Pencarian

Bloon Cari Jodoh 28

Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong Bagian 28


itu sendiri. Yang-ciu kekurangan bahan makan dan sedang
menghadapi serangan dari musuh. Maka lebih baik
penduduk Kim-leng yang mengungsi itu kita bawa ketempat
yang aman. Tugas ini akan kuserahkan kepadamu. Bawalah
mereka ke daerah gunung di pedalaman yang aman."
"Tetapi hamba tak dapat ikut tayjin?"
"Kwik Hong, dalam mengabdi kepada negara dan
rakyat, janganlah engkau memilih. Menyelamatkan
penduduk Kim-leng itu juga rupakan suatu tugas yang
penting dan mulia." Kwik Hong menurut. Dia segera berangkat memimpin
rombongan pengungsi dari Kim Leng itu menuju ke suatu
daerah pegunungan di sebelah barat.
Mentri Su Go Hwat segera naik kuda bersama Huru
Hara menuju ke Yang-ciu. Karena Yang-ciu sudah
dikepung musuh, terpaksa Su Go Hwat dan Huru Hara
mengambil jalan memutar untuk masuk dari pintu kota
sebelah selatan. Pintu kota bagian selatan tertutup rapat. Berulang kali
Huru Hara berteriak minta pintu tetapi tak dihiraukan.
Memang saat itu hari sudah petang dan sengaja Huru Hara
memilih saat itu supaya tidak diketahui musuh.
Seorang penjaga tampak muncul diatas pos yang
dibangun diatas pintu kota, "Hai, siapa itu?"
"Peng-pog-siang-si Su Go Hwat tayjin tiba, lekas buka
pintu!" teriak Huru Hara.
"Tidak mungkin!" sahut penjaga.
"Gila," guman Huru Hara, "tayjin, harap tayjin suka
memberi perintah kepada penjaga itu."
Mentri pertahanan Su Go Hwat lalu berseru, "Hai,
penjaga, lekas buka pintu, aku Su Go Hwat, Peng-pohsiang-
si, akan masuk." Dengan cara itu Huru Hara percaya tentu penjaga akan
ketakutan dan lekas2 membuka pintu kota. Tetapi diluar
dugaan ternyata penjaga Itu malah mengejek.
"Peng-poh-siang-si?" teriaknya, "ah, mana ada seorang
mentri pertahanan keluyuran seorang diri tanpa pengiring?"
Merah muka Su tayjin sehingga ia tak dapat berkatakata.
"Penjaga, jangan kurang ajar," teriak Huru Hara, "beliau
ini memang Su tayjin, peng-poh-piang-si tayjin yang baru
tiba dari kota Kim-leng. Apa engkau belum pernah
mengenal tayjin ?" "Tidak perlu banyak bicara !" teriak penjaga. "Bok
ciangkun memberi perintah setelah pintu kita ditutup,
walaupun setan atau raja tak boleh masuk lagi !"
"Gila engkau," teriak Huru Hara sengit, "Dia kan benar2
Su tayjin !" "Aku tak mau menerima seorang mentri yang keluyuran
seorang diri tanpa pengiring. Lekas pergi atau kupanah !"
penjaga itu terus siapkan busur dan anakpanah.
"Bajingan !" teriak Huru Hara dengan marah sekali. Dia
hendak mengamuk tetapi dicegah mentri Su.
"Tak perlu marah2, Loan Thian Te," kata mentri itu,
"kemungkinan penjaga itu hanya lakukan perintah dari Bok
ciangkun." "Tetapi tayjin," sanggah Huru Hara, "masa penjaga itu
tak kenal pada tayjin atau aku ?"
"Ya, ini memang aneh. Kemungkinan ada sesuatu."
"Hai, lekas enyah," teriak penjaga itu, lebih kurang ajar
lagi dia terus melepaskan sebatang anakpanah kearah Huru
Hara. Huru Hara menghindar dan panah itu menancap di
tanah. Huru Hara mencabutnya "Loan Thian Te, mari kita
menyingkir ke sebelah sana," kata mentri Su yang terus
menuju ke tepi jalan yang jauh dari pintu. Mereka
brristirahat dibawah sebatang pohon.
Dalam kesempatan itu Huru Hara menceritakan tentang
gerak gerik Bok Lim yang mencurigakan. Karena itulah
maka ia bergegas menghadap Su Tayjin di Kim-leng.
Su tayjin kerutkan dahi. "Ya, memang aneh sekali," kata mentri itu, memang
dewasa ini banyak sekali terjadi perobahan sikap dan hati
dari para jenderal dan perwira kita."
"Benar, tayjin. Akupun mencemaskan diri Bok Lim.
Maka baiklah kita lekas2 masuk kedalam kota untuk
menguasai keadaan agar Bok Lim jangan sampai
mendahului berbuat yang tidak kita inginkan."
"Tetapi bagaimana kita dapat masuk kedalam ?" tanya
Su tayjin. Huru Hara berdiam diri untuk mengasah otak, Beberapa
saat kemudian dia mendengar suara gemuruh. Ia duga
musuh tentu melakukan serangan dari pintu kota sebelah
utara. "Tayjin, apakah tayjin dapat tinggal seorang diri disini ?"
tanyanya. "Engkau hendak kemana ?" hanya mentri Su.
"Hendak membantu pasukan kita menghadapi musuh
yang menyerang dari utara itu, tayjin
Su tayjin mengatakan. bahwa ia akan tinggal ditempat
itu seorang diri. Setelah meminta agar mentri itu berhatihati
menjaga diri, Huru Hara terus menuju ke pintu kota
bagian utara. Tiba ditempat itu ia memang melihat pertempuran
sedang berlangsung. Pasukan Ceng sedang menekan untuk
menerobas pintu kota. Tetapi dari atas tembok pintu,
disambut dengan hujan anakpanah dan lemparan batu yang
gencar. Ketika hampir mendekat ke tempat prajurit Ceng, ia
melihat seorang prajurit Ceng lari menyelamatkan diri.
Ternyata prajurit itu menderita luka. Tanpa banyak omong,
Huru Hara meringkusnya. Lalu dia lucuti pakaian
seragamnya dipakainya. Dengan menyaru sebagai seorang prajurit Ceng dia terus
menggabungkan diri dengan pasukan musuh. Dalam saat
malam yang gelap, sudah tentu kawanan prajurit Ceng itu
tak dapat mengenalinya. Apalagi mereka sedang
mencurahkan perhatian untuk menyerang musuh.
Huru Hara menyelinap ke belakang dan menuju ke tenda
mereka. Saat itu kubu2 musuh kosong karena prajuritprajurit
Ceng sedang perang. Kesempatan itu tak disiasiakan
Huru Hara. Dia membakar semua tenda dan kubukubu
musuh. Sudah tentu nyala api yang berkobar di kegelapan
malam, cepat menarik perhatian prajurit Ceng. Mereka
terkejut sekali dan bubar seketika. mereka lari menuju ke
tenda perkemahannya. Suasana menjadi kacau. Pimpinan pasukan tak dapat
mengendalikan lagi anakbuahnya yang lari itu. Dalam
kekacauan itu tampak seorang prajurit Ceng mengamuk.
Dia membabat kawan-kawannya sendiri. Setiap prajurit
Ceng yang datang kearah perkemahan tentu dibabatnya.
"Pengecut, mengapa lari, hayo, tetapi serang musuh!"
teriaknya seraya mengamuk.
Seorang perwira Ceng terkesiap menyaksikan akan
prajurit Ccng itu. Dia tak kenal siapa prajurit itu tetapi dia
mengakui bahwa tindakan prajurit itu memang tepat sekali.
Prajurit yang mengamuk itu seorang kerucuk. atau
seorang prajurit kerucuk mempunyai pendirian semacam
itu, mengapa dia sebagai seorang perwira pimpinan
pasukan tidak bertindak begitu. Karena malu, perwira itu
ikut mengamuk. "Hayo, barang siapa tidak melanjutkan serangan kepada
musuh tentu kubunub," seru perwira itu dengan memainkan
tombak. Setiap prajurit Ceng yang datang tentu
ditombaknya. Tetapi ada sekawanan prajurit Ceng yang tidak
menghiraukan perintah perwiranya. Mereka anggap,
perkemahan harus diselamatkan dari musnahan dimakan
api. Kalau perkemahan ludas kemanakah mereka akan
meneduh nanti " Segera terjadi bentrokan antara kawan prajurit Ceng
yang lari hendak memadamkan bakaran dengan perwira
yang memerintahkan mereka melanjutkan pertempuran.
Bentrokan itu segera menjadi suatu pertempuran sendiri.
"Bagus," Huru Hara bersorak dalam hati. terus
menyelinap diantara pasukan yang bertahan sendiri itu
untuk menghampiri pintu kota.
Tepat pada saat itu pintu sedang didorong dari dalam
oleh prajurit2 Beng. Cepat2 Huru Hara menerobos masuk.
"Hai, bunuh, bunuh !" setelah pintu kota tutup, prajurit2
Beng itu segere mengejar Huru Hara yang masih
mengenakan pakaian prajurit Ceng.
Huru Hara terkejut. Ia lupa kalau dirinya masih
mengenakan seragam prajurit Ceng. Dia teriak, "Hai, gila,
mengapa kalian hendak menyerang aku ?"
"Bunuh saja prajurit Ceng itu !" teriak kawanan prajurit
Beng seraya menyerang Huru Hara.
Saat itu Huru Hara baru tersadar. Sambil lari
menghindar dia melepaskan pakaian seragamnya.
"Engkoh Hok," terdengar suara teriakan dan kawanan
prajurit Beng itupun menjerit tak keruan. Ada yang
berjingkrak-jingkrak dan mengusap mukanya. Ada yang
memegang celananya. Yang jelas, mereka berhenti
menyerang Huru Hara. "Ah Liong," seru Huru Hara setelah melihat kelompok
anak2 muncul dihadapannya. Yang di depan adalah Ah
Liong, "Engkoh Hok mengapa engkau masuk menjadi prajurit
Ceng ?" seru Ah Liong.
"Hus, aku memang menyaru untuk mengacau mereka,"
"Apakah engkau yang membakar markas mereka?"
"Ya," Huru Hara cepat lari.
"Hai, kemana engkau engkoh Hok ?" Ah Liong kaget
dan terus menyusul. Kawan-kawannya mengikuti.
Huru Hara menuju ke pintu kota selatan dan tanpa
banyak bicara terus membuka pintu. Sudah tentu para
penjaga kelabakan. Mereka hendak mencegah, tetapi Huru
Hara cepat menempeleng mereka.
"Ah Liong, jaga pintu ini aku hendak menjemput Su
tayjin," seru Huru Hara terus melesat keluar.
Mentri Su Go Hwat terkejut ketika melihat pintu kota
terbuka dan Huru Hara berlari-lari menghampiri, "Su tayjin,
mari kita masuk kedalam kota," kata Huru Hara.
Su tai jin naik kuda dan Huru Hara mengawal
dimukanya. Mereka masuk kedalam kota Yang-ciu dan
langsung menuju ke markas besar. Rakyat berbondongbondong
menyambut kedatangan mentri yang mereka cintai
itu. Tak berapa lama Bok Lim juga muncul dan mengantar
Su tayjin ke markas. "Tayjin, hamba mohon maaf karena tidak mengadakan
sambutan kepada tayjin. Hamba tak tahu sama sekali akan
kedatangan tayjin," kata Bok Lim.
"Tak apa. ciangkun." kata Su tayjin, "yang
mengherankan mengapa penjaga pintu tak mau membuka
pintu untuk kami berdua."
Bok Lim tampak terkejut, "Benarkah itu Loan-heng ?"
serunya kepada Huru Hara. "Jika tidak, perlu apa aku harus
menerabas melalui pintu utara ?" balas Hutu Hara.
Bok Lim segera memerintahkan seorang prajurit untuk
memanggil penjaga pintu selatan. berapa lama penjaga
pintu itupun menghadap. "Hai, engkau, mengapa engkau
begitu kurang ajar sekali !" bentak Bok Lim.
"Apa kesalahan hamba, ciangkun ?"
"Lihat, siapa yang berada di ruang ini ?" kata Bok Lim
seraya menunjuk kepada Su Go Hwat dan Huru Hara.
Penjaga pintu itu gemetar.
Su tayjin adalah pengpoh-siangsi kerajaan Beng dan
Loan Thian Te ini orang kepercayaan Su tayjin, mengapa
engkau berani tak membuka pintu ?"
"Tetapi ciangkun," kata penjaga pintu tergagap.
"ciangkun telah memberi perintah, siapa saja tidak boleh
masuk kota," "Ya, tetapi ini kan Peng-poh-slang-si tayjin, masakan
engkau buta !" "Ciangkun memberi perintah bahwa sekalipun raja, juga
tak boleh masuk ..... "
"Bangsat engkau !" tiba2 Bok Lim mencabut pedang dan
terus menabas kepala prajurit itu.
Huru Hara terkejut. Tetapi sudah kasip. Kepala penjaga
pintu itu sudah menggelinding dan tubuhnyapun tumbang
dalam genangan darah. Bok Lim segera perintah beberapa
prajurit itu mengangkut mayat itu dan membersihkan
lantai. "Bok ciangkun, engkau amat tegas sekali," Huru Hara.
"Peraturan militer harus dipegang keras, supaya anak
pasukan tidak berani melanggar !"
"Benar," sambut Huru Hara, "tetapi penjaga pintu itu
tidak bersalah." "Lho, mengapa ?"
"Penjaga itu hanya melaksanakan perintah ciangkun.
Bukankah ciangkun memerintah, sekali pun raja, juga tak
boleh masuk kota ini ?"
Merah muka Bok Lim namun ia masih dapat menjawab,
"Ya, itu hanya suatu penegasan dia tak berani melanggar.
Tetapi masakan dia tak kenal Su tayjin. Seharusnya dia
melapor kepadaku." "Bok ciangkun," kata Su tayjin, "kesalahannya hanya
lalai untuk melapor, Tetapi dalam menjalankan tugas, dia
memang patuh sekali. Kesalahannya belum setimpal untuk
mendapat hukuman mati."
Bok Lim terkesiap. Dia tergopoh minta maaf kepada Su
tayjin atas peristiwa itu.
Su tayjin tak menarik panjang urusan. Dia minta laporan
tentang keadaan kota Yang- ciu selama ini.
"Musuh berkali-kali berusaha mengadakan serangan
tetapi dapat kami pukul mundur," Bok Lim.
Su tayjin juga menanyakan tentang keadaan semangat
para prajurit, keadaan penduduk, persediaan bahan
makanan dan segala sesuatu menyangkut pertahanan kota.


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kesemuanya itu dijawab Bok Lim dengan laporan yang
serba baik. Su tayjin yang sudah mendapat keterangan dari
Huru Hara, hanya angguk tetapi dalam hati dia sudah tahu.
"Bagaimana keadaan medan" Berapa besar kekuatan
musuh yang mengepung kita?" taya mentri Su.
"Beberapa waktu yang lalu, mereka telah dapat kami
jebak masuk kedalam kota. Pintu kami tutup dan yang
masuk itu kami hancurkan.
"Bagus, Bok ciangkun," puji mentri Su.
"Sejak itu mereka memang belum mengadakan serangan
yang berarti lagi. Penjagaan kita terus diperkeras. Setiap
matahari terbenam semua prajurit harus berada di pos
penjagaan masing2 dan pintu kota harus ditutup rapat2.
Itulah sebabnya maka hamba sampai mengeluarkan
perintah, sekalipun raja jangan diberi pintu. Itu tak lain agar
para prajurit benar2 dapat menjaga peraturan."
Kembali mentri memuji langkah yang diambil Bok Lim.
"Tetapi dari laporan mata2, hamba mendapat keterangan
bahwa saat ini musuh sedang menghimpun kekuatan. Dari
markas besar panglima Torgun, telah mengirim sejumlah
pasukan pilihan dan beberapa panglima yang pandai.
Rupanya mereka bertekad hendak merebut Yang-ciu."
Su Go Hwat mengangguk, "Benar, memang kota Yangciu
ini merupakan kunci ke kotaraja. Kalau Yang-ciu bobol,
kotaraja tentu terancam."
Bok Lim juga meminta keterangan tentang jatuhnya kota
Kim-leng. Mentri Su menghela napas.
"Jatuhnya Kim-leng karena penghianatan dari jenderal
Go dan beberapa perwira. Mereka telah bersekongkel
dengan musuh. Memang bukan hanya Kim-leng, pun
beberapa kota dan daerah acapkali terjadi hal yang
sedemikian." Wajah Bok Lim agak bersemu merah.
"Jelas sudah bahwa peperangan itu merupakan suatu
tujuan. Orang yang tak mengerti tujuan berperang,
mengapa berperang dan untuk apa berperang, tentu akan
cepat2 silau dan goyah pendiriannya."
"Keadaan kerajaan Beng memang sudah lapuk, tayjin,"
kata Bok Lim, "pemerintahan kotaraja sudah dikuasai oleh
mentri besar Ma Su Ing, sehingga para panglima di daerah2
kecewa dan putus asa."
"Itu pendirian yang salah," kata mentri Su, "bumi Tionggoan
itu bukan milik raja semata tetapi milik seluruh rakyat.
Karena kita dilahirkan disini, hidup dan mati di bumi ini,
maka wajiblah kita membela tanah air kita. Oh, ya, apakah
selama aku berada di Kim-leng, panglima Torgun tak
mengirim surat lagi?"
"Tidak, tayjin."
"Bok ciangkun, keadaan sudah gawat sekali. Setelah
Kim-leng jatuh, pasukan musuh tentu akan datang
membantu kawan mereka untuk rebut kota ini. Kita harus
bersiap untuk menghadapi perang yang menentukan."
Bok Lim mengiakan dan minta petunjuk dari mentri Su.
Tiba2 Huru Hara berkata, "Tayjin, apakah tidak lebih kita
ungsikan dulu kaum orang tua dan anak2 dari kota ini"
Dengan demikin kita nanti dapat bertempur sampai titik
darah yang penghabisan."
"Ya," sahut mentri Su, "Bok ciangkun," siapkan
penduduk yang akan kita ungsikan itu dan ciangkunlah
yang kuminta untuk mengatur dan mengepalai regu
penyelamat itu ke suatu daerah yang aman."
Sebenarnya Bok Lim terkesiap mendengar perintah itu.
Ia tersinggung karena sebagai pimpinan pasukan
pertahanan kota, sekarang dia dialihkan pada urusan
pengungsian penduduk. Tetapi pada lain kilas, ia cepat
dapat mengetahui sesuatu. Serentak saja ia menerima tugas
itu dengan gembira. Dan iapun segera mohon diri.
"Mengapa tayjin memindahkan tugasnya?" tanya Huru
Hara setelah Bok Lim pergi.
"Lebih baik kita menjaga daripada mengobati," kata
mentri Su, "Bok Lim memang mencurigakan. Tetapi demi
keutuhan dan kesatuan pasukan, aku tak menindaknya
melainkan menggesernya pada lain tugas."
"0, benar, tayjin."
Keduanya merundingkan persiapan2 untuk menghadapi
serangan musuh yang diduga tentu akan lebih besar
kekuatanuya. Demikian kedua insan yang sama watak
keperibadiannya, sama2 mencurahkan segenap tenaga dan
pikiran untuk membela kota Yang-ciu. Bagi keduanya,
perang mempertahankan kota Yang-ciu itu merupakan
perjuangan besar karena hasil dari pertempuran itu akan
menentukan nasib kotaraja Lam-khia.
Memang pasukan Ceng telah mendapat bantuan yang
besar. Tetapi mereka tetap gagal untuk merebut kota Yangciu.
Mentri Su Go Hwat sebagai perancang siasat dan Huru
Hara sebagai pelaksana, telah membuktikan bahwa setiap
pengabdian yang benar2 berdasarkan pada perjuangan suci
membela tanah air, tentu akan merupakan kuatan yang
kokoh bagaikan tembok baja.
Tepat lima hari telah berlalu. Pada hari Huru Hara
sedang melakukan pemerksaan anakpasukan dan meninjau
keadaan penduduk. segera mendapat kesan bahwa prajurit
dan pemduduk memang mulai kepayahan keadaannya.
Terutama bahan ransum makin hari makin menipis.
Dia banyak mendengar keluhan dari prajurit yang
merasa kekurangan makan. Juga diantara pendudukpun
mulai berkeluh kesah. Huru Hara mulai menyadari.
"Perang bukan hanya soal bertempur dan keberanian
tetapi juga harus ada kelengkapannya. Terutama makan.
Karena kekurangan makan, semangat prajurit dan rakyat
sudah mulai menurun. Itu berbahaya. Pikiran mereka
sewaktu-waktu dapat berobah," pikirnya,
Pada waktu itu muncullah Ah Liong.
"Engkoh Hok, wah, celaka," kata anak itu.
"Kenapa ?" "Sekarang musuh telah mengurung kota ini. Pintu kota
selatan juga dikepung."
Hutu Hara terkejut. "Bagaimana mungkin ?" serunya.
"Tadi malam mereka melakukan gerakan secara besarbesaran
dan berhasil menguasai seluruh penjagaan kita.
Sekarang kita terputus dari hubungan dengan luar."
"Wah, berbahaya," Huru Hara terkejut. Dia mengajak
Ah Liong menghadap mentri Su.
Juga mentri pertahanan Su Go Hwat terkejut menerima
laporan itu. "J!ka begini, keadaan kita sudah gawat sekali. Musuh
memutuskan hubungan kita dengan luar dan mereka
memperketatkan kepungannya. Pada hal persediaan ransum
kita makin menipis. Dalam lina hari lagi sudah habis.
"Su tayjin," kata Huru, :"bagaimana kalau menerjang
keluar pintu selatan untuk mencari ransum ?"
Su tayjin gelengkan kepala, "Terlambat, Loan Thian Te.
Kalau engkau menerjang keluar, untuk mencari ransum
tentu makan waktu lama. Mungkin waktu engkau kembali,
kota ini sudah menjadi tumpukan puing."
Huru Hara terkesiap. Ia menyadari apa yang dikatakan
mentri itu memang benar. Mentri Su seorang pembesar
setia yang menjabat sebagai mentri pertahanan. Dalam hal
ilmu mengatur barisa memang hebat tetapi kalau bertempur
di medan perang tidak dapat.
Pada hal dalam tubuh pasukan yang mempertahankan
kota Yang-ciu itu sudah mengunjuk gejala-gejala yang
mencurigakan, Beberapa perwira tampak tak semangat lagi.
Kebanyakan mereka adalah anakbuah Bok Lim. Waktu
Bok Lim memegang pimpinan, prajurit2 itu mendapat
jaminan yang penuh. Tetapi sekarang mentri Su Go Hwat
mempersamakan jaminan tentara dengan yang berikan
kepada rakyat. Di kalangan prajurit dan perwira sudah
mulai timbul rasa tidak puas.
Memang berulang kali mentri Su memberi penerangan
tentang arti daripada peperangan yang mereka lakukan itu.
Tetapi mereka menerimanya hanya denga rasa enggan
karena perutnya tidak kenyang.
Apabila Huru Hara keluar mencari rangsum dan sampai
tak dapat masuk kembali ke kota ke alaan tentu makin lebih
berbahaya. "Baiklah tayjin, hamba takkan pergi," akhirnya ia
menurut, "tetapi kitapun harus cepat2 bertindak."
Su tayjin mengangguk namun sampai beberapa saat
belum juga ia membuka mulut. Rupanya dia sedang
memeras otak untuk mencari jalan keluar.
"Tayjin," kata Huru Hara, "kekuatan pasukan kita kini
hanya tinggal delapan ratus prajurit. Keadaan mereka sudah
tak bersemangat. Mereka mengeluh karena kurang makan
.." "Ya, apa boleh buat," kata mentri, "sudah kutulis
beberapa pucuk surat meminta bala bantuan kepada
baginda tetapi tiada jawaban kecuali yang pernah kuterima
yang menyatakan kalau kerajaan tak dapat mengirim bala
bantuan." "Hamba tahu, tayjin," kata Huru Hara, "daripada
bertahan tetapi lama kelamaan akan mati kelaparan, lebih
baik kita serbu saja mereka."
Su Go Hwat mengangguk, "Ya, tetapi kekuatan mereka
amat besar dan lagi mereka, telah mengepung dari segala
jurusan. Apakah serbuan kita nanti dapat berhasil ?"
"Berusaha mati, tidak berusahapun mati. Jika disuruh
memilih, hamba memilih untuk berusaha," seru Huru Hara,
"mati hidup di tangan Thian."
Tergerak hati mentri Su yang sudah dirundung
kekecewaan itu. Dia membenarkan pendapat Huru Hara.
Kemudian dia bertanya apa Huru Hara sudah mempunyai
rencana. "Apabila tayjin mengidinkan, hambalah yang akan
menyerbu mereka." "Tetapi . . ," "Hamba tak menyerbu juga akhirnya akan diserbu.
Mempung semangat dan tenaga prajurit dan rakyat masih
belum merosot sekali, hamba akan ajak mereka untuk
melakukan serbuan yang terakhir."
"Apakah semua akan ikut dalam serbuan"
"Tidak tayjin, akan hamba pecah menjadi empat
kelompok. Kelompok pertama akan hamba pimpin untuk
menyerbu ke pintu utara. Kelompok kedua harus menjaga
tayjin. Kelompok ketiga memimpin rakyat untuk memberi
bantuan mana2 yang terdesak musuh. Dan kelompok
keempat mengadakan serbuan ke pintu selatan."
Su Go Hwat kerutkan dahi.
"Mengapa harus menyerbu pintu utara" mengapa tidak
menyerbu ke pintu selatan saja saya kita terus menuju ke
Khay-hong ?" "Memang seharusnya demikian, tayjin," Huru Hara,
"tetapi hamba berpendapat, kemungkinan musuh juga
mengandung pikiran begitu. Oleh karena itu maka akan
hamba lakukan serangan yang diluar perhitungan musuh.
Kalau berhasil menghancurkan pasukan musuh yang
berada di utara, sekaligus kita dapat memotong jalan
pasukan musuh yang berada di selatan. Pada saat itu,
kelompok keempat boleh menyerbu keluar untuk bersamasama
menghancurkan musuh di pirtu selatan itu."
"Baik," Su tayjin setuju," kapan engkau akan berindak ?"
"Serangan itu baiklah kita lakukan pada malam hari.
Malam ini bulan tak bersinar, kita dapat bergerak dengan
leluasa." Setelah mendapat persetujuan dari mentri Su, Huru Hara
segera mengatur dan mempersiapkan barisan2 yang
dibaginya menjadi empat kelompok.
"Lalu apa tugasku, engkoh Hok ?" tanya Ah Liong yang
tidak mendapat bagian tugas.
"Apakah anak buahmu siap ikut menyerbu ?"
"Tentu, engkoh Hok," seru Ah Liong serentak, "barisan
Bon-bin setiap saat selalu siap tempur."
"Bagus," seru Huru Hara, "barisan Bon-bin oleh ikut aku
menyerbu keluar dari pintu utara. Setelah diluar pintu,
anakbuahmu harus berpencar mengitari mereka, menyusup
kebelakang dan hancurkanlah perkemahan mereka.
Sanggup ?" "Sanggup, tay-ciangkun !" seru Ah Liong seraya memberi
hormat seperti seorang prajurlt kepada atasannya.
"Bagaimana engkau dapat mengatakan sanggup ?" tegur
Huru Hara. "Beres, jenderal," seru Ah Liong," anakbuah pasukan
Bon-bin tentu takkan mengecewakan."
Huru Hata melanjutkan perjalanan. Ah Liong disuruh
mempersiapkan barisannya. Sehabis mandi Huru Hara
terus melaporkan kepada mentri Su tentang persiapan yang
dilakukannya. Su tayjin menitahkan bujang mengambil minuman.
Malam itu dia hendak mengajak minum arak dengan Huru
Hara. "Tayjin, maaf, mengapa kali ini tayjin minum arak.
Bukankan selama ini tayjin jarang minum arak ?" Huru
Hara agak heran ketika Su tayjin minum arak.
"Loan Thian Te," kata mentri Su, "pertempuran nanti
malam adalah pertempuran mati hidup. Kita tak tahu
apakah kita masih hidup besok pagi. Arak akan menjadi
saksi untuk mengenangkan pertemuan kita malam ini. Ha,
ha. Loan Thian Te, hayo kita minum ..."
Huru Hara terpaksa menyambuti cawan dan terus
meneguk sampai habis. "Penyair dan pujangga kita jaman yang lalu memang
lebih bahagia, Mereka dapat menikmati arti hidup dengan
tepat. Cobalah engkau dengarkan secuplik syair dari penyair
Su Tong poh".."
Kin thien yu ciu, kin thien cui. Hari ini ada arik, hari ini
kita minum sampai mabuk ...."
"Ah, itu kan pendirian seorang pemabuk" saggah Huru
Hara,

Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak, Loan Thian Te," jawab mentri Su. Itu
sesungguhuya suatu falsafah hidup yang tinggi. Tong-poh
menganggap hidup ini hanya seperti orang singgah. Apa
yang terjadi hari ini, harus kita hadapi hari ini juga. Esok.
kelak, itu soal nanti. Mengapa perlu diresahkan ?"
"Dia memang manusia yang tahu menikmati hidup. Tiap
hari minum arak dan membuat syair," kata mentri Su,
"coba bayangkan kita hampir lebih dari separoh hidupku
kuabdikan untuk kepentingan negara. Aku makan
sederhana, pernah minum arak dan lain2 kesenangan.
Sekarang tahu2 aku sudah menghadapi detik2 yang
berbahaya. Kecil kemungkinannya aku dapat hidup lebih
lama." "Ah, tayjin. hidup dan mati kita itu tergantung dari
kekuasaan Thian." "Hidup menyiksa diri seperti yang kulakukan, kiranya
juga akan mati, Hidup bebas seperti Su Tong-pohpun
akhirnya juga mati. Bukankah hal ini sama saja ?"
"Serupa tetapi tak sama," bantah Huru Hara.
"Apa maksudmu ?" tanya mentri Su.
"Manusia tentu mati, memang serupa kodratnya. Tetapi
mati dan mati adalah dua. Mati seperti penyair Su Tongpoh
adalah mati tenggelam dalam khayalan. Tetapi mati
seperti panglima Gak Hui, adalah mati yang berarti."
"Su Tong-poh memang berkhayal tetapi dalam syairsyairnya
dia telah dapat menggambarkan arti kehidupan
dengan tepat sekali."
"Mudah-mudahan hanya Su Tong-poh seorang saja yang
berkhayal dalam syairnya. Jangan ada dua tiga atau
perpuluh Su Tong-poh, Jika tiap rakyat seperti Su Tongpoh,
mungkin negara kita ini sudah lama dijajah oleh
bangsa asing.. Su Tong-poh hanya pandai mengkhayal.
Pada hal hidup itu suatu kenyataan dari berbagai masalah
yang menantang kita untuk diatasi. Dapatkah khayal dan
syair mengatasi kesemuanya itu ?"
"Su Tong-poh seorang sasterawan dan penyair.
Barangsiapa dapat memahami keindahan daripada
rangkaian syairnya, dia akan tahu keindahan arti hidup ini,"
seru mentri Su Go Hwat. "Su Tong-poh adalah ibarat langit. Kita melihat tetapi
tak dapat merasakan dan merabahnya. Beda dengan bumi
yang terdiri tanah dan air. Disitulah kita dilahirkan. Hidup
dan mati. Barangsiapa dapat menjaga, memelihara dan
mencintai tanah dan air itu, dia telah dapat menunaikan
tugas hidupnya. Hamba rasa, menunaikan tugas hidup lebih
nyata dan bermanfaat daripada mengerti- tentang arti
hidup." Su Go Hwat tertegun. "Sebenarnya tidak banyak manusia yang bernasib seperti
kita, tayjin." "Ya, memang nasib kita ini celaka."
"Bukan tayjin, bukan celaka," bantah Huru Hara, "tetapi
bahagia. Mengapa " Karena kita ditakdirkan untuk ikut
serta menulis sejarah perjuangan bangsa kita. Kita
ditakdirkan untuk menunaikan beban yang luhur dimana
kita bertanggung jawab akan keselamatan negara dan
bangsa. Tidak banyak manusia yang menerima beban
seperti kita tayjin."
Mentri Su mengangguk. "Su Tong- poh memang seorang penyair yang hebat.
Tetapi apa faedah yang dirasakan oleh rakyat pada syairsyairnya
itu " "Dia telah memajukan sastra dan kebudayaan, Loan
Thian Te," "Tetapi dia telah mencabut jiwa orang dengan
kebiasaannya minum anak. Diapun telah mencuri semangat
orang supaya beermalas-malasan tidak ikut berkecimpung
dalam menunaikan tugas membela kepentingan nagara.
Berbanggakah kita karena mempunyai Su Tong-poh si
tukang syair, pemabuk dan penghayal besar itu ?"
"Bum ..... bum . . . . , bum?"."
Sekonyong-konyong keduanya dikejutkan oleh suara
dahsyat yang menggelegar dan menggetarkan bumi. Pada
lain kejab, terdengar pula jeritan dan teriakan ngeri.
Huru Hara cepat melesat keluar. Dia melihat beberapa
rumah penduduk hancur dan api berkobar.
Terdengar pula suara berdentum dan gelegar yang
dahsyat dan di beberapa tempat tampak rumah roboh dan
bangunan2 hancur. "Hai, apakah itu ?" Huru Hara serempak lari
menghampiri ke suatu tempat yang menderita kerusakan.
Dia membantu rakyat yang rumahnya tertimpah bencana.
Ada juga korban yang menderita luka.
Kemudian Huru Hara lari menghadap mentri Su untuk
melaporkan peristiwa aneh itu.
"Itulah yang disebut meriam. Suatu senjata yang
dahsyat," kata mentri Su.
"Dari mana senjata meriam itu ?"
'Senjata itu berasal dari orang kulit putih di luar negeri.
Dalam bentuk kecil disebut senapan dan kalau besar disebut
meriam. 'Dapat memuntahkan peluru yang menghancurkan
segala benda, manusia dan apa saja."
"Wah, kalau begitu kita harus merampas senjata itu,
tayjin," kata Huru Hara, "jika tidak rakyat tentu akan
hancur semua dan kota Yang-ciu tentu akan menjadi lautan
api." "Baik, Loan Thian Te," mentri Su tiba2 menjabat tangan
Huru Hara, "mari kita saling menunaikan tugas kita.
Engkau yang menghancurkan persenjataan musuh, aku
yang akan mengepalai pasukan dan rakyat untuk
mempertahankan kota ,"
Huru Hara terharu. Ia memberi hormat kepada mentri
Su Go Hwat, 'Su tayjin, maaf, hamba tak dapat
mendampingi tayjin. Harap tayjin suka menjaga diri baik"
..... " Huru Hara terus menuju ke pintu selatan. Di situ sudah
berkumpul pasukan yang dibentuk menjudi kelompok
kesatu. Ah Liong dan pasukan Bon- bin juga sudah slap.
"Saudara2, keadaan kita saat ini sudah gawat sekali.
Musuh memiliki senjata yang ampuh dan ganas. Kita harus
merebut dan kalau perlu menumpas senjata penyebar maut
itu !" Setelah memberi emposan semangat, Huru Hara lalu
suruh pintu kota snpaya dibuka. Dan selekas pintu dibuka
maka menyerbulah mereka kearah barisan musuh.
Huru Hara mencabut pedang Thiat-cek- kiam (pedang
magnit). Pasukan Ceng pun dengan bersorak sorai segera
menerjang. Pertempuran segera berlangsung. Seru dan dahsyat.
Tetapi pasukan Ceng lebih segar semangatnya dan lebih
besar tenaganya. Cepat sekali situasi pertempuran yang
sudah tampak bahwa pasukan Ceng lebih unggul.
Pasukan Beng banyak yang roboh, terluka dan mati.
Namun mereka masih belum dapat melalui seorang
manusia yang bersenjata pedang. manusia baja itu tak lain
adalah Huru Hara. Dengan memutar pedang Thiat-ci-kiam, Huru Hara
mengamuk. Adalah karena dia, maka pasukan Ceng dapat
tertahan. Melihat pasukannya tertahan, seorang perajurit Ceng
yang baru saja didatangkan untuk membantu pasukan Ceng
yang mengepung Yang-ciu marah.
"Pecah menjadi dua sayap dan terus mengurung orang
itu. Yang sebagian terus masuk menerjang kedalam kota.
Akulah yang akan menghadapi pemuda itu !" serunya.
Dia bernama Gotay, seorang perwira yang baru
menonjol bintangnya. Dalam beberapa medan pertempuran
dia telah banyak jasanya. Keberaniannya menonjol,
keperkasaannya mengagumkan.
Dengan menghunus senjata tombak yang beratnya tak
kurang dari 50-an kati, perwira itu segera maju menyerbu
Huru Hara. Huru. Hara terkejut menyaksikan keperkasaan perwira
Ceng itu. Tetapi diapun tak mau menunjuk kelemahan.
Apalagi dihadapan seorang perwira Ceng, meluaplah
kemarahannya. Tring".. tanpa banyak gaya dan ulah, serempak Huru
Hara terus menghantam tombak lawan dengan pedangnya.
Gotay terkenal dengan tenaganya yang amat kuat.
Pernah dicoba, lima prajurit disuruh adu senjata dengan
tombaknya. Akibatnya lima pedang kelima prajurit itu
mencelat ke udara dan orangnyapun terlempar beberapa
langkah ke belakang. Dan tombak Gotay itu terbuat dari baja hitam yang
kerasnya bitkan kepalang. Pada saat terjadi benturan,
tombak Gotay melekat saling dorong mendorong untuk
merobohkan lawan. Tetapi setiap kali Gotay mendorong, ia malah segera
terdorong kebelakang. Ia merasa tenaga dorongannya itu
memantulkan tenaga-membal dan membalik lagi kepada
dirinya. Iapun berusaha untuk menarik tombaknya dari
lekatan pedang tapi tak berhasil.
Huru Hara tak mau membuang banyak waktu.
Secepat mengisar tubuh kemuka mendekati lawan
sekonyong-konyong Huru Hara mengirim sebuah
tendangan, plak ..... auh .....
Kaki Huru Hara tepat mengenai perut Gotay dan
perwira Ceng itu tak ampun lagi terpental sampai beberapa
meter. Celakanya lagi, karena dia mati-matian memegang
tombaknya yang melengket pada pedang Huru Hara,
karena tubuhnya terlempar belakang, otomatis iapun seperti
membetot dengan paksa tombaknya itu dari lekatan pedang.
Dan karena dia menggunakan tenaga besar untuk membetot
tombak, akibatnya tenaga sakti Ji-ih-sin-kang yang
memancar dari tubuh Huru Hara, telah ngalir deras
kelengan Gotay. Akibatnya, begitu jatuh ke tanah, Gotay
meraung-raung seperti babi hendak disembelih. Lengannya
terasa seperti putus ......
Huru Hara tak menghiraukan suatu apa. terus
mengamuk bagaikan banteng terluka. Pasukan Ceng kalang
kabut. "Minggir!" tiba2 seorang perwira lain bertubuh tinggi
besar dan memelihara kumis berteriak menyuruh sekalian
prajuritnya menyingkir. Dia terus menerjang Huru Hara.
Selagi keduanya bertempur, seorang prajurit Ceng
menyusup pada kawan-kawannya yang sedang mengepung
Huru Hara, supaya menyingkir jauh dan terus menyerang
masuk kedalam kota. "Lekas menyingkir jauh, komandan akan menembak
orang itu dengan meriam." kata prajurit kepada kawankawannya
. Sudah tentu kawanan prajurit yang tengah mengepung
Huru Hara menjadi ketakutan dan cepat2 menyingkir.
Mereka ikut menyerbu kedalam kota.
Perwira Ceng yang tinggi besar itu terkejut jika beradu
senjata dengan Huru Hara. Dia merasakan bahwa dari
pedang Huru Hara ternyata memancarkan daya-sedot yang
amat kuat. Dia hendak menarik senjatanya dari lekatan
pedang tetapi Huru Hara malah menurut saja pedangnya
ditarik, bahkan didorong juga. Sudah tentu perwira Ceng
itu menjadi kaget setengah mati karena mukanya terbelah
oleh pedangnya sendiri. Dalam keadaan yang terdesak, dia
mundur terus melarikan diri.
Huru Hara mengamuk tetapi dia merasa sekelilingnya
kosong. Dia hentikan permainan pedangnya dan ..... , "Hai,
kemana mereka!" teriaknya ketika melihat di medan
pertempuran itu hanya dia seorang diri saja.
Bum ..... bum ..... Terdengar dentum suara yang menggetarkan bumi dan
muncrat tanah campur tiang ke udara. Kemudian disusul
dengan jeritan ngeri dan tubuh manusia yang bertebaran
keempat penjuru. Huru Hara terkejut. Dia melihat bahwa
dentuman dahsyat itu telah terjadi di perkemahan musuh.
Cepat ia lari menghampiri.
"Engkoh Liong," tiba2 terdengar teriak seorang anak.
Dan ketika Huru Hara berpaling dilihatnya Ah Liong
bersama beberapa anak laki sedang mengerumuni sebuah
benda aneh. Benda itu berbentuk bulat dan berlubang,
diletakkan diatas dua buah roda. Ah Liong dan kawankawannya
sedang mengacungkan pedang kearah dua orang
prajurit Ceng. Dan kedua prajurit Ceng itu sedang
memasakkan sesuatu kedalam mulut benda berlubang itu
dan yang seorang lagi lalu menyulut dengan api.
Bum .. , .. bum ..... Kembali terdengar ledakan yang dahsyat disana, lebih
kurung dua tiga li jauhnya tampak kebakaran.
"Ah Liong, apa ikut ?" tegur Huru Hara. yang cepat
menghampiri. "Kita sedang menembaki pasukan Ceng," sahut Ah
Liong. "Apakah benda itu yang disebut meriam"
"Benar, enkoh Hok," kata Ah Liong, benda yang disebut
meriam. Milik pasukan Ceng. Sekang kusuruh kedua
prajurit Ceng itu untuk menembakkan kearah perkemahan
mereka sendiri." Kini Huru Hara baru mengerti bahwa Ah Liong dan
pasukannya berhasil menguasai prajurit pasukan meriam
musuh. Dan prajurit musuh itu dipaksa harus menurut
perintah anak2 itu. "Apakah hanya sebuah itu ?"
"Menurut keterangan mereka, pasukan Ceng mempunyai
tiga pucuk meriam. Yang dua buah di pasukan Ceng yang
mengepung dari barat, dan yang satu digunakan pasukan
Ceng yang meyerang dari timur."
"Celaka," teriak Huru Hara, "kalau begitu kota Yang-ciu
ditembaki meriam dari tiga jurusan."
"Ya tentulah kota Yang-ciu hancur dan rakyat banyak
yang menjadi korban."
Huru Hara mencabut pedang dan sekali ayun
membunuh kedua prajurit Ceng itu.


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Engkoh Hok, mengapa engkau membunuh mereka "
Bukankah kita dapat menyuruh mereka untuk menembaki
pasukan Ceng sendiri ?" Ah Liong kejut.
"Tidak, Ah Liong, aku tak setuju. Mariam senjata
penyebar maut yang keji. Kita hancurkan saja !" kata Huru
Hara. "Bagaimana caranya ?"
Huru Hara menghampiri meriam. Sekali tabas
keretanyapun hancur dan meriam jatuh ketanah.
Kemudian Huru Hara membuat lubang di tanah.
Meriam itu ditanam, ujungnya dimasuk kedalam tanah
sampai separoh bagian. "Mana obat peledaknya?" tanya Huru Hara.
Ah Liong menyerahkan bahan peledak yang disuruh
masukkan kedalam lubang meriam sampai penuh. Setelah
itu Huru Hara lalu menyulut api.
"Lekas kalian menyingkir jauh. Apabila meledak meriam
baja itu tentu akan hancur berkeping-keping dan muncrat
kemana-mana," Huru Hara.
Setelah anak2 itu menyingkiri jauh dan bunyi dibalik
pohon, barulah Huru Hara menyulut bahan peledak dan dia
terus loncat meniarap di tanah.
Bum ..... Sebuah ledakan yang dahsyat segera terdengar. Tanah
dan keping2 baja dari mariam yang hancur itupun
bertebaran ke empat penjuru. Beberapa pohon yang
terlanggar kepingan baja itu seperti ditabas. Dan karang
yang terhantam pecahan meriam itupun hancur lebur.
Beberapa saat kemudian setelah suasana menjadi sepi,
Ah Liong keluar dari tempat persembunyiannya.
"Engkoh Hok !" bocah laki itu menjerit kaget dan terus
lari menghampiri Huru Hara yang rebah ditanah, tertimbun
tanah. Cepat dia menolong Huru Hara.
"Bagaimana engkau, engkoh Hok ?" tanya Ah Liong
camas. "Tidak apa2," kata Huru Hara, "hanya kakiku terciprat
kepingan besi." Ia menunjukkan betis kaki kirinya yang berdarah karena
terlanggar kepingan besi meriam. Melihat itu Ah Liong
terus berlari menghampiri seorang prajurit Ceng yang mati,
dia merobek baju prajurit itu lalu kembali ke tempat Huru
Hara dan membalut betisnya yang terluka itu," Apa engkau
dapat jalan, engkoh Hok ?"
"Ya, tetapi belum dapat lari," kata Huru Hara "Ah
Liong, rupanya musuh sudah menyerbu kedalam kota. Toh,
ada kebakaran dan suara orang yang bergemuruh . .
Huru Hara berbangkit dan paksakan diri berjalan. Ah
Liong dan pasukannya mengiring di belakangnya.
Memang kota Yang-ciu sudah pecah. Prajujurit Ceng
yang berhasil melanda kedalam kota seraya melakukan
serangan yang ganas. Karena kekurangan makan, pasukan
Beng yang mempertahankan kota itupun tak dapat bertahan
lagi. Banyak yang menyerah tetapi tak sedikit yang mati.
Keadaan dalam kata kacau balau. Penduduk yang belum
sempat mengungsi, banyak yang menjadi korban. Mereka
nekad melakukan perlawanan. Tetapi sia-sia.
Melihat itu mentri Su Go Hwat tak sampai hati. Dia
hendak menyerahkan diri dengan syarat agar musuh jangan
menganiaya rakyat yang tak berdosa.
Waktu berkemas hendak keluar dari markas untuk
menemui komandan pasukan Ceng, tiba-tiba muncul
seorang pemuda. "Su tayjin, mari ke pintu selatan," seru muda itu seraya
memimpin tangan mentri Su, Dengan gagah berani dia
membabat musuh untuk membuka jalan.
Tetapi musuh mengepungnya dan tanpa minta idin lagi,
pemuda itu terus memanggul mentri Su lalu menerjang
kepungan musuh .. . . -oo0dw0oo- JILID 43 Gugur bunga .... Tekad adalah motor penggerak diri manusia yang paling
hebat. Seperti yang terjadi pada diri pemuda itu, Dia datang
untuk menyelamatkan mentri pertahanan Su Go Hwat.
Tekadnya bulat, nyawa sebagai taruhannya.
Maka walaupun harus menghadapi kepungan prajurit
Ceng yang rapat, namun pemuda itu deagan gagah berani
dapat memaksa mereka mundur. Dia mengamuk bagaikan
banteng terluka. Dengan susah payah, bahkan bahu kirinya kena tertusuk
senjata musuh, akhirnya pemuda gagah itu berhasil
membuka sebuah jalan darah dan dapat menerobos keluar
dari pmtu kota selatan. Tetapi belum jauh meninggalkan kota Yang-ciu tiba2
muncullah seorang perwira Beng dengar beberapa
anakbuahnya. "Hai berhenti!" tiba2 perwira itu menghadang ditengah
jalan dengan melintangkan pedangnya "lepaskan Su tayjin!"
Tetapi pemuda itu tak menghiraukan lagi. Dia menjawab
dengan menerjang perwira itu. Sudah tentu si perwira tak
mau menyerah. Keduanya lalu bertempur.
"Berhenti, Bok ciangkun!" tiba2 Su Go Hwat berteriak
menghentikan pertempuran "Bok Kiat dia kawan sendiri,"
seru mentri Su kepada yang menggendongnya.
Ternyata pemuda gagah itu adalah Bok Kiat putera
keponakan dari mentri Su Go Hwat. Ketika mendengar
bahwa Yang-ciu sedang diserang secara besar-besaran oleh
pasukan Ceng, Bok Kian bergegas menuju ke kota itu.
Diapun mendengar bahwa kota Kim-leng sudah jatuh ke
tangan musuh dan pamannya mentri Su, sedang menyingkir
ke Yang-ciu. Maka gegaslah dia menuju ke Yang- ciu untuk
membantu pamannya mempertahankan kota itu. Tetapi
ketika tiba di Yang-ciu, keadaan kota itu sudah kacau balau.
Pertahanan pasukan Beng sudah bobol dan pasukan musuh
sudah menyerang dalam kota.
Bok Kian saat itu datang dengan naik kuda. Pintu kota
selatan terbuka dan sedang berlangsung pertempuran. Bok
Kian nekad. Dia larikan kudanya menerjang masuk. Dia
tak peduli siapa yang menghadang dimuka, entah prajurit
Beng entah musuh, tentu dibabatnya. Dengan tindakan
yang nekad itu dia berhasil menerobos masuk.
Tetapi di tengah jalan, dicegat lagi oleh kelompok
prajurit Ceng. Dengan geram, Bok Kian membasmi
mereka. Tetapi kudanya kena ditombak rubuh. Bok Kian
makin marah, Dia mengamuk dan kelompok prajurit Ceng
yang terdiri dari selusin orang itu dapat dibabatnya.
Kemudian terus ia menuju ke markas tempat kediaman
mentri Su. Kedatangannya tepat ketika mentri Su hendak keluar
berunding dengan musuh. Terus saja pamannya itu
dipimpin keluar. Karena masih diganggu dengan kawanan
musuh, akhirnya Bok Kian memanggul mentri Su untuk
melarikannya keluar pintu kota.
Sedangkan yang menghadang jalan itu memang Bok
Lim, komandan pasukan pertahanan kota Yang-ciu yang
ditugaskan mentri Su untuk membawa rakyat mengungsi ke
lain daerah. Rupanya dia sudah menyelesaikan tugasnya
dan bergegas kembali ke Yang- ciu.
Serta mendengar perintah Su tayjin, baik Bok Kian
maupun Bok Lim ssgera berhenti. "Su tayjin, siapakah dia
?" seru Bok Lim. "Bok Kian, keponakanku sendiri," kata mentri Su.
"0, maafkan, Su kongcu," Bok Lim gopoh menghaturkan
hormat. "Bok ciangkun, dia bukan she Su melain she Bok seperti
engkau," seru mentri.
"0, maaf, Bok kongcu."
Bok Kian mengucapkan beberapa kata merendah," Ah,
tak apa, ciangkun telah melaksanakan kewajiban ciangkun
untuk menyelamatkan tayjin."
"Bok ciangkun," kata mentri Su kepada Bok Lim,
"apakah penduduk yang mengungsi itu sudah engkau
tempatkan didaerah yang aman."
"Sudah, tayjin," jawab Bok Lim, "mengapa tayjin dibawa
menyingkir Bok kongcu " Apa musuh sudah masuk
kedalam kota ?" "Musuh mempunyai senjata meriam yang ampuh. Tak
mungkin kita dapat melawan," kata tayjin.
"Ah, biar bagaimana kita tetap harus melawan sampai
titik darah yang penghabisan," Bok Lim dengan nada
mengandung ejek. "Tidak, ciangkun," sebelum mentri Su jawab, Bok Lian
sudah mendahului, "apabila Yang-ciu sudah tak dapat
ditolong, kita harus meninggalkan kota itu untuk mengatur
perlawan di lain daerah."
"Bok kongcu," seru Bok Lim, "Su tayjin seorang mentri
yang setya. Tak mungkin beliau meluluskan cara seperti itu.
Seorang mentri seperti Su tayjin, lebih baik pecah sebagai
ratna daripada harus melarikan diri.
"Ciangkun," seru Bok Kian, "soal perang bukan soal
yang kaku. Menang atau kalah sudah lumrah. Maka kalau
sekarang ini kita kalah, kita kan masih ada waktu untuk
mencari kemenangan pada lain waktu ?"
"Tetapi Bok kongcu," masih Bok Kian membantah," kota
Yang-ciu mempuryai arti penting sekali. Kalau kota itu
sampai jatuh, tentulah kotaraja Lam-khia akan terancam.
0leh karena itu Su tayjin hendak mempertahankannya
dengan segenap tenaga."
"Su tayjin, apakah Su tayjin membenarkan anggapan
ciangkun ?" tanya Bok Kian kepada pamannya.
"Sebenarnya apa yang dikata Bok ciangkun itu memang
tepat," kata Su tayjin, "tetapi kenyataan memang lain. Saat
ini Yang-ciu sudah dibenam pasukan musuh. Jika kita
mempertahankannya tentulah kota itu semakin hancur dan
rakyat semakin menderita. Bok ciangkun, musuh
mempunyai senjata meriam yang ampuh."
Bok Lim tampat terkejut, "Meriam " Ah, senjata itu
dahsyat sekali." Mentri Su mengiakan, katanya, "Itulah yang
mengerikan. Kalau pertempuran itu tak lekas dihentikan,
entah berapa ribu rakyat yang akan mati."
"Lalu bagaimana maksud tayjin ?" tanya Bok Lim.
"Tadi aku memang bermaksud hendak manemui
pimpinan pasukan Ceng untuk berunding ..."
"Berunding soal apa " Apakah tayjin bermaksud hendak
menyerah ?" Bok Lim menjadi tegang.
"Aku bersedia menyerahkan kota Yang-ciu asal mereka
jangan mengganggu rakyat," kata Su Go Hwat.
"Tetapi tayjin sendiri ?"
"Aku akan pergi dari Yang-ciu."
"Ah, apakah mungkin mereka mau menerima syarat itu "
Lain halnya kalau ...."
"Kalau bagaimana ?" tegur mentri Su.
"Kalau tayjin menyerah juga."
"Tidak !" bentak Bok Kiat dengan marah. "Su tayjin tak
boleh menyerah. Kalau menyerah kerajaan Beng pasti akan
ambruk, karena hanya Su tayjin seorang yang menjadi api
semangat yang membangkitkan gairah para pejuang untuk
meneruskan peperangan melawan orang2 Ceng !"
Bok Lim terbeliak. Dipandangnya anakmuda itu dengan
tajam. "Su tayjin sudah mengatakan bahwa kota Yang- ciu
tak dapat dipertahankan lagi. Demi kepentingan rakyat. Su
tayjin rela akan menyerah. Walaupun putera keponakan
tetapi engkau tak berhak memaksa Su tayjin untuk menuruti
kehendakmu, kongcu."
"Tidak," teriak Bok Kian," aku takkan memaksa Su
tayjin. Tetapi kutahu peribadi Su tayjin. Kalau ciangkun tak
percaya silakan saja berunding dengan beliau."
Tetapi pada saat itu dari daerah kota Yang-ciu muncul
pasukan Ceng yang menuju ke tempat mereka. Rupanya
larinya mentri pertahanan Su Go Hwat telah dilaporkan
pada pimpinan pasukannya untuk melakukan pengejaran.
Bok Kian terkejut. Demikian pula mentri Su. Bok Lim
segera berkata, "Celaka, kongcu, tayjin, rupanya mereka
hendak mengejar kita."
"Biarlah kuhadapi mereka," kata Su Go Hwat melangkah
maju tetapi dicegah Bok Kian.
"Jangan tayjin, berbahaya," seru pemuda itu.
"Bok kongcu, lekas engkau tahan mereka, biarlah
kulindungi Su tayjin untuk menyingkir dari sini," tiba2 Bok
Lim berseru dengan nada yang keras. Sesaat Bok Kian yang
polos, tergerak hatinya. Dia mencabut pedang terus maju
menyongsong musuh, Mentri Su Go Hwatpun segera diiring Bok Lim dan
anakbuahnya untuk mencari tempat yang aman.
"Kemana kita akan menuju, tayjin ?" tanya Bok Lim.
"Kita ke Khay-hong untuk memperkuat tahanan disana,"
kata mentri Su. "Baik," kata Bok Lim lalu menitahkan anak buahnya
supaya menyediakan tandu untuk mentri.
"Ah, tidak, aku dapat berjalan sendiri, ciang kun," kata
mentri Su. "Hamba minta supaya ciangkun jangan menolak. Yang
penting kita harus cepat2 lari agar jangan terkejar musuh.
Karena tak ada kuda, terpaksa kami mohon tayjin suka naik
tandu. Kedua kalinya, dengan naik tandu jejak tayjinpun
tak mudah diketahui musuh."
Karena alasan itu tepat, terpaksa mentri Go Hwat
menurut. Dia segera naik sebuah tandu yang telah
disiapkan, entah dari mana. Tetapi dia tak sempat bertanya
hal itu. Lebih kurang sejam lamanya, mentri menyingkap kain
pintu tandu. Ia terkejut. Ia melihat disekeliling tempat itu
terdapat beberapa perkemahan prajurit. Pada hal ia tahu
jelas bahwa pasukan Beng tak pernah membuat
perkemahan. Yang mendirikan perkemahan disetiap
tempat, tentulah pasukan Ceng. Sudah tentu dia kaget
sekali. "Bok ciangkun, kemanakah kita ini ?" teriaknya seraya
menyingkap kain penutup.

Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tak usah gelisah, tayjin. Kita pergi ketempat yang
aman," sahut Bok Lim dengan tersenyum.
"Tetapi mengapa banyak perkemahan disekeliling daerah
ini ?" "Ya, memang." "Perkemahan apa ?"
"Tentara." "Tentara " tentara mana " Tentara kita atau musuh ?"
"Tentara Ceng."
"Hai !" teriak mentri,"Tentara Ceng " Mengapa kita
kesini ?" "Bukankah tayjin hendak berunding ?"
"Tidak," teriak Su tayjin," sekarang aku tak mau
berunding lagi. Toh kota Yang-cia sudah terlanjur diduduki
musuh. Perlu apa harus berunding ?"
"Ah, harap tayjin bersabar. Berunding lebih
menguntungkan," kata Bok Lim.
"Bok siangkun, apa maksudmu ?"
"Tayjin adalah orang penting yang sangat diharapkan
kehadirannya oleh pimpinan pasukan Ceng. Tayjin akan
disambut dengan penuh kehormatan.
"Bok Lim !" teriak mentri dengan marah, "engkau
hendak main gila ?" "Tidak, tayjin," sahut Bok Lim dengan senyum santai,
"hamba tidak main gila. Hamba benar2 memikirkan
kepentingan tayjin."
"Tidak. Bok Lim, aku tak mau berunding dengan
mereka," kata mentri Su, "lekas suruh prajurit2 itu kembali
ke selatan lagi !" "Hamba tak dapat menyuruh mereka, tayjin."
"Gila," teriak Su tayjin, "bukankah mereka itu
anakbuahmu, mengapa engkau tak dapat memerintahkan
mereka ?" "Maaf. tayjin, mereka bukan anakbuah hamba."
"Apa katamu ?" teriak Su tayjin, "mereka bukan prajurit
kita ?" "Prajurit mana ?"
"Prajurit pasukan Ceng."
"Jahanam ! Engkau berhianat Bok Lim !" teriak Su tayjin
menuding Bok Lim dengan marah sekali.
"Bagaimanapun hamba tetap memikirkan kepentingan
tayjin. Agar tayjin mendapat kedudukan yang tinggi.
Mengapa tayjin berkeras membela raja Beng yang sudah
dikuasai durna Ma Su Ing itu ?"
"Tidak !" "Mengapa tayjin tak mau menggunakan siasat begini,"
kata Bok Lim, "tayjin pura2 bekerjasama kepada kerajaan
Ceng, Setelah tayjin mendapat kepercayaan dan kedudukan
tinggi, dapatlah tayjin menyapu bersih kawanan durna Ma
Su Ing itu. Bukankah penderitaan tayjin ini karena tingkah
ulah durna itu " Mengapa tayjin tak mau membalas
dendam. kepadanya ?"
"Tidak," sahut mentri Su dengan tegas, "aku rela
dicelakai oleh Ma Su Ing tetapi aku tak rela kalau bumi kita
diduduki bangsa Boan."
"Tayjin keliru," sahut Bok Lim," kerajaan itu mempunyai
masa kejayaan. Kerajaan Beng sudah terlalu lama
memerintah, harus diganti dengan raja baru."
"Ya, memang benar dan aku setuju," jawab mentri, "asal
jangan dengan raja dari suku Boan"
"Hm, tayjin terlalu keras hati !" dengus Bok Lim.
"Bok Lim, apakah angkau benar2 tak mau
memerintahkan prajurit2 itu untuk membawa tandu ini
kembali ke selatan ?"
"Hamba tak kuasa memberi perintah mereka. Kalau
tayjin ingin memberi perintah sendiri, lakukan saja.
Mungkin mereka takut dan akan patuh kepada perintah
tayjin." "Prajurit2 yang memikul tandu," seru Su Hwat. "berhenti
dan kembali ke selatan lagi ..... !"
Tetapi tandu tetap berjalan ke utara. Jelas prajurit2 itu
tak menghiraukan. "Hai, prajurit, apakah engkau tak mendengar perintahku
!" teriak mentri seraya melongok kebawah,
Tetapi prajurit yang memanggul tandu tak
menghiraukan. Mereka tetap berjalan seperti biasa.
"Hai, prajurit, apa engkau tuli ?"
Tetap prajurit itu tak menghiraukan. Bahkan karena
mentri Su menuding kearah salah seorang prajurit yang
memikul disebelah kanan, prajurit itu mengangkat muka
dan balas memandang menganggukkan kepala.
"Hai, berhenti !" teriak mentri kepada prajurit itu.
Prajurit itu mengangguk dan tersenyum. Tetapi dia tetap
berjalan ke utara. Sudah tentu mentri mendongkol dan
marah sekali. "Prajurit. apa engkau prajurit Ceng ?" Prajurit itu
mengangguk-angguk dan senyum kepada mentri.
"Siapa suruh engkau membawa tandu ini!"
Kembali prajurit itu mengangguk dan tersenyumsenyum.
"Apakah Bok Lim yang menyuruh kalian?"
Kembali prajurit itu mengangguk-angguk.
"Apakah Bok Lim sudah menyerah kepada pimpinan
pasukan Ceng ?" Prajurit itu mengangguk-angguk.
Mentri merah wajahnya. Jelaslah sudah baginya apa
yang telah terjadi. Bok Lim berhianat dan takluk pada
musuh kemudian menjebak dirinya untuk dibawa kepada
pimpinan pasukan Ceng. "Jahanam !" berkobarlah amarahnya. Ingin rasanya ia
membunuh perwira hianat itu. Tetapi ah ?""..
bagaimana mungkin. Saat itu dia sedang berada diatas
tandu yang dipikul oleh empat prajurit Ceng. Bagaimana ia
dapat turun untuk menghajar Bok Lim !
Setelah menenangkan diri, timbullah suatu pikiran.
Kamudian ia melongok kebawah lagi dan berseru kepada
prajurit tadi. "Hai prajurit, tahukah engkau apa ini ?" serunya seraya
mencabut cincin dari jarinya dan ditunjukkan ke arah
prajurit itu. Prajurit itu mengangguk-angguk dan tersenyum simpul.
"Maukah engkau memiliki benda ini ?" kata mentri pula.
Dan untuk kesekian kalinya prajurit itu menganggukangguk
dan tersenyum. "Akan kuberikan cincin pusaka ini kepadamu apabila
engkau mau menurut perintahku." Prajurit menganggukangguk.
Mentri melongok dan memandang kian kemari.
Ia tak melihat Bok Lim berada disekeliling situ.
Kesempatan itu segera digunakan mentri untuk membujuk
prajurit. "Prajurit, selain cincin ini, nanti engkau berempat akan
kuberi hadiah uang yang banyak apabila engkau mau
membawa tandu ini balik ke selatan. Cobalah engkau
rundingkan dengan kawan-kawanmu," kata mentri dengan
suara pelahan. Prajurit itupun kembali mengangguk.
"Bagus, prajurit, jasamu tidak kecil Kelak akan kuberi
pangkat tinggi," kata mentri lalu menghempaskan diri
menunggu. Namun ia merasa tandu nu masih tetap jalan dan prajurit
itu tak memberi kabar. Karena tak sabar, mentripun
melongok kebawah lagi. "Bagaimana, apa engkau sudah
berunding?" tanyanya.
Prajurit itu mengangguk-angguk, tersenyum "Bagaimana
hasilnya, apa kalian setuju ?" desak mentri.
Prajurit itu mengangguk-angguk.
"Bagus, lekas laksanakan sekarang !" perintah mentri.
Lalu dia duduk lagi dan menunggu dengan gembira. "Tuh,
lihat engkau Bok Lim, apakah engkau mampu mencegah
mereka," pikirnya dengan gembira.
Iapun merencanakan. Setelab nanti tiba di tempat yang
aman, dia akan memerintahkan prajurit itu berhenti dan
menurunkannya. Di situ dia akan suruh keempat prajurit itu
menangkap Bok Lim. Beberapa slat kemudian, ia masih merasa tandu itu tetap
berjalan kearah utara. Ia agak tak enak hati. Namun
ditenangkannya supaya ia tak gelisah. Dia hendak
menunggu lagi. Bukankah tadi prajurit itu sudah
mengangguk tanda setuju. "Eh, mengapa prajurit itu tak mau bicara melainkan
hanya mengangguk kepala saja ?" tiba2 timbul rasa heran
dalam hatinya. Tetapi pada lain kilas ia menjawab sendiri,
"Ah, mungkin prajurit itu tak mengerti bahasa yang
kugunakan. Atau kemungkinan dia memang takut bicara
karena menjaga supaya tidak didengar Bok Lim. Ya, tentu,
dia tentu bersikap hati2."
Setelah mendapat anggapan itu, tenang lagi pikirannya.
Namun beberapa saat kemudian ia tetap merasa kalau
tandu itu masih berjalan ke utara. Mau tak mau ia mulai
gelisah lagi. Akhirnya ia tak kuat menahan kesabarannya
dan melongok ke bawah. "Prajurit, bagaimana ?" tanyanya.
Tampak prajurit itu balas memandang dan menganggukangguk,
tersenyum simpul. Sudah tentu Su tayiin mengkal sekali, "Hai prajurit, apa
engkau hendak mempermainkan aku?"
Prajurit itu mengangguk-angguk dan tersenyum.
"Bangsat !" Su tayjin memaki.
Prajurit itupun mengangguk-angguk.
Su Go Hwat gelisah dan marah. Beberapa jenak
kemudian ia tenangkan diri untuk mencari akal bagaimana
dapat terlepas dari tangan Lim.
"Su tayjin, perlu apa tayjin marah2 ?" tiba2 terdengar
suara Bok Lim. Dan ketika Su Go Hwat menyingkap tenda
tandu, ia melihat Bok Lim muncul dibawah.
"Bok Lim, tak kira kalau engkau akan berbuat senista
ini," seru Su tayjin, "jika engkau membenci Ma Su Ing, itu
memang layak karena tiada seorangpun kecuali kaki
tangannya, yang suka pada tay-haksu itu. Tetapi mengapa
engkau sampai hati juga untuk menjual aku ?"
"Su tayjin, justeru karena hamba sayang pada tayjin
maka hamba hendak mencarikan jalan yang selamat untuk
tayjin. Bukankah kerajaan sudah tak dapat ditolong lagi "
Mengapa tayjin harus kemati-matian setya kepada raja
Beng ?" "Bok Lim, seorang lelaki harus menjunjung kesetyaan
kepada negara dan raja. Raja Beng yang sekarang ini
memang bu-to ( sesat ), tetapi bagaimana pun dia adalah
raja dari kerajaan bangsa kita sendiri. Yang penting
sekarang kita usir dulu orang2 Boan itu, baru kita nanti
menuntut supaya baginda yang sekarang ini diganti dan
mentri2 durna dibersihkan."
Bok Lim tertawa, "Tayjin, ibarat orang sakit, sekarang
ini kerajaan Beng sudah parah. Tak mungkin diobati lagi.
Kita harus menguburnya dan mengganti dengan yang baru.
0leh karena itu kuminta tayjin suka menyadari suasana
perobahan keadaan ini dan suka bekerja pada kerajaan
Ceng...." "Bangsat, jangan engkau bicara begitu lagi padaku !"
teriak Su Go Hwat marah," kalau kau ingin berhamba
kepada orang Boan, silahkan saja. Tetapi jangan harap
engkau dapat membujuk aku !"
Bok Lim tertawa, "Tayjin memang keras kepala. Tetapi
kekerasan kepala tayjin itu tidak menguntungkan pada diri
tayjin sendiri dan kepada rakyat. Kita tahu bahwa tayjin
seorang mentri yang setya. Rakyat memandang kepada
tayjin. Kalau tayjin mau bekerja sama dengan kerajaan
Ceng, merekapun tentu akan memperlakukan rakyat kita
dengan baik. Tetapi kalau tayjin bersikap keras, merekapun
akan menyiksa rakyat kita. Apakah tayjin tidak menaruh
kasihan kepada rakyat dan hanya mengutamakan
keangkuhan tayjin sebagai seorang mentri setya " Apakah
yang disebut setya itu " Apakah mengukur rasa setya
kepada raja tetapi kebalikannya mencelakai rakyat itu satu
tindakan yang mulia ?"
"Kesetyaan adalah suatu kehormatan," seru Su Go
Hwat, "lebih baik kita hancur sebagai bangsa yang merdeka
daripada hidup sebagai budak lain bangsa !"
"Omong kosong !" teriak Bok Lim, "jika semua rakyat
berpendirian sebagai tayjin tentu bangsa Han akan
musnah." "Tidak mungkin setiap orang akan sama pendiriannya
dengan aku. Salah seorahg yang tidak mempunyai
pendirian begitu adalah engkau manusianya. Oleh karena
itu orang Boan tentu akan dapat menjajah kerajaan Beng
itu," "Tayjin, jangan tayjin keliwat menghina aku," teriak Bok
Lim, "waktu di Yang-ciu memang aku ini dibawah perintah
tayjin. Tetapi sekarang sudah bebas. Aku bukan orang
bawahan tayjin lagi."
"Benar, sekarang engkau adalah anjing pengikut orang
Boan !" damprat Su Go Hwat.
"Su Go Hwat, jika aku tak mendapat perintah untuk
membawa engkau menghadap panglima pasukan Ceng,
tentu saat ini juga engkau kubunuh !"
"Ho coba saja kalau engkau mampu, bangsat !" tiba2
terdengar suara seorang, Bok Lim terkejut dan cepat berpaling kearah suara itu.
Ah ..... "Engkau !" serunya terkejut.
"Ya, kenapa ?" seru orang itu, "kaget ya ?"
"Mau apa kalian kemari ?" tanya Bok Lim.
"Mau apa engkau juga berada disini ?" balas yang
ditanya. "Sudah jangan banyak bicara !" bentak Bok Limo
"engkau tak punya kekuasaan apa2 di sini !"
"Mengapa " Karena engkau sudah menyeberang kepada
orang Boan ?" Merah muka Bok Lim, "Kukatakan, jangan banyak
mulut lagi !" "Su tayjin, apakah tayjin tak kurang suatu ," tiba2 orang


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu beralih kepada mentri Su.
Pertama mendengar suara pendatang itu, Su tayjin sudah
gembira. Maka diapun segera membuka kain tenda dan
berseru, "Loan hiantit, aku tak apa2, tangkaplah pengbianat
itu !" "Baik, harap tayjin tenang, tentu akan kuberikan leher
penghianat itu!" seru orang itu.
Memang benar, yang dipanggil Loan biantit adalah Loan
Thian Te alias pendekar Huru Hara. Dia bersama Ah Liong
dan rombongan anak2, karena berjalan mengitari Yang-ciu,
secara tak terduga-duga telah melihat rombongan tandu
yang membawa Su tayjin. Segera mereka melakukan
pengejaran. Waktu dapat menyusul, Huru Hara tak lekas2 unjuk diri.
Dia bersembunyi di gerumbul pohon dan mendengar semua
pembicaraan Bok Lim dengan Su tayjin. Pada waktu Bok
Lim hendak bertindak barulah Huru Hara muncul.
"Bok Lim, mengapa engkau menawan Su tayjin ?"
tegurnya. "Engkau tak berhak bertanya, ini urusan dengan Su
tayjin," sahut Bok Lim.
"Su tayjin, telah menyerahkan urusan ini padaku !"
"Engkau hendak menangkap aku ?" seru Bok Lim
dengan nada mengejek. "Apa engkau sangka manusia seperti dirimu ini pantas
dibiarkan hidup saja ?"
"Hm, lihatlah," sahut Bok Lim, "daerah ini sudah masuk
dalam kekuasaan pasukan Ceng bila engkau berani
bertindak. dengan cepat pasukan Ceng akan
mengepungmu." "Aku bukan budak orang Ceng, mengapa aku takut
kepada mereka ?" balas Huru Hara, "suruh mereka keluar,
biar kubasmi semua !"
Bok Lim terkesiap. Sebenarnya ia menggertak tetapi
Huru Hara tak gentar. Memang daerah situ sudah termasuk
daerah yang dikuasai pasukan Ceng tetapi dia tak tahu pasti
apakah pasukan Ceng akan segera datang untuk
membantunya. Tiba2 dia mendapat akal. Serentak ia berseru memberi
perintah kepada keempat tukang tandu, -"Lekas bawa lari
tandu itu !" Dalam berkata-kata itu dia menggerak-gerak kaki dan
tangan seperti orang melakukan gerak berlari. Keempat
tukang tandu itupun segera lari.
Tetapi belum berapa jauh, sudah dihadang oleh
serombongan anak lelaki yang di kepalai Ah Liong,
"Berhenti," teriak Ah Liong. Tetapi keempat tukang
tandu itu tak pedulikan kepungan anak2 itu. Mereka terus
menerjang kepungan anak2 itu.
"Huh . .. huh . . . . auh ..... " terdengar keempat tukang
tandu itu menjerit dan berjingkrak-jingkrak seperti orang
kesetanan. Bermulanya tubuh dan muka mereka seperti
tertabur benda kecil. Dan pada lain saat benda kecil2 itu
terus merayap masuk kedalam baju dan mulai menggigiti.
Karena tak tahan menderita siksaan yang luar biasa itu,
keempat tukang tandu terus lepaskan tandunya dan lari
seperti orang dikejar setan.
Brukkkk ..... tandu seperti dibanting. Ah Liong tak
menghiraukan kawanan tukang tandu itu. Dia cepat
menghampiri tandu. "Astaga, Su tayjin ," Ah Liong berteriak kaget karena
melihat mentri menggeletak dalam tandu. Bersama-sama
dengan kawannya, dia segera memberi pertolongan,
mengeluarkan mentri dari tandu. Ternyata karena terkejut
dan menderita sedikit luka, mentri telah pingsan.
Sekonyong-konyong muncul Huru Hara, Dia berlari
mendatangi, "Hai, kenapa itu Ah Liong ?"
"Su tayjin pingsan karena tandunya dilepas dengan
tiba2." sahut Ah Liong.
"Masukkan mentri kedalam tandu lagi dan pikullah,"
perintah Huru Hara kepada rombongan anak2 itu.
Setelah mentri dimasukkan lagi kedalam, tandu mereka
segera berangkat, "Kita harus cepat keluar dari daerah ini.
Mereka tentu akan mengejar." kata Huru Hara.
"Bagaimana Bok Kian ?" Tanya Ah Liong.
"Dia kutabas sebelah tangannya dan melarikan diri."
"Mengapa tidak engkoh bunuh saja ?"
"Aku lebih mengutamakan keselamatan tayjin. Biar dia
hidup, kalau lain kali bertemu lagi tentu kuhabisi nyawanya
!" Mereka kembali menuju ke selatan untuk mencapai kota
Khay-bong-hu. Tetapi belum berapa lama berjalan, tiba2
mereka dikepung oleh pasukan Ceng.
"Hai, pendekar gila, menyerah atau tidak !" seorang
perwira muda tampil kemuka dan berseru lantang.
Menilik dandanannya dia seorang perwira bangsa Boan.
Masih muda dan tampak gagah sekali. Dibelakangnya telah
siap sebuah pasukan yang siap dengan memegang busur.
"Siapa engkau !" teriak Huru Hara.
"Aku Borga, pimpinan barisan pemanah !"
"Ho, engkau hendak menantang aku ?"
"Jangan banyak mulut !" bentak perwira
Borga,"menyerah atau tidak ?"
Tiba2 dari belakang barisan muncul seorang perwira
yang lengannya hilang dan dibalut dengan kain putih.
Darah merah masih merembes pada kain pembalut.
"Komandan, itulah dia orangnya yang merampas mentri
Su Go Hwat. Tangkap dan bunuh saja" kata orang itu.
"Huh, bagus Bok Lim, engkau sendiri tak berani
menangkap sekarang engkau menjilat-jilat pantat
majikanmu, hm," dengus Huru Hara.
"Bangsat engkau ..... "
"Sudahlah, harap Bok-heng mundur. Dia tentu akan
kutangkap," kata perwira Borga.
"Tuh, lihatlah, Borga, anjingmu memang suka menyalak
!" seru Huru Hara. "Jangan banyak mulut ! Lekas menyerah atau ditawan ?"
bentak Borga. "Menyerah bagaimana " Minta supaya menyerahkan
tangan agar dapat engkau borgol?" ejek Huru Hara," Hm,
nista sekali." "Engkau mau melawan ?"
"Aku mau menyerah apabila aku memang kalah
bertanding dengan engkau !" sahut Huru Hara," tetapi kalau
engkau takut dan hendak menggunakan barisan pemanah,
silakan. Akupun tak kan mundur !"
Merah muka Borga. "Komandan, jangan hiraukan dia. Dia memang hendak
menggunakan siasat agar dapat loloskan diri. Tangkap saja,
kalau melawan bunuh sajalah," kembali Bok Lim berkata
seraya mendekati Borga. "Ya, benar, turut saja omongan anjing peliharaanmu itu.
Aku memang hendak melihat. Apakah perwira Boan itu
seorang ksatrya yang perwira ataukah seorang pengecut
seperti kawanan anjing peliharaannya," ejek Huru Hara.
"Komandan, jangan hiraukan bangsat itu."
"Mundur," bentak Borga kepada Bok Lim "dia
menganggap orang Han sendiri yang paling ksatria hm . . .
." Borga melangkah maju dan berseru dengan nyaring,
"Hai, engkau buronan. Aku siap menghadapi engkau."
"Jika engkau hendak membikin panas hatiku, segera
akan kuperintahkan barisan pemanah untuk mengancurkan
tubuhmu. Hayo, lekas maju dan bertempur dengan aku!"
"Apakah engkau benar2 berani ?"
"Jahanam ! Jangan banyak bicara !"
Huru Hara hendak melangkah tetapi tiba2 Ah Liong
sudah lari mendahului kemuka perwira Boan itu.
"Jangan kurang ajar terhadap engkohku !" teria bocah
kuncung Ah Liong seraya bercekak pinggang." engkau kira
engkohku takut kepadamu" Huh, salah. Yang benar,
engkohku segan mengotori tangannya untuk menjamah
engkau. Engkau tak layak menjadi lawan engkohku."
"Bajingan cilik, engkau siapa !" teriak Borga.
"Aku adalah jenderal Kuncung dari pasukan Bon-bin
yang mempertahankan kota Yang"ciu. Sudah jangan
banyak-bicara. Kalau engkau mampu mengalahkan aku
baru engkau berharga menjadi lawan engkohku !"
Dada Borga seperti hendak pecah karena dihina habishabisan
oleh bocah kuncung itu. Dengan meraung seperti
singa kelaparan dia terus menerkam Ah Liong. Tetapi
dengan gesit sekali Ah Liong sudah menghindar kesamping.
"Hai, aku disini, mengapa engkau menubruk kesitu ?"
Sudah tentu makin marah Borga dibuatnya. Dengan
cepat dia berputar tubuh dan terus loncat menerkam. Tetapi
untuk yang kedua kalinya dia tetap menubruk angin.
"Ho, kayak begitu mau jadi komandan pasukan. Masa
melihat orang saja tidak becus aku kan disini mengapa
engkau menerjang ke situ !"
"Bajingan cilik. Kalau tak dapat memutuskan lehermu,
aku bersumpah tak mau jadi orang lagi. Saking marahnya
Borga sampai melantangkan sumpah.
"Bagus, bagus. memangnya engkau ini manusia " Kalau
manusia kan tidak begitu cara berkelahinya. Menerkam itu,
cara binatang nyerang korbannya, tahu !"
Sebenarnya Huru Hara terkejut ketika melihat Ah Liong
maju menghadapi Borga. Tetapi setelah melihat Ah Liong
dapat menghindari terkaman lawan dengan gesit, diapun
tenang kembali. Beberapa jurus telah berlangsung dan selama itu Borga
tetap tak mampu menyerang Ah Liong. Ah Liong memang
sengaja main kucing-kucingan untuk membikin panas hati
perwira Boan itu. Memang Ah Liong mempunyai
keistimewaan dalam ilmu gin-kang. Dan diapun mendapat
latihan ilmusilat dari neneknya.
Beberapa jurus telah berlalu. Tiba2 Huru Hara teringat
akan mentri Su yang masih berada dalam tandu. Mengapa
dia tak menggunakan kesempatan itu untuk membawa lari
mentri " Diam2 Huru Hara menyelinap. Karena menumpahkan
perhatian kepada komandannya yang sedang menyerang
Ah Liong maka barisan pemanah Ceng tak sempat
memperhatikan gerak-gerak Huru Hara yang meninggalkan
gelanggang pertempuran itu.
"Hayo lekas kita masuk kedalam hutan," kata Huru Hara
kepada anak2 yang memikul tandu.
"Tetapi bagaimana dengan jenderal Kuncung?" kata
salah seorang anak. "Kita selamatkan dulu Su tayjin ketempat yang aman,
nanti aku akan kembali kesini untuk membantu jenderal
Kuncung itu," kata Huru Hara. Mereka lalu menyusup
kedalam hutan. "Hayo, apa napasmu sudah habis ?" teriak Ah Liong
ketika melihat Borga sudah mulai mengendor serangannya.
Ah Liong memang tak membalas karena ia tahu kalau ia
merubuhkan perwira itu, teatulah barisan pemanah akan
menghujani anakpanah kepadanya. Dan lagi, ia sempat
melihat gerak gerik Huru Hara yang diam2 telah
menyelamatkan mentri. Su. Ia makin bersemangat untuk
mempermainkan lawan perhatian barisan anakpanah
itupun tetap terpukau. "Komandan, celaka, kita tertipu !" tiba2 Bok Lim
berteriak kepada perwira Ceng itu, "Lihat tandu yang berisi
Su tayjin telah dilarikan orang tadi !"
Borga gelagapan kaget. Karena sedang mencurahkan
kemarahannya kepada Ah Liong, maka ia, tak sempat
memperhatikan apa yang terjadi sekelilingnya. Peringatan
Bok Lim itu benar2 mengejutkan hatinya hingga ia
terbelalak dan berpaling.
"Appp?". uh," baru Borga hendak bertanya, tiba2 ia
terkejut dan cepat2 mendekap perut karena merasa celanadalamnya
melorot, "apa?""
"Tandu itu telah dilarikan orang tadi !" ulang Bok Lim.
"Celaka ..... ," baru Borga berkata begi sesosok tubuh
kecil berkelebat dihadapannya plak, plak ..... tahu2 Borga
menjerit kesakitan karena kedua pipinya ditampar.
"Bajingan. engkau berani menampar aku," teriaknya
seraya menerkam Ah Liong. Tetapi karena celanadalamnya
melorot turun, gerkannya pun terhambat.
Ah Liong makin bergaya. Dengan lincah menghindar
kian kemari dan apabila mendapat kesempatan, ia lalu
mempermainkan si perwira. Menjiwir telinga, menarik
hidung dan membetot bibir, bahkan menutul kelopak mata.
Memang dalam tutul menutul, Ah Liong mempunyai
kepandaian istimewa. Dengan sepasang sumpit dia dapat
menyumpit lalat yang terbang, ikan yang berenang di air,
Sudah tentu Borga makin meraung-raung seperti singa
udunen (sakit bengkak). Tetapi betapa-pun dia ingin
menerkam Ah Liong untuk disempa1-sempal tulangnya,
tetapi dia selalu menubruk angin kosong doang.
Melihat itu Bok Lim marah, "Panah bangsat itu !" ia
memberi perintah kepada barisan panah.
"Jangan !" serentak Borga berteriak mencegah, "kejar saja
bangsat yang melarikan tandu itu!"
Karena yang memerintah komandannya, barisan
pemanah itupun menurut. Mereka tak jadi lepaskan
anakpanah dan terus hendak bergerak mengejar jejak Huru
Hara. Tetapi belum berapa jauh mereka pergi, tiba-tiba mereka
dikejutkan oleh teriakan Ah Liong, "Hai tikus2, berhenti
dulu, lihatlah ini !"
Barisan pemanah itu terkejut, hentikan langkah dan
berpaling. Apa yang mereka lihat, benar-benar hampir tak
dapat mereka percayai. Ternyata saat itu Borga sudah
diringkus Ah Liong, bahkan anak itu sedang melekatkan
pedang ke leher Borga. "Hayo, kalau kalian berani melanjutkan langkah, batang
leher komandanmu ini tentu akan potong !" teriak Ah
Liong. Kawanan prajurit pemanah itu saling berpandangan satu


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sama lain. Mereka heran dan tak mengerti apa yang terjadi.
Mengapa komandan mereka yang terkenal gagah perkasa
itu dapat diringkus oleh seorang bocah kuncung saja.
Memang Ah Liong telah bertindak cepat. Kuatir kalau
barisan pemanah itu akan mengganggu perjalanan Huru
Hara, diapun terus melancarkan serangan. Bahkan untuk
mempercepat, ia mengeluarlan sepasang sumpitnya. Setelah
menutuk berapa bagian tubuh lawan, akhirnya tusukan
sumpit mengenai bagian jalandarah pada dada Borga yang
membuat perwira itu lunglai seketika. Secepat kilat Ah
Liong terus membekuk perwira itu. Ia melolos pedang
Borga dan dilekatkan pada lehernya.
"Lepaskan panah !" Bok Lim memberi perintah tetapi
barisan pemanah itu menolak,
"Tidak, komandan tentu akan dibunuh anak itu."
Untuk beberapa saat barisan pemanah tak tahu apa yang
harus mereka lakukan. Timbul pikiran Ah Liong untuk memberi pelajaran
kepada Bok Lim. Ia berseru, "Kalian ingin jiwa komandan
kalian ini selamat atau tidak !"
"Ya, asal jangan engkau ganggu Jiwa komandan kami."
"Baik, tetapi kalian harus mau menurut permintaanku.
Kalau tidak, tahu sendiri akibat yang akan terjadi pada
komandanmu ini." "Engkau mau minta apa " Uang ?"
"Buat apa uang " Kau di tengah hutan,' begini tidak ada
orang yang menjual makanan."
"Kembang gula ?"
"Hus gigiku sakit karena aku gemar makan kembang
gula. Apa engkau menginginkan aku sakit gigi lagi ?"
"Lalu apa permintaanmu ?"
"Ringkus orang yang tangannya buntung satu itu dan
gebukilah sampai dia minta ampun."
Terdengar suara gemuruh dari kawanan prajurit
pemanah itu. Yang dimaksudkan Ah Liong tak lain
tentulah Bok Lim. "Eh kalian tak mau, ya " Baik, kalau begitu lebih sayang
pada orang itu daripada komandanmu !" Ah Liong terus
menekankan pedangnya kesamping. Darahpun mengucur,
dari leher Borga. "Berhenti !" teriak salah seorang prajurit pemanah yang
melihat komandan mereka hendak disembelih. "ya, kami
akan menurut permintaanmu."
"Hai, mengapa kalian ini !" Bok Lim terkejut ketika
beberapa prajurit pemanah hendak menangkapnya.
"Apa boleh buat, kami terpaksa akan menyiksamu sedikit
dari pada komandan kami mati," kata prajurit2 itu.
"Gila ....." "Kalau melawan, terpaksa kami akan melepaskan panah
kepadamu," seru kawanan prajurit seraya memasang panah
ke busur. Sudah tentu Bok Lim mati kutu. Walaupun dia dapat
melawan beberapa prajurit yang hendak menangkapnya itu
tetapi ia menyadari kalau tak mungkin dapat
menyelamatkan diri dari hujan anakpanah. Apa boleh buat,
terpaksa ia menyerah. Setelah Bok Lim diringkus lalu di tengkurapkan ke tanah
dan melayanglah busur menghajar punggungnya.
"Jangan pakai busur, kasihan," teriak Ah Liong.
"Lalu pakai apa ?" teriak prajurit2 itu.
"Tinju saja." Terpaksa beberapa prajurit itu menurut. Hujan tinju
segera mencurah ke kepala, tubuh dan sekujur badan Bok
Lim. Sudah tentu Bok Lim menjerit-jerit seperti babi
hendak disembelih. Seumur hidup baru ia merasakan
siksaan yang begitu hebat. Betapa tidak " Waktu bekerja di
bawah perintah jenderal Ko Kiat, dia diangkat sebagai
wakilnya. Dan kemudian waktu berada di Yang-ciu, dia
diserahi sebagai pimpinan pasukan pertahanan kota oleh
mentri Su Go Hwat. Tetapi sekarang " Aduh, minta ampun.
Sekarang ia diperlakukan seperti seorang tawanan yang
dirangket dan dipukuli. Perasaan marah, malu, jauh lebih
menyakiti hatinya dari tinju prajurit2 yang menghujanitubuhnya.
"Cukup !" teriak Ah Liong setelah melihat Pok Lim teletele,
"kasihan kalau dia sampai mampus, Nanti aku
kehabisan permainan yang enak ditonton."
Berdengung-dengung suara kawanan prajurit itu
melepaskan kemengkalannya tetapi tak berani menyatakan
dengan jelas. Mereka hanya berdengung2 seperti tawon
yang dionggok dari sarangnya.
"Sekarang cukur rambutnya semua !"
"Hah ?" seru prajurit2 itu dengan terkejut. Namun
mereka melakukan perintah juga. Seorang prajurit lalu
menggunduli Bok Lim dengan mengunakan pedangnya.
Sudah tentu tak dapat bersih.
"Alisnya sekali !" teriak Ah Liong.
Walaupun tele-tele karena dipukuli, tetapi masih sadar.
Ketika rambutnya dicukur pun tahu tetapi tak dapat berbuat
apa2 karena tangan dan kakinya diikat dan tubuh
ditelungkupkan ketanah. "Huai ..... ," serentak ia muntah darah karena mendengar
perintah Ah Liong yang terakhir. Dia tak dapat menahan
gelombang kemarahan lagi. Darah bergolak dan meluap
keatas lalu muntah keluar dari mulutnya. Ia tak tahu apa
yang terjadi lagi karena seketika itu dia pingsan.
"Apakah engkau masih ada permintaan lagi?" seru
kawanan prajurit itu. "Yang terakhir dan setelah itu segera kubebaskan
komandan, kalian !" "Katakanlah !" "Pertama, kalian harus mengikat kaki masing2 sendiri.
Kedua, kalian harus menutup mata kalian. Aku akan
tinggalkan tempat ini. Sebelum aku bersuit memberi tanda,
kalian tak boleh gerak. Barangsiapa berani melanggar,
terpaksa komandan ini akan kubunuh !"
Walaupun mendongkol dalam hati tetapi kawanan
prajurit itu tak dapat berbuat lain kecuali menerima.
Setelah melihat mereka melakukan perintah Ah Liong
lalu memanggul tubuh Borga yang tak dapat berkutik
karena jalandarahnya tertutuk lalu cepat2 meninggalkan
tempat itu. Lebih kurang sepeminum teh lamanya, karena masih
belum mendengar suitan, kawanan prajurit itu tak dapat
bersabar lagi. "Hai, mengapa anak itu tak memberi tanda," kata salah
seorang prajurit. "Kita ditipu," seru yang lain. Mereka lalu berusaha
membuka penutup mata dan pengikat kaki. Kemudian
mereka serempak mengejar Ah Liong.
Tak berapa lama mereka melihat debu mengepul- dan
batang pohon bergetar, daun2 berguguran didera angin
yang menderu-deru. Buru2 barisan pemanah itu
menghampiri. Mereka duga tentu terjadi pertempuran
hebat. Dugaan mereka memang benar. Dan diluar dugaan
ternyata yang tengah bertempur itu adalah Ah Liong yang
dikepung oleh lima orang lelaki. Seorang sasterawan
setengah tua, seorang imam, seorang paderi, seorang lelaki
bertubuh kurus kering dan seorang lelaki gemuk berwajah
segar. Ah Liong sedang melawan si lelaki gemuk bertubuh
segar seperti anak kecil. Karena masih mengepit Borga,
gerakan Ah Liong agak tak leluasa. Tambahan pula si
gemuk berwajah anak itu juga bertingkah seperti anak kecil.
Dia berlincahan seperti orang menari yang mengitari
sekeliling Ah Liong. "Aduhhhh," tiba2 Ah Liong menjerit kesakitan karena
kuncungnya ditarik lawan kemuka. Ah Liong berusaha
untuk menghantam tangan lawan tetapi tak mampu. Si
gemuk berwajah kanak2 itu cerdik sekali. Setelah dapat
mencengkeram kuncung Ah Liong dia terus menekan
kebawah sehingga kepala Ah Liong menunduk. Tak heran
kalau pukulan Ah Liong tak sampai pada sasaran.
Ah Liong marah. Belum pernah ia mendapat perlakuan
begitu rupa dari orang. Ia anggap itu suatu hinaan besar.
Dilepaskannya tubuh Barga, lalu secepat kilat kedua
tangannya menerkam tangan lawan.
"Uh ," ia dapat menangkap tangan lawan terus hendak
diremasnya. Tetapi alangkah kejutnya ketika ia rasakan
lawan itu licin sekali hingga remasannya merucut atau
terlepas. "Ho, kuncung balung, engkau mau main2 dengan aku ?"
lelaki berwajah kanak2 itu tertawa.
Dicobanya lagi untuk menangkap tangan orang itu tetapi
ketika Ah Liong hendak memelintirnya ternyata terlepas
lagi. Tangan orang itu benar2 licin seperti belut.
"Kuncung, kalau kutarik kuncungmu, kau tentu akan
jadi setan kepala gundul," itu tertawa mengikik seperti anak
kecil. Diam2 Ah Liong mengakui. Memang kalau orang itu
mau, sekali tarik rambut kuncungnya tentu jebol.
"Siapa engkau ?" seru Ah Liong.
"Hong- hay- ji."
"Hong-hay-ji " Bocah berwajah kuning?" Ah Liong
menegas. "Ya, memang begitu"
"Apakah mukamu kuning ?"
"Benar." "Ah, tak mungkin. Masa manusia kok berwajah kuning."
"Tidak percaya ?"
"Sebelum melihat sendiri, siapa sudi percaya saja ?" seru
Ah Liong yang tiba2 saja mendapat akal.
"Baik, lihatlah sendiri," lelaki berwajah seperti anak itu
terus menyentakkan rambut Ah Liong keatas agar dapat
melihat dirinya. Sekonyong-konyong Ah Liong mencuri kesempatan. Dia
menyelonong, mengulurkan tangannya untuk memijat
celana orang, lalu ditariknya.
"Uhh?".," Hong-hay-ji menjerit kaget dan cepat2
lepaskan cekalan tangannya pada rambut Ah Liong untuk
mendekap pinggang celananya. Ternyata tali celanadalamnya
telah putus dan melorot ke bawah.
"Kurang ajar .... plok," baru Hong-lay-ji bertenak
memaki, pipinya sudah ditampar Ah Liong sehingga dia
menjerit-jerit kesakitan dan lari kebelakang.
Ah Liong hendak mengejar tetapi tiba2 ia teringat pada
Borga. Dia harus tetap menguasai perwira Boan itu untuk
sandera. Tetapi ketika berpalig kebelakang, ah . . . . ternyata
perwira Borga itu sudah berada ditangan si sasterawan
setengah tua. "Kuncung, mengapa engkau menyandera perwira ini ?"
seru sasterawan setengah tua itu. Agaknya Ah Liong pernah
bertemu dengan orang itu. Tetapi dia lupa2 ingat.
"Mengapa engkau merebutnya ?" tanyanya Ah Liong.
"Ini kan perwira Borga yang memimpin pasukan untuk
merebut kota Yang-ciu. Mengapa bisa jatuh ketanganmu ?"
orang itu heran. "Siapun juga bisa jatuh ketanganku," sahut Ah Liong
dengan bangga," lekas serahkan dia kepadaku."
"Boleh, boleh, asal engkau mampu merebut dari
tanganku ...." "Lihat saja sendiri ?" Ah Liong terus hendak menerjang
tetapi pada saat itu lelaki tubuh kurus kering sudah
merintang di jalan serta silangkan kedua tangannya.
Krakkkk.... Hantaman Ah Liong telah membentur tangan orang itu.
Seketika Ah Liong meringis kesakitan dan cepat menarik
pulang tangannya seperti menghantam dua kerat tulang
baja amat keras sekali. "Jangan kurang ajar, kuncung !" seru orang itu dengan
nada yang parau menyeramkan.
"Engkau setan atau orang ?" sejenak Ah Liong
mengawasi orang itu. "Jangan lancang mulut ! Sudah tentu aku seorang
manusia seperti engkau."
"Aneh, aneh," dengus Ah Liong seperti seorang yang
mencium bau kotoran, "kalau manusia mengapa seperti
mayat, kalau mayat mengapa bisa bicara ?"
"Hus, aku ini manusia- hidup."
"Kalau menusia hidup tentu punya nama."
"Mengapa tidak ?"
Sebenarnya Ah Liong memang sengaja hendak mengulur
waktu untuk meredakan tangannya yang sakit, maka
sengaja ia mengajak orang bicara tetek bengek.
"Punya nama " 0, kalau begitu, engkau ini benar2
manusia. Lalu siapa namamu ?"
"Toat-beng-ko-loh Ang Kim."
"Toat-beng-ko-loh " Apa artinya ?"
"Edan, engkau makan sekolahan atau tidak?"
"Hus, yang edan engkau. Masa sekolahan disuruh makan
" Tidak mau, tidak mau !"
"Hus, engkau bocah edan. Makan sekolahan itu berarti
makan seperti makan nasi tetapi masuk sekolah."
"Buat apa ?" "Kalau sekolah engkau tentu tahu huruf dan
pengalamanmu tentu lebih luas."
"Tahu huruf apa guna " Tidak tahu huruf ruginya ?"
"Kuncung, aku suka melihat kebandelanmu. Apakah
engkau mau jadi muridku?"
"Jadi muridmu " Engkau mau jadi guruku" Ha, ha, ha,
ha ..... " "Hus mengapa engkau tertawa " Apa aku tak pantas jadi
gurumu ?" "Tanya saja kepada dirimu engkau pantas tidak menjadi
guruku." "Jelas lebih dari pantas."
"Ho, tidak mudah jadi guruku, bung," seru Ah Liong,
"satu-satunya orang yang kukagumi ialah engkoh Hok-ku
itu ?" "Siapa engkoh Hok-mu itu ?"


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dia adalah pendekar rumor satu di dunia."
"Siapa namanya ?"
"Loan Thiau Te atau pendekar Huru Hara, seram tidak
?" "Tidak," seru Ang Kim, "namaku lebih seram."
"Toat-beng-ko-loh itu " Bukankah itu artinya Tengkorakpencabut-
nyawa ?" "Ya, lengkapnya, pendekar Tenkorak-pencabut-nyawa.
Apa engkau tidak gemetar mendengar nama itu "
"Ya, tetapi yang gemetar adalah perutku."
"Mengapa ?" "Dengar, tuuuuuut .....
"Kurang ajar, setan kuncung ! Engkau ni berkentut
dihadapanku ?" seru orang itu marah.
"Salah siapa " Mengapa engkau menyebut namamu dan
mengatakan aku gemetar atau tidak. Memang aku gemetar
tetapi yang gemetar bukan badan melainkan perut.
Akhirnya keluar anginnya, wah, legah, legah sekali. Terima
kasih, terima kasih?"?"
Berhadapan dengan si kuncung Ah Liong, Ang Kim
benar2 bohwat (tobat). Dia mengkal tetapi tak dapat
berbuat apa2. Bahkan setelah rasa mengkalnya hilang,
timbullah rasa suka kepada anak itu. Dia sendiri selama ini
tak punya murid. Alangkah baiknya kalau dia bisa
mendapat seorang murid seperti Ah Liong. Anak yang
nakal biasanya tentu pintar.
"Sudahlah, kuampuni semua kekurang-ajaranm asal
engkau mau jadi muridku."
"Lho, aneh, aku kan tidak minta ampun, mengapa
engkau hendak memberi ampun ?" seru Ah Liong, "sudah
kukatakan, apa engkau layak menjadi guruku."
"Engkau anggap aku ini orang bagaimana ?" seru Ang
Kim," kalau engkau tanya pada rakyat daerah Kanglam-
Kangse, siapa pendekar Tengkorak-pencabut-nyawa,
mereka tentu takut semua. Anak2 kecil yang nangis, apabila
ibunya menyebut namaku, seketika anak itu tentu diam."
"Wah, wah, kalau begitu, engkau ini hanya ditakuti anak
kecil saja." "Hus, bukan begitu. Ibu2 itu sendiri yang
mengkomersilkan namaku. Aku sendiri tidak tahu dan tidak
suruh." "Itu kebalikan dari aku," seru Ah Liong serentak,
"namaku juga menggetarkan orang, lho. "
"Siapa ?" "Jenderal Kuncung komandan pasukan Bon-bin. Cola
saja tanya kepada rakyat Yang-ciu, siapa yang tak kenal
Jenderal Kuncung dengan pasukannya yang gagah berani
itu." "Edan, mana ada pasukan Bon-bin. Apa itu?"
"Bon-bin artinya Kebun Binatang. Pasukanku senjatanya
memang bukan pedang, tombak dan panah tetapi bangsa
binatang seperti tawon semut dan ular , . . ."
"0," Aug Kim melongo, "aneh juga . . "
"Ang-heng, mengapa bertele-tele meladeni anak kuncung
itu ?" tiba2 terdengar suara berseru. Ang Kim terkejut dan
berpaling. Ternyata yang berseru itu adalah sasterawan
yang merebut perwira Borga dari tangan Ah Liong tadi.
"Baik, Ko-heng, akan segera kubereskan bocah ini," kata
pendekar Tengkorak Anug Kim "nah, lu dengar tidak. Ko
tayjin tak punya waktu untuk mendengar ocehanmu lebih
lama lagi. Engkau mau jadi muridku atau tidak ?"
"Kalau mau, bagaimana. Kalau tidak bagaimana ?"
"Kalau mau, sekarang juga engkau harus berlutut
menjalankan peradatan pengangkatan sebagai guru dan
murid. Kalau engkau tak mau, engkau akan kurangket
sampai keluar kencing . ..."
"Wah jangan, jangan," seru Ah Liong, "aku masih mau
saja jadi muridmu. Tetapi ada syarat uya, lho.."
"Apa. ?" "Engkau mengatakan engkau seorang pendekar sakti,
bukan " Nah, kalau engkau mampu menerima tiga buah
tinjuku baru aku mau."
Pendekar Tengkorak- penjabut-nyawa tertawa gelak2,
"Ho, ho, ho, jangankan hanya tiga biarpun tigapuluh kali,
aku tetap sanggup." "Benar ?" "Pendekar Tengkorak-pencahut-nyawa bukan manusia
yang tak pegang kata. Hayo pukullah aku sampai tigapuluh
kali. Tetapi awas, kalau sudah selesai, jangan engkau
banyak tingkah lagi dan harus menurut jadi muridku."
"Hm, engkau sendiri yang minta, bukan salahku," kata
Ah Liong seraya maju kebadapan orqng itu, nah,
bersiaplah." "Aku sudah siap."
"Apa aku boleh memukul bagian tubuhmu yang mana
saja ?" "Ya, boleh." "Apa engkau berani pejamkan mata ?"
"Mengapa tidak ?" seru pendekar Tengkorak pengabutnyawa
terus pejamkan mata lalu diam-diam salurkan
tenaga-dalam untuk melindungi tubuhnya.
Dukkkk . . . . uh . . . . terdengar dua buyi suara. Yang
satu suara tinju Ah Liong mendarat di perut orang. Yang
satu suara pendekar Tengkorak-pencabut-nyawa yang
mendengus kaget dan cepat mendekap perutnya. Wajahnya
tegang. "Ho, hanya begitu sajalah kepandaian Sekali kupukul
sudah mulas perutmu," seru Liong lalu lari menghampiri
sasterawan setengah tua. Saat itu perwira Borga sudah
berdiri. Jalan darahnya yang tertutuk sudah ditolong oleh
sastrawan itu. "Hai, kalian dengar atau tidak" Lihat tidak" Jagomu yang
sumbar2 tadi, sekali kupukul dia sudah mendekap perutnya.
Nah, apakah perwira itu tak engkau serahkan kepadaku?"
Sebelum sasterawan itu menjawab, kawannya ialah si
imam berjubah biru terus melesat dan menempeleng Ah
Liong. Ah Liong menghindar tetapi tangan imam itu seolah
membayangi. "Enyah!" teriak Ah Liong seraya menghantam. Tetapi
seketika itu dia menjerit karena tangannya tertampar tangan
si imam. Sakitnya bukan alang-kepalang. Dia terhuyunghuyung
mundur beberapa langkah. Melihat itu si imam terus mengejar, ulurkan tangan
hendak mencengkeram lagi. Ah Liong sudah merasa,
sekalipun akan menghindar tetap sia-sia. Tiba2 ia teringat
sesuatu. Dan cepat sekali ia terus mempunyai rencana.
Begitu tangan si imam yang ditebarkan itu hendak
mencengkeram kepalanya, dengan menahan kesakitan, Ah
Liong cepat mencabut sumpitnya dan terus ditusukkan ke
tengah-tengah telapak tangan imam itu.
"Hayaaaa .. .. ," si Imam menjerit kaget setengah mati
dan menyurut mundur. Wajahnya pucat lesi. Dia pejamkan
mata, menyalurkan tenaga- dalam.
Apa yang terjadi" Ternyata ujung sumpit Ah Liong itu tepat mengenai
jalandarah Lo-kiong hiat di tengan telapak tangan orang.
Jalandarah itu dapat menyebabkan tenaga- dalam merana.
Karena tak meayangka-nyangka, imam itu terkena. Dia
terkejut dan cepat kerahkan tenaga-dalam untuk menolak
tetapi terlambat. Tenaga-dalamnya menderita luka.
"Omitohud, engkau memang seorang budak liar," si
paderi berjubah kuning melesat kehadapan Ah Liong.
Ah Liong cepat menyambutnya dengan tusukan sumpit
tetapi hanya dengan kebutkan tangan paderi itu sudah dapat
menyiak sumpit Ah Liong. Bahkan tenaga kebutan tangan
paderi itu masih dapat membuat Ah Liong terpental
selangkah. Ah Liong terkejut menyaksikan kesaktian paderi itu. Ia
tahu bahwa terhadap paderi jubah ia tak dapat berbuat
banyak. Namun daripada mati sia-sia, lebih baik ia nekad
melawan. "Hai, paderi, engkau seorang suci, mengapa engkau
keluyuran ditempat ini ?" serunya. Kembali dia hendak
mengulur waktu untuk meredakan tangannya yang sakit,
disamping dia hendak buat orang lengah perhatian. Bahkan
kalau dapat dia hendak memancing kemarahan paderi itu
dijadikan seperti pendekar Tengkorak-pencabut nyawa
kedua. "Hm, jangan banyak omong, budak liar seru paderi itu
terus menyerang. Ah Liong tak dapat jual silat lidah lagi. Ia
berusaha untuk menghindar. Memang satu dua kali, ia
masih mampu, tetapi yang ketiga kalinya dia sudah
kehabisan daya tak dapat lolos.
Pada saat Ah Liong sudah tak berdaya ketika bahunya
hendak dicengkeram tangan si paderi, Ah Liong nekad.
Dengan kerahkan tenaga, tiba-tiba cuh ......
"Hah. . ," paderi itu berseru kaget karena mukanya
disemprot ludah Ah Liong. Karena itu dia sampai menyurut
mundur selangkah. Tetapi pada lain saat paderi itu maju lagi untuk
melanjutkan tindakannya. Tetapi tepat pada saat jari2aya
hampir menyentuh bahu Ah Liong, sekonyong-konyong
terdengar suara orang tertawa nyaring.
"Ha, ha, ha, paderi gombal, mengapa beraninya hanya
menghina seorang anak saja?" seru suara itu.
Paderi itu dan sekalian orang terkejut. Si paderi hentikan
cengkeramannya dan cepat berbalik atah. Dia tahu bahwa
suara orang itu memancarkan tenaga-dalam yang hebat
sekali. Tentulah seorang berilmu.
Tetapi ia hampir kecele. Apa, yang dilihat hampir tak
dapat dipercayainya. Yang muncul hanya seorang pemuda
nyentrik, kepalanya memelihara dua buah kuncir dan
pakaiannya seperti seorang pendekar kesiangan. Di
belakangnya tampak beberapa belas bocah 1aki.
"Siapa engkau!" bentak paderi itu. Tetapi waktu dia
hendak melangkah maju, tiba2 ia rasakan pinggang
belakangnya dicengkeram tangan ke belakang.
"Uh . . . uh . . . , " terdengar dua buah suara. Yang
pertama adalah Ah Liong karena dia terpental sampai dua
langkah ke belakang. Yang kedua adalah paderi itu sendiri
yang terus mendekap pinggangnya.
Ternyata yang menyerang paderi itu dari belakang itu
adalah Ah Liong. Tetapi dia hanya memutuskan tali celana
dalam paderi itu. Sudah tentu paderi itu kaget setengah mati
karena celana dalamnya melorot turun. Dia menjadi salah
tingkah. Kalau maju terus, celana-dalamnya akan meluncur
turun. Apabila dilihat orang tentu akan jadi buah tertawaan.
Namun kalau dia mempertahankan celana-dalamnya,
terpaksa mendekapnya terus. Kan aneh"
Yang muncul tak lain adalah Loan Thian Te alias
pendekar Huru Hara bersama barisan anak2. Mengapa dia
tiba2 bisa muncul di situ"
Adalah setelah membawa Su tayjn ke sebuah tempat
yang dirasa aman, karena Ah Liong belum juga datang,
anak2 itu mendesak, "Loan heng, mengapa jenderal
Kuncung belum datang?"
Sebenarnya anak2 itu hendak memanggil Loan Thian Te
dengan sebutan jenderal besar atau tay-ciangkuan seperti
yang diajarkan Ah Liong. Tetapi Huru Hara tak mau. Ia
minta supaya dipanggil engkoh saja atau Loan-heng.
Huru Hara menurut. Dia mengajak anak2 itu untuk
mencari Ah Liong. Di tempat semula Ah Liong sudah tak
ada. Mereka mencari lagi akhirnya dapat bertemu tepat
disaat Ah Liong sedang terancam bahaya.
Perwira Borga yang menyaksikan perbuatan Ah Liong,
marah. Seketika dia terus menyerang anak itu.
Sementara sasterawan setengah tua itu menghampiri
ketempat Huru Hara. "0, kiranya engkau Loan Thian Te," serunya.
Sebelum Huru Hara menjawab, Borga menyempatkan
diri untuk berseru kepada sasterawan itu. "Ko tayjin, jangan
lepaskan dia. Dialah yang melarikan mentri Su Go Hwat!"
"Apa?" teriak sasterawan yang dipanggil Ko layjin itu
terkejut, "dia membawa lari peng-poh-sung-si Su Go Hwat
dari kerajaan Beng?"
"Benar," sahut Borga, "memang dia yang membawa
tandu berisi mentri Su."
Sasterawan setengah baya itu tak lain adalah Ko Cay
Seng, jago ilmu menutuk dengan pit yang menjadi tangan
kanan panglima Torgun. Setelah mendengar kota Yang-ciu
sedang diserang pasukan Ceng, dia bergegas datang. Dia
tahu bahwa yang mempertahankan kota itu adalah pengpoh-
siang-su atau mentri pertahanan Su Go Hwat dari
kerajaan Beng. Ko Cay Seng tahu bahwa panglima Torgun menghargai
Su Go Hwat. Kalau Su Go Wht tertangkap hidup, tentu
akan diambil panglima Torgun. Ah, berbahaya.
Pertama, ia takut kalau kedudukannya akan didesak oleh
Su Go Hwat. Kedua, diapun takut Su Go Hwat mempunyai
rencana, pura2 mau bersama dengan panglima Torgun
tetapi diam-diam akan membasmi tokoh-tokoh bangsa Han
yang menjadi kaki tangan kerajaan Ceng, termasuk dirinya.
Maka dia mempunyai rencana. Dia ke Yan-ciu untuk
menangkap Su Go Hwat, kemudian akan dilenyapkan
dengan cara yang tak diketahui orang.
Maka waktu mendengar keterangan Borgan bahwa Huru
Hara telah melarikan Su Go Hwat, Ko Cay Seng gembira
sekali. "Loan Thian Te, hari ini jangan harap engkau mampu
lolos dari tanganku," serunya, "tetapi aku dapat memberi
ampun kepadamu asal engkau mau menyerahkan Su
tayjin." Loan Thian Te tertawa mengejek, "Jika engkau
menghendaki Su tayjin, langkahilah dulu mayatku. Selama
aku masih hidup, jangan harap engkau dapat mengganggu
beliau." "Bagus, Loan Thian Te, engkau boleh sesumbar tetapi
seperti yang kukatakan tadi, kali ini engkau akan menggigit
jari. Tidak percaya ?"
"Hm, bagaimana aku harus percaya omongan seorang


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

budak bangsa Boan ?"
"Yang datang bersama aku," Ko Cay Seng tak
menghiraukan hinaan orang, "adalah Ho hay-ji Ang Kim.
Engkau kenal pada Ang-hay si bocah merah yang
termasyhur itu ?" (baca: jilid 2).
"Tentu, karena akulah yang mengirimnya ke akhirat kata
Huru Hara. "Hai engkaulah yang membunuh kakakku?" tiba2
si'pendek berwajah kanak2 atau Hongisy-ji (bocah kuning)
memekik dan terus melesat muka Huru Hara.
"Ho, engkau adik dari Ang-hay-ji ?" seru Huru Hara.
"Ya, aku keluar dari pertapaan karena hendak mencari
manusia yang telah membunuh kakakku!"
"Tak perlu mencari kemana-mana, akulah yang
membunuhnya ! Apakah engkau juga akan nyusul
kakakmu?" "Bangsat !" Hong-hay ji terus hendak menerjang tetapi
dicegah Ko Cay Seng, "Ang-heng tung. Aku masih ada
kepentingan dengan dia. Setelah itu baru Ang-heng kalau
mau menuntut balas kepadanya."
Kemudian Ko Cay Seng memperkenalkan kawan2-nya.
Lelaki bertubuh kurus kering si pendekar Tengkorakpencabut-
nyawa. Imam jubah biru yang bernama Amita,
seorang Imam dari Mongolia, Paderi To Thian dari vihara
Siau-lim-si yang telah murtad. Dahulu dia bergelar Thian
To atau Ketuhanan. Tetapi setelah murtad dia sengaja
membalik nama gelarnya menjadi To Thian Membalikkanlangit
atau menentang kebenaran. Keempat jago yang
dibawa Ko Cay Seng itu semuanya berkepandaian tinggi.
Ilmu lwekang mereka masuk kelas satu.
Memang Ko Cay Seng sengaja menghimpun jago2 kelas
satu untuk menjaring mentri Su Go Hwat.
"Sayang. sayang," gumam Huru Hara.
"Kenapa ?" Ko Cay Seng heran.
"Kasihan mereka."
"Mengapa kasihan ?"
"Karena mereka harus meninggalkan dunia yang penuh
kesenangan ini. Bukankali kawan2 mu tergolong manusia2
yang temaha hidup pemburu kenikmatan dunia " Kalau
tidak, tentu mereka tak mau bersahabat dengan manusia
seperti engkau." "Ko tayjin, mengapa tayjin mandah saja dihina manusia
busuk itu ?" seru paderi To Thian.
"Ya, memang seharusnya sejak tadi dia harus dicincang,"
kata Ko Cay Sang, "tetapi aku memang masih memberi
kelonggaran kepadanya asal dia mau menyerahkan mentri
Su tayjin. Harap taysu suka lbersabar sedikit."
"Loan Thian Te, apakah engkau tetap keras kepala ?"
tanya Ko Cay Seng kepada Huru Hara.
"Apa yang kuludahkan takkan kujilat kembali. Engkau
hendak meminta Su tayjin sama dengan engkau hendak
meminta nyawaku !" Sementara jago2 itu sedang adu kata2 tajam, barisan
anak2 itu sudah siap mengepung mereka. Dan sebelum Ko
Cay Sang melanjutkan kata-katanya tiba2 dia dikejutkan
oleh teriakan Borga. "Aduh aduh mati aku , ," perwira Boan itu menjerit dan
berjingkrak sambil meng-usap2 seluruh tubuhnya.
Bahkan karena tak tahan, perwira Boan itu menjerit- jerit
histeris dan terus melarikan diri. Sudah tentu Ko Cay Seng
dan kawan2 melongo dan tak mengerti apa yang telah
terjadi pada perwira itu.
Jelas Ah Liong masih tegak berdiri sambil bertepuk
tangan dan tertawa terpingkal-pingkal mengapa tidak hujan
tidak angin, Borga kelabakan sendiri "
Memang hanya Ah Liong dan anak2 itu yang tahu apa
yang telah terjadi. Mereka telah menaburkan semut2 kecil
kearah Borga. Memang Borga tak tahu apa2, tahu2 dia
merasa muka dan sekujur badannya seperti dikerubuti oleh
ratusan semut kecil yang terus mengamuk menggigiti
seluruh badannya. Mana tahaaaaan "
Huru Hara yang mengetahui hal itu mau tak mau
tersenyum juga. "Mengapa perwira Borga tadi, tayjin ?" tanya Imam
Amita hwatsu. "Entahlah," kata Ko Cay Seng, "aneh, tidak menderita
luka dan tak kena apa2, mengapa dia jingkrak2 dan
kelabakan seperti kerangsokan setan."
"0, mungkin saja dia memang kemasukan setan" seru
Amita hwatsu. "Benar, benar, imam goblok," seru Ah Lion "memang
kawanmu itu kemasukan setan, ah, tidak, tidak mungkin.
Kata engkohku, dunia ini tak ada setan. Ya, tentulah
perwira itu punya penyakit ayan !"
Kembali terdengar anak2 itu tertawa mengikik.
"Loan Thian Te, lekas jangan buang waktu," rupanya
Ko Cay Seng tak menghiraukan lagi pada perwira Boan itu,
"engkau mau mengatakan dimana engkau sembunyikan Su
tayjin atau tidak !"
"Tydak !" sahut Huru Hara tegas.
"Baiklah," kata Ko Cay Seng," jika begitu engkau
memilih jalan yang menyakitkan !"
Ko Cay Seng tahu kalau Huru Hara itu seorang pendekar
yang aneh dan memiliki ilmu kepandaian yang luar biasa
anehnya, Ia tak mau dapat malu menderita kekalahan di
hadapan kawan-kawannya itu. Oleh karena itu dia tak mau
gunakan cara2 orang persilatan yang perwira. Yang penting
Huru Hara hasus lekas ditundukkan dan Su tayjin harus
lekas ditangkapnya. "Cuwi, terhadap manusia semacam dia tak perlu kita
harus mengindahkan tata cara kaum persilatan lagi!. Hayo,
kita ramai2 meringkusnya !" seru Ko Cay Seng. Kelima
jago itu segera mengepung Huru Hara.
"Hai engkau anak tua berwajah kuning dan mayat hidup
bertubuh kurus. Apakah tali celanamu itu sudah engkau
sambung ?" Ah Liong menyelutuk.
Sudah tentu marah sekali Hong-hay-ji dan Pendekar
Tengkorak-pencabut-nyawa Ang Kim mendengar ejekan
itu. Mereka tahu kalau tadi telah dipermainkan oleh bocah
kuncung itu. Mengira kalau ketiga kawannya tentu sudah
lebih dari cukup untuk mengatasi Huru Hara, Hong-hay-ji
pendekar Tengkorak-pencabut-nyawa lalu beralih hendak
menghajar Ah Liong. "Bagus, bagus, hayo, kalian boleh maju. Kalau aku
kalah, aku akan meletakkan jabatanku sebagai jenderal
Kuncung dari pasukan Bon-bin,"
Ah Liong yang sengaja hendak memancing agar orang
itu supaya marah. Memang kedua tokoh itu marah. Dengan meraung
seperti harimau mencium darah, keduanya tebarkan kedua
tangannya dan loncat kemuka menuju kepada Ah Liong.
Tetapi pada waktu keduanya menukik kebawah hendak
mencengkeram Ah Liong, mereka menjerit kaget, "Lho, apa
ini, aduh"..aduh ....."
Begitu melayang turun ke tanah mereka lansung kukur2
dan merogoh-rogoh kedalam baju dan kasanya seraya tak
henti-hentinya menjerit dan mengaduh.
Mulut mereka tak henti-hentinya mendesah dan
mendesuh, tangannyapun menggaruk dan mencakari
sekujur tubuhnya. Kembali beberapa anak taburkan tangannya, dan
seketika terdengarlah bunyi mendengung yang bergemuruh
keras macam pesawat terbang melayang diudara. Wah,
wah. kedua jago silat yang ternama itu menjadi makin
kelabakan tak keruan. Tangan kiri menampar-nampar
untuk menghalau ratusan tawon, tangan kanan tak hentihentinya
menggaruk dan menggosok tubuh yang
digerayangi ratusan semut merah. Pada hal semut merah
walaupun kecil2 tetapi ganas sekali. Gigitannya seperti api
rasanya. Sementara itu, Huru Hara dan ketiga lawamnyapun
sudah terlibat dalam pertempuran seru. Ko Cay Seng
menggunakan sepasang pit, paderi To Thian menggunakan
kalung tasbih, imam Amita hwatsu menggunakan sabuk
ruyung. Mengenai Amita hwatsu, senjata yang digunakan itu
sebenarnya biasa dipakai sebagai tali pinggang. Tetapi kalau
dilolos dan dimainkan sabuk dari kulit binatang trenggiling
itu berobah menjadi sebuah ruyung yang keras dan kaku,
Apabila Ko Cay Sang terkenal dengan menutuk
jalandarah yang termasyhur karena sekali gus dia dapat
menutuk enam buah jalan-darah pada tubuh lawan maka
kedua paderi dan imam itu juga memiliki kepandaian yang
luar biasa. Sebenarnya Ko Cay Seng sendiri sudah cukup untuk
menghapi Huru Hara. Di dunia persilatan pada masa itu,
orang yang mampu menutuk sekali gus pada enam
jalandarah di tubuh lawan, sudah hampir tak ada kecuali
Ko Cay Seng. Tetapi kerena dia tak mengerti tentang ilmu
kepandaian Huru Hara yang begitu aneh sekali, dia menjadi
bingung. Itulah sebabnya dalam pertempuran dulu, ia
pernah kalah. Anita hwatsu, kecuali memiliki ilmu tenaga dalam yang
berlainan aliran dengan kaum persilatan dari Tiong- goan,
pun dia seorang ahli dalam melepaskan senjata-rahasia.
Tetapi karena keinginan untuk kelak diangkat sebagai
pemimpin Lama di daerah Mongolia oleh kerajaan Ceng,
maka diapun mau membantu kerajaan Ceng untuk
memerangi kerajaan Beng, Sedangkan To Thian hwesio, paderi murid Siau-lim-si
yang murtad itu, sebenarnya dulu seorang paderi yang
tinggi tingkatannya di kalangan biara Siau-lim.
Pada suatu hari dia diperintahkan oleh suhu untuk
mengembara mencari pengalaman dan mengamalkan
ilmunya. Tetapi dalam perjalanan, telah terpikat oleh
wanita cantik. Sebenarnya dialah yang menolong seorang
gadis cantik dari seorang li-boa-cat atau penjahat tukang
merusak wanita. Gadis itu dibawa si penjahat pemetiknya
kedalam sebuah gua. Akhirnya dapat diketahui oleh Thian
To. Penjahat dapat dikalahkan. Tetapi ketika paderi itu
masuk ke dalam gua hendak membawa gadis itu,
tersiraplah darahnya ketika melihat suatu pemandangan
yang belum pernah dilihatnya sepanjang hidup.
Gadis itu tidur terlentang dalam keadaan bugil. Thian To
masih muda dan selama itu belum pernah bergaul dengan
kaum wanita. Melihat pemandangan yang begitu rupa, dia
tak dapat menguasai diri lagi, seketika meluaplah nafsu
kejantanannya. Tempat itu sebuah gua di gunung yang sunyi dan jarang
dikunjungi orang. Siapa yang tahu kalau aku mencemarkan
gadis itu. Aku nanti dapat mengatakan bahwa yang
menodai gadis itu adalah penjahat tadi. Demikian suara
hatinya mengatakan dan mendorong sang nafsu. Dan
akhirnya, runtuhlah sang imam, lupalah sang hati. Gadis
itu diperkosa Thian To. Memang tak ada manusia yang mengetahui
perbuatannya dan Thian To pun dapat mencurahkan nafsu
kebinatangannya sampai sepuas-puasnya.
Memang nikmat tetapi kenikmatan itu mempunyai
sangsi atau hukuman, Hukumannya adalah rasa ketagihan.
Dan sejak itu Thian To di seorang paderi yang sek-maniak
atau gila sex. Karena sudah terlanjur basah, akhirnya dia
pun mandi sekali. Sudah terlanjur menjadi manusia gilasek,
dia merasa berdosa dan tak mau kembali lagi ke vihara
Siaulim. Bahkan diapun mengganti gelarnya dengan To
Thian atau memutarbalik dunia.
Karena menghadapi tiga orang lawan yang diduga tentu
memiliki ilmu kepandaian yang tinggi maka Huru Hara pun
tak mau sungkan lagi. Dia segera mencabut pedang thiat-cikiam
atau pedang magnitnya. Dulu waktu masih menjadi pendekar Bloon, sudah
kenyang menghadapi pertempuran. Terutama terakhir
waktu dia harus menundukkan engkohnya sendiri yang itu
waktu mengangkat diri sebagai Kim Thian Cong di gunung
Hong-san, dia harus mengeluarkan seluruh ilmu
kepandaiannya. Sebenarnya yang disebut ilmu kepandaian yang
dimiliknya, dia sendiri tak tahu bagaimana wujudnya dan
apa namanya. Karena seumur hidup tak pernah mau belajar
silat. Ayahnya, mendiang Kim Thian Cong, memang seorang
pendekar besar yang diagungkan oleh kaum persilatan
sebagai Bu-lim-beng-cu atau pemimpin dunia persilatan.
Pengangkatan sebagai bu-lim beng cu memang bukanlah
suatu hal yang mudah. Dalam dunia persilatan banyak
sekali tokoh yang berkepandaian tinggi dan sakti. Seorang
bu-lim-beng-cu harus memenuhi beberapa syarat yang
sukar. Kecuali harus mempunyai kepandaian yang
cemerlang juga harus mempunyai keperibadian yang kuat,
tindakan yang adil bijaksana, perjalanan hidup yang bersih
Neraka Hitam 9 Misteri Lukisan Tengkorak Seri 4 Opas Karya Wen Rui An Pendekar Naga Mas 3
^