Pencarian

Kaki Tiga Menjangan 3

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 3


Besok paginya, kembali dia pergi berjudi. Siang harinya dia mencari Siau Hian cu,
yang dia temukan dengan pakaian baru, Hatinya sengit sekali. Lupa ia akan ajaran Hay
kongkong, tanpa berpikir panjang dia menyerang bocah itu.
Sekali renggut dia berhasil mengoyak pakaian Siau Hian cu, tapi bocah itu tidak
memperduIikannya, tinjunya menghajar ke pinggang Siau Po sehingga thay-kam
gadungan itu menjerit-jerit kesakitan. Tangan Siau Hian cu juga menotok paha kirinya
sehingga di lain saat dia telah ditunggangi seperti seekor kuda.
"Ya, aku menyerah!"
Siau Hian cu bangkit, memberi kesempatan kepada lawannya agar dapat berdiri Siau
Po memperhatikannya lekat-lekat. Dia sudah bersiap.
"Majulah!" tantangnya.
Siau Hian cu maju, tapi kali ini dia gagal Sebab satu jurus dari Toa Kim na-hoat
membuatnya menjerit-jerit kemudian terpaksa mengaku kalah.
Bukan kepalang girangnya hati Siau Po, ini merupakan kemenangannya yang
pertama, dia menjadi lupa daratan dan sombong, Dan ketika mereka bergebrak
kembali. Dia jadi kena dirobohkan.
"Celaka!" pikirnya dalam hati, dia pun meningkatkan kewaspadaan dan berkelahi
dengan penuh perhatian. Pada babak keempat, mereka seri. Mereka sudah bergumul
cukup lama sehingga keduanya sama-sama merasa letih, permainan pun dihentikan
"Hari ini kau maju banyak sekali!" kata Siau Hian cu sambil tertawa. Pertempuran ini
sangat menarik hati. siapakah yang mengajari kau?"
"lnilah kepandaianku sendiri," sahut Siau Po berbohong. "Selama dua hari ini aku
memang sengaja menyembunyikannya, Besok-besok masih banyak kejutan yang akan
kuperlihatkan kepadamu. Kau mau coba atau tidak?"
"Tentu aku suka mencobanya!" kata Siau Hian cu, "Awas, jangan sampai kau
berkaok-kaok mengaku kalah dan takluk kepadaku!"
"Hal itu tidak akan terjadi Besok kaulah yang akan mengaku kalah!"
Sampai di situ keduanya berpisah, Siau Po kembali ke kamarnya, pekerjaannya
sekarang rutin sekali, bermain judi dan melawan Siau Hian cu.
Tanpa terasa dua bulan sudah dia menetap di istana itu, Dia mendapat berbagai
pengalaman baru dan pengetahuannya pun semakin bertambah sekarang dia tahu
bahwa ilmu silat Hay kongkong berasal dari Siau lim pai. sedangkan Siau Hian cu dari
Bu Tong pai. Sementara itu, hutang kedua saudara Un semakin bertumpuk Siau Po sengaja
menawarkan jasanya kepada mereka. Rasanya kesempatannya untuk masuk ke kamar
tulis raja guna mencuri kitab yang dimaksudkan Hay kongkong tidak lama lagi akan
datang. Jumlah hutang keduanya sudah mencapai dua ratus tail lebih, Belakangan mereka
kalah habis-habisan. Keduanya saling lirik sekilas, kemudian Yu To berkata kepada
Siau Po. "Saudara Kui, kami ingin membicarakan sesuatu, sudikah saudara ikut dengan
kami?" "Baik," sahut Siau Po santai, "Kalau kalian masih membutuhkan uang, katakan saja!"
Terima kasih," kata Yu To. Mereka terus berjalan mengikuti Siau Po, ketiganya
menuju rumah sebelah. "Saudara Kui, kau masih begitu muda, namun hatimu mulia sekali, Sukar mencari
orang baik sepertimu di zaman ini," kata Yu To memuji
Tentu Siau Po senang dipuji, tetapi dia tetap merendah.
"Ah, saudara hanya memuji, di antara orang sendiri tidak perlu sungkan-sungkan.
Soal pinjam meminjam tidak menjadi masalah!" kata Siau Po sambil mengeluarkan
uang sebanyak tiga puluh tail dan diserahkannya kepada kedua saudara itu. "Kalian
butuh uang" Ambillah ini!"
"Kau baik sekali, saudara, cuma hati kami jadi tidak enak," kata Yu To. "Hutang kami
sudah banyak..." "Saudara, semakin lama kau semakin maju saja, sedangkan modal kami pun sudah
amblas, bahkan hutang kami menumpuk, entah sampai kapan baru kami bisa
melunasinya" perasaan kami jadi bingung...."
Siau Po tersenyum. "Hutang tidak terbayar padahal hal yang biasa, sudahlah, tak usah saudara
menyebut-nyebutnya lagi."
Yu To menarik nafas panjang.
"Saudara, kau sungguh baik, jadi maksudmu, sampai kapan pun hutang kami itu
tidak perlu dipikirkan?"
"Memang begitulah maksudku, Tidak apa-apa, meskipun sampai dua ratus tahun!"
"Sampai dua ratus tahun" Mana ada manusia yang umurnya sepanjang itu?" tukas
Yu Hong sambil menoleh kepada kakaknya dan Yu To pun menganggukkan kepalanya,
"Saudara Kui, setahu kami, majikanmu itu hebat sekali!"
"Maksudmu, Hay kongkong?"
"Benar," sahut Yu Hong, itulah yang mengkhawatirkan kami. Meskipun kau tidak
menagih hutang itu, tapi bagaimana dengan majikanmu" Kami akan mencari akal untuk
membayarnya." Otak Siau Po bergerak cepat, pikirnya dalam hati.
"Hay kongkong memang cerdik, Kura-kura tua itu bisa memandang jauh, Entah apa
yang dipikirkannya sekarang?" Selama ini dia repot bertanding dengan Siau Hian cu,
sehingga lupa urusannya mencari kitab.
"Baiklah, sekarang aku ingin mendengar apa yang akan dikatakan kedua bersaudara
ini." Karena itu pun, dia memperhatikan kedu orang di hadapannya.
"Saudara Kui, setelah berpikir sekian lama kami rasa hanya ada satu jalan, yakni
jangan kau beritahukan kepada Hay kongkong mengenai hutang kami, Kami berjanji,
kalau nanti menang main kami akan melunasi hutang itu."
"Kalian berdua memang kura-kura. Boleh saja kalian berjanji, tapi mana mungkin
kalian bisa melunasi hutang kalian itu" Kalian toh tidak mungkin mengalahkan aku!"
makinya dalam hati. Namun di luar dia berkata: "Sayang sekali..." Siau Po pura-pura menyesal "Hal itu
justru sudah diketahui oleh kongkong, Majikanku itu pernah mengatakan, bahwa hutang
harus dilunasi, tetapi waktunya boleh diperpanjang sedikit."
Mendengar kata-katanya, kedua saudara itu terkejut setengah mati, Mereka saling
melirik sekilas. Tampaknya mereka memang takut terhadap Hay kongkong.
"Tapi, saudara muda, tidak dapatkah kau membantu kami" Begini, kalau kau
menang lagi nanti, uang kemenangan itu kau serahkan kepada kongkong dan katakan
sebagai cicilan hutang kami!"
"Ah! Kalian memang Iicik!" maki Siau Po dalam hati, "Apakah kalian mengira aku ini
bocah usia tiga tahun?" gerutunya lagi diam-diam.
"Caramu itu bisa juga dilakukan, tetapi apakah tidak akan menimbulkan kesulitan
bagiku?" katanya kepada kedua saudara Un itu.
"Saudara Kui, kau memang baik sekali, Terima kasih untuk kebaikanmu itu," kata
kedua saudara Un dengan perasaan lapang.
"Kami tidak akan melupakan budimu untuk selamanya!" kata Yu Hong.
"Kalau kalian sudah mengambil keputusan seperti itu, baiklah, cuma ada satu
permintaanku. Dapatkah kalian memberikan bantuan kepadaku?"
"Mudah! Mudah!" sahut kedua orangku serentak "Bantuan apa yang dapat kami
Iakukan?" "Begini, sudah banyak hari aku berdiam dalam istana. tetapi selama ini aku belum
pernah melihat wajah Sri Baginda, Berbeda dengan kalian, sebab di dalam Gi Si Pong,
kalian senantiasa melayani junjungan kita itu. Aku bermaksud meminta kalian mengajak
aku melihat Sri Baginda."
Yu To dan Yu Hong terkejut sekali.
"Ini... ini" Sikap mereka gugup sekali, Untuk sesaat mereka sampai tidak dapat
mengatakan apa-apa. "Jangan salah paham, Aku hanya ingin melihat wajah Sri Baginda, Aku bukan
hendak mengajukan sesuatu, Kalau aku berada dalam Gi Si Pong, tentu aku bisa
melihat beliau! Betapa puas hatiku nanti! Andaikata gagal, aku juga tidak akan
menyalahkan kalian!"
Kedua saudara itu berdiam diri sejenak untuk berpikir Kemudian terdengar Yu To
berkata. "Kalau tujuan Saudara hanya untuk melihat wajah Sri Baginda, siang nanti aku akan
menjemput saudara dan mengajak saudara ke Gi Si Pong, ItuIa saatnya Sri Baginda
berada di kamar tulisnya untuk menulis sajak atau yang lainnya, Di saat itu lebih
banyak kesempatan saudara untuk melihatnya." selesai berkata Yu To pun melirik ke arah
saudaranya sekali lagi. Siau Po melihat sikap kedua orang itu dan diam-diam ia berkata dalam hatinya.
"Kura-kura, kalian memang banyak lagak. Mungkinkah di siang hari Sri Baginda
justru tidak berada di kamar tulisnya" Tapi, apa perduliku" Tujuanku toh bukan untuk
melihat Raja, tapi untuk mencuri kitab, Namun, bagaimana kalau aku bertemu dengan
raja" Apa yang harus kukatakan" Kalau rahasiaku ketahuan, aku bisa dihukum mati
sekeIuarga.... Kalau aku berhasil mencuri kitab itu, mungkin kongkong akan
mengajarkan aku ilmu silat yang sebenarnya, Selama ini aku masih sering dikalahkan
oleh Siau Hian cu." Membawa pikiran demikian, Siau Po segera menjura kepada kedua saudara Un.
"Terima kasih, saudara sekalian, Pada dasarnya kita semua memang para budak,
tetapi kalau seumur hidup kita tidak bisa melihat wajah Sri Baginda, tentu di akherat
nanti kita akan dicaci maki Raja Akherat."
Sampai di situ, mereka pun berpisah.
Kedua saudara Un memenuhi janji, Baru lewat jam Bi si, mereka sudah menjemput
Siau Po. padahal waktu perjanjian masih kurang satu kentungan.
Di luar kamar, Yu Hong bersiul perlahan sebagai tanda dan Siau Po pun segera
menghampirinya, kedua saudara itu memberi isyarat dengan gerakan tangan, kemudian
mereka bertiga menuju ke arah barat.
Kali ini Siau Po mengingat-ingat setiap jalan yang dilaluinya, dia terasa diajak cukup
jauh berjalan Tiba-tiba Yu To menghentikan langkah kakinya dan berkata perlahan.
"Sudah sampai inilah Gi Si Pong! Kau harus berhati-hati!"
"Aku mengerti," sahut Siau Po.
Dua saudara Un mengajak Siau Po ke belakang, jalannya memutar. Di situ ada
sebuah pintu kecil yang kemudian mereka masuki setelah melintasi dua buah taman
kecil mereka sampai di sebuah ruangan yang besar. Di dalamnya terdapat beberapa
rak besar yang penuh dengan berbagai kitab, jumlahnya mungkin mencapai ribuan jilid.
Melihat buku-buku itu, Siau Po diam-diam menarik nafas panjang, Dia merasa kagum
juga bingung. "Kalau aku memiliki buku sebanyak ini dan diharuskan membacanya. Mana ada
waktu lagi untuk berjudi" Kongkong menyuruh aku mencuri sebuah kitab, tetapi kitab
yang mana" Bagaimana aku mencarinya?" gerutunya dalam hati.
Siau Po hanya mengenal huruf angka seperti 123 dan seterusnya, sekarang dia
harus mencari sebuah kitab di antara ribuan jilid, bagaimana kepalanya tidak menjadi
pusing" Rasanya dia ingin membalikkan tubuh untuk kabur dari tempat itu!
"Sebentar lagi Sri Baginda akan datang ke kamar tulisnya ini. Dia biasa duduk di
belakang meja itu," bisik Yu To sambil menunjuk
Siau Po memperhatikan keadaan dalam ruangan. Di tengah-tengah ada sebuah
meja besar, terbuat dari kayu mahoni dan pinggirannya dilapisi emas.
Meja itu sangat indah, dan harganya pasti mahal sekali, kecuali beberapa jilid buku,
di atas meja juga terdapat beberapa macam peralatan tulis. Kursinya memakai alas dan
sarung yang bersulamkan naga dari benang emas.
Meskipun nyalinya besar sekali, tetapi melihat perabotan dalam kamar itu, jantung
Siau Po bertebaran juga, Di dalam hati kembali dia memaki "Raja kura-kura ini, bahagia
sekali hidupnya!" "Kau bersembunyi di belakang rak buku itu," kata Yu To, "Nanti kau bisa melihat Sri
Baginda raja, Selagi Sri Baginda menulis, kau jangan bersuara sedikit pun. juga jangan
batuk-batuk atau berdehem, Kalau kau sampai kepergok dan Sri Baginda gusar,
mungkin beliau akan memanggil para siwi (pengawal) dan kau pun akan diringkus untuk
dipenggal batang lehermu!"
"Aku tahu!" sahut Siau Po. "Tak nanti aku bersuara ataupun terbatuk-batuk."
Kedua saudara Un segera bekerja, mereka membersihkan debu-debu dari meja dan
kursi, juga menyapu lantai sehingga semuanya bertambah mengkilap, Cermin muka
pun dilap sehingga menjadi terang.
"Saudara, kalau lohor ini Sri Baginda raja tidak datang, berarti hari ini beliau tidak
akan datang lagi, sebentar lagi akan ada siwi yang meronda, kalau kita sampai
kepergok, habislah semuanya!" kata Yu To.
"Aku tahu," sahut Siau Po. " sekarang kalian boleh pergi dulu, aku akan menunggu
sebentar lagi." "Tidak bisa, Kau tentu tahu peraturan di dalam istana, bukan" Baik para thay-kam
dan dayang-dayang tidak dapat sembarangan saja menghadap raja."
"Betul, saudara Kui," kata Yu Hong menambahkan. "Bukannya kami tidak suka
membantumu, tapi berdiamnya kami di sini ada batas waktunya. Kami hanya boleh
berada di sini selama setengah jam. Selesai menjalankan tugas, kami harus keluar lagi,
jikalau kami berayal, dan kena dipergoki para siwi, setidaknya kami bisa dirotani atau
beratnya dihukum mati!"
"ltu toh tidak berarti?" kata Siau Po seenaknya.
Yu Hong membanting kaki. "Saudara Kui, di sini kita tidak bisa main-main. Untuk melihat Sri Baginda, besok
masih ada kesempatan kita datang lagi saja besok,"
"Baiklah," sahut Siau Po akhirnya, "Mari kita pergi!"
Bukan kepalang leganya hati kedua saudar Un. Mereka segera keluar dari ruangan
itu sambi mendampingi Siau Po dari kanan kiri, justru pada saat itu, tiba-tiba Siau Po
berkata. "Kalian juga belum pernah melihat Raja, bukan?"
Yu Hong tertegun. "Kau... kau... bagaimana...." sikapnya gugup, Sudah tentu dia ingin bertanya,
"Bagaimana kau bisa tahu?" Tetapi belum sempat dia menyelesaikan ucapannya, Yu
To sudah menukas. "Mana mungkin kami belum pernah melihatnya ?" Yu To lebih pandai berpura-pura,
"Sudah sering kami melihat beliau."
Siau Po tidak mau memojokkan mereka. Dia berjanji kepada kedua saudara Un
bahwa dia akan menggunakan uang kemenangannya sebagai pembayar hutang
kepada Hay kongkong. Kedua saudara itu langsung mengucapkan terima kasih berulangkali, serta
mengatakan kelak mereka akan membalas budi kebaikan Siau Po.
Sekejap saja mereka sudah sampai kembali di pintu samping, Siau Po berkata. "Lain
kali kalian ajak lagi aku kemari, lihatlah peruntunganku!"
"Ya, ya!" sahut kedua saudara Un.
Mereka pun berpisah, Siau Po berjalan dengan cepat, setelah melintasi dua buah
lorong, dia menghentikan langkah kakinya dan menolehkan kepala untuk melihat kedua
saudara Un itu. Dia bersembunyi sebentar, begitu kedua orang itu pergi jauh, dia langsung kembali
lagi, tujuannya sudah pasti kamar tulis raja. Sempat dia merasa kecewa, karena
ternyata pintunya dikunci. Untuk sesaat Siau Po tertegun.
"Pintu kamar tulis ini sudah dikunci, ternyata kedua saudara Un itu tidak berbohong,
pasti barusan ada siwi yang meronda kemari, tetapi, kemana perginya mereka
sekarang?" pikirnya dalam hati.
Siau Po memasang telinganya di depan pintu, Dia tidak mendengar suara apa pun.
Hatinya penasaran dia mengintai dari lubang kunci, tidak terlihat seorang pun di dalam
kamar tulis itu. Akhirnya dia mengeluarkan pisau belati yang digunakannya untuk
membunuh Siau Kui cu. Kepalanya melongok ke kanan kiri. Setelah yakin tidak ada orang, dia congkelkan
pisaunya ke dalam celah pintu sehingga palangnya terbuka, Dengan gesit dia membuka
pintu itu dan kemudian menyelinap ke dalamnya, pintu itu pun lalu dipalang kembali
Ternyata Gi Si Pong itu nama kamar tulis Raja dan di dalam tidak ada siapa-siapa.
Melihat kursi yang bersulaman indah itu, Siau Po tidak dapat menahan keinginan
hatinya, Dia berjalan menghampiri kursi itu kemudian duduk di atasnya.
"Gila, Raja dapat duduk di sini, mengapa aku tidak?" meskipun mulutnya berkata
demikian, ketika dia menghenyakkan pantatnya di atas kursi itu, jantungnya berdegup
dengan kencang. "Ah, kursi ini tidak seberapa nyaman diduduki, kalau begitu jadi Raja juga belum
tentu enak," pikirnya kembali.
Tidak berani dia duduk lama-lama, cepat-cepat dia mendekati rak besar dan mencari
kitab Si Cap Ji cin-keng. Namun dia menemui kesulitan, jumlah bukunya terlalu banyak,
sedangkan dia tidak bisa membaca.
Dia mencari judul buku dengan huruf "Si" sebagai permulaan Dia menemukannya,
tetapi huruf keduanya bukan Cap. Kemudian dia mencari buku yang huruf keduanya
"Cap", kembali dia menemui kegagalan sebab yang ada bukan Cap Ji tapi Cap Sha tiga
belas. Ah, dimanakah letaknya kitab itu, tanyanya berulang-ulang dalam hati, Tepat pada
saat itulah dia mendengar suara langkah kaki di luar pintu.
"Celaka ada orang!" hatinya terkesiap, "Bagaimana baiknya" Tidak dapat dia berlari
keluar sebab pintunya hanya ada satu, cepat-cepat dia berlari kemudian bersembunyi di
balik rak buku. Sekejap kemudian orang itu sudah masuk ke dalam kamar, dia tidak langsung duduk,
tetapi berjalan hilir mudik, seolah sedang gelisah menunggu sesuatu.
Gawat! Tentu ada siwi yang lagi meronda!" pikir Siau Po dalam hatinya, "Apakah tadi
ada orang yang melihat aku tusuk ke ruangan ini?" Keringat dingin langsung
membasahi kening Siau Po. Dia sadar, kalau sampai kepergok, tamatlah riwayatnya.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Selagi orang itu berjalan mondar mandir di dalam ruaagan, tiba-tiba di luar ada
seseorang yang berkata. "Sri Baginda yang mulia, Gak siau-po datang karena ada urusan yang penting sekali.
Sekarang Gak siau-po sedang menunggu di depan pintu!"
"Oh!" Terdengar seruan terkejut Sri Baginda.
Siau Po terkejut sekaligus senang. Dia ingat siapa Gak siau-po, Diam-diam dia
berpikir dalam hati. "Jelas orang di dalam ruangan ini Raja dan yang di luar Gak siau-po. Dan Gak siaupo
itu orang lihay nomor satu bangsa Boanciu yang hendak dicari oleh Mau toako,
Entah bagaimana tampangnya, aku harus melihatnya!"
Siau Po langsung mengintai dari tempat persembunyiannya. sementara itu, Sri
Baginda sudah memberi ijin kepada Gak Siau-po untuk masuk ke dalam, Langsung
terdengar suara langkah kaki yang masuk ke dalam. Orang itu lantas memberi hormat
sambil berlutut "Go Pay menghadap Sri Baginda!"
Siau Po mengintip, Dia melihat seseorang bertubuh tinggi besar, Tidak berani dia
memperhatikan lama-lama karena khawatir orang itu akan mengangkat wajahnya dan
melihatnya. "Kau menganggukkan kepala kepada Raja, sama saja kau memberi hormat
kepadaku! Begini rupanya tampang tokoh nomor satu bangsa Boan ciu, apanya yang
hebat!" makinya dalam hati.
"Cukup!" sementara itu terdengar suara sahutan Sri Baginda.
Go Pay langsung bangun dan berkata. "Harap Sri Baginda ketahui bahwa Suke
Shasia bermaksud mengkhianati, sarannya sungguh kurang ajar, Bagaimana pun dia
harus mendapat hukuman yang berat!"
"Begitu?" sahut Raja datar.
"Ya, Sri Baginda, Dia juga mengusulkan agar hamba ditugaskan menjaga makam
kerajaan!" "Oh, begitu," sahut Raja singkat, kembali tanpa emosi.
"Oleh karena itu hamba sudah merundingkannya bersama para raja muda, para
pangeran dan menteri-menteri besar yang mana akhirnya ditarik kesimpulan bahwa
Suke Shasia mempunyai dua puluh empat dosa besar, termasuk berhati licik serta
berniat mengkhianati dan menghina Sri Baginda. Dia harus dihukum picis bersama
putra bungsunya, Suke Tan, yang menjabat sebagai menteri besar urusan negara, Dan
keenam orang anak angkatnya, seorang cucu, dua orang anak saudaranya harus
dihukum mati, sedangkan sanaknya Tongnia Pai-erl Hetu dan siwi Ngo Tu juga harus
dihukum mati!" kata Go Pay kembali.
"Apakah hukuman demikian tidak terlalu berat?" tanya Raja.
Siau Po heran mendengar suara raja itu. Diam-diam dia berkata dalam hati: "Suara
Raja seperti suara anak kecil dan mirip dengan suara Siau Hian cu, aneh sekali?"
Terdengar Go Pay berkata kembali "Sri Baginda masih terlalu muda, mungkin Sri
Baginda masih kurang jelas mengenai urusan pemerintahan, Suke Shasia telah
mendapat pesan terakhir dari almarhun Sri Baginda sebelumnya bahwa dia beserta
hambamu yang lainnya harus membantu dalam urusan negara, seharusnya dia merasa
gembira mendengar Sri Baginda sendiri yang akan memegang tampuk pimpinan. Tetapi
dia malah memberikan saran yang menghina, hatinya jahat. Karena itu hamba mohon
Sri Baginda menerima saran hamba ini agar dia segera ditawan dan dijatuhi hukuman
berat, Sri Baginda baru mulai memerintah sudah sepatutnya Sri Baginda menunjukkan
kewibawaan agar semua menteri merasa segan! jikalau Suke Shasia diampuni atas
kesalahannya ini, kelak di kemudian hari sulit bagi Sri Baginda untuk mengendalikan
pemerintahan di negara ini, apalagi yang berani meniru perbuatan Suke Shasia itu!"
Kesal hati Siau Po mendengar suara Go Pay yang angkuh itu.
"Kura-kura tua ini sangat tidak tahu diri. Dia berani menghina Raja yang menurutnya
masih muda sekali. Tetapi apakah benar Raja ini masih kecil" Tidak heran, suaranya
mirip Siau Hian cu. Menarik sekali," pikirnya.
Kemudian dia mendengar suara Raja, "Mungkin perbuatan Suke Shasia memang
kurang tepat, tetapi dia adalah seorang menteri besar yang ditugaskan membantu
kerajaan. Sama seperti kau dan menteri-menteri lainnya yang dihargai oleh mendiang
Sri Baginda, Kalau baru mulai memerintah saja aku sudah menghukum mati seorang
menteri besar, mungkin arwah mendiang Sri Baginda di dunia lain akan menjadi tidak
senang." Go Pay tertawa. "Sri Baginda, ucapan Sri Baginda seperti kata-kata seorang anak kecil saja,
mendiang Sri Baginda menugaskan Suke Shasia membantu pemerintahan itu artinya,
dia harus baik-baik memberikan bantuan kepada Sri Baginda, tetapi dia justru
sebaliknya, Dia berhati serong juga menghina Sri Baginda! Hal ini membuktikan bahwa
dia tidak menghormati mendiang Sri Baginda, juga Sri Baginda sendiri !" Habis berkata,
menteri itu tertawa lebar.
"Go siau-po, apakah yang lucu sehingga kau tertawa?" tanya Raja, Tawa Go siau-po
seperti dibuat-buat, sikapnya benar-benar tidak sopan Lagipula memang tidak ada yang
lucu. Go Pay tertegun, dia baru sadar bahwa sikapnya kurang pantas,
"Ya... ya..." katanya bingung, perasaannya mendadak jadi tidak enak.
"Lagi pula, kalau dia sampai dihukum mati, hilanglah kharisma serta kebijaksanaan
Raja yang terdahulu. Apa kata rakyat nanti apabila aku keliru menghukum seorang
menteri besar" Dia dianggap banyak dosanya, tetapi mengapa mendiang Sri Baginda
mau menggunakan jasanya seperti halnya engkau yang bahkan bertugas
bersamanya?" "Sri Baginda hanya ketahui satu hal, tapi tidak tahu yang lainnya, Kalau rakyat
mempunyai pemikiran tersendiri biarkan saja. Hamba yakin tidak ada yang berani
sembarangan berbicara, Sebenarnya, memang siapa yang berani mencela mendiang
Sri Baginda" Orang yang berani berbuat demikian, memangnya punya batok kepala
berapa buah?" "Akan tetapi, kita harus ingat apa yang dicatat dalam kitab tua. yakni menjaga mulut
rakyat seperti menjaga sungai yang mengalir Kalau kita sembarangan menghukum mati
saja, sedangkan rakyat dilarang bicara, aku rasa bukanlah hal yang bijaksana."
Diam-diam Siau Po merasa kagum terhadap raja ini. "Memang benar apa yang
dikatakannya." katanya dalam hati.
"Itulah tulisan dari kitab tua zaman Beng yang paling tidak bisa dipercayai kata Go
Pay kembali "Kalau orang Han itu benar, kenapa kerajaannya bisa jatuh ke tangan, kita
bangsa Boanciu, Hamba ingin menasehati Sri Baginda agar mengurangi bacaan tidak
bermanfaat yang bahkan bisa membuat otak kita menjadi butek itu."
"Hm!" Raja hanya berdehem.
"Begitu juga ketika hamba mengikuti mendiang Sri Baginda Thay Cong dan
mendiang Sri Baginda menyerang ke timur serta barat, Ketika dari Kwan gwa
menerjang masuk ke Kwan-lai, berapa banyak jasa besar yang telah hamba bangun,
semuanya menggunakan cara kita bangsa Boanciu," kata Go Pay kembali.
"Ya, jasa Siau-Po memang besar sekali, kalau tidak, mana mungkin mendiang Sri
Baginda bisa menghargaimu!"
"Hambamu hanya tahu bagaimana harus setia mengikuti Sri Baginda menjalankan
pemerintahan, Hamba sudah mengabdi dari zaman Thay Cong sampai Si Cou malah
sampai Sri Baginda sekarang! Kita bangsa Boanciu, kita biasa melakukan apa pun
seadanya, Setiap perbuatan ada pahalanya dan ada hukumannya, tergantung dari apa
yang kita lakukan. Suke Shasia tidak setia, karena itu dia harus mendapat hukuman
berat!" "Sungguh jahat, Dari suaramu saja, aku tahu bahwa kaulah sendiri yang
pengkhianat!" maki Siau Po dalam hatinya.
"Sejak tadi kau berkeras agar Suke Shasia mendapat hukuman berat, sebetulnya
apa alasan utamanya ?" tanya Raja.
"Alasannya" Mungkin Sri Baginda menganggap aku mempunyai persoalan pribadi
dengannya!" suara menteri itu semakin keras. Setelah itu dia malah berkata lagi:
"Hamba bekerja untuk bangsa Boanciu, usaha yang telah dibangun oleh Thay cou dan
Thay cong tidak dapat disia-siakan oleh anak cucunya. Sungguh hamba tidak mengerti
apa maksud pertanyaan Sri Baginda tadi?"
Siau Po terkejut setengah mati mendengar suaranya yang begitu sinis dan tajam Dia
mengintai lagi, Kali ini dia dapat melihat dengan tegas. Ternyata bukan hanya tubuhnya
saja yang besar, Go Pay juga memiliki kulit wajah yang kasar.
Alisnya menjungkit ke atas, tebal tapi mengesankan kebengisan Dia berbicara
dengan sepasang tangannya dikepal-kepalkan, bahkan dapat terdengar suara
peletekan tulang belulangnya.
Tepat pada saat itu seorang bocah tanggung melompat turun dari kursi yang
bersulaman indah itu, Ketika Siau Po menegaskan pandangan matanya, hatinya
terkesiap, Mulutnya melongo dan tanpa sadar dia mengeluarkan seruan tertanam.
Sebab sekarang dia dapat melihat tegas bahwa orang itu memang Siau Hian cu yang
mengajaknya berkelahi setiap hari.
Setelah pulih kesadarannya, Siau Po bermaksud melarikan diri dari tempat itu. Tetapi
sebuah ingatan melintas di benaknya.
"Siau Hian cu lebih hebat daripada aku. Apalagi saat ini ada Go Pay, si tokoh nomor
satu dari bangsa Boanciu...."
Berpikir demikian, tiba-tiba Siau Po tahu apa yang harus dilakukannya, Dia
mengurungkan niatnya untuk menyingkir atau bersembunyi kembali, dengan nekat dia
malah melompat turun, kemudian menghambur ke depan Siau Hian cu dan
menghadang Go Pay. "Go Pay!" Dia langsung menegur Raja Muda itu. "Apa yang kau inginkan" Beraniberaninya
kau bersikap kurang ajar terhadap Sri Baginda! jikalau kau benar berniat
memukul atau membunuh beliau, kau harus langkahi dulu aku sebagai penghalang
pertama!" Go Pay terkejut dan heran. Dia adalah seorang menteri besar, Dia juga panglima
perang yang gagah. Terhadap kaisar Kong Hi (Siau Hian cu) yang masih muda, dia
berani bicara keras, Tidak ada orang lain yang ia takutkan. Dia benci sekali kepada
Suke Sashia, karena itu ia memfitnahnya sampai-sampai dia bersikap keras terhadap
junjungannya itu. Tidak terduga sama sekali olehnya bahwa tiba-tiba akan muncul seorang thay-kam
cilik yang tidak dikenalnya, Begitu terkejutnya sampai-sampai dia menyurut mundur dua
langkah. Tidak jadi dia mendekati rajanya.
"Siapa kau?" bentaknya, "Mengapa kau mengoceh sembarangan" Aku sedang
berbicara dengan Sri Baginda, mengapa kau berani mencela seenaknya?" sepasang
kepalan Go Pay sudah dibentang.
Sekarang kenyataan bahwa bocah cilik yang setiap hari mengadu ilmu dengan Siau
Po memang Kaisar Kong Hi, raja Boan yang masih muda sekali, Nama aslinya Hian
Yap. Dia melihat Siau Kui cu tidak mengenalinya sebagai raja, sengaja dia
menggunakan nama Siau Hian cu. Dasar masih kecil, timbul gairahnya untuk bermainmain
sebagaimana layaknya bocah-bocah seusianya.
Dia juga tertarik sekali kepada Siau Po. Seperti halnya orang-orang bangsa Boanciu,
kaisar Kong Hi juga senang bergulat, Dia juga telah mempelajarinya.
Sebetulnya dapat saja dia berlatih bersama para siwi, tetapi dia tidak bersemangat
sebab mereka semua takut kepadanya dan selalu mengalah untuknya. Memperoleh
kemenangan dengan cara demikian tidak seru rasanya.
Sampai dia bertemu dengan Siau Kui cu yang dianggapnya lawan setimpal, Siapa
sangka di dalam Gi Si Pong ini dia dapat bertemu dengan Siau Kui cu pula, Bahkan
bocah itu berani menantang Go Pay demi membelanya.
Sebenarnya kaisar Kong Hi sudah tahu apa sebabnya Go Pay mendesaknya agar
menghukum Suke Shasia, sebab mereka memang bermusuhan pertentangan mereka
disebabkan kedudukan mereka berdua sebagai orang-orang golongan bendera kuning
dan bendera putih. Karena itu dengan enggan dia menerima usul Go Pay dan tidak
disangka Raja Muda itu berani menunjukkan kegarangannya.
Sebenarnya perasaan Kaisar agak ngeri juga, Di sana tidak ada thay-kam atau
pengawal. Kalau terjadi apa-apa, tidak ada yang bisa menolongnya. Siapa nyana dalam
keadaan terdesak, tahu-tahu Siau Po muncul di hadapannya.
Sementara itu, keberanian Siau Po semakin terbangun melihat Go Pay menyurut
mundur. "Urusan menghukum Suke Shasia adalah haknya Sri Baginda, Mengapa kau justru
bersikap kurang ajar terhadap junjunganmu" Kenapa kau hendak menyerang Sri
Baginda" Apakah tidak takut seluruh keluargamu akan mendapat hukuman mati?"
Go Pay terperanjat. Kata-kata itu tepat menikam jantungnya, Keringat dingin sampai
membasahi seluruh tubuhnya, Dia sadar perbuatannya tadi terlalu kasar Tapi dia
memang pandai mengikuti perkembangan cepat dia berkata:
"Sri Baginda, harap Sri Baginda jangan mendengarkan ocehan thay-kam cilik ini.
Hambamu adalah seorang menteri yang sangat setia."
Kaisar Kong Hi tahu apa yang harus dilakukannya. Dia merasa belum saatnya
menelanjangi menterinya yang berkepandaian tinggi ini, lagipula menteri itu sudah
mundur teratur. "Siau Kui cu, kemarilah," katanya kepada Siau Po.
Siau Po segera menjura sambil mengiakan, dia pun menyurut mundur beberapa
langkah. "Go siau-po, aku tahu kau adalah seorang menteri yang setia dan telah banyak
berjasa, Aku tidak akan menyalahkanmu dalam urusan kecil ini!" Go Pay girang
mendengar suaranya itu. "Ya... ya...." "Mengenai urusan Suke Shasia, Aku setuju denganmu, pokoknya kau tidak perlu
khawatir Hanya tinggal waktunya saja, Dalam hal menghukum ataupun memberikan
hadiah, aku tahu kewajibanku sendiri."
"Bagus!" sahut Go Pay senang, "Sekarang ternyata pandangan Sri Baginda sudah
terbuka, Untuk selanjutnya hambamu akan mengabdi dengan setia demi negara dan Sri
Baginda!" "Bagus! Bagus! Akan kami laporkan kepada Thay hou supaya besok kau akan
mendapat hadiah yang berarti!"
"Terima kasih, Sri Baginda," kata Go Pay sembari menjura.
"Sekarang apa kau masih mempunyai urusan lain yang ingin dibicarakan?" tanya raja
kemudian, "Tidak." sahut Go Pay. "Hamba mohon diri."
Kaisar mengangguk. Dengan wajah berseri-seri Go Pay meninggalkan kamar tulis Raja, Begitu orang itu
keluar, Kong Hi langsung menghambur ke depan Siau Po.
"Siau Kui cu, sekarang kau sudah tahu rahasiaku..."
"Sri Baginda.... Waktu itu a... ku... hamba... tidak tahu, A... ku patut mendapat
hukuman mati. Sampai sekian lama masih tidak tahu bahwa kaulah Sri Baginda Raja
yang diperagungkan,., malah aku melayani kau berkelahi...."
Mendengar kata-kata Siau Po, Kaisar Kong Hi menarik nafas panjang.
"Aih! setelah tahu siapa aku, tentu kau tidak berani lagi berkelahi denganku, Hatiku
jadi gundah karenanya..."
Siau Po tertawa lebar. "Asal kau tidak keberatan, lain kali aku tetap akan melayanimu, buatku tidak ada
halangan apa-apa." Kaisar Kong Hi senang mendengar janji yang diucapkan Siau Po.
"Bagus! Kita akan berjanji Siapa yang tidak sungguh-sungguh berkelahi maka dia
bukanlah seorang Ho han, laki-laki sejati!"
Selesai berkata, raja mengulurkan tangannya, Siau Po tidak tahu aturan dalam
istana, dia juga tidak kenal takut. Karena itu dia juga mengulurkan tangannya dan
keduanya pun berjabatan dengan erat. Kemudian keduanya tertawa terbahak-bahak.
Merupakan kebiasaan bagi Kaisar Kong Hi untuk bersikap serius bila berhadapan
dengan ibunya atau para bawahannya, Kadang-kadang dia sengaja menonjolkan
kewibawaan dirinya. Namun bagaimana pun dia masih seorang bocah cilik yang belum
hilang sifat kekanak-kanakannya. Begitu berhadapan dengan Siau Po, dia merasa
dirinya tidak berbeda dengan yang Iainnya, yakni rakyat jelata.
Sejak kecil kaisar Kong Hi dipingit, namun sejak ayahnya meninggal dan dia
diharuskan menggantikannya, dia sudah mendapat kebebasan. Namun kemana saja
masih ada para thay-kam ataupun dayang yang mengiringi. Kadang-kadang dia
memerintahkan mereka meninggalkannya, itulah sebabnya dia bisa bertemu dengan
Siau Po seorang diri. Sambil menggenggam erat-erat tangan Siau Po, Kaisar Kong Hi bertutur:
"Di hadapan orang lain, kau harus memanggilku Sri Baginda, tetapi di tempat yang
tidak ada orangnya, kau dapat memanggil aku sebagaimana biasanya. Kita dapat
bergaul erat seperti yang sudah-sudah."
"Baik," sahut Siau Po sambil tersenyum, "Sebenarnya aku tidak menyangka akan
menghadapi keadaan seperti ini. Mimpi pun aku tidak menduga bahwa kaulah sang
raja. Tadinya aku mengira raja itu seorang thay-kam tua yang seluruh janggutnya sudah
memutih!" Raja juga ikut tertawa. "Apakah Hay kongkong pernah membicarakan urusanku
denganmu?" "Tidak, Dia cuma mengajarkan aku ilmu silat Oh ya, Sri Baginda, siapa yang
mengajari kau ilmu silat?"
Raja tertawa Iagi. "Aku sudah mengatakan di tempat yang sepi di mana hanya ada kita berdua, kau
tidak perlu memanggil aku dengan sebutan itu, baru beberapa menit kau sudah
melupakannya kembali."
Siau Po menjadi jengah, namun dia tertawa juga. "Aku bingung."
Raja menarik nafas panjang.
"Sudah aku bayangkan, asal kau sudah tahu siapa aku ini. Kau pasti tidak bisa
berkelahi denganku lagi seperti yang sudah-sudah."


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Akan kuusahakan, tetapi aku takut gagal," kata Siau Po. "Eh, Siau Hian cu, siapa
yang mengajarkan ilmu silat kepadamu?"
"Bukannya aku tidak mau memberitahu tetapi apa gunanya kau ketahui hal itu?"
tanya Kaisar Kong Hi. "Begini, Go Pay menganggap ilmunya luar biasa sehingga dia berani bersikap kurang
ajar kepadamu. Malah tadi tampaknya dia hampir memukulmu Apabila gurumu memang
lihay sekali, mengapa kau tidak memintanya untuk melabrak Go Pay."
Kong Hi tersenyum. "Tidak, Guruku tidak bisa melakukan hal itu."
Siau Po terdiam, untuk beberapa saat dia menguras otaknya.
"Sayangnya guruku, Hay kongkong, sudah buta kedua matanya, Kalau tidak, aku
dapat meminta bantuannya untuk menghajar Go Pay. Dia tentu akan menang, Taph.,
ada jalan lainnya.... Kita berdua menghadapinya bersama, Bagaimana pendapatmu"
Meskipun dia tokoh nomor satu di istana ini, kalau kita mengeroyoknya, mustahil kalau
kita tidak bisa menang!"
Dasar masih bocah, Raja menyetujui pemikirannya itu.
"Bagus." serunya, tetapi sekejap kemudian dia menggelengkan kepalanya. "Ah....
Tidak dapat aku melakukan hal itu. Raja menempur menterinya sendiri, tidak lucu."
Siau Po memperhatikan Kong Hi lekat-lekat. "Coba kalau kau bukan raja...."
Kong Hi mengangguk, tidak sepatah kata pun sanggup diutarakannya, Dalam hati dia
sangat menyukai Siau Po yang dianggapnya cerdas juga polos, Juga suka melakukan
apa yang terpikirkan olehnya.
Di lain pihak, hatinya panas mengingat sikap Go Pay terhadapnya, Diam-diam dia
mendumel dalam hati, "Benar-benar tidak tahu aturan" Mengapa dia begitu kurang ajar
terhadapku" Sedikit pun dia tidak memandang mata kepadaku.
Sebenarnya, dia atau akukah yang menjadi raja di istana ini" Apa kira-kira yang
dapat aku lakukan terhadapnya" Dia adalah kepala pasukan pengawal di dalam istana.
Dia juga memimpin pasukan tentara Pat Ki. Kalau aku mengeluarkan perintah untuk
menawannya, dan menghukum mati padanya, mungkin dia akan memberontak Dan
apabila dia melakukan perlawanan, kemungkinan akulah orang pertama yang akan
dibinasakannya. Biar bagaimana, aku harus mencari akal untuk melepaskan jabatannya dan mencari
kesalahannya agar bajingan itu dapat dihukum mati. Dia harus diseret ke pingu Ngo-mui
untuk ditebas batang lehernya di hadapan rakyat!"
Hanya sejenak kemudian pikiran raja berubah lagi, Dia menganggap keputusannya
kurang tepat. Akhirnya dia mengambil keputusan untuk tidak melakukan tindakan apaapa
dulu sekarang ini, Dia ingin mencari jalan yang paling sempurna.
Tentu saja pikirannya ini tidak diutarakannya kepada Siau Po.
"Sekarang kau kembali dulu kepada Hay kong-kong!" perintahnya kepada kacung
yang sudah dijadikannya sahabat itu. "Belajarlah dengan giat, besok kita akan
bertanding lagi!" Siau Po menurut. "Baik!"
"lngat, urusanku dengan Go Pay ini jangan kau ceritakan kepada siapa pun juga!"
"Baik!" "Di sini tidak ada orang lain, begitu aku mau pergi, aku langsung pergi. Aku tidak
perlu menekuk lutut!" kata Siau Po terus terang.
Kong Hi tersenyum. "Ya, tidak usah bertekuk lutut. Pergilah!"
Siau Po tersenyum dan berlalu, begitu bertemu dengan si thay-kam tua, dia tidak
mengatakan apa-apa. Keesokan harinya kembali dia berkelahi dengan Kong Hi. Dia
mengira dirinya dapat berlaku wajar, tetapi ternyata tidak. Setelah mengetahui siapa
adanya Siau Hian cu, hatinya menjadi tidak tenang apabila berhadapan langsung, Dia
tidak seperti sebelumnya yang berani menjotos atau menghajar betulan, Tanpa terasa
seperti yang lainnya, dia pun selalu mengalah.
Kaisar Kong Hi menghentikan pertempuran Dia juga tidak bersemangat lagi untuk
berkelahi terus, Diajaknya Siau Po ke sebuah ruangan khusus untuk berlatih gulat, Di
sana dia menyuruh salah seorang bawahannya untuk menghadapi Siau Po.
Demikianlah hari-hari terus berlalu.
Lama-lama Hay kongkong menjadi curiga, sekarang Siau Po tidak banyak bercerita
lagi bila kembali ke kamar Karena itu dia berniat menyelidiki sebabnya.
"Bagaimana dengan Siau Hian cu?" tanyanya ketika mendengar suara langkah kaki
Siau Po masuk ke dalam kamar.
"Biasa, Hanya kurang bersemangat."
"Apakah dia sakit?" tanya Hay kongkong kembali
"Tidak." "Coba kau jelaskan jalannya pertempuran!"
Siau Po kehabisan akal, Terpaksa dia menceritakan apa yang dilihatnya di ruang
berlatih gulat, Dan dia mengaku bahwa dia yang kalah.
"Kau sengaja mengalah?" tanya Hay kongkong,
"Tidak, Aku hanya merasa sungkan karena aku telah menjadi sahabatnya," sahut
Siau Po. "Oh, kau telah menjadi sahabatnya, Aku tahu, sebenarnya kau tidak berani berkelahi
lagi dengannya, karena kau sudah tahu...."
Siau Po terperanjat. "Tahu apa?" tanyanya gugup.
"Coba katakan. Dia yang mengaku sendiri atau kau yang mengetahuinya?"
"Apa yang kau maksudkan kongkong" Aku tidak mengerti!"
"Ayo, katakanlah terus terang, Cepat katakan, bagaimana kau bisa mengetahui
perihal Siau Hian cu?"
Sembari berkata, thay-kam tua itu langsung menyambar tangan kiri Siau Po
kemudian menekannya sehingga bocah itu menjerit kesakitan.
"Aku menyerah!"
"Cepat katakan!" bentak Hay kongkong garang.
"Aku toh sudah menyerah, mengapa kau tidak melepaskan cekalanmu?"
"Aku bertanya kepadamu dan kau harus menjawabnya baik-baik!"
"Baik. Kalau kau memang sudah tahu siapa Siau Hian cu, aku akan menjelaskannya.
Tapi jangan main paksa, kalau tidak, mati pun aku tidak akan mengatakan apa-apa!"
"Kau kira apanya yang mengherankan" Siau Hian cu adalah raja, Sejak semula aku
memang sudah mengetahuinya."
Senang hati Siau Po mendengar kata-kata thay-kam tua itu.
"Rupanya sejak semula kau sudah mengetahuinya. Baiklah, aku akan bicara, Tidak
apa-apa, bukan?" Siau Po langsung menceritakan semuanya, Termasuk sikap Go Pay terhadap raja.
Hay kongkong mendengarkan dengan seksama, Beberapa kali dia bertanya kembali
untuk mendapat penegasan.
"Tapi Sri Baginda telah berpesan bahwa aku tidak boleh membuka rahasianya, kalau
tidak, dia akan menghukum mati aku," kata Siau Po mengakhiri ceritanya.
"Kau toh sahabatnya, mana mungkin dia menghukum mati padamu" seandainya
akan dihukum mati, pasti akulah orangnya!"
"Syukurlah kalau kongkong sudah tahu."
Hay kongkong berdiam diri sekian lama, Terdengar dia bergumam seorang diri.
"Buat apa raja melatih tiga puluh thay-kam cilik" Apakah dia menyesal tidak dapat
berkelahi lagi denganmu sehingga memerintahkan orang dari ruang berlatih untuk
mendidik tiga puluh thay-kam cilik yang kemudian akan dijadikan lawannya" Aih!
Sungguh sukar ditebak kemauannya, Eh, Siau Kui cu, inginkah kau menjadi orang
kesayangan raja?" Siau Po heran, Dia menatap thay-kam tua itu lekat-lekat.
"Dia adalah sahabatku, sudah sepatutnya aku membuatnya bahagia," sahut Siau Po.
"Bagaimana caranya aku bisa membuat diriku disukainya?"
"Sekarang kau dengar kata-kata ku baik-baik! selanjutnya kalau Sri Baginda
menyebutmu sahabat, jangan mau. Coba bayangkan, sekarang usianya masih kecil,
sikapnya masih kekanak-kanakan, kalau hatinya senang, apa pun dapat dikatakannya,
Tetapi setelah dia dewasa nanti, asal kau salah bicara sedikit saja, dia akan membuat
kepalamu pindah dari batang lehermu itu."
Siau Po cerdas, dia mengerti apa yang dimaksudkan oleh Hay kongkong. "Ya, aku
tahu, selanjutnya aku akan ingat kata-kata kongkong baik-baik!"
"Hm!" Thay-kam tua itu mendengus dingin, "Sekarang aku tanya lagi, apakah kau
ingin mempelajari ilmu silat yang hebat?"
"Tentu saja aku mau. Apakah kongkong mau mengajarkan" sesungguhnya aku
merasa heran, kepandaian kongkong tinggi sekali, mengapa kongkong tidak menerima
seorang murid saja?"
"Di dalam dunia ini banyak manusia licik dan jahat, Bagaimana kalau aku keliru
memilih" Bukankah aku mencari penyakit untuk diriku sendiri?"
Siau Po terkesiap, Diam-diam dia berpikir dalam hati.
"Apakah dia sudah tahu samaranku dan tahu aku yang menyebabkan kedua
matanya buta?" Tapi Siau Po menekan perasaan curiganya. Cepat-cepat dia berkata:
Tapi aku setia kepadamu, Kau sendiri toh tahu bagaimana aku berani menempuh
bahaya pergi ke Gi Si Pong untuk mencuri sebuah kitab untukmu, sayangnya jumlah
buku di sana terlalu banyak dan aku tidak bisa membaca...."
"Kau tidak bisa membaca?" tanya Hay kongkong heran.
Sekali lagi jantung Siau Po berdenyut dengan kencang, Dia tidak tahu apakah Siau
Kui cu pernah belajar ilmu surat atau tidak, Kalau Siau Kui cu bisa, celakalah dia.
"Karena itu, cepat-cepat dia menambahkan "Berulang kali aku mencari kitab itu, tapi
sejauh ini aku belum berhasil menemukannya, Biarlah, waktu toh masih banyak,
Apalagi sekarang aku sudah menjadi sahabat raja, Setiap waktu aku bisa menghadap
ke kamar tulisnya. Suatu hari aku pasti akan menemukan kitab itu."
"Asal kau tidak melupakannya saja!"
"Mana mungkin aku melupakan bahwa Kong-kong memperlakukan aku dengan baik.
Budi besar itu belum sempat aku balas, Kalau aku sampai melupakannya, sungguh aku
tidak patut disebut manusia!"
"Hm.,, kalau kau tidak tahu membalas budi, memang sungguh kau bukan seorang
manusia!" kata Hay kongkong mengulangi ucapan Siau Po.
Hati Siau Po tercekat, namun sesaat dia telah pulih kembali.
"Sekarang aku akan mengajarkan kau ilmu Tay Cu, Tay Pi, Cian Yap-jiu!"
Hati Siau Po masih was-was, dia takut Hay kongkong akan mencelakainya, tetapi
ternyata orang tua itu sungguh-sungguh mengajaknya ilmu silat, Siau Po pun
memperhatikan dengan seksama kemudian menirunya.
"Perlu kau ketahui bahwa jurus ilmu ini sangat banyak, jumlahnya seribu jurus sesuai
dengan namanya, tidak lebih tidak kurang. Maka kau jangan berharap dapat
menguasainya dalam waktu singkat
"Baik, aku akan belajar sungguh-sungguh, Tidak perduli berapa lama waktunya!"
Hari itu Siau Po berlatih sampai jauh malam, Keesokan harinya dia menemui Kong
Hi, Ditemuinya Kaisar itu sedang meninju bangku kulit dengan kesal setelah melihat
kehadiran Siau Po, baru dia tersenyum.
"Hatiku sedang jengkel, Mari kau temani aku bermain-main!"
"Kong kong baru mengajari aku sebuah ilmu baru. Namanya Tay cu, Taypi Cian Yapjiu.
Katanya ilmu ini lebih hebat dari Toa kim na-hoat. Kalau aku sudah berhasil
menguasainya, kau tidak akan sanggup melawanku lagi!"
"Ilmu yang bagaimana?" tanya Kong Hi penasaran, "Coba kau tunjukkan kepadaku!"
"Baik!" Siau Po pun bergerak menuruti ajarkan Hay kongkong.
Kong Hi memperhatikan dengan seksama. semua serangan Siau Po ditujukan
kepadanya, Kong Hi tidak sempat berkelit Dia kena diserang sebanyak lima kali, tapi
karena serangannya perlahan, dia tidak merasa nyeri ataupun terjatuh karenanya.
"Aih! Sungguh bagus ilmu yang kau tunjukkan itu. Baik Aku akan menemui guruku
dan memintanya untuk mengajarkan ilmu lain yang dapat melawan ilmu barumu itu!"
Siau Po kembali ke kamarnya, dia menceritakan kepada Hay kongkong apa yang
dialaminya bersama Kong Hi.
"Entah ilmu apa yang akan diajarkan gurunya" Sudahlah, sekarang kau harus
berlatih jurus lainnya."
Siau Po menurut Hay kongkong langsung bergerak perlahan-lahan agar Siau Po
dapat melihatnya dengan teliti, mulutnya pun terus memberikan penjelasan mengenai
tipu daya jurus itu. Tetapi ilmu itu memang terlalu rumit Tidak seluruhnya dapat
dimengerti oleh Siau Po. Dia hanya dapat meniru gerakannya saja.
Besoknya seperti dijanjikan, Siau Po langsung menuju Gi Si Pong, ia heran sewaktu
mendapatkan ada empat siwi yang menjaga di depan pintu. Satu di antaranya malah
tersenyumn simpul sambil menyapa.
"Kau tentunya Kui kongkong, bukan" Sri Baginda Raja menitahkan agar kau masuk
saja!" Siau Po terkejut Siapa itu Kui kongkong" Tetapi sesaat kemudian dia mengerti, tentu
dia sendiri yang dimaksud dengan Kui kongkong, Mungkin siwi itu tahu bahwa dia
sudah menjadi orang kepercayaan Kaisar sehingga bersikap sungkan terhadapnya.
"Selamat bertemu!" Dia segera menjura kepada para siwi itu.
Mereka membalasnya dengan hormat Siau Po dipersilahkan masuk ke dalam kamar
tulis. Melihat kehadirannya, kaisar Kong Hi langsung meloncat turun dari kursinya.
"Kelima tipu jurusmu kemarin sudah diajarkan pemecahannya oleh guruku, Mari kita
coba sekarang!" Bagian 06 Siau Po hendak menolak, tapi dia tidak berani Terpaksa dia mengiringi kemauan
sang raja, Hari ini benar saja kelima tipuannya berhasil dipecahkan oleh Kong Hi.
"Kemarin aku mempelajari lagi enam jurus baru, mari kau coba!"
Siau Po langsung menyerang, Dia sempat membuat lawannya kerepotan
"Baiklah, Aku akan mempelajari cara untuk memecahkannya!" Mereka berpisah puIa,
Demikianlah setiap hari Siau Po mempelajari jurus baru lalu dicobanya untuk
menyerang kaisar Kong Hi, setelah kewalahan, raja itu akan mencari pemecahannya
pula dari gurunya. Sekarang bukan hal aneh lagi bila semua thay-kam maupun siwi dan para dayang
tahu bahwa thay-kam cilik dari Siang sian tong ini adalah anak kesayangan raja, Sikap
mereka juga jadi hormat. Di pihak lain, Siau Po juga ingin memperoleh perhatian khusus dari Hay kongkong,
Dia tidak lupa mencari kitab Si Cap Ji cing-keng, tapi sampai sejauh ini dia masih
belum berhasil menemukannya, Sedikit-sedikit dia sudah mengerti ilmu surat karena Hay
kongkong juga mengajarinya.
Pada suatu hari Kong Hi berkata kepada Siau Po.
"Siau Kui cu, besok kita akan melakukan satu pekerjaan besar, Pagi-pagi kau harus
sudah datang dan tunggu aku di kamar tulis!"
"Baik!" sahut Siau Po singkat. Dia tahu Raja tidak suka banyak bicara, Karena kaisar
Kong Hi tidak menjelaskan dia juga tidak menanyakan.
Keesokan harinya, pagi-pagi Siau Po sudah muncul di kamar tulis raja, Begitu dia
muncul Kong Hi segera berbisik kepadanya.
"Aku ingin kau melakukan sesuatu, entah kau berani atau tidak?"
"Kalau kau yang menyuruh, apa yang harus kutakutkan?" sahut Siau Po sok gagah.
"Tapi urusan ini hebat sekali. Kalau kau gagal, bukan hanya jiwamu saja yang
terancam bahaya, jiwaku juga!"
Siau Po terkejut juga, Tetapi sesaat kemudian dia bertekad bulat.
"Paling juga aku kehilangan selembar nyawa, tapi kau adalah raja, siapa yang berani
mencelakaimu." Melihat sikap Siau Po, Kong Hi pun berterus terang.
"Go Pay si menteri celaka itu sudah jelas berniat jahat. Hari ini aku ingin
menawannya, Kita bekerja sama, Beranikah kau?"
Mendengar keterangan itu, bukan main senangnya hati Siau Po. Memang selama ini,
kecuali menemani raja berlatih silat, dia tidak mempunyai kegiatan apa-apa yang
menggairahkan sekarang pun dia tidak pernah berjudi lagi, sedangkan hatinya memang
membenci Go Pay yang dianggapnya congkak dan tidak tahu diri, Tentu dia senang
diajak bekerja sama untuk menawannya.
"Bagus! Bagus! Aku toh pernah mengatakan bahwa kita berdua pasti bisa
melawannya, Tidak perlu kita risaukan bahwa dialah tokoh nomor satu bangsa Boanciu,
Bukankah kita berdua telah memperoleh banyak kemajuan Tidak perlu kita takut
kepadanya!" Namun kaisar Kong Hi menggelengkan kepalanya.
"Bukan begitu maksudku, Kita memang bekerja sama, tapi bukan berarti kita turun
tangan bersama menghadapinya, Kau harus tahu bahwa aku adalah seorang raja, aku
tidak dapat turun tangan sendiri Go Pay mempunyai pengaruh yang besar dalam istana.
Dia juga pemimpin dari para pengawal dan pasukan tentara, Di dalam istana banyak
siwi yang menjadi orang kepercayaannya. Bila ia sampai memberontak, pasti sebagian
besar berpihak kepadanya, jangan kata kita berdua, bahkan permaisuri dan ibu suri pun
akan terancam bahaya..."
Siau Po benar-benar tidak takut, dia malah menepuk dada.
"Kalau begitu, sebaiknya aku tunggu dia di luar istana, Secara tidak terduga-duga di
mana dia tidak bersiap sedia, aku akan menyerangnya, Dengan sebatang golok, aku
akan menikamnya, Syukur kalau aku berhasil, tapi kalau gagal, dia toh tidak akan tahu
bahwa aku disuruh olehmu!"
"Dia sangat gagah perkasa, sedangkan kau masih terlalu kecil Mungkin kau bukan
tandingannya, LagipuIa di luar istana juga banyak pengawal Mana mungkin kau bisa
mendekatinya" Taruh kata, kau bisa membunuhnya, tapi kau sendiri juga akan mati
dikeroyok para siwi," kata Kong Hi panjang lebar "Aku mempunyai jalan lain yang lebih
baik...." "Baik, apa itu?" Siau Po pun penasaran.
"Sebentar dia akan datang melaporkan sesuatu, Sebelum itu aku akan menitahkan
para thay-kam kecil berkumpul di sini. Kau harus memperhatikan aku. Asal cawan teh di
tanganku terlepas jatuh, langsung saja kau maju menotok jalan darahnya, Dalam waktu
yang bersamaan, seluruh thay-kam cilik akan menyerangnya sehingga dia kerepotan.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kalau kau gagal juga, terpaksa aku turun tangan membantumu!"
"Bagus akalmu itu!" kata Siau Po. "Apakah kau mempunyai golok" Usaha ini harus
berhasil Kalau rencana kita sampai gagal, terpaksa aku harus membunuhnya!"
Kong Hi menganggukkan kepalanya, Dari kaos kakinya dia mengeluarkan dua bilah
pisau belati. Yang satu diserahkannya kepada Siau Po, sedangkan yang lainnya dia
simpan sendiri. "Tenangkan hatimu," kata Siau Po.
"Sekarang kau pergilah dan panggillah kedua belas thay-kam cilik kemari!" perintah
kaisar Kong Hi. Siau Po menurut, Tidak Iama kemudian dia sudah kembali lagi dengan para thaykam
cilik itu. Kedua belas thay-kam cilik itu sudah berlatih ilmu gulat selama beberapa bulan atas
titah kaisar Kong Hi. Mereka memang tidak mengerti ilmu silat, tapi untuk menerjang,
cengkeram kaki tangan, mereka sudah cukup pandai.
Raja segera berkata kepada mereka.
"Kalian sudah belajar beberapa bulan, entah sampai di mana kemajuan kalian"
sebentar akan datang seorang jago gulat kami, aku menyuruh dia menguji kalian, Nanti
kalau cawanku jatuh ke atas lantai, kalian harus menyerangnya serentak, Gunakan
segenap kepandaian kalian, Siapa yang berhasil mencekalnya erat-erat, akan
kuberikan hadiah besar."
Selesai berkata, kaisar Kong Hi menarik lacinya dan mengeluarkan setumpuk uang
Goan Po senilai lima puluh tail masing-masing lembarannya, dia menunjuk ke arah
tumpukan uang itu kemudian berkata dengan nada berwibawa.
"Siapa yang menang, masing-masing akan mendapat selembar Goan Po ini. Kalau
kalian kalah, dua belas orang akan dipenggal batang lehernya, orang yang malas dan
tidak berguna, tidak perlu dibiarkan hidup terus!"
Kedua belas thay-kam itu langsung menjatuhkan dirinya berlutut dan berkata
serentak. "Budak sekalian akan bekerja dengan sepenuh hati bagi Sri Baginda!"
"SebetuInya ini bukan tugas apa-apa. Aku hanya ingin menguji kepandaian dan ingin
mengetahui apakah selama ini kalian belajar dengan rajin atau hanya bermalasmalasan.
Nah, bangunlah." Menyaksikan gerak-gerik raja dan kata-katanya, hati Siau Po kagum sekali.
"Kaisar memang cerdik sekali Dengan demikian orang tidak akan curiga bahwa dia
memang berniat menghancurkan Go Pay," pikirnya dalam hati.
Para thay-kam itu memberi hormat kemudian bangkit kembali Raja membalik
lembaran bukunya dan membaca dengan suara kurang jelas, Siau Po memperhatikan
dengan seksama, Raja itu tabah dan tenang, suaranya tidak gemetar sedangkan dia
sendiri merasa kaki dan tangannya mulai berkeringat dingin.
"Ah, Siau Kui cu," katanya kepada diri sendiri "Kalau dibandingkan dengan Siau Hian
cu, hari ini kau kalah semuanya, Kau kalah tenang dan kalah gagah!"
Namun sesaat kemudian dia berpikir lagi Siau Hian cu adalah seorang raja, pantas
dia mempunyai sikap demikian. Umpama dia sendiri yang menjadi raja, dia juga yakin
akan mempunyai ketenangan seperti Siau Hian cu.
Tidak lama kemudian, di luar kamar terdengar suara tindakan sepatu, disusul dengan
suara seorang pengawal "Go siau-po datang menghadap Sri Baginda! Dia memujikan agar Sri Baginda dalam
keadaan sehat wal'afiat dan berbahagia!"
"Go siau-po, masuklah!" sahut Raja memberi ijinnya.
Tirai disingkapkan dan Go Pay melangkah masuk. Dia memberi hormat dengan
menekuk lututnya. Kong Hi tertawa. "Go siau-po, kebetulan sekali kau datang," katanya. "Di sini ada dua belas orang
thay-kamku, semuanya belajar ilmu guIat, Mereka ingin aku memberi petunjuk kepada
mereka, sedangkan kau adalah orang kuat nomor satu bangsa Boanciu, Entah
bagaimana pendapatmu?"
"Apabila Sri Baginda mempunyai kegembiraan untuk menyaksikan tentu hamba
bersedia melayani." sahut Go Pay sambil memberi hormat sekali lagi.
Kong Hi tertawa. "Siau Kui cu, kau perintahkan semua siwi di luar sini untuk beristirahat, tanpa ada
titah dariku, mereka tidak boleh datang kemari!" katanya kepada Siau Po.
"Baik!" sahut Siau Po yang langsung keluar menjalankan titahnya.
Kembali raja tertawa lebar, Kemudian dia berkata lagi kepada Go Pay.
"Go siau-po, pernah kau menganjurkan kepadaku agar jangan banyak membaca
buku-buku bangsa Han. sekarang aku pikir nasehatmu memang tepat sekali, sekarang
kita pergi ke kamar tulisku saja dan bermain-main di sana. Dengan demikian tidak ada
orang yang mengetahuinya. Apabila hal ini sampai diketahui oleh Thay hou (ibu suri)
tentu aku akan dipaksanya membaca buku pula."
Senang sekali hati Go Pay mendengar kata-kata sang Raja kecil ini.
"Betul, betul. Segala buku bacaan bangsa Han memang tidak ada manfaatnya!"
Raja tertawa, sementara itu Siau Po sudah kembali Dia melaporkan.
"Semua siwi sudah mengundurkan diri. Mereka menghanturkan terima kasih buat
kebaikan Sri Baginda."
"Bagus!" seru kaisar Kong Hi sambil tersenyum "Nah, sekarang kita mulai bermainmain,
Para thay-kam cilik, kalian memencarkan diri dan menjadikan kelompok yang
terdiri dari dua orang."
Kedua belas thay-kam itu segera mengiakan Kemudian mereka mengatur diri
masing-masing. Go Pay tertawa menyaksikan gerak-gerik para thay-kam cilik itu. Terang dia tidak
memandang mata pada mereka. Dia yakin kepandaian mereka masih belum berarti
Tampak dia menggelengkan kepalanya berulang kali.
Raja diam-diam memperhatikan gerak-gerik Go Pay. Dia mengangkat cawannya
kemudian minum seteguk. "Go siau-po, apakah kau menganggap kepandaian anak-anak ini biasa-biasa saja?"
"Mungkin lumayan juga," sahut Go Pay tersenyum, agak sinis tampaknya.
Raja pun ikut tertawa. "Jikalau dibandingkan dengan Go siau-po, mereka pasti tidak ada apa-apanya,"
katanya sambil menggeser tubuhnya sedikit dan menjatuhkan cawannya sambil
berseru, "Sekarang!"
"Sri Baginda?" seru Go Pay terkejut Tapi hanya sepatah sempat dia bersuara, karena
di lain waktu dia sudah diterjang oleh kedua belas thay-kam cilik itu. Ada yang
menyerempet bahunya, ada yang mencekal kaki dan tangannya malah ada pula yang
menghajar dengan tinjunya.
Raja tertawa terbahak-bahak kemudian berkata dengan lantang. "Go siau-po, awas!"
Go Pay terkejut, tapi dia masih belum sadar. Dia masih mengira Sri Baginda hanya
menyuruh para thay-kam itu mengujinya. Atau dia yang menguji para thay-kam itu.
Tenaganya kuat sekali, begitu dia mengerahkannya, empat orang thay-kam langsung
terpental mundur Dia tidak mengerahkan seluruh tenaganya karena khawatir ada yang
terluka, Dia menendang dan kembali dua orang thay-kam terpelanting jatuh.
Para thay-kam terus mengingat ucapan Raja, Kalau mereka kalah, mereka akan
dihukum penggal, tapi kalau menang akan mendapatkan hadiah besar Karena itu
mereka menjadi nekat, Yang jatuh segera merangkak bangun dan menerjang kembali
Apalagi yang memeluk pinggang serta mencekal betisnya, mereka benar-benar sudah
nekat. Siau Po tahu tugasnya, ketika orang-orang itu sedang bergumul, diam-diam dia
menghampiri dari belakang, Tujuannya untuk menotok jalan darah I-Sia hiat, Kalau
orang biasa yang terkena totokan di jalan darah itu, pasti akan roboh seketika atau
setidaknya pingsan. Tetapi menteri yang satu ini memang luar biasa, dia hanya merasa
tubuhnya kesemutan dan diam-diam dia berpikir dalam hati.
"Siapa tokoh lihay yang paham ilmu menotok ini?"
Menteri itu langsung mengibaskan lengan kirinya sehingga tiga orang thay-kam
roboh terpelanting, Dia bermaksud membalikkan tubuh untuk melihat siapa orang yang
menyerangnya. Tetapi tiba-tiba dia merasa dadanya nyeri karena Siau Po sudah menyerangnya
kembali sekarang dia terkejut sekali begitu mengetahui bahwa yang menyerangnya
bukan lain thay-kam cilik yang selalu menyertai kaisar, Dia juga merasa heran dan
aneh, walaupun demikian, dia masih tidak dapat mempercayai bahwa raja memang
sengaja menitahkan para thay-kam itu untuk membekuknya.
Dengan satu luncuran tangan kiri, Go Pay menyerang Siau Po. Maksudnya ingin
menekan bahu si bocah tetapi Siau Po berkelit ke kiri sembari membalas sebuah
serangan. Bahkan Siau Po menggunakan kedua tangannya, tangan kirinya meninju sedangkan
tangan kanan mengirimkan totokan.
Siau Po menggunakan tipu jurus "Kiak Hou Kong Kong (Setelah sadar ternyata
kosong) Tangan kirinya tidak menyerang terus, hanya gertakan belaka. Go Pay berkelit,
tahu-tahu dia mendupak lawannya dengan mencelat ke atas.
Go Pay terkejut setengah mati. Namun tiba-tiba Siau Po menjerit keras-keras, karena
kakinya seperti membentur dinding yang kokoh,sekarang Go Pay bukan hanya terkejut
saja, dia juga gusar sekali Sudah berkali-kali orang menyerangnya di bagian yang
berbahaya, sedangkan para thay-kam mengerubutinya seperti semut merubung gula.
Dia juga tidak dapat menerka apa maksud Raja yang sebenarnya, Timbul niatnya
untuk menghalau kawanan thay-kam itu, tapi masih saja tangan dan kakinya dicekal
Dua terlepas yang lain segera menerjang lagi.
Raja menonton sambil bersorak-sorak dan menepuk tangan dengan keras.
"Go siau-po, aku khawatir kau akan kalah!" katanya sambil tertawa terbahak-bahak.
Go Pay justru bermaksud menghajar kepala Siau Po ketika dia mendengar kata-kata
raja, Hilanglah kecurigaannya.
"Ah, kiranya raja sedang bercanda denganku, Dasar adatnya masih kekanakkanakan,
Mana boleh aku mempunyai pikiran yang sama!" Maksudnya ia tidak boleh
melayani anak-anak itu dengan sungguh-sungguh.
Kembali menteri itu meluncurkan tangan kirinya. Kali ini Siau Po terhajar bahu
kanannya, Dia terhajar dengan tenaga sebanyak tiga bagian, tapi sudah terhitung hebat
sebab tubuh orang itu besar sekali Tubuhnya terhuyung-huyung seketika. Tapi dia
memang lihay, karena terhuyung ke samping, maka dari tempat itu kembali dia
melakukan penyerangan. Bukan main kagetnya Go Pay, hatinya juga jadi mendongkol Dia membentak keras
kemudian meluncurkan kedua tangannya untuk mencekik batang leher Siau Po.
Dalam keadaan kritis, Kong Hi tidak dapat berdiam diri lagi. Kalau tidak usahanya
pasti mengalami kegagalan pisau belatinya sudah siap di tangan. Begitu terjun ke
arena, dia langsung mengincar punggung lawannya.
Go Pay terkejut setengah mati melihat keadaan ini. sekarang dia sadar bahwa raja
memang menghendaki nyawanya. Ditinggalkannya Siau Po dan berbalik untuk
menyerang kaisar Kong Hi.
Dengan gesit bocah yang menjadi raja itu dapat menghindarkan diri, Go Pay jadi
gusar Diangkatnya dua orang thay-kam terdekat, kepala keduanya diadu dengan keras
sehingga otaknya berceceran Kemudian dia menghajar seorang thay-kam lainnya
dengan tangan kiri dan menendang empat orang thay-kam lagi yang merangkul
betisnya. Para thay-kam itu terpental ke belakang sehingga membentur tembok, Tulang
mereka berpatahan dan roboh di atas tanah tanpa berkutik lagi, mereka sudah mati
karena hajaran yang keras itu.
Delapan thay-kam dalam sekejap mata sudah dibuat tidak berdaya dan empat
lainnya sampai termangu-mangu, Kong Hi dan Siau Po terus menyerang dengan belati
di tangan masing-masing, Go Pay semakin gusar.
Dia membentak keras, kemudian menghajar dengan kalap, Beberapa kali hampir
saja serangannya mengenai tubuh kedua bocah yang mengeroyoknya, semakin lama
mereka semakin kewalahan.
Go Pay mendongkol sekali melihat serangannya gagal, dengan tendangan berantai
dia menyerang tubuh rajanya. Namun justru tepat pada saat itu, terlihat asap mengepul
dan debu beterbangan percuma saja Go Pay bermaksud mengibas dengan kedua
tangannya, sebab abu kayu cendana yang halus sudah masuk ke dalam matanya.
Rupanya Siau Po kembali menggunakan cara yang licik itu untuk menghadapi
lawannya. Tanpa menunda waktu lagi, dia mengangkat hiolo tempat kayu cendana untuk
mengharumkan ruangan Diangkatnya hiolo itu ke atas kemudian dihajarnya ke kepala si
menteri laknat. Hiolo jatuh di atas tanah dan pecah berantakan, tetapi Go Pay tidak apa-apa. Sesaat
kemudian tampak tubuhnya terhuyung-huyung kemudian jatuh terkulai di atas tanah.
Rupanya kepalanya hanya pusing dihajar terlalu keras oleh Siau Po dan lantas jatuh
semaput. Cepat Siau Po dan kaisar Kong Hi mengambil tali untuk mengikat tubuh orang itu
kuat-kuat. "Siau Kui cu, kau hebat sekali!" puji kaisar.
Tidak lama kemudian Go Pay sudah sadar kembali Dia terkejut menyaksikan dirinya
telah terikat ketat. "Aku adalah menteri setia! Aku tidak berdosa! Mengapa aku dicelakai sedemikian
rupa" Aku tidak puas!"
"Jangan cerewet." bentak Siau Po. "Kau justru brengsek dan bermaksud berkhianat.
Rupanya sudah lama kau merencanakan maksud jahatmu ini. Hayo kalau tidak,
mengapa kau masuk ke dalam Gi Si Pong dengan membawa senjata tajam" Kau
berdosa sekali sehingga patut mendapat hukuman mati selaksa kali!"
"Aku tidak membawa golok ataupun senjata tajam apa-apa!" bantah Go Pay.
"Sudah terang kau membawa senjata tajam!" bentak Siau Po tidak kalah bengisnya.
"Lihatlah, di punggungmu ada sebatang pisau belati, Demikian pula di tanganmu. Masih
mau menyangkal?" Padahal itulah pisau belati yang diserahkan Kong Hi kepadanya, Go Pay penasaran
sekali, Dia berteriak-teriak menyangkalnya.
Raja mengawasi sisa thay-kam yang masih hidup, jumlahnya hanya tinggal empat
orang. "Kalian lihat sendiri, bukan" Go Pay sudah berani kurang ajar dan berniat jahat, Dia
mau membunuh aku!" Sisa para thay-kam itu memang sedang kebingungan apa sebenarnya yang telah
terjadi. Mereka juga tidak tahu apa yang harus dilakukan. Mendengar kata-kata raja,
mereka hanya bisa menganggukkan kepalanya berulang kali.
"Ya... ya...." "Sekarang kalian keluar..." kata Raja kepada keempat thay-kam itu. "Lekas kalian
panggil orang Kong Cin-ong, Kiat Si dan Ngo Tu berdua datang kemari!" Raja
mengawasi mereka dengan tajam.
"Apa yang terjadi di sini, aku larang kau bicarakan dengan siapa pun juga, Kalau
peristiwa ini sampai tersiar, hati-hati dengan batok kepala kalian!"
Keempat thay-kam itu segera mengiakan Setelah memberi hormat, bergegas mereka
keluar dari kamar tulis raja.
"Penasaran! Penasaran!" teriak Go Pay seperti orang kalap, "Sri Baginda sendiri
ingin membinasakan aku, padahal aku adalah menteri yang setia, Kalau mendiang Sri
Baginda mengetahui hal ini, pasti arwah nya tidak akan tenang."
Wajah Kong Hi menjadi merah padam, Dia memandang kepada Siau Po sambil
berbisik. "Kita harus mencari jalan agar dia tidak mengoceh terus."
"Ya!" sahut Siu Kui cu palsu, Dia segera menghampiri Go Pay dan memencet
hidungnya, Dengan demikian mulut menteri itu jadi terbuka. Kemudian dia memberi
isyarat kepada Siau Hian cu. Tentu saja Raja yang cerdik itu mengerti Dia segera
mengambil pisau belati dari tangan Go Pay dan digunakan untuk memotong lidahnya,
Go Pay meronta-ronta kemudian terdiam karena saking sakitnya, dia pun lantas
semaput. Siau Po menancapkan kedua bilah belati itu di atas meja, Kong Hi senang sekali
melihat tindakan sahabatnya itu. Kalau tidak ada bantuan Siau Po yang cerdik, tentu
tadi dia sudah mati di tangan Go Pay.
Tidak lama kemudian keempat thay-kam tadi sudah balik lagi dengan Kong Cin-ong,
Kiat Si dan So Ngo Ta. Mereka melihat mayat-mayat yang bergelimpangan dan
keadaan Go Pay yang mengenaskan, Keduanya sampai berdiri termangu-mangu
beberapa saat. Raja segera menjelaskan kepada mereka berdua.
"Go Pay mempunyai niat memberontak. Dia datang kemari dengan membawa
senjata tajam, dengan berani dia mencoba menyerangku untuk membunuhku.
Syukurlah roh para leluhurku masih melindungi aku sehingga niatnya itu tidak tercapai
juga ada thay-kam cilik dari Siang Sian Tong ini bersama para thay-kam muda lainnya
sehingga penjahat besar ini dapat dibekuk, sekarang aku serahkan pada kalian untuk
mengurus hal selanjutnya."
Kong Cin-ong dan So Ngo Ta memang biasanya tidak cocok dengan Go Pay.
Mereka merasa tidak puas dengan tindak-tanduk menteri itu, sekarang menghadapi
kenyataan ini, tentu saja mereka menjadi senang bukan main. Tanpa diperintahkan
untuk kedua kalinya, mereka langsung menjatuhkan diri berlutut memberi hormat
kepada raja. Terdengar raja berkata pula.
"Tentang Go Pay yang menyelinap kemari untuk membunuhku, sebaiknya jangan
kalian beritahukan kepada siapa pun juga, dengan demikian Hong thay hou serta Thay
hong tidak akan terkejut dan ketakutan. Lagipula hal ini bisa menjadi bahan tertawaan
rakyat dan bangsa Han. Go Pay memang jahat, meskipun tidak ada kejadian ini, sudah
sejak dulu dia patut dihukum mati!"
Kedua menteri itu mengangguk-anggukkan kepalanya ke atas lantai.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya... ya..." sahut mereka serentak.
Meskipun demikian, dalam hati mereka sebetulnya timbul juga kecurigaan.
Kekuataan Go Pay luar biasa, lagipula dia juga tokoh nomor satu bangsa Boan Ciu,
Bagaimana dia dapat dikalahkan dengan mudah oleh beberapa orang bocah cilik"
Di balik semua ini pasti ada apa-apanya, pikir kedua menteri itu. Tetapi mereka tidak
berani meminta keterangan dari raja. Bahkan mereka sudah merasa senang karena
satu saingan sudah tergeser.
Terdengar Kiat Si berkata. "Perlu Baginda ketahui bahwa Go Pay mempunyai banyak
antek di dalam istana, kalau perlu kita harus sapu bersih seluruh antek-anteknya. Kita
harus mencegah apabila mereka berbalik pikiran, Hamba rasa sebaiknya Ngo tayjin
tetap di sini saja untuk melindungi Baginda, jangan sampai berpisah satu tombak pun
darinya. Hamba sendiri akan menurunkan titah untuk menawan seluruh antek Go Pay."
"Baik!" kata Raja menganggukkan kepalanya.
Kong Cin-ong memberi hormat kemudian mengundurkan diri. sementara itu So Ngo
Ta memperhatikan Siau Kui cu sambil tersenyum.
"Saudara cilik, hari ini kau berjasa telah menyelamatkan nyawa Sri Baginda, Kau
sungguh hebat!" Siau Po merendah. "Semua ini berkat rejekinya Sri Baginda yang besar, Kami yang
menjadi budak-budak, mana bisa berbuat jasa apa-apa!"
Kong Hi senang mendengar Siau Po tidak mengharap apa-apa, terutama dia tidak
menceritakan perihal berkelahinya melawan Go Pay.
"Sayang sekali dia hanya seorang thay-kam sehingga tidak bisa dihadiahkan
kedudukan yang tinggi. Baiknya ku hadiahkan jumlah uang yang besar saja," pikir Kong
Hi dalam hatinya. Sementara itu, Kong Cin-ong bekerja dengan tangkas. Dalam sekejapan saja seluruh
antek Go Pay sudah dibekuknya, Dia kembali dengan membawa sejumlah menteri dan
pangeran yang semuanya meminta maaf atas keteledoran mereka dan juga
mengucapkan selamat kepada Sri Baginda yang terlepas dari marabahaya.
Akhirnya Raja dipersilahkan memilih pemimpin siwi yang baru dan sekaligus
beberapa siwi lainnya untuk menggantikan antek-antek Go Pay yang tertangkap.
"Kalian pasti sudah letih sekali," kata Raja, sementara itu, para pangeran dan menteri
itu menjadi bergidik melihat mayat para thay-kam yang berserakan dalam keadaan
mengenaskan. Bahkan ada beberapa orang yang mencaci maki Go Pay karena
kekejamannya itu. Setelah itu Heng Pou Siang Si segera membawa Go Pay untuk dipenjarakan,
sedangkan para pangeran dan menteri masih menghibur Raja dengan beberapa patah
kata sebelum mengundurkan diri ke tempat masing-masing.
Kong Cin-ong juga menyampaikan pesan Raja agar tidak menyiarkan maksud jahat
Go Pay supaya tidak membuat terkejut permaisuri atau ibu suri. Cukup disalahkan
karena kekurangajarannya dan tidak becus dalam pemerintahan saja.
Para pangeran itu memuji kebijaksanaan kaisar Kong Hi mengingat kejahatan Go
Pay itu besar sekali, padahal selama Kong Hi memerintah, meskipun belum terlalu
lama, tetapi juga bukan baru beberapa bulan, tampuk pemerintahan yang sebenarnya
diatur oleh Go Pay, jadi raja cilik itu hanya mendengarkan apa yang dikatakan
menterinya itu, sekarang melihat kebijaksanaannya, otomatis mereka merasa kagum
dan tidak henti-hentinya memuji.
Kaisar Kong Hi sendiri merasa puas atas apa yang dilakukannya, rasanya baru
sekarang dia dapat mencicipi bagaimana menjadi raja yang sesungguhnya. Diam-diam
dia melirik kepada Siau Kui cu. Didapatinya bocah itu hanya berdiri diam di pojok,
Kaisar Kong Hi berkata dalam hati: "Aih! jasa bocah ini benar-benar sulit dibalas!"
Begitu para pangeran dan menteri-menteri sudah keluar semua, So Ngo Ta berkata
kepada kaisar Kong Hi. "Sri Baginda kamar tulis ini harus dibersihkan Keadaannya benar-benar tidak enak
dilihat Sebaiknya Sri Bagihda kembali dulu ke kamar sendiri untuk beristirahat!"
Kong Hi mengangguk mengiakan Dia lantas mengundurkan diri. Kong Cin-ong dan
So Ngo Ta mengantarnya sampai di luar kamar Ketika raja hendak berlalu, Siau Kui cu
masih berdiri di sudut dengan termangu-mangu.
Karena tidak mendapat perintah apa-apa, dia menjadi bingung apa yang harus
dilakukannya. Raja segera mengangguk kepadanya dan berkata, "Mari ikut aku!"
Siau Po sudah menduga bahwa kamar raja itu pasti luar biasa indahnya, dia memang
ingin sekali melihat kamar raja, tetapi begitu masuk ke dalam, dia jadi melongo. Sebab
kamar raja itu demikian sederhana sehingga hampir tidak berbeda dengan kamar rakyat
umumnya. Hanya bantal dan spreinya yang terbuat dari sutera bersulaman indah.
Kong Cin-ong dan So Ngo Ta tidak ikut masuk ke dalam kamar. Mereka hanya
mengantarkan dan kemudian mengundurkan diri. Sebab kamar raja tidak boleh
dimasuki orang lain kecuali para thay-kam, dayang-dayang, ratu serta selir-selir.
Sehabis minum ramuan Som Tung yang disajikan dayangnya, Kong Hi berkata
kepada Siau Kui cu palsu.
"Siau Kui cu, mari kau ikut aku menghadap Hong thayhou!"
Kaisar Kong Hi belum menikah, kamarnya terpisah tidak jauh dari kamar Hong
thayhou, Begitu sampai di sana, Kong Hi langsung masuk ke dalam, Siau Po disuruh
nya menunggu di luar. Berdiri menunggu di depan seorang diri, pikiran Siau Kui cu alias Siau Po
melayanglayang. "llmu Taycu Taypi Cian Yap-jiu telah aku kuasai demikian pula dengan ilmu Pat Kua
Yu-Ciong ciang milik raja, Untuk apa aku terus menyamar sebagai thay-kam di sini"
Setiap hari aku harus berlutut memberi hormat dan munduk-munduk kepada Siau Hian
cu. Hal ini membuat pikiranku jadi mumet, Go Pay telah berhasil dibekuk, Siau Hian cu
tidak memerlukan bantuanku lagi sebaiknya besok aku lari saja dari istana ini dan tidak
perlu kembali lagi! pikirnya dalam hati.
Selagi pikirannya bekerja, seorang thay-kam tua berjalan keluar dan
menghampirinya. "Saudara Kui, Hong thayhou menitahkan saudara masuk ke dalam untuk
menyampaikan hormat kepada beliau," katanya sembari tersenyum.
Mendengar keterangannya, lagi-lagi hati Siau Po mengeluh.
"Celaka dua belas! Kembali aku harus bertekuk lutut dan mengangguk-angguk
sehingga dahiku sakit karena membentur lantai terus menerus. Dan kau, Hong thayhou,
mengapa bukan kau saja yang menjatuhkan diri berlutut dan mengangguk terhadap aku
Wi Siau-po?" Meskipun dia berpikir demikian, tetapi dengan sikap hormat dia mengiakan.
Kemudian dia mengiringi thay-kam itu masuk ke dalam kamar.
Mereka melewati dua buah ruangan, sampai di depan sebuah pintu, thay-kam tua
tadi menyingkapkan tirai penyekat sambil berkata.
"Lapor kepada thayhou, Siau Kui cu telah datang menghadapi Selesai berkata, dia
memberi isyarat kepada Siau Po.
Siau Po mengerti. Dia melangkah masuk, Di bagian dalam masih ada selapis tirai
lainnya yang bertaburkan batu manikam, sinarnya berkilauan. Sungguh indah, Tirai itu
disingkap oleh seorang dayang.
Sambil menunduk, Siau Po melangkahkan kakinya. Diam-diam dia melirik ke atas,
dilihatnya seorang wanita cantik berusia kurang lebih tiga puluh enam tahun duduk di
sebuah kursi. Dia langsung menduga bahwa wanita itulah Hong thayhou atau ibu suri.
Tanpa menunda waktu lagi, dia segera menjatuhkan diri berlutut dan memberi hormat.
Hong thayhou tersenyum sembari mengangguk kecil.
"Bangunlah!" perintahnya, Ketika Siau Po bangkit, dia berkata kembali "Sri Baginda
mengatakan bahwa hari ini kau telah membuat jasa besar dengan membantu menawan
Go Pay...." "Harap thayhou ketahui bahwa hamba hanya tahu bagaimana bersetia kepada Sri
Baginda dan melindunginya. Apa pun yang Sri Baginda titahkan, hamba hanya
menjalankan. Usia hamba masih muda, karena itu pengetahuan hamba pun dangkal
sekali" Belum ada satu tahun Siau Po menjadi thay-kam gadungan dalam istana, tetapi
karena otaknya cerdas, dengan cepat ia dapat mengerti adat istiadat yang berlaku di
tempat itu. Selama dia bermain judi, kawan-kawannya sering bercerita tentang pengalaman
mereka dan dia mendengarkan dengan seksama. Dia tahu bahwa raja maupun ibu suri
tidak suka pada orang yang mengagul-agulkan jasanya.
Semakin besar pahalanya, orang itu harus bersikap pura-pura bodoh agar tidak
timbul masalah yang tidak diinginkan jangan sekali-kali bersikap congkak dan angkuh,
pasti usianya tidak bakal panjang. Apalagi orang yang tidak disukai oleh junjungannya.
Ternyata ibu suri senang sekali dengan sikap Siau Po. Terdengar dia berkata
kembali. "Kau masih muda, tetapi kau sudah tahu aturan dan setia, Kegagahanmu melebihi
Go Pay yang telah menjadi siau-po. Aih, anak! Hadiah apakah yang pantas kita berikan
kepadanya?" tanya ibu suri kepada Sri Baginda.
Kong Hi menjawab dengan hormat. "Silahkan thayhou saja yang memutuskannya."
Hong thayhou berpikir sejenak, terdengar dia seperti menggumam seorang diri.
"Di dalam Siang-sian tong, apakah tingkatanmu?" tanyanya kepada Siau Po. "Ah,
sudahlah, sekarang aku akan mengangkat kau menjadi thay-kam tingkat enam dan
kepala thay-kam, Kau harus selalu mendampingi Sri Baginda!"
Mendengar kata-kata ibu suri, Siau Po ngedumel dalam hati.
"Masa bodoh kau mau mengangkat aku menjadi thay-kam tingkat satu sekalipun
Tidak nanti aku akan menerimanya!" Meskipun hatinya berkata demikian, dia langsung
bertekuk lutut dan menganggukkan kepalanya seraya berkata.
"Terima kasih atas kebaikan thayhou!" Dalam istana Ceng, tingkatan para thay-kam
dibagi dalam kelompok congkoan (pengurus) yang semuanya berjumlah empat belas
orang, Siuceng thay-kam seratus delapan puluh sembilan orang, jumlah thay-kam tidak
terbatas, Mula-mula jumlahnya hanya beberapa orang, sekarang mungkin sudah lebih
dari dua ribu orang. Thay-kam tingkat empat menduduki jabatan tertinggi. Ada pula tingkat yang paling
rendah, yakni tingkat delapan, Siau Po dari thay-kam tanpa tingkat tiba-tiba dinaikkan
kedudukannya menjadi thay-kam tingkat enam. Kejadian ini bukanlah suatu hal yang
mudah, boleh dibilang sangat jarang terjadi.
Ibu suri mengangguk-anggukkan kepalanya, "Baik-baiklah kau menjalankan
tugasmu!" "Ya... ya!" sahut Siau Po berulang-ulang, Dia pun lalu bangkit untuk mengundurkan
diri, namun pada saat itulah dia melihat di samping meja ibu suri ada sejilid kitab
yang diatasi kain kuning, Di atasnya tertulis "Si Cap Ji cing-keng! Siau Po jadi tertegun,
Diamdiam dia berpikir dalam hati. "Monyet! Lohu mencarinya dalam Gi-Si pong sampai berbulan-bulan, tapi tidak
berhasil menemukannya, Tahu-tahu kitab itu ada di kamar ibu suri, Tentu saja sampai
botak pun aku tidak akan mendapatkan hasil apa-apa!"
Hong thayhou tersenyum ketika mengetahui Siau Po sedang memperhatikan
kitabnya. "Eh, Siau Kui cu, apakah kau bisa membaca?"
"Hamba belum pernah bersekolah," sahut Siau Po cepat "Hamba hanya mengenal
beberapa huruf saja."
"Kalau begitu, bila ada kesempatan, ada baiknya kau belajar menulis dan membaca
dari beberapa thay-kam tua."
"Baik," sahut Siau Po sambil mengundurkan diri.
Ketika seorang dayang menyingkapkan tirai, diam-diam Siau Po memperhatikan ibu
suri, Dia melihat wajah wanita itu agak pucat namun sepasang matanya sangat tajam
dan alisnya berkerut Tampaknya ada sesuatu yang menyusahkan hatinya.
"Dia kan ibu suri, apa yang membuat pikirannya susah?" tanyanya dalam hati.
Sesampainya di kamar, Siau Po menceritakan semua yang dialaminya kepada Hay
kongkong, Ternyata Hay kongkong menyambut ceritanya dengan tawar.
"Sebetulnya sejak beberapa waktu yang lalu, hal itu sudah akan dilakukannya.
Siau Po terkejut. "Kongkong, apakah kau sudah tahu rencana Sri Baginda ini?"
"Sri Baginda belajar gulat, ini merupakan permainan yang paling digemari anak-anak,
tapi dia belajar dengan serius, Apalagi dia juga mempelajari Patkua Yu-ciong ciang,
tentu dia mengandung maksud tertentu, Dia juga menunggu sampai kau berhasil
mempelajari Cian-yap jiu, baru dia mengajakmu membekuk Go Pay. Sungguh harus
dikagumi kesabarannya itu."
Siau Po memalingkan kepalanya dan menatap Hay kongkong dengan perasaan
heran. "Kura-kura tua ini matanya sudah buta, tetapi urusan apa pun tidak dapat
mengelabuinya," pikirnya dalam hati
Terdengar Hay kongkong bertanya kepada Siau Po.
"Bukankah Sri Baginda telah mengajakmu menemui Hong thayhou?"
"Benar!" sahut Siau Po yang semakin heran, "Lagi-lagi dia tahu!"
"Apa yang dihadiahkan Hong thayhou kepadamu?"
"Aku tidak diberikan hadiah apa-apa. Hanya dianugerahi pangkat sebagai thay-kam
tingkat enam dan Siuceng thay-kam..."
Hay kongkong tertawa terbahak-bahak. "Bagus! Dibandingkan diriku, kau hanya
kalah satu tingkat. Aku memerlukan waktu tiga puluh tahun baru mencapai tingkat ini,
sedangkan kau hanya dalam waktu beberapa bulan saja."
Siau Po memperhatikan orang tua itu lekat-lekat.
"Besok aku toh akan meninggalkan istana ini, Kau telah mengajarkan aku berbagai
iimu, tetapi aku malah membutakan kedua matamu, Dalam hal ini, akulah yang bersalah
seharusnya aku mencuri kitab Si Cap Ji cing-keng itu sebagai balas budimu tetapi
sayangnya buku itu sedang dibaca oleh ibu suri. Mana mungkin aku bisa mencurinya,
Ada baiknya aku beritahukan saja kepadamu agar kau mencari jalan sendiri!"
Membawa pikiran demikian, dia segera berkata kepada Hay kongkong.
"Kongkong, ketika hendak meninggalkan kamar ibu suri, aku melihat suatu benda
yang menurutku cukup aneh."
"Apa itu?" tanya si thay-kam tua cepat.
"Kitab Si Cap Ji cing-keng yang kau ingin aku mencurinya, kongkong."
"Apa?" Hay kongkong terperanjat sikapnya yang tenang sebagaimana biasanya tidak
terlihat lagi. "Apa kata-katamu benar?" Tampangnya penuh semangat. Dia langsung
menghambur ke depan untuk menyambar tangan Siau Po.
Bocah itu terkejut setengah mati, Dia berniat menghindarkan diri, tapi baru kakinya
menggeser sedikit, tahu-tahu tangannya sudah tercekal.
"Buat apa aku berbohong?" sahutnya gugup, "Kitab itu berada di samping meja ibu
suri. Aku juga melihat kain pembungkus yang terbuat dari sutera berwarna kuning, Di
atasnya terdapat lima huruf dengan sulaman indah, Si Cap Ji cin-keng."
Untuk beberapa saat Hay kongkong berdiam diri.
"Kongkong," kata Siau Po kembali "Kalau kau hendak mencuri kitab itu dari kamar
ibu suri, tentunya sulit sekali. Kalau menurutku, sebaiknya kau berterus-terang saja
kepada Sri Baginda, apabila ibu suri telah selesai membacanya, kau ingin
meminjamnya sebentar, Atau kau minta saja terang-terangan."
"Tidak, tidak bisa!" sahut Hay kongkong cepat, "Jangan kau bicara yang tidak-tidak!"
Untuk beberapa saat Hay kongkong berdiam diri. Sejenak kemudian baru dia berkata
lagi: "Tidak mungkin... tidak mungkin...."
Tidak sanggup dia meneruskan kata-katanya, Celakanya pada tangan Siau Po
dilepaskan. Dia duduk kembali, tiba-tiba dia batuk-batuk dengan keras sampai-sampai
tubuhnya meringkuk. Melihat keadaan orang tua itu, timbul rasa iba dalam hati Siau Po.
"Tua bangka ini sungguh aneh," katanya dalam hati.
Malam itu Hay kongkong terus terbatuk-batuk, bahkan dalam keadaan tertidur Siau
Po masih bisa mendengarnya.
Besok paginya Siau Po pergi ke Gi si pong untuk melayani Sri Baginda, Dia melihat
para siwi yang menjaga di luar sudah diganti dengan orang baru.
Tidak lama kemudian, muncullah Sri Baginda di dalam kamar tulisnya, Kemudian
menyusul Kongcin ong Kiat-si dan So Ngo-tu, Mereka berdua memberikan laporan
bahwa setelah bekerja sama dengan para pangeran dan menteri lainnya, didapatkan
kesalahan Go Pay berjumlah tiga puluh macam.
"Tiga puluh macam?" Kaisar Kong Hi sampai berseru saking terkejutnya, Hal ini
benar-benar di luar dugaannya, "Masa begitu banyak?"
Kongcin ong segera menjura dan berkata.
"Pada dasarnya dosa Go Pay memang banyak sekali, bukan hanya tiga puluh
macam saja, jumlah ini dikumpulkan berdasarkan pertimbangan dan kebijaksanaan Sri
Baginda agar dia mendapat keringanan."
"Baiklah! Apa saja ketiga puluh macam dosa itu?" tanya Kong Hi.
Kongcin ong mengeluarkan sehelai kertas dari dalam lengan pakaiannya dan
membacakannya keras-keras.
"Rupanya kejahatan orang itu demikian banyak Lantas hukuman apa yang pantas
diberikan kepadanya?" tanya Kong Hi kembali.
"Seharusnya dia dijatuhi hukuman picis, tetapi sekarang dia mendapat keringanan,
yakni hukuman dicopot pangkatnya serta penggal kepala, sedangkan seluruh antekanteknya
seperti Pi Lung, Panpu Erl Shan dan Ho shasia sekalian...."
Raja merenung sesaat, kemudian dia mengangkat tangannya menahan ucapan
menterinya. "Dosanya Go Pay memang besar sekali tetapi dia adalah seorang menteri besar dan
telah banyak berjasa pada kerajaan sebaiknya dia dibebaskan dari hukuman mati.
Hukumannya dipecat serta dipenjarakan saja, tetapi untuk selama-lamanya dia tidak
boleh dibebaskan ataupun dikunjungi. Mengenai kaki tangannya boleh turuti
pertimbangan kalian tadi, yakni dihukum mati agar tidak ada lagi yang berani
mendengar hasutan orang lain untuk berkhianat."


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kong cin ong segera berlutut dan menerima baik titah Sri Baginda, dia memuji
kebijaksanaan rajanya itu.
Diam-diam Siau Po yang menyaksikan dari samping menertawakan dalam hati "Luka
di punggung Go Pay yang terkena tikaman cukup parah, umurnya juga tidak bakal
panjang lagi. Dihukum mati atau tidak, apa bedanya ?"
"Bendera sulam kuning adalah salah satu dari tiga bendera utama, Karena itu
meskipun Go Pay berdosa dan patut menerima hukuman, tapi kesalahannya tidak boleh
mengaitkan bendera lainnya. Dalam urusan ini kita harus bertindak adil," kata Kong Hi
selanjutnya. "Baik!" sahut Kiat Si dan yang lainnya.
Siau Po hanya mendengarkan dari samping. Dia belum paham persoalan mengenai
bangsa Boanciu yang terpecah di antara beberapa bendera, Dia hanya mendengar
bahwa Go Pay menjadi pemimpin oey-ki (bendera kuning) dan Suke Shasia menjadi
pemimpin pek-ki (bendera putih). Kedua pemimpin itu tidak akur satu dengan lainnya.
"Sekarang kalian boleh pergi Biar So Ngo-tu tetap di sini. Masih ada masalah yang
ingin kubicarakan dengannya," kata kaisar Kong Hi.
Kiat Si dan yang lainnya mengiakan, dia mengajak rekan-rekannya memberi hormat
kepada Sri Baginda kemudian mengundurkan diri.
"Ketika Suke Shasia dibunuh oleh Go Pay, tentunya semua harta benda juga disita
bukan?" tanya Kong Hi kepada So Ngo-tu.
"Semua harta benda Suke Shasia berikut tanah dan sawahnya telah disita untuk
negara, tetapi saat itu Go Pay juga menggeledah seluruh isi rumah Suke Shasia dan
merampas emas intan dan permatanya."
"ltu sudah kuduga," kata kaisar Kong Hi. "Sekarang kau ajak beberapa orangmu ke
rumah Go Pay, cari harta bendanya Suke Shasia untuk dikembalikan pada anak
cucunya." "Baik, Sri Baginda!" sahut So Ngu-tu. Dia segera mengundurkan diri karena raja tidak
mengatakan apa-apa lagi. Tapi ketika menteri itu melangkah perlahan menuju pintu, terdengar Kong Hi berkata
kembali. "Masih ada lagi pesan dari Hay Hong thayhou, Seperti kalian ketahui, ibu suri senang
membaca kitab Buddha, Konon di tangan kedua pemimpin pek-ki dan oey-ki masingmasing
menyimpan sejilid kitab Si Cap Ji cin-keng...."
Siau Po terkesiap mendengar kata-kata kaisar Kong Hi. Kitab itulah yang dicari Hay
kongkong, Dia segera memasang telinganya mendengarkan
Kaisar Kong Hi melanjutkan kata-katanya.
"Kedua kitab itu dibungkus dengan kain sutera, Kitab bendera putih dibungkus
dengan sutera putih. sedangkan kitab bendara kuning dibungkus dengan kain sutera
berwarna kuning, Di rumah Go Pay, sekalian kau cari kitab itu dan bawa kemari apabila
kau menemukannya." So Ngo-tu menerima baik titah itu. Dia tahu raja masih muda sekali, tetapi sangat
berbakti kepada Hong thayhou, Apa pun kehendak ibu suri selalu diturutinya.
"Siau Kui cu!" kaisar Kong Hi menoleh kepada Siau Po. "Kau ikutlah dengan So Ngotu,
kalau kitab itu berhasil diketemukan, bawalah kemari."
Siau Po senang sekali mendapat tugas itu. Hanya diam-diam dia berpikir dalam hati.
"Kitab itu aneh sekali, Jadi jumlahnya ada tiga" Biar bagaimana aku harus
memeriksanya nanti, lagipula sudah lama aku berdiam di dalam istana dan tidak pernah
pergi ke mana-mana. perasaanku memang sudah jenuh, walaupun aku sudah
mengambil keputusan untuk meninggalkan istana besok, tapi kalau ada kesempatan
niat ini boleh dipercepat Ada baiknya aku menggunakan peluang ini untuk pergi dari
sini!" So Ngo-tu berjalan di samping Siau Po. Dia sadar thay-kam cilik itu gagah perkasa
dan sangat disayangi Raja, Apalagi dia telah membuat jasa besar dengan membantu
membekuk Go Pay. Dia menduga Kaisar tentunya mempunyai maksud tertentu karena untuk mengambil
kitab saja, toh tidak perlu diiringi si thay-kam cilik ini. Dia sendiri juga dapat
menyelesaikan tugasnya. Sebuah ingatan melintas dalam benaknya.
"Hm! Aku mengerti sekarang, Pasti Sri Baginda ingin menghadiahkan sesuatu
kepada bocah ini. Go Pay mempunyai harta benda yang banyak dan inilah kesempatan
untuk memenuhi saku, tetapi Sri Baginda mencurigai aku sehingga mengutus thay-kam
ini untuk mengawasi aku...."
Dengan berpikir demikian, So Ngo-tu segera memaklumi apa yang harus
dilakukannya, Mereka berdua pun keluar dari istana, Di luar telah menunggu beberapa
orang pengawal. Sesampainya di luar, So Ngo-tu berkata kepada Siau Po sambil tersenyum.
"Kui kongkong, silahkan naik kuda!" Di dalam hatinya, dia menduga thay-kam cilik ini
pasti tidak bisa menunggang kuda, karena itu dia berjaga-jaga di sampingnya. Tetapi
kenyataannya, meskipun belum mahir, Siau Po pernah belajar silat, kuda-kudanya
sudah cukup mantap, dia dapat naik ke punggung kuda dengan baik.
Tidak lama kemudian mereka sudah sampai di rumah Go Pay. Tanpa menunggu
waktu lagi, mereka langsung masuk ke dalam, So Ngo Ta tertawa dan berkata kepada
Siau Po. "Kui kongkong, lihat barang-barang ini. Mana yang kau suka, silahkan ambil saja, Sri
Baginda menttahkannya kongkong ikut denganku mengambil kitab, sebenarnya beliau
mempunyai maksud tertentu, yakni ingin memberikan hadiah untukmu. Apa juga yang
kongkong ambil di sini, Sri Baginda pasti tidak perduli."
Bukan main ramahnya sikap So Ngo-tu terhadap si bocah cilik, Dia selalu
memanggilnya dengan sebutan kongkong.
Sementara itu, Siau Po masih terkesima melihat barang-barang yang ditunjukkan
kepadanya, semuanya terdiri dari harta benda yang tidak terkirakan nilainya, Ada batu
permata yang indah, emas, berlian dan lain-lainnya.
Dia juga melihat bahwa semua perabotan yang ada di dalam rumah Go Pay lebih
indah dari Li Cun-wan, rumah pelesiran di Yang-ciu.
Dia menjadi bingung, barang apa yang harus diambilnya" Namun Siau Po juga
teringat bahwa dia sudah mengambil keputusan untuk meninggalkan istana besok,
tentu tidak leluasa baginya membawa barang banyak-banyak dalam perjalanan.
Ketika So Ngo-tu mencatat barang-barang yang ada di dalam rumah itu, Siau Po
mengambil salah satu di antaranya, Batu permata itu sudah dicatat oleh bawahan So
Ngo-tu. Begitu melihat si bocah mengambil salah satunya, orang itu segera menghapus
tulisannya untuk dikurangi jumlahnya, tetapi Siau Po meletakkannya kembali dan orang
itu pun terpaksa menulis sekali lagi.
Berdua mereka memeriksa gudang itu, seorang bawahan So Ngo-tu menghampiri
atasannya dan memberikan laporan.
"Harap tayjin berdua ketahui, di dalam kamar Go Pay ada sebuah gudang
penyimpanan barang-barang, Hamba tidak berani lancang, karena itu harap tayjin
berdua memeriksanya sendiri."
So Ngo-tu senang menerima laporan itu.
"Bagus! Sebuah gudang" Tentu digunakannya untuk menyimpan barang-barang
berharga, Bagaimana dengan kedua kitab yang dikatakan Sri Baginda, Apakah kalian
sudah berhasil menemukannya?"
"Dalam berpuIuh-puluh kamar yang ada di gedung ini, kedua jilid kitab itu tidak
diketemukan. Yang ada hanya buku-buku perhitungan saja. Tapi kami masih mencari
terus," sahut bawahannya.
Dengan menuntun tangan Siau Po, So Ngo-tu mengajaknya ke kamar tidur Go Pay.
Di kamar yang sebelumnya terdapat banyak uang serta batu permata dan harta lainnya,
namun di kamar tidurnya sendiri, perabotannya cukup sederhana, Lantainya ditutupi
dengan lempengan besi yang ditutup dengan kulit harimau, sedangkan di tembok
tergantung busur yang lengkap dengan anak panahnya, Ada juga golok dan pedang,
Hal ini membuktikan bahwa penghuninya seorang yang gemar berburu.
Karena kulit harimau dan lempengan besi penutup lantai telah dibuka, maka
terlihatlah sebuah celah yang cukup Iebar, Dua orang pengawal berdiri di kedua sisi
celah itu. "Bawa keluar semua barang yang ada di dalamnya!" perintah So Ngo-tu kepada
pengawal itu. Keduanya segera mengiakan dan masuk ke dalam celah tersebut Mereka tidak lama
di dalam celah itu, barang-barang pun mulai disodorkan dari bawah yang mana
kemudian disambut oleh pengawal lainnya di atas. mereka menyusunnya di atas kulit
harimau, "Semua barang berharga Go Pay pasti disimpan dalam lubang ini. Kui kongkong, kau
pilih saja barang apa yang kau sukai, aku yakin kau tidak akan salah memilih," kata So
Ngo-tu sambit tersenyum. Siau Po ikut tertawa. "Jangan sungkan, Kau juga pilih saja!"
Baru mengucapkan dua patah kata, tiba-tiba Siau Po mengeluarkan seruan tertahan,
karena tangannya menggenggam sebuah bungkusan dari kain sutera berwarna putih,
Di atasnya tersulam lima huruf dengan indah, "Si Cap Ji Cinkeng."
"Nah, itu dia!" seru So Ngo-tu.
Kemudian dia mengambil lagi bungkusan lain yang terbuat dari sutera berwarna
kuning, "Bagus, Kui kongkong! Kita berhasil mendapatkan kedua jilid kitab ini, Hong
thayhou pasti senang sekali dan kita bakal mendapat hadiah besar!"
Sikap Siau Po tetap tenang, "Mari kita periksa dulu buku ini," katanya sembari
membuka bungkusan yang pertama."
"Kongkong, ada sesuatu yang ingin kukatakan, aku harap kongkong tidak menjadi
salah paham karenanya."
Siau Po senang menghadapi sikap So Ngo-tu yang berpangkat tinggi namun selalu
mengucapkan kata-kata yang sopan kepadanya, Selama di Yang-ciu, setiap hari dia
dihina para tamu dan kebanyakan memanggilnya dengan sebutan yang tidak enak
didengar, umpamanya kura-kura kecil atau anak haram. Belum ada yang
memperlakukannya sebaik itu. Kadang-kadang dia merasa heran atas perubahan
menyolok yang dialaminya.
"Ada perintah apa, So tayjin" silahkan utarakan saja," kata Siau Po.
"Memerintah" Mana aku berani?" sahut So Ngo-tu tersenyum, "Begitu, aku lebih tua
beberapa tahun darimu, dan tiba-tiba saja terlintas sebuah ingatan di benakku, Kui
kongkong, kitab-kitab ini merupakan permintaan Hong thayhou dan Go Pay punya
menyimpannya di tempat yang demikian rahasianya, pasti kitab ini penting sekali,
Namun di mana letak pentingnya" Aku juga ingin sekali melihat isinya, tapi aku khawatir
kalau isinya tidak disukai oleh Hong thayhou, sedangkan kita sudah mendahului beliau
membukanya, bukankah kita akan celaka karenanya?"
Siau Po terkejut setengah mati. Cepat-cepat dia letakkan kembali kitab itu.
"Kau benar, So tayjin, Terima kasih atas nasehatmu Kalau tidak, kemungkinan kita
berdua akan tertimpa bencana," kata Siau Po.
"Jangan berkata demikian, kongkong, Kita dititahkan untuk bekerja sama, Di antara
kita tidak ada perbedaan derajat, Kalau aku tidak memandang kongkong sebagai orang
sendiri, mana mungkin aku berani bicara terus-terang, iya kan?"
"Tapi, tayjin, Kau adalah seorang menteri besar, sedangkan aku hanya seorang
budak hina. Mana boleh dianggap sebagai orang sendiri?" kata Siau Po.
So Ngo-tu mengibaskan tangannya.
"Kalian keluar du!u!" perintahnya kepada para bawahannya.
Para pengawal itu segera mengiakan sambil menjura, begitu orang-orang itu
mengundurkan diri, Hay So Ngo-tu segera menarik tangan Siau Po sambil berkata.
"Kongkong, jangan kau ucapkan kata-kata itu lagi, bahkan kalau kongkong tidak
keberatan, aku ingin mengikat tali persaudaraan denganmu."
Siau Po tertegun. "Kita mengangkat jadi saudara" Mana mungkin?"
"Sudah kukatakan, kongkong jangan mengucapkan kata-kata itu. Sama saja
kongkong tidak memandang sebelah mata kepadaku, Entah mengapa, mungkin karena
jodoh, begitu pertama kali melihat kongkong, aku langsung mempunyai perasaan akrab,
Senang sekali rasanya dapat bergaul denganmu, Nah, kalau kau memang tidak
keberatan, kita pergi ke ruang sembahyang untuk mengangkat sumpah di sana.
Dengan demikian kita mengangkat persaudaraan Asal Sri Baginda tidak tahu, tentu
tidak ada yang berani mengatakan apa-apa."
So Ngo-tu menggenggam tangan Siau Po erat-erat, sikapnya serius sekali, Dia
memang seorang menteri yang berpandangan jauh dan pengamatannya tajam sekali.
Dia sadar bahwa bersahabat dengan si thay-kam cilik akan membawa manfaat besar
baginya, Bukankah thay-kam cilik ini sangat disayang oleh Sri Baginda dan juga ibu
suri" Meskipun Siau Po juga seorang bocah yang cerdas, tapi dalam soal kelicikan dia
masih kalah jauh dengan So Ngo-tu, Karena itu pula dia mudah terbujuk mulut manis.
"Mari!" kata So Ngo-tu sambil menarik tangan Siau Po.
Bangsa Boanciu memuja sang Budha, itulah sebabnya dalam setiap rumah para
pembesar, menteri maupu orang sipil terdapat ruang pemujaan. Demikian pula dengan
gedung kediaman Go Pay ini.
So Ngo-tu langsung mengambil hio yang mana kemudian disulutnya dan diajaknya
Siau Po menjatuhkan diri berlutut bersama-sama.
"Murid bernama So Ngo-tu, hari ini murid bersama...."
"Kui Siau-Po!" kata Siau Po menyebut namanya, tapi dia menggunakan she Kui.
"Benar-benar edan! Aku sampai lupa menanyakan nama lengkapmu!" Seru So Ngotu
sambit menepuk kepalanya sendiri, "Siau Po.... Nama yang bagus, kau memang
mustika di antara manusia!"
Siau Po artinya mustika kecil, Dan saat itu, ketika mendengar ucapan So Ngo-tu,
Siau Po justru berkata dalam hatinya.
"Hm, itu katamu, Di Yang-ciu, orang justru memanggilku si kura-kura kecil!"
So Ngo-tu melanjutkan sumpahnya.
"Murid, So Ngo-tu. Hari ini, murid mengangkat saudara dengan Kui Siau Po, untuk
selanjutnya kami akan hidup bahagia dan sengsara bersama-sama, Siapa tidak jujur
atau tu!us, biarlah dia diku-tuk, untuk selamanya tidak bisa maju dan akan mendapat
celaka di akhir nanti."
Selesai bersumpah, dia menyembah tiga kali, kemudian berkata kepada Siau Po.
"Nah, sekarang giliranmu!"
Bagian 07 Siau Po menurut, dia juga memasang hio dan menjatuhkan diri berlutut serta
menyembah Namun sebelum mengucapkan sumpahnya, diam-diam dia berkata dalam
hati. "Aku lebih muda, tak sudi aku mati bersama-sama denganmu Lagipula namaku
bukan Kui Siau Po!" Setelah itu baru dia bersumpah "Murid Kui Siau Po, thay-kam dalam istana dan
sehari-harinya dipanggil Siau Kui cu, hari ini mengangkat saudara dengan So Ngo-tu
tayjin. Kami ingin hidup bahagia dan sengsara bersama-sama, Kami tidak terlahir dalam
hari, bulan dan tahun yang sama, tapi ingin mati bersama dalam hari, bulan serta tahun
yang sama, jikalau Siau Kui cu tidak jujur dan setia, biarlah Siau Kui cu terkutuk
Tidak akan berumur panjang dan selamanya tidak mendapat rejeki."
Selesai bersumpah, dia menyembah lagi tiga kali, otaknya memang cerdik Dia terus
menyahut nama Siau Kui cu, dengan demikian yang bersumpah itu bukan dia, tapi Siau
Kui cu adanya. Setelah itu, keduanya saling memberi hormat dengan berlutut dan menganggukkan
kepala sebanyak delapan kali.
"Saudara Kui, sekarang kita telah mengangkat saudara, kita harus bergaul lebih
daripada saudara kandung sendiri, Lain kali, bila kau memerlukan bantuan, silahkan
katakan saja terus-terang. jangan sungkan-sungkan."
Siau Po tertawa. "Hal itu tidak usah dibicarakan lagi, Sejak dilahirkan, aku memang tidak tahu apa arti
sungkan." Kembali So Ngo-tu tersenyum.
Tentang pengangkatan saudara ini, ada baiknya jangan diketahui pihak ketiga agar
tidak menimbulkan kesirikan orang lain, menurut peraturan kerajaan, kami dari menteri
pihak luar tidak boleh bergaul akrab dengan pembesar dalam istana, Karena itu,
sebaiknya urusan ini diketahui kita berdua saja."
"Benar!" sahut Siau Po menyetujui pendapat itu,
"Saudara Kui, di hadapan umum aku tetap memanggilmu Kui kongkong, dan kau
tetap menyebutku So tayjin, ini demi kebaikan kita masing-masing, Beberapa hari lagi,
aku akan mengundangmu ke rumahku untuk minum arak sambil menonton Dengan
demikian kita dua bersaudara dapat merasakan saat-saat menyenangkan bersamasama."
Siau Po senang sekali, Dia tidak suka minum arak, tapi nonton wayang merupakan
kegemaran utamanya, Dia langsung bertepuk tangan sambil tertawa gembira.
"Bagus! Aku memang suka nonton. Kapan?"
"Kalau kau memang suka nonton, aku bisa mengundangmu setiap waktu. sebaiknya
kau yang tentukan sendiri kapan waktu senggangmu."
"Bagaimana kalau besok?"
"Baik! Besok pun jadi. Siang-siang aku akan menunggumu di depan pintu," sahut So
Ngo-tu. "Tapi bagaimana dengan aku" Apakah seorang thay-kam dapat keluar masuk istana
dengan leluasa?" "Mengapa tidak" Asal kau sudah selesai melayani Sri Baginda, tidak ada pekerjaan
lagi yang harus kau lakukan. Kau kan Sieceng thay-kam dan kau juga sangat disayang
oleh Sri Baginda, Siapa yang berani melarangmu?"
Siau Po tersenyum Dalam hati dia sudah mengambil keputusan untuk meninggalkan
istana dan tidak akan kembali lagi, Tetapi kalau dipikir-pikir lagi sekarang, dia tidak
berniat meninggalkan istana itu cepat-cepat karena rupanya dia dapat keluar masuk
dengan bebas.

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Baiklah, demikian saja kita tetapkan, Kita adalah saudara, senang sama-sama,
nonton pun harus sama-sama," katanya kemudian.
So Ngo-tu segera menarik tangannya. "Nah, mari kita kembali ke kamar Go Pay!"
Siau Po menurut. Di kamar Go Pay, So Ngo-tu mulai memeriksa daftar barangbarang
dan meneliti benda-benda lainnya yang dikeluarkan dari dalam gudang rahasia.
"Saudara, apa yang kau inginkan?" tanyanya kepada Siau Po.
"Aku tidak tahu barang apa yang paling berharga, Toako, kau saja yang pilihkan
buatku." "Baik!" sahut So Ngo-tu yang segera mengambil dua rangkaian mutiara dan sebuah
kuda-kudaan dari batu kumala, "Kedua barang ini sangat berharga, kau menyukainya
bukan?" "Aku sih suka saja," kata Siau Po. Dia langsung menerima benda-benda yang
disodorkan itu kemudian dimasukkan ke dalam saku pakaiannya.
Setelah itu, Siau Po iseng-iseng menjamah barang-barang lainnya, tangannya
secara sembarangan mengambil sebilah pisau belati yang panjangnya kurang lebih
lima dim. sarungnya terbuat dari kulit ikan.
Beratnya tidak berbeda dengan belati lainnya, Tanpa disengaja dia mencabut belati
itu, tiba-tiba dia merasa ada serangkum hawa dingin yang menerpa.
Siau Po mengeluarkan seruan tertahan, Dia segera memperhatikan belati itu dengan
seksama, Anehnya, tubuh belati itu berwarna hitam pekat dan tidak mengkilap, malah
warnanya agak kusam. Dia menduga belati itu tentunya sejenis senjata pusaka, sebab Go Pay
menyimpannya di gudang rahasia. Namun bentuknya tidak jauh dengan belati biasa,
dengan ayal-ayalan dia melemparkan pisau itu, tetapi dia dikejutkan suara yang keras.
Rupanya pisau itu menancap di ujung meja sampai sebatas gagangnya.
"Ah!" So Ngo-tu juga mengeluarkan seruan terkejut.
Keduanya mengawasi dengan mata terbelalak, lebih-lebih Siau Po, karena dia tahu
bahwa dia melemparkan sembarangan tetapi ternyata sanggup menembus meja itu.
"Aneh! Belati itu tajam sekali, sehingga meja itu seperti sepotong tahu saja!"
Cepat-cepat Siau Po mengambil belati itu dan memperhatikannya dengan teliti.
"Pisau belati ini aneh sekali!"
Pengalaman So Ngo-tu sudah banyak sekali, suatu ingatan melintas di benaknya.
"Mari kita coba lagi!" katanya sambil mengambil sebatang golok Go Pay yang
tergantung di dinding kamar, Ketika dia menghunusnya, golok itu mengeluarkan cahaya
berkilauan yang menandakan tajamnya yang luar biasa.
Dia merentangkan golok itu kemudian berkata kepada Siau Po. "Saudara, coba kau
tebas golok ini dengan belati itu!"
Siau Po menurut. Dia mengayunkan belati ditangannya untuk menebas go!ok.
Keduanya pun jadi tertegun seketika. Karena kenyataannya golok itu terkutung menjadi
dua bagian begitu saja oleh tebasan belati tersebut.
"Bagus!" seru mereka serentak Golok itu terkutung seperti kayu yang dibelah, tidak
terdengar suara dentingan logam sebagaimana biasanya, Hal ini membuktikan bahwa
senjata belati itu memang benda mustika yang langka.
"Saudaraku, selamat!" kata So Ngo-tu kepada Siau Po. Bibirnya ramai dengan
senyuman, "Beruntung sekali kau mendapatkan senjata pusaka itu, Menurut
pendapatku di antara semua benda-benda milik Go Pay, mungkin belati ini yang paling
berharga!" Tentu Siau Po senang sekali. "Toako, kalau kau menginginkannya, ambillah!"
So Ngo-tu segera mengibaskan tangannya. "Tidak! Kakakmu ini pembesar militer,
sekarang menjadi pembesar sipil, perang sudah selesai, kami tidak membutuhkan
senjata tajam lagi, sebaiknya yang simpan kau saja belati itu."
Siau Po menganggukkan kepalanya, Dia segera menyelipkan pisau itu di
pinggangnya. "Saudara, ukuran belati itu pendek sekali. sebaiknya kau selipkan dari kaos kakimu
saja. Lagi-pula menyelipkan di pinggang mudah terlihat, nanti timbul banyak
pertanyaan." Memang ada peraturan dalam istana kaisar Ceng, kalau bukan siwi tingkat satu,
siapa pun dilarang membawa senjata tajam.
Siau Po segera mengiakan dan menyelipkan belatinya dalam kaos kaki. Dia sudah
mendapatkan pisau pusaka itu, hal lain tidak menarik perhatiannya lagi, Dia terus
memikirkan pisau itu sementara yang lainnya bekerja.
Di keluarkannya lagi pisau belati itu dan dicobanya untuk menebas tombak yang ada
di sudut ruangan. Ternyata tombak itu juga terkutung jadi dua bagian, Setelah itu dia
seperti ketagihan, apa saja yang ditemuinya, dibabat seenaknya.
Terakhir dia malah menggurat gambar seekor kura-kura di atas meja. Setelah
selesai, jatuhlah bagian yang di guratnya ke atas lantai dengan bentuk seekor kurakura.
Sementara itu, So Ngo-tu yang asyik memeriksa barang-barang, melihat sepotong
pakaian yang tipis sekali, Dia merasa heran karena pakaian itu mengeluarkan cahaya
seperti perak. Dia segera mengambil pakaian itu dan mengangkatnya, terasa ringan seperti kapas,
pakaian itu bukan terbuat dari bahan sutera, entah dari bahan apa, pokoknya halus
sekali, "Saudaraku, kemarilah!" So Ngo-tu memanggil Siau Po.
Dia ingin mengambil hati adik angkatnya itu, Karena itu, barang bagus yang
Pedang Hati Suci 4 Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Tujuh Pembunuh 3
^