Pencarian

Makam Bunga Mawar 20

Makam Bunga Mawar Karya Opa Bagian 20


balik kembali ke rombongannya.
JILID 21 Tetapi baru saja kaki U-bun Hong menginjak tanah, tampak
majikannya, ialah Pek-kut Thian-kun seperti menunjukkan
sikap marah, hingga diam-diam mengeluh, dan sudah
mendapat firasat tidak baik.
Benar saja, pada saat U-bun Hong belum lagi berdiri tegak,
Pek-kut Thian-kun sudah menggunakan tangan kanan.
menyambut kedatangan budaknya itu dengan serangan yang
dilancarkan dari jarak jauh !
Serangan itu dengan telak mengenai dada U-bun Hong,
hingga budak yang malang itu setelah mengeluarkan suara
jeritan tertahan, tubuhnya terpental balik, melayang setinggi
setombak lebih ditengah udara, mulutnya menyemburkan
darah segar, ketika jatuh di tanah, nyawanya sudah melayang
! Semua orang Ceng-thian-pay yang menyaksikan kejadian
itu pada diam, tiada satupun yang berani membuka suara.
Hee Thian Siang diam-diam juga terkejut menyaksikan
kekuatan tenaga yang sangat hebat dari Pek-kut Thian-kun.
Tiong-sun Hui Kheng tidak menduga bahwa U-bun Hong
dibinasakan sendiri oleh majikannya, maka saat itu alisnya
dikerutkan,dan balik kerombongannya sambil menutup mukanya. ketua partai Bu-tong Hong Hoat cinjin lebih dahulu memuji
nama budha, kemudian berkata kepada Tiong-sun Hui kheng
dengan pujiannya: "Ombak belakang sungai mendorong ombak didepannya,
benar-benar generasi mudah harus menggantikan yang tua.
nona Tiong-sun hanya dalam segebrakan saja sudah berhasil
sudah menjatuhkan lawanmu yang sangat tangguh, benar -
benar tidak kecewa kau menjadi putri seorang jago ternama.
tetapi, ada satu hal yang ingin pinto ingin bertanya pada nona,
dengan bagaimana nona bisa memiliki pelajaran ilmu warisan
Sam ciok Cinjin yang dahulu pernah menggemparkan dunia
persilatan?" Tiong-Sun Hui keng tersenyum, sebelum menjawab, dari
panggung seberang sana sudah terdengar suara pek-kut
Thiau-kun yang berkata: "Hee Thian siang, suhumu Hong-poh Cui kapan akan tiba?"
dengan alis berdiri Hee thian Siang bertanya:
"perlu apa kau tanya suhu?"
"kau setan kecil ini, lidahmu sungguh tajam sekali!
seharusnya kau perlu diberi sedikit pelajaran, tetapi aku
selamanya tidak pernah turun tangan terhadap orang
tingkatan muda, maka itu lantas aku mencari suhumu. . . ."
menjawab Pek-Kut Thian-kun dingin.
belum habis ucapannya, Hee Thian Siang
sudah menyambut: "suhuku justru karena kau iblis tua ini, tidak ingin
menghadiri pertemuan ini!"
Pek kut Thian kun tertawa besar, katanya:
"Hong-poh Cui terkenal sebagai seorang yang paling sulit
dihadapi pada dewasa ini, ternyata juga takut menghadapi aku
Pek-kut Thian-kun!" "Pui! Iblis tua, jangan kau menaruh emas di mukamu
sendiri! Apa kau kira suhuku takut kepadamu " suhu pernah
berkata kepadaku, bahwa seorang yang tidak berarti seperti
Pek-kut sian-mo, semua diangkat menjadi anggota pelindung
hukum dari partai Ceng-thian-pay, maka dalam hari
pertemuan pembukaan partai baru ini, suhu sesungguhnya
tidak ada harganya untuk turut serta menghadiri, suhu minta
kepadaku, mewakili dirinya untuk memberi hajaran kepada
kawanan iblis dan siluman yang tidak tahu diri itu!" berkata
Hee Thian siang dengan ucapnnya yang sangat pedas sekali.
Pek-kut Thian-kun, Pek-kut Ie-su, Pek-kut San-cu tiga iblis
tulang putih itu, ketika mendengar ucapan Hee Thian siang,
semua menjadi merah padam wajahnya.
Hee Thian Siang Berkata Pula sambil tertawa:
"Kalian kawanan iblis jangan penasaran salah satu dari
kalian bertiga, siapa yang berani turun kelapangan, Hee Thian
Siang bersedia melayani sampai seratus jurus!"
Tiong-Sun Seng yang tidak ingin pertandingan baru saja
dimulai, sudah memaksa Pek-Kut Sam-mo turun tangan
sendiri, maka lalu berkata Liong-hui kiam-khek Su-to Wie
sambil tertawa: "Kheng Ji telah berhasil menjatuhkan lawannya dengan
secara gemilang, ini sudah cukup untuk membikin ciut nyali
pihak lawan. Jikalau saudara Su-to ingin menuntut balas sakit
hati bagi susiokmu, sekarang boleh turun kelapangan!"
Su-to Wie selama itu itu, karena tugasnya untuk
membersihkan partainya sendiri Tiam-cong-Pay dan hendak
menuntut sakit hati bagi susioknya, maka selama ini ia terus
bertekun bersama Ca Bu Kao mempelajari ilmunya yang baru
didapatkan sehingga mahir benar-benar, terutama terhadap
pelajaran ilmu silat yang didapatkan dari Hong-tim-ong-kheng
May Ceng Ong, yang telah memberikan kepadanya kekuatan
tenaga yang tidak sedikit.
kini setelah mendengar ucapan Tiong-sun seng yang
memberikan ijin kepadanya untuk turun kegelanggang, maka
ia lantas bangkit dari tempat duduknya, dengan gerakan yang
sangat indah melayang dan turun ketengah lapangan.
Ca Bu Kao yang demikian besar cinta kasihnya terhadap
Su-to Wie, ketika melihat kekasihnya itu sudah turun
kegelanggang, ia juga berjalan mengikuti dan berdiri dibawah
mulut gunung, untuk menjaga-jaga dari segala kemungkinan.
Su-to Wie berdiri ditengah lapangan, setelah memberi
hormat kepada pihak tuan rumah, lalu berkata dengan suara
lantang: "kedatangan Su-to Wie ketempat ini, hanya khusus hendak
meminta pertanggung jawaban kepada orang-orang yang
secara lancang membubarkan partai Thiam-cong dan
membinasakan Koan susiok secara keji. kuminta dengan
sangat supaya orang-orang yang berkepentingan segera turun
kegelanggang untuk memberi jawaban dan keadilan!"
begitu melihat Su-to Wie berada ditengah lapangan dan
mengutarakan maksudnya, Thiat-koan totiang yang merasa
bersalah dalam hal itu, sesaat alisnya dikerutkan tidak berani
menjawab, sementara itu Su-to kheng sendiri, entah bagaiman
saat itu juga merasa gentar, maka akhirnya Lui-hoa yang
bertindak dan turun kelapangan.
Su-to Wie ketika melihat Lui-hoa yang turun kegelanggang,
segera memberi hormat kepadanya, kemudian berkata
dengan sungguh-sungguh; "Lui-ci suheng, meskipun tidak bisa menjaga baik-baik
dirimu sendiri, tetapi kau hanya terpikat oleh orang lain, masih
bukan orang yang jahat betul-betul, kau kuanggap pengikut
saja. Oleh Karenanya, maka Su-to Wie memberi kesempatan
kepadamu untuk Ji suheng berpikir masak-masak, orang yang
lebih dulu kucari ialah orang yang menganiaya Koan susiok
orang itu adalah Su-to Kheng!"
Lui Hoa yang mendengar ucapan Su-to Wie demikian,
dalam hati juga merasa tidak enak, selagi berpikir bagaimana
harus menjawab, sesosok bayangan orang sudah melayang
turun kesampingnya. Orang itu adlah Su-to Kheng sendiri yang disebut namanya
oleh Su-to Wie, ia merasa malu apabila tidak turun
kelapangan untuk menghadapinya sendiri. Ia minta Tho-hwa
Nio-cu Kia Liu Hiang, untuk membantu melindungi diluar
lapangan, barulah ia terjun kedalam kelapangan.
Lui Hoa ketika melihat Su-to Kheng datang sendiri, sudah
tentu segera mengundurkan diri dan balik kedalam
rombongannya sendiri. Dengan sinar matanya yang tajam Su-to Wie menatap
wajah Su-to Kheng, kemudian berkata dengan nada suara
dingin: "Dahulu didalam kuil Pho-hi To-kwan dengan pedangku
Pek-liong-kiam aku sudah akan menembusi tenggorakanmu,
waktu itu aku batal mengambil jiwamu, oleh karena mengingat
tali persaudaraan kita. tetapi sejak saat itu hubungan saudara
kita telah putus, dan kini, kita bicara soal keadilan, tidak lagi
aku pandang hubungan pribadi. Perbutan terhadap Koan
Susiok itu merupakan suatu dosa sangat besar terhadap
orang angkatan tua, sekarang seharusnya kau membuat
perhitungan denganku!"
Su-to Kheng juga merasa bersalah, sudah tentu tidak
berani menjawab. maka ia diam saja, tangannya menghunus
pedang Pek-liong-kiamnya, lebih dahulu mendongakkan
kepala dan mendokan kepada susiok-susioknya.
"Koan susiok yang dialam baka, siautit Su-to Wie hendak
menuntut balas sakit hati untuk susiok!"
Begitu ucapan sakit hati baru habis diucapkan, Su-to Kheng
lebih dahulu sudah menggerakkan pedangnya melancarkan
serangannya dengan gerakannya yang sangat ampuh,
Dari Hembusan angin yang keluar dari pedang Su-to
Kheng, Su-to Wie sudah tahu bahwa sejak kekalahannya di
kuil Pho-hi Tokoan dahulu, rupanya Su-to Kheng juga
memperdalam latihannya, hingga kekuatan tenaga dalamnya
dan gerakan pedangnya, semua mendapat kemajuan tidak
sedikit. Dalam pertempuran itu, bukan saja hendak menuntut balas
sakit hati Koan Sam Pek, tetapi juga ada hubungannya
dengan hidup matinya partai Tiam-cong. sudah tentu Su-to
Wie tidak akan berlaku ayal. pedang pek-liong-kiam
ditangannya diputar, untuk menangkis serangan hebat Su-to
Kheng tapi, bahkan ia balas menyerang dengan gerak tipu
dari golongan Thiam-cong juga.
Dua orang itu begitu bertanding, semua menggunakan ilmu
pedang dari satu aliran, kekuatan tenaga mereka agaknya
juga berimbang, maka dalam waktu dua tiga puluh jurus,
masih belum tertampak sedikit gambaranpun juga.
Akan tetapi Su-to Wie yang turun kegelanggang dengan
alasan yang sangat kuat. apalagi pedang yang digunakan
adalah pedang pusaka Pek-liong-kiam peninggalan Koan Sam
Pek, maka sebelum mengeluarkan gerak tipunya yang ampuh,
perlahan-lahan sudah dapat dapat menduduki posisi diatas
angin. Tho-ko Niocu Kie Lie Hiang dapat lihat gelagat tidak baik,
wajahnya menunjukkan sikap sangat cemas, ia berjalan
mendekati lapangan, tangan kanannya dimasukkan kedalam
sakunya. Say-han-kong yang menyaksikan perbuatan itu
mendengarkan suara tertawa dinginnya, dan berkata kepada
Ca Bu khao yang mencurahkan perhatiannya kepada Su-to
Wie: "Ca Liehiap, siluman perempuan tidak tahu malunya Kie Liu
Hiang, mungkin bermaksud menggunakan senjata rahasia
tunggal golongan Ki-lian-pay, ialah api Kiu-yu-leng-hwee, atau
duri berbisa Thian-keng-cek, untuk membantu Su-to Kheng."
U-tie Khao yang mendengar ucapan itu lantas tertawa
terbahak-bahak dan kemudian berkata:
"tua bangka dan Ca Liehiap jangan khawatir, aku pengemis
tua berani mengucapkan ucapan sombong, aku berani
tanggung tiada seorangpun yang berani menggunakan senjata
rahasia untuk membantu kawannya!"
Sambil mengucapkan demikian, orang tua itu berjalan
kemulut panggung dengan sinar matanya yang buas
mengawasi Kie Liu Hiang, kemudian Berkata kepadanya
dengan suara nyaring: "kie Liu Hiang, baik-baik urusan menuntut balas pamannya
seperti apa yang dilakukan oleh Su-to Wie ini, menurut
peraturan rimbah persilatan tidak menginjinkan orang luar
turut campur tangan! Jikalau Kau berani menggunakan
senjata rahasia Kiu-yu-leng-hwee atau duri dari Thian-beng
berbisa untuk membantu kekasihmu, ini berarti mencari
bencana sendiri, kenalkah kau dengan benda didalam
tanganku ini?" Karena maksudnya dibuka oleh orang, dalam hati Kie Liu
Hiang diam-diam terkejut, ia lalu tujukan pandangan matanya
kearah pihak lawan tampak U-tie Khao berdiri dengan
memegang sebuah benda aneh sepanjang satu kaki
setengah, bentuknya seperti naga bertanduk satu, tetapi
sebagai orang yang sudah biasa menggunakan senjata
rahasia, maka terhadap berbagai jenis senjata rahasia
kenamaan, sudah tentu banyak sekali pengetahuannya.
Menampak sendiri senjata rahasia yang bentuknya aneh itu, ia
juga terkejut dan terheran-heran.
Sementara itu U-tie Khao sudah berkata lagi sambil
tertawa: "Senjata ini, adalah senjata rahasia paling hebat
peninggalan susiokku U-tie Koat dahulu, senjata ini
dinamakan Giam-Ong-long, juga oleh orang rimba persilatan,
dianggap sebgai senjata rahasia. kau seharusnya tahu,
senjata ini apakah tidak lebih ampuh dari pada senjata
rahasiamu Kiu-yu-leng-hwee atau duri berbisa thian-keng-
cek?" Kie Liu Hiang yang mendengar disebut namanya senjata
rahasia itu, ternyata adalah senjata yang dahulu pernah
dipakai oleh U-tie Koat dan namanya terkenal dalam rimba
persilatan sebagai senjata rahasia paling ganas, maka saat itu
hatinya juga merasa gentar.
Pada saat itu Su-to Wie sudah mulai menggunakan gerak
tipu dari ilmu pedang peninggalan Koan Sam Pek dan
digabung dengan ilmu pedangnya dari golongan Thiam-cong,
hingga Su-to Kheng terkurung dalam sinar pedangnya hampir
tidak bisa berkutik. Thiat-koan Totiang dapat melihat keadaan sangat
berbahaya bagi sutenya, jikalau tidak turun tangan sendiri,
jiwa Su-to Kheng pasti melayang. oleh karena itu maka ia
segera bangkit dari tempat duduknya, dengan suara bengis ia
berkata : "Orang yang menganiaya dan membunuh Koan Sam Pek
dan membubarkan partai Thiam-cong-pay, adalah aku sendiri
oleh karenanya, akulah yang harus bertanggung jawwab atas
perbuatan itu semuanya. Kalau kau Su-to Wie, hendak


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menuntut balas, boleh perhitungan kepadaku!"
Sehabis mengucapkan demikian, ia lantas lompat melesat
dan turun ketengah gelanggang langsung menuju kepada dua
orang yang sedang bertempur sengit.
Oleh karena, Thiat-koan Totiang sudah bersedia
mempertanggungjawabkan kedua dosa yang disebut oleh Su-
to Wie tadi, maka kalau ia turun kegelanggang menghadapi
Su-to Wie, adalah suatu perbuatan yang seharusnya, maka
orang-orang dipihak tetamu termasuk Ca Bu Kao yang
memperhatikan keselamatan Su-to Wie, juga tidak bisa
berbuat apa-apa. Tetapi kedatangan Thiat-Koan Totiang ternyata sudah
terlambat sedetik, sebab saat pada itu Su-to Wie dengan
menggunakan ilmu dari May ceng Ong, sudah berhasil
menembusi dada Su-to Kheng dengan ujung pedangnya.
Su-To Wie setelah membinasakan Su-to Kheng, karena
mengingat bahwa yang dibinasakan adalah saudara
kandungnya sendiri, maka perasaan sedih timbul seketika dan
dengan menghadapi mayat kakaknya ia menangis dengan air
mata bercucuran. Thiat-koan Totiang ketika menyaksikan Su-to Kheng yang
rubuh dengan mandi darah dan menggelatak menjadi mayat.
seketika itu lantas naik pitam. tanpa menghiraukan tata tertib
dunia kang-ouw, dengan secara pengecut sudah menyerang
dengan menggunakan ilmunya Thiat-ciu-ceng-hong kepada
Su-to Wie yang masih menangisi saudaranya.
Ca Bu Kao yang menyaksikan perbuatan itu, dalam
keadaan cemasnya, ia tidak menghiraukan peraturan dunia
kang-ouw lagi, sudah melesat dan menyerbu Thiat-koan
Totiang ditengah lapangan.
Ketua Lo-hu-pay Peng-sim Sin-nie yang menyaksikan
perbuatan Ca Bu Kao, dengan mata mengawasi Tiong-sun
Seng yang bertindak selaku pemimpin, kemudian berkata
kepadanya: "Tiong-sun tayhiap, sumoyku bukanlah tandingan Thiat-
koan Totiang, bolehka Pin-nie yang turun tangan sendiri, untuk
menyelesaikan soal ini?"
Tiong-sun Seng menganggukkan kepala sambil tersenyum
Peng-sim Sin-nie kembali memuji nama Buddha, orang belum
tahu bagaimana ia bergerak, tahu-tahu sudah melayang dan
turun kegelanggang. Sayang kedatangan Ca Bu Kao dan Peng-sim Sin-nie juga
terlambat, sebab Su-to Wie yang sedang dalam kedaan
berduka, telah terlempar sejauh beberapa kaki serangan
pengecut Thian-koan tadi, hingga saat ini sudah jatuh ditanah.
Ca Bu Kao yang menyaksikan kejadian itu sangat berduka,
dalam keadaan marah ia hendak menyerang Thiat-koan
Totiang dari jarak jauh dengan tiba-tiba dibelakang dirinya
terdengar suara sucinya Peng-sim Sin-nie yang berkata;
"Sumoy jangan gegabah, lekas kau bantu Su-to Wie
kembali kepanggung, dan minta kepada Say tayhiap untuk
menyembuhkan luka bagian dalamnya, biarlah aku sendiri
yang menghadapi wakil ketua partai Ceng-thian-pay ini!"
Ca Bu Kao yang mendengar ucapan itu, diam-diam bari
insyaf bahwa keadaan sendiri memang sesungguhnya
bukanlah tandingan Thiat-koan Totiang, bagaimana boleh
berlaku gegabah" Maka ketika mendengar ucapan sucinya,
wajahnya merah seketika, buru-buru memungut pedang
pedang Pek-liong-kiam dan dengan memondong Su-to Wie
yang sudah pingsan kembali dalam rombongannya.
Begitu Peng-sim Sin-nie turun kegelanggang, semua mata
baik dari pihak tuan rumah maupun dari pihak tamu ditujukan
kepadanya, sebab partai Lo-hu dengan partai Thiam-cong,
sudah lama merupakan musuh bebuyutan, sedang kedua
pihak yang akan bertempur itu, juga merupakan ketua dari
kedua partai tersebut, sudah tentu pertandingan itu akan
merupakan suatu pertandingan yang sangat sengit sekali.
Begitu tiba dilapangan, Peng-sim Sin-nie telah menegor
kepada Thiat-koan Totiang dengan nada suara dingin;
"Totiang adalah bekas ketua partai Thiam-cong dan kini
juga menjadi wakil ketua partai baru Ceng-thian-pay!
Perbuatanmu yang melakukan serangan secara pengecut
selagi orang dalam keadaan berduka itu sungguh keterlaluan!
Apakah kau tidak merasakan sendiri bahwa perbuatan itu
akan merendahkan derajatmu?"
Thiat-koan Totiang yang ditegor demikian oleh Peng-sim
Sin-nie wajahnya menjadi merah, tetapi ia masih tebalkan
muka dan menjawab dengan suara galak;
"Urusan hari ini sudah meningkat kebabak antara hidup
dengan mati, yang kuat akan hidup dan yang lemah harus
mati, tidak perlu mempersoalkan peraturan dunia kang-ouw
yang tidak ada gunanya lagi! Baik juga kalau Taysu turun
sendiri, supaya kita dapat melanjutkan pertandingan kita yang
dahulu belum selesai ketika diadakan pertandingan dilembah
kematian digunung Cong-lam!"
Peng-sim Sin-nie dengan sikap dan wajah dingin,
memperdengarkan suara tertawanya yang dingin pula, ia
berkata sambil menunjuk kepada Su-to Kheng yang sudah
menjadi bangkai ditanah; "Dalam pertempuran dilembah kematian digunung Cong-
lam dahulu, seandainya Pinnie tidak ditolong oleh sahabat
pinnie It-pun Sin-ceng, sudah tentu sudah lama binasa
dibawah serangan gelap senjata rahasia duri Thian-keng
berbisa, Sekarang Su-to Kheng sudah menemukan ajalnya,
barangkali sudah tidak ada orang lagi yang sembunyi ditempat
gelap menggunakan senjata berbisa dan melakukan serangan
secara pengecut." Beberapa kata itu, berarti sudah membuka rahasia Thiat-
koan Totiang dahulu dihadapan umum, Oleh karenanya, maka
ucapan itu lebih tajam daripada senjata yang paling tajam, dan
membuat Thiat-koan Totiang saat itu menjadi gelagapan tidak
bisa menjawab, Terpaksa ia berusaha mengalihkan
pembicaraannya kesoal lain, lalu berpaling dan menggapai
kepada anak buah golongan Ceng-thian-pay, dan memandang
kepada Kie Liu Hiang yang saat itu masih berdiri dengan
mengawasi mayat Su-to Kheng, memerintahkan kepada
mereka supaya mengangkat jenazah Su-to Kheng dibawa
keruangan Cong-biauw-tong
untuk dilakukan upacara penguburan. Setelah semua orang datang membawa pergi jenazah Su-
to Kheng, Thiat-koan Totiang baru berkata kepada Peng-sim
Sin-nie; "Peng-sim taysu, hari ini kita akan bertanding cara
bagaimana ?" "Dengan ilmuku Pang-sian-ciang-lek, bertanding dengan
ilmu Hui-hong-u-liu-kiam-hoat,
seperti juga dalam pertandingan dilembah kematian dahulu, Sebelum ada salah
satu dari kita yang mati tidak boleh berhenti!" Menjawab Peng-sim Sin-nie dengan
suara lantang. Sehabis berkata demikian, tiba-tiba menghela napas, sinar
matanya yang merah tadi berubah menjadi tajam dan katanya
pula; "Tetapi karena mengingat hari ini adalah hari berdirinya
partai baru Ceng-thian-pang, sedangkan partai Thiam-cong
sudah tiada lagi, maka permusuhan dahulu antara partai Lo-
hu dengan Thyiam-cong agaknya juga sudah harus dihapus,
Jikalau kita boleh lepaskan permusuhan itu, biarlah kita
lepaskan saja, Kita perlu apa harus menimbulkan
pertumpahan darah lagi diantara orang-orang rimba persilatan
sendiri ?" Pelindung hukum Siao-lim-pay Ceng-kak Siansu yang
mendengar ucapan itu, telah memuji nama Buddha dan
berkata kepada Tiong-sun Seng sambil tersenyum;
"Tiong-sun tayhiap, tidak disangka Peng-sim taysu yang
dahulu bersikap tinggi hati, ternyata bisa mengeluarkan
ucapan seperti ini, Ini sudah merupakan suatu bukti bahwa
baik pelajaran ilmu silatnya maupun palajaran rohaninya,
semuanya sudah mendapat kemajuan banyak sekali."
Tiong-sun Seng menganggukan kepala sambil tersenyum,
sedang matanya ditujukan kedalam lapangan, Tampak Thiat-
koan Totiang berputaran biji matanya, dengan sepasang
matanya yang buas ia menjawab dengan nada suara dingin;"Taysu dahulu terkenal dengan sebutan hati dingin tangan
besi, bagaimana hari ini bisa timbul pikiran yang penuh welas
asih" Tetapi apakah kau sudah tahu pasti bahwa aku Thiat-
koan sudi menerima baik usukmu itu ?"
"Orang yang bisa menyesal pada kesalahan sendiri itulah
baru merupakan satu orang besar, Kau lihat bagaimana
akhirnya Su-to Kheng, apakah kau sedikitpun tidak ada
perasaan menyesal?" Berkata Peng-sim Sin-nie.
Thiat-koan Totiang yang mendengar pertanyaan itu sejenak
tampak terdiam, hingga tidak diketahui bagaimana pikirannya
pada saat itu, Siapa tahu dengan tiba-tiba ia mendongakkan
kepala dan tertawa terbahak-bahak.
Peng-sim Sin-nie mengira Thiat-koan Totiang mentertawai
dirinya, maka lalu berkata dengan nada agak marah;
"Meskipun aku tadi berkata demikian, tetapi seperti
pribahasa ada kata; ". . . . . .Obat hanya dapat menyembuhkan penyakit yang
tidak mati, kuda hanya menyebrangkan orang yang ada jodoh,
Jikalau kau merasa sudah merasa terlalu banyak dosamu,dan
tetap tidak bisa insyaf, aku juga bisa lekas mengirim kau ke
akherat !" Diluar dugaan semua orang , Thian-koan Totiang lantas
berkata sambil tersenyum: "Pikiran Taysu yang murah hati,
sesunggunya patut dihargai, maka itu Thiat-koan menerima
baik usulmu, hari ini kita bertanding ilmu saja satu sama lain
sudah cukup saling towel saja."
Jawab itu, bukan saja diluar dugaan Peng-sim Sin-nie, juga
mengherankan sebagian besar orang-orang yang berada
disitu, hanya Khi Tay Cao seorang yang dalam hatinya
mengerti. Pek-kut Sam-mo semula juga menduga Thiat-koan Totiang
bersikap lemah, sehingga diam-diam pada membicarakan
dirinya. Khi Thay Cao buru-buru menjelaskan dugaannya
sendiri. Peng Sim-sin Sin-nie sendiri meskipun sudah menduga
bahwa Thiat-Koan Totiang itu seorang yang bersifat buas,
tidak mungkin demikian mudah untuk menghapuskan
permusuhannya, tetapi atas ucapan Thiat-koan Totiang tadi, ia
masih sambut sambil tertawa.
"Kalau Totiang benar-benar bertindak seperti apa yang kau
ucapkan, kita boleh main-main seratus jurus saja, jangan
sampai menimbulkan pertumpahan darah."
Sehabis mengucapkan demikian, ia segera mulai siap dan
kemudian pertandingan telah berlangsung.
Dua orang itu, merupakan orang-orang terkenal, apalagi
keduanya sama-sama menjabat ketua dari dua partai besar,
sudah tentu baik kepandaian ilmu silatnya maupun kekuatan
tenaga dalamnya tidak dapat dipandang ringan. Gerakan
mereka meskipun tampaknya tenang, ringan dan tidak
bertenaga dan kadang-kadang sebelum menyentuh badan
lawannya sudah ditarik kembali, tetapi sebetulnya masing-
masing pada mengerahkan kepandaiannya sendiri-sendiri
meskipun tidak berani berlaku lengah.
Dalam waktu yang sangat singkat, pertandingan itu sudah
berlangsung tujuhpuluh jurus lebih. Baik Peng-sim Sin-nie
maupun Thiat-koan Totiang kedua-duanya sama-sama tidak
dapat menemukan kelemahan lawannya.
Sementara itu dari pihak tamu, Peng-pek Sin-kun berkata
kepada ketua Ngo-bie-pay Hian Thian Sianlo yang duduk
didekatnya: "Apakah Sianlo anngap Peng-sim Sin-nie bisa
mengalahkan Thiat-koan Totiang?"
Hian-hian Sianlo mengeleng-gelengkan kepalanya dan
berkata sambil tertawa: "Sekarang ini masih tidak mudah diduga,tetapi menurut
pandanganku apabila pertempuran ini berlangsung sampai
tiga ratus jurus lebih, mungkin Peng-sim Sin-nie dapat
merebut kemenangan."
Ca Bu Kao yang waktu itu sudah berhasil menyembuhkan
luka-luka Su-to Wie dengan bantuan obat manjur Say Han-
kong, pikirannya agak tenang. Ketika mendengar ucapan itu ia
berjalan kesamping Hian-hian Sianlo dan berkata kepadanya
dengan suara perlahan: "Sianlo jangan khawatir, enciku itu oleh karena hendak
mengahadapi pertandingan dalam pertemuan hari ini, sudah
mempelajari dengan tekun ilmu simpanan Lo Hu-pay yg
dinamakan Pho-phian-hui-lan, yang terdiri dari duabelas jurus,
bahkan sudah berahsil mempelajarinya
dengan baik, barangkali suciku itu nanti akan menggunakan ilmu tersebut
untuk merebut kemenangan dari lawannya."
Hian-hian Sianlo terkejut ketika mendengar keterangan itu,
katanya : "Ilmu simpanan Pho-phian-hui-lan yg terdiri dari duabelas
jurus itu rasanya sudah lama sekali menghilang dari dalam
dunia, tak kusangka sucimu telah berhasil mempelajarinya.
Tetapi ia yang memiliki ilmu sangat ampuh itu, mengapa tidak
mau menggunakanya ?"
Berkata sampai disitu, Peng-sim Sin-nie sudah mulai
menggunakan gerak tipunya yg sangat indah dan luar biasa,
hingga berhasil mendesak Thiat-koan Totiang.
Kiranya Peng-sim Sin-nie benar-benar telah menganggap
bahwa permusuhan antara Thiam-cong dan Lo Hu yg sudah
turun temurun itu masih dapat dihapuskan saja dengan
menggunakan kesempatan itu. Maka selama bertanding itu
dia tidak pernah menggunakan ilmunya yang baru dipelajari,
yang mengandung kekuatan sangat hebat.
Tetapi setelah pertandingan berlangsung delapanpuluh
jurus keatas, ia mulai merasakan bahwa serangan Thiat-koan
Totiang mengandung kekuatan hebat, agaknya sudah
bermaksud hendak merubuhkan dirinya. Maka diam-diam
alisnya dikerutkan dan mulailah meggunakan ilmunya Phoa-
phia-hui-lan jurus ke-tiga yang pertama.
Tiga jurus dari ilmu pukulan yang sangat ampuh itu benar-
benar mengandung kekuatan tenaga yang luar hebatnya, dan


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

benar saja Thiat-koan Totiang telah dipaksa menyingkir
berulang-ulang. Peng-sim Sin-nie tersenyum dengan menggunakan ilmunya
menyampaikan suara kedalam telinga berkata kepada Thiat-
koan Totiang: "Thiat-koan Toyu kita akhiri pertandingan sampai disini saja
bagaimana " Anggap saja berakhir dengan seri."
Sehabis mengucap demikian, kembali meluncurkan
serangannya dengan menggunakan ilmu pukulan dari Pho
Phian hui Lan. Gerak tipu yang digunakan itu merupakan tipu yang
terampuh dalam ilmu Pho-phian-hui-lan, didalamnya
mengandung banyak perubahan yang tidak ada habisnya,
tempat sejarak beberapa tombak persegi dalam medan
pertempuran semua dibawah pengaruh kedua tangan Peng-
sin Sin-nie. Thiat-koan Totiang yg masih ingin mempertahankan
kedudukannya sebagai wakil ketua partai baru, dan ingin
menjaga nama baiknya tidak mau menyudahi pertandingan itu
dengan kesudahan seri seperti apa yang diusulkan oleh Peng-
sim Sin-nie. Oleh karenanya, ia tidak menghiraukan usul Peng-sim Sin-
nie yang masih ingin menjaga nama baiknya, bahkan hendak
menggunakan kesempatan itu, ia telah mengerahkan
kekuatan tenaganya yang sudah mempunyai latihan beberap
puluh tahun, dikerahkan ditangan kanannya, dengan satu
gerak tipu 'Orang kuat mendorong gunung', hendak
menyambut serangan Peng-sim Sin-nie. Ia pikir, dengan
ilmunya itu ia hendak menjatuhkan lawannya.
Peng-sim Sin-nie mengira bahwa dengan diberi sedikit
peringatan oleh ilmunya yang ampuh itu lagipula sudah
memberi usul dengan menggunakan ilmu menyampaikan
suara kedalam telinga, tidak mungkin Thiat-koan Totiang tidak
tahu diri. Thiant-koan Totiang itu, meskipun telah menggunakan
kekuatan tenaga sepenuhnya, tetapi tenaga itu merupakan
tenaga lunak dan didorong lambat-lambat,
sebelum menyentuh tangan lawannya, tidak mengentarkan
serangannya. Oleh karena itu , maka Peng-sim Sin-nie tidak
menduga sama sekali kalau imam itu bermaksud jahat,
serangannya sendiri telah ditarik kembali ditengah jalan dan
berkata kepadanya sambil tersenyum :
"Thiat-koan Toyu, sampai disini sajalah kita hentikan
pertempuran,permusuhan antara Thiam Cong dan Lo-hu juga
kita hapuskan sampai disini saja, bagaimana pikiran toyu?".
Baru saja mengucap demikian, tangan kedua pihak sudah
saling menempel. Thiat-koan Totiang pada saat itu dengan
tiba-tiba menggerakkan serangannya, dengan ilmunya Sian
Phian Seng Ciang Lek bahkan menjawab pertanyaan Peng-
sim Sin-nie sambil tertawa bengis :
"Peng-sim , kau jangan mimpi! Siapa sudi menghapuskan
permusuhan ini denganmu" Aku sudah pikir, setelah
pertemuan ini nanti berakhir aku hendak membawa semua
anggota partai Ceng-thain-pay, untuk menyapu bersih partai
Lo-hu, supaya dapat membalas sakit hati Su-to Samte !"
Peng-sim Sin-nie yang sedikitpun tidak menduga Thiat-
koan Totiang berhati demikian kejam, saat itu buru-buru
menggunakan ilmunya golongan Lo-hu-pay yang terampuh
ilmu tangan Pansian Ciang Lek, untuk menghadapi lawannya.
Oleh karena kekuatan tenaga dalam kedua pihak, selisih
tidak banyak, tetapi Thiat-koan
Totiang yang sudah mengadakan persiapan lebih dahulu hendak menggempur
lawannya secara pengecut, sudah tentu mendapat
keuntungan, sedangkan Peng-sim Sin-nie yang bertindak
tergesa-gesa, meskipun sudah sanggup menahan, tetapi
bagaimanapun juga telah dirugikan, maka ketika kedua tangan
mengadu kekuatan, Peng-sim Sin-nie terdorong mundur
setengah langkah. Maka kini tahulah sudah ia, bahwa maksud
baiknya ternyata dibalas dengan kejahatan oleh lawannya.
Thiat-koan Totiang tertawa bangga. Selagi hendak
melancarkan serangannya lagi, untuk membinasakan Peng-
sim Sin-nie, dengan tiba-tiba dihadapannya muncul Leng Pek
Ciok. Leng Pek Ciok tidak menghiraukan Thiat-koan Totiang,
sebaliknya memberi hormat dan berkata kepada Peng Sim Sin
Nie : "Tuhan memang murah hati, tetapi manusia belum tentu
selamanya mengerti. Betapapun besar keinginan taysu
hendak menginsyafkan manusia yang jahat, juga tidak dapat
melemahkan kawanan penjahat yang berhati kejam bagaikan
ular berbisa. Harap taysu lekas kembali kepanggung, biarlah
Leng Pek Ciok yang menghadapi imam jahat ini, Leng Pek
Ciok mau tahu, sesungguhnya dia mempunyai berapa banyak
akal jahat yang sangat pengecut itu!"
Peng-sim Sin-nie tahu bahwa pergelangan tangan
kanannya sendiri sudah terluka, untuk sementara tidak dapat
digunakan untuk menghadapi lawannya, maka dengan sinar
mata dingin memandang Thiat-koan Totiang sejenak, lalu
berkata kepada Leng Pek Ciok sambil tertawa hambar:
"Manusia tidak mempunyai hati untuk mencelakakan
harimau, tetapi harimau ada maksud hendak melukai
manusia, Leng-heng ingat, kecuali kau mempunyai hati welas
asih yang melebihi manusia biasa dan ada pikiran
menyediakan kupingmu untuk umpan harimau, jikalau tidak
Leng-heng harus menghadapi dengan sekuat tenaga
sedikitpun tidak boleh memberi hati kepadanya tidak salah
jikalau kita bertindak yang setimpal dengan kejahatannya.
Sehabis menucap demikian, ia melambaikan tangannya
sambil tersenyum, kemudian dengan gerakan badannya yang
indah balik kembali kerombongan.
Pek Kut Ie-su dan Pek Kut Sam-mo, dari gerakan Leng Pek
Ciok ia sudah mengetahui bahwa orang she Leng itu memiliki
kepandaian dan kehebatan yang sangat tinggi, maka lalu
berkata pada Khi Thay Cao dengan suara perlahan :
"Thiat-koan Totiang sudah bertempur hampir seratus jurus
dengan Peng-sim Sin-nie, kekuatan tenaga dalamnya pasti
sudah agak berkurang.Apalagi orang yang turun kelapangan
dari pihak lawan, tampaknya memiliki kepandaian sangat
tinggi, Ciangbujin harus mengutus orang yang lebih kuat untuk
menggantikan Thiat-koan Totiang jangan sampai Leng Pek
Ciok dapat menarik keuntungan dari situ !"
Khi Tay cao juga tahu benar betapa lihaynya Leng Pek
Ciok dari Swat-san-pay itu, maka ketika mendengan ucapan
itu, ia berpikir sejenak, lalu berkata kepaka Pek Thio Losat
Sam kow sambil tertawa : "Pao suci, kepandaian ilmu silat dan kekuatan tenaga Leng
Pek Ciok, bukanlah seperti orang biasa, barangkali perlu suci
sendiri yang turun kelapangan, barulah dapat mengalahkan
dia." Poa Sam Kow menerima baik perintah itu, dia tidak
mengeluarkan gerakan yang aneh, hanya selangkah demi
selangkah, perlahan lahan berjalan menuju kelapangan dan
berkata kepada Thiat-koan totiang yang sedang berhadap-
hadapan dengan Leng Pek Ciok :
"Hu ciangbunjin silahkan kembali kepanggung, biarlah aku
sinenek yang akan menyambut kepandaian ilmu silat yang
terkenal ampuh dari golongan Swa-san !"
Thiat-koan totiang juga sudah mengetahui gelagat tidak
baik, maka lantas kembali kerombongannya, dan Pao Sam
Kow karena tadi berjalan lambat-lambat, sudah mendapat
kesempatan banyak untuk mempersiapkan dengan baik
ilmunya 'mayat membeku' yang jarang ada didalam dunia,
maka saat itu ia lalu bertanya sambil bertawa kepada Leng
pek Ciok; "Leng Pek ciok, kali ini kita harus bertanding dengan cara
bagaimana ?" "Terserah kau, baik menggunakan tangan kosong maupun
senjata atau kekuatan tenaga dalam. Leng Pek Ciok selalu
bersedia mengiringi kehendakmu." jawab Leng Pek ciok
sambil tertawa. "Kediamanmu goa Hian-pang-gwan digunung swat-san,
adalah suatu tempat yahg sangat dingin sekali, sedangkan
kediamanku digoa Sang-swat-siong digunung Ki-lian ini, juga
tertutup oleh salju, maka itulah, kita lebih dahulu bertanding
ilmu bertahan dengan hawa dingin, kemudian mencoba lagi
kekuatan bertahan untuk menerima pukulan, kau pikir
bagaimana ?" berkata Pao sam kow sambil tertawa dingin.
"Tadi aku sudah kata, dengan cara bagaiamana saja, aku
selalu bersedia buat mengiringi kehendakmu !" menjawab
Leng Pek Ciok. Pao Sam kow berpaling dan memerintahkan anak murid
Ceng-Thian-pay, untuk menyediakan dua tumpuk salju yang
baru turun. Gunung Ki-lian yang hampir setiap tahun tertutup oleh
salju, maka untuk menyediakan salju yang baru turun sangat
mudah sekali, dalam waktu sekejap mata, anak murid Ceng-
thian-pay sudah menyediakan dua tumpukan salju di tengah
tengah lapangan, Pao Sam Kow berkata kepada Leng Pek Ciok sambil
menunjuk dua tumpukan salju itu :
"Leng Pek Ciok, kita sama-sama merupakan mahluk aneh
yang keluar dari tumpukan salju, sudah tentu bertanding
dengan barang permainan kita setiap hari, agaknya lebih
mengenaskan !" Sepasang mata Leng Pek Ciok dutujukan kepada dua
tumpukan salju itu lalu bertanya sambil tertawa:
"Apakah kau hendak bertanding denganku dengan ilmu
Hian-kang, dengan cara duduk diatas salju ?"
Pao Sam kow menganggukkan kepala dan tertawa,
kemudian balas bertanya pada Leng Pek ciok;
"Tahukah kau, buat ilmu Hian-kang duduk diatas salju
syarat-syarat apa yang diperlukan ?"
Leng Pek ciok mendongakkan kepala dan tertawa
terbahak-bahak, kemudian berkata :
"Kau tadi toh sudah mengatakan bahwa kita adalah
mahluk-mahluk aneh yang keluar dari tumpukan salju. Mana
mungkin aku tidak tahu syarat-syarat dari permainan salju
seperti itu " Ditumpukan salju yang masih membeku tetapi
juga masih harus duduk diatas air yang menjadi es. Es itu
harus setinggi tiga Cun keatas, barulah terhitung sebagai
kepandaian ilmu Hian-kang yang tertinggi."
"Kalau kau mengerti rahasianya, itulah baik! kita tidak perlu banyak bicara,
marilah sama-sama mengeluarkan kepandaian
masing-masing. Selesai bertanding, biarlah diganti dengan
yang lain. sebab dalam pertemuan hari ini jumlahnya tokoh-
tokoh kuat yang hendak datang bertanding terlalu banyak
sekali !" Setelah berkata demikian, dua orang itu masing-masing
duduk bersila diatas dua tumpukan salju yang setinggi satu
kaki lebih, dan luasnya tiga kaki lebih itu.
Sesaata kemudian, tampak salju yang diduduki dan
seputarnya perlahan-lahan memuler.
Hee Thian siang yang menyaksikan pertandingan itu
merasa heran, ia berkata kepada Tiong-sun Hui Kheng yang
duduk disampingnya : "Enci Tiong-sun, sewaktu aku berada di lembah lembu
merah digunung Hay-lo-san, juga pernah melakukan
pertandingan duduk diatas pembaringan salju dengan Pek-kut
siancu. Ilmu Hian-kang semacam itu, mengutamakan, salju
yang diduduki itu tidak boleh berubah jadi cair sesungguhnya
susah sekali. Tetapi sekarang, aku tidak bisa lihat kesusahan
dari pertandingan yang dilakukan oleh Leng taoko dengan Pao
sam-kow. Kalau begitu asal orang bisa memusatkan ilmu
tenaga murninya, tentu dapat melakukan. Bukankah begitu ?"
Belum lagi Tiong-sun Hui Kheng menjawab, Mao Giok ceng
yang duduk disampingnya sudah berkata sambil tersenyum :
"Hee laote, jangan heran, kau lihat saja dulu sampai habis,
ilmu semacam ini, baik Leng Pek Ciok maupun Pao san kow,
sama-sama mahirnya. sekalipun pek-kut sam-mo barangkali
yang belum bisa mencapai ketaraf yang setingkat mereka !"
Muka Hee Thian siang menjadi merah, matanya lalu
ditunjukan ketengah lapangan. Benar saja, perlahan-lahan
tampak naiknya. Pada saat itu dua tumpukan es yang diduduki oleh Pao
Sam kow dan Leng Pek Ciok, semuanya sudah berubah
menjadi air. Tetapi anehnya air itu tidak buyar kemana-mana,
seolah-olah terbendung oleh kekuatan tenaga yang tidak
terwujud, sehingga berubah menjadi dua batang bundaran air
! Leng Pek Ciok dan Pao Sam Kow masih duduk diatas
puncak dua batang air tadi, bukan saja tidak turun amblas
kebawah, bahkan pakaian mereka juga tidak tampak basah
oleh air tadi! Apa yang lebih mengherankan ialah, orang-orang yang
berada seputar lapangan, yang semuanya merupakan tokoh-
tokoh rimba persilatan, dan rata-rata memiliki pandangan mata
sangat tajam, semuanya saat itu seolah-olah hanya melihat
benda yang diduduki oleh dua orang itu, memang benar
adalah dua batang air, bukanlah air yang sudah membeku
menjadi es ! Pek-kut Sam-mo dan Khi Tay cao yang melihat
pertandingan itu, hanya saling berpandangan sambil tersenyum dan menganggukkan kepala. Terhadap Leng Pek
ciok dan Pao sam kow, agaknya mereka menunjukkan
sikapnya yang sangat kagum.
Manusia aneh berkulit hitam dan manusia bertubuh katai
dengan dandanannya yang aneh, yang oleh ketua Bu-tong
diduga sebagai dua 'siluman berbisa' dan 'tiga orang katai dari
negeri timur' juga menunjukkan sikap kagummnya.
Sesaat kemudian, warna dua batang air itu telah berubah,
dalam waktu yang sangat singkat air itu seluruhnya telah
berubah menjadi es kembali !
Leng Pek Ciok dan Pao san kow dua-duanya melayang
turun, dan masin- masing menerima batang es yang diduduki.
Pao sam kow memeriksa ujung batang es yang diduduki


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Leng Pek Ciok, meskipun memang terdapat bekas tanda
tempat duduknya, tetapi bekas itu bukanlah melesak
kebawah, melainkan menonjol kira-kira empat cun.
Dengan apa yang dilihat oleh Leng Pek ciok juga serupa
adanya. Maka ia lalu tertawa, dan berkata sambil menatap
wajah Pao sam kow : "Nenek Pao, kau benar-benar hebat! Pertandingan babak
pertama ini, telah berakhir seri. Pertandingan selanjutnya
seperti apa yang kau sebutkan tadi, bagaimana caranya ?"
"Bertanding bertahan pukulan, sesungguhnya sangat
mudah, kita mengambil cara yang paling bodoh juga yang
paling mudah, setiap orang masing-masing menahan pukulan
tiga kali. Kita masing-masing boleh bertahan dengan kekuatan
tenaga dalam, tidak boleh mengelak, juga tidak boleh
menyerang." berkata Pao sam kow sambil tertawa.
"Pertandingan menahan pukulan ini, juga termasuk salah
satu cara yang terus terang, tetapi oleh siapa lebih dahulu
yang harus menerima pukulan ?" berkata Leng Pek Ciok
sambil menganggukkan kepala !
Pao sam kow, baru berkata dengan nada suara dingin :
"Menurut Kau ?"
"sudah tentu kau yang harus memukul aku lebih dahulu !"
berkata Leng Pek ciok sambil tertawa.
"Mengapa aku harus mendapat prioritas untuk mendapat
kesempatan memukul dulu?" tanya Pao sam kow seperti tak
senang. Leng Pek ciok pendelikan matanya, dan berkata sambil
tertawa terbahak-bahak : "Kau salah seorang wanita, sedang aku seorang pria.
Prioritas pertama sudah tentu akan kuberikan kepadamu !"
"Tidak benar, tidak benar! Sebaiknya kau yang pukul aku
lebih dahulu !" berkata Pao sam kow sambil menggelengkan
kepala. "dengan alasan apa kau minta aku memukulmu lebih
dahulu ?" "Aku sudah mendapat kehormatan untuk mengajukan cara
pertandingan, mana boleh mendapat prioritas ini lagi ?"
Leng Pek ciok tidak bisa menjawab, dengan tiba-tiba
tampak seekor burung terbang diangkasa, maka ia lalu
berkata sambil menunjuk burung terbang itu :
"Siapa diantara kita yang harus turun tangan lebih dulu
tidak perlu diperebutkan. Sekatang kita putuskan dengan
bunyi burung terbang itu saja. Jikalau bunyi burung itu
berhenti dengan angka ganjil, akulah yang akan pukul kau
lebih dahulu. Tetapi bilamana bunyi burung itu berhenti dalam
angka genap, kau harus memukulku lebih dahulu !"
Pao sam kow baru saja mengangguk-anggukkan kepala
burung terbang diangkasa yang sedang berbunyi itu tetap
berbunyi tiga kali, lantas berhenti.
Leng Pek ciok sambil mengerutkan alisnya menatap Pao
sam kow, kemudian berkata sambil tertawa :
"Nenek, kau benar benar sial! Burung itu ternyata
membantu aku, lekas kerahkan kekuatan tenagamu,
bersiaplah menerima gebukanku !"
"Aku sinenek sudah menjadi seorang kebal yang tidak takut
senjata tajam dan pukulan kekuatan tenaga dalam, kau setiap
waktu boleh mulai melakukan serangan !" Berkata Pao sam
kow sambil tertawa menyeringai.
Leng Pek ciok lantas mengerahkan kekuatan tenaga
dalamnya. Oleh karena pihak lawannya itu sudah berusia
lanjut, lagi pula dia seorang wanita, maka tidak mau ia
mengerahkan atau menggunakan ilmunya untuk menjatuhkan
lawannya dalam babak pertama. Ia hanya menggunakan
sebagian kekuatan tenaga dalamnya, menunjukkan tinjunya
kedada Pao sam kow. Pao sam kow benar saja tidak menyingkir atau mengelak,
juga tidak membalas. Ia terserang oleh Leng Pek ciok, kakinya
hanya menggeser mundur setengah langkah, mulutnya
berkata : "Sungguh hebat kekuatan tenagamu, kau benar benar
merupakan lawan terkuat yang pernah kutemukan selama
hidupku !" Oleh karena serangan Leng Pek ciok yang pertama itu
ternyata hanya dapat mendorong mundur lawannya setengah
langkah, dengan sedikitnya tidak terluka, hal ini sesungguhnya
juga diluar dugaan Leng Pek ciok sendiri.
Pao sam kow sementara itu bertanya dengan nada suara
dingin : "Leng Pek ciok, mengapa kau tidak melanjutkan
seranganmu " Apakah kau takut setelah seranganmu tiga kali
habis, akan menerima seranganku " Ataukah kekuatan
tenagamu hanya begitu saja ?"
"Nenek, kau jangan tekebur ! Aku masih ada kesempatan
dua kali menyerang yang belum kulancarkan. Sekalipun dua
serangan nanti kau tidak mati, juga sudah cukup membuat kau
menderita !" Sehabis berkata demikian, kekuatan tenaga dalamnya
dikerahkan ketangan kanan, kembali menyerang kedada Pao
Sam-kow! Serangan kali ini lebih hebat dari yang pertama, benar saja
Pao Sam-kow sudah terpukul mundur terhuyung-huyung
dengan wajah berubah"
Setelah nenek itu berhasil menenangkan pikirannya,
barulah berkata lagi dengan nada suara dingin: "Leng Pek
Ciok, kekuatan tenaga dalammu meskipun cukup hebat, tetapi
aku si nenek tua yakin, masih sanggup menerima pukulanmu
sampai sepuluh kali!"
Pada waktu itu ketua Bu-tong-pay Hong hoat Cinjin dengan
alis dikerutkan, berkata kepada ketua Swat-san-pay Peng-pek
Sin-kun: "Sin-kun, apabila serangan saudara Leng Pek Ciok telah
melancarkan tiga kali dan tidak berhasil menjatuhkan Pao
Sam-kow, maka saudara Leng itu mungkin akan jatuh
ditangan nenek itu."
Peng pek Sin-kun suami istri yang tahu benar keadaan
Leng Pek Ciok, lalu menjawab:
"Kekuatan tenaga dalam Leng Pek Ciok cukup hebat,
apalagi mendapat kesempatan untuk turun tangan terlebih
dahulu, aku duga sekalipun tiga kali serangannya itu tidak
membawa hasil menjatuhkan lawannya, tetapi Pao Sam-kow
pasti akan terluka dalam, hingga kekuatan tenaga dalamnya
juga terpengaruh, belum tentu dapat menimbulkan luka berat
bagi Leng pek Ciok."
Karena mendengar keterangan begitu dari mulut Peng-pek
Sin-kun, maka Hong-hoat Cinjin terpaksa diam saja.
Tetapi Hee Thian Siang yang menyaksikan pertandingan
sampai disitu, oleh karena mengingat serangan Leng Pek Ciok
hanya tinggal satu kali, harus menerima giliran untuk diserang
oleh lawannya, maka ia merasa khawatir atas keselamatan
Leng toakonya itu, maka lalu bangkit dari tempat duduknya,
berjalan ke pintu panggung, dengan suara nyaring ia berkata
kepada Leng pek Ciok : "Leng toako, nenek itu ada melatih semacam ilmu gaib yg
dinamakan mayat membeku, bukan saja sanggup melawan
kekuatan tenaga dalam lawannya, tetapi juga tidak takut
dengan senjata pusaka. Dahulu dipantai lautan timur dalam
sebuah kelenteng tua, aku pernah melihat dengan mata
kepala sendiri ilmunya itu, maka seranganmu yang terakhir ini,
agaknya harus menggunakan ilmu yang luar biasa, supaya
bisa mengatasi ilmu gaibnya?"
Pao Sam-kow gusar karena ilmu gaibnya sendiri dibuka
rahasianya oleh Hee Thian Siang, maka ia berpaling
mengawasi padanya dengan sinar mata gusar.
Hee Thian Siang berkata sambil tertawa :
"Nenek Pao, perlu apa kau marah padaku" kau harus lihat
Leng taokoku sedang mengerahkan ilmu gaibnya! Hebatnya
serangan yang terakhir ini, kau barangkali tidak sanggup
menahannya lagi!" Pao sam kow yang mendengar ucapan itu, lalu alihkan
pandangan matanya kearah Leng Pek Ciok. Benar saja, ia
tampak Leng peng Ciok sambil tersenyum menatap wajahnya.
Tubuhnya sedikit gemetaran, sekujur kulitnya perlahan-lahan
berubah menjadi putih bagaikan salju!
Sebagai salah seorang terkuat dalam partai Ceng-thian-
pay, sudah tentu Pao Sam-kow segera mengenali ilmu gaib
itu, hingga saat itu hatinya mulai terlonjak, ia bertanya kepada
Leng pek Ciok sambil mengerutkan alisnya:
"Apakah kau hendak menggunakan ilmum Kiu-coan-phian-
han-kang, untuk menyerang aku?"
Leng Pek Ciok perlahan-lahan menggulung lengan baju
kanannya. Tampaklah lengan kanan itu mulai dari
pergelangan tangan ke bawah, sudah berubah warnanya yang
sama dengan warna salju, ia mendengarkan suara tertawa
yang aneh beberapa kali, sepasang matanya memancarkan
sinar berkilauan, katanya lambat-lambat:
"Nenek Pao, kalau kau sudah melatih ilmu mayat
membeku, apakah masih takut ilmu Kiu-coan-phian-han-
kang?" "Leng Pek Ciok, kau tidak usah banggakan diri dahulu! Ilmu
Kiu-thoan-phian-han-kang meskipun hebat sekali, tetapi kau
hanya mempunyai kesempatan satu kali lagi. Apabila aku
dapat menggunakan latihanku yang sudah banyak tahun tidak
mungkin sumsumku berubah menjadi es! Setelah itu, kau pasti
tidak akan lolos dari tiga kali seranganku!" Berkata Pao Sam
kow dengan suara bengis. Leng Pek Ciok mendongakkan kepala dan tertawa
terbahak-bahak, kemudian berkata:
"Leng Pek Ciok mempunyai otot kawat tulang besi,
ditambah lagi dengan latihanku beberapa puluh tahun, untuk
menerima seranganmu tiga kali, masih sanggup! Sekarang
seranganku Kiu-tjoan-phian-han-kang akan segera buka, kau
boleh coba merasakan sendiri!"
Sehabis berkata demikian, tangan kanannya dahulu
dimasukkan kedalam dadanya, kemudian dengan secara tiba-
tiba membalik dan mendorong kearah Pao Sam-kow!
Serangan kali ini adalah serangan terakhir yang penting
sekali artinya. Maka bukan saja masing-masing pihak Tiong-
sun Seng, Peng-pek Sin-kun dan istrinya, Hee Thian Siang,
para ketua partai Ngo-bie, Bu-tong, Swat-san, Kun-lun dan
Siao-lim, bersama Say han-kong dan lain-lain yang semuanya
pada menahan napas, sedangkan didalam panggung bagian
tuan rumah yang terdiri dari kawanan penjahat partai Ceng-
thian-pay, juga sudah bangkit berdiri dengan perasaan tegang.
Sungguh heran, dua kali serangan Leng Pek Ciok yang
mengandung kekuatan tenaga hebat itu, menimbulkan suara
nyaring dan hembusan angin hebat, tetapi belum berhasil
menjatuhkan Pao Sam kow. Tetapi kini dengan serangannya
Kiu-coan-phian-han-kang, yang hanya didorong kearah dada
Pao Sam kow dengan perlahan sudah membuat Pao Sam-
kow terdorong mundur dan jatuh sejauh lima langkah!
Orang-orang dari pihak Ceng-thian-pay baru saja pada
berseru kaget, telah ditahan oleh Khi Tay pao dengan sikap
yang sangat tenang. Saat itu tampak Pao Sam-kow duduk sambil memejamkan
matanya, sekujur badannya gemetaran tiada hentinya.
Orang-orang yang berada disitu, semuanya merupakan
tokoh-tokoh kenamaan didalam rimba persilatan, maka
mereka dapat tahu bahwa Pao Sam-kow yang gemetaran
demikian rupa justru sedang menggunakan tenaga dalamnya
yang sempurna untuk melawan hawa dingin yang menyusup
kedalam tubuhnya. Apabila perlawanannya itu gagal maka Pao Sam-kow pasti
akan rubuh binasa. Tetapi bilamana perlawanannya itu
berhasil maka Leng Pek Ciok harus menerima giliran untuk
diserang Pao Sam-kow. Semua mata dari orang-orang kedua pihak telah ditujukan
kepada Pao Sam-kow. Oleh karena pandangan kedua belah
pihak berlainan, maka pengharapan orang-orang kedua belah
pihak juga tentu bertentangan satu dengan yang lain.
Diantara begitu banyak mata, hanya ada sepasang mata,
meskipun juga ditujukan kepada Pao Sam kow, tetapi masih
tetap tenang. Itu, adalah mata dari salah satu orang yang bersangkutan
dari yang melakukan pertandingan. Orang itu adalah Leng Pek
Ciok sendiri, yang berdiri sejarak lima kaki dihadapan Pao
Sam-kow. Detik-detik selanjutnya, dilewatkan dalam suasana sunyi
senyap, tetapi penuh ketegangan.
Sekujur tubuh Pao Sam-kow gemetaran semakin keras,
tetapi perlahan-lahan mulai kendor dan akhirnya berhenti.
Sepasang matanya terbuka dan memancarkan sinarnya yang
buas, tetapi sikapnya sangat letih, perlahan-lahan ia bangkit
berdiri. Orang-orang dari pihak Ceng-thian-pay saat itu
menperdengarkan suara sorak sorai yang amat gemuruh.
Khi Tay Cao tampak tersenyum berseri-seri, sebuah batu
besar yang menindas hatinya lenyap seketika.
Dipihak rombongan tetamu, Peng-pek Sin-kun saling
berpandangan dengan istrinya sambil mengerutkan alisnya.
Sedangkan Hee Thian Siang lalu menarik tangan Tiong-
sun Hui Kheng, ia berkata dengan menghela napas panjang:
"Enci Tiong-sun, sayang sekali rahasia Pao Sam-kow yang
melatih ilmu gaib telah terlambat kuberitahukan kepada Leng
taoko, sehingga sekarang Leng taoko harus menerima
gebukan." "Adik siang tidak usah khawatir, tadi suami istri Peng-pek
Sin-kun sudah berkata, kekuatan tenaga dalam Leng taokomu
itu sudah sangat sempurna, masih sanggup menerima
harapan yang bagaimanapun hebatnya!" berkata Tiong-sun
Hui kheng sambil tersenyum untuk menghibur Hee Thian
Siang. Sementara itu Leng Pek Ciok sudah diserang jalan darah
Ciang-thy-hiat didepan dadanya oleh Pao Sam-kow.
Pao sam-kow berbeda dengan Leng pek Ciok yang masih
mengindahkan tata tertib dunia kang-ouw. Serangan pertama
itu sudah ditujukan kebagian jalan darah penting yang bisa
mengakibatkan kematian. Oleh karena serangan itu dilakukan dengan sepenuh
tenaganya yang ada, hingga Leng Pek Ciok terdorong dan
mundur selangkah.

Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Leng Pek Ciok tahu bila Pao Sam-kow yang turun tangan
lebih dahulu, dengan menggunakan serangannya yang
demukian kejam, ia pasti tidak sanggup menerima bahkan
mungkin sekali pukul akan mati, Tetapi kini, oleh karena ia
sudah menyerang lebih dahulu tiga kali, maka kekuatan
tenaga dalam lawannya setidak-tidaknya sudah berkurang
setengah, maka dengan mengandalkan kekuatan tenaga
dalam yang sudah mempunyai latihan banyak tahun,
seharusnya masih sanggup bertahan dan paling banter
mungkin akan terluka parah saja.
Selagi Leng Pek Ciok berpikir demikian, serangan kedua
dari Pao Sam-kow sudah dilancarkan, dan kali ini ditujukan
kejalan darah Cit-khian. Oleh karena sudah ada perjanjian dimuka, siapa yang
diserang tidak boleh melawan, tidak boleh mengelak dan tidak
boleh membalas, Leng Pek Ciok sebagai seorang laki-laki
jantan, bagaimana boleh mengingkari janjinya sendiri"
Terpaksa ia mengerahkan seluruh kekuatan tenaganya untuk
menahan serangan yang hebat itu.
Pek-thao Losat Pao Sam-kow benar-benar seorang wanita
yang jahat dan berhati kejam, serangan yang sangat ganas itu
dianggapnya masih elum cukup, selagi jari tangannya hendak
menyentuh, barulah menggunakan kekuatan tenaga Siao-
thian-seng, oleh karenanya maka kali ini Leng Pek Ciok sudah
terlempar mundur beberapa langkah dengan wajah pucat-pasi
dan badan sempoyongan. Serangan yang demikian ganas jangankan manusia,
sekalipun besi atau baja juga tidak sanggup menahan, Masih
untung Leng Pek Ciok memiliki kekuatan tenaga dalam luar
biasa hebatnya, dan lagi kekuatan tenaga dalam Pao Sam-
kow sudah banyak berkurang, Jikalau tidak demikian, Leng
Pek Ciok saat itu pasti sudah hilang nyawanya.
Ketua partai Bu-tong Hong-hoat Cinjin tidak senang
menyaksikan perbuatan ganas demikian, lebih dahulu
sepasang matanya memancarkan sinar aneh, sedang orang-
orang dari rombongan pihak tamu juga sudah pada bangkit.
Ketua Swat-san-pay Peng-pek Sin-kun tahu benar bahwa
Leng Pek Ciok itu adatnya tinggi hati, maka saat itu sambil
mengerutkan alisnya berkatalah ia dengan suara perlahan;
"Saudara-saudara tidak boleh turun tangan untuk
membantu dia, Biarkan saja ia menerima sampai habis tiga
kali pukulan lawannya, mungkin masih ada sedikit harapan
hidup baginya, Kalau dibantu ia pasti akan bunuh diri sendiri
karena merasa malu."
"Leng toako pasti mati, hal ini tak dapat kita sangsikan lagi, Mana ada harapan
lagi untuk hidup baginya" Aku sekarang
barulah menyadari bahwa waktu diadakan perjanjian tadi, ia
sudah tertipu oleh akal muslihat Pao Sam-kow, Serangan
ketiga Pao Sam-kow ini pasti akan ditujukan kepada bagian
yang paling lemah dalam tubuh Leng toako, ialah jalan darah
Pek-hwee-hiat dibagian kepala."
Ucapan Hee Thian Siang ini seperti memperingati semua
orang, hingga semuanya pada merasa gemas dan gegetun,
Sedang Peng-pek Sin-kun suami-isteri yang tidak berdaya
sama sekali untuk menolong orangnya merasa semakin sedih,
hingga air matanya mengalir turun.
Pada saat itu, Pao Sam-kow mengurut dadanya dengan
tangannya sambil bernapas, seolah-olah sedang mengempos
kekuatan tenaga dalamnya, Ia berjalan lambat-lambat maju
kedepan, Benar seperti apa yang diduga oleh Hee Thian
Siang, serangan Pao Sam-kow kali ini benar-benar ditujukan
kebagian kepala Leng Pek Ciok!
Leng Pek Ciok yang sudah terserang dua jalan darah
penting didepan dadanya, sudah ia merasa bergolak
darahnya, Ketika nampak lagi bahwa serangan yang ketiga
dari lawannya itu diarahkan keatas kepalanya, karena sudah
tidak sanggup mengerahkan kekuatan tenaga bagian
kepalanya dan menurut perjanjian juga tidak boleh mengelak,
terpaksa menghela napas panjang, menantikan saat
kematiannya sambil pejamkan mata.
Orang-orang dari golongan tamu termasuk Peng-pek Sin-
kun suami-isteri, semuanya sudah pada menutup mata, tidak
tega menyaksikan kematian Leng Pek Ciok yang
mengenaskan. Tiong-sun Seng yang bertindak sebagai pemimpin
rombongan, saat itu dengan tiba-tiba sepasang matanya
memancarkan sinar aneh. Ketua Bu-tong Hong-hoat Cinjin juga berseru;
"Membela yang baik menghukum yang jahat, ini merupakan
suatu tindakan yang adil dan tak dapat dicela, Saudara Leng
Peng Ciok akan tertolong jiwanya!"
Baru habis mengucapkan demikian, bersama-sama Tiong-
sun Seng sudah melayang bagaikan asap dan turun ketengah
lapangan. Begitu Tiong-sun Seng dan Hong-hoat Cinjin bergerak,
orang-orang dalam rombongan tuan rumah, juga sudah
lompat keluar dua orang yang juga menuju ketengah
lapangan. Dua sosok bayangan orang itu adalah Pek-kut Siancu dan
Pek-kut Sam-mo, bersama ketua partai Ceng-thian-pay Khi
Tay Cao Kepandaian dan kekuatan kedua pihak meski agak
berimbang, tetapi Tiong-sun Seng dan Hong-hoat Cinjin
bergerak lebih dahulu, maka tiba ditengah lapangan juga lebih
dahulu setengahlangkah dari pihak lawannya.
Tangan kanan Pao Sam-kow waktu itu sudah hampir
menggempur batok kepala Leng Pek Ciok, Namun tiba-tiba
tampak berkelebat sesosok bayangan orang! Tangan ganas
itu sudah disambar dan dipegang oleh Hong-hoat Cinjin
dengan menggunakan ilmu Khim-liong-chiu-hoat dan
digenggamnya erat-erat, sehingga wanita jahat itu tidak
berdaya sama sekali. Apabila diwaktu biasa, Pao Sam-kow yang memiliki
kepandaian dan kekuatan tenaga dalam yang sangat tinggi,
meskipun ilmu Khim-liong-chui-hoat Hong-hoat Cinjin sangat
bagus, belum tentu dapat berhasil dengan demikian mudah,
Tapi oleh karena Pao Sam-kow sudah terluka dalamnya oleh
serangan ilmu Kiu-coan-phian-han-kang dari Leng Pek-Ciok,
maka dengan mudah sekali ditundukkan oleh ilmu Hong-hoat
Cinjin. Leng Pek Ciok yang saat itu sudah anggap dirinya pasti
mati, dengan tiba-tiba merasakan hembusan angin dingin,
hingga ia tahu kalau mendapat bantuan, ketika ia membuka
matanya tampak Hong-hoat Cinjin sudah berhasil mencekal
pergelangan tangan Pao Sam-kow.
Leng Pek Ciok menghela napas panjang dan berkata;
"Cinjin, meskipun Leng Pek Ciok menerima budimu yang
besar itu, tetapi dalam keadaan bahaya mendapat pertolongan
orang lain, bagaimana Leng Pek Ciok masih ada muka untuk
bertemu dengan kawan-kawannya lagi" Terpaksa aku juga
hendak mengakhiri hidupku!"
Baru saja ucapannya yang terakhir itu keluar dari mulutnya,
tiba-tiba mengeluarkan seruan tertahan dan badannya rubuh
ditanah! Kiranya, Tiong-sun Seng yang menjaga dibelakang Leng
Pek Ciok ketika mengetahui jago dari gunung Swat-san itu
hendak menghabiskan jiwanya sendiri, secepat kilat sudah
turun tangan menotok jalan darahnya.
Pada waktu itu, Pek-kut Siancu bersama Khi Tay Cao juga
sudah berada ditengah lapangan, Pek-kut Siancu yang lebih
dahulu membuka suara, berkata kepada Hong-hoat Cinjin
dengan nada suara dingin;
"Hong-hoat Cinjin, kau sebagai ketua partai Bu-tong,
dengan cara bagaimana selagi kedua pihak belum ada
keputusan siapa yang menang dan yang kalah, lantas
menyelak ditengah-tengah membantu pihakmu sendiri"
Perbuatan semacam itu apakah kau tidak memalukan dirimu
sendiri yang selalu mengutamakan keadilan dan kebenaran?"
Hong-hoat Cinjin tertawa terbahak-bahak,
kemudian menjawab; "Justru karena keadilan dan kebenaranlah maka pinto baru
berani turun kelapangan, Pek-thao Losat Pao Sam-kow terlalu
kejam dan ganas sekali perbuatannya!"
Khi Tay Cao juga marah, katanya dengan nada keras;
"Kedua pihak sudah mengadakan perjanjian terlebih
dahulu, masing-masing harus menerima tiga kali pukulan,
apalagi Pao suciku yang menerima pukulan lebih dahulu,
mengapa kau katakan tidak adil ?"
Hong-hoat Cinjin berkata sambil tertawa;
"Sewaktu Leng Pek Ciok tayhiap menerima pukulan yang
pertama dan kedua, meskipun jiwanya cukup teramcam, tetapi
karena mengingat perjanjian sekalipun pihak lawannya
mengeluarkan serangan yang lebih kejam, lebih ganas, maka
sahabat-sahabatnya cuma bisa merasa tegang dan mengkhawatirkan keselamatannya, tidak seorangpun juga
yang berani turun tangan memberi pertolongan."
Pek-kut Siancu berkata dengan nada suara dingin;
"Begitulah baru menurut peraturan dunia Kang-ouw, Juga
merupakan suatu sikap jantan bagi orang-orang rimba
persilatan!" Hong-hoat Cinjin membiarkan lawannya mengejek, ia
masih tetap tersenyum-senyum, kemudian berkata;
"Tetapi pukulan yang ketiga ini, jikalau dibiarkan Pao Sam-
kow melaksanakan terus, maka nama baik Leng Pek Ciok dan
selembar jiwanya akan hilang secara penasaran, rasanya hati
juga tidak akan puas!"
Khi Tay Cao semakin marah, katanya dengan suara
semakin keras; "Seorang menerima pukulan tiga kali, masak kau kata
penasaran" Jikalau kau tidak bisa memberi keadilan padaku,
aku akan segera mengeluarkan perintah dengan seluruh
kekuatan tenaga partai Ceng-thian-pay, hendak membersihkan partai Bu-tong dengan darah!"
Sampai pada saat itu, wajah Hong-hoat Cinjin baru
berubah, katanya dengan nada suara dingin;
"Kau minta aku mengembalikan keadilan bagimu" Ini
sangat mudah sekali!" Alisnya yang panjang tampak berdiri,
tangan kanannya dibuka, memaksa membuka tangan kanan
Pao Sam-kow, Pao Sam-kow menjerit karena merasa
kesakitan setengah mati. Khi Tay Cao yang menyaksikan keadaan demikian, selagi
hendak bertindak terhadap Hong-hoat Cinjin, mendadak
matanya melihat sesuatu yang aneh ditangan Hong-hoat
Cinjin, Diwajahnya terlihat sikap malu, ucapan keji yang
hendak dikeluarkan dari mulutnya terpaksa ditelannya
kembali. Kiranya, diantara ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan Pao
Sam-kow, saat itu baru terlihat ada terjepit sebatang duri
Thian-keng yang sangat berbisa.
Pao Sam-kow dapat menjepit duri berbisa diantara jari-jari
tangannya ialah, ketika menggunakan kesempatan sewaktu
melancarkan serangan kedua kalinya kepada Leng Pek Ciok
tadi, ia lekas-lekas meletakkan tangannya diatas dada, dan
setelah pura-pura bernapas, diam-diam mengambil duri
berbisa dari dalam sakunya.
Dan oleh karena ia berdiri membelakangi panggung
pihaknya, maka perbuatannya itu tidak diketahui oleh kawan-
kawannya, Tetapi sudah terang tentu mudah dapat dilihat oleh
Tiong-sun Seng dan Hong-hoat Cinjin yang benar-benar
pasang mata terhadap segala tingkah laku Pao Sam-kow.
Hong-hoat Cinjin mengacungkan tangannya yang
memegang duri berbisa itu tinggi-tinggi, kemudian berkata
dengan suara nyaring; "Sekarang Pinto hendak minta jawaban dari Pek-kut Sian-
cu dan ketua Ceng-thian-pay Khi Tay Cao, Perbuatan kejam
seperti ini, dengan menyembunyikan duri berbisa Thian-keng
ditangan hendak digunakan untuk memukul batok kepala
lawan, bolehkah disebut seorang gagah" Apakah perbuatan
itu menurut peraturan dunia Kang-ouw ?"
Sehabis berkata demikian, tangan kanannya dilepaskan,
Pek-thao Losat rubuh sambil menjerit, Khi Tay Cao terpaksa
diam saja, hanya sepasang matanya itu masih tampak merah
membara, Sedangkan Pek-kut Siancu yang menghadapi bukti
kuat atas perbuatan Pek-thao Losat itu juga tidak berani
membuka mulut, wajahnya tampak kemerah-merahan.
Setelah keadaannya menjadi jelas, orang-orang dikedua
belah pihak yang tadi tampak sunyi, tidak berani buka suara,
kini terdengar suara riuh memperbincangkan soal itu.
Hee Thian Siang yang pertama merasa girang, berkata
sambil tertawa besar, "Tiong-sun locianpwee dan Ciangbujin Bu-tong-pay,
bagaimanapun juga lebih tertib daripada kita. Dengan
demikian, bukan saja jiwa Leng Pek Ciok sudah ketolong,
bahkan Pek-thao Losat Pao-Sam-kow pasti juga tidak ada
muka lagi untuk hidup !"
Tetapi pada waktu itu U-tie Khao lantas berkata sambil
tertawa, "Hee laote, dugaanmu ini salah besar! Orang-orang rimba
persilatan bukan saja terbagi dari golongan baik dan golongan
sesat, tetapi orang-orang golongan sesat itu sendiri juga ada
perbedaan diantara yang keras kepala dan yang kejam dan
jahat. Contohnya, ketika ketua Kun-lun-pay Ti-hui-Cu dibuka
rahasia kejahatannya oleh orang luar, ia agaknya merasa
malu dan menghabiskan nyawanya sendiri. Song-bun Hek-sat
U-bun Hong dibawah tangan enci Tiong-sun-mu baru satu
babak sudah dikalahkan, sudah tidak ada muka untuk
bertempur lagi, tetapi segera dibinasakan oleh Pek-Kut Sian-
kun sendiri. Akan tetapi, kulihat Pek-thao Losat Pao-sam-kow
ini tidak nanti berani berlaku demikian. Aku duga, dia kecuali
masih akan berusaha untuk mempertahankan jiwanya dengan
menelan segala kehinaan dan malu, dikemudian hari malah
mungkin akan melakukan pembalasan yang lebih kejam


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terhadap partai Bu-tong !"
Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu mula-mula
masih tidak percaya. Tetapi ketika pandangan matanya
ditujukan kedalam lapangan, ia berkata sambil menghela
nafas: "U-tie cianpwe, dugaan cianpwe ini ternyata sedikitpun
tidak salah. Suatu bukti bahwa diwaktu belakangan ini, Hee
Thian Siang selama ini memperdalam ilmu silatnya, meskipun
mendapat kemajuan, tetapi terhadap pengalaman dunia Kang-
ouw masih jauh sekali !"
Kiranya Pek-thao Losat Pao Sam-kow yang tadi rubuh
menjerit, segera disambut dan ditolong oleh Khi Tay Cao
bahkan bertanya kepadanya dengan suara perlahan:
"Suci bagaimana keadaanmu ?"
Pao Sam Kow sudah mulai menenangkan pikirannya, ia
menjawab sambil menggigit bibir:
"Imam jahat Hong-hoat Cinjin telah menggunakan
kesempatan selagi keadaan dalamku terluka parah, telah
menggunakan ilmunya Ci-yang-kang dari golongan Bu-tong
memusnahkan lengan tangan kananku !"
Hong-hoat Cinjin yang mendengar ucapan itu lantas
berkata dengan suara keren:
"Pao Sam-kow, kau sudah tidak tahu diri! Menurut
perbuatanmu yang pengecut semacam tadi, hanya kurusak
sebelah tanganmu dengan ilmu Ci-yang Sinkang, itu masih
untung! Karena aku masih tidak mau merenggut jiwa manusia,
aku masih berlaku murah hati terhadapmu !"
Pek-Kut Siancu karena mengingat bahwa kekalahan Pao
Sam-kow sudah ditangan lawan, sama sekali tidak ada
dayanya untuk membantah maka dengan menggunakan ilmu
menyampaikan suara kedalam telinga, berkata kepada Khi
Tay Cao; "Khi ciangbujin, harap antar pulang sucimu kedalam goa
Siang-swat-tong, supaya bisa merawat diri. Biarlah aku yang
menuntut balas untuknya"
Khi Tay Cao yang mendengar ucapan itu, lalu membimbing
Pao Sam-kow pulang kerombongannya, sementara itu
mulutnya berkata; "Pao suci, harap jangan marah. rawatlah dirimu baik-baik.
Suci boleh tunggu setelah pertemuan hari ini selesai, kita akan
mengerahkan seluruh kekuatan tenaga, untuk menyapu bersih
partai Bu-tong-pay ! Aku bersumpah, hendak membakar kuil
Sam-gwa-koan hingga rata dengan bumi !"
Hong-Hoat Cinjin yang nampak Khie Tay Cao sudah
membawa pergi Pao Sam Kow, lalu berkata kepada Tiong-
Sun Seng; "Tiong-sun tayhiap, kita juga sudah waktunya membawa
pulang Leng tayhiap supaya bisa beristirahat, dan kedua pihak
boleh pilih orang lain lagi untuk turun kelapangan."
Pek-Kut Siancu yang mendengar ucapan itu lalu berkata
sambil tertawa dingin; "Kita toh sudah berada ditengah lapangan" Perlu apa
mencari orang lain" Baik kau ciangbujin Bu-tong-pay, maupun
Thian-gwa Ceng-mo, diantara kalian berdua, boleh tinggal
seorang untuk berhadapan dengan aku si nenek ini !"
Hong-hoat Cinjin tahu bahwa diantara Pek-Kut Sam-mo,
adalah Pek-Kut Thian-kun yang terkuat. Pek-Kut Ie-su kedua
dan Pek-kut Siancu terhitung yang paling lemah. Sedangkan
didalam barisan pihaknya sendiri, Tiong-sun Seng lah yang
terhitung orang terkuat nomor satu. Kalau pertandingan ini
baru dimulai, tidak baik kiranya kalau pemimpin rombongan
turun tangan dahulu, maka terpaksa ia bersedia mau
menempuh bahaya. Ia berkata kepada Tiong-sun Seng sambil
tersenyum: "Tiong-sun tayhiap harap antar pulang Leng tayhiap.
Biarlah pinto yang menghadapi Pek-Kut Siancu !"
Meskipun Tiong-sun Seng tahu bahwa kepandaian dan
kekuatan Hong-hoat Cinjin masih agak rendah setingkat kalau
dibanding dengan Pek-kut Siancu, tetapi kecuali ia sendiri,
dipihaknya mana ada orang lain yang lebih kuat" Dalam
keadaan demikian maka ia terpaksa menerima baik
permintaan Hong-hoat Cinjin, katanya :
"To-heng harap hati-hati menghadapi iblis wanita itu. Soal
pertandingan ilmu silat dalam rimba persilatan, menang atau
kalah adalah soal biasa, tak perlu dianggap sungguh-sungguh
!" "Tiong-sun tayhiap jangan khawatir, pinto mengerti maksud
yang terkandung dalam ucapanmu ini." menjawab Hong-hoat
Cinjin dengan perlahan. Tiong-sun Seng setelah mendengar jawaban itu, lalu
dengan mendukung Leng Pek Ciok, balik kembali kedalam
rombongannya. Lebih dahulu membuka totokannya dan
beritahukan semuanya yang terjadi barusan. Leng Pek Ciok
mulai mengerti, dan dalam hati tidak lagi merasa terlalu
berduka. Sementara itu ketua Swat-san-pay Peng-pek Sin-kun
bersama istrinya saat itu menghampiri dan memberi hormat
sedalam-dalamnya kepada Hong-hoat Cinjin, dan berkata :
"Hari ini kami golongan Swat-san-pay telah menerima budi
besar sekali dari Ciangbujin Bu-tong-pay. Hal ini akan kami
ingat baik untuk selama-lamanya, dan dikemudian hari pasti
akan berusaha untuk membalas budi itu."
Hong-hoat Cinjin membalas hormat, sementara itu Tiong-
sun Seng lantas berkata sambil tertawa :
"Totiang juga tidak perlu terlalu merendahkan diri. Dari
sinar mata Khi Tay Cao dan Pao Sam-kow, aku dapat melihat
bahwa mereka mengandung permusuhan yang dalam sekali
kepada partai Bu-tong-pay. Dikemudian hari, di kuil Thian-in-
hong, pasti akan timbul banyak urusan! Kalian, antara partai
Bu-tong dan Swat-san, apabila akan bersatu padu untuk
menghadapi musuh, kukira itulah yang paling baik !"
Berkata sampai disitu, kembali ia berkata kepada Peng-pek
Sin-kun suami istri; "Tadi, apabila dalam tangan Pek-thao Losat Pao Sam-kow
tidak menyembunyikan senjata dari Thian-kheng berbisa,
meskipun jiwa Leng-heng terancam bahaya maut, kami juga
merasa tidak pantas turun tangan untuk memberi pertolongan.
Dasar Tuhan masih melindungi orang yang baik, dalam
keadaan demikian kritis, ternyata masih ada kawan yang
membela kebenaran dan keadilan untuk turun tangan
menolong jiwanya. Hal itulah kita rasa yang juga patut kita
ingat untuk selama-lamanya."
Setelah ancaman bahaya bagi jiwa Leng Pek Ciok sudah
disingkirkan, kini semua perhatian masing-masing dari pihak
tamu, kembali ditujukan kepada Hong-hoat Cinjin dan Pek-kut
Siancu yang sedang hendak bertempur.
Hong-hoat Cinjin tahu bahwa hari itu ia telah berhadapan
dengan lawan yang sangat tangguh. Lebih dahulu ia berusaha
menenangkan pikirannya dan berkata kepada Pek-kut Siancu
sambil tersenyum : "Siancu, menurutmu kita harus bertanding dengan cara
bagaimana ?" Pek-kut Siancu yang memang tidak pandang mata kepada
salah seorang saja dari lima ketua partai besar itu,
menyambut pertanyaan itu dengan jawaban yang hambar;
"Kau adalah orang dari golongan yang menganggap diri
sendiri golongan benar, sedangkan aku adalah orang
golongan sesat yang kalian pandang sebagai golongan iblis.
Sudah tentu kuberikan kesempatan kepadamu untuk
mengusulkan cara-mu lebih dahulu, supaya kalau nanti hasil
pertandingan itu aku yang menang, jangan sampai dikatakan
bahwa aku diam-diam main gila."
Hong-hoat Cinjin yang mendengar ucapan itu, juga tidak
berlaku sungkan lagi. Katanya sambil tersenyum;
"Jikalau Siancu beranggapan demikian, pinto terpaksa suka
mengiringi kehendak-mu untuk mengajukan cara-caranya."
Oleh karena cara yang hendak diusulkan itu besar sekali
sangkut-pautnya dengan nama baik golongan Bu-tong, maka
ia harus berlaku sangat hati-hati untuk memikirkan cara yang
hendak diajukan. Tiong-sun Seng yang bertindak
selaku pemimpin rombongan, saat itu juga berkata kepada kawan-kawannya;
"Pertandingan kali ini besar sekali artinya. Meskipun Pek-ut
Siancu termasuk salah satu dari tiga iblis Pek-kut Sam-mo,
tetapi ia adalah seorang yang tergolong sangat kuat dalam
golongan sesat, sedangkan Hong-hoat Cinjin yang mendapat
keuntungan mengajukan caranya lebih dahulu. Apabila bisa
menggunakan keahliannya secara baik-baik dan disesuaikan
dengan keahliannya. . . . . ." Belum habis ucapannya, Hong-
hoat Cinjin sudah berkata dengan suara nyaring:
"Baiknya sekarang kita tetapkan tiga macam cara
pertandingan untuk menentukan kemenangan. Pinto sebagai
ketua dari partai Bu-tong, tidak nanti akan berlaku curang.
Pertandingan pertama dilakukan dengan ilmu pedang,
hitunglah itu pinto yang mengusulkan. Pertandingan kedua,
kita bertanding dengan ilmu pedang Bian-kang, tetapi
bagaimana caranya seharusnya Siansu yang menetapkan.
Pertandingan ketiga kita membagi garis sebagai batas,
bertanding kekuatan tenaga dalam. Siapa yang lebih unggul
atau siapa yang bakal asor, tergantung dari lama atau
pendeknya waktu latihan. Siapapun tidak boleh merebut
kemenangan dengan menggunakan cara pengecut !"
Pek-kut Siancu mengangguk-anggukan kepala kemudian
berkata: "Tiga rupa cara yang kau usulkan ini memang cukup baik.
Sekarang marilah kita melakukan pertandingan yang pertama.
Keluarkanlah pedang pusaka partai Bu-tong mu!"
"Orang-orang yang kekuatan tenaga dalam dan
kepandaiannya sudah mencapai ke tingkat seperti kita-kita ini,
rasanya tidak perlu mencari keuntungan dengan
mengandalkan senjata tajam. untuk berlaku secara seadil-
adilnya, harap kau suruh orang mengambil dua batang ranting
kayu yang sama besarnya sebagai gantinya pedang !"
menjawab Hong-hoat Cinjin sambil tersenyum.
Pek-kut Siancu mengawasi Hong-hoat Cinjin sejenak, lalu
katanya dengan nada suara dingin:
"Kau benar-benar cukup sombong, juga memiliki wibawa
sebagai seorang ketua dari satu partai besar. Aku menghargai
pikiranmu semacam ini, baiklah aku nanti suruh mereka
mencarikan batang kayu sebagai gantinya pedang."
Tiong-sun Seng yang mendengar pembicaraan itu lalu
berkata kepada kawan-kawannya:
"Cara pertama yang diusulkan oleh Hong-hoat Cinjin ini
sesungguhnya memang tepat sekali. Sebab, ilmu pedang
golongan Bu-tong memang menang unggul dalam gencar dan
hebatnya karang. Dengan menggunakan ranting kayu sebagai
gantinya pedang, telah membuat lawannya sekalipun memiliki
kekuatan juga, tidak bisa menggunakan senjata sepenuhnya.
Dengan demikian, berarti posisi Hong-hoat Cinjin sudah
berada di garis yang tak terkalahkan."
Tetapi berkata sampai disitu, tiba-tiba ia mengerutkan
alisnya dan bertanya kepada Hong-kong Totiang:
"Dalam pertandingan pertama, bertanding ilmu pedang, aku
sudah bisa menduga, tidak suatu alasanpun juga yang bisa
membuat Hong-hoat Cinjin kalah. Babak kedua, bertanding
ilmu Hian-kang, siapa yang bakal menang atau yang akan
kalah juga tidak terlalu menonjol. Dua cara pertandingan ini,
sesungguhnya adalah hasil dari pemikiran yang sangat cerdik.
Tetapi dalam pertandingan ketiga, yakni bertanding dengan
kekuatan tenaga dalam, aku masih agak khawatir. Tahukah
totiang apa sebabnya sampai Hong-hoat Cinjin berani
mengajukan cara demikian ?"
Dengan terus terang dan tanpa tendeng aling-aling Hong-
kong totiang menjawab sambil tersenyum :
"Mengingat rimba persilatan sedang menghadapi ancaman
bencana besar, maka sejak pertemuan digunung Oey-san
dibubarkan, Ciangbun sute-ku itu terus menyekap diri untuk
melatih beberapa jenis ilmu ampuh dari golongan kami. Atas
dorongan kemauannya yang keras dan cara belajarnya yang
tekun, ternyata Ciangbun sute sudah berhasil
menggabungkan ilmu Ci-yang Sin-kang dengan Tay-hoan Cin-
Lek." "Kalau Hong-hoat Cinjin bisa berlaku demikian, sungguh-
sungguh diluar dugaanku !" berkata Tiong-sun Hui Kheng
terkejut. "Tetapi, sungguh sayang ! Ciangbun suteku itu baru saja
berhasil dengan ilmunya yang baru itu, sudah tiba waktunya
pertemuan dan pertandingan di gunung Ki-lian seperti hari ini.
Oleh karenanya latihannya tentu masih kurang sempurna.
Dapatkah dia melawan Pek-Kut Siancu" Masih menjadi suatu
pertanyaan. Tetapi menurut dugaan pinto, Ciangbun sute itu
mengingat tugasnya berat dalam usaha menindas pengaruh
golongan penjahat, sudah tentu biarpun harus menempuh
bahaya besar, pasti akan mencoba ilmunya yang baru
diciptakan itu." berkata Hong-kong totiang sambil menghela
napas. Tiong-sun Hui Kheng menganggukkan kepalanya dan
berkata sambil menghela napas"
"Kalau demikian halnya, tindakan Hong-hoat Cinjin ini
sesungguhnya patut kita hargai dan kita hormati."
Sementara itu anak murid golongan Ceng-thian-pay sudah
membawa masuk dua batang pedang kayu sepanjang tiga
kaki yang sama besarnya, masing-masing diberikan kepada
Hong-hoat Cinjin dan Pek-kut Siancu.
Hong-hoat Cinjin bertanya sambil tersenyum:
"Siancu bolehkah pinto numpang tanya" Dalam
pertandingan ilmu pedang ini, apakah perlu diambil keputusan
sampai ada yang menang atau kalah baru berhenti" Ataukah
kita batasi dengan jumlah beberapa jurus saja ?"
Pek-kut Siancu berpikir dahulu, kemudian menjawab:
"Hari ini tokoh-tokoh yang hadir disini jumlahnya banyak
sekali, sudah tentu masih banyak yang menantikan giliran
untuk bertanding. Apakah kita dalam babak pertama saja
sudah harus bertanding sampai lima atau enam ratus jurus,
bukankah itu terlalu menghamburkan waktu" Sebaiknya kita
bertanding dengan masing-masing mengerahkan tenaga
sepenuhnya. Bila sampai seratus jurus masih belum ada
tanda-tanda ada yang menang atau kalah, boleh disudahi
dengan keadaan seri !"


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hong-hoat Cinjin mengangguk-anggukkan kepalanya dan
berkata sambil tertawa: "Pinto menurut saja kehendak Siancu. Begitulah kita
tetapkan, Untuk babak pertama ini kita gunakan pertandingan
seratus jurus sebagai batas.
Pembicaraan selesai. Kedua pihak masing-masing mundur
beberapa kaki, dengan senjata ranting kayu ditangan, kedua
pihak berdiri tegak untuk menantikan serangan pertama
lawannya. Bukan hanya pihak Hong-hoat Cinjin saja yang berlaku
sangat hati-hati, sekalipun Pek-kut Siancu sendiri yang
demikian jumawa, oleh karena sudah mengetahui bahwa ilmu
pedang golongan Bu-tong tidak dapat dibandingkan dengan
ilmu pedang biasa, Apalagi usul pertandingan itu diajukan oleh
pihak lawannya yang sudah pasti ada andalannya, maka sikap
sombongnya tadi tampak agak berkurang sehingga tidak
berani membuka serangan dengan memandang ringan
lawannya. Dua tokoh kuat dalam rimba persilatan itu sejak tadi sudah
mundur beberapa kaki, tetapi sampai beberapa saat kemudian
hanya melakukan persiapan, belum ada tanda-tanda siapa
yang mau bertindak lebih dahulu. Orang-orang dari pihak tuan
rumah, semuanya pada berdiam diri sambil menahan napas,
tidak berani membuka suara.
Sedangkan dari pihak tamu, terutama golongan Tiam-cong
dan Ngo-bie, dua partai itu yang terkenal dengan ilmu
pedangnnya, semuanya nampak benar-benar memperhatikan
pertandingan pedang yang jarang ada itu.
Dua orang yang sedang hendak bertanding terpisah kira-
kira setombak lebih, mereka lambat-lambat berputar tiga kali.
Hong-hoat Cinjin masih tetap dengan sikapnya yang
tenang, dengan senjata ranting kayu ditangan, matanya
ditujukan kepada lawannya. Saat itu ia mengambil sikap
apabila lawan tidak bergerak, ia juga tidak akan bergerak,
musuh hendak bergerak, ia akan bergerak lebih dahulu.
Baiknya sedikitpun ia tidak berani bertindak gegabah.
Ketua partai Ngo-bie, Hian-hian Sianlo yang menyaksikan
itu, lalu berkata dengan pujiannya kepada Siu-lang Tokow, Siu
wan Tokow dan Tang-siu Ci ketiga sumaynya;
"Sumoy, dapatkah sumoy bertiga mengetahui sampai
dimana kekuatan Hong-hoat Cinjin mempertahankan sikap
tenang, yang paling sulit bagi orang rimba persilatan ?"
Baru saja menutup mulut, keadaan dalam lapangan tiba-
tiba telah berubah. Dua tokoh kuat itu sudah mulai bertanding
dengan cepatnya, dalam waktu singkat saja sudah bertanding
tiga jurus. Ternyata, Pek-Kut Siancu kalah sabar dibanding dengan
Hong-hoat Cinjin. Dalam sikap demikian, lama kelamaan ia
mulai tidak dapat mengendalikan perasaannya sendiri, dalam
hatinya berpikir: Dengan kekuatan tenaga dalamku, untuk
menghadapi seorang seperti ketua partai Bu-tong ini, perlu
apa harus demikian terlalu berhati-hati" Oleh karenanya,
maka ia telah bergerak lebih dahulu, mulai membuka
serangan. Diluar dugaannya, baru saja bergerak, maksud Pek-Kut
Siancu sudah diketahui oleh Hong-hoat Cinjin yang selalu
memperhatikan gerak-geriknya. Maka baru saja bergerak,
sudah didahului oleh serangan yang hebat, yang dilancarkan
tiga kali dengan beruntun.
Terhadap tindakan Hong-hoat Cinjin yang menghadapi
perobahan demikian gesit, dan ilmu pedangnnya yang
demikian indah, Pek-Kut Siancu diam-diam merasa kagum.
Kini terpaksa ia bergerak mundur dirinya satu kaki lebih,
dengan satu gerak tipu 'Naga melesat terbang keawan'
dengan disertai oleh kekuatan tenaga dalamnya yang sudah
sempurna, ia berhasil mematahkan tiga kali serangan hebat
yang dilancarkan oleh Hong-hoat Cinjin tadi.
Hay-han-kong sangat tertarik oleh pertandingan itu,
katanya: Ilmu pedang Bu-tong, meskipun terkenal sebagai ilmu
pedang yang gencar, niat yang mantap, tetapi hebatnya juga
seolah-olah gunung guntur,"
Hong-kong Totiang yang mendengar ucapan itu
menyambutnya sambil tertawa mesem.
"Tiga jurus ilmu pedang Ciangbun sute-ku itu, meskipun
sudah berhasil merebut posisi lebih dahulu, dan digunakannya
dengan baik, akan tetapi sudah dipatahkan hanya dalam satu
jurus saja oleh Pek-kut Siancu. Dari sini dapat kita duga
apabila pertandingan berlangsung sampai seratus jurus, jika
Ciangbun sute hanya mempertahankan kedudukannya agar
jangan sampai kalah, sesungguhnya juga sangat berat."
Dengan adanya keterangan itu, karena diucapkan oleh
orang dari golongan Bu-tong sendiri, maka semua orang yang
mendengar hanya diam saja dan mengkhawatirkan
keselamatan Hong-hoat Cinjin.
Tetapi Hong-hoat Cinjin sendiri, sedikitpun tidak ada
perasaan takut dalam hatinya. Tiga jurus serangan yang
pertama segera disusul dengan tiga jurus serangan
berikutnnya. Serangan-serangan itu terus diulang hingga
sepuluh kali, dengan demikian sekaligus ia telah melancarkan
tiga puluh jurus serangan.
Tetapi sayang sekali, setiap serangan yang dilancarkan
dengan sangat hebat itu, semuanya dapat dipatahkan oleh
Pek-kut Siancu yang memiliki kekuatan tenaga dalam yang
sangat sempurna. Serangan beruntun yang kesepuluh kalinya telah selesai.
Hong-hoat Cinjin tahu bahwa lawannya tidak mungkin akan
terus menerus mudah diserang, maka buru-buru ia
memusatkan pikirannya untuk mengikuti perobahan
selanjutnya. Benar saja, baru saja Hong-hoat Cinjin memusatkan
perhatiannya, telinganya sudah menangkap suara hembusan
angin hebat, dan serangan ranting kayu Pek-kut Siancu sudah
menghadang dirinya. Iblis wanita itu meniru gerakan Hong-hoat Cinjin, juga
menggunakan gerak tipunya yang sekaligus melancarkan tiga
kali serangan, setiap serangannya dilancarkan demikian
ganas. Oleh karena lawannya sudah menipu tindakan sendiri,
Hong-hoat Cinjin sudah tentu tidak mau menunjukkan
kelemahannya. Ia terpaksa juga memusatkan kekuatan
tenaga dalamnya, dengan senjata ranting kayu ditangannya,
membuat suatu lingkaran gambar Tay-kek. Serangan gencar
Pek-kut Siancu benar saja dapat dipatahkan dengan mudah.
Pek-kut Siancu melanjutkan serangannya yang hebat,
setiap kali terdiri dari tiga jurus sekaligus dengan beruntun.
Sedangkan Hong-hoat Cinjin masih tetap dengan
menggunakan senjata ranting kayu, dengan caranya seperti
tadi. Cara itu nampaknya seperti sederhana, tetapi
sesungguhnya sangat kokoh penjagaannya, dengan demikian
ia telah berhasil menghadapi sepuluh kali serangan Pek-kut
Siancu dengan tenang. Hee Thian Siang yang menyaksikan pertandingan luar
biasa itu tampaknya sangat gembira, ia berkata kepada Tiong-
sun Hui Kheng sambil tertawa:
"Enci Tiong-sun, pertandingan pedang yang sangat aneh
dan hebat ini sesungguhnya ada harganya untuk ditonton.
Sekarang adalah gilirannya ketua Bu-tong-pay untuk
melancarkan serangannya. Aku ingin lihat dengan cara
bagaimana Hong-hoat Cinjin locianpwee melancarkan
serangannya untuk merebut kemenangan dalam sisa empat
puluh jurus ini ?" Tetapi apa yang diharapkan itu ternyata tidak menjadi
kenyataan, sebab Hong-hoat Cinjin tidak seperti apa yang
dibayangkannya, hendak melakukan penyerangan lagi. Ia
hanya merintangkan senjata ranting kayu ditangannya sambil
berdiri dengan tenang dan tersenyum.
Pek-kut Siancu melihat Hong-hoat Cinjin tidak menyerang
lagi, sudah tahu bahwa lawannya itu dalam pertandingan
enam puluh jurus tadi, tentunya dikejutkan oleh serangannya
sendiri yang hebat, hingga sudah merasa gentar. Mungkin ia
hendak menggunakan siasat mengulur waktu untuk
menghabiskan sisa yang empat puluh jurus lagi, supaya dapat
berakhir seri. Oleh karena jalan pemikirannya itu, sudah tentu ia tidak
memberi kesempatan pada lawannya untuk beristirahat.
Sambil perdengarkan suara tertawa dingin, ia melancarkan
serangan lagi. Tetapi gerak yang digunakan kali ini bukanlah
tiga kali serangan sekaligus, melainkan sejurus demi sejurus,
dilancarkan dengan beruntun. Ia ingin dalam empat puluh
jurus itu dapat mengalahkan Hong-hoat Cinjin.
Pek-kut Siancu yang menyerang dengan kekuatan tenaga
sepenuhnya, sudah tentu tekanannya lebih hebat dari yang
duluan. Dalam waktu yang sangat singkat, sudah berhasil
menempatkan Hong-hoat Cinjin kedalam kurungan serangan
senjata kayunya. Hee Thian Siang mengerutkan alisnya, ia berkata kepada
Tiong-sun Hui Kheng dengan suara perlahan:
"Enci Tiong-sun, Hong-hoat Cinjin Locianpwee adalah
ketua dari partai Bu-tong, bagaimana hanya melancarkan
serangan satu kali sudah tidak menyerang lagi" Apakah ia
hanya dapat menggunakan tiga puluh jurus ilmu pedang itu ?"
Tiong-sun Hui Kheng menganggap ucapan Hee Thian
Siang itu agak kurang sopan, sebab disitu masih ada Hong-
kong Totiang, maka ia coba mencegahnya. . . . . .
Tetapi Hong-kong totiang sebaliknya membenarkan ucapan
Hee Thian Siang tadi, sebab memang benar bahwa Hong-hoat
Cinjin sudah menggunakan habis ilmu pedangnya yang hanya
terdiri tiga puluh jurus tadi. Dikatakannya pula, bahwa hanya
tinggal satu jurus terakhir yang belum dikeluarkan. Jurus ilmu
pedang itu ditegaskannya juga, tidak menarik, tetapi
sesungguhnya sangat ampuh sekali. Ketua Bu-tong itu
sengaja menyimpan jurus pedangnya yang terampuh itu untuk
digunakan dalam babak yang paling menentukan.
Pek-Kut Siancu, sejurus demi sejurus melancarkan
serangannya semakin hebat, ketika serangan itu meningkat
kejurus sembilan puluh keatas, orang-orang dipihak Hong-
hoat Cinjin pada menyaksikan dengan penuh perhatian dan
kekhawatiran. Tatkala tiba pada jurus ke sembilanpuluh tujuh Pek-kut
Siancu mengerahkan seluruh kekuatan dan kepandaiannya
yang ada, menyerang dengan gerak tipunya yang belum
pernah digunakan, hingga serangan itu menimbulkan suara
menderu-deru mengancam diri Hong-hoat Cinjin.
Dalam babak terakhir itu, Hong-hoat Cinjin semakin berlaku
sangat hati-hati, dengan berbagai ilmu yang tidak pernah
digunakan, akhirnya telah berhasil mengelakkan serangan
lawannya yang sangat hebat.
Pada babak terakhir, Hong-hoat Cinjin agaknya sudah
memperhitungkan dengan baik-baik, ia telah merebut suatu
kesempatan untuk membalas melancarkan serangan,
serangan itu tampaknya sangat lambat sekali, dan ditujukan
kearah ulu-hati Pek-kut Siancu.
Pek-kut Siancu suami-isteri sebagai seorang akhli ilmu silat
kenamaan, ia menjadi terkejut, sebab Hong-hoat Cinjin dalam
keadaan berbahaya seperti itu masih bisa mendapat
kesempatan untuk menyerang.
Sementara itu Hong-kong totiang telah berkata sambil
tersenyum; "Gerak tipu yang digunakan Ciangbunjin sute ini adalah
gerak tipu yang tadi lolap ceritakan kepada Hee Thian Siang
laote!" Pek-kut Siancu sendiri oleh karena tiga jurus terakhir tadi,
ia melancarkan serangannya yang mematikan dengan
sepenuh tenaga, tetapi ternyata masih tidak berhasil, hingga
dalam hatinya merasa mendongkol, ketika menghadapi
serangan pembalasan Hong-hoat Cinjin yang dilancarkan
dengan sangat lambat itu, ia telah menangkis dengan senjata
kayunya secara seenaknya, hingga senjata Hong-hoat Cinjin
terpental tiga kaki. Sampai pada saat itu, pertandingan sudah berlangsung
seratus jurus penuh, berakhirlah sudah pertandingan dalam
babak pertama ini. Pek-kut Siancu menghentikan serangannya, ia berkata
kepada Hong-huat Cinjin; "Peruntunganmu memang baik, apabila ditambah lagi
sepuluh jurus, dalam babak pertama ini barangkali tidak akan
berakhir seri." "Dalam babak pertama ini, pinto merasa beruntung
mendapat sedikit keunggulan, jadi sebenarnya bukanlah
berakhir dengan seri," menjawab Hong-hoat Cinjin dengan
tenang sambil tersenyum. Pek-kut Siancu terkejut mendengar itu, tanyanya dengan
perasaan terheran-heran; "Kalau mendengar ucapanmu itu se-olah aku sudah kalah."
Hong-hoat Cinjin tersenyum, dengan suara yang sangat
perlahan supaya tidak terdengar oleh orang lain ia berkata;
"Harap Sian-cu suka periksa sebentar ujung senjata
kayumu itu." Pek-kut Siancu lalu memeriksa ujung senjatanya, sesaat
wajahnya menjadi merah, oleh karena pada ujung senjatanya
itu, benar ada terdapat tiga buah lubang yang sangat kecil.
Dengan seorang yang mempunyai kedudukan seperti Pek-
kut Siancu, sampai terjadi kelalaian demikian, sudah tentu
terpaksa mengaku kalah. Dengan sangat mendongkol Pek-kut Siancu mematahkan
senjata kayunya dan dilemparkan keluar, kemudian berkata
kepada Hong-hoat Cinjin dengan nada suara dingin;
"Dalam babak pertama ini aku mengaku kalah, Kita
sekarang boleh mulai dengan babak kedua untuk mengadu
ilmu Hian-kang!" Bagi orang-orang pihaknya Hong-hoat Cinjin meskipun
tidak mengerti keadaan yang sebenarnya, tetapi setelah
mendengar ucapan Pek-kut Siancu, dalam hati pada merasa
lega. Orang-orang dipihaknya tuan rumah semua diam ketika
mengetahui bahwa orang dipihaknya telah kalah, Pek-kut Iesu
yang menyaksikan keadaan demikian lalu berkata sambil
tertawa; "Tuan-tuan jangan khawatir, dalam babak pertama ini


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kekalahan Pek-kut Siancu pasti disebabkan karena ia terlalu
pandang ringan lawannya, Aku berani tanggung dalam babak
kedua dan ketiga, sudah pasti akan merebut kemenangan!"
Saat itu Hong-hoat Cinjin menanyakan cara pertandingan
babak kedua, selagi Pek-kut Siancu hendak menjawab, degan
tiba-tiba terdengar suara orang memuji nama Buddha yang
sangat nyaring, kemudian disusul oleh suara seorang
perempuan tertawa, selanjutnya, dari atas puncak setinggi tiga
empat puluh tombak, tampak meluncur turun seorang padri
muda berjubah kelabu, dengan tangan membimbing seorang
wanita cantik bagaikan bidadari, melayang turun ketengah
lapangan. Ilmu meringankan tubuh yang tidak ada taranya itu, telah
mengejutkan semua orang yang ada disitu, hingga semua
pada memandangnya dengan penuh perhatian, Demikian pula
dengan Pek-kut Siancu, ia juga membatalkan maksudnya
untuk menyebutkan cara pertandingan, sepasang matanya
ditujukan kepada dua orang yang baru datang secara aneh itu.
Tidak demikian dengan Tiong-sun Hui Kheng, saat itu
dengan sangat gembira berkata kepada ayahnya;
"Ayah, Hwa Ji Swat dan It-pun Sin-ceng telah datang, ia
melayang turun dengan menggunakan selendang sutera yang
dahulu ayah ciptakan!"
Begitu tiba dilapangan Hwa Ji Swat tidak menghiraukan
Hong-hoat Cinjin, sebaliknya ia memberi hormat dalam-dalam
dengan wajah berseri-seri kepada Pek-kut Siancu.
Pek-kut Siancu heran diperlakukan demikian, lalu bertanya
dengan perasaan terheran-heran;
"Nona ini siapa" Kau denganku masih sangat asing,
mengapa harus berlaku demikian merendahkan diri ?"
"Aku bernama Hwa Ji Swat, oleh karena lama berdiam
digunung BU-san, maka sahabat-sahabat membari nama
julukan padaku Bu-san Siancu, Tetapi nama julukan Bu-san
Siancu ini bukan saja tidak sehebat nama julukanmu Pek-kut
Siancu, sedangkan tingkatan dan ilmu kepandaian juga
terpaut sangat jauh sekali! Maka dari itu aku seharusnya
memberi hormat kepadamu, kesatu ialah menghormat kepada
seorang dari tingkatan tua, dan kedua karena aku hendak
meminta sesuatu darimu!"
Tiong-sun Hui Kheng dan Hee Thian Siang yang
mendengar ucapan Hwa Ji Swat, sudah mengerti bahwa
wanita cantik itu sedang mempermainkan Pek-kut Siancu,
apabila Pek-kut Siancu tidak hati-hati, mungkin akan terjebak
oleh akal muslihatnya. Pek-kut Siancu masih belum tahu bahwa Hwa Ji Swat
adalah murid kesayangan Tiong-sun Seng, karena
diperlakukan demikian sopan-santun dan menghormat, sudah
tentu diam-diam ia juga merasa girang, maka ia lalu berkata
sambil tersenyum; "Kau ada permainan apa, sebentar lagi boleh kau ucapkan,
sekarang ini aku sedang menyiapkan suatu pertandingan
dengan ketua dari Bu-tong-pay!"
Hwa Ji Swat melirik kepada Hong-hoat Cinjin sejenak,
kemudian berkata pula kepada Pek-kut Siancu sambil
tersenyum; "Permintaanku ini, justru hendak minta kepadamu, supaya
kau suka memberikan kesempatan
kepadaku untuk bertanding lebih dahulu dengan Bu-tong-pay!"
"Diantara kalian kedua pihak, sebetulnya ada permusuhan
apa?" bertanya Pek-kut Siancu heran.
"Salah seorang dari tujuh pahlawan partai Bu-tong, pernah
kudesak dipuncak gunung Tiauw-in-hang, hingga akhirnya
terjun kedalam sungai untuk bunuh diri!"
Hong-hoat Cinjin tidak menduga Hwa Ji Swat pada saat itu
telah muncul untuk mengacau keadaan, maka alisnya yang
panjang dikerutkan, Sambil memuji nama Buddha, kemudian
berkata kepadanya; "Hwa Siancu, urusan yang sudah lalu, Bu-tong-pay dapat
memaafkan kesalahanmu yang tidak kau sengaja itu, untuk
selanjutnya tidak perlu diungkap-ungkap lagi! Sekarang
silahkan kau mundur dulu, biarlah aku bertanding ilmu Hian-
kang dengan Pek-kut Siancu!"
Hwa Ji Swat yang mendengar ucapan itu, lalu memberi
hormat kepada Hong-hoat Cinjin dan berkata sambil
tersenyum; "Kejahatan yang telah Hwa Ji Swat lakukan tanpa
disengaja waktu itu, atas kebijaksanaan Cinjin yang suka
memberi maaf disini lebih dahulu kuhaturkan terima kasih!"
Hong-huat Cinjin diam saja, ia balas menghormat sambil
menganggukkan kepala. Hwa Ji Swat mengundurkan diri kesamping Pek-kut Siancu,
kemudian berkata; "Locianpwee kau hendak mengadu ilmu Hian-kang dengan
ketua Bu-tong-pay, mengapa belum dimulai" Supaya aku juga
dapat menyaksikan pertandingan yang jarang tampak ini."
Pek-kut Siancu yang sama sekali tidak menduga bahwa
Hwa Ji Swat tidak mempermainkan dirinya, dan kedua karena
ia tahu bahwa kekuatan dan kelemahan ilmu Hian-kang, bisa
disaksikan oleh semua mata, tidak perduli bertanding dengan
cara bagaimana, atau siapa saja yang bertindak sebagai
wasit, tidak bisa main gila, maka ia tidak memperhatikan benar
ucapan Hwa Ji Swat tadi. Sementara itu Hwa ji Swat telah memajukan suatu usul
supaya ia diperbolehkan untuk mengusulkan suatu cara dan
bertindak sebagai wasit. Pek-kut Siancu dapat menyetujui usul tersebut, maka Hwa
Ji Swat lalu bertanya kepada Hong-hoat cinjin : "Hong-hoat
cinjin locianpwe, apakah locianpwe juga menyetujui usulku
tadi ?" HOng-hoat cinjin yang sudah memberikan hak kepada Pek-
kut siancu untuk memilih cara pertandingan, sudah tentu
menurut saja. Hwa Je Swat ketika mendengar ucapan itu lalu berkata
kepada pihak tuan rumah. "Silahkan Khi Ciangbunjun supaya mengutus orang untuk
mengirin dua cawan besar arak harum, untuk digunakan
didalam pertandingan !"
Semua orang terheran-heran mendengar ucapan itu,
Hanya Tiong-sun Seng dan Hee Thian siang itu sudah
mengetahui benar sipat perempuan cantik itu, tidak merasa
heran, mereka hanya belum tahu muslihat apa yang akan
digunakan olehnya " Hee Thian siang hanya dapat
memastikan bahwa dalam pertandingan itu Hwa Ji Swat pasti
akan membantu pihak Hong-hoat cinjin, karena hendak
menebus dosanya terhadap perbuatannya yang sudah lalu.
Tetapi Tiong-sun Seng tidak membenarkan dugaan Hee
Thian siang, sebab alasan Hee Thian Siang meskipun benar,
tetapi apabila Hwa Ji Swat berlaku berat sebelah, sudah pasti
akan menimbulkan geger dari pihak tuan rumah.
Tiong-sun Hui Kheng juga beranggapan demikian, sebab
Khi Tay cio sudah pasti akan sigap untuk menjaga Hwa ji swat
jangan sampai main gila. Pek-kut Thiankun dan Pek-kut Iesu, yang merupakan
orang-orang jahat yang banyak dosanya. ketika mendengar
Hwa Ji Swat minta secawan arak, lantas memerintahkan Khi
Tay cao yang membawa sendiri dan mengawasi pertandingan
itu. Hwa Ji Swat juga melihat Khi Tay Cao turun tangan sendiri
untuk mengawasi pertandingan itu, ia sedikitpun tidak
menghiraukan, ia merebut dua cawan arak dari tangannya,
lalu berkata kepada Pek-kut Siancu dan Hong-hoat cinjin
sambil tersenyum : "Silahkan kedua locianpwe duduk bersila terpisah dua
tombak jauhnya !" Pek-kut siancu dan Hong-hoat cinjin, karena sudah
menerima baik usul Hwa Ji Swat yang mengajukan cara
pertandingan, maka terpaksa menurut segala kehendaknya,
mereka lalu duduk seperti apa yang diminta olehnya.
Hwa Ji Swat lalu berkata sambil tertawa:
"Cara pertandingan ini, ialah kuminta kepada kedua
locianpwe, supaya masing-masing mengerahkan ilmu Hu-
kang sendiri-sendiri untuk menyedot udara. dan oleh karena
mengingat kedua locianpwe yang satu adalah Pek-kut siancu
yang namanya sudah sangat kesohor didalam rimba
persilatan dan yang lain adalah ketua partai Bu-tong yang juga
merupakan seorang tokoh kenamaan dalam rimba persilatan,
maka letak kedua cawan itu kupikir kira-kira terpisah satu
tombak, supaya semua tokoh rimba persilatan yang datang
menyaksikan disini, dapat menyaksikan pertandingan yang
luar biasa dan jarang ada didalam dunia, entah bagaimana
pikiran kedua locianpwe " apakah jarak satu tombak itu
locianpwe berdua anggap terlalu jauh ?"
Hong-hoat cinjin dan Pek-kut siancu keduanya diam saja,
hanya masing-masing menganggukkan kepala, mereka dapat
menyetujui usul itu. Hwa Ji Swat lalu berjalan ditengah-tengah antara mereka
berdua, dua cawan itu diletakkan dengan berendeng,
kemudian berkata pula kepada Pek-kut siancu dan Hong-hoat
cinjin: "silahkan Pek-kut siancu cianpwee menghirup arak dicawan
sebelah kanan dan Hong-hoat cinjin cianpwee menghirup arak
dicawan sebelah kiri. . . . ."
belum habis ucapannya Khi Tay cao mendapat suatu
pikiran, ia bertanya kepada Hwa Ji Swat;
"Kedua cawan arak itu bolehkan ditukar tempatnya ?"
Hwa Ji Swat tersenyum, dan berkata sambil
menganggukkan kepala: "Arak itu adalah Ki ciangbunjin sendiri yang membawa,
seharusnya tidak ada perbedaan, sudah tentu boleh ditukar
tempatnya !" "Dua orang itu menghirup berbareng " atau yang satu lebih
dahulu dan yang lain belakangan ?" bertanya pula Khi Tay
Cao. Hwa Ji Swat pikir sebentar, kemudian menjawab :
"Jikalau menghirup berbareng susah untuk memberikan
keputusan, sebaiknya satu lebih dulu dan yang lain
belakangan, hanya yang menghirup lebih dulu, agaknya
dirugikan sedikit !"
Pek-kut siancu adalah seorang iblis kenamaan sedangkan
Hong-hoat Cinjin juga seorang yang beradat tinggi,
mendengar itu, keduanya semua tidak takut dirugikan, maka
minta menghirup lebih dahulu !
Hwa jie swat lalu helanya sambil bersiul:
"Dalam pertandingan pertama
tadi siapakah yang mendapat kemenangan ?"
Hong-hoat Cinjin mengakui bahwa dialah yang menang.
Hwa Ji Swat lalu berkata:
"Aku sebagai seorang wasit, sudah semestinya kalau
memberikan keputusan harus adil! Ketua Partai Bu-tong-pay
karena dalam babak pertama sudah mendapat kemenangan
lebih dahulu, maka dalam babak kedua ini sudah tentu
seharusnya, kalau mendapat sedikit kerugian, biarlah Cinjin
yang menghirup lebih dahulu !"
Hong-hoat Cinjin menganggukkan kepala menerima baik
keputusan itu, ia mengerahkan kekuatan ilmu Hian-kangnya,
hendak menghirup arak dalam cawan yang terpisah setombak
jauhnya darinya melalui udara.
Khi Tay Cao dan Pek-kut siancu semua juga menganggap
bahwa tindakan Hwa Ji Swat itu benar-benar adil, sedikitpun
tidak berat sebelah. Hong-hoat Cinjin setelah mengerahkan kekuatan ilmu Hian-
kangnya, matanya ditujukan kepada cawan besar itu, dengan
tiba-tiba ia menyedot arak dalam cawan tersebut, benar saja
arak itu bagaikan air mancur melayang tinggi, ketengah udara
dan terus masuk kedalam mulut Hong-hoat Cinjin, dalam
waktu yang sangat singkat, arak dalam cawan itu sudah
tersedot habis. Ilmu yang jarang tampak dalam dunia ini. mengagumkan
semua penonton dari semua golongan. sehingga pada tepuk
tangan riuh. Hwa Ji Swat menunjukkan perasaan kagum lalu ia berkata
lagi sambil tersenyum: "Ilmu Hain-kang ketua Bu-tong-pay, benar-benar sangat
mengagumkan! Sekarang adalah giliran Pek-kut siancu
locianpwe yang harus menghirup habis arak itu !"
Pek-kut siancu memiliki latihan sangat mahir didalam ilmu
kekuatan tenaga dalam dan Hian-kang, oleh karena hendak
menebus kekalahannya dalam babak pertama, ia sengaja
hendak mempertunjukkan keahliannya, kekuatan tenaganya
sudah lama dikerahkan, maka begitu mendengar ucapan Hwa
Ji Swat, segera dilaksanakan, tampak ia membuka mulut
untuk menyedot cawan arak itu bersama isinya, semuanya
terbang ketengah udara ! sejarak kira-kira lima kaki dari permukaan dan arak yang
terbang ketengah udara itu mengeluarkan isinya seperti
cawan air mancur. arak itu langsung masuk kedalam mulut
Pek-kut siancu ! Setelah isinya kering cawannya dengan
sangat aneh sekali melayang turun kembali ketempat asalnya
! Para penonton dari kedua pihak, kembali perdengarkan
suara pujian riuh, sedangkan Tiong-sun Seng tampak menarik
napas dan berkata sambil mengawasi Tiong-sun Hui Kheng:
"Kheng-ji apa kau kata" dibawah keadaan demikian, enci
Hwamu mana bisa membela Hong-hoat Cinjin"
JILID 22 Hong-kong totian juga nampak sedih, ia berkata sambil
menghela nafas panjang: "Sungguh tak kusangka Pek-kut
Sian-cu itu kepandaian ilmunya demikian juga. Sekalipun
Cianbun sute yang menyedot belakangan, juga tidak akan
dapat berbuat seperti dia demikian, dan pada akhirnya pasti
akan kalah." Sementara itu ketua Swat-san-pay Peng-pek Sin-sa juga
sudah turut berkata: "Dalam babak pertama Hong-hoat Cinjin
sudah menang meskipun dalam babak kedua ini kalah, juga
masih terhitung seri. Pek-kut Sian-cu yang memiliki ilmu Hian-
kang demikian tinggi, kekuatan tenaga dalamnya juga pasti
sangat hebat, maka dalam pertandingan babak ke tiga ini


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memang benar sangat berbahaya bagi Hong-hoat Cinjin.
Sekarang harap tuan-tuan lekas memikirkan suatu cara yang
baik, supaya dapat melindungi nama baik ketua Bu-tong-pay."
Selagi orang-orang dipihak Hong-hoat Cianjin pada tidak
berdaya, Bu-san Sian-cu Hwa Jie Swat sudah mengumumkan
hasil pertandingan dalam babak kedua tadi.
Benar seperti apa yang diduga oleh Tiong-sun Seng, Hwa
Jie Swwat sedikitpun tidka berat sebelah, ia telah mengatakan
bahwa pertandingan babak kedua itu dimenangkan oleh Pek-
kut Sian-cu Pek-kut Sian-cu, dan Hong-hoat Cinjin keduanya
memberi hormat kepada wasit yang dapat bertindak adil itu.
Hwa Jie Swat berkata sambil tertawa: "Kedua locianpe
masing-masing telah menang satu babak, dengan demikian
pertandingan dalam dua babak ini telah berkesudahan seri.
Sekarang harap segera dimulai babak ketiga, buat
menetapkan pemenangnya. Keinginan Hwa Jie Swat sudah
tercapai, biarlah untuk sementara minta diri dulu!"
"Pek-kut Sian-cu yang telah mendapat kesan baik dari Hwa
Jie Swat, menganggukkan kepala sambil tersenyum,
sedangkan Hong-hoat Cinjin masih belum mengerti apa
maksud dan tujuan perempuan cantik itu sampai
mengakibatkan kekalahannya, memandangnya dengan
perasaan terheran-heran. "Dalam babak ketiga, akan dilakukan pertandingan
mengadu kekuatan tenaga dalam. Hong hoat Cinjin dan Pek
kut Sian-cu sudah sama-sama bangkit dan berhadapan
semakin dekat, mereka masing-masing membuat suatu
lingkaran dan berdiri ditengah-tengahnya, kemudian masing-
masing mengulurkan tangan kanannya, ditempelkan satu
pada yang lain tanpa bersuara.
Khie Tay Cao sudah mulai meramalkan bahwa
kemenangan sudah pasti berada dipihak Pek-kut Sian-cu
maka ia tampak sangat girang, lalu kembali kedalam
rombongan sendiri. Hwa Jie Swat bersama It-pun Sinceng
juga sudah berjalan menuju kerombongan pihak tamu.
Terlebih dulu mereka menghampiri Tiong-sun Seng,
setelah itu memberi hormat kepada yang lain-lainnya.
Tiong-sun, Hui Kheng yang menyaksikan Hwa Jie Swat
selalu tersenyum seolah-olah merasa bangga itu lalu bertanya
kepadanya sambil mengerutkan alisnya: "Enci Hwa, kau tadi
telah mencoba hendak membantu Hong-hoat Cinjin, tetapi
tahukah kau bahwa kesudahannya malah berbalik telah
merugikannya" Dalam babak kedua ini Hong-hoat Cinjin
locianpe telah menderita kekalahan" Mengapa pula kau
nampaknya gembira?" Hwa Jie Swat menarik Tiong-sun Hui Kheng kedalam
pelukannya, kemudian berkata kepadanya sambil tertawa:
"Karena kematian Lie-tim totiang dan Lok Kiu Siang dahulu,
terhadap partai Butong dan Siao-lim, aku merasa menyesal
dan berdosa. Sekarang aku baru berusaha untuk menebus
sedikit dosa dengan membantu Hong-hoat Cinjin, masakan
tidak merasa girang?"
Hee Thian Siang heran mendengar jawaban ini, tanyanya:
"Enci Hwa, tindakanmu yang membawa akibat kekalahan
Hong-hoat Cinjin locianpe ini, apakah juga terhitung suatu
tindakan yang hendak menebus dosa?"
"Kalau adik Siang juga demikian menyesalkan aku, biarlah
aku umumkan tindakanku ini?" Berkata Hwa Jie Swat sambil
tertawa. Semua orang yang mendengarkan ucapan itu pada
berpikir, menduga-duga muslihat apa yang terkandung dalam
tindakan Hwa Jie Swat tadi.
Sementara ito Hong-kong Titiang yang merasa bahwa
urusan itu besar sekali sangkut-pautnya dengan nama baik
sutenya dan padri Bu-tong, ia yang lebih dahulu merasa tidak
sabaran, bertanya kepada Hwa Jie Swat: "Hwa Siancu, harap
lekas Siancu jelaskan rahasia apa yang Siancu gunakan untuk
membantu suteku. Pinto justru sedang merasa kuatir akan
keselamatan sute!" Hwaw Jie Swat menghormat kepadanya dan berkata
sambil tertawa: "Atas pertanyaan Totiang ini, Hwa Jie Swat
ingin bertanya terlebih dahulu. Sudikah kiranya Totiang
memberi jawaban atau sudikah kiranya Totiang maafkan
tindakan boanpe tadi, jikalau sekiranya Totiang anggap
boanpe bersalah terhadap sute Totiang?"
Hong-kong Totiang menganggukkan kepala, kemudian
berkata: "Hwa Siancu tidak perlu merendahkan diri, jika ada
apa-apa boleh tanyakan saja!"
Hwa Jie Swat masih tetap dengan sikapnya yang sangat
menghormat, katanya: "Totiang, boanpe ingin bertanya.
Pemimpin Bu-tong Hong-hoat Cinjin locianpe, meskipun dalam
babak pertama dengan ilmu pedangnya yang luar biasa
indahnya dapat memenangkan Pek-kut Siancu, tetapi dalam
babak kedua dan ketiga dalam pertandingan Hian-kang
apakah Totiang yakin benar Hong-hoat locianpe bisa merebut
kemenangan?" Tanpa ragu-ragu sedikitpun juga Hong-kong Totiang
menjawab: "Menurut apa yang dipertunjukkan oleh Pek-kut
Siancu barusan, dalam pertandingan ilmu Hiang kang, sudah
pasti tidak akan ada harapan sedikitpun juga untuk suteku
merebut kemenangan. Dalam babak kedua itu pasti dia kalah.
Dan dalam babak ketiga dalam mengadu kekuatan tenaga
dalam, oleh karena sute harus mempertaruhkan nama baik
partai Bu-tong, ada kemungkinan besar bisa terancam
jiwanya!" Hwa Jie Swat menganggukkan kepala memuji pandangan
Hong-kong Totiang, katanya: "Jawaban terus-terang tanpa
tedeng aling-aling dari Totiang ini, benar patut menjadi teladan
baik buat golongan partai kebenaran, dalam hal ini Hwa Jie
Swat merasa sangat kagum!"
Hong-kong Totiang yang masih cemas hatinya, lantas
Rahasia Mo-kau Kaucu 4 Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung Pendekar Buta 7
^