Pencarian

Kaki Tiga Menjangan 41

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 41


The Kek Song dan Pang Ci Hoan terus menggelinding sampai ke bawah bukit Pada
saat itu juga, racun yang terdapat dalam senjata rahasia Siau Po sudah bereaksi.
Keduanya menjerit-jerit seperti babi yang sedang dipotong. Tubuh mereka
menggelinding ke sana ke mari karena tidak sanggup menahan rasa sakit yang
mengerikan itu. Untungnya, sejak Ho I Siu masuk ke dalam perguruan Hoa San pai, segala macam
senjata atau benda-benda yang menggunakan racun tidak pernah disentuhnya lagi,
Senjata rahasia yang diberikannya kepada Siau Po ini tidak mematikan, boleh dibilang
hanya sejenis obat bius. Kalau tidak, sebelum sampai di bawah bukit saja, jiwa The Kek Song dan Pang Ci
Hoan pasti sudah melayang, Apalagi kalau kita membayangkan senjata-senjata rahasia
yang dulu digunakan oleh datuk-datuk yang menamakan diri mereka Lima racun.
Begitu terkena darah, racun segera menyebar, korbannya pun akan mati seketika,
Biarpun demikian, racun di senjata rahasia Siau Po ini dapat menimbulkan rasa sakit
dan gatal yang tidak tertahankan Tubuh mereka seakan dirayapi ribuan kalajengking
dan kepiting, walaupun adat Pang Ci Hoan sangat keras, dalam keadaan demikian, dia
tidak bisa menahan diri untuk tidak menjerit.
Siau Po, Song Ji, Hong Ci Ting, Sou Cuan, Pui le, Bhok Kiam Peng, Kian Leng
kongcu, Cin Ju, A Ko dan yang lainnya susul menyusul sampai. Melihat keadaan Kek
Song dan Ci Hoan, hati mereka terasa giris.
Siau Po segera menenangkan pikirannya, kemudian ia menarik nafas panjang
beberapa kali, setelah itu dia segera menghambur ke samping Tan Kin Lam. Tampak
pedang panjang yang menembus di dada gurunya masih tertancap, tapi sang guru itu
masih belum meninggal, Siau Po langsung menangis menggerung-gerung, sambil peluk
tubuh Tan Kin Lam. Tenaga dalam Tan Kin Lam sudah mencapai taraf yang tinggi sekali, meskipun
lukanya sangat parah, tapi nafasnya belum putus.
"Siau Po, biar bagaimana pun pada suatu saat manusia pasti akan menemui ajalnya,
Selama hi... dup ini, aku selalu berbakti kepada bangsa dan negara, maka aku tidak
merasa malu terhadap langit atau... pun bumi. Kau ju... ga ti... dak perlu ber... sedih
lagi," katanya. "Suhu, suhu!" Siau Po hanya dapat memanggil gurunya berkaIi-kali. Hubungannya
dengan Tan Kin Lam belum berlangsung terlalu lama, apalagi mereka jarang bertemu,
Malah, setiap kali harus bertemu dengan gurunya, Siau Po selalu merasa takut, dia
khawatir Tan Kin Lam akan menguji sampai di mana pelajaran silat yang telah
dicapainya. Oleh karena itu pula, dia tidak terlalu merasakan budi gurunya selama ini. Tapi saat
ini, gurunya sedang sekarat, sedang menunggu ajalnya, Berbagai pelajaran berharga
yang telah diterimanya, kasih sayang gurunya yang tidak berbeda seperti seorang ayah,
sekaligus memenuhi benaknya. Rasanya dia ingin menggantikan selembar nyawa
gurunya dengan nyawanya sendiri.
"Suhu, aku sudah bersalah terhadapmu," kata-nya. "llmu yang kau berikan, sedikit
pun tidak ada yang kupelajari."
Tan Kin Lam tersenyum. "Asal kau bisa menjadi orang baik-baik, gurumu ini sudah merasa senang seka... li.
Belajar silat atau tidak, sama sekali tidak ada artinya ba... giku!"
"A... ku akan menurut apa yang suhu katakan, aku akan menjadi orang baik-baik,
tidak akan menjadi manusia jahat," kata Siau Po.
Sekali lagi Tan Kin Lam tersenyum.
"Anak baik, selama ini kau memang sudah menjadi anak yang baik,"
Siau Po menggigit bibirnya untuk menahan keharuan di hatinya.
"Suhu, si bocah busuk Kek Song itulah yang membunuhmu. Aku sudah berhasil
meringkusnya, aku akan mencincang tubuhnya seperti perkedel untuk membalaskan
dendam bagimu!" Tubuh Tan Kin Lam bergetar, dan cepat-cepat dia berkata.
"Tidak, tidak! Aku adalah bawahan Kok Seng Ya. Seumur hidup ini, budi Kok Seng
Ya yang ditanamkan kepadaku sudah seberat gunung, Biar bagaimana pun, kita tidak
boleh mencelakai keturunan Kok Seng Ya. Dia boleh tanpa perasaan, tapi aku tidak
boleh lupa budi, Siau Po, sebentar lagi aku akan mati, kau tidak boleh menghancurkan
nama baikku selama ini. Pokoknya, kau harus mendengarkan ucapanku ini." sebetulnya
sejak tadi wajah Tan Kin Lam masih memaksakan diri untuk tersenyum, sekarang,
wajahnya tiba-tiba menjadi muram.
"Siau Po," katanya lagi, "Biar bagaimana pun, kau harus membiarkan dia kembali ke
Taiwan, kalau tidak, mati pun mataku tidak akan terpejam!"
Siau Po merasa tidak berdaya mendengar permintaan gurunya.
"Suhu, kalau kau memang mengampuni orang jahat itu, kau tidak perlu khawatir, aku
akan menuruti perkataanmu," sahutnya.
Hati Tan Kin Lam jadi lega seketika mendengar janji muridnya, ia menarik nafas
panjang-panjang. "Siau Po, pekerjaan pihak Thian Te hwee untuk membangkitkan kembali kerajaan
Beng, harus kau lakukan dengan sebaik-baiknya. Asal rakyat kita bersatu, pasti ada
saatnya bangsa kita dapat bangkit kembali Sayangnya, a... ku tidak mempunyai kesem...
patan untuk melihat hari yang dinanti-nanti-kan itu...." suaranya semakin Iama
semakin lemah, tanpa sempat menarik nafas lagi, nyawanya sudah melayang.
Sambil memeluk tubuh gurunya erat-erat, Siau Po menjerit.
"Suhu, Suhu!" Meskipun teriakannya sampai memekakkan telinga, tubuh Tan Kin
Lam sudah tidak berkutik lagi.
Sou Cuan dan yang lainnya masih berdiri di samping Siau Po. Melihat Tan Kin Lam
sudah meninggal dan Siau Po begitu sedih, hati mereka terasa terharu sekali.
Dengan lembut Sou Can menyentuh pundaknya.
"Siau Po, suhumu sudah pergi!" katanya.
Tangis Siau Po semakin menjadi-jadi.
"Suhu sudah mati, Suhu sudah mati!" teriaknya, Seumur hidupnya, Siau Po tidak
pernah mempunyai ayah. Sejak semula dia sudah menganggap Tan Kin Lam seperti
ayahnya sendiri Hanya saja, selama ini dia sendiri tidak menyadarinya.
Sampai saat ini, setelah gurunya meninggal dia baru merasa kehilangan Dalam hati
dia baru tersadar bahwa dia adalah seorang anak haram yang tidak pernah mengetahui
siapa ayahnya. Sou Cuan bermaksud mengalihkan kepedihan hati Siau Po. Oleh karena itu, dia
berkata. "Manusia jahat yang membunuh gurumu sudah berhasil kita kuasai, apa yang harus
kita lakukan terhadapnya?"
Siau Po langsung melompat bangun, dan mulutnya segera memaki.
"Maknya! Telur busuk kecil! Guruku boleh saja jadi bawahan keluarga The kalian,
tapi aku Wi Siau Po tidak pernah menelan sebutir nasi pun dari keluargamu, juga tidak
pernah menggunakan sepeser pun uang dari keluarga The kalian, Neneknya bau!
Bahkan hutang kepadaku saja kau masih belum bayar! Suhu meminta aku mengampuni
jiwamu, baik! Anggap saja jiwamu sudah kuampuni, tapi hutangku harus kau bayar
sekarang juga! Kalau tidak, satu tail uang perak sama harganya dengan sekali tebasan
pisau belatiku ini!"
Sembari memaki-maki, dia mengeluarkan pisau belatinya dan berjalan menghampiri
The Kek Song. jarum beracun yang mengenai tubuh The Kek Song jauh lebih sedikit
daripada yang mengenai Pang Ci Hoan, Rasa sakit dan gatalnya sudah jauh berkurang.
Ketika mendengar Tan Kin Lam memohon pengampunan untuknya, hatinya sudah
senang sekali Tan Kin Lam adalah seorang ketua, perkataannya pasti diturut oleh anak
muridnya, Namun yang punya uang sekarang menagih hutang, sedangkan dia tidak
membawa uang sepeser pun, karena itu dia segera berkata dengan suara meratap.
"Begitu aku kem... bali ke Taiwan, aku akan membayar sepuluh kali lipat... tidak,
malah seratus kali lipat...."
Siau Po menendang kepala The Kek Song satu kali.
"Kau... manusia berhati anjing! Maling busuk yang tidak ingat budi, kata-katamu tidak
ubahnya seperti anjing busuk! Biar bagaimana aku harus membacokmu selaksa kali!"
Pisau belatinya dijulurkan ke depan dan dielus-elusnya wajah Kek Song dengan pisau
belati tersebut. Sukma The Kek Song serasa melayang entah ke mana, Dia ketakutan setengah
mati. Matanya menatap kepada A Ko, dia berharap gadis itu akan membelanya, Tibatiba
suatu ingatan melintas dalam benaknya.
-- Eh, tidak benar, tidak benar! Bocah ini justru suka sekali kepada A Ko. Kalau gadis
itu membelaku sepatah kata saja, kebenciannya kepadaku pasti bertambah-tambah.
Bisa-bisa dia langsung membunuhku Karena berpikir demikian, dia segera berkata, "Hutang sebanyak seratus laksa tail,
pasti akan kubayar, Wi hiocu, eh, kalau Wi Siangkong tidak percaya...."
Siau Po menendangnya satu kali lagi.
"Tentu saja aku tidak percaya! Guruku percaya seratus persen kepadamu, lihat
akibatnya, beliau malah mati di tanganmu!" Hatinya sedih sekali, rasanya dia ingin
menggerakkan pisaunya untuk menggores wajah The Kek Song.
Kek Song segera berseru. "Kalau kau tetap tidak percaya, aku akan meminta A Ko yang menjamin!"
"Percuma saja kalau dia yang menjamin, Dulu dia juga sudah pernah menjamin, toh
akhirnya hutangmu tidak kau bayar juga!" kata Siau Po.
"Aku masih punya jaminan!" sahut Kek Song.
"Bagus! Kutungkan saja kepalamu sebagai jaminannya! Kalau hutang sebanyak
seratus laksa tail sudah terbayar, aku akan mengembalikan kepala anjingmu itu lagi!"
"Aku ingin kau menerima A Ko sebagai jaminannya!" ujar Kek Song.
Saat itu juga, Siau Po merasa seakan bumi berputar dengan cepat, Tangannya
mengendur dan pisau belatinya terjatuh serta tertancap di atas tanah, sejauh beberapa
dim dari kepala The Kek Song, Pemuda dari Taiwan itu sampai mengaduh terkejut dan
cepat-cepat dia menyurutkan kepalanya.
"A Ko kujaminkan kepadamu, Aku akan pulang ke Taiwan untuk mengambil uang,
setelah seratus laksa tail itu kubayar, kau boleh mengembalikan A Ko kepadaku," kata
Kek Song pula. "ltu sih bisa dirundingkan nanti," ujar Siau Po.
"Tidak bisa, tidak bisa! Aku toh bukan milikmu, bagaimana kau bisa menggunakan
aku sebagai jaminan?" teriak A Ko. Air matanya pun jatuh dengan deras tanpa dapat
ditahankan lagi. Kek Song jadi panik. "Sekarang ini aku sedang menghadapi bencana besar, A Ko malah tidak
memperdulikan! perempuan ini benar-benar tidak berperasaan! Wi hiocu, begini saja,
aku jual putus perempuan ini kepadamu, harganya seratus laksa tail, Dengan demikian
aku tidak berhutang lagi kepadamu!" katanya.
"Hatinya selalu condong kepadamu, biar kau menjualnya kepadaku, apa gunanya?"
ujar Siau Po sengaja. "Di dalam perutnya sudah ada benihmu, mana mungkin dia masih condong
kepadaku?" kata Kek Song.
Siau Po menjadi terkejut dan gembira.
"Apa yang kau katakan?" tanyanya kurang percaya .
"Tempo hari ketika di rumah pelesiran Li Cun Wan, kau kan pernah tidur
bersamanya, sekarang dia sudah hamil...."
A Ko menjerit histeris, lalu berlari ke arah lautan. Song Ji yang melihatnya segera
menghambur ke depan serta mencekal lengannya,
"Kau.,, kau sudah berjanji... untuk tidak mengatakannya kepada siapa pun, mengapa
kau mengatakannya sekarang" ucapanmu benar-benar seperti angin...."
Meskipun dalam keadaan marah, tapi dia tetap merasa bahwa seorang gadis tidak
pantas menyebutkan "angin busuk" di depan umum.
Kek Song melihat wajah Siau Po yang sebentar memucat dan sebentar merah, dia
takut pemuda itu berubah pikiran, Oleh karena itu, cepat-cepat dia berkata kembali.
"Anak dalam perutnya itu seratus persen milikmu Hubunganku dengan A Ko putih
bersih, Dia pernah mengatakan kalau kita sudah resmi menjadi suami istri, barulah
kami.... Pokoknya, kau jangan curiga sedikit pun!"
"Masa kau tidak mau menjadi ayah cuma-cuma jagi anaknya?" tanya Siau Po pula.
"Sejak mengandung anakmu, dia selalu teringat kepadamu, Setiap kali bercakapcakap
denganku, dari pagi sampai malam hanya namamu yang disebut-sebutnya terus.
Dengar saja aku sudah muak, untuk apa aku menjadi ayah bagi anaknya?" sahut Kek
Song. Tidak henti-hentinya A Ko menghentakkan kakinya di atas tanah wajahnya sebentar
pucat sebentar merah, Dia marah sekali terhadap Kek Song.
"Kau... kau malah mengatakan... semuanya,.,." Dia sama sekali tidak sadar kalau
ucapannya barusan sama saja artinya membenarkan apa yang dikatakan Kek Song.
Hati Siau Po terasa bahagia sekali.
"Baik, kalau begitu kau boleh menggelinding jauh-jauh!"
Kek Song juga senang sekali.
"Terima kasih, terima kasih banyak-banyak, semoga kalian berdua bisa akur sampai
hari tua, Kado untuk kebahagiaan kalian ini akan... menyusul sesampainya aku di
Taiwan!" Sembari berbicara, perlahan-lahan dia merangkak bangun.
Terdengar suara Puih! Siau Po meludah di atas tanah kemudian memaki.
"Seumur hidup ini, pokoknya aku tidak sudi melihat engkau, si maling busuk lagi!"
Dalam hati dia berpikir -- Aku sudah berjanji kepada suhu untuk mengampuni jiwanya,
Biarlah hari ini aku melepaskannya, Kelak aku dapat mengutus orang untuk
membunuhnya, asal orang suruhan itu bukan orang dari pihak Thian Te Hwee, tentu
tidak ada yang menghubungkannya dengan suhu! Ketiga pengawal keluarga The sejak tadi berdiri di samping, Setelah melihat Siau Po
mengampuni tuan mudanya, mereka baru menghampiri untuk membimbing The Kek
Song. Mereka juga memapah bangun Pang Ci Hoan yang masih tergeletak di atas
tanah. Mata Kek Song memandang ke arah lautan, hatinya terasa lapang, Kapal perang
yang ditumpangi Sie Long sudah jauh di tengah lautan, Di pesisir pantai masih terdapat
dua perahu, yang satu miliknya sendiri, tapi sudah tidak bisa digunakan karena terkena
bom yang diledakkan tentara kerajaan sedangkan yang satunya lagi milik Siau Po dan
yang lainnya. Mereka juga memerlukan perahu itu, sudah pasti mereka tidak sudi mengalah
baginya. "Pang suhu, kita tidak mempunyai perahu, apa yang harus kita lakukan?" tanya Kek
Song dengan suara rendah.
"Kita naik sampan dulu, sambil melihat perkembangannya," sahut Pang Ci Hoan.
Perlahan-lahan rombongan itu berjalan menuju tepi pantai, Tiba-tiba di belakang
mereka ada yang berseru. "Tunggu dulu! Wi hiocu boleh mengampuni kalian, tapi aku tidak!"
Kek Song terkejut setengah mati, tampak seseorang menerjang ke arahnya dengan
tangan menggenggam golok. Ternyata orang itu bukan lain dari jago Thian Te Hwee
yakni Hong Ci Tiong. "Kau... kau toh anak murid Thian Te Hwee, selama ini pihak Thian Te Hwee
merupakan bawahan Cin Peng onghu kami, mengapa kau... kau.,." kata Kek Song
dengan suara gemetar. "Ada apa dengan aku" Pokoknya kalian harus berhenti!" bentak Hong Ci Thiong,
The Kek Song ketakutan setengah mati. "lya," sahutnya.
Hong Ci Tiong kembali ke samping Siau Po.
"Wi hiocu, orang ini telah membunuh Cong tocu. Dia musuh besar pihak Thian Te
Hwee kami yang tidak boleh diampuni, Cong tocu kita pernah mendapat budi besar dari
Kok Seng Ya, maka beliau tidak bersedia mencelakai keturunannya, sedangkan Wi
hiocu sudah mendapat pesan dari Cong tocu agar mengampuninya.
Tapi aku, selama hidup tidak pernah bertemu dengan Kok Seng Ya. Lagipula pesan
terakhir Cong tocu juga bukan disampaikan kepada hamba. Hari ini hamba ingin
membacok manusia jahat ini, guna membalaskan dendam bagi Cong tocu," katanya.
Siau Po mengangkat tangannya ke belakang daun telinganya, berpura-pura tidak
mendengar jelas apa yang dikatakan Hong Ci Tiong.
"Apa yang kau katakan barusan" Eh, aneh. Tiba-tiba saja telingaku ini jadi agak tuli,
Aku tidak mendengar apa-apa. Hong toako, kalau kau ingin melakukan apa saja,
silahkan, Tidak perlu menunggu perintah dariku, Entah mengapa mendadak telingaku
ini jadi penyakitan Aih! Pasti karena ledakan bom si keparat Sie Long!"
Ucapannya ini sudah jelas sekali, Apabila Hong Ci Tiong ingin membunuh The Kek
Song, dia boleh turun tangan, Siau Po tidak akan menghalanginya.
Melihat Hong Ci Tiong masih ragu-ragu, Siau Po segera melanjutkan kata-katanya.
"Sebelum menutup mata, suhu hanya menyuruhku agar mengampuni selembar jiwa
Yang Mulia The Kek Song, tapi tidak meminta agar aku melindunginya seumur hidup,
Yang penting bukan aku sendiri yang turun tangan terhadapnya, Di dalam dunia ini
terdapat beribu-ribu laksa manusia. Selain aku, siapa pun boleh membunuhnya."
Hong Ci Tiong menarik lengan baju Siau Po.
"Wi hiocu, mohon bicara empat mata denganmu.,." katanya.
Kedua orang itu berjalan sejauh belasan tindak lalu berhenti
"Wi hiocu, selama ini Raja sangat menyukaimu bukan?" kata Hong Ci Tiong.
Siau Po merasa heran mendengar pertanyaanku. "Betul, memangnya kenapa?"
"Raja ingin agar kau membunuh Cong tocu, tapi kau tidak bersedia, Hal ini
membuktikan kebaktian dan solidaritasmu tinggi sekarang kau malah melarikan diri
tanpa memikirkan akibatnya, Di mana pun, orang-orang selalu mengagumi seorang
pendekar atau laki-laki sejati!" kata Hong Ci Tiong pula.
Siau Po menggelengkan kepalanya, "Meskipun begitu, akhirnya Suhu toh mati juga,"
sahutnya dengan datar. "Cong tocu dibunuh oleh si bocah busuk The Kek Song," kata Hong Ci Tiong.
"Namun, dengan demikian berarti tugas yang diberikan oleh Raja telah terpenuhi...."
Siau Po kebingungan mendengar ucapannya, "Kau... mengapa kau berkata
demikian?"

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dalam hati Raja, ada tiga orang yang selalu dikhawatirkannya, Apabila ketiga orang
ini masih hidup, kedudukannya tidak dapat dijamin kelanggengannya. Yang pertama
ialah Gouw Sam Kui, hal itu tidak perlu dijelaskan lagi, Yang kedua adalah Cong tocu
kita, Anak murid Thian Te Hwee tersebar di mana-mana, tujuan mereka ingin
membangkitkan kembali kerajaan Beng. Hal ini membuat Raja sakit kepala
memikirkannya, sekarang Cong tocu sudah mati, berarti penghalang besar atau duri di
mata Raja sudah berkurang satu...."
Mendengar sampai di sini, tiba-tiba suatu ingatan melintas dalam benak Siau Po.
"Kau... rupanya kaulah orangnya!"
Apa pun yang dilakukan Siau Po dalam partai Thian Te Hwee, selalu diketahui oleh si
Raja cilik, Bahkan Raja juga hapal kata-kata sandi yang biasa diucapkan oleh orangorang
Thian Te Hwe. Namun, perbuatan Siau Po mencuri Si Cap Ji Cin Keng serta menjabat sebagai Pek
Liong Su dalam partai Sin Liong Kau, si Raja cilik tidak tahu sama sekali, Setelah
dipikir berulang kali, pasti ada mata-mata kerajaan yang menyusup dalam perkumpulan Thian
Te Hwee. Lagipula orang ini pasti dekat sekali dengannya, Tapi, setiap anggota dari Ceng Bok
Tong sangat jujur serta setia kawan, tidak mungkin salah satu dari mereka menjadi
mata-mata apalagi menjual teman sendiri, itulah sebabnya selama ini dirinya bagai
tertutup kabut tebal, tidak ada sedikit jejak pun yang dapat ditelusuri olehnya, Dia
hanya merasa aneh namun tidak berhasil mencari penyebabnya.
Saat ini, setelah mendengar ucapan Hong Ci Tiong, dia baru sadar, Dalam hati dia
berpikir. -- Aku benar-benar bodoh, mengapa aku tidak pernah teringat orang yang satu ini"
Tempo hari si Raja cilik menyuruh aku agar meledakkan Pek Ciak Hu. Di antara semua
anak murid Thian Te Hwee, hanya orang ini yang tidak ada di tempat, Hal ini sudah
jelas sekali, orang yang ada di dalam Pek Ciak Hu tidak mungkin merupakan matamata,
sebab bila gedung itu diledakkan, bukankah jiwa mereka akan melayang juga"
justru karena orang ini sudah mendapat kisikan terlebih dahulu, maka dia mencari jalan
agar tidak perlu berada di gedung itu.
Aih, aku benar-benar goblok, kalau sekarang dia tidak mengatakan apa-apa,
kemungkinan aku masih menjadi katak dalam tempurung! Hong Ci Tiong orangnya pendiam, sikapnya kalem, tampangnya jujur. Meskipun
ilmunya tinggi, tapi penampilannya menunjukkan otaknya kurang jalan, Kalau
sebelumnya Siau Po pernah berpikir siapa kira-kira mata-mata kerajaan yang
menyusup dalam kelompok Thian Te Hwee, mungkin dia bisa menduga Cian Lao Pan
yang pintar berbicara, atau Ci Thian Coan yang selalu mempunyai akal licik, atau Kho
Gan Ciau yang pandai mengurus pekerjaan apapun, Hian Ceng Tojin yang sifatnya
pemarah serta doyan minum. Pernah juga dia mencurigai Lie Liat Sek yang umurnya
sudah tua dan badannya tampak lemah. Goan ceng Po yang bicaranya ketus, tapi dia
tidak pernah mencurigai orang seperti Hong Ci Tong.
Tiba-tiba dia berpikir lagi, - Tempo hari Song Ji juga tidak ada dalam gedung Pak
Ciak Hu, mungkinkah dia juga seorang mata-mata" Mungkinkah dia mau
mengkhianatiku" - Berpikir sampai di sini, hatinya menjadi pedih, namun dalam sekejap
saja ia sudah tersentak sadar. -Song Ji pasti dibawa oleh Hong Ci Tiong, Dia tahu aku sayang sekali terhadap Song
Ji. Bila kelak ada perubahan apa-apa, aku bisa membencinya sampai ke tulang
sumsum, Dia hanya seorang mata-mata yang menyampaikan informasi kepada Kaisar
Kong Hi. Begitu perkumpulan Thian Te Hwee dimusnahkan si Raja cilik tidak memerlukannya
lagi. Kalau aku menjelek-jelekkan namanya di depan Raja, tentu dia bisa kehilangan
batok kepaIanya, itulah sebabnya dia tidak berani terang-terangan menyakitiku!
Semua ini memang panjang sekali penjeiasannya, namun sebetulnya hanya
beberapa detik melintas dalam benak Siau Po. semuanya menjadi jelas sekarang, maka
dia berkata. "Hong toako, terima kasih karena kau sudah membawa Song Ji keluar dari gedung
Pak Ciak Hu! Kalau tidak, dia tentu sudah mati kena ledakan bom-"
Hong Ci Tiong mengeluarkan seruan terkejut, wajahnya langsung berubah hebat,
kakinya menyurut mundur dua langkah, dan tangannya segera meraba gagang
goloknya. "Kau... kau...!"
Siau Po tertawa. "Kita sama-sama bukan manusia yang sempurna. Si Raja cilik sudah mengatakan
semuanya kepadaku." Hong Ci Tiong tahu Raja sayang sekali terhadap Siau Po, ucapan si pemuda
kemungkinan besar memang benar.
"Kalau begitu, mengapa kau tidak patuh pada Firman Raja?" tanyanya.
Dengan berkata demikian, seluruh dugaan Siau Po malah jadi semakin jelas,
Kembali dia tersenyum. "Hong toako, kau sudah tahu jawabannya, mengapa harus bertanya lagi" ini yang
dinamakan "manusia tidak ada yang sempurna, jiwa besar dan kesetiaan tidak dapat
disatukan Bagaimana perlakuan si Raja cilik, tentu aku tidak perlu menjelaskannya lagi,
Aku memang anak emas baginya, tapi biar bagaimana, perlakuan Suhu terhadapku
juga tidak buruk, sekarang Suhu sudah menutup mata, apa lagi yang harus
kupertimbangkan" Hanya saja, aku belum tahu apakah si Raja cilik bersedia
mengampuni aku atau tidak,"
"Justru sekarang ini kau mempunyai kesempatan untuk menebus kesalahanmu
dengan membuat jasa. Tadi aku sudah mengatakan bahwa Kaisar Kong Hi ingin
membasmi tiga orang yang menjadi duri dalam matanya, Yang pertama ialah Gouw
Sam Kui, yang kedua Tan Kin Lam. Yang ketiga justru Toa kongcu yang pindah ke
Taiwan, yakni The Keng. Kita ringkus anak The Keng lalu kita giring ke Peking, dengan
demikian, kemungkinan kita dapat memaksa The Keng untuk menyerah. Asal Raja
merasa senang, Wi Toutong, walaupun dosamu berat sekali, pasti beliau akan
mengampuninya." Bicaranya tidak ada ditutupi lagi, panggilannya kepada Siau Po pun sudah berubah.
ia tidak menyebut "Wi hiocu" lagi, tapi menyapanya dengan panggilan "Wi Toutong",
bahkan dia menyebut Tan Kin Lam dengan namanya saja.
Dalam hati, Siau Po sebetulnya merasa marah dan sebal.
-- Dasar maling tanpa kesetiaan, sekarang kau sudah berani menyebut langsung
nama guruku, --Tapi membayangkan dapat berbaikan kembali dengan Kaisar Kong Hi,
rasanya menyenangkan juga. Bisa jadi pejabat lagi atau tidak, dia sama sekali tidak
perdu!i, Asal bisa bercanda dan bermain-main dengan si Raja cilik, sudah melebihi apa
pun di dunia ini. "Wi Toutong, kita kembali ke Peking tapi rahasia kita jangan sampai terbongkar
Setelah orang-orang dari Thian Te Hwee tahu Cong tocunya sudah mati, sebagian
besar pasti akan mengangkatmu sebagai Cong tocu, Rasa setia kawanmu tinggi sekali,
Kau juga sangat berbakti terhadap perkumpulan Thian Te Hwee. Kau tidak sudi menjadi
Toutong, dan juga tidak mau menjabat sebagai Pak Ciak, semua ini demi menolong jiwa
anak murid Thian Te Hwee. Hal ini pasti sudah tersebar luas ke mana-mana. Akhir-akhir
ini, gosip yang paling sering dibicarakan dalam dunia kangouw adalah masalah ini,
Siapa yang tidak mengagumi jiwa kependekaran Wi Toutong?"
Siau Po merasa bangga sekali mendengarnya.
"Benarkah mereka masih membicarakan hal ni" Kau tidak berbohong?" tanyanya
penasaran. "Tidak, tidak!" kata Hong Ci Tiong. "Hamba sama sekali tidak berani membohongi Wi
Toutong!" "Dia terus menyebut dirinya sebagai hamba, entah kedudukan apa yang dijabatnya
dalam kerajaan" -- tanya Siau Po dalam hati.
Meskipun merasa penasaran, tapi dia tidak menanyakannya, Kalau dia bertanya,
Hong Ci Tiong pasti curiga, Tentu saja kebohongannya tentang Raja sudah
mengatakan semuanya kepadaku", bisa jadi ketahuan.
Kemudian dia berpikir lagi, - Tentunya tidak apa-apa kalau aku menanyakan
kenaikan pangkat apa yang diperolehnya sekarang, -- Oleh karena itu dia segera
bertanya, "Hong toako, kau sudah membangun jasa besar, kenaikan pangkat apalagi
yang kau peroleh kali ini?"
"Raja sangat berbudi kepadaku, Beliau menganugerahkan kedudukan Sit Tong Tou
si kepada-ku," sahut Hong Ci Tiong.
-- Rupanya hanya pangkat yang rendah, mak-nya! Kalau dibandingkan dengan Locu,
bedanya bisa dua puluh tujuh tingkat! -- pikirnya dalam hati.
Bagi bangsa Ceng, kedudukan Pek Ciak sudah terhitung tinggi sekali, boleh dibilang
setaraf dengan menteri bagi bangsa Han. Tapi ketika dia menatap kepada Hong Ci
Tiong, wajah orang itu masih menampakkan kejujuran, dan sinar matanya menunjukkan
perasaan bangga, Oleh karena itu dia berkata.
"Selamat! Pangkat ini dianugerahkan langsung oleh Sri Baginda, tentu maknanya
jadi lain!" Hong Ci Tiong membungkukkan tubuhnya dalam-dalam.
"Sejak sekarang hamba masih mengharap banyak dukungan dari Toutong Tayjin."
Siau Po tertawa. "Kita kan orang sendiri, mengapa berbicara demikian" Untuk bekerja bagi Sri
Baginda, tentunya kebisaanmu melebihi aku," kata Siau Po.
"Mana mungkin hamba menyamai Tayjin walaupun seujung kukunya saja" Harap
Tayjin ketahui, Sri Baginda berpesan kepada hamba, apabila bertemu dengan Tayjin,
biar bagaimana hamba harus berusaha mengajak Tayjin kembali ke Peking, jangan
sekali-kali melanggar Firman Sri Baginda, Kalau mendengar nada suara Sri Baginda,
tampaknya beliau sangat memperhatikan Tayjin, kemungkinan beliau sudah merasa
rindu sekali. Kalau kali ini Tayjin berhasil mendirikan jasa besar lagi dengan membawa anak The
Keng ke kota raja, Sri Baginda pasti senang sekali, Tentu Tayjin akan dianugerahi
pangkat yang lebih tinggi lagi," sahut Hong Ci Tiong.
"Pangkatmu sendiri juga akan dinaikkan lagi, bukan?" sindir Siau Po.
"Bagi hamba, yang penting tenaga hamba bisa terpakai Kalau Sri Baginda bertemu
dengan Tayjin, hatinya pasti senang sekali, hamba sekalian pun akan menjadi senang,
Naik pangkat atau tidak, bukan apa-apa bagi kami."
Dalam hati Siau Po berpikir.
- Selama ini aku mengira kau orang yang jujur, tidak tahunya hitunganmu hebat
sekali! -"Setelah berhasil menjadi Cong tocu Thian Te Hwee, Tayjin bisa mengumpulkan
kedelapan belas orang Hiocu dari berbagai daerah. Waktu itu Tayjin bisa membasmi
mereka sekaligus tanpa bersusah payah, Tidak ada seorang pun dari mereka yang bisa
meloloskan diri, Jasa besar seperti ini bahkan melebihi daripada meledakkan gedung
Pak Ciak Hu tempo hari. Coba Tayjin bayangkan sendiri, apabila Tayjin membunuh Tan
Kin Lam tempo hari, dengan adanya sekian banyak Hiocu di pihak Thian Te hwee,
mereka bisa memilih siapa saja sebagai pengganti Cong tocunya, mati satu ganti satu,
tapi kalau Tayjin yang menduduki jabatan itu, panggil saja mereka sekalian, alasannya
ingin merundingkan pembalasan dendam atas kematian Tan Kin Lam, tentu mereka
akan hadir semua, kita dapat membasmi rumput sampai ke akar-akarnya. Untuk
selamanya Sri Baginda tidak perlu merasa khawatir lagi."
Mendengar kata-katanya, bulu roma Siau Po sampai merinding.
- Benar-benar hebat, siasat seperti ini, belum tentu orang seperti engkau mampu
memikirkannya, Kemungkinan si Raja cilik yang mengungkapkan rencananya di
hadapanmu. Kalau aku kembali ke Peking, kemungkinan besar si Raja cilik akan
mengampuni kesalahanku terhadapnya, tapi pasti aku harus membasmi seluruh murid
Thian Te Hwee, kalau aku tidak bersedia, tentu dia mempunyai cara sendiri untuk
menghadapi aku. Aku tidak bisa melepaskan diri lagi dari genggamannya, -- pikir Siau
Po dalam hati. Semakin lama dia semakin bergidik, --Kalau si Raja cilik ingin aku menyerah atau
ingin memukul pantatku, pasti tidak apa-apa. Tapi kalau menyuruh aku menjadi Cong
tocu lalu membasmi seluruh saudara-saudara dari Thian Te Hwee, itu sama sekali tidak
boleh dilakukan, Kalau aku sampai melakukan hal itu, delapan belas keturunanku bisa
disumpahi oleh orang-orang gagah di dunia ini, setelah mati pun aku tidak mempunyai
muka jgi untuk bertemu dengan suhu, sedangkan gadis besar atau pun gadis cilik yang
ada di sini pasti tidak memandang sebelah mata lagi terhadapku. Meskipun orang lain
tidak perduli, biar aku Wi Siau Po bukan manusia baik-baik, tapi aku masih mempunyai
Liang Sim (Hati nurani) -Matanya melirik sekilas kepada Hong Ci Tiong dan mulutnya mengeluarkan suara
uh! Uh! seakan mengiakan saja apa yang diucapkan orang itu.
-- Tapi kalau aku tidak menyetujui usulnya, dia pasti memalingkan wajahnya. Biia
terjadi perkelahian jumlah kami demikian banyak, rasanya belum tentu kalah, Sayang
sekali ilmu silatnya sangat tinggi, kalau sampai salah satu gadis besar atau gadis
cilikku ada yang mati di tangannya, wah... bisa runyam! Lebih baik aku gunakan lagi senjata
rahasiaku ini... -- pikirnya.
Sesaat kemudian dia berkata.
"Kalau bertemu kembali dengan Sri Baginda, aku merasa senang sekali, Namun...
untuk membunuh seluruh saudara-saudara dari Thian Te Hwee, rasanya terlalu tidak
berperasaan, tidak ingat budi, serta bukan perbuatan seorang pendekar Rasanya kita
harus merundingkan kembali urusan ini baik-baik."
"Apa yang dikatakan Tayjin memang benar, Tapi ada sebuah pepatah yang bagus
sekali, "Laki-laki yang tidak beracun hatinya bukanlah laki-laki sejati, laki-laki yang
tidak berjiwa besar bukanlah seorang Kuncu."
"Benar, benar! pepatah itu memang bagus sekali!" kata Siau Po. "Aih! Aduh... kenapa
si bocah The Kek Song malah kabur?"
Hong Ci Tiong terkejut setengah mati, Dia menolehkan kepalanya untuk melihat Siau
Po sudah mengarahkan senjata rahasianya dengan jitu, dan sudah siap menekan
tombolnya, tahu-tahu tampak Song Ji menghambur datang sambil bertanya.
"Siangkong, ada apa?"
Rupanya sejak tadi Song Ji melihat Siau Po dan Hong Ci Tiong berbicara kasakkusuk
sekian lama. Hati gadis itu terus merasa khawatir, akhirnya perlahan-lahan dia
mendekati kedua orang itu. Ketika mendengar Siau Po mengeluarkan suara mengaduh,
dia segera menghambur datang.
Tangan Siau Po sudah siap menekan tombol, Kalau tombol itu benar-benar ditekan,
dada Hong Ci Tiong pasti terkena senjata rahasianya, tapi tak urung Song Ji juga ikut
jadi sasaran, Karena sayangnya kepada Song Ji, dia batal menekan alat senjata
rahasia tersebut. Hong Ci Tiong yang menolehkan kepalanya, dapat melihat bahwa Kek Song dan
Pang Ci Hoan masih berdiri di tepi pantai, Maka dia segera menduga ada sesuatu yang
tidak beres, Tepat pada saat itu, Song Ji lewat di depannya, dia segera mengulurkan
tangannya untuk menarik gadis itu sebagai pelindung di depannya.
Sebetulnya, kalau kita lihat ilmu silat yang dimiliki Song Ji, tidak mungkin Hong Ci
Tiong bisa meringkusnya dengan sekali gerak saja, Tapi karena Song Ji sedang
mengkhawatirkan keadaan Siau Po, dia juga tidak pernah mencurigai Hong Ci Tiong
sehingga dengan mudah laki-laki itu berhasil menyanderanya.
Bagian atas tubuh gadis itu terasa ngilu dan lemas, dia tidak bisa bergerak lagi
karena jalan darahnya telah ditotok, sementara itu Hong Ci Tiong segera berkata
dengan suara yang dalam. "Wi Tayjin, harap kau angkat tanganmu ke atas!"
Kesempatan bagus sudah hilang, malah Song Ji kena ditangkap, Namun Siau Po
masih bisa tertawa terkekeh-kekeh.
"Hong toako, apa sih yang kau candakan?"
"Senjata rahasia Wi Tayjin yang tidak bersuara dan tidak mempunyai bayangan itu
sungguh lihai, hamba benar-benar merasa takut Harap Tayjin mengangkat tangan ke
atas, kalau tidak, maafkan apabila hamba sampai melakukan kesalahan!" sembari
berbicara dia terus mendorong-dorongkan tubuh Song Ji ke depan seperti perisai.
Dengan demikian Siau Po pasti tidak berani menggunakan senjata rahasianya.
Sou Cuan, Pui Ie dan A Ko sudah dapat melihat perubahan yang terjadi, maka
mereka segera menghambur mendekati Dalam hati Hong Ci Tiong berpikir.
-- Bocah ini sayang sekali kepada budak cilik ini, Tapi perempuan-perempuan itu
yang perlu dikhawatirkan Mereka tentu tidak perduli dengan jiwa Song Ji, hanya
memperdulikan Siau Po. -Dari selipan ikat pinggangnya, Hong Ci Tiong segera menghunus sebatang golok lalu
ditudingkan ke depan tenggorokan Siau Po sambil berseru, "Jangan ada seorang pun
yang coba-coba mendekat ke mari!"
Sou Cuan dan yang lainnya segera menghentikan langkah kakinya ketika melihat
Siau Po terancam bahaya, Hati mereka panik sekaligus heran, Bukankah Hong Ci Tiong
ini kawan baik Siau Po" Barusan mereka masih sama-sama bahu membahu melawan
musuh, mengapa dalam sekejap mata mereka jadi berselisih"
Mereka menduga urusannya tentu karena Siau Po ingin melepaskan The Kek Song
tapi Hong Ci Tiong justru ingin membunuh pemuda itu guna membalaskan dendam atas
kematian Tan Kin Lam. Karena tenggorokannya diancam dengan sebatang golok, Siau Po terpaksa
mendongakkan kepalanya sedikit, namun Hong Ci Tiong justru mengikuti gerakannya.
"Wi Tayjin, ujung golok ini tidak mempunyai mata, harap kau jangan sembarangan
bergerak! Bukan salahku apabila tenggorokanmu benar-benar terluka. sebaiknya kau
angkat tanganmu tinggi-tinggi!"
Siau Po merasa tidak berdaya. Terpaksa dia mengangkat tangannya tinggi-tinggi,
tapi dia masih tertawa. "Hong toako, kalau kau masih sayang dengan kedudukanmu dan ingin memperoleh
pangkat yang lebih tinggi lagi, harap kau perlakukan aku baik-baik!"
Bagian 85 "Naik pangkat atau menjadi kaya tentu penting, tapi biar bagaimana, jiwalah yang
terutama," sahut Hong Ci Tiong, Tiba-tiba tubuhnya berkelebat tahu-tahu dia sudah
berada di belakang punggung Siau Po.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

DijuIurkannya tangannya untuk mengambil pisau belati yang terselip di dalam kaos
kaki lalu ditudingkan ke punggung pemuda itu. "Wi Tayjin, pisau belatimu ini benarbenar
tajam, hamba pernah menyaksikan Tayjin menggunakannya beberapa kali."
Siau Po hanya dapat tertawa getir, namun punggungnya terasa agak nyeri sehingga
dia tahu pisau belatinya telah mengoyak jubah luarnya, Meskipun di dalamnya dia
mengenakan baju mustika, tapi tetap saja tidak mempan terhadap pisau saktinya itu.
"Kalian semua balikkan badan lalu lempar senjata masing-masing!" bentak Hong Ci
Tiong. Melihat keadaan di depan mata, Su Cuan beserta yang lainnya terpaksa menuruti
perkataan orang itu. Mereka membalikkan tubuh lalu melemparkan senjata masingmasing.
Hong Ci Tiong melihat di sudut satunya ada enam orang anak buati Thian Te hwee,
dia segera memanggil mereka.
"Kalian ke mari! Ada yang ingin kukatakan!" katanya.
Keenam orang itu masih belum mengerti apa yang telah terjadi, karena itu mereka
pun menghampirinya. Lengan kanan Hong Ci Tiong terangkat ke atas, lalu dengan cepat dia menampar ke
kiri dan kanan, Dalam waktu yang bersamaan golok ditangan kirinya juga mengeluarkan
suara mendesing, dan dalam beberapa detik saja enam anak murid Thian Te hwee itu
telah terkapar di atas tanah dalam keadaan mati.
Gerakan tangan orang ini benar-benar cepat, maka tidak dapat disangkal lagi bahwa
ilmu silatnya telah mencapai taraf yang sangat tinggi, Kekejaman hatinya juga tidak
perlu diragukan lagi. Tanpa sadar Su Cuan membalikkan tubuhnya, tampak mayat ke enam murid Thian
Te hwee itu sudah bergelimpangan, sedangkan para wanita yang lain juga penasaran,
namun mereka segera menjerit histeris begitu melihat keadaan di depan mata.
Rupanya Hong Ci Tiong sudah merasa bahwa kedoknya sendiri telah terbuka, maka
apabila sampai terjadi perkelahian dia cuma seorang diri, kerugian sudah jelas ada di
pihaknya Jadi sebelum pihak murid Thian Te hwee menyadari apa yang telah terjadi,
lebih baik dia menghabisi mereka terlebih dahuIu.
Pertama tentu saja untuk menambah kewibawaan dirinya sehingga Siau Po serta
yang lainnya tidak berani mengadakan perlawanan Kedua, demi meringankan jumlah
musuh yang sudah ada. Dengan demikian, meskipun jumlah pihak lawan masih cukup banyak, tapi lakilakinya
hanya tinggal satu, dia tidak perlu terlalu mengkhawatirkannya lagi.
Hong Ci Tiong menarik kembali goloknya lalu dikalungkan ke leher Siau Po.
"Wi Tayjin, mari kita turun ke perahu!" katanya.
Pikirnya, bila dengan menggiring Siau Po dan The Kek Song ke hadapan Sri
Baginda, berarti dia sudah mendirikan jasa besar
Ketujuh perempuan itu ditinggalkannya di atas pulau, Dia tidak ingin mendapatkan
kesulitan lagi di atas perahu nanti, Bukannya Hong Ci Tiong bermurah hati, tapi dia
juga memikirkan akibatnya apabila dia membunuh ketujuh perempuan itu.
Siau Po tentu akan membencinya sampai ke tulang sum-sum. sedangkan bocah
busuk itu pernah mendapat kasih sayang yang besar dari Sri Baginda, Siapa pun tidak
ada yang bisa menjamin apa yang akan terjadi begitu mereka dipertemukan. Bisa saja
Sri Baginda memaafkan segala kesalahannya, Apabila benar demikian, tentu tamatlah
riwayat Hong Ci Tiong saat itu.
Para wanita yang melihat Siau Po digiring pergi, benar-benar merasa tercekam
hatinya, Mereka sempat bingung apa yang harus dilakukan, justru pada saat itulah Kian
Leng kongcu berteriak kalap.
"Kau kira siapa dirimu" Berani-beraninya kau kurang ajar! Cepat lemparkan golokmu
itu!" Hong Ci Tiong hanya mendengus satu kali. Dia pernah menemani Siau Po
mengiringi Kian Leng kongcu untuk menjadi mempelai ke Hun Lam, Dia tahu benar adat
si Tuan Puteri, karenanya dia juga tidak berani berdebat dengan perempuan itu.
Melihat dirinya tidak digubris oleh Hong Ci Ti-ong, Kian Leng kongcu semakin
berang, Kenyataannya, di dunia ini kecuali Thay Hou, Sri Baginda, Siau Po dan Su
Cuan berempat, tidak ada seorang pun yang ditakutinya, Dia membungkukkan
tubuhnya untuk memungut sebatang goIok, lalu tanpa berpikir panjang lagi dia
menerjang ke arah Hong Ci Tiong dan menebaskan golok dari atas ke bawah.
Hong Ci Tiong memiringkan tubuhnya untuk memghindar. Kian Leng kongcu
menyerang tiga kali berturut-turut, tapi selalu dapat dihindari dengan mudah oleh Hong
Ci Tiong. Coba kalau kedudukan si Tuan Puteri diganti dengan perempuan lainnya,
Hong Ci Tiong pasti sudah mendupaknya agar jatuh ke dalam lautan.
Namun yang menyerangnya justru adik kesayangan Sri Baginda, ibarat wanita
bertubuh emas, siapa yang berani menyalahinya" Apalagi dia berniat mendirikan jasa
besar agar mendapat kedudukan yang mulia, maka dia hanya mengelak ke sana-ke
mari. Kian Leng kongcu semakin marah.
"Budak telur busuk!" teriaknya, "Jangan bergerak! Aku akan memenggal kepalamu,
mengapa kau terus berputar tidak karuan" Lain kali aku akan mengadu kepada Hongte
koko, biar kau ditebas seribu kali!"
Hong Ci Tiong terkejut setengah mati Dia tahu perempuan ini sanggup melakukan
apa yang dikatakannya, Dia toh adik kandung Sri Baginda, sedangkan dirinya sendiri
hanya sebutir pasir di gurun luas, bagaimana mungkin dirinya sanggup menandingi
Tuan Puteri tersebut" Semakin dipikirkan hatinya semakin ciut. Meskipun demikian,
apabila dia harus membiarkan batok kepalanya ditebas oleh perempuan tengil itu,
rasanya kok berat juga. Sembari memaki-maki, golok di tangan Kian Leng kongcu tetap mengayun ke sana
ke mari, Hong Ci Tiong hanya menggeser tubuhnya sedikit untuk menghindarkan diri.
Tampaknya jarak antara golok Tuan Puteri dengan tubuh Hong Ci Tiong sangat dekat,
namun setiap kali serangannya selalu gagal.
Kian Leng kongcu menjadi kalap, Dia menerjang dengan keras, tapi karena golok itu
cukup berat, maka tubuhnya jadi terbawa arus getaran sehingga sulit mengendalikan
diri. Sekali lagi Hong Ci Tiong terkesiap, karena begitu dia memiringkan tubuhnya,
tampaknya golok di tangan Kian Leng kongcu akan meluncur terus ke arah pundak Siau
Po. "Hati-hati!" teriak Hong Ci Tiong sambil memutar tubuhnya sedikit dan menomplok
kepada Siau Po sehingga mereka jatuh bersamaan di atas tanah, kemudian secepat
kilat dia menutulkan kakinya untuk mencelat sejauh mungkin.
Song Ji menggunakan kesempatan itu untuk menghambur ke depan, Didekapnya
tubuh Siau Po lalu diseretnya sejauh mungkin, Hong Ci Tiong terkejut melihat keadaan
itu, lalu sembari mengayunkan goloknya dia mengejar.
Meskipun ilmu silat Song ji cukup tinggi, tapi tenaganya masih belum memadai,
Apalagi dia lebih pendek satu kepala dari Siau Po, maka dengan memondong pemuda
itu, dia hanya sanggup mencelat sejauh dua depa, sedangkan Hong Ci Tiong sudah
mengejar tiba, Punggung Siau Po langsung tertotok sehingga kaki dan tangannya
terasa lemas, dia hanya dapat berbisik
"Lepaskan aku, biar aku tembakkan senjata rahasia kepadanya."
Sayangnya gerakan Hong Ci Tiong terlalu cepat, Apabila Song Ji melepaskan Siau
Po, pasti pemuda itu tidak mempunyai kesempatan lagi untuk meluncurkan senjata
rahasianya, Dalam keadaan panik, dia melemparkan tubuh pemuda itu sekuat tenaga.
Hong Ci Tiong kegirangan, dan cepat-cepat menjulurkan tangannya untuk
menyambut tubuh Siau Po. Tiba-tiba dari bagian punggungnya terdengar suara letusan,
lalu terasa ada sesuatu yang membakar tubuhnya dan diiringi bau asap, Belum lagi dia
berpikir lebih lanjut, tubuhnya sudah terkulai di atas tanah serta berkelojotan
beberapa kali dan akhirnya tidak bergerak lagi.
Siau Po sendiri yang terhempas di atas tanah tidak mengalami luka apa-apa. Namun
untuk sesaat dia mengalami kesulitan untuk berdiri Tampak di hadapan Song Ji
terdapat segumpal asap putih yang melingkar, dan tangan gadis itu menggenggam
sebuah pistol pendek. Dia ingat benda itu merupakan hadiah dari Gouw Liok Ki ketika mengangkat saudara
dengan gadis itu, Benda itu juga merupakan senjata api dari negara Lo Sat, yang
hebatnya bukan main. walaupun ilmu silat Hong Ci Tiong sangat tinggi, tapi tetap
tubuhnya terdiri dari darah dan daging, mana mungkin sanggup bertahan menghadapi
senjata tersebut" Song Ji sendiri juga terkesima, begitu senjatanya meletus. Lengannya seperti ngilu,
dan tanpa terasa dia menjatuhkan senjata api itu ke atas tanah.
Siau Po khawatir Ci Tiong masih belum mati, maka dia segera menghambur ke
depan orang itu lalu mengarahkan senjata rahasia di pinggangnya dan ditekannya
beberapa kali, Senjata rahasia yang halus itu meluncur tepat mengenai seluruh tubuh
Hong Ci Tiong, tapi orang itu sama sekali tidak bergerak.
Ketika senjata api di tangan Song Ji meletus mengenai dirinya, tidak lebih dari
sepuluh detik jiwanya sudah melayang.
Para perempuan yang lain segera bersorak senang dan segera menghambur datang.
Tujuh orang perempuan mengerubuti Siau Po. Bayangkan kalau tujuh lembar mulut
perempuan sudah berbicara! Mereka menanyakan berbagai hal kepada Siau Po,
sehingga si pemuda kewalahan menjawab nya.
Hubungan Song Ji dengan Hong Ci Tiong sangat dekat Mereka sering bertukar
pikiran, dan ke mana-mana pun sering bersama-sama. Sikap Hong Ci Tiong selama ini
menunjukkan kasih sayang dan hormat yang dalam terhadapnya, Siapa sangka orang
ini berhati busuk. Semakin diingat kembali, Song Ji semakin tercekam hatinya, Entah berapa banyak
kesempatan yang pernah ada apabila Hong Ci Tiong benar-benar ingin mencelakainya,
Di samping itu, Song Ji juga menyadari satu hal.
Dia sekarang mengerti mengapa dulu Gouw Liok Ki memaksakan diri untuk
mengangkat saudara dengannya, Rupanya orang itu ingin suatu hari Siau Po
menikahinya, tapi dirinya hanya seorang budak, Derajatnya jauh di bawah Siau Po.
Orang aneh itu tentu mempunyai pikiran, setelah menjadi adik angkat dari Hiocu,
bendera merahnya Thian Te hwee, Song Ji tentu pantas bersanding dengan Hiocu dari
Ceng Bok Tong. Dibayangkannya kebaikan hati Gi heng (kakak angkat) nya itu.
senjatanya sudah dipungut kembali oleh Song Ji, tapi pemiliknya sendiri sudah tidak
ada, tanpa sadar airmatanya menetes.
Siau Po membalikkan tubuhnya, Tampak The Kek Song berempat sedang berjalan
menuju tepi pantai dan bersiap-siap naik ke atas perahu, Hatinya berpikir -- Dia sudah
membunuh Suhu, apabila membiarkan dia pergi begitu saja, benar-benar keenakan
baginya! - Karena itu dia segera mengambil pisau belatinya dan mengejar
"Berhenti dulu!" teriaknya.
The Kek Song menghentikan langkah kakinya dan menolehkan kepalanya, wajahnya
langsung berubah kelabu. "Wi... Wi Hiocu, kau sudah... berjanji untuk melepaskan aku... eh... kami!" katanya.
Siau Po tertawa dingin. "Aku memang berjanji untuk tidak membunuhmu, tapi apakah aku pernah
mengatakan bawah aku tidak akan memotong sebelah kakimu?"
Pengikut sekaligus guru pangeran dari Taiwan itu marah sekali, tapi dia hanya
sanggup mengangkat tangannya sedikit, tubuhnya masih terasa lemah, sedangkan The
Kek Song sendiri sudah ketakutan setengah mati, lalu segera menjatuhkan diri berlutut
di atas tanah. "Wi Hiocu, apa.,., bila engkau mengutungkan sebelah kakiku, bagaimana aku akan
hidup selanjutnya ?" tanya pemuda itu dengan suara memelas.
Siau Po menggelengkan kepalanya.
"Pasti bisa! Kau berhutang padaku sebanyak selaksa taiI. Berikut bunganya jadi
seratus laksa tail, Lalu kau ingin menggunakan A Ko sebagai jaminan, tapi dia sudah
pernah bersembahyang kepada langit dan bumi denganku, dan dalam perutnya juga
mengandung anakku, jadi dia sudah resmi sebagai istriku, bagaimana mungkin kau
menggunakannya sebagai jaminan" Lagipula di dunia ini mana ada peraturan seperti
itu?" sahutnya. Pada saat itu, Su Cuan, Pui Ie, Cin Ju, Bhok Kiam Peng dan Kian Leng kongcu
berdiri di dekat Siau Po. Mendengar perkataan pemuda itu, mereka segera mendumel.
"Dasar mata keranjang!"
Sejak tadi otak The Kek Song memang sudah ruwet, tapi dia masih sadar apa yang
dikatakan Siau Po ada benarnya, maka dia bertanya:
"Lalu bagaimana?"
"Begini saja, sekarang aku akan mengutungkan sebelah lengan dan sebelah kakimu
sebagai jaminan. Kelak apabila kau sudah membayar hutangmu yang sebanyak seratus
laksa tail itu, aku akan mengembalikan kutungan kaki dan lenganmu," sahut Siau Po.
"Tapi... ,tapi tadi kau sudah mengatakan bahwa A Ko sudah dijual putus kepadamu....
Tentunya hutang yang seratus laksa tail itu juga sudah lunas, bu... kan?" kata Kek Song
gemetar. Siau Po menggelengkan kepalanya semakin keras.
"Tidak bisa, Tadi aku kan hanya mengoceh sembarangan sehingga bisa diperdayai
olehmu, A Ko kan istriku sendiri, mana bisa engkau yang menjualnya kepadaku"
Baiklah, sekarang aku akan menjual ibumu kepadamu dengan harga seratus laksa tail,
kemudian aku juga akan menjual bapakmu kepadamu, lalu menjual nenekmu
kepadamu... harganya jadi..."
"Tapi nenekku sudah mati!" sela Kek Song cepat.
"Orang mati juga boleh dijual!" sahut Siau Po. "Mayatnya aku jual lagi kepadamu,
biar deh kalau orang mati korting delapan puluh persen, harganya jadi dua puluh laksa
tail Dan petinya gratis, tidak usah dibayar!"
Kek Song mendengar kata-kata Siau Po semakin lama semakin banyak, bahkan
sekarang keluarga yang sudah mati pun dijual lagi kepadanya, Kalau dihitung dari
nenek moyangnya, entah sudah berapa banyak keturunan keluarga mereka, Meskipun
orang mati dikorting delapan puluh persen, tetap saja Kek Song merasa keblinger,
Akhirnya dengan melas dia berkata.
"Sudah... sudah, Wi Hiocu, aku tidak sanggup membeli semuanya..."
"Baiklah, kalau sudah tidak sanggup membeli Iagi, ya tidak apa-apa. Tapi yang
sudah dibeli tidak dapat dikembalikan Tadi aku sudah menyebutkan ibumu, bapakmu,
nenekmu dari pihak bapak dan nenekmu dari pihak ibu. Dipotong kortingan hutangmu
jadi tiga ratus dua puluh laksa tail, bagaimana kau akan membayarnya?" tanya Siau Po
seenaknya. Kiang Leng kongcu tertawa terkekeh-kekeh.
"Hihi... hi... hi.... Tiga ratus dua puluh laksa tail, cepat bayar!" katanya.
Kek Song segera memasang wajah melas.
"Sekarang seribu tail saja aku tidak punya, mana mungkin mengeluarkan tiga ratus
dua puluh laksa tail?" sahutnya.
"Sudahlah, kalau tidak punya uang, apa boleh buat! Kembalikan saja apa yang sudah
kau beli, sekarang juga kau harus mengembalikan ibu, ayah, nenek dalam serta
jenasah nenek luarmu, kurang sehelai rambut saja tidak masuk hitungan!" kata Siau Po.
Kek Song berpikir dalam haii, kalau mengaco begini terus, kapan urusannya bisa
selesai" Matanya melirik kepada A Ko, dia berharap perempuan itu akan
membantunya, Tapi perempuan itu justru berdiri jauh-jauh seakan tidak sudi ikut
campur dalam masalah ini.
Hati Kek Song semakin panik, Kalau menilik sikap Siau Po sekarang, sebentar lagi
dia pasti akan kehilangan sebelah lengan dan kakinya, Oleh karena itu cepat-cepat dia
menyembah berkali-kali, bahkan kepalanya diantuk-antukkan ke atas tanah.
"Wi Hiocu, aku telah mencelakai Tan Kunsu, maka dosaku berat sekali Aku memang
pantas dihukum mati, tapi aku mohon ampunilah selembar jiwa hamba ini, Aku
mengaku berhutang kepadamu sebanyak tiga ratus dua puluh laksa tail, dan biar
bagaimana hamba akan berusaha membayarnya!" katanya meratap.
Siau Po sendiri merasa sudah keterlaluan menyiksa Kek Song dan kebencian dalam
hatinya pun sudah jauh berkurang.
"Kalau begitu aku minta surat pernyataan darimu," katanya.
"Baik, baik," sahut Kek Song. Dia membalikkan tubuhnya dan memberi perintah
kepada anak buahnya. "Ambilkan sehelai kertas!"
Mendapat perintah itu, anak buah Kek Song sempat bingung, Di atas pulau kosong
ini bagaimana bisa mendapatkan kertas dan pena" Untung saja otak orang itu cukup
encer Cepat-cepat dia melepaskan jubahnya sendiri sambil berkata.
"Di sana toh banyak orang mati, Kita gunakan saja darah mereka sebagai tinta."
Sembari berjalan ke arah Hong Ci Tiong untuk mengambil darahnya.
Tanpa mengatakan apa-apa, Siau Po menarik pergelangan tangan Kek Song, dan
dengan pisau belatinya yang tajam, dia menyayat jari telunjuk pemuda itu, Kek Song
langsung menjerit kesakitan.
"Gunakan darahmu sendiri untuk menulis!" kata Siau Po.
Begitu sakitnya sampai tubuh Kek Song gemetar, dan untuk sesaat dia tidak sanggup
melakukan apa-apa. "Pelan-pelan saja menulisnya," kata Siau Po. "Apabila darah di telunjukmu sudah
kering, aku toh bisa menyayat jari tengahmu dan demikian pula dengan selanjutnya."
"lya, iya," sahut Kek Song cepat Dia tidak berani berlambat-lambat. Sambil menahan
rasa sakit dia segera menggunakan jari telunjuknya yang kutung itu untuk menulis
"Hutang tiga ratus dua puluh laksa tail, Tertanda The Kek Song.
Siau Po tertawa dingin. "Huh! Namanya sih putera Pangeran, tapi tulisannya miring tidak karuan, masih
lumayan ceker ayam." Diambilnya jubah bertulisan itu lalu diserahkannya kepada Song
Ji. "Simpan baik-baik. Coba perhatikan apakah jumlah yang dituliskan sudah cukup"
Orang ini licik sekali, pokoknya kurang beberapa tail juga tidak boleh!"
Song Ji tertawa. "Tiga ratus dua puluh laksa tail, tidak kurang tidak lebih," sahutnya.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lengan jubah itu dikoyaknya sehingga tinggal sepotong kain kecil yang bertulisan,
kemudian Song Ji memasukkannya ke dalam saku bajunya.
Siau Po tertawa terbahak-bahak, lalu disepaknya Kek Song keras-keras.
"Menggelindinglah kau kepada nenek luarmu!"
Tubuh Kek Song terhempas, lalu menggelinding di atas pasir. Beberapa orang wisu
segera membimbingnya bangun lalu membungkus jari telunjuknya yang luka, Mereka
juga memondongnya ke arah perahu kecil.
Tentu saja guru si pemuda, Pang Ci Hoan juga dibawa sekalian, sebentar saja
perahu kecil itu sudah melaju ke arah lautan luas, Saking gelinya Siau Po tertawa
terus, tapi begitu teringat nasib gurunya yang mati secara mengenaskan, dia segera menangis
meraung-raung. Setelah meninggalkan pantai sejauh beberapa depa, hati Kek Song baru terasa agak
tenang. "Kita rebut saja kapal besar di sana, biar mereka tidak punya kesempatan untuk
mengejar kita lagi," katanya.
Tapi begitu dekat dengan kapal, mereka baru melihat bahwa di atasnya tidak ada
perlengkapan apa-apa. Layar tidak ada, dayung besar pun tidak ada. Pang Ci Hoan
marah sekali. "Tentu sudah disembunyikan oleh perempuan-perempuan busuk itu!" katanya.
Tanpa perlengkapan dan bekal makanan serta minuman, bagaimana mungkin
mereka bisa bertahan di atas lautan"
"Biar kita kembali saja ke daratan aku akan memohon bocah busuk itu untuk
memberikan sedikit bekal makanan dan minuman, Paling-paling aku harus menulis
pernyataan hutang tiga ratus laksa tail lagi," kata Kek Song.
"Mereka hanya mempunyai sebuah kapal, sedangkan jumlah orang mereka juga
banyak, mana mungkin mereka sudi membagi makanan untuk kita, Lagipula, aku yakin
bahwa mereka memang sudah merencanakan semua ini. Biar harus mati ditelan ikan,
aku juga tidak sudi memohon belas kasihan dari mereka!" teriak Pang Ci Hoan.
Mendengar nada suara gurunya yang begitu tegas, Kek Song tidak berani
membantah lagi. Terpaksa dia memerintahkan anak buahnya untuk mengayuh perahu
kecil itu ke arah lautan luas.
Siau Po beramai-ramai dapat melihat perahu Kek Song dilajukan ke arah kapal,
namun setelah melihat di atasnya tidak ada perlengkapan apa-apa, mereka terpaksa
berlayar pergi dengan perahu kecil, Diam-diam mereka merasa geli menyaksikan hal
itu. Su Cuan melihat Siau Po sebentar tertawa sebentar menangis, dia mengerti bahwa
pemuda itu tentu masih berat ditinggalkan oleh gurunya, Oleh karena itu dia merasa
ingin menghibur hati pemuda itu.
"The kongcu dari Taiwan ini orangnya licik sekali, Siau Po, tampaknya hutang yang
tiga ratus dua puluh laksa tail itu juga tidak mungkin dibayar olehnya," katanya.
"Aku juga tahu bahwa dia tidak mungkin membayarnya," sahut Siau Po.
Su Cuan tertawa. "Biasanya otakmu selalu mempunyai akal bagus untuk menyelesaikan satu
persoalan, tapi tadi dia menjual istrimu sendiri kepadamu senilai seratus laksa tail,
tanpa pikir panjang lagi kau langsung menyetujuinya, Tampaknya cintamu kepada A Ko
sudah mencapai taraf slebor, seandainya tadi dia meminta agar engkau yang
menambahkan seratus laksa tail, kemungkinan kau juga akan menyetujuinya."
Siau Po mengusap air mata di pipinya dengan menggunakan ujung lengan bajunya
kemudian tertawa. "Bodoh amat! Pokoknya asal setuju dulu, urusan lainnya bisa belakangan."
"Akhirnya kau kok bisa merasa kalau kau sudah dirugikan olehnya?" tanya Pui Ie.
Siau Po mengangkat bahunya sambil menggelengkan kepalanya.
"Sesudah Hong Ci Tiong terbunuh, pikiranku sudah agak kendor, otomatis lancar
sendiri," sahutnya. Padahal dia sendiri juga tidak pernah mencurigai Hong Ci Tiong, hanya saja selama
ini dia selalu merasa di sisinya ada bahaya yang mengintai, tetapi kalau ditanya bahaya
seperti apa, dia sendiri juga tidak dapat menjawabnya.
Tapi gerak-geriknya seakan diawasi oleh seseorang yang cukup dekat dengannya,
itu saja, Sampai Hong Ci Tiong membongkar kedoknya sendiri kemudian mati terbunuh,
Siau Po baru merasa seperti terlepas dari beban yang berat sehingga perasaannya juga
jauh lebih ringan dari sebelum nya.
Dalam hati dia berpikir, -- Kemungkinan sudah lama aku merasa takut terhadap
maling tua yang satu ini, hanya saja aku tidak pernah menyadarinya! -Yang lain-lainnya berdiri termangu-mangu, sebagian besar musuh mereka sudah
mati, dan sisanya sudah kabur, maka mereka baru merasa betapa sunyinya pulau ini.
Siau Po sendiri merasa kakinya sudah tidak tahan untuk berdiri lebih lama lagi
sehingga perlahan-lahan dia jatuh terduduk di atas tanah, Su Cuan membiarkan tubuh
pemuda itu tengkurap, lalu dengan lembut dia mengurut jalan darah di punggung Siau
Po yang tertotok oleh Hong Ci Tiong tadi.
Matahari tidak begitu terik lagi, gelombang di lautan pun tampak tenang, Dengan
perasaan lelah, satu per satu perempuan-perempuan itu menjatuhkan diri untuk
melepaskan lelah di atas pasir.
Yang pertama-tama terdengar adalah suara dengkuran Siau Po, namun lambat laun
para perempuan itu pun ikut tertidur saking lelahnya.
Kurang lebih satu kentungan kemudian, Pui le lah yang mula-mula terjaga, Dia
menuju pondok tempat tinggal Siau Po untuk menyiapkan beberapa macam hidangan
setelah selesai, dia membangunkan yang lainnya untuk bersantap bersama-sama.
Di dalam ruangan itu telah dipasang dua batang obor dari dahan pohon Siong,
sehingga suasananya jadi terang benderang, Delapan orang itu duduk mengelilingi
meja sambil bersantap. Sesudah selesai, Pui Ie dan Song Ji membereskan piring
mangkok untuk dicuci di belakang pondok.
Siau Po mengedarkan matanya dari Su Cuan sampai ke A Ko. Tampak masingmasing
mempunyai kelebihan. Ada yang cantik jelita, ada yang manis, ada yang enak
dipandang, ada yang lembut dan ada juga yang lincah.
Hatinya menjadi gembira sekali pikirannya juga tenang, jauh berbeda dengan
suasana hati ketika ia satu tempat tidur dengan ketujuh perempuan itu di Li Cun Wan
tempo hari, Sembari tertawa lebar dia berkata.
"Tempo hari aku pernah menamakan pulau ini Tong Sip to (Pulau makan semua),
Rupanya aku memang sudah punya firasat, bahwa kalian bertujuh bersedia menjadi
istriku. Ternyata semua ini sudah kehendak Yang Kuasa sehingga bagaimana pun tidak
dapat diingkari lagi. Mulai sekarang kita berdelapan akan hidup seperti di khayangan,
panjang umur bagai para Dewata di pulau ini."
"Siau Po, kata-kata itu tidak baik diucapkan, maka lain kali jangan menyebutnyebutnya
lagi," tukas Su Cuan.
Siau Po segera tersadar, dia tahu kalau Su Cuan tidak mau mendengar kata-kata
yang sering digunakan Hong Kaucu, maka dia segera menyahut.
"Baik, baik, Kata-kata itu memang tidak cocok, aku saja yang suka mengoceh
sembarangan." "Apabila berhasil pulang ke Taiwan dengan selamat, Sie Long maupun The Kek
Song pasti akan membawa orang-orangnya untuk membalas dendam, Kita tidak bisa
tinggal di sini lama-lama, sebaiknya kita pergi saja," kata Su Cuan pula.
Yang lainnya menyetujui pendapatnya.
"Cuan cici, kalau menurut pendapatmu kemana kita harus pergi?" tanya Pui Ie.
Su Cuan melirik kepada Siau Po, sambil tersenyum .
"Untuk hal ini sebaiknya kita tanyakan kepada Tuan Besar Wi Siau Po," sahutnya.
Siau Po tertawa. "Kau memanggilku Tuan Besar?" tanyanya.
"Kalau bukan Tuan Besar benar-benar, mana mungkin bisa makan semuanya?"
sahut Su Cuan puIa. Siau Po tertawa terbahak-bahak.
"Namaku kan Siau Po, sedangkan Siau artinya kecil, sebetulnya aku lebih cocok
dipanggil Tuan kecil, malah sekarang ada yang menjuluki aku Tuan Besar!"
Pandangan matanya mengedar, lalu melihat para perempuan itu masih menunggu
jawabannya, Setelah merenung sejenak, dia berkata lagi.
"Kita tidak mungkin kembali ke Tionggoan, sedangkan jarak Sin Liong to dengan
pulau ini terlalu dekat, pasti jejak kita akan ketahuan Kita harus pergi ke tempat yang
aman dan terpencil. Namun tempat yang aman dan terpencil pasti tidak ada penghuninya, dan tentu saja
tidak ada kesenangan sedangkan tempat yang menyenangkan pasti banyak orangnya,
Apalagi kesenangan Siau Po justru berjudi, berfoya-foya, nonton sandiwara, makan
minum yang enak, setiap hari bisa mencuci mata (melihat wanita cantik) bahkan kurang
satu saja sudah tidak seru baginya.
Tempat yang menyediakan berbagai fasilitas untuk memenuhi kegembiraannya tentu
kota-kota besar seperti Pe King atau Yang-ciu. Yang lainnya masih belum cukup
memenuhi syarat. Membayangkan berbagai kesenangan ini, rasa bakti dalam hatinya timbul seketika.
"Sebetulnya, kita bisa berkumpul bersama-sama di sini sudah termasuk hal yang
menyenangkan, entah bagaimana keadaan ibuku yang kesepian seorang diri?"
katanya. Hampir semua perempuan-perempuan yang mendampinginya tidak pernah tahu
perihal ibunya, Melihat Siau Po masih punya sedikit rasa bakti, mereka pun merasa ikut
senang. "Di mana ibumu sekarang?" tanya mereka serentak
Ada pula yang berpikir. - ibumu toh mertuaku, biar bagaimana aku harus mencari jalan agar kita dapat
melewati kehidupan bersama-sama! -Siau Po menarik nafas panjang.
"lbuku ada di gedung Li Cun Wan, Yang-ciu," sahutnya.
Mendengar kata-kata "Li Cun Wan, Yang-ciu", kecuali Kian Leng kongcu, yang
lainnya terkejut sekali, Ada yang menundukkan kepalanya, dan ada pula yang
memalingkan wajahnya. "Hah" Li Cun Wan di Yang-ciu" Kau pernah mengatakan bahwa itulah tempat yang
paling menyenangkan di dunia ini. Kau juga pernah berjanji akan mengajakku ke sana!"
seru Kian Leng kongcu. Pui Ie tersenyum.
"Dia membohongimu. jangan percaya ocehannya, tempat itu... tidak beres," katanya.
"Kenapa tidak beres?" tanya Kian Leng kongcu, "Apakah kau sudah pernah ke sana"
Eh, kenapa tampang kalian semuanya aneh?"
Tanpa dapat menahan diri lagi Pui Ie tertawa geli. Kian Leng kongcu segera meraih
pundak Bhok Kiam Peng sambil bertanya dengan suara merayu.
"Adikku yang baik, bagaimana kalau kau yang menceritakannya kepadaku?"
Wajah Bhok Kiam Peng jadi merah jengah, "Itu... itu tempat pelacuran," sahut gadis
itu akhirnya. Sang Tuan Puteri masih belum mengerti juga, "Mengapa ibunya ada di Li Cun Wan,
tempat pelacuran itu" Dengar orang bilang, itu kan tempat bersenang-senangnya lakilaki
hidung belang!" Pui Ie tersenyum.
"Dia kan selamanya suka mengoceh yang bukan-bukan, kalau kau percaya setengah
patah ucapannya saja, maka setiap hari kepalamu bisa pusing," katanya.
Tempo hari ketika berada di Li Cun Wan, kecuali Tuan Puteri yang menggantikan
kedudukan si Moler tua (Permaisuri palsu), yang lainnya pun semua ada di depan mata,
Kegalakan Kian Leng kongcu tidak kalah oleh Mao Tung Cu, tapi tidak sekejam ibunya
lagipula dia jauh lebih muda dan cantik.
Dalam hal ini, Siau Po merasa beruntung dengan takdir hidupnya. Yang Kuasa
memang mengasihinya, seandainya sekarang yang menemaninya di pulau ini bukan
sang Tuan Puteri tetapi ibunya, entah apa yang harus dilakukannya"
Kemungkinan akhirnya dia akan bernasib seperti Lo Hong ya (Kaisar tua), yakni pergi
ke Ngo Tay san untuk mencukur rambut menjadi pendeta, Tapi, apabila dia memang
harus menjadi pendeta, biar bagaimana ketujuh istrinya ini tetap akan dibawa serta.
Melihat mimik wajah keenam perempuan yang pernah bersama-samanya di Li Cun
Wan, dia tahu mereka tentu sedang mengenangkan kembali kejadian malam itu.
-- Malam itu gelap sekali, aku sembarangan nemplok ke sana ke mari, Pada waktu itu
aku sendiri tidak tahu siapa yang kebagian duluan dan siapa yang belakangan. Di perut
A Ko dan Su Cuan sudah ada benih dariku, jadi sudah dua orang yang ketahuan.
Rasanya masih ada satu lagi, tapi siapa kira-kira orangnya" Ah, pelan-pelan aku bisa
mencari tahu! -pikirnya dalam hati.
Membayangkan hal itu, kembali dia tersenyum simpul.
"Seandainya kita tinggal di pulau ini untuk selamanya, rasanya kita juga tidak perlu
takut kesepian Cuan cici, Kongcu, A Ko, dalam perut kalian sudah ada keturunanku,
entah siapa lagi di antara kalian yang sedang hamil, katakan saja terus terang
sekarang!" Begitu mendengar ucapannya, wajah keempat perempuan yang lain langsung
berubah merah. "Aku tidak! Aku tidak!" seru Bhok Kiam Peng.
Cin Ju melihat ekor mata Siau Po melirik kepadanya, maka dia langsung mendelik.
"Tidak!" katanya lantang.
"Song Ji, rasanya usaha kitalah yang berhasil," ujar Siau Po.
Song Ji segera menghambur untuk bersembunyi di sudut pondok itu.
"Tidak, tidak!"
Siau Po segera tersenyum kepada Pui Ie.
"Pui cici, bagaimana dengan engkau" Ketika kau datang ke Li Cun Wan tempo hari,
perutmu kan diganjai bantal dan pura-pura jadi orang bunting" Jangan-jangan
sebelumnya kau juga sudah punya firasat?"
Pui Ie tidak dapat menahan kegelian dalam hatinya sehingga dia tertawa terkekehkekeh.
"Thay-kam tidak tahu mampus, aku toh tidak pernah... begitu... denganmu, mana
mungkin...." "lya, betul Su Ci, Cin cici, adik Song Ji maupun aku tidak pernah menyembah langit
bumi bersamamu mana mungkin punya anak" Kau memang jahat! Kapan kau
menyembah langit dan bumi bersama cici Cuan, Kongcu serta cici A Ko" Mengapa kau
tidak pernah mengatakan apa-apa" Kau juga tidak mengundang kami menikmati arak
kebahagiaanmu?" tukas Bhok Kiam Peng.
Gadis yang satu ini masih polos sekali Dalam pikirannya, hanya laki-Iaki dan
perempuan yang sudah menyembah langit dan bumi yang ada kemungkinan punya
anak. Mendengar kata-katanya yang lugu, yang lainnya tertawa semakin geli Sembari
tersenyum Pui Ie merangkul pinggang gadis itu.
"Sumoay, kalau begitu malam ini kau boleh menyembah langit dan bumi dengannya
agar kalian bisa menjadi suami istri," katanya.
"Mana bisa" Di sini kan tidak ada jembatan bunga" Aku sering melihat pengantin
wanita, mereka mengenakan tudung kepala berwarna merah dan dihiasi berbagai
perhiasan, mereka juga mengenakan pakaian berwarna merah yang lebar dan besar, Di
sini toh tidak ada persediaan apa-apa," sahut Kiam Peng.
Su Cuan tertawa. Tidak menggunakan berbagai peradatan begitu juga tidak apa-apa, Kita petik saja
beberapa kuntum bunga lalu kita rangkai menjadi mahkota untuk dipasang di atas
kepalamu, Kan sama saja?"
Siau Po melihat ketujuh perempuan itu saling berolok-olok dalam suasana rukun,
namun hatinya sendiri masih gundah.
-- Siapa yang satu lagi" -- pikirnya terus berputar - Mungkinkah A Ki" Aku ingat
pernah memondongnya ke sana ke mari, tapi rasanya kemudian aku meletakkannya di
atas kursi, aku tidak memondong-nya ke atas ranjang, Tapi malam itu, perempuan yang
ada di sana memang sudah kelewat banyak, bisa jadi aku sendiri kelupaan saking
keblingernya serta memondong A Ki ke tempat tidur juga.
Kalau dia benar-benar mengandung anakku, bocah itu kemudian hari terpaksa
menjadi Pangeran semuanya Beres di Mongolia.... Ah! Mungkinkah si Moler tua"
Celaka! Kalau benar-benar dia, berarti calon anakku juga sudah terbunuh di tangan Kui
Heng Su sekalian! -Terdengar Bhok Kiam Peng berkata, "Biarpun kita bisa menyembah langit dan bumi
di sini, toh seharusnya Pui cici yang terlebih dahulu melakukannya."
"Tidak, kau kan seorang Siau Kuncu, tentu saja kau yang harus melakukannya
terlebih dahulu," sahut Pui Ie.
"Kita kan dari pihak negara yang dikalahkan, untuk apa menyebut-nyebut panggilan
Kuncu lagi?" kata Kiam Peng.
Pui Ie tertawa. "Kalau begitu, biar adik Song Ji yang menyembah langit bumi terlebih dahulu
dengannya jarak waktu yang kau habiskan bersamanya kan paling lama" Kalian sudah
sering merasakan susah dan senang bersama-sama. Kau juga sudah sering
mengorbankan diri demi kepentingannya, tentu saja kedudukanmu mempunyai tempat
yang istimewa dalam hatinya," katanya kemudian.
Wajah Song Ji semakin merah padam.
"Coba katakan lagi! Aku akan pergi sekarang juga!" sahutnya pura-pura mengancam.
Song Ji sengaja melangkah ke pintu, tapi baru beberapa langkah sudah ditarik dan
dipeluk oleh Pui Ie. Su Cuan tertawa kepada Siau Po.
"Siau Po, kau sendirilah yang seharusnya mengambil keputusan," katanya.
"Urusan bersembahyang kepada Langit dan Bumi, nanti saja kita bicarakan lagi,
Besok kita harus memakamkan jenasah guruku terlebih dahulu," sahut pemuda itu.
Mendengar ucapannya, perempuan-perempuan itu langsung tertegun, Kalau menilik
sikap Siau Po selama ini, siapa pun tidak ada yang mengira kalau dia begitu
menghormati gurunya sehingga bisa mengeluarkan kata-kata tadi.
Tapi siapa nyana ucapan yang keluar dari mulutnya kemudian toh menunjukkan
watak aslinya. "Kalian semua merupakan istriku, Tidak ada sebutan yang tua atau yang muda,
Kelak, setiap malam kalian harus main lempar dadu, siapa yang menang, dialah yang


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan menemaniku malam itu." Sembari berkata dia mengeluarkan dua butir dadu dari
saku bajunya, Ditiupnya dadu itu satu kali lalu dengan gerakan manis dilemparkannya
ke atas meja. Kian Leng kongcu mencibirkan bibirnya.
"Memang kau kecakepan" Siapa kalah dialah yang akan menemanimu," katanya.
Siau Po tertawa, "Betul, betul. Seperti main kepalan tangan, siapa yang kalah harus minum secawan
arak. Nah, sekarang siapa yang bersedia mulai duluan?"
Suasana di atas pulau malam itu pun jadi romantis sekali. Suara tawa dan canda
terus bergema, Siapa yang menang dan siapa yang kalah dalam permainan dadu,
rasanya tidak perlu dijelaskan lebih lanjut pokoknya sejak hari itu, acara melempar
dadu menjadi kebiasaan rutin dalam kehidupan keluarga Wi.
Sejak dulu Siau Po sendiri memang senang bermain dadu, tentu saja dengan
taruhan uang, semakin besar semakin menyenangkan baginya, Namun sekarang
dirinyalah yang menjadi benda taruhan, Mula-mula memang terasa menggemaskan tapi
lama kelamaan dia menjadi jenuh juga.
Biar bagaimana tenaganya sebagai seorang pemuda toh terbatas, untung saja
istrinya yang berjumlah tujuh orang itu kebanyakan berpengertian.
Keesokan harinya, sampai siang mereka baru terjaga, Begitu bangun, Siau Po
memerintahkan ke-tujuh istrinya untuk membantunya memakamkan jenasah Tan Kin
Lam. Melihat tanah merah sedikit demi sedikit mulai menimbuni tubuh gurunya, Siau Po
tidak dapat menahan kesedihan hatinya lagi, dia menangis tersedu-sedu.
Perempuanperempuan yang lain juga segera menjatuhkan diri berlutut sebagai penghormatan
mereka yang terakhir. Sebetulnya hati Kongcu agak kurang rela. Dalam bayangannya dia toh seorang Tuan
Puteri dari Kerajaan yang besar, mengapa dia harus berlutut di hadapan makam
seorang pengkhianat negara" Namun dia juga sadar, walaupun derajatnya yang terlihat
sangat mulia, tapi kemungkinan dalam hati Siau Po sendiri kedudukannya paling
rendah. Bayangkan saja, kesetiaannya tidak dapat menandingi Song Ji, kecantikannya tidak
bisa melebihi A Ko, ilmu silatnya tidak bisa menandingi Su Cuan, kecerdasannya tidak
melebihi Pui Ie, kelembutannya tidak bisa menandingi Cin Ju, keluguan dan
kelincahannya tidak dapat menyamai Bhok Kiam Peng.
Kelebihannya sendiri justru mulutnya yang judes dan hatinya yang egois, Kalau
sekarang dia tidak turut memberikan penyem-bahan penghormatan terhadap jenasah
Tan Kin Lam, kemungkinan Siau Po akan memusuhinya secara terang-terangan.
Malah ada kemungkinan dia berbuat curang dengan dadunya sehingga setiap malam
kalau main lempar dadu, dialah yang akan mendapat kemenangan terus-menerus.
Itulah sebabnya si Tuan Puteri terpaksa berlutut, namun dalam hatinya dia berkata.
-- Pemberontak, oh Pemberontak, aku adalah seorang Tuan puteri yang
kedudukannya mulia sekali sebetulnya tidak baik aku menyembahyangimu, sebab
kemungkinan arwahmu di alam baka tidak bisa memperoleh kedamaian, bahkan
semakin sial! -Selesai memberikan penghormatan terakhir, beramai-ramai mereka bangkit Tiba-tiba
terdengar seruan Pui Ie. "Aduh! Kemana kapal kita" Kemana kapal kita?"
Mendengar teriakannya yang penuh kepanikan, yang lainnya segera mengalihkan
pandangannya ke arah lautan. Tampak tempat kapal mereka berlabuh sudah kosong
melompong, kapalnya sendiri sudah hilang tak berbekas, Semuanya menjadi terkesiap
melihat kenyataan ini. Mereka segera mempertajam pandangannya, di kejauhan terlihat
langit biru terbentang luas, juga tampak puluhan ekor camar terbang ke sana ke mari.
Su Cuan segera berlari ke atas bukit dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling
pulau tersebut Di sebelah manapun tidak terlihat bayangan kapal itu, Pui Ie segera
menghambur ke arah goa tempat mereka menyimpan berbagai keperluan kapal,
Namun rasa terkejutnya semakin menjadi-jadi karena semuanya juga hilang tidak
berbekas. Semuanya berkumpul menjadi satu. Untuk beberapa saat mereka hanya dapat saling
memandang, Tadi malam mereka terus bersenda gurau sampai larut sekali, siapa pun
tidak ada yang terpikir untuk saling aplus menjaga. Tentu tukang perahu yang mencuri
semua peralatan lalu menggunakan kapal itu untuk melarikan diri.
Dengan demikian, mereka terpaksa tinggal terus di pulau itu, entah kapan lagi ada
kesempatan untuk pergi dari sana, Siau Po membayangkan Sie Long ataupun The Kek
Song yang akan membawa pasukan mereka untuk membalas dendam.
Apabila hal itu sampai terjadi, bagaimana mereka sanggup mempertahankan diri dari
serangan musuh" seandainya Su Cuan, A Ko dan Kongcu melahirkan bayi prematur,
toh jumlah mereka juga tidak lebih dari sebelas orang!
Su Cuan yang usianya paling tua dan paling banyak pengalaman segera menghibur
yang lainnya. "Nasi toh sudah jadi bubur, panik juga tidak ada gunanya, Perlahan-lahan kita cari
jalan keluarnya nanti."
Mereka kembali ke dalam pondok, seperti sudah berjanjian sebelumnya, mereka
beramai-ramai menyumpahi si tukang perahu, Tapi biar memaki sampai mulut berbusa
sekalipun, tetap saja tidak ada keajaiban yang muncul, akhirnya mereka menjadi capek
sendiri "Sekarang yang harus kita utamakan adalah ber-siap-siap menghadapi datangnya
serangan para tentara," kata Su Cuan kepada Siau Po. "Bagaimana pendapatmu?"
"Kalau para tentara kembali melakukan penyerangan jumlahnya kali ini pasti jauh
lebih besar, Kalaupun mengadu kekerasan, kita pasti kalah, jalan satu-satunya hanya
mencari tempat untuk bersembunyi kita hanya dapat berharap mereka tidak segera
menemukan kita. Dengan demikian mereka bisa menduga kalau kita sudah
meninggalkan tempat ini dengan menggunakan kapal," sahut Siau Po.
Su Cuan menganggukkan kepalanya, "Apa yang kau katakan memang benar, Para
tentara pasti tidak menduga kalau kapal kita sudah dicuri orang."
Hati Siau Po menjadi lega seketika, "Kalau aku menjadi Sie Long, tentu aku tidak
akan kembali lagi ke pulau ini. Dia tentu mempunyai pikiran bahwa selesai pertarungan
tempo hari, kita pasti sudah mengangkat kaki meninggalkan tempat ini jauh-jauh, tidak
mungkin kita tetap berdiam di sini menunggu datangnya para tentara untuk menangkap
kita," katanya. "Tapi bila dia melapor kepada Hongte koko, beliau pasti akan mengutus orang untuk
melihat-lihat tempat ini, Biarpun kita sudah pergi, siapa tahu ada jejak yang kita
tinggalkan sehingga mereka dapat menelusuri ke mana tujuan kita," ujar Kian Leng
kongcu. Siau Po menggelengkan kepalanya.
"Sie Long tidak akan menyampaikan laporan kepada Sri Baginda," katanya yakin.
Mata Kian Leng kongcu langsung mendelik. "Kenapa?"
"Kalau dia menyampaikan laporan, tentu Sri Baginda akan menanyakan mengapa
dia tidak meringkus kita" Kalau sampai hal ini terjadi, dia terpaksa mengaku bahwa dia
telah dikalahkan oleh kita. Apa bukan cari penyakit sendiri namanya," kata Siau Po.
Su Cuan tertawa. "Tepat sekali. Kemampuan Siau Po menjadi pejabat pemerintahan memang tidak
perlu diragukan lagi, Ada saja akalnya untuk mengelabui atasan, sudah bukan rahasia
lagi." Siau Po juga ikut tertawa.
"Kalau Cuan cici mau menjadi pejabat pemerintahan aku yakin dalam waktu yang
singkat bisa menduduki jabatan yang tinggi dan kaya mendadak."
Su Cuan tersenyum simpul, dan dalam hati dia berpikir, -- Kelakuan para pengikut
Sin Liong kau juga banyak macamnya, toh kenyataannya tidak jauh berbeda dengan
politik pemerintahan "Kalau Sie Long memberikan laporan, kemungkinan Sri Baginda akan memakinya
sebagai manusia yang tidak berguna, itu sih tidak apa-apa. Coba bayangkan kalau Sri
Baginda mengutusnya kembali dengan membawa pasukan besar dan kali ini harus
berhasil meringkus kita. sedangkan dalam pikiran Sie Long kita tidak mungkin masih
berdiam di pulau ini, Bukankah dia akan melakukan perjalanan yang sia-sia" Bukankah
penyakit yang dicarinya semakin bertambah" Kan lebih baik dia diam-diam saja dan
menikmati rejeki yang diperolehnya," kata Siau Po pula.
Para perempuan yang mendengarkan uraiannya sadar bahwa apa yang
dikatakannya memang beralasan Oleh karena itu keresahan dalam hati mereka pun
sirna seketika. "Bagaimana dengan bocah The Kek Song?" tanya Kian Leng kongcu tiba-tiba.
"Mungkin dia masih merasa sakit hati terhadap perlakuanmu tempo hari."
Sembari berbicara matanya melirik kepada A Ko. Yang lainnya tentu tahu makna
yang dalam dari kata-katanya, Dia pasti bermaksud The Kek Song mana mungkin
bersedia menyerahkan A Ko yang cantik begitu saja" Kemungkinan besar dia akan
membawa sejumlah pasukan untuk merebutnya kembali."
Wajah A Ko menjadi merah padam, Kepalanya tertunduk dalam-dalam.
"Ka... lau dia datang lagi, a... ku akan bunuh diri. pokoknya aku tidak akan ikut
dengannya," kata-katanya tegas sekali.
Hati Siau Po gembira sekali Dia ingat selama ini A Ko yang paling membencinya,
Malah dia harus menggunakan berbagai macam akal busuk baru berhasil mendapatkan
perempuan yang satu ini. Sekarang, mendengar sumpahnya yang berat, hati Siau Po langsung berbungabunga,
malah jauh lebih gembira sekalipun sekarang dia bisa menemukan sepuluh
buah kapal Tanpa malu-malu dia segera memeluk perempuan itu dan mencium pipinya
berkali-kali. "0h... A Ko ku sayang, dia pasti tidak berani datang lagi, Dia toh punya hutang
sebanyak tiga ratus dua puluh laksa tail, masa nyalinya begitu besar sehingga berani
menemui bossnya?" "Aduh, genitnya!" ejek Kian Leng kongcu, "Dia pasti akan datang lagi dengan
membawa pasukan besar Pada saat itu dia akan mengambil kembali tanda hutangnya,
Dia juga akan merebut A Ko darimu, lalu akan menjual ayahmu, ibumu, nenekmu,
kakekmu kepadamu, yang jumlah seluruhnya tujuh juta laksa tail dan meminta engkau
melunasinya saat itu juga."
Semakin didengar, kepala Siau Po semakin pusing, Mending kalau urusan ini bisa
diselesaikannya, Tapi dia tahu Kek Song memang licik, kalau benar apa yang dikatakan
si Tuan Puteri dan dia memang bisa menyediakan orangnya, bagi Siau Po masih tidak
apa-apa. Tapi sejak lahir dia sendiri tidak tahu siapa ayahnya, mana mungkin dia bisa tahu
siapa nenek dalamnya" seandainya Kek Song bersikeras, tanpa menyerahkan
orangnya maka harganya menjadi sepuluh kali lipat, bukankah masalahnya bisa
semakin runyam" Hatinya langsung berubah kesal.
"Jangan bicara lagi!" teriaknya, "Kalau si budak Kek Song berani kembali lagi ke
mari, untuk pertama-tama aku tidak akan menjual siapa pun kecuali satu orang yang
nilainya pating tinggi, yakni adik kandung kaisar sekarang, Aku juga menghadiahkan
seorang bayi dalam perutnya, harganya sepuluh juta laksa tail, Dihitung-hitung dia
masih harus mengembalikan tiga ratus ribu laksa tail kepadaku, Jual beli ini masih
menguntungkan pihakku!"
Kian Leng kongcu langsung membuka mulutnya lebar-lebar dan nangis berkoakkoak,
kemudian menutup mukanya dan lari ke dalam pondok. Bhok Kiam Peng segera
menyusul perempuan itu untuk menghiburnya. Dia mengatakan bahwa Siau Po tidak
mempunyai niat seperti itu, dia hanya menakut-nakuti saja, Tuan puteri tidak perlu
bersedih karena persoalan kecil ini.
Setelah melampiaskan kekesalan hatinya, Siau Po sendiri jadi uring-uringan, dia
tidak bisa mengemukakan pendapat apa-apa lagi. Yang lainnya terpaksa menanyakan
saran Su Cuan, Mereka segera berpencar mencari tempat untuk bersembunyi Akhirnya
mereka menemukan sebuah goa besar di tengah-tengah hutan.
Mereka segera membersihkannya untuk dijadikan tempat tinggal, Pondok yang ada
dibiarkan begitu saja. Mereka berharap dapat mengelabui Sie Long seandainya orang
itu kembali lagi. Melihat keadaan pulau yang sunyi senyap, Sie Long pasti beranggapan
mereka sudah pergi. Mula-mula mereka masih berdebar-debar, khawatir pasukan tentara benar-benar
akan mendatangi tempat itu, Siang malam mereka naik ke atas bukit untuk melihat
lautan di sekitar pulau tersebut.
Namun setelah beberapa bulan, jangan kata tentara kerajaan atau pasukan dari
Taiwan, bahkan perahu serta kapal nelayan pun tidak pernah terlihat. Lambat laun hati
mereka menjadi tenang, Mereka beranggapan Sie Long benar-benar tidak berani
mencari penyakit sedangkan perahu kecil yang ditumpangi Kek Song kemungkinan
tidak dapat bertahan lama dan akhirnya tenggelam di tengah lautan.
Kedelapan orang itu hidup di tengah pulau dengan menangkap ikan, berburu,
membidik burung atau pun memetik buah-buahan. Setiap hari mereka mengatur tugas
secara bergantian Kehidupan mereka pun cukup tenang, tidak ada keributan lagi seperti
sebelumnya. Untung binatang liar di pulau itu cukup banyak, sedangkan ikan-ikan di pinggiran
pantai juga mudah didapat Apalagi mereka rata-rata berilmu lumayan sehingga selama
ini tidak pernah mengalami kesulitan untuk menyambung hidup.
Musim gugur telah berlalu diganti dengan musim salju, Udara semakin hari semakin
dingin. Perut Kongcu, A Ko, dan Su Cuan pun semakin hari semakin membesar. Pui Ie
dan Song Ji sibuk mengumpulkan kulit binatang serta membuat pakaian untuk mereka
berdelapan, Pakaian untuk ketiga bayi juga sudah dibuat sehelai demi sehelai.
Setengah bulan kembali berlalu, Tiba-tiba salju turun dengan deras, Dalam waktu
satu hari satu malam saja, seluruh permukaan pulau itu sudah berubah warna menjadi
putih bersih karena tertutup timbunan salju.
Kedelapan orang itu sudah mengadakan persiapan sejak jauh hari, Daging kering
serta manisan atau asinan buah disimpan sebagai penangsal perut jumlahnya jauh
melebihi cukup untuk menjalani hidup menghadapi musim dingin.
Tidak ada pekerjaan yang dapat mereka lakukan, kecuali menyalakan api unggun
dan mengobrol ngalor ngidul, Tentu saja topik pembicaraan mereka tidak bergeser dari
ketiga bayi yang tidak lama lagi akan terlahir ke dunia.
Malam itu tidak turun salju lagi, tapi angin tetap bertiup dengan kencang. Hembusan
angin yang dingin tidak henti-hentinya menerpa masuk melalui mulut goa. Song Ji terus
menambahkan kayu kering di atas api unggun agar udara dingin tidak terlalu menusuk.
Siau Po sendiri segera mengeluarkan biji dadunya agar para perempuan itu dapat
bertaruh. Lima perempuan sudah mendapat bagian untuk melemparkan dadu. Bhok Kiam
Peng mendapat nilai terkecil yakni tiga titik, Tampaknya malam ini dia sudah pasti
kalah. Cin Ju tertawa. "Adik Kiam Penglah yang kalah, aku tidak perlu melempar dadu lagi," katanya.
Bhok Kiam Peng juga ikut tertawa.
"Tidak bisa! Cepat lempar dadu itu! Siapa tahu kau mendapat nilai dua titik."
Dengan apa boleh buat Cin Ju mengambil dadu-dadu itu dari atas meja kain yang
hanya dialaskan di atas lantai, Ditiupnya dadu itu satu kali mengikuti gaya Siau Po.
Baru saja dia hendak melemparkannya, angin dingin menghembus dari luar Sayup-sayup
terdengar suara panggilan seseorang.
Wajah mereka langsung berubah hebat Padahal tadinya Su Cuan sudah tertidur, dia
pun ikut terduduk seketika. Kedelapan orang itu saling memandang. Untuk sesaat muka
mereka menjadi pucat pasi. Kiam Peng menghembuskan nafas panjang lalu menyusup
ke dalam pelukan Pui Ie. Tidak lama kemudian, angin bertiup lagi, kali ini lebih kencang dari yang sebelumnya,
otomatis suara orang yang terpantul pun lebih jelas.
"Siau Kui cu, Siau Kui cu, di mana engkau" Siau Hian cu sudah rindu sekali
kepadamu!" Demikianlah kata-kata yang menyusup ke dalam gendang telinga mereka.
Siau Po langsung mencelat bangun, dan dengan suara gemetar dia berkata.
"Siau... Hian... cu datang mencari aku!"
"Siapa Siau Hian cu itu?" tanya Kian Leng kongcu.
"Dia... dia...." .
Nama Siau Hian cu hanya dia sendiri yang tahu, yakni sebutan bagi Kaisar Kong Hi.
Dia tidak pernah menceritakannya kepada siapa pun, Dan dia yakin Kaisar Kong Hi
sendiri terlebih tidak mungkin menceritakannya kepada siapa pun, namun tiba-tiba ada
orang yang menyebutkan nama itu. Dan suaranya demikian lantang!
Seluruh tubuhnya gemetar, dia merasa urusan ini benar-benar aneh, Jangan-jangan
Kaisar Kong Hi sudah wafat dan sekarang arwah kaisar itu mendatanginya.
Untuk sesaat, tanpa terasa air matanya mengalir dengan deras, ia segera
menghambur ke luar dari dalam goa.
Bagian 86 "Siau Hian cu, Siau Hian cu!" teriaknya. "Siau Kui cu ada di sini!"
Terdengar suara tadi kembali bergema.
"Siau Kui cu, Siau Kui cu! Di mana engkau" Siau Hian cu sudah rindu sekali
kepadamu!" Suara itu bergema lantang bahkan sampai mendengung-dengung, seolah-olah
bukan terucap dari mulut satu orang saja, tapi ada ratusan orang yang menyerukannya,
Namun, bila kata-kata itu benar diucapkan oleh ratusan orang, tentu susunan
kalimatnya tidak bisa serapi itu, sedangkan bila dikatakan hanya seorang yang
mengucapkannya, walaupun ilmu tenaga dalam orang itu sudah mencapai taraf setinggi
apa pun, rasanya masih tidak sanggup melakukannya. Karena itu, dugaan Siau Po
semakin kuat. Pasti arwah Kong Hi-lah yang datang mencarinya.
Hati Siau Po sedih sekali Air matanya menetes semakin deras, Dia membayangkan
bahwa Kaisar Kong Hi masih mempunyai solidaritas yang demikian tinggi walaupun
sudah meninggal Buktinya arwah pemuda itu mencarinya sampai sedemikian jauh.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Biasanya, Siau Po paling takut setan, Tapi kali ini, biar bagaimana pun dia ingin
menemui arwah Kong Hi, dia tidak ingin mengecewakan sahabatnya, itulah sebabnya
dia mempercepat langkah kakinya dan lari seperti kesurupan hantu pulau itu, Arahnya
menuju datangnya suara panggilan tadi.
"Siau Hian cu, jangan pergi! Siau Kui cu ada di sini!" teriaknya tanpa menggunakan
otak jernih lagi. Salju memenuhi seluruh tempat itu, licinnya jangan ditanyakan lagi, namun Siau Po
tidak memperdulikannya, Meskipun sempat tergelincir beberapa kali, tapi dia tetap
bangun lalu berlari kembali
Setelah mengitari bukit yang penuh dengan salju, dia melihat di pesisir pantai sudah
diterangi api obor Ratusan orang berdiri berbaris ke arah horisontal penerangan yang
dilihatnya terpantul dengan obor-obor yang ada dalam genggaman orang-orang itu.
Siau Po terkejut setengah mati.
"Aduh mak!" teriaknya sambil membalikkan tubuh untuk mengambil langkah seribu.
Dari barisan orang banyak itu muncul seseorang.
"Wi Tou tong, akhirnya kami berhasil menemukanmu juga!" serunya.
Siau Po baru berhasil berlari dua langkah, namun dia segera tersadar jejaknya sudah
ketahuan pihak yang jumlahnya begitu besar Biar dia bersembunyi di mana pun, dalam
waktu singkat pasti akan ditemukan juga, Dia merasa suara orang itu tidak asing di
telinganya, maka dia segera menghentikan langkah kakinya dan mengeraskan hati,
Perlahan-lahan dia membalikkan tubuhnya.
"Wi Tou tong, kami semua sudah rindu sekali kepadamu. Terima kasih kepada Langit
dan Bumi, akhirnya kami berhasil menemukanmu!" Suara orang itu memang
mengandung nada kegembiraan yang tulus.
Tangan orang itu juga membawa sebatang obor, yang cahayanya bergerak-gerak
karena hembusan angin, Orang itu segera melangkahkan kakinya menghampiri Siau
Po. setelah agak dekat, Siau Po segera mengenalinya, ternyata dia adalah Ong Cin Po.
Dapat bertemu dengan kawan lama tentunya hati Siau Po senang juga, Dia ingat
tempo hari di luar perbatasan kota Pe King, orang ini juga pernah menemukannya
malah pada saat itu Ong Cin Po tidak memperdulikan nasibnya sendiri dengan berani
menutupi kejadian yang sebenarnya.
Dia tidak mengatakan kepada yang lainnya bahwa orang yang dilihatnya adalah Siau
Po. Dengan sikapnya itu saja Siau Po dapat menilainya sebagai seorang yang setia
kawan. Meskipun sekarang dia yang memimpin pasukan besar tentara datang
mencarinya di pulau ini, tapi keadaan ini masih lumayan dibanding kalau yang datang
orang lain. Biar bagaimana setianya orang ini terhadap Kong Hi, tentunya masih ada
cara untuk diajak berunding, Karena itu dia segera tersenyum dan berkata.
"Ong sam ko, akalmu benar-benar jitu sehingga bisa memancing aku ke luar dari
tempat persembunyian!"
Ong Cin Po melemparkan obor di tangannya ke permukaan tanah lalu
membungkukkan tubuhnya dengan hormat.
"Hamba tidak berani berdusta, terus terang saja hamba juga tidak tahu kalau Wi Tou
tong ada di pulau ini," sahutnya.
Siau Po tersenyum. "Pasti Hong Siang yang memberikan saran untuk menjalankan akal bagus ini,
bukan?" "Tempo hari Hong Siang mendapat laporan bahwa Tou tong sudah menyepi ke luar
lautan, karena itu beliau mengutus aku mengiringi tiga kapal untuk mencari di setiap
pulau kecil yang ada di sekitar sini. Pokoknya, begitu sampai di atas setiap pulau,
hamba harus menyerukan kata-kata seperti yang diajarkan oleh Hong Siang," sahut
Ong Cin Po. Pada saat itu, Song Ji dan Su Cuan juga sudah sampai di tempat itu, Mereka segera
berdiri mendampingi Siau Po. Tidak lama kemudian yang lainnya juga menyusul tiba.
Siau Po menoleh kepada Kian Leng kongcu.
"Hong te kokomu benar-benar hebat, akhirnya kita berhasil ditemukan juga," katanya.
Ong Cin Po segera mengenali Kian Leng kongcu. Cepat-cepat dia membungkukkan
tubuhnya memberikan penghormatan.
"Apakah Hong Siang mengutusmu datang ke mari untuk meringkus kami kembali ke
Pe King?" tanya sang Tuan Puteri.
"Bukan, bukan," sahut Ong Cin Po. "Hong Siang mengutus hamba ke pulau-pulau di
sekitar sini untuk mencari Wi tou tong. Beliau sama sekali tidak tahu kalau Kongcu juga
ada di sini." Kian Leng kongcu menundukkan kepalanya melihat perutnya sendiri yang sudah
membesar wajahnya langsung berubah merah.
Ong Cin Po berkata pula kepada Siau Po.
"Hamba sudah empat bulan lebih mengarungi lautan Kami sudah menjelajahi
delapan puluhan pulau, akhirnya malam ini kami berhasil menemukan Wi Tou tong
juga, sungguh suatu hal yang menggembirakan!"
Siau Po tersenyum. "Aku adalah orang yang berdosa besar bagi negara. Sudah lama aku tidak menjadi
atasanmu lagi, maka ucapan seperti Tou tong maupun sebutan hamba sebaiknya tidak
perlu digunakan lagi."
"Apa yang terkandung dalam hati Hong Siang akan Tou tong ketahui setelah
firmannya dibacakan," kata Ong Cin Po sembari membalikkan tubuh dan menggapaikan
tangannya ke arah orang banyak, "Bun kong kong, harap kau kemari sebentar!"
Dari barisan, orang banyak muncul seseorang yang mengenakan seragam para thaykam,
Rupanya juga kenalan lama Siau Po, thay-kam yang bertugas di perpustakaan
Bun Yu Hong. Dia berjalan ke arah Siau Po dan yang lainnya sembari berseru.
"Ada firman dari Sri Baginda!"
Bun Yu Hong adalah teman berjudi Siau Po ketika mula-mula dia masuk ke dalam
istana, orangnya kurang culas dan dalam permainan judi disebut sebagai "Babi potong"
Entah sudah berapa banyak hutangnya kepada Siau Po.
Setelah berkali-kali mendapat kenaikan pangkat, Siau Po masih sering
menghadiahkan uang. Setiap kali bertemu dengan Bun Yu Hong ini, justru hutangnya
tidak pernah diungkit-ungkit.
Mendengar ucapan "Ada firman dari Sri Baginda", Siau Po segera menjatuhkan diri
berlutut. "lni merupakan firman rahasia, orang lainnya harap menyingkir" kata Bun Yu Hong
kembali. Mendengar kata-kata itu, Ong Cin Po segera menyingkir sedangkan Su Cuan yang
banyak pengalaman juga ikut menyingkir sejauh-jauhnya, Yang lain tentu saja
mengikuti, hanya Kian Leng kongcu seorang yang memprotes.
"ltu kan firman dari Hong te koko, masa aku juga tidak boleh mendengarkan?"
"Sri Baginda sudah mengatakan bahwa ini merupakan firman rahasia, hanya Wi Siau
Po seorang yang boleh mendengarkan Apabila ada sepatah kata saja yang bocor,
seluruh keluarga hamba akan menjadi tumbalnya," sahut Bun Yu Hong,
Kian Leng kongcu mendengus kesal.
"Hebat sekali! Kalau begitu biar seluruh keluargamu jadi tumbalnya saja!" Meskipun
bibirnya berkata demikian, namun dia sadar, kalau dia tidak menyingkir sampai kapan
pun firman itu tidak akan dibacakan. Oleh karenanya dengan hati mendongkol terpaksa
dia menyingkir juga. Bun Yu Hong mengeluarkan dua buah amplop kuning yang tertutup rapat dari balik
saku bajunya. "Hamba menerima firman Sri Baginda!" kata Siau Po lantang.
"Hong Siang bersabda bahwa kali ini kau boleh menerima firman dengan berdiri saja,
Kau juga tidak perlu menyebut dirimu "hamba", juga tidak boleh menyembah," kata Bun
Yu Hong pula. Siau Po merasa heran. "Kok ada aturan semacam itu?"
"lnilah perintah dari Hong Siang, aku hanya menyampaikannya. Tentang ada
tidaknya aturan seperti itu, kelak bila bertemu dengan Hong Siang kau boleh
menanyakannya langsung," sahut Bun Yu Hong pula.
Dengan perasaan apa boleh buat, Siau Po berkata.
"Baiklah, terima kasih atas budi besar Hong Siang!" Kemudian ia berdiri.
Bun Yu Hong menyerahkan sebuah amplop kepadanya.
"Bukalah dan lihat apa isinya!" ujar Bun Yu Hong, Siau Po mengulurkan tangannya
dan menyambut amplop tersebut Dikoyaknya lalu dikeluarkannya sehelai kertas kuning
pula dari dalamnya, Bun Yu Hong mengangkat lentera di tangannya untuk menyinari
kertas kuning itu. Siau Po melihat ada enam gambaran yang tertera di atas kertas itu, Gambar pertama
melukiskan dua bocah cilik yang sedang bergumul di atas tanah, Persis apa yang
pernah mereka lakukan di masa kecil dulu.
Gambar kedua melukiskan sekumpulan bocah cilik yang sedang meringkus Go Pay.
Go Pay sedang berusaha menyerang Kong Hi dan ada seorang bocah lainnya yang
menggenggam pisau dan menikam tubuh Go Pay.
Tentu saja Siau Po tahu bocah yang memegang pisau itu mengibaratkan dirinya.
Gambar ketiga melukiskan seorang hwesio cilik yang sedang membopong seorang
hwesio tua. Di belakang mereka terdapat tujuh delapan orang lhama yang mengejar
sambil mengacung-acungkan golok ke atas.
Siau Po tahu Kong Hi ingin mengibaratkan keadaan ketika dirinya menolong Kaisar
tua meninggalkan Ceng Liang Si di Ngo Tay san. Gambar keempat melukiskan
Pendekar wanita berbaju putih yang melayang dari atas melakukan penyerangan
terhadap Kong Hi, sedangkan Siau Po menghalangi di depannya untuk menerima
serangan itu. Gambar ke lima melukiskan diri Siau Po yang menekan tubuh permaisuri palsu
dengan kakinya, sedangkan tangannya membimbing permaisuri asli ke luar dari bawah
tempat tidur. Gambar keenam melukiskan Siau Po bersama seorang gadis Lo Sat, seorang
pangeran Mongolia, serta seorang lhama tua. Mereka bersama-sama sedang menarik
kuncir seorang Panglima. Melihat seragamnya, panglima itu tentu Peng Si Ong, Tentu Kong Hi juga bermaksud
menggambarkan keadaan ketika mereka bertiga menjatuhkan kedudukan Peng Si 0ng.
Kong Hi masih muda, tapi otaknya cerdas sekali, Jiwa seninya juga kuat.
Gambarannya sangat menyentuh sayangnya dia belum pernah bertemu dengan Puteri
Sofia, pangeran Kaerltan, Shang Cie sehingga dia tidak tahu bagaimana bentuk wajah
mereka. Dia hanya menggambar dengan mengambil bentuk wajah sebagian besar orangorang
dari negara tersebut Pokoknya masih bisa dikenali oleh Siau Po.
Pada keenam buah gambar itu tidak tertera kata-kata apa pun. Tentu Siau Po sudah
mengerti sendiri bahwa semua itu melukiskan jasa-jasa yang pernah didirikannya
selama dia mengikuti kaisar Kong Hi.
Walaupun lukisannya yang nomor satu tidak dapat dikatakan sebagai salah satu jasa
Siau Po, tapi raja muda itu ingin menunjukkan kesannya selama bersama-sama Siau
Po berlatih gulat. Untuk beberapa saat Siau Po memandangi gambar-gambar itu dengan termangumangu,
tanpa terasa air matanya mengalir lagi. Dalam hati dia berpikir.
-Tanpa memperdulikan capai lelah dia melukiskan gambar-gambar ini dengan
demikian sempurna, Sudah pasti dia selalu mengingat jasa-jasa yang pernah kudirikan,
Tampaknya dia tidak menyalahkan aku lagi Bun Yu Hong menunggunya beberapa saat, lalu berkata.
"Apakah kau sudah melihatnya dengan jelas?"
"Sudah," sahut Siau Po.
Bun Yu Hong mengoyak amplop yang kedua.
"Aku akan membacakan firman Sri Baginda," katanya sambil mengeluarkan sehelai
kertas kuning yang lain kemudian langsung membacakannya:
"Siau Kui cu, maknya! Kemana saja kau selama ini" Aku sudah rindu sekali
kepadamu, Kau si Budak busuk benar-benar tidak berbudi. Apakah sudah melupakan
locu?" Tampak mulut Siau Po bergerak-gerak, rupanya tanpa sadar dia menggumam
seorang diri. "Tidak, benar-benar tidak."
Sejak jaman dahulu kala, entah sudah berapa banyak kaisar yang memerintah di
negeri Cina, namun firman seorang kaisar yang menggunakan bahasa "Maknya" dan
seorang kaisar yang menyebut dirinya sendiri "Locu", mungkin Kong Hi lah yang
menerobos era baru atau malah cuma satu-satunya firman raja yang menggunakan
bahasa demikian. Setelah berhenti sejenak, Bun Yu Hong melanjutkan membaca kembali.
"Kau benar-benar tidak menurut perintahku. Aku suruh kau bunuh gurumu, kau tidak
mau. Malah Tuan puteri kau bawa kabur. Maknya! Dengan caramu itu, bukankah kau
terima gratis menjadi iparku" Tapi jasamu besar sekali, Kau juga setia kepadaku, maka
apa pun dosamu, aku sudah memaafkan nya. sebentar lagi aku akan kawin, apakah
kau tidak mau meneguk arak kebahagiaanku"
Kalau kau sampai tidak mau, aku benar-benar tidak senang, Biar aku nasehati,
sebaiknya kau menyerah saja dan kembali ke Pe King, Aku sudah menyediakan sebuah
gedung baru untukmu, pokoknya lebih besar dan lebih mewah dari punyamu dulu...."
Hati Siau Po tidak kepalang girangnya, tanpa mendengar kelanjutannya dia sudah
berseru. "Baik, baik, Aku akan segera kembali ke Pe King."
Bun Yu Hong membaca kembali
"Kita bicara pahitnya dulu, mulai sekarang kalau kau masih membantah apa yang
kukatakan, aku akan memenggal batok kepalamu, jangan kau beranggapan bahwa aku
sengaja menipumu pulang ke Pe King untuk membunuhmu.
Sekarang gurumu yang bermarga Tan itu sudah mati, berarti kau tidak mempunyai
hubungan apa-apa lagi dengan Thian Te hwee, Aku ingin agar kau membasmi mereka
satu per satu, kemudian aku akan mengutusmu untuk menghajar Gouw Sam kui.
Kian Leng kongcu juga boleh menjadi istrimu. Kelak kau bisa mencapai kedudukan
yang tinggi sekali. Soal harta tidak perlu khawatir lagi, berapa pun yang kau inginkan
tidak jadi masalah. Siau Hian cu adalah kawan baikmu, juga gurumu, Niau Seng Hi
Tong, apa yang sudah diucapkannya kuda mati pun tidak sanggup mengejar. Cepatcepatlah
kau menggelinding pulang ke Pe King!"
Selesai membacakan firman kaisar, Bun Yu Hong bertanya.
"Apakah kau sudah mengerti keseluruhan nya ?"
"Iya, aku sudah paham," sahut Siau Po.
Bun Yu Hong memasukkan firman kaisar itu ke dalam lenteranya, Setelah ujungnya
terbakar, dia baru mengeluarkannya kembali dan menanti sampai semuanya hangus
menjadi abu baru dibuang.
Siau Po melihat ke arah kertas kuning yang sudah mulai terbakar, hatinya masih
terasa berat Baginya benda itu bukan hanya sebuah firman dari Raja, tapi sepucuk
surat dari teman, Dia berjongkok dan tangannya memain-mainkan abu yang terbang
tertiup angin. Wajah Bun Yu Hong yang sebelumnya serius sekarang berubah tersenyum simpul,
Dia langsung membungkukkan tubuhnya untuk memberi hormat kepada Siau Po.
Sembari tertawa dia berkata.
"Wi Tayjin, kasih sayang Sri Baginda terhadapmu benar-benar tidak ada duanya,
Mulai sekarang hamba menanti uluran tangan Tayjin."
Perlahan-lahan Siau Po menggelengkan kepalanya .
Dalam hati dia berpikir, - Dia ingin agar aku membasmi partai Thian Te hwee. Hal ini
benar-benar tidak pantas dilakukan terhadap teman, Kalau aku sampai melakukan hal
ini, bukankah aku sama rendahnya dengan Gouw Sam Kui maupun Hong Ci Tiong"
Bukankah aku pantas disebut sebagai si Telur busuk dan Biangnya kura-kura"
Tampaknya semangkok nasi dari Siau Hian cu ini benar-benar tidak mudah dinikmati
Kali ini dia mengampuni selembar jiwaku, tapi sebelumnya dia sudah menyatakan
dengan tegas bahwa Iain kali dia tidak akan memberikan pengampunan lagi. Tapi,
kalau aku menolak pulang ke Pe King, entah apa yang akan dilakukannya terhadapku Oleh karena itu dia segera menanyakan hal itu kepada Bun Yu Hong.
Seandainya aku tidak bersedia pulang ke Pe King, apa yang akan kalian lakukan"
Apakah Hong Siang memerintahkan kalian untuk meringkus aku dan membunuh
langsung di tempat?"
Wajah Bun Yu Hong menunjukkan mimik kebingungan.
"Wi Tayjin tidak bersedia menuruti firman kaisar" Mana.,, mana ada kejadian seperti
itu" Bukankah itu berarti... aih! Suatu pemberontakan.,., Biasanya untuk menanyakan
saja tidak ada yang berani," katanya.
"Kau katakan saja terus terang, kalau aku tidak menurut pada firman kaisar, apa
yang akan terjadi?" tanya Siau Po sekali Iagi.
Bun Yu Hong menggelengkan kepalanya.
"Hong Siang hanya menyuruh hamba menyelesaikan dua macam urusan, Yang
pertama adalah menyerahkan firman rahasia berisi gambaran, Setelah Tayjin selesai
melihatnya, hamba harus membuka amplop firman yang kedua dan membacakannya di
hadapan Tayjin. Mengenai apa isi kedua firman itu, hamba sama sekali tidak mengerti
Tentu saja urusan lainnya hamba terlebih tidak mengerti lagi," sahutnya.
Siau Po menganggukkan kepalanya, lalu berjalan ke hadapan Ong Cin Po.
"Ong Sam ko, dalam firmannya, Sri Baginda meminta agar aku kembali ke Pe King,
tapi kau... lihat sendiri, perut Tuan puteri sudah demikian besar, aku benar-benar
tidak bisa pergi, seandainya aku tidak menurut pada firman Kaisar, apakah Sri Baginda ada
menurunkan perintah tindakan apa yang harus kau ambil?"
Sembari bertanya, hatinya berpikir - Lebih baik kita dengar dulu harga yang
ditawarkan pihak lawan, Kalau si Raja cilik menyuruh pasukannya untuk membunuh
kami semua, terpaksa aku menyerah Tapi seandainya tidak, aku masih bisa
mengadakan penawaran, -"Sri Baginda hanya menitahkan hamba untuk menelusuri setiap pulau agar dapat
menemukan Tou tong, setelah berhasil ditemukan, Bun Kong konglah yang akan


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyerahkan firman beliau, Urusan lainnya tentu saja hamba serahkan kepada Tou
tong untuk memberikan titahnya," sahut Ong Cin Po.
Siau Po jadi kegirangan mendengar kata-katanya.
"Jadi Sri Baginda tidak menyuruhmu menangkap atau membunuhku?" tanyanya
untuk menegaskan. "Oh, tidak, tidak," sahut Ong Cin Po cepat "Mana ada urusan seperti itu" Sri Baginda
sangat memberatkan Wi Tou tong, seandainya Wi Tou tong kembali ke kota raja, kalau
tidak diangkat sebagai Penasehat beliau, setidaknya pasti jadi Panglima Perang."
"Ong Sam ko, baik aku terus terang saja terhadapmu sebetulnya Sri Baginda
memang meminta aku kembali ke Kotaraja, Beliau memerintahkan agar aku membasmi
seluruh perkumpulan Thian Te hwee. sedangkan aku adalah seorang Hioucu dari
perkumpulan itu. Urusan mencelakakan teman semacam itu, biar bagaimana pun aku
tidak akan melakukan nya."
Ong Cin Po adalah sejenis manusia yang memandang tinggi kesetiakawanan sosial.
Terhadap masalah Siau Po, dia pun sudah paham benar, Mendengar ucapan pemuda
itu, tidak hentinya dia menganggukkan kepalanya, Dalam hati ia berpikir, "Orang yang
sanggup membunuh temannya atau mencelakai temannya sendiri, tidak kalah
rendahnya dengan anjing atau pun babi! Terdengar Siau Po melanjutkan kata-katanya.
"Budi Sri Baginda seberat gunung, namun apa yang dititahkannya benar-benar sulit
kulakukan Aku tidak berani menemui Sri Baginda, mungkin dalam kehidupan yang akan
datang aku akan menjadi kerbau atau kuda untuk membalas budi beliau, Kalau kau
bertemu dengan Sri Baginda nanti, harap kau sudi menyampaikan kesulitanku ini.
Kenyataannya, kesetiaan hanya boleh di satu pihak.
Dalam pertunjukan sandiwara saja sering kita saksikan tokohnya membunuh diri
untuk membalas budi majikannya, Meskipun menggorok leher sendiri itu rasanya pasti
sakit sekali, tapi apa boleh buat, lebih baik aku bunuh diri saja sebagai tanda baktiku
terhadap negara." 0ng- Cin Po diam-diam membayangkan bila sekarang kedudukan Siau Po berganti
dengan dirinya, ia pasti akan mengambil tindakan yang sama, yakni bunuh diri untuk
membalas budi Rajanya, Lagipula tindakan ini juga tidak akan mencelakai teman sendiri
Cepat-cepat dia menyahut.
"Tapi Wi Tou tong jangan sekali-sekali mempunyai pikiran demikian. Perlahan-Iahan
saja kita cari akal, sekembalinya ke Kotaraja hamba akan menjelaskan dengan hati-hati
kesulitan Tou tong ini. perlu Wi Tou tong ketahui, beberapa orang rekan kita yang
sejalan di dulu hari telah banyak mendirikan jasa akhir-akhir ini.
Kami semua akan kompak untuk tidak memperdulikan masa depan lagi dan biar
bagaimana pun kami akan menyembah kepada Hong Siang untuk memohon pengertian
Bende Mataram 39 Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall Pedang Kilat Membasmi Iblis 1
^