Pencarian

Kaki Tiga Menjangan 34

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 34


Kehidupan rakyatnya pun semakin makmur saja.
Ketika terjadi pertempuran antara kerajaan Beng dan kerajaan Ceng banyak sekali
para pemudanya yang gugur sehingga sampai jaman Kaisar Kong Hi di tahun keenam,
jumlah pemuda yang ada hanya sembilan ribu delapan ratus jiwa, Akan tetapi
belakangan ini menanjak kembali, bukan saja keadaannya yang semakin membaik,
kehidupan rakyatnya pun semakin makmur.
Para hari kedua para pembesar di kota Yang-ciu, dan para bawahannya, semuanya
datang menemui Siau Po. sedangkan Siau Po sendiri setelah melihat orang-orang itu
segera ia mengeluarkan firman raja tersebut Siau Po tidak mengetahui apa yang ditulis
dalam firman itu, tetapi sebelumnya ia telah meminta salah seorang temannya untuk
membacakannya sehingga ia telah menghapal seluruh isinya dengan baik.
Untung saja daya ingatnya bagus, sehingga ia tidak salah dalam membaca, Bahkan
sewaktu ia membacakan firman itu Siau Po memegangnya secara terbalik, untung saja
tidak ada seorang pun yang melihatnya.
Para pembesar setempat mendengar bahwa Sri Baginda akan membebaskan kota
Yang-ciu dari pajak selama tiga tahun, dan akan memberikan tunjangan hadiah kepada
para janda veteran perang, serta akan membangun kuil Tiong Liat Su dan akan
menghormati para pahlawan seperti Suko Pat dan yang lainnya.
Semuanya mengucapkan selamat panjang umur pada sang Baginda dan mereka
sangat berterima kasih sekali.
Setelah selesai membacakan firman itu Siau Po berkata:
"Tayjin sekalian, ketika saudaramu ini ingin ke luar dari kota raja, Sri Baginda telah
berpesan bahwa propinsi Yang-ciu, banyak menghasilkan rempah-rempah, bahkan
pada tahun belakangan ini semuanya panen dengan subur, Hamba diperintahkan para
para petani dan peladang setempat untuk mengurusnya secara baik-baik jangan
sampai timbul hal-hal yang tidak diinginkan.
Hal ini untuk kemakmuran rakyat itu sendiri Kalian lihat, Baginda begitu sangat
memperhatikan para rakyat-rakyat kota Yang-ciu. Kita semua sebagai bawahannya
sudah sepantasnyalah untuk bekerja dengan sepenuh hati untuk membalas
kebaikannya," kata Siau Po.
Para pembesar setempat segera menyetujui akan tetapi dalam hati mereka
mengeluh. Sebenarnya kata-kata yang diucapkan oleh Siau Po itu mengingatkan mereka semua
agar jangan sampai berdua hati, Di samping itu jika mereka mengatakan
pemberontakan tentunya si Baginda akan mengambil tindakan yang tegas.
Siau Po sendiri tidak mungkin dapat mengatakan kata-kata tersebut kalau bukan So
Ngo Ta yang telah mengajarkannya.
Dengan turunnya firman dari raja maka dengan sendirinya para pembesar itu
melaksanakannya, mereka mulai membangun kuil yang dimaksudkan itu. Dan yang
sebagian lagi mencari para janda veteran perang, untuk diberikan tunjangan dari Sri
Baginda raja, Beberapa perwira menuju perkampungan kota Yang-ciu itu, mereka
menyerahkan tunjangan berupa uang, beras dan kebutuhan yang Iain-lainnya.
Tentulah urusan ini tidak akan sampai satu atau dua hari dapat selesai. Pada waktu
yang senggang Siau Po di Yang-ciu hanya bersenang-senang saja, apa lagi dalam
beberapa hari ini para pembesar tidak henti-hentinya mengantarkan hadiah pada Siau
Po, ada yang berupa uang emas, uang perak dan barang-barang berharga yang
lainnya. Setiap hari Siau Po teringat pada ibunya yang berada di Li Cun Wan, dan karenanya
ia sangat ingin menjenguknya, Akan tetapi di sana-sini orang banyak yang mengundang
Siau Po. Hal itu tak pernah henti-hentinya, dapat dikatakan tidak ada kesempatan sama
sekali, apa lagi ia sebagai seorang pembesar kerajaan Ceng, yang mempunyai ibu
seorang perempuan penghibur di rumah pelesiran Li Cun Wan, tentu saja rahasia ini
sama sekali tidak boleh terbongkar.
Karena jika sampai terbongkar urusan ini benar-benar dapat membuat Siau Po malu
dan hilang harga diri serta kehormatannya, dan juga dapat menyangkut nama-nama
para pembesar kerajaan Ceng.
Siau Po sudah lama menduduki kedudukannya. Sudah cukup lama dan sama sekali
ia belum pernah menjemput ibunya dari Li Cun Wan ke kota raja untuk bersenangsenang.
Bahkan Siau Po membiarkan ibunya terjerumus ke dalam lembah kenistaan Hal ini
dapat dikatakan kalau Siau Po adalah seorang yang tidak berbakti pada orang tuanya.
Dalam hati ia berpikir, lebih baik ia menunggu kesempatan yang baik untuk
mengambil ibunya dan mengangkatnya dari lembah yang hina itu.
Dengan sembunyi-sembunyi Siau Po mengganti pakaiannya dan merubah
dandanannya, ia menyamar sebagai rakyat biasa dan pergi ke Li cun Wan, kemudian
memerintahkan pada beberapa tentaranya untuk mengantarkan ibunya ke kota raja,
agar dapat menetap di sana.
Hal ini haruslah dirahasiakan Siapa pun tak boleh mengetahuinya,
Dahulu Siau Po selalu mengambil keputusan yang gila-giIaan. Asalkan telah melihat
keadaan yang tidak menguntungkannya, ia lalu mencari akal untuk meloloskan diri.
Tidak disangka-sangka pangkatnya semakin lama malah semakin tinggi, dan
semakin lama hatinya pun semakin senang, Akhirnya Siau Po mulai terbiasa dengan
kehidupan mewah seperti sekarang ini. Sekarang anak muda itu berpikir untuk
menjemput ibunya ke kota raja, tampaknya ia memang tidak ingin melepaskan
jabatannya ini. Beberapa hari kemudian salah seorang pejabat kota Yang-ciu yakni Gouw Cie Yong,
berniat akan menjamu Siau Po. ia pernah mendengar dari salah seorang perwira kalau
Siau Po ingin sekali berkunjung ke kuil Tan Cie Sie dalam hati ia berkata:
"Kuil Tan Cie Sie memang sangat indah, tetapi yang paling menarik adalah beberapa
bunga yang berada di halaman kuil itu. Bunga-bunga itu dapat dijadikan obat
seandainya pembesar itu ingin mengunjungi kuil tersebut pastilah ia sangat senang
dengan pemandangan bunga-bunga!"
Karena itu ia lalu memerintahkan beberapa orang ahli untuk membuat karangan
bunga yang besar-besar dan dengan jenis yang bermacam-macam, bahkan tempatnya
saja terbuat dari ukiran kayu yang sangat indah.
Ada lagi yang sangat khusus dibuat seperti pemandangan alam seperti jembatan
dengan air terjun yang suaranya menggemerisik, hal itu memang sangat indah,
kesemuanya itu ditaruh di kamar tamu sehingga terlihat semakin serasi.
Siapa yang menyangka kalau Siau Po itu tidak terpelajar. Mereka tidak mengetahui
akan hal itu, bahkan begitu Siau Po sampai di tempat orang itu, sebagai kata-kata yang
pertamanya. "Lho! Mengapa banyak sekali bunga-bunga di sini" Juga terdapat banyak meja yang
sengaja dipajangkan bunga" Oh! Aku tahu tentu para Hwesio dari kuil Tan Cie Sie akan
mengadakan upacara sembahyang, mereka meletakkan bunga-bunga ini tentulah untuk
memuja setan-setan yang kelaparan Bukankah demikian?" kata Siau Po.
Jerih payah Gouw Cie Yong menjadi sia-sia. Wajah orang itu menjadi murung, tetapi
ia tetap berkata. "Ah! Tayjin memang pandai berbicara! sayangnya pandangan Pie cit terlalu rendah,
Andaikata dekorasi ruangan ini tidak sesuai dengan kesukaan Tayjin mohon
dimaafkan!" katanya.
Siau Po hanya menganggukkan kepalanya, ia melihat para tamu sudah berdiri
dengan penuh hormat kepadanya, Siau Po melambaikan tangannya pada beberapa
orang kemudian ia duduk pada tempat yang telah disediakan.
Para pembesar setempat semuanya ikut hadir pada undangan itu, Selain itu masih
ada beberapa orang yang lainnya yang mereka itu bukanlah para pembesar, melainkan
terdiri dari tokoh masyarakat dan sebagian lagi para saudagar garam yang kaya raya
itu. Kota Yang-ciu terkenal dengan berbagai macam hasil bumi, garam, biji pala atau pun
lada. Meskipun Siau Po sendiri adalah penduduk asli kota setempat, tetapi
pengetahuannya sangat kurang sekali jadi dia pun tidak begitu mengetahuinya.
Setelah meminum teh sejenak, matahari perlahan-lahan turun ke ufuk barat,
sekarang cahayanya tepat menyinari bunga-bungaan yang ada di ruang itu sehingga
kelihatannya sangat indah sekali, seperti hamparan bunga-bunga yang sangat luas.
Akan tetapi Siau Po yang melihatnya malah semakin keki, karena hal itu
mengingatkannya pada kuil Tan Cie Sie tempat ia mendapat penghinaan yang sangat
besar, yaitu dipukuli habis-habisan oleh para Hwesio.
Rasanya Siau Po ingin mencabut semua bunga-bunga itu dan membakarnya sampai
habis, Akan tetapi ia harus memiliki alasan yang tepat untuk menghancurkan bungabunga
itu, barulah ia dapat turun tangan, Tepat pikirannya sedang melayang-layang,
salah seorang pembesar yang bernama Ma Yue berkata.
"Wi Tayjin, kalau mendengar nada suaranya tampaknya Wi Tayjin pernah tinggal di
daerah sini, Daerah Wi Yang memang sangat subur karenanya banyak orang-orang
terkenal yang berasal dari daerah sini, demikian juga bunga-bunganya." katanya.
Para pembesar semua mengetahui kalau Siau Po adalah salah seorang pemimpin
dari bendera kuning, justru Ma Jue yang mendengar nada bicaranya sehingga ia
demikian yakinnya, karena itu ia lalu mengambil sesuatu untuk diserahkan pada Siau
Po. sedangkan pada saat itu Siau Po sedang berpikir untuk menghancurkan karangan
bunga-bunga itu, tanpa sadar ia memaki.
"Dari seluruh kota Yang-ciu kaulah orang yang paling buruk!" kata Siau Po dengan
nada mendongkol. Ma Yue diam saja ia tidak mengerti apa yang dimaksud dengan perkataan Siau Po
itu. Sedangkan walikota Mu Cian Yan, adalah seorang yang berpendidikan tinggi, maka
ia langsung berkata. "Wi Tayjin, pandangan Wi Tayjin memang sangat luas, mereka itu tidak menghargai
para pembesar negeri dan sering berkata secara menebak saja," katanya.
Mendengar perkataan gubernur itu Siau Po merasa gembira sekali.
"Benar sekali.... Benar Wi Tayjin adalah seorang yang berpendidikan tentulah
mengetahui segala hal dari pada aku yang bodoh ini." kata Siau Po sambil tertawa.
"Wi Tayjin jangan berkata demikian hamba tidak berani untuk menerimanya!" kata
sang gubernur itu. "Pada jaman kerajaan Ceng, ada cerita tentang Wang Hue Pikka
Louw, bukankah cerita tersebut juga berasal dari kota Yang-ciu?" tanyanya pula.
Siau Po paling senang jika mendengar cerita, maka dengan cepat ia bertanya.
"Cerita apakah itu" Dan apa yang dimaksud dengan Wang Hue Pikka Louw itu?"
tanyanya. "Cerita ini berasal dari kuil Ciok Tok Sie di kota Yang-ciu dan hal itu terjadi di
jaman dinasti Tong. Ciok Tok Sie itu juga disebut Box Lan Wan, sedangkan penyair Wang Hue
pada usia mudanya berasal dari keluarga yang sangat miskin sekali,.." katanya.
"Oh rupanya orang itu bernama Wang Hue! Saya kira Kuang Hue (Sehelai kain
kuning)!" kata Siau Po dalam hati.
Terdengar Mu Cian Yan melanjutkan perkataannya lagi.
"Wang Hue tinggal di Box Lan Wam, setiap kali jika waktu makan telah tiba lonceng
selalu dibunyikan oleh salah seorang Hwesio sebagai tanda, Begitu mendengar suara
lonceng itu dibunyikan maka Wang Hue cepat-cepat berlari menuju ruang makan dan
ikut makan bersama para Hwesio.
Itulah sebabnya para Hwe Sio sangat membencinya. Pada suatu hari mereka
menggunakan akal, semua Hwesio itu makan lebih awal dan dengan cepat, Setelah
selesai makan mereka barulah membunyikan bel itu.
Wang Hue yang mendengar suara bel itu segera lari ke ruang makan, akan tetapi
tampaknya semua orang sudah bubar, bahkan makanan yang berada di atas meja
semuanya telah habis...."
Wi Siau Po menggebrak meja keras-keras, ia sangat marah sekali.
"Hwesio kurang ajar!" bentaknya.
Mu Cian Yan segera berkata.
"Benar, satu kali makan saja memangnya habis berapa, Pada waktu itu hati Wang
Hue sangat kesal sekali, maka ia lalu menulis sebuah syair di atas tembok yang
bunyinya sebagai berikut, Yang kuasa telah membedakan antara timur dengan barat,
akan tetapi para Hwesio telah merubah jam makannya, tanpa mengindahkan peraturan
yang telah disetujui dan dibuat sejak dahulu kala...."
Siau Po menganggukkan kepalanya.
"Lalu bagaimana?" tanya Siau Po kemudian.
"Dikemudian hari Wang Hue menjadi seorang pembesar." kata Mu Cian Yan
melanjutkan pembicaraannya, "Kerajaan mengutusnya untuk melihat keadaan kota
Yang-ciu dan ia kembali lagi ke tempat kuil itu. Tentu saja para Hwesio menyambut
kedatangannya dengan hormat.
Pada saat itu ia langsung menuju ruang makan dan ia ingin melihat para tembok itu
apakah syair yang ditulisnya masih ada atau tidak, Ternyata ia melihat tembok itu telah
ditutupi oleh sebuah bingkai dari batu pualam dan kedua baris itu tepat melingkari
syair yang ditulisnya itu. Maka dengan demikian tulisan syairnya tidak akan rusak. Wang Hue merasa terharu
sekali melihat kenyataan itu, kemudian ia menambahkan lagi dua baris di belakangnya,
yang berbunyi: Tiga puluh tahun yang lalu debu melumuri muka, dan ternyata tulisan tak
berharga telah di kelilingi batu kumala." kata Mu Cian Yan yang melanjutkan ceritanya
itu. "Tentu Wang Hue menangkap para Hwesio itu bukan?" tanya Siau Po yang sedang
penasaran itu. "Wang Hue adalah seorang pahlawan, dan ia adalah seorang laki-laki yang gagah."
sahut Mu Cian Yan. "la tidak mengambil hati urusan yang telah berlalu itu."
Dalam hati Siau Po berkata:
"Kalau aku jadi dia mana mau aku harus melepaskan mereka dengan demikian
mudahnya! Akan tetapi jika aku harus menulis syair aku tidak memiliki keahlian seperti
itu, aku hanya pandai membohong dan tak dapat aku menulis, bahkan membaca pun
aku sulit." Sambil meminum teh yang telah disuguhkan itu, Siau Po mengawasi keadaan di
sekitar ruangan itu. Matanya terus saja melihat-lihat ruangan, Siau Po melihat Tong Cin Huk yang
sedang meminum arak seteguk-seteguk dalam cangkir yang besar, tampaknya sangat
menyenangkan sekali. "Tong Cen Kuin! Kau pernah mengatakan apabila kuda-kuda yang digunakan minum
obat, maka tenaganya akan jauh lebih besar! Bukankah demikian kau mengatakannya
padaku?" kata Siau Po.
Sambil berkata demikian, Siau Po mengedipkan matanya sebagai isyarat.
Tong Cin Huk tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan perkataan Siau Po dan
dengan tanda isyarat itu, maka ia berkata:
"Ini.... Ini.,.!" katanya tersendat-sendat
"Sri Baginda sering bahkan selalu menggunakan kuda-kuda pilihan entah itu kuda
Mongol, kuda Tibet atau pun kuda Sucuan dan kuda-kuda pilihan lainnya, Sri Baginda
juga memesan agar kita dapat memelihara dan merawat kuda-kuda itu, bukankah
demikian?" tanya Siau Po.
Kaisar Kong Hi memang menyukai kuda-kuda pilihan. Siau Po mengetahui akan hal
itu begitu juga Cin Huk. "Apa yang dikatakan Tayjin memanglah sangat benar." kata Cin Huk.
"Kau sangat tahu sifat-sifat kuda." kata Siau Po. "Ketika di kota Piecin, kau telah
mengatakan apabila kuda-kuda yang digunakan dalam peperangan memakan bunga
obat kota Yang-ciu, maka larinya dapat berlipat ganda.
Sri Baginda demikian menyukai kuda, maka kaulah sebagai hamba-hambanya
tentulah harus mengikuti keinginannya dan memenuhi kepuasan hatinya, Apabila kita
memetik bunga-bunga obat di sini dan membawanya ke kota raja untuk diserahkan
pada pengurus-pengurus kuda agar diberikan pada kuda pilihan itu, dan Baginda
mengetahuinya tentulah ia merasa sangat senang sekali."
Para hadirin yang mendengarkannya menunjukkan mimik wajah yang aneh. Bunga
obat yang tumbuh di kota Yang-ciu memang baru kali ini ia mendengarnya, Apa lagi
melihat tampang Tong Cin Hok yang serba salah dan merasa bingung karena tidak tahu
apa yang harus dikatakannya.
Namun meskipun curiga mereka tidak berani berkata apa-apa. Apalagi sedikit-sedikit
Siau Po membawa nama Sri Baginda, siapa lagi yang berani mencelanya atau
membantah ucapannya itu. "Pengetahuan Wi Tayjin sungguh sangat luas," kata Gouw Cie Yong. "Hal ini
sungguh membuat kami merasa sangat kagum, Bunga-bunga obat ini sebenarnya
akarnyalah yang mempunyai manfaat. Ada yang mengatakan dapat meluruskan
kembali darah-darah yang telah membeku.
Dan mengapa bunga semacam ini diberi nama bunga obat tampaknya sejak jaman
dahulu orang-orang telah mengetahui bahwa bunga ini dapat dijadikan obat yang
sangat berkhasiat Kalau kuda-kuda memakan obat ini darahnya tentu akan beredar
dengan cepat, hal ini membuat kuda-kuda itu dapat berlari sama dengan keledai,
sekembalinya Wi Tayjin ke kota raja nanti hamba akan memerintahkan orang untuk
memetik seluruh bunga-bunga obat di sini dan membawanya pulang ke kota raja."
Para pembesar yang lainnya yang mendengarkan perkataan Gouw Cie Yong,
memaki-maki orang itu yang menurutnya sangat licik dan tidak tahu malu. Demi
mengambil hati seorang pembesar dia tidak segan-segannya merusak pemandangan
yang sangat indah di kota Yang-ciu.
Wi Siau Po lalu bertepuk tangan sambil tertawa terbahak-bahak.
"Gouw Tayjin memang pandai bekerja.... Bagus sekali.... Bagus sekali.. Ha.... Ha....
Ha!" Gouw Cie Yong merasa sangat bangga mendengar ucapan Siau Po, maka ia lalu
memberikan hormat pada Siau Po sambil berkata.
"Terima kasih atas pujian Wi Tayjin!" katanya.
Wali kota Mu Cian Yan berjalan ke arah hamparan bunga-bunga, dan dari hamparan


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bunga yang banyak itu ia memetik sekuntum yang besar sekali, Kemudian ia kembali ke
tempat duduknya, dengan kedua tangannya ia menyerahkan bunga itu pada Siau Po.
"Harap Wi Tayjin sudi menancapkan bunga ini di atas kopiah! Pie cit mempunyai
sebuah cerita yang Wi Tayjin sudi mendengarkannya," katanya sambil tertawa.
Wi Siau Po yang mendengar kalau Mu Cian Yang akan bercerita ia menjadi senang
sekali, Maka ia segera mengambil bunga itu dan tampak pada bunga itu terdapat
sebuah garis merah tua sedangkan di bagian tengahnya terdapat serat-serat kuning
keemasan. Paduan warna yang sangat serasi sekali dan ia segera menancapkan bunga itu pada
kopiahnya. "Selamat kepala Wi Tayjin!" kata Mu Cian Yan. "Bunga obat ini mempunyai julukan
Kim Tay Wi (Sabuk emas), jenis ini sungguh langka bahkan pada jaman dahulu sampai
menjadi legenda rakyat dan terdapat pada buku-buku. Barang siapa yang dapat melihat
Kim Tay Wi tersebut, maka kelak akan menjadi orang suci yang masuk ke dalam
surga." "Benarkah?" tanya Siau Po sambil tertawa.
"Cerita ini berasal dari dinasti Song di daerah utara, Pada jaman itu Han Wie Kong
yang menjaga kota Yang-ciu, Tepat di depan kuil Tan Cie Sie, di antara gerombolan
bunga-bunga obat ini kebetulan sekali ada sebuah pohon yang sedang mekar dan
jumlah bunganya hanya ada enam kuntum.
Bunga itu mempunyai warna pinggir merah tua dan di tengah-tengahnya terdapat
warna kuning emas. itulah bunga yang mendapat julukan Kim Tay Wie ini. Jenis bunga
yang satu ini belum pernah ia lihat sebelumnya jadi ia beranggapan kalau bunga itu
adalah bunga yang sangat langka.
Ketika mendapatkan laporan dari bawahannya Han Wie Kong menjadi penasaran ia
lalu memerintahkan salah seorang bawahannya untuk memetik bunga itu, dan
membawakan untuknya, Hatinya sangat senang sekali, apa lagi jumlahnya ada empat
kuntum. Kemudian terpikir olehnya untuk mengundang tiga orang tamu lagi agar dapat
sama-sama menikmati keindahan bunga tersebut."
Dengan hati yang penasaran Siau Po menurunkan kembali kembang yang berada di
kepalanya dan dilihatnya kembali bunga itu dengan teliti, ternyata memang sama
dengan apa yang dikatakan oleh Mu Cian Yan.
Kalau diperhatikan dengan seksama bunga ini memang sangat langka sekali.
"Pada saat itu di kota Yang-ciu terdapat dua orang yang sangat terkenal, yang satu
bernama Ong Kui dan yang satu lagi bernama Ong An Ciok.
Keduanya memiliki pandangan yang sangat luas dan pengetahuan yang sangat
tinggi, sebab mereka itu adalah orang-orang yang mempunyai pendidikan Han Wie
Kong berpikir dalam hatinya, jumlah bunga seluruhnya ada empat kuntum sedangkan
orangnya hanya ada tiga, seakan kecantikan yang kurang sempurna dia harus
mengundang satu orang lagi, sehingga menjadi sama dengan jumlah bunga yang ada.
Akan tetapi untuk mencari orang itu tidaklah mudah, apalagi ia tidak menginginkan
orang yang sembarangan Kebetulan pada saat itu datanglah seorang bawahannya
melaporkan bahwa telah datang seorang tamu yang bernama Tam Sin cie, yaitu
seorang laki-laki yang gagah perkasa dan sangat terkenal, Han Wie Kong gembira
sekali. Pada hari kedua ia mengundang semua tamunya untuk berkumpul di taman
bunganya itu, dan ia memberikan masing-masing sekuntum bunga tersebut kepada
para tamunya sehingga cerita ini menjadi legenda rakyat, dan akhirnya menurut cerita
yang tersiar itu, keempat orang tersebut menjadi orang suci dan naik ke surga."
Wi Siau Po tertawa. "Menyenangkan sekali! Keempat orang itu adalah orang-orang yang berpendidikan
mereka dapat membuat syair dan dapat mengubah kata-kata menjadi indah. sedangkan
aku mana dapat melakukan kesemuanya itu, apalagi jika dibandingkan dengan mereka
itu." kata Siau Po. "Tidak dapat dikatakan demikian," kata Mu Cian Yan. "Pada jaman dinasti Cong
memang banyak sekali orang-orang yang terpelajar tetapi tidak semua orang-orang itu
dapat menjadi orang suci apalagi menjabat sesuatu yang tinggi atau menjadi menteri
sedangkan kerajaan Ceng kita pada saat sekarang ini, sudah dapat kita bayangkan
kalau kerajaan kita sudah menuju ke saat-saat kecermelangan dan akan merasakan
seluruh dunia, Sri Baginda adalah orang yang berpandangan sangat luas, tentulah ia
mengetahuinya mana pahlawan-pahlawan yang dapat diandalkannya itu."
Mendengar perkataan orang itu hati Siau Po menjadi sangat senang sekali. Tentu
saja itu merupakan pujian untuk dirinya, sehingga tidak henti-hentinya ia
menganggukkan kepalanya. Mu Cian Yan yang melihat bahwa perkataannya itu mendapat sambutan yang sangat
baik, segera melanjutkan kata-katanya tersebut.
"Wi Tayjin! Bunga Kim Tay Wie atau sabuk emas ini tidaklah selangka pada jaman
dahulu itu, sekarang sudah banyak bermekaran di mana-mana. Akan tetapi mekarnya
yang sekarang tepat sekali dengan kedatangan Wi Tayjin, itu bukanlah sesuatu yang
sifatnya kebetulan, melainkan merupakan kehendak yang Maha Kuasa, Pie cit
mempunyai sedikit pandangan, harap Wi Tayjin tidak keberatan jikalau Pie cit
mengatakannya." kata Mu Cian Yan.
"Harap aku diberikan petunjuk!" kata Siau Po.
"Untuk memberikan petunjuk itulah hamba tidak berani. Akar bunga-bunga obat ini, di
toko obat mana pun sekarang telah ada dan sudah banyak terjual. Andaikata Wi Tayjin
akan memberikan makan pada kuda-kuda pilihan Sri Baginda raja tentulah akar-akar
obat yang telah diolah, karena itulah yang banyak manfaatnya, Pie cit nanti akan
memerintahkan pada beberapa orang untuk memesannya dan mengirimkannya ke kota
raja untuk diberikan pada Wi Tayjin dan selanjutnya Wi Tayjin dapat memberikannya
pada para pengurus kuda-kuda pilihan Sri Baginda raja, sedangkan bunga-bunga obat
yang ada di sini harap Wi Tayjin mengingatnya, penyambutan mereka, Walau demikian
semarak dapatkah hamba memohon agar Wi Tayjin membiarkannya untuk sementara
waktu, seandainya di suatu hari nanti Wi Tayjin dapat berkunjung kembali ke kota
Yangciu ini tentulah tidak menyenangkan jikalau seluruh daerah ini telah tandus, tanpa ada
sekuntum bunga pun. Wi Tayjin adalah seorang yang terkenal, maka hamba yakin nama Wi Tayjin akan
dikenang sepanjang masa, bahkan dapat seperti tokoh yang lainnya, Nama dan juga
peran dari Wi Tayjin akan menjadi sangat menarik dan juga menjadi contoh dari para
generasi yang akan datang dan mereka akan sangat menghormati Wi Tayjin." katanya.
Hati Siau Po menjadi sangat senang mendengarkan perkataan itu.
"Kau katakan bahwa aku akan menjadi salah seorang tokoh cerita" Yang ada dalam
legenda?" kata Siau Po.
"Benar." kata Mu Cian Yan. "Dan tentu saja seorang yang tampan dan juga gagah
dalam memerankan tokoh Wi Tayjin, juga ada lagi beberapa orang yang memerankan
berjanggut putih, bercambang hitam, berwajah bintik-bintik berhidung putih, dan yang
lainnya sebagai kami-kami ini."
Mendengar perkataan itu para undangan tertawa terbahak-bahak dan Wi Siau Po
sangat senang sekali. "Lalu apa nama ceritera ini?" tanya Siau Po sambil tersenyum.
Mu Cian Yan menoleh pada Ma Yue dan ia berkata.
"Dalam hal ini kita haruslah meminta pendapat dari saudara Ma!" katanya, Karena ia
melihat sejak tadi Ma Yue diam saja, akhirnya ia menjadi tidak enak melihatnya.
Ma Yue tertawa. "Kelak Wi Tayjin ingin mendampingi Sri Baginda, Dan hal ini sudah pasti akan
menjadi suatu kenyataan Bagaimana kalau kami namakan cerita itu sebagai raja dan
wakilnya yang sedang menikmati bunga-bunga?" katanya pula.
Para tamu yang mendengarkan pembicaraan itu segera bertepuk tangan tanda
setuju. Hati Siau Po menjadi senang sekali apalagi ia mendapatkan pujian dari kanan
kirinya, Dan hal itu dapat menghilangkan kenangan pahitnya di masa lalu.
"Aku tidak percaya kalau hanya sekuntum bunga saja orang dapat menjadi seorang
yang suci. Akan tetapi biarlah ada baiknya juga jika aku membiarkan bunga-bunga ini
tumbuh di kota Yang-ciu. Setidaknya jikalau dihari tua nanti jika aku telah merasa
bosan memangku jabatan ini aku akan tinggal di kota ini, dan aku dapat menikmati keindahan
alam yang ada di daerah ini." kata Siau Po dalam hatinya.
Kemudian Siau Po berkata dengan tenang:
"Sudahlah! Sudah cukup kita membicarakan soal bunga-bunga itu. sekarang lebih
baik kalian panggillah para penyanyi itu, aku akan mendengarkan sebuah lagu!"
katanya. Para pembesar yang lainnya segera mengingatkan Memang sejak semula Gouw Cie
Yong sudah merencanakannya, maka ia lalu memberikan isyarat Tak lama kemudian
terdengarlah dentingan-dentingan suara musik diiringi dengan hembusan wewangian
yang entah dari mana datangnya.
Semangat Wi Siau Po menjadi terbangun
"Pastilah ada banyak wanita yang cantik-cantik yang dapat dilihat!" katanya dalam
hati. Belum lama Siau Po berpikir demikian, keluarlah seorang gadis yang berjalan
dengan lemah gemulai menuju taman bunga buatan itu, gadis itu membungkukkan
tubuhnya sedikit, dan berkata dengan suara lantang.
"Siau Lie memberi hormat pada Tayjin semoga kesehatan Tayjin dalam keadaan
baik-baik dan sekarang Siau Lie akan membawakan sebuah lagu." katanya dengan
lembut. Gadis itu berusia kira-kira di bawah tiga puluh tahun, tetapi tidak tergolong cantik
sekali. Seorang laki-laki yang duduk di sudut ruangan segera meniupkan serulingnya, dan
gadis itu pun mulai bernyanyi
Gadis itu menyanyikan sebuah lagu lama yang sudah terkenal di kota Yang-ciu, Siau
Po mendengarkannya, suaranya memang enak, tetapi hati Siau Po menjadi kurang
sabar, karena ia toh bukan ingin melihat atau mendengarkan gadis itu bernyanyi
melainkan hanya ingin melihat wanita-wanita yang cantik-cantik saja.
Setelah gadis itu selesai menyanyikan sebuah lagu lama itu, tampak masuk lagi
seorang wanita yang lainnya, Wanita yang baru saja masuk itu usianya kira-kira tiga
puluh lima tahun, suaranya bagus dan lagaknya pun cukup luwes, tetapi Siau Po
memandangnya dengan enggan.
Setelah selesai bernyanyi, kemudian wanita itu memberi hormat pada Siau Po dan
berlalu kembali sambil tertawa.
"Kedua penyanyi-penyanyi itu adalah penyanyi-penyanyi yang sekarang sedang
terkenal di kota Yang-ciu, Lagu-Iagu yang dinyanyikannya juga lagu-lagu yang sudah
terkenal di daerah ini, sekarang bagaimana pendapat Wi Tayjin!" kata Gouw Cie Yong.
Apabila Wi Siau Po akan mendengarkan lagu atau nyanyian ada syaratnya, Yang
pertama haruslah gadis yang cantik-cantik, kedua lagunya haruslah lagu yang romantis,
dan ketiga lagak penyanyinya haruslah kegenit-genitan.
Dahulu kala Siau Po pernah mendengar Tan Wan Wan menyanyi dan menari. Dalam
keadaan terpaksa saja ia mendengarkan lagu-lagu yang dinyanyikan itu sampai selesai.
Sekarang kedua orang penyanyi itu sama sekali tidak menarik hatinya, entahlah apa
pula yang dinyanyikannya, Siau Po sengaja bersin keras-keras ketika mendengar
pertanyaan Gouw Cie Yong, akan tetapi ia menjawab:
"Lumayan.... Lumayan, hanya saja ketinggalan jaman sedikit, sehingga aku tidak
begitu berselera." katanya setengah memuji.
"Benar.... Benar." kata Gouw Cie Yong. "Lagu yang dinyanyikannya memang lagu
yang berasal dari dinasti Tong, dan pada hakekatnya memang ketinggalan jaman, Ada
sebuah lagu yang baru dirancang oleh salah seorang pemuda yang baru saja terkenal
di kota Yang-ciu ini, dan benar-benar menyegarkan."
Gouw Cie Yong segera menepuk tangan, maka tak lama kemudian muncullah
seorang penyanyi ke hadapannya.
"Jikalau Wi Siau Po mengatakan ketinggalan jaman, maksudnya yang ketinggalan
jaman itu adalah penyanyinya, Akan tetapi Gouw Cie Yong salah tanggap, bukannya
menyajikan penyanyi yang cantik malah ia menyajikan penyanyi yang lainnya,
sedangkan Siau Po tidak mengetahui kalau lagu itu lagu pada jaman dinasti Tong atau
pun dinasti yang lainnya, Siau Po hanya mendengar Gouw Cie Yong mengatakan
sangat menyegarkan. Siau Po mengira kalau kali ini gadis yang akan menyanyikan lagu itu adalah gadis
seperti yang dimaksudkan.
"Yah! jikalau penyanyinya dapat menyegarkan apa salahnya, aku melihatnya!"
katanya dalam hati. Siau Po tidak memperhatikan penyanyi yang baru saja masuk. Akan tetapi setelah
Siau Po melihatnya, hawa amarahnya serasa langsung meluap ke atas, rasanya ia ingin
berteriak dengan keras. Ternyata penyanyi yang ini usianya kurang lebih lima puluh tahun bahkan pada
rambutnya sudah mulai banyak ditumbuhi uban, mukanya sudah keriput dandanannya
sangat medok, bibirnya diolesi gincu yang tebal, benar-benar sangat menyebalkan.
Suaranya memang masih bagus, tetapi Siau Po tidak ingin mendengarkan nyanyian
itu, dan kaIaulah perlu ingin menutup kupingnya, Siau Po sangat kesal sekali, tetapi
karena ia diundang oleh sekian banyak para pembesar, maka tidak enak hati jika ia
mengumbar kemarahannya. Terpaksa Siau Po harus menahan diri sampai penyanyi itu menyelesaikannya.
Setelah orang itu selesai menyanyikan lagu, dan kembali ke ruang dalam, Siau Po
langsung saja memohon diri untuk kembali pada tempat kediamannya yaitu di rumah
salah seorang saudagar garam.
Sekembalinya ke rumah saudagar garam itu, Siau Po lalu masuk ke dalam
kamarnya, sebelumnya ia memerintahkan pada penjaga agar terus menjaga, dan
jikalau ada orang yang akan bertemu dengannya katakan kalau ia ingin beristirahat
Tidak perduli tamu mana pun yang datang ia tidak mau menemuinya.
Setelah merapatkan pintu itu Siau Po mengganti pakaiannya dengan pakaian yang
rombeng yang dibeberapa bagian banyak terdapat noda-noda minyak sehingga kotor
tak karuan ia pun mengganti sepatunya dengan sepatu yang sudah koyak di sana-sini.
Tidak cukup hanya sampai di situ ia pun melumuri wajahnya dengan abu.
Setelah selesai berdandan Siau Po mengaca di cermin itu untuk melihat dirinya
sendiri, Tampak dirinya sudah kembali seperti seorang kacung yang bekerja di rumah
pelesiran, ia sangat senang dengan penyamaran yang macam itu.
Song Ji membantu Siau Po memakai pakaiannya juga mendandaninya, Dan ia pun
jadi tertawa begitu melihat wajah Siau Po dan juga penampilannya berubah, maka ia
pun berkata. "Siangkong, penampilan Siangkong kali ini benar-benar berubah, Apakah pada
jaman dahulu menteri Touw Liong To yang menyamar sebagai seorang pengemis, juga
mempunyai tampang yang seperti ini?" tanyanya.
"Hampir sama." jawab Siau Po. "Akan tetapi pada dasarnya wajah Touw Liong To itu
memang hitam sehingga tidak perlu untuk dilumuri abu lagi."
"Siangkong, bagaimana kalau aku menemanimu?" tanya Song Ji. "Kalau kau pergi
seorang diri aku khawatir kalau-kalau terjadi sesuatu pada dirimu tidak ada orang yang
akan membantumu." "Tempat yang akan aku masuki ini tidak boleh dimasuki oleh gadis-gadis cantik
seperti kamu." kata Siau Po sambil tertawa.
Sambil berkata Siau Po mulai menyanyi lagu yang ada di rumah pelesiran itu,
sedangkan Song Ji hanya diam saja.
"Raba sini raba sana, raba ratu cantik Song Jiku tersayang yang elok...!"
Sambil bernyanyi demikian Siau Po mengulurkan tangannya untuk mengusap-usap
tubuh Song Ji, sedangkan Song Ji menjadi malu wajahnya berubah menjadi merah
padam, ia tertawa terkekeh-kekeh sambil ia mengegoskan wajahnya.
Siau Po mengambil segumpal cek dan segenggam uang recehan yang kemudian
dimasukkannya ke dalam sakunya, Kemudian ia memeluk Song Ji dan mencium pipi kiri
dan kanannya, Setelah itu Siau Po menyelinap ke luar dari pintu belakang.
Para penjaga yang melihat seseorang berjalan ke luar rumah itu segera
membentaknya, "Siapa kau"!" bentaknya.
"Aku adik misan dari keluarga Houw, apa urusannya dengan kalian?" jawab Siau Po.
Para perwira itu tertegun Mereka masih belum dapat mengerti hubungan keluarga
macam apa yang telah disebutkan oleh Siau Po itu, dan juga mereka tidak mengenali
pembesar itu. sementara itu Siau Po sudah menyelinap ke luar lewat pintu belakang.
Jalanan besar dan jalanan kecil di kota Yang-ciu, tidak ada satu pun yang tidak
dikenalinya, Dapat dikatakan dengan memejamkan matanya pun Siau Po tidak akan
mengalami salah jalah. Tidak lama kemudian Siau Po telah sampai di pinggir telaga yang jaraknya tidak jauh
dari Li Cun Wan. Sayup-sayup mulai terdengar suara ketupan dan suara seruling serta
nyanyian yang sumbang. Dengan mengendap-endap, Siau Po berjalan menuju bagian luar kamar ibunya,
Ketika dia melongok ke dalamnya, dia melihat kamar itu kosong, Tahulah dia bahwa
ibunya sedang menerima tahu. Dalam hati dia berkata.
-- Dasar ibu murahan, entah !aki-laki mana yang hari ini sedang bergelut dengan
ibuku dan menjadi ayah angkatku untuk satu hari" Dia masuk ke dalam kamar, tampak selimut yang terlipat di atas tempat tidur masih
yang dulu juga, Tetapi sudah jauh lebih usang. Dalam hati ia berpikir lagi.
-- Rupanya bisnis ibu kurang lancar, ayah angkat yang datang tidak banyak. --
Dia memalingkan kepalanya untuk menatap ke arah sebuah tempat tidur kecil yang
menjadi miliknya duIu. Letaknya masih dalam posisi semula, Di depan tempat tidur
terdapat sepasang sepatu rombeng miliknya, sedangkan selimutnya dicuci bersih dan
dilipat dengan rapi. Dia berjalan ke tempat tidur itu dan duduk di atasnya, Tampak sehelai jubah
kepunyaannya juga terlipat rapi di samping tempat tidur itu. Hatinya merasa agak
bersalah.

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

-- Rupanya ibu selalu menunggu kepu!anganku, Maknya! Lohu hidup mewah di kota
raja, selama ini tidak pernah menyuruh orang mengantarkan uang untuk ibu.
Tampaknya ingatanku sudah kurang baik! -- pikirnya.
Dia menyandarkan tubuhnya di tembok pembaringan untuk menunggu kembalinya
sang ibu. Di dalam rumah pelesiran ada sebuah peraturan apabila menerima tamu yang
bermalam, di sana ada disediakan sebuah kamar khusus yang lebih besar serta bersih,
perabotannya juga lengkap, sedangkan para pelacur ditempatkan dalam kamar yang
kecil-kecil, keadaannya juga sederhana sekali.
Pelacur yang usianya lebih muda dan wajahnya cantik mendapat fasilitas yang lebih
memadai, mereka bisa menarik langganan yang lebih banyak.
Sedangkan yang sudah setengah baya seperti ibu Siau Po, jarang dicari para tamu,
induk semang atau kata kasarnya, germo mereka juga memperlakukannya dengan
seenak hati, pokoknya tidak sampai terlantar saja.
Siau Po berbaring sejenak, tiba-tiba dari sebelah kamar terdengar suara bentakan
yang nyaring, Ternyata suaranya si mucikari.
"Nenekmu ini sudah mengeluarkan uang banyak untuk membelimu, tapi kau selalu
menolak sana menolak sini, sampai sekarang tetap tidak bersedia menerima tamu, Hm!
Apakah aku membelimu hanya sebagai patung Kuan Im yang di-pajang" Apakah kau
hanya sebagai penghias di rumah pelesiran ini" pukul dia! Pukul yang keras biar tahu
rasa!" Kemudian terdengar suara cambuk yang menghajar kulit tubuh, juga suara jeritan
histeris dan teriakan kesakitan, Suara tangis serta bentakan saling membaur.
Suara semacam ini sudah tidak asing lagi bagi telinga Siau Po. Dia tahu si mucikari
pasti mendapatkan barang baru dan hendak dipaksanya untuk menerima tamu, Kalau
hanya dicambuk saja sudah merupakan hal yang lumrah, Kalau si gadis masih tidak
mau menuruti kemauan si mucikari, kadang-kadang penyiksaan yang dialami para
gadis itu lebih sadis lagi, misalnya kuku jari ditusuk dengan jarum panjang, atau
sekujur tubuh disundut dengan gagang besi yang telah dipanggang di atas bara api, Pokoknya,
masih banyak jenis siksaan yang lain kalau mau disebutkan satu persatu.
Suara jeritan atau tangisan seperti ini sudah lumrah terdengar dalam rumah-rumah
pelesiran mana pun. Merupakan suatu hal yang sulit dihindari Siau Po sudah lama
meninggalkan Li Cun Wan, sekarang mendengar kembali suara-suara itu, kenangan
lamanya bagai terungkit kembali. Namun, dia juga tidak begitu merasa kasihan
terhadap gadis malang itu.
Terdengar gadis itu meratap dengan suara keras.
"Kau bunuh saja aku! Biar mati sekali pun aku tidak mau menerima tamu. Aku akan
membenturkan kepalaku ini ke tembok."
Si mucikari menyuruh kacungnya memukul lebih keras lagi, Kemudian terdengarlah
suara cambukan sebanyak dua tiga puluh kali, nona itu masih terus menjerit dengan
histeris. "Hari ini tidak bisa pukul lagi, Lihat besok saja." kata si kacung.
"Seret barang murahan ini ke luar!" perintah si mucikari.
Si kacung memapah gadis itu ke luar, sesaat kemudian dia sudah kembali lagi.
"Barang murahan ini tidak dapat dihadapi dengan cara keras. sebaiknya kita gunakan
cara lunak saja. Kasih dia minum arak Mi Jun ciu." kata si mucikari.
"Tapi, dia tidak mau minum arak.,." sahut si kacung.
"Dasar anak cacing! Campurkan saja ke dalam daging atau hidangan lainnya,
bukankah sama saja?" kata si mucikari.
"Betul, betuI, Jit ci (kakak ke tujuh), Kau memang selalu punya akal yang hebat!"
sahut si kacung. Sekali lagi Siau Po mengedarkan pandangan matanya ke dalam, Tampak si mucikari
membuka sebuah lemari dan mengeluarkan sebuah botol arak, Dia menyerahkannya
kepada si kacung, setelah menuangkan sedikit isinya ke dalam gelas, Terdengar dia
berkata. "Kedua teman yang ditemani Cun Fang hari ini, tampaknya mempunyai uang yang
cukup banyak, Mereka mengatakan akan bermalam di sini untuk menunggu teman,
sebetulnya pemuda-pemuda ganteng seperti mereka tidak mungkin menaksir Cung
Fang, sebentar aku akan menemui mereka untuk menawarkan si barang murahan tadi,
kalau peruntungan kita cukup bagus, mungkin kita akan dibayar tiga atau empat ratus
tail perak." "Selamat kepada Jit ci yang selalu mendapat akal untuk memperoleh keuntungan.
Kalau benar, tentu aku bisa menumpang sedikit rejeki untuk membayar hutang di
sanasini." sahut si kacung. Terdengar si mucikari menggerutu.
"Dasar orang tolol! Punya sedikit uang yang didapatkan dengan susah payah, malah
disetorkan ke rumah judi, Ayo, laksanakan tugasmu dengan baik! Awas, kalau tidak,
aku akan menggorok batang lehermu!"
Siau Po tahu bahwa Mi Jun Ciu adalah sejenis arak yang dapat membuat orang
terbius, Setelah minum arak itu, orang menjadi tidak sadarkan diri. Setiap rumah
pelesiran di mana pun selalu tersedia arak semacam ini. Khusus digunakan terhadap
para gadis yang menolak menerima tamu. Ketika pertama kali mendengarnya, dia juga
merasa heran, tapi kemudian dia tahu dan sekarang sudah tidak merasa aneh lagi.
- Ayah angkatku hari ini merupakan dua orang pemuda" Entah siapa mereka" Aku
ingin melihatnya! -- katanya dalam hati.
Perlahan-lahan dia menyelinap ke ruang besar yang khusus digunakan untuk
menyambut tamu. Dia berdiri di atas sebuah batu yang selalu digunakannya sejak dulu,
jendela ruangan itu besar sekali, sedangkan tempatnya berdiri berada di sudut yang
gelap. Tamu yang ada dalam ruangan duduk menyamping dengan arahnya, Dia bisa
melihat ke dalam dengan Ieluasa, tapi tamu yang di dalam justru tidak tahu kalau ada
orang yang mengintai. Dulu, perbuatan ini telah dilakukannya entah berapa ratus kali,
selama itu dia belum pernah kepergok sekalipun.
Di dalam ruangan, tampak beberapa batang lilin merah yang besar sedang menyala
dengan terang, ibunya sedang menemani dua orang tamu minum arak sambil
tersenyum-senyum. Siau Po memperhatikan ibunya dengan seksama. Katanya dalam
hati. - Ternyata ibu sudah jauh lebih tua. -- ibunya memakai pakaian berwarna merah
jambu, di bagian sanggulnya tertancap sekuntum bunga merah. pipinya dilumuri bedak
yang tebal -- Bisnis ini mungkin tidak dapat digeluti lebih lama lagi, hanya kedua
pemuda tolol ini saja yang mau memanggilnya untuk menemani minum arak.
Nyanyian ibu juga tidak bagus, Kalau aku yang berpelesiran ke rumah hina, dan
kalau dia bukan ibuku, meskipun dikasih uang seribu tail, aku juga tidak akan
memanggilnya untuk menemani aku. -Terdengar ibunya tertawa dan berkata.
"Kongcu berdua sudah minum beberapa cawan arak, sekarang biarlah aku
menyanyikan sebuah lagu untuk kalian berdua." Dia pun mulai bernyanyi.
Siau Po yang mendengarnya langsung menarik napas panjang. Dalam hati dia
berkata. -- Lagu yang bisa dinyanyikan oleh ibu hanya itu-itu saja, Paling-paling cuma tiga
buah lagu. Mengapa tidak belajar beberapa lagu baru, agar langganan lebih tertarik" -Tiba-tiba hatinya tergerak, dia tersenyum sendiri -- Aku belajar silat juga tidak
pernah serius, rupanya ini merupakan turunan dari ibu... -Tiba-tiba terdengar sebuah suara yang melengking.
"Sudah!" Begitu kata-kata itu menyusup ke dalam telinganya, seluruh tubuh Siau Po langsung
bergetar Hampir saja dia tergelincir jatuh dari atas batu tempat dia berdiri, PerlahanIahan dia mengedarkan pandangan matanya, Tampak sebuah tangan sedang menahan
sebuah cawan yang disodorkan ke hadapannya, Dari bagian jari tangan itu, Siau Po
menyusuri pandangannya ke atas.
Dia melihat seraut wajah yang manis, siapa lagi kalau bukan A Ko" Hatinya gembira
bukan kepalang, Hampir saja dia tidak dapat menahan luapan hatinya.
-- Mengapa A Ko bisa datang ke Yang-ciu" Mengapa dia bisa muncul di Li Cun Wan
ini bahkan memanggil ibuku untuk menemaninya" Dia datang ke sini dengan menyamar
sebagai laki-laki, yang dipanggilnya bukan orang lain, tapi ibuku, pasti tujuannya
untuk mencari aku. Bagian 71 Rupanya selama ini dia tidak melupakan diriku, tidak lupa bahwa kami sudah
menjalani upacara sebagai suami istri.... A ha! Benar-benar menakjubkan! Hari ini kita
suami istri dapat bertemu di sini sekaligus bermalam pengantin....--Tiba-tiba terdengar suara seorang laki-laki berkata.
"Gouw hiante, lebih baik untuk sementara kau jangan minum dulu, kita tunggu
kawan-kawan dari Mongol.!"
Telinga Siau Po seperti dihantam sebuah palu sehingga berdengung, Dia segera
mengetahui bahwa urusannya kurang tepat Matanya berkunang-kunang, bumi seakan
berputar Untuk sesaat pandangannya menjadi gelap, Dia memejamkan matanya sesaat
untuk menenangkan diri. Kemudian dia memandang lagi kepada pemuda yang duduk di
samping A Ko, kalau bukan The Kek Song, si Ji kongcu dari Taiwan, siapa lagi"
Ibu Siau Po tertawa kembali sembari berkata.
"Kalau siangkong kecil tidak mau minum, biar siangkong besar saja yang minum." Di
menuangkan secawan arak untuk The Kek Song. Disodorkannya arak itu sambil
menghenyakkan pantatnya ke atas pangkuan si pemuda.
"Hei! Sopan sedikit!" kata A Ko.
Wi Cun Fang tertawa. "Aduh, kulit wajah siangkong kecil rupanya tipis sekali, Tidak terbiasa kiranya melihat
pemandangan seperti ini. seharusnya kau datang ke sini setiap hari, kelak pasti kau
akan mengatakan bahwa aku masih kurang romantis, Siangkong kecil, bagaimana
kalau aku memanggil seorang nona cilik untuk menemanimu?" tanyanya.
"Tidak! Tidak!" sahut A Ko gugup. "Jangan! Kau duduk diam-diam saja!"
Sekali lagi Wi Cun Fang tertawa.
"Aih! Tentunya kau cemburu karena aku menemani siangkong besar tetapi tidak
menemanimu bukan?" katanya sambil berdiri dan bersiap-siap duduk di atas pangkuan
A Ko. Siau Po yang melihatnya merasa mendongkol juga geli, Katanya dalam hati.
-- Di dunia ini mana ada peristiwa yang demikian aneh" Masa istriku datang ke
rumah pelesiran untuk bermesraan dengan ibuku" -Tampak A Ko mengulurkan tangannya untuk mendorong Cun Fang. Kaki wanita itu
limbung dan dia jatuh terhenyak di atas lantai, Siau Po marah sekali. Dia memaki dalam
hati. -- perempuan hina! Kau berani mendorong mertuamu sendiri! Benar-benar kurang
ajar! Tapi Cun Fang justru tidak marah, Dengan tertawa terkekeh-kekeh, dia berdiri lagi.
"Kalau siangkong kecil begitu malu, bagaimana kalau kau saja yang duduk di atas
pangkuanku?" katanya.
"Tidak!" sahut A Ko gusar. Kemudian dia berpaling kepada The Kek Song dan
berkata, "Banyak tempat yang dapat digunakan untuk pertemuan, mengapa tetap harus
di sini?" "Kami sudah berjanji akan bertemu di sini, siapa pun tidak boleh mengingkari janji,
Aku juga tidak tahu kalau Li Cun Wan adalah sebuah tempat kotor seperti ini. Hai!
pokoknya kau duduk baik-baik di sana!" kata-katanya yang terakhir tentu saja ditujukan
kepada Cun Fang. Semakin lama, hati Siau Po semakin gusar
-- Tempo hari di tepi sungai Kuang Say kau memohon lalu mengampuni selembar
jiwa anjingmu -- pikir Siau Po dalam hati, -- Kau bahkan bersumpah berat! Kau
mengatakan bahwa untuk selamanya kau tidak akan berani berbicara lagi dengan
istriku, tapi hari ini, entah sudah berapa ribu kata yang kalian bicarakan, masih
mending kalau tujuan kalian ke sini hanya untuk bermesraan dengan ibuku saja, tapi ini,., ini
huh! sayangnya hari itu aku tidak memotong lidahmu, aku benar-benar menyesali --
Cun Fang menghampiri The Kek Song dan mengelus-elus lehernya, pemuda itu
menepis punggung tangan Cun Fang.
"Kau keluarlah dulu, kami kakak beradik ada yang hendak dibicarakan, nanti aku
baru memanggilmu lagi!" katanya.
Dengan perasaan apa boleh buat Cun Fang terpaksa berjalan keluar The Kek Song
berkata dengan suara lirih.
"Siauw moay, kalau dalam hal yang kecil saja kita tidak dapat menahan diri, mana
mungkin bisa menyelesaikan urusan besar?" katanya.
"Pangeran Kaerltan itu bukan orang baik-baik, mengapa dia mengajak kau bertemu
di sini?" tanya AKo.
Mendengar disebut namanya "Pangeran Kaerltan", Siau Po segera berpikir.
- Si telur busuk itu juga sudah datang, Tentu mereka akan membicarakan urusan
pemberontakan Bagus! Bagus! Lohu akan memimpin sepasukan tentara dan menjaring
mereka sekaligus! "Dalam beberapa hari ini," kata Kek Song, "Penjagaan di dalam kota Yang-ciu ketat
sekali, Kalau ada tamu asing yang bermalam di rumah penginapan, pasti ada petugas
yang datang menanyakan berbagai hal.
Dengan kata lain, diinterogasi. Kalau kita tidak hati-hati dan menampakkan sedikit
jejak saja, urusannya bisa runyam, Rumah pelesiran seperti ini tidak pernah didatangi
para perwira atau pun petugas. Banyak keuntungan kalau kita bermalam di sini. Kita
masih tidak apa-apa, tapi rombongan pangeran Kaerltan kan mencolok sekali
dandanannya. Lagipula, kau begitu cantik seperti bidadari khayangan, kalau kau menginap di rumah
penginapan, para pemuda kota Yang-ciu pasti ke luar semua untuk melihatmu, cepat
atau lambat, tentu bisa timbul masalah." A Ko tersenyum kecil.
"Aku tidak butuh pujian gombalmu!" katanya.
"Kau kira, aku hanya sembarangan memuji saja?" kata Kek Song, "Kalau saja
bidadari khayangan ada yang secantik dirimu, tentu segala Lie Cun Yang, Thiat Yat Lie
dan yang Iain-lainnya tidak akan turun ke bumi. Setiap hari mereka akan berdiam di
surga nirwana untuk menatap kecantikan permata hatiku."
A Ko tersipu-sipu, Cepat-cepat dia menundukkan kepalanya.
Siau Po gusar sekali, Hampir saja dia tidak dapat menahan luapan amarah dalam
hatinya, Tangannya merogo ke dalam saku untuk mengeluarkan senjata. Dia ingin
menerjang masuk ke dalam kamar dan menghajar The Kek Song, tiba-tiba sebuah
ingatan melintas dalam benaknya.
- ilmu bocah ini cukup tinggi, A Ko juga pasti akan membantunya, Kalau aku
menerjang ke dalam, pasti terjadi peristiwa "Gundik dan istri membunuh suami". Di
dunia ini, aku boleh menjadi siapa saja, asal jangan menjadi Bu Toa Long! -Bo Toa Long adalah seorang pemuda di jaman dahulu yang dibunuh mati oleh
istrinya dan pacar gelap sang istri, Cerita ini kemudian menjadi legenda dan sering
menjadi perumpamaan dalam pembicaraan apabila istri seseorang main gila dengan
lelaki lain. Karena mendapat pikiran itu, dia terpaksa menahan kemarahan hatinya dan melihat
kemesraan sepasang pemuda-pemudi itu.
Terdengar A Ko berkata. "Koko, sebetulnya..."
Mendengar panggilan "koko", hati Siau Po semakin nyeri. Dia berpikir.
-- Maknya! Benar-benar tidak tahu malu! Malah sekarang sudah memanggil koko
segala... -Kata-kata A Ko yang selanjutnya jadi tidak terdengar lagi olehnya. Dia hanya
mendengar Kek Song berkata.
"Serahkan saja kepadaku, Dia ada di tempat yang gelap sedangkan kita di tempat
yang terang, kita harus berhati-hati. Anak buah pangeran Kaerltan lihay-Iihay, pokoknya
kali ini, kita harus membuat lubang di tubuhnya yang tembus pandang!"
"Budak itu terlalu menghina. Kalau tidak membalaskan dendam ini, untuk selamanya
aku tidak bisa hidup tenang." kata A Ko. "Kau tahu, sebetulnya aku tidak sudi mengakui
ayah, tapi karena dia berjanji akan membalas dendam, serta menyuruh beberapa
orangnya yang lihay untuk membantuku, barulah aku mau mengakuinya."
Dalam hati Siau Po berkata, "Siapa yang menyakitimu" Kalau kau ingin membalas
dendam, katakan saja kepada suamimu, tidak ada hal yang tidak dapat kulakukan
Mengapa sampai mengakui si pengkhianat sebagai ayah" "SebetuInya tidak sulit membunuh telur busuk itu!" kata Kek Song. "Tetapi penjagaan
anjing-anjing Tat Cu terlalu ketat, Karena itu, urusannya jadi tidak begitu mudah, Kita
harus menemukan akal yang sempurna dulu, baru boleh turun tangan."
"Ayah menyetujui permintaanku untuk membunuh orang ini, sebetulnya juga bukan
sepenuhnya demi diriku, Ayah ingin memimpin tentaranya mengadakan pemberontakan
sedangkan orang ini akan menjadi penghalang utama baginya. Ketika dia mengatakan
kepadaku agar tidak menceritakan apa pun kepada ibu, aku segera mengetahui bahwa
dia mengandung niat lain."
"Apakah kau pernah mengungkit persoalan ini kepada ibumu?" tanya Kek Song.
A Ko menggelengkan kepalanya.
"Tidak, Urusan ini semakin rahasia semakin baik. Kemungkinan ibu akan mencegah
tindakan kami, Kalau aku tidak mendengar perkataan ibu, rasanya kurang baik juga,
Lebih baik diam saja." katanya.
Kembali Siau Po berpikir.
- Siapa yang ingin dibunuhnya" Mengapa orang ini bisa menjadi penghalang utama
Gouw Sam Kui" Terdengar Kek Song berkata kembali.
"Dalam beberapa hari ini, aku selalu memperhatikan gerak-geriknya, tampaknya dia
mendapat pengawalan yang ketat sekali, Tidak mudah mendekatinya, Lalu aku
menguras otak, budak ini mata keranjang, kalau ada orang yang menyamar sebagai
perempuan penghibur atau para penyanyi, tentu mudah mendekatinya."
-- Mata keranjang" -- pikir Siau Po. -- siapakah yang dimaksudkannya" Bu Tai atau
Hoan Tai" -"Siapa yang sanggup menyamar" Kecuali aku dengan suci" Tapi aku tidak sudi
menyamar sebagai perempuan yang demikian rendah." kata A Ko.
"Kalau tidak, kita sogok saja koki yang melayaninya, Kita minta dia memasukkan
racun ke dalam araknya." kata Kek Song.
"Kalau hanya diracuni saja, rasa sakit hati ini masih tidak terbalas, Aku ingin


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memotong kedua tangannya dan mengiris... lidahnya yang suka berputar sembarangan
dan mengoceh yang tidak-tidak. Bocah setan itu... aku.,, aku,.,."
Mendengar A Ko menyebut "bocah setan", Siau Po langsung tersentak sadar.
- Rupanya ingin membunuh suami sendiri! --Dia tahu sebongkah hati A Ko telah
diserahkan kepada The Kek Song, tapi dia tidak pernah menyangka kalau gadis itu
begitu membencinya, Dia jadi berpikir - Dalam hal apa aku berbuat kesalahan
terhadapmu" -Pertanyaannya segera mendapatkan jawaban.
"Ko moay, aku tahu, bocah itu tergila-gila kepadamu dia tidak berani menyakitimu
sedikit pun. Kalau kau begitu membencinya, semua ini hanya karena perbuatannya
terhadapku Ka... sih sayang... mu yang demikian tulus ini, aku... aku benar-benar tidak
tahu bagaimana harus membalasnya..." kata Kek Song.
Tangan pemuda itu menjulur ke depan untuk memeluk tubuh A Ko. Gadis itu tersipusipu
dan menyusupkan wajahnya ke dalam dada kek Song yang bidang.
Hati Siau Po merasa gundah, Nyeri, pilu, marah semua berbaur menjadi satu. Tibatiba
kepalanya terasa terhentak ke belakang, Rupanya kuncir rambutnya telah ditarik
oleh seseorang, Lalu telinganya juga dijewer. Baru saja dia ingin berteriak, dia sudah
mendengar sebuah suara yang tidak asing lagi.
"Telur busuk kecil, ayo ikut aku!"
Dalam seumur hidupnya, entah sudah berapa ratus kali dia dipanggil "Si telur busuk
kecil" oleh orang ini, Karena itu, dia tidak berani membangkang, diikuti saja apa yang
diinginkan oleh orang itu.
Orang yang menarik kuncirnya, menjewer telinganya, juga sudah melakukannya
entah berapa ribu kali, Dia bukan lain dari pada Wi Cun Fang, ibunya sendiri.
Kedua orang itu kembali ke kamar Wi Cun Fang mendupakkan kakinya ke pintu
untuk menutupnya, Setelah itu dia baru melepaskan jambakan dan jewerannya.
"Mak, aku sudah pulang!" kata Siau Po sambil tertawa.
Wi Cun Fang memperhatikannya sekian lama, kemudian secara tiba-tiba dia
menubruk Siau Po untuk memeluknya erat-erat dan menangis tersedu-sedu.
Siau Po tersenyum. "Mak, bukankah aku sudah kembali, mengapa kau masih menangis?" tanyanya.
Dengan terisak-isak Cun Fang berkata.
"Mati ke mana kau selama ini" Aku mencarimu di dalam dan di luar kota Yang-ciu.
Setiap kali bersembahyang di kelenteng, berbagai permintaan selalu kupanjatkan,
bahkan entah sudah berapa kali aku membenturkan kepalaku menyembah-nyembah
segala dewa di sana, Siau Po yang manis, akhirnya kau kembali juga ke samping Mak!"
Siau Po tertawa. "Aku toh bukan anak kecil lagi, apa salahnya mencari pengalaman di luar?" katanya.
Dengan air mata menggenang di kelopak, Cun Fang melihat putranya sudah jauh
lebih tinggi dari pada dulu, Tubuhnya juga lebih tegap, Hatinya merasa senang dan
terharu, Kembali dia menangis, tapi mulutnya masih menggerutu.
"Kau ini benar-benar telur busuk kecil! Kalau mau mencari pengalaman di luar,
seharusnya kau mengatakannya terlebih dahulu kepada Makmu ini. Kali ini kalau tidak
dihajar dengan rotan sampai seratus kali, tentu kau masih belum tahu kelihayan nenek
ini!" Yang disebut hajaran rotan maksudnya menghantam pinggul Siau Po dengan rotan
seperti orang menggebuk kasur, Siau Po sudah lama sekali tidak merasakannya, Dia
jadi geli sendiri. Cun Fang juga ikut tertawa, Dia mengeluarkan sapu tangannya dari saku untuk
mengusap kotoran yang melekat pada wajah Siau Po. Sembari menyeka dia melirik ke
bawah, tampak pakaiannya di bagian dada telah basah oleh air mata, Bahkan ada ingus
serta debu-debu yang jatuh dari wajah anaknya, Tanpa dapat ditahan lagi, hatinya
menjadi sakit Dengan keras dia menempeleng pipi Siau Po, mulutnya memaki.
"Aku hanya mempunyai satu lembar pakaian baru ini. Dijahitnya saja baru dua tahun
yang lalu, aku malah baru memakainya beberapa kali, Telur busuk kecil! Kau pulang,
bukan kebaikan atau keuntungan yang diberikan, justru mengotorkan baju baruku ini.
Bagaimana aku harus menemui tamu nanti?"
Siau Po melihat ibunya sangat menyayangi baju barunya itu. Bahkan begitu
kesalnya, sehingga selembar wajahnya merah padam serta mencak-mencak. Sambil
tertawa dia berkata. "Mak, kau tidak perlu menyesal Besok aku akan meminta orang menjahitkan seratus
stel pakaian baru untukmu, Dijamin mutunya sepuluh kali lipat lebih baik daripada
kepunyaanmu ini." katanya.
"Si telur busuk kecil memang paling pandai membual," maki Cun Fang. Kepandaian
apa yang kau miliki" Lihat saja tampangmu sendiri, mana mungkin bisa kaya mendadak
di luaran?" "Kaya sih belum, tapi dalam hal berjudi aku kan selalu beruntung. Aku berhasil
memenangkan sedikit uang." sahut Siau Po.
Terhadap keahlian Siau Po dalam berjudi, Cun Fang masih punya sedikit keyakinan
Dia segera mengulurkan tangannya.
"Bawa ke mari!" katanya, "Kalau kau yang memegang uang, dalam setengah jam
saja pasti sudah ludes lagi!"
Siau Po tertawa. "Kali ini jumlah kemenanganku terlalu banyak, rasanya sampai satu tahun pun tidak
sanggup menghabiskannya." katanya.
Cun Fang mengulurkan tangannya dan sekali lagi dia menampar Siau Po.
Siau Po menundukkan kepalanya untuk menghindari pukulan itu. Dalam hati dia
berkata. - Setiap kali melihat aku, pasti mengulurkan tangan untuk memukul, ini yang
dinamakan, "Di utara ada putri, di selatan ada mak tua"! -- Baru dia merogokan tangan
ke dalam saku untuk mengambil uang, dari luar terdengar suara teriakan si kacung.
"Cun Fang, tamu memanggil, cepat ke sana!"
"Baik!" sahut Cun Fang, Cepat-cepat dia menatap dirinya ke dalam kaca cermin dan
menambahkan pupur di wajahnya. Setelah itu dia berkata kepada Siau Po. "Kau tunggu
di sini sebentar, makmu akan kembali untuk menghidangmu, kau... jangan ke manamana!"
Siau Po melihat wajah ibunya menyiratkan perasaan khawatir kalau-kalau akan
kehilangan dirinya lagi. Sambil tertawa dia berkata.
"Jangan takut, aku tidak akan pergi!" katanya.
Cun Fang memakinya "si telur busuk kecil" satu kali, sambil melenggak-lenggokkan
pinggulnya, dia berjalan ke luar.
Siau Po berbaring di atas pembaringan. Dia menyelimuti tubuhnya, Belum berapa
lama Cun Fang pergi, ternyata sudah kembali lagi, Tangannya membawa sebotol arak,
Melihat Siau Po masih berbaring di atas tempat tidur, hatinya menjadi lega, Dia
membalikkan tubuhnya untuk berjalan ke luar Iagi.
Siau Po melihat ibunya membawa botol arak, dia tahu tentu Kek Song yang
menyuruh ibunya menambah arak. Tiba-tiba hatinya tergerak dan dia pun berkata.
"Mak, apakah kau menambahkan arak untuk tamu?"
"Ya, kau baik-baiklah berbaring di sana, sekembalinya nanti, aku akan
membawakanmu makanan yang enak-enak." sahut Cun Fang.
"Setelah mengisi arak, bawalah ke mari agar aku dapat minum beberapa teguk." kata
Siau Po. "Dasar mulut rakus!" maki Cun Fang, "Anak kecil mana boleh minum arak?" Dengan
membawa botol arak itu, dia langsung berjalan ke luar.
Siau Po segera mengintip lewat celah yang ada, dia melihat kamar sebelah tetap
kosong, Dengan gerakan ekspres, dia menyelinap ke luar dan menuju kamar sebelah,
Dia membuka lemari dan mengeluarkan arak Mi Jun Ciu milik si mucikari. Setelah itu,
dia kembali lagi ke kamarnya dan masuk ke dalam selimut Diam-diam dia membuka
tutup botol arak itu. Katanya dalam hati.
-- Kek Song, kau si anak haram jadah! Kau ingin meracuni lohu, biar lohu yang turun
tangan terlebih dahu!u! -Tidak lama kemudian, Cun Fang masuk kembali lagi dengan tangan membawa
sebuah botol yang telah diisi dengan arak, Dia menyodorkannya kepada Siau Po
sembari berkata, "Cepat minum dua teguk!"
Siau Po tetap berbaring di atas tempat tidur, dia mengulurkan tangannya menyambut
botol arak itu dan meminumnya seteguk, Cun Fang yang melihat anaknya mencuri
minum arak tamu, dalam hatinya jadi merasa kasihan.
"Mak, di wajahmu ada noda hitam yang besar." kata Siau Po.
Cun Fang cepat-cepat menuju ke kaca untuk melihat noda yang dikatakan anaknya,
sementara itu, Siau Po segera membuang arak dalam botol yang dibawa Cun Fang,
kemudian menuangkan arak pembius yang diambilnya dari si mucikari ke dalam botol
tersebut. Cun Fang melihat wajahnya putih bersih tanpa noda sedikit pun, segera sadar bahwa
anaknya pasti sedang bermain gila karena ingin mencuri minum arak beberapa teguk
lagi, Karena itu, dia segera membalikkan tubuhnya dan memaki.
"Si telur busuk kan keluar dari rahim mak tuamu ini, mungkinkah aku tidak tahu
cacing busuk yang ada dalam perutmu" Huh! Dulu tidak bisa minum arak, baru
berkeliaran di luar beberapa lama saja, perbuatan buruk apa pun sudah dipelajari" Cun
Fang segera merebut botol arak dari tangan Siau Po.
"Mak," kata Siau Po tanpa memperdulikan ocehan ibunya. "Sifat kedua kongcu itu
tidak begitu baik, kau cekoki saja siangkong kecil itu dengan arak agar tidak dapat
memaki-maki lagi, dengan demikian sekaligus kau bisa mengelabui si kongcu besar
untuk mendapatkan uang yang banyak."
"Makmu sudah melakukan pekerjaan ini hampir setengah hidupnya, masa perlu
meminta pelajaran darimu?" kata Cun Fang. Meskipun demikian, diam-diam dia
menyetujui usul anaknya, Dia berpikir
--Si telur busuk cilik baru kembali, ini merupakan peristiwa yang mengembirakan.
Paling bagus kalau malam ini, si tamu tidak minta aku menemaninya bermalam, aku
ingin menemani anakku! -- Cepat-cepat dia berjalan ke luar.
Siau Po berbaring di atas tempat tidur, sebentar dia merasa kesal, tetapi sesaat
kemudian dia merasa bangga juga, Dia berpikir
-- Lohu benar-benar pembesar yang beruntung, Si bocah busuk The Kek Song jauhjauh
datang ke mari, bukan perempuan yang lain yang dicarinya, malah memanggil mak
tuaku, dan jadi ayah angkatku untuk sementara, Kali ini, aku harus menusuknya dengan
pisau lalu menaburkan obat penghancur mayat di atas tubuhnya! -Dia ingin menggunakan kesempatan ketika Kek Song terbius untuk menikamnya
dengan pisau kemudian ditaburi obat penghancur mayat milik almarhum Hay kong
kong. Dia membayangkan setelah A Ko, tentu dia kebingungan setengah mati. Meskipun
dicari ke mana-mana, Kek Song tetap tidak berhasil ditemukan - Maknya! panggillah
kokomu itu beberapa kali lagi, besok mungkin kau tidak mempunyai kesempatan untuk
memanggilnya lagi! -- gerutunya dalam hati.
Dia merasa gembira sekali Cepat-cepat dia menegakkan tubuhnya dan mengintip
lewat celah papan, Dia melihat Kek Song baru saja meneguk habis arak dalam
cawannya, sedangkan A Ko hanya minum seteguk, Siau Po semakin senang, Dia
melihat ibunya menuangkan arak lagi untuk Kek Song, tapi pemuda itu mengibaskan
tangannya dan berkata. "Keluarlah, kami tidak membutuhkan pelayananmu lagi!"
Cun Fang mengiakan Ketika meletakkan kendi arak, dengan cepat ia menyelipkan
sepotong ham yang besar ke dalam lengan bajunya.
Siau Po tersenyum simpul - Aku akan mendapatkan sepotong ham besar! -- katanya dalam hati. Dia segera
kembali ke kamar dan berbaring Iagi.
Tidak lama kemudian, Cun Fang masuk ke dalam kamar dengan membawa
potongan ham yang besar itu. Sembari tertawa dia berkata.
"Eh, telur busuk cilik, berkeliaran di luar, mana mungkin mendapatkan makanan yang
enak seperti ini?" Dengan tersenyum simpul, dia duduk di ujung tempat tidur, Matanya
memperhatikan anaknya melahap habis ham yang besar itu, rasanya lebih senang dari
pada dia melahapnya sendiri.
"Mak, kau tidak minum arak?" tanya Siau Po.
"Aku sudah minum beberapa cawan Kalau minum lagi, aku pasti mabok, dan kau
tentu akan menggunakan kesempatan itu untuk kabur lagi!" sahut Cun Fang.
Dalam hati Siau Po berpikir.
-- Kalau mak masih sadar, tentu sulit menyelesaikan urusan -- Karenanya dia segera
berkata. "Pokoknya aku tidak akan pergi Sudah lama aku tidak menemani mak tidur,
Malam ini jangan menerima tamu lagi, temanilah aku di sini!"
Cun Fang gembira sekali, Ternyata anaknya masih begitu merindukannya, padahal
waktu sudah berlalu cukup lama, Tidak disangka, setelah mencari pengalaman sekian
lama di luaran, dia masih terkenang kebaikan ibunya, wajahnya langsung ber-seri-seri.
"Baik, malam ini mak akan menemani Siau Po manis tidur." katanya.
"Mak, meskipun pergi dari rumah, tapi tiap hari aku selalu memikirkan dirimu, Mari,
aku bantu mak melepaskan pakaian." kata Siau Po.
ilmu menepuk pantat kuda Siau Po manjur terhadap raja cilik, Hong kaucu, kiong cu,
bahkan gurunya sendiri, Tentu saja setelah digunakan menghadapi ibunya,
kemanjurannya juga tidak ber-beda.
Cun Fang sudah lama menjadi pelacur, laki-laki model apa pun sudah pernah
melepaskan pakaiannya, tapi tangan-tangan mereka tentu rasanya jauh berlainan
dengan sentuhan tangan anaknya sendiri, hatinya semakin senang, Dia jadi tertawa
terkekeh-kekeh, Siau Po membantu ibunya melepaskan pakaian kemudian dia mengulurkan
tangannya untuk mengendorkan tali celana Cun Fang. ibunya berdehem satu kali
kemudian menepiskan tangannya.
"Biar aku sendiri saja!" katanya, Tiba-tiba saja dia merasa anaknya sudah besar
sehingga merasa malu, Cepat-cepat dia menyusup ke dalam selimut dan melepaskan
celananya, Setelah itu, dia mengeluarkan celana itu lalu diletakkannya di atas selimut
Siau Po mengeluarkan dua keping uang perak, nilainya kurang lebih tiga puluhan tail,
Dia mengangsurkan uang itu ke hadapan ibunya.
"Mak, ini untukmu!" katanya.
Cun Fang terharu sekali Dia menyambut uang itu dan berkata.
"Aku.,, aku akan menyimpannya untukmu, Beberapa tahun lagi aku akan mencarikan
menantu untukmu." Air matanya pun jatuh berderai, Daiam hati Siau Po berpikir
- Tidak usah menunggu beberapa tahun, sebentar lagi aku akan menjemput menantu
untukmu, -- Dia memadamkan lampu minyak dalam kamar lalu berkata, "Mak, kau tidurlah,
setelah kau tidur,aku baru tidur."
Cun Fang tertawa. "Lagak si telur busuk cilik semakin lama memang semakin banyak." katanya.
Dia menutupi tubuhnya dengan selimut lalu memejamkan matanya, Cun Fang sudah
letih karena tidak henti-hentinya melayani tamu sehari penuh. Dia juga sudah minum
beberapa cawan arak, ditambah lagi melihat anaknya sudah puIang, Hati-nya jadi
tenang, sejenak kemudian dia sudah tidur pulas.
Siau Po dapat mendengar suara dengkuran ibunya yang halus, Dengan mengendapendap
dia berjalan ke arah pintu, tapi dia teringat sesuatu, cepat-cepat dia kembali lagi
untuk mengambil celana ibunya dan dilemparkannya ke atas lemari. Dalam hati dia
berpikir - seandainya kau terjaga, tanpa celana kau toh tidak mungkin mengejar aku. -Siau Po berjalan ke luar ruangan penerimaan tamu, Ketika mengintai ke dalamnya,
dia melihat Kek Song duduk bersandar di sebuah kursi, sedangkan A Ko menelungkup
di atas meja, keduanya tidak bergerak sama sekali, Hati Siau Po gembira sekali, Dia
menunggu lagi beberapa saat, keduanya masih tidak bergerak dia segera masuk ke
dalam, lalu menutup pintu ruangan itu, tapi sesaat kemudian dia membatalkan niatnya
karena dia berpikir -- Lebih baik jangan ditutup dulu, Kalau si budak busuk itu hanya pura-pura pingsan,
bisa-bisa aku tidak dapat melarikan diri kalau pintu ini tertutup, -Siau Po mengeluarkan pisaunya kemudian berjalan ke depan beberapa langkah.
Tangan kanannya menggoncang-goncangkan tubuh Kek Song, tetapi Kek Song tak
memberikan reaksi sama sekali, ternyata benar-benar sudah terbius.
Kembali dia mendorong-dorong tubuh A Ko. Mulut gadis itu mengeluarkan suara
gumaman yang tidak jelas, tapi tidak sanggup menegakkan tubuhnya, Siau Po berpikir
-- A Ko minum arak terlalu sedikit Takutnya tidak lama lagi dia akan sadar Kalau hal
itu sampai terjadi, gawat! -- Dia menyelipkan pisaunya kembali ke dalam sepatu lalu
memapah A Ko agar duduk tegak.
Sepasang mata gadis itu terpejam rapat, tapi mulutnya mengigau.
"Koko, a... ku... aku ti... dak dapat minum la...gi"
Dengan suara rendah Siau Po berkata.
"Moay moay yang baik, minumlah satu cawan lagi!" Dituangkannya secawan arak,
lalu diangsurkannya ke depan bibir A Ko dan memaksanya meneguk kering isi cawan
itu. Dia melihat secawan arak itu sudah tertelan ke dalam perut A Ko. Hatinya berpikir
- Kau dan aku sudah bersembahyang langit dan bumi, berarti kita sudah menjadi
suami istri yang resmi, tapi kau tidak sudi bermalam pengantin denganku, malah datang
ke Li Cun Wan untuk menjadi pelacur cilik, Apakah kau mengharapkan lohu yang
menjadi tamumu" Benar-benar kurang ajar! Pada dasarnya A Ko memang sudah cantik, ditambah lagi kedua pipinya yang
berona merah setelah minum arak, Hati Siau Po tergerak, dia tidak memperdulikan lagi
mati hidupnya The Kek Song, Cepat-cepat dipondongnya A Ko ke dalam kamar besar
yang ada di sebelah dalam.
Kamar ini memang khusus disediakan bagi tamu yang ingin bermalam, Tempat
tidurnya besar sekali, mungkin kurang lebih enam kaki. Alas tidurnya halus, selimutnya
tebal dan kelambunya dari sutra yang indah. pokoknya kamar itu didekorasi dengan
mewah. Siau Po meletakkan A Ko di atas tempat tidur Lalu dia ke luar lagi untuk mengambil
ciok tai (tempat lilin), Diteranginya wajah A Ko yang cantik lewat sinar lilin itu,
Tanpa dapat ditahan lagi, jantungnya jadi berdebar-debar, Dia segera membungkukkan
tubuhnya untuk melepaskan jubah luar A Ko. Tampaklah baju hijau pupus yang biasa
dipakainya.

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia mengulurkan tangannya untuk membuka kancing baju A Ko. Tiba-tiba dari
belakangnya terdengar suara langkah kaki. Baru saja dia hendak menolehkan
kepalanya, tahu-tahu kuncirnya sudah ditarik dan telinganya dijewer oleh seseorang,
lagi-lagi Cun Fang telah meringkusnya, Siau Po segera berkata dengan suara rendah.
"Mak, cepat lepaskan!"
"Telur busuk cilik!" maki Cun Fang. "Walaupun kita orang miskin, tapi peraturan di
rumah pelesiran ini sangat keras, Di kota Yang-ciu ada sembilan rumah pelesiran, tidak
ada satu pun yang pernah melaporkan bahwa tamunya kehilangan uang! Kecil-kecil kau
sudah belajar mencuri, ayo ke luar!"
"Aku tidak mencuri uang tamu." sahut Siau Po gugup.
Cun Fang menarik kuncirnya dengan keras. Dengan susah payah, dia menyeret Siau
Po kembali ke kamarnya. "Kalau bukan untuk mencuri uang, mengapa kau melepaskan pakaiannya" Beberapa
puluh tail yang kau berikan ini pasti merupakan hasil curian juga, Setengah mati aku
membesarkanmu, akhirnya kau malah jadi tukang copet!" makinya.
Hatinya kesal bukan main, dia mengambil uang keping uang perak yang diberikan
Siau Po lalu membantingnya ke Iantai.
Sulit rasanya bagi Siau Po untuk menerangkan duduk persoaiannya. Apabila dia
menceritakan bahwa salah seorang tamu itu merupakan perempuan yang menyamar
sebagai laki-laki dan adalah istrinya sendiri, tentu kisah ini tak dapat dijelaskan
dalam waktu yang singkat Lagi pula ibunya juga belum tentu percaya, Karena itu, dia hanya
dapat berkata, "Untuk apa aku harus mencuri uang orang lain" Kau lihat, aku sendiri mempunyai
uang yang banyak." Dia mengeluarkan sejumlah gin pio besar dari dalam sakunya.
"Mak, semua uang ini sedianya akan kuberikan kepadamu, tapi karena aku takut Mak
akan terkejut maka aku bermaksud memberikannya sedikit demi sedikit." katanya
kemudian. Cun Fang melihat anaknya menggenggam belasan lembar gin pio yang nilai masingmasingnya
seratus tail, Tidak kepalang tanggung rasa terkejutnya.
"Ini... ini, dasar maling! pasti kau mencurinya dari saku kedua siangkong tadi,
bukan?" katanya dengan mata membelalak, "Biarpun kau masuk lagi ke dalam
kandungan dan dilahirkan kembali, tidak mungkin kau bisa menghasilkan uang
sebanyak itu, Cepat kembalikan uang itu! Kita yang mencari makan di rumah pelesiran
seperti ini, kalau membohongi tamu dengan rayuan, biar jumlahnya delapan atau
sepuluh laksa tail sekalipun, harus tamu itu sendiri yang memberikannya dengan ikhlas,
Kalau dengan cara mencuri seperti yang kau lakukan, Ji Long sin, sang dewa kebaikan
pun tidak akan mengampuni perbuatanmu Menjelma kembali sekalipun, kau tetap akan
menjadi pencuri Siau Po yang manis, mak berkata begini semuanya demi kebaikanmu
sendiri!" Akhirnya, dia menarik nafas panjang dan berkata kembali dengan suara yang
jauh lebih lembut, "Besok pagi, kalau mereka terjaga dan mendapatkan semua uangnya sudah hilang,
pasti akan timbul keributan. Pada waktu itu, petugas setempat pasti datang
menangkapmu dan kau akan dihajar sampai habis seluruh tubuhmu, Siau Po yang baik,
kita tidak boleh menyerakahi uang orang lain!"
Siau Po berpikir dalam hati.
"Mak sedang kesal, Untuk sementara, urusan ini sulit dijelaskan. Kalau dia berkoar
terus, tentu si mucikari dan si kacung nongol. Kalau itu sampai terjadi, urusan besar
bisa kacau! - Hatinya tergerak, dia segera menemukan akal, Karena itu dia berkata.
"Baik, baik, Mak! pokoknya aku akan menuruti apa pun katamu!"
Dia menarik tangan ibunya untuk kembali ke kamar penerimaan tamu, Di sana dia
menyelipkan seluruh uangnya ke dalam saku The Kek Song.
Kemudian menarik ke luar sakunya yang sudah kosong melompong dan menepuknepuk
pakaiannya sendiri sambil berkata.
"Sekarang, seperak pun aku tidak punya lagi, Apakah kau sudah merasa puas?"
"Bagus, Memang begitulah sebaiknya!" kata Cun Fang sambil menarik nafas
panjang. Siau Po kembali ke kamarnya sendiri Dia melihat ibunya mengenakan sehelai celana
yang sudah usang, hampir saja dia tertawa geli. Cun Fang mengangkat tangannya dan
dengan telunjuknya mendorong kepala Siau Po.
"Ketika bangun, aku melihat celanaku sudah tidak ada. Aku segera menyadari bahwa
pasti kau yang sedang bermain gila." katanya, Dia tidak dapat menahan diri sehingga
ikut tertawa geli. "Aduh!" teriak Siau Po tiba-tiba. "Perutku sakit, aku ingin membuang air besar."
Tanpa menunggu jawaban dari ibunya, dia langsung berlari ke luar.
Cun Fang takut anaknya kembali lagi ke ruangan utama, tapi ketika melihat arah
yang diambilnya berlawanan, hatinya baru lega, Dia berpikir.
- Kalau kau pergi lagi ke tempat para tamu itu, pasti tidak akan lolos dari intaian mak
tuamu ini! --Siau Po menyelinap dari pintu samping lalu kembali ke taman keluarga Ho.
penjaga yang mengawasi di tempat pintu langsung menghadangnya dan
membentaknya. "Ada perlu apa?"
"Akulah Ciam Cai tayJin, apakah kalian tidak mengenali aku?" kata Siau Po.
Prajurit itu terkejut Dia menatap dengan sek-sama, ternyata memang si pembesar
cilik. "lya, iya... tayjin..." sahutnya dengan gugup.
Siau Po tidak menunggu sampai kata-katanya selesai, dengan cepat dia
menghambur kembali ke kamarnya.
"Oh, Song Ji yang baik! Cepat-cepat kembalikan dandananku menjadi Ciam Cai
tayjin." katanya sembari melepaskan jubah panjangnya.
Song Ji melayani membasuh muka dan mengganti pakaian, Sambil tertawa dia
berkata. "Ciam Cai tayjin melakukan tugas sampai menyamar sedemikian rupa, apakah kau
sudah mendapat hasil?"
"Sudah dapat." sahutnya, "Cepat kau mengganti pakaianmu dengan pakaian prajurit,
kemudian panggilkan delapan orang perwira lainnya untuk ikut aku menangkap
penjahat!" "Perlukah aku melaporkan hal ini kepada Ci loya?" tanya Song Ji.
Siau Po berpikir dalam hati.
- Si budak Kek Song dan A Ko sudah tidak berdaya, Tanpa susah payah aku berhasil
meringkus mereka, Kalau Ci Thian Coan dan yang lainnya ikut ke sana, tentu mereka
akan melarang aku membunuhnya, sedangkan membawa para perwira, tujuannya
hanya ingin memamerkan diri di depan mak, si mucikari dan si kacung, -- Karena itu dia
berkata, "Tidak perlu."
Song Ji segera mengganti pakaiannya.
"Bagaimana kalau kita mengajak Nona Cin Ju pergi bersama?" tanyanya.
Di antara para prajurit, hanya Cin Ju dan dirinyalah yang merupakan samaran
seorang gadis, Setelah bergaul selama beberapa hari, ternyata keduanya cocok sekali
Siau Po berpikir lagi. -- Kalau ingin membopong A Ko sendiri, Song Ji sendirian tentu tidak kuat Harus
digotong oleh dua orang. Sebagai seorang pembesar negeri, mana boleh aku turun
tangan sendiri, Kalau menyuruh para prajurit, tentu keenakan mereka menyentuh tubuh
istriku! -- Karena itu dia berkata. "Baiklah. Kau boleh mengajaknya, tapi jangan
biarkan satu pun orang dari Ong Ok san yang ikut."
Cin Ju juga menyamar sebagai seorang prajurit.
Dalam sekejap mata dia sudah berdiri di depan Siau Po. Si anak muda itu mengajak
keduanya serta delapan orang prajurit kembali ke Li Cun Wan.
Dua hari dari prajurit itu segera mengetuk pintu.
"Ciam Cai tayjin tiba! Cepat buka pintu untuk menyambutnya!"
Para prajurit itu sudah mendapat perintah dari Siau Po bagaimana harus bersikap di
rumah pelesiran tersebut Setelah mengetuk cukup lama, pintu gerbang baru dibuka, Seorang kacung rumah
pelesiran itu muncul di depan pintu sambil berkata.
"Ada tamu!" Dua kata itu diserukannya tanpa bersemangat sedikit pun.
Siau Po takut orang itu mengenalinya, karena itu dia tidak berani memandang ke
arahnya, seorang prajurit segera berseru.
"Pembesar negeri datang berkunjung, panggil si nenek tua keluar untuk melayaninya
baik-baik!" Siau Po berjalan ke dalam ruangan, Si mucikari ke luar menyambutnya, Dia tidak
melihat atau menoleh sedikit pun kepada Siau Po.
"Silahkan loya masuk ke taman bunga untuk bersantap!" katanya.
Siau Po berpikir. -- Paling bagus memang kau jangan melihat kepadaku, Dengan demikian aku tidak
perlu menemui makku lagi dan aku bisa menyuruh orang langsung mengangkut Kek
Song dan Song Ji. Tapi, aneh sekali, Biasanya si mucikari selalu menyambut tamu dengan ramah
tamah, baru hari ini sikapnya demikian dingin, Siau Po merasa urusan ini agak janggal.
Dia berjalan memasuki ruangan besar yang digunakan untuk menerima tamu,
Tampak meja-meja masih belum dibersihkan, Kek Song masih bersandar tidak
sadarkan diri di kursi, Baru saja dia ingin menurunkan perintah, tiba-tiba dia melihat
seseorang berpakaian hijau yang mewah sekali berjalan ke arahnya sambil berkata, "Wi
Tayjin, apa kabar?" Siau Po terkejut setengah mati, Dia berpikir "Bagaimana kau bisa mengenali aku?"
Siau Po segera menolehkan wajahnya, Rasa terkejutnya tidak kepalang tanggung. Dia
mengulurkan tangannya ke arah pinggang untuk menghunus pisaunya. Mendadak
tangannya terasa sakit, ternyata seseorang telah mencekal pergelangan tangannya dari
belakang. "Duduk baik-baik! jangan sembarangan bergerak!" kata orang itu bengis, Tangannya
mencengkeram leher Siau Po dan dihenyakkannya tubuh si anak muda ke atas kursi.
Diam-diam Siau Po mengeluh. Tapi dia mendengar suara bentakan nyaring, ternyata
Song Ji sudah bertempur dengan pihak lawan, Cin Ju menerjang ke depan, seorang
pemuda berbaju mewah menghadangnya. Keduanya pun terlibat dalam pertempuran.
Siau Po mengedarkan pandangannya untuk melihat dengan seksama, Pemuda yang
bertempur dengan Cin Ju rupanya merupakan penyamaran seorang gadis, Dialah
kakak seperguruan A Ko, yakni A Ki.
Sedangkan orang yang bertempur dengan Song Ji bertubuh tinggi kurus, dia bukan
lain daripada si lama Tibet, Shang Cie. Pada saat ini, dia tidak mengenakan jubah
pendetanya, Kepalanya tertutup sebuah kopiah, Bahkan di belakang kepalanya
terdapat kuncir. Tentu saja kuncir palsu yang diletakkan pada kopiahnya, Dan orang pertama
berpakaian mewah yang dilihatnya bukan lain daripada si pangeran Mongol Kaerltan.
Siau Po berpikir dalam hati.
-- Aku benar-benar ceroboh. Terang-terangan aku sudah mendengar The Kek Song
mengatakan bahwa dia telah berjanji akan bertemu dengan pangeran Kaerltan di
tempat ini. Mengapa aku tidak waspada" Begitu melihat A Ko, aku langsung lupa
daratan. Bahkan she bapak tuaku sendiri aku sampai lupa! Maknya! Memang dari lahir
aku juga tidak tahu apa she bapakku itu! -Terdengar Song Ji mengaduh satu kali, ternyata pinggangnya sudah kena ditotok
oleh Shang Cie. Gadis cilik itu langsung terkulai di atas tanah. Pada saat itu, Cin Ju
masih bertarung dengan A Ki. Meskipun jurus-jurus A Ki banyak variasinya, tapi karena
dia tidak pernah mempelajari ilmu tenaga dalam dengan serius, meskipun berhasil
menghajar Cin Ju, tapi sejak awal hingga akhir dia tidak sanggup melukai gadis itu.
Shang Cie mendekatkan diri. Dalam dua jurus, dia sudah berhasil merobohkan Cin
Ju. sedangkan kedelapan prajurit yang menyertai Siau Po, beberapa di antaranya telah
roboh di tangan si lhama dan sebagian lainnya mati oleh pukulan pangeran Keart-ten.
Shang Cie tertawa terkekeh-kekeh.
"Wi Tayjin, mana gurumu?" tanyanya sambil duduk di atas sebuah kursi, Dia
menjulurkan tangannya ke hadapan Siau Po. Tampaklah ke sepuluh jari tangannya
sudah kutung setengah, Jari tangan manusia selalu terdiri dari tiga bagian sedangkan
jari tangan Shang Cie sekarang tinggal dua bagiannya saja, Karena itu, kelihatannya
jadi aneh dan menyeramkan.
Diam-diam Siau Po mengeluh.
-- Tempo hari dia membalikkan halaman kitab, jari tangannya terkena racun yang
kutaburkan. Ternyata orang ini cukup sadis, dia tidak ragu-ragu mengutungkan
tangannya sendiri agar racunnya tidak menyebar Hari ini lohu terjatuh ke tangannya,
satu dibalas dengan satu. Masih mending kalau dia hanya mengutungkan ke sepuluh
jari tanganku, takutnya dia justru ingin mengutungkan batang leherku juga! -Shang Cie bangga sekali melihat Siau Po begitu ketakutan.
"Wi Tayjin, hari itu aku mengira kau adalah seorang bocah cilik, Tidak disangka
dalam kerajaan kau menjabat kedudukan yang tinggi, Harap kau suka memaafkan
kesalahanku itu!" katanya.
"Tidak apa-apa. Tempo hari aku juga mengira kau adalah seorang lhama biasa,
ternyata kau adalah seorang pendekar besar, Mohon dimaafkan!" sahut Siau Po.
Shang Cie mendengus dingin satu kali. "Pendekar besar apa?"
"Ada orang yang menaburkan racun ke atas kitab, Tujuannya ingin mencelakai
guruku, tapi untung saja rahasia ini berhasil diketahui oleh beliau, itulah sebabnya
dia tidak mau menyentuhnya. Namun kau memaksa hendak melihat buku itu, terpaksa
beliau menyerahkannya. Lhama besar, jari tanganmu tersentuh racun, tapi kau langsung mengutungkannya,
dengan demikian racun jadi tidak menyebar Kau benar-benar luar biasa! Apabila
seseorang mengutungkan batang lehernya sendiri, sama sekali tidak mengherankan
tapi kau mengutungkan tanganmu sendiri Hebat sekali, Hal ini tidak pernah terjadi sejak
jaman apa pun. Kalau dibayangkan pada waktu dulu saja, Kwan In Tiong (Kwan Kong)
mengutungkan lidahnya, dia tidak mengerutkan keningnya sedikit pun. Tapi itu pun
dilakukan oleh orang lain. Kalau suruh dia melakukannya sendiri, belum tentu dia
sanggup, Kau bahkan lebih hebat dari Kwan In Tiong. Bukankah tidak berlebihan kalau
kau disebut pendekar besar di jaman ini?" kata Siau Po.
Tentu Shang Cie tahu bahwa kata-kata Siau Po hanya menepuk pantat kuda atau
mengumpak saja. Tidak berbeda dengan memohon pengampunan dirinya, tapi katakatanya
itu tetap saja enak didengar oleh telinganya. Siapa sih orangnya yang tidak
suka dipuji" Tempo hari, demi keutuhan selembar jiwanya, dia terpaksa mengutungkan
jari tangannya sendiri. Meskipun jari tangannya menjadi cacat dan ilmunya jauh menyusut, tapi dia merasa
bangga juga terhadap dirinya sendiri yang berani mengambil keputusan penting dikala
jiwanya dalam keadaan sekarat.
Tempo hari dia ditugaskan datang ke Tiong Goan untuk mencari kitab Si Cap Ji Cin
Keng dengan membawa serta dua belas orang adik seperguruannya, Akibatnya kedua
belas adik seperguruannya itu mati semua, dan dia sendiri bertahan hidup dengan
tangan cacat. Urusan ini sungguh memalukan Karena itu, dia juga tidak pernah menceritakannya
kepada orang, sedangkan orang lain juga tidak berani menanyakan sebab musabab kecacatan
tangannya itu, maka ucapan seperti yang dikemukakan Siau Po ini, baru
pertama kali inilah dia mendengarnya.
Wajah si lhama yang kelam perlahan-lahan merekahkan sedikit senyuman.
"Wi Tayjin, kami mendengar bahwa kau akan berkunjung ke kota Yang-ciu ini, itulah
sebabnya kami berunding untuk bertemu denganmu, Kau memang sengaja bentrok
dengan Peng Si-ong, kau selalu merusak urusannya, Bahkan menantu raja yang ingin
kembali ke Inlam, kau pula yang menghalanginya, iya bukan?" katanya.
"Kabar berita yang kalian terima cepat sekali sampainya, Aku benar-benar merasa
kagum. Kali ini, ketika aku ke luar dari kota raja, tahukah kalian apa yang dipesankan
oleh Sri Baginda?" tanya Siau Po.
"Untuk hal itu, kami memohon petunjuk dari Wi Tayjin." kata Shang Cie.
"Bagus, bagus. Sri baginda berkata begini, "Wi Siau Po, kali ini kau akan pergi ke
kota Yang-ciu, kemungkinan di tengah jalan Gouw Sam Kui akan menyuruh orang
menghadangmu, aku benar-benar merasa khawatir Untung saja anaknya ada di tangan
ku, kalau sampai terjadi apa-apa terhadap dirimu, aku akan memperlakukan anaknya
dengan cara yang sama. Kalau Gouw Sam Kui menyuruh seseorang mengutungkan sebuah jari tanganmu,
paling-paling si budak Gouw Eng Him juga kehilangan sebuah jari tangannya, Jadi
kalau Gouw Sam Kui menyuruh orang membunuhmu, itu sama saja artinya dia telah
membunuh anaknya sendiri".
Aku menjawab, "Sri Baginda, aku boleh menjadi anak siapa saja, tapi sekali-sekali
jangan menjadi anaknya Gouw Sam Kui!" Sri Baginda tertawa terbahak-bahak, dan aku
pun berangkat ke kota Yang-ciu ini."
Shang Cie dan pangeran Kaerltan saling lirik sekilas, Tampak wajah mereka berubah
sedikit. "Kali ini aku datang ke Yang-ciu bersama pangeran, Sejak semula kami sudah
mendengar Yang-ciu akan kedatangan seorang Ciam Cai tayjin, Tadinya kami terus
menduga-duga siapa kira-kira orangnya, Tidak tahunya, begitu melihat dan jauh,
ternyata kenalan lama, Bahkan nona A Ki ini pun tidak asing denganmu!" kata Shang
Cie. "Kami memang sudah pernah berkenalan." kata Siau Po sambil tertawa.
A Ki mengambil sebuah sumpit dari atas meja, Dia mengetuk kepala Siau Po dengan
sumpit itu, Siapa yang pernah berkenalan denganmu?" makinya.
"Kami telah berjanji dengan Ji kongcu dari Taiwan untuk saling bertemu di sini." kata
Shang Cie. Tujuannya untuk berunding bagaimana caranya meringkus dirimu, tidak
disangka-sangka kau malah mengantar diri kemari."
"Memang betul. Sri Baginda menginterogasi Kan Tiap Mo, sebawahan pangeran


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang berewokan itu selama tiga hari, dia juga telah mengetahui semuanya." kata Siau
Po. Mendengar disebut nama orang itu, baik Shang Cie maupun pangeran Kaerltan
terkejut setengah mati, serentak keduanya berdiri
"Apa?" tanya mereka,
"Tidak apa-apa. Sri Baginda berbicara dengan orang itu dalam Bahasa Mongol, Ci ci
ca ca ci ci caca, sedikit pun aku tidak mengerti Kemudian aku melihat Sri Baginda
menghadiahkan sejumlah besar uang kepadanya, Dia mengutus orang itu pergi,
pembesar yang menangani dokumen-dokumen raja, Tidak sampai tiga hari kemudian,
aku diutusnya untuk menyuruh orang itu membuatkan peta secepatnya, Urusan perang
atau ketentaraan, aku juga tidak begitu paham, Aku berkata kepada Sri Baginda, bahwa
negara MongoI dan Tibet terlalu dingin, Apabila Sri Baginda mengutus para tentara ke
sana untuk berperang, maka saat itu juga saya ingin minta cuti pulang ke Yang-ciu agar
dapat bersenang-senang beberapa saat di sana."
Wajah pangeran Kaerltan dan Shang Cie menjadi kelam seketika,
"Kau bilang raja akan mengirim tentaranya menyerang Tibet dan Mongol?" tanya
sang pangeran. Siau Po menggelengkan kepalanya.
"Hal ini aku sendiri tidak begitu jelas. Sri Baginda berkata, bahwa kami hanya
bermusuhan dengan si tua bangkotan itu. Kalau Tibet dan Mongol membantu kami,
itulah yang paling baik, Kami juga boleh menganggap mereka sebagai teman. Tapi
kalau mereka membantu si tua bangkotan itu, terpaksa kami harus menghancurkannya
sekalian." Pangeran Kaerltan dan Shang Cie lagi-lagi saling memandang sekilas, hati mereka
agak lega mendengar perkataan Siau Po. Kemudian pangeran Kaerltan menanyakan
tentang keadaan Kan Tiap Mo.
Siau Po menjelaskan tampang orang itu sampai mendetail sekali Dengan demikian,
mau tidak mau kedua orang itu terpaksa mempercayai keterangannya.
Siau Po melihat kedua orang itu mengerutkan alisnya, Dia segera menyadari,
berpihaknya Kan Tiap Mo kepada pemerintah Ceng, berarti kerja sama antara Tibet,
Mongol dan Gouw Sam Kui tidak dapat lagi mengelabui si raja cilik. Tentunya mereka
takut kalau-kalau kaisar Kong Hi menggunakan kesempatan untuk menyerang terlebih
dahulu. Keadaannya sendiri runyam sekali, Song Ji dan Cin Ju sudah tertotok, sedangkan
kedelapan prajurit yang dibawanya tidak ada satu pun yang berdaya, Malah ada
beberapa di antaranya sudah melayang jiwanya.
Kali ini, dia datang ke Li Cun Wan, namun takut rahasia hidupnya diketahui oleh
orang lain, karenanya Ci Thian Coan, Thio Yong maupun Tio Ci Hian tidak ada yang
mengetahuinya, Kalau ditilik dari keadaannya sekarang ini, tampaknya, meskipun
seluruh tubuhnya dicincang untuk menjadi perkedel atau kepalanya dikutungkan untuk
menggantikan pajangan kepala singa yang terbuat dari batu di depan perbatasan kota,
tetap saja tidak akan ada orang yang datang menolongnya.
Dari-pada tidak ada jalan untuk meloloskan diri, lebih baik mengandalkan mulutnya
yang pandai bicara, Toh setidaknya lebih baik dari pada duduk berdiam diri menunggu
kematian" "Sri Baginda pernah mendengar tentang pangeran Kaerltan yang berilmu tinggi dan
sangat gagah. Beliau juga diam-diam merasa kagum." katanya.
Pangeran Kaerltan tersenyum.
"Apakah Sri Baginda juga mengerti ilmu silat" Bagaimana dia bisa tahu tinggi
tidaknya ilmu silatku?" tanyanya.
"Tentu saja Sri Baginda mengerti ilmu silat, Malah kepandaiannya lumayan juga,
Tempo hari pangeran mengunjungi kuil Siau Lim si, pangeran menghajar Hong tio kuil
itu sampai jatuh di bawah angin, bahkan membuat hwesio-hwesio dari Lo Han Tong,
Tat Mo Tong dan Poan Jiak Tong jadi kalang kabut, Semua itu telah kuceritakan
dengan terperinci di hadapan Sri Baginda." kata Siau Po.
Sebetulnya pangeran Kaerltan justru lari terbirit-birit ketika berhadapan dengan
hwesio-hwesio dari Siau Lim si, sekarang Siau Po malah mengatakan bahwa dialah
yang mengalahkan rombongan hwesio itu, Dengan demikian pangeran itu jadi
mendapat muka terang di hadapan Shang Cie. Diam-diam hatinya menjadi senang.
"llmu silat Hong tio Siau Lim si, yakni Hui Cong taysu dalam biara itu sebetulnya juga
sudah terhitung paling tinggi, tapi hari itu pangeran hanya mengibaskan lengan bajunya,
hwesio tua itu langsung jatuh terduduk, karena kakinya limbung, untung saja tempat dia
terjatuh ada alas kapuk yang lembut. Dengan demikian beberapa batang tulang
belulangnya yang tua tidak sampai patah." kata Siau Po pula,
Tempo hari, sebetulnya pangeran Kaerltanlah yang dikibas oleh lengan baju Hui
Cong taysu sampai jatuh terduduk, Sekarang Siau Po malah membalikkan kenyataan
itu, Dalam hati dia berpikir
-- Selama ini perlakuan Hui Cong suheng terhadapku tidaklah buruk, Tapi hari ini jiwa
siautemu sedang berada di ujung tanduk, Kalau salah sedikit saja, kemungkinan akan
dipulangkan ke langit barat. Terpaksa siaute menggunakan ajaran dalam agama
Buddha, yang kosong jadi berisi dan yang berisi jadi kosong, Pangeran Kaerltan yang
kalah dikatakan jadi pemenangnya, sedangkan Hui Cong suheng yang menang malah
jadi yang kalah. Mudah-mudahan dengan cara ini selembar jiwa siaute bisa
dipertahankan untuk sementara, -Mulutnya sembarangan mengoceh, pikirannya melayang-layang, sedangkan
sepasang matanya jelalatan ke sana ke mari, Dia melihat A Ki sedang memandang
kepada pangeran Kaerltan dengan bibir menahan senyuman. Matanya memancar sinar
kasih, Hati Siau Po langsung tergerak, Dia berpikir lagi.
- Rupanya nona galak ini ingin menjadi permaisuri pangeran Mongol. Karena itu dia
segera berkata, "Sri Baginda mengatakan kepadaku bahwa pangeran Kaerltan memiliki
ilmu yang tinggi, wajahnya juga tampan, orangnya gagah. Kalau dia ingin mencari istri,
seharusnya mencari nona cantik yang masih muda, lagipula harus yang mengerti ilmu
silat..." Dia menghentikan kata-katanya sejenak untuk melirik kepada A Ki. Tampak wajah
gadis itu merah padam, tapi ronanya berseri-seri, Lalu dia melanjutkan kata-katanya
lagi. "Sri baginda berkata bahwa meskipun Tan Wan Wan adalah seorang perempuan
yang cantik sekali, tetapi sekarang usianya tidak muda Iagi, mengapa pangeran
Kaerltan berkeras ingin mengambilnya sebagai istri?"
Tanpa dapat menahan diri lagi, A Ki menukas.
"Siapa bilang dia akan memperistri Tan Wan Wan" Kembali kau mengoceh
sembarangan!" Pangeran Kaerltan sendiri menggelengkan kepalanya.
"Mana ada urusan seperti itu?" tanyanya.
"Memang betul." kata Siau Po. "Aku berkata kepada Sri Baginda, jawab Sri Baginda,
disamping pangeran Kaerltan ada seorang nona yang dekat sekali dengannya,
namanya nona A Ki...."
A Ki pura-pura meludah, tapi bibirnya menyunggingkan senyuman, sedangkan
pangeran Kaerltan memandang kepadanya sambil tertawa terkekeh-kekeh.
"llmu nona A Ki ini, dalam dunia tergolong nomor tiga." demikian Siau Po
melanjutkan keterangannya, "Dia hanya tidak bisa menandingi Shang Cie lhama dan
pangeran Kaerltan. Kalau dibandingkan dengan Sri Baginda sendiri, hi hi hi hi, rasanya
masih lebih tinggi sedikit Sri Baginda, hamba mengatakan yang sejujurnya, harap Sri
Baginda jangan gusar!"
Sebetulnya Shang Cie sudah malas mendengar ocehannya, tapi ketika mendengar
Siau Po mengatakan kepada raja cilik bahwa ilmunya terhitung nomor satu di dunia,
hatinya merasa bangga juga. Meskipun terang-terangan dia mengetahui bahwa ucapan
Siau Po belum tentu setengahnya benar, Karena itu dia mendengus dingin satu kali
sebagai pernyataan bahwa dia tidak percaya dengan ocehan Siau Po.
Siau Po melanjutkan ceritanya.
"Sri baginda berkata bahwa dia tidak percaya, Meskipun ilmu nona A Ki itu tinggi
sekali, mana mungkin bisa melebihi gurunya sendiri?"
Aku menjawab: "Sri Baginda tidak tahu, guru nona A Ki adalah seorang rahib
perempuan yang selalu berjubah putih. Pada suatu hari dia bertarung melawan lhama
Shang Cie. sebetulnya ilmu rahib ini terhitung nomor tiga di dunia, Tapi karena terkena
pukulan dari si lhama sehingga dia tidak dapat menahan diri, seluruh tenaga dalamnya
jadi lenyap, Dengan demikian, kedudukan nomor tiga di dunia pun jatuh ke tangan A Ki,
muridnya." Mendengar keterangan Siau Po tentang guru-nya, hati A Ki jadi terkejut juga heran.
- Bagaimana dia bisa mengenal guruku" -tanyanya dalam hati.
Meskipun Shang Cie sendiri belum pernah turun tangan terhadap Kiu Lan, tapi kedua
belas sutenya justru mati di tangan murid rahib perempuan itu.
Hal ini sebenarnya memalukan sekali, sekarang mendengar Siau Po berkata bahwa
Kiu Lanlah yang menjadi kehilangan tenaga dalamnya ketika bertarung dengannya,
wajahnya bagai di-tempeli batangan emas oleh Siau Po.
Tadinya dia dan pangeran Kaerltan khawatir Siau Po akan membongkar kejadian
memalukan yang mereka alami, karena itu keduanya ingin membunuh Siau Po untuk
membungkam mulutnya, tetapi sekarang mereka justru melihat Siau Po bukan saja
tidak menyatakan keburukan mereka, bahkan malah mengangkat tinggi derajat mereka.
Bagian 72 Karena itu keduanya juga tidak terburu nafsu membunuh Siau Po lagi. Shang Cie
memperhatikan A Ki sekilas, -- Saat ini aku baru tahu bahwa kau adalah murid si rahib
perempuan itu. Tampaknya dibalik semua ini ada sesuatu yang janggal, - pikirnya
dalam hati. "Kau tadi menyebut-nyebut Tan Wan Wan, kenapa dia?" tanya A Ki.
"Perempuan bernama Tan Wan Wan itu, ketika di Kun Beng, aku telah melihatnya
dengan mata kepalaku sendiri Terus terang saja, usianya lebih tua banyak
dibandingkan dengan aku, tapi julukan "Wanita tercantik di dunia" yang disandangnya
memang tidak berlebihan. Begitu memandangnya, sukmaku serasa melayang, tangan dan kakiku gemetaran
seluruh tubuh seperti terhajar petir, Dalam hati aku berkata, "mana mungkin di dunia
ada wanita yang begitu cantik?", Nona A Ki, sumoaymu A Ko sudah terhitung seorang
gadis yang cantik sekali, Tapi kalau dibandingkan dengan Tan Wan Wan itu, baik wajah
maupun penampilan, ternyata masih terpaut jauh sekali."
Tentu saja A Ki tahu bahwa A Ko sangat cantik, bahkan melebihi dirinya sendiri. Dia
juga tahu kalau Siau Po tergila-gila kepada adik seperguruannya itu, sekarang
mendengar si anak muda berkata demikian, kemungkinan ucapannya memang bukan
dusta, Tapi di mulut dia tetap tidak mau kalah.
"Kau benar-benar mata keranjang, melihat wajah cantik sedikit saja, kau sudah
memujinya setinggi langit, Taruhlah Tan Wan Wan itu memang sangat cantik, Tapi
usianya sekarang sudah empat puluh lebih, tentunya tidak seberapa cantik lagi."
katanya. Siau Po berulang kali menggelengkan kepalanya.
"Tidak benar, tidak benar." katanya, "Seperti kau sendiri, nona A Ki, usiamu sekarang
paling banter delapan belas atau sembilan belas tahun, sedangkan kau cantik sekali,
Lihat saja tiga puluh tahun kemudian, kecantikanmu pasti tidak akan pudar sedikit pun,
Kalau kau tidak percaya, mari kita bertaruh, seandainya tiga puluh tahun kemudian kau
tidak cantik lagi, aku akan memenggal batok kepalaku ini untukmu."
A Ki tertawa cekikikan Perempuan mana pun pasti senang dipuji kecantikannya,
apalagi di hadapan si jantung hati, Hatinya langsung berbunga-bunga, sedangkan dia
sendiri juga merasa percaya diri terhadap kecantikannya, Kalau dipikir-pikir,
kemungkinan tiga puluh tahun kemudian, perubahannya juga tidak banyak.
Di lain pihak, Siau Po berharap A Ki bersedia taruhan dengannya, Dengan demikian,
mau tidak mau pangeran Kaerltan harus memandang muka gadis yang dikasihinya dan
membiarkan dia hidup tiga puluh tahun lagi. Sampai waktu itu, kalah atau menang, tentu
tidak jadi masalah lagi. Tidak disangka-sangka Shang Cie justru mendengus dingin.
"Sayangnya umurmu sendiri tidak akan melewati malam ini!" katanya, "Jadi,
bagaimana tampang nona A Ki tiga puluh tahun kemudian, kau tidak akan melihatnya
lagi!" Siau Po sengaja tertawa-tawa terkekeh-kekeh.
"Tidak apa-apa," katanya, "Yang penting Tuan Ihama dan pangeran ingat dengar
kata-kataku ini. Dengan demikian kalian akan tahu bahwa aku, Wi Siau Po mempunyai
kepandaian meramal."
Shang Cie, pangeran Kaerltan dan A Ki jadi tidak dapat menahan diri untuk tertawa
terbahak-bahak. "Ketika aku pergi ke Kun Beng, kejadiannya sudah beberapa bulan yang lalu, aku ke
sana untuk mengantarkan Kian Leng kongcu yang akan dini-kahkan dengan putera
Gouw Sam Kui, yakni Gouw Eng Him. Kalian tentu sudah mengetahuinya, bukan"
sebenarnya hal itu merupakan peristiwa yang menyenangkan. Namun begitu memasuki
kota Kun Beng, di sepanjang jalan tampak orang-orang sedang meratap sedih,
Ternyata setiap beberapa rumah ada yang sedang berkabung, hal ini terlihat dari peti
mati yang diletakkan di depan pintu rumah. Para wanita dan anak-anak mengenakan
pakaian berkabung dan menangis meraung-raung."
"Memangnya kenapa?" tanya pangeran Kaerltan dan A Ki serentak.
"Aku sendiri merasa heran, Ketika bertanya kepada para perwira di Kun Beng,
mereka termangu-mangu dan tidak bisa memberikan jawaban, Akhirnya, aku
menugaskan seorang prajurit ke luar dan mencari tahu. Dengan demikian aku baru
mengerti Rupanya pagi hari itu, Tan Wan Wan mendengar tentang kedatangan Kian
Leng kongcu, dia ingin menyambutnya sendiri.
Namun ketika dia turun dari tandunya, belasan laksa pemuda kota Kun Beng
langsung seperti orang gila, semuanya berkerumun untuk melihatnya. Mereka berteriak
bahwa ada bidadari yang turun dari khayangan, Kekalutan pun tidak dapat dihindari,
kau dorong aku, aku dorong dia, entah berapa ribu orang yang tergencet mati.
Para bawahan Peng Si-ong segera turun ke jalan untuk mengatasi keonaran itu,
Namun ketika mereka melihat Tan Wan Wan, semuanya juga jadi kesemsem. Bahkan
mata mereka membelalak dengan lebar dan air liurnya terus menetes. Senjata di
tangan mereka terlepas jatuh, semuanya menatap Tan Wan Wan dengan terkesima
sehingga mereka melupakan tugas."
Shang Cie, pangeran Kaerltan dan A Ki jadi saling memandang. Mereka berpikir
dalam hati. - Bocah ini pasti menambah bumbu di sana sini, Mana mungkin ada kejadian
demikian hebat" Tapi, bisa jadi Tan Wan Wan itu memang cantik sekali, Tidak salahnya
kalau bisa melihat satu kali saja, Siau Po melihat ketiga orang itu mulai mempercayai kata-katanya. Dia melanjutkan
keterangannya. "Pangeran, di bawah pimpinan Peng Si-ong ada seorang cong peng bernama Ma Po,
pernahkah kau mendengar namanya?"
Pangeran Kaerltan menganggukkan kepalanya, Tempo hari dia dan A Ki pergi ke
Siau Lim si justru bersama-sama orang itu, bagaimana dia tidak mengetahuinya"
"Hari itu kami pernah bertemu di kuil Siau Lim si." Kata pangeran Kaerltan.
"Oh" Diakah orangnya" Aku sendiri juga sudah lupa." Kata Siau Po. "Hari itu aku
sibuk memperhatikan lihaynya pangeran ketika menghajar hwesio-hwesio Siau Lim Si,
begitu terpananya sehingga aku tidak sempat memperhatikan orang lain. Seandainya
ada sedikit waktu luang, aku tentu akan menggunakannya untuk melirik sedikit
kecantikan nona A Ki."
A Ki mencibirkan bibirnya, tapi dalam hati dia justru senang sekali
"Ada apa dengan Ma Cong Peng itu?" tanya pangeran Kaerltan.
Siau Po menarik nafas panjang.
"Apa yang terjadi pada Ma Cong Peng juga berlangsung pada hari yang sama,"
katanya menjelaskan "Dia mendapat perintah dari Peng Si-ong untuk melindungi Tan
Wan Wan, Tidak disangka, ketika melihat perempuan itu, dia juga langsung terpesona,
Tanpa sadar dia mengelus tangan Tan Wan Wan yang putih dan halus itu. Kemudian
hal itu diketahui oleh Peng Si-ong, dia menyuruh orang merangket bawahannya itu
dengan rotan sampai empat puluh kali. Diam-diam Ma Cong Peng berkata kepada
orang-orang: "Aku meraba tangan kiri Tan Wan Wan, tadinya aku mengira tanganku ini
pasti dikutungkan oleh Peng Si-ong. Kalau aku tahu hanya dirangket sebanyak empat
puluh kali, tentu aku akan meraba tangan kanannya juga. Kalau baru delapan puluh kali
rangketan, belum tentu bisa membuat aku mati. Di bawah pimpinan Peng Si-ong,
keseluruhannya ada sepuluh orang cong peng. Mendengar kata-katanya, kesembilan
cong peng lainnya merasa kagum sekali, ucapannya itu terdengar sampai di telinga
Peng Si-ong. Dia segera menegaskan sejak itu, kalau ada yang berani menyentuh
seujung rambut Tan Wan Wan, maka kedua tangan orang itu harus dikutungkan
sebagai hukumannya, Menantu Peng Si-ong sendiri juga merupakan salah seorang
cong peng. Dia segera menyuruh seorang tukang besi yang ahli sekali untuk membuat sebuah
tangan palsu. Katanya, ada kemungkinan dia juga suatu waktu akan bertemu dengan
mertua yang cantiknya bak bidadari itu. seandainya dia tidak dapat menahan diri untuk
menyentuhnya, saat itu dia sudah ada persiapan.
Celaka kalau sampai belum sempat membuat tangan palsu itu, Dia bilang ini yang
dinamakan entah sedia payung apa sebelum hujan."
Kaerltan yang mendengarkan sampai melongo, sedangkan Shang Cie tidak hentihentinya
menggeIeng-gelengkan kepalanya.
"Keterlaluan! Keterlaluan!" katanya.
Entah kesepuluh cong peng itu yang keterlaluan ataukah cerita Siau Po yang
dianggapnya keterlaluan "Kau sendiri pernah melihat Tan Wan Wan," kata A Ki, "Mengapa kau tidak
menyentuh tangannya?"tanyanya.
"Tentu saja ada sebabnya," sahut Siau Po. "Ketika aku ingin melihat Tan Wan Wan,
Gouw Eng Him datang menemuiku, Dia mengatakan bahwa hatinya merasa berterima
kasih sekali karena aku bersedia mengantarkan seorang istri untuknya meskipun jarak
dari kotaraja sedemikian jauhnya.
Dari dalam sakunya dia mengeluarkan sebuah benda yang sinarnya berkilauan dan


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

warnanya keemasan, bahkan sekelilingnya bertaburan permata dan berlian, Ternyata
sebuah borgol emas."
"Borgol apa yang begitu berharga?" tanya A Ki.
"Memang betul, Saat itu aku juga bertanya kepadanya mainan apakah itu, Aku masih
mengira bahwa itulah pemberiannya untukku, Tidak tahunya terdengar suara klek!
Tanganku sudah diborgol olehnya, Tentu saja aku terkejut setengah mati. Aku langsung
berteriak Gok Hu, mengapa kau meringkus aku" Memangnya aku salah apa" "
Gouw Eng Him berkata. "Ciam Cai tayjin, kau jangan salah paham, maksudku ini
baik, Kalau kau ingin melihat bibi Tan Ku itu, bagaimana pun kau harus mengenakan
borgol ini. Kalau kau sampai tidak dapat menahan diri serta mengulurkan tangan
menyentuhnya, mungkin dengan memandang muka Ciam Cai tayjin, hu ong juga tidak
akan mengambil tindakan apa-apa. Tapi takutnya, kau justru raba sana raba sini, Pada
waktu itu, kemungkinan hu ong akan berbuat dosa dengan membunuh Ciam Cai tayjin.
Kalau sampai terjadi sesuatu pada diri tayjin, tentu seluruh keluargaku juga akan
celaka, Aku terkejut setengah mati mendengarnya, karena itu, aku membiarkan diriku
diborgol olehnya." A Ki merasa lucu sehingga tertawa geli. "Aku benar-benar tidak percaya ceritamu
itu." "Lain kali kalau kau datang ke kota raja, mintalah Gouw Eng Him menunjukkan
Pendekar Sakti 11 Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long Pedang Angin Berbisik 22
^