Pencarian

Kaki Tiga Menjangan 47

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 47


saking buru-burunya sampai-sampai kancing bajunya tidak dipasang dengan benar.
Kaki kanannya mengenakan sepatu, kaki kirinya justru telanjang. Rupanya pemimpin
pasukan Hio Cu Kun yang menyerang ke rumah selir muda Cin tou Tong itu justru istri
tuanya sendiri" Mendengar laporan itu, para siwi serta lainnya yang ada dalam ruangan itu langsung
tertawa terbahak-bahaki Rupanya istri tua Cin Toutong merasa cemburu sehingga
mengganyang ke rumah madunya, prajurit yang memberikan laporan itu menceritakan
sampai bagian ini, dia sendiri tidak dapat menahan kegelian hatinya sehingga ikutikutan
tertawa. Lalu dia melanjutkan lagi penuturannya.
"Istri tua itu berhasil merenggut baju Cin Toutong lalu menampar pipinya berulang
kali sampai terdengar suara Plak Plok Plak Plok pantat suaminya juga ditendang
keraskeras. Cin Toutong hanya dapat meringkukkan tubuhnya sambil berteriak "Istriku, harap
jangan marah, harap jangan marah"
To Lung yang mendengarnya sampai berjingkrak-jingkrak kegirangan.
"Cin Toutong benar-benar mendapat pelajaran kali ini" serunya, Siau Po tertawa.
"Toako, cepat kaupergi ke sana dengan menunggang kuda, ajak beberapa orangmu
dan bertindak sebagai penengah Kali ini kuncirnya sudah terpegang olehmu, aku jamin
mulai saat ini tentara barisan depan mereka tidak berani lagi berbuat macam-macam
kepada para siwi kita," katanya menyarankan.
To Lung segera tersadar oleh ucapan Siau Po- saking gembiranya dia sampai
menepuk jidatnya sendiri kuat-kuat.
"Aku benar-benar bodoh Kesempatan yang sebagus ini juga tidak digenggam erateratsaudara-saudara sekalian, mari kita pergi melihat keramaian" ajaknyaDia sebera memimpin para siwi dan berangkat menuju Tiam Cui Ceng dengan
menunggang kuda Siau Po menatap Pang Ci Hoan yang tergeletak tidak berdaya di atas tanah" Apa yang harus kulakukan terhadap makhluk ini" Kalau aku membebaskannya,
tentu dia akan melaporkan kejadian ini kepada Sri Baginda, walaupun tidak mempunyai
bukti apa-apa, Sri Baginda pasti bisa menebak bahwa ini adalah perbuatanku"
Tangannya melipat ke belakang, dia berjalan mondar-mandir di dalam ruangan itu.
Kembali dia berpikir "
Sebentar lagi fajar menyingsing, pada saat itu aku harus menebas batok kepala Mao
toako, Adakah jalan ke luar yang baik untuk menyelamatkan selembar nyawa Mao
toakoku itu" Teori menggunakan kebesaran nama pasti tidak berlaku dalam masalah
ini- Teori-... Teori" teori apa lagi yang bisa kupakai kali ini" &hi bagaimana kalau
teori menukar anak" Tiba-tiba dia teringat sesuatu.
- Ah Dalam salah satu pertunjukan sandiwara ada cerita mengenai seorang ibu yang
diam-diam menukar bayinya"
Pertunjukan sandiwara yang pernah dilonton Siau Po bukan main banyaknya kalau
kita menanyakan apa nama sandiwara itu dan siapa nama tokohnya, dapat dipastikan
dia tidak dapat menjawab. Tapi kalau ditanyakan jalan ceritanya, dia pasti hapal luar
kepala. Sesaat kemudian, berbagai cerita sandiwara berkelebat dalam benaknya. Ada lagi
satu kisah tentang seorang laki-laki bercambang lebat yang menukar bayinya sendiri
dengan bayi majikannya- Dia membiarkan kepala bayinya yang ditebas agar dapat
menolong jiwa anak majikannya- Minta ampun -- pikir Siau Po pula, - untung usia Mao toako terpaut jauh dengan
anak-anakkuKalau tidaki mungkin aku harus menyerahkan batok kepala Ho Tau atau Tong cui
untuk menyelamatkan jiwa Mao toako Teman sih teman, solider sih solider, tapi biar
bagaimana aku tidak sanggup melakukan hal ini- Bagus Bagus - Dia menyepakkan
kakinya keras-keras ke arah tubuh Pang Ci Hoan.
"Rejekimu bagus juga. Sekarang juga Wi Tayjin mengangkatmu sebagai anak
pungutnya. Anak sendiri dia tidak sampai hati dijadikan bahan pertukaran, tapi anak
pungut sih boleh-boleh saja," katanya.
Dia sebera memanggil seorang komandannya untuk menghadap lalu berbisik-bisik di
telinga orang itu. Kemudian Siau Po menghadiahkan uang perak sebanyak seribu tail.
Di samping itu masih ada seribu tail lainnya yang harus dibagi-bagikan kepada
beberapa prajurit lainnya yang ikut turun tangan dalam menjalankan tugas ini.
Komandan itu mengucapkan terima kasih.
"Wi Tayjin tidak perlu khawatir, hamba akan mengatur semuanya baik-baik sehingga
tidak terjadi kesalahan sekecil apa pun," katanyasetelah
selesai menyusun rencananya, Siau Po masuk ke dalam rumah. Ketujuh istri
dan ketiga anaknya sudah dibawa ke tempat Thay Hou sehingga kamarnya sunyi
melompong. Tidak lama kemudian fajar pun menyingsing.
Kira-kira waktu sarapan pagi, datang firman dari kaisar yang menyatakan bahwa
perampok ulung Mao sip Pat melanggar peraturan karena berani memaki pembesar
istana sehingga patut mendapat hukuman penggal kepala. Bu yan Thayswe Wi Siau Po
yang mendapat tugas menjalankan hukumannyaSiau Po menerima firman kaisar, lalu memanggil beberapa anak buahnya untuk
menggiring Mao sip Pat ke hadapannya.
Sekitar mata Mao sip Pat tampak membiru, hidungnya bengkak dan bibirnya pecah.
Darah membasahi seluruh wajahnya. Rupanya orang itu mendapat siksaan selama
dalam tahanan. Begitu melihat Siau Po, dia seaera membuka mulut memaki.
"Wi Siau Po Kaulah si pengkhianat yang tidak tahu malu Hari ini kau menjadi algojo
pembuka jalan ke neraka bagiku, tapi harap kau tahu bahwa aku tidak penasaran
sedikit pun. siapa suruh mataku buta dulu, mau saja membawamu sianak haram dari
rumah pelacuran di kota Yang-ciu ke Kotaraja ini"
Para prajurit menyentaknya agar diam, tapi Mao sip Pat terus memaki bahkan
semakin kerasSiau Po tidak memperdulikan orang itu- Dia menoleh kepada to Lung dan bertanya"Bagaimana keadaan si tua Cin?" To Lung tertawa"Ketika aku sampai di sana, wajah Cin Toutong sudah penuh dengan luka akibat
kena amukan istri tuanya. Begitu melihat aku, dia tampak malu sekali. Aku pura-pura
menjadi orang baik, istrinya kunasihati. Aku lalu menyuruh anak buahku untuk
mengajak selir muda pulang ke rumahku dan menyuruh istri-istriku agar menjaganya.
Akhirnya hawa amarah istri tua Cin Toutong reda juga," sahutnya
-Siau Po tertawa"Bagaimana tampang selir mudanya itu?" tanyanya pulaTo Lung mengacungkan jempolnya.
"He he he, hebat" sekali lagi Siau Po tertawa.
"Kau jangan mencari kesempatan dalam kesempitan, orang lagi kebakaran, kau
malah merampok" katanya bergurau.
To Lung tertawa terbahak-bahak"Mengenai hal ini, saudara Wi tidak perlu merasa khawatir Memangnya kau kira
toakomu ini benar-benar tidak becus" walaupun si Cin tua itu musuh bebuyutan
toakomu ini, tapi toakomu ini tidak akan melakukan hal serendah itu," sahutnya.
Sementara itu, beberapa prajurit segera membawa Mao sip Pat ke gedung
pengadilan to Lung menunggang kuda, sedangkan Siau Po menumpang sebuah kereta
besar. Mao sip Pat dinaikkan ke atas kereta kuda yang atapnya terbuka. Tangannya
dibelenggu dengan rantai, sedangkan bagian lehernya dijepit dengan sebilah papan. Di
atasnya terdapat tulisan "Penjahat Mao sip Pat yang akan dihukum penggal kepala"
Iring-iringan itu berjalan dijalan raya menuju sebelah barat kota. Banyak penduduk
yang keluar melihat rombongan itu. Dalam perjalanan Mao sip Pat malah masih bisa
bernyanyi dengan suara lantang,
"Delapan belas tahun kemudian Locu masih bisa lahir kembali menjadi seorang
pendekar itulah sebabnya aku dinamakan Mao sip Pat. sejak semula aku memang
sudah tahu bahwa suatu hari akan mendapat hukuman penggal kepala-"
Terdengar pujian dari kedua sisi jalan, "Bagus Benar-benar seorang laki-laki sejati"
Rombongan itu sampai di persimpangan jalan depan gedung Pengadilan, Anak buah
Siau Po sudah menunggu di sana sepanjang malam to Lung sendiri khawatir ada anak
murid Thian Te hivee yang datang mengacau maka penjagaan di tempat itu diperketat
jumlah siwi dan prajurit yang menjaga di sekitar sana mencapai seribu orang lebihYang disebut gedung pengadilan rupanya sebuah alun-alun dengan atap terbuka dan
bagian depannya dikelilingi tembok tinggi. Diantara beberapa meter dari tembok itu ada
beberapa lubang angin yang dapat digunakan untuk mengintip. Mao sip Pat digiring ke
tengah-tengah lapangan, terdengar dia berseru dengan lantang.
"Kita adalah Bangsa Han yang sejati, tapi tanah kita telah diduduki oleh Bangsa
Tatcu. Suatu hari nanti, kita harus sanggup mengusir Bangsa Tatcu dari negeri kita ini"
Disamping lapangan tampak ada sebuah tenda besar, Siau Po segera turun dari
kereta dan masuk ke tenda, to Lung mengiringi di belakangnya, Siau Po duduk di atas
sebuah kursi yang telah disediakan, lalu mempersilahkan to Lung duduk di
hadapannya. Tampak kening to Lung berkerut.
"Penjahat ini berani sekali, kalau dibiarkan lama-lama, mulutnya pasti mengoceh
semakin banyaki sebaiknya cepat-cepat laksanakan hukumannya," katanya-"Baik"
sahut Siau Po lalu berseru, "Bawa ke pesakitan itu"
Empat orang prajurit menggiring Mao sip Pat ke dalam tenda. Mereka menekan
bahunya agar dia berlutut. Tapi dasar Mao sip Pat memang keras kepala. Biar
diperlakukan bagaimana pun dia tetap tidak mau berlutut.
"Sudah tidak usah berlutut," kata Siau Po kemudian menoleh kepada To Lung dan
bertanya, "Bolehkah seorang pesakitan menjalani hukumannya sambil berdiri?"
"Tidak apa-apa," sahut to Lung.
"Kalau begitu aku akan menanda tangani ijin hukumannya sekarang juga, Mao sip
Pat menerima ijin hukuman penggal kepala" serunya sambil mengambil sebatang pit
lalu membuat sebuah lingkaran di atas papan yang menjepit leher Mao sip Pat. " giring
dia ke luar untuk dihukum" teriaknya pulaSeorang prajurit segera membuka papan yang menjepit leher Mao sip Pat, lalu
dibuangnya ke atas tanah, setelah itu dia baru menggiringnya ke luar dari tenda
tersebut. "To toako, aku ingin memperlihatkan sesuatu yang menarik," kata Siau Po kepada To
Lung. Dia mengeluarkan seikat sapu tangan dari dalam saku pakaiannya, lalu disodorkan
ke hadapan To Lung. Di atas sapu tangan itu terdapat sulaman bergambar porno. Ada
seorang gadis cantik dan seorang laki-laki tampan yang sedang bercinta, gayanya
hidup sekali sehingga To Lung menjadi tertarik melihatnya.
Untuk sesaat To Lung sampai menahan nafas memperhatikan gambar sulaman itu.
Karena penasaran dia mengambil sehelai sapu tangan lainnya, Sulaman di atasnya
ternyata berbeda-beda, yaitu gambar dua perempuan dan satu laki-lakiAda lagi yang laki-lakinya tiga sedangkan perempuannya dua, gaya bercinta dalam
gambar sulaman itu juga aneh-aneh- Bahkan To Lung sendiri belum pernah
mengalaminya seumur hidup.
Darahnya serasa meluap, hatinya ber-debar-debar menandakan dirinya terangsang
sekali nafsunya melihat sulaman-sulaman itu, jumlah sapu-tangan yang disodorkan
Siau Po semuanya ada dua belas helai atau satu lusin, semakin dilihat to Lung semakin
senang, sembari tertawa dia bertanya"Darimana engkau mendapatkan saputangan seperti ini" sulamannya bagus sekali
seakan orang-orang yang ada di dalamnya hidup. Bagaimana kalau kau memesankan
satu set untuk toakomu ini?" Siau Po tertawa.
"Sedikit barang yang tidak ada artinya, siaute memang bermaksud
menghadiahkannya untuk toako," sahutnya.
To Lung seakan mendapat rejeki nomplok- wajahnya berseri-seri seketika, cepatcepat
dimasukkannya selusin saputangan itu ke dalam sakunya sambil mengucapkan
terima kasihPada saat itulah terdengar suara meriam yang ditembakkan sebanyak tiga kaliSeorang prajurit datang melaporkan.
"Waktunya sudah tiba, harap Tayjin melaksanakan hukuman"
"Baik sahut Siau Po sembari berdiri- Dia lalu menarik tangan to Ling dan diajaknya ke
luar- Rupanya kali ini Mao sip Pat tidak mengadakan perlawanan lagi. Dia berlutut
dengan kepala terkulai seakan tidak mempunyai tenaga sedikit pun.
Terdengar suara tambur dipukul sampai beberapa saat. setelah suara tambur itu
berhenti Siau Po mengangkat tangannya ke atas. Seorang algojo yang berdiri di
samping Mao sip Pat ikut mengangkat goloknya ke atas.
Ketika tangan Siau Po diturunkan, golok algojo pun menebas ke bawah- Kepala Mao
sip Pat langsung menggelinding di atas tanah, disusul dengan tubuhnya yang ambruk
ke depan. Darah yang mengalir dari batang leher Mao sip Pat berceceran di mana-mana.
sungguh suatu pemandangan yang tidak sedap dipandang.
"Hukuman sudah selesai dijalankan saudara Wi, sekarang kita harus berpisah
sebentar karena toakomu ini ingin memberikan laporan kepada sri Baginda," kata to
Lung. Tampak wajah Siau Po menjadi murung, matanya berkaca-kaca.
"To toako, orang ini mempunyai hubungan yang dekat sekali denganku. Tapi apa
boleh buat, firman kaisar kali ini benar-benar berat siaute tidak berani melanggarnya."
Sembari berbicara dia mengusap air matanya, malah terdengar suara tangisnya yang
tersedu-sedu. To Lung menarik nafas panjang.
"Aih, saudara Wi memang setia kawan sekali, sebaiknya kau urus baik-baik
jenasahnya dan makamkan dengan sempurna. Dengan demikian kau sudah berbuat
sesuatu untuk sahabatmu itu," katanya pula.
Siau Po menganggukkan kepalanya sedikit, tangisnya masih belum berhenti juga.
Sebetulnya Siau Po menggunakan lengan baju untuk mengusap matanya,
sebelumnya dia sudah mengoleskan minyak balsem pada lengan bajunya itu. Karena
perih matanya menjadi bengkak dan panas, air matanya terus mengalir.
Padahal dalam hati dia diam-diam merasa geli. Untung rencananya berjalan dengan
baik, To Lung masih menghiburnya dengan beberapa patah kata. Dia mengantarkan Siau
Po ke atas kereta, kemudian baru berangkat ke istana dengan menunggang kuda.
Beberapa prajurit menjalankan kereta untuk mengantar Siau Po kembali ke rumahnya,
sedangkan sisa anak buahnya yang lain segera memungut batok kepala si pesakitan
untuk dimasukkan ke dalam peti mati bersama-sama dengan tubuhnya, setelah itu
cepat-cepat mereka memantek tutup peti mati dengan paku.
Terdengar suara kasak-kusuk dari penduduk yang ikut menyaksikan jalannya
hukuman, mereka memuji Mao sip Pat sebagai seorang pendekar sejatiMenjelang kematiannya orang itu masih berani membuka mulut memaki-maki Raja
dan pembesar istana. Namun ada beberapa orang yang takut terlibat masalah, mereka
mengatakan bahwa Mao sip Pat adalah seorang pemberontak yang patut mendapat
hukuman penggal kepala, orang seperti itu tidak boleh dipuji-puji.
Siau Po berhenti di depan rumahnya lalu turun dari kereta, sedangkan para
bawahannya segera melanjutkan perjalanan dengan kereta tersebut menuju selatan,
yakni ke kota Yang-ciu. Begitu sampai di dalam rumah ternyata utusan Kaisar Kong Hi sudah menunggunya.
Dalam firman raja itu dinyatakan bahwa Sri Baginda ingin bertemu dengan Siau PoRupanya dia sudah mendapat laporan dari to Lung bahwa Siau Po telah
melaksanakan tugasnya dengan baik,
Ketika Siau Po datang menghadapnya, dia melihat mata anak muda itu merah
bengkak karena terlalu banyak menangis. Timbul sedikit penyesalan dalam hati Kaisar
Kong Hi. Apalagi dia sudah membuktikan kesetiaannya sekarang. Kaisar Kong Hi
menghiburnya agar jangan terlalu sedih, kemudian dia berkata pula.
"Siau Kui Cu, beberapa ratus serdadu Lo sat yang kau tangkap itu mengajukan
permohonan kepadaku agar mereka dibebaskan Karena itulah aku membiarkan mereka
pulang ke negaranya. Namun ada dua ratus lebih yang rela mengabdi kepada negara
kita dan tinggal selamanya di sini."
"Kota Pe King lebih ramai dan lebih menarik daripada Kota Moskow, Lagipula
mengabdi kepada Sri Baginda lebih membanggakan daripada mengabdi kepada dua
pangeran yang masih ingusan dari Neaara Lo sat itu" sahut Siau Po, Kong Hi tertawa.
"Aku sudah mengumpulkan para serdadu itu menjadi satu kelompoki mereka
kuserahkan kepadamu selanjutnya kaulah pemimpin mereka. Kau harus mengurus
mereka baik-baik, jangan sampai melakukan hal yang tidak-tidak."
Siau Po gembira sekali dan segera menjatuhkan diri berlutut dan mengucapkan
terima kasih. Begitu keluar dari istana, dua rombongan serdadu Lo sat sudah menunggunya di
samping jembatan Kin sui Kio dekat Tai Ho Bun, Para serdadu Lo sat itu mengenakan
seragam prajurit Ceng yang masih baru, jahitannya pas sekali di badan sehingga
tampak berwibawa juga. Siau Po menurunkan perintah agar setiap serdadu Lo sat itu diberikan hadiah uang
masing-masing dua puluh tail dan diliburkan selama tiga hari, Para serdadu Lo sat itu
segera berjingkrak kegirangan sambil berseru: "Hore"
Selama pemerintahan Kaisar Kong Hi, kedua ratus serdadu Lo sat itu terus
mengabdikan diri dengan setia. Banyak menteri dari negara lain yang berkunjung di
kemudian hari merasa kagum atas kebijaksanaan Kong Hi yang pandai mengendalikan
serdadu dari negara-negara yang ditaklukkannya.
Para serdadu itu tinggal di Negara Cina dan mengabdikan diri sampai mereka tua
dan mati, setelah itu kelompok yang dinamakan "serdadu Cina Lo sat" ini baru dihapusBegitu pulang ke rumahnya, Tuan puteri dan istri-istri lainnya serta ketiga anaknya
sudah kembali dari istana, Thay Hou memberikan bermacam-macam hadiah kepada
mereka. Namun Kian Leng kongeu justru menunjukkan wajah muram.
Bagian 97 Ketika ditanya oleh Siau Po, dia baru mengeluarkan kekesalan hatinya, Thay Hou
memperlakukan ketujuh istri Siau Po dengan adil. Dia tidak membeda-bedakan antara
satu dengan lainnya, walaupun Kian Leng kongcu adalah putrinya sendiri tapi nada
bicaranya tidak menunjukkan kemesraan sebagaimana biasanya perlakuan seorang ibu
terhadap anaknya. Tentu saja Siau Po tahu mengapa hal itu sampai terjadi .Diam-diam dia berpikir
dalam hati. "Thay Hou tidak memperlakukan kau dengan buruk, boleh dibilang karena beliau
memandang muka suamimu ini. "
Meskipun di dalam hati dia berpikir demikian, namun mulutnya mengatakan.
"Thay Hou tidak mengistimewakan dirimu justru karena sikapnya yang bijaksana, dia
tidak ingin menimbulkan rasa iri dengan kakak serta adikmu yang lain."
Kian Leng kongcu masih merasa marah.
"Dia ibu kandungku sendiri, kalau perlakuannya lebih manis sedikit terhadapku, masa
mereka akan merasa iri juga?" teriaknya kesal. Siau Po merangkul pinggangnya.
"Biar aku saja yang memperlakukan kau lebih mesra sedikit, coba lihat apakah
mereka akan merasa cemburu atau tidak?" katanya.
Istri-istrinya yang lain langsung tertawa cekikikan Kian Leng kongcu sikapnya
terbuka. Kalau memang marah, dia langsung saja marah di depan orangnya, tapi dia
juga mudah melupakannya. Melihat madu-madunya tertawa gembira, senyumnya ikut


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merekah juga. Selama belasan hari selanjutnya, rumah Siau Po selalu ramai kedatangan tamu.
Para pembesar satu demi satu datang mengucapkan selamat kepadanya. Malam
harinya pasti diadakan perjamuan makan dan tentu saja tidak ketinggalan permainan
judi-jadi Siau Po tidak mempunyai banyak waktu senggang, setiap hari dia repot
melayani tamu. Malam ini kembali diadakan perjamuan, To Lung yang kebetulan hadir bertanya
kepada Siau Po dengan suara lirih.
"Saudara Wi, malam itu kita memukuli orang itu habis-habisan. Apa yang terjadi
kemudian?" Siau Po tahu 'orang itu' yang dimaksud To Lung tentulah Pang Ci Hoan.
"Akhirnya tentu saja mengantarkannya pulang. Memangnya dia pergi ke mana?"
sahut Siau Po"Apakah dia tidak kau bunuh?" tanya to Lung pula.
"Kalau aku menyuruh orang membunuhnya, sudah pasti To toako ikut menyaksikan
juga. Apakah To toako melihat kejadian seperti itu?"
"Tidak, tidak." sahut To Lung cepat,
"Kita hanya memukulnya sampai puas. Tentu saja kita tidak membunuhnya."
"Sejak mendapat tugas memimpin pasukan perang, siaute memang berhubungan
dengan berbagai kalangan. Tapi biar bagaimana, apa pun yang dilakukan oleh para
siwi, adikmu ini pasti akan menanggungnya bersama-sama To toako," kata Siau Po
tegas. To Lung tersenyum. "Tidak akan terjadi kesulitan apa-apa. Banyak saksi yang menyatakan bahwa orang
itu dibawa oleh anak buah Cin Toutong, Belakangan memang diketahui bahwa dia tidak
pernah kembali, urusan ini pernah ditanyakan oleh sekretaris Negara langsung kepada
Cin Toutong. Namun Cin Toutong memberikan jawaban secara samar-samar. Akhirnya malah ada
beberapa pembesar lain yang merasa tidak senang Cin Toutong ditanyai sedemikian
rupa dan sekretaris Negara pun tidak berani menyelidikinya lebih jauh," katanya sambil
berdiri lalu menepuk-nepuk pundak Siau Po
"Saudara Wi, kau memang patut disebut Panglima Rejeki, Siapa sangka kejadiannya
bisa begitu kebetulan istri tua Cin Toutong tidak mendatangi madunya kemarin-kemarin
atau keesokan harinya, dia justru datang malam itu. Dengan demikian semua urusan
jadi dibebankan ke pundak si Cin tua itu."
Dalam hati dia yakin Pang Ci Hoan telah dibunuh oleh Siau Po- Meskipun dalam
urusan ini dirinya juga ikut terlibat tapi dosanya sudah dibebankan kepada Cin Toutong.
Hal ini benar-benar sesuai dengan kehendak hatinya.
To Lung mana tahu bahwa kedatangan istri tua Cin Toutong ke rumah madunya
bukanlah suatu kebetulan sebetulnya secara diam-diam Siau Po menyuruh orang
kepercayaannya untuk menyampaikan berita itu kepada istri tua Cin Toutong.
Dengan demikian sesuai dengan waktu yang telah diaturnya, terjadilah keributan
tersebut, To Lung terlebih-lebih tidak menduga bahwa secara diam-diam pula Siau Po
telah menyuruh anak buahnya mempersiapkan Pang Ci Hoan dalam keadaan
sedemikian rupa, maka ketika Mao sip Pat digiring ke luar dari dalam tenda, mereka
segera memasukkannya ke dalam kereta kuda lalu ditukar dengan Pang Ci Hoan.
Untuk mengalihkan perhatian To Lung, Siau Po sengaja memperlihatkan saputangan
bersulaman porno itu sehingga si congkoan jadi tertarik dan nafsunya terangsang.
Meskipun bentuk tubuh Pang Ci Hoan dan Mao sip Pat agak berbeda, namun dengan
pikiran yang melayang-layang To Lung tentu tidak bisa membedakannya.
Setelah Pang Ci Hoan yang menggantikan kedudukan Mao sip Pat menjalankan
hukuman penggal kepala, Siau Popun diantar pulang. Pada saat itu di dalam keretanya
sudah ada Mao sip Pat, Namun tangan dan kaki orang itu dibelenggu, mulutnya disumpal
dengan kain sehingga tidak bisa berkoar-koar.
Setelah itu Mao sip Pat dibawa ke wilayah selatan oleh anak buah Siau Po.
sesampainya di Kota Yang-ciu, para prajurit itu baru melepaskan ikatan pada kaki
tangan Mao sip Pat dan menjelaskan apa yang telah terjadiMao sip Pat adalah seorang laki-laki sejati. Dia menjunjung tinggi kesetia kawanan
sosial. Mendengar Siau Po telah menyelamatkan nyawanya dengan mempertaruhkan
keselamatan dirinya sendiri, diam-diam dia merasa terharu. Tentu saja mulai saat itu
dia tidak berani lagi muncul di dunia ramai, apalagi membuka mulut tentang persoalan ini.
Selama beberapa hari berturut-turut Siau Po mengadakan perjamuan. Lama-lama
dia merasa bosan juga. Hatinya merindukan saudara-saudaranya dari perkumpulan
Thian Te hwee. Dia berpikir bahwa perbuatan Kaisar Kong Hi semakin lama semakin
menjadi-jadi Dirinya dapat menikmati segala kemewahan hidup di gedung tempat tinggalnya,
namun nasib saudara-saudaranya dari perkumpulan Thian Te hwee masih tidak
menentu, jangan sampai mereka terjaring oleh orang-orangnya Kaisar Kong Hi dan
dibasmi sampai ke akar-akarnya. Dia harus mencari jalan yang baik untuk
menyelesaikan masalah ini
Keesokkan harinya dia menyamar sebagai seorang kongcu dari keluarga hartawan
sedangkan Songji menyamar sebagai pelayannya. Mereka pergi ke Tian kio dan
membaur dengan orang banyak, setelah mengitari tempat itu beberapa saat lamanya,
mereka melihat Ci Thian Gan berjalan menuju kedai teh dengan menenteng kotak
obatnya. Siau Po segera melangkah masuk ke dalam kedai teh. Dia melihat ci Tian Gan duduk
di udut kiri. Dia melangkah ke depannya dan duduk di atas bangku yang ada di hadapan
orang itu. "Ci toako" panggilnya dengan suara lirih, Ci Tian Gan langsung berdiri wajahnya
menunjukkan kemarahan Tanpa mengatakan sepatah kata pun dia berjalan ke luar.
Siau Po tertegun. Dia segera mengikuti temannya itu.
Dia melihat Ci Tian Gan berjalan menuju tempat yang sepi, Siau Po mengajak Songji
mengikutinya dari belakang.
Ci Tian Gjan membelok di tiga tikungan, kemudian melalui dua buah lorong, dan
sampai di sebuah gang kecil. Di depan gang itu terdapat dua batang pohon besar. Dia
berjalan masuk ke dalam gang itu lalu menuju ke rumah yang kelima, sesampainya di
depan pintu Ci Tian Gan mengetuk beberapa kali.
Pintu dibuka, seorang anggota Thian Te hwee lainnya keluar menyambut
kedatangan Ci Tian Gan, setelah melihat Siau Po, wajah orang itu juga menunjukkan
kemarahan Siau Po segera menghampiri orang itu lalu menyapanya.
"So toako, apa kabar?"
Orang itu mendengus dingin. Dia tidak memberikan sahutan sepatah kata pun. ci
Tian Coan juga memperlihatkan mimik wajah yang tidak enak dilihat.
"Wi Tayjin, apakah kau membawa pasukan untuk menangkap kami?" tanyanya
dengan suara ketus. "Mengapa Ci samko bergurau seperti ini?" sahut Siau Po tidak mengerti
Orang Thian Te hwee yang satunya berjalan ke mulut gang lalu melongok ke kiri dan
kanan. Kemudian dia masuk ke dalam rumah dan merapatkan pintunya, Siau Po dan
Songji mengikuti di belakang kedua orang itu.
Mereka berjalan menuju ruang tamu. Di sana terlihat Li Liat sek- Hian ceng Tojin, Ko
Can cao, Cian Laopan dan yang lain-lainnya sedang berkumpul.
Melihat kedatangan Siau Po, mereka mengeluarkan suara desahan terkejut lalu
serentak berdiri. Siau Po segera merangkapkan kedua tangannya menjura.
"Kakak-kakak sekalian, semoga kalian dalam keadaan baik-baik saja," katanya. Hian
ceng tojin marah sekali. "Keadaan kami masih lumayan karena belum sampai dicelakai olehmu" sahutnya
ketus. Terdengar suara sreett Hian ceng lojin telah menghunus pedangnya.
Siau Po menyurut mundur satu langkah, dan dengan suara gemetar dia bertanya.
"Mengapa... kalian memperlakukan aku seperti ini" Aku toh tidak melakukan
kesalahan apa-apa" katanya penasaran.
"Tan Cong tocu telah dicelakai olehmu Hong jiko juga mati di tanganmu, bahkan
beberapa hari yang lalu kau juga memenggal kepala Mao sip Pat Kami... kami rasanya
belum puas kalau belum mengoyak kulitmu atau memutuskan urat nadimu" bentak Hian
ceng tojin dengan suara keras.
Siau Po menjadi panik seketika.
"Tidak ada kejadian seperti itu semua itu dusta belaka" katanya cepat.
Hian Ceng tojin maju beberapa langkah lalu mencengkeram pakaian di bagian dada
Siau Po "Selama ini kami kebingungan mencari jalan untuk membalaskan dendam sahabatsahabat
kami. sekarang kau mengantar nyawa sendiri, sungguh suatu kebetulan Tentu
Thian yang Kuasa sudah mengatur semuanya"
Siau Po dapat melihat situasinya yang kurang menguntungkan. Dia menolehkan
kepalanya dan siap-siap mengerahkan langkah ajaibnya untuk melarikan diri Tapi di
belakangnya tampak Ci Tian Gan dan sou Kang berdiri menghadang dengan golok.
"Bukankah kita saudara sendiri" Mengapa kalian harus marah-marah tidak karuan?"
katanya menutupi kegelisahan hatinya.
"Siapa yang sudi mengaku dirinya pengkhianat kecil seperti engkau sebagai saudara.
Kata-katamu suka memutar tidak karuan, sama sekali tidak enak didengar Lebih baik
korek dulu jantungmu untuk membalaskan sakit hati Tan congtocu dan Hong jiko"
bentak Hian ceng tojin. Lengan kirinya disurutkan, dia menarik Siau Po ke belakang. Anak muda itu berkaokkaok
keras, "Benar- benar penasaran"
Songji melihat keadaan di depan keadaan sudah mendesak sekali. Dia segera
mengeluarkan sebuah pistol dari balik pakaiannya lalu ditembakkan ke atas sebanyak
tiga kali. Asap segera memenuhi seluruh ruangan itu. Dengan cekatan Songji
merenggut punggung Siau Po lalu diseretnya kuat-kuat.
Dulu Hian ceng tojin sudah pernah terkena batunya senapan angin bangsa Barat,
bahkan ayah dan kakaknya mati oleh tembakan pistol sehingga perasaan gentarnya
selalu timbul bila mendengar suara tembakan. Hatinya shock sesaat dan kesempatan
itu telah digunakan dengan baik oleh Song ji untuk menolong Siau PoSongji menghambur ke sudut rumah lalu menghadang di depan Siau Po untuk
melindunginya. Pistol di tangannya ditudingkan ke arah orang-orang di depannya.
"Kalian benar-benar tidak mencari tahu dulu kebenarannya?" bentak wanita itu. Mata
Hian ceng tojin sampai merah terkena asap yang tebal
"Semuanya serang, mari kita adu jiwa dengan mereka" teriaknya, lalu
menghunjamkan pedangnya ke depan. Cian Laopan maju ke depan mencegahnya.
"To tiang, tunggu dulu" katanya sembari menoleh kepada Songji lalu bertanya,
"Apa yang kau katakan sebagai kebenaran?"
"Baiklah, harap kalian dengarkan" sahut Songji.
Kemudian wanita itu menceritakan bagaimana Siau Po menolong Tan Kin Lam
menghindar dari musibah sehingga rumahnya diledakkan dan mereka melarikan diri ke
pulau terpencil, bagaimana mereka diculik oleh Kaucu dari sin Liong kau, bagaimana
Tan Kin Lam sampai terbunuh di tangan The Kek song dan Pang Ci Hoan berdua,
bagaimana liciknya Hong ci Tiong yang menjadi mata-mata bagi Kerajaan Ceng,
sehingga hampir saja dirinya dan Siau Po terperangkap dan bagaimana orang itu
kemudian mati di tangan mereka, bagaimana Kaisar Kong Hi menggunakan sebala cara
memerintahkan Siau Po membasmi seluruh anggota perkumpulan Thian Te hwee
namun ditolak oleh anak muda itu, dan bagaimana Siau Po menyelamatkan Mao sip Pat
dari hukuman penggal kepala dengan menempuh bahaya baru-baru ini.
Songji bukan orang yang pandai bersilat lidah, maka kisah yang dikemukakannya
tidak begitu enak didengar, namun anggota Thian Te hwee sudah lama bergaul
dengannya, mereka tahu wanita ini sangat polos dan tidak bisa berpura-pura.
Apalagi dia bisa menceritakan semuanya dengan lancar, tidak sedikit pun terlihat dia
merenung sebentar memikirkan apa yang harus dikatakannya, Lagipula mereka yakin
Songji tidak pandai mengarang cerita seperti halnya Siau Po
Tidak mungkin dalam waktu yang demikian singkat dia bisa mengarang sebuah
cerita yang demikian sempurna, sedangkan Siau Po rela kehilangan pangkatnya demi
menyelamatkan para anggota Thian Te hwee sehingga rumahnya diledakkan atas
perintah Kaisar Kong Hi, memang dialami sendiri oleh mereka.
Dan bila mereka mengingat kembali tindakan-tindakan atau sikap Hong ci Tiong
semasa hidupnya, memang banyak celah yang mencurigakan. Mau tidak mau mereka
menjadi percaya atas apa yang dikisahkan oleh Songji barusan.
"Kalau begitu, kenapa... kenapa dalam firmannya. Raja... Tatcu menyebutkan bahwa
Wi Hioculah yang membunuh Tan Congtocu?" tanya Hian Ceng tojin. panggilannya
terhadap Siau Po sudah diubah menjadi 'Wi Hiocu', hal ini membuktikan bahwa dia
sudah hampir percaya sepenuhnya terhadap cerita Songji. Songji menggelengkan
kepalanya. " Kalau mengenai hal itu, aku benar-benar tidak mengerti."
"Pasti siasat liciknya Raja Tatcu, dia mengharapkan Wi Hiocu putus hubungan
dengan para anggota Thian Te hwee dan mulai sekarang hanya setia serta
mengabdikan diri menjadi pembesar Tatcu," tukas Ceng Pio.
"Apa yang dikatakan Ciu heng memang benar," kata Ci Tian Gan sembari
memasukkan golok ke dalam sarungnya. Kedua kakinya ditekuk dan dia menjatuhkan
diri berlutut di hadapan Siau Po
"Kami sudah bersikap ceroboh tanpa memberi kesempatan kepada Wi Hiocu untuk
menerangkan segalanya. Dosa kami sungguh besar sekali, harap Wi Hiocu
menjatuhkan hukuman kepada kami."
Orang-orang lainnya juga ikut berlutut memohon maaf kepada Siau Po- Hian ceng
tojin malah tidak hentinya menampar pipinya sendiri sambil memaki"Kau memang patut mati Kau memang patut mati"
Siau Po dan Songji cepat-cepat ikut berlutut untuk membalas penghormatan mereka
perasaan Siau Po sudah agak tentram. Maka dia berkata
"Saudara-saudara sekalian, harap kalian bangun. Pepatah mengatakan bahwa orang
yang tidak tahu tidaklah berdosa. Mengapa kalian menyesalkan sedikit kesalah
pahaman tadi?" Para anggota Thian Te hwee berdiri, sekali lagi mereka meminta maaf atas
kecerobohan tadi, sekarang Siau Po merasa bangga sekali. Dia segera menceritakan
pengalamannya selama ini. Tentu saja caranya mengisahkan pengalaman itu jauh lebih
menarik daripada Songji. Bahkan setiap mencapai bagian yang tegang, para anggota
Thian Te hwee sampai menahan nafas dan memandangnya dengan mata terbelalak
Namun pada akhirnya, seperti biasa mereka tahu Siau Po lebih banyak membual
daripada mengisahkan yang sebenarnya. Mereka lebih percaya cerita yang dikisahkan
Songji tadi Tampak para anggota Thian Te hwee berkerumun bersama-sama dan saling berbisik
untuk beberapa saat lamanya. Lalu Li Liat sek berkata.
"Wi Hiocu, sungguh malang nasib Tan congtocu yang dicelakai orang, perkumpulan
Thian Te hwee sekarang ibarat Naga tanpa kepala, selama ini saudara-saudara kita
dari sepuluh Tong selalu merundingkan siapa yang pantas menjadi pengganti Tang
congtocu. Para saudara dari bagian ceng Bok Tong ingin mengajukan wi Hiocu sebagai
Congtocu, tapi kami khawatir saudara-saudara dari sembilan Tong lainnya tidak setuju.
Lagipula mereka masih meragukan ketulusan hati Wi Hiocu, Karena itu kami
memohon Wi Hiocu melaksanakan sebuah tugas untuk mendirikan jasa bagi
perkumpulan kita." Siau Po berulang kali menggoyangkan tangannya.
"Biar bagaimana aku tidak bisa menjadi Cong-tocu," sahutnya, namun hatinya
merasa penasaran "Tapi jasa apa yang harus kudirikan?" tanyanya pula dengan perasaan ingin tahu.
"Keonaran dalam negara memang sudah reda. Taiwan sudah berhasil diduduki
Bangsa Tatcu dan wi Hiocu sudah berhasil memukul mundur serdadu Lo Sat yang
menguasai beberapa bagian dari negeri kita. Namun usaha besar kami untuk
membangkitkan kembali kerajaan Beng rasanya semakin lama jadi semakin sulit," kata
Li Liat Sek pula. Siau Po menarik nafas panjang.
"Memang betul," katanya sembari berpikir dalam, hati -- Kalau sudah tahu susah ya
biarkan saja keadaan seperti ini. untuk apa meributkan masalah membangkitkan
Kerajaan Beng" "Meskipun usia Raja Tatcu masih sangat muda tapi otaknya cerdas sekali, dia pandai
mengambil hati Bangsa Lo Sat pula. Rakyat di dunia ini sudah mulai melupakan dinasti
yang dulu. Kalau hal ini dibiarkan terus, bisa-bisa seluruh dunia ini dikuasai Raja
Tatcu," kata Li Liat Sek. Sekali lagi Siau Po menarik nafas panjang,
"Memang betul," sahutnya dan dalam, hati kembali dia berpikir, " 'Kalau siau Hian cu
bisa menguasai seluruh dunia, toh bukan urusan yang buruk pula"' "
"Wi Hiocu sangat dipercaya oleh Kaisar Tatcu, Kami ingin wi Hiocu menyusun
sebuah rencana agar kami dapat menyusup ke dalam istana untuk membunuh Raja
Tatcu itu" kata Li Liat Sek pula.
Siau Po terkejut setengah mati.
"Ini... tidak bisa dilaksanakan,.," sahutnya dengan suara bergetar
"Mohon tanya kepada Hiocu, kesulitan apa yang menjadi pikiran Wi Hiocu?" tanya
Sou Kang. "Di dalam, istana terdapat banyak penjaganya, masih ada lagi pasukan barisan
depan, pasukan pengawal Raja, pasukan prajurit perang dan lain-lain sebagai nya. oh,
pokoknya gawat deh Baru bagian siwi saja sudah terdapat berbagai bagian misalnya
bagian penjaga di Kam Ceng Tong, bagian penjaga pintu gerbang istana, dan bagian
penjaga sam Kisiwi (Bendera tiga warna). Tempo hari Kui Heng su Lo yacu yang
ilmunya demikian tinggi saja mengalami kegagalan sampai menemui ajalnya dalam
istana, apalagi aku" Bila kalian ingin membunuh Raja secara gelap, aku bisa
mengatakan bahwa ini merupakan kesulitan yang tersulit," sahut Siau PoPara anggota Thian Te hwee langsung merasa kurang senang mendengar
penolakannya, apalagi dari nada suaranya seakan Hiocu mereka ini sangat
membanggakan penjagaan yang ketat dalam istana. Hati mereka semakin kesal,
bahkan beberapa di antaranya menjadi marah kembali.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sou Kang mengedarkan pandangannya ke para anggota Thian Te hwee yang lain,
kemudian berkata. "Wi Hiocu, ingin membunuh seorang raja memang bukan hal yang mudah. Meskipun
kau sendiri yang menyusun seluruh rencananya, kami juga tidak yakin akan berhasil
Namun asal kami bisa menyusup ke dalam istana, biarpun kami tidak mengharapkan
dapat keluar dalam hidup, namun kami akan menjaga baik-baik keselamatanmu. jumlah
anggota Thian Te hwee memang mencapai laksaan orang, namun tidak ada satu pun
yang dapat menandingimu. Thian Te hwee bersumpah tidak akan hidup bersama-sama
Bangsa Tatcu- Beban berat membangkitkan dinasti Beng terpaksa kami serahkan ke
pundak Wi Hiocu," Siau Po menggelengkan kepalanya
"Bagaimanapun aku tidak bisa melaksanakan tugas ini. Sri Baginda meminta agar
aku membasmi Thian Te hwee, namun aku tidak melakukannya karena perasaan setia
kawan, sekarang kalian meminta agar aku menyusun rencana untuk membunuh Sri
Baginda, aku juga tidak dapat melakukannya karena merasa harus setia kawan
terhadap beliau," sahutnya.
Hian Ceng tojin menjadi marah.
"Mengapa harus merasa setia kawan terhadap "Raja Tatcu" Bukankah sama artinya
dengan pengkhia?" Kalimat yang terakhir tidak diselesajkannya. Dia memaksakan diri untuk menahan
emosi "lni merupakan urusan yang besar sekali, kami mengerti kalau Wi Hiocu tidak dapat
mengambil keputusan dengan segera, sebaiknya Wi Hiocu mempertimbangkannya
kembali-setelah mengambil keputusan, Wi Hiocu bisa datang ke sini memberikan
jawabannya," kata sou Kang.
"Baik, baik. Aku akan mempertimbangkannya," sahut Siau Po cepat
Ci Tian Gan dapat melihat niat Siau Po yang kurang tulus, maka dia berkata
"Semoga Wi Hiocu tidak melupakan cita-cita Tan congtocu semasa hidupnya-jangan
melupakan negara kita yang sudah diduduki bangsa asing sehingga mengalami
berbagai bencana, pokoknya Bangsa Han kami tidak boleh menjadi budak Bangsa
Tatcu." Siau Po menganggukkan kepalanya berkali-kali.
"Ya, ya. Memang tidak boleh dilupakan."
Para anggota Thian Te hwee mendengar Siau Po hanya memberikan jawaban
secara samar-samar Akhirnya mereka merasa lebih baik diam. Siau Po mengedarkan
pandangannya ke sana ke mari
"Mengapa Kakak-kakak sekalian tidak bicara lagi?" ujarnya sambil tertawa.
Tidak ada seorang pun yang memberikan jawaban Siau Po merasa jenuh. Dia tidak
betah duduk lama-tama di tempat itu seakan di atas kursinya terdapat puluhan jarum
yang menusuk pantatnya "
"Sebaiknya kita berpisah dulu sekarang, nanti sekembalinya ke rumah aku akan
mempertimbangkan penawaran kalian tadi, setelah itu aku akan kembali untuk
merundingkannya dengan Kakak-kakak sekalian," katanya.
Dia segera berdiri Para anggota Thian Te hwee mengantarnya sampai depan pintu.
Dengan hormat mereka mengucapkan selamat jalan,
Siau Po sudah sampai di rumahnya. Dia duduk di ruang tamu sampai merasa bosan.
Ketika menjelang sore, datang firman kaisar yang menyatakan sri Baginda
memanggilnya agar menghadap.
Siau Po segera menuju ruang perpustakaan dalam istana.
"Pang Ci Hoan menghilang secara tiba-tiba, sebetulnya apa yang terjadi?" tanya
Kaisar Kong Hi. Siau Po terkejut setengah mati. Dalam hati dia berpikir. 'Kenapa aku jadinya yang
ditanya"' Namun dengan hormat dia menjawab.
"Harap sri Baginda ketahui, malam ketika Pang Ci Hoan menghilang, hamba sedang
minum arak bersama to congkoan dan Para siwi lainnya. Kemudian baru hamba dengar
bahwa malam itu Pang Ci Hoan telah dibawa oleh anak buah Cin Toutong, entah
bagaimana tahu-tahu jejak orang itu jadi hilang.
Orang-orang Taiwan yang telah menyatakan takluk ini banyak akal busuknya,
tingkah mereka aneh-aneh Jangan-jangan mereka merencanakan sesuatu secara
diam-diam. sebaiknya hamba selidiki hal ini."
Kong Hi tersenyum. "Baiklah, urusan menghilangnya Pang Ci Hoan ini kuserahkan kepadamu untuk
menyelidikinya. Aku sudah memberikan janjiku kepada orang-orang Taiwan itu bahwa
aku akan melindungi keselamatan mereka, sekarang orang ini tiba-tiba menghilang. Bila
aku tidak memberikan penjelasan apa-apa, lain kali ucapanku tidak akan dipercaya lagi
oleh orang-orang di seluruh dunia ini" katanya. Keringat dingin membasahi kening Siau
Po- 'Kata-kata Sri Baginda ini sungguh berat, apakah dia tahu kalau Pang Ci Hoan telah
mati akibat perbuatanku"' - tanyanya dalam hati. Terpaksa dia menjawab.
"Baik" "Pagi ini kau pergi ke Gin Ko Ho Tong, apakah kau merasa senang?" tanya Kaisar
Kong Hi pula. Siau Po tertegun. "Gin Ko Ho Tong?" untuk sesaat dia menjadi bingung. Tiba-tiba dia ingat sesuatu, di
depan gang markas rahasia Thian Te hwee terdapat dua batang pohon Gin Ko, kalau
begitu gangnya pasti bernama Gin Ko Ho Tong, Nama jalannya saja sudah diketahui
oleh Sri Baginda, urusan apa lagi yang bisa mengelabuinya"
Seluruh tubuhnya dibasahi oleh keringat dingin. Kedua kakinya menjadi lemas dan
dia menjatuhkan diri berlutut seketika, sambil menyembah dia berkata.
"Pandangan sri Baginda jauh sekali. Pokoknya, dari awal hingga akhir hamba tetap
setia terhadap sri Baginda." Kong Hi menarik nafas panjang.
"Para pemberontak itu memaksamu agar mencelakaiku tapi biar bagaimana kau
tetap menolaknya, kau merasa harus solider terhadap aku. Tapi-" Tapi siau Kui Cu,
apakah untuk selamanya kau harus menginjakkan kaki di atas dua perahu?" tanyanya
pula. Siau Po masih terus menyembah
"Harap Sri Baginda ketahui, pokoknya hamba tidak akan menjadi Ceng Tocu mereka,
untuk hal ini harap Sri Baginda berlega hati" sahutnya.
Sekali lagi Kong Hi menarik nafas panjang, kepalanya mendongak ke atas, tampak
dia merenung beberapa saat kemudian baru berkata.
"Aku telah menjadi Kaisar Negeri Tiongkok ini. walaupun tidak dapat dikatakan
sebagai Niau seng Hi Tongnya, tapi aku mencintai rakyat- Aku berusaha keras untuk
mensejahterakan kehidupan mereka, D-antara raja-raja dari Dinasti Beng, mana ada
yang dapat menandingiku" sekarang Penjahat Go sam Kui sudah terbasmi, Taiwan
sudah berhasil kita kuasai. Bangsa Lo sat tidak berani lagi bertindak semena-mena
terhadap kita. Rakyat dapat hidup dengan tentram. Namun Thian Te hwee tetap ingin
membangkitkan Dinasti Beng, apakah di bawah pemerintahan Kaisar she Cu itu, rakyat
hidup lebih baik daripada kehidupan mereka sekarang?"
-' Mana aku tahu"' - kata Siau Po dalam hati. Lalu terdengar dia menjawab.
"Hamba pernah mendengar nyanyian yang isinya begini: sejak adanya Kaisar cu,
dalam sepuluh tahun, sembilan tahunnya selalu penuh dengan penderitaan Keluarga
petani terpaksa menjual sawah ladangnya, keluarga biasa malah menjual anaknya.
Kalau diperhatikan makna yang terkandung di dalamnya, seharusnya kita sudah
mengerti sekarang ini hujan badai telah berlalu, negara dan rakyat damai sentosa, Sri
Baginda Niauseng HiTong, Kaisar cu masih ketinggalan seratus delapan puluh ribu li
dengan Sri Baginda, meskipun dia menunggang kuda pilihan, tetap saja dia tidak
sanggup menyandak Sri Baginda."
Kaisar Kong Hi tersenyum "Bangunlah" perintahnya.
Siau Po segera berdiri Tampak Kaisar Kong Hi melipatkan tangannya ke belakang
serta berjalan mondar-mandir dalam ruangan itu. Terdengar pula ia berkata.
"Ayahanda memang orang Boan ciu, tapi ibu kandung ku justru keturunan tentara
Han. Dengan demikian di dalam tubuhku mengalir setengah darah Han. Aku
memperlakukan rakyatku sama rata dan tidak pernah menyiksa Bangsa Han. Mengapa
mereka begitu membenciku sehingga selalu mencari jalan agar dapat membunuhku?"
"Para pemberontak itu tidak tahu aturan, mereka selalu ceroboh dalam mengambil
tindakan Sri Baginda tidak perlu membuat otak capek memikirkannya," sahut Siau PoKong Hi menggelengkan kepalanya, wajahnya muram dan pandangan matanya
kosong seperti orang yang sangat kesepian, lewat sejenak dia berkata pula.
"Bangsa Boan ciu ada yang jahat dan ada pula yang baik, begitu pula Bangsa Han,
orang jahat di dunia ini kelewat banyak- tidak mungkin habis dibunuh Dibasmi satu lahir
lagi sepuluh. Tapi untuk menyadarkan pikiran mereka, aku tidak mempunyai
kesanggupan setinggi itu. Aih Ternyata menjadi seorang raja bukanlah hal yang mudah"
Dia menatap Siau Po sesaat kemudian meianjutkan,
"Kau boleh kembali sekarang"
Siau Po menyembah satu kali lagi lalu mengundurkan diri. Dia merasa tubuhnya
agak dingin, rupanya tadi dia kelewat kaget sehingga peluhnya membasahi seluruh
tubuh. Begitu keluar dari istana, dia baru bisa menghela nafas lega
- 'Ternyata di dalam perkumpulan Thian Te hwee terdapat mata-mata yang lain.
setelah Hong ci Tiong terbunuh, muncul pula penggantinya. Kalau tidak, bagaimana Sri
Baginda bisa tahu anggota Thian Te hwee memintaku menyusun rencana pembunuhan
atas dirinya" Entah siapa pula mata-mata yang satu ini"' - pikirnya dalam hati
Siau Po kembali ke rumah, dia duduk di ruang tamu sambil merenung.
Dibayangkannya setiap anak murid Thian Te hwee, namun sampai lama dia masih
belum bisa menebak siapa orangnya yang menjadi mata-mata.
" 'Sri Baginda memintaku menyelidiki ke mana hilangnya Pang Ci Hoan, Kalau ditilik
dari nada bicaranya, kemungkinan Sri Baginda sudah curiga akulah biang keladi
semuanya. Cuma dia belum mendapatkan bukti yang konkrit untuk memperkuat
dugaannya, bagaimana aku harus menutupi urusan ini selanjutnya"
Tadi Songji mengatakan kepada para anggota Thian Te hwee bahwa aku
menyerempet bahaya menyelamatkan jiwa Mao toako, untung sebelumnya aku tidak
menceritakan bahwa aku menggunakan Pang Ci Hoan sebagai tumbalnya.
Kalau tidak, si budak jujur ini pasti akan menceritakan semuanya dan mata-mata itu
pasti akan memberikan laporan kepada Sri Baginda, Apabila pangkatku tidak
diturunkan seratus delapan puluh derajat, maka aku tidak marga Wi lagi,' " pikirnya
pula. Pikirannnya melayang ke sana ke mari. Hatinya semakin lama semakin gelisah- Dia
membayangkan betapa menyenangkannya kehidupan di masa kecil ketika dia bisa
bermain bersama-sama Kaisar Kong Hi.
Sungguh sayang keduanya telah tumbuh dewasa, Kong Hi bukan lagi siau Hian cu
yang dulu, sikapnya harus sewibawa mungkin. Dan Siau Po tidak bisa lagi mengoceh
sembarangan di hadapannya, karena semakin besar otak Kaisar Kong Hi juga sudah
semakin cerdas. Siau Po juga tidak bebas lagi bila bergurau dengannya. Kedudukannya sebagai
panglima Besar dan pangeran Tingkat satu rasanya tidak menarik lagi. Lebih enak
kehidupan masa kanak-kanaknya sebagai anak desa di rumah pelacuran Li Cun wan di
kota Yang-ciu. - 'saudara-saudara dari Thian Te hwee memaksaku membunuh Sri Baginda,
sedangkan sri Baginda menekanku agar membasmi seluruh anggota perkumpulan
Thian Te hwee, Sri Baginda malah berkata: "siau Kui Cu, apakah selamanya kakimu
harus menginjak pada dua perahu?", Maknya Lebih baik aku berhenti Aku lepas tangan
saja dan semua ini' "Makinya dalam hatiSecara tidak sadar dia memaki dalam hati bahwa dia ingin lepas tangan dari semua
ini, tahu-tahu dadanya terasa lapang. Dia mengeluarkan biji dadu dari saku pakaiannya
lalu dilemparkan ke atas meja sembari membentak.
"Kalau aku tidak boleh bekerja lagi, maka yang keluar pasti Man Teng Hong"
Empat butir dadunya menggelinding di atas meja- Tiga di antaranya menampakkan
warna merah di atas, dadu yang keempat justru menunjukkan enam titik. Padahal ketika
melemparkan dadu, Siau Po sudah mengerahkan kepandaiannya, tapi ternyata tidak
berhasil juga. "Maknya" Dia mengambil dadu-dadu itu lalu dilemparkannya sekali lagi, sampai yang
ke delapan kali barulah terlihat warna merah memenuhi bagian atas dadu-dadu itu.
Terdengar Siau Po menggumam seorang diri
"Rupanya aku melaksanakan tujuh tugas lagi dari Kaisar Kong Hi baru bisa pensiun"
Tapi dia berpikir pula. - 'Tujuh tugas itu telah kulaksanakan semuanya, yang pertama adalah membunuh
Go Pay kedua -menolong Lo Hongya, ketiga - melindungi Raja Tua di gunung Hgo Tay
san. Keempat -menolong Thay Hou. Kelima - Mengajak Tibet dan Mongol bekerja sama
dengan Sri Baginda, Keenam - menghancurkan partai sin Liong kau, ketujuh "
Menangkap Go Eng Him, kedelapan " Memerintahkan Tio yong dan Tio Liang TUng
membasmi Go sam Kui. Kesembilan -merebut kota ya Ke Lung.,, terlalu banyak, terlalu
banyak urusan yang kecil tidak masuk hitungan, urusan yang besar pas tujuh buah.
Tidak lebih tidak kurang "
Untuk sementara dia juga malas mengulangi kembali apa tujuh tugas besar yang
telah dilaksanakannya, tiba-tiba dia berteriak
"Locu pensiun" - Tapi, kalau aku tidak menjadi pembesar dan tidak juga melakukan pemberontakan
apapula yang harus Locu lakukan" - pikirnya bolak-balik, maju-mundur. Akhirnya dia
mengambil keputusan bahwa paling menyenangkan kalau dia pulang saja ke Kota
Yang-ciu. Begitu teringat Kota Yang-ciu, kekesalannya hilang seketika,
"Pelayan" teriaknya
Seorang pelayan segera menghadap- Siau Po menyuruh orang itu menyiapkan
hidangan dan arak. yang bagus- Dia menikmati makanan dan minumannya seorang diri
sembari menyapit sepotong daging sapi, otaknya terus bekerja. Bagaimana caranya
agar dia bisa pensiun tanpa dicari-cari oleh Kaisar Kong Hi, dan bagaimana caranya
menolak permintaan saudara-saudara dari Thian Te hwee yang mengajaknya
melakukan pemberontakan"
Kalau bisa mengambil keputusan yang adil sehingga tidak memberatkan kedua belah
pihak, Dia berpikir pula, apabila mengajak Kian Leng kongcu hidup dengan senang
bersamanya di Kota Yang-ciu, kemungkinan Tuan puteri itu tidak akan menolakTapi bila dia bermaksud membuka rumah pelacuran, kemungkinan Su Cuan, A Ko,
Bhok Kiam Peng, Pui fe, Onju dan yang lainnya tidak akan setuju"Baiklah, kita jalan selangkah maka maju satu langkah pula- Lihat saja
perkembangannya kelak. Harta benda Locu entah sudah berapa ribu laksa tail- Tidak
jadi buka rumah pelacuran juga tidak akan mati kelaparan Hanya tidak ada hal yang
menarik," katanya seorang diri
Malam itu, dia mengajak para istrinya berkumpul di kamarnya, Siau Po selalu
menunjukkan wajah berseri-seri. Tidak henti-hentinya dia bergurau, jauh berbeda
dengan keadaan siang tadi, istrinya menjadi heran sehingga mereka bertanya.
"Ada urusan apa yang membuat siangkong demikian gembira?" Siau Po tersenyum.
"Rahasia langit tidak boleh dibocorkan" sahutnya santai
"Apakah Hongte Koko kembali menaikkan pangkatmu?" tanya Kian Leng kongcu.
"Atau menang judi?" tanya Cinju.
"Urusan Thian Te hwee sudah berhasil diselesaikan?" tanya Songji.
"Aih Budak ini pasti jatuh hati lagi pada gadis cantik entah dengan keluarga mana,
dan ingin mengambilnya sebagai istri ke delapan" tebak A Ko
Siau Po hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban bahwa terkaan mereka
semua salah Para istrinya semakin penasaran, lalu mendesaknya agar mendesaknya hal apa
yang membuatnya begitu gembira.
"Sebetulnya aku tidak ingin mengatakan nya, tapi kalian terlalu memaksa. Baiklah,
aku akan menceritakannya kepada kalian."
Para istrinya segera berdiam diri untuk mendengarkan.
"Aku telah menjabat pangkat sebagai seorang panglima Besar, Di samping itu aku
juga dianugerahi pangkat Pangeran Tingkat satu. Namun aku buta huruf, rasanya
memalukan saja. Mulai besok aku akan melepas jabatanku lalu belajar dengan
sungguh-sungguh agar dapat mengikuti ujian negara," kata Siau Po pula.
Ketujuh istrinya saling memandang sejenak, kemudian mereka tertawa terbahakbahak.
Mereka tahu kalau Siau Po bisa membakar rumah penduduk, membunuh orang
seenaknya, pokoknya melakukan apa saja, tapi satu hal yang tidak mungkin
dilakukannya, yakni belajar membaca dan menulis.
Pada keesokkan harinya, sekretaris Negara datang mengunjunginya, orang itu
mengatakan bahwa dia mendengar sri Baginda menyuruh Siau Po menyelidiki kasus
menghilangnya Pang Ci Hoan. Kedatangannya justru ingin menanyakan kemajuan hasil
penyelidikannya. Siau Po mengerutkan keningnya.
"Bukankah kalian sekretariat negara mempunyai banyak pegawai" Data-data apa
yang berhasil kalian kumpulkan dalam beberapa hari ini?" tanyanya.
"Perlu Tayjin ketahui, menghilangnya Pang Ci Hoan misterius sekali, selama
beberapa hari ini hamba sudah mengutus orang-orang hamba untuk menyelidikinya,
namun sampai hari ini tidak ada jejak yang bisa kami telusuri. Hal ini benar-benar
membuat kami cemas, Hari ini hamba baru tahu bahwa sri Baginda telah menyerahkan kasus ini agar
diselidiki oleh Wi Tayjin, Rasa senang di hati hamba melebihi senangnya kalau pangkat
hamba dinaikkan tiga tingkat, Wi Tayjin merupakan pembesar yang paling banyak
akalnya di dalam istana kita.
Kalau menunggang kuda dapat memenangkan perang, turun dari kuda bisa
menentramkan rakyat Masalah sebesar apa pun kalau sudah ditangani oleh Wi Tayjin
pasti bisa dituntaskan dalam waktu yang singkat.
Hamba mendapat kesempatan melayani Tayjin dalam menangani kasus ini, benarbenar
merupakan berkah dari arwah leluhur hamba. Para bawahan hamba langsung
bersorak gembira dan memuji bahwa kali ini kami tidak perlu khawatir lagi. Kalau Wi
Tayjin yang turun tangan, serdadu Lo Sat saja bisa dibuat terkocar-kacir, apalagi
menyelidiki hilangnya Pang Ci Hoan ini?"
Siau Po tahu kalau kata-kata Sekretaris Negara ini memang enak didengar padahal
sebetulnya dia sedang menimpakan bebannya ke pundak Siau Po. Dalam hati Siau Po
berpikir.

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

-' Entah di mana mereka memakamkan jenasah Pang Ci Hoan, Aku harus menyuruh
orang mendandani mayatnya agar tidak dikenali lagi. Kalau tidak ada bukti, tentu tidak
ada tuduhan yang bisa ditimpakan pada diriku, seharusnya dari kemarin-kemarin aku
sudah mempersiapkan semua ini, sayangnya aku terlalu sibuk sehingga menundanya
terus sampai sekarang. Tapi bagaimana aku harus memberikan laporan kepada si Raja
Cilik" Bukannya aku Wi Siau Po suka membual, tapi urusan apa pun yang
diperintahkan oleh Sri Baginda, sampai saat ini belum pernah satu pun yang tidak
sanggup aku selesaikan " terdengar seketaris negara itu berkata pula.
"Istri Pang Ci Hoan tiap hari mengutus orang datang ke rumah hamba menanyakan
nasib suaminya, orang itu duduk terus di depan pintu dan tidak mau pergi sebelum
mendapat jawaban yang memuaskan, Hamba benar-benar pusing menghadapinya.
Kemarin datang lagi orang dari rumah keluarga Pang, dia mengatakan bahwa istri muda
Pang Kongya yang namanya entah Lan Siang apa gitu telah melarikan diri bersama
seorang kusir kereta keluarga mereka, perempuan itu membawa kabur sejumlah
perhiasan. Apabila Pang Kongya tidak cepat-cepat kembali ke rumah, kemungkinan
satu persatu selirnya akan buron dengan laki-laki lain dengan membawa harta
keluarga" Siau Po mendengus dingin"Si Pang Ci Hoan ini pasti bersembunyi di suatu tempat dan sedang bersenangsenang.
Kau utus lebih banyak orang lagi untuk mencarinya- Dia sendiri berpelesir di
luaran, sedangkan selir dan gundiknya dilarikan orang. Hitung-hitung hukum karma
baginya," kata anak muda itu.
"Betul, betul," sahut si sekretaris Negara,
"Tapi kalau Pang Kongya benar-benar berpelesiran di luar, tapi perginya kan sudah
beberapa hari, seharusnya diu sudah kembali lagi ke rumahnya."
"Sulit dikatakan juga, Pang Ci Hoan kan hidung belang tua, tidak seperti Anda lakilaki
baik. Kalau berpelesiran paling-paling juga satu malam saja tidak pulang."
Si sekretaris Negara tersenyum malu-malu.
"Hamba mana berani" sahutnya.
Tepat pada saat itulah datang laporan bahwa Pang Hujin mengutus beberapa orang
saudaranya datang menyembah kepada Siau Po dan mengantarkan berbagai hadiah
sebagai ungkapan rasa terima kasih karena Wi Tayjin bersedia menyelidiki urusan ini.
Siau Po menyampaikan pada anak buahnya bahwa dia tidak mau menemui saudarasaudara
Nyonya Pang itu, dan hadiahnya juga tidak usah diterima. Tidak lama
kemudian anak buahnya kembali lagi dengan laporan.
"Saudara-saudara Nyonya Pang itu benar-benar kurang ajar. Ketika meninggalkan
halaman rumah Wi Tayjin ini, mereka tidak hentinya tertawa dingin Mereka mengatakan
entah setan apa yang penasaran dan mengungkit soal pembalasan dendam.
Disamping itu seorang diantaranya mengatakan bahwa urusan ini telah diketahui
oleh Sri Baginda, suatu hari nanti pasti akan terungkap, sebaiknya orang lain jangan
ikut campur agar tidak terlibat masalah yang serius ini." Lapor Wi Tayjin,
"Orang-orang itu berani memaki serta mengoceh yang tidak-tidak di depan rumah Wi
Tayjin, hampir saja hamba tidak dapat menahan diri untuk menggaplok mulutnya."
"Ketika menukar pesakitan di lapangan pengadilan tempo hari, anak buahnya yang
satu ini juga ikut turun tangan. Melihat datangnya orang dari keluarga Pang, setidaknya
dia sudah bisa menebak apa yang terjadi. Hatinya ikut gelisah juga memikirkan
akibatnya. Siau Po yang berbuat tentu lebih gelisah lagi. wajahnya agak berubah mendengar
laparan anak buahnya. Dia berpikir dalam hati.
- 'Kalau dibiarkan terus urusan ini pasti akan terbongkar Maknya Pang Ci Hoannya
sendiri sudah kubunuh, memangnya aku takut terhadap istri sesosok arwah
gentayangan' " Tiba-tiba sebuah ingatan yang bagus melintas dalam benaknya. Wajah anak muda
itu menjadi berseri-seri seketika.
"Harap Tuan jangan pergi dulu. Tuan tunggu sebentar di sini" katanya sembari
masuk ke dalam rumah. Dia memerintahkan dua orang komandannya untuk
menghadap, lalu dia membisikkan beberapa patah kata di telinga mereka dan meminta
mereka melaksanakan tugas yang diberikan.
Siau Po kembali ke ruang tamu dan berkata.
"Apa yang diperintahkan oleh majikan kita, sebagai hamba kita tentu harus
melaksanakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini kita lakukan demi membalas budi Sri
Baginda, sebaiknya sekarang juga kita datangi keluarga pang untuk mencari sedikit
keterangan." sekretaris Neoara itu tertegun.
- 'Pang Kong ya menghilang selama beberapa hari, mengapa harus mencari
keterangan di rumahnya"' " pikirnya tidak mengerti Tapi di luarnya dia terpaksa
mengiakan. "Kasus ini benar-benar pelik. Kita ajukan pertanyaan kepada setiap anggota keluarga
Pang, siapa tahu kita bisa mendapatkan sedikit jejak yang bisa kita telusuri kata Siau
Po pula. "Betul, betul. Pendapat Wi Tayjin pasti benar. Hamba sungguh bodoh, tidak sanggup
menandingi kecerdasan Wi Tayjin," sahut orang itu.
Sebetulnya bukan karena si sekretaris Negara ini kurang cerdas otaknya, tapi
pangkatnya tidak seberapa tinggi, jauh dibandingkan dengan Siau Po- Mana mungkin
dia berani mengajak anak buahnya datang ke rumah Pang Ci Hoan untuk
menginterogasi anggota keluarganya"
Lagipula tidak ada orang yang mau melibatkan diri dalam masalah ini. Mereka tahu
Pang Ci Hoan adalah musuh bebuyutan Siau Po- Menghilangnya orang bermarga Pang
ini hampir seratus persen ada hubungannya dengan Siau Po- sedangkan Siau Po
terkenal sebagai pembesar yang paling disayang raja, maka tidak ada orang yang mau
mencari penyakit. Dalam menangani kasus ini, siapa pun tidak ada yang serius. Mereka hanya bisa
mengulur-ulur waktu sampai akhirnya kasus ini dianggap sebagai kasus yang tidak
terungkapkan, sekretaris Negara itu berpikir pula.
- Wi Tayjin sudah mencelakai Pang Ci Hoan, sekarang dia akan datang pula ke
rumah orang itu untuk mempersulit istrinya, si Nyonya tua itu juga tidak tahu diri,
pakai suruh orang datang ke mari mencaci maki, makanya Wi Tayjin jadi marah- "
Siau Po mengajak sekretaris Negara berangkat bersamanya dengan kereta besar.
Begitu sampai di depan rumah Pang Ci Hoan tampak ratusan prajuritnya telah
mengepung sekitar rumah itu
Seorang anak buahnya datang memberikan laporan.
"Harap Tayjin ketahui, seluruh anggota keluarga Pang Kongya yang berjumlah tujuh
puluh sembilan orang telah menunggu kedatangan Wi Tayjin di ruangan sebelah barat."
Siau Po menganggukkan kepalanya.
"Lapor Tayjin, ruangan untuk rapat ada di sebelah timur" kata salah seorang
komandannya. Siau Po menuju ruangan sebelah timur Tampak meja kursi di dalam ruangan itu telah
ditata sesuai perintahnya. Dia duduk di atas sebuah kursi yang ada di belakang meja
paling depan. Keadaannya seperti sebuah ruangan pengadilan. Siau Po menyuruh si
sekretaris Negara duduk di sisinya, salah seorang anak buahnya segera membawa
masuk seorang perempuan yang masih muda. Tampangnya lumayan.
Dengan berlenggang-lenggok perempuan itu memasuki ruangan lalu berlutut di
depan Siau Po, Anak muda itu menarik usianya sekitar dua puluh tiga atau dua puluh
empat tahun. "Siapa kau?" tanya si anak muda.
"Hamba adalah selir kelima dari Pang Kongya," sahut perempuan itu.
"Bangunlah dan silahkan duduk. Aku tidak berani menerima penghormatanmu yang
demikian tinggi," kata Siau PoPerempuan itu merasa ragu-ragu. untuk sekian saat dia tidak berani berdiri, Siau Po
berdiri dari tempat duduknya, sambil tersenyum dia berkata. "Sebaiknya kau berdiri
saja, kalau tidak aku yang akan berlutut di hadapanmu"
Perempuan itu tersenyum malu-malu, kemudian baru berdiri Siau Po baru duduk
kembali di kursinya. " sikap Wi Tayjin terhadap keluarga Pang ini tidak garang sama sekali, hanya
gayanya yang genit mengurangi kewibawaannya, " pikir si sekretaris Negara,
"Siapa namamu?" tanya Siau Po pula.
"Hamba bernama Kiok Fang (Harumnya bunga Krisan)" sahut perempuan itu Siau Po
mengendus dengan hidungnya dalam-dalam, sambil tertawa dia berkata.
"Nama yang bagus Tidak heran ketika kau masuk tadi seluruh ruangan ini langsung
penuh dengan harumnya bunga krisan." Kiok Fang tertawa.
"Wi Tayjin hanya menggoda saja," sahutnya dengan gaya kenes.
Siau Po memiringkan kepalanya untuk memperhatikan perempuan itu sekejap, lalu
bertanya lagi. "Dengar-dengar ada seorang madumu yang melarikan diri?"
"Memang betul. Namanya Lan siang, Hm, perempuan rendah itu benar-benar tidak
tahu malu" sahut Kiok Fang.
"Suaminya tiba-tiba menghilang, dia mencari penggantinya, Hm, ini tidak dapat
dikatakan... apa ya?" tanya Siau Po menoleh kepada si sekretaris Negara.
"Tidak dapat dikatakan sebuah dosa," sahut sekretaris Negara itu. Siau Po tertawa"Betul Bukan dosa, bukan dosa. Eh, Kiok Fang cici, kenapa kau sendiri tidak ikut
kabur?" Mendengar kata-katanya, kening si sekretaris Negara langsung mengerut.
- Bocah ini semakin lama semakin ngelantur, masa di ruang interogasi menyebut
saksi dengan panggilan "cici" segala" - pikirnya,
Kiok Fang tidak menyahut, dia melirik Siau Po dengan kerlingan penuh artiSiau Po senang sekali, sampai sekarang rayuannya selalu mendapatkan tanggapan
dari perempuan mana pun. sikap hidung belangnya timbul seketika.
"Bisakah kau menyanyikan lagu Ra..-" Tiba-tiba dia merasa pertanyaannya tidak
pada tempatnya, maka lalu menoleh kepada seorang bawahannya lalu memerintahkan
"Berikan uang sebanyak dua puluh tail kepada Nona Kiok pang ini sebagai hadiah-"
Beberapa orang prajurit segera mengeluarkan uang sebanyak dua puluh tail sambil
berseru. "Wi Tayjin memberikan hadiah, sampaikan rasa terima kasihmu"
Kiok Fang segera menerima hadiah itu sambil mengucapkan terima kasih- sekali lagi
dia melirik genit ke arah Siau Po- setelah itu dia baru mengundurkan diriSiau Po memanggil satu persatu anggota keluarga Pang Ci Hoan, yang semuanya
perempuan. Kalau dia mengajukan pertanyaan kepada wanita yang muda, dia selalu
memberikan uang sebagai hadiah.
Tapi kalau giliran perempuan tua, mereka malah mendapat makian Siau Po yang
mengatakan bahwa mereka tidak baik-baik melayani Pang Kong ya sehingga laki-laki
itu merasa bosan dan sekarang berpelesiran di luaran serta tidak mempunyai maksud
untuk pulang lagi, dan sebagainya.
Kurang lebih satu kentungan lamanya Siau Po mengajukan pertanyaan kepada para
anggota keluarga Pang. Kemudian seorang komandan dipanggil menghadap, Siau Po
kembali mengoceh secara samar-samar sehingga si sekretaris Negara sendiri tidak
mendengar jelas apa yang dikatakannya.
Hanya kalimatnya yang terakhir dapat terdengar dengan jelas,
"Mari kita mengadakan pemeriksaan di dalam" Siau Po mengajak sekretaris negara,
tukang catat dan beberapa pegawai pemerintahan lainnya melakukan penggeledahan
di dalam rumah itu Ketika memeriksa sampai ruangan yang ketiga, para prajurit tetap melakukan
penggeledahan sebagaimana ruangan-ruangan lainnya. Tiba-tiba terdengar seorang
prajurit mendesah terkejut. Dari dasar sebuah peti dia mengeluarkan sebuah golok yang
penuh dengan bercak darah yang sudah mulai mengering.
"Lapor Tayjin, hamba menemukan sebatang senjata tajam" katanya.
Siau Po menganggukkan kepalanya,
"Periksa lagi" perintahnya lalu menoleh kepada si sekretaris Negara,
"Saudara, coba kau periksa apakah noda darah yang ada di golok itu?"
Si sekretaris Negara mengambil golok dari tangan prajurit tersebut ia mendekatkan
golok itu ke lubang hidungnya lalu mengendus beberapa kali. Rasanya dia mencium
bau amis darah, maka dia menjawab.
"Rasanya memang noda darah manusia."
"Di atas golok itu ada lubang kecilnya, mengapa aku tidak pernah melihat golok
semacam itu" Tahu kah kau golok untuk apa itu?" tanyanya pula"Golok semacam ini biasanya disebut arit, untuk membabat rumput Dan biasanya
digunakan dalam istal kuda," sahut si sekretaris Negara,
"Oh, begitu rupanya"
Komandan Siau Po memerintahkan anak buahnya mengambil segenteng air lalu
disiramkan di atas tanah" Untuk apa itu?" tanya Siau Po"Tayjin, tanah yang pernah digali pasti akan menjadi gembur kalau disiram, dan air
akan menyerap dengan cepat," Baru saja prajurit itu menyelesaikan keterangannya,
tiba-tiba dari kolong tempat tidur terdengar suara blep blep seperti suara bergelembung
masuk ke dalam tanah. Para prajurit yang sedang melakukan pemeriksaan langsung
bersorak keras-keras. Mereka mengambil cangkul lalu mulai menggali tanah di bawah
tempat tidur itu. sedangkan beberapa di antaranya langsung memindahkan tempat tidur
tersebut Tidak berapa lama menggali, mereka berhasil mengeluarkan sesosok mayat
dari dalamnya. Mayat itu tidak berkepala, tubuhnya juga sudah hampir hancur dan berbau busuk.
Tampaknya sudah mati selama beberapa hari, pakaian yang dikenakannya memang
jubah kebesaran Pak Ciang Kong, Tanpa sadar sekretaris Negara menjerit begitu
menyaksikannya. "Itu... itu kan pang Kongya"
"Benar-benar Pang Ci Hoan" Bagaimana kau bisa mengenalinya?" tanya Siau Po"Ya, betul Kita harus menemukan kepalanya terlebih dahulu baru bisa meyakinkan
hal ini," sahut sekretaris Negara yang kemudian bertanya kepada seorang pegawainya,
"Siapa yang menempati rumah ini?"
"Hamba akan menanyakannya sekarang juga," sahut pegawainya sambil melangkah
ke luar menuju ruangan sebelah barat, tempat para anggota keluarga Pang sedang
menunggu. Rupanya ruangan itu di tempati oleh selir kelima Pang Ci Hoan yakni Lan siang yang
telah melarikan diri dengan laki-laki lain. Pegawai tadi segera kembali dan memberikan
laporannya. "Wi Tayjin, Tuan sekretaris, senjata pembunuh itu ternyata sebilah arit yang biasa
digunakan untuk membabat rumput sekarang hamba akan menyelidiki sekitar istal,
karena menurut kabar yang hamba terima selir kelima Pang Kong ya melarikan diri
bersama kusir keretanya."
Beramai-ramai mereka menuju istal para prajurit sekali lagi melakukan pemeriksaan
di tempat itu. Tidak lama kemudian, dari balik rerumputan mereka berhasil menggali
sebuah kepala manusia, Siau Po meminta sekretaris Negara untuk mengenali batok
kepala itu. Ternyata memang Pang Ci Hoan adanya. Dengan demikian sudah dapat
dipastikan bahwa Pang Ci Hoan telah dicelakai seseorang lalu jenasahnya dikuburkan
dengan kepala dan tubuh terpisah.
Pada saat itulah para anggota keluarga Pang yang tadinya disuruh berkumpul di
ruangan sebelah barat dilepaskan suara tangisan pun bergema di seluruh rumah.
Mereka memaki-maki Kiu si (si kusir kereta) dan Lan siang yang telah sampai hati
mencelakai majikan mereka sendiri. Berita itu dengan segera tersiar ke luar. Tidak
sampai setengah hari kemudian, hampir seluruh penduduk Kota Pe King sudah
mengetahui kejadian ini. Sekretaris Negara merasa malu, juga berterima kasih sekali terhadap Siau Po.
Dalam hati dia membayangkan kalau bukan Wi Tayjin yang menangani kasus ini,
kemungkinan masa depannya akan terancam karena sampai botak pun dia tidak
mungkin berhasil mengungkapkannya.
Tidak henti-hentinya dia mengucapkan terima kasih kepada Siau Po. sepanjang
perjalanan dia sibuk membuat laporan untuk diserahkan kepada Raja juga menulis
catatan untuk dokumennya sendiri.
Disamping itu dia juga menyiarkan berita mencari kedua penjahat Kiu si dan Lan
siang yang telah melakukan dosa besar membunuh seorang pembesar kerajaan.
Hanya pegawainya yang merasa agak curiga, Dia melihat bekas tebasan di leher
mayat Pang Ci Hoan rapi sekali, seakan-akan batok kepalanya ditebas dengan golok
besar yang tajam, bukan digorok dengan arit pemotong rumput.
Dia juga melihat tanah yang menutupi tubuh dan kepala mayat itu masih baru seperti
belum lama dirimbunkan di tempat itu. Tapi Wi Tayjin sudah membantunya
menyelesaikan sebuah kasus, lagipula keluarga Pang memberinya hadiah uang yang
cukup banyak agar kasus itu cepat-cepat diselesaikan.
Kemungkinan dia akan dianugerahi kenaikan pangkat pula oleh Sri Baginda, Karena
itu, meskipun hatinya merasa curiga, dia memilih untuk berdiam diri saja. Dalam hati
dia berpikir. " Ketika melakukan penyelidikan di dalam rumah keluarga Pang, anak buah Wi
Tayjin menjaga dengan ketat. Tidak ada seorang luar pun yang boleh bergerak dalam
rumah itu. Bila mereka ingin mengubur kan sesosok mayat saja, tentu bukan masalah,
jangankan hanya satu, sepuluh atau dua puluh mayat pun dapat dikuburkan mereka
dengan cepat Siau Po membawa laporan terperinci dari sekretaris Negara menghadap Kaisar Kong
Hi. Dia juga melaporkan bagaimana mereka berhasil mengungkapkan kasus ini. Kaisar
Kong Hi tersenyum. "Siau Po, ilmumu memecahkan misteri memang hebat sekali, Banyak orang yang
mengatakan bahwa Pao Liong to hidup kembali," katanya.
"Semua ini berkat rejeki besar Sri Baginda juga," sahut Siau Po.
Kaisar Kong Hi mendengus dingin.
"Main sulap memindahkan mayat seperti itu apa hubungannya dengan rejekiku yang
besar?" sindirnya. Siau Po terkejut setengah mati. Dalam hati dia berkata.
" 'Bagaimana dia bisa tahu"' " sesaat kemudian dia langsung mengerti, " 'Hm, di
dalam pasukanku pasti ada pula mata-matanya.' Siau Po kebingungan. Dia tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Tiba-tiba
terdengar Kong Hi menarik nafas panjang.
"Penyelesaian yang demikian memang ada bagusnya juga, pokoknya orang luar
tidak banyak tanya lagi dan aku sendiri juga tidak ketiban pulung, cuma tindakanmu


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang makin lama makin ceroboh itu, aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa lagi,"
katanya. Hati Siau Po menjadi lega. Dia tahu kali ini kembali Kaisar Kong Hi mengampuni
kesalahannya. Karena itu dia segera berlutut dan menyembah berkali-kali.
"Sekarang ini dunia sudah aman. Mungkin sampai waktu lama baru terjadi perang
lagi. Rasanya panglima Besar sepertimu tidak diperlukan lagi, sebaiknya kau copot saja
jabatanmu itu," kata Kaisar Kong Hi.
Siau Po tahu ini merupakan salah satu cara Kaisar Kong Hi menghukum
kesalahannya. "Betul, betul. Hamba rasa pangkat pangeran Tingkat satu juga kelewat tinggi,
sebaiknya diturunkan saja."
"Baiklah, turunkan saja pangkatmu menjadi pangeran Tingkat Dua," kata Kong Hi
pula "Hamba selalu ceroboh, dalam melakukan apa pun tidak pernah berpikir panjang.
Hati hamba menjadi tidak tentram karenanya. Lebih baik kalau Sri Baginda menurunkan
lagi pangkat hamba menjadi pangeran Tingkat Tiga saja," pinta Siau Po
Kong Hi tertawa terbahak-bahak"Maknya. Kau lagi bisa tidak tentram hatinya, kalau hal ini sampai terjadi maka
matahari akan terbit dari sebelah barat"
Mendengar Kaisar Kong Hi memaki
"Maknya", Siau Po tahu kemarahan dalam hati raja itu sudah reda- Dia segera
berdiri"Meskipun kebaikan dalam hati hamba ini sedikit sekali, setidaknya masih ada-"
Kong Hi menganggukkan kepalanya berkali-kali.
"Justru aku memandang sedikit kebaikanmu itu, kalau tidak, sejak dulu aku sudah
memenggal batok kepalamu lalu menyuruh orang untuk menguburmu di bawah tempat
tidurnya A Ko atau Songji," katanya.
Siau Po pura-pura panik, "Hal ini jangan sampai terjadi," sahutnya.
"Kenapa tidak boleh?" tanya Kong Hi.
"Baik A Ko maupun Songji sudah pasti tidak sudi melarikan diri bersama kusir
kereta." sahut Siau Po-Kaisar Kong Hi tertawa.
"Kalau tidak bersama kusir kereta, kemungkinan dengan...."
Tiba-tiba dia menghentikan kata-katanya. Dia merasa tidak baik melanjutkan ucapan
yang merupakan penghinaan bagi orang lain, Lagipula, meskipun anak muda ini ugalugalan,
kesetiaannya tidak perlu diragukan lagi. Antara majikan dan bawahan boleh
saja bergurau, asal tidak saling menyinggung perasaan, namun untuk sesaat dia
merasa kesulitan mencari topik pembicaraannya, maka dia segera menundukkan
kepala dan pura-pura memperhatikan kertas laporan yang dibawa Siau Po tadiSiau Po berdiri dengan sikap menghormat Dia tetap menunggu di samping Kaisar
Kong Hi Tampak Kaisar Kong Hi berulang kali mengerutkan keningnya seakan ada
persoalan berat yang menggelayuti benaknya. Maka Siau Po berpikir dalam hati"jadi Raja memang selalu dihormati orang dan wibawanya besar sekali. Tapi bagi
orang yang tahu, benar-benar jadi raja rasanya tidak menyenangkan juga, Kong Hi mengambil setumpukan kertas laporan yang lain lalu memperhatikannya
pula. Kemudian terlihat dia menarik nafas panjang, Siau Po memberanikan diri
bertanya. "Persoalan apa yang membuat Sri Baginda resah" serahkan saja kepada hamba,
hamba akan menyelesaikan tugas itu sebaik-baiknya sebagai penebus dosa hamba
yang besar ini." "Urusan ini tidak mungkin diselesaikan olehmu, Sie Long memberikan laparan bahwa
Taiwan dilanda badai dahsyat, air yang menggenangi wilayah itu tingginya mencapai
empat kaki- Rumah penduduk hancur, ada pula yang terseret banjir. Rakyat yang tewas
setiap hari bertambah, benar-benar merupakan bencana alam terbesar tahun ini" kata
Kong Hi. Bagian 98 Tamat Siau Po melihat Kaisar Kong Hi berbicara dengan mata berkaca-kaca.
Dalam hati dia berpikir. - Sejak kecil kami merupakan sahabat karib, biar bagaimana aku harus menolongnya
kali ini. Maka dia pun berkata.
"Sri Baginda, terus terang saja, ketika menjadi pembesar di Taiwan hamba
kecipratan sedikit rejeki. Akhir-akhir ini ada pula orang Taiwan yang membayar
hutangnya. Mengandalkan mangkok emas dari Sri Baginda saja hamba seumur hidup
tidak akan mati kelaparan. Harap Sri Baginda sudi menerima sedikit sumbangan hamba
untuk menolong rakyat Taiwan yang tertimpa musibah itu."
Kaisar Kong Hi tersenyum.
"Jumlah penduduk Taiwan yang terkena bencana alam banyak sekali. Cipratan
rejekimu yang sedikit itu mana cukup untuk membantu meringankan penderitaan
mereka, sebaiknya mulai besok aku akan menurunkan firman agar setiap penduduk di
Kota raja ini mengurangi anggaran pengeluaran mereka, setiap ibu rumah tangga
jangan membeli alat kecantikan yang berlebihan, agar setiap bulan mereka dapat
menyisakan uang untuk sumbangan bencana alam di Taiwan, Dalam waktu beberapa
bulan mungkin kita bisa mengumpulkan sumbangan sebanyak lima puluh laksa tail
untuk membantu korban-korban bencana alam itu," katanya.
"Dosa hamba berat sekali, mungkin hukuman yang paling setimpal adalah kematian"
sahut Siau Po. "Mengapa kau berkata demikian?" tanya Kaisar Kong Hi
"Selama menjadi pembesar hamba benar-benar serakah, di Taiwan saja hamba
kecipratan rejeki sebesar seratus laksa tail. Dan baru-baru ini hamba menagih hutang
kepada The Kek song, dia juga membayar hutangnya sebanyak seratus laksa tail lebih"
-" Kong Hi terkejut setengah mati
"Sebanyak itu?"
Siau Po menabok mulutnya perlahan-lahan.
"Siau Kui Cu memang patut mati"
Kaisar Kong Hi malah tertawa terbahak-bahak
"llmumu meminta uang rupanya hebat juga, mengapa selama ini aku tidak pernah
tahu?" katanya. "Siau Kui Cu memang patut mati" sahut Siau Po sekali lagi.
Padahal diam-diam dia merasa bangga. Dalam hati dia berpikir, - seorang pembesar
sering mengulurkan tangannya meminta uang, kau yang jadi raja mana boleh tahu Kau
bisa memasang mata-mata dalam pasukanku, yang diselidikinya paling-paling aku
berani memberontak atau tidak, suami adikmu ini meminta uang dengan tangan kiri,
memasukkan uang ke dalam saku dengan tangan kanan. Adikmu sendiri saja tidak
tahu, apalagi kau sang ipar" Di mulut dia selalu membahasakan dirinya sebagai hamba, namun dalam hati dia
menyebut dirinya "Iparmu". Kaisar Kong Hi merenung sesaat.
"Pembesar yang mencintai rakyat seperti engkau ini juga sulit ditemukan Begini saja,
kau mengeluarkan uang sebanyak seratus lima puluh laksa tail, aku akan mengirit
anggaranku sendiri dan menyumbangkan uang sebanyak lima puluh laksa tail
jumlahnya jadi dua ratus laksa tail.
Kita majikan dan bawahan bekerja sama. Rakyat Taiwan yang menjadi korban
bencana alam jumlahnya mencapai belasan ribu keluarga. Masing-masing mendapat
sumbangan sebanyak seratus tail lebih. Rasanya cukup untuk membantu mereka
memperbaiki segala kerusakan" katanya pulaBarusan Siau Po diserang emosinya sendiri sehingga mengatakan jumlah harta yang
dimilikinya, sekarang hatinya terasa agak menyesal juga kalau harus kehilangan uang
sebanyak itu. Tiba-tiba dia mendengar Kong Hi mengatakan akan membantunya
sebanyak lima puluh laksa tail, berarti sisa untuk dirinya masih banyak Hatinya menjadi
gembira seketika. "Betul, betul sri Baginda sangat mencintai rakyat, Thian yang Kuasa pasti akan
memberkati sri Baginda selamanya, Negara akan aman tanpa diganggu bencana alam
apapun," sahutnya cepat.
Sejak mendengar bencana alam yang melanda Taiwan, sepanjang hari ini wajahnya
muram terus, Sekarang tanpa susah payah dia bisa mendapatkan sumbangan uang
begitu banyak, tentu saja hatinya menjadi senang sekali.
"Juga melindungimu agar pangkatnya naik terus dan selalu mendapat rejeki"
katanya, Siau Po tertawa.
"Terima kasih atas ucapan emas dari Ban sui ya. Hamba bisa naik pangkat ataupun
ketiban rejeki juga merupakan budi besar dari sri Baginda, Lagi pula, uang yang hamba
miliki itu asalnya juga dari orang-orang Taiwan, hitung-hitung sapi pulang... pulang ke
Taiwan saja," sahutnya.
Kong Hi tertawa terbahak-bahak"Maknya Pepatah yang mengatakan 'sapi pulang ke kandang' malah kau ubah
menjadi 'sapi pulang ke Taiwan.'"
"Betul, betul untuk sesaat hamba sampai lupa kata-kata 'kandang'nya. orang Taiwan
gemar memelihara sapi, tidak heran kalau pertanian mereka maju pesat dibandingkan
negara lain. Tadinya hamba masih terus bertanya-tanya dalam hati apa gerangan
sebabnya," sahut Siau PoKong Hi menjadi geli. Dia tahu Siau Po ini agak bebal otaknya. Kalau diajari baik-baik
belum tentu bisa mengerti. Mana ada sapi untuk membajak sawah, ada juga kerbau.
Tapi percuma menjelaskannya panjang tebar, soal pengetahuan pasti antri di bagian
yang paling akhir dalam pilihan Siau Po. Maka dia sengaja menggoda anak muda itu.
"Betul sekali, betul sekali. Ada lagi pepatah yang berbunyi "Wi Pian sam Kiat" (Wi
menguasai tiga macam ilmu), artinya keluarga Wi kalian rajin belajar, rata-rata
berpendidikan tinggi. Kau pasti merasa bangga bukan?"
Siau Po menggelengkan kepalanya,
"Pendidikan hamba rendahnya tidak ketolongan Benar-benar memalukan leluhur
marga Wi,".sahutnya.
"Mengenai tugas mengirimkan bantuan bagi korban bencana alam di Taiwan...."
Tadinya Kong Hi ingin mencari jalan mudahnya saja dengan mengutus Siau Po ke
Taiwan mengantarkan bantuan uang, namun dia pertimbangkan sekali lagi.
" Dia mengeluarkan uang sebesar ini, tentunya karena merasa solider terhadapku
Bukan benar-benar mencintai rakyat sekeluarnya dari istana, kemungkinan dia akan
merasa menyesal Kalau dia pergi ke Taiwan membuang uang sebanyak dua ratus laksa
tail, mungkin dia ingin meminta modalnya kembali Kalau bisa malah sama bunganya
sekalian, " Maka dia segera mengubah kata-katanya,
"Merupakan tugas yang mudah sekali Tidak perlu kau yang berangkat sedangkan
pangkatmu sebagai Lu Ting Kong Tingkat satu juga tidak perlu diturunkan lagi. Diantara
kita toh masih ada tali persaudaraan yang erat Tidak perlu sungkan-sungkan."
Siau Po mengucapkan terima kasih. Dia menyembah satu kali kemudian berdiri
" Hamba mengeluarkan uang bantuan ini tidak lain karena mengembalikan sapi ke
kandangnya, sedangkan sri Baginda terpaksa mengurangi anggaran belanja keluarga,
ketulusannya saja sudah jauh berbeda."
Kong Hi menggelengkan kepalanya.
"Apa yang kau katakan tidak tepat, seluruh keperluan rumah tanggaku berasal dari
rakyat pula. Rakyat bersusah payah menghidupi aku maka sebagai pemimpin aku pun
harus memperhatikan kesejahteraan mereka. Kau makan dari mangkok majikanmu
maka kau harus setia terhadap majikanmu.
Aku makan dari mangkok rakyat maka aku harus setulusnya setia kepada rakyat
pula. Pepatah mengatakan 'Empat lautan penuh penderitaan, jodoh langit sampai di sini
saja.' Artinya, kalau rakyat susah, maka raja-nyalah yang tidak becus. Kalau langit
marah maka akupun tidak akan jadi raja lagi," katanya.
"Tidak, itu tidak mungkin terjadi"
"Hari ini kau bisa jadi pembesar dikarenakan budi yang kutanamkan. Hari ini aku bisa
menjadi kaisar dikarenakan budi yang diberikan oleh Thian. Kalau kau tidak becus
kerja, aku akan memenggal kepalamu. Kalau aku tidak mengurus rakyatku dengan baik,
Thian akan mencari seorang kaisar lain untuk menggantikan aku."
Kaisar Kong Hi mengambil sebuah buku lalu membalikkan halamannya,
"Isi buku ini bagus sekali Di dalamnya terdapat berbagai filsafat tentang kehidupan
seorang raja. Biarpun isinya lebih banyak mengandung sindiran, tapi aku menyetujui
pandangan pengarangnya. Dikatakan bahwa seorang raja biasanya menghendaki
rakyatnya bersikap baik, tidak boleh egois, jangan suka mencari keuntungan dari
penderitaan orang lain. Padahal dia sendiri suka mencari keuntungan dari penderitaan orang lain. Padahal
dia sendirilah manusia yang paling egois di dunia, dia pulalah manusia yang paling
banyak meraih keuntungan dari penderitaan orang lain.
Dan dia merasa bahwa peraturan yang dikeluarkannya itu merupakan peraturan
paling adil di dunia. Awal sikap ini saja sudah tidak baik, dan kalau dibiarkan akan
menjadi suatu kebiasaan. Dia merasa pandangannya selalu benar dan pandangan
orang di sekelilingnya pasti salah-"
"Itu kan raja yang jahat, kalau sri Baginda kan Niau seng Hi Tong, apa yang
dikatakannya sudah tidak benar" sahut Siau Po"He he Asal yang jadi raja, orang selalu menganggapnya Niau seng Hi Tong, siapa
yang mengaku dirinya tidak benar" Lagi pula, di samping raja yang rendah pasti ada
beberapa bawahannya yang kerjanya cuma menepuk pantat kuda saja. Dengan
demikian si Raja semakin tidak menyadari kekeliruannya," ejek Kaisar Kong Hi. _
Siau Po tertawa. "Untung sri Baginda ini barang tulen, murni Niau Seng Hi Tong, kalau tidak hamba
pasti dicap tukang menepuk pantat kuda"
Kaisar Kong Hi menghentakkan kaki kirinya keras-keras di atas tanah
"Kau memang ahlinya menepuk pantat kuda, masih tidak mau mengaku"
Menggelindinglah kau ke sana" katanya pura-pura marah
Siau Po tertawa sekilas, kemudian wajahnya berubah menjadi serius.
"Hong siang, hamba ingin memohon budimu yang besar agar boleh berlibur
beberapa lama. Hamba ingin menjenguk ibu hamba di Yang-ciu."
Kaisar Kong Hi tersenyum,
"Kalau kau masih mempunyai rasa berbakti kepada orang tuamu, itu memang sudah
seharusnya kau menjenguk beliau, Lagi pula kalau kemewahan tidak dibawa pulang ke
kampung halaman, ibarat mengenakan mantel bulu di tempat yang gelap, Memang
seharusnya kau pulang untuk menunjukkan kebanggaan di depan teman-teman
sekampungmu. Kau boleh pergi asal jangan lama-lama. Ajaklah ibumu ke Kota raja dan menetap di
sini. Aku akan menuliskan sepucuk firman agar ibumu mendapat kedudukan sebagai
ibu seorang pembesar siapa nama ayahmu yang sudah meninggal itu, kau sebutkan di
depan penasehatku, sebab Almarhum juga patut diberi bintang jasa, sebetulnya ketika
kau pulang ke Yang-ciu tempo hari, urusan ini sudah seharusnya diselesaikan
sayangnya saat itu kita terlalu sibuk mengurus Go sam Kui sehingga masalah ini
terbengkalai" katanya.
Kong Hi menduga bahwa Siau Po pasti tidak tahu bagaimana menulis nama
ayahnya, maka setelah bertemu dengan ibunya Siau Po baru meminta ibunya
menuliskan untuk diserahkan kepada Penasehat Raja, Meskipun Kaisar ini sangat
cerdas, namun dalam hal ini dia masih salah tebak- Siau Po bukan tidak bisa menulis
nama ayahnya saja, bahkan siapa ayahnya pun dia belum pernah tahu.
Siau Po mengucapkan terima kasih lalu mengundurkan diri- Dia pulang ke rumahnya
dan mengambil uang sebanyak seratus lima puluh laksa tail. Dia membawa uang itu
pada Bendahara Kerajaan dan mencap namanya dengan stempel merah yang telah
tersediaSetelah itu dia mengundang Su Cuan untuk menulis sebuah nama karangan sebagai
nama ayahnya bahkan lengkap sampai tiga generasi berturut-turut, Siau Po segera
menyuruh keluarganya bebenah kemudian berangkat hari itu jugaPada dasarnya anak muda ini memang mudah bergaul dengan siapa saja, otomatis
orang-orang yang mengantar keberangkatan mereka bukan main banyaknya.
Menjelang keberangkatannya, Siau Po teringat kembali akan uang seratus lima puluh
laksa tail miliknya yang disumbangkan.
Hatinya sedikit menyesal, maka dia menyuruh orang ke rumah The Kek song untuk
menagih lagi hutangnya, walaupun sisanya masih banyak, tapi Siau Po hanya berhasil
mendapatkan belasan ribu laksa tail dari orang itu
Tidak lama kemudian, rombongan itu pun berangkat Dari Kam Lu mereka tiba di
Tong Ciu. Di sana mereka menyuruh kereta-kereta mereka pulang, dan rombongan itu
melanjutkan perjalanan dengan kapal, perjalanan dilanjutkan ke arah selatan melalui
Tiam Cing, Leng cing dan melintasi sungai Ho Pada malam harinya kapal rombongan
berlabuh di dekat sai yang untuk beristirahat
Usai makan malam, Siau Po dan para istrinya berkumpul dalam kabin untuk
berbincang- bincang. Terdengar Su Cuan berkata.
"Siau Po, besok kita sudah sampai di Cun Ing. jaman dulu di kota ini ada seorang
yang memangku jabatan Cun Ing Hou...."
"Hm, pangkatnya masih lebih rendah daripada aku.." tukas Siau Po- Su Cuan
tertawa. "Tidak juga, orang ini pernah memangku jabatan sebagai ongya dan sebagainya.
Tetapi karena sang Raja takut dia akan memberontak maka pangkatnya diturunkan
menjadi Cun Ing Hou.... Orang ini bernama Han Sing, sangat terkenal pada jamannya."
"Ah, aku tahu. Dalam beberapa sandiwara yang kutonton, orang inilah yang menjadi
tokoh utamanya," sahut Siau Po"Memang betul, Orang ini mempunyai beberapa keahlian, jasanya pun besar sekali,
pendekar besar seperti Cu Pao ong saja kalah di tangannya, Sayang akhir nasibnya
mengenaskan, dia mati dibunuh oleh Kaisar dan Thay Hou," kata Su Cuan pula. Siau
Po menarik nafas panjang"Sayang.. Sayang.. Kenapa Raja membunuhnya" Apakah dia memang
memberontak?" tanyanyaSu Cuan menggelengkan kepalanya.
"Tidak- dia tidak memberontak Tapi Raja menganggap keahlian orang ini sudah
terlalu banyak, takut suatu hari dia akan memberontak-"
"Untung keahlianku terbatas sekali. Dalam segala hal sri Baginda melebihi aku, jadi
tidak mungkin beliau merasa iri Aku hanya melebihi sri Baginda dalam satu hal. Kecuali
yang satu ini, dia lebih unggul daripada aku," kata Siau Po.
"Dalam hal apa kau melebihi sri Baginda?" tanya A Ko"Aku mempunyai tujuh orang istri yang cantik jelita- Di dunia ini sulit mencari wanita
kedelapan yang secantik para istriku. Meskipun sri Baginda mempunyai rejeki yang
besar, tapi aku sebagai hambanya juga tidak kalah beruntung, cuma rejeki nya yang
lain, peruntunganku justru ada pada istri-istriku yang cantik,"
Dengan menebalkan muka Siau Po membual setinggi langit Istri- istrinya jadi geli
sehingga tertawa terkekeh-kekeh"Tidak tahu malu, memuji diri sendiri Kau memang pantas menjadi raja, tapi Raja
Monyet" goda Pui Ie"Betul, akulah Bi Hou ong (Raja Monyet cantik) dari Goa Cui Lian Tong. Aku


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memimpin serombongan nyonya-nyonya Monyet, putra- putri Monyet untuk melewatkan
hari-hari yang indah seperti dalam khayangan" sahut Siau Po.
Di saat mereka sedang bersenda gurau itulah muncul seorang prajurit yang berseru
dengan suara lantang. "Ada tamu yang memohon bertemu dengan Wi Tayjin"
Kemudian prajurit itu menyodorkan empat lembar kartu nama.
Su Cuan menerima kartu nama tersebut dan berbisik di telinga Siau Po"Mereka terdiri dari Ku Yan Bu, Lu Liu Liang dan kawan-kawan."
"Oh, rupanya rombongan Ku siansing Bagaimana pun aku harus bertemu dengan
mereka," kata Siau Po sambil memerintahkan pelayannya untuk mengundang para
tamu itu masuk dan menghidangkan minuman untuk mereka.
Siau Po sendiri segera masuk ke ruangan satunya untuk mengganti pakaian
kemudian baru menemui tamu-tamunya.
Ku Yan Bu dan yang lain-lainnya merupakan bawahan Go Ci yong di Yang-ciuPernah jiwa mereka hampir melayang, untung ada Siau Po yang menolong. Kalau Lu
Liu Liang memang baru kali ini bertemu dengan Siau Po- Di belakangnya mengikuti dua
orang anak muda. Mereka adalah anak-anak Lu Liu Liang, yakni Lu Pao Cung dan Lu
Hao Cung. Setelah saling memberikan penghormatan para tamu pun dipersilahkan duduk di
tempat yang telah disediakan Lu Pao Cung dan Lu Hao Cung berdiri di belakang ayah
mereka. "Kedatangan kami kali ini sebetulnya ingin mengajak Wi Hiocu merundingkan suatu
persoalan Tapi daerah ini kurang aman, kami khawatir banyak telinga dan mata yang
mengawasi kami. Bolehkah Wi Hiocu menyuruh tukang perahumu menjalankan kapal
ini sejauh beberapa li sehingga kita dapat berbicara dengan leluasa?" ujar Ku Yan Bu.
Ketika diadakan rapat besar membasmi kura-kura tempo hari. Ku Yan Bu ini pernah
terpilih menjadi Cong Kunsu oleh orang-orang gagah dari berbagai daerah. Namanya
sudah sangat terkenal di dunia kangouw. Dia sangat mengagumi Siau Po- Karena itu
Siau Po Segera menyetujui permintaannya. Dia menyampaikan pesan kepada Su Cuan dan
yang lainnya. "Jangan pergi sendiri Kalian boleh menggunakan perahu kecil ke tengah sungai
untuk berbicara. Tapi hati orang siapa tahu, sebaiknya kita waspada. Kapal kami akan
mengikuti dari belakang, kita bisa menjaga segala kemungkinan yang bisa terjadi," kata
Su Cuan memperingatkan. Siau Po ingat Ku Yan Bu mengatakan akan mengajaknya ke tempat yang sunyi,
hatinya memang agak curiga. Tapi kalau ada tujuh istrinya yang melindungi
perasaannya jadi agak tenang. Maka dia segera menyetujui usul Su Cuan.
Dia memerintahkan anak buahnya untuk menjalankan perahu kecil dan kapalnya ke
tengah sungai Alasannya pemandangan di tempat itu bagus sekali, siapa tahu Wi
Kongya akan mendapatkan ilham untuk menciptakan beberapa syair sedangkan sisa
perahu yang lain tetap menunggu di tempat semula.
Sesampainya di tengah sungai, Siau Po melihat ke sekeliling. Daerah itu memang
sepi sekali. Kecuali perahu dan kapalnya, tidak tampak adanya perahu atau kapal lain
yang berhilir mudik di sana, Siau Po memerintahkan para pelayannya untuk menunggu
di kabin belakang. Dia mengatakan bahwa dia tidak ingin pembicaraan dengan tamu-tamunya
terganggu Begitu semua pelayan pergi. Ku Yan Bu dan yang lainnya sekali lagi
mengucapkan terima kasih atas pertolongan Siau Po dulu, Siau Po bersikap rendah
hati. Dia mengatakan bahwa urusan kecil itu tidak perlu diungkit-ungkit lagi Dia juga
menceritakan urusan Go Liok Ki dan Tan Kin Lam yang telah dicelakai sampai
sejelasjelasnya. Ku Yan Bu serta kawan-kawannya memandang siauPo dengan mimik bingung.
"Gosip yang tersebar di dunia kangouw memang berlebihan. Ada desas-desus yang
mengatakan bahwa Wi Hiocu gila kedudukan dan tamak akan kekayaan sehingga
membunuh guru serta saudara seperguruannya sendiri saudara Ca, saudara Oey dan
aku sendiri tidak yakin dengan berita itu.
Bayangkan saja, dulu kami tidak begitu kenal dengan wi Hiocu, tapi Wi Hiocu
bersedia menempuh bahaya untuk menyelamatkan jiwa kami dengan membunuh si
Penjahat Go Ci yong. Orang yang berbudi luhur seperti Wi Hiocu ini mana mungkin tega membunuh
gurunya yang sudah seperti orang tuanya sendiri?" kata Ku Yan Bu.
"Ketika kami mendengar teman-teman dari dunia kangouw membicarakan hal ini,
kami selalu membela Wi Hiocu, Tapi mereka malah membantah, katanya dalam firman
raja saja terang-terangan telah dinyatakan bahwa kaulah yang membunuh gurumu, Wi
Hiocu, orang besar mana yang dalam hidupnya tidak diceritakan orang, terutama
keburukannya. Kau tidak perlu memasukkannya dalam hati. Bahkan Tio Kong saja
pernah difitnah sampai urusannya dibawa ke pengadilan," kata rekannya.
Siau Po tidak tahu siapa Tio Keng, terlebih-lebih tidak mengerti urusan apa yang
dibawa sampai ke pengadilan Tapi dia manggut-manggut saja seperti burung pelatuk"Wi Hiocu mengalami berbagai penderitaan dalam menangani setiap masalah.
Biarlah bila orang-orang tidak mengerti juga. Asal Wi Hiocu berhasil menunaikan
sebuah tugas yang maha besar, pada saat itulah mata orang-orang yang buta itu akan
terbuka," kata Lu Liu Liang. Dalam hati Siau Po berpikir" Tugas maha besar apa yang bisa kuselesaikan" Aduh Celaka Jangan-jangan
orang-orang ini juga menyuruhku mengatur rencana pembunuhan atas diri raja.
Bagaimana aku harus menolak mereka kali ini" sebaiknya aku berusaha menutup pintu
rapat-rapat " Maka dia berkata.
"Aku tidak mempunyai keahlian apa-apa, terlebih-lebih pendidikan Menulis saja aku
tidak bisa. Kalau melakukan apa-apa tidak pernah beres. Aku merasa kecewa sekali
terhadap diri sendiri. Kali ini aku justru merasa sudah tua sehingga ingin pulang ke
kampung halaman untuk pensiun."
Lu Hao Cung melihat usia Siau Po malah lebih muda beberapa tahun daripada
dirinya. Namun dia mengatakan bahwa dirinya merasa tua sehingga ingin pulang ke
kampung halaman untuk pensiun. Tentu saja dia jadi geli sehingga tidak dapat
menahan diri untuk tertawa. Ku Yan Bu dan yang lainnya juga merasa lucu, mereka
saling pandang sambil tersenyum.
"Masa depan wi Hiocu cerah sekali, usianya masih muda, orangnya gagah pula,
Kesalahpahaman sesaat bagi orang yang belum tahu tidak dapat dianggap dosa," kata
oey Li ciu. "Tidak bisa. Kalau keterusan bisa-bisa mencelakakan orang lain oey siansing,
bukankah kaupernah mengarang sebuah buku yang judulnya... aih pokoknya aku tidak
ingat lagi," kata Siau Po-oey Li ciu merasa heran
" orang ini buta huruf, tapi mengapa dia bisa tahu aku mengarang sebuah buku" tanyanya dalam hati- Namun dia menjawab juga.
"Memang betul."
"Di dalam bukumu itu terdapat berbagai makian terhadap para kaisar, bukan?" tanya
Siau Po cula. Oey Li ciu dan yang lainnya terkejut setengah mati.
" isi buku itu saja sudah diketahui oleh orang ini, jangan-jangan buntutnya bisa
membawa bencana, pikir mereka dalam hati.
"Bukan memaki para kaisar, tapi dalam bukunya Oey heng menjelaskan sikap
seorang raja yang baik dan mencela sikap raja yang jahat," kata Ku Yan Bu cepatcepat.
"Betul selama beberapa hari ini sri Baginda terus-terusan membaca buku karangan
Oey siansing. Beliau memuji isinya yang bagus, Beliau juga menyatakan
kekagumannya terhadap oey siansing. awat, jangan-jangan sri Baginda ada maksud
mengundangmu ke istana untuk menjadi Ahli sastranya," ujar Siau Po"Wi Hiocu hanya bergurau saja, mana ada urusan seperti itu?" kata oey Li Ciu.
Siau Po langsung menceritakan bagaimana Kaisar Kong Hi memuji isi buku itu dan
menjelaskan artinya kepada dirinya yang tidak becus membaca". Mendengar
keterangannya. Ku Yan Bu dan yang lainnya baru merasa lega.
"Ternyata Raja Tatcu juga bisa membedakan mana yang benar dan mana yang
salah" kata Oey siansing.
Siau Po segera mencengkeram kesempatan itu baik-baik,
"Memang betul si Raja Cilik mengatakan bahwa meskipun dia bukan Niau seng Hi
Tong, tapi kalau dibandingkan dengan raja-raja yang pernah memerintah selama
Dinasti Beng, dirinya masih lebih unggul, selama dia menjadi raja, hari-hari yang
dilalui rakyat jauh lebih baik dibandingkan dengan hari-hari yang dilalui rakyat selama
pemerintahan Dinasti Beng, Aku tidak punya pendidikan tidak ada pengetahuan sama
sekali Maka aku juga tidak tahu apa yang dikatakannya benar atau tidak-"
Ku Yan Bu, Li Liu Liang dan yang lainnya saling memandang. Terbayang kembali di
benak mereka masa-masa pemerintahan Dinasti Beng, sejak Beng Thaycou menjadi
kaisar sampai Raja Beng yang terakhir memang selalu timbul masalahTiraikasih
website http://cerita-silat.co.cc/
Kalau bukan pembunuhan secara besar-besaran, rakyat pasti banyak yang mati
kelaparan Beberapa diantaranya malah hanya mementingkan kesenangan dirinya
sendiri sehingga rakyat menderita. Mana ada yang sanggup menandingi Kaisar Kong
Hi" Keempat tamu Siau Po ini merupakan sisa orang-orang gagah jaman Dinasti Beng.
semuanya hapal sekali sejarah kerajaan Beng, Mereka juga tidak mau membohongi hati
kecilnya sendiri, maka terpaksa mereka menganggukkan kepalanya membenarkan apa
yang dikatakan Siau Po barusan.
"ltulah, sri Baginda orangnya baik, saudara-saudara dari Thian Te hwee juga baik-sri
Baginda menyuruhku membasmi perkumpulan Thian Te Hwee, namun dengan cara
apapun aku menolaknya. Dan ketika saudara-saudara dari Thian Te hwee
merencanakan pembunuhan atas diri raja, aku juga menolaknya. Akhirnya kedua pihak
sama-sama menyalahkan diriku. Bayangkan saja bagaimana sulitnya aku jadi orang"
setelah mempertimbangkan sekian lama, belakangan aku mengambil keputusan untuk
pensiun dan kembali ke kampung halaman," kata Siau Po"Wi Hiocu, kedatangan kami kali ini bukan ingin memintamu merencanakan
pembunuhan atas diri raja" ujar Ku Yan Bu menjelaskan, Siau Po gembira sekali
mendengarnya. "Bagus Asal bukan merencanakan pembunuhan atas diri raja, urusan lainnya aku
tidak akan menolak- Entah urusan apa yang saudara sekalian inginkan bantuanku?"
Ku Yan Bu membuka jendela kabin itu, kepalanya melongok ke luar pandangan
matanya beredar Dia melihat keadaan masih sunyi senyap seperti tadt, maka dia
berkata. "Kami ingin mengajukan permohonan agar Wi Hiocu bersedia mengangkat diri
sendiri sebagai raja"
Prang cawan arak di tangan Siau Po terlepas seketika. Dia benar-benar terkejut
mendengar permintaan itu.
"Kalian tentu sedang bergurau bukan?" tanyanya tidak percaya.
"Tidak ada setitik pun niat kami untuk bercanda, selama beberapa bulan ini kami
selalu melakukan perundingan Kami merasa semangat Beng sudah pudar, semakin hari
rakyat sudah semakin melupakan dinasti yang terdahulu.
Rupanya raja-raja dari Dinasti Beng telah membuat rakyat sedemikian sengsaranya
sehingga mereka merasa benci mengenang kembali- Tapi Raja Tatcu telah menguasai
negeri kita. Bangsa kita dipaksanya untuk mengepung rambut dan mengenakan
pakaian adat merekaHati kami tentu saja merasa tidak puas diperlakukan sedemikian rupa- Wi Hiocu
sekarang telah menjabat sebagai panglima Besar, prajurit yang dibawahi Wi Hiocu pasti
banyak sekali, Lagi pula. Raja Tatcu sangat mempercayai Wi Hiocu, Asal Wi Hiocu
bersedia memimpin pasukannya menyerbu istana dan merebut tahta kerajaan, kami
yakin rakyat di seluruh negeri akan memberikan dukungan kepada Wi Hiocu," kata Li
Liu Liang. Rasa terkejut dalam hati Siau Po masih belum hilang juga. Berkali-kali dia
menggoyangkan tangannya "Aku... aku tidak mempunyai peruntungan sebagus itu, Lagi pula aku tidak sanggup
menjadi raja," sahutnya dengan suara gemetar.
"Wi Hiocu orangnya bijaksana. Peruntungannya malah lebih bagus lagi. Dalam dunia
ini, kecuali Wi Hiocu, tidak ada orang Bangsa Han lainnya yang sanggup menjadi raja,"
kata Ku Yan Bu ikut membujuk.
Jumlah rakyat Han di negeri inijauh lebih banyak dari rakyat Boan ciunya sendiri
seratus orang melawan satu orang, masa tidak menang" Tempo hari Go sam Kui
pernah memberontak sayangnya dialah si pengkhianat bangsa yang menyerahkan
negeri kita ke tangan orang asing sehingga rakyat membencinya- itulah sebabnya dia
mengalami kegagalan, sedangkan wi Hiocu pandai bergaulBelum lama ini berhasil mengusir serdadu-serdadu Lo sat pula. Nama Wi Hiocu
sudah berkumandang di mana-mana, ibarat matahari yang memancarkan sinarnya.
Asal Wi Hiocu sudi menganggukkan kepala, kami akan sebera menghubungi rekanrekan
sejalan dari berbagai daerah untuk memberi dukungan kepada Wi Hiocu," kata Li
Liu Liang. Hati Siau Po berdebar-debar, dalam mimpi pun dia tidak pernah membayangkan
pada suatu hari akan datang orang yang menyarankannya mengangkat diri menjadi
raja, untuk sesaat tampak dia merenung.
"Aku ini keturunan anak jalanan, keahlianku hanya memaki orang dan bermain judi,
setelah menjadi panglima saja sudah banyak orang yang merasa tidak puas, apalagi
kalau aku menjadi raja?" sahutnya.
Setelah berdiam diri sesaat, dia melanjutkan kembali,
"Untuk menjadi raja, nasib seseorang sudah digaris oleh Yang Kuasa,
Peruntunganku tidak sebaik itu. Karena Pek Ji (Hitungan tanggal lahir) kujuga tidak
tepat, seorang peramal pernah mengatakan, kalau aku sampai menjadi raja, umurku
tidak akan lebih dari tiga hari."
Lu Hao Cung mendengar anak muda ini suka mengoceh sembarangan tanpa dapat
menahan diri dia tertawa lagi.
"Bolehkah Wi Hiocu menyebut tanggal, bulan dan tahun kelahiran Wi Hiocu" Nanti
kami akan mencari seorang peramal yang ahli untuk menghitungnya sekali lagi," kata
Ca siansing. Mereka tahu bahwa Siau Po tidak pernah mengenyam pendidikan, juga tidak
mempunyai pengetahuan yang luas- Kalau mereka bilang hitam dia hanya tahu cara
berdebat sampai orang itu mengaku putih. Demikian pula sebaliknya. Tapi kalau
mereka berhasil menyuap seorang peramal, mungkin Siau Po akan mempercayai
ocehan orang itu. siapa sangka jawaban Siau Po tidak sesuai dengan keinginan
mereka. "Hanya ibuku yang tahu tanggal, bulan dan tahun kelahiranku Begitu sampai di kota
Yang-ciu, aku akan menanyakannya."
Ku Yan Bu dan yang lainnya tahu dia sengaja menjawab sembarangan maka mereka
terpaksa mendesak terus. "Bagi seorang pendekar sejati ucapan seorang peramal hanya main asal tebak saja.
Bahkan kaisar pertama dari Dinasti Han paling tidak percaya segala macam takhyul,
orangnya sederhana dan suka mengikuti apa adanya saja," kata Li Liu Liang.
Dalam hati dia berpikir, " Kau mengaku sebagai anak jalanan, sebetulnya itu tidak
menjadi persoalan Kaisar pertama juga anak jalanan, dia malah terkenal suka memaki
orang seenaknya dan gila judinya melebihi engkau, tapi akhirnya dia bisa menjadi raja
juga, -Siau Po mengibaskan tangannya beberapa kali.
"Kita semua kan kawan baik, jadi biar aku katakan terus terang kepada kalian.,."
Sambil berbicara dia mengusap-usap kepalanya sendiri,
"Mulutku ini masih ingin merasakan nasi selama berpuluh-puluh tahun. Di bagian
atas mulut ini masih ada sepasang mata yang ingin kugunakan untuk menonton
sandiwara dan menyaksikan wanita yang cantik-cantik. Di samping itu masih ada
sepasang telinga yang masih akan kugunakan untuk mendengar nyanyian dan bisikan
mesra istri-istriku. Kalau aku bermaksud menjadi raja, kemungkinan panca inderaku ini tidak bisa
bertahan lama, seandainya batok kepala ini sampai terpenggal saja, semua ini sudah
jadi kacau, Lagi pula, apa enaknya sih jadi raja" Begitu mendengar Taiwan diserang
badai, hatinya langsung sedih.
Mengetahui ada orang yang akan melakukan pemberontakan di Hun Lam, kepalanya
jadi pusing. jadi Raja itu repot, menderita dan tidak menyenangkan pokoknya aku tidak
suka menjadi raja." Ku Yan Bu dan yang lainnya saling memandang, mereka merasa apa yang dikatakan
Siau Po memang benar. Kalau anak muda ini kurang besar jiwanya Lagi pula enggan
memahami penderitaan rakyat, untuk apa membujuknya menjadi raja" Bisa-bisa
semuanya semakin berantakan.
Sesaat kemudian, terdengar Ku Yan Bu berkata pula.
"Urusan ini besar sekali, untuk sesaat memang sulit diambil keputusannya...."
Baru berkata sampai di sini, tiba-tiba terdengar suara tiupan terompet Ternyata ada
belasan ekor kuda yang sedang memacu ke arah utara. Malam itu sunyi sekali
Istana Pulau Es 19 Kuda Binal Kasmaran Serial Tujuh Senjata Karya Gu Long Heng Thian Siau To 5
^