Pencarian

Kaki Tiga Menjangan 9

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 9


"Mana mungkin?" sahut si pelayan "Ongya sendiri yang membukanya dengan kunci
itu dan ternyata bisa, Ketika itu aku mengintip dari jendela. Aku dapat melihatnya
dengan jelas!" Pelayan itu.
Lalu membungkuk dan tangannya menjulur ke depan Tentu dia merasa tidak percaya
dan ingin membuktikannya sendiri Tampak tangannya menarik sesuatu.
Tapi, tepat pada saat itu juga, terdengar suara angin berkesiur, Tahu-tahu sebatang
anak panah melesat ke atas.
"Aduh!" jerit si pelayan karena anak panah itu tepat menancap di dadanya, Tubuhnya
roboh ke belakang, Tangannya yang memegang tutup besi menyebabkan tutup itu
terlepas dan terpental. Goan Kay terkejut, tetapi dia tabah dan gesit. Dia berhasil menyambar tutup besi itu,
Kalau tutup besi itu sampai terjatuh di atas lantai pasti menimbulkan suara berisik.
Setelah itu dia berjongkok untuk memeriksa keadaan si pelayan Dia membekap
mulutnya agar jeritannya tidak terdengar orang lain Kemudian dia menggunakan tangan
orang itu untuk meraba-raba ke dalam lubang batu.
"Rupanya masih ada alat rahasia lainnya." pikir Siau Po dalam hati, Dia terus
mengintai "Sungguh lihay orang she Ci itu...."
Ternyata kali ini tidak ada alat rahasia lainnya. Karena itu Goan Kay lalu
memasukkan tangannya sendiri dan menarik keluar sebuah bungkusan. Tangan
kanannya mengibas sehingga si pelayan terguling, Dia sendiri langsung bangun, Kaki
kanannya menekan mulut si pelayan agar tidak bersuara.
Dengan sedikit memiringkan tubuhnya, Goan Kay meletakkan bungkusan itu di atas
meja, Lalu dia membukanya sehingga isinya terlihat Rupanya sebuah kitab, Tampak Ci
Goan-kay menghembuskan nafas lega.
"Kitab itu rupanya Si Cap Ji Cin-keng dan merupakan kitab ke empat yang pernah
dilihat oleh Siau Po. Persis sama dengan yang pernah didapatkannya dari rumah Go
Pay. Bedanya hanya kain suteranya berwarna biru dan ikatannya dari sutera merah.
Dengan gesit Goan Kay membungkus lagi kitab itu kemudian memasukkannya ke
dalam saku. setelah itu dia mengangkat kakinya dan menginjak anak panah yang
menancap di dada si pelayan itu sehingga tembus ke dalam, tanpa sempat bersuara
sedikit pun, pelayan itu menghembuskan nafas terakhir.
Siau Po terperanjat melihat apa yang terjadi di hadapannya, Sungguh licik orang she
Ci itu, ia bekerja tidak kepalang tanggung, Setelah itu ia merogoh saku pelayan itu
untuk mengambil uangnya kembali. Sembari tertawa ia berkata:
"Sekarang kau sudah mendapatkan bagianmu!" Sesaat kemudian dia mencelat
keluar. Siau Po berpikir dengan cepat
"Dia mau kabur! Apakah aku harus berteriak?" pikirnya ragu.
Tepat di saat pikiran si bocah masih bekerja, sesosok bayangan melesat naik ke atas
genting, Dia adalah Ci Goan-kay.
Siau Po mengerutkan tubuhnya, jangan sampai dirinya terlihat oleh orang itu, Dia
mendengar suara perlahan dari atas genting, tidak lama kemudian, suara itu lalu
lenyap, Setelah itu tampak Ci Goan-kay melompat turun. Kali ini ia berjalan dengan
tenang kembali ke ruangan dalam, di mana perjamuan sedang berlangsung.
"Tidak salah!" pikir Siau Po. "Pasti dia menyembunyikan kitab itu di atas genting, Lain
kali kalau ada kesempatan dia bisa mengambilnya kembali Hm! Tidak semudah yang
kau bayangkan, sobat!"
Siau Po menunggu lagi beberapa saat sampai dia yakin Goan Kay sudah pergi jauh,
Setelah itu baru dia keluar dari tempat persembunyiannya dan bergegas naik ke atas
genting untuk mencari kitab itu, Dia berusaha keras mengira-ngira di mana Goan Pay
menyembunyikannya seperti tadi dia mendengar suaranya dari bawah.
Setelah menyingkap belasan potong genting, akhirnya Siau Po berhasil
mendapatkan bungkusan yang berisi kitab Si Cap Ji Cin-keng tersebut. Dia ambil
bungkusan itu dan kemudian merapikan kembali genting-genting yang terbuka, Malam
itu cuaca cukup gelap, keadaan di sekitar hanya remang-remang.
"Mengapa kitab ini demikian berharga sehingga banyak orang yang
menginginkannya?" pikirnya dalam hati, "Mula-mula si kura-kura tua, lalu ibu suri, Ada
lagi Go Pay, Kong Cin ong dan sekarang si orang she Ci! Kalau aku sekarang tidak
mengambilnya, aku pantas disebut orang tolol! Percuma aku she Wi!"
Dia segera membuka bungkusan itu dan lalu memasukkan kitab tersebut ke dalam
sakunya, Karena dia mengenakan jubah yang longgar, dari luar tidak kentara kalau dia
menyembunyikan sesuatu, Bungkusannya sendiri dilemparkan ke atas pohon, lalu
cepat-cepat dia kembali ke ruangan besar untuk mengikuti perjamuan yang masih
berlangsung. Pesta masih dilanjutkan Demikian pula orang-orang yang berjudi, mereka masih
asyik dengan permainan itu, pertunjukan sandiwara juga masih berlangsung dan sang
wanita masih bernyanyi terus."
"Apakah peran wanita yang menyamar sebagai biarawati itu?" tanya Siau Po kepada
So Ngo-tu. Orang yang ditanya tertawa.
"Dalam cerita dikisahkan bahwa biarawati itu merindukan seorang pria, Dia
bermaksud melarikan diri ke bawah gunung untuk menikah dengan pria pujaannya, Kau
lihat, bukankah wajahnya menyiratkan kalau dia sedang dirundung asmara?"
Berkata sampai di situ, tiba-tiba So Ngo-tu menghentikan kata-katanya. Dia teringat
bahwa yang diajaknya berbicara adalah seorang thay-kam, Thay-kam itu seperti juga
sebangsa pendeta yang tidak suka membicarakan soal perempuan.
"Cerita itu tidak menarik. Nanti aku pilihkan sebuah kisah yang bagus untuk
kongkong!" katanya kemudian.
Mereka berdua telah mengangkat saudara, tapi hal ini masih dirahasiakan itulah
sebabnya di depan umum mereka tetap saling menyebut dengan formalitas.
Selesai berkata, So Ngo-tu memerintahkan pada tukang cerita untuk mengganti
pertunjukannya dengan kisah "Nge Koan Lau", cerita tentang Lie Cun-houw yang
memukul harimau. Setelah selesai, pertunjukan diganti lagi dengan "Ciong Hiok
menikah". Seru sekali jalan ceritanya di mana kelima pembantu si Raja setan bertempur
dengan sengit. Siau Po bertepuk tangan dan berseru menyatakan pujiannya, Setelah itu dia
menambahkan: "Aku harus segera kembali ke istana, Maaf kalau aku tidak dapat menonton lebih
lama lagi." Ketika dia menoleh, dilihatnya Ci Goan-kay sedang bermain teka-teki tangan dengan
asyiknya bersama dua orang pengawal justru saat itu terdengar Ci Goan-kay bertanya.
"Sin Ciau siangjin, di mana orang she Long tadi?"
"Sudah agak lama juga aku tidak melihat, kemungkinan dia sedang keluar.,." sahut
beberapa pengawal lainnya.
Sin Ciau siangjin lantas tertawa.
"Orang itu tidak tahu kebaikan orang, Mungkin dia malu berada di sini lama-lama,"
katanya. "Betul. Kemungkinan dia sudah menyingkir dari sini, Sikap orang itu mencurigakan
dan dia juga dikenal licik, bisa jadi dia mencuri sesuatu..." kata Ci Goan-kay.
"Mungkin saja," sahut seorang pengawal lainnya.
"Orang she Ci ini sungguh cerdik, cara kerjanya juga sempurna, Belum apa-apa dia
sudah menimpakan kesalahan kepada orang lain, Kalau kitab itu ketahuan hilang, tentu
orang she Long itulah yang akan dicurigai Apalagi kalau pelayan itu diketemukan sudah
jadi mayat, Bisa jadi mereka menduga si Long yang membunuhnya. Cara kerjanya
orang she Ci ini bagus sekali. Lain kali bila aku ingin melakukan sesuatu, aku harus
mencari kambing hitamnya dulu," pikir Siau Po dalam hati.
Karena malam sudah mulai larut, Siau Po pun segera memohon diri pada tuan
rumah. Kong Cin ohg tahu thay-kam cilik ini bisa di kunci dari dalam apabila pulang terlalu
malam. Karena itu dia tidak menahannya lagi. Dia hanya tertawa dan mengantarkan Siau Po
sampai di depan pintu. Go Eng-him dan So Ngo-tu serta yang lainnya juga ikut mengantarkan. Ketika Siau
Po naik ke atas joli. Yo Ek-ci segera menghampirinya.
"Kongkong, tuan muda kami menghadiahkan barang yang tidak berharga ini. Harap
kongkong sudi menerimanya."
Siau Po tertawa. "Terima kasih!" katanya sembari menerima bungkusan itu, "Yo toako, kita baru
pertama kali bertemu, tetapi hubungan kita sudah seperti sahabat lama, Senang
rasanya aku bergaul denganmu, Kalau aku menghadiahkan uang untukmu, mungkin
kau akan merasa terhina, Karena itu, sebaiknya lain kali aku mentraktirmu saja!"
Yo Ek-ci tertawa, Dia senang sekali mendengar ucapan Siau Po.
"Kongkong sudah menghadiahkan aku seribu enam ratus tail, apakah itu masih
belum cukup?" "ltu kan hadiah dari orang lain, tidak masuk hitungan!" tukas Siau Po dengan cepat.
Tidak lama kemudian joli itu sudah sampai di depan istana, Siau Po segera
membuka bungkusan yang diserahkan Yo Ek-ci. Dia sudah tidak sabar ingin
mengetahui isinya, isinya tiga kotak yang diberi tali emas, Kotak pertama berisi sebuah
ayam-ayaman dari batu kumala hijau, semuanya terdiri dari sepasang, buatannya halus
sekali, Kotak kedua berisi dua renceng mutiara, Memang mutunya tidak sebagus yang
dia tumbuk buat si kuncu cilik, tapi ukurannya sama, jumlahnya dua ratus butir.
"Aku berbohong pada si kuncu akan membeli mutiara guna meracik obatnya, Siapa
sangka Go Eng-him benar-benar menghadiahkan mutiara untukku sehingga dustaku
menjadi kenyataan Tentu si kuncu jadi percaya karenanya," pikirnya dalam hati.
Kemudian dia membuka kotak yang ketiga, Ternyata isinya dua puluh lembar cek
yang nilainya masing-masing sepuluh tail uang emas, jumlahnya jadi dua ratus tail uang
emas, sedangkan cek itu tertera toko emas Ju Liong Seng yang sangat terkenal di
kotaraja. Untung saja pintu istana belum dikunci. Siau Po langsung kembali ke kamarnya,
Setelah memalang pintu kamarnya, dia menyulut lilin lalu menyingkap kelambu.
"Tentu kau sudah tidak sabar menunggu kepulanganku," katanya sambil tertawa, Dia
melihat si nona cilik itu masih berbaring tanpa berkutik sedikit pun.
Mulutnya masih tersumpal kue yang belum dimakannya, dia segera mengeluarkan
dua renceng mutiaranya yang indah, Sembari tertawa dia berkata kembali: "Kau lihat,
aku membelikan kau dua renceng mutiara yang sangat indah, Nanti aku akan
menumbuknya untuk dijadikan bedak agar wajahmu sepuluh kali lipat lebih cantik dari
sekarang, Kau akan menjadi nona yang tercantik di kolong langit ini! Kalau gagal, a...
ku bukan orang she Kui lagi, Wah, aku sampai lupa. Kau lapar tidak" Kenapa kau tidak
makan kue itu" Mari, aku bantu kau agar bisa bangun dan duduk...."
Tiba-tiba kata-kata Siau Po terhenti. Dia mengeluarkan seruan tertahan, sebab
mendadak tulang rusuknya terasa seperti kebal dan disusul dengan rasa nyeri di
dadanya. "Aduh!" Dia menjerit saking kagetnya, Kemudian dia merasa seluruh tubuhnya
menjadi lemas. Lututnya terkulai dan dia pun roboh ke depan pembaringan Dia merasa
tidak mempunyai tenaga sehingga tidak dapat berkutik sama sekali.
Tiba-tiba terdengar si kuncu tertawa sambil menyingkap selimut yang menutupi
tubuhnya. Kemudian dia turun dari tempat tidur dan berkata.
"Jalan darahku sudah bebas! Sudah cukup lama aku menantikan kepulanganmu!
Kenapa kau baru datang sekarang?"
Siau Po heran. "Siapa yang membebaskan jalan darahmu?" tanyanya tanpa
menjawab pertanyaan si nona.
"Tentu saja bebas sendiri!" sahut si nona cilik. "Setelah kau membebaskan jalan
darah gaguku, maka jalan darah yang lainnya juga akan bebas setelah waktunya
sampai. Aku tidak membutuhkan pertolonganmu lagi sekarang, Aku akan membantumu
naik ke atas tempat tidur agar bisa berbaring dengan enak, Aku sendiri akan
meninggalkan tempat ini...."
Siau Po terperanjat setengah mati.
"Tidak bisa!" katanya cepat, "Kau belum boleh pergi, Wajahmu belum pulih secara
keseluruhan. Kau masih membutuhkan obat agar dapat sembuh dari lukamu dan bersih
kembali seperti sediakala!"
Si nona tertawa geli. "Kau memang manusia licin dan busuk!" katanya. "Kau pintar membohongi orang!
Kapan kau mengukir wajahku" Tadinya aku memang kaget dan ketakutan mendengar
kata-katamu yang ternyata hanya bualan belaka!"
"Oh, bagaimana kau bisa tahu?" tanya Siau Po semakin bingung.
"Tadi aku sudah turun dari tempat tidurku dan bercermin," sahut si nona cilik.
"Ternyata di wajahku tidak ada ukiran apa pun...."
Siau Po memperhatikan wajah si nona yang memang sudah tampak putih bersih. Dia
merasa menyesal. "Dasar aku yang teledor," katanya, "Kenapa aku tidak memeriksa wajahmu terlebih
dahulu" Kalau tidak, mana mungkin aku kena ditipu olehmu, Bila demikian halnya, buat
apa aku pergi membeli mutiara yang begitu mahal" Kau lihat, aku sudah menjelajahi
seluruh kota untuk mencari barang-barang ini, Selain kalung mutiara, aku juga membeli
sepasang barang mainan lainnya!"
Si nona cilik masih kekanak-kanakan, mendengar barang mainan hatinya jadi
tertarik. "Barang mainan apa?"
"Kau bebaskan dulu jalan darahku, Nanti aku perlihatkan kepadamu," sahut Siau Po.
Dia memang ditotok oleh si nona sehingga tidak dapat berkutik sama sekali.
"Baik!" sahut si nona cilik yang langsung mengulurkan tangannya, Tapi tiba-tiba dia
menghentikan karena sinar matanya bertemu pandang dengan bola mata Siau Po yang
jelalatan sehingga kecurigaannya jadi timbul .
Siau Po tidak mengerti mengapa si nona tak jadi membebaskan jalan darahnya, Dia
memperhatikan gadis cilik itu lekat-Iekat.
Si nona tertawa. "Aih! Hampir saja aku kena kau kelabui lagi! Begitu aku membebaskanmu, tentu kau
akan melarang aku pergi," katanya.
"Tidak, tidak akan!" sahut Siau Po. "Kalau seorang laki-Iaki sudah mengeluarkan
kata-kata-nya, entah kuda apa pun tidak bisa mengejarnya!"
"Empat ekor kuda sulit mengejarnya!" kata si nona membetulkan "Mana ada kuda
apa yang tidak bisa mengejarnya?"
"Tapi kuda yang kumaksudkan ini lebih cepat dari keempat kudamu!" kata Siau Po
berkeras. "Kalau kudaku saja tidak dapat mengejar, apalagi ke empat ekor kudamu itu."
Si nona tersenyum, Dia tidak mengerti apa yang dimaksud dengan "kuda apa pun",
karena itu dia lalu menatap Siau Po lekat-lekat kemudian berkata.
"Baru kali ini aku mendengar kalimat kuda apa pun tidak bisa mengejarnya."
"ltulah sebabnya aku mengajari kau hari ini," kata Siau Po yang kecerdikannya luar
biasa itu. Dia juga nakal sekali dan suka bergurau "Hari ini aku ingin menyenangkan
hatimu, Barang mainan ini indah sekali, terdiri dari sepasang jantan dan betina."
"Apakah itu sepasang kelinci ?" tebak si nona cilik yang semakin penasaran dan
tertarik. Siau Po menggelengkan kepalanya.
"Bukan! Tentunya lebih menarik sepuluh kali lipat daripada kelinci!"
"Mungkinkah ikan mas?" tanya si nona lagi, Dia semakin ingin tahu.
Sekali lagi Siau Po menggelengkan kepalanya.
"Apa sih?" tanya si nona. Dia bingung sekali, Disebutnya beberapa jenis binatang
dan benda lain nya, tapi Siau Po tetap menggelengkan kepalanya.
"Ayo, keluarkanlah!" kata si nona akhirnya, Di merasa kewalahan "Barang apa sih
sebetulnya yang kau beli?"
"Cepat kau bebaskan dulu diriku," kata Siau Po "Setelah bebas, aku akan perlihatkan
kepadamu!" "Tidak bisa!" kata si nona cilik sambil menggelengkan kepalanya, "Sekarang juga aku
akan meninggalkan tempat ini, Sudah lama kakakku tidak melihat aku, pasti dia
khawatir dan bingung sekali!"
Siau Po menatap gadis cilik itu lekat-lekat.
"Kau mengatakan bahwa kau telah bebas, bukan" Kau juga mengatakan akan
meninggalkan tempat ini" Nah, mengapa kau tidak pergi dari tadi saja" Mengapa harus
menunggu sampai aku pulang?"
"Kau baik sekali terhadapku. Kau ingin membelikan aku barang permata, Karena itu,
aku harus mengucapkan terima kasih kepadamu, Dan aku harus pamitan kepadamu,
Kalau aku pergi begitu saja, bukankah aku bisa dikatakan tidak tahu sopan santun dan
tidak menghargaimu sama sekali?"
Mendengar ucapan si nona cilik, Siau Po segera berpikir dalam hati.
"Ah, dasar nona toloI! Kalau aku mengatakan keluarga Bhok itu keluarga kayu,
perkiraanku memang tidak salah, Nama keluarga mereka salah!"
Meskipun dalam hati dia berpikir demikian, namun mulutnya berkata lain:
"Kau tahu, aku mencemaskan keadaanmu, sepanjang jalan aku tidak dapat tenang,
Aku terburu-buru memasuki toko-toko emas intan untuk mencari barang yang aku
inginkan, Di beberapa toko, barang itu tidak ada. Aku menjadi bingung karena sudah
terlalu lama di luaran, Ketika sudah mendapatkannya, aku berlari-lari pulang, sampai
aku tersandung jatuh beberapa kali."
"Oh!" seru si nona cilik. "Kau tentu merasa kesakitan, bukan?"
Siau Po sengaja meringis. "Sekali aku terjatuh sehingga dadaku kebentok kayu,"
sahutnya, "Ketika itu aku merasa bukan main sakitnya...."
"Apakah sekarang kau masih merasa sakit?" tanya si nona.
Siau Po mengeluarkan suara mirip erangan.
"lya, sekarang aku masih merasa sakit," sahutnya.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau menotok jalan darahku dan membuat aku ih, rasa, nyerinya semakin
bertambah, Kau.,., aku,.,." suaranya semakin perlahan, nona cilik itu
memperhatikannya, Dia melihat Siau Po seperti benar-benar kesakitan.
Tiba-tiba dia melihat sepasang mata bocah itu membelalak ke atas, sehingga yang
tampak hanya bagian yang putihnya saja, Kemudian mata itu dipejamkan rapat-rapat
dan orangnya pun diam saja, Tampaknya bocah cilik itu hampir jatuh pingsan.
Si putri bangsawan itu terkejut sekali melihat keadaan Siau Po.
"Eh... kau... kenapa?" tanyanya gugup, "Apakah... kau merasa sakit sekali?"
Dengan suara yang lemah sekali, Siau Po menjawab
"Mungkin a... ku akan ma... ti. Tapi... aku tidak takut, Hanya ada satu hal yang
mencemaskan hatiku, mem... buat perasaanku tidak tenang..."
"Apa itu?" tanya si nona, "Katakanlah!"
"Tempat ini sangat berbahaya," kata Siau Po yang seakan memaksakan dirinya
untuk berbicara: "Kalau aku mati, tidak ada orang yang membantumu. Kau tahu, ada
orang-orang yang ingin menawanmu, mereka hendak membunuhmu..."
"Kau tidak akan mati," kata si nona, "Kau tidurlah, sebentar kau akan sehat kembali
Aku akan pergi sekarang!"
"Tapi... aku sukar ber... nafas.,." sahut Siau Po, suaranya demikian lemah,
Tampaknya dia sedih sekali, Nafasnya tertahan.
Nona Bhok lantas mengulurkan tangannya ke depan hidung bocah itu. Dia terkejut
sekali karena tidak merasakan hembusan nafas.
"Oh!" serunya tertahan, Air matanya langsung menetes keluar.
Diam-diam Siau Po melirik. Dia melihat keadaan si nona dan mendengar isak
tangisnya, Dalam hati dia malah menertawakan, "Dasar nona kelas sembilan!
Tampaknya dia belum pengalaman sama sekali..."
"Apakah kau pingsan?" tanya si nona, "Kau tidak boleh mati!"
Siau Po menatap si nona dengan sinar mata sayu.
"Kau tidak boleh mati!" seru si nona cilik sekali lagi.
"Tapi... kau menotok... jalan da... rah yang salah," kata si bocah dengan suara lemah,
"Ta... hukah kau, yang... kau to... tok itu jalan... darah ke... matianku?"
Kuncu cilik itu tampak terkejut setengah mati.
"Tidak mungkin!" katanya bingung, "Kau tidak mungkin mati! Aku tidak mungkin salah
menotok! Ajaran guruku tidak mungkin keliru! Kau, tahu barusan aku menotok kedua
jalan darah Leng Hi dan Pou Long, kemudian aku juga menotok jalan darah Thian ti di
tubuhmu." "Tapi, kau sedang bingung, pikiranmu sedang ka... lut," sahut Siau Po. "Karena
pikiranmu bingung dan kacau, kau... salah menotok, Aduh! Rasanya,., da... rahku...
bergolak... aduh!" "Apakah jalan darahmu tersesat?" tanya si non cemas.
"Ya,., ter... sesat!" sahut Siau Po tersendat sendat "Aih!... ilmu menotok... mu
be.,.lum sem purna, Kenapa kau... sembarangan me... notokku Kau bukan menotok...
jalan darah Thian ti dan Po long, tapi ja... lan darah kematianku yang kau totok!"
Sebetulnya Siau Po tidak tahu nama-nama jala darah, dia hanya meniru kata-kata si
nona cilik saja. Untungnya si nona cilik juga belum begitu paham semua jalan darah,
jumlahnya memang banyak sekali sehingga timbul kesangsian dalam hati si gadis cilik
bahwa ada kemungkinan memang dia sudah salah menotok.
"Aih!" serunya kemudian, "Mungkinkah aku telah menotok jalan darah Tan tiong?"
"lya, tidak salah lagi!" kata Siau Po cepat, Tapi... kuncu,., sudahlah, Kau tidak perlu
khawatir atau menyesal Aku tidak menyalahkan engkau. Aku tahu kau tidak sengaja
menotokku, Niatmu baik, Kalau aku sudah mati nanti, dan ditanyakan oleh penjaga
Akherat, aku tidak akan mengatakan bahwa kau yang menotokku sampai mati, Aku
akan katakan bahwa aku menotok diriku sendiri!"
Kuncu cilik itu tercekat hatinya ketika mendengar Siau Po menyebut-nyebut penjaga
akherat, tapi di samping itu dia juga agak lega mendengar bocah itu berjanji tidak akan
menyeret-nyeret dirinya. "Begini saja," kata si nona cepat, "Nanti aku akan menotokmu lagi untuk
membebaskanmu, Aku harap akan berhasil.."
Benar saja, nona bangsawan itu segera meraba-raba dada Siau Po kemudian
menotok beberapa kali, Juga bagian iga dan bawah ketiaknya.
Siau Po merintih. "Aih, jalan darahku sudah tertotok, Pasti jiwaku tidak bisa tertolong lagi," katanya.
"Belum tentu," sahut si nona, "Aku menyesal telah salah menotokmu."
"Aku tidak menyalahkan engkau, Aku tahu kau baik hati, Kalau aku sudah mati nanti,
dari alam baka aku akan melindungimu dari pagi sampai malam, arwahku akan selalu
mengikutimu Aku bisa mencegah apabila ada orang yang akan mencelakaimu
Si nona semakin tercekat hatinya, dia jadi bingung sekali.
"Apa katamu?" tanyanya menegaskan "Arwahmu akan mengikutiku terus?"
"Jangan takut, kuncu," kata Siau Po. "Arwahku tidak akan mengganggumu, Hanya
ada satu hal yang harus kau ketahui, siapa yang membunuhmu, setan-ku akan terus
mengikutinya." . Si nona masih bingung.
"Sesungguhnya aku tidak berniat menceIakaimu...."
Siau Po menarik nafas panjang.
"Kuncu, sebenarnya siapakah namamu?" tanyanya kemudian.
"Untuk apa kau menanyakan namaku?" tanya si nona cilik dengan menatap tajam
pada Siau Po. "Apakah kau ingin menuntutku di akherat nanti" Tidak! Aku tidak akan
memberitahukan namaku kepadamu!"
"Kalau aku tahu siapa namamu, di akherat nanti aku bisa memberikan keterangan,"
sahut Siau Po "Di sana aku akan memohon para iblis untuk melindungimu! Di sana ada
setan-setan yang mati gantung diri! Ada setan yang tadinya pendeta, juga ada setan
tanpa kepala! Akan kusuruh mereka mengiringi kau setiap waktu!"
Si nona jadi ketakutan mendengar kata-katanya.
"Tidak! Tidak!" serunya. "Aku tidak sudi diikuti mereka!"
"Habis bagaimana?" tanya Siau Po. "Bagaimana kalau yang mengikutimu hanya satu
setan saja?" Nona cilik itu bimbang beberapa saat, "Kau... kau..." katanya kemudian.
"Kalau kau yang mengikutiku, asal kau berjanji tidak akan membuat aku kaget..."
"Sudah pasti aku tidak akan membuat kau kaget janji Siau Po. "Siang hari di saat kau
duduk... duduk, aku akan menemanimu mengusir lalat. Di malam hari kalau kau sedang
tidur, aku akan membantumu membasmi nyamuk yang nakal, Kalau kau sedang kesal
atau berduka, arwahku akan mengirimkan mimpi tentang dongeng yang menarik agar
hatimu terhibur." "Mengapa kau memperlakukan aku begini baik?" tanya si nona sambil menarik nafas
panjang, "Kalau demikian, lebih baik kau jangan mati..."
"Dalam satu hal kau telah berjanji padaku..." kata Siau Po. "Kalau kau tidak
menepatinya, bukankah aku bakal mati dengan mata melek?"
"Apa itu?" tanya si nona cilik, "Apa yang telah kujanjikan kepadamu."
"Kau pernah berjanji akan memanggil aku kakak yang baik sebanyak tiga kali," sahut
si bocah. "Tapi kau baru memanggilnya satu kali. Kalau di saat sebelum menutup mata
kau memanggilku lagi, barulah aku dapat mati dengan tenang."
Puteri ini hidup di Propinsi Inlam dan leluhurnya turun temurun merupakan raja
muda. Begitu pula ayah bundanya, saudara-saudaranya semua memperlakukannya
dengan baik sekali. Dia sangat disayangi Meskipun belakangan negara runtuh dan
keluarganya ikut tertimpa musibah, keagungannya tetap tidak berubah.
Semua Ke Ciang, pengawal maupun sekalian budak-budaknya tetap
memperlakukannya sebagai keluarga bangsawan Selama hidupnya, belum pernah ada
orang yang berani mendustainya atau menggertaknya dengan kata-kata yang tidak
benar, itulah sebabnya ketika mendengar ucapan Siau Po, dia percaya sepenuhnya.
Padahal ketika berbicara, dia melihat sinar mata si bocah yang mengandung
kelicikan, tetapi pada dasarnya hati si nona cilik ini memang masih polos dan belum
mengerti apa arti keculasan, atau tepatnya dia sendiri masih hijau, dia jadi tidak
mengambil hati, Namun akhirnya dia tersadar juga.
"Kau sedang berbohong!" katanya, "Kau tidak bakalan mati!"
Siau Po pun tertawa. "Andaikata benar aku tidak mati sekarang, toh lewat beberapa hari lagi aku akan mati
juga," sahutnya. "Lewat beberapa hari nanti juga kau tidak akan mati!" kata si nona tegas.
Siau Po kembali tertawa. "Seandainya lewat beberapa hari aku tidak mati, tapi lama kelamaan aku toh akan
mati juga!" kata Siau Po berkeras, "Kalau kau tetap tidak sudi memanggil aku kakak
yang baik, kalau aku sudah mati nanti, setiap hari arwahku akan memanggilmu... adik
yang ba... ik"... a... dik yang ba... ik...."
Sengaja Siau Po membuat ucapannya menjadi panjang dan menyeramkan nadanya
seperti ratapan sehingga si nona menjadi ketakutan dan tubuhnya gemetar Siau Po
malah sengaja menjulurkan lidahnya keluar seperti mayat yang mati menggantung diri.
"Oh!" jerit si nona yang langsung hendak lari keluar kamar.
Siau Po lompat menyusul, sebelah tangannya menjambret pinggang gadis cilik itu
dan kemudian merangkulnya, sedangkan sebelah tangannya yang lain digunakan untuk
memalang pintu. "Kau tidak boleh keluar!" kata Siau Po. "Di luar banyak setan jahat!"
"Lepaskan aku!" teriak si nona. "Aku mau pulang!"
"Kau tidak boleh keluar!" kata Siau Po ngotot.
Kuncu itu marah sekali, Dia menghajar tangan Siau Po yang merangkulnya, Tapi,
bocah itu menangkis sekaligus mencekal tangan nona cilik itu.
Kuncu tersebut semakin gusar, Dia menggunakan tangan yang satunya lagi untuk
menghajar kepala bocah itu. Namun Siau Po dapat menghindarkan diri dengan
merendahkan tubuhnya, Tangannya yang sebelah digunakan untuk merangkul paha
gadis cilik itu, sehingga si kuncu tidak dapat menggerakkan kakinya.
Kuncu itu penasaran, dia menyerang kembali, Kali ini Siau Po tidak sempat
mengelak, bahunya terhajar, tapi dia dapat menahan rasa sakitnya, Ditariknya kaki si
nona cilik yang dirangkulnya itu sehingga si kuncu terjatuh, kemudian dia menerjang
dengan maksud hendak menindihnya.
Kuncu itu mengadakan perlawanan Dia mengirimkan sebuah tendangan dengan
gerakan Wan yo Tui mengarah muka orang, Untuk itu, si bocah memiringkan wajahnya
sedikit dan di samping itu dia masih mencekal tangan si nona keras-keras.
Sebenarnya dalam hal ilmu silat, si kuncu masih menang jauh daripada Siau Po.
Kalau sekarang dia tidak berdaya, hal ini karena Siau Po mengajaknya bergumul,
dengan tanpa memperdulikan tata krama. Apalagi tangannya sudah kena dicekal Bocah
itu malah tertawa dan berkata,
"Nah, kau menyerah tidak?"
"Tidak!" sahut si nona berkeras.
Siau Po mengangkat kaki kirinya. Dengan dengkulnya dia menekan punggung nona
cilik itu. "Menyerah tidak?" bentaknya.
"Tidak!" sahut si nona ketus, Dia mendongkol sekali, Seumur hidupnya belum pernah
dia diperlakukan orang sedemikian rupa, Biasanya dia justru dimanjakan sekali.
Siau Po menambah tenaganya, Dia menarik tangan gadis cilik itu keras-keras.
"Aduh!" jerit si nona, Mau tidak mau air matanya mengalir karena rasa sakit yang
tidak tertahankan. Selama Siau Po berlatih gulat dengan kaisar Kong Hi, belum pernah ada satu pihak
pun yang menjerit kesakitan, apalagi nenangis, Biasanya kalau salah satunya sudah
berteriak: "Menyerah tidak?" asal yang lainnya menyerah, pergulatan pun selesai,
Apabila masih ingin dilanjutkan perkelahian pun dimulai lagi dari awal. Siapa sangka si
kuncu cilik ini malah menangis saking sakitnya.
"Hah! Budak tidak ada gunanya!" kata Siau Po sambil tertawa, Dia pun lalu
melepaskan cekalannya. Kuncu itu bergerak bangun, tiba-tiba tangan kirinya melayang ke depan!
Hal ini tidak disangka-sangka oleh si bocah, Tinju itu sempat mampir juga di
hidungnya, sedangkan tangan si nona yang satunya lagi telah meluncur dengan jurus
"Sepasang walet terbang". Bahu kanannya sudah terhajar, sekarang bahu kirinya
terkena hantaman pula, Bocah itu jadi jatuh terduduk Dengan demikian Kuncu itu pun segera lari ke pintu. Dia
bermaksud menyingkirkan kayu palangnya dan lari keluar.
Dengan menahan rasa sakitnya, Siau Po melompat mengejar Disambarnya nona
cilik itu kemudian dirangkulnya lehernya, Si nona cilik itu pun menggerakkan kedua
sikutnya untuk menghajar dada si bocah. Sekali lagi Siau Po kena batunya! Untung saja
tenaga si nona sudah jauh berkurang sehingga akibatnya tidak begitu hebat.
Siau Po sadar, seandainya si nona berhasil lolos dari kamarnya, mereka berdua akan
tertimpa bencana, karena itu dengan menahan rasa sakit, dia terus merangkul
sedangkan si nona tidak henti-hentinya meronta.
Satu kali si kuncu berhasil memuntir batang leher Siau Po sehingga wajah mereka
berhadapan. Tapi dia menjadi terkejut sekali begitu melihat wajah si bocah berlumuran
darah. "Eh, kenapa kau?" tanyanya kaget, "Kau berdarah sebetulnya tinju si nona yang
mampir di hidung Siau Po yang menyebabkan darah mengalir Namun Siau Po tidak
sempat memperdulikannya. Lukanya tidak berarti, rasa sakitnya pun sudah hilang.
Hanya darahnya saja yang masih mengucur terus, meskipun tidak terlalu banyak.
"Kau tidak boleh pergi dari sini?" kata Siau Po yang tidak memperdulikan pertanyaan
itu "Lekas lepaskan aku!" teriak si nona.
"Tidak!" sahut Siau Po, yang tetap merangkul erat-erat.
Si nona mulai kebingungan melihat darah dari hidung Siau Po yang terus mengalir.
"Apakah kau merasa sakit?" tanyanya kemudian.
"Aku merasa kesakitan, malah sudah hampir mati!" sahut si bocah yang masih tidak
lupa bergurau "Biarlah kali ini kau hajar aku sampai mampus sekalian!"
Bocah ini memang cerdik, Dia mencekal kedua tangan si nona sehingga tidak dapat
digerakkan untuk menotoknya.
"Kau tidak akan mati!" kata si nona, "Meskipun hidungmu terhajar dan mengeluarkan
darah, kau tetap tidak akan mati!"
"Darahku masih belum berhenti mengucur Kalau nanti sudah berhenti, aku pasti akan
mati, Biar sudah menjadi mayat, aku akan memelukmu terus, Apapun yang kau
katakan, pokoknya aku tidak mau melepaskan!"
"Biarkan aku mengambil kapas untuk menyumbat hidungmu Dengan demikian
darahnya tidak akan mengalir terus," kata si nona kemudian.
"Biarkan saja, Aku lebih suka darahku mengalir terus, semakin deras dan semakin
banyak, semakin baik. Biar aku cepat menjadi mayat!"
Si kuncu cilik jadi kewalahan.
"Kau tidak boleh mati," katanya kemudian. "Aku minta jangan kau menjadi mayat!"
"Aku tidak akan mati kalau kau berjanji tidak akan pergi dari sini!" kata Siau Po.
"Baik, aku tidak akan pergi!" sahut si nona, Namun dalam hatinya dia berpikir "Kau
tidak akan mati!" "Asal kau melangkah keluar dari pintu kamar, aku akan bunuh diri!" kata Siau Po
mengancam Kemudian dia mengendorkan cekalannya pada tangan si nona sehingga
dapat bergerak bebas, Si kuncu cilik menarik nafas lega.
"Kau berbaringlah dulu, nanti aku bantu kau menghentikan darah yang mengalir dari
hidungmu. Pemah satu kati aku tersandung dan hidungku juga berdarah, tapi aku toh
tidak mati." Selesai berkata, si nona cilik itu segera memegang tangan Siau Po dengan maksud
memayangnya. Siau Po pura-pura limbung sehingga tubuhnya menabrak dan saling
menempel dengan si kuncu, Tapi si nona cukup sigap, dia berhasil memegangi tubuh
Siau Po dan membawanya ke atas pembaringan setelah itu dia lalu mengambil sehelai
sapu tangan yang kemudian ia celupkan ke air yang kemudian digunakannya untuk
mengompres dahi si bocah.
Di samping itu, dia menggunakan sapu tangan lainnya untuk menyusut darah di
hidung Sia Po. Dia bekerja dengan hati-hati namun cekatan, "Kau berbaringlah dan
istirahat sebentar," kat si nona, "Darah di hidungmu akan berhenti mengalir. Barusan
aku telah menghajarmu Aku merasa menyesal sekarang aku benar-benar akan pergi.
jangan kau halang-halangi aku. Kalau tidak, aku akan memukulmu lagi!"
"Aduh!" Tiba-tiba Siau Po menjerit "Bagian belakang telingaku sakiti"
Si nona cilik terkejut setengah mati, Dia menoleh kan kepalanya dan membatalkan
niatnya keluar Segera dia menghampiri Siau Po.
"Benar?" tanyanya sambil membungkukkan tubuhnya untuk melihat keadaan bocah
itu. Begitu si nona mendekati mendadak Siau Po menyambar pinggang gadis itu sambil
mengerahkan tenaganya, Si nona cilik terkejut. Dia meronta-ronta namun tidak berdaya.
Rangkulan Siau Po kali ini menggunakan jurus Tenglo Si atau Lilitan rotan yang
membuat orang tidak bisa mengerahkan tenaga nya.
Ketika si kuncu masih berusaha memberontak tiba-tiba terdengar sebuah suara di
jendela. "Diam!" bisik Siau Po. "Ada setan!"
Kuncu itu tercekat hatinya. Dia segera diam, Gagallah usahanya untuk meronta lebih
jauh. sedangkan tadinya dia berniat menghajar wajah si bocah untuk membuatnya
kesakitan sehingga rangkulannya terlepas.
Kembali terdengar suara di jendela yang seakan ada seseorang sedang
mendorongnya. Siau Po terperanjat Sejak Hay kongkong sakit, jendela itu sudah
dipantek dengan paku dan terus dibiarkan dalam keadaan demikian saja. Hal ini untuk
mencegah apabila ada orang yang hendak mengintai Tapi sekarang, untuk pertama kali
ada orang yang berusaha membongkarnya.
Bagian 18 "Benar-benar setan?" tanya Siau Po seakan pada dirinya sendiri
Kuncu tadi semakin ketakutan. Dia yang tadinya berdiri di sisi tempat tidur segera
naik ke atasnya, Kepalanya menyusup ke dalam selimut dan bersandar di dada si
bocah cilik, Tubuhnya gemetar


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siau Kui cu... Siau Kui cu...." Terdengar panggilan dari luar jendela, Suara seorang
wanita. "Ah! Setan perempuan!" kata Siau Po.
Kuncu tersebut semakin takut Dia merangkul si thay-kam gadungan erat-erat Tibatiba
terasa angin berhembus, lilin dalam kamar jadi padam, Tahu-tahu di dalam kamar
telah bertambah seseorang yang suaranya terdengar kembali.
"Siau Kui cu.... Siau Kui cu... Giam Lo ong (raja akherat) telah memanggilmu! Kata
Giam Lo ong, kau telah menganiaya Hay kongkong sampai mati."
"Aku tidak menganiaya Hay kongkong.,." kata Siau Po tapi hanya dalam hati
"Siau Kui cu.... Giam Lo ong akan meringkusmu!" kata si setan, "Kau akan
dilemparkan ke gunung golok dan dimasukkan ke dalam kuali panas! Kau tidak mungkin
lolos lagi!" Sampai di situ, hilang sudah perasaan terkejut di hati Siau Po. sebaiknya dia merasa
terkesiap, karena dia mengenali suara wanita itu sebagai suara Hong thayhou. Baginya,
ibu suri ini justru lebih menakutkan dari setan mana pun, sebab Hong thayhou bisa
merenggut nyawanya dengan mudah!
Tadinya perasaan Siau Po sudah agak tenang, Dia mengira Hong thayhou sudah
percaya sepenuhnya kepada dirinya karena sudah sekian lama tidak pernah mengambil
tindakan apa-apa. Dia juga mempunyai dugaan bahwa ibu suri tidak berani
mencelakainya karena dia sangat disayang oleh Sri Baginda.
Padahal, alasan mengapa ibu suri selama ini tidak melakukan tindakan apa-apa,
adalah karena harus merawat lukanya yang cukup parah akibat bentrokan dengan Hay
kongkong tempo hari. Dia juga penasaran mengapa si bocah tidak mati oleh pukulan
Hay kongkong yang lihay itu. Karena itu pula dia menduga tenaga dalam si thay-kam
cilik sudah mencapai taraf yang tinggi sekali, sedangkan untuk membunuh si bocah,
selama lukanya belum sembuh, ibu suri enggan menggunakan tangan orang lain. Kalau
saja dia mau menggunakan tenaga orang lain, dia tinggal mengeluarkan perintahnya
dan bereslah sudah. Malam ini tiba saatnya bagi Hong thayhou untuk menghabisi duri dalam mata yang
satu ini. sebetulnya dia belum sehat betul, tapi dia tidak bisa bersabar lebih lama,
itulah sebabnya dia mendatangi kamar si thay-kam cilik dan membongkar jendelanya. Sama
sekali tidak terbayangkan oleh ibu suri bahwa di dalam kamar itu ada orang lainnya...
Tenaga dalam sudah dikerahkan pada lengan kanannya, setindak demi setindak
thayhou berjalan mendekati tempat tidur. Kepandaiannya tidak terpaut jauh dengan Hay
kongkong, Dapat dibayangkan apabila serangannya mencapai sasaran!
Siau Po sendiri diam-diam sudah mempertajam pandangan matanya, Meskipun
keadaan di dalam kamar remang-remang, namun dia bisa melihat gerak-gerik ibu suri.
Dia tidak berani mengadakan perlawanan juga tidak terpikir olehnya untuk melarikan
diri, Mungkin karena dia merasa sia-sia. Dia hanya menggeser tubuhnya agar tertutup
oleh kasur. Tapi karena tubuhnya bergerak, otomatis tubuh si kuncu cilik ikut tergeser
juga. Thayhou segera melancarkan serangan. Dia tidak ingin kepalang tanggung dalam
turun tangan Namun Siau Po tidak terhajar telak, Hanya ada sedikit nyeri yang dirasakannya,
Tubuhnya pun sudah bergeser dari tengah-tengah tempat tidur.
Thaybpu masih belum puas, Dia tidak mendengar suara apa pun dan juga tidak bisa
melihat keadaan musuhnya, Dia segera melancarkan serangan untuk kedua kalinya.
Tepat ketika dia meluncurkan tangannya, di saat itu juga Hong thayhou
mengeluarkan seruan terkejut namun perlahan Dalam waktu yang bersamaan dia
merasa sakit juga heran. Tinjunya seakan mengenai benda yang tajam. Sambil menjerit
dia mencelat ke belakang!
Tepat pada saat itu juga, di luar kamar terdengar suara teriakan-teriakan gaduh.
"Ada pembunuh gelap! Ada pembunuh gelap!" Hati thayhou benar-benar tercekat
"Mengapa ada orang yang tahu perbuatanku?" tanyanya dalam hati. Dengan gesit dia
melompat keluar lewat jendela.
Dia adalah seorang ibu suri, meski para bawahannya sendiri sekalipun, tidak boleh
ada seorang pun yang memergokinya. Dia kabur tanpa sempat mencari tahu apakah
Siau Po masih hidup atau sudah mati. Dia juga dibingungkan oleh rasa nyeri di
tangannya. Tepat di saat ibu suri melompat keluar dan kakinya belum sempat menginjak lantai,
tiba-tiba ada seseorang yang menyerangnya, Dia terkejut namun cukup waspada.
Matanya juga sempat melihat sehingga kedua belah tangannya segera menangkis
datangnya serangan bokongan itu, Akibatnya penyerang itupun terhajar mundur.
Di saat thayhou masih kebingungan dari kejauhan terdengar orang berteriak.
"Pasukan pertama dan kedua melindungi Sri Baginda! Pasukan ketiga kanan lekas
melindungi thayhou! Ingat, jangan sampai ada yang meninggalkan pos masing-masing!"
Menyusul itu, dari sebelah kanan di mana terdapat gunung-gunung buatan terdengar
lagi teriakan. "Awas! Di sini ada orang jahat! Dia ingin mencelakai Kui kong kong!"
Thayhou segera mengetahui bahwa teriakan teriakan itu merupakan suara dari para
siwi atau pengawal istana, Dia tidak ingin dipergoki oleh mereka. Lekas-lekas dia
melompat ke taman untuk bersembunyi di antara pepohonan bunga.
Dia bingung sekali karena tangannya terasa sakit sekali Dari sana dia dapat
menonton serombongan orang yang tengah bertempur sengit juga terdengar bentrokan
senjata tajam yang nyaring dan bising.
"0h... Rupanya ada pemberontak yang menyerbu istana!" pikir Hong thayhou, "Entah
mereka ini antek-anteknya Hay kongkong atau Go Pay?"
Thayhou hanya menduga tentang kemungkinan salah satu di antara kedua orang
tersebut. Dari kejauhan masih terdengar suara-suara teriakan. Kali ini diiringi munculnya sinar
obor serta lentera di sana-sini yang semuanya mendekati arena pertempuran.
"Ah! Kalau aku tidak cepat-cepat kembali ke istanaku, pasti aku akan celaka," pikir
ibu suri kemudian Dia pun langsung berjalan dengan mengendap-endap lalu lari menuju
kamarnya. Baru beberapa tombak dia berlari, tiba-tiba ada sesosok bayangan yang
menghadangnya. Sambil membentak orang itu lantas melancarkan serangan.
"Pemberontak! Berani kau menyerbu istana?"
Thayhou menggeser tubuhnya, tangan kanannya bersikap menangkis sedangkan
tangan kirinya menghantam ke pundak penyerangnya itu.
Si penyerang menghindarkan diri, Dia menggunakan sebatang senjata yang mirip
dengan garpu raksasa, Dia balas menyerang kembali sehingga kali ini giliran Hong
thayhou yang harus mengelakkan diri. Dengan demikian terjadilah pertempuran yang
sengit di antara mereka berdua.
Thayhou bingung juga jengkel Siwi yang satu ini lihay sekali, ia sanggup melayani ibu
suri sebanyak dua puluh jurus lebih, Malah dia sempat membentak:
"Oh! Kiranya pemberontak perempuan! Bagaimana kau begitu berani mati menyerbu
ke dalam istana?" Thayhou sadar, untuk merobohkan siwi itu setidaknya dia memerlukan tiga puluhan
jurus lagi, sedangkan dia tidak menginginkan hal itu terjadi, karena penundaan waktu
merupakan bencana baginya. Bagaimana kalau para siwi yang lainnya sempat
berdatangan" Celakalah kalau dia sampai terkurung. Rahasianya pasti akan
terbongkar. Pada saat itu dia melihat kurungan ke arah dirinya semakin merapat.
"Hei, budak celaka" akhirnya dia memutuskan untuk membuka suara. Dia sadar
bahwa dia tidak dapat melayani siwi itu bertempur lebih lama lagi, Dia juga sengaja
tidak merubah suaranya. Bukan main terkejutnya hati si pengawal Dia membatalkan penyerangannya sambil
mencelat ke belakang sejauh dua tindak.
"Apa katamu?" tanyanya bimbang, Dia merasa kenal dengan suara itu, tapi dalam
keadaan gelap dia tidak dapat melihat dengan jelas.
"Aku ibu suri!" bentaknya sambil melancarkan serangan dengan menggunakan
kesempatan ketika si pengawal sedang tertegun, Orang itu pun segera terjengkang
roboh dengan nyawa melayang.
Demi keselamatan dirinya sendiri, thayhou terpaksa menurunkan tangan kejam,
Setelah itu, di langsung melarikan diri ke kamarnya.
Sementara itu, Siau Po masih merasa terkejut karena hajaran thayhou tadi
membawa rasa sakit tapi kesadarannya masih utuh dan untung saja dia ingat untuk
membela dirinya sendiri. Menjelang saat-saat genting, dia mengeluarkan pisau belati
dan kemudian mengangsurkan pisau tersebut ke atas menembus kasur.
Sungguh kebetulan, tepat pada saat itu tinjunya ibu suri datang menyambut pisau
tersebut. Karena itulah Hong thayhou sampai terkejut kesakitan dan langsung lari pergi.
Apalagi dalam waktu yang bersamaan terdengar suara-suara teriakan yang gaduh,
sedangkan pisau Siau Po sempat menembus telapak tangannya dari sisi yang satu ke
sisi yang lainnya. Kepergian Hong thayhou menguntungkan Siau Po, kalau tidak, dia tentu akan terus
terancam bahaya, Cepat-cepat dia menyingkap kasur dan seIimutnya. sekarang dia
juga dapat mendengar dengan jelas suara berisik di luar. Namun dia masih belum
mengerti apa yang telah terjadi.
"Celaka, thayhou pasti mengirim orang untuk menangkapku!" Hal inilah yang
pertama-tama teringat olehnya.
"Cepat kita lari!" katanya kepada si kuncu cilik.
Tapi nona itu malah menangis.
"Aduh! Aduh!" keluhnya.
Rupanya pukulan Hong thayhou yang mengenai pinggang Siau Po sempat
menyerempet si kuncu cilik, Dia merasa sakit sekali, namun saking takutnya sejak tadi
dia diam saja. Setelah mendengar kata-kata Siau Po, dia baru berani mengeluarkan
suara. "Kenapa kau?" tanya Siau Po terkejut sekaligus heran, Dia menarik leher baju nona
cilik itu untuk membangunkannya, "Mari kita lari secepatnya! Cepat!"
Tubuh kuncu itu tertarik bangun, tapi sebelum sempat menginjak lantai, dia terjatuh
kembali sehingga kembali dia merintih kesakitan Pahanya terasa nyeri sekali Dia tidak
sanggup berdiri. "Pahaku sakit!" katanya kemudian "Tulang pahaku mungkin patah." Siau Po menjadi
kebingungan "Setan alas! Celaka!" serunya sambil mendamprat "Kenapa tulangmu justru patah
pada saat seperti ini" Aih! PerduIi amat! Yang penting aku harus menyingkir dari sini!"
katanya dalam hati. Dia melompat ke jendela untuk mengintai keluar Dia bermaksud
kabur lewat jendela itu. Namun pada saat itulah Siau Po sempat melihat ibu suri merobohkan seorang
penghadang yang dikenalinya sebagai salah seorang pengawal istana, karena baju
seragamnya terlihat jelas, Dia menjadi heran.
"Ah! Kenapa thayhou membunuh pengawalnya sendiri?" pikirnya diam-diam. Dia
juga melihat thayhou bersembunyi di dalam taman.
Setelah itu, Siau Po juga melihat serombongan orang sedang bertempur dengan
sengit tidak jauh dari tempat persembunyian Hong thayhou, Disusul dengan suara
teriakan di sana-sini, bocah yang cerdik ini langsung dapat menduga bahwa istana telah
kedatangan penyerbu. "Tangkap pembunuh gelap! Tangkap pembunuh gelap!" demikian suara teriakan
yang terdengar olehnya. Mendengar suara-suara itu, hati Siau Po menjadi lega seketika. Jadi, bukan dia yang
hendak ditangkap, hanya para siwi yang sedang bertempur melawan pemberontak yang
datang menyerbu. Ketika itu Siau Po sempat juga melihat Hong thayhou merobohkan seorang siwi
lainnya, Dia melihat pertempuran itu berjalan seru, Setelah si pengawal roboh, thayhou
lari kembali, kemudian menghilang di balik kegelapan.
"Para siwi bukan hendak menangkap aku, Mungkinkah mereka mendapat titah Sri
Baginda untuk meringkus thayhou?" pikirnya kemudian, "Kalau begitu, aku tidak perlu
pergi dulu!" Dia segera menolehkan kepalanya melihat si kuncu, Nona itu duduk di lantai sembari
merintih perlahan Dia berjalan mendekati Sekarang hatinya sudah Iega, tidak ada lagi
yang perlu dikhawatirkannya.
"Bagaimana" Apakah kau merasa sakit sekali" jangan membuka suara! Di luar ada
orang yang menawanmu!"
Kuncu itu takut sekali sehingga dia terus menghentikan rintihannya, Tiba-tiba dari
luar kamar terdengar suara seruan seseorang.
"Giginya si anjing kaki hitam ini lihay sekali, sebaiknya kita bergegas mendaki
gunung Cong san!" Mendengar suara itu, Si kuncu terperanjat.
"Ah! itulah orang-orang kami!" serunya perlahan
"Apa" orang-orang kalian?" tanya Siau Po he-ran. "Pagaimana kau bisa tahu?"
"Kata-kata rahasia yang mereka ucapkan adalah kata sandi keluarga Bhok kami,"
sahut si nona, Cepat! Cepat! Aku ingin melihat mereka!"
"Apakah kedatangan mereka kemari memang untuk menoIongmu?" tanya Siau Po
kembali. "Aku tidak tahu, Apakah ini istana raja?" si nona malah balik bertanya.
Siau Po tidak menjawab, Diam-diam dia berpikir.
"Kalau rombongan penyerbu itu mengetahui kuncu mereka berada di sini, mungkin
mereka akan menyerbu ke kamarku ini. Mana mungkin dengan seorang diri aku
melawan mereka yang jumlahnya begitu banyak?"
Karena itu dia mengulurkan tangannya membekap mulut si nona sembari berkata:
"Kau jangan bicara duIu, Kalau sampai ada orang yang mendengarnya, pasti ada
orang lain lagi yang datang ke sini untuk menghajar kakimu yang sebelah lagi, Aku tidak
sampai hati melihatnya!"
Tiba-tiba terdengar suara teriakan di luar, disusul dengan suara jeritan dan
seseorang pun berseru. "Dua orang pembunuh gelap telah terbunuh!"
Ada lagi seruan yang lainnya.
"Sisa kawanan penyerbu melarikan diri ke arah timur! Lekas kejar!"
Segera terdengar suara langkah kaki yang ramai berlari serabutan, Suara itu
semakin lama semakin jauh.
"Orang-orangmu sudah kabur..." kata Siau Po yang kemudian melepaskan bekapan
tangannya pada mulut si nona.
"Mereka bukan kabur," sahut si kuncu, "Tadi mereka mengatakan akan mendaki
gunung Cong San, itu artinya mereka hendak mundur untuk sementara waktu."
"Lalu apa yang dimaksud dengan anjing kaki hitam?" tanya Siau Po.
"Anjing kaki hitam itu adalah para pengawal Raja."
Dari kejauhan masih terdengar sayup-sayup suara perintah-perintah. Siau Po
menduga pastilah para penyerbu itu masih terus diserang atau mungkin sedang
dikepung. Tepat pada saat itulah, terdengar suara rintihan lemah dari luar pintu, Suara seorang
perempuan. "Masih ada pembunuh gelap yang belum sempat kabur," kata Siau Po. "Biar aku
keluar untuk membacoknya dua kali lagi,"
Siau Po dapat menduga bahwa orang yang ada di luar pintu kamarnya pasti
rombongan penyerbu, karena para siwi di istana itu terdiri dari kaum pria.
"Jangan! jangan kau membunuhnya! Mungkin dia salah satu dari anggota
keluargaku!" cegah si kuncu.
Dengan berpegangan pada lengan Siau Po, si kuncu berusaha berdiri Dia bertumpu
pada bahu bocah cilik itu. Tanpa menghiraukan pahanya yang sakit, dia melompatlompat
dengan kaki kirinya menuju jendela kemudian melongok keluar.
"Apakah langit selatan dan bumi utara?" tanyanya.
Siau Po segera membekap mulut gadis cilik itu sehingga suaranya jadi tertahan. Dari
luar jendela terdengar sahutan seorang perempuan.
"Sebawahannya Kong Ciak-Beng ong, Apakah Siau kuncu di sana?"
"Perempuan ini berhasil menemukan tuan putrinya, ini berbahaya sekali," pikir Siau
Po. Dia segera mengangkat pisaunya untuk menimpuk kepala perempuan itu. Tapi tibatiba
tangannya yang membekap mulut si kuncu terlepas karena lengan nya terasa nyeri.
Rupanya si kuncu sudah berhasil mencek lengan kanannya itu sehingga seluruh
tubuhny kesemutan dan tenaganya lenyap.
"Apakah suci di sana?" tanya kuncu tersebu pada perempuan yang ada di Iuar.
"Benar," sahut perempuan itu dengan nada keheranan, "Kenapa kau ada di sini?"
Belum lagi si kuncu menjawab, Siau Po sudah mendamprat perempuan itu terlebih
dahulu. "Setan alas! Kau sendiri kenapa kau ada di situ?"
"Jangan... kau maki dia!" kata si kuncu kepada Siau Po cepat, "Dia adalah suci-ku
(kakak seperguruan) Suci... kau terluka, bukan" Eh... eh, lekas cari akal untuk
menolongnya! Kakak seperguruanku yang satu ini paling baik terhadapku!" kata si
kuncu panik. Kali ini giliran Siau Po yang tidak sempat memberikan sahutan, sebab perempuan itu
sudah menukas. "Aku tidak sudi ditolong olehnya, Lagipula, belum tentu dia mempunyai kesanggupan
untuk memberikan pertolongan!"
Siau Po meronta dari cekalan si kuncu,
"Perempuan bau!" dampratnya, "Aku tidak sanggup memberikan pertolongan" Hm!
Kau budak perempuan yang ilmu silatnya dari golongan kelas sembilan" Asal aku
mengeluarkan sebuah telunjukku saja, aku bisa menolong orang sebangsamu
sebanyak dua atau tiga puluh orang, mungkin malah lebih!"
Pada saat itu dari kejauhan masih terdengar suara teriakan-teriakan.
Tangkap pembunuh gelap! Tangkap pembunuh gelap!"


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kuncu cilik mendengar suara-suara itu, dia menjadi bingung sekali.
"Cepat kau tolongi suci-ku itu. Aku akan memanggilmu tiga kali "Kakak yang baik,
kakak yang baik,., kakak yang baik.,.!"
Sebetulnya Siau kuncu atau si kuncu cilik tidak suka memanggil Siau Po dengan
sebutan itu. Tapi sekarang keadaan sedang gawat-gawatnya dan dia berusaha
membaiki hati Siau Po agar mau menolong kakak seperguruannya.
Siau Po tertawa terbahak-bahak, Dia merasa puas dan gembira sekali.
"Oh, adikku yang baik," katanya, "Adikku, apakah yang kau ingin kakakmu ini
lakukan?" Wajahnya si kuncu jadi merah padam, Dia merasa jengah sekali.
"Aku minta agar kau mau menolong kakak seperguruanku itu..." sahutnya dengan
terpaksa. Dari luar jendela, terdengar si perempuan menukas,
"Siau kuncu, jangan minta pertolongannya! Bocah itu belum tentu dapat menolong
dirinya sendiri dalam marabahaya!"
"Hm!" Siau Po mendengus dingin, "Justru karena memandang muka adikmu, aku
baru berniat menolongmu Adikku, apa yang telah kita ucapkan, tidak boleh kita ingkar.
Kau meminta aku menolong dia, baik! Aku akan menolongnya. Tapi kau sendiri, jangan
kau ingkari janjimu. Untuk selama lamanya kau harus memanggil aku kakak yang baik!"
"Apa pun aku bisa memanggilmu Aku bisa memanggilmu paman yang baik,
kongkong yang baik!" sahut si nona.
Siau Po tertawa lagi. "Cukup kau memanggilku kakak yang baik!" katanya, "Orang yang memanggilku
kongkong, sudah kelewat banyak!"
"Ya, ya!" sahut si nona, "Baik! Untuk selama-lamanya aku memanggil kau..."
"Kau apa?" goda Siau Po.
"Ka... kak yang baik.,." kata si kuncu sambil mendorong tubuh Siau Po sehingga
bocah itu terpaksa melompat keluar jendela.
Seorang perempuan dengan pakaian serba hitam sedang meringkuk di bawah
jendela, Kepada nona itu, Siau Po berkata:
"Para siwi di istana ini sebentar lagi akan berdatangan Mereka akan meringkusmu
kemudian mencincang tubuhmu sampai hancur untuk dijadikan bakso dan dimasukkan
ke dalam air mendidih! Eh, mungkin juga kau akan dijadikan bakpao!"
"Masa bodoh!" bentak perempuan itu. "Pasti akan datang orang yang membalaskan
sakit hati ku!" "Dasar budak bau! Mulutmu pintar sekali bicara, ya" Bagaimana kalau para siwi itu
tidak langsung membunuhmu" Bagaimana kalau mereka membuka dulu seluruh
pakaianmu sehingga kau telanjang bulat kemudian mereka semua akan,., akan.,,
mengambil kau sebagai istri mereka?"
Sembari berkata, Siau Po membungkukkan tubuhnya untuk membopong nona itu, Si
nona terkejut setengah mati, Tanpa sadar tangannya melayang untuk menampar pipi
bocah tanggung itu. Untungnya nona itu sudah kehabisan tenaga sehingga Siau Po
seperti merasa pipinya sedang dieIus. Karena itu dia tertawa lebar dan berkata:
"Aih! Kau sungguh keterlaluan! Belum lagi menjadi istriku sudah hendak menampar!"
Tanpa menunggu jawaban, dia langsung membawa si nona dan melompat ke dalam
kamar, Si kuncu cilik gembira bukan main. Dia menyambut kakak seperguruannya itu
kemudian meletakkannya di atas tempat tidur.
Tepat pada saat itu dari luar pintu terdengar suara yang perlahan sekali
"Kui... kong... kong, pe... perempuan i... tu tidak dapat ditolong. Dia a... dalah
rombongan... pe... njahat yang ta... di menyer... bu is... tana!"
Siau Po terkejut setengah mati.
"ltu suara siwi yang dihajar oleh thayhou tadi. Rupanya dia tidak mati!" pikirnya dalam
hati. "Siapa kau?" tanyanya untuk meyakinkan dirinya sendiri.
"Aku... adalah salah seorang pengawal dalam istana," sahut orang itu.
Siau Po sudah mendapat kepastian dari keterangan orang itu, Dia juga menduga
bahwa siwi itu pastinya sedang terluka parah. pikirannya bekerja dengan cepat.
"Kalau aku menyerahkan perempuan berpakaian hitam ini kepadanya tentunya
perbuatanku ini merupakan sebuah jasa besar Tapi bagaimana dengan Siau kuncu"
Apabita rahasia si nona cilik ini bocor, celakalah aku!"
"Apakah kau terluka?" tanyanya sembari melompat keluar lewat jendela.
"Da... daku..." sahut pengawal itu.
"Coba aku lihat!" tukas Siau Po sambil maju mendekati orang itu, Dia bukan
memeriksa luka siwi itu, malah ia menikam dada pengawal itu. Hanya satu kali orang itu
sempat mengeluarkan seruan tertahan, kemudian nyawanya pun putus.
"Maaf, aku terpaksa melakukannya demi menjaga keselamatan diriku sendiri," kata si
bocah dalam hatinya. Setelah itu, dia masih melihat-lihat keadaan di sekitar kamarnya kalau-kalau masih
ada siwi lainnya yang melihat apa yang dilakukannya..Ia menemukan lima sosok mayat
Tiga di antaranya adalah para siwi istana tersebut, sedangkan dua lainnya tidak
dikenalinya, pasti orang-orang dari pihak pemberontak yang menyerbu.
Siau Po segera memondong seorang pengawal kemudian meletakkannya di bawah
kusen jendela, Kepalanya dibiarkan terkulai di bagian dalam, Punggung siwi itu
ditikamnya beberapa kali agar terdapat bekas luka.
Kuncu terkejut sekali. "Dia... adalah orang onghu kami!" katanya marah. "Mengapa orang yang sudah mati
kau tikam lagi dengan pisau?"
"Kau tahu apa! Dengan cara ini aku justru menolong kakak seperguruanmu yang bau
itu!" sahut Siau Po.
"Kaulah yang bau!" si nona yang terbaring dalam keadaan terluka balas memaki. Dia
tidak senang dikatakan bau oleh Siau Po.
Si bocah nakal tertawa lebar.
"Kau kan tidak pernah mencium aku?" tanyanya. "Bagaimana kau bisa tahu kalau
aku bau?" "Karena di kamar ini ada bau busuk!" kata si nona kembali.
Kembali bocah yang nakal dan banyak akal ini tertawa.
"Sebenarnya kamarku ini baunya harum," katanya. "Setelah kau masuk kemari,
barulah timbul bau tidak sedap ini!"
"Hai," Si kuncu menghadang di tengah, "Kalian berdua toh belum saling mengenal"
Kenapa datang-datang kalian bertengkar" Ayo, berhenti! jangan mengadu mulut lagi!
Suci, kenapa kau bisa datang kemari?" tanya kuncu kepada kakak seperguruannya.
"Apakah kalian ingin menolong aku?"
"Kami sama sekali tidak tahu kau berada di sini," sahut nona itu, "Kami tidak berhasil
menemukanmu. Kami sudah mencari kemana-mana. Karena itulah kami mempunyai
dugaan kemungkinan bahwa kau sudah ditawan oleh bangsa Tatcu!"
Nona itu hanya sanggup mengucapkan beberapa patah kata itu saja lalu berdiam diri
karena kehabisan tenaga. Siau Po segera berkata.
"Kalau kau sudah kehabisan tenaga dan tidak sanggup bicara lagi, jangan paksakan
dirimu untuk berbicara!"
"Aku justru mau bicara," teriak si nona memaksakan diri, "Kau mau apa?"
"Kalau kau memang sanggup, bicaralah terus," kata Siau Po sambil tersenyum datar,
"Lihat orang lain, nona bangsawan, luwes, lemah lembut, beda bagai bumi dan langit
dengan kau perempuan galak, cerewet!"
"Tidak!" tukas si kuncu cepat "Kau belum kenal suci-ku ini. sebenarnya dia baik
sekali jangan kau sindir dia terus, pasti dia tidak akan marah, Suci, bagian mana yang
terluka" Parahkah?"
"Dasar ilmu silatnya yang masih cetek," kata Siau Po ikut bicara, "Tidak tahu diri!
Berani-beraninya datang menyatroni istana ini. Sudah pasti dikalahkan dan terluka
parah, Tampaknya dia malah tidak akan hidup lebih lama lagi, Tidak sampai besok pagi,
mungkin dia sudah berpulang ke alam baka!"
"Tidak! Tidak mungkin!" tukas kuncu kembali, "Ka... kak ya,., ng baik, carilah akal
untuk menolong suciku!"
Si nona yang menjadi kakak seperguruannya Siau kuncu itu justru kesal sekali.
Kegusarannya seakan hampir meledak dalam dadanya.
"Biarkan saja aku mati! Tidak sudi aku ditolong olehnya!" katanya ngotot "Siau kuncu,
binatang kecil ini mulutnya jahat sekali, Mengapa kau malah memanggiI... nya dengan
sebutan itu tadi?" "Memangnya Siau kuncu memanggil apa padaku?" tanya Siau Po yang semakin
senang menggoda nona itu.
Nona itu tidak mau mengulangi panggilan Siau kuncu, dia sengaja berkata dengan
sengit. "Dia memanggilmu si kunyuk kecil!"
"Bagus! Bagus! Aku memang si kunyuk kecil, Tapi aku ini kunyuk laki-Iaki,
sedangkan kaulah kunyuk betinanya!"
Dalam hal bersilat lidah, Siau Po memang ahlinya. Sejak kecil dia sudah terlatih
dalam pergaulannya sehari-hari, baik di rumah pelesiran maupun dengan segala bujang
dan kuli setempat. Mendengar orang bicara sekasar itu, si nona tidak sudi melayaninya lagi, Dia
mengatur nafasnya yang masih memburu karena tadi tidak sanggup mengendalikan
emosi dalam hatinya, Lagipula dia menahan rasa sakitnya yang terasa berdenyutan.
Setelah si nona berdiam diri, Siau Po mengangkat lilin lalu menghampirinya.
"Mari kita periksa lukanya," katanya kepada Siau kuncu, "Di bagian mana dia
terluka?" "Jangan periksa lukaku! jangan periksa Iuka-ku!" teriak si nona yang merasa kesal
juga malu. "Hus! jangan berteriak-teriak!" bentak Siau Po."Apa kau memang ingin suaramu
terdengar kemudian diringkus untuk dijadikan istri sekalian para siwi?" Dia tetap
membawa lilinnya dan mendekati nona yang terluka itu, Lalu dia menyalakannya.
Wajah nona itu penuh dengan noda darah. kemungkinan usianya sekitar tujuh atau
delapan belas tahun. wajahnya berbentuk kuaci, Meskipun wajahnya kotor oleh darah,
tapi kecantikannya masih kentara jelas.
Diam-diam Siau Po mengagumi keelokan paras si nona.
"Oh, rupanya nona bau ini seorang gadis yang cantik sekali!" katanya.
"Jangan menyindir ciciku, dia memang sangat cantik!" tukas Siau kuncu.
"Kalau begitu," kata Siau Po dengan suara sungguh-sungguh. "Biar bagaimana aku
harus mengambilnya sebagai istri!"
Nona itu terkejut setengah mati, Dia berusaha untuk bangun, Tangannya bergerak
dengan maksud menghajar mulut si bocah yang ceriwis, Tapi terdengar mulutnya
mengeluarkan seruan "Aduh!" karena tubuhnya langsung terguling jatuh dari atas tempat tidur Lukanya
yang cukup parah membuat dia tidak sanggup mengendalikan gerakan tubuhnya.
Melihat gadis itu jatuh terguling, Siau Po tidak membantunya bangun tapi malah
menertawakannya. "Jangan terburu nafsu!" katanya, Semakin senang hatinya menggoda gadis itu. "Kau
harus dapat bersabar! Kita belum lagi menjalankan upacara pernikahan, mana mungkin
langsung menjadi suami istri" Oh! Lukamu mengeluarkan darah lagi, Lihat, kau
mengotori tempat tidurku!"
Darah memang masih mengalir dari luka si nona, Hal ini menandakan bahwa lukanya
memang tidak ringan. Tepat pada saat itu terdengar suara langkah kaki dari orang banyak yang
mendatangi dengan tergesa-gesa, Kemudian terdengar suara seruan yang
mengandung kepanikan. "Kui kongkong, Kui kongkong! Apakah kau baik-baik saja?"
Ketika itu para siwi sudah berhasil mengusir penyerbu. Mereka segera melindungi Sri
Baginda dan Ibusuri serta para selir Raja, juga thay-kam dari tingkat atas, Karena Siau
Po adalah thay-kam kesayangan Raja, maka dia juga butuh perlindungan itulah
sebabnya belasan siwi langsung mendatanginya untuk menjaga keselamatannya.
Sebelum menjawab pertanyaan para siwi itu, Siau Po berkata terlebih dahulu kepada
Siau kuncu. "Kuncu, naiklah ke atas tempat tidur." Dia langsung mengangkat nona yang terluka
itu kemudian menutupi mereka dengan selimut Setelah tu dia juga menurunkan
kelambu lalu berkata dengan suara lantang.
"Kalian cepat masuk. Di sini ada orang jahat!"
Nona yang terluka kaget sekali, Dia ingin ber-gerak, tapi tenaganya sudah lemah
sekali, Si kuncu ikut khawatir Dia segera berkata kepada Siau Po.
"Jangan bersuara! Nanti ciciku akan kepergok dan tertawan!"
Siau Po tertawa. "Dia toh tidak sudi menjadi istriku, Mengapa aku harus berbuat kebaikan
kepadanya?" Pada saat itu, belasan siwi sudah sampai di luar jendela.
"Di sini ada orang jahat!" Salah satu di antaranya berseru, Rupanya tadi dia yang
mendengar suara si thay-kam cilik.
Siau Po mengeluarkan suara tertawa.
"Kalian tidak perlu khawatir, atau pun bingung, Barusan memang ada penjahat yang
datang kemari, namun aku sudah berhasil merobohkannya!" ia menunjuk kepada mayat
penyerbu yang sengaja dicantolkannya pada kusen jendela, Darah mayat itu sampai
berceceran mengotori jendela dan lantai kamarnya.
"Aih! Kongkong pasti terkejut sekali!" kata beberapa siwi.
"Tidak! Kui kongkong tidak akan terkejut," sahut seorang siwi lainnya, "llmu silat Kui
kongkong tinggi sekali, Dengan sekali gerakan saja, dia berhasil merobohkan seorang
penyerbu, Kalau saja tadi ada beberapa orang jahat yang menyatroninya, mereka pasti
akan mati juga!" "lya, kongkong memang lihay!" kata beberapa lainnya lagi memuji, Mereka ingin
mengambil muka si thay-kam gadungan itu. "Jasa kongkong besar sekali !"
"Aih, tidak dapat dikatakan jasa," kata Siau Po sambil tertawa, "Sebenarnya penjahat
itu sampai di kamarku memang dalam keadaan sudah terluka, sehingga dengan mudah
aku dapat menghabisinya!"
"Sie loliok dan Him loji gugur dalam melaksanakan tugas.,." kata seorang siwi yang
menarik nafas panjang pertanda menyesalkan kejadian itu.
"Kawanan pemberontak yang menyerbu itu benar-benar lihay sekali!"
"Sekarang, silahkan kalian mengundurkan diri," kata Siau Po, "Pergilah kalian
melindungi Sri Baginda, Aku di sini sudah tidak ada urusan apa-apa!"
"Sekarang tempat Sri Baginda sudah dijaga oleh dua ratus lebih pengawal," kata
seorang siwi Iainnya, "Kawanan penyerbu itu sudah kabur dengan meninggalkan
teman-temannya yang mati maupun terluka, Seluruh istana sudah aman kembali."
"Bagus!" puji Siau Po. "Mengenai para siwi yang sudah mengorbankan diri itu
sebaiknya kalian memohon pada Sri Baginda untuk mengubur dan memberi hadiah
kepada keluarga yang ditinggalkan. Kalian juga sudah mengeluarkan jasa, tidak
mungkin Sri Baginda melupakan kalian."
Rombongan siwi itu senang sekali Tidak lupa mereka mengucapkan terima kasih.
Melihat sikap para siwi itu, Siau Po berkata dalam hatinya.
"Peduli amat! Toh, bukan aku yang mengeluarkan uang untuk hadiah kalian, Tidak
ada ruginya bagiku berbuat kebaikan ini!" Karena itu dia berkata lagi: "Tuan-tuan
sekalian, aku sudah lupa nama besar kalian, Tolong disebutkan sekali lagi semuanya
agar aku bisa melaporkan apabila Sri Baginda menanyakan siapa saja yang berjasa
malam ini." Para siwi itu senang sekali, Cepat-cepat mereka menyebutkan nama masing-masing
dan Siau Po mengulanginya beberapa kali sampai hapal betul.
"Sekarang kalian meronda lagi, Siapa tahu masih ada orang jahat yang bersembunyi
di tempat-tempat gelap atau di antara pohon-pohon yang rimbun, Andaikata berhasil
meringkus penjahat, yang laki-laki harus dirangket dengan rotan dan yang perempuan
harus ditelanjangi dan diperlakukan seperti istri kalian sendiri!"
Mendengar kata-katanya, para siwi tertawa geli.
"lya! Iya!" jawab mereka serentak, Mereka merasa thay-kam cilik itu benar-benar lucu
dan suka bergurau. "Sekarang, tolong kalian singkirkan mayat ini," pinta Siau Po kemudian.
"Baik," sahut para siwi itu yang terus berebutan mengangkat mayat itu. Lalu mereka
pun memohon diri untuk mengundurkan diri.
Siau Po mengawasi kepergian mereka dan menutup pintu kamarnya kembali Setelah
itu dia menghampiri tempat tidur serta menyingkapkan kelambunya.
"Kau benar-benar biang iseng!" kata Siau kun-cu. "Kau benar-benar membuat kami
terkejut!". Tapi ketika dia menoleh kepada kakak seperguruannya, gadis cilik itu
terkejut setengah mati, Tanpa dapat menahan diri lagi dia mengeluarkan seruan tertahan, wajah
nona itu pucat pasi, napasnya juga lemah sekali.
"Bagian manakah yang terluka?" tanya Siau Po. "Dia harus cepat ditolong supaya
darahnya berhenti mengucur."
"Kau... menyingkirlah jauh-jauh..." kata si nona yang sedang terluka itu, "Kuncu, a...
ku terluka di... Sebenarnya Siau Po masih ingin menggoda, tetapi ketika melihat darah nona itu
mengucur semakin banyak, dia membatalkan niatnya, Dia khawatir nona itu akan mati
karena lukanya yang terlalu parah, tapi di mulutnya dia malah berkata.
"Baru darah yang mengalir, apa bagusnya sih dilihat" Eh, kuncu, apakah kau
mempunyai obat luka?"
"Aku tidak punya," sahut si kuncu cilik.
"ltu si perempuan bau, dia membawa obat luka atau tidak?" tanya Siau Po kembali.
"Tidak!" sahut si nona yang sedang terluka, "Dan kaulah yang bau!"
Si kuncu cilik tidak berdiam diri. Dia segera merobek baju dalamnya nona yang
sedang terluka itu. Tiba-tiba dia terkejut dan berseru.
"Aduh! Bagaimana ini?"


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendengar seruan si kuncu, Siau Po segera menolehkan kepalanya, ia melihat dua
liang kecil tanda luka di dada gadis itu, Luka itu masih mengucurkan darah.
Kuncu kebingungan sampai menangis.
"Kau.... Lekas tolongi kakakku ini... Cepat!" katanya panik.
Tapi si nona yang terluka itu justru merasa jengah dan berusaha bangkit untuk duduk
di atas tempat tidur. "Jangan! jangan biarkan dia melihat aku!" katanya bingung dan malu.
"Fuh!" Siau Po membuang ludah, "Aku juga tidak sudi melihatnya!"
Meskipun demikian, bocah cilik itu tetap menoleh ke kiri dan ke kanan untuk mencari
kapas atau barang lainnya yang dapat digunakan untuk menyumbat luka yang berdarah
itu, Dia melihat Bit-hu, bahan pelekat dari madu,
"Nah, itu obat menghentikan darah yang manjur." katanya, Dia segera mengambil
bahan perekat itu dan kemudian bekerja dengan gesit, Dioleskannya perekat itu di
lubang luka, Ketika melihat buah dada gadis itu, timbul lagi rasa isengnya. Dia sengaja
menggeser tangannya dan meraba-raba susu si nona.
Bukan main malu dan gusarnya hati si nona itu.
"Kuncu, bunuh dia!" katanya kepada Siau kuncu dengan suara keras.
"Tapi, suci... dia sedang mengobatimu...."
Saking kesalnya, si nona tidak banyak bicara lagi, Dia hampir pingsan diperlakukan
sedemikian rupa oleh Siau Po. Sayang dia tidak dapat bergerak, kalau tidak,
kemungkinan Siau Po benar-benar akan dibunuhnya.
"Lekas totok jalan darahnya!" kata Siau Po kemudian "Dia tidak boleh bergerak terus,
nanti darahnya tidak akan berhenti mengalir dan jiwanya akan terancam bahaya!"
"lya!" sahut Siau kuncu yang langsung menotok kakak seperguruannya di bagian
perut, iga dan pahanya beberapa kali.
"Suci, jangan sembarangan bergerak!" Tidak lupa dia memesankan kepada kakak
seperguruannya. Sementara itu, Siau kuncu sendiri sampai meneteskan air mata karena baru
sekarang dia merasakan bahwa lukanya sendiri menimbulkan rasa sakit, Dia terluka di
bagian pahanya. "Kau juga sebaiknya berbaring saja," kata Siau Po yang terus menggantikannya
memberikan pertolongan. Ketika di Yang-ciu, Siau Po sering melihat orang memberikan pertolongan kepada
orang lain yang terluka di bagian kakinya. sekarang sebisanya dia mengikuti cara
tersebut, Dia mencari dua helai papan kemudian dijepit dan diikatkan pada kaki si nona,
setelah itu dia menjadi bingung sendiri.
"Kemana aku harus mencari obat?" tanyanya tidak kepada siapa pun. Sesaat
kemudian, dia menemukan akal yang bagus.
"Kau berbaring saja di sini," katanya kepada Siau kuncu, jangan sekali-sekali
bersuara!" Dia menurunkan kelambu dan kemudian berjalan menuju pintu.
"Kau mau kemana?" tanya Siau kuncu ketika si bocah membuka pintu.
"Aku akan mencari obat untuk mengobati kakimu!"
"Jangan lama-lama!" pesan si kuncu khawatir.
"Aku tahu!" sahut Siau Po. Dia merasa puas, karena dari nada suara si nona, Siau Po
yakin dia mempercayainya, Dia segera memalangkan pintunya kembali, Dia merasa
tenang, sebab dia tahu, kecuali Sri Baginda atau ibu suri, tidak ada orang lain lagi
yang berani sembarangan masuk ke kamarnya.
Baru berjalan beberapa langkah, Siau Po merasakan pinggangnya agak nyeri.
"lbu suri, si perempuan jalang itu sungguh kejam!" pikirnya dalam hati, "Dia telah
menghajar aku! Kalau begini, aku tidak bisa berdiam terlalu lama lagi di istana ini.
Siang atau pun malam, nyawaku selalu terancam maut. Ya, aku harus pergi secepatnya !"
Thay-kam gadungan ini segera menuju tempat di mana terlihat cahaya api. Di sana
beberapa siwi tengah meronda. Ketika melihat Siau Po, semuanya segera menghampiri
untuk menyambutnya. "Berapa jumlah siwi yang terluka?" tanyanya prihatin
"Harap kongkong ketahui," sahut salah seorang pengawal itu. "Ada delapan orang
yang luka parah dan lima belas orang yang luka ringan."
"Di mana mereka dirawat?" tanya Siau Po kembali. "Tolong kalian antarkan aku
menjenguknya." "Terima kasih, kongkong. Kami sangat menghargai kebaikan kongkong," kata siwi itu
yang kemudian meminta dua orang kawannya mengantarkan Siau Po ke tempat di
mana para pengawal istana itu sedang dirawat, Di sana tampak dua puluh orang lebih
siwi yang sedang terluka dan ada empat orang thay-kam yang repot memberikan
pertolongan. Siau Po segera menghampiri dan menghibur semuanya dengan memuji keberanian
mereka menghalau para penyerbu, Dia juga tidak lupa menanyakan nama para siwi itu
untuk dilaporkan kepada Sri Baginda.
Puas hati para siwi tersebut mendapat perhatian begitu besar dari thay-kam
kesayangan Sri Baginda, Hal ini bahkan membuat rasa nyeri yang mereka rasakan
hilang sebagian besar. "Apakah kalian tahu dari pihak mana kawanan pemberontak yang menyerbu itu?"
tanya Siau Po. "Mungkinkah mereka antek-anteknya Go Pay?"
"Entah mereka dari pihak mana" Tapi kami yakin mereka orang-orang bangsa
Han..." sahut siwi yang ditanya dan dibenarkan oleh rekan-rekannya yang lain, "Kami
juga tidak tahu apakah ada di antara mereka yang tertangkap hidup-hidup atau tidak?"
Ketika pembicaraan berlangsung, Siau Po memperhatikan cara pengobatan yang
dilakukan para thay-kam. Mereka menggunakan obat buatan tabib istana, semuanya
merupakan obat luka, ada obat luar dan ada juga obat dalam.
"Obat semacam itu harus kusediakan," kata Siau Po. "Kalau ada saudara siwi yang
terluka dan tabib belum sempat datang, mereka dapat menggunakan obat
persediaanku, Oh, kawanan penyerbu itu benar-benar ganas dan nyalinya besar sekali
Malam ini mereka tidak dibasmi semuanya, mungkin lain kali mereka akan datang lagi!"
Beberapa siwi menganggukkan kepalanya.
"Kongkong baik sekali, kami bersyukur," kata mereka.
"Kita harus saling prihatin," kata Siau Po yang langsung memohon diri. sebelumnya
dia telah meminta tabib istana membungkuskan sejumlah obat, Dia juga menanyakan
sampai jelas cara pemakaiannya.
Biarpun bocah ini tidak berpendidikan tapi pengalamannya banyak sekali akibat
pergaulannya di rumah pelesiran dulu, Karena itu bahasanya juga kasar. Untung saja
para siwi itu juga bukan semuanya berasal dari orang-orang golongan atas, itulah
sebabnya mereka tidak memperhatikannya.
Siau Po langsung pulang ke kamarnya, Sebelum masuk, dia memasang telinga dulu
di depan jendela, Setelah mendapat kepastian kamarnya sunyi saja seperti semula, dia
baru mengeluarkan suara dengan lirih sekali.
"Kuncu, aku pulang!" Dia berkata demikian karena khawatir Siau kuncu mengira
orang lain yang datang serta langsung mengirimkan serangan kepadanya.
"Oh!" Terdengar suara si gadis cilik, "Sudah cukup lama aku menunggumu!"
Siau Po menolakkan daun jendela dan lalu melompat ke dalam Setelah itu dia
menyulut lilin dan menyingkapkan kelambu tempat tidurnya.
Kedua nona itu tampak berbaring berdampingan. Gadis yang terluka itu sedang
membuka matanya lebar-lebar, namun ketika dia melihat Siau Po, cepat-cepat dia
memejamkan matanya, Mungkin dia masih jengah atau malu.
Lain dengan Siau kuncu, dia malah menatap si bocah cilik dengan matanya yang jeli
dan indah, Sinar matanya menunjukkan hatinya terhibur dan senang dapat melihat Siau
Po lagi. "Kuncu, sini aku obati lukamu!" kata Siau Po.
"Tidak!" sahut Siau kuncu, "Kau obati dulu kakak seperguruanku. Kesinikan obatnya,
biar aku yang memakaikannya!"
"Kau selalu berbahasakan aku dan kau, apakah tidak ada sebutan lainnya yang lebih
enak didengar ?" goda Siau Po.
Siau kuncu tertawa, Rupanya dia merasa bocah ini lucu sekali.
"Siapa namamu yang sebenarnya" Aku selalu mendengar orang-orang
memanggilmu Kui kong-kong!"
"Kui kongkong adalah panggilan orang lain," sahut Siau Po. "Kau sendiri, bagaimana
kau memanggilku?" Siau kuncu berdiam diri beberapa saat, Matanya dikedap-kedipkan.
"Di dalam hatiku.,." katanya kemudian "Aku... memanggilmu kakak yang... baik.
Tetapi di mulut, terasa... aneh untuk menyebutkan... nya."
"Baik, baik! Kita atur begini saja," kata Siau Po. "Di depan orang lain, aku
memanggilmu Siau kun cu, dan kau memanggilku Kui toako, Tetapi kalau hanya kita
berdua yang ada, aku akan memanggilmu adik dan kau harus memanggilku kakak yang
baik." Belum lagi Siau kuncu sempat memberikan jawabannya, si nona yang sedang
terluka sudah mencibirkan bibirnya sambil mengejek.
"Manis benar kedengarannya! Siau kuncu, jangan kau ladeni dia. Aku tahu dia
sedang mengambil hatimu!"
"Hm!" Siau Po mendengus dingin. "Aku toh tidak suruh kau yang memanggil aku"
Untuk apa kau usil" seandainya kau yang memanggil aku, tentu aku tidak sudi
mendengarnya!" Siau kuncu tertawa mendengar pertengkaran di antara kedua orang itu.
"Lalu, kau mau dia memanggil apa kepadamu?" tanyanya.
Siau Po juga tertawa. "Aku ingin dia memanggilku suami yang baik! Ya, suami yang terbaik!" sahutnya.
Wajah si nona jadi merah padam mendengarnya.
"Kalau kau ingin menjadi suami orang, kau harus menjelma sekali lagi pada
penghidupan mendatang" katanya sengit dan wajahnya memperlihatkan mimik
mencemooh. "Sudah, sudah!" Siau kuncu segera menengahi.
"Kalian berdua kan bukan musuh bebuyutan" Kenapa baru bertemu sudah
bertengkar terus" Kui toako, aku harap kau bersedia memberikan obatnya kepadaku!"
"Baik!" sahut Siau Po. "Tapi biarkan aku mengobati lukamu terlebih dahulu!"
Dia segera menyingkap selimut yang menutupi tubuh kedua nona itu, Kemudian dia
menggulung celana Siau kuncu dan memakaikan obat di kakinya yang terluka.
"Terima kasih!" kata Siau kuncu tanpa malu-malu, Nada suaranya juga mengandung
ketulusan. "Siapa nama istriku?" tanya Siau Po.
Siau kuncu tertegun. "lstrimu?" tanyanya bingung.
"lya, istriku!" kata Siau Po. Kepalanya menoleh kepada nona yang sedang terluka itu
dengan bibir dimonyongkan.
Siau kuncu tertawa, Dia mengerti kakak seperguruannya itulah yang dimaksudkan
thay-kam cilik itu. "Aih! Kau memang suka bercanda!" katanya.
"Kakak seperguruanku ini she Pui dan namanya...."
"Jangan beritahukan kepadanya!" tukas si nona yang terluka gugup.
Begitu mendengar nona itu she Pui, Siau Po segera teringat ketika mengadakan
perjalanan di Kangsou utara, dia bertemu dengan dua orang anak muda, Seorang pria
dan seorang wanita. Mereka adalah orang-orang dari Bhok onghu. Mereka juga yang
membuat Mau Sip-pat segan serta menghajarnya setengah mati, Namun nona yang
mereka lihat hari itu, sedikit lebih tua dari nona Pui.
"Oh, dia she Pui. Aku tahu! Di sana aku masih mempunyai seorang toa-ku dan toaie,"
katanya kemudian. Toa-ku dan toa-ie adalah ipar laki-laki dan ipar perempuan.
"Aneh! Apa yang kau maksud dengan toa-ku dan toa-ie?" tanya Siau kuncu bingung.
"Dia mempunyai, seorang kakak laki-laki dan seorang kakak perempuan, bukan"
Mereka itulah ipar-iparku!" sahut Siau Po seenaknya.
Siau kuncu semakin heran.
"Oh, jadi di antara kalian masih ada hubungan keluarga?" Tampaknya dia percaya
saja dengan ocehan si thay-kam cilik.
"Siau kuncu, jangan layani dia bicara!" kata nona Pui. "Bocah itu benar-benar busuk
hatinya, Dia tidak ada hubungan keluarga denganku. Benar-benar sial kalau aku
memilikinya!" Siau Po tidak marah, Dia malah tertawa lebar Cepat dia menyerahkan obat pada
Siau kuncu sambil berbisik di telinganya.
"Adikku yang baik, coba kau katakan siapakah nama belakangnya istriku itu?"
Jarak antara kedua gadis itu dekat sekali, Meskipun Siau Po berbicara dengan suara
berbisik, tetapi nona Pui dapat mendengarnya dengan jelas, Karena itu dia segera
berkata. "Jangan beritahukan!"
Siau Po tertawa lagi. "Tidak apa-apa kalau kau tidak mau memberitahukannya, Tapi aku ingin menciummu
dulu satu kali, Pertama-tama, aku akan mencium pipi kirimu, lalu aku akan mencium pipi
kananmu dan terakhir bibirmu. Nah, sekarang kau katakan terus terang, kau lebih suka
dicium atau memberitahukan namamu saja?"
Nona itu tidak bergerak, pikirannya bingung, Thay-kam cilik ini benar-benar iseng dan
agak ceriwis. Selain bingung, nona Pui juga kesal sekali, Untung saja Siau Po masih
seorang bocah cilik dan tadi dia juga mendengar para siwi memanggilnya kongkong.
Siau Po seakan ingin membuktikan ancamannya. Dia menggerakkan tubuhnya dan
kepalanya dicondongkan ke depan seperti ingin mendekatkan bibirnya ke wajah nona
itu. Tentu saja nona Pui itu berdebaran jantungnya melihat perbuatan Siau Po.
"Baik, baik!" kata si nona Pui cepat dan gugup. "Baik, setan cilik! Aku akan
memberitahukan namaku!"
Siau kuncu tertawa "Seperti apa yang kukatakan barusan, Kakakku she Pui, sedangkan nama suci
hanya satu huruf Ie, jadi namanya Pui ie."
Siau Po buta huruf, dia tidak tahu bagaimana tulisan nama itu, namun dia
menganggukkan kepalanya juga.
"Ah.... Nama yang dipilih secara sembarangan, sama sekali tidak bagus!" katanya,
"Sekarang giliran kau, Siau kuncu, siapakah namamu?"
"Aku she Bhok, namaku Kiam Peng. Kiam artinya pedang, Peng artinya tirai," sahut
Siau kuncu. "Namamu lebih bagus!" kata Siau Po kembali Tapi sayangnya bukan dari kelas satu!"
"Tentu namamu baru nama dari kelas satu, bukan?" sindir Pui Ie. "Siapa she dan
namamu" Sampai mana bagusnya?"
Ditanya sedemikian rupa, untuk sesaat Siau Po tertegun Dia sadar dirinya dijebak
oleh ucapannya sendiri. "Aku tidak boleh menyebutkan nama asli," pikirnya dalam hati, Tapi Siau Kui cu
bukan nama yang dapat dibanggakan! Biar bagaimana, dia harus menyebutkan sebuah
nama, Akhirnya dia berkata:
"Aku she Go, karena aku seorang thay-kam, orang-orang memanggil aku Go
laokong...." "Go laokong.... Go laokong..." Pui Ie mengulangi nama itu beberapa kali, "Ah!
Namamu itu...." Mendadak kata-katanya terhenti, wajahnya menjadi merah padam,
Sebab dia sadar bahwa yang disebut Siau Po bukan nama orang, Go laokong artinya
mertuaku. "Cis!" seru si nona kemudian. "Kau hanya mengoceh sembarangan."
"Aih! Lagi-lagi kau menggoda orang!" kata Bhok Kiam Peng, "Aku dengar orangorang
memanggilmu Kui kongkong, kau bukan she Go!"
Siau Po tidak mau kalah. "Kalau laki-laki, mereka memanggilku Kui kongkong, tapi kalau perempuan, dia
memanggilku Go laokong."
"Aku tahu siapa namamu!" kata nona Pui Ie yang mulai banyak bicara, Hal ini karena
dia merasa tidak mau kalah dan ingin membalas ejekan Siau Po.
Siau Po agak terkejut mendengar kata-katanya.
"Kau tahu" Bagaimana kau bisa tahu?" tanyanya heran,
"Aku tahu namamu yang sebenarnya adalah Ho Pat-to!" kata nona itu.
Siau Po tertawa terbahak-bahak, Nama yang disebut nona itu hanya sebuah sindiran
yang artinya "Ngaco belo."
Setelah Siau Po tertawa terbahak-bahak, tiba-tiba saja tampak nafas Pui Ie
memburu. Rupanya hati gadis itu mendongkol sekali dan sejak tadi dipendam, lagipula
dia juga terlalu banyak bicara.
"Oh, adikku yang baik!" kata Siau Po kepada Kaim Peng, "Cepat kau pakaikan obat
yang kuberikan. jangan membiarkan dia mati karena aku! Aku Go laokong hanya
mempunyai dia seorang istri. Kalau dia sampai mati, kemana lagi aku bisa mencari istri
yang kedua?" Kiam Peng tersenyum. "Kakakku mengatakan kau senang mengoceh yang bukan-bukan, ucapannya
memang tepat," katanya, Dia segera menurunkan kelambu kemudian mengobati luka
Pui Ie. "Apakah darahnya sudah berhenti mengalir?" tanya Siau Po.
"Sudah berhenti," sahut Kiam Peng.
"Bagus! Memang obatku mujarab sekali, Bahkan melebihi obatnya Pou sat. sekarang
baru kau percaya, Nanti, sesudah lukanya sembuh, dadanya tidak akan meninggalkan
bekas cacat sedikit pun sehingga bunga dan rembulan pun merasa malu terhadapnya."
"Aih! Kau memang paling bisa!" Kiam Peng tertawa mendengar ucapan si bocah
yang lucu. "Setelah lukanya tidak mengeluarkan darah lagi, kau pakaikan lagi obat luar," kata
Siau Po. "lya," sahut Kiam Peng.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tepat pada saat itu, dari luar terdengar suara panggilan
"Kui kongkong! Kui kongkong! Apakah Kui kongkong sudah tidur?"
"Sudah?" sahut Siau Po namun ia bertanya juga. "Siapa" Kalau ada urusan apa-apa,
tunggu besok pagi saja!"
Orang di luar rnenjawab, "Aku yang rendah Sui Tong!" Nama itu membuat Siau Po
terkejut "Oh, Sui congkoan! Entah ada keperluan apakah ?" tanyanya cepat.
Bagian 19 Rupanya Sui Tong itu adalah Hu congkoan, pemimpin muda dari Gi Cian siwi,
pasukan pengawal pribadi Raja, Siau Po sering mendengar nama orang itu yang
menurut para siwi ilmu silatnya tinggi sekali.
Hanya selama beberapa tahun belakangan ini, dia sering bertugas di luar istana,
Karena itu Siau Po belum pernah bertemu dengannya.
" Aku yang rendah mempunyai urusan yang penting!" terdengar Sui Tong berkata
kembali. "Kui kongkong, harap maafkan, Aku yang rendah telah mengganggu
ketenangan kongkong, Tapi aku yang rendah ada urusan yang penting hendak
dibicarakan. Nyali Siau Po menjadi ciut. Diam-diam dia berpikir
Tengah malam begini dia datang kemari, entah apa yang diinginkannya"
Mungkinkah dia tahu kalau aku menyembunyikan kawanan pemberontak dan sekarang
dia datang untuk memeriksa dan menggeledah kamarku" Bagaimana baiknya
sekarang" Kalau aku tidak membukakan pintu, dia tentu akan memaksa masuk.
sedangkan kedua perempuan bau yang sedang terluka ini tidak bisa melarikan diri,
sebaiknya aku pandai-pandai melihat situasi. Kalau ditilik dari suara langkah kaki di
luar pintu, tampaknya Sui Tong hanya seorang diri.
"Ah... mengapa aku tidak mencari kesempatan membokongnya saja" Memang tidak
ada jalan lain kecuali membunuhnya!" pikirnya kemudian.
Dari luar kamar kembali terdengar suara Sui Tong.
"Urusan ini penting sekali, Kalau tidak, nanti aku yang rendah berani mengganggu
kongkong yang sedang bermimpi indah!"
"Baiklah," sahut Siau Po. "Nanti aku akan membukakan pintu!"
Tapi, bukannya membukakan pintu, dia malah menyusupkan kepalanya ke dalam
kelambu dan berbisik kepada Kiam Peng serta Pui Ie.
"Kalian jangan bersuara!" Nadanya serius, tampangnya juga bersungguh-sungguh.
Setelah itu baru dia berjalan menuju pintu, Siau Po menenteramkan hatinya agar dia
tampak tenang, kemudian baru dia membuka pintu.
Di depan pintu berdiri seorang siwi yang tubuhnya tinggi besar, Kepala Siau Po
paling-paling sampai dadanya saja.
Orang itu, Hu congkoan Sui Tong, segera menjura ketika melihat Siau Po.
"Maaf, kongkong," katanya, "Aku telah mengganggu kongkong!"
"Tidak apa-apa!" sahut Siau Po sambil mengangkat wajahnya untuk memperhatikan
orang di depannya, Dia melihat seraut wajah yang tidak menyiratkan mimik perasaan
apa-apa. Wajah itu begitu kaku, sehingga orang sulit menerka apa yang dipikirkannya.
"Sui congkoan, ada keperluan apakah?" tanyanya dengan sikap wajar, Dia sengaja
tidak mengundang orang itu masuk ke dalam kamarnya karena khawatir congkoan itu
akan curiga dan memergoki Kiam Peng serta Pui Ie.
"Aku yang rendah baru saja menerima perintah dari ibu suri," katanya, "Menurut surat
titah yang diturunkan ibu suri itu, kawanan pemberontak yang menyerbu istana malam
ini berhasil masuk karena ajakan Kui kongkong!"
Mendengar ucapan "titah ibu suri," Siau Po sudah terkejut setengah mati, inilah
pertanda buruk, Apalagi mendengar tuduhan yang dijatuhkan pada dirinya. pikirannya
bekerja dengan cepat Berkat kecerdasannya dia segera mendapat akal.
Pertama-tama dia menunjukkan mimik keheranan
"Aneh sekali! Aku baru saja menghadap Sri Baginda untuk menanyakan
keselamatannya, Di sana aku mendengar beliau berkata: "Ah! Sungguh besar nyali si
budak Sui Tong, Baru pulang ke istana, dia sudah... hm!"
Mendengar keterangan itu, Sui Tong terkejut setengah mati. Untuk sesaat dia berdiri
terpaku, Dia justru menerima titah ibu suri untuk membekuk thay-kam cilik ini sebab
menurut ibu suri, dia telah membawa kawanan pemberontak menyelundup ke dalam
istana. Sekarang mendengar kata-kata Siau Po, ia percaya sekali, sebab dia tahu bocah di
hadapannya ini merupakan thay-kam cilik kesayangan raja.
"Apakah Sri Baginda ada mengatakan hal lainnya?" tanya Sui Tong seakan
melupakan tugasnya sendiri, sebenarnya ibu suri malah mengatakan kalau perlu dia
boleh membinasakan bocah ini. Sekarang dia malah sudah ketakutan lebih dulu...
Siau Po berbicara demikian sebetulnya untuk mengulur waktu agar ia mendapat
kesempatan untuk meloloskan diri. Tentunya dia senang sekali melihat sikap pengawal
ibu suri yang begitu ketakutan Dia pun segera menjawab pertanyaan Hu congkoan itu.
"Setelah berkata demikian, Sri Baginda menurunkan perintah agar besok pagi, begitu
fajar menyingsing, aku harus mencari keterangan dari para siwi, mengapa Sui Tong
bisa membawa kawanan pemberontak itu masuk ke dalam istana dan apa maksudnya
yang sebenarnya serta perintah siapa yang dijalankannya, Sri Baginda ingin tahu apa
rencana berikutnya dan siapa saja konco-konconya!"
Begitu khawatir dan terkejutnya Sui Tong sehingga pertanyaan berikutnya menjadi
gugup dan tersendat-sendat.
"Ke... napa.... Sri Ba... ginda mengatakan a...ku yang membawa... ka... wanan
pemberon... tak menyerbu ke... mari" Sia... pa yang mengo,., ceh semba... rangan di...
hadap... an beliau" Bukan... kah fitnah i... tu hebat se... kali?"
Sebetulnya Sui Tong gagah dan cerdas otaknya, Namun dalam keadaan seperti ini,
otaknya seakan menjadi keruh dan tidak sanggup berpikir secara normal, sebab ucapan
Sri Baginda bagaikan penentuan hukuman mati baginya.
"Sri Baginda menugaskan aku untuk mencari keterangan secara teliti," kata Siau Po
kemudian, "Sri Baginda juga berpesan bahwa aku harus berhati-hati. Katanya, "kalau
budak Sui tong mengetahui tugasmu ini, mungkin dia akan mencarimu dan
membunuhmu!" Tapi aku meminta Sri Baginda agar menentramkan hatinya. Karenanya aku berkata
kepada Sri Baginda: "Meskipun Sui Tong bernyali besar, tidak akan dia berani lancang
melakukan pembunuhan di dalam istana! Sri Baginda tidak percaya, Beliau berkata:
"Hm! Hal itu bukan tidak mungkin, Dia berani membawa kawanan pemberontak
menyerbu istana untuk mencelakai junjungannya, perbuatan apa lagi yang tidak berani
dilakukannya?" "Kau ngaco!" Tiba-tiba Sui Tong menukas dengan nada membentak "A... ku... aku
tidak mengajak orang menyerbu istana! Tidak mungkin Sri Baginda berani
sembarangan menuduh!"
Di saat Sui Tong berkata demikian, pikiran Siau Po kembali bekerja dengan cepat.
"Aku harus mendahuluinya menghadap Sri Baginda untuk menuduhnya! Setelah
terang tanah, aku harus segera meninggalkan tempat ini Tapi, bagaimana dengan Siau
kuncu serta nona Pui itu" Huh! Perduli amat dengan mereka! Yang penting ialah
menyelamatkan jiwa sendiri! Bukankah aku berada di bawah ancaman maut?"
Setelah berpikir demikian, Siau Po berkata lagi kepada Sui Tong,
"Kalau begitu, bukan engkau yang membawa kawanan pemberontak itu menyerbu
istana?" "Sudah tentu bukan!" sahut Sui Tong tegas, "lbu suri sendiri mengatakan bahwa
kaulah yang membawa kawanan pemberontak itu menyelundup ke sini!"
"Kalau begitu, kita berdua sama-sama kena difitnah!" kata Siau Po kemudian "Sui
congkoan, kau tidak perlu takut Nanti aku akan menghadap Sri Baginda untuk
membelamu. Asal kau memang jujur! Meskipun Sri Baginda masih muda sekali, namun
beliau bijaksana dan cerdas, Beliau juga sangat mempercayai aku. Aku yakin katakataku
akan didengarnya dan urusan ini segera dapat diselesaikan dengan mudah!"
"Baik!" sahut Sui Tong, "Sebelumnya aku mengucapkan terima kasih kepadamu
sekarang kau ikutlah aku menemui ibu suri!"
Tidak berani Sui Tong membunuh Siau Po, meskipun ibu suri sudah memberikan
ijinnya, Biar bagaimana, hatinya merasa bimbang mengingat bocah ini adalah thay-kam
kesayangan raja. Apalagi setelah mendengarkan ocehan ini.
Nyalinya semakin ciut Setidaknya, kalau Siau Po tidak mati, dia masih mempunyai
seorang yang dapat diandalkan untuk membelanya.
Siau Po berlagak pilon. "Sekarang kan sudah tengah malam, buat apa aku menghadap ibu suri?" tanyanya,
"Aku rasa sebaiknya besok pagi-pagi aku menghadap Sri Baginda terlebih dahulu,
Siapa tahu sekarang beliau sudah menurunkan titah untuk membekuk dan
menghukummu" Ya... Sui congkoan, aku ingin memberitahukan suatu hal kepadamu
Nanti kalau ada siwi dari Sri Baginda yang ingin menawanmu, jangan sekali-sekali kau
melakukan perlawanan Sebab, sekali kau melawan, berarti kau telah membangkang
perintah raja dan hal ini membuat fitnah atas dirimu susah dicuci bersih kembali!"
Biar bagaimana Sui Tong jadi bingung, sebenarnya dia meragukan juga kata-kata
Siau Po, namun hatinya dilanda kebimbangan Rasa takut membuat pikirannya kacau,
Bukankah dia membutuhkan keterangan bocah ini di hadapan Sri Baginda nanti"
pikirannya lantas bekerja keras.
"Memang aku membutuhkannya untuk memberikan keterangan tentang
kebersihanku di hadapan Sri Baginda, Tapi aku sedang menjalankan titahnya thayhou,
Dan ibu suri telah mengancamku bahwa aku berbuat kesalahan besar apabila Siau Kui
cu sampai lolos. Tidak bisa tidak! pokoknya aku harus membawa bocah ini menghadap
Hong thay-hou terlebih dahulu, dengan demikian aku telah menunaikan tugasku...."
Dengan membawa pikiran demikian, Sui Tong segera berkata kepada Siau Po.
"Aku toh tidak bersalah, mengapa Sri Baginda harus menawanku" sekarang
sebaiknya kau ikut aku dulu menghadap ibu suri!"
Siau Po menggeser tubuhnya ke samping, Sui Tong mengulurkan sebelah tangan
untuk menariknya. Sembari menyingkir dia berkata dengan suara perlahan.
"Kau lihat! Di sana datang beberapa orang yang hendak menawanmu!"
Sui Tong terkejut setengah mati, wajahnya menjadi pucat pasi. Dengan cepat dia
menolehkan kepalanya. Tepat di saat Sui Tong menoleh, bocah yang cerdik itu langsung memutar tubuhnya
dan mencelat ke dalam kamar, justru di saat itulah Sui Tong menggerakkan tangannya
menyambar sebab dalam sekejap mata dia sudah melihat bahwa pada arah yang
ditunjuk Siau Po tidak ada seorang pun yang mendatangi.
Siau Po takut tertangkap oleh siwi itu. Dia telah menyembunyikan dua orang nona
dalam kamarnya dan dia menduga rahasia itu sudah bocor, Kalau dia sampai diringkus
dan dibawa ke hadapan Hong thayhou, pasti sulit baginya untuk meloloskan diri dari
bahaya. Kalau saja dia bisa lari sampai ke taman, tentu banyak tempat baginya untuk bermain
petak umpet dengan orang itu, Namun dia tidak menyangka gerakan Sui Tong begitu
cepat. Setelah berhasil menghindarkan diri dari sambaran tangan Sui Tong, Siau Po
mencelat dan sampai di depan jendelanya, Tapi Sui Tong telah mengejarnya, Sebelum
dia sempat melompat keluar lewat jendela, tangan pengawal muda itu telah mengenai
punggungnya sehingga kedua kakinya lemas dan tubuhnya roboh seketika!
Sui Tong mengulurkan tangan kirinya untuk menyambar pinggang Siau Po. Dia tidak
ingin thay-kam cilik itu meloloskan diri.
Siau Po berusaha membela diri, Kedua tangannya digerakkan, dia mengerahkan
jurus Kim Na jiu-hoat. Sayangnya, tubuh bocah itu jauh lebih kecil sehingga kalah
tenaga, Karena dia mengadakan perlawanan, tubuhnya terdorong dan jatuh ke dalam
gentong air. Gentong air itu milik Hay kongkong yang digunakan untuk merendam diri mengobati
penyakitnya. Sampai sekarang memang Siau Po belum sempat membuangnya.
Melihat bocah itu tercebur, Sui Tong tertawa terbahak-bahak, Tangannya diulurkan
kembali untuk mencekal bocah yang hendak melarikan diri itu, tapi dia hanya berhasil
mencengkeram batang leher Siau Po.
Di dalam gentong air, Siau Po mengerutkan tubuhnya, Namun gentong itu memang
tidak terlalu dalam, Sesaat kemudian tangan Sui Tong sudah berhasil mencekiknya
kemudian dia diangkat ke atas dalam keadaan basah kuyup.
Siau Po masih mencoba melawan, Ketika di dalam gentong, dia menyedot air cukup
banyak dan sisanya masih dibiarkan berkumur dalam mulut Setelah kena dicekal,
wajahnya berhadapan dengan wajah Sui Tong, Dia menyemburkan air itu sekeraskerasnya
ke arah matanya! Sui Tong terkejut setengah mati. Dia juga gelagapan karena air masuk ke dalam
mata, hidung dan juga mulutnya!
Dalam waktu yang bersamaan, Siau Po menerjang tubuh orang itu, tangan kirinya
meluncur ke leher Sui Tong untuk dipelintir.
Sui congkoan terperanjat Dia berseru tertahan, tubuhnya menggidik beberapa kali,
Lambat laun cekalan tangannya jadi kendor, kedua matanya mendelik dan wajahnya
menyiratkan rasa nyeri. sedangkan dari mulutnya meluncur kata-kata atau lebih tepat
gumaman yang tidak jelas.
Hal ini disebabkan oleh pisau mustika Siau Po yang telah menancap di tubuh Sui
Tong ketika dia menerjang ke depan, Dan tidak kepalang tanggung, Begitu berhasil
menusuk dada lawannya, Siau Po segera menghentakkan pisaunya ke bawah sampai
terkoyak ke bagian perut.
Hal ini pula yang menyebabkan Sui Tong tidak berdaya, Dia tidak menyadari dari
mana datangnya bokongan itu, juga tidak sanggup mempertahankan diri terlebih lama,
Darah menyembur dengan deras dari bekas lukanya, tubuhnya terjengkang ke
belakang dan nyawanya pun melayang! Dapat dikatakan bahwa dia mati penasaran!
"Hm!" Siau Po mendengus dingin, Setelah itu dia mencabut pisau belatinya.
Meskipun kepandaian Sui Tong sangat tinggi namun sayangnya kecerdasannya masih
kalah dengan Siau Po. Karena itulah, dengan akal yang licik, bocah kita sanggup
membunuhnya. Selama Siau Po melompat ke dalam kamar dan akhirnya tercekal oleh siwi yang
kemudian mati itu. Kiam Peng dan Pui Ie dapat melihat jelas dari balik kelambu. Hanya
saja mereka tidak tahu bagaimana caranya Siau Po membinasakan orang itu,
Karenanya mereka menjadi heran.
Siau Po sendiri menjadi gugup setelah melakukan perbuatan itu, Untuk sesaat dia
tidak sanggup mengatakan apa-apa. Ketika dia membuka mulut akhirnya, suaranya
terdengar tidak jelas. "A...ku... a... ku...."
"Terima kasih kepada Langit dan Bumi. Akhirnya kau berhasil juga membunuh orang
itu!" kata Kiam Peng.
"Sui Tong ini mempunyai julukan Tian-Ciang Bu tek (Tangan besi tanpa lawan)." Pui
Ie turut memberikan keterangan "Tadi dia sudah membinasakan tiga orang anggota
Bhok onghu, perbuatanmu berarti telah membalaskan sakit hati mereka bertiga. Bagus!
Bagus?" Dengan cepat Siau Po berhasil menenteramkan hatinya.
"Dia dijuluki Tangan besi tanpa lawan, tapi dia tidak sanggup berhadapan dengan
aku, Wi Siau Po!" katanya senang, Rasa bangga membuatnya jadi sombong. "Akulah
jago silat nomor satu yang lain dari umumnya!"
Selesai berkata, Siau Po memeriksa kantong Sui Tong dan akhirnya dia berhasil
menarik sebuah buku kecil yang penuh dengan huruf-huruf kecil. juga didapatkan
beberapa helai surat, Tapi karena dia buta huruf, dia meletakkan semuanya di samping,
Ketika dia memeriksa lagi, tangannya menyentuh sesuatu yang agak keras di pinggang
korban. Dengan pisaunya dia merobek jubah orang itu, akhirnya dia menemukan
sebuah bungkusan yang dipak rapi dengan kain minyak.
"Entah mustika apa yang ada di dalamnya, Penyimpanannya saja demikian
sempurna," pikirnya dalam hati.
Kembali dia menggunakan pisaunya untuk memutuskan tali pengikat bungkusan
tersebut setelah dibukanya, dia mendapatkan sejilid kitab Si Cap Ji cin-keng yang
ukurannya dan bentuknya sama dengan yang pernah ia lihat sebelumnya.
"Ah!" serunya girang, Lekas-lekas ia mengeluarkan bukunya yang sama, Untung saja
tidak ikut basah karena dirinya tercebur ke dalam gentong air tadi, Diletakkannya kedua
kitab itu secara berdampingan .Ternyata tidak ada bedanya.
"Pasti ada sesuatu yang aneh dalam kitab ini," pikirnya kemudian "Sayangnya aku
buta huruf, Kalau aku meminta penjelasan dari kedua nona ini, tentu mereka mengerti
Tapi mereka pasti jadi tidak memandang sebelah mata terhadapku!"
Setelah berpikiran demikian, Siau Po membatalkan niatnya dan menyimpan kedua
jilid kitab tersebut di dalam lacinya.
"Bagaimana sekarang?" terdengar Kiam Peng bertanya, "Kau sudah membunuh
orang ini, pasti sebentar lagi ada orang yang menyusulnya kemari!"
Pikiran Siau Po bekerja dengan cepat, Tadi thayhou sendiri datang kemari untuk
membunuhku Hal ini pasti disebabkan rahasianya yang telah diketahui olehku dan dia
khawatir aku akan membocorkannya.
Setelah gagal, dia mengirim Sui Tong melanjutkan keinginannya yang tidak
kesampaian perempuan tua itu sungguh lihay! Bagaimana dia mendapat akal
menuduhku sebagai konconya para pemberontak yang menyerbu istana malam ini"
Bukankah itu fitnahan yang sadis"
Biar bagaimana, aku harus mendahuluinya turun tangan! Tindakan inilah yang paling
tepat! Aku harus menghadap Sri Baginda selekasnya untuk memberikan penjelasan.
Begitu fajar menyingsing, aku harus meninggalkan tempat ini dan tidak akan kembali
lagi untuk selama-lamanya!"
Setelah berpikir demikian, Siau Po langsung mengambil keputusan Dia berkata
kepada Pui Ie. "Aku harus mengarang cerita bahwa Sui Tong telah bersekongkol
dengan pihak Bhok onghu kalian Maka itu, nona Pui.... Tolong kau jelaskan apa maksud
kalian yang sebenarnya menyerbu istana malam ini?" Siau Po menatap si nona cantik
lekat-lekat. "Karena kami sudah menganggap kau seperti orang sendiri, rasanya tidak apa-apa


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kalau kami bicara terus terang kepadamu," sahut nona Pui Ie. "Kami menyamar sebagai
orang-orangnya Go Eng-him, putera dari Go Sam-kui. penyerbuan kami kemari
bermaksud melakukan pembunuhan gelap terhadap Raja. Kami pikir, syukur kalau kami
berhasil. Andaikata tidak sekalipun, kami bisa menimpakan kesalahan ini kepada pihak
Go Sam-kui, Bahkan apabila Sri Baginda gusar, ada kemungkinan Go Sam-kui
sekeluarga akan dihukum mati!"
Siau Po menarik nafas panjang, Hatinya lega mendengar keterangan Nona Pui itu.
"Bagus, bagus!" katanya memuji "Tapi, dengan bukti apa kalian memfitnah Go Samkui?"
"Sengaja kami meninggalkan tanda di baju-baju kami," sahut Pui Ie. "Tanda itu akan
memberikan bukti bahwa kami orang-orang dari pihak Peng Si ong. Beberapa senjata
kami juga sengaja diukir huruf "Tay Beng Sanhay kwan hu congpeng".
Siau Po tertawa, Sebelum berpihak pada kerajaan Ceng, Go Sam-kui memang
menjabat sebagai congpeng di Sanhay kwan pada masa kerajaan dinasti Beng.
"Akal itu bagus sekali!"
"Ketika kami merencanakan penyerbutan ke istana ini, kami sudah berpikir bahwa
ada kemungkinan beberapa di antara orang-orang kami yang akan tertawan atau
terluka sehingga tidak sempat melarikan diri Tapi, demi bangsa dan negara, kami siap
mengorbankan diri! Kami sudah menerka, apabila ada orang kami yang tertangkap,
tanda-tanda itu pasti ditemukan Mulanya kami pasti tidak mau mengaku. Setelah
disiksa beberapa hari, barulah kami menyerah dan menyatakan bahwa kamilah orangorang
yang dikirim oleh Peng Si ong untuk membunuh Raja. Begitu masuk ke dalam
istana, kami melemparkan beberapa senjata dengan tanda khusus itu secara
sembarangan Maksud kami, apabila kami beruntung bisa lolos semuanya, bukti itu toh
sudah tertinggal." Nona Pui berbicara dengan serius, nafasnya sampai memburu saking
bersemangatnya. wajahnya sampai bersemu dadu.
"Jadi kedatangan kalian bukan untuk menolong Siau kuncu?" tanya Siau Po kembali.
"Bukan!" sahut Pui Ie. "Kami toh bukan dewa." Bagaimana kami bisa tahu Siau kuncu
ada di dalam istana?"
"Apakah kau pun membawa senjata yang telah diberi tanda bukti itu?" tanya Siau Po.
"Ada!" sahut Pui Ie yang segera menyusupkan tangannya ke dalam selimut dan
mengeluarkan sebatang gotok. Karena tenaganya sudah lemah sekali, dia tidak
sanggup mengangkat golok itu tinggi-tinggi.
Siau Po tertawa melihatnya.
"Untung aku tidak tidur di sampingmu, kalau tidak, tentu mudah bagimu untuk
menikam aku sampai mati!"
Wajah nona itu menjadi merah padam karena jengahnya.
"Fui!" serunya dengan mata mendelik
Siau Po tersenyum Dia menerima golok kecil itu kemudian disembunyikan di balik
pakaian Sui Tong. "Aku akan memberikan laporan kepada Sri Baginda, Aku akan mengatakan bahwa
Sui Tong adalah anteknya para penyerbu malam ini. Bukankah senjata tadi akan
menjadi suatu bukti?" Tapi Pui Ie menggelengkan kepalanya, "Sebetulnya huruf apakah
yang terukir di golok-golok itu?" tanya Siau Po. Dia merasa dirinya toh buta huruf,
buat apa dia melihat sendiri huruf-huruf itu.
"Tadi aku toh sudah mengatakan bahwa bunyi-nya Tay Beng Sanhay kwan hu
congpeng. sedangkan Sui Tong adalah orang Boan, tidak mungkin dia menghamba
pada seorang congpeng dari dinasti Beng!"
"lya, benar juga yang kau katakan," kata Siau Po. Cepat-cepat dia mengambil
kembali golok kecil yang diselipkan dalam pakaian Sui Tong, "Sekarang barang apa
yang harus kita masukkan ke dalam pakaian orang ini?" tanyanya kemudian.
Tapi sebelum Kiam Peng atau Pui Ie sempat menjawab, sebuah ingatan sudah
melintas di benaknya. "Oh, ya! Ada!" Siau Po segera mengeluarkan barang-barang hadiah Go Eng-him, yakni dua
renceng mutiara, sepasang ayam-ayaman dari batu kumala dan beberapa helai uang
kertas, semuanya dia masukkan ke dalam pakaian Sui Tong, Dia merasa barangbarang
itu akan menjadi bukti yang kuat sekali, terutama uang kertasnya.
"Nah, Go sicu," kata Siau Po dalam hatinya, "Lohu harus meninggalkan tempat ini.
Yang lainnya terserah padamu, Maafkan tindakan lohu ini."
Kemudian Siau Po mengangkat tubuh itu untuk diletakkan dalam taman, namun
belum sempat dia membuka pintu, tiba-tiba telinganya mendengar suara langkah kaki
mendatangi ia terkejut sekali, Dengan cepat dan berhati-hati, dia meletakkan tubuh itu
kembali. Setelah itu dia memasang telinganya.
Dari luar kamar terdengar seseorang berseru. "Sri Baginda menitahkan agar Siau Kui
cu datang melayaninya!"
Senang sekali hati Siau Po mendengarnya.
"Aku justru khawatir tidak sempat bertemu dengan Sri Baginda lagi. Siapa sangka Sri
Baginda sendiri yang mencari aku. Apalagi baru saja timbul keonaran, tentu merupakan
saat yang tepat bila aku bertemu dengannya sekarang, Tapi, untuk sementara terpaksa
aku tidak dapat membawa tubuh Sui Tong ini," pikirnya dalam hati.
"lya, hambamu sudah mengerti!" sahut Siau Po cepat "Hambamu hendak mengganti
pakaian terlebih dahulu, sebentar lagi hamba akan menghadap."
Sembari berbicara, Siau Po mendorong tubuh Sui Tong ke kolong tempat tidur,
Kemudian dia menggerak-gerakkan tangannya kepada kedua nona di atas tempat tidur
Tangan Geledek 8 Tujuh Pendekar Pedang Gunung Thian San Karya Liang Ie Shen Rahasia Lukisan Kuno 1
^