijaksana terhadap rakyat... maka apabila sri baginda sampai dibikin celaka ada Gauw
Sam Kui naik tahta kerajaan, ia bakal menjadi menteri atau panglima perang akan tetapi
rakyat pastilah akan menderita. Bhikuni itu berhati lemah, Setelah sekian lama, dia
membenarkan kata-kata orang She Yo itu, lalu selanjutnya dia berkata tak akan
mencoba membunuh sri baginda, Dan orang itu mendapat kecocokan apabila Gauw
Sam yang naik tahta maka negeri itu akan dibagi dua."
Kaisar Kong Hie bangun berdiri "Oh, kiranya si pengkhianat bersekongkol dengan
pengkhianat dari Taiwan itu!"
"Sebenarnya," Siau Po tanya, "Orang She The Taiwan itu, dia kura-kura apakah?"
"Pemberontak She The di Taiwan itu tidak mau tunduk kepadaku!" kata raja, "Karena
dia berada di dalam pulau yang jauh dari tanah daratan, agak sulit untuk
menghukumnya...." "Kiranya demikian!" kata si kacung, Ketika itu semakin mendengar kuping hamba
makin panas! Pikir saya negara ini milik baginda.,, lantas dua orang itu mahluk-mahluk
apa sebenarnya, Bagaimana mereka hendak membagi negara di antara mereka
berdua" Dan She The telah mengutus puteranya yang kedua bernama The.... The
Kek...." "The Kek Song!" raja melanjutkan.
"Ya!" Tampak Siau Po berduka cita.
"Ya, segalanya Sri Baginda telah mengetahuinya!" katanya.
Raja tersenyum, dia tidak mengatakan sesuatu, sebenarnya raja telah beberapa
tahun berpikir bagaimana caranya menyerang Taiwan, guna merampasnya agar pulau
itu termasuk di dalam wilayahnya, Sudah lama dia ingin tahu tentang keluarga She The
itu perihal kekuatannya dan angkatan bersenjatanya serta keadaan di pesisir lautan.
"The Kek Song itu," kata Siau Po memberitahukan, "Sekarang ini dia telah pergi ke
wilayah In Lam dengan Gauw Sam pernah bicara selama setengah bulan...."
Wajah raja berubah mendengar keterangan si kacung,
"Oh, ada terjadi demikian?" tanyanya,
Raja terkejut karena Taiwan dan In Lam ada hubungan justru dua daerah itu yang
membuatnya pusing dan sekarang kedua daerah itu sudah terjadi persengkongkolan,
pasti kekuatan mereka akan berakibat buruk bagi pemerintahannya, ia pun baru tahu
The Kek Song telah pergi ke In Lam.
Siau Po lalu melanjutkan "Di Taiwan ada orang keluarga She The ilmu silatnya
aduhai, Orang itu mengikuti The Kek Song, yang terus mengawatnya. Dia She Phang
dan julukannya entah apa, It Kiam Tjut Hiat.
Sengaja kacung menjual mahal supaya raja semakin percaya padanya, BegituIah
gelarannya Sek Hoan, It Kiam Bu Hiat, pedang tanpa darah, dia rubah menjadi Kiam
Tjut Hiat, pedang mengeluarkan darah....
"Dialah It Kiam Bu Hiat Phang Sek Hoan!" kata raja. "Dialah yang bersama-sama Lau
Kok Hian dan Teng Eng Hoa, tiga harimau dari Taiwan."
Mendengar gurunya disebut raja maka si kacung kaget, tetapi ia memaksakan diri
tertawa dan berkata: "Benar-benar dialah It Kiam Bu Hiat Phang Sek Hoan! Menurut
katanya Yo Ek Jie ada di antara ketiga harimau dari Taiwan itu. Tang Eng Hoa adalah
orang baik-baik dan yang lainnya adalah orang-orang busuk, Tang Eng Hoa tidak suka
jadi pengkhianat atau pemberontak tapi karena dialah seekor harimau, dan dia kalah
dengan dua harimau yang lainnya itu...!"
Sengaja Siau Po bicara, baik mengenai Kui Lan, Yo Ek Jie, maupun Tan Kim Lan.
Agar andaikata mereka itu kena tertawan tidak sampai kena hukuman mati atau kalau
ada kesempatan mudah untuk menolongnya.
"Kau bilang Phang Sek Hoan pergi ke In Lam?" tanya raja.
"ltulah kata Yo Ek Jie kepada si bhikuni," sahut si kacung. "Syukur mereka tidak
berembuk untuk menyerang Sri Baginda Raja, maka itu hamba tidak terlalu


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memperhatikannya, Hamba tidur kepulasan hingga hamba tidak begitu mengetahuinya
apa tindakan selanjutnya yang mereka bicarakan Dan diam-diam hamba dibangunkan."
Raja mengangguk "Demikian adanya orang She Yo itu baik hati-nya," katanya.
"Maka itu apabila Sri Baginda berhasil membekuknya tolong sri baginda bersikap
murah hati sehingga dia mendapat ampun...."
"Jikalau saja ia berbuat jasa, tidak hanya aku ampuni saja tapi aku akan memberikan
hadiah besar! Nah dalam rapat apa saja yang kau dengar?"
"Di dalam rapat itu, setiap propinsi akan terdapat ketua yang disebut buncu, bahkan
kalau tidak keliru, ketiga propinsi Kwletang, Tilatkang dan Siamsay rupanya termasuk
juga dalam wilayahnya. Kaisar Kong Hie tersenyum. Lantas ia menggendong tangan
dan berjalan mondar-mandir,
Siau Po terkejut. inilah pertanyaan di luar terkanya di mana raja bilang, "Siau Kui Cu,
kau berani dan tidak pergi ke In Lam?"
"Apakah Sri Baginda menugaskan hamba pergi ke sana untuk menyelidiki situasi di
sana?" Raja mengangguk.
"Tugas ini berbahaya buatmu, akan tetapi kau masih kecil, tentulah mereka tidak
mencurigaimu." "Benar Sri Baginda! Hamba bukannya takut ke In Lam hanya baru saja hamba
puIang, belum beberapa hari, hamba mesti pergi puIa, inilah yang membuat hamba
tidak puas...." Kaisar mengangguk "Benar!" katanya, "Aku pun merasa kangen seperti kau. Namun aku menjadi seperti
raja tak dapat aku menuruti kehendak hati, aku harus ingat urusan negara. sayangnya
aku sebagai raja tidak sembarang meninggalkan kotaraja, jikalau tidak, tentulah kita
akan berdua pergi ke sana, kita akan menjambret kumis-kumisnya, Kau memegang
tangan mereka dan bertanya menyerah atau tidak" Bukankah itu menarik hati?"
Siau Po tertawa, "Memang itu bagus, namun Sri Baginda tidak dapat ke In Lam,
maka baiklah hamba yang memancingnya datang ke kotaraja, Di sini Sri Baginda dapat
membetot kumis dan janggut-janggut mereka! Tidakkah ini bagus?"
Kaisar tertawa tergelak. "Memang bagus!" katanya, "Cuma aku khawatir karena ia sangat licik dan tentunya
pengkhianat itu tak akan curigai"
Memang raja sangat benci dan ingin menaklukkan Gauw Sam Kui walau dengan
cara apa pun, dan kali ini menggunakan adiknya sendiri
Sebenarnya raja sangat sayang pada adiknya itu. Namun sewaktu mengetahui
bahwa ibu suri itu palsu dan telah menyengsarakan ibunya, maka ia lalu membenci ibu
suri itu dan juga anaknya yang sekarang akan dinikahkan.
Siau Po lalu memberikan keterangan pada raja tentang keberadaan ibu suri itu dan ia
pun menerangkan ibu suri yang asli kini berada dalam tahanan. itu atas perintah yang
palsu. Sekian lama raja hanya bisa melongo saja, mendengarkan keterangan Siau Po.
Setelah dapat menenangkan hatinya barulah ia sadar.
"Kau tahu dari mana hal ini?" tanya raja
"Hamba tahu si moler tua itu mempunyai hati yang sangat busuk!" kata Siau Po
menerangkan pada raja itu.
"Oleh karena hamba khawatir ia akan mencelakai baginda maka secara diam-diam
hamba memakai tenaga seorang dayang yang hamba minta supaya memasang kuping
dan telinga. Setiap ia melihat hal-hal yang mencurigakan maka ia lalu melaporkan pada
hamba, tadi begitu hamba datang dayang itu sudah memberikan laporan pada hamba!"
katanya. Kening raja basah oleh keringatnya.
"Mana dayang itu?" tanya raja.
"Hamba telah mengambil tindakan terhadapnya," jawab Siau Po. "Urusan ini
sangatlah rahasia maka hamba tidak berani membocorkannya. Ketika tidak ada yang
melihat hamba menyeburkan orang tersebut ke sumur, hamba sangat kecewa sekali!"
"Bagus cara kerjamu!" kata raja memujinya hatinya lega.
"Besok kau angkat mayatnya dan kau cari di mana letak keluarganya untuk
mendapatkan santunan!"
Kaisar lalu mengajak Siau Po untuk pergi ke Cu Leng Kiong sebelum berangkat ia
mengambil dua buah pedang. Yang satu ia pegang sendiri sedang yang satunya
diberikan pada Siau Po. Mereka pergi hanya berdua karena tak menginginkan adanya orang lain yang
mengetahui termasuk dayang dan juga thay-kam.
Sesampainya di sana mereka memerintahkan pada para dayang dan juga para thaykam.
Tetapi sebelum sampai tadi Siau Po sempat berpesan pada raja agar tetap
membawa pengawal yang hanya ditempatkan di halaman dan jika suatu waktu ia
membutuhkan maka pengawal itu telah siap.
Mereka berhenti tak jauh dari kamar ibu suri itu untuk mengatur siasat agar ibu suri
itu tak merasa curiga, Karena mereka sangat khawatir jika ibu suri mengadakan
perlawanan sebab mereka itu adalah murid dari ibu suri.
Setelah mengatur siasat, raja memerintahkan pada Siau Po untuk langsung
memegang kaki ibu suri sedangkan raja yang akan memotong tangan dan kakinya.
Sesampainya di dalam kamar ternyata di sana sudah tak ada dayang maupun thaykam,
sedangkan ibu suri berada dalam pembaringan yang ditutup kelambunya.
Melihat hal itu raja lalu memerintahkan pada Siau Po agar membuka kelambu yang
menutupi pembaringan itu, Tetapi Siau Po dicegah oleh ibu suri untuk tidak membuka
kelambu itu. Ibu suri mengatakan bahwa ia sedang sakit makanya ia tak ingin kelambu itu dibuka.
Tetapi raja curiga pada lemari yang mengeluarkan suara, maka ia memerintahkan
pada Siau Po agar membuka isi lemari itu dengan paksa, Ternyata dalam lemari itu
sudah tersembunyi seorang pria yang langsung menendang Siau Po dan dia ke luar
sambil menyambar tubuh yang ada dalam pembaringan itu.
Tubuh yang disambarnya itu ternyata telanjang bulat Raja memerintahkan beberapa
Sie Wie untuk menangkap orang itu tetapi para Sie Wie itu tak dapat menangkapnya.
Kemudian raja rnemerintahkan pada Siau Po untuk menggeledah isi lemari itu
karena sebelumnya raja mendapat kabar bahwa ibu suri yang asli disembunyikan dalam
lemari itu. Mereka semua terdiam. Siau Po lalu berpikir kalau-kalau ibu suri asli berada di bawah pembaringan Tanpa
pikir panjang lagi Siau Po lalu melompat untuk mendekati pembaringan dan membuka
papan yang ada dalam pembaringan itu. setelah mereka membuka papan yang
menutupi pembaringan itu Siau Po dan raja menjadi kaget.
"Cepat kalian nyalakan lilin!" perintah raja pada Siau Po.
Dengan cepat Siau Po menyalakan lilin, setelah lilin itu menyala di sana baru terlibat
sesosok tubuh yang diselimuti dengan sehelai kain dengan wajah yang sangat pucat.
Tak lama Siau Po memperhatikan wajah itu talu ia mengenali ternyata ia adalah ibu
suri yang asli. "Kau... kau!" tanyanya pada sang raja.
"Dialah raja yang sekarang, dan baginda sendiri yang datang menolong ibu suri!"
kata Siau Po. Mendadak ia menangis dan langsung ia merangkul puteranya.
Selagi raja dan ibu suri itu melepaskan kerinduannya Siau Po memeriksa kamar dan
setelah selesai memeriksa ia lalu pamit untuk pergi.
Siau Po tak ingin mengganggu mereka yang sedang dilanda rasa rindunya itu.
Di luar kamar mereka mendapatkan beberapa orang Sie Wie, para dayang sejumlah
thay-kam dan Kiongte. Mereka sangat cemas dengan peristiwa itu.
Siau Po bingung melihat orang yang banyak itu sebab mereka tak menginginkan
rahasia ini terbongkar. Maka Siau Po berbohong pada mereka.
"Barusan tadi baginda dan Kian Leng kongcu sedang bermain petak umpet apakah
kalian melihatnya?" tanya Siau Po.
"Benar, dan Kian Leng kongcu bergerak dengan cepat dan Iihay, cara
penyamarannya sangat sempurna dan menarik hati!" kata salah seorang di antara
mereka. Siau Po tersenyum. "Nah, demikianlah cara mereka bermain, untuk itu kalian jangan membocorkan hal ini
pada yang lainnya, jika rahasia ini sampai bocor kalian akan kehilangan kepala kalian.
Sebab, ini menyangkut kerajaan."
Siau Po lalu menanyakan pada para Sie Wie yang terkena terjangan penjahat tadi, ia
Bende Mataram 21 Bergelut Dalam Kemelut Takhta Dan Angkara Karya Langit Kresna Hariadi Rahasia Kunci Wasiat 8
^