Pencarian

Kaki Tiga Menjangan 36

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 36


pangeran yang datang berkunjung.
Siau Po segera meminta beberapa orang anggota Thian Te hwee untuk menyamar
sebagai petugas kerajaan dan menemaninya keluar, Dia khawatir kedua abang
angkatnya tiba-tiba berpaling muka dan melakukan hal yang tidak diinginkan sementara
itu, dia juga memerintahkan seorang anak buahnya untuk memanggil A Ki.
Tidak disangka-sangka, begitu bertemu, sikap pangeran Kaerltan mau pun si lhama
Shang Cie justru akrab sekali, mereka memuji kesetia kawanan Siau Po yang tinggi,
apalagi setelah melihat A Ki berjalan keluar tanpa kurang suatu apapun, hati pangeran
Kaerltan semakin berbunga-bunga. Pada saat itu, A Ki sudah berganti pakaian dan
berdandan dengan rapi. Siau Po tertawa. "Untung saja ilmu silat kedua kakakku ini tingginya tidak terkatakan sehingga berhasil
membunuh para siluman itu. Kalau tidak, jiwa adikmu ini pasti tidak dapat
dipertahankan lagi, Manusia-manusia siluman itu ilmunya tinggi, jumlahnya juga
banyak, tapi kakak berdua bisa mengalahkan mereka sampai lari terbirit-birit meskipun
jumlahnya jauh lebih sedikit, sungguh mengagumkan. Mari kita masuk ke dalam untuk
meminum beberapa cawan arak guna merayakan kembalinya kakak berdua."
Sudah terang pangeran Kaerltan dan Shang Cie diringkus oleh orang-orangnya Hong
kaucu dari Sin Liong Kau, untung saja Siau Po bersedia membebaskan Hong hujin
untuk ditukarkan dengan mereka berdua.
Tapi sekarang Siau Po justru mengatakan bahwa merekalah yang mengalahkan
manusia-manusia siluman itu sehingga lari terkocar-kacir, hal ini tentu saja membuat
terang wajah pangeran Kaerltan dan Shang Cie.
Wajah si lhama agak merah, di samping jengah, dia juga berterima kasih sekali
kepada Siau Po. sedangkan pangeran Kaerltan tentu saja dipuji sedemikian tinggi di
hadapan kekasih hatinya. Si pembesar cilik menyerukan orangnya agar menyediakan meja hidangan, dalam
sekejap mata semuanya sudah tersedia, Siau Po berdiri dan menyulang kepada kedua
kakak angkatnya, mulutnya yang manis terus memuji-muji mereka sehingga akhirnya
Shang Cie pun melupakan peristiwa memalukan di mana dirinya sampai kena diringkus
oleh orang-orang Sin Liong kau.
Tapi ketika Siau Po mengatakan bahwa ilmu silatnya terhitung nomor satu di dunia,
berkali-kali ia mengibaskan tangannya, karena dalam hati kecilnya dia menyadari
bahwa apabila hendak dibandingkan dengan Hong kaucu dari Sin Liong Kau, ilmunya
masih terpaut jauh sekali.
Setelah meneguk secawan arak, Shang Cie dan pangeran Kaerltan segera
memohon diri. "Kakak berdua, sebaiknya kalian berdua menulis sepucuk surat yang menyatakan
akan berpihak pada kami, surat ini akan kupersembahkan kepada Sri Baginda, Kelak
apabila Shang Cie toako menjadi Buddha Hidup dan jika menjadi "Semuanya
sempurna" (Cen ke erl hao), siauwtee juga akan mendampingi Sri Baginda memukul
tambur!" kata Siau Po.
Sembari mengedipkan matanya, dia berkata lagi dengan suara rendah, "Seandainya
Gouw Sam Kui benar-benar memberontak dan kakak berdua memberikan bantuan
kepada si raja cilik, urusan kita pasti akan menjadi kenyataan, bukan?"
Kedua orang itu senang sekali, mereka bilang bahwa apa yang dikatakan Siau Po
memang ada benarnya, Siau Po segera mengajak keduanya menuju ruang baca.
"Karena ilmu surat kakakmu ini kurang sempurna, sebaiknya adik yang menuliskan saja
surat pernyataan ini." kata pangeran Kaerltan.
Siau Po tertawa. "Namaku sendiri, hanya huruf "Siau" nya saja yang bisa kutulis dengan terpaksa, tapi
huruf "Po" nya sampai sekian Iama masih belum sanggup dikuasai apalagi menulis
surat pernyataan" Lebih baik kita panggil juru tulis saja!" sahutnya.
"Urusan ini sangat penting, tidak boleh diketahui oleh seorang pun!" kata Shang Cie.
"TuIis seadanya saja. Yang penting kita bukan akan mengikuti ujian negara, Sri Baginda
pasti tidak mementingkan apakah tulisan kita indah atau jeIek. Yang penting isinya
dapat dimengerti. Jari tangannya sudah terputus setiap ruasnya, tapi ternyata masih bisa menulis.
Diambilnya sehelai kertas dan ditulisnya sehelai surat pernyataan, kemudian dia juga
mewakili pangeran Kaerltan menulis surat pernyataannya, kemudian meminta pangeran
itu mencap jari jempolnya di bawah surat tersebut."
Sekali lagi ketiga orang itu bersumpah untuk menghadapi kesulitan bersama-sama
dan menikmati kesenangan bersama pula, Untuk selamanya tidak ada seorangpun
yang boleh melupakan tali persaudaraan di antara mereka. Setelah selesai, Siau Po
memerintahkan anak buahnya untuk membawakan tiga nampan uang emas yang
dibagikannya masing-masing kepada pangeran Kaerltan, Shang Cie serta A Ki. Lalu dia
juga menyuruh orang menyiapkan tandu, Dia sendiri yang mengantarkan mereka
sampai ke depan pintu gerbang.
Ketika kembali ke dalam ruangan, salah seorang anak buahnya melaporkan bahwa
Gouw Cie Yong yang sudah membawa para tahanan datang. Siau Po menyuruh Gouw
Cie Yong menunggunya di ruangan sebelah timur, dia sendiri yang membawa ketiga
tahanan tersebut ke dalam ruangan.
Dibukanya borgol yang membelenggu tangan mereka, kemudian memerintahkan
para petugas dan tentara jntuk mengundurkan diri, Dengan demikian di dalam ruangan
hanya tertinggal dia dan para anggota Thian Te hwee lainnya, Siau Po menutup pintu
ruangan itu rapat-rapat. Setelah itu dia menjura kepada ketiga orang tahanan itu.
"Hiocu bagian Ceng Bok Tong dari perkumpulan Thian Te hwee Wi Siau Po berserta
beberapa saudara lainnya mengunjuk hormat kepada Ku Kunsu, Cai Sian Cing serta
tuan Lu!" katanya. Tempo hari, Cai I Kuang menerima surat rahasia dari Gouw Liok Ki, saking
gembiranya, dia mengajak Lu Liu Liang bersama-sama ke Yang-ciu untuk menemui Ku
Yan Bu dengan maksud mengajaknya berunding.
Tidak disangka-sangka, dalam waktu yang bersamaan, Gouw Cie Yong sedang
menyelidiki syair yang dibuat orang itu dan akhirnya membawa sejumlah siwi untuk
melakukan penangkapan. Karena Cai I Kuang dan Lu Liu Liang sedang di sana, mereka
ikut terbawa sekalian. Begitu diadakan pemeriksaan dan penggeledahan di dalam saku Cai I Kuang pun
ditemukan surat rahasia dari Gouw Liok Ki, sehingga urusannya menjadi panjang.
Ketiga orang itu merasa benci dan menyesal Kalau hanya diri mereka saja yang
tertangkap, tapi surat yang berhasil disita itu menyangkut urusan negara yang penting
sekali Apabila rahasia itu sampai bocor, masalahnya bisa gawat!
Tapi sekarang mereka justru menghadapi peristiwa yang aneh! Ciam Cai tayjin dari
kerajaan Ceng ternyata merupakan seorang hiocu bagian Ceng Bok Tong dari
perkumpulan Thian Te hwee.
Rasa gembira dan terkejut membaur dalam hati ketiganya, mereka seakan berada
dalam alam mimpi. Tempo hari, ketika diadakan pertemuan besar membunuh kura-kura, Siau Po tidak
memperlihatkan wajahnya, Tapi Ci Thian Coan, Lie Liat Sek, Hian Ceng tojin dan yang
lainnya sempat berkenalan dengan Ku Yan Bu.
Liang bertiga pernah mendapat pertolongan dari Tan Kin Lam ketika menemui
bahaya di atas perahu dulu, begitu mengetahui bahwa anak muda yang mengaku
sebagai hiocu Thian Te hwee ini merupakan murid Tan Kim Lam, hilanglah kecurigaan
dalam hati mereka. Perasaan gembira langsung menyelimuti suasana dalam ruangan itu. Cai I Kuang
menjelaskan kata sandi berupa pepatah yang ditulis oleh Gouw Liok Kie dalam
suratnya, dengan demikian para anggota Thian Te hwee baru mengerti diam-diam
mereka merasa betapa bahayanya bila surat itu sampai terjatuh ke tangan lawan.
Lu Liu Liang menarik nafas panjang.
"Beberapa tahun yang lalu, saya bersama tiga orang rekan, salah satunya bernama
Oey Li Ciu, Oey heng, pernah mendapat pertolongan dari suhu anda. sekarang kami
kembali terjerumus dalam bahaya, ternyata andalan yang menolong kami. Memang
benar apabila orang mengatakan bahwa "Yang paling tidak berguna itu kaum pelajar",
Aih, budi besar kalian guru dan murid, terlebih-lebih tidak bisa dibalas lagi" katanya.
"Kita semua kan orang sendiri, mengapa tuan Lu demikian sungkan?" sahut Siau Po.
"Para tentara Yang-ciu tiba-tiba mendobrak pintu dan menyerbu masuk, saat itu aku
sudah merasa bahwa keadaannya tidak beres," kata Cai I Kuang, "Aku bermaksud
mencari kesempatan untuk merobek surat dari Gouw heng, tapi terlambat, perbuatanku
kepergok oleh salah seorang petugas, malah tanganku ditelikung ke belakang dan
langsung diborgol Surat itu pun disita, Aku sudah bertekad, apabila sampai dipaksa
berbicara, aku akan mengatakan bahwa orang yang berjuluk "Soat Tiong Tiat Kay" yang
namanya tercantum di bawah surat adalah Gouw Sam Kui. Toh selembar nyawa tuaku
ini tidak dapat dipertahankan lagi, biar bagaimana aku harus melindungi saudara Gouw
Liok Kie." Para anggota Thian Te hwee tertawa terbahak-bahak, mereka mengatakan bahwa
siasat itu sebetulnya bagus sekali.
"ltu sih karena keadaan yang terdesak saja, julukan "Soat Tiong Tiat Kay" telah
menggetarkan dunia persilatan, hampir setiap orang mengetahuinya, Apabila petugas
itu mencocokkan tulisan dalam surat itu dengan tulisan saudara Gouw Liok Kie, rahasia
ini pasti terbongkar." kata Cai I Kuang pula.
"Dua kali sudah kami hampir membocorkan rahasia saudara Gouw," kata Ku Yan Bu.
"Dan dua kali pula sempat tertolong, ini membuktikan bahwa usia bangsa Tat Cu di
negara kita pasti tidak panjang, Usaha saudara Gouw pasti akan berhasil. Tapi, biar
bagaimana sejak sekarang kita harus menutup muIut, belum tentu untuk ketiga kalinya
nanti, kita akan seberuntung ini!"
Para anggota Thian Te hwee setuju dengan pemikiran itu.
"Wi hiocu, bagaimana tanggapanmu dalam urusan ini?" tanya Ku Yan Bu pada Wi
Siau Po. "Sulit sekali mendapat kesempatan untuk bertemu dengan tuan-tuan bertiga, ada
baiknya kalian menginap di sini beberapa malam, Kita minum arak bersama, kemudian
aku akan memanggil pembesar anjing itu untuk menyaksikan dari samping, biar dia
terkejut setengah mati. Tapi kalau nyali orang ini terlalu besar, dan kita tidak bisa
membuatnya ciut, kita penggal saja kepalanya!" sahut Siau Po.
"Perbuatan itu memang bisa melampiaskan kedongkolan dalam hati kita, tapi
pelaksanaannya tidak mudah, Gouw Cie Yong adalah seorang pejabat dari kerajaan
Ceng, apabila Wi hiocu ingin membunuhnya, setidaknya harus ada kesalahan besar
yang telah dilakukannya." kata Ku Yan Bu sambil tersenyum.
Siau Po merenung sesaat "Ada! Harap tuan Cai menulis sepucuk surat, surat itu
ditulis oleh Gouw Sam Kui dan ditujukan kepada pembesar anjing ini, pembesar anjing
ini pernah membual, katanya kalau dihitung-hitung, dia masih ada tali persaudaraan
dengan Gouw Sam Kui. Kalau rasanya sulit menulis surat itu, tiru saja surat yang
ditulis Gouw toako, hanya namanya saja yang diganti siapapun yang bersekongkol dengan
Gouw Sam Kui, apabila aku memenggal kepalanya, si raja cilik pasti tidak keberatan."
katanya. Para anggota Thian Te hwee memuji kecerdikan hiocu mereka, Ku Yan Bu tertawa,
"Akal Wi hiocu ini bagus sekali Boleh dikatakan "Sekali bidik dua burung", selain bisa
menimpakan kesalahan terhadap Gouw Cie Yong, Gouw Sam Kui pun akan terbawabawa,
I Kuang heng, harap kau sudi menggerakkan penamu!" katanya.
Cai I Kuang tertawa gembira, "Tidak disangka hari ini kita bisa memajukan nama si
pengkhianat besar." ujarnya.
Siau Po sendiri tidak pernah sekolah, dia mengira menulis sepucuk surat itu pasti
sulit sekali, karenanya dia mengusulkan untuk meniru saja suratnya Gouw Liok Kie.
padahal Cai I Kuang, Ku Yan Bu dan Lu Liu Liang adalah orang sekolahan, kepintaran
mereka dalam hal tulis dan membaca, tidak ubahnya dengan kepandaian Siau Po
melempar dadu. Tapi Cai I Kuang dan yang lainnya juga tidak mengatakan apa-apa, mereka setuju
dengan usul Siau Po. Cai I Kuang segera mengambil sebatang pit dan tinta.
"Tahukah Wi hiocu siapa nama panggilan Gouw Cie Yong yang lain" panggilan kecil
misalnya" Kita ingin mengaitkan hubungan orang ini dengan Gouw Sam Kui, apabila si
pengkhianat itu menyebutnya dengan nama lain, orang pasti akan tambah percaya
kalau surat Gouw Sam Kui ini memang ditujukan kepadanya." kata Cai I Kuang.
"Kho toako, coba kau keluar dan tanya kepadanya." perintah Siau Po.
Kho Gan Ciau mengiakan, sejenak saja dia sudah kembali Iagi.
"Nama kecil pembesar anjing itu, Sien Yang, Dia bertanya mengapa aku ingin
mengetahui nama kecilnya, Aku bilang Ciam Cai tayjin ingin menulis surat ke kotaraja
agar sebelumnya Sri Baginda tahu jasa-jasa yang telah dibangun olehnya, Dia
kegirangan setengah mati dan cepat-cepat menyebut nama kecilnya." katanya.
Para hadirin tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Kho Gan Ciau.
Sekejap saja Cai I Kuang sudah selesai menyalin surat itu, dia membeberkannya di
atas meja lalu berpaling kepada kedua rekannya.
"Ku heng, Lu heng, bagaimana pendapat kalian?"
Ku Yan Bu dan Liu Lu Liang sama-sama melihat.
"Bagus, bagus!" puji mereka serempak.
Cai I Kuang segera menjelaskan isi suratnya. "Garis besarnya kurang lebih sama,
tapi ada beberapa pepatah yang kuubah, secara halus dikatakan Gouw Sam Kui
berambisi menjadi raja dan apabila berhasil, Gouw Cie Yong akan diberikan pangkat
besar." "Bagus! Memang si telor busuk Gouw Sam Kui itu hanya pura-pura menggunakan
nama kerajaan Beng untuk memberontak, apabila perbuatannya sampai berhasil, pasti
dia akan mengangkat dirinya sendiri menjadi raja, Tetapi kita mengumpamakan dia
sebagai Cu Goan Ciang, bukankah derajatnya jadi terlalu tinggi?" kata Siau Po.
"Lho, surat inikan dia yang menulisnya sendiri, jadi bukan kita yang mengatakannya
terlalu tinggi, dia sendiri yang mengangkat dirinya terlalu tinggi!" sahut Cai I Kuang.
Siau Po menepuk pahanya keras-keras.
"Betul! Aku sampai lupa bahwa surat ini ditulis oleh Gouw Sam Kui sendiri!" serunya.
"Lalu, nama siapa yang tercantum di bawahnya?"
"Asal orang membaca surat ini, pasti mereka langsung menduga Gouw Sam Kuilah
yang menulisnya. Tentu saja kita tidak boleh mencantumkan nama Peng Si-ong,
semakin tidak jelas nama pengirimnya, orang semakin percaya, Kita cantumkan saja
nama "Seseorang yang berpandangan jauh dari barat"." kata Ku Yan Bu.
Semuanya merasa pikiran Ku Yan Bu memang bagus sekali.
"Kami tidak boleh berdiam di sini terlalu lama, Sedikit kesalahan saja, rusaklah
rencana kita, sebaiknya kami memohon diri sekarang juga." kata Cai I Kuang. Yang
lainnya juga mempunyai pemikiran yang sama.
Siau Po juga tidak menahan mereka lama-lama, dia masuk ke dalam dan mengambil
uang sebanyak tiga ribu tail. Kepada masing-masing orang itu, dia memberikan seribu
tail lalu memerintahkan Ci Thian Coan dan Kho Gan Ciau mengantarkan mereka keluar
lewat pintu belakang. Hati Siau Po agak lega setelah kepergian ketiga orang itu, baru saja dia berpikir
untuk santai sejenak, seorang petugas kembali masuk dan melaporkan kedatangan
Gubernur Yang-ciu serta Jenderal besar yang, memimpin pasukan perang.
Siau Po terkejut setengah hati, - Mungkinkah rahasia tentang Cai I Kuang mereka
telah bocor" --tapi dia berusaha untuk menenangkan hatinya dan mempersilahkan
mereka masuk, sebelumnya para anggota Thian Te hwee disuruh mengundurkan diri.
Kedua orang itu segera menghadap dan memberi hormat kepadanya.
"Tayjin, gawat!" kata Ma Yu sambil mengeluarkan sepucuk surat dari dalam sakunya.
"Ada apa?" tanya Siau Po dengan hati berdebar-debar.
"Di sini ada firman dari Sri Baginda yang meminta tayjin agar segera kembali ke
kotaraja. Kata-nya Gouw Sam Kui sudah memulai pemberontakan." sahut Mu Tian Yan.
Hati Siau Po menjadi lapang seketika, wajahnya tampak berseri-seri.
"Aku kira ada apa, ternyata si telor busuk itu benar-benar memberontak!"
Mok Tian Yan dan Ma Yu bingung melihat sikapnya, Gouw Sam Kui melakukan
pemberontakan kenapa pembesar cilik ini malah kelihatannya senang"
"Kalian tidak perlu cemas, Sri Baginda sangat cerdik, sejak semula beliau sudah
mengadakan persiapan untuk menghadapi masalah ini. Tapi... ada satu masalah di sini
yang justru membuat aku bingung." kata Siau Po.
"Apa itu?" tanya Mok Tian Yan.
"Apakah kalian baru mengetahui pemberontakan Gouw Sam Kui dari firman kaisar
yang kalian terima?" tanya Siau Po.
"Betul, Begitu menerima firman tersebut, kami langsung menuju kemari." sahut Ma
Yu. "Tapi, mengapa walikota Yang-ciu, Gouw Cie Yong bisa mengetahuinya terlebih
dahulu?" kata Siau Po.
Mok Tian Yan dan Ma Yu saling lirik sejenak, tampaknya mereka terkejut sekali.
"Apa yang dikatakan Gouw Cie Yong terhadap tayjin?" tanya Ma Yu.
"Barusan dia menghadap aku. Katanya ada urusan penting sekali, Dia mengatakan
bahwa ada seorang penguasa di daerah barat yang akan mengadakan pemberontakan,
dia harap aku cepat sadar diri dan berpihak kepada orang itu." sahut Siau Po.
"Kurang ajar! Rupanya dia membujuk Tayjin agar ikut memberontak. Memang benar!
Siapa lagi penguasa di daerah barat kalau bukan Gouw Sam Kui!" kata Mok Tian Yan.
"ltu dia! Bahkan dia menunjukkan sepucuk surat yang tidak aku mengerti!" kata Siau
Po pula. "Apakah surat itu masih ada di tangan tayjin sekarang?" tanya Ma Yu.
"Tentu saja! Barusan kami toh sedang membicarakan surat itu ketika kalian berdua
tiba-tiba menyampaikan kepada anak buahku bahwa kalian ingin bertemu!" Siau Po
segera mengeluarkan surat yang dipalsukan oleh Cai I Kuang dan diserahkannya
kepada Ma Yu. Kedua orang itu membacanya dengan teliti "Surat ini ditujukan kepada keponakan
jauhnya yang bernama Sien Yang, apakah itu nama kecil Gouw Cie Yong?" tanya Ma


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yu. "Begitulah menurut Gouw Cie Yong?" sahut Siau Po.
"Surat ini terang mengajak Gouw Cie Yong bekerja sama melakukan pemberontakan
terhadap raja kita. Orang ini harus ditangkap, Kalau sampai dibiarkan, dia bisa
mempengaruhi pembesar lainnya." kata Mok Tian Yan.
"Betul! itulah sebabnya aku menahannya di ruangan timur dan pura-pura akan
memikirkan dulu usulnya, Kebetulan kalian berdua datang, Nah, kira-kira tindakan apa
yang harus kita ambil sekarang?" tanya Siau Po yang cerdik.
"Tidak usah diragukan lagi bahwa surat ini tentu dibuat oleh Gouw Sam Kui. Kita
tidak perlu banyak bicara lagi, Tolong tayjin perintahkan anak buahmu untuk
meringkusnya, Besok tayjin harus kembali ke kota raja. Harap tayjin bawa saja orang itu
dan seret ke hadapan Sri Baginda, Kalau dia melawan, bunuh saja! Kami berdua akan
menjadi saksi bahwa dia adalah kaki tangan pemberontak Gouw Sam Kui. Kami
bersedia menuliskan sepucuk surat sebagai pernyataannya!" kata Ma Yu.
"Bagus!" sahut Siau Po. "Nanti di hadapan Sri Baginda aku akan memuji-muji
kesetiaan kalian sehingga kita sama-sama mendapat keuntungan besar!"
Siau Po segera memerintahkan anak buahnya untuk meringkus Gouw Cie Yong.
Tentu saja para anggota Thian Te hwee yang menyamar sebagai tentara kerajaan
Ceng yang melakukannya, Meskipun Gouw Cie Yong merasa penasaran dan berteriakteriak
dengan kalap bahwa dia tidak bersalah tapi nasi sudah menjadi bubur.
Setelah Ma Yu dan Mok Tian Yang mengundurkan diri, Siau Po meminta salah satu
saudaranya dari Thian Te hwee untuk mengantarkan uang sebanyak selaksa tail
kepada ibunya, Orang itu tidak boleh mengatakan apa-apa. Kalau ditanya, dia hanya
boleh mengatakan bahwa dia mendapat titipan dari Siau Po.
Hati Siau Po agak lega sekarang. Setidaknya ibunya tidak akan begitu sengsara lagi
dengan uang pemberiannya.
Keesokan harinya mereka mulai melakukan perjalanan. Song Ji dan Siau Po beserta
para saudara dari Thian Te hwee menjaga Gouw Cie Yong baik-baik. sedangkan si
permaisuri palsu, Mao Tung Cu dijaga ketat oleh sejumlah serdadu, sepanjang
perjalanan Gouw Cie Yong masih memaki-maki dengan penasaran. Kadang-kadang
saking tidak tahannya mereka mendengar makian orang itu, salah seorang saudara dari
Thian Te hweepun menotok urat gagunya.
Ketika sampai di Siang Ho, Siau Po memerintahkan Thio Yong dan rekan-rekannya
untuk mengantarkan si permaisuri palsu berjalan terlebih dahulu ke kota raja, Dia
mengatakan ada sedikit urusan yang harus diselesaikannya di sekitar tempat itu.
Tentu saja dia tidak mengatakan bahwa dia ingin membawa Gouw Cie Yong ke
rumah keluarga Cuang agar para janda di sana dapat membalaskan sakit hatinya.
Malam harinya, Siau Po, Song Ji dan rombongan Thian Te hwee sampai di sebuah
desa, Karena perut mereka sudah lapar sekali, mereka segera mencari sebuah rumah
makan atau kedai arak. Untung saja tidak jauh dari pintu desa mereka berhasil
menemukannya. Mereka pun segera masuk ke dalam Di belakang terdengar suara derap kaki kuda
yang ramai, Ternyata datang pula serombongan tentara, Entah dari resimen mana, Siau
Po tidak memperdulikannya, mereka mencari tempat duduk yang strategis.
Serombongan tentara baru saja duduk, Dari luar desa terdengar langkah kaki kuda
sayup-sayup, kemudian rombongan berhenti di kedai itu. Beberapa orang turun dan
masuk ke dalam kedai itu, Yang terdepan dua orang yang bertubuh kekar, sedangkan
lainnya seorang yang dengan tampang penyakitan. Tubuhnya pendek lagi kurus, Kedua
pipinya cekung ke dalam, sementara tulang di sekitar keningnya menonjol dengan jelas,
wajahnya berwarna kekuning-kuningan. Pucat seperti tak ada darahnya sedikit pun.
Bahkan samar-samar wajahnya tampak murung dan tegang.
Baru berjalan beberapa langkah suara batuknya terdengar tak henti-henti. Di
belakangnya mengikuti seorang kakek dan seorang nenek, Kalau dilihat dari tampang
keduanya, mereka sudah berumur di atas delapan puluhan. Kakek itu juga bertubuh
kurus akan tetapi dia tampak masih bersemangat jenggotnya yang putih dan panjang
melambai-lambai di depan dada, wajahnya kemerah-merahan.
Sedangkan si nenek bertubuh lebih tinggi daripada si kakek, pinggangnya lurus dan
tubuhnya pun tegap, sepasang matanya bersinar-sinar, Di belakangnya berjalan
sepasang wanita berusia dua puluh tahun ke atas.
Kalau dilihat dari keadaan mereka semua, si laki-laki yang bertampang penyakitan itu
berpakaian paling mentereng, tampaknya keturunan hartawan Dua laki-laki dan dua
wanita itu adalah pembantunya. sedangkan si kakek dan si nenek, menggunakan jubah
berwarna hijau, bahannya dari kain kasar akan tetapi bersih sekali Sulit diterka
asalusul mereka. "Mama Tio, tuangkan semangkok air panas biar Siau Ya meminum obatnya!" kata si
nenek. Seorang wanita pelayannya segera menyiapkan, dari dalam keranjang ia
mengeluarkan, sebuah mangkok dan sebuah kendi yang kemungkinan berisi air panas,
ia menuangkan ke dalam mangkok itu sehingga penuh, kemudian meletakkannya di
hadapan si laki-laki yang penyakitan itu.
Dan si nenek mengeluarkan sebotol obat dari dalam sakunya, Dibukanya tutup botol
dan mengambil sebutir pil berwarna merah, lalu diserahkannya pada laki-laki yang
penyakitan itu pula. Si laki-laki yang sakit itu membuka muIutnya dan menyodorkan mangkok yang berisi
air panas untuk meminumnya.
Laki-laki yang penyakitan itu tampaknya sangat sulit untuk mengatur pernapasan,
hingga terbatuk-batuk beberapa kali.
Si kakek dan si nenek memperhatikan laki-laki yang penyakitan itu dengan wajah
menyiratkan kekhawatiran, juga penuh perhatian
Ketika pernapasannya agak mulai lancar dan batuk-batuknya mulai berhenti, si kakek
dan si nenek barulah menarik napas lega.
Si laki-laki penyakitan mengerutkan keningnya.
"Ayah, Ibu. Mengapa kalian selalu melihat aku terus-menerus" Aku toh belum mati."
ujarnya dengan suara perlahan.
Si kakek mendengus satu kali, kemudian ia memalingkan wajahnya, Si nenek
tertawa dan ber-kata. "Untuk apa bicara mati atau hidup, anakku pastilah hidupnya panjang sampai ratusan
tahun." Dalam hati Siau Po berkata.
- Budak itu sekali pun minum obat dari dewa umurnya tidak akan dapat panjang lagi Rupanya si kakek dan si nenek ini adalah ayah dan ibunya, Dan si setan penyakitan
itu sejak kecil kelihatannya sudah dimanja, Sehingga tampaknya tidak mempunyai adat,
ia keras dan sombong, Baru saja dilihat ayah dan ibunya saja ia terus ngambek.
Terdengar si nenek berkata pula.
"Mama Tio, Mama Sun. Cepat, kalian panaskan sop Jin Som, Siau-yamu itu. Setelah
itu siapkan nasi dan sayur." katanya sambil menoleh kepada kedua pelayan.
Kedua pelayan itu segera menyiapkan apa yang diperintahkan itu. Masing-masing
segera menenteng sebuah keranjang, lalu berjalan ke belakang ruangan.
Kepala rombongan tentara menghampiri pemilik kedai arak, untuk menanyakan
perjalanan menuju Peking.
"Loya sekalian, pada hari ini kita menempuh perjalanan sejauh tiga puluh lie lagi, Dan
kita akan menginap semalam di kota ujung sana, Besok pagi kau berjalan pula dan sore
harinya akan sampai di kota Peking," jawab si pemilik rumah makan itu.
"Kita tak ingin menginap di mana-mana. Kami akan menempuh perjalanan hari ini
juga, Lao Pan. Mulai hari ini aku jamin usahamu semakin besar, sebaiknya kau siapkan
alat-alat yang bagus-bagus dan sayur-mayur yang segar-segar pula, Agar sampai pada
waktunya kau tidak merasa kerepotan," kata si kepala tentara itu.
Si pemilik kedai itu tertawa.
"Loya hanya memuji saja, kedai ini selamanya tidak pernah ramai belum pernah
seramai ini. Dalam satu bulan paling hanya beberapa hari kedai ini kedatangan para
tamu, Semua ini juga karena perhatian dari Loya sekalian mana mungkin ada tamu
yang datang setiap hari ke mari?" katanya merendah.
Kepala tentara itu tertawa mendengarnya.
"Lao Pan, mari aku beritahukan kepadamu, Gouw Sam Kui memberontak, dia sudah
menyerang sampai ke Kui Lan. Kami ini berangkat ke kota raja untuk melaporkan
kegiatan tentara kerajaan, Kalau toh itu sampai terjadi, paling tidak lama, sekitar
tujuh tahun urusan ini baru dapat selesai, Para tentara atau para pengungsi pastilah setiap
hari akan lewat ke tempat ini, dengan demikian bukankah rejeki akan datang juga
kepadamu." Si pemilik kedai makan itu mengucapkan terima kasih berulang-ulang pada kepala
tentara itu, dalam hatinya ia justru mengeluh.
- Kalian para tentara mana mungkin dapat diajak berdagang, minum makan
seenaknya saja, Yang terbaik saja paling-paling memberikan uang tip hanya beberapa
sen saja. Dan yang jahat malah memukuli orang sampai mati, makan kenyang langsung
saja jalan, jangan kata tiga, lima, atau tujuh tahun, cukup satu tahun saja warung kita
mungkin harus gulung tikar alias bangkrut -Wi Siau Po dan Li Liat Sek mendengar kalau Gouw Sam Kui sudah menyerang
sampai ke Lui Lan, mereka terkejut sekali, Dalam hati mereka berkata.
- Tidak disangka-sangka kejadian itu begitu cepat terjadi Cian Lao Pan berkata dengan suara rendah, "Bagaimana kalau aku menanyakan
tentang masalah ini?" tanyanya.
Wi Siau Po menganggukkan kepalanya, Cian Lao Pan berjalan ke hadapan para
tentara itu, wajahnya sengaja dibuatnya berseri-seri. Sambil menghormat ia berkata.
"Tadi kami mendengar kata-kata dari Ciang Kun Taijin ini, bahwa Gouw Sam Kui
telah menyerang sampai Kui Lan, sedangkan keluarga hamba tinggal di Tiong Sa.
Hamba sangat mengkhawatirkan mereka, dan entah bagaimana keadaan di sana,
apakah di daerah Tiong Sa pun telah dikuasai Gouw Sam Kui?" tanyanya.
Kepala tentara itu, mendengar orang itu menyebut dirinya Ciang Kun Tay Jin, hatinya
gembira sekali, ia lalu berkata.
"Kalau keadaan di Tiang Sa, aku benar-benar merasa tidak tahu, Gouw Sam Kui
telah memerintahkan beberapa anak buahnya yang terdidik untuk menyerang ke Kui
Lan dari Kui Cou. Kalau daerah Guan Ciu pasti berbahaya sekali, di sana keadaannya
kacau sekali, Tiga orang bawahan Gouw Sam Kui berpencaran masuk dari timur,
sedangkan yang lainnya menyerang daerah Kui Lan, Kalau tidak salah tentara di sana
telah dibantai, dan mereka yang selamat lari kocar-kacir penduduk daerah sana
sebagian besar telah mengungsi ke daerah lain." katanya.
Ciang Lao Pan menunjukkan wajah muram, "Wah, gawat sekali! Tapi setidaknya
tentara Kerajaan Ceng, sangat lihay-lihay dan mereka belum tentu meraih kemenangan
bukan?" katanya. "Sebenarnya semua orang juga berkata demikian, tapi setelah penyerangan di Kuan
Cu, kenyataannya pasukan Gouw Sam Kui benar-benar sulit untuk ditandingi. Untuk itu
bagaimana kelanjutannya aku sendiri merasa sulit untuk mengatakannya." jawab si
kepala tentara, Ciang Lau Pan sekali lagi menjura hormat dan berucap terima kasih, ia kembali ke
tempat duduknya. Dalam hati rombongan Thian Te hwee berpikir.
- Jangan sampai Gouw Sam Kui yang jahat itu berhasil menjadi raja, akan hancur
jadinya - Ada lagi yang berpikir lain.
-- Paling bagus Gouw Sam Kui dapat berhasil menyerang sampai ke Peking, dengan
demikian rajanya akan terserang juga dan bangsa Tat Ciu akan hancur Tentara-tentara itu makan dengan cepat, setelah itu mereka berdiri yang seterusnya
berkata. "Laou Pan, aku telah mengabarkan berita baik kepadamu, karena itu makan kami ini
sudah seharusnya kalian yang membayarnya!"
Pemilik kedai itu terpaksa mengembangkan senyuman dan berkata.
"Benar.... Benar.... Benar, Harap para Tayjin sekalian berhati-hati dalam perjalanan!"
katanya. Si kepala tentara itu tertawa.
"Hati-hati! Wah, kalau kita harus hati-hati, lebih baik kita duduk lagi dan makan
sekali lagi di sini sampai sore," jawabnya.
Wajah si pemilik kedai makan itu, langsung berubah muram ia tertawa getir Tawa
yang dipaksakan. Kepala tentara itu berjalan sampai ke depan pintu, ia melewati si kakek dan si nenek
serta si laki-laki yang penyakitan itu, Kemudian secara tiba-tiba tangan kiri si lakilaki
penyakitan itu menghalangi jalannya dan menyengkeram dada si kepala tentara.
"Laporan apa yang akan kau bawa ke kota raja, Coba aku lihat!" bentaknya dengan
keras. Si kepala tentara itu sebenarnya bertubuh kekar dan tegap, akan tetapi setelah
dicengkram oleh laki-laki yang penyakitan itu kakinya langsung terjatuh ke depan dan
berlutut, ia marah sekali.
"Enaknya apa yang kau lakukan," bentaknya.
Wajahnya merah padam ia berusaha untuk melepaskan cengkraman itu, akan tetapi
ia tidak dapat bergerak sedikit pun.
Tangan kanan si laki-laki yang penyakitan itu terulur ke depan, ia merobek baju
bagian dada si kepala tentara, Maka terjatuhlah sepucuk amplop besar.
Dengan perlahan-Iahan tangan kirinya didorong ke depan, Si kepala tentara itu jatuh,
bahkan dua buah meja bergulingan tertabrak tubuhnya.
Maka setelah itu terdengarlah suara ribut-ribut Mangkok dan cawan berjatuhan di
atas lantai, Para tentara segera berteriak-teriak.
"Pemberontak-pemberontak!"
Setelah itu mereka mengeluarkan senjata masing-masing dan menyerang pada si
laki-laki yang penyakitan itu.
Kedua pelayan si laki-laki yang penyakitan itu segera bergerak ke depan, Kaki
mereka menendang dan tangannya menghantam, Maka dalam sekejap mata saja para
tentara telah jatuh rebah di atas lantai warung makan itu.
Si laki-laki penyakitan itu merobek amplop tersebut dan ia mengeluarkan sepucuk
surat dari dalamnya, Si kepala tentara tampak terkejut hingga terasa ia melayang,
Dengan suara bergetar ia berkata,
"ltu adalah surat laporan untuk Sri Baginda, Kau.... Kau telah berani merobeknya,
apakah ini bukan disebut pemberontakan?" teriaknya penuh kemarahan.
Si laki-laki penyakitan melihat sekilas surat tersebut kemudian ia berkata.
"Hem.... Para tentara di Hui Lam meminta bala bantuan kerajaan Tat Cu untuk
menggempur Peng Sie ong, Biar pun selaksa tentara dikirim bukankah. Huk.... Huk....
Huk.... Bukankah tetap akan disapu bersih oleh Peng Sie ong?"
Sambil berkata ia meremas surat itu, dan ia melepasnya, Ternyata surat itu telah
menjadi sobekan kertas-kertas kecil, dan beterbangan ke mana-mana.
Anggota Thian Te hwee melihat tenaga orang itu yang sedemikian besar, sehingga
mereka berubah karena tampak ragu. Dalam masing-masing bergumam.
- Kalau dilihat dari nada bicaranya, kayaknya orang ini orang bawahan Gouw Sam
Kui juga Kepala tentara itu berusaha untuk bangun sambil menghunus goloknya.
"Kau telah merobek surat wasiat itu, Biar bagaimana pun aku akan
mempertahankannya untuk apa aku hidup, lebih baik aku mengadu jiwa denganmu!"
katanya keras dengan mata menatap tajam si lelaki bertampang penyakitan.
Ia lalu mengangkat goloknya tinggi-tinggi melakukan serangan Si lelaki penyakitan
itu duduk dengan tenang, Hanya dengan tangan kananya ia Iadeni kepala tentara yang
kalap itu. Dengan perlahan-lahan ia mendorong perut lawannya, seakan meminta pada kepala
tentara itu agar tidak mengganggunya.
Kepala tentara yang didorong itu jatuh ke atas tanah dengan keadaan duduk,
Tubuhnya tak mampu bergerak lagi, Mulutnya ternganga lebar dengan nafas
tersengalsengal, seakan tidak memiliki tenaga sama sekali.
Sementara itu para tentara lainnya yang telah dipukul oleh kedua pelayannya tadi,
berusaha bangkit berdiri Mereka berdiri dikejauhan sambil mengeluarkan gumaman
antara sesamanya, tapi tidak ada yang berani maju untuk menolong sang kepala
tentara. Seorang wanita pelayannya membawa sebuah mangkok yang masih mengepulkan
asap. Perlahan-lahan ia menaruhnya di depan si laki-laki penyakitan itu.
"Siau Ya. harap diminum sop Jin Som ini!" ujar si pelayan wanita.
Terhadap kejadian baru saja yang begitu menegangkan si kakek dan si nenek
seakan tidak melihatnya sama sekali. Keduanya tak memperhatikan anak mereka
dengan penuh kekhawatiran. Ci Tian Coan berkata dengan suara rendah, "Beberapa
orang ini tampaknya ganas-ganas, lebih baik kita semua meninggalkan tempat ini!"
Cian Lao Pan segera menghampiri si pemilik kedai makan dan membayar makan
mereka. setelah itu, mereka bersama-sama berjalan ke luar. Tampak si nenek
meniupkan obat itu dengan perlahan-Iahan dan menyodorkannya dengan perlahanIahan pula, Wi Siau Po berjalan keluar dari desa tersebut, setelah jauh barulah mereka
membicarakan laki-laki penyakitan dan kedua orang tuanya.
"Pakaian mereka biasa-biasa saja, akan tetapi tenaga mereka benar-benar besar
dan kuat. Tampaknya mereka mempunyai ilmu yang cukup tinggi, benar-benar sulit
untuk ditemui pada jaman sekarang ini." kata Ci Tian Coan.
"Si laki-laki penyakitan tadi sangat sakti, ia hanya mendorong tubuh si kepala tentara
itu dengan perlahan-lahan, akan tetapi si kepala tentara itu seperti orang yang tidak
mempunyai tenaga sekali setelah mendapatkan dorongan itu, Sungguh benar-benar
sulit mencari orang seperti itu!" kata Hian Ceng Taujin.
"Hong Yan Tee, kalau kau yang menjadi kepala tentara itu apa yang akan kau
lakukan?" tanyanya. "Kalau aku jadi dia, jangan mendekati si laki-laki penyakitan kurang dari jarak tiga
depa." Jawabnya. Para anggota Thian Te hwee berpikir, apa yang dikatakannya memang benar
walaupun untuk menghindar ataupun menangkis setidaknya dalam jarak tiga depa baru
ia dapat melakukannya, Kalau orang jauh sedikit setidaknya ia masih ada waktu untuk


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghindari diri. Tiba-tiba Ci Tian Coan berkata. "Kalau aku, aku akan menangkap pergelangan
tangannya...." Kata-kata itu tidak diselesaikannya, ia malah menggelengkan kepalanya, Hal ini
karena ia mengetahui tenaga dalam si laki-laki penyakitan yang begitu luar biasa,
seandainya ia menangkap pergelangan tangan itu tangannya sendiri yang kemungkinan
akan dipelintir. Para anggota Thian Te hwee tahu kalau orang-orang itu adalah kawan
sekongkolannya Gouw Sam Kui. Akan tetapi ia melihat orang itu melakukan kejahatan
ternyata tidak ada seorang pun yang mencegahnya.
Orang-orang itu tahu kalau yang dipukul itu bangsa Tat Cu, tapi mereka seperti tidak
mau tahu. Sebagai jiwa seorang pendekar seharusnya mereka tidak tinggal diam saja,
Maka itu mereka merasa malu sekali, setelah berbincang-bincang sejenak mereka tidak
ada yang melanjutkan pembicaraan itu lagi. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan
sejauh beberapa Iie. Tiba-tiba dari arah belakang terdengar derap kaki kuda, Dua ekor kuda melaju
dengan cepat ke arah mereka. Pada saat itu mereka telah mencapai jalan setapak yang
menuju ke rumah keluarga Cuan, jalanan itu sangat kecil tidak cukup dilalui dengan dua
ekor kuda sekaligus. Para anggota Thian Te hwee menanggapinya dengan keenggan-engganan,
meskipun derap kaki kuda itu telah mendekat sekali, kecuali Han Cie Tiong dan Song Ji
yang menepikan kuda mereka sedangkan yang lainnya diam saja.
Dalam sekejap dua ekor kuda itu telah sampai di belakang mereka, Para anggota
Thian Te hwee segera memalingkan kepala, Ternyata orang yang menunggang kuda
laki-laki yang penyakitan dan kedua pelayannya, Salah satu pembantunya berteriak.
"Siau Ya, kami meminta pada kalian berhenti sebentar! Ada beberapa hal yang akan
ia tanyakan." Ucapannya itu meskipun terdengar sopan tapi seakan-akan mengandung kesan
kalau ia tidak menghargai orang Iain. Para anggota Thian Te hwee yang mendengar
ucapan itu menjadi kesal Cian Kun Jin, membentak dengan suara keras.
"Kami sedang ada urusan, tidak ada waktu menunggu! Lagi pula kita tidak saling
mengenal dan apa yang akan kalian tanyakan?"
"lni toh perintah dari Siau Ya keluarga kami, sebaiknya saudara sekalian menunggu
sebentar jangan sampai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan," sahut si pelayan dengan
nada seakan mengancam. "Apakah kalian termasuk bawahannya Gouw Sam Kui?" tanyanya.
"Heh! Memangnya siapa majikan kami, sehingga ia sudi menjadi bawahannya Peng
Si-ong," kata si pelayan.
Para anggota Thian Te hwe berpikir, orang itu tidak mengatakan Gouw Sam Kui, tapi
menyebut Peng Si-ong, berarti ada hubungannya dengan si pengkhianat itu.
Tepat pada saat itu pula terdengar suara derak roda-roda pedati mendekati mereka,
Sebuah kereta besar, muncul dari tepian jalan, si pelayan berkata.
"Majikan, kami sudah sampai!" serunya sambil membalikkan kuda menyambut
kedatangan kereta besar itu.
Pada saat itu para anggota Thian Te hwee terpaksa menghentikan kuda tunggangan
mereka, Hal ini mereka lakukan karena mereka mengetahui tingginya ilmu si laki-laki
penyakitan itu. Kereta besar itu pun telah sampai, seorang pelayan turun dari kuda dan
menyingkapkan tirai kereta. Tampak si laki-laki penyakitan itu duduk di tengah-tengah,
Dan dikedua sisinya duduk pula si kakek dan si nenek.
Si laki-laki penyakitan itu melihat dengan jelas ke arah anggota Thian Te hwee.
"Mengapa kalian menotok jalan darah orang ini?" tanyanya sambil menuju ke arah
Goau Tie Yong, kemudian ia bertanya Iagi. "Siapa kalian dan kemana tujuan kalian?"
suaranya melengking tajam berkesan sombong sekali.
Sian Ceng Toujin yang menjawab pertanyaan.
"Siapakah nama dirimu.,." Kami toh tidak saling mengenal, mengapa kalian ingin ikut
campur urusan kami..?"
Si laki-laki penyakitan itu mendengus, "Kau masih tidak pantas menanyakan siapa
namaku, Aku baru saja mengajukan beberapa pertanyaan kepadamu, apakah kau tidak
mendengarnya.,." Mengapa kau tidak mau menjawab pertanyaanku itu."
Sian Ceng Taojin menjadi marah.
"Kalau aku tidak pantas menanyakan siapa namamu, kau pun tidak pantas
menanyakan urusan kami. Gouw Sam Kui telah memberontak dan telah membuat
keonaran, ia seorang penghianat besar, sedangkan kau malah menyebutnya Peng Siong,
dengan bangga. Kau pastilah kawannya. Aku melihat penyakit Tuan sangat parah sekali, sebaiknya
Tuan pulang saja ke rumah dan mempersiapkan penguburannya, agar tidak sampai
terlambat nanti, Dalam perjalanan seperti ini kalau sampai masuk angin itu lebih
berbahaya lagi." Para anggota Thian Te hwee tertawa mendengar kata-kata kawannya, namun tibatiba
sebuah bayangan berkelebat dan terdengar suara "Plok" ternyata pipi kiri Sian
Ceng Taojin telah ada yang menampar dengan keras.
Tubuhnya limbung lalu terguling dari kudanya. Kejadiannya begitu cepat, Setelah ia
terjatuh di tanah, para anggota Thian Te hwee baru dapat melihat dengan jelas kalau
orang yang telah melakukannya adalah kakek yang berada di dalam kereta itu.
Gerakannya benar-benar cepat, Setelah memukul Tian Ceng Taoujin kakinya
menutul ke atas tanah dan kembali ke dalam kereta, seakan tidak ada sesuatu pun
yang telah terjadi. Para anggota Thian Te hwee menjadi kalap, Serempak mereka menerjang kereta
besar, Si laki-laki penyakitan mencengkram punggung pelayannya, perlahan-lahan ia
mengangkatnya, Dalam sekejap mata mereka telah berganti posisi, si pelayan duduk
dalam kereta dan ia sendiri duduk di depan sebagai seorang kusir.
Tepat pada saat itu, kedua tangan Ciau Lo Pan meluncur ke atas, sedangkan si lakilaki
penyakitan itu hanya mengangkat sedikit tangan kirinya dan menangkis tangan
orang itu, ternyata tidak terdengar suara sedikit pun.
Mendapat serangan itu Cian Lo Pan merasakan tenaga yang dahsyat telah
menyerangnya, ia tidak dapat mempertahankan diri, tubuhnya terjatuh ke belakang,
Baru saja ia ingin berdiri dengan mantap ternyata kedua lututnya seperti tidak
bertenaga, malah ia jatuh terjerembab dalam posisi berlutut.
Bagian 75 Untung saja ia bertumpu pada kedua tangannya dan mencelat bangun sehingga
tidak sampai ia berlutut di hadapan musuh.
Sementara itu Ong Cie Ong telah menerjang dan sekali lagi tangannya menangkis
serangan itu serta menghantam ke depan, Hong Cie Tiong tidak mau mengadu
kekerasan dengannya. Tiba-tiba gerakan tangannya berubah ia ingin mencengkram
dada laki-laki penyakitan itu. Terdengar suara dari si laki-laki penyakitan itu
mengeluh satu kali seakan telah merasakan ilmu lawannya.
Akan tetapi tangannya telah meluncur dan menahan tangan Hong Cie Tiang dan
ingin mencengkram Iehernya. Hong Cie Tiong sendiri memilih mundur daripada
tangannya harus menjadi korban, ia berlompat ke belakang dengan posisi berdiri tegap.
Sementara itu Ceng Lau Pan dan Kau Cin Cau saling menyerang dengan kedua
pelayan laki-laki. Tiba-tiba kedua pelayan itu bergerak ke belakang sambil ia
berteriak. "Biar Siau-ya saja yang akan melayani kalian."
Sejak semula anggota Thian Te hwee tidak dapat melawan pelayan itu. Melihat
kedua pelayan itu telah mengundurkan diri, tentu saja hati mereka gembira, Dia terus
saja membalikkan tubuhnya dan langsung menyerang si laki-laki penyakitan itu, Tibatiba
terdengar suara kuda yang meringkik linggi lalu perlahan-lahan terkulai di tanah,
Rupa-rupanya Hong Cie Tiong mencelat ke atas kuda tunggangan si laki-laki
penyakitan Akan tetapi ia menggunakan tenaganya yang tinggi maka tulang punggung
kuda itu menjadi retak. Si laki-laki penyakitan itu terkejut sekali, dalam sesaat ia menjadi gugup, kemudian
terdengar terbatuk-batuk, Si nenek dan si kakek segera menerjang keluar. Gerakan
mereka tidak terlalu cepat, tetapi keduanya berhasil meninggalkan kereta dengan
mengangkat anaknya terlebih dahulu sebelum kuda dan kereta itu jatuh. Anaknya
terkulai mati terkena injakan kaki lawannya.
Ceng Lao Pan dan Ci Tian Pan menyerang ke arah kakek dan si nenek, si nenek
yang mengibas-ngibas tangan kirinya sedangkan tangan kanannya menunjuk ke arah si
laki-laki penyakitan itu, sambil tertawa.
"Kalian ke sana saja temani anakku bermain-main."
Dengan kata lain ia ingin lawan yang menyerangnya melawan anaknya saja agar
anaknya itu dapat menggunakan ilmunya untuk memukul orang sehingga nantinya
menjadi senang. Sementara itu pukulan Cen Coan telah hampir sampai ke kepala si kakek, Ketika
melihat usianya yang begitu lanjut, hatinya menjadi khawatir pukulannya akan
mengakibatkan orang itu menderita, walaupun ia menyadari ilmu si kakek tua itu tinggi.
Karena berpikir demikian ia berkata, memberitahukan orang yang akan diserangnya
itu. "Lihat pukulan.,.!" teriaknya.
Tenaga yang digunakannya hanya tiga bagian saja, semenjak kesalahan tangan
memukul mati Pek haniil, lalu terjadi keributan dengan Bok Hong Hu, ia menjadi
berhatihati. Si kakek mengangkat tangannya dan ia telah berhasil menangkap tinju orang yang
menyerangnya. Tubuh si kakek ini kecil kurus akan tetapi telapak tangannya justru
besar sekali, Setelah berhasil menangkap tangan orang itu ia lalu berkata.
"Pergilah kau main-main ke sana!"
Meskipun umur Ci Kuan Cian jauh lebih muda dari si kakek ini, tapi ia juga telah
terhitung seorang kakek, Ucapan orang tua itu seperti ucapan yang ditujukan untuk
anak kecil, Ci Kuan Cian menjadi mangkel, tangan kanannya segera mengerahkan
tenaga dalam, maksudnya agar si kakek melepaskan tangan kirinya.
Si kakek menggeser sedikit tubuhnya dan merenggangkan cekalan tangannya,
Dengan demikian tubuh orang yang telah menyerangnya menjadi salah arah dan
terjerembab. Pada saat itu Cin Kuan Cuan justru sedang menghantam ke depan.
Dengan demikian ia menjadi kehilangan keseimbangan, sementara si kakek tidak
memberikan kesempatan pada lawannya untuk berusaha bangun, Si kakek sudah
menerjang ke depan dan mendorong tangannya. sehingga tubuh lawan yang tak dapat
berdiri menjadi berputar, seperti sebuah gangsing.
Pada saat itu si laki-laki penyakitan sedang menghadapi anggota Thian Te hwee
yang lainnya, Meskipun dikeroyok beberapa orang dan dalam keadaan terdesak ia
masih sempat bertepuk tangan sambil bersorak.
"Menyenangkan sekali.,.! Menyenangkan sekali!" teriaknya.
Setelah itu ia telah berhasil menyusup di antara lawannya, dan menghampiri Cin
Cian Kuan, Cin Cuan Kuan yang tadinya berputar ke arah kanan sekarang berubah
arah menjadi ke kiri. Si laki-laki penyakitan itu tertawa terbahak-bahak.
"Ayah, sungguh lucu sekali Cepat kau putar lagi ia ke mari!"
Cin Can Kuan menjadi bulan-bulanan berputar ke kiri dan ke kanan.
Sian Ceng Taojin mengerahkan tenaganya. Akan tetapi si laki-laki penyakitan hanya
mendorong tangannya sedikit saja, lagi-lagi tubuh Sian Ceng Taojin ikut berputar,
Bahkan si kakek tua memutar tiga orang anggota Thian Te hwee yang lainnya,
sehingga semuanya menjadi berputar-putar seperti gangsing, Hanya Hoang Cie Kong
seorang yang masih dapat bertahan, akan tetapi ia terpaksa mundur tiga langkah dan
kedua tangannya direntangkan untuk melindungi dirinya. Lima orang anggota Thian Te
hwee terus saja berputaran tidak henti-hentinya.
Meskipun mereka telah berusaha untuk mempererat angkat kaki, agar berhenti
namun sia-sia saja, Asal mereka akan berhenti laki-laki yang penyakitan itu memutar
lagi dengan kencang, dengan demikian mereka tidak dapat berhenti dan terus saja
berputar pemandangan seperti ini tidak berbeda dengan anak kecil yang sedang
memutar uang logam di atas meja, lima uang logam berputar dengan kencangnya.
Yang akan berhenti atau yang akan jatuh diputarnya kembali oleh anak kecil itu agar
putarannya menjadi kencang atau cepat kembali.
Wi Siau Po melihat pemandangan itu dengan mata mendelik dan mulut terbuka, rasa
terkejutnya jangan ditanyakan lagi, Song Ji berdiri di depannya, kedua tangannya
direntangkan ke kiri dan kanan untuk merintangi lawan-lawannya. Wi Siau Po berkata
dengan suara rendah. "Lebih baik kita melarikan diri saja!"
"Cepat kau lari ke keluarga Cuan!" kata Song Ji.
"Benar, sesampainya di keluarga Cuan kita tidak perlu takut lagi, kita dapat meminta
bantuan disana!" Wi Siau Po segera memutar tubuhnya dan lari, sedangkan Song Ji menarik tubuh
Goau Si Yong dan mengikuti dari belakang, Si laki-laki yang penyakitan itu nampaknya
senang sekali melihat pemandangan itu. sedangkan si kakek dan si nenek melihatnya
dengan tersenyum simpul sementara itu keempat pelayannya bertepuk tangan sambil
bersorak, seakan memberikan semangat pada majikannya tersebut.
Si laki-laki penyakitan itu melihat Hoang Ci Kong tidak ikut berputar, ia langsung
menghampirinya. Tangan kanannya terangkat ke atas sedangkan tangan kirinya
menotok ke arah pinggang, Hong Ci Kong tetap tenang ia lalu mundur dua langkah
sambil menggeser sedikit pundaknya.
Akan tetapi ia tidak berani menyerang kembali, si laki-laki penyakitan itu marah
sekali. "Kau orang jahat, mengapa tidak ikut berputar "!" tanyanya.
Tangan kanannya segera mendorong, Hong Ci Kong sekali lagi mundur Tidak
disangka-sangka pundaknya ada yang menghantam dengan tenaga yang sangat besar
Si nenek ikut turun tangan, Tentu saja gerakan tubuhnya menjadi limbung, Sambil
tertawa terbahak-bahak si laki-laki penyakitan itu segera memutar tubuh Hong Ci Kong,
dengan demikian ia pun mengalami apa yang dialami kawan-kawannya.
Gouw Cie Yong melihat si laki-laki penyakitan itu bermusuhan dengan lawannya,
tiba-tiba saja timbul harapannya untuk melarikan diri, ia segera melangkah dengan
tertatih-tatih lalu pura-pura terkulai dan lemas, Song Ji berusaha untuk menyeretnya,
akan tetapi karena tubuhnya jauh lebih kecil ia mendapat kesulitan sementara itu Wi
Siau Po menjadi panik, ia takut Gouw Cie Yong akan membuka mulut dan
menceritakannya kepada lawan, maka ia mengulurkan tangan kirinya untuk menarik
rambut orang itu sehingga mulutnya terbuka lebar.
Wi Siau Po lalu mengeluarkan pisau belatinya yang sangat tajam dari dalam
sepatunya dan menebaskan kearah Gouw Cie Yong, seketika lidah orang itu puntung
tersambar belati, Karena kesakitan ia tidak sadarkan diri.
Song Ji mengira Wi Siau Po telah membunuh orang pengkhianat itu ia berteriak
sekeras-kerasnya. "Siangkong cepat lari Cepat lari!" Keduanya pun berlari secepat kilat.
Keduanya berlari sedangkan dari arah belakang sudah terdengar suara langkah kaki
kuda menderu-deru. Ternyata ada orang menunggang kuda yang mengejar mereka,
Siau Po ke arah bebatuan di sebelah kirinya, Keduanya segera meninggalkan jalan
kecil dan beralih ke jalan yang ditunjuk Siau Po.
Si laki-Iaki penyakitan dan seorang pelayannya menunggang kuda dan mengejar ke
arah mereka, Keduanya melihat kalau kuda tidak dapat masuk ke dalam bebatuan, Si
pelayan segera mencelat turun dan berkata.
"Anak-anak berdua kalian janganlah takuti Siong Ya kami hanyalah ingin kalian
menemaninya bermain cepatlah kalian ke mari!"
"Kalau main gangsing seperti itu kami tidak mau!" kata Siau Po.
Malah ia berlari semakin kencang, Si pelayan ikut menyelinap ke dalam bebatuan,
akan tetapi gerakan Siau Po dan Song Ji cepat sekali, karena tubuh mereka jauh lebih
kecil, Si pelayan tidak berhasil untuk mengejarnya.
"Oh, kalian ingin main petak umpet, senang sekali!" teriak si lelaki penyakitan.
Setelah berkata demikian dia pun turun dari atas kudanya, sambil terbatuk-batuk Lalu
segera menyelinap ke dalam bebatuan itu turut mengejar Wi Siau Po dan juga Song Ji.
Siau Po dan Song Ji memutar tubuh dan berlari ke arah tegalan, mereka malah
menerjang ke arah si pelayan. Si pelayan sendiri bermaksud menangkap Siau Po, akan
tetapi si bocah yang cerdik itu segera mengerahkan ilmu Sing Heng Pian, Tubuh-nya
digeser sedikit sehingga serangan si pelayan gagal. Song Ji mengerahkan tangannya
dan memukul dada orang itu.
Si pelayan yang melihat Song Ji masih kecil tentu saja tidak mengambil hati, malah ia
tidak mengadakan perlawanan sama sekali, Tangannya diulur ke depan untuk
mencekal tangan Song Ji. Si gadis yang pintar itu menghantam ke depan dan tepat
menghantam bagian belakang lawan.
"Aduh!" Terdengar ia menjerit Pada saat itu Song Ji mencekal tangannya dan menerjang ke
arahnya, dengan keras ia memelintir tangan orang itu hingga tulangnya patah.
Terdengar si laki-laki penyakitan itu mengeluh, ia muncul dari balik bebatuan besar,
dengan mencelat beberapa kali ia telah berada di depan Song Ji. Tangan kanan cepat,
diulurkan ke depan dan kopiah di kepala Song Ji pun tercengkram lalu jatuh ke atas
tanah. Rambut Song Ji pun terurai setelah kopiahnya berhasil diambil Si laki-laki penyakitan
tertawa terbahak-bahak. "Oh, rupanya seorang nona!" serunya.
Tangannya terulur untuk menjambak rambut Song Ji. Nona itu menjerit keras-keras,
sepasang tangannya menyikut ke belakang, Namun si laki-laki penyakitan itu terus
terbahak-bahak. "Bagus.... Bagus!" katanya sambil tangan kirinya mengulur ke belakang dan
menangkap tangan Song Ji. Kemudian tangan Song Ji dipelintir dan dengan rambut si
nona sendiri ia mengikat tangan Song Ji. Kemudian tertawa terbahak-bahak kembali.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Begitu paniknya Song Ji sampai-sampai air matanya mengalir ke pipinya.
"Siangkong cepat lari.... Cepat lari!" teriaknya,
Si laki-laki penyakitan mengulurkan tangannya untuk menotok jalan darah Song Ji
sambil terus saja tertawa terbahak-bahak,
"la tak dapat melarikan diri dariku." katanya.
Kemudian ia mendorong tubuh Song Ji dan kemudian mengejar Siau Po, dalam
sekejap mata saja jarak mereka sudah semakin dekat.
Siau Po terus saja berlari Beberapa kali tubuhnya akan berhasil ditangkap oleh lakilaki
penyakitan akan tetapi karena ia mengerahkan ilmu Sin Heng Pek Hien maka ia
dapat meloloskan diri dari kejaran itu.
Si laki-laki penyakitan itu tertawa kembali.
"Wah, kau pandai juga main petak umpet rupa-nya!" katanya.
Tenaga Siau Po masihlah sangat lemah ia belum pernah mempelajari ilmu tenaga
dalam, Karena itu baru berlari beberapa lie saja nafas Siau Po sudah tersengal-sengal,
ia tahu kalau dirinya dalam sekejap mata saja akan tertangkap maka ia berteriak-teriak.
"Kau tak dapat menangkap aku, sekarang kau cepat lari aku akan menangkapmu
sekarang!" katanya. Sambil berkata demikian ia membalikkan tubuhnya dan berlari ke arah si laki-laki
penyakitan itu. Si laki-laki penyakitan itu tertawa terkekeh-kekeh ternyata yang
dikejarnya itu membalikkan tubuhnya dan mengejarnya. Tampak dia melompat-lompat
ke sana ke mari di antara bebatuan tersebut Wi Siau Po dapat melihat kalau orang itu
mempunyai ilmu yang tinggi sekali, akan tetapi orang itu berlari terburu-buru, Umurnya
sudah empat puluh tahun lebih akan tetapi tingkahnya sama dengan anak kecil saja.
Ia berlari di antara bebatuan itu. Gerakannya benar-benar gesit, baru saja Siau Po
melihat di sebelah timur tahu-tahu sudah muncul di sebelah barat, Dalam hati Siau Po
merasa kagum bercampur gentar menyaksikan hal itu, ia lalu berteriak sekeraskerasnya.
"Aku akan menangkap kamu, kamu tak dapat berlari ke mana-mana," kata Siau Po
sambil terus saja mengejar orang itu.
Siau Po berpura-pura mengejar orang itu akan tetapi setelah dekat dengan tubuh
Song Ji ia lalu memeluk tubuhnya, selanjutnya ia mengangkatnya.
lalu berteriak kembali. "Hay, meskipun aku dapat memeluk orang ini akan tetapi aku masih dapat
mengejarmu...!" katanya.
Si laki-laki penyakitan itu tertawa terbahak-bahak.
"He.... He! Kau membual saja denganku, mana mungkin kau dapat mengejar aku
dengan menggendong orang, Sekarang, coba kau buktikan kepadaku!" seru lelaki
bertampang penyakitan itu,
Siau Po tetap memeluk Song Ji sambil bergerak mengejar laki-laki penyakitan itu,
Akan tetapi jarak mereka justru semakin lama semakin jauh, karena ia berpura-pura
berlari saja mengejar orang itu, Si laki-laki penyakitan itu berteriak
"Dasar orang tak berpikir, mana mungkin kau dapat mengejar aku. Apa lagi sekarang
kau sambil membawa orang dalam gendonganmu, He.... He...!" kata orang itu.
Laki-laki penyakitan itu malah berlari kembali mengejar Siau Po yang sedang
menggendong Song Ji. "Masa aku tidak dapat mengejar kamu, batuk-mu begitu keras pasti kau tidak dapat
berlari lagi!" katanya.
Siau Po berpura-pura berlari mengejar orang itu, bahkan berpura-pura ingin
menerjangnya. Si nenek yang berdiri di kejauhan membentak dengan marah.
"Setan cilik, kau mempunyai nyali yang sangat besar sekali, Berani-beraninya kau
membuat anakku terbatuk-batuk begitu." katanya.
Setetah berkata demikian ia mengangkat sebuah batu besar dan diarahkannya
kepada Siau Po. Batu yang dibawanya cukup besar pastilah tidak mudah untuk
membawanya atau mengangkatnya, Akan tetapi perempuan itu mengangkatnya dengan
mudah bahkan melemparkannya kuat-kuat.
Terdengar suara Siau Po. "Aduh!" Ia terus mengelak untuk menghindari serangan itu. Akan tetapi gerakan Siau Po
masih terlambat juga dan batu itu dapat mengenai pahanya, Siau Po pun terjatuh dan
bergulingan bersama-sama Song Ji yang ada dipelukannya.
"Tangkap ia dan bawa ke mari!" perintah si nenek kepada kedua pelayannya.
Salah seorang pelayannya segera mendekati Siau Po dan Song Ji.
Orang itu mencengkram tubuh Siau Po dan Song Ji. ia mengangkat kedua anak itu
ke hadapan si nenek dan dilemparkannya ke tanah.
Si laki-laki penyakitan itu tertawa terbahak-bahak, setelah itu bertepuk tangan
dengan keras. "Tidak ada gunanya, bisanya kau hanya makan saja. He.,., He.... jatuh sedikit saja
kau sudah tidak dapat bangun lagi!" katanya mengejek Siau Po.
Siau Po terkejut juga marah mendengar kata-kata orang berpenyakitan itu yang telah
menghinanya, ia melihat Ci Tian Coan, Hong Jie Tiong, dan yang lainnya telah terikat
oleh seutas tali yang sangat panjang, Mereka bahkan mengikatnya menjadi satu, Salah
seorang pelayan si nenek menarik ujung tali, bahkan Gouw Cie Yong pun telah diikat
bersama dengan yang lainnya.
Kepala mereka tertunduk dengan mata terpejam rapat Tampaknya mereka telah
jatuh dan tak sadarkan diri.
"Hem, gadis itu menyamar sebagai laki-laki, Heh, dari mana kau mempelajari ilmumu
tadi itu" sedangkan anak laki-laki itu, siapa pula yang mengajak kau ilmu Sin Heng
Pien?" tanya si nenek.
Siau Po terkejut setengah mati mendengar kata-kata si nenek itu, dalam hati ia
berkata: -- Wah pandangan si nenek sungguh tajam, ia bahkan dapat mengetahui ilmu yang
aku pergunakan tadi -Setelah berpikir demikian, dan orang itu telah mengetahui ilmu yang digunakan itu,
hal ini berarti kepandaian nenek ini sudah tinggi juga, Maka tanpa sadar timbul juga
rasa bangga dalam hati Siau Po.
"Apa sih Sin Heng Pek hian, Tadi kau mengatakan kalau aku menguasai ilmu Sin
Heng Pekhian" Apa tidak salah?" tanyanya.
"Heh!" dengus si nenek tua. "Gerakanmu yang seperti anjing melompat dan seperti
orang yang sedang menari itu apa pantas disebut Sin Heng Pekhian?" katanya dengan
mata membelalak tajam. Siau Po bangkit dan duduk.
"Kau sendiri yang mengatakannya Sian Heng Pekhian, Toh bukannya aku yang
mengatakan demikian! Aku mana tahu ilmu yang aku gunakan itu Sin Heng Pekhian
atau bukan!" katanya.
Sambil bertepuk tangan dan tertawa terkekeh-kekeh, si laki-laki penyakitan itu
berkata. "Wah, ternyata kau hebat juga dapat ilmu Sin Heng Pekhian segala, menyenangkan
sekali!" Ia membungkukkan tubuhnya sedikit dan menotok punggung Siau Po, Siau Po
merasakan ada hawa panas yang mengalir dalam tubuhnya, pahanya yang tadinya
terasa ngilu sekarang terasa segar kembali, ia dapat berdiri dengan tegap.
"Wah ternyata ilmu menotokmu hebat juga!" kata Siau Po.
"Ayoh cepat bangun, dan sekarang kau dapat berlari kembali Larilah dengan segala
macam gaya yang kau miliki itu. Gaya kepiting, Gaya kura-kura, atau gaya apa saja aku
akan melihatnya!" katanya.
"Aku tidak dapat berlari gaya kepiting atau dengan gaya kura-kura seperti yang telah
kau katakan tadi, kalau kau dapat cobalah kau lari agar aku dapat melihatnya!" sahut
Siau Po. "Aku juga tidak dapat, ayahku pernah mengatakan ilmu silat itu bukan hanya
dipelajari oleh orang yang mempelajari ilmu silat saja, Lebih bagus lagi kalau orang
yang mempelajarinya dapat mengembangkan ilmu itu sehingga dapat berbagai macam
bentuk, Dengan demikian ia patut disebut lebih besar, Ayah! Apakah dalam ilmu silat
ada yang disebut ilmu lari kura-kura atau lari ilmu ke-piting.,.?" tanyanya pada si
kakek. Si kakek tua mengerutkan kening sambil menggelengkan kepalanya.
"Kau kan jago silat, kalau di dunia ini tidak ada yang menciptakannya kau dapat
menciptakannya, Dengan demikian kau akan sanggup membuka sebuah perguruan
yang disebut dengan nama perguruan lari kocar-kacir,.," jawab si kakek tua.
Belum lagi kata-katanya habis, pantatnya sudah ditendang oleh si nenek sambil
membentak dengan suara lantang.
"Jangan ngaco!" bentak si nenek.
Si nenek melirik sekilas pada putranya, wajahnya menyiratkan kemurungan, seakan
takut kalau anaknya mendengar ocehan Siau Po dan benar anaknya akan mati-matian
menciptakan ilmu lari kura-kura atau kepiting itu. ia tidak ingin kalau anaknya
mempunyai banyak pikiran, maka ia bertanya lagi pada Siau Po.
"Siapa namamu, dan siapa nama gurumu?" tanyanya.
Dalam hati Siau Po berpikir
- Kedua siluman ini, dan seorang siluman ilmunya terlalu tinggi Aku tidak mungkin
dapat mengungguli mereka, sebagai seorang laki-laki sejati tidak akan memperdulikan
hidangan yang ada di depan mata, terpaksa aku harus mendustai mereka dulu,
seandainya aku mengatakan kalau aku adalah kawan Gouw Sam Kui tentulah ia tidak
akan menyiksa aku -Setelah berpikir demikian ia melirik ke arah Gouw Cie Yong, pikirannya segera
tergerak, karena itu ia berkata.
"Aku Se Go, namaku Gouw Cie Yong, Aku adalah salah seorang pembesar dari kota
Yang Yu. Pamanku akan menyerang tidak lama lagi ke kota Peking. Pamanku itu
bernama Peng Si-ong. seandainya kalian membuat kesalahan sedikit saja denganku,
pamanku Peng Si-ong pastilah tidak sungkan-sungkan pada kalian!" katanya,
Si nenek dan laki-laki penyakitan tampak sangat terkejut Lalu si laki-laki penyakitan
itu berkata dan sebelumnya ia melirik pada si nenek.
"Bohong, mana mungkin Peng Si-ong mempunyai keponakan seperti kamu,"
katanya. "Mana mungkin aku dapat bohong kepada kalian. Kalian dapat menanyakan satu
persatu keluarga Peng Si-ong, dan aku akan menjawabnya, jika aku tidak dapat
menjawabnya aku akan bersedia dipenggal kepalaku ini." jawab Siau Po.
"Baik, Barang apa yang paling disukai oleh Peng Si-ong?" tanya si laki-laki
penyakitan itu. "Yang kau maksudkan benda ataukah orang?" tanyanya. "Kalau orang yang paling
dicintainya sudah tentu Tan Wan Wan. Akan tetapi kalau saat ini ia lebih mencintai
seorang gadis yang disebut Wan In berwajah empat, hal itu karena Tan Wan Wan telah
tua, malah sekarang ia memberikan julukan lain pada gadis yang ia cintai itu yaitu Wan
In berwajah delapan."
"Apa gunanya gadis cantik! Yang aku maksudkan adalah benda yang paling ia
sukai." tanya lelaki berpenyakitan lagi.
"Peng Si-ong mempunyai tiga macam benda kesayangan, yang pertama selembar
kulit harimau berwarna putih, yanp kedua sebuah batu permata yang besarnya seperti
telur ayam, dan yang ketiga adalah sebuah batu pualam berurat-urat, kembangkembang
dan ada harimau di dalamnya." jawab Siau Po dengan tenang.
Si laki-laki penyakitan tertawa terbahak-bahak.
"Ha.... Ha.... Ternyata kau benar-benar tahu. Nih kau lihat!" katanya.
Si laki-laki penyakitan itu membuka bajunya lalu mengeluarkan sebuah bungkusan
yang kemudian dihamparkannya, ternyata di dalamnya merupakan sehelai kulit harimau
berwarna putih. Siau Po heran sekali melihatnya.
"Aih.... Aih.... itukan kulit harimau kesayangan Peng Si-ong, bagaimana kau dapat
mencurinya.,.?" tanya Siau Po.
Si laki-laki penyakitan itu tampaknya bangga sekali.
"Mencurinya" ini merupakan hadiah dari Peng Si-ong terhadap aku yang ia berikan
sendiri." jawabnya. Siau Po menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak percaya, aku pernah mendengar abang angkatku Siang Kok Siang
mengatakan.,." katanya.
"Oh, Siang Kok Siang itu abang iparmu?" tanya si laki-laki penyakitan itu.
"Benar, Abang ipar tapi bukan kambing misan-lah, Kakak misanku Gouw Ci Pang,
menikah dengan Siang Kok Siang, Ci Hu Ku itu pandai sekali berperang ia merupakan
Cong Peng kepercayaan dari sepuluh Cong Peng yang paling dipercaya Peng Si-ong."
kata Siau Po. Si laki-laki penyakitan menganggukkan kepalanya.
"Benarlah kalau begitu, Peng Si-ong mengundang aku dan kedua orang tuaku untuk
meminum arak, Akan tetapi ayah dan ibuku tidak pergi jadi hanya aku sendiri yang pergi
ke sana. Peng Si-ong sendiri yang akan menemani aku, Pada saat itu sepuluh Cong
Peng bawahannya semua ikut hadir, malah Cihumu berdiri paling depan." katanya.
"Memang benar apa katamu, Selain dia masih ada Ma Toako, Tong Ping Han,
Angtiako, Tiakok Cu Angtoako, mereka merupakan jendral-jendral yang paling ternama,
Wah bangga sekali, tampang mereka pun benar-benar perkasa!" kata Siau Po.
"Apa yang dikatakan kakak iparmu tentang kulit harimauku ini?" tanyanya.
Siau Po memang berniat akan mengambil hatinya, maka ia berbicara dengan nada
menyanjung orang yang ada di hadapannya.
"Menurut abang iparku, ketika Tan Wan Wan masih menjadi orang kesayangan
Gouw Sam Kui ia pernah masuk angin, bahkan pilek dan batuk, Dan menurut orang,
asalkan menggunakan kulit harimau itu sebagai selimut selama tiga hari tiga malam
penyakitnya akan segera sembuh. Karena itu ia memohon pada Peng Si-ong untuk
meminjam kulit harimau putihnya ini, akan tetapi Peng Si-ong berkata: dipinjam oleh
kamu beberapa hari boleh saja, akan tetapi jika untuk menghadiahkan kepadamu sama
sekali aku tidak mau. Kulit harimau ini sangat langka dalam dunia ini. Selama delapan
ratus tahun hanya pernah muncul satu kali harimau putih, seandainya ada tentulah
sangat sulit untuk menangkapnya, apalagi untuk mengambil kulitnya.
Apabila kulit harimau ini diletakkan di dalam rumah, maka segala setan jalanan
ataupun jin mana saja yang melihatnya segera melarikan diri terbirit-birit Siapa yang
mempunyai penyakit tidak perlu meminum obat, asal menggunakan sebagai selimut
tidak sampai beberapa hari saja penyakitnya akan hilang, kau boleh percaya boleh juga
tidak." kata Siau Po dengan panjang lebar.
"Anakku, Peng Si-ong menghadiahkan benda langka ini kepadamu, Hal ini benarbenar
bukti kalau ia sangat sayang kepadamu, Sekarang kau gunakanlah sebagai
mantel, siapa tahu benar-benar dapat menyembuhkan penyakitmu..." ujar si nenek tua.
Si laki-laki penyakitan itu mengerutkan keningnya.
"Aku toh tidak sakit, untuk apa aku mengenakannya?" sahutnya cepat.
Mendengar kata-kata anaknya si nenek tertawa .
"Ya,., Ya...!" Anakku memang sangat gagah, segagah naga perkasa, bahkan
beberapa jagoan di sini saja dapat kau putar-putar seperti gangsing, Kalau orang lain
belum tentu dapat melakukannya." katanya memuji.
Si laki-laki penyakitan itu tertawa terbahak-bahak, Bahkan sampai terbatuk-batuk. Si
nenek berkata dengan tenang.
"Kalau tidur malam hari jangan lupa menggunakan kulit harimau itu untuk kau jadikan
sebagai selimut!" Si laki-laki penyakitan itu memalingkan wajahnya, ia seakan-akan tidak tahu-menahu
dengan kata-kata ibunya. Si kakek tiba-tiba menunjuk pada rombongan Hong Cie Tiong dan yang lainnya ia
lalu bertanya, "Apakah mereka juga rombongan Peng Si-ong?" tanyanya.
Dalam hati Siau Po berpikir.
-- Kalau aku menyamar sebagai keluarga Peng Si-ong tentu tidak apa-apa, akan
tetapi jika orang-orang itu juga akan aku katakan sebagai bawahan Gouw Sam Kui
tentulah mereka tidak sudi, mereka itu adalah orang-orang yang keras kepala,
janganjangan dapat salah omong nanti -Setelah berpikir demikian ia lalu berkata.
"Mereka adalah anak buahku, Kami mendengar kalau Peng Si-ong berniat akan
menyerang, sedangkan menantunya yakni Sie Kiong Cu masih berada di kota raja.
Mereka tidak berhasil untuk melarikan diri sedangkan Gouw Eng Jin, pamanku itu,
sebenarnya paling cocok dengan aku. Aku membawa rombongan ini tujuannya untuk
menolong Gouw Eng Him. Meskipun urusan ini sangat berbahaya sekali, tapi kita harus memiliki
kesetiakawanan yang besar Meski pun yang kita hadapi gunung golok atau hutan
pedang, kami tetap akan menerjangnya !" Ketika mengucapkan kata-kata ini Siau Po
sengaja menunjukkan semangat yang berkorbar-kobar.
Si kakek menganggukkan kepalanya beberapa kali, ia berjalan ke depan beberapa
langkah kemudian menarik ujung tali yang melilit tubuh Hong Cie Kiong dan yang
lainnya hingga terlepas, Setelah itu si kakek menepuk punggung mereka masingmasing
dua kali. Sesaat kemudian totokan mereka telah terbebas dan seorang pelayan menghampiri
Song Ji membuka ikatan tangan dari lilitan rambutnya.
Si kakek berkata dengan Siau Po.
"Kalau hanya mengandalkan kata-katamu tadi sebenarnya tidak dapat aku percaya
juga, Kau dapat mengatakan kalau kau adalah keponakan dari Gouw Si Ong, Urusan ini
bukanlah urusan kecil apakah kau mempunyai buktinya yang kuat?" tanyanya.
Wi Siau Po tertawa. "Lo Ya Cu. Wah urusan ini benar-benar sulit, Aku toh, tidak pernah membawa ayah
dan ibuku kemana-mana. Begini saja kita pergi ke kota raja untuk sama-sama menemui
menantu raja. seandainya ia telah ditangkap oleh kaisar kita dapat menemui Kian Leng
Kong Cu. Kong Cu pastilah akan mengatakan kalau aku ini adalah benar-benar tulen, Bahwa
aku benar-benar bernama Gouw Ci Yong," katanya.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dalam hati ia berpikir. -- sesampainya kalian di kota raja atau ke kota Peking, aku toh tidak harus takut pada
kalian lagi. walaupun kalian dapat menggiring aku ke hadapan Kian Leng Kong Cu.
jangan kata baru menyamar sebagai Gouw Cie Yong, menyamar sebagai kaisar sekali
pun aku yakin Kian Kong Cu akan membela aku dan mengatakan benar -Si kakek dan si nenek saling menatap sejenak, mereka tampaknya belum percaya
penuh, Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Siau Po, Sambil tertawa ia berkata.
"Ah! Aku mempunyai akal, di sakuku ini ada sebuah surat yang ditulis oleh Peng Siong
pribadi Surat ini kalau terlihat oleh orang lain pastilah aku akan terkena bencana,
Akan tetapi aku memperlihatkannya kepadamu karena kalian adalah orang-orang kami,
Kalau kalian ingin melihat saja tidak apa-apa."
Setelah berkata demikian ia mengulurkan tangannya dan mengeluarkan surat yang
dipalsukan oleh Cai Te Kua dan menyerahkannya pada si kakek, Segera si kakek dan
si nenek menelitinya bersama-sama, Setelah itu terdengar si nenek berkata.
"Memang tidak salah, Peng Si-ong bermaksud menjadi pahlawan Bangsa Han, serta
membangun kembali kerajaannya, Peng Si-ong mengharapkan ia untuk datang ke kota
raja untuk menjadi menterinya Jie Ko. Peng Si-ong mengatakan ia ingin memberontak
karena ia menginginkan untuk membangun kembali Kerajaan Han, Akan tetapi jika
mendengar perkataan dalam surat ini, tampaknya hasratnya sendiri tidak kecil."
katanya, sambil melirik sekilas pada Siau Po.
Kemudian ia berkata kembali "Usiamu masih begini muda.,." Tentu ia ingin
mengatakan kalau ia masih begini muda mana pantas Siau Po akan menjadi mentri.
Si kakek kemudian melipat kembali surat itu dan memasukkannya ke dalam amplop,
Setelah itu ia menyerahkannya kembali kepada Siau Po.
"Maafkan aku. Ternyata kau benar-benar keponakan dari Peng Si-ong. Maafkan aku
bila tadi aku telah berlaku kasar kepada kalian!" katanya.
Siau Po tertawa. "Tidak apa-apa. Orang yang tidak tahu kan tidak akan salah," katanya.
Pada saat itu kawan-kawannya telah sadarkan diri, Mereka mendengar kalau Siau
Po mengaku dirinya sebagai keponakan Gouw Sam Kui, Dan ternyata pihak lawan
menjadi percaya penuh, Akan tetapi mereka percaya kalau Siau Po orang pandai yang
banyak memiliki akal. Oleh karena itu tidak ada yang mengatakan apa-apa.
Dalam hati Siau Po berkata.
- Aku pernah mengaku sebagai putra Gouw Sam Kui, terhadap Kan Tian Mo si orang
Mongol. Anaknya saja aku pernah mengaku, toh tidak ada salahnya sekarang aku
mengaku sebagai keponakannya, dan sebaiknya nanti aku menyamar sebagai orang
tuanya Gouw Sam Kui atau kalau mungkin kakaknya -Langit telah mulai menggelap, mereka berdiri di tengah-tengah padang rumput yang
sangat luas, Serangkum hawa dingin mulai berhembusan dan si laki-laki penyakitan
terus saja terbatuk-batuk.
"Mohon tanya. siapakah She Loyatcu dan Lo tai tai ini?" tanya Siau Po.
"Kami ini Sai Kui," jawab si nenek tua.
Dan setelah itu Wi Siau Po berpikir
-- Sai di dunia ini kan banyak sekali, mengapa orang ini memilih Sai Kui (Kura-kura)
benar-benar lucu -Sebenarnya Say si nenek dan si kakek itu bukannya Kui (Kura-kura) akan tetapi Kui
yang lainnya, Karena Siau Po buta hurup, karena bunyinya sama, ia mengira Say si
nenek dan si kakek itu Say Kui yang artinya kura-kura.
Si nenek melirik kembali sekilas pada anaknya, lalu ia berkata.
"Sekarang hari telah mulai gelap, Lebih baik sekarang kita mencari tempat untuk
menginap, Urusan yang lainnya dapat kita bicarakan secara perlahan-lahan." katanya.
"Benar... benar, Tadi di atas bukit aku melihat di kejauhan, ada asap yang
mengepulngepul tentunya ada rumah penduduk di sekitar sini, Ada baiknya kalau kita menginap
barang satu malam saja." jawab si lelaki penyakitan.
Ia lalu menunjuk ke arah rumah besar Cuang, sebenarnya jarak antara mereka
dengan rumah besar Cuang ada belasan Lie. perjalanannya terhalang oleh perbukitan
yang rimbun dengan pepohonan Mana mungkin dapat melihat asap yang mengepulngepul
dengan jarak yang sedemikian jauhnya.
Si pelayan laki-laki menuntun dua ekor kuda, dan berjalan menghampiri majikannya,
Kemudian ia mempersilakan pada si laki-laki penyakitan dan si kakek serta si nenek
menaikinya, Si nenek dan si laki-laki penyakitan menunggang kuda yang sama, si
nenek duduk di belakangnya, tangannya memeluk pinggang si laki-laki penyakitan
Si kakek dan si nenek sudah naik ke kudanya sedangkan Siau Po dan kawankawannya
yang telah memiliki kuda masing-masing menaiki kuda mereka, dan berjalan
bersama-sama. Setelah berjalan sejenak Siau Po berkata dengan Song Ji dengan suara lantang.
"Cepat kau larikan kudamu ke sana, Coba kau lihat apakah di sana ada rumah atau
penginapan Carilah satu atau dua rumah untuk kita menginap satu atau dua malam.
Tuan muda dari Kui harus meminum obat sop Jin Som dan kita paling tidak harus
mencuci muka ataupun mandi, Kalau mereka tidak mau, kasih saja beberapa uang tai!
perak sebagai ganti mereka." katanya.
Setiap Siau Po mengatakan sepatah kata Song Ji selalu saja mengiyakan, Setelah
itu Siau Po mengeluarkan sejumlah uang perak dari dalam sakunya berikut sebungkus
obat bius. Diterimanya semua itu oleh Song Ji yang kemudian ia melarikan kudanya
dengan cepat. Wajah si nenek berseri-seri. ia melihat Siau Po begitu memperhatikan anaknya untuk
meminum obat sop Jin Som, agar kesehatannya terjaga.
Setelah melarikan kudanya beberapa Lie, Song Ji kembali melarikan kudanya ke
arah mereka. "Siang Kong, di depan sana bukannya sebuah desa ataupun kota, akan tetapi di
sana ada sebuah rumah besar, Para laki-laki di rumah itu semuanya sedang pergi,
mereka mengatakan bahwa mereka tidak dapat menerima tamu, Aku telah memberikan
uang pada mereka akan tetapi masih saja menolaknya. katanya.
Siau Po berpura-pura marah.
"Dasar budak bodoh, tidak perduli mereka mau menerima kita atau tidak, yang
penting kita harus ke sana!" bentaknya.
"Baik Siang Kong," sahut Song Ji.
"Kami toh, hanya menginap satu malam saja, Biarpun di rumah itu tidak ada laki-laki
memangnya kita mau merampok atau mencuri istrinya?" kata si nenek.
Serombongan itu pun berjalan menuju ke keluarga Ceng, Salah seorang pelayan si
laki-laki penyakitan itu beberapa kali mengetuk pintu. Tak lama kemudian keluarlah
pelayan rumah itu. Rupanya telinganya setengah tuli dan matanya rabun. Setelah diajak
bicara beberapa kali ia terus saja mengatakan kalau di rumah itu tidak ada laki-laki.
Si laki-laki penyakitan itu tertawa.
"Kalau di rumahmu tidak ada laki-laki kami kan banyak laki-laki dan berarti kita telah
banyak laki-laki." kata si lelaki penyakitan
Setelah berkata demikian ia turun dari kudanya dan berjalan menyusup ke dalam
rumah itu, ia pun mendorong tubuh nenek itu. Lalu yang lainnya ikut masuk ke dalam.
Tanpa sungkan-sungkan mereka terus saja duduk di ruangan yang besar.
"Mama Tio, Mama Sun cepat kalian masak air dan nanak nasi, Kalau tuan rumah ini
tidak menyukai kedatangan kita, biarlah kita bekerja sendiri saja." terdengar perintah
si nenek tua, ibu si lelaki penyakitan.
Kedua pelayanan yang mendengar majikannya berkata demikian langsung
mengiyakan dan berjalan masuk ke dalam dapur.
Ci Tian Coan dan beberapa kawannya pernah masuk ke dalam rumah besar ini, ia
pun mengetahui riwayat keluarga itu yang sangat mengenaskan sekarang mereka
melihat Siau Po dengan berbagai cara menipu lawannya, Si kakek dan si nenek juga
laki-laki penyakitan itu masuk perangkap yang ia buat.
Dalam hati mereka merasa senang, karena itu pula mereka langsung duduk di atas
lantai, Mereka sengaja duduk berjauhan dengan si laki-laki penyakitan dan Siau Po.
sehingga mereka berharap tidak sampai menunjukkan kebocoran.
Si kakek menunjuk pada Gouw Cie Yong.
"Siapakah laki-laki yang mulutnya berdarah ini?" tanyanya.
"Orang ini seorang pejabat kerajaan, aku bertemu dia di perjalanan. Kami takut kalau
dirinya akan membocorkan rahasia kerajaan, karena itu aku memotong lidahnya." jawab
Siau Po. Pada saat kejadian jarak antara Siau Po dan si kakek sangatlah jauh, akan tetapi ia
dapat melihat kejadian itu. Hatinya merasa curiga juga. Setelah mendengar keterangan
Siau Po ia tetap merasa curiga, ia lalu berjalan ke arah Gou Cie Yong.
"Benarkah kau seorang pejabat kerajaan?" tanyanya.
Sejak tadi Gouw Cie Yong sedang menahan rasa sakit yang tidak tertahankan ia
hanya dapat menganggukkan kepalanya saja.
"Kau tahu ada orang yang akan memberontak dan kau akan melaporkannya bukan?"
tanya si kakek kembali. Gouw Cie Yong sadar percuma saja kalau membantah ia hanya berharap kalau si
kakek dapat menolongnya. Karena itu ia hanya menganggukkan kepalanya.
"Dia mengetahui kalau di bagian selatan ada yang akan mengadakan
pemberontakan Kalau benar terjadi pemberontakan tentulah kejadiannya akan hebat
sekali." sahut Siau Po.
"Benarkah apa yang dikatakannya?" tanya si kakek kepada Gouw Cie Yong.
Orang yang ditanya hanya menganggukkan kepalanya saja, Si kakek sudah tidak
mencurigai lagi pada Siau Po.
Kepercayaan si kakek sekarang sudah mulai bertambah ia kembali ke tempat
duduknya lalu bertanya pada Siau Po.
"Siapakah yang mengajarkan ilmu silat kepada anda?"
"Aduh, guruku ada beberapa orang, yang pertama, kedua, ketiga, yah ada tiga orang
guruku, Akan tetapi aku sangat malas dan juga bodoh dalam mempelajari ilmu silat,
ilmu apa pun tak dapat aku mempelajarinya." jawab Siau Po dengan tenang.
Dalam hati si kakek berpikir.
-- Kau kira aku tidak tahu kalau ilmumu itu sangat jelek sekali, akan tetapi sebaliknya
ilmu orang ini tidak dapat dikatakan terlalu buruk, walaupun ia menguasai dari luarnya
saja, jika untuk melarikan diri dari kejaran musuh rasanya masih ada manfaatnya
sedikit. Hal ini menandakan kalau ilmu ini yang menggunakan orang dari kalangan atas
yang jarang ada tandingannya Si kakek bertanya kembali
"Siapa yang mengajarimu ilmu meringankan tubuh?"
Dalam hati Siau Po berpikir.
-- Sejak tadi ia terus saja menanyakan kepadaku tentang ilmu meringankan tubuh
yang aku pelajari Kemungkinan ia sama dengan Su Tai itu. Wah, aku tidak dapat
mengatakannya, akan tetapi ia kawannya Gouw Sam Kui, kemungkinan ada
hubungannya juga dengan orang-orang dari Tibet Setelah berpikir demikian ia lalu berkata.
"Ada orang yang dari Tibet yang bernama Sang Cie. Ketika aku mengunjungi Kun
Beng untuk bertemu dengan Peng Si-ong, aku kebetulan berkenalan dengan orang
Tibet itu. ia mengatakan ilmuku terlalu rendah, kalau aku berkelahi dengan orang
pastilah akan mengalami kekalahan Karena itu ada baiknya jika aku mempelajari ilmu
melarikan diri, sehingga aku mempelajarinya beberapa hari, Aku mempelajarinya
setengah mati. Tadinya aku mengira ilmuku ini sudah tinggi sekali, akan tetapi setelah
aku bertemu dengan engkau Kong Kong dan Po Po serta kakaknya yang bertubuh
kekar dan sehat ini ilmuku tidak ada gunanya." kata Siau Po.
Si nenek mendengar kalau Siau Po memuji anaknya yang bertubuh kekar dan sehat
tentu saja hatinya merasa senang sekali. wajahnya langsung berseri-seri matanya
melirik ke arah putranya, Kegembiraannya pun meluap.
"Jie Po. semangat anak kita dalam beberapa hari ini memang sangat baik sekali,"
katanya. Si kakek lalu menganggukan kepalanya, ia melihat anaknya dalam keadaan
setengah tertidur, di sampingnya, Keadaannya benar-benar mengenaskan sebenarnya
ia merasa pilu juga, akan tetapi lalu berkata pula pada Siau Po.
"Oh, rupanya begitu." kata si kakek tua.
"Bagaimana Sang Cie dapat menguasai ilmu meringankan tubuh dari perguruan Kiat
Kiam Bun?" tanya si nenek.
"Di dalam perguruan Kiat Kiam Bun ada seorang bernama Giok Cin Jue. ia pernah
tinggal cukup lama di daerah Tibet," sahut si kakek.
"Ah benar, dia adalah adik seperguruan dari Bok Sam Tiang, kemungkinan ketika
tinggal di Tibet ia mengajarkan keponakan muridnya yang lain," jawabnya.
Ia memalingkan wajahnya pada Song Ji.
"Nona kecil, siapakah yang mengajakmu ilmu silat?" tanyanya,
Sepasang matanya yang keluar meneliti Song Ji, seakan asal-usul gurunya sangat
penting sekali bagi mereka.
Hati Song Ji berdebar-debar ditatap oleh si kakek dan si nenek.
"Aku.... Aku.,." Dia jarang berdusta, maka itu ia bingung untuk berbicara dengan
orang-orang itu. "Dia kan budakku, Si Ihama dari Tibet itu pernah juga mengajari dia beberapa lama,"
jawab Siau Po, menyesal sebelum Song Ji sempat bisa menjawab.
Si kakek dan si nenek serempak menggelengkan kepalanya.
"Pasti bukan!" kata mereka.
Wajah mereka segera berubah menjadi kelam, Tiba-tiba si laki-laki penyakitan itu
terbatuk-batuk dengan suara keras, Si nenek cepat-cepat menghampirinya dan
menepuk-nepuk pundaknya, sedangkan si kakek pun memalingkan wajahnya menatap
anaknya. Dua orang pelayan keluar dari dalam dapur dengan membawa sop Jim Son dan teh
hangat di atas nampan, Mereka berdiri di depan si laki-laki penyakitan Setelah sop Jim
Som itu dingin mereka meminumkannya pada si laki-laki penyakitan secara perlahanlahan.
Lalu yang seorang lagi membagi-bagikan mangkok teh. Bahkan kawan-kawan
Siau Po mendapat bagian juga.
Si kakek menghirup teh dari dalam cawannya, akan tetapi ketika ia ingin bertanya
kembali pada Song Ji ternyata gadis itu telah berjalan ke ruang belakang, Tiba-tiba si
kakek berdiri dan bertanya pada mama Sun.
"Dari mana kau mendapatkan air panas untuk menyeduh teh?" tanya si kakek.
Siau Po terkejut setengah mati jantungnya berdegup-degup, dalam hati ia berkata.
- Celaka.. Celaka, Si tua yang mau mampus ini tentulah sudah mengetahui siasatku"Aku dan mama Tio yang telah memasaknya." jawab orang itu.
"Dari mana kau mendapatkan airnya?" tanyanya lagi.
"Dari tempayan di dalam dapur itu," jawabnya.
Lalu mama Tio pun ikut berkata. "Kami telah memeriksanya dengan teliti airnya
bersih sekali...." Belum lagi perkataannya selesai Bluk... Bluk. Kedua pelayan si kakek dan si nenek
itupun jatuh tak sadarkan diri.
Si nenek langsung mencelat bangun, tubuhnya terhuyung-huyung dan tangannya
memegangi erat kepala. "Di dalam teh ada racun!" teriaknya.
Ci Tian Coan dan yang lainnya belum meminum teh itu. Masing-masing memberikan
isyarat pada kawan-kawan mereka, Satu persatu mereka ber-pura-pura terkulai tidak
sadarkan diri. "Prang.,., Prang!"
Terdengarlah suara cawan itu berjatuhan, dan pecah berantakan
Melihat hal itu Siau Po langsung berteriak. "Aduh!" Setelah itu ia pun menjatuhkan
dirinya ke atas tanah berpura-pura pingsan.
Mama Tio dan mama Sun berkata.
"Kami yang telah memasak air itu dan di dalam dapur tidak ada orang lain selain
kami berdua, Mana mungkin kami memberikan racun itu pada minuman Siau Ya dan
yang lainnya!" kata mereka serempak.
"Di dalam tempayan pastilah telah diberikan obat racun. Anakku bagaimanakah
perasaanmu?" tanya si nenek.
"Lumayan.... Lumayan...!" jawabnya.
Setelah menjawab pertanyaan ibunya ia pun terkulai dan jatuh pingsan di atas tanah.
Melihat hal itu si kakek dan si nenek menjadi terkejut sekali.
"Kami tidak menambahkan air sedikit pun dalam obat sop Jim Som. Sop itu adalah
sisa masakan kami tadi siang sewaktu kita berada di dalam kedai itu. Dan kami simpan
di dalam kantong ini dengan baik, Mana mungkin itu dapat terjadi" Tadi siang kami tidak
apa-apa meminum air di dalam kedai itu mengapa sekarang jadi begini...?" kata mama
Sun cemas dan ketakutan "Kami hanya menghangatkan sop itu saja dan tidak menambahkan air serta apapun
ke dalam sop Jim Som!" ujar mama Tio.
"Benar kami tidak menambahkan air sedikit pun!" sambung mama Sun.
"Meskipun kalian hanya menghangatkannya, mungkin kalian menggunakan tutup
tempayan dalam dapur tadi. Apakah kalian menggunakan tutup tempayan dalam dapur
itu?" tanya si kakek tua.
"Benar kami menggunakan tutup tempayan itu, akan tetapi jika hanya tutupnya saja
mengapa menjadi begini...?" tanya mama Sun.
"Benar, dari tutupnya akan menguap, dan kini anakku... anakku... Oh mengapa
dia..?" teriak si nenek panik.
Tangan si nenek meraba-meraba kening si laki-laki penyakitan itu, ia sangat khawatir
sekali dengan anak itu. Sementara itu si kakek berusaha mengatur tenaga dalam untuk selanjutnya ia
menggunakan tenaga dalam itu secara keseluruhan ia ingin agar racun yang ada dalam
tubuhnya dapat keluar dengan cepat. Racun itu yang ada dalam minuman mereka.
Terdengar si kakek berbicara.
"Cepat kau ambilkan air dingin.,.!" katanya.
Mama Sun dan mama Tio tidak meminum teh yang ia buat itu. Apalagi setelah ia
melihat keadaan itu, Mereka sangat takut sekali serta khawatir kalau-kalau majikannya
akan marah kepadanya. Maka setelah mendengar kata-kata majikannya mereka
langsung saja berhamburan pergi ke dalam untuk mengambil air dingin yang
dimaksudkan majikannya itu.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Rumah ini aku rasakan sangat aneh sekali!" kata si nenek tua.
Si nenek tua tidak pernah membawa senjata, karena itu ia lalu membungkukkan
dirinya untuk mengambil sebilah golok dari tangan salah seorang pelayannya. Akan
tetapi setelah ia menundukkan kepalanya ia merasakan kepalanya sangat pusing
sekali, sampai sempat terjatuh duduk, Tangannya sendiri telah berhasil memegang
gagang golok, tetapi ia tidak kuat mengangkatnya.
Sementara si kakek menopangkan tubuhnya pada sebuah kursi, matanya
dipejamkan rapat-rapat, ia berusaha untuk menguasai dirinya yang sedang terkena
racun, ia mengatur pernapasannya dengan cermat, sementara tubuhnya terhuyunghuyung
menahan pusing yang sangat.
Siau Po berbaring di atas tanah, matanya dibuka sedikit untuk digunakan mengintip,
sementara ia melihat Song Ji yang membawa beberapa orang wanita pelayan.
Melihat Song Ji dengan membawa besar beberapa orang wanita itu si kakek dengan
tiba-tiba menghajar Song Ji. Dan perempuan yang berpakaian putih terpental sejauh
beberapa langkah, Tubuh orang itu membentur sebuah kursi barulah ia dapat berhenti.
Dalam waktu yang bersamaan Ci Tian Coan dan yang lainnya segera membentak
dengan kasar. setelah itu mereka semuanya mencelat bangun dan menghampiri si
kakek yang telah menghajar wanita itu.
Baru saja mereka mendekat, si kakek telah jatuh terkulai di tanah.
Hong Cie Tiong segera menotok jalan darah si kakek dan juga si nenek. Setelah itu
ia menghampiri si Iaki-Iaki penyakitan dan menotoknya, sehingga dengan demikian si
kakek dan si nenek serta si Iaki-laki penyakitan jika terbangun dari pingsannya tidak
dapat melakukan perlawanan.
Melihat hal yang demikian Siau Po langsung bangun dari tidurnya di atas tanah, ia
lalu tertawa terbahak-bahak, setelah itu berteriak.
"Cuang San Nai Nai, apa kabar?" serunya dengan suara keras.
Setelah berkata demikian ia menghampiri si wanita berpakaian putih-putih yang telah
terkena tendangan si kakek tadi.
Ternyata wanita yang menggunakan pakaian putih-putih itu adalah nyonya ketiga
dari keluarga Cuan, Setelah melihat kalau Siau Po telah mendekat dengannya dan Siau
Po sendiri telah memberikan hormatnya, nyonya itu membalas hormat yang telah
diberikan Siau Po kepadanya.
"Wi Siau Ya, kau telah mengirim musuh besar kami ke mari, Entah bagaimana kami
harus membalas budi baik Wi Siau Ya. Dengan kalian telah mengirim musuh besar
kami ke mari, kami dapat membalaskan sakit hati kepada orang-orang ini. Wi Siau Ya,
aku menginginkan kau dapat bertemu dengan guru kami," katanya.
Setelah berkata demikian ia menarik tangan Siau Po dan mengajaknya ke hadapan
seorang wanita yang menggunakan pakaian kuning-kuning, yang berada di dekat
mereka. Si wanita yang berpakaian kuning-kuning itu terus mengurut tengkuk si wanita yang
terkena hantaman tadi. Ternyata wanita yang terkena hantaman si kakek tua itu telah
membuka mulutnya dan mengeluarkan segumpal darah segar.
Sambil tersenyum si wanita yang menggunakan pakaian kuning-kuning itu berkata.
"Sekarang kau tidak apa-apa lagi, kau dapat segera sembuh," kata si gadis yang
menggunakan pakaian kuning-kuning itu.
Suaranya sangat lembut sekali, sehingga enak didengar Siau Po melihat usia wanita
itu sudah tidak muda lagi, Akan tetapi setelah mendengar suaranya yang merdu dan
enak didengar Suara wanita itu sama saja dengan suara seorang gadis belia.
Kepala wanita itu menggunakan sebuah mahkota yang sangat indah dan berwarna
kuning juga, sama dengan pakaian yang ia gunakan, Di pinggangnya terdapat sebuah
kain sutra berwarna merah. Akan tetapi wanita ini menggunakan dandanan yang sangat
aneh sekali, Rambutnya memang sudah putih, akan tetapi wajahnya pun putih bersih,
Di sudut matanya terdapat sedikit kerutan.
Wanita itu juga dilihat dari kepalanya sudah berusia di atas lima puluh tahun. Akan
tetapi jika dilihat dari bentuk tubuh dan wajahnya ia masih sangat muda dan cantik,
dalam hati Siau Po berpikir.
-- Orang ini toh Guru dari nyonya ketiga Cuang. Karena itu sudah selayaknya
menyembah dan berlutut di hadapannya, Akan tetapi aku, apakah pantas jika aku
melakukannya sama dengan apa yang dilakukan nyonya itu" Setelah berpikir demikian Siau Po lalu menghampiri wanita itu dan selanjutnya
memberikan hormat sambil berkata.
"Kakak, Nenek, Siau Po memberikan hormat.,." katanya.
Wanita itu tertawa. "Anak muda, kau memanggilku apa?" tanyanya,
Mendengar kata-kata itu Siau Po lalu berdiri.
"Kau adalah guru dari Sam Nai Nai, akan tetapi jika aku melihat kau dari tampangmu,
kau lebih pantas jika menjadi kakakku, Aku tadi memanggilmu nenek, akan tetapi
karena kau pantas jadi kakakku maka aku mengalihkan kata-kataku menjadi kakak
nenek,.," jawabnya. Perempuan itu tertawa terkekeh-kekeh, "Kau katakan kalau aku pantas jika menjadi
kakakmu" Apakah lebih pantas lagi jika aku menjadi adikmu?" kata wanita berpakaian
kuning itu. "Kalau aku mendengar suaramu dari kamar sebelah, pastilah aku akan
memanggilmu adik nenek Hal itu dikarenakan suaramu masih sangat merdu jika
didengar!" katanya. Perempuan itu tertawa sampai tubuhnya terguncang-guncang.
- Budak ini sangat menyenangkan sekali, mulutnya manis jika mengeluarkan katakata,
ia dapat pula membuat orang lain dapat menyukainya - Katanya dalam hati.
Setelah berpikir demikian ia lalu bertanya pada Siau Po.
"Mungkinkah Wi Su Pek (Paman seperguruanku yang pahlawan besar itu pun
terkena jerat kata-kata dan juga akal buIusmu?"
Mendengar ucapannya semua orang terkejut setengah mati, Siau Po lalu menunjuk
pada si kakek. "I.... Ni.... Kakek ini, adalah paman seperguruan kakak nenek-" katanya.
Mendengar kata-kata Siau Po yang menurutnya sangat lucu sekali kembali si wanita
itu tertawa. "Memang bukan," katanya, "Aku dengan dia sudah empat puluh tahun, akan tetapi
kami tidak pernah berjumpa muka, Mulanya aku pun tidak mengenalinya, sampai ketika
ia turun tangan, Si kakek itu menggunakan jurus Suap Kuan Tai Ling (Salju
menghampar di sekitar pegunungan Tay San).
Begitu lihaynya ia menggunakan jurus-jurus itu. Di daerah Puong Wa tidak mungkin
ada orang kedua yang dapat menggunakan ilmu itu. Karena itu aku segera dapat
mengenalinya." Wajah Siau Po segera menunjukkan kemurungan.
"Wah, kalau ternyata kakek ini adalah orang sendiri, urusan ini menjadi repot juga."
katanya. Perempuan itu menggelengkan kepala sambil tertawa, Akan tetapi sambil tertawa
wanita itu terus saja berpikir mencari jalan yang terbaik dalam menyelesaikan urusan
ini. "Aku sendiri tidak mengetahui bagaimana caranya menyelesaikan urusan ini dengan
paman seperguruanku. Kalau guruku sampai mengetahui akan hal ini, pastilah aku
akan dicaci-makinya habis-habisan." jawabnya.
Bagian 76 Siau Po melihat beberapa orang wanita dari keluarga Cuang telah berdiri menunggu
di samping dengan membawa tali pada tangan mereka masing-masing, Wanita itu
sambil tertawa melanjutkan kata-katanya.
"Kalau kau yang telah memerintahkan orang-orang itu untuk mengikat paman
seperguruanku dan beberapa kawan-kawannya, lebih baik kau saja yang menarik
kembali perintah yang telah kau katakan pada mereka, Jadi tidak ada urusannya
denganku, aku hanya melihat kalian saja. Aku tidak berani mengikat paman
seperguruanku itu. Namun jika ia tidak diikat dan sadar, Wah aku tidak dapat
mengalahkannya. Adik kecil, apakah kau sanggup mengalahkan dia?" tanyanya.
Siau Po senang sekali, Sambil tertawa lebar ia berkata.
"Wah, lebih-lebih aku. Kalau kau saja sudah mengatakan tidak sanggup lalu siapa
yang akan dapat mengalahkannya, sedangkan aku sendiri tidak memiliki ilmu apapun.
Siau Po mengamati si wanita itu. ia lalu berusaha mengartikan kata-kata wanita itu.
Asalkan urusan ini tidak ada hubungannya dengan aku, atau dapat berkaitan dengan
dirinya, dengan demikian ia tidak dapat berlaku kurang ajar terhadap paman
seperguruannya itu. Karena itu ia lalu berkata pada kawan-kawannya.
"Orang ini adalah sekongkolan Gouw Sam Kui. ia bukan orang baik-baik. Kita orangorang
Thian Te hwe mengikatnya. sehingga urusan ini tidak ada hubungannya dengan
kakak nenek. Dengan demikian kita telah mengambil jalan tengah." katanya.
Ci Cuan dan yang lainnya telah dipermainkan dengan si laki-laki penyakitan ini, ini
merupakan hal yang sangat memalukan dan mereka belum pernah mengalami
sebelumnya. Dalam hati memang mereka telah dendam dan benci setengah mati. Karena itu
mereka segera mengambil tali-tali yang dipegang oleh para wanita yang ada di rumah
itu, yaitu wanita dari keluarga Coan.
Setelah menerima tali dari tangan para wanita itu ia segera mengikat si kakek dan si
nenek serta si laki-laki penyakitan dan beberapa pelayannya.
Perempuan yang menggunakan pakaian kuning itu lalu bertanya.
"Bagaimana mungkin paman seperguruanku dapat berteman dengan Gouw Sam Kui.
Dan dari mana kalian dapat mengetahuinya?"
Mendengar pertanyaan itu, Siau Po lalu menceritakannya kepada si wanita adik
seperguruan si kakek yang telah membuatnya menjadi repot, Siau Po menceritakannya
tanpa mengurangi ataupun menambahkannya.
Cerita itu diawali sejak mereka bertemu di kedai makan di ujung desa, ia pun
menceritakannya tentang kelakuan si laki-laki penyakitan yang telah mempermainkan
kawan-kawannya sesama anggota Thian Te hwe, Siau Po ternyata masih
menyembunyikan beberapa cerita yang membuat malu pada dirinya dan juga kawankawannya.
Secara kasarnya ia menceritakan kalau si laki-laki penyakitan telah melakukan
perbuatan yang memalukan itu, Dan si laki-laki penyakitan itu mempunyai ilmu yang
sangat lihat sekali, Kawan-kawannya bukanlah tandingan laki-laki penyakitan itu,
"Adik seperguruanku ini, sebenarnya ia pernah ditolong oleh guruku, Sejak kecil
orang ini telah penyakitan, dan sampai sekarangpun aku melihat keadaannya masih
sama saja dengan tahun-tahun yang lalu, Namun ia anak tunggal dari paman
seperguruanku dan dapat dikatakan kalau anak ini adalah permata hati mereka.
Meskipun anak laki-laki yang satu-satunya ini mempunyai penyakit sudah beberapa
puluh tahun tidak dapat sembuh juga." kata wanita yang menggunakan pakaian kuning.
Wanita itu menghentikan sejenak kata-katanya. ia melirik pada si kakek, dan setelah
itu ia melanjutkan kata-katanya.
"Paman seperguruanku sebenarnya orang dari golongan lurus, Bagaimana mungkin
ia dapat sekongkol dengan si penjahat besar Gouw Sam Kui. Akan tetapi jika masalah
itu benar, aku tidak akan dimarahi guruku."
Kalau mendengar dari nada kata-katanya Siau Po dapat mengetahui bahwa si wanita
ini sebenarnya paling takut selalu dengan gurunya.
"Siapa pun yang telah menolong Gouw Sam Kui, ia harus dibunuh, itu sudah
merupakan keputusan Dan kalau gurumu sampai mengetahui akan hal itu tentulah ia
akan memujimu setinggi langit." kata Siau Po.
Perempuan itu tertawa. "Benar."
Matanya menatap pada si kakek dan si nenek yang berada di depannya, ia
termenung sesaat, lalu memeriksa pernapasan si laki-laki penyakitan, dan berkata
kembali "Tan Nai Nai, kalau paman seperguruanku ini sudah sadar, ia pastilah akan marah
sekali. Lebih baik begini saja, mereka kita ikat semuanya, dan setelah itu kita semua
pergi meninggalkan tempat ini dan meninggalkan mereka dalam keadaan tidak
sadarkan diri, jika mereka telah sadar, mereka tidak akan mengetahui siapa sebenarnya
yang telah melakukannya, bagaimana menurut pendapat kalian?" tanyanya.
"Apa saja yang akan diperintahkan oleh Suhu, kami semua akan menurut saja,"
jawab Sam Nai Nai. Akan tetapi dalam hati mereka berpikir
- Mereka telah tinggal di tempat ini selama beberapa puluh tahun, tiba-tiba mereka
harus meninggalkan tempat itu. Bagaimanapun masih timbul rasa berat dalam hatinya,
Lagi pula urusan pindah bukanlah urusan yang mudah dan sepele - katanya dalam hati
Seorang nenek yang berpakaian putih pun ikut berkata.
"Musuh sudah kita dapatkan, berarti dendam kami telah terbalas, Karena itu kami
akan membakar abu jenazah," katanya.
"Apa yang dikatakan koko memang benar," kata si nenek.
Sementara itu, orang-orang Thian Te hwe segera menyeret Gou Cie Yong, dan
menghempaskannya dalam keadaan berlutut di atas tanah, Sang nenek mengambil
sebuah buku dari atas meja, dan menyodorkannya pada Gou Cie Yong.
"Gaou Tayjin, buku apa ini" Apakah kau masih dapat mengenalinya?" tanyanya.
Gaou Cie Yong setelah melihat buku yang telah lusuh itu, baik tebal tipisnya ia
segera mengenali. Dari buku itulah ia mendapatkan rejeki dan kenaikan pangkat. Sekali
ia melihat judul buku yang diberikannya maka ia langsung saja mengenali dan
mengetahui secara benar isi yang ada di dalam buku itu.
Buku itu berisi daftar nama-nama menteri yang setia dan orang-orang kepercayaan
dari Kerajaan Beng. Karena itu ia segera menganggukkan kepala.
"Sekarang kau perhatikan baik-baik! Pada buku ini terdapat nama-nama yang telah
ditulis di papan, Kalau kau membacanya sampai habis tentulah kau akan mengetahui isi
yang ada di dalam buku ini," kata Nai Nai.
Gaou Cie Yong memalingkan wajahnya dan melihat tulisan yang dimaksudkannya
itu, jumlah nama-nama yang ada di dalam buku itu seratus lebih yang kesemuanya
adalah orang-orang kepercayaan, atau setidaknya orang yang mempunyai perhatian
dengan Kerajaan Beng, Dan dialah yang telah melaporkan hal ini pada Kaisar Tat Cu,
sehingga mereka semuanya dihukum mati.
Gaou Cie Yong tidak sempat membaca keseluruhannya, hanya membaca beberapa
nama saja, akan tetapi sukmanya terasa sudah terbang melayang, lidahnya telah
terpotong oleh Siau Po. sebenarnya dirinya sendiri sedang berada dalam keadaan
setengah hidup, tubuhnya segera lemas, ia terkulai di atas tanah dan gemetar hebat.
"Demi mendapatkan harta dan pangkat, kau telah mencelakai banyak orang, orangorang
yang namanya tertulis di buku ini sebagian besar mati di dalam penjara, dan
sebagian lagi tersiksa sebelum mati, Bahkan ada yang sampai merasakan berbagai
macam penderitaan. Kami-kami ini jika tidak ditolong suhu kami pastilah telah mendapatkan celaka, Kalau
pada hari ini kami membunuhmu dengan sekali bacokan saja sebenarnya sudah terlalu
enak bagimu. Akan tetapi kami orang-orang dari golongan lurus, seandainya kau akan
mati dengan tenang dan enak, sebaiknya kau membunuh dirimu sendiri saja," katanya.
Selesai berkata ia lalu membuka tali dan membebaskan jalan darah di tubuh Gaou
Cie Yong. "Trang!" ia melemparkan sebilah pedang pendek ke atas tanah.
Tubuh Gaou Cie Yong gemetaran, perlahan-lahan ia mengambil pedang yang
diberikan wanita itu, Akan tetapi untuk membunuh dirinya sendiri mana mungkin ia
mempunyai keberanian. Tiba-tiba ia membalikkan tubuhnya dan berusaha untuk
melarikan diri, menghambur keluar ruangan.
Namun baru berlari beberapa langkah tampak belasan perempuan telah
menghadang di depannya, Para wanita yang telah menghadangnya semua
menggunakan pakaian putih-putih. Terdengar suara tersendat-sendat dari dalam
tenggorokannya dan tubuhnya bergerak berkelojotan, tak lama kemudian tubuh orang
itu pun diam. Sam Nai Nai berjalan mendekatinya, ia melihat dari mulut Gaou Cie Yong
mengeluarkan darah segar, hingga mukanya berlumuran darah, Badannya berhenti
tidak bergerak lagi, matanya terbelalak dengan muka yang penuh dengan darah,
pemandangan itu sangatlah mengerikan sekali.
"Yang jahat selalu mendapatkan balasan dari kejahatannya pula, Si penghianat ini
akhirnya mati juga."
Setelah berkata dan melihat orang yang baru saja tewas, ia lalu berjalan ke hadapan
meja sembahyang, lalu berkata.
"Siang Kong sekalian, dendam telah terbalas, Kami harap arwah kalian dapat tenang
di alam baka sana." ujarnya dengan suara bergetar.
Melihat Sam Nai Nai sedang bersembahyang sambil terus saja berlutut, wanitawanita
yang lain pun mengikutinya berlutut dan melakukan sembahyang yang sama
dengan Sam Nai Nai. Mereka bersama-sama menangis menggerang-gerang.
Wi Siau Po dan para anggota Thian Te hwe memberikan hormat di depan meja
sembahyang itu. sedangkan si perempuan yang menggunakan pakaian kuning-kuning
itu hanya berdiri di sampingnya saja, sepasang alisnya bergerak-gerak.
Para perempuan dari keluarga Coan menangis sesaat, kemudian dengan serta merta
mereka semuanya berlutut di hadapan Wi Siau Po. Mereka mengucapkan kata terima
kasih karena Siau Po telah membantunya melampiaskan rasa belas dendam terhadap
musuh besar yang dalam beberapa puluh tahun tidak dapat ditemukan oleh mereka.
Melihat hal itu Siau Po cepat-cepat menganggukkan kepala beberapa kali untuk
membalas hormat para perempuan yang berlutut di hadapannya.
"Urusan kecil mengapa kalian pusingkan" sekarang kalian katakan seandainya
kalian masih mempunyai musuh yang lainnya, katakanlah, aku akan menangkapnya
untuk kalian." ujar Siau Po kepada para wanita itu.
"Si penghianat Gaou Pay telah mati, dan sekarang Gaou Cie Yong telah Wi Siau Ya
bawa ke mari dan menghukum orang ini. Maka dengan musuh besar mungkin sudah
tidak ada lagi, dan dendam kami telah terbalas dengan tuntas." jawab salah dari
mereka. Para perempuan itu segera menggotong keluar meja-meja sembahyang, Setelah itu
dibakar menjadi satu.

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Si perempuan yang menggunakan pakaian kuning-kuning melihat para perempuan
yang menggunakan pakaian putih-putih dari keluarga Caong sedang repot sekali,
Mereka berjalan ke sana-ke mari. ia menjadi tidak sabar, karena itu berjalan keluar dan
memperhatikan orang-orang yang sudah terikat.
Melihat si wanita yang menggunakan pakaian kuning-kuning telah keluar Wi Siau Po
dan para anggota Thian Te hwe mengikutinya keluar dari dalam rumah itu. sedangkan
si kakek, si nenek, dan si laki-laki penyakitan itu belum juga sadarkan diri. Si wanita
yang menggunakan pakaian kuning-kuning itu tersenyum.
"Eh, Budak kecil, seandainya kau akan menggunakan racun untuk orang lain
seharusnya kau gunakan dengan cara yang benar dan jujur, jangan kau gunakan
secara sembunyi-sembunyi," katanya.
"Iyah.... Iyah, Huan Hue menggunakan obat untuk membius orang, Hal ini terpaksa
kami lakukan karena kalau kami melawannya dengan cara kekerasan kami tidak
sanggup, ilmu mereka terlalu tinggi seandainya aku tidak menggunakan akal muslihat,
mungkin leherku sekarang ini sudah tidak ada lagi di kepalaku, Mereka pasti akan
menebas leherku ini. Memang perbuatan seperti ini tentulah tidak dipandang. Dan dianggap hina oleh para
pendekar di dunia Hang Ko. Aku merasa telah melakukan kesalahan besar dan lain kali
aku tidak akan melakukan hal yang serupa," katanya.
Wanita berpakaian kuning itu tersenyum, "Apanya yang disebut perbuatan baik atau
perbuatan yang salah. Kalau kita membunuh orang, kita tetap pembunuh, Kalau kita
menggunakan pedang itupun membunuh orang namanya, dan kalau menggunakan
Pendekar Lembah Naga 20 Kisah Dewi Kwan Im Karya Siao Shen Sien Si Bayangan Iblis 1
^