Pencarian

Beruang Salju 2

Beruang Salju Karya Sin Liong Bagian 2


dalam keadaan tertotok dan tidak bisa bergerak itu, telah terlempar
jatuh di bawah batang pohon yang tadi tumbang terkena terjangan
kepala Sung Ceng Siansu. Rupanya penculik Lie Ko Tie mempergunakan lweekangnya yang
disalurkan pada ke dua telapak tangannya itu, untuk menahan
terjangan kepala botaknya Sung Ceng Siansu.
"Dukkk!" kuat sekali benturan yang terjadi antara batok kepala
Sung Ceng Siansu dengan ke dua telapak tangan penculik
tersebut. Kesudahannya memang luar biasa karena ke dua telapak tangan
penculik itu tidak kuat menahan terjangan kepala botaknya Sung
70 Ceng Siansu, di mana ke dua tangannya itu telah tertekuk,
terdorong kuat sekali oleh terjangan kepala Sung Ceng Siansu.
Dan yang celaka lagi, kepala botaknya Sung Ceng Siansu terus
menyambar meluncur ke arah dadanya penculik tersebut.
Bukan main terkejutnya penculik tersebut. Ia sampai
mengeluarkan suara seruan kaget, dan mati-matian ia telah
mengelakkan diri dengan menjejakkan ke dua kakinya. Dan
tubuhnya telah melayang ke tengah udara, untuk menghindarkan
diri dari terjangan kepala Sung Ceng Siansu, sehingga terjangan
kepala Sung Ceng Siansu tidak berhasil mengenai sasarannya,
dan hanya mengenai paha dari peculik tersebut.
"Aduhhh......!" penculik tersebut telah mengeluarkan suara jeritan
dan tubuhnya hampir saja terjungkal, namun ia masih bisa
menguasai tubuhnya supaya tidak rubuh.
Untung saja tadi terjangan kepala botaknya Sung Ceng Siansu
tidak mengenai tepat pas paha dari penculik tersebut, hanya
menyerempet saja. Jika mengenai tepat, jelas tulang paha penculik
tersebut akan hancur karenanya.
Di saat itu, segera terlihat Sung Ceng Siansu sambil tertawa
bergelak-gelak telah menjejakkan kakinya, tubuhnya telah
melompat lagi ke tengah udara, dan ke dua kakinya ditekuk pula,
dengan sepasang tangannya dipelukkan pada ke dua kakinya itu.
Dengan demiklan, seperti sebuah bola bulat, ia telah menerjang
pula cepat sekali. Kali ini sasaran Sung Ceng Siansu tetap dada
penculik tersebut. 71 Karena telah menyaksikan betapa hebatnya kekuatan batok
kepala dari Sung Ceng Siansu, penculik tersebut tidak berani
berayal lagi. Tahu-tahu tangan kanannya telah merabah
pinggangnya, dan ia telah mencabut keluar sebatang seruling
perak, yang berkilauan putih menyilaukan mata.
Dengan mempergunakan seruling itu dengan jurus Naga Keluar
dari Goa, tampak seruling itu digerakkan menotok ke arah batok
kepala Sung Ceng Siansu. Serulingnya itu telah menyambar tepat
di jurusan ubun-ubun kepala Sung Ceng Siansu.
Perlu diketahui, walaupun bagaimana kedot dan kuatnya kepala
seseorang yang telah dilatih dengan baik, dan juga dilindungi oleh
lweekang yang kuat, namun kenyataannya bagian yang paling
lemah dan tidak mungkin dilatih dengan sering itu menjadi kebal
dan kuat, adalah bagian ubun-ubun kepala, di mana merupakan
bagian yang terlemah untuk setiap manusia.
Melihat cara menotok dari lawannya, Sung Ceng Siansu tertawa
bergelak-gelak sambil menundukkan kepalanya lebih dalam.
Dengan demikian ia tetap menyeruduk begitu tetapi jurusan
totokan ujung seruling lawannya jatuh bukan pada ubun-ubun
kepalanya, hanya mengenai belakang kepalanya, sehingga
menimbulkan suara yang nyaring, "Tukkk!" tetapi kepala Sung
Ceng Siansu tidak terluka dan masih tetap menyeruduk.
Bukan main kagetnya si penculik itu, karena tidak menyangka
serangan serulingnya itu akan gagal, dan terjangan kepala
pendeta tersebut, yang bisa mematikan itu, tetap meluncur ke arah
dadanya. Terpaksa, ia menggeser ke dua kakinya, tubuhnya telah
72 melompat minggir untuk meloloskan diri dari terjangan kepala si
hwesio jenaka itu. Tetapi Sung Ceng Siansu begitu gagal dengan terjangannya,
segera menyusul lagi dengan terjangan berikutnya.
Tubuh pendeta jenaka tersebut seperti juga sebuah bola yang
melayang-layang ke sana ke mari dengan cepat, menyambar
berulang kali kepada si penculik.
Namun penculik tersebut juga cukup lihay walaupun ia terdesak
tetapi tidak sampai terkena terjangan tersebut. Dengan demikian,
dia masih bisa mempertahankan diri.
Mempergunakan kesempatan waktu si penculik tengah
menghindarkan diri dari terjangan kepalanya, tubuhnya Sung Ceng
Siansu telah meluncur terus, dan tahu-tahu tangan kanannya telah
menyambar tubuh Lie Ko Tie yang menggeletak di bawah batang
pohon yang telah tumbang itu.
Si penculik gusar sekali apalagi ia melihat Sung Ceng Siansu telah
mengempit Lie Ko Tie. "Lepaskan anak itu......!" bentak penculik tersebut, dan serulingnya
segera menyambar berulang kali dengan gerakan yang cepat dan
mengandung kekuatan lweekang yang sangat dahsyat.
Tetapi Sung Ceng Siansu mengeluarkan suara tertawa terbahakbahak, dan tubuhnya telah melompat tinggi melambung ke tengah
udara, sehingga totokan seruling dari penculik tersebut mengenai
tempat kosong. 73 "Tahan.....!" bentak Sung Ceng Siansu. "Siauw-ceng hendak
bicara.....!" Penculik itu berhenti melancarkan totokannya dengan serulingnya
itu. Ia telah memandang tajam kepada Sung Ceng Siansu,
kemudian tanyanya: "Apa yang hendak kau bicarakan?"
"Siapa kau, mengapa engkau menculik anak ini ?"" tanya Sung
Ceng Siansu. "Aku Hang-ciu-kui-bian (Muka Setan dari Hang-ciu) Auwyang Bun!"
menyahuti penculik tersebut. "Aku memiliki sedikit keperluan
dengan anak itu...... kukira engkau tidak perlu mencampurinya......!"
"Hahahahaha, aduh, aduh...... perutku sakit..... perutku sakit......!"
kata Sung Ceng Siansu sambil tertawa dan tangan kanannya
memeluki tubuh Lie Ko Tie yang dikempit dalam keadaan tertotok
itu, sedangkan tangan kirinya mengusap-usap perutnya.
Muka Hang-ciu-kui-bian Auwyang Bun jadi berobah, ia heran
melihat kelakuan si pendeta, lalu katanya: "Jika engkau sakit perut,
pergilah kau meninggalkan tempat ini, aku bersedia memberikan
pengampunan untukmu, tetapi lepaskan anak itu......!"
Si pendeta Sung Ceng Siansu tertawa semakin keras, iapun
berulang kali berteriak-teriak, "Aduh perutku...... perutku sakit
sekali...... aku ingin membuang kotoran...... aku ingin membuang
air......!" dan si pendeta telah memutar tubuhnya untuk
meninggalkan tempat tersebut.
74 Hang-ciu-kui-bian terkejut dan marah, ia cepat-cepat menjejakkan
kakinya, tubuhnya melompat menghadang di depan si pendeta.
"Lepaskan dulu anak itu......!" katanya dengan suara membentak.
"Hemmm...... engkau rupanya tidak melihat aku bukan"
Baiklah...... baiklah, biarlah Siauw-ceng menahan dulu sakit perut
ini, aku akan melayani keinginanmu. Apa yang kau kehendaki?"
"Anak itu!" menyahuti Auwyang Bun.
"Ada urusan apa dengan anak ini...... dia adalah keponakan dari
seorang sahabatku...... tidak mungkin dia kuberikan......!"
"Hemmm," tertawa dingin Auwyang Bun, "Jika engkau tidak mau
melepaskan anak itu, jangan harap engkau bisa meloloskan diri
dari tanganku......!"
Dan tampak Auwyang Bun telah menggerakkan serulingnya. Ia
telah menyerang dengan cara menotok beberapa kali ke tubuh si
pendeta. Totokan seruling Auwyang Bun merupakan totokan-totokan maut.
Dan ia juga tahu, pendeta ini tengah sakit perut. Jika dia
menghalangi terus tentu akhirnya pendeta tersebut kewalahan.
Sedang Sung Ceng Siansu sambil mengelakkan totokan Auwyang
Bun berulang kali tertawa sambil berteriak-teriak: "Aduh perutku
sakit..... sakit sekali, aku sakit perut. Aduh aduh, tidak tahan
lagi......!" dan berkata sampai di situ, si pendeta sambil
memiringkan tubuhnya yang gemuk itu, menghindarkaa diri dari
totokan yang dilancarkan Auwyang Bun pada tulang iganya di
75 sebelah kanan. Tahu-tahu ia mengeluarkan angin busuk. Kentut
suaranya nyaring sekali, baunya juga bukan main.
Mendongkol sekali Auwyang Bun, bercampur geli di hati karena
melihat kelakuan si pendeta, yang jenaka ini. Maka ia telah
menunda serangan serulingnya dan iapun berkata sambil
menahan tertawanya: "Jika engkau memang mau menyerahkan
anak itu kepadaku, engkau boleh segera berlalu untuk mengurus
perutmu yang sakit itu......!"
Tetapi Sung Ceng Siansu telah tertawa lagi dengan keras, tahutahu ia telah menjejakkan kakinya, tubuhnya melayang ke tengah
udara. "Awas serangan......!" kata pendeta jenaka tersebut, tahu-tahu
tangan kirinya meluncur akan menepuk kepala Auwyang Bun
Gerakan yang dilakukan si pendeta mengejutkan Auwyang Bun,
karena waktu itu mereka terpisah tidak terlalu jauh, dan angin
serangan telapak tangan si pendeta begitu kuat. Untuk
menghindarkan diri sudah tidak keburu maka ia hanya mengangkat
serulingnya untuk menangkis tangan kiri si pendeta.
Tetapi rupanya Sung Ceng Siansu hanya menggertak belaka.
Begitu seruling lawannya bergerak hendak menangkis, Sung Ceng
Siansu telah menarik pulang tangannya dan tubuhnya melompat
menghindar dan menjauh diri dari Auwyang Bun dan bermaksud
menghindar diri dari Auwyang Bun.
Auwyang Bun mana mau melepaskan Sung Ceng Siansu berlalu
begitu saja, maka ia mengejarnya dengan cepat.
76 Disaat itu dari kejauhan tampak Lie Su Han berlari mendatangi.
Sung Ceng Siansu sambil tertawa melemparkan Lie Ko Tie sambil
katanya, "Terimalah anak ini......!" dan tubuh Lie Ko Tie meluncur
cepat ke arah Lie Su Han.
Lie Su Han terkejut, ia berusaha memusatkan tenaga untuk
mengulurkan ke dua tangannya untuk menyambut tubuh Lie Ko
Tie. Memang Lie Su Han berhasil menyambuti tubuh keponakannya itu
dengan baik, tetapi tubuh Lie Su Han terhuyung seperti akan
rubuh, karena kuatnya tenaga lemparan yang dilakukan Sung
Ceng Siansu. Untung saja Lie Su Han telah bersiap sedia
mengerahkan tenaga dan kekuatan pada ke dua kakinya, sehingga
hanya kuda-kuda ke dua kakinya saja yang tergempur tetapi tidak
sampai ia terjatuh. Setelah melemparkan Lie Ko Tie, Sung Ceng Siansu langsung saja
menghadapi Auwyang Bun. "Orang she Auwyang.......!" bentak Sung Ceng Siansu, tidak
ketinggalan suara tertawanya yang nyaring. "Sekarang kita boleh
main-main dengan sepuas hati kita masing-masing......!"
Auwyang Bun telah berkata dengan suara mengandung
kemurkaan, karena ia melihat betapa Lie Ko Tie telah berhasil
dilemparkan kepada Lie Su Han.
"Pendeta celaka," bentak Auwyang Bun dengan suara yang
mengandung kemarahan itu, "Kau jagalah seranganku......!"
77 Dan seperti kalap Auwyang Bun telah mengerakkan serulingnya,
di mana ia telah menotok beberapa bagian anggota tubuh Sung
Ceng Siansu. Sekarang tanpa mengempit Lie Ko Tie, Sung Ceng Siansu bisa
bergerak dengan gesit dan leluasa. Iapun telah mempergunakan
cara bertempur dengan mengandalkan kepalanya, tubuhnya
seperti sebuah bola telah melompat ke sana ke mari dengan gesit
dan juga sangat lincah sekali.
Auwyang Bun memang dapat melayani setiap terjangan Sung
Ceng Siansu, tapi makin lama semakin terlihat jelas bahwa orang
she Auwyang itu telah terdesak oleh setiap terjangan si pendeta.
Yang luar biasa, setiap kali kepala Sung Ceng Siansu kena ditotok
atau diketok oleh seruling peraknya Auwyang Bun, pendeta itu
sama sekali tidak memperlihatkan bahwa ia menderita kesakitan.
Auwyang Bun juga heran sekali, karena ia tidak mengerti si
pendeta bisa melatih kepalanya sampai begitu kuat dan keras
sekali. Maka Auwyang Bun mulai berobah cara bertempurnya, ia
menotok sekujur tubuh dari Sung Ceng Siansu. Totokan demi
totokan telah meluncur cepat sekali, dan juga jalan darah yang
hendak ditotoknya itu merupakan jalan darah yang mematikan dan
berbahaya sekali. Lie Su Han sambil menggendong keponakannya, telah berdiri
mengawasi dengan takjub. Ia heran bisa bertemu beruntun dengan
orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi, seperti Bo Liang
Cinjin, Po San Cinjin, Sung Ceng Siansu dan juga Auwyang Bun
78 ini. Dalam waktu yang satu harian ini, telah empat orang rimba
persilatan yang memiliki kepandaian tinggi dan aneh dijumpainya.
Dan Lie Su Han seketika merasakan bahwa ilmu yang dimilikinya
itu ternyata jauh dari apa yang disebut mahir dan sempurna.
Karena jika ia yang bertempur dengan orang-orang tersebut, paling
tidak ia hanya bisa bertahan sepuluh jurus saja. Setelah itu segera
ia dapat dirubuhkan. Maka dari itu, Lie Su Han telah berjanji kepada dirinya sendiri. Jika
nanti ia memiliki waktu yang cukup banyak. Tentu akan melatih diri
lebih giat lagi, guna memperoleh kepandaian yang lebih tinggi.
Waktu itu Auwyang Bun penasaran sekali, karena setiap
totokannya selalu dapat dipunahkan oleh Sung Ceng Siansu, maka
semakin lama Auwyang Bun telah melakukan totokan-totokan
yang semakin cepat dan mempergunakan tenaga lweekang yang
semakin kuat. Sung Ceng Siansu sambil bertempur selalu memperdengarkan
suara tertawanya yang jenaka dan diapun telah mengadakan
perlawanan yang benar-benar mengejutkan Auwyang Bun. Setiap
kali ia selalu mengelakkan diri dari serangan Auwyang Bun
tersebut, tentu Sung Ceng Siansu akan membarengi dengan
serangan balasannya sehingga telah membuat Auwyang Bun
harus berlaku hati-hati sekali.
Yang membuat Lie Su Han jadi heran adalah orang she Auwyang
itu. Mengapa ia hendak menculik Lie Ko Tie. Tentu saja hal itu
merupakan tanda tanya yang tidak terjawab oleh Lie Su Han.
Karena setahunya, Lie Ko Tie merupakan keturunan orang anak
79 biasa saja, dan tentu tidak akan nanti akan jadi persoalan yang


Beruang Salju Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terlalu menarik untuk dipersoalkan.
Tetapi kenyataannya, Auwyang Bun memang begitu gigih untuk
menculiknya. Tentunya di balik dari semua ini, terdapat sesuatu
yang agak luar biasa. Sambil mengawasi pertarungan antara
Auwyang Bun dengan Sung Ceng Siansu tampak Lie Su Han
berdiri terpekur sambil menggendong keponakannya, sedangkan
pikirannya bekerja keras untuk memecahkan persoalan tersebut.
Auwyang Bun yang melihat bahwa dirinya tidak mungkin bisa
merubuhkan Sung Ceng Siansu, akhirnya memutuskan untuk
mengundurkan diri dari gelanggang pertempuran itu.
Maka ia telah menggerakkan serulingnya mendesak pendeta itu
berulang kali. Dan di waktu Sung Ceng Siansu tengah
menyingkirkan diri mengelakkan serangan itu, Auwyang Bun
melompat mundur beberapa langkah, dan berkata:
"Pendeta gundul...... sekarang biarlah aku tidak akan menarik
panjang urusan ini. Tetapi nanti jika memang kita memiliki
kesempatan yang baik tentu kita akan bertemu dan main-main lagi
sepuas hati.....!" dengan berkata begitu, Auwyang Bun hendak
menutupi malunya sendiri, karena ia memang tidak mungkin bisa
mengalahkan Sung Ceng Siansu, maka dia bermaksud untuk
meninggalkan pendeta tersebut.
Sung Ceng Siansu tertawa tergelak-gelak.
"Jika memang engkau hendak bermain-main sepuas hati sekarang
atau nanti aku pendeta miskin selalu menuruti, siauw-ceng
80 bersedia untuk menerima ajakanmu untuk latihan, menguruskan
tubuh...... hahaha......!" si pendeta tertawa sampai bergelak-gelak
tubuhnya bergoncang keras.
Auwyang Bun mengawasi mendelik si pendeta. Kemudian
menoleh kepada Lie Su Han yang tengah menggendong Lie Ko Tie
memang matanya melotot seperti mata ikan koki. Sekarang dia
mendelik penuh kemarahan seperti itu, tentu saja membuat
keadaan mukanya menyeramkan sekali. Tanpa mengucapkan
sepatah kata pun lalu Auwyang Bun memutar tubuhnya, ia
bermaksud untuk meninggalkan tempat tersebut.
Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han hanya mengawasi saja, di
mana tampak Auwyang Bun telah berlari-lari mennju ke arah
permukaan hutan yang terpisah tidak jauh dari tempat itu.
Setelah bayangan Auwyang Bun lenyap, Sung Ceng Siansu dan
Lie Su Han yang menggendong Lie Ko Tie bermaksud kembali ke
Siang-yang. Namun baru saja mereka berjalan belasan langkah, tiba-tiba
terdengar jeritan melengking tinggi sekali dari arah di mana
Auwyang Bun tadi berlari memasukinya.
Dan menyusul dengan suara jeritan yang menyayatkan hati itu, di
waktu Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han memutar tubuh mereka
untuk melihat apa yang terjadi, tampak sesosok tubuh tengah
berlari mendatangi sambil mengeluarkan suara orang meraung
kesakitan yang tak hentinya. Gerakan tubuhnya itu cepat sekali,
berlari seperti bayangan dan menjerit kesakitan.
81 Cepat sekali Sung Ceng Siansu den Lie Su Han mengenali bahwa
orang tersebut tidak lain dari Auwyang Bun!
Tetapi yang luar biasa sekali, muka Auwyang Bun berlumuran
darah, pakaiannya telah koyak-koyak, dan juga ia berlari
mendatangi sambil menjerit-jerit kesakitan sekali dengan sikap
yang diliputi oleh perasaan ketakutan yang bukan main!
Inilah pemandangan yang diluar dugaan dari Sung Ceng Siansu
dan Lie Su Han. Karena bukankah tadi Auwyang Bun masih dalam
keadaan segar bugar dan juga tidak terluka sama sekali. Mengapa
sekarang begitu ia memasuki hutan tersebut, belum begitu lama,
ia telah keluar kembali dalam keadaan terluka parah seperti itu"
Dan juga, sebagai seorang yang memiliki kepandaian tinggi, yang
hampir berimbang dengan kepandaian Sung Ceng Siansu,
mengapa Auwyang Bun jadi lari terbirit-birit dari dalam hutan
tersebut, dengan sikap ketakutan begini rupa" Seperti juga ada
sesuatu yang benar-benar sangat ditakutinya.
Lie Su Han yang melihat keadaan Auwyang Bun seperti itu, jadi
menggidik ngeri dan tergetar keras hatinya. Itulah pemandangan
yang benar-benar sungguh sangat mengerikan sekali.
Auwyang Bun hanya berlari-lari sampai di dekat Sung Ceng Siansu
dan Lie Su Han, setelah melewati tiga tombak, tubuhnya terjungkal
dan berkelonjotan di tanah, menggelepar-gelepar keras sekali.
Mulutnya meraung-raung mengeluarkan suara jeritan yang
mengandung perasaan sakit yang bukan kepalang, dan juga
sepasang matanya terpentang lebar-lebar. Wajahnya tertarik keras
82 sekali bahkan otot mukanya itu telah mengejang memperlihatkan
ia tengah dicekam oleh ketakutan yang sangat hebat.
"Aduhhh..... dia..... dia...... akan datang..... lari kalian lari......!"
dalam jeritan kesakitan dan ketakutannya itu, Auwyang Bun masih
sempat menganjurkan Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han untuk
meninggalkan tempat tersebut secepat mungkin.
Sung Ceng Siansu berdiri mengejang kaku di tempatnya, lupa dia
dengan julukannya sebagai Bi-lek-hud, yang selalu tertawa.
Wajahnya memperlihatkan ketegangan. Ia tidak menyangka
seorang jago persilatan yang memiliki kepandaian tinggi seperti
Auwyang Bun bisa mengalami nasib yang begini mengenaskan
dan juga anehnya ia begitu ketakutan sekali.
Lie Su Han juga hanya berdiri tertegun kaget dan ngeri di
tempatnya, mengawasi tubuh Auwyang Bun menggelepar dengan
sekujur tubuh dan wajahnya berlumuran darah.
"Cepat lari..... cepat..... aduhhh, aduhh!" tubuh Auwyang Bun
masih menggelepar-gelepar terus keras sekali, bergulingan di atas
tanah. Sung Ceng Siansu seperti baru tersadar bengongnya, cepat-cepat
ia melompat ke sisi tubuh Auwyang Bun yang masih menggelepar
begitu seperti juga menahan rasa sakit yang bukan main. Pendeta
ini berjongkok dan bertanya dengan suara yang agak tergetar:
"Apa yang telah terjadi" Apa yang sesungguhnya terjadi"
Katakanlah.....!" 83 Auwyang Bun telah mengerang-erang kesakitan sambil
menggelepar terus, mukanya memperlihatkan perasaan ketakutan
bagaikan ada sesuatu yang benar-benar membuat hatinya ngeri.
"Lari...... aduhhh...... aduhhh...... lari kataku..... dia akan segera
datang!" teriak Auwyang Bun dalam kesakitan dan ketakutannya
itu. Napasnya memburu keras dan tersendat-sendat, bagaikan
jantungnya tergoncang keras sekali, darah juga masih mengucur
deras sekali sekujur tubuh Auwyang Bun yang terluka begitu pula
wajahnya yang dilumuri darah yang memerah mengerikan.
Wajah Auwyang Bun memang telah buruk. S?karang keadaannya
sedemikian rupa, sehingga menyebabkan mukanya jadi benarbenar mengerikan sekali.
Sung Ceng Siansu berdiam sejenak dalam kebimbangan, hatinya
jadi tergetar juga. Tetapi setelah berdiam diri sejenak lamanya, ia
berdiri, katanya kepada Lie Su Han. "Pergilah kau bawa
keponakanmu itu kembali ke Siang-yang, biarlah aku nanti yang
akan melihat sesungguhnya apa yang terjadi! Pergilah, kelak
siauw-ceng juga akan menyusul ke Siang-yang."
Tetapi Lie Su Han menggelengkan kepalanya. Tidak mau ia
meninggalkan Sung Ceng Siansu dalam keadaan seperti itu.
"Kalian aduhhh..... aduhhh...... kalian jangan terlambat pergi dari
tempat ini...... dia akan segera datang, pergi cepat...... pergi.....
cepat pergi..... aduhhh...... aduhhh......!" dan tubuh Auwyang Bun
menggelepar semakin kuat, bergulingan di atas tanah. Iapun akan
meraung lagi untuk melampiaskan perasaan sakit yang
dideritanya, tubuhnya mengejang-ngejang, sepasang matanya
84 mendelik lebar-lebar. Kulit wajahnya seperti tertarik mengejang
membayangkan ketakutan yang sangat, mulutnya menyeringai
dan akhirnya tubuhnya diam, napasnya putus dengan keadaan
wajahnya yang tetap membayangkan ketakutan yang sangat.
Hati Sung Ceng Siansu jadi tergoncang juga, ia membayangkan
bahwa Auwyang Bun seorang tokoh persilatan yang memiliki
kepandaian tidak berada di sebelah bawah kepandaiannya, tadi
mereka telah saling tempur, dan Sung Ceng Siansu walaupun tidak
berhasil dirubuhkan Auwyang Bun. Namun sekarang Auwyang
Bun telah mengalami nasib seperti ini, dengan tubuh yang lukaluka parah dan muka yang juga terluka berlumuran darah, lain
dengan keadaannya yang ketakutan seperti itu, di mana akhirnya
ia telah menghembuskan napasnya menemui kematian dengan
cara yang begitu mengerikan, benar-benar membuat Sung Ceng
Siansu jadi merasa tergetar juga hatinya.
Entah manusia atau makhluk macam mana yang telah
menyebabkan kematian Auwyang Bun dengan cara yang begitu
mengerikan sekali" Di waktu itu Lie Su Han merasakan sepasang lututnya menggigil
gemetaran, jantungnya berdegup sangat cepat, hatinya tergetar
menyaksikan kematian Auwyang Bun yang begitu mengerikan dan
mengenaskan sekali. Di saat mereka tengah berpikir begitu, tiba-tiba Sung Ceng Siansu
dan Lie Su Han mendengar suara tertawa yang mengikik perlahan,
namun tajam menusuk telinga. Bukan main terkejutnya Sung Ceng
Siansu. 85 Sebagai seorang yang telah mahir tenaga dalamnya, dengan
sendirinya Sung Ceng Siansu mengetahui bahwa suara perlahan
dan halus itu namun tajam menusuk telinga, adalah suara tertawa
dari seorang yang telah terlatih baik sekali lweekangnya.
Suara tertawa yang perlahan itu, walaupun didengar dari dekat
atau jauh, nyaringnya tetap sama. Dari dekat didengarnya
memang perlahan tetapi dari jauhpun tetap perlahan seperti itu,
namun tetap terdengar jelas tidak berkurang atau lebih keras
tekanan suara tertawa itu. Hal itulah disebabkan sempurnanya
latihan lweekang dari orang yang bersangkutan.
Bagi seorang yang belum sempurna lweekangnya, jika
menginginkan lawannya mendengar suara tertawanya, ia harus
tertawa keras sambil mengerahkan lweekangnya, sehingga
lawannya dapat mendengar suara tertawanya itu dari tempat yang
jauh sekalipun. Tetapi jika didengar dari dekat, suara tertawa
seperti itu tentu akan memekakkan dan menyakitkan anak telinga.
Sebagai contoh disini bisa dikemukakan, seperti seseorang yang
memainkan alat musik kecapi. Seseorang yang belum begitu ahli,
tentu sentilan pada tali-tali kecapi itu akan kasar dan terdengarnya
menusuk telinga. Tetapi semakin ahli orang yang bersangkutan
menguasai alat makin halus petikannya pada tali-tali alat musik
kecapi tersebut. Dengan demikian, bisa ditarik kesimpulan bahwa
suara tertawa yang semakin halus dan dapat didengar dari jarak
yang jauh, menunjukkan orang tersebut memiliki lweekang yang
tinggi sekali. 86 Diam-diam Sung Ceng Siansu mengerutkan sepasang alisnya.
Apakah orang yang memperdengarkan suara tertawa itu yang
seperti suara tertawa seorang wanita, yang telah melukai sampai
Auwyang Bun terbinasa dengan cara mangenaskan itu" Sampai
begitu tinggi dan luar biasa kepandaiannya, sehingga Auwyang
Bun yang memiliki kepandaian silat yang tinggi, hanya dalam waktu
sekejap mata saja, dapat dibinasakan dengan cara yang
mengerikan" Sehebat-hebatnya kepandaian orang itu, tentu
Auwyang Bun tidak mungkin dapat dirubuhkan dalam sekejap
mata saja. Tetapi kenyataannya, Auwyang Bun baru memasuki hutan itu, dan
baru saja Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han melangkah belasan
tombak, dia telah berlari keluar lagi dari dalam hutan, dengan
keadaannya yang terluka begitu parah dan mengerikan sekali, dan
akhirnya terbinasa. Inilah peristiwa yang benar-benar mengejutkan
sekali. "Sampai begitu hebatkah kepandaian orang yang mendatangi ini?"
berpikir Sung Ceng Siansu dalam hatinya, yang masih saja
tergoncang terpengaruh oleh suara tertawa yang sangat perlahan
namun sangat tajam sekali menusuk telinga itu. "Siapakah orang
itu?" Didengar dari nada suara tertawa itu, tentunya ia seorang
wanita......!" Dan Sung Ceng Siansu dalam waktu beberapa detik
itu berusaha untuk mengingat tokoh wanita di rimba persilatan
yang memiliki kepandaian tinggi tentunya orang yang tengah
mendatangi itu, setidaknya lweekangnya sudah dilatih lebih
limapuluh tahun. 87 Sedang Sung Ceng Siansu berpikir begitu, suara tertawa yang
halus dan perlahan itu tetap terdengar, dan akhirnya dari
permukaan hutan itu muncul sesosok tubuh. Memang seorang
wanita, tetapi bukan seperti yang diduga oleh Sung Ceng Siansu.
Yang muncul justru seorang wanita yang cantik jelita, paras
mukanya segar, usianya tidak lebih dari duapuluh lima tahun,
hidungnya mancung. Sepasang alisnya melengkung seperti bulan
sabit, sepasang matanya yang lentik dengan sinarnya yang
gemerlapan itu seperti juga bintang Pak-tauw, dan juga bibirnya
yang merah dan kecil mungil, bagaikan juga buah tho. Rambutnya
yang hitam dan tebal itu, dibuntut kuda dan diikat oleh sehelai pita
berwarna merah. yang berkibar-kibar terhembus angin.
Wanita cantik ini memakai gaun atas yang berwarna merah darah,
sedangkan gaun bawahnya berwarna kuning gading dengan diberi
hiasan berwarna-warni pada tepian bawah gaun tersebut. Iapun
mengenakan cukup banyak barang-barang perhiasan pada
pergelangan tangannya, leher, di rambutnya dan juga di
telinganya. Di ke dua tangannya yang dilipat pada dadanya, tampak
menggendong sesuatu. Dan waktu wanita cantik jelita ini telah
mendatangi dekat, barulah Sung Ceng Siansu dan Li Su Han bisa,
melihat jelas apa yang digendong oleh wanita tersebut.
Dan Sung Ceng Siansu maupun Lie Su Han telah mengeluarkan
suara seruan tertahan, mereka kaget tidak terkira.
88 Ternyata yang berada dalam gendongan wanita cantik tersebut,
tidak lain dari seorang bayi berusia beberapa bulan, yang matanya
tengah terpejam, dan mukanya pucat pias.
Langkah kaki wanita tersebut perlahan sekali, selangkah demi
selangkah menghampiri Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han,
namun kenyataan ia bisa juga untuk dapat pula bergerak cepat luar
biasa, karena hanya sekejap mata saja ia telah berada di hadapan
Bi-lek-hud Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han. Hal itu
memperlihatkan bahwa ginkang wanita cantik ini memang tinggi
sekali. Lenyap suara tertawanya, terdengar senandungnya:
"Anakku, tidurlah..... tidurlah esok kau bangun untuk
bergembira bermain dengan ibu...... tidurlah anakku.....
tidurlah anakku......!"
Suara wanita cantik ini halus sekali, ia pun menggerak-gerakkan
perlahan ke dua tangannya, seperti tengah menimang-nimang
anak tersebut. Tetapi bayi yang berada dalam pelukan ke dua


Beruang Salju Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangan wanita tersebut diam saja, dan wajahnya yang pucat itu,
pias sekali. Setelah berada dekat sekali, barulah Sung Ceng
Siansu dan Lie Su Han melihatnya nyata bahwa bayi tersebut
ternyata sudah tidak bernapas!
Bayi yang digendong oleh wanita cantik tersebut ternyata hanyalah
sesosok mayat bayi belaka!
Bi-lek-hud yang biasanya gemar tertawa, seketika berobah
menjadi pucat dan hatinya tergetar. Sedangkan Lie Su Han telah
89 mengeluarkan suara seruan tertahan. Ke dua tangannya
mengg?ndong Lie Ko Tie erat-erat, yang dipeluknya dengan ketat.
Wanita cantik itu masih menina bobokan bayi yang telah menjadi
mayat itu, seperti juga ingin menidurkan bayi tersebut. Tidak
terlihat perasaan sedih, berduka, kesal, merana, maupun perasaan
lainnya. Wajahnya itu begitu polos, hanya memancarkan kasih
sayang seorang ibu kepada anaknya.
"Tidurlah anak..... tidurlah anak..... engkau tidur yang nyenyak,
besok engkau bangun dengan riang gembira, bermain dengan
ibu..... tidurlah anak....!"
dan suara wanita cantik tersebut semakin halus, tergetar, dan telah
mengayunkan ke dua tangan, seperti menimang-nimang mayat
bayi itu, agar mau tertidur!
Tetapi setelah melakukan semua itu, di saat Sung Ceng Siansu
dan Lie Su Han tengah berdiri bengong mengawasi keadaan di
hadapan mereka yang demikian luar biasa, tiba-tiba wanita cantik
tersebut telah menoleh kepada Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han
dengan wajah yang bengis, sinar matanya yang sangat tajam
sekali: "Kalian datang ke tempat ini hanya mengganggu ketenangan
tidurnya anakku.....!" bentaknya itu disertai dengan langkah
kakinya yang mendekati Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han.
Belum lagi Sung Ceng Siansu dam Lie Su Han menyahuti, tahutahu tangan kanan wanita itu telah bergerak mengebut.
90 "Wuttt......!" serangkum angin yang kuat sekali menerjang Sung
Ceng Siansu dan Lie Su Han dengan serentak. Dan yang luar
biasa sekali adalah tubuh Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han
terpental seketika itu juga.
Jika tubuh Sung Ceng Siansu begitu terpental, dia dapat
berjumpalitan dan kemudian turun ke tanah dengan ke dua kakinya
terlebih dulu. Justru Lie Su Han begitu terpental, segera dia
terbanting bergulingan di tanah bersama-sama dengan
keponakannya yang berada dalam gendongannya itu.
Lie Su Han juga tidak bisa segera bangkit berdiri, ia merasakan
kepalanya pusing tujuh keliling dan matanya berkunang-kunang.
Wanita cantik itu tertawa dingin, ia berkata lagi: "Kalian perlu
dihajar lagi.....!" Dan tampaklah tangan kanan wanita bergerak
cepat menghantam kepada Sung Ceng Siansu.
Gerakan wanita tersebut sangat cepat dan kuat, tubuhnya
bergerak ringan dengan mayat bayi berada dalam gendongan
salah satu tangannya dan angin kebutan tangannya itu telah
menyambar ke arah Sung Ceng Siansu.
Tentu saja Sung Ceng Siansu tidak berani berbuat ayal dengan
berdiam diri, ia telah merasakan betapa kuatnya tenaga kebutan
wanita tersebut. Dengan merasakan kebutan wanita tersebut Sung
Ceng Siansu telah mengetahuinya bahwa lweekang yang dimiliki
wanita tersebut sangat dahsyat sekali.
Sekarang ia diserang dengan kebutan seperti itu lagi. Dengan gesit
Sung Ceng Siansu melompat ke tengah udara, dan tubuhnya
91 berjumpalitan di tengah udara kemudian menekuk ke dua kakinya,
tangannya memeluk ke dua kakinya dan tubuhnya telah meluncur
turun dengan kepala menyeruduk ke arah dada si wanita cantik
yang memiliki sikap aneh dan telengas itu.
Dengan cara menyerang menyerudukan kepalanya seperti itu,
Sung Ceng Siansu bermaksud mempergunakan kekebalan dan
kekuatan batok kepalanya untuk menyerang si wanita cantik
tersebut. Tetapi wanita cantik tersebut memang memiliki
kepandaian yang tinggi sekali. Dengan kecepatan luar biasa, ia
telah berkelit ke samping dan tahu-tahu tangannya yang satu itu
telah bergerak menghantam batok kepala Sung Ceng Siansu.
"Dukkk!?" hantaman itu kuat sekali mengenai sasarannya.
Walaupun kepala Sung Ceng Siansu tidak sampai pecah atau
retak, tokh kenyataannya begitu ia turun berdiri di atas tanah, ia
merasakan pusing dan terhuyung beberapa langkah, dengan
tubuh yang seperti akan jatuh terjerembab.
Hebat, inilah pengalaman yang pertama kali dialami oleh Sung
Ceng Siansu. Karena biasanya, walaupun dia menyeruduk dinding
batu atau batang pohon, malah korban serudukannya itu yang
akan hancur berantakan, dan dia tidak merasa pusing sedikitpun
juga. Namun sekarang dia ditabok begitu saja oleh telapak tangan
wanita tersebut, ia merasakan kepalanya seperti dihantam oleh
benda keras yang kuat sekali, membuat ia merasa sangat pusing.
92 Dengan demikian, segera dia mengetahui bahwa lweekang yang
dimiliki wanita cantik yang aneh ini memang berada di sebelah
atasnya. Tetapi Sung Ceng Siansu penasaran sekali ia mengeluarkan suara
tertawanya, walaupun tidak secerah biasanya, namun suara
tertawanya itu memang ciri khasnya. Berbareng tubuhnya
bergerak lagi, di mana ia telah melompat dan menyeruduk lagi
cepat sekali mempergunakan kepalanya.
Di saat itulah, segera tampak wanita cantik tersebut mengeluarkan
suara tertawa dingin, dan segera ia menggerakkan tangannya
untuk menghantam lagi. Cepat dan tepat sekali, telapak tangannya
telah mengenai sasarannya sehingga terdengar suara "dukkk!"
yang keras sekali, kepala Sung Ceng Siansu kena dihantam lagi
oleh telapak tangan wanita cantik tersebut.
Tubuh si pendeta kali ini terpelanting bergulingan di atas tanah,
karena hantaman telapak tangan wanita aneh tersebut benarbenar kuat sekali. Dia merasakan matanya berkunang-kunang dan
juga di saat itu terlihat Sung Ceng Siansu tidak bisa segera berdiri,
malah mengeluarkan suara erangan perlahan, seperti mengeluh
kesakitan. Sedangkan wanita cantik itu telah menimang-nimang mayat bayi di
tangannya. Mulutnya masih bersenandung dengan suara yang
lembut, selembut seorang ibu yang tengah mencurahkan kasih
sayangnya pada anaknya. "Tidurlah anakku..... tidurlah..... tidurlah..... tidurlah yang
nyenyak anakku sayang..... engkau akan bangun esok dengan
93 riang dan gembira, bermain lincah dengan ibu...... tidurlah
anakku sayang..... tidurlah......!"
Tetapi justru mayat bayi itu diam kaku dengan wajah yang tetap
pucat dan sepasang mata yang terpejam, sama sekali tidak
bergerak. Tidak menyahuti, dan tidak bernapas.....
Sung Ceng Siansu telah menggedik-gedikkan kepalanya beberapa
kali, dan kemudian bangkit berdiri. Tetapi belum lagi ia sempat
membuka mulut. Wanita aneh yang cantik itu telah berkata dengan
suara yang halus, ditujukan kepada mayat bayi yang berada dalam
gendongannya: "Anakku ibumu hendak menghajar dulu seekor babi.........!" dan
sambil berkata begitu. tanpa menoleh kepada Sung Ceng Siansu
tangannya telah mengebut lagi dengan kuat.
Sung Ceng Siansu belum sempat mempersiapkan diri, di saat itu
serangkum angin serangan yang kuat sekali telah menyambar
dengan dahsyat. Tubuh Sung Ceng Siansu telah terpental kembali
dengan kuat, sehingga mukanya mencium tanah.
Darah segar mengucur keluar dari hidungnya, bibirnya juga telah
pecah dan mengeluarkan darah. Dan yang lebih celaka lagi, justru
giginya sudah rontok dua......!
Inilah pengalaman yang baru pertama kali dialami oleh Sung Ceng
Siansu. Dengan demikian ia kaget dan penasaran sekali.
Kaget, karena ia melihat kepandaiannya kini seperti tidak ada
artinya apa-apa dalam menghadapi wanita tersebut, dan juga
94 penasaran, karena baru dua kali gebrak, justru dua kali itu pula
wanita cantik tersebut telah berhasil membuatnya terguling seperti
itu. Dengan demikian jelas wanita cantik jelita yang aneh tersebut
memiliki kepandaian yang sulit sekali diukur.
Di saat itu Lie Su Han yang baru saja bangkit berdiri sambil
berusaha mengangkat tubuh keponakannya, yaitu Lie Ko Tie,
justru telah merasakan menyambarnya serangkum angin yang
kuat sekali. Belum lagi Lie Su Han sempat mengangkat Lie Ko Tie
di waktu itulah Lie Su Han terjungkal lagi, mukanya telah
menyambar sebatang pohon, karena tubuhnya seperti terbang,
terangkat dan terlempar kuat sekali. Begitu mukanya menghantam
batang pohon, di saat itu juga Lie Su Han pingsan tidak sadarkan
diri. Tubuhnya menggeletak di bawah batang pohon itu.
Sung Ceng Siansu jadi mengeluh. Ia teringat akan anjuran
Auwyang Bun agar segera melarikan diri dan meninggalkan tempat
tersebut. Tanpa menanti apa-apa lagi dengan sendirinya Sung
Ceng Siansu jadi menyesal bukan main, karena wanita cantik jelita
yang aneh dan menggendong mayat seorang bayi tersebut, benarbenar sangat tangguh sekali. Di mana kepandaiannya sulit sekali
dijajakinya. Tetapi Sung Ceng Siansu tidak bisa berpikir terlalu lama. Di waktu
itu segera terlihat betapa wanita yang menggendong bayi yang
telah menjadi mayat dalam rangkulannya itu melangkah mendekati
dia, sambil mulutnya terus juga bersenandung:
"Anakku..... sebentar lagi malam tiba, tidurlah...... tidurlah
yang nyenyak..... ibu akan mengusir nyamuk-nyamuk jahat ini,
95 agar engkau bisa tidur dengan nyenyak......!" Dan mulutnya memang bersenandung seperti ingin menidurkan
"bayi" yang telah menjadi mayat itu. Namun tangannya yang satu
telah digerakkan lagi ke arah Sung Ceng Siansu. Hebat
kesudahannya. Tubuh Sung Ceng Siansu seperti diterjang oleh
gelombang laut yang hebat sekali dan sangat kuat, tanpa bisa
dipertahankan lagi, tubuhnya telah terpental ke tengah udara.
Tetapi Sung Ceng Siansu cepat-cepat mengempos semangatnya.
Ia menyalurkan tenaga lweekangnya pada sekujur tubuhnya. Dan
ia memang memiliki kepandaian yang agak aneh yaitu menyerang
lawannya selalu dengan serudukan kepalanya yang kebal dan kuat
itu. Di mana iapun selalu berlompatan dengan sepasang kaki
ditekuk dan dirangkul oleh ke dua tanganya, karena iapun memiliki
ginkang yang terlatih baik sekali.
Sekarang tubuhnya telah melayang di udara demikian cepat akibat
tenaga sampokan tangan wanita cantik jelita yang aneh dan
mengerikan itu. Namun Sung Ceng Siansu sekarang tidak mau
tubuhnya sampai terbanting pula. Cepat sekali ia menguasai
tubuhnya, lalu ia menjejakkan kakinya dan tubuhnya melompat ke
udara ringan sekali, ia telah menyerudukkan kepalanya itu pada si
wanita cantik tersebut. Kali ini Sung Ceng Siansu berlaku hati-hati sekali. Di mana ia
menyeruduk sambil mempersiapkan ke dua tangannya, walaupun
ke dua kakinya tetap ditekuknya, namun ke dua telapak tangannya
itu dipentang, seperti juga seekor burung yang tengah
merentangkan ke dua sayapnya.
96 Wanita cantik itu memperdengarkan suara tertawa dingin, dan
menghantam dengan telapak tangannya ke kepala Sung Ceng
Siansu. Namun belum lagi tangan wanita cantik tersebut mengenai
kepala si pendeta yang sesungguhnya gemar tertawa itu, tiba-tiba
Sung Ceng Siansu telah menggerakkan ke dua tangannya. Hebat
bulan main kesudahannya, sepasang tangan Sung Ceng Siansu
telah bentrok dengan tangan wanita cantik jelita yang aneh dan
bertangan telengas tersebut.
Tetapi yang menderita kerugian adalah Sung Ceng Siansu. Karena
begitu tangan mereka saling bentur, tubuh Sung Ceng Siansu
terpental keras dan terbanting lagi di atas tanah bergulingan
beberapa kali. Belum sempat Sung Ceng Siansu bangun berdiri, wanita cantik
jelita tersebut telah melompat ke sampingnya dan telah
mengulurkan tangannya. "Brettth......!" tahu-tahu bahu Sung Ceng Siansu kena dicakarnya.
Cakaran yang dilakukan oleh wanita cantik berkepandaian tinggi
tersebut bukan cakaran sembarangan. Karena begitu ia mencakar,
segera pakaian yang dipakai Sung Ceng Siansu bagian bahunya
telah kena terobek lebar dan darah segera mengucur deras sebab
kulit tangannya juga telah ikut robek.
Ternyata dengan kuku-kuku jari tangannya yang memang runcing
dan cukup panjang, wanita cantik tersebut telah mempergunakannya sebagai pengganti senjata tajam. Luka yang
derita oleh Sung Ceng Siansu juga bukan luka sembarangan.
Sebab begitu tercakar, ketika itu juga si pendeta merasakan
97 tubuhnya menjadi panas, bagaikan mengeluarkan uap. Ternyata
pada jari tangan wanita tersebut terdapat racun yang bekerjanya
cepat sekali. Sung Ceng Siansu kaget bukan main. Pendeta gemuk yang dijuluki
Bi-lek-hud si Budha Tertawa tersebut, kini sudah tidak ada
tertawanya lagi. Dengan bersungguh-sungguh ia memusatkan pada kekuatan
lweekangnya untuk membendung racun yang mulai menjalar di
setiap jalan darahnya di bagian bahunya. Ia berusaha mendesak
racun tersebut keluar dari permukaan kulit bahunya.
Tetapi rupanya racun itu memang hebat sekali, karena Sung Ceng
Siansu telah berusaha mendorongnya keluar sampai
mempergunakan sebagian besar tenaga lweekangnya, tokh racun
itu tidak bisa didorong keluar keseluruhannya. Malah yang
sebagian lagi, yang terdorong keluar oleh kekuatan lweekang si
pendeta, telah berkumpul di dalam lapisan kulit bagian bahu si
pendeta. Dengan begitu, racun tersebut sewaktu-waktu bisa
bekerja kembali, begitu daya tahan Sung Ceng Siansu berkurang
atau lenyap. "Tidurlah anakku sayang..... tidurlah ibu sedang menghajar
seekor babi gemuk biar dia mampus cepat-cepat.....! Tidurlah
anakku sayang, besok engkau akan bermain dengan ibu......
tidurlah......!" Menina bobokan wanita cantik tersebut pada mayat bayi yang


Beruang Salju Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berada dalam pelukannya. 98 Walaupun mulutnya menina bobokan bayi yang telah menjadi
mayat dalam rangkulannya itu tokh tangan wanita cantik itu bekerja
cepat sekali. Di mana tangan kanannya itu berkelebat-kelebat
cepat sekali bagaikan telah berubah menjadi sepuluh tangan.
Karena cepatnya setiap saat gerakan yang dilakukannya
menyambar ke berbagai tubuh dari si pendeta yang dijuluki Bi-lekhud.
Bukan main kagetnya Sung Ceng Siansu melihat kecepatan
berkelebatnya tangan wanita cantik tersebut, dan ia sudah tidak
keburu lagi untuk mengelakkan diri, di mana tahu-tahu Sung Ceng
Siansu merasakan di beberapa bagian anggota tubuhnya terasa
sakit dan pedih sekali. Rupanya tangan wanita cantik itu telah
berhasil menggurat beberapa bagian anggota tubuh Sung Ceng
Siansu seperti lengannya, pundaknya, punggungnya, dadanya dan
paha dari Bi-lek-hud. Darah juga telah mengucur deras sekali dari luka-luka tubuh Sung
Ceng Siansu karena setiap luka yang dideritanya itu sangat lebar,
kulit tubuhnya terobek dan darah mengucur banyak sekali
membasahi tubuhnya, menyebabkan keadaan Sung Ceng Siansu
mengenaskan sekali. Wanita cantik tersebut tidak melancarkan cakaran-cakarannya
lagi. Ia melompat mundur sambil tertawa-tawa menina bobokan
mayat bayi di dalam rangkulannya:
"Tidurlah yang nyenyak anakku...... tidurlah..... tidurlah
anakku......!" 99 Tetapi hebat penderitaan Sung Ceng Siansu waktu itu, ia
merasakan tubuhnya seperti terbakar oleh kobaran api. Dia
merasakan di dalam tubuhnya seperti juga berjalan puluhan ekor
kelabang atau semut yang membuat ia bergelinjang dan disusul
kemudian dengan perih dan pedih pada setiap bagian anggota
tubuhnya. Ke dua kakinya berkelejotan terus menerus tidak bisa
dikendalikan dan sepasang tangannya juga seperti ingin bergerak
di luar kehendaknya. Wajah Sung Ceng Siansu waktu itu mengejang kaku, karena dua
guratan yang panjang terdapat di mukanya. Dan juga, darah telah
melumuri wajah si pendeta gemuk itu, mulutnya jadi menyeringai
diluar kemauannya dan sepasang matanya terpentang lebar dan
mengeluarkan jeritan yang panjang. Tampaknya Sung Ceng
Siansu sangat tersiksa dengan keadaannya seperti itu.
Lie Su Han yang waktu itu telah tersadar dari pingsannya, tengah
merangkak bangun, iapun telah berusaha mengangkat Lie Ko Tie,
yang dirangkulnya dan kemudian mementangkan ke dua kakinya
untuk melarikan diri dari tempat tersebut.
Tetapi wanita cantik berkepandaian liehay itu telah tertawa renyai
dengan nadanya yang seperti juga mengejek. Ia telah menina
bobokan terus mayat bayi dalam rangkulannya: "Tidurlah anakku....... tidurlah, ibu hendak menangkap seekor
babi lainnya......!"
dan dikala mulutnya berkata begitu dengan nada yang penuh kasih
sayang ditujukan kepada mayat bayi dalam rangkulannya namun
100 ke dua kakinya telah menjejak. Tubuhnya melompat seperti juga
terbang, dan tahu-tahu telah berada disamping Lie Su Han, di
mana tangan si wanita cantik telah bergerak, dan "breeettt!" Segera
juga pakaian di bagian punggung Lie Su Han kena dirobeknya,
bahkan kulit punggung Lie Su Han juga telah robek oleh cakaran
tangan wanita tersebut, darah segera mengucur deras.
Lie Su Han menggeliat sambil mengaduh. Rangkulannya pada Lie
Ko Tie terlepas, sehingga Lie Ko Tie menggelinding di atas tanah
dalam keadaan masih tertotok. Kemudian tubuh Lie Su Han
terjerunuk dan jatuh lemas.
Wanita cantik tersebut telah memandang Lie Su Han dengan sorot
mata yang dingin. kemudian menina bobokan mayat bayi dalam
rangkulannya. Lie Su Han berusaha untuk berdiri walaupun sekujur tubuhnya
dirasakan pada sakit dan pedih. Sepasang kaki Lie Su Han
gemetaran tenaganya seperti lenyap meninggalkan raganya, di
mana luka pada punggungnya itu pedih sekali seperti digerayangi
oleh ribuan ekor semut. Kepandaian Lie Su Han memang berada jauh di bawah Sung Ceng
Siansu, dengan demikian daya tahan yang dimiliki Lie Su Han juga
tidak sekuat Sung Ceng Siansu. Dengan begitu, sekali ia terluka,
seluruh tenaganya telah punah dan juga di waktu ia berhasil lari, ia
telah terjungkal kembali di atas tanah.
Lie Su Han juga meraung keras dengan wajah yang telah bersemu
hijau gelap. Ia menggeliat-geliat kesakitan.
101 Wanita cantik aneh yang memiliki kepandaian tinggi itu
mengeluarkan suara tertawanya lagi yang renyai, kaki kanannya
bergerak menendang tubuh Lie Su Han, sehingga Lie Su Han
terlempar ke udara tinggi sekali hampir tiga tombak. Kemudian
jatuh menggelinding di atas tanah pula. Dengan begitu,
penderitaan Lie Su Han jadi lebih hebat lagi, terutama kulit pada
wajahnya terasa seperti mengejang kaku.
"Paman......!" tiba-tiba Lie Ko Tie menjerit dengan suatu yang
nyaring. Hati anak lelaki ini ngeri melihat keadaan pamannya. Ia memang
dalam keadaan tertotok, tetapi ia tertotok pada jalan darah Tiancie-hiat, sehingga tubuhnya saja yang kaku, di mana sepasang
tangan dan kakinya tidak bisa digerakkan. Tetapi Ah-hiatnya (jalan
darah gagu)nya tidak tertotok, anak lelaki ini masih bisa bicara.
Karena tidak tahan melihat penderitaan pamannya, anak lelaki she
Lie ini telah menangis mengucurkan airmata.
Mendengar teriakan Lie Ko Tie, wanita tersebut menoleh. Ia
melihat Lie Ko Tie yang rebah di tanah. Semula ia memang tidak
memperhatikan keadaan anak lelaki tersebut.
Namun sekarang, di saat mendengar teriakan Lie Ko Tie, entah
mengapa ia telah menoleh dan melihat kepada anak lelaki tersebut
seperti ada sesuatu yang menarik hatinya. Dengan mulut masih
bernyanyi bersenandung perlahan, menina-bobokan mayat bayi
dalam rangkulannya, ia melangkah mendekati Lie Ko Tie.
Waktu berada di dekat anak lelaki itu. wanita cantik tersebut telah
memperhatikan baik-baik Lie Ko Tie. Dan setelah mengawasi
102 sekian lama, kaki kirinya telah ditendangkan pada jalan darah
"Wut-tie-hiat" dan jalan darah "Lung-kie-hiat". sehingga totokan
pada jalan darah "'Tian-cie-hiatnya" anak lelaki itu telah
terbebaskan dan Lie Ko Tie dapat menggerakkan ke dua kaki dan
ke dua tangannya kembali.
Begitu terbebas dari totokannya, Lie Ko Tie merangkak bangun
dan berlari menubruk pamannya yang dirangkulnya sambil
menangis. "Paman..... paman.....!" Panggilnya
goncangkan tubuh Lie Su Han.
sambil menggoncang- Lie Su Han mengerang menahan rasa sakit yang bukan main pada
sekujur tubuhnya. Ia pun berkata dengan suara yang susah payah,
"Lari..... cepat kau tinggalkan tempat ini..... lari......!"
Tetapi Lie Ko Tie bukannya lari meninggalkan tempat tersebut,
malah telah berdiri dan memutar tubuhnya menghadapi wanita
cantik yang liehay itu. "Wanita iblis......!" memaki Lie Ko Tie dengan suara yang keras dan
mengandung kemarahan. "Engkau memang seperti iblis yang jahat
sekali yang tidak memiliki prikemanusiaan...... hemm.....hemmm.
Thian tentu akan mengutukmu!"
Wanita cantik yang liehay itu semula tertegun melihat keberanian
Lie Ko Tie, anak lelaki kecil tersebut, yang berani memakinya.
Tetapi setelah tersadar dari tertegunnya, ia malah tertawa.
103 "Anak, berapa usiamu?" tanyanya kemudian dengan suara yang
sabar. Lie Ko Tie mendelikkan matanya.
"Tidak perlu engkau menanyakan usiaku!" menyahuti anak lelaki
itu. "Cepat keluarkan obat pemunah racun untuk menyembuhkan
pamanku..... dan juga paman pendeta itu!" kata Lie Ko Tie.
"Engkau tidak merasa takut kepadaku, nak?" tanya wanita cantik
itu. "Takut" Mengapa aku harus takut kepada wanita iblis jahat seperti
engkau" Cepat kau keluarkan obat untuk ke dua paman itu.....!"
"Jika aku menolak......?" tanya wanita cantik tersebut, yang merasa
lucu di dalam hatinya melihat sikap Lie Ko Tie.
Ditanggapi begitu oleh wanita cantik tersebut, Lie Ko Tie jadi
berdiam diri bengong memandangi wanita cantik tersebut. Ia juga
menyadari, jika memang wanita cantik tersebut tidak mau
memberikan obat untuk pamannya dan pendeta itu, tentu ia juga
tidak bisa memaksanya, karena bukankah kepandaian wanita
cantik itu sangat tinggi sekali. Pamannya dan pendeta itu saja tidak
berdaya apa lagi ia seorang anak kecil tak tahu apa-apa..... habis
daya ia, tubuhnya menubruk ke arah wanita itu sambil teriaknya,
"Akan kugigit pecah kulit tubuhmu.....!"
Wanita cantik tersebut tersenyum ketika melihat kelakuan Lie Ko
Tie, dengan mudah ia berkelit ke samping. Tahu-tahu telah berada
di belakang Lie Ko Tie, ia menepuk punggung anak itu perlahan
104 sekali tepukannya, tetapi hebat kesudahannya, tubuh Lie Ko Tie
jadi terjerembab dan kemudian bergulingan di atas tanah.
Waktu Lie Ko Tie bangun berdiri, mukanya telah dilumuri darah,
karena dari hidungnya telah mengucur darah merah yang masih
segar, bocor akibat terbentur dengan tanah.
"Kau...... kau......!" kata Lie Ko Tie tergagap, tetapi anak ini tidak
tahu apa yang harus dilakukannya.
Wanita cantik itu tertawa, dengan suara yang tetap renyai dan
sabar. Katanya: "Kutanya, siapa namamu?"
"Aku she Lie...... bernama Ko Tie.....!" menyahuti Lie Ko Tie
kemudian. "Berapa usiamu......?" tanya wanita cantik itu lagi
"Enam tahun.....!"
"Hemm, sama sebaya dengan anakku ini!" kata wanita cantik
tersebut sambil menunjuk kepada mayat bayi yang berada dalam
rangkulannya. Melihat mayat bayi dalam rangkulan wanita itu, muka Lie Ko Tie
jadi berubah pucat. Ia bergidik merasa ngeri karena melihat betapa
mayat bayi itu pucat dan sepasang matanya terpejamkan, dan
sekarang dipersamakan dengan dirinya.
Melihat Lie Ko Tie berdiam diri, wanita cantik tersebut tertawa lagi,.
lalu katanya: "Ke mari kau mendekat.....!"
105 Lie Ko Tie sesungguhnya tidak mau menuruti panggilan wanita
cantik itu. Ia melirik kepada Lie Su Han yang tengah mengerangerang dengan tubuh berkelonjotan kaku seperti juga tengah
menderita kesakitan yang hebat.
Ketika itu di hati Lie Ko Tie berpikir: "Lebih baik kuturuti saja
kemauan wanita iblis ini baik-baik, agar ia mau memberikan obat
untuk pamanku dan pendeta itu......!" dan Lie Ko Tie melangkah
mendekati wanita cantik itu.
"Tadi kau mengatakan bahwa orang itu adalah pamanmu?" kata
wanita cantik tersebut. Lie Ko Tie mengangguk. "Tadi engkau juga memintaku untuk memberikan obat penawar
kepada pamanmu bukan?" tanya wanita cantik itu lagi.
Lie Ko Tie telah mengangguk pula.
"Baik, aku akan memberikannya, tetapi ada syaratnya!" kata wanita
cantik tersebut sungguh-sungguh.
"Apa syaratnya?" kata Lie Ko Tie yang girang mendengar wanita
cantik yang bertangan liehay tersebut memberikan obat kepada
pamannya, dan tentunya juga kepada paman pendeta itu juga.
"Syaratnya tidak sulit. Engkau pasti dapat melakukannya jika
memang engkau bersedia!" menyahuti wanita cantik tersebut.
"Engkau harus ikut bersamaku.....! Aku akan membagikan obat
yang kau minta, tetapi kau ikut bersamaku. Bersediakah kau?"
106 Lie Ko Tie jadi tertegun di tempatnya. Inilah syarat yang sama
sekali tidak diduganya semula.
"Ikut denganmu" Untuk...... untuk apa?" tanya Lie Ko Tie dengan
suara tergagap. "Untuk menjadi kacungku, untuk menggendong anakku ini......!"
menyahuti wanita cantik tersebut.
Lie Ko Tie jadi tambah heran, disamping ia juga bergidik ngeri.
"Menjadi kacungmu?" tanya Lie Ko Tie dengan suara tergagap.
"Dan..... dan aku harus menggendong mayat bayi itu?"
Mendengar pertanyaan Lie Ko Tie, muka wanita cantik tersebut
berobah merah, tampaknya ia jadi marah.
"Sekali lagi kau mengatakan bahwa anakku ini telah menjadi
mayat, mulutmu itu akan kurobek !" katanya galak sekali.
Lie Ko Tie terkejut. Ia juga berada dalam kebimbangan, antara
menerima atau tidak syarat dari wanita tersebut antara menolongi
jiwa pamannya dan menggendong mayat itu. Tapi jika ia menolak,
jelas pamannya akan celaka di tangan wanita cantik tersebut.
Waktu itu juga Lie Ko Tie mendengar suara erangan Lie Su Han
yang semakin lemah dan perlahan. Tubuh pamannya
berkelonjotan tidak hentinya dengan mukanya yang mengejang
kaku menyeringai dan sepasang matanya yang mendelik terbuka
lebar-lebar. Keadaannya sangat mengenaskan dan mengkhawatirkan. 107 Begitu juga ketika Lie Ko Tie melirik kepada Sung Ceng Siansu, ia
melihat Bi-lek-hud dalam keadaan sekarat juga. Namun
disebabkan pendeta itu memiliki ilmu yang lebih tinggi dari Lie Su
Han, maka ia memiliki daya tahan yang jauh lebih kuat, tetapi
keadaan pendeta itu juga mengenaskan. Keadaannya sama
seperti Lie Su Han. Sepasang kaki dan tangannya berkelonjotan
kejang kaku dengan sepasang mata yang terbeliak lebar-lebar dan
juga mulutnya seperti menyeringai.
"Bagaimana" Jika engkau berlambat-lambat jiwa mereka tidak
akan tertolong lagi...... di waktu itu. Biarpun engkau bersedia
menerima syaratku, tidak nantinya aku bisa menolong mereka.....!"
kata wanita cantik tersebut.
Lie Ko Tie menghela napas dalam-dalam akhirnya ia mengangguk
nekad. "Baiklah, kau berikan obat untuk ke dua paman itu!" katanya. Dan


Beruang Salju Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sambil berkata begitu ia telah memandang ke arah mayat bayi
yang ada di pelukan wanita cantik tersebut, hatinya tergetar dan
tubuhnya bergidik lagi. Wanita cantik tersebut tertawa, ia berkata: "Aku akan segera
mengampuni ke dua orang itu dari kematian, akan kuberikan obat
penawar racun yang dibutuhkan mereka. Namun ingat, engkau
juga tidak boleh memungkiri janjimu yang telah menyanggupi untuk
ikut serta denganku, untuk menjadi kacungku dan menggendong
anakku ini......!" Lie Ko Tie tidak bisa menyahuti, ia hanya mengangguk saja.
Perasaan ngeri jadi mencekam hatinya, anak ini bergidik berulang
108 kali. Namun menolong jiwa pamannya dan paman pendeta itu jauh
lebih penting dari segalanya, maka ia telah memutuskan untuk
menahan perasaan seram dan ngerinya untuk menerima syarat
dari wanita tersebut asalkan Lie Su Han dan Sung Ceng Siansu
bisa tertolong jiwanya. Di waktu itu wanita cantik tersebut telah merogoh saku bajunya, ia
mengeluarkan sebuah botol kecil dan mengangsurkan kepada Lie
Ko Tie, katanya: "Pergilah kau masukkan ke dalam mulut ke dua
orang itu masing-masing sepuluh butir. Sisanya yang sepuluh butir
lagi, biarkan di dalam botol itu. Berikan kepada mereka dan pesan
jika kelak tiga bulan kemudian mereka masing-masing
memakannya lagi lima butir. Pergilah kau lakukan!"
Cepat-cepat Lie Ko Tie menerima botol tersebut dan melakukan
apa yang dipesankan oleh wanita cantik tersebut. Ia mengeluarkan
sepuluh butir pil yang berwarna hijau dan berukuran kecil seperti
tahi cicak, di mana ia masukkan ke dalam mulut Lie Su Han.
"Telanlah paman......!" katanya kemudian.
Walaupun waktu itu sekujur tubuh Lie Su Han telah kejang kaku,
namun keadaannya itu tidak menyebabkan pikirannya terganggu.
Ia masih bisa berpikir dengan baik. Dan ia telah mendengarkan
percakapan Lie Ko Tie tadi waktu itu dan tanpa dua kali Lie Ko Tie
menganjurkannya agar menelan pil tersebut, ia telah
mempergunakan bantuan air ludahnya untuk menelan sepuluh
butir pil tersebut. 109 Lie Ko Tie telah menghampiri Sung Ceng Siansu dan sama seperti
tadi. Ia memasukkan sepuluh butir pil obat tersebut ke dalam mulut
pendeta itu dan menganjurkan agar Bi-lek-hud menelannya.
Botol obat yang berisi sisa sepuluh butir lagi telah disesapkan ke
dalam tangan Sung Ceng Siansu, sambil katanya: "Paman
pendeta di dalam botol itu terdapat sepuluh butir pil obat dan kalian
harus memakannya seorangnya lima butir lagi, jika telah tiga bulan
mendatang nanti......!"
"Ke mari kau......" baru saja Lie Ko Tie berkata sampai di situ, ia
telah dipanggil oleh wanita cantik yang liehay tersebut.
Dengan perasaan segan dan langkah kaki yang satu-satu, Lie Ko
Tie telah menghampiri wanita cantik tersebut.
"Gendonglah.....!" katanya sambil mengangsur mayat bayi dalam
gendongannya itu ke Lie Ko Tie.
Kembali anak lelaki she Lie tersebut jadi menggidik ngeri, di mana
ia harus menggendong mayat seorang bayi yang telah dingin.
Namun dengan menguatkan hati, Lie Ko Tie telah mengulurkan
tangannya menyambut mayat bayi tersebut. Ia merasakan betapa
mayat bayi itu telah dingin, sedingin es, dan keras sekali seperti
batu. Bukan main perasaan ngeri yang terbayang diotaknya dan
berkecamuk di hati Lie Ko Tie.
Jantungnya jadi berdegupan sangat keras sekali, ke dua
tangannya yang dipakai untuk menggendong mayat bayi tersebut
juga gemetaran keras. Jika saja Lie Ko Tie tidak mengeraskan hati,
110 tentu ia tidak sanggup menggendong bayi yang telah menjadi
mayat tersebut, tentu akan terlepas jatuh dari ke dua tangannya
yang gemetaran keras itu.
Sesungguhnya, wanita cantik bertangan liehay dan membawabawa mayat bayi dalam gendongannya itu adalah seorang tokoh
pendekar wanita yang memiliki kepandaian sangat tinggi sekali.
Namanya juga sangat terkenal di dalam dunia persilatan. Ia she
Khiu bernama Bok Lan. Sepuluh tahun yang lalu ia merupakan pendekar wanita yang
disegani oleh jago-jago dari kalangan putih maupun hitam. Empat
tahun lamanya ia berkecimpung di dalam kalangan Kang-ouw,
sampai akhirnya ia menikah dengan seorang pemuda yang
memiliki kepandaian yang tidak berada di bawahnya, yaitu
Siangkoan Ting. Setelah menikah, ke duanya giat sekali berlatih
diri terus, sehingga ke duanya memperoleh kemajuan yang lebih
banyak dari semula, mereka jadi semakin liehay.
Setahun sejak perkawinan mereka, Khiu Bok Lan hamil dan
melahirkan seorang anak laki-laki, yang diberi nama Siangkoan Sin
Lun. Namun sayang sekali, kebahagiaan pasangan suami isteri
tersebut hanya berlangsung tidak lebih dari enam bulan. Di waktu
mana bayi mereka itu terserang semacam penyakit dan meninggal
dunia, betapa berdukanya Khiu Bok Lan dan Siangkoan Ting.
Malah Khiu Bok Lan tidak hendak berpisah dengan anaknya itu,
maka dengan mempergunakan bermacam-macam ramuan obat, ia
telah mengeraskan tubuh mayat bayinya itu, agar tidak menjadi
rusak. Memang ramuan obat yang dibuat oleh Khiu Bok Lan dan
111 Siangkoan Ting berhasil mengawetkan mayat bayi tersebut di
mana Khiu Bok Lan selalu membawa mayat bayinya tersebut
dalam gendongannya dan memperlakukan mayat bayi tersebut
seperti juga masih hidup!
Tetapi setahun kemudian sejak meninggalnya bayi mereka,
Siangkoan Ting pun terserang semacam penyakit. Ditambah
dengan hatinya yang memang selalu diliputi perasaan duka
menyaksikan isterinya selalu menggendong mayat bayi mereka,
akhirnya iapun mati meleras.
Penderitaan yang diterima oleh Khiu Bok Lan terlalu hebat.
Kematian bayinya, sekarang ia kehilangan suaminya. Ia berduka
bukan main dan akhirnya terganggu pikirannya, ia menjadi gila!
Begitulah, setiap hari ia selalu berkeliaran kemana-mana
sesenang ke dua kakinya, menggendong-gendong mayat bayinya
sambil selalu bersenandung, seperti juga tengah menidurkan
anaknya tersebut. Tahun demi tahun telah lewat, dan Khiu Bok Lan tetap dengan
kelakuan gilanya itu, sehingga ia hidup dengan caranya yang tidak
berketentuan. Iapun selalu melakukan perbuatan-perbuatan
sesuka hatinya, di mana jika ia tidak menyukai seseorang ia akan
membinasakannya. Kepandaiannya memang tinggi, terutama sekali di saat ia telah
menjadi gila, ia telah melatih sepasang tangannya. Ditambah pula
pada ujung-ujung kuku jari tangannya diberi racun yang sangat
berbisa sekali. Maka setiap korban keganasan dari Khiu Bok Lan
menemui ajalnya dengan cara yang mengenaskan sekali.
112 Tetapi Khiu Bok Lan juga tidak memiliki tempat tinggal yang tetap,
ia selalu muncul di mana saja tanpa berketentuan. Banyak orangorang kang-ouw akhir-akhir ini yang menjulukinya sebagai "Tokkui-sin-jie" (Setan Racun dengan Anak Sakti), dan ia merupakan
momok yang mengerikan. Setiap orang-orang rimba persilatan
yang telah mengetahui atau pernah mendengar nama Tok-kui-sinjie Khiu Bok Lan, tentu jika bertemu dengan iblis wanita tersebut
akan segera menyingkir jauh-jauh.
Pertemuannya dengan Auwyang Bun dan Sung Ceng Siansu
maupun Lie Su Han, memang suatu pertemuan yang tidak
disangka-sangka. Waktu itu Tok-kui-sin-jie Khiu Bok Lan sedang
beristirahat di dalam hutan dan di saat itulah tampak Auwyang Bun
memasuki hutan rimba itu, sehingga ia telah turun tangan
menyiksa Auwyang Bun, dengan begitu, Auwyang Bun telah
menemui kematian yang sangat mengerikan sekali.
Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han justru tidak keburu
menyingkirkan diri. Dengan demikian, Sung Ceng Siansu dan Lie
Su Han telah kena dilukai dengan cara yang mengenaskan sekali.
Dalam keadaan seperti itu. untung saja masih ada Lie Ko Tie, di
mana Khiu Bok Lan telah tertarik untuk mengambilnya menjadi
kacungnya. Dengan demikian, segera juga jiwa dari ke dua
manusia jagoan dari rimba persilatan tersebut nyaris terbinasa di
tangan Khiu Bok Lan. "Mari berangkat!" kata Khiu Bok Lan sambil memutar tubuhnya.
Lie Ko Tie sambil menggendong mayat bayi Khiu Bok Lan, telah
menoleh kepada Lie Su Han dan Sung Ceng Siansu, yang waktu
113 itu telah dapat berduduk. Tetapi mereka telah terluka cukup parah
oleh racun yang sangat berbisa dari Khiu Bok Lan. Dengan
demikian, tenaga mereka seperti telah habis dan membuat mereka
jadi tidak bisa segera berdiri.
Hati Lie Ko Tie jadi ngenas sekali melihat keadaan ke dua orang
itu. Ia segera melangkah perlahan mengikuti Khiu Bok Lan.
Lie Su Han dan Sung Ceng Siansu hanya bisa menyaksikan saja
kepergian Lie Ko Tie. Sedangkan Khiu Bok Lan telah melangkah sambil bersenandung
dengan suara perlahan: "Anakku...... kini engkau bisa tidur yang nyenyak...... tidurlah
anakku...... engkau telah berada dalam gendongan
kacungmu..... tidurlah anakku."
dan ia telah melangkah terus.
Lie Ko Tie juga tidak berani berayal. Ia telah mengikuti sampai
akhirnya wanita she Khiu itu bersama Lie Ko Tie telah lenyap dari
pandangan mata Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han.
Ke dua orang tersebut menghela napas panjang, dan kemudian
Sung Ceng Siansu telah berkata dengan suara yang mengandung
penyesalan: "Sayang sekali aku tidak memiliki kepandaian yang
lebih tinggi. Dengan begitu, aku tidak bisa melindungi
keponakanmu yang telah dibawa pergi oleh iblis wanita itu.....!" dan
setelah berkata begitu Sung Ceng Siansu menghela napas
beberapa kali. 114 Sedangkan Lie Su Han juga menghela napas dengan wajah yang
murung. "Apa yang telah dilakukan oleh Taysu telah lebih dari cukup,
karena hampir saja Taysu membuang jiwa akibat membela
kami......!" katanya.
Ke dua orang ini telah berdiam diri, lalu masing-masing
mengerahkan lweekang mereka, untuk memulihkan semangat
mereka. Dan setelah setengah harian duduk bersila di tempat tersebut,
mereka berhasil memulihkan pernapasan mereka.
Ke duanya telah kembali ke Siang-yang. Dan di waktu itulah
mereka telah bersepakat untuk pergi menemui Bu Siang Siansu,
guru Lie Su Han, untuk merundingkan cara terbaik, guna
mengambil pulang Lie Ko Tie dari tangan Tok-kui-sin-jie Khiu Bok
Lan, wanita iblis yang bertangan telengas tersebut.
"Y" Lie Ko Tie yang dibawa oleh wanita itu ternyata dibawa masuk ke
dalam hutan yang terdapat di situ. Menyelusuri hutan tersebut dan
tiba di depan sebuah tempat yang penuh dengan batu-batu yang
saling susun ditindih berukuran besar-besar.
Khiu Bok Lan telah duduk di sebuah batu yang tertonjol keluar
kemudian menoleh kepada Lie Ko Tie, sambil tunjuknya ke sebuah
batu lainnya. 115 "Duduklah di situ!" katanya dengan suara yang sabar, dan
kemudian mengawasi anaknya yang telah menjadi mayat dan
berada dalam gendongannya Lie Ko Tie.
Lie Ko Tie duduk di batu yang ditunjuk oleh Khiu Bok Lan dan
kemudian mengawasi mayat bayi yang berada dalam
gendongannya, lalu ia berkata dengan suara yang perlahan dan
ragu-ragu: "Liehiap...... apakah tidak lebih baik..... lebih baik.....
anak ini....." tetapi Lie Ko Tie tidak meneruskan perkataannya
tersebut. Khiu Bok Lan memandang kepada Lie Ko Tie. Ia mengawasinya
menantikan anak itu meneruskan perkataannya, tetapi Lie Ko Tie
tidak berani meneruskan perkataannya itu. "Apa yang hendak kau
katakan?" "Aku ingin menyerahkan.... agar..... agar.....bayi ini..... bayi ini......!"
suara Lie Ko Tie tergagap. Dan di waktu itulah, ke dua tangannya
gemetaran mengangsurkan bayi yang telah menjadi mayat itu,
seperti ingin menyerahkan kepada Khiu Bok Lan.
Tok-kui-sin-jie Khiu Bok Lan jadi mengawasi Ko Tie dengan sinar
matanya yang sangat tajam, kemudian katanya: "Apa yang hendak
kau katakan?" suara Khiu Bok Lan terdengar nyaring dan keras.
"Aku ingin menyarankan, apakah tidak....., tidak sebaiknya bayi
yang telah menjadi mayat ini dikubur saja.......?" menyahuti Lie Ko
Tie. Muka Tok-kui-sin-jie Khiu Bok Lan jadi berubah merah padam.
Matanya mendelik mengawasi Lie Ko Tie.
116 "Apa kau bilang?" katanya dengan suara yang mengandung
kemarahan. Ko Tie jadi bungkam, ia jadi ketakutan melihat Khiu Bok Lan dalam
keadaan marah seperti itu. Anak ini telah menundukkan kepalanya
dalam-dalam tetapi sepasang tangannya yang menggendong bayi
tersebut jadi menggigil semakin keras.
Khiu Bok Lan telah tertawa dingin, katanya: "Bocah, engkau bicara
terlalu sembarangan..... engkau menganjurkan aku agar mengubur
anakku itu?" Ko Tie mengangkat kepalanya dan ia mengangguk ragu. Tetapi
ketika sinar matanya bentrok dengan mata Khiu Bok Lan, ia telah
menunduk kembali. Waktu itu Khiu Bok Lan telah berdiri dari duduknya, ia menghampiri
Ko Tie. Sinar matanya sangat tajam, mengandung kemarahan.
Ko Tie jadi ketakutan, dan ia menunduk saja dengan sepasang
tangan yang semakin gemetaran. Ia kuatir kalau-kalau dirinya
disiksa oleh wanita iblis tersebut.
"Bocah!" tiba-tiba Khiu Bok Lan membentak dengan suara yang
keras, di mana ia telah berkata dengan sikap yang mengancam.
"Rupanya mulutmu itu perlu dirobek!"
Ko Tie semakin ketakutan. Sepasang tangannya yang memang
telah menggigil jadi semakin menggigil keras. Dan tahu-tahu mayat
bayi dalam gendongannya telah terlepas di mana mayat bayi
tersebut telah menggelinding jatuh di tanah.
117 "Ohhh, kau membanting anakku" Anakku..... anakku!" teriak Khiu
Bok Lan sambil melompat dan mengambil mayat bayi itu, yang
digendongnya dalam rangkulannya.
Ko Tie sendiri jadi semakin ketakutan. Ia telah berdiri dari
duduknya dan telah beringsut ke dekat sebuah batu lainnya.
Maksudnya jika memang Khiu Bok Lan hendak memukulnya, ia
akan melarikan diri. Di waktu itu setelah menggendong mayat bayinya, Khiu Bok Lan
dengan suara bengis berkata kepada Ko Tie: "Bocah jahat engkau
membanting anakku dan engkau harus dihajar sepuluh kali
bantingan....." Sambil berkata begitu, tubuh Khiu Bok Lan telah


Beruang Salju Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencelat ke samping Ko Tie. Dengan menpergunakan tangannya
yang satu, ia telah mencengkeram pundak Ko Tie.
Dan di waktu itulah, sekali menghentak tubuh Ko Tie telah
terlempar empat tombak lebih ke tengah udara. Lalu anak lelaki
tersebut jatuh terbanting di atas tanah, menimbulkan suara
gedebukan yang sangat keras sekali, dan ia menjerit kesakitan.
Pandangan matanya berkunang-kunang dan juga ia merasakan
pinggangnya seperti hendak patah.
Khiu Bok Lan mengeluarkan suara tertawa yang menyeramkan
mengandung kemarahan. Ia melompat lagi dan mengangkat tubuh
Ko Tie yang hendak dibantingnya pula.
Ko Tie memejamkan matanya. Ia yakin, begitu dibanting sekali lagi,
tentu jiwanya akan segera melayang......
118 Tetapi waktu tangan Khiu Bok Lan bergerak hendak melempar Ko
Tie ke atas udara, di waktu itulah dari atas tiba-tiba telah meluncur
sebungkah batu yang besar sekali, dan lalu menggelinding jatuh
serta menimbulkan suara yang berisik sekali meluncur akan
menimpa Khiu Bok Lan. Hal itu benar-benar mengejutkan Khiu Bok Lan, karena ia tidak
menyangka akan adanya batu yang longsor seperti itu, terlebih lagi
jarak pisah antara batu dengan dirinya tidak begitu jauh. Tetapi
Khiu Bok Lan yang memiliki kepandaian tinggi, mana bisa berdiam
diri saja membiarkan dia bersama dengan mayat anaknya dan Ko
Tie tertimpah batu besar tersebut" Dengan gerakan secepat kilat,
tubuhnya telah melayang jauh sekali. Dan batu tersebut telah
menimpa tanah di mana tadi Khiu Bok Lan berada dengan
menimbulkan suara gedebukan yang sangat keras sekali.
Khiu Bok Lan telah mengangkat kepalanya menengok ke atas dan
dilihatnya sesosok tubuh telah bergerak cepat sekali dengan
gerakan yang sangat ringan. Tubuhnya itu seringan kapas dan
waktu hinggap di atas tanah tidak menimbulkan suara sedikitpun
juga. Khiu Bok Lan telah menegaskan dan dilihatnya orang yang baru
turun itu tidak lain dari seorang pemuda yang mungkin berumur
duapuluh tiga tahun atau duapuluh empat tahun. Wajahnya
tampan, dan tubuhnya tegap, dengan pakaian yang sederhana
namun bersih. Pemuda itu waktu hinggap di atas tanah telah membarengi dengan
perkataannya: "Mengapa hendak menyiksa anak kecil tidak
119 berdaya seperti itu......." Ciecie tentunya engkau tidak akan
menurunkan tangan bengis kepada anak yang tidak berdaya itu,
bukan?" Khiu Bok Lan telah mengawasi pemuda tersebut dengan sorot
mata yang tajam, dan kemudian katanya, "Siapa kau" Ada urusan
apa kau mencampuri urusanku?"
Khiu Bok Lan bertanya begitu karena biasanya setiap orang yang
bertemu dengannya, tentu akan ketakutan, tetapi pemuda yang
baru muncul ini justru tidak memperlihatkan perasaan takut
sedikitpun juga. Pemuda itu dengan sikap yang sabar telah menyahuti: "Siauwte
she Yo dan bernama Him kebetulan tadi lewat di tempat ini dan
melihat Ciecie yang hendak menyiksa anak tidak berdaya itu, dan
mengapa mayat bayi yang telah kaku seperti itu tidak dikubur?"
Muka Khiu Bok Lan jadi berubah merah padam. Ia menghentakkan
tangannya, maka tubuh Ko Tie yang sejak tadi berada dalam
cengkeramannya telah terlempar dan meluncur akan terbanting di
atas tanah. Pemuda itu, Yo Him yang melihat ini, gesit sekali telah melompat
sambil mengulurkan tangannya. Gerakan yang dilakukannya cepat
sekali, sehingga mudah saja ia menyambar punggung Ko Tie dan
ia telah berhasil mencegah Ko Tie terbanting.
Dengan sabar Yo Him menurunkan tubuh anak tersebut, yang
berdiri di sampingnya. Ke dua kaki Ko Tie masih menggigil karena
anak ini masih diliputi perasaan ketakutan.
120 Yo Him mengusap-usap kepala anak tersebut. Ia berkata dengan
sabar: "Jangan takut. Ciecie itu tentu tidak akan mengganggumu
lagi!" Tetapi Khiu Bok Lan seperti juga tidak memperdulikan Yo Him,
telah menina bobokan anaknya. Yang ditimang-timangnya, sambil
bersenandung dengan suara yang perlahan:
"Anak yang baik, tidurlah kembali, tadi kau kaget terjatuh
bukan" Tidurlah kembali...... tidurlah kembali!"
dan sambil menina bobokan anak itu, ia telah mengayun-ayunkan
mayat bayi tersebut dalam gendongannya, sedangkan tubuhnya
telah bergerak perlahan melangkah dua tindak ke dekat Yo Him.
Tahu-tahu tangannya yang satu dipergunakan untuk menjambret
baju Yo Him. Gerakan Khiu Bok Lan cepat sekali, dan juga cakaran yang
dilakukannya itu merupakan cakaran maut yang bisa mematikan,
kalau saja kuku jari tangannya yang mengandung racun itu
mengenai sasarannya. Tetapi Yo Him hanya tersenyum saja, walaupun Khiu Bok Lan
bergerak cepat sekali, tokh pemuda itu bisa mengelakkan
sambaran tangan Khiu Bok Lan dengan mudah, dan tanpa
merubah kedudukan ke dua kakinya. Tampak ia telah
menggerakkan tangan kanannya, akan menotok jalan darah "Bunsu-hiat" di dekat lengan Khiu Bok Lan.
Totokan itu merupakan totokan yang biasa saja, tetapi karena
dilakukan oleh Yo Him. pemuda yang memiliki tenaga dalam telah
121 mahir, dengan sendirinya totokan tersebut bisa membahayakan
orang yang menjadi lawannya, kalau saja mengenai sasaran
dengan tepat. Khiu Bok Lan sendiri terkejut. Belum lagi jari telunjuk Yo Him tiba,
justru ia telah merasakan hebatnya sambaran angin dingin yang
menyerap seperti masuk ke dalam tulang lengannya. Cepat ia
menarik pulang tangannya membatalkan cakarannya, dan
kemudian sambil tetap bersenandung menina-bobokan anaknya
yang telah menjadi mayat itu, ia berkata dengan suara yang dingin:
"Kau harus binasa dengan keadaan yang lebih mengerikan
dibandingkan dengan korbanku yang terdahulu......!" dan
tangannya itu telah berkelebat cepat sekali. Saking cepatnya,
tangannya telah berubah menjadi beberapa tangan yang
berkelebat menyambar ke berbagai bagian anggota tubuh Yo Him
yang mematikan. Yo Him heran juga melihat wanita tersebut memiliki kepandaian
yang demikian tinggi. Namun dilihat dari kelakuannya, tampaknya
seperti wanita yang kurang beres pikirannya, karena
menggendong-gendong dan menina bobokan bayi yang telah
menjadi mayat itu. Tetapi Yo Him juga tidak bisa berdiam diri saja, karena Khiu Bok
Lan telah menyerangnya dengan cakaran-cakaran yang begitu
gencar dan mematikan, mengincar bagian-bagian anggota tubuh
yang bisa mematikan jika terkena cakaran tersebut. Juga di waktu
itu Yo Him berhasil mengendus bau amis yang menusuk hidung,
waktu tangan wanita cantik yang memiliki ilmu tinggi tersebut
122 berseliweran ke arah tubuhnya. Segera ia mengetahui bahwa pada
kuku-kuku jari tangan wanita ini tentunya diborehkan racun.
Tanpa ayal, Yo Him telah menggerakkan ke dua kakinya,
melangkah dengan aturan pat-kwa, di mana ke dua kakinya
bergerak-gerak di situ-situ juga, namun tubuhnya telah berkelebat
cepat. Dan semua cakaran yang dilakukan wanita itu telah berhasil
dielakkannya. Malah kalau bergerak menurut aturan pat-kwa
tersebut, Yo Him tidak meninggalkan Ko Tie yang tetap berada di
sisinya, dilindunginya kalau wanita tersebut menyerang Ko Tie.
Khiu Bok Lan yang melihat kejadian ini jadi penasaran bukan main.
Jarang sekali ia gagal dalam cakaran yang dilakukannya karena
ilmu mencakarnya tersebut telah dilatihnya dengan baik. Dan baru
kali ini ia bertemu dengan lawan yang berhasil menghindarkan diri
dari setiap cakarannya tersebut dengan cara yang begitu amat
mudah. Dengan demikian, membuat Khiu Bok Lan memusatkan tenaga
dalamnya pada setiap jari tangannya dan telah melancarkan
cakaran-cakaran yang jauh lebih cepat dan mempergunakan jurusjurus yang lebih aneh. Mulutnya masih bersenandung tetapi
senandungnya itu perlahan sekali, karena Khiu Bok Lan lebih
mencurahkan perhatiannya kepada lawannya.
Yo Him yang telah diserang berulang kali seperti itu tidak berdiam
diri lagi. Melihat Khiu Bok Lan melakukan cakaran pula dengan
gerakan yang lebih membahayakan, di waktu itulah Yo Him telah
mempergunakan ke dua tangannya bergerak dengan cepat untuk
123 menyampok pergelangan tangan lawannya dan tangannya yang
satu mendorong kuat sekali ke arah bahu wanita itu.
Apa yang dilakukan oleh Yo Him merupakan gerakan yang liehay
sekali. Maka dalam sekejap mata saja, ia telah berhasil menangkis
tangan Khiu Bok Lan. Dan tangannya yang satu telah berhasil
untuk mendorong bahu wanita yang liehay itu.
Khiu Bok Lan sesungguhnya hendak mengelakkan benturan
tangan Yo Him. Waktu melihat pergelangan tangannya dapat
ditangkis dengan begitu kuat sekali oleh pemuda itu, ia membuat
tubuhnya doyong ke belakang. Namun gerakan yang dilakukannya
itu tidak membantu banyak. Telapak tangan Yo Him tiba di
pundaknya, dan tubuh Khiu Bok Lan seperti didorong oleh
serangkum kekuatan yang besar sekali, yang membuat tubuhnya
jadi terhuyung mundur akan terjengkang.
Untung Khiu Bok Lan memang memiliki kepandaian tinggi, ia telah
membarengi dengan jejakkan kakinya. Tubuhnya jadi melompat
mundur dengan meminjam tenaga dorongan Yo Him juga, di mana
tubuhnya kemudian turun dua tombak lebih di waktu mana
kekuatan dorongan telapak tangan Yo Him telah lenyap.
"Anakku..... tidurlah..... tidurlah.....ibu hendak membereskan
seekor babi hutan dulu.....!"
Walaupun tubuhnya telah terdorong seperti itu, toh Khiu Bok Lan
masih bersenandung dengan suara yang perlahan, menina
bobokan mayat anaknya. 124 Tetapi walaupun mulutnya bersenandung begitu. Ia telah
melangkah maju lagi, di mana ia menggerakkan tangannya yang
kanan untuk mencengkeram ke arah batok kepala Yo Him.
Gerakan yang dilakukannya itu seperti juga gerakan seekor
harimau yang hendak mencakar lawan. Cepat bukan main, karena
ke lima jari itu telah dipentang lebar-lebar, dan memang kuku jari
tangannya itu runcing dan tajam sekali, yang sering dipergunakan
untuk mencakar robek kulit bagian tubuh lawannya. Sekarang ia
menyerang begitu, bagaikan hendak membenamkan ke lima kuku
jari tangannya itu di kepala Yo Him.
"Serangan yang telengas sekali......!" teriak Yo Him terkejut waktu
melihat cara menyerang Khiu Bok Lan. Tubuhnya menyingkir ke
samping kiri dua langkah. Lalu dengan gerakan yang cepat, Yo
Him telah mempergunakan gerakan "Kodok Mendorong
rembulan", ilmu pukulan tangan kosong yang diperolehnya dari Ciu
Pek Thong. Hebat kesudahan dari dorongan tangan Yo Him, karena ia telah
mendorong dengan kekuatan lweekang yang benar-benar terlatih
baik, sehingga dorongannya itu menimbulkan suara yang
bergemuruh berisik. Cara menyerang Yo Him memang aneh. Telapak tangannya
mendorong tapi waktu telapak tangan meluncur akan mendorong
di waktu itulah telapak tangan itu seperti turun naik tidak menentu,
sehingga arah sasaran dari serangannya itu tidak berkepastian.
Dan memang Khiu Bok Lan sendiri heran dan terkejut melihat cara
menyerang Yo Him, terlebih lagi ia merasakan tenaga yang
125 menerjang kepadanya begitu kuat, membuat Khiu Bok Lan tidak
berani meneruskan cakaran jari tangannya kepada kepala Yo Him.
Ia menarik pulang tangan kanannya itu dan menangkis tangan Yo
Him. Namun tenaga dorongan Yo Him telah tiba lebih dulu, dan tanpa
ampun lagi tubuh Khiu Bok Lan telah terdorong mundur lagi
beberapa langkah ke belakang. Dengan begitu terlihat wanita
cantik she Khiu tersebut telah berusaha mengerahkan tenaga
dalamnya pada kukunya, telah berdiri tertegun mengawasi Yo Him,
seperti juga tidak mau mempercayai bahwa pemuda yang berada
di hadapannya ini memang memiliki kepandaian begitu tangguh.
Yo Him telah tertawa lagi, katanya: "Ciecie. mengapa engkau harus
mendesak aku dengan serangan yang mematikan seperti itu"
Bukankah di antara kita tidak terdapat permusuhan atau persoalan
apapun juga?" Sabar waktu Yo Him bertanya begitu.
Khiu Bok Lan telah tertawa dingin, katanya: "Anakku telah
terganggu tidurnya. Tadipun telah terbanting oleh bocah itu, maka
bocah itu perlu dihajar untuk menebus dosanya. Kau serahkan
bocah itu dan engkau boleh angkat kaki tidak akan kuganggu......!"
Yo Him tertawa. katanya "Anak ini masih terlalu kecil, ia belum bisa
apa-apa, belum mengerti urusan. Mengapa cici harus
melayaninya" Biarlah, jika engkau tidak keberatan, anak ini akan
kubawa serta......!!"
Muka Khiu Bok Lan menjadi merah, ia marah sekali.
126 "Apakah dengan mudah kau hendak membawa kacungku?" bentak
Khiu Bok Lan dengan suara bengis. "Hemm, jika tetap ingin
mencampuri urusanku, jangan harap kau meninggalkan tempat ini
dengan bernapas.....!" Setelah berkata begitu, segera tampak
tubuh Khiu Bok Lan melompat ke tengah udara, ke dua tangannya
berulangkali menyambar hendak mencakar dan mencengkram
tubuh Yo Him. Tetapi Yo Him beberapa kali mengelakkan cakaran dan
cengkraman itu dengan mudah. Dan sama sekali ia tidak
memperoleh kesulitan untuk memunahkan setiap serangan yang
dilakukan Khiu Bok Lan. Di waktu itu, sambil mengeluarkan tawa yang menyeramkan, Khiu
Bok Lan berkata: "Engkau rupanya memang sengaja hendak
mencari urusan denganku...........!" dan berbareng dengan
perkataannya, ia telah melompat ke samping meletakkan mayat
bayinya di atas batu. Katanya dengan suara yang penuh kasih
sayang pada mayat bayi tersebut: "Anakku tidurlah dulu. Ibu
hendak membereskan babi hutan itu!"
Setelah meletakan mayat bayi tersebut di atas batu, tubuh Khiu
Bok Lan dengan cepat telah berkelebat seperti juga sesosok
bayangan yang mengelilingi tubuh Yo Him dan Ko Tie, di mana
tampak ke dua tangannya bergerak dengan cepat. Saking
cepatnya, ke dua tangannya itu seperti telah menjadi seperti
sepuluh pasang tangan, berkelebat ke sana ke mari, dengan
ancaman bahaya maut untuk Yo Him, terkadang juga menjurus ke
diri Ko Tie. 127 Melihat serangan wanita cantik yang liehay namun memiliki tangan
telengas tersebut. Yo Him tidak bisa main-main lagi


Beruang Salju Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghadapinya. Dengan bersungguh-sungguh ia berkata: "Ciecie,
engkau terlalu mendesakku......!" dan setelah berkata begitu, Yo
Him juga bergerak cepat sekali. Pertama tangan kanannya
merangkul pinggang Ko Tie, yang dikempitnya.
Dengan begitu ia bermaksud melindungi Ko Tie, sebab bisa saja
terjadi Khiu Bok Lan menurunkan tangan bengis dan mengandung
maut kepada anak tersebut. Setelah mengempit, sambil berkelit
beberapa kali, Yo Him mempergunakan tangan kirinya
memberikan perlawanan. Dari telapak tangan kirinya telah
berkesiuran angin hebat sekali.
Khiu Bok Lan boleh lihai tapi kenyataannya ia tidak berdaya
menghadapi Yo Him, karena Yo Him memiliki kepandaian yang
benar-benar telah tinggi, memiliki bermacam kepandaian yang
beraneka ragam, diperoleh dari It Teng Taysu, Ciu Pek Thong, Yo
Ko, Siauw Liong Lie, dan juga telah berguru kepada Oey Yok Su
sehingga mewarisi seluruh kepandaian Oey Yok Su. Dengan
demikian, Yo Him merupakan seorang pemuda yang memiliki
kepandaian sangat tinggi sekali.
Setelah bertempur sepuluh jurus lebih, waktu itu Yo Him mulai
mengeluarkan ilmu yang diperolehnya dari Tocu Tho-hoa-to, yaitu
Oey Yok Su. Ke dua kakinya bergerak-gerak menurut gerakan patkwa, dan juga tangannya telah menyambar-nyambar cepat sekali,
menindih kecepatan bergerak ke dua tangan Khiu Bok Lan.
Dengan begitu, tampak tubuh Khiu Bok Lan beberapa kali
terhuyung, disamping selalu gagal untuk mencakar dan
128 mencengkeram, juga Khiu Bok Lan telah terkena gempuran yang
dilakukan Yo Him. Dengan demikian, lewat lagi empat jurus, telapak tangan kiri Yo
Him telah menghantam tepat sekali pada punggung wanita
bertangan telengas itu. Tubuh Khiu Bok Lan terhuyung ke depan
beberapa langkah, dia segera memuntahkan darah segar,
tubuhnya mengigil. Ia berdiri di tempatnya sejenak lamanya,
seperti mengatur jalan pernapasannya di mana tenaga dalamnya
telah tergempur. Yo Him juga tidak melakukan penyerangan lagi, ia berdiri di
tempatnya sambil dia kempit terus Ko Tie, katanya dengan sabar:
"Ciecie, apakah akan diteruskan pertempuran ini?"
Khiu Bok Lan telah memutar tubuhnya, ia berkata dengan sengit,
mukanya merah padam dan mengandung penasaran: "Kali ini
engkau memang menang, tetapi tunggulah, aku tentu akan
mencarimu! Walaupun engkau lari ke ujung langit, tentu aku akan
menemukanmu....." Sehabis berkata begitu tubuh Khiu Bok Lan telah melompat gesit
sekali di mana ia telah melompat ke dekat batu yang tadi
dipergunakan meletakkan bayinya. Tangannya cepat sekali
menyambar mayat bayi tersebut lalu dengan bersenandung
perlahan: "Tidurlah anakku..... kita pergi dari tempat ini, nanti aku akan
menangkap babi hutan itu untukmu, tidurlah.....!"
129 dan sambil bersenandung begitu, ia melangkah meninggalkan
tempat tersebut, tetapi langkah kakinya sering sempoyongan.
Rupanya Khiu Bok Lan telah terluka di dalam yang cukup berat.
Dan wanita cantik yang sinting ini menyadari bahwa jika ia terus
bertempur dengan Yo Him tentu yang celaka adalah dirinya, maka
ia telah mengundurkan diri dan meninggalkan tempat tersebut.
Melihat wanita yang tingkahnya sinting seperti itu telah berlalu, Yo
Him menurunkan Ko Tie, katanya: "Engkau tak perlu takut,
perempuan jahat itu telah pergi. Siapa namamu?"
Ko Tie menyebutkan namanya dan ia mengatakan: "Terima kasih
atas pertolongan yang..... diberikan oleh paman."
Yo Him menanyakan pada Ko Tie, mengapa anak tersebut bisa
terjatuh ke dalam tangan wanita yang kejam dan bertangan
telengas itu. Ko Tie segera menceritakannya.
Dan Yo Him setelah mendengar cerita Ko Tie mengajak anak
tersebut untuk menuju ke Siang-yang guna menemui Lie Su Han
dan Sung Ceng Siansu. Namun setibanya mereka di Siang-yang, Yo Him tidak menemukan
ke dua orang itu, baik Lie Su Han dan Sung Ceng Siansu sudah
tidak berada di rumah penginapan di mana sebelumnya Ko Tie
diajak Lie Su Han menginap. Rupanya Lie Su Han dan Sung Ceng
Siansu telah meninggalkan Siang-yang.
Yo Him menanyakan Ko Tie ke mana ia hendak pergi.
130 Anak itu sendiri jadi bingung, ia menangis dan menceritakan bahwa
ia sudah tidak memiliki ayah dan ibu lagi, dan tidak memiliki sanak
famili selain Lie Su Han, pamannya itu. Dan kini pamannya itu
sudah tidak berada di Siang-yang, dengan demikian ia tidak tahu
harus pergi kemana. Mendengar cerita anak tersebut hati Yo Him tergerak.
"Apa engkau bersedia ikut denganku?" Ia tanya kemudian.
Ko Tie mengangguk cepat. "Jika memang paman Yo tidak keberatan, tentu menggembirakan
sekali kalau memang aku bisa turut serta dengan kau." Sambil
berkata begitu, Ko Tie telah menekuk ke dua kakinya, ia berlutut di
hadapan Yo Him. Cepat-cepat Yo Him membangunkan anak itu, ia telah perintahkan
Ko Tie duduk di kursinya kembali.
Yo Him mengajak Ko Tie bersantap setelah itu mereka
meninggalkan Siang-yang. Ternyata Yo Him sejak meninggalkan Tho-hoa-to telah
mengembara di dalam dataran Tiong-goan. Dengan begitu Yo Him
hendak menghibur hati, karena ia berduka sekali jika
membayangkan betapa kerajaan Song telah terjatuh ke dalam
tangan Kublai Khan. Dengan demikian, maka Yo Him semakin tak
memperdulikan keadaan perkembangan pemerintahan di saat itu,
di mana Kublai Khan telah mengeluarkan peraturan-peraturan,
yang mengharuskan rakyat di Tiong-goan mengkepang
131 rambutnya, juga harus bicara mempergunakan bahasa Mongolia.
Dan pula mengenai pajak-pajak yang membebani rakyat.
Semua itu semakin dilihat semakin mendatangkan kesedihan di
hati Yo Him. Pemuda ini hanya bertekad, jika ia bertemu dengan
peristiwa yang tak adil, maka ia akan membantunya, turun tangan
membereskannya, tetapi sama sekali Yo Him tidak bermaksud
untuk mencampuri soal-soal yang menyangkut urusan
kepemerintahan. Tentang peraturan yang juga dikeluarkan Kublai Khan, bahwa
rakyat di daratan Tiong-goan harus mengkepang rambutnya, pun
tak dipatuhi oleh Yo Him, di mana ia hanya mengikat rambutnya
dan kemudian dia memakai sebuah kopyah. Dengan
kepandaiannya yang tinggi, memang Yo Him bisa melakukan
banyak sekali perbuatan-perbuatan mulia, membela yang lemah
tertindas dari si kuat tetapi jahat.
Dengan begitu, Yo Him bisa terhibur juga hatinya, karena dirinya
memiliki kepandaian yang tinggi seperti itu, ia sama sekali tidak
pernah menemui kesulitan dalam melakukan segala tindakantindakannya. Dengan demikian, nama Yo Him semakin terkenal
saja, dengan julukannya Sin-tiauw-thian-lam, Rajawali Sakti dari
Langit Selatan. Sekarang dengan ikut sertanya Ko Tie, Yo Him mengajak anak
tersebut ke tempat yang indah, untuk pesiar dan menikmati
keindahan alam yang ada. Dengan Begitu, Yo Him berusaha untuk
menghibur anak ini agar riang gembira.
132 Ko Tie juga melihat bahwa Yo Him sangat sayang padanya. Hanya
hatinya sering merasa berduka jika ia teringat kepada Lie Su Han,
pamannya. Ia menguatirkan keselamatan dan kesehatan
pamannya tersebut. Sering Ko Tie menyatakan kepada Yo Him perasaannya itu, dan
Yo Him mengatakan, bahwa mereka kelak akan mencari Lie Su
Han, paman Ko Tie tersebut. Tetapi Ko Tie ketika ditanya Yo Him
di mana tempat Lie Su Han ini, juga tidak mengetahuinya. Dan juga
Ko Tie memang tidak mengetahui dari Siang-yang pamannya itu
akan pergi ke mana. Selama mengajak Ko Tie melakukan perjalanan bersama
dengannya, Yo Him juga telah menurunkan sejurus dua jurus ilmu
silat, pada dasarnya. Ia juga telah melatih ilmu meringankan tubuh
anak kecil itu. Ko Tie ternyata memiliki otak yang cukup terang. Walaupun tidak
terlalu luar biasa, namun iapun bukan seorang anak yang bodoh.
Setiap pelajaran ilmu silat yang diajarkan Yo Him dapat
diterimanya dengan baik. Dengan demikian Yo Him jadi
bergembira dan bersemangat mendidik anak itu. Beberapa macam
ilmu pukulan kepalan tangan kosong, telah diajarkan juga kepada
anak tersebut. Hari itu mereka berada di propinsi Kwie-cu, di mana mereka berada
di luar kota Lung-an-kwan, terpisah puluhan lie di sebuah tegalan
rumput yang tumbuh cukup lebar. Yo Him dan Ko Tie tengah
melakukan perjalanan dengan sikap yang gembira dan juga telah
bercakap-cakap juga. Banyak yang diceritakan Yo Him mengenai
133 keadaan di rimba persilatan. Terutama sekali Yo Him menceritakan
kepada Ko Tie mengenai peperangan di Siang-yang, di mana saatsaat jatuhnya kota tersebut ke dalam tangan Kubilai Khan.
Sedang mereka bercakap-cakap sambil melakukan perjalanan, di
waktu itu dari arah belakang mereka terdengar suara derap
langkah kaki kuda, yang tengah mencongklang cepat sekali. Dan
juga tidak lama kemudian, waktu Yo Him dan Ko Tie menoleh ke
belakang, mereka melihat seekor kuda berbulu kuning kecoklatan
tengah berlari dengan cepat dan gesit sekali. Tubuh kuda itu tinggi
besar, merupakan potongan kuda Mongolia.
Yo Him menarik tangan Ko Tie, yang diajaknya minggir, karena Yo
Him melihat kuda itu mencongklang cepat sekali menuju ke arah
mereka. Seperti juga akan menerjang mereka.
Penunggang kuda tersebut seorang lelaki bertubuh tinggi besar,
memelihara berewok yang tebal dan kaku, dengan kopiah yang
melesak menutupi kepalanya dan juga dengan pakaian yang
singset berwarna hitam. Tetapi waktu itu ia melarikan kuda
tunggangannya itu dengan tubuh yang agak dibungkukkan, tangan
kirinya memegang tali les, sedang tangan kanannya memegangi
dadanya, dari mana mengucur darah merah membasahi
tangannya. Rupanya penunggang kuda itu tengah terluka pada
dadanya oleh senjata tajam.
Ketika kuda tunggangannya berlari cepat akan melewati Yo Him
dan Ko Tie. Di saat itulah tampak lelaki berewokan tersebut sudah
tak bisa mempertahankan dirinya. Tubuhnya bergoyang-goyang
134 dan akhirnya telah terlempar dari punggung kudanya, terbanting di
atas rumput yang cukup tebal.
Yo Him mengerutkan alisnya, ia cepat-cepat mengajak Ko Tie
menghampiri. Di waktu itu, ia telah melihat lelaki berewok tersebut
telah rebah telentang di atas rumput dengan napas yang lemah
sekali. Wajahnya yang garang itu pucat sekali dan tangannya
masih memegangi luka di dadanya, mulutnya yang tampaknya
kering itu telah mengeluh perlahan, keluhan kesakitan.
Kuda tunggangan orang tersebut telah berlari cepat sekali,
mencongklang terus walaupun majikannya telah terbanting jatuh di
rumput. Sekejap mata saja kuda tunggangan tersebut telah lenyap
dari pandangan mata. Yo Him berjongkok untuk memeriksa keadaan orang tersebut. Ia
melihat luka di dada lelaki itu cukup besar, di mana di bagian
dadanya itu merobek ke arah dada kiri dan juga seperti telah
terluka di bagian dadanya itu oleh tabasan mata pedang. Dan
waktu itu. lelaki berewokan tersebut tengah mengeluh dengan
suara yang perlahan sekali: "Air...... Air.....!"
Yo Him cepat-cepat mengambil kantong airnya, membuka
tutupnya dan memberi minum kepada orang tersebut. Setelah
cukup banyak meneguk air, kesegaran lelaki berewok itu agak
pulih dan ia menoleh memandang sayu pada Yo Him tanyanya
dengan suara lemah: "Siapa...... siapakah Kongcu....."! Terima
kasih....... terima kasih atas pertolongan yang diberikan olehmu!"
135 Yo Him mengulapkan tangannya, katanya: "Jangan berkata begitu.
Sudah kewajiban kita untuk saling tolong menolong satu dengan
yang lainnya...... Mengapa saudara terluka demikian rupa?"
"Aku..... aku telah dilukai oleh Tok-ong-kiu-cie (Raja Racun Berjari
Sembilan). Aku terkena tabasan mata pedangnya yang beracun,
sehingga aku...... aku akan segera terbinasa...... karena racun itu
akan bekerja setelah lewat dua kali duapuluh empat jam...... dan
sekarang telah lewat dua hari dua malam, di mana racun ini mulai
bekerja...... sehingga....... sehingga seluruh tenagaku habis..... dan
mungkin malam ini, malam terakhir aku bisa hidup terus..... Karena
racun itu telah mulai bekerja dan tidak ada obat yang bisa
menyembuhkannya..... seluruh otot dan urat di tubuhku akan
hancur, dan juga daging tubuhku akan mencair busuk.....!"
Mendengar perkataan mengerutkan alisnya. lelaki berewok tersebut, Yo Him "Racun yang jahat sekali..... permusuhan apakah yang terdapat
antara saudara dengan Tok-ong-kiu-cie itu?" tanya Yo Him
kemudian. "Aku hanya menemuinya untuk meminta semacam obat untuk
suhengku, tetapi..... ia tak mau memberikannya, sehingga aku
mendesaknya terus, dan kami bertempur, di mana akhirnya aku
telah dilukai begini rupa.....!"
Yo Him menghela napas, ia meminta lelaki berewok tersebut
mengangkat tangan kanannya yang memegangi lukanya tersebut,
dan kemudian memeriksa luka itu dengan teliti. Dilihatnya,
sesungguhnya robekan yang terjadi pada kulit di dada lelaki
136 berewok tersebut, tidak terlalu dalam, hanya lebar. Dan di
sekeliling bekas luka tersebut tampak sinar kehitam-hitaman,
rupanya daging di bagian tempat terluka tersebut juga mulai
membusuk. Dengan demikian, tampaknya lelaki berewok itu memang telah
keracunan yang hebat. Yo Him cepat-cepat merogoh saku bajunya ia mengeluarkan
semacam yo-wan (obat pil) yang berwarna merah darah, katanya:
"Walaupun obat ini bukan merupakan obat nomor satu di dalam
dunia tetapi memiliki khasiat yang cukup ampuh untuk
menyembuhkan orang yang keracunan. Memang racun yang
dipergunakan oleh Tok-ong-kiu-cie itu tidak kuketahui. Entah ia
mempergunakan racun apa, tetapi kukira pil ini bisa mengurangi
sedikit rasa sakit dan juga bisa membendung bekerjanya racun itu
sementara waktu. Tetapi lelaki berewok tersebut menggelengkan kepalanya lemah


Beruang Salju Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekali. Iapun tersenyum, "Terima kasih kongcu..... terima kasih atas maksud baikmu itu.....
tetapi sayang sekali racun yang dipergunakan oleh Tok-ong-kiu-cie
ini merupakan racun yang bekerjanya sangat hebat, dan juga tidak
mungkin bisa dipunahkan oleh obat biasa. Itulah racun "Sam-huntok" yaitu racun Tiga Arwah, di mana jika seseorang terkena racun
ini, dua hari pertama memang masih tidak mengalami sesuatu,
tetapi setelah memasuki hari ketiga, arwah tidak mungkin bisa
direbut kembali dari malaikat elmaut. Percuma saja..... bukan aku
tidak mempercayai khasiat dari obat pilmu itu, tetapi memang tidak
137 mungkin racun yang telah mengendap di dalam tubuhku ini dapat
dipunahkan oleh obat itu......!"
Yo Him baru pertama kali mendengar perihal Tok-ong-kiu-cie. si
Raja Racun Berjari Sembilan itu, dan juga baru pertama kali ini ia
mendengar perihalnya racun Sam-hun-tok tersebut. Dilihatnya
napas lelaki berewok itu telah semakin perlahan, dan juga sewaktu
itu, rupanya lelaki berewok tersebut telah semakin lemah.
Setelah memaksa dua kali dan orang brewok itu masih menolak,
akhirnya Yo Him menyimpan lagi obatnya itu. Ia masukan kembali
ke dalam sakunya. "Kongcu," kata lelaki berewok tersebut sambil mengawasi Yo Him.
"Ada sesuatu permintaan yang hendak kuajukan, meminta
pertolonganmu. Entah kau akan meluluskannya atau tidak?"
"Katakanlah, jika memang aku bisa membantu, tentu aku akan
membantunya......!" kata Yo Him cepat.
"Aku telah terluka oleh racun Sam-hun-tok dan hanya bisa
disembuhkan oleh semacam obat..... obat yang luar biasa.....!"
"Obat apa itu?" tanya Yo Him.
"Obat yang luar biasa dan sulit sekali diperoleh...... tetapi aku telah
yakin tidak mungkin aku bisa memperolehnya......!" menyahuti
lelaki berewok tersebut dengan suara yang semakin lemah.
Yo Him memperhatikan muka lelaki berewok itu yang semakin
pucat dan bibirnya telah mengering kembali, tampak tergetar.
138 "Katakanlah..... mungkin aku bisa mencarikannya," kata Yo Him.
Tetapi lelaki brewok tersebut
menggelengkan kepalanya. tersenyum lemah sambil "Tidak..... tidak mungkin," katanya. "Obat itu sukar sekali diperoleh.
Tidak semua orang bisa memiliki dan tidak mungkin terdapat pada
tabib-tabib biasa..... obat itu hanya dimiliki oleh seseorang......!"
Berkata sampai di situ orang berewok yang tengah terluka
keracunan itu menggeliat. Ia mengeluh kesakitan dan tangan
kanannya telah memegangi lukanya, mukanya semakin pucat.
Yo Him cepat-cepat menotok beberapa jalan darah di sekitar
lukanya untuk mengurangi perasaan sakit yang diderita oleh lelaki
berewok tersebut, tetapi usaha yang dilakukan oleh Yo Him
ternyata tidak berhasil. Tampaknya lelaki berewok tersebut
semakin menderita kesakitan. Beberapa kali ia merintih, suaranya
semakin lemah dan perlahan, akhirnya pingsan tidak sadarkan diri.
Melihat itu, Yo Him tahu ia tidak boleh berlaku ayal untuk menolong
jiwa orang ini. Segera ia mengeluarkan lagi obat yang tadi ditolak
oleh lelaki berewok tersebut. Ia memijit pil tersebut dengan
mempergunakan tenaga lweekangnya, dan di waktu itu telah
membuat pil tersebut terpijit menjadi bubuk halus dan
memasukkannya ke dalam mulut lelaki brewok tersebut. Dan lalu
menuangkan sedikit air ke dalam mulut lelaki berewok itu, lalu ia
memijit di bawah dagu lelaki berewok tersebut sehingga bubuk
obat itu terdorong oleh air masuk tenggorokan orang itu.
139 Kemudian Yo Him meminta Ko Tie agar memeluk lehernya,
menggemblok di punggungnya. Dan sambil menggendong Ko Tie,
tampak Yo Him telah mengangkat tubuh lelaki berewok tersebut,
ia berlari cepat sekali. Tujuannya adalah kota atau kampung yang terdekat dengan
tempat itu. Ia menggunakan ginkangnya, tubuhnya seperti terbang,
di mana ke dua kakinya bagaikan tidak menginjak rumput. Dan di
saat itu biarpun ia membawa Ko Tie di punggungnya dan juga
membawa tubuh lelaki berewok tersebut dengan ke dua
tangannya, namun tidak mengurangi kepesatan larinya Yo Him.
Tidak lama kemudian Yo Him telah melihat pintu kota Lung-ankwan. Ia mempercepat larinya dan tubuhnya bagaikan terbang
memasuki pintu kota. Ia berpapasan dengan beberapa penduduk
kota tersebut yang memandang heran sekali.
Yo Him tidak memperdulikannya. Ia berlari terus memasuki kota
itu, mencari rumah obat. Setelah melewati tiga lorong yang panjang
di dalam kota itu, ia melihat sebuah rumah obat itu yang cukup
besar, maka dihampirinya rumah obat itu untuk meminta tabib
pemilik rumah obat tersebut memeriksa luka lelaki berewok yang
digendongnya. Pemilik rumah obat itu adalah seorang tabib yang sudah lanjut
usia, mungkin telah tujuhpuluh tahun, memakai baju thung-sia
dengan hun-cwe (pipa tembakau yang memiliki batang panjang),
memelihara kumis sedikit, yang telah berubah warnanya menjadi
putih. Ketika memeriksa luka di dada lelaki berewok tersebut, lelaki
140 itu mengerutkan alisnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya
beberapa kali. Lalu ia bilang dengan suara perlahan,
"Sayang sekali telah terlambat..... ia tidak mungkin tertolong....."
dan tabib itu telah menghela napas lagi.
"Sianseng tolonglah.....!" kata Yo Him memohon dengan sangat, ia
juga sangat berkuatir sekali. "Mungkin Sianseng memiliki
semacam obat yang bisa memperlambat menjalarnya racun itu."
Tabib itu berdiam sejenak seperti berpikir lalu dia berkata dengan
suara yang perlahan: "Baiklah biarlah aku memberikan padanya
ramuan dari campuran Bwee-tan, Kiok-cie, Sin-lung dan Cuk-liutan. Mungkin ramuan ini bisa memperpanjang namun setelah itu
tidak mungkin orang ini hidup lebih lama lagi......!"
Setelah berkata begitu, tabib tersebut segera bekerja meramu
obat-obatan yang disebutkannya tadi. Dengan bantuan Yo Him
akhirnya tabib itu telah mencekoki lelaki berewok tersebut dengan
ramuan obatnya itu. Yo Him sendiri berpikir, jika memang ramuan obat tabib itu mujarab
dan benar-benar lelaki berewok itu bisa diperpanjang hidupnya
selama lima hari, ia akan berusaha mencari obat yang diperlukan
oleh lelaki berewok itu. Selesai mencekoki obat itu ke dalam mulut lelaki berewok tersebut
segera tabib itu berkata pada Yo Him, "Semua bahan obat-obatan
yang telah kucampur menjadi satu untuk diberikan kepada dia
terdiri dan bahan obat-obatan yang serba mahal, dengan harga
seluruhnya limabelas tail perak.....!"
141 Yo Him tidak rewel-rewel lagi telah membayar harga yang diminta
tabib itu, lalu dengan mengajak Ko Tie meninggalkan rumah obat
tersebut. Yo Him telah menggendong si lelaki berewok untuk
mencari rumah penginapan.
Di dalam kamar rumah penginapan, Yo Him melihat bahwa napas
lelaki berewok mulai lancar walaupun masih lemah. Namun
wajahnya tidak memperlihatkan ia tengah menderita kesakitan,
tenang sekali tidurnya. Yo Him menghela napas dalam-dalam ia
berpikir, "Kalau dilihat dari cara berpakaiannya, tampaknya ia
seorang Kang-ouw yang memiliki kepandaian tidak rendah. Namun
siapakah sebenarnya Tok-ong-kiu-cie itu?"
Yo Him telah menunggui lelaki berewok tersebut bersama Ko Tie.
Tetapi setelah hari menjelang malam, dan lelaki berewok tersebut
belum tersadar dari pingsannya, Yo Him telah memerintahkan Ko
Tie untuk tidur. Yo Him sendiri menunggui lelaki berewok tersebut
sampai ketika keesokan paginya.
Di waktu matahari fajar mulai menyingsing memperlihatkan diri,
lelaki berewok tersebut baru siuman. Dan di waktu itulah, Yo Him
telah memberikan kepada lelaki berewok tersebut sedikit air teh.
Dengan sabar Yo Him juga telah menyuapi bubur yang telah
dibawakan oleh pelayan rumah penginapan tersebut. Setelah
dapat menelan lima atau enam sendok bubur dengan telanan yang
agak sulit, lelaki berewok itu menggelengkan kepalanya waktu Yo
Him mengangsurkan sendok berikutnya.
"Bagaimana keadaan saudara?" tanya Yo Him dengan penuh
perhatian. 142 Jejak Di Balik Kabut 15 Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan Hoa San Lun Kiam Karya Chin Yung Burung Hoo Menggetarkan Kun Lun 4
^