Pencarian

Kaki Tiga Menjangan 8

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 8


bisa melihat aku lagi, sekarang aku ingin menggorek wajahmu terlebih dahulu, seperti
memotong telur rebus, Aku bisa membuat gambar bermacam-macam, umpamanya pipi
kiri kuukirkan seekor kura kura dan di pipi kanan aka kugambar setumpukan tahi
kerbau! Nanti kalau lukanya sudah kering bekas tidak dapat dihilangkan lagi, Kalau kau
berjalan keluar rumah, kau akan menjadi tontona ratusan bahkan ribuan orang, Saat itu
pasti semua orang akan memuji kecantikanmu, Betapa man dan mempesonanya putri
cilik Bhok onghu, Nah kau hendak membuka matamu atau tidak?"
Tubuh si nona semakin gemetar, tetapi matanya masih dipejamkan juga.
Melihat keadaan itu, Siau Po langsung menggumam seorang diri perlahan-lahan.
"Oh, rupanya nona ini menganggap wajahnya kurang cantik dan ingin aku meriasnya
agar mencapai kesempurnaan Baiklah, aku akan melaku-kannya, Sekarang, pertamatama
aku akan melukis seekor kura-kura!"
Di atas meja ada tersedia alat-alat tulis, Siau Po segera mempersiapkan bak tinta
serta pitanya, Semua itu peninggalan Hay kongkong yang tidak pernah dikutakkutiknya,
Seumur hidupnya baru kali ini Siau Po memegang sebatang pit. Karena itu,
cara menggenggam nya seperti memegang sumpit makan.
Sesaat kemudian si nona cilik merasa ujung pit bergerak-gerak di pipinya, Siau Po
sedang mencoba melukis seekor kura-kura, Air matanya mengalir semakin deras
sehingga warna tinta hitam mencair dan wajahnya jadi kotor tidak karuan.
"Sekarang aku sedang melukis seekor kura-kura!" kata Siau Po kembali, Dia tidak
menghiraukan perasaan takut si gadis cilik itu, "Nanti kalau aku sudah selesai melukis,
aku akan mengukirnya dengan mengikuti garisnya, Pisauku sangat tajam, kau tidak
perlu khawatir gambarku gagal, Nah, kalau sudah selesai dan kering, aku baru
membawamu berjalan-jalan di muka umum agar semua orang bisa memuji
kecantikanmu. Di depan pintu kota Tiang-An aku akan berteriak-teriak sekeraskerasnya:
Tuan-tuan sekalian, siapa yang ingin mempunyai lukisan kura-kura"
Harganya murah sekali Sehelai hanya tiga bun. Dengan demikian aku bisa
menghasilkan uang. Melukisnya juga tidak susah, Mungkin satu hari aku sanggup
melukis seratus helai gambar kura-kura. Mudah bukan mencari uang tiga ratus bun
untuk berfoya-foya setiap hari?"
Selesai berkata, Siau Po memperhatikan wajah si nona. Dia melihat alis orang itu
bergerak-gerak dan matanya berkedip-kedip menandakan hatinya, yang sedang
ketakutan Siau Po menjadi puas dan girang sekali Mulutnya tertawa lebar.
"Nah, sekarang giliran pipi kanan!" katanya kemudian "Tapi, kalau aku melukis
setumpuk kotoran kerbau, siapa yang sudi membelinya" Ah" sebaiknya aku melukis
gambar seekor babi. Ya, babi yang gemuk dan buntek, Pasti laris!" Lalu dia
mencoretcoret ujung pitnya di pipi si nona yanf satunya lagi. Dia menggambar binatang berkaki
empat, tapi tampangnya tidak mirip babi maupu anjing!
"Selesai!" katanya, Dia meletakkan pitnya di atas meja kemudian diambilnya sebuah
guntin yang ujungnya runcing dan dingin di pipi nona itu dan tentu saja dia hanya
menempelkannya saja. "Ayo, kau buka matamu atau tidak?" bentakn sekali lagi "Kalau tidak, aku akan mulai
mengukir!" Air mata si nona masih mengalir namun matanya tetap dipejamkan.
"Kau masih membandel juga?" kata Siau Po. Dia segera membalikkan guntingnya
dengan bagian pegangan di bawah dan diletakkannya ke pipi si gadis untuk
menggertaknya. Kuncu cilik merasa pipinya dingin dan agak sakit, Saking takutnya,
bukannya membuka mata, dia malah jatuh pingsan!
Siau Po terperanjat setengah mati. Dia khawatir gadis itu akan mati ketakutan
Cepatcepat dia meletakkan ujung jarinya di bawah hidung si nona yang bangir dan dia
merasa ada pernafasan yang lemah sekali. Hatinya lega sekali ketika mengetahui si
nona masih hidup. "Ah, dia hanya pura-pura mati," pikirnya dalam hati Kemudian dia berkata keraskeras,
"Sampai pingsan dia masih tidak mau membuka matanya juga, apakah aku Wi
Siau-po harus mengalah" Tidak! Tidak sudi aku kalah olehmu!"
Siau Po segera mengambil sehelai sapu tangan yang kemudian dibasahkan dengan
air lalu digunakan untuk membasuh wajah si nona, Dalam sekejap mata wajah si nona
jadi bersih kembali Siau Po dapat melihat selembar wajah yang putih dan cantik Bulu
matanya lentik, alisnya panjang, hidungnya mancung dan bentuk bibirnya mungil.
Terdengar dia menggumam seorang diri. "Kau seorang kuncu, sedangkan aku hanya
rakyat jelata, Tapi, bukankah kita sama-sama manusia?"
Rupanya karena terkena sentuhan air dingin, si nona siuman dari pingsannya,
otomatis dia membuka matanya, Mungkin untuk sesaat dia lupa telah terjatuh ke tangan
Siau Po. Ketika dia membuka matanya dan mendapatkan wajah thay-kam cilik itu begitu
dekat dengannya, dia terkejut setengah mati, Apalagi mata mereka sempat berpadu,
Cepat-cepat dia memejamkan matanya kembali.
"Ha.,, ha... ha... ha... ha!" Siau Po tertawa terbahak-bahak. "Akhirnya kau membuka
matamu juga! Ya, kau sudah melihat aku! Dengan demikian, akulah yang menang,
Benar kan?" Puas rasanya hati Siau Po. Tapi hanya untuk sekejapan saja, Akhirnya dia kecewa
juga, Karena nona itu tidak membuka matanya lagi. Dia berpikir untuk membebaskan
totokan gadis cilik itu tetapi dia tidak mempunyai kesanggupan!
"Aih, celaka." pikirnya dalam hati, Kemudian dia berkata kepada si gadis cilik, "Nona,
jalan darahmu telah ditotok oleh orang, tapi ia tidak membebaskannya ketika
menyerahkan kau padaku, Bukankah kau jadi tidak bisa makan dan bakal mati
kelaparan" Aku ingin menolongmu, tapi aku tidak bisa. Dulu aku pernah belajar ilmu
totokan, tapi sekarang aku sudah lupa! Bagaimana dengan kau Apakah kau mengerti
ilmu silat" Kalau kau tidak bisa, terpaksa kau harus menerima nasib dengan berbaring
di sini sampai kematian menjemputmu Tapi kalau kau bisa kedipkanlah matamu tiga
kali!" Selesai berkata, Siau Po memperhatikan gadis cilik itu lekat-lekat untuk menunggu
reaksinya. Sesaat kemudian tampak sulit wajah gadis itu bergerak dan dia mengedipkan
matanya tiga kali. Bukan main girangnya hati si thay-kam gadungan, Dia segera
berkata. "Tadinya aku kira orang-orang keluarga Bhok semuanya terdiri dari boneka kayu,
manusia-manusia tolol, otak udang. Apa pun tidak bisa. Kiranya kau berbeda, kayu cilik!
untunglah kau mengerti ilmu totokan!"
Siau Po mengatakan boneka kayu dan menyebut si nona dengan panggilan kayu cilik
sebab marga keluarga nona itu Bhok yang nada suaranya seperti dengan kayu.
Saking senangnya, Siau Po segera mengangkat tubuh si nona cilik kemudian
didudukannya di atas sebuah kursi.
"Sekarang kau lihat aku!" kataya dengan nada ramah, "Aku akan meraba seluruh
tubuhmu untuk membebaskan jalan darahmu, Kalau aku menunjuk bagian yang tepat
kau harus mengedip tiga kali, Kalau salah, kau harus membelalakkan matamu lebarlebar,
Dengan demikian aku baru bisa membebaskanmu, mengerti" Kalau kau paham
apa yang kumaksudkan kedipkanlah matamu tiga kali."
Nona itu dapat mendengar kata-katanya dengan jelas, Karena itu dia mengedipkan
matanya tiga kali. "Bagus!" seru Siau Po senang, "Sekarang aku akan mulai mencari jalan darahmu
yang tertotok!" Bocah ini bengal dan nakal, Kebiasaannya ini sudah sulit diubah, Begitu juga kali ini,
meskipun dia baru pertama kali bertemu dengan puteri bangsawan itu, tapi dia sudah
mengganggunya sedemikian rupa, Dia juga berani sekali sehingga perbuatannya mirip
dengan anak yang genit! Siau Po segera mengulurkan tangannya dan meraba payudara sebelah kanan gadis
cilik itu. "Di sini bukan?" tanyanya.
Wajah si nona cilik jadi merah padam Dia membelalakkan matanya lebar-lebar tanpa
berani berkedip sedikit pun.
Siau Po kembali menekan dada sebelah kiri gadis cilik itu.
"Apakah di sini?" tanyanya lagi.
Wajah si nona semakin jengah, Tapi karena sudah cukup lama dia membelalakkan
matanya, di tidak dapat bertahan lagi, tanpa dikehendaki mata nya berkedip satu kali.
"Oh, di sini rupanya!" kata Siau Po.
Tapi si nona segera membelalakkan matanya kembali. Dia merasa malu sekali, Tapi
mulutnya tidak dapat berbicara untuk menjelaskan kepada Siau Po. Dia malah jadi
kebingungan Kedua anak itu masih di bawah umur, Tetapi biasanya memang anak perempuan
lebih cepat matang daripada anak Iaki-laki. sedangkan Siau Po dibesarkan dalam
rumah pelacuran. Meskipun belum mengerti, tetapi dia sering melihat perbuatan apa
saja yang sering dilakukan para laki-laki hidung belang bersama nona-nona yang
disewanya. Senang hati Siau Po melihat si nona merasa malu dan kebingungan. Tiba-tiba dia
teringat ke-pahitan yang pernah dialaminya di Kangou juga cekalan tangan Pek Hanhbng
yang menjadi Ke-cing keluarga Bhok.
Tnilah waktu yang tepat untuk membalas dendam!" pikirnya dalam hati.
Sebetulnya Siau Po tidak genit, tetapi dia sering dipengaruhi wataknya yang usil dan
suka mengganggu Karena itu dia sengaja meraba tubuh nona itu kesana kemari
sehingga si kuncu cilik tidak berani mengedipkan matanya sekalipun. Bahkan keringat
dingin mulai membasahi seluruh tubuhnya.
Tepat pada saat itu Siau Po menotok iga kiri-nya. Si nona kegelian sekaligus senang,
karena kali ini Siau Po menotok dengan tepat, Karena itu pula cepat-cepat dia
mengedipkan matanya tiga kali lalu menarik nafas panjang pertanda kelegaan hatinya.
Siau Po tertawa lebar sembari berkata.
"Nah, benar di sini! sebetulnya bukan aku tidak tahu jalan darah ini, tapi entah
kenapa aku sampai melupakannya!"
Tiba-tiba sebuah ingatan melintas dalam benaknya.
"Sekarang jalan darahnya sudah bebas, Entah sampai di mana tingginya kepandaian
nona cilik ini. Yang pasti ilmu silatku sendiri masih rendah sekali sebaiknya aku
meningkatkan kewaspadaan sebab ada kemungkinan dia akan menyerang aku secara
mendadak!" Siau Po bekerja dengan gesit. Dia segera mengambil dua buah ikat pinggang.
Kemudian dia melipatkan sepasang kaki gadis cilik itu erat-erat dan kedua tangannya
pun dilipatkan ke bagian belakang kursi.
Kuncu cilik itu tidak memberontak meskipun diperlakukan sedemikian rupa, Dia
hanya merasa khawatir sebab tidak tahu hinaan apa lagi yang akan ditimpakan Siau Po
pada dirinya, Karena itu dia memandangi Siau Po dengan sinar mata ketakutan.
Siau Po tertawa. "Kau takut padaku, bukan?" tanyanya, "Karena kau takut, baiklah! Lohu akan
membebaskan totokanmu!" Lalu dengan seenaknya dia meraba ketiak kiri nona itu
kemudian ditekan-tekannya.
Si nona tercekat hatinya, apalagi dia memang mudah geli, wajahnya menjadi merah
padam karena menahan rasa ingin tertawa, Dalam keadaan demikian mana mungkin
dia tersenyum" Hatinya merasa mendongkol malu juga takut, Namun karena ia tidak
dapat bergerak, terpaksa dia mendiamkan saja orang mempermainkannya.
Siau Po yang jahil berkata kembali.
"Sebetulnya aku seorang ahli dalam ilmu totokan maupun membebaskannya. Hanya
saja akhir-akhir ini aku repot sekali sehingga aku sampai hampir lupa semuanya, Tapi
ini kan urusan kecil, betul tidak" Nah, sekarang kau katakan, benarkah ini cara
membebaskanmu dari totokan?"
Dia meraba lagi dan sekaligus mengge1ktik.
Kuncu cilik itu merasa kehilangan namun dia bertahan sekuatnya, Dalam hati dia
memaki, "Dasar kau yang tidak becus! Tapi kau masih mengoceh sembarangan Mana
ada orang yang membebaskan totokan dengan cara konyol seperti ini?"
Tentu saja Siau Po tidak tahu jalan pikiran si nona cilik itu. Dia berkata kembali:
"Memang ilmu totokanmu ini sangat istimewa dan hanya bisa memperlihatkan hasil
apabila dilakukan pada diri orang dari kalangan atas, Kau hanya seorang budak kecil,
bukan keturunan luhur atau kalangan atas, jadi ilmuku ini tidak membawa faedah
padamu, Baiklah, sekarang kita coba ilmu yang nomor dua!"
Kembali Siau Po meraba ketiak si nona dan menekan-nekannya, Nona cilik itu
sungguh menderita. Di samping geli, dia juga merasa sakit. Air matanya sampai
bercucuran Rasa nyeri membuatnya sukar tertawa.
"Ah! Masih tidak jalan juga!" kata Siau Po. "llmu yang nomor dua tidak membawa
hasil juga, Benar-benar hebat! Mungkinkah kau hendak kelas tiga" Tidak ada jalan lain
kecuali mencoba ilmuku yang ketiga!"
Ucapannya dibuktikan Si nona kembali merasakan siksaan. Tangan si bocah kembali
menggerayangi seluruh tubuhnya, tetapi hasilnya tetap tidak menggembirakan
Ilmu totokan harus dipelajari dengan tekun dan memakan waktu, Demikian juga ilmu
membebaskannya, Orang harus memahami seluruh jalan darah yang ada dalam tubuh
serta tidak boleh melakukan kesalahan. Mending kalau membebaskan, boleh
sembarang memijit di sana-sini, tapi kalau menotok, harus mengetahui jalan darah yang
tepat. Sebab bila salah melakukannya, bisa mengakibatkan kematian Siau Po mengalami
kegagalan berkali-kali. Meskipun dia mengerti sedikit ilmu silat, tapi dia buta sama
sekali dalam ilmu totokan Dia hanya main terka saja.
"Kurang ajar!" katanya sengit "Aku sudah mencoba sampai ilmuku yang kedelapan
namun masih tidak juga berhasil Eh, mungkinkah kau ini budak kelas sembilan" Aku
orang yang berderajat tinggi, tidak bisa aku menggunakan ilmuku yang kesembilan
sembarangan Rupanya kalian orang-oran dari Bhok onghu hanya bangsa kutu busuk,
Ya... ap boleh buat Aku tidak bisa memperdulikan rasa harga diriku, Akan kucoba
ilmuku yang ke sembilan!"
Kali ini Siau Po tidak menekan-nekan lagi, dimenyentilkan jari tangannya kesana-sini
sambil ber-kata, "lni yang disebut ilmu bunga kapas!" Dia mengulangi sampai belasan kali.
Mendadak si nona menjerit keras dan menangis sesenggukkan Bukan main
girangnya hati Siau Po sampai dia berjingkrakan.
"Nah, apa kataku?" serunya, "Oh, anak manis, Kiranya anggota keluarga Bhok ongya
hanya budak kelas sembilan Pantas saja kau hanya bisa dibebaskan dengan ilmuku
yang ke sembilan pula!"
"Kau.,, kaulah budak... dari ke!as... sem... bilan!" Seru gadis cilik itu terbata-bata,
Dia merasa mendongkol sekali tetapi dia berteriak sembari menangis sehingga ucapannya
tidak lancar "Kau.... kaulah... budak... ke.,.las sembilan!" ucap Siau Po meniru kata-kata gadis
cilik itu, setelah itu dia tertawa terbahak-bahak.
Selagi si nona masih terisak-isak, Siau Po berkata kembali "Aku sudah lapar,
Tentunya kau ingin makan juga, Baiklah! Aku akan mencarikan makanan untukmu!"
Untuk mencari makanan, tidak ada kesulitan sama sekali bagi Siau Po. Dia adalah
kepala bagian Siang-sian tong. Dia tinggal membuka mulut dan memintanya dari koki
istana. Dia memang sering dimanjakan para koki dan sering dibawakan makanan yang lejatIezat, sebelumnya dia juga senang keluyuran sehingga tahu nama hidangan yang ter
kenal dan disukainya, Dia juga banyak tahu tentan kue dan roti, Dia tidak menemukan
kesulitan karena uangnya banyak.
Itulah sebabnya tidak lama kemudian dia sudah kembali lagi ke kamar dengan
membawa beberap macam kue.
"Nah, mari kita makan ini!" ajak Siau Po. "lni kue kacang hijau dengan aroma bunga
mawar Rasanya lezat sekali. Cobalah!".
Si kuncu cilik menggelengkan kepalanya.
"Bagaimana dengan yang ini?" Siau Po menunjuk kue lainnya. "lni kue kacang
kedelai, tempatmu, Inlam, kue semacam ini pasti tidak ada Cobalah!"
"Aku... aku tidak... ingin ma... kan apa-apa" sahut si nona cilik yang akhirnya
membuka suara juga. Namun setelah itu, kembali dia menangis terisak-isak.
Mendengar suara tangisan itu, kekesalan dalam hati Siau Po agak berkurang.
"Kalau kau tidak makan, tentunya kau akan kelaparan Hal itu membahayakan!" kata
Siau Po dengan nada sabar.
"A...ku tidak la.,.par," sahut si nona.
"Nanti kau sakit!"
"Tidak, aku tidak sakit...."
"Ah... aku tidak percaya," kata Siau Po yang suka melayani nona cilik itu berbicara
sebab setiap ucapannya mendapat sambutan.
"Perduli apa aku sakit" Aku lebih suka mati!"
"Tidak! Kau tidak akan mati!"
Tepat pada saat itu, di pintu terdengar suara ketukan. Suaranya perlahan sekali, tapi
Siau Po dapat mendengarnya dengan jelas. Dia tahu saatnya thay-kam datang
mengantarkan makanan, Dia khawatir nona itu akan menjerit Karena itu dia segera
mengeluarkan sehelai sapu tangan yang kemudian digunakan untuk menyumpal mulut
si nona cilik. Setelah itu baru dia berjalan menuju pintu dan membukanya sedikit.
"Hari ini aku ingin mencoba masakan In lam. Beritahukan kepada koki istana, minta
dia menyediakannya!"
"Baik!" sahut si thay-kam kecil yang langsung mengundurkan diri.
Di dalam istana, terdapat banyak pelayan, semuanya dilakukan serba cepat. Karena
itu sebentar saja pesanan Siau Po sudah diantarkan.
Siau Po sendiri yang mengatur hidangan di atas meja yang ada di hadapan si nona.
Dia sendiri langsung duduk di depannya, Terlebih dahulu dia melepaskan sapu tangan
yang menyumpal mulut gadis cilik itu.
"Mari makan!" katanya.: "lni daging kambing, ikan dan daging babi! Nah, itu sup yang


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

enak sekali...." Siau Po langsung menyendoknya untuk dicicipi Mulutnya
memperdengarkan suara seperti sedang menikmati dengan Iahapnya.
Secara diam-diam Siau Po melirik ke arah gadi cilik itu. Si kuncu duduk berdiam diri.
Malah air matanya masih menetes sekali-sekali, Tampaknya dia benar-benar belum
lapar. "Aih!" kata Siau Po yang mulai kehilangan rasa sabarnya. "Mungkinkah seorang
budak kelas sembilan tidak bisa menikmati hidangan nomor wahid dan harus
menyantap ikan busuk dan daging basi Lihat! Semur hidangan ini termasuk kelas satu.
Tapi, tidak apa-apa. sebentar aku akan menyuruh orang menyediakan daging basi dan
ikan busuk saja. Mungkin kau mau memakannya!"
"Aku tidak makan hidangan busuk!" sahut nona yang akhirnya membuka mulut juga.
"Tentu kau suka ikan busuk dan daging bau" kata Siau Po sengaja memanaskan hati
orang. "Jangan sembarangan bicara!" teriak nona itu "Aku tidak suka makanan bau!"
Siau Po mengambil sepotong kepiting kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya.
"Sedap!" katanya, tapi ketika si kuncu masih juga belum memperlihatkan reaksi apaapa,
d meletakkan sumpitnya kembali lalu duduk merenung, otaknya bekerja
memikirkan akal apa yang harus digunakannya untuk menghadapi si putri bangsawan
ini. Tidak lama kemudian, thay-kam kecil yang mengantarkan hidangan tadi datang
kembali. Kali ini dia membawa masakan khas Inlam sepoci teh keluaran wilayah itu. Dia
juga menyebutkan namanya satu per satu.
"Mari makan!" kata Siau Po setelah mengunci pintu rapat-rapat, Dia kembali
mengatur hidangan yang baru dibawakan di atas meja. "Semua ini masakan ala In lam.
silahkan kau mencobanya!"
Kuncu tertarik. Semua hidangan itu berasal dari kampung halamannya, Dia
menyukainya. Tiba-tiba saja seleranya muncul, Tetapi, ketika dia ingat perbuatan bocah
itu terhadapnya, hatinya menjadi sebal. "Tidak! Aku tidak mau makan! Biar dia
membujukku dengan cara apa pun!" janjinya diam-diam.
Siau Po menjemput sepotong ham dengan sumpitnya kemudian disodorkannya ke
mulut si nona. "Bukalah mulutmu!" katanya sembari tertawa.
Bukannya membuka mulut, si nona malah mengatupkannya erat-erat, Si bocah
memang jahil, dia sengaja mengoleskan ham yang berminyak itu ke bibir si nona kecil
itu. "Makanlah! Setelah makan, nanti aku akan membuka ikatanmu!" katanya membujuk.
Memang nona cilik itu baru bisa berbicara, Anggota tubuh lainnya belum bisa
bergerak karena belum terbebas dari totokan, Nona itu tidak mengatakan apa-apa,
hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Siau Po menaruh potongan ham kembali ke piring, dia mengangkat mangkok sup
yang isinya masih mengepul saking panasnya.
"Kau lihat sup ini masih panas sekali Kalau kau makan, aku menyuapimu sesendok
demi sesendok, tapi kalau kau tidak sudi, hm!" katanya kesal.
Tanpa menanti jawaban, dia memencet hidung si nona cilik kemudian menyendok
kuah sup dan menyodorkannya ke mulut si nona, Dalam keadaa terpaksa, mau tidak
mau si nona membuka mulutnya.
"Kau lihat, bagaimana panasnya sup ini Perut mu bisa melepuh karenanya!" kata
Siau Po sambi menyuapi sup ke mulut si nona, Kemudian di melepaskan pencetannya
di hidung agar nona itu dapat bernafas.
Setelah menarik nafas panjang beberapa kali nona itu menangis lagi.
"Kau... kau telah menggores wajahku!" katany jengkel "Aku tidak mau hidup lagi!
Wajahku jadi jelek...!"
"Oh, kiranya kau menyangka aku benar-benar mengukir wajahmu dengan pisau!"
pikir Siau Po Kemudian dia tertawa lebar dan berkata, "Biarpun wajahmu telah diukir,
tapi gambar kura-kura itu mungil dan indah sekali Kalau kau berjalan depan umum, aku
yakin setiap orang akan menatapmu dengan terpesona dan tidak henti-hentinya
memujimu!" "Mereka menatapku seperti makhluk aneh dan bersorak karena wajahku yang jelek!"
teriak si nona sembari menangis terus, "Aku lebih suka mati saja...."
"Aih! Rupanya kau tidak suka gambar kura-kura yang demikian mungil," kata Siau Po
menggoda, "Kalau begitu, buat apa tadinya aku mengasah otak capek-capek, Lebih
baik aku mengukir sekuntum bunga saja."
"Mengukir sekuntum bunga" Bunga apa" Aku toh bukannya kayu!" sahut si nona
kesal "Bagaimana bukan kayu kalau margamu saja Bhok?" sepertinya telah terangkan
sebelumnya bahwa lafal huruf Bhok sama artinya dengan kayu.
"Memang benar aku she Bhok, tapi bukan Bhok" kayu!" sahut si nona membantah
"Marga Bhok keluarga kami ada tiga titik air di sampingnya."
Siau Po buta huruf, Dia tidak tahu bagaimana bentuk huruf Bhok, tapi mendengar
marga nona itu ada tiga titik air di sampingnya, timbul lagi rasa isengnya.
"Kalau kayu di rendam dalam air, lama-lama kan akan menjadi kayu busuk?"
Nona cilik itu menangis lagi, Dia benar-benar kewalahan adu mulut dengan si thaykam
gadungan, "Aih! Kenapa harus menangis" Lebih baik kau panggil aku kakak yang baik sebanyak
tiga kail Nanti aku akan menghapus kura-kura di wajahmu sehinga bersih kembali dan
dijamin tidak ada bekasnya sedikit pun!"
Wajah si nona menjadi marah karena jengahnya.
"Mana mungkin bisa dihapus?" sahutnya lirih, "Kalau kau menghapusnya lagi, bisa
jadi apa wajahku ini?"
"Kau jangan khawatir.." kata Siau Po senang karena kata-katanya mulai termakan
oleh gadis cilik itu. "Aku mempunyai obat penghapus yang mujarab, kalau bagi seorang
dari golongan tingkat atas, bekas luka kura-kura seperti wajahmu ini pasti sulit
dihapuskan lagi, tapi bagi budak kelas sembilan seperti kau ini, tidak menjadi
persoalan!" "Aku tidak percaya kata-katamu. Kau memang manusia paling jahat!" sahut si nona.
Siau Po tidak melayaninya. "Ayo, kau,mau panggil aku kakak yang baik atau tidak?"
Wajah si nona semakin merah, dia merasa malu namun kepalanya menggeleng.
Siau Po gadis cilik itu merasa jengah, Dia tertarik melihat tampang si gadis yang
lugu. Semakin suka dia menggodanya.
"Kura-kura kecil itu baru diukir, masih mudah menghapusnya," katanya kembali.
"Tapi kalau dibiarkan terlalu lama, pasti sudah meresap, Apala kalau ekornya sudah
tumbuh, Wah! Kau pasti menyesal karena sudah terlambat!"
Para gadis umumnya menyukai kecantikan. Tidak terkecuali si nona bangsawan dari
keluarga Bhok, Meskipun dia merasa bingung dan ragu-ragu, tapi ia memperhatikan
Siau Po lekat-lekat. Agaknya dia mulai termakan kata-katanya thay-kam gadungan itu. Dia juga merasa
takut kalau kura-kura di wajahnya benar-benar tumbuh ekor.
"Apa... kau tidak berbohong?" tanyanya kemudian.
"Membohongimu?" kata Siau Po dengan tampang serius, "Untuk apa" Malah
semakin cepat kau memanggilku kakak yang baik, aku akan segera menghapus kurakura
di wajahmu itu agar terlihat cantik kembali seperti sediakala, Nah, sebaiknya kau
cepat-cepat memanggil aku kakak yang baik!"
Tapi... kalau... kalau.,, kau menghapusnya kurang sempurna. Dengan apa kau akan
mengganti kerugianku?" tanya si nona cilik sangsi.
"Jangan khawatir Aku akan menggantimu dua kali lipat!" sahut si bocah nakal "Betul!
Aku akan memanggilmu adik yang baik sampai enam kali berturut-turut!"
Wajah si nona kembali merah padam Dia merasa malu sekali.
"Ah, kau memang busuk! Aku tidak mau...!"
"Aih! Kau masih saja sangsi! Sayang sekali..!"
Nona itu memperhatikan si thay-kam cilik Iekat-lekat, sedangkan Siau Po juga
sedang menatapnya. "Bagaimana kalau kita atur begini saja. sekarang kau memanggil aku satu kali dulu
kakak yang baik, Setelah selesai menghapus kura-kura di wajahmu itu, kau memanggil lagi
satu kali. Berarti keseluruhannya sudah dua kali, Pada waktu itu aku akan mengambil
cermin untuk kau lihat sendiri hasilnya, Kalau kau sudah merasa puas dengan hasil
kerja ku, kau boleh memanggil aku kakak yang baik sekali lagi, Mungkin pada waktu itu,
kau akan kegirangan setengah mati sehingga kau akan memanggil aku kakak yang baik
sampai belasan kali!"
"Tidak! Tidak!" sahut si nona cilik, "Kau suda bilang tiga kali, mana boleh ditambah
lagi?" Siau Po tertawa. "Baiklah! Tiga kali, ya tiga kali!" katanya, "Nah, cepatlah kau memanggil aku
sekarang!" Si nona menatap Siau Po. Bibirnya bergerak gerak namun tidak ada sedikitpun suara
yang keluar. "Ayo!" desak si bocah nakal, "Panggillah aku kakak yang baik! Apa sih susahnya"
Aku toh tida menyuruh kau memanggil aku, paman yang baik atau paman yang tua.
Cepat! Kalau kau masih berlama-lama, nanti harganya akan kunaikkan lagi!"
Nona itu kena digertaknya, Dia merasa takut.
"Baiklah! sekarang aku akan memanggil kau satu kali terlebih dahulu," katanya
kemudian. "Setelah selesai kau memperbaiki wajahku, nanti aku akan memanggil dua
kali lagi!" Siau Po pura-pura menarik nafas panjang.
"Kau benar-benar pandai menawar!" katanya, "Baiklah, Aku terima tawaranmu itu,
Aku adalah seorang pedagang yang baik, bayar di muka atau belakangan sama saja!"
Nona cilik itu memejamkan matanya.
"Kakak,.," terdengar suaranya yang merdu dan lirih, tapi dia tidak melanjutkan
katakatanya. wajahnya semakin merah saking jengahnya.
"Kenapa kau memanggilnya setengah jalan?" tanya Siau Po menggoda, "Mana
sambungannya?" Wajah si nona semakin merah.
"Aku pasti memanggilnya," sahutnya, "Aku tidak akan membohongimu...."
Siau Po tertawa. "Yang... baik!" kata si nona melanjutkan panggilannya.
"Bagus!" seru Siau Po. "Kau tidak mengelabui aku. sekarang juga aku akan
memperbaiki wajahmu Akan kulakukan dengan mengerahkan segenap kemampuanku
agar kau tambah manis!"
"Sudahlah!" kata si nona. "Jangan mengoceh yang bukan-bukan lagi, Bukankah aku
sudah memanggilmu kakak?"
Kembali Siau Po tertawa, Dia langsung membuka kotak obat peninggalan Hay
kongkong, Di dalamnya terdapat banyak botol-botol kecil, Satu per satu botol-botol itu
dikeluarkannya kemudian dituangkan isinya sedikit demi sedikit Lagaknya seperti
seorang tabib yang sedang meracik obat.
Si nona memperhatikan dengan diam-diam Melihat begitu banyaknya jenis obat yang
dicampurkan, timbullah keyakinannya,
Siau Po berhenti meracik obat. Dia mengambi beberapa potong kue yang terbuat dari
bahan kacang hijau, kacang kedelai dan lain-lainnya. Setela dicuci bersih sehingga
tepung bagian luarnya tida ada lagi, dia menumbuk kue-kue itu untuk dicampur dengan
obat-obatan tadi. Dia juga menambahka gula madu serta diludahinya racikan obat itu
sebanyak dua kali tanpa sepengetahuan si nona.
"Nah, obatnya sudah selesai!" katanya kemudian, inilah obat yang mujarab sekali,
Tapi, mungkin kau belum mempercayainya sepenuhnya, Akan kubuktikan nanti,
Bukankah kau ingin wajahmu pulih kembali seperti sediakala?"
Siau Po mengambil topinya yang dikelilingi empat butir mutiara, ia melepaskan
mutiara-mu tiara itu kemudian diletakkan dalam telapak kirinya.
"Lihat ini!" katanya, "Apa pendapatmu tentang mutiara ini?"
"Bagus!" sahut si nona tanpa ragu sedikit pun "Ukurannya sama besar, jarang ada
mutiara yang ukurannya persis sama!"
Gembira sekali hati thay-kam gadungan itu mendengar ucapan si nona, itu
merupakan pujian baginya.
"Mutiara ini kubeli kemarin dengan harga dua ribu sembilan ratus tail perak," katanya
kemudian, "Mahal, bukan?"
Sengaja Siau Po meninggikan harga mutiara itu sebanyak seribu tail, Padahal dia
membelinya dengan harga seribu sembilan ratus tail, Dimasukkannya keempat butir
mutiara itu ke dalam lumpang dan ditumbuk sehingga hancur.
"Aih!" kata si nona menyesal, "Mengapa mutiara seindah itu kau tumbuk?"
Puas sekali Siau Po melihat si nona yang tercengang. itu memang yang
diharapkannya, Dia tidak menjawab tapi terus menumbuk keempat butir mutiara itu
sampai halus sekali. "Kalau aku hanya memulihkan wajahmu, tak akan terbukti bahwa aku Wi..." Tiba-tiba
dia menghentikan kata-katanya karena mengingat sudah kelepasan bicara, Cepat-cepat
dia mengalihkannya dengan berkata, "Takkan terbukti kelihayan si kongkong Siau Kui
cu! Aku akan membuat kau sepuluh kali lipat lebih cantik dari sebelumnya, Dan
panggilanmu kakak yang baik sebanyak sepuluh kali lipat akan membuat hatiku puas!"
"Eh, kenapa sepuluh kali?" tanya si nona, Tanpa disadari, dia ikut terhanyut
kejenakaan si bocah dan suka melayaninya berbincang-bincang, "Tadi kau sudah
mengatakan tiga kali!"
Siau Po tidak menjawab, Dia menyendoki mutiara yang sudah halus itu dengan
racikan obatnya. Si nona merasa heran, Dia memperhatikan dengan seseorang matanya yang indah
dibelalakkan lebar-lebar. Biar bagaimana, dia menyayangkan ke empat butir mutiara itu.
Tapi, di samping itu, di semakin yakin dengan khasiat obat buatan Siau Po
"Meskipun keempat butir mutiara ini sanga mahal, tapi nilainya tidak seimbang
dengan kemanjuran obatku ini. wajahmu sebenarnya tidak cantik. Kau hanya tergolong
kelas delapan atau mungki malah sembilan, tetapi setelah menggunakan obat ku ini,
peringkatmu akan naik menjadi sedikitnya kelas dua. Malah ada kemungkinan kau akan
menjadi nona tercantik seluruh antero dunia ini! Mempesona bagai bulan purnama!"
"Bagai bulan purnama?" tanya si nona.
"lya! Kau akan menjadi luar biasa cantiknya!"
Selesai berkata, Siau Po langsung mengamb obat racikannya kemudian diolesi ke
seluruh waja si nona berulang kali.
Nona bangsawan itu diam saja. Dia membiarkan Siau Po memoles wajahnya. Dalam
sekejap mata wajahnya sudah tertutup oleh racikan obat istimewa Siau Po. Bahkan
telinganya juga diolesi oleh Siau Po. Namun satu hal yang membuatnya gembira obat
itu tidak bau, malah menyiarkan keharuman.
Siau Po tertawa melihat gadis cilik itu ke dikelabuinya, Diam-diam dia berkata dalam
hati. "Masih untung obat ini tidak kucampurkan dengan air kencing, Soalnya aku merasa
malu sendiri. Setidaknya aku masih menghargai leluhurmu, paduka Bhok Eng yang
mulia, Dia adalah pembangun negara dan aku Siau Po sangat menghormatinya!"
Selesai memoles wajah nona itu. Siau Po mencuci tangannya sampai bersih.
"Tunggu sampai obat ini kering, Nanti aku akan pakaikan bedak yang istimewa! Kau
harus memakai obat ini sebanyak tiga kali, Mencucinya harus tiga kali juga, setelah itu
wajahmu akan menjadi cantik seperti bulan purnama!"
Si nona merasa heran juga.
"Mengapa obatnya harus dipakai sampai tiga kali?"
"Sebenarnya tiga kali masih terlalu sedikit Un-tuk membuat kecap saja, kacang
kedelainya harus dijemur sampai sembilan kali, Merebus daging anjing pun harus tiga
kali sampai benar-benar empuk dan gurih!"
"Masa kau samakan wajahku dengan kacang kedelai dan daging anjing?"
"Pokoknya kalau mau wajahmu pulih kembali atau tidak?" tanya Siau Po kesal. Dia
mengambil sepotong ham kemudian disodorkannya ke depan mulut si nona.
Si nona tidak berani menolak lagi. Pertama karena dia takut akan digoda lagi oleh
Siau Po, kedua dia juga melihat bocah itu tidak menyayangkan keempat butir
mutiaranya yang mahal untuk racikan obat pemulih wajahnya. Karena itu di membuka
mulutnya dan mengunyah daging ham itu.
"Adik manis, ini baru anak pintar!" puji Siau Po gembira.
"A.,.ku bukan adikmu yang manis?"
"Kalau begitu, kau adalah ciciku yang baik!" goda Siau Po.
"Bukan juga!" sahut si nona cilik.
"Kalau begitu, kau adalah ibuku yang kusayangi!" kata Siau Po.
Si nona cilik jadi geli sehingga tertawa. "Mana... bisa aku menjadi ibu...."
Sejak dibawa oleh si Cian sampai sekarang, baru sekali ini Siau Po mendengar suara
tawa si non cilik itu. Sayang wajahnya tertutup racikan obat sehingga tidak dapat
dilihat bagaimana bentuk bibirnya yang sedang tersenyum, hanya suaranya yang merdu
seperti keliningan di pagi hari.
Siau Po menyebutnya ibu yang kusayangi, sebetulnya dia mengejek nona itu sebagai
perempuan pelesiran. Tapi mendengar suara tawanya yang begitu polos Siau Po
merasa agak menyesal juga. Dia berpikir dalam hati, "Aih! Masa bodoh! Jadi pelacur
juga bukan tidak baik. Mungkin uang yang dihasilkan ibu jauh lebih banyak dari ibunya
yang kawin dengan segala manusia kayu!"
Dia mengambil lagi beberapa potong ham lalu disuapkannya lagi ke mulut nona cilik
itu. "Kalau kau berjanji tidak melarikan diri, aku akan membebaskan totokan di
tanganmu," katanya kemudian.
"Untuk apa aku melarikan diri" Lagipula kau sudah mengukir seekor kura-kura di
wajahku, sebelum pulih kembali aku tidak berani keluar di jalan raya!"


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Diam-diam Siau Po berpikir dalam hatinya.
"Kalau nanti kau tahu di wajahmu tidak ada ukiran kura-kura, tentu kau akan
melarikan diri, sedangkan si Cian tidak mengatakan kapan dia akan menjemputmu Aku
menyembunyikan seorang nona asing di dalam istana, Kalau sampai ketahuan,
celakalah aku! Apa yang harus kulakukan?"
Ketika pikirannya melayang-layang, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu, Kemudian
ada seseorang yang berkata.
"Kui kongkong, hambamu adalah pesuruh dari Kong cin-ong! Hamba datang karena
ada urusan penting!"
"Baik!" sahut Siau Po. Kemudian dia berkata kepada si nona cilik dengan nada
direndahkan, "Ada orang! jangan bersuara! Tahukah kau tempat apa ini?"
Si nona menggelengkan kepalanya.
"Kalau aku beritahukan kepadamu, mungkin kau bisa melompat bangun saking
terkejutnya!" kata Siau Po. "Di sini, setiap orang berniat mencelakakan dirimu, Hanya
aku seorang yang iba melihat nasibmu, Karenanya aku bersedia menampung kau di
sini, tapi kalau kau sampai kepergok, hm...!" Siau Po mengasah otak memikirkan katakata
yang bisa menggertak si nona cilik ini. Sesaat kemudian dia baru berkata lagi.
"Kalau kau sampai kepergok, kau akan ditelanjangi, Setelah itu kau akan dirangket
sehingga kau merasa sakit yang tidak terkirakan!"
Si nona cilik benar-benar ketakutan. Wajahnya pucat pasi seketika, Diam-diam Siau
Po merasa senang, Kemudian dia membuka pintu dan berjalan keluar. Orang itu juga
thay-kam, Usianya kuran lebih tiga puluh tahun. Dia segera berkata.
"Ongya kami mengatakan bahwa sudah lama beliau tidak bertemu dengan
kongkong, Ong-ya merasa rindu sekali, Karena itu, sengaja hari ini ong-ya mengundang
kongkong datang untuk menonton pertunjukan sekaligus minum arak." Orang itu
membungkukkan tubuhnya memberi hormat.
Mendengar dia diundang untuk menonton pertunjukan, hati Siau Po senang sekali.
Tetapi mengingat bahwa di kamarnya tersembunyi seorang dari keluarga Bhok, hatinya
menjadi ragu, Bagaimana kalau jejak nona itu ketahuan"
Melihat Siau Po agak bimbang, thay-kam itu berkata kembali.
"Ongya berpesan bahwa bagaimana pun kongkong harus berhasil diundang datang,
karena pertunjukan hari ini ramai sekali, Juga ada berbagai jenis perjudian!"
Hati Siau Po semakin tertarik mendengar adanya perjudian Sejak berkenalan dengan
Sri Baginda, dia tidak pernah berjudi lagi dengan kawan-kawannya. Mereka tidak berani
datang ke istana, Dan sekarang merupakan kesempatan baik baginya untuk meraih
keuntungan. Saking gembiranya dia jadi lupa tentang si nona cilik yang disembunyikan
dalam kamarnya. "Baiklah!" sahutnya kemudian "Tunggu sebentar Nanti aku akan ikut denganmu!"
Bagian 16 Siau Po kembali ke dalam kamar. SeteIah itu dia mengangkat tubuh si nona untuk
direbahkan di atas tempat tidur. Dia mengikat kaki dan tangan gadis cilik itu kemudian
ditutupnya dengan sehelai selimut. Nona itu menatapnya dengan perasaan bingung,
Siau Po berkata. "Aku ada urusan sedikit Karena itu aku harus keluar sebentar saja aku sudah kembali
lagi!" Nona itu tidak memberikan komentar. Matanya memperhatikan thay-kam gadungan
itu lekat-lekat, Siau Po segera menambahkan, "Mutiaranya masih kurang, Aku harus
membelinya lagi, Dengan demikian aku bisa memakaikannya padamu dan kau akan
menjadi sepuluh kail lipat lebih cantik dari sebelumnya!"
"Jangan... pergi," kata si nona cilik yang percaya dengan kata-katanya Siau Po.
"Harganya mahal sekali!"
"Tidak apa-apa!" sahut Siau Po. "Aku mempunyai banyak uang, Aku ingin membuat
kau menjadi luar biasa cantik sehingga rembulan maupun bunga di taman merasa malu
me!ihatmu. Apa artinya menghamburkan uang beberapa ribu tail?"
"Aku... di sini sendirian Aku... takut!" kata si nona pula.
Sebenarnya Siau Po merasa iba melihat tampang si nona cilik yang benar-benar
ketakutan. Hampir saja dia membatalkan kepergiannya, Tapi membayangkan perjudian
yang digemarinya, terpaksa dia mengeraskan hati, Dia segera menyuapkan ikan ke
dalam mulut nona itu. "Kau makanlah!" katanya. "Hati-hati! jangan sampai berjatuhan!"
Si nona cilik ingin berbicara, tapi suaranya tidak terdengar jelas karena tersumpal
ikan. "Kau... ja...ngan... pergi!"
Siau Po tetap meninggalkan si nona cilik dalam kamarnya, Dia membawa sejumlah
uang kemudian mengunci pintu kamarnya dari luar dan mengikuti thay-kam tadi.
Di depan istana Kong cin ong sudah berbaris dua deretan siwi, pasukan pengawal si
raja muda. seragamnya rapi serta mewah, selanjutnya ada golok, juga pedang,
Tampang mereka gagah, Tampaknya barisan itu lebih rapi daripada ketika dia datang
untuk pertama kalinya. Kemungkinan penjagaan lebih ketat setelah penyerbuan orangoran
dari Tian-te hwe. Baru Siau Po melangkah di ambang pintu, Kong Cin ong sendiri sudah keluar
menyambutnya. Dia langsung merangkul Siau Po berkata.
"Oh, saudara Kui. Sudah beberapa hari kita tidak bertemu, Kau tampak semakin
tinggi dan tampan!" "Aih! Ongya hanya memujiku saja!" sahut Siau Po. "Bagaimana kabar Ongya
sendiri?" "Terima kasih atas perhatianmu Aku baik-baik saja," sahut si pangeran tertawa lebar,
"Kau jarang datang ke rumahku, Kalau sering melihat kau, hatiku tentu senang sekali,
Tapi jarang melihat saudara, hatiku menjadi gundah!"
Siau Po tertawa. "itu tandanya ong-ya mengharap aku dapat sering-sering kemari,
sebetulnya aku tidak berani mengharapkan hal ini!"
"Nah, kau harus ingat janjimu sendiri, Sebetulnya sudah beberapa kali aku meminjam
saudara dari Sri Baginda agar kita dapat bersenang-senang selama beberapa hari. Tapi
aku khawatir Sri Baginda tidak akan mengijinkannya walaupun untuk sehari saja."
Selesai berkata dia menggandeng Siau Po dan mendampinginya masuk ke ruangan
dalam. Hati Siau Po senang sekali, Meskipun dalam istana dia juga sering dihormati, tapi
biar bagaimana kedudukannya tetap seorang thay-kam, sedangkan di sini dia dianggap
saudara oleh seorang pangeran, bayangkan saja!
Sesampainya di ruangan dalam, dia disambut lagi oleh dua orang. Yang pertama
adalah To Lung, kepala siwi yang baru diangkat menggantikan orangnya Go Pay yang
sudah digeser dan ditangkap, Yang kedua adalah saudara angkatnya Sou Ngo-tu.
Orang itu langsung melompat bangun dari tempat duduknya dan memegang tangan
Siau Po erat-erat. "Mendengar ong-ya mengundangmu kemari, aku juga langsung datang, Dengan
demikian kita bisa bersenang-senang sama-sama!" katanya sambil tertawa terbahakbahak.
Berempat mereka melangkah ke dalam ruangan Segera terdengar musik
penyambutan Siau Po merasa bangga sekali. Dia belum pernah mendapat
penyambutan yang demikian meriah, Untuk sesaat dia menjadi gugup. sesampainya di
ruangan dalam, sudah ada dua puluhan perwira dan pembesar yang sedang
menantikannya. Tepat pada saat itu, seorang thay-kam melangkah masuk dengan tergesa-gesa.
"Ong-ya, putra Peng si ong tiba!" katanya melaporkan.
Kongcin ong tertawa lebar.
"Bagus! Saudara Kui, kau tunggu sebentar di sini, Aku akan menyambut kedatangan
tamu!" "Putra Pengsi ong?" pikir Siau Po dalam hatinya, "Bukankah dia putera Go Sam-kui"
Untuk apa dia datang ke sini?"
So Ngu-tu segera berbisik di telinga Siau Po.
"Hari ini kau akan mendapat keuntungan besar!"
Siau Po tertegun. "Keuntungan besar apa?"
"Go-Sam-kui menitahkan puteranya datang ke Kotaraja untuk mengantarkan upeti.
Karena itu, semua pembesar dan para menteri pasti akan mendapat bagian!" bisik So
Ngu-tu kembali. "0h. puteranya Go Sam-kui datang ke kotaraja untuk mengantar upeti" Tapi, aku kan
bukan menteri atau pembesar negeri?" tanya Siau Po.
"Kau terhitung seorang pembesar negeri dalam istana!" kata So Ngu-tu. "Kau malah
lebih penting daripada para menteri. Puteranya Go Sam-kui itu, namanya Go Eng-him,
otaknya cerdas sekali dan banyak urusan yang diketahui!" So Ngu-tu menghentikan
kata-katanya sejenak. Dia kemudian berbisik lebih perlahan lagi, "Nanti kalau Go Eng-him memberikan
hadiah kepadamu, biar nilainya besar atau kecil, jangan kau perlihatkan tampang
gembira. Kau boleh berbicara dengannya secara datar saja. Begini: Oh, Sicu datang
dari tempat yang jauh, lentunya letih dalam perjalanan, bukan?" Kalau dia melihat
tampangmu senang, selanjutnya pasti tidak ada apa apa lagi, sebaliknya kalau sikapmu
dingin, dia pasti menganggap hadiahnya terlalu sedikit dan esok pasti dia akan
menambahkan lebih banyak lagi!"
Siau Po tertawa. "Kiranya ajaran toako ini ajaran memeras orang!" katanya.
So Ngu-tu juga tertawa. "Bodoh namanya kalau tidak bisa menggenggam
kesempatan baik-baik. Bukankah ayahnya menguasai wilayah Inlam, Kui ciu dan lainlainnya
juga" Coba bayangkan berapa banyak uang rakyat yang sudah masuk ke
kantong orang itu! Kalau kita tidak membantunya menghamburkan ke satu kita tidak
menghormati ayahnya, Kedua, kita tidak menghargai jerih payah rakyat Inlam dan Kui
ciu serta sekitarnya!"
Siau Po tertawa geli mendengar kata-katanya.
"Kau benar!" sahutnya kemudian.
Tepat pada saat itu, Kong cin ong sudah kembali lagi bersama Go Eng him.
Puteranya Peng si ong itu berusia sekitar dua puluh lima tahunan Tampangnya
gagah dan wajahnya tampan, Langkahnya tegap, Sungguh pantas menjadi putera
seorang jenderal besar. Mula-mula Kong cin ong menarik tangan Siaui Po kemudian berkata kepada
tamunya. "Siau tianhe, inilah Kui kongkong, kongkong yang paling disayangi oleh Sri Baginda,
Kelika terjadinya penangkapan atas diri Go Pay di kamar tulis raja, jasa kongkong
inilah yang paiing besar!" Siau tianhe adalah panggilan untuk pangeran muda, Kong cin ong adalah seorang
pangeran, tapi Go Sam-kui adalah seorang panglima besar yang dianugerahi jabatan
sebagai raja muda di beberapa propinsi. Karena itu puteranya harus dipanggil Tianhe.
Go Sam-Kui mempunyai banyak mata-mata di kotaraja. Sedikit gerakan saja yang
terjadi di kota Peking, pasti segera ada yang melaporkan kepadanya. Karena itu, baik
dia sendiri ataupun puteranya, Go Eng-him juga sudah mendengar prihal tertangkapnya
Go Pay oleh beberapa orang thay-kam cilik.
Dan ada satu di antaranya yakni Siau Kui cu yang mempunyai jasa besar, itulah
sebabnya, sebelum datang ke Kotaraja sebagai utusan, kedua ayah dan anak itu sudah
merundingkan tindakan apa saja yang harus dilakukan Go Eng-him selama di Kotaraja.
Biar bagaimana, Go Sam-kui merasa segan terhadap kaisar Kong Hi yang meskipun
masih muda namun cerdas sekali itu. otomatis dia ingin menggunakan segala macam
cara untuk mempertahankan kedudukannya yang tinggi.
Karena itu pula, Go Sam-kui mengirim puteranya ke kotaraja untuk menyelidiki
gerak-gerik kaisar Kong Hi dan kaki tangannya, Eng Him harus mengetahui segala
sesuatu yang dapat memperkokoh kedudukan mereka.
Bukan main senangnya hati Go Eng-him yang datang berkunjung ke Kong cin ong
dan mendapat kesempatan bertemu dengan kongkong kesayangan Sri Baginda itu, Dia
langsung mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Siau Po erat-erat dan berkata:
"Kui kongkong, aku... yang rendah selama di Inlam sudah sering mendengar nama
besarmu, Kami ayah dan anak sungguh mengagumi Sri Baginda dan kongkong, Usia
kongkong masih muda sekali, tapi sudah sanggup menanam jasa besar bagi negara.
Karena itu ayahku juga menitipkan sedikit hadiah bagi kongkong, Tapi ada peraturan
bahwa pembesar di luar kota dilarang berhubungan erat dengan menteri-menteri
ataupun orang penting istana, Meskipun ada niat dalam hati, tapi aku tidak berani
mengajukan permohonan tersebut, maka sungguh kebetulan kita dapat bertemu di
istana Kongcin ini, Aku benar-benar gembira sekali!"
Puas hati Siau Po mendengar kata-kata pangeran itu. Ternyata dia pandai bicara,
Dia juga merasa bangga mengetahui Go Sam-kui yang ada pada jarak ribuan li juga
telah mendengar namanya, tetapi pada dasarnya Siau Po memang cerdik, apalagi dia
sudah mendapat petunjuk dari So-Ngu-tu. Karena itu dia sengaja bersikap tawar.
"Kami yang menjadi budak hanya melakuka perintah Sri Baginda, Yang penting,
pertama, jangan takut menderita, Kedua, jangan takut mati, Mana ada kebiasaan atau
jasa apa-apa" Siau ong-ya hanya memuji saja!"
Di samping itu, diam-diam di berpikir dalam hatinya, "So toako benar-benar dapat
menyimak urusan ibarat dewa. Begitu sampai, kunyuk kecil itu langsung saja menyebut
urusan hadiah!" Go Eng-him adalah tamu dari jauh, Dia juga putera sulung Peng si ong. Karenanya
Kongcin ong mempersilahkan dia duduk di kursi pertama, sedangkan Siau Po
dipersilahkan menduduki kursi kedua.
Di dalam ruangan itu hadir banyak perwira serta pembesar lainnya, Meskipun Siau
Po brandal, tapi dia tidak berani duduk di kursi kedua itu. Berulang kali dia menolak
dengan halus, Kongcin ong tertawa lebar "Saudara Kui, kau adalah tangan kanan Sri
Baginda, Semua orang menghormatimu juga berarti menunjukkan kesetiaan kepada
Raja kita, Harap kau tidak sungkan-sungkan lagi!"
Selesai berkata dia menekan bahu bocah itu dan memaksanya duduk, Setelah itu
para perwira lainnya juga ikut mengambil tempat duduk masing-masing, sedangkan So
Ngu-tu tentu memilih duduk di samping Siau Po.
Diam-diam Siau Po berpikir dalam hati. "Neneknya! Ketika di Li cun-wan, sering ibu
menyuruh aku berdiri di belakangnya dan secara mengumpat menyodorkan makanan
kepadaku, itu saja aku sering diusir oleh para putera hartawan yang lagaknya setinggi
langit. Pada waktu itu, aku hanya berpikir kapan bisa menjadi orang kaya agar para
putera hartawan dan hidung belang itu menjadi iri melihat aku dilayani oleh seluruh
wanita penghibur dari Li Cun-wan, Tidak tahunya hari ini aku duduk di sini ditemani
Kongci ong, pangeran serta menteri dan pembesar negeri, sayangnya para kutu busuk
di Yang-ciu tidak melihat pamorku hari ini!"
Para hadirin duduk menikmati arak, Ke enam belas pengawal yang mengiringi Go
Eng-him berbaris di depan jendela, mata mereka sekali-sekali melirik ke arah para
pelayan yang mengantarkan hidangan ke dalam ruangan.
Siau Po memperhatikan semua itu secara diam-diam. Otaknya yang cerdas bekerja
dengan cepat. "Hm! Keenam belas orang itu pasti jago-jago yang ditugaskan melindungi Siau ongya
ini. Kemungkinan besar orang-orang dari Bhok onghu juga sudah menantikan di luar
istana Kong cin ong, Paling baik apabila terjadi perkelahian sengit di antara kedua
belah pihak, ingin aku lihat, apakah pihak Go Sam-kui yang menang atau pihak Bhok onghu
yang berjaya?" Perutnya terasa panas mengingat perlakuan yang diterimanya dari Mau Sip-pat garagara
orang dari Bhok onghu yang mereka temui dalam perjalanan di Kangouw, Dia
berharap kedua belah pihak akan sama-sama terluka parah dalam perkelahian.
Kongcin ong sendiri juga memperhatikan gerak gerik keenam belas pengawal Go
Eng-him. Dia tahu mereka takut tuan mudanya diracuni atau dicelaka. Tapi sebagai
tuan rumah yang baik, dia juga tidak dapat mengatakan apa-apa yang dapat membuat
tamunya tersinggung. Si kepala siwi, To Lung mempunyai watak yang polos dan suka berterus-terang,
Setelah meneguk beberapa cawan arak, terdengar dia berkata.
"Siau ong-ya, orang-orang yang mengiringimu itu pasti tergolong dari perwira pilihan
yang mempunyai kepandaian tinggi, bukan?"
Go Eng-him tersenyum. "Memangnya mereka punya kebisaan apa" Mereka tidak lebih dari para prajurit yang
biasa mengikuti aku kemana-mana, Mereka semua tahu watakku yang buruk, Kalau
ada mereka di samping, seandainya aku mabuk, kan ada orang yang menggotong!"
To Lung ikut tertawa. "Siau ong-ya benar-benar pandai merendah. Coba lihat kedua orang itu. Keningnya
terang bercahaya, hal ini menunjukkan tenaga dalamnya sudah mencapai taraf
kesempurnaan Dan dua orang yang lainnya, mempunyai wajah yang kencang dan
berminyak, menandakan dia seorang gwakang (tenaga luar) yang sudah tinggi sekali
kepandaiannya. sedangkan sisanya, coba suruh mereka buka topi, pasti kepala mereka
botak semua!" Go Eng-him tidak memberikan komentar, namun bibirnya tersenyum, sedangkan So
Ngo-tu langsung tertawa dan berkata:
"Tadinya aku mengira Ciangkun hanya pandai maju ke medan perang sehingga
selalu merebut kemenangan Ternyata Ciangkun juga pandai melihat wajah orang
seperti peramal." To Lung tertawa. "So tayjin tidak tahu, sudah lama Peng-si ong menetap di San-hay kwan. Banyak
perwiranya yang berasal dari perguruan Kim-teng bun kota Kimciu, sedangkan
umumnya murid-murid Kim-teng bun yang ilmunya sudah mencapai taraf yang tinggi,
wajahnya selalu berminyak bahkan kepalanya botak."
Kong Cin-ong tertarik mendengar keterangan itu. Dia tersenyum.
"Bolehkah tianhe menyuruh mereka membuka topi supaya kita bisa membuktikan
kata-katanya Te tok (jenderal yang menjadi kepala siwi) benar atau tidak?" tanyanya.
"Mata Te tok sungguh tajam, Kata-katanya memang tepat," sahut Eng Him.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Beberapa pengiringku ini memang orang-orang dari perguruan Kim-ten bun, hanya
saja kepandaian mereka belum sampai taraf kesempurnaan sehingga kepalanya tidak
seratus persen botak, masih ada sisa rambutnya sedikit, Kalau menyuruh mereka
membuka topi akhirnya hanya menjadi bahan tertawaan saja."
Mendengar keterangan itu, para hadirin tertawa, Karena si pangeran sudah menolak
secara halus, tentu tidak enak bagi mereka apabila maksakan kehendaknya.
Justru di saat itu Siau Po memperhatikan para pengiring putera Peng-si ong itu, Di
dalam hatinya dia berkata: "Entah ada berapa helai rambut di atas kepala orang yang
tinggi besar itu" Dan yang tubuhnya kurus kering mungkin kalah lihay, Pasti rambutnya
masih cukup banyak."
Dengan berpikir demikian, thay-kam gadungan itu teringat sesuatu hal, sehingga
tanpa disadari dia tertawa.
Kongcin ong merasa heran.
"Mengapa kau tertawa, saudara Kui?" tanyanya, "Coba kau terangkan agar para
tamu sekalian bisa mendengar dan ikut mengetahui apanya yang lucu!"
"Aku sedang berpikir bahwa para suhu dari Kim-teng bun itu pasti mempunyai sifat
yang penyabar sekali," sahut Siau Po, "Mereka pasti jarang berkelahi dan malah
mungkin tidak bisa melakukannya!"
Cing ong tidak mengerti maksudnya.
"Mengapa kau bisa mempunyai pendapat seperti itu, saudara Kui?"
Siau Po tertawa kembali. "Sebab kalau mereka pemarah, tentu mata mereka akan mendelik dan menantang
lawannya untuk menghitung jumlah rambut mereka, Di samping itu, mereka juga akan
menyuruh lawan mereka membuka topi serta akhirnya bertanding rambut siapa yang
lebih banyak, dialah yang kalah. sedangkan rambutnya yang lebih sedikit, dialah yang
menang!" Kata-katanya Siau Po membuat orang-orang dalam ruangan itu merasa geli dan
tertawa. ucapannya dianggap lucu sekali.
Terdengar Siau Po berkata kembali:
"Aku yakin para suhu dari Kim-teng bun itu selalu membawa suipoa (papan yang
berbiji-biji dan digunakan sebagai alat hitung pada jaman itu), Ke mana-mana, Sebab
tanpa alat itu, tentu sulit menghitung rambut."
Lagi-lagi para hadirin tertawa.
"Kong ong-ya." Kemudian terdengar To Lung berkata, "Setelah tempo hari sisa
antek-anteknya Go Pay mengacau di istana ini, menurut kabar, ong-ya banyak
mengundang tokoh-tokoh lihay. Benarkah?"
Kongcin ong memilin kumisnya sembari menjawab, wajahnya menunjukkan
perasaannya yang bangga. "Tidak mudah mengundang tokoh-tokoh yang sudah punya nama dan berkepandaian
tinggi, Hanya beberapa gelintir pesilat-pesilat kelas dua dan kelas tiga saja,"
sahutnya merendah. Kemudian baru melanjutkan kembali "Tapi peruntunganku memang cukup bagus,
Selain gaji yang tinggi, aku juga membantu mereka menyelesaikan beberapa
persoalan, karena itu mereka sudi datang kemari memberi muka kepadaku untuk
menggebah para pemberontak,"
"Bolehkah tayjin memberitahu, kiat apa yang digunakan untuk mengundang para
jago ini?" tanya To Lung.
"Kepandaian Te tok sendiri sudah terhitung jago kelas satu. Untuk apalagi
mengundang orang luar?" kata Kong Cin-ong tersenyum.
"Terima kasih atas pujian ong-ya," sahut To Lung, "Menurut selentingan di Iuaran,
ilmu memanah ong-ya tinggi sekali Tempo hari ketika para pemberontak datang
mengacau, katanya ong-ya telah menggunakan panah membidik mati dua puluh orang
lebih anggota pemberontak itu."
Kongcin-ong hanya tersenyum, Dia tidak memberikan komentar Kenyataannya,
tempo hari dia memang memanah mati anggota Tian-te-hwe, tetapi jumlahnya hanya
dua orang. Cerita di luaran hanya dtbesar-besarkan saja.
"Saat itu aku memang menyaksikan dengan mata kepala sendiri," kata Siau Po ikut
berbicara, "Aku merasa tiba-tiba deru angin berkesiur, Kemudian di depanku terdengar
suara "Aduh! Aduh!" dan di belakang ada beberapa orang yang memuji, panah bagus!"
"bidikan hebat!"
Go Eng-him segera mengangkat cawan araknya tinggi-tinggi.
"Hebat sekali ilmu memanah Cin ong! Boan-seng kagum sekali. Dengan ini
Boanseng ingin mengulanginya!"
Para hadirin ikut mengangkat cangkirnya dan meneguk arak bersamaan, Kongcin
ong senang sekali, Diam-diam dia berpikir dalam hati:
"Siau Kui cu ini sungguh pandai mengikuti perkembangan. Tidak heran Sri Baginda
begitu menyayanginya!"
"Ongya," kata To Lung kembali "Ongya telah mempekerjakan begitu banyak busu,
Bagaimana kalau mereka itu diundang keluar agar kita dapat berkenalan satu dengan
lainnya?" Kongcin ong suka membanggakan diri, ia langsung menerima baik permintaan
Kiubun Te tok itu. Segera dia menurunkan perintah kepada seorang bawahannya.
"Lekas siapkan dua buah meja perjamuan di sebelah sana dan undang Sin Ciau
siangjin serta yang lainnya hadir di sini!"
Perintah itu langsung dilaksanakan. Pelayan-pelayan bekerja dengan gesit, sebentar
saja meja perjamuan sudah tersedia, Di lain saat muncul dua puluh orang lebih busu
yang dipimpin seseorang berjubah merah, Tubuhnya tinggi besar dan gemuk, Dia
seorang biku. Kong Cing-ong bangun dari tempat duduknya.
"Para sahabat sekalian, mari kita duduk dan minum bersama!"
Melihat tuan rumah berdiri, yang lainnya pada ikut bangkit untuk menyambut
rombongan yang baru masuk itu.
"Terima kasih! Terima kasih!" kata si biku yang merangkapkan sepasang tangannya
sambil tertawa. "Tayjin sekalian, silahkan duduk!"
Suara si biku nyaring dan lantang. Menandakan tenaga dalamnya sudah mencapai
taraf yang tinggi sekali. Rekan-rekannya yang lain ikut memberi hormat, mereka juga
mengucapkan terima kasih kemudian mengambil tempat duduk di dua meja yang baru
selesai diatur itu. To Lung paling suka ilmu silat, wataknya juga polos dan suka terus-terang, Tanpa
menunggu para busu itu meneguk kering cawannya masing-masing, dia sudah berkata:
"Ongya, menurut penglihatan siau-ciang, para busu itu gagah-gagah, Kepandaian
mereka pasti tinggi sekali, Bolehkah ong-ya menyuruh mereka mempertunjukkan sedikit
kelihayannya" Kebetulan disini ada Go sicu dan Kui kongkong, mereka tentu ingin
melihat kepandaian orang-orang ong-ya!"
Kongcin ong tertawa. "Tuan-tuan yang terhormat," katanya pada rombongan Sin Ciau siangjin "Banyak
tamu agung di sini ingin menyaksikan kepandaian kalian. Bolehkah kalian
mempertunjukkanya sedikit?"
Seorang busu setengah tua yang duduk di sebelah kiri, langsung bangun. Dia
berkata dengan suara lantang:
"Aku kira ong-ya menghargai kepandaian orang sehingga mengundang aku datang
kemari, Siapa sangka kami dipandang sebagai orang kangouw yang suka menjual silat
di depan umum. Kalau para hadirin sekalian ingin menonton pertunjukan topeng
monyet, mengapa tuan-tuan tidak pergi ke Tiankio saja" Maaf, ijinkanlah aku yang
rendah memohon diri!"
Selesai berkata, orang itu meng angkat tangan kirinya dan terdengarlah suara
"Plok!", hancurlah bagian belakang kursinya, kemudian dia melangkah lebar-lebar
keluar dari ruangan pesta itu.
Melihat keadaan itu, para hadirin jadi tertegun Seorang laki-laki tua yang bertubuh
kurus bangkit dari tempat duduknya dan mencegah busu setengah tua yang hendak
berlalu itu dengan berkat "Long suhu, kata-katamu itu tidak memakai aturan. Ongya
sangat menghargai kepandaian kita. Ongya ingin menyaksikan kepandaian kita,
sebenarnyalah kita menyambut dengan baik. Andaika Long suhu tidak setuju, tidak
mungkin ong-ya memaksamu, Tapi kenapa kau harus menghancurkan kursi di tempat
pesta ini" Seumpamanya ong-ya sangat bijaksana dan tidak menyalahkan kau, tapi
kami semua, di mana kami harus meletakkan muka ini?"
Orang she Long itu langsung tertawa dingin. "Setiap orang mempunyai pendirian
tersendiri, To suhu, kalau kau suka menunjukkan kepandaianmu, silahkan, Tapi, maaf,
aku tidak dapat menemani kalian lebih lama!" katanya sambil berjalan pula.
Terdengar orang tua she To berkata:
"Kalau kau memang hendak pergi juga, seharusnya kau memberi hormat kepada
ongya dengan menyembah dan mengangguk Apabila ongya sudah menyatakan
persetujuannya, baru kau boleh meninggalkan tempat ini!"
Kembali orang she Long itu tertawa dingin.
"Aku toh tidak menjual diriku menjadi budak onghu!" katanya sengit "Bukankah
sepasang kakiku ini menempel di tubuhku sendiri" Kalau aku ingin pergi, aku bebas
untuk berjalan. Siapa yang berani melarang aku?"
Selesai berkata, dia berjalan lagi. Tampaknya si orang tua she To masih tidak mau
mengalah, Ketika melihat orang she Long itu hampir menubruknya, dia langsung
mencekal lengan kiri orang itu sambil membentak dengan suara keras.
"Tidak bisa tidak! Aku memang hendak melarangmu!"
Orang she Long ingin menghindarkan diri dari cekalan orang she To. Tubuhnya
berputar dan tinjunya meluncur ke pinggang orang she To, Dan lawannya
mendahuluinya dengan mengirimkan sebuah tendangan ke arah dada.
Long suhu ternyata lincah sekali, Dia mengangkat tangan kanannya dan menyambut
tendangan itu. Karena gerakannya yang cepat, dia berhasil menyanggah bagian dalam
lutut lawannya kemudian dia mengerahkan tenaganya untuk mendorong dari bawah ke
atas. Orang she To tidak dapat melepaskan diri dari cekalan itu. Tubuhnya kena
dipentalkan ke belakang. Namun dia juga cukup gesit, dia sempat membuang diri
sehingga tidak sampai terjatuh. Namun dia sudah kalah angin sehingga wajahnya
menjadi merah padam saking malunya.
Orang she Long juga tidak menunda waktu, dia segera menghambur ke pintu
ruangan. Tiba-tiba muncullah rintangan yang lain, seseorang yang bertubuh kurus
tahutahu sudah menghadang di-depannya. Orang itu tidak menyerang, hanya
merangkapkan sepasang tangannya memberi hormat seraya berkata:
"Long toako, harap kau kembali ke dalam ruangan!"
Orang she Long itu sedang menghambur ke depan, sulit baginya untuk
mengendalikan gerakan tubuhnya, Namun si orang bertubuh kurus juga tidak mau
menyingkir Karena itu keduanya jadi beradu, Lebih tepat lagi bila mengatakan orang
she Long itu menubruk tubuh si kurus.
Kesudahannya sungguh luar biasa, Bukannya orang yang bertubuh kurus itu
terdorong atau terpental ke belakang. Namun malah si orang she Long yang tersurut
mundur sejauh tiga langkah. Tubuhnya terhuyung-huyung, sulit baginya untuk menjaga
keseimbangan. Dia limbung ke kanan, bukannya berhenti atau berdiam diri, dia terus
berlari menuju jendela, jelas dia tidak sudi berdiam lebih lama dalam ruangan itu.
Si kurus itu ternyata hebat sekali, Tahu-tahu dia sudah ada di depan jendela dan
menghadang kepergian si orang she Long.
Busu setengah baya itu sadar bahwa lawannya lihay sekali, Benturan tadi
membuatnya insaf dan dia tidak ingin kejadian itu terulang kembali. Dia menahan
gerakan tubuhnya sedemikian rupa sehingga ketika luncurannya terhenti jarak mereka
hanya tinggal dua dim saja.
Si kurus berdiam diri, sepasang matanya menatap si orang she Long tanpa berkedip
sekali pun. Orang she Long itu tetap berusaha mencapai luar ruangan agar dapat melarikan diri,
namun si kurus tampaknya tidak sudi memberinya kesempatan sama sekali. Ketika si
orang she Long mengirimkan tinjunya ke depan, dia hanya mengangkat tangannya dan
mendorong dengan asal-asalan, namun akibatnya sekali lagi si orang she Long
terhuyung mundur ke belakang.
"Hebat!" seru beberapa tamu yang memuji kepandaian si kurus.
Si Long berdiam diri, wajahnya pucat dan merah secara bergantian, dia merasa
terkejut juga bingung. Tampaknya sulit baginya untuk keluar dari istana tersebut,
akhirnya terpaksa dia berdiam diri saja.
Si orang kurus memberi hormat kepadanya.
"Saudara Long, silahkan duduk! Ongya mengharapkan kita menunjukkan sedikit
kepandaian bukankah kita sudah melakukannya?"
Kali ini, selesai berkata, si kurus kembali ke tempat duduknya semula. Dengan
perasaan malu, si orang she Long terpaksa kembali ke tempat duduknya dengan kepala
tertunduk Dia masih merasa kesal juga gundah.
Para hadirin bersorak menyaksikan peristiwa itu, yang memang merupakan sebuah
pertunjukan. Kongcin ong sendiri sebetulnya merasa tidak enak hati, karena orang she Long
menentangnya di depan umum, tapi perbuatan si kurus juga mengembalikan pamornya.
Karena itu dia segera menitahkan pelayannya mengambil uang sebesar lima puluh tail
perak. "llmu silat suhu itu hebat sekali." kata Go Eng-him. "Siapakah namanya" Mudah saja
dia menghadang kepergian orang."
Pangeran itu tidak langsung menjawab, Dia juga tidak kenal siapa adanya orang
bertubuh kurus itu. Dia juga tidak tahu kapan orang itu datang. Tapi tentunya tidak
baik baginya untuk mengatakan terus-terang.
"Siau ong sungguh pelupa, tidak ingat lagi siapa namanya!" sahut Kongcin-ong
asalasalan, Pelayan yang disuruh tadi sudah kembali lagi dalam waktu singkat, dia membawa
sebuah nampan yang di atasnya terdapat uang goanpo masing-masing senilai dua
puluh lima tail. Kong Cin-ong tertawa sambil berkata:
"Para busu telah memperlihatkan kepandaiannya. Karena itu harus ada orang yang
pertama-tama menerima hadiah, Sahabat, silahkan kemari, Ambillah sepotong goanpo
ini!" Yang dipanggil adalah orang yang bertubuh kurus tadi. Dia segera menghampiri si
pangeran dan menyambut sepotong goanpo yang disodorkan kepadanya.
"Sahabat," panggil Siau Po. "Siapakah she dan namamu yang mulia?"
"Aku yang rendah bernama Ci Goan-kay," sahut orang itu, "Terima kasih tuan besar
telah sudi menanyakannya!"
"Memang lihay kepandaian busu Ongya," kata To Lung kemudian "Sekarang aku
ingin sekali menyaksikan kepandaian para pengawal Siau tianhe Siau ong-ya, tolong
tunjuk salah seorang pengawalmu untuk bermain-main sejenak dengan Ci suhu ini!"
Go Eng-him tidak segera menjawab, tampaknya dia sedang merenung. Melihat
keadaan itu, To Lung berkata kembali:
"lni hanya pertunjukan saja, batasnya saling menowel. Juga tidak perlu hadiah segala
macam. Dengan demikian persahabatan kita tidak akan terganggu. Siapa yang menang
atau kalah tidak menjadi masalah!"
"Pikiran Te tok baik sekali!" Kongcing ong yang suka keramaian ikut berbicara, Tapi
sebaiknya para busu semua mendapat sesuatu, Aku akan menghadiahkan goanpo
bernilai besar pada yang menang namun yang kalah juga mendapat bagian, hanya
nilainya lebih kecil sebagai tanda penghargaan, Kong Cin ong menoleh kepada
pelayannya tadi, "Ambillah lagi sejumlah goanpo bernilai dua puluh lima tail."
Pelayan tadi masuk ke dalam ruangan, tidak lama kemudian dia sudah keluar lagi
dengan membawa dua nampan besar uang goanpo yang berkilauan.
"Pihak kami mengajukan Ci Goan-kay," kata Kongcin ong. "Busu manakah yang
mula-mula akan mewakili pihak Peng-si ong?"
Para hadirin senang mendengar kata-kata si tuan rumah, perhatian mereka segera
beralih pada keenam belas orang yang mengawal kedatangan Go Eng-him.
Mereka tahu, meskipun pertandingan ini hanya pertandingan persahabatan tetapi
kedua pihak itu justru Kongcin ong dan Peng-si ong, Rata-rata mereka mengharap
pihak tuan rumahlah yang akan meraih kemenangan.
Di saat Go Eng-him masih memikirkan jalan keluar terbaik, salah seorang
pengawalnya segera melangkah ke depan kemudian memberi hormat kepada pihak
tuan rumah seraya berkata:
"Harap ong-ya ketahui, ketika mengikuti sicu berangkat ke kotaraja, Kami telah
dipesan untuk menjaga dan merawat sicu sebaik-baiknya, Peng Si-ong juga telah
memesan berulang kali bahwa selama di kotaraja kami dilarang berbentrokan dengan
siapa pun. Pesan beliau sama sekali tidak boleh dilanggar."
Kongcin ong tertawa: "Peng-si ong sungguh teliti dan waspada!" puji-nya, "Tapi ini bukan bentrokan, hanya
pertandingan bermain-main, anggaplah kalian sedang berlatih. Apabila Peng-si ong
sampai menanyakan katakan saja aku yang memintanya!"
Orang itu menjura sekali lagi.
"Maaf, ong-ya," sahutnya, "Dengan sesungguhnya kami tidak berani menerima
perintah ong-ya ini!"
Kongcin ong menjadi kurang senang, hatinya mulai marah, diam-diam dia berpikir:
"Kau selalu menyebut Peng-si ong, seakan-akan aku tidak dipandang sebelah mata
olehmu! Mungkin perintah Sri Baginda sekalipun akan kau abaikan!" Saking sengitnya,
dia segera berkata: "Tidak mungkin kalau kau akan diam saja apabila orang menghajarmu!"
Orang itu menjura kembali.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sewaktu kami berada di Inlam, kami sudah mendengar bahwa semua pembesar
negeri, tentara bahkan rakyat di kotaraja sangat tahu aturan. Kalau kita tidak
melakukan kesalahan terhadap orang lain, tidak mungkin orang sengaja mencari perkara dengan
kita!" Pengawal Go Eng-him itu bertubuh tinggi besar, tampaknya cerdik, suaranya tajam.
seandainya Kongcin ong memaksakan kehendaknya, berarti dia tidak tahu aturan.
Karenanya dia jadi mendongkol sekali, akhirnya dia menoleh kepada Sin Ciau siangjin
sembari berkata: "Sin Ciau siangjin, Ci suhu, sahabat-sahabat dari Inlam itu tidak sudi memberi muka
kepada kita, Karenanya kita juga tidak bisa berbuat apa-apa!"
Mendengar kata-kata pangeran itu, Sin Ciau siangjin segera bangkit.
"Ongya," katanya, "Sahabat-sahabat dari Inlam itu justru ketakutan kalah, dengan
demikian mereka akan kehilangan muka. Toh, tidak mungkin mereka mendiamkan saja
apabila ada orang yang menyerang pada bagian tubuh mereka yang menbahayakan!"
Begitu suaranya berhenti, biku itu langsung mencelat ke samping pengawalnya Go
Eng-him itu kemudian tertawa lebar.
"Tenaga tangan aku, si biku biasa-biasa saja, dibandingkan orang she Long tadi,
mungkin aku hanya menang satu tingkat Ongya, pinceng ingin merusak sebuah batu di
tempat ong-ya ini. Apaka ong-ya akan berkecil hati karenanya?"
Kongcin ong tahu, di antara orang-orang barunya, Sin Ciau siangjin terhitung yang
paling lihay, sekarang mendengar kata-kata biku itu, dia tahu orang ingin menunjukkan
kepandaiannya. Karena itu, dia langsung menganggukkan kepalanya, Hati-nya senang
sekali. "Silahkan, siangjin! Rusak sepotong batu saja tidak menjadi masalah!" katanya.
Sin Ciau siangjin menganggukkan kepalanya, Tubuhnya membungkuk sedikit,
tangannya terulur ke bawah menekan lantai, ketika dia mengangkat tangannya kembali
Tangan itu sudah bertambah sepotong batu hijau berukuran satu kaki lebih. Batu itu
bukan dipegangnya, tetapi menempel pada telapak tangannya sebagai bukti tenaga
dalamnya hebat sekali! "Bagus!" seru Siau Po yang disusul dengan tepukan tangan dan sorak memuji yang
lainnya. Sin Ciau siangjin tersenyum, batu itu diangkat ke atas. Tenaga hisapannya pun
buyar, namun sebelum batu itu sempat terjatuh ke lantai, Sin Ciau siangjin bergerak
dengan cepat. Sepasang tangannya kembali menjepit batu itu kemudian ditekannya
keras-keras sehingga batu itu menjadi hancur dan abunya jatuh di atas lantai.
Kembali para hadirin bersorak, Sin Ciau siangjin segera menghampiri pengawalnya
Go Eng-him yang berbicara tadi
"Tuan, bolehkah aku mengetahui she dan nama tuan yang mulia?"
"Tenaga dalam siangjin besar dan mengagumkan," kata pengawal itu. "Dengan
demikian mataku yang rendah jadi terbuka, Aku hanya orang kecil dari tanah
perbatasan Hanya seorang tidak ternama...."
Sin Ciau siangjin tertawa.
"Meskipun orang liar dari tanah perbatasan tidak mungkin tanpa she atau nama,
bukan?" Sepasang alis pengawal itu menjungkit ke atas. Hal ini membuktikan hatinya mulai
marah, namun dalam sekejap mata wajahnya pulih kembali seperti tidak terjadi apapun
dia menyahut: "Orang liar dari tanah perbatasan, seandainya punya nama pun tidak lebih dari Amau
atau A-ku (kucing atau si anjing) Karena itu, tidak ada gunanya meskipun taysu
mengetahuinya!" "Tuan, kau sungguh sabar sekali," kata Sin Ciau siangjin sambil tertawa, Hari ini
Kong cing ong mengadakan pesta, tamu-tamunya banyak, 6 kota Peking, jarang ada
pesta semeriah ini sekarang ongnya menyuruh kami mengadakan pertunjukan,
maksudnya untuk menggembirakan para tamunya, Dengan demikian semuanya dapat
merasa senang, Karena itu, kalau tuan tidak suka memberikan pelajaran, bukankah
tuan mengangkat dirimu terlalu tinggi?"
"Aku yang rendah hanya pernah mempelajari beberapa jurus petani pedesaan yang
kasar, mana mungkin aku sanggup menandingi Sin Ciau siangjin dari kuil Tiat-hud Si di
kota Congciu" Kalau taysu tetap ingin bertanding, biarlah di sini juga aku yang rendah
mengaku kalah dan silahkan taysu mengambil goanpo yang besar itu...." Setelah
berkata orang itu memutar tubuhnya untuk mengundurkan diri.
"Tunggu dulu!" seru Sin Ciau siangjin, "Pokok-nya pinceng harus mencoba
kepandaian tuan! Ke-dua tanganku akan bergerak dalam waktu yang bersamaan
seperti memukul tambur Aku akan mengincar kedua pelipismu, silahkan tuan
membalasnya!" Orang itu tidak menjawab, hanya kepalanya saja yang di gelengkan.
Sin Ciau siangjin membentak lantang, tiba-tiba tubuhnya seperti melar menjadi
besar, Hal itu membuktikan bahwa dia sedang mengerahkan tenaga dalamnya,
kemudian kedua tangannya bergerak menyambar ke arah kepala orang itu. Benar saja!
Dia mengincar bagian pelipis seperti yang dikatakannya barusan.
Para hadirin terkejut. Kepala orang itu pasti remuk apabila terkena hantaman pukulan
Sin Ciau siangjin, sedangkan sebuah batu hijau saja sampai hancur lebur karenanya.
Pengawalnya Go Eng-him sungguh luar biasa.
Dia tetap berdiri tanpa bergeming sedikit pun. Apalagi menangkis atau
menghindarkan diri. sikapnya lebih mirip sebuah patung pajangan.
Sin Ciau siangjin sengaja menyerang agar orang itu terpaksa melayaninya, tetapi
melihat orang hanya berdiam diri, terpaksa dia mengubah pikirannya. Tidak mungkin
dia menyerang orang yang tidak melakukan perlawanan, apalagi orang itu bawahannya
Peng-Si ong. Kalau orang itu sampai celaka, bagaimana dia harus bertanggung jawab" Bukankah
perbuatannya bisa berarti mengajukan tantangan perang" Karena itu, dia menaikkan
tangannya ke atas sehingga hanya ujung jubahnya saja yang mengenai kepala orang.
Si pengawal tersenyum. "Sungguh hebat tenaga dalam taysu!"
Mata semua orang membelalak saking kagumnya, orangnya Peng-Si ong itu benarbenar
tabah dan sabar. Karena itu, orang-orangnya mempunyai dugaan bahwa dia pasti
bukan orang sembarangan. Kalau tadi dia sampai terhajar, bukankah dia akan mati konyol" Mengapa dia
memandang nyawanya sendiri sedemikian tidak berharga " Lagaknya ini orang edan.
Sin Ciau siangjin menarik kedua tangann kembali. Dia memandangi orang di
depannya lekat-lekat. Dia juga merasa heran dan menduga-duga dalam hatinya, Orang
itu memang tolol atau justru terlalu angkuh" Dia juga menjadi bingung, dia merasa tidak
enak mengundurkan diri begitu saja, Akhirnya dia berkata:
"Tuan, rupanya tuan tidak sudi memberi muka kepadaku. Baiklah, sekarang pinceng
akan menyerangmu dengan jurus Hek-hou tau sim (harimau hitam mencuri jantung)."
Siapa saja yang pernah belajar ilmu silat, pasti mudah menghindari serangan itu,
Sebab jurus itu sangat umum. Apalagi sebelumnya telah diberitahu akan diserang
dengan jurus yang satu ini Dengan serangan semacam itu bisa timbul anggapan bahwa
lawan tidak memandang sebelah mata kepadanya.
Orang itu masih tidak memberikan jawaban, bibirnya hanya tersenyum. Semakin
tidak puas rasanya hati si biku. "Seandainya aku menghajar kau, tentu kau hanya akan
terluka, tidak mungkin begitu mudah untuk mati. Dengan demikian aku juga tidak
melakukan kesalahan besar terhadap Peng-Si ong, pikirnya dalam hati
Karena itu dia segera memasang kuda-kudanya dan terus mengirimkan sebuah
serangan. Orang itu tetap tidak menangkis ataupun menghindarkan diri Blam!
Terdengarlah suara yang keras karena dadanya terkena hantaman Sin Ciau siangjin.
Tubuhnya juga tersurut satu tindak, Namun dia segera tertawa dan berkata:
"Nah, taysu sudah menang! Aku telah tergeser mundur satu langkah!" Sin Ciau
siangjin jadi heran. Walau pun serangannya tadi tidak merupakan pukulan yang
mematikan, tetapi cukup keras juga. Siapa sangka orang itu sanggup menerimanya
seperti tidak merasakan apa-apa, bahkan masih sempat tertawa dan berbicara.
Bagi pembesar negeri yang bukan golongan tentara, hal itu memang terasa aneh.
Tidak demikian halnya dengan para perwira atau jenderal, mereka ini melihat tegas
bahwa pengawal si raja muda dari Inlam justru sengaja mengalah.
Demikian pun si biku, sehingga dia menjadi kurang senang. Rasanya sudah habis
kesabarannya wajahnya menjadi merah padam.
"Sebaiknya kau terima satu kati lagi tinjuku ini" katanya sengit Dan dia langsung
menyerang kembali dada orang itu. Dan kali ini dia menggunaka tenaga dalam
sebanyak tujuh bagian, Dia tidak perduli lagi walaupun orang bisa muntah darah karena
pukulannya. Para hadirin yang mengerti ilmu silat dapat melihat bahwa si biku telah menggunakan
tenaga dalam yang besar. Mereka juga menduga orang yang terkena pukulan itu bisa
celaka, mereka memperhatikan jalannya peristiwa itu sambil berdiam diri
mengkhawatirkan keselamatan pengawal Pe Si ong itu.
Tapi, pengawal itu memang sungguh luar biasa, tatkala serangan itu tiba, dadanya
diciutkan dalam dan tubuhnya mencelat ke belakang sejauh setengah tombak,
sepertinya dia kena terhajar dalam waktu yang bersamaan dia bergerak mundur. Siapa
yang ilmunya tanggung-tanggung tentu tidak dapat melihat cara mengelakkan diri yang
istimewa itu, caranya itu meminta ketajaman mata dan kelincahan tubuh.
Si biku benar-benar marah ketika mengetahui serangannya kembali gagal, dia
segera membentak keras dan menyerang kembali Kali ini dia mengirimkan tendangan
kaki kanannya yang secara tiba-tiba mengarah perut lawan.
"Aduh! Celaka!" seru si pengawal dari Inlam, Dalam waktu yang bersamaan,
tubuhnya menghempas ke belakang sehingga posisinya lurus, sedangkan kedua
lututnya ditekuk sehingga telapak kakinya masih memijak tanah seperti semula,
sungguh suatu cara pengelakkan diri yang luar biasa. Namanya Tiat-poan kio
(Jembatan papan besi), Dengan demikian, perutnya terhindar dari tendangan Sin Ciau
siangjin. Ketegangan di hati para hadirin menjadi mengendur dan berganti dengan perasaan
kagum, sungguh hebat pengawal itu, dia selalu mengalah dan menghindarkan diri dari
ancaman maut. Sin Ciau siangjin jadi penasaran, tanpa menunda waktu dia mengulangi
serangannya, kali ini dengan tendangan berantai Tipu silat yang digunakannya adalah
Wan-yo lian hong (tindakan berantai si burung Wan Yo).
Begitu tendangan tadi meleset, si pengawal segera bangkit kembali Namun tepat
pada saat itu datanglah serangan susuIan dari Sin Ciau siangjin, sebenarnya dia baru
saja menegakkan tubuhnya, jadi tidak sempat lagi dia menghindarkan diri. Tapi dia
memang lihay sekali, kembali dia dapat meluputkan diri-sekali lagi dia menggunakan
jurus silat Tiat-poan kio tadi.
Meledaklah suara sorak dan tepukan dari para hadirin, mereka merasa kagum sekali,
sekalipun seorang ahli silat jarang menyaksikan pertunjukan langka semacam ini.
Sampai di sini, hilang sudah rasa penasaran di hati Sin Ciau siangjin. Dia sadar ilmu
silatnya masih kalah dengan pengawal itu. Karena itu dia segera memberi hormat.
"Kepandaianmu hebat sekali! Aku sungguh kagum!" katanya.
Pengawal itu membalas hormat sikapnya teta tenang seperti semuIa.
Taysu hanya memuji saja!" sahutnya sabar
Kongcin ong segera berkata:
"Kedua pihak sama-sama lihay, Siau tianhe pengawalmu itu sabar sekali. Dia tidak
mau membalas serangan. Karena itu, pertandingan kali ini tidak dapat disamakan
dengan pertandingan biasa Mari! Kedua-duanya sama-sama memperoleh potong
goanpo!" Pengawal itu menjura. "Hamba yang rendah tidak berjasa apa-apa karenanya hamba tidak berani menerima
hadiah dari Kongcin ong!" katanya.
Menyaksikan pengawal itu tidak mau menerima hadiah dari tuannya, Sin Ciau
siangjin juga malu maju ke depan. Kongcin ong segera berkata kepada seorang
pelayannya. "Kau antarkan dua potong goangpo kepada kedua orang itu!"
Karena didesak sedemikian rupa, si pengawal terpaksa menerima juga hadiah itu
sambil mengucapkan terima kasih. Karena itu, Sin Ciau siangjin juga menerima
sepotong goanpo dan menghaturkan terima kasih puIa.
Kongcing ong mengerti pertandingan barusan berakhir dengan kekalahan dipihak Sin
ciau siang-jin. Dia berbuat demikian hanya demi menjaga pamornya saja, Dalam hati
dia merasa penasaran Diam-diam dia berpikir:
Pengawalnya Go Eng-bim itu lihay sekali, Entah bagaimana dengan yang lainIainnya, kemungkinan di antara mereka ada juga yang kepandaiannya rendah. Orangorangku
mempunyai kepandaian tersendiri Umpamanya Ci Goan-kay, tentunya dia
tidak kalah dengan Sin Ciau siangjin, sebaiknya aku mencoba lagi."
Raja muda itu penasaran Dengan cepat dia mengambil keputusan. Kemudian dia
berkata kepada orangnya. "Barusan pibu gagal, itu artinya ada keretakan di dalam kesempurnaan Karena itu, Ci
suhu, kau mengajak lima belas rekanmu dan siapkan senjata masing-masing lalu
memohon pertandingan kepada keenam belas pengawal Peng-Si ong. Nah, saudara
Go, kau perintahkan seluruh pengawalmu untuk menyiapkan senjata masing-masing!"
Go Eng-him mengawasi tuan rumah, "Kami adalah tamu-tamu Kongcin ong, mana
berani kami membawa senjata tajam ke dalam istana ini!" sahutnya saban Kongcin ong
tertawa. "Siau tianhe selalu sungkan!" katanya, "Ayah Siau tianhe yang terhormat beserta aku
adalah sama-sama panglima perang, Seumur hidup kita, sudah biasa bercampur
dengan segala macam senjata tajam, Karena itu, tidak usahlah kita perdulikan
pantangan orang.... Mana orang" Bawa kemari delapan belas alat senjata supaya para
pengawal Siau tianhe dapat memilihnya sendiri!"
Memang Kongcin ong adalah seorang panglima perang, Sejak mulai berangkat dari
Kwan gwa yakni Manchuria, sampai menyerang serta menduduki wilayah Tionggoan,
Dia selalu menyiapkan delapan belas macam senjata di istananya, Oleh karena itu
mendengar perintahnya, beberapa orang pelayannya segera mengiakan serta
melaksanakan tugas. Dalam waktu singkat, semua senjata telah tersedia kemudian dikumpulkan di
hadapan orang-orangn Go Eng-him.
Ci Goan-kay sendiri sudah memilih empat belas orang busu, sebab dia, meminta Sin
Ciau siangjin yang memimpin kelompok itu.
Sin Ciau siangjin sendiri sebetulnya masih penasaran, dia merasa inilah kesempatan
yang baik untuk mengembalikan pamornya yang sempat jatuh tadi, tetapi agar tidak
menyolok dia mencoba menolak Setelah didesak berkali kali barulah dia menerima
dengan baik tugas itu, dengan demikian orang akan mengira dia menerimanya karena
terpaksa. "Biar bagaimana, aku harus sanggup melukai beberapa orang pengawal dari Inlam
ini," katanya dalam hati, Sekarang dia tidak perduli lagi apakah perbuatannya menyalahi
Peng Si ong. Kelompok Ci Goan-kay sudah siap dengan senjatanya masing-masing, Sin Ciau
siangjin sendiri memegang sepasang golok. Sambil menggenggam senjatanya itu, dia
memberi hormat kepada sang pangeran.
Kong Cin ong juga membalas penghormatannya, Senang hati Siau Po melihat
keadaan itu, Diam-diam dia berkata dalam hatinya.
"Hebat orang-orang ini. Mereka semua berkepandaian tinggi, nama mereka terkenal,
namun mereka bersikap hormat kepada si pangeran, Dengan memberi hormat kepada
Kong Cin ong, mereka juga seperti menghormati aku. Bukankah mereka menghadap ke
arahku?" Setelah Itu, Sin Ciau siangjin memutar tubuhnya menghadap para pengawal dari Inlam.
Dia berkata dengan suara lantang.
"Sahabat-sahabat dari Inlam, silahkan kalian memilih senjata masing-masing!"
Pengawal yang tadi melayani si biku segera menjawab dengan sopan.
"Kami sudah menerima perintah dari Yang Mu-lia Peng Si ong, bahwa sesampainya
di kotaraja, kami tidak boleh bertempur dengan siapa pun!"
"Bagaimana seandainya ada orang yang bermaksud memenggal batok kepala
kalian" Apakah kalian akan menjulurkan leher panjang-panjang dan membiarkannya
saja?" tanya Sin Ciau siangjin yang hatinya mulai panas.
"Atau mungkin kalian akan menyembunyikan kepala kalian dalam-dalam sehingga
tidak terlihat?" Kata-katanya yang terakhir merupakan penghinaan sebab di dunia ini
hanya kura-kura yang suka menyembunyikan kepalanya.
Mendengar ucapan itu, para pengawal Go Eng-him segera memperlihatkan tampang
marah. Akan tetapi, pemimpin mereka yang bertubuh kurus menjawab dengan datar.
Titah Peng Si ong berat bagaikan gunung, jikalau kami sampai melanggarnya, begitu
kemb ke Inlam, kami semua akan mendapat hukuman mati!"
Sin Ciau siangjin tetap tidak mau mengerti.
"Baiklah kalau begitu. Kita coba-coba saja!" katanya, Biku ini lalu mengumpulkan
rekan-rekannya di sudut ruangan untuk mengajak mereka berunding. Dia berbicara
dengan nada berbisik: "Kita serang bagian tubuh yang berbahaya, Kita lihat, apakah
mereka akan memberikan perIawanan...."
"Kalau mereka sampai terluka, tidak jadi masalah," kata Ci Goan-kay ikut
memberikan pendapatnya, "Lebih baik kita panas-panasi hati mereka agar memberikan
perlawanan.." "Tapi, kita harus berhati-hati," kata seorang lainnya.
"Baiklah! Mari kita mulai!" kata Sin Ciau siangjin akhirnya, Kali ini si biku tidak
berayal lagi, Selesai berseru, dia segera maju ke depan bersama kelima belas rekannya dan
menyerang orang-orang Go Eng-kim.
Para pengawal Peng Si ong berdiri tegap tanpa bergerak sedikit pun. Tangan mereka
lurus ke bawah seperti tidak bermaksud menghindarkan diri sama sekali. Hanya mata
mereka yang menatap mereka sudah terkurung.
Para hadirin merasa heran dan juga tercekat hatinya, bahkan ada yang berseru:


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hati-hati!" Para jago yang diundang Kong Cin ong menggerak-gerakkan senjatanya " sehingga
ada yang saling bentrok dan ada juga yang secara tidak langsung mengenai para
pengawal dari Inlam itu. Ada seorang yang terluka bagian bahunya dan seorang lagi
gerluka wajah nya. Darah mengalir dengan deras. Tampaknya luka kedua orang itu
tidak ringan, tapi mereka tetap berdiri tegak seperti posisi semula bahkan merintih pun
tidak! Kong Cin ong menyaksikan semuanya dengan seksama, Dia sadar apabila
pertandingan yang tidak seimbang ini dilanjutkan, pasti akan jatuh korban, sebab
orangorang Peng Si ong terang-terangan tidak mau mengadakan perlawanan Karena itu,
segera dia berseru: "Bagus! Berhentilah semuanya!"
Perintah itu dilaksanakan Sin Ciau siangjin mengiakan kemudian bergerak mundur,
tetapi sebelumnya dia mengibas jatuh topi salah seorang pengawal itu, perbuatannya
diikuti oleh rekan rekannya yang lain. Setelah itu, dia tertawa dengan gembira.
Siau Po melihat di antara para pengawal itu, ada tujuh orang yang kepalanya plontos
sehingga tampak licin mengkilap, Dia langsung bertepuk tanga sambil berseru:
"Tetok, matamu tajam sekali. Lihat, kepala mereka benar-benar botak!"
Belum habis kata-katanya, dia melihat wajah keenam belas pengawal itu berubah
demikian kelam. Mata mereka menyorotkan sinar kemaraha dia pun jadi urung
melanjutkan ucapannya. Di samping itu, dia sendiri merasa perbuatan Sin Ciau siangjin dan rekan-rekannya
memang rada keterlaluan. Dia sendiri, kalau sedang bermain judi, tidak pernah
membuat lawannya kalah habis-habisan.
Karena itu ia segera bangun dari tempat duduknya dan menghampiri para pengawal
yang kesabarannya luar biasa itu, Dipungutnya topi yang dikibaskan Sin Ciau siangjin
tadi kemudian dipakaikannya kembali kepada pengawal yang tinggi kurus itu.
"Tuan, kau lihay sekali!"
"Terima kasih!" sahut pengawal itu singkat Siau Po kembali memungut semua topitopi
yang tergeletak di atas tanah dan menyerahkannya kembali kepada sisa lima belas
pengawal itu. "Perbuatan mereka agak keterlaluan ya?" katanya sambil tertawa ramah.
Para pengawal itu memilih topi masing-masing lalu mengenakannya kembali
"Terima kasih!" kata mereka serentak "Tidak pantas kami menerima kehormatan ini."
Mereka berkata demikian karena yakin bocah tanggung ini berkedudukan tinggi,
Kalau tidak, mana mungkin bocah ini bisa duduk berdampingan dengan Kong Cin ong
dan Go Eng-him tuan muda mereka. Sekali lagi para pengawal itu mengucapkan terima
kasih sembari menjura. Sebetulnya Siau Po tidak mempunyai kesan baik terhadap para pengawal Peng Si
ong, maupun puteranya, Go Eng-him. Alasannya berbuat demikian, hanya karena
merasa tindakan Sin Ciau siangjin dan yang lainnya memang rada keterlaluan.
"Ongya," katanya kepada Kong Cin ong. "Bolehkah aku meminjam beberapa tail
perak?" Kong Cin ong tertawa.
"Saudara Kui, ambillah sesukamu!" sahutnya ramah. "Apakah sepuluh laksa tail
cukup?" "Tidak perlu begitu banyak," kata Siau Po sambil tersenyum Dia lalu menoleh kepada
pelayan pangeran itu dan memerintahkan "Cepat kau pergi membeli topi yang harganya
paling mahal semakin cepat semakin baik!"
Pelayan itu segera mengiakan dan kemudian mengundurkan diri. Melihat gerak-gerik
si thay-kam cilik, Go Eng-him segera memberi hormat.
"Terima kasih, kongkong!" katanya, "Kongkong baik sekali. Kami merasa bersyukur,"
katanya. Bagian 17 "Terima kasih apa" Kau sebenarnya anak kura kura!" maki Siau Po dalam hati.
Kong Cin ong sendiri sebetulnya merasa tidak enak hati melihat Sin Ciau siangjin
dan yang lainnya menjatuhkan topi para pengawal dari Inlam. Dia khawatir Go Eng-him
bakal tersinggung, Tetapi untuk meminta maaf, dia merasa gengsi Biar bagaimana dia
lebih tua ketimbang anak muda itu dan kedudukannya setingkat dengan ayahnya.
Karena itu pula, dia senang melihat tindakan Siau Po yang sesuai dengan keinginan
hatinya, Dia menggunakan kesempatan yang baik itu untuk berkata.
"Mana orang" Cepat hadiahkan lima puluh tail perak kepada masing masing
pengawal Go sicu! juga masing-masing lima puluh tail untuk orang-orang kita!"
Hadiah untuk Sin Ciau siangjin dan rekan-rekannya memang disengaja agar mereka
tidak merasa dibedakan atau diperlakukan tidak adil, Tindakannya itu justru
mengundang sorak riuh dan tepuk tangan dari para hadirin.
To Lung juga ikut berdiri, dia menuangkan arak ke dalam cawan para hadirin,
kemudian dia berkata kepada para tamu tersebut.
"Sicu tianhe, Ayah sicu adalah seorang panglima yang sudah terkenal sekali,
sekarang barulah kita membuktikannya dengan mata kepala sendiri. Lihatlah para
pengawalmu itu, mereka begitu taat pada perintah sehingga tidak takut menghadapi
kematian Tidak heran setiap kali maju di medan perang, mereka selalu memperoleh
kemenangan. Nah, mari kita minum bersama untuk menghormati Peng Si ong yang
berjasa itu. Go Eng-him bangkit sambil mengangkat cawannya.
"Aku mewakili ayahku minum arak ini. Terima kasih untuk kebaikan tuan-tuan
sekalian!" Para hadirin pun mengangkat cawannya dan mengeringkan isi nya. Setelah itu Go
Eng-him berkata kembali. "Ayah berkedudukan di wilayah selatan dan keselamatannya terjamin, Semua ini
berkat rejeki besar junjungan kita Yang Mulia serta bantuan para menteri dalam istana,
Ayah hanya ingat untuk bersedia terhadap Sri Baginda, tidak berani dia bermalasmalasan.
jadi dalam hal ini, sebetulnya ayah tidak berjasa apa-apa."
Tidak lama kemudian, pelayan yang diperintahkan oleh Siau Po telah muncul
kembali. Dia membawa enam belas topi yang paling mahal harganya dan
menyerahkannya kepada thay-kam cilik kita.
Siau Po menghadap Kong Cin ong.
"Ongya, barusan para suhu telah menjatuhkan topi para pengawal dari Inlam, Karena
itu sudah selayaknya Ongya menggantikan kerugian mereka dengan topi yang baru,"
katanya. Kong Cin ong lantas tertawa.
"ltu sudah selayaknya! Kau benar-benar pandai berpikir, saudara Kui! Kau bisa
mengingat sampai ke sana!" Kemudian dia menyuruh pelayannya untuk menyerahkan
topi-topi itu kepada para pengawal dari Inlam.
Orang-orang Go Eng-him menerima hadiah itu. Mereka menjura dalam-dalam serta
menyatakan terima kasih sekali lagi, Setelah itu mereka melipat topi itu dan
menyimpannya dalam saku, sedangkan kepala mereka masih tetap mengenakan topi
yang lama. Kong Cin ong dan Siau Po saling pandang sekilas, Mereka mengerti apa sebabnya
para pengawal dari Inlam itu bersikap demikian. Tentu karena mereka tidak mau
berlaku lancang. Perjamuan diteruskan sampai tiba saatnya pertunjukan dimulai Kong Cing ong
meminta tamunya memilih cerita yang disukai Go Eng-him menyebut kisah "Ban Cong
Hud" atau Kisah Jenderal Kwe Cu-gi mengadakan pesta ulang tahun di mana hadir
ketujuh putera dan delapan menantunya yang datang mengucapkan selamat
kepadanya, Jenderal itu hidup berbahagia, jasanya banyak sekali Pangkat-nya tinggi,
panjang umur serta mempunyai keluarga besar.
Selesai pertunjukan itu, Kong Cin ong menoleh kepada Siau Po.
"Saudara Kui, ayo! Kau juga memilih cerita kesukaanku!"
Siau Po tertawa dan berkata.
"Aku tidak bisa memilih, biar Ongya saja yang pilihkan! Yang penting ceritanya seru
dan ada perkelahiannya!"
"Kalau begitu kau pasti suka cerita mengenai kegagahan," kata Kong Cin ong seraya
tertawa. . "Baiklah! Aku pilihkan kisah seorang pemuda yang mengalahkan seorang tua,
seperti waktu kau membekuk Go Pay! Kisah Pek Sui-tha!"
Setelah kedua kisah yang diminta selesai dipertunjukkan tukang cerita menyambung
lagi sebuah kisah yang berjudul "Yu Wan Keng-Bong" yang mengisahkan seorang
pemuda yang berjalan-jalan di taman bunga di mana dia tertidur dan tersentak bangun
oleh mimpinya. Siau Po tidak sabaran, Karena perannya kebanyakan menyanyi dan berpantun, hal
ini tidak disukainya, Kemudian dia berdiri dan menuju paseban belakang di mana dia
melihat ada beberapa meja yang dipenuhi oleh orang-orang yang sedang berjudi. Ada
yang main dadu, juga ada yang main kartu ceki. Dia merasa tertarik sayangnya dia tidak
membawa dadunya yang istimewa.
Tapi tidak apa-apa, karena dia membawa uang dalam jumlah yang cukup banyak,
Dia melihat di meja yang satunya sang bandar sudah menang banyak, Uang di
depannya sudah bertumpuk tinggi.
"Eh, Kui kongkong!" sapa sang bandar sambil tertawa. "Apakah kongkong berminat
ikut mengambil bagian dalam permainan ini?"
"Baik!" sahut Siau Po tanpa bimbang lagi.
Saat itu juga, dia melihat ada seorang yang bertubuh kurus tinggi, yakni pengawal Go
Eng-him yang sabar luar biasa itu. Dia menaruh kesan baik terhadap orang yang satu
ini. Dia hanya menonton permainan dari samping. Siau Po segera melambai kepadanya
dan menyapanya. Pengawal itu segera menghampiri si bocah dan memberi hormat dengan menjura
daIam-dalam. "Entah ada perintah apa, Kui kongkong?" tanyanya ramah.
Siau Po tertawa. "Di meja judi tidak ada perbedaan derajat, baik ayah dan anak sama saja, karena itu
janganlah kau bersikap sungkan, Toako, siapakah she dan namamu yang mulia?"
Tadi ketika ditanya oleh Sin Ciau siangjin, pengawal ini tidak memberikan jawaban,
Tapi keramahan Siau Po membuat perasaannya jadi tidak enak.
"Hamba she Yo bernama Ek-ci!"
"Oh, nama yang bagus sekali! Nama yang bagus sekali!" kata Siau Po yang
sebetulnya buta huruf dan tidak tahu apa arti nama itu. "Banyak orang gagah yang
berasal dari keluarga Yo. Umpamanya Yo Leng-kong, Yo Lak-say, Yo Cong-po, Yo
kong! Nah, Yo toako, mari kita main bersama-sama!"
Senang sekali hati Ek-ci mendengar para leluhur yang bermarga sama dengannya
mendapat pujian tinggi dari thay-kam cilik ini. Lekas-lekas dia menyahut.
"Maaf, kongkong. Hamba tidak bisa berjudi."
"Tidak bisa berjudi?" tanya Siau Po. "Tidak apa-apa! jangan takut. Aku akan
mengajarimu! Keluarkanlah uang goanpo milikmu yang besar itu."
Ek-ci menurut. Dia mengeluarkan uang goanpo hadiah Kong Cin ong. Siau Po sendiri
mengeluarkan selembar cek kemudian meletakkannya di atas meja, Sembari tertawa
dia berkata: "Aku akan berkongsi dengan Yo toako, jumlah modalnya seratus tail."
Bandar itu pun ikut tertawa. "Bagus! Makin besar jumlahnya, makin baik" sahutnya
sambil melempar dadu. Setelah itu giliran Siau Po, dia mendapat angka titik tujuh, Dan
demikian seratus tail itu melayang ke tangan bandar karena dia kalah.
"Aku pasang lagi seratus tail!" katanya kemudian. Kali ini dialah yang mcnang,
selanjutnya permainan seri, Tidak ada yang kalah atau pun menang.
"Ah, tidak benar kalau begini, Kasihan, apalagu Yo toako sampai kalah, Buat aku sih
tidak apa-apa..." pikir Siau Po dalam hati, Karena itu memasang lagi lalu melemparkan
dadunya sambil berseru: "Bayar!"
Kali ini keluar angka dobel enam, Si bandar kalah dan dia harus membayar dua kati
lipat, ratus tail jadi dua ratus. Dua ratus jadi empat dan empat ratus tail jadi
delapan ratus. "Kui kongkong mujur sekali!" kata si bandar seraya tertawa lebar, Dia kalah, tapi ia
masih tersenyum. Siau Po juga ikut tertawa.
"Kau mengatakan aku mujur" Bagaimana kita main dua kali lagi?" Dia pun
mengambil kembali uangnya yang delapan ratus tail itu.
Apa daya si bandar memang sedang apes kalah lagi. Dengan demikian uang Siau Po
meneribu enam ratus lail!
"Bagaimana, Yo toako?" tanya bocah itu pada kongsiannya, "Apakah kita lanjutkan
lagi permainan ini?"
"Terserah Kui kongkong," sahut Yo Ek-ci, tapi di dalam hatinya dia berpikir: "Kau toh
sudah menang banyak, buat apa main terus?"
Pada saat itu sudah banyak orang yang mengerumuni tempat Siau Po berjudi, Sebab
jarang ada orang yang menang sampai seribu tail lebih.
Siau Po masih memegang dadu, sambil melemparkan dadunya dia berseru, Dadu itu
berputaran yang satu berhenti angkanya enam. Tinggal yang satu masih terus
berputaran Dadu itu bukan miliknya, karena itu dia belum bisa menguasainya dengan
baik. Akhirnya dadu itu berhenti Angkanya dua.
sekarang giliran bandar yang melemparkan dadunya, Seperti Siau Po tadi, dadu itu
terus ber-utaran, Yang satu berhenti lebih dahulu, angkanya lima.
Si bandar tertawa. "Kongkong, mungkin kali ini kau bisa kalah!" katanya, Dadu yang satu masih
berputar. "Dua! Dua!" teriak Siau Po.
Apabila keluar angka tiga, empat atau lima, dia pasti kalah, Kalau keluar angka dua,
bandarlah yang harus mengganti pasangannya, sedangkan kalau dapat angka tiga,
berarti jumlahnya delapan, Sama dengan angka yang didapatkan oleh Siau Po, Tapi
dalam permainan ini, tetap si bandar yang menang, itulah sebabnya Siau Po meminta
angka dua. Tampaknya kemujuran memang sedang berada di pihak si thay-kam cilik, Dadu itu
bolak-balik beberapa kali kemudian berhenti, Ternyata memang yang muncul dua titik,
Siau Po pun bersorak gembira, selekasnya.
"Ciangkun, kau benar-benar apes"
"Betul, kongkong, Hari ini kau memang mujur sekali!" kata bandar itu sambil
menghitung uang untuk membayar pasangan Siau Po.
Siau Po menerima uang yang disodorkan itu.
"Terima kasih...!" katanya sambil tertawa, Dia lalu menoleh kepada rekannya, "Yo
toako, ambillah uang ini semuanya!"
Ek-ci terperanjat juga gembira, Di samping itu dia juga merasa heran, seakan tibatiba
dia menemukan harta karun.
"Kongkong, apa artinya Ciangkun?" tanyanya dengan nada berbisik, "Apa
pangkatnya?" Sekarang giliran Siau Po yang menjadi heran mendengar pertanyaan itu, Dia
menoleh kepada si bandar yang dipanggil Ciangkun itu.
"Ciangkun, bolehkah aku menanyakan she dan namamu yang mulia?"
Bandar itu berdiri dan tertawa, Dengan penuh hormat dia menjawab.
"Aku yang rendah bernama Ouw Pek-seng. Aku adalah Cong peng dari Thian Cin
dan merupakan bawahan langsung dari Kong Cin ong."
Cong peng setingkat dengan Brigadir Jendral, Siau Po tertawa dan berkata,
"Ciangkun, aku yakin dalam peperangan, seratus kali terjun, seratus kali pula kau
mendapat kemenangan sayangnya dalam perjudian, nasibmu kurang beruntung."
Nama ciangkun itu Pek Seng, artinya memang seratus kali perang seratus kali
menang. Ouw Pek seng tertawa mendengar kata-kata Siau Po.
"Kongkong, sebetulnya dalam perjudian pun, biasanya seratus kali main, aku juga
seratus kali menang, Tapi ada pepatah yang mengatakan di atas gunung masih ada
gunung iainnya, Kita jago, ada lagi yang lebih jago, Karena itu, hari ini bertemu
dengan kongkong, aku seperti membentur batu. Seratus kali berjudi, aku pun seratus kali
kalah," katanya sambil tertawa terbahak-bahak.
Siau Po juga tertawa, Kemudian dia mengundurkan diri, tiba-tiba sebuah ingatan
melintas di benaknya, "Akh" Tidak mungkin Cong peng itu kalah! Melihat caranya
melempar dadu, dia sebenarnya seorang ahli, tapi kenyataannya dia kalah, Hal ini
membuktikan bahwa dia sengaja mengalah, Tapi, kenapa" Oh, aku mengerti! Tentu
karena kedudukanku yang lebih mantap daripadanya!"
Siau Po merasa puas. Akhirnya dia kembali ke dalam ruangan dan duduk di
tempatnya semula. Pada saat itu seorang wanita sedang bernyanyi dan banyak penonton yang memuji
keindahan suaranya. Siau Po merasa heran mengapa dirinya sendiri tidak tertarik mendengarkan nyanyian
itu" Kemudian dia bangun kembali.
Melihat gerak-gerik thay-kam muda itu, KongCin ong tersenyum.
"Saudara Kui, apa yang kau pikirkan" Apakah kau ingin berjalan-jalan" Pergilah,
jangan sungkan-sungkan. "Terima kasih," sahut Siau Po gembira karena Kong Cin ong bisa memahaminya.
Kemudian dia meninggalkan ruangan tersebut Ketika melihat orang-orang masih asyik
bermain judi, hampir dia kepincut kembali. Untung akhirnya dia dapat mengendalikan
diri. ia terus menuju belakang, masih diingatnya jalan-jalan dalam istana Cin ong itu.
Di mana-mana tampak sinar lilin menerangi.
Setiap orang istana itu yang melihat Siau Po selalu memberi hormat Selagi berjalan,
tiba-tiba Siau Po merasa ingin buang air kecil Dia berjalan terus kekiri menuju taman
bunga, Disana ada sebuah jendela, dia lalu menolakkan daun jendela dan pergi ke
sudut yang gelap.

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika bermaksud membuka ikat pinggangnya, tiba-tiba dia mendengar suara orang
sedang berbicara dengan lirih sekali di balik pepohonan.
"Uangnya dulu nanti baru aku mengantarkan engkau," kata orang yang pertama.
"Kau antarkan aku duIu!" sahut orang yang kedua. "Setelah mendapatkan barang itu,
jangan khawatir uangnya berkurang sepeser pun!"
"Uangnya dulu!" Terdengar orang yang pertama berkata kembali "Kalau kau sudah
mendapatkan barang itu, tapi uangnya tidak kau serahkan, kemana aku harus
mencarimu?" "Baiklah!" sahut orang kedua yang akhirnya mengalah juga. "Nah, ini kau terima dua
ribu duIu. sisanya belakangan!"
Siau Po merasa heran, Ribuan tail bukan jumlah yang sedikit Barang apakah yang
demikian mahal harga" Ditundanya keinginan untuk membuang air kecil,
pendengarannya dipertajam untuk mencuri dengar pembicaraan antara kedua orang
itu." "Dua ribu duIu" Tidak!" kata orang yang pertama, "Aku tidak setuju! Kau toh tahu,
urusanya bisa membuat kepalaku pindah rumah. Kutakut main-main?"
Orang yang kedua rupanya merasa terdesak. "Baiklah! Nih, kau terima selaksa tail!"
katanya. "Terima kasih!" sahut orang-yang pertama. "Sekarang ikutlah denganku!"
Siau Po semakin heran, perhatiannya menjadi tertarik, Urusan apakah yang dapat
membuat kepala pindah"
"Aku akan mengintai mereka!" ia memutuskan dalam hati. Dia pun lalu mengikuti
kedua orang itu secara diam-diam.
Kedua orang itu menuju ke barat Mereka berjalan di balik pepohonan Setelah
berjalan kira-kira dua tombak, mereka berhenti Kemudian keduanya celingak-celinguk
ke sekelilingnya. "Gerak-gerik mereka sangat mencurigakan, tentunya mereka mengandung niat tidak
baik," pikir bocah dalam hatinya, "Kong Cin ong memperlakukan aku dengan baik,
sebaiknya aku intil kedua orang ini untuk mengetahui apa yang akan mereka lakukan,
Kalau benar maksudnya memang jahat, biar mereka kenal kehebatan aku, si Kui
kongkong. Kedua orang itu berjalan lagi, Siau Po terus mengintil di belakang, Namun sekarang
dia sudah mengeluarkan pisau belatinya yang tajam itu. Dengan demikian perasaan
takutnya jadi berkurang. Kedua orang itu kemudian masuk ke dalam sebuah ruangan kecil, cepat-cepat Siau
Po menghampiri jendela, Dilihatnya ada cahaya dari dalam nya, Dengan hati-hati dia
mengintai Rupanya kamar itu merupakan sebuah Hu-tong (Tempat memuja sang Buddha).
Patungnya terletak di atas meja, di depannya ada sebuah pelita minyak, Apinya
bergerak-gerak karena hembusan angin.
Seseorang yang berdandan seperti pelayan berkata dengan perlahan.
"Sudah satu tahun lebih aku mengadakan penelitian sekarang aku baru tahu tempat
penyimpanan barang itu. pokoknya tidak sia-sia kau mengeluarkan uang sebanyak
selaksa tail!" "Oh ya, di mana tempatnya?" tanya seorang lainnya, punggungnya menghadap Siau
Po, "Sini!" kata orang yang pertama, Orang yang kedua pun menoleh, Kali ini Siau Po
dapat melihat wajah orang itu dengan jelas, dia merasa heran karena ia mengenalinya
sebagai Gi Goan-Kay. "Sini apa?" Pelayan itu tertawa.
"Ci suhu memang paling bisa berpura-pura! Tentu saja kurangnya yang selaksa tail
lagi!" "Kau sungguh cerdik, sobat!" kata Ci Goan-kay sambil merogoh sakunya untuk
mengeluarkan uang sisanya yang selaksa tail lagi, Kemudian dia menghitung uang itu.
jantung Siau Po berdebar-debar. Bukan karena jumlah uang yang banyak itu, tapi
karena dia insyaf kelihayan Ci Goan-kay. Apabila dia sampai kepergok, pasti celakalah
dia. Sudah barang tentu Ci Goan-kay akan curiga padanya dan menduga yang bukanbukan.
Setelah menerima uang sisanya, pelayan itu tertawa lagi
"Betul!" katanya, kemudian ia berbisik di telinga Cia Goan-kay.
Goan Kay menganggukkan kepalanya berkali-kali Siau Po berusaha menerka, tapi
dia tidak tahu apa yang dibisikkan pelayan itu.
Tiba-tiba Goan Kay melompat naik ke atas meja, dia melihat ke belakang namun
tangannya terulur ke atas untuk meraba telinga kiri sang patung Buddha.
Setelah berhasil meraba sesuatu, Goan Kay mencelat turun kembali sekarang
tangannya memegang suatu benda kecil. Di bawah cahaya pelita, dia memeriksanya
dengan teliti. Siau Po tidak mengerti Dia melihat Ci Goan-kay menggenggam sebuah
kunci emas yang cahayanya berkilauan.
Setelah memeriksa anak kunci itu, Ci Goan-kay lalu menunduk Dia segera
menghitung batu lantai, yang melintang jumlahnya ada beberapa puluh, sedangkan
yang memanjang hanya belasan. Dari sela kaos kakinya dia mencabut sebilah golok
kecil yang kemudian digunakan untuk mencungkil batu tersebut Setelah berhasil,
terdengar dia berseru gembira.
"Itu kan barang asli dan harganya sesuai!" kat si pelayan "Kau lihat, aku tidak
berbohong kan?" Goan Kay tidak menjawab Dia memasukkan anak kunci nya, terdengar suara
kelotekan. Tampak dia tercengang.
"Kenapa tidak bisa dibuka" Apakah kuncinya tidak cocok?" tanyanya.
Bunga Ceplok Ungu 6 Raden Banyak Sumba Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M Si Bayangan Iblis 2
^