Makam Bunga Mawar 9
Makam Bunga Mawar Karya Opa Bagian 9
sangat tinggi, tetapi ia dirugikan oleh perbuatannya sendiri
yang terlalu gegabah dan sikapnya terlalu sombong dan
mengira bahwa binatang itu tentu tak sanggup menahan
serangannya, maka akhirnya mengalami nasib yang sangat
mengenaskan! Ketika kuku runcing Ciauw Khian mencengkeram
ketiaknya, Ciauw Khian masih anggap sepi, tangan kirinya
dengan mengerahkan ilmu kekuatan tenaga dalamnya
mendorong keluar. Di luar dugaannya bahwa kekuatan tenaga
dalamnya yang sudah sempurna itu ternyata masih tak
sanggup melawan kekuatan tenaga binatang aneh itu. Bukan
saja tidak berhasil melepaskan diri, bahkan cengkeraman di
ketiak kirinya semakin kencang!
Taywong yang diserang lebih dulu oleh Ciauw Khian, ia
masih tidak bergeming, tetapi Ciauw Khian yang dicengkeram
oleh Taywong sedikitpun tidak berdaya. Empat lima batang
tulang rusuknya telah patah seketika, hingga darah mengucur
keluar, orangnya juga lantas jatuh pingsan!
Pada saat itu Say Han Kong Oe-tie Khao dan Ca Bu Kao
ketika melihat kedatangan Taywong, dianggapnya Tiong-sun
Kui Kheng juga tiba. Maka semangat mereka bangun seketika,
semua lompat keluar dari sembunyinya masing-masing!
Sementara dipihak Pao Sam Kow bertiga masih repot
menghadapi nenek Liong Lo yang sudah menjadi mumi, dan
Ciauw Khian yang baru datang juga sudah dirubuhkan oleh
binatang aneh itu. Kini ketika Say Han Kong bertiga muncul
dari dalam kuil sudah tentu menjadi gentar.
Pao Sam Kow lalu mengambil keputusan tegas, ia
perintahkan kepada Su-to Keng dan Kiu Liu Hiung lekas
undurkan diri. Su-to Keng dan Kiu Liu Hiang yang mendengar perintah itu
sudah tentu lantas kabur bersama Pao Sam Kow hingga tak
lama kemudian sudah menghilang dari depan kuil!
Pek-thao Ya-cie nenek Liong Lo yang sudah menjadi mumi,
meskipun sangat galak dan buas, tetapi bagaimanapun
gerakannya kurang leluasa, tidak seperti manusia biasa.
Sudah tentu ia tidak bisa mengejar Pao Sam Kow bertiga.
Mumi itu membalikkan badan dan menyergap Taywong!
Taywong yang belum pernah menyaksikan makhluk aneh
seperti itu, sudah tentu sangat terkejut. Dalam keadaan
demikian, ia lantas mengangkat tubuh Ciauw Khian yang
sudah pingsan dilemparkan kepada mumi nenek Liong Lo!
Nenek Liong Lo itu pentang dua lengannya untuk
menyambut tubuh Ciauw Khian kemudian ia pentang mulutnya
dan menggigit tenggorokan Ciauw Khian serta minum
darahnya! Sungguh heran, mumi yang demikian buas, setelah minum
darah Ciauw Khian, perlahan-lahan berdiri tegak bagaikan
patung! Sesaat kemudian terdengar suara ledakan hebat dan asap
berwarna biru mengepul ke atas, senjata tunggal Kie-lian-pay
yang dinamakan Ki-yu-lenghwe yang berada dibadan Ciauw
Khian telah meledak, terkena api yang membakar tubuh mumi
tadi. Pada saat itu binatang aneh Taywong sedang berlutut di
hadapan Say Han Kong dengan badan gemetar, sepasang
matanya yang lebar, tampak mengucurkan airmata.
Say Han Kong yang menyaksikan keadaan demikian
sangat heran dan terkejut maka lantas bertanya: "Taywong,
mengapa kau demikian sedih" Apakah majikanmu nona
Tiong-sun dan siaopek mendapat bahaya di gunung Tay-soat-
san" Taywong menggelang-gelengkan kepalanya, mulutnya
mengeluarkan rintihan, dua kaki depannya mengorek-ngorek
tanah untuk memberi tanda! ?"" Po Giok-lie Ca Bu Kao yang
berotak tajam itu, ketika menyaksikan tanda-tanda ciptaan
kaki binatang aneh itu, lantas mengerti apa yang dimaksudkan
oleh Taywong. Maka ia lantas berkata sambil tersenyum:
"Dia seperti mengatakan bahwa nona Tiong-sun dan
siaopek masih berdiam di gunung Tay-soat-san belum
kembali, dia disuruh pulang lebih dahulu dengan membawa
bunga teratai swat-lian untuk kita gunakan!"
Baru saja Ca Bu Kao menutup mulut, Taywong sudah
mengangguk-anggukkan kepala tak henti-hentinya.
Say Han Kong yang menyaksikan keadaan demikian,
sudah tentu sangat girang, tetapi ketika matanya ditujukan
kepada binatang aneh itu lagi, ia merasa heran, maka lalu
bertanya: "Taywong, kalau benar kau disuruh mengantarkan
bunga teratai swat-lian, mengapa sekarang tidak tampak
barang mujizat itu?"
Taywong yang mendengar pertanyaan itu bulu di sekujur
tubuhnya pada berdiri, sepasang matanya memancarkan sinar
tajam, seolah-olah sangat marah, sikapnya sangat
menakutkan! Tetapi sesaat kemudian kembali unjukkan
sikapnya yang takut, sepasang kaki depannya kembali
bergerak-gerak untuk memberi tanda, dan setelah itu ia
menundukkan kepala dan menangis!
Ca Bu Kao kini sudah mulai mengerti apa yang dimaksud
oleh Taywong, maka alisnya lalu dikerutkan dan berkata
sambil menghela nafas panjang:
"Maksud Taywong mungkin mau mengatakan bahwa dalam
perjalanan itu ditengah jalan telah ditipu orang, hingga bunga
teratai itu dirampasnya. Dengan demikian, Hee Thian Siang
bukan saja tidak dapat tertolong, tapi juga tidak tahu
bagaimana dengan nasib non Tiong-sun. Kasihan Hee Thian
Siang, lantaran hendak membantu aku, jauh-jauh pergi ke
gunung Tiam-cong, dan akhirnya mendapat luka, apabila
benar-benar tak ditolong, Ca Bu Kao juga terpaksa akan
bunuh diri untuk membalas budinya!" demikian Ca Bu Kao
berkata. Oe-tie Khao juga tidak menduga akan terjadi perubahan
demikian, ia juga merasa bahwa persoalan itu sangat rawan,
matanya ditujukan kepada Say Han Kong, ia ingin tahu
bagaimana tabib sakti itu hendak bertindak"
Di luar dugaannya wajah Say Han Kong sedikitpun tidak
menunjukkan rasa khawatir, sebaliknya malah mengelus-elus
kepala Taywong sambil berkata dan tertawa terbahak-bahak:
"Taywong, kau jangan takut, nona Ca juga jangan khawatir,
aku bukan saja mengerti tahu obat-obatan dan tabib, tetapi
juga mengerti tahu ramal, Hee Thian Siang bukanlah seorang
yang pendek umurnya, meskipun kehilangan bunga teratai
swat-lian yang bisa menyambung nyawanya, tetapi didalam
peti mati itu mungkin dia menemukan keajaiban lain lagi!"
Penemuan gaib, kali ini mengejutkan Oe-tie Khao dan Ca
Bu Kao yang mendengarkan. Sekali hendak menanyakan
kepada Say Han Kong, binatang aneh Taywong sudah
menunjukkan mumi nenek Liong Lo yang ada di tanah, serta
Ciauw Khian yang sudah hangus terbakar oleh api Kiu-yu
lenghwe sendiri, ia menunjuk ke orang yang sudah menjadi
bangkai itu dengan badan gemetaran!
Say Han Kong bertanya sambil tersenyum: "Taywong,
apakah lantaran kau membunuh orang ini takut akan dihukum
oleh majikanmu?" Taywong berdiri sambil menundukkan kepala dengan
sikapnya yang minta dikasihani, ia memandang wajah Say
Han Kong sambil menganggukkan kepala.
Say Han Kong kembali menepuk-nepuk pundak Taywong,
kemudian berkata sambil tertawa:
"Asal kau tidak mengagulkan kekuatan tenaga dan
melakukan pembunuhan secara serampangan, dan dalam
keadaan terpaksa kau membunuh Ciauw Khian seorang yang
demikian jahat, tidak berdosa besar! Nanti setelah majikanmu
datang, biar aku yang menceritakan semua kejadian, dan
meminta agar dia tidak menghukum kau!"
Taywong yang mendengar ucapan itu nampaknya sangat
girang, sementara itu U-tie Khao bertanya kepada Say Han
Kong: "Tua bangka, kau jangan mengoceh saja dengan Taywong,
sebaliknya membiarkan aku dan nona Ca berada dalam
kegelisahan. Lekas jelaskan kepadaku, penemuan ajaib
apakah yang dialami oleh Hee Thian Siang?"
Say Han Kong menatap ia sejenak, kemudian berkata
sambil tertawa terbahak-bahak:
"Pengemis tua, kau jangan terburu napsu, aku hendak
bertanya kepadamu lebih dahulu, ketika kau membuka peti
mati itu bukankah sedikitpun tidak ada bau bangkai?"
"Bangkai dalam peti mati itu sama sekali belum busuk,
sudah tentu tidak ada baunya. Tetapi Hee Thian Siang yang
berada didalam peti mati bagaimanapun juga kurang baik.
Maka mari kita lekas masuk ke dalam, untuk mengangkat dia
keluar dari dalam peti mati.
"Pengemis tua, kau ini selain minum arak, tidur dan mabuk-
mabukan, tongkat yang hanya dapat menggertak Lui Hwa,
sudah tidak tahu apa-apa lagi. Dari tanda-tanda yang ku
ketemukan, aku berani menduga pasti bahwa Hee Thian
Siang benar-benar menemukan kejadian gaib dalam peti mati
itu. Biar saja ia tidur, bahkan makin lama makin baik.
Bagaimanapun juga, Pao Sam Kow bertiga toh sudah kabur,
seandainya mereka penasaran dan pergi minta bala bantuan,
malam ini juga tidak keburu datang lagi. Perlu apa tergesa-
gesa dikeluarkan?" Berkata Say Han Kong.
"Tua bangka, biar kau mengoceh sendiri, yang penting
ialah, lekas kau ceritakan penemuan gaib apa sebetulnya
yang dialami oleh Hee Thian Siang?"
Tampak sikap Ca Bu Kao yang juga sudah ingin tahu
keadaan sebenarnya. Say Han Kong lalu mencari tempat yang
agak bersih untuk duduk. Setelah itu ia baru berkata:
"Hendak menjelaskan soal ini, aku harus memulai dari
suatu kisah dalam rimba persilatan yang terjadi pada sepuluh
tahun berselang!" "Nenek Liong Lo setelah mengetahui itu, buru-buru
membawa suaminya ke suatu tempat di daerah Barat Laut.
Dengan susah payah ia berhasil menemukan sebuah
tumbuhan warna lima yang khasiatnya bisa menghidupkan
orang yang sudah hampir mati. Tumbuhan itu diberikan
kepada suaminya untuk dimakan . ."
"Pengemis tua, kau ternyata banyak pengetahuannya dan
kuat ingatanmu, apa yang kau ceritakan itu sedikitpun tidak
salah. Dan tengkorak hidup Siong Teng, bagaimana setelah
memakan tumbuhan warna lima itu?"
"Tak disangka tengkorak hidup Siong Teng setelah makan
tumbuhan warna lima itu bukan saja sedikitpun tidak tampak
khasiatnya, sebaliknya malah binasa! Dalam keadaan sangat
pilu, nenek Liong Lo menyediakan dua buah peti mati yang
terbuat dari bahan kayu pilihan yang bagus, untuk tempat
suaminya. Kemudian ia pergi keluar setengah tahun lamanya,
sewaktu kembali ia membawa pulang batok kepala tiga puluh
enam orang yang dahulu mengeroyok suaminya. Batok kepala
itu digunakan untuk sembahyang di hadapan jenazah
suaminya, dan setelah itu ia sendiri juga masuk ke dalam peti
mati yang kosong, suruh orang pantek kuat-kuat, dan
demikian ia telah mengorbankan jiwa demi suaminya, yang
telah mati! Tetapi tidak kita sangka-sangka bahwa dua buah
peti mati mereka itu tidak sampai dikubur dan masih tetap di
tempatnya!" Sehabis mendengar cerita Oe-tie Khao, Say Han Kong
menganggukkan kepala dan berkata sambil menghela napas:
"Sayang, nenek Liong Lo itu hanya mendengar kabar
khasiatnya obat, tapi tidak mengetahui sifat tumbuhan itu,
sehingga suaminya yang sebetulnya belum mati, harus
dipantek hidup-hidup!"
Oe-tie Khao mendelikkan matanya dan bertanya:
"Tua bangka, bagaimana maksud perkataanmu ini?"
"Tumbuhan yang berwarna lima itu, memang benar bukan
saja dapat menghidupkan orang yang hampir mati, bahkan
bisa menambah kekuatan tenaga dalam orang yang melatih
ilmu silat. Tetapi orang yang sudah makan tumbuhan itu,
harus pingsan selama tiga hari, kemudian baru bisa siuman
kembali! Pek-thao Yace yang tak mengetahui sifat tumbuhan
itu, telah menganggap suaminya sudah mati, maka lantas
dimasukkan ke dalam peti mati. Dengan demikian, ketika
siuman kembali akhirnya mati benar-benar karena tidak
mendapat hawa." Ca Bu Kao setelah mendengar keterangan itu baru sadar,
katanya: "Tengkorak hidup Siong Teng pernah makan obat manjur
yang jarang ada didalam dunia, lantas tubuhnya tidak
membusuk! Tetapi nenek Liong Lo itu bagaimana juga tidak
busuk dagingnya?" "Pek-thao Yace dengan tiga puluh enam kepala manusia
untuk sembahyang di hadapan jenazah suaminya dan
kemudian pantek dirinya sendiri didalam peti mati, dengan
demikian sudah tentu penasaran dalam hatinya belum lenyap,
berarti mati dipenuhi oleh rasa penasaran! Mungkin penasaran
dan perasaan itu, ia tetap menjaga kulit dan dagingnya supaya
tidak busuk; ditambah lagi waktu itu kuil ini banyak dikunjungi
orang, hawa-hawa manusia itu telah membuatnya berubah
menjadi mumi, dan ketika peti matinya didobrak hancur oleh
Pek-thao Losat Pao Sam Kow, terjadilah suatu pertempuran
yang sangat menarik!"
"Orang yang mati tiba-tiba atau mati penasaran, hawa
penasarannya belum lenyap, kadang-kadang memang bisa
berubah menakutkan! Apabila orang yang sakit berhari-hari
atau berbulan-bulan lamanya, kekuatan dan semangatnya
sudah musnah, hingga tidak terjadi keadaan serupa itu! Inilah
mungkin yang menyebabkan mengapa tengkorak hidup Siong
Teng tidak berubah menjadi mummi, sedangkan nenek Liong
Lo sebaliknya berubah menjadi mummi!" Berkata Ca Bu Kao
sambil menganggukkan kepala.
"Ucapan nona Ca ini memang beralasan, tetapi hawa Im
dan Yang yang tidak berimbang dengan hawa segar yang
membawa kesegaran, barangkali juga merupakan faktor
penting. Kita di sini ada tiga laki-laki dan hanya ada satu yang
wanita berdiam di kuil ini, karena hawa Yang lebih banyak
maka yang menjadi mummi adalah nenek Liong Lo. Jikalau
dibalik tiga wanita dan satu lelaki" Mungkin tengkorak hidup
itu juga akan bisa berubah menjadi mummi." Berkata Oe-tie
Khao sambil tertawa. Say Han Kong yang mendengar cerita itu tertawa terbahak-
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bahak dan kemudian berkata: "Ucapan pengemis tua dan
nona Ca semuanya memang ada benarnya sendiri-sendiri."
"Baik ada benarnya maupun tidak, tua bangka kau jangan
berusaha main kucing-kucingan, hingga saat ini kau masih
belum menceritakan apa yang dinamakan penemuan gaib
dalam peti mati itu?"
Say Han Kong mengawasi Hee Thian Siang yang rebah
bersama-sama bangkai Siong Teng dalam sebuah peti mati,
kemudian berkata kepada Oe-tie Khao dan Ca Bu Kao:
"Khasiat dari jamur warna lima itu belum sempat menunjukkan
faedahnya, Siong Teng sudah dipantek hidup-hidup dalam peti
mati, ditambah lagi karena peti mati itu dibuat dari bahan kayu
yang kuat sekali. Lama kelamaan lalu menjadi tumbuhan yang
serupa tetapi bentuknya agak kecil didalam peti mati di depan
bangkai Siong Teng. Tumbuhan itu hanya selisih sedikit
khasiatnya dengan jamur warna lima yang tumbuh di udara
bebas." Ca Bu Kao yang mendengar keterangan itu merasa sangat
girang, ia bertanya sambil tertawa: "Say tayhiap tadi kata
tentang penemuan gaib dalam peti mati, apakah menganggap
bahwa Hee Thian Siang sudah makan jamur warna lima yang
tumbuh dalam peti mati itu?"
Say Han Kong menganggukkan kepala dan menjawab:
"Hee Thian Sian sebetulnya hanya dalam pingsan dan hilang
seluruh ingatannya, sesudah mengalami kericuhan begitu
besar, namun masih tak ada sedikit tanda-tanda gerakannya,
sudah pasti sudah makan jamur warna lima itu, hingga ia
menjadi pulas karena khasiat jamur itu."
"Tua bangka jika kau benar seperti apa yang kau katakan,
sudah tentu baik sekali. Tetapi seandainya dugaanmu
meleset, didalam tutup peti mati itu tidak ada tumbuhan jamur
warna lima, dan Hee Laote benar-benar telah makan jamur
lima warna, merk-mu tabib sakti itu dengan sendirinya akan
hancur." Berkata Oe-tie Khao sambil tertawa dingin.
Ca Bu Kao yang mendengar ucapan Oe-tie Khao tadi,
perasaan girang di wajahnya lenyap kembali.
"Pengemis tua, kau jangan mengecilkan hati orang. Apakah
kau masih ingat sewaktu aku membantu kau menutup peti
mati, pernah dapat mencium bau aneh dan aku berkata
kepada diriku sendiri?"
Oe-tie Khao segera teringat bahwa Say Han Kong waktu itu
memang benar mengendus-endus dengan hidungnya, bahkan
mengatakan bahwa bau aneh itu, mengapa seperti bau
semacam benda yang jarang ada di dalam dunia. . Tetapi
waktu itu belum sempat menjelaskan sebab-sebabnya,
musuhnya sudah datang ! "Ucapanmu memang betul, aku masih ingat waktu itu kau
memang pernah mengucapkan perkataan demikian!" demikian
Oe-tie Khao berkata. "Aku mendapat gelar tabib sakti, dengan sendirinya aku
dapat membedakan bau obat, waktu itu aku sudah dapat
mengendus hawa dalam peti mati itu mengandung bau obat
yang luar biasa, ditambah lagi dengan riwayat hidup Siong
Teng dahulu, maka telah kupelajari, lalu menarik suatu
kesimpulan seperti apa yang kukemukakan tadi, bagaimana
bisa salah" Sebab keadaan di dalam peti mati tidak seperti di udara
dan Hee Thian Siang bagaimanapun juga masih perlu tidur
nyenyak selama dua hari, maka tak perlu kita tergesa-gesa
mengangkat keluar ! Saudara kecil itu sebelumnya telah
makan tiga butir pil mujarabku yang terbuat dari getahnya
pohon lengci, ditambah lagi ia makan jamur warna lima, maka
nanti setelah ia sadar kembali, bukan saja luka dalam
tubuhnya akan sembuh seluruhnya, tetapi juga ilmu
perguruannya yang dinamakan Kian-thian Khi-kang juga akan
mendapat kemajuan besar !" berkata Say han Kong sambil
tertawa. Ia berdiam sejenak, matanya mengawasi Oe-tie Khao,
kemudian berkata pula sambil tersenyum :
"Mengenai persoalan seperti apa yang kau khawatirkan
tadi, kuharap kau tidak perlu ada kekhawatiran semacam itu!
Say Han Kong berkata menggunakan nama baiknya, dan
batok kepalanya, untuk menjamin keselamatan Hee Thian
Siang !" Setelah mendapat penjelasan demikian rupa dari Say han
Kong, maka Oe-tie Khao dan Ca Bu kao dengan sendirinya
lantas merasa lega hatinya ! Tetapi jika mereka mengingat
apa yang baru saja terjadi, lalu saling berpandangan dan
tertawa getir. Tak disangka Pek-thao Losat Pao Sam-kow yang menutup
diri di dalam goa selama berpuluh tahun lebih, kini ternyata
sudah berhasil mempelajari ilmunya bangkai hidup dalam
salju, bukankah itu berarti seperti harimau bertambah sayap"
sehingga lebih susah untuk ditaklukkan! Tadi untung muncul
bangkai nenek Liong Lo yang sudah menjadi mummi,
sehingga dia tak berdaya menghadapi dan akhirnya kabur
terbirit-birit! Jikalau tidak, sekalipun kita, mungkin masih bisa
sembunyikan diri, tetapi binatang peliharaan nona Tiong-sun
ini pasti tak akan luput dari tangan ganasnya. Jikalau tidak
binasa di api kiu yu leng hwe atau pasir beracun, tentu akan
binasa di bawah serangan duri beracun Thian keng cek!"
berkata Ca Bu Kao sambil mengelus-elus bulu Tay wong yang
indah. "Musuh yang tadi datang, hanya Pek-thao Losat dan Tho-
hwa Niocu dari Kie lian pai dan Su-to Keng dari Tiam cong pai
serta kemudian ditambah lagi dengan Ciau Khian yang kini
sudah binasa, dengan cara bagaimana mereka bisa
membekal Thian keng cek yang hanya tumbuh di gunung Kun
lun san?" bertanya Say Han Kong.
"Rahasia ini adalah Duta Bunga Mawar yang
memberitahukan kepadaku, tetapi selama itu aku masih belum
dapat kesempatan untuk memberitahukan kepada tuan-tuan!
Khabarnya, ada seekor burung elang emas yang sangat aneh,
dengan tak disengaja membawa pohon Thian keng yang
tumbuh di atas puncak gunung Kun lun san, sewaktu terbang
dan tiba di gunung Hok gu san lantas timbul gempa bumi
hebat, getaran gunung yang hebat membuat burung itu
terkubur di dalam reruntuhan batu gunung. Maka perlahan-
lahan di dalam goa di mana terdapat tengkorak burung elang
emas itu kembali tumbuh pohon aneh itu !
Orang-orang Kie lian paio telah berhasil menemukan goa
itu, lalu membawa pohon Thian-keng berikut akar-akarnya.
Dengan menggunakan durinya yang sangat berbisa, mereka
melakukan kejahatan, maksudnya hendak memfitnah kepada
golongan Kun-lun pay, di samping itu juga memang sengaja
hendak menimbulkan kericuhan di rimba persilatan supaya
para partai-partai golongan kebenaran itu baku hantam sendiri
dan akhirnya kehilangan banyak tenaga, sedangkan partai Kie
Lian dan Tiam cong akan menerima untungnya," berkata Ca
Bu Kao. "Aku pernah dengar kata Hee Thian Siang laote, bahwa
ketua Tiam cong pai Thiat-kwan Totiang sewaktu mengadakan
pertandingan dengan Peng-sim Sinni di lembah kematian
gunung Ciong lam san pernah bersama-sama diserang
dengan senjata duri berbisa Thian keng cek itu," berkata Oe-
tie Khao. "Inilah siasat mereka yang sangat jahat dan keji, ketua
Tiam cong pai sendiri juga terkena serangan duri beracun
Thian keng cek, bahkan disaksikan sendiri oleh ketua Lo hu
pai dan Tiam cong pai akan bebas dari tuduhan" Dengan
seenaknya pula dapat mengadu domba antara orang-orang
golongan partai kebenaran. Dengan sebetulnya partai Tiam
cong dan Kie lian sudah lama mereka berkomplot hendak
menimbulkan kerusuhan!" berkata Ca Bu Kao sambil
menggertek gigi. Berkata sampai di situ, tiba-tiba ia berseru: "Ooooh!"
seolah-olah ingat sesuatu, kemudian berkata pula sambil
menghela napas : "Tetapi di dalam orang-orang Kun lun pai sendiri juga ada
anak muridnya yang tidak setia dan menyeleweng; tiga orang
kuat dari Bu tong dan suciku sendiri yang terkena duri beracun
itu, duri beracun itu adalah barang curian dari anak murid
golongan Kun lun pai sendiri, kemudian oleh karena
penjagaan Tie hui cu sangat keras, tidak mudah didapatkan,
barulah kawanan orang jahat itu mencari goa kuno tempat
dikuburnya burung elang emas itu, dari situlah mereka
mendapatkan sebuah lagi, pohon ajaib Thian keng."
Say Han Kong yang mendengar keterangan itu lantas
bertanya : "Nona Ca, yang sudah diberitahukan rencana jahat
demikian penting oleh Duta Bunga Mawar, mengapa pada
pertemuan besar di puncak gunung Thian tu hong tidak
membeberkan rahasia itu?"
"Hendak membeberkan rahasia sangat besar seperti itu kita
memerlukan saksi dan bukti yang sangat kuat, jikalau tidak,
orang-orang golongan Kie lian dan Tiam cong mana mau
mengaku" Bahkan hal itu akan mengakibatkan terjadinya
pertumpahan darah hebat di atas puncak gunung Thian tu
hong!" berkata Ca Bu Kao sambil tertawa getir.
"Utusan ini membutuhkan saksi dan bukti yang cukup,
sesungguhnya tidak mudah. ." berkata Oe-tie Khao sambil
mengerutkan alisnya. Belum habis ucapannya, sudah dipotong oleh Ca Bu Khao.
"Menurut Duta bunga mawar bahwa Hee Thian Siang
dahulu pernah masuk ke dalam goa tengkorak burung elang
emas itu. Bahkan sudah menemukan selembar dari daun
Thian keng yang masih dibawanya dan disimpan baik-baik.
Duta bunga mawar pernah berpesan kepadaku, apabila Hee
Thian Siang tiba di puncak gunung Thian tu hong, lalu minta
padanya daun itu, dan diberikan kepada ketua Kun lun pai Tie
hui cu supaya diperiksanya, disitulah di hadapan orang
banyak membuka rahasia rencana keji orang-orang Kie lian
dan Tiam cong!" Say Han Kong teringat dia sendiri pernah mengobati luka
kera kecil putih yang terkena duri beracun Thian keng, Hee
Thian Siang pernah berkata, dalam perjalanannya menuju
gunung Oey san itu sepanjang jalan tidak hentinya diganggu
oleh orang-orang jahat yang melakukan serangan secara
menggelap, maka kini ia baru sadar rencana jahat itu.
"Dalam perjalanannya ke gunung Oey san itu Hee laote
pernah berkali-kali mendapat serangan menggelap oleh orang
jahat, apakah lantaran dirinya membawa daun pohon Thian
keng itu?" demikian katanya.
"Ca Bu Kao menganggukkan kepala dan tersenyum. Lebih
dahulu menceritakan pengalamannya sendiri dengan sucinya
Peng sim Sinni bersama susioknya Cin Lok Pho ketika berada
di puncak gunung Thian tu hong pada satu malam di muka
sebelum pertemuan besar itu, hampir saja diserang secara
menggelap oleh senjata rahasia api kiu yu leng hwe dari Kie
lian pai, kemudian ia melanjutkan ucapannya sambil tertawa :
"Meskipun aku sudah memberitahukan kepada suci bahwa
ada orang yang mendapatkan bukti dan orang itu akan segera
tiba di gunung Oey san, tetapi aku tidak menyebutkan nama
Hee Thian Siang untuk menjaga ada orang yang sembunyi di
sekitar itu mendengarkan namanya dan bisa membawa akibat
yang tidak baik bagi Hee Thian Siang !"
"Sikapmu yang sangat hati-hati ini telah menimbulkan rasa
curiga orang-orang golongan Kie lian dan Tiam cong,
sehingga mengutus orang-orangnya menyembunyikan diri di
sepanjang jalan yang menuju ke gunung Oey san, untuk
menyerang secara menggelap kepada orang-orang yang
menuju ke puncak Thian tu hong, sebab mereka tidak tahu
siapa orangnya yang membawa bukti itu, maka setiap orang
dicurigai oleh mereka sebagai orang yang membawa tanda
bukti tersebut. Untuk menghindari jangan sampai terbuka
rahasia kejahatan mereka, maka mereka menyerang setiap
orang tanpa pilih bulu !" berkata Say Han Kong sambil tertawa.
Utie Khao juga lantas sadar, katanya sambil
menggelengkan kepala : "O! Penyerangan menggelap secara membabi buta itu
sesungguhnya susah dijaga. Yang paling sial barangkali
adalah ketua Swat san pai Peng-pek Sinkun bersama istrinya
yang datang hendak memberi bantuan kepada Kun lun pai!"
Mereka bertiga dalam pembicaraan itu telah membongkar
beberapa rahasia dan hal-hal yang mencurigakan dan yang
terjadi di daerah gunung Oey san pada waktu itu, setelah
persoalannya menjadi jelas, tanpa dirasa satu hati satu malam
sudah dilalui dengan mengobrol.
Say Han Kong menghitung-hitung waktunya, lalu berkata
kepada Ca Bu Kao dan Oe-tie Khao:
"Kini sudah hampir malam, kita menunggu sampai esok
pagi, di waktu matahari terbit kita boleh membuka peti mati
untuk memeriksa keadaan Hee Thian Siang, betul seperti apa
yang diduga atau tidak ia betul sudah makan jamur warna lima
dan mendapat penemuan ajaib dalam peti mati itu atau tidak"
Tetapi selama semalam ini kita masih perlu berjaga-jaga dan
Pek-thao Losat Pao Sam Kow dan lain-lain minta bantuan
ketua Tiam cong pai datang lagi kemari untuk menyerang kita
!" "Keadaan malam ini sangat berbeda dengan kemarin
malam. Ke satu, mereka tak akan menduga bahwa Hee Thian
Siang disembunyikan di dalam peti mati. kedua kita sudah
bertambah seorang pembantu yang sangat kuat !" berkata Ca
Bu Kao sambil tertawa. Say Han Kong mendengar perkataan itu, matanya ditujukan
kepada Taywong binatang aneh itu, lalu bertanya padanya
sambil tersenyum : "Taywong, di tengah perjalanan kau bertemu siapa saja"
Mengapa ia berhasil merampas bunga teratai swat-lianmu?"
Taywong menggunakan kedua kaki depannya untuk
memberi keterangan, sedang mulutnya cecuwitan, entah apa
yang dikatakan, sikapnya menunjukkan perasaan malunya.
Ca Bu Kao berkata kepada Say Han Kong dan Oe-tie Khao
sambil menggelengkan kepala :
"Kita tidak seperti majikannya yang paham bahasa
berbagai binatang, barangkali kita harus menantikan
kedatangan nona Tiongsun, barulah dapat membuka teka-teki
ini." Sang waktu berlalu tanpa berhenti, sore hari sudah diganti
dengan malam, dan malam perlahan-lahan mulai larut, jam
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
satu, dua, tiga. . dilalui tanpa terasa.
Say Han Kong bertiga perasaannya mulai tegang, bersama
meningkatnya sang waktu, pada menduga-duga apakah
malam yang sangat penting bagi kehidupan Hee Thian Siang
selanjutnya dapat dilalui dengan selamat"
Suasana dari gawat tegang menjadi sepi sunyi, keadaan di
luar kuil demikianpun juga. Tiap kali angin meniup dan daun-
daun pepohonan menimbulkan suara, sehingga mereka
berdebaran dan siap siaga, seolah-olah menantikan
kedatangan seorang musuh besar.
Waktu itu suara kentongan dari pedusunan yang agak jauh
sudah berbunyi empat kali. Dengan tiba-tiba binatang aneh
Taywong sekujur bulunya pada berdiri dan seolah-olah melihat
musuh yang sangat hebat, sikapnya itu jelas menunjukkan
rasa takutnya. Ca Bu Kao yang lebih dulu mengetahui perubahan itu, lalu
berkata kepada Say Han Kong dan Oe-tie Khao: "Say Tayhiap
dan Oe-tie taihiap, sekujur badan Taywong demikian
gemetaran, sikapnya seperti ketakutan!"
Say Han Kong dan Oe-tie Khao lalu memperhatikan
binatang itu, mereka mengetahui gelagat tidak baik. Oe tie-
Khao yang lebih dulu berkata: "Taywong meskipun tubuhnya
besar, tetapi gesit dan lincah gerakannya, dia juga sangat
galak dan buas, dengan satu samberan saja sudah membikin
Ciaw Khian tak berdaya dan pingsan, tetapi sekarang dengan
tiba-tiba menunjukkan sikap demikian ketakutan jelas kalau
bukan mendapat firasat tidak baik, tentunya kedatangan
musuh tangguh sekali, maka kita harus siap untuk
menghadapi segala kemungkinan."
Di luar, disekitar kuil yang sudah tua dan hancur
keadaannya tetap sunyi senyap. Tetapi tubuh Taywong
gemetaran semakin hebat, jelas dia sedang berada dalam
suasana ketakutan. Say Han Kong bertiga selagi menduga-duga sebab
musababnya, dari jauh tiba-tiba terdengar suara derap kaki
kuda. Kaki kuda itu tampaknya dilarikan sangat cepat, sehingga
membuat Ca Bu Kao sadar seketika, maka ia lantas berseru:
"O, kiranya adalah nona Tiong-sun Hui Kheng yang sudah
kembali dari gunung Tay-swat-san, kuda orang lain tidak
mungkin bisa lari demikian pesat."
"Tetapi nona Ca jangan lupa bahwa ketua Kie-lian-pay, Kie
Tay Cao juga memiliki kuda Cian-likiok-hwa-ceng yang juga
merupakan kuda luar biasa pada dewasa ini." Berkata Oe-tie
Khao sambil mengerutkan alis.
"Pengemis tua, kau jangan mengoceh tidak keruan, orang
yang datang itu apabila Khie Tay Cao, Taywong sudah tentu
sedari tadi sudah siap sedia untuk menghadapi musuh,
bagaimana ketakutan demikian rupa?" Berkata Say Han Kong
sambil tersenyum. Berkata sampai di situ ia berpaling dan berkata kepada
Taywong yang masih menggigil: "Taywong jangan takut,
tunggu nanti setelah majikanmu tiba, biarlah kita nanti
mintakan ampun atas kesalahanmu, perkara hilangnya bunga
teratai Swat-lian ditengah jalan, supaya jangan sesalkan
kepadamu." Taywong yang mendengar perkataan itu, gemetarannya
mulai berkurang. Sepasang matanya yang besar mengawasi
bergiliran kepada tiga orang itu, sikapnya menunjukkan minta
dikasihani. Ca Bu Kao yang menyaksikan sikap demikian merasa
kasihan, maka Taywong ditariknya ke samping dirinya,
dielusnya telinganya yang halus dan indah, setelah itu ia
berkata kepada Say Han Kong dan Oe-tie Khao: "Kita rasanya
percuma saja oleh orang-orang Kang-ouw dipandang sebagai
orang kuat golongan kelas satu dan sudah memiliki
kepandaian tinggi, namun kalau dibanding dengan binatang
aneh Taywong ini, hanya dalam soal daya pendengaran dan
daya penglihatan masih terpaut sangat jauh sekali. Dia selagi
kita masih belum mendengar apa-apa sudah mengetahui nona
Tiong-sun kembali. ."
Belum habis ucapannya, suara derap kaki kuda itu sudah
berada di luar kuil, bahkan ada kedengaran ringkik kuda
Ceng-hong-kie yang hendak terbang masuk melalui tembok.
Say Han Kong mulai mengerahkan kekuatan, berkata
dengan suara nyaring: "Apakah di luar nona Tiong-sun yang
datang" Kita disini Say Han Kong dan lain-lain sedang
menunggu di ruangan ketiga dalam kuil ini."
Belum lagi menutup mulut, matanya sudah nampak
berkelebatnya sinar kuning bercampur putih, siaopek si kera
kecil yang sangat cerdik yang mengenakan rompi emas sudah
berdiri ditengah-tengah ruangan, dan berseru girang terhadap
ketiga manusia dan seekor binatang yang ada dihadapannya.
Pada waktu itu Tiong-sun Hui Kheng yang cantik, sudah
muncul dengan menggandeng kudanya.
Pertama-tama yang menarik perhatiannya sudah tentu Pek-
tho Yace, nenek Liong Lo yang mencengkeram erat-erat tubuh
Ciau Khian, yang mukanya sudah menjadi hangus terbakar
oleh api Kiu-yu-leng-hwe.
Tiong-sun Hui Kheng rupanya mengetahui keadaan aneh
itu, maka buru-buru mengeluarkan dua butir pilnya
dimasukkan ke mulut kudanya yang habis melakukan
perjalanan demikian jauh. Setelah itu ia baru bertanya kepada
Say Han Kong: "Say Tayhiap, aku utus Taywong supaya lekas
mengantarkan bunga teratai Swat-lian, apakah kedatangannya itu tepat pada waktunya" Dan dimana
sekarang Hee Thian Siang berada?"
Oe-tie Khao waktu itu dapat kenyataan bahwa Tiong-sun
Hui Kheng demikian besar perhatiannya terhadap Hee Thian
Siang, maka diam-diam menganggukkan kepala dan berkata
sambil menunjuk kepada peti mati sebelah kanan: "Hee Thian
Siang sekarang berada didalam peti itu."
Tiong-sun Hui Kheng yang tidak menduga apa yang
terkandung dalam ucapan Oe-tie Khao itu, ketika mendengar
bahwa Hee Thian Siang berada dalam peti mati, dianggapnya
sudah mendapat bahaya, maka seketika itu seolah-olah
disambar geledek, tubunya gemetaran dan matanya ditujukan
kepada Tay-wong. Tay-wong saat itu sedang berlutut di depan majikannya
sekujur badannya gemetaran.
Ting-sun Hui Kheng yang menyaksikan sikap binatang
piaraannya, semakin merasakan gawatnya persoalan, dengan
alis yang dikerutkan ia berkata dengan suara berat: "Tay-
wong, kau ini datang terlambat ataukah bunga teratai Swat-
lian itu ditengah jalan dirampas orang, ataukah hilang"
Sehingga sahabat baikku Hee Thian Siang telah menemui
nasib buruk?" Tay-wong yang melihat majikannya marah benar, ketakutan
setengah mati dan berulang-ulang memberi hormat. Say Han
Kong pelototkan matanya kepada Oe-tie Khao dan kepada
Tiong-sun Hui Kheng, ia berkata sambil tertawa: "Nona Tiong-
sun harap jangan sesalkan Tay-wong yang patut disesalkan
adalah pengemis tua Oe-tie Khao ini yang kata-katanya tidak
beres, ia belum menerangkan bahwa meskipun bunga teratai
Swat-lian itu telah hilang ditengah jalan tetapi bagi Hee Thian
Siang malah menemukan kejadian ajaib yang membawa
keberuntungan baginya."
Tiong-sun Hui Kheng semula mendengar bahwa bunga
teratai swat-lian telah hilang ditengah jalan, sudah tentu
terkejut, tetapi setelah mendengar keterangan Say Han Kong
bahwa Hee Thian Siang malah menemukan kejadian ajaib,
kembali menjadi girang, didalam keadaan demikian, sudah
tentu untuk sementara ia tidak mau mengomeli Taywong dan
mencari keterangan sebab-sebab kehilangan bunga teratai itu.
Lebih dahulu ia hendak mendengarkan keterangan lebih lanjut
dari Say Han Kong tentang diri Hee Thian Siang.
Setelah mendengar seluruh keterangan dari Say Han Kong,
Tiong-sun Hui Kheng baru mulai minta penjelasan kepada
Taywong, katanya: "Taywong, sungguh tak kusangka bahwa
kau yang berpisah dengan diriku sehari lebih, kau mengalami
kejadian demikian rupa. Kenapa kau kehilangan ditengah
jalan, jika besok pagi Hee Thian Siang benar-benar mendapat
penemuan gaib, kesalahanmu itu masih dapat kuampuni.
Tetapi kesalahanmu kedua yang membunuh orang, harus
dihukum." Taywong menundukkan kepala, sekujur badannya
gemetaran, Ca Bu Kao merasa tidak enak hati, maka ia pikir
hendak mintakan keringanan baginya, katanya kepada Tiong-
sun Hui Kheng sambil tersenyum: "Nona Tiong-sun, dengan
kepandaian yang demikian tinggi seperti Pek-thao Losat Pao
Sam Kow toh sedikitpun tak berdaya menghadapi mumi dari
Pek-taho Yace nenek Liong Lo, jikalau Taywong tidak keburu
datang, kami semua barangkali akan mengalami nasib yang
menyedihkan. Apalagi Ciaw Khian yang lebih dahulu hendak
turun tangan keji terhadap Taywong. Terhadap orang jahat
seperti itu, dibunuhpun tidak ada salahnya, maka itu kau
bukan saja tidak boleh menghukum Taywong, sebaliknya
malah harus memberi dorongan semangat padanya."
Tiong-sun Hui Kheng mendengar kata-kata Ca Bu Kao
demikian, kemarahannya mulai reda, katanya sambil
tersenyum: "Ca lihiap mungkin belum banyak mengetahui
Taywong mengikuti aku masih belum lama, sifat ganasnya
masih belum lenyap, jikalau aku tidak mengendalikannya
secara keras, mungkin akan banyak kejadian yang tidak kita
ingini. Mengenai urusan tadi malam kalau memang kesalahan
itu bukan pada dirinya apalagi Ca lihiap bertiga yang
memintakan ampun, maka untuk sementara aku akan cabut
saja kesalahannya, apabila lain kali berani melanggar lagi,
siaopek akan kusuruh mematahkan urat di kakinya, dan akan
ku usir keluar dari rumahku."
Ia berdiam sejenak lalu berkata kepada Taywong:
"Taywong, bangun! Jangan pura-pura berlaku sedih untuk
minta dikasihani orang, bunga teratai swat-lian yang kau
bawa, sebetulnya dirampas oleh siapa?"
Dengan badan masih gemetar Taywong bangkit, dan
dengan sikapnya yang sedih ia menceritakan pengalamannya
dengan bahasa sediri. Tiong-sun Hui Kheng setelah mendengar keterangan
Taywong lantas suruh ia undurkan diri dan berkata kepada
Say Han Kong bertiga: "Menurut keterangan Taywong,
ditengah jalan ada orang yang mencegat dirinya minta pinjam
bunga teratai swat-lian, katanya orang itu sangat perlu untuk
menolong orang, orang itu berjanji di kemudian hari akan
mengembalikan bahkan akan diberi hadiah kepadanya."
Ca Bu Kao merasa geli, lalu berkata sambil tertawa: "Orang
itu juga lucu, apakah Taywong setelah mendengar permintaan
orang itu lantas memberikan bunga teratainya begitu saja?"
"Taywong sudah tentu tak mau memberikan, tetapi orang
itu menggunakan ilmunya yang luar biasa dengan kekerasan
merampas bunga teratai dari tangan Taywong." Berkata
Tiong-sun Hui-kheng. Oe-tie Khao yang mendengar keterangan itu merasa heran,
katanya: "Taywong merupakan seekor binatang yang luar
biasa, kekuatan tenaganya sangat hebat, gerakannya juga
gesit dan lincah, orang itu bisa merampas bunga teratai dari
tangannya, kepandaian ilmu silatnya pasti tinggi sekali."
Pada waktu itu siaopek sikera kecil sudah berbicara
dengan Taywong, agaknya sesalkan Taywong yang kurang
hati-hati. Taywong hanya menundukkan kepala sambil
mengeluarkan suara perlahan sikapnya menunjukkan
perasaan menyesalnya. Ca Bu Kao yang menyaksikan semua itu, lalu bertanya
kepada Tiong-sun Hui Kheng: "Nona Tiong-sun apa yang
dibicarakan oleh mereka berdua?"
"Siaopek sesalkan Taywong tidak ada gunanya, dan
Taywong berkata, orang itu larinya lebih pesat daripada
dirinya sendiri, tenaganya juga lebih besar, sekalipun siaopek
barangkali juga tidak sanggup mempertahankan bunga teratai
itu! Say Han Kong lalu berkata sambil tertawa:
"Bunga teratai itu disebut obat dewa yang jarang ada
didalam dunia ialah karena khasiatnya yang mampu
memunahkan segala racun dan menyembuhkan segala
penyakit, hingga dianggap sebagai obat berharga untuk
menolong jiwa orang! Jikalau dugaanku tidak keliru, Hee Thian
Siang dalam bencana ini sebaliknya malah akan mendapat
keuntungan, dan nanti bisa hidup kembali dalam keadaan
selamat, maka obat dewa itu digunakan untuk menolong jiwa
orang lain juga terhitung suatu kebaikan bagi sesama umat
manusia, maka nona Tiong-sun tidak usah lantaran urusan itu
selalu membuat pikiranmu saja!"
"Apakah benar Hee Thian Siang nanti tidak ada halangan,
dalam urusan ini sebetulnya aku tak perlu merasa khawatir,
tetapi Taywong nampaknya masih penasaran, dia sudah
berjanji dengan siaopek, di kemudian hari apabila ketemu
dengan orang itu lagi akan diajak berkelahi bersama-sama
siaopek!" Demikian empat orang itu sambil mengobrol telah
melewatkan malam yang panjang itu sehingga tanpa di rasa di
ufuk Timur sudah tampak titik terang!
Say Han Kong yang selalu menghitung-hitung waktunya,
lantas berkata kepada Ca Bu Kao, Oe-tie Khao dan Tiong-sun
Hui Kheng bertiga: "Sekarang sudah terang tanah, kita boleh membuka tutup
peti mati untuk melihat Hee Thian Siang laote, benar seperti
apa yang kuduga atau tidak!"
Sehabis berkata demikian, ia bangkit lebih dahulu, dan
berjalan menuju ke kamar dimana terdapat peti mati.
Apabila dugaan Say Han Kong itu benar, sudah tentu tak
menjadi halangan. Tetapi apabila dugaannya itu meleset,
sedangkan bunga teratai swat-lian kini sudah dirampas oleh
orang lain, maka Hee Thian Siang pasti tidak tertolong
jiwanya, bahkan mungkin sudah lama putus nyawanya
didalam peti mati.
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Oleh karena perhitungan Say Han Kong itu tepat atau tidak,
besar sekali hubungannya dengan nasib seorang pemuda
yang membawa tugas penting untuk menumpas kawanan
penjahat, maka bukan saja Ca Bu Kao, Oe-tie Khao dan
Tiong-sun Hui Kheng hatinya berdebaran dan menantikan
terjadinya perubahan dengan penuh perhatian, sedangkan
Say Han Kong sendiri yang pernah sesumbar akan
ramalannya itu juga merasa tegang.
Ketika ia tiba di depan peti mati, lebih dahulu berhenti
sejenak dan menarik nafas dalam-dalam. Setelah pikirannya
tenang kembali, barulah tangannya perlahan-lahan diletakkan
ke tutup peti mati. Pada saat Say Han Kong hendak membuka peti mati,
Tiong-sun Hui Kheng tiba-tiba berkata dengan suara pelahan:
"Say Thaihiap harap buka perlahan-lahan!"
Say Han Kong menghentikan tangannya dan bertanya
sambil berpaling: "Nona Tiong-sun masih ingin berkata apa lagi?"
"Say Taihiap, sesudah membuka tutup peti matinya,
apabila benar Hee Thian Siang tidak mendapat halangan,
harap jangan menyadarkan dirinya dahulu!"
Oe-tie Khao dan Ca Bu Kao yang mendengarkan ucapan
gadis itu merasa bingung dan heran, sementara itu Say Han
Kong juga bertanya dengan heran:
"Nona Tiong-sun, apa maksud ucapanmu ini?"
"Sebab aku tidak ingin bertemu muka dengan dia. Asal dia
benar-benar tidak halangan, syukurlah, sebelum ia sadar
betul-betul aku ingin akan berlalu lebih dahulu!"
Ca Bu Kao karena sudah tahu bahwa Tiong-sun Hui Kheng
mungkin adalah gadis idaman Hee Thian Siang yang dahulu
oleh pemuda itu minta restu kepada makam bunga mawar di
gunung Bin-san, maka ketika mendengar ucapan itu alisnya
lantas dikerutkan, tanya dengan heran:
"Nona Tiong-sun, aku tahu kau dengan Hee Thian Siang
pernah berkenalan di gunung Tay-piat-san dan gunung Oey-
san, apakah kau jauh-jauh pergi ke gunung Tiam-cong-san
bukan lantaran hendak bertemu muka dengannya?"
Wajah Tiong-sun Hui Kheng menjadi merah lantas berkata
kepada Cu Bu Kao sambil menganggukkan kepala:
"Dengan terus terang kedatanganku ini memang hendak
mencari dia, jikalau tidak, aku juga tidak perlu sampai pergi ke
Hian-peng-gwan di gunung Tay-swat-san minta obat untuk
menyembuhkan sakitnya!"
Say Han Kong berkata sambil tertawa:
"Nona Tiong-sun kalau benar demikian baik hubungannya
dengan Hee Thian Siang laote, mengapa pula tidak ingin
bertemu muka dengannya" Tunggu setelah ia sadar kembali,
seharusnya masih perlu mengucapkan terima kasih ke kamu
atas bantuanmu pergi ke gunung Tay-swat-san untuk minta
obat!" Muka Tiong-sun Hui Kheng kembali menjadi merah,
katanya sambil tersenyum dan menggelengkan kepala:
"Justru karena aku tiba-tiba mengetahui merasa suka
dengannya, barulah aku tidak ingin untuk bertemu muka
dengannya! Sebab ayahku seumur hidupnya . ."
Say Han Kong tiba-tiba ingat Thian-gwa Ceng-mo Tiong-
sun Seng selamanya tidak mengijinkan muridnya terganggu
oleh asmara, tidak boleh muridnya sampai terlibat oleh jaring
asmara! Maka lantas berkata sambil tertawa:
"Aku sudah mengerti maksud tindakanmu ini, tapi kalau
hanya bertemu muka saja dengan Hee loate, rasanya toh
tidak menjadi halangan, baiknya tunggu ia sadar dulu, baru
pergi." Tiong-sun Hui Kheng masih menggelengkan kepala, tetapi
Ca Bu Kao yang menyaksikan itu telah dapat melihat bahwa
gadis itu meskipun malu-maluan; namun bagaimanapun juga
masih banyak sikap-sikapnya yang penuh simpati terhadap
Hee Thian Siang! Melihat Tiong-sun Hui Kheng tetap tidak mau bertemu
muka dengan Hee Thian Siang, Say Han Kong tidak mau
menasehati lagi, lalu berpaling dan berkata kepada Oe-tie
Khao: "Pengemis tua, kau pasang api lebih banyak, dan kau
angkat tinggi-tinggi, aku hendak membuka peti mati dan
hendak melihat Hee laote yang tidur ditempat tidur istimewa
ini, apakah bisa tidur nyenyak atau tidak?"
Oe-tie Khao lalu mengumpulkan kayu-kayu bekas jendela
yang dirubuhkan oleh Pek-thao Yace nenek Liong Lo,
kemudian menyalakan apinya hingga menjadi penerangan
yang cukup terang didalam kamar itu.
Say Han Kong waktu itu lantas mengerahkan kekuatan
tenaganya, peti mati yang sangat berat itu dibukanya!
Di bawah penerangan api dari kayu, tampak dengan jelas
bahwa sepasang mata Hee Thian Siang masih dipejamkan,
namun wajahnya nampak merah dan segar, hanya dirinya
rebah di atas bangkai Siong Teng yang masih mengenakan
pakaian lengkap, tampaknya sedang tidur nyenyak sekali!
Ca Bu Kao yang menyaksikan keadaan demikian, hatinya
mulai lega. Ia pikir ingin menahan Tiong-sun Hui Kheng, maka
lalu memberi isyarat dengan mata kepada Say Han Kong,
minta ia supaya lekas menyadarkan Hee Thian Siang.
Say Han Kong mengerti dan menganggukkan kepala, baru
saja mengulurkan tangan hendak membuka totokan Hee
Thian Siang, tiga binatang peliharaan Tiong-sun Hui Kheng
yang berada didalam kamar telah keluar dari kamar, kemudian
bersama Tiong-sun Hui Kheng berjalan pergi. Di atas kudanya
ceng-hong-kie masih terdengar suara gadis itu yang
menyanyikan sajaknya: "Diwaktu berkumpul harus berkumpul, diwaktu pergi harus
pergi, tidak perlu meninggalkan omongan, tidak akan terjerat
oleh jaringan asmara . . ."
Ca Bu Kao yang mendengar suara itu menggeleng-
gelengkan kepala dan berkata sambil tertawa: "Nona Tiong-
sun ini sebetulnya hanya membawa perasaannya sendiri, dia
tidak berani menghadapi kenyataan. Ini bukankah berarti ia
terjatuh dalam jaring asmara?"
Pada saat itu Hee Thian Siang baru mulai sadar kembali,
pertama-tama yang masuk didalam telinganya adalah suara
derap kaki kuda yang perlahan-lahan mulai menjauh, oleh
karena suara itu tidak asing baginya, maka lantas membuka
matanya dan bertanya: "Derap kaki kuda ini rasanya tidak asing bagiku. Kuda
siapakah itu" Kuda Cian-lie-kiok-hwa-cing milik ketua Kie-lian-
pay Kie Tay Cao ataukah kuda Ceng-hong-kie milik Tiong-sun
Hui Kheng?" Oe-tie Khao lantas menyahut sambil tertawa:
"Hee laote kau jangan tanya dulu kuda siapa itu, lihatlah
dahulu tempat apa yang sedang kau tidurin ini?"
Waktu itu rasa kantuk Hee Thian Siang sudah hilang, ia
juga sudah merasakan bahwa tempatnya tidur agak berbeda
dengan biasa, maka lantas lompat bangun. Ia baru tahu
bahwa dirinya bukan saja sedang tidur didalam peti mati,
tetapi di bawahnya bahkan masih ada membujur mayat
seorang tua! Kejadian yang sangat luar biasa anehnya itu telah
membuatnya bingung. Say Han Kong menarik tangan kiri Hee Thian Siang,
kemudian diperiksanya keadaan badannya. Setelah itu, lantas
tertawa terbahak-bahak dan berkata:
"Hee laote kuucapkan selamat kepadamu, lantaran
bencana yang menimpa dirimu akhirnya telah berubah
menjadi suatu keuntungan. Bukan saja luka didalam tubuhnya
yang disebabkan Thiat-siu sinkang dari ketua Cong-lam-pay
kini sudah sembuh seluruhnya, bahkan mungkin ilmu Khian-
thian khi-kang dari perguruanmu juga bertambah hebat tanpa
kau sadari!" Hee Thian Siang mendengar ucapan itu semakin bingung,
tetapi pada saat itu, mayat Siong Teng dengan tiba-tiba
lompat bangun dan duduk didalam peti matinya.
Hee Thian Siang yang seumur hidupnya belum pernah
menyaksikan kejadian aneh itu, maka sesaat itu bulu romanya
merasa pada berdiri. Ia buru-buru mengulurkan dua
tangannya, mengerahkan ilmunya kian-thian-khi-kang, dan
mendorong mayat Siong Teng itu rebah kembali dalam peti
matinya. Mayat Siong Teng yang duduk itu meskipun didorong jatuh
olehnya, tetapi setelah ilmu Kiam-thian-khi-kang Hee Thian
Siang ditarik kembali, mayat itu duduk lagi!
Say Han Kong semula merasa heran, tetapi setelah dipikir,
ia lantas sadar. Maka lalu menunggu Hee Thian Siang
mengerahkan kembali ilmunya dan mendorong mayat Siong
Teng, lantas berkata kepada Ca Bu Kao yang berdiri di pinggir
peti mati. "Nona Ca, coba mundur beberapa kaki!"
Ca Bu Kao menurut, dan Say Han Kong berkata pula
kepada Hee Thian Siang: "Hee loate, coba kau tarik kembali ilmumu Kian-thian-khi-
kang, barangkali iblis golongan hitam yang dahulu namanya
telah menggemparkan rimba persilatan tidak akan duduk lagi!"
Hee Thian Siang setengah percaya setengah tidak. Ia
menarik kembali kekuatan tenaganya, dan benar saja mayat
Siong Teng telah rebah baik-baik dan tidak duduk lagi! Maka
ia lantas bertanya kepada Say Han Kong:
"Locianpwe, apakah sebetulnya yang locianpwe sekalian
sedang permainkan, mengapa tidak lekas memberi
keterangan" Hingga aku merasa seperti diliputi oleh teka teki
besar!" Sambil Tersenyum Say Han-kong minta Hee Thian Siang
membantu membakar peti mati itu, kemudian ia berkata
kepada Oe-tie Khao: "Pengemis tua, lekas kau gunakan apimu yang tak
berperasaan untuk membakar peti mati ini, supaya di
kemudian hari tidak terjadi lagi seperti mummi nenek Liong Lo
yang akan membahayakan penduduk di sekitar kuil ini."
Oe-tie Khao yang mendengar ucapan itu, di samping
melakukan apa yang diminta oleh Say Han Kong, ia berkata
sambil tertawa aneh: "Tua bangka, bagaimanapun juga kau masih kurang
paham, api tak berperasaan ini cuma boleh digunakan untuk
mengacau, tugas seperti membakar peti mati ini harus
menggunakan api yang berperasaan.!"
"Berperasaan juga baik, tidak berperasaan pun sama juga,
kita tak perlu berdiam di sini lagi untuk menyaksikan
pembakaran mayat ini. Lekas mencari tempat lain untuk
menjelaskan kepada Hoe laote, bagaimana ia terluka
sehingga tujuh hari lamanya ia dalam keadaan pingsan dan
tidur di dalam peti mati!"
Mendengar ucapan itu, semua orang keluar dari kamar
sebelah timur itu. Say Han Kong lalu menceritakan kepada
Hee Thian Siang segala sesuatu yang telah terjadi selama
tujuh hari itu. Hee Thian Siang yang mendengarkan keterangan bahwa
Tiong-sun Hui Kheng karena hendak menolong dirinya telah
melakukan perjalanan jauh, pergi ke gunung Tay-swat-san
untuk minta bunga teratai merah swat-lian, dalam hati merasa
bersyukur, juga merasa senang. Tetapi ketika mendengar
keterangan bahwa Tiong-sun Hui Kheng tidak suka bertemu
muka lagi dengannya, lantas merasa sedih!
Say Han kong sehabis memberikan penjelasannya, Ca Bu
Kao lalu bertanya kepada Hee Thian Siang:
"Sewaktu kau berada di dalam peti mati, apakah kau
merasa pernah makan sebuah tumbuhan semacam jamur
kecil yang berwarna lima?"
"Waktu itu aku tidur nyenyak tidak tahu apa-apa lagi, hanya
yang samar-samar kuingat seperti ada benda yang menyentuh
mulut dan hidungku, lantas kumakan tanpa kusadari. Aku
sendiri tidaklah tahu benda itu apakah jamur kecil berwarna
lima seperti apa yang bibi Ca katakan tadi atau bukan?"
Ca Bu Kao kini baru percaya benar bahwa dugaan Say Han
Kong itu seluruhnya memang betul, maka ia bertanya
kepadanya sambil tersenyum:
"Say tayhiap, tadi mayat hidup Siong Teng hampir berubah
menjadi mummi lagi, jikalau Hee Thian Siang masih dalam
pingsan dan rebah di dalam peti mati, lalu terjadi perobahan
seperti itu, bukankah akan menimbulkan akibat yang sangat
runyam?" "Nona Ca tidak tahu, Siong Teng meskipun dahulu pernah
makan cukup obat manjur luar biasa itu, dan kemudian
dipantek hidup-hidup di dalam peti mati, tetapi kalau mau
berobah menjadi mummi masih perlu mendapat bantuan dari
hawa orang hidup! Kita berdiam di sini sekian lama, oleh
karena jumlah lelaki lebih banyak daripada wanita, maka
membuat nenek Liong Lo mendapat hawa yang lebih banyak,
sehingga bisa menjadi mummi dan bertempur hebat dengan
Pao Sam Kow dan lain-lainnya. Tadi justru kau berdiri di
samping peti mati, hawamu telah mempengaruhi mayat Siong
Teng, hingga bangkit dan duduk di dalam peti matinya!
Tentang Hee laote yang tidur nyenyak di dalam peti mati,
oleh karena hawa sesama kaum pria, maka mayat Siong Teng
sedikitpun tak bisa berbuat apa-apa!" berkata Say Han Kong
sambil tertawa. "Tua bangka, kalau menurut ceritamu seperti ini, perkara
Hee laote yang hidup kembali, aku pengemis tua harus
mendapat pahala paling besar!" Oe-tie Khao berkata sambil
tertawa besar. "Pengemis tua, kau jangan mabok sendiri, di mana
pahalamu?" Say Han Kong berkata sambil tertawa geli.
Oe-tie Khao tertawa terbahak-bahak, kemudian berkata:
"Pahalaku ialah yang memilih tepat peti mati bagi Hee
laote! Kalau aku menempatkan Hee laote di dalam peti mati
sebelah kiri, maka ia bukan saja tidak dapat makan jamur lima
warna yang dapat menyembuhkan lukanya dan menambah
kekuatannya, bahkan mungkin akan merasakan cengkeraman
kuku nenek Liong Lo!"
Hee Thian Siang kalau memikirkan kejadian itu, ia sendiri
juga bergidik, maka buru-buru ia bangkit dan mengucapkan
terima kasih kepada Oe-tie Khao.
Namun Oe-tie Khao berkata sambil menggoyang-
goyangkan tangannya: "Aku pengemis tua paling suka main-main, bagaimana Hee
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
laote anggap sungguh-sungguh" Sebaliknya sekarang aku
hendak bertanya padamu, khabarnya kau mendapatkan
selembar daun pohon thian-keng yang cukup menggegerkan
rimba persilatan dan hampir saja menimbulkan pertumpahan
darah hebat, mengapa selama itu kau belum menceritakan
kepadaku" Sekarang lekas kau keluarkan supaya kita semua
melihatnya!" "Di badanku mana ada daun pohon thian-keng?" Hee Thian
Siang bertanya bingung. Say Han Kong tahu, bahwa Hee Thian Siang membawa
bukti kuat yang cukup untuk digunakan membuka rahasia
rencana keji partai Kee-lian dan Tiam-cong, tetapi dia sendiri
belum tahu, maka lantas bertanya padanya:
"Hee laote, sewaktu kau berada di gunung Hok-gu-san,
apakah kau pernah menemukan sebuah goa kuno yang di
dalamnya terdapat tengkorak burung elang raksasa?"
Hee Thian Siang semakin heran, dengan mata menatap
Say Han Kong, ia bertanya:
"Say locianpwe, waktu itu kau masih berada di gunung
Siong-san membuat obat, bagaimana kau bisa mengetahui,
kalau aku di gunung Hok-gu-san menemukan goa kuno yang
di dalamnya terdapat tengkorak burung elang raksasa?"
Waktu itu Ca Bu Kao baru menalangi Say Han Kong
menjawab padanya: "Duta Bunga Mawar mengatakan, bahwa kau di dalam goa
kuno itu telah menemukan selembar daun pohon Thian keng !"
Mendengar disebutnya nama "Duta Bunga Mawar", Hee
Thian Siang baru sadar katanya :
"Pantas, orang-orang Kie lian pai di bawah pimpinan
ketuanya,. mendadak mengadakan pertemuan di dalam
gunung Hok gu san, bahkan dengan sangat hati-hati dan
dirahasiakan sekali, mencari goa kuno kuburan burung elang
raksasa itu. Kiranya di dalam goa itu mereka telah membawa
pergi tumbuhan yang sangat berharga itu. Dan tumbuhan itu
ternyata adalah pohon aneh Thian keng yang dahulu tumbuh
di gunung Kun lun san !"
Setelah itu ia mengeluarkan daun yang diambilnya dari goa
tersebut, daun itu warnanya sudah berubah menjadi kemerah-
merahan, bentuknya menyerupai segi tiga, daun itu lalu
diberikannya kepada Ca Bu Kao.
Ca Bu Kao sambil memeriksa daun ajaib itu, menceritakan
rencana-rencana jahat orang-orang Kie lian dan Tiam cong
yang hendak mengacau rimba persilatan. Semua itu ia dengar
dari Duta Bunga Mawar, yang menceritakan padanya.
Hee Thian Siang yang mendengar penuturan itu alisnya
berdiri, katanya dengan suara dingin :
"Kalau begitu, peristiwa yang terjadi di lembah kematian
gunung Cong lam san, di mana ketua Lo hu pai dan Tiam
Cong pai masing-masing terkena serangan duri berbisa Thian
keng, ternyata hanya permainan saudara Thiat kwan Totiang
yang disengaja. Dalam hal ini ternyata mengandung rencana
keji! Aku sesungguhnya merasa sangat menyesal tidak bisa
menghadiri pertemuan di puncak gunung Thian tu hong pada
waktu yang tepat, sehingga tidak dapat membuka rahasia
rencana keji itu. Kalau waktu itu aku datang pada saat yang
tepat, pasti akan dapat menyaksikan bagaimana orang-orang
Kie lian pai dan Tiam cong mempertanggung-jawabkan di
hadapan orang banyak perbuatan mereka yang jahat dan
tidak tahu malu itu !"
"Hee laote, perlu apa kau menyesal" Pertemuan pertama di
puncak gunung Thian tu hong kan belum bisa membuka
rahasia rencana yang keji itu. Tetapi di dalam pertemuan yang
kedua tahun depan, seharusnya masih ada waktu bagimu
untuk membeber semuanya Hanya daun aneh yang berwarna
kemerah-merahan ini betul merupakan daun pohon Thian
keng atau hanya menurut dugaan Duta Bunga Mawar saja, hal
ini masih belum dapat dipastikan. Rasanya kita perlu
mengantarkan ke gunung Kun lun san, diberikan kepada
Ketua Kun lun pai untuk diperiksa," berkata Oe-tie Khao
sambil tertawa. "Usul Oe-tie locianpwe ini benar, sekarang ini aku justru tak punya urusan apa-
apa yang perlu, maka biarlah aku akan
pergi merantau ke daerah barat untuk berkunjung ke gunung
Kun lun san!" berkata Hee Thian Siang dengan semangat
terbangun. "Kalau memang mau pergi, mari kita sama-sama pergi
semua!" berkata Ca Bu Kao.
Hee Thian Siang yang suka keramaian, mendengar
perkataan Ca Bu Kao itu sudah tentu sangat girang. Tapi
kemudian ia lantas berkata sambil menggoyang-goyangkan
kepala : "Tidak, kita empat orang tidak bisa pergi bersama-sama,
sebaiknya kita pisah menjadi dua rombongan."
Ca Bu Kao heran, lalu menanyakan apa sebabnya.
Hee Thian Siang lalu menceritakan urusan perselisihan
paham antara Pendekar Pemabukan Bo Bu Yu dengan empat
jago wanita Ngo-bie pai, katanya sambil mengerutkan alisnya:
"Karena aku sudah berjanji dengan Bo Bu Yu locianpwe,
bahwa pada tanggal dua puluh bulan lima akan bertemu di
kaki gunung Ngo Bie san untuk mengawani dia bersama-sama
pergi ke puncak gunung Ngo bie, di samping itu, aku sudah
berjanji dengan Hok Siu In yang akan mengadakan pertemuan
seorang diri untuk mengadakan pertandingan pedang.
Pertemuan itu seharusnya aku taati jangan sampai
mengingkari janji! Tetapi sekarang kalau harus melakukan perjalanan jauh ke
gunung Kun Lun san, dalam perjalanan yang panjang itu, kita
tidak berani menjamin di tengah perjalanan akan menemukan
hal-hal yang tak diduga, yang mungkin bisa menghambat
perjalanan dan mungkin menggagalkan perjanjianku itu. Maka
kita harus pisah menjadi dua rombongan. Satu rombongan
pergi menjumpai Bo locianpwe dan Hok Siu In untuk
menjelaskan urusanku ini, katakan saja bahwa Hee Thian
Siang pasti akan tiba pada waktunya, oleh karena bertugas
berat untuk menyelesaikan perkara yang menyangkut
kepentingan seluruh rimba persilatan. Seandainya ada sedikit
terlambat, supaya minta mereka maafkan dan menunggu !"
Ca Bu Kao yang mendengarkan keterangan Hee Thian
Siang lalu berkata : "Suto Keng sebetulnya masih hidup ataukah sudah mati "
Dan dimana sekarang berada, masih perlu dicari ! Karena Hee
laote mempunyai janji dengan Ngo bie pai maka aku boleh
mewakili kau pergi ke sana, sekalian mengikuti jejak Suto
Keng di daerah perbatasan Inlam dan Kui ciu, mungkin bisa
mendapat sedikit kabar tentang dirinya, siapa tahu?"
"Dan bagaimana dengan locianpwe" Siapakah yang
hendak berjalan bersama bibi Ca?" bertanya Hee Thian Siang
kepada Say Han Kong dan Oe-tie Khao.
"Aku akan berjalan bersama nona Ca, dan kau pengemis
tua berjalan bersama Hee laote, dengan demikian barangkali
lebih tepat, sebab kalian satu tua dan satu muda, berjalan
bersama-sama boleh berbuat sesuka hatinya!" berkata Say
Han Kong tertawa. "Tua bangka, kau memang terlalu licin, jelas kau sendiri
yang mau enak-enak saja, tidak malu mencari alasan yang
kau bikin-bikin sendiri, apakah kau kira orang tidak mengerti
maksudmu?" berkata Utie Khao sambil tertawa juga.
Say Han Kong tersenyum, dari dalam sakunya
mengeluarkan obat pil buatannya sendiri dibagikan kepada
Hee Thian Siang dan Utie Khao masing-masing dua butir
setelah itu ia berkata : "Kalian berdua dengan bekerja-sama, di tengah perjalanan
pasti akan menjumpai banyak rintangan, seandainya kalian
menemui gangguan, pil semacam ini banyak faedahnya!"
Oe-tie Khao yang mendengar ucapan itu, sepasang
matanya dipendelikan, sementara itu Say Han Kong berkata
pula sambil tertawa: "Pengemis tua, kau jangan mendelik dulu, andaikata kalian
dalam perjalanan ini tidak mendapat gangguan apa-apa, pil itu
boleh kau gunakan untuk orang yang memerlukan!"
Mendengar perkataan itu Oe-tie Khao menerima pilnya dan
berkata kepada Hee Thian Siang:
"Hee laote kita sudah mengambil keputusan untuk
melakukan perjalanan jauh ke gunung Kun-lun-san, sebaiknya
berangkat dengan segera, sebab perjalanan kita ini benar-
benar tidak mudah dan jauh sekali!"
"Kalian berjalan lebih dahulu, baik juga. Aku dengan nona
Ca karena waktunya masih cukup, maka kesempatan akan
kita gunakan untuk pesiar ke pelbagai tempat yang memiliki
pemandangan indah!" Berkata Say Han Kong sambil
menganggukkan kepala. Berkata sampai di situ ia berdiam sejenak, tiba-tiba ia
bertanya kepada Hee Thian Siang:
"Hee laote kita akan menantikan kau di puncak Thian-tu-
hong gunung Oey-san, ataukah . ."
"Say locianpwe dan bibi Ca harap menunggu sebentar di
puncak gunung Ngo-bi-san, aku dengan U-tie locianpwe andai
kata tidak keburu tiba pada tanggal dua puluh bulan lima tetapi
sebelum permulaan bulan enam pasti akan datang ke gunung
Ngo-bi!" Setelah semua nya diatur selesai, empat orang itu lantas
berpisahan. Say Han Kong dan Ca Bu Kao melakukan
perjalanannya ke Timur, sedang Oe-tie Khao dan Hee Thian
Siang melakukan perjalanannya ke Utara.
Oleh karena perjalanan jauh, juga tidak dibatasi waktunya,
maka Oe-tie Khao tidak perlu tergesa-gesa, di sepanjang jalan
ia mengobrol dengan Hee Thian Siang, katanya:
"Hee laote, kita hari ini pergi jauh ke gunung Kun-lun-san,
harus mengambil jalan dari mana?"
"Oe-tie locianpwe boleh ambil keputusan sendiri, perlu apa
harus bertanya kepadaku" Sebab baru pertama kali ini aku
melalui jalan ini!" Berkata Hee Thian Siang sambil tersenyum.
"Jikalau kita mau mengambil jalan yang paling dekat, sudah
tentu kita dari sini memotong jalan melalui jalan Tibet, lalu
langsung menuju ke Kun-lun-san tetapi jikalau mengambil
jalan perbatasan propinsi Su-Cwan, dan propinsi Ceng-hay,
atau memutar propinsi Kan-siok dan masuk ke King-siang,
juga tidak berhalangan!"
"Supaya kita bisa lekas tiba di gunung Kun-lun-san, dan
supaya ketua Kun-lun-pay lekas memeriksa dan menetapkan
daun yang kubawa itu betul daun dari pohon thian-keng atau
bukan, maka perjalanan kita ini agaknya harus memilih jalan
yang lebih dekat. Setelah urusan di Kun-lun-san selesai. tidak
ada halangan, kita mengambil jalan memutar kan-siok, dan
Su-Cwan dengan demikian kita boleh melakukan perjalanan
dan pesiar kedaerah-daerah itu dengan tidak mempengaruhi
tugas kita, jikalau masih ada waktu, kita juga boleh sekalian
pergi ke gunung Kie-lian-san untuk coba-coba belajar kenal
dengan manusia-manusia buas ini."
Oe-tie Khao anggap usul Hee Thian Siang ini memang
benar, maka perjalanan itu dilakukan menurut rencana itu.
Sepanjang jalan, kecuali belajar kenal dengan adat istiadat
penduduk daerah pinggiran, mereka tidak menemui halangan
apa-apa, maka tiba di kaki gunung Kun-lun-san dengan
selamat. Hee Thian Siang dengan penuh semangat dan
gembira sekali mendaki gunung Kun-lun. Waktu itu kuil Kun-
lun-kiong ialah tempat berkumpulnya orang-orang Kun-lun-
pay, pintunya tertutup rapat, hanya ada seorang yang
berpakaian imam yang usianya kira-kira tiga puluh tahun, yang
berdiri di luar pintu, imam itu rupanya seperti anak murid Kun-
lun-pay yang ditugaskan menjaga.
Oe-tie Khao karena menganggap Kun-lun-pay sedang
menghadapi banyak urusan ia takut akan menimbulkan salah
faham, maka begitu muncul lantas berkata lebih dahulu sambil
tersenyum: "Totiang, bagaimana sebutan totiang yang mulia"
Aku si orang tua adalah Sam-ciu Lopan.
Oe-tie Khao bersama murid Pak-bin Sin-po Hong-po Cui,
Thian Siang laote, ada urusan hendak minta bertemu dengan
ketua Kun-lun-pay, maka harap agar totiang sudah
menyampaikan." Orang berpakaian imam itu mengawasi Oe-tie Khao dan
Hee Thian Siang sejenak, lalu menganggukkan kepala sambil
beri hormat, kemudian menjawab: "Pinto In-ya-hok,
kedatangan saudara berdua sangat tidak kebetulan, ketua kita
oleh karena hendak menyelidiki urusan yang menyangkut
nama baik Kun-lun-pay, sudah turun gunung bersama-sama
orang-orang golongan kami."
Hee Thian Siang yang mendengar jawaban itu alisnya
dikerutkan, ia ingat kepada pengalamannya di gunung Tiong-
lam-san, maka ia lantas bertanya: "Apakah Tio Giok dan Phoa
Sa ada?" In-yu-hok menggelengkan kepalanya, Hee Thian Siang lalu
bertanya pula: "Dan, Liok Giok Ji?"
JILID 10 "Oe-tie locianpwe namanya sudah terkenal di mana-mana
dan murid Pak-bin Sin-po juga bukan orang sembarangan,
bagaimana In-ya-hok berani membohongi. Di dalam Kun-lun-
kiong ini, kecuali aku dan susiok Liong-yu Cin-jin, semua
orang sudah pergi turun gunung!"
Oleh karena orang itu sudah berkata demikian, sudah tentu
Hee Thian Siang tidak perlu menanya lagi. Terpaksa ia minta
diri dari In-ya-hok, lalu turun gunung lagi bersama Oe-tie-
Khao. "Oe-tie locianpwe, dalam perjalanan kita yang jauh ini,
ternyata sangat mengecewakan, kita datang dengan gembira,
tetapi sekarang harus kembali dengan tangan kosong."
demikian He Thian-Siang berkata.
Oe-tie Khao hanya ketawa menyeringai. He Thian Siang
berkata pula dengan nada uring-uringan, "Kupikir hendak
menggunakan kesempatan ini, kita pergi ke gunung Kie-lian-
san untuk mengobrak-abrik sarang mereka!"
Oe-tie Khao berpikir sejenak, lalu berkata perlahan, "Pergi
ke gunung Kie-lian-san, jika hanya untuk menyelidiki keadaan
saja tidak ada halangan, tetapi posisi dan kedudukan Kie-lian-
pay agaknya jauh lebih kuat daripada Tiam-cong-pay, Pek
thao Losat Pao Sam-kow sudah berhasil melatih ilmu
kebalnya. . " "Oe-tie locianpwe jangan kuatir, maksudku mengobrak-
abrik itu bukanlah dengan kekerasan, tetapi dengan akal. Kita
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
titik beratkan kepada usaha kita! Sebab satu kali mendapat
pengalaman pahit, berarti bertambah suatu pengalaman
berharga, bukan saja Pek-thao Losat Phao Sam-kow yang
sudah memiliki ilmu kebal, walaupun ketuanya Kie-lian-pay
dan senjata tongkat garuda kepala sembilannya itu, juga bagi
kita merupakan lawan tangguh yang tidak sanggup
menghadapinya!" "Hee laote, kalau kau sudah mengetahui betapa hebat
mereka itu, itulah paling baik. Kita benar-benar harus
memikirkan caranya, bagaimana meyelidiki keadaan Kie-lian-
pay dan Tiam-cong-pay yang sedang merencanakan muslihat
jahat yang akan menimbulkan huru-hara di rimba persilatan.
Sebab aku selalu merasa curiga. . . "
"Oe-tie locianpwe , kau mencurigai apa?"
"Dengan kekuatan Kie-lian dan Tiam-cong dua partai itu,
tidak mungkin dapat menghadapi enam partai besar lainnya,
dan orang rimba persilatan golongan baik-baik yang selalu
menegakkan keadilan dan kebenaran ! Aku selalu curiga
apakah mereka masih mempunyai jago yang sangat kuat,
yang di luar pengetahuan kita, dan orang itu berdiri di
belakang layar, mendorong Khie Tay Cao dan Thiat Kwan
Totiang untuk menjalankan tugas mengadu domba dalam
rimba persilatan !" Hee Thian-Siang merasa bahwa dugaan Oe-tie Khao ini
memang masuk akal, maka lantas ia berkata sambil
menganggukkan kepala. "Oe-tie locianpwe, dugaanmu ini meskipun besar
kemungkinannya ada, tetapi aku tak dapat memikirkan, pada
dewasa ini siapa orangnya yang cianpwe anggap orang yang
paling kuat dan paling berbahaya ?"
"Ucapan laote ini tidak benar, ada orang yang kadang-
kadang di luar dugaan kita. Umpamanya Pek-thao Losat Pao
Sam-kow, adalah orang yang lama bertapa di goa salju dan
kini muncul kembali secara tiba-tiba. Yang kumaksudkan
adalah orang-orang yang pada sepuluh duapuluh tahun
berselang namanya sudah menggemparkan rimba persilatan,
dan kemudian menghilang secara tiba-tiba, bagaimana kalau
mereka sekarang muncul lagi ?"
"Usiaku terlalu muda, orang-orang kuat dan ternama pada
waktu itu aku masih belum tahu. Terhadap tokoh-tokoh kuat
yang mengasingkan diri pada sepuluh dua puluh tahun yang
lalu, sudah tentu asing bagiku. Cianpwe mempunyai
pengetahuan sangat luas, coba ceritakan beberapa di
antaranya kepadaku !"
Oe-tie Khao berpikir dahulu, kemudian berkata perlahan-
lahan, "Apa yang kuketahui juga tidak terlalu banyak, aku
hanya teringat pada tiga kaum pria dan dua kaum wanita. "
Hee Thian Siang terkejut, katanya , "Ha, ada demikian
banyak " Tolong locianpwe lekas ceritakan supaya aku
mendapat tambahan pengetahuan!"
"Kuberitahukan dahulu padamu tentang tiga kaum pria itu,
tiga orang itu memiliki kepandaian dan kekuatan yang luar
biasa sekali tingginya, hampir sudah mencapai taraf yang
tiada taranya! Tetapi mereka satu sama lain merupakan
musuh bebuyutan. Mereka pernah mengadakan pertempuran
di atas gunung Ngo-gak sampai lima kali. Setiap kali selalu
seri, belum ada ketentuan siapa yang lebih unggul dan siapa
yang asor! Pada pertandingan terakhir, dilakukan di puncak gunung
Ngo-bi-san, mereka telah berjanji jikalau tidak ada yang
menang dan kalah, tidak ada yang mau kembali dalam
keadaan hidup. Akhirnya di atas gunung Ngo-bi-san itu
dengan beruntun tiga hari tiga malam lamanya tampak
penerangan terus menyala. Sedangkan tiga orang luar biasa
itu sejak saat itu juga menghilang. Ada yang mengatakan
bahwa setelah mereka bertarung sengit, telah terjatuh ke
dalam jurang dan mati semua. Ada pula yang mengatakan
bahwa dalam pertempuran di atas bukit Ngo-bi itu mereka
telah menyadari keduniawian yang banyak dosanya, maka lalu
mengikuti agama Buddha! Meskipun dugaan ini belum tentu
semuanya benar, tetapi selama dua puluh tahun ini, yang
sudah nyata ialah mereka tidak tampak di rimba persilatan!"
"Oe-tie Cianpwe, mendengar keteranganmu ini aku juga
ingat bahwa suhuku pernah menyebut nama mereka, apakah
mereka bertiga itu bukan Go Ban-cit yang memiliki gelar
Pelajar Romantis, Bo Cun-yang yang memiliki gelar Bu-ceng-
kiam-kek dan Gi Yang Po yang memiliki gelar Thian-ceng Kie-
su?" "Betul, tiga orang itu masing-masing mempunyai adat yang
sangat aneh. Hanya lantaran nama julukan itu saja telah
menimbulkan konflik begitu hebat. Rimba persilatan hampir
dua puluh tahun lamanya dibikin tidak aman oleh perbuatan
mereka!" "Dan tentang dua tokoh wanita itu?"
"Dua tokoh wanita itu kalau dibandingkan dengan tiga tokoh
pria tadi lebih susah lagi dihadapinya. Yang satu bernama
Leng Biao Biao, julukannya Siang-swat Sian-jin, yang satunya
bernama Tan Siang Siang, julukannya Kiu-thian Mo-li, mereka
berdua terkenal di kalangan kang-ouw dengan kepandaian
silatnya yang aneh luar biasa, tapi kedua-duanya menghilang
dengan mendadak pada duapuluh tahun bersilang!"
"Namun julukan Leng Biao Biao dengan markas besar Kie-
lian-pay Siang-swat-giam sangat cocok satu sama lain!"
"Justru karena nama julukan yang diambil oleh tokoh
wanita itu begitu tepat dengan markas golongan Kie-lian-pay,
maka barulah aku ingat kepada diri mereka!" Berkata Oe-tie
hao sambil menganggukkan kepala.
"Apakah lo-cianpwe menganggap pasti bahwa di antara
tiga tokoh pria dan dua tokoh wanita itu mungkin ada salah
satu yang menunjang di belakang layar Kie-lian-pay dan Tiam-
cong-pay untuk mengacau dan menimbulkan huru-hara di
rimba persilatan?" "Meskipun aku mempunyai kecurigaan demikian, tetapi aku
belum berani memastikan! Sebab bagaimanapun juga
pengetahuanku sangat terbatas. Di antara begitu banyak
tokoh-tokoh kuat yang sudah mengasingkan diri, jumlahnya
toh tidak mungkin hanya lima orang itu saja!"
Berkata sampai di sini, tiba-tiba ia ingat lagi suatu hal, lalu
berkata pula: "Di dalam kelenteng tua yang sudah rusak
keadaannya di daerah lautan Nie-hay, bibimu pernah
mengatakan bahwa anak murid golongan Kun-lun ada yang
berkhianat dan mengadakan hubungan dengan musuh luar.
Mereka telah mencuri duri berbisa Thian-keng-cek lalu
diberikan kepada orang-orang Kie-lian-pay, hingga barang itu
digunakan untuk mencelakai diri tiga jago Bu-tong dan ketua
Lo-hu-pay Peng-sim Sin-nie."
"O! Bagaimana bibi Ca bisa mengetahui hal itu?"
"Dia juga mendengar apa yang diberitahukan oleh duta
bunga mawar!" "Duta bunga mawar itu sesungguhnya merupakan tokoh
misterius luar biasa. Wajah aslinya tiada seorangpun yang
pernah melihat, entah siapakah sesungguhnya orang itu?"
"Itulah seperti apa yang tadi kukatakan, bahwa di dalam
dunia yang luas ini, entah berapa banyak orang berilmu yang
tak mau menonjolkan kepandaiannya, susah bagi kita untuk
mengetahui semua." "Tentang murid pengkhianat dari Kun-lun-pay itu tentunya
susah juga untuk mengetahui siapa orangnya! Sayang,
kedatangan kita tidak kebetulan, jika tidak, selain kita bisa
minta Tie-hai-cu untuk memeriksa daun itu, apakah betul daun
dari pohon Thian-keng atau bukan! Bahkan dapat
memberitahukan kepadanya bahwa partai Kun-lun sendiri ada
pengkhianat di dalamnya, maka perlu lebih dahulu
mengadakan pembersihan di dalam!"
Sementara itu dua orang itu sudah berjalan turun dari
gunung Kun-lun. Di bagian belokan sebelah kiri, tiba-tiba
muncul seorang gadis bertubuh langsing dan mengenakan
mantel berwarna hitam hendak mendaki gunung dengan
tergesa-gesa, seolah-olah baru selesai mengadakan
perjalanan jauh dan hendak pulang ke atas gunung!
Karena dari samping dilihatnya gadis itu mirip benar
dengan gadis yang dilihatnya dahulu di gunung kiu-gi-san, ia
lalu menduga gadis itu adalah murid kepala Tie-hui-cu, ialah
Liok Giok Jie, maka lantas memanggilnya sambil tertawa,
"Nona, harap tunggu sebentar!"
Gadis itu ketika mendengar panggilannya lantas berhenti
dan menoleh, sinar matanya yang tajam menatap wajah Hee
Thian Siang, hingga membuat Hee Thian Siang terkejut dan
dalam hati ia berpikir, 'Gadis ini mengapa mirip benar dengan
Hok Siu Im dari Ngo-bie-pay.'
Dipandang demikian rupa oleh Hee Thian Siang , gadis itu
rupanya merasa tidak senang, maka lalu bertanya sambil
mengerutkan alisnya, "Ada urusan apa kau memanggilku"
Dan ada keperluan apa kau datang kemari?"
Melihat sikap dingin dan nada ketus gadis itu, Hee Thian
Siang teringat kepada surat yang ditinggalkan oleh Duta
bunga mawar di luar goa tempat burung elang raksasa. Dalam
tulisan itu dikatakan bahwa "Giok berduri", tampaknya
memang betul. "Namaku Hee Thian Siang, dengan Oe-tie Khao
locianpwee ini ada urusan penting hendak menjumpai ketua
Kun-lun-pay. Nona ini adalah murid kesayangan Tie-hui-cu
locianpwe yang bernama Liok Giok Jie?". Demikian bertanya
Hee Thian Siang. "Memang benar aku adalah Liok Giok Jie, sekarang ini
bukan saja suhu tidak berada di Kun-lun-kiong, sekalipun ada
tetapi karena Kun-lun-pay sendiri sedang ada urusan, tidak
akan menemui tamu dari luar!". Berkata gadis itu yang masih
tetap dingin. Oleh karena sikap Liok Giok Jie yang dingin itu, Oe-tie
Khao kuatir menimbulkan amarahnya Hee Thian Siang,
hingga timbul percekcokan, maka ia lalu berkata sambil
tertawa: "Kedatangan kita ini, justru lantaran urusan partai
Kun-lun-pay". "Urusan partai Kun-lun-pay, juga diurus oleh partai Kun-lun-
pay sendiri! Rasanya tidak perlu lain orang turut campur
tangan!" Berkata liok Giok Jie sambil mengawasi Oe-tie Khao.
Jawaban itu sesungguhnya terlalu keras, maka Hee Thian
Siang yang mendengar itu merasa tidak senang, katanya:
"Tahukah kalian bahwa anak murid Kun-lun-pay terdapat
penghianat yang bersekongkol dengan musuh luar?"
"Hee Thian Siang jika kau berani mengeluarkan perkataan
seenak perutmu sendiri sehingga menodai nama baik Kun-lun-
pay, aku terpaksa akan bertindak tegas terhadapmu!" Berkata
Liok Giok Jie dengan suara keras.
"Apa itu perkataan seenak perut sendiri" Memang benar
bahwa orang-orang dalam partai kalian ada yang mencuri duri
beracun Thian-keng diberikan kepada orang-orang Kie-lian-
pay yang hendak membuat bencana dirimba persilatan dan
menimbulkan huru-hara besar!". Berkata Hee Thian Siang
marah. Dengan alis berdiri Liok Giok Jie berjalan menghampiri tiga
langkah dan bertanya sambil menatap wajah Hee Thian
Siang: "Apa yang kau katakan tadi, ada buktinya atau tidak"
Siapakah murid Kun-lun-pay yang berkhianat?"
Ditanya soal bukti, membuat Hee Thian Siang gelagapan,
katanya: "Bukti meskipun. . meskipun tidak ada tetapi. . . . . "
"Kau berkata hanya seenak perutmu sendiri, ini membuka
mulut saja, sekarang kau rasakan rasanya ilmu In-liong-pat-
set dari golongan Kun-lun-pay!", berkata Liok Ciok Jie dengan sikap dingin dan
suara bengis, sehabis berkata benar-benar ia
menggunakan ilmunya yang dinamakan In-Liong-pat-set,
tangan-kanannya digerakkan menyerang bagian ulu hati Hee
Thian Siang! Hee Thian Siang juga timbul amarahnya, dia tertawa
terbahak-bahak dan berkata: "bagus-bagus! Tak kusangka kita
jauh-jauh datang kemari dengan susah-payah, setiba di Kun-
lun-san harus menerima gebukan! Biarlah aku coba
merasakan ilmu golongan Kun-lun-pay yang dinamakan In-
liong-pat-set itu, bagaimana rasanya?"
Sambil bicara, ia diam-diam sudah mengerahkan ilmunya
Kian-thian-khie-kang, dengan tangan kanannya ia menyambut
serangan Liok Giok Jie. Begitu kedua kekuatan saling beradu, masing-masing
mundur setengah langkah, ternyata kekuatan mereka
berimbang, tetapi Hee Thian Siang tahu, apabila tidak karena
penemuan gaibnya dalam peti mati kali ini, sehingga kekuatan
tenaga dalamnya tambah berlipat-ganda, barangkali masih
belum sanggup menandingi kekuatan Liok Giok Jie!
Oe-tie Khao tidak ingin melihat urusan menjadi runyam,
selagi kedua pihak saling mundur dalam keadaan terkejut dan
belum lagi maju bertempur kembali, lantas melesat dan berdiri
ditengah-tengah dua orang itu, ia berkata kepada Liok Giok
Jie sambil tertawa: "Nona Liok jangan marah, meskipun kita
tidak dapat membuktikan murid Kun-lun-pay yang berkhianat
itu, tetapi kita datang dari jauh untuk memberitahukan hal itu,
bagaimanapun juga toh tidak mengandung maksud jahat ! Apa
lagi di dalam kantong kita ada sebuah benda juga besar sekali
sangkut pautnya dengan Kun-lun-pay; suhumu Tie-hui-cu
jikalau belum kembali ke gunung, tolong sampaikan
kepadanya minta ia mencari kita untuk menanyakan saja itu
sudah cukup !" "Apa yang kau katakan tentang benda yang ada sangkut
pautnya besar sekali dengan partai Kun-lun-pay, barang
apakah sebetulnya itu ?" bertanya Liok Giok Jie.
Hee Thian Siang dalam hati berpikir bahwa daun pohon
Thian-keng itu, jika diserahkan kepada Liok Giok Jie, juga
sama saja. Maka lalu memasukkan tangannya ke dalam
sakunya, dan selagi hendak mengeluarkan, Oe tie khao
memberi isyarat dengan mata kepadanya dan sudah berkata
lebih dahulu sambil tertawa :
"Nona Liok, maaf benda itu karena besar sekali sangkut
pautnya dengan Kun-lun-pay, maka kita harus menyerahkan
sendiri kepada ketua Kun-lun-pay sendiri !"
Karena Oe-tie khao berkata demikian, sudah tentu Hee
Thiang Siang tidak jadi memberikan daun itu kepada Liok Giok
Jie, hal itu sesungguhnya tidak enak, maka waktu itu
wajahnya merah seketika, seolah mengeluarkan suara dari
hidung, ia lantas memutar diri hendak berlalu.
Hee Thian Siang karena mengingat ucapan Bo Bu Yu
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tentang tiga gadis, Liok Giok Jie, Tiong-sun Hui Kheng dan
Hok Siu Im, kini tiga gadis itu sudah dijumpai semuanya, tetapi
dia masih belum dapat menduga pasti, mana satu diantara
mereka yang dahulu pernah dilihatnya di gunung Kiu-gie-san
menunggang kuda berbulu hijau, dengan seorang diri
membinasakan empat setan dari golongan Kie-lian, maka ia
lalu bertanya : "Nona Liok, aku hendak bertanya lagi padamu
satu hal, apakah kau pernah dengar seorang diri menunggang
kuda berbulu hijau di daerah gunung Kiu-gie-san, dengan
seorang diri membinasakan empat setan dari golongan Kie-
lian ?" Liok Giok Jie yang ditanya demikian tampak terperanjat,
matanya berputaran sejenak, jawabnya sambil menggelengkan kepala: "Aku belum pernah pergi ke gunung
Kiu-gie-san, dan belum pernah menunggang kuda berbulu
hijau, juga belum pernah membinasakan empat setan dari Kie-
lian-pay !" Sehabis mengucap demikian, tiba-tiba mengeluarkan ilmu
meringankan tubuh, kedua tangannya bergerak, lompat
melesat setinggi empat lima tombak, tanpa menoleh lagi terus
melesat ke gunung Kun-lun-san.
Jawaban tegas dari gadis itu membuat Hee Thian Siang
bingung. Oe-tie khao sebaliknya yang mengawasi berlalunya
Liok Giok Jie, ia berkata dengan pujiannya :
"Sungguh hebat ilmu meringankan tubuhnya, sungguh
hebat kekuatan tenaga dalamnya. Nona ini tidak kecewa
menjadi murid kesayangan Tie-hui-cu, ia benar-benar
merupakan setangkai bunga indah di dalam gunung Kun-lun-
san !" "Oe-tie locianpwe, mengapa kau tidak mengijinkan aku
memperlihatkan daun pohon Keng-cek itu kepada Liok Giok
Jie ?" bertanya Hee Thian Siang.
"Nona Liok ini tampaknya hendak melindungi nama baik
Kun-lun-pay, hingga hampir timbul onar denganmu, apabila
nanti marah karena malu setelah menerima daun Thian-keng
itu, lantas dihancurkannya, maka di kemudian hari kalau
hendak membuka rahasia keji Tiam cong dan Kie-lian,
bukankan lebih susah lagi mencari buktinya ?"
Sejenak Oe-tie Khao diam, matanya menatap Hee Thian
Siang, kemudian bertanya sambil tersenyum : "Hee laote, kau
lihat antara Liok Giok Jie, Tiong-sun Hui Kheng dan Hok Siu
Im, tiga nona itu, manakah satu yang pernah kau lihat di
gunung Kiu-gie-san dahulu ?"
Mendengar pertanyaan yang paling sulit baginya itu, Hee
Thian Siang terpaksa menjawab sambil tertawa getir : "Aku
sendiri juga tak tahu, mana satu yang sebenarnya " Aku
hanya merasa diantara mereka bertiga Liok Giok Jie-lah yang
terhitung paling jahat adanya, Tiong-sun Hui Kheng paling
baik, sedangkan Hok Siu Im hampir mirip dengan Liok GIok
Jie !" "Waktu itu apakah kau sudah melihat benar gadis memakai
mantel hitam yang dengan seorang diri membinasakan empat
setan dari Kie-lian, benarkah menunggang seekor kuda bagus
berbulu hijau ?" "Kuda hebat berbulu hijau itu justru yang membuatku jadi
bingung !" Berkata Hee THian Siang sambil menganggukkan
kepala. Oe-tie Khao menanyakan sebab-sebabnya sambil ketawa,
Hee Thian Siang lalu menjawab : "Sebab menurut apa yang
dikatakan oleh Bo Yu locianpwe, pada waktu ini, kuda pilihan
berbulu hijau yang jarang di dalam dunia, hanya ada dua ekor
saja ! Seekor adalah milik ketua Kie-liau-pay, Kie Tay Cao;
kuda itu dinamakan Cian-li-kiok-hwa-ceng. Dan seekor lagi
ialah kuda milik Say Han Kong locianpwe yang dinamakan
Ceng-hong-kie, tetapi oleh karena dalam pertaruhan
dikalahkan oleh Tiong-sun Hui Kheng, maka kini menjadi milik
nona itu. Jika ditilik dari bulu hijaunya, gadis bermantel hitam
yang dengan seorang diri membinasakan empat setan dari
Kie-lian-pay, seharusnya adalah Tiong-sun Hui Kheng. ."
Oe-tie Khao yang mendengar keterangan itu lantas
berkata: "Dugaanmu ini barangkali kurang tepat, sebab aku
tahu nona Tiong-sun bukan saja adatnya lebih baik, lemah
lembut, belum pernah membunuh orang, bahkan kepda
binatang peliharaannya sendiri seperti siaopek dan taywong,
juga dilarang membunuh orang secara sembarangan."
Hee Thian Siang mengangkat kepala dan berkata: "Ucapan
locianpwe ini memang benar, senjata yang digunakan oleh
gadis bermantel hitam itu mirip dengan senjata pedang Ngo-
kao-kiam, ini jelas mirip dengan senjata Kim-leng-cek yang
digunakan Liok Giok Ji, tetapi karena ia tidak mengaku, juga
sama halnya dengan kuda berbulu hijau itu juga tidak cocok
satu sama lain." "Hee laote, perlu apa kau hendak mengetahui siapa
sebetulnya gadis yang kau lihat pada waktu itu" Menurut
pandanganku, diantara tiga gadis itu, memang benar Tiong-
sun Hui Kheng yang paling baik."
Muka Hee Thian Siang menjadi merah, kemudian berkata
dengan gelagapan : "Aku bukanlah pasti mempunyai kesan
paling baik terhadap orang yang kulihat di gunung Kiu-gie-san
itu, cuma lantaran urusan ini seolah-olah mengandung misteri
yang perlu kita pelajari, maka aku baru mengambil keputusan
hendak mengetahui sedalam-dalamnya ! Ai, Dua bunga
mawar benar-benar seperti Dewa, dia mengetahui segala
urusan, apa yang dikatakan itu benar sekali, surat yang
ditinggalkan padaku di gua kuno tempat rangka burung elang
raksasa iru sudah ditulis dengan jelas, ia mengatakan Hok
patut dikasihi, Giok ada durinya dan Kheng banyak cinta
kasihnya. . . " Berkata sampai di situ, mendadak berhenti. Alisnya
dikerutkan, katanya pula : "Tetapi kalau benar Tiong-sun Hui
Kheng banyak cinta kasih mengapa sewaktu aku lolos dari
bahaya maut ia tidak mau melihat aku sekali saja ?"
"Untuk kepentinganmu, Tiong-sun Hui Kheng memerlukan
pergi ke gunung Tay-swat-san yang jauhnya ribuan pal,
mengambil bunga teratai swat-lian, dari sini bisa diketahui
bagaimana besar perhatiannya terhadap dirimu, meskipun
telah melihat kau dalam keadaan selamat ia lantas pergi
meninggalkan dirimu, tetapi tindakannya itu bukan berarti tidak
mengambil perhatian terhadap dirimu, sebaliknya malah
membuktikan bahwa dirinya sudah terjerat oleh jaring asmara
! Ia memiliki kuda istimewa yang sehari bisa berjalan ribuan
pal, di dunia Kang-ouw di mana saja gampang bertemu. laote,
asal kau bersabar dan sungguh-sungguh terhadapnya,
kujamin kau tentu bisa mencapai maksudmu untuk
mendapatkan gadis itu !"
Hee Thian Siang diam-diam merasa senang ketika
mendengar keterangan itu, ia sengaja mengalihkan
pembicaraannya ke lain soal, maka ia lantas berkata sambil
tertawa: "locianpwe, karena dalam perjalanan kita ke Kun-lun-
san ini masih menunggu waktu yang belum kita ketahui
berapa lama, maka baiklah kita menurut rencana semula,
buru-buru menuju ke timur, masuk ke kota Giok-bun-kwan,
dengan melalui propinsi Kiam-siok terus ke Su-cwan; mungkin
masih keburu untuk menepati janjimu dengan Bo Bu Yu
locianpwe dan Hok Siu Im di gunung Ngo-bie-san."
Oe-tie Khao tertawa sambil menganggukkan kepala,
bersama Hee Thian Siang berjalan menuju timur.
Hari itu tak ada kejadian apa-apa, tetapi pada hari kedua di
waktu malam, terjadilah suatu peristiwa yang membingungkan
Hee Thian Siang ! Dalam perjalanan yang jauh itu, sudah
tentu mereka hanya melakukan perjalanannya di waktu siang
hari, dan di waktu malam harus mengaso, tidak seperti
melakukan perjalanan dekat, yang bisa dicapai dalam sehari
semalam, boleh saja tanpa mengaso. Maka, jika merasa tidak
mendapatkan kampung atau desa untuk bermalam di rumah
penduduk, terpaksa duduk bersemedi semalam suntuk,
kadang-kadang di dalam rimba, kadang-kadang di bawah kaki
bukit ! Begitulah keadaannya malam itu, ketika malam sudah
mulai larut, Oe-tie Khao siang-siang sudah seperti orang tidur
nyenyak; tetapi Hee Thian Siang yang pikirannya risau, ia tak
dapat menenangkan hatinya !
Sebentar dia teringat kepada Hok Siu In yang sifatnya
keras, sebentar ia teringat kepada Tiong Sun Hui Kheng yang
agung dan lemah lembut, dan sebentar lagi kepada Liok Giok
Jie yang baru dikenalnya yang sifatnya agak ketus tinggi hati
dan nakal, bayangan tiga gadis cantik itu terus menggoda
pikirannya. Di dalam keadaan demikian, dengan tiba-tiba
mendengar suara orang yang memanggil namanya.
Hee Thian Siang semula mengira pikirannya terganggu, dia
mulai memasang telinga. Suara itu didengarnya dari tempat
yang ada pohon lebat yang berada kira-kira sepuluh tombak
dari tempatnya, tetapi juga menggunakan ilmu mengirim suara
ke dalam telinga yang di tujukan kepada dirinya sendiri,
sehingga tidak mengejutkan Oe-Tie Kao!
Di dalam keadaan terkejut dan heran diam-diam dia bangkit
dan menghampiri tempat tersebut, sementara dalam hatinya
diam-diam merasa heran di dalam selak belukar seperti itu
dari mana datangnya seorang kenalan" Jarak sepuluh tombak
itu tidak sukar dicapainya, tempat itu ternyata merupakan
sebuah rimba kecil. Hee Thian Siang yang sudah berkali-kali
mendapat pengalaman buruk, maka kini dia mulai berhati-hati,
begitu tiba di depan rimba lantas berhenti dan berkata dengan
suara pelan-pelan. "Siapa yang berada di dalam rimba" Bolehkah keluar
sebentar untuk bertemu muka?"
Di dalam rimba itu benar saja ada orang yang menjawab
dengan suara yang sangat merdu : "Hee Thian Siang
mengapa kau tak berani masuk" Apakah. . ?"
Suara itu jelas merupakan suara seorang wanita muda,
juga rasanya suara itu masih dikenalinya. Maka belum sampai
menunggu habis ucapan tadi, Hee Thian Siang sudah masuk
ke dalam rimba kecil itu sambil berjaga-jaga dengan ilmunya
Kiam-thian-kiekang. Dalam rimba itu meskipun gelap tetapi
rembulan waktu itu masih memancarkan sinarnya melalui
celah-celah pepohonan, hingga samar masih bisa
membedakan muka orang. Tampak olehnya gadis yang
kemarin di jumpainya di bawah kaki gunung Kun-lun-san ialah
Liok Giok Jie berdiri seorang diri dengan pakaiannya yang
ringkas. Hee Thian siang tidak menduga bahwa gadis itu
membuntuti dirinya sampai di situ, dan memanggil padanya,
sehingga ketika bertemu muka diam-diam terkejut, tapi Liok
Giok Jie sikapnya tidak seperti kemarin yang demikian ketus
dan nakal, malam itu mukanya ramai dengan senyuman
begitu melihat Hee Thian Siang ia lantas berkata : "Kau
barangkali tidak menduga kalau aku bisa mengikuti jejak
kalian dan bertemu di tempat ini!"
"Apakah suhu nona sudah kembali?" Demikian Hee Thian
Siang pura-pura bertanya. Liok Giok Jie menggelengkan
kepala, berkata sambil menunjuk ke sebuah pohon yang
berada di sampingnya. "Marilah kita duduk sambil omong-omong" Sehabis berkata
ia duduk lebih dulu, lalu minta Hee Thian Siang duduk di
sisinya dengan senyumnya yang manis.
Hee Thian Siang tampak sikap ramah gadis itu, ia juga
tidak menolak, kemudian duduk pula di sisinya dan bertanya
sambil tersenyum: "Kalau benar Tie-Hui-cu locianpwe belum
kembali, ada keperluan apa nona menyusul aku datang
kemari?". Kesatu aku hendak mengucapkan terima-kasih kepadamu
dan kedua hendak menegur kau!".
"Nona Liok, untuk apa kau mengucapkan terima-kasih
kepadaku?". Ada apa kau perlu menegur aku?".
"Kuucapkan terima-kasih kepadamu, karena kau jauh-jauh
memerlukan berkunjung ke gunung Kun lun, hendak
memberitahukan kepada golongan kita, tentang terdapatnya
murid yang berkhianat!".
"Kita sama-sama orang rimba persilatan, untuk keadilan
dan kebenaran, hal itu sudah pada tempatnya, hingga tidak
berharga untuk nona sampai mengucapkan terima-kasih!
Tetapi mengapa pula kau hendak menegurku aku?".
Dengan sinar mata yang tajam Liok Giok Jie menatap
wajah Hee Thian Siang kemudian bertanya lambat-lambat:
"Mengapa kau tidak pandang mata diriku?".
Ditanya demikian Hee Thian Siang terkejut heran,
jawabnya: "Mengapa nona Liok mengucapkan perkataan
demikian" Kau adalah murid kepala Tie-hui-cu locianpwe,
merupakan tokoh kuat dari golonganmu yang gagah perkasa!
Itu sudah cukup bagiku untuk menanam perasaan kagum
terhadapmu dengan cara bagaimana.
"Jika kau benar bukan tidak pandang mata kepadaku,
mengapa barang yang kau katakan ada sangkut-pautnya yang
besar dengan Kun-lun-pay tidak kau perlihatkan kepadaku?"
Kini Hee Thian Sian baru sadar, maka lalu ia berkata
sambil tertawa: "Harap nona Liok jangan sesalkan diriku, aku
toh tidak mengatakan bahwa barang itu tidak akan
kuperlihatkan padamu?".
"Kalau kau hendak memperlihatkan kepadaku, mengapa
tidak lekas kau keluarkan dan mengapa kau berlaku ragu-
ragu?". Ditegur demikian, Hee Thian Siang benar-benar merasa
malu sendiri, maka dari dalam sakunya mengeluarkan daun
bentuk segi tiga berwarna kemerah-merahan itu, diberikan
kepada Liok Giok Jie dan ia berkata sambil tertawa: "Daun
inilah yang kumaksudkan ada sangkut-pautnya dengan partai
Kun-lun-pay!". Liok Giok Jie menyambuti daun itu diperiksanya sejenak,
namun sedikitpun tidak menunjukkan perasaan kaget atau
heran. Ia hanya menatap wajah Hee Thian Siang,
memandang pemuda itu dengan perasaan heran.
Hee Thian Siang yang menyaksikan keadaan demikian,
diam-diam juga merasa heran. Maka lalu menceritakan
kepadanya, segala pengalamannya didalam goa kuno
tengkorak burung elang raksasa dan bagaimana
ditemukannya daun itu.
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Liok Giok Jie mendengarkan dengan tenang dan
memeriksa bolak-balik daun berwarna ke-merah-merahan
yang berada didalam tangannya, setelah itu ia berkata: "Oo,
apa kau kira partai Kie-lian-pay hendak memfitnah partai Kun-
lun-pay" Dan apa kau anggap bahwa daun inilah adalah daun
dari pohon Thian-keng yang hanya tumbuh di puncak gunung
Kun-lun-san?". Mendengar pertanyaan itu ia balas bertanya dengan
perasaan heran: "Apakah ada apa-apanya yang tidak benar?".
"Kali ini kalian tiba di Kun-lun-kiong apakah pernah diajak
oleh Liong ya Cinjin susiok untuk melihat-lihat pohon Thian-
keng yang tumbuh ditengah-tengah danau Thian-tie?".
"Sebab kalian orang-orang Kun-lun-pay semuanya sudah
keluar, maka kita tidak enak masuk Kun-lun-kiong untuk
mengganggu susiokmu". Berkata Hee Thian Siang sambil
menggelengkan kepala. Mendengar jawaban itu, tiba-tiba Liok Giok Jie tertawa
terkekeh-kekeh! "Mendengar ucapan nona Liok Giok ini apakah daun ini
bukannya daun pohon Thian-keng?".
Liok Giok Jie menatap wajah Hee Thian Siang, kini
sikapnya berbalik seperti seorang menghina, katanya: "Kau
telah menganggap daun pohon Hong yang bentuknya agak
beda dengan biasa, sebagai daun dari pohon Thian-keng yang
hanya tumbuh di atas gunung Kun-lun-san, bukankah ini
sangat menggelikan?"
Sehabis berkata demikian, daun itu lantas dirobek-robek
sehingga hancur berkeping-keping!
Hee Thian Siang melihat perbuatan gadis itu nyata seperti
apa yang dikuatirkan oleh Oe-tie Khao. Daun dari pohon aneh
yang disimpan lama di sakunya, telah dirobek-robek menjadi
berkeping-keping, dalam keadaan cemas ia lantas bangkit dari
tempat duduknya dan bertanya dengan suara marah:
"Mengapa kau robek-robek daunku ini?".
Wajah ramah Liok Giok Jie sesaat telah lenyap dan
berubah menjadi dingin lagi, bahkan mengandung maksud
membunuh, pelahan-lahan ia bangkit dan berkata: "Aku mau
robek atau hancurkan, itu adalah urusanku sendiri, kau bisa
berbuat apa terhadap aku?".
"Baru pertama kali ini Hee Thian Siang menemukan gadis
yang demikian licik hingga amarahnya meluap seketika,
dengan sinar mata tajam mengawasi wajah gadis itu,
memikirkan perlu menghajar gadis itu atau tidak, tiba-tiba
terdengar suara Oe-tie Khao yang tadi duduk bersemedi, kini
agaknya dikejutkan oleh suara ribut-ribut: "Hee laote, dengan siapa kau
berbicara?". Hee Thian Siang pikir minta kepada orang itu untuk
membereskan persoalan itu, maka lantas menjawab: Oe-tie
locianpwe, aku ada didalam rimba dengan nona Liok dari Kun-
lun-pay: . . Belum habis ucapannya, Liok Giok Jie sudah bertindak
dengan tiba-tiba, ia menyerang Hee Thian Siang. Hee Thian
Siang tidak menduga Liok Giok Ji menerjang dirinya secara
tiba-tiba, apalagi serangan itu dilakukan dengan cepat dan
ganas tanpa kenal kasihan, ditambah lagi jarak mereka terlalu
dekat, betapapun gesitnya juga tak bisa mengelakkan
serangan tersebut. Sebuah benda hitam bersinar yang
meluncur dari tangan gadis itu tepat mengenai jalan darah
Ciang-tay-hiat dibagian dadanya.
Liok Giok Ji yang melihat benda itu sudah tepat mengenai
jalan darah dibagian dada Hee Thian Siang, tanpa menunggu
kedatangan Oe-tie Khao sudah melompat dan kabur ke atas
gunung. Ketika Oe-tie Khao tiba didalam rimba, Liok Giok Ji sudah
tidak nampak lagi bayangannya, hanya terdengar suara
tawanya yang penuh ejekan dan sebentar sudah tak terdengar
lagi. Hee Thian Siang mengulurkan tangannya mengambil
benda yang dilancarkan ke depan dadanya, bend itu ternyata
adalah senjata rahasia racun Thian-keng-cek maka sesaat itu
keringat dingin mengucur keluar membasahi sekujur
tubuhnya. Oe-tie Khao yang belum jelas duduk perkaranya,
menyaksikan itu lantas membuka lebah matanya. Hee Thian
Siang sambil memperlihatkan benda itu kepada Oe-tie Khao,
katanya sambil tertawa dingin: "Duta bunga mawar hanya
memberitahukan kepadaku bahwa Giok berduri, namun
sedikitpun aku tidak menduga bahwa Giok Ji itu ternyata
mempunyai hati demikian kejam dan jahat. Selagi kita habis
bercakap-cakap dan dalam keadaan tidak berjaga-jaga ia
menyerangku dengan duri beracun thian-keng-cek ini yang
hampir membuatku kehilangan jiwa."
Oe-tie Khao menatap wajah Hee Thian Siang, kemudian
berkata dengan penuh perhatian: "Hee laote, untuk sementara
tidak perlu kau menceritakan duduk perkara yang sebenarnya,
kau sudah terkena duri beracun thian-keng-cek, harus lekas
makan sebutir obat yang diberikan oleh si tua bangka Say Han
Kong." " locianpwe mengapa dengan tiba-tiba menjadi gelisah"
Bisa dari duri beracun ini terlalu jahat sekali, tetapi hingga saat ini aku
masih dalam keadaan segar bugar, sudah tentu
merupakan suatu bukti bahwa aku belum terluka, perlu apa
harus memboroskan obat ajaib yang terbuat dari getah pohon
lengci itu?" Berkata Hee Thian Siang sambil tertawa getir.
"Duri berbisa dari pohon Thian-keng yang hanya tumbuh di
gunung Kun-lun-san, terkenal sebagai senjata rahasia yang
dapat menembusi segala benda keras, apalagi senjata rahasia
itu sudah mengenai jalan darah ciang-tay-hiat mu, mengapa
kau tidak terluka?" Bertanya Oe-tie Khao terheran-heran.
"Jikalau serangan Liok Giok Ji tadi tidak demikian ganas
dan menyerang dibagian lain dari tubuhku, sedikitnya kita
harus kehilangan sebutir obat mukjijat itu, untung dia bertindak
sangat ganas, dan yang diserang itu justru jalan darah ciang-
thay-hiat, sehingga aku tidak menjadi halangan."
Mendengar keterangan itu Oe-tie Khao kini baru sadar,
katanya: "O iya, aku lupa bahwa didalam dirimu menyimpan. ."
Hee Thian Siang menyeka keringat dinginnya, berkata
sambil menganggukkan kepalanya: "Ucapan locianpwe benar,
tiga bagian jalan darah di dadaku, kulindungi dengan sisik
naga pelindung jalan darah peninggalan Tay piat Sianjin,
maka kalau kuingat jiwaku ini, sesungguhnya ditolong oleh
Tiong sun Hui Kheng!".
"Kalau laote sudah tidak berhalangan, sekarang
ceritakanlah dengan cara bagaimana Liok Giok Jie bisa
datang kemari" Dan dengan sebab apa pula kalian bisa
bertengkar?" "Didalam dunia kang ouw yang penuh bahaya dan
kejahatan seperti ini, jikalau belum mempunyai pengalaman
cukup, betapapun hebat kepandaian ilmu silatnya juga tidak
luput mengalami kesulitan-kesulitan,
sebelum aku menceritakan bagaimana tadi aku bertengkar dengan Liok
Giok Jie, lebih dulu aku harus menyatakan kagum terhadap
locianpwe yang dapat menduga sesuatu perkara demikian
tepat!" Hee laote, mengapa tanpa sebab kau memuji diriku
demikian tinggi?" Hee Thian Siang menghela nafas dan menggelengkan
kepala, lalu menceritakan seluruh apa yang telah terjadi
dengan Liok Ciok Jie tadi. Habis itu ia bertanya:
" locianpwe, coba kau pikir-pikir lagi, mengapa Liok Giok
Djie dengan tiba-tiba berbuat demikian, yang seolah-olah
sudah tidak mengenal aturan?".
Oe-tie Kao berpikir dahulu, kemudian baru berkata: "Urusan
ini bukanlah merupakan soal yang sederhana, apa yang
terselip didalamnya juga tak dapat ditetapkan dengan
mengandalkan dugaan-dugaan saja, untuk sementara rasanya
boleh kita kesampingkan dulu, tunggu setelah kita bertemu
dengan ketua Kun-lun-pay Tie hui cu, setidak-tidaknya kita
akan mengerti sebab-sebabnya".
Hee Thian Siang juga tahu bahwa soal itu mengandung
rahasia besar, tidak dapat dibongkar dalam waktu singkat,
terpaksa ia berlaku sabar. Lalu menyimpan duri berbisa itu ke
dalam sakunya dan berkata kepada Oe-tie Kao.
"Melakukan perjalanan jauh dengan cuma-cuma, masih
tidak apa, kita hanya merasa sayang tentang daun yang
disobek-sobek oleh Liok Giok Jie itu sebetulnya ada hubungan
apa dengan pohon ajaib Thian-keng" Jika tak ada
hubungannya, ya sudah, tetapi jika ada, dalam pertemuan di
atas puncak gunung Thian-tu-hong nanti, dengan tidak adanya
bukti yang sangat penting itu, sudah tentu tidak dapat
membuka rahasia komplotan jahat yang direncanakan oleh
partai Tiam-cong dan Kie-lian!"
Hee Thian Siang tahu bahwa daun itu penting sekali
artinya, maka setelah berpikir sejenak ia lantas berkata: "
locianpwe, pohon thian-keng yang tumbuh dalam goa kuno itu,
telah ditemukan oleh Siauw Kian dan kemudian dibawa pergi
untuk ditanam lagi, dengan demikian pohon itu pasti sudah
ditanam di gunung Kie-lian. Jika kita berhasil mengambil
sebatang saja, bukankah lebih berharga daripada selembar
daunnya?" "Hee laote, ucapanmu ini meskipun benar, tetapi hendak
memasuki Siang-swat-giam di daerah gunung Kie-lian-san,
tempat itu merupakan sarang naga, kalau kita hendak mencuri
pohon hendak dijadikan bukti barangkali susah tercapai."
Berkata Oe-tie Khao sambil menggelengkan kepala.
"Perjalanan kita sejak dari gunung Oey-san, sehingga
menuju ke Barat ini, apa yang kita jumpai selalu merupakan
rintangan-rintangan yang susah. Tetapi semuanya toh dapat
kita lalui dengan selamat."
"Jikalau laote sudah bertekad demikian, boleh juga kita
pergi mengadakan perjalanan digunung Kie-lian.
Dua orang itu setelah mengambil keputusan tetap, lalu
berangkat menuju ke gunung Kie-lian untuk mengadakan
penyelidikan, setelah itu baru pergi lagi ke gunung Ngo-bi-san,
untuk menggabungkan diri dengan Say Han Kong dan Ca Bu
Kao. Sungguh kebetulan, ketika Oe-tie Khao dan Hee Thian
Siang tiba di kota Keng-cu, selagi minum arak di sebuah
rumah makan, dan merundingkan dengan cara apa untuk
mengadakan penyelidikan di gunung Kie-lian, dikamar
seberang tiba-tiba terdengar suara orang berbicara, orang itu
dengan nada suara dingin dan tertawa bangga berkata: "Hian-
siu totiang, harap kau sampaikan kabar kepada ketuamu
Thiat-kwan Totiang, katakan saja bahwa kita memiliki seorang
pembantu luar biasa yang tidak diduga oleh pihak sana, dan
orang itu kini berada didalam Cong-biao-tong dibukit Siang-
swat-giam, bahkan benda yang tersimpan dalam goa Siang-
swat-tay juga sudah cukup untuk membuat kacau balau rimba
persilatan." Suara itu rasanya tidak asing bagi Hee Thian Siang, maka
ia lalu menyingkap kain gorden yang menutupi jendela untuk
melihat ke kamar seberang, di situ ia tampak sebatang tongkat
yang terbuat dari baja, yang biasa digunakan oleh seorang
tanpa daksa. Begitu melihat tongkat itu, Hee Thian segera mengetahui,
siapa orangnya, maka lalu menggunakan air teh untuk menulis
di atas meja: "ORANG YANG BERADA DISEBERANG SANA
ITU ADALAH GO ENG DARI KIE-LIAN-PAY".
Oe-tie Khao yang melihat tulisan itu, ia menggoyang-
goyangkan tangannya kepada Hee Thian Siang, memberi
isyarat agar supaya Hee Thian Siang jangan mengejutkan Go
Eng, agar supaya bisa menangkap pembicaraan mereka.
Go Eng sehabis berkata demikian, lantas terdengar suara
orang yang disebut Hian-siu Totian tadi: "Partai-partai Kie-lian dan Tiam-cong
karena sudah bersatu-hati, siapa yang takut
urusan" Tetapi ciangbun suhengku, oleh karena beberapa
rahasia penting agaknya sudah diketahui oleh pihak sana,
barulah memerintahkan aku datang kemari untuk
memberitahukan kepada ciangbunjinmu. Untuk selanjutnya,
apabila bertemu dengan orang dari pihak sana, semua harus
ditindak dengan tegas, barangkali pada nanti pertemuan
kedua di puncak Thian-tu-hong gunung Oey-san, semua
sudah diperhitungkan dengan beres!"
Terdengar suara tertawa dinginnya Go Eng, kemudian
kata-katanya: "Inilah yang dinamakan bahwa sama-sama jago
berpendapat sama pula, seharusnya sebelum dilakukan
pertempuran resmi, sebanyak mungkin kita membasmi
kekuatan tenaga lawan, juga harus berusaha menimbulkan
pertentangan, supaya lain-lain partai tidak sampai bersatu!
Kini Hian-siu totiang hendak pergi ke Cong-biauw-tong dibukit
Siang-swat-hong hendak bertemu dengan suhengku, ataukah
aku yang menyampaikan kedatangan totiang?"
"Pemimpinmu sudah berada di Cong-biauw-tong bersama
beberapa tokoh golongan Kie-lian untuk membuat lagi senjata
rahasianya Kiu-ju-lenghwe, maka tidak perlu pinto menghadap
kepadanya, karena itu berarti mengganggu ketenangannya!
Apalagi pinto sudah bertemu denganmu, Go-heng, tolong
supaya Go-heng sampaikan saja maksud pinto ini".
Go Eng menerima baik permintaan imam itu, dan imam itu
kembali bertanya: "Go-heng, dua orang berilmu tinggi yang
kau maksudkan itu, kapan baru mau bertindak?".
"Orang yang berilmu itu, luar biasa anehnya, kalau orang
yang dimaksudkan olehnya belum keluar, ia tidak mau unjuk
muka. Nanti setelah orang yang diminta itu keluar barulah
keluar dengan tindakannya yang menggemparkan dunia!".
Hee Thian Siang yang mendengarkan pembicaraan itu,
mengagumi pikiran Oe-tie Khao, karena apa yang diduganya
ternyata benar, memang benar-benar ada dua tokoh kuat
yang tidak diduganya bersembunyi di belakang layar partai
Kie-lian dan Tiam-cong! Oe-tie Khao mengerutkan alisnya, dengan jari tangannya ia
mengerti isyarat kepada Hee Thian Siang supaya tenang,
benar saja dari seberang sana terdengar pula suara Hian-siu
Tojin yang bertanya: "kalau demikian halnya, kita harus
berusaha untuk lekas-lekas memancing keluar orang yang
ditunjuk oleh dua tokoh berilmu itu, bukankah itu lebih baik?"
"Orang yang ditunjuk oleh dua orang berilmu itu, kukira tak
mudah didekati! Tindak tanduk orang itu seolah-olah naga
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sakti, kecuali dia sendiri yang suka unjuk diri, jika tidak,
siapapun tidak mudah menemukan jejaknya!"
Oe-tie Khao dan hee Thian Siang yang mendengar ucapan
itu, pada saling berpandangan dan menggeleng-gelengkan
kepala, diam-diam juga menarik nafas.
Siapakah sebetulnya dua tokoh berilmu yang disebut-sebut
oleh Go Eng dan Hain-siu tojin" Dan siapakah pula yang
dimaksudkan dengan orang yang dimaksudkan oleh dua
orang berilmu itu" Pada saat itu, di seberang sana terdengar suara berbisik,
rupanya mereka sudah selesai makan dan minum serta
hendak berlalu. Hee Thian Siang buru-buru menurunkan
gordennya, terdengar suara tongkat go Eng yang menyentuh
lantai, bersama-sama Hian-siu Tojin turun ke loteng.
Dari jendela Oe-tie Khao mengawasi berlalunya orang itu
sampai jauh, baru berkata kepada hee Thian siang dengan
suara perlahan: "Hee laote, dengan tidak disengaja kita sudah mendapat hasil
luar-biasa, kau tak perlu lagi pergi ke gunung
Kie-lian-san, karena itu berarti menempuh bahaya dengan
resiko terlalu besar!"
"Oe-tie Khao locianpwe, katamu ini kurang tepat, sekarang
ini aku masih ada dua pertanyaan, perlu harus ke bukit Siang-
swat-giam di gunung Kie-lian-san!"
"Hee laote, dua pertanyaan itu, aku dapat menduga!
Pertama adalah tokoh berilmu yang menyembunyikan diri
didalam Cong-biauw-cong, yang diam-diam menunjang partai
Kie-lian-pay mengacau rimba persilatan, siapakah sebenarnya
orang itu" Dan kedua ialah apa yang dikatakan oleh Go Eng,
benda didalam goa Siang-swat-tong yang cukup untuk
Kisah Pedang Di Sungai Es 2 Duri Bunga Ju Karya Gu Long Pedang Pusaka Buntung 1
sangat tinggi, tetapi ia dirugikan oleh perbuatannya sendiri
yang terlalu gegabah dan sikapnya terlalu sombong dan
mengira bahwa binatang itu tentu tak sanggup menahan
serangannya, maka akhirnya mengalami nasib yang sangat
mengenaskan! Ketika kuku runcing Ciauw Khian mencengkeram
ketiaknya, Ciauw Khian masih anggap sepi, tangan kirinya
dengan mengerahkan ilmu kekuatan tenaga dalamnya
mendorong keluar. Di luar dugaannya bahwa kekuatan tenaga
dalamnya yang sudah sempurna itu ternyata masih tak
sanggup melawan kekuatan tenaga binatang aneh itu. Bukan
saja tidak berhasil melepaskan diri, bahkan cengkeraman di
ketiak kirinya semakin kencang!
Taywong yang diserang lebih dulu oleh Ciauw Khian, ia
masih tidak bergeming, tetapi Ciauw Khian yang dicengkeram
oleh Taywong sedikitpun tidak berdaya. Empat lima batang
tulang rusuknya telah patah seketika, hingga darah mengucur
keluar, orangnya juga lantas jatuh pingsan!
Pada saat itu Say Han Kong Oe-tie Khao dan Ca Bu Kao
ketika melihat kedatangan Taywong, dianggapnya Tiong-sun
Kui Kheng juga tiba. Maka semangat mereka bangun seketika,
semua lompat keluar dari sembunyinya masing-masing!
Sementara dipihak Pao Sam Kow bertiga masih repot
menghadapi nenek Liong Lo yang sudah menjadi mumi, dan
Ciauw Khian yang baru datang juga sudah dirubuhkan oleh
binatang aneh itu. Kini ketika Say Han Kong bertiga muncul
dari dalam kuil sudah tentu menjadi gentar.
Pao Sam Kow lalu mengambil keputusan tegas, ia
perintahkan kepada Su-to Keng dan Kiu Liu Hiung lekas
undurkan diri. Su-to Keng dan Kiu Liu Hiang yang mendengar perintah itu
sudah tentu lantas kabur bersama Pao Sam Kow hingga tak
lama kemudian sudah menghilang dari depan kuil!
Pek-thao Ya-cie nenek Liong Lo yang sudah menjadi mumi,
meskipun sangat galak dan buas, tetapi bagaimanapun
gerakannya kurang leluasa, tidak seperti manusia biasa.
Sudah tentu ia tidak bisa mengejar Pao Sam Kow bertiga.
Mumi itu membalikkan badan dan menyergap Taywong!
Taywong yang belum pernah menyaksikan makhluk aneh
seperti itu, sudah tentu sangat terkejut. Dalam keadaan
demikian, ia lantas mengangkat tubuh Ciauw Khian yang
sudah pingsan dilemparkan kepada mumi nenek Liong Lo!
Nenek Liong Lo itu pentang dua lengannya untuk
menyambut tubuh Ciauw Khian kemudian ia pentang mulutnya
dan menggigit tenggorokan Ciauw Khian serta minum
darahnya! Sungguh heran, mumi yang demikian buas, setelah minum
darah Ciauw Khian, perlahan-lahan berdiri tegak bagaikan
patung! Sesaat kemudian terdengar suara ledakan hebat dan asap
berwarna biru mengepul ke atas, senjata tunggal Kie-lian-pay
yang dinamakan Ki-yu-lenghwe yang berada dibadan Ciauw
Khian telah meledak, terkena api yang membakar tubuh mumi
tadi. Pada saat itu binatang aneh Taywong sedang berlutut di
hadapan Say Han Kong dengan badan gemetar, sepasang
matanya yang lebar, tampak mengucurkan airmata.
Say Han Kong yang menyaksikan keadaan demikian
sangat heran dan terkejut maka lantas bertanya: "Taywong,
mengapa kau demikian sedih" Apakah majikanmu nona
Tiong-sun dan siaopek mendapat bahaya di gunung Tay-soat-
san" Taywong menggelang-gelengkan kepalanya, mulutnya
mengeluarkan rintihan, dua kaki depannya mengorek-ngorek
tanah untuk memberi tanda! ?"" Po Giok-lie Ca Bu Kao yang
berotak tajam itu, ketika menyaksikan tanda-tanda ciptaan
kaki binatang aneh itu, lantas mengerti apa yang dimaksudkan
oleh Taywong. Maka ia lantas berkata sambil tersenyum:
"Dia seperti mengatakan bahwa nona Tiong-sun dan
siaopek masih berdiam di gunung Tay-soat-san belum
kembali, dia disuruh pulang lebih dahulu dengan membawa
bunga teratai swat-lian untuk kita gunakan!"
Baru saja Ca Bu Kao menutup mulut, Taywong sudah
mengangguk-anggukkan kepala tak henti-hentinya.
Say Han Kong yang menyaksikan keadaan demikian,
sudah tentu sangat girang, tetapi ketika matanya ditujukan
kepada binatang aneh itu lagi, ia merasa heran, maka lalu
bertanya: "Taywong, kalau benar kau disuruh mengantarkan
bunga teratai swat-lian, mengapa sekarang tidak tampak
barang mujizat itu?"
Taywong yang mendengar pertanyaan itu bulu di sekujur
tubuhnya pada berdiri, sepasang matanya memancarkan sinar
tajam, seolah-olah sangat marah, sikapnya sangat
menakutkan! Tetapi sesaat kemudian kembali unjukkan
sikapnya yang takut, sepasang kaki depannya kembali
bergerak-gerak untuk memberi tanda, dan setelah itu ia
menundukkan kepala dan menangis!
Ca Bu Kao kini sudah mulai mengerti apa yang dimaksud
oleh Taywong, maka alisnya lalu dikerutkan dan berkata
sambil menghela nafas panjang:
"Maksud Taywong mungkin mau mengatakan bahwa dalam
perjalanan itu ditengah jalan telah ditipu orang, hingga bunga
teratai itu dirampasnya. Dengan demikian, Hee Thian Siang
bukan saja tidak dapat tertolong, tapi juga tidak tahu
bagaimana dengan nasib non Tiong-sun. Kasihan Hee Thian
Siang, lantaran hendak membantu aku, jauh-jauh pergi ke
gunung Tiam-cong, dan akhirnya mendapat luka, apabila
benar-benar tak ditolong, Ca Bu Kao juga terpaksa akan
bunuh diri untuk membalas budinya!" demikian Ca Bu Kao
berkata. Oe-tie Khao juga tidak menduga akan terjadi perubahan
demikian, ia juga merasa bahwa persoalan itu sangat rawan,
matanya ditujukan kepada Say Han Kong, ia ingin tahu
bagaimana tabib sakti itu hendak bertindak"
Di luar dugaannya wajah Say Han Kong sedikitpun tidak
menunjukkan rasa khawatir, sebaliknya malah mengelus-elus
kepala Taywong sambil berkata dan tertawa terbahak-bahak:
"Taywong, kau jangan takut, nona Ca juga jangan khawatir,
aku bukan saja mengerti tahu obat-obatan dan tabib, tetapi
juga mengerti tahu ramal, Hee Thian Siang bukanlah seorang
yang pendek umurnya, meskipun kehilangan bunga teratai
swat-lian yang bisa menyambung nyawanya, tetapi didalam
peti mati itu mungkin dia menemukan keajaiban lain lagi!"
Penemuan gaib, kali ini mengejutkan Oe-tie Khao dan Ca
Bu Kao yang mendengarkan. Sekali hendak menanyakan
kepada Say Han Kong, binatang aneh Taywong sudah
menunjukkan mumi nenek Liong Lo yang ada di tanah, serta
Ciauw Khian yang sudah hangus terbakar oleh api Kiu-yu
lenghwe sendiri, ia menunjuk ke orang yang sudah menjadi
bangkai itu dengan badan gemetaran!
Say Han Kong bertanya sambil tersenyum: "Taywong,
apakah lantaran kau membunuh orang ini takut akan dihukum
oleh majikanmu?" Taywong berdiri sambil menundukkan kepala dengan
sikapnya yang minta dikasihani, ia memandang wajah Say
Han Kong sambil menganggukkan kepala.
Say Han Kong kembali menepuk-nepuk pundak Taywong,
kemudian berkata sambil tertawa:
"Asal kau tidak mengagulkan kekuatan tenaga dan
melakukan pembunuhan secara serampangan, dan dalam
keadaan terpaksa kau membunuh Ciauw Khian seorang yang
demikian jahat, tidak berdosa besar! Nanti setelah majikanmu
datang, biar aku yang menceritakan semua kejadian, dan
meminta agar dia tidak menghukum kau!"
Taywong yang mendengar ucapan itu nampaknya sangat
girang, sementara itu U-tie Khao bertanya kepada Say Han
Kong: "Tua bangka, kau jangan mengoceh saja dengan Taywong,
sebaliknya membiarkan aku dan nona Ca berada dalam
kegelisahan. Lekas jelaskan kepadaku, penemuan ajaib
apakah yang dialami oleh Hee Thian Siang?"
Say Han Kong menatap ia sejenak, kemudian berkata
sambil tertawa terbahak-bahak:
"Pengemis tua, kau jangan terburu napsu, aku hendak
bertanya kepadamu lebih dahulu, ketika kau membuka peti
mati itu bukankah sedikitpun tidak ada bau bangkai?"
"Bangkai dalam peti mati itu sama sekali belum busuk,
sudah tentu tidak ada baunya. Tetapi Hee Thian Siang yang
berada didalam peti mati bagaimanapun juga kurang baik.
Maka mari kita lekas masuk ke dalam, untuk mengangkat dia
keluar dari dalam peti mati.
"Pengemis tua, kau ini selain minum arak, tidur dan mabuk-
mabukan, tongkat yang hanya dapat menggertak Lui Hwa,
sudah tidak tahu apa-apa lagi. Dari tanda-tanda yang ku
ketemukan, aku berani menduga pasti bahwa Hee Thian
Siang benar-benar menemukan kejadian gaib dalam peti mati
itu. Biar saja ia tidur, bahkan makin lama makin baik.
Bagaimanapun juga, Pao Sam Kow bertiga toh sudah kabur,
seandainya mereka penasaran dan pergi minta bala bantuan,
malam ini juga tidak keburu datang lagi. Perlu apa tergesa-
gesa dikeluarkan?" Berkata Say Han Kong.
"Tua bangka, biar kau mengoceh sendiri, yang penting
ialah, lekas kau ceritakan penemuan gaib apa sebetulnya
yang dialami oleh Hee Thian Siang?"
Tampak sikap Ca Bu Kao yang juga sudah ingin tahu
keadaan sebenarnya. Say Han Kong lalu mencari tempat yang
agak bersih untuk duduk. Setelah itu ia baru berkata:
"Hendak menjelaskan soal ini, aku harus memulai dari
suatu kisah dalam rimba persilatan yang terjadi pada sepuluh
tahun berselang!" "Nenek Liong Lo setelah mengetahui itu, buru-buru
membawa suaminya ke suatu tempat di daerah Barat Laut.
Dengan susah payah ia berhasil menemukan sebuah
tumbuhan warna lima yang khasiatnya bisa menghidupkan
orang yang sudah hampir mati. Tumbuhan itu diberikan
kepada suaminya untuk dimakan . ."
"Pengemis tua, kau ternyata banyak pengetahuannya dan
kuat ingatanmu, apa yang kau ceritakan itu sedikitpun tidak
salah. Dan tengkorak hidup Siong Teng, bagaimana setelah
memakan tumbuhan warna lima itu?"
"Tak disangka tengkorak hidup Siong Teng setelah makan
tumbuhan warna lima itu bukan saja sedikitpun tidak tampak
khasiatnya, sebaliknya malah binasa! Dalam keadaan sangat
pilu, nenek Liong Lo menyediakan dua buah peti mati yang
terbuat dari bahan kayu pilihan yang bagus, untuk tempat
suaminya. Kemudian ia pergi keluar setengah tahun lamanya,
sewaktu kembali ia membawa pulang batok kepala tiga puluh
enam orang yang dahulu mengeroyok suaminya. Batok kepala
itu digunakan untuk sembahyang di hadapan jenazah
suaminya, dan setelah itu ia sendiri juga masuk ke dalam peti
mati yang kosong, suruh orang pantek kuat-kuat, dan
demikian ia telah mengorbankan jiwa demi suaminya, yang
telah mati! Tetapi tidak kita sangka-sangka bahwa dua buah
peti mati mereka itu tidak sampai dikubur dan masih tetap di
tempatnya!" Sehabis mendengar cerita Oe-tie Khao, Say Han Kong
menganggukkan kepala dan berkata sambil menghela napas:
"Sayang, nenek Liong Lo itu hanya mendengar kabar
khasiatnya obat, tapi tidak mengetahui sifat tumbuhan itu,
sehingga suaminya yang sebetulnya belum mati, harus
dipantek hidup-hidup!"
Oe-tie Khao mendelikkan matanya dan bertanya:
"Tua bangka, bagaimana maksud perkataanmu ini?"
"Tumbuhan yang berwarna lima itu, memang benar bukan
saja dapat menghidupkan orang yang hampir mati, bahkan
bisa menambah kekuatan tenaga dalam orang yang melatih
ilmu silat. Tetapi orang yang sudah makan tumbuhan itu,
harus pingsan selama tiga hari, kemudian baru bisa siuman
kembali! Pek-thao Yace yang tak mengetahui sifat tumbuhan
itu, telah menganggap suaminya sudah mati, maka lantas
dimasukkan ke dalam peti mati. Dengan demikian, ketika
siuman kembali akhirnya mati benar-benar karena tidak
mendapat hawa." Ca Bu Kao setelah mendengar keterangan itu baru sadar,
katanya: "Tengkorak hidup Siong Teng pernah makan obat manjur
yang jarang ada didalam dunia, lantas tubuhnya tidak
membusuk! Tetapi nenek Liong Lo itu bagaimana juga tidak
busuk dagingnya?" "Pek-thao Yace dengan tiga puluh enam kepala manusia
untuk sembahyang di hadapan jenazah suaminya dan
kemudian pantek dirinya sendiri didalam peti mati, dengan
demikian sudah tentu penasaran dalam hatinya belum lenyap,
berarti mati dipenuhi oleh rasa penasaran! Mungkin penasaran
dan perasaan itu, ia tetap menjaga kulit dan dagingnya supaya
tidak busuk; ditambah lagi waktu itu kuil ini banyak dikunjungi
orang, hawa-hawa manusia itu telah membuatnya berubah
menjadi mumi, dan ketika peti matinya didobrak hancur oleh
Pek-thao Losat Pao Sam Kow, terjadilah suatu pertempuran
yang sangat menarik!"
"Orang yang mati tiba-tiba atau mati penasaran, hawa
penasarannya belum lenyap, kadang-kadang memang bisa
berubah menakutkan! Apabila orang yang sakit berhari-hari
atau berbulan-bulan lamanya, kekuatan dan semangatnya
sudah musnah, hingga tidak terjadi keadaan serupa itu! Inilah
mungkin yang menyebabkan mengapa tengkorak hidup Siong
Teng tidak berubah menjadi mummi, sedangkan nenek Liong
Lo sebaliknya berubah menjadi mummi!" Berkata Ca Bu Kao
sambil menganggukkan kepala.
"Ucapan nona Ca ini memang beralasan, tetapi hawa Im
dan Yang yang tidak berimbang dengan hawa segar yang
membawa kesegaran, barangkali juga merupakan faktor
penting. Kita di sini ada tiga laki-laki dan hanya ada satu yang
wanita berdiam di kuil ini, karena hawa Yang lebih banyak
maka yang menjadi mummi adalah nenek Liong Lo. Jikalau
dibalik tiga wanita dan satu lelaki" Mungkin tengkorak hidup
itu juga akan bisa berubah menjadi mummi." Berkata Oe-tie
Khao sambil tertawa. Say Han Kong yang mendengar cerita itu tertawa terbahak-
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bahak dan kemudian berkata: "Ucapan pengemis tua dan
nona Ca semuanya memang ada benarnya sendiri-sendiri."
"Baik ada benarnya maupun tidak, tua bangka kau jangan
berusaha main kucing-kucingan, hingga saat ini kau masih
belum menceritakan apa yang dinamakan penemuan gaib
dalam peti mati itu?"
Say Han Kong mengawasi Hee Thian Siang yang rebah
bersama-sama bangkai Siong Teng dalam sebuah peti mati,
kemudian berkata kepada Oe-tie Khao dan Ca Bu Kao:
"Khasiat dari jamur warna lima itu belum sempat menunjukkan
faedahnya, Siong Teng sudah dipantek hidup-hidup dalam peti
mati, ditambah lagi karena peti mati itu dibuat dari bahan kayu
yang kuat sekali. Lama kelamaan lalu menjadi tumbuhan yang
serupa tetapi bentuknya agak kecil didalam peti mati di depan
bangkai Siong Teng. Tumbuhan itu hanya selisih sedikit
khasiatnya dengan jamur warna lima yang tumbuh di udara
bebas." Ca Bu Kao yang mendengar keterangan itu merasa sangat
girang, ia bertanya sambil tertawa: "Say tayhiap tadi kata
tentang penemuan gaib dalam peti mati, apakah menganggap
bahwa Hee Thian Siang sudah makan jamur warna lima yang
tumbuh dalam peti mati itu?"
Say Han Kong menganggukkan kepala dan menjawab:
"Hee Thian Sian sebetulnya hanya dalam pingsan dan hilang
seluruh ingatannya, sesudah mengalami kericuhan begitu
besar, namun masih tak ada sedikit tanda-tanda gerakannya,
sudah pasti sudah makan jamur warna lima itu, hingga ia
menjadi pulas karena khasiat jamur itu."
"Tua bangka jika kau benar seperti apa yang kau katakan,
sudah tentu baik sekali. Tetapi seandainya dugaanmu
meleset, didalam tutup peti mati itu tidak ada tumbuhan jamur
warna lima, dan Hee Laote benar-benar telah makan jamur
lima warna, merk-mu tabib sakti itu dengan sendirinya akan
hancur." Berkata Oe-tie Khao sambil tertawa dingin.
Ca Bu Kao yang mendengar ucapan Oe-tie Khao tadi,
perasaan girang di wajahnya lenyap kembali.
"Pengemis tua, kau jangan mengecilkan hati orang. Apakah
kau masih ingat sewaktu aku membantu kau menutup peti
mati, pernah dapat mencium bau aneh dan aku berkata
kepada diriku sendiri?"
Oe-tie Khao segera teringat bahwa Say Han Kong waktu itu
memang benar mengendus-endus dengan hidungnya, bahkan
mengatakan bahwa bau aneh itu, mengapa seperti bau
semacam benda yang jarang ada di dalam dunia. . Tetapi
waktu itu belum sempat menjelaskan sebab-sebabnya,
musuhnya sudah datang ! "Ucapanmu memang betul, aku masih ingat waktu itu kau
memang pernah mengucapkan perkataan demikian!" demikian
Oe-tie Khao berkata. "Aku mendapat gelar tabib sakti, dengan sendirinya aku
dapat membedakan bau obat, waktu itu aku sudah dapat
mengendus hawa dalam peti mati itu mengandung bau obat
yang luar biasa, ditambah lagi dengan riwayat hidup Siong
Teng dahulu, maka telah kupelajari, lalu menarik suatu
kesimpulan seperti apa yang kukemukakan tadi, bagaimana
bisa salah" Sebab keadaan di dalam peti mati tidak seperti di udara
dan Hee Thian Siang bagaimanapun juga masih perlu tidur
nyenyak selama dua hari, maka tak perlu kita tergesa-gesa
mengangkat keluar ! Saudara kecil itu sebelumnya telah
makan tiga butir pil mujarabku yang terbuat dari getahnya
pohon lengci, ditambah lagi ia makan jamur warna lima, maka
nanti setelah ia sadar kembali, bukan saja luka dalam
tubuhnya akan sembuh seluruhnya, tetapi juga ilmu
perguruannya yang dinamakan Kian-thian Khi-kang juga akan
mendapat kemajuan besar !" berkata Say han Kong sambil
tertawa. Ia berdiam sejenak, matanya mengawasi Oe-tie Khao,
kemudian berkata pula sambil tersenyum :
"Mengenai persoalan seperti apa yang kau khawatirkan
tadi, kuharap kau tidak perlu ada kekhawatiran semacam itu!
Say Han Kong berkata menggunakan nama baiknya, dan
batok kepalanya, untuk menjamin keselamatan Hee Thian
Siang !" Setelah mendapat penjelasan demikian rupa dari Say han
Kong, maka Oe-tie Khao dan Ca Bu kao dengan sendirinya
lantas merasa lega hatinya ! Tetapi jika mereka mengingat
apa yang baru saja terjadi, lalu saling berpandangan dan
tertawa getir. Tak disangka Pek-thao Losat Pao Sam-kow yang menutup
diri di dalam goa selama berpuluh tahun lebih, kini ternyata
sudah berhasil mempelajari ilmunya bangkai hidup dalam
salju, bukankah itu berarti seperti harimau bertambah sayap"
sehingga lebih susah untuk ditaklukkan! Tadi untung muncul
bangkai nenek Liong Lo yang sudah menjadi mummi,
sehingga dia tak berdaya menghadapi dan akhirnya kabur
terbirit-birit! Jikalau tidak, sekalipun kita, mungkin masih bisa
sembunyikan diri, tetapi binatang peliharaan nona Tiong-sun
ini pasti tak akan luput dari tangan ganasnya. Jikalau tidak
binasa di api kiu yu leng hwe atau pasir beracun, tentu akan
binasa di bawah serangan duri beracun Thian keng cek!"
berkata Ca Bu Kao sambil mengelus-elus bulu Tay wong yang
indah. "Musuh yang tadi datang, hanya Pek-thao Losat dan Tho-
hwa Niocu dari Kie lian pai dan Su-to Keng dari Tiam cong pai
serta kemudian ditambah lagi dengan Ciau Khian yang kini
sudah binasa, dengan cara bagaimana mereka bisa
membekal Thian keng cek yang hanya tumbuh di gunung Kun
lun san?" bertanya Say Han Kong.
"Rahasia ini adalah Duta Bunga Mawar yang
memberitahukan kepadaku, tetapi selama itu aku masih belum
dapat kesempatan untuk memberitahukan kepada tuan-tuan!
Khabarnya, ada seekor burung elang emas yang sangat aneh,
dengan tak disengaja membawa pohon Thian keng yang
tumbuh di atas puncak gunung Kun lun san, sewaktu terbang
dan tiba di gunung Hok gu san lantas timbul gempa bumi
hebat, getaran gunung yang hebat membuat burung itu
terkubur di dalam reruntuhan batu gunung. Maka perlahan-
lahan di dalam goa di mana terdapat tengkorak burung elang
emas itu kembali tumbuh pohon aneh itu !
Orang-orang Kie lian paio telah berhasil menemukan goa
itu, lalu membawa pohon Thian-keng berikut akar-akarnya.
Dengan menggunakan durinya yang sangat berbisa, mereka
melakukan kejahatan, maksudnya hendak memfitnah kepada
golongan Kun-lun pay, di samping itu juga memang sengaja
hendak menimbulkan kericuhan di rimba persilatan supaya
para partai-partai golongan kebenaran itu baku hantam sendiri
dan akhirnya kehilangan banyak tenaga, sedangkan partai Kie
Lian dan Tiam cong akan menerima untungnya," berkata Ca
Bu Kao. "Aku pernah dengar kata Hee Thian Siang laote, bahwa
ketua Tiam cong pai Thiat-kwan Totiang sewaktu mengadakan
pertandingan dengan Peng-sim Sinni di lembah kematian
gunung Ciong lam san pernah bersama-sama diserang
dengan senjata duri berbisa Thian keng cek itu," berkata Oe-
tie Khao. "Inilah siasat mereka yang sangat jahat dan keji, ketua
Tiam cong pai sendiri juga terkena serangan duri beracun
Thian keng cek, bahkan disaksikan sendiri oleh ketua Lo hu
pai dan Tiam cong pai akan bebas dari tuduhan" Dengan
seenaknya pula dapat mengadu domba antara orang-orang
golongan partai kebenaran. Dengan sebetulnya partai Tiam
cong dan Kie lian sudah lama mereka berkomplot hendak
menimbulkan kerusuhan!" berkata Ca Bu Kao sambil
menggertek gigi. Berkata sampai di situ, tiba-tiba ia berseru: "Ooooh!"
seolah-olah ingat sesuatu, kemudian berkata pula sambil
menghela napas : "Tetapi di dalam orang-orang Kun lun pai sendiri juga ada
anak muridnya yang tidak setia dan menyeleweng; tiga orang
kuat dari Bu tong dan suciku sendiri yang terkena duri beracun
itu, duri beracun itu adalah barang curian dari anak murid
golongan Kun lun pai sendiri, kemudian oleh karena
penjagaan Tie hui cu sangat keras, tidak mudah didapatkan,
barulah kawanan orang jahat itu mencari goa kuno tempat
dikuburnya burung elang emas itu, dari situlah mereka
mendapatkan sebuah lagi, pohon ajaib Thian keng."
Say Han Kong yang mendengar keterangan itu lantas
bertanya : "Nona Ca, yang sudah diberitahukan rencana jahat
demikian penting oleh Duta Bunga Mawar, mengapa pada
pertemuan besar di puncak gunung Thian tu hong tidak
membeberkan rahasia itu?"
"Hendak membeberkan rahasia sangat besar seperti itu kita
memerlukan saksi dan bukti yang sangat kuat, jikalau tidak,
orang-orang golongan Kie lian dan Tiam cong mana mau
mengaku" Bahkan hal itu akan mengakibatkan terjadinya
pertumpahan darah hebat di atas puncak gunung Thian tu
hong!" berkata Ca Bu Kao sambil tertawa getir.
"Utusan ini membutuhkan saksi dan bukti yang cukup,
sesungguhnya tidak mudah. ." berkata Oe-tie Khao sambil
mengerutkan alisnya. Belum habis ucapannya, sudah dipotong oleh Ca Bu Khao.
"Menurut Duta bunga mawar bahwa Hee Thian Siang
dahulu pernah masuk ke dalam goa tengkorak burung elang
emas itu. Bahkan sudah menemukan selembar dari daun
Thian keng yang masih dibawanya dan disimpan baik-baik.
Duta bunga mawar pernah berpesan kepadaku, apabila Hee
Thian Siang tiba di puncak gunung Thian tu hong, lalu minta
padanya daun itu, dan diberikan kepada ketua Kun lun pai Tie
hui cu supaya diperiksanya, disitulah di hadapan orang
banyak membuka rahasia rencana keji orang-orang Kie lian
dan Tiam cong!" Say Han Kong teringat dia sendiri pernah mengobati luka
kera kecil putih yang terkena duri beracun Thian keng, Hee
Thian Siang pernah berkata, dalam perjalanannya menuju
gunung Oey san itu sepanjang jalan tidak hentinya diganggu
oleh orang-orang jahat yang melakukan serangan secara
menggelap, maka kini ia baru sadar rencana jahat itu.
"Dalam perjalanannya ke gunung Oey san itu Hee laote
pernah berkali-kali mendapat serangan menggelap oleh orang
jahat, apakah lantaran dirinya membawa daun pohon Thian
keng itu?" demikian katanya.
"Ca Bu Kao menganggukkan kepala dan tersenyum. Lebih
dahulu menceritakan pengalamannya sendiri dengan sucinya
Peng sim Sinni bersama susioknya Cin Lok Pho ketika berada
di puncak gunung Thian tu hong pada satu malam di muka
sebelum pertemuan besar itu, hampir saja diserang secara
menggelap oleh senjata rahasia api kiu yu leng hwe dari Kie
lian pai, kemudian ia melanjutkan ucapannya sambil tertawa :
"Meskipun aku sudah memberitahukan kepada suci bahwa
ada orang yang mendapatkan bukti dan orang itu akan segera
tiba di gunung Oey san, tetapi aku tidak menyebutkan nama
Hee Thian Siang untuk menjaga ada orang yang sembunyi di
sekitar itu mendengarkan namanya dan bisa membawa akibat
yang tidak baik bagi Hee Thian Siang !"
"Sikapmu yang sangat hati-hati ini telah menimbulkan rasa
curiga orang-orang golongan Kie lian dan Tiam cong,
sehingga mengutus orang-orangnya menyembunyikan diri di
sepanjang jalan yang menuju ke gunung Oey san, untuk
menyerang secara menggelap kepada orang-orang yang
menuju ke puncak Thian tu hong, sebab mereka tidak tahu
siapa orangnya yang membawa bukti itu, maka setiap orang
dicurigai oleh mereka sebagai orang yang membawa tanda
bukti tersebut. Untuk menghindari jangan sampai terbuka
rahasia kejahatan mereka, maka mereka menyerang setiap
orang tanpa pilih bulu !" berkata Say Han Kong sambil tertawa.
Utie Khao juga lantas sadar, katanya sambil
menggelengkan kepala : "O! Penyerangan menggelap secara membabi buta itu
sesungguhnya susah dijaga. Yang paling sial barangkali
adalah ketua Swat san pai Peng-pek Sinkun bersama istrinya
yang datang hendak memberi bantuan kepada Kun lun pai!"
Mereka bertiga dalam pembicaraan itu telah membongkar
beberapa rahasia dan hal-hal yang mencurigakan dan yang
terjadi di daerah gunung Oey san pada waktu itu, setelah
persoalannya menjadi jelas, tanpa dirasa satu hati satu malam
sudah dilalui dengan mengobrol.
Say Han Kong menghitung-hitung waktunya, lalu berkata
kepada Ca Bu Kao dan Oe-tie Khao:
"Kini sudah hampir malam, kita menunggu sampai esok
pagi, di waktu matahari terbit kita boleh membuka peti mati
untuk memeriksa keadaan Hee Thian Siang, betul seperti apa
yang diduga atau tidak ia betul sudah makan jamur warna lima
dan mendapat penemuan ajaib dalam peti mati itu atau tidak"
Tetapi selama semalam ini kita masih perlu berjaga-jaga dan
Pek-thao Losat Pao Sam Kow dan lain-lain minta bantuan
ketua Tiam cong pai datang lagi kemari untuk menyerang kita
!" "Keadaan malam ini sangat berbeda dengan kemarin
malam. Ke satu, mereka tak akan menduga bahwa Hee Thian
Siang disembunyikan di dalam peti mati. kedua kita sudah
bertambah seorang pembantu yang sangat kuat !" berkata Ca
Bu Kao sambil tertawa. Say Han Kong mendengar perkataan itu, matanya ditujukan
kepada Taywong binatang aneh itu, lalu bertanya padanya
sambil tersenyum : "Taywong, di tengah perjalanan kau bertemu siapa saja"
Mengapa ia berhasil merampas bunga teratai swat-lianmu?"
Taywong menggunakan kedua kaki depannya untuk
memberi keterangan, sedang mulutnya cecuwitan, entah apa
yang dikatakan, sikapnya menunjukkan perasaan malunya.
Ca Bu Kao berkata kepada Say Han Kong dan Oe-tie Khao
sambil menggelengkan kepala :
"Kita tidak seperti majikannya yang paham bahasa
berbagai binatang, barangkali kita harus menantikan
kedatangan nona Tiongsun, barulah dapat membuka teka-teki
ini." Sang waktu berlalu tanpa berhenti, sore hari sudah diganti
dengan malam, dan malam perlahan-lahan mulai larut, jam
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
satu, dua, tiga. . dilalui tanpa terasa.
Say Han Kong bertiga perasaannya mulai tegang, bersama
meningkatnya sang waktu, pada menduga-duga apakah
malam yang sangat penting bagi kehidupan Hee Thian Siang
selanjutnya dapat dilalui dengan selamat"
Suasana dari gawat tegang menjadi sepi sunyi, keadaan di
luar kuil demikianpun juga. Tiap kali angin meniup dan daun-
daun pepohonan menimbulkan suara, sehingga mereka
berdebaran dan siap siaga, seolah-olah menantikan
kedatangan seorang musuh besar.
Waktu itu suara kentongan dari pedusunan yang agak jauh
sudah berbunyi empat kali. Dengan tiba-tiba binatang aneh
Taywong sekujur bulunya pada berdiri dan seolah-olah melihat
musuh yang sangat hebat, sikapnya itu jelas menunjukkan
rasa takutnya. Ca Bu Kao yang lebih dulu mengetahui perubahan itu, lalu
berkata kepada Say Han Kong dan Oe-tie Khao: "Say Tayhiap
dan Oe-tie taihiap, sekujur badan Taywong demikian
gemetaran, sikapnya seperti ketakutan!"
Say Han Kong dan Oe-tie Khao lalu memperhatikan
binatang itu, mereka mengetahui gelagat tidak baik. Oe tie-
Khao yang lebih dulu berkata: "Taywong meskipun tubuhnya
besar, tetapi gesit dan lincah gerakannya, dia juga sangat
galak dan buas, dengan satu samberan saja sudah membikin
Ciaw Khian tak berdaya dan pingsan, tetapi sekarang dengan
tiba-tiba menunjukkan sikap demikian ketakutan jelas kalau
bukan mendapat firasat tidak baik, tentunya kedatangan
musuh tangguh sekali, maka kita harus siap untuk
menghadapi segala kemungkinan."
Di luar, disekitar kuil yang sudah tua dan hancur
keadaannya tetap sunyi senyap. Tetapi tubuh Taywong
gemetaran semakin hebat, jelas dia sedang berada dalam
suasana ketakutan. Say Han Kong bertiga selagi menduga-duga sebab
musababnya, dari jauh tiba-tiba terdengar suara derap kaki
kuda. Kaki kuda itu tampaknya dilarikan sangat cepat, sehingga
membuat Ca Bu Kao sadar seketika, maka ia lantas berseru:
"O, kiranya adalah nona Tiong-sun Hui Kheng yang sudah
kembali dari gunung Tay-swat-san, kuda orang lain tidak
mungkin bisa lari demikian pesat."
"Tetapi nona Ca jangan lupa bahwa ketua Kie-lian-pay, Kie
Tay Cao juga memiliki kuda Cian-likiok-hwa-ceng yang juga
merupakan kuda luar biasa pada dewasa ini." Berkata Oe-tie
Khao sambil mengerutkan alis.
"Pengemis tua, kau jangan mengoceh tidak keruan, orang
yang datang itu apabila Khie Tay Cao, Taywong sudah tentu
sedari tadi sudah siap sedia untuk menghadapi musuh,
bagaimana ketakutan demikian rupa?" Berkata Say Han Kong
sambil tersenyum. Berkata sampai di situ ia berpaling dan berkata kepada
Taywong yang masih menggigil: "Taywong jangan takut,
tunggu nanti setelah majikanmu tiba, biarlah kita nanti
mintakan ampun atas kesalahanmu, perkara hilangnya bunga
teratai Swat-lian ditengah jalan, supaya jangan sesalkan
kepadamu." Taywong yang mendengar perkataan itu, gemetarannya
mulai berkurang. Sepasang matanya yang besar mengawasi
bergiliran kepada tiga orang itu, sikapnya menunjukkan minta
dikasihani. Ca Bu Kao yang menyaksikan sikap demikian merasa
kasihan, maka Taywong ditariknya ke samping dirinya,
dielusnya telinganya yang halus dan indah, setelah itu ia
berkata kepada Say Han Kong dan Oe-tie Khao: "Kita rasanya
percuma saja oleh orang-orang Kang-ouw dipandang sebagai
orang kuat golongan kelas satu dan sudah memiliki
kepandaian tinggi, namun kalau dibanding dengan binatang
aneh Taywong ini, hanya dalam soal daya pendengaran dan
daya penglihatan masih terpaut sangat jauh sekali. Dia selagi
kita masih belum mendengar apa-apa sudah mengetahui nona
Tiong-sun kembali. ."
Belum habis ucapannya, suara derap kaki kuda itu sudah
berada di luar kuil, bahkan ada kedengaran ringkik kuda
Ceng-hong-kie yang hendak terbang masuk melalui tembok.
Say Han Kong mulai mengerahkan kekuatan, berkata
dengan suara nyaring: "Apakah di luar nona Tiong-sun yang
datang" Kita disini Say Han Kong dan lain-lain sedang
menunggu di ruangan ketiga dalam kuil ini."
Belum lagi menutup mulut, matanya sudah nampak
berkelebatnya sinar kuning bercampur putih, siaopek si kera
kecil yang sangat cerdik yang mengenakan rompi emas sudah
berdiri ditengah-tengah ruangan, dan berseru girang terhadap
ketiga manusia dan seekor binatang yang ada dihadapannya.
Pada waktu itu Tiong-sun Hui Kheng yang cantik, sudah
muncul dengan menggandeng kudanya.
Pertama-tama yang menarik perhatiannya sudah tentu Pek-
tho Yace, nenek Liong Lo yang mencengkeram erat-erat tubuh
Ciau Khian, yang mukanya sudah menjadi hangus terbakar
oleh api Kiu-yu-leng-hwe.
Tiong-sun Hui Kheng rupanya mengetahui keadaan aneh
itu, maka buru-buru mengeluarkan dua butir pilnya
dimasukkan ke mulut kudanya yang habis melakukan
perjalanan demikian jauh. Setelah itu ia baru bertanya kepada
Say Han Kong: "Say Tayhiap, aku utus Taywong supaya lekas
mengantarkan bunga teratai Swat-lian, apakah kedatangannya itu tepat pada waktunya" Dan dimana
sekarang Hee Thian Siang berada?"
Oe-tie Khao waktu itu dapat kenyataan bahwa Tiong-sun
Hui Kheng demikian besar perhatiannya terhadap Hee Thian
Siang, maka diam-diam menganggukkan kepala dan berkata
sambil menunjuk kepada peti mati sebelah kanan: "Hee Thian
Siang sekarang berada didalam peti itu."
Tiong-sun Hui Kheng yang tidak menduga apa yang
terkandung dalam ucapan Oe-tie Khao itu, ketika mendengar
bahwa Hee Thian Siang berada dalam peti mati, dianggapnya
sudah mendapat bahaya, maka seketika itu seolah-olah
disambar geledek, tubunya gemetaran dan matanya ditujukan
kepada Tay-wong. Tay-wong saat itu sedang berlutut di depan majikannya
sekujur badannya gemetaran.
Ting-sun Hui Kheng yang menyaksikan sikap binatang
piaraannya, semakin merasakan gawatnya persoalan, dengan
alis yang dikerutkan ia berkata dengan suara berat: "Tay-
wong, kau ini datang terlambat ataukah bunga teratai Swat-
lian itu ditengah jalan dirampas orang, ataukah hilang"
Sehingga sahabat baikku Hee Thian Siang telah menemui
nasib buruk?" Tay-wong yang melihat majikannya marah benar, ketakutan
setengah mati dan berulang-ulang memberi hormat. Say Han
Kong pelototkan matanya kepada Oe-tie Khao dan kepada
Tiong-sun Hui Kheng, ia berkata sambil tertawa: "Nona Tiong-
sun harap jangan sesalkan Tay-wong yang patut disesalkan
adalah pengemis tua Oe-tie Khao ini yang kata-katanya tidak
beres, ia belum menerangkan bahwa meskipun bunga teratai
Swat-lian itu telah hilang ditengah jalan tetapi bagi Hee Thian
Siang malah menemukan kejadian ajaib yang membawa
keberuntungan baginya."
Tiong-sun Hui Kheng semula mendengar bahwa bunga
teratai swat-lian telah hilang ditengah jalan, sudah tentu
terkejut, tetapi setelah mendengar keterangan Say Han Kong
bahwa Hee Thian Siang malah menemukan kejadian ajaib,
kembali menjadi girang, didalam keadaan demikian, sudah
tentu untuk sementara ia tidak mau mengomeli Taywong dan
mencari keterangan sebab-sebab kehilangan bunga teratai itu.
Lebih dahulu ia hendak mendengarkan keterangan lebih lanjut
dari Say Han Kong tentang diri Hee Thian Siang.
Setelah mendengar seluruh keterangan dari Say Han Kong,
Tiong-sun Hui Kheng baru mulai minta penjelasan kepada
Taywong, katanya: "Taywong, sungguh tak kusangka bahwa
kau yang berpisah dengan diriku sehari lebih, kau mengalami
kejadian demikian rupa. Kenapa kau kehilangan ditengah
jalan, jika besok pagi Hee Thian Siang benar-benar mendapat
penemuan gaib, kesalahanmu itu masih dapat kuampuni.
Tetapi kesalahanmu kedua yang membunuh orang, harus
dihukum." Taywong menundukkan kepala, sekujur badannya
gemetaran, Ca Bu Kao merasa tidak enak hati, maka ia pikir
hendak mintakan keringanan baginya, katanya kepada Tiong-
sun Hui Kheng sambil tersenyum: "Nona Tiong-sun, dengan
kepandaian yang demikian tinggi seperti Pek-thao Losat Pao
Sam Kow toh sedikitpun tak berdaya menghadapi mumi dari
Pek-taho Yace nenek Liong Lo, jikalau Taywong tidak keburu
datang, kami semua barangkali akan mengalami nasib yang
menyedihkan. Apalagi Ciaw Khian yang lebih dahulu hendak
turun tangan keji terhadap Taywong. Terhadap orang jahat
seperti itu, dibunuhpun tidak ada salahnya, maka itu kau
bukan saja tidak boleh menghukum Taywong, sebaliknya
malah harus memberi dorongan semangat padanya."
Tiong-sun Hui Kheng mendengar kata-kata Ca Bu Kao
demikian, kemarahannya mulai reda, katanya sambil
tersenyum: "Ca lihiap mungkin belum banyak mengetahui
Taywong mengikuti aku masih belum lama, sifat ganasnya
masih belum lenyap, jikalau aku tidak mengendalikannya
secara keras, mungkin akan banyak kejadian yang tidak kita
ingini. Mengenai urusan tadi malam kalau memang kesalahan
itu bukan pada dirinya apalagi Ca lihiap bertiga yang
memintakan ampun, maka untuk sementara aku akan cabut
saja kesalahannya, apabila lain kali berani melanggar lagi,
siaopek akan kusuruh mematahkan urat di kakinya, dan akan
ku usir keluar dari rumahku."
Ia berdiam sejenak lalu berkata kepada Taywong:
"Taywong, bangun! Jangan pura-pura berlaku sedih untuk
minta dikasihani orang, bunga teratai swat-lian yang kau
bawa, sebetulnya dirampas oleh siapa?"
Dengan badan masih gemetar Taywong bangkit, dan
dengan sikapnya yang sedih ia menceritakan pengalamannya
dengan bahasa sediri. Tiong-sun Hui Kheng setelah mendengar keterangan
Taywong lantas suruh ia undurkan diri dan berkata kepada
Say Han Kong bertiga: "Menurut keterangan Taywong,
ditengah jalan ada orang yang mencegat dirinya minta pinjam
bunga teratai swat-lian, katanya orang itu sangat perlu untuk
menolong orang, orang itu berjanji di kemudian hari akan
mengembalikan bahkan akan diberi hadiah kepadanya."
Ca Bu Kao merasa geli, lalu berkata sambil tertawa: "Orang
itu juga lucu, apakah Taywong setelah mendengar permintaan
orang itu lantas memberikan bunga teratainya begitu saja?"
"Taywong sudah tentu tak mau memberikan, tetapi orang
itu menggunakan ilmunya yang luar biasa dengan kekerasan
merampas bunga teratai dari tangan Taywong." Berkata
Tiong-sun Hui-kheng. Oe-tie Khao yang mendengar keterangan itu merasa heran,
katanya: "Taywong merupakan seekor binatang yang luar
biasa, kekuatan tenaganya sangat hebat, gerakannya juga
gesit dan lincah, orang itu bisa merampas bunga teratai dari
tangannya, kepandaian ilmu silatnya pasti tinggi sekali."
Pada waktu itu siaopek sikera kecil sudah berbicara
dengan Taywong, agaknya sesalkan Taywong yang kurang
hati-hati. Taywong hanya menundukkan kepala sambil
mengeluarkan suara perlahan sikapnya menunjukkan
perasaan menyesalnya. Ca Bu Kao yang menyaksikan semua itu, lalu bertanya
kepada Tiong-sun Hui Kheng: "Nona Tiong-sun apa yang
dibicarakan oleh mereka berdua?"
"Siaopek sesalkan Taywong tidak ada gunanya, dan
Taywong berkata, orang itu larinya lebih pesat daripada
dirinya sendiri, tenaganya juga lebih besar, sekalipun siaopek
barangkali juga tidak sanggup mempertahankan bunga teratai
itu! Say Han Kong lalu berkata sambil tertawa:
"Bunga teratai itu disebut obat dewa yang jarang ada
didalam dunia ialah karena khasiatnya yang mampu
memunahkan segala racun dan menyembuhkan segala
penyakit, hingga dianggap sebagai obat berharga untuk
menolong jiwa orang! Jikalau dugaanku tidak keliru, Hee Thian
Siang dalam bencana ini sebaliknya malah akan mendapat
keuntungan, dan nanti bisa hidup kembali dalam keadaan
selamat, maka obat dewa itu digunakan untuk menolong jiwa
orang lain juga terhitung suatu kebaikan bagi sesama umat
manusia, maka nona Tiong-sun tidak usah lantaran urusan itu
selalu membuat pikiranmu saja!"
"Apakah benar Hee Thian Siang nanti tidak ada halangan,
dalam urusan ini sebetulnya aku tak perlu merasa khawatir,
tetapi Taywong nampaknya masih penasaran, dia sudah
berjanji dengan siaopek, di kemudian hari apabila ketemu
dengan orang itu lagi akan diajak berkelahi bersama-sama
siaopek!" Demikian empat orang itu sambil mengobrol telah
melewatkan malam yang panjang itu sehingga tanpa di rasa di
ufuk Timur sudah tampak titik terang!
Say Han Kong yang selalu menghitung-hitung waktunya,
lantas berkata kepada Ca Bu Kao, Oe-tie Khao dan Tiong-sun
Hui Kheng bertiga: "Sekarang sudah terang tanah, kita boleh membuka tutup
peti mati untuk melihat Hee Thian Siang laote, benar seperti
apa yang kuduga atau tidak!"
Sehabis berkata demikian, ia bangkit lebih dahulu, dan
berjalan menuju ke kamar dimana terdapat peti mati.
Apabila dugaan Say Han Kong itu benar, sudah tentu tak
menjadi halangan. Tetapi apabila dugaannya itu meleset,
sedangkan bunga teratai swat-lian kini sudah dirampas oleh
orang lain, maka Hee Thian Siang pasti tidak tertolong
jiwanya, bahkan mungkin sudah lama putus nyawanya
didalam peti mati.
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Oleh karena perhitungan Say Han Kong itu tepat atau tidak,
besar sekali hubungannya dengan nasib seorang pemuda
yang membawa tugas penting untuk menumpas kawanan
penjahat, maka bukan saja Ca Bu Kao, Oe-tie Khao dan
Tiong-sun Hui Kheng hatinya berdebaran dan menantikan
terjadinya perubahan dengan penuh perhatian, sedangkan
Say Han Kong sendiri yang pernah sesumbar akan
ramalannya itu juga merasa tegang.
Ketika ia tiba di depan peti mati, lebih dahulu berhenti
sejenak dan menarik nafas dalam-dalam. Setelah pikirannya
tenang kembali, barulah tangannya perlahan-lahan diletakkan
ke tutup peti mati. Pada saat Say Han Kong hendak membuka peti mati,
Tiong-sun Hui Kheng tiba-tiba berkata dengan suara pelahan:
"Say Thaihiap harap buka perlahan-lahan!"
Say Han Kong menghentikan tangannya dan bertanya
sambil berpaling: "Nona Tiong-sun masih ingin berkata apa lagi?"
"Say Taihiap, sesudah membuka tutup peti matinya,
apabila benar Hee Thian Siang tidak mendapat halangan,
harap jangan menyadarkan dirinya dahulu!"
Oe-tie Khao dan Ca Bu Kao yang mendengarkan ucapan
gadis itu merasa bingung dan heran, sementara itu Say Han
Kong juga bertanya dengan heran:
"Nona Tiong-sun, apa maksud ucapanmu ini?"
"Sebab aku tidak ingin bertemu muka dengan dia. Asal dia
benar-benar tidak halangan, syukurlah, sebelum ia sadar
betul-betul aku ingin akan berlalu lebih dahulu!"
Ca Bu Kao karena sudah tahu bahwa Tiong-sun Hui Kheng
mungkin adalah gadis idaman Hee Thian Siang yang dahulu
oleh pemuda itu minta restu kepada makam bunga mawar di
gunung Bin-san, maka ketika mendengar ucapan itu alisnya
lantas dikerutkan, tanya dengan heran:
"Nona Tiong-sun, aku tahu kau dengan Hee Thian Siang
pernah berkenalan di gunung Tay-piat-san dan gunung Oey-
san, apakah kau jauh-jauh pergi ke gunung Tiam-cong-san
bukan lantaran hendak bertemu muka dengannya?"
Wajah Tiong-sun Hui Kheng menjadi merah lantas berkata
kepada Cu Bu Kao sambil menganggukkan kepala:
"Dengan terus terang kedatanganku ini memang hendak
mencari dia, jikalau tidak, aku juga tidak perlu sampai pergi ke
Hian-peng-gwan di gunung Tay-swat-san minta obat untuk
menyembuhkan sakitnya!"
Say Han Kong berkata sambil tertawa:
"Nona Tiong-sun kalau benar demikian baik hubungannya
dengan Hee Thian Siang laote, mengapa pula tidak ingin
bertemu muka dengannya" Tunggu setelah ia sadar kembali,
seharusnya masih perlu mengucapkan terima kasih ke kamu
atas bantuanmu pergi ke gunung Tay-swat-san untuk minta
obat!" Muka Tiong-sun Hui Kheng kembali menjadi merah,
katanya sambil tersenyum dan menggelengkan kepala:
"Justru karena aku tiba-tiba mengetahui merasa suka
dengannya, barulah aku tidak ingin untuk bertemu muka
dengannya! Sebab ayahku seumur hidupnya . ."
Say Han Kong tiba-tiba ingat Thian-gwa Ceng-mo Tiong-
sun Seng selamanya tidak mengijinkan muridnya terganggu
oleh asmara, tidak boleh muridnya sampai terlibat oleh jaring
asmara! Maka lantas berkata sambil tertawa:
"Aku sudah mengerti maksud tindakanmu ini, tapi kalau
hanya bertemu muka saja dengan Hee loate, rasanya toh
tidak menjadi halangan, baiknya tunggu ia sadar dulu, baru
pergi." Tiong-sun Hui Kheng masih menggelengkan kepala, tetapi
Ca Bu Kao yang menyaksikan itu telah dapat melihat bahwa
gadis itu meskipun malu-maluan; namun bagaimanapun juga
masih banyak sikap-sikapnya yang penuh simpati terhadap
Hee Thian Siang! Melihat Tiong-sun Hui Kheng tetap tidak mau bertemu
muka dengan Hee Thian Siang, Say Han Kong tidak mau
menasehati lagi, lalu berpaling dan berkata kepada Oe-tie
Khao: "Pengemis tua, kau pasang api lebih banyak, dan kau
angkat tinggi-tinggi, aku hendak membuka peti mati dan
hendak melihat Hee laote yang tidur ditempat tidur istimewa
ini, apakah bisa tidur nyenyak atau tidak?"
Oe-tie Khao lalu mengumpulkan kayu-kayu bekas jendela
yang dirubuhkan oleh Pek-thao Yace nenek Liong Lo,
kemudian menyalakan apinya hingga menjadi penerangan
yang cukup terang didalam kamar itu.
Say Han Kong waktu itu lantas mengerahkan kekuatan
tenaganya, peti mati yang sangat berat itu dibukanya!
Di bawah penerangan api dari kayu, tampak dengan jelas
bahwa sepasang mata Hee Thian Siang masih dipejamkan,
namun wajahnya nampak merah dan segar, hanya dirinya
rebah di atas bangkai Siong Teng yang masih mengenakan
pakaian lengkap, tampaknya sedang tidur nyenyak sekali!
Ca Bu Kao yang menyaksikan keadaan demikian, hatinya
mulai lega. Ia pikir ingin menahan Tiong-sun Hui Kheng, maka
lalu memberi isyarat dengan mata kepada Say Han Kong,
minta ia supaya lekas menyadarkan Hee Thian Siang.
Say Han Kong mengerti dan menganggukkan kepala, baru
saja mengulurkan tangan hendak membuka totokan Hee
Thian Siang, tiga binatang peliharaan Tiong-sun Hui Kheng
yang berada didalam kamar telah keluar dari kamar, kemudian
bersama Tiong-sun Hui Kheng berjalan pergi. Di atas kudanya
ceng-hong-kie masih terdengar suara gadis itu yang
menyanyikan sajaknya: "Diwaktu berkumpul harus berkumpul, diwaktu pergi harus
pergi, tidak perlu meninggalkan omongan, tidak akan terjerat
oleh jaringan asmara . . ."
Ca Bu Kao yang mendengar suara itu menggeleng-
gelengkan kepala dan berkata sambil tertawa: "Nona Tiong-
sun ini sebetulnya hanya membawa perasaannya sendiri, dia
tidak berani menghadapi kenyataan. Ini bukankah berarti ia
terjatuh dalam jaring asmara?"
Pada saat itu Hee Thian Siang baru mulai sadar kembali,
pertama-tama yang masuk didalam telinganya adalah suara
derap kaki kuda yang perlahan-lahan mulai menjauh, oleh
karena suara itu tidak asing baginya, maka lantas membuka
matanya dan bertanya: "Derap kaki kuda ini rasanya tidak asing bagiku. Kuda
siapakah itu" Kuda Cian-lie-kiok-hwa-cing milik ketua Kie-lian-
pay Kie Tay Cao ataukah kuda Ceng-hong-kie milik Tiong-sun
Hui Kheng?" Oe-tie Khao lantas menyahut sambil tertawa:
"Hee laote kau jangan tanya dulu kuda siapa itu, lihatlah
dahulu tempat apa yang sedang kau tidurin ini?"
Waktu itu rasa kantuk Hee Thian Siang sudah hilang, ia
juga sudah merasakan bahwa tempatnya tidur agak berbeda
dengan biasa, maka lantas lompat bangun. Ia baru tahu
bahwa dirinya bukan saja sedang tidur didalam peti mati,
tetapi di bawahnya bahkan masih ada membujur mayat
seorang tua! Kejadian yang sangat luar biasa anehnya itu telah
membuatnya bingung. Say Han Kong menarik tangan kiri Hee Thian Siang,
kemudian diperiksanya keadaan badannya. Setelah itu, lantas
tertawa terbahak-bahak dan berkata:
"Hee laote kuucapkan selamat kepadamu, lantaran
bencana yang menimpa dirimu akhirnya telah berubah
menjadi suatu keuntungan. Bukan saja luka didalam tubuhnya
yang disebabkan Thiat-siu sinkang dari ketua Cong-lam-pay
kini sudah sembuh seluruhnya, bahkan mungkin ilmu Khian-
thian khi-kang dari perguruanmu juga bertambah hebat tanpa
kau sadari!" Hee Thian Siang mendengar ucapan itu semakin bingung,
tetapi pada saat itu, mayat Siong Teng dengan tiba-tiba
lompat bangun dan duduk didalam peti matinya.
Hee Thian Siang yang seumur hidupnya belum pernah
menyaksikan kejadian aneh itu, maka sesaat itu bulu romanya
merasa pada berdiri. Ia buru-buru mengulurkan dua
tangannya, mengerahkan ilmunya kian-thian-khi-kang, dan
mendorong mayat Siong Teng itu rebah kembali dalam peti
matinya. Mayat Siong Teng yang duduk itu meskipun didorong jatuh
olehnya, tetapi setelah ilmu Kiam-thian-khi-kang Hee Thian
Siang ditarik kembali, mayat itu duduk lagi!
Say Han Kong semula merasa heran, tetapi setelah dipikir,
ia lantas sadar. Maka lalu menunggu Hee Thian Siang
mengerahkan kembali ilmunya dan mendorong mayat Siong
Teng, lantas berkata kepada Ca Bu Kao yang berdiri di pinggir
peti mati. "Nona Ca, coba mundur beberapa kaki!"
Ca Bu Kao menurut, dan Say Han Kong berkata pula
kepada Hee Thian Siang: "Hee loate, coba kau tarik kembali ilmumu Kian-thian-khi-
kang, barangkali iblis golongan hitam yang dahulu namanya
telah menggemparkan rimba persilatan tidak akan duduk lagi!"
Hee Thian Siang setengah percaya setengah tidak. Ia
menarik kembali kekuatan tenaganya, dan benar saja mayat
Siong Teng telah rebah baik-baik dan tidak duduk lagi! Maka
ia lantas bertanya kepada Say Han Kong:
"Locianpwe, apakah sebetulnya yang locianpwe sekalian
sedang permainkan, mengapa tidak lekas memberi
keterangan" Hingga aku merasa seperti diliputi oleh teka teki
besar!" Sambil Tersenyum Say Han-kong minta Hee Thian Siang
membantu membakar peti mati itu, kemudian ia berkata
kepada Oe-tie Khao: "Pengemis tua, lekas kau gunakan apimu yang tak
berperasaan untuk membakar peti mati ini, supaya di
kemudian hari tidak terjadi lagi seperti mummi nenek Liong Lo
yang akan membahayakan penduduk di sekitar kuil ini."
Oe-tie Khao yang mendengar ucapan itu, di samping
melakukan apa yang diminta oleh Say Han Kong, ia berkata
sambil tertawa aneh: "Tua bangka, bagaimanapun juga kau masih kurang
paham, api tak berperasaan ini cuma boleh digunakan untuk
mengacau, tugas seperti membakar peti mati ini harus
menggunakan api yang berperasaan.!"
"Berperasaan juga baik, tidak berperasaan pun sama juga,
kita tak perlu berdiam di sini lagi untuk menyaksikan
pembakaran mayat ini. Lekas mencari tempat lain untuk
menjelaskan kepada Hoe laote, bagaimana ia terluka
sehingga tujuh hari lamanya ia dalam keadaan pingsan dan
tidur di dalam peti mati!"
Mendengar ucapan itu, semua orang keluar dari kamar
sebelah timur itu. Say Han Kong lalu menceritakan kepada
Hee Thian Siang segala sesuatu yang telah terjadi selama
tujuh hari itu. Hee Thian Siang yang mendengarkan keterangan bahwa
Tiong-sun Hui Kheng karena hendak menolong dirinya telah
melakukan perjalanan jauh, pergi ke gunung Tay-swat-san
untuk minta bunga teratai merah swat-lian, dalam hati merasa
bersyukur, juga merasa senang. Tetapi ketika mendengar
keterangan bahwa Tiong-sun Hui Kheng tidak suka bertemu
muka lagi dengannya, lantas merasa sedih!
Say Han kong sehabis memberikan penjelasannya, Ca Bu
Kao lalu bertanya kepada Hee Thian Siang:
"Sewaktu kau berada di dalam peti mati, apakah kau
merasa pernah makan sebuah tumbuhan semacam jamur
kecil yang berwarna lima?"
"Waktu itu aku tidur nyenyak tidak tahu apa-apa lagi, hanya
yang samar-samar kuingat seperti ada benda yang menyentuh
mulut dan hidungku, lantas kumakan tanpa kusadari. Aku
sendiri tidaklah tahu benda itu apakah jamur kecil berwarna
lima seperti apa yang bibi Ca katakan tadi atau bukan?"
Ca Bu Kao kini baru percaya benar bahwa dugaan Say Han
Kong itu seluruhnya memang betul, maka ia bertanya
kepadanya sambil tersenyum:
"Say tayhiap, tadi mayat hidup Siong Teng hampir berubah
menjadi mummi lagi, jikalau Hee Thian Siang masih dalam
pingsan dan rebah di dalam peti mati, lalu terjadi perobahan
seperti itu, bukankah akan menimbulkan akibat yang sangat
runyam?" "Nona Ca tidak tahu, Siong Teng meskipun dahulu pernah
makan cukup obat manjur luar biasa itu, dan kemudian
dipantek hidup-hidup di dalam peti mati, tetapi kalau mau
berobah menjadi mummi masih perlu mendapat bantuan dari
hawa orang hidup! Kita berdiam di sini sekian lama, oleh
karena jumlah lelaki lebih banyak daripada wanita, maka
membuat nenek Liong Lo mendapat hawa yang lebih banyak,
sehingga bisa menjadi mummi dan bertempur hebat dengan
Pao Sam Kow dan lain-lainnya. Tadi justru kau berdiri di
samping peti mati, hawamu telah mempengaruhi mayat Siong
Teng, hingga bangkit dan duduk di dalam peti matinya!
Tentang Hee laote yang tidur nyenyak di dalam peti mati,
oleh karena hawa sesama kaum pria, maka mayat Siong Teng
sedikitpun tak bisa berbuat apa-apa!" berkata Say Han Kong
sambil tertawa. "Tua bangka, kalau menurut ceritamu seperti ini, perkara
Hee laote yang hidup kembali, aku pengemis tua harus
mendapat pahala paling besar!" Oe-tie Khao berkata sambil
tertawa besar. "Pengemis tua, kau jangan mabok sendiri, di mana
pahalamu?" Say Han Kong berkata sambil tertawa geli.
Oe-tie Khao tertawa terbahak-bahak, kemudian berkata:
"Pahalaku ialah yang memilih tepat peti mati bagi Hee
laote! Kalau aku menempatkan Hee laote di dalam peti mati
sebelah kiri, maka ia bukan saja tidak dapat makan jamur lima
warna yang dapat menyembuhkan lukanya dan menambah
kekuatannya, bahkan mungkin akan merasakan cengkeraman
kuku nenek Liong Lo!"
Hee Thian Siang kalau memikirkan kejadian itu, ia sendiri
juga bergidik, maka buru-buru ia bangkit dan mengucapkan
terima kasih kepada Oe-tie Khao.
Namun Oe-tie Khao berkata sambil menggoyang-
goyangkan tangannya: "Aku pengemis tua paling suka main-main, bagaimana Hee
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
laote anggap sungguh-sungguh" Sebaliknya sekarang aku
hendak bertanya padamu, khabarnya kau mendapatkan
selembar daun pohon thian-keng yang cukup menggegerkan
rimba persilatan dan hampir saja menimbulkan pertumpahan
darah hebat, mengapa selama itu kau belum menceritakan
kepadaku" Sekarang lekas kau keluarkan supaya kita semua
melihatnya!" "Di badanku mana ada daun pohon thian-keng?" Hee Thian
Siang bertanya bingung. Say Han Kong tahu, bahwa Hee Thian Siang membawa
bukti kuat yang cukup untuk digunakan membuka rahasia
rencana keji partai Kee-lian dan Tiam-cong, tetapi dia sendiri
belum tahu, maka lantas bertanya padanya:
"Hee laote, sewaktu kau berada di gunung Hok-gu-san,
apakah kau pernah menemukan sebuah goa kuno yang di
dalamnya terdapat tengkorak burung elang raksasa?"
Hee Thian Siang semakin heran, dengan mata menatap
Say Han Kong, ia bertanya:
"Say locianpwe, waktu itu kau masih berada di gunung
Siong-san membuat obat, bagaimana kau bisa mengetahui,
kalau aku di gunung Hok-gu-san menemukan goa kuno yang
di dalamnya terdapat tengkorak burung elang raksasa?"
Waktu itu Ca Bu Kao baru menalangi Say Han Kong
menjawab padanya: "Duta Bunga Mawar mengatakan, bahwa kau di dalam goa
kuno itu telah menemukan selembar daun pohon Thian keng !"
Mendengar disebutnya nama "Duta Bunga Mawar", Hee
Thian Siang baru sadar katanya :
"Pantas, orang-orang Kie lian pai di bawah pimpinan
ketuanya,. mendadak mengadakan pertemuan di dalam
gunung Hok gu san, bahkan dengan sangat hati-hati dan
dirahasiakan sekali, mencari goa kuno kuburan burung elang
raksasa itu. Kiranya di dalam goa itu mereka telah membawa
pergi tumbuhan yang sangat berharga itu. Dan tumbuhan itu
ternyata adalah pohon aneh Thian keng yang dahulu tumbuh
di gunung Kun lun san !"
Setelah itu ia mengeluarkan daun yang diambilnya dari goa
tersebut, daun itu warnanya sudah berubah menjadi kemerah-
merahan, bentuknya menyerupai segi tiga, daun itu lalu
diberikannya kepada Ca Bu Kao.
Ca Bu Kao sambil memeriksa daun ajaib itu, menceritakan
rencana-rencana jahat orang-orang Kie lian dan Tiam cong
yang hendak mengacau rimba persilatan. Semua itu ia dengar
dari Duta Bunga Mawar, yang menceritakan padanya.
Hee Thian Siang yang mendengar penuturan itu alisnya
berdiri, katanya dengan suara dingin :
"Kalau begitu, peristiwa yang terjadi di lembah kematian
gunung Cong lam san, di mana ketua Lo hu pai dan Tiam
Cong pai masing-masing terkena serangan duri berbisa Thian
keng, ternyata hanya permainan saudara Thiat kwan Totiang
yang disengaja. Dalam hal ini ternyata mengandung rencana
keji! Aku sesungguhnya merasa sangat menyesal tidak bisa
menghadiri pertemuan di puncak gunung Thian tu hong pada
waktu yang tepat, sehingga tidak dapat membuka rahasia
rencana keji itu. Kalau waktu itu aku datang pada saat yang
tepat, pasti akan dapat menyaksikan bagaimana orang-orang
Kie lian pai dan Tiam cong mempertanggung-jawabkan di
hadapan orang banyak perbuatan mereka yang jahat dan
tidak tahu malu itu !"
"Hee laote, perlu apa kau menyesal" Pertemuan pertama di
puncak gunung Thian tu hong kan belum bisa membuka
rahasia rencana yang keji itu. Tetapi di dalam pertemuan yang
kedua tahun depan, seharusnya masih ada waktu bagimu
untuk membeber semuanya Hanya daun aneh yang berwarna
kemerah-merahan ini betul merupakan daun pohon Thian
keng atau hanya menurut dugaan Duta Bunga Mawar saja, hal
ini masih belum dapat dipastikan. Rasanya kita perlu
mengantarkan ke gunung Kun lun san, diberikan kepada
Ketua Kun lun pai untuk diperiksa," berkata Oe-tie Khao
sambil tertawa. "Usul Oe-tie locianpwe ini benar, sekarang ini aku justru tak punya urusan apa-
apa yang perlu, maka biarlah aku akan
pergi merantau ke daerah barat untuk berkunjung ke gunung
Kun lun san!" berkata Hee Thian Siang dengan semangat
terbangun. "Kalau memang mau pergi, mari kita sama-sama pergi
semua!" berkata Ca Bu Kao.
Hee Thian Siang yang suka keramaian, mendengar
perkataan Ca Bu Kao itu sudah tentu sangat girang. Tapi
kemudian ia lantas berkata sambil menggoyang-goyangkan
kepala : "Tidak, kita empat orang tidak bisa pergi bersama-sama,
sebaiknya kita pisah menjadi dua rombongan."
Ca Bu Kao heran, lalu menanyakan apa sebabnya.
Hee Thian Siang lalu menceritakan urusan perselisihan
paham antara Pendekar Pemabukan Bo Bu Yu dengan empat
jago wanita Ngo-bie pai, katanya sambil mengerutkan alisnya:
"Karena aku sudah berjanji dengan Bo Bu Yu locianpwe,
bahwa pada tanggal dua puluh bulan lima akan bertemu di
kaki gunung Ngo Bie san untuk mengawani dia bersama-sama
pergi ke puncak gunung Ngo bie, di samping itu, aku sudah
berjanji dengan Hok Siu In yang akan mengadakan pertemuan
seorang diri untuk mengadakan pertandingan pedang.
Pertemuan itu seharusnya aku taati jangan sampai
mengingkari janji! Tetapi sekarang kalau harus melakukan perjalanan jauh ke
gunung Kun Lun san, dalam perjalanan yang panjang itu, kita
tidak berani menjamin di tengah perjalanan akan menemukan
hal-hal yang tak diduga, yang mungkin bisa menghambat
perjalanan dan mungkin menggagalkan perjanjianku itu. Maka
kita harus pisah menjadi dua rombongan. Satu rombongan
pergi menjumpai Bo locianpwe dan Hok Siu In untuk
menjelaskan urusanku ini, katakan saja bahwa Hee Thian
Siang pasti akan tiba pada waktunya, oleh karena bertugas
berat untuk menyelesaikan perkara yang menyangkut
kepentingan seluruh rimba persilatan. Seandainya ada sedikit
terlambat, supaya minta mereka maafkan dan menunggu !"
Ca Bu Kao yang mendengarkan keterangan Hee Thian
Siang lalu berkata : "Suto Keng sebetulnya masih hidup ataukah sudah mati "
Dan dimana sekarang berada, masih perlu dicari ! Karena Hee
laote mempunyai janji dengan Ngo bie pai maka aku boleh
mewakili kau pergi ke sana, sekalian mengikuti jejak Suto
Keng di daerah perbatasan Inlam dan Kui ciu, mungkin bisa
mendapat sedikit kabar tentang dirinya, siapa tahu?"
"Dan bagaimana dengan locianpwe" Siapakah yang
hendak berjalan bersama bibi Ca?" bertanya Hee Thian Siang
kepada Say Han Kong dan Oe-tie Khao.
"Aku akan berjalan bersama nona Ca, dan kau pengemis
tua berjalan bersama Hee laote, dengan demikian barangkali
lebih tepat, sebab kalian satu tua dan satu muda, berjalan
bersama-sama boleh berbuat sesuka hatinya!" berkata Say
Han Kong tertawa. "Tua bangka, kau memang terlalu licin, jelas kau sendiri
yang mau enak-enak saja, tidak malu mencari alasan yang
kau bikin-bikin sendiri, apakah kau kira orang tidak mengerti
maksudmu?" berkata Utie Khao sambil tertawa juga.
Say Han Kong tersenyum, dari dalam sakunya
mengeluarkan obat pil buatannya sendiri dibagikan kepada
Hee Thian Siang dan Utie Khao masing-masing dua butir
setelah itu ia berkata : "Kalian berdua dengan bekerja-sama, di tengah perjalanan
pasti akan menjumpai banyak rintangan, seandainya kalian
menemui gangguan, pil semacam ini banyak faedahnya!"
Oe-tie Khao yang mendengar ucapan itu, sepasang
matanya dipendelikan, sementara itu Say Han Kong berkata
pula sambil tertawa: "Pengemis tua, kau jangan mendelik dulu, andaikata kalian
dalam perjalanan ini tidak mendapat gangguan apa-apa, pil itu
boleh kau gunakan untuk orang yang memerlukan!"
Mendengar perkataan itu Oe-tie Khao menerima pilnya dan
berkata kepada Hee Thian Siang:
"Hee laote kita sudah mengambil keputusan untuk
melakukan perjalanan jauh ke gunung Kun-lun-san, sebaiknya
berangkat dengan segera, sebab perjalanan kita ini benar-
benar tidak mudah dan jauh sekali!"
"Kalian berjalan lebih dahulu, baik juga. Aku dengan nona
Ca karena waktunya masih cukup, maka kesempatan akan
kita gunakan untuk pesiar ke pelbagai tempat yang memiliki
pemandangan indah!" Berkata Say Han Kong sambil
menganggukkan kepala. Berkata sampai di situ ia berdiam sejenak, tiba-tiba ia
bertanya kepada Hee Thian Siang:
"Hee laote kita akan menantikan kau di puncak Thian-tu-
hong gunung Oey-san, ataukah . ."
"Say locianpwe dan bibi Ca harap menunggu sebentar di
puncak gunung Ngo-bi-san, aku dengan U-tie locianpwe andai
kata tidak keburu tiba pada tanggal dua puluh bulan lima tetapi
sebelum permulaan bulan enam pasti akan datang ke gunung
Ngo-bi!" Setelah semua nya diatur selesai, empat orang itu lantas
berpisahan. Say Han Kong dan Ca Bu Kao melakukan
perjalanannya ke Timur, sedang Oe-tie Khao dan Hee Thian
Siang melakukan perjalanannya ke Utara.
Oleh karena perjalanan jauh, juga tidak dibatasi waktunya,
maka Oe-tie Khao tidak perlu tergesa-gesa, di sepanjang jalan
ia mengobrol dengan Hee Thian Siang, katanya:
"Hee laote, kita hari ini pergi jauh ke gunung Kun-lun-san,
harus mengambil jalan dari mana?"
"Oe-tie locianpwe boleh ambil keputusan sendiri, perlu apa
harus bertanya kepadaku" Sebab baru pertama kali ini aku
melalui jalan ini!" Berkata Hee Thian Siang sambil tersenyum.
"Jikalau kita mau mengambil jalan yang paling dekat, sudah
tentu kita dari sini memotong jalan melalui jalan Tibet, lalu
langsung menuju ke Kun-lun-san tetapi jikalau mengambil
jalan perbatasan propinsi Su-Cwan, dan propinsi Ceng-hay,
atau memutar propinsi Kan-siok dan masuk ke King-siang,
juga tidak berhalangan!"
"Supaya kita bisa lekas tiba di gunung Kun-lun-san, dan
supaya ketua Kun-lun-pay lekas memeriksa dan menetapkan
daun yang kubawa itu betul daun dari pohon thian-keng atau
bukan, maka perjalanan kita ini agaknya harus memilih jalan
yang lebih dekat. Setelah urusan di Kun-lun-san selesai. tidak
ada halangan, kita mengambil jalan memutar kan-siok, dan
Su-Cwan dengan demikian kita boleh melakukan perjalanan
dan pesiar kedaerah-daerah itu dengan tidak mempengaruhi
tugas kita, jikalau masih ada waktu, kita juga boleh sekalian
pergi ke gunung Kie-lian-san untuk coba-coba belajar kenal
dengan manusia-manusia buas ini."
Oe-tie Khao anggap usul Hee Thian Siang ini memang
benar, maka perjalanan itu dilakukan menurut rencana itu.
Sepanjang jalan, kecuali belajar kenal dengan adat istiadat
penduduk daerah pinggiran, mereka tidak menemui halangan
apa-apa, maka tiba di kaki gunung Kun-lun-san dengan
selamat. Hee Thian Siang dengan penuh semangat dan
gembira sekali mendaki gunung Kun-lun. Waktu itu kuil Kun-
lun-kiong ialah tempat berkumpulnya orang-orang Kun-lun-
pay, pintunya tertutup rapat, hanya ada seorang yang
berpakaian imam yang usianya kira-kira tiga puluh tahun, yang
berdiri di luar pintu, imam itu rupanya seperti anak murid Kun-
lun-pay yang ditugaskan menjaga.
Oe-tie Khao karena menganggap Kun-lun-pay sedang
menghadapi banyak urusan ia takut akan menimbulkan salah
faham, maka begitu muncul lantas berkata lebih dahulu sambil
tersenyum: "Totiang, bagaimana sebutan totiang yang mulia"
Aku si orang tua adalah Sam-ciu Lopan.
Oe-tie Khao bersama murid Pak-bin Sin-po Hong-po Cui,
Thian Siang laote, ada urusan hendak minta bertemu dengan
ketua Kun-lun-pay, maka harap agar totiang sudah
menyampaikan." Orang berpakaian imam itu mengawasi Oe-tie Khao dan
Hee Thian Siang sejenak, lalu menganggukkan kepala sambil
beri hormat, kemudian menjawab: "Pinto In-ya-hok,
kedatangan saudara berdua sangat tidak kebetulan, ketua kita
oleh karena hendak menyelidiki urusan yang menyangkut
nama baik Kun-lun-pay, sudah turun gunung bersama-sama
orang-orang golongan kami."
Hee Thian Siang yang mendengar jawaban itu alisnya
dikerutkan, ia ingat kepada pengalamannya di gunung Tiong-
lam-san, maka ia lantas bertanya: "Apakah Tio Giok dan Phoa
Sa ada?" In-yu-hok menggelengkan kepalanya, Hee Thian Siang lalu
bertanya pula: "Dan, Liok Giok Ji?"
JILID 10 "Oe-tie locianpwe namanya sudah terkenal di mana-mana
dan murid Pak-bin Sin-po juga bukan orang sembarangan,
bagaimana In-ya-hok berani membohongi. Di dalam Kun-lun-
kiong ini, kecuali aku dan susiok Liong-yu Cin-jin, semua
orang sudah pergi turun gunung!"
Oleh karena orang itu sudah berkata demikian, sudah tentu
Hee Thian Siang tidak perlu menanya lagi. Terpaksa ia minta
diri dari In-ya-hok, lalu turun gunung lagi bersama Oe-tie-
Khao. "Oe-tie locianpwe, dalam perjalanan kita yang jauh ini,
ternyata sangat mengecewakan, kita datang dengan gembira,
tetapi sekarang harus kembali dengan tangan kosong."
demikian He Thian-Siang berkata.
Oe-tie Khao hanya ketawa menyeringai. He Thian Siang
berkata pula dengan nada uring-uringan, "Kupikir hendak
menggunakan kesempatan ini, kita pergi ke gunung Kie-lian-
san untuk mengobrak-abrik sarang mereka!"
Oe-tie Khao berpikir sejenak, lalu berkata perlahan, "Pergi
ke gunung Kie-lian-san, jika hanya untuk menyelidiki keadaan
saja tidak ada halangan, tetapi posisi dan kedudukan Kie-lian-
pay agaknya jauh lebih kuat daripada Tiam-cong-pay, Pek
thao Losat Pao Sam-kow sudah berhasil melatih ilmu
kebalnya. . " "Oe-tie locianpwe jangan kuatir, maksudku mengobrak-
abrik itu bukanlah dengan kekerasan, tetapi dengan akal. Kita
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
titik beratkan kepada usaha kita! Sebab satu kali mendapat
pengalaman pahit, berarti bertambah suatu pengalaman
berharga, bukan saja Pek-thao Losat Phao Sam-kow yang
sudah memiliki ilmu kebal, walaupun ketuanya Kie-lian-pay
dan senjata tongkat garuda kepala sembilannya itu, juga bagi
kita merupakan lawan tangguh yang tidak sanggup
menghadapinya!" "Hee laote, kalau kau sudah mengetahui betapa hebat
mereka itu, itulah paling baik. Kita benar-benar harus
memikirkan caranya, bagaimana meyelidiki keadaan Kie-lian-
pay dan Tiam-cong-pay yang sedang merencanakan muslihat
jahat yang akan menimbulkan huru-hara di rimba persilatan.
Sebab aku selalu merasa curiga. . . "
"Oe-tie locianpwe , kau mencurigai apa?"
"Dengan kekuatan Kie-lian dan Tiam-cong dua partai itu,
tidak mungkin dapat menghadapi enam partai besar lainnya,
dan orang rimba persilatan golongan baik-baik yang selalu
menegakkan keadilan dan kebenaran ! Aku selalu curiga
apakah mereka masih mempunyai jago yang sangat kuat,
yang di luar pengetahuan kita, dan orang itu berdiri di
belakang layar, mendorong Khie Tay Cao dan Thiat Kwan
Totiang untuk menjalankan tugas mengadu domba dalam
rimba persilatan !" Hee Thian-Siang merasa bahwa dugaan Oe-tie Khao ini
memang masuk akal, maka lantas ia berkata sambil
menganggukkan kepala. "Oe-tie locianpwe, dugaanmu ini meskipun besar
kemungkinannya ada, tetapi aku tak dapat memikirkan, pada
dewasa ini siapa orangnya yang cianpwe anggap orang yang
paling kuat dan paling berbahaya ?"
"Ucapan laote ini tidak benar, ada orang yang kadang-
kadang di luar dugaan kita. Umpamanya Pek-thao Losat Pao
Sam-kow, adalah orang yang lama bertapa di goa salju dan
kini muncul kembali secara tiba-tiba. Yang kumaksudkan
adalah orang-orang yang pada sepuluh duapuluh tahun
berselang namanya sudah menggemparkan rimba persilatan,
dan kemudian menghilang secara tiba-tiba, bagaimana kalau
mereka sekarang muncul lagi ?"
"Usiaku terlalu muda, orang-orang kuat dan ternama pada
waktu itu aku masih belum tahu. Terhadap tokoh-tokoh kuat
yang mengasingkan diri pada sepuluh dua puluh tahun yang
lalu, sudah tentu asing bagiku. Cianpwe mempunyai
pengetahuan sangat luas, coba ceritakan beberapa di
antaranya kepadaku !"
Oe-tie Khao berpikir dahulu, kemudian berkata perlahan-
lahan, "Apa yang kuketahui juga tidak terlalu banyak, aku
hanya teringat pada tiga kaum pria dan dua kaum wanita. "
Hee Thian Siang terkejut, katanya , "Ha, ada demikian
banyak " Tolong locianpwe lekas ceritakan supaya aku
mendapat tambahan pengetahuan!"
"Kuberitahukan dahulu padamu tentang tiga kaum pria itu,
tiga orang itu memiliki kepandaian dan kekuatan yang luar
biasa sekali tingginya, hampir sudah mencapai taraf yang
tiada taranya! Tetapi mereka satu sama lain merupakan
musuh bebuyutan. Mereka pernah mengadakan pertempuran
di atas gunung Ngo-gak sampai lima kali. Setiap kali selalu
seri, belum ada ketentuan siapa yang lebih unggul dan siapa
yang asor! Pada pertandingan terakhir, dilakukan di puncak gunung
Ngo-bi-san, mereka telah berjanji jikalau tidak ada yang
menang dan kalah, tidak ada yang mau kembali dalam
keadaan hidup. Akhirnya di atas gunung Ngo-bi-san itu
dengan beruntun tiga hari tiga malam lamanya tampak
penerangan terus menyala. Sedangkan tiga orang luar biasa
itu sejak saat itu juga menghilang. Ada yang mengatakan
bahwa setelah mereka bertarung sengit, telah terjatuh ke
dalam jurang dan mati semua. Ada pula yang mengatakan
bahwa dalam pertempuran di atas bukit Ngo-bi itu mereka
telah menyadari keduniawian yang banyak dosanya, maka lalu
mengikuti agama Buddha! Meskipun dugaan ini belum tentu
semuanya benar, tetapi selama dua puluh tahun ini, yang
sudah nyata ialah mereka tidak tampak di rimba persilatan!"
"Oe-tie Cianpwe, mendengar keteranganmu ini aku juga
ingat bahwa suhuku pernah menyebut nama mereka, apakah
mereka bertiga itu bukan Go Ban-cit yang memiliki gelar
Pelajar Romantis, Bo Cun-yang yang memiliki gelar Bu-ceng-
kiam-kek dan Gi Yang Po yang memiliki gelar Thian-ceng Kie-
su?" "Betul, tiga orang itu masing-masing mempunyai adat yang
sangat aneh. Hanya lantaran nama julukan itu saja telah
menimbulkan konflik begitu hebat. Rimba persilatan hampir
dua puluh tahun lamanya dibikin tidak aman oleh perbuatan
mereka!" "Dan tentang dua tokoh wanita itu?"
"Dua tokoh wanita itu kalau dibandingkan dengan tiga tokoh
pria tadi lebih susah lagi dihadapinya. Yang satu bernama
Leng Biao Biao, julukannya Siang-swat Sian-jin, yang satunya
bernama Tan Siang Siang, julukannya Kiu-thian Mo-li, mereka
berdua terkenal di kalangan kang-ouw dengan kepandaian
silatnya yang aneh luar biasa, tapi kedua-duanya menghilang
dengan mendadak pada duapuluh tahun bersilang!"
"Namun julukan Leng Biao Biao dengan markas besar Kie-
lian-pay Siang-swat-giam sangat cocok satu sama lain!"
"Justru karena nama julukan yang diambil oleh tokoh
wanita itu begitu tepat dengan markas golongan Kie-lian-pay,
maka barulah aku ingat kepada diri mereka!" Berkata Oe-tie
hao sambil menganggukkan kepala.
"Apakah lo-cianpwe menganggap pasti bahwa di antara
tiga tokoh pria dan dua tokoh wanita itu mungkin ada salah
satu yang menunjang di belakang layar Kie-lian-pay dan Tiam-
cong-pay untuk mengacau dan menimbulkan huru-hara di
rimba persilatan?" "Meskipun aku mempunyai kecurigaan demikian, tetapi aku
belum berani memastikan! Sebab bagaimanapun juga
pengetahuanku sangat terbatas. Di antara begitu banyak
tokoh-tokoh kuat yang sudah mengasingkan diri, jumlahnya
toh tidak mungkin hanya lima orang itu saja!"
Berkata sampai di sini, tiba-tiba ia ingat lagi suatu hal, lalu
berkata pula: "Di dalam kelenteng tua yang sudah rusak
keadaannya di daerah lautan Nie-hay, bibimu pernah
mengatakan bahwa anak murid golongan Kun-lun ada yang
berkhianat dan mengadakan hubungan dengan musuh luar.
Mereka telah mencuri duri berbisa Thian-keng-cek lalu
diberikan kepada orang-orang Kie-lian-pay, hingga barang itu
digunakan untuk mencelakai diri tiga jago Bu-tong dan ketua
Lo-hu-pay Peng-sim Sin-nie."
"O! Bagaimana bibi Ca bisa mengetahui hal itu?"
"Dia juga mendengar apa yang diberitahukan oleh duta
bunga mawar!" "Duta bunga mawar itu sesungguhnya merupakan tokoh
misterius luar biasa. Wajah aslinya tiada seorangpun yang
pernah melihat, entah siapakah sesungguhnya orang itu?"
"Itulah seperti apa yang tadi kukatakan, bahwa di dalam
dunia yang luas ini, entah berapa banyak orang berilmu yang
tak mau menonjolkan kepandaiannya, susah bagi kita untuk
mengetahui semua." "Tentang murid pengkhianat dari Kun-lun-pay itu tentunya
susah juga untuk mengetahui siapa orangnya! Sayang,
kedatangan kita tidak kebetulan, jika tidak, selain kita bisa
minta Tie-hai-cu untuk memeriksa daun itu, apakah betul daun
dari pohon Thian-keng atau bukan! Bahkan dapat
memberitahukan kepadanya bahwa partai Kun-lun sendiri ada
pengkhianat di dalamnya, maka perlu lebih dahulu
mengadakan pembersihan di dalam!"
Sementara itu dua orang itu sudah berjalan turun dari
gunung Kun-lun. Di bagian belokan sebelah kiri, tiba-tiba
muncul seorang gadis bertubuh langsing dan mengenakan
mantel berwarna hitam hendak mendaki gunung dengan
tergesa-gesa, seolah-olah baru selesai mengadakan
perjalanan jauh dan hendak pulang ke atas gunung!
Karena dari samping dilihatnya gadis itu mirip benar
dengan gadis yang dilihatnya dahulu di gunung kiu-gi-san, ia
lalu menduga gadis itu adalah murid kepala Tie-hui-cu, ialah
Liok Giok Jie, maka lantas memanggilnya sambil tertawa,
"Nona, harap tunggu sebentar!"
Gadis itu ketika mendengar panggilannya lantas berhenti
dan menoleh, sinar matanya yang tajam menatap wajah Hee
Thian Siang, hingga membuat Hee Thian Siang terkejut dan
dalam hati ia berpikir, 'Gadis ini mengapa mirip benar dengan
Hok Siu Im dari Ngo-bie-pay.'
Dipandang demikian rupa oleh Hee Thian Siang , gadis itu
rupanya merasa tidak senang, maka lalu bertanya sambil
mengerutkan alisnya, "Ada urusan apa kau memanggilku"
Dan ada keperluan apa kau datang kemari?"
Melihat sikap dingin dan nada ketus gadis itu, Hee Thian
Siang teringat kepada surat yang ditinggalkan oleh Duta
bunga mawar di luar goa tempat burung elang raksasa. Dalam
tulisan itu dikatakan bahwa "Giok berduri", tampaknya
memang betul. "Namaku Hee Thian Siang, dengan Oe-tie Khao
locianpwee ini ada urusan penting hendak menjumpai ketua
Kun-lun-pay. Nona ini adalah murid kesayangan Tie-hui-cu
locianpwe yang bernama Liok Giok Jie?". Demikian bertanya
Hee Thian Siang. "Memang benar aku adalah Liok Giok Jie, sekarang ini
bukan saja suhu tidak berada di Kun-lun-kiong, sekalipun ada
tetapi karena Kun-lun-pay sendiri sedang ada urusan, tidak
akan menemui tamu dari luar!". Berkata gadis itu yang masih
tetap dingin. Oleh karena sikap Liok Giok Jie yang dingin itu, Oe-tie
Khao kuatir menimbulkan amarahnya Hee Thian Siang,
hingga timbul percekcokan, maka ia lalu berkata sambil
tertawa: "Kedatangan kita ini, justru lantaran urusan partai
Kun-lun-pay". "Urusan partai Kun-lun-pay, juga diurus oleh partai Kun-lun-
pay sendiri! Rasanya tidak perlu lain orang turut campur
tangan!" Berkata liok Giok Jie sambil mengawasi Oe-tie Khao.
Jawaban itu sesungguhnya terlalu keras, maka Hee Thian
Siang yang mendengar itu merasa tidak senang, katanya:
"Tahukah kalian bahwa anak murid Kun-lun-pay terdapat
penghianat yang bersekongkol dengan musuh luar?"
"Hee Thian Siang jika kau berani mengeluarkan perkataan
seenak perutmu sendiri sehingga menodai nama baik Kun-lun-
pay, aku terpaksa akan bertindak tegas terhadapmu!" Berkata
Liok Giok Jie dengan suara keras.
"Apa itu perkataan seenak perut sendiri" Memang benar
bahwa orang-orang dalam partai kalian ada yang mencuri duri
beracun Thian-keng diberikan kepada orang-orang Kie-lian-
pay yang hendak membuat bencana dirimba persilatan dan
menimbulkan huru-hara besar!". Berkata Hee Thian Siang
marah. Dengan alis berdiri Liok Giok Jie berjalan menghampiri tiga
langkah dan bertanya sambil menatap wajah Hee Thian
Siang: "Apa yang kau katakan tadi, ada buktinya atau tidak"
Siapakah murid Kun-lun-pay yang berkhianat?"
Ditanya soal bukti, membuat Hee Thian Siang gelagapan,
katanya: "Bukti meskipun. . meskipun tidak ada tetapi. . . . . "
"Kau berkata hanya seenak perutmu sendiri, ini membuka
mulut saja, sekarang kau rasakan rasanya ilmu In-liong-pat-
set dari golongan Kun-lun-pay!", berkata Liok Ciok Jie dengan sikap dingin dan
suara bengis, sehabis berkata benar-benar ia
menggunakan ilmunya yang dinamakan In-Liong-pat-set,
tangan-kanannya digerakkan menyerang bagian ulu hati Hee
Thian Siang! Hee Thian Siang juga timbul amarahnya, dia tertawa
terbahak-bahak dan berkata: "bagus-bagus! Tak kusangka kita
jauh-jauh datang kemari dengan susah-payah, setiba di Kun-
lun-san harus menerima gebukan! Biarlah aku coba
merasakan ilmu golongan Kun-lun-pay yang dinamakan In-
liong-pat-set itu, bagaimana rasanya?"
Sambil bicara, ia diam-diam sudah mengerahkan ilmunya
Kian-thian-khie-kang, dengan tangan kanannya ia menyambut
serangan Liok Giok Jie. Begitu kedua kekuatan saling beradu, masing-masing
mundur setengah langkah, ternyata kekuatan mereka
berimbang, tetapi Hee Thian Siang tahu, apabila tidak karena
penemuan gaibnya dalam peti mati kali ini, sehingga kekuatan
tenaga dalamnya tambah berlipat-ganda, barangkali masih
belum sanggup menandingi kekuatan Liok Giok Jie!
Oe-tie Khao tidak ingin melihat urusan menjadi runyam,
selagi kedua pihak saling mundur dalam keadaan terkejut dan
belum lagi maju bertempur kembali, lantas melesat dan berdiri
ditengah-tengah dua orang itu, ia berkata kepada Liok Giok
Jie sambil tertawa: "Nona Liok jangan marah, meskipun kita
tidak dapat membuktikan murid Kun-lun-pay yang berkhianat
itu, tetapi kita datang dari jauh untuk memberitahukan hal itu,
bagaimanapun juga toh tidak mengandung maksud jahat ! Apa
lagi di dalam kantong kita ada sebuah benda juga besar sekali
sangkut pautnya dengan Kun-lun-pay; suhumu Tie-hui-cu
jikalau belum kembali ke gunung, tolong sampaikan
kepadanya minta ia mencari kita untuk menanyakan saja itu
sudah cukup !" "Apa yang kau katakan tentang benda yang ada sangkut
pautnya besar sekali dengan partai Kun-lun-pay, barang
apakah sebetulnya itu ?" bertanya Liok Giok Jie.
Hee Thian Siang dalam hati berpikir bahwa daun pohon
Thian-keng itu, jika diserahkan kepada Liok Giok Jie, juga
sama saja. Maka lalu memasukkan tangannya ke dalam
sakunya, dan selagi hendak mengeluarkan, Oe tie khao
memberi isyarat dengan mata kepadanya dan sudah berkata
lebih dahulu sambil tertawa :
"Nona Liok, maaf benda itu karena besar sekali sangkut
pautnya dengan Kun-lun-pay, maka kita harus menyerahkan
sendiri kepada ketua Kun-lun-pay sendiri !"
Karena Oe-tie khao berkata demikian, sudah tentu Hee
Thiang Siang tidak jadi memberikan daun itu kepada Liok Giok
Jie, hal itu sesungguhnya tidak enak, maka waktu itu
wajahnya merah seketika, seolah mengeluarkan suara dari
hidung, ia lantas memutar diri hendak berlalu.
Hee Thian Siang karena mengingat ucapan Bo Bu Yu
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tentang tiga gadis, Liok Giok Jie, Tiong-sun Hui Kheng dan
Hok Siu Im, kini tiga gadis itu sudah dijumpai semuanya, tetapi
dia masih belum dapat menduga pasti, mana satu diantara
mereka yang dahulu pernah dilihatnya di gunung Kiu-gie-san
menunggang kuda berbulu hijau, dengan seorang diri
membinasakan empat setan dari golongan Kie-lian, maka ia
lalu bertanya : "Nona Liok, aku hendak bertanya lagi padamu
satu hal, apakah kau pernah dengar seorang diri menunggang
kuda berbulu hijau di daerah gunung Kiu-gie-san, dengan
seorang diri membinasakan empat setan dari golongan Kie-
lian ?" Liok Giok Jie yang ditanya demikian tampak terperanjat,
matanya berputaran sejenak, jawabnya sambil menggelengkan kepala: "Aku belum pernah pergi ke gunung
Kiu-gie-san, dan belum pernah menunggang kuda berbulu
hijau, juga belum pernah membinasakan empat setan dari Kie-
lian-pay !" Sehabis mengucap demikian, tiba-tiba mengeluarkan ilmu
meringankan tubuh, kedua tangannya bergerak, lompat
melesat setinggi empat lima tombak, tanpa menoleh lagi terus
melesat ke gunung Kun-lun-san.
Jawaban tegas dari gadis itu membuat Hee Thian Siang
bingung. Oe-tie khao sebaliknya yang mengawasi berlalunya
Liok Giok Jie, ia berkata dengan pujiannya :
"Sungguh hebat ilmu meringankan tubuhnya, sungguh
hebat kekuatan tenaga dalamnya. Nona ini tidak kecewa
menjadi murid kesayangan Tie-hui-cu, ia benar-benar
merupakan setangkai bunga indah di dalam gunung Kun-lun-
san !" "Oe-tie locianpwe, mengapa kau tidak mengijinkan aku
memperlihatkan daun pohon Keng-cek itu kepada Liok Giok
Jie ?" bertanya Hee Thian Siang.
"Nona Liok ini tampaknya hendak melindungi nama baik
Kun-lun-pay, hingga hampir timbul onar denganmu, apabila
nanti marah karena malu setelah menerima daun Thian-keng
itu, lantas dihancurkannya, maka di kemudian hari kalau
hendak membuka rahasia keji Tiam cong dan Kie-lian,
bukankan lebih susah lagi mencari buktinya ?"
Sejenak Oe-tie Khao diam, matanya menatap Hee Thian
Siang, kemudian bertanya sambil tersenyum : "Hee laote, kau
lihat antara Liok Giok Jie, Tiong-sun Hui Kheng dan Hok Siu
Im, tiga nona itu, manakah satu yang pernah kau lihat di
gunung Kiu-gie-san dahulu ?"
Mendengar pertanyaan yang paling sulit baginya itu, Hee
Thian Siang terpaksa menjawab sambil tertawa getir : "Aku
sendiri juga tak tahu, mana satu yang sebenarnya " Aku
hanya merasa diantara mereka bertiga Liok Giok Jie-lah yang
terhitung paling jahat adanya, Tiong-sun Hui Kheng paling
baik, sedangkan Hok Siu Im hampir mirip dengan Liok GIok
Jie !" "Waktu itu apakah kau sudah melihat benar gadis memakai
mantel hitam yang dengan seorang diri membinasakan empat
setan dari Kie-lian, benarkah menunggang seekor kuda bagus
berbulu hijau ?" "Kuda hebat berbulu hijau itu justru yang membuatku jadi
bingung !" Berkata Hee THian Siang sambil menganggukkan
kepala. Oe-tie Khao menanyakan sebab-sebabnya sambil ketawa,
Hee Thian Siang lalu menjawab : "Sebab menurut apa yang
dikatakan oleh Bo Yu locianpwe, pada waktu ini, kuda pilihan
berbulu hijau yang jarang di dalam dunia, hanya ada dua ekor
saja ! Seekor adalah milik ketua Kie-liau-pay, Kie Tay Cao;
kuda itu dinamakan Cian-li-kiok-hwa-ceng. Dan seekor lagi
ialah kuda milik Say Han Kong locianpwe yang dinamakan
Ceng-hong-kie, tetapi oleh karena dalam pertaruhan
dikalahkan oleh Tiong-sun Hui Kheng, maka kini menjadi milik
nona itu. Jika ditilik dari bulu hijaunya, gadis bermantel hitam
yang dengan seorang diri membinasakan empat setan dari
Kie-lian-pay, seharusnya adalah Tiong-sun Hui Kheng. ."
Oe-tie Khao yang mendengar keterangan itu lantas
berkata: "Dugaanmu ini barangkali kurang tepat, sebab aku
tahu nona Tiong-sun bukan saja adatnya lebih baik, lemah
lembut, belum pernah membunuh orang, bahkan kepda
binatang peliharaannya sendiri seperti siaopek dan taywong,
juga dilarang membunuh orang secara sembarangan."
Hee Thian Siang mengangkat kepala dan berkata: "Ucapan
locianpwe ini memang benar, senjata yang digunakan oleh
gadis bermantel hitam itu mirip dengan senjata pedang Ngo-
kao-kiam, ini jelas mirip dengan senjata Kim-leng-cek yang
digunakan Liok Giok Ji, tetapi karena ia tidak mengaku, juga
sama halnya dengan kuda berbulu hijau itu juga tidak cocok
satu sama lain." "Hee laote, perlu apa kau hendak mengetahui siapa
sebetulnya gadis yang kau lihat pada waktu itu" Menurut
pandanganku, diantara tiga gadis itu, memang benar Tiong-
sun Hui Kheng yang paling baik."
Muka Hee Thian Siang menjadi merah, kemudian berkata
dengan gelagapan : "Aku bukanlah pasti mempunyai kesan
paling baik terhadap orang yang kulihat di gunung Kiu-gie-san
itu, cuma lantaran urusan ini seolah-olah mengandung misteri
yang perlu kita pelajari, maka aku baru mengambil keputusan
hendak mengetahui sedalam-dalamnya ! Ai, Dua bunga
mawar benar-benar seperti Dewa, dia mengetahui segala
urusan, apa yang dikatakan itu benar sekali, surat yang
ditinggalkan padaku di gua kuno tempat rangka burung elang
raksasa iru sudah ditulis dengan jelas, ia mengatakan Hok
patut dikasihi, Giok ada durinya dan Kheng banyak cinta
kasihnya. . . " Berkata sampai di situ, mendadak berhenti. Alisnya
dikerutkan, katanya pula : "Tetapi kalau benar Tiong-sun Hui
Kheng banyak cinta kasih mengapa sewaktu aku lolos dari
bahaya maut ia tidak mau melihat aku sekali saja ?"
"Untuk kepentinganmu, Tiong-sun Hui Kheng memerlukan
pergi ke gunung Tay-swat-san yang jauhnya ribuan pal,
mengambil bunga teratai swat-lian, dari sini bisa diketahui
bagaimana besar perhatiannya terhadap dirimu, meskipun
telah melihat kau dalam keadaan selamat ia lantas pergi
meninggalkan dirimu, tetapi tindakannya itu bukan berarti tidak
mengambil perhatian terhadap dirimu, sebaliknya malah
membuktikan bahwa dirinya sudah terjerat oleh jaring asmara
! Ia memiliki kuda istimewa yang sehari bisa berjalan ribuan
pal, di dunia Kang-ouw di mana saja gampang bertemu. laote,
asal kau bersabar dan sungguh-sungguh terhadapnya,
kujamin kau tentu bisa mencapai maksudmu untuk
mendapatkan gadis itu !"
Hee Thian Siang diam-diam merasa senang ketika
mendengar keterangan itu, ia sengaja mengalihkan
pembicaraannya ke lain soal, maka ia lantas berkata sambil
tertawa: "locianpwe, karena dalam perjalanan kita ke Kun-lun-
san ini masih menunggu waktu yang belum kita ketahui
berapa lama, maka baiklah kita menurut rencana semula,
buru-buru menuju ke timur, masuk ke kota Giok-bun-kwan,
dengan melalui propinsi Kiam-siok terus ke Su-cwan; mungkin
masih keburu untuk menepati janjimu dengan Bo Bu Yu
locianpwe dan Hok Siu Im di gunung Ngo-bie-san."
Oe-tie Khao tertawa sambil menganggukkan kepala,
bersama Hee Thian Siang berjalan menuju timur.
Hari itu tak ada kejadian apa-apa, tetapi pada hari kedua di
waktu malam, terjadilah suatu peristiwa yang membingungkan
Hee Thian Siang ! Dalam perjalanan yang jauh itu, sudah
tentu mereka hanya melakukan perjalanannya di waktu siang
hari, dan di waktu malam harus mengaso, tidak seperti
melakukan perjalanan dekat, yang bisa dicapai dalam sehari
semalam, boleh saja tanpa mengaso. Maka, jika merasa tidak
mendapatkan kampung atau desa untuk bermalam di rumah
penduduk, terpaksa duduk bersemedi semalam suntuk,
kadang-kadang di dalam rimba, kadang-kadang di bawah kaki
bukit ! Begitulah keadaannya malam itu, ketika malam sudah
mulai larut, Oe-tie Khao siang-siang sudah seperti orang tidur
nyenyak; tetapi Hee Thian Siang yang pikirannya risau, ia tak
dapat menenangkan hatinya !
Sebentar dia teringat kepada Hok Siu In yang sifatnya
keras, sebentar ia teringat kepada Tiong Sun Hui Kheng yang
agung dan lemah lembut, dan sebentar lagi kepada Liok Giok
Jie yang baru dikenalnya yang sifatnya agak ketus tinggi hati
dan nakal, bayangan tiga gadis cantik itu terus menggoda
pikirannya. Di dalam keadaan demikian, dengan tiba-tiba
mendengar suara orang yang memanggil namanya.
Hee Thian Siang semula mengira pikirannya terganggu, dia
mulai memasang telinga. Suara itu didengarnya dari tempat
yang ada pohon lebat yang berada kira-kira sepuluh tombak
dari tempatnya, tetapi juga menggunakan ilmu mengirim suara
ke dalam telinga yang di tujukan kepada dirinya sendiri,
sehingga tidak mengejutkan Oe-Tie Kao!
Di dalam keadaan terkejut dan heran diam-diam dia bangkit
dan menghampiri tempat tersebut, sementara dalam hatinya
diam-diam merasa heran di dalam selak belukar seperti itu
dari mana datangnya seorang kenalan" Jarak sepuluh tombak
itu tidak sukar dicapainya, tempat itu ternyata merupakan
sebuah rimba kecil. Hee Thian Siang yang sudah berkali-kali
mendapat pengalaman buruk, maka kini dia mulai berhati-hati,
begitu tiba di depan rimba lantas berhenti dan berkata dengan
suara pelan-pelan. "Siapa yang berada di dalam rimba" Bolehkah keluar
sebentar untuk bertemu muka?"
Di dalam rimba itu benar saja ada orang yang menjawab
dengan suara yang sangat merdu : "Hee Thian Siang
mengapa kau tak berani masuk" Apakah. . ?"
Suara itu jelas merupakan suara seorang wanita muda,
juga rasanya suara itu masih dikenalinya. Maka belum sampai
menunggu habis ucapan tadi, Hee Thian Siang sudah masuk
ke dalam rimba kecil itu sambil berjaga-jaga dengan ilmunya
Kiam-thian-kiekang. Dalam rimba itu meskipun gelap tetapi
rembulan waktu itu masih memancarkan sinarnya melalui
celah-celah pepohonan, hingga samar masih bisa
membedakan muka orang. Tampak olehnya gadis yang
kemarin di jumpainya di bawah kaki gunung Kun-lun-san ialah
Liok Giok Jie berdiri seorang diri dengan pakaiannya yang
ringkas. Hee Thian siang tidak menduga bahwa gadis itu
membuntuti dirinya sampai di situ, dan memanggil padanya,
sehingga ketika bertemu muka diam-diam terkejut, tapi Liok
Giok Jie sikapnya tidak seperti kemarin yang demikian ketus
dan nakal, malam itu mukanya ramai dengan senyuman
begitu melihat Hee Thian Siang ia lantas berkata : "Kau
barangkali tidak menduga kalau aku bisa mengikuti jejak
kalian dan bertemu di tempat ini!"
"Apakah suhu nona sudah kembali?" Demikian Hee Thian
Siang pura-pura bertanya. Liok Giok Jie menggelengkan
kepala, berkata sambil menunjuk ke sebuah pohon yang
berada di sampingnya. "Marilah kita duduk sambil omong-omong" Sehabis berkata
ia duduk lebih dulu, lalu minta Hee Thian Siang duduk di
sisinya dengan senyumnya yang manis.
Hee Thian Siang tampak sikap ramah gadis itu, ia juga
tidak menolak, kemudian duduk pula di sisinya dan bertanya
sambil tersenyum: "Kalau benar Tie-Hui-cu locianpwe belum
kembali, ada keperluan apa nona menyusul aku datang
kemari?". Kesatu aku hendak mengucapkan terima-kasih kepadamu
dan kedua hendak menegur kau!".
"Nona Liok, untuk apa kau mengucapkan terima-kasih
kepadaku?". Ada apa kau perlu menegur aku?".
"Kuucapkan terima-kasih kepadamu, karena kau jauh-jauh
memerlukan berkunjung ke gunung Kun lun, hendak
memberitahukan kepada golongan kita, tentang terdapatnya
murid yang berkhianat!".
"Kita sama-sama orang rimba persilatan, untuk keadilan
dan kebenaran, hal itu sudah pada tempatnya, hingga tidak
berharga untuk nona sampai mengucapkan terima-kasih!
Tetapi mengapa pula kau hendak menegurku aku?".
Dengan sinar mata yang tajam Liok Giok Jie menatap
wajah Hee Thian Siang kemudian bertanya lambat-lambat:
"Mengapa kau tidak pandang mata diriku?".
Ditanya demikian Hee Thian Siang terkejut heran,
jawabnya: "Mengapa nona Liok mengucapkan perkataan
demikian" Kau adalah murid kepala Tie-hui-cu locianpwe,
merupakan tokoh kuat dari golonganmu yang gagah perkasa!
Itu sudah cukup bagiku untuk menanam perasaan kagum
terhadapmu dengan cara bagaimana.
"Jika kau benar bukan tidak pandang mata kepadaku,
mengapa barang yang kau katakan ada sangkut-pautnya yang
besar dengan Kun-lun-pay tidak kau perlihatkan kepadaku?"
Kini Hee Thian Sian baru sadar, maka lalu ia berkata
sambil tertawa: "Harap nona Liok jangan sesalkan diriku, aku
toh tidak mengatakan bahwa barang itu tidak akan
kuperlihatkan padamu?".
"Kalau kau hendak memperlihatkan kepadaku, mengapa
tidak lekas kau keluarkan dan mengapa kau berlaku ragu-
ragu?". Ditegur demikian, Hee Thian Siang benar-benar merasa
malu sendiri, maka dari dalam sakunya mengeluarkan daun
bentuk segi tiga berwarna kemerah-merahan itu, diberikan
kepada Liok Giok Jie dan ia berkata sambil tertawa: "Daun
inilah yang kumaksudkan ada sangkut-pautnya dengan partai
Kun-lun-pay!". Liok Giok Jie menyambuti daun itu diperiksanya sejenak,
namun sedikitpun tidak menunjukkan perasaan kaget atau
heran. Ia hanya menatap wajah Hee Thian Siang,
memandang pemuda itu dengan perasaan heran.
Hee Thian Siang yang menyaksikan keadaan demikian,
diam-diam juga merasa heran. Maka lalu menceritakan
kepadanya, segala pengalamannya didalam goa kuno
tengkorak burung elang raksasa dan bagaimana
ditemukannya daun itu.
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Liok Giok Jie mendengarkan dengan tenang dan
memeriksa bolak-balik daun berwarna ke-merah-merahan
yang berada didalam tangannya, setelah itu ia berkata: "Oo,
apa kau kira partai Kie-lian-pay hendak memfitnah partai Kun-
lun-pay" Dan apa kau anggap bahwa daun inilah adalah daun
dari pohon Thian-keng yang hanya tumbuh di puncak gunung
Kun-lun-san?". Mendengar pertanyaan itu ia balas bertanya dengan
perasaan heran: "Apakah ada apa-apanya yang tidak benar?".
"Kali ini kalian tiba di Kun-lun-kiong apakah pernah diajak
oleh Liong ya Cinjin susiok untuk melihat-lihat pohon Thian-
keng yang tumbuh ditengah-tengah danau Thian-tie?".
"Sebab kalian orang-orang Kun-lun-pay semuanya sudah
keluar, maka kita tidak enak masuk Kun-lun-kiong untuk
mengganggu susiokmu". Berkata Hee Thian Siang sambil
menggelengkan kepala. Mendengar jawaban itu, tiba-tiba Liok Giok Jie tertawa
terkekeh-kekeh! "Mendengar ucapan nona Liok Giok ini apakah daun ini
bukannya daun pohon Thian-keng?".
Liok Giok Jie menatap wajah Hee Thian Siang, kini
sikapnya berbalik seperti seorang menghina, katanya: "Kau
telah menganggap daun pohon Hong yang bentuknya agak
beda dengan biasa, sebagai daun dari pohon Thian-keng yang
hanya tumbuh di atas gunung Kun-lun-san, bukankah ini
sangat menggelikan?"
Sehabis berkata demikian, daun itu lantas dirobek-robek
sehingga hancur berkeping-keping!
Hee Thian Siang melihat perbuatan gadis itu nyata seperti
apa yang dikuatirkan oleh Oe-tie Khao. Daun dari pohon aneh
yang disimpan lama di sakunya, telah dirobek-robek menjadi
berkeping-keping, dalam keadaan cemas ia lantas bangkit dari
tempat duduknya dan bertanya dengan suara marah:
"Mengapa kau robek-robek daunku ini?".
Wajah ramah Liok Giok Jie sesaat telah lenyap dan
berubah menjadi dingin lagi, bahkan mengandung maksud
membunuh, pelahan-lahan ia bangkit dan berkata: "Aku mau
robek atau hancurkan, itu adalah urusanku sendiri, kau bisa
berbuat apa terhadap aku?".
"Baru pertama kali ini Hee Thian Siang menemukan gadis
yang demikian licik hingga amarahnya meluap seketika,
dengan sinar mata tajam mengawasi wajah gadis itu,
memikirkan perlu menghajar gadis itu atau tidak, tiba-tiba
terdengar suara Oe-tie Khao yang tadi duduk bersemedi, kini
agaknya dikejutkan oleh suara ribut-ribut: "Hee laote, dengan siapa kau
berbicara?". Hee Thian Siang pikir minta kepada orang itu untuk
membereskan persoalan itu, maka lantas menjawab: Oe-tie
locianpwe, aku ada didalam rimba dengan nona Liok dari Kun-
lun-pay: . . Belum habis ucapannya, Liok Giok Jie sudah bertindak
dengan tiba-tiba, ia menyerang Hee Thian Siang. Hee Thian
Siang tidak menduga Liok Giok Ji menerjang dirinya secara
tiba-tiba, apalagi serangan itu dilakukan dengan cepat dan
ganas tanpa kenal kasihan, ditambah lagi jarak mereka terlalu
dekat, betapapun gesitnya juga tak bisa mengelakkan
serangan tersebut. Sebuah benda hitam bersinar yang
meluncur dari tangan gadis itu tepat mengenai jalan darah
Ciang-tay-hiat dibagian dadanya.
Liok Giok Ji yang melihat benda itu sudah tepat mengenai
jalan darah dibagian dada Hee Thian Siang, tanpa menunggu
kedatangan Oe-tie Khao sudah melompat dan kabur ke atas
gunung. Ketika Oe-tie Khao tiba didalam rimba, Liok Giok Ji sudah
tidak nampak lagi bayangannya, hanya terdengar suara
tawanya yang penuh ejekan dan sebentar sudah tak terdengar
lagi. Hee Thian Siang mengulurkan tangannya mengambil
benda yang dilancarkan ke depan dadanya, bend itu ternyata
adalah senjata rahasia racun Thian-keng-cek maka sesaat itu
keringat dingin mengucur keluar membasahi sekujur
tubuhnya. Oe-tie Khao yang belum jelas duduk perkaranya,
menyaksikan itu lantas membuka lebah matanya. Hee Thian
Siang sambil memperlihatkan benda itu kepada Oe-tie Khao,
katanya sambil tertawa dingin: "Duta bunga mawar hanya
memberitahukan kepadaku bahwa Giok berduri, namun
sedikitpun aku tidak menduga bahwa Giok Ji itu ternyata
mempunyai hati demikian kejam dan jahat. Selagi kita habis
bercakap-cakap dan dalam keadaan tidak berjaga-jaga ia
menyerangku dengan duri beracun thian-keng-cek ini yang
hampir membuatku kehilangan jiwa."
Oe-tie Khao menatap wajah Hee Thian Siang, kemudian
berkata dengan penuh perhatian: "Hee laote, untuk sementara
tidak perlu kau menceritakan duduk perkara yang sebenarnya,
kau sudah terkena duri beracun thian-keng-cek, harus lekas
makan sebutir obat yang diberikan oleh si tua bangka Say Han
Kong." " locianpwe mengapa dengan tiba-tiba menjadi gelisah"
Bisa dari duri beracun ini terlalu jahat sekali, tetapi hingga saat ini aku
masih dalam keadaan segar bugar, sudah tentu
merupakan suatu bukti bahwa aku belum terluka, perlu apa
harus memboroskan obat ajaib yang terbuat dari getah pohon
lengci itu?" Berkata Hee Thian Siang sambil tertawa getir.
"Duri berbisa dari pohon Thian-keng yang hanya tumbuh di
gunung Kun-lun-san, terkenal sebagai senjata rahasia yang
dapat menembusi segala benda keras, apalagi senjata rahasia
itu sudah mengenai jalan darah ciang-tay-hiat mu, mengapa
kau tidak terluka?" Bertanya Oe-tie Khao terheran-heran.
"Jikalau serangan Liok Giok Ji tadi tidak demikian ganas
dan menyerang dibagian lain dari tubuhku, sedikitnya kita
harus kehilangan sebutir obat mukjijat itu, untung dia bertindak
sangat ganas, dan yang diserang itu justru jalan darah ciang-
thay-hiat, sehingga aku tidak menjadi halangan."
Mendengar keterangan itu Oe-tie Khao kini baru sadar,
katanya: "O iya, aku lupa bahwa didalam dirimu menyimpan. ."
Hee Thian Siang menyeka keringat dinginnya, berkata
sambil menganggukkan kepalanya: "Ucapan locianpwe benar,
tiga bagian jalan darah di dadaku, kulindungi dengan sisik
naga pelindung jalan darah peninggalan Tay piat Sianjin,
maka kalau kuingat jiwaku ini, sesungguhnya ditolong oleh
Tiong sun Hui Kheng!".
"Kalau laote sudah tidak berhalangan, sekarang
ceritakanlah dengan cara bagaimana Liok Giok Jie bisa
datang kemari" Dan dengan sebab apa pula kalian bisa
bertengkar?" "Didalam dunia kang ouw yang penuh bahaya dan
kejahatan seperti ini, jikalau belum mempunyai pengalaman
cukup, betapapun hebat kepandaian ilmu silatnya juga tidak
luput mengalami kesulitan-kesulitan,
sebelum aku menceritakan bagaimana tadi aku bertengkar dengan Liok
Giok Jie, lebih dulu aku harus menyatakan kagum terhadap
locianpwe yang dapat menduga sesuatu perkara demikian
tepat!" Hee laote, mengapa tanpa sebab kau memuji diriku
demikian tinggi?" Hee Thian Siang menghela nafas dan menggelengkan
kepala, lalu menceritakan seluruh apa yang telah terjadi
dengan Liok Ciok Jie tadi. Habis itu ia bertanya:
" locianpwe, coba kau pikir-pikir lagi, mengapa Liok Giok
Djie dengan tiba-tiba berbuat demikian, yang seolah-olah
sudah tidak mengenal aturan?".
Oe-tie Kao berpikir dahulu, kemudian baru berkata: "Urusan
ini bukanlah merupakan soal yang sederhana, apa yang
terselip didalamnya juga tak dapat ditetapkan dengan
mengandalkan dugaan-dugaan saja, untuk sementara rasanya
boleh kita kesampingkan dulu, tunggu setelah kita bertemu
dengan ketua Kun-lun-pay Tie hui cu, setidak-tidaknya kita
akan mengerti sebab-sebabnya".
Hee Thian Siang juga tahu bahwa soal itu mengandung
rahasia besar, tidak dapat dibongkar dalam waktu singkat,
terpaksa ia berlaku sabar. Lalu menyimpan duri berbisa itu ke
dalam sakunya dan berkata kepada Oe-tie Kao.
"Melakukan perjalanan jauh dengan cuma-cuma, masih
tidak apa, kita hanya merasa sayang tentang daun yang
disobek-sobek oleh Liok Giok Jie itu sebetulnya ada hubungan
apa dengan pohon ajaib Thian-keng" Jika tak ada
hubungannya, ya sudah, tetapi jika ada, dalam pertemuan di
atas puncak gunung Thian-tu-hong nanti, dengan tidak adanya
bukti yang sangat penting itu, sudah tentu tidak dapat
membuka rahasia komplotan jahat yang direncanakan oleh
partai Tiam-cong dan Kie-lian!"
Hee Thian Siang tahu bahwa daun itu penting sekali
artinya, maka setelah berpikir sejenak ia lantas berkata: "
locianpwe, pohon thian-keng yang tumbuh dalam goa kuno itu,
telah ditemukan oleh Siauw Kian dan kemudian dibawa pergi
untuk ditanam lagi, dengan demikian pohon itu pasti sudah
ditanam di gunung Kie-lian. Jika kita berhasil mengambil
sebatang saja, bukankah lebih berharga daripada selembar
daunnya?" "Hee laote, ucapanmu ini meskipun benar, tetapi hendak
memasuki Siang-swat-giam di daerah gunung Kie-lian-san,
tempat itu merupakan sarang naga, kalau kita hendak mencuri
pohon hendak dijadikan bukti barangkali susah tercapai."
Berkata Oe-tie Khao sambil menggelengkan kepala.
"Perjalanan kita sejak dari gunung Oey-san, sehingga
menuju ke Barat ini, apa yang kita jumpai selalu merupakan
rintangan-rintangan yang susah. Tetapi semuanya toh dapat
kita lalui dengan selamat."
"Jikalau laote sudah bertekad demikian, boleh juga kita
pergi mengadakan perjalanan digunung Kie-lian.
Dua orang itu setelah mengambil keputusan tetap, lalu
berangkat menuju ke gunung Kie-lian untuk mengadakan
penyelidikan, setelah itu baru pergi lagi ke gunung Ngo-bi-san,
untuk menggabungkan diri dengan Say Han Kong dan Ca Bu
Kao. Sungguh kebetulan, ketika Oe-tie Khao dan Hee Thian
Siang tiba di kota Keng-cu, selagi minum arak di sebuah
rumah makan, dan merundingkan dengan cara apa untuk
mengadakan penyelidikan di gunung Kie-lian, dikamar
seberang tiba-tiba terdengar suara orang berbicara, orang itu
dengan nada suara dingin dan tertawa bangga berkata: "Hian-
siu totiang, harap kau sampaikan kabar kepada ketuamu
Thiat-kwan Totiang, katakan saja bahwa kita memiliki seorang
pembantu luar biasa yang tidak diduga oleh pihak sana, dan
orang itu kini berada didalam Cong-biao-tong dibukit Siang-
swat-giam, bahkan benda yang tersimpan dalam goa Siang-
swat-tay juga sudah cukup untuk membuat kacau balau rimba
persilatan." Suara itu rasanya tidak asing bagi Hee Thian Siang, maka
ia lalu menyingkap kain gorden yang menutupi jendela untuk
melihat ke kamar seberang, di situ ia tampak sebatang tongkat
yang terbuat dari baja, yang biasa digunakan oleh seorang
tanpa daksa. Begitu melihat tongkat itu, Hee Thian segera mengetahui,
siapa orangnya, maka lalu menggunakan air teh untuk menulis
di atas meja: "ORANG YANG BERADA DISEBERANG SANA
ITU ADALAH GO ENG DARI KIE-LIAN-PAY".
Oe-tie Khao yang melihat tulisan itu, ia menggoyang-
goyangkan tangannya kepada Hee Thian Siang, memberi
isyarat agar supaya Hee Thian Siang jangan mengejutkan Go
Eng, agar supaya bisa menangkap pembicaraan mereka.
Go Eng sehabis berkata demikian, lantas terdengar suara
orang yang disebut Hian-siu Totian tadi: "Partai-partai Kie-lian dan Tiam-cong
karena sudah bersatu-hati, siapa yang takut
urusan" Tetapi ciangbun suhengku, oleh karena beberapa
rahasia penting agaknya sudah diketahui oleh pihak sana,
barulah memerintahkan aku datang kemari untuk
memberitahukan kepada ciangbunjinmu. Untuk selanjutnya,
apabila bertemu dengan orang dari pihak sana, semua harus
ditindak dengan tegas, barangkali pada nanti pertemuan
kedua di puncak Thian-tu-hong gunung Oey-san, semua
sudah diperhitungkan dengan beres!"
Terdengar suara tertawa dinginnya Go Eng, kemudian
kata-katanya: "Inilah yang dinamakan bahwa sama-sama jago
berpendapat sama pula, seharusnya sebelum dilakukan
pertempuran resmi, sebanyak mungkin kita membasmi
kekuatan tenaga lawan, juga harus berusaha menimbulkan
pertentangan, supaya lain-lain partai tidak sampai bersatu!
Kini Hian-siu totiang hendak pergi ke Cong-biauw-tong dibukit
Siang-swat-hong hendak bertemu dengan suhengku, ataukah
aku yang menyampaikan kedatangan totiang?"
"Pemimpinmu sudah berada di Cong-biauw-tong bersama
beberapa tokoh golongan Kie-lian untuk membuat lagi senjata
rahasianya Kiu-ju-lenghwe, maka tidak perlu pinto menghadap
kepadanya, karena itu berarti mengganggu ketenangannya!
Apalagi pinto sudah bertemu denganmu, Go-heng, tolong
supaya Go-heng sampaikan saja maksud pinto ini".
Go Eng menerima baik permintaan imam itu, dan imam itu
kembali bertanya: "Go-heng, dua orang berilmu tinggi yang
kau maksudkan itu, kapan baru mau bertindak?".
"Orang yang berilmu itu, luar biasa anehnya, kalau orang
yang dimaksudkan olehnya belum keluar, ia tidak mau unjuk
muka. Nanti setelah orang yang diminta itu keluar barulah
keluar dengan tindakannya yang menggemparkan dunia!".
Hee Thian Siang yang mendengarkan pembicaraan itu,
mengagumi pikiran Oe-tie Khao, karena apa yang diduganya
ternyata benar, memang benar-benar ada dua tokoh kuat
yang tidak diduganya bersembunyi di belakang layar partai
Kie-lian dan Tiam-cong! Oe-tie Khao mengerutkan alisnya, dengan jari tangannya ia
mengerti isyarat kepada Hee Thian Siang supaya tenang,
benar saja dari seberang sana terdengar pula suara Hian-siu
Tojin yang bertanya: "kalau demikian halnya, kita harus
berusaha untuk lekas-lekas memancing keluar orang yang
ditunjuk oleh dua tokoh berilmu itu, bukankah itu lebih baik?"
"Orang yang ditunjuk oleh dua orang berilmu itu, kukira tak
mudah didekati! Tindak tanduk orang itu seolah-olah naga
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sakti, kecuali dia sendiri yang suka unjuk diri, jika tidak,
siapapun tidak mudah menemukan jejaknya!"
Oe-tie Khao dan hee Thian Siang yang mendengar ucapan
itu, pada saling berpandangan dan menggeleng-gelengkan
kepala, diam-diam juga menarik nafas.
Siapakah sebetulnya dua tokoh berilmu yang disebut-sebut
oleh Go Eng dan Hain-siu tojin" Dan siapakah pula yang
dimaksudkan dengan orang yang dimaksudkan oleh dua
orang berilmu itu" Pada saat itu, di seberang sana terdengar suara berbisik,
rupanya mereka sudah selesai makan dan minum serta
hendak berlalu. Hee Thian Siang buru-buru menurunkan
gordennya, terdengar suara tongkat go Eng yang menyentuh
lantai, bersama-sama Hian-siu Tojin turun ke loteng.
Dari jendela Oe-tie Khao mengawasi berlalunya orang itu
sampai jauh, baru berkata kepada hee Thian siang dengan
suara perlahan: "Hee laote, dengan tidak disengaja kita sudah mendapat hasil
luar-biasa, kau tak perlu lagi pergi ke gunung
Kie-lian-san, karena itu berarti menempuh bahaya dengan
resiko terlalu besar!"
"Oe-tie Khao locianpwe, katamu ini kurang tepat, sekarang
ini aku masih ada dua pertanyaan, perlu harus ke bukit Siang-
swat-giam di gunung Kie-lian-san!"
"Hee laote, dua pertanyaan itu, aku dapat menduga!
Pertama adalah tokoh berilmu yang menyembunyikan diri
didalam Cong-biauw-cong, yang diam-diam menunjang partai
Kie-lian-pay mengacau rimba persilatan, siapakah sebenarnya
orang itu" Dan kedua ialah apa yang dikatakan oleh Go Eng,
benda didalam goa Siang-swat-tong yang cukup untuk
Kisah Pedang Di Sungai Es 2 Duri Bunga Ju Karya Gu Long Pedang Pusaka Buntung 1