Pencarian

Bloon Cari Jodoh 27

Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong Bagian 27


memberi hukuman mati kepada Su koncu."
"Nah, dengan pendirian seperti itu, dapatkah kita
harapkan mentri Su Go Hwat akan menurut tuntutan kita ?"
tanya Yemu. Ko Cay Seng menghela napas.
"Memang tipis kemungkinannya. Tetapi tak salah kalau
kita mencobanya. Karena kulihat ada perbedaan antara Su
kongcu dengan si Huru Hara dalam pandangan mentri Su
itu." "0, perbedaan yang bagaimana?" tanya Yemu.
"Mentri Su adalah seorang pejuang dan patriot sejati.
Telah kekatakan, dia mengutamakan kepentingan negara
lebih dari segalanya. Jelas dia tentu sudah curiga kalau anak
keponakannya, Hong Liang kongcu itu tidak beres. Dan
diapun tentu sudah percaya penuh akan diri pendekar Huru
Hara sebagai seorang pejuang yang setya. Oleh karena itu
dia tentu lebih mementingkan keselamatan jiwa si Huru
Hara daripada anak keponakannya sendiri. Maka diharap
saja dia akan menurut tuntutan kita."
"Baiklah," kata Yemu.
Kembali pada mentri Su Go Hwat yang sedang
mengalami pertentangan dalam batin itu, bermula dia
cenderung untuk menyelamatkan jiwa Huru Hara.
"Peperangan ini masih lama, apabila aku nekad matimatian
mempertahankan' kota ini dan mengorbankan jiwa
Huru Hara, tidakkah aku mengorbankan seorang pejuang
muda yang sangat berharga tenaganya " Ah, justeru saat ini
negara sangat membutuhkan pejuang2 patriot seperti dia.
Semua jenderal2 di daerah2 sudah berturut-turut menyerah
pada musuh. Sedang di kotaraja kaum durna makin
merajalela menguasai baginda. Tidakkah akhirnya, kaum
durna itu juga akan menjual negara kepada musuh ?"
Tertegun akan pemikiran itu, hampir saja mentri Su Go
Hwat hendak memanggil komandan pasukan yang menjadi
kota Yang-ciu, untuk diperintahkan bersiap-siap
meninggalkan kota itu dan mundur ke daerah selatan.
Tiba2 masukiah seorang bujang perempuan kedalam
ruang. Bujang itu masih gadis. Dia membawa penampan
minuman teh. "Tayjin, daharan sudah tersedia sejak tadi. Apakah tayjin
tak berkenan untuk mendaharnya?" tanya gadis pelayan itu
dengan hormat. "0, engkau Hui-hoa," seru Su tayjin, "letakkan di meja.
Aku belum lapar." "Tetapi tayjin," kata gadis pelayan yang bernama Huihoa
itu pula. "hari sudah malam tayjin dan setiap malam
tayjin selalu tidur sampai jauh malam sekali. Pagi2 tayjin
sudah bangun. Apakah hal itu takkan mengganggu
kesehatan tayjin?" Su Go Hwat tertegun. Memang hubungan bujang Huihoa
dengan keluarga Su, erat sekali. Mentri Su tidak
memperlakukan Hui-hoa sebagai seorang bujang melainkan
sebagai seorang pembantu.
"Ah Hui," kata Su Go Hwat, "apa engkau kira sekarang
ini sudah waktunya kita harus bersenang-senang menikmati
hidangan enak dan tidur pules?"
"Tidak, tayjin," kata Hui-hoa, Su tayjin biasa
memanggilnya Ah Hoa saja, "sekarang kita sedang
berperang. Apalagi saat ini musuh berada diambang pintu.
Setiap saat mereka akan menyerbu kota kita ini."
Su Go Hwat tidak terkejut mendengar Hui hoa berbicara
mengenai situasi perang. Karena sudah sering, gadis itu
mengutarakan keadaan yang berlangsung pada dewasa itu.
Dan setiap kali membicarakan tentang perang, tentulah
Hui-hoa akan berapi-api semangatnya untuk
menghancurkan musuh. "Hui . . . eh, ya, mengapa engkau memakai nama Hui
Hoa. Hoa artinya jelas kembang, tetapi apa arti kata Hui
itu?" tiba2 mentri beralih pembicaraan.
"Ah, hamba pernah mengatakan kepada tay-jin," sahut
Hui-hoa. "0, apa benar" Tetapi mengapa sekarang aku lupa" Coba
katakan lagi." "Hui artinya terbuang. Hui-hoa artinya Bunga yang
terbuang, tayjinl" seru Hui-hoa dengan mata berlinanglinang.
"Bunga yang terbuang?" ulang Su tayjin, "mengapa
engkau memakai nama begitu?"
"Ah," Hui-hoa menghela napas, "kembali tayjin lupa
siapa diri hamba ini. Bukankah hamba sudah sebatang kata
ketika tayjin menemukan hamba telah menggeletak pingsan
di tepi jalan karena keIaparan.............. ?"
"Ah, benar, benar," seru Su tayjin, "ya, kuingat waktu itu
engkau memang menggeletak di tengah jalan. Kusuruh
orangku untuk mengambil dan membawa pulang. 0, adakah
karena nasib itu maka engkau menamakan dirimu Hui-hoa
?" "Benar, tayjin," kata Hui-hoa, "dan nama itu juga
mengandung arti, bahwa kekecewaan hidup hamba yang
sekarang ini akan hamba tebus dengan melampiaskan
dendam kesumat keluarga hamba kepada orang Boan.
Merekalah yang telah membuat orangtua hamba binasa
sehingga rumah tangga hamba hancur berantakan. Mereka
harus bertanggung jawab atas penderitaan yang telah
diterima oleh seluruh rakyat Beng."
Su Go Hwat terkesiap. Namun cepat ia tersentuh
batinnya, "Baiklah, Ah Hui, sejak saat ini engkau tidak
kuanggap sebagai pelayan tetapi anggauta keluargaku
sendiri. Engkau akan kujadikan saudara angkat dengan
Tiau Ing ...... " "Tayjin," serentak Hui Hoa berteriak, "manakah Su
siocia " Mengapa sampai sekarang tiada beritanya ?"
Su Go Hwat menyadari kalau kelepasan bicara. Dan
diapun teringat akan keadaan puterinya.
"Ya, mengapa Tiau Ing sampai hari ini belum muncul"
Kemanakah anak itu?" gumamnya seorang diri.
Ia teringat akan sikap dan keterangan Su Hong Liang.
Seketika timbullah rasa kecurigaan terhadap pemuda itu,
kemudian timbul rasa cemas akan nasib Tiau Ing.
"Ah, jangan2 anak itu mengalami sesuatu yang tak
diinginkan," kata Su Go Hwat, "Ah Hui, apakah engkau
bersedia untuk mencari Tiau Ing?"
"Jiwa dan raga hamba ini adalah pemberian tayjin.
Karena tayjinlah yang telah memberi hidup hamba.
Jangankan hanya tayjin perintah untuk mencari Su siocia,
bahkan tayjin suruh terjun ke lautan api, hambapun tentu
akan melaksanakan " "Hui Hoa, ternyata engkau berjiwa besar. Engkau tidak
sebatang kara, karena masih banyak gadis2 yang menderita
nasib seperti engkau. Engkau tidak sendirian karena banyak
sekali kawan2 yang akan berjuang seperti engkau," kata Su
tayjin lalu menulis beberapa kata pada sehelai surat dan
setelah dimasukkan kepada sampul tertutup, diberikan
kepada Hui-hoa, "apabila bertemu Tiau Ing, serahkan surat
ini kepadanya." Hui Hoa hati2 sekali menyimpan surat itu dalam
bajunya. Setelah memberi hormat, ia lalu tinggalkan
ruangan itu. Su Go Hwat terlongong-longong. Kini pikiran untuk
meninggalkan kota Yang-ciu sesuai dengap tuntutan lenyap
bagai awan dihembus angin.
Ribuan bahkan jutaan rakyat telah menderita
kesengsaraan akibat serangan pasukan Ceng. Apabila ia
menarik pasukannya untuk meninggalkan Yang-ciu, rakyat
Yang-ciu tentu akan menderita kesengsaraan dan siksaan
dari pasukan Ceng yang akan masuk.
"Tidak !" serunya seraya mengepalkan tinju, "aku akan
mempertahankan kota ini sampai titik darah yang
pengabisan. Aku tak dapat berbuat apa2 untuk
menyelamatkan jiwa Huru Hara. Dan kupercaya, dia tentu
mengerti dan setuju akan pendirianku ini."
Su Go Hwat membulatkan tekad.
-oo0dw0oo- JILID 41 Konyol. Prajurit yang membawa surat dari Ko Cay Seng dan
komandan Yemu untuk Su Go Hwat, telah keluar dari
gedung markas tempat Su Go Hwat. Wajahnya merah.
Su Go Hwat menolak untuk meninggalkan kota Yangciu.
Melalui pembicaraan yang cukup panas, akhirnya
prajurit Boan itu diusir untuk segera pergi dari kota Yangciu.
Ketika melalui sebuah lapangan yang terletak di dekat
pintu kota utara, prajurit itu tertarik melibat sekawan anak2
sedang mengadakan latihan berbaris dan serangan.
Prajurit itu menghampiri.
Dia melihat seorang anak berambut kuncung dengan
lagak seperti seorang jenderal tengah melakukan inspeksi
pada barisan anak2 dan menerima penghormatan mereka.
"Lapor, jenderal!" seru seorang anak yang tegak
dihadapannya dalam sikap seorang militer.
"Ya." "Ada seorang prajurit dari musuh yang datang
menghadap mentri Su Go Hwat yang mulia!"
"0, lalu ?" seru si jenderal kuncung.
"Kami dengar, dia menyerahkan surat dari komandan
pasukan musuh, menuntut agar Su tay-jin menarik mundur
pasukannya dari kota ini."
"Gila !" seru jenderal Kuncung itu, "apakah Su tayjin
meluluskan ?" "Tidak," sahut prajurit itu, "prajurit itu diusir seperti
anjing oleh Su tayjin."
"Bagus !" seru jenderal Kuncung, "kita akan
mempertahankan kota ini sampai titik darah yang
penghabisan. Bukankah kalian bersedia ?"
Serempak kawanan barisan anak itu menyahut dengan
lantang, "Siap, jenderal !"
Prajurit Boan terkejut. Tak diduga samasekali bahwa
semangat membela tanah-air telah meresap juga kedalam
jiwa anak2. Tetapi pada lain saat dia tertawa.
"Hm, jenderal Kuncung itu berlagak sekali. Dia mengira
peperangan itu seperti anak main2 saja," dengusnya.
"Hai, siapa engkau !" tiba2 jenderal Kuncung itu
menghardiknya dengan galak.
Ternyata barisan anak itu melihat bahwa di tepi
lapangan tampak seorang prajurit sedang tegak memandang
mereka. Mereka tahu bahwa jelas prajurit itu tidak
mengenakan seragam prajurit Beng. Segera mereka
memberitahukan hal itu kepada jenderal Kuncung.
"Aku sedang berjalan melalui tempat ini dan tertarik
melihat kalian berlatih," sahut prajurit Boan.
"Kurang ajar ! Engkau seorang mata-mata, bukan ?" seru
jenderal Kuncung. "Lho, apakah orang dilarang berada di tempat ini ?"
prajurit Boan itu terkejut.
"Kalau rakyat atau prajurit kami, tidak dilarang. Tetapi
engkau bukan prajurit Beng, mengapa engkau berdiri disini.
Bukankah engkau hendak memata-matai gerak gerik kami
?" "Uh, siapa yang sudi melakukan hal itu ?"
"Siapa lagi kalau bukan manusia semacam engkau !"
"Eh mengapa engkau begitu garang " Engkau anggap aku
ini siapa ?" "Siapa kenal dengan engkau !"
"Aku adalah utusan komandan Yemu yang sedang
mengepung kota ini. Aku hendak menyerahkan surat
kepada mentri Su Go Hwat."
"Kurang ajar, engkau hendak membujuk supaya yang
mulla Su tayjin menyerah ?"
"Bukan membujuk dengan maksud buruk tetapi dengan
maksud baik agar seorang pemuda yang mengaku bernama
Huru Hara dibebaskan dari hukuman mati oleh
komandanku." "Apa " Pendekar Huru Hara ?"
"Hm." "Dimana dia sekarang ?"
"Kami tawan." "Bangsat, engkau berani menawan saudaraku yang
tercinta itu ?" "0, apakah dia saudaramu ?"
"Ya, mau apa !"
"Bagus, kalau begitu, ikut saja aku, nanti kuantarkan
engkau kepadanya." "Kentut !" teriak jenderal Kuncung yang tak lain adalah
Ah Liong. "Eh, bocah kuncung, engkau benar2 kurang ajar.
Mentang2 engkau menjadi seorang jenderal gadungan saja,
engkau sudah berlagak seperti tuan besar ..... "
"Tangkap !" teriak jenderal Kuncung.
Beberapa anak itu segera menyerbu. Tetapi prajurit Boan
itu menyambut mereka dengan hantaman dan tendangan.
"Minggir," seru jenderal Kuncung dan serampak
kawanan anak2 itu menyisih kesamping.
"Engkau mau menyerah atau tidak ?" seru jenderal
Kuncung. "Kalau engkau dapat bertahan untuk menyedot lima kali
kentutku, aku bersedia menyerahkan diri," seru prajurit
Boan. "Baik," Ah Liong terus menyerang.
Prajurit Boan itu terkejut melihat gerak-gerik Ah Liong.
Bocah kuncung itu berputar-putar mengelilinginya, makin
lama makin cepat, sehingga ia merasa seperti dikepung oleh
lima enam bocah kuncung. "Rasakan bogemku ini," prajurit Boan menerjang dengan
menghantamkan tinjunya yang berat, tetapi uhhh ia
mendengus kaget ketika tinjunya mengenai tempat kosong
dan bahkan kakinya serasa terkait oleh kaki orang sehingga
dia kehilangan keseimbangan tubuh dan menjorong ke
muka. Huh .... kembali dia mendengus kaget ketika
punggungnya dicemplak oleh dua orang anak. Tak ampun


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi dia segera jatuh mencium tanah. Punggungnya diinjakinjak
oleh beberapa orang anak.
Duk plak ..... kepala dan punggungnya dihujani dengan
pukulan dan tendangan. Dan yang paling mengerikan
sendiri adalah ketika ia merasa tali celananya putus dan
celananya ditarik kebawah.
"Matiiiikkk......... ," prajurit Boan yang menjadi utusan
komandan pasukan Ceng, menjerit dan meronta sekuatnya
untuk mendekap ,......... anunya.
Celana prajurit itu telah copot. Bajunya juga terasa
bergerak-gerak hendak melepaskan diri dari badan. Dia
nekad hendak mempertahankan.
"Bangsat," bentak jenderal Kuncung dan tahu2 celana
dalam prajurit itu dengan cepat ditarik kebawah, aduh .....
"Kalau berani melawan, burungmu akan kupotong,"
teriak Ah Liong si jenderal Kuncung.
Prajurit Boan itu adalah seorang prajurit pilihan. Baik
dalam keberanian dan ilmu perang, dia selalu menonjol.
Itulah sebabnya dia diangkat sebagai wakil komandan,
orang yang paling dipercayai komandannya.
Berpuluh pertempuran sudah ia alami di medan perang
dengan pasukan Beng. Tetapi selama itu, dialah yang selalu
tertawa melihat prajurit Beng rubuh bermandi darah dan
mengerang-erang meregang jiwa. Belum pernah ia
mengalami peristiwa semacam yang dirasakan seperti hari
itu. Dia rebah tengkurap, punggung, tengkuk dan kepalanya
diinjak-injak dan digebuki sampai tele-tele. Celana luar dan
dalam dicopot dengan paksa dan kini baju prajurituya juga
akan dilucuti. Sebenarnya ia marah. Lebih baik ia mati saja
daripada menanggung malu yang begitu besar. Tetapi sial
dangkal. Jenderal Kuncung yang menjadi kepala pasukan
anak itu tak mau membunuhnya melainkan hanya hendak
melucuti pakaian seragamnya. Dan apabila dia berontak,
jenderal Kuncung itu akan memotong anunya.
"Celaka, kalau tanpa anu aku kan jadi orang kasim (
kebiri ) nanti. Ah, isteriku tentu lari," pikirnya dan
terkenanglah ia akan isterinya yang cantik.
"Daripada kehilangan barang yang amat berharga, lebih
baik aku menyerah saja. Toh nanti lain waktu masih ada
kesempatan untuk membalas semua hinaan ini. Awas,
besok kalau jatuh ke tanganku, kawanan anak2 bajingan ini
akan kupotong anunya," pikir prajurit itu.
Setelah pakaian seragam dilucuti, jenderal Kuncung
memerintahkan supaya mengikat prajurit itu dan ditaruh di
hutan. Ketika kawanan anak2 itu habis melakukan perintah dan
kembali, mereka tidak mendapatkan Ah Liong berada
disitu. "Kemana jenderal kita?"
"Jenderal mengenakan pakaian seragam prajurit Ceng
dan menitahkan supaya kita berjaga disini untuk membantu
mempertahankan kota ini," sahut salah seorang kawan
mereka. Memang benar. Setelah memakai pakaian seragam
prajurit Ceng, Ah Liong terus berangkat menuju ke markas
pasukan Ceng. Karena saat itu sudah petang dan memakai pakaian
seragam prajurit Ceng, dapatlah Ah Liong lolos dari
pemeriksaan. Singkatnya dia tiba di markas komandan.
"Baik, kubunuh saja komandan mereka," pikirnya tetapi
pada lain kilas ia urungkan niatnya dan memutuskan untuk
mencari tempat Huru Hara.
Ketika menyusup dari satu ke lain kubu untuk mencari
tempat Huru Hara ditahan, dia terkejut ketika melihat suara
orang tertawa mengikik. Suara itu berasal dari dalam
sebuah tenda yang terletak di ujung sebelah kanan kubu
komandan. Tertarik oleh suara itu, dia berhenti dan menghampiri ke
dekat tenda lalu menyiak tenda kubu.
Ah, hampir saja dia berteriak keras ketika menyaksikan
apa yang terjadi dalam kubu itu.
Seorang prajurit tengah memaksa seorang pelayan untuk
melayani nafsunya. Gadis itu sudah menggeletak di tanah
dan tak dapat berbuat apa2 karena mulutnya di dekap
tangan prajurit, sedang tubuhnyapun sedang ditindihi tubuh
prajurit itu. Melihat itu marahlah Ah Liong. Dia merangkak masuk
dan ..... "Uhhh . , ...." prajurit itu mendesuh kaget ketika
celananya ditarik kebawah. Buru2 dia mendekapnya.
Memang saat itu tangan kiri mendekap mulut si gadis
pelayan, tangan kanan tengah membuka kancing celana.
Tetapi dia merasa belum menarik celananya ke bawah,
mengapa celana itu dapat longsor turun sendiri.
Memang nanti diapun akan menyiak celananya ke
bawah tetapi maksudnya bukan seluruhnya lepas. Dia
masih takut kalau sampai kepergok orang, tentulah dia akan
mendapat hukuman dari komandan. Gadis itu adalah
pelayan yang berkerja pada dapur umum pasukan.
Sudah lama dia memang menaruh hati pada gadis itu,
Apalagi sudah berbulan-bulan dia tak bertemu dengan
wanita. Dia sudah ngebet sekali.
Malam itu dia pura2 sakit kepala ketika si gadis
membawakan minuman. Dia pura2 suruh gadis itu
mengeriki lehernya. Sebagai seorang pelayan. sudah tentu
gadis itu takut dan menurut saja. Dia seorang gadis bangsa
Han yang kehilangan keluarganya dan dipaksa menjadi
pelayan. Kehadiran seorang perempuan muda dalam anak
pasukan, tentu menimbulkan kehebohan. Berulang kali dia
hampir diperkosa oleh anakbuah pasukan tetapi untung
selalu kepergok orang. Komandan marah dan suruh pelayan itu menjadi
pelayan di kubunya. hendak menyelamatkan pelayan itu
dari gangguan prajurit. Dia memang tahu bahwa prajurit
yang bertempur di medan perang itu tentu selalu berkobar
nafsunya. Sebenarnya biar saja gadis itu dicemarkan
prajuritnya. Tetapi ternyata kehadiran pelayan itu banyak
kali menimbulkan perkelahian dan bahwa sampai terjadi
pembunuhan. Mereka saling berebut untuk mendapatkan
gadis itu. Itulah sebabnya komandan segera bertindak untuk
mengamankan gadis itu. Eh, siapa tahu, pada malam itu ketika habis meneguk
arak sampai mabuk, komandanpun bangkit nafsunya. Dan
kebetulan gadis itu sedang datang membawakan minuman.
Tak ampun lagi dia terus mencemarkannya.
Sejak itu, gadis yang malang nasibnya itu menjadi
gundik komandan. Tetapi mengapa malam itu dia berada
dalam kubu seorang prajurit" Tak lain karena tipu muslihat
dari prajurit itu yang pura2 sakit dan minta obat kepada
pelayan. Pada saat gadis pelayan itu mengeriki lehernya, dengan
gaya harimau lapar menerkam korban, prajurit terus
memeluk tubuh si gadis mendekap mulut dan
menindihinya. Setelah itu dia mulai membuka kancing
celananya. "Uhhhh . . . ," kembali mulut prajurit yang telah
kerasukan setan itu mendesis kaget ketika celananya terasa
bergerak melorot ke bawah.
Cepat dia mendekap. Tetapi setelah di lepas, kembali
bergerak melorot kebawah lagi. Dia makin bingung. Kalau
terus menerus digoda begitu, kan dia tak dapat
menyampaikan hasratnya. Kembali terasa celananya itu bergerak merosot kebawah.
Dia menyambar lagi. Karena dia dalam posisi rebah
tengkurap menindih pelayan gadis itu, maka gerakan
tangannya untuk menahan luncur celananya itupun
melingkar ke belakang. Uh, ia terkejut ketika tiba2 tangannya didekap oleh
sebuah tangan orang. Sebelum ia sempat meronta, tahu jari
kelingkingnya dibekuk keatas. klikkkk ..... aduh. ia menjerit
kesakitan sekali. Tulang jari kelingkingnya patah, sakitnya
sampai dia mengucurkan keringat. Dan seketika nafsunya
yang sudah berkobar-kobar itupun padam.
Dukkkkk . . ... sebelum dia sempat berbalik tubuh untuk
melihat siapa yang telah menekuk melihat siapa yang telah
menekuk jari kelingkingnya sampai patah itu, punggungnya
sudah dihunjam oleh sebuah tinju yang kecil tetapi kerasnya
seperti palu besi. Tak ampun lagi, prajurit itupun terkapar dan meregangregang
seperti itik yang disembelih lehernya.
"Jangan takut, cici," gadis yang meronta ke samping dan
terlepas dari tindihan prajurit itu terkejut ketika melihat
seorang anak laki2 berambut kuncung, nongol
dihadapannya. "SIapa engkau?" tegur gadis pelayan itu.
"Aku hendak menolong cici, lekas keluar dari sini," kata
si kuncung Ah Liong yang masih memakai pakaian prajurit.
Setelah berada diluar tenda, gadis pelayan itu berkata,
"Engkau seorang prajurit, tetapi mengapa engkau masih
seperti anak kecil?"
"Sudahlah, cici, itu tidak penting," kata Ah Liong,
"bukankah cici sudah terlepas dari ancaman prajurit itu?"
"Ya." "Sekarang cici hendak kemana?"
"Kemana kalau tidak kembali pada kubu komandan
disini." "Lho, mengapa cici tidak melarikan diri saja" Apakah
cici tidak punya tempat tinggal?"
Gadis itu tertegun kemudian menghela napas, "Sudah
lama aku kehilangan rumah dan orangtua. Dan terpaksa
aku dipaksa ikut pada pasukan ini. Aku disuruh menjadi
pelayan komandan pasukan."
"0, kalau begitu laporkan saja perbuatan prajurit itu
kepada komandan." "Hm, sama sajalah," kata gadis pelayan itu.
"Mengapa sama?"
"Prajurit dan komandan sama2 serigala dan harimau.
Terlepas dari kawanan serigala; aku jatuh ketangan
harimau. Tidakkah sama artinya?"
"Apakah komandan juga berbuat tak senonoh
kepadamu?" Gadis pelayan itu menunduk, tersipu-sipu malu.
"Hm, prajurit2 Boan memang bangsat semua. Tidak ada
seorang prajurit Boan yang baik. Maka kita harus
membasmi mereka, tak perlu diberi ampun lagi."
"Tetapi aku hanya seorang anak perempuan lemah, apa
dayaku?" "Ada," seru Ah Liong, "coba engkau kasih tahu, dimana
pamuda yang telah ditawan kemarin Itu?"
"Pemuda yang mana?"
"Bukankah ada seorang pemuda yang telah ditawan oleh
komandanmu?" Gadis itu merenung beberapa jenak, "0, itu, ya, memang
ada. Itu atas permufakatan komandan deagan Ko tayjin."
"Dimana dia sekarang?"
"Ditaruh dalam sebuah gua didalam hutan."
"Apakah cici dapat mengantarkan aku?"
Gadis itu kembali berdiam. Beberapa saat kemudian, dia
berkata, "Baik, mari kuantarkan."
Gadis itu memang telah bertekad hendak melepaskan
diri dari cengkereman pasukan Boan. Jika perlu dia akan
mengorbankan jiwa. Hal itu timbul ketika ia melihat
bagaimana seorang bocah yang masih kuncung, berani
menyaru menjadi prajurit dan telah menolongnya dari
perkosaan prajurit Boan tadi.
Diam2 gadis itu malu dalam hati. Mengapa selama ini ia
hanya paserah saja akan nasib, mau saja melakukan apa
yang dikehendaki komandan pasukan Boan. Dia makin
merasa malu karena merasa bahwa sikap dan langkahnya
yang paserah itu bersumber hanya karena takut mati. Jika ia
berani mati, tentulah takkan ia mengalamit nasib
sedemikian. Itulah sebabnya dalam beberapa jenak saja, terjadi suatu
perobahan besar dalam jiwanya. Dia hendak membantu Ah
Liong. "Cici, siapakah namamu ?" tanya, Ah Liong dalam
perjalanan. "Lian Hoa." "0, Lian-hoa artinya bunga teratai. Ya, nama itu memang
tepat sekali. Engkau ibarat bunga teratai yang hidup dalam
lumpur tetapi hatimu tetap mulia, cici."
Sejak bertahun-tahun, baru pertama kali itu Lian Hoa
mendengar orang memuji dan menghibur derita hidupnya.
Beberapa titik airmata mengalir ke pipi.
"Cici, mengapa engkau menangis ?" tegur Ah Liong
kaget. "Ah, tak apa. Airmata gembira, adik," kata Lian Hoa,"
dan engkau sendiri, siapa namamu ?"
"Ah Liong." "Apakah engkau berasal dari kota Yangiu ?"
"Tidak, aku hanya ikut pada engkoh Hok."
"Siapa engkoh Hok itu ?"
"Pemuda yang ditawan pasukan ini."
Tiba2 muncul dua orang prajurit Ceng yang sedang
meronda, "Hai, berhenti, mau kemana kalian" tegur salah
seorang, Ah Liong terkejut. Untung saat itu hari sudah mulai
malam. Dan Lian Hoapun dengan tabah segera menjawab,
"kami disuruh komandan untuk memberi minuman pada
tawanan itu." Kedua prajurit itupun tertegun lalu menyisih, "Kalau
begitu silakan." Memang mereka kenal siapa Lian Hoa, pelayan khusus
dari komandan mereka. "Silakan nyonya komandan ..... ," salah seorang prajurit
menyengir dan mengejek. "Apa katamu ?" Lian Hoa marah. Ia tahu walau prajurit
itu dulu pernah mau mengganggunya tetapi ketahuan


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

komandan dan dihukum. Tentulah dia masih mendendam.
"Tidak apa2," kata prajurit itu seraya ngeloyor.
"Hm, penghianat!" maki Lian Hoa.
Prajurit itu berhenti serentak, "Apa katamu?"
"Huh . . . , " Lian hoa terus ayunkan langkah balas tak
mengubrisnya. "Apa katamu?" prajurit itu lari dan menghadang didepan
Lian Hoa, "engkau memaki aku penghianat?"
"Tanya pada dirimu sendiri, siapa engkau ini!" sahut
Lian Hoa. "Perempuan lacur!" prajurit itu balas memaki.
Plakkkkk . . . . tiba2 Lian Hoa marah dan menampar
muka prajurit itu sekeras-kerasnya. Seumur hidup baru
pertama kali itu dia menampar mulut orang. Oleh karena
dia seorang gadis lemah dan gemetar menahan kemarahan,
maka tamparannyapun tak terasa apa2.
"Engkau lancang!" tiba2 prajurit itu menerkam tangan
Lian Hoa, ditarik dan terus dipeluknya.
"Lepaskan!" Lian Hoa berteriak meronta. Tetapi prajurit
itu nekad mencium pipi Lia Hoa dengan amat bernafsu
sekali. "Uhhhh ..... " tiba2 prajurit itu berteriak kaget, lepas
pelukannya dan gopoh mendekap pinggang celananya.
Wajahnya merah padam. "Hajarlah lagi, cici," seru Ah Liong kepada Lian Hoa.
Lian Hoa menurut, plak, plak, plak . . . bertubi-tubi tangan
nona itu menampar muka dan mulut si prajurit. Anehnya,
prajurit itu hanya mengisar mukanya kian kemari tak berani
membalas karena kedua tangannya masih mendekap
celananya erat2. Melihat itu kawannya kasihan juga. Ia segera
membentak, "Sudah, jangan terlalu. Mentang-mentang jadi
kekasih komandan saja!"
Makin malu Lian Hoa mendengar kata2 itu, dia
berpaling dan plak .. . . ia menampar mulut prajurit yang
itu. Tetapi prajurit itu sudah bersiap. Tangan Lian Hoa
disambar dan terus dipelintir ke belakang.
"Uhhhh . . . , " sebelum prajurit itu sempat membuka
mulut, tiba2 ia sudah mendesuh kaget dan cepat2 lepaskan
tangannya, mendekap perutnya.
"Hajar!" seru Ah Liong.
Kini Lian Hoa memuaskan diri untuk menghajar muka
prajurit yang kedua itu dengan tamparan dan cakaran.
Karena tak tahan kedua prajurit itupun lari.
"Bagus, bagus, cici, begitulah kalau berhadapan dengan
prajurit Ceng. Jangan dikasih hati, hajar terussss," seru Ah
Liong tertawa. "Tetapi aneh," gumam Lian Hoa, "mengapa mereka tak
berani membalas" Mereka mendekap perutnya saja ?"
Ah Liong geli dalam hati tapi ia sungkan untuk
memberitahukan rahasianya. Ia hanya mengatakan,
"Mereka tentu sakit perut."
"Tetapi tidak," kata Lian Hoa, "setiap kali engkau
bergerak ke belakangnya, prajurit itu tentu terus mendekap
perutnya kencang2. Apa ya sebabnya ?"
"Kutonjok pantatnya supaya perutnya mulas," kata Ah
Liong sekenannya saja. Keduanya la!u melanjutkan perjalanan. Tiba disebuah
hutan, mereka masuk dan menuruni sebuah lembah.
"Celaka, guha itu juga dijaga prajurit," Lian Hoa
mengeluh seraya menunjuk pada sebuah tempat dimana
tampak dua orang prajurit sedang berdiri dengan
menyanggul tombak. "Wah, bagaimana nanti alasan cici kepada mereka ?"
tanya Ah Liong kuatir. "Tak usah kuatir," kata Lian Hoa seraya maju
menghampiri ke muka kedua prajurit itu.
"0, engkau," seru salah seorang prajurit yang kenal pada
Lian Hoa. "Ya." "Mau apa ?" "Komandan suruh kalian membawa tawanan itu ke
markas," kata Lian hoa.
Lian Hoa memang cerdik. Kalau dia mengatakan
disuruh komandan untuk mengambil tawanan tentu kedua
penjaga itu tak percaya. Tetapi ia mengatakan kalau kedua
penjaga itu yang suruh membawa tawanan ke markas.
Dengan kata2 itu, hilanglah keraguan kedua penjaga.
Keduanya segera membuka terali pintu gua dan
melangkah masuk. Tetapi baru dua langkah, tiba2
punggung mereka dibantam oleh sebuah tangan kecil yang
amat kuat, duk, duk .... kedua penjaga itupun jatuh
tengkurap, terus diinjak Ah Liong.
Sementara Lian Hoa terus masuk dan berseru, "Hohan,
silakan keluar !" Memang yang berada didalam itu adalah Huru Hara.
Dia masih lemas dan tak dapat berbuat apa2. Terpaksa Lian
Hoa menuntunnya keluar, "Ah, engkau engkoh Hok," seru Ah Liong. "mengapa
engkau tak berusaha untuk berontak?"
Huru Hara yang masih lemah hanya geleng2 kepala dan
menghela napas. "Aku dikasih obat bius pelemas tenaga."
"Siapa yang memberi ?" Ah Liong terkejut,
"Ko Cay Seng dan komandan disini."
"Engkoh Hok mari kita keluar," kat Ah Liong seraya
menyerahkan pakaian seragam prajurit Ceng, "pakailah
pakaian supaya mereka tak curiga."
Huru Hara dan Lian Hoa heran, dari mana anak itu
mendapatkan pakaian seragam prajurit. Tetapi Huru Hara
memakainya juga. Ternyata Ah Liong telah melucuti pakaian kedua
penjaga tadi dan mengikat mereka, menyumbat mulut
mereka dengan robekan baju.
Setelah pintu dikunci, anak kuncinya dibuang kedasar
jurang oleh Ah Liong. Ketiganya lalu lolos.
Mereka terpaksa menuju ke barat dan dari situ mereka
mengitari menuju ke selatan lagi untuk masuk ke kota
Yang-ciu, Tetapi pada waktu hampir keluar dan daerah
pendudukan pasukan Ceng, tiba2 mereka dikejutkan oleh
dua ekor kuda yang mencongklang kencang. Jelas kedua
penunggang kuda itu tengah menuju kepada mereka.
Cepat sekali kedua penunggang kuda itu tiba dan
menghadang, "Ho, bagus, Lian Hoa. engkau berani
meloloskan diri!" seru salah seorang dari kedua pendatang
itu yang tak lain adalah komandan pasukan. Sedang yang
seorang, yang mengenakan dandanan sebagai seorang
sasterawan tak lain adalah Ko Cay Seng.
Kedua pembesar itu tengah enak2 minum arak tiba2
penjaga datang melapor bahwa ada dua orang prajurit yang
melihat Lian Hoa bersama seorang prajurit tengah menuju
ke hutan. Kedua prajurit itu adalah yang habis ditampar dan
dicakar Lian Hoa tadi. Mereka mendendam dan
melaporkan peristiwa itu kepada komandan dengan maksud
agar komandan menghukum prajurit yang berani mengajak
Lian Hoa keluar pada malam itu. Mereka duga, prajurit itu
tentu akan mengajak in-de-hoy pada Lian Hoa.
Sudah tentu komandan terkejut. Dia lalu mencari
pelayan yang disayanginya itu. Tiba di gua tahanan, dia
mendapatkan dua sosok tubuh rebah dalam ruang gua dan
pintu terali dikunci. Sudah tentu komandan kelabakan. Dia
memanggil anakbuah untuk mendobrak pintu.
Setelah berhasil masuk, kedua penjaga itu memberi
keterangan dari peristiwa yang telah dialaminya.
"Perempuan busuk," seru komandan marah," dia berani
mengajak lari tawanan kita ?"
Bersama Ko Cay Seng, komandan lalu mengadakan
pengejaran pada malam itu juga. Dan akhirnya mereka
berhasil menyusul. Hal itu disebabkan karena tenaga Huru
Hara masih belum pulih. "Komandan, apakah Huru Hara belum diberi minum
obat bius lagi ?" kata Ko Cay Seng dalam perjalanan.
"Sebenarnya sejam lagi, dia harus diberi minum. Tetapi
sekarang dia sudah lolos," jawab komandan.
Memang setiap enam jam, Huru Hara dipaksa minum
obat yang membuat tenaganya hilang. Dan sejam nanti
memang sudah tiba waktunya harus diberi minum obat.
"Hai, komandan, lekas beri hormat !" teriak Ah Liong
sambil melangkah ke muka.
Komandan itu terbelalak ketika melihat prajurit yang
berpakaian seragam prajurit Ceng, memerintahkannya
memberi hormat. Setelah dipandang dengan seksama, dia
makin terkejut. Ternyata prajurit itu masih anak.
"Kurang ajar, siapa engkau !" teriak komandan.
"Aku jenderal Kuncung dari pasukan Yangciu ! Engkau
kan hanya berpangkat mayor, mengapa engkau tak
memberi hormat kepadaku !"
"Gila !" teriak Komandan seraya ayunkan cambuk
menghajar Ah Liong. Tetapi dengan gesit Ah Liong lompat
kesamping lalu loncat maju dan menarik kaki komandan
itu, "Turun babi !"
Gerakan Ah Liong memang luar biasa gesitnya. Sebelum
tahu apa yang terjadi, komandan itu rasakan kakinya
dibetot sekuat-kuatnya sehingga ia jatuh ke bawah.
Tarrr ..... Ko Cay Seng yang tertegun menyaksikan adegan itu
segera tersadar dan ayunkan cambuknya menghayar Ah
Liong. Ah Liong menghindar tetapi topinya tersambar jatuh. Ko
Cay Seng terbeliak ketika melihat anak itu masih
memelihara kuncung. "Hai. bangsat, engkau berani menghina aku," teriak Ah
Liong seraya bercekak pinggang.
"Kuncung, jangan kurang ajar, nih, rasakanlah
cambukku," seru Ko Cay Seng seraya mengayunkan
cambuknya lagi. Permainan cambuk dari Ko Cay Seng memang berbeda
dengan komandan Yemu. Jika komandan pasukan Ceng itu
hanya berdasarkan pada tenaga luar, tidak demikian dengan
gerakan Ko Cay Seng yang dilambari tenaga-dalam. Maka
walaupun hanya cambuk, di tangan Ko Cay Seng dapat
berobah menjadi senjata yang sakti. Kadang dapat tegak
lurus seperti cempuling yang menusuk. Kadang seperti
gerak naga yang sedang hermain diatas air. Kadang
menyambar-nyambar seperti petir yang membelah angkasa.
Hebatnya bukan main. Menghadapi itu, Ah Liong kewalahan sekali. Memang
dengan mengandalkan ilmu meringankan-tubuh, anak itu
dapat menyelamatkan diri tetapi karena terus menerus
dihujani serangan, mau tak mau Ah Liong menjadi
kewalahan juga. Tarrr . . . . suatu gerakan menusuk yang dihindari Ah
Liong, tiba2 dirobah Ko Cau menjadi suatu cambukan yang
cepat. Tak ampun lagi, punggung Ah Liong terhajar. Anak
itu kesakitan tetapi dia tak mau mengerang. Dia hanya
terhuyung- huyung. Dukkkk .... tiba2 komandan tadi yang sudah berdiri
tegak, terus loncat menghantam sehingga Ah Liong rubuh.
Hal 26-27 kosong Habis berkata komandan itu terus hendak mulai
menyerang tetapi distop Ah Liong lagi, "Tunggu dulu. Kita
bicarakan dulu apa taruhannya?"
"Taruhan?" "Ya, kalau aku kalah, aku bersedia menyerahkan diri,
terserah hendak engkau apakan."
"Kupenggal kepalamu!"
"Boleh, boleh, itu mudah diatur," kata Ah Liong
tersenyum, "tetapi bagaimana kalau engkau yang kalah?"
"Engkau boleh bebas!"
"Belum cukup kalau hanya begitu saja!"
"Lalu apa yang engkau kehendaki?"
"Kebebasan untuk kami bertiga. Aku, cici Lian Hoa dan
engkohku itu. Apa engkau berani meluluskan" Ah, tetapi
kalau tak berani. jangan engkau paksa dirimu, nanti engkau
menyesal sendiri." "Mengapa tidak berani?" teriak Yemu yang menjadi
panas hatinya mendengar ejekan Ah Liong.
"Bagus, ternyata engkau juga seorang komandan yang
jantan. Tidak banyak jumlahnya orang Boan yang bersifat
jantan seperti engkau. Kebanyakan mereka peng . . . "
"Tutup mulutmu dan lekas siap menyambut
seranganku," seru komandan Yemu terus maju menerjang.
Ah Liong memang sengaja hendak menguras tenaga
komandan itu, disamping ia mempunyai harapan, mudahmudahan
dengan mengulur waktu sehingga pertempuran
berjalan lama itu, tenaga engkoh Hok-nya (Huru Hara)
dapat pulih. Komandan Yemu memang gagah perkasa dalam medan
perang. Terutama kepandaiannya naik kuda dengan
permainan tombaknya, telah dapat membunuh entah
berapa ribu prajurit Beng. Tetapi dalam ilmusilat, dia
memang tidak begitu tinggi. Apalagi berhadapan dengan
Ah Liong yang memiliki dasar ilmu gin-kang (meringankan
tubuh) yang hebat. Benar dia kewalahan karena diajak
berputar-putar seperti gangsingan.
Yemu mendongkol sekali karena terus menerus harus
mengejarkan pukulan dan tendangan ke arah bayangan Ah
Liong yang memutarinya. Namun ia terpaksa harus
meladeni begitu karena kalau ia berhenti maka kepala atau
punggungnya tentu ditabok dari belakang oleh Ah Liong.
"Bajingan," teriak Yemu marah. Dia terus mencabut
tombak. Dengan tombak dapatlah lari setan cilik itu
dihalangi, pikirnya. Rencananya itu memang benar tetapi tidak seluruhnya
mengenai sasaran yang dtinginkan. Karena terhalang oleh
gerakan tombak yang merintang jalan, Ah Liong juga
merobah cara permainannya. Dan tiba-tiba dia telah
mendapat akal. Begitu ditusuk dia loncat mundur. Ditusuk
lagi dia mundur clan terus main mundur saja setiap tusuk


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tombak. Lama kelamaan, keduanya makin jauh dari tempat
semula dan beberapa saat kemudian lenyap dibalik
gerumbul pohon. Kini yang tinggal di tempat itu hanya Lian Hoa, Huru
Hara dan Ko Cay Seng. Lian Hoa tak mempedulikan Ko
Cay Seng, ia menghampiri Huru Hara.
"Hohan, bagaimana keadaanmu ?" tanyanya. "Sudah
lumayan, tidak begitu lemas seperti tadi," kata Huru Hara.
"Hohan," kata Lian Hoa dengan berbisik "bukankah
setiap kali hohan diminumi obat oleh komandan ?"
Huru Hara mengangguk. "Itulah obat bius yang menghilangkan tenaga."
"Ya, apakah engkau tahu obat penawarnya"
Lian Hoa gelengkan kepala menghela napas "Apabila
tahu, aku tentu akan berusaha untuk mengambilnya."
Tiba2 Huru Hara teringat bahwa ia mempunyai beberapa
butir buah som Cian-lian-hay-te-som. Buah Som yang
tumbuh di dasar laut dan berumur seribu tahun itu,
khasiatnya dapat menolak segala jenis racun.
Selama ditawan dalam gua, tenaga Huru Hara benar2
lemas sekali sehingga untuk menggerakkan tangan saja
rasanya tak mampu. Cepat Huru Hara mendapat akal, "Nona, maukah
engkau membantu aku ?"
"Tentu hohan, katakanlah apa yang harus kulakukan,"
Lian Hoa gopoh menjawab. "Dalam saku baju-dalamku, ada sebuah bungkusan dari
sutera ..... " "0, apakah hohan suruh aku mengambilkan?"
"Ya, tetapi begini," kata Huru Hara, "jangan diambil
keluar nanti ketahuan orang she Ko itu. Cukup nona buka
bungkusan sutera itu didalam saku saja dan ambilkan dua
butir benda !yang se-besar jagung. Kemudian nona bungkus
lagi. Kedua butir jagung itu masukkan kedalam mulutku
..... " Sejenak berdiam, Lian Hoa mengiakan. Ia merogohkan
kedua tangannya kedalam baju-dalam Huru Hara.
"Hai, mau apa itu !" tegur Ko Cay Seng ketika melihat
perbuatan Lian Hoa. "Dia merasa iganya sakit, minta supaya kuurut," untung
Lian Hoa tidak gugup dan dapat memberi alasan.
Ko Cay Seng mendapat keterangan dari komandan
Yemu bahwa Lian Hoa itu seorang pelayan yang lemah,
tidak mengerti ilmu silat. Dengan dasar keterangan itu, Ko
Cay Sengpun tak curiga. "Huh, engkau seorang gadis, apa tidak malu kalau
mengurut iga seorang lelaki?" Ko Cay Seng hanya memberi
sentilan. "Aku kan hanya seorang pelayan yang sudah tak punya
harga lagi," balas Lian Hoa, "apalagi kongcu ini memang
sakit. Apakah aku sampai hati melihat orang kesakitan
tanpa memberi pertolongan?"
"Kata komandan Yemu, engkau seorang gadis yang
penurut, mengapa engkau pandai membantah?" kata Ko
Cay Seng seraya maju menghampiri.
"Aku tidak membantah tayjin," jawab Lian Hoa yang
tangannya sudah mulai menyentuh bungkusan sutera dalam
baju-dalam Huru Hara, kemudian ia mulai membukanya.
"aku hanya memberi pertolongan kepada orang yang
meminta tolong.' "Menurut kata komandan, engkau seorang gadis yang
lemah dan tak panya pengetahuan apa- apa. Mengapa
engkau hendak mengurut" Apa kah engkau pandai
mengurut" 0, mungkin tadi malam komandan suruh engkau
mengurutnya, ya?" ejek Ko Cay Seng.
Merah muka Lan Hoa mendengar ucapan itu. Ia diam
saja dan mulai menjemput dua butir benda sebesar jagung
lalu membungkusnya lagi "Baiklah," katanya seraya menarik keluar kedua
tangannya. Namun Ko Cay Seng yang tajam matanya dan
mengawasi akan gerak gerik Lian Hoa.
Dan Hoa segera tahu kalau tangan gadis itu
menggenggam. Tentu berisi sesuatu.
"Buka tanganmu !" cepat ia melesat kehadapan Lian Hoa
dan membentak. Lian Hoa terkejut. Kalau ia menurut perintah, tentulah
akan ketahuan. Maka ia nekad, "Buka mulut, hohan ..... ,"
habis berkata dengan cepat Lian Hoa hendak memasukkan
som ke mulut Huru Hara. "Ihhhhh," tetapi tiba2 ia menjerit kaget ketika bahunya
tertampar tangan orang dan otomatis tangannya tersentak
keatas, genggamnya terbuka dan berhamburanlah kedua
butir som itu ke tanah. Ternyata Ko Cay Seng yang celi, tahu apa yang terjadi.
Lian Hoa bergerak cepat tetapi Ko Cay Seng lebih cepat
lagi. Sebelum Lian Hoa sempat memasukkan som kemulut
Huru Hara, Ko Cay Seng sudah mendahului menampar
bahu gadis itu.. Lian Hoa terkejut dan menyadari apa yang terjadi.
Merasa kalau perbuatannya sudah ketahuan, ia malah
nekad. Tadi waktu lolos dari gua tahanan, untuk menjaga
keselamatan, Lian Hoa mengambil pedang dari penjaga
gua. Sekarang ia mencabut pedang itu terus membacok Ko
Cay Seng dengan kalap. "Ho, budak hina, engkau berani kurang ajar kepadaku,
"Ko Cay Seng mendamprat. Dengan hanya miringkan
tubuh, pedang Lian Boa meluncur ke belakang. Kalau Ko
Cay Seng mau, dia dapat menutuk jalan darah gadis itu,
Tetapi dia memang sengaja tak mau melukainya karena. ia
kuatir akan timbul salah faham dengan komandan Yemu.
Ia mencekal lengan Lian Hoa untuk merebut pedang.
Tetapi Lian Hoa nekad, digigitnya tangan Ko Cay Sang
sekeras-kerasnya . . "Aduh . , ..." Ko Cay Sang kesakitan dan terpaksa
lepaskan cekalannya, "budak liar, kalau tak mengingat
Yemu, engkau tentu sudah kuhajar !"
Namun Lian Hoa tak peduli segala apa. Berbalik tubuh
dia terus menyerang lagi. Tetapi karena berhadapan dengan
seorang tokoh seperti Ko Cay Seng, sudah tentu Lian hoa
tak dapat berbuat apa2. Masih untung Ko Cay Seng tak
mau bertindak. Kalau mau, tentu gadis itu sudah menderita.
"Hai, berhenti !" tiba2 terdengar orang berteriak. Ko Cay
Seng berpaling. Yang muncul ada lah komandan Yemu.
Tetapi belum sempat Ko Cay Seng membuka mulut, ' tiba2
ia merasakan suatu sambaran angin tajam membelah
punggungnya. Cepat ia condongkan tubuh kesamping
untuk menghindar tapi tak urung bahunya terpapas sedikit.
Dan sebelum ia sempat berdiri tegak pedang Lian Hoa
sudah menabas lehernya lagi.
Jarak begitu dekat, hampir merapat. Dan Ko Cay Seng
dalam posisi, tubuhnya condong ke samping. Sukar baginya
untuk menghindar lagi. Dalan keadaan yang gawat itu,
terpaksa ia gunakan jurus yang berbahaya. Sekonyongkonyong
ia geIiatkan tangan kanan menghantam ke
belakang. Ihhhhh seketika tubuh Lian Hoa terhuyunghuyung
ke belakang sampai beberapa langkah dan terus
rubuh muntah darah dan menggeletak tak berkutik. Dada
gadis itu telah terkena pukulan jurus Tay-bong-hoam-sim
atau Ular-naga-membalik-badan dari Ko Cay Seng,
Pukulan yang dilancarkan dengan tenaga-dalam itu tepat
mangenai dada Lian Hoa. Tak ampun lagi gadis itu
terjungkal roboh. "Ko tayjin, mengapa engkau membunuh dia!" tanpa
disadari karena melihat kekejaman Ko Cay Seng,
komandan Yemupun memberingas.
"Jangan salah faham, komandan," kata Ko Cay Seng,
"aku tak sengaja membunuhnya. Lihat punggungku ini. Dia
menabas dengan kalap dan tadipun kalau aku tak
menghantamnya, leherku pasti terbabat."
"Mengapa dia ngamuk ?"
"Bermula kulihat dia mengurut perut pemuda itu tetapi
ternyata dia mengambil sesuatu. kusuruh memperlihatkan
dia terus hendak memasukkan ke mulut si pemuda.
Terpaksa kutampar hingga benda itu jatuh. Tetapi pelayan
itu malah nekad menyerang aku dengan pedang. Aku tak
mau melukainya dan hanya menghindar saja. Waktu
komandan datang dan aku berpaling dia terus menabas aku
. "Hm. apakah benda itu," kata Yemu.
Ko Cay Seng menghampiri ke tempat Huru Hara yang
masuk duduk bersila pejamkan mata.
Dia mencari kian kemari, tak melihat apa2.
"Mana benda itu ?" ulang Yemu.
"Tadi jatuh beraamburan disini mengapa sekarang hilang
?" "Tidak mungkin !"
Ko Cay Seng terkesiap. "Mengapa tayjin tega membunuh seorang pelayan yang
tak bersalah ?" tegur Yemu denga mata merah. Keras
dugaannya bahwa Ko Cay Sen memang hendak
mempunyai maksud tak baik terhadap Lian Hoa.
"Apa engkau tak percaya kepadaku ?" seru Ko Cay Seng.
"Aku mau percaya tetapi tak ada sesuatu yang dapat
kupercaya," sahut Yemu, "aku lebih percaya apa yang
kusaksikan tadi, bagaimana tayjin telah menghantam dada
seorang anak perempuan yang lemah.
"Komandan, apa maksudmu ?" Ko Cay Seng makin
kaget. "Ko tayjin," seru Yemu dengan nada masih mengandung
kemarahan, "memang Lian Hoa itu bernasib malang.
Kemana saja ia berada tentu diganggu oleh orang lelaki.
Karena sering timbul perkelahian dan pembunuhan
diantara anakpasukan maka Lian Hoa pun kusuruh tinggal
di markas menjadi pelayanku. Eh, baru saja dia keluar
malam ini, dia sudah mendapat gangguan lagi...."
"Komandan harus meminta pertanggungan jawab
kepada pemuda itu," kata Ko Cay Seng.
"Bukan dia yang membunuh Lian Hoa "
"Hah. lalu siapa yang engkau maksudkan ?"
"Orang yang telah membunuh gadis itu !"
"Komandan Yemu, apa katamu ?" Ko Cay Seng terkejut.
"Orang yang membunuh jiwa Lian Hoa itu harus
membayar dengan jiwanya juga !"
"Engkau gila, komandan. apakah engkau maksudkan
aku ?" "Tayjin mengakui atau tidak kalau tayjin yang
membunuh Lian Hoa." "Ya, benar. Tetapi aku terpaksa untuk menyelamatkan
jiwaku." "Seharusnya tayjin jangan hanya berpikir untuk
menyelamatkan jiwa tayjin sendiri, tetapi juga jiwa pelayan
yang tak berdosa. Begitu baru tepat."
"Ah, komandan, kan hanya jiwa seorang pelayan saja.
Nanti komandan tentu akan mendapat ganti yang lebih
muda dan lebih cantik lagi."
"Aku telah berjanji kepada Lian Hoa bahwa aku sanggup
melindungi jiwanya. Ternyata dia telah meninggal, apakah
aku harus ingkar janji?"
"Ya, tetapi itu terjadi karena tak kusengaja."
"Tidak! Sengaja atau tidak sengaja, tetapi aku harus
menetapi janjiku kepada Lian Hoa."
Ko Cay Seng makin kaget, "Komandan, mengapa
engkau tiba2 bersikap begitu kepadaku" Apakah engkau
lebih berat jiwa seorang pelayan daripada jiwaku?"
"Bangsa Boan selalu menepati janji. Walau pun dia
hanya seorang budak tetapi karena aku sudah berjanji maka
haruslah kutepati." "Maksudmu?" "Hutang jiwa bayar jiwa!" teriak Yemu.
Tiba2 Ko Cay Seng tertawa, '0, kutahu, sekarang aku
tahu mengapa sebabnya engkau begitu marah dan matimatian
hendak meminta pertanggungan jiwa kepadaku."
"Apa yang engkau ketahui?"
"Pelayan itu bukan pelayan biasa tetapi tentu pelayan
khusus bagimu. Buktinya engkau mau berjanji untuk
melindungi jiwanya. Tidakkah itu menunjukkan bahwa
antara engkau dan dia telah terjalin hubungan yang mesra
sekali?" "Tutup mulutmu, anjing Han!" bentak Yemu seraya
mencabut tombak dan terus menyerang Ko Cay Seng
dengan kalap. Memang Yemu pernah beristeri tetapi isterinya sudah
meninggal. Dalam diri Lian Hoa ia telah mendapatkan
seorang pengganti yang menyocoki hatinya. Walaupun
hanya sebagai gundik, tetapi dia benar2 jatuh hati kepada
Lian Hoa. Dan memang Lian Hoa berparas cantik dan
berbudi lemah lembut. Ko Cay Seng kewalahan. Dengan penjelasan apapun
ternyata Yemu tak mau menerima. Terpaksa dia melayani.
Ia tahu Yemu itu hanya pandai berperang di medan perang.
Tentang ilmusilat, jelas perwira Boan itu tidak berapa
tinggi. Sambil melayani dengan menghindar, diam2 Ko Cay
Seng mempertimbangkan. Kalau mau nembunuh Yemu,
baginya adalah ibarat hanya membalikkan telapak
tangannya. Tetapi dengan pembunuhan itu, akibatnya tentu
besar. Kemungkinan dia akan mendapat teguran dari
Torgun dan sikap permusuhan dari kalangan perwira serta
prajurit Boan. Namun apabila teringat bagaimana sikap Yemu yang
telah memakinya sebagai anjing Han panaslah hati Ko Cay
Seng. Ingin rasanya ia menghancurkan batok kepala
komandan itu. "Hm, baiklah kuberi sedikit hajaran saja orang Boan itu
supaya kelak jangan berani menghina aku lagi," setelah
mempertimbangkan masak2 akhirnya Ko Cay Seng
mengambil keputusan. Saat itu tampak Yemu meluncur mengarah lambung, Ko
Cay Seng miringkan tubuh dan dalam sebuah gerak yang
luar biasa cepatnya, ia berputar tubuh dan crek ia menutuk


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jalandarah pada punggung orang. Seketika itu Yemu tegak
seperti patung. "Bang . ," dia hendak berteriak tetapi cepat pula Ko Cay
Seng menutuk lehernya dan seketika Yemupun tak dapat
bersuara lagi. "Hm, Yemu, engkau berani memaki aku sebagai anjing.
Baik, akan kulaporkan hal ini kepada tay-ciangkun Torgun.
Lihat saja bagaimana hukumanmu nanti," katanya kepada
Yemu yang tak dapat berkutik dan bicara.
"Engkau mengatakan bahwa seorang ksatria Boan itu
harus pegang janji. Tetapi engkau lupa bahwa seorang
ksatrya Boan itu tentu tak ada yang mau membela setengah
mati pada seorang pelayan walaupun engkau mencintainya
setengah mati. Kalau panglima Torgun mendengar hal ini,
hm, dimana engkau hendak menaruh mukamu .... ?"
Ko Cay Seng hendak menghampiri Huru Hara. Tetapi
tiba2 ia mendapat akal. "Hm, dengan siasat itu, tentu orang
akan percaya ..... "
Ia kembali menghampiri Yemu yang saat itu karena
tertutuk jalandarahnya, tak dapat berkutik seperti patung.
"Yemu. engkau berani memaki aku sebagai anjing Han.
Baiklah," kata Ko Cay Seng, "aku memang akan menjadi
anjing, bahkan anjing serigala yang akan membunuh
manusia Boan yang berani merampok tanah-airku . . . ." Ko
Cay Seng mencabut pedang Yemu dan terus menusuk dada
komandan pasukan Ceng itu.
Karena jalandarahnya tertutuk tak dapat bicara. Yemu
tak dapat menjerit kecuali sepasang matanya melotot keluar
seolah-olah hendak menelan Ko Cay Seng.
Setelah Yemu mati. Ko Cay Seng lalu menghampiri
Huru Hara, "Nah. sekarang giliranmu. Dengan begitu orang
tentu menyangka bahwa engkau dan Yemu bertempur matimatian
sampai kalian berdua sama2 mati, Ha. ha, ha, siapa
yang takkan percaya ?"
Ko Cay Seng tidak mau menggunakan pedang yang
habis dibuat membunuh Yemu tetapi berganti memakai
tombak Yemu. Dengan demikian biarlah memberi kesan
kalau Huru Hara mati kena tombak komandan itu.
"Nah, mengingat engkau seorang pemuda Han, aku tak
mau berlaku kejam. Kuberimu waktu lima menit untuk
mengucap doa agar arwahmu diterima di sisi Tuhan," kata
Ko Cay Seng. Ko Cay Seng mengira segala rencananya tentu akan
berjalan lancar. Bukankah di hutan tiada orang lain kecuali
mereka bertiga" Yemu sudah mati, Lian Hoa sudah tewas
dan kini tinggal Huru Hara yang sudah tak dapat berkutik.
"Tetapi dimana anak kuncung itu?" tiba2 teringat akan
Ah Liong yang dikejar Yemu tadi. "ah, tak perlu
dihiraukan. Kalau dia masih hidup dan berani balik kemari,
tentu akan kubunuh sekali . . . . "
Setelah beristirahat beberapa jenak dan diperhitungkan
sudah antara lima menit lamanya, Ko Cay Seng berbangkit
dan menghampiri Huru Hara, "Nah, sudah lima menit,
sekarang bersiaplah untuk menempuh perjalanan ke akhirat
. Ia menutup kata-katanya dengan ayunkan tombak yang
langsung ditujukan ke dada Huru Hara.
Tring ..... Tiba2 terdengar suara benturan yang melengking tajam
dan batang tombak Ko Cay Seng pun tergetar karena
terhantam sebuah batu. "Kurang ajar!" serentak ia berpaling untuk melihat siapa
yang berani melontar batu ke arah batang tombaknya.
"Engkau .. . ! " serunya kejut2 geram. Yang muncul dan
melemparkan batu untuk menolak batang tombak Ko Cay
Seng, bukan lain adalah Ah Liong si jenderal kuncung.
Sebenarnya dia sudah gembira sekali karena dapat
memancing Yemu untuk mengejarnya kedalam hutan.
Rencananya, dia memang hendak mengulur waktu
sehingga Huru Hara dapat pulih tenaganya.
Tetapi ditengah jalan tiba2 ia heran karena tak melihat
Yemu. Kemanakah komandan itu. Dia terpaksa kembali
untuk mencarinya. Tetapi karena malam hari dan hutan
gelap, dia tersesat. Sampai lama sekali baru berhasil keluar
dari hutan terus menuju ke tempat Huru Hara.
Apa yang disaksikan di tempat itu, benar2 membuatnya
terkejut sekali. Ko Cay Seng tengah ayunkan tombak ke
dada Huru Hara. Celaka kalau tak diccgah, Huru Hara pasti
binasa. Namun untuk mencapai tempat Ko Cay Seng, jelas
tak keburu waktunya. Satu-satunya jalan ialah memungut batu dan
dilemparkan sekuat-kuatnya ke arah senjata Ko Cay Seng.
Beruntung lontarannya itu dapat tepat mengenai ujung
tombak Ko Cay Seng sehingga tersiak ke samping. Dengan
begitu selamatlah jiwa Huru Hara.
"Hi, hi, hi . . . memang aku," sahut Ah Liong "mengapa
engkau hendak membunuh engkohku " "Apa salahnya ?"
"Lihat, dia telah membunuh komandan Yemu, maka dia
harus kubunuh. Bahkan engkau juga harus mati, setan cilik
!" Walaupun Ah Liong diam2 mengeluh namun ia tak mau
mengunjuk ketakutan. Ia mengeluh karena ternyata Huru
Hara masih belum pulih tenaganya. Iapun tahu siapa Ko
Cay Seng itu. Kalau bertempur dengan Ko Cay Seng, terus
terang, AhLiong mengaku kalah. Diam2 anak itu memutar
otak mencari akal bagaimana menghadapi orang she Ko itu.
"Ya, kalau memang harus mati ditanganmu, akupun tak
dapat berbuat apa2," kata Ah Liong "hanya aku heran
melihat engkau ini."
"Apa yang engkau herankan ?"
"Engkau seorang Han, mengapa engkau membantu
orang Boan untuk merebut kerajaan Beng."
"Engkau anak kecil, mana tahu urusan negara."
"Tetapi aku pernah mendengar orang barkata bahwa
orang yang membantu musuh untuk musuhi bangsanya itu
disebut penghianat. Besok kalau mati akan dilempar
kedalam neraka, dimasukan dalam kuali minyak yang
mendidih. Apa engkau tidak takut ?"
"Hus, jangan ngoceh tak keruan," bentak Ko Cay Seng,
"aku tidak memusuhi bangsaku sebaliknya malah
menyelamatkan mereka."
"Menyelamatkan ?" teriak Ah Liong, "ah, rasanya tak
seorangpun bangsa Han, termasuk aku sendiri, yang merasa
engkau selamatkan. Malah aku merasa engkau celakakan."
"Aku mencelakakan engkau apa ?"
"Bukankah engkau hendak membunuh aku?"
"Tentu," seru Ko Cay Seng, "lekas engkau bcrsiap untuk
menyertai engkohmu menghadap raja Akhirat."
"Baik, kalau ditanya raja Akhirat, aku harus bilang apa ?"
seru Ah Liong. "Bilang kalau di dunia orang2 seperti kalian itu tiada
gunanya, hanya mengotori dunia saja."
"Baik," kata An Liong, "nanti aku juga akan bilang
supaya di dunia ini diisi saja dengan manusia2 penghianat
seperti engkau!" "Jahanam !" teriak Ko Cay Seng lalu maju menutuk dada
Ah Liong. Ia gemas juga kepada anak yang bengal itu.
Ah Liong tahu bahwa Ko Cay Seng itu lihay sekali ilmu
tutuknya. Dia teringat pada anak buahnya. Anak2 itu
mempunyai senjata ampuh yaitu tawon dan semut. Sayang
anak pasukannya tak ikut. Kalau mereka ada, tentulah Ko
Cay Seng kelabakan. Pada waktu melancarkan serangan yang gencar, Ah
Liong kelabakan. ,,Betapa tidak. Ko Cay Seng memiliki
ilmu tutuk yang sekaligus dapat menutuk enam buah
jalandarah lawan. Memang Ah Liong hanya mampu loncat
ke samping atau ke belakang untuk menghindar. Ia
mengandalkan ilmu meringankan tubuh atau ginkang.
Tetapi berhadapan dengan Ko Cay Seng. benar2 anaK itu
tak dapat banyak bertingkah. Sebagai seorang ahli tutuk
jalandarah, tentu memiliki tenaga- dalam yang tinggi. Dan
orang yang memiliki tenaga-dalam dengan sendirinya juga
hebat gin-kangnya. Ah Liong memang mati kutu.
Dalam suatu serangan gencar yang dilancarkan Ko Cay
Seng, Ah Liong terpojok. Dia nekat untuk mengadu jiwa.
Sambil menghantam, Ah Liong hendak benturkan
kepalanya ke dada Ko Cay Seng, dek . . . . .
Memang benturan itu tepat mengenai perut Ko Cey
Seng. Tetapi bukan Ko Cay Seng yang rubuh melainkan Ah
Liong yang terlekat. Kepala An Liong menempel lekat2
pada perut Ko Cay Seng. Jelas Ko Cay Seng telah
menggunakan tenaga-dalam sedot untuk menyedot kepala
Ah Liong. Dan setelah menyedot, sekali ayunkan tangan,
dengan mudah Ko Cay Seng akan dapat menghantam
remuk kepala anak itu. Ko Cay Seng memang gemas kepada Ah-Liong. Segera
ia mengangkat tangannya dan dihantamkan ke kepala Ah
Liong, uhhhh ..... Belum sempat tinju diayun turun, tiba2 rasakan bahunya
disentak ke belakang oleh sebuah tangan yang keras hingga
dia terpental beberapa langkah.
Memang. pada saat ia mengangkat tinju, tenaga-dalam
disalurkan ke lengan hingga sedotan pada kepala Ah Liong
berkurang. Dan ketika ia merasa bahunya dicengkeram
orang, cepat2 ia kembalikan tenaga-dalam untuk menolak.
Tetapi alangkah kagetnya ketika tenaga untuk menolak itu
dipancarkan kembali oleh tangan orang yang mengusai
bahunya. Dengan begitu ia rasakan tenaganya lunglai dan
mudah disentak ke belakang.
"Engkau .... !" Ko Cay Seng berteriak kaget ketika
melihat yang menyentaknya itu tak lain adalah Huru Hara.
"Ya memang aku," sahut Huru Hara, "kalau mau
menghancurkan tulang pi-peh-kutmu, engkau tentu jadi
orang cacat. Tetapi aku sengaja tak mau berlaku curang dan
memberi kesempatan kepadamu untuk, bertempur membela
diri. Hayo, lekaslah engkau bersiap menghadapi aku!"
Ko Cay Seng masih terlongong heran.
"Heran ?" seru Huru Hara, baik, akan kuberi tahu
kepadamu. Pil yang berhamburan jatuh tadi berhasil kujilat
dari tanah dan kutelan maka engkau dan Yemu tak dapat
menemukan pil itu." "0." desuh Ko Cay Seng.
"Dan engkau yang membanggakan diri sebagai kaki
tangan nomor satu dari Torgun, ternyata dapat dikelabuhi
oleh seorang anak kecil yang menjadi adikku itu."
"Mana mungkin !" seru Ko Cay Seng.
"Anak itu telah mempedayakan komandan Yemu lalu
dengan engkau dia mengajak bicara sampai begitu lama,
apa maksudnya ?" "Mengulur waktu ?" seru Ko Cay Seng.
"Ya" "Supaya engkau pulih tenagamu ?"
"Benar." "Ya, kutahu ... ."
"Sekarang sudah terlambat," seru Huru Hara
"rencanamu untuk menghapus jejak setelah membunuh
komandan Boan itu, tak dapat engkau laksanakan. Yang
mati hanya komandan Boan itu.
Ko Cay Seng seorang ko-jiu (jago sakti) kelas satu.
Bagaimanapun juga ia harus pegang gengsi. Dia tak mau
mengunjuk ketakutan berhadapan dengan Huru Hara.
"Siapa bilang tidak bisa " Sebentar lagi engkau tentu akan
mampus juga !" "Jangan hanyak bicara, pakailah senjatamu" seru Huru
Hara. Ko Cay Seng menyadari bahwa berhadapan dengan
Huru Hara, dia memang harus memakai sepasang thiat-pit
(pit besi) baru dapat menundukan. Tanpa sungkan lagi. dia
segera mencabut sepasang thiat-pitnya.
Huru Hara menjemput pedang yang dipakai Lian Hoa
tadi. "Aku hendak menggunakan pedang nona itu untuk
menuntut balas atas keganasanmu membunuhnya!" 'seru.
Huru Hara. "Boleh, boleh, memang kelas dari semacam engkau
hanya sampai pada tingkatan gadis pelayan saja," ejek Ko
Cay Seng. "Pelayan adalah suatu pekerjaan," sahut Huru Hara,
"tetapi jelas dia bukan berasal dari keluarga pelayan
melainkan dari orang baik2. Karena keganasan pasukan
Boan, dia sampai kehilangan orangtua dan rumah.
Terpaksa mau menjadi pelayan."
"Tetapi walaupun seorang pelayan, aku lebih
menghormatinya daripada engkau, manusia penghianat
yang menghianati rakyatmu sendiri!" Huru Hara
melanjutkan dampratannya.
"Bangsat, engkau berani menghina aku!" Ko Cay Seng
taburkan sepasang pit dalam suatu lingkaran sinar yang
kemudian berobah menjadi semacam kembang api yang
mencurah ke arah Huru Hara.
Huru Hara juga memainkan pedangnya yang diputarputar
deras sekali sehingga timbullah sebuah lingkaran sinar
putih yang membungkus diriya, tring, tring, tring .....
Terdengar dering melengking ketika ujung thiat-pit
disambut oleh pedang. Diam2 Ko Cay Seng terkejut.
Boan-thian-hong-cu atau Hujan-prahara-mencurah dari
langit, adalah nama jurus permainan thiat-pit yang
dilancarkan Ko Cay Seng. Huru Hara dilanda curah ujung
pit yang segencar hujan deras.
Huru Hara menyadari bahwa apabila dia ngadu
kekerasan, jelas pedangnya akan menderita. Thiat-pit lawan
itu terbuat dari baja murni yang luar biasa kerasnya. Tadi
selintas ia melihat bahwa mata pedangnya telah gempil
beberapa bagian. Huru Hara menggunakan siasat untuk berloncatan kian
kemari, kadang lari mengitari lawan. Dia menggunakan
tata-langkah Jit-seng-pok atau Tujuh-bintang-berpindahtempat.
"Mati lu!" tiba2 Ko Cay Seng membentak keras ketika
ujung pit menusuk leher Huru Hara.
Huru Hara masih dapat miringkan kepala sehingga


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hanya kain kepalanya yang berlubang. Tetapi dengan
serempak dia dapat menabas bahu Ko Cay Seng, cret . . . .
Darah segera mengalir membasahi lengan bahu
sasterawan itu. Ko Cay Seng terhuyung-huyu mundur.
Huru Hara terus hendak menerjang lagi. Dia hendak
menghabisi jiwa manusia yang berhianat itu.
Tetapi pada saat dia hendak ayunkan tubuh tiba2
terdengarlah derap kaki orang berlari gemuruh menuju ke
tempat itu. Pada lain saat, muncullah berpuluh-puluh
prajurit Ceng. "Bunuh bangsat itu," serentak Ko Cay Seng berteriak
seraya menuding Huru Hara.
Berpuluh-puluh pasukan Ceng itu segera menyerang
Huru Hara. Huru Hara marah. Dia meagamuk hebat
sehingga prajurit2 Ceng itu ngeri dan mundur.
Ternyata mereka adalah pasukan komandan Yemu yang
hendak mencari komandannya. Seluruh markas gempar
mendengar berita tentang pembunuhan penjaga gua dan
lolosnya tawanan. Mereka segera memencar diri untuk
mencari komandannya. Dan prajurit2 yang muncul itu,
kebetulan yang pertama-tama menemukan jejak komandan
Yemu. Huru Hara hendak mengamuk untuk memblasmi
prajurit2 Ceng itu tetapi lapat2 dia mendengar dari beberapa
penjuru seperti terdengar derap orang menghampiri. Ia duga
tentulah anak pasukan musuh yang datang.
Sebenarnya Huru Hara tak memikirkan keselamatan diri
tetapi dia teringat akan Ah Liong yang masih terluka itu.
Kalau mereka juga menyerang Ah Liong, anak itu tentu
celaka. Akhirnya ia memutuskan untuk membawa Ah Liong lari
tinggalkan tempat itu. Iapun teringat akan keadaan kota
Yang- ciu. Selekas memanggul Ah Liong, dia terus loncat dan
menghilang dalam hutan. Ko Cay Seng suruh anak pasukan
melakukan pengejaran. Sementara dia memerintahkan agar
mayat Yemu dibawa ke markas.
Tak seorangpun prajurit maupun perwira dalam pasukan
Ceng yang tak percaya akan keterangan Ko Cay Seng
bahwa Yemu mati karena dibunuh Huru Hara. Tak ada
yang memiliki kecurigaan terhadap Ko Cay Seng. Masa Ko
Cay Seng akan membunuh Yemu sendiri, pikir mereka.
Diam2 Ko Cay Seng memang gemas sekali mengalami
peristiwa itu. Serentak ia hendak menggunakan peristiwa
kematian Yemu itu untuk membakar kemarahan pasukan
Ceng yang berada di luar kota Yang- ciu, untuk menyerang
Yang- ciu. Dengan kekuasaan dan kepandaiannya bicara, Ko Cay
Seng berhasil menimbulkan kemarahan seluruh anak
pasukan Ceng. Besok pagi akan dilakukan serangan besarbesaran
untuk menghancurkan kota Yang-ciu.
Sementara Huru Hara yang memanggul Ah Liong
akhirnya berhasil masuk kedalam Yang-ciu dan menghadap
Su Go Hwat. "Ah, Su tayjin belum pulang, masih berada di Kim-long,"
kata seorang perwira. "Lalu siapakah yang diserahi tugas untuk
mempertahankan kota ini?" tanya Huru Hata. "Bok Lim
ciangkun." Huru Hara teringat. Memang dia pernah mengusulkan
kepada Su Go Hwat agar Bok Lim. Wakil dari jenderal Ko
Kiat, diberi tugas untuk memimpin pasukan pertahanan
kota Yang-ciu. karena ia melihat, sejak Su Go Hwat
menaruh kepercayaan penuh kepadanya, sikap Bok Lim
lalu berobah. Dia kuatir Bok Lim akan berbalik berpaling
pada musuh. Setelah mendapat keterangan, Huru Hara membawa Ah
Liong ke asrama tempat tinggalnya. Ia memberi anak itu
sebutir som. Setelah itu ia lalu mencari Bok Lim.
"O. Loan-heng sudah datang," sambut Bok Lim
bagaimana kabarnya ?"
Dengan panjang lebar Huru Hara menuturkan semua
pengalaman yang dideritanya selama mengikuti Su Hong
Liang berada di markas besar pimpinan balatentara Ceng.
"Ah, masakan Su Hong. Liang kongcu bakerja pada
musuh ?" Bok Lim terkejut.
"Memang hal itu sukar dipercaya, tetapi apa yang kulihat
sendiri adalah suatu kenyataan," jawab Huru Hara,
"bagaimana menurut pendapat ciangkun Perlukah hal itu
kulaporkan kepada Su tayjin ?"
"Lebih baik jangan dulu," kata Bok Lim pertama,
kemungkinan besar Su tayjin takkan percaya. Dan bahkan
malah akan menambah rasa kejut Su tayjin. Beliau tentu
merasa malu dan sedih".."
Huru Hara menganggap alasan itu memang tepat.
Kemudian ia bertanya tentang tindakan Bok Lim, sampai
berapa jauhkah persiapan untuk mempertahankan kota
Yatig-ciu dari serbuan musuh.
"Soal itu," kata Bok Liam yang mendadak berganti nada
angkuh. "sudah kuatur beres."
"Syukurlah," kata Huru Hara tak mengacuhkan sikap
orang, "karena kurasa, dengan melihat persiapan2 musuh,
apabila melakukan serangan tentu dengan cara besarbesaran.
Apalagi panglima Torgun tentu menganggap kalau
Su tayjin menolak tawarannya.
Kemudia, Huru Hara menyatakan bahwa apabila sampai
besok pagi, Su tayjin belum kembali dia hendak menyusul
ke Kim-leng untuk menyampaikan berita dari panglima
Torgun itu. Setelah menghadap Bok Lim di markas, Huru Hara lalu
kembali ke asramanya untuk menjenguk keadaan Ah
Liong. Ternyata disitu sudah hadir beberapa anak2. Mereka
adalah anakbuah Ah Liong. Mereka mengatakan karena
mendengar jenderal Kuncung pulang, mereka segera
berbondong-bondong menjenguk.
Ah Liong sendiri sudah sembuh. Tetapi tampak
wajahnya mengerut tegang. Begitu melihat kedatangan
Huru Hara, Ah Liong terus berkata: "Engkoh Hok . eh,
jenderal besar . .. ce ka .ka . .!"
"Mengapa ?" Huru Hara heran.
"Bok Lim ciangkun, komandan pasukan pertahanan kota
ini telah melarang barisan Bon-bin!"
Huru Hara tertegun. Ia lupa apa yang dimaksudkan
barisan Bon-bin itu, "Apa itu barisan Bon bin ?"
"Ai, mengapa engkoh Hok lupa. Barisan Bon-bin kan
barisan anak2 yang menjadi anakbuahku itu."
"Mengapa dinamakan Bon-bin ?"
"Bon-bin artinya Kebun Binatang. Karena mereka semua
memakai senjata rahasia dari berbagai binatang."
"Mengapa Bok Lim melarang barisan itu ?" tanya Huru
Hara. "Itulah yang aneh," kata Ah Liong, "juga peronda
dikurangi jumlahnya .. . ."
"Hai, gila !" teriak Huru Hara, "kota ini dikepung musuh.
Setiap saat musuh akan menyerang. Mengapa tidak
diadakan ronda ?" "Ya," dengus Ah Liong, "menurut keterangan anakbuah
kita, memang sikap dan tindakan komandan Bok Lim itu
mencurigakan dan aneh sekali."
"Bagaimana ?" "Bukannya bertindak keras untuk memerintahkan
prajurit2 berjaga-jaga tetapi sebaliknya. Sejak Su tayjin
pergi, dia malah sering bikin pesta Katanya untuk
menyegarkan semangat anak prajurit agar jangan menjadi
loyo karena terus menerus tegang saja."
"Hm, memang aneh dan mencurigakan sekali," kata
Huru Hara dan serentak dia teringat akan sikap dan nada
bicara Bok Lim ketika ia menanyaka,n tentang persiapan
penjagaan kota Yang- ciu tadi.
"Lalu bagaimana tindakan kita, engkoh, eh jenderal ?"
tanya Ah Liong. Tiap kali teringat kalau sedang berhadapan
dengan anakbuah barisan Bon-bin, Ah Liong terus berganti
sebutan memanggil jenderal kepada Huru Hara.
"Kita harus waspada pada malam ini. Kemungkinan
dengan kematian Yemu itu, mereka menuduh tentu aku
yang membunuh. Olen karena itu "mereka tentu akan
marah dan kemungkinan besar malam ini akan melakukan
serangan besar-besaran,"
"Jenderal," seru Ah Liong, "apakah engkau mengidinkan
anak pasukan kami untuk bergerak melakukan penjagaan
pada malam nanti ?" "Baik," sahut Huru Hara, "tetapi lakukanlah secara
diam2 saja agar jangan menimbulkan salah faham dengan
Bok Lim." "Demi kepentingan rakyat, mengapa kita harus takut
kepada Bok Lim?" "Bukan takut kepadanya, Ah Liong," kata Huru Hara,
"tetapi setiap perselisihan dalamkota, hanya akan
melemahkan kekuatan kita saja."
"Tetapi kalau dia bertindak nyeleweng ?" tanya Ah
Liong. "Basmi sampai tuntas !" kata Huru Hara dengan nada
tegas. Ah Liong mengiakan. Dia lalu berunding dengan
anakbuah pasukannya. Sementara hari itu Huru Hara
sengaja berkeliling kota untuk melihat persiapan yang
dilakukan Bok Lim untuk menjaga kota Yang-ciu.
Ditihatnya para prajurit yang bertugas menjaga pintu
kota, tampak bersemangat dan sehat. Mereka mengatakan
bahwa tiap hari mereka mendapat makanan nasi dan
minum arak. Huru Hara terkejut. Dari mana Bok Lim memperoleh
rangsum " Pada hal ransum sudah menipis dan tiap
penduduk harus dijatah. Jatahnya hanya tiba cukup untuk
dibubur. Tetapi mengapa para prajurit mendapat makanan
nasi dan arak " Huru Hara menyelidiki ke pengurus bagian ransum.
Ternyata mendapat keterangan bahwa mereka tidak
menerima penambahan ransum lagi.
"Lalu bagaimana keadaan ransum sampai hari ini ?"
tanya Huru Hara, "Makin menipis," sahut orang itu, "anehnya Bok
ciangkun tidak pernah memberi perintah untuk mengurangi
jatah ransum yang diberikan kepada penduduk dan prajurit.
Huru Hara menemui petugas yang membagikan ransum.
Berkata petugas itu, "Memang neh." katanya, "Bok
ciangkun memerintahkan supaya jatah beras untuk
penduduk dikurangi separoh dan diberikan kepada
prajurit." "0," Huru Hara terkejut, "apakah rakyat tidak marah?"
"Siapa yang berani marah?" kata petugas "bermula
memang ada beberapa penduduk yang ngamuk dan
memprotes ke kantor Bok ciang tetapi mereka malah
ditangkap dan dihukum, tiga orang mendapat 50 kali
cambukan." Huru Hara makin gelisah mendengar keterangan2 yang
dikumpulkan itu. Apa maksud Bok Lim berbuat begitu" Dia
hanya memperhatikan kepentingan prajurit tetapi menindas
rakyat. "Hm, dalam peperangan ini, tidak hanya prajurit saja
tetapi seluruh rakyat Yang-ciu ikut serta mempertahankan
kota. Tidak adil kalau rakyat dibedakan begitu," pikirnya.
Malam itu memang tiada kejadian suatu apa dan Huru
Harapun sudah siap akan menyusul Su tayjin ke Kim-leng.
Tetapi pada waktu ia hendak berangkat, tiba-tiba ia
mendengar suara gemuruh dari empat penjuru. Serentak ia
lari keluar. Dilihatnya prajurit-prajurit berserabutan lari
menuju ke tembok Ternyata pasukan Ceng melakukan
serangan. Huru Hara heran mengapa prajurit2 Ceng sempat naik
keatas tembok kota. -Pada hal dulu, jangankan memanjat
tembok kota, sedang untuk mendekati kota saja sudah sukar
karena prajurit dan rakyat Yang-ciu selalu siap menjaga
diatas tembok kota. Setiap kali prajurit musuh maju, tentu
disambut dengan hujan anakpanah.
Huru Hara lari menuju ke pintu utara. Karena disitu
merupakan pos penting. Kalau pintu utara jebol, tentulah
musuh dapat menyerbu masuk kota.
Apa yang diduganya memang benar. Disitu telah
berlangsung pertempuran yang dahsyat. Ia heran mengapa
pintu sampai terbuka. Tiba2 pandangannya tertumbuk pada seorang perwira
Beng yang tengah naik kuda merah. itulah Bok Lim,
komandan pertahanan kota Yang-ciu. Huru Hara cepat lari
menghampiri. "Bok ciangkun, siapa yang suruh membuka pintu kota?"
seru Huru Hara. "Aku!" "Mengapa?" "Aku memang hendak memancing mereka masuk kota,
baru nanti kita hancurkan," kata Lim.
Huru Hara terkejut tetapi ia anggap siasat itu baik juga.
Namun ia heran mengapa dalam kota tak terdapat
persiapan2 untuk menyergap musuh yang dipancing masuk
itu. "Buka pintu dan mundur tanpa menghiraukan Huru
Hara, Bok Lim terus berseru memberi perintah.
Prajurit yang menahan musuh di pintu kota segera
menurut perintah. Mereka berbondong-bondong mundur.
Bagaikan gelombang mendampar ke pantai,
berhamburan'pasukan musuh menerjang kedalam kota.
Huru Hara menyelinap diantara kekacau itu. Dia
berusaha untuk mendekati pintu kota.
Ternyata Bok Lim memang mengatur rencana seperti
apa yang dikatakan kepada Huru Hara. Setelah sejumlah
besar musuh masuk ke dalam kota, dari empat penjuru
muncullah pasukan Beng untuk menyerang mereka.
Tetapi ada suatu hal aneh yang dilihat dirasakan Huru
Hara. Pertama, jumlah pasukan Beng yang menyerang itu
tidak banyak. hanya terdiri dari dua tiga puluh prajurit.


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kedua, ketiga puluh prajurit itu kebanyakan prajurit2 yang
setengah tua. Sudah tentu mereka cepat dapat dibasmi
pasukan musuh yang menyerang dengan beringas.
Sudah tentu pasukan Beng itu terdesak mundur. Melihat
itu timbullah kecurigaan Huru Hara. aneh sekali Bok Lim
ini, pikirnya. Saat itu rakyatpun beramai-ramai keluar melambur
pasukan Ceng. Tetapi mereka hanya berdiam dalam
beberapa waktu saja. memang semangat rakyat hebat sekali
namun banyaklah korban yang berjatuhan menjadi korban
keganasan prajuit2 Ceng itu.
"Terlalu aku tak dapat membiarkan mereka menderita
lebih banyak," akhirnya Huru Huru mengambil keputusan.
Dia tak mau memberi ampun kepada musuh. Dia pun
tak mau memperpanjang pertempuran menjadi berkelarutan
lama. Serentak ia mencabut pedang Thiat-cek-kiam (pedang
magnit), terus lari menerjang musuh.
Seketika gemparlah pasukan Ceng itu. Mereka terdiri
dari seratusan prajurit. Mereka berusaha untuk melawan
amukan Huru Hara. Tetapi mereka heran mengapa senjata
mereka selalu terbetot oleh pedang pemuda itu. Dan setiap
ada prajurit Ceng yang menjorok kemuka, tentu segera
disambut dengan teadangan atau pun tinju Huru Hara.
Pasukan Ceng itu kacau. Tiba2 mereka menjerit
kesakitan dan berjingkrak-jingkrak seperti orang gila. Dan
serempak muncullah anak2 yang menghujani mereka
dengan pentung dan pecut.
Huru Hara gembira. Dilihatnya yang mimpin kawanan
anak2 itu adalah Ah Liong. Pasukan anak2 yang disebut
pasukan Bon-bin itu telah menabur prajurit2 Ceng dengan
semut dan tawon. Itulah sebabnya prajurit2 Ceng
berjingkrak-jingkrak seperti orang kerangsukan setan. Dan
dengan mudah anak2 itupun mengerjai mereka dengan
pentungan, gebukan dan pecutan.
Melihat itu rakyatpun bersemangat untuk membantu.
Tak lama seratus prajurit Ceng itu dapat diringkus. Ada
yang menggeletak berlumur darah, ada yang kelabakan
karena tak kuat menahan gigitan semut yang merayap
masuk kedalam baju, ada yang minta ampun karena dihajar
dengan pecut o!eh anak2 "Ah Liong, ringkus mereka, aku hendak menutup pintu,"
seru Huru Hara seraya hendak lesat pergi.
"Tak perlu engkoh repot2, pintu sudah ku tutup," seru
Ah Liong. "Engkau?" "Ya, aku dan anak pasukan menyambut musuh yang
hendak menerobos masuk. Setelah dapat menghalau
mereka, pintu lalu kututup. Tetapi aneh, engkoh Hok .. . "
"Aneh bagaimana?"
"Prajurit2 yang jaga pintu kota itu menghalangi kami
untuk menutup pintu. Kata mereka Bok ciangkun yang
suruh membuka pintu Itu. Tanpa perintah Bok ciangkun,
mereka tak berani menutup pintu lagi."
"Gila!. Dan engkau menurut?"
"Tidak sudi, engkoh Hok," seru Ah Liong, kan celaka
kalau membiarkan musuh terus masuk kedalam-kota. Kita
tutup pintu kota, lalu kita hancurkan musuh yang sudah
masuk kedalam kota ini."
"Bagus, Ah Liong, engkau memang anak pintar," Huru
Hara metnuji, "lalu bagaimana musuh yang berada diluar
tembok kota itu?" "Kuajak encik2, empeh2 membantu pekerjaan prajurit
kita yang menjaga diatas tembok untuk menghalau setiap
prajurit musuh yang hendak memanjat tembok kota."
"Lho, apakah prajurit2 musuh itu tidak menggunakan
panah?" "Ya, dong, mereka menghujani panah kepada pasukan
kita yang menjaga tembok kota. Tepi mereka tetap tak
mampu memanjat naik."
"Hebat," seru Huru Hara, "dengan senjata apa rakyat dan
prajurit kita dapat menghalau musuh?"
"Mudah, sederhana dan berhasil," kata Ah Liong sambil
busungkan dada. "Apa saja?" "Air panas dan .."
"Dan apa ?" tanya Huru Hata.
"Karena memasak air sampai mendidih itu memerlukan
waktu dan kayu bakar, padahal kita harus berhemat
menggunakan kayu bakar maka terpaksa .. . terpaksa . . .
ah, tetapi apakah engkau tidak marah atas perbuatanku ini,
engkoh Hok. "Katakan saja, kalau memang untuk menyelamatkan
rakyat, aku tentu tak marah," kata Huru Hara.
"Beberapa hari ini, aku telah mengadakan rundingan
dengan anakbuah pasukan Bon-bin, bagaimana mencari
senjata yang murah, gampang dan dapat mengapokkan
musuh. Akhirnya ada. Anak2 itu setiap hari rajin
mengumpulkan kotoran . . orang. Mereka menganjurkan,
setiap penduduk kalau buang kotoran supaya ditempatkan
dalam kaleng. Nah, dengan kaleng2 berisi kotor itu, kami
lontarkan kepada musuh yang hendak memanjat tembok
kota. Hasilnya, mereka lari terbirit- birit ......"
Huru Hara melongo. -oo0dw0ooJILID 42 Kutu busuk Memang apa yang dilakukan Ah Liong dan kawankawannya
itu kurang senonoh. Masakan kotoran orang, air
panas, semut, tawon, digunakan dalam peperangan.
Tetapi peperangan itu sendiri memang sudah merupakan
gelanggang pertarungan nyawa. Orang tak menghiraukan
nyawa dan membunuh lawan Perang itu kejam ! Tetapi perang itu ada dua. perang untuk menjajah lain
negara dan perang untuk membela negara. Sifat perang
tergantung dari tujuannya. Kejam atau tidak, pun
tergantung dari sifat perang itu.
Akhirnya Huru Hara dapat menerima apa yang
dilakukan Ah Liong. Yang penting Ah Liong dan pasukan
anak2 itu telah dapat menyelamatkan rakyat Yang-ciu,
dapat memukul mundur musuh yang hendak menyerbu
masuk kedalam kota. Cara apapun, tidak menjadi soal.
Maklum mereka adalah anak2 yang bengal, Mereka
menggunakan cara manurut alam pikiran mereka.
"Baik, Ah Liong, ajak kawan-kawanmu untuk
memperkuat penjagaan. Siapa tahu mereka akan menyerbu
lagi," kata Huru Hara.
Kemudian dia sendiri lalu mencari Bok Lim. Ia hendak
meminta pertanggungan jawab kepada pimpinan pasukan
pertahanan kota Yan-ciu itu.
Dia menemukan Bok Lim berada dalam markas.
Langsung Huru Hara bertanya, "Bok ciangkun, kemana
saja engkau tadi waktu pasukan musuh menyerbu kedalam
kota ?" "Aku bergegas ke markas untuk memberi perintah
kepada kelompok2 pasukan kita supaya keluar
menghancurkan musuh," sahut Bok Lim.
"Memberi perintah ?" ulang Huru Hara.
"Ya, kenapa ?" "Baru ciangkun memberi perintah setelah musuh sudah
menyerbu masuk ?" "Apakah harus dibiarkan saja musuh itu ?" balas Bok
Lim dengan nada mengejek.
"Pertanyaan itu ciangkun sendiri yang harus menjawab
dan memang justeru aku hendak meminta jawaban
ciangkun tentang pertanyaan itu," kata Huru Hara dengan
tajam. "Apa maksudmu ?"
"Mengapa ciangkun membiarkan saja musuh masuk
kedalam kota dan menimbulkan kerugian kepada prajurit
dan rakyat kita ?" "Apa katamu ?" teriak Bok Lim.
"Ciangkun mengatakan kalau sudah mempersiapkan
segala sesuatu untuk melaksanakan siasat ciangkun
"memancing musuh masuk kedalam sarang." Tetapi waktu
musuh sudah masuk, ciangkun berada di markas dan baru
hendak memanggil pasukan untuk menyergap mereka. Jelas
dengan begitu ciangkun belum punya persiapan apa2 atau
memang tidak siap !"
Merah muka Bok Lim mendengar kata2 itu.
"Aku adalah pimpinan pasukan Yang-ciu. Akulah yang
berkuasa untuk melakukan segala tindakan yang kuanggap
baik untuk keselamatan rakyat."
"Tetapi kenyataan berbicara lain . . . ."
"Huru Hara," sahut Bok Lim dengan keras, "saat ini
sedang dalam peperangan dimana hukum perang tetap
berlaku. Barangsiapa berani menentang pimpinan, akan
kujatuhi hukuman mati."
"Baiklah," kata Huru Hara terus melangkah keluar. Dia
terpaksa harus menekan kemarahannya. Ia tahu apabila ia
sampai tak dapat menahan emosinya, tentulah Bok Lim
sudah ia pelintir lehernya. Tetapi ia tak mau menimbulkan
kekacauan karena hanya menguntungkan lawan saja.
"Aku harus lekas menemui Su tayjin agar keadaan disini
lekas2 dapat diatasi. Kalau terlambat, kemungkinan akan
terjadi sesuatu yang tidak diinginkan." pikirnya.
Tetapi diapun menimang. Kalau dia pergi, siapakah yang
akan mengawasi gerak gerik Bok Lim " Tiba2 ia teringat
akan Ah Liong. Ya, hanya anak bengal itu rasanya yang
dapat ia serahi tugas untuk mengawasi Bok Lim.
Ketika ia menuju ke tembok kota, ia melihat berpuluh
orang sedang berkerumun di sebuah tanah kosong. Huru
Hara cepat menghampiri, ternyata orang2 itu sedang
melihat orang berkelahi. Dan yang berkelahi tak lain adalah
Ah Liong lawan beberapa prajurit Beng.
Huru Hara tak mau lekas2 campur tangan. Ia mendekati
seorang penduduk dan bertanya mengapa sampai terjadi
perkelahian itu.' "Prajurit2 itu hendak menangkap engkoh kecil dan
kawan-kawannya. Engkoh kecil itu tak merasa bersalah dan
melawan. Ya, memang kami tahu engkoh kecil dan kawankawannya
itu tidak berbuat apa2. Malah merekalah yang
dapat mengusir musuh dari kota ini."
Huru Hara langsung menghentikan mereka. "Mengapa
kalian hendak menangkap anak2 ini ?" tegurnya kepada
kawanan prajurit itu. "Kami mendapat perintah dari Bok ciangkun supaya
menangkap anak2 ini."
"Gila !" bentak Huru Hara, "apa salah mereka ?"
"Menurut Bok ciangkun, pasukan anak2 itu telah
dilarang, mengapa sekarang berani muncul ?"
"Hm, Bok Lim semakin mencurigakan," dengus Huru
Hara, "baik, silakan menangkap kalau kalian mampu."
Prajurit2 itu melongo. Tetapi tiba2 mereka terkejut dan
cepat2 mendekap celananya.
Huru Hara melihat Ah Liong bergerak seperti setan,
melesat kian kemari di belakang kawanan prajurit itu dan
akhirnya berdiri di hadapan naeka, bercekak pinggang,
"Hayo, kalau kalian mampu, tangkaplah aku !"
Aneh, apabila tadi kawanan prajurit itu begitu garang,
sekarang mereka seperti orang dicekik setan. Wajah tegang.
tangan mendekap pinggang celana. Ada seorang prajurit
yang tak menghiraukan apa2. dia terus maju tetapi malah
mendapat hadiah tamparan oleh Ah Liong.
"Huh," kali ini prajurit itu tak berani melepaskan
celananya lagi. Kalau tadi hanya tali celana-dalamnya yang
putus, sekarang celana seragamnya yang putus talinya.
Prajurit itu tak dapat bertingkah lagi, karena takut akan
ditempeleng Ah Liong, dia terus lari. Kawan-kawannya pun
mengikuti. Mereka tak peduli akan tertawa orang2 yang
menyaksikan bagaimana sambil berlari mereka masih
memegang pinggang celana yang putus talinya.
"Bagus, Ah Liong," seru Huru Hara, "bukankah karena
mereka itu prajurit kita sendiri maka engkau tak mau
melukai mereka ?" "Ya," Ah Liong mengangguk.
"Ah Liong," kata Huru Hara, "Bok Lim kain jelas
mencurigakan. Aku harus lekas2 menemui Su tayjin ke
Kimleng. Selama aku pergi, kau kutugaskan untuk
mengamat amati sepak terjang Bok Lim. Bertindaklah yang
bijaksana. Jangan sampai engkau dan kawan2mu ditangkap
mereka. Tetapi apabila mereka sampai melakukan tindakan
yang berhianat, jangan sungkan lagi, tumpaslah mereka !
Segala resiko akulah yang tanggung !"
"Baik, engkoh Hok," sahut Ah Liong.
Huru Hara terus berangkat menuju ke Kimleng untuk
menghadap Su tayjin. Tiba di luar kota Kim-leng keadaan sudah gawat sekali.
Kota itu sedah diserang besar-besar oleh pasukan Ceng.
Huru Hara nekad masuk menerobos kadalam kota. Dia
langsung mencari Su tayjin. Ketika masuk kedalam markas,
dia terkejut melihat pemandangan yang berlangsung
diruang besar. Su tayjin sedang dihadap beberapa perwira. Rupanya
sedang membicarakan soal penting. Sedang di pintu kota
pertempuran sudah berkobar besar-besaran.
Huru Hara menyelinap secara diam2 sehingga tak
menarik perhatian para hadirin.
"Go ciangkun, keadaan sudah gawat sekali, kita harus
mengeluarkan perintah untuk menyelamatkan rakyat dan
pasukan kita," kedengaran Su tayjin berkata.
Yang disebut Go ciangkun atau jenderal Go bernama Go
Kui, pimpinan pertahanan kota Im-leng.
"Su tayjin, idzinkanlah hamba mengajukan pendapat,"
kata pimpinan militer di Kim-leng itu.
"Silakan." "Rupanya Kim-leng sudah tak dapat dipertahankan lagi,"
kata Go ciangkun, "musuh terlalu kuat dan kita serba
kekurangan. Kurang makan dan kurang senjata."
"Ya, memang," kata Su tayjin, "sudah kulaporkan ke


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kotaraja untuk meminta bantuan, tatapi seri baginda
menolak." "Jika demikian," kata Go ciangkun, "rupanya baginda
sudah tak menghiraukan lagi nasib rakyat Kim-leng. Maka
kita pun harus berusaha untuk menolong mereka, tayjin."
"Ya, memang begitu."
"Cara menolong tak lain ..... yah, apa yang dapat
kuhaturkan kecuali kenyataan yang didepan mata. Musuh
sudah menyerang. Besok atau lusa, kota ini tentu sudah
jatuh." Su tayjin menghela napas.
"Hamba mohon petunjuk Su tayjin." kata pimpinan
pertahanan kota Kim-leng itu.
"Kurasa," kata Su tayjin, "tiada lain jalan kecuali kita
harus menarik mundur pasukan untuk menggabung dengan
pasukan di Yang-ciu."
"Tetapi tayjin," sanggah Go ciangkun, "bagaimana
dengan rakyat Kim-leng " Mereka telah membantu kita
dengan harta benda dan tenaga. Kalau sekarang kita
tinggalkan mereka begitu saja, tidakkah kita ini akan
dianggap boceng oleh rakyat ?"
Kembali mentri Su Go Hwat menghela napas.
"Tayjin, mohon tayjin memperkenankan hamba Leng
Bu, menghaturkan pendapat." tiba2 seorang perwira
membuka suara. Dia seorang perwira yang menjadi wakil pimpinan,
pasukan Kim-leng. Mentri Su Go Hwat mempersilakan dia
bicara. "Kalau kita mengajak rakyat untuk mengungsi King-ciu,
jelas tentu akan tidak menguntungkan. Kalau musuh
mengejar, tentulah rakyat akan menjadi korban."
"Ya, lalu ?" tanya Su tayjin.
"Satu-satunya jalan demi kepentingan rakyat, biarlah
mereka tinggal di Kim- leng saja."
"Tidakkah mereka akan menjadi korban keganasan
musuh ?" "Tidak," sahut Leng Bu, asal kita menyambut musuh
dengan baik." "Apa maksudmu " Menyerah ?" mentri Su kejut.
'Demi keselamatan rakyat, kita terpaksa harus
mengorbankan perasaan. Dan lagi mengapa kita harus
mengorbankan banyak jiwa kalau toh seri baginda sudah
tak menghiraukan nasib kita ?"
Suara Leng Bu yang lantang itu mendapat suara
dukungan dari beberapa perwira.
"Go ciangkun, bagaimana pendapatmu ?" tanya mentri
Su kepada Go Kui. "Jika harus memilih antara perasaan dengan kenyataan,
aku akan memilih kenyataan. Jika disuruh memilih antara
setya kepada raja dengan kepentingan jiwa rakyat, aku akan
memilih yang belakangan, tayjin," jawab Go ciangkun.
"Benar tayjin, kami sekalian memang terpaksa harus
melihat kenyataan. Kami terpaksa menyerah demi
menyelamatkan rakyat Kim-leng yang sudah terlalu lama
menderita," seru deretan perwira.
Huru Hera terkejut. Ia heran, sedang di pintu kota
sedang berlangsung bertempuran sengit mengapa
komandan Go Kui dan para perwira malah menghadap Su
tayjin. Apakah memang mereka membiarkan pasukan
musuh supaya masuk dan sekarang menekan kepada Su
tayjin supaya suka menyerah saja " Pikir Huru Hara.
"Ketahuilah," seru mentri Su dengan nada yang penuh
wibawa, "jika mengandung maksud menyerah kepada
musuh, perlu apa aku harus susah payah datang ke Kimleng
untuk mengatur penjagaan " Terus terang, panglima
Torgun telah mengirim surat kepadaku, minta supaya aku
bekerja kepadanya, Kalau aku menerima, aku akan diberi
kedudukan tinggi. Tetapi aku tak mau. Aku rela
mengorbankan diri dan segala apa demi membela tanah- air
yang kita cintai ini. Rakyat menderita" Memang
peperangan menuntut segala penderitaan dan pengorbanan.
Dalam peperangan ini tak ada orang yang tak menderita !"
"Ada !" teriak Lang Bu dengan nyaring.
"Siapa ?" "Raja dan para mentri terutama Ma Su Ing !"
"Negara ini bukan milik mereka tetapi milik kita, rakyat
semua," sahut mentri Su.
"Benar, mengapa kita harus tunduk pada mereka?"
sambut Leng Bu dengan nada yang berani, mereka tak mau
tahu keadaan kita, bahkan tay-jin minta bantuanpun tidak
digubris. Perlu apa kita harus menghiraukan mereka. Kita
perlu menyelamatkan diri dan rakyat Kim-leng."
"Tidak ! Peperangan ini harus tetap langsung sampai
musuh kita usir dari tanah kita. Apabila Kim-Leng jatuh,
masih ada Yang-ciu, Yang-ciu jatuh masih ada Han-kow
dan Lamkia. Kalau kotaraja Lamkia jatuh, kita masih dapat
menyingkir ke daerah selatan untuk melanjutkan
peperangan." "Tetapi rakyat akan menderita sekali !"
"Semua orang akan menderita. Dan ini memang tiba
saatnya kita harus memberikan pengorbanan kepada
negara." "Tetapi ".."
"Apakah engkau hendak menyerah ?"
"Ya," sekonyong-konyong Leng Bu memberi pernyataan
dengan mantap. "Tangkap penghianat itu !" teriak mentri Su dengan
marah. Tetapi tak seorangpun perwira dan prajurit bergerak
untuk melakukan perintahnya.
"Go ciangkun, tangkaplah perwira itu!" mentri Su
mengulangi perintahnya kepada Go Kui.
Go Kui gelengkan kepala, "Aku tak dapat berbuat apa2,
tayjin. Mereka sudah kompak mengambil keputusan."
"0, engkau juga menyetujui ?"
"Aku harus menurut pada kehendak anakbuahku, Tanpa
mereka akupun tak dapat berbuat apa2 !"
Mentri Su Go Hwat merah padam menahan
kemarahannya. Ia tak menduga bahwa di Kim-leng telah
terjadi komplotan untuk menyerahkan kota itu kepada
musuh. Tiba2 pula Leng Bu berbangkit dari tempat duduk dan
mengeluarkan secarik kertas lalu kehadapan mentri Su, "Su
tayjin, keadaan sudah mendesak. Tiada lain pilihan lagi
bagi kami kecuali akan minta tayjin untuk menanda tangani
genjatan perang dan berunding dengan musuh."
Su Go Hwat tak mau menerima, "Aku tidak mau
menyerah mengapa harus menanda-tangani surat itu "
Kalian sendiri sajalah kalau mau menanda tangani."
"Tayjin adalah mentri pertahanan. Tanda tangan tayjin
akan mendapat kepercayaan penuh dari panglima pasukan
Ceng. Hamba mohon tayjin suka menanda-tangani"
"Tidak !" teriak mentri Su.
"Ah, hamba mohon jangan sampai keadaan menjadi
kurang enak dimana seorang mentri akan didaulat oleh para
perwira," kata Leng Bu.
"Apa " Engkau hendak memaksa aku ?"
"Hamba tidak berani berlaku kurang adat terhadap tayjin
peribadi. Tetapi keadaan memaksa hamba harus melakukan
kewajiban demi menyelamatkan rakyat Kim-leng."
"Jahanam, engkau berani memaksa aku !" mentri Su
menuding perwira Leng Bu.
"Kewajiban tayjin yang memaksa hamba harus berbuat
begitu," kata Leng Bu sembari maju mendekat. Dia
memang hendak menekan Su Go Hwat membubuhi tanda
tangan. Tetapi pada saat dia hendak ulurkan tangan untuk
menyambar tangan mentri Su, sekonyong-konyong
terdengartah suara teriakan yang menggeledek, "Hai,
jangan kurang ajar, engkau perwira hianat!"
Pada saat sekalian perwira terbeliak, sesosok tubuh
melayang ke tengah ruangan dan dengan cepat
menghantam Leng Bu. Tetapi Leng Bu juga cukup siaga.
Dengan gesit dia menyelinap ke belakang mentri Su dan
mencengkeram bahu mentri itu.
"Kalau engkau berani bergerak. Su tayjin pasti akan
kubunuh !" seru Leng Bu.
Yang muncul diruangan itu adalah Huru Hara.
Dia terkejut menyaksikan tindakan Leng Bu yang tak
diduganya itu. Dilihatnya Leng Bu memang tidak
menggertak kosong tetapi dia sudah melekatkan ujung
belati ke punggung mentri Su Go Hwat.
Melihat kehadiran Huru Hara, mentri Su terkejut. Cepat
la berseru, "Loan Thian Te, terus hajarlah mereka, jangan
hiraukan aku !" Huru Hara tertegun. Kalau dia nekad mengamuk
tentulah Su tayjin terancam jiwanya.
"Hai, perwira, kalau engkau berani mengganggu
selembar rambut saja dari Su tajin, engkau tentu akan
kucincang !" ia memberi peringatan tajam kepada Leng Bu.
Lang Bu tertawa mengejek.
"Go ciangkun, kalau kalian hendak menyerah, silakan
saja. Tetapi lepaskan Su tayjin," seru Huru Hara.
Go Kui gelengkan kepala, "Musuh menghendaki agar Su
tayjin juga ikut membububi tanda tangan !"
"Go ciangkun, Su tayjin adalah seorang mentri yang
setya dan jujur. Telah banyak peugorbanan dan pengabdian
beliau kepada rakyat dan negara. Mengapa kalian sampai
hati hendak melukai perasaannya " Begitukah balas kalian
terhadap mentri yang kita hormati itu ?"
Sekalian perwira terkesiap.
Akhirnya. ada seorang perwira yang buka suara, "Bukan
kami tak tahu membalas budi Su tayjin, tetapi kenyataan
memang memaksa kami harus begini. Pasukan Ceng dalam
jumlah besar sudah berada diambang pintu kota, kalau kita
nekad hertempur, jelas akan kalah. Dan akibatnya apabila
kota ini diduduki musuh, rakyat pasti akan menderita.
Tetapi kalau kita menyerah, rakyat tentu takkan menderita
terlalu besar." "Hm," desuh Huru Hara.
"Benar," seru seorang perwira lain, "perang akan
berlangsung lama sekali. Bukankah kita masih ada waktu
untuk mengadakan persiapan apabila kita hendak merebut
kembali tanah yang telah direbut musuh " Mengapa kalau
sudah tahu kalah kita masih nekad melawan " Bukankab itu
hanya sia2 saja dan hanya akan menuju ke keancuran ?"
Huru Hara menyahut tenang, "Kalau kalian memang
mempunyai pendirian begitu, silakan. Tetapi mentri Su,
tidak setuju. Kita harus menghormati pendiriannya dan tak
boleh main paksa." "Hm. kalau tanpa tanda tangan Su tayjin musuh mau
menerima, kamipun akan melepaskan Su tayjin, "dengus
Leng Bu," tetapi fihak Ceng tetap menghendaki Su tayjin
ikut membubuhi tanda tangan."
"Jadi kalau begitu kalian tetap hendak maksa Su tayjin ?"
Huru Hara meminta penegasan.
"Apa boleh buat."
"Kalau Su tayjin tak mau ?"
"Kami terpaksa akan memaksa."
"Go ciangkun," kata Huru Hara. "dengan tebusan
apakah maka mau membebaskan Su tayjin."
"Hanya dengan tanda tangannya."
"Selain itu " Dengan uang " Berapa kau hendak minta ?"
Terdengar gemuruh suara tanggapan para perwira itu.
Namun tak ada yang membuka suara.
"Atau dengan adu kepandaian ?"
"Apa maksudmu ?"
"Aku akan maju untuk menghadapi kalian siapapun
juga. Kalau aku kalah, silakan memaksa Su tayjin, aku
takkan menghalangi. Tetapi kalau aku menang, kalian
harus membebaskan Su tayjin."
Terdengar gemuruh suara para perwira menyambut
pernyataan Huru Hara. Belum tantangan Huru Hara itu dibicarakan oleh Go
ciangkun dengan para perwira anakbuahnya, tiba2
masuklah seorang prajurit menghadap. Dia terkejut ketika
melihat pemandangan yang terjadi dalam ruang itu.
"Mau apa !" bentak Go ciangkun. "Pasukan Ceng sudah
membobolkan pertahanan pintu kota dan prajurit2 kita
mundur dengan meninggalkan banyak korban. Rakyat
bingung dan kacau tak keruan, ciangkun," kata prajurit itu.
"Lekas, Leng hiante," seru Go ciangkun ke arah Leng
Bu. Maksudnya suruh Leng Bu lekas memaksa 'mentri Su
Go Hwat menanda-tangani. Leng Bu pun bertindak. Tetapi dimeja itu ternyata tak
ada alat tulis. Dia segera suruh seorang prajurit untuk
mengambil ke dalam. Tak berapa lama, yang muncul bukan prajurit tadi
melainkan seorang pelayan lelaki tua. Dia adalah bujang
yang melayani mentri Su selama berada di Kim-leng.
Bujang tua itu terkejut ketika melihat Su tayjin dikuasai
Leng Bu. Tetapi dia tetap tenang. Sesudah meletakkan
prabot tulis, dia mengambil bak (tinta) dan mulai
menggosok pada batu. Memang kala itu, apa yang disebut alas tulis terdiri dari
tiga benda. Batu tempat penggosok bak dan tempat cairan
bak atau tinta. Dua, bak dan ketiga adalah pit (pena). Setiap
kali hendak nulis, lebih dulu harus membuat tinta dengan
jalan menuangkan sedikit air pada batu lalu bak digosokan
pada permukaan batu itu dan terjadilah suatu cairan hitam
dari bak. "Huh ..... ," tiba2 bujang itu bcrseru kaget karena bak
yang dipegang ditangannya mencelat jatuh ketanah. Diapun
lalu membungkuk untuk menjemput.
"Aduhhhh?"" tiba2 Leng Bu menjerit kaget dan
berjingkrak seraya lepaskan cengkeramannya pada bahu Su
tayjin. "Engkau gila ! Mengapa menggigit kakiku!" teriak Leng
Bu seraya menghantam pelayan yang masih mendekap kaki
Leng Bu dan menggigitnya tak mau lepas,


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Saat itu tak disia-siakan Huru Hara, meloncat dia sudah
tiba di dekat Su tayjin lalu cepat menarik mentri itu
kebelakangnya. "Bangsat, engkau hendak mencelakai aku!" teriak Leng
Bu seraya ayunkan belatinya menghunjam ke punggung
pelayan tua. Tetapi sebelum belati meluncur turun, dia
sudah menjerit sekeras-kerasnya. Huru Hara sudah
mendahului menghantam kepalanya, Seketika itu Leng Bu
mencelat. "Lopeh, lekas bangun," seru Huru Hara seraya
mengangkat tubuh pelayan tua.
Dia mencabut pedang Thiat-cek-kiam (pedang magnit)
dan berseru garang, "Hayo, kalau kau berani mengganggu
Su tayjin, tentu akan ku cincang !"
Sambil memimpin tangan Su tayjin dan diikuti oleh
pelayan tua tadi, Huru Hara menuju ke dalam ruang.
"Lopeh, mana pintu belakang ?" tanyanya kepada
pelayan tua. Dia minta agar pelayan tua menunjukkan
pintu belakang. Dari situ mereka harus menuju ke istal
kuda. "Tayjin. apakah tayjin dapat naik kuda ?" tanyanya
kepada mentri Su. "Ya," sahut Su tayjin.
"Dan engkau bagaimana lopeh ?"
"Aku .. .. aku tak pernah naik kuda."
"Jika begitu, biarlah Su tayjin naik seekor sendirian dan
engkau lopeh. membonceng dibelakangku."
"Jangan," cegah Su tayjin, "biarlah Kwik-Hong ini
berboncengan dengan aku. Jika engkau seorang diri tentu
engkau dapat bergerak leluasa untuk menghalau apabila
prajurit2 hendak menghadang dan menyerang kita."
"Baik, tayjin," sahut Huru Hara. Singkatnya tayjin dan
bujang yang bernama Kwik Hong naik seekor kuda dan
Huru Hara naik kuda sendiri.
Segera keduanya mengeprak kuda menuju pintu kota
selatan. Pintu kota terbentang lehar dan saat itu beratusratus
penduduk sedang berbondong-bondong membawa
keluarnya untuk meninggalkan kota Kim leng.
"Loan Thian Te, biarkan rakyat itu keluar dulu, baru
kita," kata Su tayjin.
Huru Hara terkesiap, Ia kuatir akan keselamatan Su
tayjin tetapi ia tahu bahwa Su tayjin itu memang berwatak
aneh dan keras. Dan dia selalu memikirkan kepentingan
rakyat lebih dulu. Sebenarnya kalau rakyat disuruh minggir dulu untuk
memberi jalan kepada Su tayjin, tentu takkan terjadi suatu
peristiwa apa2. Tetapi kalau tayjin yang menanti sampai
rakyat sudah keluar semua, tentu akan memakan waktu
lama. Kemungkinan prajurit musuh atau bahkan perwira
berhianat itu akan melakukan pengejaran untuk menangkap
Su tayjin. "Tayjin, tetapi tidakkah berbahaya bagi tayjin apabila
kita harus menunggu terlalu lama sini ?" katanya.
"Engkau maksudkan para perwira itu akan menangkap
aku?" balas Su tayjin, "kalau memang begitu, silakan saja.
Tetapi yang penting biarlah rakyat dapat menyelamatkan
diri lebih dulu." Huru Hara tak dapat membantah. Ia tahu akan adat Su
tayjin. Saat itu masih tak henti-hentinya rakyat mengungsi
keluar dari kota Kim-leng. Mereka sudah merasa dan
membayangkan bagaimana penderitaannya nanti apabila
kota sampai diduduki tentara Ceng.
Sekonyong-konyong dari tengah kota muncul sebuah
barisan yang dipimpin oleh Leng Bu yang diduga Huru
Hara memang benar. Leng Bu hendak mengejar dan
menangkap Su tayjin. "Itu dia Leng Bu hendak menangkap aku," kata Su tayjin
dengan tenang. "Hm," desuh Huru Hara seraya maju menyongsong.
"Mau apa kalian ?" tegurnya dengan geram.
"Tinggalkan Su tayjin," kata Leng Bu.
"Penghianat, jangan banyak mulut !" Huru Hara terus
terjangkan kudanya kepada Leng Bu. Seketika terjadilah
kepanikan dalam barisan prajurit Beng itu.
Huru Hara mengamuk untuk menangkap Leng Bu yang
berusana untuk melawan sembari menghindar kian kemari.
Huru Hara menyambar tombak dari seorang prajurit lalu
ditusukkan kepada Leng Bu.
Leng Bu lari menghindar, "Tangkap dia, lepaskan anak
panah !" perintahnya.
Huru Hara terkejut. Sebenarnya dia hanya mau
menangkap Leng Bu saja. Tetapi karena prajurit Beng itu
sudah mempersiapkan busur, terpaksa dia harus
mendahului. Huru Hara menyerang seraya memutar
tombak untuk menyapu kawanan prajurit itu. Disana sini
terdengar jerit teriakan dari prajurit2 yang roboh.
Kawanan prajurit itu benat2 terkejut menyaksikan
kegagahan Huru Hara. Mereka tak sempat mengambil
anakpanah karena sudah diterjang dan diamuk Huru Hara.
Leng Bu gentar juga menyaksikan keperkasaan Huru
Hara. Dia berusaha untuk menghindar dengan cara
menyelinap diantara anakbuahnya.
Tiba2 kuda Huru Hara berjingkrak dan lonjakkan kedua
kaki depannya seraya meringkik sekeras-kerasnya. Kuda itu
seperti menderita kesakitan. Ketika berpaling untuk
memeriksa, Huru Hara melihat pantat kudanya tertancap
sebatang anak panah. Dan secepat itu pula ia dapat
menangkap bahwa yang mencelakai kudanya itu
adalah.Leng Bu. Setelah berhasil mengamankan diri diantara
anakbuahnya, Leng Bu meminta busur dan sebatang
anakpanah dari seorang prajurit lalu dibidikkan kearah
Huru Hara. Maksudnya hendak ditujukan pada Huru Hara.
Tetapi pada saat arah kudanya ke samping. Dia terhindar
dari anakpanah tetapi kudanya kena.
Huru Hara marah sekali. Dia loncat melayang turun dan
membiarkan kuda itu lari untuk menyelamatkan diri.
Kawanan prajurit yang melindungi Leng Bu terkejut
ketika melihat Huru Hara melayang seperti seekor burung
rajawali. Sebelum tiba di tanah, ia sudah lontarkan
tombaknya. Ternyata ketika melihat Huru Hara melayang kearah
tempatnya, Leng Bu berusaha untuk meloloskan diri. Tetapi
Huru Hara tahu dan mendahului melemparkan tombak.
Terpaksa Leng Bu menangkis dengan pcdang.
"Uh ..... " Leng Bu menjerit. Ia merasakan tombak itu
luar biasa cepat dan kuatnya sehingga ia tak kuat
menangkis. Ujung tombak langsung menyusup ke dada dan
tembus sampai punggung. Seketika tamatlah riwayat Leng
Bu. Melihat pimpinannya mati, kawanan prajurit itu panik
dan bubar, Huru Hara tak mau mengejar melainkan lari
menghampiri ke tempat Su Go Hwat.
Ia tahu saat itu masih ada penduduk yang akan lewat di
pintu kota untuk mengungsi. Kalau bilang, tentu Su tayjin
tak mau. Maka dia menyelimpat ke belakang kuda Su tayjin
dan terus menampar pantat kuda itu sekeras-keras. Kuda
terkejut lalu mencongklang keras membawa Su tayjin dan
bujang Kwik Hong. Su tayjin juga terkejut dan tak mampu
mengendalikan kudanya lagi.
Melihat seekor kuda lari menerobos keluar pintu kota,
terpaksa beberapa puluh penduduk itu menyisih kesamping
membuka jalan. Kudapun melesat bagai anakpanah terlepas
dari busur. Huru Hara juga lari menyusul.
Mentri Su tahu apa yang dilakukan Huru Hara. Dalam
keadaan panik seperti saat itu memang tak perlu harus salah
menialahkan. Masing2 mempunyai pendirian yang
dianggap benar. Huru Hara memang merasa mempunyai
kewajiban untuk menyelamatkan Su tayjin.
Lebih kurang sepuluhan li jauhnya, baru kuda yang
dinaiki mentri Su dan bujang Kwik Hong itu mengendorkan
langkah. Su tayjin menghentikannya.
"Tayjin, mengapa berhenti?" tanya Kwik Hong.
"Kita tunggu Loan Thian Te."
Keduanya turun dari kuda dan beristirahat ditepi jalan.
Tak berapa lama tampak berbondong-bondong penduduk
yang mengungsi dari kota Kim-leng tiba ditempat Su tayjin
beristirahat. Begitu melihat mentri Su, mereka segera
menghampiri memberi hormat.
Mentri Su terharu melihat kesetyaan penduduk itu. Ia
meminta maaf karena tak dapat melindungi mereka.
"Ah, kami tahu tayjin bahwa Gak ciangkun telah
berkomplot dengan musuh. Kamilah yang menyesal
mengapa tak dapat menyelamatkan tayjin," kata beberapa
penduduk. Atas pertanyaan mantri Su, para penduduk mengatakan
bahwa mereka hendak mengungsi ke daerah pedalaman di
gunung yang jauh dari peperangan, "Entah dimana kami
belum tahu kami hendak mencari gunung yang sepi."
Mentri Su tahu bahwa bagi rakyat pada umumnya
memang hanya mengutamakan keselamatan dan
ketenangan. Dalam hal membela tanah air mereka memang
belum memiliki kesadaran yang tinggi. Su tayjin tak dapat
menyesali mereka. Bahkan dia merasa iba melihat
penderiraan yang dialami para penduduk itu.
Tak berapa lama muncullah Huru Hara. Dia gembira
melihat Su tayjin dan Kwik Hong tak kurang suatu apa.
"Tayjin, mengapa tayji tak melanjutkan perjalanan ?"
tanya Huru Hara. "Aku menunggumu, Loan Thian Te," kata Su tayjin,
"bagaimana keadaan - dalam kota Kim-leng pada saat
engkau meninggalkannya ?"
"Tayjin, perlawanan pasukan Beng mulai lemah.
Kemungkinan besar Kim-leng tentu jatuh ke tangan musuh.
Go ciangkun dan para perwira diam2 memang sudah
berkomplot untuk menyerah."
"Ya, ini memang menyedihkan sekali," Su tayjin
menghela napas, "bukan karena pasukan kita tak dapat
menghadapi musuh tetapi dalam tubun kita memang sudah
dihinggapi penyakit. Kepercayaan diri dan kesetyaan pada
negara dari para jenderal dan perwira pasukan Beng, makin
merosot. Ah, nasib kerajaan Bang memang suram
sekali?"".."
"Ya, memang," Huru Hara juga menghela napas,
"memang kerajaan Beng sudah ibarat orang yang sakit
parah. Diluar tampak kokoh tetapi didalam sudah lapuk.
Tay-haksu Ma Su Ing adalah kutu besar yang menggerogoti
kerajaan. Para panglima daerahpun lalu meniru dan
berlomba-lomba merebut kekuasaan didaerahnya. Dan ada
yang mencari selamat, menyerah pada musuh. Tay-jin
bagaimana daya kita ?"
"Loan Thian Te," kata mentri Su dengan nada tegas,"
pengabdian itu memang suatu pengorbanan. Kita tahu
bahwa dalam peperangan ini tipis sekali harapan kita untuk
menang. Tetapi jangan menghiraukan soal menang atau
kalah. Yang penting kita harus menunaikan kewajiban kita
untuk membela negara. Aku hendak ke Yang-ciu untuk
memperkuat kota itu. Kalau Yang-ciu pecah, kotaraja tentu
tak dapat diselamatkan lagi."
Tergerak hati Huru Hara mendengar kata-kata yang
bersemangat dari mentri Su. Pendirian mentri itu memang
sesuai dengan jiwa Huru Hara.
"Lalu bagaimana dengan penduduk mengungsi ini, tayjin
?" tanya Huru Hara. "Jika mengajak mereka ke Yang-ciu tentu akan
menimbulkan beban penderitaan mereka rakyat Yang-ciu.
Kurasa," mentri itu berpaling kepada Kwik Hong, "Kwik
Hong, mengapa engkau menggigit kaki Leng Bu ?"
'Agar dia membebaskan tayjin," sahut bujang tua itu.
"Mengapa engkau hendak menolong aku ?" tanya mentri
Su pula. "Tayjin," kata bujang tua Kwik Hong, "sayang aku hanya
seorang bujang dan sudah tua pula. Namun dengan
kemampuan yang ada, aku rela mengorbankan jiwaku demi
mengabdi kepada tayjin. Oleh karena itu waktu melihat
Leng Bu menguasai tayjin, aku segera mencari akal untuk
menyelamatkan tayjin."
Mentri Su Go Hwat mengangguk, "Terima kasih Kwik
Hong. Kelak apabila aku masih hidup dan jaman sudah
aman, budi pertolonganmu tentu akan kubalas."
"Ah, janganlah tayjin mengucap begitu," kata Kwik
Hong, "karena apa yang hamba lakukan itu masih jauh dari
keinginan hati hamba dalam mengabdi kepada tayjin."
"Baiklah," kata mentri pertahanan Su Go Hwa., "aku
mengabdi kepada negara dan apabila engkau hendak
mengabdi kepadaku, sama artinya pengabdianmu itu adalah
untuk negara. Bukankah demikian Kwik Hong ?"
Kwik Hong mengiakan. "Sekarang aku hendak menugaskan engkau untuk
melakukan suatu pengabdian lagi. Apakah engkau bersedia
?" "Hamba sanggup, tayjin."
"Aku dan Loan Thian Te hendak mempertahankan kota
Yang-ciu. Penduduk Kim-leng harus kita selamatkan. Kalau
kubawa mereka ke Yang-ciu, jelas tentu akan menimbulkan
penderitaan bagi penduduk Yang-ciu dan penduduk Ki leng
Para Ksatria Penjaga Majapahit 14 Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang 11
^