Pencarian

Beruang Salju 8

Beruang Salju Karya Sin Liong Bagian 8


dahsyat belaka. Ciu Pek Thong pun merasakan betapa napasnya
mulai sesak, karena hawa dingin yang mengurung dirinya semakin
tebal, membuat dia sulit untuk bernapas.
"Inilah berbahaya, aku harus dapat membuyarkan hawa dingin
yang mengurung diriku!" demikian pikir Ciu Pek Thong. Karena si
tua berandal jenaka itu menyadari, walaupun Swat Tocu tidak
mungkin bisa merubuhkan dirinya, tokh jika memang terus
menerus dirinya terkurung oleh lapisan hawa dingin itu, sehingga
dia sulit bernapas. Tohk akhirnya akan membuat dirinya lemas
sendirinya, dan akan, membuat geraknya jadi lambat, maka itu bisa
membahayakan dirinya, yang kemungkinan besar dirubuhkan dan
dibinasakan Swat Tocu. Setelah berpikir begitu, Ciu Pek Thong mengeluarkan suara
seruan nyaring, tubuhnya tahu-tahu melompat-lompat tidak
hentinya. Dan kemudian dia telah menggerakkan ke dua
tangannya mendorong dengan kuat sekali, sehingga berkesiuran
angin yang menderu-deru menerjang Swat Tocu.
502 Dengan cara mendorong seperti itu, Ciu Pek Thong telah
membuyarkan hawa dingin yang mengurung dirinya. Dan di kala
Swat Tocu menyambuti tenaga dorongan itu dengan berdiri tegak,
dengan ke dua tangan diulurkan ke depan, maka terjadi benturan
yang kuat sekali. Ciu Pek Thong maupun Swat Tocu jadi berdiri kaku tegak di
tempatnya sama sekali tidak bergerak. Karena ke duanya tengah
mengempos semangat dan tenaga murni mereka untuk berusaha
menindih kekuatan lawan. Dengan demikian, walaupun tubuh mereka tidak bergerak dan
tangan mereka teracung dua-duanya ke tengah udara dan tetap
seperti sikap mendorong, tokh inilah pertempuran yang
menentukan sekali. Karena sekali saja tenaga dalam dari salah
seorang di antara mereka berkurang dan menjadi lemah, tentu
akan celakalah dia, sedikitnya terluka dan musnah seluruh ilmu
maupun tenaga dalamnya. Malah kemungkinan akan menemui
kematian! Pangeran Ghalik sendiri telah berdiri memandang me?gawasi
jalannya pertempuran itu.
Tadi dia telah mendengar puterinya, Sasana telah memanggil
orang tua yang jenggot kumisnya begitu panjang dan membawa
lagaknya edan-edanan, sebagai gurunya. Dengan begitu pangeran
Ghalik telah menduga, tentu guru puterinya itu tidak lain dari Ciu
Pek Thong, si tua berandalan jenaka tersebut.
Memang Pangeran Ghalikpun mengetahui perihal Ciu Pek Thong
yang sering didengarnya sebagai seorang tokoh terkemuka di
503 antara Oey Yok Su, Yo Ko, Kwee Ceng dan lain-lainnya. Namun
baru kali ini dia melihat keadaan si tua itu. Malah tak disangkanya
tokoh rimba persilatan tersebut menjadi guru dari puterinya!
Beberapa hari yang lalu, waktu pangeran Ghalik mengetahui
puterinya memiliki ilmu silat yang tinggi sekali, dia menduga bahwa
guru dari muridnya itu adalah seorang tokoh dunia Kang-ouw, tapi
ia menyangka seorang wanita yang sangat liehay sekali. Tidak
diduga-duganya sama sekali, bahwa yang menjadi guru puterinya
itu tidak lain dari Ciu Pek Thong, si tua berandalan jenaka
tersebut...... Setelah menyaksikan sekian lama jalannya pertempuran itu,
pangeran Ghalik menghela napas.
Ke dua orang itu benar-benar memiliki kepandaian yang luar biasa
sekali, dan melihat ini pangeran Ghalik merasakan bahwa
kepandaian dan ilmu silat yang dimilikinya merupakan kepandaian
yang tiada artinya. Jika memang harus menghadapi salah seorang
antara Ciu Pek Thong atau pun juga Swat Tocu, maka beberapa
jurus saja dia bisa dirubuhkan terbinasa.....!
"Benar-benar di daratan Tiong-goan terdapat banyak sekali tokohtokoh Kang-ouw yang memiliki kepandaian luar biasa!
Sesungguhnya tugas yang kuterima dari Kaisar merupakan tugas
yang sangat berat! Duapuluh tahun aku telah berusaha
mengacaukan jago-jago Tiong-goan itu, mempengaruhi satu
dengan yang lainnya dengan mengadu domba...... tapi ternyata
tugasku itu sampai sekarang memberikan hasil yang belum begitu
jelas! 504 "Kini Koksu malah telah memfitnah aku ingin memberontak
pada...... itulah fitnah yang berat sekali! Jika memang Kaisar
mempercayai fitnahan dari Koksu, inilah yang benar-benar
mengecewakan sekali."
Setelah berpikir begitu, beberapa kali pangeran Ghalik menghela
napas. Hek Pek Siang-sat menghampiri pangeran Ghalik, berdiri di ke dua
sisi dari pangeran, karena mereka hendak mengadakan penjagaan
untuk keamanan pangeran tersebut.
Malah Hek Siang-sat telah berkata dengan suara yang perlahan:
"Pangeran, terlebih baik kau meninggalkan tempat ini. Biarlah kami
yang mengurusnya ini demi keselamatan pangeran dan urusan
besar tidak terbengkalai!
Hek Siang-sat memang meminta pangeran Ghalik untuk
menyingkir, karena dia sesungguhnya berkuatir kalau dirinya
bersama Pek Siang-sat dan pahlawannya pangeran Ghalik yang
lain tidak sanggup mengatasi keadaan di tempat ini. Berarti dengan
menyingkimya pangeran Ghalik terlebih dulu, mereka tidak usah
terpecahkan perhatian mereka pada keselamatan pangeran itu
junjungan mereka. Pangeran Ghalik memang mengerti bahaya yang tengah mengintai
dirinya. Jika sampai pecah pertempuran di antara mereka yang
terbagi dalam tiga golongan, yaitu golongan Tiat To Hoat-ong,
golongan pangeran Ghalik sendiri juga para pengemis dari Kaypang dengan Swat Tocu serta Ciu Pek Thong. Dengan demikian
keadaan akan kacau balau dan kemungkinan besar dirinya yang
505 akan tercelakakan, karena bukan hanya Tiat To Hoat-ong dan anak
buahnya akan menindih dan mendesak dirinya, pun para pengemis
Kay-pang itu pun tentu memusuhinya.
Setelah berdiam diri sejenak, pangeran Ghalik mengangguk,
katanya: "Baiklah!" dan pangeran ini melambaikan tangannya
memanggil Sasana. "Mari kita pergi dari tempat ini nak..... biarlah Hek Pek Siangsat
Losianseng yang akan menyelesaikan urusan ini!" kata pangeran
Ghalik. Tapi Sasana menggeleng perlahan.
"Ayah pergilah sendiri, aku ingin menyaksikan Suhu mengajar
Swat Tocu....., "kepandaian mereka sangat tinggi sekali, dengan
demikian bisa membuka mataku dan menambah pengalaman!"sahut Sasana.
Pangeran Ghalik mengetahui, bahwa dirinya memang merupakan
orang yang sangat penting dan memiliki tugas yang berat. Jika dia
tercekal dalam kekalutan di tempat ini, jelas hanya akan membuat
urusan besar jadi pikiran.
Setelah berpesan agar puterinya itu baik-baik dan bisa menjaga
diri, malah dipesankan jika keadaan tidak memungkinkan agar
Sasana segera pergi menyingkirkan diri, pangeran Ghalik telah
memutar tubuhnya, dengan diiringi beberapa orang pahlawannya
ingin meninggalkan tempat itu.
506 Namun baru saja pangeran Ghalik melangkah beberapa tindak, di
saat itulah terdengar seorang telah membentak: "Tahan, jangan
pergi dulu!" Orang yang membentak itu tidak lain dari Wie Liang Tocu, yang
juga telah melompat ke depannya pangeran Ghalik, gerakannya
gesit sekali. Hek Pek Siang-sat yang menyaksikan ini. jadi terkejut dan
mendongkol. Terkejut karena dia melihat Wie Liang Tocu tidak mau
membiarkan kepergian junjungan mereka dan juga dilihat dari
gerakannya itu, Wie Liang Tocu memang merupakan tokoh Kaypang yang memiliki kepandaian tidak rendah. Malah ke lima orang
pengemis lainnya telah melompat juga ke depan pangeran Ghalik
berdiri di belakang Wie Liang Tocu dengan keadaan bersiap sedia
untuk menyerang. Para pahlawannya pangeran Ghalik telah mencabut senjata
mereka bersiap akan mengadu jiwa guna melindungi junjungan
mereka, semuanya mengelilingi pangeran Ghalik berdiri dengan
tegak, bagaikan memagari pangeran Ghalik.
Wie Liang Tocu waktu itu telah tertawa dingin, katanya: "Bukankah
engkau pangeran Ghalik?"
Pangeran Ghalik mengangguk sahutnya: "Benar! Ada urusan apa
engkau menyusup ke dalam istanaku?" Dan pangeran Ghalik,
walaupun hatinya tengah bekuatir, tokh membawa sikap yang
agung dan tidak memperlihatkan perasaan jeri sedikit di wajahnya.
"Jika memang kalian tidak cepat-cepat angkat kaki, apakah kalian
507 tidak kuatir nanti dicap sebagai pemberontak yang hendak
mencelakai diriku"!"
Wie Liang Tocu tertawa dingin lagi, sikapnya mengejek.
"Memang kedatangan kami kemari hendak membunuhmu!"
katanya terus terang. "Hemmm, banyak orang-orang kami yang
telah bercelaka di tanganmu! Sekarang kau jawab yang jujur,
bukankah Liu Ong Kiang juga ditawan olehmu?"
Pangeran Ghalik tertawa dingin.
"Hemmm, orang she Liu itu adalah tamuku bersama-sama dengan
Yo Siauwhiap!" menyahuti pangeran Ghalik.
"Hal itu memang telah kudengar dari Yo hiante! Tapi yang ingin
kutanyakan kepadamu apakah benar engkau yang telah menawan
Liu Ong Kiang"!"
"Sama sekali aku tidak menawannya, dia bebas kemana dia ingin
pergi! Malah, selama berada di dalam istanaku ini, dia memperoleh
rawatan yang baik pada luka-lukanya itu....... Bagaimana bisa
dibilang dia ditawan olehku?"
Wie Liang Tocu telah tertawa dingin sedangkan ke lima pengemis
lainnya telah bersiap-siap hendak maju ke depan. Hek Pek Siangsat yang menyaksikan hal ini juga telah bersiap-siap untuk
melindungi junjungan mereka, serta beberapa orang pahlawan
pangeran Ghalik telah bersiap untuk menerjang juga.
508 "Pangeran Ghalik!" kata Wie Liang Tocu dengan suara yang
nyaring, "telah belasan anggota Kay-pang kami yang terbinasa di
tangan anak buahmu.....! Sejauh itu, kaki tanganmu menjalankan
berbagai jalan yang licik dan usaha yang benar-benar busuk sekali,
dengan menyusup jadi anggota Kay-pang pusat dengan cabang
daerah.....! "Hemm, demikian juga dengan beberapa orang kaki tanganmu
yang telah menyusup menyamar jadi anggota Kay-pang......!
Tetapi semua akal licikmu dan tipu muslihatmu yang busuk yang
ingin meruntuhkan Kay-pang telah berhasil kami bongkar! Karena
itu, sekarang kedatangan kami ini hanya memperhitungkan
semuanya itu!" Pangeran Ghalik sama sekali tidak memperlihatkan perasaan takut
atau jeri pada Wie Liang Tocu, malah dia memperdengarkan suara
tertawa dinginnya. Namun waktu dia ingin buka mulut, belum lagi
dia berkata-kata waktu itu dari arah belakang istana terdengar
suara teriakan yang gaduh.
Waktu semua orang menoleh, maka mereka melihat warna merah
yang membubung naik di bagian belakang istana. Asap dan api
berkobar sangat tebal sekali, diiringi oleh suara pekik dan jerit pria
dan wanita: "Api! Api! Kebakaran! Kebakaran!"
Pangeran Ghalik kaget bukan main, namun dia tidak menjadi
gugup. "Semuanya siap dan tetap berada di tempat......!" teriaknya.
Berteriak sampai di situ, pangeran Ghalik telah menyaksikan suatu
pemandangan yang benar-benar luar biasa. Karena dari empat
penjuru tampak telah berlompatan muncul orang-orang yang
509 bersenjata tajam terhunus di tangan, disertai pekik teriak mereka
yang ganas dan bengis. Pangeran Ghalik mengerutkan alisnya. Mereka itu orang yang baru
muncul dengan senjata tajam dari seluruh bagian istana itu,
merupakan orang-orang yang bercampur aduk antara pasukan
istana pangeran Ghalik, pendeta Mongolia dan jago-jago daratan
Tiong-goan yang memang telah bersedia bekerja untuk kerajaan
Mongolia. Namun yang membuat marah pangeran Ghalik, di mana orangorang itu yang seharusnya merupakan kaki tangannya, malah
berteriak teriak: "Hukum mati pemberontak Ghalik! Mampusi
Ghalik! Pengkhianat Ghalik pancung kepalanya! Hukum mati
Ghalik!" Ternyata semua orang itu telah menjadi pengikut Tiat To Hoat-ong.
Pangeran Ghalik juga tersadar dengan cepat, karena segera dia
mengetahui bahwa Tiat To Hoat-ong memang berhasil
menghimpun kekuatan yang tidak kecil, sebagian besar dari
pengikut dirinya telah berhasil dipengaruhinya. Malah pangeran
Ghalik segera menduga, yang membakar istananya di bagian
belakang itu tentunya dilakukan orang-orang ini.
Bukan main murkanya pangeran Ghalik, keadaan waktu itu sangat
kacau balau karena orang-orang tersebut menyerbu maju dengan
senjata tajam mereka yang dibolang balingkan menyerang
membabi buta. Mereka merupakan pengawal-pengawal istana,
yang memiliki kepandaian tidak begitu tinggi tapi juga sedikitnya
510 mereka memang memiliki ilmu silat dan pandai mempergunakan
senjata tajam. Pertempuran yang kacau terjadi, dengan Wie Liang Tocu dan ke
lima pengemis lainnya terlibat dalam pertempuran yang sulit untuk
ditentukan pula, mana kawan mana lawan itu. Hanya saja Wie
Liang Tocu telah membinasakan lima orang pengawal istana,
berusaha untuk mengejar pangeran Ghalik, yang waktu itu telah
melarikan diri untuk menyingkir bersama-sama dengan dengan
Hek Pek Siang-sat yang mengawalnya, juga beberapa orang
pahlawan yang jadi pengikut pangeran tersebut telah berlari-lari
meninggalkan tempat itu. Api berkobar sangat tinggi dan semakin besar, anginpun waktu itu
berhembus sangat kencang, api seperti dikipasi, menyebabkan
menyala tambah besar dan langit menjadi merah karenanya.
Sebagian dari penghuni istana juga sibuk sekali berusaha untuk
memadamkan api itu. Waktu itulah Sasana telah menoleh kepada Yo Him, katanya
dengan suara yang berbisik: "Inilah kesempatan baik untuk
meloloskan kawan-kawanmu.......!"
Yo Him mengangguk menyetujui pendapat puterinya dari pangeran
Ghalik tersebut. Segera mereka telah berlari-lari ke istana di mana
Cin Piauw Ho dan yang lainnya berada. Namun di tempat itu Yo
Him hanya menemui Cin Piauw Ho, Wang Put Liong dan Liu Ong
Kiang. Ko Tie tidak dilihatnya. Segera juga dia menanyakan perihal


Beruang Salju Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

anak itu. 511 Cin Piauw Ho bertiga juga menyatakan, ketika mereka melihat
terjadinya kebakaran di bagian belakang istana pangeran Ghalik,
mereka tidak melihat Ko Tie. Mereka telah mencari-carinya, tetapi
anak itu tidak juga berhasil mereka temui.....
Yo Him dan yang lainnya telah mencari beberapa saat, namun Ko
Tie tetap tidak berhasil ditemui jejaknya. Sedangkan Sasana telah
mendesak agar mereka cepat-cepat berangkat.
Akhirnya, setelah tidak berhasil mencari Ko Tie, dengan hati yang
masih bingung, terpaksa Yo Him mengajak kawan-kawannya itu
untuk meninggalkan tempat tersebut. Pintu gerbang istana tertutup
dan di situ terdapat pengawalan yang ketat sekali. Namun Yo Him
dan Sasana berhasil menotok tubuh semua pengawal di tempat itu.
Yo Him yang telah membuka pintu gerbang, sedangkan Sasana
telah mengambil tiga ekor kuda, di mana kuda-kuda tersebut yang
sesungguhnya milik para pengawal pintu gerbang tersebut telah
diserahkan kepada Cin Tiauw Ho, Wang Put Liong dan Liu Ong
Kiang. Yo Him hanya berkata: "Wie Liang Tocu berada di sini, kau tidak
perlu kuatir Liu Locianpwe, jika urusan di sini telah selesai, tentu
aku bersama-sama de?gan Wie Liang Tocu akan menyusul ke
markas Kay-pang." Mendengar Wie Liang Tocu berada di dalam istana Pangeran
Ghalik ini, Liu Ong Kiang jadi ragu-ragu untuk pergi, dia
menyatakan ingin berdiam di sini menemui Wie Liang Tocu.
Namun Yo Him telah mendesaknya agar mereka segera
menyingkir agar tidak menjadi beban yang cukup berat baginya.
512 Sebab jika memang Liu Ong Kiang gagal meloloskan diri berarti
perhatian Yo Him akan terbagi, antara membantu Sasana dengan
melindungi keselamatan orang ini.
Akhirnya Liu Ong Kiang mengerti juga, ketiga kuda itu telah
dilarikan dan larinya kuda itu tidak dapat cepat karena Wang Put
Liong dalam keadaan lemah, dan tangannya dalam keadaan
terborgol. Cuma saja sebentar kemudian kuda itu telah cukup jauh
meninggalkan istana tersebut. Cahaya api yang kemerah-merahan
terlihat bayangannya, tampak di belakang ke tiga orang itu ketika
mereka berada di mulut lembah.......
Yo Him dan Sasana sendiri setelah melihat Liu Ong Kiang bertiga
bersama Cin Piauw Ho dan Wang Put Liong lenyap dari pandang
mereka, segera ke duanya kembali ke belakang istana. Di tempat
itu terjadi kekalutan, beramai-ramai orang tengah berusaha
memadamkan api. Yo Him dan Sasana membantu mereka untuk memadamkan
kobaran api. Akhirnya, seperminuman teh, apipun berhasil
dipadamkan walaupun masih terlihat di sana sini kobaran api yang
kecil, tokh itu sudah tidak membahayakan lagi.
Sedangkan di tempat pertempuran masih terjadi pertempuran yang
kalut sekali. Swat Tocu sudah berapa banyak membinasakan
orang-orangnya Tiat To Hoat-ong. Koksu itu sendiri telah
menyingkir entah kemana, Gochin Talu yang masih melakukan
perlawanan yang gigih pada dua orang pengemis anak buahnya
Wie Liang Tocu. Mereka bertempur dengan menpergunakan
senjata tajam, dan pakaian Gochin Talu telah koyak-koyak.
513 Pangeran Ghalik pun sudah tidak terlihat. Hek Pek Siang-sat yang
mengawalnya pun tidak terlihat bayangannya.
Anak buah Tiat To Hoat-ong sangat banyak, mereka berada di
mulut lembah, mereka mungkin lebih dari seratus orang semuanya
membekal senjata tajam. Dengan demikian, mereka pun
mengandalkan jumlah yang banyak, walaupun kepandaian mereka
tidak berapa, tokh berhasil untuk mendesak ke lima pengemis anak
buahnya Wie Liang Tocu. Dan di waktu itu mereka bertempur
dengan membabi buta. Lengky Lumi sendiri telah mempergunakan goloknya untuk
menyerang dengan hebat pada Swat Tocu, dibantu oleh belasan
orang pahlawan yang menjadi anak buahnya Tiat To Hoat-ong.
Namun karena kepandaian Swat Tocu mengebutkan tangannya,
para pahlawan itu tidak bisa mendesak untuk mendekatinya.
Karena mereka terserang hawa yang sangat dingin, membuat
tubuh mereka menggigil keras dan ada jago yang telah terbungkus
oleh lapisan es. Keadaan seperti ini telah berlangsung terus dengan korban-korban
berjatuhan tidak terhitung.
Tidak lama kemudian tampak Wie Liang Tocu telah berlari-lari
mendatangi, tampaknya Wie Liang Tocu gagal untuk membekuk
pangeran Ghalik. Setelah mengejarnya sekian lama, dia
kehilangan jejak pangeran Ghalik.
Menyaksikan pertempuran yang kalut itu dan ke lima Pengemis
yang datang bersamanya ada yang terluka, segera Wie Liang Tocu
berseru: "Angin keras......!"
514 Ke lima pengemis itu mengiyakan, mereka mendesak
pengepungnya lalu melompat ke dekat Wie Liang Tocu. Wie Liang
Tocu sendiri menoleh kepada Yo Him: "Yo Hiante, kau ikut serta?"
"Aku nanti menyusul Wie Toako......!" menyahuti Yo Him. "Liu
Locianpwe telah berhasil menyingkir dari istana ini, dia tengah
menuju ke markas Kay-pang!"
Mendengar penjelasan itu. Wie Liang Tocu girang, dia menyahuti:
"Baiklah, kami menantikanmu di markas Kay-pang, Yo Hiante!"
Yo Him mengiyakan. Begitulah, ke enam pengemis itu telah berlalu, mereka bekerja
sama dan juga memiliki kepandaian yang tinggi, mudah buat
mereka menyingkirkan diri dari tempat itu.
Sedangkan anak buah Tiat To Hoat-ong telah menyerbu kepada
Yo Him dan Sasana. Mereka telah menyerang dengan senjata
yang tajam masing-masing.
Yo Him dari Sasana telah memberikan perlawanan sejenak. Waktu
memperoleh kenyataan pangeran Ghalik telah berhasil
menyingkirkan diri dari tempat itu, Yo Him dan Sasana pun
beranggapan tidak ada gunanya untuk berdiam terus di tempat ini.
Setelah merubuhkan dua orang lawannya lagi, Sasana dan Yo Him
telah meninggalkan tempat itu untuk mencari pangeran Ghalik.
Swat Tocu masih mengamuk terus bersama Ciu Pek Thong. Si tua
jenaka yang berandal itu tampaknya gembira sekali, dia main tarik
515 dan cabut rambut maupun kumis dari lawannya sambil tertawa
hahaha, hehehe tidak hentinya.
Waktu itu korban yang berjatuh di tangan Swat Tocu banyak sekali.
Namun di saat dia hendak mengamuk terus, waktu itulah
didengarnya suara pekik yang menyerupai erangan panjang suara
dari biruang saljunya yang berada di luar istana.
Swat Tocu jadi balik pikir. Setelah menghantam hancur dua batok
kepala lawannya, dia menjejak tanah, tubuhnya melesat bagaikan
anak panah cepatnya meninggalkan tempat tersebut.
Tinggal Ciu Pek Thong yang dikeroyok semakin ketat oleh kaki
tangannya Tiat To Hoat-ong, karena tinggal dia seorang dan
semua senjata telah menyambar-nyambar ke arahnya.
Ciu Pek Thong tertawa-tawa sambil katanya kemudian: "Sudahlah!
Sudahlah! Semua telah pergi! Kakek kalian juga tidak memiliki
selera untuk main-main dengan kalian!" lalu Ciu Pek Thong
menggerakkan ke dua tangannya, maka tampak lima sosok tubuh
terpental jauh sekali terbanting di tanah sambil mengeluarkan
suara jeritan yang keras sekali. Lawan-lawannya yang lain jadi
terdiam tertegun sejenak lamanya.
Ciu Pek Thong sendiri sambil tertawa hahahaha, hehehehe,
dengan gerakan tubuh yang lincah dan gesit sekali, hanya
beberapa kali loncat telah meninggalkan tempat tersebut dan
lenyap dari penglihatan semua orang.
516 Di situ bergelimpangan sosok-sosok tubuh yang terluka dan mati,
mereka ada yang merintih, dan juga yang mengerung-gerung
sebab menahan sakit yang luar biasa.
Setelah melihat tidak ada lawan yang harus diserang lagi, para
pahlawan istana pangeran Ghalik yang telah menjadi pengikutnya
Tiat To Hoat-ong itu menolongi kawan-kawan mereka. Lengky
Lumi juga cepat-cepat mengeluarkan obat luka, di mana dia
memakaikan pada luka-luka tubuhnya sendiri, kemudian
membagikan kepada anak buahnya. Gochin Talu sendiri telah
perintahkan agar mereka meninggalkan tempat tersebut untuk
pergi menemui Tiat To Hoat-ong......
Dalam waktu sekejap saja. tempat itu jadi sepi dan sunyi, di mana
tempat yang semula begitu ramai dengan pekik dan teriak yang
mengandung nafsu membunuh. Sekarang sunyi sepi hanya
terdengar suara kutu malam belaka.......!"
Namun dengan terjadinya pertempuran seperti tadi, kini telah jelas
batas-batas lawan dan kawan dan Pangeran Ghalik pun telah
memperoleh bukti-bukti yang jelas mengenai pengkhianatan Tiat
To Hoat-ong. Dengan demikian hanyalah bagaimana Pangeran
Ghalik mengatur langkah-langkah untuk mengatasi semua itu,
untuk menumpas pengkhianatan Tiat To Hoat-ong dan orangorangnya yang sebagian besar jadi pengikutnya si Koksu itu. Da?
juga pangeran Ghalik ingin segera berangkat ke kota raja, untuk
memberikan laporan selengkapnya pada Kaisar......
"Y" 517 Sasana dan Yo Him telah berhasil bertemu dengan Pangeran
Ghalik di sebuah ruangan rahasia, yang rahasia cara membuka
ruangan itu cuma diketahui oleh pangeran Ghalik dan Sasana
berdua. Tadi waktu melihat pangeran Ghalik telah meninggalkan
tempat terjadinya pertempuran, Sasana segera menduga bahwa
ayahnya tentu telah pergi bersembunyi di ruangan rahasia bawah
tanah yang terletak di tengah-tengah istana, di tempat yang agak
tersembunyi. Karena itu Sasana telah mengajak Yo Him pergi ke ruangan
rahasia tersebut. Dan memang dugaannya tepat, di mana mereka
bertemu dengan pangeran Ghalik, yang waktu itu didampingi oleh
Hek Pek Siang-sat dan enam orang pahlawan istana yang tetap
setia pada pangeran ini. Sesungguhnya terdapat ganjalan antara Yo Him dengan pangeran
Ghalik. Namun melihat pangeran Ghalik yang biasanya memiliki
kekuasaan besar, agung dan berwibawa kini harus mengkeret
bersembunyi di ruangan rahasia di bawah tanah ini, Yo Him jadi
merasa kasihan juga. Terutama sekali, pangeran inipun telah
dikhianati oleh sebagian besar pengikutnya.
"Yo kongcu telah memberikan janjinya ayah, bahwa dia akan
membantuku untuk melindungimu.....!" Sasana telah menjelaskan
pada pangeran Ghalik. Pangeran Ghalik mengucapkan terima kasihnya, sedangkan di
dalam hatinya dia berpikir: "Apakah pemuda she Yo ini memang
benar-benar ingin bekerja di bawah perintahku, atau memang ia
hanya pura-pura untuk melakukan penyelidikan perihal diriku,
518 bukankah sekarang ini aku dalam keadaan lemah" Tidakkah
mudah baginya jika memang dia hendak mencelakaiku" Tapi apa
yang dipikirkannya itu tidak diutarakan pada wajahnya, pangeran
Ghalik tersenyum manis dan ramah sekali.
"Apa rencana ayah berikutnya untuk menghadapi keadaan seperti
ini"' tanya Sasana lewat beberapa saat lagi.
"Aku ingin berangkat ke kota raja, mungkin perjalanan ke sana
memakan waktu dua bulan. Jika memang kita bisa tiba lebih dulu
dari Koksu, maka kita bisa membeber semua ini pada Kaisar......
Namun jika Koksu tiba di kotaraja terlebih dulu dari kita, inilah yang
benar-benar sulit, karena dia tentu telah melontarkan fitnah,
sehingga berarti kita memperoleh kesulitan yang tidak kecil.....!"
Setelah berdiam sejenak dan menghela napas, pangeran Ghalik
meneruskan perkataannya: "Tapi aku yakin, Kaisar tentu tidak
akan mempercayai sepenuhnya fitnah Koksu!"
Sasana mengangguk. "Kukira pagi ini Tiat To Hoat-ong bersama pengikutnya akan
berangkat meninggalkan istana ini, dan kita boleh segera
meninggalkan tempat ini juga.......!"
"Tapi.....!" pangeran Ghalik tampak ragu-ragu, dia melirik kepada
Yo Him, baru melanjutkan perkataannya: "Bagaimana denganYo
kongcu?" 519 "Aku telah memberikan janjiku pada puterimu untuk melindungimu,
maka kupikir setiba di kota raja, selesailah tugasku!" menyahut Yo
Him. Pangeran itu tersenyum getir. Dia tidak bilang apa-apa, hanya
menoleh kepada puterinya tanyanya: "Lalu bagaimana dengan
gurumu?" Yang dimaksudkan pangeran Ghalik adalah ?iu Pek
Thong, si tua berandalan yang jenaka itu.
"Tadi kami tinggalkan dia di saat pertempuran masih berlangsung,
entah sekarang dia telah kembali ke tempatnya apa belum......!"
"Selama ini di mana kau sembunyikan gurumu sehingga aku
sendiri tidak mengetahui bahwa kau diam-diam tengah
mempelajari ilmu silat yang tinggi dari orang she Ciu itu?" tanya
pangeran Ghalik. "Di kamarku......!" menyahut Sasana terus terang, "Suhu gemar
sekali mendengari cerita-cerita, maka jika aku telah menceritakan
sebuah dongeng padanya, maka dia menghadiahkan aku satu
jurus ilmu silatnya, begitu seterusnya.....!"
"Hemmm, bagaimana cara kalian bertemu?" tanya pangeran
Ghalik lagi. "Itulah terjadi secara kebetulan sekali. Waktu itu aku bersama
dengan beberapa orang dayang tengah berada di luar istana untuk
menangkap burung di lembah. Ternyata di lembah itu burungburung telah jadi jinak sekali, entah mengapa. Padahal hari-hari
sebelumnya burung-burung tersebut merupakan burung-burung
yang liar. Hal ini mengherankan, kami menyelidikinya.
520 "Setelah setengah harian menyelidiki, ternyata burung-burung
tersebut dipelihara oleh seseorang, yang melatihnya dengan baik,
sehingga boleh dibilang burung di lembah jinak semuanya. Orang
itu tidak lain adalah suhu, Loo-boan-tong......!
"Diapun senang bersahabat denganku, dia menanyakan apakah
aku memiliki cerita-cerita yang menarik. Karena melihat dia bukan
orang sembarangan yang tentunya memiliki kepandaian yang
tinggi, aku telah menceritakan dua buah dongeng padanya.
"Ternyata dia puas. Dan minta diceritakan lagi dongeng lainnya.
Tapi aku bilang padanya, aku letih dan ingin istirahat. Maka dia
telah ikut ke istana..... selanjutnya setiap kali aku selesai
berdongeng, dia menghadiahkan aku satu jurus ilmu silatnya, dan
secara berangsur-angsur, akhirnya seluruh kepandaiannya telah
diwariskan kepadaku! "Cuma saja, ilmu Suhu demikian luar biasa. Latihanku yang belum
begitu sempurna tentu sulit untuk menguasainya dengan baik.
Suhu mengatakan, sedikitnya aku masih memerlukan waktu lima
tahun untuk berlatih diri......!"
"Jadi kalian angkat guru dan murid itu tidak secara resmi?" tanya


Beruang Salju Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pangeran Ghalik. "Waktu itu memang tidak," menyahuti Sasana. "Tetapi ketika Suhu
ingin menuturkan ilmu Kong-beng-kun, dia mengatakan ilmu ini
tidak bisa diturunkan pada orang yang bukan muridnya dan
selamanya diapun memang tidak pernah menerima murid secara
resmi. Setelah kubujuk, akhirnya dia bersedia diangkat menjadi
guruku, maka resmilah aku sebagai muridnya, ayah!"
521 Pangeran Ghalik mengangguk sambil menghela napas. "Tapi
sama sekali tidak kusangka bahwa akan terjadi penghianatan Tiat
To Hoat-ong seperti sekarang ini.....! Sayangnya, aku mengambil
tindakan yang kurang cepat, sehingga dia bisa menghimpun
kekuatan yang tidak kecil..... Jika dulu waktu aku menerima laporan
mengenai maksud dan rencana busuknya yang ingin menindih
pengaruhku itu, dan segera aku bertindak, tentu tidak akan terjadi
peristiwa seperti sekarang ini.....!" dan pangeran Ghalik telah
menghela napas beberapa kali.
Hek Pek Siang-sat waktu itu telah ikut berkata suara parau mereka.
"Pangeran, apakah tidak lebih baik jika kita berangkat sekarang
saja?" Pangeran Ghalik mengangguk.
"Pergilah kalian menyelidiki keadaan di luar dulu!" perintah
pangeran Ghalik. "Apakah Koksu dan kaki tangannya telah
meninggalkan istana atau belum!"
Hek Pek Siang-sat terima perintah dan segera mereka berlalu.
Tidak lama kemudian mereka telah kembali mengatakan bahwa
istana sangat sepi boleh dibilang menyerupai istana kosong
belaka. Karena Tiat To Hoat-ong telah mengajak semua kaki
tangannya meninggalkan istana.
Pangeran Ghalik menghela napas. Dia pun perintahkan untuk
mempersiapkan kuda dan perbekalan. Karena mereka begitu fajar
menyingsing akan segera berangkat menuju ke kota raja.
522 Selama itu Yo Him sendiri tenggelam dalam pikirannya sendiri
karena dia tengah memikirkan entah kemana perginya Ko Tie.
Waktu Sasana menanyakan padanya, mengapa dia hanya
melamun belaka, pemuda ini telah menceritakan perihal lenyapnya
Ko Tie membuat dia tidak tenang, karena dia yakin bocah itu tentu
masih berada di sekitar istana ini.
"Jika begitu, mari kita pergi mencarinya!" ajak Sasana.
Yo Him setuju, maka sambil menantikan keberangkatan mereka
meninggalkan istana. Sasana berdua Yo Him telah mencari Ko Tie
di sekitar istana ini. Dan mereka memperoleh hasil yang nihil
karena memang Ko Tie seperti lenyap masuk ke dalam perut
bumi...... Dengan muka muram, akhirnya Yo Him dan Sasana kembali ke
kamar rahasia di bawah tanah. Waktu itu Hek Pek Siang-sat telah
mempersiapkan perbekalan mereka. Dan rombongan itupun
berangkatlah meninggalkan istana tersebut, yang telah sunyi
sekali. Beberapa orang pengurus dapur dan juga pelayan-pelayan
wanita telah dipesan oleh pangeran Ghalik agar mengurus istana
ini baik-baik selama pangeran tersebut meninggalkannya.
Perjalanan ke kota raja bukanlah perjalanan yang dekat harus
memakan waktu dua bulan lebih. Dan juga perjalanan menuju ke
kota raja harus melewati dua propinsi Siam-say dan Kiang-po.
Waktu itu, pangeran Ghalik boleh dibilang sudah lenyap setengah
semangatnya karena ia memikirkan betapa sebagian besar dari
pengikutnya dan orang-orang kepercayaannya telah berpihak
pada Tiat To Hoat-ong. Bahkan beberapa orang tawanan penting
523 pangeran Ghalik telah dibebaskan oleh Tiat To Hoat-ong, dan
mengambil orang-orang itu untuk dijadikan kaki tangannya.
Sasana berulang kali menghibur ayahnya, dan puterinya itu
mengatakan, jika mereka telah menghadap Kaisar, tentu
pengkhianatan Tiat To Hoat-ong dapat dibeber dan nanti Kaisar
akan mengambil tindakan yang semestinya pada Koksu negara
terebut..... Sepanjang perjalanan, pangeran Ghalik lebih banyak berdiam diri
saja....... "Y" Kemanakah perginya Ko Tie, yang tidak berhasil ditemui jejaknya
oleh Yo Him" Ternyata, ketika Swat Tocu memasuki istana pangeran Ghalik, dia
meninggalkan biruang saljunya di luar istana. Dan setelah
menantikan sekian lama, Swat Tocu masih belum kembali. Biruang
Salju itu tampaknya jadi tidak sabaran, diapun jadi iseng dan
dengan lompat yang ringan telah masuk ke dalam istana. Setelah
mutar ke sana ke mari, kebetulan dia melihat Ko Tie yang tengah
berdiri di depan pintu dari ruangan, di mana dia bersama Cin Piauw
Ho dan yang lainnya di tempatkan.
Ko Tie mengenali biruang saljunya Swat Tocu, anak ini jadi girang,
dia menghampirinya dan bermain-main dengan biruang salju itu.
Tapi tidak disangkanya, si biruang salju telah melibat pinggangnya
dan anak itu dibawa berlari-lari keluar istana lagi! Semula Ko Tie
memang merasa takut, tapi setelah tiba di luar istana, biruang salju
itu menggesek-gesekkan kepalanya pada punggung Ko Tie,
524 tampaknya bersahabat sekali. Ko Tie pun gembira bisa bermain
dengan biruang salju yang luar biasa ini.
Mereka berdua, biruang dan si bocah, sama sekali tidak
mengetahui bahwa di dalam istana tersebut sesungguhnya tengah
berlangsung pertempuran yang hebat sekali, dan juga Swat Tocu
waktu itu tengah mengamuk hebat. Hanya saja akhirnya mereka
melihat kobaran api, yang menunjukkan bagian belakang istana
pangeran Ghalik tengah terbakar.
Biruang Salju semula hendak melompat masuk ke dalam istana,
namun akhirnya dia batal sendirinya, hanya mengeluarkan suara
erangan perlahan sekali menggerakkan kepalanya di punggung Ko
Tie. Lama mereka menanti, Swat Tocu belum kembali.
Sampai akhirnya biruang salju itu memekik dengan suara erangan
yang panjang dan keras sekali. Suara erangan itulah yang telah
menyebabkan Swat Tocu meninggalkan lawan-lawannya, dan
telah keluar dari istana tersebut.
Ketika melihat biruang salju tidak mengalami sesuatu, hatinya jadi
lega karena semula waktu mendengar suara erangan binatang
peliharaannya itu, dia menduga bahwa biruang saljunya tengah
menghadapi bahaya. Dan dia jadi heran dan girang ketika melihat
Ko Tie berada bersama-sama dengan biruang saljunya.
Merekapun segera berangkat meninggalkan tempat itu, di mana
Ko Tie sudah tidak bisa tawar menawar lagi harus ikut serta
bersama Swat Tocu. Beberapa kali Ko Tie berusaha untuk memberikan penjelasan
pada Swat Tocu bahwa dia harus pamitan dulu pada Yo Him dan
525 yang lainnya, namun Swat Tocu tidak mengacuhkan permintaan si
bocah, yang telah digendongnya terus dan dibawa berlari dengan
?epat sekali...... Biruang salju itu pun sebentar-sebentar
mengeluarkan pekiknya, pekik girang karena selanjutnya dia akan
memperoleh sahabat yaitu Ko Tie......
Swat Tocu ternyata menyukai Ko Tie yang dilihatnya bahwa anak
ini selain memiliki bakat yang baik, pun merupakan seorang bocah
ajaib, yaitu Sin-tong, yang jarang terdapat pada bocah-bocah
lainnya. Karena Ko Tie selain memiliki tulang yang bagus, otot-otot
yang berisi dan padat sekali, juga memiliki bahan yang baik untuk
digembleng ilmu silat. Swat Tocu sering merabah-rabah dan mengurut tubuh Ko Tie agar
seluruh jalan darah anak itu terbuka dan lancar, karena selama
merabah itulah, Swat Tocu jadi memperoleh kenyataan Ko Tie
memang memiliki tulang yang bagus sekali. Dengan demikian
Swat Tocu jadi tambah menyukai Ko Tie.
Ko Tie sendiri selama dalam perjalanan selalu merengek minta
pada Swat Tocu agar di pertemukan lagi dengan Yo Him.
Begitu juga ketika mereka berada di sebuah pinggiran kampung
yang sunyi, Ko Tie telah berkata: "Paman, mengapa aku dibawabawa olehmu..... Tidakkah kau kasihan padaku, nanti paman Yo
tentu bingung dan mencari-cariku! Satu kali saja kau pertemukan
kami setelah memberitahukan paman Yo, maka selanjutnya
engkau hendak mengajakku kemana saja aku tentu tidak akan
banyak rewel lagi." 526 Swat Tocu telah tertawa sambil katanya: "Engkau terlalu rewel.....!
Hmm apakah kau kira mudah seorang anak yang ingin ikut serta
bersama-sama denganku" Tidak mudah! Tidak semudah itu.
Banyak syarat-syaratnya!"
Ko Tie yang waktu itu berada di punggung biruang salju, telah
menoleh. "Syarat-syarat?" tanyanya. "Syarat-syarat apakah itu?"
Swat Tocu memperdengarkan tertawanya.
"Tentu saja syarat-syarat yang kuberikan, dengan demikian, jika
seorang anak bisa memenuhi syarat-syaratku itu tentu ia baru bisa
ikut bersamaku!" sahutnya.
"Apakah syarat-syaratnya itu, paman?" tanya Ko Tie.
"Tidak berat, tapi yang pertama-tama anak itu harus merupakan
seorang Sin-tong, seorang anak ajaib!" menyahuti Swat Tocu.
"Sin-tong" Apakah itu, paman?" tanya Ko Tie tambah tidak
mengerti. "Lalu apa bedanya seorang anak biasa dengan seorang
Sin-tong?" "Bedanya besar sekali!" menyahuti Swat Tocu. "Ayo kau turun dulu,
duduk di sini. Aku akan menceritakan segalanya padamu, sambil
kita beristirahat!" 527 Sedang biruang salju itu telah menurunkan Ko Tie dari
punggungnya waktu Ko Tie menepuk bahunya sambil katanya:
"Turunkanlah aku, sahabatku.....!"
Setelah duduk di dekat Swat Tocu, yang waktu itu telah duduk di
bawah sebatang pohon, Ko Tie bertanya lagi: "Coba paman tolong
jelaskan, apa bedanya seorang anak biasa dengan seorang anak
yang disebut Sin-tong!"
Swat Tocu mengangguk. Sesungguhnya tokoh persilatan yang
awet muda dan memiliki kepandaian yang tinggi sekali dan
memiliki ilmu andalan tenaga Inti Es itu memiliki adat yang aneh
sekali, ku-koay bukan main. Namun terhadap Ko Tie. entah
mengapa sifat ku-koaynya itu jadi hilang dan senang sekali dia
bercerita pada anak ini yang memang disukainya.
"Seorang anak Sin-tong tentu saja memiliki tulang dan bakat
seperti halnya anak-anak biasa lainnya. Tetapi Sin-tong, seorang
anak ajaib, tentu memiliki kelainan, selain tulangnya yang bagus,
juga otot-ototnya yang baik, dan memiliki bakat yang sangat baik
untuk menerima pelajaran ilmu silat.....!"
"Hemmmm, jika memang demikian, tentunya anak itu seorang
anak yang sangat luar biasa sekali.....!" kata Ko Tie.
Swat Tocu mengangguk. "Ya.....! Memang begitu. Memang begitu!" menyahuti Swat Tocu,
"Itulah memang anak yang luar biasa dalam segala-galanya."
528 "Lalu mengapa aku diijinkan oleh paman untuk ikut serta, malah
paman yang telah membawaku dan tidak mengacuhkan
permintaanku agar mempertemukan dulu antara aku dengan
paman Yo"!" Swat Tocu tersenyum, katanya sabar: "Justru engkau seorang
anak yang patut disebut Sin-tong!"
"Apa, paman.....?" tanya Ko Tie heran dan agak terkejut. "Aku.....
aku seorang Sin-tong"!"
Swat Tocu mengangguk. "Ya, memang demikian adanya!" kata Swat Tocu, "Kulihat engkau
memiliki tulang yang bagus, memiliki otot-otot yang baik dan bakat
yang sangat cemerlang. Jika memang engkau memperoleh
bimbingan yang baik, tentu engkau akan memperoleh kemajuan
yang pesat untuk mempelajari ilmu silat tingkat tinggi!"
Ko Tie jadi memandang bengong kepada Swat Tocu, sampai
akhirnya dia bertanya: "Tapi paman..... dalam hal ini......!"
"Dalam hal ini apa"!" tanya Swat Tocu sambil memandangi anak
itu. "Menurut pendapatku, apa yang paman duga mengenai diriku
tentunya tidak tepat. Aku seorang anak yang biasa saja, seorang
anak yang tidak memiliki keluar biasaan..... Akupun merupakan
seorang anak yang berasal dari keturunan yang miskin, anak yatim
piatu, di mana ke dua orang tuaku sudah tiada, dan aku hidup
terlunta-lunta mengandalkan belas kasihan!
529 "Dulu aku telah ditolong oleh pamanku, yang diajak untuk
berkelana, sampai akhirnya aku bertemu dengan seorang wanita
sinting yang selalu menggendong-gendong mayat bayi, yang
menurut keterangan pamanku bergelar Tok-kui-sin-jie Khiu Bok
Lan. Sampai akhirnya aku telah dipaksa untuk menjadi pelayan,
untuk menggendong-gendong mayat bayinya yang telah
dikeraskan dan diawetkan itu. Sungguh menyeramkan sekali!
"Untung saja datang paman Yo yang segera menolongku, di mana
akhirnya untuk selanjutnya aku hanya mengikuti saja kemana
paman Yo Him pergi, ke sanalah aku pergi! Maka tidak benar apa
yang dikatakan oleh paman, bahwa aku adalah seorang Sin-tong
yang memiliki keluarbiasaan-keluarbiasaan yang paman katakan
tadi!" Swat Tocu tersenyum. "Ko Tie," katanya, "Engkau bicara
sebenarnya, itu dapat kumaklumi. Tapi engkau mana mengetahui
keadaanmu yang sebenarnya" Justru aku yang telah melihatnya,
bahwa engkau memang merupakan seorang Sin-tong. Seorang
anak mujijat yang ajaib sekali, yang memiliki banyak keluarbiasaan
yang tidak terdapat pada anak-anak lainnya!"
Ko Tie jadi terdiam, tampaknya anak ini tengah berpikir.
"Apa yang kau pikirkan?"" tanya Swat Tocu sambil tertawa.
"Aku sedang teringat pada keadaan ayah dan ibu, yang telah
meninggal dunia. Keadaan kami waktu itu pun miskin sekali! Hai,
hai, betapa aku seorang anak yang malang sekali, tapi me?gapa
paman mengatakan bahwa aku seorang anak yang memiliki bakat
530 yang bagus, tulang yang baik, dan juga sebagai Sin-tong! Sungguh
membuat aku benar-benar tidak mengerti!"
"Mengapa kau tidak mengerti"!"
"Seorang anak yang malang nasibnya, apakah memang benar
dapat merupakan seorang Sin-tong yang memiliki keluar biasaan
seperti yang dikatakan oleh paman?"
"Tentu saja bisa terjadi. Memang tidak dalam sepuluhribu anak
terdapat seorang Sin-tong, karena itu, kau merupakan seorang
anak yang baik, jika engkau memperoleh bimbingan seorang guru
yang pandai. Tentu engkau kelak akan manjadi manusia yang
sangat berguna sekali!"
Ko Tie telah mengawasi Swat Tocu beberapa saat lamanya,
sampai akhirnya anak ini telah berkata lagi dengan sikap yang
ragu-ragu: "Paman ada sesuatu yang ingin kutanyakan pada
paman. Entah boleh kutanyakan atau tidak dan kau akan marah


Beruang Salju Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

atau tidak, paman?" "Mengapa aku harus marah" Pertanyaan apa yang ingin kau
ajukan?" tanya Swat Tocu sambil tertawa lebar. "Nah, kau
tanyalah, jika memang mengetahui tentu aku akan menjawab
dengan sebenarnya." "Paman, sesungguhnya..... sesungguhnya, apakah
paman mengajakku selalu bersamamu?" tanya Ko Tie.
maksud Swat Tocu tidak segera menyahuti, dia menunduk memandang
pada pakaiannya yang diperhatikan sesaat lamanya, kemudian
531 baru mengangkat kepalanya mengawasi Ko Tie. Tanyanya: "Ko
Tie, kau lihat pakaianku ini?"
Ko Tie mengangguk. "Tentu engkau melihat aku berpakaian seperti ini yang tidak karuan
macam, tentunya kau beranggapan bahwa aku seorang yang tidak
mempunyai harta dan benda seorang yang miskin, dan juga
sampai pakaian saja tidak ada. Itukah yang memberatkan hatimu
selama ini untuk ikut bersamaku?"
Ko Tie menggeleng. "Bukan!" sahutnya, "Aku hanya tidak mengetahui mengapa paman
justru mengajakku bersama-sama denganmu, sedangkan
tampaknya paman tengah memiliki urusan yang penting di
istananya pangeran Ghalik!"
Swat Tocu tersenyum. "Memang aku telah datang kembali ke istananya pangeran Ghalik
ingin menghajar si pendeta gundul yang menjadi Koksu negara.
Dia memang memiliki kepandaian yang tinggi dan ilmu andalan
yang agak aneh, namun sayangnya kurang latihan, di mana
ilmunya yang luar biasa itu belum dilatih sempurna."
"Apakah paman bermusuhan dengannya?" tanya Ko Tie.
"Tidak!" Swat Tocu menjawab. "Aku hanya ingin mengetahui
berapa tinggi kepandaian yang dimiliki Koksu itu! Dan
sesungguhnya aku memang tidak mempunyai urusan lainnya lagi,
532 karena itu, melihat kau, aku jadi tertarik dan membawamu serta.
Apa kau tidak senang dengan maksudku hendak mengajakmu
pesiar ke sebuah tempat yang indah, yang tidak mungkin dilihat
oleh sembarangan orang"!"
"Paman hendak mengajakku pesiar ke suatu tempat yang indah"
Tempat apakah itu, paman?" tanya Ko Tie.
"Hmm nanti akan kujelaskan!" kata Swat Tocu. Dan waktu itu
mukanya telah berubah keren sekali, Swat Tocu juga menggeser
duduknya jadi tegak menghadapi Ko Tie dengan tatapan mata
yang tajam sekali, bagaikan dari bola matanya itu memancar
kilatan api. "Sekarang kau katakan yang jujur, jika ada orang yang pandai dan
memiliki kepandaian tinggi yang hendak mengambil kau sebagai
muridnya untuk dididik agar kau menjadi seorang yang berguna
dan memiliki kepandaian yang tinggi, apakah kau bersedia
menerima maksud baik orang itu atau memang akan
menolaknya?" Ko Tie bingung menghadapi pertanyaan seperti itu, dia telah
mengawasi Swat Tocu beberapa saat, sampai akhirnya dia telah
menundukkan kepalanya. "Aku..... aku seorang anak yang berasal dari keluarga miskin dan
juga tidak memiliki sanak saudara...... sebagai anak yatim piatu
apakah bisa memiliki keberuntungan sebagai itu"!"
533 "Hmmm, kau bukannya menjawab pertanyaanku, malah
mengoceh yang tidak-tidak!" kata Swat Tocu. "Sekarang kau jawab
dulu pertanyaanku!" Ko Tie bersenyum, katanya: "Tentu saja aku akan berterima kasih
sekali jika ada orang yang menaruh kasihan dan sayang padaku
seperti itu..... Perhatian yang diberikannya tentu saja harus
dihargai!" Swat Tocu tersenyum, tampaknya dia puas oleh jawaban yang
diberikan Ko Tie. "Baiklah, sekarang kau jawab pertanyaanku!" kata Swat Tocu.
"Apakah kau bersedia untuk menjadi muridku"!"
"Apa...... apa paman?" tanya Ko Tie kemudian dengan suara
tergagap. "Aku bertanya kepadamu, apakah engkau bersedia menjadi
muridku?" Ko Tie memang cerdik, tapi walaupun dia mengetahui Swat Tocu
adalah tokoh persilatan yang memiliki kepandaian yang tinggi
sekali, dia juga pernah menyaksikan Yo Him bersikap hormat
sekali pada Swat Tocu, dan biarpun telah sanggup menerima tiga
jurus serangan Swat Tocu, tokh Yo Him sesungguhnya berada di
bawah tingkat kepandaian Swat Tocu.
Sekarang Swat Tocu hendak mengangkat dirinya menjadi murid
bukankah hal itu mengg?mbirakan sekali" Namun yang membuat
534 Ko Tie jadi berat perasaannya, yaitu dia belum bertemu dengan Yo
Him. Swat Tocu mengawasi tajam pada anak ini dia melihat anak itu
hanya bengong saja, tidak menjawab pertanyaannya, maka
akhirnya Swat Tocu telah bertanya: "Bagaimana" Apakah engkau
menerima tawaranku itu?"
Ko Tie akhirnya mengangguk, tahu-tahu dia telah menekuk
kakinya berlutut di hadapan Swat Tocu, katanya: "Jika memang
paman memandangku demikian tinggi, tentu saja aku berterima
kasih sekali. Sedangkan untuk meminta saja agar diterima menjadi
muridmu aku tidak berani....., tapi paman sekarang telah
menawarkan. Bukankah itu merupakan suatu yang sangat sulit
sekali untuk dibalas walaupun sampai menjelang akhir hidupku"!"
"Ha, engkau bicara seperti seorang kakek-kakek saja!" kata Swat
Tocu. "Ayo bangun! Ayo bangun! Akupun menyukaimu, maka jika
engkau bersedia menjadi muridku tentu aku senang menerima kau
menjadi muridku!" Ko Tie telah bangun dari berlututnya, dia berkata dengan raguragu. "Tadi paman telah mengatakan bahwa untuk selamanya
bersama denganmu seorang aku harus memiliki syarat-syarat
tertentu, syarat pertama telah paman sebutkan lalu syarat-syarat
apa lagi yang lainnya?"
"Hmm, itulah syarat-syarat yang mengharuskan seorang anak
memiliki bakat yang baik, tulang yang baik dan sebagai seorang
Sin-tong. Disamping itu juga, harus memiliki kecerdasan yang baik,
dapat menghormati guru sebagai pengganti orang tua, tidak boleh
535 membantah perkataan guru, tidak boleh mengkhianati pintu
perguruannya. "Dan jika memang melanggar salah satu dari larangan yang telah
kusebutkan itu, maka murid itu tentu akan menerima hukuman
yang berat. Untuk urusan lainnya, mengenai tidak boleh
melakukan tindak kejahatan, belum kau mengerti walau kujelaskan
di sini, maka jika kelak kau sudah lebih dewasa, aku akan
menyebutkannya satu demi satu lebih terperinci."
Ko Tie mengangguk. "Jika memang demikian syarat-syarat yang paman katakan itulah
demi kebaikan," kata Ko Tie kemudian.
"Ya, memang begitu maksudnya!" menyahuti Swat Tocu. "Lalu,
kau bersedia untuk mematuhi semua syarat-syarat itu"!"
Ko Tie mengangguk dan berlutut lagi, dia memanggil: "Suhu!" dan
anak itu telah mengangguk-anggukkan kepalanya sembilan kali.
Waktu itu, Swat Tocu telah mengangkat Ko Tie agar berdiri,
katanya, "Mulai sekarang kau telah menjadi muridku dan kaupun
akan mewarisi kepandaianku! Seumur hidupku belum pernah
menerima murid. Jadi engkau merupakan muridku yang pertama
juga yang terakhir sebab memang aku hanya menghendaki
seorang murid tunggal belaka!
"Secara kebetulan sekali aku menemukan bahan yang baik seperti
kau, maka aku puas! Asal kau harus rajin-rajin dan tekun belajar,
dan kita akan kembali ke pulauku, di sana kita akan hidup dengan
536 tenang dan kau bisa mempelajari ilmu silat yang akan kuwarisi
sebaik mungkin......!"
Ko Tie mengucapkan terima kasihnya dan juga berjanji akan
belajar dengan rajin. Sedangkan Swat Tocu telah berdiri, dia memberikan isyarat
kepada biruang saljunya yang menghampirinnya. Kemudian Ko Tie
diangkat oleh Swat Tocu, di mana anak tersebut telah didudukkan
di punggung biruang salju itu.
"Mari kita meneruskan perjalanan kita untuk mencapai pulau
tempat kediamanku, mungkin akan memakan waktu perjalanan
selama dua bulan lebih......"
Ko Tie yang duduk di punggung biruang salju telah mengiyakan.
Dan waktu Swat Tocu berlari dengan cepat, kala itu biruang salju
itupun telah berlari dengan gesit mengikuti dari belakangnya.
Begitulah, Swat Tocu telah melakukan perjalanan dengan
mengajak biruang salju dan Ko Tie untuk kembali ke pulau tempat
kediamannya, di mana Swat Tocu memang bermaksud untuk
mendidik Ko Tie agar anak itu telah kelak menjadi seorang
pendekar yang memiliki kepandaian yang tinggi dan sakti......
"Y" Sepanjang perjalanan yang dilakukan olah pangeran Ghalik
ternyata tidak selancar apa yang diduga sebelumnya, karena
mereka selalu menemui berbagai kejadian yang menghambat
perjalanan mereka. 537 Seperti pada waktu itu, rombongan pangeran Ghalik, yang terdiri
Hek Pek Siang-sat, Sasana, Yo Him dan enam orang pahlawan
pangeran Ghalik tengah beristirahat di sebuah rumah penginapan
di kota Kiu-san-kwan. Kota itu memang tidak terlalu besar, namun
cukup penting, karena banyak para pedagang dari daerah Ho-pak
dan Ho-lam yang ingin menuju ke Siam-say harus melewati daerah
tersebut. Memang terdapat jalan lain, yang lebih jauh dan harus memutar,
disamping itu jalur jalan yang satu itu pun tidak aman sering terjadi
perampokan. Karena itu, banyak sekali para pedagang yang
memilih jalur jalan di kota Kiu-san-kwan sebagai jalur lintas mereka
yang lebih dekat dan aman. Dengan demikian, jelas betapa kota
itu selalu kebanjiran para pengunjung yang terdiri dari para
pedagang keliling maupun juga para pelancong yang ingin pesiar
ke berbagai daerah yang berdekatan.
Pangeran Ghalik sendiri telah berpakaian sebagai rakyat jelata
untuk menghindarkan perhatian dari orang di sepanjang jalan.
Terlebih lagi perjalanan menuju ke kota raja memang dilakukan
mereka dengan cepat, jika tidak perlu tentu mereka tidak
beristirahat. Kalau memang kuda-kuda mereka telah lelah dan juga
para penunggangnya itupun letih sekali, barulah mereka singgah
di suatu tempat untuk beristirahat. Adalah keinginan pangeran
Ghalik, untuk tiba di kotaraja dalam waktu yang secepat-cepatnya,
agar dapat melaporkan segalanya peristiwa yang terjadi pada
Kaisar. Yang terutama sekali pangeran Ghalik kuatir kalau Tiat To
Hoat-ong dapat tiba terlebih dulu di kota raja, sehingga Koksu itu
bisa lebih dulu memberikan laporan palsu memfitnah pangeran
Ghalik. 538 Di kota Kiu-san-kwan mereka beristirahat di sebuah rumah
penginapan yang cukup bagus bertingkat dua. Mereka mengambil
empat buah kamar. Pangeran Ghalik bersama para pengiringnya
yang terdiri dari Hek Pek Siang-sat mengambil sebuah kamar yang
besar, sedangkan Yo Him memperoleh sebuah kamar dan Sasana
pun sebuah kamar. Sedangkan ke enam orang pahlawannya
pangeran Ghalik memperoleh sebuah kamar juga. Mereka
bermaksud untuk bermalam satu malaman di kota ini untuk
melepaskan lelah karena besok menjelang fajar mereka segera
akan melanjutkan perjalanan mereka.
Namun malam itu telah terjadi suatu peristiwa. Waktu itu pangeran
Ghalik dan Hek Pek Siang-sat belum lagi tidur, dan mereka tengah
merundingkan untuk menghadapi Tiat To Hoat-ong, jika memang
kelak mereka telah berdekatan dengan kota raja, karena pangeran
Ghalik yakin, Tiat To Hoat-ong pasti akan menempatkan orangorangnya untuk menghadang mereka di tengah jalan.
Waktu pangeran Ghalik tengah membicarakan segala sesuatu
rencananya itu untuk menghadapi Tiat To Hoat-ong, di luar rumah
penginapan terdengar suara tambur yang dipukul nyaring sekali.
Seorang pelayan telah mengetuk pintu kamar pangeran Ghalik.
"Apakah toaya bisa memberitahukan bersama kalian terdapat
pangeran Ghalik?" pelayan itu bertanya waktu Pek Siang-sat
membuka pintu kamar. Muka Pek Siang-sat jadi berubah, dia terkejut dan heran pelayan
itu mengetahui bersamanya ada pangeran Ghalik.
539 "Siapa kau?" bentak Pek Siang-sat sambil menjambak baju di dada
si pelayan yang dicengkeramnya dengan kuat. "Darimana kau
mengetahui bersama kami ada pangeran Ghalik?"
"Ampun Toaya..... aku... aku hanya diperintah oleh taijin di bawah
itu...... Taijin itu mengaku dirinya datang dari istana Kaisar di
kotaraja mencari pangeran Ghalik."
Muka Pek Siang-sat jadi berubah, dia melepaskan
cengkeramannya. Kemudian menutup pintu kamar melaporkan
segalanya pada pangeran Ghalik.
Pangeran Ghalik sendiri jadi heran dan kaget. Heran karena
adanya utusan Kaisar yang datang mencarinya, sehingga dia ingin
menduga apakah Kaisar telah menerima laporan Tiat To Hoatong"
Dan juga dia kaget karena menduga tentunya utusan Kaisar itu
tidak mengandung maksud baik padanya. Jika memang utusan
Kaisar itu datang untuk menyambut dirinya atas perintah Kaisar,
jelas akan membawa pasukan dan penyambutan tidak dilakukan
di rumah penginapan seperti sekarang ini.
"Pergi kau tanyakan dulu siapa pembesar yang menjadi utusan
Kaisar!" kata pangeran Ghalik kemudian pada Pek Siang-sat.
Pek Siang-sat mengiyakan, segera dia meninggalkan kamar itu.
Sedangkan Hek Siang-sat telah bersiap-siap berdiri di samping
pangeran Ghalik, untuk menjaga segala kemungkinan guna
melindungi junjungannya ini kalau terjadi hal yang tidak diinginkan.
540 Sedangka? keenam pahlawannya pangeran Ghalik telah
mendengar ribut-ribut, segera keluar dari kamar mereka. Dan juga
mereka telah bersiap-siap berdiri di samping junjungan mereka.
Untuk menjaga suatu kemungkinan yang tidak mereka inginkan.
Pangeran Ghalik telah menoleh kepada salah seorang
pahlawannya itu, katanya: "Pergi kau memanggil Kuncu dan Yo
kongcu!" Pahlawan itu mengiyakan, dia pergi memanggil Sasana dan Yo
Him, yang telah datang dengan cepat.
Belum lagi pangeran Ghalik sampai menceritakan suatu apapun
pada Sasana, Pek Siang-sat telah kembali dengan wajah yang
guram. "Yang datang berkunjung Sim Thaykam dari istana, pangeran!"


Beruang Salju Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melapor Pek Siang-sat. Muka pangeran Ghalik berubah. Sim Thaykam atau, orang kebiri
she Sim itu, yang biasanya dipanggil dengan sebutan Sim Kongkong merupakan Thaykam yang selalu mendampingi kaisar dan
juga orang kepercayaan Kaisar. Sekarang thaykam itu
menemuinya di rumah penginapan, inilah urusan luar biasa dan
jarang terjadi. "Malah..... Sim Thaykam..... membawa firman!" melapor Hek
Siang-sat lebih jauh. "Hmm membawa firman?" tanya
perasaannya semakin tidak tenang.
pangeran Ghalik yang 541 Pek Siang-sat membenarkan.
"Sim Thaykam perintahkan agar pangeran segera keluar
menyambut firman!" kata Pek Siang-sat lebih jauh.
Pangeran Ghalik menghela napas, kemudian dia menggumam:
"Hmm, jika dilihat demikian, tentunya Tiat To Hoat-ong telah
mendahului kita tiba di kotaraja.....!" Tetapi pangeran Ghalik
dengan langkah lebar telah keluar dari kamar itu.
Ketika dia tiba di ruang bawah, benar saja dilihatnya Sim Thaykam
tengah berdiri megah dengan sikap yang keagung-agungan, di
pinggir kiri kanannya tampak dua orang Thaykam muda yang
masing-masing memegang sebuah tambur berukuran tidak begitu
besar. Pangeran Ghalik segera menghampiri Thaykam itu, dia telah
membungkukkan tubuhnya menjura kepada Sim Thaykam,
katanya: "Ada perintah apakah dari Kaisar sampai Sim Kong-kong
menemuiku ke mari?" Tetapi muka Sim Thaykam tetap dingin karena dia hanya
memperlihatkan senyuman ketus dan matanya memandang tajam
sekali. Berbeda dengan sebelumnya, di mana Sim Thaykam
sangat menghormati pangeran Ghalik. Karena jika ingin dibandingbandingkan, pangkat Sim Thaykam tidak berarti banyak buat
seorang pangeran yang memiliki kekuasaan yang sangat besar
terhadap angkatan Perang Mongolia seperti pangeran Ghalik.
"Apakah kau tidak mau segera berlutut untuk menerima firman
Kaisar"!" bentak Sim Thaykam dengan suara yang dingin.
542 Tentu saja hal ini tidak diduga oleh pangeran Ghalik, bahwa Sim
Thaykam akan bersikap kurang ajar seperti itu padanya.
"Hmm, menerima firman Kaisar"!" tanya pangeran Ghalik dengan
suara yang dingin juga tidak senang oleh sikap Thaykam tersebut.
"Baik! Mengenai penerimaan firman aku tentu mengetahui caranya
harus bagaimana, kukira tidak perlu Sim Kong-kong menjelaskan
lagi kepadaku.....! Tapi sekarang yang ingin kutanyakan kepada
Sim Kong-kong, apakah demikian sikap seorang Thaykam yang
tengah berhadapan dengan seorang Panglima Terbesar dari
seluruh angkatan perang?"
Sim Thaykam memperdengarkan suara mendengus dingin,
katanya: "Panglima Terbesar dari seluruh angkatan?" katanya
dengan suara yang tawar sekali, dan berulang kali mendengus
tertawa dingin, baru kemudian melanjutkan perkataannya lagi,
"Firman kaisar akan segera dibaca, berlututlah!"
Membarengi dengan perkataan Sim Thaykam, segera juga ke dua
orang Thaykam muda berdiri di sisi kiri dan kanan Sim Thaykam
telah memukul tambur mereka, suaranya bertalu-talu nyaring
sekali. Sedangkan Sim Thaykam telah mengeluarkan segulungan kertas,
diangkat tinggi-tinggi, teriaknya dengan suara yang lantang:
"Firman Kaisar akan segera dibacakan. Harap diterima
sebagaimana layaknya!"
Walaupun mendongkol dan gusar, tokh pangeran Ghalik tidak
berani main-main dengan firman Kaisar. Dia telah menekuk ke dua
kakinya berlutut untuk menerima Firman.
543 Segera juga Sim Thaykam telah membacakan firman itu dengan
suara yang nyaring! "Kaisar telah memutuskan seluruh kekuasaan yang berada di
tangan Pangeran Ghalik diambil alih keseluruhannya sampai
persoalannya dapat diselesaikan. Dan pangeran Ghalik,
diperintahkan untuk segera menghadap ke istana.
Firman ini dikeluarkan untuk menjaga keamanan negara dan
jika pangeran Ghalik menolak firman ini akan segera diambil
tindakan yang jauh lebih tegas lagi."
Lantang dan nyaring sekali suara Thaykam itu, sedang tubuh
pangeran Ghalik yang tengah berlutut itu bergemetaran. Walau di
dalam firman tersebut tidak disebut-sebut mengenai salah dan
dosanya pangeran tersebut, tapi jelas dengan dicopot seluruh
kekuasaannya oleh Kaisar, untuk selanjutnya dirinya akan
mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan......!
Sim Thaykam waktu itu telah berkala lagi: "Dan kami harap
pangeran bersedia untuk ikut bersama kami tanpa menimbulkan
kerusuhan!" Muka pangeran Ghalik berubah pucat. Diapun mendongkol dan
penasaran bukan main, karena seumur hidup dia berjuang
bersungguh-sungguh untuk negeri dan Kaisar, bahkan atas
usahanya, Mongolia kini pun telah berhasil menduduki Tiong-goan.
Semua itu merupakan jasanya yang tidak kecil karena pangeran
Ghalik berhasil untuk mengadu domba para jago-jago daratan
Tiong-goan disamping itupun berhasil mempengaruhi para
544 pembesar Kerajaan Song, sehingga mereka bersedia bekerja
untuk Mongolia yang akhirnya membawa keruntuhan untuk
kerajaan Song tersebut. Tapi sekarang, justru pangeran Ghalik telah difitnah oleh Tiat To
Hoat-ong, di mana Kaisar begitu saja mengambil keputusan
mempercayai laporan palsu Tiat To Hoat-ong. Betapa urusan ini
membuat pangeran Ghalik jadi penasaran bukan main.
Sim Thaykam yang melihat pangeran Ghalik hanya berlutut
berdiam diri dengan muka yang pucat, segera berkata lagi:
"Pangeran Ghalik, ini adalah perintah Kaisar engkau benar-benar
hendak membangkang?"
Pangeran Ghalik bangkit dengan lesu, tanyanya: "Sesungguhnya
Sim Kong-kong, apa dosa dan kesalahanku, sehingga Kaisar
mengeluarkan firman seperti itu....?"
"Itu akan kau ketahui jelas jika telah bertemu dengan Kaisar.....
sekarang kau harus ikut bersamaku untuk kembali ke kotaraja.....!"
"Tunggu dulu Sim Kong-kong, apakah memang Kong-kong dapat
menjelaskan...... semua ini mungkin disebabkan oleh Koksu yang
telah kembali ke kota raja! Bukankah begitu?" kata pangeran
Ghalik lagi. Sim Thaykam tersenyum tawar, sikapnya sinis sekali, dia
menyahuti, "Untuk urusan ini aku tidak mengetahuinya dengan
jelas, karena aku hanya menerima tugas untuk membawa firman
dan untuk itu harap pangeran mau memberi muka padaku, tidak
mempersulit kedudukanku.....!"
545 Pangeran Ghalik tersenyum tawar kemudian tanyanya lagi, "Kalau
memang ini menyangkut persoalan Tiat To Hoat-ong, aku hendak
menjelaskan kepada Kaisar semua duduk persoalannya."
"Ya! Jika memang pangeran Ghalik telah sampai di kotaraja, tentu
kau dapat menjelaskan segala-galanya kepada kaisar, karena itu
sekarang harap bersedia untuk ikut bersama dengan kami ke
kotaraja!" "Tapi tidak bisa dengan cara seperti ini, di mana statusku sebagai
tawanan!" kata Pangeran Ghalik.
"Pangeran......?"
Pangeran Ghalik menggelengkan kepalanya perlahan, wajahnya
muram sekali. "Di dalam urusan ini tersangkut penasaran, karena itu tak dapat
aku menuruti begitu saja untuk ikut ke kota raja bersama dengan
Sim Kong-kong.....! Maafkan, bukan aku membangkang terhadap
firman Kaisar, namun aku sekarang tengah menuju ke kotaraja,
dan aku akan menghadap Kaisar, bukan sebagai tawanan! Jika
memang Kaisar telah mendengar seluruh keterangan dan
laporanku, tentu Kaisar akan dapat mengambil kesimpulan lain,
bahwa apa yang telah dikeluarkan dalam firmannya adalah tidak
tepat.....!" Muka Sim Thaykam jadi berubah.
"Pangeran Ghalik, kau berani mencercah dan mempersalahkan
Kaisar?" tanyanya dengan suara yang dingin, "Dan itu engkau
546 berani mengatakan tidak ingin menerima firman. Apakah engkau
menyadari dosa berat apa yang telah kau lakukan"!"
Pangeran Ghalik tersenyum tawar, kemudian katanya, "Jika
memang aku harus menghadap kepada Kaisar sebagi tawanan,
jelas aku tidak bersedia. Bukan membangkang. Tapi jika memang
Kaisar memerintahkan Sim Kong-kong untuk me?yambutku untuk
bersama-sama menghadap Kaisar, itu lain lagi urusannya! Terlebih
lagi, aku tidak pernah melakukan suatu pekerjaan yang bisa
merugikan negeri dan Kaisar, aku merasa tidak dosa apapun juga,
maka dari itu, aku akan menghadap pada Kaisar sebagaimana
biasanya. Muka Sim Thaykam berubah merah, dia tertawa bergelak-gelak,
kemudian dengan bengis dia bilang: "Pangeran Ghalik, dengarlah!
Dosamu telah bertambah dengan sikap membangkangmu ini!
Ketahuilah, memang Kaisar kita yang maha agung telah menduga
akan terjadi hal seperti ini, maka ketika akan berangkat, aku telah
diberikan hak sepenuhnya serta kekuasaan untuk menghadapi
kejadian seperti sekarang ini, kalau memang terjadi
pembangkangan dari kau!"
Pangeran Ghalik telah berdiri tegak.
"Telah berpuluh tahun aku menjabat kedudukanku, pangkat dan
kebesaran serta kekuasaan yang kumiliki, kujalankan dengan baik
di mana tugas yang diberikan oleh Kaisar selalu kulaksanakan
dengan sebaik mungkin! Tidak pernah satu kalipun aku berusaha
untuk membangkang atau memang memiliki pikiran untuk
berkhianat maupun memberontak! Tapi mengapa aku harus
547 menerima perlakuan seperti ini" Mengapa"!" Semakin lama suara
pangeran Ghalik semakin meninggi.
Melihat ini Sim Kong-kong telah tertawa dingin, tapi hatinya
sesungguhnya jeri karena dia mengetahui bahwa pangeran Ghalik
memiliki kepandaian ilmu silat yang tinggi. Disamping itu juga
memang pangeran Ghalik masih memiliki kekuasaan yang besar
dan pengaruh yang tidak kecil pada angkatan perang Mongolia.
"Jika memang terjadi sesuatu pada diri pangeran Ghalik, sehingga
berita itu tersiar, jelas akan menimbulkan kerusuhan di antara
angkatan perang Mongolia, inilah yang tidak dikehendaki oleh
kaisar. Dan sebelum Sim Thaykam berangkat untuk membawa
Firman, memang telah dipesan agar mengundang pangeran
Ghalik secara baik-baik, dan baru mengambil tindakan kekerasan
jika keadaan memaksa sekali.
"Pangeran Ghalik, soal dosa dan kesalahan apa yang telah kau
lakukan semua itu belum lagi jelas, sebab itulah jika memang kau
menghadap Kaisar, kemungkinan besar urusan ini bisa
diselesaikan......! Karena itu, janganlah pangeran menimbulkan
kesulitan untuk dirimu sendiri. Alangkah bijaksananya jika bersedia
ikut bersama denganku secara baik-baik!"
"Sim Kong-kong! Kau kembalilah ke kotaraja dan sampaikan
kepada Kaisar, dalam beberapa hari mendatang, akupun akan
segera menghadap pada Kaisar. Kukira, tidak perlu dengan cara
pemanggilan seperti ini, aku tidak akan menyingkirkan diri! Karena
memang akupun memiliki laporan yang penting untuk kaisar......!"
548 Muka Sim Thaykam jadi berubah tak enak dilihat. Kemudian
katanya dengan suara yang tawar: "Hmmm, jika memang
demikian, baiklah! Terpaksa aku tidak berani melanggar perintah
yang diberikan oleh kaisar. Aku harus kembali menghadap kaisar
bersamamu!" Waktu itu Sasana telah keluar dari kamarnya, tanya si gadis
dengan wajah berubah pucat ketika melihat Sim Thaykam, "Ada
apa, ayah"!" Pangeran Ghalik telah memandang sejenak pada puterinya,
kemudian katanya perlahan: "Tiat To Hoat-ong telah tiba lebih dulu
di kotaraja. Inilah utusan Kaisar......"
Muka Sasana jadi berobah semakin pucat, dia mengerti apa yang
telah terjadi. Karenanya dia telah berkata dengan suara tergagap:
"Ayah ini..... ini......!"
"Kau kembalilah ke kamarmu. Biarlah kuhadapi semua ini!" kata
pangeran Ghalik. "Tidak ayah! Kau harus dapat menjumpai Kaisar. Jika memang
?ngkau harus ikut dengan Sim Kong-kong tentulah perkaramu ini
akan di tangani orang lain.....!"
"Akupun bukan hendak ikut bersama Sim Kong-kong!" kata
pangeran Ghalik, "Aku telah meminta pada Sim Kong-kong, bahwa
aku akan pergi sendiri menghadap pada Kaisar.
"Tapi ayah!" 549 Pangeran Ghalik tersenyum getir, katanya, "Hemmmmm. engkau
ingin mengatakan, begitu aku tiba di kota raja tentu aku akan
disergap dan ditawan oleh orang-orangnya Kaisar. Bukankah
begitu"!" Sasana mengangguk. "Ya...... sekarang urusan telah menjadi lain lagi, ayah! Jika
beberapa lama yang lalu, kita memang bermaksud untuk ke
kotaraja guna menghadap Kaisar. Jika memang keadaan telah
berubah jadi demikian, di mana Kaisar telah dipengaruhi Koksu,
lalu tidakkah sangat bahaya jika memang ayah tetap datang ke
kotaraja untuk menghadap Kaisar?"
Sim Kong-kong waktu itu telah berkata dengan suara yang nyaring:
"Pangeran Ghalik, apakah tetap kau tidak mau turut serta dengan
kami" Atau memang aku terpaksa harus memaksamu"!"
Pangeran Ghalik telah tersenyum pahit, katanya: "Sim Kong-kong,
seperti yang telah kukatakan, engkau kembali ke kotaraja dan aku
akan menyusul segera menghadap Kaisar. Percayalah aku tidak
akan melarikan diri.......!"
Namun Sim Thaykam telah telah menggelengkan kepalanya, dia
telah mendengus dingin ke dua tangannya digerakkan, bertepuk
tangan. Dari luar penginapan tampak masuk ke dalam puluhan tentara
berpakaian lengkap, mereka semua memiliki tubuh yang tinggi
tegap dan juga memang merupakan pasukan istana Kaisar, di
mana mereka diperbantukan pada Sim Kong-kong.
550 Melihat itu, alis pangeran Ghalik telah mengkerut dan telah
memandang tajam, katanya dengan tawar. "Apakah Sim Kongkong memang bersungguh-sungguh hendak menangkapku?""
"Hmm, apakah perintah Kaisar dapat dilalaikan?" sahut Sim
Thaykam.

Beruang Salju Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Waktu itu pangeran Ghalik menyadari bahwa dirinya tidak mungkin
bisa meloloskan diri lagi dari thaykam ini, karena jika dia
mengadakan perlawanan, berarti dirinya bisa dicap sebagai
pemberontak, dan untuk selanjutnya Kaisar lebih mempercayai
kepada Koksu negara. Karena itu dia telah mengawasi Sim
Thaykam beberapa saat lamanya.
Sampai akhirnya dia telah berkata dengan suara yang
mengandung kedukaan: "Sim Kong-kong baiklah dari pada timbul
kerusuhan di sini aku ikut bersamamu ke kotaraja."
Sasana terkejut mendengar keputusan ayahnya.
"Ayah..... kau tidak boleh ikut serta dengan mereka, karena engkau
bisa dicelakai oleh mereka!" teriak Sasana.
Pangeran Ghalik telah merangkul puterinya katanya dengan suara
yang perlahan mengandung kedukaan: "Anakku pergilah kau
kembali ke istana kita, kau nantikan aku. Jika memang aku tidak
ke rumah dalam waktu tiga bulan, untuk selanjutnya kau tidak perlu
memikirkan aku pula..... karena telah terjadi sesuatu yang tidak kita
inginkan.....! Tapi jika memang di waktu tiga bulan itu aku telah bisa
memberikan pengertian pada kaisar dengan laporan yang
sebenarnya......!" 551 Sasana jadi menangis, air matanya mengucur deras sekali. Dan di
saat itu Yo Him yang juga telah keluar dari kamarnya, melihat
betapa ayah dan anak itu saling merangkul bertangis-tangisan.
Pangeran Ghalik telah melirik kepada Yo Him, lalu katanya: Yo
kongcu, kutitipkan puteriku ini agar dapat kau lindungi dengan
baik!" Sim Thaykam telah mendengarkan suara tertawa dengan katanya
tawar: "Oh, kiranya Yo kongcu yang merupakan putera dari Sintiauw-tay-hiap Yo Ko berada bersama-sama dengan kalian dan
melakukan perjalanan bersama denganmu juga, pangeran Ghalik"
Sungguh suatu persahabatan yang akrab sekali..... sehingga
engkaupun mempercayai puterimu untuk dijaga baik oleh pemuda
itu!" Jelas kata Sim Thaykam itu memang mengejek Yo Him dan
terutama untuk memojokkan pangeran Ghalik.
Waktu itu sebagai seorang pangeran yang telah lama
berkecimpung dan juga memimpin angkatan perang Mongolia,
otak pangeran Ghalik telah bekerja cepat sekali. Segera ia berpikir,
dia telah melakukan suatu kesalahan yang paling besar sekali,
karena bukankah kelak Sim Thaykam bisa saja melaporkan
kepada Kaisar bahwa dia menjalin hubungan yang erat dengan Yo
Him, puteranya Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko tapi semua itu telah
terjadi dan pangeran Ghalik hanya menghela napas saja.
"Mari kita berangkat pangeran Ghalik!" ajak Sim Thaykam dengan
suara yang tawar. 552 Pangeran Ghalik menghela napas. Dia bersedia untuk ditawan
oleh Sim Thaykam dan orang-orangnya untuk dibawa ke kotaraja
karena dia mengetahui, jika sampai terjadi pertempuran antara
Hek Pek Siang-sat dan para pahlawannya tentu akan jatuh korban.
Dan itu akan menambah buruknya pandangan Kaisar padanya.
Karena itulah, akhirnya dia memilih jalan mengalah untuk ikut serta
dengan Sim Thaykam untuk pergi ke kota raja menghadap Kaisar.
Hal itu juga menyangkut akan keselamatan puterinya, jika
sekarang ini pangeran Ghalik memberikan perlawanan, untuk
selanjutnya ia akan dicap sebagai pemberontak, dan tentu saja
seluruh keluarganya akan disapu bersih memperoleh hukuman
juga. Dan Sasana pun tentu tak akan terhindar dari hukuman mati
juga. Hek Pek Siang-sat mendengar bahwa pangeran Ghalik bersedia
untuk ikut bersama Sim Thaykam, segera melompat ke samping
pangeran. Ke dua jago yang setia pada pangeran Ghalik ini juga menyadari,
memang junjungan mereka sulit sekali untuk menolak firman
Kaisar. Namun disamping itu karena Hek Pek Siang-sat
mengetahui junjungan mereka itu tengah mengalami peristiwa
penasaran, mereka bersedia untuk membela mati-matian pada
pangeran ini. Kala itu Hek Siang-sat telah berkata dengan dingin pada Sim
Thaykam: "Sim Kong-kong jika memang kau mengetahui urusan
yang sesungguhnya, tentu tidak demikian sikapmu...... junjungan
553 kami memang benar-benar menerima urusan penasaran. Koksu
telah memfitnahnya!"
Tapi Sim Kong-kong telah tertawa dingin katanya: "Aku hanya
menjalankan tugas saja!"
"Hmm!" mendengus Pek Siang-sat, "Jika memang pangeran
memerintahkan kami untuk menerjang, jangankan utusan Kaisar,
sekalipun utusan Giam-lo-ong akan kami hadapi!" Setelah berkata
begitu Pek Siang-sat mendengus beberapa kali dengan sikap
menantang sekali. Sasana telah menghampiri Yo Him katanya: "Yo kongcu, apa yang
harus dilakukan"! Ayah tidak boleh dibiarkan ikut bersama
mereka......!" "Benar nona, mereka adalah utusan kaisar dan sesungguhnya
mereka tentu hanya menjalankan tugas belaka. Tapi di dalam
persoalan ini, Kaisar telah dipengaruhi oleh Koksu sehingga
memiliki pandangan yang salah terhadap ayahmu......! Aku telah
berjanji untuk bantu melindungi ayahmu, dan ini merupakan
tugasku...... Bagaimana kalau kita melarikan ayahmu dengan jalan
kekerasan saja"!"
"Tapi...... apakah kekuatan kita cukup"!" tanya Sasana ragu-ragu.
"Dan urusan ini bukan urusan biasa, juga bukan urusan kecil.
Sekali saja kita keliru mengambil langkah, berarti kita akan
bercelaka semua......!"
"Itu adalah urusan belakangan yang perlu dipikirkan sekarang......!
Yang terpenting kita harus memikirkan bagaimana caranya agar
554 dapat meloloskan diri dari orang-orang itu! Namun ingat, kita tidak
boleh melukai salah seorang di antara mereka, karena jika di
antara mereka ada yang terbinasa, tentu pandangan Kaisar
terhadap diri ayahmu akan tambah buruk lagi!"
Sasana mengangguk. "Sayang guruku tidak ikut serta......!" menggumam si gadis.
"Aku berada di sini!" tiba-tiba terdengar suara orang berseru sambil
tertawa "hahaha, hihihi."
Sasana dan orang-orang lainnya yang berada di tempat tersebut
terkejut, mereka telah menoleh ke atas dari mana asal suara itu.
Terlihat seorang tengah duduk di wuwungan dengan sikap
seenaknya sambil tertawa-tawa. Orang itu memiliki kumis dan
jenggot yang telah memutih, yang tumbuh panjang sampai
menutupi seluruh tubuhnya. Rambutnya juga dibiarkan tumbuh
panjang. Ternyata orang tersebut tak lain dari Ciu Pek Thong!
"Suhu!" teriak Sasana dengan perasaan girang yang meluap-luap.
"Ciu Locianpwe!" berseru Yo Him yang ikut girang juga.
Dengan adanya si berandal jenaka ini, tentu urusan jadi lebih
mudah diatur. Waktu itu Ciu Pek Thong telah berkata dengan suara yang riang,
di antara suara tertawanya yang "hahaha, hihihi," bilangnya,
555 "Aku telah tinggal selama beberapa tahun di dalam istananya
pangeran Ghalik, selama itu aku makan dan tidur gratis tanpa perlu
bayar! Hmm, walaupun dia adalah pangeran Mongolia, namun aku
berhutang budi pada pangeran. Adalah pantas jika sekarang aku
membalas budi kebaikan pangeran Ghalik.....!" membarengi
dengan habisnya perkataan Ciu Pek Thong, tampak tubuh Ciu Pek
Thong telah melompat turun dengan gerakan yang ringan sekali.
Kala itu Sim Sie Thaykam dan para pahlawannya istana kaisar
telah memandang dengan bengis dan semuanya bersiap-siap
dengan memegang senjata tajam. Ketika melihat tubuh Ciu Pek
Thong meluncurkan turun menyambar ke bawah, mereka jadi
terkejut dan segera juga beberapa orang pahlawan telah menyerbu
maju untuk menyerang Ciu Pek Thong dengan senjata tajam
mereka. Tapi Ciu Pek Thong tetap meluncur turun dengan cepat sekali, ke
dua tangannya telah digerakkan untuk mengebut lima orang
pahlawan itu terpental. Tubuh Ciu Pek Thong tetap meluncur.
Dengan perlahan dia mendorong pundaknya Sim Thaykam,
sehingga membuat orang kebiri itu terguling-guling di lantai sambil
berseru-seru, dengan suara yang mengandung kemarahan bukan
main dan juga perintahkan para pahlawan istana Kaisar agar
segera mengepung Ciu Pek Thong untuk membekuknya.
Tapi mereka semua itu mana bisa menghadapi si tua berandalan
yang jenaka itu" Dengan mengeluarkan suara tertawa yang
nyaring, "hahaha, hihihi," Ciu Pek Thong telah sampai di samping
pangeran Ghalik, di mana dia telah mengulurkan tangannya dan
556 ketika Pangeran Ghalik tengah berdiri bengong seperti itu, dia telah
merangkul pinggang Pangeran Ghalik. Dalam waktu yang singkat
sekali, Ciu Pek Thong telah mencelat membawa kabur pangeran
Ghalik. Gerakan Ciu Pek Thong begitu gesit dan cepat sehingga tak bisa
dirintangi. Dalam keadaan seperti inilah, tampak para pahlawan istana Kaisar
telah berlari-lari mengejar sambil berteriak-teriak, "Tangkap
pemberontak! Tangkap pemberontak!"
Namun ketika tiba di luar rumah penginapan Ciu Pek Thong dan
pangeran Ghalik lenyap dari pandangan mereka.
Sim Thaykam jadi mengamuk penuh kemarahan juga membentak
para pahlawan Kaisar itu perintahkan mereka untuk menangkap
Yo Him dan Sasana, serta Hek Pek Siang-sat dengan para
pahlawannya pangeran Ghalik yang berjumlah enam orang itu.
Namun Yo Him dan Sasana memiliki kepandaian yang tinggi,
mereka mudah sekali menerobos kepungan itu sampai di luar
rumah penginapan, sedangkan Hek Pek Siang-sat pun telah
mempergunakan kepandaiannya merubuhkan para pahlawan
Kaisar yang merintangi jalan mereka.
Pek Siang-sat sendiri yang tengah murka terhadap Sim Thaykam,
ketika lewat di samping Sim Thaykam, telah mengayunkan
tangannya. 557 "Bukk!" tubuh Sim Thaykam telah terpental keras sekali dan
ambruk di lantai bergulingan tidak bisa berkutik lagi karena telah
pingsan. Begitulah Yo Him, Sasana, Hek Pek Siang-sat dan keenam
pahlawannya Pangeran Ghalik telah menyingkirkan diri berlari-lari
gesit sekali keluar kota.......
Tidak ada seorangpun para pahlawan Kaisar yang dibawa oleh
Sim Thaykam yang dapat menghalangi mereka. Bukan main
marahnya Sim Thaykam, dia telah mencaci maki beberapa saat
lamanya sampai akhirnya mengajak para pahlawan Kaisar untuk
itu kembali ke kota raja guna memberikan laporan pada Kaisar.
Sesungguhnya, jika saja Kaisar mau mendengar petunjuk Tiat To
Hoat-ong, tentu sulit buat pangeran Ghalik terlolos dari tangan
mereka. Karena Tiat To Hoat-ong telah meminta kepada Kaisar
agar mengikut sertakan para pahlawannya, jago-jago silat yang
memiliki kepandaian tinggi. Namun Kaisar telah menolak
permintaan Koksu tersebut.
Menurut Kaisar, pangeran Ghalik yang masih terikat darah sebagai
saudara sepupunya, tentu tidak akan membangkang terhadap
firmannya. Karena itu, Kaisar hanya perintahkan para pahlawan
Kaisar untuk ikut serta mengiringi Sim Thaykam.
Tapi hasil yang diperoleh adalah kegagalan belaka. Tapi inipun
cukup menggembirakan Koksu negara itu, karena Tiat To Hoatong segera bisa menyebar racun yang lebih hebat pada Kaisar, di
mana ia melaporkan hal-hal yang tidak benar pada Kaisar
mengenai sepak terjang pangeran Ghalik, yang dikatakannya telah
558 berserikat dengan Sin-tiauw-tay-hiap dan para pendekar yang
pernah membantu kerajaan Song, ingin melakukan suatu
pemberontakan pada Kaisar.
Karena hasutan seperti itulah, maka kaisar telah mengambil
tindakan seperlunya. Para panglima dan jenderal yang diketahui
merupakan orang-orangnya pangeran Ghalik yang memimpin
berbagai pasukan angkatan perang telah dicopot dan dipecat dari
jabatannya, digantikan oleh orang-orang kepercayaan Kaisar
lainnya, yang menjadi kaki tangan Koksu.
Terlebih lagi dengan terjadinya peristiwa di mana pangeran Ghalik
tidak mau menerima firman dan telah melarikan diri ditolong oleh
kawan-kawannya, di mana Sim Thaykam juga menceritakan di
dalam rombongan pangeran Ghalik itu terdapat juga Yo Him putera
Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko.
Hasutan Koksu negara itu makin termakan oleh Kaisar yang
semakin mempercayai keterangan palsu Koksu tersebut. Karena
itu, setelah Sim Thaykam melaporkan kegagalannya menunaikan
tugas untuk "menangkap" dan membawa pangeran Ghalik ke kota
raja, Kaisar telah bersungguh-sungguh menghadapi masalah ini.
Dikerahkannya beberapa orang pahlawan pilihan dari istana Kaisar
untuk memimpin pasukan melakukan pengejaran menangkap
pangeran Ghalik. Juga disamping itu kaisar telah memerintahkan
pada Tiat To Hoat-ong agar Koksu ini memimpin jago-jago yang
berada di bawah kekuasaannya untuk segera melakukan
pengejaran pada pangeran Ghalik, guna menangkapnya.
559 Tentu saja perintah itu menggembirakan Koksu tersebut, di mana
dia telah dapat memiliki kekuasaan yang penuh untuk menangkap
pangeran Ghalik. Maka dua hari kemudian, Tiat To Hoat-ong telah
berangkat diiringi oleh Gochin Talu, Lengky Lumi dan lain-lainnya
melakukan pengejaran pada pangeran Ghalik.
Selama berada d istana Kaisar, memang Tiat To Hoat-ong telah
menyembuhkan luka dalamnya. Di mana semangat dan tenaga
murninya telah terkumpulkan kembali, sehingga pendeta Mongolia
yang menjadi Koksu negara tersebut bersemangat sekali. Dia
yakin dengan dibantu oleh jago-jagonya tentu dia bisa menangkap
pangeran Ghalik. Hanya yang dikuatirkan oleh Tiat To Hoat-ong cuma Swat Tocu
saja. Jika memang Swat Tocu merupakan orangnya pangeran
Ghalik, tentu Koksu ini menemui kesulitan yang tidak kecil guna
menangkap pangeran itu, yang telah dicap sebagai
pemberontak......! "Y" Ternyata Ciu Pek Thong memang telah mengikuti rombongan
pangeran Ghalik diam-diam.
Sasana ketika ingin berangkat telah memberitahukan maksudnya
yang ingin ikut serta ke kota raja mengiringi ayahnya. Dan Ciu Pek
Thong hanya tertawa-tawa saja tidak memberikan sambutan apaapa.
Namun setelah tiga hari keberangkatan muridnya itu di mana Ciu
Pek Thong, dilayani oleh para pelayan wanita istana pangeran
560 Ghalik dengan baik sekali menimbulkan kebosanan juga pada si
tua berandalan yang jenaka ini. Dia memang seorang yang jenaka


Beruang Salju Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan gemar bermain, maka lewat tiga hari tanpa muridnya, tanpa
mendengar dongeng-dongeng, membuat dia jadi bosan berada
terus menerus di istana pangeran Ghalik.
Akhirnya ia pergi meninggalkan istana. Karena memang Ciu Pek
Thong memiliki ginkang yang sangat sempurna sekali, sampai Oey
Yok Su, Auwyang Hong pun sulit untuk menandingi ginkangnya itu,
dia bisa menyusul rombongan pangeran Ghalik dengan cepat.
Tapi Ciu Pek Thong memangnya berandalan dan jenaka, dia tidak
segera memperlihatkan diri hanya mengikuti terus rombongan
pangeran Ghalik. Dia ingin mengejutkan muridnya.
Siapa tahu, justru terjadi urusan Sim Thaykam yang membawa
firman Kaisar, yang hendak menangkap pangeran Ghalik. Dengan
demikian memaksa Ciu Pek Thong harus memperlihatkan diri
menolongi pangeran Ghalik.
Ciu Pek Thong memang memiliki kepandaian yang telah mencapai
tingkat yang tinggi dan puncak kesempurnaan. Dengan
mengandalkan kepandaiannya itu, dia telah berhasil menyelamatkan pangeran Ghalik, yang telah dibawa lari keluar
kota tersebut. Pangeran Ghalik sendiri yang berada dalam kempitan Ciu Pek
Thong telah berseru: "Ciu locianpwe! Berhenti dahulu, ada yang
hendak kukatakan padamu!"
561 Namun Ciu Pek Thong lari terus dengan tidak mengurangi
kecepatannya, malah dia telah menyahutinya: "Hemmm, apa yang
hendak dibicarakan lagi" Engkau memang ingin menggantikan
puterimu untuk menceritakan sebuah dongeng kepadaku?"
"Ada urusan yang penting sekali yang perlu kukatakan padamu!"
sahut pangeran Ghalik. "Nanti jika kita telah tiba di tempat yang aman, barulah kita
bercakap-cakap. Syukur jika memang engkaupun memiliki banyak
cerita dongeng yang bisa ceritakan kepadaku!"
Dan Ciu Pek Thong telah berlari terus dengan cepat sekali. Dalam
waktu yang singkat hampir limapuluh lie dilaluinya.
Waktu itulah Ciu Pek Thong baru menghentikan larinya di muka
sebuah rumah penduduk, dia menurunkan pangeran Ghalik dari
kempitannya. "Kita mengasoh di sini!" kata Ciu Pek Thong.
"Tapi kau telah membawaku ke tempat sedemikian jauh.
Tentu......!" kata pangeran Ghalik.
Dia melihat walaupun berlari cepat dalam jarak begitu jauh, Ciu
Pek Thong tetap tenang dan napasnya tidak memburu sama
sekali. Sedangkan pangeran Ghalik sendiri, yang sejak tadi hanya
berada dalam kempitan Cia Pek-thong, namun karena dibawa lari
sehingga tubuhnya terguncang terus menerus. merasakan
napasnya memburu. 562 Maka diam-diam pangeran Ghalik tambah menaruh perasaan
kagum pada jago tua tersebut.
"Tentu, tentu apa"!" tanya Ciu Pek Thong sambil tertawa.
"Tentu mereka tidak bisa menyusul kita!" menyahuti pangeran
Ghalik. Ciu Pek Thong tertawa tergelak-gelak.
"Apakah memang kau menginginkan manusia-manusia busuk itu
bisa mengejar kita"!"tanyanya kemudian setelah puas tertawa.
"Bukan begitu maksudku!" menyahuti pangeran Ghalik cepat.
"Maksudku Yo kongcu dan yang lain-lainnya itu bersama dengan
puteriku, tentu mereka tidak mencari kita, karena kita berada di
tempat yang demikian jauh, terlebih lagi ginkang mereka tentunya
tidak sehebat yang dimiliki Ciu Locianpwe!"
Mendengar perkataan pangeran Ghalik, Ciu Pek Thong jadi
berhenti tertawa dia memandang bengong. Kemudian dia
mengangkat tangannya mencabuti kumisnya itu dengan sikap
seperti sedang berpikir keras.
"Benar juga, apa yang kau katakan pangeran!" kata Ciu Pek Thong
kemudian. "Kita telah meninggalkan kota itu terlalu jauh...... ai, ai,
tentu mereka tidak akan dapat menyusul ke mari sebab setelah
mencari-cari kita belasan lie jauhnya, mereka akan mengambil
arah lain! Celaka! Sungguh celaka!" sambil berkata begitu, Ciu Pek
Thong telah berjingkrak-jingkrak.
563 Waktu Ciu Pek Thong berjingkrak-jingkrak seperti itu dan pangeran
Ghalik ingin berkata lagi, pintu rumah penduduk itu terbuka. Dari
dalam keluar seorang lelaki tua, karena dia mendengar suara ributribut di luar rumahnya.
"Ohhhh, ada tamu!" kata tuan rumah itu dengan ramah. "Silahkan
masuk silahkan masuk!"
Tapi Ciu Pek Thong telah menggelengkan kepalanya berulang kali
dia berkata: "Tidak, tidak, aku ada urusan penting! Celaka! Celaka!
Sungguh celaka." Tuan rumah yang sudah lanjut usia itu jadi bengong saja
mengawasi tamu-tamunya yang agak istimewa ini.
"Apanya yang celaka"' tanya tuan rumah itu waktu melihat Ciu Pek
Thong masih berjingkrakan menyebut-nyebut celaka.
"Ada yang celaka! Ada yang celaka!" menyahuti Ciu Pek Thong.
"Siapa yang celaka!" tanya tuan rumah itu tambah tidak mengerti.
"Aku dan pangeran!" menyahuti Ciu Pek Thong.
"Kau dan pangeran '" Pangeran mana?" tanya tuan rumah tambah
heran. "Aku dan pangeran Ghalik, celaka."
"Apakah kalian bertemu perampok?" tanya tuan rumah lagi.
564 "Tidak! Bukan!" menyahuti Ciu Pek Thong. "Tapi kami justru telah
melarikan diri terlalu jauh......!"
"Melarikan diri" Melarikan diri untuk menghindarkan apa"!" tanya
tuan rumah itu lagi, tambah heran, juga sangat tertarik sekali.
"Apakah tidak lebih tuan-tuan singgah dulu untuk beristirahat
sambil minum teh"!"
Ciu Pek Thong menggelengkan kepalanya berulang kali, kemudian
katanya: "Tidak, aku sedang menghadapi urusan yang bisa
membuat aku celaka!"
"Apakah memang jiwa kalian tengah terancam bahaya"!" tanya
orang tua itu. "Jika memang benar, apakah tidak lebih baik kalian
bersembunyi di rumahku."
Ciu Pek Thong berhenti berjingkrak kemudian memandang tuan
rumah itu dengan sepasang mata terpentang lebar-lebar.
"Bersembunyi di rumahmu" Ohhh, justru aku tengah ingin kembali
untuk menemui orang-orang itu! Karena jika tidak berhasil bertemu
dengan mereka, celakalah aku..... karena aku tidak bisa
mendengar dongeng-dongeng lagi, cerita-cerita yang menarik itu!"
Tuan rumah jadi bengong bercampur heran dan lucu, dia telah
bertanya dengan suara yang ragu-ragu, "Tidak bisa mendengar
cerita saja merupakan hal yang celaka" Ohhhhhh, benar-benar
merupakan urusan yang mengherankan sekali!"
"Aku telah meninggalkan muridku cukup jauh, jika itu muridmuridku itu tidak bisa menyusul ke mari. Karena itu, jika memang
565 kami tidak bisa bertemu lagi, jelas aku bisa celaka, nasibku jadi
buruk, karena untuk selanjutnya aku tidak bisa mendengar muridku
bercerita, menceritakan dongeng-dongeng yang sangat menarik
sekali!" "Jika begitu kalian bisa menunggu di sini saja, aku akan
menyediakan air teh pada kalian, untuk beristirahat dulu!
Bagaimana" Bukankah nanti jika muridmu telah menyusul ke mari,
tuan, kalian murid dan guru bisa bertemu kembali, bukan?"
"Tidak, aku harus kembali menemui mereka!" menyahuti Ciu Pek
Thong. Dan baru saja perkataannya itu habis diucapkan, mendadak dia
mengulurkan tangannya, tubuhnya telah melompat dengan gesit
sekali, dia berlari-lari meninggalkan tempat itu.
Tuan rumah itu jadi bengong, karena tahu tahu tubuh Ciu Pek
Thong yang mengempit pangeran Ghalik, telah lenyap dari
pandangan matanya, menghilang begitu cepat, bagaikan setan
saja yang berkelebat lenyap.
Setelah tersadar dari tertegunnya orang tua empunya rumah
bergidik sendirinya, dia menyangka telah bertemu hantu di siang
hari bolong, maka dia cepat-cepat menutup pintu rumahnya. untuk
segera dipalangnya kuat-kuat......!
"Y" Ciu Pek Thong telah membawa pangeran Ghalik berlari-lari cepat
sekali, kembali ke jurusan dari mana tadi mereka mendatangi.
566 Berlari-lari sekian lama, sampai tigapuluh lie lebih mereka masih
belum bertemu dengan rombongan Yo Him.
"Apakah mereka telah ditawan oleh Sim Thaykam?" menggumam
pangeran Ghalik dengan suara mengandung kekuatiran.
"Apa kau bilang!" tanya Ciu Pek Thong sambil menahan larinya.
"Aku kuatir...... aku kuatir......!" kata pangeran Ghalik dengan wajah
muram. "Kau kuatir, kuatir apa?" tanya si tua berandalan jenaka itu. "Apa
yang dikuatirkan pangeran!"
"Aku kuatir mereka tidak bisa meloloskan diri dari orang-orangnya
Sim Kong-kong!" menyahuti pangeran Ghalik.
"Sim Kong-kong, orang kebiri itu!" tanya Ciu Pek Thong. "Dan kau
kuatir para pahlawan yang jadi pengiringnya itu akan berhasil
menangkap muridku dan juga pemuda she Yo itu......"!"
"Ya...... tentu sudah terjadi pertempuran yang hebat di antara
mereka! Sedangkan Hek Pek Siang-sat dan keenam orang
pahlawanku itu mereka merupakan pengikutku yang setia, tak
mungkin berkhianat dan menyerah pada Sim Kong-kong......!
Namun keselamatan puteriku itu......"
"Mari kita kembali saja ke sana......!" kata Ciu Pek Thong tidak
sabaran. "Jika terjadi sesuatu pada muridku atau Yo Him, hem,
hem, biarlah Sim Kong-kong itu kucabuti seluruh bulu di tubuhnya!"
567 "Tunggu dulu, lihat itu! Apakah bukan mereka!" kata pangeran
Ghalik sambil menunjuk ke arah kanannya.
Ciu Pek Thong menoleh dan melihat serombongan orang yang
tengah berlari-lari dengan cepat sekali.
Ciu Pek Thong berjingkrak kegirangan, diapun telah melepaskan
kempitannya pangeran Ghalik dan berseru: "Benar! itulah muridku!
Hai muridku, cepat kau ke mari untuk menceritakan dongengdongeng menarik untukku!" Teriakan terakhir dari Ciu Pek Thung
sangat nyaring sekali karena dia berteriak dengan
mempergunakan lweekangnya.
Rombongan yang tengah berlari-lari itu mendatangi memang tidak
lain dari pada Yo Him, Sasana, Hek Pek Siang-sat dan ke enam
orang pahlawannya pangeran Ghalik!
Rombongan pangeran Ghalik setelah berunding untuk mencari
jalan keluar yang baik nanti menghadapi Tiat To Hoat-ong dan
orang-orangnya, akhirnya mereka melakukan perjalanan ke kota
raja. Memang pangeran Ghalik menyadarinya, jika dalam waktu-waktu
sekarang dia menghadap Kaisar, tentu Kaisar yang tengah berada
dalam pengaruh Tiat To Hoat-ong akan menjatuhkan hukuman
mati padanya tanpa mempertimbangkan lagi akan hal itu dan tidak
memperdulikan benar atau tidaknya dosa pangeran Ghalik seperti
yang difitnah oleh Tiat To Hoat-ong.
Namun sebagai seorang pangeran dan panglima yang memiliki
kekuasaan atas semua angkatan perang Mongolia, Boan-ciu. jelas
568 dia memiliki bawahan-bawahan yang bekerja di bawah
perintahnya. Jika dianggap sebagai pengkhianat dan
pemberontak, jelas bawahannya itu akan bercelaka juga.
Demikianlah ancaman bahaya untuk semua orang-orang
bawahannya itu, dan pangeran Ghalik tidak bisa membiarkan
begitu saja. Walaupun harus menempuh bahaya yang tidak kecil,
tokh dia mengajak rombongannya untuk pergi ke kota raja, dan
disamping nanti mencari jalan untuk bertemu dengan kaisar dan
memberikan pengertian kepada rajanya itu.
Ciu Pek Thong si bocah tua bangkotan yang jenaka yang semakin
tua semakin jadi keberandalannya itu, hanya menyetujuinya saja.
Malah dia gembira bukan main, karena melakukan perjalanan ke
kota raja yang menurut dia di kota raja tentu dia akan menyaksikan
banyak keramaian. Sasana dan Yo Him sesungguhnya tidak menyetujui keinginan
pangeran Ghalik, karena menurut mereka dengan pergi ke kota
raja berarti mereka menghampiri maut, sedikitnya mencari
kesulitan untuk mereka. Sasana beranggapan, sekarang ini
bukanlah waktunya yang tepat untuk menghadap Kaisar.
Puteri pangeran Ghalik ini berpendapat, jika keadaan telah reda
dan dalam kesempatan tertentu yang tepat sekali, barulah ayahnya
itu menghadap kaisar untuk menjelaskan duduknya perkara.
Pangeran Ghalik tetap dengan keinginannya itu, di mana dia
bersama rombongannya akan pergi ke kota raja, untuk
menjelaskan duduknya persoalannya pada Kaisar. Karena
menurut pangeran Ghalik, jika peristiwa yang menimpa dirinya itu
569 dibiarkan berlarut-larut, tentu segalanya akan berubah jadi
semakin hebat. Disamping dia benar-benar akan dituduh sebagai
pemberontak dan pengkhianat bangsa, juga orang-orang
bawahannya akan menerima bencana tidak kecil.
Akhirnya Sasana maupun Yo Him telah menuju ke kota raja,
dengan harapan di sana mereka akan memiliki kesempatan yang
baik untuk menyelesaikan urusan pangeran Ghalik, agar dia
terlepas dari fitnahan yang dilontarkan oleh Tiat To Hoat-ong.
Dengan adanya Ciu Pek Thong bersama mereka, memang
rombongan pangeran Ghalik tidak perlu jeri terhadap siapapun
juga, karena Loo-ban-tong ini seorang tokoh yang memiliki
kepandaian pada puncak kesempurnaan dan boleh dibilang sudah
tidak ada tandingannya lagi di jaman ini selain beberapa tokoh
Rimba Persilatan lainnya yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari
tangan dan mereka semua umumnya telah mengundurkan diri
hidup mengasingkan diri di tempat-tempat yang sunyi.
Begitulah, rombongan pangeran Ghalik telah melakukan
perjalanan ke kota raja. Untuk mencapai kota raja sesungguhnya
tidak memerlukan waktu perjalanan yang terlalu lama. Sebab
memang mereka telah berada dalam jarak yang cuma dua hari
perjalanan guna mencapai Kotaraja......"
"Y" Bintang-bintang yang memenuhi permukaan langit yang tersebar
puluhan ribu, mungkin ratusanribu atau jutaan, yang kerlap kerlip
dengan sinarnya, dan juga rembulan yang waktu itu tidak bersinar
penuh, dalam bentuk seperti perahu mayang dengan sinarnya
570 yang tidak begitu terang, dan awan-awan yang bersih hanya di
beberapa bagian saja, di permukaan langit yang dilaluinya
merupakan malam yang sangat cerah dan bersih sekali indah


Beruang Salju Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bukan main. Dengan siliran angin yang lembut mempermainkan permukaan air
laut, sehingga permukaan laut beriak perlahan saling susul tidak
henti-hentinya, sambung menyambung bagaikan tengah
bercumbu satu dengan yang lainnya. Kesunyian yang langgeng
memenuhi sekitar lautan itu, tidak terlihat lainnya lagi, hanya laut
yang terhampar begitu luas. Sejauh mata memandang hanya air
laut yang bergelombang perlahan itu yang terlihat.
Tapi dikejauhan tampak sebuah titik, yang tengah melayanglayang meluncur di permukaan laut. Semakin dekat, barulah jelas
bahwa itulah sebuah perahu yang tidak begitu besar, bahkan tidak
memiliki layar atau peralatan lainnya.
Perahu itu merupakan perahu yang kosong, dan tidak ada
sepotong barang apapun juga, selain tiga sosok tubuh manusia
yang tengah rebah terlentang di dalam perahu tersebut. Dua sosok
tubuh merupakan orang dewasa dan sosok tubuh yang lainnya
adalah seorang anak kecil berusia antara empat tahun lebih
belaka. Jika sosok tubuh kecil itu rebah terlentang tertidur nyenyak dan
pipinya yang memerah, rambutnya yang dikepang dua tampaknya
dia merupakan seorang gadis kecil yang manis sekali. Dia tertidur
dengan bibir seperti tersenyum. Rupanya tengah bermimpi indah
571 dan lucu, dia juga tengah bermimpi bergembira di antara pohonpohon bunga yang indah.
Tidak demikian halnya dengan ke dua sosok tubuh orang dewasa
itu, yang ternyata seorang lelaki berusia antara limapuluh tahun
dengan kumis tipis. Wajah tampan dan gagah. Walaupun telah
berusia cukup tinggi seperti itu, tokh masih tersisa kecakapan dan
kegantengannya di masa muda yang lalu. Matanya terbuka lebarlebar tengah mengawasi bintang-bintang yang bertaburan di
permukaan langit. Dan yang seorang lagi seorang wanita berusia empatpuluh tahun
dan rupanya juga seorang wanita yang cukup cantik walaupun
usianya melewati empatpuluh tahun, raut paras mukanya masih
cantik, rambutnya dikonde dua walaupun agak kusut. Wanita ini
tentunya di usia mudanya merupakan seorang gadis yang cantik
jelita. Hanya saja, pada garis bibir dan mukanya terlihat dia adalah
seorang wanita yang keras hati.
Sama halnya seperti lelaki yang rebah diam, wanita itupun rebah
diam mengawasi ribuan bintang yang bertaburan di langit
sepertinya juga tengah berpikir keras. Kesunyian benar-benar
menguasai sekitar mereka, hanya suara riak gelombang kecil di air
laut yang terdengar menyentuh-nyentuh mencium tubuh perahu
yang mereka tumpangi itu.
Dilihat dari keadaan ketiga orang ini rupanya mereka telah
mengalami suatu peristiwa hebat di tengah lautan, karena muka
sepasang manusia dewasa itu yang rupanya ayah dan ibu dari si
572 gadis kecil sangat letih sekali. Juga terlihat dari perahu mereka
yang kosong tidak terdapat sepotong barang apapun juga.
tiba-tiba terdengar wanita berusia empatpuluhan tahun lebih itu
telah menghela napas dalam-dalam, diapun bergerak perlahan,
untuk duduk. Diliriknya lelaki yang rebah di sampingnya, yang
waktu itu masih mengawasi ribuan bintang yang berhamburan di
permukaan langit. "Toako, jika tiga hari lagi kita harus terombang-ambing seperti
sekarang ini, berarti kita sulit menghindari diri dari para malaikat
maut.....!" kata wanita itu kemudian dengan suara perlahan, seperti
juga dia berputus asa. Lelaki yang dipanggil toako itu juga telah menghela napas dan
kemudian menoleh kepada wanita itu sambil tersenyum. Itulah
senyum yang mengandung keputus-asaan juga.
"Benar adik Hu, jika dalam tiga hari kita tidak berhasil bertemu
dengan daratan, tentu berarti kita membuang jiwa percuma di
lautan ini......!" Dan dia menghela napas lagi.
Wanita itu, si Adik Hu, telah menghela napas dalam-dalam,
katanya: "Jika kita berdua harus membuang jiwa di lautan ini
memang tidak menjadi persoalan apa-apa, kitapun tidak akan
menyesal karenanya. Aku akan menerima dengan ikhlas dan
senang hati. Tapi bagaimana dengan si Kie itu......."!"
Sambil berkata begitu, wanita ini telah menggeser duduknya, dia
mengawasi gadis kecil yang tengah rebah tertidur nyenyak tidak
jauh dari tempatnya duduk. Dilihatnya gadis kecil itu seperti tengah
573 bersenyum, hatinya semakin berduka, dia bilang lagi: "Makhluk
kecil yang masih suci dan tidak tahu apa-apa.... kasihan jika si Kie
ini harus ikut membuang jiwa di lautan ini..... betapa
mengecewakan sekali! Aku benar-benar menyesal.....!"
Dan tanpa bisa ditahan lagi, dari ke dua sudut mata wanita itu telah
menitik butir-butir air mata. Rupanya dia memang tengah berduka
dan berputus asa. Laki-laki yang tadi dipanggil Toako itu telah bangkit untuk berdiri,
dia mengawasi sekitar lautan itu. Hanya permukaan laut dan langit
yang dilihatnya, semuanya tidak bertepi. Kelam dalam kegelapan
malam, walaupun dibantu oleh cahaya rembulan dan jutaan
bintang namun keadaan di sekitar lautan itu kelam dan gelap hanya
di permukaan laut itu saja yang berkerlap-kerlip tertimpah cahaya
rembulan dan bintang, yang berkilauan memantulkan cahaya dari
ke dua penjaga malam itu.
"Ya, memang sulit buat kita lolos dari kematian jika dalam
beberapa hari ini belum berhasil menemukan daratan. Telah empat
hari kita tidak makan sepotong barang makanan apapun juga,
kasihan si Kie, walaupun dia bisa bertahan satu-dua hari lagi, tapi
bagaimana selanjutnya" Kita memerlukan air untuk minum.....!
"Toako, aku benar-benar menyesal sekali....." kata wanita itu lagi.
"Apa yang kau sesalkan?" tanya toako itu.
"Si Kie ini.....!" menyahuti adik Hu itu,
574 "Inilah sudah takdir..... kita mana menduga sebelumnya akan
bencana yang menimpah kita" Soal si Kie, dengan sendirinya
diapun mengalami nasib buruk seperti ini, karena memang dia ikut
serta dengan kita dalam perjalanan ini."
"Justeru karena dia ikut bersama kita dalam perjalanan kali ini,
maka akhirnya kita sama juga seperti mencelakai si Kie,
menyeretnya terlibat dalam bencana ini. Aku benar-benar
menyesal! Coba jika waktu keberangkatan kita itu aku memenuhi
permintaan Kong-kong agar si Kie ini ditinggal saja bersama dia,
untuk dibawa ke Tho-hoa-to, tapi permintaan Kong-kong telah
kutolak, karena aku berat untuk berpisah dengan si Kie ini.
Akhirnya..... akhirnya....!" Dan adik Hu itu tidak bisa meneruskan
perkataannya, karena dia telah terisak-isak menangis, tampaknya
benar-benar dia sangat berduka dan berputus asa.
Si Toako itu menghela napas, katanya dengan sabar: "Sudahlah
adik Hu, untuk apa engkau berduka seperti itu" Tokh semuanya ini
telah terjadi, yang terpenting kita harus berusaha bagaimana
mengatasinya dan mudah-mudahan saja, dalam satu atau dua hari
ini kita bisa bertemu dengan daratan......!"
Si adik Hu itu menghapus air matanya, dia menghela napas lagi
dalam-dalam. Tapi dia tidak bilang sesuatu apa lagi, hanya
mengawasi gadis kecil yang tengah tertidur nyenyak itu, di mana si
Kie itu tampak tertidur dengan bibir masih seperti tersenyum, pipi
yang memerah..... Perahu kecil itu masih terombang-ambing terus di permukaan laut,
karena si Toako itu tidak memiliki kayu pengayuh, dengan
575 sendirinya perahu itu terombang-ambing tidak dapat dikendalikan
arahnya, hanya menuruti saja ke mana gelombang laut
membawanya..... Ternyata, wanita yang dipanggil sehagai adik Hu itu tidak lain dari
Kwee Hu. Sedangkan toako itu adalah suaminya, yaitu Yeh-lu Chi.
Mereka memang telah belasan tahun, bahkan hampir duapuluh
tahun menjadi suami isteri, selama itu belum juga dianugerahi
turunan. Dan baru empat tahun yang lalu mereka dikaruniai
seorang puteri, yang sangat dimanja oleh mereka.
Dan si Kie itu, puteri mereka satu-satunya, merupakan dambaan
kasih sayang mereka yang dilimpahkan seluruhnya dengan segala
kemanjaannya. Tapi siapa tahu sekali ini di saat mereka
melakukan perjalanan air dengan mengajak si Kie ini, justeru telah
bertemu bencana yang tidak mereka sangka-sangka sehingga hati
mereka berat sekali memikirkan keselamatan si Kie ini......
Sesungguhnya Yeh-lu Chi bersama isterinya, Kwee Hu dan
puterinya, si Kie, tengah melakukan perjalanan dari So-ciang akan
menuju ke Ciat-kang, mereka telah menumpang di sebuah kapal
besar yang penumpangnya umumnya para saudagar. Perjalanan
laut seperti itu mungkin akan memakan waktu satu bulan lebih
untuk mencapai Ciat-kang.
Di hari-hari pertama pelayaran itu tak menemui rintangan apapun
juga, kapal berlayar dengan tenang. Namun pada hari
ketigabelasnya di waktu tengah malam yang sunyi dan kapal besar
itu tengah meluncur dengan menerjang gelombang itu di saat para
576 penumpangnya tengah tertidur lelap dengan mimpi masingmasing, maka telah datang bencana yang tidak diinginkan.
Semua itu diawali dengan bermunculan puluhan kapal yang cukup
besar, yang telah mengepung kapal ini, mereka rupanya adalah
bajak-bajak laut. Malah panah-panah berhamburan ke kapal besar
Pukulan Naga Sakti 13 Hati Budha Tangan Berbisa Karya Gan K L Amanat Marga 9
^