Pencarian

Suling Pualam Rajawali Terbang 3

Suling Pualam Dan Rajawali Terbang Karya Peng An Bagian 3


Cu Ling Cie tidak menggubris perkataan Liauw Ceng, ia lantas
menghunus pedangnya. Phoa Cay yang dapat melihat pedang itu, merasa kaget hingga
berteriak: "Mengapa ada sepasang pedang mustika yang
serupa?" lantas menoleh kepada Go Beng: ,,Pedang Pek-kutkiam ku, dengan pedang Kim Tan yang serupa ini yang
membikin patah, kenapa perempuan hina ini juga mempunyai
pedang yang serupa itu?"
Go Beng yang belum pernah mengalamkan keliehayannya
pedang ini, mana mau mengerti, dengan sembarangan ia
menyahut: "Sutee perlu apa sangat kuatir, senjata sodokan
Hang Liong Ho-siang, beratnya ada seratus duapuluh kati.
147 Bagaimanapun bagusnya pedang mustika, kena terbentur saja
segera terpental, apalagi kekuatan tenaga Liauw Ceng Ho-siang
yang begitu tinggi. Perempuan hina meski dalam tangannya
mempunyai pedang mustika, aku percaya tidak nanti bisa
berbuat suatu apa." Baru saja Phoa Cay hendak menjawab, atau wajahnya
mendadak berubah pucat. Go Beng yang dapat menyaksikan
perubahan ini segera menengok ke atas panggung, betapa
kagetnya, sehingga dua-duanya lantas berdiri.
Kiranya dalam sekejapan ini, Liauw Ceng yang dijagoi oleh
golongan Pek-kut-kauw, itu waktu sudah didesak oleh pedang
mustika Cu Ling Cie, sehingga berputar-putaran tidak mampu
melepaskan diri dari kurungan sinar pedang. Meski ia memutar
senjatanya yang sangat berat untuk menjaga dirinya, tapi
diluarnya tetap terkurung oleh pedang Cu Ling Cie, malahan
sebentar-sebentar mencari ketika untuk menikam.
Sambil bertempur, Cu Ling Cie tidak hentinya mengejek
musuhnya: "Bangsat gundul yang sombong, jangan kata hendak
memberikan aku sepuluh jurus, jika kau mampu meloloskan diri
dalam sepuluh jurus dari ilmu pedangku Hok-mo-hwie-kiam ini,
permusuhan antara kita akan kubikin habis."
Liauw Ceng yang pernah malang melintang dan belum pernah
mendapat tandingan selama hidupnya, ketika mendengar
disebutnya ilmu pedang Hok-mo-hwie-kiam, semangatnya hilang
seketika itu juga. Belum hilang rasa kagetnya, atau ujung
pedang Cu Ling Cie sudah mengancam tenggorokannya. Baru
148 saja Liauw Ceng kelit dari serangan ini, atau serangan yang lain
telah menyusul secara beruntun dan cepat, serta dibarengi oleh
samberan angin yang sangat hebat, sehingga membuat Liauw
Ceng sangat gugup. Phoa Cay dan Go Beng yang melihat gelagat kurang baik bagi
pihaknya, selagi hendak memberi bantuan, tapi sudah didahului
oleh gerakannya Cu Ling Cie yang mematikan. Saat itu ia
menggunakan jurus kedelapan dari Hok-mo-hwie-kiam, dan
kemudian disusul dengan jurus kesembilan yang sangat
dahsyat. Liauw Ceng yang merasakan dirinya terkurung oleh bayangan
pedang yang laksana gunung teguhnya, di sekitar tubuhnya
seolah-olah ada beberapa ribu pedang yang mengancam atau
menikam, ia tahu sangat sukar untuk melepaskan diri. Maka
dengan sekuat tenaga ia mengumpulkan kekuatannya untuk
melindungi seluruh tubuhnya. Ketika lawannya menyerang ia lalu
angkat tinggi senjata sodokannya untuk menangkis, ia anggap
dengan berbuat demikian dapat bikin terpental pedangnya Cu
Ling Cie. Dalam sekejap berikutnya, suara beradunya dua senjata telah
terdengar nyaring, dan senjatanya Liauw Ceng yang sangat
berat itu sudah terpapas menjadi dua potong. Cu Ling Cie sambil
berseru "pergi" kakinya dikerjakan untuk menendang tubuh
Liauw Ceng yang tinggi besar itu, sehingga terlempar ke bawah
panggung. 149 Dalam saat itu juga, Phoa Cay dan Go Beng sedang memburu
ke panggung, sehingga hampir saja bertumbukan dengan
tubuhnya Liauw Ceng yang ditendang oleh Cu Ling Cie. Kedua
jago Pek-kut-kauw ini yang menyaksikan Liauw Ceng telah
binasa di bawah tangannya Cu Ling Cie, bukan main murkanya,
hingga tidak memperdulikan peraturan pertandingan lagi, duaduanya telah mengeluarkan serangannya Pek-kut-im-hong-ciang
(serangan yang menggunakan telapakan tangan dari golongan
Pek-kut-kauw, yang mengandung angin jahat, sehingga dapat
mencelakakan lawannya) menyamber ke arah Cu Ling Cie.
Tapi di saat itu juga, di tengah udara tiba-tiba terdengar suara
berseru: "Melakukan serangan secara menggelap, apakah itu
perbuatannya orang gagah?" Berbareng dengan suaranya, satu
serangan tenaga dalam telah membikin buyar serangannya
kedua jago Pek-kut-kauw itu, bahkan samberan tenaga dalam itu
telah membentur tubuhnya mereka sehingga ketika tiba di atas
panggung badannya menjadi sempoyongan.
Berdiri di atas panggung, Kim Tan berkata kepada Cu Ling Cie:
"Cie-moy, pedangmu sudah menamatkan riwayatnya Hang
Liong Ho-siang ini, dengan demikian musuh ayah bunda kita
sudah terbalas satu. Kedua kawanan Pek-kut-kauw ini biarlah
aku yang membereskan, silahkan kau mundur, untuk menjaga di
bawah." Lalu menoleh kepada dua jago Pek-kut-kauw itu: "Terbunuh
matinya Chek Hong dan Liauw Ceng, adalah urusan pribadi aku
dan Cu Ling Cie sumoy. Sekarang dua orang itu sudah binasa
semuanya, permusuhan dan hutang darah mereka sudah
150 terbayar sebagian. Sedang, soal uang piauw, sudah ditetapkan
peraturan dengan pertandingan sepuluh babak untuk
menetapkan kemenangan dan kekalahan, barusan sudah
bertanding lima babak, masing-masing pihak menang dua babak
dan satu babak seri, sehingga kesudahannya juga seri.
"Sekarang aku yang rendah hendak mewakili Yo Lo-cianpwee
untuk memberi keputusan. Dengan sepasang telapakan
tanganku ini, aku hendak main-main beberapa jurus dengan
kalian berdua. Jikalau aku kalah, hidup atau mati,terserah
kepada kalian berdua. Tapi sebaliknya jika kalian berdua yang
kalah di tanganku, aku minta supaya uang piauw itu
dikembalikan dan cabang Kun-san ini harus dibubarkan, tidak
boleh menyesal." Phoa Cay telah menyaksikan Cu Ling Cie dalam tempo belum
cukup sepuluh jurus sudah membinasakan Liauw Ceng yang
gagah dan sudah kenamaan, siang-siang nyalinya sudah
kuncup. Sekarang dengar Kim Tan hendak melawan dengan
tangan kosong untuk menentukan pertandingan, semangatnya
bangun kembali. Go Beng yang belum kenal siapa adanya Kim Tan, meski
barusan sudah merasakan sendiri kekuatan dalamnya anak
muda ini, tapi dianggapnya karena serangan tadi datangnya dari
samping, hingga belum dapat dibuat ukuran. Sekarang dengan
kekuatan dua orang untuk melawan, mana mungkin bisa
dikalahkan. Berpikir sampai disitu, berdua saling pandang, lalu
melakukan serangan berbareng. Serangan ini dilakukan dengan
151 sepenuh tenaga, sehingga di atas panggung mengepul banyak
debu karena samberan angin yang keras.
Orang-orang dari pihak Kim Tan agak kuatir juga menyaksikan
dahsyatnya pukulan itu. Tapi Kim Tan sendiri agaknya seperti
tidak ada kejadian apa-apa. Ia tetap berseri-seri mengawasi dua
orang lawannya, tidak mengangkat tangannya untuk menangkis
atau menggeser tubuhnya untuk berkelit, meski serangan sudah
dekat di depan dadanya. Ia seperti tidak merasakan apa-apa.
Hal ini telah mengejutkan semua orang yang menonton, baik
pihak kawan maupun di pihak lawan.
Sebetulnya Kim Tan sudah mengeluarkan ilmu silatnya Tay-itsin-kang (ilmu tenaga dalam) yang dipusatkan di dadanya, untuk
melindungi bagian yang penting. Selagi kekuatan pukulan dua
lawannya datang menyerang, ia lalu gerakan tubuhnya untuk
mengempos tenaganya. Dengan satu seruan nyaring, tenaga
dalam yang dikumpulkan itu telah menyamber keluar untuk
menggempur balik serangan Phoa Cay dan Go Beng.
Dua jago Pek-kut-kauw waktu melontarkan serangan, sudah
berkeputusan hendak mengadu tenaga dalam dengan Kim Tan,
waktu melontarkan serangan, orangnya pun segera bergerak
hendak menggempur. Tak disangka-sangka dalam saat yang
cepat itu mendadak dengar seruan yang nyaring dari Kim Tan,
dan satu serangan pembalasan yang hebat telah menyusul dan
membikin balik serangannya sendiri. Pukulan tenaga membalik
ini sungguh hebat, mau tidak mau mereka mesti mundur dengan
sangat terkejut. 152 Tahu gelagat kurang baik, mereka tidak berani mengadu
kekuatan lagi dengan Kim Tan. Dengan cepat mereka mencelat
setinggi satu tumbak, tapi bayangannya Kim Tan sudah
membarengi, dan dengan mengeluarkan ilmu silatnya tigapuluh
enam jurus Ceng-hoan-im-ciang (pukulan Im dan Yang yang
diputar balik) dari gurunya untuk menyerang lawannya.
Dua jago Pek-kut-kauw ini mengerti juga sedikit tentang pat-kwa,
hingga dalam babak permula, masih bisa juga memberi
perlawanan. Apa mau ilmu pukulan Kim Tan ini mempunyai
gerak tipu yang aneh dan banyak perubahannya, sehingga pada
akhirnya kedua lawan itu seolah-olah terkurung oleh tembok besi
yang kuat, sukar sekali untuk melepaskan diri. Dalam keadaan
tidak berdaya sama sekali ini, dua jago Pek-kut-kauw ini lalu
saling memberi tanda untuk melakukan percobaan nekat,
menerjang keluar. Apa mau ilmu silat yang dipergunakan oleh Kim Tan ini sangat
sukar sekali untuk diterobos, maka akhirnya terkurung dengan
tidak berdaya suatu apa. Pihak penonton dari tetamu sangat
kagum akan kegagahannya Kim Tan, sebaliknya orang-orang
dari pihak Pek-kut-kauw sangat kuatirkan jiwanya dua jago
mereka itu. Phoa Cay dan Go Beng akhir-akhirnya ambil putusan jahat,
karena, tidak dapat melepaskan diri dari kurungan lawannya,
maka hendak melakukan serangan menggelap, agar duaduanya rubuh. Setelah memberi tanda satu sama lain, Phoa Cay
dan Go Beng lakukan serangan Im-hong-ciang dengan
berbareng. 153 Kim Tan yang ternyata sudah siap sedia, lantas memapaki
serangan hebat itu, dan akhirnya dua kekuatan tenaga dalam
saling bentur. Kim Tan mundur sempoyongan beberapa tindak,
dan dua jago Pek-kut-kauw itu telah terpental tiga tumbak
jauhnya untuk terus nyelonong ke bawah panggung.
Kim Tan yang hanya terpental mundur beberapa tindak, ternyata
tidak luka apa-apa, tapi kedua jago Pek-kut-kauw itu sebaliknya
kehabisan tenaganya. Dalam keadaan demikian Kim Tan lantas
membarengi menotok jalan darah mereka, sehingga tak ampun
lagi jatuh dan tidak dapat bergerak sama sekali.
Orang-orang dari kedua pihak lalu pada memburu ke bawah
panggung untuk memberikan pertolongan kepada dua orang
yang luka itu. Kim Tan dengan merendah berkata kepada
mereka sambil mengangkat tangan: "Terima kasih atas kedua
Kau-cu yang sudah mengalah, sehingga aku yang rendah
mendapat kemenangan ini. Sekarang urusan telah beres,
barusan sudah ada keputusan untuk menyelesaikan urusan ini,
aku percaya tuan-tuan sekalian tentunya tidak akan menarik
kembali." Orang-orang dari golongan Pek-kut-kauw, semula memang
mengandalkan Liauw Ceng Ho-siang, Go Beng dan Phoa Cay.
Tapi kini Liauw Ceng sudah meninggal dan Phoa Cay bersama
Go Beng sudah dijatuhkan oleh Kim Tan, sehingga tidak
seorang yang berani membuka mulut untuk memberi jawaban.
Pada akhirnya adalah Touw Thing Hwie sambil menahan rasa
sakit, lalu mengangkat tangan berkata kepada Kim Tan: "Kim
154 Siau-hiap sungguh hebat ilmu silatmu, kita sekalian mengaku
kalah. Di kalangan Kang-ouw selamanya menghargai
kepercayaan, maka sesuatu perkataan yang sudah dikeluarkan,
tidak nanti akan ditarik kembali. Barusan sudah diadakan
pembicaraan, maka Cabang Pek-kut-kauw disini, selanjutnya
akan kita bubarkan, barang-barang dan uang piauw juga
tersimpan di dalam gudang, masih utuh belum diganggu
sedikitpun juga, harap Siauw Lo-piauw-tao suka periksa dan
ambil kembali. Dan harap supaya Kim Siau-hiap juga tidak akan
lupa janjimu, dalam tempo tiga bulan, nanti kita menantikan
kedatanganmu di gunung Ay-lie-san."
Kim Tan buru-buru menjawab: "Aku yang rendah sudah lama
kagumi Pek-kut-sin-kun, dengan Ouw-pak-sam-sat kita ada
mempunyai permusuhan yang sangat dalam. Aku yang rendah
meski belum ada nama di dunia Kang-ouw, tapi apa yang aku
katakan, tentu aku akan lakukan. Aku mengharap juga kepada
Touw Kau-cu suka memberitahukan kepada mereka, bahwa kita,
Kim Tan dan Cu Ling Cie, murid Sam Hie To-tiang dari Ngo-biesan, dalam tiga bulan ini pasti datang ke Ay-lie-san untuk
menyumpai Pek-kut-sin-kun, serta akan menagih hutang kepada
Ouw-pak-sam-sat yang mereka telah perbuat pada enam tahun
berselang." Setelah Kim Tan memperkenalkan dirinya, orang-orang dari
golongan Pek-kut-kauw pada terperanjat. Kiranya anak-anak
muda yang membinasakan Hang Liong Ho-siang dan
menjatuhkan kedua jago Pek-kut-kauw ini adalah muridnya Sam
Hie To-tiang, seorang kosen nomor satu di kalangan Kang-ouw
pada jaman itu. 155 Touw Thing Hwie diam-diam berpikir: pantas Kim Tan ilmu
silatnya demikian tinggi, kiranya murid Sam Hie To-tiang.
Terhadap Go Beng dan Phoa Cay yang terluka, ia sendiri tidak
bisa berbuat suatu apa, maka dengan terpaksa ia memohon
kepada Kim Tan supaya suka menolong jiwanya kedua
kawannya itu. Kim Tan seperti sudah mengerti yang Touw Thing Hwie akan
majukan permintaan ini, maka lalu menjawab: "Go Kau-cu dan
Phoa Kau-cu barusan waktu bertempur dengan tangan kosong,
tenaga dalamnya tergoncang, sebenarnya tidak luka apa-apa.
Touw Kau-cu tidak perlu kuatir, aku dan Cu Ling Cie sumoy telah
memegang keras peraturan perguruan kita, tidak boleh
sembarangan melakukan pembunuhan. Kini perkataan sudah
habis, biarlah sampai disini saja dulu, lain waktu kita berjumpa
lagi." Tadinya Touw Thing Hwie mengira Go Beng dan Phoa Cay
terkena totokan hebat, terlebih-lebih karena Kim Tan ilmunya
sangat tinggi. Ia mengira tenaga dalamnya tentu hebat pula,
maka ketika ia tidak berdaya memberi pertolongan, hanya berdiri
menjublek sambil mengawasi Kim Tan dengan sorot mata
menyala-nyala. Kini setelah mendengar keterangan Kim Tan, ia tahu bahwa


Suling Pualam Dan Rajawali Terbang Karya Peng An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

anak muda ini tidak turunkan tangan jahat, jika tidak, kedua
kawannya itu tentu siang-siang sudah binasa. Ia lalu memberi
pertolongan sebagaimana mestinya, dan benar saja, setelah
diberi emposan tenaga oleh Touw Thing Hwie, dua jago Pek-kutkauw itu lalu siuman kembali. Dengan demikian, maka
156 pertandingan di Kun-san ini telah selesai dengan kemenangan
pihak Yo Kheng dan kawan-kawannya.
Setelah orang-orang dari Pek-kut-kauw berlalu, Kim Tan lalu
menelan sebutir obat pil untuk melindungi jantungnya, karena
barusan bertempur dengan jago dari Pek-kut-kauw, sudah terlalu
banyak mengeluarkan tenaga, sehingga di dadanya dirasakan
sedikit sakit. Tiba-tiba ia ingat kepada Hian Kie Cu dan Liok Lo
Sam yang terluka, maka buru-buru menanyakan keadaan
mereka. Hian Kie Cu tertawa berkakakan dan berkata kepada Kim Tan:
"Luka Pin-to hanya luka di luar saja yang tidak ada artinya, tidak
menjadikan soal apa-apa. Hanya lukanya Liok Lo Sam mungkin
agak berat, karena dikuatirkan bagian dalamnya terkena pukulan
Im-hong-ciang dari kawanan Pek-kut-kauw. Jika kau ada
membawa obat untuk melindungi jantung dari Ngo-bie, bolehlah
berikan dia beberapa butir."
Kim Tan menyanggupi, dan bersama beberapa kawannya, ia
pergi ke ruangan tamu, untuk melihat lukanya Liok Lo Sam.
Untung Liok Lo Sam orangnya cerdik, ia dapat melesat dengan
mengikuti arahnya angin yang dilontarkan oleh Go Beng, hingga
tidak luka parah, hanya sedikit tergetar. Setelah menelan
obatnya Kim Tan pun segera sembuh kembali.
Pada malam harinya, dengan bertempat di kantor cabang Pekkut-kauw, Yo Kheng adakan pesta besar untuk menjamu para
tamunya. Dalam pesta itu adalah He Kau Chun yang paling
157 gembira, karena seumur hidupnya, jarang
kesempatan untuk makan minum sepuas-puasnya.
mendapat Setelah pesta bubaran, para jago dari berbagai-bagai tempat ini
pada keluar dari ruangan dan menggadangi rembulan di bulan
Tiong-chiu. Bukit Kun-san yang letaknya di tengah telaga Tongting, meski di waktu siangnya pernah dibuat medan
pertempuran, sehingga banyak darah berhamburan, namun kini
sudah kembali seperti sedia kala, sunyi senyap.
"Y" Cu Ling Cie juga merasa agak gembira, dengan menggandeng
tangan Kim Tan, ia keluar jalan-jalan di tepi danau, dengan
senyumnya yang menawan hati, ia berkata kepada Kim Tan:
"Engko Tan, dalam pertandingan silat yang jarang terjadi di
kalangan Kang-ouw tadi, kita tokh tidak lupakan pesan suhu.
Kecuali membunuh musuh orang tua kita si gundul Liauw Ceng,
kita tidak pernah membinasakan lain orang, hingga urusan yang
tadinya begitu banyak mengandung angkara murka, akhirnya
telah dapat diselesaikan secara damai, dengan demikian kita
tidak kecewakan ajaran suhu kita."
Keadaan yang sunyi dan permai, angin berembus sepoi-sepoi,
membuat kalbu mereka seolah-olah tenggelam dalam pelukan
sang alam. Dua pemuda-pemudi ini telah memilih tempat yang
lebih sunyi untuk berduduk.
158 Saat itu, Cu Ling Cie seperti teringat sesuatu, ia menanya
kepada Kim Tan: "Engko Tan, pemandangan dan rembulan
malam ini bukankah sangat permai?"
Kim Tan bersenyum tapi tidak menjawab, tangannya diulur untuk
memegang tangannya Cu Ling Cie.
Kedua-duanya diam, tiba-tiba Cu Ling Cie mendongak, dengan
sinar matanya yang bening ia memandang Kim Tan, kembali
menanya: "Pemandangan dan rembulan di Oey-he-lauw lebih
baik atau di sini yang lebih permai?"
Ditanya demikian, Kim Tan agak bingung, hingga ia berbalik
menanya: "Cie-moy mengapa membandingkan keadaan dan
rembulan dari dua tempat itu?"
Cu Ling Cie itu waktu kelakuannya agak aneh, ia berkata sambil
tertawa cekikikan: "Apakah kau sudah lupakan saudara Tan Cee
yang itu malam telah antar obat pemunah racun?"
Kim Tan masih belum mengerti maksud pertanyaan Cu Ling Cie
yang sebenarnya, dengan sembarangan ia menjawab: "Saudara
Tan Cee ada seorang yang tampan, gagah dan cerdik pandai,
hingga sukar dicari bandingannya. Orang seperti dia, sudah
tentu banyak orang yang suka, apakah Cie-moy juga suka
padanya?" Ditanya secara demikian, mukanya Cu Ling Cie merah seketika,
dengan tertawa geli ia berkata: "Engko Tan jangan salah
tangkap artinya pertanyaanku yang sebenarnya" Sekarang aku
159 hendak tanya padamu, jika seandainya ia bukan saudara Tan
Cee akan tetapi saudari Tan, bagaimana dengan kau?"
Mendengar pertanyaan ini, Kim Tan seolah-olah tidak
mempercayai pendengarannya sendiri, tapi ia masih mengira Cu
Ling Cie sedang mencoba hatinya, maka dengan terkejut ia
menjawab: "Cie-moy, mengapa kau main-main secara demikian
denganku. Kita ada bergaul sejak masih anak-anak, leluhur kita
juga berkawan karib, cinta kita berdua teguhnya laksana batu
dan emas, kecantikanmu juga susah dicari bandingannya.
Apakah kau masih tidak percaya hatiku?"
Mendengar omongan ini, Cu Ling Cie mendadak ketawa
terpingkal-pingkal, kemudian berkata: ,,Jangan kau berkata
begitu manis dihadapanku lagi. Dengan sebenarnya
kuberitahukan padamu, Tan Cee bukanlah Toa-ko, tapi benarbenar sebagai Toa-cie, juga nama Tan Cee itu adalah nama
palsu. Bukankah kita sudah sering dengar, bahwa di golongan
Pek-kut-kauw ada seorang wanita yang bernama Giok-tek-hwiesian Han Ing, yang meski tumbuh di pecomberan, tapi tokh tidak
kena kotorannya" Tan Cee itu adalah dia."
Kim Tan dengar perkataannya yang sungguh-sungguh, ia tahu
kalau perkataan Cu Ling Cie bukannya bohong, tapi mengapa ia
yang sudah bergaul begitu lama, tidak mengetahui kalau Tan
Cee seorang wanita" Ia merasa agak sangsi dan menanya:
"Apakah perkataanmu ini tidak bohong?"
Dengan sungguh-sungguh Cu Ling Cie menjawab: "Buat apa
aku justai kau" Kau sendiri yang sebetulnya kurang cerdas. Jika
160 dia bukannya Giok-tek-hwie-sian, bagaimana di tubuhnya ada
mempunyai obat pemunah racun dari golongan Pek-kut-kauw"
Dan obat ini kecuali dia dan kedua Suhengnya, siapa lagi yang
mempunyai?" Mendengar keterangan ini, mau tidak mau Kim Tan harus
percaya. Dengan mengelah napas ia berkata: "Orang seperti dia,
di dunia ini sungguh jarang ada. Pantas ketika perahu kita
sampai di Kun-san, ia telah menghilang secara mendadak, dan
tidak mau memberi bantuan kepada kita."
Rahasianya Tan Cee telah terbuka, tapi Kim Tan malahan
merasa serba salah. Melihat keadaan demikian, Cu Ling Cie menghibur padanya:
"Orang yang begitu gagah seperti kau, wanita mana yang tidak
akan kagum. Dalam perjalanan kemari, aku telah
memperhatikan dengan diam-diam. Aku telah mendapat
kenyataan, bahwa Enci Han Ing benar-benar telah merasa
sangat kagum terhadap kau. Tapi kemudian ia dapat tahu kalau
kita berdua sudah bertunangan, maka tidak berani secara
terang-terangan mengutarakan isi hatinya.
"Sebaliknya aku bukannya seperti wanita-wanita lainnya yang
suka cemburu, malahan aku ingin supaya ia bisa terangkap
jodoh dengan kau. Asal saja kau tidak menolak, lain hari jika aku
ketemu dia, sudah tentu aku akan bereskan soal ini. Encie Han
Ing meski tidak berani terang-terangan memberi bantuan di Kunsan, tapi aku percaya dia tentunya berada di dekat-dekat sini.
161 Asal kita mau menyelidiki,
menemukannya." tentunya tidak sukar untuk Meski perkataan Cu Ling Cie ini dengan sejujurnya, tapi Kim Tan
tetap merasa serba salah. Setelah berdiam sejenak, lalu
menjawab: "Giok-tek-hwie-sian meski sudah menolong jiwaku,
sehingga aku berhutang budi yang sangat dalam kepadanya,
namun kecintaanku kepadamu laksana batu dan emas, tidak
gampang-gampang berubah. Sedangkan hutang budiku kepada
Giok-tek-hwie-sian, asal ada perintah dari ia, apa saja, meskipun
terjun ke laut atau masuk ke bara api, aku tidak akan menolak."
Cu Ling Cie memandang ia sejenak, kemudian berkata dengan
tertawa kecil: "Orang ada maksud untuk merangkap jodoh,
sebaliknya kau akan berpura-pura berlaga. Apakah kau kira aku
akan cemburu kepadanya."
Mendengar jawaban Cu Ling. Cie, mukanya Kim Tan merah
seketika, buru-buru memberi keterangan: "Cie-moy, bukannya
begitu, kau telah salah mengerti, perkataanku ini semuanya
kukatakan dengan sejujurnya. Apakah aku perlu mesti
bersumpah dihadapanmu?"
Maksud Cu Ling Cie untuk menjodohkan Kim Tan dengan Han
Ing, sebetulnya juga berpura-pura karena sebagai wanita, iapun
kenal baik perangai wanita. Jika bukannya Han Ing jatuh cinta
kepada Kim Tan, tidak nanti, dengan secara nekat dan
menempuh segala bahaya, untuk malam-malam datang
menemui Kim Tan guna memberi pertolongan" Dalam keadaan
162 demikian, maka ia lantas timbul pikirannya untuk merekokkan
jodoh mereka, tapi usul ini ternyata ditolak oleh Kim Tan.
Mendengar jawaban Kim Tan, Cu Ling Cie merasa girang
tercampur sedih. Girang karena ia dapat tahu bahwa cintanya
Kim Tan terhadap ia sangat teguh, dan sedih, karena
memikirkan nasibnya Han Ing yang mungkin tidak dapat
menggunakan budi pekertinya untuk menindas perasaannya.
Berhubung dengan ini, mereka sama-sama terdiam, tidak dapat
suatu akal yang baik untuk memecahkan soal yang sangat rumit
ini. Tempat mereka duduk adalah di kaki gunung, sedang mereka
kelelap dalam kalbunya masing-masing. Dari tengah gunung
tiba-tiba terdengar elahan napas yang halus. Meski jaraknya,
agak jauh dan elahan napas itu pun sangat halus, namun di
telinga mereka yang mempunyai kepandaian sangat tinggi,
sudah tentu dapat terdengar.
Kedua-duanya merasa kaget, dan buru-buru menengok, tapi
tidak terlihat satu bayangan manusiapun juga, hanya terdengar
suara bergeraknya orang yang sedang berlalu sangat cepatnya.
Cu Ling Cie segera menegor: "Siapa orang yang mempunyai
kepandaian begitu sempurna, harap supaya tunggu sebentar."
Sehabis berkata, ia lantas mengejar ke arah suara tadi.
Kim Tan menyusul di belakangnya, tapi dalam rimba yang lebat
itu, sudah tidak terdapat satupun manusia disitu. Kim Tan
berkata: "Orang itu telah muncul secara mendadak, meski belum
163 diketahui kawan atau lawan, dan mungkin juga kebetulan saja,
tapi karena tidak menimbulkan sesuatu perkara, biarkanlah saja,
perlu apa kita mencari. Kau lihat, disana sudah disediakan
banyak perahu, mengapa kita tidak mendayung ke telaga untuk
menggadangi rembulan?"
Cu Ling Cie terima baik usul Kim Tan ini, lalu bersama-sama
turun ke perahu. Mereka dayung perahu di tengah telaga sampai jauh malam
baru kembali ke pondoknya.
Esok paginya, Cu Ling Cie bangun tidur selagi hendak berias,
tiba-tiba dapat lihat sepucuk surat di bawah jendela, rupanya
seperti dilemparkan dari luar jendela. Agak heran juga
perasaannya, ia buru-buru mengambil surat itu lalu dibacanya.
Surat itu ternyata ditujukan kepadanya dan Kim Tan, di ujung
bawah kiri terdapat satu huruf "Han", melihat ini, Cu Ling Cie
hampir saja berteriak. Ini adalah surat dari Han Ing, dan apakah
bunyinya" Ia sebetulnya ingin cari Kim Tan untuk bersama baca,
tapi karena tidak sabaran, ia lantas buka, lalu dibaca dan
beginilah bunyinya: "Adik Tan dan adik Cie, di depan Oey-he-lauw aku kenal kalian.
Setelah berkenalan, meski aku sudah tahu adik Cie
mengandung maksud yang sangat dalam untuk memecahkan
soal antara kita, namun mengingat perhubungan kalian berdua
yang sejak turun temurun, sejak masih anak-anak, maka
164 bertambahnya aku seorang di antara kalian, mungkin akan
banyak urusan menimbulkan kesulitan.
Apalagi di tengah-tengah jalan antara yang jahat dan yang baik,
yang kini masih belum dapat diduga bagaimana akhirnya. Ketika
pertemuan di Kun-san, aku berada di tempat yang serba salah,
maka tidak turut ambil bagian. Setelah orang-orang dari pihak
yang jahat dapat disingkirkan, kalian berkesempatan untuk
menggadangi puteri malam di tengah-tengah telaga yang
permai. Kecintaan adik Cie yang begitu besar terhadapku yang dengan
halus mengeluarkan isi hatimu serta coba membujuk adik Tan,
kecintaan ini melebihi saudaraku sendiri. Apa mau adik Tan
kecintaannya cuma ditujukan seorang. Orang lelaki semacam
adik Tan ini, tidak gampang dicari keduanya.
Setelah kalian memperbincangkan soal ini dan tokh akhirnya
tidak mendapatkan suatu putusan, hatiku sangat pilu dan hancur
luluh. Aku coba memperlihatkan diri, hampir saja kepergok oleh
kalian. Dan selagi kalian mendayung di tengah telaga, pada saat
itulah aku dengan seorang diri menghadapi pelita yang berkelikkelik dengan perasaan hati yang tidak keruan.
Dan karena kedokku sudah terbuka, untuk bertemu lagi dilain
kali rasanya agak sukar, memikir sampai disini, kurasa soal ini
ada sangat sukar sekali untuk dibereskan secara sempurna,
maka aku ambil keputusan untuk selanjutnya lebih baik
menyingkir ke gunung yang sunyi, melewatkan sisa hidupku
yang tidak beruntung ini.
165 Dari: Han Ing." Belum sampai habis membaca suratnya, Cu Ling Cie sudah
menangis sesenggukan, sehingga terdengar oleh Kim Tan yang
tinggal di sebelah kamarnya.
Heran juga Kim Tan mendengar suara itu maka tanpa permisi ia
sudah mendorong pintu dan masuk ke kamarnya Cu Ling Cie.
Ketika menyaksikan keadaan Cu Ling Cie ini, ia sangat terkejut,
dan buru-buru menanyakan sebabnya.
Dengan suara terputus-putus Cu Ling Cie menjawab: "Kau bikin
Encie Han Ing marah dan sekarang sudah pergi dari sini."
Mendengar jawaban Cu Ling Cie ini, Kim Tan seluruh badannya
lantas dirasakan lemas. Cu Ling Cie berkata sambil sesenggukan: "Engko Tan, jika kau
tidak berusaha untuk mencari Enci Han Ing, selanjutnya jangan


Suling Pualam Dan Rajawali Terbang Karya Peng An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

harapkan hubungan baik lagi dengan aku!"
Mendengar pernyataan Cu Ling Cie yang sangat getas ini, Kim
Tan termangu-mangu, tidak dapat menjawab apa-apa. Dalam
keadaan yang kritis ini, Ma Beng nampakkan diri, dan ketika
melihat keadaan mereka, bingung juga empe Ma ini, hingga
menanyakan sebab-sebabnya.
Dengan suara terputus-putus, Cu Ling Cie menceritakan semua
kejadian. Mendengar penuturan yang menyedihkan ini, Ma Beng
pun sangat terharu, sehingga berulang-ulang mengelah napas.
166 Tapi juga tidak dapat suatu daya yang sempurna untuk
membereskan soal ini. Setelah berpikir sejenak, baru ia membuka mulutnya: "Giok-tekhwie-sian adalah laksana kembang teratai yang tumbuh di
comberan, sudah selayaknya kita mengulur tangan untuk
memberi pertolongan. Cu Hian-tit pun seorang yang
berpandangan luas dan bermaksud hendak merekokkan
perjodohan, ini baik sekali. Tapi bagi Kim Tan Hian-tit, kesatu
karena sakit hati orang tuanya belum terbalas, dan kedua karena
belum memberi tahukan kepada gurunya, benar ia
menyingkirkan diri ke tempat yang sunyi, untuk hingga tidak
berani sembarangan menerima baik, ini pun tidak dapat
disalahkan. "Aku lihat dalam soal ini Sam Hie To-tiang sendiri rasanya pun
tidak akan menentang. Nanti setelah Ouw-pak-sam-sat dapat
dibereskan, aku bersama kalian akan pergi ke Ngo-bie-san,
untuk membereskan soal ini. Meskipun Han Ing sudah berlalu
dan mungkin sukar dicari, tapi menurut dugaanku, sekalipun
menuntut penghidupan yang tenteram, akan tetapi terhadap
ayah angkatnya, yang sudah membesarkan dan mendidik ia
sehingga dewasa, rasanya tidak mungkin akan meninggalkan
begitu saja. Maka besar kemungkinannya akan kembali ke Aylie-san, untuk sekali lagi menasehati ayah angkatnya.
"Kita boleh melanjutkan rencana kita semula, sekarang setelah
urusan di Kun-san sudah beres, kita harus meneruskan
perjalanan ke Ay-lie-san. Siapa tahu di sana nanti kita akan
bertemu lagi dengan Giok-tek-hwie-sian" Sekarang ini Yo Kheng
167 dan kawan-kawannya dari dunia Kang-ouw sedang berkumpul di
ruangan tengah, untuk mengambil selamat berpisah, kita
ketemukan mereka." Mendengar ini, Kim Tan dan Cu Ling Cie lantas menyeka air
matanya, menindas perasaannya, bersama-sama Ma Beng,
keluar ke ruangan tengah. Itu waktu, uang piauw yang dirampas
oleh orang-orangnya Pek-kut-kauw sudah dikembalikan
seluruhnya dan diterima kembali oleh Piauw-tao Siauw Tek
Coan. Liok Lo Sam dari Seng-to-si-kiat (empat orang kosen dari
Seng-to) yang terluka bagian dalamnya, sesudah makan obat
dari Ngo-bie-san pemberian Kim Tan sudah sembuh kembali.
Mereka ketika melihat Ma Beng bersama Kim Tan dan Cu Ling
Cie mendatangi, segera pada memberi hormat, karena dalam
pertempuran melawan orang-orang Pek-kut-kauw kali ini, pahala
dua anak muda ini sangat besar sekali. Hian Kie Cu yang
terkenal dengan julukannya sebagai Bu-lim-kie-hiap (pendekar
ajaib dalam dunia persilatan) pada itu waktu merasa kagum
terhadap kepandaian Kim Tan dan Cu Ling Cie, sehingga ia
berkata sambil tertawa kepada Yo Kheng:
"Pertandingan silat hebat yang jarang terjadi kali ini, jika tidak
mendapat bantuan dari Kim dan Cu Siau-hiap, barangkali tidak
gampang-gampang untuk merebut kemenangan. Kita orang dari
golongan tua yang sering agulkan usianya yang tua dan
pengalamannya yang banyak, sebetulnya merasa sangat malu.
Sekarang ini telah tiba saatnya para jago dari pelbagai tempat
hendak berpisahan. Dan tempat yang ditinggalkan oleh orang168
orang Pek-kut-kauw ini ternyata ada sangat bagus dan luas, jika
dirusak, kita merasa agak sayang.
"Kini Pin-to hendak majukan sedikit usul kepada Yo Tay-hiap,
minta supaya Yo Tay-hiap suka berdiam di sini, guna merubah
tempat ini menjadi perkampungan nelayan. Agar rakyat yang
miskin mendapat tempat meneduh dan mencari nafkahnya di
telaga ini. Bukankah ini ada sangat berguna!"
Semua orang gagah yang berada disitu dengan gembira
menyetujui usul Hian Kie Cu ini.
Sehabis berkata kepada Yo Kheng, Hian Kie Cu menghampiri
Ma Beng, Kim Tan dan Cu Ling Cie dan berkata kepada mereka:
"Ma Beng Lo-tee, kau bersama Kim dan Cu Siau-hiap, setelah
berlalu dari sini, segera hendak meneruskan perjalananmu ke
Ay-lie-san untuk menempur Ouw-pak-sam-sat. Kepandaian Pinto, jika dibanding dengan kepandaian dua Siauw-hiap meski
tidak berarti apa-apa, namun dengan Siauw-siang-sam-hiap,
Pin-to dulu pernah bersahabat. Maka setelah Pin-to selesai
mengurus urusan Pin-to pribadi di gunung Bu-tong, segera akan
menyusul ke Ay-lie-san, untuk memberikan sedikit bantuan
tenaga. sekalian untuk bertanding lagi dengan Touw Thing Hwie.
Baiklah sampai disini dulu, sampai ketemu lagi di Ay-lie-san."
Sehabis berkata ia memberi hormat kepada para hadirin dan
kemudian berlalu dari situ. Jago-jago lainnya juga satu demi satu
telah ambil selamat berpisah, sehingga tempat itu yang tadinya
ramai dengan berkumpulnya para jago, kini kembali menjadi
sunyi. 169 "Y" Setelah meninggalkan pesangerahan, Ma Beng, Kim Tan, Cu
Ling Cie dan He Kau Chun, dengan diantar oleh perahunya
Kheng Ling, berlayar sampai ke Wan-kang. Dari sini mereka
mengambil jalan darat melalui propinsi Kwie-ciu masuk ke
Propinsi Hun-lam. Daerah Kwie-ciu terdapat banyak gunung-gunungnya, tanahnya
kurus hingga penduduknya sangat miskin. Di sepanjang
perjalanan jarang menemukan orang, di-mana-mana terlihat
pemandangan yang sunyi senyap. Ditambah dengan hawanya
yang luar biasa, karena seolah-olah tidak pernah ada musim
panas atau musim dingin, setiap hari diliputi oleh halimun yang
tebal, terutama di bulan duabelas sampai bulan dua, jarang
sekali kelihatan hawa terang.
Di antara gunung-gunung yang tinggi itu, adalah gunung Biauw
Ling yang paling besar. Di atas gunung masih banyak terdapat
rimba lebat yang belum pernah didatangi oleh manusia. Jika
berjalan dalam rimba itu, kadang-kadang sampai sejauh
beberapa puluh pal masih belum kelihatan matahari, binatangbinatang buas dan ular berbisa banyak terdapat disitu, sehingga
tidak ada orang yang berani mendatangi tempat itu.
Ma Beng, Kim Tan, Cu Ling Cie dan He Kau Chun, karena
pernah adakan perjanjian dengan orang-orang Pek-kut-kauw
bahwa dalam tempo tiga bulan akan kunjungi Ay-lie-san, maka
masih banyak waktu untuk pesiar. Jika kebetulan menemukan
tempat-tempat yang sunyi atau kuil tua, mereka tentu masuk
170 untuk menyerapi jejaknya Giok-tek-hwie-sian, maka perjalanan
dilakukan agak lambat. Di dalam hal ini, adalah He Kau Chun yang paling beruntung,
karena di sepanjang jalan ia mendapat banyak kesempatan
untuk meminta pengajaran dan Kim Tan.
Tiba di gunung Biauw Ling, sudah bulan sepuluh, waktu itu
adalah musim yang paling sukar bagi pelancong. Untung Ma
Beng sudah banyak pengalamannya dalam gunung-gunung atau
hutan-hutan lebat serta mempunyai keakhlian untuk menangkap
binatang buas atau ular berbisa. Daerah barat laut dulu pernah
menjadi tempat pesiarnya.
Sesudah beberapa hari memasuki gunung, perjalanan mulai
sukar, hutannya sangat lebat, daun-daun kering tertimbun di
jalan-jalan sampai beberapa meter tingginya, mengeluarkan
hawa yang tidak enak. Ma Beng segera mengeluarkan tiga butir
pil yang berwarna merah dibagikan kepada Kim Tan bertiga
untuk menjaga rupa-rupa penyakit. Setelah memasuki daerah
pegunungan ini, adalah Ma Beng yang menjadi kepala, karena
sebagai orang yang sudah berpengalaman, segala-galanya ada
lebih mengerti dari lain-lainnya. Maka apa yang Ma Beng
katakan atau kehendaki, selalu diturut oleh mereka bertiga.
Setelah berjalan kira-kira sepuluh pal, bukan saja belum pernah
bertemu dengan binatang buas atau ular berbisa, malahan
binatang nyamuk atau semut juga belum pernah terlihat
seekorpun juga. Mereka bertiga masih mengira bahwa Ma Beng
171 berjusta atau menakut-nakuti mereka saja, dalam hatinya
merasa geli. Itu waktu, Ma Beng tiba-tiba hentikan tindakannya, agaknya
sedang berpikir keras. Ia berkata kepada mereka: "Hari ini
keadaan dalam hutan ini agak mengherankan, binatangbinatang sejenis ular atau semut pada saling bunuh, dan
kelihatannya kurang, itulah tidak mengherankan. Tapi keadaan
seperti hari ini, menurut pengalamanku, selama duapuluh tahun
ini, baru pertama kali ini aku mengalami, mungkin dalam rimba
ini ada sejenis tumbuhan yang sangat berbisa, tidak boleh tidak
kita harus berjaga."
Ma Beng baru berhenti berkata, Kim Tan tiba-tiba menunjuk ke
salah satu pohon besar, dan berkata kepada Ma Beng: "Empek
Ma, siapa bilang di dalam rimba ini tidak ada penghuni berjiwa"
Lihatlah di pohon besar itu bukankah ada seekor burung yang
sangat bagus?" Semua orang pada menengok ke arah yang dituding oleh Kim
Tan. Betul saja, di atas sebatang pohon besar yang sejauh kirakira tiga tumbak, ada seekor burung aneh yang berbulu abu-abu
tercampur hitam, burung itu sebesar elang, pelatuknya tidak
seperti burung biasa, tapi tajam dan panjang, sepasang kakinya
berkuku sangat tajam dan berwarna mengkilat. Burung aneh itu
miringkan kepalanya telah memandang mereka berempat,
sepasang matanya yang besar bundar dan merah,
memancarkan sinar yang menakutkan.
172 Kim Tan suka dengan bulunya yang bagus, ia coba menggapai,
tapi burung itu agaknya tidak ambil perduli. Dengan
menundukkan kepalanya mematoki batang pohon yang ia
sedang injak, lantas terbang tinggi dengan tiba-tiba sayap
sebelah kiri dikebutkan ke arah batang pohon yang besar.
Dengan mengeluarkan suara keras, batang pohon itu telah
patah. Setelah batang pohon besar itu patah, dari tempat yang patah
telah kelihatanlah lobang besar dan dalam, burung itu dengan
kecepatan luar biasa, mematok ke dalam lobang dengan
patoknya yang panjang. Dari dalam lobang itu telah mematok
satu ular kepala dua yang panjangnya kira-kira delapan kaki.
Ular berkepala dua yang suka berdiam di-batang-batang pohon
ini. Ma Beng dulu waktu memasuki daerah Biauw Ciang sudah
pernah melihat, ia tahu ular itu sangat berbisa, tapi burung itu
seolah-olah tidak mengeluarkan sedikit tenaga, dengan satu kali
patok saja sudah menarik keluar dari lobang, kemudian
dibanting ke tanah. Karena tubuhnya sangat besar, maka
setibanya di tanah tidak dapat bergerak lagi. Dan burung itu
dengan sangat cepat telah melayang ke bawah, dengan
patoknya yang tajam. Ia telah mematok bagian perutnya untuk
mengambil telurnya yang kemudian ditelan. Semua orang yang
menyaksikan menjadi terheran-heran.
Cu Ling Cie tidak hentinya menanyakan Ma Beng: "Burung
apakah itu sebetulnya" Mengapa mempunyai kekuatan begitu
luar biasa?" 173 Ma Beng meski sudah banyak pengalamannya, tapi baru kali ini
menemukan burung yang kekuatannya luar biasa, sehingga
tidak dapat menjawab pertanyaan Cu Ling Cie. Kim Tan
mendadak ingat bahwa burung ini ada mirip sekali dengan
burung piaraannya Sam Hie To-tiang, hanya besar badannya
yang agak berbeda. Hal ini segera diutarakan kepada kawankawannya, tapi karena mereka masih belum tahu betul apa
sebenarnya burung itu, maka mereka menamakan burung
Rajawali besar (Toa-tiauw).
Cu Ling Cie mendengar nama ini, segera timbul pikirannya yang
bukan-bukan, ia ingin menaklukkan burung itu, untuk dijadikan
tunggangan, sehingga bisa berterbangan kemana-mana.
Hawa udara di rimba itu sangat lembab, bau amis yang terbawa
oleh aliran angin, menimbulkan perasaan mual kepada semua
orang. Mereka lantas kencangkan jalannya, sehingga dalam
tempo sekejap, sudah hampir keluar dari rimba.
Pada saat itu, pedang pusakanya Kim Tan dan Cu Ling Cie, tibatiba bersuara mengaung. Semua orang mendengar suara itu,
dalam hati masing-masing mengerti bahwa di depan mereka
tentu ada apa-apa yang aneh, mungkin juga bahaya, sehingga
pedang pusaka itu sampai memberi peringatan lebih dulu.
Mereka berjalan sangat hati-hati, setelah keluar dari rimba,
gunung itu keadaannya sangat berbahaya, empat orang berdiri
sejenak untuk memandang sekitarnya. Tiba-tiba mencium bau
harum yang luar biasa, sehingga perasaan mual yang barusan
kembali telah tersapu bersih.
174 Kim Tan agak bingung, maka lalu menanya kepada Ma Beng:
"Empe Ma, bunga ajaib apakah yang menimbulkan bau harum
luar biasa ini" Coba kita petik beberapa tangkai, dan ditaruh di
baju masing-masing, bukankah dengan demikian akan dapat
menolak hawa busuk dari rimba ini?"
Ma Beng sendiri juga tidak tahu sebenarnya kembang apa itu,
dengan mengikuti arah datangnya bau harum tadi, mereka pergi
mencari. Tidak berapa lama, mereka telah menemukan tempat
yang menyiarkan bau harum tadi, ternyata di suatu lembah yang
sangat dalam. Bagi mereka yang masing-masing mempunyai
kepandaian tinggi, untuk mencapai di tempat itu tidaklah sukar.
Di dalam lembah yang curam itu terdapat satu kolam yang
lebarnya kurang lebih lima tumbak persegi, airnya sangat jernih,
sehingga kelihatan dasarnya. Di dalam air yang jernih itu ada
menonjol satu batu yang aneh, warnanya sangat indah dan
mempunyai banyak lobang. Ini masih belum seberapa, yang lebih aneh ialah dalam setiap
lobang itu ada tumbuh semacam rumput yang aneh. Rumput itu
daunnya bercabang empat, di tengah-tengah ada sebiji buah.
Daunnya berwarna hijau gelap, macamnya panjang, buahnya
berwarna hijau muda, sebesar buah lengkeng, bau harum tadi
ternyata berasal dari rumput tersebut.
Cu Ling Cie sangat suka dengan rumput yang aneh itu, selagi
hendak melompat untuk memetik, tiba-tiba tubuhnya ditarik oleh
He Kau Chun. Setelah diajak sembunyi di belakang batu besar
ia berkata dengan suara perlahan: "Kau lihat di dekat kolam
175 yang ada banyak batunya ada satu kawa-kawa yang sangat
besar." Cu Ling Cie menengok ke arah yang ditunjuk oleh He Kau Chun,
dan apa yang terlihat, membuat ia kaget. Binatang kawa-kawa
itu tubuhnya sebesar kepala manusia, kaki-kakinya jika
dipentang, kira-kira ada tiga kaki panjangnya. Itu waktu kawakawa itu sedang mementang kaki-kakinya, tidak hentinya


Suling Pualam Dan Rajawali Terbang Karya Peng An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggali tanah pasir di tepi kolam, setelah tanah itu berubah
menjadi satu lobang yang dalam, kawa-kawa itu lalu masukkan
tubuhnya ke dalam lobang tersebut, kemudian mementang kakikakinya lagi untuk menggaruki tanah-tanah dan batu-batu yang
bekas digali, untuk menguruk lobang, hanya ketinggalan sebuah
lobang kecil untuk bernapas.
Jika tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri, tak
seorangpun akan menyangka bahwa di bawah tanah yang
bekas digali itu ada sembunyi mahluk yang sangat berbisa. Tapi
mengapa kawa-kawa itu hendak mengubur dirinya sendiri"
Siapapun tidak dapat menjawab.
Ternyata Cu Ling Cie lebih cerdas pikirannya, ia memeriksa
dengan sangat teliti di tempat persembunyiannya kawa-kawa itu,
ia telah dapat kenyataan bahwa lobang kecil itu menghadap ke
arah rumput yang menyiarkan bau harum itu. Saat itu, bau
harum bertambah keras. Kejadian aneh ini membuat mereka
berempat terheran-heran. Pada saat itu, Cu Ling Cie mendadak dapat lihat di atas lembah
ada bayangan seekor burung besar, ia agak terkesiap, lalu
176 dengan pelahan ia menarik keluar pedang pusakanya, untuk
berjaga-jaga. Itu waktu, bayangan burung kelihatan lebih nyata,
ternyata sedang terbang turun ke lembah. Setelah jaraknya
semakin dekat, ia dapat lihat burung itu ternyata ada burung
berwarna abu-abu yang pernah mematok ular berbisa dan
memakan nyalinya, yang barusan mereka saksikan.
Burung itu setelah terbang berputaran sebentar, kemudian
terbang menukik menuju ke arah batu aneh yang tumbuh rumput
aneh pula. Melihat keadaan demikian, burung besar itu mungkin
telah terbang mendatangi karena hendak mendapatkan rumput
aneh itu, dan itu kawa-kawa besar mungkin adalah musuhnya
burung tersebut, maka sebelum burung itu tiba di tempat
tersebut, sengaja mengeram di dalam lobang untuk menunggu
kedatangannya. Cu Ling Cie karena merasa sayang dan senang pada burung itu,
kuatir kalau kena dibokong oleh kawa-kawa berbisa itu, maka
lantas menghunus pedangnya untuk memberi pertolongan
bilamana perlu. Itu waktu, burung rajawali itu sudah terbang
turun mendekati batu di tengah-tengah kolam itu.
Kawa-kawa berbisa itu seolah-olah seekor harimau yang sedang
mengintai mangsanya, dengan sabar ia tetap menunggu, meski
musuhnya sudah berada di depan mata. Burung rajawali itu
telah berdiri di atas batu dengan sebelah kakinya, sambil
memandang ke kanan kiri, dan kepada Kim Tan dan kawankawan memandang agak lama. Setelah tidak ada gerakan apaapa, lalu memutar kepalanya ke belakang, dengan cepat
177 mengulur lehernya untuk mematok buah yang ada di atas
rumput aneh itu. Pada saat burung rajawali sedang mematok buah dan tubuhnya
membelakangi, kawa-kawa berbisa itu lalu menyemburkan
serupa tali yang kuat. Ketika burung rajawali itu dapat tahu
dirinya terancam bahaya, ternyata sudah terlambat, karena
seluruh tubuhnya dengan cepat sudah dilibat oleh jalanya kawakawa berbisa itu, sehingga tidak bisa bergerak. Kawa-kawa
berbisa itu lantas keluar dari tempat sembunyinya, merayap
mendekati burung rajawali yang sudah tidak berdaya sama
sekali itu. Cu Ling Cie yang telah pasang mata sedari tadi, lantas bertindak
dengan cepat, dengan menggunakan pedang pusakanya, ia
timpukan ke arah kawa-kawa berbisa itu. Pedang pusaka itu
laksana kilat meluncur ke sasarannya. Sebentar kemudian,
terdengar suara yang seram, kawa-kawa itu tubuhnya tertusuk
pedang dan jatuh ke dalam kolam. Air kolam lantas berubah
menjadi hitam dan mengeluarkan suara seperti air mendidih.
Kawa-kawa berbisa itu meski sudah mati, tapi burung rajawali itu
tubuhnya masih terlibat oleh jaringnya kawa-kawa tersebut dan
tidak bisa bergerak. Selagi Cu Ling Cie hendak maju mendekati
untuk memberi pertolongan, burung itu berbunyi tidak hentihentinya, seolah-olah mencegah ia supaya tidak maju dekat.
Melihat keadaan demikian, Cu Ling Cie lantas menggunakan
akal, dari kantongnya ia mengambil sebutir pil, untuk ditaruh di
dalam mulutnya, kemudian mengambil pedang pusakanya Kim
178 Tan, lantas lompat ke atas batu aneh itu. Siapa tahu bahwa
jaring kawa-kawa itu mengeluarkan bau yang tidak enak, maka
ia lalu menggunakan ilmu pukulan tenaga dalam yang dapat
menembus udara, sehingga sebentar kemudian, jaring-jaring
yang melibat tubuh burung itu telah terputus semuanya.
Burung rajawali itu meski sudah terlepas dari libatan jaring kawakawa, tapi masih tetap berdiri tidak bisa terbang, kelihatannya
sangat lemah, tidak garang lagi seperti waktu mematok ular
berbisa tadi. Cu Ling Cie merasa suka kepada burung tersebut,
melihat keadaannya yang sangat mengenaskan ini, ia mengira
terkena racunnya kawa-kawa, maka lalu mengambil sebutir pil
diberikan kepadanya. Burung rajawali itu meski tidak menyingkir,
rupa-rupanya tidak suka dengan pil obat itu, hanya dengan
sepasang matanya yang bunder, besar dan merah memandang
buah di atas rumput aneh itu.
Cu Ling Cie lantas berpikir, mungkinkah burung ini ingin makan
buah itu" Jika dilihat keadaannya, memang kedatangannya
burung itu juga oleh karena hendak makan buah tersebut.
Cu Ling Cie lalu masukan kembali pilnya, dan memetik buah
aneh itu diberikan kepadanya. Burung rajawali itu segera
mengulur patoknya yang panjang, dengan pelahan makan buah
yang berada di tangannya Cu Ling Cie, kemudian dengan
mengeluarkan suara nyaring, lalu terbang ke angkasa.
Cu Ling Cie mendongakkan kepalanya, dengan terlongonglongong melihat terbangnya burung itu. Ternyata burung itu tidak
terbang jauh, hanya berputar-putar sebentar saja di atas
179 mereka, kemudian menukik ke bawah, dengan sepasang
kakinya ia mengambil pedang Cu Ling Cie yang menancap
ditubuh kawa-kawa berbisa tadi. Cu Ling Cie yang telah
menyaksikan kecerdikan burung itu, tambah merasa suka,
hingga mengulurkan tangannya untuk mengelus-elus bulunya,
burung itu ternyata sangat jinak. Bukan saja tidak menyingkir,
malahan jongkok di atas batu, membiarkan tubuhnya dielus-elus
oleh Cu Ling Cie. Cu Ling Cie dengan suara lemah-lembut berkata kepada burung
itu: "Burung, jika kau mengerti, selanjutnya kau jangan
tinggalkan aku, setelah kita nanti membereskan sakit hati ayah
bunda kita, aku akan bawa kau ke Ngo-bie-san, disana ada
banyak lebih bagus daripada di tempat ini."
Kawan-kawan Cu Ling Cie yang menyaksikan kelakuannya yang
masih kekanak-kanakan ini, pada merasa geli. Tak dikira kalau
burung itu benar-benar telah menjadi jinak, malahan sangat baik
sekali terhadap Cu Ling Cie.
Selagi mereka hendak memberikan nama untuk burung rajawali
itu, tiba-tiba mencium bau kembang kwi-hua yang wangi, tapi
tercampur hawa gas. Ma Beng, Cu Ling Cie dan Kim Tan,
karena kekuatan tenaga dalamnya sudah mencapai tingkatan
yang sangat tinggi, masih dapat bertahan, tapi bagi He Kau
Chun yang tenaga dalamnya masih agak rendah, segera tidak
tahan hawa gas itu, sehingga tumpah-tumpah.
Ma Beng tahu gelagat kurang baik, selagi hendak merogoh
obatnya, burung rajawali itu sudah mencabut rumput ajaib itu
180 bersama-sama akarnya, dan diberikan kepada empat orang itu.
Mereka setelah menempelkan rumput itu di hidung masingmasing, terasa bau yang sangat harum, dan benar saja hawa
gas itu segera lenyap sendirinya.
Burung rajawali yang tadinya mendekam di dekat kakinya Cu
Ling Cie, dengan secara mendadak telah terbang tinggi. Karena
kuatir burung itu akan pergi jauh, Cu Ling Cie merasa sangat
cemas. Ma Beng berkata sambil tertawa: "Siau-tit tak usah kuatir.
Binatang-binatang yang cerdik sejenis burung rajawali itu, paling
sukar ditundukkan oleh manusia, akan tetapi bila ia sudah
menurut, seumur hidupnya tidak berubah hatinya. Jika kau tidak
percaya, coba nanti kau usir padanya, ia juga tidak akan
minggat. Jika dilihat arah terbangnya, seperti menuju ke tempat
dari mana asalnya hawa gas tadi, mungkin ada binatang
beracun lain lagi yang ia hendak tempur. Mengapa kita tidak
membuntuti ia dengan diam-diam, untuk memberi bantuan jika
perlu." Perkataan Ma Beng ini memang beralasan, maka mereka lalu
berangkat menyusul ke arah terbangnya burung rajawali tadi.
Burung rajawali itu sebentar terbang sebentar berhenti, tak lama
kemudian, kembali terbang ke atas, seolah-olah memimpin
empat orang itu berjalan terus. Tempat-tempat yang dilalui
memang di bawah lembah, tapi akhirnya mereka tiba di satu
puncak gunung yang tinggi. Anehnya di bawah lembah itu masih
181 ada lembah lagi yang lebih curam, sehingga tidak kelihatan
dasarnya. Di tempat sejarak kira-kira lima tumbak jauhnya dari tempat
mereka berdiri, ada sebuah batu gunung yang menonjol, batu itu
rata laksana kaca, lebarnya kira-kira berapa puluh meter
persegi. Di ujung batu itu ada tumbuh tiga batang pohon siong
yang sudah tua usianya, yang berdiri disitu merupakan bentuk
segi tiga. Di tengah-tengah pohon siong itu, ada tiga goa
sebesar piring tembaga. Hawa gas beracun tadi ternyata keluar dari tiga goa tersebut.
Aneh adalah burung rajawali tadi, setelah memimpin empat
orang tiba di tempat tersebut, ia sendiri sebaliknya telah terbang
sangat tinggi, tidak tahu kemana perginya.
Ma Beng yang sudah banyak pengalamannya, melihat keadaan
demikian, segera dapat menduga tentu akan terjadi apa-apa.
Dengan suara perlahan ia berkata kepada Cu Ling Cie: "Melihat
tindakannya burung itu, dalam goa ini mungkin tersembunyi
benda atau binatang yang sangat beracun. Baiklah kita supaya
berhati-hati. Rumput ajaib ini mungkin dapat menolak hawa
racun, kita remas saja dan dimasukan dalam lobang hidung,
dengan demikian hingga kita tidak usah kuatir terserang racun
lagi." Pada saat itu, di puncak gunung yang sunyi itu, tiba-tiba
terdengar satu suara yang aneh, seperti suara anak kecil
menangis. Dari seberang batu yang licin itu mendadak keluar
serupa seutas tali berwarna, cepat laksana kilat melesat ke arah
182 batu, dan sebentar kemudian telah tiba di atas batu yang licin itu.
Ternyata adalah seekor ular yang kepalanya berjengger dan
seluruh badannya berwarna indah, besar badannya seperti tong
air, panjangnya kira-kira empat-lima tumbak.
Ular besar itu setibanya di atas batu, badannya bagian atas lalu
diputar sangat cepat kemudian melingkar, dan kepalanya yang
berjambul kelihatan di tengah-tengah lingkaran. Sebentarsebentar meleletkan lidahnya, matanya mengawasi ke lobang
goa, dan sebentar-sebentar mengeluarkan suara yang aneh.
Ma Beng melihat ular ini kaget tak alang-kepalang. Karena pada
berapa tahun berselang, ketika ia mencarikan obat untuk
saudara seperguruannya dan pergi jauh sampai ke daerah
pedalaman Biauw-ciang, juga karena hendak mencari ular
semacam ini. Itu waktu jika tidak bertemu dengan ibunya Kim
Tan yang memberi pertolongan, tentunya ia sudah binasa ditelan
oleh ular yang ganas dan berbisa ini. Selagi belum hilang rasa
herannya, dari dalam goa terdengar suara gemeresek, di mulut
goa kelihatan sinar hijau, dari dalam goa itu merayap keluar
seekor ular yang aneh lagi.
Ular itu seluruh badannya berwarna hitam, bentuknya agak
gepeng, lebarnya tidak ada sejengkal tangan, tapi panjangnya
ada tujuh tumbak lebih. Kepalanya tidak besar, tapi sangat
tajam. Ular berjengger itu melihat musuhnya menampakkan diri,
perasaannya rupa-rupanya agak tegang, karena lingkarannya
183 menjadi kencang, kepalanya ditonjolkan lebih tinggi, matanya
mengincar lawannya. Ular hitam yang berbadan gepeng itu dengan pelahan
menggeleser ke atas batu, tapi tidak seperti lain-lainnya ular
yang melingkarkan badannya, hanya kepalanya saja yang
diangkat tinggi kira-kira tujuh-delapan kaki, sepasang matanya
bersinar, memandang ular berjengger itu.
Tak lama kemudian, kedua ular luar biasa itu segera bertarung
dengan hebatnya. Dalam pertarungan sengit itu, ular berjengger tiba-tiba
mengeluarkan suara yang sangat seram mulutnya dipentang,
dari dalam mulut mengeluarkan asap berwarna. Ma Beng tahu
asap itu adalah senjatanya yang paling ampuh dari ular jengger
itu. Tapi tak disangka-sangka kalau ular hitam aneh itu
sedikitpun tidak berkisar dari tempatnya, malah mementang
mulutnya untuk menyedot asap berwarna itu. Dan berbareng
dengan itu, selagi ular berjengger masih mementang mulutnya,
ular hitam itu secepat kilat telah menerjang dan menyelusup ke
dalam mulut lawannya. Ular berjengger itu tahu gelagat tidak baik, buru-buru
merapatkan mulutnya, tapi sudah terlambat, karena ular hitam
itu sudah masuk ke dalam mulutnya dan terus menyelusup ke
perut untk memakan nyalinya ular berjengger itu sehingga
bergelimpangan di tanah. 184 Burung rajawali saat itu mendadak muncul di atasnya tempat
pertarungan ular itu, terbang melayang-layang dan mengeluarkan suara girang.
Cu Ling Cie melihat burung rajawali itu berterbangan dengan
girang, tapi sepasang matanya terus memandang ke arah
dirinya, ia lalu mengeluarkan pedang pusakanya sambil berkata:
"Apakah kau tahu pedangku ini ada pedang pusaka yang sangat
tajam, dan suruh aku memotong kedua ular itu?"
Burung rajawali itu mengeluarkan suara berulang-ulang, lalu
menukik dengan cepat. Lalu dengan kukunya yang tajam
menyerang sepasang matanya ular berjengger itu sehingga
menjadi buta. Burung rajawali itu benar-benar cerdik, setelah berhasil
menyerang ular itu, lalu dengan cepat mencelok di pundaknya
Cu Ling Cie, bersuara tidak berhenti-hentinya. Cu Ling Cie
mendongakan kepalanya melihat burung itu, ternyata sedang
memainkan rambut di kepalanya.
Cu Ling Cie lantas mengerti maksudnya burung itu, yang
tentunya memberikan isyarat untuk turun tangan membinasakan
kedua ular itu. Maka segera melesat ke atas batu dengan
menghunus pedangnya. Kim Tan, Ma Beng dan He Kau Chun
mana dapat membiarkan Cu Ling Cie menempuh bahaya


Suling Pualam Dan Rajawali Terbang Karya Peng An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sendirian, maka juga lalu menyusul satu persatu.
Itu waktu, ular hitam itu hampir seluruh badannya sudah masuk
nyelusup dalam perutnya ular berjengger. Meski bagaimana
185 besar dan ganasnya ular berjengger itu, tidak tahan juga
diserang nyalinya oleh ular hitam, maka binasa siang-siang.
Burung rajawali itu matanya tidak berkesip memandang ke arah
buntutnya ular yang sudah mati itu.
Ma Beng agak gelisah, karena kuatirkan ular hitam itu nanti
setelah dapat keluar dari bagian buntut, lebih susah
membinasakannya. Selagi hendak minta Cu Ling Cie segera
turun tangan, apa mau si sembrono He Kau Chun sudah
memutarkan senjata ruyungnya yang beratnya seratusdelapan
kati itu, secepat kilat sudah menghajar tubuh ular berjengger itu.
Ma Beng hendak mencegah, tapi sudah tidak keburu, karena ia
tahu dengan pukulannya ini, si sembrono tentu akan
menerbitkan bahaya. Benar saja, senjata ruyung itu ketika
mengenakan tubuh ular, bukan saja tidak dapat menghancurkan
tubuh ular itu, sebaliknya malahan senjata He Kau Chun yang
berat itu telah terpental ke udara. Hal ini telah membikin kaget
Cu Ling Cie yang berdiri di samping tubuh ular.
Kiranya Cu Ling Cie itu waktu sedang menantikan keluarnya ular
hitam dari perut ular berjengger, kemudian baru turun tangan.
Siapa tahu dengan tindakannya yang sembrono dari He Kau
Chun itu telah membikin cepat keluarnya ular hitam itu.
Hal ini telah terjadi di luar dugaan Cu Ling Cie, maka ia tidak
keburu untuk menggunakan pedangnya, untung dalam saat
yang kritis itu telah datang pertolongan dari burung rajawali.
Dengan cepatnya burung rajawali itu dari atas mencengkeram
186 leher ular hitam yang sedang menonjol itu, dan kaki satunya
mencengkeram badan ular supaya tidak dapat bergerak.
Cu Ling Cie pun segera maju, dengan pedangnya ia membabat
tubuh ular hitam itu. Bagaimana kebalpun tubuh ular itu, tapi
terkena pedangnya Cu Ling Cie segera terkutung menjadi dua
potong. Meski tubuh ular itu sudah kutung, tapi masih belum
mati, sepotong bagian atas dicengkeram oleh burung rajawali
dan dibawa terbang ke atas udara. Sepotong bagian bawah
masih bergelimpangan di tanah dan bergerak kesana sini tidak
hentinya. Ma Beng, Kim Tan dan Cu Ling Cie yang sudah tinggi
kepandaiannya, dan ilmu entengi tubuhnya juga agak sempurna,
maka dalam sabetan tubuh ular yang mengamuk hebat itu masih
dapat melesat ke udara untuk menyingkirkan diri, tapi He Kau
Chun yang agak lambat, badannya kena kesabet, sehingga
terpental sampai tujuh-delapan tumbak jauhnya. Kalau bukannya
ia sudah mempelajari ilmu Ie-kin-kang (menukar tempat urat)
dari Tat Mo Couw-su, mungkin sudah binasa seketika itu juga.
Tubuh kedua ular itu setelah bergelimpangan sebentar lagi, lalu
menggelundung ke bawah jurang. Kim Tan buru-buru
mengeluarkan pil obatnya untuk memberi pertolongan kepada
He Kau Chun sedangkan burung rajawali, itu waktu masih
berterbangan di atas udara sambil mencengkeram tubuh ular
bagian kepala. Kim Tan melihat demikian, tahu bahwa ular itu meski sudah
terputus badannya, tapi masih belum mati. Ia lalu suruh He Kau
187 Chun menyingkir ke samping, lalu bersama-sama Cu Ling Cie
menghunus sepasang pedangnya untuk siap sedia.
Burung rajawali itu rupa-rupanya mengerti maksud mereka,
maka lalu melepaskan cengkeramannya, dan sepotong tubuh
ular itu lalu melayang turun ke bawah. Kim Tan dan Cu Ling Cie
melesat setinggi lima-enam tumbak. sepasang pedangnya lalu
dikerjakan untuk memotong-motong tubuh ular itu, sehingga
berhamburan mengeluarkan banyak darah dan bau yang amis
luar biasa. Setelah itu mereka berempat lalu meneruskan perjalanannya,
dengan diantar oleh burung rajawali sebagai penunjuk jalan.
Dalam tempo beberapa hari mereka sudah sampai di
perbatasan propinsi Hun-lam. Di salah satu kota mereka mencari
rumah penginapan untuk bermalam.
Mereka berempat mengambil tiga kamar, Kim Tan dan Cu Ling
Cie masing-masing satu kamar, Ma Beng dan He Kau Chun satu
kamar. Burung rajawali itu sudah dididik oleh Cu Ling Cie,
hingga begitu dengar siulannya Ling Cie segera terbang
mendatangi, maka ia tidak diajak masuk kota.
Kim Tan yang rebah di pembaringan, karena memikirkan
nasibnya Han Ing, pikirannya sangat kusut, sehingga tidak dapat
tidur. Pada saat itu, mendadak kertas yang dipakai untuk lobang
jendela seperti ada orang yang menimpuk, menyusul mana, dari
lobang kertas itu melesat masuk ke dalam selembar daun dan
jatuh di pembaringannya. 188 Menyaksikan kepandaiannya orang itu yang luar biasa, Kim Tan
sangat heran, ia tidak perdulikan daun yang jatuh di
pembaringannya itu, lantas membuka jendela untuk menengok
keluar, tapi orang itu sudah tidak kelihatan bayangannya, dan
keadaan tetap sunyi senyap. Dengan perasaan sangat heran ia
kembali ke pembaringannya untuk mengambil daun tadi,
ternyata di daun itu ada sebaris tulisan yang ditulis dengan kuku
jari tangan, tulisan itu bunyinya demikian:
"Lekas pergi ke kuil di luar kota sebelah barat untuk menolong
orang, harus pergi seorang diri, jangan mengajak Cu Ling Cie
dan Ma Beng." Kim Tan lama memandang tulisan di atas daun itu, ia merasa
orang yang menimpuk daun ini kepandaiannya sama dengan
orang yang pernah menolong padanya dengan duri pohon siong,
ketika ia sedang bertempur lawan dua jago dari Pek-kut-kauw.
Dilihat dari caranya menimpuk, orang itu ternyata mempunyai
kepandaiannya yang sudah sampai di puncaknya kesempurnaan. Tapi mengapa orang ini telah dua kali
membantu secara menggelap, masih belum juga mau
memperlihatkan dirinya" Ya, mengapa" Untuk beberapa saat
lamanya ia tertegun, belum dapat juga jawabannya.
Jikalau dipikir secara mendalam perkataan-perkataan yang
ditulis oleh orang itu, seperti juga ada kenal baik dengan Ma
Beng, malahan rupa-rupanya kenal baik asal usulnya Cu Ling
Cie. Untuk mendapatkan ketegasan, ia segera mengambil
pedangnya dan keluar dari jendela.
189 Setibanya di luar kota sebelah barat, ia ragu-ragu juga untuk
mencari dimana adanya kuil tua itu. Mendadak matanya dapat
lihat di gerombolan rimba sebelah kiri, ada sebatang tiang
bendera yang agak menonjol ke udara, tidak salah lagi, itu tentu
tiang bendera kuil. Ia buru-buru cepatkan gerak kakinya, menuju
ke arah tiang bendera itu.
Di tempat adanya tiang bendera itu, betul saja terlihat sebuah
kuil kuno yang sudah rusak keadaannya. Ia Lalu mengeluarkan
ilmu entengi tubuh, melesat ke atas tiang bendera, dan
memandang keadaan sekitarnya. Keadaan di malam itu ternyata
sangat sunyi, hanya di bagian belakang kuil tua itu, lapat-lapat
kelihatan sinar lampu yang menyorot keluar.
Kim Tan dengan indap-indap berjalan mendekati kuil tua itu, dan
dengan sekali enjot tubuhnya, sudah lompat melesat ke atas kuil
dan sebentar kemudian sudah berada di atas genteng
pertengahan kuil. Dengan cara mencantelkan sepasang kakinya
di payon rumah dan kepalanya di bawah bergelantungan, ia
melihat ke dalam keadaannya kuil tua itu, dan apa yang dilihat"
Di depan meja toa-pe-kong ada menggeletak sesosok tubuh
wanita muda. Melihat keadaan ini, Kim Tan terkejut. Ia ada satu ahli, maka
begitu melihat segera dapat tahu bahwa wanita muda itu sudah
kena totokan sehingga pingsan. Di sampingnya tubuh wanita
muda itu ada berdiri muridnya Pek Cu Lam, Phoa Cay, yang
sedang mengawasi wanita muda itu dengan sorot mata yang
buas. 190 Kejahatannya Phoa Cay sudah dikenal baik oleh orang-orang
dari dunia Kang-ouw, maka begitu dapat lihat Phoa Cay, Kim
Tan meluap amarahnya, sebetulnya sudah ingin turun tangan
untuk memberi hajaran sehingga mampus. Tapi setelah
mendapat lihat wajahnya wanita itu seperti sudah pernah kenal,
ia lalu mengingat-ingat dimana pernah bertemu dengan wajah
itu. Selagi berpikir keras, tiba-tiba terdengar suara tertawanya Phoa
Cay, dengan bangga ia berkata: "Sumoy, percuma kau
memperlihatkan kesombonganmu seperti yang sudah-sudah,
yang selalu tidak pandang mata padaku. Sekarang bukankah
sudah menjadi barang makananku, kemudian hari baru minta
izin kepada suhu, untuk menetapkan hari perkawinan kita, masa
kau bisa melarikan diri lagi?"
Suara Phoa Cay ini, tambah membikin panas hatinya Kim Tan.
Ternyata wanita yang tubuhnya menggeletak di tanah itu adalah
Han Ing, orang yang pernah menempuh bahaya untuk memberi
pertolongan dan kemudian telah jatuh cinta padanya. Sejak ia
meninggalkan surat untuk ia dan Cu Ling Cie, sebetulnya sudah
ingin segera mencari jejaknya, tidak nyana telah dapat
diketemukan secara tidak terduga dan dalam keadaan demikian.
Han Ing yang itu malam dengan tidak sengaja telah dapat
dengar pembicaraan antara Cu Ling Cie dan Kim Tan tentang
dirinya. Setelah berpikir semalaman, ia lalu ambil putusan untuk
mengasingkan diri ke tempat yang sunyi, tidak lagi mencampuri
urusan dunia. Siapa tahu, setelah meninggalkan Kun-san, ia
tidak tahu ke mana harus menuju.
191 Berpikir bolak balik pikiran selalu berputar atas dirinya Kim Tan.
Dia tahu bahwa Kim Tan pernah berjanji dalam tempo tiga bulan
akan datang di Ay-lie-san, untuk menemui Pek-kut-sin-kun dan
bertempur dengan Ouw-pak-sam-sat. Pek-kut-sin-kun, ialah
ayah angkatnya, kepandaiannya sudah sampai di puncaknya,
ditambah dengan kekuatan Ouw-pak-sam-sat, barangkali Kim
Tan dan Cu Ling Cie tidak gampang-gampang bisa merebut
kemenangan. Jika tidak dibantu oleh Sam Hie To-tiang, dua
anak muda itu ada kemungkinan akan menghadapi bahaya
besar. Sekarang setelah dirinya sendiri sudah ambil keputusan hendak
sucikan diri, mengapa tidak melakukan apa-apa untuk kebaikan
kedua pihak, maka ia lalu ambil putusan hendak pulang ke Aylie-san lebih dulu untuk membujuk sekali lagi kepada ayah
angkatnya agar suka kembali ke jalan yang benar.
Pada suatu hari, ketika ia tiba di hutan perbatasan propinsi Hunlam, hari sudah mulai gelap. Sebetulnya harus mengaso, namun
karena pikirannya ruwet, apalagi mengingat daerah tersebut
adalah daerah kekuasaannya Pek-kut-kauw, sudah tentu tidak
perlu takut apa-apa. Ia ingin mendahului kedua suhengnya tiba
di Ay-lie-san, agar dapat kesempatan untuk membujuk ayah
angkatnya. Selagi melalui satu tempat yang tinggi dan dengan cepat jalan
menurun, tiba-tiba dari belakang seperti ada orang berjalan
malam yang sedang mengikuti padanya. Ia menengok ke
belakang, tapi tidak kelihatan suatu bayangan orangpun juga.
Kecepatan jalan orang itu, benar-benar hebat.
192 Mengingat ilmu mengentengi tubuh ia sendiri, dalam kalangan
Kang-ouw dewasa ini, jarang ada bandingannya, sekarang
ternyata ada orang yang membuntuti padanya secara diam-diam
tapi tidak diketahui olehnya, kali ini betul-betul bertemu dengan
orang yang lebih pandai ilmunya. Selagi berpikir keras, tiba-tiba
ada satu bayangan yang lari turun dari atas gunung, setelah
ditegaskan, orang itu bukan lain adalah orang yang paling
dibencinya: Phoa Cay. Bertemu dengan dia, Han Ing segera kerutkan keningnya.
Phoa Cay tidak menunggu sampai ia buka mulut, sudah
mendahului bertanya: "Sumoy, pertempuran di Kun-san, pihak
kita karena kurang tenaga, akhirnya telah menderita kekalahan.
Kuheran kepada kau tidak kelihatan dan memberi bantuan,
sebenarnya kau berada dimana?"
"Y" Han Ing mengangkat mukanya dan menjawab dengan sikap
dingin: "Jie-suheng, pertanyaanmu ini sungguh aneh, aku telah
mendapat titah ayah angkatku untuk meninjau ke cabang agama
kita di pelbagai tempat, ada yang berbuat nyeleweng apa tidak
dan supaya memberi laporan, agar anggota-anggota yang tidak
baik itu dapat dibersihkan. Pertempuran di Kun-san, ayah sudah
menitahkan kau, Hang-liong-lo-han Liauw Ceng, Cian-pie-sin-mo
Chek Hong untuk mengepalai dan mengurus pertempuran itu.
Mereka semua adalah orang-orang yang bukan sembarangan
dalam perkumpulan kita, tapi akhirnya tokh dijatuhkan oleh
193 lawannya, kau tidak cela diri sendiri, sebaliknya menyalahkan
orang lain!" Phoa Cay sejak dapat lihat Han Ing bersama-sama Kim Tan dan
Cu Ling Cie berperahu dan bercakap-cakap di telaga Oey-helouw, sudah timbul pikiran jahat terhadap dirinya Han Ing.
Semula ia masih mengandal ilmu silatnya yang tinggi dan yang
terhitung salah satu murid terpandai dari Pek-kut-sin-kun, asal
saja bisa bersabar dan bisa mengambil hati Han Ing, sudah
tentu akan berhasil mendapatkan dirinya itu nona.
Tapi sekarang, melihat sikapnya itu nona yang sangat dingin,
segera berubah pikirannya, dan maksud jahat kembali
menguasai sanubarinya. Dengan tertawa menyindir ia berkata:
"Kita adalah orang-orang sendiri, segala omongan tidak perlu
memakai tedeng aling-aling lagi. Perbuatanmu selama beberapa
bulan ini, apakah kau kira dapat membohongi aku" Dalam
pertempuran di bukit Kun-san yang membinasakan Cian-pie-sinmo dan Hang-liong-lo-han justru ada dua kenalan barumu. Nanti
setelah kembali ke Ay-lie-san, jika hal ini aku bicarakan dengan
Suhu, meskipun bagaimana sayangnya Suhu kepadamu,
barangkali juga akan menganggap kau telah bersekongkol
dengan musuh!" Mendengar perkataan Phoa Cay yang mengandung gertakan ini,
Han Ing sangat mendongkol, dengan uring-uringan ia menjawab:
"Siapa kesudian meladeni perkataanmu yang bohong belaka ini.
Sekalipun kau hendak memfitnah, akhirnya tokh kebenaran nanti
194 yang akan memberi buktinya. Hal ini lebih baik dibicarakan lagi
setelah kita tiba di Ay-lie-san."
Melihat si nona marah, Phoa Cay segera merubah sikapnya,
dengan berseri-seri ia berkata: "Sumoy jangan marah. Aku


Suling Pualam Dan Rajawali Terbang Karya Peng An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan kau selamanya mempunyai hubungan baik, mana
mungkin hendak membusuki namamu dihadapan Suhu" Tapi
kau harus tahu, kenalan barumu yang membawa sepasang
pedang pusaka itu, selagi mabuk dengan kemenangan yang
didapatkan dalam pertempuran di Kun-san, di luar tahu mereka
aku sudah memberi hadiah mereka pasir beracun. Kasihan dua
anak muda itu, kini mungkin sudah terancam jiwanya."
Mendengar ini, wajahnya Han Ing berubah dengan lantas. Tapi
akhirnya tenang kembali, dan balik menanya kepada Phoa Cay:
"Itu dua anak muda yang membawa sepasang pedang mustika,
kepandaiannya tidak tercela, cara bagaimana dapat kau
bokong?" Bagaimana licik adanya Phoa Cay, ia segera dapat lihat
perubahan wajah nona itu. Kebenciannya lantas meluap, dengan
berpura-pura ia mendekati Han Ing dan berkata di dekat
telinganya: "Mana aku membokong, itu Kim Tan......" sampai
disini, kedua jari tangan kanannya segera dikerjakan dengan
cepat untuk menotok si nona.
Han Ing meski sudah merasa perkataannya Phoa Cay itu belum
tentu benar, tapi sama sekali tidak akan menyangka kalau Phoa
Cay bisa turunkan tangan keji terhadap ia. Dalam keadaan
195 demikian, biar bagaimana tinggi pun ilmu silatnya Han Ing,
sudah tentu tidak berdaya sama sekali.
Setelah berhasil maksudnya, dengan tertawa mengejek ia
berkata: "Kau lihat, apakah Kim Tan akan lebih dari aku" Sumoy
biasanya sangat sombong, dengan getas menolak kecintaan
orang, ini kali kau sudah terjatuh dalam tanganku. Coba kulihat
apakah kau bisa melarikan diri?"
Sehabis berkata, lalu memondong tubuhnya Han Ing dan dibawa
masuk ke dalam kuil tua itu. Setibanya dalam kuil, ia lihat pelita
di atas meja sembahyang masih ada minyaknya, maka lalu
mengambil api untuk menyalakan pelita itu. Kemudian ia
membersihkan bantal untuk sembahyang dan letakkan tubuhnya
Han Ing di depan meja sembahyang.
Han Ing yang terkena totokan di urat bagian hun-hiat, sudah
pingsan tidak ingat orang lagi. Selagi Phoa Cay merasa girang,
tidak disangka-sangka kalau ada orang akan datang di kuil tua
itu, setelah menengok, yang datang itu bukan lain orang, adalah
musuh buyutannya Kim Tan, sehingga kagetnya tak alang
kepalang. Belum sampai Kim Tan turun tangan, Phoa Cay yang dua kali
sudah terjatuh di tangannya, sudah ketakutan setengah mati,
maka segera lari terbirit-birit. Dalam murkanya, Kim Tan tidak
membiarkan ia melarikan diri begitu gampang, maka ia segera
memburu, dari belakang ia melontarkan serangan keras. Siapa
nyana ujung jarinya baru saja hendak mengenakan sasarannya,
Phoa Cay tidak dapat bergerak sama sekali.
196 Kim Tan merasa sangat heran, buru-buru menarik serangannya.
Phoa Cay itu waktu keadaannya sudah seperti patung, tidak
dapat bergerak sedikitpun juga. Kim Tan dengan teliti memeriksa
tubuhnya, ternyata terkena totokan yang dilancarkan oleh
seorang lain yang ilmunya lebih tinggi, karena totokan itu
ternyata dapat menembusi udara kosong, dan mengenakan
sasarannya dengan tepat. Hal ini membikin Kim Tan tambah heran lagi, siapakah orang
berilmu yang secara sembunyi telah memberi bantuan padanya
itu" Ia memandang sekitarnya, tapi ternyata sunyi-senyap.
Setelah berpikir sejenak, ia merasa bahwa orang yang menotok
Phoa Cay ini ilmunya ada sama tingginya dengan orang yang
membawa kabar padanya dengan melontarkan daun ke dalam
jendela. Yang membikin ia tidak habis mengerti adalah orang
yang ilmunya tinggi itu berulang-ulang sudah membantu
padanya, tapi mengapa tidak mau perlihatkan dirinya" Setelah
Phoa Cay dibikin tidak berdaya, ia baru ingat, hingga buru-buru
menolong dirinya Han Ing.
Tapi begitu sampai di depan meja sembahyang dan dapat lihat
wajahnya Han Ing yang sedang pingsan itu mendadak kesima,
ia tidak tahu mesti bagaimana baiknya. Kim Tan yang pernah
dapat didikan ilmu surat juga, hatinya putih bersih, tidak
mempunyai pikiran binatang, hingga menghadapi wanita cantik
dalam keadaan demikian malah merasa sangat likat. Tapi
karena mengingat pentingnya segera diberikan pertolongan,
maka tidak pikir panjang lagi.
197 Ia segera angkat tubuhnya Han Ing, di belakang gegernya
ditepok dengan pelahan, dan setelah diurut-urut sebentar Han
Ing pun lantas siuman. Tapi ketika melihat keadaannya yang
masih diangkat tubuhnya bagian atas dan diurut-urut oleh Kim
Tan, ia kaget hingga keluarkan jeritan di bibirnya. Kemudian
setelah melihat Phoa Cay sedang berdiri tegak di satu pojokan,
ia lantas mulai mengerti duduknya perkara. Ia merasa malu,
hingga dengan kedua tangannya ia buru-buru menutupi
mukanya yang berubah merah seketika.
Kim Tan melihat ia merasa malu, dengan sendirinya ia pun
segera merasa panas mukanya, maka buru-buru melepaskan
dirinya, dengan pelahan ia berkata: "Enci Han Ing, kau perlu
mengaso dulu sebentar, nanti kuceritakan duduknya perkara."
Han Ing berdiam, lapat-lapat ia seperti dapat tahu bahwa Kim
Tan sudah menolong jiwanya dalam saat yang tepat. Tapi
mengingat diri sendiri telah dibokong oleh Suhengnya sendiri,
dan jika hal ini tersiar di luaran, bagaimana ada muka untuk
menemui orang" Mengingat sampai disini, perasaan malu dan
marah tercampur aduk menjadi satu, tidak dapat lagi ia
menguasai dirinya sendiri, maka lalu bangun berdiri dan dengan
kecepatan seperti kilat ia meleset ke arah tembok, untuk
membenturkan kepalanya sendiri.
Kim Tan yang sedang berdiri membelakangi padanya,
mendadak merasa samberan angin, ia segera menoleh, dan
sangat terkejut menyaksikan perbuatan nekat dari Han Ing ini,
secepat kilat pula ia menubruk. Dengan kedua tangannya ia
memeluk tubuh Han Ing, tapi karena sama-sama mengeluarkan
198 tenaganya, maka masing-masing tidak dapat kendalikan diri,
hingga dua-duanya jatuh bergumulan di tanah.
Han Ing tubuhnya dipeluk secara demikian oleh Kim Tan, sesaat
berasa malu dan gugup, namun tidak bisa berbuat apa-apa. Kim
Tan ada seorang yang cerdas, melihat keadaan demikian,
segera dapat menebak hatinya Han Ing.
Justru ia merasa sangat simpatik kepada dirinya nona ini, bukan
saja karena dapat pertahankan diri dalam kawanan orang jahat,
bahkan sudah menolong jiwanya ketika ia mendapat luka parah,
maka ia lalu menundukkan kepalanya dan berkata lengan suara
pelahan: "Enci Han Ing jangan terlalu bersusah hati, sejak enci
meninggalkan surat dan berlalu dari kita, aku dan adik Ling Cie
sudah berjanji, untuk selanjutnya kita bertiga harus bersatu hati.
Tunggu setelah kita nanti menyelesaikan pembalasan sakit hati
kita terhadap musuh-musuh orang tua kita, lalu kembali ke
gunung untuk meminta perkenan Suhu. Malahan adik Ling Cie
suruh aku biar bagaimana harus mencari enci sampai ketemu."
Setelah dikasih mengerti demikian, Han Ing meski merasa
sangat malu, namun dalam hati merasa lega dan girang. Ia
membuka kedua matanya untuk memandang Kim Tan, dan
ketika merasa dirinya masih dalam pelukannya anak muda ini,
bertambah malu perasaannya. Ia lantas menjawab dengan
pelahan: ,,Adik Tan, sudahlah aku tidak akan mencari mati lagi,
lekas kau lepaskan diriku, mari kita kembali untuk menemui
Empe Ma Beng dan adik Ling Cie."
199 Kim Tan merasa seperti dirinya melayang-layang, setelah
diingatkan oleh Han Ing, baru mendusin bahwa tindakannya
barusan agak kelewatan. Itu orang yang memberi bantuan
secara menggelap jika itu waktu belum berlalu, jika mendapat
tahu bukankah memalukan" Ingat sampai disini, ia buru-buru
lepaskan tubuh Han Ing dan ke luar dari ruangan kuil.
Han Ing yang dapat lihat Phoa Cay masih berdiri tegak seperti
patung. Mengingat barusan hampir saja dibikin celaka olehnya,
hatinya merasa malu dan gemas, maka lalu maju mendekati dan
angkat sulingnya hendak memukul, kepalanya.
Kim Tan buru-buru mencegah seraya berkata: "Kalian samasama satu perguruan, tidak baik saling bunuh. Ini orang meski
kelakuannya jahat, tapi sekarang ini masih perlu dibiarkan untuk
menjadi saksi hidup. Sejak di Oey-he-louw sehingga di Kun-san
sudah dua kali aku lepaskan dia, ini kali harap enci suka
memandang aku, untuk yang terakhir melepaskan padanya.
Sekarang biarlah kulepaskan totokannya, suruh ia membuat
pengakuan atas perbuatannya terhadap diri Enci, supaya di lain
kali jika bertemu suhumu tidak akan mengaco belo tidak karuan."
Han Ing menurut usul Kim Tan, berdua lalu mencari kertas dan
alat-alat tulis, kemudian paksa Phoa Cay membuat pengakuan
di atas kertas, tentang perbuatannya terhadap sumoynya.
Setelah selesai menulis pengakuannya, baru diperbolehkan
pergi. Itu waktu, sudah hampir terang tanah, Kim Tan lalu
mengajak Han Ing kembali ke rumah penginapan.
200 Di rumah penginapan, pagi itu Cu Ling Cie tiba-tiba mendusin. Ia
coba mencari Kim Tan, tapi tidak diketemukan dalam kamarnya,
dan tidak tahu kemana perginya, karena kuatir ada apa-apa, ia
lalu membanguni Ma Beng dan He Kau Chun. Selagi mereka
berunding hendak mencari, Kim Tan telah kembali bersama Han
Ing. Cu Ling Cie begitu menampak Han Ing, girang rasa hatinya, ia
lantas menubruk dan menggenggam tangannya seraya berkata:
"Enci Han, cara bagaimana begini pagi kau bisa berada disini"
Dan bagaimana Engko Tan bisa ketemukan kau?"
Pertanyaan ini meski agak kekanak-kanakan, namun Han Ing
yang ditegor demikian segera merah mukanya.
Kim Tan kuatir ia nanti tidak enak perasaannya, maka ia buruburu talangi menjawab: "Tadi malam karena tidak dapat tidur,
aku keluar jalan-jalan, tidak nyana kalau akan bertemu dengan
Enci Han. Pertemuan ini benar-benar di luar dugaanku sama
sekali, hingga aku ajak ia kemari," ia sengaja membohong, sama
sekali tidak menyebut-nyebut peristiwa di kuil tua.
Cu Ling Cie lantas ajak Han Ing ke kamarnya, lalu menceritakan
pengalaman masing-masing. Han Ing tidak bermaksud
menyembunyikan rahasianya terhadap Cu Ling Cie, maka lalu
menceritakan juga peristiwa yang telah terjadi di kuil tua tadi
malam, dan dengan cara bagaimana dapat ditolong oleh Kim
Tan. "Y" 201 Pagi itu setelah mereka habis makan pagi, lalu meneruskan
perjalanannya. Gunung Ay-lie-san sangat luas. Untuk mencari
kediamannya Pek-kut-sin-kun, sungguh tidak mudah. jika hanya
Ma Beng, Kim Tan, Cu Ling Cie dan He Kau Chun berempat
saja, dalam tempo tiga bulan belum tentu bisa menemukan.
Untung ada Han Ing yang bertindak sebagai penunjuk jalan
sehingga tidak membuang waktu secara cuma-cuma.
Di tengah perjalanan, mereka merasa sangat gembira, terutama
Cu Ling Cie, Kim Tan dan Han Ing, yang kini sudah tidak merasa
sungkan lagi. Tapi setelah memasuki daerahnya Pek-kut-kauw,
Han Ing kurang leluasa menemani mereka, maka hanya
memberi petunjuk jalan-jalan yang harus dilalui, dan minta
mereka supaya menunda perjalanannya satu hari, karena ia
hendak menggunakan tempo satu hari ini untuk membujuk sekali
lagi kepada ayah angkatnya, biarpun apa yang akan terjadi, baik
diterima maupun tidak, tapi ia sudah penuhkan kewajibannya
sebagai anak, meskipun hanya anak pungut, untuk
menghindarkan ayahnya dari keruntuhan.
Ma Beng puji pikiran dan tindakan Han Ing ini, sambil
mengangguk-anggukkan kepalanya ia berkata: "Nona Han telah
menerima budi sangat besar dari Pek-kut-sin-kun, sudah
seharusnya begitu. Kita ini malam akan menginap di kota kecil
ini saja dulu, besok baru melanjutkan perjalanan kita ke Ay-liesan."
Sehabis mendengari perkataan Ma Beng, Han Ing lalu
bersenyum kepada Kim Tan, dan setelah mengucapkan
pesannya supaya berhati-hati di perjalanan, lalu menghilang di
202 tempat yang gelap. Setelah Han Ing berlalu, Kim Tan baru ingat
bahwa surat pengakuannya Phoa Cay masih berada di
tangannya, belum diserahkan padanya. Ia buru-buru mengejar,
tapi sudah terlambat, karena kuatirkan dirinya Han Ing kali ini
mungkin sukar akan lolos dari fitnahannya Phoa Cay.
Cu Ling Cie juga turut merasa kuatir, seperti juga seorang adik
yang akan kehilangan Encinya.
Setelah mengaso satu hari, mereka lalu melanjutkan
perjalanannya ke Ay-lie-san. Itu burung rajawali selalu mengikuti
perjalanan mereka dari atas udara, dan setelah memasuki di
daerah-daerah yang berbahaya, burung itu seolah-olah menjadi
pelindung. Dengan mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan
oleh Han Ing, benar saja di bawah kaki gunung telah
diketemukan sebuah pintu batu besar, di kedua sisi pintu itu
dipasang sepasang papan lian, yang tertulis dengan perkataan:
"Thian He Bu Kong Cun Pek Kut, Jin Kan Sian King Si Ai Lie!"
atau: "Ilmu silat di kolong dunia ini terhitung Pek-kut yang paling tinggi,
taman Firdausnya dunia adalah Ai Lie!"
Kim Tan yang telah menyaksikan tulisan dari sepasang lian yang
sangat sombong itu, tidak tertahan gelinya, dengan tertawa
dingin ia berkata: ,,Sungguh sombong."
Empat orangnya Pek-kut-kauw yang menjaga di pintu gerbang
dengan memegang golok, seolah-olah sudah tahu akan
203 kedatangan Kim Tan berempat, maka sedikitpun tidak
menghalang-halangi, malah dengan sangat hormat sekali
menyilahkan mereka masuk.
Kim Tan sudah diberitahukan oleh Han Ing, tahu setelah melalui
pintu batu ini, akan melalui pula satu jalanan di tengah-tengah
lembah dan jalanan yang berbelit-belit serta berbahaya, baru
bisa tiba di tempatnya Pek-kut-kauw. Maka ketika ia
menyaksikan keadaannya jalanan yang mereka lalui, ia lantas
mengerti bahwa jalanan ini sangat berbahaya.
Di jalanan yang curam dan sempit ini, jika ada musuh
menyerang secara menggelap, sedikit alpa saja, sudah tentu
akan membawa akibat yang hebat. Maka meski bagaimanapun
tinggi ilmunya Kim Tan, Cu Ling Cie, Ma Beng dan He Kau
Chun, mau tidak mau harus waspada.
Ma Beng yang sudah banyak pengalamannya, meski
mempunyai perasaan seperti Kim Tan, tapi menilik kelalaian dan
cara penyambutan dari empat orangnya Pek-kut-kauw tadi, Pekkut-sin-kun sudah tentu tahu akan kedatangan mereka. Tidak


Suling Pualam Dan Rajawali Terbang Karya Peng An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perduli bagaimana hasilnya Giok-tek-hwie-sian yang pulang dulu
untuk membujuk ayah angkatnya. Tapi menurut peraturan dunia
persilatan, setelah maju lagi beberapa langkah, sudah tentu
akan ada orang lagi yang datang menyambut, tidak nanti akan
mencelakakan mereka di tengah jalan. Ingat sampai disitu,
meski keadaan ada sangat berbahaya, namun hatinya merasa
lega. 204 Siapa duga, baru berjalan beberapa langkah, dari atas bukit
yang tinggi mendadak ada suara gemuruh, dua buah batu yang
sangat besar jatuh menggelinding ke arah mereka. Dalam
jalanan yang sempit itu, rasanya agak sukar untuk
menyingkirkan diri, masih untung mereka sudah dapat tahu lebih
dulu, dan kepandaian mereka sudah sampai di puncaknya,
sehingga dapat meloloskan diri dari bahaya.
Tapi karena beradunya kedua batu besar yang jatuh dari atas
itu, telah menimbulkan suara hebat, dan batu-batu kecil serta
tajam telah berhamburan ke sana-sini, seolah-olah menyerang
mereka. Kim Tan, Cu Ling Cie dan Ma Beng masing-masing
pada menggunakan tenaga dalamnya untuk menahan serangan
itu, namun tidak urung pahanya Ma Beng masih kena beberapa
potong, sehingga menimbulkan rasa sakit.
Pada saat itu, di atas bukit tinggi terdengar suaranya orang yang
tertawa iblis. Ketika mereka mendongak, telah dapat lihat Phoa
Cay dan seorang tua kate yang kepalanya sangat besar berdiri
di atas. Dengan menudingkan jarinya, Phoa Cay berkata kepada Kim
Tan: "Kim Tan bangsat kecil, ternyata tidak mengukur tenaga sendiri,
dengan lancang berani memasuki pusatnya Pek-kut-kauw. Di
lembah ini adalah tempat untuk mengubur tulang-tulangmu,
sedangkan maksudmu untuk mencari Ouw-pak-sam-sat,
sekarang ini Pui Tao Lo-cianpwee sudah berada di hadapanmu.
Lihat, apakah yang kalian bisa berbuat terhadap ia" Kini tuan
205 besarmu telah menghadang di tempat yang tinggi, di kedua
kantongnya juga ada penuh dengan senjata pasir beracun yang
khusus untuk menunggu kedatanganmu. Sekalipun kalian
mempunyai tiga kepala dan enam tangan, juga susah akan
dapat keluar dengan keadaan hidup. Lebih baik serahkan saja
jiwa kalian, supaya tuan besarmu tidak usah turun tangan
sendiri." Mendengar perkataan Phoa Cay, Kim Tan baru tahu bahwa
orang kate besar kepala itu adalah musuh yang membunuh
orang tuanya, salah satu dari tiga momok Ouw-pak-sam-sat. Ma
Beng dengan diam-diam melihat keadaan di sekitarnya, ia agak
cemas perasaannya, karena begitu turun tangan, empat orang
itu jangan harap bisa terlolos dari kematian.
Kim Tan yang saat itu sedang panas hatinya melihat musuh
besarnya berada di depan matanya, maka sudah tidak
menghiraukan jiwanya sendiri, dengan diam-diam ia kerahkan
tenaga dalamnya, siap sedia untuk melakukan tindakan seperti
apa yang pernah dilakukan di bukit Kun-san untuk menaklukkan
lawannya. Ia hendak menggunakan ilmu "Tay-it-sin-kang" untuk
menahan serangannya pasir beracun yang dilancarkan dari atas,
soal lainnya diserahkan kepada ketiga kawannya.
Baru saja ia empos semangatnya dan hendak sampaikan
maksudnya itu kepada Cu Ling Cie atau dengan tiba-tiba
terdengar suara jeritan ngeri. Dari atas berkelebat satu
bayangan besar, menyusul mana tubuhnya Phoa Cay telah
terjungkal dari atas bukit dan meluncur ke lembah yang sempit
206 itu. Pui Tao itu waktu seperti terkena serangan musuh,
mengeluarkan teriakan hebat, kemudian tidak kelihatan lagi.
He Kau Chun yang sudah sangat gemas kepada Phoa Cay,
melihat ia terjatuh dari atas bukit, tidak ayal lagi lalu buru-buru
lompat maju. Dengan senjatanya yang berat itu ia telah
menyabet tubuh Phoa Cay, hingga tidak ampun lagi, orang
paling ganas dari golongan Pek-kut-kauw itu seketika itu juga
lantas melayang jiwanya. Kim Tan maju memburu untuk melihat apa yang telah terjadi. Ia
lihat mata sebelah kanan Phoa Cay telah bolong, sehingga
mengeluarkan banyak darah. Melihat keadaan ini, ia lalu
mengerti duduknya hal. Sebentar kemudian, seekor burung
rajawali besar telah terbang turun menghampiri Cu Ling Cie dan
hinggap di pundaknya. Cu Ling Cie lantas mendusin, sambil tertawa ia mengelus-elus
bulunya burung itu, lalu menanya: "Burung yang baik, apakah
kau tadi yang mematok matanya si penjahat itu?"
Burung rajawali itu meski tidak bisa berbicara, tapi lantas angkat
lehernya dan manggut-manggut.
Ma Beng melihat kecerdikannya burung itu tidak habisnya ia
memuji. "Tidak disangka bahwa burung ini telah melakukan
perbuatan menyingkirkan seorang penjahat, sehingga sebagai
orang yang pertama yang mendapatkan pahala," demikian
katanya. "Phoa Cay sungguh sangat jahat, Kim Tan Hian-tit
sudah tiga kali memberi ampun padanya, tapi sebaliknya ia
207 hendak membokong kita secara tidak hormat dan rendah sekali,
dan tokh akhirnya mati di tangannya He Kau Chun. Tuhan Allah
sungguh-sungguh adil. "Hanya, orang ini biasanya sangat disayang oleh Pek-kut-sinkun. Dengan kematiannya, permusuhan kedua pihak mungkin
akan bertambah dalam. Seorang yang adatnya gampang marah
seperti Pek-kut-sin-kun, tidak nanti akan gampang-gampang
membikin habis perkara ini. Pulangnya nona Han Ing untuk
membujuk ayah angkatnya kali ini, sudah tentu tidak akan
mendapatkan hasil yang memuaskan. Kita sekarang sudah
berada di tempat yang penting, ancaman bisa datang di setiap
saat, maka baiklah semua orang berwaspada."
Terhadap kematiannya Phoa Cay, Kim Tan merasa sayang juga
dengan kepandaiannya, karena dalam kalangan Kang-ouw,
orang yang mempunyai kepandaian serupa ia, sungguh jarang
jumlahnya. Sayang karena tersesat pikirannya, telah
menemukan ajalnya secara sangat kecewa.
Ingat lagi dirinya Han Ing, ia kembali merasa kuatir. Ia berjalan
sambil berpikir, tidak terasa sudah melewati jalanan yang sempit
dan panjang itu, di depan matanya tiba-tiba terlihat beberapa
buah rumah yang tinggi besar, yang dibangun di lereng-lereng
gunung, rumah-rumah itu bangunannya sangat indah. Mereka
tahu bahwa gedung di lereng gunung itu mestinya ada
sarangnya Pek-kut-kauw, hatinya agak bercekat, lalu hentikan
tindakannya, untuk memandang keadaan sekitarnya.
208 Burung rajawali yang tadinya berdiri di pundaknya Cu Ling Cie,
saat itu mendadak terbang tinggi, berbareng dengan itu, pintu
gedung itu lalu keluar beberapa orang. Orang yang berjalan di
tengah-tengah ada berpakaian imam, rambutnya putih, tapi
wajahnya merah, usianya kira-kira baru setengah abad.
Melihat dandanannya, terang sudah ia adalah Pek-kut-sin-kun.
Orang-orang gagah yang berjalan di belakangnya, yang Kim Tan
kenali hanya Go Beng dan Touw Thing Hwie yang ia sudah
kenal di Kun-san. Ma Beng yang lebih lama merantau di kalangan Kang-ouw, ia
kenali itu orang pendek gemuk yang berdiri di sebelah kanannya
Pek-kut-sin-kun adalah satu-satunya dari empat malaikat maut
yang masih hidup: Tai-lik-sin-mo Co Chiang Hua. Orang yang
berdiri di sebelah kiri, berbaju panjang berwarna kuning adalah
musuhnya Kim Tan dan Cu Ling Cie, orang yang pernah
mencelakakan ayah bunda mereka Pui Tiauw, salah satu dari
Ouw-pak-sam-sat. Dulu di Liok-phoa-san ketika bertanding ilmu silat dengan ibunya
Cu Ling Cie pernah dipapas daun telinganya, maka mudah
dikenal, dan yang satu lagi, sudah tentu Pui Lip, tapi Pui Tao
yang barusan muncul bersama Phoa Cay di atas bukit, ternyata
tidak kelihatan mata hidungnya.
Pek-kut-sin-kun menyambut kedatangan mereka sejauh limaenam tumbak dari gedungnya, lantas berhenti bertindak, dengan
mengurut-urut jenggotnya ia tertawa bergelak-gelak dan berkata:
,Ma Tay-hiap, aku yang rendah Pek Cu Lam sudah lama
209 mendengar namamu yang besar. Hari ini kita telah bertemu, tapi
harap suka maafkan aku yang datang menyambut agak
terlambat. Barusan aku telah menerima laporan, muridku yang
kedua, Phoa Cay telah mendapat kecelakaan di lembah. Aku
ingin tanya, perbuatan siapakah sebetulnya. Harap suka
memberi penjelasan."
Pek-kut-sin-kun ini meski nada pembicaraannya merendah, tapi
air mukanya dingin, hingga keadaan berubah menjadi tegang.
Tempat berdiri antara kedua pihak itu waktu hanya sejarak tiga
tumbak. Kim Tan melihat wajah dan gerakannya Pek-kut-sinkun, terang sekali ada seorang yang berilmu tinggi, sehingga
menimbulkan rasa hormat. Sayang karena ingin menjagoi dalam
dunia persilatan, sehingga kena diperalat oleh orang-orang jahat
dari golongan Liok-lim. Ma Beng mendengar disebutnya perihal kematiannya Phoa Cay,
selagi hendak menjawab, mendadak sudah didahului oleh si
sembreno He Kau Chun. Dengan menenteng ruyung kuningannya yang berat, sambil
tertawa ha, ha, hi, hi, He Kau Chun berkata: "Itu anak nakal,
kiranya adalah muridmu, dia siang-siang sudah kuhajar dengan
ruyungku ini sehingga binasa."
Pek-kut-sin-kun tidak kenal adatnya He Kau Chun, mengira
dipermainkan olehnya, sudah tentu tidak dapat menahan
amarahnya. Dengan mata mendelik dan bersorot tajam, ia
mengeluarkan suara dihidung lalu berkata: "Anak yang besar
210 nyalinya." sehabis berkata, ia kebutkan tangan bajunya yang
panjang dan gerombongan, satu samberan angin yang hebat
sehingga meresap sampai ditulang telah menyerang secara
hebat. Untung He Kau Chun sudah tahu gelagat. Ia ingat pesan
gurunya tempo hari yang pernah mengatakan, meski badannya
kebal senjata tajam, tapi bila ketemu dengan pukulan dalam
yang kelihatannya lemah tapi keras, lebih baik menyingkir, tidak
boleh dilawan dengan kekerasan, maka begitu dirasakan ada
samberan angin, buru-buru mencelat mundur, untuk
menghindarkan tekanan dari serangan yang hebat itu.
Kim Tan dan Cu Ling Cie sudah pernah dengar Han Ing, bahwa
ayah angkatnya ilmu silatnya sudah sampai di puncak
kemahirannya, dalam jarak dua-tiga tumbak, dengan satu
kebutan saja dapat melukakan orang, maka sedari tadi sudah
siap sedia. Kasihan si sembrono yang tidak tahu gelagat itu,
meski sudah berdaya untuk menghindarkan serangan itu, namun
masih tidak berdaya, seolah-olah seperti layangan putus,
tubuhnya melayang ke udara hendak menumbuk batu besar.
Kim Tan dan Cu Ling Cie juga merasakan hebatnya samberan
angin itu, buru-buru mengerahkan ilmunya Tay-it-sin-kang dan
Pan-yok-sin-kang, sekalian untuk melindungi Ma Beng, sehingga
dapat bertahan. Tapi ketika melihat He Kau Chun terpental dan
menghadapi bahaya maut, sebaliknya sendiri tidak dapat
menolong, sehingga perasaannya sangat gelisah.
211 He Kau Chun meski sudah tahu liehay, tapi apa mau tidak dapat
kendalikan dirinya. Hanya satu tumbak saja dekatnya dengan
batu tembok besar, tiba-tiba dirasakan satu dorongan yang kuat
mencegah tertumbuknya badannya dengan batu besar itu,
bahkan tenaga dorongan itu mendorong kembali ke tempat
semula. Dengan masih menggenggam ruyung di tangannya, He Kau
Chun berdiri lagi di tempat semula, seperti belum pernah terjadi
apa-apa. Hal ini membuat si sembrono terheran-heran, tapi juga merasa
senang, dengan menghadapi Pek-kut-sin-kun ia tertawa ha, ha,
hi, hi. Perbuatan He Kau Chun ini, kembali membuat Pek-kut-sin-kun
sangat murka, dengan mengebutkan jubahnya, ia sebetulnya
ingin menyerang mereka berempat, tapi akhirnya hanya He Kau
Chun seorang yang terpental, tiga yang lainnya tetap berdiri
tegak. Mau tidak mau, Pek-kut-sin-kun merasa heran juga.
Kepandaian anak muda ini, betul-betul di luar dugaannya, tidak
heran kalau orang-orangnya telah dijatuhkan di Kun-san.
Tapi yang lebih-lebih mengherankan ialah He Kau Chun yang
terpental terbang di udara, mendadak bisa tertolak kembali
dengan secara luar biasa. Hal ini sungguh jarang terjadi, maka
sekalipun ia sendiri tinggi ilmu silatnya, menghadapi hal
demikian, mau tidak mau bercekat juga hatinya. Ia lalu lompat
melesat setinggi tiga-empat tumbak dan sejauh lima-enam
tumbak ke arah di mana tadi He Kau Chun terlempar.
212 Kira-kira sejarak satu tumbak dari batu besar itu, Pek-kut-sin-kun
kembali mengebutkan jubahnya, kali ini lebih hebat
serangannya, sehingga tanah, batu atau pohon yang
menghadang di depannya disapu bersih. Tubuhnya baru saja
menginjak tanah, ia lantas berseru: "Orang berilmu tinggi dari
mana telah mengunjungi Ay-lie-san, aku Pek Cu Lam menunggu
di sini, harap suka perlihatkan dirimu."
Tapi, bukan saja orangnya, bayangannya pun tidak kelihatan.
Hal ini bukan saja Pek-kut-sin-kun, bah?kan Kim Tan dan
kawan-kawannya pun merasa heran.
Pek-kut-sin-kun tidak bisa ketemukan orang yang tidak mau
memperlihatkan diri itu, air mukanya merah padam, dan lantas
balik kembali. Ma Beng lihat tindak tanduknya Sin-kun yang
terlalu agulkan ilmu tingginya, begitu turun tangan segera
hendak mencari korban, merasa agak mendongkol, hingga akan
memberi hajaran dengan perkataan. Dengan separoh menyindir
ia berkata: "Sin-kun sungguh hebat kepandaianmu. Lihat caranya kau turun
tangan tadi, tidak kecewa disebut orang kosen nomor satu di
dunia persilatan. Aku Ma Beng mendapat kesempatan menemui
kau, sungguh ada harganya. Cuma saja, oleh karena sedikit
kesalahan paham, dahulu di bukit Kun-san pernah kebentrok
dengan orang-orangmu. "Kim Tan Su-tit dan Cu Ling Cie Su-tit, karena dengan keluarga
Pui tiga saudara yang sekarang bernaung di bawah benderamu,
ada mempunyai permusuhan hebat karena dendaman sakit hati
213 terhadap pembunuhan ayah bunda mereka, hingga kini belum
dibereskan. Baru ada perjanjian dengan Go Kau-cu, dalam tiga
bulan akan bertemu di sini. Siapa nyana barusan ketika kita
berjalan memasuki selat lembah yang sempit itu murid
kesayanganmu Phoa Cay bersama Pui Tao menghadang di atas
gunung dengan menggelindingkan batu besar, malahan


Suling Pualam Dan Rajawali Terbang Karya Peng An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemudian hendak membokong dengan senjatanya pasir
beracun. "Ma Beng berempat, karena berada di tempat yang sangat
berbahaya, selagi tidak berdaya sama sekali, tidak tahu orang
berilmu tinggi dari mana, telah memberi pertolongan, telah
menaklukkan Phoa Kau-cu dan membikin kabur Pui Kau-cu.
Kawanku He Kau Chun ini, adatnya ada sangat polos dan jujur,
karena terluka oleh batu yang digelindingkan oleh Phoa Kau-cu,
hatinya panas dan turun tangan terhadap ia. Setelah aku
mengetahui dan hendak mencegah, tapi ternyata sudah
terlambat. "Kita yang semula berjanji hendak bertemu disini, siapa kira
bahwa pertemuan belum terlaksana, tapi sudah melukai orang.
Berbicara hal ini, aku sungguh-sungguh sangat menyesal. Jika
Sin-kun hendak memberi tegoran, kusilahkan supaya katakan
saja terus terang aku Ma Beng sudah tentu akan menerimanya
dengan hati rela." Pek-kut-sin-kun yang sifatnya pendiam dan banyak akal,
sebetulnya tidak gampang-gampang turun tangan. Disebabkan
Phoa Cay yang kembali dari Kun-san, telah mengadu biru, dan
mengatakan bagaimana Kim Tan, Cu Ling Cie sangat sombong
214 dan tidak pandang mata kepada orang-orang Pek-kut-kauw,
sehingga membuat Pek-kut-sin-kun-sangat murka. Barusan
telah dengar orang sebawahannya yang melaporkan bahwa
Phoa Cay binasa di selat lembah, karena kecintaannya kepada
muridnya yang tersayang itu, sekejap perasaan sedih dan
mendongkol tercampur aduk menjadi satu, sehingga
kecerdasannya buyar sama sekali dan berlaku agak sembrono.
Kini setelah mendengar keterangan Ma Beng, perasaannya
kembali menjadi terang, dan setelah di-pikir-pikir, orang yang
kepandaiannya sudah seperti Phoa Cay, bagaimana bisa
dengan mudah terbinasa di tangannya anak muda yang begini
tolol" Ditambah lagi kejadian barusan, ia tahu ada lain orang
yang lebih tinggi ilmu silatnya memberi bantuan secara
sembunyi. Apalagi kedatangan tetamu ini adalah atas
undangannya, mana boleh dibokong sebelum membuat
pertemuan dengan tuan rumah"
Perbuatan serupa ini, bukan saja melanggar peraturan dunia
persilatan, bahkan sangat memalukan. Jika hal ini tersiar di
luaran, bukankah akan membikin tertawaan orang" Kasihan
karena sendirinya kurang berpikir sehingga kena diperalat orang
lain, dan begitu bertemu sudah hendak mencari korban.
Kini setelah dicela habis-habisan oleh Ma Beng sepatah katapun
tidak bisa menjawab, bahkan merasa sangat malu. Seketika itu
mukanya berubah, dan menoleh kepada Ouw-pak-sam-sat; "Puiheng, dimana Sam-teemu (adik lelaki ketiga) sekarang?"
215 Pui Lip dan Pui Tiauw ditegor secara mendadak oleh Pek-kutsin-kun, air mukanya pucat seketika. Jika dingat bahwa Ma Beng
berempat yang berani memasuki goa macan ini, seolah-olah
hendak mengantarkan jiwanya dengan cuma-cuma. Adiknya Pui
Tao dengan melakukan pembokongan di tengah jalan, agaknya
sangat keterlaluan, maka seketika itu tidak dapat menjawab.
Pek-kut-sin-kun melihat mereka tidak bisa menjawab, dengan
mengeluarkan suara dihidung, menoleh kepada Ma Beng
dengan wajah berseri-seri dan memberi hormat sambil
mengangkat tangan seraya berkata:
"Pek Cu Lam tidak mampu mendidik orang sebawahannya,
sehingga menimbulkan buah tertawaan orang. Muridku tidak
mematuhi peraturan dunia persilatan, dia menanam dan
memetik buahnya sendiri, kematian saja masih belum cukup
untuk menebus dosanya. Saudara-saudara harap suka maafkan
keteledoranku, agar tidak terlalu mencela, sekarang marilah kita
minum teh di ruangan tamu."
Ma Beng tadi sebetulnya merasa, kurang senang terhadap
sikapnya Pek-kut-sin-kun yang sangat sombong. Kini setelah
melihat ia berani menerima kesalahannya dihadapan orang
banyak, tidak kecewa ia menjadi kepala dari satu cabang partai
persilatan. Setelah saling merendah sebentar, lalu bersama Kim
Tan, Cu Ling Cie dan He Kau Chun mengikuti Pek-kut-sin-kun
memasuki kamar tetamu. Kim Tan saat itu hanya memikirkan dirinya Han Ing. Semula ia
berpikir Han Ing kurang enak turut menyambut bersama-sama
216 orang banyak, tapi setelah tiba di ruangan tetamu, masih juga
belum kelihatan bayangannya, hatinya agak bercekat. Tapi ada
kurang pantas untuk menanyakan kepada Pek-kut-sin-kun,
sehingga merasa gelisah sendiri.
Pek-kut-sin-kun setelah menyilahkan para tetamunya berduduk
dan minum teh, lalu berkata kepada Ma Beng: "Ma Tay-hiap, kita
orang-orang kasar ini suka berterus terang, kalian berempat
tidak gampang sampai di sini. Hari ini sebetulnya aku hendak
menemani kalian memain berapa jurus, tapi karena hari sudah
malam dan kalian yang habis melakukan perjalanan sangat jauh,
mestinya juga sudah lelah, maka biarlah mengaso dulu satu
malam di kamar tetamu. Besok tengah hari, aku Pek Cu Lam
tentu akan menjamu kalian, itu waktu bukan saja hendak
membereskan perselesaian kalian bersama persaudaraan Pui,
Cinta Bernoda Darah 9 Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H Istana Kumala Putih 8
^