Pencarian

Kaki Tiga Menjangan 37

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 37


pukulan jika orang yang dipukul itu mati namanya membunuh juga, dan kalau kita
membius orang, kalau orangnya mati sama juga dengan membunuhi Hem... dipandang,
dihina, siapa yang perlu dipandang oleh mereka di dunia Hang Ko. Kau lihat Gaou Cie
Yong itu, ia telah melaporkan orang-orang yang setia dengan Kerajaan Beng, bukankah
perbuatannya itu sama dengan membunuh. Apakah ada orang yang memandang ia
lebih tinggi dengan orang lain?" katanya.
Kata-kata wanita itu membuat hati Siau Po merasa senang sekali, sungguh cocok
dengan jalan pikirannya, wajahnya langsung berseri-seri.
"Kakak Nenek, Wah, ucapanmu sungguh benar-benar tepat, Ketika aku masih kecil
sering membantu orang berkelahi. Kadang-kadang aku menggunakan batu. Ya. Dalam
hal ini aku membantu kawan-kawanku dalam berkelahi, sehingga kawan-kawanku
menjadi menang. Dengan demikian aku telah menyelamatkan jiwa mereka.
Akan tetapi orang-orang itu malah mengatakan kalau aku jahat, :ku telah
menggunakan cara yang tidak terpuji lalu ditamparnya pipiku dengan keras, sayangnya
pada saat itu Kakak Nenek tidak berada di sampingku, kalau tidak tentu dapat
memberikan pelajaran kepada mereka," katanya.
"Akan tetapi kau sekarang menggunakan obat untuk membius paman seperguruanku
itu. seharusnya aku pun menempeleng pipimu beberapa-kali," ujar perempuan
berpakaian kuning. "Akan tetapi pada saat itu aku tidak mengetahui kalau ia adalah paman
seperguruanmu," jawab Siau Po dengan cepat.
"Kalau kau telah mengetahui kalau ia adalah paman seperguruanku dan dia ingin
menebas lehermu, sedangkan kau mempunyai obat bius untuk meracuninya, apakah
kau akan diam saja?" tanyanya.
Siau Po tertawa. "Urusan nyawa adalah urusan yang paling penting di dunia ini. Yah, terpaksa aku
melakukan perbuatan itu," jawab Siau Po.
"Hitung-hitung kau masih dapat berbuat jujur, orang menginginkan nyawamu,
mengapa kau tidak mendahului orang. Aku tadi mengatakan kalau aku ingin
menempelengmu hanya karena aku ingin mengetahui kau ini jujur atau tidak, Kau
hanya menggunakan obat bius yang membuat orang pusing dan tidak membuat orang
menjadi mati karenanya, Apakah kau anggap obat itu telah mempan meracuninya,
paling-paling itu hanya membuatnya sama dengan bumbu merica saja," katanya.
"Tapi.... Tapi dia," kata Siau Po.
"Kau hanya menggunakan obat bius yang berkadar ringan dalam arak itu. Pamanku
sangat berpengalaman puluhan tahun dalam dunia Hang Ko, mana mungkin ia dapat
meminumnya dengan begitu saja. Inikan permainan para berandal yang suka berada di
rumah-rumah gelap, Aku menyarankan kepadamu, kalau kau ingin menggunakan obat
bius haruslah dapat menggunakan obat yang nomor satu, bukannya obat yang kau
berikan pada pamanku ini." katanya.
Siau Po terkejut juga gembira, "Rupanya.... Rupanya, Kakak Nenek telah mengganti
obatku itu dengan obat kelas satu itu?" tanyanya.
"Ngaco, aku tidak menukarnya dengan obat bius lain, paman seperguruanku itu
memang sudah letih, kepala mereka terasa panas dan berdenyut-denyut, Karena itu
mereka jatuh pingsan, apa urusannya dengan aku" Aku melihat yang laki-laki
penyakitan itu memang sedang sakit, dan yang nenek itu telah terlalu tua. Memang
umur mereka telah delapan puluh tahunan, Kalau orang yang sudah tua dan tidak
sadarkan diri itu tidak ada yang diherankan." Kata wanita itu.
Meskipun wanita itu berbicara dengan kata-kata yang ketus akan tetapi sinar
matanya menunjukkan kenakalan.
Siau Po tahu kalau perbuatannya dan juga perbuatan wanita itu takut disalahkan oleh
gurunya. Dengan demikian ia tidak mau mengakuinya, Dalam hati diam-diam Siau Po
mengagumi wanita itu. Tiba-tiba Siau Po menjatuhkan dirinya di atas tanah dan berkata.
"Kakak Nenek, aku menyembahmu sebagai seorang guru, dan terimalah aku sebagai
muridmu. Aku akan memanggilmu kakak guru." katanya.
Wanita itu tertawa, ia lalu mengulurkan tangan kanannya mengarah ke dada Siau Po.
Si bocah merasakan ada suatu benda yang keras mendekam di dadanya, pastilah
bukan tangan seseorang, Karena itu Siau Po memalingkan kepalanya untuk melihat,
hatinya terkejut bukan kepalang, tampak benda itu sebuah kaitan yang berwarna hitam
mengkilap. Benda itu sangat mengkilap sehingga dapat dikatakan kalau benda itu
sangat tajam. Wanita itu tertawa. "Coba kau perhatikan dengan baik," tangan kirinya menyingkap tangan kanannya,
maka tampaklah tangannya yang berwarna putih bersih, akan tetapi ujung tangannya
sudah buntung, ia tidak mempunyai telapak tangan, Dan kaitan yang berwarna hitam
itu, justru dipasang di siku tangannya.
"Kalau kau ingin menjadi muridku, bukannya aku melarangmu, Tetapi kau harus
membuntungkan dulu telapak tanganmu, Aku akan memesan sebuah kaitan kecil dan
memasangkannya sebagai ganti telapak tanganmu yang telah hilang itu!" katanya.
Perempuan ini sebenarnya seorang ketua dari perguruan Ngo Tok Kaow, atau lima
racun, yang dipanggil Hou Tiat Jiu atau tangan besi. Lalu wanita itu mencari Guan Cin
Jie, dan mengangkatnya sebagai guru, ia pun mengganti namanya menjadi Ho Ie Siu.
Ketika Kerajaan Beng telah runtuh ia mengikuti gurunya berkelana keluar perbatasan
Dan tempo hari ia mendapat tugas dari gurunya pergi ke daerah Tiong Guan, untuk
menyelesaikan sebuah urusan, tanpa disengaja ia berhasil menolong Nyonya ketiga
dari keluarga Cuan dan bersama para perempuan yang lainnya, ia pun mengajarkan
sedikit ilmu pada mereka. Kali ini ia datang kembali dan secara kebetulan bertemu
dengan Song Ji yang membawa obat bius ke dalam rumah itu.
Setelah bertemu dengan Song Ji dan Song Ji pun telah menceritakannya, meskipun
ia belum mengetahui siapa sebenarnya lawannya itu. Akan tetapi ilmu lawannya
demikian tinggi ia lalu sadar kalau menggunakan obat bius yang biasa tentulah tidak
akan mempan. Karena itu ia segera mengambil obat yang istimewa dan menukarnya
dengan obat bius yang dibawa Song Ji.
Dalam hal menggunakan racun, Ho Ie Siu tidak ada lawannya, Di dunia persilatan
namanya telah dikenal dimana-mana, Bahkan ada orang yang mengatakan kalau
dirinya sebagai si raja racun.
Si laki-laki penyakitan itu bernama Kui Tiang, Sejak dalam kandungan ibunya ia telah
terserang penyakit, sebenarnya tidaklah mudah dalam membesarkan anak ini, namun
setelah meminum obat langka serta mujarab nyawanya dapat diselamatkan.
Meskipun demikian tubuhnya tetap lemah dan otaknya tidak cerdas, Biar bagaimana
pun laki-laki penyakitan itu tidak dapat dibandingkan dengan orang biasa, sekarang ia
telah dewasa tapi masih seperti orang idiot atau orang yang kurang wajar.
Sedangkan Kui Heng Cu suami istri yang hanya mempunyai seorang anak ini,
sayangnya melebihi nyawa mereka sendiri Apa lagi sejak kecil laki-laki itu telah
memiliki penyakit, karena itu ia sangat memanjakan anaknya sampai-sampai kelewat batas,
sehingga sekarang menjadi besar kepala, Apa saja kemauannya haruslah diturutinya.
Meskipun Kui Tiang ini mempunyai ilmu yang tinggi, dan usianya yang telah
mencapai senja namun sikapnya sama saja dengan seorang anak berusia delapan atau
sembilan tahun. Ketika Ho Ie Siu menggunakan obat biusnya, ia masih belum tahu siapa sebenarnya
lawan mereka itu. Namun setelah mengetahui siapa lawan mereka sebenarnya, yang
ternyata paman seperguruannya sendiri, beserta seluruh keluarganya, hatinya menjadi
gelisah. Namun nasi telah menjadi bubur, toh semuanya tidak dapat diubah lagi, Apa lagi
setelah mendengar kata-kata Siau Po yang telah membuatnya senang, ia semakin
gembira, Dalam hati ia berpikir.
- Tinggal di sebuah pulau di luar perbatasan, dia belum pernah bertemu dengan
seorang anak muda yang lidahnya setajam dan otaknya secerdas Siau Po, ia pandai
sekali berbicara dan mempunyai banyak akal -Siau Po mendengar kalau ia ingin menjadi murid wanita ini harus membuntungkan
dahulu sebelah tangannya, agar dapat menjadi murid si perempuan yang menggunakan
pakaian kuning-kuning ini.
Siau Po segera mengangkat sebelah tangannya, ia membolak-balikkan tangannya,
Selain sakit kalau dipotong, Siau Po sendiri tentu tidak sampai hati atau tidak sanggup
melakukan hal itu. Memikirkan hal itu wajahnya menjadi murung.
Ho Ie Siu yang melihat perubahan wajah Siau Po menjadi tertawa.
"Lebih baik kau jangan menyembah aku sebagai gurumu, atau mengangkat aku
sebagai gurumu, Kau pun tidak kuangkat sebagai muridku, karena aku tidak ada waktu
untuk mengajari ilmu kepadamu, Akan tetapi aku mempunyai sebuah senjata rahasia,
yang bagus, Aku akan memberikannya kepadamu kau tidak akan penasaran setelah
menyembah beberapa kali dan memanggil aku sebagai gurumu atau kakak guru,"
katanya. "Kakak guru, panggilan itu toh tidak dipanggil secara cuma-cuma. seandainya kau
tidak mengajarku ilmu silat ataupun kau tidak memberikan hadiah apa-apa kepadaku,
namun melihat wajahmu yang demikian cantiknya biar disuruh memanggil kakak guru
beberapa kali pun aku senang melakukannya. Toh aku tidak merasa rugi sedikit pun,"
kata Siau Po. Ho Ie Siu tertawa. "Monyet kecil, mulutmu penuh minyak dan lidahmu tidak bertulang, Ngomong dengan
nenek saja tidak ada sopannya sedikit pun. Apa lagi dengan wanita-wanita malam, aku
tahu kau pastilah sering melakukan hal itu pada setiap wanita." sahut wanita berpakaian
kuning itu. Ho Ie Siu adalah seorang perempuan dari suku Biau, Pada hakekatnya mereka tidak
terlalu mengindahkan peraturan ataupun larangan-larangan yang telah dibuat, Hal itu
dimaksudkan untuk dapat membatasi pergaulan antara laki-laki dengan perempuan
Siau Po telah memuji dirinya cantik, ia tidak hanya merasa senang akan tetapi ia pun
tersenyum bangga. "Monyet kecil, coba kau panggil aku sekali lagi, seperti yang telah kau lakukan tadi!"
katanya. Siau Po tertawa. "Cici, Ciciku yang baik," katanya.
Ho Ie Siu tertawa. "Aduh, kau ini semakin lama semakin ngaco saja berbicara!" tukas si wanita
berpakaian kuning. Tiba-tiba Ho Ie Siu mengulurkan tangannya dan mencengkram belakang leher Siau
Po dan menentengnya ke sebelah kiri. Maka terdengar suara Trak, Trek, Trak, Trek"
beberapa kali dan tiba batang lilin yang berada di atas meja langsung saja padam, Lalu
terdengar suara gemuruh seperti hujan lebat dari papan penyekat ruangan.
Siau Po terkejut juga gembira.
"Senjata rahasia apa itu?" tanyanya.
Ho Ie Siu tertawa. "Coba kau lihat sendiri!" jawabnya.
Kemudian ia mengendurkan tangannya dan melepaskan Siau Po agar dapat
menginjakkan kakinya kembali di tanah.
Siau Po mengambil sebatang lilin dari atas meja, lalu menghampiri papan menyekal
ruangan, maka tampaklah belasan batang jarum yang terbuat dari baja telah menancap
dalam-dalam pada papan itu. Hatinya kagum sekali, menyaksikan hal itu ia lalu berkata.
"Cici, kau tadi tidak bergerak sama sekali, Bagaimana dapat melemparkan senjata
rahasia itu, Dengan senjata rahasia semacam ini, siapa yang dapat menghindarinya
dari serangan senjata semacam ini."
Ho Ie Siu tertawa. "Dulu aku pernah menggunakan senjata rahasia ini untuk menyerang guruku, akan
tetapi ia telah berhasil menghindari dari serangan ini, sepotong jarum pun tak ada yang
berhasil melukainya, Namun kecuali guruku seorang, masih ada beberapa orang
lainnya yang dapat menghindari dari serangan jarum-jarum ini. Hanya jumlah mereka
sangat langka sekali," katanya pada Siau Po.
"Pasti dalam menggunakannya kau terlebih dahulu memberitahukannya sehingga ia
dapat bersiap-siap dalam menerima serangan senjatamu ini, seandainya seseorang
menyerangnya dengan cara tiba-tiba, meskipun ilmunya tinggi sekali, dengan senjata
yang tanpa bayangan dan suara ini mana mungkin ia dapat menghindarinya!" katanya.
"Ketika itu aku sedang bermusuhan dengan guruku, ia tidak menyuruh aku
melakukan hal itu, atau mengetahui kalau aku telah memiliki senjata rahasia ini, malah
ia pun tidak menduga-duga kalau aku telah menyerangnya." katanya.
"Nah itu dia! Gurumu kau katakan sedang bermusuhan denganmu, pastilah
sebelumnya ia telah melakukan persiapan untuk mengelak setiap serangan yang akan
diterimanya. Karena itu ia dapat menghindarinya, seandainya kau berpura-pura
menundukkan kepalamu dan ia memalingkan kepalanya, sambil kau berkata, "Hai,
siapa yang datang! Dan pada saat itulah kau menyerangnya, aku yakin ia pasti gagal."
tukas Siau Po. Ho le Siu menarik napas panjang.
"Mungkin apa yang kau katakan memang tidak salah, Kau tahu, pada ujung jarumjarum
ini telah aku berikan racun jahat, seandainya guruku tidak dapat menghindarinya
pada saat itu, pastilah ia telah mati dengan jarum-jarum ini, Salahnya pada saat itu
aku tidak berpikir untuk membunuhnya, aku hanya ingin mencobanya saja.,." katanya.
"Kenapa" Apakah kau telah jatuh cinta dengan gurumu itu?" tanya Siau Po.
Mendengar kata-kata Siau Po yang terakhir wajah Ho le Siu menjadi merah, ia lalu
mendengus satu kali, dan berkata.
"Ngaco jangan kau berbicara sembarangan, Kalau sampai terdengar oleh Su Nio
(Guru perempuan)-ku itu pastilah lidahmu akan dipotong, karena kau telah berkata
kurang ajar.,.!" Siau Po sama sekali tidak menduga kalau guru yang dimaksudkan itu adalah
seorang perempuan juga, Memang Ho le Siu pernah mengalami jatuh cinta juga, akan
tetapi pada saat itu gurunya sedang menyamar sebagai seorang laki-laki.
Dan ia tidak mengetahui akan hal itu, Masalah itu sudah berlangsung lama, akan
tetapi jika ia mengingatnya sampai sekarang masih saja merasa malu juga.
Ho le Siu mengeluarkan sebuah sarung tangan, kemudian ia mengenakannya,
Setelah itu dia berjalan menuju papan penyekat ruangan, mencabut jarum-jarum yang
telah menempel di sana, Setelah itu ia melepaskan sebuah ikat pinggang yang terbuat
dari logam, di tengah-tengah ikat pinggang itu terdapat sebuah kotak yang mempunyai
lobang-lobang kecil. Siau Po yang melihat merasa kagum sekali, Sambil bertepuk tangan ia berkata.
"Cici, senjata rahasia itu benar-benar hebat Rupanya kau mengenakannya pada ikat
pinggangmu dan kau menutupinya dengan bajumu, seandainya kita mengangkat baju
kita sedikit saja dan kemudian kita memencet tombolnya tentulah senjata rahasia itu
akan meluncur pula dengan sendirinya, sungguh hebat, aku sangat kagum sekali!"
Dalam hati ia berpikir. - perempuan ini tadi telah mengatakan kalau ia akan memberikan kepadaku
semacam senjata rahasia, Kemungkinan senjata rahasia inilah yang ia maksudkan.
Kalau memang senjata ini yang akan ia hadiahkan kepadaku aku sangat senang sekali
-Setelah berpikir demikian hatinya menjadi berbunga-bunga, membayangkannya.
Ho Ie Siu tersenyum, melihat Siau Po sangat kagum dengan senjata rahasia yang ia
miliki itu. "Bagaimana hebatnya senjata rahasia, haruslah diimbangi dengan orang yang akan
menggunakannya. ilmu silatmu terlalu rendah, kecuali senjata rahasia yang semacam
ini. Jika senjata rahasia yang lainnya kau tentulah tidak dapat melakukannya, sebab
jika senjata rahasia, meskipun senjata itu hebat tidak akan berguna jika menggunakannya
tidak hebat." Ho Ie Siu segera memasukkan kembali jarum-jarum itu ke dalam kotak yang ada
diikat pinggang, Setelah jarum-jarum itu disimpannya ia memanggil Siau Po dan setelah
dekat ia meminta pada Siau Po untuk mengangkat baju jubahnya, Setelah itu ia
membantu Siau Po dalam menggunakan sabuk yang istimewa itu.
Kotak yang diikat di pinggang itu tepat mengarah ke dada orang, Ho Ie Siu
mengajarkan bagaimana cara menggunakannya, serta menawarkan racun jika ia ingin
mengalami kesalahan dalam membidiknya, ilmu menawarkan racun pun telah
diberitahukannya pada Siau Po.
"Jarum-jarum yang berada di dalam kotak itu dapat kau gunakan selama lima kali,
Jika telah lima kali jarum-jarum itu kau gunakan, kau menambah dan menggantinya
dengan jarum-jarum yang lainnya. Guruku beberapa kali memberikan pesan kepadaku
agar jangan menggunakan senjata ini dengan sembarangan. Karena racun yang berada
di ujung jarum ini sangat ganas sekali, Kalau terlambat sedikit saja orang yang terkena
akan mati, namun apabila orang itu mempunyai ilmu yang tinggi sekali, ia hanya
merasakan gatal pada sekujur badannya. Namun selanjutnya tenaganya pun lenyap,
Pokoknya kau jangan sembarangan melakukan jika dalam keadaan terjepit barulah kau
boleh menggunakannya," kata Ho Ie Siu berpesan
Siau Po segera mengiyakan beberapa kali, lalu memberikan hormat sambil
mengucapkan terima kasih berulang-ulang.
"Sekarang kau papah mereka bertiga dan dudukkan dengan baik." katanya.
Si wanita itu memerintahkan untuk membangunkan keluarga paman
seperguruannya, Siau Po mengiyakan, dan iapun berjalan mendekati si kakek dan si
nenek serta si laki-laki penyakitan itu.
Pertama-tama Siau Po membangunkan tubuh si kakek dan mendudukkannya di atas
kursi, Ketika ia ingin mengangkat tubuh si kakek itu ia membentur sebuah benda keras
pada pinggang si kakek, Siau Po lalu mengangkat jubah panjang si kakek untuk melihat
dan mengetahui benda apa yang telah dibawa si kakek. Ternyata sebuah bungkusan.
TimbuI dalam hatinya untuk mengetahui apa isi dari bungkusan yang ada di
pinggang itu. Siau Po lalu membuka bungkusan itu, dan menengok kepalanya ke dalam
bungkusan itu untuk melihatnya, Tiba-tiba ia berteriak sekeras-kerasnya.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aduh, kepala orang mati.... Dia... Dia matanya melotot dan melihati aku.,.!"
Ho le Siu juga merasa heran mendengar teriakan dan kata-kata Siau Po, yang
seperti orang kesurupan itu.
"Entah tokoh penting siapa lagi yang telah ia bunuhnya, sehingga ia merasa perlu
menggantungkan kepala orang itu di pinggangnya. Coba kau keluarkan biar aku dapat
melihatnya.,.!" ujarnya pada Siau Po.
"Orang mati.... Orang mati aku akan mengeluarkanmu. Kau jangan menggigit aku,
yah?" teriak Siau Po.
Perlahan-lahan Siau Po mengeluarkan kepala manusia yang ada di dalam jubah si
kakek. ia lalu mengulurkan tangannya ke dalam jubah, dan menarik keluar kepala
manusia itu, Setelah itu ia menentengnya dan meletakkan ke atas meja.
Cahaya lilin dalam ruangan itu cukup terang, sepasang mata kepala itu melotot
besar, Siau Po berteriak sekali lagi, dan ia bergerak mundur tiga langkah, dengan
terkejut ia berteriak. "Dia.... Dia.,., Dia adalah Gouw Toako!" katanya.
Ho le Siu juga terkejut, ia lalu bertanya. "Apakah kau kenal dengannya?"
"Dia adalah saudara dalam perkumpulan kami, Gouw Liok Kie, Gouw Toako!"
katanya. Hati Siau Po sangat sedih, ia lalu menangis sesenggukan.
Para anggota Thian Te hwe yang telah mendengar kalau Siau Po menjerit dan
menangis keras-keras, segera menghambur masuk ke dalam ruangan tempat Siau Po
berada, selanjutnya mereka melihat kepala Gouw Liok Kie yang sangat mengenaskan
sekali dan terletak di atas meja.
Tangan mereka masing-masing memegang senjatanya, mereka menunjuk pada Ho
le Siu dengan pandangan yang sangat curiga, Mereka telah menyangka kalau Gouw
Liok Kie telah dibunuh oleh wanita itu.
Lalu Song Ji pun berlari ke dalam kamar itu, Siau Po menarik tangannya ia lalu
menunjuk ke arah meja di mana terdapat kepala yang tidak berbadan itu.
"Song.... Song Ji itulah kakak angkatmu Gouw Toako. Dia.... Dia telah terbunuh oleh
seorang penjahat..." katanya.
Sambil berkata demikian Siau Po mengajak Song Ji untuk mendekati pada si laki-laki
penyakitan itu. Kemudian Siau Po menendangnya beberapa kali pada tubuh si laki-laki
penyakitan itu. ia pun berkata dengan Ci Cian Coan sekalian.
"Kepala Gouw Toako tergantung di pinggang orang jahat ini!" katanya terbata-bata.
Para anggota Thian Te hwe memperhatikan kepala kawannya yang berada di atas
meja. Tampaknya darah di lehernya telah mulai mengering, bekas penggalan di
kepalanya pun sudah berubah warna kebiru-biruan. Kalau tidak salah tubuh itu telah
dilumuri obat agar tidak cepat membusuk.
Song Ji lalu memeluk kepala itu dan menangis tersedu-sedu.
"Kita gunakan air dingin untuk menyiram orang-orang ini. Dan kita tanyakan mereka
secara jelas, setelah itu kita bunuh dia untuk mengganti nyawanya Gouw Toako!" kata
Lie Liat Sek. Para anggota Thian Te hwe yang lainnya menyetujui usulan itu.
"Orang ini adalah adik seperguruanku kalian tidak boleh mengganggunya seujung
rambut pun." kata si wanita tiba-tiba.
Sambil berkata demikian si wanita itu mengacungkan tangan besinya lalu
dikibaskannya beberapa kali ke arah lilin itu. Tanpa berkata sepatah kata pun ia
berjalan menuju ke dalam.
Tian Ceng Toajin marah sekali.
"Biar gurumu sekali pun aku akan mencincangnya...!" katanya,
Tiba-tiba terdengar rintihan dari Han Cie Tiong, tangan kirinya memunguti
puntungan-puntungan liIin. sebenarnya panjang lilin yang ada di atas meja itu sekitar
delapan inci, akan tetapi sekarang telah terpotong menjadi enam atau tujuh bagian, dan
panjang masing-masing kira-kira satu inci dan kalau diukur panjangnya sama.Meskipun
demikian lilin itu tidak ada yang terbalik, ilmu orang itu benar-benar lihay.
Wajah para anggota Thian Te hwe tidak ada yang tidak mengalami perubahan,
mereka semuanya tegang, Terdengar suara "Prak" Thian Ceng Toajin menghunus
goloknya. "Aku akan membunuh orang ini, aku akan membalaskan dendammu Gouw Toako.
Tidak perduli meskipun aku akan dibunuh oleh perempuan itu. ingatlah kata-kataku ini!"
katanya. "Tunggu dulu!" cegah Lie Liok Sek. "Kita harus bertanya dulu sampai jelas, setelah
itu barulah kita mengadakan balas dendam dengan orang yang telah membunuh kawan
kita ini, Kalian jangan main hantam saja sebelum mendapatkan keterangan!"
"Benar, kakak nenek hanya takut pada paman seperguruannya, Kalau saja kita
membunuh paman seperguruannya sekalian beserta isinya, tentulah kita tidak punya
urusan lagi dengannya, Song Ji cepat sekarang kau ambil seember air dingin, akan
tetapi kau jangan dari dalam tempayan itu, karena telah diberikan obat bius yang sangat
membahayakan!" kata Siau Po.
Song Ji segera berjalan ke dalam dapur rumah itu, Tak lama kemudian ia keluar
dengan membawa seember air dingin dan menyerahkan kepada Cie Ciuan Cuan yang
menyambutnya. Setelah itu ia menyiramkannya ke atas kepala si laki-laki penyakitan itu, Terdengar
laki-laki penyakitan itu bersin beberapa kali, perlahan-lahan ia membuka matanya.
Begitu ia akan menggerakkan tubuhnya ia barulah mengetahui kalau tangan dan
kakinya telah diikat dan badannya pun telah tertotok. ia pun marah sekali, merasa
tubuhnya telah diperlakukan demikian oleh orang-orang yang ada di sekitarnya.
"Siapa.... Siapa yang telah berani melakukan hal ini kepadaku?" tanyanya.
Hian Ceng Tayjin menggunakan ujung pedangnya untuk menepuk-nepuk wajah si
laki-laki penyakitan itu.
"Kakekmu yang ini yang mengajakmu main-main!" katanya dengan sikap marah.
Setelah itu ia menunjuk ke arah meja tempat kepala Gouw Liok tergeletak.
"Apakah kau yang telah membunuh orang ini?" tanyanya.
"Tidak salah, memang aku yang telah membunuhnya, Mama, ayah di mana kalian?"
seru lelaki berpenyakitan.
Setelah berkata demikian ia memalingkan mukanya, dan melihat ayah dan ibunya
tengah berbaring di atas tempat tidur, dalam keadaan yang sama dengannya, yaitu
terikat tangan dan kakinya.
Begitu terkejutnya sehingga ia hampir saja menangis.
Seumur hidupnya si laki-laki penyakitan itu selalu saja ikut dengan ayah dan ibunya,
dalam segala hal ia mengetahui dengan jelas, ia selalu memperoleh kesenangan,
apapun yang diinginkannya. Ayah dan ibunya selalu berusaha mendapatkannya, belum
pernah ia mendapatkan penghinaan sedemikian rupa.
"Apa yang kalian telah lakukan, kalian tidak dapat mengalahkan aku. Bagaimana
kalian dapat mengikat aku, ayah, dan ibuku?" tanyanya sambil menangis.
Ci Tian Coan mengibaskan telapak tangannya, Terdengar suara plok plok! Pipi si
laki-laki penyakitan telah berhasil ditempelengnya dengan keras.
"Bagaimana kau membunuh orang ini, cepat kau katakan?" tanyanya, "Jika kau
berbohong sedikit saja aku akan menyongkel keluar kedua matamu!"
Setelah berkata demikian ia mengulurkan senjata goloknya dan mengarahkannya
pada si laki-laki penyakitan itu.
Si laki-laki penyakitan itu terkejut setengah mati, sukmanya seakan melayang, ia
terbatuk-batuk tidak henti-hentinya.
"Aku akan mengatakan kalau kau tidak membutuhkan kedua mataku ini. Kalau
mataku buta aku tidak dapat melihat apapun, Peng Si-ong telah berkata kalau Kaisar
Tat Cu adalah seorang telor busuk besar, ia sudah menduduki negara kita yang
makmur ini dan indah, dan menjatuhkan kerajaan Beng kita yang besar dan indah. Dia
mengatakan kalau aku diperintahkan untuk membunuh Kaisar Tat Cu itu..." ujar si lelaki
penyakitan mulai bercerita.
Para anggota Thia Te Hwe menatap sejenak, dalam hati mereka berpikir.
- Apa yang dikatakannya memang tidak salah Siau Po justru tidak merasa senang mendengar kata-katanya itu, ia marah sekali.
"Emaknya, memang Gouw Sam Kui itu orang baik?" tanyanya.
"Peng Si-ong adalah pamanmu, Kalau ia bukan orang baik, kaupun pastilah bukan
orang baik-baik!" tukas Si Kui Tiang, lelaki penyakitan itu.
Siau Po menendang tubuhnya dengan keras satu kali. "Ngaco, Gouw Sam Kui
adalah seorang penghianat besar mana pantas ia menjadi pamanku!" katanya dengan
suara keras dan marah. "Kau sendiri yang telah mengatakannya kepadaku, Kau telah mengatakannya
kepadaku dan kedua orang tuaku, apakah kau akan menjilat ucapan yang telah kau
ucapkan itu. Aku tidak mau... aku tidak mau!" jawabnya.
Lie Liok Sek benar-benar tidak mengerti apa yang dikatakan oleh si laki-laki
penyakitan itu, Karenanya ia lalu bertanya.
"Gouw Sam Kui telah memerintahkan kepadamu untuk membunuh Kaisar Tat Cu,
mengapa kau malah membunuh orang ini...?"
Sambil berkata demikian ia menunjuk ke arah kepala yang ada di atas meja itu.
"Orang ini adalah pembesar di daerah Kuang Tung, Peng Si-ong mengatakan kalau
ia adalah seorang penghianat besar, ia setia sekali pada Kaisar Tat Cu. Peng Si-ong
ingin menyusun pasukannya untuk menyerang kota Koang Tou walau bagaimana orang
inilah yang pertama-pertama harus dibunuh, Peng Si-ong telah memberikan berbagai
macam obat kepadaku, agar dapat menyembuhkan batukku ini, ia pun memberikan
hadiah kepadaku selembar kulit harimau putih, ibuku sendiri yang telah mengatakan
kalau para penghianat itu harus dibunuh, Huk.... Huk, Orang ini mempunyai ilmu yang
cukup tinggi, aku berdua dengan ibuku bertarung melawannya, dengan demikian kami
baru dapat berhasil membunuhnya, Cepat, kalian melepaskan aku, dan lepaskan pula
ayah dan ibuku. Kami akan berangkat ke Peking, untuk membunuh Kaisar Tat Cu,
dengan demikian aku dapat membangun jasa besar.." pinta si lelaki penyakitan.
"Hey, kau mau membunuh kaisar itu pastilah bukan bagianmu, setan penyakitan!"
maki Siau Po. "Saudara sekalian, bunuh saja ketiga orang ini, urusan kakak nenek biar
aku yang bertanggung jawab!"
Tiba-tiba terdengar teriakan suara belasan orang dari luar perkampungan "Setan
penyakitan, cepat kau keluar Ayo, keluar... aku akan membalaskan sakit, hati kawanku
Gouw Toako!" Baik di depan rumah maupun yang berada di belakang sama-sama meneriakkan
kata-kata serupa. Bahkan di sekeliling rumah itu banyak orang yang berseru-seru,
ternyata rumah itu telah dikepung dengan rapat.
Para anggota Thian Te hwe mendengar orang-orang yang di depan itu berkata ingin
membalaskan sakit hati Gouw Liok tentulah mereka orang sendiri hati mereka menjadi
gembira, Cian Lau Pan berteriak dengan suara keras.
"Beng bangkit kembali dan Ceng terguling! Tanah adalah ibu dan langit adalah ayah,
yang datang dari luar itu saudara dari bagian mana..?" tanyanya dengan keras.
Kata-kata sandi para anggota Thian Te hwe adalah sebagai berikut langit sebagai
ayah dan bumi sebagai ibu, terang dibalikkan dan bersih dibangkitkan. Akan tetapi
karena belum mengetahui orang-orang yang ada di luar mereka sengaja membalikkan
kata-katanya. Kalau memang yang berada di luar itu saudara seperguruannya tentulah mereka
akan mengenalinya, tetapi jika orang lain tentulah mereka tidak akan mengetahuinya.
Terdengar belasan orang yang di luar berteriak menyambutnya.
"Gunung menjulang tinggi, bumi bergetar, sungai mengalir pemandangan indah.,."
Riuh rendah suara itu bersahutan.
Dari dalam ruangan terdengar sahutan.
"Pintu menghadap laut besar, Tiga sungai mengalir menjadi satu."
Dari atas genteng ada pula yang berseru. "Saudara dari bagian mana yang hadir di
sini?" "Saudara-saudara dari Ceng Bok Tong telah berkumpul di sini, Entah saudara dari
bagian mana saja yang telah datang?" tanya Cian Lao Pan.
Pintu ruangan terbuka, seseorang berjalan masuk sambil bertanya.
"Siau Po, apakah kau ada di sini?" Orang ini bertubuh tinggi kurus, Tampangnya
agak lusuh. Dia bukan lain daripada Cong Tocu perkumpulan Thian Te hwe, yakni Tan
Kin Lam. Siau Po gembira sekali, dia segera menghambur ke depan dan menjatuhkan dirinya
berlutut di atas tanah. "Suhu! Suhu!" panggilnya.
"Apa kabar semuanya" Sayang sekali.,,." Tan Kin Lam tidak dapat melanjutkan
katakatanya, sebab tiba-tiba melihat batok kepala Gouw Liok Ki yang tergeletak di atas
meja. Tubuhnya langsung limbung, untung saja dia segera berpegangan pada sebuah
kursi, Tampaknya hati ketua ini terguncang sekali, Tanpa dapat dipertahankan lagi air
matanya mengucur dengan deras.
Dari depan pintu beruntun masuk beberapa orang, mereka terdiri dari Hiocu-hiocu
Thian Te hwe dari bagian yang lain, di antaranya terdapat Liok Cit, Ma Co Heng dan Ko
Cit tiong, Begitu melihat Kui Tong, serempak mereka menghunus senjata masingmasing,
Dua puluh lebih orang lainnya merupakan bawahan dari bagi Hong Sun Tong,
kebencian mereka terlebih-lebih lagi terhadap si laki-laki penyakitan itu.
Kui Tiong melihat begitu banyak orang yang menatapnya dengan sinar mata bengis
dan mata garang, Dia terkejut sekali, Setelah terbatuk-batuk dua kali dia pun jatuh
pingsan kembali. Tan Kin Lam membalikkan tubuhnya.
"Siau Po, bagaimana kalian bisa menangkap ketiga penjahat ini?" tanyanya kepada
sang murid. Siau Po segera memberikan keterangannya, tapi hal-hal memalukan seperti
bagaimana Ci Thian Coan dan yang lainnya dipermainkan oleh si laki-laki penyakitan
serta dirinya yang terpaksa menyamar sebagai keponakan Gouw Sam Kui, tentu saja
tidak diceritakannya. "llmu ketiga penjahat ini tinggi sekali, Kami bukanlah tandingannya, Untung saja
seorang Kakak nenek ikut membantu sehingga mereka semuanya bisa diringkus, Tapi
kemudian si Kakek nenek mengatakan bahwa si tua bangkotan ini adalah paman
gurunya, dan kami tidak boleh membunuhnya meskipun untuk membalaskan sakit hati
Gouw toako," kata Siau Po akhirnya.
Tan Kin Lam mengerutkan keningnya.
"Siapa yang kau maksudkan dengan Kakak Nenek itu?" tanyanya.
"Usianya sudah lanjut, karena wajahnya masih terlihat muda, maka aku
memanggilnya Kakak Nenek," sahut Siau Po.
"Di mana orangnya?" tanya Tan Kin Lam.
"Dia ada di belakang, sedang bersembunyi karena tidak mau bertemu dengan paman
gurunya ini. Suhu, Ko toako, Ma toako, bagaimana kalian bisa sampai ke mari?" tanya
Siau Po. "Penjahat ini mencelakai Gouw toako, kami segera menyiarkan beritanya, orangorang
dari Thian Te hwe hampir semuanya keluar melakukan pengejaran," kata Tan Kin
Lam. Para anggota Ceng Bok Tong segera menemui saudara-saudara dari bagian lainnya,
Ternyata seluruh perkampungan itu telah dikepung oleh orang-orang Thian Te hwe.
"Adik Wi berhasil mendirikan jasa sebesar ini. Apabila arwah Gouw toako di alam
baka mengetahuinya, dia pasti terhibur sekali," kata Ma Co Heng.
"Gouw toako selalu memperlakukan aku dengan baik sekali, Sudah sepantasnya aku
membalaskan dendam bagi Gouw toako," sahut Siau Po.
"Lapor Cong Tocu," kata Lie Liat Sek. "Penjahat ini tadi mengatakan bahwa mereka
akan ke kota raja untuk membunuh kaisar Tatcu. Dia juga membicarakan tentang
membasmi kerajaan Ceng dan membangun kembali kerajaan Beng. Entah bagaimana
duduk persoalan yang sebenarnya!"
"Duduk persoalan apa lagi?" sanggah Siau Po. "Dia takut kita akan membunuhnya
sehingga bicara tidak karuan, Di balik pakaiannya ada selembar kulit harimau putih
pemberian Gouw Sam Kui. Semua teman anjing Gouw Sam Kui, mana mungkin ada
orang baik-baik" Kita beset saja dada orang ini dan keluarkan jantungnya untuk
membalaskan sakit hati Gouw toako!"
"Sadarkan dulu ketiga orang ini, biar kita tanyakan dulu sampai jelas," kata Tan Kin
Lam. Song Ji pergi mengambil seember air dingin yang kemudian diguyurkannya ke
kepala ketiga orang itu. Begitu sadar, si nenek tua langsung mencaci maki kalang kabut Dia mengatakan
bahwa meracuni orang dengan obat bius merupakan perbuatan yang tidak terpuji dan
paling dihina oleh orang-orang gagah dalam dunia kangouw, sedangkan si kakek tidak
mengucapkan sepatah kata pun.
"Kalau ditilik dari ilmu silat kalian, tampaknya kalian bukan kaum cecere, Siapa nama
kalian" Ada dendam apa antara kalian dengan Gouw Liok Ki, Gouw toako kami"
Mengapa kalian menggunakan cara yang demikian kejam membunuhnya?" tanya Tan
Kin Lam. Si nenek marah sekali. "Penjahat kelas teri yang menggunakan obat untuk membius orang seperti kalian ini
mana pantas mengetahui nama kami?" bentaknya.
Ko Cit Tiong pura-pura mengayunkan goloknya seakan mengancam, tapi watak si
nenek sangat keras, Dia malah memaki-maki semakin hebat.
"Suhu, mereka she Kui, Kui dari kura-kura. Dua ekor kura-kura tua dan seekor kurakura
kecil," kata Siau Po menjelaskan "Sekarang aku akan membunuh kura-kura yang
kecil terlebih dahulu."
Dia langsung mengeluarkan pisau belatinya yang tajam dan ditudingkan ke arah
tenggorokan Kui Tiong. Kui Ji Nio (si nenek) melihat Siau Po bermaksud membunuh anaknya, Dia menjadi
panik. "Eh, setan cilik, kalau kau memang punya nyali, ayo bunuh saja nyonya besarmu ini!"


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

teriaknya, "Tapi jangan coba-coba kau ganggu seujung pun rambut anakku itu!"
"Aku justru paling suka membunuh kura-kura kecil!" sahut Siau Po. Dia
mengguratkan ujung belatinya di leher Kui Tiong, Meskipun gerakannya ayal-ayalan,
tapi karena pisau itu tajamnya bukan main, maka segera terlihat luka memanjang di
leher si laki-!aki penyakitan dan darah pun mengalir ke luar.
"Aduh, Mak!" teriak Kui Tiong keras-keras, "Dia akan membunuh aku!"
"Ja... ngan... jangan bunuh anakku!" seru Kui Ji Nio tidak kalah gugupnya.
"Kalau guruku mengajukan sebuah pertanyaan, maka kau juga harus menjawabnya
satu kali dengan baik-baik. Kalau menurut, dalam waktu setengah jam aku tidak akan
membunuh anakmu," kata Siau Po dengan nada mengancam "Anakmu yang
penyakitan dan-sebentar lagi akan mampus itu!"
Kui Ji Nio marah sekali. "Anakku tidak sakit, Kaulah yang pantas disebut setan penyakitan!" teriaknya,
Meskipun demikian, hatinya agak lega juga mendengar bahwa untuk sementara Siau
Po tidak akan membunuh anaknya.
Siau Po sengaja mengeluarkan suara terbatuk-batuk, Dia meniru nada bicara si Iakilaki
penyakitan "Mak, aduh! Aku... aku... huk! Huk! sebentar lagi aku akan mati.... Makku yang baik,
se... baiknya kau ber... bicara terus terang kepada mereka.... Huk! Huk! Aku... tidak
sakit... tubuh... ku kuat... sekali, Mes... ki... pun pisau mengancam tenggorokanku
paling-pa1ing... tubuhku,., akan dicincang men... jadi potongan-po... tongan
kecilkecil...." Kalau soal meniru lagak orang, Siau Po memang rajanya, Lagaknya persis sekali
sehingga seluruh kuduk di tubuh Kui Ji Nio jadi merinding.
"Ja... ngan kau tiru anakku!" teriaknya.
Siau Po malah sengaja meneruskan perannya.
"Mak, ka... lau kau masih tidak.:. bersedia men... jawab pertanyaan orang,.. sebentar
lagi perutku pasti akan di,., belek dan... usus di dalamnya akan,., am.,, buradul...."
Sembari berbicara, dia mengangkat baju Kui Tiong dan menggerakkan sedikit ujung
belatinya seakan benar-benar henda membelek perut laki-laki itu.
Kui Ji Nio jadi tidak tega melihat penderitaan dan ketakutan anaknya. "Baik! Kami
berasal dari Hoa San Pai. julukan si tua kami ialah Sin Cian Bu Tek (Tinju Sakti Tanpa
Lawan), Pernah menggetarkan dunia persilatan saat itu kalian mungkin masih belum
dilahirkan!" serunya dengan nada terpaksa.
Tan Kin Lam mendengar bahwa orang yang berhasil diringkus Siau Po ternyata
pasangan suami istri Sin Cian Bu Tek yang namanya pernah menggemparkan dunia
persilatan berpuluh tahun yang lalu, Tanpa dapat dipertahankan lagi, timbul rasa hormat
dalam hati kecilnya. Padahal dia menyadari betapa tingginya ilmu yang dikuasai oleh Gouw Liok Kie.
Kalau mendengar cerita anggota Thian Te hwe bagian Hong Sun Tong yang
menyaksikan peristiwa pertempuran itu, yang melawan Gouw Liok Kie hanya seorang
nenek tua dan seorang laki-laki penyakitan.
Mereka berdua mengeroyok Gouw Liok Kie, setelah tewas mereka malah
memenggal batok kepalanya, Diam-diam Tan Kin Lam sudah menyadari bahwa lawan
mereka pasti bukan tokoh biasa.
Sin Cin Bu Tek pernah mempunyai nama besar di dunia kangouw, Tapi sudah
belasan tahun lamanya nama orang ini menghilang, mengapa tiba-tiba bisa muncul di
sini dan terlibat dalam kemelut yang memusingkan ini" Dibalik semua ini pasti ada
sesuatu yang janggal, pikir Tan Kin Lam dalam hati. Karena itu, dia segera maju ke
depan dan menjura dalam-daIam.
"Rupanya pasangan suami istri Sin Cian Bu Tek dari Hoa San Pai. Aku yang rendah
Tan Kin Lam memohon maaf bila sikap kami kurang sopan," katanya, Tangannya
terulur ke depan dan dalam sekejap mata tali yang mengikat orang tua itu sudah
terlepas, kemudian dia juga menepuk pinggang si kakek untuk membebaskan jalan
darahnya yang tertotok. Setelah itu dia juga membebaskan ikatan tali Kui Ji Nio dan
putranya. Siau Po yang melihatnya jadi panik. "Suhu, ketiga orang ini lihay sekali, Sekali-sekali
tidak boleh dilepaskan!" teriaknya.
Tan Kin Lam tersenyum. "Kui Ji Nio memaki kita menggunakan obat bius dan itu merupakan perbuatan paling
hina dalam dunia kangouw, Kami orang-orang Thian Te hwe sama sekali tidak
menggunakan obat bius, Lagipula, mengingat dalamnya ilmu tenaga dalam yang
dikuasai pasangan suami istri Sin Cian Bu Tek, kalau hanya obat bius saja, mana
mungkin sanggup merobohkan dia orang tua.,." katanya.
"Betul, betul!" sahut Siau Po. "Kami orang-orang Thian Te hwe tidak pernah
menggunakan obat bius!" Dalam hati dia berkata, - Obat itu toh kepunyaan Kakak
nenek, lagipula dia juga yang menukarnya. Dengan demikian tidak ada sangkut pautnya
dengan pihak kami, sedangkan obat itu juga bukan obat bius... Kui Heng Su mengibaskan tangannya ke arah istri dan anaknya, Tahu-tahu totokan
pada tubuh kedua orang itu sudah bebas, Gerakan tangannya ternyata jauh lebih cepat
dari Tan Kin Lam. Tampak dia menganggukkan kepalanya berkali-kali.
"Memang betul ini bukan obat bius yang biasa, tapi sejenis obat yang hebat sekali,"
katanya, Kemudian dia mengulurkan tangannya untuk merasakan denyut nadi anaknya.
Kui Ji Nio menatap dengan pandangan cemas. "Bagaimana?" tanyanya khawatir
"Tampaknya tidak apa-apa," sahut si kakek, Dia ingat ketika belum pingsan, dia sempat
mengadu tangan dengan seseorang, ilmu orang ini tidak terhitung tinggi, tapi ilmu
tenaga dalamnya berasal dari Hoa San pai. Dan ketika Song Ji mengerahkan ilmu
meringankan tubuhnya di antara bebatuan, yang digunakannya juga ilmu meringankan
tubuh gaya Hoa San pai. Begitu dia mengedarkan pandangannya, dia segera
menemukan gadis cilik itu diantara kerumunan orang banyak.
Song Ji melihat sepasang mata si orang tua yang tajam sedang mengawasinya,
Hatinya jadi ciut, cepat-cepat dia bersembunyi di belakang tubuh Siau Po.
Bagian 77 "Budak cilik, kemarilah!" Panggil si kakek. "llmu yang kau gunakan berasal dari Hoa
San pai, bukan?" "Aku tidak mau ke sana!" teriak Song Ji. "Kau telah membunuh Gouw toakoku, aku
ingin membalaskan dendam baginya, Dan aku juga ti... dak tahu apa Hoa San pai...."
Ketika Ho Ie Siu menurunkan ilmunya kepada Sam nay nay dan Song Ji sekalian, dia
juga tidak benar-benar menerima mereka sebagai murid, Karena itu mereka tidak
pernah menjalani adat penyembahan guru. Karena itu pula baru pertama kali ini Song Ji
mendengar nama Hoa San pai.
Si kakek juga tidak menarik panjang urusan itu dengan Song Ji. Tiba-tiba dia menarik
nafas dalam-dalam dan berteriak.
"Murid atau cucu murid Hong Lam Tek, semuanya keluar!"
Suaranya tidak berapa keras, tapi bergelombang sampai jauh, Bahkan debu-debu di
atas tiang penglari beterbangan ke mana-mana karena getaran suaranya.
Si kakek mempunyai tiga orang saudara seperguruan Yuan Jin Ci berada di luar
perbatasan yang jauh. Kakak seperguruannya yang satu lagi sudah meninggal lama
sekali. Dan yang terakhir ketua Hoa San pai juga sudah menutup mata, sekarang
perguruan itu dikendalikan oleh murid sulungnya, Hong Lam Tek.
Seandainya di dalam perkampungan itu terdapat orang Hoa San pai, pasti murid atau
cucu murid kakak seperguruannya itu, Tapi, ternyata setelah berteriak sekian Iama,
tidak terdengar suara sahutan sedikit pun.
"Tahun lalu orang-orang gagah di tanah air merundingkan cara membunuh si
pengkhianat besar Gouw Sam Kui," kata Tan Kin Lam. "Sedangkan murid
keponakanmu itu, yakni Hong Lam Tek justru menjadi pemimpin pertemuan membunuh
kura-kura tersebut. Mengapa locianpwe sendiri malah bersekongkol dengan Gouw Sam
Kui dan membunuh anggota perkumpulan kami" Bukankah perbuatan locianpwe
membuat derita sesama dan membuat senang pihak musuh?"
Cara bicaranya memang sungkan, tapi nadanya justru mendesak sekali, Kui Ji Nio
melirik Tan Kin Lam sekilas, "Pernah ada orang yang mengatakan bahwa apabila belum
bertemu dan berkenalan dengan Tan Kin Lam, rasanya belum pantas disebut seorang
pendekar. Kami suami istri sudah malang melintang sejak beberapa puluh tahun yang
lalu. Apakah kami harus menunggu sampai kau dilahirkan baru kami pantas disebut
pendekar" Hm! Benar-benar menggelikan!" ejeknya.
"llmu cayhe tentu tidak dapat dibandingkan dengan kalian pasangan suami istri,
Apabila orang-orang dalam dunia kangouw memandang tinggi cayhe, itu karena
menurut mereka cayhe bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk,
cayhe tidak sembarangan bertindak atau pun bergaul dengan manusia-manusia
rendah," sahut Tan Kin Lam.
"Oh" Jadi kau menuduh kami mengambil tindakan seenaknya dan bergaul dengan
manusia-manusia rendah?" teriak Kui Ji Nio.
"Gouw Sam Kui kan seorang pengkhianat besar, apakah dia tidak terhitung manusia
rendah?" tanya Tan Kin Lam.
"Gouw Liok Kie ini menggunakan kekuasaannya untuk mengumbar kejahatan, Dia
adalah seorang pembesar bangsa Tatcu, Entah berapa banyak rakyat Han kami yang
telah ditindasnya! Mengapa sedikit-sedikit kalian menyebutnya sebagai toako"
Bukankah perbuatan kalian sendiri sembarangan dan bergaul dengan manusia rendah
juga?" teriak Kui Ji Nio tidak mau kalah.
"Meskipun tubuh Gouw toako berada di tempat bangsa Ceng tapi jiwanya berpihak
pada kami bangsa Han. Dia sengaja menduduki jabatan di Cuang Tung, Dengan
demikian, apabila tiba saatnya untuk merebut kembali negara kita, dia dapat
menggerakkan pasukannya untuk membantu. Di samping itu, dia juga serang hiocu
bagian Hong Sun tong dari Thian te hwe kami. Saudara-saudara dari Hong Sun Tong,
bukankah benar apa yang aku katakan?" teriak Ma Co Heng yang marah sekali.
Serentak anggota Thian Te hwe berseru menyatakan persetujuan mereka akan
ucapan Ma Co Heng. "Betul, betul!"
"Bukalah baju kalian dan biarkan kedua lo eng hiong ini melihat dada kalian!" kata Ma
Co Heng pula. Dua puluh orang lebih segera membuka pakaiannya, Bahkan ada yang
melakukannya dengan kasar yakni mengoyak sekeras-kerasnya sehingga kancing baju
mereka putus dan berjatuhan. Dengan demikian dada mereka pun terlihat jelas,
Tampak dada setiap orang terdapat guratan tulisannya, "Langit adalah ayah, bumi
adalah ibu, Ceng dihapus dan Beng ditegakkan", Tulisan itu dibuat seperti tato.
Sejak tadi Kui Tiong diam saja, setelah melihat dada ke dua puluhan orang itu
dicacah dengan tulisan, Dia segera menepuk tangannya keras-keras.
"Menyenangkan! Menyenangkan!" soraknya.
Para anggota Thian Te hwe menatapnya dengan pandangan gusar.
"Putra Anda menganggapnya sebagai sesuatu yang menyenangkan Entah
bagaimana pendapat lo eng hiong berdua?" tanya Tan Kin Lam.
Rasa pilu dalam hati Kui Heng Su tidak terkatakan, Dia menggeleng-gelengkan
kepalanya dan berkata kepada istrinya dengan nada sendu.
"Kita telah salah membunuh orang!"
"Ya! Salah membunuh orang, kita telah terjebak dalam siasat si pengkhianat besar,
Gouw Sam Kui!" sahut Kui Ji Nio sambil mengulurkan tangannya dengan gerakan cepat
dan tahu-tahu golok di pinggang Ma Co Heng telah dicabut olehnya serta ditebaskan ke
arah tenggorokannya sendiri.
"Kau.." teriak Tan Kin Lam sambil menggerakkan tangannya mencengkeram
pinggang kanan Kui Ji Nio. Si nenek menghantam dengan telapak tangan kanannya,
Tan Kin Lam menyambut dengan tangan kiri, tubuh keduanya terhuyung-huyung.
Tangan kanan Kui Ji Nio sekali dihantamkan ke depan, sementara itu kedua jari
telunjuk Tan Kin Lam menepuk pada ujung golok. Dalam waktu yang bersamaan,
pukulan si nenek pun mendarat di dadanya.
Tan Kin Lam mencelat mundur menghindari serangan itu. Dia khawatir totokannya
pada golok akan meleset dan Kui Ji Nio akan berusaha membunuh dirinya lagi.
Barusan dia telah bergebrak satu kali dengan Kui Ji Nio. Tan Kin Lam sadar karena
usianya yang sudah tua, tenaga dalamnya tidak seberapa hebat lagi, tapi gerakannya
justru secepat kilat, itulah yang dikhawatirkan oleh Tan Kin Lam. Karenanya, Tan Kin
Lam nekad meneruskan totokannya dan rela dadanya kena dihajar oleh si nenek.
Kui Ji Nio terpaku, golok di tangannya sudah terampas oleh Tan Kin Lam. Laki-laki itu
menyurut mundur dua langkah, Hoooaakk!! Mulutnya memuncratkan segumpal darah
segar. Ketika Kui Ji Nio merebut golok Ma Co Heng, sebetulnya Kui Heng Su masih sempat
mencegah. Tapi karena mereka telah bersalah membunuh Gouw Liok Kie hatinya menyesal
sekali, Memang telah timbul niat untuk membunuh diri guna menebus kesalahan itu,
karenanya dia sama sekali tidak mencegah perbuatan istrinya.
Dan ketika melihat Tan Kin Lam menempuh bahaya untuk merebut golok di tangan
istrinya, perasaan si kakek semakin malu dan diam-diam berterima kasih sekali.
"Tan Kin Lam adalah orang gagah nomor satu di jaman ini. Tampaknya ucapan ini
memang tidak berlebihan!" katanya dengan kepala menunduk.
Tangan Tan Kin Lam bertumpu pada sebuah meja, dia mengatur pernafasannya
sejenak. "Orang yang tidak tahu, dapat dianggap tidak bersalah, Biang keladi bencana yang
terjadi pada diri Gouw toako asalnya bukan lain daripada Gouw... Sam...." Kembali dia
memuntahkan darah segar. Usia Kui Ji Nio memang sudah tua. Tenaga dalamnya juga sudah menyusut banyak
dibandingkan dulu, Tapi ketika nenek itu melancarkan serangannya, Tan Kin Lam tidak
mempunyai kesempatan untuk mengerahkan hawa murninya sama sekali, Karena
itulah dia menderita luka dalam yang cukup parah juga.
"Tan Cong tocu," kata Kui Ji Nio. "Apabila aku tetap ingin membunuh diri, ini berarti
aku tidak menghargai pengorbananmu. Kami suami istri telah bertekad membunuh raja
Tatcu, setelah itu kami akan berhitungan dengan si Pengkhianat bangsa, Gouw Sam
Kui!" Selesai berkata, dia menjatuhkan dirinya berlutut di atas tanah dan menyembah
tiga kali ke arah kepala Gouw Liok Kie.
"Sikap Gouw toako biasanya memang misterius sekali, orang-orang gagah dunia
kangouw yang tidak tahu watak Gouw toako yang sebenarnya juga sering mencaci maki
dirinya, Tujuan kalian turun tangan kali ini sebetulnya untuk membasmi para
pengkhianat bangsa, tapi sayangnya... sayangnya...." Tan Kin Lam tidak dapat
meneruskan kata-katanya karena perasaannya sedih sekali, kembali air matanya
mengucur dengan deras. Dalam hati pasangan suami istri Kui Heng Su telah bertekad. Mereka akan
membunuh raja Tatcu dan Gouw Sam Kui, setelah itu mereka akan membunuh diri
untuk menebus kesalahan mereka terhadap Gouw Liok Kie.
Tapi sekarang ini, mereka tidak ingin banyak bicara. Kata-kata tanpa bukti toh tidak
ada gunanya" Mereka segera menjura kepada Tan Kin Lam.
"Tan Congtocu, kami mohon diri dulu," kata mereka.
"Locianpwe berdua harap tunggu dulu, ada sesuatu yang ingin cayhe katakan!" seru
Tan Kin Lam. Pasangan suami istri Kui Heng Su baru saja menuntun tangan anaknya dan berniat
melangkah ke luar Mendengar panggilan Tan Kin Lam, mereka pun menahan langkah
kakinya. "Gouw Sam Kui telah mempersiapkan pasukannya di In Lam dan memulai
pemberontakan tampaknya situasi sekarang ini sedang kacau balau, Boleh dibilang ini
merupakan kesempatan bagi kita pecinta tanah air untuk memancing di air keruh guna
membangun kembali kerajaan Beng.
Dalam beberapa hari ini, orang-orang gagah yang sehaluan dengan kita akan
berkumpul di kotaraja guna merundingkan urusan ini, Bagaimana kalau locianpwe
berdua ikut dengan kita ke Pe King dan mengadakan pertemuan dengan mereka?"
tanya Tan Kin Lam. Hati Kui Heng Su merasa malu dengan perbuatan keluarganya, Dia tidak ingin
bertemu dengan orang gagah mana pun. Karena itu dia menggelengkan kepalanya dan
bermaksud berjalan ke luar.
Siau Po mendengar ketiga orang itu akan membunuh si raja cilik, dalam hati dia
berpikir Tiga manusia kura-kura ini mempunyai ilmu yang tinggi sekali. sedangkan
kaisar Kong Hi yang tidak tahu apa-apa pasti tidak bersiap siaga, kemungkinan bisa
mati di tangan mereka. Karenanya dia segera berseru.
"lni adalah urusan yang menyangkut negara, sedangkan kongcu kalian itu agak
ceroboh kalau melakukan apa-apa. Kali ini, bila kalian melakukan kesalahan lagi,
meskipun tiga batok kepala kalian dipenggal sekaligus untuk menebusnya, nama kalian
tetap akan,., busuk sepanjang masa!"
Siau Po pernah mendengar orang mengatakan peribahasa yang berbunyi, "Gajah
mati meninggalkan gadingnya, harimau mati meninggalkan kulitnya, manusia mati
meninggalkan namanya", Tapi untuk sesaat dia tidak bisa menyebutkan ungkapan itu,
karenanya dia hanya mengatakan "nama kalian akan busuk sepanjang masa"
Meskipun demikian, suami istri Kui Heng Su mengerti maksudnya, walaupun ilmu
silat mereka tinggi sekali, tapi pengetahuan mereka tidak begitu luas. pergaulan mereka
pun terbatas, kalau tidak, tak mungkin mereka bisa terkecoh oleh omongan Gouw Sam
Kui dan tanpa menyelidiki benar tidaknya lagi, mereka langsung membunuh Gouw Liok
Kie. Mendengar ucapan Siau Po, hati mereka tercekat.
-- Rencana membunuh kaisar memang merupakan urusan yang menyangkut
kesejahteraan seluruh negara! - pikir mereka dalam hati.
"Raja yang sekarang usianya masih kecil, dia belum mengerti apa-apa. Karena
itulah, Gouw Sam Kui sampai bisa menimbulkan kekacauan dengan memberontak.
Apabila kalian membunuhnya, tentu ada seorang Bangsa Tatcu yang besar menjadi
penggantinya, orang ini tentu tidak bodoh. Kalau hal ini sampai terjadi, urusan negara
kita ini bisa hancur di tangan kalian," kata Siau Po pula.
Perlahan-lahan Kui Heng Su menganggukkan kepalanya kemudian membalikkan
tubuhnya. "Locianpwe berdua, bocah ini masih terlalu muda, ucapannya tidak mengenal sopan


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

santun, harap kalian berdua jangan ambil hati," kata Tan Kin Lam sambil menjura,
"Meskipun demikian, usulnya tadi boleh menjadi pertimbangan. Bagaimana kalau kita
berunding terlebih dahulu dan sesudahnya baru mencari jalan untuk bertindak?"
Dalam hati Kui Heng Su berpikir, sekali salah masih tidak apa-apa, tapi jangan
sampai terulang lagi. jangan karena perasaan bersalahnya, akhirnya malah kembali
mencelakakan rakyat seluruh negaranya.
"Baiklah! Kami akan mendengar perintah Tan Cong tocu!" katanya.
"Kata-kata perintah, cayhe sama sekali tidak berani menerimanya, Besok siang kita
bersama-sama berangkat ke kotaraja, pada malam harinya kita akan berkumpul di
tempat kediaman bocah ini untuk merundingkan urusan besar, entah bagaimana
pendapat kedua Iocianpwe?" kata Tan Kin Lam.
Kui Heng Su menganggukkan kepalanya.
"Apakah tempat tinggalmu masih sama?" tanya Tan Kin Lam pada Siau Po.
"Tecu (murid) masih tinggal di gedung Tong Mao Cu di sebelah timur kota," sahut
Siau Po. "Lo cianpwe berdua, besok malam kita berkumpul dengan bocah ini di gedung Cu
Ciak hanya," kata Tan Kin Lam pula.
"Suhu, kau jangan marah, sekarang sudah menjadi gedung Pak Ciak hu," tukas Siau
Po. "Heh, sudah naik pangkat lagi," kata Tan Kin Lam.
Kui Ji Nio mendelik kepada Siau Po. "Kau toh keponakan Gouw Sam Kui, tetapi
tubuhmu di kerajaan Ceng dan hatimu di kerajaan Beng, apakah kau bermaksud
membasmi saudaramu sendiri?" tanyanya ketus.
"Aku bukan keponakan Gouw Sam Kui, Gouw Sam Kui juga bukan cucuku!" sahut
Siau Po seenaknya. "Siau Po! Di hadapan orang tua, jangan kurang ajar! Ayo, cepat menyembah dan
minta maaf!" Bentak Tan Kin Lam. Siau Po mengiakan Meskipun dia menjatuhkan dirinya berlutut, tapi melakukannya
dengan keenggan-engganan.
Kui Heng Su mengibaskan tangannya dan tubuh Siau Po pun terangkat bangun.
Bersama-sama istri dan anaknya, dia melangkah ke luar, Meskipun dia sadar tempat di
sekitar situ masih terpencil dan tidak ada sebuah penginapan atau pun rumah makan,
tapi dia lebih memilih menyusahkan diri tinggal di tempat terbuka serta menahan lapar.
Tampaknya mereka benar-benar enggan bersama-sama dengan orang-orang Thian Te
hwe. Sejak kecil Kui Tiong tidak mempunyai teman bermain, melihat Siau Po yang pandai
bicara, serta usianya yang masih kecil, dia merasa senang sekali, Karena itu dia
menggapaikan tangannya. "Bocah cilik, kau ikut dengan aku, temani aku bermain-main!" katanya.
"Kau membunuh temanku, aku tidak sudi bermain-main denganmu!" sahut Siau Po.
Tiba-tiba terasa angin berhembus, sesosok bayangan berkebat, Kui Tiong mencelat
ke depan dan mencengkeram Siau Po. Gerakannya benar-benar cepat Tan Kin Lam
baru saja terluka, gerakannya tentu saja tidak leluasa, Apalagi jaraknya juga agak
jauh. sedangkan para anggota Thian Te hwe lainnya yang lebih dekat saja tidak ada satu pun
yang sempat mencegah. Kui Tiong tertawa terbahak-bahak. "Kau temani aku bermain petak umpet. Kali ini kita
harus main sampai puas!" katanya.
Wajah Kui Heng Su tampak kelam "Anakku, lepaskan dia!" bentaknya, Kui Tiong
tidak berani membantah ucapan ayahnya, Terpaksa dia melepaskan Siau Po. Bibir-nya
langsung dower, hampir saja dia menangis tersedu, Kui Ji Nio cepat-cepat
menghiburnya. "Anakku, jangan bersedih, nanti ibu belikan dua orang budak untuk temanmu
bermain," katanya . "Aku tidak suka budak belian, aku suka bocah itu, Mak, kita beli saja dia!"
Kui Heng Su melihat sikap anaknya hanya membuat malu saja, Cepat-cepat dia
menarik tangan anaknya lalu diajaknya ke luar.
Para anggota Thian Te hwe saling berpandangan. Mereka sama-sama merasa Gouw
Liok Kie adalah seorang pendekar di jaman ini, sungguh mengenaskan harus mati di
tangan seorang idiot, Benar-benar suatu hal yang membuat hati penasaran.
"Suhu!" panggil Siau Po. "Aku akan mengundang Kakak nenek keluar agar bisa
bertemu muka dengan kalian." Bersama Song Ji, dia berjalan ke ruangan belakang,
ternyata Ho Ie Siu sudah pergi, sedangkan Sam Nay Nay mengatakan bahwa sebagai
kaum perempuan rasanya tidak leluasa bertemu dengan rombongan dari Thian Te hwe,
karenanya dia hanya menyuruh beberapa pembantu keperluan mereka.
Keesokan harinya, Siau Po berpamitan dengan tuan rumah lalu berangkat ke
kotaraja bersama-sama rombongan Tan Kin Lam.
"Siau Po, pasangan suami istri berniat membunuh raja Tatcu, tapi dia sudah berjanji
untuk merundingkan caranya dengan kita sebelum turun tangan, sesampainya di
kotaraja, kau tidak boleh menyampaikan urusan ini kepada si raja cilik, jangan sampai
dia mengadakan persiapanmu" kata Tan Kin Lam.
Sebetulnya memang pernah terselip niat itu dalam hati Siau Po, tapi Tan Kin Lam
telah memperingatkannya, karena itu dia terpaksa menyahut.
"Tentu tidak, dia merupakan raja Bangsa Tatcu yang telah merebut negara kita, Aku
menjadi pembesar dalam pemerintahan kerajaan Ceng juga atas perintah Suhu, mana
mungkin aku mengungkapkan masalah ini kepadanya?"
"Baguslah kalau begitu, Apabila kata-katamu sekarang ini tidak tulus dan di
kemudian hari kau melakukan perbuatan yang tidak terpuji, aku akan menjadi orang
pertama yang tidak sudi mengampunimu!" kata Tan Kin Lam tegas.
"Suhu, harap kau jangan khawatir!" sahut Siau Po. Tapi dalam hati dia berkata, - Aku
justru yang rada khawatir -Diajaknya Song Ji, serta rombongan Ci Thian Coan untuk menemui Thio Yong dan
Tio Liang Tong, mereka menggiring si permaisuri palsu ke kotaraja.
Begitu sampai di gedung tempat tinggalnya, Siau Po langsung teringat kepada kaisar
Kong Hi. - Si Raja cilik adalah temanku, bagaimana mungkin aku membiarkannya mati di
tangan ketiga ekor kura-kura itu. Ah! Ada! Aku akan pergi ke istana dan menyiapkan
penjagaan yang ketat Aku toh telah berjanji kepada Suhu untuk tidak menyampaikan
urusan ini kepada si Raja cilik. Tapi dengan ketatnya penjagaan, aku bisa
menggagalkan usaha para kura-kura itu tanpa harus membocorkan rahasia, -Dengan membawa pikiran demikian, Siau Po bermaksud berjalan ke luar, tapi baru
sampai di depan pintu, dia melihat Tan Kin Lam dan yang lain-Iainnya juga sudah
sampai. Dalam hati Siau Po mengeluh.
-- Mengapa mereka begitu cepat sampai kemari" - Terpaksa dia pura-pura
membangkitkan semangatnya dan menyambut mereka dengan tersenyum ramah.
Tidak lama kemudian, para anggota Thian Te hwe yang lain juga mulai berdatangan.
Kemudian tampak Bhok Kiam Seng ikut hadir bersama-sama Liu Tay Hong, Yau Tay
Say cu Gouw Lip Sin, Sin Jiu Ki Su Sou Kang, Orang-orang Bhok onghu sudah
beberapa hari berada di kotaraja. Begitu mendapat kabar, mereka segera berkumpul di
tempat kediaman Siau Po. Mereka menikmati hidangan yang disajikan oleh Siau Po. Setelah selesai, mereka
harus menunggu agak lama juga baru Kui Heng Su muncul dengan anak dan istrinya,
Siau Po menyuruh orangnya menyiapkan meja hidangan kembali, tapi Kui Ji Nio segera
berkata dengan nada tawar, "Kami sudah makan."
Kui Tiong mengedarkan pandangannya ke sana ke mari, Dia melihat ruangan tempat
tinggal Siau Po ini mewah sekali.
"Bocah cilik, dekorasi ruanganmu ini ternyata tidak kalah dengan tempat tinggal Peng
Si Ong, Rupanya kau tidak berbohong ketika mengatakan bahwa Gouw Sam Kui adalah
pamanmu," katanya. "Betul, Gouw Sam Kui memang,..." Tiba-tiba dia menghentikan ucapannya, Tadinya
dia hendak meniru ucapan Kui Tiong dengan mengatakan "Gouw Sam Kui adalah
pamanmu...." Tapi dia sadar, apabila dia meneruskan kata-katanya, gurunya, Tan Kin
Lam pasti akan marah. Karena itu dia segera berganti haluan, "Kalau kalian sudah makan, mari kita ke
ruangan timur untuk minum teh saja!"
Setelah sampai di ruangan timur, mereka menikmati teh serta makanan kecil,
Setelah selesai, Siau Po menyuruh para pelayannya mengundurkan diri, Tan Kin Lam
juga memerintahkan beberapa anggota perkumpulannya untuk berjaga-jaga di sekitar
tempat itu. Kemudian dia baru menutup pintu rapat-rapat.
Tan Kin Lam segera memperkenalkan pasangan suami istri Kui Heng Su kepada
orang-orang dari Bhok onghu, Meskipun si kakek dan si nenek sudah lama
mengasingkan diri, tapi baik Liu Tay Hong maupun Gouw Lip Sin sekalian masih
mengagumi mereka. Kui Ji Nio merasa acara perkenalan sudah cukup, Dia segera membuka suara.
"Gouw Sam Kui telah mengerahkan pasukannya untuk menyerbu wilayah Ho Lam
dan Si Cuan. Tentara-tentaranya terdiri dari orang-orang yang sudah terlatih,
Kemungkinan mereka akan memperoleh hasil gemilang, Meskipun pada waktu dulu
Gouw Sam Kui pernah mengkhianati kita dan berpihak pada musuh, tapi bagaimanapun
dia tetap seorang Bangsa Han, bangsa kita. Jadi, menurut loya (suaminya) kami, lebih
baik kita bunuh saja raja Tatcu dan membiarkan Gouw Sam Kui berhasil dengan
pemberontakannya, Dalam keadaan yang kacau balau, kita malah bisa meraih banyak
keuntungan." "Memang sudah sepantasnya kalau raja Tatcu dibunuh, tapi dengan demikian,
bukankah sama saja artinya bahwa kita telah memberikan bantuan kepada Gouw Sam
Kui?" kata Bhok Kiam Seng menyatakan pendapatnya.
"Pada waktu dulu Gouw Sam Kui telah mencelakai Bhok ongya, Tidak heran apabila
Bhok kongcu sekarang tidak sudi melepaskannya, Tapi ada perbedaan antara Bangsa
Han dan Bangsa Boan. Pertama-tama kita bunuh dulu si Raja Tatcu, setelah itu, toh
masih belum terlambat untuk membuat perhitungan dengan Gouw Sam Kui!" kata Kui Ji
Nio. "Apabila Gouw Sam Kui sampai berhasil dengan pemberontakannya," ujar Liu Tay
Hong ikut memberikan pendapat "Tentu dia akan mengangkat dirinya menjadi raja.
Pada saat itu, apabila kita ingin membunuhnya, tentu tidak mudah lagi. Kalau menurut
pendapat boanpwe (aku yang lebih muda), lebih baik kita biarkan saja Gouw Sam Kui
ber-gontok-gontokkan dengan Raja Tatcu.
Paling baik kalau kedua belah pihak sama-sama hancur. Kita toh tinggal memungut
hasilnya, itulah alasannya mengapa boanpwe mengusulkan agar Raja Tatcu itu jangan
dibunuh dulu." Meskipun Liu Tay Hong juga sudah tua, tapi nama pasangan suami istri Kui Heng Su
lebih dulu terkenal daripadanya, Karena itulah dia membahasakan dirinya sendiri
boanpwe, sedangkan permusuhan antara Bhok onghu dan Gouw Sam Kui tidak
terkatakan dalamnya, Biar bagaimana mereka mengharapkan pengkhianat itu yang
dibunuh terlebih dahulu. "Gouw Sam Kui semata-mata hanya memikirkan rakyat Han. Kalau kalian tidak
percaya, di sini ada sepucuk surat pernyataan yang dibuat oleh Gouw Sam Kui ketika
mula-mula dia mengumpulkan orang-orang yang sehaluan dengannya untuk melakukan
pemberontakan." kata Kui Ji Nio pula.
Tan Kin Lam menyambut gulungan kertas yang disodorkan Kui Ji Nio kemudian
dibacanya. isinya antara Iain mengatakan bahwa Gouw Sam Kui merasa menyesal
sekali dahulu berpihak pada Bangsa Boan. sekarang dia baru sadar bahwa bangsanya
sendiri banyak yang tertindas. Karena itu dia ingin memperbaiki kesalahan dengan
menjatuhkan kerajaan Ceng,
"Di kemudian hari dia baru menyadari bahwa merupakan salah besar pada waktu
dulu memberikan bantuan kepada Bangsa Boan Ciu, tapi tentunya sudah terlambat Dia
harus mengokohkan kedudukannya dulu baru bisa menyusun kekuatan," kata Kui Ji Nio
pula. Liu Tay Hong mendengus dingin.
"Pengkhianat ini memang licik sekali, Apa yang dikatakannya dalam surat pernyataan
itu pasti bohong!" katanya.
"Tan Congtocu, harap kau membaca terus!" ujar Kui Ji Nio tanpa memperdulikan Liu
Tay Hong. "Baik!" sahut Tan Kin Lam. Dia pun meneruskan bacaannya, Gouw Sam Kui juga
menyatakan bahwa dia sama sekali tidak menduga bahwa merencanakan sesuatu itu
ternyata memakan waktu yang lama, Hampir tiga puluh tahun dihabiskannya untuk
menghimpun kekuatan serta merenungi penyesalannya.
Liu Tay Hong benar-benar tidak dapat menahan kekesalan hatinya lagi mendengar
isi surat pernyataan itu. Sambil menepuk meja keras-keras, dia berteriak.
"Kentut busuk! Kalau memang berhati anjing ini benar-benar menyesal dan lugiz
membangun kembali kerajaan Beng, mengapa pada waktu dulu dia membunuh kaisar
Eng Liok" Juga pangerannya" Urusan ini diketahui oleh semua orang di dunia ini,
bagaimana dia menyangkalnya?"
Para hadirin lainnya melihat Liu Tay Hong begitu marah, mereka benar-benar kagum
terhadap kesetiaan laki-laki tua ini. Dua belas tahun yang lalu, Gouw Sam Kui
membunuh kaisar Eng Liok beserta putranya di kota Kun Beng, dalam hal ini memang
dia menggunakan cara yang kejam dan licik.
"Apa yang dikatakan Liu toako memang tidak salah, Niat Gouw Sam Kui pasti tidak
baik, Aku rasa anak kecil berusia tiga tahun pun tidak percaya dengan kata-katanya.
Tapi kami berniat membunuh raja Tatcu, hal ini demi membangun kembali kerajaan
Beng, sama sekali bukan untuk membantu Gouw Sam Kui agar dapat menjadi raja,"
kata Kui Ji Nio. "Biarkan aku teruskan dulu membaca surat pernyataan ini," kata Tan Kin Lam.
"Setelah selesai, kalian boleh merundingkannya kembali." Dia pun membaca kembali
isinya memang menggunakan bahasa yang terlalu dalam, Apabila tidak disertai
penjelasan, hanya beberapa gelintir dari mereka yang bisa mengerti isinya.
"Siau Po, tulisan yang barusan kubacakan mengungkit dirimu," kata Tan Kin Lam.
Siau Po sejak tadi mendengar penjelasan yang diberikan oleh gurunya mengenai isi
surat pernyataan itu. Dia merasa senang juga mendengar perdebatan mereka, Tiba-tiba
gurunya mengatakan bahwa dalam surat pernyataan itu Gouw Sam Kui juga menyebutnyebut
namanya, tentu saja dia menjadi terkejut dan girang.
"Suhu, apa yang dikatakannya" Hm! Telor busuk itu pasti menjelek-jelekkan aku!"
kata Siau Po. "Dia mengatakan bahwa situasi dalam pemerintahan sekarang sudah semakin
berantakan Sistimnya tidak bisa dijadikan pegangan lagi. Ada orang yang tidak
berpendidikan sama sekali, belum cukup umur, tapi hanya dengan pandai mengambil
hati saja bisa menduduki jabatan yang tinggi. Coba kau pikir, kalau bukan kau yang
dimaksudkan olehnya, siapa lagi?" kata Tan Kin Lam.
"Bagaimana dengan dia sendiri" Kedudukannya lebih tinggi dari aku, tentunya dia
juga lebih tidak berpendidikan daripada aku," sahut Siau Po.
Para anggota Thian Te hwe tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Siau Po
yang lucu. "Memang betul! Kalau orang yang tidak berpendidikan saja bisa menduduki sebuah
jabatan dalam kerajaan, pasti orang yang pangkatnya lebih tinggi lebih bodoh lagi!
Padahal, jabatan Gouw Sam Kui dalam kerajaan Ceng sudah sulit dicari tandingannya,"
kata Liu Tay Hong. Tan Kin Lam meneruskan bacaannya, isinya yang terakhir mengatakan bahwa Gouw
Sam Kui telah berhasil menemukan pangeran ketiga dari Cu Goan Ciang. Apabila
pemberontakannya berhasil, dia berjanji akan mengangkat pangeran ketiga atau Cu
Sam taycu itu untuk menjadi kaisar baru.
Diantara orang-orang yang hadir di dalam ruangan itu, boleh dibilang Tan Kin Lam
dan Bhok Kiam Senglah yang pernah mengenyam pendidikan tinggi. Selain mereka
berdua, yang lainnya hanya bisa membaca sedikit-sedikit saja, Karena itu meskipun
dalam hati merasa kata-kata dalam surat pernyataan di bagian terakhir itu ada sedikit
yang terasa janggal, tapi mereka tidak bisa mengatakan apanya yang janggal.
Bhok Kiam Seng merenung sekian Iama. Kemudian dia baru berkata.
"Tan Congtocu, Gouw Sam Kui berjanji akan mengangkat Cu sam tay cu tersebut
menjadi kaisar, mengapa dia tidak menunggu sampai usahanya berhasil dulu baru
mengatakannya" Lagipula, kami tidak pernah tahu ada pangeran yang dipanggil Cu
sam taycu, jadi entah benar atau tidaknya, Kemungkinan dia sembarangan mencari
seorang bocah yang tidak mengerti urusan apa-apa dan diakuinya sebagai Cu Sam
taycu, Bisa jadi dia hanya ingin menarik simpatik orang-orang gagah di negara kita ini
agar sudi membantunya," katanya.
Para hadirin segera menganggukkan kepalanya sebagai pertanda setuju dengan
pendapatnya. "Gouw Sam Kui menggunakan nama Cu sam taycu untuk menarik simpatik, aku rasa
hal ini memang tidak dapat diragukan lagi," kata Kui Ji Nio, "Kaisar Cu Goan Ciang
memang mempunyai seorang putra kecil hal ini diketahui kita semua, Tapi menurut
berita yang tersebar, pangeran itu terbunuh ketika masih kecil. Sekarang, kaisar Cu
Goan Ciang sudah meninggal tiga puluhan tahun, Kalau puteranya ternyata masih
hidup, usianya pasti sudah diatas tiga puluh tahun, tidak mungkin seorang bocah yang
tidak mengerti urusan apa-apa."
"Anak berusia tiga puluh tahun ke atas yang tidak mengerti apa-apa, toh bukannya
tidak ada," tukas Siau Po sambil melirik kepada Kui Tiong.
Mendengar kata-kata Siau Po, para hadirin langsung memperdengarkan tertawa geli.
Kui Ji Nio marah sekali ketika ingin mengumbarkan kedongkolan dalam hatinya, tibatiba
dia berpikir Apa yang dikatakan Wi Siau Po memang tidak salah, Buah hatinya
sendiri sudah hidup di dunia ini hampir empat puluh tahun lamanya, tapi tingkahnya
masih seperti seorang bocah kecil yang tidak mengerti apa-apa. Nenek tua itu menarik
nafas panjang. Cukup lama mereka berunding, Usul yang dikemukakan pun berbeda-beda, Ada
yang mengusulkan agar mereka meminjam tangan raja Tatcu untuk membunuh Gouw
Sam Kui, kemudian baru mencari jalan menjatuhkan raja tersebut.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi ada pula yang mengatakan bahwa sebaiknya mereka jangan membunuh Gouw
Sam Kui terlebih dahulu, Mereka harus membantunya menjatuhkan kerajaan Ceng.
Setelah kerajaan Beng dibangun kembali, mereka baru menentukan hukuman bagi
penghianat bangsa itu, pokoknya setiap orang mempunyai pandangan yang berlainan.
Karena itu, sampai sekian lama masih belum ada keputusan yang tetap, Akhirnya
pandangan mata mereka beralih kepada Tan Kin Lam. Mereka tahu Iaki-laki ini
berpandangan jauh dan berpendidikan tinggi Maka mereka mengharapkan Tan Kin Lam
dapat memberikan kepastiannya.
"Kita harus mengutamakan kepentingan umum. Kalau sekarang kita membunuh
Kaisar Tatcu, memang merupakan suatu keuntungan bagi Gouw Sam Kui. Akan tetapi
di samping itu, The ongya dari Taiwan bisa menggerakkan orang-orangnya dalam
waktu yang bersamaan. Dengan demikian kemungkinan Bangsa Boan bisa terusir dari
negara kita yang tercinta ini.
Pada waktu itu, apabila Gouw Sam Kui berniat mengangkat dirinya menjadi raja,
dengan pasukan The ongya dari Taiwan ditambah bantuan dari pihak Bhok onghu,
keinginannya itu pasti bisa dicegah dan kita bisa menguasainya, jangan lupa bahwa
masih ada saudara-saudara kita dari perkumpulan Thian Te hwe," kata Tan Kin Lam
memberikan pandangannya, "Ucapan Tan Congtocu ini, apakah tidak hanya memikirkan keuntungan pihak The
ongya dari taiwan saja?" tanya Sou Kang dengan nada dingin.
"The ongya sudah terkenal kesetiaannya terhadap negara, Apakah Sou heng masih
tidak mempercayai beliau?" sahut Tan Kin Lam.
"Kegagahan dan kebesaran jiwa Tan Congtocu, siapa pun sudah yakin, tapi
pengkhianat dan mata-mata musuh juga tidak kurang jumlahnya di samping The
Ongya," kata Sou Kang.
"Kata-katanya tidak salah juga," tukas Siau Po yang tidak dapat menahan mulutnya,
"Seperti pendekar yang berjuluk It Kiam Bu Hiat dan putranya sendiri, The Kek Song,
kedua-duanya bukan orang baik-baik."
Tan Kin Lam jadi terpaku sejenak mendengar ucapan Siau Po yang tidak berpihak
padanya. Tapi setelah direnungkan sesaat, dia merasa kata-kata bocah itu ada
benarnya juga, Akhirnya dia menarik nafas panjang.
"Mengusir Bangsa Tatcu adalah urusan yang paling penting," kata Kui Ji Nio.
"Mengenai siapa yang akan menjadi raja kelak, kita tidak usah memperduIikannya,
Menghancurkan kerajaan Ceng harus dilakukan, sedangkan dapat atau tidaknya
membangun kembali kerajaan Beng, dapat kita rundingkan perlahan-lahan, Mantan
kaisar Kerajaan Beng dulu juga bukan manusia baik-baik."
Baik Tan Kin Lam, orang-orang Bhok onghu maupun para saudara dari Thian Te hwe
adalah orang-orang yang setia terhadap kerajaan Beng, Mendengar ucapan Kui Ji Nio,
wajah mereka langsung berubah.
"Kalau bukan mengangkat keturunan mantan kaisar Cu Goan Ciang, apakah kita
harus mengangkat Gouw Sam Kui, si pengkhianat bangsa itu menjadi raja?" tanya Bhok
Kiam Seng dengan nada kurang senang.
Tiba-tiba Kui Tiong berteriak "Wah, Gouw Sam Kui orangnya baik sekali. Dia
menghadiahkan aku selembar kulit harimau putih sebagai mantel, apakah kalian sudah
pernah melihatnya?" Selesai berkata dia lalu mengeluarkan kulit harimau putihnya dan
direntangkannya Iebar-lebar agar dapat dilihat oleh setiap orang, wajahnya tampak
berseri-seri. "Anak kecil jangan mengacau di hadapan orang banyak!" bentak ibunya, "Di mata
Kui Siauya, selembar kulit harimau putih itu bahkan terlebih berharga daripada
penderitaan bangsa Han kita," sindir Sou Kang.
Kui Ji Nio marah sekali. "Anakku, bawa mantel itu ke mari!" bentaknya.
"Kenapa?" tanya Kui Tiong bingung, Kui Heng Su mengulurkan tangannya, Dicabutnya
pedang yang terselip di pinggang Kui Tiong, Tampak sinar pedang berkelebat,
pedang panjang itu menggores di bagian dada, punggung dan kiri kanan tubuh Kui
Tiong dengan kecepatan kilat. orang-orang yang hadir dalam ruangan itu terkejut
setengah mati, serentak mereka melompat bangun dari tempat duduk masing-masing.
Mereka mengira kakek tua itu akan membunuh anaknya, Tetapi setelah dilihat
dengan seksama, ternyata sehelai kulit harimau yang membalut tubuh Kui Tiong sudah
tertebas menjadi potongan-potongan kecil yang bertebaran ke mana-mana, sekarang
Kui Tiong hanya mengenakan sehelai pakaian biasa dan celana panjang dari bahan
katun. Gerakan Kui Heng Su benar-benar cepat dan telak, Goresan pedang di tangannya
begitu hebat sehingga tubuh anaknya sendiri tidak terluka sedikit pun. orang-orang yang
hadir dalam ruangan itu menjadi kagum sekali terhadap kelihaian si kakek tua.
Sementara itu, Kui Tiong begitu terkejutnya sehingga dia sempat termangu-mangu
untuk sesaat Kemudian terdengar dia terbatuk-batuk dan dengan suara meratap dia
berkata. "Tia, (ayah) Huk... Huk... aku...."
Kui Heng Su mengibaskan tangannya. Pedang panjang yang digunakannya tadi
masuk kembali ke dalam sarung di pinggang Kui Tiong, Lalu dia melepaskan mantelnya
sendiri dan digunakan untuk menutupi tubuh anaknya.
"Pakailah!" katanya.
Kui Ji Nio memunguti koyakan kulit harimau yang bersebaran di atas lantai dan
dimasukkannya ke dalam tungku perapian, Dalam sekejap mata api dalam tungku itu
menyala tinggi dan terciumlah bau sangit, Lambat laun serpihan kulit harimau itu
berubah menjadi abu. Siau Po menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Sayang! Sayang!" katanya.
"Mari kita pergi!" ujar Kui Heng Su sambil menarik tangan anaknya untuk berjalan
menuju pintu ruangan. "Kui tayhiap akan melakukan perbuatan besar, sudah seharusnya kita memberikan
bantuan!" kata Tan Kin Lam.
"Tidak perlu! Kami tidak pantas menerima uluran tangan Saudara!" sahut Kui Heng
Su sambil meneruskan langkah kakinya.
Siau Po tahu bahwa pasangan suami istri itu akan turun tangan segera, tentu tidak
ada waktu lagi memperingatkan kaisar Kong Hi. Dia berusaha menggunakan akal
menunda sedikit waktu, Karena itu dia berteriak.
"Kamar-kamar di dalam istana kaisar Tatcu, meskipun tidak sampai selaksa ruang,
paling sedikitnya ada lima ribu kamar, Tahukah kau kamar mana yang ditempati raja
Tatcu itu?" Kui Heng Su tertegun, Dia merasa ucapan Siau Po ada benarnya juga. Dia
memalingkan kepalanya dan bertanya.
"Apakah kau tahu?" Siau Po menggelengkan kepalanya, "Tidak ada yang tahu, Raja
Tatcu khawatir ada orang jahat yang akan membokong dirinya, karena itu setiap malam
dia selalu berganti kamar, Kadang-kadang dia tidur di Yang Cun Kiong, ada kalanya di
Keng Yang Kiong, kadang di Kam Hok Kiong, Cen Si Kiong, kemungkinan dia juga tidur
di Li Cing Kan, Ho Hua Kiok."
Sekaligus dia menyebutkan nama tujuh delapan kamar yang terdapat dalam istana,
Kui Heng Su sampai mengerutkan kening mendengarnya.
"Biarpun penjaga pribadi atau Thay-kam pribadi Raja sendiri tetap tidak tahu di mana
dia akan tidur malam ini," kata Siau Po pula.
"Lalu, bagaimana kita bisa menemukannya?" tanya Kui Heng Su.
"Pagi hari, kalau raja berada di ruang pertemuan, seluruh menteri dan penjaga pasti
berkumpul selain itu, kalau bukan dia sendiri yang memerlukan kita, sulit sekali kita
menemuinya," kata Siau Po.
Sebetulnya keadaan di dalam istana tidak tepat seperti yang digambarkan Siau Po.
Kaisar Kong Hi jarang berpindah-pindah kamar tidur. Tapi pasangan Kui Heng Su dapat
dikatakan orang dusun, mana mungkin mereka tahu keadaan di dalam istana"
Mereka malah merasa itulah cara terbaik bagi seorang raja untuk menghindarkan diri
dari pembokongan musuh, Karena itu mereka percaya sepenuhnya apa yang dikatakan
oleh Siau Po. Melihat wajah Kui Heng Su yang kelam, timbul semangat dalam hati Siau Po.
"Kui Loyacu, tahukah kau berapa jumlah selir Raja Tatcu?" tanyanya.
Kui Heng Su mendelik padanya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
"Menurut berita yang tersebar di luaran, di dalam istana ada enam pendopo besar
dan tiga istana pribadi. Di ruangan belakang yang terdiri dari ribuan kamar, ada tiga
ribu selir Raja, sebetulnya itu merupakan berita bohong yang dilebih-lebihkan saja.
Tetapi setidaknya selir raja memang ada sejumlah delapan ratus atau sembilan ratus
orang, Setiap malam dia jadi pengantin baru, Malam ini dia tidur di kamar selir ke tiga
ratus lima puluh satu, besok dia tidur di kamar selir yang enam ratus tujuh lima,
bahkan selirnya sendiri tidak pernah tahu dia akan tidur bersama siapa malam ini.
Ada malah yang menunggu sampai tiga empat tahun tapi masih belum mendapat
kesempatan digilir olehnya," kata Siau Po seenaknya.
"Siau Po, kau sudah cukup lama berdiam di dalam istana, tentu tahu cara
menemukannya, bukan?" kata Tan Kin Lam.
"Kalau pagi atau siang hari, rasanya masih bisa menemukannya Tapi kalau malam
hari, terus terang saja, aku sendiri tidak yakin," sahut Siau Po.
"Kalau begitu, besok kita semua menyamar menjadi apa saja, kau memimpin kami
masuk ke dalamnya." Bukankah kau pernah mengajak Cian heng dan Gouw jiko ini
masuk ke dalam istana?" kata Tan Kin Lam. Tangannya menunjuk Cian Lao Pan dan
Gouw Lip Sin. "Cian toako hanya sampai di dapurnya, sedangkan Gouw jiko begitu masuk ke dalam
istana langsung kepergok, Kalau ingin bertemu dengan rajanya sendiri, rasanya masih
jauh sekali jaraknya, Cian toako, Gouw jiko, bukankah benar apa yang kukatakan?"
tanya Siau Po. Baik Cian Lao Pan maupun Gouw Lip Sin terpaksa menganggukkan kepalanya,
Kenyataan-nya, kedua orang itu memang sudah pernah masuk ke dalam istana, tapi
untuk melihat wajah kaisar Kong Hi, tidak ubahnya seperti mencari sebatang jarum di
antara tumpukan jerami. "Tecu mempunyai sebuah akal," kata Siau Po.
"Akal apa?" tanya Tan Kin Lam cepat.
"Tecu besok akan menemui Sri Baginda, Dia pasti ingin berunding denganku cara
mengatasi pemberontakan Gouw Sam Kui. Tecu akan memancingnya keluar melihat
persiapan meriam, Kalau dia sudah keluar dari istananya, tentu lebih mudah turun
tangan terhadapnya, Baik berhasil maupun gagal, kita juga lebih mudah mengambil
langkah seribu. Dengan demikian, berkurang pula bahaya yang kita hadapi," sahut Siau
Po. Kui Ji Nio tertawa dingin.
"Masa Raja Tatcu akan mendengarkan omonganmu" Kalau sampai tiga tahun dia
belum keluar dari istananya juga, jadi kita juga harus menunggu sampai tiga tahun
lamanya" Kau mendorong sini menolak sana, tampaknya kau memang sengaja
menghalangi usaha kita ini!" katanya ketus.
"Kalau menyelinap ke dalam istana untuk membunuh raja, kami orang-orang dari
Bhok onghu juga sudah pernah mencobanya, Bila diceritakan malah memalukan saja,
Beberapa orang dari pihak Bhok onghu kami tewas di tempat itu. Bahkan adikku sendiri
bersama seorang sumoay bernama Pui Ie, Gouw susiok serta dua orang adik
seperguruannya yang lain malah tertangkap dan disekap dalam istana.
Pada saat itu kami semua sudah putus asa, untung saja ada Wi hiocu yang
membantu dari dalam sehingga mereka bisa meloloskan diri. Bukannya kami bernyali
kecil, tapi urusan ini benar-benar sulit dilaksanakan," kata Bhok Kiam Seng.
Kui Ji Nio menatap Siau Po dengan pandangan dingin.
"Aku kurang yakin dengan mengandalkan seorang bocah cilik seperti engkau saja
bisa membebaskan mereka dari marabahaya!" katanya ketus.
"Meskipun usia saudara Wi ini masih muda, tapi jiwanya gagah dan suka menolong,
Berkat kecerdasan dan akalnya, kami beberapa bersaudara baru berhasil
mempertahankan jiwanya masing-masing," kata Gouw Lip Sin cepat.
"Apa yang gagal dilakukan oleh orang-orang Bhok onghu, belum tentu gagal
dilakukan oleh orang she Kui," kata Kui Ji Nio sinis.
Liu Tay Hong langsung berdiri dari tempat duduknya.
"llmu silat pasangan suami istri Kui Heng Su sudah lama terkenal, mana mungkin
kami orang-orang dari Bhok onghu sanggup menandinginya. Kalau kalian berdua ingin
turun tangan segera, harap berangkatlah secepatnya, Biar kami menunggu berita baik
dari sini," katanya.
Salah seorang anggota bagian Hong Sun Tong dari perkumpulan Thian Te hwe ikut
berbicara. "Wi hiocu, sebaiknya kau ikut saja kembali ke istana, Kalau kedua locianpwe ini
menyelinap ke sana dan tertangkap, toh kau sudah siap siaga memberikan pertolongan
kepada mereka!" Kata-katanya ini sudah terang merupakan sindiran bagi pasangan
suami istri Kui Heng Su. Dia merasa benci karena si nenek dan putranya telah membunuh hiocu mereka,
Gouw Liok Kie. Karena itu, meskipun di hadapan ada Tan Congtocu mereka di sana,
dia tidak memperdulikan begitu banyak lagi.
Dalam hati Siau Po memaki.
-- Kalau sampai ketiga ekor kura-kura ini menyelinap ke dalam istana kemudian
tertangkap, biarpun kepalaku ini akan dipenggal, aku tetap tidak akan memberikan
bantuan apa-apa! Meskipun dalam hati memaki, di luarnya dia justru tertawa dan berkata.
"Mana mungkin ketiga pendekar besar dari keluarga Kui ini bisa tertangkap oleh para
Sie Wie" jumlah Sie Wie dalam istana hanya delapan ribu orang lebih. Asal Kui siauya
terbatuk-batuk beberapa kali saja, para Sie Wie itu pasti akan terpental ke mana-mana
dan tidak dapat bangkit lagi!"
Beberapa anggota perkumpulan Thian Te hwe serta orang-orang dari pihak Bhok
onghu tidak dapat menahan dirinya untuk tidak tertawa-tawa, Kui Tiong sendiri ikut
tertawa, "Benarkah apa yang kau katakan" Mereka takut mendengar suara batukku
yang Huk... Huk.,." Huk... Huk...." Begitu bangganya Kui Tiong sampai sengaja
memperdengarkan suara batuknya berulang kali.
Pasangan suami istri Kui Heng Su marah sekali, masing-masing mencekal sebelah
lengan anaknya kemudian diseretnya ke Iuar.
"Kui tayhiap, jangan marah, cayhe mempunyai sebuah siasat!" kata Tan Kin Lam
cepat. Kui Ji Nio tahu bahwa Tan Kin Lam cerdas dan banyak akalnya, Karena itu dia
membalikkan tubuhnya dan menunggu kelanjutan kata-katanya.
"Ketinggian ilmu silat pasangan suami istri Kui tayhiap tentu tidak perlu diragukan
lagi. Kemungkinan di dalam dunia kangouw sekarang sudah sulit dicari tandingannya.
Tapi biar bagaimana kalau kalian menyelinap ke dalam istana, jumlah musuh tidak
terkirakan banyaknya, Bahaya yang akan dihadapi juga bukan main besarnya,
sebaiknya kita rundingkan kembali jalan yang terbaik..."
"Huh!" dengus Kui Ji Nio yang memotong perkataan Tan Kin Lam. "Aku kira kau
mempunyai siasat yang jitu!" Kembali dia membalikkan tubuhnya dan berjalan ke luar.
Liu Tay Hong dan Gouw Lip Sin berdiri serentak dan menghambur ke depan, Mereka
menghadap di depan pintu.
"Kalau kalian ingin memberikan bantuan kepada Gouw Sam Kui, kami orang-orang
dari Bhok onghu tidak dapat menurutnya!" bentak Liu Tay Hong.
"Apa" Rupanya kalian ingin berkelahi?" teriak Kui Ji Nio tidak kalah garangnya.
"Kalian boleh bunuh dulu kami dua bersaudara, Setelah itu baru keluar pintu itu dan
membantu Gouw Sam Kui!" kata Liu Tay Hong pula.
"Siapa yang bilang kami akan membantu Gouw Sam Kui?" teriak Kui Ji Nio.
"Meskipun kalian tidak berminat memberikan bantuan kepada Gouw Sam Kui, tapi
apabila usaha kalian nanti berhasil, berarti kalian telah meringankan beban si
pengkhianat bangsa itu. Pada saat itu, tentu sulit lagi bagi kami untuk
mengendalikannya!" kata Liu Tay Hong.
"Minggir!" bentak Kui Heng Su sambil maju satu langkah.
Liu Tay Hong merenggangkan kedua tangannya. Kui Heng Su mengulurkan
tangannya untuk mencekal dada lawannya, Liu Tay Hong menggerakkan tangannya
untuk menyambut serangan itu, Terdengar suara Plak! Kedua telapak tangan beradu.
Tampak tubuh Liu Tay Hong terhuyung-huyung, wajahnya langsung berubah pucat
pasi. "Aku hanya mengerahkan tenaga sebanyak lima bagian," kata Kui Heng Su.
Sembari menggelengkan kepalanya, Gouw Lip Sin berkata.
"Kau boleh mengerahkan tenagamu sebanyak sepuluh bagian, Bunuh saja kami dua
kakak beradik!" teriaknya.
"Sepuluh bagian juga boleh!" kata Kui Heng Su tidak mau kalah.
Kui Tiong mendahului ayahnya menerjang ke depan, Sebelah lengannya disurutkan
ke belakang, sedangkan tangan satunya lagi menghantam ke depan. Gouw Lip Sin
menggerakkan tangannya untuk melancarkan sebuah serangan, tapi tiba-tiba Kui Tiong
menyurutkan tangannya ke belakang sehingga serangan Gouw Lip Sin pun menubruk
tempat kosong. Kui Tiong menggunakan kesempatan ketika Gouw Lip Sin menarik tangannya
kembali untuk melancarkan serangan, Gerakannya secepat kilat, tahu-tahu jalan darah
penting di dada Gouw Lip Sin sudah tercekal olehnya.
Tan Kin Lam cepat-cepat menghambur kedepan.
"Semuanya toh orang sendiri, jangan menggunakan kekerasan!" katanya
menasehati. "Sejak tadi kita berdebat terus, Kalau begini, sampai kapan pun tidak bisa diambil
keputusan. Begini saja, lebih baik kita melemparkan dadu untuk mencoba peruntungan
masing-masing, Kalau pihak Kui loyacu menang, kita bukan saja tidak boleh
menghalangi kepergiannya, malah boanpwe akan menjelaskan secara terperinci
keadaan dalam istana," ujar Siau Po menengahi.
"Bagaimana kalau pihakmu yang menang?" tanya Kui Ji Nio.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalau kebetulan aku yang menang, kalian harus menunda urusan ini. Setelah Gouw
Sam Kui mati, kalian baru boleh membunuh Raja Tatcu," sahut Siau Po.
Kui Ji Nio merenung sejenak.
- Kalau kita memaksakan diri, kemungkinan orang-orang pihak Bhok onghu akan
menyampaikan kabar ini secara diam-diam kepada Raja Tatcu, Bagaimanapun urusan
ini memang sulit dijalankan, lebih baik aku ikuti saja kemauannya, -- katanya dalam
hati. Dengan membawa pikiran demikian, dia menoleh kepada si kakek.
"Suamiku, bagaimana menurut pendapatmu?" tanyanya.
Kui Heng Cu menoleh kepada Siau Po.
"Bocah, kalau kau sampai kalah, awas kalau kau tidak menepati janjimu!" katanya.
Siau Po tertawa, "Ucapan seorang laki-laki sejati berat sekali, kuda mati pun sulit mengejarnya. Raja
Tatcu toh bukan ayahku, untuk apa aku melindunginya" Biarpun demikian, kalau
menang harus menang secara gagah, kalah pun harus habis-habisan, Siapa pun yang
kalah atau menang, pokoknya tidak boleh ada rasa dendam," sahutnya.
Tan Kin Lam merasa bahwa ucapan Siau Po yang terakhir tepat sekali.
"Urusan ini menyangkut kepentingan negara, Apakah usaha kita akan mencapai hasil
atau tidak, sekarang ini masih sulit dikatakan Orang jaman dulu sering menggunakan
Ciok Pue (Sepasang kayu yang dilemparkan di atas lantai) untuk menentukan pilihan,
kita menggunakan dadu, intinya tidak jauh berbeda, Biarlah kita ikuti kehendak Thian
Yang Kuasa," katanya.
"Anakku, lepaskan tanganmu!" kata Kui Ji Nio.
"Aku tidak mau!" sahut Kui Tiong.
"Adik kecil ini ingin mengajakmu bermain dadu," kata Kui Ji Nio.
Kui Tiong senang sekali, Dia segera melepaskan tangannya, Dibebaskannya totokan
pada tubuh Gouw Lip Sin. Si Yau Tau Say Cu merasa ngilu di dadanya, Pernafasannya
pun tersendat-sendat sehingga dia tidak henti-hentinya menggelengkan kepalanya.
"Kui Siauya, harap kau keluarkan dadumu, Kita pakai kepunyaan kalian saja," kata
Siau Po. "Dadu" Aku tidak punya. Kau punya tidak?" sahut Kui Tiong.
"Aku juga tidak punya, Saudara sekalian, apakah di antara kalian ada yang punya
dadu?" tanya Siau Po.
Para hadirin menggelengkan kepalanya, Dalam hati mereka berpikir.
- Kami toh bukan penjudi, buat apa bawa-bawa dadu" "Kalau tidak ada dadu, pakai uang logam saja!" kata Kui Ji Nio.
"Lebih baik menggunakan dadu saja! Lebih adil Namanya juga adu peruntungan, Di
luar banyak para serdadu, di antara mereka pasti ada yang suka bawa dadu," kata Siau
Po. Tanpa menunggu persetujuan dari yang lainnya, dia segera berjalan ke luar.
Begitu keluar dari ruangan sebelah timur itu, dia masuk ke dalam ruangan besar. Dari
dalam saku dia mengeluarkan dadunya, Dadu itu merupakan benda mustika baginya
yang selalu dibawanya ke mana-mana.
Tapi kalau tadi ia langsung mengeluarkannya, pasangan suami istri Kui Heng Su
pasti akan curiga, Dia duduk beberapa saat di dalam ruangan itu, kemudian baru
berjalan kembali ke ruangan sebelah timur Sambil tertawa dia berkata.
"Aku sudah mendapatkan dadunya."
"Bagaimana cara taruhannya?" tanya Kui Ji Nio.
"Aku sama sekali tidak mengerti cara bermain dadu, Kui Siauya, apakah kau tahu
cara bermain dadu?" Siau Po malah bertanya kepada Kui Tiong.
Kui Tiong meraih dua buah dadu dari atas meja.
"Kita adu kecepatan dan ketepatan," katanya sambil melemparkan kedua dadu itu,
Gerakannya tidak istimewa, tapi ternyata kedua dadu itu melayang ke depan dan tanpa
suara sedikit pun menancap ke dalam dinding dengan posisi horisontal.
Orang-orang yang hadir dalam ruangan itu secara diam-diam merasa kagum sekali,
Meskipun laki-laki penyakitan itu tampangnya ketolol-tololan, tapi rupanya memiliki
ilmu yang cukup tinggi. "Aku pernah menyaksikan orang bermain dadu, yang dipertaruhkan adalah jumlah
angkanya yang besar atau kecil, bukan menggunakannya seperti senjata rahasia," kata
Siau Po. "Betul," kata Kui Ji Nio. "Kalian masing-masing melemparkan dadu itu satu kali, siapa
yang angkanya lebih besar maka dialah yang menang."
Siau Po berpikir dalam hati.
- Kalau hanya bertaruh satu kali, kemungkinan peruntungannya bagus dan bisa
mendapatkan angka paling besar, -Dengan membawa pikiran demikian, dia segera berkata.
"Begini saja, kita masing-masing melemparkan dadu-dadu itu sebanyak tiga kali,"
Bagi Kui Tiong, semakin banyak kesempatan melemparkan dadu semakin
menyenangkan. "Begini saja, kita masing-masing melemparkan dadu sebanyak tiga ratus kali, Yang
angkanya lebih besar dua ratus kali, berarti dialah yang menang," katanya.
"Mana mungkin menggunakan cara yang demikian merepotkan" Masing-masing
melemparkan dadu sebanyak tiga kali saja," kata Kui Ji Nio.
Ci Thian Coan mengorek keluar kedua biji dadu yang melesak ke dalam tembok
penyekat lalu di-taruhnya di atas meja.
"Kui Siauya, silakan, biar kau duluan!" kata Siau Po.
Kui Tiong mengambil dadu dari atas meja.
Dengan tertawa terkekeh-kekeh, dia menggerakkan tangannya dengan maksud
melemparkannya, tapi keburu dicegah oleh Kui Ji Nio.
"Tunggu dulu! Kalau kebetulan kami yang menang, apakah orang-orang dari Bhok
onghu termasuk dalam pertaruhan ini?" tanya Kui Ji Nio.
Tadi Liu Tay Hong sudah bergebrak satu kali dengan Kui Heng Su, sampai sekarang
dadanya masih terasa sesak dan darahnya terasa masih bergejolak, Dia sadar bahwa
ilmu pasangan suami istri dari Bhok onghu mereka, belum tentu sanggup mencegah
keinginan sepasang kakek nenek itu untuk membunuh Raja Tatcu, Karena itu dia
segera menganggukkan kepalanya,
"Apa pun kehendak Thian Yang Kuasa, kita lihat saja dari hasil pertaruhan kalian
berdua," kata Bhok Kiam Seng.
"Bagus!" seru Kui Ji Nio. Kemudian dia menoleh kepada putranya dan berkata
kembali "Lemparlah dadu itu, semakin besar angkanya semakin bagus!"
Kui Tiong memperhatikan enam biji dadu yang sekarang ada dalam genggaman
tangannya dengan seksama.
"Yang besar titiknya ada enam, angka paling kecil dua. Masih ada satu lagi yang
lekukkannya dalam," katanya.
"Yang ada lekukkannya itu berarti satu titik, merupakan angka terkecil," kata Kui Ji
Nio menjelaskan. "Aneh-aneh saja, Angka empat titiknya berwarna merah semua," kata Kui Tiong.
Dia menggerakkan tangannya, terdengar suara plak! Keenam biji dadu itu pun
melesak ke dalam meja dengan titik enam di sebelah atas. Rupanya dia menggenggam
biji-biji dadu itu dengan kedua tangannya dirapatkan titik satu diletakkan di sebelah
bawah, Begitu dia menggebrak meja, enam biji dadu itu pun melesak ke dalam dengan
angka atau titik enam di atasnya.
Bagian 78 Orang-orang yang hadir dalam ruangan itu merasa terkejut juga geli, Laki-laki itu
tampaknya seperti orang penyakitan, tapi ternyata tenaga dalamnya mahir sekali, Tapi
di dunia ini mana ada orang yang bermain dadu seperti caranya itu"
"Anakku, bukan begitu caranya," kata Kui Ji Nio sambil menggebrak meja keraskeras
sehingga keenam biji dadu itu langsung mencelat ke luar dan diraih olehnya.
Kemudian dia melemparkannya asal-asalan.
"Berapa titik yang tampak di atas, itulah angka yang kau peroleh, bukannya
mengikuti kehendakmu sendiri," kata si nenek pula.
Orang-orang yang hadir dalam ruangan itu bersorak memuji gerakan si nenek yang
hebat tadi. "Begitu rupanya," kata Kui Tiong. Dia mengambil dadu-dadu itu dari atas meja
kemudian perlahan-lahan dilemparkannya, Di bagian atas terlihat dua puluh titik, Enam
biji dadu menghasilkan dua puluh titik sebetulnya sudah cukup bagus, peluangnya
untuk menang di atas lima puluh persen.
Siau Po mengambil dadu tersebut. Perlahan-lahan diputarnya dengan jari tangannya
untuk melakukan kecurangan secara diam-diam.
"Ganyang semua!" serunya sambil melemparkan keenam biji dadu itu di atas meja,
Lima biji dadu berhenti berputar dan titik yang terlihat di bagian atas berjumlah tujuh
belas, Dadu yang terakhir masih terus berputar Kalau menurut gerakan tangannya tadi,
dadu yang satu ini pasti akan menunjukkan enam titik.
Bila hal itu terjadi, berarti dia memperoleh dua puluh tiga titik dan dengan demikian
dialah yang akan memperoleh kemenangan atau satu nol. Tidak disangka-sangka dadu
itu menggelinding ke samping dan jatuh tepat ke dalam lubang yang dibuat oleh Kui
Tiong tadi, Dadu itu sempat bergetar sejenak kemudian berhenti, Titik yang terlihat
hanya satu, jumlah titik yang diperoleh Siau Po jadi delapan belas, berarti kali ini
dia kalah. "Meja itu ada lekukannya, yang ini tidak bisa dihitung, ulangi sekali lagi," kata Siau
Po sambil mengambil dadu-dadu itu dengan maksud melemparkannya kembaIi.
Tan Kin Lam menggelengkan kepalanya.
"Sudah takdir Thian Yang Kuasa, Siau Po, kau sudah kalah satu kali," katanya.
-- Masih ada dua kali, biar bagaimana aku harus mengalahkanmu! -- kata Siau Po
dalam hati, Dia mengembalikan dadu-dadu itu ke tangan Kui Tiong.
Kui Tiong yang sudah menang satu kali merasa bangga sekali, Perlahan-lahan dia
melemparkan dadu itu sekali lagi. Ternyata kali ini jumlah keseluruhannya hanya
sembilan titik. Orang-orang dari Bhok Onghu yang melihat hal itu bisa bernafas lega
sedikit. Tampaknya untuk permainan kali ini Siau Polah yang akan keluar sebagai
pemenang. Siau Po berjalan ke sudut meja. Dengan demikian jaraknya agak jauh dari keenam
lubang yang dibuat Kui Tiong tadi. Sekali lagi dia melemparkan dadunya, Kali ini enam
biji dadu itu semua memperlihatkan empat titik, Enam kali empat dua puluh empat, kali
ini benar-benar Siau Po yang menang, Dengan demikian kedudukkan mereka jadi seri.
Yang terakhir ini merupakan babak penentuan Giliran Kui Tiong melemparkan
dadunya, Keenam biji dadu itu berputar sampai lama sekali di atas meja, Ketika
berhenti, tampaklah jumlahnya tiga puluh satu titik, Angka yang tinggi sekali.
Wajah orang-orang Bhok onghu berubah kelam seketika, Dalam hati mereka berpikir,
bahwa untuk memenangkan tiga puluh satu titik ini, orang harus mempunyai
peruntungan yang besar sekali, Dengan kata lain harus terjadi keajaiban.
Siau Po sendiri sama sekali tidak khawatir
-- pokoknya aku gunakan cara seperti tadi saja, Bisa mendapatkan tiga puluh empat
titik saja, berarti aku sudah menang, ~ katanya dalam hati, Jari tangannya secara
diamdiam menggerakkan dadu-dadu dalam genggamannya, Setelah yakin bahwa posisinya
sudah tepat, perlahan-lahan dia melemparkannya.
Dadu-dadu itu berputaran di atas meja, kemudian satu demi satu berhenti, Enanf titik,
lima titik, lima titik, enam titik, Empat biji dadu telah berhenti berputar jumlahnya
dua puluh dua titik, Dadu yang ke lima pun ikut berhenti, Yang terlihat enam titik,
sekarang jumlahnya menjadi dua puluh delapan titik, Dadu yang terakhir masih berputar Kalau
yang terlihat tiga titik, maka berarti seri, mereka harus bertaruh satu kali lagi.
Kalau yang keluar satu atau dua titik, berarti Siau Po kalah, Namun kalau yang keluar
empat, lima atau enam titik, dialah yang akan meraih kemenangan peluangnya untuk
menang kali ini malah di atas enam puluh persen. Dalam hati Siau Po tertawa, - Biar
aku mendapatkan tiga titik, berarti kedudukan kita seri, Tapi kalau kau melemparkan
dadu itu sekali lagi, peruntunganmu belum tentu sebagus tadi, -Dadunya mulai lambat, tampaknya akan berhenti pada titik enam,
"Bagus!" seru Siau Po. Tiba-tiba dadu itu membalik sekali lagi dan menggelinding.
"Ada setan!" teriak Siau Po yang terkejut sekali, Ketika dia melirik, tampak Kui Heng
Su sedang meniup pelan-pelan dan saat itulah dadunya menggelinding lagi. Rupanya si
kakek tua yang menjadi setannya, Dadu itu menggelinding ke dalam lubang yang dibuat
oleh Kui Tiong lalu berhenti.
Di bagian atas yang terlihat satu titik, orang-orang dalam ruangan itu langsung
mengeluarkan suara kecewa, Siau Po terkejut sekaligus mendongkol. Orang yang main
curang dengan mempelajari keahlian melempar sudah biasa ditemuinya, tapi orang
yang menggerakkan dadu ke sisi lain dengan mengerahkan tenaga dalam dan
meniupnya, dengar saja belum pernah. Tenaga dalam kakek tua itu sudah mencapai
taraf yang tinggi sekali, tiupannya pasti tidak diperhatikan oleh orang lain,
Kemungkinan anaknya, Kui Tiong bisa mendapat tiga puluh satu titik barusan juga bukan karena
peruntungannya yang bagus, tapi karena dibantu oleh bapak tuanya ini.
Wajah Siau Po merah padam.
"Kui loyacu, kau,., kau Hu,., Hu.,, Hu...." Begitu mendongkolnya Siau Po sehingga dia
tidak sanggup melanjutkan kata-katanya tapi hanya menirukan lagak kakek itu.
"Dua puluh sembilan titik, Kau sudah kalah!" kata Kui Heng Su sambil mengulurkan
tangannya meraih dadu-dadu dari atas meja kemudian diremasnya sekaligus. Tampak
beberapa butir bola kristal yang kecil-kecil berjatuhan di antara hancuran dadu
tersebut. Kui Tiong menepuk tangannya sambil tertawa-tawa.
"Bagus, bagus sekali! Apakah itu" Tampaknya seperti tetesan air tapi mengeluarkan
cahaya seperti uang perak!" katanya.
Siau Po melihat rahasianya telah terbongkar dia juga tidak bisa bersikeras lagi
tentang kecurangan si kakek tadi, Rupanya kali ini dia benar-benar kena batunya. Tapi
sebagai anak yang cerdik, dia pura-pura terpana.
"Oh, rupanya di dalam dadu itu ada bola-bola kristal, Loyacu, hari ini kau menambah
pengetahuanku, Tadinya aku mengira bahwa dadu itu terbuat dari tulang kerbau, tidak
tahunya bola kristal juga terbuat dari tulang kerbau. Wah, benar-benar hebat Kerbau
selain bisa membajak sawah, juga bisa menghasilkan bola kristal, hebat sekali!"
katanya. Kui Ji Nio tidak memperdulikan ocehannya.
"Sekarang kalian tidak bisa bilang apa-apa lagi, kan" Saudara Wi, harap kau
jelaskan situasi di dalam istana!" katanya.
Siau Po menatap gurunya, Tan Kin Lam menganggukkan kepalanya.
"lni merupakan takdir, Siau Po, kau harus menjelaskannya secara jujur!" katanya. Dia
tahu muridnya yang satu ini banyak siasatnya dan licik, karena itu dia menegaskan
dengan "secara jujur".
Hati Siau Po tergerak, dia segera mendapatkan akal bagus.
"Kalau sudah kalah, tentu tidak boleh ingkar," katanya, "Seorang laki-laki sejati boleh
membohong atau pun menipu, tapi hutang judi bagaimanapun harus dibayar, Ruangan
serta kamar-kamar di dalam istana jumlahnya terlalu banyak, maka biar dijelaskan juga
sulit dipahami Biar aku gambarkan petanya saja, Cian toako, Ci toako, harap kalian
temani para tamu, akan kubuat gambarnya sekarang juga!" Dia berdiri dan
melambaikan tangannya, Setelah itu dia berjalan ke luar. Dia segera masuk ke ruang
baca. Gedung tempat tinggalnya ini merupakan hadiah dari Kong Cin 0ng. Dalam ruang
baca terdapat minyak buku-buku dan di atas meja lengkap dengan peralatan tulis.
Karena ruang baca dan kalah judi mempunyai lafal yang sama yakni Su, maka
meskipun tulisannya berbeda, Siau Po khawatir akan mempengaruhi peruntungannya
dalam berjudi. Itulah sebabnya selama ini dia tidak pernah menginjakkan kakinya ke dalam ruang
baca ini. Begitu duduk di belakang meja, dia segera berseru.
"Gosokkan bak tinta."
Seorang pelayan segera melaksanakan perintahnya. Dia tahu majikannya itu tidak
pernah menggunakan alat-alat tulis tersebut, tiba-tiba hari ini dia disuruh menggosok
bak tinta, Diam-diam hatinya merasa kagum, mungkinkah tuan kecilnya ini seorang
yang berpendidikan tinggi, tapi tidak mau menonjolkan diri" Dienyahkannya pikiran
macam-macam dalam benaknya, cepat-cepat dia menyiapkan segala keperluan dan
mulai menggosok bak tinta itu.
Siau Po membentuk tangannya seperti cakar harimau, sekaligus dicomotnya Mo pit
dan dicelupkannya ke dalam bak tinta, Setelah itu perlahan-lahan dia mengangkatnya
dan dihentakkannya, Setetes besar tinta hitam jatuh di atas kertasnya yang dicampur
bahannya dengan air emas, sementara itu si pelayan terus memperhatikan tingkah laku
majikannya. - Rupanya Wi Tayjin bukan ingin menulis, melainkan belajar membuat lukisan dari
percikan air tinta seperti pelukis jaman dulu yang terkenal, Liang entah... apa
namanya. - pikir si pelayan. Kemudian dia melihat Siau Po membuat guratan panjang yang mencang-mencong di
sebelah kiri, Bentuknya kalau diperhatikan mirip dengan sebatang pohon Liu. Lalu dia
membuat sebuah titik lagi di sebelah kiri garis non lurus yang mirip batang pohon Liu
itu. Si pelayan benar-benar tidak mengerti gambar apa yang sedang dibuat oleh tuan
kecilnya, Dia melihat Siau Po menutul sebuah titik lagi di sebelah kanan garis itu.
Si pelayan masih terkagum-kagum dengan bakat tuannya, ketika tiba-tiba Siau Po
berkata. "Bagaimana dengan huruf "Siau" yang kubuat ini?"
Si pelayan terkejut setengah mati. Tadinya dia mengira gambar apa yang sedang
dibuat oleh Siau Po, tidak tahunya hanya menulis sebuah huruf "Siau", Cepat-cepat dia
memberikan pujiannya.

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagus, bagus sekali! Tulisan yang dibuat Tayjin mirip benar dengan lukisan,
sungguh mengagumkan !"
"Baik, sekarang kau keluar dan panggilkan Komandan pasukan Thio Yong!" kata
Siau Po pula. Si pelayan mengiakan lalu berjalan ke luar. Dalam hati dia berpikir.
-- Entah huruf apa yang akan ditulis tayjin di bawahnya, -- Biarpun dia memikirkannya
sampai kepalanya botak, pasti tidak tertebak.
Rupanya di bawah huruf "Siau" itu, Siau Po membuat sebuah lingkaran yang
tengahnya kosong, lalu di bawahnya dia menggurat pitanya agak melengkung,
bentuknya seperti capit kepiting tapi di tengahnya ditambah dengan garis melintang
yang lurus, Kalau diperhatikan dengan seksama, mungkin orang bisa mengerti bahwa
dia sedang mencoba menulis huruf "Cu"
Memang Siau Po ingin menulis nama Siau Hian Cu. Tapi karena dia tidak tahu
bagaimana huruf "Hian", maka dia membuat sebuah lingkaran sebagai tanda bahwa di
tengah masih ada huruf yang ketinggalan.
Dia ingat ketika berada di kuil Ceng Liang Si, kaisar Kong Hi pernah menurunkan
firmannya dengan lukisan, Siau Po merasa kagum sekali. sekarang dia ingin meniru
cara tersebut, Setelah mencoba menulis nama Siau Hian Cu, Siau Po menggambar
sebatang pedang yang ditancapkan di tengah-tengah lingkaran kosong yang mana
dimaksudnya dengan huruf "Hian"
Begitu selesai menggambar, keringatnya sudah bercucuran dengan deras, padahal
gambar yang dibuatnya aneh sekali, dibilang pedang tidak mirip dengan pedang,
dibilang golok, rasanya bukan juga. Tapi tepat pada saat itulah Thie Yong berjalan
masuk ke ruang bacanya. Siau Po melipat kertas itu lalu dimasukkannya ke dalam sebuah amplop dan
direkatnya dengan rapi, Setelah itu dia menyodorkannya kepada Thio Yong.
"Saudara Thio, di sini ada sepucuk surat yang penting sekali, Kau harus
membawanya ke istana untuk disampaikan kepada Sri Baginda. Kepada para Sie Wie
atau Thay-kam, kau katakan bahwa ini surat rahasia dariku, mereka akan
menyampaikannya segera, Ingat, jangan sampai kepergok orang lain!" katanya kepada
Rahasia Kampung Garuda 12 Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung Perjodohan Busur Kumala 23
^