Makam Bunga Mawar 19
Makam Bunga Mawar Karya Opa Bagian 19
Tidak menunggu sampai habis ucapan Siang Biaw Yan,
Tiong-sun Hui Kheng sudah berkata:
"Kau maksudkan apakah bukan pamannya U-Ti Khao U-Ti
Co Koat yang mempunyai julukan manusia agung tangan
seratus?" "Kalau kau sudah tahu tentang diri U-Ti Co Koat,
seharusnya kenal dengan barang ini. Ini adalah salah satu dari
tiga benda wasiatnya yang tersayang selama hidupnya dari U-
Ti Co Koat dan di waktu ia meninggal dunia karena tidak mau
menurunkan kepada keponakannya U-ti Khao, maka dikubur
bersama-sama dengan dirinya!" berkata Siang Biaw Yan
sambil menganggukkan kepala dan tertawa:
"Tiga rupa benda wasiat dari U-Ti Co Koat kalau tidak salah
adalah Giam-ong-leng Kui-ong-thian atau cemeti raja setan
dan Thian-ong-pha, mana ada senjata yang bentuknya seperti
naga ini" Lagi pula ketiga benda wasiat itu semua toh sudah
dikubur bersama-sama dengan pemiliknya, dengan cara
bagaimanan pula kini berasa di tanganmu?"
"Benda pusaka memang selalu membawa malapetaka! U-ti
Co Koat yang mati dengan membawa tiga macam benda
pusakanya, belum sampai tiga bulan kuburannya telah
dibongkar oleh orang dunia kang-ouw, dan benda pusakanya
itu dicuri semua!" berkata Siang Biaw Yan sambil tertawa
bangga. Hee Thian Siang yang mendengar keterangan itu, lalu
berkata sambil tertawa dingin:
"Kau adalah seorang yang rendah martabatnya, orang yang
membongkar kuburan dan mencuri barang pusaka itu,
barangkali adalah engkau sendiri!"
"Jikalau orang yang membongkar kuburan dan mencuri
benda pusaka itu adalah aku, makak cemeti raja setan Kui-
ong-thian dan Thian-ong-pha pasti juga berada di tanganku.
Dengan cara bagaimana hanya sebuah Giam-ong-leng ini
saja?" menjawab Siang Biaw Yan sambil menggelengkan
kepala. Sementara itu Tiong-sun Hui Kheng mendengar ucapan
Siang Biaw Yan bahwa senjata yang berbentuk seperti naga
kecil itu ternyata adalah senjata yang dinamakan Giam-ong-
leng, matanya segera ditujukan kepada benda aneh itu,
sedang mulutnya berseru: "Jadi senjata itu adalah yang dinamakan Giam-ong-leng?"
Sambil tersenyum Siang Biaw Yan menjawab:
"Waktu itu di dalam rimba persilatan telah tersiar luas
beberapa ucapan yang katanya begini: Lebih baik ketemu
dengan Thian-ong-pha, jangan berjumpa dengan cemeti Kui-
ong-thian; lebih baik berjumpa dengan cemeti Kui-ong-thian,
tetapi jangan bertemu dengan Giam-ong-leng. Dengan lain
perkataan, senjata hebatnya senjata Giam-ong-leng ini,
termasuk yang terhebat di antara tiga benda pusaka itu! Kalian
bisa mati di bawah senjata pusaka rimba persilatan yang
semacam ini, sudah boleh merasa bangga!"
"Aku justru tidak percaya senjata yang panjangnya tidak
ada dua kaki ini, memiliki keampuhan demikian hebat!"
berkata Hee Thian Siang sambil tertawa dingin.
"Bagaimana pun juga, sekalipun kalian memiliki sayap juga
tidak akan lolos dari senjata Giam ong leng ini! Sekarang aku
boleh beritahukan kepadamu lebih dahulu ampuhnya raja dari
senjata rahasia ini, supaya kau jangan penasaran!" berkata
Siang Biauw Yan dengan bangganya.
Ia berdiam sejenak, dengan jari tangan kiri ia menunjuk
senjata Giam ong leng di tangan kanannya, lalu berkata pula
sambil tertawa mengejek :
JILID 20 "Awak senjata yang berbentuk naga ini, memiliki tujuh
puluh dua sisik mas, setiap lembar merupakan senjata golok
terbang yang berbetuk aneh tapi dibalur dengan racun yang
sangat berbisa ! Sedangkan kumis dibawah bagian kepalanya
ini hanya khusus digunakan untuk memunahkan kekuatan
tenaga dalam, diujung kumis ini bisa menyemburkan senjata
jarum berbisa yang sangat ampuh, dan tanduk bagian kepala,
didalamnya tersimpan asap berbisa ! Sedang didalam bagian
mulutnya, juga bisa menyemburkan air berbisa yang dapat
menghancurkan tulang tulang ! Baik golok terbang maupun
jarum beracun atau asap berbisa asal salah satu dari itu
menyentuh badan, orang yang tersentuh badannya segera
akan berubah menjadi darah dan mati tanpa bekas! Maka asal
aku menarik bagian ekornya saja, begitu pesawatnya dibuka,
daerah sejarak sepuluh tombak persegi, segera akan berubah
menjadi neraka, sekalipun dewa dari langit, juga sulit
meloloskan diri dari ancaman bahaya!"
Tiong-sun Hui kheng yang mendengar ucapan itu, tampak
berpikir sejenak, kemudian berkata sambil tersenyum : "Siang
Ciang-bun-jin!" Siang Biauw Yan yang dipanggil oleh Tiong-sun Hui Kheng
sesaat menjadi terkejut dan heran, ketika ia angkat kepala dan
beradu pandangan mata dengan Tiong-sun Hui Kheng, sesaat
itu ia merasa bahwa kecantikan gadis itu sesungguhnya susah
didapat bandingannya, terutama sikapnya yang agung dan
lemah lembut, benar-benar menbuatnya tidak tega untuk turun
tangan kejam. Siang Biauw Yan yang usianya sudah agak
lanjut, meskipun tidak mempunyai pikiran jahat terhadap
perempuan cantik, tetapi toh timbul perasaan kasiannya, maka
lalu bertanya sambil mengerutkan alisnya : ,,Perlu apa kau
panggil aku" Apakah kau takut dengan senjata ini" Apakah
kau ingin meminta keampunan kepadaku?"
"Hebat dan ampuhnya senjata Giam ong-leng ini, benarkah
seperti keteranganmu itu?" Bertanya Tiong-sun Hui Kheng
dengan suara lemah lembut sambil tersenyum.
"Ucapanku itu semuanya benar, senjata Giam ong-leng ini
disebut sebagai rajanya senjata rahasia, dengan namanya itu
saja kau sudah dapat bayangkan sendiri betapa ampuh dan
hebatnya senjata ini!" menjawab Siang Biauw Yan.
Tiong-sun Hui Kheng mengulurkan tangannya yang putih
halus, lalu berkata sambil tersenyum manis : "Senjata rahasia ini demikian
hebat, bolehkah aku pinjam lihat sebentar?"
Siang Biauw Yan merasa heran, dia pikir permintaan gadis
itu sebetulnya agak keterlaluan, senjata Giam ong-leng yang
dipandang sebagai jiwanya yang kedua, apalagi kedua belah
pihak sedang berhadapan sebagai musuh, bagaimana bisa
dipinjamkan kepadanya"
Hee Thian Shiang juga merasa bahwa pertanyaan Tiong-
sun Hui Kheng itu terlalu kekanak-kanakan, seolah-olah
mengandung sifat main-main, tetapi pada saat Siang Biauw
Yan terkejut dan terheran-heran, dengan tiba-tiba tampak
berkelebat bayangan orang, entah dengan cara bagaimana
yang tidak diketahui olehnya sendiri, senjatanya yang
terampuh Giam ong-leng, tahu-tahu sudah pindah ke tangan
Tiong-sun Hui Kheng ! Hee Thian Shiang yang menyaksikan gerakan Tiong-sun
Hui Kheng untuk merebut senjata Giam ong-leng dari tangan
musuhnya ternyata demikian indah dan gesit sekali, saat itu
dia sadar apa artinya, maka ia lalu berkata : ,,EnCi Tiong-sun,
gerakanmu tadi, apakah itu yang diwarisi oleh Sam-ciok
Jindjin?" Tiong-sun Hui Kheng hanya menganggukkan kepala dan
menjawab sambil tersenyum : "Benar, sekarang Giam ong-
leng sudah berada di tanganku, maka urusan selanjutnya
kuserahkan padamu. . . "
Belum habis ucapannya, dibelakang dirinya dirasakan ada
orang yang menyerang. Siang Biauw Yan saat itu yang sudah
gemas dan marah karena dikibuli oleh gadis itu, dengan
sepenuh tenaga, telah melanjutkan serangan tiga kali dari
belakang. Hee Thian siang yang mengetahui itu, juga
menggunakan ilmunya yang didapat dari Thian-te Siangjin,
untuk memunahkan serangan gelap Siang biauw Yan tadi.
Siang Biauw Yan yang sudah kehilangan senjatanya Giam-
ong leng yang terampuh, dalam keadaan sedih dan marah,
saat itu sudah menjadi kalap benar benar, dengan
menggeram hebat, kembali mengerahkan kekuatan tenaga
dalamnya yang dilatih selama beberapa puluh tahun, untuk
menyerang secara nekat kepada Hee Thian siang.
Hee Thian siang tahum Siang Biauw Yan dalam keadaan
kalap, serangannya demikian hebat, maka ia juga tidak berani
berlaku gegabah dengan menggunakan ilmunya yang
diwariskan oleh Duta Bunga Mawar ia balas menyerang.
Dengan kekuatan tenaga yang dimiliki oleh Hee Thian
siang, sudah tentu Siang Biauw Yan tidak sanggup menahan,
maka saat itu terdengar seruan tertahan, Siang Biauw Yan
telah terpental mundur dalam keadaan sangat mengenaskan,
hampir hampir saja terjatuh dari puncak gunung.
Hee Thian siang terus mengejar, sambil melancarkan
serangannya lagi, selagi hendak menamatkan nyawa manusia
jahat itu, Tiong-sun Hui Kheng buru buru berseru kepadanya :
"Adik siang, totok saja padanya sudah cukup, jangan kau
habiskan nyawanya !"
Hee Thian siang menurut ia robah gerakannya dengan jari
tangannya menotok tubuh Siang Biauw Yan. Siang Biauw Yan
masih hendak berusaha untuk melawan, dengan
menggunakan ilmunya yang masih ada hendak balas
menyambar pergelangan tangan Hee Thian siang. Ilmunya itu
meskipun merupakan ilmu terampuh dari golongan Kun-lun,
tetapi oleh karena Siang Biauw Yan sudah terluka parah,
hingga kekuatan tenaganya terlalu lemah dengan demikian
maka usahanya itu tidak membawa arti sama sekali baginya.
Sebaliknya dengan Hee Thian siang, yang malah tidak
terlalu terpengaruh kekuatan tenaganya, maka totokannya itu
telah berhasil mengenakan sasarannya, hingga Siang Biauw
Yan jatuh rubuh ditanah. Hee Thian siang lalu berpaling dan bertanya pada Tiong-
sun Hui Kheng : "Mengapa enci tidak perbolehkan aku membunuh dia "
Apakah terhadap orang yang jahat seperti dia ini, kau juga
masih merasa kasihan ?"
"Bukan aku kasihan kepadanya, hanya disebabkan Siang
Biauw Yan yang bermaksud hendak merebut kedudukan
ketua telah mencelakakan diri ketuanya sendiri Ti-hui cu,
disamping itu, ia juga diam-diam hendak mencelakakan diri
Liok Giok ji, bahkan sudah membunuh mati keponakan
muridnya sendiri, semua kejahatan yang dilakukannya itu, ada
yang menyangkut urusan dalam partai Kun-lun, sebaiknya kita
serahkan kepada orang-orang golongan Kun-lun-pay sendiri
yang akan memberikan hukuman padanya!"
"Cara enci ini, memang benar sangat adil!" berkata Hee
Thiang Siang sambil menganggukkan kepala.
"Mari kita buka sepatu Siang Biauw Yan yang digunakan
sebagai alat pendaki gunung itu, dengan cara ia sendiri yang
memperlakukan kita, sekarang kita balas kepada dirinya,
biarlah dia kita tinggalkan di atas puncak ini, supaya
merasakan sendiri bagaimana orang kelaparan dan kehausan
! kita nanti beberkan semua kejahatannya di hadapan anggota
partai Kun-lun, supaya mereka mengambil tindakan
sepantasnya untuk menghadapi manusia jahat dan kejam ini!"
Hee Thiang Siang sangat setuju, matanya menatap Siang
Biauw Yan sejenak, kemudian berkata kepada Tiong-sun Hui-
Kheng sambil tertawa kecil : "Kita sudah mengambil
keputusan untuk memperlakukan diri Siang Biauw Yan, tetapi
rotan panjang itu sudah dilemparkan ke bawah olehnya,
dengan cara bagaimana kita bisa turun dari sini" Maka kita
berusaha selekasnya, sebab sudah dekat waktunya untuk kita
menghadiri pertemuan di gunung Kie-lian!"
"Siang Biauw Yan sudah kita bikin tidak berdaya, apa
susahnya untuk turun dari atas puncak ini". . " Berkata sampai di situ, tiba-
tiba terdengar suara binatang Siopek.
Tiong-sun Hui-Kheng lalu pasang telinga, kemudian
mengeluarkan suara siulan, setelah itu berkata kepada Hee
Thian Siang sambil tersenyum:
"Siaopek dan Taywong dibawah puncak gunung ini telah
menemukan rotan panjang tadi ia tanya kepadaku apakah
boleh kalau sekarang dibawa naik keatas" Aku sudah
memberi jawaban kepada mereka, sekarang persolan itu
bukankah sudah beres?"
Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu hatinya
merasa lega, dan benar saja, tak lama kemudian Siaopek dan
Taywong dua binatang gaib itu, sudah mendaki keatas puncak
gunung dengan membawa rotan panjang tadi.
Tiong-sun Hui-Kheng dan Hee Thian Siang lalu berbuat
seperti apa yang sudah di rencanakan, ia membuka sepatu
Siang Biauw Yan yang khusus digunakan untuk mendaki
gunung, sepatu itu dilemparkan kebawah, kemudian mereka
berdua dengan menggunakan rotan panjang itu merambat
turun dari puncak gunung Kun-lun. Tiba dibawah, Hee Thian
Siang menulis surat kepada anak murid partai Kun-lun,
membeberkan semua kejahatan Siang Biauw Yan, surat itu
kemudian ditinggalkan diistana Kun-lun-kiong. Setelah semua
selesai, keduanya kembali dengan naik seekor kuda,
bersama-sama dilarikan menuju kegunung Kie-lian.
Tiba didekat gunung Kie-lian, oleh karena waktu itu baru
tanggal empatbelas bulan dua, jadi masih ada waktu dua hari
lagi dihitung dari waktu hendak diadakannya pertemuan besar
digunung itu. Maka Hee Thian Siang bersama Tiong-sun Hui
Kheng pergi pesiar kekota Kang Ciu, dan makan dirumah
makan yang dahulu pernah bertemu dengan Go Eng.
Selagi mereka masih minum dan dahar, dikamar seberang
tiba-tiba terdengar orang menghela napas panjang. Hee Thian
Siang rasanya sudah kenal suara itu, maka lalu berkata
kepada Tiong-sun Hui Kheng:
"Enci, urusan didalam dunia ini apakah bisa terjadi
demikian kebetulan" Dahulu aku dengan U-tie Khao cianpwee
didalam rumah makan ini, kita mencuri dengar pembicaraan
Go Eng, sehingga mengetahui segala rahasia didalam goa
Siang-swat-tong, bahkan dengan secara kebetulan bertemu
dengan enci pula! Dan sekarang kita datang kembali ketempat
ini, bagaimana aku dengar suara elahan napas panjang tadi,
mirip benar dengan suara U-tie cianpwee?"
"U-tie cianpwee telah ditugaskan bersama Hok Siu In untuk
memberitahukan kepada para ketua berbagai partai rimba
persilatan, karena pertemuan besar digunung Uy-san telah
dirubah tempatnya dan waktunya, sekarang harinya sudah
dekat, mereka balik kembali kegunung Ki-lian, juga tentunya
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pesiar ketempat ini untuk makan minum, bukankah itu
mungkin saja bisa terjadi" Biarlah aku coba bertanya
kepadanya betul atau tidak" Kau barangkali sudah kangen
dengan adik In mu itu?"
Hee Thian Siang yang di goda demikian rupa, wajahnya
menjadi merah, sementara itu Tiong-sun Hui Kheng sudah
menyapa orang diseberang sana:
"Apakah yang duduk makan minum dikamar seberang itu
adalah U-tie Khao cianpwee dan bersama Siu In" Boanpwee
Tiong-sun Hui Kheng bersama Hee Thian Siang ada disini!"
Baru habis ucapannya, tirai yang memisahkan mereka itu
telah terbuka, dari situ melayang masuk sesosok bayangan
orang. Orang itu ternyata benar adalah U-tie Khao, tetapi tidak
disertai dengan Hok Siu In. Dan yang mengherankan ialah
munculnya U-tie Khao itu dengan wajah cemberut, agaknya
diliputi kedukaan. Hee Thian Siang tahu benar U-tie Khao selamanya suka
membanyol dan selalu girang saja, mengapa dengan tiba-tiba
berubah demikian" Dalam hal ini pasti ada sebabnya. Oleh
karenanya, maka sambil berbangkit untuk menyilahkan tamu
itu duduk, ia bertanya sambil tersenyum:
"Apakah selama ini U-tie locianpwee baik-baik saja"
Bagaimana adik Hok Siu In tidak ikut serta bersamamu"
Apakah ia kembali kegunung Go-bie?"
U-tie Khao duduk, menyambut secawan arak yang
diberikan oleh Hee Thian Siang, tetapi arak itu tidak diminum,
sebaliknya dari kelopak matanya mengalir turun air mata.
Hee Thian Siang yang menyaksikan keadaan demikian,
menjadi heran dan terkejut, tanyanya:
"U-tie locianpwee, mengapa locianpwee demikian sedih"
Apakah Hok Siu In menemukan kejadian yang mengharukan?"
U-tie Khao menghela napas panjang, jawabnya dengan
nada suara sedih: "Hee laote, U-tie Khao merasa tidak mempunyai
kepandaian untuk melindungi Hok Siu In, maka sesungguhnya
tidak ada muka untuk bertemu denganmu!"
Terkejut Hee Thian Siang mendengar jawaban itu, hingga
ia tahu bahwa Hok Siun In sudah mengalami nasib buruk,
maka lalu saling berpandangan dengan Tiong-sun Hui Kheng,
ia coba menenangkan pikiran dan perasaannya, lalu berkata
kepada U-tie Khao: "Locianpwee jangan gelisah, cobalah cerita kan dengan
jelas, apa sebetulnya yang dialami oleh Hok Siu In" supaya
kita bisa berusaha untuk memberi pertolongan."
"Jikalau kecelakaan biasa saja, masih bisa kita berusaha
untuk memberi pertolongan, akan tetapi Hok Siu In sudah
mengalami nasib buruk, mungkin selama-lamanya tidak dapat
kita ketemui lagi . ." berkata U-tie Khao sambil menggelengkan kepala dan
menghela napas. Belum habis ucapan U-tie Khao, wajah Hee Thian Siang
sudah berubah pucat, cawan di tangannya telah jatuh hancur
tanpa disadarinya, dan arak itu jatuh berhamburan membasahi
badan Tiong-sun Hui Kheng.
Adalah Tiong-sun Hui Kheng yang masih tetap tenang-
tenang saja, ia khawatir Hee Thian Siang terlalu sedih, bisa
mengganggu kesehatannya, maka lalu menggenggam satu
tangannya, dan berkata dengan suara lemah lembut:
"Adik Siang, kau jangan cemas dulu, biarlah kita tanya lebih
dahulu kepada U-tie Khao cianpwee, dimana sekarang
jenazah adik Hok Siu In berada" Dan apakah U-tie locianpwee
menyaksikan dengan mata kepala sendiri kematiannya?"
"Meskipyn aku tidak dapat menemukan jenazah Hok Siu In,
juga tidak menyaksikan sendiri kematiannya, tetapi aku tahu ia
pasti mati, sudah tidak perlu diragukan lagi!" menjawab U-tie Khao dengan suara
sedih. Mendengar keterangan U-tie Khao yang menyatakan tidak
dapat menemukan jenazah Hok Siu In dan tidak menyaksikan
kematiannya sendiri dalam hati Hee Thian Siang masih timbul
sedikit harapan, maka ia lalu berkata sambil tertawa kecil:
"U-tie locianpwee, semuanya sudah terjadi, kau dan aku
meskipun gelisah juga tidak ada faedahnya, harap locianpwee
suka menjelaskan kepadaku bagaimana Hok Siu In bisa
menemukan bahaya?" U-tie Khao menggunakan lengan bajunya untuk menyeka
air matanya yang membasahi kedua pipinya, dan setelah itu
minum arak dari cawannya, untuk menenangkan pikirannya,
kemudian berkata lambat-lambat:
"Ketika aku bersama Hok Siu In pergi untuk
memberitahukan kepada partai Lo hu dan Siao-lim. serta
beberapa kawan-kawan rimba persilatan didaerah Tiong-goan,
oleh karena waktu pertemuan digunung Ki-lian itu sudah
dekat, maka kita balik menuju kebarat dengan mengambil
jalan air, kupikir lebih dahulu hendak pulang ke gunung Ngo-
bi-san, untuk menggabungkan diri dengan Hian-hian Sian-lo,
bersama ketiga jago wanita dari Lo-ni, untuk pergi kegunung
Ki-lian." Tiong-sun Hui Kheng lalu menyela: "Kalau demikian halnya,
kejadian itu terjadi sewaktu locianpwee mengadakan
perjalanan pulang?" "Dalam perjalanan pulang kami masih tidak mengalami
kejadian apa-apa, tetapi ketika perahu yang kami tumpangi
baru keluar dari selat, waktu itu justru tengah malam. Nona
Hok dengan tiba-tiba timbul kegembiraannya, minta aku
mengawani ia meninggalkan perahu dan mendarat ketepi, lalu
mendaki puncak gunung tinggi, katanya hendak menikmati
pemandangan diwaktu malam dipuncak gunung itu."
"Hok Siu In memang paling suka dengan bulan purnama,
dari puncak gunung tinggi menikmati pemandangan malam
diwaktu terang bulan, memang sangat menyenangkan."
berkata Hee Thian Siang sambil menganggukkan kepala.
"Nikmat memang nikmat, tetapi nona Hok justru lantaran ini
telah mengalami nasib buruk!" berkata U-tie Khao sambil
tertawa kecil. Kemudian mengerutkan alisnya, ia berpikir dulu
kemudian berkata: "Suciku Hwa-jie-swat berdiam dipuncak
gunung Tiauw-in-hong digunung Bu-san, selat didekat gunung
itu agaknya belum pernah dengar ada orang luar biasa yang
mengasingkan diri." "Meskipun tidak terdapat tokoh luar biasa, tetapi toh bisa
terjadi suatu kejadian yang aneh ialah nona Hok justru
terancam oleh kejadian aneh itu?" Berkata U-tie Khao sambil
menghela napas. "Coba locianpwee lekas jelaskan duduk perkaranya, diatas
puncak gunung itu, sebetulnya terjadi kejadian gaib apa?"
bertanya Hee Thian Siang cemas.
"Waktu kami mendaki puncak gunung itu, dan memandang
mengalirnya air sungai disela gunung itu, serta pemandangan
alam diwaktu malam terang bulan yang indah permai, hati
kami sesungguhnya terbuka, nona Hok yang sangat gembira,
ia sudah menyanyikan suatu lagu!"
Hee Thian Siang mendapat kesan bahwa Hok Siu In
agaknya mendapat bahaya disebabkan menyanyi itu, maka
lalu bertanya sambil mengerutkan alisnya:
"Apakah locianpwee masih ingat, apa yang dinyanyikannya
waktu itu?" "Waktu itu nona Hok menyanyikan syair dari penyair besar
Tong Bo Kisu, suaranya itu demikian merdu, ditambah lagi
dinyanyikan diwaktu malam sunyi dan terang bulan saat itu,
sesungguhnya dapat menambah keindahan."
"Kalau menurut keterangan locianpwee ini, tidak
seharusnya bisa terjadi kejadian aneh?" bertanya Hee Thian
SIang heran. "Tetapi setelah nona Hok menyanyikan syairnya itu, ketika
ia baru saja menyanyikan lagunya dan duduk sila seperti
mimpi, dari suatu sudut dipuncak itu tampak sesosok
bayangan hitam yang muncul secara tiba-tiba." berkata U-tie
Khao sambil menghela napas.
"Bayangan hitam" Benarkah didalam dunia ini ada dewa
atau setan?" bertanya Hee Thian Siang heran
"Bayangan hitam itu, bukanlah setan atau hantu,
kumaksudkan ialah munculnya secara tiba-tiba, bayangan itu,
adalah seorang wanita yang mengenakan jubah berwarna
hitam, kerudung mukanya berwarna hitam pula, sehingga
tampaknya seperti hantu yang baru keluar dari peti mati."
"Oh! Setelah perempuan berjubah hitam itu muncul, lalu
bagaimana?" bertanya Tiong-sun Hui Kheng.
"Setelah wanita berjubah hitam itu muncul, tangannya lalu
menunjuk kepada air sungai yang mengalir deras dibawah
puncak gunung itu, suruh aku bersama Hok Siu In lompat dari
situ untuk menghabiskan nyawa sendiri," berkata U-tie Khao
sambil menggelengkan kepala dan menghela napas.
Hee Thian Siang marah sekali, hingga ia mengebrak meja
dan berkata dengan nada suara gusar:
"Perempuan itu sesungguhnya terlalu kurang ajar,
locianpwee seharusnya menanyakan padanya orang dari
mana" Mengapa suruh locianpwee dan Hok Siu In terjun
kedalam sungai suruh membunuh diri?"
"Nona Hok justru demikian bertanya kepadanya, wanita
berjubah hitam itu menjawab nama dan julukannya, sudah
lama dilupakan, kini ia hanya menyebut dirinya sebagai wanita
kesepian." menjawab U-tie Khao sambil menganggukan
kepala. Tiong-sun Hui Kheng yang mendengar jawaban itu lalu
berkata: "Sebutan wanita kesepian ini, benar-benar sangat
aneh, apakah ia tidak menjelaskan kepada locianpwee dan
adik Hok Siu In, apa sebabnya suruh orang bunuh diri terjun
kedalam air sungai?"
"Wanita berjubah hitam yang menamakan diri sebagai
wanita kesepian itu, mengatakan bahwa dengan tidak mudah
ia baru mendapatkan tempat tinggi dipuncak gunung yang
sunyi itu, ia sudah bermaksud berdiam disitu untuk
penghidupan selanjutnya dengan tenang, tetapi saat itu telah
digerocoki ketenangannya oleh kedatangan nona Hok yang
sudah menyanyikan lagu itu, maka ia paksa kami terjun
kedalam sungai untuk melampiaskan perasaan bencinya"
menjawab U-tie Khao. "Ini benar-benar suatu perbuatan yang sangat brutal.
Apakah Hok Siu In benar-benar menurut perintahnya, lompat
kedalam sungai?" bertanya Hee Thian Siang marah.
"Adik Siang jangan memotong dulu, biarlah U-tie
locianpwee menceritakan dengan jelas. Mana dapat adik Hok
Siu In lantas kita anggap orang demikian bodoh?" menyelak
Tiong-sun Hui Kheng. "Nona Hok waktu itu masih dapat merasakan bahwa wanita
kesepian itu, sebetulnya terlalu tidak tahu aturan, maka ia
bertanya kepadanya sambil tertawa: "seandai kita menurut
perintahnya, dia mau apa" Dan seandainya kita tidak menurut
perintahnya, lalu bagaimana?" berkata U-tie Khao.
"Pertanyaan itu memang benar, menurut dugaanku, wanita
kesepian itu, terlalu keras," berkata Hee Thian Siang sambil
menganggukkan kepala. "Dugaan laote tidak salah, wanita kesepian itu dari dalam
jubahnya, mengeluarkan sebilah pedang yang menyerupai
kaitan, ia berkata bagaimanapun juga kita toh tidak bisa hidup,
jikalau tidak habiskan nyawa sendiri kedalam sungai akan
menjadi setan gentayangan dibawah pedangnya."
Hee Thian Siang baru bertanya kepada Tiong-sun Hui
Kheng sambil mengerutkan alisnya:
"Enci, tahukah enci siapa orang yang menggunakan
senjata pedang menyerupai kaitan itu, terutama dari tokoh-
tokoh rimba persilatan dari kaum wanita?"
"Tokoh-tokoh rimab persilatan golongan kelas satu,
agaknya tidak ada yang menggunakan pedang menyerupai
kaitan sebagai senjata, mengenai soal ini, biarlah kita tunggu
dulu penjelasan U-tie locianpwee barulah kita mengadakan
analisa." U-tie Khao lalu melanjutkan penuturannya: "Karena wanita
kesepian itu sudah mengeluarkan senjatanya dan berkata
demikian pula, sudah tentu nona Hok juga menggunakan
pedangnya dengannya!" Liu-yap-hiap-si-kiam, untuk bertempur "Aku tahu bahwa ilmu pedang Hok Siu In dari golongan
Ngo-bie, memang hebat, apalagi ia sudah menggunakan
pedang pusaka peninggalan jago pedang kenamaan jaman
dahulu. Apakah ia tidak berhasil mengalahkan wanita
kesepian itu?" bertanya Hee Thian Siang sambil menatap
wajah U-tie Khao. Ditanya demikian U-tie Khao merasa sangat sedih,
jawabnya sambil tertawa kecil:
"Apabila kepandaian silat nona Hok sebanding dengan
lawannya, dan mati dibawah pedang wanita kesepian, aku
tidak akan demikian sedih dan penasaran!"
"Jikalau kudengar keterangan locianpwee ini, agaknya adik
Hok Siu In waktu itu sesudah berada diatas angin, tetapi
kemudian terjatuh oleh tangan jahat lawannya?" berkata
Tiong-sun Hui Kheng heran.
"Ilmu pedang wanita kesepian itu sangat mahir sekali, nona
Hok Siu In yang bertempur dengannya selama lima puluh
jurus lebih, masih dalam keadaan berimbang, tetapi ketika
ilmu pedang nona Hok berubah, menggunakan ilmu
pedangnya yang sangat ampuh dari golongan Ngo-bi, dengan
beruntun beberapa kali ia melancarkan serangannya, sudah
berhasil mendesak lawannya ketepi jurang!"
"Kalau benar demikian halnya, bagaimana Hok Siu In
kemudian berbalik terjatuh oleh lawannya?"
"Sebetulnya ia sudah berhasil memapas kutung pedang
lawannya, dan ujung pedang pusakanya sendiri juga sudah
ditujukan kepada tenggorokan wanita kesepian itu!" berkata U-
tie Khao sambil menghela napas panjang.
"Dahulu dipuncak gunung Ngo-bi, aku pernah bertempur
dengan Hok Siu In, maka aku tahu bahwa dua jurus ilmu
pedang itu, memiliki perubahan gerakan yang banyak sekali,
juga mengandung kekuatan tenaga sangat hebat, memang
benar adalah ilmu ampuh dari golongan Ngo-bi!" berkata Hee
Thian Siang sambil menganggukkan kepala.
"Akan tetapi, dalam keadaan sangat kritis bagi wanita
kesepian, dengan tiba-tiba nona Hok timbul rasa kasihannya,
karena pertempuran itu telah terjadi hanya soal yang sepele
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
saja, tidak ada permusuhan dalam, maka dianggapnya tidak
perlu sampai mengambil jiwa lawannya, maka ujung
pedangnya yang sudah mengancam tenggorokan lawannya
itu dibalik arahnya untuk menyontek kerudung muka wanita
kesepian, mungkin ia ingin melihat wajah buas dari wanita
yang tidak mengenal aturan itu!" berkata U-tie Khao sambil
menghela napas dalam. "Adik Hok Siu In dalam keadaan sudah menguasai
lawannya lalu timbul pikiran untuk melepaskan lagi, sudah
tentu ia agak lalai dalam penjagaan sendiri, hal itu
sesungguhnya melanggar pantangan besar bagi orang rimba
persilatan!" berkata Tiong-sun Hui Kheng sambil menghela
napas. "Dan bagaimanakah rupanya wanita yang menyebut diri
wanita kesepian itu?" berkata Hee Thian Siang.
"Wanita kesepian itu memiliki wajah yang sangat cantik
sekali, kulitnya putih halus, benar-benar seperti bidadari turun
dari kayangan, tetapi wajahnya itu penuh tanda trotolan hitam,
sedangkan hidung dan mulutnya juga terdapat cacat, entah
dirusak oleh obat apa, sehingga berubah demikian rupa!"
menjawab U-tie Khao. Hee Thian Siang yang mendengar keterangan itu lalu
berpandangan dengan perasaan terheran-heran kepada
Tiong-sun Hui Kheng. Sementara itu U-tie Khao sudah berkata
lagi: "Hok Siu In ketika menyaksikan wajah aneh dari wanita itu,
sesaat dalam keadaan terkejut, dan wanita kesepian itu, juga
menggunakan kesempatan baik itu, dari mulutnya
menyemburkan hawa hitam yang ditujukan kepada nona Hok!"
"Hawa hitam itu mungkin disembunyikan didalam mulut
wanita kesepian itu, dengan menggunakan gigi palsu, supaya
dapat digunakan untuk menolong diri apabila dalam keadaan
bahaya!" berseru Tiong-sun Hui Kheng.
"Dugaan nona Tiong-sun ini barangkali tidak salah, karena
nona Hok setelah disembur oleh hawa itu, lantas mundur
terhuyung-huyung, kemudian telah ditikam lagi dengan sebilah
belati oleh wanita itu yang mengenakan ketiak bagian kiri!"
menjawab U-tie Khao sambil menganggukkan kepala.
Hee Thian Siang yang mendengar sampai disitu, sudah
tidak dapat mengendalikan perasaannya sendiri, dengan air
mata bercucuran ia bertanya: "Kalau begitu, apakah adik Hok
Siu In sudah binasa ditangannya?"
"Meskipun nona Hok mendapat tikaman, tetapi belati itu
tidak sampai masuk terlalu dalam, maka waktu itu belum
sampai membahayakan jiwanya, sebaliknya pedang pusaka
ditangan nona Hok, dengan gerakan menyontek dan
membabat, sudah berhasil menabas kutung kepala wanita
kesepian sehingga terpental jatuh sejauh tiga kaki lebih!"
berkata U-tie Khao sambil mengucurkan air mata.
"Kalau benar wanita kesepian itu sudah dibinasakan oleh
adik Hok Siu In, andaikata adik Hok Siu In kemudian
meninggal dunia karena luka-lukanya, setidak-tidaknya toh
masih ada bangkainya, bagaimana . . ." bertanya Tiong-sun
Hui Kheng dengan suara sedih.
"Pertanyaan nona Tiong-sun ini meskipun benar, tetapi
wanita kesepian itu sesungguhnya sangat ganas dan kejam,
bagaikan bangkai ular yang sudah mati, tetapi masih bisa
mengganas, wanita itu ketika kepalanya terpapas kutung,
tetapi tangannya masih berhasil menyambar baju nona Hok,
hingga dua-duanya terjatuh dari atas gunung setinggi seratus
tombak lebih!" berkata U-tie Khao sambil menghela napas.
Hee Thian Siang dan Tiong-sun Hui Kheng yang
mendengar keterangan itu, sudah menangis tersedu-sedu. U-
tie Khao sendiri meskipun merasa sedih, akan tetapi ia masih
coba kendalikan perasaannya sendiri, dengan air mata
bercucuran, ia melanjutkan penuturannya:
"Perobahan yang terjadi tanpa diduga-duga dan sangat
mengejutkan itu, telah berlangsung demikian cepat, sehingga
aku tidak kebutu untuk memberi pertolongan, dibawah sinar
rembulan purnama, tampak meluncurnya bayangan dua
orang, karena terlalu dalam, akhirnya tidak tampak jejaknya
lebih jauh lagi. Hanya sesaat kemudian terdengar suara
gemuruh air sungai yang agaknya kejatuhan barang berat,
dan tubuh nona Hok serta wanita kesepian sudah ditelan oleh
air ombak!" Hee Thian Siang berpikir, karena Hok Siu In yang sudah
mendapat luka parah, kemudian terjatuh lagi dari puncak
gunung setinggi ratusan tombak, dan terjatuh kedalam air,
memang sesungguhnya tidak mungkin masih bisa hidup,
maka ia lalu menangis lebih keras.
Tiong-sun Hui Kheng tidak berdaya sama sekali, hanya
mengawasi Hee Thian Siang sama-sama menanggis.
Sementara U-tie Khao sudah berkata lagi:
"Waktu itu, setelah mengalami kejadian hebat itu aku
merasa malu terhadap Hee laote, lebih-lebih merasa malu
sekali terhadap guru nona In serta ayah bundanya, karena aku
tidak dapat memberi pertanggung jawab terhadapat mereka,
maka waktu itu aku juga sudah ingin terjun kedalam sungai itu,
untuk membunuh diri!" Berkata sampai disitu, U-tie Khao
sudah tidak sanggup mengendalikan perasaan sedihnya,
dengan air mata bercucuran ia masih melanjutkan kata-
katanya: "Waktu itu apa sebab aku membatalkan maksudku
hendak membunuh diri, justru karena aku perlu tinggal hidup,
supaya dapat mengabarkan kecelakaan nona Hok ini kepada
Hee laote, gurunya dan ayah bundanya . ." Setelah itu, ia
mendadak tertawa sedih, kemudian dengan tiba-tiba angkat
tangannya hendak memukul batok kepalanya sendiri.
Hee Thian Siang selagi hendak memberi pertolongan,
Tiong-sun Hui Kheng yang berdiri lebih dekat, sudah
mengibaskan lengan bajunya, hingga tangan U-tie Khao yang
tersentuh oleh samberan angin baju merasakan linu dan
kejang, dan akhirnya diturunkan kembali.
"Hee laote dan nona Tiong-sun, mengapa kalian tidak
membiarkan aku mati, aku sipengemis tua ini kalau mau
masih hidup hingga hari ini, tahukan kalian berapa kedukaan
dalam hatiku?" Berkata U-tie Khao sambil menghela napas.
"Locianpwee mengapa terlalu demikian sedih" Mengenai
urusan peristiwa yang menimpa diri adik Hok Siu In
kesalahannya toh bukan pada dirimu! Apalagi didalam dunia
kang-ouw, terlalu banyak sekali kejadian-kejadian aneh yang
tidak dapat diduga-duga oleh pikiran biasa, locianpwee toh
belum menyaksikan dengan mata kepala sendiri bangkai adik
Siu In, mungkin ia masih dapat pertolongan oleh tangan
Tuhan, dan siapa tahu sekarang ini masih ada didalam
dunia?" berkata Tiong-sun Hui Kheng.
Tetapi U-tie Khao yang dalam tugasnya sudah melakukan
perjalanan bersama-sama dengan Hok Siu In, telah terjalin
hubungan yang sangat baik, hubungan itu sudah hampir
seperti hubungan ayan dan anak, maka meskipun dihiburi oleh
Tiong-sun Hui Kheng, hatinya toh masih merasa sangat sedih.
Tiong-sun Hui Kheng dengan tiba-tiba seperti teringat
sesuatu, kemudian bertanya kepada Hee Thian Siang:
"Adik Siang, wanita kesepian yang binasa ditangan adik
Hok Siu In itu, bukan saja kelakuannya sangat aneh tetapi
nama sebutannya itu, juga sangat luar biasa, apakah ia itu
bukan orang dari dalam istana kesepian seperti apa yang
diceritakan oleh Leng locianpwee kepadamu dahulu?"
"Hei! Pikiran enci ini, agaknya sangat aneh, tetapi mungkin
dugaan serupa itu ada benarnya!" menjawab Hee Thian
Siang. U-tie Khao yang mendengar percakapan itu dalam otaknya
telah diliputi oleh berbagai pertanyaan maka ia lalu bertanya
kepada Hee Thian Siang: "Hee Thian Siang apakah sebetulnya yang dinamakan
istana kesepian itu?"
Hee Thian Siang lalu menceritakan tentang menghilangnya
Liok Giok Jie karena ngambek dan kemudian oleh Leng Biauw
Biauw telah diberikan ancar-ancar empat tempat jikalau Hee
Thian Siang mau mencari jejak Liok Giok Jie, salah satu dari
empat tempat yang disebutkannya itu termasuk istana
kesepian. Oleh karena U-tie Khao dianggapnya bukan orang
luar, maka Hee Thian Siang setelah menceritakan itu semua,
lalu berkata kepada Tiong-sun Hui Kheng:
"Enci Tiong-sun, sekarang Liok Giok Jie dan Hok Siu In,
yang satu kabur yang satu sudah mati, dan tidak diketahui
dimana jejaknya, maka itu, kawan wanita dalam hidupku ini
hanya tinggal enci seorang saja."
Tiong-sun Hui Kheng yang mendengar ucapan itu,
wajahnya merah seketika, tetapi oleh karena ia tahu benar
bahwa hati Hee Thian Siang waktu itu masih sangat sedih,
maka ia tidak mau menyinggung perasaannya, oleh
karenanya ia sengaja mengalihkan pembicaraan kelain soal,
ia berkata kepada U-tie Khao sambil tertawa:
"U-tie locianpwee, kini kuucapkan selamat kepadamu!"
U-tie Khao terheran-heran, ia berkata sambil tertawa kecil:
"Aku sipengemis tua ini, kini sedang diuruk oleh kedukaan, air mataku hampir
terkuras kering, bagaimana kau memberi
selamat kepadaku?" "Aku dengan adik Siang, oleh karena pergi mencari Liok
Giok Jie, telah melakukan perjalanan jauh kepuncak gunung
Kun-lun, tanpa sengaja telah mendapatkan sebuah benda
pusaka rimba persilatan, kini sudah seharusnya kuserahkan
kembali kepada pewaris utama ialah U-tie locianpwee sendiri!"
Mendengar ucapan itu, U-tie Khao semakin heran katanya:
"Aku sipengemis tua ini selama hidupku telah
berkecimpungan didunia Kang-ouw, selama itu selalu dalam
keadaan miskin, tidak memiliki barang apa-apa dibadanku,
bagaimana aku bisa menjadi pewaris benda pusaka rimba
persilatan?" Tiong-sun Hui Kheng hanya tersenyum-senyum tidak
menjawab, kemudian dari dalam sakunya ia mengeluarkan
sebuah barang yang disebut sebagai rajanya senjata rahasia,
ialah benda pusaka yang dinamakan Giam-ong-teng, yang
bentuknya seperti naga kecil.
U-tie Khao ketika menyaksikan benda berbentuk seperti
naga itu, terkejut hingga lompat dari tempat duduknya,
kemudian berseru: "Ini . . ini adalah salah satu benda pusaka milik pamanku, dan
waktu menutup mata telah dikubur
bersama-sama, dengan cara bagaimana nona Tiong-sun bisa
mendapatkan barang ini?"
"Kita dapat merebut dari tangan ketua partai Kun-lun-pay."
menjawab Tiong-sun Hui Kheng sambil tertawa.
"Ketua Kun-lun-pay Ti-hui-cu, bukankah sudah bunuh diri
sendiri dimulut goa Siang-swat-tong digunung Ki-lian?"
bertanya U-tie Khao heran.
Tiong-sun Hui Kheng berkata sambil menyerahkan benda
pusaka itu kepada U-tie Khao. "Ketua partai Kun-lun-pay yang
sekarang, sudah diganti oleh Siang Biauw Yan, tetapi ia
mendapatkan kedudukan itu, dengan cara yang kurang
bagus!" Setelah itu, ia lalu menceritakan apa yang terjadi dipuncak
gunung Kun-lun. U-tie Khao sehabis mendengarkan penuturan
itu, lalu menyambuti benda pusaka milik pamannya, dengan
melihat benda itu ia telah terkenang apa yang terjadi dimasa
yang lampau, katanya sambil menghela napas panjang:
"Pamanku dahulu mengandalkan tiga buah benda
pusakanya telah melakukan terlalu banyak pembunuhan,
sehingga sesudah mati, masih ada orang yang membongkar
kuburannya dan mencuri barangnya, U-tie Khao juga tidak
suka menggunakan senjata rahasia yang terlalu ganas ini,
maka sebaiknya dihancurkan saja!" Setelah itu, ia lantas
hendak menghancurkan benda pusaka yang berupa naga
kecil itu, Hee Thian Siang sebaliknya lantas berkata sambil
menggelengkan kepala: "U-tie locianpwee, mengenai senjata rahasia itu sendiri,
sebetulnya tidak berdosa apa-apa, apakah senjata itu terlalu
ganas atau tidak, hanya tergantung kepada orang yang
menggunakan! Sekarang orang yang membongkar kuburan
dan mencuri benda pusaka itu masih belum diketahui, dua
benda pusaka yang lainnya, juga belum kita dapatkan
kembali, apa salahnya kalau locianpwee simpan dulu senjata
Giam-ong-teng ini" Tunggu setelah kita berhasil menemukan
orang yang membongkar kuburan dan mencuri barang itu, kita
boleh gunakan benda pusaka ini untuk menghadapinya!"
U-tie Khao berpikir sejenak, kemudian berkata sambil
menganggukkan kepala: "Ucapan Hee laote ini memang ada benarnya, biarlah untuk
sementara kusimpan dahulu senjata Giam-ong-leng ini, nanti
setelah kita dapat menemukan dua senjata yang lainnya,
barulah kukubur kembali bersama-sama dengan tulang-tulang
paman, dan untuk selamanya supaya tidak dapat di gunakan
lagi!" Setelah itu, U-tie Khao meminum beberapa cawan arak,
kemudian berkata pula: "Dua hari lagi, digunung Ki-lian akan diadakan upacara
pembukaan partai baru, orang-orang dari berbagai partai akan
diundang barangkali sudah pada menuju kegunung itu, baik
kita pergi kesana untuk menantikan kedatangan beberapa
kenalan dan kawanku situa bangka Say-han-kong, sudah
lama tidak bertemu, maka aku merasa kangen sekali!"
Mendengar ucapan U-tie Khao itu. Tiong-sun Hui Kheng
dan Hee Thian Siang segera teringat kepada diri ayahnya
Tiong-sun Seng dan Pak-bin sin-po, guru Hee Thian Siang,
maka buru-buru meninggalkan rumah makan itu, dan
melakukan perjalanan kegunung Ki-lian.
Tiba dikaki gunung Kie-lian, Tiong-sun Hui Kheng telah
memanggil kumpul tiga ekor binatangnya, ialah Siaopek,
Taywong dan kudanya Ceng-hong-ki.
Hee Thian Siang tiba-tiba tergerak hatinya, katanya kepada
Tiong-sun Hui Kheng: "Enci Tiong-sun, sebaiknya engkau perintahkan Taywong
mengawani Ceng-hong-ki, menunggu dimulut gunung Ki-lian,
kita pergi kegoa Sian-swat-tong, cukup dengan membawa
Siaopek saja!" Tiong-sun Hui Kheng merasa heran, memandangnya
sejenak, Hee Thian Siang lalu berkata:
"Kuda jempolan seperti Ceng-hong-ki ini, siapakah yang
tidak suka" Khi Tay Cao dalam keadaan tidak berdaya telah
membunuh mati kuda kesayangannya sendiri, sudah pasti ia
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
masih merasa menyesal dan sedih! AKu takut jikalau ia nanti
dapat melihat kuda itu, bisa timbul pikiran iri hati dan gemas,
dan ada kemungkinan melakukan perbuatan jahat terhadap
kudamu Ceng-hong-ki!"
"Kekuatiran adik Siang semacam ini, memang ada
benarnya!" Kata Tiong-sun Hui Kheng sambil menganggukkan
kepala dan tertawa, Setelah itu, ia berpaling dan berkata
kepada Taywong: "Taywong, kau bersama Ceng-hong-ki,
boleh pesiar sesukamu dibawah gunung Ki-lian ini, kalau
mendengar suara siulanku boleh datang lagi, tetapi harus
menjauhi orang yang masih asing bagimu, dan berjaga-
jagalah jangan sampai dicelakakan oleh manusia jahat!"
Taywong mengangguk-anggukakan kepala, kemudian
lompat keatas punggung Ceng-hong-ki dan berjalan perlahan-
lahan menuju kedalam rimba yang lebat. U-tie Khao berkata
sambil tertawa: "Kepandaian nona Tiong-sun menjinakkan binatang, benar-
benar sangat mengagumkan. Lihat binatangmu Siaopek,
Taywong dan Ceng-hong-ki, alangkah takutnya dan turut
segala perintahmu." Hee Thian Siang juga berkata sambil tertawa:
"U-tie locianpwee, enci Tiong-sunku ini, kecuali bisa
menjinakkan binatang buas, juga bisa menjinakkan binatang
bersayap seperti burung. Katanya, setelah pertemuan
digunung Ki-lian ini selesai, ia akan berusaha mencari seekor
burung raksasa, akan dididik dan dipelihara, kalau hal itu nanti
terbukti, kita nanti boleh menggunakan sebagai binatang
tunggangan untuk pesiar kemana-mana!"
U-tie Khao yang menyaksikan hubungan Hee Thian Siang
dan Tiong-sun Hui Kheng demikian akrabnya, dibibirnya
tersunging satu senyuman yang mengandung misteri. Tiong-
sun Hui Kheng yang sangat cerdik, sudah mengerti pikiran
orang tua itu, tetapi oleh karena ia sendiri memang sangat
mencintai Hee Thian Siang, apalagi didepan orang yang
sudah dianggapnya sebagai orang dalam sendiri, maka ia
tidak perlu merasa malu-malu, karenanya, ia membalas
dengan senyum yang mengandung misteri pula, bahkan
tampaknya jadi lebih berani.
Ia berkata kepada Hee Thian Siang sambil tersenyum:
"Adik Siang, aku masih ingin tanya kepadamu, Mengapa kau
hanya menyuruh aku perintahkan Taywong buat pergi
mengawani Ceng-hong-kie" Sebaliknya, hanya suruh
membawa Siaopek" Perlu apa Siaopek harus ikut serta dalam
pertemuan digunung Ki-lian?"
"Sebab Pek-kut Sian-cu, salah satu dari Pek-kut Sam-mo
juga mempunyai binatang peliharaan seekor kera aneh,
bentuk dan keadaannya, mirip dengan Siaopek, hanya warna
biji matanya, agaknya berlainan sedikit, maka aku minta
supaya Siaopek diajak, maksudku ialah supaya bisa diadakan
pertandingan dengan keranya Pek-kut Sian-cu. Aku ingin lihat,
siapa yang lebih gagah dan cerdik?"
Siaopek yang mendengar ucapan itu, matanya bergerak-
gerak, mengawasi U-tie Khao, mulutnya mengeluarkan suara
cecuitan beberapa kali. U-tie Khao merasa heran, lalu bertanya kepada Tiong-sun
Hui Kheng: "Nona Tiong-sun, Siaopek itu berkata apa" Kulihat
sikapnya itu, seperti tidak senang mendengar perkataanku!"
"Ia bukan tidak senang terhadap locianpwee, juga tidak
berani berbuat demikian, hanya ia mengatakan didalam
pertandingan digunung Ki-lian nanti, ia pasti akan membuka
rompi sisik naga emasnya, lalu baru mengadakan
pertandingan dengan monyet peliharaan Pek-kut Sian-cu,
supaya jangan sampai dipandang rendah oleh orang!"
menjawab Tiong-sun Hui Kheng.
U-tie Khao yang melihat bahwa sesungguhnya monyet itu
mempunyai perasaan harga diri, diam-diam juga merasa
kagum. Maka lalu tertawa terbahak-bahak.
Hee Thian Siang pada saat itu, tiba-tiba melihat dibawah
salah satu sudut kira-kira satu tombak terdapat tumbuh
setangkai bunga yang bentuknya sangat aneh, bunga itu
sedang setengah mekar, sedang yang setangkai lagi sudah
mekar benar-benar, bunga itu berwarna merah yang sangat
indah. Maka ia lalu berkata kepada Tiong-sun Hui Kheng sambil
menunjukkan bunga tersebut : "Ebci Tiong-sun, kedua tangkai
bunga itu, sangat indah sekali !"
Tiong-sun Hui Kheng yang sedang mengawasi tiba tiba
angin timur meniup santer, bunga yang sedang mekar itu,
dengan mendadak telah menjadi layu, lalu rontok beterbangan
tertiup angin. Wajah Hee Thian siang segera berubah dan
sikapnya menunjukkan sikap sangat muram, katanya sambing
menghela napas : "Setangkai bunga yang demikian indah dengan mendadak
telah layu dan rontok, apakah ini bukan suatu alamat tidak
baik bagi nasib Hok Siu In ?" Sehabis berkata demikian
matanya tampak berkaca kaca.
Tiong-sun Hui Kheng tahu bahwa Hee Thian siang tentu
teringat akan nasib Hok Siu In, lantas merasa sedih, maka ia
juga lalau mengangguk, jari tangannya menunjuk kesetangkai
bunga yang masih belum mekar dan bertanya sambil
tersenyum : "Adik siang, kalau kau anggap bunga yang sudah layu itu
sebagai Hok Siu In, lalu kembang yang belum mekar ini kau
anggap sebagai siapa ?"
"Bunga itum kuharap hidup sendiri !" menjawab Hee Thian
siang sekenanya. "Kalau menurut logikamu ini tidak lama kemudian aku juga
pasti akan menjadi layu !" berkala Tiong-sun Hui Kheng sambil tersenyum.
"Enci jangan berkata demikian, itu hanya perumpanaan
saja yang keliru ! Enci bagaikan bunga ditaman Firdaus,
bukanlah bunga dalam dunia. Bunga didalam taman firdaus
selamanya cantik dan bersih, selamanya tidak bisa layu !"
berkata Hee tian siang cemas.
"Adik siang, jangan begitu tolol, mekar dan layu, semua
sudah ada waktunya tertentu. manusia lahir, dan mati juga
sudah ada garisnya sendiri sendiri. Jikalau takdir adik Hok Siu
In belum sampai, maka biar bagaimana kita bersedih atau
menangis, juga sudah tidak bisa menghidupkan kembali !
Apabila waktunya belum sampai, maka dikemudian hari pasti
bisa bertemu kembali ! Sekarang yang penting ialah kita harus
menenangkan hati dan pikiran, urusan ini untuk sementara
kita singkirkan dulu sebab banyak tokoh tokoh rimba
persilatan sudah berkumpul digunung Ki-lian. Dihadapan
musuh tangguh, kita dibebankan tugas berat untuk membasmi
kawanan penjahat!" berkata Tiong-sun Hui Kheng dengan
sikap sungguh sungguh. Ketika Tiong-sun Hui kheng mengucapkan perkataan
membasmi kawanan penjahat, dengan tiba tiba terdengar
suara orang tertawa dingin yang timbul ditenah udara.
Diantara mereka bertiga, kecuali U-tie Khao yang kekuatan
tenaga dalamnya agak rendah sedikit, Hee thian siang dan
Tiong-sun hui kheng kini sudah terhitung tokoh-tokoh kuat
golongan kelas satu, maka pendengaran mereka jauh lebih
tajam, suara tertawa dingin itu, mereka dapat membedakan,
keluar dari tempar sejarak kira-kira tiga puluh tombak jauhnya.
Suara itu tidak tinggi, akan tetapi didalam telinga menimbukan
perasaan seram, dapat diduga bahwa orang yang
mengeluarkan suara itu pasti memiliki tenaga dalam yang
hebat sekali. U-tie Khao kekuatan tenaganya lemah sedikit, tetapi ia toh
masih dapat mengenali, ia lalu berkata : "Hee laote dan nona
Tiong-sun, suara tertawa dingin itu, tentunya keluar dari mulut
seorang yang memiliki kepandaian dan kekuatan tenaga
dalam yang sangat hebat. ."
Baru saja menutup mulutnya, seorang imam berjubah
kelabu telah muncul disuatu sudut sejarak setombak lebih
terpisah dari mereka berdiri. Imam itu tubuhnya tinggi kurus,
wajah mukanya yang pirus, dan tulangnya pada menonjol, dan
yang lebih menarik perhatian ialah matanya yang tajam, dan
hidungnya yang melengkung seperti burung betet, ditambah
kulit mukanya yang putih bagaikan kertas, sehingga mirip
sekali dengan bangkai hidup. Rambut diatas kepalanya yang
dibuat sanggul, tampak tertancap sebatang tulang yang dibuat
tusuk konde. Sejak munculnya imam itu, susasana tampak
sedikit tegang, tapi imam itu masih meneruskan perjalanannya
lambat-lambat, sedikitpun tidak menghiraukan kehadiran Hee
Thian siang, Tiong-sun Hui Kheng dan U-tie Khao bertiga,
sikapnya sangat sombong sekali. Tapi walaupun nampaknya
lambat namun luar biasa gesitnya, kegesitan itu
sesungguhnya sangat mengejutkan, sebab merekapun masih
tidak tahu bagaimana ia berjalan, dan entah ilmu meringankan
tubuh dari golongan mana, dalam waktu sekejap mata sudah
meninggalkan tempat Hee Thian siang bertiga sejauh dua
puluh tombak lebih, setelah melalui satu tikungan, lantas
lenyap didalam kegelapan.
U-tie Khao berkata kepada Hee Thian siang : "Hee laote
tahukah kau siapa imam berjubah kelabu yang tubuhnya tinggi
kurus itu tadi ?" Hee Thian siang berpikir dulu baru menjawab : "Aku tidak
kenal orang itu. Tetapi, kalau ditilik dari bentuk dan
dandanannya, mungkin ia adalah Pek-kut Ie-su salah satu dari
Pek-kut " Sam-mo yang berdiam diselat Ok-kie digunung "
Lo-san !" "Adik siang, menurut siasat yang diatur oleh Duta Bunga
Mawar dengan kau, siapakah yang harus menghadapi Pek-kut
Ie-su ini ?" bertanya Tiong-sun Hui Kheng.
"Menurut siasat Duta Bunga Mawar, haruslah Enci Tiong-
sun yang menghadapi Pek-kut Ie-su !" jawab Hee Thian siang,
Tiong-sun Hui Kheng mengerutkan alisnya, berkata sambil
menggelengkan kepala : "Jikalau ditilik dari ilmu meringankan tubuh yang
digunakan oleh Pek-kut Ie-su tadi, ditambah lagi
dengan ilmunya yang dapat memperpendek jalannya,
tampaknya kepandaian dan kekuatan iblis itu sesungguhnya
tinggi sekali. Ayahku diwaktu belakangan ini banyak
mempelajari ilmu kebathinan dan agama, terhadap
kepandaian ilmu silatnya, mungkin agak kendor, belum tentu
dapat dipakai untuk menundukkan Pek-kut Ie-su. lalu
bagaimana baiknya ?"
Baru saja menutup mulut, sesosok bayangan hijau telah
muncul dengan tiba-tiba, dan setelah itu disusul oleh suara
tertawa dan kata-kata dari Tiong-sun seng : "Kheng jie,
seorang pujangga dijaman dulu, dalam sebuah syairnya
melukiskan seorang ahli siasat peperangan jaman sam kok,
ialah Cu-kat liang, pernah menulis demikian : Belum
menyaksikan hasil siasatnya, orang sudah meninggal terlebih
dahulu. Hal mana membuat banyak jago peperangan
mengucurkan air mata! dan sekarang pertemuan besar
digunung Ki-lian belum lagi dimulai, kau sudah berani
memastikan bahwa kepandaian ilmu silatku sudah mundur,
sehingga merasa kuatir tidak sanggup menghadapi Pek-kut Ie-
su, bukankah itu sebagai hendak melemahkan semangat
ayahmu sendiri ?" "Ayah ini mengejutkan orang saja !" berkata Tiong-sun Hui Kheng.
Tiong-sun Seng menyapa lebih dahulu kepada U-tie Khao
dan Hee Thian siang, kemudian baru berkata lagi kepada
anaknya : "Kheng-jie kau ini benar benar kurang ajar, berani
omongkan ayahnya dibelakang orangnya !"
Tiong-sun Hui kheng hanya tersenyum senyum saja, lalu
memeluk ayaknya seraya bertanya dengan suara perlahan :
"Ayah, benarkah ayah yakin akan sanggup menundukkan
Pek-kut Ie-su ?" "Ia adalah Pek-kut Mo, sedangkan aku adalah seorang
yang memiliki nama julukan Thian gwa ceng-mo, seorang Mo
(iblis) menghadapi Mo yang lain, walaupun aku mungkin tidak
dapat menundukkan dia, dia juga belum tentu sanggup
melawan aku !" jawab sang ayah sambil tertawa. Berkata
sampai disitu, tiba-tiba teringat sesuatu, lalu berkata pula
sambil menghela napas : "Oya, aku telah lupa, aku dahulu
pernah berkata, bahwa untuk selanjutnya aku tidak akan
menggunakan nama julukanku Thian-hwa ceng-mo ini !"
Tiong-sun Hui Kheng keheranan, tanyanya : "Ayah, nama
julukanmu Thian-gwa ceng-mo, sudah kesohor keseluruh
negeri, mengapa kau tidak suka pakai lagi ?"
Tiong-sun seng hanya tertawa, tidak menjawab, sebaliknya
bertanya kepada putrinya : "Kheng-ji, kau adalah putri Thian-
gwa ceng-mo, seharusnya masih ingat peraturan dari ayahmu
itu !" "Ya, masih ingat, dimasa berkumpul, harus berkumpul,
dimasa berpisah harus berpisah. Tidak akan terikat oleh
sesuatu janji, tidak akan terjerumus dalam jaring asmara !"
"sekarang sucimu sendiri, ialah Hwa-ji-swat, bukan saja
sudah terjerumus dalam jaring asmara, bahkan sudah menarik
orang lain kedalamnya bersama-sama It-pun-sin-ceng,
berdiam bersama-sama dipuncak gunung Tiauw-in-hong, dan
kau sendiri. . " Dengan cepat, Tiong-sun Hui kheng memotong ucapan
ayahnya, dan berkata sambil mengetruk ngetruk kakinya
sendiri berulang-ulang : "Ayah, kalau kau lanjutkan kata-katamu, aku benar benar
tidak senang !" Menyaksikan adegan itu, Hee Thian siang juga merasa
jengah sendiri, sehingga mukanya menjadi merah, sehingga
U-tie khao merasa geli sendiri.
Dengan mata memandang Hee Thian siang dan Tiong-sun
Hui Kheng, tiong-sun seng kembali berkata sambil tersenyum :
"Putriku sendiri dan muridku, kedua-duanya telah berbuat
demikian, maka merekku Thian-gwa ceng-mo, bagaimana ada
muka aku menggunakan " Bukankah ada baiknya aku simpan
saja " itu rasanya lebih tepat !" Berkata sampai disitu, dengan tiba tiba
sikapnya berubah menjadi sungguh sungguh, katanya
pula : "Dunia ini, memang diciptakan oleh karena cinta, segala isi didalam dunia
semuanya tidak luput dari soal cinta, tetapi
istilah cinta ini entah menyusahkan beberapa banyak jago-
jago dahulu hingga sekarang ! Hee laote, dan kau Kheng-ji,
kalian kedua-duanya jangan sampai dibikin mabok olehnya !
Aku harap kamu berdua jangan mementingkan dirimu sendiri,
ingatlah kepentingan orang lain, jangan cinta kasih kamu yang
besar kepada diri sendiri, curahkanlah kepada sesama umat
manusia, negara, rakyat dan masyarakat ! Kamu harus ingat
bahwa hidupmu didalam dunia ini, bukan semata mata untuk
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diri sendiri, kamu harus memikirkan diri orang lain, dan
didalam dunia Kang-ouw yang masih belum mentaati hukum
negara, apa yang kau lihat dengan mata dan yang kau dengar
dengan telinga, semua harus dapat ditindak dengan pikiran
terang ! Kamu harus tahu bahwa cinta kasih itu bukan untuk
diri sendiri, tetapi untuk semua ! Bila kamu hanya tenggelam
dalam asmara yang bersifat mementingkan kepentingan diri
sendiri, hal itu tidak beda sebagai binatang yang tidak
mempunyai pikiran luas!"
Kata-kata yang mengandung filsafat tinggi itu, bukan saja
Hee Thian siang dan Tiong-sun hui kheng berdua yang
mendengarkan merasa berdebaran, bahkan U-tie Khao sendiri
yang merupakan seorang tua yang sudah banyak
pengalaman, juga sangat kagum akan pikiran Tiong-sun Seng
semacam itu. Sehabis memberikan pesan kepada anaknya, kembali
Tiong-sun Seng berkata sambil tertawa: "Kheng-ji,
penuturanku tadi yang secara tiba tiba aku memberikan
pelajaran kepadamu, hanya lantaran aku melihat pikiranmu
seperti terganggu, tidak seperti biasa yang bisa memikirkan
dengan tenang, barulah. . ."
"Ayah, dalam hal mana, anakmu tampak kebodohannya ?"
menyelak Tiong-sun Hui Kheng.
"Waktu aku baru melayang turun dari atas gunung itu, kau
seharusnya sudah melihat bahwa tindakanku itu agak aneh !"
"Aku sudah tahu bahwa ayah melayang turun dari tempat
tinggi sepuluh tombak lebih, kegesitan gerakan ayah ini,
berbeda dengan biasa, rupanya apa yang ayah cari sudah
lama itu belum ayah memahami benar benar, kini sudah
berhasil ayah pahami ! Ilmu itu bukankah ilmu Thay-it Tiang-
hian Sin-keng " Karena tadi sebelum anak mengajukan
pertanyaan, ayah sudah menegor lebih dahulu, dan kemudian
memberi pelajaran yang sangat berharga itu, sehingga
anakmu tidak ada kesempatan untuk mengajukan
pertanyaannya. Apakah ayah masih tega untuk menggoda
anakmu sendiri ?" Tiong-sun Seng berkata kepada Hee Thian siang sambil
tersenyum : "Hee laote, sejak aku berpisah denganmu
digunung Hay-lai-san, sebetulnya ingin pergi keselat Ok-kui
digunung Lauw-san, lebih dahulu untuk menjajaki kepandaian
Pek-kui Ie-su, tetapi kemudian berpikir, dari pada mengulur
keadaan orang lain, lebih baik mempersenjatai diri sendiri,
maka kemudian, aku mencari suatu tempat yang sunyi buat
ilmuku Thay-it Tiang-hian Sin-kang yang sudah sekian lama
kupelajari, tetapi selama itu belum pernah berhasil, kini telah
kupelajari sungguh-sungguh"
"Dengan cara bagaimana ayah tiba-tiba
berhasil mempelajari ilmu yang selama itu tidak pernah dipelajari
dengan baik-baik ?" bertanya Tiong-sun Hui Kheng.
"Dengan tidak disengaja bertemu dengan suhu Hee laote,
ialah Pak-bin Sin-po. Kami berdua dalam waktu senggang
selalu saling menukar pikiran, membicarakan berbagai ilmu
silat yang kita pelajari, dengan cara demikian, aku telah
menarik banyak faedah, banyak sekali kesulitan-kesulitan
dahulu yang kualami dalam mempelajari ilmuku Thay-it Tiang-
hian Sin kang itu, kini telah berhasil terpecahkan!" berkata
Tiong-sun Seng sambil tertawa.
Hee Thian siang bertanya : "Dimana suhu boanpwe"
mengapa suhu tidak bersama-sama locianpwe datang kemari
?" "Suhumu sendiri. selama bertukar pikiran dan mempelajari
bersama-sama, kepandaian ilmu silatnya sendiri telah
mendapat kemajuan pesat sekali, ia tidak bisa menghadiri lagi
pertemuan besar digunung Ki-lian ini, kini sudah balik kembali
kegunung Pak-bin, siap untuk meninggalkan keduniawian !"
menjawab Tiong-sun Seng sambil tertawa. "Sebanding
dengan Hong Poh locianpwemu, maka waktunya aku
meninggalkan dunia yang fana ini, barangkali masih dua tahun
kemudian lagi !" Mendengar ucapan itu, hati Tiong-sun Hui Kheng agak
lega, dengan mata berkaca-kaca ia memandang kepada
ayahnya, kemudian berkata :
"Kejadian pada dua tahun kemudian, masih belum bisa
ditentukan dari sekarang, bagaimana demikian tepat ayah
memberitahukan kepadaku, sehingga membuat pikiran anakmu merasa berduka ?"
"Aku memberitahukan lebih dahulu kepadamu, itu memang
ada sebabnya, nanti setelah pertemuan besar digunung Ki-lian
berakhir, adik Siangmu pulang kembali kegunung Pak-bin
untuk menunggu suhunya yang hendak meninggalkan
dunianya, kau juga harus mengikut aku untuk mencari tempat
guna mempelajari ilmu Thay-it Tiang-hian Sin-kang selama
satu tahun, dengan demikian barulah nanti dapat menghadapi
segala kesulitan yang ada didunia ini !"
"Dengan tidak hadirnya Hong-poh locianpwee, dipihak kita
kurang seorang tenaga penting untuk menghadapi Pek-kut
san-mo, situasi dalam pertemuan besar digunung ki-lian itu
sudah sangat berbahaya. Bagaimana ayah bisa mengatakan
bahwa dikemudian hari masih ada kesulitan yang lebih besar
lagi ?" bertanya Tiong-sun hui kheng terkejut.
"Didalam pertemuan besar digunung Ki-lian nanti,
meskipun kurang seorang Hong-poh locianpweemu tetapi oleh
karena aku sudah berhasil menahami ilmu Thay-it Tiang-hian
Sin-kang, dan adik Siangmu sendiri juga banyak mendapatkan
penemuan ajaib, dapat digunakan untuk hadapi lawan lawan
tangguh. Orang-orang dari golongan Ngo-bie, Siao-lim, Bu-
tong, Lo-hu dan Swat-san, lima partai besar, semua juga
merupakan tenaga tenaga ampuh, maka, meskipun belum
tentu kita mendapat kemenangan total, tetapi juga tidak
sampai menjumpai bahaya terlalu besar. Dan menurut apa
yang diketahui oleh Hong-poh locianpwee mu, kawanan
orang-orang jahat diluar perbatasan kini telah timbul pikiran
hendak menguasai rimba persilatan daerah Tiong-goan, dan
pada waktu yang tidak lama lagi, orang-orang itu akan
bergerak. Mereka semuanya terdiri dari orang-orang yang
sangat jahat, buas dan memiliki kepandaian yang sangat
tinggi, orang-orang itu apabila bergabung dengan orang-orang
dari partai baru dan Pek-kut sam-mo, bukankah akan menjadi
suatu bahaya besar dikemudian hari ?" berkata Tiong-sun
Seng sambil menarik napas panjang.
"Siapa saja yang dinamakan sebagai kawan orang orang
jahat dari luar perbatasan, oleh suhu itu ?" bertanya Hee Thian siang yang
merasa terkejut juga heran.
"Mereka adalah sekelompok manusia-manusia jahat
golongan rimba persilatan yang berada diluar perbatasan
daerah Tiong-goan, umpamanya Raja siluman dari Pat-beng,
tiga manusia kerdil dari lautan timur, sepasang manusia aneh
berbisa, empat orang yang menamakan dirinya orang agung
dari daerah barat dan lain-lainnya. Apakah Hee laotee belum
pernah mendengar cerita suhumu ?" menjawab Tiong-sun
Seng. "Boanpwee hanya dengar suhu pernah menyebut tentang
diri Raja siluman Pak-mo yang bernama Hian-wan-liat,
katanya ia itu sebetulnya orang bangsa Han, oleh karena
kakek monyangnya dahulu melanggar hukum sehingga
dibuang kedaerah luar perbatasan, dan ia sendiri kemudian
masuk menjadi warga negara Pak mo! Suhu dahulu sewaktu
pergi pesiar kedaerah barat laut, pernah berjumpa dengannya,
satu sama lain juga pernah merundingkan soal ilmu silat,
agaknya kepandaian ilmu silat orang itu jauh lebih tinggi dari
pada kepandaian ilmu silat suhu sendiri !" berkata Hee Thian
siang. "Sekarang ini tiga menusia kerdil dari negara timur,
sepasang manusia aneh berbisa, empat orang yang
menamakan diri empat manusia agung dari daerah barat dan
lain-lain, semua sudah mengangkat Raja siluman dan Pak
Beng sebagai pemimpin, siap hendak mengacau rimba
persilatan daerah Tiong-goan. Maksud mereka hendak
menjagoi rimba persilatan. Maka itu, setelah pertemuan besar
digunung Ki-lian ini semua selesai, aku hendak mengajak enci
Hui Kheng-mu untuk melatih kepandaian ilmu yang sangat
ampuh selama satu tahun! Hee laotee sendiri nanti kalau
pulang kegunung Pak-bin, pasti juga akan diberi pelajaran
kepandaian ilmu simpanan suhumu. aku harap laotee supaya
belajar dengan tekun, sebab ancaman bahaya dikemudian
hari bagi kita orang dari angkatan tua, barangkali sudah tidak
akan mengalami lagi, maka itu tugas yang dibebankan kepada
kalian sangat berat sekali, tugas itu merupakan suatu tugas
yang membela keadilan dan kebenaran dunia Kang-ouw, oleh
karenanya, jangan sampai kalian lalaikan !" berkata Tiong-sun Seng sambil
menganggukkan kepala. Hee Thian siang menerima baik pesan itu, tetapi dalam
hati, ketika mengingat kalau pertemuan digunung Ki-lian ini
selesai, ia sendiri harus pulang kegunung Pek-bin untuk
mengantar suhunya yang hendak pulang ke alam baka,
hingga ia harus seorang diri melatih dengan tekun palajaran
ilmu yang ditinggalkan oleh suhunya, hidup jika seorang diri
pasti sangat kesepian! Tiga kekasihnya, yang satu, ialah Hok
Siu In masih belum diketahui sudah mati atau masih hidup,
dan Liok Giok Ji masih belum ditemukan, sedangkan Tiong
sun Hui Kheng juga akan mengikuti ayahnya untuk berlatih
ilmu silat selama satu tahun. Karena memikir semua itu, Hee
Thian siang menunjukkan sikap murung.
Tiong sun Hui Kheng menyaksikan sikap Hee Thian siang,
ia dapat menebak isi hatinya, ia sendiri juga merasa sedih,
namun masih menghibur padanya seraya berkata :
"Adik Siang, jangan bersedih, aku mengikuti ayah belajar
ilmu silat, hanya dalam waktu satu tahun saja, sebelum aku
berangkat, biarlah nanti aku tinggalkan Siaopek, Taywong dan
kuda Ceng-hong-ki kepadamu, supaya kau jangan terlalu
kesepian." Hee Thian siang sangat bersyukur kepada kekasihnya itu.
Baru saja ia hendak mengucapkan terima kasihnya, Tiong-sun
Seng sudah berkata sambil tersenyum :
"Kheng-ji, kau tinggalkan saja kudamu Ceng-hong-ki untuk
mengawani adik Siangmu, sedang Siaopek dan Taywong aku
hendak bawa pergi !"
"Untuk apa ayah hendak bawa Siaopek dan Taywong "
Apakah juga hendak mempelajari mereka kepandaian ilmu
yang baru ?" bertanya Tiong-sun Hui Kheng heran.
"Dugaanmu ini tepat, sebab raja siluman dari Pat Beng,
juga ada memelihara beberapa ekor binatang dan burung
burung aneh, maka aku juga akan menggunakan kepandaian
yang kumiliki, untuk mendidik siaopek dan Taywong
menjawab Tiong-sun Hui Kheng sambil tertawa.
"Mengenai soal kawanan penjahat dari daerah luar
perbatasan yang ingin menguasai rimba persilatan daerah
Tiong-goan, diwaktu ini masih belum terlalu mendesak, kita
boleh tunda dulu, sebaliknya untuk menghadapi pertemuan
besar digunung Ki-lian sekarang ini, oleh karena pihak kita
kekurangan seorang tenaga penting, ialah tidak hadirnya suhu
Hee laote, maka itu, siasat kita untuk menghadapi musuh juga
perlu tiadakan perobahan dengan susunan yang baru lagi,
alangkah baiknya apabila saudara Tiong-sun bisa menyusun
suatu rencana yang lebih baik, supaya kalau tiba saatnya
jangan kita menjadi kalut sendiri."
"Partai-partai besar yang mengikuti pertandingan dalam
pertemuan besar kali ini, jumlahnya banyak sekali, kita hanya
dapat memberi usul saja, tidak berani menyusun rencana
secara gegabah. Biarlah kuperhitungkan dahulu, dipihak
lawan semuanya ada berapa jumlah tokoh-tokoh yang
termasuk paling kuat." berkata Tiong-sun Seng sambil tertawa.
Sehabis berkata, ia lalu memulai menyebutkan satu persatu
nama-nama tokoh pihak lawan: "Pek-Kut Thian-kun, Pek-kut
Ie-su, Pek-kut Siancu dan lain-lain, tiga iblis dari golongan
Pek-kut. Khi Tay Cao yang menjadi pemimpin golongan Ki-
Lian, juga bertindak sebagai tuan rumah, Pek-thao Losat Pao
Sam Kow, Thiat-koan Totioang. . . . . . . disamping itu masih
ada Siang Swat Siancu Leng Biaw Biauw dan Kiu-Thian Mo-li
Tang Siang Siang, yang juga merupakan tokoh-tokoh kuat !"
Tiong Sun Hui Kheng segera memotong ucapan ayahnya,
katanya sambil tertawa : "Ayah jangan masukkan Siang Swat
Siancu Leng Biauw Biauw dan Kiu Thian Mo-li Tang Siang-
Siang dalam bagian lawan !"
Tiong-sun Seng agaknya mengerti maksud anaknya, maka
sambil menatap wajah Hee Thian Siang yang agaknya belum
mau percaya benar, ia berkata : "Hee laote, ketika aku berada digunung Ay-lao-
san, aku pernah minta padamu bersama
Kheng dji supaya berusaha untuk melenyapkan permusuhan
antara May Ceng Ong dengan Leng Biauw Biauw dan Tang
Siang Siang, apakah tugas itu sudah diselesaikan ?"
Sebelum Hee Thian Siang menjawab, sudah didahului oleh
Cong-sun Hui Kheng : "Sudah, Yah ! Tugas itu sudah kami
selesaikan dengan baik !"
Setelah itu ia lalu menceritakan bagaimana mereka telah
berusaha memancing May Ceng Ong sehingga kemudian
bertemu kembali dengan kedua istrinya, ialah Leng Biauw
Biauw dan Tang Siang Siang, dan akhirnya rujuk kembali.
Tiong-sun Seng setelah mendengar penuturan ini, sangat
mengagumi kecerdikan Hee Thian Siang dan putrinya, maka
setelah berpikir sejenak lalu berkata :
"Kini Leng Biauw Biauw dan Tang Siang Siang sudah
meninggalkan Ki-lian, bersama-sama May Ceng Ong hidup
digunung Ko-le Kong-San, kalau begitu tokoh-tokoh kuat
dipihak lawan hanya tinggal Pek-kut Sam-mo saja ! Aku nanti
yang akan menghadapi Pek-kut Ie-su . . . . . "
Sebelum melanjutkan ucapannya, sudah dipotong oleh Hee
Thian Siang, katanya : "Jikalau menurut rencana Duta Bunga
Mawar, boanpwee-lah . . ., yang akan menghadapi Pek-kut
Thian-kum !" Tiong Sun Seng memandang Hee Thian Siang, kemudian
berkata sambil tersenyum : "Diantara tiga iblis itu, adalah Pek-kut Thian-kun
yang berkepandaian paling tinggi, ini agaknya
terlalu berbahaya! Duta Bunga Mawar suruh kau menghadapi
Pek-Kut Thian-Kun, rencana ini mungkin hanya merupakan
suatu rencana sementara, tidak boleh dianggap suatu
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepastian. Nanti biarlah akan kutinjau dulu situasinya,
kemudian pikirkan siasatnya. Kita tidak boleh menempuh
bahaya, juga tak perlu memaksa Hee laote menghadapi lawan
yang paling tangguh !"
Hee Thian Siang yang semula penuh kepercayaan atas
kepandaiannya sendiri, kini setelah mendengar Tiong-Sun
Seng berkata demikian, rupanya merasa kecewa, tetapi oleh
karena Tiong-Sun Seng adalah orang dari tingkatan tua, juga
merupakan ayah dari Tiong-Sun Hui Kheng, ia tidak berani
membantah, terpaksa menyimpan semua perasaannya sendiri
sambil mengerutkan alisnya.
Sementara itu Tiong-Sun Seng lalu berkata lagi sambil
menepok-nepok bahu Hee Thian Siang: "Hee laote, kau
benar-benar sangat berani, sekarang ini kau jangan merasa
kecewa dahulu, mungkin orang-orang dari lima partai besar itu
tidak ada yang sanggup menghadapi Pek-Kut Thian-Kun. Nah,
jikalau benar demikian, bukankah masih ada kesempatan
bagimu untuk mencoba ?"
Hee Thian Siang yang mendengar ucapan ini, wajahnya
menjadi merah, lalu saling berpandangan dengan Tiong-Sun
Hui Kheng sambil tertawa.
Sementara itu U-lie Khao juga berkata, "Walaupun sudah
ada Hee laote yang menghadapi Pek-Kun Thian-Kun, tetapi
masih ada Pek-kun Siancu, tidak ada orang lain yang
menghadapi. Apakah saudara Tiong-sun sudah perhitungkan
hal itu?" "Orang-orang dipihak kita hanya ada sekian banyaknya,
terpaksa kita nanti akan pilih orang-orang dari golongan lima
partai besar, harus menghadapi Pek-Kut Siancu!"
"Menurut pandangan ayah, diantara orang-orang dari partai
besar yang akan datang nanti, siapakah yang memiliki
kepandaian ilmu silat paling tinggi?" bertanya Tiong-Sun Hui Kheng.
"Orang-orang dari berbagai partai besar, kepandaian
mereka berlainan, maka sampai dimana tingginya kepandaian
ilmu silat mereka, masih susah dibicarakan. Apa yang aku
tahu, Hong Hoa Cinjin, ketua partai Bu-Tong, Peng-Sian
Siansu pemimpin Siao-Lim, Sinto Sinkun ketua partai Swat-
San, Hian Hian Sianlo, ketua partai Ngo-bie dan Peng-sim
Since, ketua partai Lo-hu, semua merupakan tokoh-tokoh kuat
kelas atas. Pada saatnya terpaksa kita harus menilik dahulu
keadaan dan kekuatan ilmu kepandaian Pek-kut Siancu,
barulah mengadakan perhitungan dan memilih orangnya yang
harus menghadapinya !" berkata Tiong-sun Seng sambil
tertawa. "Apakah ketua dari lima partai besar pasti akan datang
semua?" berkata Hee Thian Siang.
"Semua orang-orang dari lima partai besar tahu, bahwa
partai Ki-Lian bersama partai Tiam-cong telah membentuk
gabungan partai baru yang dinamakan partai Ceng-Thian-Pay,
dan berkomplot dengan Pek-kut Sam-mo guna mengadakan
pertemuan besar ini. Maksud dan tujuannya ialah hendak
merebut kedudukan sebagai jago atau pemimpin rimba
persilatan. Apabila kita tidak lekas bertindak untuk
mengagalkan maksud mereka ini pada waktu sekarang ini
selagi mereka belum tumbuh sayap. Di lain waktu, pasti akan
menimbulkan bencana besar. Oleh karenanya, kecuali ketua
Siao-Lim Peng Sian Siansu yang mungkin karena usianya
yang sudah terlalu lanjut, yang mungkin hanya bisa mengirim
wakilnya, untuk menghadiri pertemuan itu. Para ketua empat
partai lainnya, pasti akan datang sendiri bersama-sama
anggota yang terpilih !" berkata Tiong-sun Seng sambil
menganggukkan kepala. Hee Thian Siang tiba-tiba ingat sesuatu, ia bertanya sambil
tersenyum, "Sewaktu Hee Thian Siang berkunjung ke puncak
Tiauw-in-hong, enci Hwa Ji Swat pernah berkata bahwa dalam
pertemuan besar digunung Ki-lian itu, ia akan datang
bersama-sama It-pun Sinceng, untuk membantu partai Bu-
tong dan Siao-Lim, sebagai usaha untuk menebus dosa atas
kesalahannya dahulu yang membuat kebinasaanya dua
anggota dari kedua partai tersebut."
Tiong-sun Hui Kheng yang mendengar ucapan itu, lalu
menarik baju ayahnya serta berkata; "Ayah, kalau enci Hwa
benar akan datang kemari, bukankah ia boleh diminta untuk
menghadapi Pek-kun Siancu ?"
"Enci Hwa-mu meskipun kepandaian ilmu silatnya tidak
tercela, tetapi barangkali masih belum dapat direndengkan
dengan kemahiran kepandaian ketua lima partai besar !"
menjawab Tiong-sun Seng sambil menggelengkan kepala.
"Dan bagaimana dengan It-pun Sinceng ?" bertanya Hee
Thian Siang dengan tersenyum.
"Padri yang masih muda dan yang berwajah tampan itu,
dalam kalangan Kang-auw terkenal sebagai seorang yang
baik hati dan suka mendamaikan segala pertikaian. Ia belum
pernah melakukan pertandingan dengan orang lain, maka
sampai dimana tinggi kepandaian ilmu silatnya, barangkali
saudara Tiong-sun sendiri juga tidak tahu." berkata U-tie Khao sambil tertawa.
Terhadap urusan rimba persilatan, saudara U-tie jauh lebih
tahu daripadaku, kalau kau sendiri masih belum tahu sampai
dimana tingginya kepandaian ilmu silat It-Pun Sinceng, sudah
tentu aku sendiri juga tidak tahu!" berkata Tiong-sun Seng
sambil menganggukkan kepala dan tertawa.
Berkata sampai disitu, diatas jalan gunung, dari satu
tikungan tiba-tiba tampak sebuah tandu besar. Empat orang
laki-laki pengusung tandu itu semua memakai pakaian warna
hitam dengan sulaman gambar tengkorak manusia.
Dibelakang tandu diiringi oleh seorang berbaju hitam yang
berbadan kurus kering. Dalam tandu itu tampak duduk
seorang yang mengenakan pakaian seperti raja, oleh karena
tandu itu berjalan terlalu cepat, sehingga wajahnya tidak
tampak jelas. Oleh karena waktu itu Tiong-sun Seng dan yang
lainnya pada berdiri disatu tikungan dibawwah bukit, maka
hanya sepintas lalu saja berlalunya tandu itu, sudah teraling
oleh bukit-bukit lagi. "Hmm, orang yang duduk didalam tandu yang berpakaian
seperti raja itu, mungkin adalah orang yang dinamakan Pek-
kut Thian-kun itu !" berkata Tiong-sun Hui Kheng.
"Dugaan nona Tiong-sun ini barangkali tidak salah, tadi aku
samar-samar telah melihat dikedua sisi tandu itu, ada terdapat
sepasang papan lian . . " berkata U-tie Khao sambil
menganggukkan kepala. "Tulisan diatas lian itu, aku sudah lihat dengan nyata !"
berkata Hee Thian Siang. "Padangan mata laote sungguh hebat, entah apa yang
ditulis diatas lian itu" Bisa kau ceritakan kepada kita?" berkata U-tie Khao
dengan pujiannya. Hee Thian Siang mengawasi Tiong-sun Seng sejenak,
agaknya merasa keberatan. Tiong-sun Seng yang juga sudah
melihat sendiri tulisan diatas lian itu, tetapi ia tidak merasa
keberatan, maka lalu berkata sambil tersemyum;
"Hee hiantit, tidak halangaan kau ceritakan saja,sebab
orang-orang dari golongan sesat kebanyakan demikian
jumawa sikapnya." Mendengar ucapan itu Hee Thian Siang membacakan
tulisan yang dilihatnya dari papan lian itu, "Dibagian atas
terdapat tulisan yang berbunyi: 'THIAN-GWA CENG-MO
AKAN BINASA DALAM TIGA JURUS', sedangkan dibagian
bawah ditulis: 'HONG-TIM ONG-KHEK TERBANG NYAWANYA DALAM SATU PULULAN'. Diatas tandu masih
terdapat tulisan yang berbunyi: 'PAK-BIN HANCUR HATINYA'
!". U-tie Khao yang mendengar penjelasan itu lantas berkata
sambil tertawa dingin, "Sungguh sombong, berani
mengeluarkan ucapan demikian. Agaknya tidak pandang mata
dengan sekaligus hendak membasmi tiga tokoh kuat dalam
rimba persilatan pada dewasa ini !"
"Saudara U-tie, kita tidak dapat menyalahkan Pek-kut
Thian-kun yang berani membuat demikian rupa, orang itu
memang benar memiliki kepandaian yang sangat tinggi sekali
! Kau seharusnya sudah melihat sendiri, bukan saja orang tua
berbaju hitam seperti tengkorak hidup mengikuti dibelakang
tandunya itu ada memiliki kekuatan dan kepandaian yang
sangat tinggi sekali, bahkan empat pengusung tandu juga
bukan orang-orang dari golongan sembarangan !"
Tiong-sun Hui Kheng yang mendengar ucapan itu lantas
berkata kepada Hee Thian Siang; "Adik Hee, dengar tidak"
Pek-kun Thian-kun yang sudah memiliki kekuatan tenaga
dalam dengan latihan bertapa puluhan tahun bukanlah satu
lawan sembarangan. Meskipun
kau sudah mendapat beberapa macam kepandaian ilmu baru, tetapi kekuatan
tenaga dalammu masih selisih jauh, maka apabila tidak
terpaksa jangan gegabah melakukan serangan !"
Meskipun dalam hati Hee Thian Siang merasa penasaran
tetapi diluarnya tidak berani membantah, dan terima baik
pesan kekasihnya itu. Tanggal enambelas bulan dua, pagi-
pagi sekali dibawah kaki gunung Ki-lian-san tampak empat
bayangan orang. Mereka adalah rombongan partai Ngo-bie-
pay yang dipimpin oleh ketuanya Hian-hian Sian-lo. Hian-hian
Sian-lo ketika berjumpa dengan rombongan Tiong-sun Seng
yang tiba lebih dahulu, lalu menghampirinya dan menyapanya,
kemudian bertanya kepada U-tie Khao;
"Saudara U-tie, mengapa Hok Sui In tidak turut serta,
apakah ia tidak berani ?"
Ditanya demikian, wajah U-tie seketika menjadi merah,
mulutnya gelagapan. Sebelum dapat menjawab, Tiong-sun
Hui Kheng memberikan keterangan lebih dahulu. Ia
memberitahukan kepada Hian-hian Sian-lo, tentang nasib
yang dialami Hok Siu In. Hian-hian Sian-lo dan tiga jago dari Ngo-bie, semua terkejut
ketika mendengar penuturan itu, dan meminta penjelasan
lebih jauh kepada U-tie Khao.
U-tie Khao lalu menceritakan kembali semua apa yang
terjadi atas diri Hok Siu In. Hian-hian Sian-lo seorang ketua
dari salah satu partai besar, sudah tentu memiliki ketenangan
luar biasa, setelah mendengar keterangan U-tie Khao, ia
berkata sambil menghela napas:
"Hok Siu In, selain seorang gadis yang sangat pintar, juga
bukanlah seorang yang berumur pendek. ia juga memiliki hati
sangat baik. Aku masih sangsi bahwa bunga yang sedang
mekar dalam rimba persilatan ini benar-benar menemukan
ajalnya. Keadaan waktu itu, sekalipun bahaya baginya, tetapi
U-tie toh tidak menyaksikan kematiannya, maka aku berani
menduga ia pasti mendapat pertolongan! Ucapan saudara
Tiong-sun tadi ada benarnya, kita yang sedang menghadapi
tugas berat untuk membasmi kawanan penjahat, seharusnya
curahkan semua pikiran dan tenaga untuk menghadapi
kawanan penjahat itu. Urusan mengenai Hok Siu In, meskipun
sangat menyedihkan, tetapi untuk sementara kita boleh
tinggalkan dahulu. Nanti setelah pertemuan besar digunung
Ki-lian ini selesai, kita akan mengerahkan semua kekuatan
tenaga yang ada dari golongan Ngo-bie untuk mencari jejak
Hok Siu In !" Setelah itu ia berpaling dan berkata kepada Siu-lang Tokow
bertiga, "Sumoy bertiga, dengan tidak adanya Hok Siu In,
maka barisan Su siang-tui-hun-kuan-tin, kalian kekurangan
satu tenaga inti. Dengan demikian sudah tentu kehebatannya
jauh berkurang! Apalagi pihak lawan kita mendapat banyak
bantuan orang-orang jahat yang berkepandaian sangat tinggi.
Oleh karenanya, jikalau tidak ada perintahku, jangan coba-
coba turun tangan terhadap musuh karena hal itu bisa
membawa akibat menjatuhkan nama baik golongan Ngo-bie !"
Sin-lang bertiga menerima baik pesan itu, mereka juga
sangat berduka dengan tidak hadirnya sumoy mereka Hok Siu
In. Tiong-sun Hui Kheng yang ingin memecahkan suasana
duka itu, lalu berkata kepada Hian-hian Sianlo;
"Sianlo, sekarang waktunya sudah tidak pagi lagi. kita
harus berangkat ke goa Siang-Swat-Tong untuk menghadiri
pertemuan. Tahukan Sianlo bahwa Pek-kun Sam-mo juga
sudah ditarik oleh mereka untuk membantu pihak Ki-lian pay
dan Tiam cong pay ?"
"Justru karena mendengar kabar bahwa Pek-kut Sam-mo
hendak membantu partai baru Ceng thian-pay, maka dengan
memecahkan tradisi Ngo-bie-pay aku menurunkan ilmu
pedang simpanan Ngo-bie-pay yang sebetulnya hanya boleh
diturunkan kepada calon ketua saja, kepada ketiga sumoy-ku."
Berkata sampai disitu, kemudian berpaling dan berkata
kepada Hee Thian Siang: "Hee laote, suhumu Hong-poh,
kapan kiranya akan tiba disini ?"
"Sudah dekat waktunya untuk pulang ke Sorga, kini sedang
bertapa digunung Pek-bin, sehingga tidak dapat datang hadir
pada pertemuan ini !" menjawab Hee Thian Siang dengan
sangat hormat. Hian-hian Sianlo yang mendengar jawaban itu, alisnya
dikerutkan. Ia mengawasi Tiong-sun Seng sejenak, nampak ia
hendak mengucapkan sesuatu, tapi akhirnya dibatalkan.
Tiong-sun Seng agaknya sudah mengerti maksud Hian-
hian Sianlo maka ia berkata sambil tertawa, "Apakah sianlo
anggap dengan tidak datangnya Hong-poh, khawatir tidak ada
orang yang dapat menundukkan Pek-kut Sam-mo ?"
Hian-hian Sianlo khawatir Tiong-sun Seng salah paham,
maka buru-buru menjawab sambil tertawa, "Meskipun Hong-
poh Sin-po tidak datang tetapi dengan adanya saudara Tiong-
sun disini, rasanya sama juga . . . . ."
"Sianlo jangan coba memuji diriku, dengan mengandalkan
aku seorang, bagaimana dapat menghadapi Pek-kut Sam-
mo?" "Tetapi dari dahulu kejahatan tidak dapat menguasai
kebenaran selama-lamanya, maka itu apabila keadaan
memaksa, aku terpaksa menghadapi sekuat tenaga! Apalagi
dalam pertandingan hari ini, paling banter cuma dapat
memberi pukulan kepada orang-orang yang bernafsu besar
hendak mendirikan partai baru, karena rimba persilatan masih
akan menghadapi ancaman bahaya yang lebih besar, kira-kira
tiga tahun kemudian, barulah ada kemauan."
Mereka berjalan sambil mengobrol, tahu-tahu tiba didepan
goa Siang-swat-tong. Kedua samping goa, ditempat yang
tinggi, dibangun dua bangunan untuk tempat duduk penonton.
Tengah-tengah diantara dua bangunan itu, adalah lapangan
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seluas kira-kira sepuluh tombak persegi, untuk tempat
pertandingan. Dalam dua bangunan itu, sudah disediakan
meja-meja perjamuan bersama beberapa penjaganya yang
terdiri dari anggota-anggota Ceng-thian-pay angkatan muda.
Rombongan tuan rumah duduk dalam bangunan sebelah kiri,
sedangkan rombongan fihak tamu duduk dalam bangunan
sebelah kanan. Waktu itu, anggota-anggota penting Ceng-thian pay masih
belum nampak, sebetulnya dalam rombongan fihak tamu
sudah tidak sedikit jumlah orang yang datang. Ketika
pandangan mata Tiong-sun Seng ditujukan kedalam
bangunan tuan rumah, tampak seorang pendek dengan
dandanannya yang aneh, bersama seorang berperawakan
tinggi besar berkulit hitam berkepala besar.
Dalam bangunan pihak tamu, tampak Hong-hoat Cinjin,
ketua partai Bu-tong bersama ketua golongan Swat-san,
Peng-pek Sin-kun bersama istrinya Mao Giok Ceng, dan
Swat-san Penglo, Leng Pak Ciok; anggota pelindung hukum
Siao-Lim tingkat Tianglo, Thian-hong Thianio Peng-sim Sin-nie
dari golongan Lo-hu bersama Ca Bu Kao dan Su-to Wie serta
Say-han kong dan lain-lain.
Tiong-sun Seng berkata kepada Hee Thian Siang sambil
tertawa, "Hee hiantit, orang-orang penting dipihak kita sini
sudah datang semua. Ketua Siao-lim-pay, meskipun tidak
datang, tetapi sudah mengirim wakilnya, seorang tokoh
terkemuka dalam partainya Ceng-kak Siansu dibantu oleh
Thian-hong Tianglo. Darisini kita dapat mengetahui bahwa
pertemuan kali ini sudah dianggap penting oleh mereka. Untuk
membasmi kawanan penjahat, menegakkan kebenaran dan
keadilan, nampaknya semua sudah bersatu tujuan. Hal ini
sesungguhnya jarang terjadi didalam riwayat rimba persilatan
!" Sambil bicara, jago tua itu sudah berjalan masuk
kebangunan sebelah kanan. Kedatangannya itu disambut oleh
para tokoh rimba persilatan. Mereka pada berdiri dan
menyambut mesra kedatangannya serta mempersilahkan
duduk. Hee Thian Siang yang sudah lama tidak bertemu dengan
Say-han-kong, Ca Bu Kao dan lain-lain, sudah tentu segera
duduk bersama-sama sambil ngobrol.
Sementara itu, Tiong-sun Hui Kheng berkata kepada
ayahnya dengan suara perlahan, "Ayah, coba ayah lihat!
Kecuali partai Kun-lun, karena terjadi peristiwa mengenaskan
hari ini, hingga tidak ada orang yang bisa hadir, yang lainnya
seperti partai-partai Swat-san, Lohu, Ngo-bie, Bu-tong dan
Siao-Lim, lima partai besar, semua sudah mengutus orang-
orangnya yang terkuat. Tapi mengapa Hwa suci dan It-pun Sin
Ceng hingga saat ini masih belum tampak?"
"Enci Hwa-mu itu selamanya memang suka berlaku misteri,
mungkin orangnya sudah lama datang, tetapi entah sedang
membuat rencana apa secara menggelap." jawab Tiong-sun
Seng sambil tertawa. Pada saat itu, pelindung hukum Siao-Lim, Ceng Kak
Siansu, karena melihat waktunya sudah hampir tiba, maka lalu
berkata: "Sekarang sudah hampir tengah hari, nanti setelah upacara
berdirinya partai Ceng Thian pay selesai, suatu pertemuan
hebat dan sengit dalam rimba persilatan pasti tidak dapat
dielakkan lagi. Dipihak sana ada Pak-kut Sam-mo sebagai
pelindung hukum. Kekuatan mereka tidak dapat kita pandang
sepele. Untuk kepentingan kita dan kebaikan kita, sebelum
pertandingan dimulai, ada baiknya kalau diadakan pemilihan
siapa kiranya yang memiliki kecerdikan dan bisa mengatur
siasat. Dia boleh kita angkat sebagai pemimpin rombongan."
Tiong-sun Seng yang mendengar ucapan itu lalu
menganggukkan kepala dan berkata sambil tertawa, "Ucapan
Siansu memang benar. Menurut pandanganku, ketua Bu-tong-
pay, Hong-hoat Cinjin selain seorang beribadat tinggi, juga
memiliki kecerdikan . . . . . . . . ."
Belum habis ucapannya, Hong hoat Cinjin sudah bangkit
sambil tersenyum, kemudian menganggukkan kepala dan
berkata sambil memuji nama Budha, "Ucapan Tiong-sun
tayhiap seperti ini, bukankan hanya membuat malu pinto saja"
Diantara tokoh-tokoh rimba persilatan yang hari ini ada disini,
baik kepandaian ilmu silat maupun kecerdikan dan
pengalamannya dalam dunia kang-ouw, pinto kira hanya
Tiong-sun Tayhiap-lah yang kiranya paling tepat kalian pilih.
Maka tugas sebagai pemimpin rombongan ini, pinto rasa
tepatlah kalau Tiong-sun Tayhiap juga yang memegang."
Usul Hong-hoat Cinjin itu didukung oleh Ceng-kak Siansu
dari Siao-Lim, Peng-sim Sin-nie dari Lo-hu, Peng-pek Sin-kun
dari Swat-san, dan Hian Hian Sianlo dari Ngo-bie-pay.
Karena wakil-wakil dari lima partai besar semua
mendukung pengangkatannya,
maka Tiong-sun Seng terpaksa tak dapat menampik lagi. Hong-hoat Cinjin berkata
sambil tertawa, "Kini sudah kita angkat pemimpinnya. Pinto
minta kepada tuan-tuan sekalian, patuhilah segala
perintahnya. Sebentar apabila pertandingan berlangsung,
jikalau tidak ada ijin dari Tiong-sun Tayhiap, siapapun tidak
boleh berlaku lancang, supaya jangan timbul kericuhan dalam
pihak kita sendiri."
Semua tokoh menganggukkan kepala sambil tersenyum.
Saat itu pandangan mata Tiong-sun Seng sedang ditujukan
kepada seorang aneh yang ada didalam bangunan seberang
lain. Yang sangat mencolok ialah orang itu selain tubuhnya
yang pendek, juga kulitnya hitam legam. Maka, bertanyalah ia
kepada para ketua partai :
"Saudara-saudara, tahukan bahwa kawanan penjahat di
luar perbatasan daerah Tiong-goan telah mengangkat Raja
siluman Pat-mo sebagai kepala untuk mengacau dalam rimba
persilatan daerah Tiong-goan?"
Peng-sim Sin-nie menganggukkan kepala dan berkata
sambil tertawa: "Sebelum Tiong-sun tayhiap sampai, kami
justru sedang mendengarkan perundingan ketua Bu-tong dan
ketua Swat-san tentang urusan perundingan ini."
"Di sebrang sana orang aneh yang bertubuh pendek
berpakaian aneh. Kalau dilihat dari sikap dan dandanannya,
mirip dengan orang luar daerah Tiong-goan. Mungkinkah dia
itu salah satu dari tiga orang katai negara Timur dan sepasang
manusia aneh beracun, yang datang untuk meninjau atau
memeriksa keadaan rimba persilatan daerah Tiong-goan?"
Tiong-sun Seng baru berkata sampai disitu, tiba-tiba
terdengar suara genta berbunyi tiga kali. Kawanan penjahat
yang akan mendirikan partai baru Ceng-thian-pay, semuanya
dengan sikap jumawa dan bangga, berjalan keluar dari dalam
goa Siang-swat-tong. Upacara pembukaan partai baru Ceng-
thian-pay ni ternyata sangat sederhana sekali. Upacara dibuka
oleh salah seorang anak murid dari partai baru itu dengan
menghadap kepada Pek-kut Thian kun, Pek-kut Ie-su dan
Pek-kut Sian-cu tiga anggota pelindung hukumnya, serta
kepada ketua kuil Thiat-koan Totiang, berlutut sambil
mengucapkan sumpah, lalu selesailah sudah upacara
tersebut. Hong-hoat Cinjin yang menyaksikan upacara secara
demikian, lalu berkata sambil menggeleng-gelengkan kepala:
"Apakah ini yang dinamakan upacara pembukaan partai baru"
Sungguh tidak habis dimengerti. Dengan begitu, mereka
masih ada muka mengundang kita orang dari jauh untuk
menyaksikan upacara ini. .?"
Peng-pek Sin-kun segera menyambutnya sambil tertawa:
"Upacara pembukaan partai baru dari kawanan penjahat
Ceng-thian-pay ini hanyalah suatu alasan saja. Maksud dan
tujuan yang utama dari mereka, ialah hendak memancing dan
mengumpulkan orang-orang golongan baik-baik, untuk
dibasmi semuanya! Oleh karena itu, tidaklah heran upacara itu
demikian sederhana."
Baru saja menutup mulut, anggota-anggota terpenting dari
Ceng-thian-pay, semua sudah masuk ke bangunan sebelah
kiri. Dan, Khie Tay Cao yang bertindak selaku pemimpin,
berjalan maju ke depan, dan menghadap kepada tokoh-tokoh
di pihak Hong-hoat Cinjin dan lain-lainnya, berkata sambil
memberi hormat: "Hari ini sahabat-sahabat dari berbagai partai dan
golongan, telah berkumpul di gunung Ki-lian, hal ini
sesungguhnya merupakan suatu kejadian yang patut dicatat
dalam sejarah rimba persilatan. Khi Tay Cao sudah
menyediakan sedikit barang hidangan, nanti setelah sahabat-
sahabat duduk bersama-sama untuk minum dan dahar,
sebagaimana kebiasaan Kang-ouw, ada baiknya kita
melakukan sedikit permainan untuk menguji kepandaian dan
keahlian masing-masing. Disamping itu, apabila diantara
sahabat-sahabat yang datang ada permusuhan atau sakit hati,
juga boleh sekalian menggunakan kesempatan ini untuk
melakukan pembalasan."
Sehabis mengucap demikian, ia balik kembali ke tempat
duduknya, dan dimulailah perjamuan makan yang dilakukan
secara besar-besaran. Liong-hui Kiam-khek Su-to Wi, yang
mengingat sakit hati susioknya dan mengingat sepak terjang
Thiat-koan To-tiang yang telah menggabungkan partai Thiam-
cong-pay dengan Ki-lian-pay sudah akan mengambil tindakan
untuk memberekan persoalannya, maka bertanyalah kepada
Tiong-sun Seng: "Tiong-sun tayhiap, bolehkah Su-to Wie akan
menyelesaikan persoalan Thiam-cong-pay dan sekalian
hendak menuntut balas dendam atas kematian Koan Sam Pek
Susiok kepada Thiat-koan To-tiang?"
"Pertemuan hari ini rupanya tidak akan berakhir dengan
baik. Segala dendam dan permusuhan semua akan
diselesaikan. Saudara Su-to yang bermaksud hendak
membersihkan kawanan penjahat dari golongan Thiam-cong-
pay, meskipun itu suatu perbuatan yang patut kita hargai,
tetapi untuk sekarang ini, sebaiknya sabarlah dahulu,
sekarang silahkan makan dan minum sepuas-puasnya dahulu.
Kita lihat saja apabila di pihak sana sudah tidak sabar dan
berlaku terlalu jumawa, barulah kita bertindak," Tiong-sun
Seng menjawab sambil tertawa.
Mendengar ucapan itu, Su-to Wie terpaksa kendalikan
hawa amarahnya, dan duduk kembali bersama-sama Ca Bu
Khao dan Hee Thian Siang.
Benar saja seperti apa yang diduga oleh Tiong-sun Seng.
Di pihak Ceng-Thian-pay, tampillah Khi Tay Cao bangkit
berdiri lagi. Ia tadi sudah berbicara. Karena tidak ada jawaban
dari pihak lawannya, rupanya ia sudah tidak sabaran,
berulang-ulang ia mengeluarkan suara tertawanya yang aneh.
Kemudian dengan secara tiba-tiba, dari rombongannya
tampak melesat keluar sesosok bayangan hitam yang
bagaikan burung terbang dan turun di tengah-tengah
lapangan. "Orang ini adalah orang tua berbaju hitam yang bentuknya
seperti setan yang pernah dilihat oleh Tiong-sun Seng dan
lain-lainnya di kaki gunung Ki-lian-san, dia adalah orang yang
mengikuti di belakang tandu Thian-kun. Ketika tiba ditengah-
tengah lapangan, kedua tangannya dirangkap untuk menjura
ke pihak lawan, dengan sikapnya yang sangat jumawa, orang
itu berkata dengan sombongnya:
"Aku yang rendah U-bun Hong, orang-orang memberi nama
julukan kepadaku Song-bun Hek-sat. Dalam peremuan besar
hari ini, karena tokoh-tokoh kuat rimba persilatan semua telah
berkumpul di gunung Ki-lian ini, maka kupikir rasanya tidaklah
baik jikalau tidak diadakan sedikitpun atraksi. U-bun Hong
seorang yang tidak memiliki kepandaian apa-apa, dengan
maksud hendak minta tuan-tuan yang berkepandaian tinggi,
supaya suka menunjukkan kepandaian masing-masing, maka
dengan memberanikan diri turun ke lapangan lebih dahulu,
untuk memita pelajaran beberapa jurus saja!"
Oleh karena dari pihak tuan rumah sudah ada orang yang
keluar menantang, maka pihak tamu sudah seharusnya juga
ada orang yang menghadap. Tetapi dalam babak pertama ini
siapakah orangnya yang harus keluar" Benar-benar
memusingkan Tiong-sun Seng. Sebab Tiong-sun Seng sudah
melihat tegas, bahwa Song-bun Hek-sat Oe-bun Hong ini,
merupakan seorang yang memiliki kepandaian luar biasa, baik
kekuatan tenaganya maupun kepandaian ilmu silatnya,
mungkin tidak di bawah Khi Tay Cao, Thiat-koan Totiang dan
Poa San kow orang-orang penting dari partai Ceng-thian-pay.
Orang ini meskipun tinggi kepandaian ilmu silatnya, tetapi
dalam rimba persilatan tidak mempunyai nama dan
kedudukan. Dia hanya merupakan seorang budak dari Pek-kut
Thian-kun. Siapa yang harus menghadapinya" Inilah yang
merupakan kesulitan besar bagi Tiong-sun Seng.
Jikalau diminta para ketua lima partai besar, sudah tentu
tidak sepadan. Sebab, sekalipun menang juga tidak pantas.
Lebih-lebih kalau kalah, tentu akan segera menjadi buah
tertawaan pihak musuh. Orang yang paling tepat untuk
menghadapi U-bun Hong, sebetulnya adalah Hee Thian
Siang, tetapi karena Hee Thian Siang amat dibutuhkan
tenangnya untuk menghadapi Pek-kut Thian-kun, agaknya
tidaklah bijaksana jikalau Hee Thian Siang disuruh
menghadapi U-bun Hong lebih dahulu, karena hal itu berarti
akan menghamburkan tenaga anak muda itu tidak sedikit.
Swat-san Peng-lo Leng Pek Ciok menampak Tiong-sun
Seng mengawasi U-bun Hong sambil mengerutkan alisnya
dan seperti berpikir keras, rupanya mengetahui kesulitan yang
dihadapi olehnya, maka lalu berkata kepadanya dengan suara
perlahan: "Tiong-sun tayhiap, apakah tayhiap merasa sulit untuk
menyediakan orang yang harus menghadapi orang itu"
Bolehkan kiranya Leng Pek Ciok keluar untuk menghadapinya
dalam babak pertama ini?"
Tiong-sun Seng tahu benar bahwa Leng Pek Ciok ini
meskipun rela menjadi budak ketua Swat-san-pay oleh karena
sudah menerima budi besarnya, tetapi kepandaian ilmu silat
dan nama besar Swat-san Peng-lo sebetulnya tidak di bawah
Peng-pek Sinkun dan istrinya sendiri, maka begitu mendengar
ucapan itu, lalu menjawab sambil tersenyum;
"Untuk babak pertama ini mana berani aku minta saudara
Leng yang turun lebih dahulu" Aku pikir sebaiknya saudara
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Leng siapkan saja dulu tenaga, untuk menghadapi Pek-thao
Losat Pao Sam-kow, yang melatih ilmu bangkai dingin, yang
terkena susah dihadapi."
Berkata sampai disitu, matanya beralih kepada putrinya
Tiong-sun Hui Kheng, kemudian menggapainya seraya
berkata: "Kheng-ji kemari kau!"
Tiong-sun Hui Kheng yang sedang mengobrol dengan Ca
Bu Kao, mendengar panggilan ayahnya, lantas menghampiri
dan bertanya: "Apakah ayah suruh aku turun ke lapangan?"
Dengan sikap sungguh-sungguh Tiong-sun Seng
menganggukkan kepala dan berkata: "Telah kupikir masak-
masak, rasanya hanya kau yang agak tepat untuk
menghadapi lawan pertama ini. Song-bun Hek-sat U-bun
Hong adalah budaknya Pek-kut Thian-kun. Meskipun
kedudukannya hanya sebagai budak saja, tetapi
kepandaiannya sangat tinggi. Juga lantaran ini merupakan
babak pertama, maka di pihak kita harus berusaha untuk
merebut kemenangan, guna membuat nyali mereka kuncup.
Kheng-ji, kau boleh gunakan seluruh kepandaian yang baru
kau dapatkan. Bisa menang dengan gemilang dan leibh cepat,
itulah yang paling baik."
Pada waktu Tiong-sun Seng sedang memilih orangnya dan
memberi pesan kepada putrinya, Song-bun Hek-sat U-bun
Hong tampaknya sudah tidak sabaran, dengan sikapnya yang
sangat jumawa ia sudah berkata sambil tertawa terbahak-
bahak: "Di dalam panggung sana toh ada tokoh-tokoh terkuat dari
golongan Ngo bie, Butong, Siao-lim, Lo-hu dan Swat-san"
Apakah diantara demikian banyak tokoh kuat itu tidak
seorangpun yang berani menghadapi aku U-bun Hong?"
Baru saja menutup mulutnya, Tiong-sun Hui Kheng sudah
bergerak dan melayang turun tepat di hadapannya dengan
sikapnya yang sangat tenang sekali, sambil membereskan
rambutnya yang terurai di mukanya, gadis itu berkata dengan
suara yang merdu sekali: "Sahabat U-bun, jangan meniru kelakuan orang-orang yang
berpikiran cupat, hingga anggap di dalam dunia ini sudah tidak
ada orang lain yang lebih pandai dari diri sendiri. Lantaran
nama julukanmu Song-bun Hek-sat itu terlalu jelek, rasanya
susah sekali bagimu untuk mencari lawan salah satu saja dari
para cianpwee dalam lima partai besar. Mana mereka sudi
menghadapi orang seperti kau ini?"
Sepasang alis U-bun Hong berdiri, dengan sinar mata
tajam mengawasi Tiong-sun Hui Kheng, kemudian berkata
dengan nada suara dingin:
"Budak perempuan, jangan kau jual lagak dengan lidahmu
yang tajam! Beritahukanlah namamu dan golonganmu!"
"Aku Tiong-sun Hui Kheng, tidak termasuk golongan dari
salah satu partai manapun juga pada dewasa ini," demikian
Tiong-sun Hui Kheng berkata sambil tertawa.
Pek-kut Thian-kun yang duduk dalam rombongan pihak
tuan rumah nampak miringkan sedikit kepalanya, dan
bertanya kepada Khi Tay Cao: "Khi ciangbunjin, orang yang
mempunyai she rangkap Tiong-sun, jumlahnya aku rasa tidak
banyak. Apakah gadis Tiong-sun Hui Kheng ini adalah putri
Thian-gwa Ceng-mo Tiong-sun Seng?"
Sebelum Khi Tay Cao menjawab, sudah didahului oleh
Thiat-koan Totiang: "Dugaan Thian-kun tidak salah. Tiong-sun
Hui Kheng ini memang putrinya Thian-gwa Ceng-mo Tiong-
sun Seng. Kepandaian ilmu silatnya cukup hebat!"
Pek-kut Thian-kun tertawa terbahak-bahak lama baru
berkata: "Apakah Totiang tidak ingat papan lian yang
kupancang di kedua samping tanduku itu?"
Thiat-koan Totiang menjawab sambil tersenyum: "Yah,
masih ingat dengan baik. Tulisan itu berbunyi : Tian Gwa Can
Mo binasa dalam tiga jurus, Hong tim Ong Khek terbang
nyawanya dengan sekali pukulan!"
Pek Kut Thian Kun kembali tertawa bangga, kemudian
berkata : "U Bun Hong mengikuti aku sejak banyak tahun, ilmu
pukulannya Song Bun Cik Ciang yang terdiri dari tujuh jurus
dan ilmu jari tangannya Hek Sat Ciu Hua, semuanya sudah
benar-benar mahir, aku berani memastikan bahwa Tiong Sun
Seng tidak bisa lolos dari tanganku dalam tiga jurus, maka
putrinya yang kini berhadapan dengan U Bun Hong,
barangkali dalam tiga jurus juga akan binasa!"
Bagi Khi Tay Co dan Thian Koat Totiang, berlalunya Siang
Swat Siangjin Leng Biauw Biauw dan Kiu Thian Mo Li Tang
Siang Siang adalah kehilangamn dua tenaga pembantu utama
yang paling diandalkan, tetapi dengan adanya Pek Kut Sam
Mo, apalagi dipihak lawan Pak Bin Sin Po Hong Poh Cui tidak
datang, begitupun ketua biara Siao-Lim tidak turut hadir, dan
kini yang ada hanya Tiong-sun Seng bersama pada ketua
patai Ngo Bie, Bu Tong, Lo Hu dan Swat san yang terhitung
agak tinggi kepandaiannya, kalau ditinjau dari barisan pihak
lawan, jelas pihaknya sendiri yang lebih kuat, hingga
kemenangan rasanya sudah dapat dibayangkan dari sekarang
akan berada dipihak sendiri, maka ketika mendengar ucapan
Pek Kut Thian Kun, ia juga lantas tertawa terbahak-bahak.
Percakapan yang sangat jumawa dan suara tertawa yang
sangat bangga itu bukan saja sudah dapat didengar dengan
jelas oleh Tiong-Sun Hui Kheng, tetapi juga sudah terdengar
oleh orang-orang dipihak tamu, terutama bagi Ca Bu Kho,
yang usianya masih muda sehingga tidak sanggup
mengendalikan perasaannya, saat itu sepasang alisnya lantas
berdiri dan bertanya dengan suara perlahan kepada Hee
Thian Siang: "Adik Siang, Song Bun Hek Sat U Bun Hong ini, dari sinar
matanya sudah diketahui dia orang yang sangat buas, jelas
pula memiliki kekuatan tenaga dalam yang sempurna. Apakah
nona Tiong Sun sanggup menghadapinya" Perlukah kalau
aku menggantikan kedudukannya" Biar manusia buas itu
merasakan seranganku Pan Sian Ciang dari goongan Ngo-
bie?" Hee Thian Siang menggelengkan kepala dan berkata
sambil tertawa: "Bibi Ca jangan kuatir, enci Tiong Sun-ku itu sifatnya sangat
sabar. Sebetulnya Song Bun Hek Sat U Bun
Hong meskipun akan kalah, juga masih sanggup melayani
sampai beberapa jurus. Tetapi karena ucapan Pek Kut Thian
Kun yang jumawa ini, mungkin akan menimbulkan kemarahan
enci Tiong Sun-ku dan mungkin begitu pertandingan dimulai,
enci Tiong-sun akan menggunakan ilmunya yang terampuh
dan luar biasa, Tu Siang Kho Hun Liong Hui Sam Ciok!"
Begitu nama dari ilmu terampuh Tiong Sun Hui Kheng
keluar dari mulut Hee Thian Siang, ketua partai Bu-Tong Hong
Hoat Cinjin yang duduk tidak jauh dengannya seketika lantas
terkejut. Sementara itu Song Bun U Bun Hong dengan Tiong Sun
Hui Kheng sudah mulai bertanding.
Tetapi dugaan Hee Thian Siang tadi hanya tepat separoh,
Sebab, meskipun benar Tiong-sun Hui Kheng sudah
mengambil keputusan, begitu pertandingan dimulai, segera
akan mengeluarkan ilmunya Tu-sian-kho-hun-liong-hui-sam-
ciok, tetapi itu bukanlah disebabkan karena ucapan jumawa
dari Pek-kut Thian-kun, yang menimbulkan kemarahannya,
melainkan adalah petunjuk dari ayahnya sendiri, yang minta ia
lekas-lekas mengakhiri pertandingan itu dengan cepat dan
gemilang, supaya dalam babak pertama ini dapat
menggetarkan nyali kawanan penjahat.
Dari pihak Song-bun Hek-sat U-bun Hong tadi, begitu
mendengar majikannya telah memuji kepandaiannya sendiri,
sikapnya semakin sombong, matanya menatap Tiong-sun Hui
Kheng dan minta kepadanya supaya pertandingan lekas
dimulai. "Budak perempuan, kau sudah berani turun dilapangan,
mengapa masih belum mulai" Kau harus tahu meskipun kau
adalah seorang putri dari ayah yang ternama, tetapi juga tidak
akan lolos dari tanganku dalam tiga jurus saja." demikian ia berkata.
Tiong-sun Hui Kheng yang mendengar ucapan itu, diam-
diam mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya, tetapi
diluarnya masih bersikap ramah-tamah, ia nahkan mengawasi
Song-bun Hek-sat sambil tersenyum manis.
Song-bun Hek-sat U-bun yang mendapat perlakuan
demikian, sesaat itu telah merasa bahwa senyum gadis itu
bukan saja sangat mengiurkan, tetapi juga mengandung suatu
pengaruh yang luar biasa, sehingga semangatnya sendiri
agak tergoncang. Sebagai seorang yang memiliki kepandaian ilmu sangat
tinggi, ia segera dapat menyadari apa yang akan terjadi,
apabila ia tergelincir oleh pengaruh senyuman tadi, Maka ia
buru-buru menenangkan pikirannya dan bertanya;
"Mengapa kau tidak segera mulai" Untuk apa kau tertawa
?" Tiong-sun Hui Kheng kembali unjukkan senyumnya yang
menggiurkan, katanya; "Kau suruh aku turun tangan itu sangat mudah sekali!
Tetapi begitu aku turun tangan, kau segera terjatuh dalam
tanganku, bukankah majikanmu sendiri yang menjadi
pelindung hukum partai Ceng-thian-pay juga akan turut
kehilangan muka ?" Kali ini senyumnya itu berbeda dengan yang tadi, Selama
mengucapkan kata-katanya tadi, badannya secepat kilat
sudah bergerak, dengan gerakannya yang sangat indah dan
aneh sekali sudah maju beberapa kaki, tangan kanannya juga
melakukan suatu gerakan dengan melancarkan serangan
kedepan dada Song-bun Hek-sat U-bun Hong, Jari jemarinya
dengan suatu gerakan yang ringan dan indah telah
menyambar dada lawannya! U-bun Hong yang menghadapi serangan cepat dan luar
biasa anehnya dari Tiong-sun Hui Kheng, Diam-diam juga
terkejut, ia buru-buru mengerutkan dadanya dan menyedot
pernapasannya, Selagi lima jari tangannya Tiong-sun Hui
Kheng hendak menyentuh dadanya, ia sudah lompat mundur
sejauh satu tombak lebih.
Tiong-sun Hui Kheng tidak mengejar, ia tetap berdiri
ditempatnya, bertanya sambil tersenyum;
"Sahabat U-bun, bagaimana kau anggap dengan serangan
pembukaan yang sederhana ini ?"
Sepasang alis U-bun Hong dikerutkan, jawabnya dengan
nada suara dingin; "Budak hina, seranganmu ini adalah serangan dari gerak
tipu yang dinamakan bdadari memetik bunga, Meskipun kau
dapat menggunakan dengan baik, tetapi aku U-bun Hong
yang memiliki kepandaian ilmu meringankan tubuh baik sekali,
dapat mengelakan seranganmu itu dengan sempurna, maka
sedikitpun tidak terluka. . . . ."
Berkata sampai disitu, dengan tiba-tiba terdengar suara
tertawa yang sangat nyaring sekali, Tetapi suara tertawa
nyaring itu, bukan keluar dari mulut Pek-kut Thian-kun atau
orang-orang dalam partai Ceng-thian-pay, melainkan keluar
dari mulut Hee Thian Siang, yang saat itu sudah bangkit dari
tempat duduknya dan dengan sinar matanya yang tajam
mengawasi medan pertempuran.
Khi Tay Cao menjadi marah, ia berkata dengan suara
keras; "Hee Thian Siang, pertandingan dalam medan pertempuran
masih belum diketahui siapa yang bakal menang atau kalah,
mengapa kau tertawa demikian ?"
Hee Thian Siang kembali tertawa terbahak-bahak,
kemudian baru berkata; "Aku tertawa karena sikap iblis tua Pek-kut Thian-kun yang
membanggakan anak buahnya yang cuma begitu setinggi
langit, ternyata hanya seorang yang memiliki kepandaian
biasa saja, bahkan merupakan seorang bagaikan patung yang
tidak mempunyai perasaan sama sekali!"
U-bun Hong yang mendengar ucapan itu, bukan kepalang
marahnya, ia lompat berjingkrak-jingkrak sambil menggeram
hebat. Sebaliknya dengan Hee Thian Siang, dengan tenang ia
berkata kepadanya sambil tertawa;
"Kau jangan marah, akan kujelaskan kepadamu, kau nanti
tidak merasa penasaran!"
U-bun Hong terpaksa menahan hawa amarahnya, hendak
mendengarkan keterangan Hee Thian Siang.
Sementara itu Hee Thian Siang sudah melanjutkan
ucapannya; "Kau anggap ilmu serangan yang digunakan enci Tiong-sun
tadi sebagai ilmu bidadari memetik bunga, padahal adalah
ilmu Liong-hui-sam-ciok yang tulen! Apakah itu tidak
menggelikan" Hian-ki dan Thian-tay didepan dadamu sudah
terkena totokan enci Hui Kheng, tetapi karena ia tidak tega
hati untuk melakukan pembunuhan, maka hanya membuat
lobang dibajumu saja, dan toh kau masih tidak merasakan itu!
Apakah salah kalau aku mengatakan kau sebagai patung"
Dan lagi yang paling lucu sekali adalah ucapan Khi Tay Cao
yang mengatakan belum ada bukti siapa yang kalah dan siapa
yang menang! Aku benar-benar tidak mengerti, seorang
demikian goblok seperti dia itu sampai masih ada muka buat
menjabat kedudukan ketua Ceng-thian-pay" Idiiih, bikin malu
saja!" Kata-kata itu sesungguhnya sangat tajam dan pedas sekali,
sehingga semua orang dari Ceng-thian-pay, termasuk Pek-kut
Thian-kun sendiri, wajahnya menunjukkan sikap yang tidak
enak dipandang. Orang bertubuh pendek berkulit hitam berpakaian aneh
yang selama ini masih duduk tenang-tenang menyaksikan
pertandingan itu, ketika mendengar ucapan Hee Thian Siang
itu, sepasang matanya memancarkan sinar buas, memandang
kepada Hee Thian Siang dan Tiong-sun Hui Kheng tanpa
berkedip. Song-bun Hek-sat U-bun Hong masih tidak percaya atas
ucapan yang telah dikeluarkan oleh Hee Thiang Siang, tetapi
ketika ia menundukkan kepala dan melihat bagian dadanya,
benar saja! Di depan dadanya, di bagian dua jalan darah Han-
ki dan Thian-thay, terdapat tanda lobang kecil bekas jari
tangan Tiong-sun Hui Kheng di atas bajunya yang hitam.
Batapapun tebal muka U-bun Hong, juga sudah tidak ada
muka lagi untuk melanjutkan pertandingan itu. Sesaat itu ia
merasa sangat malu, dan lenyaplah semua sikapnya yang
sangat juwana tadi, dari mulutnya mengeluarkan suara elahan
napas panjang, kemudian dengan tiba-tiba ia lompat melesat
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hong Lui Bun 4 Jago Kelana Karya Tjan I D Rahasia 180 Patung Mas 14
Tidak menunggu sampai habis ucapan Siang Biaw Yan,
Tiong-sun Hui Kheng sudah berkata:
"Kau maksudkan apakah bukan pamannya U-Ti Khao U-Ti
Co Koat yang mempunyai julukan manusia agung tangan
seratus?" "Kalau kau sudah tahu tentang diri U-Ti Co Koat,
seharusnya kenal dengan barang ini. Ini adalah salah satu dari
tiga benda wasiatnya yang tersayang selama hidupnya dari U-
Ti Co Koat dan di waktu ia meninggal dunia karena tidak mau
menurunkan kepada keponakannya U-ti Khao, maka dikubur
bersama-sama dengan dirinya!" berkata Siang Biaw Yan
sambil menganggukkan kepala dan tertawa:
"Tiga rupa benda wasiat dari U-Ti Co Koat kalau tidak salah
adalah Giam-ong-leng Kui-ong-thian atau cemeti raja setan
dan Thian-ong-pha, mana ada senjata yang bentuknya seperti
naga ini" Lagi pula ketiga benda wasiat itu semua toh sudah
dikubur bersama-sama dengan pemiliknya, dengan cara
bagaimanan pula kini berasa di tanganmu?"
"Benda pusaka memang selalu membawa malapetaka! U-ti
Co Koat yang mati dengan membawa tiga macam benda
pusakanya, belum sampai tiga bulan kuburannya telah
dibongkar oleh orang dunia kang-ouw, dan benda pusakanya
itu dicuri semua!" berkata Siang Biaw Yan sambil tertawa
bangga. Hee Thian Siang yang mendengar keterangan itu, lalu
berkata sambil tertawa dingin:
"Kau adalah seorang yang rendah martabatnya, orang yang
membongkar kuburan dan mencuri barang pusaka itu,
barangkali adalah engkau sendiri!"
"Jikalau orang yang membongkar kuburan dan mencuri
benda pusaka itu adalah aku, makak cemeti raja setan Kui-
ong-thian dan Thian-ong-pha pasti juga berada di tanganku.
Dengan cara bagaimana hanya sebuah Giam-ong-leng ini
saja?" menjawab Siang Biaw Yan sambil menggelengkan
kepala. Sementara itu Tiong-sun Hui Kheng mendengar ucapan
Siang Biaw Yan bahwa senjata yang berbentuk seperti naga
kecil itu ternyata adalah senjata yang dinamakan Giam-ong-
leng, matanya segera ditujukan kepada benda aneh itu,
sedang mulutnya berseru: "Jadi senjata itu adalah yang dinamakan Giam-ong-leng?"
Sambil tersenyum Siang Biaw Yan menjawab:
"Waktu itu di dalam rimba persilatan telah tersiar luas
beberapa ucapan yang katanya begini: Lebih baik ketemu
dengan Thian-ong-pha, jangan berjumpa dengan cemeti Kui-
ong-thian; lebih baik berjumpa dengan cemeti Kui-ong-thian,
tetapi jangan bertemu dengan Giam-ong-leng. Dengan lain
perkataan, senjata hebatnya senjata Giam-ong-leng ini,
termasuk yang terhebat di antara tiga benda pusaka itu! Kalian
bisa mati di bawah senjata pusaka rimba persilatan yang
semacam ini, sudah boleh merasa bangga!"
"Aku justru tidak percaya senjata yang panjangnya tidak
ada dua kaki ini, memiliki keampuhan demikian hebat!"
berkata Hee Thian Siang sambil tertawa dingin.
"Bagaimana pun juga, sekalipun kalian memiliki sayap juga
tidak akan lolos dari senjata Giam ong leng ini! Sekarang aku
boleh beritahukan kepadamu lebih dahulu ampuhnya raja dari
senjata rahasia ini, supaya kau jangan penasaran!" berkata
Siang Biauw Yan dengan bangganya.
Ia berdiam sejenak, dengan jari tangan kiri ia menunjuk
senjata Giam ong leng di tangan kanannya, lalu berkata pula
sambil tertawa mengejek :
JILID 20 "Awak senjata yang berbentuk naga ini, memiliki tujuh
puluh dua sisik mas, setiap lembar merupakan senjata golok
terbang yang berbetuk aneh tapi dibalur dengan racun yang
sangat berbisa ! Sedangkan kumis dibawah bagian kepalanya
ini hanya khusus digunakan untuk memunahkan kekuatan
tenaga dalam, diujung kumis ini bisa menyemburkan senjata
jarum berbisa yang sangat ampuh, dan tanduk bagian kepala,
didalamnya tersimpan asap berbisa ! Sedang didalam bagian
mulutnya, juga bisa menyemburkan air berbisa yang dapat
menghancurkan tulang tulang ! Baik golok terbang maupun
jarum beracun atau asap berbisa asal salah satu dari itu
menyentuh badan, orang yang tersentuh badannya segera
akan berubah menjadi darah dan mati tanpa bekas! Maka asal
aku menarik bagian ekornya saja, begitu pesawatnya dibuka,
daerah sejarak sepuluh tombak persegi, segera akan berubah
menjadi neraka, sekalipun dewa dari langit, juga sulit
meloloskan diri dari ancaman bahaya!"
Tiong-sun Hui kheng yang mendengar ucapan itu, tampak
berpikir sejenak, kemudian berkata sambil tersenyum : "Siang
Ciang-bun-jin!" Siang Biauw Yan yang dipanggil oleh Tiong-sun Hui Kheng
sesaat menjadi terkejut dan heran, ketika ia angkat kepala dan
beradu pandangan mata dengan Tiong-sun Hui Kheng, sesaat
itu ia merasa bahwa kecantikan gadis itu sesungguhnya susah
didapat bandingannya, terutama sikapnya yang agung dan
lemah lembut, benar-benar menbuatnya tidak tega untuk turun
tangan kejam. Siang Biauw Yan yang usianya sudah agak
lanjut, meskipun tidak mempunyai pikiran jahat terhadap
perempuan cantik, tetapi toh timbul perasaan kasiannya, maka
lalu bertanya sambil mengerutkan alisnya : ,,Perlu apa kau
panggil aku" Apakah kau takut dengan senjata ini" Apakah
kau ingin meminta keampunan kepadaku?"
"Hebat dan ampuhnya senjata Giam ong-leng ini, benarkah
seperti keteranganmu itu?" Bertanya Tiong-sun Hui Kheng
dengan suara lemah lembut sambil tersenyum.
"Ucapanku itu semuanya benar, senjata Giam ong-leng ini
disebut sebagai rajanya senjata rahasia, dengan namanya itu
saja kau sudah dapat bayangkan sendiri betapa ampuh dan
hebatnya senjata ini!" menjawab Siang Biauw Yan.
Tiong-sun Hui Kheng mengulurkan tangannya yang putih
halus, lalu berkata sambil tersenyum manis : "Senjata rahasia ini demikian
hebat, bolehkah aku pinjam lihat sebentar?"
Siang Biauw Yan merasa heran, dia pikir permintaan gadis
itu sebetulnya agak keterlaluan, senjata Giam ong-leng yang
dipandang sebagai jiwanya yang kedua, apalagi kedua belah
pihak sedang berhadapan sebagai musuh, bagaimana bisa
dipinjamkan kepadanya"
Hee Thian Shiang juga merasa bahwa pertanyaan Tiong-
sun Hui Kheng itu terlalu kekanak-kanakan, seolah-olah
mengandung sifat main-main, tetapi pada saat Siang Biauw
Yan terkejut dan terheran-heran, dengan tiba-tiba tampak
berkelebat bayangan orang, entah dengan cara bagaimana
yang tidak diketahui olehnya sendiri, senjatanya yang
terampuh Giam ong-leng, tahu-tahu sudah pindah ke tangan
Tiong-sun Hui Kheng ! Hee Thian Shiang yang menyaksikan gerakan Tiong-sun
Hui Kheng untuk merebut senjata Giam ong-leng dari tangan
musuhnya ternyata demikian indah dan gesit sekali, saat itu
dia sadar apa artinya, maka ia lalu berkata : ,,EnCi Tiong-sun,
gerakanmu tadi, apakah itu yang diwarisi oleh Sam-ciok
Jindjin?" Tiong-sun Hui Kheng hanya menganggukkan kepala dan
menjawab sambil tersenyum : "Benar, sekarang Giam ong-
leng sudah berada di tanganku, maka urusan selanjutnya
kuserahkan padamu. . . "
Belum habis ucapannya, dibelakang dirinya dirasakan ada
orang yang menyerang. Siang Biauw Yan saat itu yang sudah
gemas dan marah karena dikibuli oleh gadis itu, dengan
sepenuh tenaga, telah melanjutkan serangan tiga kali dari
belakang. Hee Thian siang yang mengetahui itu, juga
menggunakan ilmunya yang didapat dari Thian-te Siangjin,
untuk memunahkan serangan gelap Siang biauw Yan tadi.
Siang Biauw Yan yang sudah kehilangan senjatanya Giam-
ong leng yang terampuh, dalam keadaan sedih dan marah,
saat itu sudah menjadi kalap benar benar, dengan
menggeram hebat, kembali mengerahkan kekuatan tenaga
dalamnya yang dilatih selama beberapa puluh tahun, untuk
menyerang secara nekat kepada Hee Thian siang.
Hee Thian siang tahum Siang Biauw Yan dalam keadaan
kalap, serangannya demikian hebat, maka ia juga tidak berani
berlaku gegabah dengan menggunakan ilmunya yang
diwariskan oleh Duta Bunga Mawar ia balas menyerang.
Dengan kekuatan tenaga yang dimiliki oleh Hee Thian
siang, sudah tentu Siang Biauw Yan tidak sanggup menahan,
maka saat itu terdengar seruan tertahan, Siang Biauw Yan
telah terpental mundur dalam keadaan sangat mengenaskan,
hampir hampir saja terjatuh dari puncak gunung.
Hee Thian siang terus mengejar, sambil melancarkan
serangannya lagi, selagi hendak menamatkan nyawa manusia
jahat itu, Tiong-sun Hui Kheng buru buru berseru kepadanya :
"Adik siang, totok saja padanya sudah cukup, jangan kau
habiskan nyawanya !"
Hee Thian siang menurut ia robah gerakannya dengan jari
tangannya menotok tubuh Siang Biauw Yan. Siang Biauw Yan
masih hendak berusaha untuk melawan, dengan
menggunakan ilmunya yang masih ada hendak balas
menyambar pergelangan tangan Hee Thian siang. Ilmunya itu
meskipun merupakan ilmu terampuh dari golongan Kun-lun,
tetapi oleh karena Siang Biauw Yan sudah terluka parah,
hingga kekuatan tenaganya terlalu lemah dengan demikian
maka usahanya itu tidak membawa arti sama sekali baginya.
Sebaliknya dengan Hee Thian siang, yang malah tidak
terlalu terpengaruh kekuatan tenaganya, maka totokannya itu
telah berhasil mengenakan sasarannya, hingga Siang Biauw
Yan jatuh rubuh ditanah. Hee Thian siang lalu berpaling dan bertanya pada Tiong-
sun Hui Kheng : "Mengapa enci tidak perbolehkan aku membunuh dia "
Apakah terhadap orang yang jahat seperti dia ini, kau juga
masih merasa kasihan ?"
"Bukan aku kasihan kepadanya, hanya disebabkan Siang
Biauw Yan yang bermaksud hendak merebut kedudukan
ketua telah mencelakakan diri ketuanya sendiri Ti-hui cu,
disamping itu, ia juga diam-diam hendak mencelakakan diri
Liok Giok ji, bahkan sudah membunuh mati keponakan
muridnya sendiri, semua kejahatan yang dilakukannya itu, ada
yang menyangkut urusan dalam partai Kun-lun, sebaiknya kita
serahkan kepada orang-orang golongan Kun-lun-pay sendiri
yang akan memberikan hukuman padanya!"
"Cara enci ini, memang benar sangat adil!" berkata Hee
Thiang Siang sambil menganggukkan kepala.
"Mari kita buka sepatu Siang Biauw Yan yang digunakan
sebagai alat pendaki gunung itu, dengan cara ia sendiri yang
memperlakukan kita, sekarang kita balas kepada dirinya,
biarlah dia kita tinggalkan di atas puncak ini, supaya
merasakan sendiri bagaimana orang kelaparan dan kehausan
! kita nanti beberkan semua kejahatannya di hadapan anggota
partai Kun-lun, supaya mereka mengambil tindakan
sepantasnya untuk menghadapi manusia jahat dan kejam ini!"
Hee Thiang Siang sangat setuju, matanya menatap Siang
Biauw Yan sejenak, kemudian berkata kepada Tiong-sun Hui-
Kheng sambil tertawa kecil : "Kita sudah mengambil
keputusan untuk memperlakukan diri Siang Biauw Yan, tetapi
rotan panjang itu sudah dilemparkan ke bawah olehnya,
dengan cara bagaimana kita bisa turun dari sini" Maka kita
berusaha selekasnya, sebab sudah dekat waktunya untuk kita
menghadiri pertemuan di gunung Kie-lian!"
"Siang Biauw Yan sudah kita bikin tidak berdaya, apa
susahnya untuk turun dari atas puncak ini". . " Berkata sampai di situ, tiba-
tiba terdengar suara binatang Siopek.
Tiong-sun Hui-Kheng lalu pasang telinga, kemudian
mengeluarkan suara siulan, setelah itu berkata kepada Hee
Thian Siang sambil tersenyum:
"Siaopek dan Taywong dibawah puncak gunung ini telah
menemukan rotan panjang tadi ia tanya kepadaku apakah
boleh kalau sekarang dibawa naik keatas" Aku sudah
memberi jawaban kepada mereka, sekarang persolan itu
bukankah sudah beres?"
Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu hatinya
merasa lega, dan benar saja, tak lama kemudian Siaopek dan
Taywong dua binatang gaib itu, sudah mendaki keatas puncak
gunung dengan membawa rotan panjang tadi.
Tiong-sun Hui-Kheng dan Hee Thian Siang lalu berbuat
seperti apa yang sudah di rencanakan, ia membuka sepatu
Siang Biauw Yan yang khusus digunakan untuk mendaki
gunung, sepatu itu dilemparkan kebawah, kemudian mereka
berdua dengan menggunakan rotan panjang itu merambat
turun dari puncak gunung Kun-lun. Tiba dibawah, Hee Thian
Siang menulis surat kepada anak murid partai Kun-lun,
membeberkan semua kejahatan Siang Biauw Yan, surat itu
kemudian ditinggalkan diistana Kun-lun-kiong. Setelah semua
selesai, keduanya kembali dengan naik seekor kuda,
bersama-sama dilarikan menuju kegunung Kie-lian.
Tiba didekat gunung Kie-lian, oleh karena waktu itu baru
tanggal empatbelas bulan dua, jadi masih ada waktu dua hari
lagi dihitung dari waktu hendak diadakannya pertemuan besar
digunung itu. Maka Hee Thian Siang bersama Tiong-sun Hui
Kheng pergi pesiar kekota Kang Ciu, dan makan dirumah
makan yang dahulu pernah bertemu dengan Go Eng.
Selagi mereka masih minum dan dahar, dikamar seberang
tiba-tiba terdengar orang menghela napas panjang. Hee Thian
Siang rasanya sudah kenal suara itu, maka lalu berkata
kepada Tiong-sun Hui Kheng:
"Enci, urusan didalam dunia ini apakah bisa terjadi
demikian kebetulan" Dahulu aku dengan U-tie Khao cianpwee
didalam rumah makan ini, kita mencuri dengar pembicaraan
Go Eng, sehingga mengetahui segala rahasia didalam goa
Siang-swat-tong, bahkan dengan secara kebetulan bertemu
dengan enci pula! Dan sekarang kita datang kembali ketempat
ini, bagaimana aku dengar suara elahan napas panjang tadi,
mirip benar dengan suara U-tie cianpwee?"
"U-tie cianpwee telah ditugaskan bersama Hok Siu In untuk
memberitahukan kepada para ketua berbagai partai rimba
persilatan, karena pertemuan besar digunung Uy-san telah
dirubah tempatnya dan waktunya, sekarang harinya sudah
dekat, mereka balik kembali kegunung Ki-lian, juga tentunya
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pesiar ketempat ini untuk makan minum, bukankah itu
mungkin saja bisa terjadi" Biarlah aku coba bertanya
kepadanya betul atau tidak" Kau barangkali sudah kangen
dengan adik In mu itu?"
Hee Thian Siang yang di goda demikian rupa, wajahnya
menjadi merah, sementara itu Tiong-sun Hui Kheng sudah
menyapa orang diseberang sana:
"Apakah yang duduk makan minum dikamar seberang itu
adalah U-tie Khao cianpwee dan bersama Siu In" Boanpwee
Tiong-sun Hui Kheng bersama Hee Thian Siang ada disini!"
Baru habis ucapannya, tirai yang memisahkan mereka itu
telah terbuka, dari situ melayang masuk sesosok bayangan
orang. Orang itu ternyata benar adalah U-tie Khao, tetapi tidak
disertai dengan Hok Siu In. Dan yang mengherankan ialah
munculnya U-tie Khao itu dengan wajah cemberut, agaknya
diliputi kedukaan. Hee Thian Siang tahu benar U-tie Khao selamanya suka
membanyol dan selalu girang saja, mengapa dengan tiba-tiba
berubah demikian" Dalam hal ini pasti ada sebabnya. Oleh
karenanya, maka sambil berbangkit untuk menyilahkan tamu
itu duduk, ia bertanya sambil tersenyum:
"Apakah selama ini U-tie locianpwee baik-baik saja"
Bagaimana adik Hok Siu In tidak ikut serta bersamamu"
Apakah ia kembali kegunung Go-bie?"
U-tie Khao duduk, menyambut secawan arak yang
diberikan oleh Hee Thian Siang, tetapi arak itu tidak diminum,
sebaliknya dari kelopak matanya mengalir turun air mata.
Hee Thian Siang yang menyaksikan keadaan demikian,
menjadi heran dan terkejut, tanyanya:
"U-tie locianpwee, mengapa locianpwee demikian sedih"
Apakah Hok Siu In menemukan kejadian yang mengharukan?"
U-tie Khao menghela napas panjang, jawabnya dengan
nada suara sedih: "Hee laote, U-tie Khao merasa tidak mempunyai
kepandaian untuk melindungi Hok Siu In, maka sesungguhnya
tidak ada muka untuk bertemu denganmu!"
Terkejut Hee Thian Siang mendengar jawaban itu, hingga
ia tahu bahwa Hok Siun In sudah mengalami nasib buruk,
maka lalu saling berpandangan dengan Tiong-sun Hui Kheng,
ia coba menenangkan pikiran dan perasaannya, lalu berkata
kepada U-tie Khao: "Locianpwee jangan gelisah, cobalah cerita kan dengan
jelas, apa sebetulnya yang dialami oleh Hok Siu In" supaya
kita bisa berusaha untuk memberi pertolongan."
"Jikalau kecelakaan biasa saja, masih bisa kita berusaha
untuk memberi pertolongan, akan tetapi Hok Siu In sudah
mengalami nasib buruk, mungkin selama-lamanya tidak dapat
kita ketemui lagi . ." berkata U-tie Khao sambil menggelengkan kepala dan
menghela napas. Belum habis ucapan U-tie Khao, wajah Hee Thian Siang
sudah berubah pucat, cawan di tangannya telah jatuh hancur
tanpa disadarinya, dan arak itu jatuh berhamburan membasahi
badan Tiong-sun Hui Kheng.
Adalah Tiong-sun Hui Kheng yang masih tetap tenang-
tenang saja, ia khawatir Hee Thian Siang terlalu sedih, bisa
mengganggu kesehatannya, maka lalu menggenggam satu
tangannya, dan berkata dengan suara lemah lembut:
"Adik Siang, kau jangan cemas dulu, biarlah kita tanya lebih
dahulu kepada U-tie Khao cianpwee, dimana sekarang
jenazah adik Hok Siu In berada" Dan apakah U-tie locianpwee
menyaksikan dengan mata kepala sendiri kematiannya?"
"Meskipyn aku tidak dapat menemukan jenazah Hok Siu In,
juga tidak menyaksikan sendiri kematiannya, tetapi aku tahu ia
pasti mati, sudah tidak perlu diragukan lagi!" menjawab U-tie Khao dengan suara
sedih. Mendengar keterangan U-tie Khao yang menyatakan tidak
dapat menemukan jenazah Hok Siu In dan tidak menyaksikan
kematiannya sendiri dalam hati Hee Thian Siang masih timbul
sedikit harapan, maka ia lalu berkata sambil tertawa kecil:
"U-tie locianpwee, semuanya sudah terjadi, kau dan aku
meskipun gelisah juga tidak ada faedahnya, harap locianpwee
suka menjelaskan kepadaku bagaimana Hok Siu In bisa
menemukan bahaya?" U-tie Khao menggunakan lengan bajunya untuk menyeka
air matanya yang membasahi kedua pipinya, dan setelah itu
minum arak dari cawannya, untuk menenangkan pikirannya,
kemudian berkata lambat-lambat:
"Ketika aku bersama Hok Siu In pergi untuk
memberitahukan kepada partai Lo hu dan Siao-lim. serta
beberapa kawan-kawan rimba persilatan didaerah Tiong-goan,
oleh karena waktu pertemuan digunung Ki-lian itu sudah
dekat, maka kita balik menuju kebarat dengan mengambil
jalan air, kupikir lebih dahulu hendak pulang ke gunung Ngo-
bi-san, untuk menggabungkan diri dengan Hian-hian Sian-lo,
bersama ketiga jago wanita dari Lo-ni, untuk pergi kegunung
Ki-lian." Tiong-sun Hui Kheng lalu menyela: "Kalau demikian halnya,
kejadian itu terjadi sewaktu locianpwee mengadakan
perjalanan pulang?" "Dalam perjalanan pulang kami masih tidak mengalami
kejadian apa-apa, tetapi ketika perahu yang kami tumpangi
baru keluar dari selat, waktu itu justru tengah malam. Nona
Hok dengan tiba-tiba timbul kegembiraannya, minta aku
mengawani ia meninggalkan perahu dan mendarat ketepi, lalu
mendaki puncak gunung tinggi, katanya hendak menikmati
pemandangan diwaktu malam dipuncak gunung itu."
"Hok Siu In memang paling suka dengan bulan purnama,
dari puncak gunung tinggi menikmati pemandangan malam
diwaktu terang bulan, memang sangat menyenangkan."
berkata Hee Thian Siang sambil menganggukkan kepala.
"Nikmat memang nikmat, tetapi nona Hok justru lantaran ini
telah mengalami nasib buruk!" berkata U-tie Khao sambil
tertawa kecil. Kemudian mengerutkan alisnya, ia berpikir dulu
kemudian berkata: "Suciku Hwa-jie-swat berdiam dipuncak
gunung Tiauw-in-hong digunung Bu-san, selat didekat gunung
itu agaknya belum pernah dengar ada orang luar biasa yang
mengasingkan diri." "Meskipun tidak terdapat tokoh luar biasa, tetapi toh bisa
terjadi suatu kejadian yang aneh ialah nona Hok justru
terancam oleh kejadian aneh itu?" Berkata U-tie Khao sambil
menghela napas. "Coba locianpwee lekas jelaskan duduk perkaranya, diatas
puncak gunung itu, sebetulnya terjadi kejadian gaib apa?"
bertanya Hee Thian Siang cemas.
"Waktu kami mendaki puncak gunung itu, dan memandang
mengalirnya air sungai disela gunung itu, serta pemandangan
alam diwaktu malam terang bulan yang indah permai, hati
kami sesungguhnya terbuka, nona Hok yang sangat gembira,
ia sudah menyanyikan suatu lagu!"
Hee Thian Siang mendapat kesan bahwa Hok Siu In
agaknya mendapat bahaya disebabkan menyanyi itu, maka
lalu bertanya sambil mengerutkan alisnya:
"Apakah locianpwee masih ingat, apa yang dinyanyikannya
waktu itu?" "Waktu itu nona Hok menyanyikan syair dari penyair besar
Tong Bo Kisu, suaranya itu demikian merdu, ditambah lagi
dinyanyikan diwaktu malam sunyi dan terang bulan saat itu,
sesungguhnya dapat menambah keindahan."
"Kalau menurut keterangan locianpwee ini, tidak
seharusnya bisa terjadi kejadian aneh?" bertanya Hee Thian
SIang heran. "Tetapi setelah nona Hok menyanyikan syairnya itu, ketika
ia baru saja menyanyikan lagunya dan duduk sila seperti
mimpi, dari suatu sudut dipuncak itu tampak sesosok
bayangan hitam yang muncul secara tiba-tiba." berkata U-tie
Khao sambil menghela napas.
"Bayangan hitam" Benarkah didalam dunia ini ada dewa
atau setan?" bertanya Hee Thian Siang heran
"Bayangan hitam itu, bukanlah setan atau hantu,
kumaksudkan ialah munculnya secara tiba-tiba, bayangan itu,
adalah seorang wanita yang mengenakan jubah berwarna
hitam, kerudung mukanya berwarna hitam pula, sehingga
tampaknya seperti hantu yang baru keluar dari peti mati."
"Oh! Setelah perempuan berjubah hitam itu muncul, lalu
bagaimana?" bertanya Tiong-sun Hui Kheng.
"Setelah wanita berjubah hitam itu muncul, tangannya lalu
menunjuk kepada air sungai yang mengalir deras dibawah
puncak gunung itu, suruh aku bersama Hok Siu In lompat dari
situ untuk menghabiskan nyawa sendiri," berkata U-tie Khao
sambil menggelengkan kepala dan menghela napas.
Hee Thian Siang marah sekali, hingga ia mengebrak meja
dan berkata dengan nada suara gusar:
"Perempuan itu sesungguhnya terlalu kurang ajar,
locianpwee seharusnya menanyakan padanya orang dari
mana" Mengapa suruh locianpwee dan Hok Siu In terjun
kedalam sungai suruh membunuh diri?"
"Nona Hok justru demikian bertanya kepadanya, wanita
berjubah hitam itu menjawab nama dan julukannya, sudah
lama dilupakan, kini ia hanya menyebut dirinya sebagai wanita
kesepian." menjawab U-tie Khao sambil menganggukan
kepala. Tiong-sun Hui Kheng yang mendengar jawaban itu lalu
berkata: "Sebutan wanita kesepian ini, benar-benar sangat
aneh, apakah ia tidak menjelaskan kepada locianpwee dan
adik Hok Siu In, apa sebabnya suruh orang bunuh diri terjun
kedalam air sungai?"
"Wanita berjubah hitam yang menamakan diri sebagai
wanita kesepian itu, mengatakan bahwa dengan tidak mudah
ia baru mendapatkan tempat tinggi dipuncak gunung yang
sunyi itu, ia sudah bermaksud berdiam disitu untuk
penghidupan selanjutnya dengan tenang, tetapi saat itu telah
digerocoki ketenangannya oleh kedatangan nona Hok yang
sudah menyanyikan lagu itu, maka ia paksa kami terjun
kedalam sungai untuk melampiaskan perasaan bencinya"
menjawab U-tie Khao. "Ini benar-benar suatu perbuatan yang sangat brutal.
Apakah Hok Siu In benar-benar menurut perintahnya, lompat
kedalam sungai?" bertanya Hee Thian Siang marah.
"Adik Siang jangan memotong dulu, biarlah U-tie
locianpwee menceritakan dengan jelas. Mana dapat adik Hok
Siu In lantas kita anggap orang demikian bodoh?" menyelak
Tiong-sun Hui Kheng. "Nona Hok waktu itu masih dapat merasakan bahwa wanita
kesepian itu, sebetulnya terlalu tidak tahu aturan, maka ia
bertanya kepadanya sambil tertawa: "seandai kita menurut
perintahnya, dia mau apa" Dan seandainya kita tidak menurut
perintahnya, lalu bagaimana?" berkata U-tie Khao.
"Pertanyaan itu memang benar, menurut dugaanku, wanita
kesepian itu, terlalu keras," berkata Hee Thian Siang sambil
menganggukkan kepala. "Dugaan laote tidak salah, wanita kesepian itu dari dalam
jubahnya, mengeluarkan sebilah pedang yang menyerupai
kaitan, ia berkata bagaimanapun juga kita toh tidak bisa hidup,
jikalau tidak habiskan nyawa sendiri kedalam sungai akan
menjadi setan gentayangan dibawah pedangnya."
Hee Thian Siang baru bertanya kepada Tiong-sun Hui
Kheng sambil mengerutkan alisnya:
"Enci, tahukah enci siapa orang yang menggunakan
senjata pedang menyerupai kaitan itu, terutama dari tokoh-
tokoh rimba persilatan dari kaum wanita?"
"Tokoh-tokoh rimab persilatan golongan kelas satu,
agaknya tidak ada yang menggunakan pedang menyerupai
kaitan sebagai senjata, mengenai soal ini, biarlah kita tunggu
dulu penjelasan U-tie locianpwee barulah kita mengadakan
analisa." U-tie Khao lalu melanjutkan penuturannya: "Karena wanita
kesepian itu sudah mengeluarkan senjatanya dan berkata
demikian pula, sudah tentu nona Hok juga menggunakan
pedangnya dengannya!" Liu-yap-hiap-si-kiam, untuk bertempur "Aku tahu bahwa ilmu pedang Hok Siu In dari golongan
Ngo-bie, memang hebat, apalagi ia sudah menggunakan
pedang pusaka peninggalan jago pedang kenamaan jaman
dahulu. Apakah ia tidak berhasil mengalahkan wanita
kesepian itu?" bertanya Hee Thian Siang sambil menatap
wajah U-tie Khao. Ditanya demikian U-tie Khao merasa sangat sedih,
jawabnya sambil tertawa kecil:
"Apabila kepandaian silat nona Hok sebanding dengan
lawannya, dan mati dibawah pedang wanita kesepian, aku
tidak akan demikian sedih dan penasaran!"
"Jikalau kudengar keterangan locianpwee ini, agaknya adik
Hok Siu In waktu itu sesudah berada diatas angin, tetapi
kemudian terjatuh oleh tangan jahat lawannya?" berkata
Tiong-sun Hui Kheng heran.
"Ilmu pedang wanita kesepian itu sangat mahir sekali, nona
Hok Siu In yang bertempur dengannya selama lima puluh
jurus lebih, masih dalam keadaan berimbang, tetapi ketika
ilmu pedang nona Hok berubah, menggunakan ilmu
pedangnya yang sangat ampuh dari golongan Ngo-bi, dengan
beruntun beberapa kali ia melancarkan serangannya, sudah
berhasil mendesak lawannya ketepi jurang!"
"Kalau benar demikian halnya, bagaimana Hok Siu In
kemudian berbalik terjatuh oleh lawannya?"
"Sebetulnya ia sudah berhasil memapas kutung pedang
lawannya, dan ujung pedang pusakanya sendiri juga sudah
ditujukan kepada tenggorokan wanita kesepian itu!" berkata U-
tie Khao sambil menghela napas panjang.
"Dahulu dipuncak gunung Ngo-bi, aku pernah bertempur
dengan Hok Siu In, maka aku tahu bahwa dua jurus ilmu
pedang itu, memiliki perubahan gerakan yang banyak sekali,
juga mengandung kekuatan tenaga sangat hebat, memang
benar adalah ilmu ampuh dari golongan Ngo-bi!" berkata Hee
Thian Siang sambil menganggukkan kepala.
"Akan tetapi, dalam keadaan sangat kritis bagi wanita
kesepian, dengan tiba-tiba nona Hok timbul rasa kasihannya,
karena pertempuran itu telah terjadi hanya soal yang sepele
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
saja, tidak ada permusuhan dalam, maka dianggapnya tidak
perlu sampai mengambil jiwa lawannya, maka ujung
pedangnya yang sudah mengancam tenggorokan lawannya
itu dibalik arahnya untuk menyontek kerudung muka wanita
kesepian, mungkin ia ingin melihat wajah buas dari wanita
yang tidak mengenal aturan itu!" berkata U-tie Khao sambil
menghela napas dalam. "Adik Hok Siu In dalam keadaan sudah menguasai
lawannya lalu timbul pikiran untuk melepaskan lagi, sudah
tentu ia agak lalai dalam penjagaan sendiri, hal itu
sesungguhnya melanggar pantangan besar bagi orang rimba
persilatan!" berkata Tiong-sun Hui Kheng sambil menghela
napas. "Dan bagaimanakah rupanya wanita yang menyebut diri
wanita kesepian itu?" berkata Hee Thian Siang.
"Wanita kesepian itu memiliki wajah yang sangat cantik
sekali, kulitnya putih halus, benar-benar seperti bidadari turun
dari kayangan, tetapi wajahnya itu penuh tanda trotolan hitam,
sedangkan hidung dan mulutnya juga terdapat cacat, entah
dirusak oleh obat apa, sehingga berubah demikian rupa!"
menjawab U-tie Khao. Hee Thian Siang yang mendengar keterangan itu lalu
berpandangan dengan perasaan terheran-heran kepada
Tiong-sun Hui Kheng. Sementara itu U-tie Khao sudah berkata
lagi: "Hok Siu In ketika menyaksikan wajah aneh dari wanita itu,
sesaat dalam keadaan terkejut, dan wanita kesepian itu, juga
menggunakan kesempatan baik itu, dari mulutnya
menyemburkan hawa hitam yang ditujukan kepada nona Hok!"
"Hawa hitam itu mungkin disembunyikan didalam mulut
wanita kesepian itu, dengan menggunakan gigi palsu, supaya
dapat digunakan untuk menolong diri apabila dalam keadaan
bahaya!" berseru Tiong-sun Hui Kheng.
"Dugaan nona Tiong-sun ini barangkali tidak salah, karena
nona Hok setelah disembur oleh hawa itu, lantas mundur
terhuyung-huyung, kemudian telah ditikam lagi dengan sebilah
belati oleh wanita itu yang mengenakan ketiak bagian kiri!"
menjawab U-tie Khao sambil menganggukkan kepala.
Hee Thian Siang yang mendengar sampai disitu, sudah
tidak dapat mengendalikan perasaannya sendiri, dengan air
mata bercucuran ia bertanya: "Kalau begitu, apakah adik Hok
Siu In sudah binasa ditangannya?"
"Meskipun nona Hok mendapat tikaman, tetapi belati itu
tidak sampai masuk terlalu dalam, maka waktu itu belum
sampai membahayakan jiwanya, sebaliknya pedang pusaka
ditangan nona Hok, dengan gerakan menyontek dan
membabat, sudah berhasil menabas kutung kepala wanita
kesepian sehingga terpental jatuh sejauh tiga kaki lebih!"
berkata U-tie Khao sambil mengucurkan air mata.
"Kalau benar wanita kesepian itu sudah dibinasakan oleh
adik Hok Siu In, andaikata adik Hok Siu In kemudian
meninggal dunia karena luka-lukanya, setidak-tidaknya toh
masih ada bangkainya, bagaimana . . ." bertanya Tiong-sun
Hui Kheng dengan suara sedih.
"Pertanyaan nona Tiong-sun ini meskipun benar, tetapi
wanita kesepian itu sesungguhnya sangat ganas dan kejam,
bagaikan bangkai ular yang sudah mati, tetapi masih bisa
mengganas, wanita itu ketika kepalanya terpapas kutung,
tetapi tangannya masih berhasil menyambar baju nona Hok,
hingga dua-duanya terjatuh dari atas gunung setinggi seratus
tombak lebih!" berkata U-tie Khao sambil menghela napas.
Hee Thian Siang dan Tiong-sun Hui Kheng yang
mendengar keterangan itu, sudah menangis tersedu-sedu. U-
tie Khao sendiri meskipun merasa sedih, akan tetapi ia masih
coba kendalikan perasaannya sendiri, dengan air mata
bercucuran, ia melanjutkan penuturannya:
"Perobahan yang terjadi tanpa diduga-duga dan sangat
mengejutkan itu, telah berlangsung demikian cepat, sehingga
aku tidak kebutu untuk memberi pertolongan, dibawah sinar
rembulan purnama, tampak meluncurnya bayangan dua
orang, karena terlalu dalam, akhirnya tidak tampak jejaknya
lebih jauh lagi. Hanya sesaat kemudian terdengar suara
gemuruh air sungai yang agaknya kejatuhan barang berat,
dan tubuh nona Hok serta wanita kesepian sudah ditelan oleh
air ombak!" Hee Thian Siang berpikir, karena Hok Siu In yang sudah
mendapat luka parah, kemudian terjatuh lagi dari puncak
gunung setinggi ratusan tombak, dan terjatuh kedalam air,
memang sesungguhnya tidak mungkin masih bisa hidup,
maka ia lalu menangis lebih keras.
Tiong-sun Hui Kheng tidak berdaya sama sekali, hanya
mengawasi Hee Thian Siang sama-sama menanggis.
Sementara U-tie Khao sudah berkata lagi:
"Waktu itu, setelah mengalami kejadian hebat itu aku
merasa malu terhadap Hee laote, lebih-lebih merasa malu
sekali terhadap guru nona In serta ayah bundanya, karena aku
tidak dapat memberi pertanggung jawab terhadapat mereka,
maka waktu itu aku juga sudah ingin terjun kedalam sungai itu,
untuk membunuh diri!" Berkata sampai disitu, U-tie Khao
sudah tidak sanggup mengendalikan perasaan sedihnya,
dengan air mata bercucuran ia masih melanjutkan kata-
katanya: "Waktu itu apa sebab aku membatalkan maksudku
hendak membunuh diri, justru karena aku perlu tinggal hidup,
supaya dapat mengabarkan kecelakaan nona Hok ini kepada
Hee laote, gurunya dan ayah bundanya . ." Setelah itu, ia
mendadak tertawa sedih, kemudian dengan tiba-tiba angkat
tangannya hendak memukul batok kepalanya sendiri.
Hee Thian Siang selagi hendak memberi pertolongan,
Tiong-sun Hui Kheng yang berdiri lebih dekat, sudah
mengibaskan lengan bajunya, hingga tangan U-tie Khao yang
tersentuh oleh samberan angin baju merasakan linu dan
kejang, dan akhirnya diturunkan kembali.
"Hee laote dan nona Tiong-sun, mengapa kalian tidak
membiarkan aku mati, aku sipengemis tua ini kalau mau
masih hidup hingga hari ini, tahukan kalian berapa kedukaan
dalam hatiku?" Berkata U-tie Khao sambil menghela napas.
"Locianpwee mengapa terlalu demikian sedih" Mengenai
urusan peristiwa yang menimpa diri adik Hok Siu In
kesalahannya toh bukan pada dirimu! Apalagi didalam dunia
kang-ouw, terlalu banyak sekali kejadian-kejadian aneh yang
tidak dapat diduga-duga oleh pikiran biasa, locianpwee toh
belum menyaksikan dengan mata kepala sendiri bangkai adik
Siu In, mungkin ia masih dapat pertolongan oleh tangan
Tuhan, dan siapa tahu sekarang ini masih ada didalam
dunia?" berkata Tiong-sun Hui Kheng.
Tetapi U-tie Khao yang dalam tugasnya sudah melakukan
perjalanan bersama-sama dengan Hok Siu In, telah terjalin
hubungan yang sangat baik, hubungan itu sudah hampir
seperti hubungan ayan dan anak, maka meskipun dihiburi oleh
Tiong-sun Hui Kheng, hatinya toh masih merasa sangat sedih.
Tiong-sun Hui Kheng dengan tiba-tiba seperti teringat
sesuatu, kemudian bertanya kepada Hee Thian Siang:
"Adik Siang, wanita kesepian yang binasa ditangan adik
Hok Siu In itu, bukan saja kelakuannya sangat aneh tetapi
nama sebutannya itu, juga sangat luar biasa, apakah ia itu
bukan orang dari dalam istana kesepian seperti apa yang
diceritakan oleh Leng locianpwee kepadamu dahulu?"
"Hei! Pikiran enci ini, agaknya sangat aneh, tetapi mungkin
dugaan serupa itu ada benarnya!" menjawab Hee Thian
Siang. U-tie Khao yang mendengar percakapan itu dalam otaknya
telah diliputi oleh berbagai pertanyaan maka ia lalu bertanya
kepada Hee Thian Siang: "Hee Thian Siang apakah sebetulnya yang dinamakan
istana kesepian itu?"
Hee Thian Siang lalu menceritakan tentang menghilangnya
Liok Giok Jie karena ngambek dan kemudian oleh Leng Biauw
Biauw telah diberikan ancar-ancar empat tempat jikalau Hee
Thian Siang mau mencari jejak Liok Giok Jie, salah satu dari
empat tempat yang disebutkannya itu termasuk istana
kesepian. Oleh karena U-tie Khao dianggapnya bukan orang
luar, maka Hee Thian Siang setelah menceritakan itu semua,
lalu berkata kepada Tiong-sun Hui Kheng:
"Enci Tiong-sun, sekarang Liok Giok Jie dan Hok Siu In,
yang satu kabur yang satu sudah mati, dan tidak diketahui
dimana jejaknya, maka itu, kawan wanita dalam hidupku ini
hanya tinggal enci seorang saja."
Tiong-sun Hui Kheng yang mendengar ucapan itu,
wajahnya merah seketika, tetapi oleh karena ia tahu benar
bahwa hati Hee Thian Siang waktu itu masih sangat sedih,
maka ia tidak mau menyinggung perasaannya, oleh
karenanya ia sengaja mengalihkan pembicaraan kelain soal,
ia berkata kepada U-tie Khao sambil tertawa:
"U-tie locianpwee, kini kuucapkan selamat kepadamu!"
U-tie Khao terheran-heran, ia berkata sambil tertawa kecil:
"Aku sipengemis tua ini, kini sedang diuruk oleh kedukaan, air mataku hampir
terkuras kering, bagaimana kau memberi
selamat kepadaku?" "Aku dengan adik Siang, oleh karena pergi mencari Liok
Giok Jie, telah melakukan perjalanan jauh kepuncak gunung
Kun-lun, tanpa sengaja telah mendapatkan sebuah benda
pusaka rimba persilatan, kini sudah seharusnya kuserahkan
kembali kepada pewaris utama ialah U-tie locianpwee sendiri!"
Mendengar ucapan itu, U-tie Khao semakin heran katanya:
"Aku sipengemis tua ini selama hidupku telah
berkecimpungan didunia Kang-ouw, selama itu selalu dalam
keadaan miskin, tidak memiliki barang apa-apa dibadanku,
bagaimana aku bisa menjadi pewaris benda pusaka rimba
persilatan?" Tiong-sun Hui Kheng hanya tersenyum-senyum tidak
menjawab, kemudian dari dalam sakunya ia mengeluarkan
sebuah barang yang disebut sebagai rajanya senjata rahasia,
ialah benda pusaka yang dinamakan Giam-ong-teng, yang
bentuknya seperti naga kecil.
U-tie Khao ketika menyaksikan benda berbentuk seperti
naga itu, terkejut hingga lompat dari tempat duduknya,
kemudian berseru: "Ini . . ini adalah salah satu benda pusaka milik pamanku, dan
waktu menutup mata telah dikubur
bersama-sama, dengan cara bagaimana nona Tiong-sun bisa
mendapatkan barang ini?"
"Kita dapat merebut dari tangan ketua partai Kun-lun-pay."
menjawab Tiong-sun Hui Kheng sambil tertawa.
"Ketua Kun-lun-pay Ti-hui-cu, bukankah sudah bunuh diri
sendiri dimulut goa Siang-swat-tong digunung Ki-lian?"
bertanya U-tie Khao heran.
Tiong-sun Hui Kheng berkata sambil menyerahkan benda
pusaka itu kepada U-tie Khao. "Ketua partai Kun-lun-pay yang
sekarang, sudah diganti oleh Siang Biauw Yan, tetapi ia
mendapatkan kedudukan itu, dengan cara yang kurang
bagus!" Setelah itu, ia lalu menceritakan apa yang terjadi dipuncak
gunung Kun-lun. U-tie Khao sehabis mendengarkan penuturan
itu, lalu menyambuti benda pusaka milik pamannya, dengan
melihat benda itu ia telah terkenang apa yang terjadi dimasa
yang lampau, katanya sambil menghela napas panjang:
"Pamanku dahulu mengandalkan tiga buah benda
pusakanya telah melakukan terlalu banyak pembunuhan,
sehingga sesudah mati, masih ada orang yang membongkar
kuburannya dan mencuri barangnya, U-tie Khao juga tidak
suka menggunakan senjata rahasia yang terlalu ganas ini,
maka sebaiknya dihancurkan saja!" Setelah itu, ia lantas
hendak menghancurkan benda pusaka yang berupa naga
kecil itu, Hee Thian Siang sebaliknya lantas berkata sambil
menggelengkan kepala: "U-tie locianpwee, mengenai senjata rahasia itu sendiri,
sebetulnya tidak berdosa apa-apa, apakah senjata itu terlalu
ganas atau tidak, hanya tergantung kepada orang yang
menggunakan! Sekarang orang yang membongkar kuburan
dan mencuri benda pusaka itu masih belum diketahui, dua
benda pusaka yang lainnya, juga belum kita dapatkan
kembali, apa salahnya kalau locianpwee simpan dulu senjata
Giam-ong-teng ini" Tunggu setelah kita berhasil menemukan
orang yang membongkar kuburan dan mencuri barang itu, kita
boleh gunakan benda pusaka ini untuk menghadapinya!"
U-tie Khao berpikir sejenak, kemudian berkata sambil
menganggukkan kepala: "Ucapan Hee laote ini memang ada benarnya, biarlah untuk
sementara kusimpan dahulu senjata Giam-ong-leng ini, nanti
setelah kita dapat menemukan dua senjata yang lainnya,
barulah kukubur kembali bersama-sama dengan tulang-tulang
paman, dan untuk selamanya supaya tidak dapat di gunakan
lagi!" Setelah itu, U-tie Khao meminum beberapa cawan arak,
kemudian berkata pula: "Dua hari lagi, digunung Ki-lian akan diadakan upacara
pembukaan partai baru, orang-orang dari berbagai partai akan
diundang barangkali sudah pada menuju kegunung itu, baik
kita pergi kesana untuk menantikan kedatangan beberapa
kenalan dan kawanku situa bangka Say-han-kong, sudah
lama tidak bertemu, maka aku merasa kangen sekali!"
Mendengar ucapan U-tie Khao itu. Tiong-sun Hui Kheng
dan Hee Thian Siang segera teringat kepada diri ayahnya
Tiong-sun Seng dan Pak-bin sin-po, guru Hee Thian Siang,
maka buru-buru meninggalkan rumah makan itu, dan
melakukan perjalanan kegunung Ki-lian.
Tiba dikaki gunung Kie-lian, Tiong-sun Hui Kheng telah
memanggil kumpul tiga ekor binatangnya, ialah Siaopek,
Taywong dan kudanya Ceng-hong-ki.
Hee Thian Siang tiba-tiba tergerak hatinya, katanya kepada
Tiong-sun Hui Kheng: "Enci Tiong-sun, sebaiknya engkau perintahkan Taywong
mengawani Ceng-hong-ki, menunggu dimulut gunung Ki-lian,
kita pergi kegoa Sian-swat-tong, cukup dengan membawa
Siaopek saja!" Tiong-sun Hui Kheng merasa heran, memandangnya
sejenak, Hee Thian Siang lalu berkata:
"Kuda jempolan seperti Ceng-hong-ki ini, siapakah yang
tidak suka" Khi Tay Cao dalam keadaan tidak berdaya telah
membunuh mati kuda kesayangannya sendiri, sudah pasti ia
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
masih merasa menyesal dan sedih! AKu takut jikalau ia nanti
dapat melihat kuda itu, bisa timbul pikiran iri hati dan gemas,
dan ada kemungkinan melakukan perbuatan jahat terhadap
kudamu Ceng-hong-ki!"
"Kekuatiran adik Siang semacam ini, memang ada
benarnya!" Kata Tiong-sun Hui Kheng sambil menganggukkan
kepala dan tertawa, Setelah itu, ia berpaling dan berkata
kepada Taywong: "Taywong, kau bersama Ceng-hong-ki,
boleh pesiar sesukamu dibawah gunung Ki-lian ini, kalau
mendengar suara siulanku boleh datang lagi, tetapi harus
menjauhi orang yang masih asing bagimu, dan berjaga-
jagalah jangan sampai dicelakakan oleh manusia jahat!"
Taywong mengangguk-anggukakan kepala, kemudian
lompat keatas punggung Ceng-hong-ki dan berjalan perlahan-
lahan menuju kedalam rimba yang lebat. U-tie Khao berkata
sambil tertawa: "Kepandaian nona Tiong-sun menjinakkan binatang, benar-
benar sangat mengagumkan. Lihat binatangmu Siaopek,
Taywong dan Ceng-hong-ki, alangkah takutnya dan turut
segala perintahmu." Hee Thian Siang juga berkata sambil tertawa:
"U-tie locianpwee, enci Tiong-sunku ini, kecuali bisa
menjinakkan binatang buas, juga bisa menjinakkan binatang
bersayap seperti burung. Katanya, setelah pertemuan
digunung Ki-lian ini selesai, ia akan berusaha mencari seekor
burung raksasa, akan dididik dan dipelihara, kalau hal itu nanti
terbukti, kita nanti boleh menggunakan sebagai binatang
tunggangan untuk pesiar kemana-mana!"
U-tie Khao yang menyaksikan hubungan Hee Thian Siang
dan Tiong-sun Hui Kheng demikian akrabnya, dibibirnya
tersunging satu senyuman yang mengandung misteri. Tiong-
sun Hui Kheng yang sangat cerdik, sudah mengerti pikiran
orang tua itu, tetapi oleh karena ia sendiri memang sangat
mencintai Hee Thian Siang, apalagi didepan orang yang
sudah dianggapnya sebagai orang dalam sendiri, maka ia
tidak perlu merasa malu-malu, karenanya, ia membalas
dengan senyum yang mengandung misteri pula, bahkan
tampaknya jadi lebih berani.
Ia berkata kepada Hee Thian Siang sambil tersenyum:
"Adik Siang, aku masih ingin tanya kepadamu, Mengapa kau
hanya menyuruh aku perintahkan Taywong buat pergi
mengawani Ceng-hong-kie" Sebaliknya, hanya suruh
membawa Siaopek" Perlu apa Siaopek harus ikut serta dalam
pertemuan digunung Ki-lian?"
"Sebab Pek-kut Sian-cu, salah satu dari Pek-kut Sam-mo
juga mempunyai binatang peliharaan seekor kera aneh,
bentuk dan keadaannya, mirip dengan Siaopek, hanya warna
biji matanya, agaknya berlainan sedikit, maka aku minta
supaya Siaopek diajak, maksudku ialah supaya bisa diadakan
pertandingan dengan keranya Pek-kut Sian-cu. Aku ingin lihat,
siapa yang lebih gagah dan cerdik?"
Siaopek yang mendengar ucapan itu, matanya bergerak-
gerak, mengawasi U-tie Khao, mulutnya mengeluarkan suara
cecuitan beberapa kali. U-tie Khao merasa heran, lalu bertanya kepada Tiong-sun
Hui Kheng: "Nona Tiong-sun, Siaopek itu berkata apa" Kulihat
sikapnya itu, seperti tidak senang mendengar perkataanku!"
"Ia bukan tidak senang terhadap locianpwee, juga tidak
berani berbuat demikian, hanya ia mengatakan didalam
pertandingan digunung Ki-lian nanti, ia pasti akan membuka
rompi sisik naga emasnya, lalu baru mengadakan
pertandingan dengan monyet peliharaan Pek-kut Sian-cu,
supaya jangan sampai dipandang rendah oleh orang!"
menjawab Tiong-sun Hui Kheng.
U-tie Khao yang melihat bahwa sesungguhnya monyet itu
mempunyai perasaan harga diri, diam-diam juga merasa
kagum. Maka lalu tertawa terbahak-bahak.
Hee Thian Siang pada saat itu, tiba-tiba melihat dibawah
salah satu sudut kira-kira satu tombak terdapat tumbuh
setangkai bunga yang bentuknya sangat aneh, bunga itu
sedang setengah mekar, sedang yang setangkai lagi sudah
mekar benar-benar, bunga itu berwarna merah yang sangat
indah. Maka ia lalu berkata kepada Tiong-sun Hui Kheng sambil
menunjukkan bunga tersebut : "Ebci Tiong-sun, kedua tangkai
bunga itu, sangat indah sekali !"
Tiong-sun Hui Kheng yang sedang mengawasi tiba tiba
angin timur meniup santer, bunga yang sedang mekar itu,
dengan mendadak telah menjadi layu, lalu rontok beterbangan
tertiup angin. Wajah Hee Thian siang segera berubah dan
sikapnya menunjukkan sikap sangat muram, katanya sambing
menghela napas : "Setangkai bunga yang demikian indah dengan mendadak
telah layu dan rontok, apakah ini bukan suatu alamat tidak
baik bagi nasib Hok Siu In ?" Sehabis berkata demikian
matanya tampak berkaca kaca.
Tiong-sun Hui Kheng tahu bahwa Hee Thian siang tentu
teringat akan nasib Hok Siu In, lantas merasa sedih, maka ia
juga lalau mengangguk, jari tangannya menunjuk kesetangkai
bunga yang masih belum mekar dan bertanya sambil
tersenyum : "Adik siang, kalau kau anggap bunga yang sudah layu itu
sebagai Hok Siu In, lalu kembang yang belum mekar ini kau
anggap sebagai siapa ?"
"Bunga itum kuharap hidup sendiri !" menjawab Hee Thian
siang sekenanya. "Kalau menurut logikamu ini tidak lama kemudian aku juga
pasti akan menjadi layu !" berkala Tiong-sun Hui Kheng sambil tersenyum.
"Enci jangan berkata demikian, itu hanya perumpanaan
saja yang keliru ! Enci bagaikan bunga ditaman Firdaus,
bukanlah bunga dalam dunia. Bunga didalam taman firdaus
selamanya cantik dan bersih, selamanya tidak bisa layu !"
berkata Hee tian siang cemas.
"Adik siang, jangan begitu tolol, mekar dan layu, semua
sudah ada waktunya tertentu. manusia lahir, dan mati juga
sudah ada garisnya sendiri sendiri. Jikalau takdir adik Hok Siu
In belum sampai, maka biar bagaimana kita bersedih atau
menangis, juga sudah tidak bisa menghidupkan kembali !
Apabila waktunya belum sampai, maka dikemudian hari pasti
bisa bertemu kembali ! Sekarang yang penting ialah kita harus
menenangkan hati dan pikiran, urusan ini untuk sementara
kita singkirkan dulu sebab banyak tokoh tokoh rimba
persilatan sudah berkumpul digunung Ki-lian. Dihadapan
musuh tangguh, kita dibebankan tugas berat untuk membasmi
kawanan penjahat!" berkata Tiong-sun Hui Kheng dengan
sikap sungguh sungguh. Ketika Tiong-sun Hui kheng mengucapkan perkataan
membasmi kawanan penjahat, dengan tiba tiba terdengar
suara orang tertawa dingin yang timbul ditenah udara.
Diantara mereka bertiga, kecuali U-tie Khao yang kekuatan
tenaga dalamnya agak rendah sedikit, Hee thian siang dan
Tiong-sun hui kheng kini sudah terhitung tokoh-tokoh kuat
golongan kelas satu, maka pendengaran mereka jauh lebih
tajam, suara tertawa dingin itu, mereka dapat membedakan,
keluar dari tempar sejarak kira-kira tiga puluh tombak jauhnya.
Suara itu tidak tinggi, akan tetapi didalam telinga menimbukan
perasaan seram, dapat diduga bahwa orang yang
mengeluarkan suara itu pasti memiliki tenaga dalam yang
hebat sekali. U-tie Khao kekuatan tenaganya lemah sedikit, tetapi ia toh
masih dapat mengenali, ia lalu berkata : "Hee laote dan nona
Tiong-sun, suara tertawa dingin itu, tentunya keluar dari mulut
seorang yang memiliki kepandaian dan kekuatan tenaga
dalam yang sangat hebat. ."
Baru saja menutup mulutnya, seorang imam berjubah
kelabu telah muncul disuatu sudut sejarak setombak lebih
terpisah dari mereka berdiri. Imam itu tubuhnya tinggi kurus,
wajah mukanya yang pirus, dan tulangnya pada menonjol, dan
yang lebih menarik perhatian ialah matanya yang tajam, dan
hidungnya yang melengkung seperti burung betet, ditambah
kulit mukanya yang putih bagaikan kertas, sehingga mirip
sekali dengan bangkai hidup. Rambut diatas kepalanya yang
dibuat sanggul, tampak tertancap sebatang tulang yang dibuat
tusuk konde. Sejak munculnya imam itu, susasana tampak
sedikit tegang, tapi imam itu masih meneruskan perjalanannya
lambat-lambat, sedikitpun tidak menghiraukan kehadiran Hee
Thian siang, Tiong-sun Hui Kheng dan U-tie Khao bertiga,
sikapnya sangat sombong sekali. Tapi walaupun nampaknya
lambat namun luar biasa gesitnya, kegesitan itu
sesungguhnya sangat mengejutkan, sebab merekapun masih
tidak tahu bagaimana ia berjalan, dan entah ilmu meringankan
tubuh dari golongan mana, dalam waktu sekejap mata sudah
meninggalkan tempat Hee Thian siang bertiga sejauh dua
puluh tombak lebih, setelah melalui satu tikungan, lantas
lenyap didalam kegelapan.
U-tie Khao berkata kepada Hee Thian siang : "Hee laote
tahukah kau siapa imam berjubah kelabu yang tubuhnya tinggi
kurus itu tadi ?" Hee Thian siang berpikir dulu baru menjawab : "Aku tidak
kenal orang itu. Tetapi, kalau ditilik dari bentuk dan
dandanannya, mungkin ia adalah Pek-kut Ie-su salah satu dari
Pek-kut " Sam-mo yang berdiam diselat Ok-kie digunung "
Lo-san !" "Adik siang, menurut siasat yang diatur oleh Duta Bunga
Mawar dengan kau, siapakah yang harus menghadapi Pek-kut
Ie-su ini ?" bertanya Tiong-sun Hui Kheng.
"Menurut siasat Duta Bunga Mawar, haruslah Enci Tiong-
sun yang menghadapi Pek-kut Ie-su !" jawab Hee Thian siang,
Tiong-sun Hui Kheng mengerutkan alisnya, berkata sambil
menggelengkan kepala : "Jikalau ditilik dari ilmu meringankan tubuh yang
digunakan oleh Pek-kut Ie-su tadi, ditambah lagi
dengan ilmunya yang dapat memperpendek jalannya,
tampaknya kepandaian dan kekuatan iblis itu sesungguhnya
tinggi sekali. Ayahku diwaktu belakangan ini banyak
mempelajari ilmu kebathinan dan agama, terhadap
kepandaian ilmu silatnya, mungkin agak kendor, belum tentu
dapat dipakai untuk menundukkan Pek-kut Ie-su. lalu
bagaimana baiknya ?"
Baru saja menutup mulut, sesosok bayangan hijau telah
muncul dengan tiba-tiba, dan setelah itu disusul oleh suara
tertawa dan kata-kata dari Tiong-sun seng : "Kheng jie,
seorang pujangga dijaman dulu, dalam sebuah syairnya
melukiskan seorang ahli siasat peperangan jaman sam kok,
ialah Cu-kat liang, pernah menulis demikian : Belum
menyaksikan hasil siasatnya, orang sudah meninggal terlebih
dahulu. Hal mana membuat banyak jago peperangan
mengucurkan air mata! dan sekarang pertemuan besar
digunung Ki-lian belum lagi dimulai, kau sudah berani
memastikan bahwa kepandaian ilmu silatku sudah mundur,
sehingga merasa kuatir tidak sanggup menghadapi Pek-kut Ie-
su, bukankah itu sebagai hendak melemahkan semangat
ayahmu sendiri ?" "Ayah ini mengejutkan orang saja !" berkata Tiong-sun Hui Kheng.
Tiong-sun Seng menyapa lebih dahulu kepada U-tie Khao
dan Hee Thian siang, kemudian baru berkata lagi kepada
anaknya : "Kheng-jie kau ini benar benar kurang ajar, berani
omongkan ayahnya dibelakang orangnya !"
Tiong-sun Hui kheng hanya tersenyum senyum saja, lalu
memeluk ayaknya seraya bertanya dengan suara perlahan :
"Ayah, benarkah ayah yakin akan sanggup menundukkan
Pek-kut Ie-su ?" "Ia adalah Pek-kut Mo, sedangkan aku adalah seorang
yang memiliki nama julukan Thian gwa ceng-mo, seorang Mo
(iblis) menghadapi Mo yang lain, walaupun aku mungkin tidak
dapat menundukkan dia, dia juga belum tentu sanggup
melawan aku !" jawab sang ayah sambil tertawa. Berkata
sampai disitu, tiba-tiba teringat sesuatu, lalu berkata pula
sambil menghela napas : "Oya, aku telah lupa, aku dahulu
pernah berkata, bahwa untuk selanjutnya aku tidak akan
menggunakan nama julukanku Thian-hwa ceng-mo ini !"
Tiong-sun Hui Kheng keheranan, tanyanya : "Ayah, nama
julukanmu Thian-gwa ceng-mo, sudah kesohor keseluruh
negeri, mengapa kau tidak suka pakai lagi ?"
Tiong-sun seng hanya tertawa, tidak menjawab, sebaliknya
bertanya kepada putrinya : "Kheng-ji, kau adalah putri Thian-
gwa ceng-mo, seharusnya masih ingat peraturan dari ayahmu
itu !" "Ya, masih ingat, dimasa berkumpul, harus berkumpul,
dimasa berpisah harus berpisah. Tidak akan terikat oleh
sesuatu janji, tidak akan terjerumus dalam jaring asmara !"
"sekarang sucimu sendiri, ialah Hwa-ji-swat, bukan saja
sudah terjerumus dalam jaring asmara, bahkan sudah menarik
orang lain kedalamnya bersama-sama It-pun-sin-ceng,
berdiam bersama-sama dipuncak gunung Tiauw-in-hong, dan
kau sendiri. . " Dengan cepat, Tiong-sun Hui kheng memotong ucapan
ayahnya, dan berkata sambil mengetruk ngetruk kakinya
sendiri berulang-ulang : "Ayah, kalau kau lanjutkan kata-katamu, aku benar benar
tidak senang !" Menyaksikan adegan itu, Hee Thian siang juga merasa
jengah sendiri, sehingga mukanya menjadi merah, sehingga
U-tie khao merasa geli sendiri.
Dengan mata memandang Hee Thian siang dan Tiong-sun
Hui Kheng, tiong-sun seng kembali berkata sambil tersenyum :
"Putriku sendiri dan muridku, kedua-duanya telah berbuat
demikian, maka merekku Thian-gwa ceng-mo, bagaimana ada
muka aku menggunakan " Bukankah ada baiknya aku simpan
saja " itu rasanya lebih tepat !" Berkata sampai disitu, dengan tiba tiba
sikapnya berubah menjadi sungguh sungguh, katanya
pula : "Dunia ini, memang diciptakan oleh karena cinta, segala isi didalam dunia
semuanya tidak luput dari soal cinta, tetapi
istilah cinta ini entah menyusahkan beberapa banyak jago-
jago dahulu hingga sekarang ! Hee laote, dan kau Kheng-ji,
kalian kedua-duanya jangan sampai dibikin mabok olehnya !
Aku harap kamu berdua jangan mementingkan dirimu sendiri,
ingatlah kepentingan orang lain, jangan cinta kasih kamu yang
besar kepada diri sendiri, curahkanlah kepada sesama umat
manusia, negara, rakyat dan masyarakat ! Kamu harus ingat
bahwa hidupmu didalam dunia ini, bukan semata mata untuk
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diri sendiri, kamu harus memikirkan diri orang lain, dan
didalam dunia Kang-ouw yang masih belum mentaati hukum
negara, apa yang kau lihat dengan mata dan yang kau dengar
dengan telinga, semua harus dapat ditindak dengan pikiran
terang ! Kamu harus tahu bahwa cinta kasih itu bukan untuk
diri sendiri, tetapi untuk semua ! Bila kamu hanya tenggelam
dalam asmara yang bersifat mementingkan kepentingan diri
sendiri, hal itu tidak beda sebagai binatang yang tidak
mempunyai pikiran luas!"
Kata-kata yang mengandung filsafat tinggi itu, bukan saja
Hee Thian siang dan Tiong-sun hui kheng berdua yang
mendengarkan merasa berdebaran, bahkan U-tie Khao sendiri
yang merupakan seorang tua yang sudah banyak
pengalaman, juga sangat kagum akan pikiran Tiong-sun Seng
semacam itu. Sehabis memberikan pesan kepada anaknya, kembali
Tiong-sun Seng berkata sambil tertawa: "Kheng-ji,
penuturanku tadi yang secara tiba tiba aku memberikan
pelajaran kepadamu, hanya lantaran aku melihat pikiranmu
seperti terganggu, tidak seperti biasa yang bisa memikirkan
dengan tenang, barulah. . ."
"Ayah, dalam hal mana, anakmu tampak kebodohannya ?"
menyelak Tiong-sun Hui Kheng.
"Waktu aku baru melayang turun dari atas gunung itu, kau
seharusnya sudah melihat bahwa tindakanku itu agak aneh !"
"Aku sudah tahu bahwa ayah melayang turun dari tempat
tinggi sepuluh tombak lebih, kegesitan gerakan ayah ini,
berbeda dengan biasa, rupanya apa yang ayah cari sudah
lama itu belum ayah memahami benar benar, kini sudah
berhasil ayah pahami ! Ilmu itu bukankah ilmu Thay-it Tiang-
hian Sin-keng " Karena tadi sebelum anak mengajukan
pertanyaan, ayah sudah menegor lebih dahulu, dan kemudian
memberi pelajaran yang sangat berharga itu, sehingga
anakmu tidak ada kesempatan untuk mengajukan
pertanyaannya. Apakah ayah masih tega untuk menggoda
anakmu sendiri ?" Tiong-sun Seng berkata kepada Hee Thian siang sambil
tersenyum : "Hee laote, sejak aku berpisah denganmu
digunung Hay-lai-san, sebetulnya ingin pergi keselat Ok-kui
digunung Lauw-san, lebih dahulu untuk menjajaki kepandaian
Pek-kui Ie-su, tetapi kemudian berpikir, dari pada mengulur
keadaan orang lain, lebih baik mempersenjatai diri sendiri,
maka kemudian, aku mencari suatu tempat yang sunyi buat
ilmuku Thay-it Tiang-hian Sin-kang yang sudah sekian lama
kupelajari, tetapi selama itu belum pernah berhasil, kini telah
kupelajari sungguh-sungguh"
"Dengan cara bagaimana ayah tiba-tiba
berhasil mempelajari ilmu yang selama itu tidak pernah dipelajari
dengan baik-baik ?" bertanya Tiong-sun Hui Kheng.
"Dengan tidak disengaja bertemu dengan suhu Hee laote,
ialah Pak-bin Sin-po. Kami berdua dalam waktu senggang
selalu saling menukar pikiran, membicarakan berbagai ilmu
silat yang kita pelajari, dengan cara demikian, aku telah
menarik banyak faedah, banyak sekali kesulitan-kesulitan
dahulu yang kualami dalam mempelajari ilmuku Thay-it Tiang-
hian Sin kang itu, kini telah berhasil terpecahkan!" berkata
Tiong-sun Seng sambil tertawa.
Hee Thian siang bertanya : "Dimana suhu boanpwe"
mengapa suhu tidak bersama-sama locianpwe datang kemari
?" "Suhumu sendiri. selama bertukar pikiran dan mempelajari
bersama-sama, kepandaian ilmu silatnya sendiri telah
mendapat kemajuan pesat sekali, ia tidak bisa menghadiri lagi
pertemuan besar digunung Ki-lian ini, kini sudah balik kembali
kegunung Pak-bin, siap untuk meninggalkan keduniawian !"
menjawab Tiong-sun Seng sambil tertawa. "Sebanding
dengan Hong Poh locianpwemu, maka waktunya aku
meninggalkan dunia yang fana ini, barangkali masih dua tahun
kemudian lagi !" Mendengar ucapan itu, hati Tiong-sun Hui Kheng agak
lega, dengan mata berkaca-kaca ia memandang kepada
ayahnya, kemudian berkata :
"Kejadian pada dua tahun kemudian, masih belum bisa
ditentukan dari sekarang, bagaimana demikian tepat ayah
memberitahukan kepadaku, sehingga membuat pikiran anakmu merasa berduka ?"
"Aku memberitahukan lebih dahulu kepadamu, itu memang
ada sebabnya, nanti setelah pertemuan besar digunung Ki-lian
berakhir, adik Siangmu pulang kembali kegunung Pak-bin
untuk menunggu suhunya yang hendak meninggalkan
dunianya, kau juga harus mengikut aku untuk mencari tempat
guna mempelajari ilmu Thay-it Tiang-hian Sin-kang selama
satu tahun, dengan demikian barulah nanti dapat menghadapi
segala kesulitan yang ada didunia ini !"
"Dengan tidak hadirnya Hong-poh locianpwee, dipihak kita
kurang seorang tenaga penting untuk menghadapi Pek-kut
san-mo, situasi dalam pertemuan besar digunung ki-lian itu
sudah sangat berbahaya. Bagaimana ayah bisa mengatakan
bahwa dikemudian hari masih ada kesulitan yang lebih besar
lagi ?" bertanya Tiong-sun hui kheng terkejut.
"Didalam pertemuan besar digunung Ki-lian nanti,
meskipun kurang seorang Hong-poh locianpweemu tetapi oleh
karena aku sudah berhasil menahami ilmu Thay-it Tiang-hian
Sin-kang, dan adik Siangmu sendiri juga banyak mendapatkan
penemuan ajaib, dapat digunakan untuk hadapi lawan lawan
tangguh. Orang-orang dari golongan Ngo-bie, Siao-lim, Bu-
tong, Lo-hu dan Swat-san, lima partai besar, semua juga
merupakan tenaga tenaga ampuh, maka, meskipun belum
tentu kita mendapat kemenangan total, tetapi juga tidak
sampai menjumpai bahaya terlalu besar. Dan menurut apa
yang diketahui oleh Hong-poh locianpwee mu, kawanan
orang-orang jahat diluar perbatasan kini telah timbul pikiran
hendak menguasai rimba persilatan daerah Tiong-goan, dan
pada waktu yang tidak lama lagi, orang-orang itu akan
bergerak. Mereka semuanya terdiri dari orang-orang yang
sangat jahat, buas dan memiliki kepandaian yang sangat
tinggi, orang-orang itu apabila bergabung dengan orang-orang
dari partai baru dan Pek-kut sam-mo, bukankah akan menjadi
suatu bahaya besar dikemudian hari ?" berkata Tiong-sun
Seng sambil menarik napas panjang.
"Siapa saja yang dinamakan sebagai kawan orang orang
jahat dari luar perbatasan, oleh suhu itu ?" bertanya Hee Thian siang yang
merasa terkejut juga heran.
"Mereka adalah sekelompok manusia-manusia jahat
golongan rimba persilatan yang berada diluar perbatasan
daerah Tiong-goan, umpamanya Raja siluman dari Pat-beng,
tiga manusia kerdil dari lautan timur, sepasang manusia aneh
berbisa, empat orang yang menamakan dirinya orang agung
dari daerah barat dan lain-lainnya. Apakah Hee laotee belum
pernah mendengar cerita suhumu ?" menjawab Tiong-sun
Seng. "Boanpwee hanya dengar suhu pernah menyebut tentang
diri Raja siluman Pak-mo yang bernama Hian-wan-liat,
katanya ia itu sebetulnya orang bangsa Han, oleh karena
kakek monyangnya dahulu melanggar hukum sehingga
dibuang kedaerah luar perbatasan, dan ia sendiri kemudian
masuk menjadi warga negara Pak mo! Suhu dahulu sewaktu
pergi pesiar kedaerah barat laut, pernah berjumpa dengannya,
satu sama lain juga pernah merundingkan soal ilmu silat,
agaknya kepandaian ilmu silat orang itu jauh lebih tinggi dari
pada kepandaian ilmu silat suhu sendiri !" berkata Hee Thian
siang. "Sekarang ini tiga menusia kerdil dari negara timur,
sepasang manusia aneh berbisa, empat orang yang
menamakan diri empat manusia agung dari daerah barat dan
lain-lain, semua sudah mengangkat Raja siluman dan Pak
Beng sebagai pemimpin, siap hendak mengacau rimba
persilatan daerah Tiong-goan. Maksud mereka hendak
menjagoi rimba persilatan. Maka itu, setelah pertemuan besar
digunung Ki-lian ini semua selesai, aku hendak mengajak enci
Hui Kheng-mu untuk melatih kepandaian ilmu yang sangat
ampuh selama satu tahun! Hee laotee sendiri nanti kalau
pulang kegunung Pak-bin, pasti juga akan diberi pelajaran
kepandaian ilmu simpanan suhumu. aku harap laotee supaya
belajar dengan tekun, sebab ancaman bahaya dikemudian
hari bagi kita orang dari angkatan tua, barangkali sudah tidak
akan mengalami lagi, maka itu tugas yang dibebankan kepada
kalian sangat berat sekali, tugas itu merupakan suatu tugas
yang membela keadilan dan kebenaran dunia Kang-ouw, oleh
karenanya, jangan sampai kalian lalaikan !" berkata Tiong-sun Seng sambil
menganggukkan kepala. Hee Thian siang menerima baik pesan itu, tetapi dalam
hati, ketika mengingat kalau pertemuan digunung Ki-lian ini
selesai, ia sendiri harus pulang kegunung Pek-bin untuk
mengantar suhunya yang hendak pulang ke alam baka,
hingga ia harus seorang diri melatih dengan tekun palajaran
ilmu yang ditinggalkan oleh suhunya, hidup jika seorang diri
pasti sangat kesepian! Tiga kekasihnya, yang satu, ialah Hok
Siu In masih belum diketahui sudah mati atau masih hidup,
dan Liok Giok Ji masih belum ditemukan, sedangkan Tiong
sun Hui Kheng juga akan mengikuti ayahnya untuk berlatih
ilmu silat selama satu tahun. Karena memikir semua itu, Hee
Thian siang menunjukkan sikap murung.
Tiong sun Hui Kheng menyaksikan sikap Hee Thian siang,
ia dapat menebak isi hatinya, ia sendiri juga merasa sedih,
namun masih menghibur padanya seraya berkata :
"Adik Siang, jangan bersedih, aku mengikuti ayah belajar
ilmu silat, hanya dalam waktu satu tahun saja, sebelum aku
berangkat, biarlah nanti aku tinggalkan Siaopek, Taywong dan
kuda Ceng-hong-ki kepadamu, supaya kau jangan terlalu
kesepian." Hee Thian siang sangat bersyukur kepada kekasihnya itu.
Baru saja ia hendak mengucapkan terima kasihnya, Tiong-sun
Seng sudah berkata sambil tersenyum :
"Kheng-ji, kau tinggalkan saja kudamu Ceng-hong-ki untuk
mengawani adik Siangmu, sedang Siaopek dan Taywong aku
hendak bawa pergi !"
"Untuk apa ayah hendak bawa Siaopek dan Taywong "
Apakah juga hendak mempelajari mereka kepandaian ilmu
yang baru ?" bertanya Tiong-sun Hui Kheng heran.
"Dugaanmu ini tepat, sebab raja siluman dari Pat Beng,
juga ada memelihara beberapa ekor binatang dan burung
burung aneh, maka aku juga akan menggunakan kepandaian
yang kumiliki, untuk mendidik siaopek dan Taywong
menjawab Tiong-sun Hui Kheng sambil tertawa.
"Mengenai soal kawanan penjahat dari daerah luar
perbatasan yang ingin menguasai rimba persilatan daerah
Tiong-goan, diwaktu ini masih belum terlalu mendesak, kita
boleh tunda dulu, sebaliknya untuk menghadapi pertemuan
besar digunung Ki-lian sekarang ini, oleh karena pihak kita
kekurangan seorang tenaga penting, ialah tidak hadirnya suhu
Hee laote, maka itu, siasat kita untuk menghadapi musuh juga
perlu tiadakan perobahan dengan susunan yang baru lagi,
alangkah baiknya apabila saudara Tiong-sun bisa menyusun
suatu rencana yang lebih baik, supaya kalau tiba saatnya
jangan kita menjadi kalut sendiri."
"Partai-partai besar yang mengikuti pertandingan dalam
pertemuan besar kali ini, jumlahnya banyak sekali, kita hanya
dapat memberi usul saja, tidak berani menyusun rencana
secara gegabah. Biarlah kuperhitungkan dahulu, dipihak
lawan semuanya ada berapa jumlah tokoh-tokoh yang
termasuk paling kuat." berkata Tiong-sun Seng sambil tertawa.
Sehabis berkata, ia lalu memulai menyebutkan satu persatu
nama-nama tokoh pihak lawan: "Pek-Kut Thian-kun, Pek-kut
Ie-su, Pek-kut Siancu dan lain-lain, tiga iblis dari golongan
Pek-kut. Khi Tay Cao yang menjadi pemimpin golongan Ki-
Lian, juga bertindak sebagai tuan rumah, Pek-thao Losat Pao
Sam Kow, Thiat-koan Totioang. . . . . . . disamping itu masih
ada Siang Swat Siancu Leng Biaw Biauw dan Kiu-Thian Mo-li
Tang Siang Siang, yang juga merupakan tokoh-tokoh kuat !"
Tiong Sun Hui Kheng segera memotong ucapan ayahnya,
katanya sambil tertawa : "Ayah jangan masukkan Siang Swat
Siancu Leng Biauw Biauw dan Kiu Thian Mo-li Tang Siang-
Siang dalam bagian lawan !"
Tiong-sun Seng agaknya mengerti maksud anaknya, maka
sambil menatap wajah Hee Thian Siang yang agaknya belum
mau percaya benar, ia berkata : "Hee laote, ketika aku berada digunung Ay-lao-
san, aku pernah minta padamu bersama
Kheng dji supaya berusaha untuk melenyapkan permusuhan
antara May Ceng Ong dengan Leng Biauw Biauw dan Tang
Siang Siang, apakah tugas itu sudah diselesaikan ?"
Sebelum Hee Thian Siang menjawab, sudah didahului oleh
Cong-sun Hui Kheng : "Sudah, Yah ! Tugas itu sudah kami
selesaikan dengan baik !"
Setelah itu ia lalu menceritakan bagaimana mereka telah
berusaha memancing May Ceng Ong sehingga kemudian
bertemu kembali dengan kedua istrinya, ialah Leng Biauw
Biauw dan Tang Siang Siang, dan akhirnya rujuk kembali.
Tiong-sun Seng setelah mendengar penuturan ini, sangat
mengagumi kecerdikan Hee Thian Siang dan putrinya, maka
setelah berpikir sejenak lalu berkata :
"Kini Leng Biauw Biauw dan Tang Siang Siang sudah
meninggalkan Ki-lian, bersama-sama May Ceng Ong hidup
digunung Ko-le Kong-San, kalau begitu tokoh-tokoh kuat
dipihak lawan hanya tinggal Pek-kut Sam-mo saja ! Aku nanti
yang akan menghadapi Pek-kut Ie-su . . . . . "
Sebelum melanjutkan ucapannya, sudah dipotong oleh Hee
Thian Siang, katanya : "Jikalau menurut rencana Duta Bunga
Mawar, boanpwee-lah . . ., yang akan menghadapi Pek-kut
Thian-kum !" Tiong Sun Seng memandang Hee Thian Siang, kemudian
berkata sambil tersenyum : "Diantara tiga iblis itu, adalah Pek-kut Thian-kun
yang berkepandaian paling tinggi, ini agaknya
terlalu berbahaya! Duta Bunga Mawar suruh kau menghadapi
Pek-Kut Thian-Kun, rencana ini mungkin hanya merupakan
suatu rencana sementara, tidak boleh dianggap suatu
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepastian. Nanti biarlah akan kutinjau dulu situasinya,
kemudian pikirkan siasatnya. Kita tidak boleh menempuh
bahaya, juga tak perlu memaksa Hee laote menghadapi lawan
yang paling tangguh !"
Hee Thian Siang yang semula penuh kepercayaan atas
kepandaiannya sendiri, kini setelah mendengar Tiong-Sun
Seng berkata demikian, rupanya merasa kecewa, tetapi oleh
karena Tiong-Sun Seng adalah orang dari tingkatan tua, juga
merupakan ayah dari Tiong-Sun Hui Kheng, ia tidak berani
membantah, terpaksa menyimpan semua perasaannya sendiri
sambil mengerutkan alisnya.
Sementara itu Tiong-Sun Seng lalu berkata lagi sambil
menepok-nepok bahu Hee Thian Siang: "Hee laote, kau
benar-benar sangat berani, sekarang ini kau jangan merasa
kecewa dahulu, mungkin orang-orang dari lima partai besar itu
tidak ada yang sanggup menghadapi Pek-Kut Thian-Kun. Nah,
jikalau benar demikian, bukankah masih ada kesempatan
bagimu untuk mencoba ?"
Hee Thian Siang yang mendengar ucapan ini, wajahnya
menjadi merah, lalu saling berpandangan dengan Tiong-Sun
Hui Kheng sambil tertawa.
Sementara itu U-lie Khao juga berkata, "Walaupun sudah
ada Hee laote yang menghadapi Pek-Kun Thian-Kun, tetapi
masih ada Pek-kun Siancu, tidak ada orang lain yang
menghadapi. Apakah saudara Tiong-sun sudah perhitungkan
hal itu?" "Orang-orang dipihak kita hanya ada sekian banyaknya,
terpaksa kita nanti akan pilih orang-orang dari golongan lima
partai besar, harus menghadapi Pek-Kut Siancu!"
"Menurut pandangan ayah, diantara orang-orang dari partai
besar yang akan datang nanti, siapakah yang memiliki
kepandaian ilmu silat paling tinggi?" bertanya Tiong-Sun Hui Kheng.
"Orang-orang dari berbagai partai besar, kepandaian
mereka berlainan, maka sampai dimana tingginya kepandaian
ilmu silat mereka, masih susah dibicarakan. Apa yang aku
tahu, Hong Hoa Cinjin, ketua partai Bu-Tong, Peng-Sian
Siansu pemimpin Siao-Lim, Sinto Sinkun ketua partai Swat-
San, Hian Hian Sianlo, ketua partai Ngo-bie dan Peng-sim
Since, ketua partai Lo-hu, semua merupakan tokoh-tokoh kuat
kelas atas. Pada saatnya terpaksa kita harus menilik dahulu
keadaan dan kekuatan ilmu kepandaian Pek-kut Siancu,
barulah mengadakan perhitungan dan memilih orangnya yang
harus menghadapinya !" berkata Tiong-sun Seng sambil
tertawa. "Apakah ketua dari lima partai besar pasti akan datang
semua?" berkata Hee Thian Siang.
"Semua orang-orang dari lima partai besar tahu, bahwa
partai Ki-Lian bersama partai Tiam-cong telah membentuk
gabungan partai baru yang dinamakan partai Ceng-Thian-Pay,
dan berkomplot dengan Pek-kut Sam-mo guna mengadakan
pertemuan besar ini. Maksud dan tujuannya ialah hendak
merebut kedudukan sebagai jago atau pemimpin rimba
persilatan. Apabila kita tidak lekas bertindak untuk
mengagalkan maksud mereka ini pada waktu sekarang ini
selagi mereka belum tumbuh sayap. Di lain waktu, pasti akan
menimbulkan bencana besar. Oleh karenanya, kecuali ketua
Siao-Lim Peng Sian Siansu yang mungkin karena usianya
yang sudah terlalu lanjut, yang mungkin hanya bisa mengirim
wakilnya, untuk menghadiri pertemuan itu. Para ketua empat
partai lainnya, pasti akan datang sendiri bersama-sama
anggota yang terpilih !" berkata Tiong-sun Seng sambil
menganggukkan kepala. Hee Thian Siang tiba-tiba ingat sesuatu, ia bertanya sambil
tersenyum, "Sewaktu Hee Thian Siang berkunjung ke puncak
Tiauw-in-hong, enci Hwa Ji Swat pernah berkata bahwa dalam
pertemuan besar digunung Ki-lian itu, ia akan datang
bersama-sama It-pun Sinceng, untuk membantu partai Bu-
tong dan Siao-Lim, sebagai usaha untuk menebus dosa atas
kesalahannya dahulu yang membuat kebinasaanya dua
anggota dari kedua partai tersebut."
Tiong-sun Hui Kheng yang mendengar ucapan itu, lalu
menarik baju ayahnya serta berkata; "Ayah, kalau enci Hwa
benar akan datang kemari, bukankah ia boleh diminta untuk
menghadapi Pek-kun Siancu ?"
"Enci Hwa-mu meskipun kepandaian ilmu silatnya tidak
tercela, tetapi barangkali masih belum dapat direndengkan
dengan kemahiran kepandaian ketua lima partai besar !"
menjawab Tiong-sun Seng sambil menggelengkan kepala.
"Dan bagaimana dengan It-pun Sinceng ?" bertanya Hee
Thian Siang dengan tersenyum.
"Padri yang masih muda dan yang berwajah tampan itu,
dalam kalangan Kang-auw terkenal sebagai seorang yang
baik hati dan suka mendamaikan segala pertikaian. Ia belum
pernah melakukan pertandingan dengan orang lain, maka
sampai dimana tinggi kepandaian ilmu silatnya, barangkali
saudara Tiong-sun sendiri juga tidak tahu." berkata U-tie Khao sambil tertawa.
Terhadap urusan rimba persilatan, saudara U-tie jauh lebih
tahu daripadaku, kalau kau sendiri masih belum tahu sampai
dimana tingginya kepandaian ilmu silat It-Pun Sinceng, sudah
tentu aku sendiri juga tidak tahu!" berkata Tiong-sun Seng
sambil menganggukkan kepala dan tertawa.
Berkata sampai disitu, diatas jalan gunung, dari satu
tikungan tiba-tiba tampak sebuah tandu besar. Empat orang
laki-laki pengusung tandu itu semua memakai pakaian warna
hitam dengan sulaman gambar tengkorak manusia.
Dibelakang tandu diiringi oleh seorang berbaju hitam yang
berbadan kurus kering. Dalam tandu itu tampak duduk
seorang yang mengenakan pakaian seperti raja, oleh karena
tandu itu berjalan terlalu cepat, sehingga wajahnya tidak
tampak jelas. Oleh karena waktu itu Tiong-sun Seng dan yang
lainnya pada berdiri disatu tikungan dibawwah bukit, maka
hanya sepintas lalu saja berlalunya tandu itu, sudah teraling
oleh bukit-bukit lagi. "Hmm, orang yang duduk didalam tandu yang berpakaian
seperti raja itu, mungkin adalah orang yang dinamakan Pek-
kut Thian-kun itu !" berkata Tiong-sun Hui Kheng.
"Dugaan nona Tiong-sun ini barangkali tidak salah, tadi aku
samar-samar telah melihat dikedua sisi tandu itu, ada terdapat
sepasang papan lian . . " berkata U-tie Khao sambil
menganggukkan kepala. "Tulisan diatas lian itu, aku sudah lihat dengan nyata !"
berkata Hee Thian Siang. "Padangan mata laote sungguh hebat, entah apa yang
ditulis diatas lian itu" Bisa kau ceritakan kepada kita?" berkata U-tie Khao
dengan pujiannya. Hee Thian Siang mengawasi Tiong-sun Seng sejenak,
agaknya merasa keberatan. Tiong-sun Seng yang juga sudah
melihat sendiri tulisan diatas lian itu, tetapi ia tidak merasa
keberatan, maka lalu berkata sambil tersemyum;
"Hee hiantit, tidak halangaan kau ceritakan saja,sebab
orang-orang dari golongan sesat kebanyakan demikian
jumawa sikapnya." Mendengar ucapan itu Hee Thian Siang membacakan
tulisan yang dilihatnya dari papan lian itu, "Dibagian atas
terdapat tulisan yang berbunyi: 'THIAN-GWA CENG-MO
AKAN BINASA DALAM TIGA JURUS', sedangkan dibagian
bawah ditulis: 'HONG-TIM ONG-KHEK TERBANG NYAWANYA DALAM SATU PULULAN'. Diatas tandu masih
terdapat tulisan yang berbunyi: 'PAK-BIN HANCUR HATINYA'
!". U-tie Khao yang mendengar penjelasan itu lantas berkata
sambil tertawa dingin, "Sungguh sombong, berani
mengeluarkan ucapan demikian. Agaknya tidak pandang mata
dengan sekaligus hendak membasmi tiga tokoh kuat dalam
rimba persilatan pada dewasa ini !"
"Saudara U-tie, kita tidak dapat menyalahkan Pek-kut
Thian-kun yang berani membuat demikian rupa, orang itu
memang benar memiliki kepandaian yang sangat tinggi sekali
! Kau seharusnya sudah melihat sendiri, bukan saja orang tua
berbaju hitam seperti tengkorak hidup mengikuti dibelakang
tandunya itu ada memiliki kekuatan dan kepandaian yang
sangat tinggi sekali, bahkan empat pengusung tandu juga
bukan orang-orang dari golongan sembarangan !"
Tiong-sun Hui Kheng yang mendengar ucapan itu lantas
berkata kepada Hee Thian Siang; "Adik Hee, dengar tidak"
Pek-kun Thian-kun yang sudah memiliki kekuatan tenaga
dalam dengan latihan bertapa puluhan tahun bukanlah satu
lawan sembarangan. Meskipun
kau sudah mendapat beberapa macam kepandaian ilmu baru, tetapi kekuatan
tenaga dalammu masih selisih jauh, maka apabila tidak
terpaksa jangan gegabah melakukan serangan !"
Meskipun dalam hati Hee Thian Siang merasa penasaran
tetapi diluarnya tidak berani membantah, dan terima baik
pesan kekasihnya itu. Tanggal enambelas bulan dua, pagi-
pagi sekali dibawah kaki gunung Ki-lian-san tampak empat
bayangan orang. Mereka adalah rombongan partai Ngo-bie-
pay yang dipimpin oleh ketuanya Hian-hian Sian-lo. Hian-hian
Sian-lo ketika berjumpa dengan rombongan Tiong-sun Seng
yang tiba lebih dahulu, lalu menghampirinya dan menyapanya,
kemudian bertanya kepada U-tie Khao;
"Saudara U-tie, mengapa Hok Sui In tidak turut serta,
apakah ia tidak berani ?"
Ditanya demikian, wajah U-tie seketika menjadi merah,
mulutnya gelagapan. Sebelum dapat menjawab, Tiong-sun
Hui Kheng memberikan keterangan lebih dahulu. Ia
memberitahukan kepada Hian-hian Sian-lo, tentang nasib
yang dialami Hok Siu In. Hian-hian Sian-lo dan tiga jago dari Ngo-bie, semua terkejut
ketika mendengar penuturan itu, dan meminta penjelasan
lebih jauh kepada U-tie Khao.
U-tie Khao lalu menceritakan kembali semua apa yang
terjadi atas diri Hok Siu In. Hian-hian Sian-lo seorang ketua
dari salah satu partai besar, sudah tentu memiliki ketenangan
luar biasa, setelah mendengar keterangan U-tie Khao, ia
berkata sambil menghela napas:
"Hok Siu In, selain seorang gadis yang sangat pintar, juga
bukanlah seorang yang berumur pendek. ia juga memiliki hati
sangat baik. Aku masih sangsi bahwa bunga yang sedang
mekar dalam rimba persilatan ini benar-benar menemukan
ajalnya. Keadaan waktu itu, sekalipun bahaya baginya, tetapi
U-tie toh tidak menyaksikan kematiannya, maka aku berani
menduga ia pasti mendapat pertolongan! Ucapan saudara
Tiong-sun tadi ada benarnya, kita yang sedang menghadapi
tugas berat untuk membasmi kawanan penjahat, seharusnya
curahkan semua pikiran dan tenaga untuk menghadapi
kawanan penjahat itu. Urusan mengenai Hok Siu In, meskipun
sangat menyedihkan, tetapi untuk sementara kita boleh
tinggalkan dahulu. Nanti setelah pertemuan besar digunung
Ki-lian ini selesai, kita akan mengerahkan semua kekuatan
tenaga yang ada dari golongan Ngo-bie untuk mencari jejak
Hok Siu In !" Setelah itu ia berpaling dan berkata kepada Siu-lang Tokow
bertiga, "Sumoy bertiga, dengan tidak adanya Hok Siu In,
maka barisan Su siang-tui-hun-kuan-tin, kalian kekurangan
satu tenaga inti. Dengan demikian sudah tentu kehebatannya
jauh berkurang! Apalagi pihak lawan kita mendapat banyak
bantuan orang-orang jahat yang berkepandaian sangat tinggi.
Oleh karenanya, jikalau tidak ada perintahku, jangan coba-
coba turun tangan terhadap musuh karena hal itu bisa
membawa akibat menjatuhkan nama baik golongan Ngo-bie !"
Sin-lang bertiga menerima baik pesan itu, mereka juga
sangat berduka dengan tidak hadirnya sumoy mereka Hok Siu
In. Tiong-sun Hui Kheng yang ingin memecahkan suasana
duka itu, lalu berkata kepada Hian-hian Sianlo;
"Sianlo, sekarang waktunya sudah tidak pagi lagi. kita
harus berangkat ke goa Siang-Swat-Tong untuk menghadiri
pertemuan. Tahukan Sianlo bahwa Pek-kun Sam-mo juga
sudah ditarik oleh mereka untuk membantu pihak Ki-lian pay
dan Tiam cong pay ?"
"Justru karena mendengar kabar bahwa Pek-kut Sam-mo
hendak membantu partai baru Ceng thian-pay, maka dengan
memecahkan tradisi Ngo-bie-pay aku menurunkan ilmu
pedang simpanan Ngo-bie-pay yang sebetulnya hanya boleh
diturunkan kepada calon ketua saja, kepada ketiga sumoy-ku."
Berkata sampai disitu, kemudian berpaling dan berkata
kepada Hee Thian Siang: "Hee laote, suhumu Hong-poh,
kapan kiranya akan tiba disini ?"
"Sudah dekat waktunya untuk pulang ke Sorga, kini sedang
bertapa digunung Pek-bin, sehingga tidak dapat datang hadir
pada pertemuan ini !" menjawab Hee Thian Siang dengan
sangat hormat. Hian-hian Sianlo yang mendengar jawaban itu, alisnya
dikerutkan. Ia mengawasi Tiong-sun Seng sejenak, nampak ia
hendak mengucapkan sesuatu, tapi akhirnya dibatalkan.
Tiong-sun Seng agaknya sudah mengerti maksud Hian-
hian Sianlo maka ia berkata sambil tertawa, "Apakah sianlo
anggap dengan tidak datangnya Hong-poh, khawatir tidak ada
orang yang dapat menundukkan Pek-kut Sam-mo ?"
Hian-hian Sianlo khawatir Tiong-sun Seng salah paham,
maka buru-buru menjawab sambil tertawa, "Meskipun Hong-
poh Sin-po tidak datang tetapi dengan adanya saudara Tiong-
sun disini, rasanya sama juga . . . . ."
"Sianlo jangan coba memuji diriku, dengan mengandalkan
aku seorang, bagaimana dapat menghadapi Pek-kut Sam-
mo?" "Tetapi dari dahulu kejahatan tidak dapat menguasai
kebenaran selama-lamanya, maka itu apabila keadaan
memaksa, aku terpaksa menghadapi sekuat tenaga! Apalagi
dalam pertandingan hari ini, paling banter cuma dapat
memberi pukulan kepada orang-orang yang bernafsu besar
hendak mendirikan partai baru, karena rimba persilatan masih
akan menghadapi ancaman bahaya yang lebih besar, kira-kira
tiga tahun kemudian, barulah ada kemauan."
Mereka berjalan sambil mengobrol, tahu-tahu tiba didepan
goa Siang-swat-tong. Kedua samping goa, ditempat yang
tinggi, dibangun dua bangunan untuk tempat duduk penonton.
Tengah-tengah diantara dua bangunan itu, adalah lapangan
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seluas kira-kira sepuluh tombak persegi, untuk tempat
pertandingan. Dalam dua bangunan itu, sudah disediakan
meja-meja perjamuan bersama beberapa penjaganya yang
terdiri dari anggota-anggota Ceng-thian-pay angkatan muda.
Rombongan tuan rumah duduk dalam bangunan sebelah kiri,
sedangkan rombongan fihak tamu duduk dalam bangunan
sebelah kanan. Waktu itu, anggota-anggota penting Ceng-thian pay masih
belum nampak, sebetulnya dalam rombongan fihak tamu
sudah tidak sedikit jumlah orang yang datang. Ketika
pandangan mata Tiong-sun Seng ditujukan kedalam
bangunan tuan rumah, tampak seorang pendek dengan
dandanannya yang aneh, bersama seorang berperawakan
tinggi besar berkulit hitam berkepala besar.
Dalam bangunan pihak tamu, tampak Hong-hoat Cinjin,
ketua partai Bu-tong bersama ketua golongan Swat-san,
Peng-pek Sin-kun bersama istrinya Mao Giok Ceng, dan
Swat-san Penglo, Leng Pak Ciok; anggota pelindung hukum
Siao-Lim tingkat Tianglo, Thian-hong Thianio Peng-sim Sin-nie
dari golongan Lo-hu bersama Ca Bu Kao dan Su-to Wie serta
Say-han kong dan lain-lain.
Tiong-sun Seng berkata kepada Hee Thian Siang sambil
tertawa, "Hee hiantit, orang-orang penting dipihak kita sini
sudah datang semua. Ketua Siao-lim-pay, meskipun tidak
datang, tetapi sudah mengirim wakilnya, seorang tokoh
terkemuka dalam partainya Ceng-kak Siansu dibantu oleh
Thian-hong Tianglo. Darisini kita dapat mengetahui bahwa
pertemuan kali ini sudah dianggap penting oleh mereka. Untuk
membasmi kawanan penjahat, menegakkan kebenaran dan
keadilan, nampaknya semua sudah bersatu tujuan. Hal ini
sesungguhnya jarang terjadi didalam riwayat rimba persilatan
!" Sambil bicara, jago tua itu sudah berjalan masuk
kebangunan sebelah kanan. Kedatangannya itu disambut oleh
para tokoh rimba persilatan. Mereka pada berdiri dan
menyambut mesra kedatangannya serta mempersilahkan
duduk. Hee Thian Siang yang sudah lama tidak bertemu dengan
Say-han-kong, Ca Bu Kao dan lain-lain, sudah tentu segera
duduk bersama-sama sambil ngobrol.
Sementara itu, Tiong-sun Hui Kheng berkata kepada
ayahnya dengan suara perlahan, "Ayah, coba ayah lihat!
Kecuali partai Kun-lun, karena terjadi peristiwa mengenaskan
hari ini, hingga tidak ada orang yang bisa hadir, yang lainnya
seperti partai-partai Swat-san, Lohu, Ngo-bie, Bu-tong dan
Siao-Lim, lima partai besar, semua sudah mengutus orang-
orangnya yang terkuat. Tapi mengapa Hwa suci dan It-pun Sin
Ceng hingga saat ini masih belum tampak?"
"Enci Hwa-mu itu selamanya memang suka berlaku misteri,
mungkin orangnya sudah lama datang, tetapi entah sedang
membuat rencana apa secara menggelap." jawab Tiong-sun
Seng sambil tertawa. Pada saat itu, pelindung hukum Siao-Lim, Ceng Kak
Siansu, karena melihat waktunya sudah hampir tiba, maka lalu
berkata: "Sekarang sudah hampir tengah hari, nanti setelah upacara
berdirinya partai Ceng Thian pay selesai, suatu pertemuan
hebat dan sengit dalam rimba persilatan pasti tidak dapat
dielakkan lagi. Dipihak sana ada Pak-kut Sam-mo sebagai
pelindung hukum. Kekuatan mereka tidak dapat kita pandang
sepele. Untuk kepentingan kita dan kebaikan kita, sebelum
pertandingan dimulai, ada baiknya kalau diadakan pemilihan
siapa kiranya yang memiliki kecerdikan dan bisa mengatur
siasat. Dia boleh kita angkat sebagai pemimpin rombongan."
Tiong-sun Seng yang mendengar ucapan itu lalu
menganggukkan kepala dan berkata sambil tertawa, "Ucapan
Siansu memang benar. Menurut pandanganku, ketua Bu-tong-
pay, Hong-hoat Cinjin selain seorang beribadat tinggi, juga
memiliki kecerdikan . . . . . . . . ."
Belum habis ucapannya, Hong hoat Cinjin sudah bangkit
sambil tersenyum, kemudian menganggukkan kepala dan
berkata sambil memuji nama Budha, "Ucapan Tiong-sun
tayhiap seperti ini, bukankan hanya membuat malu pinto saja"
Diantara tokoh-tokoh rimba persilatan yang hari ini ada disini,
baik kepandaian ilmu silat maupun kecerdikan dan
pengalamannya dalam dunia kang-ouw, pinto kira hanya
Tiong-sun Tayhiap-lah yang kiranya paling tepat kalian pilih.
Maka tugas sebagai pemimpin rombongan ini, pinto rasa
tepatlah kalau Tiong-sun Tayhiap juga yang memegang."
Usul Hong-hoat Cinjin itu didukung oleh Ceng-kak Siansu
dari Siao-Lim, Peng-sim Sin-nie dari Lo-hu, Peng-pek Sin-kun
dari Swat-san, dan Hian Hian Sianlo dari Ngo-bie-pay.
Karena wakil-wakil dari lima partai besar semua
mendukung pengangkatannya,
maka Tiong-sun Seng terpaksa tak dapat menampik lagi. Hong-hoat Cinjin berkata
sambil tertawa, "Kini sudah kita angkat pemimpinnya. Pinto
minta kepada tuan-tuan sekalian, patuhilah segala
perintahnya. Sebentar apabila pertandingan berlangsung,
jikalau tidak ada ijin dari Tiong-sun Tayhiap, siapapun tidak
boleh berlaku lancang, supaya jangan timbul kericuhan dalam
pihak kita sendiri."
Semua tokoh menganggukkan kepala sambil tersenyum.
Saat itu pandangan mata Tiong-sun Seng sedang ditujukan
kepada seorang aneh yang ada didalam bangunan seberang
lain. Yang sangat mencolok ialah orang itu selain tubuhnya
yang pendek, juga kulitnya hitam legam. Maka, bertanyalah ia
kepada para ketua partai :
"Saudara-saudara, tahukan bahwa kawanan penjahat di
luar perbatasan daerah Tiong-goan telah mengangkat Raja
siluman Pat-mo sebagai kepala untuk mengacau dalam rimba
persilatan daerah Tiong-goan?"
Peng-sim Sin-nie menganggukkan kepala dan berkata
sambil tertawa: "Sebelum Tiong-sun tayhiap sampai, kami
justru sedang mendengarkan perundingan ketua Bu-tong dan
ketua Swat-san tentang urusan perundingan ini."
"Di sebrang sana orang aneh yang bertubuh pendek
berpakaian aneh. Kalau dilihat dari sikap dan dandanannya,
mirip dengan orang luar daerah Tiong-goan. Mungkinkah dia
itu salah satu dari tiga orang katai negara Timur dan sepasang
manusia aneh beracun, yang datang untuk meninjau atau
memeriksa keadaan rimba persilatan daerah Tiong-goan?"
Tiong-sun Seng baru berkata sampai disitu, tiba-tiba
terdengar suara genta berbunyi tiga kali. Kawanan penjahat
yang akan mendirikan partai baru Ceng-thian-pay, semuanya
dengan sikap jumawa dan bangga, berjalan keluar dari dalam
goa Siang-swat-tong. Upacara pembukaan partai baru Ceng-
thian-pay ni ternyata sangat sederhana sekali. Upacara dibuka
oleh salah seorang anak murid dari partai baru itu dengan
menghadap kepada Pek-kut Thian kun, Pek-kut Ie-su dan
Pek-kut Sian-cu tiga anggota pelindung hukumnya, serta
kepada ketua kuil Thiat-koan Totiang, berlutut sambil
mengucapkan sumpah, lalu selesailah sudah upacara
tersebut. Hong-hoat Cinjin yang menyaksikan upacara secara
demikian, lalu berkata sambil menggeleng-gelengkan kepala:
"Apakah ini yang dinamakan upacara pembukaan partai baru"
Sungguh tidak habis dimengerti. Dengan begitu, mereka
masih ada muka mengundang kita orang dari jauh untuk
menyaksikan upacara ini. .?"
Peng-pek Sin-kun segera menyambutnya sambil tertawa:
"Upacara pembukaan partai baru dari kawanan penjahat
Ceng-thian-pay ini hanyalah suatu alasan saja. Maksud dan
tujuan yang utama dari mereka, ialah hendak memancing dan
mengumpulkan orang-orang golongan baik-baik, untuk
dibasmi semuanya! Oleh karena itu, tidaklah heran upacara itu
demikian sederhana."
Baru saja menutup mulut, anggota-anggota terpenting dari
Ceng-thian-pay, semua sudah masuk ke bangunan sebelah
kiri. Dan, Khie Tay Cao yang bertindak selaku pemimpin,
berjalan maju ke depan, dan menghadap kepada tokoh-tokoh
di pihak Hong-hoat Cinjin dan lain-lainnya, berkata sambil
memberi hormat: "Hari ini sahabat-sahabat dari berbagai partai dan
golongan, telah berkumpul di gunung Ki-lian, hal ini
sesungguhnya merupakan suatu kejadian yang patut dicatat
dalam sejarah rimba persilatan. Khi Tay Cao sudah
menyediakan sedikit barang hidangan, nanti setelah sahabat-
sahabat duduk bersama-sama untuk minum dan dahar,
sebagaimana kebiasaan Kang-ouw, ada baiknya kita
melakukan sedikit permainan untuk menguji kepandaian dan
keahlian masing-masing. Disamping itu, apabila diantara
sahabat-sahabat yang datang ada permusuhan atau sakit hati,
juga boleh sekalian menggunakan kesempatan ini untuk
melakukan pembalasan."
Sehabis mengucap demikian, ia balik kembali ke tempat
duduknya, dan dimulailah perjamuan makan yang dilakukan
secara besar-besaran. Liong-hui Kiam-khek Su-to Wi, yang
mengingat sakit hati susioknya dan mengingat sepak terjang
Thiat-koan To-tiang yang telah menggabungkan partai Thiam-
cong-pay dengan Ki-lian-pay sudah akan mengambil tindakan
untuk memberekan persoalannya, maka bertanyalah kepada
Tiong-sun Seng: "Tiong-sun tayhiap, bolehkah Su-to Wie akan
menyelesaikan persoalan Thiam-cong-pay dan sekalian
hendak menuntut balas dendam atas kematian Koan Sam Pek
Susiok kepada Thiat-koan To-tiang?"
"Pertemuan hari ini rupanya tidak akan berakhir dengan
baik. Segala dendam dan permusuhan semua akan
diselesaikan. Saudara Su-to yang bermaksud hendak
membersihkan kawanan penjahat dari golongan Thiam-cong-
pay, meskipun itu suatu perbuatan yang patut kita hargai,
tetapi untuk sekarang ini, sebaiknya sabarlah dahulu,
sekarang silahkan makan dan minum sepuas-puasnya dahulu.
Kita lihat saja apabila di pihak sana sudah tidak sabar dan
berlaku terlalu jumawa, barulah kita bertindak," Tiong-sun
Seng menjawab sambil tertawa.
Mendengar ucapan itu, Su-to Wie terpaksa kendalikan
hawa amarahnya, dan duduk kembali bersama-sama Ca Bu
Khao dan Hee Thian Siang.
Benar saja seperti apa yang diduga oleh Tiong-sun Seng.
Di pihak Ceng-Thian-pay, tampillah Khi Tay Cao bangkit
berdiri lagi. Ia tadi sudah berbicara. Karena tidak ada jawaban
dari pihak lawannya, rupanya ia sudah tidak sabaran,
berulang-ulang ia mengeluarkan suara tertawanya yang aneh.
Kemudian dengan secara tiba-tiba, dari rombongannya
tampak melesat keluar sesosok bayangan hitam yang
bagaikan burung terbang dan turun di tengah-tengah
lapangan. "Orang ini adalah orang tua berbaju hitam yang bentuknya
seperti setan yang pernah dilihat oleh Tiong-sun Seng dan
lain-lainnya di kaki gunung Ki-lian-san, dia adalah orang yang
mengikuti di belakang tandu Thian-kun. Ketika tiba ditengah-
tengah lapangan, kedua tangannya dirangkap untuk menjura
ke pihak lawan, dengan sikapnya yang sangat jumawa, orang
itu berkata dengan sombongnya:
"Aku yang rendah U-bun Hong, orang-orang memberi nama
julukan kepadaku Song-bun Hek-sat. Dalam peremuan besar
hari ini, karena tokoh-tokoh kuat rimba persilatan semua telah
berkumpul di gunung Ki-lian ini, maka kupikir rasanya tidaklah
baik jikalau tidak diadakan sedikitpun atraksi. U-bun Hong
seorang yang tidak memiliki kepandaian apa-apa, dengan
maksud hendak minta tuan-tuan yang berkepandaian tinggi,
supaya suka menunjukkan kepandaian masing-masing, maka
dengan memberanikan diri turun ke lapangan lebih dahulu,
untuk memita pelajaran beberapa jurus saja!"
Oleh karena dari pihak tuan rumah sudah ada orang yang
keluar menantang, maka pihak tamu sudah seharusnya juga
ada orang yang menghadap. Tetapi dalam babak pertama ini
siapakah orangnya yang harus keluar" Benar-benar
memusingkan Tiong-sun Seng. Sebab Tiong-sun Seng sudah
melihat tegas, bahwa Song-bun Hek-sat Oe-bun Hong ini,
merupakan seorang yang memiliki kepandaian luar biasa, baik
kekuatan tenaganya maupun kepandaian ilmu silatnya,
mungkin tidak di bawah Khi Tay Cao, Thiat-koan Totiang dan
Poa San kow orang-orang penting dari partai Ceng-thian-pay.
Orang ini meskipun tinggi kepandaian ilmu silatnya, tetapi
dalam rimba persilatan tidak mempunyai nama dan
kedudukan. Dia hanya merupakan seorang budak dari Pek-kut
Thian-kun. Siapa yang harus menghadapinya" Inilah yang
merupakan kesulitan besar bagi Tiong-sun Seng.
Jikalau diminta para ketua lima partai besar, sudah tentu
tidak sepadan. Sebab, sekalipun menang juga tidak pantas.
Lebih-lebih kalau kalah, tentu akan segera menjadi buah
tertawaan pihak musuh. Orang yang paling tepat untuk
menghadapi U-bun Hong, sebetulnya adalah Hee Thian
Siang, tetapi karena Hee Thian Siang amat dibutuhkan
tenangnya untuk menghadapi Pek-kut Thian-kun, agaknya
tidaklah bijaksana jikalau Hee Thian Siang disuruh
menghadapi U-bun Hong lebih dahulu, karena hal itu berarti
akan menghamburkan tenaga anak muda itu tidak sedikit.
Swat-san Peng-lo Leng Pek Ciok menampak Tiong-sun
Seng mengawasi U-bun Hong sambil mengerutkan alisnya
dan seperti berpikir keras, rupanya mengetahui kesulitan yang
dihadapi olehnya, maka lalu berkata kepadanya dengan suara
perlahan: "Tiong-sun tayhiap, apakah tayhiap merasa sulit untuk
menyediakan orang yang harus menghadapi orang itu"
Bolehkan kiranya Leng Pek Ciok keluar untuk menghadapinya
dalam babak pertama ini?"
Tiong-sun Seng tahu benar bahwa Leng Pek Ciok ini
meskipun rela menjadi budak ketua Swat-san-pay oleh karena
sudah menerima budi besarnya, tetapi kepandaian ilmu silat
dan nama besar Swat-san Peng-lo sebetulnya tidak di bawah
Peng-pek Sinkun dan istrinya sendiri, maka begitu mendengar
ucapan itu, lalu menjawab sambil tersenyum;
"Untuk babak pertama ini mana berani aku minta saudara
Leng yang turun lebih dahulu" Aku pikir sebaiknya saudara
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Leng siapkan saja dulu tenaga, untuk menghadapi Pek-thao
Losat Pao Sam-kow, yang melatih ilmu bangkai dingin, yang
terkena susah dihadapi."
Berkata sampai disitu, matanya beralih kepada putrinya
Tiong-sun Hui Kheng, kemudian menggapainya seraya
berkata: "Kheng-ji kemari kau!"
Tiong-sun Hui Kheng yang sedang mengobrol dengan Ca
Bu Kao, mendengar panggilan ayahnya, lantas menghampiri
dan bertanya: "Apakah ayah suruh aku turun ke lapangan?"
Dengan sikap sungguh-sungguh Tiong-sun Seng
menganggukkan kepala dan berkata: "Telah kupikir masak-
masak, rasanya hanya kau yang agak tepat untuk
menghadapi lawan pertama ini. Song-bun Hek-sat U-bun
Hong adalah budaknya Pek-kut Thian-kun. Meskipun
kedudukannya hanya sebagai budak saja, tetapi
kepandaiannya sangat tinggi. Juga lantaran ini merupakan
babak pertama, maka di pihak kita harus berusaha untuk
merebut kemenangan, guna membuat nyali mereka kuncup.
Kheng-ji, kau boleh gunakan seluruh kepandaian yang baru
kau dapatkan. Bisa menang dengan gemilang dan leibh cepat,
itulah yang paling baik."
Pada waktu Tiong-sun Seng sedang memilih orangnya dan
memberi pesan kepada putrinya, Song-bun Hek-sat U-bun
Hong tampaknya sudah tidak sabaran, dengan sikapnya yang
sangat jumawa ia sudah berkata sambil tertawa terbahak-
bahak: "Di dalam panggung sana toh ada tokoh-tokoh terkuat dari
golongan Ngo bie, Butong, Siao-lim, Lo-hu dan Swat-san"
Apakah diantara demikian banyak tokoh kuat itu tidak
seorangpun yang berani menghadapi aku U-bun Hong?"
Baru saja menutup mulutnya, Tiong-sun Hui Kheng sudah
bergerak dan melayang turun tepat di hadapannya dengan
sikapnya yang sangat tenang sekali, sambil membereskan
rambutnya yang terurai di mukanya, gadis itu berkata dengan
suara yang merdu sekali: "Sahabat U-bun, jangan meniru kelakuan orang-orang yang
berpikiran cupat, hingga anggap di dalam dunia ini sudah tidak
ada orang lain yang lebih pandai dari diri sendiri. Lantaran
nama julukanmu Song-bun Hek-sat itu terlalu jelek, rasanya
susah sekali bagimu untuk mencari lawan salah satu saja dari
para cianpwee dalam lima partai besar. Mana mereka sudi
menghadapi orang seperti kau ini?"
Sepasang alis U-bun Hong berdiri, dengan sinar mata
tajam mengawasi Tiong-sun Hui Kheng, kemudian berkata
dengan nada suara dingin:
"Budak perempuan, jangan kau jual lagak dengan lidahmu
yang tajam! Beritahukanlah namamu dan golonganmu!"
"Aku Tiong-sun Hui Kheng, tidak termasuk golongan dari
salah satu partai manapun juga pada dewasa ini," demikian
Tiong-sun Hui Kheng berkata sambil tertawa.
Pek-kut Thian-kun yang duduk dalam rombongan pihak
tuan rumah nampak miringkan sedikit kepalanya, dan
bertanya kepada Khi Tay Cao: "Khi ciangbunjin, orang yang
mempunyai she rangkap Tiong-sun, jumlahnya aku rasa tidak
banyak. Apakah gadis Tiong-sun Hui Kheng ini adalah putri
Thian-gwa Ceng-mo Tiong-sun Seng?"
Sebelum Khi Tay Cao menjawab, sudah didahului oleh
Thiat-koan Totiang: "Dugaan Thian-kun tidak salah. Tiong-sun
Hui Kheng ini memang putrinya Thian-gwa Ceng-mo Tiong-
sun Seng. Kepandaian ilmu silatnya cukup hebat!"
Pek-kut Thian-kun tertawa terbahak-bahak lama baru
berkata: "Apakah Totiang tidak ingat papan lian yang
kupancang di kedua samping tanduku itu?"
Thiat-koan Totiang menjawab sambil tersenyum: "Yah,
masih ingat dengan baik. Tulisan itu berbunyi : Tian Gwa Can
Mo binasa dalam tiga jurus, Hong tim Ong Khek terbang
nyawanya dengan sekali pukulan!"
Pek Kut Thian Kun kembali tertawa bangga, kemudian
berkata : "U Bun Hong mengikuti aku sejak banyak tahun, ilmu
pukulannya Song Bun Cik Ciang yang terdiri dari tujuh jurus
dan ilmu jari tangannya Hek Sat Ciu Hua, semuanya sudah
benar-benar mahir, aku berani memastikan bahwa Tiong Sun
Seng tidak bisa lolos dari tanganku dalam tiga jurus, maka
putrinya yang kini berhadapan dengan U Bun Hong,
barangkali dalam tiga jurus juga akan binasa!"
Bagi Khi Tay Co dan Thian Koat Totiang, berlalunya Siang
Swat Siangjin Leng Biauw Biauw dan Kiu Thian Mo Li Tang
Siang Siang adalah kehilangamn dua tenaga pembantu utama
yang paling diandalkan, tetapi dengan adanya Pek Kut Sam
Mo, apalagi dipihak lawan Pak Bin Sin Po Hong Poh Cui tidak
datang, begitupun ketua biara Siao-Lim tidak turut hadir, dan
kini yang ada hanya Tiong-sun Seng bersama pada ketua
patai Ngo Bie, Bu Tong, Lo Hu dan Swat san yang terhitung
agak tinggi kepandaiannya, kalau ditinjau dari barisan pihak
lawan, jelas pihaknya sendiri yang lebih kuat, hingga
kemenangan rasanya sudah dapat dibayangkan dari sekarang
akan berada dipihak sendiri, maka ketika mendengar ucapan
Pek Kut Thian Kun, ia juga lantas tertawa terbahak-bahak.
Percakapan yang sangat jumawa dan suara tertawa yang
sangat bangga itu bukan saja sudah dapat didengar dengan
jelas oleh Tiong-Sun Hui Kheng, tetapi juga sudah terdengar
oleh orang-orang dipihak tamu, terutama bagi Ca Bu Kho,
yang usianya masih muda sehingga tidak sanggup
mengendalikan perasaannya, saat itu sepasang alisnya lantas
berdiri dan bertanya dengan suara perlahan kepada Hee
Thian Siang: "Adik Siang, Song Bun Hek Sat U Bun Hong ini, dari sinar
matanya sudah diketahui dia orang yang sangat buas, jelas
pula memiliki kekuatan tenaga dalam yang sempurna. Apakah
nona Tiong Sun sanggup menghadapinya" Perlukah kalau
aku menggantikan kedudukannya" Biar manusia buas itu
merasakan seranganku Pan Sian Ciang dari goongan Ngo-
bie?" Hee Thian Siang menggelengkan kepala dan berkata
sambil tertawa: "Bibi Ca jangan kuatir, enci Tiong Sun-ku itu sifatnya sangat
sabar. Sebetulnya Song Bun Hek Sat U Bun
Hong meskipun akan kalah, juga masih sanggup melayani
sampai beberapa jurus. Tetapi karena ucapan Pek Kut Thian
Kun yang jumawa ini, mungkin akan menimbulkan kemarahan
enci Tiong Sun-ku dan mungkin begitu pertandingan dimulai,
enci Tiong-sun akan menggunakan ilmunya yang terampuh
dan luar biasa, Tu Siang Kho Hun Liong Hui Sam Ciok!"
Begitu nama dari ilmu terampuh Tiong Sun Hui Kheng
keluar dari mulut Hee Thian Siang, ketua partai Bu-Tong Hong
Hoat Cinjin yang duduk tidak jauh dengannya seketika lantas
terkejut. Sementara itu Song Bun U Bun Hong dengan Tiong Sun
Hui Kheng sudah mulai bertanding.
Tetapi dugaan Hee Thian Siang tadi hanya tepat separoh,
Sebab, meskipun benar Tiong-sun Hui Kheng sudah
mengambil keputusan, begitu pertandingan dimulai, segera
akan mengeluarkan ilmunya Tu-sian-kho-hun-liong-hui-sam-
ciok, tetapi itu bukanlah disebabkan karena ucapan jumawa
dari Pek-kut Thian-kun, yang menimbulkan kemarahannya,
melainkan adalah petunjuk dari ayahnya sendiri, yang minta ia
lekas-lekas mengakhiri pertandingan itu dengan cepat dan
gemilang, supaya dalam babak pertama ini dapat
menggetarkan nyali kawanan penjahat.
Dari pihak Song-bun Hek-sat U-bun Hong tadi, begitu
mendengar majikannya telah memuji kepandaiannya sendiri,
sikapnya semakin sombong, matanya menatap Tiong-sun Hui
Kheng dan minta kepadanya supaya pertandingan lekas
dimulai. "Budak perempuan, kau sudah berani turun dilapangan,
mengapa masih belum mulai" Kau harus tahu meskipun kau
adalah seorang putri dari ayah yang ternama, tetapi juga tidak
akan lolos dari tanganku dalam tiga jurus saja." demikian ia berkata.
Tiong-sun Hui Kheng yang mendengar ucapan itu, diam-
diam mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya, tetapi
diluarnya masih bersikap ramah-tamah, ia nahkan mengawasi
Song-bun Hek-sat sambil tersenyum manis.
Song-bun Hek-sat U-bun yang mendapat perlakuan
demikian, sesaat itu telah merasa bahwa senyum gadis itu
bukan saja sangat mengiurkan, tetapi juga mengandung suatu
pengaruh yang luar biasa, sehingga semangatnya sendiri
agak tergoncang. Sebagai seorang yang memiliki kepandaian ilmu sangat
tinggi, ia segera dapat menyadari apa yang akan terjadi,
apabila ia tergelincir oleh pengaruh senyuman tadi, Maka ia
buru-buru menenangkan pikirannya dan bertanya;
"Mengapa kau tidak segera mulai" Untuk apa kau tertawa
?" Tiong-sun Hui Kheng kembali unjukkan senyumnya yang
menggiurkan, katanya; "Kau suruh aku turun tangan itu sangat mudah sekali!
Tetapi begitu aku turun tangan, kau segera terjatuh dalam
tanganku, bukankah majikanmu sendiri yang menjadi
pelindung hukum partai Ceng-thian-pay juga akan turut
kehilangan muka ?" Kali ini senyumnya itu berbeda dengan yang tadi, Selama
mengucapkan kata-katanya tadi, badannya secepat kilat
sudah bergerak, dengan gerakannya yang sangat indah dan
aneh sekali sudah maju beberapa kaki, tangan kanannya juga
melakukan suatu gerakan dengan melancarkan serangan
kedepan dada Song-bun Hek-sat U-bun Hong, Jari jemarinya
dengan suatu gerakan yang ringan dan indah telah
menyambar dada lawannya! U-bun Hong yang menghadapi serangan cepat dan luar
biasa anehnya dari Tiong-sun Hui Kheng, Diam-diam juga
terkejut, ia buru-buru mengerutkan dadanya dan menyedot
pernapasannya, Selagi lima jari tangannya Tiong-sun Hui
Kheng hendak menyentuh dadanya, ia sudah lompat mundur
sejauh satu tombak lebih.
Tiong-sun Hui Kheng tidak mengejar, ia tetap berdiri
ditempatnya, bertanya sambil tersenyum;
"Sahabat U-bun, bagaimana kau anggap dengan serangan
pembukaan yang sederhana ini ?"
Sepasang alis U-bun Hong dikerutkan, jawabnya dengan
nada suara dingin; "Budak hina, seranganmu ini adalah serangan dari gerak
tipu yang dinamakan bdadari memetik bunga, Meskipun kau
dapat menggunakan dengan baik, tetapi aku U-bun Hong
yang memiliki kepandaian ilmu meringankan tubuh baik sekali,
dapat mengelakan seranganmu itu dengan sempurna, maka
sedikitpun tidak terluka. . . . ."
Berkata sampai disitu, dengan tiba-tiba terdengar suara
tertawa yang sangat nyaring sekali, Tetapi suara tertawa
nyaring itu, bukan keluar dari mulut Pek-kut Thian-kun atau
orang-orang dalam partai Ceng-thian-pay, melainkan keluar
dari mulut Hee Thian Siang, yang saat itu sudah bangkit dari
tempat duduknya dan dengan sinar matanya yang tajam
mengawasi medan pertempuran.
Khi Tay Cao menjadi marah, ia berkata dengan suara
keras; "Hee Thian Siang, pertandingan dalam medan pertempuran
masih belum diketahui siapa yang bakal menang atau kalah,
mengapa kau tertawa demikian ?"
Hee Thian Siang kembali tertawa terbahak-bahak,
kemudian baru berkata; "Aku tertawa karena sikap iblis tua Pek-kut Thian-kun yang
membanggakan anak buahnya yang cuma begitu setinggi
langit, ternyata hanya seorang yang memiliki kepandaian
biasa saja, bahkan merupakan seorang bagaikan patung yang
tidak mempunyai perasaan sama sekali!"
U-bun Hong yang mendengar ucapan itu, bukan kepalang
marahnya, ia lompat berjingkrak-jingkrak sambil menggeram
hebat. Sebaliknya dengan Hee Thian Siang, dengan tenang ia
berkata kepadanya sambil tertawa;
"Kau jangan marah, akan kujelaskan kepadamu, kau nanti
tidak merasa penasaran!"
U-bun Hong terpaksa menahan hawa amarahnya, hendak
mendengarkan keterangan Hee Thian Siang.
Sementara itu Hee Thian Siang sudah melanjutkan
ucapannya; "Kau anggap ilmu serangan yang digunakan enci Tiong-sun
tadi sebagai ilmu bidadari memetik bunga, padahal adalah
ilmu Liong-hui-sam-ciok yang tulen! Apakah itu tidak
menggelikan" Hian-ki dan Thian-tay didepan dadamu sudah
terkena totokan enci Hui Kheng, tetapi karena ia tidak tega
hati untuk melakukan pembunuhan, maka hanya membuat
lobang dibajumu saja, dan toh kau masih tidak merasakan itu!
Apakah salah kalau aku mengatakan kau sebagai patung"
Dan lagi yang paling lucu sekali adalah ucapan Khi Tay Cao
yang mengatakan belum ada bukti siapa yang kalah dan siapa
yang menang! Aku benar-benar tidak mengerti, seorang
demikian goblok seperti dia itu sampai masih ada muka buat
menjabat kedudukan ketua Ceng-thian-pay" Idiiih, bikin malu
saja!" Kata-kata itu sesungguhnya sangat tajam dan pedas sekali,
sehingga semua orang dari Ceng-thian-pay, termasuk Pek-kut
Thian-kun sendiri, wajahnya menunjukkan sikap yang tidak
enak dipandang. Orang bertubuh pendek berkulit hitam berpakaian aneh
yang selama ini masih duduk tenang-tenang menyaksikan
pertandingan itu, ketika mendengar ucapan Hee Thian Siang
itu, sepasang matanya memancarkan sinar buas, memandang
kepada Hee Thian Siang dan Tiong-sun Hui Kheng tanpa
berkedip. Song-bun Hek-sat U-bun Hong masih tidak percaya atas
ucapan yang telah dikeluarkan oleh Hee Thiang Siang, tetapi
ketika ia menundukkan kepala dan melihat bagian dadanya,
benar saja! Di depan dadanya, di bagian dua jalan darah Han-
ki dan Thian-thay, terdapat tanda lobang kecil bekas jari
tangan Tiong-sun Hui Kheng di atas bajunya yang hitam.
Batapapun tebal muka U-bun Hong, juga sudah tidak ada
muka lagi untuk melanjutkan pertandingan itu. Sesaat itu ia
merasa sangat malu, dan lenyaplah semua sikapnya yang
sangat juwana tadi, dari mulutnya mengeluarkan suara elahan
napas panjang, kemudian dengan tiba-tiba ia lompat melesat
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hong Lui Bun 4 Jago Kelana Karya Tjan I D Rahasia 180 Patung Mas 14