Pencarian

Bloon Cari Jodoh 2

Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong Bagian 2


persiapan." "Tetapi kalau menilik sikapnya yang angin-anginan,
kadang seperti orang blo'on itu, mana mampu menghadapi
ketujuh pembunuh itu ?"
"Entahlah." bisik Wan-ong Kui, "tetapi yang jelas dia
memang hendak cari gara2 dengan ketujuh benggolan itu.
Aku setuju sekali dengan tindakannya."
"Kalau begitu apakah engkau juga siap hendak
membantunya apabila dia sampai terancam bahaya ?"
"Lihat saja bagaimana perkembangannya nanti."
"Uh, perlu apa engkau mengurusi orang semacam itu "
Jijik aku melihatnya," bisik Han Bi Jok.
"St, tuh lihatlah . . . ," kata Wan-ong Kui ucara dan
memperhatikan. "Ih Bi Giok mendesis kaget ketika menyaksikan apa yang
terjadi di gelanggang pertempuran," Kui- ko, ilmu
permainan apa yang dimainkan si Huru Hara itu ?"
Wan-ong Kui kerutkan dahi, "Ada beberapa ilmu
berputar diri, antaranya disebut Lo-ki-yau-li, Pian-hoan-kuiing,
Pit-ik-song-hui dan lain2 ilmu gin-kang sakti. Tetapi
yang dimainkan si Huru Hara itu aku belum pernah
melihat." "Ih," Bi Giok mendesis keras, untung cepat didekap
Wan-ong Kui. Apa yang terjadi "
Ternyata pertempuran antara Kolera tua lawan si Huru
Hara, berjalan dengan seru tetapi aneh. Bermula Kolera-tua
melancarkan pukulan tamparan, tebasan, tutukan dan
tendangan. Ttapi tak ada yang berhasil. Huru Hara selalu
dapat menghindar. Akhirnya tambah lama Kolera tua
tambah panas hatinya. Dia melancarkan serangan yang
gencar dan makin gencar. Anehnya Huru Hara juga
bergerak makin lama makin deras dengan cara yang aneh.
Dia berputar putar mengelilingi lawan. Lama kelamaan
orangnya lenyap berobah menjadi sesosok bayangan yang
mengelilingi Kolera-tua. Orang tak tahu apa yang terjadi. Hanya berapa saat
kemudian terdengar suara jeritan nyaring, bayangan loncat
ke belakang dan menjadi pendekar Huru Hara yang tegak
berdiri. Sedangkn Kolera-tua terhuyung-huyung kebelakang
lalu jatuh terduduk. Dia terus pejamkan mata melakukan
pernapasan. Wajahnya pucat lesi.
"Terima kasih, Kolera," seru Huru Hara sembari
memeriksa sehelai sampul surat yang berada dalam
tangannya, "karena sudah menerima surat undanganmu ini,
aku tak jadi pinjam kepalamu . . . , "
Namun Kolera-tua diam saja. Sekalian orang terkejut
menyaksikan kesudahan pertempuran itu. Mereka heran
mengapa Kolera-tua tiba2 jatuh terduduk dan mengapa
Huru Hara tiba2 sudah memegang sebuah surat undangan.
Ang Hay Ji yang bersahabat baik dengan Kolera-tua,
segera menghampiri, "Kolera-tua, apakah engkau terluka ?"
Namun tiada jawaban. Kolera-tua diam seperti patung.
Hanya kalau tadi wajahnya pusat lesi, kini tampak makin
merah dan lama kelamaan bertambah merah tua dan
akhirnya makin gelap seperti hangus.
Ang Hay Ji terkejut. Serentak dia berbangkit dan
menuding Huru Hara, "Bangsat, engkau benar- binatang
buas !" "Mengapa ?" balas Huru Hara.
"Engkau tegah menggunakan pukulan beracun
kepadanya. Lihatlah, tubuh dan mukanya menjadi hangus.
.. ." "Tidak, aku tidak menggunakan pukulan beracun.
Bahkan aku tidak memukul sama sekali kecuali hanya lari
mengelilinginya saja," bantah Huru Hara.
Ang Hay Ji memang sejak tadi heran menyaksikan
permainan aneh dari Huru Hara. Maka ia segera bertanya,
"Apakah nama ilmu permainanmu tadi ?"
"Suan-hong-yau jwan."
"Apa artinya ?"
"Angin lesus berputar-putar."
"Angin lesus berputar-putar?" ulang Ang Hay Ji terheranheran,"
dari perguruan manakah ilmu itu ?"
"Dari alam." "Hah ?" Ang Hay Ji mendelik, "dari alam " Jangan
bergurau, aku bertanya dengan sesungguh-nya."
"Siapa bergurau " Aku memang menirukan gerak angin
lesus yang berputar-putar,"
"Apakah engkau tak mempunyai perguruan?"
Huru Hara gelengkan kepala.
Ang Hay Ji tak percaya, la mengira Huru Hara tentu
mempermainkannya, "Hm, tak apa jika engkau
merahasiakan nama perguruanmu. Sekarang jawablah
pertanyaanku. Mengapa engkau membunuh Kolera-tua
dengan pukulan beracun "
"Sudah kukatakan," sahut Huru Hara, "aku tidak
memukulnya sama sekali."
"Bocah merah, jangan menuduhnya. Kolera tua ini
memang mati karena pukulan beracun Hu-kut-ciang !"
Ang Hay Ji berpaling. Ternyata yang bicara itu adalah
Im pohpoh yang saat itu berada dihadapan Kolera-tua,
"Apa katamu, pohpoh" Dia terkena pukulan beracun Hukut-
ciang ?" Hu-kut-ciang artinya pukulan yang membuat tulang
belulang menjadi hangus. Sebuah pukulan yang ganas
sekali. "Lihatlah kuku jarinya yang gosong seperti hangus itu,"
seru Im pohpoh. "Tetapi pohpoh, " seru Ang Hay Ji, "pukulan Hu-kutciang
itu adalah ilmu pukulan yang dimiliki Kolera-tua
sendiri. Bagaimana dia dapat terkena pukulan itu" Apakah
dia memukul dirinya sendiri?"
"Tanyakan pada bocah penjual sate itu," seru Im
Pohpoh. "Hm, engkau berani membunuh tentu berani
bertanggung jawab, bukan" Nah, katakan bagai mana tadi
ia membunuhnya?" seru Ang Hay Ji.
"Aku hanya berlari mengelilinginya untuk menghindari
pukulan," tiba2 Huru Hara berhenti dan mengerut dahi
seperti teringat sesuatu, rasanya tadi aku membau hawa
yang busuk sekali. Hawa itu terpancar dari pukulannya.
Terpaksa ku tolaknya."
Ang Hay Ji terkejut. Memang ia melihat bahwa selama
bertempur tadi, Huru Hara tak pernah balas memukul.
Hanya pada suatu saat ia melihat Huru Hara menamparnamparkan
lengan bajunya. Mungkinkah dia memiliki
tenaga-sakti sehingga dapat mengirim kembali pukulan
beracun itu kepada Kolera-tua .." pikirnya.
"Apakah dia mati?" seru Huru Hara.
"Jangan belagak pilon!''
"Ah, sayang . . . . "
"Jangan pura2 bersedih seperti tikus yang menangisi
kucing mati!" "Hm, aku tidak menyayangkan dia mati Bukankah tadi
engkau mengatakan membunuh itu tidak melanggar perikemanusiaan?"
"Setan, tetapi dia tak bersalah kepadamu dan tak ada
orang yang menyewamu untuk membunuhnya."
"Dia tak mau meminjamkan surat undangannya
kepadaku, apakah itu bukan kesalahan" Dan siapa bilang
tak ada yang menyewa aku untuk membunuhnya?"
"Siapa yang menyewamu?" Ang Hay Ji tei belalak kaget.
"Korban2 yang telah dibunuhnya. Mereka datang
kepadaku dan menyewa aku untuk membunuh orang yang
bergelar Kolera-tua."
"Ngaco belo! Bagaimana orang yang sudah mati dapat
datang kepadamu!" bentak Ang Hay Ji.
"Mengapa tidak bisa" Beberapa waktu yang lalu setiap
malam aku selalu bertemu dengan orang yang berlumuran
darah dan mengatakan kalau dibunuh Kolera-tua . . . . "
"Kunyuk, jangan mempermainkan aku! Dimana orang2
itu sekarang, hayo tunjukkan kepadaku."
"Engkau ingin bertemu" Baik, nanti malam engkau boleh
tidur disini bersama aku. Orang2 itu tentu akan datang
menemuimu." "Mereka menjadi setan?"
"Bukan. Mereka tetap menjadi mahluk manusia dan
menemui aku dalam mimpi. Mereka menyewa aku untuk
membunuh orang yang telah membunuh mereka."
"Apakah engkau juga hendak meminjam surat
undanganku?" "Tiada pengecualian, termasuk engkau!"
"Hm, kalau kepalaku sudah terpisah dari tubuhku,
engkau baru dapat mengambil surat undangan itu!" sahut
Ang Hay Ji. "O, sebenarnya aku lebih perlu surat undang dari batang
kepalamu, apaboleh buat," seru pendekar Huru Hara.
Saat itu Ang Hay Ji sudah melolos sepasang senjatanya,
golok dan pedang. Golok dipegang tangan kiri dan pedang
ditangan kanan. "Bocah merah, mengapa menghadapi bocah kemarin
sore saja engkau harus mengeluarkan senjatamu yang
istimewa?" seru Im pohpoh.
"Engkau tak tahu pohpoh, kunyuk ini memang aneh dan
luarbiasa. Entah apakah dia mendapat rejeki bertemu
dengan seorang sakti yang memberinya pelajaran ilmusilat.
Kolera-tua mati larena terkena pukulan Hu-kut-ciangnya
sendiri," sahut Ang Hay Ji.
Ang Hay Ji memang jarang sekali menggunakan
sepasang senjatanya. Biasanya dia hanya pakai satu, golok
atau pedang dan musuh tentu sudah binasa. Rupanya dia
memiliki selera tajam bahwa pendekar Huru Hara itu
memang tak boleh dibuat main2.
"Tunggu sebentar," tiba2 Huru Hara berseru lalu lari ke
'meja perjamuan' dan meneguk arak. Setelah itu baru dia
kembali berhadapan dengan Ang Hay Ji, "Siapa yang mulai
menyerang dulu?" serunya.
"Terserah!" sahut Ang Hay Ji.
Kata-katanya garang sebagai seorang pendekar gagah
tetapi ternyata sambil berkata diapun sudah melangkah
maju dan terus tusukkan pedang ke dada Huru Hara seraya
loncat mundur. Tetapi Ang Hay Ji tak mau memberi
kesempatan lagi. Golok dan pedang menyambar-nyambar
makin gencar bagai sepasang burung rajawali sedang
bercanda. "Tunggu dulu," teriak Huru Hara.
"Engkku menyerah?" Ang Hay Ji menegas.
"Belum," sahut Huru Hara, "aku hanya ingin tanya,
apakah nama ilmu permainanmu yang hebat itu?"
"Edan barangkali bocah ini. Masakan bertempur,
menanyakan ilmu permainan lawan," pikir Ang Hay Ji,
"hm, tak apa. Mungkin setelah mendengar ilmupedangku,
dia akan menyerah" "Ilmupedang Song-eng hwe-soan-kiam-hwat, atau
ilmupedang Sepasang-rajawali-menyambar." seru Ang Hay
Ji. "Wah, hebat benar namanya !"
"Engkau menyerah ?"
"Jangan terburu nafsu," seru Huru Hara, "akupun
teringat akan sepasang burung camar yang bermain di
permukaan laut. Bagus hayo kita mulai lagi. Engkau boleh
menyerang dengan iimupedang Song-eng-hwe-soan-kiamhwat
aku akan bermain dengan gerak Song-yan-yu-hay,
sepasang camar menyambar laut."
"Bocah edan !" bentak Ang Hay Ji seraya terus
melancarkan serangan lagi. Kali ini dia benar2 hendak
melaksanakan ciri2 dari ketujuh Pembunuh-besar. Yalah,
setiap kali bertempur, dalam sekali gebrak tentu sudah
melancarkan serangan maut.
Tetapi alangkah kejutnya ketika setiap kali diserang.
Huru Hara tentu menghilang dan tahu2 sudah berada di
belakangnya. Ternyata Huru Hara selalu apungkan tubuh
mencelat ke udara. "Hm, aku harus menggunakan tipu," pikir Ang Hay Ji.
Serentak ia membuat suatu gerak menyerang dengan
pedang dan secepat itu dia terus berputar tubuh dan
membabatkan golok kebelakang. Cepat' sekali dia bergerak.
Diperhitungkan sebelum Huru Hara sempat berdiri tegak,
tentu sudah dapat dibabatnya.
"Uh.....," ia mendesuh kejut ketika babatannya hanya
mengenai angin kosong. "Bocah merah, aku disini." seru Huru Hara dari
belakang. Dia menirukan lm pohpoh apabil memanggil Ang
Hay Ji. Ternyata waktu melambung diatas, ditengah jalan
dia melihat Ang HayJi bergerak berputar kebelakang maka
diapun bergeliat melayang balik ketempat semula lagi.
"Kunyuk keparat mampus engkau, "Ang Hi Ji loncat
menerjang dengan kecepatan yang luar biasa.
Huru Hara terkejut. Dia masih sempat menghindar dari
tabasan pedang, kemudian menghindari tusukan golok
tetapi dia tak dapat menghindar dari tendangan Ang Hay Ji,
plok . . . "Auh .... aduh.....!" terdengar dua macam pekik dan
jeritan. Tahu2 Ang Hay Ji terjungkal rubuh ke belakang,
muka dan sepasang biji matanya berlumuran darah.
Apa yang terjadi " Ternyata tendangan Ang Hay Ji itu tepat mengenai perut
Huru Hara. Huru Hara terkejut sekali. Perutnya terasa mual
dan tahu2 mulutnya menyembur. Semburan itu berupa arak
yang diteguknya tadi. Dan kebetulan pula, tepat
menghambur muka Ang Hay Ji.
Arak hanyalah cairan air. Tetapi disemburkan oleh
mulut Huru Hara, arak itu seperti taburan pasir besi
kerasnya. Muka Ang Hay Ji hancur, biji matanyapun
pecah! "Bocah merah, jangan kolokan !" teriak Im pohpoh,"
masakan dengan bocah kecil saja engkau pura2 kalah "
Kalau mau tidur, pulanglah ke sarangmu !"
Sementara itu Huru Hara tanpa berkata apa2 terus
merogoh baju Ang Hay Ji, mengambil surat undangan dan


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyimpan kedalam bajunya.
"Pohpoh, jangan berolok," seru Manusia-pemakanserigala
Sebun Pa seraya loncat ketempat Ang Hay Ji,
memeriksanya dan berseru, "dia mati....!"
"Sian-cay ! Sian-cay ! Cintailah sesama manusia
sebagaimana engkau mencintai dirimu," seru paderi Gemarsegala-
apa," mengapa sicu gemar membunuh " kalau ingin
melampiaskan nafsu membunuh, bunuhlah tikus2 dalam
pagoda rusak ini tetapi jangan membunuh jiwa manusia . .
." "Aku tidak membunuh mereka," seru Huru Hara, "tetapi
mereka yang hendak membunuh aku. Kolera-tua tadi
mengeluarkan pukulan berangin panas dan Ang Hay Ji ini
menendang perutku." "Bajingan cilik !" tiba2 si raksasa Ma Hion memaki dan
menghantam. Badannya yang tinggi besar menghantam
dalam ilmu pukulan Toa-lat-kim-kong-ciang yang dahsyat.
Toa-lat-kim-kong-ciang atau pukulan Malaekatbertenaga-
sakti, sebenarnya merupakan ilmu pukulan sakti
dari vihara Siau-lim-si. Kedahsyatannya apabila sudah
mencapai tataran tinggi, mampu menghancurkan batu
karang sebesar kerbau. Ma Hiong memang murid jebolan dari perguruan Siaulim-
si. Dia tak tahan hidup terasing dalam vihara. Dia
melarikan diri dan mulai bergaul dengan golongan
penjahat. Sebenarnya perguruan Siau-lim hendak
mencarinya untuk dihukum tetapi karena negara sedang
terancam bahaya peperangan dan kekacauan, bahkan
vihara Siau-Iim sendiripun turut terancam, maka rencana
untuk mencari Ma Hiong itupun tertunda.
Rupanya Manusia-pemakan-serigala Sebun Pa tahu
memperhitungkan. Mumpung Ma Hiong turun tangan,
diapun hendak ikut bertindak Kalau satu lawan satu,
apabila tiba pada gilirannya, tentulah dia sukar menghadapi
pendekar Huru Hara. Serentak diapun menyerang dari
belakang Huru Hara dengan ilmupukulan Thiat-sat ciang
atau pukulan Pasir-besi. Telapak tangan, Sebun Pa tampak merah membara suatu
pertanda bahwa dia telah mencapai tataran yang cukup
tinggi dalam ilmu Thiat-lat-ciang itu.
Sebagaimana adat kebiasaan ketujuh Pembunuh-besar
selama ini. Setiap kali membantai korbannya tentu dengan
cepat. Begitu bergebrak terus saja melancarkan jurus
pukulan maut. Demikian yang dilakukan Ma Hiong dan
Sebun Pa. Sekali pukul, keduanya ingin menghancurkan
Huru Hara kemudian terus akan dilempar kedalam jurang.
Masakan orang tahu bahwa ketujuh Pembunuh-besar kali
ini mengeroyok seorang pemuda yang tak terkenal.
Bummmmm.....desssss......
Terdengar dua macam suara yang dahsyat. Suara letusan
dan api menyembur. Dan serentak terdengarlah dua buah
jerit lolong yang panjang menyayat hati. Ma Hiong dan
Sebun Pa sama2 terjungkal menggeletak ditanah. Muka Ma
Hiong liangus seperti terbakar api dan muka Sebun Pa
hancur seperti dihantam palu besi.
Ternyata waktu diserang dari muka belakang, Huru Hara
terus enjot tubuh ke udara seperti dalam gerak It-ho-jongthian
atau Burung-bangau-menerobos-langit. Dia
melambung sampai 3-4 tombak tingginya lalu bergeliatan
melayang turun ke lanah. Terdengar Paderi gemar segala-apa melantang doa
keagamaan, "letakkan pisau penjagal dan menghadap
kepada Hud-ya. Dosa takkan tercuci bersih selama tangan
masih berlumuran darah, pikiran dikuasai nafsu... ."
"Siancay ! Siancay!" pendekar Huru Hara tiba2 juga
melantang doa keagamaan, "putih adalah putih, hitam
adalah hitam. Orang boleh menipu orang lain, bahkan
menipu Hud-ya. Tetapi dia tak dapat menipu batinnya
sendiri." "Omitohud " seru paderi Gemar segala-apa, "apa maksud
ucapan sicu ?" Bukankah aku menganjurkan agar sicu
membuang golok dan menghadap Hud-ya mencari
penerangan batin ?" "Mengapa aku harus berbuat begitu ?"
"Lihat sudah empat jiwa telah melayang di tangan sicu.
Apakah sicu masih tetap hendak melanjutkan perbuatan
sekejam itu?" "Aku tidak membunuh mereka," bantah Huru Hara,
"mereka membunuh diri mereka sendiri, Kolera mati
karena pukulan Hu-kut-ciangnya yang beracun. Ang Hay Ji mati karena menendang perutku yang berisi arak. Manusiapemakan- serigala dan si raksasa tinggi besar itu, saling berhantam sendiri sehingga kedua-duanya sama2 binasa. Mereka mati karena karma perbuatannya sendiri." I "Omitohud !" seru paderi Gemar-segala-apa "sicu boleh
menyangkal tetapi sicu tak dapat membantah kenyataan
"Benar," sambut Huru Hara serentak," seperti nya halnya
si harimau yang memakai kulit domba, akhirnya diketahui
juga karena suaranya. Betapapun orang hendak
mengenakan pakaian jubah paderi, tetapi dia akan ketahuan
juga belangnya karena perbuatannya."
"Omitohud !" seru paderi Gemar-segala-apa "sicu
menyindir aku.. Dengan begitu sicu tentu tak mau
melepaskan niat sicu untuk membunuh kami bertiga ini."
"Hal itu terserah pada kalian," seru Huru Hara, "kalau
kalian mau meminjamkan surat undangan, akupun takkan
memperpanjang urusan ini."
"Kalau tidak mau ?"
"Bukankah engkau sudah menyaksikan keadaan ketiga
kawanmu itu ?" balas Huru Hara. I
"Baiklah, harap idinkan aku berunding dengan kedua lisicu
itu," kata paderi Gemar-segala-apa lalu menghampiri
Im pohpoh dan Harpa asmara Hoa Lan Ing.
"Im pohpoh, Hoa sicu, kalian tentu sudah mengetahui
apa yang kita hadapi saat ini. Anak muda itu tetap hendak
meminjam surat undangan kita," kata paderi Gemar-segalaapa.
"Lalu bagaimana pendapat taysu," kata pohpoh.
"Aku menurut saja apa yang kalian putuskan," kata
paderi Gemar-segala-apa, "hanya apabila kita menolak, kita
harus bersatu padu menghadapinya."
"Ih," desis Im pohpoh.
Kemudian paderi Gemar-segala-apa berpaling meminta
pendapat Hoa Lan Ing. Wanita cantik jelita itu menyahut
dengan suara merdu, "Akan kuserahkan surat undanganku
itu," katanya ambil melirik kearah Huru Hara dengan
pandang mata yang membara, "asal dia bersedia menerima
persembahanku sebuah lagu yang diiring dengan irama
harpa." "Oh," paderi Gemar-segala-apa segera tahu maksud
wanita cabul itu. Dia memang sudah mendengar
kemasyhuran Hoa Lan Ing dalam memelik harpaasmaranya.
Diantara ketujuh pembunuh bayaran yang
termasyhur itu, mati ditangan si cantik Hoa Lan Ing adalah
yang paling nikmat sendiri. Ibarat semut yang mati karena
manisnya gula. "Baik, Hoa sicu,". seru paderi Gemar-segala-apa dengan
bersemangat, "aku bersedia untuk memeriahkan lagu yang
sicu dendangkan dengan suara.
Kemudian paderi itu berpaling kearah Im popoh,
"Bukankah pohpoh juga sedia meramaikan liju yang akan
dinyanyikan Hoa sicu nanti?"
Im pohpoh mengangguk, "Aku akan meramaikan
dengan suara tawa berirama sesuai dengan aluna lagu Lan
Ing nanti." Paderi Gemar-segala-apa mengangguk lalu berseru
kepada Huru Hara, "Omitohud! Undangan itu kami terima
dari jenderal Ko Kiat, suatu penghargaan dari jenderal itu
kepada kami. Bagaimana mungkin penghargaan itu akan
engkau pinjam" "Kutahu," sahut Huru Hara, "bahwa penghargaan itu tak
lebih hanya akan memberi kalian satu tugas untuk
mengantar barang berharga. Kalian sudah sering menerima
upah untuk membunuh orang. Apakah kalian masih begitu
temaha untuk tidak memberi hidup kepada orang lain " Aku
sih orang penganggur, tidakkah pantas kalau kalian
memberikan tugas itu kepadaku ?"
"Ah, sicu hanya bicara dari segi kepentingan sicu sendiri
.,..." "Pokoknya, engkau mau memberikan surat undangan itu
atau tidak ?" seru Huru Hara.
"Yah," paderi Gemar-segala-apa mengangkat bahu,
"kalau sicu memang berkeras hendak meminjam surat itu,
kamipun terpaksa akan memberikan asal lebih dulu sicu
setuju untuk mendengar nyanyian Hoa Lan Ing sicu yang
akan diiringi dengan petikan harpanya."
"Kalau hanya begitu syaratnya, baiklah. Aku bersedia,"
sahut Huru Hara. Paderi Gemar segala-apa, Im pohpoh dan Hoa Lau Ing
segera bersiap-siap. "Huru Hara, dengarkan nyanyianku dengan lirik agar
hatimu tidak menderita huru hara lagi," seru Hoa Lan Ing
sambil lepaskan sebuah lirikan mata yang tajam dan
senyum yang menggelitik, lalu mulailah ia mengalunkan
suaranya yang merdu, diiring sentuhan harpa yang syahdu :
Awan berarak, malampun makin dingin
Hati menggelinjang, tubuh meregang
Hanya kepadamu, duhai, sang angin
Kuserahkan tubuh berpadang gersang
menanti dekapmu yang memilin-milin
Suara harpa beralun makin menyayat dan kemudian
terdengar rintihan tangis bagai musafir yang menggelepar
kehausan. Tangis yang merintih-rintih itu berasal dari Im pohpoh
untuk mengisi-kerinduan wanita haus belaian kasih seperti
yang dilukiskan dalam nyanyian si cantik. Hoa Lan Ing.
Tampak Huru Hara tertegun. Iapun terkenang dirinya
yang sudah sebatang kara. Terkenang akan nasib
sumoaynya, teringat akan dua orang tuanya, yang sangat
menyayang kepadanya tetapi kini sudah menghilang entah
kemana. Teringat akan setiap orang yang pernah
melimpahkan kebaikan kepadanya. Dan terakhir waktu
teringat akan mendiang ibunya yang tercinta diapun mulai
menangis. "Hu, hu.hu.....," pendekar Huru Hara yang dapat
membunuh Kolera-tua, Ang Hay Ji dan Sebun Pa serta Ma
Hiong, ternyata saat itu menangis sesenggukan seperti anak
kecil. Melihat itu Bi Giok heran dan bertanya kepada Wan-ong
Kui, "Kui-ko, mengapa dia menjadi seperti anak kecil?"
"Entahlah," sahut Wan-ong Kui, "memang aneh sekali
gerak gerik orang itu. Tetapi kurasa . . "
"Bagaimana?" tanya Bi Giok.
"Ada sesuatu yang menyebabkan dia menangis itu.
Rupanya dia menangis diluar kesadarannya."
"Maksudmu karena mendengar nyanyian dan alunan
harpa itu?" "Ya," sahut Wan-ong Kui, "rupanya nyanjian dan harpa
itu mengandung tenaga-sakti yang memikat hati."
"Ih," desis Bi Giok "Tetapi mengapa engkau dan aku tak
apa-apa?" Wan-ong Kui mengatakan bahwa berkat pil yang
diberikan kepada nona itu maka nona itu tahan terhadap
segala ilmu suara aliran hitam.
"O, kalau begitu, mengapa Kui-ko tak mati memberikan
pil itu kepada orang aneh itu?" tanyi Bi Giok.
"E, engkau lupa, Giok-moay," kata Wan- ong Kui,
"bukankah kita ini hendak merahasiakan diri kita dengan
bersembunyi disini" Kalau perlu memang kita dapat
memberikan pil kepada orang aneh itu. Tetapi sebelurnnya
kita harus melihat dulu bagimana dia itu. Maksudku,
apakah dia benar2 seorang pendekar yang hendak
membasmi penjahat."'
Bi Giok mengiakan. Sementara itu di halaman pagoda telah terjadi
perobahan. Hoa Lan Ing berganti dengan lagu perang.
Harpapun melengking-lengking bagaikan pekik jeritan dari
prajurit-2 yang sedang menyabung nyawa di medan laga.
Kemudian bergemercik riuh gemuruh seperti libuan
pasukan berkuda yang sedang menyerbu musuh. Im
pohpoh meringkik-ringkik seperti kuda buas dan kali ini
paderi Gemar-segala-apa ikut menggembor-gembor seperti
dendam kemarahan yang sedang dicurahkan oleh prajurit2
yang saling bunuh membunuh itu.
Bagaimana dengan pendekar Huru Hara " Dia tidak
menangis lagi tetapi mulai memberingas dan terus
mengamuk sendiri. Dia berlari kian kemari, memukul,
menghantam, menerjang dan menerkam seorang diri......
"Celaka, Kui-ko," bisik Bi Giok ditempat
persembunyiannya, "engkau benar. Orang aneh itu terkena
daya dari suara nyanyian dan harpa si wanita iblis dan
kedua tokoh pembunuh itu."
"Ya, memang begitu," sahut Wan-ong Kui.
'Lalu bagaimana tindakan kita ?"
"Hm." "Apakah engkau biarkan saja dia nanti akan lemas
kehabisan tenaga " Bukankah dia pasti akan dibantai ketiga
iblis itu ?" Bi Giok makin cemas.


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak," sahut Wan-ong Kui.
"Lalu apakah engkau akan bertindak sekarang."
"Tidak." "Ih, aneh sekali engkau ini, Kui-ko. Habis maumu
bagaimana sih ?" "Tunggu saja nanti apabila sudah tiba saatnya, aku tentu
akan bertindak." "Apakah sekarang belum tiba saatnya ?"
"Lihatlah," sahut Wan-ong Kui, "pendekar Huru Hara
itu masih kuat dan segar. Apalagi dia sedang mengamuk
karena dikuasai suara sakti ketiga iblis itu. Kalau aku
muncul, bukankah tidak mungkin dia nanti malah
menyerang aku ?" "Lalu ?" "Kurasa si ular cantik itu tentu masih akan
menghidangkan beberapa macam lagu lagi. Setelah orang
aneh itu tak berdaya, dan mengunjuk tanda2 kehabisan
napas barulah aku turun tangan."
Hebat adalah gerakan pendekar Huru Hara itu.
Walaupun dia bergerak makin cepat menurut alunan harpa,
tetapi dia tetap tampak segar dan bertenaga.
Sampai beberapa saat yang cukup lama dan melelahkan
bagi seorang biasa kalau disuruh mengamuk tak keruan
seorang diri itu, barulah harpa itu berhenti.
"Heran, mengapa budak kecil itu sedemikian
tangguhnya. Hampir dua jam dia mengamuk main pencak
tak keruan, mengapa kuat ?" bisik Hoa Lan Ing dengan
menggunakan ilmu menyusup suara Goan-im-jit-bi.
"Ya, dia barangkali setan, bukan manusia." sahut Im
pohpoh juga dengan ilmu menyusup suara.
"Ah, mustahil kalau seorang manusia mampu
mengeluarkan tenaga sampai berjam-jam," kata paderi
Gemar-segala-apa juga dengan ilmu menyusup suara, "Hoa
sicu. ayo, mainkan lagn lagi supaya dia lekas kehabisan
tenaga." Kali ini Hoa Lan Ing mendendangkan lagu gembira.
Lagu yang mengiring orang menari. Harpapun melantang
nyaring dalam alunan irama yang hangat gembira.
Im pohpoh serentak meringkik-ringkik seperti setan
tertawa mengikik. Paderi Gemar-segala-apa tertawa
membatu roboh, "ho. ho, ho, ha, ha, ha,, ho, ho, ho, ha, ha,
ha....." Dan bagaimana dengan pendekar Huru Hara"
Aduh, mak. Diapun terus menari-nari sekehendak
hatinya menyuruh tangan dan kaki bergerak. Apa nama
tariannya itu, entahlah. Pokok asal menari. Ada kalanya
mirip dengan orang berjoget dang-dut, ada kalanya seperti
anak kecil berjingkrak-jingkrak, ada kalanya seperti orang
yang terkejut karena hendak dipagut ular, ada kalanya lari
ngiprit seperti orang dikejar anjing galak dan ada kalanya
pula menari gaya seperti anak wayang. Pendek kata segala
macam gaya tarian di dunia telah dipentaskan si Huru Hara
dengan asyik sekali. Sebenarnya Bi Giok hendak tertawa terpingkal-pingkal
menyaksikan adegan gila itu. Tetapi pada lain saat dia
menyadari bahwa sebenarnya Huru Hara itu sedang
terancam bahaya maut. "Kui-ko, ah, bagaimana engkau ?" bisiknya dengan
makin gelisah, tadi dia sudah berjam-jam mengamuk
seorang diri, sekarang dia menari-nari lagi. Entah sampai
berapa jam lagi. Kalau begitu, apakah dia takkan rubuh
lemas lunglai ?" "Ya. tetapi lucu juga melihat dia menari,' sahut Wan-ong
Kui seenaknya sendiri. "Kui-ko, jangan bergurau !" teriak Bi Giok "apakah
engkau benar2 hendak membiarkan orang itu akan dibantai oleh ketiga iblis laknat ?" "Apakah aku mengatakan begitu " Bukankal aku hanya bilang, kalau aku merasa geli melihat orang aneh itu menari kegila-gilaan. Eh, bukankah engkau sendiri sebenarnya juga sedang menahan geli ?" "Ah, Kui-ko," Bi Giok makin cemberut, lalu engkau benar2 tak mau lekas
menolong, aku akan kesana sendiri....."'
"Jangan Giok-moay," Wan-ong Kui cepat menyambar
lengan si gadis yang hendak melangkah keluar, "sabarlah.
Aku sedang mencari akal bagaimana mengacau mereka."
"Tetapi harus lekas," kata Bi Giok. "O, ya, ada," kata
Wan-ong Kui, "tunggu-lah disini, jangan sembarangan
bergerak." Dia terus menyelinap pergi, menghampiri ku danya.
Dibukanya salah sebuah peti di punggun kuda itu. Isinya
tak lain adalah emas pcrmata yang berkilau-kilauan
cahayanya. "Putih, hayo, jalanlah engkau menuju ketempat ketiga
orang di halaman pagoda itu," bisiknya kepada kuda itu.
Kuda Putihpun segera melakukan perinta tuannya.
Kemunculan seekor kuda putih dengan memanggul tiga
buah peti, salah sebuah tutupnya terbuka dan isinya emas
permata, telah membuat gempar ketiga iblis itu.
Serentak harpapun berhenti dan berserulah paderi
Gemar-segala-apa, "Omitohud! Kuda siapakah itu?"
"Ih, kuda itu membawa tiga buah peti," seru Im pohpoh.
"Rejeki nomplok. Peti yang terbuka itu berisi benda
kuning seperti emas .... ," Hoa Lau Irig, "hai, emas permata
"Lepaskan, paderi!" teriaknya makin terkejut ketika
tahu2 paderi Gemar-segala-apa sudah loncat menerkam
kendali kuda. "Pohpoh!" teriak paderi Gemar-segala-apa seraya
menghindari hantaman tongkat nenek Im. Ternyata yang
berseru memerintahkan supaya lepaskan kuda itu adalah si
cantik Hoa Lan Ing tetapi sebelum dia sempat ayunkan
tubuh, Im poh poh sudah mendahului menggebuk paderi
Gemar-segala-apa. "Heh, heh," nenek Im tertawa mengekeh seraya hendak
menyerang lagi, "enak saja engkau hendak mengangkangi
sendiri, ya!" "Tahan, pohpoh, Hoa sicu, "kata paderi Ge mar-segalaapa,
"mari kita berunding."
"Heh, heh," Im pohpoh mengekeh, "apanya yang mau
dirundingkan?" "Kuda yang membawa peti ini," kata paderi Gemarsegala-
apa, "aneh sekali. Dari manakah asalnya dan siapa
pemiliknya!" "Heh, heh," kembali Im pohpoh tertawa mengekeh, "aku
tak butuh pemiliknya tetapi tiga buah peti yang berada
dipunggung kuda itu. Kalau engkau hendak mencari
keterangan siapa pemiliknya, silakan pergi menyelidiki dan
berikan kuda itu kepadaku!"
"Tak perlu kalian bersusah payah mencari, akulah
pemiliknya," tiba2 mereka dikejutkan olleh sebuah suara
melantang dan munculnya dua orang, seorang sasterawan
muda dan seorang gadis cantik.
"Omitohud !" seru paderi Gemar-segala apa seraya
rangkapkan kedua tangan, "siapa sicu berdua ini ?"
"Tak perlu kuberitahukan namaku," sahut pemuda
sasterawan atau Wan-ong Kui, "yang penting, kamilah
pemilik kuda putih itu. Kembalikanlah kuda itu kepada
kami." "Wah, ini sukar," jawab paderi Gemar-segala-apa,
"kecuali kuda ini berada padamu, berarti kami merampok.
Tetapi kuda ini sudah berkeliarai berarti tak bertuan lagi
dan kami yang menemukannya maka kamilah yang berhak
memilikinya.' "Anakmuda," tiba2 Im pohpoh berseru, "perlu apa
engkau menghendaki kuda itu ?"
"Kami akan melakukan perjalanan jauh. Sukar kalau
tiada berkuda," sahut Wan-ong Kui.
"O, baiklah," sahut Im pohpoh seraya berseru kepada si
paderi, "taysu, kembalikanlah kuda itu kepadanya."
"Apa " Mengembalikan kuda putih ini ?" paderi Gemarsegala-
apa berseru kaget. Jilid: 3. Im pohpoh tenang2 saja menganggukkan kepala dan
menjawab singkat, "Ya."
"Pohpoh, mengapa pohpoh hendak mengembalikan
kuda ini?" paderi Gemar-segala-apa menegas penasaran.
Diam2 dia sudah membulatkan tekad. Kalau nenek itu
bertindak gila-gilaan hendak mengembalikan kuda yang
memuat tiga buah peti harta, dia akan menolaknya. Diapun
mulai kurang senang melihat tingkah si nenek yang seolaholah
yang mempunyai hak penuh atas kuda ini.
"Apa kataku tadi, taysu?" balas Im pohpoh
"Bukankah pohpoh hendak suruh aku mengembalikan
kuda putih ini?" "Ya." "Bagaimana dengan tiga buah peti itu.'"
"Aku kan mengatakan kudanya saja?"
"Maksud pohpoh?" paderi Gemar-segala apa mengerut
tegang. "Ya hanya kudanya saja!"
"Sian-cay! Sian-cay!" seru paderi Gemar-segaja-apa
dengan riang, "pohpoh benar2 amat bijaksana dan welas
asih. Benar, pohpoh, memang, kuda itu harus dikembalikan
kepada kedua sicu itu. Kasihan mereka kalau harus
menempuh perjalanan jauh dengan berjalan kaki."
"Salah, salah," tiba2 Wan-ong Kui berseru, "yang
kumaksudkan adalah kuda itu lengkap dengan muatannya.
Karena peti itu berisi harta benda peninggalan orangtuaku.
Tanpa bekal, bagaimana aku nanti dalam perjalanan?"
"Anakmuda," Im pohpoh berseru bengis, "jangan
lancung mulut. Bukankah tadi engkau meminta kembali
kuda itu tanpa menyebutkan muatannya" Mengapa
sekarang engkau menjilat ludahmu lagi!"
"Tetapi?"."
"Jangan banyak bicara lagi!" bentak Im poh-poh makin
bengis, "lihatlah .... bum!-' tiba2 nenek itu gerakkan tangan
memukul segunduk batu pada jarak beberapa meter
jauhnya. Batu itu pun hancur berantakan.
"Lihat anakmuda," serunya, "asal engkau mampu
menerima pukulanku ini, barulah engkau berhak menerima
kembali tiga buah petimu itu.
"Bummrnm!" tiba2 paderi Gemar-segala-apapun
ayunkan tongkatnya menghantam sebatang pohon yang
tumbuh di dekat lapangan itu. Pohon yang sebesar tubuh
manusia itupun roboh seketika, "Kalau sicu kuat
menerima tongkatku ini silakan ambil kembali ketiga peti
itu." "Ah" Wan-ong Kui menghela napas, "jadi taysu dan
pohpoh maksudkan ketiga peti itu bukan milikku lagi ?"
"Kami kembalikan kuda, itu sudah suatu kemurahan
besar," sahut paderi Gemar-segala-apa.
"Hm, baiklah," kata Wan-ong Kui, "aku rela
menyerahkan peti harta itu ... ."
"Sian-cay ! Sian-cay ! Pucuk dicinta ulam tiba," seru
paderi Gemar-segala-apa, "sicu benar2 seorang yang tahu
gelagat." "Asal kalian dapat memenuhi dua buah permintaanku,"
lanjut Wan-ong Kui. "Apa ?" "Pertama," kata Wan-ong Kui, "jawablah pertanyaanku
ini. Taysu seorang pertapa dan poh-poh sudah tua. Apa
guna taysu dan pohpoh menginginkan harta kekayaan
sebanyak itu ?" "Sian-cay! Sian-cay!" seru paderi Gemar-segala-apa,
"harta adalah sarana hidup seperti tubuh itu sarana jiwa.
Tanpa raga, jiwa merana, tanpa harta, hidup kan sengsara.
Aku memang seorang paderi tetapi aku juga butuh sarana
untuk hidup. Dan jangan lupa, gelaranku adalah To lau
taysu atau Segala-apa-mau."
"Hi, hi, hi," Im pohpoh mengekeh, "engkau masih muda
dan punya kekasih cantik. Hari depanmu masih panjang
dan cerah. Tetapi aku, seorang perempuan tua, tiada
suami tiada anak. Siapa yang akan mengurus hari tuaku
kalau aku tak punya simpanan harta yang banyak ?"
"Taysu," seru Wan-ong Kui kepada si paderi, "engkau
seorang paderi, seharusnya sudah tak memikirkan harta
benda dan urusan keduniawian lagi."
"Dan engkau pohpoh," seru Wan-ong Kui pula, "engkau
hanya memikirkan kepentingan dirimu seorang, tetapi
engkau tak ingat akan nasib berpuluh juta rakyat yang saat
ini sedang menderita. Engkau sudah cukup makan asam
garam, matipun kiranya tak perlu takut. Tetapi bagaimana
dengan anak2 kecil, pemuda pemudi, yang saat ini sedang
bergelut dalam kelaparan itu "
"O, apakah harta bendamu ini hendak engkau berikan
kepada mereka ?" seru Im pohpoh. ]
"Ya," sahut Wan-ong Kui. Dalam hal ini dia memang
sudah mendapat persetujuan dari Han Bi Giok, "mengapa
kita hidup dalam gelimang harta yang berlimpah-limpah
sedang rakyat dicengkam bahaya kelaparan " Taysu,"
serunya kepada paderi Gemar-segala-apa, "bukankah dalam
ajaran agama dikatakan bahwa berbuat suatu kebaikan
tujuh kali lipat pahalanya dari sembahyang ?"
"Sian-cay ! Sian-cay ! Sicu memang benar, "sahut paderi
Gemar-segala-apa, "tetapi mengapa kita harus mengurusi
sekian banyak manusia " Uruslah dirimu sendiri baru
engkau mampu mengurus rakyat. Aku seorang paderi


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

miskin, aku ingin menyingkir dari dunia ramai dan
mengasing kan diri dalam kehidupan yang tenang. Untuk
itu aku perlu bekal hidup. Negara diserang musuh, rakyat
menderita bahaya kelaparan, perampok merajalela, itu kan
urusan negara, bukan urusan seorang paderi seperti aku ?"
Wan-ong Kui kerutkan dahi. "Sebenarnya harta benda
itu akan kudermakan untuk meringankan penderitaan
rakyat....." "Siancay ! Siancay !" seru paderi Gemar-sega la-apa.
"berbuat kebaikan itu memang mulia. Tetapi tak perlu
berlebih-lebihan. Yang penting ada lah diri sicu sendiri.
Kalau sicu sudah dapat mengurus diri sendiri dengan baik,
tidak melanggar undang2 negara, tidak merugikan lain
orang, itu sudah baik sekali. Kelak sicu tentu akan naik
sorga." "Hm, ajaran yang luhur," cemooh Wan-ong Kui, "tetapi
luhur untuk kepentingan diri sendiri, adalah luhur yang
koukati (egois). Kita manusia mengapa tak kenal rasa perikemanusiaan
kepada lain manusia, lebih2 bangsa kita
sendiri " Aku tak percaya kalau orang akan mendapat sorga,
jika hidupnya hanya mementingkan diri sendiri dan tak
mengacuhkan lain manusia yang sedang menderita. Jika
memang ada ketentuan begitu, aku lebih senang masuk
neraka saja karena waktu hidup sebagai manusia aku
senang menolong orang yar menderita."
"Omitohud !" seru paderi Gemar-segala-apa "orang yang
ditolong, makin melolong penolongan, makin
mengandalkan orang. Manusia memang susah diurus,
makin diurus makin murus. Bukankah lebih bahagia dan
tenang, mengasingkan diri di atas gunung, mencari
kesempurnaan batin agar kelak dapat mencapai Nirwana ?"
"Munafik !" teriak Wan-ong Kui, "mengurus diri, berarti
mengurus manusia. Karena bukankah engkau juga seorang
manusia " Jangan pura2 bersikap suci sendiri. Orang yang
berpendirian seperti itu, adalah manusia yang hendak
melarikan diri dari kenyataan, adalah seorang manusia
yang hendak mendewakan diri untuk menutup kepalsuan
hatinya, seperti engkau, taysu. Buktinya, engkau hendak
mensucikan diri diatas tumpukan harta yang engkau
rampok !" "'Sudahlah, anakmuda, jangan mengumbar caci maki
seenakmu sendiri," tiba2 Im pohpoh menyela,
"pokoknya, engkau hanya dapat menerima kembali
kudamu tetapi peti itu tetap menjadi milik kami, kecuali
engkau sanggup menerima pu-kulanku."
"Kui-ko," tiba2 Bi Giok ikut bicara, "berikan saja harta
itu kepada mereka," VVan-ong Kui mengangguk, "Baik, pohpoh dan taysu.
Peti harta itu rela kuberikan kepadamu tetapi hanya
seorang saja, bukan tiga orang"."
"Apa maksudmu ?" paderi Gemar-segala apa terbeliak
heran. "Pedang pusaka dipersembahkan untuk seorang ksatrya.
Wanita cantik dipersembahkan ini tuk lelaki yang gagah
berani dan hartapun dipersembahkan yang menang," seru
Wan-ong ls.ui, "peti harta itu akan kami berikan hanya
kepada orang yang benar2 jago sakti."
"Kami adalah tokoh2 Tujuh-pembunuh-besar yang
termasyhur di dunia persilatan," seru paderi Gemar-segalaapa.
"Kumaksudkan bukan dua, tiga atau tujuh orang tetapi
satu yang paling sakti sendiri. Siapakah diantara kalian
bertujuh yang paling sakti sendiri, dialah yang berhak
memiliki harta kekayaan itu."
"Omitohud !" seru paderi Gemar-segala-apa, "walaupun
bukan suatu perhimpunan tetapi selama ini kami bertujuh
saling hormat menghormati dan tak pernah berselisih."
'"Justeru karena itu belum diketahui orang siapapun
diantara kalian bertujuh ini yang paling sakti," sahut Wanong
Kui. "ingat, dalam negara tak ada dua raja, di dunia tak
ada dua matahari. Ini menyangkut harta benda yang
nilainya dapat dibelikan sebuah kota. Tidak adil kalau
dibagi rata karena kepandaian satu sama lain tidak sama.
Mika harus bertanding untuk menentukan siapa yang
paling unggul sendiri. Dan ingat ! Harta itu adalah nyawa.
Untuk memperebutkan harta, nyawa sering dipertaruhkan.
Yang tahu tentang harta karun ini hanya kalian bertiga.
Kalau yang satu menang dan yang dua kalah, belum tentu
yang kalah itu akan puas. Mereka tentu akan mencari daya
upaya untuk mendapatkan harta itu !"
Sasterawan iru masih muda dan ketiga tokoh pembunuh
itu rata2 sudah hampir setengah abad umurnya. Tetapi
Wan-ong Kui dapat bicara seperti seorang guru terhadap
muridnya. Ketiga tokoh pembunuh itu mendengarkan
dengan penuh perhatian dan diam2 menerima apa yang
diucapkan Wan-ong Kui. Hal itu tak lain karena hati dan
pikiran mereka tertuju pada gemerlap emas dan harta
permata dalam peti itu. "Apa yang dikatakannya memang benar. Kalau dibagi
rata memang tak adil. Dan kalau nanti bertanding,
memang harus dibunuh saja agar kelak jangan sampai
menimbulkan bahaya lagi, hati ketiga tokoh hitam itu
menimang-nimang suatu rencana.
Sebenarnya tokoh2 yang tergabung Tujuh-pembunuh
besar itu, walaupun tak pernah kerja sama tetapi merekapun
saling kenal dan selama itu tak pernah saling ganggu
mengganggu. Tetap kini disaat menghadapi tiga peti berisi
harta karun merahlah mata mereka.
"Ai, engkau benar, anakmuda," tiba2 Im poh-poh
berseru, "memang tak adil kalau harta itu dibagi rata."
"Siancay ! Siancay !" seru paderi Cemar-segala-apa,
"pohpoh paling tua, aku sebagai yang lebih muda bersedia
mengalah dan rela mendapat bagian lebih sedikit."
Tiba2 terdengar suara tertawa merdu, disusul dengan
hamburan kata yang menggelitik hati, "Ih, To Yau taysu,
enak saja kalian berunding sendiri, pada hal akulah yang
pertama melihat kuda putih dengan ketiga peti harta itu!"
Paderi Gemar-segala-apa berpaling. "Omitohud! Hoa lisicu
hendak mengajukan pendapat apa, silakan."
"Apakah taysu sudah yakin bahwa taysu berhak memiliki
peti harta itu ?" tanya Hoa Lan Ing.
"Terang, dong," sahut paderi Gemar-segala-apa, "kita toh
sama2 mendapatkan harta itu, masakan aku tak berhak
mendapat bagian." "Tetapi mengapa taysu mau mengalah dengan dasar
perbedaan umur ?" "Ah, kita kan sama2 kawan, masakan untung sedikit rugi
sedikit saja, kita tak mau ?"
"Terserah kalau taysu mau begitu, Tetapi aku sih tak
mau. Umur bukan merupakan ukuran dari nilai seseorang.
Memang selama ini kita dijuluki sebagai Tujuh -
pembunuh-besar. Tetapi orang tak dapat menerangkan
urut-urutannya, mana yang kesatu, kedua dan yang
terakhir. Kita rasa sekaranglah saatnya yang baik untuk
menentukan urut-urutan itu sekalian untuk memperebutkan
hadiah yang menggiurkan," kata Hoa Laj Ing.
"Ah, mengapa kita harus rakus " Apabila seorang
mendapat sebuah peti, rasanya sampai manapun takkan
habis dipakai," bantah paderi Gemar segala-apa.
"Jadi engkau rela mengalah kepadaku si nenek tua ini ?"
tiba2 pula Im pohpoh berseru.
"Ya," sahut paderi Gemar-segala-apa.
"Dan engkau, Hoa Lan Ing ?" tegur Im poh-poh. .
"Maafkan, pohpoh, kuminta pohpohlah yang mengalah
kepadaku." "Ih, mana ada orang muda tak mau mengalah kepada
orangtua ?" "Itu salah," seru Hoa Lan Ing," justeru yang tualah yang
harus mengalah, karena aku yang masih muda ini tentu
akan hidup lebih panjang dan perlu banyak harta untuk
ongkos hidup. Sedangkan pohpoh dan taysu yang sudah
tua, tak perlu banyak harta karena toh akan lekas ..."
"Taysu !" tiba" Im pohpoh mengerat kata dengan berseru
kepada paderi Gemar-segala-apa, "apakah engkau benar2
mau mengalah kepadaku?"
"Dengan setulus hati, pohpoh," sahut padri Gemarsegaela.
"Baik," sahut Im pohpoh, "kalau begitu maka bereskan
wanita cabul itu!" "Ih, kalian hendak bersatu memusuhi aku?" Lan Ing
menegas, kemudian tertawa melenguh, "bagus, bagus,
nenek tua masih genit ingin pacar. Karena yang muda tak
mau, paderi pun dirayunya, hi, hi, hi . . . ."
"Tutup mulutmu, sundal busuk! Engkau perempuan
cabul, berani mengejek orang menurut ukuran dirimu!"
bentak Im pohpoh marah. Kemudian berseru kepada
paderi, "Gemar-segala-apa taysu, hayo kita bergerak. Akan
kuberimu bagian satu peti!"
"Ya, benar, taysu, hayo cepat maju," teriak Hoa Lan Ing,
"telan saja janji nenek genit itu, nanti engkau tentu akan
mendapat sebuah peti harta. Tetapi hanya petinya saja, lho.
Ingat, tidak engkau sudah mendengar kemasyhuran Im
pohpoh yang terkenal licin dan pandai memutar lidah itu"
Hi, hi, setelah aku mati, engkaupun tentu akan mendapat
giliran. Maka yang akan engkau terima nanti bukan peti
harta tetapi peti mati."
"Taysu, lekas serang!" teriak Im pohpoh kesal melihat
paderi Gemar-segala-apa hendak dipengaruhi Hoa Lan Ing.
Dia memang paderi Gemar-segala-apa itu tertegun
memikirkan ucapan si cantik. Dia menjadi ragu2.
"Tetapi mengapa pohpoh juga tak bergerak sendiri?"
sahutnya. "Apa " Engkau suruh aku bergerak ?" seru Im pohpoh,
"apa artinya aku menerima permintaanmu tadi " Kalau aku
bergerak, tak perlu harus memberimu bagian."
"Kalau begitu, mari kita maju bersama," seru paderi
Gemar-segala-apa, "tetapi pohpoh harus pegang janji."
"Goblok ! teriak Hoa Lan Ing," bantulah menghancurkan
nenek genit itu, nanti kita bagi rata harta itu !"
Kembali paderi Gemar-segala-apa tertegun. Tawaran itu
lebih menarik dari syarat lm poh-poh.
"Jangan dengarkan ocehan perempuan cabul itu ! Hayo,
lekas kita bergerak," seru Im poh seraya hendak maju.
"Taysu, bagaimana kalau kita nikmati bersama saja harta
itu" Kita hidup berdua ditempat yang sunyi," kembali Hoa
Lan Ing membujuk. Paderi Gemar-segala-apa makin goyah, Betapa cantiklah
Hoa Lan Ing itu. Tetapi apakah bermaksud hendak ...."
"Apa maksudmu ?" tanpa terasa dia menegas.
"Aya, masakan engkau tak tahu. Engkau orang pria dan
aku seorang wanita, apa artinya hidup berdua itu ?" sahut
Hoa Lan Ing dengan makin merayu.
"Ho, kalau begitu, aku pilih....."
"Awas, taysu, nenek genit menyerangmu !" kata kata
paderi Gemar-segala-apa terputus oleh teriak Hoa Lan Ing
yang memberi peringatan. Memang saat itu Im pohpoh menyerang paderi Gemarsegala-
apa seraya memaki, "Paderi jahanam, engkau !"
Tetapi untung paderi Gemar-segala-apa cepat
menghindar, serunya. "Pohpoh, jangan keliwat menghina
orang. Apakah engkau kira aku, paderi Gemar-segala-apa
ini, takut kepadamu ?"
"Paderi keparat, matamu cepat merah kalau melihat
wanita cantik. Huh, apa engkau kira perempuan busuk itu
benar2 suka kepadamu " Ingat, Harpa-asmara itu terkenal
sebagai perempuan yang doyan mempermainkan lelaki.
Setiap lelaki yang dapat dijeratnya, apabila sudah tak
mampu memenuhi nafsunya, tentu akan dibunuh !"
Paderi-gemar-segala bergidik.-"Ya, ia memang
mendengar hal itu. Hoa Lan Ing itu memang seorang
perumpuan yang luar biasa nafsunya."
"To Yau taysu, mengapa engkau bersangsi " Setelah
mendapat harta karun, aku memang sudah ingin bertobat.
Aku sudah setengah tua, tak mau lagi melanjutkan
petualanganku yang lalu dan aku ingin hidup tenang !"
Paderi Gemar-sagala apa menjadi bingung. Akhirnya ia
menjerit, "Hola, sudahlah, sudahlah, jangan kalian
membujuk aku lagi. Silakan kalian bertempur sendiri,
jangan memperalat diriku lagi!"
"Percuma paderi ini, lebih baik dilenyapkan dulu," pikir
Im pohpoh. Tetapi berbareng itu Hoa Lan Ingpun juga
mempunyai pemikiran yang sama. Im pohpoh bergerak,
Hoa Lan Ingpun bergerak. Yang celaka adalah paderi
Gemar-segala-apa. Dia diserang oleh kedua wanita itu.
"Hai, tunggu!" tiba2 terdengar suara teriakan nyaring dan
derap lari seorang yang menghampiri.
"Ho, kiranya engkau, pendekar Huru Hara!" ketiga tokoh
hitam itu serempak berseru kaget.
Ternyata waktu ketiga tokoh hitam itu sedang ribut
mulut mengenai pembagian rejeki sehingga sampai saling
cakar-cakaran sendiri, diam2 Wan-ong Kui telah
memberikan sebutir pil kepada Bi Giok dan membisikinya,
"Lekas engkau masukkan pil ini kemulut pendekar Huru
Hara . . ." Karena ketiga tokoh hitam itu sedang ngotot, mereka tak
sempat memperhatikan gerak gerik Bi Giok yang sudah
menyelinap dan memasukkan sebutir pil ke mulut Huru
Hara. Pil itu memang sebuah pil istimewa yang jarang
terdapat di-dunia, namanya Siok-beng-tan atau pil
Penyambung-nyawa. Selain dapat menghidupkan yang
tengah sekarat mau mati, pun khasiatnya dapat menolak
segala macam racun dan ilmu hitam.
Beberapa saat kemudian, Huru Harapun tersadar.
Sesungguhnya apabila dia tak terkenang akan beberapa
orang yang sayang kepadanya, terutama kepada mamahnya
yang telah meninggal sejak ia masih kecil, tentulah dia tak
sampai terkena pesona alunan suara harpa dan nyanyian ke
tiga tokoh hitam itu. Begitu sadar Huru Hara terus berteriak dan berlari-lari
menghampiri, "Apa-apaan ini " Hayo, kalian mau
meminjamkan surat urdangan atau tidak ?"
Ketiga tokoh hitam itu terkejut. Diam2 mereka menyesal


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengapa tadi cepat terpengaruh oleh munculnya kuda
putih. Jika tadi mereka membereskan Huru Hara lebih dulu,
tentu akan lebih aman. Rupanya paderi Gemar-segala-apa cepat dapat
menemukan akal, serunya, "Omitohud ! Tadi sicu ingin
tidur maka kamipun tak berani mengganggu. Mengenai
surat undangan itu," kata paderi itu pula, kami bersedia
menyerahkan asal sicu jangan mengganggu urusan kami
disini." "Urusan apa ?" tanya Huru Hara. Paderi Gemar-segalaapa
mengatakan bahwa tadi mereka mendapat seekor
kuda putih yang berkeliaran. Ternyata pemuda
sasterawan dan kekasihnya datang dan mengaku kuda
itu miliknya. Karena kasihan maka kuda itupun sudah
dikembalikan kepadanya. "Ya, itu adil," sahut Huru Hara lalu berpaling kepada
Wan-ong Kui, "hai, pemuda tecu engkau sudah mendapat
kudamu kembali, mengapa engkau tak lekas melanjutkan
perjalanan lagi' "Engkau belum jelas persoalannya, bung kata Wan-ong
Kui, "kudaputih itu membawa tiga buah peti". Yang akan
dikembalikan hanya kuda tetapi tidak dengan petinya."
"'Apa isinya ?"
"Harta permata.'"
"O, untuk apa?"
Wan-ong Kui tak lekas menyahut. Ia masih
menpertimbanugkan apalah perlu memberi keterangan yang
benar atau tidak. Akhirnya ia menjawab, "Harta itu adalah
penanggalan orang tua kami, tetapi karena melihat rakyat
menderita kelaparan maka harta itu hendak kami dermakan
kepada mereka." "Bagus, bagus !" teriak Huru Hara sambil acungkan
jempol tangannya, "itu baru perbuatan mulia. Eh, mengapa
hanya kuda saja yang dikembalikan kepadamu ?"
"Tanya saja kepada mereka bertiga," sahut Wan-ong
Kui. "Ho, bagus paderi," seru Huru Hara, "engkau hendak
mengelabuhi aku, ya " Kembalikan kuda dan peti harta itu
!" "Siancay ! Siancay !" seru paderi Gemar-segala -apa,
"orang hidup jangan terlalu temaha. Mari kita bagi rejeki.
Sicu pilih surat undangan itu atau tiga buah peti ?"
"Paderi, aku bukan anak kecil," seru Huru Hara, "'surat
undangan itu adalah urusanku. Sedang peti itu adalah
urasan pemuda itu. Jangan engkau campur adukkan."
"Baik," sahut paderi Gemar-segala-apa, "kalau begitu,
surat undangan itu akan kami berikan tapi sicu-pun tak
boleh mencampuri urusan pemuda itu."
Huru Hara diam sejenak, bepikir, Tiba2 dia berseru
kepada Wan-ong Kui, "Hai, pemuda bagus apakah engkau
mampu merebut kembali peti itu?"
"Tadi aku sudah berjanji kapada mereka." jawab Wanong
Kui, "bahwa aku rela menyerahkan peti itu kepada
orang yang paling sakti kepampuannya."
"O, sayembara ?" seru Huru Hara, "apakah aku boleh
ikut ?" "Setiap orang boleh saja ikut."
"Bagus, aku akan ikut," kata Huru Hara kemudian
berseru kapada paderi Gemar-segala-apa, "nah engkau
dengar tidak" Aku tidak mencampuri urusan ini tetapi aku
hendak ikut bertanding untuk mendapatkan peti itu."
"Siancay ! Siancay !" seru paderi Gemar-segala-apa,"
sicu sungguh temaha sekali. Dengan membawa surat
undangan itu, tentu sicu akan mendapat pekerjaan besar
dari jenderal Ko Kiat. Perlu apa sicu hendak ikut
memperebutkan peti itu?"
"Akan kuberikan kepada pemiliknya lagi !"
"Omitohud ! Sicu sungguh bodoh sekali !"
"Biar, biar, orang bodoh itu lebih tenteram, Orang pintar
gemar menggunakan akal kepinterannya untuk memintari
orang." "Hoa Lan Ing, lekas engkau menyanyi dan petik
harpamu lagi," tiba2 Im pohpoh berseru. Dan si cantik
itupun segera menurut. Dengan suaranya yang merdu
memikat, dia mulai menyanyikan sebuah lagu percintaan :
Indah, indah, apakah yang paling indah
di dunia ini. Harta, kekuasaan dan kesenangan,
tiada seindah cinta. Birahikanlah, o, angin taufan
Birahikanlah, o, lidah api
Bakarlah nafsunya dengan bara
cintamu, o, kekasih hati ....
Pada waktu Hoa Lan Ing menyanyi dan metik harpa,
Huru Hara lari kembali ke "meja jamuan' dan mengambil
satai tikus tadi, lalu kembali ke hadapan ketiga orang itu
pula. Melihat Huru Hara masih dapat bergerak dengan leluasa,
Hoa Lan Ing diam2 terkejut, Cepat ia berganti lagu. Laigu
yang hot agar si Huru Hara cepat dapat angot, pikirnya.
Buat apa'harus bersedih. Hidup hanya sekali Buat apa harus berduka Hidup takkan menjelma Mari berdendang, mari menyanyi
Hidup hanya sekali Mari berjoget, mari menari
Hidup takkan menjelma lagi
Im pohpoh tertawa meringkik-ringkik, paderi Gemarsegala-
apa tertawa ho-ho, ha-ha. Riuh gemuruh harpa
menggelegar, gegap gempita nyanyi berseling tawa ....
Tiba2 terdengar suara aup, aup, aup .... dan serentak
nyanyi, harpa dan tawapun sirap seketika.
"Ha, ha, ha," Huru Hara tertawa gelak2, suka tak suka,
mau tak mau, kalian harus merasakan sate bakar tikus . . . ."
Ternyata pada waktu ketiga tokoh hitam itu sedang
berusaha keras untuk memancarkan tenaga-sakti melalui
ilmu suara setan, Huru Hara telah menimpukkan tiga sayat
daging tikus bakar itu ke mulut mereka. Masing2 seekor
tikus. Timpukan Huru Hara itu memang luar biasa. Selain
cepat, pun tepat masuk kedalam kerongkongan mereka
dan dilakukan hampir serempak pada satu saat.
"Hi, hi, hi," Wan-ong Kui dan Han Bi Giok tak dapat
menahan gelinya ketika melihat ketiga tokoh hitam itu
kelabakan setengah mati. Tetapi Wan-ong Kui dan Bi Giok tiba2 terkejut ketika
melihat mulut ketiga orang itu berhamburan darah.
Ternyata daging tikus bakar yang ditimpukkan Huru
Hara itu telah berobah menjadi semacam benda yang keras
sehingga gigi mereka rompal, kerongkongan pecah sehingga
darah bercucuran membasahi leher dan dada mereka.
Dengan susah payah akhirnya ketiga orang itu berhasil
mengeluarkan daging tikus dari mulut mereka. Namun
mereka masih pontang panting tak keruan.
Hoa Lan Ing muntah2, Im pohpoh pun muntah2 dan
berbangkis sedang paderi Gemar-segala-apa berjingkrakjingkrak
seperti kebakaran jenggot.
"Tikus makan tikus, gigi putus, perut murus. O, tikus,
engkau memang binatang rakus. Kalian tikus makan tikus,
kucing2 tentu kurus, ngeong, ngeong, ngeong, kasihan
engkau pus . . . ." Huru Hara menyanyi sebuah lagu
ciptaannya sendiri. Andaikata ditanya, dia tentu akan
mengatai judul lagu itu adalah 'tikus makan tikus'.
Saking tak kuat menahan gelinya, Wan-ong Kui dan-Bi
Giok tertawa mengikik. Tiba2 tiga sosok tubuh berhamburan menerjang
pendekar Huru Hara. Mereka adalah Im poh poh, Hoa Lan
Ing dan paderi Gemar segala-apa. Setelah terbebas dari
kesakitan dan muntah2, Im pohpoh melolos ikat pinggang
yang terbuat dari urat ular, Hoa Lan Ing menggunakan
harpa-asmara yang terbuat dari besi dan paderi Tou You
menyerang dengan tongkat sian-tiang.
Im pohpoh pada tigapuluhan tahun yang lalu pernah
menggemparkan dunia persilatan di barat sungai
Tiangkiang dengan senjatanya yang istimewa yakni sabuk
pinggang dari urat naga. Ayahnya seorang pendekar besar
yang terkenal dengan ilmu Keng-sin-ci-hwat atau Tutukanjari-
malaekat-kaget. Dia mempunyai seorang murid yang
kelak akan menjadi pewarisnya. Murid itu dikawinkan
dengan puterinya yakni Im pohpoh. Tetapi ternyata murid
itu anak dari musuhnya. Pada suatu hari dia melakukan
pembalasan dengan meracuni ayah Im pohpoh. Dan sejak
itu Im poh-poh telah disiksa dan ditelantarkan.
Karena tak kuat menahan perlakuan yang sewenangwenang
dari suaminya, Im pohpoh minggat bersama anak
perempuannya yang masih bayi. Beruntung dia telah
bertemu dengan seorang sakti yang memberinya ilmusilat
sakti. Orang sakti itu ternyata paman guru dari ayahnya.
Dari kakek gurunya itu Im pohpoh mendapat pelajaran
ilmusilat dan ilmu permainan Keng sin tay-huat atau Sabukmalaekat-
kaget. Dia sudah bertekad hendak melakukan
pembalasan kepada suaminya yang murtad itu.
Tetapi pada suatu hari terjadilah malapetaka yang hebat.
Paman gurunya mati dan anak perempuan Im pohpoh yang
baru berumur 4 tahun pun lenyap. Im pohpoh seperti orang
kalap. Di mengembara menjelajah dunia persilatan untuk
mencari suaminya. Akhirnya jerih payahnya berhasil. Dia
bertemu dengan suaminya itu dan dapat membunuhnya.
Tetapi anak perempuannya teta hilang.
Sedang Hoa Lan Ing juga mempunyai riwayat yang
besar. Kakeknya adalah Song Ho-Yang yang pada awal
kulawangsa Beng malang melintang merajai dunia
persilatan. Dia menciptakan ilmu permainan Thiat-pi-peh
atau Harpa-besi dan mendirikan perguruan Thiat-pi-pehbun.
Dia seorang tokoh yang sukar diduga pendiriannya,
bukan golongan Hitam juga bukan golongan putih. Tetapi
akhirnya dia dapat dikalahkan juga oleh Tio Tan Hong,
cikalbakal dari perguruan Thian-san-pay.
Hoa Lan Ing mewarisi ilmu Thiat-pi-peh dari ayahnya.
Tetapi sayang dia seorang wanita yang besar nafsu. Setelah
ayahnya meninggal, dia makin tak ada yang ditakuti
lagi. Suaminya diracuninya dan kemudian silih berganti
suami baru. Dia selalu memilih lelaki yang muda dan kuat,
tetapi suami2 itu tentu selalu mati.
Dewi Ular Harpa-asmara, demikian gelar indah yang
seram dari Hoa Lam Ing. Sekalipun begitu tetap saja
banyak kaum lelaki yang mau menjadi suaminya. Dia
memang cantik bagai bidadari.
Mengenai paderi Gemar-segala-apa, semula dia menjadi
anakmurid vihara Siau-lim, tetapi kemudian nyopot dan
mengembara ke daerah Tibet dan berguru pada seorang
paderi lhama yang sakti. Dia memiliki ilmu permainan
tongkat yang disebut Hong-mo-ciang-hwat atau Tongkatiblis-
gila yang kalau dimainkan, air hujanpun tak dapat
mencurah masuk. Demikian pendekar Huru Hara diserang oleh tiga tokoh
hitam yang memiliki kepandaian istimewa. Dan karena
mereka telah menderita kesakitan akibat mulutnya dilontari
daging tikus, merekapun menumpahkan kemarahannya
habis-habisan. Permainan harpa-asmara dari Hoa Lan Ing memang
menakjubkan sekali. Waktu diayunkan dalam jurus yang
berbahaya, senar harpa itupun mendenging-denging
memancarkan suara yang kuasa mencabut urat2 jantung.
Lawan akan merasa berdebar-debar hatinya dan pikiranpun
kalut. Sedang sabuk pinggang Im pohpohpun bergeletar
geletar seperti halilintar merobek langit. Masih di tambah
pula dengan gerak tongkat Hong-mo-cian yang menderuderu
laksana prahara mengamuk.
Huru Hara terkejut, "Aduhhhhh !" tiba2 menjerit
kesaktian karena ujung telinganya keserempet sabuk
pinggang Im pohpoh. Sebenarnya Im pohpoh hendak
menampar kepalanya tetap karena Huru Hara miringkan
kepala, ujung telinganya yang terserempet.
"Gilaaaa !" teriak pula orang aneh itu seraya melonjak
kaget karena tumit kakinya terlanggar tongkat paderi
Gemar-segala apa. Tetapi diam2 paderi Gemar-segala-apa
juga terkejut sendiri. Jurus Iblis-gila-menerkam-ular yang
dikiranya pasti akan menghancurkan kaki Huru Hara
ternyata hanya dengan berkisar sedikit saja, orang aneh itu
sudah dapat menghindar walaupun ujung tumit kakinya
terserempet. "Mana tahaaaan !" kembali orang aneh memekik ketika
si cantik Hoa Lan Ing sengaja membuka dadanya pada saat
dia mengemplangkan harpanya ke kepala si Huru Hara.
Ular cantik itu memang hendak menggunakan taktik untuk
menyedot perhatian lawan sehingga biar tertegun. Tetapi
ternyata Huru Hara malah berkaok kaok dan menyurutkan
kepalanya ke bawah sehingga selamat dari kemplangan.
Menyaksikan pertempuran yang begitu sengit tetapi
Huru Hara masih bertingkah ugal-ugalan, Han Hi Giok
berbisik cemas, "Kui-ko, mengapa dia masih ugal-ugalan
menghadapi serangan maut dari ketiga iblis itu " Apakah
dia orang sinting ?"
Wan-ong Kui tersenyum dan hanya geleng2 kepala.
Tetapi berapa saat kemudian dia berkata, "Tuh lihat, Giokmoay,
sekarang dia merobah gayanya !"
Bi Giok memandang ke medan pertempuran. Semula dia
heran melihat tingkah laku Huru Hara yang seperti orang
berputar-putar kian kemari. Tetapi dia heran mengapa
setiap kali berkisar langkah dia terus menampar dan". eh,
mengapa tamparannya selalu mengenai sasaran, entah
muka entah kepala lawan "
Plak.... Im pohpoh meringis karena pipinya tertampar.
Plok . . . paderi Gemar segala-apa menyeringai seperti
macan ketawa ketika kepalanya yang gundul ditabok. Plek
.... Hoa Lan Ing menyengir ketika telinganya diselentik.
"Kui-ko," bisik Bi Giok terkejut, "aneh sekali orang itu.
Mengapa senjata ketiga iblis itu tak mampu mengenainya


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebaliknya dia dapat mempermainkan lawan seenaknya
sendiri ?" "Ya," Wan-ong Kui kerutkan dahi, "memang aneh sekali
orang itu. Rasanya tata-gerak semacam Itu disebut Ih-pohhoan-
ciang " Ih-poh-hoan-ciang artinya Beralih-langkah-bergantipukulan.
Setiap langkah berkisar, pukulanpun melayang
dalam gaya yang lain. Memang sepintas, tampaknya Huru Hara seperti
bergerak dalam jurus mirip Ih-poh-hoan-ciang. Tetapi
andaikata ditanya, dia pasti tak dapat menjawab. Dia akan
mengatakan bahwa gerak yang dilakukan itu hanyalah
gerak reflek menurut keadaan pada saat yang dihadapinya.
Digebuk tongkat, ia harus menghindar dan balas menabok.
Dikemplang harpa, dia harus berkelit dan balas
menyelentik. Ditampar sabuk pinggang, dia hal mengegos
dan balas menampar. Ah, memang ugal-ugalan sekali si Huru Hara itu.
Keterlaluan sekali dia mempermainkan ke tiga lawannya.
Setiap kali balas menyerang, dia tentu ganti dengan gaya
yang baru. Setelah menampar pipi Im pohpoh lalu menampar pipi yang sebelah, leher dan dahi. Setelah menyelentik telinga
kanan kiri dari Hoa Lan Ing
lalu menoel pipi menjiwit
bibirnya. Yang lucu tetapi
celaka, adalah paderi Gemar-segala apa. Setelah
gundul ditabokj hidung ditarik-tarik lalu telinga dijewer sehingga hidung dan telinga
paderi itu sampai merah sekali.
"Hi, hi, hi....., " Bi Giok tertawa geli demikian Wan-ong
Kui. Walaupun menganggap Huru Hara itu orang edan
tetapi merekapun senang melihat pertempuran yang
menggelikan itu. Beberapa saat kemudian, terjadi suatu peristiwa yang
mengejutkan. Tongkat paderi Gemar-segala apa luput
menghantam Huru Hara, berganti mendapat sasaran lagi,
bluk.....auh .... tongkat itu tepat menghantam bahu Hoa
Lan Ing yang saat itu sedang sorongkan tubuh
memamerkan buah dadanya ke muka Huru Hara. Wanita
cabul itu menjerit dan terhuyung-huyung mundur
kebelakang. Ternyata tulang pi-peh-kut "atau tulang
bahunya telah remuk terhajar tongkat. Tulang pil peh-kut
merupakan bagian yang amat penting. Tulang itu remuk
maka hilanglah seluruh tenaga kepandaian. Demikian
yang dialami Hoa Lan Ing. Saat itu dia kembali menjadi
wanita biasa, ilmu silatnya lenyap untuk selama-lamanya.
Menyadari apa yang terjadi, Hoa Lan Ing marah sekali.
Tetapi kemarahannya itu tertumpah pada paderi Gemarsegala-
apa yang dianggapnya telah membuatnya cacad.
Serentak dia mengambil segenggam kacang hijau,
melangkah maju dan terus menabur kepada paderi
Gemar-segala- apa. Kembali terjadi suatu peristiwa yang menakjubkan dan
lebih mengerikan dari yang tadi.
Pada saat tongkatnya menghantam bahu Hoa Lan Ing,
paderi Gemar-segala-apa -kesima di tertegun diam. Huru
Hara yang jahil lalu mencengkeram bahunya, maksudnya
hendak memberi peringatan kepada paderi itu jangan
terlongong dan supaya menyerang dia lagi.
Tetapi paderi Gemar-segala-apa terkejut karena mengira
tulang pi-peh-kut bahunya hendak diremas Huru Hara.
Serentak dia kerahkan tenaga dalam untuk meronta. Tetapi
malah celaka. Karena dia mengerahkan tenaga-dalam,
cengkeraman tangan Huru-hara itu memancarkan tenaga
reflek yang mengembalikan tenaga-dalam si paderi lagi.
Akibatnya tulang pi-peh-kut bahu paderi itu benar-benar
remuk. Paderi-gemar-segala-apa menjerit dan mengendap
kebawah terbungkuk-bungkuk menyurut mundur sambil
mendekap bahunya. Belum peristiwa itu selesai, terjadi pula peristiwa
yang lain. Karena si padri membungkuk kebawah, dia
terhindar dari taburan senjata rahasia berbentuk seperti
kacang hijau yang ditaburkan Hoa Lin Ing. Kebetulan pula
saat itu Im pohpoh maju menyerang Huru Hara dari
samping. Nenek itulah yang menjadi korban, aduh. . .
Ia menjerit ketika biji2 kacang hijau itu menabur
mukanya, meledak dan seketika mukanya terbakar hangus.
Yang mengerikan adalah kedua matanya juga terbakar
sehingga buta. Ternyata biji2 kacang hijau itu berisi bubuk
bahan peledak yang beracun. Begitu menyentuh tubuh
atau pakaian, kacang hijau itu tentu meledak dan racunnya
akan menghanguskan korbannya.
Im pohpoh menjerit ngeri. Ia mendekap mukanya yang
hancur. Sesaat kemudian tiba2 ia melengking nyaring,
"Sundal busuk, rasakan pembalasanku . . . ! " " Ia ayunkan
tangannya. Sebatang liu-yap-to, pisau yang setipis daun liu,
berkelebat kearah Hoa Lan Ing, tahu2 si cantikpun menjerit
dan terus terjungkal rubuh. Karena segala kepandaiannya
sudah lenyap, Hoa Lan Ing tak dapat menghindar dari
taburan liu-yap-to Im po-poh. Dadanya tertembus liu-yap-to
yang menyusup masuk kedalam jantung. Seketika wanita
cantik yang sepanjang hidupnya berlumuran dosa asmara
itu, melayang jiwanya untuk menghadap dan menerima
hukuman dari Raja Akhirat.
Im pohpohpun ngelumpruk rubuh. Tak berapa lama
mukanya hancur menjadi cairan. Im pohpoh nenek tua
yang dengan tawanya seperti nada setan meringkik pernah
menggetar! dunia persilatan selama berpuluh tahun, kini
menggeletak di tanah menjadi sebuah mayat tanpa kepala.
Akan halnya paderi Gemar-segala-apa, karena tulang pipeh-
kutnya hancur, tenaga dan kepandaiannyapun punah.
Menyaksikan keakhiran hidup dari kedua kawannya,
bergidiklah buluromanya. "Siancay! Siancay! Aku seorang paderi yang penuh dosa,
bejat moral. Hud-ya, terimalah penebus dosa murid . . . . "
habis berkata dia terus menikamkan golok ke dadanya
sendiri. "Jangan!" tiba2 Huru Hara terkejut dan Ioncat
menyambar tangan padiri Gemar-segala-apa. Karena dia
mengerahkan tenaga dan sekarang paderi itu sudah menjadi
orang biasa ( tenaga kepandaiannya hilang ), maka paderi
itupun terpelanting jatuh.
"Ah, bangunlah, taysu," buru2 Huru Hara menariknya
berdiri, "mengapa engkau hendak bunuh diri?"
"Aku merasa berdosa."
"O, apakah engkau tak pernah membayangkan bahwa
engkau bakal menghadapi saat seperti hari ini?"
Paderi Gemar-segala-apa gelengkan kepala, "Tidak,
tayhiap. Kalau aku dapat membayangkan hal itu, aku tentu
takkan melakukan dosa. Tetapi mengapa tayhiap (pendekar
besar) mencegah aku bunuh diri?"
"Mengapa engkau hendak bunuh diri?" "Untuk menebus
dosa." "O, ajaran agama manakah yang mengatakan bahwa
menebus dosa itu harus dilakukan dengan bunuh diri?"
"Memang tidak. Tetapi aku sudah merasa diriku ini
seorang manusia yang kotor."
"Apakah dengan bunuh diri itu engkau bakal menjadi
manusia bersih ?"' "Tetapi aku malu hidup."
"Mengapa malu " Karena berdosa ?"
"Sicu?"" "Manusia tak luput dari dosa. Memang seharusnya
mengingat dosa2mu yang setinggi gunung itu, masih ringan
kalau engkau kubunuh. Tetapi nyawamu itu bukan aku
yang memberi maka aku pun merasa tak berhak untuk
mencabut. Dan sebagai hukuman, kini engkau sudah
lumpuh, tak mungkin engkau dapat melakukan kejahatan
lagi, Paderi Gemar-segala-apa mengangguk.
"Menebus dosa bukan dengan bunuh diri caranya.
Dengan bunuh diri, engkau malah menambah dosa, karena
perbuatan bunuh diri itu sudah merupakan suatu dosa
terhadap Tuhan yang telah memberi hidup. Tuhan memberi
engkau hidup, tetapi engkau tolak. Itu dosa namanya."
Paderi Gemar-segala-apa diam.
"Jika engkau benar2 mau menebus dosa," kata Huru
Hara dengan lagak seperti seorang guru besar, "engkau
harus lebih tekun bersembahyang. Tetapi bersembahyang
thok, juga kurang sempurna. Engkaupun harus
menjalankan dharma dan amal kebaikan. Apakah engkau
sudah sadar ?" "Ya." '"Siapa sadar dia sudah menapak selangkah untuk
menuju jalan kearah menebus dosa. Baiklah, silakan pergi
kemana yang hendak engkau tuju."
Setelah menghaturkan terima kasih, paderi itupun
melangkah pergi. Tetapi baru beberapa langkah dia berhenti
dan kembali menghampiri Huru Hara, "Loan tayhiap,
inilah surat undangan yang engkau ingin pinjam itu."
"Ah, tak usah. Pakailah sendiri."
"Ah, janganlah tayhiap mengolok aku. Sekarang aku
sudah cacat, mana mungkin ada muka melamar pekerjaan
itu pada jenderal Ko Kiat " Lebih baik tayhiap pakai saja."
Huru Hara terpaksa menerima. Karena kalau tak mau, ia
kuatir disangka menghina. Demikian berhasillah orang
aneh itu mengumpulkan tujuh buah undangan yang
diterima ke tujuh pembunuh besar itu.
"Tikus2 sudah mati, perlu apa engkau unjuk tampang
disini," tiba2 Huru Hara melemparkan sisa sate tikus ke
semak belukar. Setelah itu dia pun melangkah pergi.
"Hai", tunggu dulu, bung!" teriak Wan-ong Kui.
"O, engkau ?" seru Huru Hara terkejut, "ya, aku lupa
kalau kalian berada disini. Mau perlu apa dengan aku ?"
"Ah, tidak," sahut Wan-ong Kui, "aku kagum terhadap
kepandaianmu dan ingin berkenalan."
"O, engkau seorang pemuda yang bagusnya seperti gadis
cantik, apakah engkau tak jijik berkenalan dengan aku ?"
"Yang penting orangnya, bukan pakaiannya."
"Lho, orangnya bagaimana sih?"
"Engkau seorang pendekar yang memusuhi kejahatan.
Ketujuh tokoh hitam itu telah engkau basmi, tentulah
rakyat akan gembira mendengar berita itu."
"Mudah-mudahan . . . tidak."
"Lho, aneh! Mengapa tidak gembira?"
"Masih banyak hal lain yang lebih menggembirakan
rakyat daripada kematian ketujuh orang itu. Bukankah
rakyat sedang menderita ketakutan dan kelaparan?"
"Maksudmu?" "Jika biangkeladi dari segala kerusuhan terbasmi,
barulah rakyat benar2 gembira."
"Maksudmu tentara Ceng?" "Hm."
"Baik," kata Wan-ong Kui, "kita akan berusaha
melaksanakan hal itu. Bukankah engkau tak keberatan
untuk berkenalan?" "Tidak." "Terima kasih," kata Wan-ong Kui, "aku bernama
Wan-ong Kui dan nona ini Han Bi Giok"
"Aku Loan Thian Te."
"Benarkah namamu itu aseli" Karena Loal Thian Te
berarti dunia kacau."
"Apakah namamu itu aseli" Apa artinya Wan-ong Kui?"
"Setan penasaran. Aku memang sedang penasaran dan
hendak mencari manusia yang pernah menyakiti hatiku."
"O," Huru Hara terkejut, "memang tak enak orang
menderita sakithati itu. Orang yang pembuat sakithati lain
orang, memang pantas dihajar biar kapok."
"Ya, nanti apabila bertemu dengan orang, dia memang
hendak kubunuh!" "Hah?" Huru Hara terbeliak, "engkau gemar membunuh
orang" Apakah engkau konco mereka bertujuh?"
"Jangan salah faham," sahut Wan-ong Kui, "aku tak
kenal dengan mereka. Dan andaikata kenalpun aku tak sudi
menjadi kawannya. Yang hendak kubunuh adalah orang
yang menyakiti hatiku itu."
"Bagus," Huru Hara, "tetapi eh, siapakah orang yang
membuat engkau sakithati itu?"
Wan-ong Kui tidak menyahut melainkan berpaling ke
arah Bi Giok, "Giok-moay, maukah engkau mengambil
arak yang berada pada kudaku itu" Kita jamu Loan tayhiap
ini dengan arak." Bi Giok mengiakan lalu menuju ketempat kuda.
Menggunakan kesempatan itu, Wan-ong Kui berkata
pelahan-lahan kepada Huru Hara, "Tetapi ini rahasia,
jangan engkau katakan kepada siapapun, termasuk kepada
nona itu, mau?" "Baik." "Orang itu tinggal di gunung Lou-hu-san, namanya si
Blo'on ..." "Astagafirullah!" tiba2 Huru Hara memekik kaget,
"engkau hendak mencari Blo'on?"
"Eh, mengapa engkau kaget setengah mati. Apa
hubunganmu dengan Blo'on?" Wan-ong Ki heran.
"Uh . . . bukan apa2 ..." "Tetapi mengapa engkau begitu
kaget" "Uh, orang kaget kan boleh saja."
"Apa engkau kenal dengan si Blo'on?"
"Ti . . . dak!"
"Hm, pemuda itu memang kurang ajar sekali."
"Tetapi apa saja yang dilakukannya sehingga
membuatmu sakithati?"
"Dia pernah akan dinikahkan dengan puteri baginda Ing
Lok yang bernama Ing kiong. Tetapi sebelum dinikahkan
secara resmi dia sudah melarikan diri."
"Lho, engkau ini siapa" Itu kan urusan puteri raja,
mengapa engkau marah" Apakah engkau puteri raja itu


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sendiri?" "Bu . . . kan. Aku salah seorang bekas ponggawa istana
yang dititahkan puteri untuk membunuh si Blo'on."
"O, kalau begitu engkau juga seorang pembunuh
bayaran!" "Tidak! Aku tidak menerima upah sepeser pun dari
puteri. Aku hanya kasihan kepadanya.!
"O, apakah engkau pernah melihat muka Blo'on?"
"Belum. Dan engkau?"
"Juga belum tetapi hanya mendengar cerita tentang
dirinya dari beberapa orang persilatan."
"O, bagaimana ceritanya?"
"Dia memang bloon tetapi dia amat sakti. Aku kuatir,
engkau bukan yang membunuh tetapi malah yang akan
dibunuh si Blo'on nanti."
"Hm, lihat saja nanti. Blo'on pasti akan kucincang seperti
bakso." "Auh, ngeri!" teriak Huru Hara.
Wan-ong Kui tertawa, "Maukah engkau membantu aku
membunuh Blo'on." "Aku engkau suruh membunuh Blo'on?"
"Ya." "Tidaaaaak! Dia tak bersalah kepadaku mengapa aku
harus membunuhnya?" Wan-ong Kui terdiam sejenak lalu berkata pula, "Kulihat
tadi engkau memiliki kepandaian yang sakti. Siapakah
gurumu?" "Maaf, aku tak punya guru"
Wan-ong Kui tak mau mendesak. Ia tahu bahwa
memang ada kalanya orang tak mau memberitahukan siapa
guru dan perguruannya. "Omong-omong," kata Wan-ong Kui, "kira2 lebih sakti
mana, engkau dengan Blo'on?"
"Blo'on." "Hah" Masa iya! Kurasa engkau lebih unggul."
"Mana bisa!" "Kira2 apakah aku mampu mengalahkan Blo'on, ya?"
"Entah, tanya sendiri pada dirimu."
"Tetapi bagaimana aku tahu kalau belum dicoba. Maka
sekarang aku ingin mencobanya."
"Engkau hendak mencoba dengan siapa"
"Dengan engkau."
"Gila! Aku bukan Blo'on."
"Ya, kutahu. Tetapi sebagai percobaan tak apa. Kalau
aku bisa menangkan engkau, tentu ada harapan
mengalahkan Blo'on. Maka tolonglah, mari kita berkelahi."
Sebenarnya Huru Hara hendak menolak tapi tiba2 ia
mendapat pikiran, "Ah, benar juga pendapatnya itu. Kalau
dia kalah dengan aku dia tentu takkan melanjutkan niatnya
membunuh Blo'on." "Baik," akhirnya ia menerima, "mari kita main2
sebentar." Tiba2 Bi Giok datang dengan membawa guci arak, "Kuiko,
dimanakah kita akan menjamu pendekar aneh itu?"
"Dibawah pohon itu, Giok-moay," sahut Wan- ong Kui
lalu berbisik kepada Huru Hara, "St, kita minum arak dulu,
baru kita adu kepandaian. Tetapi jangan bilang soal si
Blo'on kepada nona itu."
"Mengapa ?" "Dia berhati kecil, Dia ngeri kalau mendengar orang
bertempur." "Lalu bagaimana kita akau menjawab kalau ia bertanya
?" "Cukup katakan saja, kita adu kepandaian untuk
merayakan perkenalan kita,"
"Baiklah," Huru Hara mengangguk.
Begitulah mereka minum arak dibawah pohon. Sepintas
seperti tiga orang yang bersahabat. Beberapa saat kemudian
tiba2 Wan-ong Kui mengerut dahi. Entah apa sebabnya,
setelah minum arak ia rasakan perutnya mulas2, makin
lama makin keras sehingga ia tak tahan lagi dan pamit
hendak buang air besar. "Dibelakang pagoda ada sebuah parit, pergilah ke sana,"
kata Huru Hara. Kini tinggal Huru Hara bersama Bi Giok. Agak kikuk
juga sikap Huru Hara berhadapan dengan seorang gadis
cantik. "Loan tayhiap," tiba2 Bi Giok yang mulai bicara lebih
dulu, "sungguh tepat sekali tindakanmu memberantas
kawanan garong itu."
"Ah, sebenarnya aku hanya hendak pinjam surat
undangan mereka." "Undangan dari mana ?"
"Jenderal Ko Kiat penguasa kota Yang-ciu iaat ini." Dia
hendak mengundang ketujuh orang itu mengantar barang
berharga." "Kan itu suatu hasil mereka," kata Bi Giok, "mengapa
engkau hendak merebut mangkuk nasi orang ?"
Huru Hara gelengkan kepala, "Barang itu amat penting
sekali bagi arti perjuangan kaum ksatrya menentang
penjajah Ceng. Maka aku terpaksa harus bertindak. Dan
tindakanku ini bukan berdasar mencari upah, harap nona
tahu." "Bagus, Koan tayhiap," seru Bi Giok memuji, "sayang
aku seorang gadis. Andaikata aku seorang pemuda aku
tentu akan ikut berjuang.
"Engkohmu juga gagah berkasa, mengapa engkau tak
minta pelajaran silat dari dia ?"
Pertanyaan itu membuat Bi Giok kelabakan untuk
menjawab. Tetapi karena ia baru kenal dengan Huru Hara
maka diapun hanya tersenyum saja.
"Loan tayhiap hendak menuju kemana ?" tanya Bi Giok
mengalihkan pembicaraan. "Menghadap jenderal Ke Kiat di Yang-ciu untuk
melamar pekerjaan mengawal barang itu."
"O." "Dan nona ?" Huru Hara balas bertanya Rupanya
beberapa saat berbicara dengan gadis itu rasa kikuknya
mulai hilang, "hendak kemana ?"
"Aku hendak ke Lou-hu-san.'"
"Hah ?" Huru Hara terkejut, "ke gunung Lou hu-san ?"
"Ya." "Apa nona tinggal di sana ?"
"Tidak. Aku dari kotaraja Pak-khia henda ke Lou-husan
mencari putera paman Kim Thian Cong. Engkau tentu
kenal nama pendekar besar Kim Thian Cong itu, bukan ?"
Huru Hara makin berdebar-debar. Ternyata keterangan
Wan-ong Kui tadi memang jujur.
"O, nona hendak melakukan pembalasan kepada Blo'on
?" tanyanya. "Pembalasan ?" Bi Giok mengerut dahi," pembalasan apa
?" "Bukankah Blo'on pernah membuat sakithati nona ?"
Bi Giok tertawa kecil, "Siapa yang bilang begitu "
Apakah engkoh Wan-ong tadi mengatakan begitu
kepadamu ?" Huru Hara terkejut dalam hati. Dia sudah janji kepada
Won-ong Kui untuk tidak mengatakan rahasia pemuda itu
kepada siapapun juga. Maka dia terpaksa berbohong,
"Tidak. Aku hanya menduga saja."
"Dugaanmu itu salah sekali," kata Bi Giok, "aku sendiri
belum pernah melihat putera paman Kim yang kabarnya
bernama si Blo'on." "Aneh," guman Huru Hara, "kalau nona belum pernah
melihatnya, apa tujuanmu hendak mencari pemuda itu.
"Aku hanya melakukan perintah ayahku."
"Menyerahkan surat ?"
"Ya, antara lain."
"Apa yang lainnya lagi ?"
"Aku harus tinggal di sana."
"Hah?" Hura Hara terbeliak," suruh tinggal di Lou-husan
" Apa maksudmu?"
Bi Giok tersipu-sipu menunduk. Pipinya merah.
Sebenarnya tak layak orang itu menanyakan soal peribadi
tetapi mengingat orang aneh itu seorang pendekar sakti
yang menentang kejahatan ia mendapat kesan baik. Ah, tak
apa memberita tahu kepadanya, pikirnya.
"Apakah engkau ingin tahu ?" serunya.
"Rahasia penting ?"
"Ya, penting bagi diriku, bukan untuk orang lain."
"O, rahasia peribadi. Maaf kalau begitu, kutarik lagi
pertanyaanku tadi." Bi Giok tersenyum, "Tak apa. Walaupun rahasia
peribadi tapi hal itu sesuatu yang layak dan terang.
Akhirnya semua orangpun tahu juga."
Huru Hara hanya kerutkan dahi.
"Ayah suruh aku ke Lou-hu-san mencari Blo'on dan
tinggal bersamanya."
"Lho, mengapa " Apakah engkau....."'l
"Ya, aku calon isterinya."
"Hai!" Huru Hara memekik kaget setengah mati Tetapi
segera ia menyadari bahwa dirinya bukan Blo'on.
"Ih, mengapa engkau begitu kaget?"
"Tak apa2," Huru Hara agak tersipu, "tetapi sepanjang
yang kudengar, Blo'on itu belum punya pacar."
"Ya, memang jarang orang tahu hal itu, bahkan aku
sendiri juga tak tahu. Setelah kota-raja diduduki musuh dan
ayah berjuang menghadapi mereka, barulah ayah suruh aku
menyingkir ke Lou-husan mencari calon suamiku yalah
putera mendiang paman Kim Tiran Cong."
"O, kapan kalian bertunangan..?"
"Sejak aku masih dalam kandungan mama, ayah dan
paman Kim berjanji hendak menikahkan putera puterinya,
apabila mama nanti melahirkan seorang anak perempuan."
"Mati aku," Huru Hara mengeluh dalam hati. Ia dapat
menekan perasaannya tetapi wajahnya basah keringat dan
napasnya ngos-ngosan."
"Eh, kenapa engkau ini?" tegur Bi Giok heran.
"Tak apa2. Aku tak biasa minum arak maka keringatku
bercucuran dan badanku panas," Huru Hara memberi
alasan. "Loan tayhiap," kata Bi Giok pula, "rupanya engkau
kenal dengan Blo'on. Bagaimana sih orangnya" Apakah dia
amat tampan seperti engkoh Wan-ong tadi?"
"Tidak, dia kalah tampan dengan engko Wan-ong."
"Bagaimana kalau dengan ..." Bi Giok hendak kata2
meragu. "Dengan siapa?"
"Dengan tayhiap sendiri."
"O . . . eh . . . bagaimana ya," Huru Hara garuk2
kepalanya, "kalau wajah, dia lebih bagus. Tetapi
keseluruhannya aku lebih sedap dipandang. Itu kata orang
lho." "Lebih sakti mana, dia atau tayhiap?"
"Entah, belum pernah bertemu."
"Bagaimana perangainya?"
"Jelek," seru Huru Hara, "wajah dan kelakuannya jelek
semua. Malah lagi, tak mau bekerja kecuali hanya bermainmain
dengan binatang peliharaannya. Ah, sayang .... "
"Sayang apa?" "Nona masih remaja dan cantik sekali. Kalau jadi isteri si
Blo'on bisa kelaparan nanti."
"Aku membawa harta benda yang cukup dimakan
sampai tujuh turunan."
"Tapi si Blo'on juga tak suka harta benda, wanita dan
suka membawa maunya sendiri. Ayahnya karena jengkel
sampai meninggal." "Habis," kata Bi Giok, "ayahku sudah terlanjur berjanji
dengan paman Kim, aku harus menurut."
"Bagaimana kalau nanti Blo'on menolak nona?" tanya
Huru Hara. "Apa boleh buat, aku harus menjadi jandanya."
Dalam pada berbicara itu Wan-ong Kui pun sudah
muncul lagi, "Hai, kalian bicara apa saja sampai begitu
asyik?" "Jangan cemburu," sahut Huru Hara, "masakan nona ini
suka dengan aku." Merah muka Bi Giok. "Loan tayhiap, untuk merayakan perkenalan kita hari
ini, bagaimana kalau kita saling beradu kepandaian untuk
tukar pengalaman?" tiba2 Wan-ong Kui berseru.
Karena sudah berjanji maka Huru Harapun setuju.
Tetapi Bi Giok menentang, "Eh, apa-apaan kalian ini"
Merayakan perkenalan masakan , dengan bertanding adu
kepandaian. Adu kepandaian saIah-salah bisa merusak
persahabatan." "Ah, jangan kualir Giok moay," kata Wan-ong kui,
"kita takkan berantam sungguh2 melainkan hanya sampai
salah satu ada yang tertutul."
"O," seru Han Bi Giok, "tetapi tutulan itu tak
meninggalkan bekas, bagiimana kalian tahu kalau salah
satu sudah tertutul" Bagaimana kalau jari kalian dilumuri
dengan tinta bak yang hitam?"
"Tepat," sahut Huru Hara, "tetapi siapa yang membawa
alat tulis tinta bak?"
Bi Giok tertegun. Ia memang tak membawa tinta bak.
Tetapi pada lain saat dia berseri tertawa, "Bagaimana kalau
tinta bak diganti dengan gincu merah?"
Huru Hara dan Wan-ong Kui setuju. Han Bi Giok
menyerahkan dua buah gincu kepada mereka.
"'Silahkan tayhiap yang mulai," seru Wan-ong Kui.
"Tidak, aku tidak bisa menyerang, engkau saja," sahut
Huru Hara. Wan-ong Kui tak mau sungkan lagi membuka
serangan dengan jurus Tok-coa-tho-sii atau Ular-beracunmenjulurkan-
lidah, diteruskan lagi dengan jurus Ceng-liongtham-
cu atau Naga hijau- merebut-mustika.
Tetapi dia terkejut ketika dengan gerak yang acuh tak
acuh, Huru Hara dapat menghindar. Setiap kali ujung jari
akan menutuk, barulah Huru Hara bergerak.


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Wan-ong Kui makin ngotot. Sampai akhirnya ia
mengeluarkan ilmupedang Peh-hoa-kiam (seratus bunga )
tetapi dimainkan dengan jari. Ji Wan-ong Kui
berhamburan menjadi berpuluh-puluh buah dan
mencurah dari empat penjuru.
Huru Hara tetap bergerak dengan suatu tata gerak yang
aneh. Dia berputar-putar seperti orang dikejar anjing galak,
tetapi nyatanya serangan Wan-ong Kui tak mampu
mengenainya. "Kalau pemuda ini menang, dia tentu besar kepala dan
pasti akan melampiaskan rencananya untuk melakukan
pembalasan kepada Blo'on," pikir Huru Hara, "baiklah,
akan kuberinya hajaran."
'Wan-ong Kui, awas," serunya seraya berputar secepat
angin lesus yang mengelilingi Wan-ong Kui.
Wan-ong Kui kelabakan. Dia berusaha sekuat tenaga
untuk menolak serangan lawan. Beberapa saat
kemudian, tiba2 Huru Hara loncat mundur dan terus lari
sekencang-kencangnya. "Hai, Loan tayhiap, hendak lari kemana engkau". . .."
teriak Bi Giok tetapi sudah tak terdengar suara Huru Hara
lagi karena dia sudah lenyap ditelan kegelapan malam.
Sementara itu Wan-ong Kui tampak tegak berdiam diri.
Kedua matanya dipejamkan. Rupanya tengah melancarkan
pernapasan dan pandang matanya yang nanar.
"Ah. Kui-ko, lihatlah mukamu!" seru Bi Giok.
"Mukaku kena apa ?"
"Ai, sayang aku tak membekal cermin sehingga engkau
dapat melihat gambar wajahmu yang penuh dengan tutulan
gincu." "Hai," teriak Wan-ong Kui terkejut seraya mengusap
mukanya. Waktu memeriksa tangannya ternyata
tangannya berobah merah kena gincu, ''ah benar2 sakti
sekali orang aneh itu."
"Mengapa sampai hampir sekujur mukamu terhias
tutulan gincu " Bukankah pada waktu sekali terkena tutulan
gincu, seharusnya engkau harus mengaku kalah?" Bi Giok
agak menyesali Wan-ong Kui karena dianggap kurang
sportief. "Ah," akhirnya Wan-ong Kui menghela napas, "kalau
aku tahu, sudah tentu aku akan berhenti dan mengaku
kalah. Aku benar2 .tak merasa sama sekali."
"Luar biasa memang orang itu," seru Bi Giok, "tetapi
mengapa dia melarikan diri" Apakah dia tak tahu kalau dia
yang lebih unggul?" Wan-ong Kui ge!eng2 kepala, "Aneh, memang benar2
aneh sekali orang itu."
Tak habis herannya kedua anakmuda itu atas gerak gerik
pendekar Huru Hara. Jelas muka Wan-ong Kui penuh
dengan tutulan gincu, tetapi mengapa Huru Hara malah
yang melarikan diri. "Ya," akhirnya Wan-ong Kui terpaksa harus menghibur
diri, "kata orang, dunia persilatan itu penuh dengan
berbagai macam corak dan ragam manusia. Ada yang licik
dan keliwat kejam. Ada yang baik dan berhati mulia tetapi
ada yang aneh juga. Huru Hara itu termasuk jenis manusia
aneh dari dunia persilatan.
"Kui-ko, bagaimana maksudmu sekarang" tanya Bi
Giok. "Terpaksa malam ini kita bermalam disini dan besok
baru kita lanjutkan perjalanan lagi," kata Wan-ong Kui.
===ooo== II. Melamar. Setelah berlari sampai beberapa saat, barulah Huru Hara
berhenti, "Ah, sialan. Kalau kuladeni, aku bisa kecantol
nanti," gumamnya seorang diri.
Teringat akan kedua anakmuda itu, ia berceloteh lagi,
"Gila barangkali kedua pemuda itu. Yang gadis
mengatakan hendak mencari Blo'on dan akan tinggal
bersama Blo'on. Dia mengaku calon isteri Blo'on. Calon
isteri?" Dia tercengang- cengang. Saat itu dia beristirahat duduk
diatas segunduk batu. Ia berbangkit Idan berjalan mondar
mandir kian kemari seperti sedang berpikir keras.
"Uh, Blo'on kan belum beiisteri" Eh, salah. Gadis itu
mengaku sebagai calon isteri atau tunangannya. Ini juga
salah," pikirnya, "kapan tia pernah melamar anak gadis
orang?" Tiba2 dia teringat akan cerita gadis cantik itu bahwa
waktu mamanya mengandung, ayahnya sudah bersepakat
dengan Kim Thian Cong untuk menjodohkan anak mereka
apabila bayi dalam kaindungan itu keluar perempuan.
"Aneh sekali," gumamnya, "masakan bayi dalam
kandungan sudah dijodohkan. Ya kalau bayi perempuan itu
cantik, kalau cacad matanya! buta atau tidak punya
hidung atau lumpuh, apakah si Blo'on harus mau
menerimanya sebagai isteri " Eh, benar, dunia ini bukan
berisi dua jenis manusia laki dan perempuan tetapi juga ada
banci. Ya, kalau bayi dalam kandungan itu ternyati banci,
celakalah Blo'on." "Mengapa celaka " Biar Blo'on menikahinya . .. . " tibatiba
terdengar sebuah suara menyahut.
"Tidak bisa ! Mana ada orang mengambil isteri seorang
banci bantah Huru Hara. Tiba-tiba ia berhenti dan
terkesiap, "eh, suara siapa tadi ?"
Saat itu dia baru teringat, kata2 itu bukan dia yang
mengucapkan. Dia mengeliarkan pandang ke empat
penjuru tetapi tak melihat suatu apa.
"Ah, mungkin aku yang mengatakan sendiri "akhirnya
dia menarik kesimpulan. Kemudian di melanjutkan
renungannya lagi," orang2 tua itu memang seenaknya
sendiri saja menjodohkan anak. Anak dipaksa menurut
kemauan orang tua. Habis yang kawin itu si orangtua atau
anak "'' "Memang, anak harus menurut orangtua !" tiba-tiba
suara itu terdengar pula, "habis, kalau anak tidak boleh
nurut orangtua, apa orangtua yang harus nurut anak?"
"Ya, benar juga," sahut Huru Hara, "memang anak harus
nurut orangtua. Eh, tidak, tetapi orangtua harus mengingat
kepentingan anak juga. Kalau anak dipaksa kawin dengan
orang yang tidak disukai anak itu, apakah itu bukan
menyiksa anak namanya?"
Tidak ada jawaban. "Eh, aku bertanya kepada siapa ini?" sesaat Huru Hara
tersadar bahwa ada suara orang yang membantah
perkataannya tadi. Dia lari kesana sini, loncat keatas batu
karang, memandang jauh ke empat penjuru tetapi tak
melihat barang seorang-pun jua.
"Apakah aku sudah gila?" akhirnya ia menampar-nampar
kepalanya sendiri, "aku mendengar suara orang tetapi tak
ada orang. Atau apakah aku sendiri yang bicara" Tetapi
mengapa aku sendiri yang bicara" Tetapi mengapa aku tak
merasa?" "Ah, baiknya ganti pembicaraan saja, jangan tentang
gadis itu tetapi tentang si pemuda bagus yang bernama
Wan-ong Kui," katanya seorang iliri, "dia juga hendak
mencari Blo'on tetapi dengan tujuan lain yalah hendak
membunuh Blo'on. Kok aneh dunia ini. Yang satu hendak
mencari Blo'on untuk menjadi isteri. Yang satu mencari
Blo'on untuk dibunuh. Dan lebih lucu lagi, keduanya samasama
seperjalanan. Bagaimana nanti kalau ketemu Blo'on,
ya " Mungkin pemecahan begini : Blo'on kawin dulu baru
dibunuh. Atau dibunuh dulu baru kawin."
"Benar, benar, memang begitu.....," kembali terdengar
suara itu lagi. Kali ini Huru Hara tidak ragu2 lagi. Dia jelas sedang
menutup mulut dikala suara orang itu terdengar
berkumandang, "Jelas tentu orang lain, ia memastikan diri.
Kini pandang matanya diarahkan keatas pohon2,
barangkali orang itu bersembunyi diatas. Tetapi tetap tak
bersua sesuatu. "Ah, mungkin setan yang menunggu aku ini, akhirnya ia
tinggalkan tempat itu dan berjalan pesat menyusur jalan
yang menuju ke kota Yang-ci.
Hari mulai terang tanah. Karena semalam suntuk
berada di udara terbuka, Huru Hara agak dingin dan
berulang kali dia harus buang air kecil.
"Celaka, mau kencing lagi," katanya terus menuju ke
balik sebatang pohon besar dan membuka kran alias
kencing. "Hujan !" tiba2 terdengar suara orang berteriak kaget
sehingga Huru Hara loncat mundur. Tempat dia kencing
tadi, dibalik sebatang pohon besar. Karena cuaca masih
gelap, dia tak peduli lagi apa yang berada disitu. Pokok dia
dapat longgarkan perutnya. Sudah tentu dia kaget
setengah mati ketika mendengar suara orang berteriak
hujan. Memandang kearah tempat ia kencing tadi, saat itu
muncul seorang mahluk kecil, mirip manusia tetapi cebol
sekali. Tingginya hanya satu meter.
"Hai, hujan dari mana ini " Mengapa mencurah deras
terus cepat berhenti ?" teriak orang cebol itu.
Huru Hara terkejut. Ia mengenal nada suara orang itu
seperti suara yang mengganggunya tadi. Tetapi belum
sempat dia menghampiri, orang itu berteriak lagi, "Uh,
kalau air hujan mengapa baunya lain ?"
Orang itu menciumi bajunya, mengusap kepala dan
membaunya. Mukanya tak henti2nya menyeringai. Melihat
itu Huru Hara tak dapat menahan gelinya, "Ha, ha, ha, ha
... . " Orang cebol itu melonjak kaget, berputar tubuh dan
membentak, "Siapa engkau !"
"Hus, engkau bikin kaget aku, mengapa malah tanya
namaku " Engkaulah yang harus memberitahu namamu !"
bentak Huru Hara. "O, benar, benar. Kalau mau tanya nama orang, harus
memberitahu namanya sendiri dulu," kata orang kate itu,"
tetapi nama mana yang engkau inginkan ?"
Huru Hara terbeliak, "Sudah tentu namamu yang
sesungguhnya. Masakan engkau punya beberapa nama."
"Dua," sahut orang kate itu, "yang aseli dan yang baru."
"Yang aseli saja," seru Huru Hara.
"Yang aseli sudah tidak laku di negeri ini bagaimana?"
"Lho, apa engkau bukan rakyat Tionggoan," Huru Hara
terkejut. "Bukan, aku berasal dari Kolekok (Korea), negeri yang
jauh dari sini." "O, lalu mengapa namamu tak laku disini?"
"Sukar mengeja, kata mereka."
"Coba engkau katakan bagaimana namamu itu."
"Ah, karena orang tak mau nama itu aku sendiri sampai
lupa. Jangan cerewet, aku harus mengingat-ingat dulu,"
orang kate itu terus pejamkan mata merenung.
"Berhasil!" tiba2 orang kate itu berjingkrak gembira,
"sekarang aku ingat. Namaku dulu Kyu Jae Kyu. Orang
disini tertawa kalau mendengar nama itu maka merekapun
mengganti dengan nama Lo Ay."
"Lo Ay" Ah, tepat, tepat, ha, ha, ha," Huru Hara
tertawa, "Ay artinya pendek dan ini sesuai dengan
potongan badanmu." "Tapi nama itu juga tidak laku," seru orang kate."
"Lalu yang laku nama yang mana?" "Sebetulnya itu
nama gelaran tetapi malah laris bukan main."
"Edan barangkali si cebol ini," pikir Huru Hara lalu
bertanya, "Siapa namamu yang terkenal itu ?"
"Cian-li-ji," kata orang kate itu, "seram ya?"
"Apa artinya ?"
"Cian, seribu. Li, kilometer, ji telinga. Cian-li-ji, telinga
yang dapat mendengar suara sampai sejauh seribu li."
"O," Huru Hira terkejut, "benarkan itu?"
"Tadipun sudah kulakukan," kata orang pendek itu,
"waktu aku baru tidur, kudengar seseorang berkata seorang
diri tentang seorang pemuda dan gadis yang hendak
mencari seorang pemuda bernama Blo'on. Lantas kusahut
saja ocehan orang itu."
Huru Hara mendelik, "Jadi yang mengganggu
pembicaraanku tadi, engkau?"
"O, apakah yang mengoceh seorang diri tadi juga engkau
?" kala" Cian-li-ji.
Keduanya saling mendelik lalu saling tertawa geli. Huru
Hara geli melihat "bentuk Cian-li-ji yang begitu kate.
Sedang Can-li-jipun ngakak melihat bentuk potongan
rambut Huru Hara yang mencuat keluar seperti sepasang
tanduk. Tiba2 Cian-li-jj mendelik, "Ha, mengapa rrngkau
tahu kalau aku berada dalam lubang dibawah akar pohon
itu ?" "O," seru Huru Hara," aku kepingin buang air kecil, lalu
aku kencing dibelakang pohon."
"Hai, jadi hujan yang mencurah di kepalaku itu air
kencingmu ?" tiba2 Cian-li-ji berteriak dai terus menerjang
Huru Hara, duk .... auh . . Dia menjotos dada Huru Hara.
Huru Hara terpental selangkah tetapi Cian-li-ji terpelanting
mencelat sampai beberapa langkah.
"Aneh," gumam orang kate itu, "apakah engkau tadi
balas memukul aku ?"
"Tidak." "Lho mengapa engkau seperti memancarkan tenaga kuat
mendorong aku ?" "Tidak," sahut Huru Hara, "engkaulah yang memukul
dadaku sampai aku kaget dan terdorong mundur."
"Engkau benar2 tidak membalas ?"
Huru Hara gelengkan kepala, "Tidak! Aku merasa
bersalah karena mengencingi kepalamu. Tetapi benar2 aku
tak sengaja. Kalau engkau mau membalas, silakan engkau
mengencingi aku." "Idih, malu," teriak orang kate itu, "sudah cukup kalau
aku memukulmu tadi. Kita lunas, tidak saling berhutang."
"Bagus," seru Huru Hara, "mengapa engkau berada
ditempat pegunungan sesepi ini ?"


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ah, ceritanya panjang. Mari kita duduk di batu itu"
Cian-li-ji terus menghampiri sebuah batu ditepi gerumbul
pohon. Keduanya duduk. "Aku mempunyai sejarah hidup yang panjang dan
menarik. Aku ini seorang ponggawa istana raja Beng yang
terakhir di Pak-khia."
"O, hebat juga engkau," seru Huru Hara, "engkau
menjabat sebagai apa ?"
"Mentri perkebunan istana."
"Hah ?" Huru Hara terbeliak, "baru sekali ini aku
mendengar tentang pangkat semacam itu".
"Memang istimewa sekali," sahut Cian-li-ji dengan
bangga, "ceritanya begini. Asal mulanya pada waktu
baginda mengirim utusan ke raja Ko le-kok, raja Ko-le-kok
telah menghaturkan buah ko-le-som kepada baginda.
Baginda amat bersuka cita sekali setelah beberapa waktu
merasakan kha siat buah som dari Ko-le-kok itu. Maka
baginda mengirim utusan lagi untuk minta bibit tanaman
itu yang akan ditanam di istana.
"Disamping bangga karena mendapat pujian dari
baginda dan untuk mengambil hati baginda, maka raja Kole-
kok mengirim bibit unggul pohon itu beserta seorang ahli
pemeliharaan tanaman som . .. ."
"Engkau ?" tukas Huru Hara.
"Ya," sahut Cian-li-ji, "aku diterima dengan gembira oleh
seri baginda dan sejak itu aku diangkat sebagai juru kebun
tanaman ko-le-som dengan pangkat mentri."
"O," desuh Huru Hara," kan enak tinggal di istana itu.
Tetapi mengapa engkau berkeliaran di tempat ini ?"
"Hus, tolol engkau !" teriak Cian-li-ji, "istanna kan
diserang dan diduduki tentara Ceng. Baginda bunuh diri
dan segenap keluarga raja dan menteri melarikan diri.
Akupun demikian. Sebelumnya kucabuti semua tanaman
ko-lesom itu sampai habis lalu aku melarikan diri. Karena
takut ketahuan musuh, siang hari aku bersembunyi dan
malam-hari baru melanjutkan perjalanan. Aku tak ahli arah
sehingga tahu2 tiba ditempat ini. tertarik dengan hawa dan
alam pegunungan disini yang indah, akupun menetap
disini." "Dimana rumahmu ?"
"Aku menemukan sebuah terowongan di bawah pchon
itu dan kujadikan tempat tinggal. Eh apa engkau lapar ?"
Belum sempat Huru Hara menyahut, orang kate itu terus
lari dan menyusup kedaiam sarangnya. Tak berapa lama dia
membawa seguci arak. Huru Hara terbeliak. Tanya lapar
atau tidak, mengapa membawa hidangan arak, gerutunya.
"Nih, makanlah," Cian-li-ji memberi sebutil pil kepada
Hura Hara. Huru Hara melongo, "eh bukankah engkau
lapar?" "Iya, tetapi masakan pil sekecil ini ?" bantah Huru Hara.
Orang kate itu tertawa, "Sudah bertahun tahun aku
tinggal disini dengan hanya maka pil itu."
"Aku mempunyai resep warisan keluarga untuk
membuat pil penahan lapar. Sehari makan satu butir sudah
cukup. Sama dengan makan nasi sehari. Makanlah dan
minumlah arak ini." Huru Hara tak ragu2 terus menelan pil itu lalu minum
arak. Kemudian dia menanyakan bahan pil pengganti
makanan itu. "Pil itu terbuat dari sari buah ko-le-som yang
berumur seratus tahun yang tumbuh diatas tanah."
"Tidak terpendam didalam tanah?"
"Tidak boleh," sahut Cian-li-ji, "harus yang keluar diatas
tanah sehingga mendapat sari sinarnya matahari dan
rembulan. Memang sukar untuk nencari buah ko-le-som
semacam itu." Dalam omong-omong itu Huru Hara sempat bertanya,
"Beapakah umurmu?"
"Entah, aku lupa. Eh, buat apa tanya umur" Dari dulu
sampai sekarang aku juga tetap begini pada hal aku sudah
merasa, hidupku itu lama sekali."
"Aku agak bingung menilai dirimu. Kalau mendengar
sejarahmu, engkau tentu sudah tua. Tetapi kalau melihat
wajahmu, engkau masih segar seperti lelaki berumur 40-an
tahun." "Apa" Empatpuluh tahun" Gila, aku sudah ikut keraton
sejak baginda Beng yang pertama;"
"Mengapa engkau masih awet muda?"
"Tiap hari aku makan ko le-som dan tak memikirkan
urusan dunia. Siang malam tak kuhiraukan, umurpun
kubuangi semua. "Orang edan," gumam Huru Hara dalam hati. Lalu dia
bertanya pula, "masih ada tiga buah pertanyaan yang
kuminta jawabanmu ..."
"Boleh, boleh," kata Cian-li-ji, "jangankan hanya tiga,
tigapuluh sampai tigaratus pertanyaanpun aku sanggup
menjawab!" "Pertama, mengapa engkau begitu pendek^
"Kejadian itu begini. Waktu aku masih kecil antara umur
lima tahun, aku memang nakal habis bermain aku pulang.
Tetapi nasi tak ada, kedua orangtuaku juga pergi. Kulihat
diatas meja terdapat buah kentang sebesar bayi. Karena
lapar kumakan kentang itu sampai habis. Tetapi setelah itu
aku terus pingsan. Engkau tahu apa yang kusangka kentang
itu?" Hutu Hara gelengkan kepala.
"Ternyata itu sebuah ko-le-som yang berumur ratusan
tahun yang berhasil ditemukan ayah waktu mencari kayu di
hutan. Lima hari lima malam aku pingsan. Badanku panas,
keringat keluar seperti orang mandi. Hari keenam aku baru
sadar. Saat itu kurasakan mataku terang, telinga tajam dan
tubuh juga ringan dan tak kenal lelah. Tetapi celakanya
badanku tak dapat tumbuh tinggi seperti orang biasa.
Kawan2 mengejek aku si Kate."
"Baik," kata Huru Hara, "'sekarang pertanyaan yang
ketiga "." "Salah, yang kedua!"
Huru Hara menerangkan bahwa pertanyaan kedua itu
sudah terjawab juga dalam jawaban atas pertanyaan kesatu
tadi. Tetapi karena Cian-li ji tetap ngotot, akhirnya Huru
Hara bertanya juga, "Apa kepandaianmu" Siapa gurumu?"
"Aku tak punya guru. Kepandaianku yalah dapat
mendengar suara oranng pada jarak jauh. Dapat
memencarkan suara membikin bingung orang dan dapat
berlari secepat angin"
Kepandaian itu engkau dapat karena makan ko-le-som
sebesar -bayi yang berumur ratusan tahun itu?"
"Ya." "Baik, sekarang pertanyaan yang ketiga. Apa engkau
masih punya keluarga dan hendak kenanakah tujuanmu
sekarang." "Aku sudah sebatang kara, jauh sanak jauh kadang. Aku
tak punya tujuan tertentu kecuali hanya menghabiskan sisa
umurku dalam dunia ini."
"Ya, sudah," kata Huru Hara, "nah, sekarang tidur saja
di sarangmu. Aku hendak melanjutkan perjalanan."
"Tunggu!" teriak Cian-li ji seraya memegang baju Huru
Hara ketika Huru Hara hendak berangkat, "engkau sudah
mengajukan tiga pertanya kepadaku. Sekarangpun engkau
harus menjawab tiga buah pertanyaanku. Itu baru adil."
"Hm, baiklah." "Pertama, siapa namamu?"
"Loan Thian Te aiias Huru Hara."
"Engkau sudah kawin atau belum dan hendak kemana
saja engkau ini?" "Aku masih bujangan dan sekarang hendak berkunjung
ke tempat jenderal Ko Kiat melamar pekerjaan."
"Kalau begitu, aku ikut engkau saja."
"Lho, itu bukan pertanyaan!"
"Biar, pokoknya aku ikut engkau. Jangan kuatir, aku
takkan minta makan engkau. Aku punya simpanan pil
penahan lapar. Engkau dapat suruh aku kerja apa saja, aku
tak minta gajih." Huru Hara tertawa, "Mengapa engkau suka ikut aku?"
"Engkau jujur dan lucu."
"Uh," Huru Hara menyeringai, "berapa umurmu?"
"Sudahlah, panggil saja aku paman dan kuanggap
engkau sebagai keponakanku. Mari kita berangkat!" Cian-li
ji terus menggandeng tangan Huru Hara diajak berjalan.
Apa boleh buat, Huru Hara terpaksa menurut.
Mereka menuju ke kota Yang-ciu tempat kediaman
jenderal Ko Kiat. Jilid: 4. Comat comot. Serangan tentara Ceng yang berhasil menduduki kotaraja
Pakkhia telah membuat kerajaan lleng kocar kacir. Ibukota
pindah ke Lamkia dan karena baginda Cong Ceng bunuh
diri maka tahtapun kosong. Timbul pertentangan diantara
para mentri dan panglima untuk menobatkan raja yang
baru. Mereka terpecah menjadi dua golongan. Golongan yang
mendukung pangeran Hok-ong dan golongan yang
mendukung pangeran Lok-ong. Hok-ong ramah dan welas
asih. Lok-ong tangkas dan cerdik.
Itu waktu mentri urusan tentara atau Peng-oh-siang-su
dipegang oleh Su Go Hwat. Saat itu bala balatentara
kerajaan Beng bermarkas di Hu-o. Mendengar pertentangan
dikalangan menteri tentang pengangkatan raja baru, Su Go
Hwat condong mengangkat Lok-ong.
Tetapi gubernur wilayah- Hong-yang-hu yakni Ma Su
Ing yang licik, hendak memanfaatkan kelemtahan pangeran
Hok-ong untuk kepentingannya. Diam2 dia bersekutu
dengan Lau Liang Co dan lain2 menghadap dan
menghaturkan laporan pada mentri urusan tentara Su Go
Hwat, menyatakan bahwa golongan pendukung Hok-ong
itu besar pengaruhnya. Kalau sampai Hok-ong tidak
diangkat dikuatirkan akan timbul pemberontakan.
Su Go Hwat terpaksa menurut. Begitulah dengan
membawa pasukan besar, Ma Su Ing menekan pada mentri
dan jenderal yang terbesar di seluruh wilayah Kangpak agar
mendukung Hok-ong. Akhirnya Hok-onglah yang
dinobatkan sebagai raja baru.
Setelah maksudnya tercapai, Ma Su Ing me lanjutkan
rencananya lagi. Dia hendak menyingkirkan mentri setia Su
Go Hwat dan akan merebut kedudukan sebagai Sen-siang
atau perdana mentri. Saat itu Su Go Hwat sedang mengadakan pembaharuan
dan penyederhanaan di kalangan tentara. Antara lain,
pasukan bhayangkara Kim ih-wi, Gi-lim-kun dan lain2
digabung kedalam pasukan tentara di bawah komando
mentri urusan tentara. Melihat itu Ma Su Ing cemas. Dia kuatir Go Hwat
hendak menguasai tentara. Maka diam2 dia
,memerintahkan jenderal Ko Kiat supaya menganjurkan
baginda supaya memintakan Su Go Hwat keluar
mengadakan inspeksi ke daerah2.
Hok-ong memang lemah dan doyan pelesir. Sejak naik
tahta dia hanya memanjakan diri dalam bersenang-senang
dengan wanita cantik. Pada suatu hari kerajaan mengadakan sidang lengkap,
membicarakan soal peperangan menghadapi pasukan Ceng.
Su Go Hwat menganjurkan agar baginda keluar ke daerah
untuk membangkitkan semangat rakyat, menyusun
kekuatan dan memperkuat kekuatan pasukan. Tetapi
baginda menolak dan meminta salah seorang mentri yang
melaksanakan tugas itu. Ada yang mengusulkan supaya Ma
Su Ing yang diangkat sebagai Kian-siu atau Duta raja.
Tetapi Mo Su Ing menolak. Akhirnya pilihan jatuh pada Su
Go Hwat. Karena menganggap tugas itu amat penting, Su
Go Hwat terpaksa menerima.
Su Go Hwat seorang mentri yang jujur dan berwibawa.
Dia mendapat dukungan penuh dari rakyat dan ditakuti
jenderal2 penguasa daerah.
Diantara jenderal2 pasukan Beng, terdapat empat orang
jenderal yang tak becus. Mereka yalah Lau Cek Cing, Ui
Tek Kong, Lau Liang Co dan Ko Kiat.
Bermula terjadi persaingan diantara Ui Tek Kong, Liu
Cek Cing dan Ko Kiat untuk menguasai kota Yang-ciu.
Ternyata Ko Kiat dengan pasukannya tiba lebih dulu.
Tetapi rakyat Yang-ciu yang tahu Ko Kiat itu seorang
jenderal yang kejam, menolak kedatangannya. Pintu kota
ditutup rapat2. Ko Kiat marah. Dia memerintahkan
pembunuhan besar-besaran pada rakyat dari empat buah
desa disekeliling kota Yang-ciu itu.
Mendengar itu rakyat Yang-ciu makin benci dan tak mau
membukakan pintu kota. Sampai satu bulan lamanya
pasukan Ko Kiat menyerang dan mengepung kota itu tetap
tak berhasil. Sebelum itu ketiga jenderal yang lain Lau Cek Cing, Ui
Tek Kong dan Lau Liang Ge juga mengadakan huru-hara
gara2 ditolak rakyat. Kerajaan tak dapat berbuat apa2 dan
menitahkan Su Go Hwat untuk mengatasi persoalan itu.
Berkat kewibawaannya, dapatlah ketiga jenderal yang saling
berebut daerah itu ditundukkan dan taat pada perintah Su
Go Hwat. Setelah itu Su Go Hwat lalu ke Yang-ciu menemui Ko
Kiat. Ko Kiat ketakutan. Dalam waktu satu malam dia
perintahkan prajuritnya untuk membuat seribu liang,
mengubur mayat2 rakyat yang dibunuhnya itu.
Su Go Hwat pura2 tak tahu peristiwa itu dan
mengangkat Ko Kiat sebagai penguasa di Co ciu.
Kekuasaan atas Yang-ciu. dipegang sendiri oleh Su Go
Hwat. Diam2 Su Go Hwat menyerahkan kota Gi - cin
kepada. pasukan U Tek Kong agar dapat mengawasi dan
menindak Ko Kiat kalau sampai nyeleweng lagi.
Waktu itu panglima besar atau Cong-peng yang baru
diangkat yakni Ui Hui akan datang untuk memangku
jabatan. Karena dia masih bersaudara dengan Ui Tek Kong
maka dia minta supaya Tek Kong membawa pasukan untuk
menyambutnya, menjaga kemungkinan yang tak diingini


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam suasana kacau seperti waktu itu.
Mendengar itu Ui Tek Kong lalu membawa 100 pasukan
untuk menyambut ke Ko-yu. Hal ini menimbulkan
kecurigaan Ko Kiat yang mengira Ui Tek Kong hendak
menyerangnya. Dia menitahkan pasukannya bersembunyi
menyegat di tengah jalan. Waktu Ui Tek Kong dan
pasukannya sedang beristirahat maka muncullah pasukan
Ko Kiat yang menyerangnya.
Tek Kong dengan susah payah dapat lolos dari bahaya
Wanita Gagah Perkasa 5 Pedang Keadilan Karya Tjan I D Pendekar Panji Sakti 16
^