Pendekar Patung Emas 1
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong Bagian 1
Judul Baru : Pendekar Bersinar Kuning
Karya : Qing Hong diterjemahkan Tjan Ing Djoe
Tahun 1971 Di Upload Masroni/Mazrizki di Indozone (Makasih)
Final editor & PDF Ebook by : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://cerita-silat.co.cc/
http://ebook-dewikz.com/ Jilid 1.1. Majikan Patung Emas yang misterius
Suatu tengah hari yang terik di padang gurun yang kering,
sesosok tubuh berjalan melintasi lautan pasir itu dengan perlahan.
Tak ada orang lain lagi yang ada di jalan itu. Tampak peluh
bercucuran di dahi dan sekali-kali terdengar hembusan napas yang
perlahan. Sejumlah elang pemakan daging terbang berputar-
putaran di atas langit, siap memangsa kalau orang itu rubuh.
Kiranya sesosok tubuh itu sudah tidak kuat menahan haus dan
lapar serta keletihan, rubuhlah dia di atas permukaan tanah. Elang-
elang di atas memperhatikan sambil berputaran, untuk menyaksikan
bahwa tubuh di bawah itu sudah binasa.
Beberapa saat kemudian"dengan lekas elang-elang itu mulai
menukik ke bawah sambil mementangkan cakarnya yang tajam siap
menjobek daging manusia yang dikiranya sudah menjadi majat
tersebut. Mendadak"suatu peristiwa yang sangat aneh telah terjadi.
Tangan kanan dari orang itu mendadak bagaikan kilat cepatnya
menyapu ke atasnya, disusul dengan pukulan yang dahsyat dan
tepat mengenai kepalanya.
Pukulan ini dilancarkan begitu cepat serta tepat , Oleh sebab itu
"kesempatan" bagi elang itu untuk merasakan terkejutnya, belum
sernpat kepalanya telah hancur luluh dan rnenggeletak ke atas
tanah, sajapnya rnemukul mukul beberapa kali di atas tanah
kemudian tenang kembali. Dengan cepat orang itu bangkit berdiri, dari dalam sakunya
mencabut keluar sebilah pisau belati yang amat tajam, dengan
sekali tabason kepala elang itu jatuh menggelinding: Tububnya
dengart cepat di pungut sedang darah yang mulai memancar keluar
dengan derasnya itu diisap dengan lahapnya.
Hal ini memperlihatkan kalau orang tersebut amat lapar serta
dahaga, dia terus menghisap darah segar hingga betul-betul habis
baru berhenti, sambil menghembuskan nafas lega dia menampilkan
senjuman kekemenangannya. Gumamnnya:
"Hidup sebagai seekor binatang, di dalam perebutan untuk
melanjutkan hidup kau telah kalah satu langkah dari aku"
Orang itu berusia kurang lebih dua puluh tiga tahunan, bajunya
compang camping, rambutnya kusut tetapi air mukanya masih tetap
segar. Mungkin dikarenakan baru saja melakukan perjalanan jauh di
bawah terik matahari sebingga wajahnia telah berubah menjadi
kecoklatan-kecoklatan bahkan berlapiskan minyak. Tetapi sekali
pun bentuknya kurang sedap dipandang, sepasang matanya
memancarkan sinar yang amat tajam bahkan penuh dengan
semangat untuk tetap mempertahankan hidupnya.
Dengan perlahan lahan dia bangun berdiri sambil menenteng
binatang elang itu dengan perlahan berjalan ke bawah sebuah
pohon siong dan tangannya mulai bekerja menguliti elang itu
kermudian membelah perutnya, mengumpulkan kaju bakar menjulut
api. Kelihatannya dia telah beberapa hari menderita kelaparan, oleh
karena itu baru saja daging elang itu matang dengan lahapnya dia
telah menyikat tanpa sungkan sungkan, tidak ada beberapa saat
lamanya seluruh daging elang itu telah berpindah ke dalam
perutnya. Sambil menepuk nepuk perutnya pada bibirnya tersungging suatu
senjuman gumamnya: "Bagus" kali ini mungkin rnasih bisa bertahan dua tiga hari lagi .
.." Setelah itu dengan perlahan dia mulai melemaskan otot otot kaki
dan tangannya, punggungnya bersandar pada batang pohon
sedang tangannya, merogoh ke dalam sakunya mengambil keluar
lima carik kertas yang penuh berisikan tulisan, sinar matanya
dengan tajam memandang kearah tulisan itu sedang mulutnya tak
henti-hentinya berkata: "Berjalan kearah Barat tiga ratus lie, gunung Pek Gouw San di
bawah puncak Gouw Ong Hong. . Berjalan kearah Barat laut dua
ratus li, di bawah pohon siong yang tua di atas gunung Mao Gouw
San . Berjalan kearah selatan dua ratus lie, di atas gunung Sek To
San di dalam gua Sek To Tong" Berjalan kearah Barat dua ratus li,
di atas puncak gunung Koang Mao San. berjalan kearah Barat dua
ratus li. daIam gua Hu Lu Tong di atas gunung Lo Cin San ?"
Sehabis membaca kelima carik kertas tersebut dia menarik napas
panjang, pikirnya: "Aku telah melakukan perjalanan sejauh seribu li, disaat sebelum
malam nanti mungkin aku telah sampai di dalam gua Hu Lu Tong di
atas gunung Lo Cin San semoga saja kali ini merupakan penderi
taan yang diberikan padaku untuk terakhir kaIinya...
Setelah berpikir keras seorang diri dengan perlahan dia mulai
memasukkan kelima carik kertas itu ke dalam sakunya.
Pada saat itu terdapat seekor burung elang lagi yang terbang
mengitari kepalanya tetapi burung elang itu sama sekali tidak
tertarik pada dirinya lagi. Dengan cepat dia mulai melanjutkan
perjalanannya menuju kearah Barat.
Dengan rnenggunakan ilmu meringankan tubuhnya yang cepat
bagaikan kilat tak berapa lama rentetan pegunungan Lo Cin San
secara samar-samar mulai terlihat di hadapan matanya.
Pada saat itu matahari dengan perlahan mulai menyembunyikan
diri di balik pegunungan Lo Cin San, sedang dirinya pun telah
berada di bawah lereng gunuing itu.
Dari kejauhan dilihatnya seorang kakek tua sedang duduk di
bawah sebuah pohon besar, dengan cepat dia lari menjongsong
kearahnya sambil merangkap tangannya memberi hormat ujarnya:
"Losianseng permisi !"
"Ada urusan apa?" tanya kakek tua itu sambil mengangkat
kepalanya sedang air mukanya menunjukkan perasaan yang amat
heran. Sambil menunjuk kearah rentetan gunung Lo Cin San tanyanya:
-Gunung itu apa disebut sebagai gunung Lo Cin San"
"Benar, sahut kakek tua itu sambil mengangguk.
"Kenapa gunung itu disebut sebagai gunung Lo Cin San"--
"Menurut dongeng jaman dahulu, seorang yang bernama LoaCin
pernah bertapa digunung ini oleh karena itulah gunung ini disebut
sebagai gunung Lo Cin San Lo-te kenapa kau menanyakan tentang
hal ini?" "Aku punya rencana untuk melihat pemandangan di atas gunung
ini, aku dengar di atas gunung ini ada sebuah gua yang disebut-
sebagai gua Hu Lu Tong atau gua cupu-cupu,apa betul?"
Tidak pernah kudengar nama itu" sahut kakek tua itu sambil
menggelengkan kepalanya., "Tetapi di atas gunung ini memang ada
sebuah gua hanya letaknya jauh di puncak gunung. Pada masa
muda dahulu Lo hu pernah naik sekali ke atas puncak dan melihat
gua itu keadaannya memang sangat aneh tetapi menarik sekali,
hanya....apa..Lo-te benar-benar datang untuk berpesiar",.
Kakek tua itu bisa miengeluarkan pertanyaan ini dikarenakan
pakaian yang digunakan olehnya telah compang camping sehingga
mirip sekali dengan seorang pengemis sehingga sudah tentu dengan
bentuk seperti ini tidak mirip seorang yang sedang berpesiar.
Sebaliknya dia tidak menyawab atas pertanyaannya itu, sambil
tersenjum matanya memandang tajam ke atas puncak gunung Lo
Cin san, tanyanya lagi: " Gua yang kau orang tua katakan tadi kurang lebih terletak pada
puncak sebelah mana ?"
Kakek tua itu dengan cepat mengangkat jarinya menunjuk
kearah sebuah jalan gunung yang kecil sahutnya kemudian:
"Lo-te kau dapat mengikuti jalanan gunung ini mendaki ke atas
gunung, JaIanlah terus sampai tidak ada jalanan lagi dimana
terdapat tiga buah puncak gunung, gua tersebut terletak di atas
puncak gunung yang berada di tengah. "
Dia berhenti sejenak kemudian sambungnya lagi:
"Kini hari telah hampir gelap, bila Lo-te ingin berpesiar ke atas
gunung lebih baik besok pagi saja baru pergi, ditengah malam
banyak binatang buas yang berkeliaran, bahaja sekali bagi dirimu,"
"Tidak ada halangan " Sahutnya sambil tersenjum. ,?"Cayhe
adalah seorang pemburu, tentang binatang buas bukanlah
merupakan soal yang sulit bagiku terima kasih atas petunjuk dari
kau orang tua, aku minta diri dahulu"
Tangannya dirangkap memberi hormat kemudian dengan
langkah yang lebar berjalan kearah jalanan kecil itu.
Disekitar daerah gunung Lo Cin San seluas beberapa lie saat itu
teiah diliputi oleh kabut yang amat tebal karena itulah baru saja
berjalan tidak jauh dari jalanan gunung itu dia sudah tidak dapat
melihat dengan jelas kearah kakek tua itu, bagaikan kilat cepatnya
dia mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya sehingga laksana
seekor kelinci dengan gesitnya lari ke atas gunung.
Di dalam sekejap saja jalanan gunung itu telah mencapai pada
ujungnya, di hadapannya terbentanglah sebuah rimba yang amat
gelap dan liar. Ketika dia mengangkat kepalanya memandang ke
atas terlihatlah kurang lebih setengah li di hadapannya menjulang
tinggi tiga buah puncak yang diliwati oleh awan tebal:
Melihat hal itu tak terasa dia menghela napas panjang pikirnya:
"Bila hendak mendaki ke atas puncak gunung itu kita harus
membutuhkan waktu setengah harian, bilamana di dalam gua Hu Lu
Tong itu sekali lagi dia meninggalkan sepucuk surat memerintahkan
diriku pergi ke tempat lain. boleh dikata perbuatannya ini sangat
keterlaluan." Baru saja berpikir sampai di situ mendadak dari belakang
tubuhnya menyambar datang sebuah senyata rahasia yang disertai
dengan desiran angin keras...agaknya sebuah batu cadas sedang
disambitkan tepat mengarah batok kepalanya:
Hatinya menjadi tergetar, tubuhnya dengan cepat menyingkir ke
samping sedang tangan kanannya jajunkan menyambut datangnya
batu cadas itu. Ketika benda itu berhasil ditangkap hatInya menjadi sangat
mendongkol kiranya hanya sebuah buah Tho yang telah masak.
Melihat hal itu dia menjadi tertegun, ketika mengangkat
kepalanya memandang terlihatlah di atas sebuah pohon yang lebat
tidak jauh dari dirinya bergergelantungan seekor kera dengan
lincahnya, sedang mulutnya tidak henti-hentinya mengeluarkan
suara mencicit yang ramai. keadaannya sangat lucu sekali.
"Binatang, kau berani menggoda aku"
Baru saja suara bentakannya keluar darimulut tubuhnya bagaikan
sebuah anak panah yang terlepas dari busurnya meluncur kearah
pohon besar itu: Dengan mengeluarkan suara mencicit kera itu dengan cepat
menyambar sebuah akar pohon dan melayang kepohon yang lain.
Melihat hal itu hawa amarahnya semakin memuncak, bentaknya
dengan keras: Kau larilah, aku hendak melihat kau bisa lari seberapa jauh"
Tubuhnya dengan lincah .berjumpalitan ditengah udara sedang
ujung kakinya dengan ringan menutul ke atas batang pohon,
Dengan kecepatan yang luar biasa sekali lagi dia melayang kearah
pohon tersebut. Siapa tahu.... menanti dia melayang ke arah pohon itu kera
tersebut telah lari kearah sebuah pohon lain. Lagi kira-kira tiga depa
.dari tempat semula. Kali ini hawa amarahnya benar-benar telah meledak, sambil
bersuit nyaring tubuhnya sekali lagi mumbul ke atas dan berkelebat
ke arah pohon itu, dengan sekuat tenaga dia mengerahkan seluruh
kepandaian meringankan tubuhnya mengejar kera itu.
Dalam hatinya dia telah rnengambil keputusan akan
menggunakan ilmu meringankan tubuh serta sepasang kepalannia
untuk menangkap kera itu hidup-hidup.
Siapa tahu gerak gerik dari kera itu jauh lebih lincah, sekali pun
dia tak memiliki kepandaian sehingga tidak dapat berlari dengan
cepat tetapi loncatannya dari sebuah pohon kepohon yang lain amat
cepat sekali,sekali pun orang lelaki itu telah mengerahkan seluruh
tenaganya tidak lebih jaraknya masih tetap tertinggal tiga depa di
belakang Hanya yang untung, arah yang ditempuh oleh kera itu tepat
merupakan puncak gunung yang dituju olehnya.
Oleh sebab itulah semakin mengejar dia semakin bersemangat,
karena dia merasa sekali pun tidak berhasil mengejar kera tersebut
tetapi tenaganya juga tidak dibuang secara percuma.
Akhirnya sesosok tubuh manusia dengan seekor kera, yang satu
berada di depan sedarng yang lain berada di belakang mengejar,
bagaikan meluncurnya sebuah bintang dari langit dengan cepat
berkelebat diantara Rimba itu.
Di dalam sekejap saja mereka telah tiba di bawah puncak
gunung, sedang waktu itu jarak antara dirinya dengan kera tersebut
juga dari tiga depa makin lama makin dekat hingga tinggal satu
depa setengah saja. Kelihatannya hanya tinggal beberapa langkah
saja dia akan berhasil menawan kera tersebut.
Tetapi di dalam sekejap itu pula kera tersebut telah mencapai di
dalam rimba pada bawah puncak gunung. Hanya dengan beberapa
loncatan saja tubuh kera itu telah lenyap dari pandangan.
Kiranya puncak gunung itu sekali pun tingginya beberapa ratus
kaki tetapi pada lerengnya penuh ditumbuhi dengan pepohonan
yang lebat, sedang kepandaian memanyat dari kera itu bagaimana
pun juga jauh lebih tinggi satu tingkat dari manusia sehingga
dengan demikian ketika mengejar hingga ke bawah puncak, kera
itu telah berhasil melarikan dirinya tak menentu.
Dengan cepat dia menghentikan langkah kakinnya sambil
mengeringkan keringat yang mengucur keluar membasahi
keningnya. Terpikir kembali ketika tadi siang dia membunuh burung
elang. Tak terasa dia tertawa pahit, gumamnya:
Sungguh menarik sekali aku dapat menangkap seekor burung
elang yang terbang jauh ditengah awang-awang tetapi tidak
berhasil menangkap seekor kera yang lari di atas pohon .
Tetapi sekali pun demikian dia tidak menjadi sedih.
pengejarannya kali ini tidak sia sia belaka, karena puncak di
hadapannya memang harus didaki malam itu juga.
Sesudah beristirahat sejenak mulailah dia berjalan mendaki
puncak itu, sekaIi pun harus mengerahkan seluruh tenaganya tetapi
setindak demi setindak dia terus melanjutkan perjalanannya.
Tidak sampai sepertanak nasi dia telahberada di atas puncak
gunung itu, bahkan dengan tidak usah susah payah lagi telah
menemukan sebuah gua di atas puncak itu.
Gua itu tertetak pada ujung sebelah kiri dari puncak gunung itu,
lebarnya tidak lebih tiga depa sedang tingginia kurang lebih dua
depa sehingga mirip sekali dengan sebuah tebing yang retak,
"Inikah yang disebut sebagai "Gua Hu Lu Tong " atau gua cupu-
cupu?" Hm .. tentu tidak salah, bukankah tadi kakek tua itu bilang
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kalau di atas gunung Lo Cin San ini hanya terdapat sebuah gua saja,
Kalau begitu gua ini tentu adalah gua Hu Lu Tong yang sedang
dicari olehnya. Dalam hatinya dia terus berpikir sedang kakinya tetap berhenti
pada tempat semula, dia takut kalau dalam gua itu akan
menemukan secarik kertas lagi yang tertuliskan"
"Berjalan kearah........dua ratus li di atas gunung......
puncak........atau gua...."Karena dia telah melakukan perjalanan
sejauh seribu li, sebenarnya dia sudah merasa tidak sabar lagi
dipermainkan oleh orang lain:
Setelah bingung beberapa saat lamanya barulah dengan hati
yang tidak tenang dan ragu-ragu dengan perlahan mulai berjalan
memasuki gua itu, Satelah berjalan enam tujuh tindak. di hadapannya terbentanglah
sebuah gua yang amat lebar. perkataan dari kakek tua itu ternyata
tidak salah, keadaan dari goa itu memang benar-benar sangat aneh.
Sekeliling tempat itu penuh berserakan batu-batu cadas yang
amat aneh bentuknya ada yang berbentuk harimau sedang tidur ada
pula yang berbentuk kera sedang meloncat bahkan ada yang
menjerupai sebuah tugu yang tinggi bersusun-susun. Pemandangan
tempat itu benar-benar sangat mengagumkan,
Sebaliknya, pada saat itu dia sama sekali tidak punya minat
untuk menikmati keindahan alam goa itu, setelah memeriksa ke
adaan sekeliling goa tersebut segera dia, terjerumus ke dalam
perasaan yang kecewa serta bingung,
Yang membuat dia kecewa adalah, kiranya dalam goa itu sama
sekali tidak dijumpai orang yang hendak ditemuinya itu,
Sedang yang membuat dia bingung adalah, dia. merasa curiga
apakah gua ini benar-benar- merupakan gua Hu Lu Tong. yang
dimaksud orang itu di dalam suratnya.
Karena jika ditinyau dari nama goaitu tentunya bentuk dari goa
Hu Lu Tong ini mirip dengan sehuah cupu-cupu, seharusnyalah
terdapat dua buah gua yang besar baru cocok dengan nama itu,
tetapi yang dilihatnya sekarang ini hanya sebuah goa biasa saja
sedang di samping dan di hadapannya sama sekali tidak terlihat
jalan yang menghubungkan gua itu, oleh sebab itulah dia dapat
mengambil kesimpulan bahwa selain gua "Hu Lu Tong" ini mungkin dinamakan begitu karena sebab-sebab lain maka gua itu bukanlah
gun cupu-cupu atau gua Hu Lu Tong yang sedang dicarinya.
Tetapi, bukankah tadi kakek tua itu bilang kalau di atas gunung
Lo Cin San ini hanya terdapat sebuah gua saja" Bilamana gua ini
bukan cupu-cupu lalu gua cupu-cupu yang sebenarnya terletak
dimana" Sambil berpikir dengan telitinya dia melanjutkan pemeriksaannya
terhadap setiap jengkal tanah dari gua itu, semakin dia melihat
keadaannya semakin dia dapat mengambil kesimpulan kalau gua itu
bukanlah gua cupu-cupu yang sedang dicarinya.
Alasan dari kesimpulannya ini karena gua itu jika benar gua
cupu-cupu yang sedang dicarinya kenapa orang itu tidak datang
menemui dirinya atau meninggalkan secarik kertas pada suatu
tempat yang menjolok"
Pada waktu-waktu yang lalu orang itu tentu meletakkan secarik
kertas pada tempat yang menjolok bahkan di samping kertas itu
terdapat sebuah pukulan telapak yang amat nyata, sedang jika
dilihat keadaan gua ini sama sekali tidak terdapat tanda-tanda
adanya secarik kertas yang ditinggalkan.
Dengan perlahan dia menghela napas panjang, kemudian
memutarkan tubuhnya berjalan keluar dari gua itu.
"He..hee...kenapa kau mau pergi?"
Suara itu secara mendadak sekali berkumandang keluar dari
dalam gua itu bahkan suara itu sangat mendatar, sedikit pun tidak
memperlihatkan suara dari seorang manusia
Tubuhnya terasa tergetar dengan kerasnya bahkan dengan cepat
menjadi kaku bagaikan sebuah patung arca.
"Kau sudah betul menemukan tempat yang kau cari kenapa kini
malah mau pergi?" Suara itu berkumandang keluar lagi dari dalam gua bahkan
bergetar dengan tak henti-hentinya dalam ruangan gua yang
kosong itu, membuat orang sukar mengetahui tempat
persembunyiannya. Dengan cepat dia memutar tubuhnya memandang keempat
penjuru, dengan perasaan yang amat terkejut tanyanya: "Kau?"
"Tidak salah...." sahut orang itu dengan amat dingin. Sepasang
matanya yang amat tajam dengan cepat menyapu kesekeliling goa
itu, sedang perasaan terkejut yang menghiasi wajahnya semakin
tebal, serunya: "Kau .. kau berada dimana ?"
Pada jarak kurang lebih dua depa dari dirinya berdiri mendadak
berkumandang suara : " Ting... ting...ting " yang nyaring seperti
sebuah benda yang terbuat dari besi terbentar pada tanah,
kemudian terdengar sahutan dari orang itu:
"Aku berada di sini "
Dengan kecepatan yang luar biasa da memutar tubuhnya, tetapi
begitu dia melihat kearah mana tak terasa bulu kuduknya pada
berdiri secara mendadak, dengan cepat dia mengundurkan dirinya
satu langkah ke belakang.
Apakah orang itu bentuknya sangat jelek sehingga menakutkan "
Bukan, karena orang itu tak lain adalah sebuah patung arca yang
terbuat dari emas yang amat menyilaukan mata.
Kiranya didalarn goa itu telah berdiri sebuah patung arca yang
terbuat dari emas, Tingginya kurang lebih dua depa sedang
wajahnya kelihatan amat gagah sekali.
Pada kepalanya memakai sebuah kopiah pahlawan, pada
tubuhnya memakai seperangkat pakaian yang amat ketat sedang
pada tangannya mencekal sebilah pedang panjang, sepanjang
delapan cun, kelihatannya sangat gagah sekali bahkan mirip dengan
seorang jago pedang kenamaan.
Dia dengan kakunya berdiri di atas sebuah batu cadas yang rata
di hadapannya. Dengan perasaan yang amat terkejut dia memandang tajam
kearah patung emas itu beberapa saat lamanya, kemudian dengan
nada yang agak gemetar tanyanya:
"Kau .....kau manusia atau setan ?"
Patung emas itu tertawa aneh, balik tanyanya:
"Kau percaya di dalam dunia ini benar-benar ada setan?"
"Tidak!" Kali ini dia dapat mendengar dengan amat jelas suara itu
bukan berasal dari patung emas itu sebaliknya berasal dari dalam
gua di belakang patung emas tersebut. Sudah tentu orang itu kini
sedang bersembunyi di atas atap gua itu.
Pada saat itulah dia baru dapat menghembuskan napas lega,
dengan perlahan dia berjalan maju beberapa langkah ke depan.
Ketika dia memandang lebih teliti lagi barulah terlihat olehnya kalau
pada tubuh patung emas itu bergantungan beberapa utas tali
berwarna hitam sudah tentu tali itu digunakan untuk menggerakkan
patung emas tersebut. Kesepuluh tali hitam itu bergantungan dari atas atap dinding gua,
dengan demikian dia dapat memastikan kalau benda itu diturunkan
dari atas gua, Hanya sajang ketika dia memandang lebih tajam lagi
ke atas dinding itu sama sekali tidak terlihat apa-apa olehnya,
karena sebuah batu cadas yang amat besar menutupi
pandangannya. Dengan cepat dia menggerakkan kakinya lagi, pikirnya hendak
maju lagi hingga dapat melihat jelas orang yang bersembunyi di
atas atap dinding gua tersebut.
Siapa tahu mendadak terdengar suara bentakan yang amat
keras: "Berhenti. Kau tidak dapat berjalan lebih dekat lagi !"
Bersamaan dengan suara bentakan orang itu, tiba-tiba patung
emas itu telah maju satu tindak ke depan, "pedang panjang"
ditangannya dengan cepat dilintangkan ke depan menghalangi
perjalanannya. Tak terasa dalam hati dia menjadi amat geli, terpaksa ia
menghentikan langkahnya sambil angkat kepaia tanyanya lagi
"Siapakah kau sebenanya?"
"Kau tak perlu tahu" sahut orang itu dengan nada yang dingin.
"Lalu kenapa kau bersembunyi di atas?"
"Tentang hal ini kau juga tidak perlu tahu"
Tidak terasa lagi dia mengerutkan alisnya, sambil tertawa pahit
tanyanya lagi "Oh... kiranya aku tidak boleh mengetahui semua-semuanya!"
"Dengan menempuh seribu li jauhnya kau datang kemari,
tentunya kau ingin menanyakan nama serta asal usulku bukan?"
" Dia termenung berpikir keras beberapa saat lamanya, kemudian
dengan mengangkat bahu sahutnya
"Perkataanmu boleh tidak salah, tidak perduli di tempat mana
pun asalkan ada dua orang yang tidak saling kenal bila bertemu
sudah tentu harus memperkenalkan nama masing-masing.
"Tetapi keadaan kali ini tidak sama" sahut orang itu singkat
"Keadaan ini membuat aku merasa jauh diluar dugaan",
Orang itu tertawa terbahak bahak, sahutnya:
" Ada suatu urusan yang tak akan diuar dugaanmu, kali ini aku
membantu kau untuk mencapai cita-cita yang kau inginkan"
- Benarkah"- tanyanya sambil tertawa pahit,
Nada dari orang itu segera berubah, dengan nada yang amat
serius sahutnya, "Tidak salah, kini jawablah pertanyaanku terlebih
dahulu: Siapa namamu?"
Da menjadi ragu-ragu untuk sesaat lamanya, seperminum teh
kemudian barulah ujarnya:
" Kau tidak mau memberitahukan padaku siapakah sebenarnya
dirimu kenapa aku harus memberi tahukan namaku padamu?"
" Baiklah. Kalau tak mau bilang juga tidak mengapa"
"Tidak, aku akan memberitahukan padamu" sahutnya sambil
tertawa paksa: "Aku she Ti bernama Then"
"Ooh apakah kau adalah Hek Ie hiap atau si pendekar berbaju
hitam Ti Then: yang telah menggemparkan seluruh dunia
kangouw?" tanya orang itu dengan nada yang agak terkejut.
"Benar" sahut Ti Then singkat,
"Kepandaian silatmu tidak cetek bahkan menurut berita dalam
Bu-lim saat ini kau sukar untukmendapatkan tandingan, Kenapa kau
malah pergi ke atas puncak gunung Kim Teng San mohon Put Tong
Ong alias si Kakek Pemalas Kay Kong Beng menerima dirimu
sebagai murid?" Dengan senjuman sedih sahut Ti Then:
"Sebab-Sebab ini apa aku harus memberitahukan padamu juga?"
"Aku tidak memerintahkan kau harus memberitahukan padaku"
"Kalau begitu kebetulan sekali " sahut Ti Then dengan serius:
''Aku minta maaf sebesar-besarnya karena sebab-sebab ini aku tidak
dapat diberitahukan padamu.."
Orang itu tertawa tergelak, ujarnya:
"Tidak ada halangan, kau ada rahasia yang tidak dapat
diberitahukan pada orang lain pula, apalagi aku punya niat untuk
menurunkan kepandaian silat padamu"
"Kau ingin menurunkan kepandaian silat kepada diriku?" tanya Ti
Then dengan termangu-mangu, "Kenapa kau
memancing aku untuk menempuh perjalanan sejauh seribu li?"
"Aku ingin mewarisi kau ilmu silat"
Ti Then tidak menyawab lagi, pada saat ini benar-benar dia telah
dibikin bingung oleh kelakuannya yang aneh serta melanggar
kebiasaan itu. Orang itu tertawa lagi, ujarnya:
"Hari itu secara kebetulan aku melihat kau berlutut di atas
gunung Kim Teng San di depan Kakek Pemalas untuk minta dia
menerima dirimu sebagai muridnya. Seballiknya si kakek pemalas itu
tetap seperti sebuah patung malas tak menghiraukan dirimu, pada
saat itulah timbul keinginanku untuk mewarisi kepandaian silat
padamu." Dia berhenti sejernak kemudian lanjutnya lagi:
"Sudah tentu, kepandaian yang kau dapat dari diriku jika
dibandingkan dengan kepandaian yang didapatkan dari si Kakek
Pemalas jauh lebih liehay beberapa kali lipat, aku pernah memukul
rubuh dirinya" Pada saat Ti Then untuk pertama kali menerima surat yang
ditinggalnya ditambah lagi telapak tangan yang ditinggalkan di atas
batu cadas, dalam hatinya telah tahu kalau kepandaiannya sangat
tinggi sekali, tetap kini ketika mendengar kalau dia pernah
mengalahkan diri si kakek pemalas Kay Kong Beng hatinya malah
merasa tidak percaya, oleh karena selama puluhan tahun kakek
pemalas Kay Kong Beng telah dianggap sebagai jago nomor wahid
di dalam Bu-lim, kepandaian silat yang dimilikinya sejak dahulu telah
dikenal oleh orang-orang Bu-lim, bahkan tidak pernah terdengar
berita ada orang yang bisa bertempur seimbang dengan dirinya,
semakin tidak pernah didengar pula kalau dia pernah dikalahkan
oleh orang lain. Kini, "Majikan patung emas" itu mengaku pernah mengalahkan
diri si kakek Pemalas sudah tentu dia tidak mau mempercayai
perkataannya itu Agaknya orang itu tahu kalau Ti Then tidak mau percaya atas
perkataannya, sambil tetap tertawa ujarnya lagi:
"Bilamana kau tidak percaya pada kesempatan dikemudian hari
kau boleh bertanya pada dirinya apa dia pernah dikalahkan oleh
seorang yang bernama majikan patung emas......he...he...he... aku
pikir tentunya dia tidak berani mengakuinya oleh karena dia tahu.,
kalau aku belum mati"
"Aku akan mempercayainya"
"Kini kau tidak percaya juga tidak mengapa" sahut majikan
patung emas itu sambil tertawa, "Pokoknya pada suatu hari tentu
kau dapat membuktikan kebenaran perkataanku ini"
"Tetapi aku tidak punya minat untuk belajar kepandaian dari
dirimu" ujar Ti Then tiba-tiba.
Agaknya majikan patung emas itu tidak pernah menyangka kalau
Ti Then dapat mengucapkan perkataan itu, untuk sesaat lamanya
dia dibuat tertegun agaknya. Setelah lewat beberapa saat lamanya
barulah tanyanya: "Kenapa kau tidak punya minat?"
"Oleh karena aku tidak mau berhutang budi dari dirimu" sahut Ti
Then dengan kukuhnya. Sehabis berkata dengan cepat dia membalikkan tubuhnya
meninggalkan gua tersebut.
"Tunggu sebentar" seru majikan patung emas itu dengan keras.
Dengan cepat Ti Then menghentikan langkahnya, tanyanya
dengan perlahan: "Ada petunjuk apa lagi?"
Kau tidak ingin berhutang budi dari diriku apakah dikarenakan
aku tidak mau mengangkat kau sebagai muridku?"
Ti Then mengangguk dengan perlahan, sahutnya:
"Benar, Bilamana kau mau menerima aku sebagai
muridmu:.dengan begitu hubungan kita adalah guru dengan murid,
sudah tentu sebagai murid dapat bela?jar kepandaian dari dirimu.
Kini kau. tidak mau menerima aku sebagai murid sudah tentu aku
tidak punya alasan untuk belajar kepandaian dari dirimu"
"He..hee..kelihatannya sifatmu amat jujur dan polos: he... he. ."
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ti Then tidak menyawab, dengan melanjutkan langkah kakinya
dia berjalan keluar dari dalam gua.
"Jangan pergi dulu" teriak majikan patung emas itu. "Bagaimana
jika kita saling bertukar beberapa syarat?"
"Saling bertukar syarat?" tanya Ti Then sambil memutarkan
tubuhnya. "Aku akan menurunkan kepandaian silat pada dirimu hingga kau
dapat menjadi jago nomor tiga dalam dunia ini, sedang kau
melakukan pekerjaan bagiku sebagai pembalasannya"
"Apa yang kau maksudkan dengan jago nomor tiga dari dunia?"
tanya Ti Then sambil tertawa.
"Artinya aku punya cara untuk membuat dirimu berubah menjadi
seorang jago yang memiliki kepandaian sangat tinggi dan dapat
menjagoi seluruh dunia selama setengah tahun ini. Selain aku
beserta si Kakek pemalas kau dapat dihitung paling lihay dalam
dunia ini" Hati Ti Then menjadi t?rtarik akan perkataannya, bukannya dia
punya ambisi untuk menjadi jago nomor tiga dalam dunia melainkan
karena dia merasa bilamana dia dapat berhasiI melatih ilmu hingga
setinggi itu maka urusan pribadinya dapat diselesaikan dengan
sangat mudah. Maka tanyanya lagi:
"Benarkah kau dapat mengubah aku menjadi jago nomor tiga di
dalam dunia ini ?" "Sama sekali tidak ada persoalan. sesudah kau selesai melatih
ilmumu bilamana di dalam Bu-lim kau bisa menemui orang yang
bertempur seimbang dengan dirimu, maka kau dapat mengnapus
perjanyian diantara kita dan tidak usah melakukan pekerjaan sesuai
dengan perintahku" Dia berhenti sejennk, kemudian lanjutnya lagi:
"Sudah tentu kau tidak dapat sengaja mengaiah kepada orang
lain kemudian mengingkari perjanyian kita"
"Bilamana aku menyanggupi sudah tentu tidak akan berbuat
pekerjaan seperti itu." sahut Ti Then tegas,
"Kau menyanggupi tidak?"
"Kau menjuruh aku berbuat pekerjaan apa?" tanya Ti Then.
"Mudah sekali permintaanku, aku hanya ingin kau berbuat seperti
ini, ha.. . ha.. ha .."
Sambil tertawa dia mulai menggerakkan kaki serta tangan patung
ema tersebut. Semula Ti Then menjadi tertegun dibuatnya, kemudian
sambil.tersenjum sahutnya:
"Maaf saja. Aku bukan seorang pandai besi, sudah tentu tidak
bisa membuat patung seperti itu"
"Kau telab menyalahkan artiku, aku bukannya minta kau buatkan
sebuah patung besi bagiku, apa yang aku perintahkan maka kau
lakukanlah perintahku itu tanpa mernbantah."
Di dalam hati sekali pun Ti Then merasa amat gusar tetapi tidak
sampai diperlihatkan pada wajahnya, dengan angkat kepalanya dia
tertawa keras kemudian membalikkan tubuhnya dengan langkah
yang lebar berjalan keluar dari dalam gua.
Melihat hal itu segera majikan patung emas berseru:
"Bagaimana bila kau dengarkan dulu perkataanku baru pergi?"
Ti Then tidak mau memperdulikan dirinya lagi dan tetap
melanjutkan langkahnya berjalan keluar dari gua itu.
Tiba-tiba terdengar majikan patung emas tersebut berteriak
dengan keras: "Syarat ini hanya berlaku selama satu tahun saja, sesudah lewat
satu tahun kau boleh bebas dan memperoleh kemerdekaan kembali
untuk pergi membereskan urusanmu sendiri"
Hati Ti Then menjadi tergerak sedang langkah kakinya pun tak
terasa bertambah perlahan.
Pada saat itu dalam benaknya terlintas banyak sekali persoalan
yang rumit dan akhirnya dia mendapatkan satu keputusan dalam
hatinya. Sekali pun syarat pihak lawan hampir-hampir dikata tidak
berperikemanusiaan, tetapi ini merupakan suatu kesempatan yang
santgat bagus bagi dirinya untuk mempertinggi ilmu silatnya,
bilamana dirinya harus membuang kesempatan ini dengan percuma
mungkin untuk selamanya dia tidak akan mendapatkan kesempatan
kedua kalinya untuk menjelesaikan persoalan sendiri yang amat
rumit. Akhirnya tubuhnya yang telah berjalan keluar dari gua itu diputar
kembali, sambil tertawa tanyanya:
"Sebenarnya kau ingin aku kerjakan pekerjaan apa?"
Majikan patung emas yang melihat dia kembali menyaid sangat
girang sekali, sambil tertawa terbahak-bahak sahutnya:
"Sekarang kau tidak perlu bertanya, menanti setelah kau selesai
belajar silat tentu aku akan beritahukan padamu"
"Urusan ini harus diterangkan lebih jelas lagi," ujar Ti Then,
"Kalau tidak bilamana pada waktu itu kau menjuruh aku menerjang
lautan api apa aku harus melakukannya juga?"
"Menerjang lautan api hanya merupakan suatu gambaran saja
dari ucapan seseorang. Padahal tidak ada urusan yang benar- benar
begitu" "Tetapi, dalam dunia ini banyak sekali terdapat urusan yang jauh
lebih sukar dari menerjang lautan api !"
"Benar !" sahut majikan patung.emas, "Tetapi tidak perduli
bagaimana sukar urusan itu juga tidak akan membahajakan jiwamu.
Sekali pun misaInya kau harus menerjang lautan api.
"Baiklah. Keselamatan diriku boleh tidak usah klta bicarakan, tadi
kau bilang akan membuat aku sebagai patung emasmu, kau
perintah aku berbuat apa aku harus melakukannya. Kalau begitu
bilamana kau menjuruh aku membunuh seorang budiman aku juga
harus membunuh orang itu tanpa membantah?"
Jilid 1.2. Menjadi jago nomor tiga di Bu-lim
"Yang tegas memang begitu Hanya aku tidak akan
memerintahkan kau untuk pergi membunuh orang"
"Benar?" potong Ti Then dengan cepat.
"Tugas yang kuberikan padamu kemungkinan sekali tidak dapat
terhindar dari suatu pertempuran yang amat sengit dan mungkin
juga harus membunuh orang, sudah tentu terserah pada
kebijaksanaan serta kepandaianmu"
Mendengar penjelasan itu Ti Then termenung berpikir keras,
kemudian barulah sahutnya:
"Aku kira pekerjaan yang kau hendak perintahkan tentu
merupakan pekerjaan yang tidak lurus"
"Benar" saghut majikan patung emas sambil tertawa, "Tetapi kau
bisa menggunakan jalan yang lurus untuk menjelesaikannya,
tegasnya bila aku memerintahkan kau menangkap seekor ajam,
bereslah, sedang kau mau mencuri atau mau membeli aku tidak
akan melarang" Ti Then mengangguk agaknya dalam pikirannya sedang teringat
akan sesuatu urusan yang menggelikan, mendadak tak tertahan lagi
dia tertawa terbahak-bahak.
"Kau sedang menertawakan apa?" tanya majikan patung emas
dengan penuh keheranan. "Ketika di bawah gunung tad aku telah menemukan seorang
kakek tua, dia biIang di atas gunung ini tidak ada yang bernama
gua cupu-cupu, aku kira nama dari gua cupu-cupu ini tentu kau
yang memberikan bukan?"Ha ha..."
Tidak salah. " sahut majikan patung emas. "Coba kau bilang
tepat tidak"-" "Memang sangat tepat sekali, aku benar-benar tidak tahu di
dalam cupu-cupumu sedang menjual jamu apa"
Majikan patung emas itu tertawa terbahak-terbahak, ujarnya:
"Mungkin pada suatu hari kau akan tahu, kini berilah jawaban
yang tegas kau mau atau tidak"
"Aku menjetujuinya" sahut Ti Then," Hanya".yang kau maksud
satu tahun harus dihitung mulai kapan?"
"Sudah tentu harus dihitung sejak kau tamat dari latihan silatmu"
Ti Then menjadi sangat girang, ujarnya:
"Baiklah, sekarang silahkan kau memperlihatkan kelihayanmu
untuk aku lihat dulu, aku akan membuktikan apa kau boleh
dianggap sebagai jago tanpa tandingan yang memiliki kepandaian
amat tinggi" "Boleh, aku akan menggunakan patung emas ini bergebrak
dengan kau?" Ti Then menjadi tertegun, tanyanya:
"Bertempur dengan patung emas ini?"
"Benar" sahutnya, "Tetapi bukannya bertempur secara sungguh-
sungguh, dengan menggunakan patung emas ini aku akan
melancarkan satu jurus serangan kepadamu asalkan kau bisa
menyebutkan jurus pecahannya sudah cukup"
"Ha..ha..sungguh menarik sekali permainan ini"
"Sesudah patung emas ini melancarkan satu jurus serangan, kau
harus segera menyebutkan satu jurus pecahannya, asalkan kau
tidak menyawab secara cepat maka aku akan menganggap kau
telah kalah" "Sudah tentu" sahut Ti Then sambil mengangguk, "Kalau
bertempur secara sungguh-sungguh, apabila aku tidak berhasil
segera mengeluarkan jurus pecahannya pada saat itu mungkin aku
telah terluka bahkan mungkin binasa"
"Aku dengar ilmu pedangmu amat sempurna dan telah menjagoi
seluruh Bu-lim, tetapi aku akan mengalahkan kau di dalam lima
jurus ini mengalahkan dirimu, aku juga tidak akan ada muka lagi
untuk bertukar syarat dengan dirimu"
Sejak Ti Then untuk pertama kalinya berkelana dalam dunia
kangouw selamanya sukar baginya untuk menemukan lawan yang
dapat bertempur seimbang dengan dirinya, saat ini begitu
mendengar majikan patung emas itu hendak mengalahkan dirinya di
dalam lima jurus saja, dalam hatinya sangat tidak percaya. Segera
dia mengangguk sambil sahutnya:
"Baiklah, silahkan kau melancarkan jurus serangan"
Majikan patung emas itu tidak membuka mulutnya lagi tampak
patung emasnya segera digerakkan olehnya, sepasang kakinya
mendadak menarik ke belakang, tubuhnya berdiri tegak. sedang
pedangnya dilintangkan di depan dadanya. Sikarmja mirip sekali
dengan seorang manusia hidup.
Sepasang matanya memandang mendatar sedang hawa
murninya dipusatkan pada pusar sehingga secara samar-samar
memperlihatkan keadaan yang amat serius sekali.
Ti Then tidak berani berlaku gegabah, dengan memusatkan
seluruh perhatiannya dia memandang kearahnya.
Tiba-tiba terdengar majikan patung emas itu membentak dengan
keras: "Sambutlah serangan ini?"
Tubuh patung emas itu sedikit merendah, kakinya berbentuk
gambar panah sedang tubuhnya mendadak berputar setengah
lingkaran. Pedang panjangnya setelah berputar di depan secara
tiba-tiba meneruskan gerakannya menusuk ke depan.
Jurus ini kelihatan amat sederhana sekali dan disebut dengan
jurus "Coan Sin Si Yen" atau memutar tubuh memanah burung seriti.
Tampak jurus itu Ti Then tertawa, sahutnya dengan cepat:
"Hwi Liong Tiam Cu atau naga membalik menutul mata"
"Jurus pecahan jan amat bagus, terima lagi seranganku ini"
Begitu suara tersebut keluar dari mulutnya, pedang panjang dari
patung emas itu lebih ditekan ke bawah bersamaan pula kaki kirinya
diangkat ke atas, gajanya mirip sekali dengan jurus ajam emas
berdiri disatu kaki, tetapi mendadak pedang panjangnya
melancarkan tusukan ke depan.
Ti Then melihat jurus yang digunakan ini pun merupakan jurus
"Jin Liong Jut Si" atau naga menjelam timbul di atas air yang
merupakan jurus sangat biasa sekali dalam hatinya diam-diam
merasa sangat geli, segera sahutnya:
"Sun Swi Tui Co atau mengikuti air mendorong perahu"
Mendadak kaki patung emas ini menggelincir ke depan sedang
tubuhnya berputar di tengah udara, pedang panjangnya dengan
mengikuti gerakan itu menusuk ke bawah.
Ti Then tidak berpikir panjang lagi, ujarnya dengan segera:
"Yu Tiau Liong Bun atau ikan melompat ke pintu
naga..menjerang alismu"
Pada saat itu tubuh patung emas masih belum berdiri tegak,
tampak kepalanya miring ke samping pedang panjangnya yang
menusuk ke bawah mendadak mengencang dan menusuk ke atas
dengan kecepatan yang luar biasa.
Air muka Ti Then segera berubah, dengan gugup serunya:
"Aku menggunakan jurus Koay meng Huan Sin atau ular aneh
membalikkan tubuh" Perkataannya baru saja keluar dari mulutnya, patung emas itu
telah meloncat ke atas sedang pedang panjang ditangannya
menusuk ke sebelah kiri tubuhnya.
Saat itu Thi Then telah tahu kalau kepandaian pihak lawan
sangat lihay sekali sehingga sukar diukur, bukannya dia merasa
sedih atas kekalahannya ini malah sebaliknya sangat gembira sekali,
sambil tertawa sahutnya: "Benar, aku mau belajar kepandaian silat dari kau dan menjadi
patung emasmu selama satu tahun"
Agaknya majikan patung emas itu pun merasa sangat girang,
ujarnya kemudian: "Kalau begitu, ada suatu syarat yang harus kau ketahui terlebih
dahulu, apabila kau telah menjadi patung emasku dan berani
melanggar apa yang aku perintahkan bahkan tidak mau
menjelesaikan tugas yang aku berikan dengan sebaik-baiknya, aku
dapat membunuh dirimu"
"Baiklah!" sahutnya Ti Then sambil mengangguk, "Aku akan
menyanggupi syaratmu itu dan kini silahkan kau turun untuk
memperlihatkan dirimu"
"Tidak" ujar majikan patung emas, "Mulai hari ini juga hingga
saat kau selesai belajar kepandaian silat aku akan tetap berdiam
terus di atas atap dinding gua ini"
Mendengar perkataan itu Ti Then menjadi tertegun, tanyanya:
"Kalau begitu kau akan menggunakan cara apa untuk memberi
pelajaran ilmu silat kepadaku?"
Sambil menggerakkan kaki tangan patung emasnya dia tertawa
terbahak-bahak, sahutnya:
"Aku akan menggunakan patung emas ini menurunkan ilmu silat
kepadamu" Sekali lagi Ti Then menjadi tertegun dibuatnya, serunya:
"Kalau begitu...apa kau tidak akan makan untuk selamanya?"
"Aku akan makan dan akan tidur di atas atap dinding gua ini
juga" "Oooh.." "Besok pagi kau harus turun gunung untuk membeli bahan
makanan serta peralatan yang diperlukan, besok lusa aku akan
mulai menurunkan pelajaran ilmu silat padamu"
"Kau..kenapa kau harus berbuat secara demikian?"
"Ini merupakan rahasiaku!"
"Tidak dapat diberitahukan kepadaku?" tanya Ti Then.
"Tidak dapat" sahut majikan patung emas itu, "Kau tidak perlu
tahu dan lebih baik tidak usah bertanya terus, hal ini akan
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendatangkan celaka bagi dirimu"
"Ehmm..." "Baiklah" ujar majikan patung emas itu lagi, "Kini cuaca telah
mulai gelap, malam ini kau tidurlah di dalam gua ini bilamana
perutmu telah lapar di atas batu cadas di belakang tubuhmu telah
tersedia rangsum untukmu"
"Sekarang perutku masih belum lapar, aku pikir hendak mandi
dulu di mata air" Tiba-tiba terdengar Majikan patung emas itu berbicara lagi,
ujarnya: "lima puluh langkah di sebelah barat diluar gua terdapat sebuah
mata air dan ini merupakan persediaanku selama setengah tahun
mendatang ini, janganlah kau bikin kotor"
"Baik" sahut Ti Then singkat.
"Ada lagi, apa kau akan menggunakan kesempatan ini untuk
melarikan diri?" "Keinginanku ini tumbuh dari lubuk hatiku, buat apa harus
melarikan diri?" sahut Ti Then.
"Itulah lebih bagus, kau pergilah!"
Ti Then memutar tubuhnya berjalan keluar dari dalam gua dan
pergi mencari sumber air di gunung untuk mandi, agar air yang
dingin dan segar itu membuat seluruh tubuhnya terasa segar dan
bersemangat kembali. Pada saat itu rembulan telah terpancang jauh ditengah angkasa
yang telah berubah menjadi hitam gelap itu, dengan termangu-
mangu dia membaringkan diri ditengah mengalirnya sumber air itu,
dengan tenang dia mengingat kembali pengalaman aneh yang
dialaminya hari ini serta memikirkan keputusan hati dirinya.
Terhadap keputusannya untuk menjadi patung emas selama satu
tahun dan mau mengikuti segala perintah majikan patung emas, dia
sama sekali tidak menjesal. Sekali pun dia tahu pekerjaannya amat
memalukan sekali tetapi dia pun merasa kalau inilah satu-satunya
kesempatan yang paling baik bagi dirinya untuk memperoleh
pelajaran ilmu silat yang sangat mengejutkan..satu-satunya jalan
pula untuk menjelesaikan persoalan pribadinya yang terasa amat
sulit itu. Sekarang, terhadap gerak-gerik serta cara bertindak di dalam
segala persoalan dari majikan patung emas itu dia amat merasa
terkejut dan tidak mengerti. Dengan tidak henti-hentinya dia putar
otak, memeras keringat untuk memperoleh jawaban, siapa dia
sebenarnya" Kenapa dia tidak mau memperlihatkan wajahnya" Dia
minta dirinya menjadi patung emas sebenarnya punya tujuan apa"
Semua persoalan ini tidak dapat diperoleh jawabannya saat ini,
tetapi masih ada suatu hal yang masih dapat dia simpulkan. Majikan
patung emas itu tidak mau memperlihatkan wajah sesungguhnya,
semuanya bukanlah dikarenakan wajahnya yang tumbuh sangat
jelek sehingga takut diperlihatkan pada orang lain.
Oleh karena dia tidak selalu menyembunyikan diri di atas atap
dinding gua itu, dia telah memancing dirinya..Ti Then..dari gunung
Kim Teng San yang amat jauh letaknya hingga ke tempat ini.
Dengan demikian, kalau majikan patung emas itu berani
memperlihatkan wajah aslinya di depan banyak orang, kenapa kini
tidak mau menampilkan dirinya untuk bertemu muka dengan
dirinya. Dari hal ini dia dapat mengambil dua kesimpulan lagi. Pertama
Majikan patung emas itu tentu sedang menggunakan dirinya untuk
menjelesaikan suatu rencana yang tidak jelas sebaliknya dia pribadi
tidak ingin tersangkut secara langsung di dalam urusan ini. Kedua,
mungkin dia adalah merupakan seorang jago berkepandaian
tinggidari Bu-lim yang dia kenal baik. Oleh karena itu dia tidak ingin
bertemu muka secara langsung dengan dirinya.
Kepandaian dari majikan patung emas itu memang benar-benar
sangat tinggi sekali, bahkan tenaga pukulannya juga merupakan
jago yang sukar untuk dicarikan tandingannya, terbukti dia dapat
menekan batu cadas yang besar sehinggga meninggalkan bekas
telapak tangan sedalam tiga cun.
Teringat kembali oleh Ti Then terhadap setiap bekas telapak
tangan yang ditinggalkan majikan patung emas di tengah jalan,
teringat kembali keempat jurus serangan ilmu pedang yang
mengalahkan dirinya barusan ini, tidak terasa lagi pikirannya
semakin terjerumus ke dalam lamunan yang memabokkan.
Keesokan harinya, dengan perantara patung emasnya majikan
patung emas itu memberikan lima puluh tail perak serta sbuah
daftar keperluan yang dibutuhkan untuk mereka kepada diri Ti Then
dan memerintahkan dirinya untuk membeli barang-barang
keperluan sesuai dengan perintahnya itu.
Dengan menurut perintah Ti Then berjalan turun gunung, setelah
melakukan perjalanan sejauh kurang lebih lima puluh li barulah
ditemukan sebuah dusun kecil yang sangat ramai, ketika dia
berhasil mengangkut seluruh kebutuhan serta bahan makanan ke
atas gunung Lo Cin San cuaca pun telah mendekati magrib kembali.
Dengan bagi dua kali jalan, barang-barang kebutuhan serta
bahan makanan berhasil dimasukkan ke dalam gua cupu-cupu di
atas puncak gunung, kemudian segera memasang api memasak air.
Tanya Majikan patung emas itu:
"Waktu dahulu apa kau pernah melakukan pekerjaan seperti ini?"
"Tidak pernah" sahut Ti Then singkat.
"Dapat masak sajur?" tanya Majikan patung emas itu lagi.
"Apabila kau tidak terlalu membicarakan rasa dari setiap
masakan, kemungkinan masih boleh juga mematangkan sajur-sajur
ini" Majikan patung emas itu tertawa keras, ujarnya lagi:
"Bila aku tidak membicarakan soal rasanya dari setiap masakan
sama saja dengan kau makan daging elang tanpa menggunakan
garam" Mendengar perkataan itu Ti Then menjadi termangu-mangu,
katanya: "Di dalam perjalanan ini kau selalu membuntuti diriku?"
"Tidak salah!" sahut Majikan patung emas, "Aku harus
mengetahui apakah ditengah jalan kau bisa berubah pikiran atau
tidak" "Kalau begitu, kenapa kau begitu teganya melihat aku hampir-
hampir mati tetapi sama sekali tidak turun tangan memberi
pertolongan?" "Kau menanyakan peristiwa ditengah pegunungan yang sunyi
kemarin siang itu?" tanya Majikan patung emas.
"Benar" sahut Ti Then, "Waktu itu aku telah empat hari lamanya
tidak makan sebutir nasi pun, hampir-hampir saja mati saking
laparnya" Majikan patung emas itu tertawa terbahak-bahak, ujarnya:
"Aku tahu kalau kau sangat lapar dan dahaga sekali, tetapi ketika
kemarin kau rubuh ke atas tanah dan tidak bergerak lagi aku telah
tahu kalau kau sedang berpura-pura"
Ti Then berdiam diri tidak menyawab dan menggoreskan korek
api untuk membuat api. Terdengar majikan patung emas itu berkata lagi:
"Tujuanmu pura-pura mati kemarin siang ada dua, tujuan yang
pertama adalah untuk memancing datangnya burung elang itu
untuk kau dahar, sedang tujuan yang kedua adalah memancing
munculnya diriku, bukankah begitu?"
"Tidak benar" sahut Ti Then dengan tawarnya, "Sama sekali aku
tidak pernah mem punyai ingatan kalau kau sedang membuntuti
diriku" "Benarlah" sahut Majikan patung emas sambil tertawa keras,
"Sekali pun dahulu aku tidak pernah tahu kalau kau adalah Hek Ie
hiap, Ti Then adanya. Tetapi ketika aku mengawasi secara diam-
diam segala gerak-gerikmu ditengah perjalanan segera telah
kuketahui kalau kau merupakan seorang pemuda yang amat cerdik
lagi licin...saking licinnya hingga seperti seekor rase"
"Bila aku adalah seekor rase maka kau tentunya merupakan
seekor siluman rase pula"
Perkataannya ini bilamana ditinyau dari keadaan situasi sekarang
ini dimanan orang itu hendak menurunkan kepandaian silat kepada
dirinya boleh dikata sangat tidak hormat sekali, tetapi perkataan itu
meluncur keluar dari mulutnya tanpa dipikir lebih panjang lagi oleh
karena dia hanya sangat kagum dan memuji terhadap kepandaian
silatnya yang amat tinggi, tetapi sama sekali tidak memuji atau
kagum terhadap tingkah lakunya, sebab dia menganggap kalau
dirinya sedang melakukan pertukaran syarat dengan orang itu jadi
sama sekali tidak perlu bersikap hormat terhadapnya.
Siapa tahu majikan patung emas itu sama sekali tidak dibuat
gusar oleh perkataannya itu, sambil tertawa terbahak-bahak
sahutnya: "Tidak salah, memang aku harus disebut siluman rase, siluman
rase yang memiliki pikiran serta kepandaian yang tinggi"
Tidak lama, sajuran serta nasi yang ditanaknya dengan amat
sederhana itu telah matang, sambil menghembuskan napas lega, Ti
Thenangkat kepalanya bertanya:
"Dengan cara apa aku harus mengantar makanan ini untukmu?"
"Taruh saja di atas batu cadas tepat di bawahku itu sudah cukup"
Dengan mengikuti perkataannya Ti Then meletakkan sajuran
serta nasi itu di atas batu cadas, dengan menggunakan kesempatan
ketika mundur ke belakang itu dengan tergesa-gesa dia melirik
sekejap ke atas tetapi yang dilihatnya hanya tempat yang amat
gelap saja. Ujar Majikan patung emas itu secara tiba-tiba:
"Kita masih ada waktu untuk berkumpul selama setengah tahun
lamanya, aku harap kau jangan begitu keheran-heranan melihat ke
atas, hal ini sangat berbahaja terhadap keselamatanmu"
Hati Ti Then serasa berdesir, dengan tertawa yang dipaksa
sahutnya: "Pada suatu hari bila aku tahu siapakah kau sebenarnya
bukankah kau akan segera membunuh diriku?"
"Tidak salah" sahut majikan patung emas itu dengan dinginnya.
Ti Then tidak mengucapkan kata-kata lagi dan mengundurkan
diri ketempat semula untuk mulai mendahar mengisi kekosongan
perutnya. Dengan perlahan-lahan majikan patung emas mengambil nasi
serta sajuran yang berada di atas batu cadas itu, tak lama kemudian
terdengar sambil mendahar ujarnya dengan tertawa:
"Bagus sekali, masakanmu ternyata tidak jelek"
Ti Then tetap tidak membuka mulutnya untuk berbicara,
bukannya dia tak senang berbicara dengan majikan patung emas
sebaliknya memangnya dia merupakan seseorang yang pendiam
dan wegah untuk berbicara lebih banyak.
Ketika majikan patung emas itu mendengar tidak ada lagi
jawaban, mendadak tertawa lagi ujarnya:
"Ti Then, ada orang bilang kau merupakan seorang yang sangat
aneh serta misterius sekali, kenapa begitu?"
"Karena orang-orang di dalam dunia kang-ouw hanya tahu aku
bernama pendekar baju hitam Ti Then saja, sedang tentang lainnya
tidak seorang pun yang mengetahuinya"
"Siapa suhumu?" tanya majikan patung emas lagi.
"Tidak tahu!" Majikan patung emas itu segera tertawa tergelak, tanyanya
kemudian: "Siapakah orang tuamu tentunya kau tahu bukan?"
"Juga tidak tahu" sahutnya sambil menggelengkan kepalanya.
Sekonyong-konyong majikan patung emas itu tertawa terbahak-
bahak dengan kerasnya, ujarnya:"
"Baik, baiklah. Masih tetap pada perkataan kemarin malam, aku
mem punyai rahasia yang tidak dapat diberitahukan kepada orang
lain, kau pun mem punyai rahasia yang tidak dapat diberitahukan
kepada orang lain, sejak hari ini juga aku tidak akan menanyakan
urusan apa pun terhadap dirimu"
Ti Then hanya tertawa-tawa sahutnya:
"Bukannya aku tidak ingin memberitahu padamu, sebaliknya
memangnya aku benar-benar tidak mengetahuinya"
Suara tertawa tergelak dari majikan patung emas itu semakin
keras, suaranya bergema tak henti-hentinya di dalam gua yang
kosong melompong itu membuat telinga Ti Then serasa berdengung
dengan tak hentinya. Pada hari ketiga, pagi-pagi sekali majikan patung emas itu sudah
mulai mewarisi ilmu silatnya pada Ti Then, dengan menggunakan
patung emasnya dia mula-mula mengajar suatu ilmu pukulan yang
amat aneh tetapi sakti sekali. Oleh karena perubahan yang terdapat
di dalam ilmu pukulan itu sangat banyak serta mendalam sekali
artinya, maka selama satu hari penuh Ti Then hanya berhasil
mengingat seperlima dari rangkaian ilmu pukulan tersebut.
Sampai pada hari ketujuh barulah dia berhasil mengingat-ingat
serangkaian ilmu pukulan itu. Saat itulah majikan patung emas baru
mulai menjelaskan kegunaan dari setiap jurus ilmu pukulan itu,
berturut-turut selama tiga hari lamanya barulah Ti Then berhasil
menjelami seluruh inti serta kegunaan dari ilmu pukulan itu.
Tetapi memahami bukannya berarti telah terlatih hingga matang,
maka pada malam kesepuluh, ujar Majikan patung emas itu:
"Mulai besok kau boleh berlatih ilmu pukulan itu seorang diri
diluar gua, ilmumu haruslah kau latih hingga bisa memukul balok
kaju hingga sedalam tujuh cun, saat itulah kau baru dapat dianggap
sudah matang tiga bagian"
Keesokan harinya Ti Then dengan mengikuti perintahnya berlatih
ilmu pukulan itu seorang diri diluar gua, sebenarnya dia memang
sudah memiliki bakat yang sangat bagus sehingga setelah berlatih
beberapa kali mendadak dengan mengerahkan tenaganya dia
melancarkan pukulan kearah sebuah pohon besi yang sangat besar
sekali. "Kraaak...." pohon besi yang sangat besar itu dengan
mengeluarkan suara yang amat nyaring telah terpukul rubuh hingga
menjadi dua bagian. Melihat hal itu Ti Then menjadi amat girang, sambil berlari ke
dalam gua teriaknya: "Aku sudah berhasil...aku sudah berhasil"
Siapa tahu majikan patung emas itu dengan tertawa dingin
ujarnya: "Bukankah kau berhasil memukul rubuh sebatang pohon besar?"
"Benar" sahut Ti Then. Pohon itu sangat besar sekali, dahulu aku
belum pernah berhasil berbuat seperti ini"
"Mungkin kau telah lupa akan rahasia yang telah aku terangkan
padamu, aku memerintahkan kau untuk berlatih hingga pukulanmu
dapat meninggalkan bekas telapak pada pohon itu sedalam tujuh
cun, bukannya meminta kau untuk pukul rubuh pohon tersebut"
Ti Then menjadi tertegun atas perkataannya itu, bantahnya:
"Tetapi bukankah memukul rubuh sebatang pohon jauh lebih
lihay daripada hanya meninggalkan bekas pukulan telapak sedalam
tujuh cun pada batang pohon itu?"
"Tidak, pukulan dahsyat yang hanya meninggalkan bekas telapak
sedalam tujuh cun tetapi tidak sampai merubuhkan batang
pohonnya sendiri barulah dapat disebut lihay"
Dengan kebingungan ujar Ti Then lagi:
"Tetapi untuk memukul hingga meninggalkan bekas sedalam
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tujuh cun itu harus menggunakan tenaga yang besar, dengan
demikian pohon itu mungkin akan ikut tumbang pula"
Majikan patung emas itu tertawa ringan, sahutnya:
"Agaknya aku harus memberi suatu contoh padamu baru dapat
membuat kau benar-benar paham"
"Silahkan memberi petunjuk"
"Pada tahun yang telah silam aku pernah menggunakan sebatang
pedang membunuh seseorang, pedangku dengan satu kali
sambaran saja sudah berhasil memutuskan pinggang pihak lawan,
tetapi dia sama sekali tidak merasa bahkan tetap memaki-maki terus
kepada diriku, menanti ketika dia mulai menggerakkan kakinya
tubuh yang bagian atas baru lepas dari tubuhnya bagian bawah,
tahukah hal ini apa sebabnya?"
Selamanya Ti Then belum pernah mendengar peristiwa yang
demikian anehnya, tidak terasa lagi dia menjadi sangat terkejut,
tanyanya: "Apa sebabnya?"
"Sebabnya karena gerakan pedangku terlalu cepat sehingga
sama sekali dia tidak tahu kalau pedangku telah berhasil membabat
putus pinggangnya, seseorang bilamana tidak tahu kalau dirinya
sebenarnya telah "binasa", maka seluruh semangat serta tenaganya
masih bisa mempertahankan hidupnya untuk suatu saat tertentu"
Dengan nada yang penuh keheranan dan terkejut, tanya Ti Then:
"Kau..ilmu pedangmu apa benar-benar sudah mencapai
kecepatan begitu?" "Tidak salah" sahut majikan patung emas, "Pengalaman kita pada
hari pertama aku memangnya telah sungguh-sungguh
menggunakan jurus serangan yang sesungguhnya bertempur
melawan kau, maka kau masih bisa menahan tiga buah seranganku.
Padahal bila aku benar-benar turun tangan jangan dikata tiga jurus
hanya cukup satu jurus pun mungkin kau sudah tidak sanggup
untuk menerimanya, kepandaianku sebenarnya mengutamakan
kecepatan gerak" "Aku dengar katanya kepandaian dari kakek pemalas Kay Kong
Beng juga mengutamakan gerakan yang cepat" ujar Ti Then.
"Sekali pun ilmu pedangnya sangat cepat tetapi dia tidak secepat
diriku, aku dapat melancarkan tujuh kali serangan tusukan di dalam
sekejap, sebaliknya dia hanya bisa mencapai lima kali tusukan saja"
Dia berhenti sejenak kemudian tanyanya lagi:
"Kini sudah paham belum?"
"Sudah paham" sahut Ti Then sambil mengangguk.
"Kalau begitu, teruskanlah berlatih dengan rajin"
Ti Then memutarkan tubuhnya dan berlalu dari tempat itu, tetapi
baru saja berjalan beberapa langkah telah berhenti lagi, tanyanya:
"Menurut penglihatanmu aku harus berlatih berapa lama hingga
bisa berhasil memukul hingga meninggalkan bekas pukulan sedalam
tujuh cun pada batang pohon tetapi tidak sampai mematahkannya"
Mendengar pertanyaan itu majikan patung emas termenung
berpikir keras beberapa saat lamanya, kemudian barulah sahutnya:
"Bakatmu tidak jelek, asal berlatih dengan rajinnya setiap hari
kemungkinan sesudah setengah bulan baru berhasil"
"Ehmm.." sahut Ti Then kemudian bertindak keluar dari dalam
gua dan mulai berlatih lagi dengan rajinnya.
Berturut-turut dia berlatih selama lima hari lamanya, pukulannya
telah berhasil meninggalkan bekas pukulan sedalam satu cun pada
batang pohon tanpa menggojangkan tubuh pohon itu sendiri,
setelah itu setiap tiga hari dia berhasil menambah satu cun lagi,
tidak salah lagi setelah setengah bulan lamanya akhirnya dia
berhasil mencapai hasil seperti apa yang diminta oleh Majikan
patung emas itu. Pada bulan yang kedua dia mulai mempelajari suatu rangkaian
ilmu telapak dari Majikan patung emas itu. Ilmu telapak ini jauh
lebih sukar dipelajari jika dibandingkan dengan ilmu pukulan. Jurus-
jurus serangannya amat ruwet dan sukar apalagi tenaga pukulan
telapaknya harus berhasil meninggalkan bekas telapak sedalam satu
cun pada permukaan batu cadas yang sangat keras bahkan tidak
diperkenankan kalau sampai permukaan batu menjadi hancur oleh
pukulannya. Dengan tidak mengenal lelah Ti Then , berlatih keras selama
empat puluh hari lamanya dan akhirnya berhasil juga dia menguasai
ilmu telapak itu. Jika dihitung dengan jari sejak dia naik gunung hingga kini telah
dua bulan lamanya, sedang di dalam dua bulan ini boleh dikata
merupakan penghidupan yang paling susash selama hidupnya,
tetapi dengan tidak mengenal lelah dan letih dia berlatih terus
dengan rajinnya karena dia seratus persen telah percaya kalau
majikan patung emas itu akan berhasil membuat dirinya menjadi
jago nomor tiga di dalam dunia Kang-ouw pada saat itu.
Majikan patung emas yang melihat cara berlatihnya amat rajin
juga merasa amat gembira sekali, sesudah itu dia mulai
menurunkan ilmu meringankan tubuh pada dirinya.
Sebulan telah lewat dengan cepatnya, ilmu pukulan, ilmu telapak
serta ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Ti Then telah jauh lebih
maju jika dibandingkan sesaat dia mulai naik gunung.
Hari itu sesudah makan malam tiba-tiba tanya majikan patung
emas: "Ti Then, kau naik gunung sudah berapa bulan lamanya?"
"Tiga bulan lebih sembilan hari" sahut Ti Then singkat.
"Hee..he..perhitunganmu sungguh amat jelas sekali!"
Ti Then tidak menggubris, ujarnya lagi:
"Jaraknya dengan setengah tahun perjanyian kita masih ada
kurang lebih delapan puluh hari lamanya"
"Tidak salah, kemajuan yang kau capai ternyata jauh lebih cepat
dua puluh hari dari dugaanku semula, aku mengira paling cepat kau
tentu harus menghamburkan empat bulan lamanya untuk berhasil
melatih ilmu pukulan, ilmu telapak serta ilmu meringankan tubuh
tiga macam kepandaian. Tetapi jika dilihat sekarang ini
kemungkinan sekali tidak perlu setengah tahun kau sudah bisa
turun gunung. "Kau masih akan mewariskan kepandaian apa lagi kepada
diriku?" tanya Ti Then.
"Ilmu pedang" "Untuk ini harus membutuhkan berapa lamanya?" tanyanya lagi.
"Sebenarnya harus membutuhkan dua bulan lamanya" sahut
majikan patung emas, "Tetapi dengan kemajuanmu yang kau capai
sekarang ini, kemungkinan hanya cukup satu setengah bulan sudah
berhasil" "Kalau benar-benar begitu tentunya aku akan turun gunung tiga
puluh hari lebih pagi?"
"Benar" sahut majikan patung emas, "Kau turun gunung lebih
pagi berarti juga kau dapat bebaskan dirimu sendiri satu bulan lebih
cepat, terhadap dirimu tidak ada ruginya"
"Sudah tentu, kapan kau akan mulai menurunkan ilmu pedang
kepadaku?" "Besok" sahut majikan patung emas singkat.
Keesokan harinya ternyata Majikan patung emas itu menepati
janyinya dan mulai menurunkan ilmu pedang kepada Ti Then, baru
saja dia melihat gerakan beberapa jurus serangan dari patung emas
itu segera dia sadar kalau ilmu pedang ini beberapa ratus kali lipat
jauh lebih sukar dilatih jika dibandingkan dengan berlatih ilmu
pukulan, ilmu telapak mau pun ilmu meringankan tubuh, tetapi dia
tidak memperdulikannya juga, dia tahu bahwa orang yang mau
menerima penderitaan lebih dahulu itulah yang dapat mencapai
kesuksesan. Meski pun begitu untuk menjelesaikan kesukaran dirinya pun
mau tak mau dia harus mengukuhkan pendiriannya untuk tetap
berlatih dengan sabarnya.
Di dalam sekejap saja satu setengah bulan telah lewat dengan
cepatnya, ilmu pedangnya telah mencapai pada taraf yang hampir-
hampir dirinya sendiri tidak percaya, di dalam satu kali gerakan
pedangnya dia dapat membabat putus tiga batang lilin tanpa
menggerakkan lilin itu sendiri dari tempat semula.
Melihat kemajuan itu, majikan patung emas menjadi sangat
girang sekali ujarnya: "Sudah cukup!" Ti Then, dalam dunia kangouw saat ini selain aku
serta si kakek pemalas Kay Kong Beng tidak akan ada lagi seorang
pun yang merupakan tandinganmu"
"Aku pun merasa kalau aku telah berubah menjadi seorang lain"
sahut Ti Then dengan perlahan, "Kini apakah aku benar-benar telah
menjadi jago nomor tiga dalam dunia kang-ouw, aku masih
membuktikan dengan mata kepalaku sendiri"
"Kecuali kalau di dalam bu-lim masih terdapat jago-jago
berkepandaian tinggi yang menyembunyikan diri, kalau tidak
sekarang kau boleh dikata telah merupakan seorang jago
berkepandaian tinggi yang tanpa tandingan di dalam dunia
kangouw" Ti Then hanya tertawa saja, ujarnya kemudian:
"Apabila aku sampai bertemu dengan jago berkepandaian tinggi
yang dapat mengalahkan diriku, aku akan segera membatalkan
perjanyian kita dan tidak akan menjadi patung emasmu lagi"
"Baiklah" sahut majikan patung emas, "Tetapi kau tidak dapat
pura-pura kalah, bilamana kau sengaja mengalah pada orang lain,
aku akan segera membunuh dirimu"
"Perkataan seorang lelaki sejati selamanya tidak akan ditarik
kembali, apa yang sudah aku katakan tentu tidak akan kulanggar
sendiri dan berbuat pekerjaan yang demikian memalukan"
Majikan patung emas itu hanya tertawa-tawa, ujarnya:
"Aku akan menggunakan waktu untuk membuktikannya?"
"Tetapi bilamana aku benar-benar dikalahkan orang lain, dengan
cara apa aku harus membuktikan agar kau mau mempercayainya?"
"Sesudah kau turun gunung" sahut majikan patung emas, "Aku
akan bertindak seperti cacing di dalam perutmu, selamanya akan
mengikuti jejakmu, bilamana kau sunggug-sungguh dikalahkan
orang lain aku akan bisa melihatnya dengan sangat jelas"
Mendengar hal itu tidak terasa lagi seluruh bulu kuduk Ti Then
pada berdiri, ujarnya: "Kenapa secara diam-diam kau akan terus menerus mengikuti
diriku?" "Kalau tidak berbuat demikian bagaimana aku dapat memberi
petunjuk serta memberi perintah kepadamu?"
"Oooh.." sahut Ti Then, "Baiklah, pertanyaan yang terakhir
tugasmu yang kau serahkan kepadaku apabila ada yang merupakan
tugas yang bukan seharusnya diselesaikan dengan menggunakan
kepandaian silat.." Tidak menanti dia selesai berkata, memotong majikan patung
emas itu dengan cepat: "Kau dapat menjelesaikannya dengan menggunakan cara lain"
"Tetapi apabila sekali pun telah berusaha sekuat tenaga masih
tetap tidak bisa membereskannya?"
"Asalkan kau telah bekerja sekuat tenaga, sekali pun tidak
berhasil aku juga tidak akan menyalahkan dirimu"
"Itu pun sangat bagus, kapan aku harus turun gunung?" tanya
Ti Then lagi. "Sebelum aku memberi tahu tugas apa yang harus kau
laksanakan untuk pertama kali ini aku harus menjelaskan padamu
terlebih dahulu, sejak besok pagi kau adalah patung emasku, aku
memerintahkan kau berbuat apa pun kau harus melaksanakannya
tanpa membantah. Dengan perkataan lain, sekali pun kau
merupakan seorang yang masih hidup tetapi merupakan sesosok
tubuh tanpa nyawa, tidak memiliki akal budi, tidak tahu baik buruk
dan tak ada pendapat apa pun juga. Bilamana aku menjuruh kau
makan yang manis sekali pun kau tidak suka akan barang-barang
yang manis juga harus dimakan, paham tidak?"
"Paham" sahut Ti Then sambil mengangguk, "Tetapi hanya ada
satu urusan yang aku tidak akan melaksanakannya, kau tidak boleh
memerintahkan aku untuk membunuh seseorang yang berbudi"
"Baiklah" sahut majikan patung emas sambil tertawa, "Tetapi
untuk mengetahui baik buruknya orang-orang yang ada di dalam
dunia ini sebenarnya amat sukar, apa kau bisa membedakannya?"
"Aku pasti sanggup" sahut Ti Then dengan mantap.
"Perkataanmu begitu tegas serta mantapnya, hal ini
membuktikan kalau pengetahuanmu terhadap manusia masih
sangat kurang" "Sekali pun sangat jelas terhadap seluk beluk manusia juga tidak
tentu berguna..silahkan sekarang kau mulai memberi tahu tugasku
yang pertama untuk aku selesaikan"
Majikan patung emas itu berdiam diri lama sekali, kemudian
barulah ujarnya sepatah demi sepatah:
"Tugas pertama yang harus kau selesaikan adalah pergi
mengawini seorang nona menjadi suami isteri"
Mendengar tugasnya itu Ti Then menjadi amat terkejut, dengan
melongo serunya: "Kau bilang apa?"
"Menjadi suami isteri dengan seorang nona"
"Ini mana mungkin, aku masih tidak ingin kawin terlebih dahulu"
teriak Ti Then dengan keras.
"Harap kau perhatikan" sahut majikan patung emas itu dengan
dinginnya, "Kau adalah patung emasku, kau tidak punya nyawa,
kau tidak tahu baik buruknya, kau tidak punya pendapat"
Ti Then mimpi pun tidak menyangka kalau tugas pertamanya
yang harus dia kerjakan adalah pergi mengawini seorang nona,
tidak terasa lagi hatinya menjadi amat gugup dan kacau, ujarnya:
"Tetapi.." "Tidak ada tetapi segala" potong majikan patung emas itu
dengan dinginnya. Ti Then menarik napas panjang-panjang, sesudah berhasil
menenangkan pikirannya barulah dia berkata sambil tertawa pahit:
"Coba kau dengarkan dulu perkataanku"
Potong majikan patung emas itu dengan cepat:
"Tidak perduli kau berkata apa pun sekarang sudah terlambat"
Aku hanya menyanggupi untuk menjadi patung emasmu selama
satu tahun bukannya menjual diriku untuk selamanya" timbrung Ti
Then. "Aku tidak pernah berkata kalau selama hidupmu kau jual
padaku" "Tetapi perkawinan merupakan suatu peristiwa yang amat besar
selama hidup" bantah Ti Then.
Satu tahun sesudah perjanyian kita habis, bilamana kau tidak
suka padanya kau boleh membuang dirinya"
"Perkataan macam apa itu, apa kau kira perkawinan dapat
dianggap sebagai barang mainan?" ujar Ti Then dengan agak gusar.
"Bilamana kau merasa tidak baik untuk melepaskan dirinya, kau
boleh terus menjadi suaminya"
"Tetapi aku masih tidak ingin berkeluarga"
"Itulah pendapatmu?" tanya Majikan patung emas.
"Benar!" "Hee...hee..hee..tetapi kini aku sudah menjadi patung emasku,
kau tidak berhak merusak penghidupanku untuk selamanya"
"Aku tidak punya maksud untuk merusak seluruh hidupmu, aku
hanya minta kau menjadi suami isteri dengan nona itu selama
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
setahun ini, setelah satu tahun lewat kau mau atau tidak
meneruskan perkawinan itu bukan urusanku lagi"
Bagaikan digujur oleh sebaskom air dingin dengan lemasnya Ti
Then menyatuhkan diri ke atas tanah, semangatnya telah hancur
luluh oleh perkataan itu. Sambil menghela napas ujarnya:
"He..bila sejak dari dahulu sudah tahu harus melakukan
pekerjaan ini tentu aku tidak akan menyanggupinya"
"Ini salahmu sendiri kenapa tidak mau tanya lebih jelas lagi"
sahut majikan patung emas itu sambil tertawa dingin.
Dengan sedihnya Ti Then menundukkan kepalanya, dengan
bingung dan perasaan menjesal pikirnya secara diam-diam:
"Hei..sungguh celaka kali ini, semula aku masih menganggap
apabila aku tidak ingin pergi membunuh orang baik, tentu tidak
akan ada urusan yang lebih berat lagi, mana kusangka kalau dia
ternyata minta aku menjadi suami isteri dengan seorang nona"
Majikan patung emas yang mendengar dia tidak mengeluarkan
suara lagi, segera tanyanya:
"Ti Then, kau menjesal bukan"
"Benar!" "Ingin melarikan diri?" tanya majikan patung emas itu lagi.
"Tidak" "Itulah sangat bagus" sahut Majikan patung emas sambil
tertawa, "Padahal pekerjaan ini merupakan tugas yang paling
menggembirakan. Jangan kita bicarakan yang lain, nona itu memiliki
wajah yang amat cantik sekali dan merupakan seorang gadis cantik
yang sangat jarang bisa ditemui"
Tidak terasa hati Ti Then menjadi bergerak, dengan tawar
tanyanya: "Putri siapa?" "Putri tunggal Toa pocu dari Benteng Pek Kiam Po, Kim Liong
Kiam atau si Pedang Naga Emas Wi Ci To, Wi Lian In adanya"
Mendengar disebutnya nama itu dalam hati Ti Then merasa
sangat terperanyat, dengan sangat terkejut serunya:
"Ha...putri tunggal dari Wi Ci To Pocu dari Benteng Pek Kiam Po"
Kau..bukankah kau punya niat untuk mencelakai diriku?"
Kiranya jika menyinggung Pek Kiam Pocu, si pedang naga emas
Wi Ci To boleh dikata semua orang di dalam bu-lim tidak seorang
pun yang tidak kenal nama besarnya.
Dia merupakan seorang jago berkepandaian tinggi yang sedikit di
bawah si kakek pemalas Kay Kong Beng, juga merupakan seorang
pimpinan yang pengaruhnya paling kuat dan paling luas di dalam
bu-lim, murid-muridnya tidak terhitung banyaknya sedang dari
"Pendekar Pedang Merah"nya saja yang dia ketahui sudah ada
sembilan puluh sembilan orang banyaknya, oleh karena itu dia
merupakan sebuah keluarga ilmu pedang yang paling kuat dan
paling disegani di dalam Bu-lim.
Tetapi perasaan terkejut dari Ti Then sesudah mendengar nama
itu bukannya karena kepandaian silat yang amat tinggi dari si
pedang naga emas Wi Ci To, sebaliknya karena sikap serta tindak
tanduk dari Wi Ci To. Dia pernah dengar oarng bilang kalau Wi Ci To jadi orang amat
gagah, ramah, sosial serta membela keadilan dan merupakan
seorang giam lo ong bagi kaum penyahat di kalangan Hek to, kini
Majikan patung emas menghendaki dia pergi mengawini putri
tunggal dari Wi Ci To jaitu Wi Lian In, tidak dapat diragukan lagi
kalau dia tentu sedang menggunakan dirinya untuk melaksanakan
suatu rencana busuk, ketika majikan patung emas telah mencapai
pada cita-cita, rencana kejinya segera dia dapat menghindarkan diri
dan cuci tangan dari urusan ini, sebaliknya dia...Ti Then..harus
melarikan diri kemana"
Kini soal yang paling penting, bagaimana dia dapat membantu
seorang yang tidak jelas asal usulnya untuk pergi membunuh
seorang jago berkepandaian tinggi dari kalangan lurus"
Semakin berpikir dia merasa semakin tidak tenteram, sambil
angkat kepala tanyanya: "Apa tujuanmu sebenarnya" Kenapa kau menjuruh aku
memperisteri putri Wi Ci To?"
"Tentang hal ini aku akan memberitahu padamu sesudah kau
menjadi menantu kesajangan dari Wi Ci To"
"Kalau begitu adanya, sekarang kau boleh turun" ujar Ti Then
sambil tertawa pahit. "Kau bicara apa?"
"Kau boleh turun untuk membunuh aku"
-ooo0dw0ooo- Jilid 2.1. Rusuh di Touw Hoa Yuan
Untuk beberapa saat lamanya majikan patung emas itu tidak
mengucapkan sepatah kata pun, kemudian dengan nada yang amat
dingin bertanya: "Kau tidak mau menurut perintahku?".
"Tidak salah ?" Sahut Ti Then dengan tegas.
Tiba-Tiba Majikan patung emas itu tertawa terbahak-bahak,
ujarnya: " Aku paham sebab apa kau tidak mau menyalankan perintah
sesuai dengan perjanyian, kau takut aku memerintahkan kau pergi
membunuh Wi Ci To bukan"."
"Apa mungkin aku salah menerka?" Sahut Ti Then sambil tertawa
dingin. Suara tertawa Majikan patung emas itu mendadak berhenti,
dengan suara yang mantap tetapi tegas serunya:
"Sama sekali salah besar, tujuanku sama sekali tidak
mendatangkan kerugian pada diri Wi Ci To mau pun anak
muridrnya, yang ada adalah sesudah perjanyian kita satu tahun
penuh dan kau tidak mau meneruskan menjadi suami istri dengan
Wi Lian In, saat itulah akan mendatangkan sedikit kerugian dan
kesedihan pada diri Wi Lian In. "
"Aku tidak percaya" ujar Ti Then sambil menggelengkan
kepalanya. "Boleh saja aku mengangkat sumpah sekarang juga bilamana
pekerjaan yang aku lakukan ini mendatangkan kerugian pada orang-
orang dari Benteng Pek Kiam Po, aku akan mendapatkan kematian
dengan cara yang mengerikan."
Ti Then yang mendengar sumpahnya di ucapkan begitu jujur
serta tegasnya tidak terasa dia menjadi semakin bingung, ujarnya
kemudian: "Kalau benar tidak akan mendatangkan kerugian pada orang-
orang dari benteng Pek Kiam Po lalu ada urusan apa sebenarnya
kau menjuruh aku pergi menjadi suami Wi Lian In ?"
"Tadi aku sudah bilang, sebab musababnya aku tidak akan
mernberitahukan padamu sekarang juga. "
"Bagaimana ini bisa jadi, pada saat sesudah aku menjadi suami
Wi Lian In bilamana kau memerintahkan aku untuk melakukan
pekerjaan yang merugikan orang-orang benteng Pek Kiam Po aku
akan segera membatalkan perjanyian kita sedang kau pun tidak
dapat membunuh aku karena pembatalan perjanyian itu "
Majikan patung emas itu termenung berpikir keras beberapa saat
lamanya, kemudian barulah sahutnya:
"Aku hanya dapat menanggung tidak sampai mengganggu seutas
rambut pun dari orang-orang benteng Pek Kiam Po"
Dalam hati diam-diam Ti Then berpikir keras, asalkan satu tahun
telah lewat, dirinya akan meneruskan menjadi suami istri dengan Wi
Lian In atau tidak sebenarnya bukan merupakan urusan yang
sangat besar, sambil menghela napas panjang sahutnya
"Baiklah, tetapi ada satu hal yang harus kau ketahui, bilamana Wi
Lian In tidak mau dikawinkan dengan diriku hal itu bukan salahku."
"Dengan bakat serta wajahmu" ujar majikan patung emas itu.
"Kemudian di tambah dengan sedikit permainan kemungkinan sekali
tidak sampai tiga bulan kau telah berhasil mendapat kecintaannya!"
Dia berbenti sejenak, kemudian sambil tertawa lanjutnya lagi:
"Yang dimaksud dengan sedikit permainan, selain kau harus
berusaha untuk memasuki Benteng Pek Kiam Po dan merebut
kepercayaan serta kecintaan dari Wi Ci To dan putrinya kau pun
harus menggunakan sedikit kepandaianmu agar Wi Lian In merasa
benci dan bosan terhadap "In Tiong Liong atau sinaga mega Hong
Mong Ling. Ti Then menjadi tertegun untuk sesaat lamanya dia tak dapat
berbuat apa apa tanyanya kemudian:
Siapa itu si Naga mega Hong Mong Ling "
"Murid kesajangan dari Wi Ci To, juga merupakan bakal suami
dari Wi Lian In. "Haaa?"" Wi Lian In sudah dijodohkan kepada orang lain "
"Benar !"sahut Majikan patung emas itu. "Itu merupakan suatu
urusan yang baru saja terjadi setengah tahun yang lalu, oleh karena
Si naga mega Hong Mong Ling itu tumbuh dengan wajah yang
sangat tampan, bakat serta tindak tanduknya pun sangat menarik
akhirnya dia berhasil memenangkan hati Wi Lian In sehingga
menjadi kekasihnya bahkan dengan demikian dia berhasil pula
diangkat Wi Ci To sebagai bakal menantunya."
Mendangar penjelasan itu Ti Then mengerutkan alisnya, ujarnya:
"Jika demikian adanya, kau menginginkan aku untuk pergi
merusak dan mengacau perjodohan orang lain ?"
"Tidak!" sahut majikan patung emas, "Menurut penglihatanku Wi
Lian In jauh lebih cocok bila dijodohkan kepadamu dari pada harus
dijodohkan dengan Hong Mong Ling itu."
"Kau terlaiu memuji" sahut Ti Then sambil tertawa tawa.
Majikan patung emas itu tidak menggubris perkataannya dan
lanjutnya lagi: "Secara diam-diam aku pernah mengadakan pemeriksaan dan
telah kutemui kalau Hong Mong Ling itu sekalj pun bakatnya sangat
bagus tetapi sifatnya sebenarnya tidak baik hati tidak jujur secara
sembunyi sembunyi sering dia keluar benteng untuk bermain
dengan pelacur-pelacur"
Ti Then mengucak-ucak matanya, mendadak tertawa terbahak-
bahak, ujarnya: "Ha .. ha .. , ha . . . aku sekarang paham, aku sekarang sudah
paham benar-benar .... "
"Kau sudah memahami tentang apanya?" tanya majikan patung
emas itu sambil tertawa pula.
"Kau adalah Pocu dari benteng Pek Kiam Po, sipedang naga emas
Wi Ci To, bukankah begitu" "
"Ha . . ha ha . . bagaimana kau bisa punya pikiran kalau aku
adalah si Pedang naga emas, Wi Ci To?"
"Sesudah kau menjodohkan putrimu kepada Hong Mong Ling
karena mengetahui kalau perbuatan serta tindak tanduknya tidak
lurus sehingga timbullah pikiran untuk membatalkan perjodohan ini,
tetapi dikarenakan cintanya putrimu terhadap dirinya sudah sangat
mendalam, di dalam keadaan yang sangat kepepet inilah terpikir
olehmu akan menggunakan cara ini dan meminta aku pergi merusak
hubungan seerta perasaan cinta diantara mereka berdua kemudian
memperisteri putrimu itu, dengan tindakan ini kau akan berhasil
menolong putrimu dari penderitaan dikemudian hari."
Majikan patung emas itu tertawa terbahak-terbahak lagi
sahutnya. "Ha . . ha . otakmu ternyata sangat tajam sekali, hanya sajang
semua dugaanmu salah besar. "
Ti Then mana mau mempercayai omongannya, sambil tersenjum
ujarnya lagi: "Alasanku hingga bisa kerkata demikian adalah ilmu pedang yang
kau miliki jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan ilmu ilmu yang
lain, bahkan sekali pun kau menggunakan kekerasan juga tidak
akan mengganggn orang-orang dari benteng Pek Kiam Po itu,
tentang hal ini saja sudah cukup membuktikan kalau kau adalah
majikan dari benteng Pek Kiam Po itu. "
Dengan nada yang sangat kalem dan halus sahut majikan patung
emas jtu "llmu pedang dari benteng Pek Kiam Po sekali pun tidak jeiek
tetapi dengan ilmu kepandaian yang kau berhasil pelajari sampai
kini sudah cukup untuk mengalahkan dia di dalam ratusan jurus
saja, sedang mengenai aku sekali pun menggunakan kekerasan juga
tidak akan mengganggu seujung rambut pun dari orana orang
benteng Pek Kiam Po tetapi aku belum pernah tidak menjetujui
kalau kau mau rneninggaikan Wi Lian In sesudah perdianyian kita
satu tahun penuh. Bilamana aku adalah Wi Ci To maka aku akan
memutuskan kalau selamanya kau tidak diperkenankan
meninggalkan dia bahkan harus hidup bersama dengan dia hingga
tua, coba kau pikir betul tidak perkataanku ini"
Pikiran Ti Then terus berputar, terasa olehnya kalau perkataannia
sedikit pun tidak salah bahkan sangat beralasan sekali membuat dia
segera terjerumus kedaiam pikiran-pikiran yang sangat ruwet, tetapi
dia malas untuk bertanya, lebih banyak lagi dengan perlahan-
perlahan mulai merebahkan diri diri di atas batu cadas dimana
setiap malam dia tidur, dengan tidak bersemangat tanyanya
"Kau masih mau pesan apa lagi"-
"Sudah tidak ada" sahut majikan patung emas, "aku hanya
merintahkan padamu di dalam tiga bulan ini kau harus berhasil
manyadi suami istri dengan Wi Lian In itu, perkataan lain boleh kita
bicarakan tiga bulan kemudian.
"Bilamana dia tetap kukuh tidak mau dikawinkan dengan diriku
lalu bagaimana" "Bila perlu, gunakanlah tentera dahulu bisa disusul dengan
upacara, sehingga urusan jadi kenyataan. Saat itu aku tidak takut
kalau dia tidak mau . . he, he... "
Sehabis berkata mendadak dia menyatuhkan sebuah buntalan
yang kelihatan sangat berat sekali, ujarnya lagi
"Di dalam buntalan itu telah aku sediakan tiga ratus tahil uang
perak sebagai ongkcos jalanmu besok pagi sesudah kau turun
gunung pergilah membeli beberapa buah pakaian yang bagus, kau
harus dandan lebih gagah dan lebih perlente"
Dengan perlahan Ti Then bangkit dan memungut buntalan uang
perak itu, sambil tertawa pahit sahutnya
"Semoga saja sebelum aku berhasil mencapai benteng Pek Kiam
Po dapat bertemu dengan seseorang yang bisa mengalahkan diriku
." "Hee . . he . kecuali aku serta sikakek pemalas Kay Kong Beng
jangan harap di dalam hidupmu ini bisa bertemu ddengan seorang
lawan tangguh yang bisa mengalahkan dirimu"
Beberapa hari kemudian terlihatlah Ti Then telah munculkan
dirinya di atas loteng kedai arak dikota Go-bi dalam keresidenan
Siok Si. Dia telah berdiam di atas loteng penjual arak ini selama tiga
hari berturut turut. Kedai arak yang memakai merek Go bi lo ini mem punyai bentuk
yang paling mewah di dalam kota itu, arak mau pun masakan dari
kedai itu pun merupakan yang paling baik dan paling terkenal,
tetapi ke semuanya ini bukanlah dikarenakan hal ini saja sehingga
loteng "-Go bi Lo" ini menjadi sangat ramai dan terkenal, alasan
yang lebih tepat adalah dikarenakan orang-orang yang setiap hari
mengunjungi kedai arak arak itu tak lebih merupakan, orang-orang
dari kalangan persilatan.
Sedang kedai arak ini dapat digemari oleh orang-orang dari
kalangan persilatan alasan yang paling kuat adalah dikarenakan
jaraknya dengan benteng Pek Kiam Po sangat dekat sekali.
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Si kakek pemalas Kay Kong Beng sekali pun dikenal oleh orang-
orang Bu lim sebagai jago nomor wahid di dalam dunia saat ini
tetapi benteng Pek Kiam Po ini merupakan sebuah partai perguruan
yang memiliki kekuasaan paling kuat dalam Bu-lim, oleh karena
itulah kota Go-bi ini boleh dikata sudah merupakan kota yang paling
banyak dikunjungi oleh orang orang dari kalangan persilatan.
Setiap hari Ti Then tentu berada di dalam loteng kedai arak itu
hingga jauh malam baru meninggalkan tempat itu, dandanannya
masih tetap tidak berubah, ditengah rambutnya yang terurai tidak
karuan terbentanglah sebuah wajah yang sangat dengkil, pada
tubuhnya pun masih mengenakan pakaian compang camping yang
amat kotor hanya saja pelajan dari kedai itu tak ada seorang pun
yang berani memandang rendah terhadap dirinya bahkan
pelajannya jauh lebih ramah daripada yang lain-lainnya.
Karena mereka-mereka itu sudah memiliki pengalaman yang
sangat luas sekali, mereka tahu bentuk luaran yang semakin aneh
kepandaian yang dimiliki orang itu semakin lihay, tamu-tamu
semacam ini tidak boleh diperlakukan tidak sopan barang sedikit
pun. Sudah tentu hal ini termasuk juga Ti Then yang memakai
pakaian tidak karuan. Seorang pelajan kedai dengan membawa secawan teh wangi
dengan perlahannya di letakkan di hadapannya, wajahnya
memperlihatkan senjuman yang manis, ujarnya:
"Khek-koan si naga mega Hong Mong Ling itu sudah datang. "
Tak terasa semangat Ti Then menjadi bangkit kembali, dengan
perlahan tanyanya: "Dimana"
Dengan cepat pelajan itu mendekati telinganya sambil berbisik
sahutnya: "Orang yang memakai baju berwarna hijau muda dan duduk
dimeja ketiga dari sini itulah dia orangnya, "
Dengan cepat Ti Then menoleh memandang ke sana, terlihatlah
dimeja itu duduklah dua orang pemuda yang baru saja duduk tidak
lama, salah satu diantara mereka merupakan seorang pemuda yang
memakai baju berwarna hijau muda sinaga mega Hong Mong Ling
" wajahnya sangat tajam, sikapnya gagah dan merupakan seorang
lelaki bagus yang sukar di carikan tandingannya, tak terasa lagi
diam-diam hatinya memuji, pikirnya:
"Hm" wajahnya ternyata demikian tampannya bahkan
kelihatannya merupakan seorang pemuda yang jujur dan lurus
hatinya . He . . . he ... tidak disangka kalau pemuda semacam ini
ternyata gemar pipi licin dan suka main perempuan" .
Begitu pikiran tersebut berkelebat di dalam pikirannya, segera
tanyanya lagi dengan perlahan.
"Orang yang duduk bersama dia itu siapa?"
"He "he . .. hi . . hihi?" pelajan itu ternyata hanya tertawa
nyaring saja sedang mulutnya tetap tidak mengucapkan sepatah
kata pun. Ti Then segera mengambil keluar sekeping perak dan di
lemparkan ke atas bakinya,tanyanya:
"Ini . . sudah cukup tidak?"
Dengan cepat pelajan itu mengambil kepingan perak tersebut
dan dimasukkan ke dalam sakunya, kemudian sambil tertawa
barulah sahutnya. "Dia adalah putra dari Hartawan Cang bernama Bun Piauw
dengan sebutan "Go-bi Te Ci atau tikus rakus dari Go-bi, dia
merupakan seorang putra hartawan yang suka pelesiran, pada
waktu dekat-dekat ini sering sekali bersama sama dengan si naga
mega Hong Mong Ling bermain dan berpesta, pada waktu seperti ini
mereka minum arak di sini tetapi sesudah malam tiba mereka akan
secara sembunyi sembunyi pergi ketempat pelacuran Toaw Hoa
Yuan mencari pelacur terkenal Liuw Su Cen untuk main-main."
"Dimana itu letaknya tempat pelucuran Touw Hoa Yuan ?" tanya
Ti Then sambil manggut-manggut.
"Belakang jalan raja ini ?"
"Baiklah terima kasih."
Tetapi pelajan itu tidak pergi, sambil tertawa ujarnya
"Khek koan mencari Hong Kouw-ya dari benteng Pek Kiam Po ini
entah ada urusan apa " "
Dengan perlahan Ti Then mengangkat cawannya. dan meneguk
habis isinya, kemudian dengan menundukkan kepalanya barulah
sahutnya. "Kau mau minta jawaban dari diriku harus beri persen dulu" "
Pelajan itu menjadi serba susah dan tidak berani bertanya lebih
banyak lagi, sambil tertawa perlahan dia mengundurkan diri dari
tempat itu. Dengan cepat Ti Then menghabiskan hidangannya kemudian
meletakkan sekeping perak ke atas meja kembali ke dalam
penginapannya. Tidak selang lama dia sekali lagi keluar dari penginapan itu, pada
saat ini pemilik kedai serta pelajan itu dengan sinar mata yang
mengandung keheran-heranan memandang kearahnya.
Kiranya seorang pemuda yang rambutnya tidak karuan serta
mernakal baju compang camping yang sangat dekil itu kini telah
berubah menjadi seorang kongcu yang sangat tampan serta
perlente. Tangannya dengan menggojangkan sebuah kipas yang
berlapiskan emas dengan langkah serta gaja seorang hartawan
dengan perlahannya berjalan menuju kesarang pelacuran Touw Hoa
Yuan itu. Pada saat itu malam terah tiba, lampu-ampu mulai dipasang
menyinari seluruh tempat, sedang jalanan menuju kesarang
pelacuran itu pun kelihatan mulai ramai orang yang lewat.
Saat itu Ti Then dengan langkah yang sangat perlahan telah tiba
di depan sarang pelacuran, kemudian dengan tanpa riku lagi dia
mulai memasuki halaman rumah itu, terlihatlah seorang penjaga
tempat itu dengan cepat mempersilahkan dia untuk duduk,
menjuguh teh wangi, kemudian barulah sambil tertawa katanya :
"Kongcu, kau?" "Cepat undang ibu germo kalian ke luar" sahut Ti Then sambil
ulapkan tangannnya, Penjaga itu menjadi termangu-mangu, sambil tertawa paksa
ujarnya lagi: "Bilamana kongcu mau mencari seorang nona untuk menemani
malam ini hambamu masih bisa mencarikan satu orang untuk
kongcu nikmati." "Kau sanggup untuk mencarikan?" tanya Ti Then sambil melirik
kearahnya. "Benar . . benar?"
"Kalau begitu sangat bagus sekali aku akan menemui nona Liuw
Su Cen"- Penjaga itu menjadi tertegun, tanyanya dengan agak gugup.
"Nona..nona Liuw Su Cen?"
"Tidak salah" sahut Ti Then sambil mengangguk.
Air muka penjaga itu segera berubah menjadi merah padam,
dengan gugup. ujarnya: "Ini . ini . ini ."
"Bagamana " tidak bisa bukan " " ujar Ti Then sambil tertawa
dingin tak henti-hentinya,
"Benar" sahut penjaga itu sambil ter tawa paksa." Hanya nona
Liuw seorang yang harus ditentukan oleh Ku-Ie. "
Dari dalam sakunya Ti Then mengambil keluar uang perak
sebanyak sepuluh tail dan dilemparkan kearahnya, sahutnya.
"Cepat undang Ku-Ie itu datang kemari " "
Satu kali keluar uang telah memerseni sebanyak sepuluh tail
perak, sekali pun pun cucu raja atau hartawan pun juga tidak akan
sebanyak itu. Dengan cepat penjaga itu menerima uang sepuluh tail perak
tersebut, saking girangnya air mukanya telah berubah menjadi
pucat pasi, beberapa kali dia mengucapkan terima kasihnya
kemudian dengan cepat putar tubuh dan pergi.
Tidak selang lama seorang wanita berusia pertengahan yang
berdandan amat menjolok telah keluar dan mendekati diri Ti Then.
Dangan segera Ti Then bangkit, tanyanya:
"Ku Ie. . ?" Wanita berusia pertengahan itu mengangguk, sambil tertawa
matanya tak henti-henti nya melirik kearahnya, kemudian barulah
tanyanya: "Kongcu she apa?""
"Aku she Lu "Ooh . Lu kongcu, entah berasal dari mana?"?" tanya Ku le itu
sambil tertawa: "Tiang An" "Ooh.. senjuman yang menghiasi bibir wanita itu pun semakin
manis " "Kiranya adalah Lu Toa Kongcu yang telah datang menyambangi,
maaf. .. maaf, aku tidak datang menyambut"
Ti Then hanya tertawa tawar, sahutnya:
"Mana, mana?" "Silahkan duduk, Silahkan daduk.
Kemudian kuberkata pada penjaga yang berada di samping
tubuhnya. "Cepat kau sediakan sepoci teh wangi yang paling terkenal. "
Penjaga itu segera menyahut dan pergi melakukan perintahnya,
setelah itulah si Ku Ie itu barulah duduk di hadapan Ti Then, sambil
tersenjum katanya. "Lu Toa Kongcu adalah seorang cerdik pandai yang telah sangat
terkenal di kota Tiang An, baik di dalam hal surat mau pun pelesiran
semuanya merupakan ilmu yang telah terkenal diseluruh tempat, ini
hari dapat berkunjung ketempat ini sungguh merupakan
kebahagiaan dari kami semua"
"Ha ..ha.. mana, mana"aku pernah mendengar katanya wajah
dari nona Liuw amat cantik bahkan tak ada bandingannya di dalam
kota ini kali ini dari tempat jauh aku datang kemari harap Ku Ie mau
memenuhi harapanku ini. "
Ku Ie itu menjadi demikian girangnya, sahutnya dengan cepat,
"Su Cen bisa mendapatkan perhatian yang demikian besarnya
dari Lu Toa kongcu sungguh sangat beruntung sekali, harap kongcu
tunggu sebentar aku akan panggil dia datang.
Sehabis berkata dengan cepat dia bangkit dan berlalu.
Tidak lama kemudian seorang gadis cantik yang mem punyai
bentuk tubuh ramping kecil serta sangat padat dengan sangat
menggiurkan sekali berjalan di belakang tubuh Ku le itu, lagaknya
kemalu maluan seperti seorang gadis pemalu.
Pelacur terkenal Liuw Su Cen ini usianya baru tujuh-delapan
belas tahunan, mem punyai bentuk wajah seperti kwaci, alisnya
hitam disertai dengan sepasang matanya yang sangat indah,
bibirnya kecil mungil berwarna merah sedang kulit tubuhnya putih
bersih bagaikan salju, ditambah lagi dandanan yang memakai
barang yang paling mahal, sehingga sangat mirip sekali dengan
seorang bidadari yang turun dari kahjangan.
Ku le yang melihat sikap kemalu maluan darinya segera menarik
ke hadapan Ti Then, sambil tertawa ujarnya.
"Cen-ji, cepat beri hormat kepada Lu Toa Kongcu ini, dia adalah
putra dari panglima Tiang An Pembesar Lu Aan merupakan seorang
siucay yang sangat terkenal dikota Tiang An, ini hari dengan tidak
menghiraukan perjalanan yang jauh datang menyambangi dirimu."
Dengan sikap, yang mash kernalu-maluan Liuw Su Cen dengan
sangat hormatnya memberi hormat pada Ti Then, kemudian dengan
merdu ujarnya : "Lu Toa kongcu harap memberi petunjuk. "
Ku le itu pun tersenjum, ujarnya kemudian:
"Sudahlah, marl aku akan memimpin kongcu menuju ke dalam
kamarnya," Ti Then dengan tanpa sungkan lagi berdiri dan mengikuti di
belakang tubuhnya berjatan masuk, sesampainya di depan pintu
sebuah kamar yang pintunya tertutup horden dengan perlahan Ku
Ie itu mendorong dirinya artinya menjuruh dia masuk ke dalam
kemudian barulah ujarnya dengan perlahan :
"Aku akan pergi memerintah orang untuk membantu kongcu
menjediakan arak serta sedikit sajuran. "
Sehabis berkata dengan perasaan yang amat girang
meninggalkan tempat tersebut.
Dengan perlahan-lahan Ti Then menyingkap tirai itu dan berjalan
masuk, terlihatlah Liauw Su Cen itu dengan menundukkan
kepalanya duduk di depan meja rias segera dia maju ke depan
memberi hormat, sambil tersenjum ujarnya:
"Kedatanganku yang mengganggu ketenangan nona harap nona
tidak sampai marah. Liuw Su Cen pun segera membungkukkan tubuhnya membalas
hormat, sahutnya sambil tersenjum.
"Mana, mana kongcu silahkan duduk."
Dengan perlahan Ti Then duduk ke atas kursi sedang matanya
dengan tak henti-hentinya berputar menikmati keindahan dari
kamarnya itu, diam-diam pikirnya.
"Hm .. tak nyana kamar ini dapat diatur demikian rapi serta
indahnya Sinar matanya dengan perlahan dialihkan ke atas wajah gadis itu,
dan katanya." "Aku telah lama mendengar tentang kecantikan serta kecerdikan
dari nona setelah bertemu hari ini dan dapat melihat dengan mata
kepala sendiri atas kecantikan wajah nona membuat aku
benar?benar merasa sangat beruntung sekali.
"Ha.. .kongcu terlalu memuji, dengan kejelekan wajahku ini
ternyata bisa mendapatkan pujian serta perhatian dari kongcu
membuat aku merasa amat malu. "
"Aku dengar katanya nona Liuw bukan saja berwajah cantik
tetapi kepandajan di dalam menari menyanyi mau pun membuat
syair sangat tinggi sekali, malam ini aku sangat mengharapkan nona
mau memamerkan di hadapanku agar aku benar benar terbuka
mata untuk menikmatinya. -
Wajah Liuw Su Cen itu segera berubah menjadi kemerah
merahan, ujarnya dengan kemalu maluan:
"Hanya sedikit permainan yang sangat jelek masih
mengharapkan Lu kongcu jangan sampai mentertawakan."
Pada saat kedua orang bercakap-cakap itulah seorang pelajan
dengan membawa arak serta sajuran masuk ke dalam kamar.
Liuw Su Cen melihat sajur serta arak telah dihidangkan, dengan
lemah lembut yang sangat menggiurkan ujarnya.
"Kongcu silahkan duduk."
"Terima kasih atas perhatian nona."
Begitulah kedua orang itu segera duduk saling berhadapan,
dengan perlahan Liuw Su Cen mulai mengangkat poci arak dan
memenuhi cawan Ti Then kemudian cawannya sendiri, ujarnya.
"Aku akan menghormati kongcu dengan satu cawan terlebih
dahulu" Segera Ti Then mengangkat cawannya dan meneguk isinya
hingga habis. Tiba-tiba dilihatnya Liuw Su Cen sambil menutupi mulutnya
dengan tangan tertawa merdu tak henti-hentinya seperti teringat
akan sesuatu yang sangat lucu baginya:
Ti Then, menjadi tertegun dibuatnya, tanyanya
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kenapa nona tertawa?"
"Nama besar dari Lu kongcu kudengar sangat lama sekali" sahut
Liuw Su Cen sambil tetap tertawa. "Tetapi setelah bertemu ini hari
ternyata jauh berbeda dengan apa yang aku dengar"
"Ooh"." sahut Ti Then sambil tertawa pula, "entah menurut
kabar yang kau dengar Lu Kongcu itu orangnya bagaimana" dan Lu
kongcu yang kau lihat ini hari bagaimana pula?" "
"Bila aku katakan harap kongcu jangan sampai marah"
"Ooh . . . tentu tentu aku tidak marah, harap nona cepat katakan
Dengan manyanya Liuw Su Cen itu tersenjum senjum, kemudian
barulah ia berkata "Menurut kabar yang aku dengar katanya Lu Kongcu jadi orang
suka pelesiran dan gemar bermain main dengan perempuan bahkan
jadi orang amat sombong, sedang kini setelah aku bertemu dengan
Lu kongcu sendiri ternyata sama sekali tidak tampak adanya tanda-
tanda seperti itu, bahkan sikapnya sangat gagah serta jujur.
Mendengar perkataan itu Ti Then tertawa terbahak-bahak,
katanya: "Nona terlalu memuji, aku memang merupakan seorang yang
sangat sombong dan suka menangan sendiri, kalau nona tidak
percaya boleh kau lihat nanti"
"Di samping itu" ujar Liuw Su Cen sambil tersenjum," Pada alis kongcu kelihatan samar-samar mengandung perasaan sedih serta
bingung agaknya dalam hati masih punya urusan yang sangat
memakan pikiran, tentang hal ini juga tidak mirip dengan apa yang
aku dengar..." "Ooh..kiranya nona pun masih pandai melihat wajah orang"
"Ehm..hanya memandang saja juga bisa, kali ini kongcu
meninggalkan kota Tiang An tentunya bukan dikarenakan untuk
mencari kesenangan saja bukan?"
"Aku datang karena tertarik oleh nama serta kecantikan dari
nona, urusan yang lain tidak ada"
"Baiklah, bagaimana kalau aku memainkan satu lagu untuk
kongcu dengarkan" maka mulailah dia mengambil khim dan
menyanyikan sebuah lagu, lagu ini memiliki nada kesedihan yang
amat mendalam. Ditengah alunan suara yang sangat merdu itu nada suaranya
membawa kesedihan yang tak terhingga, membuat orang yang
mendengar suara nyanyian itu tak terasa tergerak juga hatinya.
Dengan perlahan Ti Then meletakkan kembali cawan araknya,
sambil tertawa tawar ujarnya:
"Nyanyian dari nona keluar dari dasar lubuk hati, membuat orang
yang mendengarkannya ikut juga terjerumus ke dalam lembah
kesedihan. Hei.. sekarang aku tidak ingin memikirkan urusan yang
membuat kesedihanmu timbul kembali harap kau pun jangan
menyanyikan lagu yang bisa membuat air mataku meleleh keluar "
Liuw Su Cen hanya tersenjum saja, sesaat kemudian barulah
sahutnya dengan perahan :
"Kalau memang demikian adanya, aku akan menyanyikan sebuah
lagu yang lebih enak lagi. "
Jari tangannya yang ramping kecil serta halus itu mulai bermain
diantara senar-senar Khiem tersebut, baru saja dia akan mulai
menyanyi tiba-tiba diluar pintu kamar itu berkumandang datang
suara tiga kali ketukan. "Siapa?" "Aku." "Ooh. . Ku le, silahkan rnasuk.
Ku Ie dengan perlahan mendorong pintu dan berjalan masuk,
kenapa Ti Then dia hanya tersenjum-tersenjum saja sedang langkah
kakinya meneruskan perjalanannya hingga di samping tubuh Liuw
Su Cen, ujarnya kemudian dengan suara yang perlahan di samping
telinganya. " Ku le . . beritahukan saja padanya kalau tubuhku ini hari masih
tidak enak, suruh besok datang lagi.
Ku le segera melirik sekejap kearah Ti Then, sedang pada
wajahnya pun terlihat terlintas senjuman yang dipaksa, ujarnya:
"Tidak mungkin. Bilamana bilang tubuhmu tidak enak tentu dia
akan paksa masuk juga. Air muka Liuw Su Cen segera berubah ujarnya dengan agak
gusar. "Kalau begitu bilang saja padanya kalau aku sekarang masih ada
tamu, suruh dia besok kembali lagi.
"Tetapi dia sukar sekali untuk bisa datang kemari, bagaimana kini
menjuruh dia pulang dengan tangan kosong?"
"Ku le," ujar Liuw Su Cen dengan nada yang tidak senang. "Kau
hanya mengajari aku tiara menari, cara menghadapi orang lain
tetapi belum pernah kau beri pelajaran tentang cara memisahkan
tubuh menjadi dua " "
"Aku lihat kau budak semakin bicara semakin tidak genah-genah"
"Kalau begitu kau suruh aku harus berbuat bagaimana" "
Dengan setengah berbisik sahut Ku Ie itu.
"Keluar temuilah dia sebentar asalkan kau sudah bicara beberapa
patah kata dengan dia sudahlah cukup, pokoknya tidak sampai
membuat dia merasa tersinggung."
Liuw Su Cen ragu ragu sejenak kemudian barulah dia menoleh
tersenjum kepada Ti Then ujarnya
"Kongcu, aku ada sedikit urusan yang harus dikerjakan segera
kini mohon pergi sebentar tentu kongcu tidak akan marah bukan"
"Siapa yang telah datang" , tanya Ti Then dengan nada yang
kurang senang. "Ooh . . seorang . . seorang tamu yang tidak boleh aku singgung
perasaannya dia baru saja datang." sahutnya dengan kemalu
maluan. "Kenapa tidak boleh menyinggung perasaannya " "
"Karena dia punya asal usul yang terkenal- sahut Liuw Su Cen
sambil menundukkan kepalanya.
"Orang orang yang bisa berkenalan dengan nona tentu paling
sedikit harus punya asal usul yang terkenal, tetapi malam ini aku
harus lihat dulu sebenarnya siapakah orang itu, bilamana asal
usulnya tidak bisa mengalahkan asal usuIku, maka silahkan dia
cepat cepat menggelinding dari sini,"
Ku le melihat sikapnya yang ketus serta sombong itu tak terasa
lagi mendiadi sangat cemas, dengan cepat ujarnya.
"Kongcu harap jangan bicara begitu sekali pun dia bukan putra
atau murid dari seorang pembesar kerajaan tetapi merupakan
seorang yang telah sangat terkenal sekali namanya, orang orang
seperti kami ini mana berani menyinggung perasaannya."
Sepasang alis Ti Then dikerutkan dalam-dalam, dengan tidak
sabar tanyanya: "Siapa toh sebenarnya orang itu ?"
"Seorang pendekar pedang dari benteng Pek Kiam Po yang
disebut sebagai sinaga mega Hong Mong Ling."
"Hu?" ujar Ti Then "Aku kira siapa orangnya yang begitu
terkenal serta terhormatnya, tidak terkira hanya seorang budak
kasar yang suka main kepalan"
Baru perkataan itu diucapkan mendadak:
"Brak?" pintu kamar itu telah diterjang hingga rubuh, seorang
pemuda dengan sangat gagahnya telah berdiri di depan pintu kamar
itu, dengan nada yang berat dia tertawa dingin tak henti-
hentinya,ujarnya "Tidak salah" Cayhe adalah seorang budak kasar yang suka main
kepalan saja yang bisa memaksa seseorang berlutut di hadapannya
sambil memaki ajah ibunya sendiri "
Orang yang baru saja datang itu tidak lain adalah si naga mega
Hong Mong Ling adanya, dan di belakang tubuhnya berdirilah
seseorang yang tidak lain adalah si tikus rakus dari Go-bi, Cang Bun
Piauw. Dengan pandangan yang sangat dingin Ti Then melirik sekejap
kearahnya kemudian barulah bentaknya
"Bocah bangsat dari mana yang berani mengganggu kesenangan
dari Kongcu Ya mu?" apa kalian sudah bosan hidup lebih lama lagi?"
Ku Ie yang melihat mereka berdua dengan sama-sama gusar
telah saling berhadapan segera menjadi gugup dan bingung
dibuatnya, sambil menggojang-gojangkan tangannya ujarnya :
"Kalian berdua jangan gusar, semuanya ini adalah salahku.
Hei...Hong Siangkong mari aku kenalkan kepada kalian, Kongcu ini
adalah putra kesajangan dari Panglima perang Lu Ko Sian Lu
Thayjin dari kola Tiang An, ini hari dia ?"
Dengan sangat kasar si naga mega Hong Mong Ling itu
mendorong dia ke samping kemudian dengan langkah yang lebar
berjalan masuk ke dalam kamar, sinar matanya dengan sangat
tajam memandang Ti Then tanpa berkedip sedang mulutnya
tertawa dingin tidak henti-hentinya, ujarnya kemudian :
" He . . he . Hm . Hm.. Kiranya adalah seorang pemuda yang
gemar pelesiran. Sungguh bagus sekali, aku Hong Mong Ling
selamanya memang paling suka mencari gara-gara dengan seorang
Kongcu yang dojan pelesiran.
Berkata sampai di situ mendadak suara ucapannya berubah,
dengan keras bentaknya : "Bertutut!" Ti Then sama sekali tidak menggubris dirinya malah dengan
tenangnya dia mengangkat poci berisi arak dan dituangkan ke
dalam cawannya setelah itu dengan perlahan diteguknya hingga
habis, kepada Liuw Su Cen ujarnya.
"Nona Liuw bukankah kau tadi bilang mau menyanyikan sebuah
lagu untukku!" Sejak munculnya Hong Mong Ling ditempat tersebut dengan
perlahan-lahan Liuw Su Cen telah menyingkir keujung kamar, kini
mana dia berani mengucapkan sepatah kata pun.
Hong Mong Ling melihat perkataannya sama sekali tidak digubris
bahkan seperti di sampingnya tidak terdapat orang dengan
seenaknya bergerak, tak terasa lagi kegusarannya memuncak.
Sambil tertawa dingin tubuhnya dengan cepat menubruk maju ke
depan telapak kanannya men jambar mencengkeram urat nadi
ditangan kanan Ti Then. Sambarannya ini dilakukan bagaikan kilat cepatnya, sekali pun
orang yang memiliki kepandaian silat pun belum tentu bisa
menghindarkan diri dengan mudah.
Tetapi gerakan dari Ti Then jauh lebih cepat beberapa kali lipat
dari dirinya. Tangan kanannya sedikit diangkat ternyata telah berhasil
mencengkeram urat nadinya terlebih dahulu, kemudian disusul
tangannya melayang dan diputar sepasang kaki Hong Mong Ling
segera meninggalkan tanah, tubuhnya bagaikan sebuah baling-
baling berputar dengan kencangnya ditengah udara. Sebelum
tubuhnya rubuh ke atas tanah belakang batok kepalanya telah
keburu kena hajaran telapak tangan Ti Then.
Begitu tubuhnya rubuh ke atas tanah, dia segera jatuh tak
sadarkan diri sedang tubuhnya dengan terlentang kaku bersandar di
bawah kaki Ti Then. Si tikus rakus dari Go-bi Cang Bun Piauw begitu melihat gelagat
tidak baik dengan cepat memutar tubuhnya siap lari keluar dari
kamar itu, siapa tahu baru saja kakinya diangkat siap lari belakang
batok kepalanya telah keburu dihajar oleh cawan arak yang
dilontarkan Ti Then, tak tertahan lagi tubuhnya sedikit bergojang
dan jatuh rubuh tak sadarkan diri pula di atas tanah.
Melihat kejadian yang berlangsung hanya sekejap itu tetapi
sangat mengejutkan tersebut tak tertahan lagi air muka Ku le
berubah menjadi pucat pasi, teriaknya.,
"Celaka : wah . . celaka "bencana ini terlalu besar mak ."
Dengan tenangnya Ti Then bangkit berdiri dan menggusur tubuh
si tikus rakus dari Go-bi, Cang Bun Piauw, itu ke dalam kamar,
kemudian berjaian kembali ke tempat semula, ujarnya sambil
tersenjum "Jangan takut, sekali pun ada urusan yang lebih besar pun aku
ada di sini yang menanggung"
Dengan wajah yang hampir menangis kata Ku le itu lagi
"Lu kongcu kau tidak tahu sekali pun kau berhasil mengalahkan
dirinya tetapi bagaimana pun juga merupakan tamu dari tempat
kami ini, begitu kongcu nanti meninggaikan tempat ini urusan sudah
beres, sedang kami. harus tetap menetap ditempat ini seteiah
terjadinya urusan ini kami Touw Hoa Yuan juga akan sulit untuk
menghindarkan diri dari bencana"
Mendengar perkataan itu Ti Then tertawa nyaring sahutnya
"Ku Ie, pengetahuanmu terhadap benteng Pek Kiam Po itu
seberapa banyak?" "Nama benteng Pek Kiam Po telah menggetarkan seluruh dunia,
pendekar-pendekar pedang dari dalam Benteng pun tak seorang
pun yang bukan merupakan jago berkepandaian tinggi, tentang ini
semuanya sudah mengetahui dengan sangat jelas"
"Tetapi ada satu urusan yang tidak kau ketahui"
Ku le menjadi termangu-mangu, tannya :
"Urusan apa ?""
"Orang-orang Benteng Pek Kiam Po dari Pocu sendiri Wi Ci To
sampai bawahannya pun dan murid-muridnya semuanya merupakan
orang yang jujur dan berpikiran lurus, mereka tidak mungkin akan
bermain atau membalas dendam terhadap Touw Hoa Yuan mu ini
hanya dikarenakan urusan sekecil ini. "
Ku Ie memandang sekejap kearah si naga mega Hong Mong Ling
yang rubuh terlentang di atas tanah, dengan ragu-ragu ujarnya:
"Tentang ini sukar untuk dibicarakan, misainya saja dengan Hong
Siangkong ini, dia?"
Ti Then tertawa terbahak-bahak, potongnya:
"Dia pun tidak pernah melakukan kejahatan-kejahatan yang
melampaui batas hanya sajang jadi orang dia punya sedikit cacad
jaitu gemar akan pipi licin dan suka main perempuan"
Dia berhenti sejenak kemudian tambahnya:
"Apalagi Hong Mong Ling yang sering mencari kesenangan
ditempat ini semuanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi
sehingga tidak diketahui oleh bakal mertuanya, ini hari dia
mendapatkan sedikit kerugian sekali pun telah pulang juga tidak
berani lapor, maka itu kau legakanlah hatimu."
Dengan perlahan-perlahan Ku Ie menghembuskan napas, ujarnya
kemudian : "Perkataan memang Kongcu ucapkan seperti itu, hanya aku takut
kalau Hong siangkong ini menyatuhkan seluruh kegusarannya
kepada diri kami dikemudian hari."
"Aku akan menyamin kalian kalau sejak hari ini dia tidak akan
berani menginyak tempat ini lagi."
Ku Ie memandang sekejap lagi kearah Hong Mong Ling yang
rebah tak sadarkan diri di atas tanah, tanyanya
"Kini dia jatuh tak sadarkan diri ditempat ini, kita harus berbuat
bagaimana"." " Kau punya kereta kuda ?"
"Ehm..ada sebuah, biasanya digunakan nona-nona untuk pesiar
keluar kota" "Perintahkan orang-orang untuk siapkan kereta, aku akan
menghantar sendiri mereka-mereka ini ke dalam benteng Pek Kiam
Po" Mendengar perkataan itu Ku Ie menjadi sangat terkejut,
tanyanya:
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kongcu tidak takut dengan orang-orang dari benteng Pek Kiam
Po?" "Aku ada cara untuk menghadapi mereka"
Sambil menuding kearah Cang Bun Piauw ujarnya Ku Ie itu lagi:
Pedang Kunang Kunang 10 Pengemis Tua Aneh Ouw Bin Hiap Kek Karya Kho Ping Hoo Payung Sengkala 5
Judul Baru : Pendekar Bersinar Kuning
Karya : Qing Hong diterjemahkan Tjan Ing Djoe
Tahun 1971 Di Upload Masroni/Mazrizki di Indozone (Makasih)
Final editor & PDF Ebook by : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://cerita-silat.co.cc/
http://ebook-dewikz.com/ Jilid 1.1. Majikan Patung Emas yang misterius
Suatu tengah hari yang terik di padang gurun yang kering,
sesosok tubuh berjalan melintasi lautan pasir itu dengan perlahan.
Tak ada orang lain lagi yang ada di jalan itu. Tampak peluh
bercucuran di dahi dan sekali-kali terdengar hembusan napas yang
perlahan. Sejumlah elang pemakan daging terbang berputar-
putaran di atas langit, siap memangsa kalau orang itu rubuh.
Kiranya sesosok tubuh itu sudah tidak kuat menahan haus dan
lapar serta keletihan, rubuhlah dia di atas permukaan tanah. Elang-
elang di atas memperhatikan sambil berputaran, untuk menyaksikan
bahwa tubuh di bawah itu sudah binasa.
Beberapa saat kemudian"dengan lekas elang-elang itu mulai
menukik ke bawah sambil mementangkan cakarnya yang tajam siap
menjobek daging manusia yang dikiranya sudah menjadi majat
tersebut. Mendadak"suatu peristiwa yang sangat aneh telah terjadi.
Tangan kanan dari orang itu mendadak bagaikan kilat cepatnya
menyapu ke atasnya, disusul dengan pukulan yang dahsyat dan
tepat mengenai kepalanya.
Pukulan ini dilancarkan begitu cepat serta tepat , Oleh sebab itu
"kesempatan" bagi elang itu untuk merasakan terkejutnya, belum
sernpat kepalanya telah hancur luluh dan rnenggeletak ke atas
tanah, sajapnya rnemukul mukul beberapa kali di atas tanah
kemudian tenang kembali. Dengan cepat orang itu bangkit berdiri, dari dalam sakunya
mencabut keluar sebilah pisau belati yang amat tajam, dengan
sekali tabason kepala elang itu jatuh menggelinding: Tububnya
dengart cepat di pungut sedang darah yang mulai memancar keluar
dengan derasnya itu diisap dengan lahapnya.
Hal ini memperlihatkan kalau orang tersebut amat lapar serta
dahaga, dia terus menghisap darah segar hingga betul-betul habis
baru berhenti, sambil menghembuskan nafas lega dia menampilkan
senjuman kekemenangannya. Gumamnnya:
"Hidup sebagai seekor binatang, di dalam perebutan untuk
melanjutkan hidup kau telah kalah satu langkah dari aku"
Orang itu berusia kurang lebih dua puluh tiga tahunan, bajunya
compang camping, rambutnya kusut tetapi air mukanya masih tetap
segar. Mungkin dikarenakan baru saja melakukan perjalanan jauh di
bawah terik matahari sebingga wajahnia telah berubah menjadi
kecoklatan-kecoklatan bahkan berlapiskan minyak. Tetapi sekali
pun bentuknya kurang sedap dipandang, sepasang matanya
memancarkan sinar yang amat tajam bahkan penuh dengan
semangat untuk tetap mempertahankan hidupnya.
Dengan perlahan lahan dia bangun berdiri sambil menenteng
binatang elang itu dengan perlahan berjalan ke bawah sebuah
pohon siong dan tangannya mulai bekerja menguliti elang itu
kermudian membelah perutnya, mengumpulkan kaju bakar menjulut
api. Kelihatannya dia telah beberapa hari menderita kelaparan, oleh
karena itu baru saja daging elang itu matang dengan lahapnya dia
telah menyikat tanpa sungkan sungkan, tidak ada beberapa saat
lamanya seluruh daging elang itu telah berpindah ke dalam
perutnya. Sambil menepuk nepuk perutnya pada bibirnya tersungging suatu
senjuman gumamnya: "Bagus" kali ini mungkin rnasih bisa bertahan dua tiga hari lagi .
.." Setelah itu dengan perlahan dia mulai melemaskan otot otot kaki
dan tangannya, punggungnya bersandar pada batang pohon
sedang tangannya, merogoh ke dalam sakunya mengambil keluar
lima carik kertas yang penuh berisikan tulisan, sinar matanya
dengan tajam memandang kearah tulisan itu sedang mulutnya tak
henti-hentinya berkata: "Berjalan kearah Barat tiga ratus lie, gunung Pek Gouw San di
bawah puncak Gouw Ong Hong. . Berjalan kearah Barat laut dua
ratus li, di bawah pohon siong yang tua di atas gunung Mao Gouw
San . Berjalan kearah selatan dua ratus lie, di atas gunung Sek To
San di dalam gua Sek To Tong" Berjalan kearah Barat dua ratus li,
di atas puncak gunung Koang Mao San. berjalan kearah Barat dua
ratus li. daIam gua Hu Lu Tong di atas gunung Lo Cin San ?"
Sehabis membaca kelima carik kertas tersebut dia menarik napas
panjang, pikirnya: "Aku telah melakukan perjalanan sejauh seribu li, disaat sebelum
malam nanti mungkin aku telah sampai di dalam gua Hu Lu Tong di
atas gunung Lo Cin San semoga saja kali ini merupakan penderi
taan yang diberikan padaku untuk terakhir kaIinya...
Setelah berpikir keras seorang diri dengan perlahan dia mulai
memasukkan kelima carik kertas itu ke dalam sakunya.
Pada saat itu terdapat seekor burung elang lagi yang terbang
mengitari kepalanya tetapi burung elang itu sama sekali tidak
tertarik pada dirinya lagi. Dengan cepat dia mulai melanjutkan
perjalanannya menuju kearah Barat.
Dengan rnenggunakan ilmu meringankan tubuhnya yang cepat
bagaikan kilat tak berapa lama rentetan pegunungan Lo Cin San
secara samar-samar mulai terlihat di hadapan matanya.
Pada saat itu matahari dengan perlahan mulai menyembunyikan
diri di balik pegunungan Lo Cin San, sedang dirinya pun telah
berada di bawah lereng gunuing itu.
Dari kejauhan dilihatnya seorang kakek tua sedang duduk di
bawah sebuah pohon besar, dengan cepat dia lari menjongsong
kearahnya sambil merangkap tangannya memberi hormat ujarnya:
"Losianseng permisi !"
"Ada urusan apa?" tanya kakek tua itu sambil mengangkat
kepalanya sedang air mukanya menunjukkan perasaan yang amat
heran. Sambil menunjuk kearah rentetan gunung Lo Cin San tanyanya:
-Gunung itu apa disebut sebagai gunung Lo Cin San"
"Benar, sahut kakek tua itu sambil mengangguk.
"Kenapa gunung itu disebut sebagai gunung Lo Cin San"--
"Menurut dongeng jaman dahulu, seorang yang bernama LoaCin
pernah bertapa digunung ini oleh karena itulah gunung ini disebut
sebagai gunung Lo Cin San Lo-te kenapa kau menanyakan tentang
hal ini?" "Aku punya rencana untuk melihat pemandangan di atas gunung
ini, aku dengar di atas gunung ini ada sebuah gua yang disebut-
sebagai gua Hu Lu Tong atau gua cupu-cupu,apa betul?"
Tidak pernah kudengar nama itu" sahut kakek tua itu sambil
menggelengkan kepalanya., "Tetapi di atas gunung ini memang ada
sebuah gua hanya letaknya jauh di puncak gunung. Pada masa
muda dahulu Lo hu pernah naik sekali ke atas puncak dan melihat
gua itu keadaannya memang sangat aneh tetapi menarik sekali,
hanya....apa..Lo-te benar-benar datang untuk berpesiar",.
Kakek tua itu bisa miengeluarkan pertanyaan ini dikarenakan
pakaian yang digunakan olehnya telah compang camping sehingga
mirip sekali dengan seorang pengemis sehingga sudah tentu dengan
bentuk seperti ini tidak mirip seorang yang sedang berpesiar.
Sebaliknya dia tidak menyawab atas pertanyaannya itu, sambil
tersenjum matanya memandang tajam ke atas puncak gunung Lo
Cin san, tanyanya lagi: " Gua yang kau orang tua katakan tadi kurang lebih terletak pada
puncak sebelah mana ?"
Kakek tua itu dengan cepat mengangkat jarinya menunjuk
kearah sebuah jalan gunung yang kecil sahutnya kemudian:
"Lo-te kau dapat mengikuti jalanan gunung ini mendaki ke atas
gunung, JaIanlah terus sampai tidak ada jalanan lagi dimana
terdapat tiga buah puncak gunung, gua tersebut terletak di atas
puncak gunung yang berada di tengah. "
Dia berhenti sejenak kemudian sambungnya lagi:
"Kini hari telah hampir gelap, bila Lo-te ingin berpesiar ke atas
gunung lebih baik besok pagi saja baru pergi, ditengah malam
banyak binatang buas yang berkeliaran, bahaja sekali bagi dirimu,"
"Tidak ada halangan " Sahutnya sambil tersenjum. ,?"Cayhe
adalah seorang pemburu, tentang binatang buas bukanlah
merupakan soal yang sulit bagiku terima kasih atas petunjuk dari
kau orang tua, aku minta diri dahulu"
Tangannya dirangkap memberi hormat kemudian dengan
langkah yang lebar berjalan kearah jalanan kecil itu.
Disekitar daerah gunung Lo Cin San seluas beberapa lie saat itu
teiah diliputi oleh kabut yang amat tebal karena itulah baru saja
berjalan tidak jauh dari jalanan gunung itu dia sudah tidak dapat
melihat dengan jelas kearah kakek tua itu, bagaikan kilat cepatnya
dia mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya sehingga laksana
seekor kelinci dengan gesitnya lari ke atas gunung.
Di dalam sekejap saja jalanan gunung itu telah mencapai pada
ujungnya, di hadapannya terbentanglah sebuah rimba yang amat
gelap dan liar. Ketika dia mengangkat kepalanya memandang ke
atas terlihatlah kurang lebih setengah li di hadapannya menjulang
tinggi tiga buah puncak yang diliwati oleh awan tebal:
Melihat hal itu tak terasa dia menghela napas panjang pikirnya:
"Bila hendak mendaki ke atas puncak gunung itu kita harus
membutuhkan waktu setengah harian, bilamana di dalam gua Hu Lu
Tong itu sekali lagi dia meninggalkan sepucuk surat memerintahkan
diriku pergi ke tempat lain. boleh dikata perbuatannya ini sangat
keterlaluan." Baru saja berpikir sampai di situ mendadak dari belakang
tubuhnya menyambar datang sebuah senyata rahasia yang disertai
dengan desiran angin keras...agaknya sebuah batu cadas sedang
disambitkan tepat mengarah batok kepalanya:
Hatinya menjadi tergetar, tubuhnya dengan cepat menyingkir ke
samping sedang tangan kanannya jajunkan menyambut datangnya
batu cadas itu. Ketika benda itu berhasil ditangkap hatInya menjadi sangat
mendongkol kiranya hanya sebuah buah Tho yang telah masak.
Melihat hal itu dia menjadi tertegun, ketika mengangkat
kepalanya memandang terlihatlah di atas sebuah pohon yang lebat
tidak jauh dari dirinya bergergelantungan seekor kera dengan
lincahnya, sedang mulutnya tidak henti-hentinya mengeluarkan
suara mencicit yang ramai. keadaannya sangat lucu sekali.
"Binatang, kau berani menggoda aku"
Baru saja suara bentakannya keluar darimulut tubuhnya bagaikan
sebuah anak panah yang terlepas dari busurnya meluncur kearah
pohon besar itu: Dengan mengeluarkan suara mencicit kera itu dengan cepat
menyambar sebuah akar pohon dan melayang kepohon yang lain.
Melihat hal itu hawa amarahnya semakin memuncak, bentaknya
dengan keras: Kau larilah, aku hendak melihat kau bisa lari seberapa jauh"
Tubuhnya dengan lincah .berjumpalitan ditengah udara sedang
ujung kakinya dengan ringan menutul ke atas batang pohon,
Dengan kecepatan yang luar biasa sekali lagi dia melayang kearah
pohon tersebut. Siapa tahu.... menanti dia melayang ke arah pohon itu kera
tersebut telah lari kearah sebuah pohon lain. Lagi kira-kira tiga depa
.dari tempat semula. Kali ini hawa amarahnya benar-benar telah meledak, sambil
bersuit nyaring tubuhnya sekali lagi mumbul ke atas dan berkelebat
ke arah pohon itu, dengan sekuat tenaga dia mengerahkan seluruh
kepandaian meringankan tubuhnya mengejar kera itu.
Dalam hatinya dia telah rnengambil keputusan akan
menggunakan ilmu meringankan tubuh serta sepasang kepalannia
untuk menangkap kera itu hidup-hidup.
Siapa tahu gerak gerik dari kera itu jauh lebih lincah, sekali pun
dia tak memiliki kepandaian sehingga tidak dapat berlari dengan
cepat tetapi loncatannya dari sebuah pohon kepohon yang lain amat
cepat sekali,sekali pun orang lelaki itu telah mengerahkan seluruh
tenaganya tidak lebih jaraknya masih tetap tertinggal tiga depa di
belakang Hanya yang untung, arah yang ditempuh oleh kera itu tepat
merupakan puncak gunung yang dituju olehnya.
Oleh sebab itulah semakin mengejar dia semakin bersemangat,
karena dia merasa sekali pun tidak berhasil mengejar kera tersebut
tetapi tenaganya juga tidak dibuang secara percuma.
Akhirnya sesosok tubuh manusia dengan seekor kera, yang satu
berada di depan sedarng yang lain berada di belakang mengejar,
bagaikan meluncurnya sebuah bintang dari langit dengan cepat
berkelebat diantara Rimba itu.
Di dalam sekejap saja mereka telah tiba di bawah puncak
gunung, sedang waktu itu jarak antara dirinya dengan kera tersebut
juga dari tiga depa makin lama makin dekat hingga tinggal satu
depa setengah saja. Kelihatannya hanya tinggal beberapa langkah
saja dia akan berhasil menawan kera tersebut.
Tetapi di dalam sekejap itu pula kera tersebut telah mencapai di
dalam rimba pada bawah puncak gunung. Hanya dengan beberapa
loncatan saja tubuh kera itu telah lenyap dari pandangan.
Kiranya puncak gunung itu sekali pun tingginya beberapa ratus
kaki tetapi pada lerengnya penuh ditumbuhi dengan pepohonan
yang lebat, sedang kepandaian memanyat dari kera itu bagaimana
pun juga jauh lebih tinggi satu tingkat dari manusia sehingga
dengan demikian ketika mengejar hingga ke bawah puncak, kera
itu telah berhasil melarikan dirinya tak menentu.
Dengan cepat dia menghentikan langkah kakinnya sambil
mengeringkan keringat yang mengucur keluar membasahi
keningnya. Terpikir kembali ketika tadi siang dia membunuh burung
elang. Tak terasa dia tertawa pahit, gumamnya:
Sungguh menarik sekali aku dapat menangkap seekor burung
elang yang terbang jauh ditengah awang-awang tetapi tidak
berhasil menangkap seekor kera yang lari di atas pohon .
Tetapi sekali pun demikian dia tidak menjadi sedih.
pengejarannya kali ini tidak sia sia belaka, karena puncak di
hadapannya memang harus didaki malam itu juga.
Sesudah beristirahat sejenak mulailah dia berjalan mendaki
puncak itu, sekaIi pun harus mengerahkan seluruh tenaganya tetapi
setindak demi setindak dia terus melanjutkan perjalanannya.
Tidak sampai sepertanak nasi dia telahberada di atas puncak
gunung itu, bahkan dengan tidak usah susah payah lagi telah
menemukan sebuah gua di atas puncak itu.
Gua itu tertetak pada ujung sebelah kiri dari puncak gunung itu,
lebarnya tidak lebih tiga depa sedang tingginia kurang lebih dua
depa sehingga mirip sekali dengan sebuah tebing yang retak,
"Inikah yang disebut sebagai "Gua Hu Lu Tong " atau gua cupu-
cupu?" Hm .. tentu tidak salah, bukankah tadi kakek tua itu bilang
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kalau di atas gunung Lo Cin San ini hanya terdapat sebuah gua saja,
Kalau begitu gua ini tentu adalah gua Hu Lu Tong yang sedang
dicari olehnya. Dalam hatinya dia terus berpikir sedang kakinya tetap berhenti
pada tempat semula, dia takut kalau dalam gua itu akan
menemukan secarik kertas lagi yang tertuliskan"
"Berjalan kearah........dua ratus li di atas gunung......
puncak........atau gua...."Karena dia telah melakukan perjalanan
sejauh seribu li, sebenarnya dia sudah merasa tidak sabar lagi
dipermainkan oleh orang lain:
Setelah bingung beberapa saat lamanya barulah dengan hati
yang tidak tenang dan ragu-ragu dengan perlahan mulai berjalan
memasuki gua itu, Satelah berjalan enam tujuh tindak. di hadapannya terbentanglah
sebuah gua yang amat lebar. perkataan dari kakek tua itu ternyata
tidak salah, keadaan dari goa itu memang benar-benar sangat aneh.
Sekeliling tempat itu penuh berserakan batu-batu cadas yang
amat aneh bentuknya ada yang berbentuk harimau sedang tidur ada
pula yang berbentuk kera sedang meloncat bahkan ada yang
menjerupai sebuah tugu yang tinggi bersusun-susun. Pemandangan
tempat itu benar-benar sangat mengagumkan,
Sebaliknya, pada saat itu dia sama sekali tidak punya minat
untuk menikmati keindahan alam goa itu, setelah memeriksa ke
adaan sekeliling goa tersebut segera dia, terjerumus ke dalam
perasaan yang kecewa serta bingung,
Yang membuat dia kecewa adalah, kiranya dalam goa itu sama
sekali tidak dijumpai orang yang hendak ditemuinya itu,
Sedang yang membuat dia bingung adalah, dia. merasa curiga
apakah gua ini benar-benar- merupakan gua Hu Lu Tong. yang
dimaksud orang itu di dalam suratnya.
Karena jika ditinyau dari nama goaitu tentunya bentuk dari goa
Hu Lu Tong ini mirip dengan sehuah cupu-cupu, seharusnyalah
terdapat dua buah gua yang besar baru cocok dengan nama itu,
tetapi yang dilihatnya sekarang ini hanya sebuah goa biasa saja
sedang di samping dan di hadapannya sama sekali tidak terlihat
jalan yang menghubungkan gua itu, oleh sebab itulah dia dapat
mengambil kesimpulan bahwa selain gua "Hu Lu Tong" ini mungkin dinamakan begitu karena sebab-sebab lain maka gua itu bukanlah
gun cupu-cupu atau gua Hu Lu Tong yang sedang dicarinya.
Tetapi, bukankah tadi kakek tua itu bilang kalau di atas gunung
Lo Cin San ini hanya terdapat sebuah gua saja" Bilamana gua ini
bukan cupu-cupu lalu gua cupu-cupu yang sebenarnya terletak
dimana" Sambil berpikir dengan telitinya dia melanjutkan pemeriksaannya
terhadap setiap jengkal tanah dari gua itu, semakin dia melihat
keadaannya semakin dia dapat mengambil kesimpulan kalau gua itu
bukanlah gua cupu-cupu yang sedang dicarinya.
Alasan dari kesimpulannya ini karena gua itu jika benar gua
cupu-cupu yang sedang dicarinya kenapa orang itu tidak datang
menemui dirinya atau meninggalkan secarik kertas pada suatu
tempat yang menjolok"
Pada waktu-waktu yang lalu orang itu tentu meletakkan secarik
kertas pada tempat yang menjolok bahkan di samping kertas itu
terdapat sebuah pukulan telapak yang amat nyata, sedang jika
dilihat keadaan gua ini sama sekali tidak terdapat tanda-tanda
adanya secarik kertas yang ditinggalkan.
Dengan perlahan dia menghela napas panjang, kemudian
memutarkan tubuhnya berjalan keluar dari gua itu.
"He..hee...kenapa kau mau pergi?"
Suara itu secara mendadak sekali berkumandang keluar dari
dalam gua itu bahkan suara itu sangat mendatar, sedikit pun tidak
memperlihatkan suara dari seorang manusia
Tubuhnya terasa tergetar dengan kerasnya bahkan dengan cepat
menjadi kaku bagaikan sebuah patung arca.
"Kau sudah betul menemukan tempat yang kau cari kenapa kini
malah mau pergi?" Suara itu berkumandang keluar lagi dari dalam gua bahkan
bergetar dengan tak henti-hentinya dalam ruangan gua yang
kosong itu, membuat orang sukar mengetahui tempat
persembunyiannya. Dengan cepat dia memutar tubuhnya memandang keempat
penjuru, dengan perasaan yang amat terkejut tanyanya: "Kau?"
"Tidak salah...." sahut orang itu dengan amat dingin. Sepasang
matanya yang amat tajam dengan cepat menyapu kesekeliling goa
itu, sedang perasaan terkejut yang menghiasi wajahnya semakin
tebal, serunya: "Kau .. kau berada dimana ?"
Pada jarak kurang lebih dua depa dari dirinya berdiri mendadak
berkumandang suara : " Ting... ting...ting " yang nyaring seperti
sebuah benda yang terbuat dari besi terbentar pada tanah,
kemudian terdengar sahutan dari orang itu:
"Aku berada di sini "
Dengan kecepatan yang luar biasa da memutar tubuhnya, tetapi
begitu dia melihat kearah mana tak terasa bulu kuduknya pada
berdiri secara mendadak, dengan cepat dia mengundurkan dirinya
satu langkah ke belakang.
Apakah orang itu bentuknya sangat jelek sehingga menakutkan "
Bukan, karena orang itu tak lain adalah sebuah patung arca yang
terbuat dari emas yang amat menyilaukan mata.
Kiranya didalarn goa itu telah berdiri sebuah patung arca yang
terbuat dari emas, Tingginya kurang lebih dua depa sedang
wajahnya kelihatan amat gagah sekali.
Pada kepalanya memakai sebuah kopiah pahlawan, pada
tubuhnya memakai seperangkat pakaian yang amat ketat sedang
pada tangannya mencekal sebilah pedang panjang, sepanjang
delapan cun, kelihatannya sangat gagah sekali bahkan mirip dengan
seorang jago pedang kenamaan.
Dia dengan kakunya berdiri di atas sebuah batu cadas yang rata
di hadapannya. Dengan perasaan yang amat terkejut dia memandang tajam
kearah patung emas itu beberapa saat lamanya, kemudian dengan
nada yang agak gemetar tanyanya:
"Kau .....kau manusia atau setan ?"
Patung emas itu tertawa aneh, balik tanyanya:
"Kau percaya di dalam dunia ini benar-benar ada setan?"
"Tidak!" Kali ini dia dapat mendengar dengan amat jelas suara itu
bukan berasal dari patung emas itu sebaliknya berasal dari dalam
gua di belakang patung emas tersebut. Sudah tentu orang itu kini
sedang bersembunyi di atas atap gua itu.
Pada saat itulah dia baru dapat menghembuskan napas lega,
dengan perlahan dia berjalan maju beberapa langkah ke depan.
Ketika dia memandang lebih teliti lagi barulah terlihat olehnya kalau
pada tubuh patung emas itu bergantungan beberapa utas tali
berwarna hitam sudah tentu tali itu digunakan untuk menggerakkan
patung emas tersebut. Kesepuluh tali hitam itu bergantungan dari atas atap dinding gua,
dengan demikian dia dapat memastikan kalau benda itu diturunkan
dari atas gua, Hanya sajang ketika dia memandang lebih tajam lagi
ke atas dinding itu sama sekali tidak terlihat apa-apa olehnya,
karena sebuah batu cadas yang amat besar menutupi
pandangannya. Dengan cepat dia menggerakkan kakinya lagi, pikirnya hendak
maju lagi hingga dapat melihat jelas orang yang bersembunyi di
atas atap dinding gua tersebut.
Siapa tahu mendadak terdengar suara bentakan yang amat
keras: "Berhenti. Kau tidak dapat berjalan lebih dekat lagi !"
Bersamaan dengan suara bentakan orang itu, tiba-tiba patung
emas itu telah maju satu tindak ke depan, "pedang panjang"
ditangannya dengan cepat dilintangkan ke depan menghalangi
perjalanannya. Tak terasa dalam hati dia menjadi amat geli, terpaksa ia
menghentikan langkahnya sambil angkat kepaia tanyanya lagi
"Siapakah kau sebenanya?"
"Kau tak perlu tahu" sahut orang itu dengan nada yang dingin.
"Lalu kenapa kau bersembunyi di atas?"
"Tentang hal ini kau juga tidak perlu tahu"
Tidak terasa lagi dia mengerutkan alisnya, sambil tertawa pahit
tanyanya lagi "Oh... kiranya aku tidak boleh mengetahui semua-semuanya!"
"Dengan menempuh seribu li jauhnya kau datang kemari,
tentunya kau ingin menanyakan nama serta asal usulku bukan?"
" Dia termenung berpikir keras beberapa saat lamanya, kemudian
dengan mengangkat bahu sahutnya
"Perkataanmu boleh tidak salah, tidak perduli di tempat mana
pun asalkan ada dua orang yang tidak saling kenal bila bertemu
sudah tentu harus memperkenalkan nama masing-masing.
"Tetapi keadaan kali ini tidak sama" sahut orang itu singkat
"Keadaan ini membuat aku merasa jauh diluar dugaan",
Orang itu tertawa terbahak bahak, sahutnya:
" Ada suatu urusan yang tak akan diuar dugaanmu, kali ini aku
membantu kau untuk mencapai cita-cita yang kau inginkan"
- Benarkah"- tanyanya sambil tertawa pahit,
Nada dari orang itu segera berubah, dengan nada yang amat
serius sahutnya, "Tidak salah, kini jawablah pertanyaanku terlebih
dahulu: Siapa namamu?"
Da menjadi ragu-ragu untuk sesaat lamanya, seperminum teh
kemudian barulah ujarnya:
" Kau tidak mau memberitahukan padaku siapakah sebenarnya
dirimu kenapa aku harus memberi tahukan namaku padamu?"
" Baiklah. Kalau tak mau bilang juga tidak mengapa"
"Tidak, aku akan memberitahukan padamu" sahutnya sambil
tertawa paksa: "Aku she Ti bernama Then"
"Ooh apakah kau adalah Hek Ie hiap atau si pendekar berbaju
hitam Ti Then: yang telah menggemparkan seluruh dunia
kangouw?" tanya orang itu dengan nada yang agak terkejut.
"Benar" sahut Ti Then singkat,
"Kepandaian silatmu tidak cetek bahkan menurut berita dalam
Bu-lim saat ini kau sukar untukmendapatkan tandingan, Kenapa kau
malah pergi ke atas puncak gunung Kim Teng San mohon Put Tong
Ong alias si Kakek Pemalas Kay Kong Beng menerima dirimu
sebagai murid?" Dengan senjuman sedih sahut Ti Then:
"Sebab-Sebab ini apa aku harus memberitahukan padamu juga?"
"Aku tidak memerintahkan kau harus memberitahukan padaku"
"Kalau begitu kebetulan sekali " sahut Ti Then dengan serius:
''Aku minta maaf sebesar-besarnya karena sebab-sebab ini aku tidak
dapat diberitahukan padamu.."
Orang itu tertawa tergelak, ujarnya:
"Tidak ada halangan, kau ada rahasia yang tidak dapat
diberitahukan pada orang lain pula, apalagi aku punya niat untuk
menurunkan kepandaian silat padamu"
"Kau ingin menurunkan kepandaian silat kepada diriku?" tanya Ti
Then dengan termangu-mangu, "Kenapa kau
memancing aku untuk menempuh perjalanan sejauh seribu li?"
"Aku ingin mewarisi kau ilmu silat"
Ti Then tidak menyawab lagi, pada saat ini benar-benar dia telah
dibikin bingung oleh kelakuannya yang aneh serta melanggar
kebiasaan itu. Orang itu tertawa lagi, ujarnya:
"Hari itu secara kebetulan aku melihat kau berlutut di atas
gunung Kim Teng San di depan Kakek Pemalas untuk minta dia
menerima dirimu sebagai muridnya. Seballiknya si kakek pemalas itu
tetap seperti sebuah patung malas tak menghiraukan dirimu, pada
saat itulah timbul keinginanku untuk mewarisi kepandaian silat
padamu." Dia berhenti sejernak kemudian lanjutnya lagi:
"Sudah tentu, kepandaian yang kau dapat dari diriku jika
dibandingkan dengan kepandaian yang didapatkan dari si Kakek
Pemalas jauh lebih liehay beberapa kali lipat, aku pernah memukul
rubuh dirinya" Pada saat Ti Then untuk pertama kali menerima surat yang
ditinggalnya ditambah lagi telapak tangan yang ditinggalkan di atas
batu cadas, dalam hatinya telah tahu kalau kepandaiannya sangat
tinggi sekali, tetap kini ketika mendengar kalau dia pernah
mengalahkan diri si kakek pemalas Kay Kong Beng hatinya malah
merasa tidak percaya, oleh karena selama puluhan tahun kakek
pemalas Kay Kong Beng telah dianggap sebagai jago nomor wahid
di dalam Bu-lim, kepandaian silat yang dimilikinya sejak dahulu telah
dikenal oleh orang-orang Bu-lim, bahkan tidak pernah terdengar
berita ada orang yang bisa bertempur seimbang dengan dirinya,
semakin tidak pernah didengar pula kalau dia pernah dikalahkan
oleh orang lain. Kini, "Majikan patung emas" itu mengaku pernah mengalahkan
diri si kakek Pemalas sudah tentu dia tidak mau mempercayai
perkataannya itu Agaknya orang itu tahu kalau Ti Then tidak mau percaya atas
perkataannya, sambil tetap tertawa ujarnya lagi:
"Bilamana kau tidak percaya pada kesempatan dikemudian hari
kau boleh bertanya pada dirinya apa dia pernah dikalahkan oleh
seorang yang bernama majikan patung emas......he...he...he... aku
pikir tentunya dia tidak berani mengakuinya oleh karena dia tahu.,
kalau aku belum mati"
"Aku akan mempercayainya"
"Kini kau tidak percaya juga tidak mengapa" sahut majikan
patung emas itu sambil tertawa, "Pokoknya pada suatu hari tentu
kau dapat membuktikan kebenaran perkataanku ini"
"Tetapi aku tidak punya minat untuk belajar kepandaian dari
dirimu" ujar Ti Then tiba-tiba.
Agaknya majikan patung emas itu tidak pernah menyangka kalau
Ti Then dapat mengucapkan perkataan itu, untuk sesaat lamanya
dia dibuat tertegun agaknya. Setelah lewat beberapa saat lamanya
barulah tanyanya: "Kenapa kau tidak punya minat?"
"Oleh karena aku tidak mau berhutang budi dari dirimu" sahut Ti
Then dengan kukuhnya. Sehabis berkata dengan cepat dia membalikkan tubuhnya
meninggalkan gua tersebut.
"Tunggu sebentar" seru majikan patung emas itu dengan keras.
Dengan cepat Ti Then menghentikan langkahnya, tanyanya
dengan perlahan: "Ada petunjuk apa lagi?"
Kau tidak ingin berhutang budi dari diriku apakah dikarenakan
aku tidak mau mengangkat kau sebagai muridku?"
Ti Then mengangguk dengan perlahan, sahutnya:
"Benar, Bilamana kau mau menerima aku sebagai
muridmu:.dengan begitu hubungan kita adalah guru dengan murid,
sudah tentu sebagai murid dapat bela?jar kepandaian dari dirimu.
Kini kau. tidak mau menerima aku sebagai murid sudah tentu aku
tidak punya alasan untuk belajar kepandaian dari dirimu"
"He..hee..kelihatannya sifatmu amat jujur dan polos: he... he. ."
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ti Then tidak menyawab, dengan melanjutkan langkah kakinya
dia berjalan keluar dari dalam gua.
"Jangan pergi dulu" teriak majikan patung emas itu. "Bagaimana
jika kita saling bertukar beberapa syarat?"
"Saling bertukar syarat?" tanya Ti Then sambil memutarkan
tubuhnya. "Aku akan menurunkan kepandaian silat pada dirimu hingga kau
dapat menjadi jago nomor tiga dalam dunia ini, sedang kau
melakukan pekerjaan bagiku sebagai pembalasannya"
"Apa yang kau maksudkan dengan jago nomor tiga dari dunia?"
tanya Ti Then sambil tertawa.
"Artinya aku punya cara untuk membuat dirimu berubah menjadi
seorang jago yang memiliki kepandaian sangat tinggi dan dapat
menjagoi seluruh dunia selama setengah tahun ini. Selain aku
beserta si Kakek pemalas kau dapat dihitung paling lihay dalam
dunia ini" Hati Ti Then menjadi t?rtarik akan perkataannya, bukannya dia
punya ambisi untuk menjadi jago nomor tiga dalam dunia melainkan
karena dia merasa bilamana dia dapat berhasiI melatih ilmu hingga
setinggi itu maka urusan pribadinya dapat diselesaikan dengan
sangat mudah. Maka tanyanya lagi:
"Benarkah kau dapat mengubah aku menjadi jago nomor tiga di
dalam dunia ini ?" "Sama sekali tidak ada persoalan. sesudah kau selesai melatih
ilmumu bilamana di dalam Bu-lim kau bisa menemui orang yang
bertempur seimbang dengan dirimu, maka kau dapat mengnapus
perjanyian diantara kita dan tidak usah melakukan pekerjaan sesuai
dengan perintahku" Dia berhenti sejennk, kemudian lanjutnya lagi:
"Sudah tentu kau tidak dapat sengaja mengaiah kepada orang
lain kemudian mengingkari perjanyian kita"
"Bilamana aku menyanggupi sudah tentu tidak akan berbuat
pekerjaan seperti itu." sahut Ti Then tegas,
"Kau menyanggupi tidak?"
"Kau menjuruh aku berbuat pekerjaan apa?" tanya Ti Then.
"Mudah sekali permintaanku, aku hanya ingin kau berbuat seperti
ini, ha.. . ha.. ha .."
Sambil tertawa dia mulai menggerakkan kaki serta tangan patung
ema tersebut. Semula Ti Then menjadi tertegun dibuatnya, kemudian
sambil.tersenjum sahutnya:
"Maaf saja. Aku bukan seorang pandai besi, sudah tentu tidak
bisa membuat patung seperti itu"
"Kau telab menyalahkan artiku, aku bukannya minta kau buatkan
sebuah patung besi bagiku, apa yang aku perintahkan maka kau
lakukanlah perintahku itu tanpa mernbantah."
Di dalam hati sekali pun Ti Then merasa amat gusar tetapi tidak
sampai diperlihatkan pada wajahnya, dengan angkat kepalanya dia
tertawa keras kemudian membalikkan tubuhnya dengan langkah
yang lebar berjalan keluar dari dalam gua.
Melihat hal itu segera majikan patung emas berseru:
"Bagaimana bila kau dengarkan dulu perkataanku baru pergi?"
Ti Then tidak mau memperdulikan dirinya lagi dan tetap
melanjutkan langkahnya berjalan keluar dari gua itu.
Tiba-tiba terdengar majikan patung emas tersebut berteriak
dengan keras: "Syarat ini hanya berlaku selama satu tahun saja, sesudah lewat
satu tahun kau boleh bebas dan memperoleh kemerdekaan kembali
untuk pergi membereskan urusanmu sendiri"
Hati Ti Then menjadi tergerak sedang langkah kakinya pun tak
terasa bertambah perlahan.
Pada saat itu dalam benaknya terlintas banyak sekali persoalan
yang rumit dan akhirnya dia mendapatkan satu keputusan dalam
hatinya. Sekali pun syarat pihak lawan hampir-hampir dikata tidak
berperikemanusiaan, tetapi ini merupakan suatu kesempatan yang
santgat bagus bagi dirinya untuk mempertinggi ilmu silatnya,
bilamana dirinya harus membuang kesempatan ini dengan percuma
mungkin untuk selamanya dia tidak akan mendapatkan kesempatan
kedua kalinya untuk menjelesaikan persoalan sendiri yang amat
rumit. Akhirnya tubuhnya yang telah berjalan keluar dari gua itu diputar
kembali, sambil tertawa tanyanya:
"Sebenarnya kau ingin aku kerjakan pekerjaan apa?"
Majikan patung emas yang melihat dia kembali menyaid sangat
girang sekali, sambil tertawa terbahak-bahak sahutnya:
"Sekarang kau tidak perlu bertanya, menanti setelah kau selesai
belajar silat tentu aku akan beritahukan padamu"
"Urusan ini harus diterangkan lebih jelas lagi," ujar Ti Then,
"Kalau tidak bilamana pada waktu itu kau menjuruh aku menerjang
lautan api apa aku harus melakukannya juga?"
"Menerjang lautan api hanya merupakan suatu gambaran saja
dari ucapan seseorang. Padahal tidak ada urusan yang benar- benar
begitu" "Tetapi, dalam dunia ini banyak sekali terdapat urusan yang jauh
lebih sukar dari menerjang lautan api !"
"Benar !" sahut majikan patung.emas, "Tetapi tidak perduli
bagaimana sukar urusan itu juga tidak akan membahajakan jiwamu.
Sekali pun misaInya kau harus menerjang lautan api.
"Baiklah. Keselamatan diriku boleh tidak usah klta bicarakan, tadi
kau bilang akan membuat aku sebagai patung emasmu, kau
perintah aku berbuat apa aku harus melakukannya. Kalau begitu
bilamana kau menjuruh aku membunuh seorang budiman aku juga
harus membunuh orang itu tanpa membantah?"
Jilid 1.2. Menjadi jago nomor tiga di Bu-lim
"Yang tegas memang begitu Hanya aku tidak akan
memerintahkan kau untuk pergi membunuh orang"
"Benar?" potong Ti Then dengan cepat.
"Tugas yang kuberikan padamu kemungkinan sekali tidak dapat
terhindar dari suatu pertempuran yang amat sengit dan mungkin
juga harus membunuh orang, sudah tentu terserah pada
kebijaksanaan serta kepandaianmu"
Mendengar penjelasan itu Ti Then termenung berpikir keras,
kemudian barulah sahutnya:
"Aku kira pekerjaan yang kau hendak perintahkan tentu
merupakan pekerjaan yang tidak lurus"
"Benar" saghut majikan patung emas sambil tertawa, "Tetapi kau
bisa menggunakan jalan yang lurus untuk menjelesaikannya,
tegasnya bila aku memerintahkan kau menangkap seekor ajam,
bereslah, sedang kau mau mencuri atau mau membeli aku tidak
akan melarang" Ti Then mengangguk agaknya dalam pikirannya sedang teringat
akan sesuatu urusan yang menggelikan, mendadak tak tertahan lagi
dia tertawa terbahak-bahak.
"Kau sedang menertawakan apa?" tanya majikan patung emas
dengan penuh keheranan. "Ketika di bawah gunung tad aku telah menemukan seorang
kakek tua, dia biIang di atas gunung ini tidak ada yang bernama
gua cupu-cupu, aku kira nama dari gua cupu-cupu ini tentu kau
yang memberikan bukan?"Ha ha..."
Tidak salah. " sahut majikan patung emas. "Coba kau bilang
tepat tidak"-" "Memang sangat tepat sekali, aku benar-benar tidak tahu di
dalam cupu-cupumu sedang menjual jamu apa"
Majikan patung emas itu tertawa terbahak-terbahak, ujarnya:
"Mungkin pada suatu hari kau akan tahu, kini berilah jawaban
yang tegas kau mau atau tidak"
"Aku menjetujuinya" sahut Ti Then," Hanya".yang kau maksud
satu tahun harus dihitung mulai kapan?"
"Sudah tentu harus dihitung sejak kau tamat dari latihan silatmu"
Ti Then menjadi sangat girang, ujarnya:
"Baiklah, sekarang silahkan kau memperlihatkan kelihayanmu
untuk aku lihat dulu, aku akan membuktikan apa kau boleh
dianggap sebagai jago tanpa tandingan yang memiliki kepandaian
amat tinggi" "Boleh, aku akan menggunakan patung emas ini bergebrak
dengan kau?" Ti Then menjadi tertegun, tanyanya:
"Bertempur dengan patung emas ini?"
"Benar" sahutnya, "Tetapi bukannya bertempur secara sungguh-
sungguh, dengan menggunakan patung emas ini aku akan
melancarkan satu jurus serangan kepadamu asalkan kau bisa
menyebutkan jurus pecahannya sudah cukup"
"Ha..ha..sungguh menarik sekali permainan ini"
"Sesudah patung emas ini melancarkan satu jurus serangan, kau
harus segera menyebutkan satu jurus pecahannya, asalkan kau
tidak menyawab secara cepat maka aku akan menganggap kau
telah kalah" "Sudah tentu" sahut Ti Then sambil mengangguk, "Kalau
bertempur secara sungguh-sungguh, apabila aku tidak berhasil
segera mengeluarkan jurus pecahannya pada saat itu mungkin aku
telah terluka bahkan mungkin binasa"
"Aku dengar ilmu pedangmu amat sempurna dan telah menjagoi
seluruh Bu-lim, tetapi aku akan mengalahkan kau di dalam lima
jurus ini mengalahkan dirimu, aku juga tidak akan ada muka lagi
untuk bertukar syarat dengan dirimu"
Sejak Ti Then untuk pertama kalinya berkelana dalam dunia
kangouw selamanya sukar baginya untuk menemukan lawan yang
dapat bertempur seimbang dengan dirinya, saat ini begitu
mendengar majikan patung emas itu hendak mengalahkan dirinya di
dalam lima jurus saja, dalam hatinya sangat tidak percaya. Segera
dia mengangguk sambil sahutnya:
"Baiklah, silahkan kau melancarkan jurus serangan"
Majikan patung emas itu tidak membuka mulutnya lagi tampak
patung emasnya segera digerakkan olehnya, sepasang kakinya
mendadak menarik ke belakang, tubuhnya berdiri tegak. sedang
pedangnya dilintangkan di depan dadanya. Sikarmja mirip sekali
dengan seorang manusia hidup.
Sepasang matanya memandang mendatar sedang hawa
murninya dipusatkan pada pusar sehingga secara samar-samar
memperlihatkan keadaan yang amat serius sekali.
Ti Then tidak berani berlaku gegabah, dengan memusatkan
seluruh perhatiannya dia memandang kearahnya.
Tiba-tiba terdengar majikan patung emas itu membentak dengan
keras: "Sambutlah serangan ini?"
Tubuh patung emas itu sedikit merendah, kakinya berbentuk
gambar panah sedang tubuhnya mendadak berputar setengah
lingkaran. Pedang panjangnya setelah berputar di depan secara
tiba-tiba meneruskan gerakannya menusuk ke depan.
Jurus ini kelihatan amat sederhana sekali dan disebut dengan
jurus "Coan Sin Si Yen" atau memutar tubuh memanah burung seriti.
Tampak jurus itu Ti Then tertawa, sahutnya dengan cepat:
"Hwi Liong Tiam Cu atau naga membalik menutul mata"
"Jurus pecahan jan amat bagus, terima lagi seranganku ini"
Begitu suara tersebut keluar dari mulutnya, pedang panjang dari
patung emas itu lebih ditekan ke bawah bersamaan pula kaki kirinya
diangkat ke atas, gajanya mirip sekali dengan jurus ajam emas
berdiri disatu kaki, tetapi mendadak pedang panjangnya
melancarkan tusukan ke depan.
Ti Then melihat jurus yang digunakan ini pun merupakan jurus
"Jin Liong Jut Si" atau naga menjelam timbul di atas air yang
merupakan jurus sangat biasa sekali dalam hatinya diam-diam
merasa sangat geli, segera sahutnya:
"Sun Swi Tui Co atau mengikuti air mendorong perahu"
Mendadak kaki patung emas ini menggelincir ke depan sedang
tubuhnya berputar di tengah udara, pedang panjangnya dengan
mengikuti gerakan itu menusuk ke bawah.
Ti Then tidak berpikir panjang lagi, ujarnya dengan segera:
"Yu Tiau Liong Bun atau ikan melompat ke pintu
naga..menjerang alismu"
Pada saat itu tubuh patung emas masih belum berdiri tegak,
tampak kepalanya miring ke samping pedang panjangnya yang
menusuk ke bawah mendadak mengencang dan menusuk ke atas
dengan kecepatan yang luar biasa.
Air muka Ti Then segera berubah, dengan gugup serunya:
"Aku menggunakan jurus Koay meng Huan Sin atau ular aneh
membalikkan tubuh" Perkataannya baru saja keluar dari mulutnya, patung emas itu
telah meloncat ke atas sedang pedang panjang ditangannya
menusuk ke sebelah kiri tubuhnya.
Saat itu Thi Then telah tahu kalau kepandaian pihak lawan
sangat lihay sekali sehingga sukar diukur, bukannya dia merasa
sedih atas kekalahannya ini malah sebaliknya sangat gembira sekali,
sambil tertawa sahutnya: "Benar, aku mau belajar kepandaian silat dari kau dan menjadi
patung emasmu selama satu tahun"
Agaknya majikan patung emas itu pun merasa sangat girang,
ujarnya kemudian: "Kalau begitu, ada suatu syarat yang harus kau ketahui terlebih
dahulu, apabila kau telah menjadi patung emasku dan berani
melanggar apa yang aku perintahkan bahkan tidak mau
menjelesaikan tugas yang aku berikan dengan sebaik-baiknya, aku
dapat membunuh dirimu"
"Baiklah!" sahutnya Ti Then sambil mengangguk, "Aku akan
menyanggupi syaratmu itu dan kini silahkan kau turun untuk
memperlihatkan dirimu"
"Tidak" ujar majikan patung emas, "Mulai hari ini juga hingga
saat kau selesai belajar kepandaian silat aku akan tetap berdiam
terus di atas atap dinding gua ini"
Mendengar perkataan itu Ti Then menjadi tertegun, tanyanya:
"Kalau begitu kau akan menggunakan cara apa untuk memberi
pelajaran ilmu silat kepadaku?"
Sambil menggerakkan kaki tangan patung emasnya dia tertawa
terbahak-bahak, sahutnya:
"Aku akan menggunakan patung emas ini menurunkan ilmu silat
kepadamu" Sekali lagi Ti Then menjadi tertegun dibuatnya, serunya:
"Kalau begitu...apa kau tidak akan makan untuk selamanya?"
"Aku akan makan dan akan tidur di atas atap dinding gua ini
juga" "Oooh.." "Besok pagi kau harus turun gunung untuk membeli bahan
makanan serta peralatan yang diperlukan, besok lusa aku akan
mulai menurunkan pelajaran ilmu silat padamu"
"Kau..kenapa kau harus berbuat secara demikian?"
"Ini merupakan rahasiaku!"
"Tidak dapat diberitahukan kepadaku?" tanya Ti Then.
"Tidak dapat" sahut majikan patung emas itu, "Kau tidak perlu
tahu dan lebih baik tidak usah bertanya terus, hal ini akan
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendatangkan celaka bagi dirimu"
"Ehmm..." "Baiklah" ujar majikan patung emas itu lagi, "Kini cuaca telah
mulai gelap, malam ini kau tidurlah di dalam gua ini bilamana
perutmu telah lapar di atas batu cadas di belakang tubuhmu telah
tersedia rangsum untukmu"
"Sekarang perutku masih belum lapar, aku pikir hendak mandi
dulu di mata air" Tiba-tiba terdengar Majikan patung emas itu berbicara lagi,
ujarnya: "lima puluh langkah di sebelah barat diluar gua terdapat sebuah
mata air dan ini merupakan persediaanku selama setengah tahun
mendatang ini, janganlah kau bikin kotor"
"Baik" sahut Ti Then singkat.
"Ada lagi, apa kau akan menggunakan kesempatan ini untuk
melarikan diri?" "Keinginanku ini tumbuh dari lubuk hatiku, buat apa harus
melarikan diri?" sahut Ti Then.
"Itulah lebih bagus, kau pergilah!"
Ti Then memutar tubuhnya berjalan keluar dari dalam gua dan
pergi mencari sumber air di gunung untuk mandi, agar air yang
dingin dan segar itu membuat seluruh tubuhnya terasa segar dan
bersemangat kembali. Pada saat itu rembulan telah terpancang jauh ditengah angkasa
yang telah berubah menjadi hitam gelap itu, dengan termangu-
mangu dia membaringkan diri ditengah mengalirnya sumber air itu,
dengan tenang dia mengingat kembali pengalaman aneh yang
dialaminya hari ini serta memikirkan keputusan hati dirinya.
Terhadap keputusannya untuk menjadi patung emas selama satu
tahun dan mau mengikuti segala perintah majikan patung emas, dia
sama sekali tidak menjesal. Sekali pun dia tahu pekerjaannya amat
memalukan sekali tetapi dia pun merasa kalau inilah satu-satunya
kesempatan yang paling baik bagi dirinya untuk memperoleh
pelajaran ilmu silat yang sangat mengejutkan..satu-satunya jalan
pula untuk menjelesaikan persoalan pribadinya yang terasa amat
sulit itu. Sekarang, terhadap gerak-gerik serta cara bertindak di dalam
segala persoalan dari majikan patung emas itu dia amat merasa
terkejut dan tidak mengerti. Dengan tidak henti-hentinya dia putar
otak, memeras keringat untuk memperoleh jawaban, siapa dia
sebenarnya" Kenapa dia tidak mau memperlihatkan wajahnya" Dia
minta dirinya menjadi patung emas sebenarnya punya tujuan apa"
Semua persoalan ini tidak dapat diperoleh jawabannya saat ini,
tetapi masih ada suatu hal yang masih dapat dia simpulkan. Majikan
patung emas itu tidak mau memperlihatkan wajah sesungguhnya,
semuanya bukanlah dikarenakan wajahnya yang tumbuh sangat
jelek sehingga takut diperlihatkan pada orang lain.
Oleh karena dia tidak selalu menyembunyikan diri di atas atap
dinding gua itu, dia telah memancing dirinya..Ti Then..dari gunung
Kim Teng San yang amat jauh letaknya hingga ke tempat ini.
Dengan demikian, kalau majikan patung emas itu berani
memperlihatkan wajah aslinya di depan banyak orang, kenapa kini
tidak mau menampilkan dirinya untuk bertemu muka dengan
dirinya. Dari hal ini dia dapat mengambil dua kesimpulan lagi. Pertama
Majikan patung emas itu tentu sedang menggunakan dirinya untuk
menjelesaikan suatu rencana yang tidak jelas sebaliknya dia pribadi
tidak ingin tersangkut secara langsung di dalam urusan ini. Kedua,
mungkin dia adalah merupakan seorang jago berkepandaian
tinggidari Bu-lim yang dia kenal baik. Oleh karena itu dia tidak ingin
bertemu muka secara langsung dengan dirinya.
Kepandaian dari majikan patung emas itu memang benar-benar
sangat tinggi sekali, bahkan tenaga pukulannya juga merupakan
jago yang sukar untuk dicarikan tandingannya, terbukti dia dapat
menekan batu cadas yang besar sehinggga meninggalkan bekas
telapak tangan sedalam tiga cun.
Teringat kembali oleh Ti Then terhadap setiap bekas telapak
tangan yang ditinggalkan majikan patung emas di tengah jalan,
teringat kembali keempat jurus serangan ilmu pedang yang
mengalahkan dirinya barusan ini, tidak terasa lagi pikirannya
semakin terjerumus ke dalam lamunan yang memabokkan.
Keesokan harinya, dengan perantara patung emasnya majikan
patung emas itu memberikan lima puluh tail perak serta sbuah
daftar keperluan yang dibutuhkan untuk mereka kepada diri Ti Then
dan memerintahkan dirinya untuk membeli barang-barang
keperluan sesuai dengan perintahnya itu.
Dengan menurut perintah Ti Then berjalan turun gunung, setelah
melakukan perjalanan sejauh kurang lebih lima puluh li barulah
ditemukan sebuah dusun kecil yang sangat ramai, ketika dia
berhasil mengangkut seluruh kebutuhan serta bahan makanan ke
atas gunung Lo Cin San cuaca pun telah mendekati magrib kembali.
Dengan bagi dua kali jalan, barang-barang kebutuhan serta
bahan makanan berhasil dimasukkan ke dalam gua cupu-cupu di
atas puncak gunung, kemudian segera memasang api memasak air.
Tanya Majikan patung emas itu:
"Waktu dahulu apa kau pernah melakukan pekerjaan seperti ini?"
"Tidak pernah" sahut Ti Then singkat.
"Dapat masak sajur?" tanya Majikan patung emas itu lagi.
"Apabila kau tidak terlalu membicarakan rasa dari setiap
masakan, kemungkinan masih boleh juga mematangkan sajur-sajur
ini" Majikan patung emas itu tertawa keras, ujarnya lagi:
"Bila aku tidak membicarakan soal rasanya dari setiap masakan
sama saja dengan kau makan daging elang tanpa menggunakan
garam" Mendengar perkataan itu Ti Then menjadi termangu-mangu,
katanya: "Di dalam perjalanan ini kau selalu membuntuti diriku?"
"Tidak salah!" sahut Majikan patung emas, "Aku harus
mengetahui apakah ditengah jalan kau bisa berubah pikiran atau
tidak" "Kalau begitu, kenapa kau begitu teganya melihat aku hampir-
hampir mati tetapi sama sekali tidak turun tangan memberi
pertolongan?" "Kau menanyakan peristiwa ditengah pegunungan yang sunyi
kemarin siang itu?" tanya Majikan patung emas.
"Benar" sahut Ti Then, "Waktu itu aku telah empat hari lamanya
tidak makan sebutir nasi pun, hampir-hampir saja mati saking
laparnya" Majikan patung emas itu tertawa terbahak-bahak, ujarnya:
"Aku tahu kalau kau sangat lapar dan dahaga sekali, tetapi ketika
kemarin kau rubuh ke atas tanah dan tidak bergerak lagi aku telah
tahu kalau kau sedang berpura-pura"
Ti Then berdiam diri tidak menyawab dan menggoreskan korek
api untuk membuat api. Terdengar majikan patung emas itu berkata lagi:
"Tujuanmu pura-pura mati kemarin siang ada dua, tujuan yang
pertama adalah untuk memancing datangnya burung elang itu
untuk kau dahar, sedang tujuan yang kedua adalah memancing
munculnya diriku, bukankah begitu?"
"Tidak benar" sahut Ti Then dengan tawarnya, "Sama sekali aku
tidak pernah mem punyai ingatan kalau kau sedang membuntuti
diriku" "Benarlah" sahut Majikan patung emas sambil tertawa keras,
"Sekali pun dahulu aku tidak pernah tahu kalau kau adalah Hek Ie
hiap, Ti Then adanya. Tetapi ketika aku mengawasi secara diam-
diam segala gerak-gerikmu ditengah perjalanan segera telah
kuketahui kalau kau merupakan seorang pemuda yang amat cerdik
lagi licin...saking licinnya hingga seperti seekor rase"
"Bila aku adalah seekor rase maka kau tentunya merupakan
seekor siluman rase pula"
Perkataannya ini bilamana ditinyau dari keadaan situasi sekarang
ini dimanan orang itu hendak menurunkan kepandaian silat kepada
dirinya boleh dikata sangat tidak hormat sekali, tetapi perkataan itu
meluncur keluar dari mulutnya tanpa dipikir lebih panjang lagi oleh
karena dia hanya sangat kagum dan memuji terhadap kepandaian
silatnya yang amat tinggi, tetapi sama sekali tidak memuji atau
kagum terhadap tingkah lakunya, sebab dia menganggap kalau
dirinya sedang melakukan pertukaran syarat dengan orang itu jadi
sama sekali tidak perlu bersikap hormat terhadapnya.
Siapa tahu majikan patung emas itu sama sekali tidak dibuat
gusar oleh perkataannya itu, sambil tertawa terbahak-bahak
sahutnya: "Tidak salah, memang aku harus disebut siluman rase, siluman
rase yang memiliki pikiran serta kepandaian yang tinggi"
Tidak lama, sajuran serta nasi yang ditanaknya dengan amat
sederhana itu telah matang, sambil menghembuskan napas lega, Ti
Thenangkat kepalanya bertanya:
"Dengan cara apa aku harus mengantar makanan ini untukmu?"
"Taruh saja di atas batu cadas tepat di bawahku itu sudah cukup"
Dengan mengikuti perkataannya Ti Then meletakkan sajuran
serta nasi itu di atas batu cadas, dengan menggunakan kesempatan
ketika mundur ke belakang itu dengan tergesa-gesa dia melirik
sekejap ke atas tetapi yang dilihatnya hanya tempat yang amat
gelap saja. Ujar Majikan patung emas itu secara tiba-tiba:
"Kita masih ada waktu untuk berkumpul selama setengah tahun
lamanya, aku harap kau jangan begitu keheran-heranan melihat ke
atas, hal ini sangat berbahaja terhadap keselamatanmu"
Hati Ti Then serasa berdesir, dengan tertawa yang dipaksa
sahutnya: "Pada suatu hari bila aku tahu siapakah kau sebenarnya
bukankah kau akan segera membunuh diriku?"
"Tidak salah" sahut majikan patung emas itu dengan dinginnya.
Ti Then tidak mengucapkan kata-kata lagi dan mengundurkan
diri ketempat semula untuk mulai mendahar mengisi kekosongan
perutnya. Dengan perlahan-lahan majikan patung emas mengambil nasi
serta sajuran yang berada di atas batu cadas itu, tak lama kemudian
terdengar sambil mendahar ujarnya dengan tertawa:
"Bagus sekali, masakanmu ternyata tidak jelek"
Ti Then tetap tidak membuka mulutnya untuk berbicara,
bukannya dia tak senang berbicara dengan majikan patung emas
sebaliknya memangnya dia merupakan seseorang yang pendiam
dan wegah untuk berbicara lebih banyak.
Ketika majikan patung emas itu mendengar tidak ada lagi
jawaban, mendadak tertawa lagi ujarnya:
"Ti Then, ada orang bilang kau merupakan seorang yang sangat
aneh serta misterius sekali, kenapa begitu?"
"Karena orang-orang di dalam dunia kang-ouw hanya tahu aku
bernama pendekar baju hitam Ti Then saja, sedang tentang lainnya
tidak seorang pun yang mengetahuinya"
"Siapa suhumu?" tanya majikan patung emas lagi.
"Tidak tahu!" Majikan patung emas itu segera tertawa tergelak, tanyanya
kemudian: "Siapakah orang tuamu tentunya kau tahu bukan?"
"Juga tidak tahu" sahutnya sambil menggelengkan kepalanya.
Sekonyong-konyong majikan patung emas itu tertawa terbahak-
bahak dengan kerasnya, ujarnya:"
"Baik, baiklah. Masih tetap pada perkataan kemarin malam, aku
mem punyai rahasia yang tidak dapat diberitahukan kepada orang
lain, kau pun mem punyai rahasia yang tidak dapat diberitahukan
kepada orang lain, sejak hari ini juga aku tidak akan menanyakan
urusan apa pun terhadap dirimu"
Ti Then hanya tertawa-tawa sahutnya:
"Bukannya aku tidak ingin memberitahu padamu, sebaliknya
memangnya aku benar-benar tidak mengetahuinya"
Suara tertawa tergelak dari majikan patung emas itu semakin
keras, suaranya bergema tak henti-hentinya di dalam gua yang
kosong melompong itu membuat telinga Ti Then serasa berdengung
dengan tak hentinya. Pada hari ketiga, pagi-pagi sekali majikan patung emas itu sudah
mulai mewarisi ilmu silatnya pada Ti Then, dengan menggunakan
patung emasnya dia mula-mula mengajar suatu ilmu pukulan yang
amat aneh tetapi sakti sekali. Oleh karena perubahan yang terdapat
di dalam ilmu pukulan itu sangat banyak serta mendalam sekali
artinya, maka selama satu hari penuh Ti Then hanya berhasil
mengingat seperlima dari rangkaian ilmu pukulan tersebut.
Sampai pada hari ketujuh barulah dia berhasil mengingat-ingat
serangkaian ilmu pukulan itu. Saat itulah majikan patung emas baru
mulai menjelaskan kegunaan dari setiap jurus ilmu pukulan itu,
berturut-turut selama tiga hari lamanya barulah Ti Then berhasil
menjelami seluruh inti serta kegunaan dari ilmu pukulan itu.
Tetapi memahami bukannya berarti telah terlatih hingga matang,
maka pada malam kesepuluh, ujar Majikan patung emas itu:
"Mulai besok kau boleh berlatih ilmu pukulan itu seorang diri
diluar gua, ilmumu haruslah kau latih hingga bisa memukul balok
kaju hingga sedalam tujuh cun, saat itulah kau baru dapat dianggap
sudah matang tiga bagian"
Keesokan harinya Ti Then dengan mengikuti perintahnya berlatih
ilmu pukulan itu seorang diri diluar gua, sebenarnya dia memang
sudah memiliki bakat yang sangat bagus sehingga setelah berlatih
beberapa kali mendadak dengan mengerahkan tenaganya dia
melancarkan pukulan kearah sebuah pohon besi yang sangat besar
sekali. "Kraaak...." pohon besi yang sangat besar itu dengan
mengeluarkan suara yang amat nyaring telah terpukul rubuh hingga
menjadi dua bagian. Melihat hal itu Ti Then menjadi amat girang, sambil berlari ke
dalam gua teriaknya: "Aku sudah berhasil...aku sudah berhasil"
Siapa tahu majikan patung emas itu dengan tertawa dingin
ujarnya: "Bukankah kau berhasil memukul rubuh sebatang pohon besar?"
"Benar" sahut Ti Then. Pohon itu sangat besar sekali, dahulu aku
belum pernah berhasil berbuat seperti ini"
"Mungkin kau telah lupa akan rahasia yang telah aku terangkan
padamu, aku memerintahkan kau untuk berlatih hingga pukulanmu
dapat meninggalkan bekas telapak pada pohon itu sedalam tujuh
cun, bukannya meminta kau untuk pukul rubuh pohon tersebut"
Ti Then menjadi tertegun atas perkataannya itu, bantahnya:
"Tetapi bukankah memukul rubuh sebatang pohon jauh lebih
lihay daripada hanya meninggalkan bekas pukulan telapak sedalam
tujuh cun pada batang pohon itu?"
"Tidak, pukulan dahsyat yang hanya meninggalkan bekas telapak
sedalam tujuh cun tetapi tidak sampai merubuhkan batang
pohonnya sendiri barulah dapat disebut lihay"
Dengan kebingungan ujar Ti Then lagi:
"Tetapi untuk memukul hingga meninggalkan bekas sedalam
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tujuh cun itu harus menggunakan tenaga yang besar, dengan
demikian pohon itu mungkin akan ikut tumbang pula"
Majikan patung emas itu tertawa ringan, sahutnya:
"Agaknya aku harus memberi suatu contoh padamu baru dapat
membuat kau benar-benar paham"
"Silahkan memberi petunjuk"
"Pada tahun yang telah silam aku pernah menggunakan sebatang
pedang membunuh seseorang, pedangku dengan satu kali
sambaran saja sudah berhasil memutuskan pinggang pihak lawan,
tetapi dia sama sekali tidak merasa bahkan tetap memaki-maki terus
kepada diriku, menanti ketika dia mulai menggerakkan kakinya
tubuh yang bagian atas baru lepas dari tubuhnya bagian bawah,
tahukah hal ini apa sebabnya?"
Selamanya Ti Then belum pernah mendengar peristiwa yang
demikian anehnya, tidak terasa lagi dia menjadi sangat terkejut,
tanyanya: "Apa sebabnya?"
"Sebabnya karena gerakan pedangku terlalu cepat sehingga
sama sekali dia tidak tahu kalau pedangku telah berhasil membabat
putus pinggangnya, seseorang bilamana tidak tahu kalau dirinya
sebenarnya telah "binasa", maka seluruh semangat serta tenaganya
masih bisa mempertahankan hidupnya untuk suatu saat tertentu"
Dengan nada yang penuh keheranan dan terkejut, tanya Ti Then:
"Kau..ilmu pedangmu apa benar-benar sudah mencapai
kecepatan begitu?" "Tidak salah" sahut majikan patung emas, "Pengalaman kita pada
hari pertama aku memangnya telah sungguh-sungguh
menggunakan jurus serangan yang sesungguhnya bertempur
melawan kau, maka kau masih bisa menahan tiga buah seranganku.
Padahal bila aku benar-benar turun tangan jangan dikata tiga jurus
hanya cukup satu jurus pun mungkin kau sudah tidak sanggup
untuk menerimanya, kepandaianku sebenarnya mengutamakan
kecepatan gerak" "Aku dengar katanya kepandaian dari kakek pemalas Kay Kong
Beng juga mengutamakan gerakan yang cepat" ujar Ti Then.
"Sekali pun ilmu pedangnya sangat cepat tetapi dia tidak secepat
diriku, aku dapat melancarkan tujuh kali serangan tusukan di dalam
sekejap, sebaliknya dia hanya bisa mencapai lima kali tusukan saja"
Dia berhenti sejenak kemudian tanyanya lagi:
"Kini sudah paham belum?"
"Sudah paham" sahut Ti Then sambil mengangguk.
"Kalau begitu, teruskanlah berlatih dengan rajin"
Ti Then memutarkan tubuhnya dan berlalu dari tempat itu, tetapi
baru saja berjalan beberapa langkah telah berhenti lagi, tanyanya:
"Menurut penglihatanmu aku harus berlatih berapa lama hingga
bisa berhasil memukul hingga meninggalkan bekas pukulan sedalam
tujuh cun pada batang pohon tetapi tidak sampai mematahkannya"
Mendengar pertanyaan itu majikan patung emas termenung
berpikir keras beberapa saat lamanya, kemudian barulah sahutnya:
"Bakatmu tidak jelek, asal berlatih dengan rajinnya setiap hari
kemungkinan sesudah setengah bulan baru berhasil"
"Ehmm.." sahut Ti Then kemudian bertindak keluar dari dalam
gua dan mulai berlatih lagi dengan rajinnya.
Berturut-turut dia berlatih selama lima hari lamanya, pukulannya
telah berhasil meninggalkan bekas pukulan sedalam satu cun pada
batang pohon tanpa menggojangkan tubuh pohon itu sendiri,
setelah itu setiap tiga hari dia berhasil menambah satu cun lagi,
tidak salah lagi setelah setengah bulan lamanya akhirnya dia
berhasil mencapai hasil seperti apa yang diminta oleh Majikan
patung emas itu. Pada bulan yang kedua dia mulai mempelajari suatu rangkaian
ilmu telapak dari Majikan patung emas itu. Ilmu telapak ini jauh
lebih sukar dipelajari jika dibandingkan dengan ilmu pukulan. Jurus-
jurus serangannya amat ruwet dan sukar apalagi tenaga pukulan
telapaknya harus berhasil meninggalkan bekas telapak sedalam satu
cun pada permukaan batu cadas yang sangat keras bahkan tidak
diperkenankan kalau sampai permukaan batu menjadi hancur oleh
pukulannya. Dengan tidak mengenal lelah Ti Then , berlatih keras selama
empat puluh hari lamanya dan akhirnya berhasil juga dia menguasai
ilmu telapak itu. Jika dihitung dengan jari sejak dia naik gunung hingga kini telah
dua bulan lamanya, sedang di dalam dua bulan ini boleh dikata
merupakan penghidupan yang paling susash selama hidupnya,
tetapi dengan tidak mengenal lelah dan letih dia berlatih terus
dengan rajinnya karena dia seratus persen telah percaya kalau
majikan patung emas itu akan berhasil membuat dirinya menjadi
jago nomor tiga di dalam dunia Kang-ouw pada saat itu.
Majikan patung emas yang melihat cara berlatihnya amat rajin
juga merasa amat gembira sekali, sesudah itu dia mulai
menurunkan ilmu meringankan tubuh pada dirinya.
Sebulan telah lewat dengan cepatnya, ilmu pukulan, ilmu telapak
serta ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Ti Then telah jauh lebih
maju jika dibandingkan sesaat dia mulai naik gunung.
Hari itu sesudah makan malam tiba-tiba tanya majikan patung
emas: "Ti Then, kau naik gunung sudah berapa bulan lamanya?"
"Tiga bulan lebih sembilan hari" sahut Ti Then singkat.
"Hee..he..perhitunganmu sungguh amat jelas sekali!"
Ti Then tidak menggubris, ujarnya lagi:
"Jaraknya dengan setengah tahun perjanyian kita masih ada
kurang lebih delapan puluh hari lamanya"
"Tidak salah, kemajuan yang kau capai ternyata jauh lebih cepat
dua puluh hari dari dugaanku semula, aku mengira paling cepat kau
tentu harus menghamburkan empat bulan lamanya untuk berhasil
melatih ilmu pukulan, ilmu telapak serta ilmu meringankan tubuh
tiga macam kepandaian. Tetapi jika dilihat sekarang ini
kemungkinan sekali tidak perlu setengah tahun kau sudah bisa
turun gunung. "Kau masih akan mewariskan kepandaian apa lagi kepada
diriku?" tanya Ti Then.
"Ilmu pedang" "Untuk ini harus membutuhkan berapa lamanya?" tanyanya lagi.
"Sebenarnya harus membutuhkan dua bulan lamanya" sahut
majikan patung emas, "Tetapi dengan kemajuanmu yang kau capai
sekarang ini, kemungkinan hanya cukup satu setengah bulan sudah
berhasil" "Kalau benar-benar begitu tentunya aku akan turun gunung tiga
puluh hari lebih pagi?"
"Benar" sahut majikan patung emas, "Kau turun gunung lebih
pagi berarti juga kau dapat bebaskan dirimu sendiri satu bulan lebih
cepat, terhadap dirimu tidak ada ruginya"
"Sudah tentu, kapan kau akan mulai menurunkan ilmu pedang
kepadaku?" "Besok" sahut majikan patung emas singkat.
Keesokan harinya ternyata Majikan patung emas itu menepati
janyinya dan mulai menurunkan ilmu pedang kepada Ti Then, baru
saja dia melihat gerakan beberapa jurus serangan dari patung emas
itu segera dia sadar kalau ilmu pedang ini beberapa ratus kali lipat
jauh lebih sukar dilatih jika dibandingkan dengan berlatih ilmu
pukulan, ilmu telapak mau pun ilmu meringankan tubuh, tetapi dia
tidak memperdulikannya juga, dia tahu bahwa orang yang mau
menerima penderitaan lebih dahulu itulah yang dapat mencapai
kesuksesan. Meski pun begitu untuk menjelesaikan kesukaran dirinya pun
mau tak mau dia harus mengukuhkan pendiriannya untuk tetap
berlatih dengan sabarnya.
Di dalam sekejap saja satu setengah bulan telah lewat dengan
cepatnya, ilmu pedangnya telah mencapai pada taraf yang hampir-
hampir dirinya sendiri tidak percaya, di dalam satu kali gerakan
pedangnya dia dapat membabat putus tiga batang lilin tanpa
menggerakkan lilin itu sendiri dari tempat semula.
Melihat kemajuan itu, majikan patung emas menjadi sangat
girang sekali ujarnya: "Sudah cukup!" Ti Then, dalam dunia kangouw saat ini selain aku
serta si kakek pemalas Kay Kong Beng tidak akan ada lagi seorang
pun yang merupakan tandinganmu"
"Aku pun merasa kalau aku telah berubah menjadi seorang lain"
sahut Ti Then dengan perlahan, "Kini apakah aku benar-benar telah
menjadi jago nomor tiga dalam dunia kang-ouw, aku masih
membuktikan dengan mata kepalaku sendiri"
"Kecuali kalau di dalam bu-lim masih terdapat jago-jago
berkepandaian tinggi yang menyembunyikan diri, kalau tidak
sekarang kau boleh dikata telah merupakan seorang jago
berkepandaian tinggi yang tanpa tandingan di dalam dunia
kangouw" Ti Then hanya tertawa saja, ujarnya kemudian:
"Apabila aku sampai bertemu dengan jago berkepandaian tinggi
yang dapat mengalahkan diriku, aku akan segera membatalkan
perjanyian kita dan tidak akan menjadi patung emasmu lagi"
"Baiklah" sahut majikan patung emas, "Tetapi kau tidak dapat
pura-pura kalah, bilamana kau sengaja mengalah pada orang lain,
aku akan segera membunuh dirimu"
"Perkataan seorang lelaki sejati selamanya tidak akan ditarik
kembali, apa yang sudah aku katakan tentu tidak akan kulanggar
sendiri dan berbuat pekerjaan yang demikian memalukan"
Majikan patung emas itu hanya tertawa-tawa, ujarnya:
"Aku akan menggunakan waktu untuk membuktikannya?"
"Tetapi bilamana aku benar-benar dikalahkan orang lain, dengan
cara apa aku harus membuktikan agar kau mau mempercayainya?"
"Sesudah kau turun gunung" sahut majikan patung emas, "Aku
akan bertindak seperti cacing di dalam perutmu, selamanya akan
mengikuti jejakmu, bilamana kau sunggug-sungguh dikalahkan
orang lain aku akan bisa melihatnya dengan sangat jelas"
Mendengar hal itu tidak terasa lagi seluruh bulu kuduk Ti Then
pada berdiri, ujarnya: "Kenapa secara diam-diam kau akan terus menerus mengikuti
diriku?" "Kalau tidak berbuat demikian bagaimana aku dapat memberi
petunjuk serta memberi perintah kepadamu?"
"Oooh.." sahut Ti Then, "Baiklah, pertanyaan yang terakhir
tugasmu yang kau serahkan kepadaku apabila ada yang merupakan
tugas yang bukan seharusnya diselesaikan dengan menggunakan
kepandaian silat.." Tidak menanti dia selesai berkata, memotong majikan patung
emas itu dengan cepat: "Kau dapat menjelesaikannya dengan menggunakan cara lain"
"Tetapi apabila sekali pun telah berusaha sekuat tenaga masih
tetap tidak bisa membereskannya?"
"Asalkan kau telah bekerja sekuat tenaga, sekali pun tidak
berhasil aku juga tidak akan menyalahkan dirimu"
"Itu pun sangat bagus, kapan aku harus turun gunung?" tanya
Ti Then lagi. "Sebelum aku memberi tahu tugas apa yang harus kau
laksanakan untuk pertama kali ini aku harus menjelaskan padamu
terlebih dahulu, sejak besok pagi kau adalah patung emasku, aku
memerintahkan kau berbuat apa pun kau harus melaksanakannya
tanpa membantah. Dengan perkataan lain, sekali pun kau
merupakan seorang yang masih hidup tetapi merupakan sesosok
tubuh tanpa nyawa, tidak memiliki akal budi, tidak tahu baik buruk
dan tak ada pendapat apa pun juga. Bilamana aku menjuruh kau
makan yang manis sekali pun kau tidak suka akan barang-barang
yang manis juga harus dimakan, paham tidak?"
"Paham" sahut Ti Then sambil mengangguk, "Tetapi hanya ada
satu urusan yang aku tidak akan melaksanakannya, kau tidak boleh
memerintahkan aku untuk membunuh seseorang yang berbudi"
"Baiklah" sahut majikan patung emas sambil tertawa, "Tetapi
untuk mengetahui baik buruknya orang-orang yang ada di dalam
dunia ini sebenarnya amat sukar, apa kau bisa membedakannya?"
"Aku pasti sanggup" sahut Ti Then dengan mantap.
"Perkataanmu begitu tegas serta mantapnya, hal ini
membuktikan kalau pengetahuanmu terhadap manusia masih
sangat kurang" "Sekali pun sangat jelas terhadap seluk beluk manusia juga tidak
tentu berguna..silahkan sekarang kau mulai memberi tahu tugasku
yang pertama untuk aku selesaikan"
Majikan patung emas itu berdiam diri lama sekali, kemudian
barulah ujarnya sepatah demi sepatah:
"Tugas pertama yang harus kau selesaikan adalah pergi
mengawini seorang nona menjadi suami isteri"
Mendengar tugasnya itu Ti Then menjadi amat terkejut, dengan
melongo serunya: "Kau bilang apa?"
"Menjadi suami isteri dengan seorang nona"
"Ini mana mungkin, aku masih tidak ingin kawin terlebih dahulu"
teriak Ti Then dengan keras.
"Harap kau perhatikan" sahut majikan patung emas itu dengan
dinginnya, "Kau adalah patung emasku, kau tidak punya nyawa,
kau tidak tahu baik buruknya, kau tidak punya pendapat"
Ti Then mimpi pun tidak menyangka kalau tugas pertamanya
yang harus dia kerjakan adalah pergi mengawini seorang nona,
tidak terasa lagi hatinya menjadi amat gugup dan kacau, ujarnya:
"Tetapi.." "Tidak ada tetapi segala" potong majikan patung emas itu
dengan dinginnya. Ti Then menarik napas panjang-panjang, sesudah berhasil
menenangkan pikirannya barulah dia berkata sambil tertawa pahit:
"Coba kau dengarkan dulu perkataanku"
Potong majikan patung emas itu dengan cepat:
"Tidak perduli kau berkata apa pun sekarang sudah terlambat"
Aku hanya menyanggupi untuk menjadi patung emasmu selama
satu tahun bukannya menjual diriku untuk selamanya" timbrung Ti
Then. "Aku tidak pernah berkata kalau selama hidupmu kau jual
padaku" "Tetapi perkawinan merupakan suatu peristiwa yang amat besar
selama hidup" bantah Ti Then.
Satu tahun sesudah perjanyian kita habis, bilamana kau tidak
suka padanya kau boleh membuang dirinya"
"Perkataan macam apa itu, apa kau kira perkawinan dapat
dianggap sebagai barang mainan?" ujar Ti Then dengan agak gusar.
"Bilamana kau merasa tidak baik untuk melepaskan dirinya, kau
boleh terus menjadi suaminya"
"Tetapi aku masih tidak ingin berkeluarga"
"Itulah pendapatmu?" tanya Majikan patung emas.
"Benar!" "Hee...hee..hee..tetapi kini aku sudah menjadi patung emasku,
kau tidak berhak merusak penghidupanku untuk selamanya"
"Aku tidak punya maksud untuk merusak seluruh hidupmu, aku
hanya minta kau menjadi suami isteri dengan nona itu selama
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
setahun ini, setelah satu tahun lewat kau mau atau tidak
meneruskan perkawinan itu bukan urusanku lagi"
Bagaikan digujur oleh sebaskom air dingin dengan lemasnya Ti
Then menyatuhkan diri ke atas tanah, semangatnya telah hancur
luluh oleh perkataan itu. Sambil menghela napas ujarnya:
"He..bila sejak dari dahulu sudah tahu harus melakukan
pekerjaan ini tentu aku tidak akan menyanggupinya"
"Ini salahmu sendiri kenapa tidak mau tanya lebih jelas lagi"
sahut majikan patung emas itu sambil tertawa dingin.
Dengan sedihnya Ti Then menundukkan kepalanya, dengan
bingung dan perasaan menjesal pikirnya secara diam-diam:
"Hei..sungguh celaka kali ini, semula aku masih menganggap
apabila aku tidak ingin pergi membunuh orang baik, tentu tidak
akan ada urusan yang lebih berat lagi, mana kusangka kalau dia
ternyata minta aku menjadi suami isteri dengan seorang nona"
Majikan patung emas yang mendengar dia tidak mengeluarkan
suara lagi, segera tanyanya:
"Ti Then, kau menjesal bukan"
"Benar!" "Ingin melarikan diri?" tanya majikan patung emas itu lagi.
"Tidak" "Itulah sangat bagus" sahut Majikan patung emas sambil
tertawa, "Padahal pekerjaan ini merupakan tugas yang paling
menggembirakan. Jangan kita bicarakan yang lain, nona itu memiliki
wajah yang amat cantik sekali dan merupakan seorang gadis cantik
yang sangat jarang bisa ditemui"
Tidak terasa hati Ti Then menjadi bergerak, dengan tawar
tanyanya: "Putri siapa?" "Putri tunggal Toa pocu dari Benteng Pek Kiam Po, Kim Liong
Kiam atau si Pedang Naga Emas Wi Ci To, Wi Lian In adanya"
Mendengar disebutnya nama itu dalam hati Ti Then merasa
sangat terperanyat, dengan sangat terkejut serunya:
"Ha...putri tunggal dari Wi Ci To Pocu dari Benteng Pek Kiam Po"
Kau..bukankah kau punya niat untuk mencelakai diriku?"
Kiranya jika menyinggung Pek Kiam Pocu, si pedang naga emas
Wi Ci To boleh dikata semua orang di dalam bu-lim tidak seorang
pun yang tidak kenal nama besarnya.
Dia merupakan seorang jago berkepandaian tinggi yang sedikit di
bawah si kakek pemalas Kay Kong Beng, juga merupakan seorang
pimpinan yang pengaruhnya paling kuat dan paling luas di dalam
bu-lim, murid-muridnya tidak terhitung banyaknya sedang dari
"Pendekar Pedang Merah"nya saja yang dia ketahui sudah ada
sembilan puluh sembilan orang banyaknya, oleh karena itu dia
merupakan sebuah keluarga ilmu pedang yang paling kuat dan
paling disegani di dalam Bu-lim.
Tetapi perasaan terkejut dari Ti Then sesudah mendengar nama
itu bukannya karena kepandaian silat yang amat tinggi dari si
pedang naga emas Wi Ci To, sebaliknya karena sikap serta tindak
tanduk dari Wi Ci To. Dia pernah dengar oarng bilang kalau Wi Ci To jadi orang amat
gagah, ramah, sosial serta membela keadilan dan merupakan
seorang giam lo ong bagi kaum penyahat di kalangan Hek to, kini
Majikan patung emas menghendaki dia pergi mengawini putri
tunggal dari Wi Ci To jaitu Wi Lian In, tidak dapat diragukan lagi
kalau dia tentu sedang menggunakan dirinya untuk melaksanakan
suatu rencana busuk, ketika majikan patung emas telah mencapai
pada cita-cita, rencana kejinya segera dia dapat menghindarkan diri
dan cuci tangan dari urusan ini, sebaliknya dia...Ti Then..harus
melarikan diri kemana"
Kini soal yang paling penting, bagaimana dia dapat membantu
seorang yang tidak jelas asal usulnya untuk pergi membunuh
seorang jago berkepandaian tinggi dari kalangan lurus"
Semakin berpikir dia merasa semakin tidak tenteram, sambil
angkat kepala tanyanya: "Apa tujuanmu sebenarnya" Kenapa kau menjuruh aku
memperisteri putri Wi Ci To?"
"Tentang hal ini aku akan memberitahu padamu sesudah kau
menjadi menantu kesajangan dari Wi Ci To"
"Kalau begitu adanya, sekarang kau boleh turun" ujar Ti Then
sambil tertawa pahit. "Kau bicara apa?"
"Kau boleh turun untuk membunuh aku"
-ooo0dw0ooo- Jilid 2.1. Rusuh di Touw Hoa Yuan
Untuk beberapa saat lamanya majikan patung emas itu tidak
mengucapkan sepatah kata pun, kemudian dengan nada yang amat
dingin bertanya: "Kau tidak mau menurut perintahku?".
"Tidak salah ?" Sahut Ti Then dengan tegas.
Tiba-Tiba Majikan patung emas itu tertawa terbahak-bahak,
ujarnya: " Aku paham sebab apa kau tidak mau menyalankan perintah
sesuai dengan perjanyian, kau takut aku memerintahkan kau pergi
membunuh Wi Ci To bukan"."
"Apa mungkin aku salah menerka?" Sahut Ti Then sambil tertawa
dingin. Suara tertawa Majikan patung emas itu mendadak berhenti,
dengan suara yang mantap tetapi tegas serunya:
"Sama sekali salah besar, tujuanku sama sekali tidak
mendatangkan kerugian pada diri Wi Ci To mau pun anak
muridrnya, yang ada adalah sesudah perjanyian kita satu tahun
penuh dan kau tidak mau meneruskan menjadi suami istri dengan
Wi Lian In, saat itulah akan mendatangkan sedikit kerugian dan
kesedihan pada diri Wi Lian In. "
"Aku tidak percaya" ujar Ti Then sambil menggelengkan
kepalanya. "Boleh saja aku mengangkat sumpah sekarang juga bilamana
pekerjaan yang aku lakukan ini mendatangkan kerugian pada orang-
orang dari Benteng Pek Kiam Po, aku akan mendapatkan kematian
dengan cara yang mengerikan."
Ti Then yang mendengar sumpahnya di ucapkan begitu jujur
serta tegasnya tidak terasa dia menjadi semakin bingung, ujarnya
kemudian: "Kalau benar tidak akan mendatangkan kerugian pada orang-
orang dari benteng Pek Kiam Po lalu ada urusan apa sebenarnya
kau menjuruh aku pergi menjadi suami Wi Lian In ?"
"Tadi aku sudah bilang, sebab musababnya aku tidak akan
mernberitahukan padamu sekarang juga. "
"Bagaimana ini bisa jadi, pada saat sesudah aku menjadi suami
Wi Lian In bilamana kau memerintahkan aku untuk melakukan
pekerjaan yang merugikan orang-orang benteng Pek Kiam Po aku
akan segera membatalkan perjanyian kita sedang kau pun tidak
dapat membunuh aku karena pembatalan perjanyian itu "
Majikan patung emas itu termenung berpikir keras beberapa saat
lamanya, kemudian barulah sahutnya:
"Aku hanya dapat menanggung tidak sampai mengganggu seutas
rambut pun dari orang-orang benteng Pek Kiam Po"
Dalam hati diam-diam Ti Then berpikir keras, asalkan satu tahun
telah lewat, dirinya akan meneruskan menjadi suami istri dengan Wi
Lian In atau tidak sebenarnya bukan merupakan urusan yang
sangat besar, sambil menghela napas panjang sahutnya
"Baiklah, tetapi ada satu hal yang harus kau ketahui, bilamana Wi
Lian In tidak mau dikawinkan dengan diriku hal itu bukan salahku."
"Dengan bakat serta wajahmu" ujar majikan patung emas itu.
"Kemudian di tambah dengan sedikit permainan kemungkinan sekali
tidak sampai tiga bulan kau telah berhasil mendapat kecintaannya!"
Dia berbenti sejenak, kemudian sambil tertawa lanjutnya lagi:
"Yang dimaksud dengan sedikit permainan, selain kau harus
berusaha untuk memasuki Benteng Pek Kiam Po dan merebut
kepercayaan serta kecintaan dari Wi Ci To dan putrinya kau pun
harus menggunakan sedikit kepandaianmu agar Wi Lian In merasa
benci dan bosan terhadap "In Tiong Liong atau sinaga mega Hong
Mong Ling. Ti Then menjadi tertegun untuk sesaat lamanya dia tak dapat
berbuat apa apa tanyanya kemudian:
Siapa itu si Naga mega Hong Mong Ling "
"Murid kesajangan dari Wi Ci To, juga merupakan bakal suami
dari Wi Lian In. "Haaa?"" Wi Lian In sudah dijodohkan kepada orang lain "
"Benar !"sahut Majikan patung emas itu. "Itu merupakan suatu
urusan yang baru saja terjadi setengah tahun yang lalu, oleh karena
Si naga mega Hong Mong Ling itu tumbuh dengan wajah yang
sangat tampan, bakat serta tindak tanduknya pun sangat menarik
akhirnya dia berhasil memenangkan hati Wi Lian In sehingga
menjadi kekasihnya bahkan dengan demikian dia berhasil pula
diangkat Wi Ci To sebagai bakal menantunya."
Mendangar penjelasan itu Ti Then mengerutkan alisnya, ujarnya:
"Jika demikian adanya, kau menginginkan aku untuk pergi
merusak dan mengacau perjodohan orang lain ?"
"Tidak!" sahut majikan patung emas, "Menurut penglihatanku Wi
Lian In jauh lebih cocok bila dijodohkan kepadamu dari pada harus
dijodohkan dengan Hong Mong Ling itu."
"Kau terlaiu memuji" sahut Ti Then sambil tertawa tawa.
Majikan patung emas itu tidak menggubris perkataannya dan
lanjutnya lagi: "Secara diam-diam aku pernah mengadakan pemeriksaan dan
telah kutemui kalau Hong Mong Ling itu sekalj pun bakatnya sangat
bagus tetapi sifatnya sebenarnya tidak baik hati tidak jujur secara
sembunyi sembunyi sering dia keluar benteng untuk bermain
dengan pelacur-pelacur"
Ti Then mengucak-ucak matanya, mendadak tertawa terbahak-
bahak, ujarnya: "Ha .. ha .. , ha . . . aku sekarang paham, aku sekarang sudah
paham benar-benar .... "
"Kau sudah memahami tentang apanya?" tanya majikan patung
emas itu sambil tertawa pula.
"Kau adalah Pocu dari benteng Pek Kiam Po, sipedang naga emas
Wi Ci To, bukankah begitu" "
"Ha . . ha ha . . bagaimana kau bisa punya pikiran kalau aku
adalah si Pedang naga emas, Wi Ci To?"
"Sesudah kau menjodohkan putrimu kepada Hong Mong Ling
karena mengetahui kalau perbuatan serta tindak tanduknya tidak
lurus sehingga timbullah pikiran untuk membatalkan perjodohan ini,
tetapi dikarenakan cintanya putrimu terhadap dirinya sudah sangat
mendalam, di dalam keadaan yang sangat kepepet inilah terpikir
olehmu akan menggunakan cara ini dan meminta aku pergi merusak
hubungan seerta perasaan cinta diantara mereka berdua kemudian
memperisteri putrimu itu, dengan tindakan ini kau akan berhasil
menolong putrimu dari penderitaan dikemudian hari."
Majikan patung emas itu tertawa terbahak-terbahak lagi
sahutnya. "Ha . . ha . otakmu ternyata sangat tajam sekali, hanya sajang
semua dugaanmu salah besar. "
Ti Then mana mau mempercayai omongannya, sambil tersenjum
ujarnya lagi: "Alasanku hingga bisa kerkata demikian adalah ilmu pedang yang
kau miliki jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan ilmu ilmu yang
lain, bahkan sekali pun kau menggunakan kekerasan juga tidak
akan mengganggn orang-orang dari benteng Pek Kiam Po itu,
tentang hal ini saja sudah cukup membuktikan kalau kau adalah
majikan dari benteng Pek Kiam Po itu. "
Dengan nada yang sangat kalem dan halus sahut majikan patung
emas jtu "llmu pedang dari benteng Pek Kiam Po sekali pun tidak jeiek
tetapi dengan ilmu kepandaian yang kau berhasil pelajari sampai
kini sudah cukup untuk mengalahkan dia di dalam ratusan jurus
saja, sedang mengenai aku sekali pun menggunakan kekerasan juga
tidak akan mengganggu seujung rambut pun dari orana orang
benteng Pek Kiam Po tetapi aku belum pernah tidak menjetujui
kalau kau mau rneninggaikan Wi Lian In sesudah perdianyian kita
satu tahun penuh. Bilamana aku adalah Wi Ci To maka aku akan
memutuskan kalau selamanya kau tidak diperkenankan
meninggalkan dia bahkan harus hidup bersama dengan dia hingga
tua, coba kau pikir betul tidak perkataanku ini"
Pikiran Ti Then terus berputar, terasa olehnya kalau perkataannia
sedikit pun tidak salah bahkan sangat beralasan sekali membuat dia
segera terjerumus kedaiam pikiran-pikiran yang sangat ruwet, tetapi
dia malas untuk bertanya, lebih banyak lagi dengan perlahan-
perlahan mulai merebahkan diri diri di atas batu cadas dimana
setiap malam dia tidur, dengan tidak bersemangat tanyanya
"Kau masih mau pesan apa lagi"-
"Sudah tidak ada" sahut majikan patung emas, "aku hanya
merintahkan padamu di dalam tiga bulan ini kau harus berhasil
manyadi suami istri dengan Wi Lian In itu, perkataan lain boleh kita
bicarakan tiga bulan kemudian.
"Bilamana dia tetap kukuh tidak mau dikawinkan dengan diriku
lalu bagaimana" "Bila perlu, gunakanlah tentera dahulu bisa disusul dengan
upacara, sehingga urusan jadi kenyataan. Saat itu aku tidak takut
kalau dia tidak mau . . he, he... "
Sehabis berkata mendadak dia menyatuhkan sebuah buntalan
yang kelihatan sangat berat sekali, ujarnya lagi
"Di dalam buntalan itu telah aku sediakan tiga ratus tahil uang
perak sebagai ongkcos jalanmu besok pagi sesudah kau turun
gunung pergilah membeli beberapa buah pakaian yang bagus, kau
harus dandan lebih gagah dan lebih perlente"
Dengan perlahan Ti Then bangkit dan memungut buntalan uang
perak itu, sambil tertawa pahit sahutnya
"Semoga saja sebelum aku berhasil mencapai benteng Pek Kiam
Po dapat bertemu dengan seseorang yang bisa mengalahkan diriku
." "Hee . . he . kecuali aku serta sikakek pemalas Kay Kong Beng
jangan harap di dalam hidupmu ini bisa bertemu ddengan seorang
lawan tangguh yang bisa mengalahkan dirimu"
Beberapa hari kemudian terlihatlah Ti Then telah munculkan
dirinya di atas loteng kedai arak dikota Go-bi dalam keresidenan
Siok Si. Dia telah berdiam di atas loteng penjual arak ini selama tiga
hari berturut turut. Kedai arak yang memakai merek Go bi lo ini mem punyai bentuk
yang paling mewah di dalam kota itu, arak mau pun masakan dari
kedai itu pun merupakan yang paling baik dan paling terkenal,
tetapi ke semuanya ini bukanlah dikarenakan hal ini saja sehingga
loteng "-Go bi Lo" ini menjadi sangat ramai dan terkenal, alasan
yang lebih tepat adalah dikarenakan orang-orang yang setiap hari
mengunjungi kedai arak arak itu tak lebih merupakan, orang-orang
dari kalangan persilatan.
Sedang kedai arak ini dapat digemari oleh orang-orang dari
kalangan persilatan alasan yang paling kuat adalah dikarenakan
jaraknya dengan benteng Pek Kiam Po sangat dekat sekali.
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Si kakek pemalas Kay Kong Beng sekali pun dikenal oleh orang-
orang Bu lim sebagai jago nomor wahid di dalam dunia saat ini
tetapi benteng Pek Kiam Po ini merupakan sebuah partai perguruan
yang memiliki kekuasaan paling kuat dalam Bu-lim, oleh karena
itulah kota Go-bi ini boleh dikata sudah merupakan kota yang paling
banyak dikunjungi oleh orang orang dari kalangan persilatan.
Setiap hari Ti Then tentu berada di dalam loteng kedai arak itu
hingga jauh malam baru meninggalkan tempat itu, dandanannya
masih tetap tidak berubah, ditengah rambutnya yang terurai tidak
karuan terbentanglah sebuah wajah yang sangat dengkil, pada
tubuhnya pun masih mengenakan pakaian compang camping yang
amat kotor hanya saja pelajan dari kedai itu tak ada seorang pun
yang berani memandang rendah terhadap dirinya bahkan
pelajannya jauh lebih ramah daripada yang lain-lainnya.
Karena mereka-mereka itu sudah memiliki pengalaman yang
sangat luas sekali, mereka tahu bentuk luaran yang semakin aneh
kepandaian yang dimiliki orang itu semakin lihay, tamu-tamu
semacam ini tidak boleh diperlakukan tidak sopan barang sedikit
pun. Sudah tentu hal ini termasuk juga Ti Then yang memakai
pakaian tidak karuan. Seorang pelajan kedai dengan membawa secawan teh wangi
dengan perlahannya di letakkan di hadapannya, wajahnya
memperlihatkan senjuman yang manis, ujarnya:
"Khek-koan si naga mega Hong Mong Ling itu sudah datang. "
Tak terasa semangat Ti Then menjadi bangkit kembali, dengan
perlahan tanyanya: "Dimana"
Dengan cepat pelajan itu mendekati telinganya sambil berbisik
sahutnya: "Orang yang memakai baju berwarna hijau muda dan duduk
dimeja ketiga dari sini itulah dia orangnya, "
Dengan cepat Ti Then menoleh memandang ke sana, terlihatlah
dimeja itu duduklah dua orang pemuda yang baru saja duduk tidak
lama, salah satu diantara mereka merupakan seorang pemuda yang
memakai baju berwarna hijau muda sinaga mega Hong Mong Ling
" wajahnya sangat tajam, sikapnya gagah dan merupakan seorang
lelaki bagus yang sukar di carikan tandingannya, tak terasa lagi
diam-diam hatinya memuji, pikirnya:
"Hm" wajahnya ternyata demikian tampannya bahkan
kelihatannya merupakan seorang pemuda yang jujur dan lurus
hatinya . He . . . he ... tidak disangka kalau pemuda semacam ini
ternyata gemar pipi licin dan suka main perempuan" .
Begitu pikiran tersebut berkelebat di dalam pikirannya, segera
tanyanya lagi dengan perlahan.
"Orang yang duduk bersama dia itu siapa?"
"He "he . .. hi . . hihi?" pelajan itu ternyata hanya tertawa
nyaring saja sedang mulutnya tetap tidak mengucapkan sepatah
kata pun. Ti Then segera mengambil keluar sekeping perak dan di
lemparkan ke atas bakinya,tanyanya:
"Ini . . sudah cukup tidak?"
Dengan cepat pelajan itu mengambil kepingan perak tersebut
dan dimasukkan ke dalam sakunya, kemudian sambil tertawa
barulah sahutnya. "Dia adalah putra dari Hartawan Cang bernama Bun Piauw
dengan sebutan "Go-bi Te Ci atau tikus rakus dari Go-bi, dia
merupakan seorang putra hartawan yang suka pelesiran, pada
waktu dekat-dekat ini sering sekali bersama sama dengan si naga
mega Hong Mong Ling bermain dan berpesta, pada waktu seperti ini
mereka minum arak di sini tetapi sesudah malam tiba mereka akan
secara sembunyi sembunyi pergi ketempat pelacuran Toaw Hoa
Yuan mencari pelacur terkenal Liuw Su Cen untuk main-main."
"Dimana itu letaknya tempat pelucuran Touw Hoa Yuan ?" tanya
Ti Then sambil manggut-manggut.
"Belakang jalan raja ini ?"
"Baiklah terima kasih."
Tetapi pelajan itu tidak pergi, sambil tertawa ujarnya
"Khek koan mencari Hong Kouw-ya dari benteng Pek Kiam Po ini
entah ada urusan apa " "
Dengan perlahan Ti Then mengangkat cawannya. dan meneguk
habis isinya, kemudian dengan menundukkan kepalanya barulah
sahutnya. "Kau mau minta jawaban dari diriku harus beri persen dulu" "
Pelajan itu menjadi serba susah dan tidak berani bertanya lebih
banyak lagi, sambil tertawa perlahan dia mengundurkan diri dari
tempat itu. Dengan cepat Ti Then menghabiskan hidangannya kemudian
meletakkan sekeping perak ke atas meja kembali ke dalam
penginapannya. Tidak selang lama dia sekali lagi keluar dari penginapan itu, pada
saat ini pemilik kedai serta pelajan itu dengan sinar mata yang
mengandung keheran-heranan memandang kearahnya.
Kiranya seorang pemuda yang rambutnya tidak karuan serta
mernakal baju compang camping yang sangat dekil itu kini telah
berubah menjadi seorang kongcu yang sangat tampan serta
perlente. Tangannya dengan menggojangkan sebuah kipas yang
berlapiskan emas dengan langkah serta gaja seorang hartawan
dengan perlahannya berjalan menuju kesarang pelacuran Touw Hoa
Yuan itu. Pada saat itu malam terah tiba, lampu-ampu mulai dipasang
menyinari seluruh tempat, sedang jalanan menuju kesarang
pelacuran itu pun kelihatan mulai ramai orang yang lewat.
Saat itu Ti Then dengan langkah yang sangat perlahan telah tiba
di depan sarang pelacuran, kemudian dengan tanpa riku lagi dia
mulai memasuki halaman rumah itu, terlihatlah seorang penjaga
tempat itu dengan cepat mempersilahkan dia untuk duduk,
menjuguh teh wangi, kemudian barulah sambil tertawa katanya :
"Kongcu, kau?" "Cepat undang ibu germo kalian ke luar" sahut Ti Then sambil
ulapkan tangannnya, Penjaga itu menjadi termangu-mangu, sambil tertawa paksa
ujarnya lagi: "Bilamana kongcu mau mencari seorang nona untuk menemani
malam ini hambamu masih bisa mencarikan satu orang untuk
kongcu nikmati." "Kau sanggup untuk mencarikan?" tanya Ti Then sambil melirik
kearahnya. "Benar . . benar?"
"Kalau begitu sangat bagus sekali aku akan menemui nona Liuw
Su Cen"- Penjaga itu menjadi tertegun, tanyanya dengan agak gugup.
"Nona..nona Liuw Su Cen?"
"Tidak salah" sahut Ti Then sambil mengangguk.
Air muka penjaga itu segera berubah menjadi merah padam,
dengan gugup. ujarnya: "Ini . ini . ini ."
"Bagamana " tidak bisa bukan " " ujar Ti Then sambil tertawa
dingin tak henti-hentinya,
"Benar" sahut penjaga itu sambil ter tawa paksa." Hanya nona
Liuw seorang yang harus ditentukan oleh Ku-Ie. "
Dari dalam sakunya Ti Then mengambil keluar uang perak
sebanyak sepuluh tail dan dilemparkan kearahnya, sahutnya.
"Cepat undang Ku-Ie itu datang kemari " "
Satu kali keluar uang telah memerseni sebanyak sepuluh tail
perak, sekali pun pun cucu raja atau hartawan pun juga tidak akan
sebanyak itu. Dengan cepat penjaga itu menerima uang sepuluh tail perak
tersebut, saking girangnya air mukanya telah berubah menjadi
pucat pasi, beberapa kali dia mengucapkan terima kasihnya
kemudian dengan cepat putar tubuh dan pergi.
Tidak selang lama seorang wanita berusia pertengahan yang
berdandan amat menjolok telah keluar dan mendekati diri Ti Then.
Dangan segera Ti Then bangkit, tanyanya:
"Ku Ie. . ?" Wanita berusia pertengahan itu mengangguk, sambil tertawa
matanya tak henti-henti nya melirik kearahnya, kemudian barulah
tanyanya: "Kongcu she apa?""
"Aku she Lu "Ooh . Lu kongcu, entah berasal dari mana?"?" tanya Ku le itu
sambil tertawa: "Tiang An" "Ooh.. senjuman yang menghiasi bibir wanita itu pun semakin
manis " "Kiranya adalah Lu Toa Kongcu yang telah datang menyambangi,
maaf. .. maaf, aku tidak datang menyambut"
Ti Then hanya tertawa tawar, sahutnya:
"Mana, mana?" "Silahkan duduk, Silahkan daduk.
Kemudian kuberkata pada penjaga yang berada di samping
tubuhnya. "Cepat kau sediakan sepoci teh wangi yang paling terkenal. "
Penjaga itu segera menyahut dan pergi melakukan perintahnya,
setelah itulah si Ku Ie itu barulah duduk di hadapan Ti Then, sambil
tersenjum katanya. "Lu Toa Kongcu adalah seorang cerdik pandai yang telah sangat
terkenal di kota Tiang An, baik di dalam hal surat mau pun pelesiran
semuanya merupakan ilmu yang telah terkenal diseluruh tempat, ini
hari dapat berkunjung ketempat ini sungguh merupakan
kebahagiaan dari kami semua"
"Ha ..ha.. mana, mana"aku pernah mendengar katanya wajah
dari nona Liuw amat cantik bahkan tak ada bandingannya di dalam
kota ini kali ini dari tempat jauh aku datang kemari harap Ku Ie mau
memenuhi harapanku ini. "
Ku Ie itu menjadi demikian girangnya, sahutnya dengan cepat,
"Su Cen bisa mendapatkan perhatian yang demikian besarnya
dari Lu Toa kongcu sungguh sangat beruntung sekali, harap kongcu
tunggu sebentar aku akan panggil dia datang.
Sehabis berkata dengan cepat dia bangkit dan berlalu.
Tidak lama kemudian seorang gadis cantik yang mem punyai
bentuk tubuh ramping kecil serta sangat padat dengan sangat
menggiurkan sekali berjalan di belakang tubuh Ku le itu, lagaknya
kemalu maluan seperti seorang gadis pemalu.
Pelacur terkenal Liuw Su Cen ini usianya baru tujuh-delapan
belas tahunan, mem punyai bentuk wajah seperti kwaci, alisnya
hitam disertai dengan sepasang matanya yang sangat indah,
bibirnya kecil mungil berwarna merah sedang kulit tubuhnya putih
bersih bagaikan salju, ditambah lagi dandanan yang memakai
barang yang paling mahal, sehingga sangat mirip sekali dengan
seorang bidadari yang turun dari kahjangan.
Ku le yang melihat sikap kemalu maluan darinya segera menarik
ke hadapan Ti Then, sambil tertawa ujarnya.
"Cen-ji, cepat beri hormat kepada Lu Toa Kongcu ini, dia adalah
putra dari panglima Tiang An Pembesar Lu Aan merupakan seorang
siucay yang sangat terkenal dikota Tiang An, ini hari dengan tidak
menghiraukan perjalanan yang jauh datang menyambangi dirimu."
Dengan sikap, yang mash kernalu-maluan Liuw Su Cen dengan
sangat hormatnya memberi hormat pada Ti Then, kemudian dengan
merdu ujarnya : "Lu Toa kongcu harap memberi petunjuk. "
Ku le itu pun tersenjum, ujarnya kemudian:
"Sudahlah, marl aku akan memimpin kongcu menuju ke dalam
kamarnya," Ti Then dengan tanpa sungkan lagi berdiri dan mengikuti di
belakang tubuhnya berjatan masuk, sesampainya di depan pintu
sebuah kamar yang pintunya tertutup horden dengan perlahan Ku
Ie itu mendorong dirinya artinya menjuruh dia masuk ke dalam
kemudian barulah ujarnya dengan perlahan :
"Aku akan pergi memerintah orang untuk membantu kongcu
menjediakan arak serta sedikit sajuran. "
Sehabis berkata dengan perasaan yang amat girang
meninggalkan tempat tersebut.
Dengan perlahan-lahan Ti Then menyingkap tirai itu dan berjalan
masuk, terlihatlah Liauw Su Cen itu dengan menundukkan
kepalanya duduk di depan meja rias segera dia maju ke depan
memberi hormat, sambil tersenjum ujarnya:
"Kedatanganku yang mengganggu ketenangan nona harap nona
tidak sampai marah. Liuw Su Cen pun segera membungkukkan tubuhnya membalas
hormat, sahutnya sambil tersenjum.
"Mana, mana kongcu silahkan duduk."
Dengan perlahan Ti Then duduk ke atas kursi sedang matanya
dengan tak henti-hentinya berputar menikmati keindahan dari
kamarnya itu, diam-diam pikirnya.
"Hm .. tak nyana kamar ini dapat diatur demikian rapi serta
indahnya Sinar matanya dengan perlahan dialihkan ke atas wajah gadis itu,
dan katanya." "Aku telah lama mendengar tentang kecantikan serta kecerdikan
dari nona setelah bertemu hari ini dan dapat melihat dengan mata
kepala sendiri atas kecantikan wajah nona membuat aku
benar?benar merasa sangat beruntung sekali.
"Ha.. .kongcu terlalu memuji, dengan kejelekan wajahku ini
ternyata bisa mendapatkan pujian serta perhatian dari kongcu
membuat aku merasa amat malu. "
"Aku dengar katanya nona Liuw bukan saja berwajah cantik
tetapi kepandajan di dalam menari menyanyi mau pun membuat
syair sangat tinggi sekali, malam ini aku sangat mengharapkan nona
mau memamerkan di hadapanku agar aku benar benar terbuka
mata untuk menikmatinya. -
Wajah Liuw Su Cen itu segera berubah menjadi kemerah
merahan, ujarnya dengan kemalu maluan:
"Hanya sedikit permainan yang sangat jelek masih
mengharapkan Lu kongcu jangan sampai mentertawakan."
Pada saat kedua orang bercakap-cakap itulah seorang pelajan
dengan membawa arak serta sajuran masuk ke dalam kamar.
Liuw Su Cen melihat sajur serta arak telah dihidangkan, dengan
lemah lembut yang sangat menggiurkan ujarnya.
"Kongcu silahkan duduk."
"Terima kasih atas perhatian nona."
Begitulah kedua orang itu segera duduk saling berhadapan,
dengan perlahan Liuw Su Cen mulai mengangkat poci arak dan
memenuhi cawan Ti Then kemudian cawannya sendiri, ujarnya.
"Aku akan menghormati kongcu dengan satu cawan terlebih
dahulu" Segera Ti Then mengangkat cawannya dan meneguk isinya
hingga habis. Tiba-tiba dilihatnya Liuw Su Cen sambil menutupi mulutnya
dengan tangan tertawa merdu tak henti-hentinya seperti teringat
akan sesuatu yang sangat lucu baginya:
Ti Then, menjadi tertegun dibuatnya, tanyanya
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kenapa nona tertawa?"
"Nama besar dari Lu kongcu kudengar sangat lama sekali" sahut
Liuw Su Cen sambil tetap tertawa. "Tetapi setelah bertemu ini hari
ternyata jauh berbeda dengan apa yang aku dengar"
"Ooh"." sahut Ti Then sambil tertawa pula, "entah menurut
kabar yang kau dengar Lu Kongcu itu orangnya bagaimana" dan Lu
kongcu yang kau lihat ini hari bagaimana pula?" "
"Bila aku katakan harap kongcu jangan sampai marah"
"Ooh . . . tentu tentu aku tidak marah, harap nona cepat katakan
Dengan manyanya Liuw Su Cen itu tersenjum senjum, kemudian
barulah ia berkata "Menurut kabar yang aku dengar katanya Lu Kongcu jadi orang
suka pelesiran dan gemar bermain main dengan perempuan bahkan
jadi orang amat sombong, sedang kini setelah aku bertemu dengan
Lu kongcu sendiri ternyata sama sekali tidak tampak adanya tanda-
tanda seperti itu, bahkan sikapnya sangat gagah serta jujur.
Mendengar perkataan itu Ti Then tertawa terbahak-bahak,
katanya: "Nona terlalu memuji, aku memang merupakan seorang yang
sangat sombong dan suka menangan sendiri, kalau nona tidak
percaya boleh kau lihat nanti"
"Di samping itu" ujar Liuw Su Cen sambil tersenjum," Pada alis kongcu kelihatan samar-samar mengandung perasaan sedih serta
bingung agaknya dalam hati masih punya urusan yang sangat
memakan pikiran, tentang hal ini juga tidak mirip dengan apa yang
aku dengar..." "Ooh..kiranya nona pun masih pandai melihat wajah orang"
"Ehm..hanya memandang saja juga bisa, kali ini kongcu
meninggalkan kota Tiang An tentunya bukan dikarenakan untuk
mencari kesenangan saja bukan?"
"Aku datang karena tertarik oleh nama serta kecantikan dari
nona, urusan yang lain tidak ada"
"Baiklah, bagaimana kalau aku memainkan satu lagu untuk
kongcu dengarkan" maka mulailah dia mengambil khim dan
menyanyikan sebuah lagu, lagu ini memiliki nada kesedihan yang
amat mendalam. Ditengah alunan suara yang sangat merdu itu nada suaranya
membawa kesedihan yang tak terhingga, membuat orang yang
mendengar suara nyanyian itu tak terasa tergerak juga hatinya.
Dengan perlahan Ti Then meletakkan kembali cawan araknya,
sambil tertawa tawar ujarnya:
"Nyanyian dari nona keluar dari dasar lubuk hati, membuat orang
yang mendengarkannya ikut juga terjerumus ke dalam lembah
kesedihan. Hei.. sekarang aku tidak ingin memikirkan urusan yang
membuat kesedihanmu timbul kembali harap kau pun jangan
menyanyikan lagu yang bisa membuat air mataku meleleh keluar "
Liuw Su Cen hanya tersenjum saja, sesaat kemudian barulah
sahutnya dengan perahan :
"Kalau memang demikian adanya, aku akan menyanyikan sebuah
lagu yang lebih enak lagi. "
Jari tangannya yang ramping kecil serta halus itu mulai bermain
diantara senar-senar Khiem tersebut, baru saja dia akan mulai
menyanyi tiba-tiba diluar pintu kamar itu berkumandang datang
suara tiga kali ketukan. "Siapa?" "Aku." "Ooh. . Ku le, silahkan rnasuk.
Ku Ie dengan perlahan mendorong pintu dan berjalan masuk,
kenapa Ti Then dia hanya tersenjum-tersenjum saja sedang langkah
kakinya meneruskan perjalanannya hingga di samping tubuh Liuw
Su Cen, ujarnya kemudian dengan suara yang perlahan di samping
telinganya. " Ku le . . beritahukan saja padanya kalau tubuhku ini hari masih
tidak enak, suruh besok datang lagi.
Ku le segera melirik sekejap kearah Ti Then, sedang pada
wajahnya pun terlihat terlintas senjuman yang dipaksa, ujarnya:
"Tidak mungkin. Bilamana bilang tubuhmu tidak enak tentu dia
akan paksa masuk juga. Air muka Liuw Su Cen segera berubah ujarnya dengan agak
gusar. "Kalau begitu bilang saja padanya kalau aku sekarang masih ada
tamu, suruh dia besok kembali lagi.
"Tetapi dia sukar sekali untuk bisa datang kemari, bagaimana kini
menjuruh dia pulang dengan tangan kosong?"
"Ku le," ujar Liuw Su Cen dengan nada yang tidak senang. "Kau
hanya mengajari aku tiara menari, cara menghadapi orang lain
tetapi belum pernah kau beri pelajaran tentang cara memisahkan
tubuh menjadi dua " "
"Aku lihat kau budak semakin bicara semakin tidak genah-genah"
"Kalau begitu kau suruh aku harus berbuat bagaimana" "
Dengan setengah berbisik sahut Ku Ie itu.
"Keluar temuilah dia sebentar asalkan kau sudah bicara beberapa
patah kata dengan dia sudahlah cukup, pokoknya tidak sampai
membuat dia merasa tersinggung."
Liuw Su Cen ragu ragu sejenak kemudian barulah dia menoleh
tersenjum kepada Ti Then ujarnya
"Kongcu, aku ada sedikit urusan yang harus dikerjakan segera
kini mohon pergi sebentar tentu kongcu tidak akan marah bukan"
"Siapa yang telah datang" , tanya Ti Then dengan nada yang
kurang senang. "Ooh . . seorang . . seorang tamu yang tidak boleh aku singgung
perasaannya dia baru saja datang." sahutnya dengan kemalu
maluan. "Kenapa tidak boleh menyinggung perasaannya " "
"Karena dia punya asal usul yang terkenal- sahut Liuw Su Cen
sambil menundukkan kepalanya.
"Orang orang yang bisa berkenalan dengan nona tentu paling
sedikit harus punya asal usul yang terkenal, tetapi malam ini aku
harus lihat dulu sebenarnya siapakah orang itu, bilamana asal
usulnya tidak bisa mengalahkan asal usuIku, maka silahkan dia
cepat cepat menggelinding dari sini,"
Ku le melihat sikapnya yang ketus serta sombong itu tak terasa
lagi mendiadi sangat cemas, dengan cepat ujarnya.
"Kongcu harap jangan bicara begitu sekali pun dia bukan putra
atau murid dari seorang pembesar kerajaan tetapi merupakan
seorang yang telah sangat terkenal sekali namanya, orang orang
seperti kami ini mana berani menyinggung perasaannya."
Sepasang alis Ti Then dikerutkan dalam-dalam, dengan tidak
sabar tanyanya: "Siapa toh sebenarnya orang itu ?"
"Seorang pendekar pedang dari benteng Pek Kiam Po yang
disebut sebagai sinaga mega Hong Mong Ling."
"Hu?" ujar Ti Then "Aku kira siapa orangnya yang begitu
terkenal serta terhormatnya, tidak terkira hanya seorang budak
kasar yang suka main kepalan"
Baru perkataan itu diucapkan mendadak:
"Brak?" pintu kamar itu telah diterjang hingga rubuh, seorang
pemuda dengan sangat gagahnya telah berdiri di depan pintu kamar
itu, dengan nada yang berat dia tertawa dingin tak henti-
hentinya,ujarnya "Tidak salah" Cayhe adalah seorang budak kasar yang suka main
kepalan saja yang bisa memaksa seseorang berlutut di hadapannya
sambil memaki ajah ibunya sendiri "
Orang yang baru saja datang itu tidak lain adalah si naga mega
Hong Mong Ling adanya, dan di belakang tubuhnya berdirilah
seseorang yang tidak lain adalah si tikus rakus dari Go-bi, Cang Bun
Piauw. Dengan pandangan yang sangat dingin Ti Then melirik sekejap
kearahnya kemudian barulah bentaknya
"Bocah bangsat dari mana yang berani mengganggu kesenangan
dari Kongcu Ya mu?" apa kalian sudah bosan hidup lebih lama lagi?"
Ku Ie yang melihat mereka berdua dengan sama-sama gusar
telah saling berhadapan segera menjadi gugup dan bingung
dibuatnya, sambil menggojang-gojangkan tangannya ujarnya :
"Kalian berdua jangan gusar, semuanya ini adalah salahku.
Hei...Hong Siangkong mari aku kenalkan kepada kalian, Kongcu ini
adalah putra kesajangan dari Panglima perang Lu Ko Sian Lu
Thayjin dari kola Tiang An, ini hari dia ?"
Dengan sangat kasar si naga mega Hong Mong Ling itu
mendorong dia ke samping kemudian dengan langkah yang lebar
berjalan masuk ke dalam kamar, sinar matanya dengan sangat
tajam memandang Ti Then tanpa berkedip sedang mulutnya
tertawa dingin tidak henti-hentinya, ujarnya kemudian :
" He . . he . Hm . Hm.. Kiranya adalah seorang pemuda yang
gemar pelesiran. Sungguh bagus sekali, aku Hong Mong Ling
selamanya memang paling suka mencari gara-gara dengan seorang
Kongcu yang dojan pelesiran.
Berkata sampai di situ mendadak suara ucapannya berubah,
dengan keras bentaknya : "Bertutut!" Ti Then sama sekali tidak menggubris dirinya malah dengan
tenangnya dia mengangkat poci berisi arak dan dituangkan ke
dalam cawannya setelah itu dengan perlahan diteguknya hingga
habis, kepada Liuw Su Cen ujarnya.
"Nona Liuw bukankah kau tadi bilang mau menyanyikan sebuah
lagu untukku!" Sejak munculnya Hong Mong Ling ditempat tersebut dengan
perlahan-lahan Liuw Su Cen telah menyingkir keujung kamar, kini
mana dia berani mengucapkan sepatah kata pun.
Hong Mong Ling melihat perkataannya sama sekali tidak digubris
bahkan seperti di sampingnya tidak terdapat orang dengan
seenaknya bergerak, tak terasa lagi kegusarannya memuncak.
Sambil tertawa dingin tubuhnya dengan cepat menubruk maju ke
depan telapak kanannya men jambar mencengkeram urat nadi
ditangan kanan Ti Then. Sambarannya ini dilakukan bagaikan kilat cepatnya, sekali pun
orang yang memiliki kepandaian silat pun belum tentu bisa
menghindarkan diri dengan mudah.
Tetapi gerakan dari Ti Then jauh lebih cepat beberapa kali lipat
dari dirinya. Tangan kanannya sedikit diangkat ternyata telah berhasil
mencengkeram urat nadinya terlebih dahulu, kemudian disusul
tangannya melayang dan diputar sepasang kaki Hong Mong Ling
segera meninggalkan tanah, tubuhnya bagaikan sebuah baling-
baling berputar dengan kencangnya ditengah udara. Sebelum
tubuhnya rubuh ke atas tanah belakang batok kepalanya telah
keburu kena hajaran telapak tangan Ti Then.
Begitu tubuhnya rubuh ke atas tanah, dia segera jatuh tak
sadarkan diri sedang tubuhnya dengan terlentang kaku bersandar di
bawah kaki Ti Then. Si tikus rakus dari Go-bi Cang Bun Piauw begitu melihat gelagat
tidak baik dengan cepat memutar tubuhnya siap lari keluar dari
kamar itu, siapa tahu baru saja kakinya diangkat siap lari belakang
batok kepalanya telah keburu dihajar oleh cawan arak yang
dilontarkan Ti Then, tak tertahan lagi tubuhnya sedikit bergojang
dan jatuh rubuh tak sadarkan diri pula di atas tanah.
Melihat kejadian yang berlangsung hanya sekejap itu tetapi
sangat mengejutkan tersebut tak tertahan lagi air muka Ku le
berubah menjadi pucat pasi, teriaknya.,
"Celaka : wah . . celaka "bencana ini terlalu besar mak ."
Dengan tenangnya Ti Then bangkit berdiri dan menggusur tubuh
si tikus rakus dari Go-bi, Cang Bun Piauw, itu ke dalam kamar,
kemudian berjaian kembali ke tempat semula, ujarnya sambil
tersenjum "Jangan takut, sekali pun ada urusan yang lebih besar pun aku
ada di sini yang menanggung"
Dengan wajah yang hampir menangis kata Ku le itu lagi
"Lu kongcu kau tidak tahu sekali pun kau berhasil mengalahkan
dirinya tetapi bagaimana pun juga merupakan tamu dari tempat
kami ini, begitu kongcu nanti meninggaikan tempat ini urusan sudah
beres, sedang kami. harus tetap menetap ditempat ini seteiah
terjadinya urusan ini kami Touw Hoa Yuan juga akan sulit untuk
menghindarkan diri dari bencana"
Mendengar perkataan itu Ti Then tertawa nyaring sahutnya
"Ku Ie, pengetahuanmu terhadap benteng Pek Kiam Po itu
seberapa banyak?" "Nama benteng Pek Kiam Po telah menggetarkan seluruh dunia,
pendekar-pendekar pedang dari dalam Benteng pun tak seorang
pun yang bukan merupakan jago berkepandaian tinggi, tentang ini
semuanya sudah mengetahui dengan sangat jelas"
"Tetapi ada satu urusan yang tidak kau ketahui"
Ku le menjadi termangu-mangu, tannya :
"Urusan apa ?""
"Orang-orang Benteng Pek Kiam Po dari Pocu sendiri Wi Ci To
sampai bawahannya pun dan murid-muridnya semuanya merupakan
orang yang jujur dan berpikiran lurus, mereka tidak mungkin akan
bermain atau membalas dendam terhadap Touw Hoa Yuan mu ini
hanya dikarenakan urusan sekecil ini. "
Ku Ie memandang sekejap kearah si naga mega Hong Mong Ling
yang rubuh terlentang di atas tanah, dengan ragu-ragu ujarnya:
"Tentang ini sukar untuk dibicarakan, misainya saja dengan Hong
Siangkong ini, dia?"
Ti Then tertawa terbahak-bahak, potongnya:
"Dia pun tidak pernah melakukan kejahatan-kejahatan yang
melampaui batas hanya sajang jadi orang dia punya sedikit cacad
jaitu gemar akan pipi licin dan suka main perempuan"
Dia berhenti sejenak kemudian tambahnya:
"Apalagi Hong Mong Ling yang sering mencari kesenangan
ditempat ini semuanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi
sehingga tidak diketahui oleh bakal mertuanya, ini hari dia
mendapatkan sedikit kerugian sekali pun telah pulang juga tidak
berani lapor, maka itu kau legakanlah hatimu."
Dengan perlahan-perlahan Ku Ie menghembuskan napas, ujarnya
kemudian : "Perkataan memang Kongcu ucapkan seperti itu, hanya aku takut
kalau Hong siangkong ini menyatuhkan seluruh kegusarannya
kepada diri kami dikemudian hari."
"Aku akan menyamin kalian kalau sejak hari ini dia tidak akan
berani menginyak tempat ini lagi."
Ku Ie memandang sekejap lagi kearah Hong Mong Ling yang
rebah tak sadarkan diri di atas tanah, tanyanya
"Kini dia jatuh tak sadarkan diri ditempat ini, kita harus berbuat
bagaimana"." " Kau punya kereta kuda ?"
"Ehm..ada sebuah, biasanya digunakan nona-nona untuk pesiar
keluar kota" "Perintahkan orang-orang untuk siapkan kereta, aku akan
menghantar sendiri mereka-mereka ini ke dalam benteng Pek Kiam
Po" Mendengar perkataan itu Ku Ie menjadi sangat terkejut,
tanyanya:
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kongcu tidak takut dengan orang-orang dari benteng Pek Kiam
Po?" "Aku ada cara untuk menghadapi mereka"
Sambil menuding kearah Cang Bun Piauw ujarnya Ku Ie itu lagi:
Pedang Kunang Kunang 10 Pengemis Tua Aneh Ouw Bin Hiap Kek Karya Kho Ping Hoo Payung Sengkala 5