Pencarian

Pusaka Pulau Es 10

Pusaka Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Bagian 10


gLo-kwi, ingat! Ketika kita berada di Pulau Hantu itu engkau pun berniat membunuhku, akan tetapi sampai sekarang aku masih hidup! Aku tidak takut biarpun kalian bersikap curang hendak mengeroyokku. Aku hanya ingin bertanya, apakah Pangeran Tao Seng atau Hartawan Ji itu berada di dalam" Kalau betul, suruh dia keluar dan aku akan membawanya pergi. Aku tidak ada alasan untuk bertanding dengan kalian! h
Melihat sikap pemuda itu demikian tabah menghadapi mereka bertiga, Tung-hai Lo-mo yang wataknya angkuh itu membentak, gDia memang berada di sini. Akan tetapi kami melindunginya. Kalau engkau dapat mengalahkan kami bertiga, barulah engkau boleh menemuinya! h
" gTung-hai Lo-mo, sudah kukatakan bahwa aku tidak butuh bertanding denganmu. Aku hanya menghendaki orang itu. Ketahuilah bahwa Pangeran Tao Seng itu adalah ayah kandungku! h gHa-ha-ha, jangan engkau membual! h kata Lam-hai Koai-jin. gKalau dia memang ayah kandungmu, mengapa engkau malah menentangnya sehingga gerakannya gagal" h
gKarena dia berada di pihak yang bersalah. Dia berbuat jahat dan aku tidak ingin melihat dia berbuat jahat! h jawab Keng Han.
gSudahlah, kawan-kawan, tidak perlu berdebat dengan bocah ini. Mari kita bereskan saja dia! h Setelah berkata demikian Swat-hai Lo-kwi sudah menggerakkan pedangnya menyerang Keng Han. Keng Han menghindarkan diri dengan mengelak ke kiri. Akan tetapi dari sebelah kiri, dayung baja Tung-hai Lo-mo sudah menyapu ke arah pinggangnya! Keng Han meloncat tinggi ke atas sehingga dayung baja itu menyambar di bawah kakinya. Keng Han menginjak dayung itu dan meloncat ke belakang, berjungkir balik beberapa kali sebelum turun ke atas tanah. Baru saja dia hinggap di tanah, ruyung Lam-hai Koai-jin sudah Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
338 menyerangnya, memukulkan ruyung yang besar dan berat ke arah kepalanya!
Hebat serangan ini, tapi Keng Han tidak menjadi gentar. Kembali dia mengelak ke kanan dan kini kakinya menendang ke arah Swat-hai Lo-kwi. Lo-kwi mengelak dan Keng Han segera dikeroyok tiga orang datuk itu.
Keng Han telah memiliki tenaga sinkang yang dahsyat dan ilmu silatnya juga ilmu silat tinggi dan sakti dari Pulau Es. Akan tetapi kini dia menghadapi pengeroyokan tiga orang datuk besar di dunia persilatan. Apalagi dia tidak bersenjata, sedangkan tiga orang datuk yang menyerangnya itu menggunakan tiga macam senjata yang berbeda gerakannya. Tubuhnya berkelebatan di antara tiga gulungan sinar dari senjata musuh-musuhnya.
Tiga orang datuk itu mengeroyok sambil mengeluarkan bentakan-bentakan nyaring, namun Keng Han bukan saja mengelak, bahkan terhadap dayung baja dan ruyung itu beberapa kali dia menangkis dengan tangannya. Setiap kali ditangkis, pemegang senjata itu merasa tangannya tergetar oleh hawa yang dingin sekali kalau yang menangkis itu tangan kiri Keng Han, sedangkan kalau tangan kanan yang menangkis, lawannya merasa hawa yang amat panas menyerang dirinya. Tiba-tiba seorang muncul di depan pintu. Dia itu bukan lain adalah Tao Seng. Melihat betapa itu bukan lain adalah Tao Seng. Melihat betapa puteranya dikeroyok oleh tiga orang datuk itu, tiba-tiba Tao Seng teringat kepada Silani, isterinya yang ditinggalkan di Khitan. Maka dia pun tidak ingin melihat puteranya terbunuh.
gSam-wi Locianpwe, jangan bunuh dia! Dia itu anakku, jangan bunuh dia! h
Swat-hai Lo-kwi menjadi jengkel mendengar ucapan Tao Seng itu. Baginya, orang itu adalah Hartawan Ji yang membiayai semua usaha pemberontakan itu. Kini, melihat hartawan itu malah melindungi Keng Han, dia menjadi marah. gKami harus membunuhnya! Dialah yang menggagalkan semua usaha! h Dan dia menyerang semakin gencar kepada Keng Han yang masih terus melakukan perlawanan dengan gigih.
Tao Seng melihat betapa Keng Han terdesak hebat dan kalau perkelahian itu dilanjutkan, tentu akhirnya Keng Han akan tewas! Mati terbunuh di depan matanya. Anaknya! Tiba-tiba dia menghunus pedang dan meloncat ke dalam pertandingan itu, sama sekali bukan untuk mengeroyok Keng Han, melainkan dia menggunakan pedangnya menyerang Swat-hai Lokwi!
gHeiii! Apa yang kaulakukan ini, Ji-wangwe! h bentak Swat-hai Lo-kwi sambil
menangkis. gJangan bunuh dia! Jangan bunuh dia! h Tao Seng berteriak-teriak sambil terus untuk membantu Keng Han.
gKeparat! h Swat-hai Lo-kwi berteriak marah sambil membalik dan menyerang Tao Seng.
Baru diserang sebanyak lima jurus saja pedang di tangan Swat-hai Lokwi telah menembus dada Tao Seng. Tao Seng berteriak dan roboh terguling.
gAyahhh....! h Keng Han berseru keras melihat ayahnya roboh dengan mandi darah dia lalu mengamuk. Akan tetapi dia dikeroyok tiga orang datuk yang rata-rata memiliki ilmu kepandaian tinggi dan semua bersenjata, sedangkan dia sendiri bertangan kosong.
Swat-hai Lo-kwi menusukkan pedangnya ke arah lambung Keng Han dan pada saat itu dayung baja Tung-hai Lo-mo menghantam ke arah kepalanya dan ruyung Lam-hai Koai-jin Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
339 menghantam punggungnya! Diserang secara serentak seperti itu, Keng Han cepat meloncat tinggi untuk menghindarkan semua serangan dan kedua kakinya menendang dan menangkis dayung baja dan ruyung, kemudian sambil menjejakkan kedua kaki pada dua senjata itu tubuhnya berjungkir balik ke belakang dan selamatlah dia dari tiga serangan yang dilakukan serentak itu. Akan tetapi jantungnya berdebar juga karena serangan berbareng itu sungguh amat berbahaya. Kalau saja tidak melihat tiga orang datuk itu membunuh ayahnya, tentu dia sudah meninggalkan tiga orang lawannya. Akan tetapi Swat-hai Lo-kwi telah membunuh ayahnya dan dia tidak dapat tinggal diam begitu saja. Dia meloncat ke dekat tubuh ayahnya.
gAyah, engkau tidak apa-apa" h tanyanya khawatir.
gKeng Han, larilah selagi ada kesempatan....aku.... aku tidak apa-apa....! h Akan tetapi tiga orang datuk itu sudah mengurungnya lagi dan terpaksa dia melawan sekuat tenaga. Selagi keadaan amat gawat bagi Keng Han itu tiba-tiba terdengar seruan, gKeng Han, terimalah pedangmu ini! h
Ternyata yang datang adalah Cu In! Gadis itu melemparkan pedang bengkok milik Keng Han yang telah diberikan kepadanya. Keng Han menyambut pedang bengkok itu dan melepaskan sabuk sutera putih dan melemparkannya ke arah Cu In. Cu In menyambut senjatanya itu dan langsung saja ia menyerang kepada Tung-hai Lo-mo dengan sabuk suteranya. Di tangan Cu In sabuk sutera itu menjadi senjata yang ampuh, dapat melibat senjata lawan, dapat pula menotok jalan darah dan dengan sin-kangnya ia dapat membuat sabuk itu sebagai pecut yang dapat melecut dengan ganasnya!
Bagaimana Cu In dapat datang pada saat yang amat gawat bagi Keng Han itu! Ternyata berita tentang Bu-tong-pai mengundang para tokoh kang-ouw itu sampai ke kota raja dan terdengar pula oleh The-ciangkun, ayah Cu In. Mendengar ini, Cu In menduga bahwa Keng Han tentu pergi ke sana untuk mencari ayahnya. Maka hatinya merasa tidak enak dan ia berpamit dari ayah ibunya untuk pergi melihat-lihat keadaan di Bu-tong-pai. gAku dapat sekalian menyelidiki apa yang dikehendaki Bu-tong-pai dengan undangan itu, Ayah. h katanya kepada ayahnya. Ayah dan ibunya tidak melarangnya dan pergilah The Cu In ke Bu-tong-pai, membawa pedang bengkok milik Keng Han yang tidak pernah lepas dari tubuhnya.
Ternyata ia datang terlambat dan pertemuan itu telah selesai dengan terbongkarnya rahasia penyamaran Gu Lam Sang dan ketika ia mendaki bukit Bu-tong-san, ia melihat Keng Han dikeroyok oleh tiga orang datuk itu. Maka ia cepat bertukar senjata dengan Keng Han dan segera menyerang Tung-tiai Lo-mo yang dibencinya karena datuk ini pernah menyingkap cadarnya dan melihat mukanya.
Diserang dengan hebat oleh sabuk sutera di tangan Cu In, Tung-hai Lomo lalu menggerakkan dayung bajanya untuk menyambutnya. Segera terjadilah perkelahian yang seru di antara mereka. Lo-mo yang bersenjata dayung baja yang berat itu segera terdesak. Senjatanya terlalu berat dan lamban, sedangkan gadis baju putih itu memiliki gin-kang istimewa. Selain gerakannya amat lincah dan cepat, juga senjata yang ringan itu bergerak dengan kecepatan kilat yang menyambar-nyambar. Biarpun hanya sabuk sutera, namun berbahaya sekali kalau serangannya mengenai tubuh lawan. Tung-hai Lo-mo terpaksa menghindarkan diri sambil mundur terus, didesak oleh Cu In yang penuh semangat untuk merobohkan lawan. Sementara itu, Keng Han juga mengamuk dengan pedang bengkoknya. Setelah menerima pedangnya dari Cu In, Keng Han seperti seekor harimau yang tumbuh sayap. Sepak terjangnya amat dahsyat, Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
340 membuat dua orang pengeroyoknya kewalahan.
Swat-hai Lo-kwi menjadi penasaran dan suatu saat dia mengerahkan sinkangnya dan memukul dengan tangan kiri terbuka ke arah dada Keng Han. Itulah pukulan jarak jauh yang mengandung hawa dingin. Akan tetapi Keng Han tidak menyingkir. Dia pun merendahkan tubuhnya dan tangan kirinya didorongkan ke depan dengan tenaga Swat-im Sin-kang yang dilatihnya di Pulau Hantu.
gWuuuuuttt....!! Desss....!! h Benturan dua tenaga sakti yang hebat itu sampai terasa oleh Lam-hai Koai-jin. Dia merasa ada hawa yang amat dingin, hampir membuatnya menggigil kalau dia tidak cepat mengerahkan sin-kangnya untuk melindungi dirinya.
Akan tetapi Swat-hai Lo-kwi terdorong mundur. Mukanya pucat dan dia pun roboh terguling.
Ternyata tenaga dinginnya itu masih kalah kuat. Keng Han sendiri terhuyung sedikit dan kesempatan itu dipergunakan oleh Lam-hai Koai-jin untuk menyerangnya dengan ruyung.
Akan tetapi Keng Han sudah cepat menguasai dirinya dan segera mainkan Hong-in-bun-hoat untuk menghadapi ruyung Lam-hai Koai-jin. Lam-hai Koai-jin adalah seorang datuk dari selatan yang memiliki ilmu ruyung hebat. Akan tetapi, menghadapi Keng Han yang mencorat-corat dengan pedangnya seperti orang menuliskan huruf-huruf itu dia merasa bingung dan sebentar saja sudah terdesak hebat.
Swat-hai Lo-kwi yang telah menderita luka dalam tubuhnya itu, bangkit dan terhuyung meninggalkan tempat itu, tidak mempedulikan lagi kepada dua orang temannya karena dia harus menyelamatkan diri setelah terluka berat itu.
Tung-hai Lo-mo juga kewalahan menghadapi sabuk sutera putih di tangan Cu In. Dia hanya dapat memutar dayungnya sambil kadang-kadang mengelak, namun setelah lewat lima puluh jurus, ujung sabuk itu berhasil menotok pundaknya yang sebelah kanan. Seketika lengan kanannya menjadi lumpuh dan dayung baja itu terlepas dari pegangannya. Selagi dia terhuyung, ujung sabuk sudah menyambar lagi dan mengenai ubun-ubun kepalanya.
Tung-hai Lo-mo berteriak keras dan dia pun roboh, tewas seketika!
Melihat dua kawannya sudah kalah, Lam-hai Koai-jin meloncat jauh ke belakang. gOrang muda, aku mengaku kalah sekali ini. Di antara kita tidak terdapat permusuhan, biarlah lain kali aku mencarimu untuk membuat perhitungan. h Dia lalu meloncat jauh dan melarikan diri.
gKau hendak lari ke mana" h Cu In hendak mengejar akan tetapi Keng Han berkata, sambil menghampiri Cu In dan memegang lengannya. gMusuh yang sudah mengaku kalah tidak perlu dikejar! h Mendengar ini Cu In tidak jadi mengejar dan segera kembali menyimpan sabuk suteranya, dililitkan ke pinggangnya yang ramping.
Keng Han menghampiri ayahnya dan berlutut. Keadaan Tao Seng payah sekali. Keng Han menotok jalan darah untuk menggugah ayahnya dari keadaannya yang pingsan. Bekas pangeran itu membuka matanya.
gKau.... Keng Han.... puteraku...." h gAyah, aku datang hendak mengajak Ayah menemui Ibu di Khitan. h kata Keng Han dengan nada sedih karena dia maklum, bahwa ayahnya tidak mungkin tertolong lagi. Pedang itu agaknya telah menembus jantungnya.
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
341 gSudah.... sudah terlambat.... aku berdosa besar kepada ibumu.... Keng Han, maukah....
engkau memintakan maaf kepada Silani" Dan maukah engkau.... memaafkan....aku...." h Keng Han mengangguk dan mengusap air matanya dengan punggung tangannya. Walaupun ayahnya telah berbuat jahat karena menuruti ambisi yang muluk namun pada saat terakhir ayahnya itu berusaha untuk menolongnya sampai tewas!
gTentu saja, Ayah. Ibu pasti akan memaafkanmu.... h katanya dengan terharu.
gTerima kasih.... ahhh, terima kasih, Tuhan! Sekarang.... aku dapat....mati dengan tenang....!
Leher itu terkulai dan mata itu terpejam, tanda bahwa Tao Seng telah menghembuskan napas terakhir.
gAyah, ohhh.... Ayah.... h Saking sedih dan terharunya, Keng Han menangisi kematian ayahnya.
gKeng Han, ayahmu telah tewas, tidak ada gunanya ditangisi lagi. h kata Cu In sambil memegang pundak pemuda itu dengan suara halus.
Keng Han sadar dan menghentikan tangisnya. Kemudian dia menoleh kepada Cu In. gKalau tidak ada engkau, agaknya aku pun sudah menemani ayahku tewas. Bagaimana engkau dapat berada di sini, Cu In" h
gKebetulan saja, Keng Han. Agaknya Thian memang sudah menentukan begitu. Kami di kota raja mendengar akan pertemuan yang diadakan Bu-tong-pai dan aku menduga bahwa engkau akan mencari ayahmu di sini. Maka aku berpamit dari ayah ibuku untuk menyusulmu di Bu-tong-pai. Dan ketika mendaki bukit, aku melihat engkau dikeroyok tiga orang datuk itu. h
Keng Han menoleh ke arah mayat Tung-hai Lo-mo. gEngkau membunuhnya" h Cu In mengangguk. gAku sudah bersumpah untuk membunuhnya. Ketika dia bersama Swat-hai Lo-kwi dahulu menawanku, Tung-hai Lo-mo ini hendak memperkosaku, akan tetapi setelah dia menyingkap cadarku, dia tidak jadi bahkan hendak membunuhku. Orang seperti dia itu patut dilenyapkan dari muka bumi agar jangan suka menghina orang lagi. h
gCu In, aku akan mengubur jenazah ayahku di tempat ini, juga jenazah Tung-hai Lo-mo. h gTung-hai Lo-mo" Untuk apa kita bersusah payah mengubur jenazah manusia sesat itu" h gJangan berpendapat seperti itu, Cu In. Boleh jadi dia jahat di waktu hidupnya. Akan tetapi dia telah tewas dan yang berada di sini bukan lagi Tung-hai Lo-mo yang jahat, melainkan sebuah jenazah yang perlu diurus dan dikuburkan. h
Cu In menggangguk dan matanya memandang kepada pemuda itu dengan penuh kagum. Baru sekarang dia bertemu dengan seorang pemuda yang bukan saja gagah perkasa dan bersikap sopan, akan tetapi juga berpemandangan luas dan berbudi luhur.
Keng Han menggali dua buah lubang dan menguburkan jenazah itu di pekarangan depan rumah itu. Dia meletakkan sebuah batu besar di depan makam ayahnya, dan sebuah batu lebih kecil di depan makam Tung-hai Lo-mo. Kemudian dia bersamadhi sejenak di depan makam Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
342 ayahnya. Cu In juga memberi hormat kepada makam Pangeran Tao Seng itu.
gSekarang engkau hendak ke manakah, Keng Han" h
gAku harus kembali dulu ke Khitan, Cu In. Pertama untuk mengabarkan kepada ibuku bahwa ayah telah meninggal dunia seperti seorang jantan karena dia tewas dalam membelaku, dan kedua kalinya aku hendak memberitahu tentang perjodohan kita. h
Tiba-tiba mereka mendengar suara orang memanggil dan melihat sesosok tubuh dengan cepatnya berlari ke arah mereka. Dari jauh saja Cu In sudah mengenal orang itu.
gItu suci yang datang. h katanya.
Keng Han mengerutkan alisnya karena beberapa kali dia mrengalami kesulitan kalau berdekatan dengan Bi-kiam Nio-cu. Akan tetapi sekali ini Cu In bersamanya, maka apa yang akan dapat dilakukan oleh Nio-cu"
Bi-kiam Nio-cu cepat sekali berlari dan telah tiba di tempat itu. Napasnya tidak terengah, seolah berlari secepat itu tidak melelahkan baginya.
gAku tadi khawatir kalau engkau bertemu para datuk itu Keng Han. Dan ternyata engkau sudah berada di sini bersama Sumoi. Dan dua makam ini, makam siapakah" h
gYang itu adalah makam Pangeran Tao Seng atau Hartawan Ji, atau juga ayah kandungku.
Sedangkan yang ini adalah makam Tung-hai Lo-mo! h
Bi-kiam Nio-cu terbelalak. gApa yang sudah terjadi" Bagaimana mereka dapat tewas di sini dan kaukuburkan, Keng Han" h
gAku bertemu dengan Swat-hai Lokwi, Tung-hai Lo-mo dan Lam-hai Koai-jin di sini dan aku dikeroyok mereka bertiga. Kemudian muncul ayahku yang membelaku, akan tetapi dia tewas oleh Swat-hai Lo-kwi. Ketika aku masih dikeroyok tiga, datang In-moi yang membantuku. In-moi berhasil menewaskan Tung-hai Lo-mo, dan aku telah melukai Swat-hai Lo-kwi. Kemudian Swat-hai Lokwi dan Lam-hai Koai-jin melarikan diri. h Keng Han menceritakan dengan singkat.
gAihhh, mereka bertiga begitu sakti, akan tetapi engkau mampu menandingi mereka.
Sungguh hebat engkau, Keng Han. Kalau aku tahu, tentu aku akan membantumu. h gBukankah sepatutnya engkau membantu Gu Lam Sang, Niocu" h Keng Han mengejek.
Wajah Bi-kiam Nio-cu berubah merah. gLaki-laki jahat dan palsu itu! Hampir saja dia dapat mengelabui aku. Hampir saja aku mabuk oleh puji rayuannya. Tidak, setelah engkau memberi tahu akan kepalsuannya aku sudah membencinya setengah mati. Sayang dia tewas tidak olehku, melainkan oleh Lama-lama Jubah Merah itu" Sumoi, bagaimana engkau dapat berada di sini. Bukankah engkau ikut.... ibu dan ayahmu ke kota raja" h
gBenar, Suci. Akan tetapi di sana aku mendengar akan undangan Bu-tong-pai kepada para tokoh kang-ouw. Aku menduga bahwa Keng Han tentu mencari ayahnya di sini dan aku khawatir sekali. Juga ayah menyuruhku menyelidiki apa yang terjadi di Bu-tong-pai ini.
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
343 Engkau belum sempat menceritakan kepadaku, Keng Han. Sebetulnya apakah yang telah terjadi di sana" hKeng Han lalu menceritakan pengalamannya betapa dia menyusup ke dalam bangunan induk Bu-tong-pai dan berhasil membebaskan Thian It Tosu yang disekap di penjara bawah tanah oleh Gulam Sang. Betapa selama ini yang berada di Bu-tong-pai adalah Gulam Sang yang menyamar sebagai Thian It Tosu.
gAihhh, pantas kalau begitu mengapa Bu-tong-pai tiba-tiba saja berubah haluan dan bersekutu dengan Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai serta dibantu pula oleh para datuk sesat. h kata The Cu In.
Keng Han menghela napas panjang. gHarus diakui bahwa Gulam Sang itu memiliki otak yang cerdik sekali juga memiliki ilmu silat yang tinggi. Sayang dia pergunakan kepandaiannya untuk berbuat jahat. h
gMemang benar. Kalau saja dia itu seorang pemuda Han yang melakukan semua itu demi menghancurkan pemerintah penjajah dan membebaskan rakyat dari penjajahan, masih bagus!
Akan tetapi dia melakukan semua itu demi ambisinya untuk menjadi Pangeran Mahkota seandainya berhasil dan Pangeran Tao Seng menjadi Kaisar. h kata Bi-kiam Niocu.
gSudahlah, sekarang dia telah tewas, tidak perlu lagi membicarakan tentang kejahatannya.
Selanjutnya. begini, In-moi. Setelah terbuka kedoknya, Gulam Sang ditangkap oleh orangorang Bu-tong-pai. Akan tetapi dasar dia cerdik sekali, orang-orang Bu-tong-pai tidak berani membunuhnya karena dialah yang menyimpan obat pemunah racun yang meracuni tubuh Thian It Tosu. Gulam Sang mau menukar obat itu dengan pembebasannya. Orang-orang Butong-pai yang tidak ingin melihat Thian It Tosu tewas, terpaksa menyetujui. Obat diberikan dan Gulam Sang dibebaskan. Tiba-tiba muncul dua orang pendeta Lama Jubah Merah yang diutus oleh Dalai Lama untuk menangkap Gulam Sang. Gulam Sang melawan dan tewas oleh dua orang pendeta Lama itu. h
gLalu kenapa engkau berada di sini dan dikeroyok oleh tiga orang datuk itu" h tanya pula Cu In.
gTiga orang datuk itu meninggalkan Bu-tong-pai setelah mereka mengetahui bahwa ketua Bu-tong-pai yang mereka bela itu adalah ketua palsu. Aku lalu mencari ayahku di dalam bangunan Bu-tong-pai, akan tetapi mendapat keterangan bahwa pangeran itu telah pergi.
Cepat aku melakukan pengejaran dan tiba di tempat ini. Dan ternyata benar, ayahku berada di sini. Aku dikeroyok oleh tiga orang datuk sesat. Aku kewalahan dan terdesak. Lalu muncul Pangeran Tao Seng, ayahku itu, dia membelaku dan melarang tiga orang datuk itu membunuhku. Akan tetapi hal itu membuat para datuk marah kepadanya sehingga ayahku dibunuhnya. Aku terus mengamuk sampai engkau datang membantuku, In-moi. h
gKalian memang serasi, selalu saling bantu dan saling menolong. Mudah-mudahan saja kelak kalian menjadi suami isteri yang berbahagia. Sekarang aku hendak kembali ke Beng-san. h kata Bi-kiam Niocu sambil memandang dengan hati iri. Sumoinya yang berwajah cacat dan buruk itu memperoleh calon suami yang begitu baik, tampan dan gagah, juga berbudi mulia. Sedangkan ia, yang mempunyai kecantikan yang dikagumi banyak orang, selalu menemukan orang yang salah. Pertama, ia jatuh cinta kepada Keng Han yang sama sekali tidak membalas cintanya. Kedua, ia tertarik kepada Gulam Sang akan tetapi ternyata pemuda itu adalah seorang jahat yang berbahaya.
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
344 gSelamat jalan, Suci. Kuharap kalau engkau pergi ke kota raja, suka singgah di rumah kami. h kata Cu In dengan ramah. Ia dahulu tidak suka kepada sucinya ini karena terlalu kejam terhadap kaum pria. Akan tetapi sekarang ia merasa kasihan kepadanya.
gSelamat berpisah, Niocu. Semoga engkau berbahagia, h kata Keng Han yang juga merasa kasihan karena gadis itu pernah jatuh cinta kepadanya namun tidak dapat dibalasnya.
gHemmm....! h Bi-kiam Nio-cu mendengus dan sekali berkelebat ia sudah lenyap dari situ.
Memang Bi-kiam Niocu memiliki ginkang yang hebat.
gKasihan....! h Tanpa terasa Keng Han berkata lirih.
gEh" Kenapa kasihan, Han-ko" h Bukan main senangnya hati Keng Han mendengar gadis itu menyebutnya Han-ko (kanda Han), karena biasanya gadis itu menyebut namanya begitu saja. Dia sendiri pun sudah mendahului Cu In dan menyebutnya In-moi (dinda In).
Tentu saja Keng Han tidak mau menceritakan tentang Bi-kiam Nio-cu yang jatuh cinta kepadanya. gKasihan karena ia telah keliru memilih pria yang dicintanya. Gulam Sang adalah seorang yang jahat dan kejam. Bahkan dia menyuruh anak buahnya membunuh kekasihnya ketika kekasihnya itu berteriak hendak membuka rahasia penyamarannya. Sucimu itu sudah sepantasnya mendapatkan seorang jodoh yang baik. h
gKuharap juga begitu. Akan tetapi agaknya itu merupakan hukuman baginya karena dahulu, entah berapa banyak pria yang dibunuhnya hanya karena pria itu berani mencintainya. h gApakah engkau dahulu juga tidak seperti sucimu itu, In-moi" Bukankah gurumu.... eh, ibumu mengajar kalian untuk membunuh pria yang menaruh hati kepadamu" h
gTidak, Han-ko. Untung aku mempunyai wajah yang buruk dan aku selalu
menyembunyikan wajahku di belakang cadar sehingga tidak ada orang yang sempat jatuh cinta kepadaku. h
gSiapa bilang tidak ada yang jatuh cinta padamu" Buktinya aku jatuh cinta padamu dengan seluruh jiwa ragaku! h
Dahi gadis itu berubah merah mendengar ucapan ini. gEngkau lain lagi, Han-ko. Engkau adalah seorang pendekar yang tampan dan gagah, akan tetapi bodoh! h
gBodoh" h gYa, bodoh! Kalau tidak bodoh, mana mungkin engkau jatuh cinta kepada seorang gadis yang mukanya cacat dan buruk" h
gSudahlah, jangan bicara tentang wajah! Aku mencintaimu dengan setulus hatiku, bukan karena baik atau buruknya wajahmu. Sekarang pulanglah engkau ke kota raja, ke rumah orang tuamu. h
gDan engkau" h gAku" Karena ayahku telah tewas, aku akan pulang dulu ke Khitan melaporkan kepada ibu Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
345 bahwa ayah telah tewas dan juga mohon doa restunya agar aku dapat menikah denganmu. h gAh, aku akan ikut, Han-ko! Aku pun ingin berkenalan dengan ibu, calon mertuaku! h kata Cu In dengan suara bersungguh-sungguh.
gAkan tetapi, engkau belum memberitahu kepada ayah ibumu! Tentu mereka akan khawatir sekali kalau sampai lama engkau belum juga kembali ke kota raja! h
gIbu akan mengerti dan tidak akan mengkhawatirkan aku. Ia pun dapat memberitahu kepada ayah bahwa sejak muda sekali aku sudah sering berkelana di dunia kang-ouw dan selalu pulang dalam keadaan selamat
Apalagi sekarang, melakukan perjalanan bersamamu. Apa bahayanya" Kita pasti akan mampu menanggulangi berdua! h
gBukan bahaya yang kukhawatirkan, In-moi. Akan tetapi.... seperti para ibu lain di dunia ini, ibuku tentu ingin sekali melihat wajahmu.... h
gBiarkan ia melihatnya! Bukankah engkau juga sudah melihatku dan hal itu tidak mengurangi cintamu kepadaku" h
gAh, itu lain lagi, In-moi. Kalau ibuku melihat wajahmu lalu melarangku berjodoh denganmu, aku tidak akan dapat menyalahkannya. Hal itu wajar saja, bukan" Aku tidak termasuk hitungan karena aku mencintamu dengan hati yang tulus ikhlas. Sebaiknya engkau tidak ikut, In-moi. Aku tidak akan lama tinggal di Khitan. Dan setelah kita menikah baru engkau akan kupertemukan dengan ibuku dan kakekku. h
gTidak, Han-ko. Aku tidak percaya bahwa seorang ibu yang melahirkanmu akan bersikap sepicik itu. Engkau bijaksana, dan ibumu tentu lebih bijaksana lagi! h
gIbuku adalah seorang Khitan yang tidak berpendidikan dan tentu saja pikirannya masih kolot. Aku khawatir.... h
gKhawatir kalau ia menolakku" Tenangkan hatimu. Aku telah siap menghadapi apa saja.
Andaikata ibumu menolak aku menjadi calon mantunya sekalipun, perasaanku terhadapmu tidak akan berubah. Kita harus bersikap jujur terhadap ibumu, Han-ko. Kalau ia menolakku itu sudah wajar. Akan tetapi kalau ia menerimaku tanpa melihatku, bagaimana akibatnya di belakang hari kalau ia menyesal mempunyai mantu seperti aku" h
Keng Han merasa terharu sekali dan dia memegang kedua tangan gadis itu. gAlangkah gagah beraninya engkau dalam menghadapi apa pun juga, In-moi. Aku menghargai sikapmu dan marilah kita berangkat ke Khitan. h
Sepasang orang muda itu dengan bergandeng tangan melanjutkan perjalanan setelah sekali lagi memberi hormat kepada makam Pangeran Tao Seng. Mereka nampak gembira dan bahagia menyongsong masa depan mereka. Cinta kasih di antara mereka membuat mereka merasa kuat sekali.
Cinta kasih yang murni hanya memberi dan sama sekali tidak mementingkan diri sendiri, bersih dari nafsu menyenangkan diri sendiri. Kalau cinta itu didasari menyenangkan diri sendiri, maka cinta itu tidak akan tahan lama. Karena segala makam kesenangan di dunia ini Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
346 selalu disusul kebosanan dan keinginan mencari yang lebih menyenangkan lagi. Akan tetapi kalau cinta itu didasari pementingan diri orang yang dicinta, kita selalu berusaha untuk menyenangkannya, untuk membahagiakannya karena kebahagiaan dia yang dicinta itu menimbulkan kebahagiaan bagi diri sendiri. Cinta yang terdorong wajah tampan dan cantik, terdorong harta benda atau kedudukan, cinta seperti itu mudah luntur. Menimbulkan kebosanan dan kebencian yang berakhir dengan perpisahan atau perceraian. Cinta nafsu hanya menghendakikeuntungan bagi diri sendiri. Seorang sahabat yang melakukan seribu satu kebaikan kepada kita akan terhapus oleh satu saja keburukan kepada kita. Cinta yang sejati tak lapuk oleh panas tak lekang oleh hujan. Seperti cinta kasih Tuhan kepada semua mahluk ciptaannya. Baik itu berupa tumbuh-tumbuhan, hewan, terutama sekali manusia. Semua mendapatkan berkahNya, semua dapat menikmati hidup. Baru matahari saja, seolah diciptakan Tuhan untuk kehidupan semua mahluk di dunia. Tanpa sinar matahari takkan ada yang dapat hidup. Dan diberiNya tanpa pilih kasih, kepada siapa saja, yang kaya maupun yang miskin, yang berkedudukan tinggi maupun yang rendah, yang hidup benar dan baik maupun yang hidup buruk dan jahat.
Tuhan memang bukan manusia, akan tetapi kita manusia seyogianya mawas diri dan mengkaji kembali cinta kasih kita kepada kekasih, kepada teman hidup, kepada anak-anak, keluarga, tetangga dan masyarakat. Kalau kita semua hidup dengan cinta kasih kepada sesamanya tanpa nafsu mementingkan diri sendiri, adanya hanya memberi dan membantu, maka kehidupan di dunia ini akan merupakan keindahan sorgawi!
Gadis dan pemuda itu duduk berhadapan di sebuah hutan. Mereka duduk di atas batu dan di bawah naungan pohon yang rindang dan teduh. Mereka adalah Lo Siu Lan dan Gan Bu Tong.
Kita masih ingat bahwa Lu Siu Lan adalah puteri dari ketua Kwi-kiam-pang (Perkumpulan Pedang Setan) Lo Cit yang berjuluk Toat-beng Kiam-sian (Dewa Pedang Pencabut Nyawa).
Adapun pemuda itu adalah Gan Bu Tong, suhengnya dan murid dari Toat-beng Kiam-sian.
Mereka sedang berburu binatang. Akan tetapi hari itu agaknya mereka sedang sial. Sampai matahari naik tinggi, mereka belum memperolet buruan seekor pun. Karena siang itu panas sekali, mereka lalu beristirahat, duduk di bawah pohon, minum dan bercakap-cakap.
gSumoi, h kata Bu Tong, suaranya sedih dan penasaran. gKita bergaul sejak kecil dan engkau tahu sendiri betapa besar kasihku kepadamu. Akan tetapi kenapa engkau tega menolakku kalau aku mengajak bicara tentang perjodohan kita" h
gKarena aku sama sekali belum memikirkan tentang perjodohan, Suheng. Sudahlah, jangan bicara tentang perjodohan, aku tidak menyukainya! h jawab gadis itu dengan suara agak ketus. Ia seorang gadis berusia kurang lebih sembilan belas tahun, cantik dan berkulit putih mulus, rambutnya hitam panjang diikat ke belakang dengan sanggul manis di atas kepalanya.
Lo Siu Lan memang seorang gadis yang sudah dewasa dan menarik hati.
gAkan tetapi ketika pemuda bernama Keng Han itu berada di sini, engkau bersikap lain!
Kau tentu tahu bahwa aku mencintaimu sejak lama, Sumoi. Dan selama ini aku melihat bahwa engkau juga suka kepadaku sehingga pergaulan kita akrab sekali. h
gTentu saja aku suka padamu, Suheng. Bukankah engkau suhengku" Akan tetapi rasa suka itu berbeda sekali dengan cinta. Aku menyukaimu seperti seorang adik menyukai kakaknya, bukan seperti seorang wanita mencinta pria. Mengertikah engkau, Suheng"
Gan Bu Tong adalah seorang pemuda yang sudah berusia dua puluh lima tahun, tampan dan Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
347 gagah tinggi besar dengan rambut panjang dikuncir tebal. Tentu saja dia mengerti apa yang dimaksudkan oleh sumoinya itu. Dahulu pun dia mencinta sumoinya sebagai seorang kakak terhadap adiknya. Akan tetapi setelah Siu Lan menjadi dewasa, nampak cantik jelita, cintanya sebagai kakak itu berubah menjadi cinta seorang pria terhadap wanita dan mengharapkan sumoinya itu untuk menjadi jodohnya. Dan pada hari ini, berdua saja di dalam hutan itu, dia mengambil keputusan untuk minta ketegasan sumoinya. Mendengar jawaban bahwa
sumoinya tidak mencintanya, melainkan hanya menyukainya sebagai seorang kakak, hatinya seperti ditusuk rasanya dan habislah harapannya. Kalau gadis itu menjawab belum ada rasa cinta, hal itu masih ada kemungkinan dan harapan bahwa kelak gadis itu akan tertarik dan jatuh cinta kepadanya. Akan tetapi kalau gadis itu menyukainya sebagai kakak, tidak mungkin ia dapat mencintanya sebagai kekasih.
Melihat wajah yang murung itu, wajah yang biasanya berseri kini nampak demikian sedih, Siu Lan merasa iba kepada suhengnya itu.
gSuheng, harap jangan berduka. Cinta tidak selamanya berakhir dengan pernikahan, bukan"
Kita dapat saling mencinta sebagai saudara, bersikap baik dan saling membantu, saling melindungi. h
gAkan tetapi, kepada Keng Han itu.... h
gTerus terang saja, aku amat tertarik kepadanya, Suheng. Dia seorang pemuda yang bagiku amat menarik hati, apalagi kepandaiannya pun jauh lebih tinggi daripada kepandaian kita. h gAkan tetapi dengan tegas dia menyatakan tidak mau kawin denganmu, Sumoi. hSiu Lan menghela napas panjang. gItu adalah hak dia! Memang tidak mungkin dua orang menjadi suami isteri kalau cinta itu datangnya hanya sepihak. h
gAgaknya dia mempunyai hubungan erat sekali dengan gadis bercadar itu! h Gan Bu Tong memanaskan hati sumoinya.
Siu Lan tidak marah melainkan menghela napas lagi. gEntah bagaimana wajah gadis bercadar itu. Akan tetapi yang jelas, ia pun lihai bukan main. Agaknya nasib kita sama, Suheng. Kita berdua menjadi korban cinta yang gagal, mencinta seorang yang tidak membalas cinta kita. Agaknya memang bukan jodoh kita. Kita tidak boleh putus asa. Suheng, di dunia ini wanita bukan aku seorang, seperti juga di dunia ini pria bukan hanya Keng Han saja.
Kelak kita pasti akan bertemu dengan jodoh kita masing-masing! Mari kita teruskan berburu, Suheng, sudah terlalu lama kita beristirahat. Kalau kita pulang tidak membawa hasil buruan, tentu ayah akan mentertawakan kita. h
gBaiklah, mari kita menyusup ke tengah hutan. h jawab Bu Tong yang mendapatkan kembali kegembiraannya. Betapapun juga, hatinya menjadi lega. Biarpun cintanya gagal, keadaan ini lebih baik daripada sebelumnya, harap-harap cemas. Kini dia telah mengetahui isi hati sumoinya dan yakin bahwa dia tidak boleh lagi mengharapkan sumoinya menjadi isterinya. Hal ini, kepastian ini melenyapkan keraguannya dan malah melegakan hatinya. Dia merasa bebas dari ikatan batinnya sendiri yang mencinta sumoinya, walaupun dia merasakan kepedihan cinta yang gagal. Sebagai seorang gagah dia harus mampu menahan pukulan ini!
Kedua orang muda itu menyusup ke tengah hutan dan tak lama kemudian mereka melihat sekawanan kijang sedang minum di tepi sungai kecil. Kijang-kijang itu berada di seberang Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
348 sungai dan mereka tahu bahwa wilayah kekuasaan Kwi-kiam-pang hanya sampai di sungai itu.
Akan tetapi kijang-kijang itu berada begitu dekat dan mereka tidak tahu siapa yang menguasai wilayah seberang sungai itu. Kalau mereka tidak salah ingat, kabarnya yang berkuasa di seberang itu. adalah perkumpulan Hek-houw-pang (Perkumpulan Harimau Hitam). Karena sungai itu kecil saja, dua orang muda yang sudah haus korban buruan itu tidak mempedulikan bahwa kijang-kijang itu berada di seberang sungai. Mereka sudah memasang anak panah pada busur mereka dan begitu melepaskan anak panah, dua ekor kijang terjungkal dan lainnya lari dengan cepat meninggalkan tempat itu.
Bu Tong dan Siu Lan bersorak gembira lalu mereka meloncati sungai kecil itu untuk mengambil hasil anak panah mereka. Akan tetapi baru saja mereka mencabut anak panah dari tubuh dua ekor kijang itu, muncul belasan orang yang berlompatan dari balik pohon-pohon dan semak belukar.
Melihat bahwa orang-orang itu memakai pakaian seragam yang ada gambarnya harimau hitam, tahulah Bu Tong dan Siu Lan bahwa mereka berhadapan dengan para anggauta perkumpulan Hek-houw-pang. Mereka itu dipimpin seorang pemuda yang gagah dan bermata lebar.
gHemmm, dua orang yang lancang berani berburu binatang dalam wilayah kekuasaan kami" h bentak pemuda bermata lebar itu.
Gan Bu Tong cepat mengangkat tangan ke depan dada dan untuk memberi hormat kepada pemuda itu dan berkata, gKami adalah dua orang murid dari Kwi-kiam-pang. Aku bernama Gan Bu Tong dan sumoiku ini adalah puteri ketua kami bernama Lu Siu Lan. Kami melihat buruan kami di tepi sungai kecil ini dan memanahnya. Kami sama sekali tidak bermaksud lancang memasuki wilayah orang lain! h
Mendengar perkenalan diri ini, pemuda itu nampak tertegun dan dia memandang kepada Siu Lan dengan penuh perhatian. gJadi kalian adalah murid-murid Kwi-kiam-pang" Kwi-kiam-pang tidak pernah memandang kami sebagai sahabat. Kami dari Hek-houw-pang tidak mengijinkan siapapun juga untuk memasuki wilayah kami tanpa ijin. Kalian telah melanggar maka terpaksa kami akan menahan kalian, dan kalau Toat-beng Kiam-sian Lo Cit sendiri yang datang minta maaf, barulah kami dapat melepaskan kalian. h
Kini Siu Lan tak dapat menahan kesabarannya lagi. gKalian berani berkata demikian"
Siapakah engkau yang berani tidak memandang muka ayahku dan bersikap kurang ajar! h Pemuda bermata lebar itu tersenyum. gPerkenalkan, namaku Tang Hun dan aku adalah putera dari ketua Hek-houw-pang! h
Kini mengertilah dua orang muda dari Kwi-kiam-pang itu. Setahun yang lalu, ketua Hekhouw-pang pernah datang bertamu ke Kwi-kiam-pang dan ketua ini mengajukan usul untuk menjodohkan puteranya dengan Siu Lan. Akan tetapi, karena gadis itu tidak mau, Toat-beng Kiam-sian Lo Cit menolak dengan halus. agaknya penolakan itu menyinggung perasaan keluarga Tang sehingga kini Tang Hun hendak membalas penolakan dianggap menghina itu.
Dia menangkap Siu Lan dan Bu Tong dan baru mau membebaskan mereka kalau ketua Kwi-kiam-pang sendiri yang datang memintakan maaf !
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
349 Bu Tong adalah seorang pemuda yang cerdik. gSobat, kalau engkau menganggap kami bersalah, maka maafkanlah kami dan kami tidak akan mengambil kijang buruan kami ini. h gTidak! Siapa berani berbuat harus berani menanggung resikonya. Kami akan menahan kalian dan sebelum ketua Kwi-kiam-pang sendiri yang minta maaf, kami tidak akan membebaskan kalian! h Tang Hun berkata tegas.
gAkan tetapi bagaimana mungkin" Kalau kalian menahan kami berdua, lalu siapa yang akan memberi kabar kepada suhu" Tangkap dan tahanlah aku, akan tetapi bebaskan Sumoi agar ia dapat melaporkan kepada suhu, h kata pula Bu Tong.
Tang Hun diam sejenak, lalu sambil memandang kepada Siu Lan dia berkata, gBaiklah, aku akan menahan nona Lo di sini, dan engkau boleh pulang untuk melapor! kata-kata itu demikian tegas dan pasti.
gSobat, sungguh tidak enak dan tidak pantas kalau kalian menahan seorang wanita. Biar aku yang ditahan dan Sumoi.... h
gCukup! Kalian tinggal pilih. Keduanya akan kami tahan atau hanya Nona ini! h gSuheng, biarlah engkau yang pulang melapor kepada ayah bahwa aku ditawan orang-orang Hek-ouw-pang dan jangan khawatir, mereka tidak akan dapat berbuat sesuatu kepadaku! h kata Siu Lan sambil meraba gagang pedangnya.
gAkan tetapi, Sumoi.... h
gSudahlah, apakah engkau lebih suka kalau kita berdua yang menjadi tawanan" Siapa yang akan memberitahu kepada ayah" h potong Siu Lan.
Bu Tong menghela napas panjang. gBaik, aku akan pulang. Akan tetapi kalau kalian berani mengganggu sehelai rambut Sumoi, kami akan datang menghancurkan dan membinasakan kalian semua! h gHemmm, engkau boleh menggertak semaumu, Sobat. Kami tidak
bersalah. Kami menahan orang yang melanggar perbatasan wilayah kami. Kalianlah yang bersalah, bukan kami! h tangkis Tang Hun sambil tertawa, wajahnya berseri.
Terpaksa Gan Bu Tong meloncati sungai kecil itu dan terus melakukan perjalanan pulang sebelum hari menjadi sore. Dia berlari cepat dan pada suatu tikungan yang tertutup oleh pohon-pohon besar, hampir dia bertabrakan dengan seorang yang berjalan cepat dari depan.
Akan tetapi, bagaikan seekor burung saja, orang itu telah melayang melewati kepalanya! Gan Bu Tong terkejut sekali dan juga kagum. Dia cepat membalikkan tubuhnya dan ternyata orang itu adalah seorang gadis yang cantik sekali. Gadis itu bukan lain adalah Bi-kiam Nio-cu Siang Bi Kiok. Bu Tong sampai ternganga saking kagumnya. Gadis yang cantik jelita, mukanya berseri dengan senyum tenang, kulitnya putih mulus, kedua pipinya kemerahan, mata dan bibirnya manis sekali, rambutnya agak keriting dan panjang.
gHemmm, apakah engkau dikejar setan maka berlarian di tengah hutan seperti itu" h kata Niocu sambil tersenyum mengejek. Akan tetapi matanya memandang penuh selidik. Seorang pemuda yang tampan dan gagah, pikirnya.
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
350 gMaafkan aku, Nona. Aku tidak dikejar setan akan tetapi lebih dari itu. Aku hendak melapor kepada suhu bahwa puteri suhu ditawan gerombolan orang-orang Hek-houw-pang! h
Bi-kiam Nio-cu mengerutkan alisnya dan memandang wajah pemuda itu penuh perhatian.
gKulihat engkau bukan orang lemah, kenapa engkau melarikan diri tidak menolong sumoimu itu" h
gNona, kami telah dikepung oleh belasan orang yang dipimpin oleh putera ketua Hekhouw-pang. Kalau melawan kami pasti kalah. Mereka menyandera sumoi dan mengatakan bahwa mereka akan membebaskan sumoi hanya kalau suhu sendiri yang datang ke sana minta maaf. h
gHemmm, kesalahan apakah yang kalian lakukan" h gKami sedang berburu binatang dan memanah dua ekor kijang yang berada di seberang sungai kecil, wilayah kekuasaan mereka.
Kami telah minta maaf akan tetapi mereka memaksa untuk menawan sumoi. h
gHemmm, siapa namamu dan siapa nama sumoimu itu" h tanya Niocu yang semakin
tertarik. gNamaku Gan Bu Tong dan sumoi bernama Lo Siu Lan. h
gKalian dari perkumpulan apa dan siapa suhumu" h
gSuhu adalah ketua dari Kwi-kiam-pang berjuluk Toat-beng Kiam-sian bernama Lo Cit. hjawab Gan Bu Tong dengan bangga karena nama besar. gurunya itu pasti dikenal semua tokoh kang-ouw.
Benar saja dugaannya. Niocu tersenyum mendengar nama ini.
gAh, kiranya engkau murid kakek pincang itu" Gurumu pernah bersikap baik terhadap muridku, biarlah sekarang aku membantu muridnya. Cepat bawa aku ke tempat sumoimu ditawan. Aku yang akan membebaskannya! h
Girang sekali hati Gan Bu Tong. Agaknya gadis itu tidak hanya membual. Gerakannya ketika meloncat di atas kepalanya menghindarkan tabrakan itu saja sudah membuktikan betapa hebat ginkangnya. Apalagi gadis ini sudah mengenal nama suhunya.
gBaik, Nona. Mari kita pergi ke sana! h kata Bu Tong dan dia pun lari kembali ke tempat tadi secepatnya. Akan tetapi, gadis itu seakan berjalan melangkah seenaknya walaupun kenyataannya dia tidak pernah dapat meninggalkannya. Sungguh merupakan ilmu berlari cepat yang hebat.
Akan tetapi ketika mereka tiba di seberang sungai itu, tidak nampak bayangan Siu Lan.
gTentu sumoi sudah mereka bawa ke sarang mereka! h
gKita kejar! h kata Niocu dan tanpa menanti jawaban ia sudah melompat ke depan berlari cepat. Bu Tong berusaha mengejarnya akan tetapi sebentar saja dia sudah tertinggal jauh.
Niocu yang berlari lebih cepat segera dapat mengejar orang-orang Hek-houw-pang yang menawan Siu Lan. Gadis ini berjalan dengan sikap tenang di tengahtengah mereka. Ia tidak Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
351 takut. Suhengnya tentu akan melapor dan ayahnya tentu akan datang untuk membebaskannya.
Kini Siu Lan teringat mengapa pemuda itu seperti menaruh dendam kepada ayahnya. Setahun lebih yang lalu, ketua Hek-houw-pang pernah berkunjung ke rumah ayahnya dan dari ibunya ia mendengar bahwa ia dipinang oleh ketua Hek-houw-pang untuk dijodohkan dengan puteranya. Akan tetapi ia berkeras menolak karena belum pernah ia melihat putera ketua Hekhouw-pang itu. Ayahnya lalu menolak pinangan itu dengan halus. Agaknya itulah yang membuat pemuda itu hendak membalas dendam dengan menawannya agar ayahnya datang minta maaf kepada ketua Hek-houw-pang! Kini setelah melihat orangnya, ia harus mengakui bahwa pemuda itu cukup tampan dan gagah, akan tetapi matanya yang terlalu lebar itu tidak sedap dipandang, di samping ia belum mengetahui bagaimana watak pemuda itu. Kalau wataknya baik, belum tentu ia menolak pinangannya setelah melihat orangnya.
Selagi Siu Lan melangkah sambil melamun, tiba-tiba nampak sesosok bayangan berkelebat dan tahu-tahu di depan rombongan itu telah berdiri seorang wanita cantik. Wanita itu mernandang dengan matanya yang bersinar tajam dan mulutnya tersenyum mengejek.
gBelasan orang laki-laki menawan seorang gadis muda, sungguh merupakan perbuatan yang tidak tahu malu! h kata wanita itu yang bukan lain adalah Bi-kiam Nio-cu Siang Bi Kiok.
Tang Hun yang tadinya berjalan dekat Siu Lan, segera melangkah maju menghadapi Niocu.
Dia mengangkat kedua tangan depan dada sebagai penghormatan lalu berkata, gKami tidak mengenal Nona, sebaliknya Nona tidak mengenal kami. Setiap perbuatannya tentu ada sebabnya yang kuat, maka harap Nona jangan mencela dulu dan tidak mencampuri urusan pribadi kami! h Suaranya itu sopan namun nadanya keras. gTidak mungkin aku tidak mencampuri. Melihat seorang wanita ditawan belasan orang, bagaimana menyuruh aku tidak campur tangan" Cepat bebaskan ia atau aku akan memberi hajaran keras kepada kalian! h gWanita sombong. Apa kaukira aku takut kepadamu" h
gHeh-heh-heh, bukankah engkau ini putera Hek-houw Tang Kwi" Daripada engkau babak-belur, lebih baik engkau suruh ayahmu datang ke sini melawanku. h
gNona, sebetulnya siapakah engkau dan mengapa engkau mencampuri urusan ini" Ini adalah urusan antara Kwi-kiam-pang dan Hek-houw-pang. Nona tidak berhak
mencampuri! h gHemmm, bocah seperti engkau hendak melawanku. Ketahuilah bahwa aku yang disebut orang Bi-kiam Nio-cu! h
Mendengar nama ini, Tang Hun terkejut. Tentu saja dia pernah mendengar akan nama Bikiam Nio-cu yang kabarnya amat kejam terhadap pria itu. Akan tetapi dia tidak merasa takut.
Malu rasanya kalau takut melawan seorang wanita.
gBagus! Nama Bi-kiam Nio-cu memang sudah terkenal di dunia kang-ouw akan tetapi aku Tang Hun tidak gentar menghadapimu. Engkau yang mencari perkara, bukan kami! h Pemuda itu berkata demikian sambil mencabut pedangnya.
Pada saat itu, Bu Tong sudah tiba di situ. Melihat ini. Bi-kiam Nio-cu berseru kepadanya.
gGan Bu Tong, engkau bantulah sumoimu menghajar orang-orang itu, sedangkan bocah she Tang ini serahkan saja kepadaku! h
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
352 gBaik, Nona. h Bu Tong berseru girang dan berkata kepada sumoinya, gSumoi, mari kita lawan mereka! h
Kalau tadi kakak beradik seperguruan itu tidak berani memberontak adalah karena di situ ada Tang Hun dan belasan orang anak buahnya. Kini, setelah Tang Hun ada yang menghadapi, mereka menjadi berani dan Siu Lan juga mencabut pedangnya. Dua orang kakak beradik ini lalu mengamuk dan dikepung serta dikeroyok belasan orang anak buah Hek-houw-pang.
Sementara itu Tang Hun mencabut pedangnya. Dia sudah mendengar akan kelihaian Bi-kiam Nio-cu, maka dia mencabut pedang lebih dulu lalu menyerang lawannya yang masih bertangan kosong.
Akan tetapi dengan gerakan yang cepat Nio-cu sudah menghindar dari serangan itu dan ia membiarkan pemuda itu menyerangnya sampai sepuluh jurus yang selalu dapat dielakkan oleh Niocu. Setelah membiarkan lawan menyerang sampai sepuluh jurus, barulah Niocu mencabut pedangnya. Pedang ini baru karena pedangnya yang lama patah ujungnya ketika ia pinjamkan kepada Keng Han untuk melawan Thian It Tosu palsu yang mempergunakan pedang Pek-coa-kiam, pedang Bu-tong-pai. Ia membeli pedang baru yang juga baik sekali, terbuat dari baja pilihan.
Begitulah Niocu menggunakan pedang untuk melawan, Tang Hun segera terdesak hebat.
Akan tetapi Niocu sekarang bukan seperti Niocu dahulu ketika ia masih liar membenci kaum pria. Ia tidak berniat membunuh Tang Hun, hanya membebaskan Siu Lan saja. Apalagi memang ilmu kepandaian Tang Hun sudah cukup tangguh sehingga biarpun terdesak dia masih dapat melakukan perlawanan!
Setelah pertandingan berjalan kurang lebih tiga puluh jurus, Tang Hun main mundur terus.
Pertandingan antara lima belas anak buahnya yang mengepung Lo Siu Lan dan Gan Bu Tong juga berlangsung seru. Biarpun dikeroyok belasan orang, kakak beradik seperguruan ini dapat menggerakkan pedang mereka untuk melindungi diri, bahkan sempat merobohkan beberapa orang dengan tendangan kaki mereka.
Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring. gTang Hun, mundurlah, biarkah aku yang menghadapi" h
Tang Hun girang sekali mendengar suara ini karena suara itu adalah suara ayahnya! Memang yang baru datang itu adalah Hek-houw Tang Kwi sendiri, seorang kakek bermuka hitam berusia kurang lebih lima puluh tahun. Begitu tiba di situ dia melihat puteranya didesak hebat oleh seorang wanita cantik. Dia tidak mengenal wanita itu, maka dia cepat menyuruh puteranya mundur dan dia menangkis pedang di tangan wanita itu yang menyambar cepat.
"Tranggggg....! h Keduanya terkejut karena merasa betapa tangan mereka yang memegang pedang tergetar hebat. Hek-houw Tang Kwi menjadi penasaran dan segera berseru, gTahan senjata! h Semua anak buahnya yang tadi mengeroyok Siu Lan dan Bu Tong juga
menghentikan penyerangan mereka dan semua melompat ke belakang sehingga perkelahian itu terhenti.
gApa artinya perkelahian ini" Heiii bukankah kalian itu puteri dan murid Toat-beng Kiamsian Lo Cit" Dan engkau sendiri siapakah Nona" h
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
353 gAku adalah Bi-kiam Nio-cu Siang Bi Kiok! h Niocu memperkenalkan diri.
gAhhh....! Bukankah engkau murid Ang Hwa Nio-nio" Kenapa terjadi perkelahian dengan puteraku dan para anggaut kami" Tang Hun, apa yang telah terjadi di sini" h Hek-houw Tang Kwi bertanya kepada puteranya.
gBegini, Ayah. Mula-mula kami melihat puteri dan murid Toat-beng Kiam-sian ini berburu binatang di dalam wilayah kita. Karena mereka memasuki wilayah kita tanpa ijin, kami lalu menahan nona Lo untuk dihadapkan kepada Ayah, dan membebaskan pemuda itu untuk melapor kepada ketuanya. Akan tetapi mendadak pemuda itu datang kembali bersama Bikiam Nio-cu dan hendak memaksa kami membebaskan nona Lo. Kami menolak dan terjadilah perkelahian ini. h
Hek-houw Tang Kwi mengerutkan alisnya dan berkata kepada Bi-kiam Niocu, gBi-kiam Nio-cu, aku mendengar bahwa engkau seorang wanita gagah, akan tetapi mengapa engkau mencampuri urusan pribadi antara Hek-houw-pang dan Kwi-kiam-pang" Apa yang dilakukan puteraku sudah sepantasnya karena kedua orang murid Kwi-kiam-pang melanggar wilayah kekuasaan kami. h
gHemmm, kalau puteramu itu bertanding satu lawan satu dengan puteri ketua Kwi-kiam-pang, tentu aku tidak akan mencampurinya, akan tetapi melihat belasan orang anak buahmu menggunakan kekuatan banyak orang untuk menawannya, hal ini kuanggap tidak adil dan merupakan tindakan seorang pengecut. Karena itulah aku turun tangan membantu mereka! h Jawab Nio-cu sambil tersenyum mengejek.
gTang Hun, benarkah engkau menggunakan anak buah untuk menangkap mereka" h
gTidak, Ayah. Di antara kami dan mereka tadinya tidak ada perkelahian. Kita menangkap mereka dan mereka merasa bersalah, maka nona Lo tidak keberatan kami tawan dan suhengnya itu pun pergi untuk melapor kepada gurunya. Baru setelah Bi-kiam-Nio-cu campur tangan terjadi pertempuran. h
gBeranikah engkau melawan nona Lo, satu lawan satu" h
Wajah pemuda itu berubah kemerahan ketika dia memandang kepada Siu Lan. gAku.... aku tidak ingin memusuhinya, Ayah. h
Bi-kiam Nio-cu tertawa mengejek.
gOrang muda, katakan saja engkau tidak berani. Hei, adik Lo, beranikah engkau melawan putera Hek-houw Tang Kwi ini" h
Siu Lan menegakkan tubuhnya dan menjawab, gMengapa tidak berani" Asal jangan main keroyokan! h
gNah, kau dengar itu, Tang Hun" Untuk menyelesaikan urusan ini, sambutlah tantangan nona Lo. Siapa di antara kalian yang kalah harus minta maaf dan urusan ini habis sampai di sini saja. Bagaimana pendapatmu, Bi-kiam Nio-cu" Atau, apakah engkau ingin kita bertanding terus mati-matian hanya untuk urusan sekecil ini" h
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
354 Niocu merasa tidak enak. Sebetulnya ia memang sebagai orang luar yang tidak tersangkut urusan itu sama sekali. Kalau ia membantu, sebetulnya yang ia bantu adalah Gan Bu Tong karena ia tertarik dan suka kepada pemuda itu.
gBertanding satu lawan satu itu baru adil dan aku tidak akan mencampuri hanya akan menonton agar jangan ada yang main curang. h
gNah, Tang Hun, engkau sudah mendengar sendiri. Bersiaplah untuk bertanding dengan nona Lo Siu Lan! h kata Hek-houw Tang Kwi. gAkan tetapi, Ayah. Aku tidak ingin melukainya.... h kata pemuda itu ragu.
Melihat sikap dan mendengar ucapan Tang Hun, Siu Lan merasa jantungnya berdebar. Tadi ketika ia ditangkap, pemuda itu bersikap sopan padanya, seolah ia bukan seorang tawanan melainkan seorang tamu. Dan kini, pemuda itu mengatakan tidak ingin memusuhinya dan juga tidak ingin melukainya! Hal ini hanya mempunyai satu arti, ialah bahwa pemuda itu suka padanya!
Hek-houw Tang Kwi menjadi marah kepada puteranya. gEngkau tidak berani" Kalau begitu engkau harus minta maaf kepadanya! h
gMinta maaf" Aku tidak bersalah, melainkan mereka yang bersalah. Kenapa aku harus minta maaf" Dan aku tidak ingin berkelahi melawan nona Lo, sama sekali bukan karena takut melainkan.... h
gSudahlah jangan banyak bicara lagi. Layani nona Lo yang menantangmu! h berkata demikian Hek-houw Tang Kwi mendorong punggung puteranya supaya maju menghadapi Siu Lan.
Dengan terpaksa sekali dan sikap apa boleh buat Tang Hun maju menghadapi Siu Lan. Dia menyimpan pedangnya dan berkata dengan lembut. gNona Lo, terpaksa aku harus bermusuhan, maka kita bertanding dengan tangan kosong saja. h


Pusaka Pulau Es Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gTidak bersenjata boleh, bersenjata juga boleh! h kata Siu Lan yang juga menyimpan pedangnya. Kalau lawan tidak bersenjata tentu ia malu kalau harus melawan dengan pedangnya.
Mereka sudah memasang kuda-kuda akan tetapi Tang Hun belum juga mau menyerang.
gHayo mulai! h kata Siu Lan. gAku sudah siap! h
gEngkau adalah tamu maka engkaulah yang harus memulai lebih dulu, Nona. h kata Tang Hun.
gBaik, bersiaplah dan sambut seranganku ini! h Siu Lan mulai memukul akan tetapi dapat dielakkan Tang Hun dengan baik. Dua orang itu segera terlibat dalam perkelahian yang seru.
Akan tetapi Bi-kiam Nio-cu dan Hek-houw Tang Kwi keduanya dapat mengikuti gerakan mereka dengan baik dan mereka mendapat kenyataan bahwa dua orang itu tidak berkelahi dengan sungguh-sungguh, Hek-houw Tang Kwi tahu benar bahwa puteranya tidak
mengerahkan tenaga sepenuhnya dan Bi-kiam Nio-cu juga melihat dengan jelas betapa Siu Lan juga tidak menyerang dengan sepenuh hatinya.
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
355 Pada saat itu berkelebat bayangan orang dan tahu-tahu di situ telah berdiri seorang kakek yang kaki kirinya timpang dan membawa tongkat.
"Apa yang terjadi di sini!" tanyanya. Ketika melihat puterinya berkelahi melawan Tang Hun, dia menghampiri Hek-houw Tang Kwi dan bertanya, "Eh, Hekhouw, kenapa engkau membiarkan anak kita saling serang seperti itu?"
"Ssstt, lihatlah baik-baik, Kiam-sian. Bukankah kedua anak kita itu serasi dan cocok sekali"
Mereka saling serang" Hemmm, kurasa tidak. Mereka hanya latihan saja dan saling mengalah!"
Dan kenyataannya memang demikianlah. Kedua orang muda itu sama sekali tidak menyerang dengan sungguh-sungguh, dan tidak ingin melukai lawan. Siu Lan melihat datangnya ayahnya, maka ia meloncat jauh ke belakang dan mendekati ayahnya.
"Ayah, mereka hendak menawanku!" katanya dengan manja.
"Apa" Siapa yang hendak menawan anakku?" bentak Toat-beng Kiam-sian dan sekarang barulah dia melihat adanya Bi-kiam Nio-cu di situ.
"Eh, engkau juga berada di sini, Bi-kiam Nio-cu" Apakah engkau yang hendak menawan anakku?" Berkata demikian Lo Cit melangkah maju menghampiri Bi-kiam Nio-cu yang hanya memandang kepadanya dengan senyum mengejek.
"Suhu, tidak sama sekali, Suhu!" Gan Bu Tong meloncat mendekati suhunya. "Nona ini sama sekali tidak mengganggu kami berdua, ia malah datang untuk menolong sumoi yang tadinya ditawan oleh orang-orang Hek-houw-pang!"
"Hemmm, apa yang terjadi di sini" Kenapa anakku ditawan orang-orang Hek-houw-pang?"
Hek-houw Tang Kwi dengan sikap tenang berkata kepada Lo Cit. "Kiam-sian, engkau dengarlah baik-baik keterangan dari anakku. Tang Hun, ceritakan semua kepada pamanmu Lo ini apa yang telah terjadi sebenarnya."
Tang Hun maju memberi hormat kepada Lo Cit lalu berkata, "Sebetulnya begini, Paman.
Kami mendapatkan puteri dan murid Paman telah melanggar wilayah kami dan membunuh dua ekor kijang. Karena mereka memasuki wilayah kami tanpa ijin, terpaksa saya menahan nona Lo untuk kami hadapkan kepada Ayah. Ia kami tahan sebagai seorang tamu, bukan sebagai tawanan. Akan tetapi tiba-tiba murid Paman ini datang bersama Bi-kiam Nio-cu dan menyerang kami. Untung ada Ayah, kalau tidak mungkin kita semua akan dibunuhnya!"
"Siu Lan, benarkah apa yang dikatakan Tang Hun itu?"
Dengan kedua pipi berubah kemerahan, Siu Lan menjawab, "Benar, Ayah. Akan tetapi kami hanya melanggar perbatasan sungai itu untuk mengejar kijang."
"Kalau begitu, engkau dan Bu Tong berada di pihak yang salah. Hayo kalian berdua minta maaf kepada pamanmu Tang Kwi!" bentak Lo Cit.
Siu Lan dan Bu Tong terpaksa memberi hormat kepada Hek-houw Tang Kwi sambil berkata, Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
356 "Harap paman Tang sudi memaafkan kelancangan kami!"
"Ha-ha-ha, semua ini hanya merupakan salah paham saja. Di antara orang sendiri mengapa harus minta maaf" Akan tetapi, Kiam-sian, bukankah engkau sudah melihat sendiri betapa serasi dan cocok adanya putera-puteri kita" Kesempatan ini akan kupergunakan untuk mengulang pinanganku tempo hari. Bagaimana kalau kita menjodohkan mereka?"
Toat-beng Kiam-sian Lo Cit tersenyum dan bertanya kepada puterinya, "Siu Lan, engkau telah mendengar sendiri usul pamanmu Tang. Nah, bagaimana jawabanmu?" Dengan muka kemerahan Siu Lan bersembunyi di belakang tubuh ayahnya dan berkata, "Ah, urusan itu bagaimana baiknya terserah kepada Ayah saja!"
Jawaban ini saja sudah jelas bagi semua orang. Kalau seorang anak tidak setuju, tentu ia akan marah-marah atau menangis. Kalau ia setuju, tentu ia akan menyerahkan keputusannya kepada orang tuanya dan tersipu malu.
Melihat keadaan puterinya, Lo Cit menjadi girang sekali. Ketika pertama kali Tang Kwi meminang puterinya, sebetulnya dia sudah setuju sekali. Dia merasa suka kepada Tang Hun yang gagah dan tampan. Akan tetapi puterinya itu yang menolak. Kini dia tahu mengapa dulu puterinya menolak. Karena belum pernah melihat Tang Hun. Setelah kini berhadapan, bahkan saling serang dalam pertandingan tadi, ia setuju akan pinangan itu.
"Ha-ha-ha, bagus sekali. Mari singgah di rumah kami di mana kami dapat menjamu kalian sebagai tamu agung dan kita dapat bercakap-cakap mengenal persoalan ini. Kami juga mengundang Niocu untuk ikut datang sebagai tamu kehormatan."
Bi-kiam Niocu mengerling kepada Gan Bu Tong. Ia melihat betapa pemuda itu juga memandang kepadanya penuh kagum, maka iapun mengangguk. "Baiklah, aku tanpa sengaja telah terlibat dalam urusan kalian, tidak apa menjadi saksi dari hubungan antara kalian yang menjadi baik." Mereka semua lalu menuju ke perkampungan Hek-houw-pang. Dan dalam perjalanan ini dengan sengaja Niocu mendekati Gan Bu Tong dan mengajaknya bercakap-cakap. Dia bertanya-tanya tentang keadaan pemuda itu dan hatinya girang mendengar bahwa pemuda itu sudah yatim piatu dan belum bertunangan apalagi menikah. Dan pemuda itu pun jelas kelihatan amat kagum kepadanya. Juga usia Gan Bu Tong sudah dua puluh lima tahun, berarti dua tahun lebih tua daripada usianya.
Sebaliknya sikap yang amat ramah dan bersahabat dari Niocu membuat dia akrab sekali dengan gadis itu. Tadinya Bu Tong memang agak sungkan terhadap Niocu yang dianggapnya memiliki tingkat yang lebih tinggi daripada dia, juga namanya sudah terkenal sekali di dunia kangouw sebagai tokoh yang ditakuti. Akan tetapi setelah bercakap-cakap dengan dia, dia mendapat kenyataan bahwa Niocu amat manis budi dan bijaksana sehingga dia merasa cocok dan tidak menjadi rendah diri.
Demikian pula dengan Lo Siu Lan. Ia berterima kasih sekali kepada Niocu yang telah membantu untuk membebaskannya. Maka setelah mereka semua dijamu sebagai tamu kehormatan oleh Hek-houw Tang Kwi yang membicarakan dengan Lc Cit tentang perjodohan antara anak mereka, Lo Siu Lan minta dengan sangat agar Niocu suka singgah di rumahnya.
Permintaan ini diterima dengan senang hati oleh Niocu. Setelah tinggal beberapa hari di rumah keluarga Lo, yaitu di perkampungan Kwi-kiam-pang, hubungan antara Niocu dan Bu Tong menjadi semakin akrab.
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
357 Pada suatu sore Niocu dan Bu Tong berjalan-jalan di luar perkampungan di Kwi-kiam-pang.
Niocu yang mengajaknya dan Bu Tong dengan girang menyambut ajakan itu.
"Tong-ko, aku heran sekali melihatmu." kata Niocu sambil melangkah perlahan.
"Kenapa heran, Niocu?"
"Engkau murid seorang ketua perkumpulan yang terkenal. Engkau memiliki ilmu kepandaian yang cukup tinggi dan hidupmu sudah sebatang kara karena tidak memiliki orang tua atau keluarga lain. Akan tetapi kenapa sampai usia dua puluh lima engkau belum juga menikah?"
Gan Bu Tong tersenyum malu-malu mendengar ini. "Ah, Niocu. Orang seperti aku ini siapa yang suka menjadi isteriku" Pula, aku mengganggap suhu sebagai orang tuaku dan Lan-sumoi sebagai adik sendiri."
"Tidak keliru engkau memilih keluarga gurumu sebagai keluarga sendiri. Akan tetapi apakah engkau tidak ingin membentuk keluarga sendiri, berumah tangga dan mempunyai anak-anak?"
Bu Tong teringat kepada Siu Lan. Dia pernah jatuh cinta kepada sumoinya itu dan ingin memperisterinya, akan tetapi ternyata Siu Lan tidak mencintanya, melainkan suka sebagai seorang kakak. Bahkan Siu Lan agaknya kini tertarik kepada Tang Hun dan perjodohan mereka telah dibicarakan oleh orang tua masing-masing.
Habislah sudah harapannya untuk memperisteri Siu Lan. Sejak pertama kali bertemu dengan Bi-kiam Nio-cu Siang Bi Kiok, dia memang sudah tertarik dan kagum sekali. Apalagi setelah pergaulan mereka akrab, dia semakin tertarik. Akan tetapi sedikit pun dia tidak mempunyai pikiran untuk jatuh cinta kepada tokoh yang terkenal ini. Dia tidak berani. Siu Lan saja menolaknya, apalagi seorang tokoh besar seperti Bi-kiam Nio-cu!
Setelah menghela napas panjang beberapa kali, dia pun menjawab. "Tentu saja kadang timbul keinginanku untuk berumah tangga, Niocu. Akan tetapi seperti kukatakan tadi, siapa orangnya mau mendampingi aku sebagai isteriku" Aku seorang pemuda yang yatim piatu, tidak mempunyai apa-apa." Kemudian dia teringat bahwa gadis ini bertanya terlalu mendalam, maka timbul keberaniannya untuk bertanya. "Akan tetapi engkau sendiri, Niocu. Kulihat usiamu pasti lebih tua dari sumoi, kenapa engkau juga belIum berumah tangga?"
Bi-kiam Nio-cu tersenyum dan Bu Tong memandang dengan terpesona. Bukan main
manisnya wanita ini kalau tersenyum!
"Tentu saja aku jauh lebih tua dari Siu Lan. Usiaku sudah dua puluh tiga tahun. Terus terang saja, entah berapa banyak pria yang meminangku, akan tetapi semuanya itu kutolak. Aku belum menemukan seorang yang cocok untuk menjadi pilihanku. Karena itulah sampai kini aku belum juga menikah."
"Niocu, seorang gadis seperti engkau ini, cantik jelita, berilmu tinggi dan berbudi mulia, bijaksana, tentu saja berhak memilih seorang calon suami yang sebaik-baiknya."
"Ah, jangan terlalu memuji padaku, Tong-ko. Dengarkanlah pendapat dunia kang-ouw Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
358 tentang diriku dan engkau akan tahu bahwa aku tidak patut dipuji seperti itu. Aku pernah terkutuk, 000a pernah bersumpah bahwa pernah bersumpah bahwa aku akan membunuh pria yang berani mencintaku! Entah sudah berapa orang yang kubunuh karena itu. Akan tetapi aku sekarang telah terbebas dari kutukan, bahkan aku mendambakan cinta kasih yang tulus ikhlas dari seorang pria. Aku tidak memilih yang muluk-muluk, melainkan yang berhati bersih, jujur dan mencintaku tanpa pamrih."
"Niocu....!" "Ada apakah, Tong-ko?"
"Kalau sekarang ada seorang pria yang jatuh cinta kepadamu, seorang pria yang tidak berharga, miskin dan papa, yang tidak mampu menjanjikan apa pun kepadamu, apakah engkau dapat menerima cintanya?"
"Aku tidak membutuhkan pria yang kaya raya atau pandai dan berkedudukan. Aku membutuhkan pria yang jujur dan baik."
"Niocu, aku...."
Aku seorang tak berharga, yatim piatu tidak mempunyai apa-apa...." Dia berhenti bicara.
Ya...." Mengapa?"
"Aku yang hina ini telah berani bermimpi tentang bintang yang tak terjangkau oleh tangan...."
"Tidak oleh tangan, melainkan harus dijangkau oleh hati yang penuh cinta kasih."
"Aku.... maafkan aku, Niocu. Aku seperti dalam mimpi. Aku berani jatuh cinta padamu...."
Bi-kiam Nio-cu menjadi merah padam kedua pipinya, jantungnya berdebar karena girang.
"Cintamu tidak sia-sia, Tongko!"
Bu Tong terbelalak memandang wajah yang cantik itu. "Maksudmu, engkau tidak marah padaku?"
Niocu menggeleng kepalanya. "Tidak, aku malah merasa girang dan berbahagia sekali karena pria dalam angan-anganku tadi sepertimu inilah, Tong-ko. Engkau jujur, engkau sederhana, engkau rendah hati."
Keduanya sudah berhenti melangkah sejak tadi dan berdiri saling berhadapan. Dua pasang mata saling bertemu bertaut dan dua pasang mata itu menjadi basah karena haru. Bu Tong melangkah maju dan memegang kedua tangan Niocu. "Benarkah semua ini" Bukan mimpi kosong" Niocu, benarkah engkau dapat menerima cintaku" Maukah engkau menjadi isteriku?"
"Kita berdua sama-sama yatim piatu, tidak mempunyai siapa-siapa di dunia ini. Tentu saja aku mau menjadi isterimu, Tong-ko."
Bukan main girangnya hati Bu Tong di saat itu. Dengan kedua lengannya yang tegap itu dia Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
359 memeluk Niocu demikian kuatnya seolah dia ingin membenamkan kepala yang tersayang itu ke dalam dadanya.
Setelah merasa yakin bahwa dalam hidupnya ada Bi-kiam Nio-cu Siang Bi Kiok, Gan Bu Tong menjadi pemberani. Dengan terus terang dia mengajak kekasihnya menghadap gurunya.
"Suhu, teecu mohon doa restu dan persetujuan Suhu, karena teecu dan Niocu sudah mengambil keputusan untuk menjadi suami isteri!" Pengakuan ini dia katakan di depan Toat-beng Kiam-sian, isterinya dan juga di depan Lo Siu Lan. Mendengar ini, Lu Siu Lan berteriak girang dan segera menghampiiri Niocu dan merangkulnya.
"Ah, selamat kuucapkan kepada kalian! Enci Bi Kiok, hatiku merasa gembira bukan main mendengar berita yang membahagiakan ini!"
Toat-beng Kiam-sian Lo Cit juga merasa heran dan gembira sekali. Dia menganggap bahwa muridnya itu berperuntungan baik sekali, dapat menjadi pilihan Bi-kiam Nio-cu untuk menjadi jodohnya.
"Tentu saja kami merasa berbahagia, Bu Tong. Semoga kalian menjadi suami isteri yang berbahagia. Dan karena engkau tidak mempunyai keluarga yang bisa menjadi wali, biarlah kami yang akan menikahkan, berbareng dengan pernikahan Siu Lan dengan Tang Hun!" kata Toat-beng Kiam-sian Lo Cit.
Demikianlah, semenjak hari itu Niocu tinggal di Kwi-san untuk menanti hari baik itu.
Perjodohan antara mereka akan dibarengkan dengan perjodohan antara Siu Lan dan Tang Hun.
Di kota raja juga terjadi hal yang berbahagia. Setelah bertemu dengan Tao Kwi Hong, Cia Kun tergila-gila kepada saudara misan itu. Sebaliknya Kwi Hong juga tertarik sekali kepada putera Pangeran Cia Sun itu. Hubungan mereka menjadi semakin akrab dan akhirnya Cia Kun minta kepada ayah bundanya untuk melamarkan Tao Kwi Hong. Pinangan itu diterima baik oleh Pangeran Tao Kuang, karena selain puterinya setuju, juga dia melihat bahwa Pangeran Cia Sun adalah seorang pangeran yang baik. Sebagai seorang pangeran namanya cukup bersih dan terhormat.
Lalu bagaimana dengan Keng Han" Pemuda ini melakukan perjalanan ke Barat Laut dan pada suatu hari sampailah dia di perkampungan Khitan. Ternyata kakeknya, Khalaban, telah meninggal dunia dan yang ditunjuk sebagai penggantinya adalah Kalucin. Silani, ibu Keng Han dan juga Kalucin yang disebutnya paman menyambut mereka dengan gembira. Bahkan sebuah pesta diadakan oleh Kalucin untuk menyambut pulangnya pemuda itu. Seluruh perkampungan itu bergembira ria.
Semenjak ditinggalkan puteranya, siang malam Silani menanti kembalinya dengan penuh harapan. Bahkan Kalucin sudah beberapa kali mengajukan pinangan kepadanya. Namun Silani selalu menolaknya, dan mengatakan bahwa dia masih isteri Pangeran Tao Seng yang belum diketahui bagaimana nasibnya itu. Sampai berusia empat puluh lima tahun Kalucin masih belum beristeri. Dia benar-benar mencinta Silani dan tidak dapat menikah dengan wanita lain sebelum Silani bertemu kembali dengan suaminya.
Biarpun pulangnya Keng Han amat membahagiakan mereka semua, namun diam-diam Silani Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
360 kecewa karena suaminya tidak datang bersama puteranya.
Setelah memperoleh kesempatan untuk bicara berdua saja dengan puteranya, Silani tidak dapat lagi menahan keinginan hatinya dan ia bertanya, "Bagaimana, Keng Han, apakah engkau sudah bertemu dengan ayahmu" Kenapa dia tidak ikut datang bersamamu" Apakah dia menyuruh memboyongku ke sana?"
Dihujani pertanyaan itu, Keng Han merasa kasihan sekali kepada ibunya. "Maafkan aku, Ibu.
Aku datang tidak membawa berita yang baik. Ayah.... ayah.... telah meninggal dunia."
Silani terbelalak, mulutnya terbuka lalu perlahan-lahan air matanya berjatuhan ke atas pipinya yang menjadi pucat, lalu ia menutupi mukanya dan menangis. Keng Han maju dan merangkulnya dan wanita itu menangis di dada puteranya. Keng Han mengelus pundak ibunya dan menghiburnya.
Setelah tangisnya mereda, dengan muka pucat sekali Silani bertanya apa yang telah terjadi dengan suaminya.
"Ayah memang seorang pangeran, Ibu. Akan tetapi dia bukan Pangeran Mahkota seperti yang diakuinya. Ketika dia meninggalkan ibu dan pulang ke kota raja, dia melakukan perbuatan yang buruk, yaitu dia hendak membunuh Pangeran Mahkota yang menjadi saudaranya sendiri.
Dia ingin menjadi Pangeran Mahkota. Akan tetapi usahanya gagal, bahkan dia ditangkap dan dihukum buang selama dua puluh tahun."
"Ah, pantas dia tidak memberi kabar sama sekali. Kiranya dia dihukum...."
"Ketika tiba di kota raja, aku mendapatkan ayah telah menyamar sebagai seorang hartawan she Ji dan kembali dia mendirikan komplotan untuk membunuh Kaisar dan Putera Mahkota karena dia ingin menjadi kaisar. Dan kembali usahanya gagal bahkan ayah terbunuh dalam usahanya itu. Aku dikeroyok oleh tiga orang datuk sakti dan ayah hendak menolong dan membelaku, dan dalam usahanya inilah dia terbunuh. Aku sudah menguburkan jenazahnya di suatu tempat dan sebelum dia tewas dia berpesan kepadaku untuk memintakan ampun darimu, Ibu!"
"Ahhhhh....!" Kembali ibunya menangis.
Setelah tangisnya reda Silani bertanya kepada puteranya. "Akan tetapi mengapa engkau begitu lama pergi" Sampai hampir enam tahun engkau pergi, membuat hati kami semua selalu mengkhawatirkan keselamatanmu."
Mendengar pertanyaan ibunya ini, Keng Han lalu menceritakan semua pengalamannya dengan panjang lebar, betapa selama lima tahun dia terasing di Pulau Hantu dan mempelajari ilmu silat yang dia temukan di sana. Kemudian dia menceritakan semua yang telah dialaminya.
Ibunya memandang kepadanya dengan kagum. "Demikian banyak dan hebat pengalamanmu, anakku. Akan tetapi engkau pulang bersama gadis yang berkerudung itu. Siapakah ia, Keng Han?"
"Ia seorang sahabat baik bernama The Cu In, Ibu. Puteri seorang panglima tinggi di kota Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
361 raja." "Hemmm, sahabat baik" Sampai di mana kebaikan itu?"
"Ia sudah seringkali menolongku dari kesulitan dan bahaya, Ibu. Kalau tidak ada ia yang menolong, mungkin sekali aku tidak dapat pulang hari ini."
"Akan tetapi mengapa ia ikut ke sini?"
"Ia ikut agar dapat berkenalan dengan Ibu. Terus terang saja, Ibu, ia bukan sahabat biasa.
Kami berdua sudah mengambil keputusan untuk menjadi suami isteri dan aku mengajaknya agar Ibu dapat mengenal calon mantunya." Wajah Keng Han berubah kemerahan ketika membuat pengakuan itu.
"Calon mantuku" Ahhh, aku girang sekali. Akan tetapi mengapa ia selalu menutupi mukanya dengan cadar" Suruhlah ia membuka cadarnya agar semua orang melihat betapa cantiknya calon mantuku!" Jantung Keng Han berdebar tegang mendengar ucapan ibunya itu. Akan tetapi dia teringat bahwa Cu In hanya mau memperlihatkan mukanya kepada ibunya saja, tidak kepada orang lain.
"Ibu, Cu In sudah bersumpah bahwa ia baru akan membuka cadarnya di hari pernikahannya."
"Hemmm, sumpah yang aneh sekali. Bagaimana aku dapat menyetujui pilihanmu itu sebelum aku melihat wajah calon mantuku" Ia harus membuka cadarnya agar aku dapat melihat mukanya, Keng Han." kata Silani dengan tegas.
"Akan tetapi Ibu harus berjanji dulu padaku bahwa betapapun jelek wajah Cu In, aku telah mencintanya dan ingin ia menjadi isteriku, Ibu."
Ibunya memandang wajah puteranya penuh selidik. "Cinta benarkah engkau kepadanya, anakku?"
"Aku mencintanya dengan jiwa ragaku. Bagiku, wajah tidak banyak artinya. Aku mencinta pribadinya, pembawaannya, sikap dan budinya Ibu. Banyak sudah aku bertemu wanita yang wajahnya cantik, akan tetapi aku tidak tertarik kepada mereka."
"Hemmm, dan bagaimana dengan gadis itu" Apakah dia juga mencintamu sebesar cintamu kepadanya?"
"Menurut pengakuannya begitu, Ibu. Dan juga sudah terbukti dari sepak terjangnya ketika menolongku. Aku percaya sepenuhnya kepadanya!"
"Hemmm, cinta memang dapat memabukkan manusia, anakku. Baiklah, aku tidak akan terpengaruh oleh baik buruknya muka calon mantuku. Aku sudah merasa puas asal diperbolehkan melihatnya sendiri dengan mataku.
"Kalau begitu, biar kupanggil ia menghadap Ibu!" kata Keng Han yang segera keluar dari kamar ibunya dan mencari Cu In di dalam kamar yang disediakan untuk gadis itu.
Dia mengetuk pintu. Cu In membukanya dari dalam. "Cu In, apa yang kukhawatirkan telah Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
362 terjadi." katanya dengan gelisah.
"Apakah itu, Han-ko?"
"Ibu ingin bicara denganmu, ingin bertemu dan ingin melihat wajahmu, In-moi!"
Tadinya Keng Han menduga bahwa kekasihnya tentu akan menjadi gugup dan gelisah pula.
Akan tetapi dia kecelik. Cu In sama sekali tidak nampak gugup atau gelisah, bahkan sepasang matanya berseri-seri.
"Kalau memang itu yang ia kehendaki, aku harus menghadapnya sekarang juga, Han-ko."
katanya sambil bangkit berdiri.
Keng Han memegang pundaknya. "Tapi kau.... kau harus siap kalau ibuku terkejut, bahkan menolakmu. Jangan sampai perasaanmu tertusuk, In-moi."
"Aku tahu, Han-ko. Dan kurasa ibumu tidak akan begitu. Aku percaya sepenuhnya bahwa ia adalah seorang ibu bijaksana. Nah, biar aku menghadapnya, akan tetapi engkau tidak perlu ikut, Han-ko. Aku ingin berdua saja dengan ibumu."
Keng Han maklum. Gadis kekasihnya ini tidak ingin melihat perasaannya terpukul. Maka dia mengangguk dan menunjukkan di mana kamar ibunya. Akan tetapi dia tidak pergi meninggalkan begitu saja. Dia tetap melihat dari situ, siap untuk menghibur kekasihnya kalau nanti keluar sambil menangis.
Dengan langkah yang tegap Cu In menghampiri Silani dan mengetuk pintunya.
"Siapa?" terdengar wanita itu bertanya dari dalam.
"Saya, Bibi. Saya Cu In, ingin menghadap dan bicara dengan Bibi."
"Ahhh, engkau Cu In, pintunya tidak terkunci, buka saja dan masuklah."
Cu In mendorong pintu kamar dan masuk. Jantung Keng Han berdebar tegang melihat gadis itu memasuki kamar ibunya. Dia memandang pintu kamar itu penuh perhatian, seolah pandang matanya ingin menembus pintu dan melihat apa yang terjadi di dalam. Dia mengira bahwa tak lama kemudian akan mendengar teriakan ibunya, disusul keluarnya Cu In sambil menangis. Akan tetapi tidak terjadi hal seperti yang dia khawatirkan itu. Setelah menanti sampai lama sekali, akhirnya daun pintu terbuka dan Keng Han sudah siap menyambut dan menghibur kekasihnya yang keluar sambil menangis.
Akan tetapi kembali dia kecelik. Gadis itu keluar tidak menangis, bahkan matanya bersinar-sinar, diikuti ibunya yang juga tersenyum-senyum.
Keng Han menyongsong mereka dan bertanya kepada ibunya. "Ibu, apakah Ibu sudah melihat wajah Cu In" Bagaimana pendapat Ibu"
"Keng Han, manusia tidak dapat dinilai dari cantik tidaknya wajahnya, melainkan dari budi pekertinya. Dan aku mendapatkan bahwa calon isterimu ini seorang yang bijaksana. Engkau memang pandai dan cocok sekali memilihnya sebagai isterimu."
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
363 "Akan tetapi, wajahnya....?" Saking herannya Keng Han bertanya.
"Jangan mempersoalkan tentang wajah. Melihat ia seorang gadis yang bijaksana sudah cukup bagiku!"
"Terima kasih, Ibu!" Keng Han girang bukan main, "Akan tetapi aku belum meminangnya dengan resmi kepada ayah bundanya, Ibu."
"Kenapa begitu?"
"Karena aku ingin memberi tahu dulu kepada Ibu dan minta persetujuan Ibu."
"Aku menyetujui sepenuhnya dan cepat-cepat engkau melamarnya, Keng Han. Karena ibumu berada di tempat jauh, biar engkau saja melamar sendiri. Kalau sudah menikah saya harap kalian suka menjenguk ibumu."
"Tentu saja, Ibu!"
Demikianlah, setelah tinggal di rumah ibunya sampai dua pekan, Keng Han dan Cu In kembali melakukan perjalanan ke timur, menuju ke kota raja.
Hati Keng Han gembira bukan main. Satu-satunya persoalan yang selama ini mengganggu pikirannya adalah bagaimana kalau ibunya melihat wajah Cu In yang cacat. Dia khawatir kalau-kalau ibunya akan menolaknya. Akan tetapi ternyata tidak. Ibunya menerima kenyataan itu dengan hati terbuka, dengan bijaksana.
Akan tetapi baru saja dia kematian ayahnya. Untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang putera, ketika mereka diterima oleh Panglima The dan membicarakan tentang perjodohannya dengan Cu In, dia mengatakan tentang perjodohannya dengan Cu In, dia mengatakan bahwa untuk melaksanakan pernikahan dia harus menunggu setahun setelah kematian ayahnya.
Mendengar ini, Panglima The bahkan mengagumi calon mantunya dan menyatakan setuju.
Demikian pula Ang Hwa Nio-nio sepenuhnya menyetujui Cu In sendiri tentu saja merasa senang melihat calon suaminya membuktikan bahwa dirinya seorang anak yang berbakti.
Beberapa bulan kemudian, Keng Han dan Cu In menerima undangan dari Toat-beng Kiamsian Lo Cit yang menikahkan Lo Siu Lan dengan Tang Hun, dan Gan Bu Tong dengan Bikiam Nio-cu Siang Bi Kiok. Perayaan mempelai kembar itu amat meriah. Mereka juga menghadiri pernikahan yang dirayakan secara besar-besaran antara Cia Kun dan Tao Kwi Hong sebagai mempelai bangsawan.
Setelah lewat setahun meninggalnya Pangeran Tao Seng, maka pernikahan antara Cu In dan Keng Han dapat dilaksanakan. Semua tamu merasa heran karena mempelai wanita tetap memakai cadar. Setelah sepasang mempelai berada dalam kamar berdua saja, Keng Han hendak membuka cadar isterinya. "Jangan dulu, Han-ko!"
"Eh" Kenapa, In-moi" Bukankah engkau berjanji akan membuka cadar setelah kita menikah?"
"Nanti dulu, berjanjilah dulu bahwa engkau akan tetap mencintaku, bagaimanapun juga rupaku?"
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
364 "Ha-ha-ha, In-moi. Aku sudah pernah melihat wajahmu. Apakah ada perubahan kau lihat dalam sikapku kepadamu" Aku tetap mencintamu, bagaimanapun juga bentuk wajahmu."
"Benarkah" Engkau berani bersumpah?"
"Aku bersumpah, disaksikan Tuhan, Langit dan Bumi, bahwa aku akan tetap mencintamu, bagaimanapun juga bentuk wajahmu!" kata Keng Han dengan suara tegas.
Terdengar gadis itu terisak. "Dan aku.... aku pun hanya isterimu yang buruk dan bodoh, aku....
aku selamanya mencintamu! Nah, sekarang bukalah cadarku, perlahan-lahan saja, Han-ko!"
Biarpun dia sudah tahu bahwa dari atas hidung ke bawah, wajah isterinya ini cacat menghitam, akan tetapi kedua tangannya gemetar juga ketika dia membuka cadar, disingkapkan ke atas. Setelah cadar dibuka, Keng Han meloncat ke belakang seperti diserang ular.
"Kau.... kau.... kau bukan Cu In!!" Keng Han menatap wajah yang cantik jelita itu. "Siapa kau....?"
Wanita itu menutupkan kembali cadarnya. "Aku adalah The Cu In, Han-ko. Engkau ini mengapakah?"
"Tapi, tapi.... wajahmu itu....!" Kembali dia menyingkap cadar itu, bahkan merenggut lepas dari kepala Cu In. "Engkau.... benarkah engkau Cu In isteriku?"
Cu In bangkit berdiri dan tersenyum manis sekali. "Aku memang Cu In, isterimu. Dan mulai malam ini aku meninggalkan cadarku, juga menghapus penyamaranku" "Jadi selama ini engkau menyamar" Kenapa engkau membohongi aku dengan penyamaranmu sebagai gadis yang cacat mukanya?"
"Aku memang sengaja hendak menguji cintamu, Han-ko. Akan tetapi engkau tetap mencintaku dengan wajahku yang buruk. Aku.... aku bersyukur dan berterima kasih sekali, suamiku...."
Keng Han melangkah maju dan merangkul Cu In yang menyembunyikan mukanya di dada suaminya sambil menangis.
"Akan tetapi mengapa" Mengapa engkau selama ini menyamar sebagai dara yang cacat mukanya dan mengenakan cadar?"
"Semua ini gara-gara sikap ibuku. Ibuku selalu menceritakan bahwa semua laki-laki itu jahat, bagaikan kumbang yang setelah menghisap madunya kembang lalu meninggalkannya begitu saja. Aku lalu menyamar sebagai gadis yang buruk muka karena cacar, lalu memakai cadar agar jangan ada laki-laki mencintaku. Tidak tahunya muncul engkau, laki-laki bodoh yang jatuh cinta kepadaku! Tidak ada yang mengetahui rahasiaku ini kecuali ibuku. Suciku sendiri pun tidak tahu. Yang mengetahui hanya ibuku dan ibumu."
"Ibuku....?" Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
365 "Ya, ibumu. Lupakah engkau betapa ibumu ingin melihat mukaku" Nah, ketika itulah aku melepas penyamaranku sehingga ibumu dapat melihat wajah aselinya. Akan tetapi aku berpesan agar beliau tidak membuka rahasiaku, juga tidak kepadamu."
"Ih, engkau nakal, In-moi!" kata Keng Han sambil menciumnya. "Kenapa engkau terus menyembunyikan dariku pada hal engkau tahu bahwa bagaimanapun rupamu aku tetap mencintamu?"
"Aku ingin menguji cintamu sampai penghabisan, sampai kita menikah. Tidak senangkah engkau melihat aku tidak cacat?"
"Tidak senang" Tentu saja aku bahagia sekali karena kalau begini aku tidak perlu menghajar orang!"
"Menghajar orang?"
"Ya, kalau engkau sudah membuka cadarmu dan ada orang yang mengejekmu, pasti kuhajar orang itu. Akan tetapi sekarang tidak akan, tidak ada yang mengejekmu, yang ada hanya memujimu."
Keng Han lalu merenggangkan dirinya dan memegang wajah itu pada kedua pipinya untuk dipandang dengan penuh perhatian. Hatinya menjadi sebesar gunung karena wajah isterinya benar-benar cantik seperti bidadari.
"Kenapa engkau....?"
"Mengagumi wajahmu yang begitu cantik seperti seorang dewi turun dari kahyangan saja."
"Ihhh, engkau membuat aku malu!"
"Biar, sebagai hukumanmu menggodaku sejak dahulu!" kata Keng Han sambil mendekatkan mukanya dan mencium isterinya.
Sampai di sini selesailah kisah ini yang berakhir dengan kebahagiaan orang-orang yang membela kebenaran dan keadilan, dan berakhir dengan kesengsaraan bagi mereka yang berwatak jahat dan menjadi budak dari nafsu mereka sendiri. Semoga ada manfaatnya bagi kita semua.
T A M A T Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
366 Anak Pendekar 25 Neraka Hitam Seri Bara Maharani Karya Khu Lung Patung Emas Kaki Tunggal 1
^