Pencarian

Suling Pualam Rajawali Terbang 2

Suling Pualam Dan Rajawali Terbang Karya Peng An Bagian 2


kepada siapapun juga, dari siapa ia dapatkan pelajaran ilmu itu"
Cu Ling Cie mendengar disebutnya nama gurunya, lalu
merangkapkan kedua tangannya di dadanya.
74 "Hoat-hoa-am-cu adalah guruku, adakah Tan-heng pernah
kenal?" Ling Cie menjawab.
"Hoat-hoa-am-cu adalah seorang yang berilmu di kalangan
persilatan, ilmunya Pan-yok-sin-kang dan Hok-mo-kiam-hoat,
merupakan ilmu pukulan yang langkah di dunia persilatan. Cayhee tidak ada itu jodoh untuk bertemu padanya. Lie-hiap
keluaran dari golongan tulen, tidak heran ilmu silatmu begitu
tinggi, di kemudian hari kuharap supaya kalian suka seringsering memberi petunjuk."
Baru habis berkata atau mendadak seperti ingat sesuatu, hingga
ia menanyakan lagi: "Cay-hee dengar bahwa Hoat-hoa-am-cu
hanya mempunyai seorang murid, Cu Lie-hiap adalah muridnya
yang tunggal, tapi mengapa dengan Kim Tan berbahasakan
Suheng dan Sumoy......?"
Cu Ling Cie mendengari sambil pasang mata, dapat saksikan
sinar matanya yang jernih, satu tanda ia bukannya orang yang
bersifat jahat, apalagi ia pernah menolong jiwanya Kim Tan,
maka dengan sejujurnya ia memberi tahukan hal ikhwalnya ia
berguru dengan Sam Hie To-tiang bersama-sama Kim Tan.
Mendengar penuturan Ling Cie, Tan Cee berkata sambil
mengelah napas: "Ngo-bie dan Ceng-shia, sama-sama
mengeluarkan orang-orang yang berilmu tinggi, Sam Hie dan
Hoat-hoa-am-cu adalah orang-orang aneh di jamannya, tidak
heran kalau kalian ilmu silatnya demikian tinggi, Cay-hee
sungguh kagum." 75 Itu waktu, Ling Cie mendadak menggeser tempat duduknya,
mendekati Tan Cee sambil bersenyum, ia berkata: "Muridmuridnya guru ternama, juga banyak yang tidak keruan, dalam
air butek kadang-kadang juga bisa tumbuh kembang terate.
Perbedaan antara baik dan jahat, hanya perubahan pikirannya
dalam tempo sekejapan saja, mengapa Cie-cie begitu
merendahkan diri?" Tan Cee dengar Ling Cie membahasakan padanya Cie-cie, tahu
bahwa anak dara ini sudah mengenali dirinya, yang memangnya
seorang wanita yang menyaru pria, pipinya yang putih, seketika
itu lantas berubah merah, tidak dapat menjawab.
"Cie-cie sangat cantik laksana bidadari, meskipun berdandan
secara pria, masih tetap tampan, cakap. Kulihat di pinggangmu
ada terselip itu seruling batu kumala dan di badanmu ada
menyimpan obat pemunah racun pasir berbisa, bukankah nyata
sekali yang kau ini adalah Giok-tek-hwie-sian, Han Ing"
"Orang-orang dari agama Pek-kut-kauw, di kalangan Kang-ouw
meskipun jahat dan banyak dosanya, tapi Cie-cie ternyata
dikecualikan. Hatimu putih bersih, sedikitpun tidak ternoda
lumpur kotor. Sudah lama Siau-moy merasa sangat kagum, hari
ini kita bertemu, sungguh satu hal yang menggembirakan bagiku
selama ini. Aku ingin angkat saudara dengan Cie-cie,
bagaimana pikiranmu?"
Mendengar perkataan Ling Cie itu, lama sekali Tan Cee berpikir,
tidak tahu bagaimana harus menjawab. Barusan waktu mereka
bertemu di atas perahu, ia tahu mereka bertiga hendak pergi ke
76 bukit Kun-San, maka ia mencegah dengan halus, untuk
menghindarkan terjadinya hal-hal yang tidak diingini. Tidak
nyana Cu Ling Cie perkataannya agak sombong, sehingga
merasa panas hatinya, dan timbul pikirannya hendak mencobacoba kepandaiannya. Begitulah mereka akhirnya adu tenaga
dalam, barulah mengerti bahwa kepandaian mereka memang
sukar dijajaki. Ia juga ingin sekali bersobat dengan kedua
pemuda ini. Siapa tahu Jie-suhengnya mendadakan muncul di atas Oey-helauw, dan mencurigai dirinya ada hubungan apa-apa dengan
Kim Tan. Ia kenal baik Suhengnya itu memang seorang yang
hatinya sangat cupat, tentunya akan mencari onar. Apa mau ia
sendiri tidak dapat membantu Kim Tan secara terang-terangan.
Menunggu sampai kentongan berbunyi tiga kali, ia tidak dapat
menahan sabarnya lagi, maka lalu berdandan, dan mengunjungi
tempat menginap mereka bertiga. Tidak dinyana sama sekali
kalau dalam kunjungannya itu telah dapat menolong jiwanya Kim
Tan. Cu Ling Cie lihat dia menjublek sedang berpikir, namun tidak
menjawab pertanyaannya, kembali ia bertanya: "Ci-cie, kau pikir
perkataanku tadi bagaimana" Apakah kau tidak sudi bersaudara
dengan aku?" Mendengar pertanyaan ini, Han Ing segera ingat nasib dirinya
sendiri. Sedari kecil dipungut anak oleh Pek-kut-sin-kun,
sehingga dewasa dan mendapat didikan ilmu silat yang
sempurna pula. 77 Meskipun ia tidak setuju sepak-terjangnya orang-orang dari
agama Pek-kut-kauw ini, namun kepandaian ilmu silatnya adalah
dari mereka, sehingga tidak dapat berbuat suatu apa. Mengingat
sampai disini, ia lantas menangis tersedu-sedu.
Cu Ling Cie yang berperangai halus serta masih putih bersih, tak
tahan menyaksikan keadaan yang menyedihkan itu, maka ia pun
turut menangis. Han Ing menangis sepuas-puasnya, kesusahan
yang selama ini menempati hatinya, malah buyar seketika.
Menghadapi seorang gadis cantik molek laksana setangkai
bunga yang sedang mekar ini, ia lalu menyusut air matanya dan
menepok pundaknya Ling Cie.
"Moy-moy ada begini cantik, Suhengmu sungguh beruntung."
Demikian ia berkata sambil menggoda.
Cu Ling Cie yang sejak kecil hidup di pegunungan, tidak
mengerti soal pria dan wanita, digoda demikian, sedikit pun tidak
merasa malu atau marah, malahan berkata sambil tertawa
bercekikikan. "Kau panggil aku Moy-moy, berapakah usiamu sekarang?"
"Aku tahun ini sudah masuk duapuluh tahun, dan kau?"
"Kebetulan sekali, kau ada bersamaan usia dengan Engko Tan,
aku lebih muda dua tahun dari kau."
Han Ing itu waktu sedang mengawasi Kim Tan yang berbaring di
pembaringan hatinya mendadak timhul suatu perasaan yang
78 aneh. Untuk mencegah supaya jangan sampai diketahui oleh
Ling Cie, ia berdaya supaya tetap tenang.
"Tidak salah toh aku panggil kau Moy-moy, aku lebih tua dua
tahun, pantas menjadi kakakmu."
"Setelah kau sudi anggap aku sebagati adikmu, hari ini kau ada
barang, antaran apa untuk hadiah padaku?"
Han Ing tidak sangka Ling Cie mengeluarkan pernyataan
demikian, sesaat menjadi kemekmek.
"Kini aku tidak membawa barang apa-apa, jikalau kau suka, lain
hari aku akan bawakan sekedar sebagai tanda mata."
"Aku mengingini barangmu yang paling berharga, tapi sekarang
aku tidak akan katakan, lain waktu jika aku memintanya, kau
tidak boleh menolak."
Han Ing dibikin bingung oleh pertanyaan Ling Cie ini, ia cuma
bisa menyahuti dengan sembarangan.
"Asal kau senang dan yang aku dapat lakukannya, tidak nanti
aku akan menolak." Kemudian ia menepok kedua tempat totokan pada dirinya Kim
Tan dengan perlahan. "Sekarang Suhengmu sudah tidak menjadikan halangan apaapa, besok aku akan kembali lagi untuk mengganti obat."
Sehabis berkata ia lalu minta diri kepada Ling Cie, dan sesaat
79 kemudian ia sudah keluar dari kamar dan menghilang di tempat
gelap. Cu Ling Cie lihat Kim Tan sedang tidur nyenyak, tidak tega ia
mengganggu, maka ia tetap duduk di sampingnya, dalam
hatinya sangat gembira. Tidak lama kemudian, cuaca mulai
terang, Ma Beng dengan wajah lesu melangkahkan tindakannya
ke dalam kamar. "Bagaimana dengan lukanya Kim Tan Hian-tit?" Ia menanyakan
kepada Ling Cie. "Empe jangan kuatir, kau lihat, bukankah dia sedang tidur
nyenyak?" Ma Beng segera memandang wajah Kim Tan. Benar sudah tidak
pucat lagi, ia tahu lukanya sudah mulai sembuh. Hanya ia tidak
mengerti bagaimana racun yang berbisa itu dapat dipunahkan.
Cu Ling Cie segera menceritakan hal ikhwalnya Tan Cee
mendadak datang dan dengan cara bagaimana ia
menyembuhkan lukanya Kim Tan.
Ma Beng tetap masih belum mengerti, hingga ia menanyakan:
"Obat pemunah racun senjata rahasia pasir berbisa, hanya Pekkut-sin-kun dan murid-muridnya yang mempunyai. Bagaimana
Tan Cee dapat mengambil obat itu?"
Ditanya demikian, Ling Cie lalu menceritakan bagaimana ia telah
membuka rahasianya Tan Cee, yang sebenarnya adalah Han
Ing yang menyaru, kemudian mengutarakan pikirannya.
80 "Lo-hu kali ini betul-betul sudah lamur, mengapa sampai Gioktek-hwie-sian menyaru lelaki tidak dapat mengenali," Ma Beng
berkata sambil mengelah napas.
Cu Ling Cie yang menyaksikan Ma Beng menunjukkan sikap
yang terheran-heran, ingin menggoda lebih jauh.
"Empe Ma, rasanya masih banyak yang Empe belum
mengetahui, tahukah Empe, aku dan Engko Tan ini murid
siapa?" Ditanya begitu, tercengang juga perasaannya, dengan
gelagapan ia menjawab: "Meski aku tahu kalian punya ilmu silat
yang hebat, namun belum mengenali kalian sebenarnya
keluaran dari golongan mana."
"Baiklah sekarang kuberitahukan kepadamu."
Ling Cie segera menceritakan asal usulnya, hingga Ma Beng
yang mendengari sebentar-sebentar keluarkan pujiannya.
"Tidak dinyana kalian ada murid-murid dari dua orang pandai
dan berilmu sangat tinggi di ini zaman, pantas kepandaianmu
begitu hebat. Han Ing juga tidak jelek ilmu silatnya, romannya
pun cantik, dan yang lebih berharga ialah, ia keluaran dari
golongan Pek-kut-kauw yang terkenal jahat, tapi ia sendiri tidak
suka bercampuran dengan mereka. Aku setuju dengan
pikiranmu, kita nanti coba dayakan agar mereka bisa terangkap
jodoh. Dengan demikian, kita nanti akan dapatkan pembantu
81 Giok-tek-hwie-sian dari dalam, hingga
menumpas kawanan orang jahat itu."
dengan mudah Mendengar perkataan Ma Beng, Cu Ling Cie kerutkan alisnya.
"Waktu kita turun gunung, Sam Hie To-tiang Suhu pernah pesan,
kecuali membasmi musuh kita yang telah mencelakakan ayah
bunda kita, tidak boleh sembarangan melakukan pembunuhan."
Mendengar pernyataan Cu Ling Cie itu, Ma Beng sangat kagum
terhadap mereka guru dan murid, yang ternyata bukan orangorang sembarangan.
Itu waktu, matahari sudah naik tinggi, Tan Cee juga sudah
kembali untuk mengganti obatnya Kim Tan, hingga Ma Beng pun
turut menyatakan terima kasihnya.
Sebentar kemudian, Kim Tan sudah mendusin dari tidurnya,
ketika ia membuka matanya dan dapat lihat Tan Cee duduk
didampingnya, merasa terheran-heran. Tan Cee tidak berkata
apa-apa, hanya bersenyum memandang Kim Tan.
Kim Tan selagi hendak bangun, paha kirinya dirasakan sangat
sakit, hingga berteriak kesakitan.
Cu Ling Cie segera maju menghampiri dan menahan badannya.
Kemudian berkata kepadanya:
"Kim suheng malam terkena serangan pasir beracunnya Phoa
Cay, sehingga membikin cape Empe Ma, yang harus pergi jauh
untuk mencari obat, tapi akhirnya tidak berhasil. hingga kembali
82 dengan tangan kosong. Untung keburu ditolong oleh Tan-heng
ini, yang sudah memperlukan datang malam-malam untuk
mengeluarkan racunnya dari pahamu, dan kini ia datang lagi
untuk menukar obat."
Kim Tan baru mengerti, kemudian ia menyatakan: "Dengan
demikian, Tan-heng adalah tuan penolongku." Sehabis berkata,
lalu mengulur tangannya, dengan kencang menyekal lengannya
Tan Cee. Dipegang secara demikian, wajahnya Tan Cee berubah merah
seketika. Tapi karena Kim Tan tidak mengetahui kalau ia
seorang wanita, maka tidak dapat mempersalahkan padanya.
Cu Ling Cie yang menyaksikan dari samping, diam-diam merasa
sangat geli, tapi ia berlaga tidak tahu, dan membiarkan mereka
berpegangan erat-erat. Adalah Ma Beng yang sudah kenyang makan asam garam,
melihat keadaan Tan Cee yang sedang menekan rasa malu,
dikuatirkan ia nanti menjadi kurang senang, maka lalu berkata
pada Tan Cee: "Tan Lo-tee, lekaslah ganti obatnya, supaya
lukanya cepat-cepat sembuh dan bisa turut menghadiri
pertemuan di bukit Kun-san."
Menggunakan ini ketika, ia melepaskan tangannya dari
cekalannya Kim Tan, lalu mengeluarkan obat dari dalam
sakunya. Ia berkata kepada Ma Beng sambil mengobati pahanya
Kim Tan. 83 "Ma Lo-cianpwee, senjata pasir beracun dari Pek-kut-kauw,
adalah senjata rahasia yang paling jahat dan sangat berbisa,
orang biasa terkena senjata ini, dalam tempo sekejap racunnya
dapat menyerang jantung, hingga sang korban akan melayang
jiwanya. Untung Kim-heng ilmu dan tenaga dalamnya sangat
tinggi, dan lagi sudah minum obatnya Sam Hie To-tiang yang
dapat melindungi jantungnya, sehingga terlepas dari bahaya
maut. "Semalam aku sudah potong dan buang dagingnya yang busuk
dan sekalian racunnya yang menempel di dalamnya, setelah
diobati bubuk tunggal kaum Pek-kut-kauw, tidak akan menjadi
halangan apa-apa. Dengan tenaga dalamnya Kim-heng yang
kuat, dalam tempo lima-enam hari tentu akan sembuh seperti
sedia kala. "Pertemuan di bukit Kun-san, ditetapkan pada bulan Tiong-chiu,
sekarang masih ada banyak tempo untuk merawat lukanya Kimheng dan setelah sembuh sama sekali, baiklah pesiar dulu ke
Shia-ling-kie, Tong-ting dan lain-lain tempat, kemudian ke Kunsan. Tidak perlu tergesa-gesa."
Kim Tan yang sudah menerima kebaikan Tan Cee, sudah tentu
tidak dapat menolak usulnya ini. Hanya ia masih tetap merasa
sangsi, dari mana Tan Cee dapatkan obat pemunah racun yang
semata-mata menjadi miliknya kaum Pek-kut-kauw. Namun ia
merasa tidak enak untuk menanyakan lebih jauh.
84 Beberapa hari telah lewat, lukanya Kim Tan sudah sembuh
sama sekali. Tan Cee menepati janjinya untuk mengajak mereka
bertiga pesiar ke tempat yang ia pernah usulkan.
Setelah bergaul dan berkumpul beberapa hari, Kim Tan dapat


Suling Pualam Dan Rajawali Terbang Karya Peng An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tahu hahwa Tan Cee bukan saja tinggi ilmu silatnya, tapi juga
dalam ilmu suratnya, dengan demikian, maka perhubungan
mereka semakin erat. Tapi satu hal yang aneh ialah: setiap kali
Kim Tan berada bersama-sama dengan Tan Cee, Cu Ling Cie
dan Ma Beng selalu sengaja menyingkirkan diri untuk
membiarkan mereka berdua saja. Hal ini membikin Kim Tan
tidak habis mengerti. Setelah beberapa hari pesiar, mereka hendak meneruskan
perjalanannya ke Tong-ting dengan naik perahu, tapi aneh,
semua tukang perahu tidak ada yang berani berlayar ke Tongting. Menyaksikan keadaan demikian, empat orang merasa
heran, mengapa meski dengan upah yang besar, tak ada juga
yang mau pergi. Mereka segera mencari keterangan kepada tukang perahu,
barulah diketahui bahwa cabang Pek-kut-kauw yang menjadi
gara-garanya. Karena Pek-kut-kauw cabang tempat ini, selalu
melakukan keganasan di perairan Tong-ting-ouw, sehingga
setiap perahu yang berlayar, tidak ada satu yang lolos.
Kim Tan, Cu Ling Cie dan Ma Beng yang mendengar penuturan
ini menjadi sangat murka. Tan Cee, meski tidak dikentarakan air
mukanya namun diam-diam pun merasa gemas.
85 Selagi dalam kebingungan, mendadak terdengar sebuah suara
yang kemudian disusul dengan munculnya sebuah perahu kecil
dari dalam alang-alang. Delapan pasang mata dengan berbareng ditujukan pandangannya ke arah perahu kecil tersebut. Di atas perahu
tersebut berdiri seorang nelayan tua, memakai tudung lebar,
jenggotnya yang putih laksana perak bergoyang-goyang tertiup
angin. Di belakang kakek itu berdiri seorang muda, mereka
semuanya mempunyai potongan tubuh yang kuat dan sepasang
matanya selalu, memancarkan sinar yang tajam, kelihatannya
bukan orang sembarangan. Nelayan tua itu seolah-olah mengetahui empat orang ini akan
menyewa perahu untuk berlayar ke Tong-ting, tapi tidak sebuah
perahu pun yang berani. Ia berkata dengan suara nyaring
kepada empat orang tersebut:
"Banyak orang pada takut keganasan kaum Pek-kut-kauw,
sehingga tidak berani berlayar sampai ke Tong-ting, tapi aku
tidak." Empat orang itu mendengar perkataan si kakek sangat girang
sekali. Setelah perahunya mendekati, Kim Tan lalu menjura
untuk memberi hormat kepada nelayan tua itu sambil berkata:
"Beruntung Lo-tiang sudi membawa kita ke bukit Kun-san, kita
ucapkan banyak-banyak terima kasih."
86 Mendengar pernyataan Kim Tan, kakek tua itu buru-buru
merendahkan diri. Dan Tan Cee lantas mengeluarkan sepotong
emas diberikan kepadanya.
"Sedikit barang yang tidak berharga ini sebagai tanda hormat
kita, harap Lo-tiang suka menerima."
Nelayan tua itu tadinya tidak mau terima, setelah dibujuk oleh
Ma Beng barulah mau terima, yang diserahkan kepada itu anak
muda, untuk membeli barang makanan di darat, guna tangsal
perut mereka di perjalanan.
Perahu itu meski tidak besar, tapi mempunyai tiga ruangan
kamar kecil, di bagian depan dan belakang masing-masing ada
sebuah kamar lagi untuk tidur nelayannya sendiri.
Sebetulnya Kim Tan ingin bersama Tan Cee di kamar tengah,
tapi telah didahului oleh Ling Cie, ia disuruh tidur di kamar
depan, Ling Cie sendiri di kamar tengah, Tan Cee dan Ma Beng
di kamar belakang. Kim Tan merasa kurang enak terhadap Tan
Cee dengan cara pembagian kamar Ling Cie ini, tapi tidak
berkata apa-apa. Itu waktu, matahari sudah mulai doyong ke barat. Kakek nelayan
suruh anak muda pasang layar dan berangkat menuju ke tempat
tujuannya. Waktu magrib, kakek nelayan menyediakan ruparupa hidangan yang terdiri dari kepiting, ikan, daging dan
sebagainya bersama dua botol arak.
87 "Lo-tiang begini baik memperlakukan kita, malahan bikin kita
merasa tidak enak." Demikian kata Tan Cee ketika menyaksikan
persediaan hidangan malam yang demikian royalnya.
"Kita bukannya orang-orang yang asing lagi, mengapa begitu
banyak peradatan. Jika mesti berhitungan, barusan Tan Kongcu
berikan hadiah sepotong uang emas kepadaku, untuk makan
satu tahun juga belum habis." Kakek nelayan itu menjawab
sambil tertawa. Ma Beng lihat sang kakek ini begitu baik hati, maka lantas tidak
malu-malu lagi dan ajak kawan-kawannya bersantap.
Sesudah habis bersantap, Tan Cee sangat gembira dengan
keadaan sekitarnya, maka lalu mengeluarkan serulingnya.
Dengan bersenderan di tiang layar, sambil memandang puteri
malam, ia mulai meniup. Kim Tan yang hanya terpisah satu ruangan, waktu menyaksikan
Tan Cee meniup serulingnya, wajahnya seolah-olah
menunjukkan perasaan yang muram. Suara serulingnya pun
sangat memilukan hati. Selagi asyik mendengarkan, mendadak
terdengar pula suara tiupan lain seruling lagi yang lagunya
berapi-api, yang agaknya sedang menuntun suara seruling Tan
Cee ke arahnya. Kim Tan yang memperhatikan suara seruling itu, segera dapat
tahu bahwa suara seruling itu dari kamar depan datangnya. Ma
Beng ketika mendapat dengar suara seruling itu mendadak ingat
satu orang. Selagi hendak menanya, kakek nelayan itu dengan
88 tangan membawa seruling besinya masuk ke kamar. Ma Beng
mendapat lihat benda itu, segera tertawa bergelak-gelak.
"Dengar kabar di daerah sekitar Kang-hway ini ada seorang
nelayan yang bergelar nelayan berseruling besi, bukankah Lotiang adanya?"
"Aku si tua bernama Kheng Ling, nelayan berseruling besi betul
adalah gelarku. Barusan aku mendengar suara seruling, segera
merasa gatal tanganku, harap jangan dibuat tertawaan. Aku
ingin tanya, Lo-tiang bukankah orang yang disebut Ma Beng?"
Nelayan berseruling besi ini setelah memperkenalkan dirinya,
segera Ma Beng perkenalkan kawan-kawannya.
"Kedua pemuda ini adalah Kim Tan dan Cu Ling Cie, dan ini
adalah kawan yang baru kita kenal Tan Cee. Tidak tahu Lotiang, kali ini datang kemari ada keperluan apa?" demikian Ma
Beng menanya. "Kedatanganku ini mungkin ada hubungannya dengan Ma Tayhiap."
Ma Beng kaget mendengar pernyataan Kheng Ling ini. Ia ingin
minta penjelasan, sebaliknya Kheng Ling membalas menanya:
"Di dalam kaummu bukankah ada seorang yang bernama Tek
Seng Hiong?" Kembali Ma Beng dibikin heran, dengan wajah muram ia
menjawab: "Orang ini pada duapuluh tahun berselang karena
melanggar peraturan kaum kita, telah memasuki golongan
89 Goan-cin-siang-to. Toa-suheng Khau-sian Hiong Lip Khun, oleh
karena soal ini, telah datang sendiri ke Goan-cin-koan, kepada
Siok minta kembali orang tersebut.
"Tidak dinyana Siok berpura-pura menyanggupi, lantas
melakukan serangan menggelap, sehingga Toa-suheng terluka
berat, dan bikin aku mesti melakukan perjalanan jauh ke Biauwciang, untuk mencari obat. Hampir saja aku mati ditelan ular
kalau bukannya ditolong oleh Dewi tangan ganas Lie Hun Cun.
Dan dengan pertolongannya pula baru aku dapat membunuh
ular besar itu serta dapat menyembuhkan luka Toa-suheng.
"Karena murka, Toa-suheng akhirnya mengasingkan diri untuk
melatih ilmu Sao-yang-sin-kang sepuluh tahun lamanya, hendak
bikin perhitungan dengan Goan-cin-siang-to, siapa nyana
musuhnya sudah dikalahkan oleh Sam Hie To-tiang. Sekarang
ini tidak tahu sudah sembunyi dimana. Tek Seng Hiong juga
tahu sedang dikejar oleh kaumnya sendiri, kabarnya sekarang
sudah masuk kaum Pek-kut-kauw. Kedatangan Kheng-heng
kemari bukankah lantaran dia?"
"Dua tiga bulan yang lalu, waktu Siau-tee pesiar ke An-khing
pernah bertemu dengan penjahat itu, dan berjanji kepadanya,
bahwa pada nanti tanggal sepuluh bulan delapan, kita bertemu
di Shia-ling-kie untuk mendapat keputusan siapa yang menang
dan siapa yang kalah. Kau ada mempunyai ganjelan hati
dengannya, boleh kiranya kau nanti memberi sedikit bantuan
padaku?" 90 Ma Beng segera menyanggupi. Ia tidak nyana disini akan
bertemu dengan si nelayan seruling besi, dan malahan
mendapat kabar dimana adanya Tek Seng Hiong yang bertahuntahun ia sedang cari. Maka ia bukan saja menyanggupi untuk
memberi bantuan tenaga, malahan ia perkenalkan Kim Tan, Cu
Ling Cie dan Tan Cee yang masing-masing mempunyai
kepandaian tinggi. Dengan bantuan mereka bertiga, meski Tek
Seng Hiong sudah masuk anggota Pek-kut-kauw dan akan
dibantu olehnya, juga tak usah kuatir tidak bisa menangkap
padanya. Tapi Kheng Ling yang melihat mereka masih sangat
muda remaja, dalam hatinya masih sangsikan kepandaiannya.
Dalam perjalanan ini, mereka lewatkan waktunya sambil
mengobrol ke barat dan ke timur, tidak ketinggalan pula untuk
membicarakan soal-soal ilmu silat. Dalam pembicaraan ini,
Kheng Ling merasa sangat kagum kepada mereka yang ternyata
mempunyai pemandangan sangat luas dalam ilmu silat hingga
perasaan sangsinya lenyap seketika.
Meski perjalanan dilakukan sangat lambat, tapi mereka telah
sampai di Shia-ling-kie tepat pada waktunya, ialah pada tanggal
sepuluh bulan delapan, tanggal yang telah dijanjikan oleh Kheng
Ling dan Tek Seng Hiong. Tiba di tempat tujuannya, mereka memeriksa keadaan di
sekitarnya. Tempat itu merupakan satu tanah datar yang sangat
luas, di sekitarnya dikelilingi oleh pepohonan yang lebat. Tempo
yang mereka janjikan ialah jam tiga malam.
91 Meski baru jam satu tengah malam, tapi Ma Beng berempat
masing-masing sudah memilih tempat di atas pohon besar untuk
sembunyikan diri. Kheng Ling dengan seruling besinya di
tangan, duduk di atas batu besar, untuk menanti kedatangan
Tek Seng Hiong. Kim Tan dulu waktu mengambil mustika bersama Sam Hie Totiang pernah makan obat mustajab, maka pemandangan
matanya sangat tajam. Pada sebuah pohon besar kira-kira tigaempat tumbak jauhnya, ada duduk seorang, sayang karena
kealingan daun lebat, wajahnya tidak terlihat tegas. Tapi melihat
tempat duduknya dan caranya naik turun dari pohon yang begitu
gesit dan enteng, sungguh hebat ilmunya mengentengi tubuh.
Sayang karena tidak jelas wajahnya, maka belum diketahui ia
adalah kawan atau lawan. Jam dua lewat, dari sebelah timur mendatangi seorang yang
berusia kira-kira empatpuluh tahun, wajahnya tirus panjang, di
tangan kirinya menggendong sepasang tongkat besi tangan
kanannya menuding Kheng Ling, berkata sambil tertawa
berkakakan. "Kau tua bangka yang tidak tahu diri, tiga bulan yang lalu, kau
telah merusak rencanaku. Sekarang masih berani datang
kemari, kiranya sudah bosan hidup, di tempat ini adalah tempat
bersemayammu untuk selama-lamanya."
"Jahanam, tahukah kau perbuatan jahatmu yang kau pernah
lakukan selama duapuluh tahun ini, sungguh susah dilukiskan
dengan pena. Hari ini aku si orang tua dengan tidak memikirkan
92 perjalanan yang beberapa ribu pal jauhnya untuk menepati janji,
maksudnya ialah untuk membasmi kejahatan. Di tempat ini
dekat sekali dengan bukit Kun-san, jangan kau kira dapat
mengandal bantuan mereka. Sekarang marilah menerima
kematianmu," Kheng Ling menyahut sambil tertawa dingin.
"Tua bangka, sungguh sombong perkataanmu, dengan
kepandaianmu yang tidak berarti ini, apakah yang kau mampu
berbuat terhadap aku" Tuan besarmu Tek Seng Hiong belajar
ilmu silat, maksudnya ialah untuk malang melintang di kalangan
Kang-ouw, kau tidak suka lihat atau mengiri?"
Baru habis berkata, mendadak ada benda yang terbang
mendatangi dan tepat mengenakan mukanya, hingga ia
berkaok-kaok kesakitan. Waktu membuka mulutnya, dua gigi
depannya ternyata jatuh di tanah.
Ketika ia melihat benda apa itu yang menimpah mukanya,
ternyata cuma sepotong tangkai kayu kering. Ia lantas pasang
mata melihat sekitarnya, tapi tidak terlihat bayangan satu
manusia pun juga. Amarahnya tak terkendalikan lagi, maka ia
lalu angkat sepasang tongkatnya, menyerang ke arah Kheng
Ling sambil membentak: "Aku kira kau hanya datang seorang diri, tidak tahunya telah
membawa kawan untuk membokong tuan besarmu, orangorangku juga segera datang. Ini malam kau si tua bangka kalau
bisa terlepas dari sepasang tongkatku ini, percuma aku jadi
manusia." 93 Cu Ling Cie yang mendengar ia sangat terkebur, segera hendak
turun tangan, tapi dicegah oleh Kim Tan. Dengan jarinya ia
menunjuk ke arah pohon besar di sebelah kiri. Cu Ling Cie
segera mengerti, hingga tidak berani bergerak sembarangan.
Kheng Ling bersuit panjang, kemudian berkata kepada Tek Seng
Hiong. "Jahanam, meski kau membawa banyak kawan, aku si tua
bangka tidak takut, suruhlah mereka menerima kematian
sekalian." Tek Seng Hiong tertawa dingin sepasang tongkatnya menyerang
Kheng Ling. Sambil egoskan tubuhnya, Kheng Ling maju setindak, hingga
serangan Tek Seng Hiong jatuh di tempat kosong. Sebaliknya
ujung seruling Kheng Ling segera mengarah jalan darah pundak
kirinya Tek Seng Hiong. Dengan tabah Tek Seng Hiong tidak
kelit atau menyampok totokan itu, hanya agak mendongakkan
tubuhnya, untuk kasi lewat serangan Kheng Ling dan sekalian
tidak kasi kesempatan kepadanya untuk menarik kembali
serangannya, kemudian dengan sepasang tongkatnya ia
menyapu ke kanan ke kiri.
Untung Kheng Ling tidak menjadi gugup, dengan melesat
setinggi tujuh-delapan kaki ia menghindarkan serangan. Itu
waktu Kheng Ling segera mengeluarkan ilmu silatnya yang ia
pernah yakinkan sepuluh tahun lamanya untuk menempur Tek
Seng Hiong. 94 Kekuatan tenaga dalam kedua lawan ini sebetulnya sangat
berimbang, tapi senjata tongkatnya Tek Seng Hiong itu masingmasing terdiri dari dua bagian. Setiap bagian panjangnya dua
kaki dua dim, ditambah lagi dengan tempat sambungannya,


Suling Pualam Dan Rajawali Terbang Karya Peng An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hingga bisa merupakan senjata yang panjangnya enam kaki
lebih. Maka dapat digunakan untuk menotok, memukul,
menyontek, menyapu, memotong dan menindas senjata lawan,
dapat dilakukan sejarak satu tombak. Mau tidak mau Kheng Ling
ripuh juga melawannya. Tapi Kheng Ling yang sudah banyak pengalamannya, meskipun
untuk sementara tidak berdaya terhadap lawannya, sehingga
tidak berani sembarangan melakukan serangan. Namun setelah
duapuluh jurus dilalui, segera mengenal baik taktik lawannya.
Dengan bersuit panjang, ia mengeluarkan ilmu mengentengi
tubuh, sebentar-sebentar secara kilat menerobos di sela-selanya
tongkat lawan, untuk melakukan serangan di tempat-tempat
yang berbahaya. Sekejap saja kedua lawan itu sudah bertempur seratus jurus
lebih, tapi masih belum ketahuan siapa yang unggul. Tek Seng
Hiong mulai gugup, sepasang matanya jelilatan melihat keadaan
sekitarnya, karena itu, maka tongkat di tangan kirinya kena
disampok lawan dan terlepas dari tangannya.
Tek Seng Hiong kaget bukan main, ia, segera berteriak nyaring,
tubuhnya melesat dua tombak lebih untuk keluar kalangan.
Kheng Ling tidak memberikan kesempatan lawannya
menyingkirkan diri, dengan melesat pula ia mengejar.
95 Pada saat itu, mendadak terdengar suara nyaring: "Kheng-heng
jangan mengejar, harus berjaga-jaga jangan sampai tertipu oleh
akal muslihatnya." Suara itu disusul dengan melesat turunnya
satu bayangan hitam, dengan tangan kanannya mengerahkan
pukulan menembus udara, untuk menyerang Tek Seng Hiong
supaya tidak dapat sembunyikan dirinya. Dan tangan kirinya,
dengan perlahan menahan majunya Kheng Ling. Kedua gerakan
ini meski dilakukan secara bergiliran, tapi karena dalam tempo
yang sangat cepat, maka seolah-olah dilakukan secara
berbareng. Tek Seng Hiong yang tidak menjaga sama sekali
lantas tidak bisa berdaya.
Sebetulnya Tek Seng Hiong bukannya benar-benar kalah, itu
hanya tipu pura-pura kalah saja. Waktu dapat tahu Kheng Ling
sedang mengejar, ia lantas siap dengan ilmu pukulan tangan
setan yang berbisa. Tapi baru saja hendak keluarkan
serangannya, atau Ma Beng mendadakan melayang turun dari
atas pohon, dan melakukan serangan kepadanya dengan
menggunakan ilmu pukulan menembus udara, yang
mengenakan dadanya dan terpental sampai tujuh-delapan tindak
jauhnya, sebelah tangan kirinya pun terluka parah.
Selagi hendak memaki, mendadak melihat wajahnya Ma Beng,
yang ternyata ada Soesioknya sendiri. Karena tahu tidak
ungkulan, maka dengan perasaan ketakutan, ia segera
melarikan diri, Ma Beng juga tidak mengejar. Ia tetap berdiri di
tempatnya sambil tertawa dingin.
Tek Seng Hiong hendak melarikan diri ke arah timur, mendadak
dengar suara crek-crek yang keras, dari dalam rimba muncul
96 satu pengemis kaki satu dengan sebelah tangannya memegang
tongkat besi. Tek Seng Hiong lihat pengemis ini seolah-olah bertemu dengan
setan, lebih takut dari bertemu Ma Beng. Ia lalu putar tubuhnya
hendak mdarikan diri ke barat, tapi dari sebelah barat itu pun
terdengar suara tertawa dingin:
"Baik atau jahat akhirnya tentu mendapat pembalasan. Penjahat
yang berbuat banyak kejahatan, tahun depan hari ini adalah
ulang tahun dari hari wafatmu. Kecuali ke akherat, tidak ada
jalan lain untuk kau melarikan diri."
Suara itu disusul dengan munculnya seorang tua yang
membawa tongkat bambu berwarna merah, setindak demi
setindak mendekati Tek Seng Hiong.
Dengan munculnya kedua orang tua ini, mukanya Tek Seng
Hiong pucat seketika, kalau barusan ia sangat sombong dan
garang, kini badannya mendadak gemetaran, dengan suara
terputus-putus ia hanya dapat keluarkan: "Hoa Lo-su, Ling Hok
Hoat......" Selagi hendak meneruskan perkataannya, dari atas kepalanya
mendadak terdengar suara nyaring: "Baik atau jahat akhirnya
ada pembalasannya, terbang tinggi atau lari jauh juga susah
menyingkirkan diri. Kita telah menjelajah kemana-mana untuk
mencari kau, dengan susah payah baru diketemukan. Jika kau
kenal selatan, lekaslah serahkan dirimu, agar kita tidak perlu
turun tangan lebih jauh."
97 Tek Seng Hiong mendongakkan kepalanya, ia lihat di atas
pohon yang tingginya kurang lebih lima-enam tombak, berduduk
seorang kurus kering berumur setengah tua, baru habis berkata,
ia lalu melayang turun laksana daun kering yang jatuh di tanah,
tidak ada suaranya sama sekali.
Satu tanda betapa tinggi ilmunya orang tersebut. Orang ini
bukan orang lain, ialah Ciang-bun-jin golongannya Tek Seng
Hiong, Hiong Lip Khun. Tek Seng Hiong tidak mengira bahwa empat orang tertua dari
kaumnya telah muncul berbareng dengan maksud mencari
padanya. Ia tidak ada harapan lagi untuk melarikan diri, tapi jika
tertangkap oleh mereka, berarti akan menerima hukuman yang
lebih berat. Sementara itu, orang-orang yang menjanjikan
hendak memberi bantuan, satu pun belum ada yang muncul.
Maka selain meratap minta diampuni, tidak ada lain jalan lagi
baginya. Ia lantas mendekam di hadapan mereka sambil
badannya gemetaran. Ma Beng melihat Suheng dan kedua Su-tee nya muncul
berbareng, sangat kaget, buru-buru memberi hormat. Khau-sian
Hiong Lip Khun segera berkata sambil tertawa: "Ma Su-tee
jangan terlalu banyak peradatan, itu tiga sobat kecil di atas
pohon mengapa tidak diajak bertemu kita."
Selagi Ma Beng hendak memanggil Kim Tan, Cu Ling Cie dan
Tan Cee, mendadak dari rimba terdengar suara nyaring: "Tek
Seng Hiong, jangan begitu pengecut, meminta diampuni sambil
98 berlutut, lekaslah bangun. Kau sudah menjadi orang dari
kaumku, siapa yang berani mengganggu selembar saja
rambutmu." Dari dalam rimba lantas muncul seorang muda dan seorang tua.
Yang muda mengenakan pakaian serba hijau, dia itu adalah
salah satu dari orang ganas Pek-kut-kauw, Phoa Cay.
Yang tua usianya sudah lebih dari enampuluh tahun, badannya
kurus pendek, di pinggangnya dililit dengan sabuk kulit yang
lebarnya tiga-empat chun, kanan kirinya sabuk kulit itu
bergelantungan kantong kulit yang tidak sepadan besar kecilnya,
di mulut kantong kulit itu terselip beberapa buah pisau terbang
"Liu-yap-hwi-to". Kedua orang ini datang sambil bercakap-cakap
dan tertawa-tawa, seolah-olah tidak pandang mata sama sekali
orang-orang di depan matanya.
Tek Seng Hiong yang tadinya berlutut di tanah, waktu
mendengar suara kawannya datang, segera hendak berdiri
bangun, untuk mendekati Phoa Cay.
Khau-sian Hiong Lip Kun lihat Tek Seng Hiong hendak lari,
lantas bersenyum dan mengeluarkan jari tangannya ditujukan ke
badannya. Dengan suara yang mengerikan, Tek Seng Hiong
jatuh lagi di atas tanah, tidak bisa berkutik.
Phoa Cay sangat murka, lalu ia menuding Khau-sian sambil
memaki-maki. 99 "Kau barangkali adalah orang yang tertua dari golongan
pengemis ini. Barusan aku sudah mengatakan, Tek Seng Hiong
sudah menjadi orangnya Pek-kut-kauw, hingga tidak
mengijinkan orang lain merabah seujung rambutnya saja. Apa
kau kira dengan ilmu totokan "Tan-ci-sin-kong" ini dapat
menggertak lain orang?"
Berkata sampai disini, Phoa Cay mendadak dapat lihat Ma
Beng, ia segera mengira Kim Tan dan Cu Ling Cie juga berada
disini, hingga wajahnya berubah seketika. Setelah menengok ke
kanan-kiri tidak terlihat bayangan orang, baru perlihatkan
laganya yang garang lagi.
Hiong Lip Khun sebagai orang tertua dari kaumnya, tidak sudi
melayani Phoa Cay. "Kau ini si kurcaci yang tidak tahu malu, di Oey-he-lauw kau
sudah diampuni selembar jiwa anjingmu oleh Kim Hian-tit,
karena sayang kepandaianmu. Siapa kira kau lantas balas
kebajikan dengan kejahatan, dengan senjata rahasiamu yang
beracun kau lukai dirinya. Sakit hati ini, sedang hendak dibikin
perhitungan. Tidak tahunya kau sekarang kembali timbulkan
kekeruhan di sini. "Orang lain membereskan urusan rumah tangganya sendiri, ada
hubungan apa dengan kau" Apa perlunya kau turut campur
tangan" Baiklah kau lekas mundur, empat hari kemudian terima
nasibmu di bukit Kun-san. Jika tidak, kau kira akan dapat
pengampunan lagi seperti di Oey-he-lauw, kau jangan
mengimpi." 100 Phoa Cay yang mendapat ajaran ilmu silat dari Pek-kut-kauw.
Sejak keluar mengembara, malang-melintang di dunia
persilatan, belum pernah mendapat tandingan. Tidak nyana
telah dibikin terjungkal di Oey-he-lauw oleh Kim Tan, bagaimana
dapat menelan hinaan ini" Ia sedang hendak mencari
Suhengnya untuk membalaskan sakit hatinya, akhirnya nihil.
Dan kebetulan bertemu dengan Tek Seng Hiong, yang memberi
tahukan hendak bertempur dengan Kheng Ling pada malam hari
tanggal sepuluh bulan delapan itu, serta minta bantuannya.
Phoa Cay yang suka usilan dengan girang menerima permintaan
itu, tidak dinyana kalau akan bertemu dengan musuh lamanya,
maka setelah bertemu dengan Ma Beng, hatinya merasa
bercekat, tapi waktu tidak melihat Kim Tan, baru ia merasa lega.
Untuk menutupi perasaan malunya, Phoa Cay bermaksud
hendak turun tangan terhadap empat orang tertua dari kaum
jembel itu. Maka ia segera membalas perkataan Ma Beng.
"Tempo hari di Oey-he-lauw, tuan mudamu karena agak teledor,
hampir saja mengalamkan kekalahan, apa yang dibuat heran"
Lain waktu jika bertemu si orang she Kim itu, sudah tentu akan
aku tempur lagi untuk mendapat keputusan siapa yang mati dan
siapa yang akan hidup. Hari ini adalah si tua bangka ini yang
sialan, telah menggantikan si orang she Kim untuk menerima
kematiannya. Aku akan rubuhkan dulu orang tua yang menjadi
pujaan kamu ini, kemudian baru turun tangan terhadap kamu
kaum jembel, barulah merasa lega hatiku." Demikian ujarnya.
101 Hiong Lip Khun yang ditantang secara demikian, mana bisa
menahan sabarnya lagi, selagi hendak menjawab, mendadak si
pengemis berkaki satu sudah mendahului: "Dengan wajahmu
yang seperti mayat ini, mana tahan menerima pukulan "Saoyang-sin-kang". Anak yang baik, kau jangan temberang,
mungkin dengan aku si orang tua yang bercacat ini saja kau
tidak akan sanggup melawan, tidak percaya, boleh coba."
Perkataan itu lalu dibarengi dengan melesatnya tubuh, dan
dengan ilmu pukulan "Tay-san-ap-teng" ia menyerang batok
kepala Phoa Cay. Serangan itu dilakukan sangat cepat, tapi Phoa Cay sama sekali
tidak takut. Dengan tertawa dingin, ia tidak menyingkir atau
berkelit, dengan membalikkan telapak tangannya ia sambuti
serangan itu, hingga terdengar suara "plak". Phoa Cay
tergoyang kakinya, tapi pengemis kaki satu itu yang badannya
masih di udara agak rugi kedudukannya, hingga terpental kirakira lima-enam kaki jauhnya, baru bisa berdiri tegak. Dengan
beradunya tenaga itu, Phoa Cay segera mengetahui kekuatan
lawannya masih di bawah dirinya maka kembali perlihatkan
sikapnya yang sombong lagi.
"Aku kira kamu empat orang tua dari golongan pengemis berapa
hebat kekuatanmu, tidak kira kalau begitu saja. Ada lebih baik
maju berbareng, dan menerima kematian berbareng supaya
tidak usah aku mengantar kamu satu persatu ke akherat."
Demikian katanya sambil tertawa tergelak-gelak.
Empat orang dari golongan pengemis itu, yang tertua adalah
Khau-sian Hiong Lip Khun, kedua Ma Beng, ketiga Ling Hiong
102 dan keempat adalah si kaki satu Hoa Ceng Bu. Adalah Hoa
Ceng Bu ini yang adatnya paling keras, karena kakinya cuma
sebelah, maka kekuatan tenaganya dipusatkan di bagian atas,
latihan tangan kirinya dapat menghancurkan batu.
Selama merantau di dunia persilatan, belum pernah ketemu
tandingan, tidak dinyana kali ini telah menemukan tandingan
Phoa Cay, dan begitu bergerak lantas terpental, perasaan marah
dan malu tak tertahan lagi. Dengan bentakan keras, kembali
melesat ke udara dan menyerang Phoa Cay.
Pertempuran ini sangat hebat, hingga selingkaran sepuluh
tombak terasa samberannya angin dan mengepulkan debu dan
batu. Hiong Lip Khun yang menyaksikan dari samping, lantas tahu
bahwa Hoa Ceng Bu bukan tandingan Phoa Cay, ia berkata
dengan perlahan kepada Ling Hiong, "Kepandaiannya Phoa Cay
sudah sampai di puncaknya, Ceng Bu bukan tandingannya,
lekas kau gantikan dia, dengan ilmu pukulan "Hiang-mo-pang"
mu kau lawan dia, meski tidak bisa merebut kemenangan, tapi
juga tidak akan kalah......"
Tapi baru saja sampai di sini, atau Hoa Ceng Bu sudah terkena
pukulannya Phoa Cay yang dahsyat, tangan kirinya patah dan
rubuh di tanah tidak ingat orang.
Meskipun tahu lawannya sudah terluka parah, namun Phoa Cay
masih tidak mau memberi ampun, ia masih angkat tangannya,
hendak melakukan serangan yang mematikan. Dalam saat yang
103 berbahaya itu, Ling Hiong segera menghadang dan totol ujung
tongkatnya ke arah muka Phoa Cay.
Mau tidak mau Phoa Cay mesti urungkan niatnya, dan egoskan
kepalanya ia elakkan serangan Ling Hiong. Karena serangannya
dielakkan secara demikian, Ling Hiong lalu merubah serangan
totokan menjadi pukulan, diarahkan pundak kiri lawannya
sehingga membuat Phoa Cay kewalahan dan mundur beberapa
tindak. Karena senjatanya sudah patah di tangan Kim Tan, maka
kini ia melawan dengan tangan kosong.
Ilmu pukulan tongkat Ling Hiong adalah ilmu pukulan gabungan
dari senjata pecut, pedang, tumbak, pentungan dan Poan-koanpit yang dilebur menjadi satu. Meskipun Phoa Cay tinggi ilmu
silatnya, tapi menghadapi ilmu pukulan yang aneh ini, tak
berdaya ia membalas menyerang, sehingga berulang-ulang ia
mengundurkan diri. Hiong Lip Khun saksikan Ling Hiong sudah dapat menahan
Phoa Cay, maka ia lalu perintah Ma Beng segera mengobati
tangannya Hoa Ceng Bu yang patah dan ia sendiri hendak
menempur Phoa Cay.

Suling Pualam Dan Rajawali Terbang Karya Peng An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cian-pi-sin-mo Chek Hong, sebetulnya merasa keder terhadap
pengemis itu, hingga tidak berani bergerak sembarangan.
Kemudian setelah melihat Phoa Cay dengan mudah bisa
merubuhkan Hoa Ceng Bu, ia mulai pandang enteng lawannya,
dan menganggap yang lain juga begitu saja, maka ketika lihat
Hiong Lip Khun masuk kalangan pertempuran, ia segera
menyampiri, sambil angkat kedua tangannya ia memberi hormat.
104 "Hiong-heng jika ada kegembiraan, Cay-hee ingin mengawani
beberapa jurus." Demikian ia berkata sambil kerahkan tenaga
dalamnya untuk mencoba kekuatan lawan. Hiong Lip Khun
hanya bersenyum membalas hormat, dengan demikian hingga
kekuatan tenaga dalam dari dua orang itu lantas beradu.
Chek Hong yang sudah lama berkecimpungan dalam kalangan
Kang-ouw, segera tahu bahwa tenaga dalamnya masih kalah
jauh dari lawannya. Tapi karena sudah kepalang ia tidak
mundur, maka lalu membuka serangannya, dengan jari tangan
kanannya ia totolkan ke arah dada kanan lawannya.
Dengan tenang dan sambil bersenyum, Hiong Lip Khun
kebutkan kedua tangan bajunya yang rombeng, seolah-olah
kupu-kupu yang berterbangan di antara berapa puluh tangkai
bunga, ia menghindarkan setiap serangan dari Chek Hong.
Kecepatan dan keentengan tubuh lawan ini, bikin Chek Hong
terperanjat. Meski sudah mengeluarkan seluruh kepandaiannya,
namun ia tak dapat mengganggu sedikit pun badan Hiong Lip
Khun, hal ini sungguh di luar dugaan Chek Hong.
Jika pertandingan diteruskan, ia tentu akan mengalami
kekalahan. Memikir demikian, ia buru-buru melesat keluar dari
kalangan dan minta Hiong Lip Khun bertempur melawan senjata
rahasianya. Belum mendapat jawaban dari Lip Khun, ia sudah mengeluarkan
senjatanya yang berupa tongkat pendek, kemudian dengan
tangan kanan dan kirinya, menarik tongkat bagian kepala dan
buntutnya. Ternyata tongkat tengah-tengahnya kosong dan
105 terbagi menjadi tiga bagian yang tersambung menjadi kira-kira
dua kaki panjangnya. Senjata itu ia pegang di tangannya,
dengan mata tidak berkesip ia mengawasi Lip Khun.
Menyaksikan kenekatan Chek Hong, Lip Khun membuka
matanya lebar-lebar, dan membentak dengan suara keras:
"Chek Hong, kita satu sama lain tidak bermusuhan, maka hanya
main-main saja beberapa jurus, tidak perlu menurunkan tangan
jahat dan kejam. Tapi kau kini telah menggunakan senjata
hendak menempur aku, bukankah kau hendak mencari matimu
sendiri......?" Tapi belum habis perkataan Lip Khun, mendadak terdengar
suara nyaring, yang membikin kaget hatinya Chek Hong. Ia
segera tahu gelagat kurang baik, baru saja hendak menyingkir,
atau di depan matanya seolah-olah ada beberapa puluh bintang
yang berkredepan. Buru-buru ia menangkis dengan senjatanya, mendadak
terdengar suara "trang", senjata di tangannya sudah terputus
tinggal empat-lima chun. Bubuk beracun yang ditaroh di dalam
senjata tongkat itu lantas berubah menjadi asap berwarna
kuning, tapi kemudian disampok oleh kekuatan pukulan yang
sangat kuat, terdengar keempat penjuru. Di hadapannya berdiri
anak muda yang usianya baru kira-kira duapuluh tahun. Anak
muda itu menunjukkan wajah sedih, dalam tangannya
memegang sebuah pedang mustika.
Tadinya Kim Tan bersama Ma Beng, Cu Ling Cie bersembunyi
di atas pohon sambil menonton. Setelah Ma Beng perlihatkan
106 diri untuk menolong Kheng Ling yang hendak dijebak oleh Tek
Seng Hiong dan munculnya tiga orang tua dari golongan
pengemis serta menyaksikan bagaimana Phoa Cay
menjatuhkan Hoa Ceng Bu, Cu Ling Cie minta Kim Tan
perlihatkan diri untuk memberi bantuan. Tapi Kim Tan karena
lihat kawanan orang tua ini cukup kekuatannya untuk
menghadapi lawannya, dan ia sendiri sebagai golongan muda,
tidak pantas turut campur tangan di hadapan golongan tua,
maka sebegitu jauh tidak mau turun tangan. Tan Cee karena
mempunyai kesukarannya sendiri, juga tidak mau perlihatkan
diri. Itu waktu karena mendengar bentakan Lip Khun yang menyebut
lawannya Cian-pi-san-mo Chek Hong, baru tahu bahwa orang
tua kurus kering itu adalah musuh besarnya, yang itu hari pernah
membokong ayahnya dengan senjata rahasianya di Liok-phoasan. Tidak dinyana ia di sini akan ketemu dengan musuh
besarnya, maka tidak ayal lagi segera perlihatkan dirinya dan
sekali pukul lantas tidak memberi ampun lagi, sehingga senjata
musuhnya putus terpapas. Setelah dari dalam senjata mengeluarkan asap kuning, dan tahu
ada benda yang beracun, maka dengan pukulan "Tay-it-sinkang" ia membuat buyar racun itu. Setelah berhadapan dengan
Chek Hong, ia lihat senjata musuhnya sudah kosong, hanya
beberapa gebrakan saja sudah membikin musuhnya tidak
berdaya. Tapi sebagai seorang yang jujur, ia tidak mau
membunuh orang yang tidak bersenjata, maka ia menuding
dengan pedangnya dan membentak.
107 "Bangsat tua Chek Hong, dengarlah! Aku bernama Kim Tan.
Lima tahun yang lalu di atas gunung Ciong-lam-san, guruku Sam
Hie To-tiang pernah perintah Pui Tiauw menyampaikan katakata kepada kamu orang, bahwa hutang jiwa di Liok-phoa-san,
lima tahun kemudian akan diminta perhitungannya oleh
keturunan keluarga Kim dan Cu. Sekarang pembalasan sudah di
depan mata. Agar supaya kau bisa mati dengan mata meram,
karena kau tidak bersenjata, aku tidak tega membunuh kau
dengan senjata tajam. Cukup dengan sepasang telapakan
tanganku untuk membikin perhitungan denganmu."
Barusan melihat caranya Kim Tan melayang turun dari atas
pohon dan pukulannya yang hebat, sudah membikin kaget
hatinya Chek Hong yang namanya sudah pernah menggetarkan
dunia persilatan. Sekarang setelah mendengar ucapannya, tahu
bahwa anak muda ini adalah turunan Kim Som. Yang lebih hebat
adalah pesannya Pui Tiauw pada lima tahun berselang, bahwa
Kim Tan sudah diambil murid oleh Sam Hie To-tiang, dan
mengatakan pada lima tahun kemudian akan menuntut balas
terhadap kematiannya bundanya. Mereka pernah berunding
mengenai ini dan karena kuatir kalah tenaga, maka kemudian
menggabungkan diri dengan kaum Pek-kut-kauw untuk
bersama-sama menghadapi Sam Hie To-tiang.
Tidak dinyana disini telah bertemu dengan musuhnya. Tadi
menyaksikan gerak pukulannya, hatinya sudah gentar sebagian,
tapi kini telah menyatakan hendak bertempur dengan tangan
kosong, diam-diam merasa geli. Dengan menggunakan tangan
kosong, ia sendiri yang terkenal liehay dalam ilmu senjata
rahasia, masa tidak dapat ketika untuk membokong.
108 Setelah ambil keputusan yang licik itu, ia lalu membentak: "Anak
kecil, jangan banyak bicara, sambutlah pukulanku," lalu
menyerang ke arah dada Kim Tan.
Diserang terlebih dulu, Kim Tan egoskan tubuhnya ke kiri,
gerakan ini bukan gerakan biasa, dengan diam-diam ia
menggunakan ilmu pukulan "Tay-it-sin-kang" mengumpulkan
tenaga dalamnya di tangan kirinya. Dari jarak empat-lima kaki
jauhnya ia lancarkan serangan terhadap musuh. Chek Hong lihat
Kim Tan menggunakan ilmu pukulan menembus udara, hatinya
merasa panas. Ia tidak percaya akan jatuh di tangannya anak
muda ini. Memikir demikian, meski ia hendak mengadu kekuatan dalam,
tapi masih menyimpan sebagian, tidak berani menggunakan
seluruh kekuatannya, maka waktu Kim Tan menyerang, Chek
Hong cuma menggunakan delapanpuluh persen tenaganya
untuk menyambut, jika keadaan tidak menguntungkan padanya
segera menyingkir untuk menghindari. Siapa nyana baru saja
menyambut serangan, lantas merasakan gelagat tidak baik,
karena pukulan yang digunakan oleh Kim Tan sangat beda
dengan lain golongan. Ketika kedua tenaga beradu, ia rasakan ada tenaga yang halus
lembut telah memunahkan serangannya, kemudian disusul
dengan tenaga yang kuat keras datang menyerang. Ia kaget
bukan main, buru-buru menggunakan sisa tenaganya untuk
menahan, kemudian mencelat mundur satu tombak jauhnya.
109 Tapi Kim Tan tidak mau mengasi hati, betapa cepat ia mundur,
namun Kim Tan cepat pula sudah membayangi. Karena
dendaman sakit hati yang hebat itu. Ia ingin buru-buru membikin
tamat jiwa musuhnya, maka ia menggunakan ilmu silat ajaran
gurunya. Dengan menuruti ilmu pat-kwa, ia berputaran ke sana
ke mari sangat cepat, hingga cuma kelihatan Chek Hong
terkurung oleh bayangan Kim Tan, sedikitpun tidak bisa terlolos
dari kurungan. Chek Hong waktu lihat lawannya menggunakan ilmu pukulan
yang hebat ini, hatinya kaget bukan main. Ia sengaja tidak
membalas serangan musuh, dengan tenang ia memikirkan untuk
meloloskan diri dari kurungan.
Cu Ling Cie yang sedari tadi masih duduk di atas pohon, karena
kuatir Kim Tan terburu nafsu, maka lalu pesan Tan Cee supaya
tetap tinggal di atas pohon, dan ia sendiri lalu turun untuk
menjumpai Ma Beng dan ketiga orang tua itu, kemudian
memperhatikan jalannya pertempuran.
Waktu melihat lawannya telah menggunakan ilmu silat keturunan
gurunya, dan segera akan dapat merebut kemenangan, hatinya
agak lega. Kim Tan dapat kenyataan musuhnya ada sangat licik, ia tidak
berani melawan pukulan, hanya berkelit dan berputaran
menghindarkan sesuatu serangan, hingga untuk sementara
belum mampu menjatuhkan. Dalam pertempuran sengit itu, ia
dapat lihat sepasang matanya Chek Hong selalu jelilatan, rupa-
110 rupanya sedang mencari lowongan untuk melarikan diri, maka ia
segera rubah ilmu silatnya.
Chek Hong tadinya sedang mencari kesempatan untuk
menggunakan senjata rahasianya. Siapa nyana begitu
bergebrak ia lantas dikurung oleh ilmu pukulan Kim Tan yang
dahsyat, hingga tidak mampu melawan sama sekali, mana ada
kesempatan untuk melepaskan senjata rahasianya!
Rupanya ia mendapat suatu lowongan segera ia asah otaknya,
dengan cara bagaimana supaya dapat menyingkirkan diri, agar
tidak binasa dalam tangannya anak muda ini, maka ia
menggunakan ketika selagi tubuh Kim Tan memutar ke arah
ujung timur selatan, mendadak berteriak keras, sepasang
tangannya melancarkan serangan, lihainya seperti sudah tidak
bertahan lagi. Tapi sebetulnya tidak sepenuh tenaga, malahan
segera ditarik kembali, dan dengan kakinya menginjak tanah
sekuat tenaga, melesat ke arah barat.
Dengan badannya terapung di udara, ia menggerakkan tangan
kanannya untuk membuka senjata rahasianya jarum "Hui-hongciam" yang disembunyikan di dengkul kanan. Begitu dengkulnya
bergerak, senjata rahasia itu segera melesat keluar untuk
menyerang sasarannya. Akal ini memang bagus, tapi siapa tahu
ilmu pukulan yang digunakan oleh Kim Tan dapat berubah
tempat dan tujuannya setiap saat, sehingga tempat lowong yang
dianggapnya jalan keluar oleh Chek Hong, mendadak berubah
menjadi jalan buntu. Maka baru saja tubuhnya Chek Hong tiba di
ujung barat utara, Kim Tan telah memutar tubuhnya secepat
111 kilat, hingga dalam sekejap mata sudah berada di dekatnya, dan
melancarkan serangan hebat.
Chek Hong karena badannya belum menginjak tanah sudah
diserang demikian hebat, sudah tidak ada kesempatan untuk
menyingkir, terpaksa dilawan dengan kekerasan pula. Tapi siapa
kira, tangkisannya itu seolah-olah ditarik oleh tenaga yang kuat,
sehingga tenaga serangannya dibikin buyar. Kemudian telah
disusul pula dengan satu tenaga, yang sangat kuat, menyerang
laksana datangnya air bah dan sepasang tangannya patah
seketika. Dengan mengeluarkan suara jeritan yang sangat ngeri, Chek
Hong lantas timbul pikiran yang jahat, ia ingin supaya musuhnya
juga terluka parah, hingga mati bersama-sama. Segera ia
gerakan dengkul kanannya untuk melepaskan senjata
rahasianya guna mengambil jiwa musuhnya.
Siapa nyana dengkulnya mendadak dirasakan lemas, badannya
tidak bisa berdiri tegak, kemudian jatuh menggelepar di tanah.
Berbareng dengan itu, serangan pukulannya "Tay-it-sin-kang"
mengenakan tepat sasarannya, hingga membikin tamat
riwayatnya Chek Hong. Meski Chek Hong mati seketika itu juga, namun bumbung "Huihong-ciam" yang ditaro di dengkul kanannya lantas
mengeluarkan beberapa puluh buah jarum, melesat laksana
terbang. Tapi apa lacur, jarum-jarum itu telah menancap di
badannya sendiri, dan sisanya melesat ke arah Phoa Cay dan
112 Ling Hiong yang sedang bertempur hebat, hingga membuat
mereka kaget bukan main. Phoa Cay yang sudah melihat munculnya Kim Tan, karena
sudah pernah rasakan keliehayan pemuda itu, maka berpikir
hendak melarikan diri. Kalau tadinya masih dapat melawan Ling
Hiong dengan tenang, tidak lain karena menganggap kawannya
masih bisa melawan itu anak muda, tapi siapa nyana kini Chek
Hong sudah binasa di tangannya, hingga hatinya menjadi keder.
Maka dengan menggunakan itu kesempatan, ia lantas loncat
keluar kalangan untuk melarikan diri.
Kim Tan waktu menempur Chek Hong, juga sudah tahu bahwa
orang tua ini senjata rahasianya sangat liehay, maka selalu
waspada dan tidak memberi kesempatan padanya untuk
melepaskan senjata tersebut. Siapa nyana kalau di dengkulnya
Chek Hong juga ada menyimpan senjata rahasia, hingga hampir
saja ia kena dibokong. Kemudian ia ingat caranya Chek Hong jatuh dan mengapa
sebelum serangannya sampai sudah jatuh tidak dapat bangun
kembali. Untuk mendapatkan jawabannya, ia lantas memeriksa
mayatnya Chek Hong, akhirnya membuat ia tertegun dan lama
sekali tidak dapat mengeluarkan sepatah perkataan.
Ternyata di kedua pahanya Chek Hong ada menancap duri
pohon Siong, itulah sebabnya mengapa ia tidak dapat berdiri.
Tempat pertempuran mereka ada kira-kira empat-lima tombak
jauhnya dari rimba pohon Siong, duri itu ada begitu halus, sukar
sekali digunakan dengan tenaga. Tapi orang itu dapat
113 menggunakan sebagai senjata rahasia, malahan dapat
mengenakan sangat jitu sasarannya. Kekuatan dan kepandaian
orang itu sungguh sangat mengagumkan.
Tapi siapa orangnya yang membantu ia secara sembunyi itu" Ia


Suling Pualam Dan Rajawali Terbang Karya Peng An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tetap tidak mengerti, sehingga berdiri menjublek sambil
memandang mayat Chek Hong.
Cu Ling Cie segera memanggil: "Tan Koko, marilah kita ketemui
Khau Sian Lo-cianpwee, mengapa menjublek di sana?"
Pada saat itu, Tan Cee juga sudah turun dari pohon, dan diajar
kenal oleh Ma Beng kepada Khau-sian Hiong Lip Khun. Kim Tan
lantas memberi hormat kepada Hiong Lip Khun dengan menjura.
"Boanpwee karena ingin buru-buru membalas sakit hati ayah
bunda, barusan di hadapan Lo-cianpwee telah kelancangan
memukul orang, harap supaya Lo-cianpwee suka memberi maaf.
Dan atas bantuan Lo-cianpwee yang sudah melepaskan duri
pohon Siong untuk membantu Boanpwee, seumur hidup tak
nanti Boanpwee bisa lupakan." Demikian Kim Tan berkata
kepada Hiong Lip Khun. Mendengar perkataan anak muda ini, Hiong Lip Khun melengak.
Melihat demikian, Kim Tan baru tahu bahwa orang yang
melepas senjata rahasia tadi bukannya Hiong Lip Khun. Ia lantas
menceritakan hal tersebut kepada mereka.
114 Hiong Lip Khun baru mengerti duduknya, ia menengok
sekitarnya, tapi ternyata sunyi senyap, tak ada bayangan satu
orang pun jua. Akhirnya ia tertawa bergelak-gelak.
"Sejak aku melatih ilmu Sao-yang-sin-kang sepuluh tahunlamanya, aku sudah merasa sangat bangga dengan hasilku,
sehingga dua kali aku turun gunung untuk mencari Goan-cinsiang-to, guna membikin perhitungan lama. Setibanya disini baru
aku tahu bahwa kepandaian yang aku dapatkan itu sebetulnya
tidak berarti. Jangan kata itu kawan yang tidak mau perlihatkan
diri, yang dapat melepas senjata rahasia begitu enteng dengan
sangat jitu dan tidak dapat diketahui lain orang, bahkan
dibanding dengan kepandaian Kim dan Cu, jie-wie, aku si tua
bangka juga mengaku kalah. Rambut putih telah memaksa kita
golongan tua tidak dapat berendeng dengan kaum muda."
Demikian Khau-sian memuji mereka.
Kim Tan dan Cu Ling Cie mendapat pujian yang begitu tinggi
sedikit pun tidak perlihatkan sikap jumawa, bahkan sangat
merendah. Itu waktu, luka di tangannya Hoa Ceng Bu sudah diurut oleh Ma
Beng, dan tulangnya yang patah sudah dapat disambung
kembali, hanya serangan senjata rahasia beracun dari Phoa
Cay, masih mengeram di tubuhnya.
Hoa Ceng Bu seluruh badannya gemetar untuk menahan sakit.
Hiong Lip Khun yang melihat keadaan Suteenya sengsara begitu
rupa, hendak menggunakan tenaga dalamnya nntuk memberi
115 kekuatan dan mengeluarkan racunnya. Tapi dicegah oleh Tan
Cee. "Lo-cianpwee tidak perlu demikian," demikian ujarnya sambil
bersenyum. Kemudian lalu mengeluarkan sebutir pil putih,
diberikan kepada Hoa Ceng Bu supaya lekas ditelan. Dalam
tempo sekejapan saja, seluruh badannya berasa hangat, dengan
dibantu oleh kekuatan tenaga dalamnya sendiri, maka tidak lama
kemudian ia sudah sembuh kembali.
Hiong Lip Khun memandang Tan Cee, kemudian menyatakan
terima kasihnya. Sambil bersenyum ia berkata: "Tan Siau-hiap
budimu yang sudah memberikan obat ini, lain waktu jika ada
memerlukan bantuan, aku si orang tua sudah tentu akan
memberikan tenagaku, untuk membalas budi ini."
Habis berkata, Hiong Lip Khun berpaling dan berkata kepada Ma
Beng: "Empat hari lagi, di bukit Kun-san nanti akan ada
pertarungan hebat, yang akan merupakan satu bencana bagi
dunia Kang-ouw. Apakah kau tahu bahwa Yo Tok dari Goan-cinsiang-to dan Giok-bin-bu-siang Thung Ciauw Teng sudah berada
di See-ciang. Malahan sudah dua kali perlihatkan diri, hanya
sekarang ini pengaruhnya belum kuat, rupa-rupanya sedang
mengumpulkan orang-orang. Tapi di perbatasan Hun-lam dan
Kwi-ciu, pertandaan "goan-cin" mereka, sudah pernah beberapa
kali muncul di tempat umum."
Ma Beng agak terperanjat.
116 "Goan-cin-siang-to, berapa tahun yang lalu sudah mengalami
kekalahan hebat. Yo Tok sepasang kuku setannya sudah
dipatahkan oleh Sam Hie To-tiang, kabarnya sudah diobati
dengan obat ajaib sehingga sembuh. Tapi Giok-bin-bu-siang
Thung Ciauw Teng punya ilmu silat "Ngo-tok-te-cu-kong", juga
sudah dihancurkan oleh ilmu pukulannya Sam Hie To-tiang, dan
racunnya sudah menyerang jatungnya sendiri. Apakah masih
bisa hidup dan melakukan kejahatan lagi di kalangan Kangouw?"
Mendengar ini, Khau-sian mengelah napas.
"Sejak aku melatih diri, sudah menyuruh orang untuk mencari
jejak mereka, sebulan yang lalu, baru dapat kabar bahwa
mereka sudah tiga kali perlihatkan pertandaannya di perbatasan
Hun-lam dan Kwi-ciu. Ini suatu tanda bahwa Goan Cin To masih
hidup, malahan ada kemungkinan berada di dekat-dekat sini
oleh karena tindakan mereka sangat misterius, untuk sementara
belum dapat diketahui sarangnya, tapi Ban Hwa Peng dari
daerah Biauw-ciang ada sangat mencurigakan.
"Berbareng pada saat itu, aku telah terima undangan Siangkang-hie-im Yo Kheng, maka aku segera berangkat ke Ouw-lam,
Ouw-pak bersama-sama Sam-tee, untuk mencari Sie-tee. Tidak
dinyana, bukan saja sudah bertemu dengan Sie-tee, malahan
mendapat kabar tentang dirinya si murtad Tek Seng Hiong,
sehingga kukejar sampai disini dan kemudian bertemu dengan
kalian. 117 "Sekarang Chek Hong sudah meninggal, Pek-kut-kauw agak
guram pamornya. Karena adanya Siau-hiap ini dan yang lainlain, masing-masing mempunyai kepandaian yang sangat tinggi,
maka pertempuran di Kun-san, tidak perlu aku turut campur
tangan rasanya sudah lebih dari cukup.
"Nanti setelah aku pulang untuk membereskan murid yang
murtad ini, akan berangkat ke Hun-lam bersama Sam-tee, untuk
mencari kabar tentang Pek-kut-kauw dan Goan-cin-siang-to.
Sesudah pertemuan di Kun-san, kalian lekas menyusul,
bersama-sama menumpas kawanan penjahat dari dunia Kangouw itu. Nanti sekiranya dapat membasmi mereka sekali gus,
mungkin dapat mencegah itu bencana hebat dari dunia Kangouw."
Sehabis berkata, lalu meminta diri kepada mereka, sambil
menyeret Tek Seng Hiong, bersama-sama Ling Hong dan Hoa
Ceng Bu menghilang ke dalam rimba.
Ma Beng bersama-sama Kim Tan, Cu, Ling Cie, Tan Cee dan
Kheng Ling lalu kembali ke perahunya untuk meneruskan
perjalanannya ke Tong-ting. Di tengah perjalanan, Ma Beng, Kim
Tan dan lain-lainnya kembali bercakap-cakap tentang ilmu silat,
kemudian beralih kepada soal senjata rahasia duri pohon Siong
yang dilepaskan oleh orang yang bersembunyi itu, tapi akhirnya
masih belum dapat menebak siapa orangnya yang melepaskan
senjata rahasia itu. Itu waktu sudah mulai terang tanah, matahari baru muncul dari
sebelah timur, pemandangan di bagian kepala perahu,
118 nampaknya sangat agung, Kim Tan ia lalu maju menghampiri
Tan Cee memegang tangannya.
"Kau lihat betapa indahnya pemandangan sungai Tong-ting ini,
sayang bukit Kun-san di tengah-tengah sungai ini telah didiami
oleh kawanan Pek-kut-kauw, sehingga membuat noda tempat
yang indah permai ini. Jika ingat hal ini, aku ingin pada nanti
malaman Tiong-chiu dapat menumpas kawanan penjahat itu,
supaya sungai Tong-ting ini kembali seperti asalnya yang penuh
damai." Demikian Kim Tan utarakan pikirannya.
Tan Cee atau Han Ing, yang sedari kecil dipelihara oleh Pek-kutsin-kun, serta dididik menjadi orang yang berkepandaian tinggi,
meskipun setiap hari bercampur gaul dengan kawanan penjahat,
namun dalam hatinya tidak menyukai perbuatan mereka,
sehingga keadaan rohaninya sangat tertekan. Sejak bertemu
dengan Kim Tan, bukan saja orangnya cakap tampan, ilmu
silatnya juga sangat tinggi, maka diam-diam telah tertarik
hatinya. Tapi sayang, di dampingnya Kim Tan masih ada Sumoy nya
yang cantik serta tinggi pula ilmu silatnya, bagaimana ia dapat
mengandang di tengah-tengah mereka. Apalagi dari keterangan
Ma Beng, ia dapat tahu bahwa mereka berdua sudah bercampur
gaul sejak kanak-anak, dan malahan sudah ditunangkan oleh
Sam Hie To-tiang. Setelah membalas sakit hati orang tua
mereka berhasil, lantas dirangkap jodohnya.
Sejak mengetahui asal-usul Kim Tan dan Cu Ling Cie, hatinya
mulai dingin. Untung ia masih bisa bersikap tenang, hingga tidak
119 diketahui oleh lain orang. Itu waktu, selagi berdiri di atas perahu
sambil melamun, mendadak sebelah tangannya dipegang eraterat oleh pemuda itu, seolah-olah terkena arus listrik, jantungnya
berdebar keras, dan karena tidak tahan oleh pengaruh
perasaannya, maka mukanya merah seketika. Hampir saja
menunjukkan sifat kewanitaannya.
Kim Tan yang dapat lihat perubahan sikap ini, dalam hatinya
merasa heran. Selagi hendak menanyakan, mendadak Tan Cee
melepaskan tangannya, dan menunjuk ke daratan sambil
memanggil Ma Beng dan Ling Cie.
"Ma Lo-cianpwee dan Ling Cie Moy-moy, lekas keluar, di
daratan sana seperti ada orang sedang bertempur."
Ma Beng dan Cu Ling Cie segera keluar dari dalam perahu, dan
benar saja di daratan ada dua orang sedang bertempur. Itu
waktu, meski matahari sudah naik tinggi, tapi kabut masih agak
tebal, dan perahu mereka terpisah dari daratan kira-kira ada
sepuluh tombak, maka tidak dapat melihat dengan tegas orang
yang sedang bertempur itu.
Ma Beng bersikap hati-hati, maka perintah mereka jangan turut
campur tangan. Kim Tan karena pernah makan rumput gaib,
sepasang matanya sangat tajam, hingga dapat melihat ke arah
yang jauh. Mendadak ia berkata dengan heran.
"Itu orang yang bertempur, satu di antaranya adalah Phoa Cay.
Lawannya sudah tentu orang baik-baik, rasanya kita tak dapat
120 berpeluk tangan. Apalagi hutangnya kepadaku, masih belum
bikin perhitungan." Dengar perkataan pemuda ini, Ma Beng tidak berani mencegah
lagi, maka perahunya didayung ke darat. Tan Cee kuatir terlihat
oleh Phoa Cay, segera sembunyi ke dalam perahu.
Itu waktu, orang yang menempur Phoa Cay sudah mulai
terdesak. Kim Tan melihat demikian, segera membentak keras:
"Jahanam, di Shia-ling-kie, kita sudah lepaskan kau, sekarang
disini kau masih berani bertingkah, apakah kau sudah bosan
hidup?" Phoa Cay yang sudah hendak menurunkan tangan jahat
terhadap lawannya, mendadak dengar suara bentakan itu, ia
segera menoleh ke arah perahu, dapat lihat Kim Tan sedang
menunjukkan sikap marah. Untuk kedua kalinya ia bertemu
dengan orang yang paling ditakuti ini, maka ia buru-buru
melarikan diri. Perahu sudah mendarat, dan Kim Tan segera melesat ke
daratan. Ilmu entengi tubuh yang sempurna ini, membikin
pemuda berbadan besar yang melawan Phoa Cay itu kesima.
Kim Tan mendekati itu anak muda, ia ada seorang yang
berbadan tinggi besar, tapi usianya baru kira-kira tujuhdelapanbelas tahun. Anak muda ini memandang pedang yang
menggemblok di belakangnya Kim Tan, buru-buru mengangkat
tangannya memberi hormat sambil berkata:
121 "Harap maafkan aku yang bodoh, bukankah tuan ini adalah
Siau-hiap Kim Tan?" Ditanya oleh orang yang belum pernah dikenal ini, Kim Tan
merasa heran, kembali ia mengawasi pemuda itu. Sambil
bersenyum ia berkata: "Siau-ko mengapa mengenal namaku?"
Mendengar itu pertanyaan, pemuda berbadan tinggi besar itu
bukannya menjawab, sebaliknya malah berdiri menjublek.
Cu Ling Cie lihat anak muda itu seperti orang tolol, tak dapat
menahan perasaan gelinya, maka lantas tertawa dan
menanyakan: "Apakah Siau-ko ini mempunyai penyakit kuping
budek" Mengapa ditanya tidak menjawab?"
Pemuda itu seperti baru tersedar dari mimpinya, kemudian
dengan suara keras ia menjawab: "Cay-hee bertemu dengan
kalian berdua, karena girangnya, hingga seperti sudah lupa
daratan. Jika kalian tidak menanyakan, hampir saja aku lupa."
Selanjutnya ia lalu menuturkan riwayatnya sendiri.
Anak muda itu bernama He Kau Chun, anak seorang petani di
itu tempat dan sejak masih kanak-anak ia sudah ditinggal mati
oleh ayah bundanya. Karena makannya sangat kuat, jarang
sekali ia merasakan kenyang. Mula-mula ia masih bisa
mengandal?kan tenaganya yang besar, mencari nafkah dengan
membantu orang lain mengerjakan pekerjaan kasar. Kemudian
karena makannya sangat kuat, orang-orang pada takut memberi
122 pekerjan padanya, sehingga semakin hari penghidupannya
semakin susah. Namun ia tidak mau berbuat jahat, dan jika perutnya berasa
lapar, ia lantas pergi ke atas gunung mencari ubi atau buahbuahan untuk menangsal perutnya. Pada suatu hari, dengan
tidak disengaja, ia telah menemukan sejilid bulu kecil, setelah
dibuka, ternyata itu ada buku pelajaran ilmu silat "Ie-kin-keng"
atau kitab menukar otot. Ia girang bukan main, sehingga lupa
kalau perutnya sedang keroncongan.
Meskipun ia belum pernah belajar silat kepada guru silat, namun
ia suka sekali dengan permainan silat. Jika ada tempo terluang,
selalu digunakannya untuk berlatih silat dengan tangan kosong
atau menggunakan senjata pentungan. Setelah menemukan
kitab tersebut, dengan mengikuti petunjuk-petunjuk yang ada di
dalam kitab, kemudian berhasil juga mendapatkan ilmu silat
gwa-kang, yang berarti, kulit dan tulangnya berubah menjadi
sangat kuat dan kebal terhadap senjata tajam.
Pada suatu hari, selagi ia asyiknya berlatih, ada satu imam tua
yang rambut dan jenggotnya sudah putih semua, lewat di
depannya dan berdiri menonton. Imam itu tersenyum setelah
menunggu He Kau Chun habis bersilat.
"Meskipun bagus ilmu silatmu, serta kebal kulit badanmu, tapi
aku dapat mendorong kau jatuh dari jarak beberapa tindak
jauhnya," demikian ujarnya imam tua itu.
123 Mendengar perkataan iman tersebut, He Kau Chun tentu tidak
mau percaya. Untuk membikin takluk pemuda itu, imam itu perintah ia berdiri
jauhnya beberapa tindak, serta diperintah siap sedia. Kemudian
dengan memutar telapakan tangannya imam tua itu melakukan
serangan ke arah udara. Mendadak dirasakan ada samberan
angin yang sangat kuat, menyerang dadanya.
Untung anak muda itu badannya kebal terhadap senjata tajam,
dan latihan gwa-kangnya juga sudah cukup sempurna, jika tidak
sudah tentu akan mendapat luka parah. Tapi meskipun
demikian, tidak urung badannya sempoyongan, dan mundur
terjatuh beberapa tumbak jauhnya.


Suling Pualam Dan Rajawali Terbang Karya Peng An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Imam itu segera mengangkat bangun padanya, sambil
bersenyum ia menanyakan: "Percayakah sudah kau sekarang?"
He Kau Chun meski dibikin jatuh, tapi ia merasa sangat kagum
akan kepandaiannya imam itu, ia buru-buru berlutut dan angkat
imam itu sebagai guru. Selanjutnya imam itu memberikan
pelajaran ilmu lweekang kepada pemuda ini, sehingga setengah
tahun telah lewat tanpa terasa.
Pada suatu hari, imam tua itu mendadak hendak merantau dan
meninggalkan He Kau Chun. Sebelum berangkat, imam itu
pesan He Kau Chun supaya menunggu di dekat perairan ini.
Kalau nanti dapat lihat seorang muda membawa pedang Liongbim-po-kiam, itulah Kim Tan adanya, dan kemudian diperintah
ikut Kim Tan untuk melanjutkan pelajaran silatnya.
124 Betul saja hari ini telah ketemu. Mendengar penuturan itu, baru
tahu duduknya hal, tapi masih belum tahu benar siapa adanya
imam tua itu" Adakah Sam Hie To-tiang"
Kemudian Kim Tan menanyakan mengapa bentrok dengan Phoa
Cay. He Kau Chun menjawab: "Tadi ketika aku berjalan di pinggir
danau, melihat ada pemuda tinggi kurus mundar-mandir disitu,
aku lantas maju menanyakan, adakah dia kenal dengan Kim
Tan. Siapa nyana, pemuda tinggi kurus itu setelah mendengar
disebutnya namamu, dengan tidak berkata putih atau hitam,
segera menyerang, sampai sekarang aku masih belum mengerti
apa sebabnya." Kim Tan dalam hatinya merasa geli, ia sedikit pun tidak merasa
heran, karena yang ditanyakan oleh He Kau Chun justru
satrunya. Selanjutnya He Kau Chun lalu mengikuti
perjalanannya ke bukit Kun-san. Senjata yang dibawa oleh He
Kau Chun adalah ruyung dari kuningan yang beratnya kira-kira
tujuh-delapanpuluh kati. Kim Tan terperanjat juga, dengan senjatanya yang begitu berat,
hebat juga tenaga luarnya anak muda ini. Kim Tan coba-coba
mengangkat, kemudian dilontarkan ke atas udara setinggi duatiga tombak, lalu disambuti lagi dan diputar seperti titiran.
Menyaksikan kepandaian Kim Tan yang luar biasa ini, He Kau
Chun merasa sangat kagum. Ia lantas berlutut dihadapan Kim
Tan, minta supaya diajari kepandaian itu.
125 Kim Tan bawa anak muda ini ke dalam perahunya, dan
diperkenalkan kepada kawan-kawannya.
"Y" Besok adalah hari yang ditetapkan untuk bikin pertemuan di
bukit Kun-san, maka malam itu harus melakukan pelayaran
semalam suntuk, untuk mengejar waktu. Dalam perjalanan,
kembali oleh Kheng Ling disediakan rupa-rupa makanan dan
minuman. He Kau Chun yang kekuatan makannya luar biasa, apalagi
seumur hidupnya jarang sekali menemukan makanan yang
begitu lezat. Tidak heran kalau ia dahar dengan sangat bernafsu
maka dalam waktu sekejap saja semua makanan sudah disapu
bersih. Setelah kenyang makan, sambil usap-usap perutnya, He Kau
Chun mengoceh sendirian: "Ini adalah untuk pertama kalinya
seumur hidupku, makan dan minum begitu puas."
Orang-orang yang mendengar perkataannya itu pada tertawa.
Itu malam, karena besok ada hari Tiong-chiu, maka rembulan
sangat terang, sehingga menambah permainya pemandangan
sekitar danau Tong-ting ini. Mengingat pertemuan di bukit Kunsan besok malam, yang tentunya akan menimbulkan
pertarungan dan penumpahan darah hebat, mana ada itu
kegembiraan untuk menghadangi sang puteri malam. Masing-
126 masing agak gelisah hatinya, maka siang-siang sudah pada
masuk ke dalam kamar untuk mengaso.
Besok paginya perahu itu sudah tiba, di daerah cabang Pek-kutkauw. Setelah mendarat, mereka disambut oleh orang-orang
Pek-kut-kauw, tidak lupa ditanyakan apakah mereka membawa
surat undangan, supaya segera dilaporkan kepada Kau-cu.
Ma Beng memberi hormat dengan menjura.
"Kita datang kemari hanya untuk turut-turut meramaikan saja
tidak ada surat undangan juga tidak apa, tolong antar kita,"
demikian ia menjawab. Orang yang menyambut itu melihat tamu-tamunya kelihatannya
bukan orang sembarangan, maka tidak berani perlakukan
sembarangan dan ajak mereka ke ruangan tamu. Setibanya di
ruangan tamu, disana ternyata sudah banyak tetamu-tetamu dari
berbagai golongan. Ma Beng dapat lihat itu orang yang menyampaikan surat
undangan, Yo Kheng juga sudah berada disitu. Ketika melihat
Ma Beng, Yo Kheng segera tertawa bergelak-gelak.
"Ma Lo-heng sering melakukan perbuatan mulia di kalangan
Kang-ouw, hingga banyak orang yang merasa kagum. Kali ini
aku menyampaikan undangan untuk membuat pertemuan ini,
maksudnya yang pertama ialah soal piauw dari Piauw-kiok kita
minta supaya kawan-kawan dari kalangan Kang-ouw sudi
membantu untuk membela keadilan. Kedua ialah dengan
127 menggunakan kesempatan ini untuk membasmi kawanan orang
busuk di kalangan Kang-ouw, maka dengan ini aku haturkan
banyak terima kasih atas bantuannya ini.
"Tapi mengapa Khau-sian tidak kelihatan" Dan siapa kawankawan muda ini, tolong Ma-heng ajar kenal."
Ma Beng lalu mengajar Yo Kheng kenal dengan Kim Tan, Cu
Ling Cie, Kheng Ling dan He Kau Chun, hanya "I"an Cee sudah
tidak diketahui kemana perginya. Kemudian Ma Beng lalu
menuturkan bahwa Khau-sian dengan Sha-tee dan Sie-teenya
sudah agak jauh ke Se-ciang.
Ma Beng lihat-lihat orang-orang gagah di sekitarnya, ada
beberapa yang ia sudah kenal. Orang-orang yang agak terkenal
namanya ada Hian Kie Cu, Tam-hie Siansu dari Siau-lim-sie,
Kun-lun-koai-hiap Ciok Co Hoan, Seng-to-su-hiap, empat
saudara Liok, semuanya sudah lama terkenal di dunia
persilatan. Hanya Kim Tam, Cu Ling Cie dan He Kau Chun yang
usianya paling muda dan baru pertama kali ini menginjak dunia
persilatan, oleh karenanya tidak ada orang yang mengambil
perhatian. Selewatnya tengah hari, dan sehabis bersantap, ketua cabang
Pek-kut-kauw Hwi-thian-houw Liong Beng datang ke ruangan
tetamu, ia memberi hormat kepada Yo Kheng kemudian berkata:
"Yo Tay-hiap, jika kawan-kawanmu sudah tiba semua, silahkan
ke ruangan belakang. 128 Yo Kheng tertawa menerima ajakan itu, dan bersama kawankawannya, mengikuti Liong Beng ke ruangan belakang.
Setibanya di pelataran yang sangat luas, di sebelah timur dan
barat masing-masing didirikan panggung untuk penonton. Di
tengah-tengah ada satu panggung Lui-tay. Orang-orang dari
Pek-kut-kauw, pada duduk di panggung sebelah timur. Yo
Kheng tidak malu-malu lagi, lantas ajak kawan-kawannya duduk
di panggung sebelah barat.
Setelah masing-masing mengambil tempat duduk, Liong Beng
yang pertama bicara. "Hari ini kami merasa mendapat kunjungan
Tuan-tuan yang sudah mendapat nama wangi di kalangan Kangouw. Maksud kita merampas uang piauw tempo hari, adalah
untuk mengundang orang-orang gagah dari berbagai golongan
untuk bersama-sama menyaksikan ilmu silat.
"Sebetulnya kita akan segera kembalikan, apa mau kawan kita
Chek Hong, empat hari berselang telah terbokong oleh orang
sehingga binasa, dan orang itu sekarang berada antara kawankawannya Yo Tay-hiap. Balas dan permusuhan ini, rasanya tidak
bisa dibikin habis dengan sepatah perkataan saja, hanya dapat
diputuskan dengan kepalan atau tendangan. Masing-masing
dengan kepandaiannya sendiri boleh mengadu keuletan, tapi
hanya terbatas sepuluh pertandingan saja untuk menentukan
menang atau kalah. "Jika di pihaknya Yo Tay-hiap yang menang, bukan saja uang
antaran itu akan dikembalikan seluruhnya, malahan cabang Kunsan ini segera akan kami bubarkan. Sebaliknya jika Yo Tay-hiap
129 yang kalah, maka semua orang harus tinggal disini untuk
menunggu keputusan Kau-cu."
Yo Kheng segera menjawab dengan suara nyaring: "Kalau
begitu, terpaksa kita akan menerima pengajaran dari Tuan-tuan
dengan tidak pandang jiwa kita sendiri."
Liong Beng kembali menghampiri Liauw Ceng dan Tok-kak-kwiong Go Beng untuk minta izin. Kemudian dengan menenteng
senjata tumbaknya lompat ke atas lui-tay minta adu kepandaian
dengan Yo Kheng. Baru saja Yo Kheng bangun, mendadak dicegah oleh Kim Tan
yang berkata: "Untuk memotong ayam, perlu apa menggunakan
pisau pemotong kerbau. Untuk melayani orang begini, perlu apa
Lo-cianpwee mesti turun tangan sendiri." Dicegah demikian,
terpaksa Yo Kheng duduk kembali.
Kim Tan lalu menoleh dan berkata kepada He Kau Chun:
"Saudara yang baik, ambillah senjata ruyungmu, lekas naik ke
panggung untuk membereskan manusia itu, tapi ingat, kau tidak
boleh memukul sampai mati. Kalau kau sudah menang, nanti
kau boleh minum arak sepuasnya."
He Kau Chun ada orang yang doyan minum, dengar akan diberi
minum arak merasa sangat girang, ia lantas bawa ruyungnya
naik ke atas panggung. Itu waktu, Liong Beng sedang menantang musuhnya dengan
lagak yang sangat garang. Waktu melihat yang naik ke atas
130 panggung adalah satu anak muda yang masih bau bawang dan
belum dikenal, serta romannya sangat tolol, hatinya sangat
mendongkol. Dalam hatinya ia berpikir, Yo Kheng dengan
mengirim anak muda ini untuk melawan dirinya, agaknya terlalu
memandang enteng padanya.
He Kau Chun berdiri di atas panggung, tidak bersiap juga tidak
memasang kuda-kuda. Para jago dari kedua pihak yang
menonton, menyaksikan cara-caranya He Kau Chun yang tololtololan itu, agak merasa khawatir. Hanya Kim Tan seorang yang
sangat tenang, malahan ia dapat memastikan, bahwa
pertandingan babak pertama ini pasti akan dimenangkan oleh
He Kau Chun. Namun yang lain-lainnya, masih agak sangsi
terhadap keterangan Kim Tan ini.
Liong Beng yang sangat pandang enteng musuhnya, agak
mendongkol menghadapi lawan yang sangat tolol ini, melihat
lawannya tidak mau membuka serangan terlebih dulu, segera
naik darah hingga mulai membuka serangan dengan dibarengi
oleh bentakan keras. Serangannya ini dimulai dengan
menggunakan tipu pukulan "Tai-san-ap-teng." (gunung Tai-san
menindih bumbunan), sepasang tumbaknya diluncurkan ke atas
kepala He Kau Chun. He Kau Chun sedikit pun tidak bergerak, ruyung kuningannya
diangkat ke atas untuk menangkis, kedua senjata lantas beradu.
Liong Beng baru tahu liehaynya lawan ini, karena kedua
lengannya merasa kesemutan, tubuhnya sempoyongan, dengan
jumpalitan ia melesat ke pojok kanan.
131 He Kau Chun masih berdiri tegak, wajahnya memperlihatkan
senyuman, mulutnya mengejek: "Ho-han (orang gagah) tidak
perlu tergesa-gesa, aku nanti temani kau main-main beberapa
jurus." Mula-mula karena Liong Beng tidak pandang mata terhadap
lawan yang masih muda serta tolol ini hampir saja celaka.
Setelah kena batunya, ia tidak berani berlaku sembrono lagi.
Sepasang tumbaknya diputar seperti titiran, maju menyerang.
He Kau Chun juga putar ruyungnya untuk menjaga setiap
bacokan atau tusukan. Bertempur kira-kira delapanpuluh jurus,
dua-duanya masih sama-sama belum dapat kesempatan untuk
merubuhkan lawannya. Lagi beberapa jurus, tiba-tiba terdengar suara bentrokan senjata
yang keras, sepasang tumbaknya Liong Beng telah terlepas dan
terbang jauh sekali, sepasang tangannya mengeluarkan darah.
Sebaliknya He Kau Chun, masih berdiri tegak. Dengan demikian,
sebetulnya sudah dapat diketahui siapa yang menang dan siapa
yang kalah. Namun Liong Beng masih belum mau terima kalah, bahkan
karena marahnya, lantas timbul pikiran jahatnya. Ia lalu
menggunakan ilmu pukulan Thiat-see-ciang (telapak tangan
pasir besi) yang ia yakinkan sudah bertahun-tahun, menyerang
ke arah dada He Kau Chun. Serangan ini dilakukan sangat cepat
dan mendadak, tapi He Kau Chun agaknya sudah siap sedia, ia
tidak berkelit atau mengegos, malahan dengan pasang dadanya
untuk menerima pukulan. 132 Liong Beng tidak tahu diri, ia anggap kali ini He Kau Chun tentu
akan celaka, setidak-tidaknya akan luka parah. Tapi tak
disangka begitu telapak tangan mengenakan dada lawan, terasa
seperti mengenakan kapas yang empuk, hingga tenaganya tidak
dapat digunakan sama sekali. Ia baru insyaf kalau tertipu oleh
lawannya, buru-buru hendak menarik kembali telapak
tangannya, tapi kedua tangannya sudah tersedot oleh He Kau
Chun, seolah-olah kena besi sembrani, menempel tak mau
lepas. He Kau Chun berseru "pergi", dengan melembungkan dadanya.
Liong Beng lantas terpental sampai tujuh-delapan tumbak
jauhnya, dengan mengeluarkan jeritan ngeri, kedua tangannya
patah dan jatuh di tanah tidak bisa bergerak.
Tok-sim-im-ciang Phoa Cay lantas lompat ke panggung, lalu
mengeluarkan serangan tangannya yang hebat. He Kau Chun
karena sudah pernah merasakan pukulan tangan pasir beracun
Phoa Cay ini, tahu bahwa musuh ini sangat liehay, maka tidak
berani lawan dengan kekerasan. Ia lantas melesat tinggi duatiga tumbak, untuk menghindarkan serangan.
Kun-lun-koai-hiap (pendekar aneh dari Kun-lun) Ciok Cok Hoan,
melihat Phoa Cay telah merusak aturan, maka lantas lompat ke
atas panggung untuk melawan. Dari pihak tuan rumah,
mendadak Tok-kak-kwi-ong (raja setan bertanduk satu) Go Beng
juga menyusul untuk memapaki Ciok Cok Hoan, dan suruh Phoa
Cay menolong Liong Beng. 133 Ciok Cok Hoan menghadapi lawannya sambil memberi hormat
dan berkata: "Go Kau-cu baik hati memberi pelajaran kepadaku
si tua bangka, biarlah aku temani main-main beberapa jurus.
Kita main-main dengan tangan kosong atau memakai senjata,
terserah kepada Go Kau-cu."
Go Beng tertawa dingin, ia membalas hormat, lalu menjawab:
"Sudah lama aku dengar Ciok-heng punya ilmu pukulan tangan
kosong "Kim-liong-ciang-hoat" (ilmu pukulan tangan naga emas)
ada sangat liehay, mengapa tidak memperlihatkan beberapa
jurus saja?" Dengan tersenyum, Ciok Cok Hoan enjot tubuhnya dan
memutar. Ilmu pukulan Ciok Cok Hoan ini, melesat atau
mengegos, semuanya dilakukan dengan gerakan badan sangat
cepat. Go Beng sebelah tangannya menjaga dada, sebelah
tangannya lagi dipakai untuk melawan serangan.
Dua-duanya sama-sama orang yang ternama di kalangan Kangouw, kekuatannya juga berimbang, sedikit kesalahan saja bisa


Suling Pualam Dan Rajawali Terbang Karya Peng An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengakibatkan bencana hebat. Ciok Cok Hoan tahu Go Beng
tidak mau melakukan serangan lebih dulu, maka setelah
memutar sebentar, lalu menggunakan tipu pukulan "Hang-liongtam-jiauw" (naga mengulurkan leher untuk mengintai) lima jari
tangan kanannya seperti gaetan, mencakar Go Beng. Dengan
egoskan tubuhnya, Go Beng lewatkan serangan lawannya, dan
tangan kirinya menyerang pundak kanan Ciok Cok Hoan,
sedangkan tangan kanannya mengarah jalan darah "Kie-bunhiat" di dada kiri lawan.
134 Kun-lun-koai-hiap dengan cepat menarik kembali serangannya,
tangan kirinya dengan gerak tipu "Sin-liong-ho-hiat" (naga sakti
menjaga jalan darah), menahan serangan Go Beng. Sedang
tangan kanannya dengan kecepatan kilat, mengarah samping
dalam tangan kiri Go Beng. Serangan yang digunakan oleh Kunlun-koai-hiap ini adalah ilmu pukulan menembus udara, yang
menggunakan tenaga dalam, digabung dengan ilmu pukulannya
"Kim-liong-ciang-hoat" (ilmu pukulan naga emas), sehingga satu
samberan angin yang sangat kuat, menyerang ke arah lawan.
Go Beng tahu selatan, maka juga mengumpulkan seluruh
tenaga dalamnya, untuk menahan serangan lawan. Kekuatan
dua jago ini ada seimbang, maka hanya terdengar suara satu
gempuran yang hebat, kedua-duanya terpental mundur dua-tiga
langkah, baru dapat berdiri lagi.
Setelah berdiam sejenak, kembali maju ke depan untuk
bertanding lagi, karena barusan telah mengadu tenaga dengan
keras lawan keras, keduanya sudah dapat tahu kekuatan
masing-masing, dengan diam-diam merasa terperanjat.
Pertandingan babak kedua ini dilakukan sangat hati-hati.
Pertandingan sudah berjalan seratus jurus lebih, akan tetapi
masih belum diketahui siapa yang unggul atau yang asor.
Tiba-tiba terdengar Go Beng berseru nyaring dan Ciok Cok
Hoan bersiul panjang, keadaan lantas berubah. Kalau tadinya
bertempur sambil berputaran, sekarang adalah cepat lawan
cepat, keras lawan keras, kedua-duanya bertindak sangat cepat,
sehingga sukar dibedakan satu sama lain.
135 Kun-lun-koai-hiap dengan mendadak tubuhnya melesat ke
tengah udara, kemudian dengan melonjorkan kedua tangannya,
dari atas menukik ke bawah untuk menyerang lawannya. Ini
adalah salah satu pukulan yang aneh dan hebat dari ilmu silat
"Kim-liong-ciang-hoat".
Go Beng tahu keliehayannya lawan, maka tidak berani
menyambuti serangan itu, ia lalu mengeluarkan ilmu pukulannya
dari golongan Pek-kut-sin-kun yang disebut "Lie-hun-shoa-uk"
(membuyarkan roh). Tubuhnya bergoyang, sudah terhindar dari
serangan Ciok Cok Hoan. Kun-lun-koai-hiap yang serangannya
mengenakan tempat kosong, sedangkan Go Beng sudah lenyap
dari depan matanya, ia tahu gelagat kurang baik, tanpa pikir
panjang lagi, tangan kanannya lalu diputar balik ke belakang,
untuk melontarkan serangan.
Go Beng sedikitpun tidak akan menyangka Ciok Cok Hoan bisa
berubah demikian cepatnya, maka tidak dapat kesempatan
untuk mengelakkan diri lagi. Dengan terpaksa ia menyanggah
dengan keras juga, kembali kedua-duanya terpental.
Sesudah dua kali mengadu kekuatan, Kun-lun-koai-hiap insyaf,
jika pertandingan diteruskan, belum tentu bisa merebut
kemenangan, maka ia mau akhiri pertandingan, sebelum ada
keputusan agar kedua-duanya tidak hilang muka. Ia buru-buru
memberi hormat sambil angkat tangannya serta berkata: "Ilmu
silat Go Kau-cu sudah menyatakan sendiri, dan betul-betul
sangat mengagumkan, lain kali jika ada kesempatan baik kita
main-main lagi." Sehabis berkata, lalu turun dari panggung.
136 Go Beng tidak sangka lawannya akan mengakhiri sebelum
pertandingan selesai, merasa heran juga, sehingga lama sekali
berdiri menjublek di atas panggung. Pada saat itu, dari barisan
tetamu telah keluar empat orang, dengan membawa senjata
ruyung bertingkat tiga, dengan beruntun meloncat ke atas
panggung. Empat orang gagah ini adalah Liok-sie Heng-tee atau empat
saudara dari keluarga Liok di Seng-to propinsi Su-chuan, di
daerah Su-chuan mereka dikenal dengan julukan Seng-to-suhiap atau atau empat orang gagah dari Seng-to. Orang yang
pertama maju segera memberi hormat kepada Go Beng seraya
berkata: "Kita empat saudara, biasanya bertempur dengan
berbareng, jika tuan merasa tidak ungkulan, melawan sendirian,
boleh minta bantuan dari kawan-kawan."
Go Beng memandang mereka satu persatu, lalu menjawab
dengan sikap yang dingin: "Aku sudah mendengar, bahwa Lioksi Heng-te sudah biasa bertempur berbareng, dengan
menggunakan barisan "Su-chio-tin" (barisan empat gajah) untuk
melawan musuh, tapi aku rasanya masih sanggup untuk
melawan, tidak perlu pembantu." Sehabis berkata lalu
menghunus pedang Pek-kut-kiam nya, kemudian lantas
memasang kuda-kuda, untuk menantikan serangan lawan.
Empat saudara Liok lalu terpencar di empat bagian, masingmasing berdiri di tempatnya yang sudah ditentukan menurut "Suchio-tin". Setelah berkata "silahkan" masing-masing lalu
mengeluarkan senjata ruyungnya yang dilekuk menjadi tiga
tingkat, menyerang berbareng kepada lawannya.
137 Dengan mengeluarkan suara di hidung, Go Beng angkat
pedangnya untuk menangkis serangan. Barisan "Su-chio-tin"
dari empat saudara Liok, meski sudah terkenal di kalangan
Kang-ouw, tapi kali ini ternyata tidak berdaya menghadapi Go
Beng, bertempur sudah lebih dari limapuluh jurus, masih belum
dapat merebut kemenangan.
Empat saudara Liok agak penasaran, mereka lalu merubah
barisannya, penyerangan dilakukan secara bergilir, menyerang
berbareng menjaga, dilakukan sangat sempurna. Dengan
mengandel kekuatan dalam yang tinggi Go Beng masih dapat
bertahan, tapi bila pertandingan dilakukan terus, mungkin akan
menderita kekalahan, maka ia juga rubah sikapnya, dengan
tubuhnya yang enteng ia lompat ke kanan dan ke kiri sangat
lincahnya, tapi tokh masih belum dapat kesempatan untuk
melontarkan serangan, sedangkan seluruh badannya sudah
bermandikan peluh. Phoa Cay dan Touw Thing Hwie dari pihak Go Beng, melihat Go
Beng agak repot melawan empat lawannya, masing-masing
telah berdiri untuk segera memberi bantuan mana perlu. Tapi Go
Beng masih tidak gugup, dengan tenang ia menyambut setiap
serangan yang dilancarkan oleh pihaknya lawannya, tapi diamdiam memasang mata untuk memperhatikan setiap perubahan
dari gerakan barisan lawannya.
Ternyata lawan menggunakan taktik "yang tiga bergerak dan
yang satunya berdiam", peranan yang "diam" ini ialah menanti
setiap kesempatan yang baik untuk melakukan serangan secara
mendadak, maka jika orang ini belum disingkirkan, barisan
138 empat gajah ini tidak bisa dipecahkan. Setelah mendapat tahu
rahasianya untuk bikin pecah barisan empat gajah, ia lantas
ambil keputusan nekat untuk merebut kemenangan.
Ketika itu ia sedang berdiri menghadap ke depan, tiga ruyung
lawannya dari tiga jurusan timur, barat dan utara telah
menyerang bagian tengah tubuhnya laksana datangnya air bah,
sedangkan Liok Lo Sam berdiri di belakangnya untuk menunggu
kesempatan baik. Menghadapi serangan demikian, seharusnya
mencelat ke atas untuk menghindarkan serangan, tapi tidak
demikian dengan Go Beng, ia telah mendekam tubuhnya ke
bawah untuk mengasih lewat serangan lawan.
Liok Lo Sam melihat kesempatan baik, lantas menyerbu ke
depan, dengan ruyungnya ia melakukan serangan. Tindakan ini
tepat seperti apa yang Go Beng duga, ia tidak mau sia-siakan
kesempatan yang baik ini, maka dengan kecepatan seperti kilat,
ia telah menyerang kepada Liok Lo Sam.
Serangan ini karena dilakukan secara tiba-tiba, dan Liok Lo Sam
yang sudah ketelanjur menyerang, tidak keburu tarik kembali
serangannya, maka dalam sekejap saja, pedang lawannya
sudah mengancam dirinya, terpaksa ia mencelat ke kanan untuk
berkelit. Tidak diduga bahwa Go Beng, sudah tahu kalau ia akan
lakukan gerakan ini, maka dengan sengaja ia lakukan gerak tipu
untuk membingungkan lawannya, kemudian disusul dengan
tindakan yang sangat cepat, menyerang Liok Lo Sam dengan
tangan kosong yang hebat dari golongan Pek-kut-kauw.
139 Liok Lo Sam tahu bahaya, ia tidak berani lawan dengan
kekerasan dan untuk menolong jiwanya dari ancaman kematian,
ia menggunakan kedua tangannya untuk melindungi dadanya,
kemudian melesat mundur. Meski dapat terlolos dari serangan,
tapi tokh masih terkena samberan angin yang keras, sehingga
terpental jauh dan jatuh di bawah panggung tidak ingat orang
lagi. Dengan jatuhnya Liok Lo Sam, Go Beng telah terlepas dari
ancaman bahaya, maka sekarang bisa berkelahi secara lega
dan dengan lincahnya ia mainkan pedangnya untuk menyerang
ketiga lawannya. Empat jago dari Seng-to ini, karena jatuhnya
Liok Lo Sam, barisan empat gajah telah dibobolkan bagian yang
terpenting, sehingga menjadi goncang dengan sendirinya. Lo
Toa yang menyaksikan demikian, buru-buru mencelat keluar
kalangan, sambil mengangkat tangannya ia berkata kepada Go
Beng: ,,Go Kau-cu sungguh hebat ilmu silatmu, kita empat
saudara mengaku kalah."
Dari pihak tetamu, Hian Kie Cu dari golongan Bu-tong dan Yo
Kheng segera memburu ke panggung untuk memberi
pertolongan Liok Lo Sam. Setelah mendengar Liok Lo Toa
sudah mengaku kalah, ia lantas keluarkan pilnya untuk
dimasukan ke dalam mulutnya Liok Lo Sam, lalu suruh Yo
Kheng angkat tubuhnya Liok Lo Sam.
Ia sendiri melompat ke atas panggung dan berkata kepada Liok
Lo Toa dan kawan-kawan: "Barisan empat gajah, sekalipun
kalah namun kalah secara terhormat, kalian mengapa merasa
malu, baiklah kalian mengaso dulu. Hanya Go Kau-cu ini karena
140 sudah lama bertempur, mungkin sudah terlalu lelah, aku tidak
ingin menarik keuntungan secara tidak sopan, untuk meminta
bertanding dengan kau, sekarang baiklah Go Kau-cu suruh lain
orang menggantikan."
Go Beng yang disindir secara demikian, dengan tertawa dingin
ia menjawab: "Meskipun aku sudah lama bertempur, tapi belum
sampai seperti apa yang kau katakan, perlu apa mesti tukar
orang" Kalau saudara ingin main-main, silahkan maju!"
Selagi Hian Kie Cu hendak menjawab, si golok malaikat Touw
Thing Hwie dari Pek-kut-kauw yang kuatirkan Go Beng benarbenar sudah lelah dan akan dikalahkan oleh lawannya, segera
lompat ke atas panggung. Sambil angkat tangannya ia berkata
kepada Go Beng: "Go Kau-cu sudah merebut kemenangan
secara gilang-gemilang. Karena kita nanti masih harus balaskan
sakit hatinya Chek Hong, maka silahkan Kau-cu mengaso dulu,
biarlah kali ini aku yang rendah untuk menalangi turun tangan."
Go Beng yang memangnya sudah lelah sekali, lalu
mempersilahkan Touw Thing Hwie gantikan, ia tidak lupa ia
memberi pesan: "Touw Kau-cu, Hian Kie Cu adalah orang gagah
dari golongan Bu-tong, tenaga dalamnya tidak rendah. Jika
sedikit lalai, mungkin akan kena dirugikan, maka waktu
bertempur baiklah hati-hati sedikit."
Hian Kie Cu tahu Touw Thing Hwie ini ada bekas penjahat dari
propinsi Su-chwan, tenaga dalamnya tidak tercela. Oleh karena
dikejar-kejar oleh pihak yang berwajib, lalu menggabungkan diri
kepada Pek-kut-kauw. 141 Hian Kie Cu merasa jemu dengan sikapnya Touw Thing Hwie
yang sombong dan tidak memandang mata kepada lain orang,
maka ia bermaksud hendak memberi sedikit hajaran padanya. Ia
tertawa kepada Thing Hwie: "Pertandingan beberapa jago yang
terdahulu, kalau tidak dengan ilmu silat ialah dengan
menggunakan senjata. Pin-to yang suka mengembara laksana
burung Hok, terhadap ilmu silat sudah lama tidak digunakan,
sehingga hampir terlupa. Golok malaikat dari Touw Kau-cu
sudah lama terkenal di kalangan Kang-ouw. Pinto ingin dengan
duabelas biji mutiara di kantongku ini untuk menerima
pengajaran dari Touw Kau-cu. Siapa yang terkena senjata
rahasia lebih dulu atau yang dipaksa turun ke bawah panggung,
akan dianggap kalah, belum tahu bagaimana pikiran Kau-cu?"
Touw Thing Hwie diam-diam merasa girang. Dalam hatinya ia
berpikir: "Jika mengadu tenaga atau ilmu silat, rasanya tidak
ungkulan untuk mendapat kemenangan, tapi jika mengadu
senjata rahasia, imam ini sudah tentu akan kalah." Maka ia
lantas terima baik usul Hian Kie Cu.
Keduanya lalu mundur ke pojok barat dan timur, tempat yang
digunakan untuk mengadu senjata rahasia ini terpisah kira-kira
tiga tumbak. Hian Kie Cu di tangannya menggenggam tiga biji
mutiara, Touw Thing Hwie tidak sungkan-sungkan lagi, terlebih
dahulu melakukan serangan dengan cepatnya mengarah bagian
atas, tengah dan bawah. Hian Kie Cu mengira serangan dari tiga bagian ini tentunya ada
akal tipunya, golok yang dilontarkan di bagian atas dan bawah,
meski dilontarkan terlebih dulu, tapi sampainya akan terbelakang
142 dari yang dilontarkan di bagian tengah. Tapi dugaan ini ternyata
meleset, golok yang dilontarkan di bagian tengah, terang sudah
sampai lebih dulu, tapi mendadak sedikit kendor, dan golok dari
atas dan bawah yang sampai lebih dulu.
Kesalahan hitung ini hampir saja membawa bencana. Untung ia
masih dapat merubah siasatnya dengan cepat, golok dari tengah
kena dipukul jatuh oleh sebiji mutiaranya, yang dari bawah kena
disampok oleh pukulan tangannya. Yang paling berbahaya ialah
yang dari atas, hanya terpaut beberapa dim saja lewat dari atas
kepalanya. Hian Kie Cu baru lolos dari tiga serangan, atau tubuhnya belum
berdiri tegak, Touw Thing Hwie sudah menyerang lagi dari lima
sudut, atas, tengah, bawah, kanan dan kiri dengan sangat
hebatnya. Hian Kie Cu tahu kali ini tidak boleh tidak akan
terjatuh di tangannya Touw Thing Hwie, karena sekalipun ia
dapat menghindarkan lima golok ini, di tangannya Touw Thing
Hwie masih ada empat golok yang segera akan menyusul.
Karena keadaan sangat genting dan bahaya, dengan kertek gigi,
ia keluarkan ilmu silatnya yang dahsyat. Dengan tidur terlentang
ia menghindarkan serangan golok, dan dengan sembilan biji
mutiaranya ia balas menyerang. Satu biji mengenakan goloknya
Touw Thing Hwie yang menyerang sudut bawah, dan yang
delapan biji laksana jatuhnya air hujan mengurung tubuhnya
Touw Thing Hwie. Benar seperti apa yang diduga oleh Hian Kie Cu, Touw Thing
Hwie setelah melontarkan lima golok, kemudian menyusul lagi
143 dua golok yang dilontarkan dengan ganas, ia tidak mengarah diri
lawannya, tapi telah dibenturkan satu sama lain di atas tubuh
Hian Kie Cu yang sedang celentang di tanah. Serangan


Suling Pualam Dan Rajawali Terbang Karya Peng An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

demikian hanya dapat dilakukan oleh ahli yang sudah mahir
benar, kesudahannya ialah golok-golok yang terbentur itu lalu
pada jatuh menyerang laksana hujan kepada Hian Kie Cu yang
masih belum bangun. Diserang secara demikian, Hian Kie Cu terpaksa menggunakan
kedua tangannya untuk menutupi bagian yang penting dari
mukanya, dan dengan secepat kilat ia bergelindingan untuk
menghindarkan serangan golok, tapi meski demikian, tidak
urung beberapa golok telah menyerang di bebokongnya.
Berbareng dengan itu, serangan Hian Kie Cu juga berhasil
mengenakan sasarannya. Karena Touw Thing Hwie tidak akan
menduga dalam keadaan demikian Hian Kie Cu dapat
melakukan serangan secara cepat, sehingga pundak kirinya
terkena serangan dan hancur tulangnya. Dengan demikian,
maka kesudahannya pertempuran ini adalah seri, karena keduaduanya telah terluka.
Ma Beng dapat kenyataan bahwa orang-orangnya Pek-kut-kauw
sangat tinggi kepandaiannya, barusan Kun-lun-koai-hiap dan
Hian Kie Cu masih tidak bisa merebut kemenangan, dan untuk
dapat merebut kembali uang piauw, pertandingan kali ini tidak
boleh kalah lagi. Berpikir sampai disini, tiba-tiba ia mendapat
satu akal. Ia lalu menoleh kepada Kim Tan dan Cu Ling Cie seraya
berkata: "Itu paderi yang badannya gemuk di barisan tuan
144 rumah, adalah Hang Liong Ho-siang (paderi yang bisa
menundukan naga) Liauw Ceng, dalam peristiwa Liok-phoa-san,
ia juga turut ambil bagian. Tempo hari kedua Hian-tit pernah
menggunakan Tay-it-sin-kang dan Pan-yok-sin-kang untuk
memberi hajaran kepada Phoa Cay, sekarang mengapa tidak
mau mencoba pedang pusakamu di atas dirinya si gundul ini?"
Mendengar ini Cu Ling Cie lalu hendak melesat ke atas
panggung. Kim Tan memandang ia seraya berkata padanya:
"Dulu ayah dan Sim Siok-siok pernah berkata, Liauw Ceng Hosiang ini kekuatan tenaga luar dan dalamnya sangat tinggi,
sekarang setelah lewat beberapa tahun tenaga dalamnya
kupercaya banyak mendapat kemajuan, dan itu senjata garu
yang sangat berat. Jika dilawan dengan pedang, mungkin akan
rugi. Cie-moy jika hendak melawan dia, lebih baik menggunakan
ilmu silat Hok-mo-hwie-kiam (pedang tajam untuk menundukan
iblis), pelajaran tunggal dari Suhu."
Cu Ling Cie menjawab sambil tersenyum: "Satu paderi yang
tidak ada artinya, perlu apa dipandang begitu tinggi, aku ada
akal untuk melawan dia."
Kim Tan memandang tajam kepada Ling Cie yang agak
anggulkan diri, selagi hendak memberi nasehat, Cu Ling Cie
sudah bersenyum lagi dan berkata: "Engko Tan jangan kuatir,
aku hanya main-main saja." Sehabis berkata tubuhnya sudah
melesat ke udara, laksana bidadari turun dari kahyangan,
sehingga membuat orang-orang gagah di sekitar panggung
menjadi kesima. 145 Setelah berada di atas panggung, Cu Ling Cie berkata
menghadap barisan tuan rumah: "Aku yang rendah adalah Cu
Ling Cie, khusus minta Hang Liong Ho-siang Liauw Ceng naik ke
panggung sebentar, untuk membuat perhitungan hutang darah
pada beberapa tahun berselang, sehingga tidak cuma-cuma
kedatanganku di Kun-san ini."
Liauw Ceng yang adatnya keras, ditantang secara terangterangan oleh satu anak dara, bahkan disebut-sebut tentang
hutang darah, hatinya sangat panas. Ia memandang ke arah Cu
Ling Cie, ternyata tidak mengenalnya. Tidak dapat ia
mengendalikan adatnya yang keras itu, maka lalu mencelat ke
atas panggung. Waktu ia tiba di atas panggung, seperti sengaja memperlihatkan
keliehayannya, dengan menggunakan kekuatan kakinya. Ia
membuat panggung yang diinjak itu bergoyang dan telapakan
sepatunya meninggalkan bekas di atas papan yang dalamnya
tidak kurang dari dua dim. Dengan melintangkan sodokannya, ia
membuka mulutnya memaki-maki Cu Ling Cie:
"Kau budak hina yang tidak tahu mampus, lihat dirimu yang
masih anak bawang, bagaimana bisa tanam bibit permusuhan
dengan aku" Aku nasehatkan padamu, lebih baik turun saja dari
panggung, jangan sembarangan memaki orang. Aku akan
mengampuni kau punya kesalahan kali ini."
Cu Ling Cie tertawa dingin, ia berkata: "Bangsat gundul Liauw
Ceng, yang dulu punya kesalahan, hari ini telah tiba saat
kematianmu kali ini. Salah satu dari Siauw-siang-sam-hiap yang
146 sangat terkenal, Cu Kang, ialah ayahku. Apakah kau masih ingat
lima tahun yang lalu, ketika Ouw-pak-sam-sat dengan secara
rendah menuntut balas di gunung Liok-phoa-san" Kau juga ada
ambil bagian, hari ini adalah giliranmu untuk menerima
kematian, maka lekaslah serahkan jiwamu, supaya tidak perlu
aku turun tangan lagi."
Liauw Ceng yang sudah kenamaan, belum pernah dihina oleh
lawan demikian rupa. Dengan sangat gusar ia berkata: "Budak
hina, jika mau membalas sakit hati orang tuamu enam tahun
berselang, lebih baik suruh anaknya Kim Som naik panggung
sekalian. Aku kasihan usiamu yang masih muda, maka
kuberikan kelonggaran untuk kau menyerang sampai sepuluh
jurus, kemudian baru aku turun tangan untuk antar kalian ke
akherat, supaya dapat bertemu dengan ayah bunda kalian."
Kisah Pedang Di Sungai Es 15 Cinta Bernoda Darah Serial Bu Kek Sian Su 3 Karya Kho Ping Hoo Kitab Mudjidjad 2
^