Pencarian

Bloon Cari Jodoh 21

Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong Bagian 21


prajurit berkumis yang masih berkutetan hendak mencabut
pedangnya yang menancap pada meja, terus didorong
kearah keempat ajurit itu, brukkkk . . .. keempat prajurit itupun
jatuh sungsang sumbal karena dilanda tubuh si prajunt
berkumis. Walaupun sudah mendapat latihan sebagai prajurit
namun mereka tetap harus meringis kesakitan karena
kepalanya memar dan tulang pungungnya patah. Dengan
terseok-seok mereka segera lari keluar.
"Terima kasih hohan," kata si pedagang. "Harap lekas
pergi. Kotaraja bukan tempat yang aman," Huru Hara
memberi pesan. Dan dia terus memanggil cangkui,
"Ciangkui, berapa kerusakan disini, aku yang ganti semua."
Ciangkui menghaturkan terima kasih.
Setelah membereskan semua maka Huru Harapun minta
keterangan dimana tempat kediama tay-haksu Ma Su Ing.
Setelah itu maka Hu Harapun melangkah keluar.
Memang suasana kotaraja baru itu tidak menunjukkan
suatu keperihatinan dari scbuah negeri yang sedang
berperang. Diam2 Huru Hara mulai menilai siapakah
sesungguhnya peribadi tay-haksu Ma Su Ing itu. Adakah
dia benar2 seorang mentri setya ataukah mentri yang tidak
becus. Menilik tingkah laku kawanan prajurit di rumahnaakan
tadi, timbullah kesan Huru Hara bahwa dikalangan tentara
kerajaan Beng, disiplin sudah tak dipatuhi lagi. Atau
mungkin pucuk pimpinan yang tidak becus memegang
peraturan sehingga tentara bertingkah sewenang-wenang
terhadap rakyat. Tengah dia menyusur jalan besar yang akan menuju ke
tempat kediaman mentri Ma Su In tiba2 ia melihat
sepasukan kecil prajurit kerajaan sedang berjalan menuju ke
arahnya. "Mungkin saja ada undang2 perang yang berlaku di
kotaraja ini sehingga tentara mempunyai kekuasaan besar,"
pikirnya, "Itulah orangnya!" teriak sebuah suara dari rombongan
prajurit itu. Huru. Hara terkejut. Ia seperti sudah pernah mendengar
nada suara orang itu. Sebelum ia sempat meneliti siapa
orapg itu, tahu2 rombongan prajurit itu sudah
mengepungnya. "Pemberontak, lekas menyerah, teriak seorang prajurit
yang berpangkat sersan, "Siapa yang engkau katakan pemberontak Itu?" sahut
Huru Hera. "Engkau!" sersan itu menuding.
"Gila!" bentak Huru Hara " aku orang Han yang
memusuhi musuh, mengapa enak saja engkau menuduh
aku seorang pemberontak?"
"Jangan banyak mulut" sersan itu balas membentak,
"mau menyerah atau tidak.'
"Hm, beginikah tingkah laku prajurit keraja:m kita" 0,
kalau menghadapi musuh tidak berdaya, tetapi kalau
terhadap rakyat sendiri bertingkah sewenang --wenang."
"Tangkap !" Perintah sersan itu, serentak duapuluh
prajuritpun menyerbu. Huru Hara sebenarnya tak ingin cari perkara, Tetapi
ternyata perkara, yang mencari dirinya. Apa boleh buat.
Diapun segera menerjang mereka.
Dalam beberapa kejap saja sudah ada beberapa prajurit
yang menjerit dan rubuh Bahkan, si sersan yang ikut maju
juga meringis kesakitan karena hidung dan mulutnya keluar
kecap. Rombongan prajurit itu benar2 heran dan penasaran.
Mengapa seorang pemuda yang kepalanya memelihara dua
buah kuncir dan pakaiannya serba nyentrik, dapat melawan
puluhan prajurit. Ada beberapa prajurit yang sedikit2
mengerti ilmusilat, heran melihat gerak gerik Huru Hara
waktu bertempur. Pemuda nyentrik itu tidak main silat
menurut jurus silat yang benar tetapi Iebih banyak ngawur
asal menggerakkan tangan saja. Namun anehnya, setiap
kali tangan Huru Hara bergerak tentu prajurit itu menjerit
kesakitan. Karena kewalahan, beberapa prajurit yan merasa ngeri,
segera lari tunggang lauggang. Melihat itu kawankawannyapun
juga ikut lari".. "Hm, kawanan prajurit kerajaan memang menjemukan
sekali," dengus Huru Hara.
Huru Hara terus hendak melanjutkan perjalanan tetapi
dari arah depan kembali muncul sekelompok prajurit yang
dipimpin oleh seorang paderi. Waktu dekat ternyata paderi
itu bukan paderi Tiong-goan tetapi menilik wajah dan
pakaiannya adalah paderi dari Tibet.
"Hwat-su, itulah pemberontaknya." seru salah seorang
prajurit yang bukan lain adalah si sersan yang hidungnya
bonyok tadi. "Hm," dengus paderi Hoan-ceng ( asing ) itu dengan
muak. Matanya memandang berkilat-kilat kearah Huru
Hara. "Hai, setan, engkau minta hidup atau minta mati?"
serunya dengan garang. Huru Hara geram sekali, "Hai, binatang, engkau ini
manusia atau binatang?" balasnya dengan kata dan sikap
seperti paderi itu. "Kurcaci! Berani engkau menghina aku!"
"Siapa yang suruh tidak berani?" sahut Huru Hara yang
rupanya mulai kambuh ke-blo`onan-nya.
"Siapa engkau kurcaci?" tegur paderi hoan-ceng itu.
Hoan-ceng artiaya paderi dari tauah asing atau bukan dari
Tiong-goan. "Engkau sendiri siapa sih?" balas Huru Hara mengejek.
"Bangsat! Jangan kurang ajar terhadap Sam-ceng loyal"
teriak si sersan. "Apa sih itu Sam-ceng loya?"
"Sam-ceng toya adalah 'tiga serangkai padri suci dari
istana kerajaan Beng."
"Ha, ha, ha . . . . " tiba Huru Hara tertawa keras.
"Diam !" bentak si sersan," mengapa engkau tertawa ?"
"Aku tertawa karena geli. Masakan mahluk seperti iblis
itu Iayak di kata suci?" seru Huru Hara.
Mendengar itu tak kuasa lagi si imam yang disebut
sebagai Sam-ceng, menahan kesabarann.
Darrrrr . .. . Seketika ia lepaskan pukulan yang menggelegar. Sekalian
prajurit terkejut, demikian juga Huru Hara. Untung Huru
Hara sudah silap sehingga dia masih sempat untuk
mengangkat tangan melindungi diri.
Uh . . . . Huru Hara tersurut setengah langkah. Tetapi
paderi itu terdorong mundur dua langkah. Dia benar2
terkejut. Pukulan yang dilepaskan itu disebut Sip-lut-ciang
atau Pukulan Sepuluh-geledek. Dahsyatnya setara dengan
Biat-gong-ciang dari perguruan Siau-lim atau Pik giok-ciang
(pukulan Mambelah-kumala) dari perguruan Bu-tong-pay.
Memang dia hanya menggunakan lima bagian tenagadalamnya.
Tetapi itupun sudah jang orang kuat
menghadapi. Bahwa Huru Hara bukan saja sanggup
bertahan, pun bahkan dapat memancarkan tenaga-sakti
yang aneh yang mendorong balik tubuh paderi itu, benar2
membuat paderi terkejut bukan kepalang.
"Siapa engkau?" seru paderi hoan-ceng
"Engkau harus memberitahukan namamu lebih dulu, aku
mau kasih tahu namaku," sahut Huru Hara.
"Aku adalah paderi Sakya dari istana," sahut paderi
hoan-ceng itu. "Lho, aneh, namanya saja Sakya, tentu bulan paderi
Tiong-goan, mengapa bisa berada di istana" Siapa yang
suruh?" "Sam-ceng merupakan penasehat dari tay-haksu Ma Su
Ing. Disamping itu tay-haksu masih memiliki Sam-sukia (
Tiga Duta ) dan Sam-wisu ( Tiga Pengawal )."
"0, engkau bekerja pada tay-haksu?"
"Hm." "Mana tay-haksu?"
"Hm, jangan terlalu kurang ajar! Siapa engkau'!"
"Namaku Huru Hara, aku ingin menghadap tay-haksu."
"Gila! Masakan nama orang begitu gila-gilaan."
"Namaku yang lengkap adalah Loan Thian. Biasa cukup
disebut si Huru Hara."
"Perlu apa engkau hendak menghadap tay-haksu?"
"Itu bukan urusanmu. Nanti kalau aku sudah berhadapan
dengan tay-haksu baru akan kukatakan maksud
kedatanganku." "Tetapi aku adalah orang kepercayaan tay-haksu." seru
Sakya hwatsu. "Aku tidak menginginkan orang kepercayaan." tetapi tayhaksu
sendiri. Karena urusan ini penting dan harus
kusampaikan kepada tay-haksu sendiri."
"Hm, siapakah yang suruh mengtiadap haksu itu?"
"Pokoknya, rahasia. Bawalah aku kepada tay-haksu."
"Hm, dalam jeman seperti ini, banyak orang mengakuaku
menjadi orang kepercayaan atau keluarga mentri anu,
pembesar anu. Perlunya, akan menyelundup untuk
memata-matai keadaan bahkan kalau dapat akan
membunuh mentri yang akan ditemuinya itu."
'0, engkau mencurigai aku"."
"Aku sudah mendapat wewenang penuh. tay- haksu
untuk memeriksa dulu setiap orang yang akan menghadap
tay-haksu." "Wah. sayarg, aku justeru tak mau kau menyampaikan
tugasku itu bukan kepada thaksu sendiri. Lalu bagaimana"
Apakah engkau tetap merintangi aku?"
"Tidak perlu, kecuali engkau tak mau menyerahkan
urusan yang hendak engkau sampaikan kepada tay-haksu
itu kepadaku!" "Terang aku tidak man!"
"Hm, Kalau begitu terpaksa engkau akan kuhajar . ..... ."
Sikya hwatsu terus menyerang Huru Hara, Dan keduanya
segera terlibat dalam pertempuran yang dahsyat.
Karena yang bertempur itu salah seorang dari Sam-ceng
istana maka kawanan prajurit itupun tak berani ikut
campur. Mereka tegak berjajar di kehling gelanggang
pertempuran. Juga Sakya hwatsu tak terhindar dari rasa aneh yang
besar. Dia jelas memperhatikan bahwa gerak permainan
Huru Hara itu tidak menurut jurus tata- silat yang umum
tetapi semaunya sendiri, bahkan kadang pemuda
menyentrik itu hanya menirukan saja gerak serangan Sakya
hwat-su. Pernah karena penasaran dan khe-ki, Sakya-hwatsu
mengajak adu pukulan dan waktu kedua pukulan saling
berbentur, dia terkejut. Dia merasa dari tangan pemuda itu
seperti memancarkan arus tenaga-dalam yang memantul
balik. Misalnya ketika ia melontarkan pukulan Sepuluhpetir
dengan diisi enampuluh bagian tenaga-dalam, ketika
berbentur dengan tangan Huru Hara, ternyata tenagadalamnya
itu tertolak balik dan melanda dirinya lagi.
Sakya hwatsu benar2 tak habis herannya, apakah yang
dimiliki pemuda nyentrik itu" Selama berpuluh tahun ia
meyakinkan ilmu silat dan tenaga-dalam dari aliran Tibet,
belum pernah dia berhadapan dengan ilmu semacam yang
dimiliki pemuda nyentrik itu.
Namun Sakya hwatsu juga seorang dedengkot persilatan
yang berpengalaman. Dia tahu pemuda lawannya itu
memiliki suatu ilmu ajaib, tetapi diapun tahu kalau cara
Huru Hara berkelahi itu tidak menurut garis rel yang benar
tetapi hanya secara acak-acakan saja. Dia harus kuhadapi
dengan ilmusilat yang tinggi, katanya dalam hati.
Tetapi diapun kecele lagi. Karena walaupun kelabakan
tetapi Huru Hara masih dapat menghindari semua serangan
Sakya hwatsu. Geraka pemuda nyentrik itu benar2 luar
biasa cepatnya. Namun Sakya hwatsu tak berani mengendorkan
serangannya. Diserangnya dengan bermacam-macam jurus
ilmusilat yang aneh sehingga Huru Hara harus bekerja matimatian
untuk menghindar. Tiba2 muncul sebuah tandu yang dipikul oleh empat
orang lelaki dan diiring oleh sepasang gadis berpakaian
indah. Tandu itu berhenti dan dari dalam terdengar suara orang
berseru, "Hai, siapa yang berkelahi itu" Mengapa hwatsu
juga terlibat dalam perkelahian?"
Kawanan prajurit terkejut. Sersan segera maju
menghampiri, "Maaf, siocia, Sakya hwatsu sedang
menangkap seorang pemuda nyentrik."
"Siapa pemuda itu?" tanya suara dari dalam tandu.
"Dia mengatakan bernama Huru Hara dia hendak
menghadap tay-haksu tayjin."
"0, kalau memang benar2 hendak menghadap' ayah,
mengapa harus dihalangi?" tegur suara dari dalam tandu
yang jelas adalah suara seorang gadis. Dan kalau menilik
dia menyebut ayah kepada tay-haksu, Ma Su Ing, tentulah
dia itu puterinya. Memang benar, yang berada dalam tandu adalah puteri
tay-haksu yang bungsu bernama Giok Hoa, adik dari Ma
Giok Ing. "Tetapi siocia, dia telah melukai beberapa prajurit kita,"
kata si sersan pula. "Mungkin karena hendak kalian tangkap, kan?" tanya Ma
Giok Hoa. "Ya," sahut si sersan, "karena dia tak mau mengatakan
apa keperluannya hendak ntenghadap haksu tayjin. Juga
kepada Sakya hwatsu dia tetap berkeras kepala sehingga
hwatsu marah." "Ah, jangan mencurigai orang. Curiga itu tidak baik,"
kata Ma Giok Hoa lalu keluar dari tandu dan maju
menghampiri. Puteri Ma Su Ing yang bungsu itu baru berumur I8 tahun.
Seorang dara remaja yang cantik dan berwajah cerah. Tayhaksu


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ma Su Ing mempunyai tiga orang anak. Yang besar
anak laki bernama Ma Sun, nomor dua perempuan yaitu
Ma Giok Cu dan yang kecil juga perempuan yalah Ma
Giok Hoa itu. Ma Sun berwatak congkak karena mengandalkan
kekuasaan ayahnya. Ma Giok Cu juga angkuh dan manja.
Tetapi Ma Giok Hoa beda sendiri. Dara itu berhati welas
asih dan jujur. Saat itu dia habis berkunjung ke sebuah vihara untuk
bersembahyang. memanjatkan doa agar kerajaan Beng tetap
dilindungi. Dan kembali pulang, di tengah jalan ia melihat
ramai-ramai. Huru Hara sedang dikepung oleh kawanan
prajurit. "Hwat-su, jika pemuda ini hendak menghadap ayah,
kuminta hwatsu suka meluluskan," kata Ma Giok Hoa
kepada Sakya hwatsu. Sebenarnya Sakya hwatsu memang gelisah karena tak
dapat mengalahkan Huru Hara. Apalagi kalau dia sampai
kalah, tentulah dia akan kehilangan muka. Maka
kedatangan puteri bungsu tay-haksu itu sungguh kebetulan
sekali. "Sebenarnya orang itu harus ditangkap dan diperiksa .. ..
" "Biarlah aku yang menanggung apabila sampai berbuat
apa2, hwatsu," tukas Ma Giok Boa.
Sudah tentu sekalian orang termasuk Huru Hara sendiri
tak habis herannya mengapa puteri Ma Su Ing itu mau
mengucapkan begitu. "Nona, engkau belum kenal aku, mengapa nona berani
menanggung diriku?" tanya Huru Hara.
"Aku percaya pada semua orang," sahut Ma Giok Hoa,
"karena setiap kejahatan tentu akan berbalas sendiri."
Huru Hara terkejut. Dara yang masih semuda itu
mengapa dapat memiliki pikiran yang begitu tinggi.
Begitulah karena pengaruh Ma Giok Hoa maka Huru
Harapun dibebaskan. Diam2 dia mengikuti perjalanan
rombongan tandu Ma Giok Boa yang menuju ke tempat
kediaman tay-haksu Ma Su Ing.
Gedung kediaman tay-haksu itu besar dan megah sekali.
Penjaga segera menghadang Huru Hara yang hendak ikut
masuk bersama tandu Ma Giok Hoa, Tetapi nona itu
memberi isyarat agar Huru Hara diidinkan masuk.
Huru Hara benar2 tak mengerti atas sikap si dara
terhadapnya. Namun diapun terus mengikuti saja.
"Tunggu dulu di sini, akan kuberitahukan kcpada ayah,"
kata dara itu seraya terus masuk ke dalam ruangan. Tak
berapa lama dara itu keluar lagi. "Ah, ayah sedang tidur.
Harap tunggu." Dara itu mengajak Huru Hara ke taman. Di situ terdapat
sebuah pagoda tempat peranginan, "Silakan tunggu di sini,
aku hendak ganti pakaian."
Huru Hara kagum atas keindahan taman gedung
kediaman mentri tay-haksu. Tamannya saja begitu indah
permai, penuh berhias beraneka bunga dan terdapat kolam
dengan air pancuran yang mengasyikkan.
"Hm, rakyat di mana2 sedang sengsara tetapi mentri tayhaksu
ini menikmati kehidupan yang begini nikmat . . . . , "
pikir Huru Hara. "Hai, mahluk apa disitu itu!" tiba2 terdengar seorang
gadis menjerit kaget. Huru Hara juga melonjak kaget. Dia sedang melamun
sehingga tak tahu kalau di belakangnya telah muncul
seorang gadis. Lebih kaget lagi ketika ia melihat bahwa
yang muncul itu adalah gadis yang pernah dijumpainya
beberapa waktu yang lalu.
"Nona Ma ... ," tanpa disadari ia berseru.
"Hai, bulus, engkau kiranya!" teriak gadis itu. Dia bukan
lain adalah Ma Giok Cu, puteri pertama dari tay-haksu Ma
Su Ing. -oo0dw0oo- Jilid 32 Panas dingin Ma Giok Cu terkejut sekali karena melihat pendekar
nyentrik yang dulu pernah dijumpainya bersama dengan
Bok Kian, berada disitu. Gadis itupun segera ingat
bagaimana inang pengasuhnya Liu Ma, dikalahkan oleh
pemuda nyentrik itu. "Hai, bulus, mengapa engkau berani masuk ke taman tayhaksu,"
bentaknya dengan deliki mata.
Karena berhadapan dengan seorang gadis, Huru Hara
masih dapat menahan kesabarannya walaupun dirinya
dimaki sebagai bulus atau kura2.
"Aku hendak menghadap tay-haksu," sahut Huru Hara.
"Apa" Engkau hendak menghadap ayah?"
"Ya." "Tidak bisa!" "Lho, aneh," kata Huru Hara, "mengapa tidak bisa"
Apakah ada larangan tak boleh menghadap tay-haksu."
"Ayah adalah seorang mentri besar dalam kerajaan.
Mana sudi menerima seorang manusia seperti engkau?"
"Lho, kenapa" Apakah aku tidak memenuhi syarat
sebagai manusia?" "Manusia yang waras tentu tidak seperti engkau. Masa
ada seorang muda yang potongan rambutnya seperti
sepasang tanduk begitu."
"Apa hubungan rambut dengan diriku sebagai manusia.
Aku punya tubuh dan jiwa, bisa bicara. Apakah bedanya
dengan manusia lain" Soal rambutku ini, setiap orang
mempunyai selera sendiri2. Tetapi sudahlah, nona
kedatanganku bukan untuk minta dinilai aku ini layak
disebut manusia atau bukan, melainkan hendak menghadap
tay-haksu." Ma Giok Cu berpaling seperti mencari seseorang. Ia
kerutkan dahi, "Uh, tadi engkoh Hong Liang mengiringkan
aku ke taman ini. Tetapi di manakah dia sekarang?"
pikirnya heran. "Hai, kura2," serunya kepada Huru Hara "sekarang aku
hendak menagih hutang kepadamu."
"Hutang" Hutang apa aku kepada nona," Huru Hara
terkejut. "Tempo hari engkau telah melukai sekarang engkau
harus membayarnya!" "0, perempuan tua itu?"
"Hm, kiranya engkau masih ingat juga," dengus Ma Giok
Cu. Dia segera bertepuk tangan tiga kali dan muncullah
Lau-ma, wanita pengasuh Ma Giok Cu yang memiliki ilmu
jari sakti Sin ci-kang. Wanita tua itu berjalan dengan
memakai tongkat. "Ada apa siocia?" tegurnya.
"Hari ini akan kuhadiahi engkau sebuah bingkisan yang
amat berharga." "0, terima kasih siocia," sahut Lau-ma, "bingkisan apa
saja?" "Patung itulah!" Ma Giok Cu menuding pada Huru Hara.
"0, dia?" Lau-ma berseru kaget, "siapa yang suruh dia
masuk kemari?" "Dia kan setan, dapat masuk keluar tanpa diketahui
orang. Hajarlah dia Lau-ma," perintah Ma Giok Cu.
Lau-ma mendengus dan maju kehadapan Huru Hara,
"Hm, engkau sungguh bernyali besar sekali berani masuk
kedalam gedung ini."
"Lho masuk ke gedung ini mengapa dianggap berani?"
"Karena orang mungkin dapat masuk tetapi jangan harap
bisa keluar lagi." "Wah, kalau begitu, aku gembira sekali, tetapi apakah
engkau sudah sembuh betul2?"
Merah muka Lau-ma karena diejek begitu. Ia
menggeram. "Hm, tempo hari engkau dapat berkokok,
tetapi jangan harap engkau mampu ke luar dari gedung ini
dengan masih bernyawa."
"Uh, nyawamu hanya selembar, apakah hendak engkau
minta?" "Siapa sudi mengambil nyawamu, kunyuk. Aku akan
membasminya!" "Perempuan katak," seru Huru Hara, "aku seorang
tetamu mengapa engkau perlakukan aku sebagai seorang
penjahat?" "Cis, siapa sudi menerima tetamu seperti engkau ?"
geram Lau-ma. "Perempuan tua," seru Huru Hara, "jangan menghina
aku begitu rupa. Tunggu setelah aku menghadap tay-haksu
nanti kita selesaikan perhitungan kita lagi. Engkau mau
mengajak apa saja, tentu akan kulayani."
"Di sini adalah rumah tay-haksu. Ma sio cialah yang
berkuasa penuh. Ma siocia mana mau menerima tetamu
seperti engkau! Enyah bangsat!
Huru Hara tak sempat membantah lagi karena saat itu
Lau-mapun sudah menyerangnya Sip-ci-sin-kang atau
Sepuluh-jari-sakti ya dimiliki Lau-ma memang pernah
menjagoi seluruh dunia persilatan pada tiga empatpuluh
tahun yang lalu. Ilmu itu hampir lenyap. Kini tiba2
dimainkan oleh inang pengasuh dari puteri menteri tayhaksu.
Terdapat beberapa macam ilmu jari sakti antara lain Tanci-
sin-kang atau Selentikan-jarisakti, yang bukan saja dapat
memancarkan tenaga-dalam melalui gerak selentikan jari,
pun apalagi telah mencapai tataran tinggi dapat ditudingkan
ke arah musuh yang berada pada jarak beberapa meter,
tudingan jari itu memancarkan tenaga-dalam yang
menghancurkan. Juga menutuk jalan-darah dari jarak jauh
termasuk tenaga-dalam yang dipancarkan melalui jari.
Biasanya pemancaran jari itu dilakukan dengan sebuah
atau dua buah jari. Tetapi yang dimiliki Lau-ma adalah
sepuluh jari atau yang disebut Sip-ci-sin-kang. Kesepuluh
jari Lau-ma setempak dapat memancarkan tenaga-dalam
untuk mencengkeram lawan. Lau-ma telah mencapai
tataran, pada waktu melancarkan ilmu itu, ia dapat
meluncurkan kuku jarinya ke luar sampai dua tiga inci.
Huru Hara terkejut ketika merasa dirinya terutama
bagian muka dan dada, dicengkam oleh tekanan tenaga
yang kuat. Dan pandang matanyapun agak silau melihat
berpuluh-puluh kuku jari yang tajam mencurah ke arah
mukanya. Terpaksa dia loncat mundur untuk membenahi diri.
Tetapi secepat itu pula Lau-mapun sudah memburu lagi.
Huru Hara tidak gentar, diapun berloncatan kian kemari
untuk menghindar. Kalau tak sempat menghindar baru dia
menampar untuk menghalau taburan kuku2 maut itu.
Diam2 Lau-ma yang memperhatikan gerakan Huru Hara
menjadi heran. Jelas gerak hindaran maupun pukulan
pemuda itu tidak menurut jurus tata silat yang wajar tetapi
anehnya pemud itu dapat bergerak sedemikian gesit dan lagi
setiap tamparannya tentu memancarkan tenaga-sakti yang
kuasa untuk menghalau serangan kuku jarinya.
"Gila . .. , " pikir Lau-ma. Walaupun dia dulu pernah
bertempur dengan Huru Hara dan tahu bagaimana
keganjilan anakmuda itu, namun sekarangpun dia tetap tak
habis mengerti. Apa sesungguhnya yang dimiliki pemuda
nyentrik itu" Tengah pertempuran berjalan seru, tiba2 terdengar
sebuah lengking teriak seorang dara, "Lau ma, berhenti .... !
" Lau-ma terkejut. Dia kenal suara itu adalah suara ji-siocia
Ma Giok Hoa. Cepat dia menarik pulang serangannya.
"E, adik Hoa, mengapa engkau suruh Lau-ma berhenti?"
tegur Ma Giok Cu yang terkejut.
"Mengapa Lau-ma menyerang pemuda itu," balas Giok
Hoa. "Siapa dia" Dia adalah kunyuk yang dulu pernah melukai
Lau-ma." "0, apa urusannya?" tanya Giok Hoa pula
"Dia bertengkar dengan engkoh Hong Liang dan
membela seorang gadis anak dari Su Go Hwat. Lau-ma tak
puas atas sikapnya terhadapku. Lau-ma lalu menghajarnya
tetapi dia berani melawan bahkan melukai Lau-ma."
"An, urusan yang lalu anggap saja sudah selesai. Dia
datang kemari karena hendak menghadap ayah."
"Un, apa engkau tidak salah bicara adik Hoa?" tegur Ma
Giok Cu. "Salah bicara bagaimana, cici?"
"Dia hendak menghadap ayah" Apa kedudukannya kok
dia berani begirtu" Dia kan seorang pemuda gelandangan
yang suka mengganggu orang."
"Dia mengatakan begitu kepadaku."
"Dan engkau percaya saja?"
"Aku mempercayai setiap orang."
"Ah, jangan berpikiran menurut ukuran pikiranmu, adik
Hoa. Engkau tahu saat ini banyak sekali mata-mata musuh
yang berkeliaran dimana-mana. Mereka selalu mencari
kesempatan untuk mengacau dan bahkan mengadakan
pembunuhan. Apakah engkau tak pernah membayangkan
bagaimana akibatnya kalau dia seorang mata-mata musuh
yang hendak membunuh ayah?"
"Aku percaya atas kata2nya. Kalau dia memang hendak
membohongi aku, itu terserah saja. Karena yang
menanggung akibat dari karma perbuatannya itu adalah dia
sendiri." "0, jangan muluk2 dengan segala macam falsafah agama
yang engkau anut, adik Hoa," seru Ma Giok Cu. "ini urusan
negara. Jiwa ayah adalah penting sekali bagi kepentingan
kerajaan, masakan hanya engkau pertimbangkan dengan
segala falsafah karma saja. Bagaimana kalau ayah sampai
terbunuh" Apakah kerajaan takk kehilangan tulang
punggung yang berharga" Apakah kita takkan kehilangan
tiang sandaran yang berharga" Soal karma atau tidak, itu
kan urusan peribadi, bukan urusan negara."
"Ai, mengapa cici mengamuk begitu rupa. Bukankah dia
belum sampai membunnh ayah" Dan apakah sudah pasti
kalau dia tentu akan membunuh ayah?"
"Bagaimana engkau tahu kalau dia bermaksud baik atau
jahat?"

Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku percaya, kalau perlu cici boleh minta janjinya," kata
Giok Hoa lalu berpaling kearah Huru Hara dan berseru,
"aku minta janjimu. Apakah kedatanganmu ini hendak
berniat membunuh ayahku?"
"Jangan kuatir nona." sahut Huru H "aku hanya akan
menyampaikan surat dari menteri Su Go Hwat tayjin. Sama
sekali aku tidak bermaksud hendak membunuh tay -haksu.
Aku orang bangsa Han, bagaimana aku hendak
menghianati bangsaku sendiri?"
"Tidak mungkin!" teriak Ma Giok Cu, "masakan paman
Su Go Hwat akan menyuruh orang seperti engkau. Apakah
paman Su sudah kehabisan orang yang dapat dipercaya
selain engkau?" "Apakah engkau dapat memberi bukti bahwa engkau
disuruh paman Su Go Hwat," tanya Hoa dengan ramah.
"Ada," kata Huru Hara lalu mengeluarkan surat buatan
Raja copet yang meniru surat yang dibawa utusan Su Go
Hwat. "Ah, mungkin surat palsu," seru Ma Giok Cu.
"Cici ... " "Baiklah," seru Huru Hara, "apakah nona hendak
membuka surat ini?" "Boleh, biar kuperiksanya apabila surat itu benar dari
paman Su Go Hwat atau bukan."
"Tetapi ada syaratnya nona," kata Huru Hara, "surat ini
menurut pesan Su tayjin, hanya boleh diserahkan kepada
tay- haksu Ma tayjin. Lain orang tidak boleh. Namun kalau
nona hendak memeriksa, akupun tak dapat melarang asal
nona memenuhi permintaanku?"
"Apt permintaanmu?"
' Mudah sekali," sahut Hara Hara, "kalau surat itu palsu,
akan kuserahkan kedua tanganku supaya ditabas kutung . . .
. " "Wah......apakah engkau bersung;uh-sungguh?"
"Ya" "Baik, itu permintaanmu sendiri."
"Jangan tergesa-gesa," seru Huru Hara, "namun kalau
surat itu benar2 surat aseli dari Su tay jin, akupun hendak
minta tanda mata dari nona sebagai bukti akan
kejujuranku." "Engkau minta hadiah uang?"
"Hm, uang," seru Huru Hara, "dalam peran seperti saat
ini, yang penting adalah keselamatan jiwa. Karena orang
tak tahu besok atau lusa apakah masih hidup. Perlu apa
masih temaha akan uang" Uang itu memang perlu untuk
alat hidup. Tetapi ada katanya uang itu menjadi racun yang
menjijikkan." "Menjijikkan?" "Ya, karena orang yang mempunyai uang berlimpah
ruah, tentu akan berobah sikap dan perangai. Dia akan
menjadi manusia yang congkak yang memandang rendah
pada semua manusia dan seluruh isi dunia. menganggap
segala apa dunia ini dapat dibeli dengan uangnya.
Bukaukah uang itu menjadi racun yang menjijikkan karena
telah membentuk manusia yang sombong?"
"Lalu apa yang engkau minta?"
"Akupun mInta persyaratan seperti yang kan kukanakan
pada diriku." "Engkau minta akan mengutungi kedua tanganku?"
"Ah, tak perlu. Itu terlalu sadis," kata Huru Hara, "cukup
hanya sebuah anggauta wajah nona yang rangkap. Nona
mempunyai sepasang telinga, nah, biarlah kuminta satu
saja." "Kunyuk, jangan engkau kurang ajar terhaflap siociaku!"
tiba2 Lau-ma terus loncat menerkam. Uhhh ........ secepa itu
ia menerkam secepat itu pula ia terpental ke belakang
sampai beberapa langkah. Apa yang terjadi. Ternyata Huru Hara marah sekali atas keliaran wanita
yang dianggapnya sombong dan mengira tiada lawannya
lagi. Begitu merasa dirinya tertiup angin, cepat Huru Hara
berkisar tubuh dan menghantam. ji-ih-sin-kang atau tenagasakti
yang dnniliki Huru Hara bagaikan gelombang air
pasang yang melanda dan menghanyutkan Lau-ma.
"Nona Ma, engkau setuju atau tidak!" serunya kepada
Ma Giok Cu. Ma Giok Cu tak menjawab melainkan lari menghampiri
Lau-ma yang saat itu tegak berdiri pejamkan mata.
"Mari kita menghadap ayah," kata Giok Hoa seraya
melangkah pergi. Huru Harapun mengikutinya.
Huru Hata memasuki sebuah ruang yang terbuat dan
batu pualam hijau. Hawanya sejuk dan memancarkan
suasana yang tenang. Seorang lelaki yang mengenakan
pakaian tersulam benang-emas, memelihara kumis dan
jenggot, duduk disebuah kursi besar yang bertahta batu2
pualam merah hijau. Dia sedang menghadapi cawan arak
dan tengah menghisap huncwe atau pipa panjang terbuat
dari gading. Menilik wajahnya yang kelimis dan putih,
tubuhnya yang gemuk segar, layak sebagai seorang cukong.
Sebenarnya dalam pandang pertama, Huru Hara
mempunyai kesan yang tak senang terhadap orang itu. Ia
memperhatikan mata orang itu berbentuk segi-tiga,
pertanda dari manusia yang berhati julig. Namun karena
Giok Hoa menyebutnya sebagai ayah, tentulah orang itu
adalah tay-haksu Ma Su Ing, mentri yang paling berkuasa
dalam karajaan Beng dewasa itu. Terpaksa Huru Hara
memberi hormat. "Hamba Loan Thian Te menghaturkan hormat kepada
tay-haksu tayjin," kata Huru Hara dengan menekan
perasaan. "Ho, Loan Thian Te, apa artinya nama itu seru orang itu.
"Artinya adalah Huru Hara."
"Huru Hara " Mengapa nama saja kok milih huru hara,
apa tidak ada lain nama yang lebih baik dari itu " '
"Hal itu hamba hanya menerima dari orang tua hamba."
"Siapa orangtuanau ?"
"Kim Thian Cong."
"Hm," dengus lelaki itu yang tak lain memang tay-haksu
Ma Su Ing," mengapa engkau berani menghadap aku ?"
"Hamba membawa surat dari mentri Su Go Hwat tayjin
supaya dihaturkan kepada tayjin."
Ma Su Ing kerutkan dahi tetapi cepat menghapusnya dan
berkata dengan tenang, "Apa kah engkau benar2 utusan
dari Su tayjin ?" "Benar. tayjin. Hamba membawa surat dari Su tayjin."
"Engkau tahu apa hukumannya orang yang berani
memalsu nama seorang mentri ?"
Huru Hara terkejut mendengar pertanyaai Itu. Adakah
kedua wi-su yang telah menerima surat asli dari utusan
mentri Su Go Hwat, tclah menyerahkan surat itu kepada
Ma Su Ing. "Hamba hanya menyerahkan diri atas keputusan tayjin."
katanya sesaat kemudian. Ia tak takut apapun yang akan
dihadapinya. "Baik, serahkanlah surat itu. Tetapi ingat apabila engkau
berani memalsu nama engkau akan kuhukum potong
kepala !" kata Ma Su Ing seraya menyambuti surat dari
Huru Hara. Begitu membaca isi surat itu seketika berobahlah muka
Ma Su Ing. Dia bcrtepuk tangan dan serempak empat wi-su
masuk. "Tangkap manusia gila itu !" teriak Ma Su Ing memberi
perintah. Keempat pengawal itupun segera berhamburan hendak
meringkus Huru Hara. Huru Hara terkejut dan tahu2 dia
sudah diringkus. "Hai, apa salahku?" teiaknya.
"Engkau jelas berani memalsu surat dari mentri Su Go
Hwat, bawa keluar dan potong kepalanya!" teriak Ma Su
Ing marah. Huru Hara terus diseret keluar. Tiba2 muncul Ma Giok
Hoa. Dara itu terkejut melihat Huru Hara diseret oleh
empat orang pengawal. "Hai, ada apa itu?" tegurnya,
"Ma tayjin memerintahkan supaya memenggal kepala
orang ini!" sahut seorang pengawal. "Apa kesalahannya?"
"Entah kami tak tahu," kata keempat wi-su pengawal
sembari melangkah keluar.
Ma Giok Hoa gugup dan terus lari masuk menghadap
Ma Su Ing, "Ayah, mengapa ayah menghukum pemuda
itu?" "Dia jelas berani memalsu surat dari Su Go Hwat."
"0, tetapi mana surat itu?" tanya Giok Hoa
Ma Su Ing tahu kalau puteri yang satu ini memang
pandai dalam ilmu sastra. Dia menunjukkan surat dari
Huru Hara tadi. Ma Giok Ing membaca dan kerutkan alis. "Tetapi surat
ini tiada tanda2 palsu, ayah. Mengapa ayah mengatakan
palsu?" 16............ Blo'on - Ma Su Ing merogoh kantong bajunya dan mengeluarkan
sebuah sampul, "Nih, inilah yang asli."
Ma Giok Ing menerimanya dan meneliti. Kembali dia
kerutkan alis, "Ya, tampaknya surat ini memang lebih baik .
. . . " "Bukan lebih baik tetapi lebih aseli," seru Ma Su Ing.
"Tetapi dari mana ayah mendapat surat ini?"
"Giok Hoa, engkau anak perempuan mana tahu urusan
orangtua," kata Ma Su Ing, "surat Itu kuterima dari kedua
wi-su." "Kedua wi-su kita?"
"Ya." "Dari mana kedua wi-su itu mendapatkan surat ini.
Apakah mereka menerima dari paman Su Go Hwat?"
"Tidak," Ma Su Ing gelengkan kepala, "mereka menerima
dari orang yang diutus Su Go Hwat."
"Aneh, mengapa orang itu tak menyampaikan sendiri
kepada ayah tetapi menerimakan kepada kedua wit-su."
"Memang kusuruh kedua wi-su itu untuk menerimanya."
"0 " Ma Giok Hoa menundukkan dan meneliti lagi surat
itu. Lalu matanya membetalak lebar , "Yah, inilah surat
yang palsu!" "Apa?" Ma Su Ing juga terkejut.
"Surat dari ayah ini yang palsu," ulang Ma Giok Hoa
sembari menyerahkan surat itu kepada ayahnya lagi.
Ma Su Ing meneliti sejenak, "Mana yang engkau katakan
palsu itu ?" "Silakan ayah melihat tanda tangan namanya."
"Su Go Hwat, ini kan benar. Apanya yang salah ?"
"Huruf Go itu berarti "boleh". Tetapi mengapa atasnya
diberi kepala sehingga berarti Ho ata "bunga teratai ?"
"Hai ..... !" Ma Su Ing menjerit setelah memperhatikan
apa yang dikatakan puterinya itu "panggil Li dan Pik wi-su
kemari !" - ia membei perintah kepada seorang penjaga.
Penjaga itu bergegas keluar.
"Yah, hukuman itu harus lekas dicegah kalau tidak tentu
akan timbul salah faham deag paman Su."
"Baik," Ma Su Ing terus beranjak dan dengan diiring Ma
Giok Ing, mereka menuju keluar. Tetapi tiba di ambang
pintu, dua orang wisu yang diperintah untuk memenggal
kepala Huru Hara tadi terhuyung-huyung menghampiri,
"Maaf tay-jin, orang itu telah mengamuk dan melarikan diri
..... " "Apa " Kalian berempat tak mampu menjaga seorang
manusia semacam itu ?" Ma Su Ing terkejut.
Wi-su itu menghaturkan maaf, "Dia ternyata luar biasa
sekali. Kami berempat sudah berusaha untuk
menyerangnya tetapi dapat menghindari semua serangan
dan terus meloloskan diri ...."
"Hm, cari orang itu dan tangkap !" perintah Ma Su Ing,
lalu masuk kedalam ruang lagi. Disitu kedua wi-su yang
menerima surat dari utusan mentri Su Go Hwat sudah
menunggu. "Li dan Pik wisu," seru Ma Su Ing, "dari mana kalian
mendapatkan surat mi ?"
"Benar ?" "Masakan kami berani berbohong kepada tsy-haksu,"
kata Li wisu. "Bacalah surat itu !" seru Ma Su Ing seraya memberikan
surat. Li wi-su membaca kemudian diserahkan kepada Pik
wisu. Muka kedua orang itu bcrobah pucat.
"Bagaimana ?" tegur Ma Su Ing.
"Tanda nama dari Peng-poh-siang-si Su tay jin mengapa
ditulis lain ?" seru kedua wi-su.
"Itulah yang kumaksud. Apakah kalian benar2 menerima
surat itu dari utusan mentri Su Go Hwat ?"
Li dan Pik wisu tak berani cepat2 menyahut melainkan
berdiam. Rupanya kedua wi-su itu tengah mengingat-ingat
orang yang menjadi utusan pembawa surat Su Go Hwat itu.
"Jelas dialah orangnya tetapi masakan dia juga telah
dipalsu," kata Li wi-su seorang diri.
Ma Su Ing seorang yang teliti dan penuh kecurigaan.
Semua pegawainya, dari pelayan sampai pada wi-su (
pengawal ) sudah di-test denga teliti, baik mengenai ilmu
kepandaiannya maupun kesetyaan dan kejujurannya. Li
dan Pik kedua wi-su itu pun termasuk wi-su yang menjadi
kepercayaannya. Ia percaya keduanya tentu tak berbohong.
"Mungkinkah itu?" tanya Ma Su Ing. Sesaat kemudian ia
bertanya dimanakah utusan itu sekarang.
"Dia mengatakan akan pulang menghadap Su tayjin lagi
dan melaporkan kalau suratnya telah dirampas orang."
"Baik," kata Ma Su Ing, "tetapi selama dalam perjalanan
apakah kalian tak berjumpa dengan peristiwa yang
mencurigakan?" "Tidak tayjin," kata Li wi-su, "kami terus langsung
pulang kemari. "Li-heng, apa mungkin orang itu ...," tiba2 Pik wi-su
berseru. "Siapa?"

Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bukankah waktu di tencah jalan ketika lalui sebuah
jembatan, ada seorang pengemis terjatuh terkapar di tengah
jalan lain karena kasihan kita lantas menolongnya?" kata
Pik wi-su. "Ya," kata Li wi-su, "tetapi dia kau hanya pengemis tua
renta yang pingsan" Masakan dia mampu mencuri surat
itu?" "Engkau tentu masih ingat pula tentang seorang anak
kecil yang berlari-lari menyusul kita itu."
"0, ya; ya, benar. Bukankah anak yang memberikan surat
ini?" kata Li wi-su.
"Benar, dia mengatakan surat itu jatuh dan diketemukan
oleh seorang tua. Dan orang tua itu lalu mengupah si anak
untuk menyusul dan mengembalikan kepada kita."
"Itulah," kata Pik wi-su.
"Maksudmu apakah anak itu yang mencuri surat kita?"
"Bukan," sahut Pik wi-su, "tetapi aku curiga pada si
pengemis. Kemungkinan orangtua yang dikatakan anak itu
adalah si pengemis tua itu sendiri."
"Ah, mana . . . "
"Aku sempat memperhatikan mata pengemis itu berkilatkilat
tajam sekali seperti mata pedang yang menusuk
uluhati. Tentulah dia seorang ahli silat yang memiliki
tenaga-dalam yang tinggi."
Li wi-su tertegun diam, "Hm, bagaimana pertanggungan jawab kalian" Tentulah
surat itu jatuh ke tangan si pengemis ditukar dengan yang
palsu ini," kata Ma Su Ing.
"Maaf tayjin, hamba berdua memang bersalah karena
kurang hati2 sehingga dapat dikelabuhi oleh seorang
pengemis............ ."
"Mungkin si pengemis itu yang melakukan, mungkin
utusan Su Go Hwat itu. Tetapi kalau tentang utusan Su Go
Hwat, setelah menghadap Su Go Hwat, Su Go Hwat tentu
akan menghukumnya. Tetapi tentang pengemis itu,
kuserahkan sa kepada kalian berdua," kata Ma Su Ing.
Li dan Pik wi-su menyatakan hendak mencari pengemis
itu untuk meminta kembali surat aseli dari mentri Su Go
Hwat. "Yah, orang itu tentu akan menghadap paman Su dan
mengadukan tindakan ayah,", kata Ma Giok Hoa yang
menyesali sikap ayahnya terhadap Huru Hara.
"Habis kalau sudah terlanjur lalu bagaimana. Kemanakah
aku harus mencari orang itu ?" kata Ma Su Ing, "tetapi tak
usah kuatir. Aku dapat menyelesaikan urusan dengan Su
Go Hwat." Ma Su Ing lalu masuk kedalam kamar tulisnya. Dia
duduk di meja tulis dan merenungkan rencana.
"Hem, Su Go Hwat tak mau menurut perintahku untuk
menggempur jenderal Co Liang Gie tetapi dia membawa
kemauannya sendiri tetap menjaga Yang-ciu. Sekarang dia
hendak minta bantuan, hm, enaknya ....
"Co Liang esok harus lekas2 ditumpas, agar jangan
sampai meraja lela masuk ke kotaraja sini. Kerajaan Beng
sudah tak dapat diharap. Aku harus lekas2 menyingkirkan
harta karun itu ke gunung Kiu-kiong-san ..... "
Dalam berkata-kata seorang diri itu dia menekan
kebawah meja dan tak lama muncullah seorang penjaga.
"Undang Ang Bin tojin kemari," serunya, Dan penjaga
itupun segera bergegas pergi.
Tak berapa lama muncullah seorang imam tua berwajah
merah. Rambut imam itu sudah putih. Dia mengenakan
jubah warna merah darah dengan lukisan pat-kwa warna
hitam dan putih . "0. Ang tojin, silakan duduk," Ma Su Ing mempersilakan
imam bermuka merah itu. "Terima kasih tayjin," kata imam berwajah merah atau
Ang Bin tojin, "Apakah tayjin hendak memberi pesan
kepada pinceng ?" "Ah, sesungguhnya sudah banyak sekali tojin membantu
kerepotanku. Jasa tojin pasti akan kuukir dalam hati untuk
selama-lamanya." "Ah, harap tayjin jangan mengucap begitu," Imam
berwajah merah itu tertawa, "apa yang kulakukan hanyalah
merupakan bantuan kecil yang masih tak sepadan dengan
apa yang tayjin telah berikan kepadaku. Harap tayjin jangan
sungkan. Kalau hendak memberi pesan, silakan."
"Begini tojin," kata Ma Su Ing, "pekerjaan ini amat
rahasia sekali sifatnya. Satu-satunya yang kuanggap mampu
dan kupercaya penuh untuk melaksanakan pekerjaan itu
hanyalah tojin. Maka dengan berat hati aku terpaksa
hendak merepotkan tojin lagi."
"Baik, tayjin. Aku banyak menerima budi tayjin,
sekalipun harus menerjang lautan api dan hutan golok, aku
tentu akan melaksanakan titah tayjin."
"Terima kasih tayjin. Sudah tentu aku tak meminta tojin
melakukan pekerjaan yang begitu berbahaya. Namun
sekalipnn demikian, kemungkinan bahaya itu akan
mengancam, tetap ada. Maka kuharap tojin suka berhatihati."
Ang Bin tojin menghaturkan terima kasih dan meminta
agar Ma Su Ing segera memberitahu apa yang harus
dilakukan. Dengan suara pelahan Ma Su Ing berka "Ada sepuluh
peti harta pusaka, yang kuminta tojin suka mengantar ke
gunung Kiu-kiong-san dan menyimpan dalam guha Kiukiong-
tong." "0, baiklah. Tetapi dimanakah letak guha Kiu-kiong- tong
itu?" "Tojin dapat menemui Seng Uwat totiang kepala biara
An-ceng-kwan di gunung itu. Dia tentu akan menunjukkan
letak guha itu kepada tojin."
"Baiklah," kata Ang Bin tojin, "dimana dan kapan pinceng
berangkat?" "Besok malam. Tojin boleh menunggu di sebuah bukit
diluar pintu utara. Disitu sudah siap duapuluh prajurit
berkuda yang akan membawa sepuluh peti permata. Kelak
apabila pekerjaan itu sudah selesai, harap tojin membuka
surat ini dan segera melaksanakannya saja," kata Ma Su
Ing. Dia menyerahkan sebuah kim-long atau surat dalam
kantong kepada imam berwajah merah itu.
Setelah imam yang merupakan salah seorang dari Samceng
yang dibentuk Ma Su Ing, meninggalkan tempat itu,
Ma Su Ing segera memberi perintah kepada penjaga lagi,
"Undang Gak su-cia!"
Penjaga itu segera melakukan perintah. Berbeda dengan
waktu memanggil Ang Bin tojin tadi yang dilakukan
dengan cepat, kedatangan Gak sucia itu agak lama.
Su-cia artinya duta atau utusan. Ma Su Ing membentuk
tiga buah kelompok pembantu khusus pang melaksanakan
perintahnya. Kelompok pertama disebut Sam-ceng atau
Tiga-imam terdiri dari Sakya hwatsu, Ang Bin tojin dan
Gong Goan taysu. semua memiliki kepandaian yang sakti.
Kelompok kedua disebut Sam-cia atau Tiga duta,
beranggautakan tiga jago silat yang berilmu tinggi yani
Giam Ting jago pukulan Hoa-hoat-ciang (pukulan
berdarah), Gak Se Bun Tui-hong-pian (ruyung pemburu
angin) dan Sung In jago senjata rahasia yang bergelar Huisin-
pi si Piau-terbang-sakti.
Lalu kelompok ketiga disebut Sam-wi-su atau Tiga
Pengawal yang terdiri dari Tiam Wi, Beng San dan Liong Si
Bun. Mereka adalah jago yang ternama dari aliran hitam.
Gak su-cia yang dipanggil menghadap Su Ing itu adalah
Gak Se Bun si Ruyung-pemburu-angin.
Tak lama kemudian muncullah orang itu.
"Gak su-cia, aku hendak memberi tugas penting kepada
su-cia," Ma Su Ing berkata dengan nada sarat. "apakah sucia
sanggup melakukan?" "Ah, mengapa tay-haksu berkata demikian. Aku sudah
mau bekerja kepada tay-haksu tentu akan melaksanakan
tugas dari tay-haksu dengan segenap jiwa dan raga," kata
Gak Se Bun. "Eh, mengapa suara su-cia berobah ?" Ma Su Ing terkejut.
"Ai, apanya yang berobah." Gak su-cia terkejut.
"Jelas nada suara su-cia itu tidak seperti sekarang ...."
Gak Se Bun terkejut, "0, benar, tay-haksu memang sejak
semalam aku agak masuk angin perginya suaraku agak
sumbang begini," "Ah, sucia jangan berjaga sampai larut malam dan jangan
terlalu banyak minum arak, Tak baik bagi kesehatan," kata
Ma Su Ing. "Sebenarnya tugas yang hendak kuberikan kcpada su-cia
itu ringan tetapi juga berat."
"Silakan tay-haksu memberi titah."
"Tak lain hanya untuk mengantar surat kepada Torgun
...." "Torgun, panglima besar angkatan perang kerajaan Ceng
itu ?" Gak Se Bun terkejut.
"Ya, memang dia. Dan surat itu sangat rahasia sekali.
Jangan sekali jatuh ke tangan orang."
"Baik, tay-haksu," kata Gak Se Bun.
Ma Su Ing memasukkan sepucuk surat yang baru saja
selesai ditulisnya kedalam sampul lalu ditutup dan
dilekatkan rapat2 dengan ci-keng atau lak warns merah.
Diatas ci-keng itu dicap lagi dengan cap namanya.
"Inilah ..... ," baru Ma Su Ing hendak menyerahkan surat
tiba2 terdengar suara orang berlari-lari memasuki kamar
tulis itu. "Yah, celaka .... !" teriak seorang pemuda yang datang
itu. "Sun-ji, kenapa engkau ?" Ma Su Ing terkejut. Sun-ji
artinya anak Sun. Pemuda itu memang puteranya yang
bernama Ma Sun. "Ayah, Gak su-cia lenyap .... !" teriak Ma Su Ing.
"Hus, siapa yang berdiri di belakangmu itu?" seru Ma Sun
Ing tertawa. Ma Sun berpaling dan kerutkan dahi, "Engkau disini Gak
su-kia?" Gak Se Bun tidak menyahut melainkan mengangguk.
Dalam pada itu Ma Sun Ing menghampiri dan
mengeluarkan sebuah benda dari kantong, katanya, "Gak
su-cia, aku mendapatkan benda apakah engkau tahu
namanya?" Gak Se Bun terkejut tetapi cepat iapun menyambuti.
Tetapi baru ia ulurkan tangan, sekonyong-konyong Ma Sun
mencengkeram pergelangan tangannya dan terus dipelintir
sekeras-kerasnya. "Auuuufff . . . . , " Gak Se Bun menjerit kaget dan
kesakitan dan tahu2 tangannya sudah ditelikung ke
belakang punggungnya."
"Sun-ji, mengap........ mengapa engkau meringkus Gak
su-cia?" teriak Ma Su Ing terkejut.
"Dia bukan Gak su-cia, yah. Dia Gak su cia palsu!" teriak
Ma Sun. Dia terus mencabut kopiah kain yang dipakai
orang itu dan seketika tampaklah seuntai rambut putih. Dan
secepat pula Ma Sun mencabut kumis dan jenggot orang
itu. "Hai, bukan Gak su-cia," teriak Ma Sun I seketika.
"Benar, yah. Dia memang bukan Gak su cia!"
Ma Su Ing marah sekali. Dia membentak, "Bangsat, siapa
engkau!" Orang itu ternyata seorang lelaki tua yang bcrwajah
damai. Dia tak menyangka kalau penyamarannya dapat
diketahui oleh Ma Sun dan Ma Sun terus akan
menindaknya begutu eepat.
Karena sudah terlanjur tertangkap, orang tua itu tenang2
saja. Dia tak lain adalah Raja-copet bambu Kuning.
"Aku sudah tertangkap, silakan bunuh saja kalau mau
membunuh," serunya dengan tersenyum.
Ma Su Ing terkesiap melihat ketenangan orang. Dia ingin
mengetahui siapakah orang tua yang begitu berani mati
menyaru menjadi Gak Se Bun.
"Sun-ji, dimana Gak su-cia ?" tanyanya kepada Ma Sun.
"Waktu aku mencari ke kamarnya dia tak ada. Lalu
kucarinya kemana-mana tetapi tetap tak berjumpa," kata
Ma Sun lalu memperkeras cengkeramannya pada. tangan
raja copet itu sehingga si raja copet karena menahan
kesakitan hebat, mengucurkan keringat dingin "Hayo,
dimana engkau sembunyikan Gak su-cia Lekas bilang atau
kupatahkan kedua tcnganmu !"
"Dia sedang tidur." sahutnya dengan menahan kesakitan.
"Ngaco !" bentak Ma Sun, "dia tak berada dalam
kamarnya. "Memang tidak tidur di kamarnya . . . "
"Dimana?" "Di WC . . . . "
"Penjaga," teriak Ma Sun kepada seorang penjaga, "Lekas
periksa WC. Kalau Gak su-cia disana lekas engkau bawa
kemari!" Setelah penjaga pergi maka Ma Sun melanjutkan
siksaannya lagi, "Hayo, mau bilang atau tidak" Siapa
engkau ini?" "Aku Ma Ling ..... "Bangsat! Siapa namamu?"
"Ma Ling!" "Gila!" bentak Ma Sun, "aku tanya namamu bukan
pekerjaanmu." "Ya, namaku memang Ma Ling."
"Apakah engkau orang she Ma?"
"Benar, aku memang she Ma dan nama Ling."
"Mengapa engkau berani menyamar sebagai Gak su-cia?"
"Karena aku kepingin menghadap tay-haksu."
"Apa?" teriak Ma Su Ing, "engkau hendan menghadap
aku" Apa perlumu?"
"Aku hendak mencari keponakanku yang masuk kedalam
gedung ini . . . . "
"Siapa keponakanmu?"
"Loan Thian Te yang diutus oleh Su Go Hwat tayjin
untuk menyerahkan surat kepada tai haksu," kata Raja
copet Bambu Kuning. "0, pemuda gombal yang datang menghadapku itu" Dia


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hendak dihukum penggal kepala tetapi berani mengamuk
dan meloloskan diri," kata Ma Su Ing, "sekarang engkaulah
yang mengganiikannya."
"Lho, apa kesalahanku?"
"Engkau berani menyamar sebagai Gak su-cia. Ini sudah
suatu kesalahan besar yang masih ringan kalau hanya
dipotong lehermu saja."
"Hm, kudengar Ma Su Ing tay-haksu itu seorang mentri
yang bijaksana, pandai dan luhur. Ternyata yang kulihat
sekarang lain dari kenyataannya. Dia tak lebih dari seorang
mentri yang dicengkam oleh ketakutan saja. Pada hal orang
yang selalu takut tentu melakukan sesuatu yang salah.... " .
Ma Su Ing terkesiap. Ma Sun marah karena ayahnya di-maki2 oleh orang itu,
"Keparat, engkau berani menghina ayah ku?" dia terus
mencabut pedang seorang penjaga dan terus hendak
ditabaskan ke leher Raja Copet.
"Bun-ji, tahan dulu," Ma Su Ing mencegah.
"Mengapa ayah" Bukankah dia berani menghina ayah?"
"Dia tentu masih membawa rahasia lain yang penting.
Tak mungkin dia hanya mencari keponakannya si pendekar
gombal itu. Masukkan dia ke dalam tahanan dulu dan
paksalah dia supaya mengaku. Apabila dia tetap
membandel, barulah engkau boleh suruh algojo memenggal
kepalanya. Pada saat itu muncullah seorang lelaki setengah tua
diiring oleh penjaga tadi.
"Hai, Gak sucia, kemana engkau tadi ?" seru Ma Sun.
Orang itu memang Gak Se Bun jago Ruyung-pemburuangin.
Dia merah mukanya mendengar pertanyaan putera
tay-haksu. "Orang telah membius aku sehingga tertidur pulas.
Ketika bangun kudapatkan diriku berada dalam kakus ...."
"Lihat, siapakah ini ?"#
"Hai, diakah yang menyaru jadi aku ?" teriak Gak Se Bun
deliki mata. Dia maju menghampiri Raja-copet dan terus
menjambak rambutnya, plak, plak.....
"Aduhhhhh," raja copet mengaduh kesakitan karena
sebuah gigi muka rompal dan mulutnya berdarah.
Buffff ..... aduhhhh............
Tiba2 Ra!a-copet menyemburkan gigi yang putus itu ke
muka Gak Se Bun. Gak Se Bun menjerit kesakitan karena
akar gigi yang runcing tepat menamcap pada pipinya.
''Bangsat, engkau berani melukai Gak su-cia. Ma Sun
memperkeras telikungannya sehingga Raja copet
menyeringai menahan kesakitan.
'Pengecut, jangan menyakiti aku. Kalau kau memang
jantan, hayo, bunuh sajalah," seru Raja copet dengan
melantang tantangan. Ma Sun terus mencabut pedang dan hendak menabasnya
tetapi dicegah ayahnya, "Sun-ji, jangan terburu nafsu. Suruh
dia mengaku dulu ...."
Ma Su Ing memerintahkan puteranya supaya menggusur
Raja-copet ke penjara dibawah tanah. Setelah Ma Sun pergi
barulah tay-haksu itu melanjutkan pembicaraan dengan
Gak Se Bun. "Gak sucia," katanya, "ada sebuah tugas penting yang
akan kuminta supaya sucia yang melakukan".."
"Baik, tay-haksu."
"Surat ini sucia berikan kepada panglima besar Torgun .
..." Gak Se Bun terbeliak. "Tetapi rahasia ini harus engkau jaga benar2. Kalau
sampai bocor, besar sekali bahayanya."
"Balk, tay-haksu."
"Su-cia boleh mengajak seorang kawan yang sucia
percaya tetapi tak perlu memberitahu kepadanya tentang
surat ini, "tay-haksu Ma Su Ing manambahkan.
Sesudah Gak Se Bun pergi, Ma Su Ingpun keluar dari
kamar tulisnya menuju kesebuah gedung di belakang
taman. Disitu terdapat beberapa bangunan yang indah
macam bentuk sebuah bungalow. Setiap bungalow dicat
dengan warna yang berbeda satu sama lain. Dan ada
keistimewaan lain, di halaman muka dari bungalow itu
ditanami dengan pohon bunga yang hanya sejenis.
Misalnya bungalow bercat merah halamannya ditanam
bunga mawar, yang bercat kuning ditanami pohon botan,
bercat putih,. pohon seruni dan sebagainya.
Tay-haksu Ma Su Ing masuk kedalam bungalow kuning.
Seorang gadis cantik segera nyambutnya dengan senyum
manis, "Ai, baru saja aku putus asa karena menunggu tayjin
dengan sia-sia. Mungkin tay-jin sudah bosan ke
daku............ ..."
"Ah, manis, jangan gitu dong. Masakan aku sudah bosan.
Hanya karena tugas pekerjaan malam ini aku agak
terlambat ..... " "Benarkah, loya, ah aku si gadis piatu sungguh beruntung
sekali," dengan aleman si gadis cantik itu merebahkan
kepalanya ke dada Ma Su Ing, cupppp, Ma Su Ing
mengecup. "Manisku, kalau semalam tak bersamamu, aku
tak dapat tidur . . . ."
"Ai, tayjin terlalu memanjakan diriku. Bukah tayjin
masih mempunyai beberapa gadis cantik yang siap
melayani tayjin setiap malam ?"
"Ya, memang," sahut Ma Su Ing," tetapi engkau benar2
luar biasa manis. Engkau dapat membuat aku terbuai
sampai ke sorga ketujuh?"
Ma Su Ing melepaskan diri diatas kursi.
Si cantik yang diberi nama Botan, segera menuangkan
arak dan menghaturkan kehadapan tay-haksu..
"Dengan secawan arak harum Botan
menghaturkan selamat dan doa tayjin yang mulia.
Wahai, arak, engkaulah harapanku.
Bangkitkanlah gairah dan semangat junjunganku.
Agar cintanya selalu mengalir kepadaku, mesra dan syandu
..... "Bagus, bagus, Botan, ternyata engkau pandai juga
merangkai syair," Ma Su Ing terus meneguk arak harum itu.
Ia pejamkan mata untuk menikmati turunnya air yang
mengalir ke kerongkangau dan menebar ke dada lalu
berlabuh di perut. Sesaat kemudian ia membuka mata dan seketika pandang
matanya pun tertumbuk akan sesuatu yang segera
menggelorakan darahnya. Saat itu Botan hanya mengenakan pakaian tipis yang
tembus pandang. Dan lebih gila lagi, kimono tipis itu
berwarna hitam sedang kutang dan celana dalam sama
sekali gadis itu tidak memakainya. Sudah tentu mata tayhaksu
jelalatan seperti harimau yang melihat kambing.
Dibawah sinar remang2 warna biru, seluruh tubuh Botan
yang putih seperti salju itu tampak sangat jelas sekali,
Ma Su Ing sudah berumur enampuluh tahun lebih. Tetapi
waktu menyaksikan sepasang daging yang mengeunduk
padat bagai pepaya yang masih ranum, seketika darahnya
mendesir seperti lepas dari sumbatan. Jantungnya berdebar
keras seperti mau copot. Ditambah pengaruh arak istimewa
yang memang diramu untuk pembangkit nafsu, tay-haksu
yang sudah tua itu segera menarik tangan Botan ke
pembaringan. "Botan, engkau nakal............ layangkan aku ke nirwana
seribu impian ....."
"Sabar tay-jin," kata Botan yang dengan tenang membuka
kimononya lalu dalam keadaan telanjang dia membuka
pakaian tay-haksu itu. "Lekas Botan, jangan menyiksa aku lama2," kata Ma Su
Ing yang sudah memeluk si cantik.
"Sabar, tay-jin, kan lebih nikmat kalau tanpa pakaian .. .
." Tetapi Botan memang sengaja memperlambat caranya
membuka kancing baju dan pakaian Su Ing. Padahal dia
duduk rapat dihadapan mentri itu dalam keadaan telanjang.
Buah dada yang padat dan ranum itu menempel pada mulut
tay-haksu. "Lekas. Botan, lekas, aku sudah tak sabar lagi .. . ." Ma
Su Ing menjerit-jerit seperti orang sekarat.
Mentri yang sudah berusia lebih dari setengah abad dan
mempunyai gundik berpuluh-puluh gadis2 cantik, tetap tak
dapat menahan rangsang nafsunya yang berkobar-kobar.
Belum sempat celananya dilepas, dia terus memeluk Botan
dan ditebahkan diatas ranjang, uhhhhh ............
Tiba2 dia merintih penasaran dan terkapar tertelentang
dalam keadaan telanjang bulat.
"Ai, mengapa loya begitu terburu nafsu, sehingga, aduh .
aku... aku . akupun menderita begini ..... ," Botan juga
merintih-rintih. Ternyata Ma Su Ing saking ngebetnya, dia tak dapat
menguasai nafsunya. Baru melekat sudah terus keluar .....
"Ah, aku memang salah, manis. Tunggulah beberapa saat
lagi apabila aku sudah kuat. Jangan kecewa manis. Engkau
tentu akan puas. Aku sendiri juga tak puas nih ..... ," Ma Su
Ing mengeluh, "Baik, tayjin, biar kuambilkan arak itu. Arak itu dapat
melekaskan nafsu bangkit," kata Botan seraya menyambar
kimono lalu turun dari ranjang dan melangkah keluar
kamar untuk mengambil arak Cong-yang-ciu.
Pada saat sedang menuang arak, tiba2 Botan seperti
merasa kalau dibelakangnya ada orang berdiri. Dia
berpaling dan menjerit. Tetapi orang itu cepat
membungkam mulutnya. Jangan berteriak nona." kata orang itu, "aku. takkan
mencelakaimu asal engkau mau menurut permintaanku."
"Siapa engkau ..... " Botan gemetar. Ia melihat orang itu
masih muda tetapi mengapa dandanannya aneh. Kepalanya
terbungkus kain tetapi pada kedua samping atas dahi, diberi
lubang. Dan dari kedua lubang itu mencuat seikal rambut
jigrak. Sepintas mirip dengan sepasang. tanduk.
Dari dandanan itu jelas sudah kalau dia adalah pendekar
Huru Hara. Setelah berontak dan ngamuk melepaskan diri
dari keempat penjaga yang hendak memenggal kepalanya,
Huru Hara terus lari. Tetapi malam itu dia masih
penasaran. Dia hendak menemui Ma Su Ing dan akan
memaksanya supaya memberi surat balasan yang akan ia
berikan kepada mentri Su Go Hwat.
Dia keluar dari tembok belakang dan tepat pada saat itu
ia melihat tay-haksu Ma Su Ing menuju ke belakang taman.
Sebenarnya Huru Hara terus hendak meringkus tay-haksu
itu tetapi tiba2 ia mendapat pikiran untuk mengetahui apa
gerangan tujuan tay-haksu ke belakang taman.
Huru Harapun mengikuti dan mendengarkan dari luar
pembicaraan Ma Su Ing yang cabul dengan Botan dan
mendengar pula rintihan penasaran dari tay-haksu waktu
melakukan adegan rajang dengan Botan.
"Sialan," gumam Huru Hara, "tua bangka itu masih suka
daun muda, hm . ." Serentak timbul pikiran Huru Hara untuk mengacau,
"Biar tua bangka itu mendapat malu," pikirnya........."
"Arak apa yang hendak engkau berikan kepadanya itu ?"
tanya Huru Hara kepada Botan.
"Cong-yang-ciu, arak penguat tenaga laki-laki," untuk
Boran. "Hm, tidak malu," dengus Huru Hara, "apa engkau
seorang nona yang masih muda dan cantik, cinta setengah
mati kepada si tua bangka itu?"
Botan terlipu-sipu merah mukanya.
"Jawab bentak Huru Hara.
"Sebenarnya siapa yang suka padanya. Hanya karena
nasibku yang malang maka aku sampai jatuh ke
tangannya," dengan ringkas Botan inenceritakan kisah
hidupnya yang malang. Kedua orangtuanya telah
meninggal dan dia jatuh di tangan seorang germo lalu dijual
pada Ma Su Ing. "Engkau masih muda dan cantik. Kelak engkau masih
dapat mencari jodoh yang setimpal. Mengapa engkau rela
menghancurkan dirimu untuk kesenangan tua bangka itu "
Umurnya tinggal berapa lama, apalagi dalam keadaan
perang begini, nasibnya belum pasti. Kalau dia mati, lalu
bagaimana nasibmu nanti ?"
Airmata Botan bercucuran.
"Lalu apa dayaku seorang anak perempuan yang sudah
sebatang kara ini ?"
"Gedung ini akan kubakar. Engkau kumpulkan harta
bendamu. Dalam kekacauan nanti engkau harus melarikan
diri ke utara. Diluar kota beberapa li jauhnya terdapat
sebuah kuil tua. Tunggu disitu sampai aku datang. Nanti
kubawamu suatu tempat yang aman dan jauh."
"Terima kasih hohan," kata Botan.
"Apa engkau punya obat tidur ?" tanya Huru Hara.
"Ada, hohan." "Baik, campurlah arak Cong-yang-ciu dengan obat tidur.
Biar si tua itu tidur nyenyak jangan menganggu engkau
lagi." "Botan, mengapa begitu lama engkau menuang arak,"
tiba2 dan dalam terdengar suara tay-haksu Ma Su Ing
berseru. "Ini sudah, tayin." Botan bergegas masuk dan
memberikan arak kepada Ma Su Ing. Bahkan dianjurkan
kepada Ma Su Ing minum sampai beberapa sloki agar lekas
dapat `bertempur`. Tak berapa lama dalam kamar itu tiada suara apa. Botan
keluar dan memberi isyarat tangan kepada Huru Hara.
Hm, sebenarnya mentri macam begitu harus kubunuh,"
kata Huru Hara didalam kamar, "tetapi saat ini kerajaan
Beng masih membutuhkan tenaganya. Biar kuberi sedikit
pelajaran pahit saja."
Huru Hara suruh Botan membenahi barang2 nya yang
berharga, "Gantilah pakaianmu seperti pelayan saja agar
jangan menarik perhatian orang."
Botanpun menurut. Saat itu tay-haksu Ma Su Ing sudah
tidur mendengkur. Setelah keluar maka Huru Hara suruh
Botan lari ke pintu belakang dan dia sendiri terus menyulut


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

api, membakar bungalow2 itu.
Sekita gegerlah gedung kediaman tay-hak su itu. Nona2
cantik penghuni bungalow sama menerit-jerit lari keluar.
Keadaan kacau balau. Seorang penjaga yang tengah berlari-lari hendak
memadamkan api ditahan oleh Huru Hara, 'Bung, tayhaksu
berada dalam gedung kuning, lekas tolong dia !"
Habis berkata Huru Hara terus lari menyenap dalam
kekacauan. "Tolong ! Tolong ! Tay-haksu berada dalam bungalow
kuning ini !" teriak penjaga tadi. Beberapa pengawal segera
menerobos kedalam kamar dan terus memanggul tay-haksu
keluar. Berkat kesigapan para penjaga dan pengawal maka
apipun dapat dipadamkan tak sampai memakan habis
bangunan2 tempat harem itu.
Sekalian penjaga dan pengawal terlongong-longong
ketika melihat tubuh tay-haksu yang dibaringkan diatas
ranjang ternyata telanjang bulat. Tay-haksu itu masih tidur
nyenyak tetapi anehnya badannya berkelejotan tak hentibentinya.
Dan alat rahasianya juga tegak.
Memang celaka sekali. Sungguh amat memalukan bahwa
seorang mentri besar seperti taysu, harus telanjang bulat dan
alat yitalnya berdiri, dilihat oleh berpuluh-puluh penjaga
dan pegawainya, tanpa tay-hak-su itu menyadari karena
sedang tidur pulas seperti orang mati.
Itulah gara2 Huru Hara yang suruh mencampurkan obat
tidur pada arak Gong-yang-ciu. Tay haksu Ma Su Ing tidur
pulas tetapi siap "tempur'.
Seorang penjaga segera menyelimuti tubuh tay- haksu
lalu dibawa masuk kedalam ruang tidurnya.
Keesokan harinya bukan main marah Ma Su Ing
menerima laporan tentang apa yang terjadi semalam.
"Jadi waktu kalian tolong keluar dari tempat Botan, aku
sedang telanjang bulat ?" serunya dengan mata mendelik.
'Benar, loya," kata pengawal.
"Wah, celaka............ ,".merah padam muka Ma Su Ing
teringat hal itu. "Mana Botan ?" serunya sesat kemudian. Ia hendak
menanyai gundik kesayangannya itu.
"Hilang, loya, mungkin terbakar karena kami
menemukan beberapa sosok tubuh yang sudah hangus
terbakar," beberapa penjaga memberi laporan.
Ma Su Ing makin marah. Gedung terbakar masih tak apa.
Dia mempunyai uang dan kakuasaan. Dalam waktu tak
lama dapat dibangun lagi. Tetapi karena Botan juga ikut
lenyap, benar2 kelabakan setengah mati. Botan adalah
gundik yang paling disayanginya. Kemanakah dia harus
mencari gantiuya" "Siapakah yang membakar?" serunya. Namun tiada
seorangpun yang dapat memberi keterangan.
"Babi! Tolol! Kalian memang kantong nasi semua!".
teriaknya kalap, "masakan gedung tay-haksu dikacau orang,
kalian tak dapat mengetahui" Perlu apa kalian jaga di
gedung ini!" "Panggil An wisu," serunya memberi perintah.
Tak lama seorang wi-su datang menghadap.
"An wi-su, kuminta penjagaan gedung ini supaya
diperketat. Jika penjahat berani membakar, dia tentu
mampu membunuh aku juga!" serunya.
An Peng Sam si jago pukulan Pi-lik-ciang (pukulan
geledek) mengiakan. Dia mengerahkan seratus prajurit
bersenjata lengkap untuk menjaga gedung tay-haksu.
Dua malam berturut-turut tak terjadi suatu peristiwa
apa2. Hari ketiga pada keesokan harinya datanglah seorang
siu-cay sasterawan setengah tua ke gedung tay-haksu.
Kepada penjaga, sastarawan itu mengatakan bahwa ia
membawa urusan penting kepada tay-haksu.
"Siu-cay" Siapakah namanya?" tanya Ma Su Ing.
"Entah, dia tak memberitahu, tayjin," sahut penjaga.
"Ah, apa-apaan segala siu-cay. Palinga hendak minta
bantuan uang. Tolak saja!" kata Ma Su Ing.
Beberapa saat kemudian penjaga itu kembali menghadap
dan melapor, "Tayjin, siucay itu mengatakan dia membawa
berita yang sangat penting sekali kepada tayjin. Bahkan dia
berjanji, kalau berita itu tidak penting, dia rela dipotong
kepala nya." Tertarik juga Ma Su Ing akan keterangan itu. Akhirnya
dia mengidinkan. Tak berapa lama penjaga mengiring
seorang siucay setengah tua berpakaian serba putih.
"Engkaulah siucay yang hendak menghadap aku?" tegur
Ma Su Ing. "Benar, tayjin," siucay itu memberi hormat.
"Engkau mengatakan kalau membawa berita penting
untukku, benarkah itu?"
"Benar, tayjin," sahut siucay dengan sikap menghormat,
"tetapi berita ini amat penting sekali dan tak boleh didengar
lain orang kecuali tayjin sendiri."
"Hm, jangan main2, siucay," kata Ma Su Ing, "engkau
tahu dengan siapa engkau berhadapan?"
"Hamba tahu tayjin bahwa hamba sedang berhadapan
dengan tay-haksu tayjin."
"Dari engkau tahu apa hukuman orang yang berani
mempermainkan seorang tay-haksu?"
"Potong kepala, tayjin."
"Engkau sanggup?"
"Hamba sanggup, tayjin."
"Hm, baiklah," kata Ma Su Ing lalu suruh penjaga
menyingkir keluar. Para penjaga yang tahu kalau tetamu itu
hanya seorang sasterawan, merekapun agak legah dan
keluar dari ruangan itu. "Nah, sekarang engkau boleh mengatakan berita itu.
Tetapi sebelumnya, beritahu dulu siapa namamu."
"Hamba orang she Bu nama Beng, orang2 memanggil
hamba Bu Beng siucay."
"Hm, apa berita itu?"
"Hamba telah mempelajari ilmu meramal berpuluh
tahun. Entah bagaimana semalam ketika memandang
langit, hamba melihat sebuah bintang yang bercahaya tibatiba
pudar sinarnya. Dan menurut ramalan hamba, bintang
itu adalah bintang seorang mentri besar dalam kerajaan
Beng. Bintang besar itu tiba2 pudar cahayanya menandakan
bahwa mentri itu sedang terancam bahaya besar ..... "
"Dan engkau terus menghadap aku ?" tukas Ma Su Ing.
"Begitulab, tayjin."
"Karena engkau anggap bintang besar itu adalah
lambangku ?" "Hamba tak dapat mengatakan lain, tayjin."
"Ngaco !" bentak Ma Su lng.
"Maaf, tayjin ...."
"Enak saja engkau mengatakan begitu. Tetapi apa
buktinya " Bagaimana engkau yakin, kalau bintang itu
adalah bintang-lambangku ?"
"Karena hanya raja dan orang2 besar yang mempunyai
lambang bintang itu, tayjin. Tay-jin, adalah mentri utama
yang berpangkat Tay-haksu sudah tentu mempunyai
bintang lambang." "Hm, baik," kata Ma Su Ing, "tetapi jangan engkau main
gila. Sekarang coba katakan rahasia apakah yang
mengancam aku ?" "Tay-jin," kata sasterawan itu, "hamba seorang rakyat
kerajaan Beng. Hamba amat menghormat dan mengagumi
tayjin karena tayjin-lah saat ini yang merupakan tiang
sandaran dari kerajaan Beng ..... "
"Hm," desuh Ma Su Ing tetapi dalam hati merasa bangga
mendengar sanjung pujian itu.
"Kedatangan hamba kehadapan tayjin itu sama sekali
bukan dengan maksud buruk melainkan hendak memberi
tahukan suatu bahaya yang sedang mengancam tayjin agar
tayjin secepatnya dapat menolak dan menghindar dari
bahaya itu. Namun apabila tayjin tak berkenan menerima
kedatangan hamba ini, hambapun tak keberatan apabila
harus meninggalkan tempat ini . ..."
Rupanya Ma Su Ing yang cerdik kalah pintar dengan
sasterawan itu. Kata2 yang menyanjungnya setinggi langit,
yang menggunakan alasan sebagai seorang rakyat yang
menyayangi mentrinya, sasterawan itu telah berhasil
mengecoh tayhaksu Ma Su Ing.
"Dia tak salah," pikir Ma Su Ing, perlu apa dia harus
datang kemari dan memberitahu bahaya yang mengancam
aku, apabila dia benar2 tak setya kepada kerajaan Beng.
Dan dalam suasana genting seperti saat ini, bahaya itu
memang bukan hal yang mustahil."
"Ya, baiklah," akhirnya tay-haksu itu menyerah, "engkau
katakan saja bahaya apa yang mengancam diriku ini."
"Menurut ramalan hamba maka keadaan tay haksu saat
ini seperti seorang yang sedang menghadapi gelombang
besar. Diibaratkan tayjin sedang berada dilaut yang dahsyat
gelombangnya. Tayjin sudah naik sebuah perahu tetapi
karena melihat perahu itu oleng dan karena takut perahu itu
akan tenggelam maka tayjin lalu menginjakkan kaki pada
sebuah perahu lagi. Maksud tayjin, agar tayjin memperoleh
tempat. Apabila perahu yang satu tenggelam maka tayjin
dapat berpindah ke perahu yang lain."
Ma Su Ing tampak berobah wajah, Dia kaget setengah
mati ketika sasterawan itu seperti mengetahui apa yang
telah ia lakukan dengan panglima besar pasukan kerajaan
Ceng. "Apakah dia tahu rahasia itu ?" pikirnya. tapi sesaat
kemudian ia membantah sendiri," masakan dia tahu hal itu.
Paling2 dia hanya berdasarkan pada ramalan nujumnya."
"Hm. lalu bagaimana kesudahannya ?" tannyanya.
"Menginjak dua perahu memang suatu tindakan yang
cerdik walaupun kurang bijaksana?""
"Eh, apa katamu " Kurang bijaksana ?"
"Ya, tayjin," sahut sasterawa itu dengan tenang,"
menginjak dua perahu berarti harus membagi pikiran dan
tenaga untuk dua hal. Padahal dalam menghadapi ancaman
gelombang buas pula yang sedang diserang badai, orang
harus mencurahkan segenap perhatian untuk
mempertahankan diri dalam sebuah perahu agar perahu itu
jangan tenggelam. Tetapi kalau kedua kaki terpentang dan
menginjak pada dua perahu. tidakkah hal itu hanya akan
menimbulkan bahaya "
"Hm, kata2-mu memang benar tetapi tidak selalu tepat.
Menginjak dua perahu tak berarti terlalu lama. Harus segera
melepaskan yang satu dan pindah ke yang lain yang lebih
kokoh dan aman." "Itu rencana tayjin tetapi apakah tayjin sudah sempat
memikirkan bahwa andaikata perahu itu dapat bicara
seperti manusia, tentulah dia akan tak senang menerima
seorang yang tidak setya hati dan hanya cari enak saja "
Bukankah perahu itu juga tahu bagaimana isi hati tayjin ?"
'Hus, jangan engkau terlalu melonjak kurang ajar !
Engkau hendak memaki aku secara harus, bukan ?"
"Tidak sama sekali, tayjin," sahut sasterawan itu pula,
"hamba hanya mengatakan apa yang sebenarnya. Misalnya,
datang peperangan antara kerajaan Beng dengan Ceng,
kalau orang hendak menggunakan cara menginjak dua
perahu, tentulah akan menderita akibat yang tak
menyenangkan. Karena baik kerajaan Beng maupun
kerajaan bukanlah sebagai perahu yang tak dapat bicara dan
mau tak mau terpaksa harus menerima perang. Mereka
adalah negara yang menghendaki kesetiaan penuh dan utuh
dari mentrit dan rakatnya !'
Ma Su Ing tertegun. Makin lama dia merasakan bahwa
ucapan sasterawan itu seolah-olah bukan kepadanya dan
sepertinya sasterawan sudah tahu akan tindakannya
menghubungi panglima Torgun.
"Engkau berbicara seolah-olah engkau hendak
mengatakan bahwa aku ini tidak setya kepada kerajaan
Beng, benarkah begitu?" tegurnya dengan tajam.
"Maaf, tayjin, hamba belum mengatakan begitu............ "
"Kurang ajar !" bentak Ma Su Ing marah, "dengan begitu
jelas engkau memang hendak menuduh aku. Belum, beda
artinya dengan "tidak". Lekas, katakan siapa dirimu,
sebelum kusuruh penjaga menangkapmu !"
"Tayjin, aku hendak mohon keterangan tentang sebuah
hal, maukah tayjin meluluskan?" sasterawan itu tenang2
menanggapi kemarahan Ma Su Ing.
"Jangan banyak mulut !" bentak Ma Su Ing "kalau mau
bilang lekas bilang !"
"Tak lain yang hendak hamba tanyakan adalah mengenai
sebuah surat yang kebetulan terdapat cap tay-haksu
kerajaan Bang............ ."
"Apa ?" teriak Ma Su Ing seperti dipagut ular kagetnya,
"surat apa ?" Dengan tenang dan mengulum senyum, sasterawan itu
mengeluarkan sebuah sampul dari dalam baju-dalamnya,
"Inilah surat it tayjin ..."
Bukan kepalang kejut Ma Su Ing demi melihat sampul
sampul itu. Seketika pucatlah wajahnya. "Berikan surat itu
kepadaku !" serunya kepada si sasterawan.
Tetapi sasterawan itu hanya tersenyum simpul dan tetap
tak mau menyerahkan surat itu.
"Eh, engkau tak mau menyerahkan surat itu?" seru Ma
Su Ing. "Tolong, tanya, apakah surat ini benar dari tayjin !"
"Lekas berikan kepadaku, jangan banyak mulut," teriak
Ma Su Ing. "Akan hamba berikan dengan serta merta apabila tayjin
sudah memberi keterangan apakah surat ini memang benar
dari tayjin." "Setan, engkau berani memaksa aku " Hai, penjaga ! '
seru Ma Sa Ing. Dua orang penjaga bergegas masuk. Tetapi segera
disambut oleh sasterawan itu. Entah dengan serakan
bagaimana, yang jelas sasterawan itu hanya menamparkan
tangannya dan tahu2 kedua penjaga itu sudah berdiri tegak
seperti patung.

Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lihatlah, tayjin, penjaga itupun membenarkan tindakan
hamba untuk meminta keterangan dart tayjin," kata
sasterawan. Ma Su Ing terkejut. Dia juga mempunyai kepandaian
silat. Walaupun tidak tinggi tetapi paling tidak dapat
digolongkan sebagai jago kelas dua. Ia tahu bahwa kedua
penjaga itu telah ditutuk jalandarahnya oleh si sasterawan.
Cara menutuk yang dilakukan oleh sasterawan itu disebut,
Kek-gong-tiam- hwat atau menutuk jalan darah dari jarak
jauh. Yang dapat melakukan itu hanyalah jago silat yang
sudah memiliki tenaga-dalam yang tinggi. Ma Su Ing
terkejut. "Siapa engkau ?" serunya pula.
"Maaf apakah tayjin tetap tak mau memberi keterangan
atas pertanyaan hamba tadi ?" bukannya menjawab,
sasterawan itu malah mengulang pertanyaannya lagi.
"Hm, engkau berani menekan aku ?"
"Baik, tayjin," kata sasterawan dengan tenang "karena
tayjin tak mau memberi keterangan terpaksa hamba akan
mencari keterangan itu sendiri dengan membuka Surat ini
..... " "Tunggu !" Ma Su Ing terkejut ketika melihat sasterawan
itu hendak membuka sampul surat "apa yang engkau
kehendaki ?" "Ah ," sasterawan itu tersenyum, "kiranya tayjin memang
cerdas dan bijaksana sehingga cepat dapat mengetahui isi
hatiku. Baiklah, memang begitulah yang hamba kehendaki.
Surat itu akan hamba serahkan kepada tayjin tetapi tay-jin
juga supaya memberi sesuatu kepada hamba.
"Apa yang engkau minta ?"
"Tidak banyak, tayjin," kata sasterawan it "hanya separoh
bagian dan harta karun yang hendak tayjin sembunyikan di
gunung Kiu-kiong-sa itu ...."
"Apa ?" teriak Ma Su Ing terkejut.
"Separoh bagian dari harta karun yang hendak
mengungsikan kc gunung Kin kiong-san itu."
"Engkau tahu tentang hal itu?"
"Ang Bin tojin telah tay-jin parintahkan supaya nanti
malain berangkat memimpin rombongan prajurit yang akan
membawa sepuluh peti harta karun ke gunung Kiu-kiongsan.
Nah, harta karun itulah yang hamba kehendaki.
Apakah tayjin kurang setuju untuk membagi separoh saja
kepada hamba ?" Saat itu Ma Su Ing mendengar suara langkah kaki orang
mendebur lantai. Tentu ada seseorang yang datang.
"Hm, aku harus mengulur waktu sampai orang yang
datang itu muncul kemari," Ma Su Ing menimang-nimang.
Ia berharap dalam waktu itu penjaga atau pengawalnya
akan muncul. "Uh ," desus seorang imam yang baru saja melangkah
kedalam ruang. Dia adalah Sakya watsu.
Ketika masuk. Ang Bin terus diserang oleh Huru Hara.
Tetapi karena Ang Bin tojin juga seorang jago sakti, maka
diapun tak sampai rubuh, ia lepaskan pukulan sembari
loncat menghindar ke samping.
"Hwatsu !" seru Ma Su Ing dengan nada gembira ketika
tahu siapa yang datang. Tetapi pada saat itu juga,
sasterawan ayun tubuhnya ke muka, dan sebelum tahu apa
yang akan terjadi, tahu2 dengan gerak yang luar biasa
cepatnya, sudah menerkam lengan Ma Su Ing dan terus
ditelikung belakang. Sambil melekatkan telapak tangan
kanannya ke jalandarah Sim-cong-hiat di punggung tayhaksu,
sasterawan itu berseru," Lekas suruh imam itu
berhenti, atau kuhancurkan urat jantungmu!"
Tay-haksu Ma Su Ing merasa punggung seperti
dilekatkan tangan yang hangat dan hangat itu terasa
membakar jantungnya sehin berdebar keras. Dia tahu
bahwa sasterawan itu seorang jago yang sakti dan tentu
akan membuktikan ancamannya.
"Hwatsu, harap jangan bergerak," akhirnya Ma Su Ing
terpaksa menurut perintah si sasterawan.
Ang Bin tojin tertegun. Ia menyadari bahwa melihat cara
sasterawan itu menyerangnya dan meringkus Ma Su Ing.
jelas bahwa orang itu berilmu tinggi. Terpasa ia harus
menurut, demi menyelamatkan jiwa Ma Su Ing yang
dikuasai orang "Hai, berhenti , . !" tiba2 pula sastera itu berseru seraya
ayunkan tangannya. Dan serempak penjaga itu rubuh di
luar pintu. Ternyata penjaga itu diam2 hendak melarikan diri untuk
memanggil bala bantuan. Tetapi sasterawan yang bermata
tajam sudah cepat ayunkan tangan menaburkan jarum
beracun. Seketika peajaga itupun rubuh dan mati .....
Ang Bin terkejut atas kepandaian orang menabur penjata
rahasia. Tampaknya sasterawan itu hanya membuat
gerakan seperti orang menampar nyamuk tetapi ternyata
dari jarak beberapa meter, dia mampu menaburkan jarum
beracun yang tepat menembus sampai ke jantung orang,
"Hm, jangan coba2 untuk mengganggu ketenangan kalau
tidak mau seperti penjaga itu," dengus sasterawan itu
dengan nada geram. Ma Su Ing makin tergetar.
"Apa yang engkau kehendaki ?" tanyanya.
"Seperti yang kukatakan tadi. Separoh dari harta karun
yang tayjin hendak sembunyikan ke gunung Kiu-kiong-san
itu supaya diberi kan kepadaku. Eh, mengapa tayjin
keberatan " Bukankah tayjin sudah cukup bahkan berlebihlebihan
sekali harta benda tayjin " Mengapa separoh dari
sebagian kecil harta tayjin, tayjin masih tak rela
memberikan kepadaku ?"
"Baiklah, tetapi engkau menyerahkan surat itu
kepadaku." "Ya," kata sasterawan, setelah harta itu sudah tayjin
berikan kepadaku, barulah surat itu akan kuhaturkan
kepada tayjin." "Apa " Engkau tak percaya kepadaku ?" teriak Ma Su Ing.
"Bukan soal tak percaya, tayjin," kata sasterawan itu,
"tetapi hamba adalah seorang rakyat kecil sedang tayjin
adalah mentri yang paling berkuasa di kerajaan Beng.
Bagaimana andaikata surat itu sudah hamba serahkan lalu
tayjin tidak mau menyerahkan bagian untuk hamba itu "
Apakah hamba mampu menggugat tayjin ?"
"Tetapi bagaimana kalau harta itu sudah kuberikan
kepadamu tetapi engkau tak mau menyerahkan surat itu
kepadaku ?" balas Ma Su In
"Baiklah. tayjin," kata sasterawan itu, "begini saja. Tayjin
boleh mengutus orang untuk nyerahkan harta itu kepada
hamba dan hamba akan menyerahkan surat itu kepada
utusan tayjin. Bagaimana, apakah tayjin dapat menyetujui
?" Pikir2 Ma Su Ing dapat menerima perjanjian itu. Ia sudah
merencanakan akan mengirim beberapa jago sakti untuk
menyelesaikan hal itu. "Baik, tetapi jangan engkau ingkar janji. Aku dapat
mengerahkan ratusan ribu tentara untuk membunuh
engkau." "Ah, masakan sekian banyak tentara harus tayjin
gunakan untuk menangkap diri hamba seorang " Bukankah
lebih tepat kalau tayjin kerahkan menghadapi pasukan
Ceng yang sedang mengancam kerajaan Beng" Dan ini toh
hanya urusan harta benda yang tak berarti bagi tayjin ?"
kata sasterawan setengah mengejek.
"Tayjin. maafkan, harap tayjin jangan bergerak untuk
beberapa saat dulu," tiba2 sasterawan itu menekankan
ujung jarinya ke punggung tay-haksu pun terdiam seperti
patung. Ternyata jalandarah Ma Su Ing telah ditutuk,
Habis itu sasterawan terus hendak membawanya keluar.
Tetapi pada saat itu dari luar muncul seorang gadis bersama
seorang pemuda nyentrik. "Ayah, inilah pemuda yang tak bersalah itu ............ ih ....
!" Dara itu bukan lain adalah Ma Giok Hoa dan pemuda
yang menyertainya itu adalah si Huru Hara. Dara itu
tertegun dan terlongong-longong kaget ketika melihat Ma
Su Ing diringus lelaki yang berdandan seperti seorang
terawan. "Jangan bergerak kalau tak ingin tay-haksu kuhancurkan
!" ancam sasterawan itu kepada Ma Giok Hoa. Tetapi
ketika melihat Huru Hara, maka, sasterawan itu terkesiap
kaget. Huru Hara menyadari apa yang telah terjadi pada Ma Su
Ing, "Mengapa engkau bawa tay-haksu ?" tegurnya sambll
menghadang di ambang pintu.
"Siapa engkau !" bentak sasterawan.
"Aku juga seorang tetamu seperti engkau."
"Mau apa engkau ?"
"Aku mau perlu dengan tay-haksu."
"Persetan !" bentak sasterawan," tay-hak hendak
menemani aku keluar dari rumah mi. setelah itu silakan saja
kalau engkau hendak perlu dengan beliau."
"Tidak," sahut Haru Hara, "aku hen perlu dengan tayhaksu
dulu. Jangan engkau ganggu beliau."
"Apa engkau menghendaki tay-haksu kubunuh ?"
"Hm, apakah engkau tuli" balas Huru Hara "aku hendak
bicara untuk menyelesaikan suatu urusan penting dengan
tay-haksu. Mengapa aku menghendaki- tay-haksu engkau
bunuh ?" "Kalau engkau berkeras merintangi aku, terpaksa tayhaksu
akan kubunuh." "Kalau engkau berani membunuh tay-haksu aku pasti
akan mengadu jiwa dengan engkau!"
"Uh, apa engkau berani membunuh tay-haksu ?"
"Bukan, aku seorang utusan yang diutus untuk
menghadap tay-haksu."
"Siapa yang mengutus engkau ?"
"Mentri Su Go Hwat tayjin !"
"Soal apa ?" "Itu rahasia negara, tak seorangpun boleh tahu!"
''Hm, jadi engkau tetap hendak merintangi aku ?"
"Aku tak butuh ergkau! Mau pergi, pergi-lah tetapi
jangan membawa tay-haksu !"
"Hm, engkau tetap menghendaki tay-haksu menderita "
Lihatlah............ ,"
"Auhhhh............ " tiba2 Ma Su Ing menjerit kasakitan
karena jantungnya seperti ditarik,
"Ayaaahhhh. ...." sekonyong-konyong Ma Giok Hoa lari
menubruk ayahnya. Ia tak sampai hati melihat Ma Su Ing
menderita kesakitan. Dan tanpa peduli suatu apa, dara
itupun terus lari ke muka hendak menolong ayahnya.
"Enyah !" karena kaget sasterawan itu terus ayunkan
tangannya menampar, plakkkk
"Uh............ ihh ...."
Terdengar dua buah desuh terkejut, Yang satu berasal
dari mulut sasterawan karena tubuhnya tergetar, Dan yang
satu dari mulut Ma Giok Hoa karena terhuyung-huyung.
Ternyata sejak tadi Hutu Hara sudah melekatkan
perhatiannya pada gerak gerik sasterawan itu. Dia terkejut
ketika Giok Hoa nekad hendak memenolong Ma Su Ing.
Tetapi dia lebih terkejut melihat sasterawan ayunkan tangan
hendak menampar dara itu. Seketika diapun ayunkan
tangan untuk menggempur tenaga tamparan sasterawan.
Akibatnya sasterawan itu terkejut. Dia merasa tenaga
tamparannya tadi serasa tertolak dan membalik melanda
dirinya sendiri, sehingga dia sampai tergetar tubuhnya.
Sayang saat itu Huru Hara tak lekas2 menyusuli dengan
pukulan. Jika dia berbuat begitu, tentulah sasterawan yang
terkejut itu akan lebih grogy dan tay-haksu tentu dapat
direbutnya. Tetapi Huru Hara memang mempunyai alasan untuk
tidak melanjutkan serangannya karena saat itu dia harus
menyanggapi tubuh Ma Gi Hoa yang hampir jatuh karena
terlanggar angin tamparan si sasterawan.
Pada saat Ma Giok Hoa dapat berdiri tegak lagi, tetnyata
sasterawan itu sudah dapat menguasai Ma Su Ing pula.
"Bedebah, engkau berani mengganggu aku, teriak
sasterawan itu," apakah engkau benar2 menghendaki tayhaksu
ini mati ?" "Lepaskan tay-haksu atau engkau pasti kuhancurkan !"
Huru Hara balas menbentak.
"Aku akan membawa tay-haksu keluar dari gedung ini.
Kalian tak boleh mengikuti. Setelah sampai diluar gedung
baru kulepaskan. Dan kalian tak boleh mengganggu aku !"
"Ti ..... " "Hohan, setujuilah permintaannya," tiba2 Giok Hoa
berseru." "Tetapi nona .. . ."
"Biarlah hohan. asal ayah selamat," kata Giok Hoa
dengan sungguh2. Melihat permintaan dan sikap Giok Hoa yang begitu
menguatirkan keselamatan ayahnya terpaksa menurut
permintaan dara itu. "Hm, kerena Ma siocia menyetujui, akupun takkan
menghalangi. Tetapi awas, kalau engkau berani
mengganggu seujung rambutpun diri tayhaksu, engkau
tentu akan kucincang !"
"Soal siapa yang mencingcang dan dicincang belumlah
pasti, aku atau engkau," sahut sasterawan mengejek, "tetapi
yang penting aku akan melakukan syarat yang kuminta tadi.
Nah, lekaslah kalian menyingkir !"
Huru Hara, Ma Giok Hoa, Ang Bin hwatsu dan beberapa
penjaga segera memberi jalan kepada sasterawan yang
membawa tay-haksu keluar. Selekas tiba diluar gedung,
sasterawan mengait kaki tay-haksu sehingga jatuh ke tanah
lalu cepat ia lompat. Dalam dua tiga kali loncatan. diapun
menghilang dalam kegelapan malam.
Ma Giok Hoa bergegas lari menolong ayahnya. Melihat
Huru Hara hendak mengejar, Ma Giok Hoa mencegah,
"Jangan, kita harus pegang janji . . . . "
Begitulah Ma Su Ing segera ramai2 digotong masuk. Dan
tak berapa lama diapun dapat bargerak lagi.


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Loan Thian Te, terima kasih atas bantuanmu. Apabila
engkau tak bertindak, tentulah penjahat itu akan menyiksa
akan lebih hebat," kata Ma Su Ing.
"Ah, harap tayjin jangan berkata begitu, kata Huru Hara,
"Ma siocialah yang sebenarnya dapat memberi kesempatan
kepadaku untuk mengadu tenaga dengan penjahat itu."
Namun walaupun tadi jalandarahnya tertutuk sehingga
tak dapat bergerak tetapi telinga Ma Ing tetap dapat
mendengar semua pembicaraan yang berlangsung antara
Huru Hara dengan sastrawan itu. Diam2 tay-haksu itu
tergerak hatinya atas kenekatan Huru Hara untuk
membebaskan dirinya dari cengkeraman sasterawan
"Loan Thian Te, bagaimana kalau kuangkat engkau
sebagai pengawalku ?"
"Terima kasih, tayjin," sahut Huru Hara, wajiban hamba
terhadap Su tayjin masih belum selesai. Hamba harus
membawa surat balasan tayjin kepada Su tayjin."
"Baik, nanti akan kuberikan surat balasan itu," kali ini
Ma Su Ing bersikap makin lunak, "tetapi bagaimana nanti
setelah tugasmu selesai, apakah engkau mau bekerja
kepadaku ?" Belum Huru Hara menjawab, masuklah Sun dan Ma
Giok Cu. Begitu melihat Huru Hara- langsung Ma Sun
terus berteriak, "Tangkap penjahat itu !"
Tetapi tiada seorangpun, baik Ang Hwat tojin maupun
penjaga, yang bergerak melaku perintah.
"Hai. apa kalian tuli ?" teriak Ma Sun pula karena masih
melihat penjaga dan Aug Hwat tojin diam. Dia berpaling
kepada tay-haksu. "Ayah dialah penjahat yang melakukan
pembakaran bagian belakang !"
Ma. Sun mengira saat itu tentulah ayahnya akan marah
dan menyuruh penjaga menangkap Huru Hara. Tetapi
diluar dugaan tay-haksu tenang-tenang balas bertanya,
"Sun-ji, apakah engkau melihat sendiri ?"
"Tidak ayah," kata Ma Sun," tetapi aku mendapat
laporan dari beberapa penjaga bahwa yang membakar itu
seorang yang bergerak cepat seperti setan. Siapa lagi kalau
bukan dia !" "Jika tak melihat sendiri, janganlah engkau menuduh
begitu yakin," kata tay-haksu, "tahukah engkau bahwa tadi
juga datang seorang sasterawan yang berilmu tinggi
sehingga aku dapat terkecoh dan dikuasainya ?"
"Apa " Seorang sasterawan berani menguasai ayah ?" Ma
Sun terkejut. "Ya, dia berilmu tinggi sehingga aku dapat diringkus.
Apakah engkau tak tahu " Engkau berada di mana waktu
terjadi peristiwa itu ?"
Ma Sun gelagapan. Terus terang, waktu tayhaksu sedang
diringkus sasterawan. Ma Sun sedang mengunjungi seorang
nona cantik di komplek bungalow. Sebenarnya gadis2 itu
adalah piaraan tay-haksu, tetapi karena jumlahnya banyak,
tak mungkin tay-haksu dapat mengunjungi mereka dengan
rata. Apalagi tay-haksu sedang tergila-gila pada Botan. Oleh
karena itu, secara tersembunyi Ma Sunlah yang mewakili
ayahnya untuk menikmati kembang2 itu . . . .
"Tadi aku tertidur yah, karena siang tadi aku berkeliling
kota untuk menyelidiki keadaan," jawab Ma Sun.
"Ketahuilah, Sun-ji, Loan Thian Te inilah yang banyak
membantuku sehingga penjahat tak berani menyiksa
diriku." "Oh ..... ," desuh Ma Sun.
"Tetapi yah," tiba2 Ma Giok Cu melengking "dia pernah
melukai Lau-ma." "Mengapa dia sampai bentrok dengan Lau ma ?"
"Karena dia menghina aku dan Lau-ma tak puas lalu
hendak menghajarnya."
Tay- haksu Ma Su Ing terkejut.
-oo0dw0oo- Jilid 33 Perangkap. Huru Hara terkejut mendengar pertanyaan tay-haksu Ma
Su Ing. Tetapi sebelum ia sempat menjawab, Ma Giok Hoa
sudah mendahului. "Benar, yah, memang kudengar hohan ini pernah bentrok
dengan Lau-ma tetapi dia yang diserang dulu sehingga dia
terpaksa membela diri "., ."
"Adik Hoa ! Mengapa engkau membelanya?" teriak Ma
Giok Cu. "Maaf, cici, bukan aku membela orangnya tetapi
membela persoalannya. Mana yang benar aku harus
mengatakan benar, yang salah harus kukatakan salah, Yah,
apakah aku salah kalau mengatakan begitu ?"
Ma Su Ing gelagapan. Memang ia tahu bahwa diantara
kedua puterinya berlainan wataknya.
Ma Giok Cu berhati tinggi dan manja. Ma Giok Cu
berhati lemah lembut dan penuh rasa kasihan terhadap
orang. Walaupun sebagai seorang tay-haksu tetapi ternyata
Ma Su Ing juga tetap seorang ayah yang berhati penuh
sayang kepada kedua puterinya. Apalagi karena dia gemar
mengumpulkan gundik2 gadis cantik, ia sungkan kepada
kedua puterinya. Maka diapun bersikap lunak dan
memanjakan mereka. Rupanya Ma Giok Hoa yang cerdas tahu akan kesulitan
ayahnya untuk memberi keadilan siapa yang benar antara
dia dan Giok Cu. Maka eepat2 Giok Hoa mengalihkan
pembicaraan dengan sebuah pertanyaan.
"Hohan ini telah menyelamatkan ayah dari cengkereman
penjahat berkedok sasterawan tadi. Mengapa cici hendak
mencelakai orang yang sudah menolong ayah ?"
Pertanyaan Giok Hoa itu memang tajam. disamping
membungkam Giok Cu dan Giok Sun, juga memberi
isyarat kepada ayahnya agar menggunakan alasan itu untuk
menenangkan hati Giok Cu.
"Ya, memang begitu," rupanya Ma Su Ing tahu akan
isyarat Giok Hoa, "dia telah berbuat baik kepadaku. Soal
yang lampau biarlah jangan angkat lagi. Lau-ma hanya
menderita luka kecil tak sampai membahayakan jiwanya.
Dan lagi ayah memang hendak mengundang dia supaya
bekerja menjadi pengawal ayah. Sudahlah Sun ji dan Cu-ji
cobalah kalian perintahkan pada para penjaga agar
mengadakan penjagaan yang lebih keras lagi malam ini dan
selanjutnya." Kedua anakmuda itu mengiakan lalu melangkah pergi.
Ternyata Ma Su Ing dapat memperhatikan perobahan
wajah kedua anaknya. Dia tahu kalau kedua anaknya itu
malu maka buru2 ia memerintah agar mereka dapat
meninggalkan ruang situ. "Loan Thian Te, bagaimana surat yang engkau
kehendaki ?" tanya Ma Su Ing.
"Terserah kepada tayjin saja. Hamba hanya seorang
utusan yang akan menghaturkan surat dari tayjin kepada Su
tayjin," sahut Huru Hara.
Ma Su Ing masuk kedalam untuk menyiapkan surat.
Dalam pada itu Ma Giok Hoapun bertanya kepada Huru
Hara, "Hohan, apakah engkau tak bersedia bekerja disini ?"
"Ah, harap siocia jangan menyebut hohan, panggil saja
Loan Thian Te," "Hm, baiklah Loan-heng," kata dara itu.
"Terima kasih atas kebaikan siocia," kata Huru Hara,
'namun aku masih ada tugas yang belum terselesaikan."
"Tetapi kalau tugas itu sudah selesai ?"
"Nanti akan kupikirnya," sahut Huru Hara, "karena
negara dalam suasana perang sepertinya semua tugas
adalah sama yalah demi membantu negara."
"Aku bekerja pada Su tayjin atau ikut pada tay-haksu,
adalah sama arti tujuannya."
Ma G ok Hoa mengangguk. "Dan lagi tay-haksu kulihat sudah cukup banyak
mempunyai pengawal yang berilmu tinggi tentulah tak
perlu kuatir akan keamanannya."
"Bukan begitu Loan-heng," kata Giok "maksud ayah
meminta Loan-heng bekerja disini bukanlah karena ayah
kuatir tentang keselamatannya tetapi rasanya ayah
memandang Loan-he ini seorang yang cakap dan dapat
dipercaya." "Terima kasih, siocia. Aku masih belum dapat
memikirkan hal itu. Nanti apabila tugas sudah selesai,
barulah aku dapat mengambil keputusan."
Ma Su Ing keluar dengan membawa sebuah sampul yang
di-lak dengan stempel (ci-keng) merah, "Nah. inilah surat
balasan untuk Su tay-jin."
Baru Huru Hara hendak mohon diri, tiba2 masuklah
seorang penjaga, "Lapor kehadapan tay-jin, bahwa tawanan
tua yang membawa tongkat bambu kuning itu tak mau
makan." "0, lalu apa maksudnya ?"
"Dia mengatakan hendak bunuh diri. Lebih balk mati
daripada disiksa begitu," kata penjaga.
"Hm, bawalah dia kemari," kata Ma Ing.
Ketika tawanan itu dibawa menghadap Ma Su Ing, Huru
Harapun terkejut sekali hingga hampir saja dia berteriak.
Tetapi Rajacopet Bambu kuning segera deliki mata
kepadanya. Huru Hara tahu apa yang dimaksud, dia pun
diam. "Hai, engkau, apakah engkau masih tak mau mengaku
siapa yang suruh engkau memalsu sebagai Gak sucia
meminta surat kepadaku ?"
"Aku sendiri," sahut Raja-copet Bambu-kuning dengan
garang. Diam2 Haru Hara terkejut. Ternyata Raja-copet itu
sudah menyusul ke gedung tay-haksu, dan bahkan
mendahului bertindak untuk meminta surat dari tay-haksu.
Surat itu jelas surat balasan Ma Su Ing kepada Su Go Hwat.
"Hm, Raja-copet itu memang lihay. Sayang dia
tertangkap. Aku harus berusaha untuk membebaskannya,"
pikir Huru Hara. Dia tak mau beranjak keluar melainkan menunggu
bagaimana kesudahan pemeriksaan yang dilakukan Ma Sa
Ing terhadap si Raja- copet.
"Apakah engkau benar2 berkeras kepala ?" seru Ma Su
Ing. "Sama sekali tidak," sahut si Raja Copet.
"Aku sudah mengatakan apa yang sebenarnya. Lalu apa
lagi yang harus kukatakan ?"
Ma Su Ing marah, "Bawa keluar dan hajar bangsat itu !"
serunya kepada beberapa penjaga.
"Tayjin, hamba hendak bicara," tiba2 Huru Hara tak
dapat menahan kesabarannya dan berkata.
"0, engkau mau bilang apa ?"
"Dimanakah orang itu ditahan ?"
"Dalam tahanan rahasia."
"Bagaimana kalau tayjin menjebluskannya dulu ?"
"Lalu ?" "Nanti setelah dia pergi, barulah hamba bicara lagi
dengan tayjin." Karena Huru Hara jelas pernah menyelamatkan dirinya
dari cengkeraman penjahat yang menyaru sebagai -
asterawan maka Ma Su Ing mulai menaruh kepercayaan.
Dia menyetujui permintaan dan suruh penjaga membawa si
Raja-copet ke kamar tahanan lagi.
"Nah, sekarang bicaralah," kata Ma Su Ing.
"Begini maksud hamba," Huru Hara mulai bicara,
"tidakkah tayjin mengetahui bahwa orang itu mempunyai
kepandaian yang luar biasa ?"
"Dalam hal apa ?"
"Dalam soal menyaru. Dia menyaru sebagai Gak sucia
begitu persis sekali sehingga tayjin sendiri sampai dapat
dikelabuhi." "Hm, lalu ?" "Tidakkah tayjin membutuhkan orang2 yang
berkepandaian hebat. Bukan saja kepandaian silat, pun juga
lain2 macam kepandaian. Menyaru merupakan ilmu seni
yang hebat dan banyak sekali gunanya. Tayjin tentu
maklum akan hal itu."
Ma Su Ing cepat dapat menangkap maksud Huru Hara.
Diam2 dia memang kagum atas kepandaian si Raja-copet
dalam hal menyaru. Pikirannyapun cepat melayang jauh ke
suatu angan2 yang cerdik.
"Hm, andaikata terjadi sesuatu di kota raja ini kalau
sampai istana diserbu tentara Ceng, bukankah aku harus
melarikan diri " Dalam keadaan yang sangat berbahaya, dia
akan kusuruh menyaru sebagai diriku dan aku menyaru
sebagai rakyat biasa untuk meloloskan diri dari bahaya," la
mului menimang-nimang. "Ya, segala dapat terjadi dalam suasana perang seperti
ini. Benar apa kata Loan Thian Te, orang itu memang
berguna juga untukku," pikirnya pula.
"Engkau benar," Ma Su Ing mengangguk, "aku dapat
memakai orang itu tetapi apakah dia mau ?"
"Bagaimana kalau tayjin serahkan saja kepada hamba
untuk membujuknya ?"
"Apakah engkau mau melakukan hal itu?"
"Biarlah kusempatkan sedikit waktu membujuknya."
Ma Su Ing segera suruh penjaga mengantar Huru Hara ke
penjara. Apa yang disebut rumah tahanan dalam gedung tayhaksu
itu, merupakan sebuah bangunar tersendiri yang
terletak disebelah belakang. Disitu terdapat beberapa ruang
yang diperkuat dengan terali besi dan dijaga.
Setelah penjaga membuka pintu terali, Huru Hara
berkata, " Berikan kuncinya kepadaku nanti aku yang
mengunci, engkau tunggu saja di pos penjagaan."
Penjaga itu tahu bahwa Ma Su Ing memperlakukan Huru
Hata sebagai seorang tetamu yang dipercaya. Dan lagi ia
mendengar bahwa Huru Hara itu adalah utusan dari mentri
pertaharan Su Go Hwat. Maka penjaga itupun tak berani
membantah, ia menyerahkan seuntai anak kunci, lalu
keluar. "Paman, mergapa engkau berada di sini ?" tanya Huru
Hara.

Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Raja- copet tertawa, "Kalau aku tak menyusul, engkau
tentu celaka." 'Mengapa ?" Huru Hara heran.
"Bukankah surat yang engkau berikan kepada tay-haksu
itu surat tulisanku sendiri ?"
"Andaikata wi-su yang diutus Ma Su In itu menyerahkan
surat asli yang diterima utusan Su tayjin, bukankah Ma Su
Ing akan mengetahui. perbuatanmu ?"
"Celaka !" teriak Huru Hara sedang disadarkan," kalau
begitu apakah paman yang telah menukari surat yang
dibawa wi-su itu." "Engkau pintar menebak," kata Raja copet
"Lalu di mana surat yang aselinya?"
"Beres," kata Raja-copet seraya menepuk-nepuk dadanya,
Artinya, berada dalam baju.
"Mengapa paman dapat tertangkap ?"
"Sialan," gumam Raja- copet, "karena menyaru jadi Gak
Se Bun yang kusergap dan kujebluskan dalam WC, pikirku
aku hendak menghadap Ma Su Ing. Engkau tahu si Ma Su
Ing itu hendak apa ?"
"Bagaimana ?" tanya Huru Hara.
'Dia hendak suruh aku menyampaikan surat kepada
panglima Torgun ?" "0," seru Huru Hara terkejut, "apa maksudnya ?"
"Sayang karena anaknya si Ma Sun datang, dia dapat
memergoki aku dan akhirnya aku dapat di ringkus. Coba
tidak, tentu aku dapat mengetahui apa surat Mas Su Ing
itu." "Jika demikian, hm," dengan berbisik-bisik Huru Hara
mendekati telinga Raja-copet. "kita ingat saja Giam Se Bun
itu ..... " Raja copet mengangguk, "Serahkan kapadaku, tentu
beres ......" Raja copet bertanya pula bagaimana rencana Huru Hara.
Jawab Huru Hara, "Akan kututup pintu terali lagi tetapi
tidak kukunci. Nanti paman dapat meloloskan diri."
"Dan setelah ini akupun akan pergi. Kutunggu paman
disebuah kuil tua, utara kota ini," kata Huru Hara pula.
Setelah itu Huru Hata lagi keluar dan meyerahkan kunci
kepada penjaga. Dia menghadap tay-haksu lagi, "Tay-jin,
dia minta tempo untuk berpikir sampai besok pagi. Apabila
dia tetap nolak, terserah saja tayjin hendak memutuskan
bagaimana terhadap orang itu. Dan karena sudah tiada
pesan apa2 lagi dari tayjin, hamba mohon diri ...... ."
Sehabis pamitan, Huru Hara menuju ke utara dan
beristirahat disebuah kuil tua yang sudah tak pernah
dikunjungi orang. Kuil tua itu terletak sepuluhan li dari
kotaraja. Belum berapa lama, Raja-copetpun muncul "Eh,
mengapa paman secepat ini sudah menyusul kemari ?" tegur
Huru Hara. "Karena aku kuatir penjaga akan masuk mengantar
makanan dan tahu kalau kunci itu tidak engkau kunci,"
jawab Raja-copet. "0, benar," kata Huru Hara, "lalu bagai mana rencana
paman untuk menyergap Gak Se Bun.
"Menurut pesan Ma Su Ing kepadaku sebelum dia
mengetahui kalau aku ini Gak Se Bun palsu, dia
mengatakan akan menyuruh Gak Se Bun mengantar surat
kepada panglima Ceng si Torgun. Kita cegat saja dia
disini." Tetapi sampai menjelang sore, belum juga tampak Gak
Se Bun lalu di jalan itu.
"Ah, mungkin dia akan mengadakan malam nanti," kata
Raja-copet. "Apa tidak mungkin dia sudah berangkat lebih dulu dari
kita," kata Huru Hara, "dan lagi karena dia tahu kalau
paman sudah mendengar tentang perintah Ma Su Ing, siapa
tahu dia tidak mengambil jalan ini tetapi mengambil jalan
lain. Misalnya, dia menuju ke timur tidak ke utara sini."
"Hm, ya, benar," kata Raja-copet, "lalu bagaimana ?"
"Begini saja, paman," kata Huru Hara, "aku yang menuju
ke utara sekali terus menemui Su tayjin dan paman yang ke
timur mengejar jejak Gak Se Bun, Kalau Gak Se Bun tidak
mengambil jalan ke timur, segera saja paman cari aku di
Yang-ciu tempat markas Su tayjin. Gak Se Bun tentu
menempuh jalan utara dan tentu sudah ku bekuk,"
Raja-copet menyetujui. Keduanya segera berpisah. Huru
Hara melanjutkan perjalanan ke Yangciu yang terletak di
utara. Belum berapa lama berjalan, dia melihat suatu
gerombolan tentara kerajaan Beng sedang beristirahat
disebuah hutan. Dia curiga,
Diam2 dia menghampiri ketempat mereka dan
bersembunyi disebuah gerumbul yang teraling dari
pandangan mereka. Rupanya gerombolan prajurit yang membawa kuda itu
sedang menunggu seseorang. Mereka terdiri dari prajurit2
yang bertubuh tinggi besar dan gagah perkasa. Salah
seorang yang rupanya menjadi pemimpin mereka,
memelihara kumis yang lebat sehingga makin
menyeramkan. Juga mereka sama membekal senjata.
"Tui-tiang (kepala regu), berapa lama kita harus
menunggu disini," tanya seorang prajurit pada pimpinannya
yang berkumis "Mungkin setelah matahari terbenam baru Ang Bin tojin
datang," sahut orang itu.
Karena pembicaraan mereka keras maka Huru Hara
dapat mendengarkan dengan jelas. "Ang Bin tojin "
Siapakah Ang Bin tojin itu " 0, apakah imam yang berada
dalam gedung tay-haksu itu.
Huru Hara makin tertarik. Diapun terpaksa menekan
kesabarannya untuk menunggu apa yang terjadi disitu
nanti. Cepat sekali waktu berjalan. Matahari terbenam dan hari
menjadi gelap. Memang benar apa yang dikata pemimpin
rombongan tadi. Tak berapa lama muncullah seorang imam
berwajah merah. "Ah, kiranya totiang datang," sambut pemimpin
rombongan prajurit itu. "Apakah semua sudah siap ?" tanya Imam muka merah.
Pemimpin rombongan mengiakan.
"Jika begitu mari kita berangkat," kata Ang Bin tojin.
Begitnlah rombongan prjurit yang terdiri dari duapuluh
orang segera mengiringkan Ang Bin tojin.
Huru Hara sempat memperhatikan bahwa setiap prajurit
berkuda itu tentu membawa sebuah peti.
"Hendak kemanakah mereka ?" tanya Huru Ilara dalam
hati. Ia tahu bahwa rombongan Ang Bin tojin itu tentulah
melakukan perintah tay-haksu Ma Su Ing, Tetapi dia belum
tahu jelas kemanakah mereka akan pergi.
"0o," tiba2 ia teringat akan pembicaraannya dengan
penjahat yang menyaru sebagai sasterawan dan membekuk
tay-haksu Ma Su Ing "bukankah ini yang dimaksud tayhaksu
untuk memenuhi tuntutan penjahat sasterawan itu "
Hm, siapakah sasterawan itu ?"
Sebenarnya Huru Hara ingin sekali cepat2 menghadap Su
Go Hwat di Yang-ciu untuk menyerahkan surat balasan
dari Ma Su Ing. Tetapi dia tertarik juga akan kesudahan
dari perjanjian Ma Su Ing dengan sasterawan penjahat itu.
Akhirnya ia memutuskan bahwa malam itu dia akan
mengikuti perjalanan rombongan Ang Bin tojin. Apabila
sampai besok pagi belum terjadi suatu terpaksa dia akan
meninggalkan mereka dan langsung menuju ke Yang-ciu
saja. Saat itu cuaca terang, bulanpun bersinar walaupun tidak
menampakkan seluruh wajahnya, Huru Hara memang agak
mengalami kesulitan untuk mengikuti mereka. Dia harus
berlari supaya dapat mengimbangi rombongan prajurit yang
naik kuda itu. Tetapi karena dia harus hati2 supaya
jejaknya, tak diketabui mereka, akhirnya makin lama makin
ketinggalan. Saat itu setelah melintasi sebuah jalan bukit yang cukup
panjang. mereka harus melalui sebuah tanjakan yang
dikanan kirinya merupakan sebuah gerumbul pohon,
sepintas menyerupai hutan kecil.
"Berhenti !" tiba2 Ang Bin tojin berseru dan memberi
isyarat supaya rombongannya berhenti.
"Li tui-tiang, silakan periksa apa yang melintang di
tengah jalan sebelah muka itu," katanya memberi perintah
kepada pemimpin rombongan prajurit yang bernama Li
Beng, Li Beng segera mengeprak kuda maju kemuka. Ternyata
di sebelah muka lebih kurang puluh tombak jauhnya,
tampak sebuah benda tegak memancang di tanah, mirip
sebatang tombak yang ditancapkan.
"Ah, sebatang pena pit," seru Li Beng ketika tiba di
tempat benda itu. Benda itu terbuat daripada bambu,
ujungnya runcing dan diberi cat warna hitam seperti ujung
pena pit. "Totiang, aneh, benda itu sebuah pit dari bambu yang
menancap tegak di tanah," Li Bang memberi laporan.
"Hm, dia sudah datang," desuh Ang Bin tojin.
"Siapa totiang ?"
"Apakah engkau belum mendengar peristiwa yang terjadi
dalam gedung tay-haksu semalam ?"
"Belum, totiang."
Ang Bin tojin terkesiap. Ia menyadari bahwa hal itu tak
perlu ia beritahu kepada para prajurit karena apabila hal itu
sampai tersiar tentulah tay-haksu Ma Su Ing malu. Tetapi
karena sudah terlanjur omoag maka Ang Bin tojin pun
terpaksa memberi keterangan walaupun tidak seluruhnya
sama dengan peristiwa itu.
"Ada seorang penjahat yang berani mati mengancam tayhaksu
hendak merampas peti2 ini."
"0. siapakah dia ?"
"Pcnjahat itu menyaru sebagai seorang sasterawan maka
kuduga pena bambu itu adalah sebagai lambang dari
kehadirannya ditempat ini. Kau pun harus bersiap-siap."
Li Beng segera memerintahkan anakbuahnya berhenti
dan bersiap. Ang Bin tojin juga bersiap. Ia mempertajam pendengaran
dan penglihatannya untuk mengawasi setiap desir angin,
gerak pohon yang akan mengantar kemunculan penjahat
itu. Namun sampai lebih kurang setengah jam lamanya,
belum juga tampak tanda2 kemunculan seseorang.
Akhirnya Ang Bin tojin bersangsi.
"Hm, aneh, apakah aku keliru menafsirkan pertandaan
pena bambu itu ?" pikirnya.
Akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan perljalanan
lagi. Memang sampai beberapa li tak ada perobahan. Tetapi
ketika akan melalui sebuah hutan lagi, kembali Ang Bin
tojin dikejutkan oleh sebuah benda mirip tonggak yang
tegak di tengah jalan. "Li tui-c:ang, periksalah itu," serunya. Li Beng
melakukan perintah. Kembali ia mendapatkan bahwa
toaggak yang tertancap di tengah jalan itu juga sebatang
bambu yang berbentuk seperti pena (pit). Hanya sekarang
pada pangkal batang bambu itu terdapat sehelai kain
segitiga dengan lukisan sebuah tengkorak diatas dua kerat
tulang yang bersilang. "Pena dengan panji tengkorak, toiang," Li Beng memberi
laporan. "Pena dengan panji Tengkorak ?" ulang An Bin tojin,
"hm, apa maksud sasterawan itu ?"
Dia memerintalikan supaya rombongannya berhenti lagi
dan siap2 menghadapi setiap kemungkinan, Tetapi sampai
sejam lamanya, belum juga tampak orang itu muncul.
Akhirnya Ang Bin tojin memerintahkan melanjutkan
perjalanan lagi. Eh, baru duapuluh li jauhnya, kembali terdapat benda
pertandaan semacam itu lagi. Hanya kali ini pena bambu
yang panjangnya seperti tombak itu mempunyai panji
tengkorak berwarna putih, kainnya hitam. Panji tengkorak
yang pertama di dasar warna kainnya putih, gambarnya
hitam. Sejam lamanya Ang Bin tojin berhenti untuk menunggu
tetapi orang itu tetap tak muncul.
"Hm, dia rupanya hendak menggoda saja untuk
menimbulkan ketegangan urat syaraf," pikirnya "atau
mungkinkah dia sudah mencium bau tentang rencanaku
dalam melakukan penyerahan peti itu " Ah, tak mungkin.
Karena rundingan kita itu di tempat yang rahasia sekali . ."
Ang Bin tojin melanjutkan perjalanan lagi, saat itu sudah
lewat tengah malam. Suasana malam sepi. Angin malam
yang dingin terasa menggigit tulang.
Duapuluh li kemudian, tanda pena bambu tampak pula
menancap di tengah jalan. Panji melukis tengkorakpun
berwarna lain. Kainnya merah dan lukisan tengkoraknya
berwarna hitam. "Hai, jangan main gertak, bung," pikir An Bin tojin. Kali
ini dia tak mau berhenti melainkan memerintahkan
rombongannya terus berjalan
Tetapi pada saat mereka baru berjalan beberapa langkah,
tiba2 sebatang pohon yang berada di tepi jalan telah
tumbang melintang di jalan. Untung rombongan itu cepat2
mundur sehingga terhindar dari kejatuhan pohon.
Debu mengepul, bercampur asap putih yang tebal.
Memang, pada saat barang pohon roboh terdengar letusan
kecil. Setelah debu campur asap menipis maka muncullah
sesosok tubuh manusia yaLng berpakaia putih. Dan
seketika Ang Bit tojin dapat melihat bahwa orang yang
muncul itu adalah seorang sasterawan.
"Apakah engkau sasterawan yang hendak mengambil peti
dari tay haksu ini ?" tegur Ang Bin tajin.
"Siapa lagi orang yang mau malam2 buta seperti ini
muncul di tengah hutan ?" sahut sastrawan itu.
"Hm, apakah engkau benar2 menghendaki peti harta itu


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

?" "Totiang adalah seorang utusan tay-haksu. Tentulah
totiang sudah mendapat kekuasaan penuh untuk
melaksanakan perjanjian tay-haksu, kepadaku. Sekarang
manakah bagian yang akan diserahkan kepadaku itu ?"
tanya sasterawan itu. "0, maaf," sahut Ang Bin tojin, "aku hanya diperintahkan
untuk mengawal peti ini tetapi tak diperintahkan untuk
menyerahkan sebagian kepadamu !"
"Hai, engkau berani menolak !" teriak sasterawan.
"Aku tidak menolak melainkan hanya menurut perintah
tay-haksu saja," sahut Ang Bin tojin, "sahabat, janganlah
engkau membikin susah aku. Kalau engkau tak percaya
silahkan engkau menghadap tay-haksu."
Dendam Empu Bharada 12 Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall Wanita Iblis 25
^